kecelakaan lalu lintas forensik

30
TINJAUAN PUSTAKA I. VISUM ET REPERTUM JENASAH Jenasah yang akan dimintakan visum et repertumnya harus diberi label yang memuat identitas mayat, di-lak dengan diberi cap jabatan, yang diikatkan pada ibu jari kaki atau bagian tubuh lainnya. Pada surat permintaan visum et repertumnya harus jelas tertulis jenis pemeriksaan yang diminta, apakah hanya pemeriksaan luar jenasah, ataukah pemeriksaan autopsi (bedah mayat). Bila pemeriksaan autopsi yang diinginkan, maka penyidik wajib memberitahu kepada keluarga korban dan menerangkan maksud dan tujuan pemeriksaan. Autopsi dilakukan setelah keluarga korban tidak keberatan, atau bila dalam dua hari tidak ada tanggapan apapun dari keluarga korban. Jenasah hanya boleh dibawa keluar institusi kesehatan dan diberi surat keterangan kematian bila seluruh pemeriksaan yang diminta oleh penyidik telah dilakukan. Apabila jenasah dibawa pulang paksa, maka baginya tidak ada surat keterangan kematian. Pemeriksaan forensik terhadap jenasah meliputi pemeriksaan luar jenasah, tanpa melakukan tindakan yang merusak keutuhan jaringan jenasah. Pemeriksaan dilakukan dengan teliti dan sistematik, serta kemudian dicatat secara rinci, mulai dari bungkus atau tutup jenasah, pakaian, benda-benda di sekitar jenasah, perhiasan, ciri-ciri umum identitas, tanda-tanda tanatologik, gigi-geligi dan luka-luka atau cedera atau kelainan yang ditemukan di seluruh bagian luar.

Upload: sahara-effendy

Post on 24-Jul-2015

341 views

Category:

Documents


6 download

TRANSCRIPT

Page 1: kecelakaan lalu lintas forensik

TINJAUAN PUSTAKA

I. VISUM ET REPERTUM JENASAH

Jenasah yang akan dimintakan visum et repertumnya harus diberi label yang memuat

identitas mayat, di-lak dengan diberi cap jabatan, yang diikatkan pada ibu jari kaki atau bagian

tubuh lainnya. Pada surat permintaan visum et repertumnya harus jelas tertulis jenis pemeriksaan

yang diminta, apakah hanya pemeriksaan luar jenasah, ataukah pemeriksaan autopsi (bedah

mayat).

Bila pemeriksaan autopsi yang diinginkan, maka penyidik wajib memberitahu kepada

keluarga korban dan menerangkan maksud dan tujuan pemeriksaan. Autopsi dilakukan setelah

keluarga korban tidak keberatan, atau bila dalam dua hari tidak ada tanggapan apapun dari

keluarga korban.

Jenasah hanya boleh dibawa keluar institusi kesehatan dan diberi surat keterangan

kematian bila seluruh pemeriksaan yang diminta oleh penyidik telah dilakukan. Apabila jenasah

dibawa pulang paksa, maka baginya tidak ada surat keterangan kematian.

Pemeriksaan forensik terhadap jenasah meliputi pemeriksaan luar jenasah, tanpa

melakukan tindakan yang merusak keutuhan jaringan jenasah. Pemeriksaan dilakukan dengan

teliti dan sistematik, serta kemudian dicatat secara rinci, mulai dari bungkus atau tutup jenasah,

pakaian, benda-benda di sekitar jenasah, perhiasan, ciri-ciri umum identitas, tanda-tanda

tanatologik, gigi-geligi dan luka-luka atau cedera atau kelainan yang ditemukan di seluruh

bagian luar.

Apabila penyidik hanya meminta pemeriksaan luar saja, maka kesimpulan visum et

repertum menyebutkan jenis luka atau kelainan yang ditemukan dan jenis kekerasan

penyebabnya, sedangkan sebab kematian tidak dapat ditentukan karena tidak dilakukan

pemeriksaan bedah jenasah. Lamanya mati sebelum pemeriksaan (perkiraan saat kematian),

apabila dapat diperkirakan, dapat dicantumkan dalam kesimpulan.

Kemudian dilakukan pemeriksaan bedah jenasah menyeluruh dengan membuka rongga

tengkorak, leher, dada, perut dan panggul. Kadang kala dilakukan pemeriksaan penunjang yang

diperlukan seperti pemeriksaan histopatologik, toksikologik, serologik, dan sebagainya. Dari

pemeriksaan dapat disimpulkan sebab kematian korban, selain jenis luka atau kelainan, jenis

kekerasan penyebabnya, dan saat kematian seperti tersebut di atas.

Page 2: kecelakaan lalu lintas forensik

II. TANATOLOGI

Tanatologi adalah ilmu yang mempelajari cara kematian korban dan faktor-faktor yang

mempengaruhinya. Ada 3 manfaat tanatologi, yaitu: menetapkan hidup atau matinya korban,

memperkirakan lama kematian korban, dan menentukan wajar atau tidak wajarnya kematian

korban. Dalam tanatologi dikenal beberapa istilah tentang mati, yaitu:

Mati somatis terjadi akibat terhentinya fungsi ketiga sistem penunjang kehidupan yaitu

susunan saraf pusat, sistem kardiovaskular, dan sistem pernapasan, yang menetap

(ireversibel).

Mati suri (suspended animation, apparent death) adalah terhentinya ketiga sistem

kehidupan diatas yang ditentukan dengan alat kedokteran sederhana. Dengan peralatan

kedokteran canggih masih dapat dibuktikan bahwa ketiga sistem tersebut masih

berfungsi.

Mati seluler adalah kematian organ atau jaringan tubuh yang timbul beberapa saat

setelah kematian somatis. Daya tahan hidup masing-masing organ atau jaringan berbeda-

beda, sehingga terjadinya kematian seluler pada tiap organ atau jaringan tidak bersamaan.

Mati serebral adalah kerusakan kedua hemisfer otak yang ireversibel kecuali batang otak

dan serebelum, sedangkan kedua sistem lainnya yaitu sistem pernapasan dan

kardiovaskular masih berfungsi dengan bantuan alat.

Mati otak adalah bila telah terjadi kerusakan seluruh isi neuronal intrakranial yang

ireversibel, termasuk batang otak dan serebelum. Dengan diketahuinya mati otak maka

dapat dikatakan seseorang secara keseluruhan tidak dapat dinyatakan hidup lagi, sehingga

alat bantu dapat dihentikan.

A. Tanda kematian tidak pasti

1. Pernapasan berhenti, dinilai selama lebih dari 10 menit (inspeksi, palpasi,

auskultasi).

2. Terhentinya sirkulasi, dinilai selama 15 menit, nadi karotis tidak teraba.

3. Kulit pucat, tetapi bukan merupakan tanda yang dapat dipercaya, karena mungkin

terjadi spasme agonal sehingga wajah tampak kebiruan.

4. Tonus otot menghilang dan relaksasi.

Page 3: kecelakaan lalu lintas forensik

5. Pembuluh darah retina mengalami segmentasi beberapa menit setelah kematian.

Segmen-segmen tersebut bergerak ke arah tepi retina dan kemudian menetap.

6. Pengeringan kornea menimbulkan kekeruhan dalam waktu 10 menit yang masih

dapat dihilangkan dengan meneteskan air.

B. Tanda pasti kematian

1. Lebam mayat (Livor mortis)

Setelah kematian klinis maka eritrosit akan menempati tempat terbawah

akibat gaya tarik bumi (gravitasi), mengisi vena dan venula, membentuk bercak

warna merah ungu (livide) pada bagian terbawah tubuh, kecuali pada bagian tubuh

yang tertekan alas keras.

Darah tetap cair karena adanya aktivitas fibrinolisin yang berasal dari endotel

pembuluh darah. Lebam mayat biasanya mulai tampak 20-30 menit pasca mati,

makin lama intensitasnya bertambah dan menjadi lengkap dan menetap setelah 8-12

jam. Sebelum waktu ini, lebam mayat masih hilang pada penekanan dan dapat

berpindah jika posisi mayat diubah. Memucatnya lebam akan lebih cepat dan

sempurna apabila penekanan atau perubahan posisi tubuh dilakukan pada 6 jam

pertama setelah mati klinis. Tetapi, walaupun setelah 24 jam, darah masih tetap

cukup cair sehingga sejumlah darah masih dapat mengalir dan membentuk lebam

mayat di tempat terendah yang baru. Kadang-kadang dijumpai bercak perdarahan

berwarna biru kehitaman akibat pecahnya pembuluh darah. Menetapnya lebam

mayat disebabkan oleh bertimbunnya sel-sel darah dalam jumlah cukup banyak

sehingga sulit berpindah lagi. Selain itu kekakuan otot-otot dinding pembuluh darah

ikut mempersulit perpindahan tersebut.

Lebam mayat dapat digunakan untuk tanda pasti kematian; memperkirakan

sebab kematian, misalnya lebam berwarna merah terang pada keracunan CO atau

CN. Keracunan sianida memiliki ciri khas tertentu, yaitu warna lebam mayat merah

kebiruan yang disebabkan terjadi bendungan dan sianosis. Lebam mayat yang

berwarna merah kecoklatan pada methemoglobinemia dan warna kecoklatan pada

keracunan anilin, nitrit, nitrat, sulfonal.

Page 4: kecelakaan lalu lintas forensik

Lebam mayat yang belum menetap atau masih hilang pada penekanan

menunjukkan saat kematian kurang dari 8-12 jam sebelum saat pemeriksaan.

Mengingat pada lebam mayat darah terdapat di dalam pembuluh darah, maka

keadaan ini digunakan untuk membedakannya dengan resapan darah akibat trauma

(ekstravasasi). Bila pada daerah tersebut dilakukan irisan dan kemudian disiram

dengan air, maka warna merah darah akan hilang atau pudar pada lebam mayat,

sedangkan pada resapan darah tidak menghilang.

2. Kaku mayat (rigor mortis)

Kelenturan otot setelah kematian masih dipertahankan karena metabolisme

tingkat seluler masih berjalan berupa pemecahan cadangan glikogen otot yang

menghasilkan energi. Energi ini digunakan untuk mengubah ADP menjadi ATP.

Selama masih terdapat ATP maka serabut aktin dan miosin tetap lentur. Bila

cadangan glikogen dalam otot habis, maka energi tidak terbentuk lagi, aktin dan

miosin menggumpal dan otot menjadi kaku.

Kaku mayat dibuktikan dengan memeriksa persendian. Kaku mayat mulai

tampak kira-kira 2 jam setelah mati klinis, dimulai dari bagian luar tubuh (otot-otot

kecil) ke arah dalam (sentripetal). Teori lama menyebutkan bahwa kaku mayat ini

menjalar kraniokaudal. Setelah mati klinis 12 jam kaku mayat menjadi lengkap,

dipertahankan selama 12 jam dan kemudian menghilang dalam urutan yang sama.

Kaku mayat umumnya tidak disertai pemendekan serabut otot, tetapi jika sebelum

terjadi kaku mayat otot berada dalam posisi teregang, maka saat kaku mayat

terbentuk akan terjadi pemendekan otot. Faktor-faktor yang mempengaruhi

terjadinya kaku mayat adalah:

a. Pada orang kurus dan bayi, kaku mayat lebih cepat timbul dan cepat pula

menghilang.

b. Suhu tubuh dan suhu lingkungan yang meningkat mempercepat timbulnya

kaku mayat.

c. Pada orang dengan gizi buruk, kaku mayat cepat terjadi.

d. Adanya aktivitas fisik sebelum mati mempercepat timbulnya kaku mayat.

Page 5: kecelakaan lalu lintas forensik

Kaku mayat dipergunakan untuk menunjukkan tanda pasti kematian dan

memperkirakan saat kematian. Terdapat kekakuan pada mayat yang menyerupai

kaku mayat :

Cadaveric spasm (instantaneuous rigor), adalah bentuk kekakuan otot yang

terjadi pada saat kematian dan menetap. Cadaveric spasm sesungguhnya

merupakan kaku mayat yang timbul dengan intensitas sangat kuat tanpa

didahului oleh relaksasi primer. Penyebabnya adalah akibat habisnya cadangan

glikogen “dan ATP yang bersifat setempat pada saat mati klinis karena

kelelahan atau emosi yang hebat sesaat sebelum meninggal. Cadaveric spasm

ini jarang dijumpai, tetapi sering terjadi dalam masa perang. Kepentingan

medikolegalnya adalah menunjukkan sikap terakhir masa hidupnya. Misalnya,

tangan yang menggenggam erat benda yang diraihnya pada kasus tenggelam,

tangan yang menggenggam senjata pada kasus bunuh diri.

Heat stiffening, yaitu kekakuan otot akibat koagulasi protein otot oleh panas.

Otot-otot berwarna merah muda, kaku, tetapi rapuh (mudah robek). Keadaan

ini dapat dijumpai pada korban mati terbakar. Pada heat stiffening serabut-

serabut ototnya memendek sehingga menimbulkan fleksi leher, siku, paha, dan

lutut, membentuk sikap petinju (pugilistic attitude). Perubahan sikap ini tidak

memberikan arti tertentu bagi sikap semasa hidup, intravitalitas, penyebab atau

cara kematian.

Cold stiffening, yaitu kekakuan tubuh akibat lingkungan dingin, sehingga

terjadi pembekuan cairan tubuh, termasuk cairan sendi, pemadatan jaringan

lemak subkutan dan otot, sehingga bila sendi ditekuk akan terdengar bunyi

pecahnya es dalam rongga sendi.

3. Penurunan suhu tubuh (algor mortis)

Penurunan suhu tubuh terjadi karena proses pemindahan panas dari suatu

benda ke benda yang lebih dingin, melalui cara radiasi, konduksi, evaporasi, dan

konveksi. Kecepatan penurunan suhu dipengaruhi oleh suhu keliling, aliran dan

kelembaban udara, bentuk tubuh, posisi tubuh, dan pakaian. Selain itu suhu saat

mati perlu diketahui untuk perhitungan perkiraan saat kematian. Penurunan suhu

tubuh akan lebih cepat pada suhu keliling yang rendah, lingkungan berangin dengan

Page 6: kecelakaan lalu lintas forensik

kelembaban rendah, tubuh yang kurus, posisi terlentang, tidak berpakaian atau

berpakaian tipis, dan pada umumnya orang tua serta anak kecil.

4. Pembusukan (decomposition, putrefaction)

Pembusukan adalah proses degradasi jaringan yang terjadi akibat autolisis

dan kerja bakteri. Autolisis adalah pelunakan dan pencairan jaringan yang terjadi

dalam keadaan steril. Autolisis timbul akibat kerja digestif oleh enzim yang

dilepaskan sel pasca mati dan hanya dapat dicegah dengan pembekuan jaringan.

Setelah seseorang meninggal, bakteri yang normal hidup dalam tubuh segera

masuk ke jaringan. Darah merupakan media terbaik bagi bakteri tersebut untuk

bertumbuh. Sebagian besar bakteri berasal dari usus dan yang terutama adalah

Clostridium welchii. Pada proses pembusukan ini terbentuk gas-gas alkana, H2S

dan HCN, serta asam amino dan asam lemak.

Pembusukan baru tampak kira-kira 24 jam pasca mati berupa warna kehijauan

pada perut kanan bawah, yaitu daerah sekum yang isinya lebih cair dan penuh

dengan bakteri serta terletak dekat dinding perut. Warna kehijauan ini disebabkan

oleh terbentuknya sulfmethemoglobin. Secara bertahap warna kehijauan ini akan

menyebar ke seluruh perut dan dada, dan bau busuk pun mulai tercium. Pembuluh

darah bawah kulit akan tampak seperti melebar dan berwarna hijau kehitaman.

Selanjutnya kulit ari akan terkelupas atau membentuk gelembung berisi cairan

kemerahan berbau busuk.

Pembentukan gas di dalam tubuh, dimulai di dalam lambung dan usus, akan

mengakibatkan tegangnya perut dan keluarnya cairan kemerahan dari mulut dan

hidung. Gas yang terdapat di dalam jaringan dinding tubuh akan mengakibatkan

terabanya derik (krepitasi). Gas ini menyebabkan pembengkakan tubuh yang

menyeluruh, tetapi ketegangan terbesar terdapat di daerah dengan jaringan longgar,

seperti skrotum dan payudara. Tubuh berada dalam sikap seperti petinju (pugilistic

attittude), yaitu kedua lengan dan tungkai dalam sikap setengah fleksi akibat

terkumpulnya gas pembusukan di dalam rongga sendi.

Selanjutnya rambut menjadi mudah dicabut dan kuku mudah terlepas, wajah

menggembung dan berwarna ungu kehijauan, kelopak mata membengkak, pipi

tembem, bibir tebal, lidah membengkak, dan sering terjulur diantara gigi. Keadaan

Page 7: kecelakaan lalu lintas forensik

seperti ini sangat berbeda dengan wajah asli korban, sehingga tidak dapat lagi

dikenali oleh keluarga.

Larva lalat akan dijumpai setelah pembentukan gas pembusukan nyata, yaitu

kira-kira 36–48 jam pasca mati. Kumpulan telur lalat telah dapat ditemukan

beberapa jam pasca mati, di alis mata, sudut mata, lubang hidung, dan diantara

bibir. Telur lalat tersebut kemudian akan menetas menjadi larva dalam waktu 24

jam. Dengan identifikasi spesies lalat dan mengukur panjang larva, maka dapat

diketahui usia larva tersebut, yang dapat dipergunakan untuk memperkirakan saat

mati, dengan asumsi bahwa lalat biasa secepatnya meletakkan telur setelah

seseorang meninggal.

Alat dalam tubuh akan mengalami pembusukan dengan kecepatan yang

berbeda. Perubahan warna terjadi pada lambung terutama di daerah fundus, usus

menjadi ungu kecoklatan. Mukosa saluran napas menjadi kemerahan, endokardium

dan intima pembuluh darah juga kemerahan akibat hemolisis darah. Difusi empedu

dari kandung empedu mengakibatkan warna coklat kehijauan di jaringan

sekitarnya. Otak melunak, hati menjadi berongga seperti spons, limpa melunak dan

mudah robek. Kemudian alat dalam akan mengerut. Prostat dan uterus non gravid

merupakan organ padat yang paling lama bertahan terhadap perubahan

pembusukan.

Pembusukan akan timbul lebih cepat bila suhu keliling optimal (26,5 oC –

suhu normal tubuh), kelembaban dan udara yang cukup, banyak bateri pembusuk,

tubuh gemuk atau menderita penyakit infeksi dan sepsis. Media tempat mayat

terdapat juga berperan. Mayat yang terdapat di udara akan lebih cepat membusuk

dibandingkan dengan yang terdapat dalam air atau dalam tanah. Perbandingan

kecepatan pembusukan mayat yang berada dalam tanah : air : udara adalah 8 : 2 : 1.

Bayi baru lahir umumnya lebih lambat membusuk karena hanya memiliki sedikit

bakteri dalam tubuhnya dan hilangnya panas tubuh yang cepat pada bayi akan

menghambat pertumbuhan bakteri.

5. Adiposera (lilin mayat)

Adiposera adalah terbentuknya bahan yang berwarna keputihan, lunak atau

berminyak, berbau tengik yang terjadi di dalam jaringan lunak tubuh pasca mati.

Page 8: kecelakaan lalu lintas forensik

Dulu disebut sebagai saponifikasi, tetapi istilah adiposera lebih disukai karena

menunjukkan sifat-sifat diantara lemak dan lilin.

Adiposera terutama terdiri dari asam-asam lemak tak jenuh yang terbentuk

oleh hidrolisis lemak dan mengalami hidrogenisasi sehingga terbentuk asam lemak

jenuh pasca mati yang tercampur dengan sisa-sisa otot, jaringan ikat, jaringan saraf

yang termumifikasi (Mant dan Furbank, 1957) dan kristal-kristal sferis dengan

gambaran radial (Evans, 1962). Adiposera terapung di air, bila dipanaskan mencair

dan terbakar dengan nyala kuning, larut di dalam alkohol panas dan eter.

Faktor-faktor yang mempermudah terbentuknya adiposera adalah kelembaban

dan lemak tubuh yang cukup, sedangkan yang menghambat adalah air yang

mengalir yang membuang elektrolit. Udara yang dingin menghambat pembentukan,

sedangkan suhu yang hangat akan mempercepat. Invasi bakteri endogen ke dalam

jaringan pasca mati juga akan mempercepat pembentukannya.

Pembusukan akan terhambat oleh adanya adiposera, karena derajat keasaman

dan dehidrasi jaringan bertambah. Lemak segar hanya mengandung kira-kira 0,5 %

asam lemak, tetapi dalam waktu 4 minggu pasca mati dapat naik menjadi 20 % dan

setelah 12 minggu menjadi 70 % atau lebih. Pada saat ini adiposera menjadi jelas

secara makroskopik sebagai bahan berwarna putih kelabu yang menggantikan atau

menginfiltrasi bagian-bagian lunak tubuh. Pada stadium awal pembentukannya

sebelum makroskopik jelas, adiposera paling baik dideteksi dengan analisis asam

palmitat.

6. Mummifikasi

Mummifikasi adalah proses penguapan cairan atau dehidrasi jaringan yang

cukup cepat sehingga terjadi pengeringan jaringan yang selanjutnya dapat

menghentikan pembusukan. Jaringan berubah menjadi keras dan kering, berwarna

gelap, berkeriput, dan tidak membusuk karena kuman tidak dapat berkembang pada

lingkungan yang kering.Mummifikasi terjadi bila suhu hangat, kelembaban rendah,

aliran udara yang baik, tubuh yang dehidrasi, dan waktu yang lama (12 – 14

minggu). Mummifikasi jarang dijumpai pada cuaca yang normal.

Page 9: kecelakaan lalu lintas forensik

C. Perkiraan saat kematian

Selain perubahan pada mayat tersebut di atas, beberapa perubahan lain dapat

digunakan untuk memperkirakan saat mati.

1. Perubahan pada mata. Bila mata terbuka pada atmosfer yang kering, sklera di kiri-

kanan kornea akan berwarna kecoklatan dalam beberapa jam berbentuk segitiga

dengan dasar di tepi kornea (traches noires sclerotiques). Kekeruhan kornea terjadi

lapis demi lapis. Kekeruhan yang terjadi pada lapis terluar dapat dihilangkan

dengan meneteskan air, tetapi kekeruhan yang telah mencapai lapisan lebih dalam

tidak dapat dihilangkan dengan tetesan air. Kekeruhan yang menetap ini terjadi

sejak kira-kira 6 jam pasca mati. Baik dalam keadaan mata tertutup maupun

terbuka, kornea menjadi keruh kira-kira 10 – 12 jam pasca mati dan dalam beberapa

jam saja fundus tidak tampak jelas.

Setelah kematian tekanan bola mata menurun, memungkinkan distorsi pupil

pada penekanan bola mata. Tidak ada hubungan antara diameter pupil dengan

lamanya mati. Perubahan pada retina dapat menunjukkan saat kematian hingga 15

jam pasca mati. Hingga 30 menit pasca mati tampak kekeruhan makula dan mulai

memucatnya diskus optikus. Kemudian hingga 1 jam pasca mati, makula lebih

pucat dan tepinya tidak tajam lagi. Selama 2 jam pertama pasca mati, retina pucat

dan daerah sekitar diskus menjadi kuning. Warna kuning juga tampak disekitar

makula yang menjadi lebih gelap. Pada saat itu pola vaskular koroid yang tampak

sebagai bercak-bercak dengan latar belakang merah dengan pola segmentasi yang

jelas, tetapi pada kira-kira 3 jam pasca mati menjadi kabur dan setelah 5 jam

menjadi homogen dan lebih pucat. Pada kira-kira 6 jam pasca mati, batas diskus

kabur dan hanya pembuluh-pembuluh besar yang mengalami segmentasi yang

dapat dilihat dengan latar belakang kuning kelabu. Dalam waktu 7 – 10 jam pasca

mati akan mencapai tepi retina dan batas diskus akan sangat kabur. Pada 12 jam

pasca mati diskus hanya dapat dikenali dengan adanya konvergensi beberapa

segmen pembuluh darah yang tersisa. Pada 15 jam pasca mati tidak ditemukan lagi

gambaran pembuluh darah retina dan diskus, hanya makula saja yang tampak

berwarna coklat gelap.

Page 10: kecelakaan lalu lintas forensik

2. Perubahan dalam lambung. Kecepatan pengosongan lambung sangat bervariasi,

sehingga tidak dapat digunakan untuk memberikan petunjuk pasti waktu antara

makan terakhir dan saat mati. Namun keadaan lambung dan isinya mungkin

membantu dalam membuat keputusan. Ditemukannya makanan tertentu dalam isi

lambung dapat digunakan untuk menyimpulkan bahwa korban sebelum meninggal

telah makan makanan tersebut.

3. Perubahan rambut. Dengan mengingat bahwa kecepatan tumbuh rambut rata-rata

0,4 mm/hari, panjang rambut kumis dan jenggot dapat dipergunakan untuk

memperkirakan saat kematian. Cara ini hanya dapat digunakan bagi pria yang

mempunyai kebiasaan mencukur kumis atau jenggotnya dan diketahui saat terakhir

ia mencukur.

4. Pertumbuhan kuku. Sejalan dengan hal rambut tersebut di atas, pertumbuhan kuku

yang diperkirakan sekitar 0,1 mm per hari dapat digunakan untuk memperkirakan

saat kematian bila dapat diketahui saat terakhir yang bersangkutan memotong kuku.

5. Perubahan dalam cairan serebrospinal. Kadar nitrogen asam amino kurang dari 14

mg% menunjukkan kematian belum lewat 10 jam, kadar nitrogen non-protein

kurang dari 80 mg% menunjukkan kematian belum 24 jam, kadar kreatin kurang

dari 5 mg% dan 10 mg% masing-masing menunjukkan kematian belum mencapai

10 jam dan 30 jam.

6. Dalam cairan vitreus terjadi peningkatan kadar kalium yang cukup akurat untuk

memperkirakan saat kematian antara 24 – 100 jam pasca mati.

7. Kadar semua komponen darah berubah setelah kematian, sehingga analisis darah

pasca mati tidak memberikan gambaran konsentrasi zat-zat tersebut semasa

hidupnya. Perubahan tersebut diakibatkan oleh aktivitas enzim dan bakteri, serta

gangguan permeabilitas dari sel yang telah mati. Selain itu gangguan fungsi tubuh

selama proses kematian dapat menimbulkan perubahan dalam darah bahkan

sebelum kematian itu terjadi. Hingga saat ini belum ditemukan perubahan dalam

darah yang dapat digunakan untuk memperkirakan saat mati dengan lebih tepat.

8. Reaksi supravital, yaitu reaksi jaringan tubuh sesaat pasca mati klinis yang masih

sama seperti reaksi jaringan tubuh pada seseorang yang hidup. Beberapa uji dapat

dilakukan terhadap mayat yang masih segar, misalnya rangsang listrik masih dapat

Page 11: kecelakaan lalu lintas forensik

menimbulkan kontraksi otot mayat hingga 90 – 120 menit pasca mati dan

mengakibatkan sekresi kelenjar keringat sampai 60 – 90 menit pasca mati,

sedangkan trauma masih dapat menimbulkan perdarahan bawah kulit sampai 1 jam

pasca mati.

III. PERLUKAAN AKIBAT KEKERASAN TUMPUL

Berdasarkan sifat serta penyebabnya, kekerasan dapat dibedakan atas kekerasan yang

bersifat mekanik, fisika dan kimia. Kekerasan akibat benda tumpul berdasarkan sifatnya

termasuk kedalam kekerasan yang bersifat mekanik. Luka yang terjadi akibat kekerasan benda

tumpul dapat berupa luka memar (kontusio, hematom), luka lecet (ekskoriasi, abrasi), dan luka

terbuka atau luka robek (vulnus laseratum).

a. Luka Memar

Luka memar adalah suatu keadaan dimana terjadi pengumpulan darah dalam jaringan

bawah kulit (kutis) karena pecahnya pembuluh darah kapiler dan vena akibat kekerasan

benda tumpul sewaktu seseorang masih hidup. Apabila kekerasan benda tumpul terjadi

pada jaringan ikat longgar, seperti pada daerah leher, daerah mata atau pada orang yang

sudah lanjut usia, maka luka memar yang terjadi kadang seringkali tidak sebanding

dengan kekerasan yang terjadi, dalam arti seringkali lebih luas; adanya jaringan ikat

longgar tersebut memungkinkan berpindahnya memar ke daerah yang lebih rendah,

berdasarkan gravitasi.

Umur luka memar secara kasar dapat diperkirakan melalui perubahan warnanya. Pada

saat timbul, memar berwarna merah kemudian berubah menjadi ungu atau hitam,

setelah empat sampai lima hari akan berwarna hijau yang kemudian akan berubah

menjadi kuning dalam waktu tujuh sampai sepuluh hari, dan akhirnya menghilang

dalam empat belas sampai lima belas hari. Perubahan warna tersebut berlangsung

mulai dari tepi dan waktunya dapat bervariasi tergantung derajat dan berbagai faktor

yang mempengaruhinya.

b. Luka Lecet

Luka lecet adalah luka yang superfisial, luka ini terjadi akibat cedera pada epidermis

yang bersentuhan dengan benda yang memiliki permukaan kasar atau runcing. Luka

lecet memiliki ciri-ciri bentuk luka tidak teratur, tepi luka tidak rata, kadang-kadang

ditemui sedikit perdarahan, permukaan tertutup oleh krusta, warna kecoklatan merah,

Page 12: kecelakaan lalu lintas forensik

pada pemeriksaan mikroskopik terlihat adanya beberapa bagian yang masih ditutupi

oleh epitel dan reaksi jaringan (inflamasi). Sesuai mekanisme terjadinya, luka lecet

dibedakan dalam 3 jenis:

Luka lecet gores (scratch)

Luka ini terjadi akibat oleh benda runcing yang menggeser lapisan permukaan kulit.

Dari gambaran kedalaman luka pada kedua ujungnya dapat ditentukan arah kekerasan

datang.

Luka lecet serut (graze) / geser (friction abrasion)

Luka lecet serut merupakan variasi dari luka lecet gores yang daerah persentuhannya

dengan permukaan kulit lebih lebar. Arah kekerasan ditentukan dengan melihat letak

tumpukan epitel. Sedangkan luka lecet geser merupakan luka lecet yang disebabkan

karena tekanan linear pada kulit disertai gerakan bergeser, misalnya pada kasus gantung

atau jerat serta pada korban pecut.

Luka lecet tekan (impression, impact abrasion)

Luka lecet yang disebabkan oleh penekanan benda tumpul secara tegak lurus terhadap

permukaan kulit. Karena kulit adalah jaringan yang lentur, maka bentuk luka lecet

tekan belum tentu sama dengan bentuk permukaan benda tumpul tersebut, namun

terkadang dapat sama dengan bentuk permukaan benda tumpul tersebut. Kulit pada

luka lecet tekan tampak berupa daerah kulit yang kaku dengan warna yang lebih gelap

dari sekitarnya.

c. Luka Terbuka atau Luka Robek

Luka terbuka adalah luka yang disebabkan karena adanya persentuhan dengan benda

tumpul dengan kekuatan yang mampu merobek seluruh lapisan kulit dan jaringan

dibawahnya. Ciri-ciri dari luka terbuka adalah bentuk luka tidak beraturan, tepi atau

dinding luka tidak rata, tebing luka tidak rata, bila ditautkan tidak merapat karena

terdapat jembatan-jembatan jaringan yang menghubungkan kedua tepi luka, akar

rambut tampak hancur atau tercabut, disekitar luka robek sering tampak adanya luka

lecet atau luka memar.

IV. KECELAKAAN LALU LINTAS

Kecelakaan lalu-lintas adalah kejadian di mana sebuah kendaraan bermotor tabrakan

dengan benda lain dan menyebabkan kerusakan. Kadang kecelakaan ini dapat mengakibatkan

Page 13: kecelakaan lalu lintas forensik

luka-luka atau kematian manusia atau binatang. Menurut WHO kecelakaan lalu-lintas menelan

korban jiwa sekitar 1,2 juta manusia setiap tahunnya.

Faktor yang mempengaruhi kecelakaan

Faktor manusia

Faktor manusia merupakan faktor yang paling dominan dalam kecelakaan. Hampir semua

kejadian kecelakaan didahului dengan pelanggaran rambu-rambu lalu lintas. Pelanggaran dapat

terjadi karena sengaja melanggar, ketidaktahuan terhadap arti aturan yang berlaku ataupun tidak

melihat ketentuan yang diberlakukan atau pula pura-pura tidak tahu.

Faktor kendaraan

Faktor kendaraan yang paling sering terjadi adalah ban pecah, rem tidak berfungsi

sebagaimana seharusnya, kelelahan logam yang mengakibatkan bagian kendaraan patah,

peralatan yang sudah aus tidak diganti dan berbagai penyebab lainnya. Keseluruhan faktor

kendaraan sangat terkait dengan technologi yang digunakan, perawatan yang dilakukan terhadap

kendaraan.

Faktor jalan

Faktor jalan terkait dengan kecepatan rencana jalan, geometrik jalan, pagar pengaman

didaerah pegunungan, ada tidaknya median jalan, jarak pandang dan kondisi permukaan jalan.

Jalan yang rusak/berlobang sangat membahayakan pemakai jalan terutama bagi pemakai sepeda

motor.

Faktor lingkungan

Hari hujan juga mempengaruhi unjuk kerja kendaraan seperti jarak pengereman menjadi

lebih jauh, jalan menjadi lebih licin, jarak pandang juga terpengaruh karena penghapus kaca

tidak bisa bekerja secara sempurna atau lebatnya hujan mengakibatkan jarak pandang menjadi

lebih pendek. Asap dan kabut juga bisa mengganggu jarak pandang, terutama didaerah

pegunungan.

Page 14: kecelakaan lalu lintas forensik

Trauma pada Kecelakaan Lalu-Lintas 

Menurut data kepolisian Republik Indonesia Tahun 2003, jumlah kecelakaan di jalan

mencapai 13.399 kejadian, dengan kematian mencapai 9.865 orang, 6.142 orang mengalami luka

berat, dan 8.694 mengalami luka ringan. Dengan data itu, rata-rata setiap hari, terjadi 40

kecelakaan lalu lintas yang menyebabkan 30 orang meninggal  dunia.  

Macam-macam Trauma 

Trauma yang terjadi kecelakaan lalu-lintas memiliki banyak bentuk, tergantung dari

organ apa yang dikenai. Trauma semacam ini, secara lazim, disebut sebagai trauma benda

tumpul. Ada tiga trauma yang paling sering terjadi dalam peristiwa ini, yaitu trauma kepala,

fraktur (patah tulang), dan trauma dada. 

Trauma kepala, terutama jenis berat, merupakan trauma yang memiliki prognosis

(harapan hidup) yang buruk. Hal ini disebabkan oleh karena kepala merupakan pusat kehidupan

seseorang. Di dalam kepala terdapat otak yang mengatur seluruh aktivitas manusia, mulai dari

kesadaran, bernapas, bergerak, melihat, mendengar, mencium bau, dan banyak lagi fungsinya.

Jika otak terganggu, maka sebagian atau seluruh fungsi tersebut akan terganggu. Gangguan

utama yang paling sering terlihat adalah fungsi kesadaran. Itulah sebabnya, trauma kepala sering

diklasifikasikan berdasarkan derajat kesadaran, yaitu trauma kepala ringan, sedang, dan berat.

Makin rendah kesadaran seseorang makin berat derajat trauma kepalanya.   

Gangguan otak bisa terjadi disertai dengan adanya penurunan kesadaran, fraktur

tengkorak, atau  bengkak pada kulit kepala. Akan tetapi, tidak jarang, bisa juga terjadi  tanpa

kelainan fisik yang tampak dari luar. Ada tidaknya kelainan otak ini harus  dipastikan.  

Trauma kedua yang paling sering terjadi dalam sebuah kecelakaan adalah fraktur (patah

tulang). Fraktur atau patah tulang adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang yang umumnya

disebabkan oleh tekanan atau rudapaksa. Fraktur dibagi atas fraktur terbuka, yaitu jika patahan

tulang itu menembus kulit sehingga berhubungan dengan udara luar, dan fraktur tertutup, yaitu

jika fragmen tulang tidak berhubungan dengan dunia luar. 

Page 15: kecelakaan lalu lintas forensik

Secara umum, fraktur terbuka bisa diketahui dengan melihat adanya tulang yang

menusuk kulit dari dalam, biasanya disertai perdarahan. Adapun fraktur tertutup, bisa diketahui

dengan melihat bagian yang dicurigai mengalami pembengkakan, terdapat kelainan bentuk

berupa sudut yang bisa mengarah ke samping, depan, atau belakang. Selain itu, ditemukan nyeri

gerak, nyeri tekan, dan perpendekan tulang.  

Dalam kenyataan sehari-hari, fraktur yang sering terjadi adalah fraktur ekstremitas dan

fraktur vertebra. Fraktur ekstremitas mencakup fraktur pada tulang lengan atas, lengan bawah,

tangan, tungkai atas, tungkai bawah, dan kaki. Dari semua jenis fraktur, fraktur tungkai atas atau

lazimnya disebut fraktur femur (tulang paha) memiliki insiden yang cukup tinggi. Umumnya

fraktur femur terjadi pada batang femur 1/3 tengah. 

Adapun fraktur vertebra, yaitu fraktur pada daerah tulang belakang. Fraktur ini cukup

riskan karena di daerah tulang belakang terdapat kumpulan saraf medulla spinalis yang

merupakan lanjutan dari otak. Gangguan pada medulla spinalis bisa menyebabkan kelumpuhan,

baik lumpuh kaki, lumpuh tangan maupun kedua-duanya. 

Trauma yang ketiga, yang sering terjadi pada kecelakaan adalah trauma dada atau toraks.

Tercatat, seperempat kematian akibat trauma disebabkan oleh trauma toraks. 

V. UNDANG-UNDANG BERKENDARAAN

Selama mengemudikan kendaraan di jalan, setiap pengemudi kendaraan bermotor

memiliki kewajiban seperti dalam pasal 23 ayat (1) UU No.14 Tahun 1992 tentang Lalu Lintas

dan Angkutan Jalan berikut:

(1) Pengemudi kendaraan bermotor pada waktu mengemudikan kendaraan bermotor di jalan,

wajib :

a. Mampu mengemudikan kendaraannya dengan wajar;

b. Mengutamakan keselamatan pejalan kaki;

c. Menunjukkan surat tanda bukti pendaftaran kendaraan bermotor, atau surat tanda

coba kendaraan bermotor, surat izin mengemudi, dan tanda bukti lulus uji;

d. Mematuhi ketentuan tentang kelas jalan, rambu-rambu dan marka jalan, alat pemberi

isyarat lalu lintas, waktu kerja dan waktu istirahat pengemudi, gerakan lalu lintas,

Page 16: kecelakaan lalu lintas forensik

berhenti dan parkir, persyaratan teknis dan laik jalan kendaraan bermotor, pengguna

kendaraan bermotor, peringatan dengan bunyi dan sinar, kecepatan maksimum dan

atau minimum.

Menurut pasal 27 ayat (1) bila terjadi peristiwa kecelakaan lalu lintas maka pengemudi

kendaraan bermotor yang terlibat dalam peristiwa kecelakaan lalu lintas,wajib:

a. menghentikan kendaraan;

b. menolong orang yang menjadi korban kecelakaan;

c. melaporkan kecelakaan tersebut kepada pejabat polisi negara Republik Indonesia

terdekat.

Sanksi pada pelanggaran pasal 27 ayat (1) terdapat pada pasal 63: “Barangsiapa terlibat

peristiwa kecelakaan lalu lintas pada waktu mengemudikan kendaraan bermotor di jalan dan

tidak menghentikan kendaraannya, tidak menolong orang yang menjadi korban kecelakaan dan

tidak melaporkan kecelakaan tersebut kepada pejabat polisi negara Republik Indonesia terdekat,

sebagaimana diatur dalam pasal 27 ayat (1) dipidana dengan pidana kurungan paling lama 6

(enam) bulan atau denda setinggi-tingginya Rp 6.000.000,- (enam juta rupiah)”

Bila jatuh korban pada kecelakaan lalu lintas maka hal tersebut diatur dalam pasal 31

sebagai berikut :

(1) Apabila korban meninggal, pengemudi dan/atau pemilik dan/atau pengusaha angkutan

umum wajib memberi bantuan kepada ahli waris dari korban berupa biaya pengobatan

dan/atau biaya pemakaman.

(2) Apabila terjadi cedera terhadap badan atau kesehatan korban, bantuan yang diberikan

kepada korban berupa biaya pengobatan.

Ketentuan Pidana KUHP

Ketentuan pidana pada kasus yang menyebabkan mati atau luka karena kealpaan dalam

KUHP terdapat dalam pasal 359: “Barangsiapa karena kesalahannya (kealpaannya)

menyebabkan orang lain meninggal, diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun atau

pidana kurungan paling lama satu tahun”.

Page 17: kecelakaan lalu lintas forensik

PEMBAHASAN

Korban diterima di Instalasi Forensik Rumah Sakit Bhayangkara Tingkat I Raden Said

Sukanto pada hari Sabtu tanggal 16 Juni 2012 pukul 18.45 WIB, dengan Surat Permintaan

Visum dari Kepolisian Negara Republik Indonesia Resor Bogor Sektor Sukaraja dengan nomor

surat VER / 18 / VI / 2012 / Sektor tertanggal 16 Juni 2012.

Adanya SPV berarti syarat untuk pembuatan Visum et Repertum (VER) telah terpenuhi

dan mewajibkan dokter untuk memberikan bantuan kepada pihak penyidik sesuai dengan pasal

179 ayat 1 KUHAP yang berbunyi: ”Setiap orang yang diminta pendapatnya sebagai ahli

kedokteran kehakiman atau dokter atau ahli lainnya wajib memberikan keterangan ahli demi

keadilan.” Istilah Visum et Repertum sendiri tidak pernah tercantum dalam KUHAP, namun

dasar hukum pengadaannya sesuai dengan pasal 133 KUHAP ayat 1 yang berbunyi ” Dalam hal

penyidik untuk kepentingan peradilan menangani seorang korban baik luka, keracunan ataupun

mati yang diduga karena peristiwa yang merupakan tindak pidana, ia berwenang mengajukan

permintaan keterangan ahli kepada ahli kedokteran kehakiman atau dokter dan atau ahli

lainnya.” dan ayat 2 yang berbunyi ”Permintaan keterangan ahli sebagaimana dimaksud dalam

ayat (1) dilakukan secara tertulis, yang dalam surat itu disebutkan dengan tegas untuk

pemeriksaan luka atau pemeriksaan mayat dan atau pemeriksaan bedah mayat.” Pernyataan ini

sesuai dengan definisi Visum et Repertum, yaitu surat keterangan ahli yang dibuat oleh dokter

atas permintaan tertulis penyidik yang berwenang, mengenai hasil pemeriksaan medis terhadap

manusia baik hidup ataupun mati, bagian tubuh manusia, atau yang diduga bagian tubuh

manusia, yang dibuat berdasarkan keilmuannya, di bawah sumpah, demi kepentingan peradilan.

Pada tanggal 16 Juni 2012 korban ditemukan oleh polisi sudah dalam keadaan tidak

bernyawa. Menurut penyidik, jenazah ditemukan tergeletak di samping rel kereta api dengan

penjelasan bahwa mayat tersebut diduga meninggal dunia akibat tertabrak gerbong kereta api.

Korban kemudian dibawa polisi ke Instalasi Forensik Rumah Sakit Bhayangkara Tingkat I

Raden Said Sukanto. Pada korban hanya dilakukan pemeriksaan luar saja sehingga sebab

kematian tidak dapat diketahui, hanya diketahui dari pemeriksaan luar bahwa korban telah

mengalami kekerasan tumpul.

Page 18: kecelakaan lalu lintas forensik

Pada pemeriksaan seorang mayat perempuan berusia tiga puluh hingga tiga puluh lima

tahun, pada pemeriksaan luar terdapa. Terdapat luka lecet pada dada kiri, perut atas kiri,

punggung atas kanan, tungkai atas kanan, tungkai bawah kanan, punggung tangan kiri

Terdapat luka memar di dahi kiri, tungkai atas kanan, lengan bawah kanan, punggung ibu

jari kiri dan lengan atas kiri, Melihat pola dan sifat luka, maka hal ini sesuai dengan kekerasan

tumpul.

Permintaan surat keterangan pemeriksaan jenazah dilakukan atas dasar adanya laporan

pada pihak kepolisian setempat dimana hal ini sesuai dengan UU No. 14 tahun 1992 tentang lalu

lintas dan angkutan jalan pasal 27 ayat (1) huruf c: ”Bila terjadi peristiwa kecelakaan lalu lintas

maka pengemudi kendaraan bermotor yang terlibat dalam peristiwa kecelakaan lalu lintas, wajib

melaporkan kecelakaan tersebut kepada pejabat polisi negara Republik Indonesia terdekat.”

Ketentuan hukum yang berlaku pada kasus kecelakaan lalu lintas dengan korban

meninggal ini menurut UU No. 14 tahun 1992 tentang lalu lintas dan angkutan jalan, terdapat

pada pasal 31 ayat (1), yaitu: ”Apabila korban meninggal, pengemudi dan/atau pemilik dan/atau

pengusaha angkutan umum wajib memberi bantuan kepada ahli waris dari korban berupa biaya

pengobatan dan/atau biaya pemakaman.”

Sedangkan menurut KUHP, ketentuan pidana tentang hal yang menyebabkan mati atau

luka akibat kealpaan terdapat dalam pasal 359: “Barangsiapa karena kesalahan (kealpaannya)

menyebabkan orang lain meninggal, diancam dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun

atau pidana kurungan paling lama 1 (satu) tahun.”

Page 19: kecelakaan lalu lintas forensik

KESIMPULAN

Pada pemeriksaan terhadap mayat seorang perempuan berusia sekitar tiga puluh tahun sampai

tiga puluh lima tahun ini, pada pemeriksaan luar ditemukan luka lecet pada dada, punggung,

lengan, tangan dan tungkai. Luka memar pada dahi, tangan, punggung, lengan dan tungkai dan

patah tulang iga kanan akibat kekerasan tumpul. Sebab kematian orang ini belum dapat

dipastikan karena belum dilakukan pemeriksaan dalam

Page 20: kecelakaan lalu lintas forensik

DAFTAR PUSTAKA

1. Budianto A., dkk. Ilmu Kedokteran Forensik. ed I. cet II. Jakarta: Bagian Ilmu

Kedokteran Forensik FKUI, 1997

2. Peraturan Perundang-undangan Bidang Kedokteran. cet II. Jakarta: Bagian Ilmu

Kedokteran Forensik FKUI, 1994

3. Dahlan Sofwan. Ilmu Kedokteran Forensik. Semarang: Bagian Kedokteran Forensik

Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro, 2000

4. Perundang-Undangan & Aturan Republik Indonesia Terkait Kegiatan Kedokteran

Forensik & Medikolegal. cet I. Jakarta: Bagian Kedokteran Forensik Dan Medikolegal

Rumkit Puspol RS Sukanto, 2010