kecamatan dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah i

298

Upload: others

Post on 01-Nov-2021

9 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: Kecamatan Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah i
Page 2: Kecamatan Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah i
Page 3: Kecamatan Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah i

Kecamatan Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah i

KECAMATAN Dalam Penyelenggaraan

Pemerintahan Daerah

Page 4: Kecamatan Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah i

ii Kecamatan Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah

Undang-undang No.19 Tahun 2002 Tentang Hak Cipta

Pasal 72

1. Barang siapa dengan sengaja melanggar dan tanpa hak

melakukan perbuatan sebagaimana dimaksud dalam pasal

ayat (1) atau pasal 49 ayat (1) dan ayat (2) dipidana

dengan pidana penjara masing-masing paling sedikit 1

(satu) bulan dan/atau denda paling sedikit

Rp.1.000.000,00 (satu juta rupiah), atau pidana penjara

paling lama 7 (tujuh) tahun dan/atau denda paling banyak

Rp.5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah).

2. Barang siapa dengan sengaja menyiarkan, memamerkan,

mengedarkan, atau menjual kepada umum suatu ciptaan

atau barang hasil pelangaran hak cipta terkait sebagai

dimaksud pada ayat (1) dipidana dengan pidana penjara

paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyak

Rp.500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah)

Page 5: Kecamatan Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah i

Kecamatan Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah iii

KECAMATAN Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan

Daerah

Penulis:

Dr. Arif Nugroho, M.AP.

PENERBIT:

CV. AA. RIZKY

2020

Page 6: Kecamatan Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah i

iv Kecamatan Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah

KECAMATAN Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan

Daerah

© Penerbit CV. AA RIZKY

Penulis:

Dr. Arif Nugroho, M.AP.

Editor:

Dr. Delly Maulana, MPA.

Desain Sampul dan Tata Letak:

Tim Kreasi CV. AA. RIZKY

Cetakan Pertama, September 2020

Penerbit:

CV. AA. RIZKY

Jl. Raya Ciruas Petir, Puri Citra Blok B2 No. 34

Kecamatan Walantaka, Kota Serang - Banten, 42183

Hp. 0819-06050622, Website : www.aarizky.com

E-mail: [email protected]

Anggota IKAPI No. 035/BANTEN/2019

ISBN : 978-623-6506-36-3 xiv + 282 hlm, 23 cm x 15,5 cm

Copyright © 2020 CV. AA. RIZKY

Hak cipta dilindungi undang-undang

Dilarang memperbanyak buku ini dalam bentuk dan dengan cara

apapun tanpa ijin tertulis dari penulis dan penerbit.

Isi diluar tanggungjawab Penerbit

Page 7: Kecamatan Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah i

Kecamatan Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah v

KATA PENGANTAR

Pergeseran sistem pemerintahan daerah di Indonesia dari

sentralistik menjadi desentralisasi sebagai bagian dari perjalanan

reformasi pada pertengahan tahun 1998 dengan diberlakukannya

Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 Tentang Pemerintahan

Daerah dan Undang-undang Nomor 25 Tahun 1999 Tentang

Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah dan Pemerintahan

Daerah. Dalam perjalanannya, sistem desentralisasi telah terjadi

dua kali perubahan perundang-undangan tentang Pemerintahan

Daerah, yaitu dengan Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 dan

terakhir dengan Undang-undang Nomor 23 Tahun 2014.

Berdasarkan Undang-undang Nomor 23 Tahun 2014

Tentang Pemerintahan Daerah bahwa tujuan dari penerapan

kebijakan desentralisasi diarahkan untuk mempercepat

terwujudnya kesejahteraan masyarakat melalui peningkatan

kualitas pelayanan publik, pemberdayaan, dan mendorong

partisipasi masyarakat dalam pengambilan keputusan di

pemerintahan daerah, serta peningkatan daya saing daerah dengan

memperhatikan prinsip demokrasi, pemerataan, keadilan,

keistimewaan dan kekhususan serta potensi dan keanekaragaman

daerah dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Dengan kondisi tersebut akan memberikan konsekuensi bagi

pemerintahan daerah dengan berbagai kewenangannya untuk

dapat menjalankan berbagai urusan publik yang tujuan akhirnya

adalah meningkatkan pelayanan publik dan mensejahterakan

masyarakat.

Tentu kondisi tersebut juga memberikan konsekuensi bagi

pemerintah daerah untuk melakukan kembali penataan

kelembagaan Kecamatan sebagai bagian dari integral

pemerintahan daerah di Indonesia. Buku ini menyajikan secara

komprehensif tentang beberapa hal, seperti persoalan penataan

kecamatan sebagai “warung pelayanan publik” dirasa belum

maksimal, karena belum akomodatifnya wewenang yang

dilimpahkan Bupati kepada camat. Selain itu, kurang terpenuhinya

kecukupan kelembagaan secara proporsional disinyalir dapat

mengganggu proses penyelenggaraan pemerintahan, khususnya di

Kecamatan.

Page 8: Kecamatan Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah i

vi Kecamatan Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah

Kemudian, penulis buku ini juga menggambarkan dan

menganalisis secara komprehensif tentang pelimpahan wewenang

Bupati kepada Camat, serta proses penyelenggaraan

kewenangannya, pengaturan batas-batas wewenangnya, termasuk

faktor pendukung dan penghambatnya (aspek politis, ekonomi,

budaya, dan sosial). Penelitian ini dilakukan di Kabupaten

Pandeglang dan menghasilkan beberapa temuan yang dibahas

dalam buku ini, yakni : Pertama, pelimpahan wewenang Bupati

kepada camat harus mempertimbangkan karakteristik, kebutuhan

penguatan pelayanan dan keberadaan program nasional pada

wilayah kecamatan, mewajibkan camat untuk kreatif dan inovatif;

Kedua, diperlukannya kepastian atas terpenuhinya kecukupan

kelembagaan yang didasarkan pada komitmen dari Bupati; dan

Ketiga, perlu adanya intensitas monitoring dan evaluasi kinerja

kewenangan camat secara konsisten. Dengan terpenuhinya aspek-

aspek tersebut, maka kewenangan camat akan terselenggara fungsi

kecamatan sebagai “warungnya peleyanan publik” akan berjalan

secara efektif.

Serang, September 2020

Kaki Gunung Sayar

Editor

Dr. Delly Maulana, MPA.

Page 9: Kecamatan Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah i

Kecamatan Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah vii

PRAKATA

Segala Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah

SWT yang telah melimpahkan segala rahmatnya atas terbitnya

buku dengan judul Kecamatan Dalam Penyelenggaraan

Pemerintahan Daerah. Tujuan yang diharapkan secara teoritis,

bahasan dalam buku ini akan berguna dalam pengembangan teori

ilmu administrasi publik yaitu konsepsi tentang pemerintahan

daerah serta decentralization within cities. Di samping itu juga

secara khususnya teori yang berkaitan dengan pengembangan teori

tentang pelimpahan kewenangan kepada perangkat daerah otonom

maupun perangkat wilayah administrasi yang meliputi batasan

konseptual tentang pengaturan kewenangan serta elemen

kecukupan kelembagaan lainya. Secara praktis, temuan – temuan

yang dituangkan dalam buku ini dapat dipergunakan sebagai

alternatif konsep dan input bagi pengambil kebijakan pengaturan

Kecamatan dan atau kewenangan camat dalam penyelengaraan

pemerintahan daerah.

Penulis menyadari bahwa buku ini bukanlah sebuah karya

yang sempurna. Sehingga masih membutuhkan kritik dan

masukan yang sifatnya membangun dari berbagai pihak yang

berkompeten. Akhirnya, penulis menyampaikan permohonan maaf

atas segala kekurangan yang mungkin ada dalam buku ini, dan

semoga bermanfaat sebagai pembelajaran bagi kita semua,

khususnya bagi penulis sendiri.

Dalam kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima

kasih kepada seluruh pihak yang telah banyak membantu baik

dalam hal penyediaan bahan materi, diskusi, dorongan moril atau

hal - hal lain dalam melahirkan buku ini. Demikian penulis

ucapkan terima kasih kepada Dekan Fakultas Ilmu Sosial, Ilmu

Politik dan Ilmu Hukum, Universitas Serang Raya, Bapak Dr.

Delly Maulana, M.PA yang berkenan untuk menjadi Editor serta

Pimpinan dan Karyawan CV. AA Rizky, atas kepercayaan serta

jerih payahnya dalam penerbitan buku ini.

Serang, September 2020

Penulis,

Dr. Arif Nugroho., M.AP.

Page 10: Kecamatan Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah i

viii Kecamatan Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR............................................................ v

PRAKATA ............................................................................. vii

DAFTAR ISI .......................................................................... viii

DAFTAR TABEL .................................................................. x

DAFTAR GAMBAR ............................................................. xi

BAB I PENDAHULUAN .............................................. 1

A. Problematika Kecamatan dalam

Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah ........ 1

B. Ruang Lingkup ............................................. 17

BAB II DESENTRALISASI ........................................... 23

A. Pengertian Desentralisasi .............................. 23

B. Pendekatan Konsep Desentralisasi ............... 26

C. Tipologi Desentralisasi ................................. 27

D. Elemen dan Model Desentralisasi ................. 29

E. Dekonsentrasi ............................................... 32

BAB III OTONOMI DAERAH ........................................ 37

A. Pengertian Otonomi Daerah ......................... 37

B. Prinsip Otonomi Daerah ............................... 37

C. Tujuan Otonomi Daerah ............................... 39

BAB IV PEMERINTAH DAERAH ................................. 41

A. Pengertian Pemerintah Daerah...................... 41

B. Macam-macam Pemerintah Daerah .............. 44

C. Pola Pemerintahan Daerah ............................ 45

D. Konsepsi Pemerintahan Daerah .................... 46

E. Struktur Organisasi Pemerintah Daerah ........ 49

BAB V DESENTRALISASI DI DALAM

KABUPATEN/KOTA (DECENTRALI-ZATION

WITHIN CITIES) ................................................ 53

BAB VI WEWENANG DAN REFORMASI

ADMINISTRASI ................................................ 61

A. Pendelegasian Wewenang ............................ 61

B. Reformasi Administrasi ................................ 62

BAB VII DISTRICT/SUB-DISTRICT DAN DISTRICT/

SUB-DISTRICT MANAGEMENT ..................... 65

Page 11: Kecamatan Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah i

Kecamatan Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah ix

BAB VIII ANALISIS SETING SOSIAL ............................ 73

A. Kelembagaan Kecamatan pada Masa

Pemerintah Hindia Belanda .......................... 73

B. Kelembagaan Kecamatan Pada Masa

Pendudukan Jepang ...................................... 74

C. Kelembagaan Kecamatan Pada Masa Orde

Lama (Pasca Kemerdekaan) ......................... 74

D. Kelembagaan Kecamatan Pada Masa Orde

Baru .............................................................. 75

E. Kelembagaan Kecamatan di Era Reformasi . 80

F. Ikhtisar Masa Orde Lama Hingga Reformasi 82

G. Kecamatan sebagai Organisasi dan Kontrol

terhadap Sumberdaya ................................... 83

H. Kecamatan berdasarkan Undang-Undang

Nomor 23 Tahun 2014.................................. 86

BAB IX DATA DAN TEMUAN RISET .......................... 87

A. Pelimpahan Wewenang Bupati Kepada

Camat Serta Penyelenggaraan Kewenangan

Camat ........................................................... 87

B. Pengaturan Batas-Batas Wewenang yang

Dilimpahkan Bupati Kepada Camat dalam

Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah

Berdasarkan Peraturan Perundang-

Undangan yang Berlaku ............................... 198

C. Faktor-Faktor Pendukung dan Penghambat

Pelimpahan Kewenangan Bupati kepada

Camat serta Penyelenggaraan Kewenangan

Camat ........................................................... 250

BAB IX PENUTUP .......................................................... 263

DAFTAR PUSTAKA ............................................................ 266

TENTANG PENULIS ........................................................... 278

Page 12: Kecamatan Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah i

x Kecamatan Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Perbedaan Desentralisasi dan Dekonsentrasi...... 34

Tabel 8.1 Perubahan Kelembagaan Kecamatan dan Pilar

Penopang............................................................ 82

Tabel 8.2 Matriks Peran Kelembagaan Kecamatan

sebagai Organisai dan Kontrol terhadap

Sumberdaya dalam Era Reformasi ..................... 84

Tabel 9.1 Target Capaian dan Realisasi Kegiatan Prioritas

Tahun 2017 ........................................................ 99

Tabel 9.2 Kewenangan Bidang Pendidikan........................ 103

Tabel 9.3 Kewenangan Bidang Pekerjaan Umum .............. 106

Tabel 9.4 Kewenangan Bidang Pariwisata ......................... 110

Tabel 9.5 Standar Pelayanan Permohonan Kartu Keluarga 123

Tabel 9.6 Rumusan Rencana Program dan Kegiatan

Pembinaan Penyelenggaraan Pemerintahan

Desa Kecamatan Panimbang Tahun 2017 dan

Prakiraan Maju Tahun 2018 ............................... 136

Tabel 9.7 Laporan Pelaksanaan Anggaran Dana Desa TA

2016 ................................................................... 146

Tabel 9.8 Hasil Kegiatan Dana Desa TA 2016 .................. 147

Tabel 9.9 Lembar Kerangka Logis Kegiatan Program

Optimalisasi Peningkatan Pendapatan Daerah ... 164

Tabel 9.10 Kewenangan Bidang Kesatuan Bangsa dan

Politik Dalam Negeri ......................................... 189

Tabel 9.11 Kecamatan dan Kelurahan ................................. 207

Tabel 9.12 Pagu Musrenbang Kecamatan tahun 2019 ......... 220

Tabel 9.13 Skor Urusan Kabupaten Pandeglang .................. 223

Tabel 9.14 Variabel Umum .................................................. 225

Tabel 9.15 Variabel Teknis .................................................. 225

Tabel 9.16 Jumlah Perangkat Daerah ................................... 226

Tabel 9.17 Indikator Kinerja Utama Tahun 2016-2021 ....... 230

Page 13: Kecamatan Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah i

Kecamatan Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah xi

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1.1 Kecamatan Berdasarkan UU No 23 Tahun

2014................................................................. 11

Gambar 1.2 Prasyarat Kecukupan Kelembagaan

Kecamatan dalam Menjalankan Fungsinya ..... 21

Gambar 4.1 The Five Basic Parts of Organizations

Sumber Mintzberg ........................................... 49

Gambar 8.1 Posisi Kecamatan Secara Hierarkhis dalam

Kerangka Sentralistik ...................................... 79

Gambar 8.2 Posisi Kecamatan Dalam Kerangka

Desentralisasi .................................................. 89

Gambar 9.1 Kegiatan Monitoring Pembangunan Jalan

Lingkungan Kampung Pasir Angin, kelurahan

Pagerbatu ......................................................... 108

Gambar 9.2 Monitoring dan Evaluasi Pelaksanaan

Program PISEW .............................................. 109

Gambar 9.3 Kondisi Eksisting Pelimpahan dan

Penyelenggaraan Kewenangan Camat/

Kecamatan ....................................................... 115

Gambar 9.4 Mekanisme Pelayanan Administrasi Terpadu

Kecamatan ....................................................... 122

Gambar 9.5 Alur Pelaksanaan Kebijakan PATEN .............. 127

Gambar 9.6 Kondisi Eksisting Pelaksanaan Kewenangan

IMB dibawah 100 Meter ................................. 129

Gambar 9.7 Landasan Camat/Kecamatan Dalam

Pembinaan dan Pengawasan Penyelenggaraan

Pemerintahan Desa .......................................... 133

Gambar 9.8 Taman Baca Masyarakat ................................. 138

Gambar 9.9 Pembangunan Cor Rabat Beton ....................... 138

Gambar 9.10 Papan Informasi Kegiatan Pemeliharaan Jalan

Desa................................................................. 139

Gambar 9.11 Papan Informasi Kegiatan Pembangunan

Taman Baca Masyarakat ................................. 139

Gambar 9.12 Kekuasaan Kepala Desa Dalam Tata Kelola

Keuangan Desa ................................................ 141

Gambar 9.13 Mekanisme Pengendalian Pengelolaan Dana

Desa................................................................. 142

Page 14: Kecamatan Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah i

xii Kecamatan Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah

Gambar 9.14 Kondisi Eksisting Pembinaan dan

Pengawasan Kecamatan Pada

Penyelenggaraan Pemerintahan Desa di

Kabupaten Pandeglang .................................... 150

Gambar 9.15 Pelaporan Kinerja Penyelenggaraan

Kewenangan Camat/Kecamatan Pada Bupati .. 152

Gambar 9.16 Evaluasi Kinerja Penyelenggaraan

Kewenangan Camat/ Kecamatan ..................... 153

Gambar 9.17 Ucapan Selamat Datang di Kota Wisata

Pandeglang ...................................................... 158

Gambar 9.18 Kondisi Eksisting Pelaksanaan Pelaporan dan

Evaluasi Kinerja Penyelenggaraan

Kewenangan Camat/Kecamatan ...................... 173

Gambar 9.19 Arah Kebijakan Pelaksanaan Urusan

Pemerintahan Umum ....................................... 176

Gambar 9.20 Kondisi Eksisting Kebijakan Penyelenggaraan

Pemerintahan Umum ....................................... 184

Gambar 9.21 Razia Penjualan Minuman Keras (Miras)

Sekitar Kawasan Wisata Tanjung Lesung. ...... 187

Gambar 9.22 Pembinaan dan Pembagian Insentif RT RW,

dan LINMAS Kelurahan di Kecamatan

Majasari ........................................................... 190

Gambar 9.23 Unjuk Rasa Tolak Pendirian Perusahaan Air ... 194

Gambar 9.24 Ulama dan Santri Doakan Investasi

Perusahaan Batal ............................................. 194

Gambar 9.25 Acara Tausyiah Kebangsaan di Pondok

Pesantren Nurul Mursyidah ............................. 196

Gambar 9.26 Pola Kelurahan Sebagai Perangkat Kecamatan 210

Gambar 9.27 Kegiatan Musrenbag Kecamatan Pandeglang

2018 ................................................................. 219

Gambar 9.28 Anatomi Urusan Pemerintahan ........................ 221

Gambar 9.29 Bagan Struktur Organisasi Kecamatan ............ 229

Gambar 9.30 Paket Pelayanan Dasar Bagi Masyarakat

Kurang Mampu ............................................... 233

Gambar 9.31 Perluasan Pelayanan Dasar .............................. 238

Gambar 9.32 Pembangunan Pendidikan................................ 239

Gambar 9.33 Pembangunan Kesehatan Penguatan Promotif

dan Preventif “Gerakan Masyarakat Sehat” ..... 240

Gambar 9.34 Pembangunan Peumahan dan Pemukiman ...... 241

Gambar 9.35 Pembangunan Perumahan Dan Pemukiman

Fasilitasi Penyediaan Hunian Baru dan

Page 15: Kecamatan Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah i

Kecamatan Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah xiii

Prasarana, Sarana, dan Utilitas (PSU)

Pendukung ....................................................... 241

Gambar 9.36 Prioritas dan Sasaran Pembangunan Nasional

2017................................................................. 246

Page 16: Kecamatan Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah i

xiv Kecamatan Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah

Page 17: Kecamatan Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah i

Kecamatan Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah 1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Problematika Kecamatan dalam Penyelenggaraan

Pemerintahan Daerah

Pengaturan kebijakan di lingkup pemerintah daerah adalah

keniscayaan dan hal itu merupakan proses yang dinamis dalam

rangka mewujudkan penyelenggaraan pemerintahan daerah yang

efektif. Seiring dengan diberlakukanya Undang-Undang Nomor 23

Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah yang membawa

pemerintah Provinsi hingga Kabupaten/Kota selain memiliki

kewenangan atas urusan sebagai daerah otonom, juga memiliki

kewenangan atas urusan pemerintah pusat sebagai wilayah

administrasi dalam penyelenggaraan pemerintahan umum. Dengan

itu secara otomatis berkonsekuensi pada keharusan pemerintah

daerah melakukan pengaturan kembali terhadap perangkat aturan

di daerah seperti Peraturan daerah dan peraturan kepala daerah

(Kepala daerah otonom serta Kepala wilayah) dalam

penyelenggaraan urusan sebagai daerah otonom maupun sebagai

wilayah penyelenggaraan urusan pemerintah pusat, guna

membangun postur kebijakan yang akomodatif terhadap amanat

peraturan perundang undangan yang berlaku. Dalam hal

pengaturan kelembagaan perangkat daerah dan wilayah

administrasi yang meliputi kewenangan, struktur organisasi

dengan pertimbangan faktor eksternalitasnya, dapat dikatakan

urgen untuk dilakukan, ketika dipandang terdapat aspek-aspek

yang perlu diakomodir dan terlebih jika tidak diakomodir akan

berimplikasi pada munculnya inefektifitas penyelenggaraan

organisasi, khususnya pada masa-masa transisi seperti saat ini,

atas pemberlakuan Undang-Undang 23 Tahun 2014, yang mana

sebelumnya pada Undang Undang 32 Tahun 2004 pemerintah

Kabupaten/Kota murni sebagai daerah otonom, maka

perangkatnya adalah perangkat daerah, sedangkan saat ini

perangkat daerah memiliki fungsi ganda yaitu sebagai perangkat

daerah dan perangkat wilayah administrasi, seperti halnya

kecamatan yang secara eksplist telah disebutkan dalam undang-

undang Nomor 23 Tahun 2014. Perlu diketahui bahwa perangkat

daerah adalah pelaksana kebijakan dan sebagai instrument dalam

penyelenggaraanan kewenangan pemerintah daerah. Artinya

Page 18: Kecamatan Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah i

2 Kecamatan Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah

ketika memiliki fungsi ganda maka kecamatan berkonsekuensi

selain sebagai instrument dalam penyelenggaraan urusan yang

menjadi kewenangan daerah otonom juga sebagai instrument

urusan pemerintah pusat yang administrasi kewilayahanya

diselenggarakan oleh Kebupaten/Kota. Terkait dengan itu,

kembali pada urgensi dilakukanya pengaturan kelembagaan,

menengok ke belakang tentang kelembagaan kecamatan di

pemerintah kabupaten pandeglang pada tahun 2013 lalu, saat

penetapan lima kecamatan menjadi pilot project PATEN

(Pelayanan Administrasi Terpadu Kecamatan), Peraturan Bupati

Nomor 24 Tahun 2013 kala itu dianggap aturan hukum yang urgen

untuk ditetapkan seiring sejalan dengan pelaksanaan PATEN.

Peraturan Bupati yang mengatur pelimpahan kewenangan

kepada camat Nomor 24 Tahun 2013, kala itu dipandang sebagai

instrumen dan legalitas dalam mencapai keberhasilan pelaksanaan

administrasi pelayanan di tingkat kecamatan, khususnya bagi 5

(lima) Kecamatan yang telah ditetapkan menjadi pilot project

PATEN sesuai dengan Keputusan Bupati Pandeglang Nomor

138/Kep.381-Huk/2013. Seiring berjalanya waktu hingga

diberlakukanya Undang-Undang Nomor 23 tahun 2014, belum ada

kajian yang dilakukan oleh pemerintah kabupaten pandeglang

tentang efektifitas penyelenggaraan kecamatan yang didasarkan

pada implementasi Peraturan Bupati Pandeglang Nomor 24 tahun

2013. Dari hasil pra pembahasan diperoleh data bahwa

kewenangan yang diatur secara generik untuk seluruh kecamatan

meliputi pelayanan perizinan dan non perizinan pada bidang

kewenangan yang ada belum ada satupun yang dicabut dan

ditambahkan. Hal itu dapat diartikan bahwa ketika dalam

Peraturan Bupati Pandeglang Nomor 24 tahun 2013

mengamanatkan hasil evaluasi periodik penyelenggaraan

kewenangan camat berkonsekuensi pada pencabutan dan

penambahan kewenangan, maka dimungkinkan evaluasi kinerja

dan penerapan sanksi tidak dilaksanakan secara efektif.

Selain penjelasan di atas, pada prinsipnya postur Peraturan

Bupati Pandeglang Nomor 24 tahun 2013 sudah tidak adaptif lagi,

baik terhadap perkembangan peraturan perundang undangan yang

berlaku, keberadaan program pemerintah pusat serta karakteristik

kewilayahan. Terkait dengan itu, keberadaan Undang–Undang

Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa mengamanatkan bahwa

Pemerintah Kabupaten/Kota memiliki kewenangan pembinaan dan

pengawasan pada desa seperti halnya (1) Memberikan pedoman

Page 19: Kecamatan Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah i

Kecamatan Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah 3

pelaksanaan penugasan dari pemerintah kabupaten/ kota yang

dilaksanakan oleh desa, penyusunan peraturan desa dan peraturan

kepala desa, serta penyusunan perencanaan pembangunan

partisipatif. (2) Melakukan fasilitasi penyelenggaraan pemerin-

tahan desa, serta evaluasi dan pengawasan peraturan desa. (3)

Menetapkan pembiayaan alokasi dana perimbangan untuk desa.

(4) Mengawasi pengelolaan keuangan desa dan pendayagunaan

aset desa. (5) Melakukan pembinaan dan pengawasan

penyelenggaraan Pemerintahan Desa. Pada dasarnya nyaris

dikatakan mustahil jika dalam kaitannya dengan itu bupati tidak

melimpahkan kewenangan kepada camat/kecamatan sebagai ujung

tombak kewilayahan untuk melakukan pembinaan dan

pengawasan, melihat sebagaimana amanat pasal 224 ayat (1)

Undang undang Nomor 23 Tahun 2014 pada huruf g. bahwa camat

memiliki kewenangan membina dan mengawasi penyelenggaraan

kegiatan desa dan/atau kelurahan.

Lebih lanjut secara spesifik dampak dari belum adanya

petunjuk operasional pada tahun 2015 lalu, menurut berita yang

dikutip dari ransbanten.com, Pandeglang Minggu, 31 Januari

2016, bahwa Pemerintah Kabupaten Pandeglang berencana akan

membuat SE (Surat Edaran) terkait dengan transparansi dana yang

dialokasikan pada desa dan pemerintah kabupaten pandeglang

dalam hal ini akan memperketat pengawasan terkait realisasi

pembangunan baik yang bersumber dari dana desa maupun

anggaran dana desa. Langkah tersebut dilakukan oleh pemerintah

kabupaten pandeglang setelah mencuatnya realisasi pembangunan

di salah satu desa di kecamatan cadasari yang dinilai tidak

transparan karena tidak memasang papan informasi pada realisasi

proyek. Kemudian dalam realisasi pembangunan tersebut dinilai

tidak menjalankan amanat Peraturan Presiden Nomor 4 Tahun

2015 yang mensyaratkan proyek dengan nilai lebih dari Rp 200

juta, harus melalui mekanisme lelang. Pada prinsipnya pengetatan

pengawasan yang dimasud merupakan kewajiban Pemerintah

kabupaten Pandeglang dan tentunya dalam penyelenggaraanya

diperlukan pengaturan yang lebih operasional lagi, khususnya

mengenai kewenangan camat dalam hal itu.

Terkait dengan itu dalam rapat Pengurus APPSI (Asosiasi

Pemerintah Provinsi Seluruh Indonesia) dengan peserta para

gubernur selaku anggota APPSI, di Hotel Lor In Solo. Gubernur

Jawa Timur Soekarwo menyatakan bahwa pentingnya

memperkuat kewenangan kelembagaan kecamatan, termasuk

Page 20: Kecamatan Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah i

4 Kecamatan Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah

kewenangan yang berkaitan dengan urusan pemerintahan

konkuren. Hal tersebut didasarkan pada keberadaan seluruh

program Presiden RI (Republik Indonesia) yang mengharuskan

camat untuk turut terlibat melaksanakan pengawasan terhadap

program-program pedesaan, sementara camat tidak memiliki

kewenangan tersebut. Gubernur Jawa Timur Soekarwo

menambahkan bahwa usulan tersebut sudah disanggupi oleh

Menteri Dalam Negeri, dan penguatan tersebut untuk

direalisasikan pengaturanya melalui peraturan pemerintah. Dari

pengaturan tersebut diharapkan tugas pembantuan dan urusan

konkruen antara pemerintah pusat, provinsi, kabupaten/kota agar

sebagian diberikan di tingkat wilayah.

Menengok permasalahan lain sebagai domain pemerintah

kabupaten pandeglang yang juga relevan jika dimaknai bahwa

kewenangan camat dalam penyelenggaraan kecamatan merupakan

daya dukung dalam mencapai tujuan penyelenggaraan

pemerintahan daerah. Salah satu tujuan yang dimaksud adalah

mewujudkan kesejahteraan masyarakat. Diketahui bahwa secara

Nasional IPM (Indeks Pembangunan Manusia) Indonesia

mengalami peningkatan berdasarkan sumber UNDP (United

Nations Development Programme) tahun 2016, namun fakta yang

terjadi Kabupaten Pandeglang saat ini masih membutuhkan

perhatian, khususnya pada sektor kemiskinan dan pendidikan

dikutip dari poskotanews.com, Rabu, 23 Maret 2016 bahwa

Gubernur Banten Rano Karno menilai dari tingginya kesenjangan

di Kabupaten Pandeglang, maka Kabupaten Pandeglang harus

mendapatkan perhatian yang khusus. Dalam pernyataanya

Gubernur Banten Rano Karno mengatakan, pandeglang harus

khusus, karena masih minimnya industri di sana. Diharapkan

melalui proyek pembangunan nasional seperti halnya jalan tol,

ekonomi kabupaten pandeglang semakin mengalami peningkatan.

Lebih lanjut Bupati Pandeglang, Irna Narulita secara tidak

langsung juga mengakui hal tersebut. Menurutnya, itu akan

menjadi program pada masa pemerintahanya. Sebagai daerah yang

memiliki kawasan KEK (Kawasan Ekonomi Khusus), Kabupaten

Pandeglang diharapkan akan memiliki potensi yang baik, dimana

masyarakat dapat bersinergi dengan investor.

Lebih lanjut dari hasil pra pembahasan diketahui bahwa

kabupaten pandeglang memiliki ketergantungan yang tinggi pada

pendapatan asli daerah dari sektor PBB (Pajak Bumi dan

Bangunan). PBB tetap mendominasi selain penerimaan daerah

Page 21: Kecamatan Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah i

Kecamatan Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah 5

dari sektor retribusi dan pajak lainya. Adapun data bahwa PAD

(Pendapatan Asli Daerah) Kabupaten Pandeglang kurang lebih

sebesar Rp. 197 miliar pada tahun 2017, sedangkan untuk tahun

2018 PAD Pandeglang ditargetkan meningkat menjadi sekitar Rp.

203 miliar. Menyikapi hal itu pada dasarnya pemerintah kabupaten

pandeglang telah melakukan langkah-langkah terobosan dalam

rangka menggenjot penerimaan daerah, salah satunya dengan

mengundang investor swasta untuk untuk berinvestasi. Namun

dalam pelaksanaanya terbentur dengan resistensi dari masyarakat

karena adanya pertentangan dengan kultur dan nilai-nilai

religiusitas yang telah menjadi primordialisme di kalangan

masyarakat setempat. Hal itu dapat dicontohkan pada Tanggal 11,

November 2015 Ratusan warga kecamatan cadasari kabupaten

pandeglang yang tergabung dalam jamiyatul muslimin menggelar

istigasah di kawasan parkir DPRD Provinsi Banten menolak

rencana didirikanya indusrti air mineral. Penolakan didasarkan

atas sebuah asumsi, jika kabupaten pandeglang menjadi daerah

industri serta destinasi urbanisasi maka potensi kemaksiatan/

pelanggaran terhadap kultur dan nilai nilai religiusitas meningkat

di kabupaten pandeglang. Melihat kendala semacam itu tentunya

dianggap oleh pemerintah daerah khususnya Camat/ kecamatan

sebagai perangkat daerah kewilayahan merupakan dilema yang

tidak sedikit berujung pada pilihan untuk berputus asa.

Berdasarkan penjelasan di atas, berkaitan dengan

kompeleksnya permasalahan tentang pembinaan dan pengawasan

pada pemerintah desa, kultur dan primordialisme masyarakat yang

berimplikasi pada kinerja pembangunan di daerah, Keberadaan

PSN (Program Strategis Nasional) serta amanat peraturan

perundang undangan yang berlaku seperti halnya substansi dalam

Undang-undang Nomor 23, Tahun 2014. perihal kecamatan yang

berwenang menyelenggarakan pemerintahan umum, membawa

pada tuntutan penguatan kelembagaan kecamatan sebagai

perangkat daerah dan wilayah administrasi yang dipastikan

menjadi lembaga yang berdaya dukung terhadap penyelenggaraan

urusan yang menjadi kewenangan Pemerintah kabupaten

Pandeglang dengan segenap kompleksitas yang ada. Penguatan

dimaksukan pada kewenangan legal yang akomodatif serta

pemenuhan elemen kelembagaan yang lain seperti sumberdaya

manusia, anggaran dan Infrastruktur .Kecamatan yang

membawahi kelurahan juga tidak luput dari penambahan beban

sebagaimana dikutip dari (http://www.rri.co.id pada tanggal 19

Page 22: Kecamatan Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah i

6 Kecamatan Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah

Agustus 2016), sejalan dengan penerapan Undang-undang Nomor

23 Tahun 2014 yang berkonsekuensi pada bertambahnya tugas

dan tanggung jawab Kecamatan, bahwa Kelurahan dijadikan

sebagai perangkat Kecamatan, sehingga kelurahan tidak

berwenang lagi dalam mengelola anggaran, hal itu dimaksudkan

untuk mempermudah rentan kendali pengawasan kelurahan oleh

kecamatan sehingga koordinasi dengan pusat diharapkan

kedepannya akan jauh lebih mudah,

Seiring dan sejalan dengan diberlakukanya Undang-undang

Nomor 23 Tahun 2014, pada dasarnya berkaitan dengan

kelembagaan kecamatan, pemerintah kabupaten pandeglang telah

melakukan serangkaian pengaturan yang menghasilkan Peraturan

Daerah Nomor 6 Tahun 2016 Tentang Organisasi Perangkat

Daerah serta Peraturan Bupati Pandeglang Nomor 66 Tahun 2016

Tentang Kedudukan, Susunan Organisasi, Rincian Tugas dan

Fungsi, Serta Tata Kerja Kecamatan dan Kelurahan di Lingkungan

Pemerintah Kabupaten Pandeglang. Namun pengaturan yang ada

pada kelembagaan kecamatan tidak diiringi dengan pengaturan

kewenangan dan pemenuhan elemen pendukung lainya. Paraturan

Bupati Pandeglang Nomor 24 Tahun 2013 masih dipaksakan

sebagai legalitas, sekalipun posturnya sudah tidak akomodatif

terhadap perubahan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Hal itu dilakukan dalam rangka menindaklanjuti banyaknya

pengaduan dari masyarakat berkaitan dengan pengalokasian dana

desa yang bersumber dari APBN dan alokasi dana desa dari

APBD, serta kinerja camat di lingkunganya yang selama ini dinilai

kurang mengetahui dan memahami permasalahan di wilayah

kerjanya, seperti halnya permasalah kesehatan, program

pembangunan, dan permasalahan lain yang menjadi ruang lingkup

kewenangan camat. Bupati Irna Narulita menyatakan bahwa

banyak mendapatkan laporan dari masyarakat mengenai kinerja

kecamatan yang dinilai kurang optimal. Pertemuan yang dilakukan

bupati Irna dengan para camat menurutnya, merupakan

momentum untuk membangun sinergitas antar Stakeholders yang

ada. Dengan begitu, para camat bisa mengetahui dan memahami

segenap permasalahan di wilayah kerjanya masing-masing,

sehingga dapat membantu bupati dalam menyelenggarakan

pemerintahan. Dalam kesempatan itu bupati Irna juga

menyampaikan harapanya agar kedepan, seluruh program

perangkat daerah dapat diketahui masyarakat. Kenyataan yang ada

selama ini masyarakat banyak yang tidak mengetahui. Adapun

Page 23: Kecamatan Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah i

Kecamatan Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah 7

aduan yang diterima dari masyarakat terkait kinerja camat

sebagaimana diceritakan oleh bupati Irna, sebagian besar adalah

yang bersentuhan langsung dengan penyelenggaraan pelayanan,

seperti pembuatan KTP-el (Kartu Tanda Penduduk Elektronik),

realisasi pembangunan infrastruktur, dan pelayanan lain. Camat

juga diharapkan untuk tidak menutup komunikasi, misalnya

mematikan ponsel atau enggan merespon aduan masyarakat.

Menurut bupati Irna camat tidak bisa menutup komunikasi dengan

masyarakat, karena camat merupakan kepanjangan tangan Bupati.

Irna mengancam akan melakukan evaluasi kinerja seluruh aparatur

kecamatan, apabila dalam beberapa hari ke depan tidak

menunjukan perubahan. Hal itu bertujuan agar program

pembangunan di kecamatan bisa tercapai secara optimal. Bupati

Irna mengetahui seluruh aduan dari masyarakat sehingga dapat

melakukan evaluasi program. Misalnya mengenai sampai tidaknya

bantuan hibah, ketepatan sasaran bantuan sosial, dan kesesuaian

spesifikasi dalam pengerjaan proyek jalan.

Lebih lanjut kepala bagian administrasi pemerintahan

kabupaten pandeglang Doni Hermawan, menyatakan bahwa rapat

kerja tersebut merupakan kegiatan rutin dalam rangka mengetahui

kinerja seluruh pegawai di lingkungan pemerintah kabupaten

pandeglang. Dodi mengatakan bahwa memang rapat koordinasi ini

rutin dilaksanakan sebagai evaluasi terhadap kinerja kecamatan.

Kedepan apa yang diharapkan oleh bupati harus dilaksanakan,

khususnya yang langsung berkaitan dengan pelayanan kepada

masyarakat. Doni menjelaskan, dalam menyampaikan program

pembangunan ke tingkat desa, itu merupakan tugas camat. Artinya

dengan begitu, permasalahan yang berkaitan dengan program

sudah selayaknya dapat terselesaikan di tingkat kecamatan. Dodi

juga mengatakan seluruh camat nantinya diminta menyampaikan

gambaran umum program pembangunan di wilayah kerjanya

kepada para kepala desa. Pada intinya setiap permasalahan yang

ada, sebisa mungkin harus selesai di tingkat kecamatan dan camat

harus tinggal di tempat.

Berdasarkan uraian tersebut, selanjutnya dapat diulas bahwa

kemunculan dampak yakni kurang efektifnya kinerja camat,

diakibatkan karena pada masa transisi penerapan Undang-undang

23 Tahun 2014, pemerintah Kabupaten Pandeglang telah

melaksanakan serangkaian pengaturan khususnya struktur

organisasi kecamatan dengan postur yang diamanatkan oleh

Undang-undang 23 Tahun 2014 dan Peraturan Pemerintah Nomor

Page 24: Kecamatan Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah i

8 Kecamatan Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah

18 Tahun 2016. Namun dalam penyelenggaraan kewenangan

camat tetap menerapkan Peraturan Bupati Nomor 24 Tahun 2013

yang secara jelas posturnya berbeda. Kemudian dari permasalahan

yang mencuat, bupati pandeglang kurang menangkap bahwa

permasalahan tersebut sejatinya merupakan pijakan yang dapat

dijadikan dasar dalam pengaturan kebijakan tentang kewenangan

camat serta pemenuhan elemen kecukupan kelembagaan

kecamatan. Dengan kata lain tidak hanya cukup sampai pada

melakukan pembinaaan setiap mencuat permasalahan, namun

harus menganalisa dan mencari hulu penyebab terjadinya suatu

permasalahan, dimana hulu tersebut adalah kewenangan camat

serta pemenuhan elemen kecukupan kelembagaan kecamatan. Dari

hasil pra pembahasan yang dilakukan pada bulan januari 2017

diketahui bahwa dalam penyelenggaraan kewenangan kecamatan

dengan Peraturan Bupati Nomor 24 Tahun 2013 saja, besaran

anggaran, dan jumlah Sumberdaya manusia dianggap tidak

sebanding dengan besaran kewenangan yang harus

diselenggarakan oleh kecamatan. Kemudian dari dokumen rencana

strategis pada beberapa kecamatan juga secara tegas menyebutkan

bahwa kendala dalam penyelenggaraan kecamatan adalah

keterbatasan anggaran dan sumberdaya manusia serta rendahnya

jalinan koordinasi dari UPT (Unit Pelaksana Teknis) Perangkat

daerah yang ada di kecamatan. Untuk kendala terbatasnya

anggaran, sebagai contoh berdasarkan sumber dokumen rencana

program dan kegiatan di salah satu kecamatan yang

mengkoordinasikan 6 desa pada Tahun 2017 dan prakiraan maju

Tahun 2018, poin kegiatan pembinaan penyelenggaraan

pemerintahan desa, besaran pagu Rp 25,000,000.,00 untuk tahun

2017 dan Rp 26,250,000.,00 tahun 2018 dari total pagu Rp

676,912,000.,00 tahun 2017 dan Rp 710,757,600.,00 tahun 2018.

Artinya ketika dirata-ratakan dengan jumlah 6 desa yang menjadi

ruang lingkup pembinaan dan pengawasan, anggaran tim yang

tersedia untuk mendanai kegiatan pembinaan, hanya sekitar 4

jutaan per desa setiap tahunya. Di satu sisi dengan keterbatasan-

keterbatasan yang ada, kecamatan masih harus menangani

penagihan piutang PBB (Pajak Bumi dan Banguan) yang notabene

sebagai sumber PAD (Pendapatan Asli Daerah), sehingga terjadi

kebingungan dalam menentukan proiritas dan alhasil

memunculkan ketidak optimalan penyelenggaraan kewenangan-

kewenangan yang lain.

Page 25: Kecamatan Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah i

Kecamatan Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah 9

Berpedoman pada Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014

khususnya pasal 225 ayat (1) mengatur secara eksplisit tentang

kewenangan yang harus dimiliki camat, yaitu Pertama

menyelenggarakan urusan pemerintahan umum. Penyelenggaraan

pemerintahan umum ini merupakan kewenangan camat/

kecamatan sebagai perangkat wilayah administrasi yang menjadi

pembeda dengan perangkat daerah lain. Namun dalam masa

transisi ini sebagaian besar pemerintah daerah mengalami kendala

dalam menyelenggarakan, karena belum adanya petunjuk

operasional berupa Peraturan Pemerintah yang spesifik mengatur

penyelenggaraan pemerintahan umum. Selain itu keberadaan

peraturan pemerintah tersebut merupakan legalitas pengalokasian

APBN sebagai sumber pendanaan dalam penyelenggaraan

sebagaimana diamanatkan dalam Undang-undang. Kedua

mengoordinasikan kegiatan pemberdayaan masyarakat, Ketiga

mengoordinasikan upaya penyelenggaraan ketentraman dan

ketertiban umum, Keempat mengoordinasikan penerapan dan

penegakan Perda dan Perkada, Kelima mengoordinasikan

pemeliharaan prasarana dan sarana pelayanan umum, Keenam

mengoordinasikan penyelenggaraan kegiatan pemerintahan yang

dilakukan oleh Perangkat Daerah di Kecamatan, Ketujuh membina

dan mengawasi penyelenggaraan kegiatan Desa dan/atau

kelurahan, Kedelapan melaksanakan Urusan Pemerintahan yang

menjadi kewenangan Daerah kabupaten/kota yang tidak

dilaksanakan oleh unit kerja Perangkat Daerah kabupaten/kota

yang ada di Kecamatan, Kesembilan melaksanakan tugas lain

sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Tugas

lain dimaksudkan adalah aneka macam tugas yang dilimpahkan

pada kabupaten/ kota dengan azaz dekonsentrasi dan tugas

pembantuan pemerintah pusat seperti halnya di kabupaten

Pandeglang, sebagai implementator rencana aksi PSN (Program

Strategi Nasional). Pada ayat 2 hingga 8 merupakan urusan yang

menjadi kewenangan pemerintah daerah, sehingga dalam

pengaturan dan pelimpahan kewenangan serta aspek pemenuhan

elemen kecukupan kelembagaan kecamatan, pemerintah

kabupaten/kota akan bisa fleksibel, sehingga spirit mewujudkan

efektifitas penyelenggaraan kecamatan pun sangat memungkinkan

dapat dicapai.

Dalam penyelenggaraan pemerintahan umum, sebagaimana

dijelaskan pada Undang-undang Nomor 23 Tahun 2014 pasal 225

ayat (1) pada huruf a bahwa camat memiliki kewenangan

Page 26: Kecamatan Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah i

10 Kecamatan Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah

menyelenggarakan pemerintahan umum. Penyelenggaraan

kewenangan pemerintahan umum yang dimiliki oleh kecamatan

pada dasarnya merupakan hasil pelimpahan kewenangan bupati

sebagai kepala wilayah kepada kecamatan sebagai perangkat

wilayah. Adapun penyelenggaraan pemerintahan umum yang

dimaksud diantaranya pembinaan wawasan kebangsaan dan

ketahanan nasional dalam rangka memantapkan pengamalan

Pancasila, pelaksanaan Undang-Undang Dasar Negara Republik

Indonesia Tahun 1945, pelestarian Bhinneka Tunggal Ika. Secara

garis besar ketika mencermati uraian dari penyelenggaraan

pemerintahan umum dapat dikerucutkan pada urusan yang

esensinya sama dengan urusan kesatuan bangsa serta keamanan

dan ketertiban umum yang menjadi kewenangan pemerintah

daerah. Analogi sederhana yang bisa dibangun ketika sejauh ini

pemerintah daerah mampu menyelenggarakan kewenangan atas

urusan kesatuan bangsa serta ketentraman dan ketertiban umum

dengan pendanaan yang bersumber dari APBD, maka dalam masa

transisi dengan segenap kendala yang ada, seyogyanya pemerintah

kabupaten/kota dapat melakukan pengaturan yang sifatnya

membagi kewenangan beserta pendanaan perangkat daerah lain

yang secara spesifik menyelenggarakan kewenangan tersebut pada

camat. Namun fakta yang ada khususnya di kabupaten pandeglang

belum mengambil pilihan itu.

Terwujudnya tata kelola pemerintah daerah yang baik tidak

akan terlepas dari peran Kecamatan sebagai ujung tombak dan

daya dukung pemerintah daerah dalam penyelenggaraan

pemerintahan daerah guna mewujudkan tujuan pembangunan

kesejahteraan rakyat dalam kerangka desentralisasi dan otonomi

daerah. Berdasarkan perkembanganya, kedudukan kecamatan

banyak mengalami perubahan, pada Undang-Undang Nomor 05

tahun 1974 kecamatan disebutkan merupakan lingkungan

administrasi pemerintahan. Hal itu jauh berbeda dengan Undang-

Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah

sebagaimana dijelaskan pada pasal 209 bahwa Kecamatan adalah

perangkat daerah Kabupaten/kota, kemudian sebelumnya pada

Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004, pasal 66 ayat 1 dan 2

disebutkan bahwa Kecamatan merupakan perangkat daerah

kabupaten/kota yang dipimpin oleh kepala kecamatan dan Kepala

kecamatan disebut camat, begitu juga pada Peraturan Pemerintah

Nomor 19 Tahun 2008 Tentang Kecamatan, pasal 14 ayat 1 dan 2

bahwa “Kecamatan merupakan perangkat daerah kabupaten/kota

Page 27: Kecamatan Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah i

Kecamatan Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah 11

sebagai pelaksana teknis kewilayahan yang memiliki wilayah

kerja tertentu dan dipimpin oleh camat”. “Camat berkedudukan di

bawah dan bertanggung jawab kepada bupati/walikota melalui

sekretaris daerah”. Secara spesifik Undang Undang Nomor 23

Tahun 2014 tentang pemerintahan daerah menggambarkan

perubahan substansi kedudukan pada kecamatan sebagai berikut :

Gambar 1.1

Kecamatan Berdasarkan UU No 23 Tahun 2014

Sumber : Paparan Direktur Dekonsentrasi, Tugas Pembantuan Dan

Kerjasama (2016)

Terkait dengan gambar di atas bahwa dalam Undang-

Undang Nomor 23 Tahun 2014 kedudukan Kecamatan dijelaskan

pada pasal 221, bahwa Kecamatan dibentuk dalam rangka

meningkatkan koordinasi penyelenggaraan pemerintahan artinya

dengan adanya Kecamatan, Camat sebagai pimpinan tertinggi di

Kecamatan harus dapat mengkoordinasikan penyelenggaraan

pemerintahan melalui kewenangan yang dimiliki, kemudian juga

Camat harus memberikan pelayanan publik di Kecamatan dan

pemberdayaan masyarakat Desa/Kelurahan.

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014, dapat

ditafsirkan bahwa Kecamatan merupakan wilayah kerja Camat

sebagai perangkat daerah dan Kecamatan sebagai perangkat

Page 28: Kecamatan Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah i

12 Kecamatan Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah

wilayah administrasi dalam penyelenggaraan urusan pemerintahan

umum, yang mewakili Bupati/Walikota di wilayah kerja tertentu.

Istilah kecamatan sebagai perangkat daerah dan sebagai perangkat

wilayah administrasi berbeda dengan perangkat daerah lainnya

seperti dinas, badan dan kantor, karena kecamatan merupakan

perangkat kewilayahan yang berada di wilayah, memimpin

wilayah kerja tertentu yang merupakan bagian dari yuridiksi

kabupaten/kota. Dalam mewujudkan tujuan desentralisasi dan

otonomi daerah kecamatan sebagai daya dukung pencapaiannya

maka dalam menjalankan aktivitas kerja tidak terlepas dari

hubungan dengan organisasi vertikal dan pihak lain termasuk

satuan kerja perangkat daerah. Fungsi koordinasi adalah sebuah

keniscayaan yang harus dilakukan guna mencapai keselarasan.

Wewenang atributif tidak dimiliki oleh camat, melainkan

hanya memiliki kewenangan delegatif. Hal ini secara jelas

dinyatakan pada pasal 226 UU Nomor. 23 Tahun 2014, selain

melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 225 ayat

1 camat mendapatkan pelimpahan sebagian kewenangan untuk

melaksanakan sebagian kewenangan bupati/walikota terhadap

urusan Pemerintahan daerah. Pelimpahan kewenangan bupati/

walikota tersebut dilakukan berdasarkan pemetaan pelayanan

publik yang sesuai dengan karakteristik Kecamatan dan/atau

kebutuhan masyarakat pada Kecamatan yang bersangkutan.

Kewenangan yang dilimpahkan dari Bupati/Walikota kepada

Camat misalnya kebersihan di Kecamatan, pemadam kebakaran di

Kecamatan dan pemberian izin mendirikan bangunan untuk luasan

tertentu. Mengenai pendanaan akibat dari pelimpahan wewenang

maka dalam penyelenggaraan kecamatan dibebankan pada

anggaran pendapatan dan belanja daerah kabupaten/kota.

Sedangkan penyelenggaraan kecamatan pada kewenangan

pemerintahan umum dibebankan pada anggaran pendapadan dan

belanja negara. Tanpa adanya pelimpahan kewenangan dari

Bupati/Walikota, Camat tidak dapat menyelenggarakan kecamatan

secara sah. Sebagai unsur lini kewilayahan, camat menjalankan

kewenangan sebagai unsur lini, yaitu “to do, to act” artinya

kegiatan camat beserta jajarannya.

Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang

pemerintahan daerah menawarkan perubahan kapasitas pemerintah

daerah yang semula sebagai promotor pembangunan menjadi

fasilitator dan pelayan masyarakat. Perubahan tersebut dengan

sendirinya akan mengubah tata kelola pemerintahan yang

Page 29: Kecamatan Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah i

Kecamatan Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah 13

mengarah pada bentuk, susunan, kedudukan, fungsi kelembagaan

pemerintah daerah baik unsur staf, lini teknis, lembaga teknis

maupun unsur lini kewilayahan yang akhirnya berimplikasi pada

semangat pencapaian pembangunan kesejahteraan rakyat. Dengan

kata lain tidak ada pemerintah pusat dari suatu negara yang besar

yang dapat secara efektif menentukan apa yang harus dilakukan

dalam semua aspek kebijakan publik. Discretionary power atau

perubahan dan keleluasaan kewenangan pada daerah otonomi

yang diberikan oleh pemerintah pusat adalah sebuah refleksi yang

menuntut perlunya menata kembali pemerintahan daerah, guna

terwujudnya tata kelola pemerintahan yang baik.

Rondinelli, Nellis dan Cheema (1983) sebagaimana dikutip

oleh Zaenuddin (2015:38), mendefinisikan dekonsentrasi

(delegasi) adalah penyerahan sejumlah kewenangan dan tanggung

jawab administrasi kepada cabang departemen atau badan

pemerintah yang lebih rendah. Mawhood (1983:4) sebagaimana

dikutip oleh Maksum (2014:3) dekonsentrasi merupakan

pendelegasian kewenangan antar pihak-pihak yang mewakili

aspirasi nasional yang bersifat administratif belaka (Untuk

mengimplementasikan kebijakan) dengan wilayah yang telah

ditentukan yang disebut sebagai local administration. Adapun

cirinya adalah (1) Mewakili kepentingan pusat, (2) Keberadaanya

sangat tergantung dari penguasa pusat (3) Hanya memiliki

kewenangan administrative belaka (4) wewenang administratif

tersebut dilakukan oleh pejabat yang diangkat, bukan dipilih. Hal

senada juga dikatakan Conyers (1983:102) sebagaimana dikutip

oleh Muluk (2009:11) bahwa dekonsentrasi (delegasi) menunjuk

pada kewenangan administratif yang diberikan pada perwakilan

badan-badan pemerintah pusat. Turner (2002: 354) sebagaimana

dikutip oleh Dawoody (2015: 193) mengakui adanya kelebihan

dari dekonsentrasi yang banyak menyentuh aspek manajerial.

Dalam pengalokasian sumber daya lebih efisien merupakan sebuah

manfaat yang dirasakan. Selain itu, delegasi dalam pengambilan

keputusan juga akan membawa 7 (tujuh) keuntungan lainnya,

yakni: meningkatkan aksesibilitas pejabat dalam konsultasi dan

pengaduan, meningkatkan mobilisasi sumber daya lokal,

mempercepat respon pejabat terhadap kebutuhan dan tuntutan

publik, mempertajam alokasi dan perencanaan anggaran,

mendorong motivasi pejabat yang menerima delegasi,

meningkatkan koodinasi antar instansi, serta meringankan beban

instansi pusat terhadap tugas-tugas rutin.Terkait dengan itu Burns,

Page 30: Kecamatan Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah i

14 Kecamatan Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah

et. al. (1994) menjelaskan bahwa pendekatan partisipasi publik

dapat berlangsung dalam beberapa area pengambilan keputusan

yakni pertama, praktek operasional yang menyangkut perilaku dan

kinerja pegawai dalam institusi publik. Isu-isu yang berkaitan

dengan aspek lainnya dalam kualitas pelayanan publik,

keterandalan dan keteraturan pelayanan, fasilitas bagi pengguna

jalan dengan kebutuhan tertentu dan lain sebagainya. Kedua,

keputusan pembelanjaan yang berkaitan dengan anggaran yang

didelegasikan, anggaran yang menyangkut modal besar, sampai

pada anggaran pendapatan menyeluruh yang mencakup gaji

pegawai dan biaya rutin bagi kantor tertentu dan pemeliharaannya,

termasuk peningkatan pendapatan melalui peningkatan pajak

lokal. Ketiga, pembuatan kebijakan yang menyangkut tujuan-

tujuan strategis dalam pelayanan tertentu, rencana strategis bagi

pembangunan kawasan dan fasilitas tertentu, dan prioritas

pembelajaan dan keputusan alokasi sumber daya lainnya.

Alderfer (1964) dan Norton (1994:703-9) sebagaimana

dikutip oleh Muluk (2009) dalam mengalokasikan kekuasaanya ke

bawah pada prinsipnya adalah menyusun unit administrasi atau

field stations dan penetapan unit-unit lokal dengan kekuasaan

tertentu atas bidang tugas tertentu, dengan kata lain melakukan

decentralization in cities (desentralisasi di dalam kota) kepada

unit-unit yang lebih kecil sehingga diharapkan kebutuhan,

tanggung jawab dan pengambilan keputusan lebih dekat lagi

kepada masyarakat. Norton (1994) dan Burns, et al. (1994:81-

189), Decentralization Within cities adalah decentralization

management/desentralisasi yang dekonsentrasi. Desentralisasi

yang dekonsentrasi (delegasi) menciptakan Field Administration.

Leemans: (1970) sebagaimana dikutip oleh Maksum (2014:4)

menjelaskan terdapat dua model dari Field Administration yakni

(1) Fragmented Field Administration yang terlahir dari Functional

Based dimana membenarkan batas-batas wilayah kerja (yurisdiksi)

dari perangkat departemen di lapangan secara berbeda menurut

pertimbangan fungsi dan organisasi departemen induknya, (2)

Integrated Field Administration yang terlahir dari Territorial

Based dimana mengharuskan terdapatnya keseragaman batas-batas

wilayah kerja (yurisdiksi) dari berbagai instansi vertikal atas

Wilayah Administrasi beserta Wakil Pemerintah. Terkait dengan

unit administrasi atau field stations baik itu territorial based

maupun functional based , Mintzberg (1979) menjelaskan bahwa

pada dasarnya struktur organisasi terdiri dari lima bagian pokok,

Page 31: Kecamatan Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah i

Kecamatan Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah 15

yakni the strategic apex, the middle line, the operating core, the

techno-structure, dan the support staff. The strategic apex.

Diketahui pada pasal 50 Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun

2016 ayat disebutkan bahwa (1) Kecamatan dibentuk dalam

rangka meningkatkan koordinasi penyelenggaraan pemerintahan,

pelayanan publik, dan pemberdayaan masyarakat desa atau

sebutan lain dan kelurahan. (2) Kecamatan sebagaimana dimaksud

pada ayat (1) dipimpin oleh camat atau sebutan lain yang

berkedudukan di bawah dan bertanggung jawab kepada

bupati/wali kota melalui sekretaris Daerah kabupaten/kota. Hal

tersebut menegaskan kaitanya dengan Integrated Field

Administration yang terlahir dari Territorial Based, kecamatan

memiliki kedudukan sebagai operating core dan the middle line,

karena selain berwenang memberikan pelayanan pada masyarakat

juga berwenang untuk mengkoordinasikan penyelenggaraan

pemerintahan yang berada di wilayah kerjanya. Menurut

Mintzberg (1979) dijelaskan bahwa operating core kedudukanya

adalah pelaksana tingkat bawah dan memiliki fungsi menjaga

inputs untuk diproduksi oleh organisasi, mentransformasikan

inputs tersebut menjadi outputs, mendistribusikan outputs, dan

menyediakan dukungan langsung pada inputs, transformasi, dan

outputs tersebut.

Dari peraturan perundang undangan tentang pemerintahan

daerah bahwa model pemerintah daerah yang berlaku saat ini

berkonsekuensi pada kedudukan kecamatan yang berfungsi ganda

yaitu sebagai perangkat daerah otonom dan perangkat wilayah

administrasi. Fried (1963) sebagaimana dikutip oleh Maksum

(2014:11) menjelaskan dalam kaitanya dengan desentralisasi

model Integrated Perfectoral System mengharuskan berhimpitnya

antara daerah otonom dan daerah administrasi dan perangkapan

jabatan kepala daerah dan wakil pemerintah pusat. Berkaitan

dengan itu dapat dipahami bahwa pendelegasian kewenangan

kepala daerah kepada camat pun akan berpola pada kewenangan

yang dimiliki atas perangkapan jabatan. Pemahaman dekonsentrasi

merupakan integrasi dari desentralisasi, karena keduanya

merupakan kutub yang tidak saling meniadakan. Dalam hal ini

Work (2001), sebagaimana dikutip oleh Gera (2008:103)

menegaskan bahwa desentralisasi bukan alternatif atau pilihan lain

dari sentralisasi. Buku terbitan FAO (2006:31) menyebutkan

dekonstrasi dan desentralisasi bergerak secara simultan dengan

kadar yang berbeda. Dalam pendikotomianya hubungan antara

Page 32: Kecamatan Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah i

16 Kecamatan Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah

dekosentrasi dan desentralisasi sifatnya alternatif, kemudian

ketika dilihat dalam prinsip kontinum, dekonsentrasi dan

desentralisasi saling melengkapi.

Rondinelli dan Slater yang memiliki perbedaan keyakinan.

Sebagaimana dikutip oleh Muluk (2009:22), dijelaskan bahwa

Rondinelli dengan pendekatan pilihan publiknya dan didukung

oleh pendekatan demokrasi liberal sangat mendukung

desentralisasi. Sementara Slater dengan pendekatan neo-

marxistnya skeptis bahwa desentralisasi mampu membawa

maslahat yang lebih baik bagi umat manusia. Pada dasarnya ketika

mencermati perdebatan tersebut adalah perdebatan sistem

sentralisasi dengan istilah penghalusanya dekonsentrasi dengan

desentralisasi. Namun pelajaran yang dapat dipetik bahwa

desentralisasi adalah cara untuk mencapai kemaslahatan manusia

dan desentralisasi bukanlah tujuan. Oleh karena itu, yang

terpenting adalah tujuan apa yang hendak dicapai lalu cara mana

yang paling memungkinkan untuk dipergunakan. Ketika

kemaslahatan manusia yang menjadi poin nya, Fesler (1955)

sebagaimana dikutip oleh Smith (1985:84) derajat desentralisasi

suatu yang sering kali mendapat perhatian lebih dari sisi

administrasi publik karena secara langsung berkenaan dengan

ruang lingkup pelayanan yang dapat diberikan administrasi publik

kepada masyarakat melalui penjenjangan susunan pemerintahan.

Artinya perpaduan antara cara dan tujuan untuk memberikan

pelayanan kepada masyarakat merupakan nilai yang ditanamkan

dalam desentralisasi.

Berkaitan dengan diskusi di atas adapun kesenjangan antara

spirit dalam konsep desentralisasi dan delegasi pada unit-unit local

/field stations dengan realita dalam implementasianya yang dapat

dilihat dari hasil studi yang dilakukan Nannyonjo and Okot (2013)

Kemmochi et al (2016), Emerick et al (2004), Dharmawan (2008)

dan lainya. Kemudian juga dilihat dari Naskah akademik RUU

(Rancangan Undang-Undang) Pemerintahan Daerah, serta

permasalahan penyelenggaraan kewenangan camat atas

pelimpahan yang dilakukan oleh Bupati Pandeglang sebagaimana

telah diuraikan di atas, sehingga dapat ditarik ke dalam asumsi

bahwa lemahnya struktur dan kapasitas pemerintah daerah dan

kelembagaan yang berada di bawahnya dalam menjalankan

kewenangan yang diberikan, menjadi masalah lain yang juga harus

mendapat perhatian karena berimplikasi pada inefektifitas

penyelenggaraan kewenangan dalam pelayanan publik.

Page 33: Kecamatan Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah i

Kecamatan Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah 17

Dari uraian di atas, pembahasan ini membahas tentang

pelimpahan (pendelegasian) kewenangan bupati kepada camat, di

mana di dalamnya juga menyangkut aspek pemenuhan elemen

necessary condition kelembagaan Kecamatan di Kabupaten

Pandeglang dalam menyeleng-garakan kewenanganya sebagai

perangkat daerah otonom dan perangkat wilayah administrasi

penyelenggaraan pemerintahan umum. Dimana fungsi ganda

kecamatan tersebut merupakan kebaruan dan menjadi pembeda

dengan pembahasan-pembahasan sebelumnya, khususnya

pembahasan di berbagai negara tentang pelimpahan

(pendelegasian) kewenangan pada field stations yang kebanyakan

Fragmented Field Administration (berbasis sektoral) bukan

Integrated Field Administration (kewilayahan) seperti halnya

kecamatan di indonesia. Adapun kabupaten pandeglang dipilih,

karena selain terdapat beberapa permasalahan seperti yang telah

diuraikan di atas, kabupaten pandeglang merupakan kabupaten

yang masuk dalam zona program strategi nasional, salah satunya

adalah KEK (Kawasan Ekonomi Khusus), sehingga akan menjadi

menarik untuk diteliti pelimpahan (pendelegasian) kewenangan

bupati kepada camat di mana di dalamnya juga menyangkut aspek

pemenuhan elemen necessary condition kelembagaan Kecamatan.

B. Ruang Lingkup

Sebagaimana yang telah diuraikan sebelumnya, terjadi

perubahan signifikan semenjak era otonomi daerah secara

kelembagaan. Kecamatan bukan lagi sebagai wilayah kerja yang

berasazkan dekonsentrasi seperti di masa lalu. Namun kecamatan

berubah status sebagai perangkat daerah otonom yang dapat

menerima pelimpahan sebagian kewenangan pemerintahan

Kabupaten (Bupati) dan sebagai perangkat wilayah administrasi

kabupaten/kota dalam penyelenggaraan pemerintahan umum

sebagaimana diamanatkan Undang-Undang 23 Tahun 2014. Hal

itu adalah konsekuensi dari berhimpitnya antara daerah otonom

dengan wilayah administrasi pemerintah pusat yang sering disebut

dengan model Integrated Perfectoral System Fried (1963)

sebagaimana dikutip oleh Maksum (2014:11). Saat ini penetapan

wilayah administrasi hanya sampai pada kabupaten kota saja,

sedangkan kecamatan hanya didudukan sebagai perangkat (bukan

wilayah administrasi). Karena core kecamatan bukanlah sektoral

melainkan kewilayahan (umum) dan kecamatan dalam amanat

undang undang merupakan perangkat kabupaten/kota atas

Page 34: Kecamatan Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah i

18 Kecamatan Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah

perangkapan jabatan kepala daerah dan wilayah yang diemban

bupati/walikota, maka pendelegasian (pelimpahan) kewenangan

atas sebagian kewenangan pemerintahan daerah dan penyeleng-

garaan pemerintahan umum, konsekuensinya adalah dilimpah

terimakan pada camat.

Melalui dikusi tentang hubungan desentralisasi dan

dekonsentrasi yang bergerak secara simultan serta prinsip aternatif

dan saling melengkapi dalam buku terbitan FAO (2006:31

sebagaimana dikutip oleh Pitono (2012:15) . Lebih lanjut Norton

(1994) dan Burns, et al. (1994:81), menyebutkan Decentralization

Within cities adalah decentralization management/desentralisasi

yang dekonsentrasi. Dapat diartikan bahwa dekonsentrasi dapat

dilakukan oleh pemerintah daerah (desentralisasi administrasi

bentukan kabupaten/kota) dengan membentuk unit-unit dan

mendelegasikan kewenangan atas urusan pemerintahan daerah, hal

itu disebut dengan Decentralization Within cities, seperti halnya

unit kewilayahan (kecamatan) merupakan model Integrated Field

Administration yang terlahir dari Territorial Based Leemans:

(1970). Burn et al (1994) menjelaskan decentralization within

cities di USA diwujudkan dalam bentuk pemerintahan

ketetanggaan (neighbourhood government), dan balai kota mini

(mini-city halls). Norton (1994:106) menjelaskan bahwa tujuan

dari konsep decentralization within cities adalah memberikan

kemungkinan lingkungan untuk mengartikulasikan kebutuhan

mereka membawa kekuatan lebih dekat dengan masyarakat. Dari

penjelasan tersebut initinya terdapat pembentukan unit oleh

daerah, adanya pendelegasian kewenangan serta adanya tujuan

atas hal itu.

Setelah clear bahwa decentralization within cities adalah

desentralisasi yang dekonsentrasi, untuk mengetahui arah dari

tujuan yang hendak dicapai maka perlu dipetakan dimensi

dekonsentrasi. Fesler (1968), Robertson Work (2002:5), dan

Falleti (2004) dalam diskusi tentang perbandingan antara

desentralisasi dan dekonsentrasi maka sebagagaimana dikutip dari

Utomo (2012) Jurnal Borneo Administrator, Volume 8, No. 1,

2012 memetakan dimensi dekonsentrasi meliputi (1) Administratif

dan Ekonomi, (2) Efisiensi. Fungsional. (3) Transfer pengambilan

keputusan dan tanggung jawab pengelolaan (program dan

keuangan). (4) Pusat masih memegang tanggungjawab, namun

suatu saat bisa di transfer secara penuh, (5) Field offices atau field

administration or local administrative

Page 35: Kecamatan Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah i

Kecamatan Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah 19

Berkaitan dengan pemetaan dimensi dekonsentrasi yang

didalamnya terkandung arah dari tujuan yang hendak dicapai,

maka terlihat begitu pentingnya melakukan delegasi dalam hal ini

adalah pendelegasian kewenangan. Wasistiono (2009)

menjelaskan bahwa kewenangan dibedakan menjadi dua yaitu

Kewenangan atributif adalah kewenangan yang melekat dan

diberikan kepada suatu institusi atau pejabat yang berdasarkan

peraturan perundang-undangan dan kewenangan delegatif adalah

kewenagan yang berasal dari pendelegasian kewenangan dari

institusi atau pejabat yang lebih tinggi tingkatannya. Menurut

Hodge dan Anthony (1998), Pendelegasian kewenangan

(delegation of authority) dapat dilihat melalui 3 aspek, yakni (1)

Tugas, (2) Responsibilitas dan (3) kewenangan. Pendelegasian

kewenangan memiliki kesamaan dengan penyerahan.

Pendelegasian dapat diartikan penyerahan sebagian hak dari

pejabat satu kepada pejabat yang lain, untuk menentukan tidakan

yang dianggap perlu agar tugas dan tanggung jawabnya terlaksana

dengan baik. Osborn dan Geabler, (1992) menjelaskan bahwa

dengan pendelegasian kewenangan, maka akan tercipta birokrasi

yang fleksibel, efektif, inovatif dan tumbuh motivasi kerja.

Dengan hal itu pemberian wewenang yang lebih dari pemimpin

puncak (strategic apex) pada birokrat di tingkatan yang lebih

rendah/pelaksana (operation core) dianggap perlu untuk dilakukan

karena pada tingkatan ini dianggap lebih mengetahui kebutuhan

masyarakat dan berkaitan langsung dengan kepuasan publik atas

pelayanan yang dilakukan. Romzek dan Dubnick (1990),

sebagaimana dikutip oleh Widodo (2001) menjelaskan ada 2

faktor kritis yang harus diperhatikan dalam mengelola harapan

publik (1) kemampuan mendefinisikan serta mengendalikan

harapan publik yang diselenggarakan, dan (2) derajat kontrol yang

dimiliki terhadap harapan-harapan yang telah didefinisikan.

Pelimpahan wewenang bupati kepada camat, pengaturan

batasan wewenang/kejelasan wewenang yang dilimpahkan tidak

serta-merta terlimpahkan begitu saja pada kecamatan, namun

diperlukan berbagai persiapan dan kesiapan diantaranya

sumberdaya manusia, alokasi dana dan sarana/prasarana

pendukung, serta pengaturan standarisasi dan hubungan dengan

perangkat Daerah lainnya merupakan aspek yang tidak dapat

dikesampingkan. Desentralisasi mengisyaratkan partisipasi publik

dapat berlangsung dalam beberapa area pengambilan keputusan

Burns, et al.,(1994: 160) sebagaimana dijelaskan Muluk (2009:84)

Page 36: Kecamatan Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah i

20 Kecamatan Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah

yakni: pertama, praktik operasional yang menyangkut perilaku

dan kinerja pegawai dalam institusi publik, isu-isu yang berkaitan

dengan aspek lainnya dalam kualitas pelayanan publik,

keterandalan dan keteraturan pelayanan, fasilitas bagi pengguna

jasa berani dengan kebutuhan tertentu. dan lain sebagainya,

Kedua, keputusan pembelanjaan yang berkaitan dengan anggaran

yang didelegasikan, Ketiga, pembuatan kebijakan yang

menyangkut tujuan-tujuan strategis dari pelayanan tertentu

rencana strategis bagi pembangunan kawasan dan fasilitas

tertentu, dan prioritas pembelanjaan dan keputusan alokasi

sumberdaya lainnya.

Berkaitan dengan hal tersebut maka apa yang dinamakan

dengan prasyarat kecukupan kelembagaan kecamatan adalah

sebuah keniscayaan suatu hal yang harus dipenuhi. Menengok

kesenjangan antara cita-cita desentralisasi dalam penyelenggaraan

pemerintahan daerah dengan kondisi empiris yang ada, ditijau dari

implementasinya di beberapa Negara sebagaimana telah dipetakan

pada hasil pembahasan terdahulu serta penyelenggaraan

kewenagan camat atas kewenangan yang didelegasikan oleh

kepala daerah baik di beberapa daerah maupun di lokus

pembahasan ini. Asumsi yang dibangun bahwa implikasi yang ada

(inefektifitas penyelenggaraan) diakibatkan oleh lemahnya

kapasitas kelembagaan pemerintah daerah dan pemenuhan

kecukupan kelembagaan pada unit-unit yang berada di bawahnya,

baik unit sektoral maupun kewilayahan seperti halnya kecamatan.

Lebih lanjut Dharmawan (2008:4) menjelaskan bahwa penguatan

kelembagaan kecamatan dimaknai sebagai upaya memperkuat

serta mendorong kecamatan dalam rangka semakin memfokuskan

diri pada : (1) Fungsi pemerintahan dalam hal pelayanan publik

baik perizinan dan non perizinan yang selama ini diselenggarakan,

(2) Fungsi pembangunan, dalam hal menjadi simpul koordinasi

serta fasilitasi bagi unit pelaksana teknis di wilayah kerjanya, (3)

Fungsi kemasyarakatan, dalam hal operasionalisasi kecamatan

sebagai pusat pengaduan dan penyelesaian berbagai persoalan

sosial kemasyarakatan yang dihadapi oleh masyarakat di wilayah

kerjanya, (4) Fungsi pemberdayaan masyarakat, dalam hal

stimulasi kecamatan pada kegiatan keswadayaan masyarakat di

wilayah kerjanya. Kemudian upaya untuk tetap memelihara

prasyarat dalam mewujudkan spesialisasi fungsi yang khas

(namun tetap berdaya) pada kecamatan harus terus dilakukan,

guna mengantisipasi tuntutan perubahan di masa yang akan

Page 37: Kecamatan Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah i

Kecamatan Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah 21

datang. Disamping itu necessary condition (prasyarat kecukupan)

adalah suatu hal yang perlu diperhatikan bagi kecamatan agar

tetap dapat menjalankan fungsi atas kewenangan yang

dimilikinya.

Dharmawan (2008:5) menjelaskan, adapun empat necessary

condition (prasyarat kecukupan) yang dimaksud yakni: (1)

Kewenangan yang legitimate, (2) Pendanaan (budget) yang cukup

untuk menopang kewenangan, (3) Sumberdaya Manusia (SDM)

yang berkapasitas memadai untuk menjalankan kewenagan yang

dimiliki.(4) Infrastruktur. Adapun necessary condition (prasyarat

kecukupan) yang digambarkan sebagai berikut;

Gambar 1.2

Prasyarat Kecukupan Kelembagaan Kecamatan dalam

Menjalankan Fungsinya

Sumber : Dharmawan (2008:4)

Operasionalisasi kewenangan dan kekuasaan (authority and

power exercise) yang dijalankan kecamatan pada fungsi

pemerintahan dan pelayanan publik, mendukung pembangunan,

kemasyarakatan, dan pemberdayaan masyarakat berada di Ruang

V. Ruang tersebut merupakan ruang pertemuan keempat elemen

yang menopang institusi kecamatan. Luas dan sempitnya space

yang berada di Ruang V merefleksikan besar dan kecilnya

kapasitas kecamatan dalam menjalankan fungsi yang dijalankanya.

Oleh sebab itu upaya penguatan institusi kecamatan dalam hal ini

adalah mengupayakan perluasan space di Ruang V, sedemikian

rupa sehingga kecamatan memiliki kapasitas yang lebih besar

II

Budget

IV

Infrastr

uktur

III SDM

SD

Kewenangan

I

V

Page 38: Kecamatan Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah i

22 Kecamatan Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah

untuk berperan dalam pemerintahan, pembangunan, kemasyara-

katan dan pemberdayaan masyarakat.

Secara umum permasalahan pada institusi Kecamatan di

indonesia adalah sempitnya space yang dimiliki oleh Kecamatan

pada Ruang V. Faktor yang menyebabkan sempitnya ruang gerak

kecamatan tersebut, selain kewenangan (delegation authority)

yang diperoleh dari Bupati juga karena budget, SDM, dan

infrastruktur yang tidak mendukung. Artinya, penguatan institusi

kecamatan melalui pendekatan pemberian kewenangan hanyalah

sekedar stimulan awal. Namun untuk penguatan kecamatan lebih

lanjut, jika tanpa didukung pendanaan, sumberdaya manusia,

infrastruktur yang mencukupi, maka upaya penguatan kecamatan

melalui pelimpahan kewenangan tidak akan ada artinya.

Berdasarkan uraian di atas, ruang lingkup yang akan

digunakan pada pelimpahan wewenang bupati kepada Camat

dalam penyelengaraan pemerintahan daerah merujuk pada formula

di atas. Dengan kata lain, pembahasan ini akan mengkaji: (a)

pelimpahan wewenang bupati kepada camat serta

penyelenggaraan kewenangan camat di Kabupaten Pandeglang.

(b) pengaturan batas-batas wewenang yang dilimpahkan Bupati

kepada Camat di Kabupaten Pandeglang dalam penyelengaraan

pemerintahan daerah berdasarkan peraturan perundang-undangan

yang berlaku. (c) pendukung dan penghambat pelimpahan

wewenang bupati kepada camat serta penyelenggaraan

kewenangan camat di Kabupaten Pandeglang. (d) model

pelimpahan wewenang Bupati kepada Camat guna memberikan

kejelasan batas wewenang yang dimiliki Camat dan terwujudnya

efektifitas penyelenggaraan Kecamatan.

*****

Page 39: Kecamatan Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah i

Kecamatan Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah 23

BAB II

DESENTRALISASI

A. Pengertian Desentralisasi

Van der por berkata sebagaimana dikutip oleh Surianingrat

(1981)

“Sejak dulu dan juga abat ke 19 Hindia Belanda hanya

mengenal pemerintahan yang sentralistis, kebalikan dari

tanah air Belanda. Juga pemenuhan kepentingan lokal yang

ada di daerah yang luas harus dilaksanakan dari Batavia

(Jakarta) dan buitenzorg (Bogor) yaitu menurut aturan-

aturan yang ditetapkan di sana dan peraturan yang disetujui

di sana”

Pada akhir abat orang berpendapat desentralisasi tidak dapat

dihindarkan dan menjadi kebutuhan. Terkait dengan itu Nurcholis

(2016:3) menjelaskan masa digulirkanya Decentralizatie Wet 1903

pada zaman pemerintahan Hindia Belanda hingga saat ini desain

serta struktur pemerintahan daerah di indonesia terus menerus

mengalami perubahan. Hal itu didasarkan atas susunan dalam-luar

sentralisasi dan desentralisasi, kemudian luas sempitnya otonomi

daerah, hubungan pusat dengan daerah, perimbangan keuangan,

model kepegawaian, mekanisme pengisian eksekutif dan dewan

lokal, manajemen pemerintahan daerah, serta partisipasi

masyarakat dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah.

Lebih lanjut, berkaitan dengan itu maka perlu diulas

pemahaman tentang desentralisasi. Menurut Conyers, (1983:102)

sebagaimana dikutip oleh Muluk, (2009:11) bahwa pemahaman

desentralisasi dapat dipahami dalam dua jenis yang berbeda yaitu

(1) Devolution, jenis ini didasarkan atas legalitas kewenangan

politik yang ditetapkan serta dipilih secara lokal; (2)

Deconcentration didasarkan pada kewenangan administratif yang

diberikan pada perwakilan badan-badan pemerintah pusat.

Selanjutnya terkait dengan permasalahan kewenangan

Conyers, (1986) sebagaimana dikutip oleh Ozmen, (2014:419)

menjelaskan bahwa desentralisasi adalah

“Divert authority in planning, decision making, and

mastery of public functions from a higher level to

individuals, organizations or other organizations at a lower

Page 40: Kecamatan Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah i

24 Kecamatan Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah

level. transferring authority in planning, measuring and

implementing the managerial functions of the public from

organizations that have a higher level to lower level

organizations”.

Sedangkan Mawhood, (1983) sebagaimana dikutip oleh

Sudiran, (2006) menjelaskan bahwa desentralisasi merupakan :

“the creation of bodies separated by law from the center, in

which local representatives are given formal power to

decide on a range of public matters. Their political base is

locality ... Their area of authority is limited, but within that

area their right to make decisions is entrenched by law and

can only be altered by new legislation. They have resources

which, subject to the stated limits, are spent and invested at

their own discretion”.

Kemudian Rondinelli dan Cheema, (1983:18) sebagaimana

dikutip oleh Sarundayang, (2001:47) juga memberikan pengertian

decentralization dengan definisi sebagai berikut:

“Decentralization is the transfer of planning, decisimaking,

or administrative authority from the central government to

its field organization, local administrative units, semi

autonomus and parastatal organizations, local government

organization” desentralisasi adalah transfer atau

perencanaan, pembuatan kebijakan atau wewenang

administrative dari pemerintah pusat kepada organisasi di

wilayahnya, unit/bagian lokal, organisasi semi otonom dan

yang masih tergantung, pemerintah lokal dan organisasi non

pemerintah (NGO).

Conyers (1986:89) sebagaimana dikutip oleh Muluk (2002)

mejelaskan dari pembagian dua jenis desentralisasi tersebut,

nampaknya setiap Negara memiliki dasar dalam penentuanya

dengan memperhitungkan beberapa aspek diantaranya (1)

Aktivitas fungsional dari kewenangan yang ditransfer, (2)

Kewenangan atas individu, organisasi, atau badan yang ditransfer

pada setiap tingkatan, dan (3) Kewenangan ditransfer melalui cara

legal ataukah administratif.

Rondinelli et al. sebagaimana dikutip oleh Muluk, (2005:6)

menjelaskan bahwa penyerahan sejumlah kewenangan atau

tanggung jawab administrasi kepada tingkatan yang lebih rendah

Page 41: Kecamatan Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah i

Kecamatan Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah 25

dalam kementrian atau badan pemerintah meliputi (1) Delegation

yakni perpindahan tanggung jawab fungsi-fungsi tertentu kepada

organisasi di luar struktur birokrasi regular dan hanya dikontrol

oleh pemerintah pusat secara tidak langsung. (2) Devolution yakni

pembentukan dan penguatan unit-unit pemerintahan subnasional

dengan aktivitas yang substansial berada di luar kontrol

pemerintah pusat, (3) Privatization yakni pemberian tanggung-

jawab atas semua fungsi-fungsi kepada organisasi non pemerintah

atau perusahaan swasta yang independen dari pemerintah.

Cohen dan Peterson, (1999:24) sebagaimana dikutip oleh

Dawoody (2015:193) menjelaskan bahwa dekonsentrasi adalah;

“The transfer of authority over specified decision making,

financial and management functions by administrative

means to different levels under the jurisdictional authority

of the central government”.

Rondinelli, McCullough, dan Johnson, (1989) sebagaimana

dikutip oleh Muluk, (2009:2) mengungkapkan bahwa bentuk

desentralisasi ada lima macam, yakni privatization, deregulation

of private service provision, deuolution to local government,

delegation to public Enterprises or publicly regulated private

enterprises, dan deconcentration of central government

bureaucracy. Pengertian desentralisasi tersebut menyerupai jenis

desentralisasi yang diungkapkan oleh Cohen dan Peterson, (1999)

yang terbagi dalam deconcentration, devolution, dan delegation

yang mencakup privatisasi. Semula privatisasi berdiri sendiri,

namun saat ini justru masuk sebagai bagian dari delegasi.

Pembedaan ini didasarkan pada enam pendekatan, yaitu (1) Asal

mula sejarah, (2) Hierarki dan fungsi, (3) Masalah yang diatasi

dan nilai dari para investigatornya, (4) Pola struktur dan fungsi

administrasi, (5) Pengalaman negara tertenru, serta (6) Berbagai

tujuan politik, spasial dan pasar.

P. King (1982:125) sebagaimana dikutip oleh Smith

(1985:3) menjelaskan bahwa kebutuhan atas desentralisasi

nampaknya bersifat universal, bahkan Negara-Negara kecil

sekalipun yang mempunyai pemerintahan lokal dengan kadar

otonomi tertentu. Premdas (1982) menyebutkan Negara-Negara

yang berpenduduk kecil secara geografis dan etnis memerlukan

desentralisasi seperti kepulauan Solomon yang berpenduduk 180

ribu orang yang tersebar dalam kepulauan dengan luas daratan 29

Page 42: Kecamatan Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah i

26 Kecamatan Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah

ribu kilometer persegi dan luas lautan 803 Kilometer persegi serta

memiliki 74 bahasa yang berbeda.

B. Pendekatan Konsep Desentralisasi

Fesler, (1965) sebagaimana dijelaskan oleh Hidayat,

(2008:2) bahwa secara umum konsep desentralisasi terbagi pada

dua perspektif utama, yakni political decentralisation dan

administrative decentralisation. Definisi beserta tujuan

desentralisasi menjadi pembeda dari kedua perspektif tersebut.

Desentralisasi politik didefinisikan desentralisasi sebagai devolusi

kekuasaan atau devolution of power dari pemerintah pusat kepada

pemerintah daerah.

Lebih lanjut Fesler, (1965) sebagaimana dikutip oleh

Centre, (2002:31) menjelaskan pendekatan politik konsep

dentralisasi adalah pendekatan politik di bawah garis karakter

politik dari desentralisasi. Artinya inisiatif untuk mendesen-

tralisasikan dan kesediaan untuk mewariskan kekuasaan dan

fungsi kepada unit-unit yang terdesentralisasi dan untuk

memungkinkan unit-unit ini benar-benar beroperasi dalam

kerangka otonomi, dan ditentukan secara politis. Desentralisasi

dalam bentuk devolusi ke badan pemerintahan lokal menandakan

upaya untuk membentuk pemerintahan otonom di tingkat lokal.

Unit-unit pemerintahan seperti distrik administrasi merupakan

lengan panjang pemerintah pusat. Untuk menciptakan dan

memelihara pemerintahan lokal merupakan komitmen politik yang

besar. Dengan tidak adanya komitmen seperti itu, devolusi ke

pemerintah subnasional, termasuk badan yang mengatur diri

sendiri, akan tetap lebih dalam hukum daripada dalam praktiknya.

Ini mengarah pada apa yang disebut Fesler sebagai "desentralisasi

ilusif".

Sedangkan pendekatan administrasi dalam desentralisasi

Fesler, (1965) juga menjelaskan bahwa;

“This approach is motivated by efficiency criterion. When

field administrative units are setup through a process of

deconcentration the measure is considered appropriate for

field level decision making and prompt problem solving. In

this process, administrative units might come up at many

levels between the locality and central head quarters. With

more and more demand for specialised functions,

multiplicity of functional departments would appear at the

field level. The administrative situation gradually presents a

Page 43: Kecamatan Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah i

Kecamatan Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah 27

picture of polarisation between general area based

administrative demands and specific function centered

claims of particular functional departments. Decentrali-

sation in administrative terms may not therefore always

guarantee clarity of authority and orderliness of operations.

To promote such operational principles, conscious attempts

are needed to readjust from time to time the conflicting

claims of area and functions in decentralised field

administration”.

Prasojo et al. (2006:1) menjelaskan bahwa desentralisasi

memiliki berbagai macam tujuan. Secara umum tujuan tersebut

dapat diklasifikasi ke dalam dua variabel penting yaitu pendekatan

efektifitas dan efisiensi penyelenggaraan pemerintahan (strucrural

efficiency model) dan peningkatan partisipasi masyarakat dalam

pemerintahan dan pembangunan (local democracy model). Pada

umumnya setiap Negara memiliki titik berat yang berbeda beda

dalam dalam tujuan desentralisasinya.

Hoessein (1995) sebagaimana dikutip oleh Nurcholis

(2016:9) menjelaskan bahwa dengan adanya kesenjangan antara

cita-cita desentralisasi dengan realita di Indonesia sendiri, maka

berkonsekuensi pada berganti-gantinya model penyerahan urusan

pemerintahan dari ultra vires secara cicilan, ke general

competence, kembali lagi ke ultra vires yang dikombinasikan

dengan concurrent. Penyerahan urusan secara cicilan masa orde

baru mengakibatkan tidak adanya urusan pemerintahan yang

signifikan diselenggarakan oleh kabupaten/kotamadya,

penyerahan secara umum membuat Pusat dan Provinsi gagap, dan

penyerahan dengan ultra vires yang dikombinasikan dengan

concurrent menciptakan tumpang tindihnya kewenangan antar

pemerintahan.

C. Tipologi Desentralisasi

Selanjutnya secara umum tipologi desentralisasi terbagi

menjadi tiga (1) Dekonsentrasi. Dore dan Woodhill, (1999:16)

sebagaimana dikutip oleh Bastian et al, (2014:19) menjelaskan

bahwa dekonsentrasi merupakan proses pemerintahan yang

kaitanya untuk membuat daerah administratif/wilayah

administratif dalam rangka pencapaian tujuan efisiensi manajemen

program dan implementasi dari kekuasaan yang diberikan baik

lebih luas atau sempit dari pemerintah pusat kepada manajer

Page 44: Kecamatan Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah i

28 Kecamatan Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah

regional di daerah wilayah administratif. (2) Delegasi. Schneider,

(2003:12) sebagaimana dikutip oleh Bastian et al, (2014:20)

menjelaskan bahwa delegasi merupakan transfer tanggungjawab

kebijakan kepada pemerintah daerah atau organisasi semiotonom

yang tidak secara langsung dikontrol oleh pemerintah pusat,

namun pada prinsipnya tetap memiliki tanggungjawab pada

pemerintah pusat. Litvack dan Seddon (1998:3) sebagaimana

dikutip oleh Bastian et al, (2014:21) Pemerintah mendelegasikan

kewajiban-kewajiban, dapat dicontohkan seperti halnya ketika

pemerintah menciptakan perusahaan publik, institusi perumahan,

transportasi, pelayanan khusus kecamatan, sekolah semi-otonom,

badan perusahaan daerah, atau unit proyek-proyek khusus. (3)

Devolusi. Litvack dan Seddon, (1998:3) menjelaskan bahwa

devolusi merupakan bentuk yang lebih luas dari desentralisasi. Itu

artinya devolusi memiliki makna penyerahan kewenangan

pengambilan keputusan, keuangan dan manajemen kepada quasi

unit otonom dari pemerintah daerah yang berstatus korporasi.

Smith, sebagaimana dikutip oleh Kirkpatrick, Clarke dan

Polindano, (2002:389), devolusi merupakan bentuk desentralisasi

kewenangan politik dan kekuasaan legislatif pemerintah daerah

dengan berbagai tingkat rekrutmen demokratis dan pengambilan

keputusan.

Sedangkan menurut White, (1959) sebagaimana dikutip

oleh Suradinata, (1998: 46), adalah:

“The process of decentralization denote the transference of

authority, legislative or administrative, from higher level of

government to a lower”

Dapat diartikan bahwa desentralisasi merupakan suatu

proses penyerahan wewenang legislatif atau administratif, dari

tingkat pemerintah yang lebih tinggi kepada yang lebih rendah.

Secara bebas pengertian dari desentralisasi tersebut adalah

penyerahan atas perencanaan, pengambilan keputusan, atau

kewenangan administratif dari pemerintah pusat kepada organisasi

bawahannya, untuk organisasi daerah, daerah nusantara dan

organisasi-organisasi bagian dari pemerintah daerah atau

organisasi dan bagian non pemerintah.

Menurut Sarundayang, (2001:62), keuntungan dari

desentralisasi adalah (1) Mengurangi tumpukan pekerjaan pada

pusat pemerintahan, (2) Tidak perlunya menunggu instruksi dari

pemerintah pusat saat pemerintah daerah menghadapi

Page 45: Kecamatan Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah i

Kecamatan Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah 29

permasalahan yang sangat mendesak dan membutuhkan tindakan

yang cepat. (3) Keputusan dapat diambil secara tepat, sehingga

mengurangi birokrasi dalam arti yang buruk. (4) Dapat lebih

mudah menyesuaikan diri pada kebutuhan/keperluan khusus

daerah, karena dalam sistem desentralisasi dapat dilakukan

pembedaan serta pengkhususan yang berguna bagi kepentingan

tertentu, khususnya desentralisasi teritorial. (5) Dengan

dilakukanya desentralisasi teritorial, daerah otonom dapat menjadi

laboratorium yang berhubungan dengan hal-hal dalam

pemerintahan, sehingga dapat memberikan manfaat bagi seluruh

Negara. (6) Kemungkinan atas kesewenang-wenangan dari

pemerintah pusat dapat dikurangi. (7) Secara psikologis dapat

dapat memberikan kewenangan mengambil keputusan yang lebih

besar bagi daerah. (8) Dengan lebih dekat serta lebih mengenalnya

dengan masyarakat yang dilayani, maka akan memperbaiki

kualitas pelayanan publik.

Dari adanya desentralisasi maka terlahir otonomi daerah

kepada daerah otonom, maka dapat diperoleh beberapa manfaat

dan keuntungan menuju suatu pemerintahan yang lebih demokratis

terutama di daerah. Menurut Smith, sebagaimana dikutip oleh

Muluk, (2005 :14) antara lain: (a) Pendidikan politik, (b) Training

kepemimpinan politik, (c) Stabilitas Politik, (d) Ekuitas Politik, (e)

Akuntabilitas. (f) Respon Pemerintah.

D. Elemen dan Model Desentralisasi

Elemen-elemen dasar yang membentuk pemerintahan

daerah sebagai suatu kesatuan pemerintahan. Smith, (1985)

sebagaimana dikutip oleh Budiyanto (2009) menjelaskan bahwa

desentralisasi dalam arti sempit (devolution) terkait dengan 2 (dua)

hal Pertama, adanya subdivisi wilayah dari suatu negara yang

mempunyai ukuran otonomi. Subdivisi teritori ini memiliki self

governing melalui lembaga politik yang memiliki akar dalam

wilayah sesuai dengan batas yurisdiksinya. Wilayah ini tidak

diadministrasikan oleh agen-agen pemerintah di atasnya, tetapi

diatur oleh lembaga yang dibentuk secara politik di wilayah

tersebut. Kedua, lembaga-lembaga tersebut akan direkrut secara

demokratis. Berbagai keputusan akan diambil berdasarkan

prosedur demokratis.

Lebih lanjut Smith, (1985:8-12) sebagaimana dikutip oleh

Muluk, (2002) menjelaskan bahwa desentralisasi mencakup

beberapa elemen, yaitu desentralisasi memerlukan pembatasan

Page 46: Kecamatan Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah i

30 Kecamatan Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah

area, yang bisa didasarkan pada 3 (tiga) hal, yaitu (1) Kehidupan

sosial dan ekonomi yang menjadi pola spasial, (2) Rasa identitas

politik, dan (3) Pelaksanaan pelayanan publik yang dapat

diefisienkan. Kemudian desentralisasi juga meliputi pendelegasian

kewenangan, baik kewenangan politik maupun kewenangan

birokratis.

Menurut Nurjaman sebagaimana dijelaskan oleh Syahda,

(2000:85) terdapat beberapa alternatif tentang bagaimana

hubungan antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah

dibangun yang pertama adalah highly centralized dimana

hubungan pemerintah pusat dan pemerintah daerah dibangun

dengan menitikberatkan kekuasaan yang besar kepada pusat.

Kedua adalah highly decentralized dimana hubungan pemerintah

pusat dan daerah dibangun dengan cara confederal system yakni

memberikan kewenangan yang besar kepada daerah. Ketiga

adalah federal system, dimana hubungan pemerintah pusat dan

pemerintah daerah berdasarkan sharing antara pusat dan daerah.

Diketahui Negara Negara besar dengan pluralisme etnik seperti

AS (Amerika Serikat), Kanada, India, dan Australia mengadopsi

sistem ini.

Pendapat lain dari Kavanagh, (1982) membagi 2 (dua)

model hubungan antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah

dari sudut kedudukan pemerintah daerah terhadap pemerintah

pusat. Pertama Agency Model, dalam model ini Pemerintah

Daerah semata-mata dianggap sebagai pelaksana oleh pemerintah

pusat ;

“…Central government has the power to create or abolish

local government bodies and their powers. In this model,

the national framework of a policy is established centrally

and local authorities carry it out, with little scope for

discreation or variation.

Kedua Partnership Model Berbeda dengan model pertama,

maka model kedua ini menekankan pada adanya kebebasan yang

luas kepada pemerintah daerah untuk melakukan Local Choice.

Beberapa ciri pokok model ini adalah:

“Local government has its own political legitimacy, finance

(from rates and service), resources, and even legal powers,

and the balance of power between the center and locality

fluctuates according to the contexs, there is too much

variation in local services to sustain the agency model, even

Page 47: Kecamatan Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah i

Kecamatan Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah 31

though local authorities are clearly subordinate in the

partnership”.

Lebih lanjut Muluk, (2009:63) menjelaskan bahwa,

mengingat sentralisasi dan desentralisasi berada dalam suatu garis

kontinum, maka tidak berarti desentralisasi menanggalkan

sentralisasi. Pada dasarnya desentralisasi dan sentralisasi tidak

saling meniadakan, namun saling melengkapi sebagai suatu

konfigurasi yang bermanfaat dalam pencapaian tujuan-tujuan

pemerintahan. Oleh sebab itu dapat ditarik pada sebuah

pemahaman bahwa, desentralisasi yang diterapkan secara tepat

dalam pengertiannya yang luas akan mampu memenenuhi tujuan

pemerintahan.

Terkait dengan hal tersebut Muluk, (2009:67) menjelaskan

bahwa terdapat dua nilai dasar pemerintahan daerah yang tecermin

dalam local democracy model dan structural efficiency model.

Pada umumnya penggunaan dua model tersebut secara terpisah.

Artinya sebuah negara mengacu pada salah satu model tersebut,

karena keduanya merupakan pilihan bagi sebuah negara dalam

kurun waktu tertentu. Kedua model tersebut juga dapat

dikombinasi baik dalam pendekatan ekuilibrium, dengan asumsi

bahwa kedua model tersebut berada dalam satu garis kontinum,

namun titik ekstremnya berbeda. Pendekatan campuran atau mixed

approath juga dapat dilakukan dalam kombinasi, dimana

menempatkan satu model dalam jenjang pemerintahan tertentu dan

model yang lain dalam pemerintahan lainya.

Lebih lanjut kaitanya dengan desentralisasi, pelayanan

publik dan kesejahteraan masyarakat, Prasojo et al. (2006:22)

dalam prakteknya sering kali desentralisasi diberikan dalam

perspektif supply side/perspektif pemberi desentralisasi. Dalam hal

ini adalah pemerintah pusat. Pemerintah pusat seringkali

memberikan desentralisasi atas kebutuhanya saja, daripada apa

yang seharusnya dimiliki dan menjadi kebutuhan daerah.

Berkaitan dengan hal itu sehingga menyebabkan beberapa

kelemahan antara lain (1) Kesenjangan kapasitas sistem

pemerintahan dan masyarakat di tingkat local, (2) Mengurangi

masyarakat untuk berpartisipasi, (3) Mengurangi tingkat legitimasi

dan akseptansi masyarakat terhadap pemerintahan daerah, (4)

Program desentralisasi berakhir dengan resentralisasi karena

ketidakmampuan daerah dalam melaksanakan kewenanganya.

Page 48: Kecamatan Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah i

32 Kecamatan Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah

E. Dekonsentrasi

Smith (1985) sebagaimana dikutip oleh Suwandi, (2006:13)

menjelaskan bahwa Field Administrasi merupakan sebutan atas

pembentukan unit pemerintahan melalui kebijakan dekonsentrasi.

Dalam pembentukan pemerintahan wilayah ada dua cara yang

dapat dimbil oleh pemerintah pusat yakni (1) Functional Field

Administration. Dimana cara tersebut diambil apabila unit wilayah

pemerintahan hanya diberikan tanggungjawab untuk menyeleng-

garakan satu kewenangan tertentu. (2) Integrated Field

Administration. Dimana cara tersebut diambil apabila unit wilayah

diberikan tanggungjawab menyelenggarakan berbagai

kewenangan pemerintah pusat yang berada di daerah/ multi fungsi.

Berkaitan dengan Integrated Field Administration Fried (1963)

sebagaimana dikutip oleh Maksum (2014:11) menyebutkan cara

tersebut dengan model Integrated Perfectoral System, sehingga

konsekuensi yang didapat adalah berhimpitnya antara daerah

otonom dan daerah administrasi serta adanya rangkap jabatan

kepala daerah yang sekaligus merangkap sebagai wakil

pemerintah pusat

Dalam buku terbitan FAO, (2006:31) disebutkan bahwa:

“Deconcentration and decentralization, far from replacing

each other, have always been considered as complimentary

by political decision makers”.

Artinya perbedaan kadar akan terjadi saat dekosentrasi dan

desentralisasi secara simultan bergerak. Dalam pendikotomianya,

hubungan antara desentralisasi dan dekonsentrasi bersifat

alternatif sedangkan, pada prinsip kontinum, hubungan

desentralisasi dan dekonsentrasi saling melengkapi.

Selanjutnya Cohen dan Peterson (1999) mendefinisikan

dekonsentrasi: Wollman (2007:2) mengemukakan dekonsentrasi

adalah

“An intrinsically administrative concept that captures the

devolution of (administrative) functions from an upper to a

lower level or unit, typically through the establishment of

regional or local”.

Kemudian Rondinelli, (1983:19) sebagaimana dikutip oleh

Pitono, (2012:15) mengurai berbagai macam tipologi dekonsentrasi,

kemudian status dan hubungan fungsional kelembagaan, serta

keluasan kewenangan yang diperoleh dari dekonsentrasi.

Page 49: Kecamatan Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah i

Kecamatan Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah 33

Rondinelli, (1983:19) sebagaimana dikutip oleh Pitono, (2012:15)

membagi dua tipoligi dekonsentrasi yakni. (1) Field

administration. Dimana diberinya keleluasaan pejabat lapangan

sebagai pengambil keputusan dalam hal perencanaan, keputusan-

keputusan yang sifatnya rutin, serta penyesuaian kondisi setempat

dalam mengimplementasikan kebijakan pusat. (2) Local

administration. Dimana seluruh pejabat yang berada di setiap

tingkat pemerintahan seperti provinsi, distrik, kotapra dan lain

sebagainya, yang dikepalai oleh seorang pejabat yang diangkat,

merupakan wakil dari pemerintah pusat yang berada di bawah dan

bertanggung jawab pada departemen pusat.

Kemudian pengertian dekosentrasi menurut Walfer yang

dikutip oleh Rahmanurrasyid, (2008) adalah pendelegasian

kewenangan pada pejabat atau kelompok pejabat yang diangkat

oleh pemerintah pusat dalam wilayah administrasi. Terdapat

tujuan yang hendak dicapai dari adanya pendelegasian

kewenangan tersebut. Suwandi, (2004:14) menjelaskan, pada

dasarnya ada tujuan utama yang hendak dicapai oleh pemerintah

dari adanya kebijakan dekonsentrasi, yakni Pertama adalah tujuan

politis. Tujuan politis ini dalam rangka menyerap informasi dan

aspirasi dari daerah, berikutnya juga dalam rangka membangun

dukungan daerah dari kebijakan pemerintah pusat, dimana unit

dekonsentrasi dan pejabatnya diharuskan menghadapi apabila terjadi

resistensi serta tekanan terhadap kebijakan pemerintah pusat. Dengan

hal itu pemerintah pusat tidak perlu secara langsung menghadapi

resistensi dan tekanan tersebut. Kedua tujuan administrasi.

Berkaitan dengan tujuan administrasi unit wilayah sebagai pelaksana

field administration maka pengendalian manajemen, khususnya

tingkat operasional, yang dilimpahkan pada unit wilayah dari

suatu daerah otonom Burns, et. al. (1994:83) menjelaskan;

“Internal decentralisation corresponds to the process where

by management control, particulary the operational level, is

devolved within the firm, leading to the creation of intemat

business units typically engaged in trading with other units

both within and outside the firm. External decentralisation

corresponds to the proess of contracting out production and

the control of horizontally integrated networks of sub

contractors is vital to recognise, however, That the

decentralisation of production is not equivalent to the

decentralisation of strategic command. lf anything,

operational decentralisation has facilitated a much greater

Page 50: Kecamatan Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah i

34 Kecamatan Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah

strategic centralisation multinationals such as Benetton or

Toyota have been able to Exert much greater central

control through the external decentralisation of production.

It follows that decentralisation does not necessarily weaken

the role of the centre Indeed, it can be argued that effective

decentralisation requires a strong and confident centre.”

Berkaitan dengan penjelasan di atas, untuk memberikan

penjelasan dan pemahaman tentang desentralisasi dan

dekonsentrasi perbedaan keduanya tercantum pada tabel sebagai

berikut:

Tabel 2.1

Perbedaan Desentralisasi dan Dekonsentrasi

Desentralisasi Dekonsentrasi

1. Melahirkan daerah

otonom.

2. Memiliki pembatasan

wilayah yurisdiksi daerah

otonom.

3. Penyerahan kewenangan

pemerintahan pada bidang

politik dan administrasi.

4. Hal yang diberikan

penyerahan kewenangan

politik dan administrasi

adalah daerah otonom.

5. Berkonsekuensi pada

otonomi daerah.

6. Daerah otonom secara

hierarki berkedudukan di

luar organisasi Pemerintah

Pusat. Sehingga hubungan

dengan pemerintah pusat

bersifar antar organisasi

publik.

1. Melahirkan perangkat

pemerintah pusat yang berada

di wilayah.

2. Pembatasan yang ada pada

wilayah kerja/wilayah

jabatan/wilayah administrasi.

3. Pelimpahan kewenangan

pemerintahan terbatas pada

bidang administrasi.

4. Hal yang diberikan

pelimpahan kewenangan

adalah perangkat/pejabat

Pusat.

5. Tidak berkonsekuensi pada

otonomi daerah.

6. Wilayah administrasi secara

hierarki berkedudukan di

dalam organisasi Pemerintah

Pusat. Sehingga hubungan

dengan pemerintah pusat

bersifat intra organisasi.

Page 51: Kecamatan Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah i

Kecamatan Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah 35

Desentralisasi Dekonsentrasi

7. Kewenangan yang

diserahkan terbatas pada

kewenangan

pemerintahan yakni

kewenangan yang dimiliki

oleh Presiden dan

Menterinya

8. Sumber pembiayaan dari

APBD (Anggaran

Pendapatan dan Belanja

Daerah)

7. Kewenang pemerintahan

yang diserahkan yakni

pemerintahan umum,

koordinasi, pengawasan,

ketentraman dan ketertiban

umum, pembinaan bangsa,

dan bidang pemerintahan

khusus dari Menteri-Menteri

yang membidangi urusan

teknis.

9. Sumber pembiayaan dari

APBN (Anggaran

Pendapatan dan Belanja

Negara)

Sumber: Nurcholis, (2014:14)

*****

Page 52: Kecamatan Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah i

36 Kecamatan Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah

Page 53: Kecamatan Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah i

Kecamatan Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah 37

BAB III

OTONOMI DAERAH

A. Pengertian Otonomi Daerah

Widjaja, (2001:76) menjelaskan bahwa otonomi adalah

perundangan sendiri atau pemerintahan sendiri atau zehwetgewing.

Tetapi menurut perkembanganya di Indonesia, otonomi selalu

mengikuti arti regeling (perundangan) dan mengandung arti

bestuur (pemerintahan). Beberapa pengertian yang terkandung

dalam otonomi sebagai berikut: (1) Suatu kondisi atau ciri untuk

tidak dikontrol oleh pihak lain atau kekuatan lain, (2) Bentuk

pemerintahan sendiri, yaitu hak untuk memerintah atau

menentukan nasibnya sendiri. (3) Dihormati, diakui sebagai

pemerintah sendiri dan dijamin tidak adanya kontrol dari pihak

lain terhadap fungsi daerah atau terhadap minoritas suatu bangsa,

(4) Memiliki pendapatan yang cukup sebagai pemerintahan

otonomi untuk menentukan nasibnya sendiri, memenuhi

kesejahteraan hidup maupun dalam mencapai tujuan hidup secara

adil, (5) Memiliki supremasi atau dominasi kekuasaan atau hukum

sebagai pemerintahan daerah yang dilaksanakan sepenuhnya oleh

pemegang kekuasaan di daerah, (6) Penyerahan urusan pemerintah

pusat kepada pemerintah daerah yang bersifat operasional dalam

rangka sistem birokrasi pemerintahan.

Lebih lanjut Widjaja, (2001:76) menjelaskan Otonomi

daerah merupakan kewenangan daerah otonom untuk mengatur

dan mengurus kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa

sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat, sesuai dengan peraturan

perundang-undangan Widjaja, (2001:76). Sedangkan Muluk,

(2009:62) juga menjelaskan bahwa Otonomi daerah merupakan

kewenangan untuk mengatur urusan pemerintahan yang bersifat

lokalitas menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat

setempat. Dengan demikian desentralisasi pada dasarnya

menjelmakan otonomi masyarakat setempat untuk memecahkan

berbagai masalah dan pemberian layanan yang bersifat lokalitas

demi kesejahteraan masyarakat yang bersangkutan.

B. Prinsip Otonomi Daerah

Assuncao (2014:115) menjelaskan bahwa otonomi daerah

itu tidak bersifar hierarkis, tetapi bersifat mandiri, manunggal

Page 54: Kecamatan Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah i

38 Kecamatan Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah

sehingga mengandung unsur keterpisahan dan menjadi kekuatan

sentrifugal yang di satu sisi menjadi ancaman bagi integrasi

nasional. Dahl (1989) sebagaimana dikutip oleh Assuncao

(2014:115) menjelaskan pada dasarnya kebutuhan akan

desentralisasi atau pembentukan daerah otonom sejak awal tidak

pernah dipertimbangkan pada aspek teknik, namun hasil tarik

menarik atau konflik antara daerah dengan pusat. Terkait dengan

itu Hoessein, (2000) menjelaskan bahwa dalam konsep otonomi

terkandung kebebasan untuk berprakarsa untuk mengambil

keputusan atas dasar aspirasi masyarakat yang memiliki status

demikian tanpa kontrol langsung oleh Pemerintah pusat. Muluk,

(2009:62) menjelaskan juga bahwa desentralisasi dapat pula

disebut otonomisasi. Otonomi daerah diberikan kepada

masyarakat dan bukan kepada Kepala Daerah atau Pemerintah

Daerah. Lebih lanjut Hoessein, (2001b) sebagaimana dikutip oleh

Muluk (2009:5) bahwa local government dan local autonomy

tidak dicerna sebagai daerah atau Pemerintah daerah tetapi

merupakan masyarakat setempat. Urusan dan kepentingan yang

menjadi perhatian keduanya bersifat lokalitas karena basis

politiknya adalah lokalitas tersebut bukan bangsa. Makna lokalitas

ini juga dalam berbagai istilah di berbagai negara yang merujuk

pada maksud yang sama. Commune di Prancis, Gemeinde di

Jerman, di Belanda, dan Municipio di Spanyol yang kemudian

menyerupai Municipality di Amerika Serikat tercermin Getnentee

Norton, (1997:23). Manfaat bagi masyarakat setempat ini adalah

adanya political equality, accountability, dan responsiveness.

Otonomi yang diberikan kepada masyarakat tentunya

berkonsekuensi pada seberapa besar derajat atau ukuran partisipasi

masyarakat yang dimiliki dalam penyelengaraan pemerintahan

daerah. Arnstein sebagaimana dijelaskan oleh Burns, et. al.

(1994:155) mengajukan delapan tingkat partisipasi. Pada tangga

terbawah terdapat dua tingkatan yang digolongkan sebagai bukan

partisipasi, yakni manipulasi dan terapi. Tangga ini bertujuan tidak

untuk mendorong rakyat untuk berpartisipasi dalam perencanaan

atau penyelenggaraan program, melainkan untuk memungkinkan

pemegang kekuasaan dalam mendidik atau 'mengobati' rakyat.

Tangga kedua terdiri dari tiga tingkatan yang melibatkan dialog

dengan publik. Tangga yang tertinggi terdiri dari tiga tingkatan

Pemegang yang memberi warga derajat yang lebih baik dalam

pengambilan keputusan. Dalam tangga ini warga secara langsung

Page 55: Kecamatan Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah i

Kecamatan Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah 39

bekerjasama dalam proses pembuatan kebijakan maupun

penyediaan layanan.

Partisipasi publik dapat berlangsung dalam beberapa area

pengambilan keputusan Burns, et al, (1994:160) sebagaimana

dikutip oleh Muluk (2009:84) yakni: pertama, praktik operasional

yang menyangkut perilaku dan kinerja pegawai dalam institusi

publik, isu-isu yang berkaitan dengan aspek lainnya dalam kualitas

pelayanan publik, keterandalan dan keteraturan pelayanan,

fasilitas bagi pengguna jasa berani dengan kebutuhan tertentu. dan

lain sebagainya, Kedua, keputusan pembelanjaan yang berkaitan

dengan anggaran yang didelegasikan, anggaran Yang menyangkut

modal besar, sampai pada anggaran pendapatan menyeluruh yang

mencakup gaji pegawai dan biaya rutin bagi kantor tertentu dan

pemeliharaannya, termasuk peningkatan pendapatan melalui

peningkatan pajak lokal. Ketiga, pembuatan kebijakan yang

menyangkut tujuan-tujuan strategis dari pelayanan tertentu'

rencana strategis bagi pembangunan kawasan dan fasilitas

tertentu, dan prioritas pembelanjaan dan keputusan alokasi

sumberdaya lainnya.

Berbagai bentuk partisipasi publik dalam arti luas

pemerintahan daerah berdasarkan pengalaman berbagai negara di

dunia Norton, (1994:703-9) sebagaimana dikutip oleh Muluk,

(2009:85) yang berkisar pada : pertama, referenda bagi isu-isu

vital di daerah tersebut, dan penyediaan peluang inisiatif warga

untuk memperluas isu-isu yang terbatas dalam referenda. Kedua,

melakukan decentrdlization in cities (desentralisasi di dalam kota)

kepada unit-unit yang lebih kecil sehingga kebutuhan, tanggung

jawab dan pengambilan keputusan lebih dekat lagi kepada

masyarakat. Ketiga, konsultasi dan kerjasama dengan masyarakat

sesuai dengan kebutuhan dan kepentingan mereka. Dan yang

keempat adalah partisipasi dalam bentuk sebagai elected member

(anggota yang dipilih).

C. Tujuan Otonomi Daerah

Widjaja, (2001:76) menjelaskan bahwa tujuan dari

pelaksanaan otonomi daerah adalah mencapai efisiensi dan

efektivitas dalam penyelenggaraan urusan ini adalah antara lain:

(1) Menumbuhkembangkan daerah dalam berbagai bidang, (2)

Meningkatkan pelayanan kepada masyarakat. (2) Menumbuhkan

kemandirian daerah.(3) Meningkatkan daya saing daerah dalam

proses pertumbuhan.

Page 56: Kecamatan Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah i

40 Kecamatan Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah

Sedangkan hakekat otonomi daerah menuntut Ibrahim

(2008:49) adalah lebih merupakan kewajiban daripada hak, yaitu

kewajiban daerah otonom yang bersangkutan untuk itu

melancarkan pembangunan nasional (pembangunan daerah adalah

penunjang pembangunan nasional). Sementara menurut Mansyur

(1993:19) hakekat otonomi adalah secara nyata mampu mengurus

rumah tangganya sendiri dan lebih menitikberatkan pada tanggung

jawab melaksanakan pembangunan dan pelayanan masyarakat

dalam rangka meningkatkan kesejahteraan fisik, ketentraman, dan

ketertiban umum (prosperity and security).

Sesuai dengan prinsip otonomi daerah yang luas, nyata dan

bertanggung jawab, maka pelimpahan beberapa urusan harus

didasarkan pada beberapa kondisi objektif dan kemampuan daerah

untuk menerima dan mengurus pemerintahan yang akan maupun

yang telah dilimpahkan ke daerah. Berkenaan dengan hal itu,

maka perlu adanya tolak ukur dan indikator yang jelas, sejauh

mana kemampuan dan kesiapan untuk melaksanakan otonomi bagi

masing-masing kabupaten maupun kota di seluruh indoensia.

Menurut Widjaja, (1998:39) tolak ukur dan indikator

pelaksanaan otonomi daerah itu meliputi Variabel pokok yang

terdiri dari kemampuan pendapatan asli daerah, kemampuan

aparatur, kemampuan partisipasi masayarakat, kemampuan

ekonomi, Kemampuan demografi, kemampuan organisasi dan

administrasi. Sedangkan Variabel penunjangnya adalah faktor

demografi, faktor sosial budaya. Lalu variabel khusus terdiri dari

Sosial politik Hankam dan penghayatan keagamaan.

Melalui indikator ini karena tiap-tiap daerah dapat melihat,

mengukur sekaligus mempersiapkan secara sesuatu yang berkaitan

dengan variabel-variabel yang menentukan keberhasilan dari

pelaksaan otonomi daerah Kemudian menurut Assuncao

(2014:119) daerah juga perlu memperhatikan aspek diletakkanya

kepala daerah otonom dengan pemerintahan umum, bahkan

semenjak pemerintahan hindia belanda dulu yang memperkuat

asas dekonsentrasi dengan Integrated Perfectoral System dan

dengan itu pemerintah daerah sebagai algemer bestuur.

*****

Page 57: Kecamatan Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah i

Kecamatan Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah 41

BAB IV

PEMERINTAH DAERAH

A. Pengertian Pemerintah Daerah

Fried (1963) sebagaimana dikutip oleh Prasojo et al.

(2006:81) memilah pola pemerintahan daerah yang didasarkan

atas ada atau tidaknya wakil pemerintah pusat di daerah (1) Sistem

perfektoral yang terbagi atas perfektoral yang teritegrasi dengan

yang tak terintegrasi (2) Fungsional. Negara yang menganut

sistem tersebut berbeda-beda. Memahami bagaimana posisi

masyarakat dalam pemerintahan daerah maka perlu dilihat asal-

usul penyebutan istilah Norton, (1994:3) sebagaimana dikutip oleh

Muluk, (2009:42) bahwa nama daerah dalam tradisi Barat dan

ternyata hal tersebut berkaitan dengan posisi masyarakat. Awal

mula sebutan daerah otonom ini berasal dari Yunani Kuno dan

Romawi. Koinotes (community), dan demos (People atau district)

adalah nama dari Pemerintah daerah Yunani saat ini. Municipality

dan variannya berasal dari hukum administrasi Romawi kuno,

municipium. City berasal dari bahasa Romawi civitas yang

merupakan turunan dari kata civis (citizen). Country berasal dari

comitates, turunan dari kata cornes (count) yakni kantor dari

pejabat kekaisaran.

Lebih lanjut Hoessein, (2001b) sebagaimana dikutip oleh

Muluk, (2009:57) bahwa Local government ini merupakan sebuah

konsep yang dapat mengandung tiga arti. Pertama, ia berarti

pemerintah lokal yang kerap kali dipertukarkan dengan local

outhoity yang mengacu pada organ, yakni council dan mayor

dimana rekrutmen pejabatnya didasarkan pada pemilihan.

Smith (1985:18), sebagaimana dikutip oleh Muluk,

(2005:8). Desentralisasi memiliki arti yang berkaitan dengan dua

hal. Pertama, adanya subdivisi teritori dari suatu Negara yang

mempunyai ukuran otonomi. Subdivisi self governing melalui

lembaga politik yang memiliki akar dalam wilayah sesuai dengan

batas yuridiksinya. Wilayah ini tidak diadministrasikan oleh agen-

agen pemerintah di atasnya tetap diatur oleh lembaga yang

dibentuk secara politis di wilayah tersebut. Kedua, lembaga-

lembaga tersebut akan direkrut berdasarkan prosedur demokratis.

Smith (1985:8), begaimana dikutip oleh Muluk (2002), juga

mengungkapkan bahwa desentralisasi mencakup beberapa elemen,

Page 58: Kecamatan Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah i

42 Kecamatan Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah

yaitu (a) Desentralisasi membutuhkan pembatasan area yang bisa

didasarkan pada tiga hal (pola spesial kehidupan sosial dan

ekonomi, rasa indentitas politik, dan efisiensi pelayanan publik

yang bisa dilaksanakan), (b) Desentralisasi yang meliputi pula

pendelegasian wewenang, baik itu kewenangan politik, maupun

kewenangan birokratis.

Sementara itu, Hoessein, (2001c) sebagaimana dikutip

oleh Muluk, (2005:9) mengungkapkan bahwa desentralisasi

mencakup dua elemen pokok, yaitu pembentukan daerah otonom

dan penyerahan urusan pemerintahan kepada daerah otonom

tersebut. Dari kedua elemen pokok tersebut lahirlah Local

Government yang didefinisikan oleh United Nation dalam

Alderfer, (1965:178) sebagai:

“a political subdivision of a nation or (in federal system)

state which is constituted by law and has substansial

control of loval affairs, including the power to impose tazes

or exactlabor for prescribed purposes. The governing body

of such an entity is eleted or otherwise locally selected.

Selanjutnya Hoessein menjelaskan sebagaimana dikutip

oleh Hanif, (2007:24) bahwa pada dasarnya pemerintahan daerah

adalah terjemahan dari konsep local government yang intinya

terkandung tiga pengertian, yaitu: pertama berarti pemerintah

lokal, kedua berarti pemerintahan lokal, dan ketiga berarti wilayah

lokal.

Pengertian pertama mengenai pemerintahan daerah

hubunganya pada organisasi/badan/lembaga yang memiliki fungsi

menyelenggarakan pemerintahan daerah. Tak lain adalah

organisasi pelaksanaan kegiatan pemerintahan daerah, dalam hal

ini Kepala daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah. Kedua

lembaga ini yang menggerakkan kegiatan pemerintahan daerah

sehari-hari. Oleh karena itu, kedua lembaga ini dimaknai dengan

Pemerintah daerah (local government atau local authority).

Pengertian kedua pemerintah lokal yaitu pada kegiatan

pemerintahan yang dilaksanakan dalam rangka penyelenggaraan

pemerintahan daerah dan melakukan kegiatan-kegiatan

pengaturan. Kegiatan ini merupakan fungsi penting yang

hakikatnya adalah fungsi dalam pembuatan kebijakan pemerintah

daerah sebagai dasar dalam menyelenggarakan pemerintahan

daerah.

Page 59: Kecamatan Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah i

Kecamatan Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah 43

Pengertian ketiga Pemerintahan lokal mengarah pada

wilayah pemerintahan atau daerah otonom yang memiliki hak

untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan yang telah

diserahkan oleh Pemerintah Pusat kepada daerah menjadi urusan

rumah tangganya. Hak mengatur ini dimanifestasikan dalam

pembuatan kebijakan daerah yang pada intinya merupakan

kebijakan umum pemerintahan daerah sedang hak mengurus

rumah tangga daerah dimanifestasikan pada implementasi

peraturan daerah yang berkaitan dengan pelaksanaan urusan

pemerintahan, pembangunan, dan pembinaan.

Muttalib dan Khan (1983:19) dijelaskan bahwa dalam

dimensi administrasif Pemerintahan daerah secara operasional

merupakan organisasi administratif yang di dalamnya terjadi

perpaduan antara politik administrasi dan teknologi. Tingkat

perpaduan unsur-unsur tersebut pada pemerintah daerah memiliki

karakteristik yang unik, tidak ditemukan pada jenjang

pemerintahan lainya. Orang mungkin bisa melihat perpaduan dari

pengetahuan dan pengalaman para politisi, administrator dan

teknokrat di berbagai jenjang organisasi. Pada suatu waktu,

seorang tidak dapat memahami ketika proses politik organisasi

dan teknologi mulai dan dan berakhir serta bagaimana mereka

berbaur. Hampir semua jenjang, baik pada pembentukan hukum

(undang-undang) penyusunan perencanaan atau program,

pengawasan atau inspeksi, pelaksanaan maupun evaluasi, dapat

dilihat dari tim kerja, masing masing dari mereka menarik

pelajaran dari pengetahuan dan pengalaman orang lain. Hal ini

berlaku di dalam dewan atau komite di kantor maupun di

lapangan.

Surianingrat (1981b) sebagaimana dikutip oleh Nurcholis

(2017) menjelaskan bahwa di Indonesia yang saat ini dikenal

sebagai daerah otonom kota sejarah awalnya adalah gemeente

(1905) kemudian dalam perjalannya dirubah menjadi

stadsgemeente (1922). Keduanya merupakan wilayah

pemerintahan berkarakteristik perkotaan bergaya Eropa. Wilayah

pemerintahan tersebut dipimpin oleh burgemeester atau sebutan

lainya adalah wali kota yang bermitra dengan stadsgemeenteraad

atau sebutan lainya dewan kota. Di bawah struktur burgemeester

tidak terdapat district-hoofd/wedana dan ondersistrict-

hoofd/asisten wedana hingga RW (Rukun Warga) dan RT (Rukun

Tetangga). Dalam lingkungan stadsgemeente terdapat mesteerwijk

atau sebutan lainya adalah kepala kampung tapi namun tugas dan

Page 60: Kecamatan Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah i

44 Kecamatan Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah

fungsinya berbeda dengan RT. Di bawah struktur burgemeester

terdapat dinas-dinas pelayanan publik.

Kemudian daerah otonom kabupaten yang juga kita kenal

saat ini sebagaimana dikutip dari Nurcholis (2017) bahwa pada

awalnya kabupaten adalah kadipaten, yang merupakan daerah

vasal Kerajaan Mataram Islam, kemudian dimanfaatkan

pemerintah Hindia Belanda sebagai alat untuk memerintah bangsa

Indonesia. Kabupaten atau sebutan lainya regentschap merupakan

model pemerintahan pribumi/inlandse binnenlandse bestuur yang

berbeda dengan stadsgemeente dengan gaya Eropa. Kabupaten

dipimpin oleh bupati atau dengan sebutan lain regent dan

didampingi oleh dewan kabupaten atau dengan sebutan lain

regentschapsraad. Day, (1904), Angelino, (1931) sebagaimana

dikutip oleh Nurcholis (2017) menjelaskan bahwa di bawah

struktur kabupaten dibentuk pemerintah wilayah dengan sebutan

district/ kawedanan dan di bawah kawedanan dibentuk pemerintah

wilayah onderdistrict/Kecamatan.

B. Macam-macam Pemerintah Daerah

Terdapat dua macam Pemerintah daerah sebagaimana

dijelaskan Muluk, (2005) Pertama adalah Local Self Government

yaitu Pemerintah Daerah yang mengatur dan mengurus kegiatan

pemerintahannya sendiri dalam penyelenggaraan azas

desentralisasi adalah daerah otonom. Alasan adanya daerah

otonom adalah penyelenggaraan pemerintah yang baik di tingkat

daerah, penyesuaian pemerintah di tingkat daerah sesuai dengan

kondisi di daerah, untuk memperhatikan perbedaan-perbedaan di

tingkat daerah. Dengan adanya Undang-Undang tentang Otonomi

Daerah dimungkinkan untuk dimekarkan, digabungkan, atau

bahkan dihapuskan. Ciri-ciri Daerah Otonom (a) Segala urusan

yang diselenggarakan merupakan urusan yang sudah menjadi

urusan rumah tangganya sendiri, (b) Segala penanganan atau

pelaksanaan urusan didasarkan pada inisiatif dan kebijakan daerah

itu sendiri, (c) Segala penyelenggaraan urusan pemerintah

dilaksanakan oleh alat perlengkapan, bukan pejabat pusat, tetapi

pejabat atau pegawai daerah (d) Segala pembiayaan

penyelenggaraan urusan-urusan ditanggung dan dibiayai oleh

sumber pembiayaan di daerah, (e) Hubungan pemerintah pusat dan

pemerintah daerah otonom segalanya hanya pengawasan.

Kedua adalah Local State Government, yaitu macam

pemerintah daerah sebagai perwujudan pelaksanaan azas

Page 61: Kecamatan Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah i

Kecamatan Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah 45

dekonsentrasi, yaitu peyelenggaraan unsur pemerintah pusat yang

ada di daerah. Alasan perlu adanya pemerintah wilayah adalah (a)

Mengurangi beban tugas Menteri/Departemen. (b) Urusan dengan

pihak ketiga lebih cepat, (c) Karena ada pemerintah pusat di

daerah maka diharapkan akan lebih mudah dalam pengambilan

keputusan masalah yang sering terjadi (d) Luas wilayah

kewenangan pejabat administrasi sering tidak sesuai dengan

undang-undang, (e) Koordinasi antara pejabat-pejabat Daerah

otonom dan aspek budaya, proses pengambilan keputusan dan

pejabat wilayah cenderung lambat.

Mencermati susunan-luar pemerintahan daerah berdasarkan

UUD 1945. Manan (1994) sebagaimana dikutip oleh Nurcholis

(2016:10) bahwa seluruh daerah merupakan daerah otonom

dengan asas desentralisasi/ otonomi serta tugas pembantuan

(medebewind), bukan wilayah administrasi dengan asas

dekonsentrasi. Berdasarkan hal itu konsekuensinya adalah wilayah

administrasi yang diwariskan oleh pemerintah Hindia Belanda

seperti karesidenan dan kawedanan yang berasaskan dikonsentrasi

dihapuskan pada tahun 1963. Namun dalam rangka

mempersiapkan daerah otonom tingkat III Pemerintahan wilayah

administrasi kecamatan tidak dihapus.

Lebih lanjut Nurcholis (2016:10) menjelaskan pada awal

terbentuknya pemerintahan republik Indonesia, pemerintahan

berasas dekonsentrasi dan dihapuskanya Pemerintahan masyarakat

desa. Namun semenjak rezim pemerintah orde baru dibentuk lagi.

Pada era reformasi pemerintahan yang berasaskan dekonsentrasi

kembali lagi dihapus, namun berselang lima belas tahun kemudian

seiring dengan ditetapkanya Undang-Undang Nomor 23 Tahun

2014 pemerintahan berasaskan dekonsentrasi dihidupkan kembali.

Undang-Undang tersebut menjadikan wilayah administrasi (local

state government) yang berimpit dengan daerah otonorn (local

self-government), disinyalir akan memunculkan ketumpang

tindihan antara kewenangan otonomi dengan kewenangan

sentralisasi serta adanya persaingan antar keduanya di seluruh

satuan pemerintahan.

C. Pola Pemerintahan Daerah

Muthalib dan Khan, (1983:61) menjelaskan bahwa

pemerintahan daerah merupakan sebuah konsep yang relatif

moderen, walaupun beberapa pemerintahan daerah sudah ada

semenjak abad pertengahan. Kemudian pada zaman kuno pun juga

Page 62: Kecamatan Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah i

46 Kecamatan Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah

sudah ada di semua negara, hal itu diakibatkan oleh tuntutan

kebutuhan politik, administrasi, sosial ekonomi, maupun

geografis.

Terdapat empat pola pemerintahan daerah sebagaimana

dijelaskan oleh Muluk, (2005), yaitu (1) Comprehensive Local

Government System, dimana penyelenggaraan pemerintah daerah

yang sebagian besar atau bahkan hampir seluruh urusan

pemerintah di daerah diselenggarakan serta dikelola sepenuhnya

oleh pemerintah daerah. (2) Partnership Local Government

System, dimana penyelenggaraan pemerintah daerah yang

sebagian urusan pemerintahan dilaksanakan oleh pusat melalui

mekanisme pembentukan unit organisasi atau badan pemerintah

pusat yang ada di daerah dan sebagian lagi dilaksanakan oleh

pemerintah daerah. (3) Dual System of Local Government dimana

penyelenggaraan pemerintahan daerah yang sebagian urusan

pemerintahan pusat di daerah dilaksanakan oleh pemerintah pusat

di daerah tanpa membentuk unit organisasi atau badan di daerah

dan sebagian urusan lagi dilaksanakan di daerah. (4) Integrated

System of Local Government dimana penyelenggaraan pemerintah

daerah yang sebagian besar untuk urusan pemerintah di daerah

ditangani oleh pemerintah pusat di daerah.

D. Konsepsi Pemerintahan Daerah

Muthalib dan Khan, (1983:2-18), menjelaskan bahwa

konsep local government harus dipahami secara komprehensif dan

dimaknai secara multidimensi yang meliputi: (1) social dimension;

(2) economic dimension; (3) geografic dimension; (4) legal

dimension; (5) political dimension; dan (6) administrative

dimension.

Lebih lanjut Muthalib dan Khan (1983:29-51) menjelaskan

bahwa kebutuhan terhadap pembangunan desentralisasi

bersinggunngan dengan adanya empat fungsi yang dimilikinya,

yakni (1) meningkatkan partisipasi warga lokal; (2) mempercepat

pembangunan ekonomi lokal; (3) terjadinya transformasi sosial di

tingkat lokal; dan (4) menciptakan pemerataan hasil-hasil

pembangunan.

Sedangkan Smith, (1985:18-45) sebagaimana dikutip oleh

Budiyanto, (2009) mengungkapkan bahwa konsepsi lahirnya

pemerintahan daeran yang diakibatkan oleh desentralisasi, perlu

dilihat melalui perspektif tentang local government. Ada

perspektif ketika melihal desentralisasi, yakni (1) liberal

Page 63: Kecamatan Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah i

Kecamatan Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah 47

democracy, (2) economic interpretation, dan (2) marxist

interpretation. Dalam perspektif demokrasi liberal, local

government memberikan manfaat pokok. Dimana manfaat yang

dimaksud adalah, adanya kontribusi positif bagi perkembangan

demokrasi nasional, karena local government mampu menjadi

sarana pendidikan politik bagi rakyat, dan memberikan pelatihan

bagi kepemimpinan politik, serta mendukung terciptanya stabilitas

politik.

Sedarmayanti et al, (2006:158) menjelaskan, disadari atau

tidak, bentuk pemerintahan yang berlaku adalah salah satu faktor

yang memainkan peranan penting dalam kehidupan berbangsa dan

bernegara. Dinamika hubungan pusat dan daerah sangat

bergantung pada tipe pemerintahannya, karena keseimbangan

kekuasaan yang melekat dalam pemerintahan umumnya

mempunyai makna penting dalam filosofi atau bentuk dasar

Negara tersebut. Nugraha (2006:158) menyebutkan, secara

vertikal antara pemerintah pusat dan daerah di Negara Kesatuan,

atau Negara Serikat, antara pemerintah federal dan Negara bagian.

Secara horizontal, adanya pembagian kekuasaan antara eksekutif

legislatif dan yudikatif.

Haligan dan Aulich sebagaimana dikutip oleh Nugraha,

(2006:158-159):

“The local democracy model dan the structural eficiensi

model. The local demofracy model values loval difference

and system diversity because local authority has both the

capacity and the legitimacy for local choice and local voice.

This means that local authority cand and will make choice

that differ from made by other”.

Model ini dibangun didasarkan pada pendekatan-

pendekatan politik yang ingin menerapkan demokrasi di daerah.

Artinya model pemerintahan daerah dibentuk dengan menekankan

pada kepentingan demokrasi yang mungkin secara ekonomis

pendekatan tersebut kurang efisien dan kurang efektif.

“Such model encourages greater central government

intervention to assert control over local government to

ensure that mechanisms area in place to advance efficiency

and economy; usually greater preassured for uniformity

and conformity”.

Page 64: Kecamatan Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah i

48 Kecamatan Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah

Model ini dibangun atas dasar pendekatan teori manajemen

yang menekankan pada aspek efektivitas dan efisiensi.

Berdasarkan bentuknya ada enam bentuk atau sistem

pemerintahan daerah menurut Sedarmayanti et al. (2006:159). (a.)

Committee system, adalah bentuk penyelenggaraan pemerintahan

daerah yang dilakukan oleh komisi-komisi yang dibentuk oleh

lembaga legislatif. Model tersebut dapat ditemui di Inggris. (b).

Council System, adalah perangkapan pimpinan lembaga eksekutif

oleh pimpinan lembaga legislatif. (c). Presidential system, yaitu

mayor or governors (Kepala daerah) dan anggota legislatif dipilih

oleh rakyat melalui pemilihan umum langsung. (d).City manager,

yakni kepala daerah dan legistif mempekerjakan manajer yang

memiliki keahlian dalam bidang pemerintah dengan masa waktu

tertentu sebagai badan. (e). Parlemen system, sistem ini

menempatkan kepala daerah sebagai pelaksana legislatif,

pimpinan eksekutif diangkat dan bertanggung jawab pada

legislatif. (f). Parlemen system, sistem kolegial dan intervensi

pemerintah pusat. Dewan eksekutif dipilih dan bertanggung jawab

kepada lembaga legislatif, tetapi ketua dewan diangkat oleh

pemerintah pusat.

Nurcholis (2017) dalam orasi ilmiahnya menjelaskan bahwa

Indonesia adalah negara kesatuan, bukan negara serikat atau

federal. Sistem federal mensyaratkan pemerintah daerah letaknya

berada di bawah negara bagian, sedangkan dalam sistem Negara

kesatuan pemerintah daerah letaknya di bawah pemerintah pusat.

Sistem pemerintahan daerah dalam negara kesatuan dapat dilihat

dari pola hubungan antara pusat dengan daerah. hubungan pusat

dengan daerah dapat dilihat melalui sistem pengawasannya.

Hume IV (1991) sebagaimana dikutip oleh Nurcholis

(2017) menjelaskan bahwa pengawasan pemerintah pusat pada

daerah dapat dilakukan melalui dua pendekatan: 1) Pengawasan

hirarki. Pengawasan ini merupakan pola pengawasan yang

spektrumnya mulai dari antarorganisasi hingga interorganisasi. 2)

Pengawasan fungsional. Pengawasan fungsional merupakan pola

pengawasan yang spektrumnya mulai apakah pengawasan

dilakukan oleh kementerian fungsional/sektoral atau dilakukan

oleh kementerian umum/seperti halnya kementerian dalam negeri.

Mengingat pemerintahan daerah di Indonesia menganut asas

otonomi dan tugas pembantuan maka model pengawasan yang

tepat adalah model fungsional sebagaimana diterapkan di Inggris,

Amerika Serikat, Kanada, dan India Smith, (1985). Dengan model

Page 65: Kecamatan Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah i

Kecamatan Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah 49

pengawasan fungsional ini maka daerah otonom tidak perlu dalam

saat yang bersamaan dijadikan sebagai wilayah adminsitrasi

sebagaimana di Perancis.

E. Struktur Organisasi Pemerintah Daerah

Leach, Stewart, dan Waish (1994). mendefinisikan struktur

organisasi

“the structure of an organization is the pattern of rules,

positions, and roles that give shape and coherence to its

strategy and process, and is typically described in

organization charts, job descriptions and patterns of

authority”

Struktur dari sebuah organisasi adalah pola aturan, posisi,

dan peran yang memberikan arah dan koherensi pada strategi dan

proses organisasi, dan secara tipikal digambarkan dalam diagram

organisasi, deskripsi pekerjaan dan pola-pola kewenangan.

Sementara itu, menurut definisi Mintzberg (1979) dijelaskan

bahwa struktur organisasi merupakan pembagian kerja ke dalam

berbagai tugas yang harus dilakukan serta koordinasi tugas-tugas

tersebut guna menyelesaikan kegiatan.

Mintzberg, (1979:20) menjelaskan bahwa struktur

organisasi dikelompokan ke dalam lima fungsi awal sebagaimana

digambarkan dalam diagram sebagai berikut;

Gambar 4.1

The Five Basic Parts of Organizations Sumber Mintzberg,

(1979:20)

Page 66: Kecamatan Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah i

50 Kecamatan Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah

Pengelompokan struktur organisasi sebagaimana Gambar

4.1 di atas meliputi: Strategic Apec, Middle Line, Technostructure,

Support Staff, dan Operationg Core. (1) Fungsi Strategic Apec

dipegang oleh pengambil kebijakan organisasi. Terdapat unsur

pimpinan yang memiliki tugas dan wewenang merumuskan

kebijakan strategis. (2). Fungsi Middle Line dipegang oleh orang

atau unit yang memiliki tugas menghubungkan antara Strategic

Apec dengan Operating Core dalam bentuk kekuasaan formal

serta berwenang dalam memfasilitasi unsur-unsur lainnya yang

posisi serta kedudukannya berada di tengah-tengah badan satuan

organisasi. (3) Fungsi Technostructure tidak secara langsung

terlibat dalam proses pekerjaan organisasi, namun pekerjaan

Technostructure berpengaruh terhadap bagian yang lain.

Technostructure merupakan organisasi pendukung pembuatan

kebijakan strategis melalui tugasnya yang melaksanakan analisis

dan hasilnya disampaikan pada satuan pimpinan. (4) Fungsi

Support Staff menyerupai Technostructure, diisi oleh orang yang

berada di luar arus proses pekerjaan, namun pekerjaannya sangat

mendukung operasionalisasi kerja bidang-bidang yang ada dalam

organisasi secara menyeluruh. Dalam kaitannya dengan perangkat

daerah, maka fungsi tersebut dijalankan Sekretaris Daerah dan

jajaran di bawahnya. (5) Fungsi Operating Core dilaksanakan oleh

unit atau individu yang berhubungan langsung dengan pengguna

layanan (masyarakat), seperti: Dinas Teknis, Badan Usaha Milik

Daerah, dan sebagainya. Operating Core merupakan unsur

pelaksana kebijakan strategis yang ditetapkan oleh satuan

pimpinan.

Berdasarkan konsepsi pembentukan organisasi perangkat

daerah, dalam pengelompokan organisasi terdiri atas 5 elemen,

yakni Kepala daerah merupakan strategic apex, Sekretaris daerah

merupakan middle line dan dalam hal ini kecamatan juga pada

posisi middle line, Dinas daerah merupakan operating core, Badan

merupakan technostructure, dan staf pendukung merupakan

supporting staff. Dinas daerah merupakan pelaksana fungsi inti

yang berwenang membantu kepala daerah dalam melaksanakan

fungsi mengatur dan mengurus sebagaimana urusan Pemerintahan

yang diserahkan kepada daerah. Badan daerah melaksanakan

fungsi penunjang atau technostructure yang melaksanakan

kewenangan sebagai pembantu kepala daerah dalam fungsi

mengatur serta mengurus dalam rangka menunjang kelancaran

pelaksanaan operating core.

Page 67: Kecamatan Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah i

Kecamatan Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah 51

Mengacu dari Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 2016

tentang Perangkat Daerah, tujuan pembentukan kecamatan

diantaranya: meningkatkan koordinasi penyelenggaraan

pemerintahan, pelayanan publik, dan lain sebagainya. Dalam

menjalankan kewenanganya camat bertanggung jawab kepada

kepala daerah melalui sekretaris Daerah. Hal tersebut menegaskan

bahwa kecamatan selain memiliki kewenangan memberikan

pelayanan pada masyarakat, juga memiliki kewenangan dalam

mengkoordinasikan penyelenggaraan pemerintahan di wilayah

kerjanya. Terkait dengan itu maka dilihat dari pengelompokan

struktur organisasi kecamatan merupakan middle line dan

operating core. Menurut Mintzberg (1979:24) dijelaskan:

“The operating core includes all those employees who

themselves produce the basic products and services of the

organization, or directly support their production”.

Intinya operasi yang mencakup semua karyawan yang

menghasilkan produk dan layanan dasar organisasi, atau secara

langsung mendukung produksi mereka.

Osborne dan Gaebler (1992) sebagaimana dikutip oleh

Pribadi (2015:22) melalui konsep pemerintahan wirausaha

memberikan rekomendasi pada organisasi pemerintahan untuk

merubah model birokratik menjadi Entrepreneurial yang

menekankan orientasinya pada hasil. Organisasi pemerintahan

daerah disusun guna mengadaptasikan organisasi pada ekonomi

pasar. Gifford dan Pinchot (1993) sebagaimana dikutip oleh

Pribadi (2015:22) menyatakan bahwa dalam era post-industrial

seperti saat ini, karakteristik yang melekat pada organisasi

birokrasi sudah sepatutnya dirubah. Prinsip-prinsip spesialisasi

serta organization by function harus dirubah dengan prinsip

multiskilling specialists and intrapreneuring dan organization in

market-mediated networks. Henry C. Lucas JR. (1996)

sebagaimana dikutip oleh Thoha, (2003:164) yang menawarkan

organisasi dengan bentuk T-Form Organization, mengusulkan

bahwa penyusunan struktur organisasi bukan lagi didasarkan pada

division of labor, namun lebih didasarkan pada kebutuhan

pelanggan dan perubahan pasar.

Restrukturisasi organisasi merupakan sebuah keniscayaan,

dalam rangka mengadaptasikan organisasi dengan perkembangan

lingkungan sehinggga organisasi akan tetap dapat survive di

tengah-tengah arus perubahan lingkungan. Desain organisasi

Page 68: Kecamatan Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah i

52 Kecamatan Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah

menurut konsep Galbraith dalam Huse dan Cummings (1985)

sebagaimana dikutip oleh Haning et al. (2016:78) bahwa ada tiga

variabel utama yang dapat dijadikan framework untuk melakukan

desain organisasi. (1), Strategi yang di dalamnya mencakup

domain, objective and goals. (2), Model pengorganisasian di

dalamnya mencakup devision of labor, coordination for

completion of whole task. (3), Integrating individuals yang di

dalamnya mencakup selection and training people, design of

reward system. Demikian juga framework desain organisasi yang

disebut dengan star model oleh Cummings dan Worley (2005)

sebagaimana dikutip oleh Haning et al. (2016:78) terdapat lima

komponen yang saling memiliki keterkaitan dalam star model

tersebut yaitu: teknologi, struktur, sistem pengukuran, sumberdaya

manusia, serta pula kultur organisasi. Teknologi memiliki

keterkaitan dengan karakteristik tugas unit. Kemudian struktur

memiliki keterkaitan dengan pelaksanaan koordinasi tugas antar

unit. Serta sumber daya manusia dan sistem pengukuran memiliki

keterkaitan dengan sistem reward.

Nurcholis (2017) menyatakan bahwa praktik pemerintahan

daerah di semua negara, di bawah eksekutif lokal tidak terdapat

satuan organisasi yang memiliki wilayah pemerintahan seperti

kecamatan dan kelurahan, namun yang dimiliki hanya dinas-dinas

atau komite-komite pelayanan publik. Beliau mengusulkan agar

organ-organ negara di bawah bupati/wali kota yang memiliki

wilayah pemerintahan seperti kecamatan dan kelurahan/ desa

untuk dihapus karena dianggap bertentangan dengan norma

konstitusi serta teori local government. Alternatif yang ditawarkan

adalah dibentukya dinas-dinas pelayanan publik yang langsung

memberikan pelayanan kepada masyarakat di bawah kabupaten/

kota. Konsep dinas pelayanan publik ini adalah memberikan

pelayanan publik final di tempat. Kantor pemerintah yang hanya

sebagai kantor perantara keperluan masyarakat seperti kelurahan/

desa dan kecamatan saat ini dianggap tidak perlu ada lagi. Kantor

kecamatan dapat dirubah menjadi kantor dinas pelayanan umum

yang mengurus layanan seperti kependudukan, perizinan, dan

administrasi pertanaha. Kemudian di luarnya adalah dinas-dinas

pelayanan publik sektoral seperti pendidikan, kesehatan,

infrastruktur perdesaan/perkotaan, dan lain sebagainya.

*****

Page 69: Kecamatan Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah i

Kecamatan Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah 53

BAB V

DESENTRALISASI DI DALAM

KABUPATEN/KOTA (DECENTRALI-ZATION

WITHIN CITIES)

Diawali dari diskusi tentang Sub-district sebagai unit

pelaksana administrasi atas kewenangan yang dilimpahkan oleh

kepala daerah maka lebih tepatnya hal tersebut disebut sebagai

desentralisasi administrasi, termasuk di dalamya adalah konsep

Norton (1994:703) tentang decentralization in cities ataukah

sebagai dekonsentrasi. Dikutip dari Emerick et al. (2004:231)

dijelaskan sebagai berikut;

“thus far, we have called CDC's (Central District Counsil)

delegation of service delivery to the sub-district

decentralisation, while it shouldmore accurately be defined

as deconsentration . This important because using the term

decentralisation implies that sub-districts have legal

authority, their own source of funding and that their

responsibilities are permanent. In CDC's case, the sub-

districts are not legal entities: nearly 100% of their renenue

is from the central government via serowe, which also

determines their responsibilities”.

Hal tersebut dimaksudkan bahwa sejauh ini CDC’s (Central

District Counsil) disebut sebagai pelayanan pada desentralisasi

Sub-district, sementara itu harus lebih akurat jika didefinisikan

sebagai dekonsentrasi. Hal ini penting, karena menggunakan

istilah desentralisasi seolah-olah menyiratkan bahwa Sub-district

memiliki kewenangan hukum untuk memiliki sumber pendanaan

sendiri dan tanggung jawab yang permanen. Dalam kasus CDC’s

(Central District Counsil), Sub-district merupakan badan yang

tidak legal dan hampir 100% pengembalian mereka dari

pemerintah pusat melalui Serowe, yang juga menentukan

tanggung jawabnya. Terkait dengan itu, mengutip dari Emerick et

al. (2004:231) dijelaskan sebagai berikut;

“In the standing orders of the CDC‟s (Central District

Counsil) (2000) decentralisation is defined as. to move or

transfer power and planing decisions away from the single

administrative center to other places, e.g., loading some

Page 70: Kecamatan Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah i

54 Kecamatan Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah

responsibility from over burdened organisation, bringing

services closer to the people and thus improving efficiency

and responsiveness”.

Sesuai dengan perintah CDC’s (Central District Counsil)

(2000) desentralisasi didefinisikan sebagai pemindahan atau

transfer kekuasaan, perencanaan serta keputusan dari pusat

administrasi tunggal untuk tempat-tempat lain. Misalnya, memuat

beberapa tanggung jawab yang lebih dari beban organisasi, serta

membawa layanan lebih dekat dengan rakyat dan meningkatkan

efisiensi serta responsifitas. Sebaliknya, Mawhood (1993) dan

Tordoff (1994) sebagaimana dikutip oleh Emerick et al.(2004:231)

sempit mendefinisikan;

“Decentralisation as locally based bodies that are legally

separated from the national centre that have limited legal

authority and resources that are spent at their own

discretion”.

Maksudnya adalah desentralisasi sebagai badan berbasis

lokal yang secara hukum dipisahkan dari pusat, yang telah dibatasi

wewenang hukum serta keterbatasan sumber daya pada

kebijaksanaan mereka sendiri. Lebih lanjut Cohen dan Paterson

(1999) sebagaimana dikutip oleh Emerick et al. (2004:231)

mengklasifikasikan bentuk desentralisasi berdasarkan tujuan:

politik, spasial, pasar atau administratif. Menggunakan kriteria

mereka, yang mana CDC’s (Central District Counsil)

dekonsentrasi akan dianggap desentralisasi administrasi dan dalam

hal ini adalah pengalihan wewenang atas pengambilan keputusan

tertentu, keuangan, dan fungsi manajemen dengan cara

administratif untuk tingkat yang berbeda di bawah otoritas

yurisdiksi pemerintah pusat. Selain itu Mawhood (1993)

sebagaimana dikutip oleh Emerick et al. (2004:231) menyatakan

bahwa ;

“Deconsentration implies the sharing of power between

members of the same ruling group having authority

respectively in different areas of the state; political

structures which essentially represent the interests of

central rulers and depend upon their support. functioning in

areas away from the capital city: and units of local

administration in which formal decision making is exercised

by centrally appointed officials”.

Page 71: Kecamatan Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah i

Kecamatan Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah 55

Jadi pada dasarnya dekonsentrasi menyiratkan pembagian

kekuasaan antara anggota kelompok penguasa yang mempunyai

wewenang sama di masing-masing wilayah negara; struktur politik

pada dasarnya yang mewakili kepentingan penguasa pusat dan

tergantung pada dukungan mereka, serta difungsikan pada daerah

yang jauh dari ibu kota, dan unit pemerintah daerah di mana

pengambilan keputusan formal dilakukan oleh pejabat pusat yang

ditunjuk.

Dalam kaitanya spirit mendekatkan pelayanan pada

mesyarakat, Turner and Hulme, (1997), menjelaskan bahwa ;

“Decentralized/devolved modes of governance will be

closer to the people and thus more amenable to the checks

and balances that can control the excesses of government

officials and also make them more responsive to the needs

of the people. This in turn would enhance the effectiveness

and efficiency of service delivery and help maintain equity

and social justiceut”

Hal tersebut diartikan bahwa desentralisasi/mode

menyerahkan pemerintahan akan lebih dekat dengan masyarakat,

sehingga checks and balances dapat dilakukan dengan tujuan

dapat mengontrol ekses pejabat pemerintah serta membuat mereka

lebih responsif terhadap kebutuhan masyarakat. Hal ini pada

gilirannya akan meningkatkan efektivitas dan efisiensi pelayanan

pengiriman bantuan dan mempertahankan kesetaraan serta

keadilan sosial.

Beberapa cara yang dapat dilakukan dalam penyelengaraan

pemerintahan daerah dengan cara partisipatori. Norton (1994:20)

menjelaskan bahwa di seluruh dunia ada empat bentuk partisipasi

masyarakat yang dilakukan dalam praktik penyelenggaraan

pemerintahan daerah. (1) Referenda dalam pengambilan keputusan

pada isu-isu vital di daerah. (2) Konsultasi dan kerjasama dengan

masyarakat sesuai kebutuhan serta aspirasi lokal. (3) Penempatan

pejabat lokal yang didasarkan mekanisme pemilihan sebagai

bentuk pemerintahan perwakilan, sehingga akuntabilitas yang

tinggi pada masyarakat dimiliki oleh pejabat. (4) Melakukan

desentralisasi pada unit-unit pemerintahan di bawahnya di

lingkungan daerah itu sendiri (decentralization within cities).

Secara luas ketika decentralization within cities

diterjemahkan, maka akan meliputi desentralisasi secara politis,

administratif, fungsional maupun ekonomis. Secara ekonomis

Page 72: Kecamatan Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah i

56 Kecamatan Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah

artinya terjadi pembentukan korporasi milik daerah atau transfer

kebada usaha swasta terhadap sebagian fungsi pemerintah daerah.

Secara fungsional berarti membentuk lembaga fungsional guna

menjalankan urusan tertentu dari pemerintah daerah. Di indonesia

decentralization within cities pada kebijakan pemerintah daerah

diterjemahkan secara langsung dalam dua pengertian yaitu

desentralisasi secara administrasi dan desentralisasi secara politik.

Desentralisasi secara administrasi yang dilakukan oleh

pemerintah daerah dimanifestasikan dalam pembentukan lembaga

Kecamatan/kelurahan. Perangkat daerah kecamatan/kelurahan

pada dasarnya dipilih dan dibentuk dalam rangka memberikan

pelayanan kepada masyarakat yang memiliki corak perkotaan.

Dalam penyelengaraan Kecamatan/ kelurahan nilai dasar yang

hendak dikembangkan adalah efisiensi struktural sehingga

kebutuhan masyarakat urban yang memiliki kecenderungan

bersifat majemuk, dinamis, individualistis lebih terakomodir.

Pejabat kecamatan/kelurahan seluruhnya diisi melalui mekanisme

pengangkatan, sehingga pejabatnya pun adalah pejabat birokrasi

jalur karier dengan status kepegawaian yang sama dengan

perangkat daerah lainya. Karena Kelurahan/kecamatan adalah

bagian yang terintegrasi dengan pemerintahan daerah maka

akuntabilitasnya pun lebih dititik beratkan pada pemerintah daerah

dari pada masyarakat.

Kemudian dalam kaitanya dengan desentralisasi secara

politis yang dilakukan oleh pemerintah daerah yaitu melalui

transfer sebagian urusan dan pendanaan yang ada kepada

pemerintah desa. Pemilihan dan pembentukan pemerintahan

didasarkan atas alasan melestarikan nilai-nilai tradisi yang sudah

menjadi primordialisme dalam corak masyarakat pedesaan.

Partisipasi dalam penyelenggaraan pemerintahan merupakan nilai

dasar yang hendak dikembangkan dari adanya pemerintahan desa.

Pengisian pejabat dilakukan melalui mekanisme pemilihan.

Dengan mekanisme tersebut, sejak awal masyarakat terlibat

langsung dalam menentukan pejabat pemerintahan desa. Lebih

lanjut pejabat pemerintahan desa yang terpilih disebut sebagai

pamong desa. Pamong desa tidak memiliki jalur karier birokrasi,

maka akuntabilitas pemerintah desa kepada masyarakat jauh lebih

tinggi dibandingkan kecamatan/kelurahan kepada masyarakat.

Konsep desentralisasi di bawah tingkat lokal otoritas

(decentralization within cities) disebut lingkungan desentralisasi,

Burn et al, (1994) dan konsep desentralisasi di Kota Norton,

Page 73: Kecamatan Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah i

Kecamatan Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah 57

(1994:106). Pada dasarnya tujuan dari konsep mereka yang

memungkinkan lingkungan untuk mengartikulasikan kebutuhan

mereka membawa kekuatan lebih dekat dengan masyarakat dan

menggambar lebih luas dari peserta ke dalam sistem politik

(Norton, 1994:106). Melihat posisi kecamatan Norton, (1994:106)

menjelaskan bahwa berbagai wewenang dan urusan yang

seharusnya diserahkan, terlihat mengikuti model decentralizations

within city, terutama polanya dikatakan sebagai working towards a

general pettern of decentralization of functions throughout the

new area on the subsidiarity principle (bekerja mengarah pada

pola umum fungsi desentralisasi melalui prinsip pembentukan

cabang (subsidiarity) yang didasarkan pada area baru. Dengan

merujuk istilah yang dikembangkan oleh Burns, et al. (1994:81),

maka Kecamatan secara spesifik lebih mengarah pada bentuk

decentralized management, atau bentuk decentralization yang

bersifat deconcentration. Desentralisasi yang dekonsentrasi

(delegasi) menciptakan Field Administration. Leemans: (1970)

sebagaimana dikutip oleh Maksum (2014:4) menjelaskan terdapat

dua model dari Field Administration yakni (1) Fragmented Field

Administration yang terlahir dari Functional Based dimana

membenarkan batas-batas wilayah kerja (yurisdiksi) dari

perangkat departemen di lapangan secara berbeda menurut

pertimbangan fungsi dan organisasi departemen induknya, (2)

Integrated Field Administration yang terlahir dari Territorial

Based dimana mengharuskan terdapatnya keseragaman batas-batas

wilayah kerja (yurisdiksi) dari berbagai instansi vertikal atas

Wilayah Administrasi beserta Wakil Pemerintah.Terkait dengan

hal itu lebih lanjut Norton, (1994:184) menjelaskan;

“Administrative decentralisation through local town halls

and other means by which citizen can obtain local acces to

information and service are a common feature in large

communes . Laws provide for separate municipal bodies

with individual legal status and control over their own

budgets for purposes which include control of expenditure

from funds for school meals service, pupil transport,

vacation colonies etc, social welfare bureau certain health

function and housing. In addition local authorities may

delegate the provision of some local services to private

corporations, a power most often used for setting up

cultural and recreational associations”.

Page 74: Kecamatan Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah i

58 Kecamatan Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah

Hal tersebut dimaksudkan desentralisasi administratif

bentukan kota/kabupaten setempat merupakan cara agar warga

negara dapat memperoleh akses lokal untuk informasi dan layanan

yang merupakan fitur umum di komunitas besar. Secara hukum

memberikan ruang pada unit kota/kabupaten secara terpisah

dengan status hukum individu serta kontrol atas anggaran mereka

sendiri yang meliputi pengendalian pengeluaran dari dana untuk

layanan makanan sekolah, transportasi murid, koloni liburan,

kesejahteraan sosial tertentu, biro fungsi kesehatan dan

perumahan. Selain itu pemerintah daerah dapat mendelegasikan

penyediaan beberapa layanan lokal pada perusahaan-perusahaan

swasta, kekuatan yang paling sering digunakan untuk menyiapkan

asosiasi budaya dan rekreasi.

Dalam mendorong kedekatan dan kemudahan dalam

pelayanan kepada masyarakat wilayah pinggiran melalui

pengalaman beberapa negara Norton, (1994:106) menjelaskan:

“In accordance with national traditions, initiatives in the

United States and Britain have been more local, varied and

piecemeal. In the 1960s, however, the United States federal

goverment offered as part of its anti-povertmy programme

incentives to encourage participation in decision making by

the inhabitants of disadvantaged city neighbourhoods.

Local administrative centres were established in a number

of cities, notably in New York and Philadelphia, to

encourage constructive initiatives by voluntary groups in

the hope that this might develop into a degree of self-

administration. Successes were limited ($8.12). In Britain

some cities have decentralised administration to local

suburban offices which have been expected to establish

close consultative arrangements with local residents, but

this is not known to have resulted in any significant impact

on policy expect in two or three cases ($7.12)”.

Hal itu dimaksudkan bahwa di Amerika program anti

kemiskinan untuk mendorong partisipasi dalam pengambilan

keputusan oleh penduduk lingkungan di sejumlah kota, terutama

di New York dan Philadelphia sehingga mendorong harapan untuk

berkembang menjadi tingkat self-administrasi. Kemudian di

Inggris beberapa kota telah didesentralisasikan administrasinya

pada kantor pinggiran kota setempat yang diharapkan terbangun

pengaturan konsultatif yang lebih dekat dengan penduduk

Page 75: Kecamatan Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah i

Kecamatan Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah 59

setempat, dan pada akhirnya berdampak signifikan terhadap

kebijakan pada dua atau tiga kasus. Berkaitan dengan istilah

karakteristik kawasan yang disebut pinggiran Smith (1985)

memetakan karakteristik kawasan pedesaan (rural) dan kawasan

perkotaan (urban), pada dasarnya merupakan salah satu contoh

penentuan batas daerah berdasarkan pola spasial kehidupan sosial

dan ekonomi. Kawasan pedesaan dengan karakteristik

gemeinschaft dan karakteristik ekonominya yang didasarkan pada

sektor agraris berbeda dengan kawasan perkotaan yang memiliki

karakteristik sosial bersifat gesselschaft dengan karakter ekonomi

yang dominan di sector jasa.

Begitu juga dengan kawasan perkotaan (urban), selanjutnya

dalam rangka memperbesar skala kota, Kemmochi, et al. (2016:

253) menjelaskan sebagai berikut ;

Decentralization within cities are increasingly introduced

because repeated mergers enlarge the scale of

municipalities. The "decentralization within cities" means

municipal governments entrust its authority to smaller

organizations established in its divided areas. Especially, in

relation to decentralization to local residents, councils for

resident self-governance often become its receiver, and they

are expected to play a central role in consolidating various

opinions of citizens from a stage of city planning.

Desentralisasi dalam kota semakin diperkenalkan karena

dianggap dapat memperbesar skala kota. Desentralisasi di dalam

kota berarti pemerintah kota mempercayakan kewenangannya

untuk dilimpahkan pada organisasi lebih kecil bagian kota yang

didirikan. Terutama, dalam kaitannya dengan desentralisasi untuk

dewan pemerintahan, warga setempat sendiri sering menjadi

penerimanya, dan mereka diharapkan untuk dapat memainkan

peran sentral dalam mengkonsolidasikan berbagai pendapat dari

warga negara dalam tahap perencanaan kota.

*****

Page 76: Kecamatan Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah i

60 Kecamatan Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah

Page 77: Kecamatan Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah i

Kecamatan Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah 61

BAB VI

WEWENANG DAN REFORMASI

ADMINISTRASI

A. Pendelegasian Wewenang

Pendelegasian wewenang dimaksudkan memberikan

sebagian pekerjaan atau wewenang oleh delegator kepada delegate

guna dikerjakannya pekerjaan atas nama delegator Hasibuan

(2007:68). Lebih lanjut Hasibuan menyebutkan asas pendelegasian

wewenang meliputi (1) Asas kepercayaan (2). Asas delegasi atau

hasil yang diharapkan (3). Asas penentuan fungsi atau asas

kejelasan tugas (4). Asas rantai berkala (5). Asas tingkat

wewenang (6). Asas kesatuan komando (7). Asas keseimbangan

wewenang dan tanggung jawab (8). Asas pembagian kerja (9).

Asas efisiensi (10). Asas kemutlakan tanggung jawab.

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014,

dimaksudkan Kecamatan merupakan wilayah kerja Camat sebagai

perangkat daerah dan Kecamatan sebagai perangkat wilayah

administrasi dalam penyelenggaraan urusan pemerintahan umum,

yang mewakili Bupati/Walikota di wilayah kerja tertentu, tentunya

asas pendelegasian wewenang dalam hal ini merupakan sesuatu

yang perlu dielaborasikan dalam praktik pendelegasian wewenang

dan penyelenggaraan kewenangan camat.

Menurut Stoner (2000:434) pendelegasian wewenang

adalah pelimpahan wewenang formal dan tanggung jawab kepada

seorang bawahan untuk menyelesaikan aktivitas tertentu.

Pendelegasian wewenang adalah konsekuensi dari semakin

besarnya organisasi. Bila atasan menghadapi banyak pekerjaan

yang tidak dapat dilaksanakan oleh satu orang, maka ia perlu

melakukan delegasi. Pendelegasian juga dilakukan agar pimpinan

dapat mengembangkan bawahan sehingga lebih memperkuat

organisasi. Davis (2001:72), Pendelegasian Wewenang hanyalah

tahapan dari suatu proses ketika penyerahan wewenang, berfungsi

melepaskan kedudukan dengan melaksanakan pertanggung-

jawaban. Terdapat tiga elemen penting dalam pendelegasian

wewenang yaitu Wewenang (Authority), Tanggung Jawab

(Responsibility) dan Akuntabilitas (Accountability). Delegasi

memiliki keidentikan dengan dekonsentrasi jika dilihat dari

Page 78: Kecamatan Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah i

62 Kecamatan Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah

sifatnya, Fesler (1968), Robertson Work (2002:5), dan Falleti

(2004) sebagaiman dikutip dari Utomo dalam dialog antara konsep

desentralisasi dan dekonsentrasi (delegasi) dipetakan dimensi dari

dekonsentrasi (delegasi) yakni (1) Administratif dan Ekonomi, (2)

Efisiensi. Fungsional. (3) Transfer pengambilan keputusan dan

tanggung jawab pengelolaan (program dan keuangan). (4) Pusat

dalam hal ini (delegator) masih memegang tanggungjawab, namun

suatu saat bisa di transfer secara penuh, (5) Field offices atau field

administration or local administrative.

Adapun dibedakanya kewenangan menjadi dua yakni (1)

atributif dimana kewenangan melekat dan diberikan kepada suatu

institusi atau pejabat yang berdasarkan peraturan perundang-

undangan, (2) delegatif dimana kewenagan berasal dari

pendelegasian kewenangan dari institusi atau pejabat yang lebih

tinggi tingkatannya Wasistiono (2009). Menurut Hodge dan

Anthony (1998), Untuk melihat delegation of authority dapat

melalui 3 aspek, yakni (1) Tugas, (2) Responsibilitas dan (3)

kewenangan. Delegation of authority identik dengan penyerahan.

Delegation dapat dipahami sebagai penyerahan sebagian hak dari

pejabat satu kepada pejabat yang lain, guna menentukan tidakan

yang dianggap perlu diambil agar tugas dan Responsibilitas dapat

terlaksana dengan baik. Dengan Delegation of authority

diharapkan mampu menciptakan birokrasi yang fleksibel, efektif,

inovatif dan tumbuh motivasi kerja Osborn dan Geabler, (1992).

Dalam pendelegasian wewenang Kepala daerah kepada camat

Dharmawan (2008:4) menjelaskan perlunya mendorong

kecamatan agar fokus terhadap: (1) Fungsi pemerintahan, (2)

Fungsi pembangunan, (3) Fungsi kemasyarakatan, (4) Fungsi

pemberdayaan masyarakat. Kesemuanya itu tentunya melalui

mekanisme kecamatan sebagai simpul koordinasi serta fasilitasi.

B. Reformasi Administrasi

Reformasi administrasi diartikan sebagai “the artificial

inducement of administrative transformation, against resistance”

Caiden (1969) sebagaimana dikutip oleh Zauhar (2007:6). Adapun

konsep yang lahir dari pemahaman tersebut yakni (1) Dari sisi

tujuan moral, merupakan kebutuhan untuk memperbaiki status

quo. (2), Adanya transformasi buatan yang berangkat dari

pengaturan yang ada menuju proses perubahan. (3) Resistensi

administrasi, asumsinya resistensi dianggap ada. Terkait dengan

itu Caiden berpendapat bahwa reformasi administrasi pada

Page 79: Kecamatan Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah i

Kecamatan Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah 63

hakikatnya merupakan proses permanent improvement in

administration Wallis, (1993). Hal itu tidak serta merta ada tanpa

adanya usaha yang dibangun secara sadar. Sedangkan inti

permanent improvement usaha secara berkesinambungan dalam

waktu yang lama untuk mengarah kepada yang lebih baik. Zauhar

(2007:11) secara spesifik menyebutkan bahwa struktur dan

prosedur, serta sikap dan prilaku yang dilakukan secara sadar dan

terencana merupakan arah reformasi administrasi. Pendapat

tersebut memberikan penekanan bahwa reformasi terletak pada

sturuktur, lembaga dan prilaku serta birokrasi sebagai lokusnya.

Berkaitan dengan itu adapun hasil pemetaan kesenjangan antara

spirit dalam konsep desentralisasi dan delegasi pada unit-unit

local/field stations dengan realita dalam implementasianya

sebagaimana hasil riset yang dihasilkan Nannyonjo and Okot

(2013) Kemmochi et al (2016), Emerick et al (2004), Dharmawan

(2008) serta Naskah akademik RUU (Rancangan Undang-

Undang) Pemerintahan Daerah, dimana asumsi yang dihasilkan

bahwa lemahnya struktur dan kapasitas kelembagaan dalam

struktur desentralisasi, maka akan berimplikasi pada inefektifitas

penyelenggaraan dan juga dalam mewujudkan cita-cita besarnya,

yakni mendekatkan pelayanan kepada publik.

Reformasi administrasi menurut Caiden (1991) bertujuan

untuk tidak menimbulkan biaya mahal, lebih efisien, memfasilitasi

program dan menghasilkan pelayanan yang berkualitas, lebih

efektif, meningkatkan etika, akuntabilitas dan transparansi dalam

pemerintahan. Sedangkan tujuan reformasi administrasi menurut

Mosher sebagaimana dikutip oleh Zauhar, (2007:13) meliputi:

perubahan inovatif terhadap kebijakan dan program pelaksanaan,

meningkatkan efektivitas administrasi, meningkatkan kualitas

personel, dan melakukan antisipasi terhadap kemungkinan kritik

dan keluhan dari pihak luar. Caiden sebagaimana dikutip oleh

Zauhar (2007:8) menjelaskan bahwa tujuan reformasi administrasi

adalah untuk memberikan saran tentang suatu cara agar individu,

kelompok, dan institusi, lebih efektif mencapai tujuanya,

ekonomis, dan lebih cepat. Penguatan di level individu, kelompok

dan institusi tersebut pada dasarnya merupakan peningkatan

kapasitas. Terkait dengan pilihan strategi reformasi yang tepat

untuk dilaksanakan, Hahn-Been (1976:118) mengelompokan tiga

katagori yakni: (1) reformasi prosedural yang bertujuan untuk

meningkatkan tatanan kemasyarakatan, (2) reformasi teknis yang

bertujuan untuk meningkatkan metode administrasi, dan (3)

Page 80: Kecamatan Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah i

64 Kecamatan Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah

reformasi terprogram yang bertujuan meningkatkan kinerja

administrasi.

Sedarmayanti (2009:72), mengatakan bahwa reformasi

administrasi (birokrasi) merupakan upaya pemerintah untuk

meningkatkan kinerja melalui berbagai cara dengan tujuan

efektifitas, efisien, dan akuntabilitas. Dimana reformasi biokrasi

itu mencakup beberapa perubahan yaitu a) Perubahan cara berfikir

(pola pikir, pola sikap, dan pola tindak) b) Perubahan penguasa

menjadi pelayan, c) Mendahulukan peranan dari wewenang, d)

Tidak berfikir hasil produksi tapi hasil akhir e) Perubahan

manajemen kinerja. Untuk kelembagaan kecamatan, terdapat

empat necessary condition sebagai penopang efektifnya

penyelenggaraan kewenangan camat/kecamatan Dharmawan

(2008:5) yakni: (1) Kewenangan yang legitimate, (2) Kecukupan

budget, (3) Kapasitas SDM yang memadai. (4) Infrastruktur

(sarana prasarana). Dalam rangka merestrukturisasi kelembagaan

kecamatan guna mewujudkan efektifitas penyelenggaraan

kewenangan camat/Kecamatan, selain pengaturan kewenangan

camat yang berdaya ungkit terhadap penyelesaian permasalahan

publik di wilayah kerjanya, tentunya pemenuhan elemen lain

seperti SDM, budget dan infrastruktur juga perlu diperhatikan.

*****

Page 81: Kecamatan Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah i

Kecamatan Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah 65

BAB VII

DISTRICT/SUB-DISTRICT DAN

DISTRICT/SUB-DISTRICT MANAGEMENT

Dalam buku World Bank and United Cities and Local

Goverments (2008: 32) dijelaskan bahwa ;

“In most parts of Africa, the organization of major

metropolises-particularly capital cities– tends to display

specific features.Such features can be identified in political

capitals such as Rabat (Morocco), Lusaka (Zambia), Dakar

(Senegal), Tswane (South Africa), Yaoundé (Cameroon),

Accra (Ghana) and Algiers (Algeria). Common elements

are also apparent in big cities whose importance is

determined by demographic or economic weight, such as

Johannesburg (South Africa), Douala (Cameroon), Kumasi

and Shama-Ahanta (Ghana). All such major cities are

governed by di stinct legal arrangements that constitute

important organizational and managerial exceptions to the

more common laws of municipalities. Typically, major

African cities are divided into sub-urban administrative

units, which may be separate legal entities”.

Artinya sebagian besar organisasi kota-kota besar di Afrika

memiliki kecenderungan menampilkan fitur tertentu yang dapat

diidentifikasi di ibukota politik seperti; Rabat (Maroko), Lusaka

(Zambia), Dakar (Senegal), Tswane (Afrika Selatan), Yaoundé

(Kamerun), Accra (Ghana) dan Algiers (Aljazair). Elemen umum

dan penting di kota-kota besar nampaknya ditentukan oleh tingkat

demografi atau ekonomi, seperti Johannesburg (Afrika Selatan),

Douala (Kamerun), Kumasi dan Shama-Ahanta (Ghana). Semua

kota-kota besar seperti diatur oleh aturan hukum organisasi serta

manajerial yang berbeda. Seolah lebih bersifat umum daripada

kota. Kota-kota besar di Afrika dibagi menjadi unit administratif

sub-urban, yang berbadan hukum terpisah.

Lebih lanjut dalam buku World Bank and United Cities and

Local Goverments (2008:33) dijelaskan ;

“Many African decentralization systems classify lower tier

local authorities according to their level of development or

urbanization. For example, in decreasing rank of

Page 82: Kecamatan Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah i

66 Kecamatan Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah

urbanization Cameroon has urban communities, urban

communes under a special scheme, urban communes and

rural communes. In South Africa, classification takes the

form of an alphabetical hierarchy with category A, B and C

municipalities. Such differentiation makes it easier to

identify the most disadvantaged authorities and, through a

process sometimes called equalization, to focus on their

development with specific support policies”.

Banyak sistem desentralisasi di Afrika yang

mengklasifikasikan otoritas lokal sesuai dengan tingkat

perkembangan urbanisasi. Misalnya dalam menurunkan peringkat

urbanisasi, Kamerun memiliki masyarakat perkotaan seperti

komune perkotaan khusus di bawah skema komune perkotaan

serta komune pedesaan. Klasifikasi di Afrika Selatan mengambil

bentuk hirarki Kotamadya abjad dengan kategori A, B dan C.

Diferensiasi ini seperti membuat lebih mudah dalam

mengidentifikasi pihak yang paling dirugikan, dan kadang-kadang

disebut melalui proses pemerataan untuk fokus pada

pengembangan mereka dengan dukungan kebijakan khusus.

Sebuah konsep sub-district adalah pembagian dari

kabupaten atau kecamatan di Indonesia. Sebuah kecamatan dibagi

menjadi desa administratif (kelurahan). Di Inggris dan Wales,

kecamatan adalah bagian dari sebuah distrik pendaftaran.

Sedangkan di Cina sub-district adalah salah satu divisi politik

terkecil.

Sedangkan Boonsiri dan Phiriyasamith (2016:64)

menjelaskan Sub-district administrative sebagai berikut:

“Sub-district administrative organization in one of local

government units, very small, but very big in numbers, and

very closed in publics. It is legally regarded as legal person

running administration for public demands de jure (Karn

Boonnsiri, 2558: 498). It is, moreover, regarded as the

local unit,theoretically and practically playing important

roles in administrative development. It is theoretically

regarded as the high potential unit. It also plays important

roles in mobilizing and utilizing natural resources in

political, economic, and social, and community

environmental development (Wiraj Virajniphawan, 2536:

279)”.

Page 83: Kecamatan Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah i

Kecamatan Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah 67

Hal tersebut menjelaskan bahwa Sub-district merupakan

organisasi administrasi di salah satu unit pemerintah daerah.

Secara hukum dianggap sebagai badan hukum administrasi yang

berjalan dalam rangka mengakomodir tuntutan publik (Karn

Boonnsiri, 2558:498). Secara teoritis dan praktis dianggap sebagai

unit lokal yang berfungsi memainkan peran penting dalam

pembangunan administrasi. Sub-district juga memainkan peran

penting dalam memobilisasi dan memanfaatkan sumber daya alam

dalam pembangunan lingkungan politik, ekonomi, dan sosial, dan

masyarakat (Wiraj Virajniphawan, 2536:279).

Memahami sub-district adalah manifestasi dari konsep

decentralization within cities serta sifat perubahan manajemen

serta menemukan lingkungan desentralisasi sebagai salah satu

strategi untuk memberikan bentuk tertentu Burn et al, (1994:81)

menjelaskan sebahgai berikut ;

“New ways of understanding the changing nature of

management in local government. First we provide a

context by examining the radically new approaches to the

organisation of the production of goods and services which

have emerged within both the public and private sectors

during the last decade or so. Specifically we seek to

examine some of the components of what has become known

as „the new public management‟ and to locate

neighbourhood decentralisation as one strategy for giving

particular shape to this. We provide a conceptual

framework for neighbourhood decentralisation in which its

four components localisation, flexibility, devolution, and

organisational culture change are envisaged as interlocking

and mutually reinforcing. We explore these four dimensions

of decentralisation in some detail and offer numerous

examples to illustrate how various models have worked in

practice”.

Hal tersebut dimaksudkan untuk memahami sifat perubahan

manajemen pada pemerintah daerah. Pertama menyediakan

konteks dengan memeriksa pendekatan baru yang mengakar untuk

organisasi produksi baik barang dan jasa yang telah muncul dalam

kedua sektor yaitu publik dan swasta selama dekade terakhir atau

lebih. Secara khusus berusaha untuk memeriksa beberapa

komponen dari apa yang telah dikenal sebagai manajemen publik

baru dan untuk menemukan lingkungan desentralisasi sebagai

Page 84: Kecamatan Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah i

68 Kecamatan Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah

salah satu strategi untuk memberikan bentuk tertentu. Untuk itu

dirumuskan kerangka kerja konseptual pada lingkungan

desentralisasi, di mana terdapat empat komponen komponennya

meliputi lokalisasi, fleksibilitas, devolusi, dan perubahan budaya

organisasi yang digambarkan sebagai saling terkait dan saling

menguatkan serta menggambarkan bagaimana berbagai model

telah bekerja dalam praktek. Lebih lanjut Burn et al, (1994:89)

terkait dengan lokalisasi dijelaskan;

“localisation refers the physical relocation of service. it

involves shifting from centrally located offices (often the

hall) to sites within local communities. There are now

over a hundred localization can be evaluated by the

degree to which it is able to meet the objective of (1)

physical accessibility (2) opennes and (3) Comprehen-

siveness”.

Hal itu diartikan bahwa lokalisasi mengacu pada relokasi

fisik pelayanan. Bergeser melibatkan dari kantor pusat untuk situs

dalam masyarakat lokal. Pada saat ini terdapat banyak lokalisasi

yang dapat dievaluasi sejauh mana lokalisasi tersebut mampu

memenuhi tujuan (1) aksesibilitas fisik (2) keterbukaan dan (3)

Kelengkapan. Fleksibilitas merupakan suatu pendekatan yang juga

diperlukan dalam mengelola lingkungan desentralisasi. Burn et al,

(1994:95) menjelaskan ;

“Integration brings service together in a way which enables

corporate decisions to be made locally and enables workers

to provide a service which does not artificially fragment the

problems of local people. for example , it is well known that

housing and social service problems are often highty

related, but although the two services usually liaise, they

rarely work together in joint teams. The development of

more integrated and fleksible approaches is an essential

component of neighbourhood decentralisation as a way of

compensating for the loss of some economies of scale which

localisation inevitably entails”.

Integrasi membawa layanan bersama-sama dengan cara

yang memungkinkan keputusan organisasi harus dibuat secara

lokal dan memungkinkan pekerja untuk memberikan layanan yang

artifisial terhadap masalah masyarakat setempat. Misalnya

diketahui bahwa masalah perumahan dan pelayanan sosial sering

Page 85: Kecamatan Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah i

Kecamatan Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah 69

tidak terkait, tetapi meskipun dua layanan biasanya berhubungan,

mereka jarang bekerja sama dalam tim gabungan. Pengembangan

pendekatan yang lebih terintegrasi dan fleksibel merupakan

komponen penting dari desentralisasi di sekitar sebagai cara

mengkompensasi terhadap hilangnya beberapa skala ekonomi

yang dibutuhkan lokalisasi tersebut. Burn et al, (1994:94)

menjelaskan:

“New forms of management which give managers a greater

degree of autonomy but within a specified and centrally

controlled set of boundaries financial expenditure rules,

service standards, policy guidelines, and so on”.

Bentuk-bentuk baru manajemen yang memberikan

tingkatan otonomi yang lebih besar pada manajer, namun dalam

hal tertentu ditentukan dan dikendalikan oleh pusat, seperti batas

keuangan aturan pengeluaran, standar layanan, pedoman

kebijakan, dan seterusnya. Kontrol yang dilimpahkan dapat

dievaluasi sesuai dengan seberapa baik dalam pencapaian tujuan.

Burn et al, (1994:105) menjelaskan;

“Culture of an organisation is a complex phenomenon. In

common usage culture refers to a society's system of

ideology, values, knowledge art, laws and day to day ritual.

The culture metaphor is used in organisation theory to

suggest that organisations can be viewed as mini societies

with their own distinctive patterns of culture and

subculture”.

Budaya organisasi adalah fenomena yang kompleks.

Bersama budaya penggunaan layanan mengacu pada sistem

ideologi masyarakat, nilai-nilai, seni pengetahuan, hukum dan

ritual dari hari ke hari. Dalam teori organisasi metafora budaya

digunakan untuk menunjukkan bahwa organisasi dapat dilihat

masyarakat sebagai pola mini dengan kekhasan budaya dan

subkultur mereka sendiri.

Lebih lanjut dalam kaitanya dengan model manajemen

efektivitas Butsankom et al. (2016:1797) menjelaskan;

“The factors of effectiveness management model for sub-

district demonstrated that the factors of effectiveness

management model in Input aspect consisted of three

factors: Strategic plan, mission goal and policy; human

resources, equipment and funds; environment”.

Page 86: Kecamatan Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah i

70 Kecamatan Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah

Hal itu diartikan bahwa faktor pada model manajemen

efektivitas untuk sub-district menunjukkan bahwa faktor model

manajemen efektivitas pada aspek input terdiri dari tiga faktor:

rencana strategis, tujuan misi dan kebijakan; sumber daya

manusia, peralatan dan dana; lingkungan Hidup.

Selanjutnya Butsankom et al. (2016:1798) menjelaskan

bahwa dalam mewujudkan efektivitas manajemen pada sub-

district/ diperlukan administrator dengan kriteria sebagai berikut ;

Pertama Memiliki visi kepemimpinan kreatif dalam berpikir,

Kedua, dapat beradaptasi dan berkembang terus menerus, Ketiga

mampu memecahkan masalah dengan efektif, Keempat Dapat

menentukan visi, misi dan tujuan operasi yang jelas, Kelima

memiliki dukungan interaksi kelompok melalui kepemimpinan

partisipatif, Keenam Telah merencanakan manajemen operasi

dalam rencana tahunan: rencana pendek dan rencana panjang,

serta menyesuaikan dengan rencana operasi yang sesuai dengan

situasi saat ini.

Berkaitan dengan itu dalam menjalankan tugas dan

fungsinya sub-district/Kecamatan sebagai street level bureaucracy

menurut Lipsky (1980) sebagaimana dikutip oleh Mugito, (2012)

atau sebagai street level public organization sebagaimana dijeskan

oleh McCavitt (2003), yang memiliki posisi sebagai front line

service organization dari pemerintah daerah. Kewenangan tersebut

diselenggarakan oleh administrator sub-district/Camat. Peters

(2001), menyampaikan bahwa untuk penguatan kewenangan

organisasi publik seperti halnya sub-district/Kecamatan,

setidaknya harus dilakukan reformasi strategis meliputi (1)

structural changes, (2) empowerments, (3) process, (4)

deregulations dan (5) marketization.

Mengacu dari pemahaman yang diuraikan oleh Cheema dan

Rondineli (1983), Burns, et al. (1994) sebagaimana dikutip oleh

Mugito, (2012) menjelaskan bahwa ada dua spek dalam melihat

kedudukan kelembagaan kecamatan. Pertama, hubungannya

dengan pemerintah daerah. Kedua, Hubunganya dengan kelurahan

dan pemerintah desa, begitu juga dengan masyarakat. Dengan

keberadaan lembaga kecamatan melalui kewenangan yang

dimiliki oleh camat maka diharapkan mampu menguatkan kedua

hubungan tersebut baik terhadap pemerintah daerah maupun

dengan kelurahan, pemerintahan desa dan masyarakat. Lebih

lanjut Castell, (2001) sebagiamana dikutip oleh Mugito (2012)

menjelaskan bahwa ada tiga cara pandang yang menjadi landasan

Page 87: Kecamatan Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah i

Kecamatan Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah 71

kajiannya. (1) Restrukturisasi posisi kecamatan melalui

pendekatan power-approach, dimana pemberian hak pada

kecamatan untuk memerintah dalam sistem ketata pemerintahan.

(2) Restrukturisasi posisi kecamatan dalam kerangka governance

approach, dimana kerangka tersebut untuk penguatan

kelembagaan dan modal sosial. (3) Penguatan kelembagaan

kecamatan melalui network governance, dimana hal itu didasarkan

atas sebuah asumsi bahwa masyarakat dan birokrasi di masa

mendatang dimungkinkan berkembang menjadi network society

atau masyarakat yang berjejaring.

Menurut Schmid (1972), Sebagaimana dikutip oleh

Hamudy (2009:54) menjelaskan dalam konteks otonomi daerah,

kecamatan dapat dilihat sebagai organisasi yang memiliki suatu

sistem dan fungsi kontrol terhadap sumber daya dimana kinerja

organisasinya ditentukan pola relasi dengan kabupaten sebagai

pendelegasi kewenangan atas urusan pemerintahan daerah, serta

pola relasi dengan pemerintah desa dalam konteks otonomi desa.

Terkait dengan itu maka kecamatan secara kelembagaan memiliki

3 karakteristik dalam menyelenggarakan kewenanganya, yaitu (1)

Adanya batas yurisdiksi; (2) Property rights; dan (3) Rules of

representation. Kim dan Joseph, (2002) Sebagaimana dikutip oleh

Hamudy (2009:54) menjelaskan bahwa ketiga karakteristik utama

tersebut merupakan faktor pengikat kelembagaan kecamatan

dalam menyelenggarakan kewenanganya. Kuat atau lemahnya

penyelenggaraan kewenangan kelembagaan atas pola relasi yang

ada, dipengaruhi sejauh mana karakteristik utama yang dimiliki

oleh kelembagaan kecamatan.

Menengok latar belakang sejarah pembentukan kecamatan

di indonesia surianingrat (1981) menjelaskan di dalam pasal 70

R.R. yang menjadi peraturan pokok dari pemerintahan dalam

negeri di Hindia Belanda, dan baru dikeluarkan pada tahun 1854,

tercantum sebagai berikut, “Kabupaten-kabupaten di Jawa dan

Madura, jika dipandang perlu oleh Gubernur Jenderal dibagi

dalam distrik-distrik. Tiap distrik diperintah oleh seorang kepala

pribumi dengan sebutan jabatan menurut adat kebiasaan pribumi.

Instruksi-instruksi untuk Kepala Distrik dan hubunganya dengan

pejabat-pejabat Eropa ditentukan oleh Gubernur Jenderal. Di

dalam Provinsi penentuan tersebut dalam kalimat di atas dilakukan

oleh Gubernur. Pasal 70 tersebut tidak menyinggung Kecamatan,

tetapi distrik. Oleh karenanya tingkat pemerintahan di daerah pada

waktu itu hanya untuk sampai pada distrik atau kewedanan dan

Page 88: Kecamatan Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah i

72 Kecamatan Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah

bukan kecamatan. Ini berarti bahwa bobot pemerintahan terletak

pada ”district” (Kewedanan), sedangkan “onderdistrict” baru

muncul kemudian setelah keadaan dan masyarakat berkembang

dalam jumlah maupun kebutuhan sehingga Wedana mempunyai

pembantu (Assistent) sekarang disebut camat.

Lebih lanjut Surianingrat (1981) menjelaskan bahwa camat

adalah mata rantai terbawah dari perangakat pemerintah pribumi.

Ada dua macam rangkaian pemerintahan pada zaman penjajahan

Belanda yaitu terdiri dan hanya dapat diisi oleh orang-orang Eropa

saja, tetapi sebenarnya hanya Belanda. Yang pertama disebut

Europees B.B. (B.B.-Binnenlands Bestuut), terdiri dari Gubernur,

Residen, “Assisten Residen, kontrolir dan Aspiran-kontrolir.

Inlands B.B terdiri dari Bupati, Patih, Wedana dan Camat. Betapa

pentingnya kedudukan, wewenang, dan tanggung jawab Camat

adalah jelas dikarenakan sistem pemerintahan yang sentralistis dan

merupakan satu-satunya fondasi pemerintahan di daerah.

Pemerintahan di daerah secara keseluruhan berpusat pada Camat.

Urusan daerah (Otonom) hanya sampai pada tingkat Kabupaten.

Terkait dengan itu adapun penerbitan Reglemen Bumiputera Yang

Dibarui menyebutkan pegawai-pegawai dan penjabat-penjabat

diwajibkan melakukan pekerjaan kepolisian. Dengan tidak

mengurangi tanggung jawab kepada distrik (wedana) tentang hal

melakukan pekerjaan kepolisian dengan baik dan sepatutnya di

seluruh distrik, maka dalam bahagian-bahagian distrik di tempat

mana diadakan kepala-kepala onderdistrik, segala pekerjaan dan

kekuasaan yang diserahkan kepada kepala distrik (wedana)

berdasarkan Reglemen Bumiputera Yang Dibarui dilakukan oleh

kepala Onderdistrik, ia jugalah yang menerima dan mengurus

segala yang berhubungan dengan pekerjaan dan kekuasaan itu,

yang harus dikirimkan kepada kepala distrik (wedana).

Kemudian pada masa pendudukan Jepang Kurasawa

(2015:467) menjelaskan onderdistrict yang dibentuk masa

pemerintahan Hindia belanda nomenklaturnya berubah menjadi

Son dan dipimpin oleh Soncho. Soncho dijadikan instrument

dalam mensosialisasikan perintah dari pemerintah yang berkaitan

dengan implementasi kebijakan-kebijakan baru. Sonco sering

hadir di tengah-tengah masyarakat di bawah yuridiksinya bersama

istri mereka. Seorang Soncho dalam memelihara fungsi-fungsinya

jarang tinggal di kantor. Untuk mendukung pekerjaan Soncho saat

itu diangkat jabatan baru Fuku Soncho (wakil soncho).

*****

Page 89: Kecamatan Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah i

Kecamatan Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah 73

BAB VIII

ANALISIS SETING SOSIAL

A. Kelembagaan Kecamatan pada Masa Pemerintah Hindia

Belanda

Soetardjo K., (1984:93) menjelaskan bahwa embrio

kecamatan sudah ada sejak zaman Kerajaan Mataram Islam. Kala

itu ada gabungan empat desa yang disebut (mencopot) dan

gabungan lima desa yang disebut (monco). Gabungan empat atau

lima desa tersebut memiliki pimpinan/kepala yang disebut

penatus, palang, glondong, atau terup, dan lain sebagainya. Kepala

tersebut memiliki fungsi mengkoordinir empat atau lima lurah

yang bergabung dalam rangka penarikan upeti serta pengerahan

tenaga kerja. Beberapa penatus, palang, glondong, atau terup

dikoordinir oleh yang namanya Demang. Namun zaman

pemerintah Hindia Belanda keberadaan kepala yang

mengkoordinir moncopot dan monco tersebut dihapus dan fungsi-

fungsinya digantikan oleh pejabat resmi yang disebut orderdistrict

hoofd (asisten wedana) atau camat. Demang juga dihapus,

fungsinya digantikan oleh pejabat resmi yaitu district hoofd

(wedana).

Pemerintahan daerah merupakan sebuah konsep yang relatif

moderen, walaupun beberapa pemerintahan daerah sudah ada

semenjak abad pertengahan, bahkan pada zaman kuno di semua

negara. Hal itu karena tuntutan kebutuhan politik, administrasi,

sosial ekonomi, maupun geografis Muthalib dan Khan, (1983:61).

Pada masa pemerintah Hindia Belanda, sistem pemerintahan

diatur melalui Regelings Reglement (R.R) 1854, kemudian diubah

Indische Staatsregeling (I.S.) 1925 dimana camat (asisten wedana)

merupakan pejabat pangreh praja pribumi terbawah sebagai mata

rantai hirarki pemerintahan sentralisasi. Pada kala itu terdapat dua

korps pegawai Pertama pegawai pribumi (Inlands Bestuur),

Kedua pegawai Eropa (Europees Bestuur). Korps pegawai Eropa

merupakan ambtenaar (pejabat negara) tingkat tinggi sedangkan

korps pribumi ambtenaar (pejabat negara) tingkat rendah. Korps

pegawai/birokrat Eropa hirarkinya yakni: Gubernur Jenderal,

Gubernur, Residen, dan Burgemeester (walikota). korps

pegawai/birokrat pribumi hirarkinya yakni: Bupati (regent),

wedana (district hoofd), dan camat (onderdistrict hoofd).

Page 90: Kecamatan Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah i

74 Kecamatan Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah

Kesemuanya itu merupakan jalur sentralisasi dan camat

(onderdistrict hoofd) adalah pejabat terendah. Di bawah camat

(onderdistrict hoofd) tidak ada pejabat pangreh praja, namun yang

ada yang ada hanyalah pemerintahan haminte pribumi Ter Haar,

(2011) atau pemerintahan indigenous commune Angelino, (1931

403-411). Tugas dan kewenangan camat (onderdistrict hoofd)

adalah memberi perintah dan mengawasi kepala haminte pribumi

atau indigenous commune yang telah diangkat sebagai

tussenpersoon/mediator dalam hal penarikan pajak dan

pengerahan tenaga (heerendiensten); komandan penarikan pajak

desa; dan komandan penciptaan ketertiban dan keamanan (rust en

orde).

B. Kelembagaan Kecamatan Pada Masa Pendudukan Jepang

Kemudian pada masa pendudukan Jepang Kurasawa

(2015:467) menjelaskan onderdistrict yang dibentuk masa

pemerintahan Hindia belanda nomenklaturnya berubah menjadi

Son dan dipimpin oleh Soncho. Melihat perbandingan Son yang

dibentuk di Jawa dan di Jepang. Kurasawa (2015:211)

menjelaskan di Jepang Son adalah unit administrasi terendah yang

dikepalai Soncho yang statusnya pejabat pemerintah yang

mempunyai son gikai (dewan son). Umumnya di masing masing

son terdapat satu sekolah dasar negeri dan pos kepolisian terendah.

Oleh karena itu son di jepang setara dengan kecamatan di jawa.

Ketika dilihat dari fungsinya, di jawa sendiri Son yang

dikepalai Soncho merupakan instrumen Jepang dalam

mensosialisasikan perintah yang berkaitan dengan implementasi

kebijakan-kebijakan baru. Soncho sering hadir bersama istri

mereka di tengah-tengah masyarakat yang berada di bawah

yuridiksinya. Dalam kesempatan itu Soncho juga hadir dalam

rangka mengemban misi Jepang, yakni membangun propaganda

pada masyarakat desa sehingga dapat dimobilisasi dan dipercaya

untuk menjadi mitra dalam lingkungan kemakmuran bersama.

Seorang Soncho dalam memelihara fungsi-fungsinya jarang

tinggal di kantor. Sehingga dalam mendukung pekerjaan Soncho

maka diangkatlah jabatan baru Fuku Soncho (wakil soncho).

C. Kelembagaan Kecamatan Pada Masa Orde Lama (Pasca

Kemerdekaan)

Nurcholis (2016) menjelaskan bahwa pada masa

pemerintahan Soekarno (1945-1965) secara de jure keberadaan

Page 91: Kecamatan Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah i

Kecamatan Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah 75

kecamatan karesidenen dan kawedanan sebagai perangkat

sentralisasi dihapus, karena berdasarkan UUD 1945 Passal 18,

pemerintahan daerah yang dibentuk hanya pemerintahan daerah

otonom (local self goverment /local goverment autonomie), bukan

campuran/himpitan daerah otonom dan wilayah administrasi atau

wilayah administrasi saja (Undang-Undang Nomor 22 Tahun

1948, Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1957, Undang-Undang

Nomor 18 Tahun 1965, dan Undang-Undang Nomor 19 Tahun

1965. Dalam Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1965 kecamatan

akan dipersiapkan menjadi daerah otonom tingkat III. Namun

secara de facto kecamatan sebagai perangkat sentralisasi tetap

eksis.

Nordholt, (1987) sebagaimana dikutip oleh Nasdian

(2008:7) menjelaskan bahwa, kelembagaan kecamatan pada masa

orde lama diwarnai berbagai perselisihan klasik mengenai

kekuasaan dan wewenang camat antara tipe generik dan spesifik.

Perselisihan ini berawal sekitar tahun 20-an pada masa kolonial,

utamanya di pulau Jawa, yakni semenjak munculnya dinas-dinas

khusus yang dianggap menggoyang kedudukan dan kekuasaan

pangreh-praja sebagai wakil dari masyarakat satu-satunya. Dengan

munculnya pejabat-pejabat modern yang memimpin dinas-dinas

khusus dianggap mengancam keberadaan pangreh praja, karena

secara operasional pejabat-pejabat modern juga berhubungan

dengan masyarakat. Kala itu, para spesialis baru sebagian memang

berasal dari struktur sosial lokal yang sama, namun dengan

berbagai alasan, sering memiliki orientasi lain terhadap

masyarakat. Orientasi politik untuk kepentingan nasional

cenderung mendominasi.

D. Kelembagaan Kecamatan Pada Masa Orde Baru

Nasdian (2008:8) menjelaskan pemerintah orde baru

merubah sistem norma dan nilai kelembagaan kecamatan melalui

dua peraturan perundang-undangan yakni Undang-Undang Nomor

5 Tahun 1974 tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-Undang

Nomor 5 Tahun 1979 tentang Pemerintahan Desa. Paradigma

pemerintahan yang sentralistis merupakan rujukan dari keduanya.

Dinamika yang terjadi pada kelembagaan kecamatan yang memuat

sistem norma, nilai dan pengorganisasian yang dijalankan,

dominan dikendalikan oleh kekuasaan dan kewenangan camat.

Dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1974, secara eksplisit

disebutkan bahwa camat merupakan kepala (penguasa) wilayah.

Page 92: Kecamatan Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah i

76 Kecamatan Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah

Dengan hal itu, koordinasi yang diperankan camat sangat kuat

dalam mengkoordinasikan pekerjaan-pekerjaan dinas

pemerintahan yang berada di ruang lingkup wilayah

kecamatannya. Nyaris sama seperti gubernur dan bupati dalam

tingkat pemerintahannya. Muluk, (2005) Local State Government,

yakni semacam pemerintah daerah sebagai manifestasi

penyelenggaraan azas dekonsentrasi dengan peyelenggaraan unsur

pemerintah pusat yang ada di daerah. Alasanya (a) Mengurangi

beban tugas Menteri/Departemen. (b) Urusan dengan pihak ketiga

lebih cepat, (c) Lebih mudah dalam pengambilan keputusan (d)

Luas wilayah kewenangan pejabat administrasi sering tidak sesuai

dengan undang-undang, (e) Koordinasi antara pejabat-pejabat

Daerah otonom dan aspek budaya, proses pengambilan keputusan

dan pejabat wilayah cenderung lambat.

Selain itu, adapun interpretasi lain dengan posisi yang

dimiliki oleh camat sebagai kepala wilayah, kemudian tuntutan

monoloyalitas terhadap pemerintah pusat, yang secara politis

menempati posisi atau kedudukan yang lain sama sekali.

Keberadaan kepolisian sektor di wilayah kecamatan telah

mengambil alih sebagian tugas kepolisian yang sebelumnya

dimiliki camat, termasuk Matri Polisi Pramong Praja. Pada bidang

kesejahteraan, seperti pendidikan, pertanian, dan kesehatan telah

diploting pejabat dinas-dinas di tingkat kecamatan dengan diiringi

program-program besar dari pemerintah, sehingga dinas tersebut

masing-masing membangun kelembagaan dinas baru beserta

fasilitasnya di wilayah kecamatan. Namun dengan argumentasi

pelaksanaan pembangunan lima tahun dengan perspektif tujuan

trilogi pembangunan yakni stabilitas, pertumbuhan ekonomi, dan

pemerataan menuntut lebih mantapnya koordinasi. Kala itu, fakta

yang terjadi di tingkat kecamatanlah banyak terdapat realisasi

program yang sifatnya top down. Kemudian di kecamatan juga

dituntut realisasi pembangunan harus memiliki bentuk kerjasama

yang erat dengan masyarakat. Hal itu cukup disadari oleh

Pemerintah Pusat, maka dari itu muncullah Unit Daerah Kerja

Pembangunan (UDKP) sebagai pendekatan dengan kepemilikan

batas-batas yang sama dengan kecamatan. Hal ini kala itu

merupakan indikasi adanya suatu upaya melakukan penguatan

kedudukan camat serta kelembagaan kecamatan, baik terhadap

kekuatan dinas-dinas yang bekerja di tingkat kecamatan maupun

terhadap kemungkinan kekuatan-kekuatan yang mengarah untuk

menciptakan otonomi daerah.

Page 93: Kecamatan Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah i

Kecamatan Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah 77

Camat dan kelembagaan kecamatan sebagai koordinator

kegiatan-kegiatan pemerintah di tingkat kecamatan merupakan

posisi utama dalam aktifitas UDKP. Posisi kepala wilayah

menempati kedudukan yang berdiri sendiri, yang sedikit banyak

hampir sama seperti gubernur dan bupati ketika itu Rondinelli,

(1983:19) dikutip oleh Pitono, (2012:15) salah satu dari dua tipoligi

dekonsentrasi adalah Local administration, dimana seluruh pejabat

yang berada di setiap tingkat pemerintahan seperti provinsi, distrik, kotapra

dan lain sebagainya, yang dikepalai oleh seorang pejabat yang

diangkat, merupakan wakil dari pemerintah pusat yang berada di bawah

dan bertanggung jawab pada departemen pusat. Tidak saja dalam

kapasitasnya sebagai aparatur pemerintahan tetapi juga sebagai

patron terhadap masyarakat di kecamatannya. Dinamika

kelembagaan kecamatan dan pengorganisasian kecamatan pada

masa orde baru tidak saja dibentuk oleh peraturan-perundangan

yang berlaku pada masa itu, tetapi juga dipengaruhi oleh

perkembangan politik nasional. Pembentukan dan legitimasi

terhadap musyawarah pimpinan kecamatan (Muspika), aparat

militer menjadi camat seperti di daerah perbatasan, pemerintahan

sipil dengan sistem komando, perencanaan ketat dari atas dengan

instruksi, skema waktu dan anggaran, menghasilkan beban

administrasi yang lebih berat bagi staf bawahan. Dengan demikian

hampir tidak ada waktu untuk berdialog dan menangkap aspirasi

masyarakat dalam wilayah kecamatan.

Pada masa diberlakukannya Undang-Undang Nomor 5

Tahun 1974 (pasal 81), pemerintah desa seratus persen berada di

bawah kendali kecamatan, sehingga seorang kepala desa pun bisa

kehilangan jabatan apabila camat memutuskan atas dasar penialian

yang rasional. Peran mengontrol desa serta kekuasaan kecamatan

di bidang kontrol keamanan, ketentraman dan ketertiban (tramtib)

yang dianggap sebagai fungsi prestisius kecamatan di masa orde

baru, dianggap sebagai salah satu fungsi penting kecamatan yang

menumbuhkan kewibawaan camat dihadapan masyarakat. Pada

masa itu, seluruh gerak dan ektifitas kerja pemerintahan desa

sangat terawasi secara ketat oleh kecamatan/camat.

Pada massa ini, masyarakat dipandang sebagai suatu

komunitas yang masih terlalu sedikit memiliki pengertian akan

kebutuhan pembangunan. Apalagi arus proyek-proyek dari atas

yang disediakan dengan anggaran biaya dari pusat, provinsi, atau

kabupaten/kota semakin memperkuat orientasi ke atas. Selain

orientasi vertikal tersebut, di seluruh kecamatan kasus studio ini di

Page 94: Kecamatan Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah i

78 Kecamatan Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah

masa orde baru diperkuat oleh pemahaman yang dilekatkan pada

pengertian kekuasaan. Oleh karena itu, perubahan kelembagaan

kecamatan dari masa orde lama ke orde baru tidak hanya dengan

kekuatan regulasi, seperti Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1974

dan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1979, tetapi juga

dipengaruhi oleh kekuatan-kekuatan politik yang menyertai

program-program pembangunan ekonomi. Kekuatan regulasi

sebagai instrumen pembangunan ekonomi (pendanaan

pembangunan yang besar dari pemerintah pusat) yang disertai

dengan kekuatan-kekuatan politik tunggal (berbeda dari masa orde

lama) pemerintah berkuasa ternyata tidak menciptakan bentuk

baru pengorganisasian kecamatan. Perubahan yang terjadi adalah

kekuasaan dan wewenang camat sebagai penguasa wilayah yang

berlandaskan kepada tidak hanya pada regulasi yang ada tetapi

lebih dominan kepada monoloyalitas kepada kekuatan politik

tunggal. Kelembagaan kecamatan semakin kuat tidak hanya

terhadap kelembagaan desa tetapi juga terhadap kelembagaan

sektoral (dinas) di tingkat kecamatan. Dengan kata lain,

kelembagaan dan pengorganisasian kecamatan di masa Orde Baru

tidak berhasil mensinergikan kekuatan-kekuatan, berupa sistem

norma dan nilai lokal serta tindakan-tindakan kolektif yang secara

sosiologis telah mengakar dalam kehidupan masyarakat setempat.

Interpretasi realitas kelembagaan kecamatan pada masa orde

baru tersebut, menurut pilar-pilar penopang kelembagaan

kecamatan, adalah berbeda dengan kelembagaan kecamatan pada

masa orde lama. Artinya, terjadi perubahan pada pilar-pilar

penopang kelembagaan kecamatan dari masa orde lama ke masa

orde baru. Pada masa orde baru kelembagaan kecamatan diubah

dengan implementasi sistem norma dan nilai berupa Undang-

Undang Nomor 5 Tahun 1974 dan Undang-Undang Nomor 5

Tahun 1979. Dengan kedua peraturan perundang-undangan

tersebut basis tatanan kelembagaan kecamatan bersumber dari

aturan-aturan regulatif. Mekanisme koersif diperankan oleh

kelembagaan atas kecamatan, baik dari tingkat kabupaten, maupun

provinsi dan pusat. Indikator-indikator implementasi kelembagaan

dikembangkan berupa aturan, hukum dan sanksi-sanksi, dengan

basis legitimasinya pada aspek legal. Oleh karena itu, dapat

dinyatakan bahwa kelembagaan kecamatan yang dikontruksikan

pada massa orde baru dimulai dengan menciptakan pilar regulative

sebagai salah satu instrumen dalam pembangunan ekonomi.

Page 95: Kecamatan Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah i

Kecamatan Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah 79

Akan tetapi dalam pandangan pemerintahan orde baru, pilar

tersebut belum memadai. Berdasarkan pengalaman dari dinamika

kelembagaan kecamatan pada masa orde lama, monoloyalitas

aparat Pemerintah Kecamatan, khususnya Camat, terhadap suatu

partai politik dari argumrntasi nasionalisme dengan aliansi politik

tertentu dari berbagai partai politik perlu diubah menjadi

monoloyalitas terhadap kekuatan politik tunggal pemerintah yang

berkuasa.

Gambar 8.1

Posisi Kecamatan Secara Hierarkhis dalam Kerangka Sentralistik

Sumber : Nasdian (2008:11)

Basis tatanan kelembagaan kecamatan pada massa orde

baru ternyata tidak hanya pada aturan regulasi tetapi juga pada

beragam ekspektasi dari kekuatan politik tunggal dengan alasan

pembangunan. Indikator-indikator yang muncul dalam mengukur

kekuatan kelembagaan kecamatan tidak hanya bersumber dari

aturan, hukum, dan sanksi tetapi juga kepada penilaian atau

akreditasi yang diberikan kekuatan politik tunggal, yakni sampai

sejauh mana dapat memenuhi kepentingan politis penguasa dari

berbagai pola relasi yang dibangun dalam hubungan horizontal

dan vertikal. Akhirnya, basis legitimasi terhadap kelembagaan

kecamatan tidak hanya bersumber dari regulasi yang berlaku

ketika itu, tetapi juga bersumber (bahkan lebih dominan) dari

kemampuan tata-pengaturan pimpinan kecamatan untuk

menciptakan tarik ulur atas kekuatan-kekuatan politik tunggal dan

Page 96: Kecamatan Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah i

80 Kecamatan Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah

obligasi sosial. Dengan demikian pada masa orde baru dapat

diidentifikasi bahwa pilar regulatif berbasis pada aturan, hukum,

dan sanksi diserta dengan tata-pengaturan moral berbasis pada

obligasi sosial dengan alasan pembangunan yang menopang

kelembagaan kecamatan. Pada masa itu, nampak efektif karena

pendanaan pembangunan dari pusat relatif besar dengan

perencanaan top-down terpusat meskipun tanpa memper-

timbangkan aspirasi dan tanpa menciptakan ruang bagi partisipasi

publik.

E. Kelembagaan Kecamatan di Era Reformasi

Nasdian (2008:11) menjelaskan bahwa reformasi tata-

pemerintahan daerah di indonesia ditandai dengan implementasi

Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan

Daerah yang kemudian diamandemen menjadi Undang-Undang

Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. Berbeda

dengan undang-undang sebelumnya pada masa orde baru yang

lebih merujuk pada paradigma pembangunan yang sentralistik,

kedua undang-undang tersebut di atas lebih merujuk kepada

paradigma pembangunan yang desentralistik. Implementasi kedua

undang-undang tersebut berdampak pada kelembagaan kecamatan,

yakni pada pranata sosialnya maupun pada pengorganisasian

kecamatan.

Pada saat ini dengan titik berat otonomi daerah di tingkat

kabupaten, terasa bahwa semangat sentralisme telah berpindah ke

kabupaten dan kota. Artinya, Pemerintah Kabupaten dan Kota,

mendapatkan kesempatan besar dalam mengimplementasikan

pemusatan kekuasaan dan kewenangan yang diperoleh dari pusat

kekuasaan di aras kabupaten/kota. Prasojo et al. (2006:1) secara

umum tujuan desentralisasi diklasifikasi ke dalam dua variabel

penting yaitu pendekatan efektifitas dan efisiensi penyelenggaraan

pemerintahan (strucrural efficiency model) dan peningkatan

partisipasi masyarakat dalam pemerintahan dan pembangunan

(local democracy model). Maknanya, semua pangaturan dan

pengurusan pembangunan, pembinaan sosio kemasyarakatan, dan

pemerintahan secara umum tersentralisasi di kabupaten yang

dimainkan oleh dua kator pemerintahan yaitu bupati dan lembaga

perwakilan rakyat daerah. Hoessein, (2001b) dikutip oleh Muluk,

(2009:57) bahwa Local government ini merupakan sebuah konsep

yang dapat mengandung tiga arti pemerintah lokal yang kerap kali

dipertukarkan dengan local outhoity yang mengacu pada organ,

Page 97: Kecamatan Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah i

Kecamatan Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah 81

yakni council dan mayor. Dalam hal ini, kecamatan merupakan

bagian dari kabupaten/kota yang hanya melaksanakan wewenang

bupati/walikota dan pemerintah kabupaten/kota. Camat dan

kecamatan tidak lagi melaksanakan wewenang pemerintah pusat

dan provinsi di wilayah kecamatannya.

Gambar 8.2

Posisi Kecamatan Dalam Kerangka Desentralisasi

Sumber : Nasdian (2008:12)

Lebih lanjut Nasdian (2008:12) menjelaskan bahwa dengan

diimplementasikannya otonomi desa tidak ada lagi kekuasaan dan

wewenang Camat dan Kecamatan mengendalikan sepenuhnya

desa dan kelembagaan pemerintah desa. Realitas ini tidak dapat

dipungkiri telah menghasilkan dampak kekecewaan dari banyak

kalangan aktor birokrasi Kecamatan di bawah subordinasi Bupati.

Rasa kekecewaan tersebut diekspresikan oleh para camat sebagai

akibat pergeseran status dan kedudukannya. Pergeseran tersebut

adalah dari statusnya sebagai kepala wilayah yang menguasai

publik di daerahnya, kepada status sekedar aparat/fungsionaris

sebuah SKPD yang menguasai wilayah administratif di aras

kecamatan semata. Sebagai “pejabat publik” dalam arti pejabat

yang masih diakui eksistensinya dalam pengaturan dan pembinaan

masyarakat (publik), camat pun mengalami kekecewaan seperti

kekecewaan yang pernah dialami oleh para bupati di massa orde

baru (Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1974), ketika kekuasaan

pengaturan pembangunan dan kemasyarakatan masih dikuasai dan

dikendalikan oleh Pemerintah Pusat.

Page 98: Kecamatan Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah i

82 Kecamatan Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah

F. Ikhtisar Masa Orde Lama Hingga Reformasi

Dari masa orde lama, kemudian masa orde baru, sampai

dengan di era reformasi kecamatan sebagai suatu kelembagaan

dan organisasi pemerintahan di daerah telah mengalami

perubahan. Perubahan yang berlangsung pada tiga periode tersebut

menunjukkan terjadinya evolusi bersama (co-evolution) pranata

sosial dan pengorganisasian kecamatan. Masa orde baru ke era

reformasi, terjadi perubahan bersama (co-evolution) pranata sosial

kecamatan (implementasi Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999

yang diamandemen menjadi Undang-Undang Nomor 32 Tahun

2004 beserta perangkat peraturan perundangan di bawahnya

seperti peraturan pemerintah, keputusan menteri, sampai kepada

keputusan bupati) dan organisasi (menjadi SKPD) serta

pengorganisasian kecamatan. Burn et al, (1994) dan konsep

decentralization within cities desentralisasi di Kota Norton,

(1994:106). Tujuan dari konsep mereka yang memungkinkan

lingkungan untuk mengartikulasikan kebutuhan mereka membawa

kekuatan lebih dekat dengan masyarakat. Suatu hal yang perlu

dicermati adalah meskipun telah terjadi evolusi bersama dan

kelembagaan kecamatan telah ditopang tidak hanya oleh pilar

regulative dan normative tetapi juga ditopang oleh pilar cultural-

cognitive. Maknanya, telah diciptakan ruang bagi aspirasi

masyarakat lokal dan kelembagaan lokal/adat dalam kiprah

kelembagaan kecamatan. Akan tetapi, sampai sejauh ini

kelembagaan kecamatan berlangsung dengan efektif.

Tabel 8.1

Perubahan Kelembagaan Kecamatan dan Pilar Penopang

Orde Lama Orde Baru Orde Reformasi

Perubahan Kelembagaan

Kecamatan

Evolusi bersama

antara pranata sosial

(UU No. 5/1974 dan

UU No.5/1979) dan

“pengorganisasian”

kecamatan yang

semula berorientasi

monoloyalitas kepada

partai politik tertentu

berlandaskan pada

nasionalisme berubah

menjadi berorientasi

monoloyalitas politik

Evolusi bersamka

antara pranata pranata

sosial (UU No.

22/1999 yang

diamandemen menjadi

UU No.32/2004 dan

“pengorganisasian”

serta organisai

kecamatan berubah

menjadi SKPD

Page 99: Kecamatan Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah i

Kecamatan Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah 83

Orde Lama Orde Baru Orde Reformasi

“tunggal”

berlandaskan

pembangunan

(develop-mentalism)

Peran Camat

dan

Kelembagaan

Kecamatan

“Penguasa Wilayah”

dan “kuat”

Aparat bupati di

wilayah kecamatan

dan “lemah”

Efektivitas

Kelembagaan

Kecamatan

Efektif secara

kuantitatif-ekonomi

tetapi tidak efektif

kualitatif-sosiologis

Tidak Efektif

Sumber : Nasdian (2008:12)

G. Kecamatan sebagai Organisasi dan Kontrol terhadap

Sumberdaya

Berdasarkan fakta-fakta empiris dari studi lapangan yang

dilakukan oleh Nasdiar (2008:20) dijelaskan bahwa disusun

beberapa rumusan rekonstruksi dan reposisi institusi kecamatan

dalam tata pemerintahan daerah di indonesia. Makna reposisi dan

rekonstruksi adalah meletakkan kembali dan memberikan makna

kembali kelembagaan kecamatan dalam tata-pemerintahan daerah

sesuai dengan semangat demokrasi dan otonomi lokal (otonomi

daerah dan otonomi desa). Reposisi dan rekonstruksi tersebut tidak

dimaknai sebagai “membongkar struktur kekuasaan dan

kewenangan” yang ada, namun lebih bermakna pada penajaman,

pembobotan dan reorientasi mekanisme kerja dan kinerja

kelembagaan kecamatan dalam pemrintahan.

“Penguatan” kelembagaan kecamatan seyogyanya dapat

menjawab dan dikembangkan sesuai persoalan-persoalan yang

dihadapi oleh kelembagaan tersebut tanpa memberikan

biaya/dampak eksternalitas berupa resiko yang besar terhadap

kekeliruan sistem pemerintahan di daerah. Seperti diketahui

bersama, kemunduran fungsi dan peran institusi kecamatan dalam

pemerintahan daerah di masa berlakunya Undang-Undang Nomor

32 Tahun 2014 adalah karena adanya sejumlah faktor struktural.

Faktor-faktor tersebut antara lain: semakin kuatnya otonomi

daerah (kabupaten) dan otonomi desa; pelimpahan sebagian

wewenang bupati kepada camat yang masih setengah hati; dan

tugas dan wewenang yang dilimpahkan tidak disertai pendanaan

Page 100: Kecamatan Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah i

84 Kecamatan Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah

untuk melaksanakan wewenang tersebut. Beberapa kendala

struktural tersebut membatasi gerak kelembagaan kecamatan

dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya.

Dalam aktivitas pembangunan masih dirasakan

ketidakmampuan kelembagaan kecamatan mengelola secara

sinergis perencanaan dan kebijakan pembangunan yang selama ini

berlangsung pada tiga jalur: (1) Jalur Dinas Sektoral (top down)

dengan sumber pendanaan APBD; (2) Musrenbang dari tingkat

kecamatan ke kabupaten dengan sumber pendanaan APBD; dan

(3) Jalur PPK dengan block grant (partisipatif dan lebih berhasil).

Sampai sejauh ini kelembagaan kecamatan berperan sebagai

fasilitator. Perencanaan model PPK tidak dapat sepenuhnya

diadopsi dalam perencanaan kecamatan karena penetapan

anggaran dilakukan melalui keputusan politis di DPRD kabupaten

yang berbeda dengan block grant dalam model PPK. Realitasnya,

camat dan kecamatan tidak dapat berbuat banyak dalam hal

perencanaan dan implementasi pembangunan tersebut. Rancangan

ke depan, kelembagaan kecamatan perlu diperkuat dengan

didukung oleh peraturan perundangan yang kuat, yang cenderung

memperkuat kelembagaan kecamatan.

Tabel 8.2

Matriks Peran Kelembagaan Kecamatan sebagai Organisai dan

Kontrol terhadap Sumberdaya dalam Era Reformasi Sentra Enam Jenis

Kegaitan Batas Yuridis Propety Rights

Rules of

Representatiom

1. Pusat pelayanan

ijin terbatas &

kependudukan

Diatur oleh

kabupaten dan

sudah berlangsung

Dimiliki oleh

kelembagaan

pemerintah kabupaten dan

bupati

Kelembagaan

kecamatan sudah

mampu memfasili-tasinya

2. Pusat manajemen

krisis, konservasi,

bencana alam &

sosial.

Masih diatur

oleh

pemerintah

pusat. Akan tetapi apabila

terjadi krisis

camat dan

kelembagaan kecamatan

yang diminta

untuk aksi

Dimiliki oleh

kelembagaan

pemerintah

pusat

Kelembagaan

kecamatan beserta

masyarakat

mampu melaksanakan

apabila dengan

seksama

pendanaan yang jelas dan

mencukupi

3. Pusat

pengendalian

keamana & ketertiban

Diatur oleh

kabupaten dan

sudah berlangsung

Dimiliki oleh

kelembagaan

pemerintah kabupatan

Kelembagaan

kecamatan sudah

mampu memfasilitasinya

Page 101: Kecamatan Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah i

Kecamatan Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah 85

Sentra Enam Jenis

Kegaitan Batas Yuridis Propety Rights

Rules of

Representatiom

4. Kelembagaan

simpul

pembangunan

spasial-kewilayahan

Diatur oleh

kabupaten dan

sudah

berlangsung

Dimiliki oeleh

kelembagaan

pemerintah

kabupaten dan bupati

Kelembagaan

kecamatan belum

mampu

memfasilitasinya karena

keterbatasan

sumberdaya

5. Kelembagaan

simpul jejaring

kerjasama & pemberdayaan

Diatur oleh

kabupaten dan

sudah berlangsung

Dimiliki oleh

kelembagaan

pemerintah kabupaten dan

bupati

Kelembagaan

kecamatan sudah

mampu memfasilitasinya

6. Kelembagaan

penyelaras antar-

desa

Diatur oleh

kabupaten dan

belum

berlangsung

Dimiliki oleh

kelembagaan

pemerintah

kabupaten dan bupati

Kelembagaan

kecamatan sudah

mampu

memfasilitasinya

Kesimpulan Camat dan kelembagaan kecamatan tidak

merepresentasikan atau lemah sebagai suatu sistem

organisasi dan kontrol terhadap sumberdaya dalam

wilayah kecamatannya.

Kebijakan yang

diperlukan

Bupati dengan jelas dan tegas

perlu

melimpah-

kan

wewenang

sentra enam

kegaitan

kepada camat dan

kelembagaan

kecamatan

Sesuai dengan peraturan

perusdangan

yang berlaku

relevan untuk

melimpahkan

wewenang

kepada camat

sebagai “kepala

wilayah” di

bawah kuasa

dan kontrol

bupati

Kelembagaan kecamatan

diberikan

wewenang

menjadi

fasilitator dalam

mensinerjikan

kekuatan-kekuatan

(multi-pihak) baik secara horizontal

dan vetikal dalam

batas wilayahnya

Sumber : Nasdian (2008:21)

Oleh karena itu, perlu dianalisis bagaimana “sentra enam

jenis kegiatan” kelembagaan kecamatan tersebut memiliki

kejelasan dan kekuatan dalam batas-batas yurisdiksi, hak-hak

penguasaan (property rights), dan aturan-aturan representasi (rules

of representation). Hasil analisis terhadap kelembagaan kecamatan

sebagai suatu sistem organisasi dan kontrol terhadap sumberdaya,

menunjukkan bahwa camat dan kelembagaan kecamatan tidak

Page 102: Kecamatan Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah i

86 Kecamatan Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah

merepresentasikan atau lemah sebagai suatu sistem organisasi dan

kontrol terhadap sumberdaya dalam wilayah kecamatannya.

Diperkirakan, faktor ini yang menyebabkan di era reformasi ini

kelembagaan kecamatan tidak mampu berperan dengan efektif

ketika menghadapi otonomi desa di bawah kendali pemerintahan

yang memiliki kekuatan otonomi daerah (kabupaten) .

H. Kecamatan berdasarkan Undang-Undang Nomor 23

Tahun 2014

Nurcholis (2016:10) Berselang lima belas tahun semenjak

reformasi pemerintahan berasaskan dekonsentrasi dimunculkan

kembali, ditandai dengan ditetapkanya Undang-Undang Nomor 23

Tahun 2014. Dalam pengaturanya menjadikan wilayah

administrasi (local state government) yang berimpit dengan daerah

otonorn (local self-government). Lebih lanjut Fried (1963) dikutip

oleh Maksum (2014:11) menyebutkan cara tersebut dengan model

Integrated Perfectoral System, konsekuensi yang timbul

berhimpitnya antara daerah otonom dan daerah administrasi, serta

adanya rangkap jabatan kepala daerah yang sekaligus merangkap

sebagai wakil pemerintah pusat. Dengan hal itu dimungkinkan

akan munculkan ketumpang tindihan antara kewenangan otonomi

dengan kewenangan sentralisasi serta adanya persaingan antar

keduanya di seluruh satuan pemerintahan. Di bawah Undang-

undang tersebut sistem binnenlands bestuur zaman kolonial dan

juga zaman Orde Baru benar-benar kembali. Fungsi camat

kembali lagi sebagai organ sentralisasi melalui saluran bupati/

walikota sebagai kepala wilayah administrasi dan gubernur

sebagai kepala wilayah administrasi. Akan tetapi, camat juga

diposisikan sebagai perangkat daerah otonom. Jadi, camat

berstatus ganda sebagaimana bupati/walikota. Meskipun berstatus

ganda, dalam praktik fungsi camat tetap sama dengan fungsinya

pada masa kolonial dan/atau Orde Baru: menciptakan rust en orde

di wilayahnya, komandan penarikan pajak rakyat desa melalui

kepala desa, dan pengerah tenaga/mobilisasi massa desa untuk

kepentingan politik-ekonomi penguasa Pusat. Mobilisasi massa

desa yang paling menonjol saat ini adalah pemanfaatan Dana

Desa, mobilisasi ibu-ibu melalui PKK dan POSYANDU,

mobilisasi petani melalui P3A (Perkumpulan Petani Pengguna

Air), dan mobilisasi modal desa melalui BUMDES. Kecamatan

tetap tidak berubah menjadi organ daerah otonom yang melayani

kepentingan dan kebutuhan rakyat pada tingkat komunitas.

Page 103: Kecamatan Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah i

Kecamatan Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah 87

BAB IX

PELIMPAHAN WEWENANG BUPATI KEPADA

CAMAT SERTA PENYELENGGARAAN

KEWENANGAN CAMAT

A. Pelimpahan Wewenang Bupati Kepada Camat Serta

Penyelenggaraan Kewenangan Camat

1. Eksisting Pelimpahan Wewenang Bupati Kepada Camat

Serta Operasionalisasi Kewenangan dan Necessary

Conditions sebagai Perangkat Daerah

a. Pelimpahan Wewenang Bupati Kepada Camat Serta

Operasionalisasi Kewenangan dan Necessary Conditions

sebagai Perangkat Wilayah Administrasi

Pelimpahan wewenang bupati kepada camat pada

dasarnya merupakan sebuah pendekatan yang dilakukan

atas dasar kodrat keberadaan perangkat daerah kecamatan

sebagai simpul pelayanan pada masyarakat, yang mana

dalam kerangka desentralisasi dan otonomi daerah

merupakan salah satu penentu keberhasilan pemerintah

daerah dalam mewujudkan cita-cita nasional yaitu

kesejahteraan masyarakat. Selain itu secara operasioanal

bisa dijabarkan bahwa pelimpahan kewenangan Bupati

kepada Camat bertujuan untuk menyelengarakan pelayanan

masyarakat secara efektif dan efisien, mendekatkan

pelayanan kepada masyarakat; mendorong tumbuhnya

akuntabilitas kinerja aparatur Kecamatan; dan memperjelas

serta mempertegas penyelenggaraan Kecamatan.

Dalam Undang-undang Nomor 23 Tahun 2014 pasal

221, pembentukan perangkat daerah kecamatan dilakukan

dalam rangka meningkatkan koordinasi penyelenggaraan

pemerintahan, yang artinya adalah dengan keberadaan

Kecamatan, Camat sebagai pimpinan perangkat daerah

kewilayahan harus dapat mengkoordinasikan seluruh

kewenangan pemerintah daerah di wilayah kerja

Kecamatan, kemudian juga Camat harus memberikan

pelayanan publik di Kecamatan dan juga pemberdayaan

masyarakat Desa/Kelurahan.

Selain melaksanakan koordinasi sesuai dengan

kedudukan Kecamatan berdasarkan pasal 226 Undang-

Page 104: Kecamatan Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah i

88 Kecamatan Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah

undang Nomor 23 tahun 2014 juga disebutkan bahwa camat

dimungkinkan mendapatkan pelimpahan sebagian

kewenangan Bupati atas urusan wajib dan urusan pilihan

yang telah didesentralisasikan kepada pemerintah daerah.

Namun hal itu disesuaikan dengan karakteristik pemetaan

pelayanan publik, dan juga dengan mempertimbangkan

dasar atas pengartikulasian kebutuhan masyarakat atas

pelayanan publik. Bupati dapat melimpahkan wewenang

apa saja yang dilimpahkan kepada Camat/Kecamatan

melalui surat keputusan dengan memperhatikan peraturan

perundang-undangan yang lebih tinggi yaitu undang-

undang, peraturan pemerintah serta peraturan turunan lainya

yang dianggap relevan.

Semenjak digulirkannya undang-undang Nomor 22

tahun 1999 sebagai momentum awal pelaksanaan otonomi

daerah yang ditandai dengan besarnya porsi urusan yang

didesentralisasikan pada pemerintah daerah hinggga

perubahan atas kebijakan tersebut yaitu undang-undang

nomor 32 tahun 2004 dan undang-undang Nomor 23 tahun

2014 tentang pemerintahan daerah yang berlaku saat ini.

Diketahui bahwa melalui tiga kali perubahan undang-

undang tersebut tingkat pengurangan dan penambahan

urusan yang didesentralisasikan kepada pemerintah daerah

tergolong masih cukup besar. Hal inilah yang

menggambarkan bahwa sesungguhnya otonomi daerah

memang benar-benar dilaksanakan oleh Pemerintah.

Berbeda dengan Peraturan perundang undangan sebelumnya

yaitu undang-undang Nomor 05 Tahun 1974 beserta

Peraturan perundang undangan pendahulunnya, bahwa

otonomi daerah kala itu dirasa hanya sebatas penghalusan

dari sentralisasi serta konsep yang tidak diimbangi dengan

besaran porsi urusan yang diserahkan kepada daerah.

Momentum ditetapkanya Undang-Undang Nomor 23

tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah sebagai pengganti

Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 pada dasarnya

diharapkan akan membawa perubahan yang lebih baik atas

serangkaian dinamika otonomi daerah yang telah

berlangsung selama lebih dari satu dasawarsa ini. Perubahan

yang lebih baik disini dimaksudkan bahwa dengan adanya

penetapan Undang-Undang pemerintahan daerah yang baru,

Pemerintah daerah yang terdiri dari kepala daerah, serta

Page 105: Kecamatan Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah i

Kecamatan Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah 89

jajarannya dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah sebagai

aktor kebijakan mampu melakukan reformasi administrasi

pada tataran proses kebijakannya.

Berkaitan dengan itu, sebagai gambaran awal tentang

pelimpahan wewenang Bupati kepada Camat yang

didasarkan pada perkembangan kebijakan yang ada dalam

penyelengaraan pemerintahan daerah, khususnya perihal

kewenangan bupati atas urusan pemerintahan daerah yang

memungkinkan dilimpahkan kepada kecamatan sebagai-

mana dikatakan oleh Informan 19 dari Direktorat Jenderal

Bina Administrasi Kewilayahan Kementerian dalam Negeri

sebagai berikut;

“…Nah sekarang yang kita diskusikan adalah posisi

kecamatan ini kan? Kecamatan adalah perangkat daerah,

bicara perangkat daerah berarti bicara melaksanakan tugas

otonomi daerah. Bicara tugas otonomi daerah tadi ada 32

urusan pemerintahan seperti kesehatan, pendidikan dan

sebagainya tadi. Nah sebagai perangkat daerah itu kan

sudah habis dilaksanakan seperti tadi, si camat melaksankan

apa, padahal dia sebagai perangkat daerah di sebut dalam

Undang-Undang. Itu dapat disebut sebagai perangkat

daerah. Maka perlu dlimpahkan kewenangan. Apa yang

dilimpahkan.? ya urusan tadi, urusan yang sudah melekat

pada dinas-dinas tadi dalam skala tertentu dilimpahkan ke

kecamatan. Nah itulah, manakala camat belum

mendapatkan pelimpahan kewenangan berarti fungsi camat

sebagai OPD belum maksimal. Kuncinya sederhananya

begini, bicara Pemda berarti bicara urusan pemerintahan,

ada 32 urusan pemerintahan. Institusi perangkat daerah

berarti melaksanakan urusan pemerintahan, kalau dinas

jelas, nah team kecamatan yang belum jelas karena belum

adanya pelimpahan kewenangan yang di efektifkan lagi dari

dinas yang tidak efektif. Jadi semua urusan pemerintahan

yang ada di dinas tadi bisa secara hukum dilaksanakan di

kecamatan dalam skala tertentu, ada ukurannyalah. Yang

mengukur siapa ? ya pak bupatilah bukan kita, ini otonomi.

Bicara besar kecilnya itu pak Bupati yang tahu. Jadi

misalnya urusan PU pada aspek izin mendirikan bangunan,

itukan urusan PU pada aspek perizinan, Nah itu bisa ga

dilimpahan ke kecamatan? bisa.. seberapa yang dilimpahkan

? nah yang tahu kan bupati. Di Lebak 100 m, mungkn di

Page 106: Kecamatan Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah i

90 Kecamatan Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah

Pandeglang 150, mungkin di Jakarta bisa sampai 500, cukup

di kecamatan. Artinya bicara pelimpahan kewenangan ini

kewenangan bupati. Kembali lagi pada fungsi kita, kita

hanya meregulasi sebagai guiden….”(wawancara, Oktober

2017)

Wawancara tersebut menjelaskan bahwa berdasarkan

amanat Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 ada 32

urusan yang diserahkan pada pemerintah daerah yang

selanjutnya menjadi kewenangan Bupati. Karena kedudukan

kecamatan sebagai perangkat daerah, pemerintah daerah

diharapkan mampu membagi kewenangan yang

dilimpahkan antara kecamatan dengan perangkat daerah

teknis lainya secara proporsional sebagai langkah guna

mencapai efektifitas dan efisiensi penyelengaraan

pemerintahan daerah. Efektifitas dan efisiensi yang

dimaksudkan adalah jangkauan pelayanan pada masyarakat

serta penguatan-penguatan kewenangan kecamatan sebagai

perangkat daerah.

Terlihat kewenangan yang dilimpahkan generik

sebagaimana dijelaskan pada Pasal 3 Peraturan Bupati

Pandeglang Nomor 24 tahun 2013 ayat (1) menyebutkan

bahwa Bupati melimpahkan sebagian kewenangan kepada

Camat dalam rangka pelaksanaan urusan pemerintahan

daerah. Pada ayat (2) Pelimpahan sebagian kewenangan

Bupati kepada Camat sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

meliputi urusan wajib dan urusan pilihan. Serta pada ayat

(3) Urusan wajib sebagaimana dimaksud pada ayat (2)

adalah urusan pemerintahan yang wajib diselenggarakan

dengan pelayanan dasar (4) Urusan wajib sebagaimana

dimaksud pada ayat (3) meliputi (a) Pendidikan; (b)

Kesehatan; (c) Lingkungan Hidup, (d) Pekerjaan umum; (e)

Penataan ruang; (f) Perencanaan pembangunan; (g)

Perumahan; (h) Pemuda dan olahraga; (i) Penanaman

modal; (j) Koperasi, usaha kecil dan menengah; (k)

Kependudukan dan catatan sipil; (l) Ketenagakerjaan; (m)

Ketahanan pangan; (n) Pemberdayaan perempuan dan

perlindungan anak; (o) Keluarga berencana dan keluarga

sejahtera; (p) Perhubungan, Komunikasi dan informatika;

(q) Pertanahan; (r) Kesatuan bangsa dan politik dalam

negeri; (s) Otonomi daerah, (t) pemerintahan umum, (u)

Page 107: Kecamatan Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah i

Kecamatan Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah 91

administrasi keuangan daerah, perangkat daerah,

kepegawaian dan persandian; (v) Pemberdayaan masyarakat

dan desa; (w)Sosial; (x) Kebudayaan; (y) Statistik; (z)

Kearsipan; dan Perpustakaan.

Seanjutnya Pasal 4 ayat (1) menjelaskan urusan

pilihan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (2)

adalah urusan pemerintahan yang secara nyata ada dan

berpotensi untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat

sesuai dengan karakteristik Kecamatan,(2) Urusan pilihan

sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi (a) Pertanian;

(b) Kehutanan; (c) Energi dan sumberdaya mineral; (d)

Pariwisata; (e) Kelautan dan perikanan; (f) Perdagangan; (g)

Perindustrian; (h)Transmigrasi.

Terlihat bahwa seluruh urusan yang menjadi

kewenangan daerah sebagaimana disebutkan dalam

Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 (sebagai dasar

dasar kala itu), keseluruhan poin urusan yang ada

dilimpahkan kepada camat, namun dengan batasan tertentu.

Intinya jika dikaitkan dengan karakteristik yang sebelumnya

telah dipetakan, sudah mencakup. Namun yang selanjutnya

menjadi penekanan adalah kemampuan camat dalam

menyelenggarakan kewenangan tersebut, termasuk

kemampuan camat mengelaborasi kewenangan yang

sifatnya umum tadi terhadap karakteristik yang spesifik.

Terkait dengan penjelasan peraturan bupati tersebut yang

sifatnya generik, peneliti mencoba menggali pendapat dari

sisi emik mengenai isi yang diamanatkan oleh Peraturan

Bupati tersebut sebagaimana dikatakan oleh Informan 1

dari Bagian Pemerintahan berikut;

“Kewenangan yang dilimpahkan kepada camat selama ini

antara kecamatan satu dengan kecamatan lain tidak ada

kekhususan. Semua kecamatan menurut peraturan bupati

yang berlaku sifatnya hanya melaksanakan urusan-urusan

pemerintahan daeran yang telah dilaksanakan oleh

perangkat daerah yang ada, pada fungsi Koordinasi

rekomendasi, fasilitasi, perizinan seperti IMB dibawah 100

Meter persegi, lalu pembinaan dan pengawasan…”

(wawancara, Agustus 2017)

Dari wawancara tersebut dijelaskan bahwa tidak

adanyanya kewenangan khusus yang diberikan pada camat

Page 108: Kecamatan Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah i

92 Kecamatan Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah

yang ada di kabupanten pandeglang. Sejauh ini masih

menerapkan Peraturan Bupati Nomor 24 Tahun 2013

sifatnya hanya melaksanakan kewenangan yang

dilimpahkan Bupati atas urusan Pemerintahan daerah

dengan batasan kewenangan pada Koordinasi, rekomendasi,

fasilitasi, perizinan salah satunya seperti IMB dibawah 100

Meter

persegi serta pembinaan dan pengawasan Pada

Kelurahan dan Pemerintahan Desa. Hal senada juga

dikatakan oleh Informan 2 dari Kecamatan Pandeglang

sebagai berikut;

“…Urusan wajib dan urusan pilihan sebagaimana

dilimpahkan oleh bupati Pandeglang kepada kecamatan

pada dasarnya camat hanyalah pada hal memberikan

rekomendasi, koordinasi, fasilitasi namun eksekusi tetap

pada dinas teknis/perangkat daerah yang membidangi.,”

(wawancara, Agustus 2017)

Kecamatan hanya berkutat pada kewenangan dengan

batasan rekomendasi, koordinasi, fasilitas atas kewenangan

Bupati yang dilimpahkan, serta perizinan pada batasan

tertentu. Berkaitan dengan itu sebagai sebuah alasan

Informan 3 dari Kecamatan Karang Tanjung mengatakan

bahwa;

“…karena kecamatan ini bukan teknis spesialis seperti

dinas, saya rasa sudah cukup. Tapi tahun 2017 ini oleh

bupati sudah mulai diujicobakan kita diberikan dana untuk

sedikit mengalihkan kegiatan-kegiatan dinas tentang

masalah Pekerjaan umum, Permukiman. Sifatnya

mengimbangi pembangunan desa agar kelurahan ini

pembangunannya tidak tertinggal juga oleh desa. Kan desa

hampir 1 Miliyar sekarang. Di sini kan keselurahan

kelurahan bukan desa…” (wawancara, Agustus 2017)

Wawancara tersebut menjelaskan bahwa pada

dasarnya Kecamatan adalah perangkat daerah kewilayahan,

bukan teknis spesialis maka kecamatan sampai saat ini

wewenang yang dilimpahkan dirasa sudah cukup pada

koordinasi, fasilitasi, pembinaan dan pengawasan, serta

perizinan dengan batasan tertentu. Adapun sedikit

pengalihan kegiatan dari dinas kepada kecamatan yang

sifatnya bukan penegasan atau penguatan atas kewenangan

Page 109: Kecamatan Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah i

Kecamatan Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah 93

tertentu yang dilimpahkan melalui keputusan bupati.

Namun hanya pada membagi kegiatan anggaran tahunan

dari perangkat daerah teknis yang kebetulan zona kegiatan

tersebut berada di wilayah kerja kecamatan atau dengan

kata lain hal itu disinyalir sebuah penghalusan atas

perubahan status kelurahan yang awalnya adalah SKPD

(Satuan Kerja Perangkat Daerah) dan kini menjadi

perangkat Kecamatan. Secara otomastis yang semula

kelurahan memiliki anggaran sendiri kini harus terintegrasi

dengan rencana kerja anggaran Kecamatan. Dari situlah

muncul bahasa pengalihan kegiatan dinas teknis yang

spiritnya mengimbangi pembangunan kelurahan dengan

desa.

b. Penyelenggaraan PATEN (Pelayanan Administrasi Terpadu

Kecamatan)

Kembali pada pembahasan tentang pelimpahan

kewenangan bupati atas urusan pemerintahan daerah kepada

camat, Informan 4 dari Kecamatan Majasari mengatakan

sebagai berikut;

“..Kebijakan yang dilimpahkan oleh bupati ya seperti ini

pak, gini saja nih, masalah bupati kan, camat dulu, dari

lurah ke kepala kelurahan, ada pengantarnya baru ke sini,

baru kami layani. Ya paling-paling pelimpahan yang

lainnya mah kegiatan-kegiatan yang sifatnya yang ada di

kecamatan saja, yang bisa dilimpahkan bupati, camat juga

kan kepanjangan tangan bupati, jadi itu dalam rangka

memberikan pelayanan yang maksimal, kualitas pelayanan

itu maksimal tetap mengacu pada peraturan-peraturan

bupati. Kemudian juga model PATEN, memang kecamatan

itu ujung tombak di pelayanan karena langsung berhadapan

dangan masyarakat. Apa sih kebutuhan masyarakat,

kebutuhan masyarakat telah kami evaluasi kemudian ini nih

kebutuhan masyarakat, ada 11 kebutuhan masyarahat yang

ada di kecamatan majasari itu, beda lagi dengan keluarahan

pasti lebih banyak lagi kebutuhan-kebutuhan yang harus

dilayani…. Kami selama ini melakukan koordinasi dengan

forum Perangkat daerah, biasanya dituangkan dalam

MUSRENBANG mulai dari tingkat kelurahan, di situ kita

bisa tau apa keinginan masyarakat misalnya masyarakat

ingin jembatan dan jalan bisa kita koordinasikan lintas

sektoralnya dengan Dinas Perumahan dan Pemukiman,

Page 110: Kecamatan Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah i

94 Kecamatan Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah

masyarakat pengen pemberdayaan masyarakat seperti

pengetahuan dan keterampilan tentang apa ya kita

koordinasikan dengan Dinas Sosial. Itu semua ada beberapa

ratus usulan ya kita masukan dalam skala prioritas. Itu

koordinasi yang kita lakukan untuk memfasilitasinya…”

(wawancara, Agustus 2017)

Wawancara tersebut menjelaskan bahwa

Kewenangan yang dilimpahkan seperti item pelayanan yang

diselenggarakan kecamatan dalam PATEN (Pelayanan

Administrasi Terpadu Kecamatan), selebihnya kewenangan

lain yang dilimpahkan pada camat diwujudkan dengan

koordinasi dengan perangkat daerah teknis atas hasil

fasilitasi masyarakat yang dilakukan kecamatan dalam

forum kegiatan Musrenbang.

Lebih lanjut setelah mengetahui pandangan para

informan terhadap amanat peraturan bupati Nomor 14

Tahun 2013 serta garis besar operasionalisasinya di

kecamatan. Adapun kesenjangan penyelenggaraan salah

satu kewenangan yang diselengarakan kecamatan pada

PATEN yakni perizinan mendirikan bangunan (IMB)

terbatas di bawah 100 M persegi, dimana dalam

penyelenggaraanya di beberapa kecamatan dianggap masih

belum berjalan efektif sebagaimana dikatakan oleh

Informan 5 dari Kecamatan Majasari sebagai berikut ;

“….Kewenangan rekomendasi izin Mendirikan Bangunan

(IMB) dibawah 100 M Persegi dilimpahkan pada

kecamatan, kenyataan yang terjadi yang melakukan

penandatanganan tetap pada Badan Penanaman Modal dan

Pelayanan Perijinan Terpadu, dengan adanya Peraturan

Bupati yg terjadi untuk IMB di bawah 100 Meter Persegi

udah ada pelimpahan kepada camat, cuma pada

kenyataannya pemberiannya setengah hati, sosialisasi dan

arahan sudah dilaksanakan tapi pelimpahan wewenang

belum terealisasi. Padahal itu jelas baik peraturan bupati

atau UU bahwa IMB di bawah 100 kewenanganya pada

camat tapi sampai saat ini belum terealisasi. Jadi masih

setengah hati memberikannya. Itu yang saya tau berkenaan

dengan pelimpahan kewenangan….”(wawancara, Agustus

2017)

Page 111: Kecamatan Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah i

Kecamatan Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah 95

Dari wawancara tersebut menjelaskan bahwa

kewenangan IMB di bawah 100 Meter Persegi, dalam

pelaksanaan di Kecamatan Majasari penandatangananya

tetap dilakukan BPMPTSP (Badan Penanaman Modal dan

Pelayanan Terpadu Satu Pintu). Asumsinya kewenangan

IMB diberikan masih setengah hati. Hal itu diperkuat

dengan yang dikatakan oleh Informan 9 dari Kecamatan

Labuan yang mengatakan sebagai berikut;

“…penyerahan sebagian wewenang bupati kepada camat

yang ditetapkan yang semacam perizinan IMB di bawah

100 M Persegi, tapi tetep saja diaksanakan oleh dinas

perizinan kabupaten pandeglang, ya mau bagaimana lagi

kenyataanyan kewenangan memberikan Izin IMB belum

berjalan efektif di kecamatan jadi tetap di dinas teknis

pandeglang yang menanganinya.” (wawancara, Agustus

2017)

Wawancara tersebut menjelaskan bahwasanya

penyelenggaraan kewenangan camat dalam memberikan

perizinan mendirikan bagungan (IMB) di bawah 100 M

persegi belum bisa berjalan efektif di beberapa kecamatan.

Ketika dibawa pada ruang lingkup nasional, fenomena

semacam itu umum terjadi. Hal itu disebabkan oleh kurang

berlega hatinya perangkat daerah teknis ketika

kewenanganya dibagi dengan kecamatan sebagaimana

dikatakan oleh Informan 23 dari Pusat Telaah dan

Informasi Regional;

“…penyelenggaraan ini mungkin perlu ada semacam

sharing transfer knowlodge dari dinas atau SKPD yang

tadinya menyelenggarakan itu kepada kecamatan.

Orkestrasi itu dalam kontek kewenangan menurut saya

pelimpahan kewenangan ya begitu masing-masing

menyelengarakan, memberikan dukungan. Udah begitu

betul-betul maksimal memberikan dukungan berlega hati

pada saat diambil kewenangannya. Yang terjadi nurut aja

SKPD-SKPD nya, tapi dalam pelaksanaannya dia seperti

menggembosi. Pertama, kalau ada keahlian yang di

kecamatan tidak dilakukan oleh dia. Yang kedua ada cara

lagi misalnya dia sudah dilimpahkan, kalau ada orang

dateng berkonsultasi tidak di kecamatan tapi dilayani oleh

dia sendiri. Akibatnya orang lebih percaya kepada Dinas

Page 112: Kecamatan Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah i

96 Kecamatan Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah

yang dulu menyelenggarakan itu dari pada kecamatan. Hal-

hal yang kayak gini menurut saya memang agak banyak dan

kompleks permasalahanya.” (Wawancara, September 2018)

Wawancara tersebut menjelaskan bahwa, secara

nasional pada Kabupatendan Kota di Indonesia, adanya

kecenderungan perangkat daerah teknis kurang bisa

menerima jika sebagian kewenangan yang dilimpahkan

kepala daerah kepada camat, khususnya yang berkaitan

dengan perizinan. Hal itu terlihat dalam implementasinya

seperti masih dilayaninya masyarakat yang datang pada

perangkat daerah teknis untuk mengurus perizinan yang

seharusnya porsi tersebut menjadi kewenangan camat.

Selain itu, adapun kewenangan penyelenggaraan

kecamatan bidang lain, yang seharusnya diatur oleh bupati

melalui keputusan yang didasarkan pada perbedaan

karakteristik, kebutuhan dan tipologi yang dimiliki

kecamatan tertentu. Namun faktanya bupati belum

mengatur kewenangan khusus. Justru dalam penataan

organisasi perangkat daerah tahun 2016 lalu pemerintah

kabupaten lebih memilih membentuk perangkat daerah

pelaksana administrasi khusus terkait keberadaan Kawasan

Ekonomi Khusus (KEK) yang berada di salah satu

kecamatan, sebagaimana dikatakan oleh informan 6 dari

Kecamatan Panimbang sebagai berikut;

“... tidak ada kewenangan kusus di seluruh kecamatan di

pandeglang ini…Di sini yang berbeda mungkin tentang

kawasan jadi tugas pembantuan camat itu adalah melakukan

koordinasi dengan pihak KEK ya kalau gak salah, disini

sudah ada koordinatornya, tanjung lesung itu ibu Jois, saya

sifatnya koordiasi, tidak ada kewenangan khusus camat

panimbang berkenaan dengan KEK (Kawasan Ekonomi

Khusus) tapi hanya melakukan koordinasi….”(wawancara,

Agustus 2017)

Dari wawancara tersebut rupanya Camat menyadari

dan memiliki harapan bahwasanya melihat karakteristik

kebutuhan dan tipologi di wilayah kerjanya menginginkan

bupati memberikan kewenangan yang berbeda dengan

kecamatan yang lain, namun belum ada langkah dari bupati

untuk mengambil kebijakan tersebut, yang dimungkinkan

Page 113: Kecamatan Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah i

Kecamatan Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah 97

mengingat dan menimbang dengan pertimbangan-

pertimbangan teknis tertentu, sehingga dianggap belum

memungkinkan. Perihal pentingnya pelimpahan

kewenangan pada camat dalam rangka mendukung strategi

nasional sebagaimana dikatakan oleh Informan 23 dari

Pusat Telaah dan Informasi Regional berikut;

“Kecamatan-kecamatan di daerah-daerah yang sebenarnya

kalau saya lihat pentingnya hal itu pembentukan kecamatan

di perbatasan di daerah-daerah yang relatif terpencil, maka

pemerintah berhak membentuk Kecamatan berdasarkan

pertimbangan-pertimbangan strategi nasional pertimbangan

apa namanya keamanan atau apa saya lupa nanti tolong

dicek. Yang saya lihat pertama adalah yang di daerah-

daerah terpencil kan yang termasuk kedalam kepentingan

nasional itu mecakup kecamatan yang terpencil, kawasan

perbatasasn negara, ketiga kepentingan strategis lainnya.

Banyak upaya-upaya ekonomi lokal contohnya mereka

tidak memiliki aspek perizinan usaha di daerah-daerah

terpencil. Ada Peraturan Menteri Perdagangan bahwa

persyaratan untuk mendapatkan tanda daftar perusahaan

dengan SIUP tidak perlu dilakukan oleh pemerintah

kabupaten cukup dikeluarkan oleh camat. Dalam konteks

pengembangan ekonomi di tingkat lokal itu kecamatan bisa

berperan mempercepat proses ekonomi lokal, karena dia

sudah punya legalitas izin usahanya hal kecil. Memang

kalau dilakukan secara agregasi banyak mendorong

pertumbuhan ekonomi nasional, yang kedua di daerah

daerah perbatasan kecamatan berperan emang gak jadi

masalah, utamanya yang sering terjadi litas batas aspek

keamanan.” (Wawancara, September 2018)

Hal senada juga disampaikan oleh Informan 27 dari

Pemerintah Provinsi Banten (Asosiasi Pemerintah Provinsi)

sebagai berikut;

“Sudah jelas di situ kalau pemerintah Provinsi akan

mendorong kecamatan menjadi garda terdepan dalam

pembangunan dan pelayanan publik. Salah satu yang

ditekankan oleh Pemerintah Provinsi Banten adalah peran

dalam administrasi terpadu kecamatan, kaitanya dengan itu

kita mendorong Bupati/walikota itu membuat peraturan

yang dinamakan pelimpahan wewenang kepada camat,

Page 114: Kecamatan Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah i

98 Kecamatan Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah

kewenangan di bidang administrasi kecamata misalkan

dalan hal perizinan IMB, perizinan usaha. Supaya apa,

seperti yang digembar gemborkan oleh pemerintah pusat

jika pelayanan dalam perizinan itu harus cepat, efisien dan

efektif. Jadi pada intinya pemerintah provinsi Banten

mendukung secara penuh pelimpahan kewenangan bupati

kepada camat sebagai perangkat daerah”. (Wawancara,

September 2018)

Wawancara tersebut menjelaskan bahwa dalam

rangka meningkatkan akses publik terhadap pelayanan dan

dukungan terhadap program strategi nasional dianggap

perlu melimpahkan kewenangan khusus atas dasar

karakteristik dan kebutuhan, bahkan jika dipandang perlu

seperti halnya di daerah perbatasan-perbatasan (area rural)

untuk dibentuk kecamatan. Semangat yang dibangun adalah

pelayanan publik apapun menjadi cepat, efektif dan efisien.

Kemudian dalam kaitanya dengan peningkatan akses

pelayanan publik dalam usul penyempurnaan kelembagaan

Kecamatan sebagaimana dikutip dari Naskah Akademik

RUU Pemerintahan daerah (2011) dijelaskan sebagai

berikut;

“Jika dari pertimbangan kewilayahan, aksesibilitas, dan

transportasi keberadaan kecamatan sebagai pusat pelayanan

amat diperlukan untuk memenuhi kebutuhan pelayanan

publik tertentu maka kecamatan perlu diberdayakan sebagai

pusat pelayanan publik pada skala kecamatan”.

Sejalan dengan hal itu, diketahui saat ini pengelolaan

dana desa tidak dipungkiri menyita perhatian dan energi

pemerintah daerah khususnya kecamatan yang juga

memiliki kewenangan pembinaan dan pengawasan dalam

pelaksanaannya, sebagaimana dikatakan oleh Informan 1

dari Bagian Pemerintahan Kabupaten Pandeglang sebagai

berikut;

“…selain itu mengingat keberadaan Undang undang desa

saat ini Kecamatan selain membina dan mengawasi

penyelenggaraan pemerintahan desa juga bertindak sebagai

Verifikator dana desa..” (wawancara, Agustus 2017)

Page 115: Kecamatan Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah i

Kecamatan Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah 99

Wawancara tersebut menjelaskan memang pada

dasarnya pembinaan dan pengawasan dan kewenangan

verifikator pada pengelolaan dana desa menjadi fokus kerja

yang tidak bisa dikatakan ringan oleh kecamatan. Adapun

Target Capaian dan Realisasi Kegiatan Prioritas Tahun

2017 pembangunan desa sebagai tindak lanjut realisasi

Surat Edaran Nomor 601/1474-DPMPD/2017 sebagai

berikut;

Tabel 9.1

Target Capaian dan Realisasi Kegiatan Prioritas Tahun 2017

No Target

Capaian Vol. Satuan Realisasi Vol Satuan

1 Pembangunan

Taman Pintar

100 Unit Pembangunan

Taman Pintar

100 Unit

2 Pembangunan

Pos Yandu

326 Unit Pembangunan

Pos Yandu

326 Unit

3 Pembangunan

Embung Desa

150 Bangunan Pembangunan

Embung Desa

148 Bangunan

4 Jalan Desa

(Paving Blok)

326 Desa Jalan Desa

(Paving Blok)

326 Desa

5 BUMDes 326 Desa BUMDes 326 Desa

6 Pembuatan

Tempat

Pembuangan

Sampah

150 Unit Pembuatan

Tempat

Pembuangan

Sampah

150 Unit

7 Sarana

Olahraga

150 Unit Sarana

Olahraga

150 Unit

8 1 desa 1

produk

unggulan

326 Produk 1 desa 1

produk

unggulan

326 Produk

9 Perikanan 100 Bagunan Perikanan 100 Bagunan

10 Wisata/sarana

air bersih

120 Bangunan Wisata/sarana

air bersih

120 Bangunan

Sumber: DPMPD Pandeglang 2017

Dari Tabel 9.1 di atas diketahui bahwa 10 item

pembangunan di desa mulai dari pembangunan taman pintar

hingga wisata/sarana air bersih dapat dikatakan mayoritas

terealisasi namun hanya pada 2 pembangunan

pembangunan embung desa saja yang tidak terealisasi

sesuai dengan target. Terlihat bahwa dengan pencapaian

pada 326 desa dari 33 kecamatan yang melakukan

pembinaan pengawasan dan fungsi verifikasi terhadap

pengelolaan dana desa perhatian dan energinya terfokus

pada urusan itu.

Page 116: Kecamatan Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah i

100 Kecamatan Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah

Terlihat bahwa kecamatan dituntut untuk melakukan

pembinaan dan pengawasan pada pemerintah desa. Dengan

hal itu menggiring camat untuk menjadikan pembinaan dan

pengawasan pemerintah desa sebagai prioritas. Berkaitan

dengan itu Informan 22 dari Pemerintah Provinsi Jawa

Timur (Asosiasi Pemerintah Provinsi) mengatahkan;

“Beberapa kali pak gubernur sudah memberikan beberapa

pernyataan dengan adanya undang undang Nomor 6.

Penguatan desa, dengan adanya dana desa itu tidak bisa

dilakukan secara efektif kalau tidak ada pembinaan dan

pengawasan oleh pemerintahan atasannya. Selama ini yang

lebih banyak terkait itu pemerintah kabupaten Kota,

makanya di rasa kurang efektif karena rentang kendali

pemkab kepada desa terlalu jauh, sehingga yang paling

masuk akal adalah melibatkan kecamatan untuk melakukan

binwas. Tetapi dengan melihat kondisi kecamatan sekarang

yang mengalami penerununan dari segi kewenangan karena

dengan adanya Undang Undang Nomor 22 tahun 1999 dan

Undang Undang Nomor 32 tahun 2004 mengurangi power

yang mereka dapatkan seperti layaknya pelaksanaan undang

undang Nomor 5 tahun 1974. Dengan begitu akhirnya

sekarang pemerintah harus mulai melirik kecamatan sebagai

ujung tombak. Untuk Jawa Timur sendiri sebagai yang

membantu gubernur sudah melakukan langkah

langkah.Langkah-langkahnya seperti meyusun modul

pelatihan camat, yang di dalamnya ada binwas desa tentang

ADD dan DD. Dalam rangka meningkatkan dan juga

sebagai tindak lanjut atas konsep Kemendagri yang

berhubungan dengan peningkatan kapasitas aparatur desa,

dimana kecamatan dijadikan aktor yang bernama pembina

teknis aparatur desa. Tidak hanya itu saja, kami menyadari

bahwa penguatan perancangan itu ditentukan dari delegasi

kewenangan bupati/walikota kepada camat. Kalau itu tidak

terjadi, sangat susah sekali jika mengandalkan atributif,

karena atributif itu hanya mengandalkan

koordinasi.”(Wawancara, September 2018)

Lebih lanjut mencermati penjelasan-penjelasan di

atas, dimungkinkan bupati memiliki pertimbangan tertentu

sehingga kewenangan lain yang telah dilimpahkan seperti

pendidikan, pariwisata, penataan ruang dan lain-lain dalam

amanat Peraturan Bupati Nomor 24 Tahun 2013, hingga

Page 117: Kecamatan Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah i

Kecamatan Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah 101

kini belum ada kebijakan dari bupati untuk mengatur ulang

guna memberikan kewenangan khusus yang diperlukan

kecamatan-kecamatan tertentu dengan mempertimbangkan

karakteristik kebutuhan, tipologi kecamatan dan juga

sebuah bentuk dukungan atas rencana aksi program

nasional. Dari hal itu juga memberikan kesan bahwa

kecamatan diharapkan secara proaktif mampu

mengidentifikasi sendiri karakteristik wilayah kerjanya

serta menginisiasi dengan batasan kewenangan yang telah

diamanatkan dalam Peraturan Bupati Nomor 24 Tahun

2013, sehingga kecamatan dapat memberikan kontribusi

atas terselenggarakanya kewenangan-kewengangan

tersebut. Berkaitan dengan itu Informan 12 dari Komisi I

DPRD Kabupaten Pandeglang mengatakan;

“..tidak ada yang spesial, artinya memang semua yang

seperti anda maksud, itu semua sudah seperti itu ya kalau

masalah operasioanal ya paling tentang peraturan-peraturan

kepala desa ya, tetapi biasanya bupati mau mengeluarkan

peraturannya, dimana peraturan itu memang secara teknis

saja untuk mengarahkan secara teknis saja supaya tidak

terjadi kesalahan dalam proses pembangunan…”

(wawancara, November 2017)

Wawancara tersebut menjelaskan bahwa sebetulnya

terkait kewenangan bupati atas urusan pemerintahan daerah

yang dilimpahkan pada camat tidak ada yang sepesial. Hal

itu diartikan bahwa kecamatan keberadaanya cukup pada

uraian tata kerja yang ada, pelayanan rekomendasi,

fasilitasi, perizinan terbatas sesuai yang ditetapkan pada

item layanan PATEN dan lebih memfokuskan pada

kewenangan pembinaan dan pengawasan serta kewenangan

sebagai verifikator pada pengelolaan dana desa. Hal itu

terlihat bahwasanya memang bupati lebih serius dalam

menetapkan rangkaian peraturan seperti halnya peraturan

bupati, surat keputusan maupun surat edaran yang sifatnya

mengatur operasionalisasi pembinaan dan pengawasan

camat pada pemerintah desa. Adapun contohnya, Peraturan

Bupati Nomor 3 Tahun 2017 tentang kewenangan desa,

Peraturan Bupati Nomor 6 Tahun 2017 tentang Pedoman

Pengelolaan dana desa, Surat Keputusan Bupati Nomor 142

/ Kep.49. Huk/ 2016 tentang Penetapan Besaran dan Tata

Page 118: Kecamatan Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah i

102 Kecamatan Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah

Cara Pengalokasian Alokasi Dana Desa, Surat Edaran

Nomor 601/1474-DPMPD/2017 dan lain sebagainya.

Berdasarkan wawancara dan penjelasan di atas dalam

hal kewenangan bupati atas urusan pemerintahan daerah

yang dilimpahkan pada camat serta segenap asumsi ketidak-

efektifan pelaksanaan terutama permasalahan perizinan

terbatas pada IMB di bawah 100 M persegi serta tidak

adanya pengaturan kewenangan khusus (kewenangan

kewenangan yang lain) berdasarkan karakteristik kecamatan

selain kewenangan pembinaan dan pengawasan pada

pemerintah desa (sedang menjadi fokus bupati).

Kewenangan yang lain di sini seperti pendidikan,

pariwisata, penataan ruang dan lain sebagainya. Hal itu

dimungkinkan karena bupati lebih memandang Keberadaan

Perangkat daerah teknis serta UPT (Unit Pelaksana Teknis)

tingkat kecamatan sudah dianggap cukup untuk memegang

kendali kewenangan yang sifatnya teknis spesialis di tingkat

kecamatan. Sedangkan camat cukup pada tataran pelengkap

yaitu kewenangan koordinasi, fasilitasi perangkat daerah

teknis. Pelimpahan wewenang bupati kepada camat dalam

Peraturan bupati terlihat bersifat umum tanpa adanya

pengaturan kewenangan khusus berdasarkan karakteristik

kecamatan, disinyalir karena bupati berharap adanya sikap

inisiasi dan menginisiasi dengan batasan kewenangan yang

dimiliki oleh kecamatan selaku perangkat daerah

kewilayahan. Tentunya perbedaan karakter merupakan

bagian dari elemen yang sejatinya harus dielaborasi oleh

Camat agar tujuan utama penyelengaraan pemerintahan

daerah bisa tercapai yaitu menjadi daerah yang maju,

sejahtera dan berdaya saing.

Lebih lanjut adapun realita terkait penyelenggaraan

kewenangan kecamatan di luar penyelenggaraan PATEN

serta pembinaan dan pengawasan pada desa, sebagaimana

dalam lampiran Peraturan Bupati Pandeglang Nomor 24

Tahun 2013 tertanggal 22 Oktober 2013, secara jelas

dijabarkan tentang Kewenangan camat dalam penyeleng-

garaan kewenangan bupati yang telah dilimpahkan atas

urusan pemerintahan daerah meliputi urusan wajib dan

pilihan. Sebagai contoh diantaranya pada bidang pendidikan

berikut;

Page 119: Kecamatan Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah i

Kecamatan Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah 103

Tabel 9.2

Kewenangan Bidang Pendidikan

Sub Bidang Kewenangan Kecamatan

1. Kebijakan Memberikan dukungan sumber daya

terhadap penyelenggaraan

TK/PAUD, SD, SMP, SMA/SMK,

dan pendidikan Non Formal

2. Sarana dan

Prasarana

1. Memberikan dukungan

Terhadap Pemenuhan standar

nasional, sarana prasarana

pendidikan TK/PAUD, SD,

SMP, SMA/SMK, dan

pendidikan Non Formal.

2. Merekomendasikan permohonan

izin operasional sekolah swasta

seluruh jenjang dan jenis

pendidikan di wilayah

kecamatan.

3. Merekomendasikan permohonan

sekolah swasta untuk berubah

status menjadi sekolah negeri

pada seluruh jenjang dan jenis

pendidikan

4. Merekomendasikan tempat

pembangunan unit sekolah baru

(USB) di seluruh jenjang dan

jenis pendidikan

3. Pengendalian

Mutu

Pendidikan

1. Memberikan saran dan

pertimbangan kepala sekolah

dalam rangka peningkatan mutu

pendidikan;

2. Melaksanakan koordinasi, dan

monitoring terhadap kegiatan

sekolah

Sumber : Lampiran Peraturan Bupati Nomor 24 Tahun 2013

Berdasarkan Tabel di atas diuraikan secara

operasional yang menjadi kewenangan camat pada bidang

pendidikan. Dari hasil penelitian diketahui bahwa dalam

penyelenggaraanya camat memiliki kecenderungan lebih

berkutat pada sub bidang sarana prasarana saja seperti pada

Page 120: Kecamatan Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah i

104 Kecamatan Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah

memberikan rekomendasi izin pendirian. Terkait dengan

memberikan rekomendasi pendirian sekolah dapat

dicontohkan sebagaimana dikatakan oleh Informan 6 dari

kecamatan Panimbang sebagai berikut;

“…saya juga sudah telah memberikan rekomendasi izin

untuk pendirian SMP dan SMA presiden pak, persis yg ada

di Bekasi, itu di atas luas lahan 5 hektar dan sekolah

internasional…. saya hanya rekomendasi izin untuk

pendirian, karena memang itu lahan miliknya, jadi akan

membangun sekolah internasional, dalam rangka itu tentu

kita menyiapkan SDM nya…” (wawancara, Agustus 2017)

Kecenderungan lebih berkutatnya camat pada sub

bidang sarana dan prasarana disinyalir kerena keterbatasan

kompetensi camat dan jajaranya dalam bidang teknis

spesialis seperti pendidikan. Hal itu sebagaimana dikatakan

oleh Informan 3 dari Kecamatan Karang Tanjung ketika

dikonfirmasi sebuah gagasan peneliti tentang pengalihan

stuktur UPT Pendidikan pada struktur kecamatan sebagai

berikut;

“Kembali lagi yang saya sampaikan tadi bahwa kecamatan

ini kan bukan teknis spesialis seperti dinas pendidikan, toh

sudah ada UPT. Kalau struktur UPT pendidikan dialihkan

ke kecamatan tentunya itu bukan spesialisasi kami, ya

seperti pola kenaikan pangkat guru dengan pegawai non

guru juga berbeda. Makanya biar ditangani dengan yang

lebih menguasai teknis spesialis saja. Apa yang akan terjadi

kalau sesuatu tidak ditangani oleh ahlinya” (wawancara,

Agustus 2017)

Lebih lanjut ketika dikaitkan dengan arah kebijakan

yang sebetulnya menjadi harapan dari Kementerian Dalam

Negeri dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan daerah

yang efektif dan efisien sebagaimana dikatakan oleh

Informan 19 dari Direktorat Jenderal Bina Administrasi

Kewilayahan Kementerian Dalam Negeri sebagai berikut;

“….sekarang dengan adanya kecamatan ini akan nyambung

relevan sekali logis sekali kalau UPTD ga ada. Bahkan kita

di peratuaran PP 18 tahun 2016 tentang OPD itu kita batasi

kebutuhan-kebutuhan UPTD itu, Karena sudah ada

kecamatan. Justru kita arahkan itu berdasarkan kecamatan

Page 121: Kecamatan Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah i

Kecamatan Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah 105

saja. Mulai dari UPT dinas pendidikan kan kita cabut. Kalau

dulu di kecamatan mesti ada UPT dinas pendidikan, nah itu

malah pelan-pelan kita mulai gerus UTP-UPT dinas itu

yang levelnya bisa dilaksanakan oleh camat dalam kerangka

koordinasinya, laksanakan camat saja. Jadi malah lebih

efektif efesien. Efektif jelas sama-sama tercapai tujuannya

kan, camat sebagai perangkatnya Bupati, nah ngapain ada

camat ada UPT-UPT dinas. Karena UPT dinas kerjanya apa

? kan Cuma mengkoordinasikan sekolah-sekolah saja kan?

Kenapa bukan camat? kan camat bisa.” (wawancara,

November 2017)

Wawancara di atas menjelaskan bahwa terdapat

kewenangan pendidikan yang dilimpahkan dan diatur

hingga tataran operasional, namun kendala kompetensi yang

dimiliki oleh camat beserta jajaranya yang menjadikan

kewenangan tersebut belum optimal dalam penyeleng-

garaanya. Belum optimalnya ditandai dengan masih

dilaksanakan secara parsial, khususnya pada sub bidang

yang tidak bersentuhan dengan teknis spesialis seperti pada

sub bidang sarana dan prasarana. Untuk sub bidang

pengendalian mutu pendidikan nyaris tidak dilaksanakan,

terkait dengan hal itu selain diketahui dari penjelasan di atas

peneliti juga mengkomparasikan dengan laporan bulanan

kinerja penyelenggaraan kewenangan dari masing-masing

kecamatan. Bahkan ada kecamatan yang nyaris tidak

menyelenggarakan kewenangan dalam bidang pendidikan

tersebut. Berkaitan dengan itu pada dasarnya kondisi

tersebut dapat disikapi dalam berbagai pandangan

diantaranya adalah kemauan dari kecamatan sendiri untuk

beradaptasi pada kompetensi yang seharusnya dimiliki

dalam penyelenggaraan kewenangan yang dilimpahkan

bupati pada pendidikan, ataukah pengaturan kewenangan

yang dilimpahkan terlalu teknis spesialis sehingga sejalan

dengan beban kerja camat/ kecamatan yang tinggi pada

kewenangan yang lain membuat camat/kecamatan

beranggapan bahwa ada kewenangan tertentu yang tidak

menjadi prioritas untuk diselenggarakan secara optimal

walaupun semangat penguatan kewenangan kecamatan

menjadi agenda pemerintah dalam rangka mewujudkan

efektifitas dan efisiensi penyelenggraan pemerintah daerah.

Page 122: Kecamatan Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah i

106 Kecamatan Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah

Seyogyanya hal tersebut menjadikan agenda pengaturan

yang seharusnya dilakukan oleh pemerintah kabupaten

pandeglang dimana yang menjadi penekanan adalah

memetakan kembali makna kuantitas kewenangan yang

dilimpahkan dengan proporsionalitas kewenangan yang

dilimpahkan dalam rangka penguatan kecamatan menuju

terciptanya efektifitas dan efisiensi penyelenggaraan

kecamatan.

Selanjutnya pada kewenangan camat/kecamatan yang

berikutnya seperti pekerjaan umum, sebagaimana dijelaskan

kewenangan pekerjaan umum sebagai berikut;

Tabel 9.3

Kewenangan Bidang Pekerjaan Umum

Sub Bidang Kewenangan Kecamatan

1. Sumber Daya

Air

1. Pembentukan wadah koordinasi

sumber daya air tingkat

kecamatan

2. Pembentukan tim pengelola

irigasi di tingkat kecamatan

3. Pemberdayaan para pemilik

kepentingan dalam pengelolaan

sumber daya air

4. Pemberdayaan kelembagaan

sumber daya air tingkat irigasi

tersier dan irigasi desa

5. Pengendalian daya rusak air

pada jaringan irigasi tersier dan

kuarter

6. Pengawasan pengelolaan

jaringan di tingkat tersier dan

kuarter

2. Bina Marga 1. Koordinasi pemanfaatan dan

pengawasan RUMAJA (Ruang

Manfaat Jalan) RUMIJA

(Ruang Milik Jalan),

RUWASJA (Ruang Pengawas

Jalan)

2. Koordinasi pemanfaatan dan

pengawasan utilitas jalan

3. Air Minum 1. Koordinasi dan pengawasan

jaringan air bersih pedesaan

Page 123: Kecamatan Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah i

Kecamatan Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah 107

Sub Bidang Kewenangan Kecamatan

maupun perkotaan

2. Penyelesaian dan koordinasi

masalah non teknis jaringan air

bersih

4. Air Limbah Pengawasan dan koordinasi tangki

septic individu dan komunal

5. Persampahan

Pengawasan dan koordinasi

Program 3 R (reduce, reuse,

recycle) dan sosialisasi

pengelolaan persampahan

6. Drainase Pengawasan dan koordinasi

jaringan drainase pemukiman dan

genangan air

7. Pemukiman 1. Pengawasan perumahan

permukuman

2. Penyelesaian dan koordinasi

masalah non teknis

permukiman

8. Bangunan

Gedung dan

Lingkungan

Koordinasi, pelaporan dan

pengawasan dan kerusakan

bangunan umum

Sumber : Lampiran Peraturan Bupati Nomor 24 Tahun 2013

Berkaitan dengan penjelasan tabel di atas diketahui

dari hasil penelitian bahwa belum optimal penyeleng-

garaanya dan cenderung parsial. Lagi-lagi muncul

pernyataan bahwa kecamatan bukan perangkat daerah teknis

spesialis. Dari sub bidang kewenangan yang ada kecamatan

hanya berkutat pada mengkoordinasikan ketika ada aduan

dari masyarakat perihal fasilitas dan sarana prasarana

umum. Hal itu sebagaimana dikatakan oleh Informan 3

dari Kecamatan Karang Tanjung sebagai berikut;

“Ya kalau pemeliharaan itu kan artinya memelihara jalan

yang sudah ada, memelihara infrastruktur yang sudah ada.

Paling kisaran kebersihan jalan hari selasa, itu kan

pemeliharaan juga, bukan nambal atau seperti apa. Kita di

sini sifatnya jembatan dari masyarakat. Biasanya kalau ada

masalah kan masyarakat lapornya ke kecamatan atau

kelurahan, tergantung bidang apa yang dilaporkan misalnya

Page 124: Kecamatan Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah i

108 Kecamatan Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah

masalah infrastruktur jalan rusak pastinya kita sikapi

sebagai informasi yang selanjutnya kita fasilitasi dan kita

rekomendasikan ke dinas teknis. Mau kita eksekusi kita

juga ngga punya kewenangan.” (wawancara, Agustus 2017)

Wawancara tersebut menjelaskan bahwa

penyelenggaraan kewenangnan tersebut diselenggarakan

dengan sikap yang pasif. Artinya adanya aktifitas kerja

ditentukan oleh ada atau tidaknya laporan dari masyarakat

dan ada atau tidaknya kegiatan pembangunan yang

dilakukan perangkat daerah teknis yang sedang berlangsung

di wilayah kerja camat. Dari situ dapat diketahui jika pada

pengawasan dan pengendalian fasilitas dan sarana prasarana

umum pada sub bidang yang lain yang bersifat rutin

cenderung tidak diselenggarakan.

Kegiatan pembangunan fisik yang sedang

berlangsung di wilayah kerja kecamatan seperti halnya

berikut;

Gambar 9.1

Kegiatan Monitoring Pembangunan Jalan Lingkungan

Kampung Pasir Angin, kelurahan Pagerbatu

Sumber : (Akun Media Sosial Kecamatan Majasari)

Gambar di atas adalah kegiatan monitoring dan

evaluasi pembangunan jalan lingkungan di kampung Pasir

Angin, Kelurahan Pagerbatu yang dilakukan oleh Camat

Majasari bersama Kepala Bagian Pembangunan Sekretariat

daerah. Kemudian adapun berikut;

Page 125: Kecamatan Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah i

Kecamatan Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah 109

Gambar 9.2

Monitoring dan Evaluasi Pelaksanaan Program PISEW

Sumber : (Akun Sosial Media Kecamatan)

Gambar di atas kegiatan Monitoring dan Evaluasi

Program PISEW dari Kementerian Pekerjaan Umum

pembangunan jalan yang menghubungkan antara Kampung

Kebon Desa Panimbangjaya dengan Kampung Pamatang

Desa Mekarjaya. Kegiatan-kegiatan tersebut bukanlah

monitoring dan evaluasi dalam pengertian rutin. Lebih

lanjut sikap pasif kecamatan terhadap kegiatan monitoring

dan evaluasi pelaporan dan pengawasan kerusakan

bangunan umum diperkuat sebagaimana dikatakan oleh

Informan 4 dari Kecamatan Majasari sebagai berikut;

“Kalau teknis dengan SKPD nya, kami selama ini

melakukan koordinasi dengan forum Perangkat daerah,

biasanya dituangkan dalam MUSRENBANG mulai dari

tingkat kelurahan, disitu kita bisa tau apa keinginan

masyarakat misalnya masyarakat ingin jembatan dan jalan

bisa kita koordinasikan lintas sektoralnya dengan Dinas

Perumahan dan Pemukiman..” (wawancara, Agustus 2017)

Wawancara tersebut menjelaskan bahwa pada

dasarnya kecenderungan pasifnya pihak kecamatan

diperkuat dari pernyataan salah satu kecamatan yang yang

memanfaatkan forum musrenbang sebagai media

menjembatani aduan masyarakat pada kondisi fasilitas dan

sarana prasarana umum. Artinya akan menjadi semakin

Page 126: Kecamatan Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah i

110 Kecamatan Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah

pasif jika hanya melalui forum musrenbang saja laporan

dari masyarakat baru akan dijembatani.

Kemudian dalam kaitanya hubungan antara

mekanisme penganggaran dengan penyelenggaraan

kewenangan bidang pekerjaan umum sebagaimana

dikatakan Informan 9 dari Kecamatan Labuan berikut;

“Kalau masalah pemeliharaan jalan anggaranya disusunya

di anggaran kecamatan namun pelaksanaanya kita titipkan

pada Dinas Pekerjaan Umum.” (wawancara, Agustus 2017)

Wawancara tersebut menjelaskan bahwa kecamatan

hanya menyusun rencana kerja anggaran saja, namun dalam

pelaksanaan teknis kegiatanya dilaksanakan oleh dinas

pekerjaan umum. Pada dasarnya argumen tersebut dapat

dikaitkan dengan penjelasan sebelumnya bahwa kecamatan

bukan perangkat daerah teknis spesialis. Artinya dimanapun

letak pengelolaan anggaran, kewenangan akan menjadi

tidak terselenggarakan dengan optimal jika kecukupan

kuantitas maupun kompetensi sumberdaya pelaksana dalam

sepesialisasi kewenangan tidak terpenuhi. Sehingga jika

sikap proaktif dalam kordinasi dengan perangkat daerah

teknis tidak dimunculkan dari kecamatan guna mengemban

tanggung jawab atas kewenangan sekalipun dengan

keterbatasan kompetensi sumberdaya, maka kesan pasif dan

tidak bertanggung jawab pada kewenangan yang dimiliki

akan memjadi frame kecamatan.

Kemudian pada kewenangan bidang pariwisata,

diketahui bahwa kewenangan bidang pariwisata merupakan

pelimpahan bupati atas kewenangan yang dimilikinya dari

urusan pilihan yang mana dalam peraturan bupati Nomor 24

Tahun 2013 dijelaskan bahwa kewenangan tersebut dalam

penyelenggaraanya disesuaikan dengan karakteristik

wilayak kerja camat/kecamatan. Adapun kewenangan

bidang pariwisata dijelaskan pada tabel sebagai berikut;

Tabel 9.4

Kewenangan Bidang Pariwisata

Sub Bidang Kewenangan Kecamatan

1. Kebijakan Bidang

Kepariwisataan

Fasilitasi dan koordinasi

pelaksanaan penyusunan

program, pengumpulan data,

monitoring, evaluasi dan

Page 127: Kecamatan Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah i

Kecamatan Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah 111

Sub Bidang Kewenangan Kecamatan

pelaksanaan bidang pariwisata

yang melibatkan partisipasi

masyarakat

2. Pelaksanaan

bidang

kepariwisataan

1. Fasilitasi dan koordinasi

pelaksanaan program aksi

bidang pariwisata yang

melibatkan masyarakat;

2. Fasilitasi dan koordinasi

pelaksanaan pengumpulan

data bidang pariwisata;

3. Fasilitasi dan koordinasi

monitoring dan evaluasi

pengendalian bidang

pariwisata;

4. Fasilitasi dan koordinasi,

monitoring dan evaluasi

pengendalian bidang

pariwisata yang melibatkan

masyarakat;

5. Fasilitasi dan koordinasi

pelaksanaan, monitoring dan

pelaporan terhadap bidang

pariwisata yang ada di

lokasinya.

3. Kebijakan Bidang

Pariwisata

Fasilitasi dan koordinasi

pelaksanaan penyusunan

program, pengumpulan data,

monitoring evaluasi dan

pelaporan tentang pariwisata

Sumber : Lampiran Peraturan Bupati Nomor 24 Tahun 2013

Berkaitan dengan tabel di atas dan hasil penelitian

diketahui bahwa kecamatan belum menyelenggarakan

kewenangan tersebut dengan optimal. Hal itu ditandai

dengan hasil penelaahan peneliti pada dokumen pelaporan

penyelenggaraan kewenangan. Dalam menyelenggarakan

kewenangan bidang pariwisata pada dasarnya sub bidang

Fasilitasi dan koordinasi pelaksanaan penyusunan program,

pengumpulan data, monitoring evaluasi dan pelaporan

tentang pariwisata yang seharusnya akan memberikan

Page 128: Kecamatan Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah i

112 Kecamatan Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah

kontribusi dalam kebijakan bidang pariwisata tidak

diselenggarakan sama sekali. Adapun aktifitas dari sub

bidang yang diselengarakan oleh camat adalah Fasilitasi dan

koordinasi pelaksanaan program aksi bidang pariwisata

yang melibatkan masyarakat, itupun diselenggarakan oleh

salah satu camat/kecamatan hanya dalam rangka

implementasi rencana aksi program strategi nasional KEK

(Kawasan Ekonomi Khusus) Tanjung Lesung sebagaimana

dikatan oleh Informan 6 dari Kecamatan Panimbang

sebagai berikut;

“Saya menjaga keutuhan kawasan sehingga ada lahan milik

masyarakat yang belum dikuasai oleh BPJ KEK Tanjung

Lesung untuk kami bebaskan sepanjang pihak PT BWJ

(Banten West Java Tourism Development) memberikan

rekomendasi pada kami, ada juga program nasional

Pembangunan yang saya bantu seperti Penataan Desa wisata

dengan nilai dana 27 Milyar, saya membantu bagaimana

proses pengalihan status lahan milik BPJ KEK menjadi

milik Kabupaten Pandeglang, bagaimana saya membantu

menyiapkan.” (wawancara, Agustus 2017)

Lebih lanjut Informan 6 menambahkan ;

“….tadi saja saya habis membuka pelatihan pengelolaan

sampah yang dilakukan oleh pandeglang dari bagian

perekonomian, kemudian yang dilakukan oleh dinas

koperasi itu pelatihan keterampilan memanfaatkan hasil laut

kerang kemudian pelatihan yang dilakukan PMDT

pengolahan ikan, ikan menjadi kerupuk atau yang lainnya.

Jadi kita siapkan wisatawan yang datang ke sana bisa

menikmati hasil di sini. Seminggu yang lalu saya

menyampaikan usulan dan ini disetujui, itu akan dibuat

gerai untuk menyimpan souvenir sebagai oleh-oleh sampai

saat ini souvenir itu tidak ada dan saya sudah melakukan

lobi dan Alhamdulillah mereka berjanji tidak dalam waktu

lama akan dibangun gerai untuk menyimpan souvenir yang

menjadi kehasan Tanjung lesung, jadi sifatnya saya

membantu bagaimana ini Tanjung lesung bisa

mengembangkan usahanya kemudian saya juga menjaga

kondisi bersama Forkopimka supaya aman, sebap tidak

mungkin investasi bisa berjalan kalau tidak aman, sebatas

itu saja pak.” (wawancara, Agustus 2017)

Page 129: Kecamatan Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah i

Kecamatan Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah 113

Wawancara tersebut menjelaskan bahwa kecen-

derungan penyelenggaraan yang belum optimal dan hanya

memprioritaskan Program strategi nasional dan di luar

aspek yang memberikan dukungan pelaksanaan penyusunan

program, pengumpulan data, monitoring evaluasi yang

secara nyata memberikan kontribusi pada kebijakan

pariwisata di kabupaten pandeglang. Kemudian terkait

dengan itu seperti di kecamatan Labuan dan yang lainya

dalam penelitian kurang bisa menjelaskan secara konkrit

penyelenggaraan kewenangan bidang pariwisata pada

potensi wisata yang ada di wilayah kerjanya. Perlu

diketahui bahwa kecamatan Panimbang dan Labuan dalam

rencana tata ruang kabupaten pandeglang diproyeksikan

menjadi sebagai PKWp (Pusat Kawasan Wilayah Promosi)

artinya kedepan kedepan akan berfungsi sebagai pusat

kegiatan kawasan perdagangan dan jasa, industri, wisata,

perekonomian untuk skala regional, jasa keuangan/bank,

simpul transportasi dan pusat jasa kemasyarakatan. Selain

itu core dalam RPJMD 2016-2021 kabupaten pandeglang

adalah pariwisata.

Berdasarkan uraian di atas diketahui bahwa

kewenangan-kewenangan lain yang dilimpahkan pada

camat selain penyelenggaraan PATEN dan Pembinaan,

pengawasan pemerintahan desa seperti bidang kesehatan,

penataan ruang hingga kearsipan kurang lebihnya dapat

dikatakan sama yaitu belum optimal dalam penyeleng-

garaanya. Sebagaimana penjelasan yang telah diuraikan

sebelumnya, rupanya kecamatan sedang lebih memprio-

ritaskan kewenangan yang dianggap lebih inti yaitu pada

penyelenggaraan PATEN, pembinanan dan pengawasan

pada desa serta kewenangan yang spesifik dengan bagian

dari struktur organisasi kecamatan seperti tramtib,

kesejahteraan sosial dimana memang dalam penyeleng-

garaanya terlihat adanya kemauan, upaya dan hasil yang

cukup baik khususnya realisasi dana desa walaupun di

tengah tengan keterbatasan kecukupan kelembagaan. Dalam

penelitian ini selanjurnya akan diuraikan lebih mendalam

lagi tentang penyelenggaraan PATEN serta pembinaan dan

pengawasan pada desa. Namun perihal penyelenggaraan

kewenangan bidang lain yang belum optimal adapun

Page 130: Kecamatan Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah i

114 Kecamatan Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah

pendapat Informan 3 dari Kecamatan Karang Tanjung

mengatakan sebagai berikut;

“….memang iya bener pendapat itu kalau belum seluruh

kewenangan yang dilimpahkan pada kecamatan tersentuh.

Memang karena kewenangan kami sifatnya umum. Kita kan

sebagai perangkat kewilayahan toh sudah ada dinas teknis,

kita ini harus menangani segala hal dan aduan apaun

termasuk masyarakat yang mau curhat, paling-paling yang

kita katakan kalau nanti akan kita sampaikan ke dinas

terkait. Selain itu dalam keterbatasan SDM jika ada

pekerjaan kadang semua seksi terlibat untuk menyelesaikan

pekerjaan.” (wawancara, juli 2018)

Dari wawancara tersebut pada dasarnya membawa

pada intepretasi bahwa amanat Peraturan Bupati Nomor 24

Tahun 2013 dianggap mengatur secara umum dan tidak

spesifik, konsekuensinya ketika kecamatan memiliki

prioritas pada kewenangan yang dianggap lebih inti, serta

dengan segenap keterbatasan kecukupan kelembagaan

kecamatan, maka berkonsekuensi pada belum optimalnya

penyelenggaraan kewenangan-kewenangan lain di luar

kewenangan inti dan prioritas kecamatan.Berkaitan dengan

uraian tentang pelimpahan kewenangan bupati kepada

camat/kecamatan dan penyelenggaraan kewenangan

camat/kecamatan maka digambarkan kondisi eksisting

sebagai berikut;

Page 131: Kecamatan Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah i

Kecamatan Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah 115

Gambar 9.3

Kondisi Eksisting Pelimpahan dan Penyelenggaraan

Kewenangan Camat/Kecamatan

Sumber : Data Diolah

Mengawali dengan potret penyelenggaraan PATEN

secara nasional Informan 23 dari Pusat Telaah dan

Informasi Regional megatakan sebagai berikut;

“…setelah permendagrinya keluar tentang PATEN

…kelemahan utama bukan hanya sekedar uang

gelondongan anggaran, personil sarana dan prasarana. Ada

hal yang jauh lebih penting, dari situ yang mungkin orang

menganggap laaah ya udahlah. Itu adalah namanya SOP

atau Juklak juknis, dihampir semua daerah yang saya lihat

mereka sudah limpahkan kewenangan ada uang, sebagian

ada yang sudah dilimpahkan juga dialokasikan, tapi tidak

ada juklak juknis, tidak ada SOP nya. Cara

menyelenggarakannya menganggap pasti bisa nanti, kasih

pelatihan sekali dua kali. Akibatnya kecamatan, terutama

kasi-kasi dan pegawainya hanya menjalankan tugas

atributifnya saja, yang sudah melekat. Di dianya saja masih

kedodoran belum bisa dilaksanakan dengan optimal,

Page 132: Kecamatan Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah i

116 Kecamatan Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah

ditambah dengan yang delegatif tidak di kasih tau

bagaimana cara melaksanakan, yang terjadi adalah

kecamatan tidak megerti melaksanakan kewenangan yang

sudah dilimpahkan.” (Wawancara, September 2018)

Wawancara di atas menjelaskan bahwa permasalahan

yang muncul di sebagian besar daerah di Indonesia pada

saat awal penerapan PATEN tidak hanya pada pemenuhan

anggaran dan personel saja. Namun yang menyebabkan

kurang optimalnya penyelenggaraan PATEN karena tidak

adanya petunjuk pelaksanaan dan petunjuk teknis, daerah

terlampau menganggap sepele hal itu. Para personel

kecamatan pada umumnya mengalami kebingungan dalam

menyelenggarakan ditambah lagi dengan kewenangan yang

telah dilimpahkan oleh masing-masing kepala daerah. Pada

akhirnya yang terjadi adalah kecamatan hanya menjalankan

tugas atributifnya saja.

Di Kabupaten Pandeglang sendiri seiring dengan

penetapan Peraturan Bupati Nomor 24 Tahun 2013 dan

dalam rangka menjalankan amanat Permendagri Nomor 4

Tahun 2010 Tentang pedoman Pelayanan Admministrasi

Terpadu Kecamatan, pada tahun 2013 lalu bupati telah

menetapkan sejumlah 5 kecamatan menjadi pilot project

PATEN melalui Keputusan Bupati Pandeglang Nomor

138/Kep.438-Huk/2013 dan disusul pada tahun 2014

dengan menetapkan seluruh kecamatan sebagai

penyelenggara PATEN dengan Keputusan Bupati

Pandeglang Nomor 138/Kep.796-Huk/2014. Terkait dengan

itu Informan 1 dari Bagian Pemerintahan mengatakan

sebagai berikut ;

“….sebetulnya peraturan pelimpahan wewenang tersebut

ditetapkan pada tahun 2013 saat pertama kali Kabupaten

Pandeglang melaksanakan PATEN….”(wawancara,

Oktober 2017)

Wawancara tersebut menjelaskan bahwa memang

benar jika penetapan pelimpahan wewenang melalui

Peraturan Bupati Nomor 24 Tahun 2013, yang menjadi

salah satu pertimbanganya adalah dalam rangka

melaksanakan amanat penyelenggaraan PATEN sehingga

secara operasional juga telah ditetapkan keputusan bupati

Page 133: Kecamatan Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah i

Kecamatan Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah 117

yang mengatur tentang sejumlah kecamatan dan selanjutnya

pada seluruh kecamatan untuk melaksanakan item

pelayanan yang meliputi pelayanan perizinan dan non

perizinan. Dengan penyelenggaraan PATEN tentunya

membawa pada perubahan tatanan penyelenggaraan

pelayanan yang diselenggarakan kecamatan. terkait dengan

itu Informan 3 dari Kecamatan Karang Tanjung

mengatakan bahwa ;

“…. kewenangan yang dilimpahkan ya, kalau dulu KTP

camat bisa tanda tangan, sekarang sejak ada Program KTP

elektronik harus ke Dinas Kependudukan….. Karena

kecamatan ini organisasi kewilayahan, bukan teknis

spesialis maka kecamatan sampai saat ini wewenang yang

dilimpahkan tetap pada koordinasi, fasilitasi, pembinaan

dan pengawasan, serta perizinan dengan batasan tertentu.”

(wawancara, Agustus 2017)

Wawancara tersebut menjelaskan bawa dicontohkan

kewenangan pelayanan yang mengalami perubahan

semenjak ditetapkanya PATEN adalah pada pelayanan

KTP. Memang sudah sejak lama seiring dengan

diberlakukanya Undang-undang Nomor 23 Tahun 2006 dan

Undang-undang Nomor 24 Tahun 2013 perubahan atas

Undang-undang Nomor 23 Tahun 2006 tentang

Administrasi Kependudukan, urusan KTP/KTP-el menjadi

kewenangan dinas kependudukan dan Catatan Sipil sebagai

perangkat daerah pelaksana administrasi kependudukan dan

catatan sipil. Maka kecamatan sebagai perangkat daerah

kewilayahan saat ini sifatnya hanya membantu dan

memfasilitasi baik pada tataran memberikan rekomendasi

pada pemohon di wilayah kerjanya dan melakukan

perekaman, sedangkan penandatanganan tidak. Terkait

dengan itu adapun permasalahan yang dialami kecamatan

sehingga dianggap efektifitas penyelenggaraanya terganggu

sebagaimana dikatakan oleh informan 9 dari Kecamatan

Labuan berikut;

“…kalau masalah PATEN mungkin kita sadar memaklumi

tentang kondisi belum terpenuhinya sarana prasarananya

mungkin kearsipan, mungkin alat…….. seperti yang dekat-

dekat adalah masalah perekaman KTP saja. Yang sudah-

sudah di kecamatan lain kalau ngga bisa dibiarkan sudah

Page 134: Kecamatan Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah i

118 Kecamatan Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah

begitu saja. Kita juga di sini Cuma bisa ngrekam saja,

selanjutnya proses ada di disdukcapi, kementerian. Jadi

untuk hasil KTP nya kita nunggu dari Disdukcapil…….

kalau bilang masalah pelayanan KTP di Kecamatan zona 4

eks kawedanaan caringin ini kecamatan Labuan saja lah

yang alatnya masih bisa dioperasikan. Jadi tumpuan

pekerjaan kami banyak karena harus melayani perekaman

KTP lintas kecamatan di Zona 4 ini….”(wawancara,

Agustus 2017)

Wawancara tersebut menjelaskan bahwa terdapat

permasalahan dalam pelayanan KTP-el di tingkat

kecamatan khususnya dalam perekaman. Kerusakan alat

perekaman di beberapa kecamatan tersebut pada akhirnya

menjadikan pelayanan perekaman dirubah dengan sistem

lintas kecamatan. Perekaman lintas kecamatan walaupun

dianggap sebagai pemecahan masalah namun kondisi

tersebut menyebabkan ketidak efektifan pelayanan karena

kecamatan yang menerima pengalihan perekaman secara

otomatis menjadi tumpuan pelayanan.

Selain pelayanan perekaman KTP-el dan seklias

permasalahan tentang penyelengaraan pelayananya.

Diketahui Item layanan perizinan dan non perizinan

sebagaimana diatur dalam Keputusan Bupati Pandeglang

Nomor 138/Kep.796-Huk/2014 terdiri dari (1) Pengantar

Kartu Keluarga (KK), (2) Pengantar Kartu Tanda

Penduduk, (3) Pengantar Akte Kelahiran, (4) Pengantar

Surat Pindah, (5) Rekomendasi ijin Mendirikan Bangunan

(IMB) dibawah 100 M persegi, (6) Rekomendasi Ijin

Keramaian, (7) Rekomendasi Ijin Gangguan (HO), (8)

Pengantar Keterangan Catatan kepolisisn (SKCK), (9)

Rekomendasi Dispensasi Nikah di bawah 10 hari, (10)

Rekomendasi Surat Keterangan tidak Mampu (SKTM), (11)

Legalisir Surat kematian, (12) Legalisir KTP/KK, (13)

Pengantar Permohonan SPPT Baru, (14) Pengantar

Permohonan Mutasi/Balik Nama SPPT.

Dari item pelayanan di atas, dalam hal

penyelenggaraan pelayanan perizinan mendirikan bangunan

(IMB) dengan batasan dibawah 100 M persegi. Dari hasil

penelitian diketahui bahwa dari beberapa kecamatan seperti

kecamatan Labuan dan Majasari menyatakan bahwa

Page 135: Kecamatan Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah i

Kecamatan Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah 119

kewenangan kecamatan memberikan izin mendirikan

bangunan (IMB) di bawah 100 M persegi dalam

pelaksanaanya masih dilaksanakan oleh BPMPTSP (Badan

Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu).

Seharusnya penyelenggaraan izin itu ditetapkan/

ditandatangani oleh camat. Dari informan lain di Kecamatan

Majasari yaitu Informan 4 juga senada mengatakan;

“……untuk KTP, KK itu tidak dipungut biaya tapi kalau

misalnya IMB dan yang lainnya itu kan ada aturannya.

Kalau ada perdanya tapi kebanyakan gak ada, kadang-

kadang IMB juga langsung ke BPMPTSP kami hanya

pengantar saja Intinya tidak memungut biaya…”

(wawancara, Agustus 2017)

Terkait dengan penetapan/penandatanganan izin

mendirikan bangunan (IMB) di bawah 100 M persegi yang

seharusnya menjadi kewenangan camat Informan 1 dari

Bagian Pemerintahan mengatakan;

“…penandatanganan yang masih dilakukan BPMPPTSP

hanya pada kecamatan tertentu saja. Tapi saat rapat kita

sudah berulangkali menyampaikan bahwa itu merupakan

kewenangan camat. Coba mas di kecamatan mana itu nanti

coba kita tidak lanjuti…” (wawancara, Oktober 2017).

Wawancara tersebut di atas menjelaskan bahwa pada

dasarnya pelaksanaan kaedah administrasi adalah

kesesuaian dengan sesuatu yang telah dituangkan dan diatur

dalam kebijakan. Permasalahan penandatanganan yang

dilakukan oleh BPMPPTSP, sebagaimana hal tersebut

sebetulnya merupakan kewenangan kecamatan. Namun

menurut hemat peneliti itu semua merupakan kasuistis.

Berbeda dengan kecamatan lain seperti halnya kecamatan

panimbang Informan 6 mengatakan bahwa;

“….awalnya dulu seluruh perijinan ditangani oleh

BPMPPTSP tapi sekarang melalui keputusan bupati Proses

IMB di bawah 100 M persegi yang ditandatangani camat.

Selebihnya tetap ke Badan Penanaman Modal dan

Pelayanan Perijinan Terpadu Satu Pintu….” (wawancara,

Agustus 2017)

Page 136: Kecamatan Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah i

120 Kecamatan Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah

Wawancara tersebut menjelaskan bahwasanya di

kecamatan panimbang tidak ada permasalahan yang dibahas

yang mengarah pada tidak terlaksananya kewenangan

memberikan izin memndirikan bangunan (IMB) di bawah

100 Meter persegi. Begitu juga untuk kecamatan

Pandeglang sebagaimana diketahui camat pandeglang

menerbitkan Surat Keputusan Nomor 100.212-

Kec…/VII/2016 tentang Standar Pelayanan PATEN. Dalam

penyelenggaraan pelayanan IMB di bawah 100 Meter

persegi disebutkan diantaranya kompetensi dan kualifikasi

SDM pelaksana harus memahami peraturan yang terkait

dengan pelayanan IMB, serta dalam sistem, mekanisme dan

prosedur pelayanan ada ketentuan adanya petugas

kecamatan yang melakukan pengecekan ke lokasi. Masing-

masing kecamatan tentunya dihadapkan pada kondisi

kecukupan kompetensi dan kualifikasi SDM yang berbeda-

beda. Dari hal itu dapat dimungkinkan jika pada kecamatan

tertentu yang tidak mampu menyelenggarakan kewenangan

tersebut maka pelaksanaanya diambil alih oleh BPMPPTSP

baik pemrosesan dan penandatangananya. Menyikapi hal itu

Informan 19 dari Direktorat Jenderal Bina Administrasi

Kewilayahan Kementerian Dalam Negeri mengatakan;

“…bicara pelimpahan kewenangan ya untuk bisa

dilaksanakan, ya SOP dari dinas itu bisa di kasih. Dilimpahi

urusan PU untuk melaksanakan izin IMB, ya SOP nya

mana, ya di kasih. Anggaran untuk melaksanakan, ya di

kasih, Nah personilnya ya ditingkatkan. Itukan setali tiga

uang, semuanya harus seiring sejalan. Yang terjadi,

pelimpahan diberikan tetapi personilnya tidak perhatikan

dan ditingkatkan kapasitasnya tidak, dikasih SOP nya juga

tidak pengangaran tidak bisa dilimpahkan. Nah itu bagian

dari proses tugas kita untuk membina Pemdanya. Kalau

kami ga membina untuk meningkatkan kapasitasnya dan

tugas bupati bagaimana pelimpahan yang benar. Kalau

peningkatkan kapasitas itu urusan bupati tapi untuk

membina agar bupati melimpahkan, itu urusan kita

(kemendagri )…” (wawancara, Oktober 2017)

Wawancara tersebut menjelaskan bahwa dalam

melimpahkan kewenangan pada kecamatan dipandang perlu

untuk memperhatikan kondisi kecukupan kelembagaan

Page 137: Kecamatan Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah i

Kecamatan Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah 121

kecamatan dantaranya dengan menambah anggaran,

meningkatkan kapasitas personel/SDM serta diberikan

operasional prosedur yang jelas dari dinas teknis. Bola

panas dalam pemenuhan itu semua ada di Bupati.

Dalam penyelenggaraan PATEN di Kabupaten

Pandeglang diketahui terdapat dua permasalahan yaitu

terkait perekaman KTP el pada layanan non perizinan dan

IMB di bawah 100 Meter persegi sebagaimana dijelaskan di

atas. Namum untuk item pelayanan yang lainya dapat

dikatakan relatif berjalan sebagaimana mestinya. Lebih

lanjut Informan 12 mengatakan;

“….camat itu sendiri harus punya inisiatif dan melakukan

inovasi quantum-quantum gerakan positif untuk

membangun sebuah daerah. Kalau tidak melakukan

quantum spekulasi misalkan ya susah dan begitu-begitu

saja….” (wawancara, November 2017)

Wawancara tersebut menjelaskan bahwa keberhasilan

penyelenggaraan PATEN salah satu kunci keberhasilanya

terletak pada kemauan/inisiatif camat melakukan inovasi.

Inovasi di sini dimaksudkan adalah inovasi dalam

menyelenggarakan pelayanan. Dari hasil penelitian

diketahui bahwa masing-masing kecamatan di lingkungan

Kabupaten pandeglang melakukan inovasi yang sifatnya

adalah inovasi di tingkat kecamatan. Tentunya inovasi yang

dimaksud adalah dalam rangka meningkatkan baik kuantitas

maupun kualitas sebagaimana yang telah ditetapkan dalam

standar pelayanan minimal PATEN.

Salah satu contoh adalah kecamatan Pandeglang.

Secara teknis/operasional telah mengatur mekanisme

pelayanan melalui Surat Keputusan Camat Nomor 100.212-

Kec…/VII/2016 tentang penyelenggaraan pelayanan

administrasi terpadu kecamatan (PATEN). Dalam surat

keputusan tersebut disebutkan visi dalam pelayananya

adalah “Terwujudnya Pelayanan Prima di Kecamatan

Pandeglang sebagai Daerah Agrobisnis dan Home

Industri“ sedang dalam mewujudkan visi pelayanan maka

misi pelayanannya adalah (1) Meningkatkan Kualitas

Sumberdaya Manusia, (2) Meningkatkan Layanan

Pendidikan dan kesehatan Masyarakat, (3) Meningkatkan

Kualitas pelayanan Publik, (4) Meningkatkan Perekonomian

Page 138: Kecamatan Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah i

122 Kecamatan Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah

Masyarakat berbasis Pertanian, Perikanan dan home

Industri.

Kemudian Motonya: Kami Hadir Melayani Anda

Dengan C.E,R.I.A (Cepat, Efisien, Ramah, Ikhlas &

Akurat). Hal itu dimaksudkan bahwa pelayanan yang

diberikan bersifat ONE DAY SERVICE (ODS) dimana

proses pelayanan diselesaikan dalam waktu 1 (satu) hari,

kecuali pelayanan yang memerlukan koordinasi dengan

dinas terkait dan yang memerlukan verifikasi di lapangan

maksimal 1 (satu) minggu.

Untuk pengaturan sarana prasarana ruang Loket

Pelayanan terdiri atas 3 (tiga) loket dan dengan mekanisme

palayanan sebagai berikut :

Gambar 9.4

Mekanisme Pelayanan Administrasi Terpadu Kecamatan

(Sumber : Data Diolah Peneliti 2017)

Dari Gambar di atas dijelaskan bahwa pada Loket 1,

melayani pendaftaran dan penerimaan berkas permohonan

bidang perizinan; Loket 2, melayani pendaftaran dan

penerimaan berkas permohonan bidang non perizinan,

Loket 3, untuk menyerahkan dokumen yang telah selesai

diproses dan melayani pembayaran retribusi perizinan.

Setiap loket dilayani oleh 1 (satu) orang petugas terlatih

(Front line officer). Untuk mengawasi kinerja petugas loket,

ditempatkan 1 (satu) orang koordinator sebagai

penanggungjawab harian yang berasal dari pejabat

struktural kecamatan. Untuk meja pelayanan terdiri dari (1)

Meja petugas customer service, melayani pemberian

informasi pelayanan dan penerima/penanganan pengaduan,

(2) Meja petugas pengawas/ penanggungjawab harian.

Data/informasi pelayanan ditampilkan secara jelas,

terbuka dan mudah diakses, meliputi (a) Jenis Pelayanan,

Page 139: Kecamatan Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah i

Kecamatan Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah 123

(b) Persyaratan, (c) Prosedur, (d) Biaya, (e) Waktu

Penyelesaian, (f) Mekanisme Pengaduan, (g) Informasi

Tambahan Lainya sesuai kebutuhan. Kemudian untuk

fasilitas pendukung meliputi (a) Ruang tunggu, (b) Akses

internet gratis, (c) Toilet, (d) Televisi, (e) Bahan Bacaan, (f)

Kotak saran/Pengaduan. Berkaitan dengan itu, dicontohkan

pada Standar Pelayanan Permohonan Kartu Keluarga

sebagai berikut;

Tabel 9.5

Standar Pelayanan Permohonan Kartu Keluarga

No Komponen Uraian

1 2 3

1 Persyaratan

Pelayanan

1. Formulir Pendaftaran KK (FS 01)

untuk Kepala keluarga yang

diketahui oleh kepal desa/Lurah

2. Formulir Biodata (FS 02) anggota

keluarga yang diketahui kepala

desa/lurah

3. Foto Copy Surat Nikah

4. Foto copy Akta Kelahiran

5. Foto Copy Ijazah

6. Surat Pengantar RT/RW

7. Surat Pengantar Kelapa Desa/

Lurah

8. Surat Pindah dari daerah asal bagi

pendatang baru

2 Sistem

Mekanisme

dan Prosedur

Pelayanan

1. Pemohon membawa persyaratan

permohonan KK dan mendaftar

di loket

2. Diberi tanda terima bukti

pengajuan KK dan Nomor urut

pelayanan

3. Pemeriksaan berkas dan paraf

oleh yang berwenang

4. Jika berkas dinyatakan kurang

atau tidak lengkap, dikembalikan

ke pemohon untuk dilengkapi

5. Jika berkas dinyatakan lengkap

maka diproses pengantar KK

6. Penyerahan KK kepada Pemohon

Page 140: Kecamatan Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah i

124 Kecamatan Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah

No Komponen Uraian

1 2 3

7. Penandatanganan surat pengantar

KK

3 Jangka

Waktu

Penyelesaian

10 Menit (Jika berkas telah lengkap

dan kondisi sarpras mendukung/

jarinagn baik)

4 Biaya / Tarif Gratis

5 Produk

Pelayanan

Pengantar/ Rekomendasi Kartu

Keluarga

6 Sarana/

Prasarana

atau Fasilitas

1. Ruang Pelayanan

2. Ruang Tunggu

3. ATK

4. Komputer dan Printer

5. Formulir KK

6. Meja dan Kursi

7 Kompetensi

Pelaksana

1. Minimal Lulusan SLTA sederajat

2. Bisa mengoperasikan Komputer

(IT Adminduk)

3. Memahami peraturan yang terkait

dengan Kartu keluarga

8 Pengawasan

internal

1. Kepala Seksi

2. Sekretaris Kecamatan

3. Camat

9 Penanganan

Pengaduan,

Saran dan

Masukan

1. Datang Langsung / atau melaui

surat ke kantor kecamatan

2. Telepon

3. Email

4. Kontak saran/ Aduan

10 Jumlah

Pelaksana

3 (tiga) orang

11 Jaminan

Pelayanan

Adanya kode etik dan maklumat

pelayanan

12 Jaminan

Keamanan

dan

Keselamatan

Pelayanan

Cap Stempel dan Tanda Tangan

Yang Berwenang

Page 141: Kecamatan Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah i

Kecamatan Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah 125

No Komponen Uraian

1 2 3

13 Evaluasi

Kinerja

Pelaksana

Periodik 1 minggu sekali sesuai

standar pelayanan

Sumber : Data Diolah

Standar pelayanan permohonan kartu keluarga pada

Tabel di atas memuat persyaratan seperti halnya formulir

pendaftaran hingga surat Pengantar Kepala Desa/Lurah dan

Surat Pindah dari daerah asal bagi pendatang baru. Jangka

Waktu Penyelesaian menyebutkan pelayanan dilaksanakan

selama 10 menit sampai pada poin ke 13 tentang evaluasi

kinerja pelaksana yang Periodik dilaksanakan 1 minggu

sekali sesuai standar pelayanan.

Dalam mewujudkan kemudahan pelayanan pada

masyarakat di wilayah kerja Perangkat Daerah Kecamatan,

Personel Pegawai Negeri Sipil dan tenaga kerja pembantu

yang bertugas selain memahami ketentuan tentang standar

pelayanan minimal dan prosedur diharapkan memiliki

komitmen diri untuk melaksanakanya. Sebagaimana

dikatakan oleh Informan 2 dari Kecamatan Pandeglang

sebagai berikut;

“.....untuk mengawal terselengaranya pelayanan

administrasi yang diselenggarakan kecamatan saya selaku

pimpinan di kecamatan melakukan berbagai terobosan salah

satunya adalah saya pasang nomor Kontak saya agar dapat

diketahui masyarakat. Bila mana masyarakat ingin

mengadukan kinerja layanan bisa langsung menghubungi

saya. Sebisa mungkin permasalahan pelayanan yang kurang

baik bisa saya selesaikan di tingkat saya. Di sisi lain saya

juga rutin untuk memotivasi petugas pelaksana dan jajaran

saya untuk terus dan terus berinovasi, meningkatkan

kapasitas diri ya salah satunya hari ini ada pelatihan ....”.

(wawancara, Agustus 2017).

Terkait dengan itu dalam menjaga komitmen diri staf

pelaksana PATEN dikatakan oleh Informan 4 dari

Kecamatan Majasari sebagai berikuit;

Page 142: Kecamatan Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah i

126 Kecamatan Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah

“.......dalam pelayanan PATEN kami di sini tidak

melakukan pemungutan biaya, kecuali memang pelayanan

yang dalam peraturan perundang undangan memang

diharuskan dipungut biaya. Kami menginstruksikan pada

staf pelaksana di sini untuk jangan memungut biaya, apalagi

sekarang lagi gencar-gencarnya pemberantasan pungli...”

(wawancara, Agustus 2017)

Lebih lanjut berkaitan dengan komitmen diri

menjalankan amanat standar PATEN dari pemerintah pusat,

Informan 5 dari kecamatan Majasari mengatakan bahwa;

“…..kita diwajibkan menjalankan SOP sebagaimana

didasarkan dari Peraturan Menteri Dalam Negeri….. standar

operasional prosedur ini sifatnya baku dari pemerintah

pusat. Namun dalam pelaksanaanya diturunkan aturanya

dan disesuaikan dengan kondisi serta kebutuhan

kecamatan…… Untuk standar baku dari pemerintah pusat

kita sedang laksanakan.” (wawancara, Agustus 2017)

Selain itu dalam rangka memimpin,

mengkoordinasikan, dan mengendalikan penyelenggaraan

PATEN; menyiapkan rencana anggaran dan biaya;

menetapkan pelaksana teknis; dan mempertang-

gungjawabkan kinerja PATEN kepada Bupati. Kecamatan

di lingkungan kabupaten Pandeglang telah membentuk Tim

teknis penyelenggaraan pelayanan terpadu Kecamatan.

Sebagai contoh di Surat Keputusan Camat Pandeglang

Nomor 138/kec.165-.../2017. Dengan isi putusan

membentuk tim teknis Penyelengaraan Pelayanan

administrasi Terpadu Kecamatan (PATEN) di kecamatan,

dengan susunan personalia Camat sebagai pembina,

Sekretaris Kecamatan sebagai ketua, Kasi Pemerintahan

sebagai sekretaris dan Kasi Tramtib, Kasi Pembangunan

dan Pemberdayaan Masyarakat, Kasi Pendapatan Asli

Daerah, Kasi Kesejahteraan Sosial, Kasubag umum dan

Kepegawaian, Kasubag Keuangan sebagai anggota.

Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa pada

dasarnya salah satu contoh Surat Keputusan Nomor

138/kec.165-.../2017 tentang pembentukan tim teknis

Penyelengaraan Pelayanan administrasi Terpadu Kecamatan

(PATEN) di kecamatan Pandeglang adalah sesuatu yang

Page 143: Kecamatan Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah i

Kecamatan Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah 127

juga dilakukan oleh kecamatan lainya seperti kecamatan

Panimbang, Majasari, Karangtanjung, dan Labuan yang

cukup merepresentasikan untuk dinyatakan bahwa seluruh

kecamatan dilingkungan Kabupaten Pandeglang juga telah

melakukan. Ditambah lagi mengingat Peraturan Bupati

Nomor 24 Tahun 2013, Keputusan Bupati Pandeglang

Nomor 138/Kep.796-Huk/2014 serta amanat permendagri

Nomor 4 tahun 2010 Tentang Pedoman Pelaksanaan

administrasi terpadu kecamatan. Pada pasal 14 Permendagri

menjelaskan bahwa pembentukan tim teknis PATEN

ditetapkan oleh Keputusan Bupati dengan menunjuk Tim

dari unsur Pimpinan perangkat daerah non kecamatan yang

mempunyai tugas mengidentifikasi, mempersiapkan

rancangan kebijakan, petunjuk pelaksanaan dan teknis,

memfasilitasi dan membuat rekomendasi kepada bupati.

Disinilah tergambar pola relasi antara Bupati dengan

kecamatan sebagai wujud kewenangan yang dilimpahkan,

kecamatan sebagai penyelenggara PATEN karena di pasal

15 Permendagri tersebut dijelaskan bahwa Pejabat

penyelenggara PATEN terdiri dari Camat, Sekretaris

Kecamatan, dan Kepala Seksi yang membidangi.

Berkaitan dengan itu peneliti mencoba

menggambarkan bagaimana alur kebijakan PATEN dan

operasionalisasi di pemerintah Kabupaten pandeglang

sebagai berikut;

Gambar 9.5

Alur Pelaksanaan Kebijakan PATEN

Sumber : Data Diolah Peneliti 2017

Page 144: Kecamatan Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah i

128 Kecamatan Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah

Berdasarkan Gambar alur pelaksanaan kebijakan

PATEN tersebut di atas diketahui bahwa Permendagri No 4

Tahun 2010 merupahan dasar kebijakan yang digunakan.

Selanjutnya dibentuk tim teknis PATEN tingkat Kabupaten

untuk membuat rekomendasi atau kajian pada Bupati. Hasil

kajian/rekomendasi bersama dengan Peraturan bupati

tentang pelimpahan wewenang serta tata kerja kecamatan

dijadikan acuan oleh Perangkat Daerah Kecamatan untuk

dilaksanakan. Pelaksanaan tersebut dari penetapan Tim

teknis penyelenggara paten di tingkat Kecamatan dan

adanya Standar operasional Prosedur meliputi (1)

Persyaratan Pelayanan, (2) Sistem Mekanisme dan Prosedur

Pelayanan, (3) Jangka Waktu Penyelesaian, (4) Biaya/Tarif,

(5) Produk Pelayanan, (6) Sarana/ Prasarana atau Fasilitasi,

(7) Kompetensi Pelaksana (8) Pengawasan internal, (9)

Penanganan Pengaduan, (10) Saran dan Masukan, (11)

Jumlah Pelaksana, (12) Jaminan Pelayanan, (13) Jaminan

Keamanan dan Keselamatan Pelayanan, (14) Evaluasi

Kinerja Pelaksana.

Lebih lanjut berkaitan dengan itu, menurut peneliti

bahwa pada dasarnya kemauan atau kesungguhan aparatur

perangkat daerah kecamatan mulai dari pimpinan hingga

jajaran dan staf pelaksana untuk melaksanakan PATEN,

merupakan daya dukung pemerintah kabupaten pandeglang

dalam rangka mewujudkan tujuan pelayanan yang efektif

pada masyarakat dalam penyelengaraan pemerintahan

daerah. Namun satu hal yang perlu diperhatikan adalah

kemauan dan konsistensi dari pemerintah kabupaten

pandeglang untuk melakukan pembinaan dan pengawasan

pada perangkat daerah, khususnya kecamatan. Pembinaan

dan pengawasan yang dimaksudkan tidak hanya pada

tataran meninjau dan menindaklanjuti atas kesenjangan

yang terjadi antara tujuan dan kebijakan pelimpahan

wewenang dengan kenyataan yang terjadi di lapangan.

Namun menurut hemat peneliti berdasarkan hasil penelitian

melalui observasi, kajian dokumen serta penjaringan opini

dari pihak yang berkompeten. Bahwasanya dalam

pembinaan dan pengawasan harus meninjau dari

keterbatasan yang ada, sebagaimana bupati bisa

memfasilitasinya melalui kewenangan yang dimiliki.

Seperti halnya dengan permasalahan penandatanganan surat

Page 145: Kecamatan Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah i

Kecamatan Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah 129

Ijin Mendirikan Bangunan (IMB) dibawah 100 Meter

persegi pada kecamatan tertentu penandatanganan masih

dilakukan oleh Perangkat daerah teknis yaitu BPMPPTSP

(Badan Penanaman Modal Dan Pelayanan Perizinan

Terpadu Satu Pintu). Berkaitan dengan itu peneliti memiliki

asumsi yang didasarkan dari temuan-temuan yang sudah

disajikan pada halaman sebelumnya. Bahwa penan-

datanganan IMB di bawah 100 Meter persegi pada

kecamatan tertentu yang masih dilasanakan oleh Perangkat

daerah teknis dikarenakan keterbatasan kecukupan

organisasi terutama permasalahan SDM di kecamatan.

Untuk itu peneliti mencoba menggambarkan kondisi

eksisting Permasalahan tersebut pada gambar sebagai

berikut;

Gambar 9.6 Kondisi Eksisting Pelaksanaan Kewenangan IMB dibawah 100 Meter

Sumber : Data Diolah

Gambar di atas merupakan kondisi ketumpang

tindihan penandatanganan IMB dibawah 100 Meter persegi.

Sarana/Prasarana, Kompetensi Pelaksana, Jumlah Pelaksana

sebetulnya menjadi pertimbangan pelayanan itu bisa

diselenggarakan secara penuh atau tidak oleh kecamatan

jika melihat kemampuan Kecamatan memenuhi kecukupan

atas itu. Jika permasalahanya memang terletak pada itu.

Sebetulnya dengan mudah bupati dapat menyelesaikan

Page 146: Kecamatan Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah i

130 Kecamatan Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah

dengan kewenangan yang dimiliki. Jika tidak ada sikap dari

bupati maka muncul kesan pembiaran dari bupati atas

ketidaksesuaian terhadap pelaksanaan ketentuan tersebut.

Ketika dibandingkan dengan daerah lain sebagaimana

dikatakan oleh Informan 24 dari Kabupaten Lamandau

(Asosiasi Kabupaten/Kota) yang menceritakan komitmenya

sebagai kepala daerah dalam penyelenggaraan PATEN

berikut;

“…PATEN langsung dari mendagri hanya dua kecamatan

sebagai contoh tapi kepada kami kebetulan yah itu semua

kecamatan karena akses ke kabupaten jauh dan infrastruktur

juga belum bagus jadi kalau orang mau urus perizinan agak

jauh butuh ongkos disamping perizinan pengadaan barang

dan jasa itu pun kita limpahkan…. kita memberikan

kepercayaan kepada camat membiasakan camat untuk

mengatasi masalah dan menghandle kegiatan kegiatan yang

selama ini terjadi..” (Wawancara, September 2018)

Lebih lanjut Informan 24 juga mengatakan;

“Ditinjau oleh anggaran tahun 2005 itu kecamatan itu hanya

45 juta sampai 100 juta ketika saya sekda itu sudah saya

tingkatkan menjadi 250-300 juta dan terus naik ketika kita

jadi bupati tahun 2008 dana kecamatan itu sudah di atas

1M, sekarang sudah mendekati angaran dinas ada yang 4, 5

M. Tapi sebetulnya anggaran itu bukan anggaran yang

mubajir , jadi kecamatan itu tidak hanya sebagai agen

pemerintahan kabupaten tapi betul betul operasional sebagai

wilayah kecamatan dan dia seperti tugasnya seperti perluar

dari dinas karena semua kesana, tapi tadi fungsinya tidak

ditunjang dengan anggaran tapi sekarang sudah seperti

dinas..” (Wawancara, September 2018)

Wawancara di atas menjelaskan bahwa di daerah lain

terlihat kepala daerah (Bupati) benar-benar memiliki

komitmen yang kuat dalam memberikan dukungan

penyelenggararaan kecamatan. Dukungan tersebut misalnya

melakukan ploting anggaran yang cukup progresif hingga

menyetarakan besaran anggaran kecamatan seperti standar

dinas teknis. Hal itu dilakukan semata-mata dalam rangka

memberikan akses pelayanan publik yang berkualitas dari

penyelenggaraan kecamatan. Dengan terpenuhinya

anggaran sebagai salah satu daya dukung selain Inrastruktur

Page 147: Kecamatan Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah i

Kecamatan Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah 131

dan sumberdaya, maka dimungkinkan kinerja

penyelenggaraan kecamatan termasuk PATEN dapat

berjalan efektif.

Selain permasalahan kewenangan IMB di bawah 100

Meter pada penyelenggaraan PATEN di kabupaten

pandeglang sebagaimana dijelaskan di atas, adapun

permasalahan lain yakni rusaknya alat perekaman KTP el di

beberapa kecamatan, sehingga menjadikan pelayanan

perekaman dirubah dengan sistem lintas kecamatan.

Pengalihan perekaman secara otomatis membuat beban

tertumpu pada kecamatan-kecamatan tertentu. Hal itu juga

diperkuat dari penyampaian hasil reses Komisi I pada

sidang paripurna di DPRD Kabupaten Pandeglang 19

september 2017 tentang banyaknya keluhan dari masyarakat

pada layanan administrasi kependudukan. Mungkin untuk

permasalahan alat perekaman KTP el tidak banyak yang

bisa dilakukan oleh pemerintah kabupaten selain hanya

melaporkan pada kementerian dalam negeri karena pada

dasarnya peralatan perekaman tersebut merupakan asset

kementerian dalam negeri. Namun untuk item layanan

PATEN yang lainya dirasa perlu diperhatikan oleh bupati

melihat keterbatasan sumberdaya yang dimiliki kecamatan

sebagaimana tertulis dalam faktor penghambat pada

dokumen rencana strategis kecamatan, serta besaran pagu

indikatif yang ada dianggap sebagai kendala. Dalam hal

rendahnya pagu indikatif diketahui bahwa kecamatan

Panimbang yang notabene kecamatan yang wilayah

kerjanya terdapat Kawasan Ekonomi khusus serta beberapa

program strategi nasional hanya memiliki pagu indikatif Rp

676,912,000.,00 tahun 2017 dan Rp 710,757,600.,00 pada

tahun 2018 dengan alokasi kurang dari 25% untuk

penyelenggaraan administrasi kecamatan. Namun apakan

keterbatasan tersebut sejatinya akan dibiarkan saja menjadi

sebuah cerita klasik sepanjang masa tentang organisasi

kecamatan. Tentunya itu semua bola panas penyelesaian

masalahnya ada pada bupati sebagai pengguna anggaran,

serta sebagai pejabat Pembina kepegawaian kabupaten

pandeglang untuk melakukan restrukturisasi ketata

kelolaanya.

Page 148: Kecamatan Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah i

132 Kecamatan Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah

c. Pembinaan dan Pengawasan Penyelenggaraan Pemerintahan

Desa (Pengelolaan Dana Desa)

Merujuk dari pasal 225 Undang-undang Nomor 23

Tahun 2014 ayat (1) huruf (g) berbunyi Camat sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 224 ayat (1) mempunyai tugas

membina dan mengawasi penyelenggaraan kegiatan Desa

dan/atau kelurahan. Lebih lanjut pada Peraturan pemerintah

Nomor 12 Tahun 2017 Pasal (19) ayat (2) berbunyi dalam

melakukan pembinaan dan pengawasan sebagaimana

dimaksud pada ayat (1), bupati/walikota dibantu oleh camat

atau sebutan lain dan inspektorat kabupaten/ kota.

Diketahui pada Peraturan Bupati Nomor 24 tahun

2013 memang secara eksplisit tidak mengatur pelimpahan

wewenang atas pembinaan dan pengawasan pada

pemerintah desa. Namun melalui Peraturan Bupati Nomor

66 tahun 2016 tentang Tata kerja Perangkat Kecamatan

Pasal (4) ayat (1) huruf (g) yang berbunyi camat memiliki

tugas membina dan mengawasi penyelenggaraan kegiatan

desa atau sebutan lain dan/atau kelurahan. Kemudian

Kewenangan pembinaan dan pengawasan dipertegas lagi

pada Peraturan Bupati Nomor 3 tahun 2017 tentang

kewenangan camat dijelaskan pada Pasal (19) ayat (1) yang

berbunyi Bupati melakukan pembinaan dan pengawasaan

terhadap pelaksanaan penataan kewenangan Desa. Ayat (2)

Pembinaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), melalui:

(a). fasilitasi dan koordinasi; (b). peningkatan kapasitas

aparatur Pemerintah Desa; (c). monitoring dan evaluasi; dan

(d). dukungan teknis administrasi. Lebih lanjut pada Pasal

(20) berbunyi dalam pembinaan dan pengawasan terhadap

penataan dan pelaksanaan kewenangan Desa sebagaimana

dimaksud dalam Pasal (19), Bupati dapat melimpahkan

sebagian tugas kepada Camat. Artinya dalam peraturan

bupati tersebut menegaskan bahwa kecamatan memiliki

kewenangan penuh dalam pembinaan dan pengawasan atas

pelimpahan Bupati terhadap segala sesuatu yang berkaitan

dengan kewenangan desa/kepala desa dalam penyeleng-

garaan pemerintahan desa termasuk mengawal penegakan

peraturan daerah, peraturan bupati, keputusan bupati serta

surat edaran lain yang memiliki relevansi dengan

pengaturan penyelenggaraan pemerintahan desa seperti

halnya Peraturan Bupati Nomor 24 Tahun 2015 tentang

Page 149: Kecamatan Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah i

Kecamatan Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah 133

pedoman pengelolaan keuangan desa, Peraturan Bupati 42

Tahun 2015 tentang tata cara pengelolaan dana desa

sebagaimana revisi dengan Peraturan Bupati Nomor 6

Tahun 2017 tentang Pedoman Umum Pengelolaan Dana

Desa, Surat Edaran Nomor 601/1474-DPMPD/2017 dan

lain sebagainya. Terkait dengan itu landasan camat/

kecamatan dalam menyelenggarakan kewenangan

pembinaan dan pengawasan penyelenggaraan pemerintahan

desa di kabupaten pandeglang digambarkan sebagai berikut;

Gambar 9.7

Landasan Camat/Kecamatan Dalam Pembinaan dan

Pengawasan Penyelenggaraan Pemerintahan Desa

Sumber : Data Diolah

Mencermati landasan serta luasnya ruang lingkup

kewenangan pembinaan dan pengawasan kecamatan pada

desa sebagai penyelenggara pemerintahan otonom, secara

otomatis membawa pada sebuah asumsi bahwa beban kerja

dan kompleksitas kecamatan untuk membina dan

mengawasi pemerintah desa jauh lebih tinggi dibandingkan

dengan kelurahan yang hanya sebagai wilayah kerja

administrasi. Terkait dengan itu Informan 3 dari

Kecamatan Karang Tanjung mengatakan sebagai berikut;

“.......jadi kalau kecamatan yang membawahi kelurahan jauh

lebih ringan beban kerja dan konsekuensi camatnya, karena

kita tau saat ini kelurahan secara hirarki strukturnya ada

Page 150: Kecamatan Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah i

134 Kecamatan Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah

langsung di bawah Kecamatan, sehingga Pembinaan dan

pengawasan lebih mudah karena camat atasnya langsung.

Nah kalau yang mengkoordinasikan Pemerintahan Desa ini

yang lumayan kompleks, yah kaitanya dengan dana desa,

camat di sini harus melakukan verifikasi dari dana desa,

konsekuensinya hukum kalau ngga berhati hati dan

mencermati ketentuan yang berlaku. Karena Dana desa ini

saya juga dapat informasi dari rekan-rekan di kecamatan

lain yang membawahi desa banyak kepala desa yang

berurusan dengan aparat kejaksaan, itu juga karena kondisi

SDM di desa yang belum mumpuni walaupun tidak semua

desa di daerah lain seperti itu. Jadi camat yang membawai

Pemerintah desa dalam pembinaan dan pengawasan harus

menjalin koordinasi yang baik....” (wawancara, Agustus

2017).

Lebih lanjut menurut Informan 6 dari Kecamatan

Panimbang yang diketahui mengkoordinasikan 6 (enam)

desa di wilayah kerjanya mengatakan sebagai berikut;

“......malah dana desa membuat pusing camat sebetulnya,

pihak kecamatan. Aturan yang langsung ke desa justru

membuat mumet kecamatan. Kenapa? Kita ikut tanggung

jawab sementara uangnya gak liat. Itu juga menjadi

kendala…... Aliran dana kapan datangnya ke desa kapan

diambilnya kita tidak bisa monitor. Ini kesulitannya, satu

sisi bagus, pembangunan ini bisa dilakukan degan baik oleh

desa. Di lain pihak kita kesulitan memonitor penggunaan

uang apalagi uang betul-betul datangnya ke desa, ini

menjadi kendala harusnya camat juga sebagai pengendali,

disini camat tidak bisa pengendali penggunaan uang..... Di

kecamatan itu ada tim verifikasi tapi sayangnya tim

verifikasi tidak ditunjang dengan anggarannya, tapi

mendompleng pada anggaran kecamatan. Tapi secara

khusus dalam pelaksaanaan tugasnya itu mereka tidak dapat

operasional tapi karena tanggung jawab melekat, sebagai

pegawai kecamatan walaupun bagaimanapun juga dia tetap

melaksanakan tugas. Tim verifikasi ini memang sudah 2

kali ke desa-desa melakukan monitoring, jika ada desa yang

lambat maka tim verifikasi langsung membuat surat tertulis

melakukan teguran ke kepala desa. Jadi memang tanggung

jawabnya lebih berat hanya itu tidak kita hanya sebatas

Page 151: Kecamatan Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah i

Kecamatan Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah 135

mengawasi tapi belum bisa mengedalikan karena ruangnya

langsung ke desa……” (wawancara, Agustus 2017).

Terkait dengan itu hal senada juga dikatakan oleh

Informan 19 dari Direktorat Jenderal Bina Administrasi

Kewilayahan Kementerian Dalam Negeri sebagai berikut;

“…..dana desa, siapa yang bisa memikirkan satu orang

kepala desa lulusan SMP bisa mengurusi dana 1 milyar ?

ternyata bisa kan, karena ada peningkatan kapasitas desa

dan pedampingan . Itu memang kondisi real tetapi jangan

jadikan kondisi real itu jadi alasan untuk menyusun

kebijakan begitu, sehingga orang akan takut duluan. Kita

harus optimis dan biar mampu ditingkatkan kapasitas camat

dan perangkatnya kan begitu. Untuk bisa mengintrupsi ya

anggaran di kasih….” (wawancara, Oktober 2017)

Wawancara tersebut menjelaskan bahwa konsekuensi

camat/kecamatan yang mengkoordinasikan pemerintah desa

dalam menyelenggarakan kewenangan pembinaan serta

pengawasan terlihat lebih berat dari pada yang membawahi

kelurahan. Hal itu sebagai konsekuensi dari diterapkannya

Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang desa dan

keberadaan camat yang difungsikan selain sebagai

verifikator juga sebagai simpul pembina dan pengawas

pemerintah kabupaten pandeglang pada pemerintah desa

yang secara eksplisit dijelaskan pada pasal 225 Undang-

undang Nomor 23 Tahun 2014 ayat (1) huruf (g). Dengan

kata lain kinerja pembinaan dan pengawasan terhadap salah

satu kewenangan tersebut merupakan sebuah tantangan

yang harus dihadapi oleh seorang camat/kecamatan untuk

mewujudkan akuntabilitas dalam kinerja pengelolaan Dana

Desa. Sekalipun dikeluhkan oleh camat bahwasanya

kurangnya dukungan anggaran baik dari pemerintah pusat

maupun dari daerah untuk menunjang operasional pada

kecamatan terkait dengan kewenangan pembinaan,

pengawasan serta verifikator dana desa. Yang terjadi selama

ini mendompleng dari anggaran kecamatan. Sebagai contoh

bersumber dari dokumen Rencana Program dan Kegiatan

Kecamatan Panimbang Tahun 2017 dan Prakiraan Maju

Tahun 2018 pada poin kegiatan Pembinaan Penyeleng-

garaan Pemerintahan Desa besaran pagu indikatif Rp

25,000,000.,00 untuk tahun 2017 dan Rp 26,250,000.,00

Page 152: Kecamatan Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah i

136 Kecamatan Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah

tahun 2018 dari total pagu indikatif kecamatan Rp

676,912,000.,00 tahun 2017 dan Rp 710,757,600.,00 pada

tahun 2018. Ketika jumlah desa di kecamatan panimbang

ada 6 desa. Artinya ketika dirata-ratakan anggaran tim

kecamatan untuk mendanai kegiatan pembinaan dan

pengawasan serta verifikasi per desa hanya sekitar 4 Jutaan

per tahun. Tentunyna angka tersebut bisa dikatakan sangat

kecil apalagi peruntukanya sebagai penunjang operasional

dan kedepanya perlu dijadikan perhatian baik oleh

pemerintah maupun pemerintah kabupaten. Terkait dengan

anggaran kecamatan panimbang dijelaskan pada table

sebagai berikut;

Tabel 9.6

Rumusan Rencana Program dan Kegiatan Pembinaan

Penyelenggaraan Pemerintahan Desa Kecamatan

Panimbang Tahun 2017 dan Prakiraan Maju Tahun 2018

KODE

Urusan/Bida

ng Urusan

Pemerintaha

n Daerah

dan

Program/

Kegiatan

Indikator/

Kinderja

Program/

Kegiatan

Prakiraan Maju Rencana Tahun 2018

Kebutuhan

Dana/Pagu

Indikatif

Sumber

dana

Target

Capaian

Kinerja

Kebutuhan

Dana/Pagu

Indikatif

1 2 3 4 5 6 7

1.20.26.

030.005

Pembinaan

Penyeleng-

garaan

Pemerintahan

Desa/

Kelurahan

25,000,000

-

50,00 %

26,250,000

Jumlah

Monitoring

dan Evaluasi

DAD, Lomba

Desa,

Penyusunan

APBDes,

Monitoring

Raskin

APBD

Sumber: Data diolah kecamatan panimbang 2017

Sekalipun anggaran dianggap kurang bisa

mendukung, Namun kegiatan pembinaan dan pengawasan

kenyataanya tetap dilaksanakan secara kontinu oleh tim

kecamatan. Seperti halnya Pembinaan dan pengawasan

realisasi pembangunan fisik dari anggaran dana desa

sebagaimana dikatakan Informan 7 dari kecamatan

panimbang berikut;

Page 153: Kecamatan Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah i

Kecamatan Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah 137

“......monitoring dan evaluasi terhadap realisasi

pembangunan fisik dilakukan kepada desa yang berada di

wilayah kerja kami sesuai dengan penjadwalan yang ada,

selalu kita pantau pencapaian realisasi sudah sesuai dengan

perencanaan yang sudah dibuat apa belum. Dari ke enam

desa yang kita pantau rata rata melaksanakan pembangunan

fisik dengan baik, namun ada salah satu desa yang sempat

kita berikan teguran di bulan juli lalu akibat mengalami

sedikit keterlambatan dalam pembangunan, namun tadi

siang desa tersebut sudah memberikan laporan

perkembangan realisasi pembangunan fisiknya.....”

(wawancara, Agustus 2017).

Wawancara tersebut menjelaskan bahwa secara

kontinu kecamatan panimbang menyelenggarakan

pembinaan dan pengawasan pada desa sesuai dengan

penjadwalan yang sudah ditentukan. Dalam hal ini

pembinaan dan pengawasan yang dimaksud salah satunya

adalah kegiatan monitoring dan evaluasi realisasi

pembangunan fisik dana desa tahun anggaran 2017. Tim

kecamatan yang selanjutnya dalam nomenklatur disebut

sebagai tim verifikasi menjalankan kegiatan tersebut atas

dasar penugasan camat melalui Surat tugas Nomor 800/201-

kec.../VII/2017 perihal pelaksanaan monitoring dana desa

tahun 2017 se wilayah kerja kecamatan panimbang. Dari

hasil pelaksanaan diketahui bahwa camat panimbang pernah

melayangkan surat teguran yang didasarkan atas hasil

kegiatan Monitoring dan evaluasi tim Verifikasi tanggal 20

sampai dengan 28 juli 2017, bahwa salah satu desa yaitu

desa Mekar Jaya dinyatakan 95 % pembangunan fisik

belum terealisasi.

Pembangunan fisik yang dimaksud mengacu dari

Surat Edaran Bupati Pandeglang Nomor 601/1474-

PPMPN/2017 tanggal 31 Mei 2017 tentang pedoman umum

pengelolaan dana desa, bahwa ada 10 (sepuluh)

pembangunan yang menjadi prioritas diantaranya

pembangunan taman pintar, posyandu, embung desa, jalan

desa, BUMDesa,Tempat pembuangan sampah, sarana olah

raga, satu desa satu produk, perikanan serta wisata/ sarana

air bersih.

Page 154: Kecamatan Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah i

138 Kecamatan Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah

Berikut adalah dokumentasi kegiatan monitoring dan

evaluasi pembangunan fisik dana desa di salah satu desa

mekar jaya kecamatan panimbang;

Gambar 9.8 Taman Baca Masyarakat

Gambar tersebut di atas diambil saat kegiatan Monev

yang dilakukan oleh Tim Kecamatan pada pembangunan

tahap 2 di tahun anggaran 2017. Dari hasil Monev diketahui

realisasi sudah sesuai dengan perencanaan. Yaitu pada

bulan Agustus menurut data yang disampaikan oleh salah

satu tim sudah tercapai dengan besaran 70 % (persen).

Gambar 5.9 Pembangunan Cor Rabat Beton

Gambar tersebut merupakan gambar yang diambil

saat Tim kecamatan melakukan monitoring dan evaluasi

dan pada kesempatan itu peneliti meminta izin untuk ikut

menyaksikan kegiatan monev. Dari informasi yang

diperoleh realisasi cor rabat beton tersebut baru terealisasi

seminggu sebelum tim datang ke lapangan. Sempat ada

teguran dari Tim kecamatan terkait keterlambatan

Page 155: Kecamatan Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah i

Kecamatan Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah 139

realisasinya. Sebagaimana pada hasil monev bulan Juni

realisasi masih 0 %.

Gambar 9.10

Papan Informasi Kegiatan Pemeliharaan Jalan Desa

Gambar di atas merupakan gambar papan informasi

kegiatan sebagaimana prosedur yang memang harus

dilakukan dalam rangka menjalankan prinsip transparansi

dan akuntabilitas publik. Dari gambar papan informasi

tersebut diperoleh informasi nama kegiatan pengadaan,

pembangunan pengembangan jalan desa, Jenis pekerjaan

adalah cor rabat beton, selanjutnya ada keterangan volume,

lokasi, biaya, sumber dana, tahun anggaran dan pelaksana.

Gambar 9.11

Papan Informasi Kegiatan Pembangunan Taman Baca

Masyarakat

Gambar di atas merupakan gambar-gambar yang

sama yaitu papan informasi kegiatan namum pada jenis

Page 156: Kecamatan Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah i

140 Kecamatan Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah

kegiatan yang berbeda. Dari gambar papan informasi

tersebut diperoleh informasi nama kegiatan pengadaan,

pembangunan taman baca masyarakat, Jenis pekerjaan

adalah Pembangunan Taman baca masyarakat, selanjutnya

juga sama ada keterangan volume, lokasi, biaya, sumber

dana, tahun anggaran dan pelaksana.

Dikonfirmasi lebih lanjut pada desa Mekar Jaya

kecamatan panimbang terhadap pelaksanaan realisasi

pembangunan fisik Dana desa tahun anggaran 2017 tahap

pertama, berkaitan dengan kendala yang dialami, sehingga

kemungkinan ketidaksesuaian antara target perencanaan

dengan realisasi. Sebagaimana dikatakan oleh Informan 14

mengatakan sebagai berikut;

“....pada tahap pertama kemarin ada kendala yang kita

alami, harusnya bulan agustus terselesaikan, tapi meleset

sedikit, karena masalah pengiriman matrial, musim kemarau

kurang air, tenaga kerja dari unsur masyarakat masih pada

musim panen....” (wawancara, Agustus 2017)

Wawancara tersebut menjelaskan bahwa argumen

yang dinyatakan sebagai kendala dalam realisasi

pembangunan fisik tersebut, menurut hemat peneliti

bukanlah argumen yang dapat ditolerir, karena hal-hal

semacam itu sejatinya sesuatu hal yang sudah harus

diperhitungkan dan dianalisis terlebih dahulu sebelum

realisasi pembangunan fisik dilaksanakan dalam dokumen

perencanaannya oleh PTPKD (Pelaksana Teknis

Pengelolaan Keuangan Desa), karena dalam sistem

pengawasan, atas kinerja anggaran desa, paradigma

kacamata kuda lah yang digunakan. Mudahnya realisasi

fisik tidak sesuai dengan kesepakatan dan perencanaan,

berarti desa dianggap tidak menjalankan dengan baik

realisasinya. Sehingga hal itu membuat kecamatan harus

bekerja keras, untuk selalu mendampingi Pengelolaan dana

dalam hal perencanaan, realisasi fisik serta

pengakuntabilitasan berupa pengadministrasian LPJ

(Laporan Pertanggungjawaban) termasuk memberikan

Pembinaan yang sifatnya mencegah dari berbagai hal yang

dianggap kontraproduktif terhadap kepatuhan atas rambu-

rambu yang diamanatkan dalam peraturan perundang-

undangan yang mengatur tentang dana desa.

Page 157: Kecamatan Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah i

Kecamatan Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah 141

Terkait dengan rambu rambu Peraturan perundang

undangan. Diketahui bahwa pada Peraturan Bupati

Pandeglang Nomor. 24 Tahun 2015 secara operasioanal

telah mengatur dan menegaskan kekuasaan yang dimiliki

kepala desa pada pengelolaan keuangan desa serta

kedudukan kepala desa sebagai wakil Pemerintah desa

dalam kepemilikan kekayaan milik desa yang dipisahkan.

Artinya Peraturan Bupati tersebut menjelaskan bahwa

kepala desa berwenang untuk menetapkan kebijakan dalam

pelaksanaan APBDes, menetapkan Pelaksana Teknis

Pengelolaan Keuangan Desa (PTPKD) yang dikoordinatori

oleh sekretaris desa dan beranggotakan perangkat desa

lainnya. Adapun digambarkan sebagai berikut;

Gambar 9.12

Kekuasaan Kepala Desa Dalam Tata Kelola Keuangan Desa

Sumber: Data diolah peneliti 2017

Lebih lanjut dalam rangka pengendalian

implementasi kekuasaan kepala desa pada penatakelolaan

keuangan desa. Secara operasional Peraturan Bupati Nomor

6 tahun 2017 telah mengatur sanksi berupa penundaan

penyaluran dana desa jika kepala desa belum menyerahkan

dokumen peraturan desa tentang APBDes pada Bupati pada

pencairan tahap 1. Sedangkan ketentuan untuk pencairan

tahap 2 laporan realisasi penggunaan anggaran tahap 1 telah

disampaikan oleh kepala desa pada bupati dengan

penggunaan dana tidak kurang dari 50%. Jika hasil

monitoring dan evaluasi terjadi SILPA (Sisa Lebih

Page 158: Kecamatan Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah i

142 Kecamatan Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah

Penggunaan Anggaran) di Rekening Kas Desa (RKD) lebih

dari 30% pada tahun anggaran sebelumnya, maka Bupati

dapat memerintahkan inspektorat kabupaten melakukan

pemeriksaan. Jika ditemukan indikasi kesalahan, maka

inspektorat dapat mengusulkan penundaan penyaluran dana

desa tahun anggaran berikutnya

Gambar 9.13

Mekanisme Pengendalian Pengelolaan Dana Desa

Sumber: Data diolah peneliti 2017

Dari hasil olah data diketahui bahwa kendala yang

dihadapi desa bermacam-macam, diantaranya curah hujan

yang tinggi sehingga penyelesaian pekerjaan terhambat,

kemudian kepala desa yang meninggal dunia, pengunduran

diri dan pergantian perangkat desa sehingga informasi

progress pekerjaan terputus. Dari 33 kecamatan yang

wilayah kerjanya terdiri dari desa, pada tahun anggaran

2017 rata-rata terdapat 1 hingga 2 desa mengalami SILPA

(Sisa Lebih Penggunaan Anggaran) lebih dari 30 % pada

tahun anggaran sebelumnya dan penggunaan anggaranya

kurang dari 50 % pada realisasi tahap 1 sebanyak 10 desa

atau 3,1% dari total 326 desa yang ada di kabupaten

Pandeglang.

Terkait dengan yang dijelasakan pada kutipan

wawancara tersebut sebetulnya ketidakcakapan aparat desa

terhadap hal teknis yang mengakibatkan terhambatnya

pencairan dana desa, pada dasarnya tidak sepenuhnya

menjadi tanggung jawab perangkat daerah teknis dalam hal

ini DPMPD (Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan

Pemerintahan Desa). Namun dalam kaitanya kewenangan

membina dan mengawasi hal itu juga merupakan tanggung

jawab kecamatan sebagai perangkat daerah kewilayahan.

Adapun inisiatif yang sebetulnya dapat diambil oleh

kecamatan dalam mengatasi permasalahan semacam itu.

Page 159: Kecamatan Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah i

Kecamatan Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah 143

Semisal camat menginisiasi dengan memerintahkan staf

pelaksananya untuk mendalami kemampuan teknis

pengoperasian Siskeudes guna memberikan tutorial secara

privat pada pelaksana di tingkat desa yang dianggap belum

cakap mengoperasikan. Intinya inisiatif-inisiatif semacam

itu sangat mungkin diambil di tingkat kecamatan.

Selain asumsi ketidak cakapan perangkat desa. Pada

penyelenggaraan Verifikasi, pembinaan dan pengawasan

tim kecamatan tidak diimbangi dengan tim di internal yang

berkompeten dalam bidang pembangunan fisik. Mengingat

keterbatasan kompetensi SDM di desa, kecamatan juga

mengeluhkan keberadaan pendamping desa dari

kementerian yang dianggap kurang memiliki kompetensi

dalam menjalankan kapasitasnya mendampingi pengelolaan

serta realisasi dana desa pada pembangunan fisik,

sebagaimana dikatakan oleh Informan 9 dari Kecamatan

Labuan sebagai berikut;

“…..di sini kapasitasnya sebagai tim pembinaan dan

pengawasan pemerintahan desa, seperti pembinaan pada

masalah pajak, ADD dan dana desa, namun dalam

pelaksanaanya saya mengatakan belum maksimal karena

memang keterbatasan SDM di desa jadi kita mau tegas juga

bagaimana SDM di desa belum mumpuni…” (wawancara,

Agustus 2017)

Terkait dengan itu Informan 11 dari Kecamatan

Labuan mengatakan;

“…pelimpahan yang diberikan oleh camat pada para kasi

misalnya dalam Verifikasi dana desa dan ADD kami merasa

baik SDM kami dan desa belum memadai. Seperti contoh

dalam hal verifikasi saja cara kerja kita hampir rata-rata apa

yang sudah disetujui di kabupaten kita di sini tinggal paraf.

Mau memverifikasi bidang teknis bagaimana, baik tim dari

kecamatan maupun pendamping desa dari pusat juga tidak

pernah dibekali kemampuan untuk itu. Kan namanya Tim

teknis harus menguasai bidangnya. Seperti saya ini kalau

harus memverifikasi pembangunan rabat beton, setidaknya

saya harus tau dan faham Tenis bidang itu. Kalau kami ngga

tau apa yang harus diverifikasi…... Ya paling kami hanya

faham sisi administrasinya saja seperti ohh pajaknya belum

dibayarkan, untuk proposal yang akan datang LPJ periode

Page 160: Kecamatan Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah i

144 Kecamatan Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah

kemarin harus ada. Paling dari sisi itu saja. Jadi intinya

kerja kami yang penting komunikasi dengan Kabupaten

selesai mau ngga mau kami paraf di sini kalau terkait teknis

pembangunan....” (wawancara, Agustus 2017)

Hal senada juga dikatakan informan 6 dari

kecamatan panimbang sebagai berikut:

“Pendamping desanya saya kira harusnya kalau tidak teknik

sifatnya administratif lah, tapi yang pendamping desa ini

teknis tidak administrasi bukan jadi tidak begitu nyambung

dengan desa.” (wawancara, Agustus 2017)

Wawancara tersebut, menjelaskan bahwa selain tidak

berfungsinya pemdamping desa, minimnya kemampuan

SDM baik di desa maupun tim kecamatan, utamanya dalam

bidang teknik sebetulnya membuat tidak efektifnya

penyelenggaraan pembinaan dan pengawasan pada

pemerintah desa. Tidak adanya tim di kecamatan yang

berkompeten dalam bidang teknik akhirnya menjadikan tim

kecamatan hanya berfokus pada kelengkapan administrasi.

Sedangkan untuk Verifikasi bidang tekniknya kecamatan

memiliki ketergantungan dengan tim kabupaten. Di satu sisi

keberadaan pendamping desa dari kementerian pada

awalnya diharapkan mampu membantu kecamatan untuk

mengawal dan mendampingi desa pada seluruh proses

pengelolaan dana desa. Namun kenyataanya semua itu tidak

berjalan karena asumsinya pendampin desa tidak

berkompeten sehingga tidak dapat menjalankan tugas dan

fungsi sebagaimana mestinya.

Dari penjelasan di atas semua merupakan sebab

akibat dan kebuntuan komunikasi antar pihak yang

berkepentingan, Kecamatam memiliki argumen tersendiri

tentang pendamping desa, begitu juga sebaliknya dari pihak

pendamping desa pada kecamatan. Argumentasi wawancara

di atas perihal ketidak kompetenan pendamping desa dalam

menjalankan tugas dan fungsinya serasa disikapi sepihak

oleh pemerintah kabupaten. Sehingga melalui dinas

teknisnya melakukan trobosan merekrut konsultan

independen dan mengambangkan keberadaan pendamping

desa yang ada. Alhasil muncul konflik antar kedua belah

pihak yang itu pada akhirnya membawa pada hal yang

kontraproduktif terhadap perwujudan kemajuan,

Page 161: Kecamatan Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah i

Kecamatan Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah 145

kesejahteraan dan kemandirian desa sesuai amanat Undang-

undang Nomor 6 Tahun 2014.

Berkaitan dengan itu Informan 15 dari Pendamping

Desa Kecamatan mengatakan ;

“Dari Kementerian pendamping itu ada Pendamping Lokal

Desa (PLD), Pendamping Desa Pemberdayaan Masyarakat

(PDP), Pendamping Desa Teknik Infrastruktur, Kerja kami

melakukan pendampingan realisasi dana desa dari tahap

awal perencanaan hingga proses akhir yaitu pelaporan

pertanggungjawaban… Permasalahan itu sebetulnya diawali

ketidak sinkronan acuan yang dipakai antara pemerintah

kabupaten dengan kementerian Desa, sehingga kami dengan

acuan dari kementerian dan kabupaten mengacu dari BPKP,

makanya dengan kami tidak memiliki kemampuan sesuai

dengan standar BPKP seperti adanya SIskeudes (Aplikasi

Sisten Keuangan Desa) kami sepertinya dianggap kurang

memiliki peranan dalam proses pendampingan desa.

Dengan kondisi seperti itu sepihak dari pemerintah

kabupaten melakukan perekrutan konsultan independen.

(wawancara, September 2017)

Sedangkan Informan 12 dari Komisi I DPRD

Kabupaten Pandeglang mengatakan;

“Ada, seperti kemarin Pemdes mengeluarkan surat edaran

konsultan pembangunan desa, padahal konsultan

pembangunan desa sudah ada yang di danai oleh Kemendes.

Tetapi Pemdes mengadakan konsultan lagi. Nah kenapa

Pemdes seperti itu ? Pemdes tidak bersinergi dengan

konsultan resmi yang di SK kan oleh Kemendes, jadi

mereka buat konsultan lagi, tetapi motifnya sudah bisa kita

baca, biasalah untuk mengamankan itu pembangunan kira-

kira supaya tidak masuk ke kantong kepala desa sendiri….

Cenderng objektif memang, dan mereka sesuai prosedur

saja, kerjanya lurus. Jadi karena tidak bisa dikendalikan

yang konsultan dari Kemendes itu, mereka tidak

difungsikan dan membentuk konsultan lain . Alhamdulillah

karena kemarin keburu diserang oleh semua pihak, akhirnya

dibatalkan walaupun sudah jalan separuh. Itu salah

satunya.” (wawancara, November 2017)

Wawancara tersebut menjelaskan bahwa terdapat

argumentasi yang berbeda-beda antara perangkat daerah

Page 162: Kecamatan Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah i

146 Kecamatan Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah

kecamatan, Pendamping desa dan DPRD. Pada akhirnya

ketika peneliti dapat mempersepsikan hal itu, pada dasarnya

terjadi ketidak saling tahuan atas kebutuhan dari masing-

masing pihak yang sebetulnya jika komunikasi terbangun

dengan baik maka bisa dibawa pada solusi bersama.

Misalnya karena kecamatan mengetahui apa yang

dibutuhkan dan menjadi hambatan pendamping atas ketidak

sinkronan acuan yang dipakai antara desa dengan

pendamping, setidaknya camat bisa memfasilitasi melalui

kewenanganya untuk mengusulkan pelatihan pada dinas

teknis atau kepada bupati, sehingga konflik yang tejadi

akibat terkotaknya pada argumen masing-masing tidak akan

terjadi jika camat mau aktif mendayagunakan kapasitas

yang dimiliki untuk menyelesaikan permasalahan itu.

Realisasi dana desa tahun anggaran 2017 idealnya

harus lebih baik pelaksanaanya dari tahun sebelumnya.

Pelaksanaan yang baik adalah pelaksanaan yang

mengedepankan tercapainya target dan kepatuhan terhadap

peraturan yang berlaku. Maka daripada itu kewenangan

pembinaan pengawasan bahkan pengendalian merupakan

sebuah keniscayaan yang harus ada agar pelaksanaan

pengelolaan dana desa menjadi baik pada setiap tahun

anggaranya. Sebagai pembanding adapun capaian realisasi

pelaksanaan anggaran desa di kabupaten pandeglang pada

tahun 2016, capaian realisasi anggaran dana desa di setiap

tahun anggaran memberikan gambaran baik atau tidaknya

pelaksanaan. Adapun laporan pelaksanaan anggaran dana

desa TA 2016 sebagai berikut;

Tabel 9.7

Laporan Pelaksanaan Anggaran Dana Desa TA 2016

Pagu Anggaran Rp

205,556,472,000

Realisasi :

1. Bidang Pelaksanaan Pembangunan Rp 99,946,867,355

2. Bidang Pembinaan Pemasyarakatan Rp 248,131,400

3. Bidang Pemberdayaan Masyarakat Rp 5,111,426,045

SALDO Rp 250,047,200

Capaian Realisasi Sebesar 99,88%

Sumber : Data diolah Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan

Pemerintahan Desa 2017

Page 163: Kecamatan Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah i

Kecamatan Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah 147

Dari tabel di atas dijelaskan bahwa dalam laporan

pelaksanaan anggaran dana desa TA 2016 pagu anggaran

Rp 205,556,472,000 dengan rincian realisasi (1) Bidang

Pelaksanaan Pembangunan Rp 99,946,867,355, (2) Bidang

Pembinaan Pemasyarakatan Rp 248,131,400 (3) Bidang

Pemberdayaan Masyarakat Rp 5,111,426,045 dan saldo Rp

250,047,200. Sehingga capaian realisasi keuangan sebesar

99,88 %. Selain Laporan Pelaksanaan Anggaran, adapun

hasil kegiatan dana desa TA 2016 sebagai berikut ;

Tabel 9.8

Hasil Kegiatan Dana Desa TA 2016

No Kegiatan Volume Satuan

1 Rehab Posyandu 48 Gedung

2 Pembangunan Pos Yandu 233 Gedung

3 Sarana dan Prasarana Pos

Yandu 12 Unit

4 Pembangunan Jalan Desa

Paving Blok spek T8

872 Lokasi

5 Pembangunan Jalan Desa

Paving Blok spek T6

122 Lokasi

6 Pembangunan Jalan 22 Lokasi

7 Taman Pintar 255 Unit

8 Tempat Pembuangan Sampah 232 Unit

9 Pembangunan Sarana Olah

Raga Meliputi; Lapangan sepak

bola, Lapangan Volly Ball,

Tenis Meja, Lapangan Bulu

Tangkis, Lapangan Futsal,

186 Unit

10 Pembelian Alat Olahraga 100 Unit

12 BUMDes 33 Unit

Sumber : Data diolah Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan

Pemerintahan Desa 2017

Dari Tabel di atas diketahui bahwa hasil kegiatan

dana desa tahun 2016 yang meliputi rehab posyandu

sebanyak 48 gedung, pembangunan pos yandu sebanyak

223 gedung, Sarana dan prasarana pos yandu sebanyak 12

unit, pembangunan jalan desa paving blok spek T8 872

lokasi, pembangunan jalan desa paving blok spek T6 122

lokasi pembangunan jalan sebanyak 22 lokasi, taman pintar

Page 164: Kecamatan Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah i

148 Kecamatan Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah

sebanyak 255 unit, tempat pembuangan sampah 232 unit,

pembangunan sarana olahraga sebanyak 186 unit meliputi;

lapangan sepak bola, lapangan volly ball, tenis meja,

lapangan bulu tangkis, lapangan futsal, pembelian alat

olahraga 100 unit, BUMDes sebanyak 33 unit.

Berdasarkan penjelasan tabel di atas jika

dibandingkan realisasi dana desa tahun 2016 lebih baik

tingkat ketercapaianya dibandingkan pada tahun 2017 hal

tersebut terlihat dari capaian tahun 2016 sebesar 99,88%.

Artinya seluruh seluruh anggaran terserap dan

pembangunan fisik seluruhnya terealisasi. Berbeda dengan

realisasi tahun 2017 sebagaimana sudah dijelaskan pada

Tabel 5.1 pembangunan embung desa yang ditargetkan

dibangun 150 bangunan hanya terealisasi 148 bangunan.

Dari situ bisa terlihat bahwa realisasi tahun 2016 lebih

tinggi pencapaianya dibandingkan tahun 2017.

Terkait dengan anggaran dana desa 2017 serta Surat

Edaran Bupati Pandeglang Nomor 601/1474-PPMPN/2017

tentang 10 program prioritas pembangunan yang harus

dilaksanakan desa. Berdasarkan hasil penelitian diketahui

bahwa awal ditetapkan banyak menuai protes dari desa yang

diwakili oleh APDESI (Asosiasi Perangkat Desa Seluruh

Indonesia) Pandeglang dengan alasan 10 program prioritas

tersebut dinilai kurang merepresentasikan karakteristik dan

kebutuhan desa. Selain itu program prioritas tersebut juga

dinilai bertentangan dengan RKPDes (Rencana Kerja dan

Pembangunan Desa) yang telah ditetapkan oleh masing-

masing desa. Menyikapi itu Informan 12 dari Komisi I

DPRD Pandeglang mengatakan;

“…sementara ada beberapa desa yang tidak relevan begitu.

Kalau desa dipegunungan dan di tengah hutan kan sampah

mereka masih di bakar di depan rumah. Kemudian kalau di

daerah-daerah persawahan kan ga pengaruh jika pakai

konblok, tanahnya kalau musim hujan lembek , kalau

musim kemarau keras. Kalau musim hujan ada mobil

kesana sehebat apapun konblok akan ambles, jadi kan tidak

pengaruh, Berarti solusinya adalah tidak semua

pembangunan digeneralisir oleh kabupaten. Harus bupati

melihat tipologi pembangunan masayarakat desa, atau

tipologi desa lah secara umumnya…. Saya kira memang ga

di kaji lagi, jadi dia terobsesi mungkin dengan keinginannya

Page 165: Kecamatan Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah i

Kecamatan Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah 149

saja, Pandeglang Smart City, Pandeglang Pariwisata,

percepatan pembangunan, latah tanpa sebuah perhitungan

dan kajian yang matang. Jadi memang perlu suara

pemilikan harus siap dan mendengar kritik atau di kritik

oleh seluruh masayarakat. Dan kalau saya lihat juga unsur

itu tidak hanya unsur latah, ada unsur politik yang cukup

tinggi, ada tekanan bayangan tak terlihat. Ya seperti itulah

bayangan yang tidak terlihat begitu, yang kekuatannya bisa

mencengkram itu. Bisa mencengkram kebijakan bupati. Ya

artinya kan kita sebagai politisi wajar kalau berburuk

sangka karena sebagai fungsi penyeimbang untuk hal-hal

yang positif dan benar. Intinya kalau bawahan itu

tergantung atasan, Jadi bawahan tu tergantung patronnya.

Kalau posisi DPRD kan tidak diposisi langsung dengan

pelanggaran, hanya bisa menjelaskan budgeting saja

melaksanakannya kita tidak bisa. Kita tidak teriak-teriak

begitu saja . Kita hanya bisa di forum-forum resmi kita

lakukan misalnya di media, tetapi aktifitasnya kurang begitu

kuat. (wawancara, November 2017)

Wawancara tersebut menjelaskan bahwa seharusnya

tidak semua pembangunan digeneralisir oleh kabupaten.

Bupati harus melihat tipologi pembangunan masayarakat

desa, atau tipologi kecamatan secara umum. Namun

kenyataanya bupati tidak mau menganulir dan menganggap

kebijakan yang diambil dan dituangkan dalam surat edaran

tersebut dianggap sudah tepat dan harus dilaksanakan

dengan alasan menjalankan amanat Permendes Nomor 22

tahun 2016 yang tujuanya agar pembangunan terarah. Pada

akhirnya desa lah yang mengalah dengan meriview isi

RKPDes dan memasukan 10 program prioritas tersebut.

Dalam hal ini beberapa pihak dalam posisi yang dilematis.

Desa tidak mungkin tidak mereview RKPDes nya terancam

akan tidak turunya anggaranya di tahun 2017. Sedangkan

kecamatan juga dalam posisi harus mengawal kebijakan

yang sudah dituangakan dalam Surat Edaran Bupati

Pandeglang Nomor 601/1474-PPMPN/2017 tentang 10

program prioritas pembangunan. Sekalipun muncul sebuah

pertanyaan apakah camat tidak memberikan masukan pada

Bupati saat perumusan surat edaran tersebut ataukah sudah

memberi masukan namun tidak dipertimbangkan oleh

Page 166: Kecamatan Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah i

150 Kecamatan Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah

bupati. Namun pada akhirnya kenyataan yang ada surat

edaran itu tidak dianulir. Maka mau tidak mau dan suka

tidak suka baik pemerintah desa dan kecamatan harus

mampu mengawal pelaksanaanya dengan baik dan

menjadikan surat edaran sebagai acuan dalam pembinaan

dan pengawasan realisasi anggaran dana desa tahun

anggaran 2017.

Berdasarkan uraian di atas dalam kaitanya dengan

kewenangan pembinaan dan pengawasan kecamatan pada

penyelenggaraan pemerintahan desa di kabupaten

pandeglang dengan segenap kompleksitasnya maka

digambarkan kondisi eksisting pembinaan dan pengawasan

kecamatan pada penyelenggaraan pemerintahan desa

sebagai berikut;

Gambar 9.14

Kondisi Eksisting Pembinaan dan Pengawasan Kecamatan Pada

Penyelenggaraan Pemerintahan Desa di Kabupaten Pandeglang

Sumber : Data Diolah Peneliti 2017

d. Pelaporan dan Evaluasi Penyelenggaraan Kewenangan

Camat/Kecamatan

1) Mekanisme Pelaporan dan Evaluasi

Unsur-Unsur Perangkat daerah/organisasi perangkat

daerah Kabupaten Pandeglang pada dasarnya terbagi atas

dinas selaku penyelenggara kewenangan Bupati atas urusan

Page 167: Kecamatan Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah i

Kecamatan Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah 151

pemerintahan daerah yang terkait dengan bidangnya serta

badan sebagai Techno Structure atau pembantu kepala

daerah, yang mana pembedanya adalah jika dinas

memberikan pelayanan secara langsung kepada masyarakat

sedangkan badan tidak. Maka di sinilah kecamatan sebagai

perangkat daerah kewilayahan dalam menyelenggarakan

kewenangan koordinasi, fasilitasi, pembinaan/pengawasan

serta kewenangan lainya secara administratif tidak akan

terlepas dengan perangkat daerah terkait dalam menyeleng-

garakan kewenangan kecamatan itu sendiri. Pada Peraturan

Bupati Nomor 24 Tahun 2013 Tersebut dijelaskan bahwa

mekanisme Pelaporan dan evaluasi pelaksanaan

kewenangan camat diatur pada pasal 7 ayat (1) yang

berbunyi Kepala Dinas, Kepala Badan, Kepala Kantor yang

membidangi sebagian wewenang yang dilimpahkan kepada

Camat, wajib memberikan pembinaan dan bimbingan teknis

terhadap penyelenggaraan kewenangan yang dilimpahkan

kepada Camat. Pasal (2) Pelaksanaan sebagian kewenangan

yang dilimpahkan kepada Camat harus dilaporkan secara

berkala kepada Bupati melalui Sekretaris Daerah setiap

triwulan dan akhir tahun. Pasal (3) Pelaporan sebagaimana

dimaksud pada ayat (2) digunakan sebagai bahan

pertimbangan Bupati untuk mengevaluasi penyelenggaraan

kewenangan yang dilimpahkan kepada Camat setiap

tahunnya, dan Pasal (4) Pelaporan sebagaimana dimaksud

pada ayat (2) meliputi aspek: a. Ketepatan waktu; b.

Penyerapan anggaran; c. Ketepatan sasaran; d. Ketepatan

hasil.

Berdasarkan penjelasan Peraturan Bupati tersebut

peneliti mencoba menggambarkan alur pelaporan sebagai

berikut;

Page 168: Kecamatan Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah i

152 Kecamatan Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah

Keterangan ;

1 Hirarki Sempurna :

2. Fungsi Koordinasi :

Gambar 9.15

Pelaporan Kinerja Penyelenggaraan Kewenangan

Camat/Kecamatan Pada Bupati

Sumber : Data Diolah Peneliti 2017

Sedangkan terkait dengan evaluasi pada Pasal 8 ayat

(1) dijelaskan bahwa evaluasi terhadap sebagian

kewenangan yang dilimpahkan kepada Camat akan

dilaksanakan setiap triwulan dan akhir tahun. Evaluasi

dilaksanakan berdasarkan laporan triwulan dan akhir tahun

yang dikirimkan oleh Camat serta hasil monitoring

lapangan. Lebih lanjut pada ayat (3) Monitoring lapangan

dilaksanakan oleh Tim Monitoring yang ditetapkan dengan

Keputusan Bupati.

Adapun tidak lanjut dari hasil evaluasi sebagaimana

dijelaskan pada ayat (4) Apabila dalam hasil evaluasi

triwulan I ada Camat yang menunjukkan perkembangan

tidak baik dalam pelaksanaan sebagian kewenangan yang

dilimpahkan, maka Tim Monitoring melaksanakan

pembinaan kepada Camat dimaksud. Selanjutnya pada ayat

(5) Apabila hasil evaluasi triwulan ll tidak juga

menunjukkan perkembangan yang baik setelah adanya

pembinaan maka Tim Monitoring akan memberikan kajian

kepada Bupati guna mencabut kewenangan yang

dilimpahkan kepada Camat dimaksud untuk kemudian

ditarik kembali kepada Perangkat daerah yang menangani

kewenangan tersebut.

Pada ayat (6), hasil evaluasi dikategorikan tidak baik

apabila (a). tidak adanya ketepatan waktu dalam pencapaian

program/kegiatan di setiap triwulan sampai dengan akhir

tahun. (b) tidak terwujudnya efisiensi dan efektifitas

anggaran dalam pelaksanaan program/kegiatan. (c) tidak

terwujudnya ketepatan sasaran dalam pelaksanaan

progam/kegiatan. (d) tidak terwujudnya ketepatan hasil

dalam pelaksanaan program/ kegiatan. Adapun pelaksanaan

evaluasi digambarkan sebagai berikut;

Page 169: Kecamatan Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah i

Kecamatan Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah 153

Keterangan:

1. Hirarki Sempurna Perintah dan Pelaporan :

2. Fungsi Koordinasi dan Pembinaan :

Gambar 9.16

Evaluasi Kinerja Penyelenggaraan Kewenangan Camat/

Kecamatan

Sumber: Data Diolah Peneliti 2017

2) Pelaporan Kinerja Penyelenggaraan Kewenangan

Camat/Kecamatan

Berdasarkan wawancara yang dilakukan di salah satu

kecamatan, menurut Informan 3 dari kecamatan Karang

Tanjung mengatakan bahwa ;

“Jadi untuk pembinaan dan pengawasan terhadap

kecamatan dari wewenang yang dilimpahkan oleh bupati

secara rutin selalu dilakukan oleh dinas teknis dalam

kegiatan rapat koordinasi, bahkan pelaporan atas

kewenangan yang dilimpahkan kami dan kecamatan yang

Page 170: Kecamatan Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah i

154 Kecamatan Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah

lain tidak per tri wulan melainkan setiap bulan dilaporkan

pada Asisten I bidang pemerintahan. Jadi kita memang

hirarki ya untuk masalah pertanggungjawaban kerja kami

dari kewenangan yang telah dilimpahkan tidak langsung ke

Bupati tapi ada Asisten I Bidang pemerintahan melalui

kepala bagianya, kemudian naik ke atas Sekretaris daerah

hingga Bupati.” (wawancara, Agustus 2017).

Hal senada juga dikatakan Informan 10 dari

kecamatan Labuan sebagai berikut;

“Sekarang mah online setiap bulan. Jadi yang kita laporkan

tiap bulan pak, banyak yang kita laporkan mulai

kependudukan, imunisasi, kebakaran dan masih banyak

lagi.” (wawancara, Agustus 2017).

Lebih lanjut Informan 9 yang juga dari kecamatan

Labuan mengatakan;

“Dari pelaksanaan administrasi kita kita pernah dapat

teguran dan paling paling sekarang terfokusnya pada

masalah pembangunan terutama realisasi pembangunan

Dana desa terkait TLHP (Tindak Lanjut Hasil Pemeriksaan)

yang dilakukan kecamatan maupun pemeriksaan secara

bersama sama antara Tim Kabupaten dengan Kecamatan.”

(wawancara, Agustus 2017).

Wawancara tersebut menjelaskan bahwa pembinaan

dan pengawasan terhadap kecamatan dari wewenang yang

dilimpahkan oleh bupati secara rutin selalu dilakukan oleh

dinas teknis dalam kegiatan rapat koordinasi. Dalam

pelaksanaanya pembinaan dari pemerintah kabupaten pada

kecamatan saat ini lebih memprioritaskan pada kewenangan

pembinaan dan pengawasan dana desa lalu disusul pada

kewenangan-kewenangan kecamatan yang lainya.

Kemudian untuk pelaporan dokumen kinerja penyelang-

garaan kewenangan camat/kecamatan tidak lagi setiap 3

bulan sekali sebagaimana diamanatkan dalam peraturan

bupati Nomor 24 Tahun 2013. Namun pelaporan kinerja

dilaporkan setiap bulan pada Bupati melalui Asisten I

bidang pemerintahan.

Diketahui dari dokumen pelaporan baik secara online

maupun cetak kinerja kecamatan sebagaimana dicontohkan

Page 171: Kecamatan Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah i

Kecamatan Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah 155

pada Surat Pengantar No : 100/ 213- kec/VII/2017

pelaporan kinerja kecamatan panimbang yang ditujukan

Kepada Bupati Pandeglang Cq Kepala Bagian Tata

Pemerintahan jenis-jenis laporan yang dikirim meliputi (1)

Kegiatan Harian Camat, (2) Daftar Hadir/ Absensi Pegawai,

(3) Rekapitulasi Daftar Hadir Pegawai, (4) Data

kependudukan, (5) Laporan Keadaan Kamtibmas, (6)

Laporan izin keramaian dan hiburan, (7) Daftar Harga

Sembako, (8) Laporan pencapaian KB, (9) Laporan

N.T.C.R, (10) Laporan imunisasi. Item yang dilaporkan

tidak berbeda dengan kecamatan-kecamatan lain seperti

halnya yang dilaporkan oleh kecamatan Karang Tanjung,

Pendeglang, Labuan dan Majasari. Adapun laporan kinerja

pada penyelenggaraan kewenangan pembinaan dan

pengawasan realisasi dana desa pada pembangunan fisik

serta PATEN sebagaimana dicontohkan laporan

penyelenggaraan PATEN kecamatan pandeglang melalui

surat pengantar Nomor 045.4/166-kec.pdg/2017 yang isi

laporanya menjelaskan jumlah transaksi pelayanan yang

sudah dilaksanakan pada masing masing item pelayanan

baik perizinan maupun non perizinan.

Menurut hemat peneliti, dari dokumen dan item

pelaporan yang ada belum merepresentasikan terlaksananya

penyelenggaraan koordinasi dan fasilitasi pada kewenangan

bupati atas urusan pemerintahan daerah yang dilimpahkan

pada camat/kecamatan sebagaimana yang secara eksplisit

diamanatkan dalam Peraturan Bupati Nomor 24 Tahun 2013

maupun peraturan yang lainya.

Terkait dengan itu dicontohkan pada keberadaan UPT

(Unit Pelaksana Teknis) sebagai Unit pelaksana

administrasi perangkat daerah dinas/badan di tingkat

Kecamatan, seperti UPT Kesehatan, Pendidikan, BP3AKP,

Pertanian, Pertanian. Kecamatan melaksanakan atau tidak

koordinasi pada kewenangan kewenangan tersebut akan

terlihat terlihat dari dokumentasi laporan kinerjanya.

Namun kenyataanya belum keseluruhan dari kewenangan

yang dimiliki kecamatan didokumentasikan dan dilaporkan.

Lebih lanjut mengacu pada pasal 7 ayat (1) dan ayat (2)

Peraturan bupati Nomor 24 Tahun 2013 tersebut dijelaskan

bahwa Perangkat daerah teknis diharuskan melakukan

pembinaan dan pengawasan terhadap wewenang yang

Page 172: Kecamatan Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah i

156 Kecamatan Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah

dilimpahkan oleh bupati dan pasal (2) kecamatan

diwajibkan memberikan laporan secara periodik kepada

bupati melalui sekretaris daerah. Yang terjadi dokumen

laporan kinerja kecamatan belum menyentuh pada pada

keseluruhan bidang kewenangan, maka artinya tidak seluruh

perangkat daerah teknis melakukan pembinaan dan

pengawasan atas pelaksaanaan kewenangan yang relevan

dengan kewenanganya karena tidak adanya dokumen

pelaporan kinerja dari kecamatan. Contoh diketahui

kecamatan melaporkan Laporan pencapaian KB, Laporan

N.T.C.R, Laporan imunisasi. Berarti kewenangan bidang

kesehatan dilaksanakan oleh kecamatan dan dinas kesehatan

melakukan pembinaan serta terjalin koordinasi dengan UPT

kecamatan hingga kecamatan dapat melaporkan

pelaksanaan kewenangan tersebut. Begitu juga dengan

Perizinan di bawah 100 Meter persegi dilaporkan oleh

kecamatan artinya BPMPPTSP melakukan pembinaan atau

minimalnya koordinasi sehingga kewenangan tersebut

terlaksana. Berbeda dengan kewenangan yang lainya seperti

pariwisata, pendidikan jika tidak ada dokumen pelaporan.

Hal tersebut mengindikasikan jika dinas pendidikan dan

dinas pariwisata belum secara efektif melaksanakan

pembinaan sehingga kewenangan tersebut belum

terselenggarakan oleh kecamatan.

Sebagaimana dijelaskan pada pasal 7 ayat (3)

pelaporan kinerja kewenangan camat sejatinya oleh bupati

difungsikan sebagai bahan pertimbangan untuk

mengevaluasi penyelenggaraan kewenangan camat setiap

tahunya. Berkaitan dengan belum dilaksanakan amanat

peraturan bupati tentang kewenangan bupati atas urusan

pemerintahan daerah yang dilimpahkan pada camat/

kecamatan, serta belum efektifnya pelaksanaan monev/

pembinaan kinerja camat, yang mana dari hasil monitoring

dan evaluasi tersebut bupati dapat mengambil keputusan

mencabut dan menambahkan kewenangan pada camat/

kecamatan. Setelah melakukan konfirmasi pada Informan 1

dari Bagian Pemerintahan mengatakan;

“…sebetulnya peraturan pelimpahan wewenang tersebut

ditetapkan pada tahun 2013 saat pertama kali kabupaten

pandeglang melaksanakan PATEN…untuk pelaporan

kinerja camat memang saat ini camat melaporkanya setiap

Page 173: Kecamatan Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah i

Kecamatan Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah 157

bulan. Namun untuk monitoring dan evaluasi yang

dilakukan oleh Tim sesuai dengan ketentuan peraturan

bupati tidak seintens tahun pertama awal pelaksanaan

PATEN. Saat ini cukup dilaksanakan satu tahun sekali,

karena asumsi kami kecamatan sudah sudah memahami apa

yang harus mereka kerjakan” (wawancara, Oktober 2017).

Berkaitan dengan itu dalam hal pelimpahan

wewenang pada dasarnya merupakan sebuah kewajiban

bagi pemerintah daerah. Tidak hanya pada melimpahkanya

saja namun pada konsistensi menjalankan. Hal itu

sebagaimana dikatakan oleh Informan 19 dari Direktorat

Jenderal Bina Administrasi Kewilayahan Kementerian

Dalam Negeri.

“…. RPP kecamatan amanat Undang-undang No 23 tahun

2014, dasarnya kecamatan itu dijadikan sebagai garda

terdepan pembangunan dari wilayah pinggiran. Serta dalam

penguatan kecamatan kedepan di kabupaten / Kota wajib

ada kepastian pelimpahan wewenang pada pelayanan dasar.

Perlu diingat juga bagi daerah bahwa kecamatan itu

Perangkat daerah, maka pelimpahan wewenang harus

didukung APBD layaknya perangkat daerah yang lain…”

(wawancara, Oktober 2017)

Wawancara tersebut menjelaskan bahwasanya

kepastian atas pelimpahan wewenang menjadi suatu

tuntutan yang wajib dilaksanakan pemerintah daerah.

Kepastian disini merupakan sebuah amanat sebagaimana

ketentuan yang diatur pada RPP tentang Kecamatan.

Dengan itu pelimpahan wewenang tidak hanya wajib

ditetapkan dalam peraruran Bupati saja, namun

berkonsekuensi terhadap kelangsungan implementasinya,

yang meliputi konsistensi pelaksanaan serta dukungan

kecukupan dalam menunjang kewenangan yang

dilimpahkan selain Pendanaan pada pagu indikatif juga

pada kecukupan sumberdaya manusianya dari pemerintah

kabupaten Pandeglang.

Berkaitan dengan itu Informan 22 dari Provinsi Jawa

Timur (Asosiasi Pemerintah Provinsi) mengatakan sebagai

berikut;

Page 174: Kecamatan Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah i

158 Kecamatan Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah

“Banyuwangi itu mendelegasikan kewenangan menangani

izin pariwisata skala kecamatan, katakanlah home stay izin

camat. Dengan bertambahnya jumlah destinasi wisata di

banyuwangi menyebabkan wisatawan semakin banyak,

akhirnya banyak home stay home stay, itu salah satunya izin

pendirian home stay termasuk izin pendirian wisata apa lah

itu, sehingga memberdayakan masyarakat membuat

kelompok-kelompok wisata itu penggiat wisata….”

(Wawancara, September 2018)

Berbicara tentang kemauan / political will dalam

bisang pariwisata, lebih lanjut diketahuhi tentang adanya

ucapan sebagai upaya mengenalkan pengguna jalan bahwa

pandeglang sebagai kota wisata dipampang di jalan raya

saketi pandeglang. Jalan raya tersebut merupakan satu-

satunya akses menuju objek-objek wisata di pandeglang

selatan termasuk KEK Tanjung lesung sebagai berikut;

Gambar 9.17

Ucapan Selamat Datang di Kota Wisata Pandeglang

Dari pernyataan dan gambar tersebut bisa diketahui

bahwa bupati pandeglang pada dasarnya menginginkan

pembangunan di daerahnya mengalami percepatan, sektor

pariwisata salah satunya yang dianggap bupati kedepannya

akan bisa memberikan kontribusi terhadap peningkatan

PAD (Pendapatan Asli Daerah), bahkan dalam pernyataan

tersebut Bupati juga memiliki harapan keterlibatan/

partisipasi penuh dari PNS untuk mengembangkan

pariwisata di kabupaten pandeglang. Dalam hal ini merujuk

dari wewenang yang dilimpahkan kepada Perangkat daerah

Page 175: Kecamatan Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah i

Kecamatan Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah 159

kecamatan salah satunya memfasilitasi dan membantu

bupati untuk mengkoordinasikan kebijakan kepariwisataan.

Menurut hemat peneliti melihat hasil penelaahan terhadap

dukumen laporan kinerja bulanan camat/kecamatan

setidaknya harus memberikan informasi yang berdaya

dukung terhadap wacana-wacana, dan arah kebijakan

Bupati, salah satunya dalam hal kepariwisataan. Itu semua

tentunya menjadi pekerjaan rumah besar dan

berkonsekuensi pada meningkatnya beban kerja pada

wilayah-wilayah kerja perangkat daerah kecamatan yang

memiliki destinasi pariwisata.

Itu baru pada bidang kepariwisataan dan masih bayak

lagi kewenangan-kewenangan yang harus menjadi

konsentrasi perangkat daerah kecamatan untuk

memfasilitasi dari kewenangan yang dimilikinya guna

membantu bupati dan perangkat daerah teknis lainya. Jika

ditinjau dari gambaran umum masing-masing kecamatan

diketahui antara kecamatan satu dengan yang lain memiliki

perbedaan karakteristik misalnya pada jumlah penduduk,

luas wilayah, jumlah sekolah, luas areal pertanian dan

sebagainya, yang mana hal itu berkosekuensi pada

perbedaan pemfokusan kinerja atas kewenangan kecamatan

untuk menetapkan skala prioritas dalam menjalankan

wewenang yang dilimpahkan. Berkaitan dengan itu ditinjau

lebih lanjut, Kabupaten Pandeglang saat ini masih

membutuhkan perhatian khususnya pada sektor kemiskinan.

untuk mendongkrak perekonomian dan pariwisata di

Pandeglang agar segera keluar dari predikat daerah

tertinggal, Presiden Joko Widodo menetapkan Tanjung

Lesung, Kecamatan Panimbang sebagai Kawasan Ekonomi

Khusus (KEK) yang bakal menjadi lokomotif perekonomian

di Provinsi Banten. Lebih lanjut Bupati Pandeglang

menjelaskan ;

”…..KEK Tanjung Lesung akan mempercepat proses

pengentasan kemiskinan di Pandeglang, karena pemerintah

tahun ini akan membangun tol Serang-Panimbang,”

Untuk mendukung proyek strategis nasional yang ada

di Pandeglang, Bupati juga berharap dihidupkan lagi Badan

Usaha Milik Desa (BUMDes), khususnya di daerah

penyangga Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Tanjung

Page 176: Kecamatan Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah i

160 Kecamatan Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah

Lesung dan umumnya di setiap desa yang ada di Kabupaten

Pandeglang, sebagaimana dijelaskan berikut;

”….dalam pertemuan saya dengan menteri desa, saya juga

menyampaikan berbagai produk lokal unggulan di

Kabupaten Pandeglang yang saat ini sudah berjalan. Mulai

dari kerajinan tangan, hingga olahan makanan yang dapat

dikemas lebih baik lagi, menjadi produk unggulan di

Pandeglang,”

Dari kutipan masalah tersebut menandakan bahwa

pendekatan pemberdayaan masyarakat masih diperlukan,

koordinasi dalam pemberdayaan masyarakat adalah

kewenangan yang dimiliki oleh kecamatan berdasarkan

pelimpahan kewenangan dari Bupati.

Terkait dengan kompleksitas yang berbeda antara

kecamatan satu dengan kecamatan yang lain di lingkungan

Kabupaten Pandeglang pada khususnya, serta urgensi

permasalahan di kabupaten Pandeglang secara umum

menurut Informan 6 dari wilayah kerja kecamatan

panimbang yang mana notabene di kecamatan tersebut

terdapat banyak Program Nasional , salah satunya adalah

KEK (Kawasan Ekonomi Khusus) mengatakan bahwa ;

“…tidak ada kewenangan khusus camat panimbang

berkenaan dengan KEK tapi hanya melakukan

koordinasi….saya menjaga keutuhan kawasan sehingga ada

lahan milik masyarakat yang belum dikuasai oleh BPJ KEK

Tanjung Lesung untuk kami bebaskan sepanjang pihak PT

BWJ memberikan rekomendasi pada kami, ada juga

program nasional Pembangunan yang saya bantu …. saya

membantu bagaimana proses pengalihan status lahan milik

BPWJ KEK menjadi milik Kabupaten Pandeglang,

bagaimana saya membantu menyiapkan….Ya saya tadi

habis nengok stadion pak, ada stadion, ada semacam

embung seluas 2 hektar, itu udah jalan 27 M. ini 3

serangkai, saya, kemudian pihak tanjung lengsung

kemudian pihak Kementerian Pekerjaan Umum, yang

rapatnya bertiga, saya mewakili pemerintah membantu

bagaimana proses ini berjalan dengan mulus. Alhamdulillah

sudah turun dan saat sedang melaksanakan pembangunan

stadion mini yang ada di kawasan tanjung jaya kawasan

KEK nya penyangga dan kemudian selanjutnya juga saya

Page 177: Kecamatan Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah i

Kecamatan Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah 161

memfasilitasi pembebasan lahan khususnya yang akan kena

jalan nasional, citerep tanjung jaya itu nanti saat ini kan

hanya 7-9 M sekarang menjadi 12 M, sekarang saya sudah

undang pemilik tanah di 2 desa, itu salah satu bagaimana

upaya camat bagaimana membantu memfasilitasi kawasan

ekonomi khusus supaya cepat terwujud jadi pembangunan

biar ini lah…” (wawancara, Agustus 2017)

Wawancara tersebut menjelaskan bahwa dalam

menyelenggarakan Koordinasi, fasilitasi, perizinan,

rekomendasi bahkan dalam penetapan dan pembinaan serta

pengawasan tidak ada kewenangan khusus yang diberikan

kepada kecamatan tertentu, sekalipun pada kenyataannya

terdapat perangkat daerah kecamatan yang memiliki beban

kerja yang jauh lebih besar dibandingkan dengan kecamatan

yang lain sebagai konsekuensi perbedaan besaran variabel

antara kecamatan satu dengan yang lain misalnya pada

jumlah penduduk, luas wilayah, jumlah sekolah, luas areal

pertanian, keberadaan program nasional dan sebagainya.

Lebih lanjut, ketika membahas tentang beban kerja

yang berbeda antar kecamatan atas dasar besaran variabel

dan kondisi eksisting dapat dicontohkan salah satu wilayah

kerja kecamatan Panimbang, yang notabene terdapat Proyek

nasional yang sedang dilaksanakan di wilayah kerjanya,

selain KEK (Kawasan Ekonomi Khusus) Tanjung Lesung,

juga Pengembangan konektivitas Nasional yaitu

pembangunan jalan tol Serang-Panimbang sepanjang 83,6

km guna pendukung proyek KEK tersebut, kemudian

proyek pembangunan bandara banten selatan. Peneliti

mengasumsikan bahwa kecamatan tersebut memiliki beban

kerja yang relatif tinggi. Berkakaitan dengan perbedaan

karakteristik kecamatan dan beban kerja kecamatan menurut

Informan 19 dari Direktorat Jenderal Bina Administrasi

Kewilayahan Kementerian Dalam Negeri menyatakan

bahwa;

“Tujuan penyelenggaraan pemerintahan itu kan mencapai

efektifitas dan efisiensi penyelenggaraan. Arah kebijakan

pada RPP kecamatan kedepan pelimpahan wewenang

dengan asimetris pelimpahan yaitu menyesuaikan

perbedaan kecamatan. Misalnya Kecamatan A banyak

industry dan Kecamatan B tidak ada industri tapi adanya

Page 178: Kecamatan Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah i

162 Kecamatan Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah

pertanian. Makanya wewenang yang dilimpahkan tidak lagi

dipukul rata. Pelimpahan wewenang kepala daerah pada

camat juga kedepan tidak lagi regeling dengan Peraturan

kepala daerah manun dengan Surat keputusan. Jadi masing-

masing Surat keputusan berlaku untuk satu kecamatan”

(wawancara, Oktober 2017)

Wawancara tersebut menjelaskan bahwa arah

kebijakan ke depan kecamatan tidak dipukul rata lagi

kewenanganya. Dengan kata lain asimetris pelimpahan atau

pelimpahan yang didasarkan pada perbedaan karakteristik

kecamatan. Berkaitan dengan itu diketahui bahwa

Kecamatan Panimbang merupakan salah satu kecamatan

yang memiliki perbedaan karakteristik jika dibandingkan

dengan kecamatan Labuan, Karang Tanjun, Pandeglang dan

Majasari. Misalnya yang paling nyata adalah keberadaan

program strategi nasional, yang mana hal tersebut menuntut

kinerja camat beserta jajaranya guna membantu

mensukseskanya.

Namun kenyataanya, selain tidak adanya pelimpahan

kewenangan khusus adapun Isu-Isu penting yang

menggambarkan kondisi penyelenggaraan kewenangan

Kecamatan Panimbang yang didasarkan pada evaluasi

Pelaksanaan Renja Tahun 2016 sebagai berikut (1)

Kurangnya pemerataan program Pemerintah yamg

dilaksanakan di Kecamatan Panimbang ini disebabkan oleh

pola pikir masyarakat yang masih bersipat apatis. (2) Sarana

dan prasarana insfrastruktur kebutuhan masyarakat yang

masih belum terpenuhi. (3) Kurangnya Sumber Daya

Manusia (SDM) yang sesuai dengan keahliannya, serta

tingkat Pendidikan yang masih rendah. (4) Kurangnya

kemampuan aparatur dalam memberikan pelayanan kepada

masyarakat secara profesional. (5) Masih kurangnya

kesadaran masyarakat akan kewajibannya kepada

Pemerintah dalam hal Pajak Bumi dan Bangunan (PBB).

Berkaitan dengan kondisi Isu strategis tersebut

dampak yang dirasakan sebagaimana Informan 6 dari

Kecamatan Panimbang mengatakan;

“...di kecamatan itu tidak ada tersedia SDM yang

diamanatkan Kepres pengadaan barang dan jasa, ini masih

numpuknya ada di kabupaten.....ya malah di panimbang gak

Page 179: Kecamatan Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah i

Kecamatan Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah 163

ada yang punya sertifikat tidak ada, bukan minim lagi. dan

beberapa kecamatan itu banyak yang gak ada daripada

ada.....Masalah penerimaan dari PBB di panimbang ini

kerena banyak pemilik tanah yang bukan orang pribumi,

jadi penagihan PBB kita agak kualahan pak.....”

(wawancara, Agustus 2017).

Lebih lanjut berkaitan dengan masalah belum

maksimalnya penerimaan PBB di kecamatan Panimbang,

Informan 8 mengatakan ;

“.......selain kita harus turun melakukan penagihan PBB ke

masyarakat, kesulitan ada pada sistem perbankan yang

menjadi mitra kabupaten. Saya ngga tau ya, beda ngga

seperti dulu, kalau ada keterlambatan penyetoran ke Bank

BJB sistem sudah ngga bisa menginput, jadi uang masih

kita pegang sehingga terdatanya di bank ya yang bayar PBB

beda sama kenyataan yang kita bukukan manual....”

(wawancara, Agustus 2017).

Hal senada juga dikatakan Informan 2 dari

Kecamatan Pandeglang sebagai berikut;

“…..yang lebih penting untuk menjalankan kecamatan itu

pendukungnya pak, bagaimana SDM nya ….kalau itu

semua terpenuhi ya pastinya bisa berjalan dengan baik. Tapi

kita tetap berupaya pak semaksimal mungkin. Seperti PBB

(Pajak Bumi dan Bangunan), karena PAD (Pendapatan Asli

Daerah) Pandeglang saat ini masih mengandalkan dari PBB,

kami selalu target kalau masih ada piutang PBB kita jemput

bola ke masyarakat pa untuk menyampaikan tagihanya..”

(wawancara, Agustus 2017).

Wawancara tersebut menjelaskan bahwa isu strategis

sebagaimana dijelaskan pada Renja 2017, misalnya dalam

hal kecukupan SDM yang dianggap masalah klasik, seperti

halnya kecamatan di daerah-daerah lain, yang akhirnya

memunculkan pertanyaan mengapa hanya perangkat daerah

kecamatan saja yang mengalami kekurangan SDM yang

berkompeten. Lalu mengapa perangkat daerah teknis yang

cukup seksi pada trend anggaran tahunannya lah yang tidak

mengalami kekurangan SDM. Selanjutnya berkaitan dengan

itu, diketahui bahwasanya PBB merupakan sektor andalan

Page 180: Kecamatan Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah i

164 Kecamatan Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah

pada PAD (Pendapatan Asli Daerah) kabupaten pandeglang,

dan bagaimanakan jika terdapat kecamatan yang memiliki

kondisi SDM yang rendah baik secara kualitas dan

kuantitas, namun harus tersita energinya untuk menagih

piutang PBB pada masyarakat. Menurut hemat peneliti

sangat tidak tepat ketika penyelengara pemerintahan daerah

masih memiliki meanstream pendikotomian antara

perangkat deerah seksi, perangkat daerah basah dan kering,

sehingga terjadi ketidak merataan dalam pendistribusian dan

penyebaran ASN (Aparatur Sipil Negara), alias terjadi

ketimpangan penyebaran pegawai.

Adapun dicontohkan salah satu kerangka logis

kegiatan dalam penyusunan Renja 2017 Kecamatan

Panimbang, dalam rangka menggenjot penerimaan PBB.

Sedikit yang menarik bahwa terdapat salah satu item

kegiatan yang dimasukkan sebagai suatu pendekatan, yaitu

dengan penumbuhan kesadaran masyarakat membayar

pajak, yang dipaparkan dalam tabel sebagai berikut ;

Tabel 9.9

Lembar Kerangka Logis Kegiatan

Program Optimalisasi Peningkatan Pendapatan Daerah

No Sasaran

Strategis

Indikator

Kinerja

Alat/cara/sumber/

pembuktian/penjel

asan

Asumsi-

Asumsi

Pokok

1

Meningkatny

a kapasitas

fiskal

Hasil (Hasil

(outcome)

Persentase

kenaikan PAD

dan alokasi

anggaran untuk

pembangunan,

Target : 16,67%

Pembinaan

kesadaran

masyarakat

membayar Pajak

- Terjaganya

stabilitas

ekonomi

- Kesadaran membayar

Pajak

meningkat

Meningkatkan

pendapatan asli

daerah, Target

16,67%

Tersusunnya laporan

pembinaan

masyarakat tentang

kewajiban

membayar Pajak

- Tercapainya target PBB

tingkat

Kecamatan

Keluaran

(Output)

Tersedianya

operasional

PAD di

kecamatan:

Target12

Kegiatan

Terlaksananya

verifikasi Pajak

Target PBB

lunas

Page 181: Kecamatan Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah i

Kecamatan Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah 165

No Sasaran

Strategis

Indikator

Kinerja

Alat/cara/sumber/

pembuktian/penjel

asan

Asumsi-

Asumsi

Pokok

Masukan

(Input)

1. Dana

APBD

2. SDM

3. Peralatan :

1. APBD : Rp.

15,000,000,-

2. 18 ORANG

3. ATK, komputer,

printer, Motor

Dana APBD

Sumber : Data diolah peneliti Renja Kecamatan Panimbang

2017

Lebih lanjut berdasarkan hasil formulasi strategis

yang telah dikembangkan di atas maka telah ditetapkan

kebijakan eksternal sebagaimana dikutip dari Renja

Kecamatan panimbang tahun 2017 meliputi (1) Perencanaan

yaitu menyiapkan rencana Pembangunan Daerah yang

partisipasi dan responsif dengan tetap memperhatikan

keserasian dan atau keselarasan antara kepentingan lokal

dengan kepentingan yang lebih luas, (2) Pengendalian: yaitu

penyelenggaraan monitoring dan evaluasi dalam menjaga

konsistensi pelaksanaan rencana guna mendukung

pencapaian sasaran yang telah ditetapkan atau direncanakan

dengan tetap mengedepankan pola koordinasi yang intensif.

Arah kebijakan dan nota kesepahaman antara

Pemerintah Kabupaten Pandeglang, tentang pengembangan

bersama bidang Pertanian dan Perkebunan sebagai wilayah

yang memiliki daerah agri bisnis harus memanfaatkan

posisi dan potensi yang dimiliki guna mendorong kemajuan

dan kesejahteraan masyarakat.

Lingkup kerja Pelayanan di Kecamatan Panimbang

meliputi analisis lingkungan internal dan eksternal dan

analisis lingkungan eksternal yang dapat menghasilkan

kesimpulan analisis berupa daftar prioritas berupa daftar

prioritas Faktor lingkungan, baik internal maupun eksternal,

serta dampaknya terhadap masa depan organisasi yang

selanjutnya akan berpengaruh pada hubungan internal

organisasi pada gilirannya dapat ditentukan faktor kunci

keberhasilan. Analisis tersebut terdiri dari;

Page 182: Kecamatan Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah i

166 Kecamatan Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah

Pertama, adalah kekuatan yang meliputi (a) Visi dan

Misi organisasi yang jelas yang bertolak ukur pada Visi

dan Misi Pemerintah Kabupaten, (b) Kekuatan Hukum

tentang tugas pokok dan fungsi Kecamatan, (c) Adanya

alokasi anggaran bagi Kecamatan, (d) Kewenangan

koordinasi Tingkat Kecamatan, (5) Adanya sarana dan

Prasarana.

Kedua, adalah kelemahan yang meliputi (a) Jumlah dan

kualitas SDM yang belum memadai, (b) Lemahnya

pelaksanaan koordinasi dengan Pemerintah Kabupaten

dan Instansi teknis lainnya, (c) Belum tertib dan

lemahnya sistem administrasi organisasi, (d) Belum

optimalnya penyusunan kebijakan dan perencanaan

lingkungan eksternal.

Ketiga, adalah peluang meliputi (a) RPJMD kabupaten

Pandeglang Tahun 2016-2021, (b) Agenda

Pembangunan Tahunan Kabupaten Pandeglang, (c)

Dukungan dan partisipasi masyarakat luas, (d)

Kehidupan sosial, budaya dan keagamaan masyarakat,

(e) Komitmen Bupati Pandeglang dalam pemberdayaan

masyarakat dan peningkatan kualitas prasarana wilayah

dan pelayanan Publik, (f) Tuntutan kualitas

penyelenggaraan pelayanan publik dan akuntabilitas

Pemerintahan, (g) Visi Misi Bupati dalam Pembangunan

yang berbasis ekonomi pedesaan, (h) Diklat Peningkatan

kualitas aparatur, (i) Kebutuhan akan rasa aman, tertib

dan tentram, (j) Letak wilayah geografis Kecamatan. dan

Keempat, ancaman yang meliputi (a) Prasarana wilayah

yang masih rendah dan kurang memadai, (b) Rendahnya

tingkat kepercayaan masyarakat terhadap institusi

Pemerintah, (c) Kecenderungan masyarakat untuk

mengabaikan peraturan dan kewajiban yang mengikat,

(d) Kondisi ekonomi masyarakat yang mengalami

penurunan kualitas, (e) Aturan dan kebijakan terhadap

pelayanan publik yang terasa sulit bagi masyarakat

Berdasarkan pemaparan arah kebijakan eksternal,

serta faktor kunci keberhasilan lingkungan eksternal dalam

Renja 2017 kecamatan Panimbang tersebut di atas diakui

kelemahanya selain masalah SDM yang belum memadai,

pelaksanaan koordinasi dengan Pemerintah Kabupaten dan

Page 183: Kecamatan Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah i

Kecamatan Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah 167

Instansi teknis lainnya, serta belum tertib dan lemahnya

sistem administrasi organisasi merupakan sesuatu yang

tidak dapat dipandang sederhana. Terutama masalah

koordinasi yang seharusnya sudah tuntas bagi kecamatan

dalam menyeleng-garakan kewenanganya. Berkaitan

dengan lemahnya koordinasi dicontohkan pada keberadaan

perusahaan batching plant sebagainana dikatakan oleh

informan 6 dari Kecamatan Panimbang dikutip dari

(faktapandeglang.co.id Minggu 26 November 2017) sebagai

berikut;

“Saya tidak tahu kalau soal izin dari pihak pemda

pandeglang atau BPMPPTSP karena soal izin dari dinas

tidak ada laporan pada kami… Saya hanya menandatangani

izin lingkungan saja, adapun perizinan dari dinas saya tidak

tahu.”

Terkait dengan itu, pada dasarnya melalui rencana

kerja yang ada saat ini, dan memperhatikan analisa yang

telah dilakukan setidaknya untuk kedepannya kelemahan

serta ancaman yang ada dapat segera tereliminir, sehingga

perangkat daerah kecamatan semakin memiliki eksistensi

dalam mengadaptasikan organisasinya terhadap isu-isu

strategis nasional yang berimplikasi pada tuntutan

peningkatan bobot kecamatan sebagai simpul pelayanan

pada masyarakat, simpul pelaksanaan pembangunan dan

simpul dalam mewujudkan daya saing daerah serta

pencapaian tujuan pembangunan daerah dan nasional.

3) Evaluasi Penyelenggaraan Kewenangan Camat/

Kecamatan

Kinerja dari penyelenggaraan kewenangan perangkat

daerah Kecamatan yang diadministrasikan dalam suatu

pelaporan kepada Bupati Pandeglang akhirnya bermuara

pada proses evaluasi atas kinerja tersebut. Pada Peraturan

Bupati Nomor 24 Tahun 2013 Pasal 8 ayat (1) berbunyi:

Evaluasi terhadap sebagian kewenangan yang dilimpahkan

kepada Camat akan dilaksanakan setiap triwulan dan akhir

tahun. Ayat (2) Evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat

(1) berdasarkan pada laporan triwulan dan akhir tahun yang

dikirimkan oleh Camat serta hasil monitoring lapangan.

Ayat (3) Monitoring lapangan sebagaimana dimaksud pada

Page 184: Kecamatan Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah i

168 Kecamatan Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah

ayat (2) dilaksanakan oleh Tim Monitoring yang ditetapkan

dengan Keputusan Bupati.

Berkaitan dengan itu menurut Informan 1 dari

Bagian Pemerintahan mengatakan bahwa;

“.....evaluasi kewenangan yang dilimpahkan pada

kecamatan tidak hanya setiap triwulan atau akhir tahun saja,

melainkan rutin setiap bulan, kami selalu mengundang

dalam rapat koordinasi bersama dengan Perangkat daerah

yang lain membahas seputar permasalahan yang ada baik

tindak lanjut dari laporan kinerja kecamatan, pelaksanaan

program tertentu maupun laporan dari masyarakat. Rakor

tersebut kadang dipimpin oleh atasan saya langsung Asisten

Pemerintahan bahkan juga Ibu Bupati langsung....”

(wawancara, Agustus 2017).

Wawancara tersebut menjelaskan bahwasanya Bupati

Pandeglang menentukan standar periode pelaporan atas

kinerja camat dalam melaksanakan pelimpahan wewenang

yang dilimpahkannya lebih cepat dari standar periode yang

ditentukan pada peraturan Bupati. Dalam pasal 2 Perbub

Nomor 24 Tahun 2013 tersebut yang dimaksud dalam hal

monitoring dan evaluasi, di tahun 2013 lalu seiring dengan

dikeluarkanya Perbup pelimpahan wewenang juga telah

ditetapkan Surat Keputusan bupati Nomor 138/Kep.381-

Huk/2013 tentang pembentukan tim Monitoring. Adapun

tim yang dimaksud selain melakukan monitoring terhadap

kinerja camat dalam melaksanakan kewenanganya juga

pada penyelenggaraan PATEN Pelayanan Administrasi

terpadu Kecamatan. Namun berdasarkan wawancara pada

sub bab sebelumnya diketahui bahwa intensitas evaluasi

kinerja penyelenggaraan kewenangan camat/ kecamatan

lebih intens dilakukan pada kesempatan rapat koordinasi

antara bupati dengan para camat saja sedangkan kinerja Tim

Minitoring dan evaluasi yang terikat dengan ketentuan

periode evaluasi tidak lagi intens dilaksanakan.

Berdasarkan hasil penelitian melalui observasi dan

dokumen diketahui bahwa dari evaluasi serta laporan dari

masyarakat/organisasi masyarakat non pemerintah terdapat

beberapa permasalahan misalnya ketidaktahuan seorang

camat terhadap permasalahan yang terjadi di wilayah kerja

kecamatannya, sehingga keluhan masyarakat banyak

Page 185: Kecamatan Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah i

Kecamatan Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah 169

langsung disampaikan kepada kontak Ibu Bupati, sehingga

hal itu membuat bupati pandeglang memanggil para camat

untuk diberikan pembinaan. Selain itu masih di tahun 2016

di salah satu Perangkat daerah kecamatan di lingkungan

Kabupaten Pandeglang dinilai tidak transparan karena tidak

memasang papan informasi saat pelaksanaan proyek

tersebut, pembangunan itu juga dinilai tidak menjalankan

Perpres No 4 Tahun 2015 yang seharusnya menyeleng-

garakan lelang karena nilai projeknya Rp 200 Juta, serta

permasalahan lain terkait penyelenggaraan pembinaan dan

pengawasan/monitoring perangkat daerah Kecamatan pada

realisasi fisik dana desa yang mana masih ada saja desa

yang realisasi fisiknya tidak sesuai dengan perencanaan

baik secara kualitas maupun kuantitas.

Berkaitan dengan itu Informan 1 dari Bagian

Pemerintahan yang bertugas sebagai bina kewilayahan baik

kecamatan maupun desa/kelurahan mengatakan bahwa ;

“....coba bapak turun dan mensampel Kecamatan yang

membawahi desa. tantanganya lebih berat kecamatan itu.

Bahkan menurut hemat saya bobotnya kedepan pelu

ditingkatkan baik kewenangan yang dimiliki, kuantitas dan

kualitas kecukupan organisasinya. Dana Desa pak yang jadi

ruang lingkupnya. Kalau tidak tepat pelaksanaan verifikasi

dan pembinaan ke desanya konsekuensinya hukum......“

(wawancara, Agustus 2017).

Lebih lanjut dalam hal hasil evaluasi kinerja

penyelenggaraan camat/kecamatan pada pembinaan dan

pengawasan pada pemerintah desa Informan 12 dari

Komisi I DPRD Kabupaten Pandeglang mengatakan;

“Kalau saya tidak setuju ya jika camat disalahkan, artinya

posisi camat tadi kan kepanjangan tangan. Namanya

kepanjangan tangan itu kan tergantung siapa yang

memerintah, siapa yang menugaskannya. Posisi kebijakan,

camat saya kira tidak pernah melakukan dan peraturan yang

kontroversi masalah pembangunan desa. Jadi posisinya

selalu mengamankan kebijakan dari atas. Tapi sifatnya

hanya koordinator saja. Kalau inisiatif-inisiatif juga

biasanya mereka tidak terlalu berbenturan dengan keinginan

masyarakat. Paling fenomena dulu saya katakan tidak

menutup matalah kalau memang untuk perbaikan, sebelum

Page 186: Kecamatan Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah i

170 Kecamatan Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah

2016 itu pembuatan SPJ dan proposal. Di pihak kecamatan

melakukan pendampingan, bahkan tidak hanya

pendampingan lah tapi bahasa sininya “membuatkanlah”,

karena masyarakat desa belum mampu, makanya dibuatkan.

Satu sisi tertib administrasi ya, tetapi satu sisi itu

pembodohan. Nah sekarang sudah tidak lagi, karena

masyarakat desa di sini sudah bisa membuat sendiri….”

(wawancara, November 2017)

Wawancara tersebut menjelaskan dengan

permasalahan yang ada kedepan perangkat daerah

kecamatan bobotnya pelu ditingkatkan baik kewenangan

yang dimiliki, kuantitas dan kualitas kecukupan

organisasinya. Selanjutnya terkait permasalahan kinerja

kecamatan dalam hal pembinaan dan pengawasan dari pihak

DPRD berpandangan bahwa karena camat merupakan

kepanjangan tangan dari pemerintah kabupaten yang

sifatnya hanya koordinator saja, sekalipun melakukan

inisiatif-inisiatif juga tidak terlalu berbenturan dengan

keinginan masyarakat maka permasalahan yang ada terkait

kinerja penyelenggaraan kewenangan kecamatan pada desa

selayanknya disikapi bersama dengan bupati tanpa adanya

penyudutan pada camat.

Diketahui pada pasal 8 Peraturan Bupati Nomor 24

Tahun 2013 ayat (4) berbunyi: Apabila dalam hasil evaluasi

triwulan I ada Camat yang menunjukkan perkembangan

tidak baik dalam pelaksanaan sebagian kewenangan yang

dilimpahkan, maka Tim Monitoring melaksanakan

pembinaan kepada Camat dimaksud, dan ayat (5) Apabila

hasil evaluasi triwulan ll tidak juga menunjukkan

perkembangan yang baik setelah adanya pembinaan

sebagaimana dimaksud pada ayat (4), maka tim monitoring

akan memberikan kajian kepada Bupati guna mencabut

kewenangan yang dilimpahkan kepada Camat dimaksud

untuk kemudian ditarik kembali kepada SKPD yang

menangani kewenangan tersebut.

Dari penjelasan pasal 8 di atas memberikan

pemahaman bahwasaya hasil Monitoring yang dilakukan

oleh Tim bisa dijadikan oleh Bupati pandeglang sebagai

hasil kajian untuk mengambil langkah pembinaan kepada

camat/ kecamatan, bahkan sampai tahap pencabutan

Page 187: Kecamatan Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah i

Kecamatan Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah 171

wewenang yang telah dilimpahkan. Namun kenyataan yang

terjadi setelah peneliti melakukan observasi bahwa kita

ketahui jika Peraturan Bupati Nomor 24 Tahun 2013

ditetapkan pada tahun 2013, saat itu Undang-Undang

Nomor 32 Tahun 2014 dan Peraturan pemerintah Nomor 18

Tahun 2008 lah aturan tertinggi yang dijadikan sebagai

dasar. Seiring berjalannya waktu hingga saat ini tahun 2017

saat Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 diterapkan,

dan saat penataan Organisasi perangkat daerah di akhir

tahun 2016 lalu di Kabupaten Pandeglang, Berdasarkan

hasil pengkajian sehingga ditetapkan Peraturan daerah

Nomor 6 Tahun 2016 Tentang Organisasi Perangkat daerah,

diketahui semua kecamatan di kabupaten Pandeglang

ditetapkan dala tipe A. Dari serangkaian perubahan yang

ada, keberadaan Peraturan Bupati Nomor 24 Tahun 2013

sampai dengan saat ini atau saat peneliti melakukan

observasi di lapangan dinyatakan belum dicabut dan tetap

sebagai legalitas yang sah bagi camat/kecamatan untuk

menyelengarakan kewenangan yang dilimpahkan Bupati

atas urusan pemerintahan daerah, sekalipun di pembahasan

sebelumnya dalam pelaporan kinerja penyelenggaraan

kewenangan camat/kecamatan, tidak semua bidang

kewenangan yang dilimpahkan dalam tataran koordinasi,

rekomendasi, fasilitasi, pembinaan dan pengawasan secara

efektif diselengarakan dan dilaporkan hasil kinerjanya

kepada Bupati. Rupanya pada bulan Mei 2018 Pemerintah

Kabupaten pandeglang memulai merancang peraturan

bupati tentang kewenangan camat, seiring dengan

ditetapkanya Permendagri Nomor 12 Tahun 2017 dan yang

terbaru adalah ditetapkanya Perturan Pemerintah Nomor 17

Tahun 2018 Tentang Kecamatan. Namun kembali lagi

hingga peneliti melakukan pendalaman di lapangan pada

bulan Mei 2018 perumusan rancangan peraturan bupati

tentang kewenangan kecamatan masih dalam proses.

Artinya Peraturan bupati Nomor 24 Tahun 2013 masih

dinyatakan berlaku dan belum dicabut legalitasnya.

Selanjutnya diketahui bahwa keberadaan peraturan

bupati tersebut merupakan peraturan yang bersifat umum/

generik untuk semua perangkat daerah kecamatan, tidak ada

kecamatan yang dikecualikan dengan putusan yang berbeda

terhadap jenis urusan tertentu yang dilimpahkan. Dengan

Page 188: Kecamatan Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah i

172 Kecamatan Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah

kata lain jika seperti itu dapat disimpulkan bahwa

pembinaan tetap dilakukan kepada camat atas dasar (1).

adanya ketepatan waktu dalam pencapaian program/

kegiatan di setiap bulan sampai dengan akhir tahun; (2)

terwujudnya efisiensi dan efektifitas anggaran dalam

pelaksanaan program/kegiatan; (3) terwujudnya ketepatan

sasaran dalam pelaksanaan program/kegiatan; (4)

terwujudnya ketepatan hasil dalam pelaksanaan program/

kegiatan, namun selama ini belum pernah ada keputusan

dari bupati untuk mencabut atau menambahkan kewenangan

tertentu kepada kecamatan tertentu atas dasar keberhasilan

ataupun kegagalan kecamatan dalam melaksanakan

wewenang yang dilimpahkan.

Dalam kaitanya dengan penyelenggaraan kecamatan

Pemerintah Provinsi Banten memiliki kebijakan pembinaan

melalui lomba kecamatan. Hal itu dilakukan dalam rangka

memacu kabupaten/kota untuk memperkuat kelembagaan

kecamatan. Informan 27 dari Provinsi Banten (Asosiasi

Pemerintah Provinsi) mengatakan;

“Kita bentuknya adalah pembinaan, lomba kecamatan,

tentunya dalam lomba kecamatan ini item-item di dalamnya

memperkuat kecamatan dan dalam rangka memperkuat

kelembagaan kecamatan dalam hal pelayanan,

pembangunan dan kemasyarakatan.Dengan itu bisa

diketahui apakah kecamatan sudah siap dan dengan lomba

itu akan mendorong bupati/walikota untuk melimpahkan

kewenanganya kepada camat dan menguatkan kelembagaan

kecamatan. Itu bentuk kebijakan kita.” (Wawancara,

September 2018)

Sedangkan Informan 22 dari Provinsi Jawa Timur

(Asosiasi Pemerintah Provinsi) mengatakan;

“…yang kami lakukan adalah mengoptimalkan kewenangan

yang di berikan itu tadi, kami lakukan, kami laporkan secara

periodik dan nanti hasilnya dinilai, kalau mampu di

tambahkan lagi dan kami melakukan evaluasi melalui

sinergitas kecamatan, indikatornya pelayanan dan hasil

evaluasi itu menjadi bentuk pertimbangan mereka apabila

tidak sesuai maka perlu di tarik kembali kewenangan

tersebut. Ini yang tidak pernah dilakukan pemerintah

Page 189: Kecamatan Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah i

Kecamatan Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah 173

kabupaten/kota, jadi mengevaluasi kinerja hanya

formalitas.” (Wawancara, September 2018)

Wawancara tersebut menjelaskan bahwa Pemerintah

Provinsi pada dasarnya memiliki kewajiban melakukan

pembinaan dan pengawasan pada pemerintah kabupaten/

kota begitu juga pada penyelenggaraan kecamatannya.

Banyak pendekatan dijadikan pilihan oleh pemerintah

provinsi dalam rangka melakukan upaya penguatan

kelembagaan kecamatan. Provinsi Banten sendiri

menyelenggarakan lomba kecamatan. Sedangkan Provinsi

Jawa Timur dengan mewajibkan menyerahkan laporan

penyelenggaraan kecamatan. Pada prinsipnya dari

pendekatan yang dijadikan pilihan, memiliki indikator

penilaian yang sama yakni kewenangan legal yang

diberikan oleh kepala daerah, dukungan anggaran, personel

dan sarana prasarana.

Berdasarkan uraian penjelasan di atas tentang

pelaporan dan evaluasi penyelengaraan kewenangan camat/

kecamatan maka digambarkan kondisi eksisting

pelaksanaan pelaporan dan evaluasi kinerja camat/

kecamatan atas kewenangan yang dilimpahkan oleh Bupati

pada gambar sebagai berikut;

Gambar 9.18

Kondisi Eksisting Pelaksanaan Pelaporan dan Evaluasi

Kinerja Penyelenggaraan Kewenangan Camat/Kecamatan

Sumber : Data Diolah

Page 190: Kecamatan Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah i

174 Kecamatan Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah

2. Eksisting Pelimpahan Wewenang Bupati Kepada Camat

Serta Operasionalisasi Kewenangan dan Necessary

Conditions Sebagai Perangkat Wilayah Administrasi

a. Pelimpahan Wewenang Bupati Kepada Camat atas Urusan

Pemerintahan Umum Serta Operasionalisasi Kewenangan

dan Necessary Conditions

Dari hasil penelitian diketahui bahwa belum ada

pengaturan (pelimpahan) yang dilakukan oleh Bupati

Pandeglang sebagai kepala wilayah terhadap

camat/kecamatan sebagai perangkat wilayahnya dalam

penyelenggaraan pemerintahan umum. Adapun hal itu,

karena pada masa transisi penerapan Undang-Undang 23

Tahun 2014 ini, Pemerintah pusat cenderung lamban dalam

melakukan pengaturan-pengaturan seperti Peraturan

Pemerintah dan lain-lain yang dijadikan sebagai landasan

operasional oleh wilayah Provinsi maupun wilayah

Kabupaten kota dalam memnyelenggarakan kewenangan

atas pemerintahan umum. Ketika menelusur latar belakang

dilibatkanya daerah (wilayah) dalam penyeleng-garaan

pemerintahan umum. Informan 25 dari Direktorat Jenderal

Politik dan Pemerintahan Umum Kementerian Dalam

Negeri mengatakan berikut;

“….dulu Pak SBYitu pernah tanya ke mendagri. Ketika ada

konflik sosial kenapa sih yang muncul TNI dan polri kepala

daerah ko gak muncul kemana ini pasti nih gak ada yang

terkordinasi kurang kordinasi kepada kepala daerah. Ibarat

wayang kulit itu kayu yang di tengah nya itu gak ada

sehingga tidak bisa berdiri kokoh, nah ini bahaya kalau

ketika ada konflik sosial hanya di tangani oleh TNI Polri,

kemudian Pemda tidak melakukan apa apa… untuk aspek-

aspek urusan substansi khusus untuk pemerintahan umum

itu mulai dari pucuk pimpinan sampai ke Pemerintahan

Tingkat bawah harus sama persepsinya kerukunan umat

beragama harus 100%, tidak boleh di daerah lain emang gak

usah nggak ada kerukunan yang penting jalan lancar

infrastruktur bagus kesehatan terjamin kan nggak bisa

begitu…”(Wawancara, September 2018)

Terkait dengan itu, adapun anggapan masyarakat di

Indonesia semenjak digulirkanya Undang-Undang Nomor

22 Tahun 1999 pemerintahan daerah, bahwa camat masih

Page 191: Kecamatan Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah i

Kecamatan Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah 175

menjadi kepala wilayah sebagaimana dikatakan oleh

Informan 23 dari Pusat Telaah dan Informasi Regional

berikut;

“…kalau dalam perspektif saya, itu sebetulnya sudah

dijalankan oleh kecamatan. Hasil sebagian besar penelitian

yang dijalankan, tidak lama setelah undang-undang No 32

Tahun 2004 dilaksanakan, ada tu penelitian proyek donor

yang didanai oleh pemerintah amerika dikerjakan oleh IPB.

Mereka melihat bahwa meskipun UU No 22 Tahun 1999

dan UU No 32 Th 2004 ditukar dengan kata lain mengubah

gayanya sih. Kecamatan yang tadinya punya wilayah

menjadi hanya perangkat pemerintah daerah kabupaten

kota. Namun dalam persfektif masyarakat mereka masih

menganggap itu kepala wilayah, jadi konflik di tingkat desa

tetap saja harus di selesaikan oleh camat. Kemudian ada

masalah-masalah yang di luar kerangka tugasnya, Camat

karena dulunya perspektifnya masih begitu, perspektifnya

masih tetap saja dan camat tidak bisa mengelak..”

(Wawancara, September 2018)

Wawancara tersebut menjelaskan latar belakang

ditetapkanya seluruh tingkat pemerintahan di Indonesia

untuk ikut terlibat dalam penyelenggaraan pemerintahan

umum. Berkaca dari pengalaman sebelumnya bahwa dalam

penanganan konflik pemerintah daerah cenderung absen dan

penanganan dilakukan oleh TNI dan Polri, di satu sisi dalam

konteks kecamatan, masih melekatnya anggapan sebagian

besar masyarakat di Indonesia bahwa camat adalah kepala

wilayah yang mana tidak bisa mengelak dari tugas-tugas

resolusi konflik. Saat ini seiring dengan diterapkanya

Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014, Pemerintah daerah

memiliki kewenangan penyelenggaraan pemerintahan umun

dan kedudukan kecamatan mengalami perubahan selain

sebagai perangkat daerah kewilayahan yang menyeleng-

garakan kewenangan yang dilimpahkan Bupati, Kecamatan

juga sebagai perangkat wilayah administrasi penyelengara

kewenangan pemerintahan umum. Pada Pasal 25 ayat (1)

berbunyi Urusan pemerintahan umum sebagaimana

dimaksud meliputi (a) pembinaan wawasan kebangsaan dan

ketahanan nasional dalam rangka memantapkan

pengamalan Pancasila, pelaksanaan Undang-Undang Dasar

Page 192: Kecamatan Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah i

176 Kecamatan Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah

Negara Republik Indonesia Tahun 1945, pelestarian

Bhinneka Tunggal Ika serta pemertahanan dan

pemeliharaan keutuhan Negara Kesatuan Republik

Indonesia; (b) pembinaan persatuan dan kesatuan bangsa;

(c) pembinaan kerukunan antarsuku dan intrasuku, umat

beragama, ras, dan golongan lainnya guna mewujudkan

stabilitas kemanan lokal, regional, dan nasional; (d)

penanganan konflik sosial sesuai ketentuan peraturan

perundang-undangan. (e) koordinasi pelaksanaan tugas

antar instansi pemerintahan yang ada di wilayah Daerah

provinsi dan Daerah kabupaten/kota untuk menyelesaikan

permasalahan yang timbul dengan memperhatikan prinsip

demokrasi, hak asasi manusia, pemerataan, keadilan,

keistimewaan dan kekhususan, potensi serta keanekara-

gaman Daerah sesuai dengan ketentuan peraturan

perundang-undangan; (f) pengembangan kehidupan

demokrasi berdasarkan Pancasila; dan (g) pelaksanaan

semua Urusan Pemerintahan yang bukan merupakan

kewenangan Daerah dan tidak dilaksanakanm oleh Instansi

Vertikal.

Berkaitan dengan penjelasan di atas diketahui arah

kebijakan kelembagaan kecamatan dalam kewenangan

penyelengaraan pemerintahan umum digambarkan sebagai

berikut ;

Gambar 9.19

Arah Kebijakan Pelaksanaan Urusan Pemerintahan Umum

Sumber : Direktur Jenderal Politik dan Pemerintahan

Umum. (2015)

Page 193: Kecamatan Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah i

Kecamatan Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah 177

Pada paparan arah kebijakan tersebut dapat diketahui

bahwa kecamatan kedudukanya menjadi perangkat wilayah

administrasi penyelenggara pemerintah umum yang secara

hirarki kerja di bawah Pemerintah Kabupaten Pandeglang

membantu Dirjen Politik dan Pemerintah Umum

Kementerian Dalam Negeri Kabupaten. Dalam hal ini camat

memiliki kewenangan secara atributif sebagai Ketua Forum

Koordinasi Pimpinan di tingkat kecamatan. Konsekuensi

kedudukan kecamatan sebagai perangkat wilayah

administrasi penyelenggara kewenangan pemerintahan

umum sesuai dengan Pasal 225 ayat (2) akan memperoleh

Pendanaan dari sumber APBN dan pelaksanaan tugas lain

dibebankan kepada yang menugasi (Presiden Sebagai

Kepala Pemerintahan).

Berkaitan dengan penjelasan di atas saat

dikonfirmasi kepada Informan 1 dari Bagian Pemerintahan

mengatakan bahwa;

“.....ya urusan pemerintahan umum, itu yang kita tunggu

peraturan turunanya seperti apa, Peraturan Pemerintah dan

Permendagri nya belum turun hingga saat ini. Jadi seperti

apa kita juga belum ada bayangan. Namun intinya kedepan

memang bobot kecamatan memang harus ditingkatkan guna

mewujudkan kecamatan sebagai simpul pelayanan

masyarakat....” (wawancara, Agustus 2017).

Hal senada juga dikatakan oleh Informan 3 dari

Kecamatan Karang Tanjung sebagai berikut;

“…saya kira sampai sekarang masih wite and see, karena

memang kebijakan pemerintah pusat sampai saat ini belum

dilaksanakan, seperti dinas kependudukan, kesbangpol

mengambang ini vertikal atau tidak, karena pembiayaan

masih dari daerah, pengisian pegawai masih dari daerah dan

harus dilaporkan ke Kemendagri…. Kita tunggu saja aturan

lebih lanjut dari pemerintah pusat….” (wawancara, Agustus

2017).

Dari wawancara tersebut pada dasarnya peraturan

perundang undangan turunannya belum ditetapkan oleh

pemerintah, sehingga tidak bisa secara serta merta

pemerintah daerah menyelengarakan, namun setidaknya

pemerintah daerah di Indonesia dan Pemerintah kabupaten

Page 194: Kecamatan Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah i

178 Kecamatan Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah

pandeglang sejak dini sudah harus memasang kuda-kuda

atau melakukan antisipasi melalui kewenangan atas urusan

pemerintahan daerah yang dimilikinya saat ini untuk

mempersiapkan pelaksanaan amanat Undang-Undang

tersebut baik dari aspek kecukupan kelembagaannya

maupun pengkonsentrasian penanganan atas uraian tugas

dari amanat penyelengaraan urusan pemerintahan umum

tersebut terhadap kondisi empiris saat ini yang sekiranya

masih bisa dilaksanakan oleh perangkat daerah terkait

seperti Badan Kesatuan bangsa dan Politik yang selanjutkan

direlasikan dalam proses koordinasi dengan perangkat

daerah kecamatan. Sehingga ketika nantinya sudah

ditetapkan Peraturan Pemerintah turunan untuk

dilaksanakan, perangkat daerah kecamatan sudah bisa

dengan mudah melakukan penyesuaian.

Berkaitan dengan ketika melihat persepsi yang

meliputi kemampuan, kesiapan dan keinginan kecamatan

dalam penyelanggaraan urusan pemerintahan Umum

sebagaimana dikatakan oleh informan 1 dari Bagian

Pemerintahan;

“…kami harus siap, namun intinya butuh dukungan

anggaran dari pusat. Mas coba tau ngga berapa pagu

indikatif di kecamatan… ada yang di bawah 500 juta dan

ada juga yang 500 juta. Belum lagi kondisi pegawai di

kecamatan banyak sekali yang kurang berkompeten. Pada

Intinya dukungan anggaran dari pusat…” (wawancara,

Oktober 2017).

Berkaitan dengan itu Informan 19 dari Direktorat

Jenderal Bina Administrasi Kewilayahan Kementerian

Dalam Negeri mengatakan bahwa;

“….saya banyak didatangi camat untuk konsultasi berkaitan

masalah pelimpahan wewenang. Setiap kabupaten kota

permasalahanya berbeda beda, ada yang anggaran

mencukupi namun kondisi Sumber daya manusianya yang

terbatas, bahkan ada yang kedua duanya juga terbatas. Nah

itu semua merupakan masalah klasik……” (wawancara,

Oktober 2017)

Berdasarkan wawancara di atas ketika membahas

masalah persepsi, pada intinya kecamatan, memiliki

Page 195: Kecamatan Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah i

Kecamatan Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah 179

kemauan dan keinginan untuk menyelengarakan

kewenangan pemerintahan umum. Namun lebih lanjut

ketika berbicara tentang kemampuan dan kesiapan ini

merupakan suatu hal yang masih diragukan oleh pemerintah

kabupaten pandeglang, karena pagu indikatif pada

kecamatan selama ini sangatlah minim. Berdasarkan data

Rencana kerja Pagu indikatif Kecamatan Rp

710.757.600,00 pada tahun 2017 dan menurut keterangan

500 juta bahkan di bawah 500 juta pada tahun-tahun

sebelumnya. Ditambah lagi keterbatasan Sumberdaya

manusia, sehingga pesimis penyelengaraan pemerintahan

umum tersebut akan berjalan efektif jika nantinya peraturan

pemerintah dan permendagri ditetapkan namun tidak

mendapatkan alokasi anggaran khusus dari Pemerintah

Pusat. Lebih lanjut ketika melihat Identifikasi permasalahan

sebagaimana dituangkan pada dokumen Renstra (Rencana

Strategis) 2016-2021 menggambarkan kondisi kecukupan

lembaga kecamatan yang dianggap dapat mempengaruhi

pencapaian kinerja atas tugas dan fungsi diantaranya

sebagai berikut (1) Sumber daya manusia yang belum

profesional, (2) Sarana dan prasarana yang belum lengkap

sesuai dengan kebutuhan, (3) Administrasi yang belum

tertib, (4) Sistem dan prosedur kerja belum berjalan optimal,

(5) Kurangnya kesadaran dan peran aktif masyarakat akan

program yang dilaksanakan.

Berkaitan dengan itu mengenai penjelasan belum

ditetapkanya peraturan pemerintah terkait penyelenggaraan

pemerintahan umum serta penjelasan mengenai dukungan

angggaran Informan 17 dari Direktorat Jenderal Politik dan

pemerintahan Umum Kementerian Dalam Negeri

mengatakah bahwa ;

“Kalau vertikalisasi sudah exersice bahwa APBN itu akan

kebebanan 10 Triliyun… iyaa, gajinya dan sebagainya kan

harus APBN kota dong, dari mana ? ya sementara APBN

mengeluarkan untuk dana desa saja sudah 70 triliyun setiap

tahun kan, dan itu RKPK kita saja sehingga PP itu tidak

mau ditanda tangani, nah apabila sekarang pak Presiden

tahu tidak kalau dia tidak mau tanda tangan itu berarti dia

melanggar UU. Kalau melanggar UU itu di impeachment,

ada ga orang yang mau memberitahu itu kepada Presiden,

seharusnya tugas Sekneg dong, Sekneg memberitahu itu

Page 196: Kecamatan Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah i

180 Kecamatan Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah

tidak, presiden itu tugasnya sibuk banget kan, seharusnya

orang dong yang memberitahu ke dia, bagaimana dia

bergerak, memantau infrastruktur seluruh Indonesia, belum

dia harus mengahadapi isu-isu politik dan sebagainya begitu

lho pak. Jadi sampai sekarang kami itu bekerja baik dan

utamanya di daerah bingung, kalau pasal 18 122 itu bahwa

Bakesbangkol adalah SKPD artinya ditanggung oleh

APBD, iya kan pak, tetapi disana mereka DPR yang

mungkin kalau Bupatinya yang mengerti akan memberikan

anggaran. Tetapi Bupati yang tidak mengerti itu malah tidak

memberikan pra dana bahkan ada dana yang untuk gaji

doang, berarti tidak ada persiapan, begitu pak

situasinya..”(wawancara, Oktober 2017)

Lebih lanjut menurut Informan 18 dari Direktorat

Jenderal Politik dan Pemerintahan Umum Kementerian

Dalam Negeri menambahkan bahwa;

“….di Pasal 25 terkait urusan PUM, terkait Fungsi tugas

ada di pasal 25 ayat 1 (a) sampai (g) , jelas bahwa mereka

menjaga keutuhan NKRI,dari sisi menjaga pancasila, UUD

45, kebhinekaan sampai pemeliharaan keutuhan NKRI. Di

Forkopim memang disebutkan di ayat 4 tentang anggota

forum komunikasi pimpinan kecamatan terdiri atas

pimpinan kepolisian dan pimpinan kewilayahan tentara di

kecamatan. Memang tugasnya itu waktu di RPP itu, karena

camat itu yang memegang wilayah sampai bawah maka

harus dibentuk Forkopimcam untuk membantu kepala

daerah tapi melapor lewat Kesbang. Karena kita harus ada

struktur, mengingat di Kesbangpol itu tugasnya di dalam

penyusunan itu sebagai sekretaris di keanggotaannya.

Waktu disusun ketuanya itu tetap kepala daerah, ada eks

ofisio itu Sekda, Cuma sekretarisnya Kesbang, karena

sebagai penyambung bisa berkoordinasi ke atas dan

koordinasi ke bawah. Cuma Presiden berpendapat lain,

terkait unsur politiknya itu kita tidak tahu, karena waktu itu

kita ratas tanggal 31 Mei 2016 di Sekab, Presiden menunda.

Akhirnya berdampaklah pada urusan Forkopimda, karena

pendanaannya ga jelas. Tapi di awal secara eksplisit di UU

23 ini sebenanya APBN itu bunyinya kalau tidak salah di

Forkorpimda dapat dibiayai dengan APBN. Jadi tidak harus,

karena urusan pemerintah umum memang APBN namun

Page 197: Kecamatan Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah i

Kecamatan Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah 181

Forkorpimda atau Forkorpimcam tidak harus APBN, APBD

pun bisa. Buktinya dapat dilihat di Permendagri 33 tahun

2017 Pedum APBD untuk penganggarannya 2018 itu ada di

lampiranya. Forkompimda dapat didanai dengan APBD..”

(wawancara, Oktober 2017)

Wawancara tersebut menjelaskan bahwa penyeleng-

garaan pemerintahan umum sebagaimana amanat Undang

undang Nomor 23 tahun 2014 dalam tataran pelaksanaanya

selain terjadi kendala di tingkat pemerintahan daerah yang

menitik beratkan pada dukungan anggaran dari pemerintah

pusat, juga di tingkat pemerintah pusat yang menitik

beratkan pada besarnya anggaran untuk mendanai

penyelengaraanya di seluruh kabupaten dan kota di

Indonesia. Namun dalam Pedoman Umum APBD 2018 ada

alternalif lain ketika kabupaten/kota berkehendak memulai

menyelenggarakan urusan pemerintahan umum yaitu

dengan mendanai kegiatan Forkopimda hingga Forkopimka.

Hal tersebut bisa dilakukan agar tidak terjadi kekosongan

penyelenggaraan urusan pemerintahan umum. Pada

prinsipnya kegiatan-kegitan Forkopimda serta Forkopimka

yang berjalan selama ini juga merupakan kegiatan yang

mengarah pada tercapainya tujuan penyelenggaraan

pemerintahan umum, seperti koordinasi kegiatan

pengelolaan kewilayahan dengan tugas dan fungsi yang

dilaksanakan oleh Kapolsek dan Koramil. Pada dasarnya

secara operasional ditetapkanya kecamatan sebagai

penyelengara kewenangan pemerintahan umum

sebagaimana dikatakan Informan 17 dari Direktorat

Jenderal Politik dan Pemerintahan Umum Kementerian

Dalam Negeri sebagai berikut ;

“Kemarin kebetulan kita rapat, jadi alangkah baiknya ini

dalam rangka diteksi dini ya, ini kaitannya dengan

Kesbangpol, ada forum-forum di kecamatan yang bisa

melihat kira-kira kan sebelum desa kan mereka dan kalau

kita rujuk-rujuk misalnya ada konflik di mana sih ooh di

desa ini, pas bentuk-bentuknya sangsi ke desa, kalau di kota

ke kelurahan ini , jadi fungsi kecamatan itu melakukan

diteksi dini, sekalipun diteksi dini ini adalah tugas awal

intelijen ya, nah setelah mereka sudah mendapatkan

pemetaan dimana konflik, konflik parah, konflik tidak parah

Page 198: Kecamatan Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah i

182 Kecamatan Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah

atau baru mulai konflik itu di koodinasikan di tingkat

kecamatan dengan lintas stakeholder begitu, dan laporan itu

harus cepat, karena yang namanya konflik itu kadang kita

belum melapor sudah ada konflik yang baru disana, cepat ya

pak , jadi fungsinya di situ ya itu , kalau menurut saya ya ..”

(wawancara,Oktober 2017)

Lebih lanjut berkaitan dengan itu Informan 19 dari

Direktorat Jenderal Bina Administrasi Kewilayahan

Kementerian Dalam Negeri juga mengatakan ;

“….polpum tadi, walaupun ada missed hukum lah kenapa

dihubungkan kebijakan politik dengan misalnya mengarah

kesana tapi kita bicara filosofi Undang-Undang 23

penguatan camat, jadi camat dia harus sebagai perangkat

daerah, tapi camat harus melaksanakan fungsi wilayah,

kenapa ? dia punya wilayah jadi harus melaksanakan

pemerintahan umum. Koordinasi dengan teknis vertikal itu

kewenangan camat. Jadi Polsek, Danramil itu adalah di

bawah kendali camat endingnya fungsi trantib dan kesatuan

bangsa. Itulah urusan pemerintahan umum pembinaan

wilayah terhadap desa itu kan bagian dari fungsi negara

sebenarnya bukan fungsi wilayah . itu camat sebagai

perangkat daerah itu secara melekat, secara altributif

undang-undang memerintahkan pak camat melaksanakan

ini. Karena itu adalah esensi tugas pemerintah negara maka

APBN akan masuk ke camat untuk mendanai itu…”

(wawancara,Oktober 2017)

Terkait dengan itu, Informan 23 dari Pusat Telaah

dan Informasi Regional mengatakan;

“….dalam konteks kesatuan trantibum dan perlindungan

masyarakat pasti mereka bersinergi otomatis dengan

kewilayahan. Apa arti bersinergi, otomatis dengan

kewilayahan, wilayah itu adalah kecamatan. Dalam

sepemahan saya jadi belum ada juklak tentang

penyelenggaraan pemerintah umum, tapi praktiknya yang

saya pahami itu tetap dijalankan. Ini akan jauh lebih efektif

kalau sudah keluar. Emang jumlahnya dan otomatis nanti

kan pasti ada dampak anggarannya yang membuat

Kecamatan jadi lebih leluasa. Camat lebih leluasa

Page 199: Kecamatan Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah i

Kecamatan Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah 183

memfasilitasi forkopimka. Mungkin levelnya sudah bukan

reaktif, harusnya proaktif.” (Wawancara, September 2018)

Wawawancara tersebut menjelaskan keberadaan

kecamatan dan terbentuknya forum di kecamatan pada

penyelenggaraan pemerintahan umum dalam rangka deteksi

dini dan pemetaan tingkatan konflik. Setelah melakukan

deteksi dini dan memetakan lalu dikoodinasikan di tingkat

kecamatan dengan lintas stakeholder. Dalam hal ini camat

selaku pimpinan Forkopimka. Kapolsek, Danramil di bawah

kendali camat yang arahnya terkait dengan trantib dan

kesatuan bangsa. Karena pemerintahan umum merupakan

perwujudan dari tujuan penyelenggaraan Negara maka

pendanaanya bersumber dari APBN.

Masih berkaitan dengan itu dan merujuk dari

wawancara-wawancara sebelumnya jika dengan adanya

dukungan dana, kecamatan dimungkinkan akan bisa lebih

leluasa dan pro aktif dalam penyelengaraan pemerintahan

umum. Namun untuk pemerintah kabupaten pandeglang

menurut hemat peneliti belum mampu mengambil langkah

sebagaimana dijelaskan dalam Peraturan Menteri Dalam

Negeri Nomor 33 Tahun 2017 Tentang Pedoman Umum

APBD tahun 2018 perihal pengalokasian dari APBD untuk

mendanai kegiatan Forkopimka, mengingat keterbatasan

kemampuan APBD serta lebih cenderung memfokuskan

anggaran pada skala prioritas sebagaimana diamanatkan

oleh RPJMD kabupaten Pandeglang yang sedang berjalan.

Berkaitan dengan itu, perihal keterbatasan

kemampuan APBD daerah untuk pendanaan kegiatan

Forkopim baik daerah maupun kecamatan dijelaskan pula

oleh Informan 18 dari Direktorat Jenderal Politik dan

Pemerintahan Umum Kementerian Dalam Negeri;

“….banyak juga camat yang konsultasi pada kita, waktu itu

ada konsultasi sama kita ada lima orang ….Kalau saya

paling menanyakan anggaran itu, karena koordinasi antar

Polres sama Koramil kadang mereka itu beranggapan pola

pikir kita itu adalah anggaran dan anggaran dulu, jeleknya

di situ kalau kita bilang. Sebenarnya kalau kita kerja dengan

aturan yang sudah jelas itu pasti anggarannya turun sendiri

kan, karena kita kerja itu kan pakai ongkos ya, istilah jalan

memantau situasi dari daerah ke daerah lain. Akhirnya kita

Page 200: Kecamatan Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah i

184 Kecamatan Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah

jelaskan untuk sementara tidak bisa dianggarkan karena

RPP nya tidak jadi ditandatangani oleh Presiden,

sebutannya ditunda lah sampai batas waktu yang tidak bisa

ditentukan. Cuma ada yang tanya “ ada kebijakan lain ga “

saya bilang tidak ada. Untuk ini tidak ada karena di UU

jelas, kita harus tunggu PP nya, kalau sudah ditandatangi

baru bisa kita bergerak…”(wawancara, Oktober 2017)

Berdasarkan penjelasan beberapa wawancara di atas

maka peneliti mencoba menggambarkan kondisi eksisting

penyelenggaraan pemerintahan umum pada kecamatan serta

persepsi Pemerintah kabupaten pandeglang serta perangkat

daerah kecamatan yang dilihat dari kemampuan, kesiapan

dan keinginan sebagai berikut;

Gambar 9.20

Kondisi Eksisting Kebijakan Penyelenggaraan

Pemerintahan Umum

Sumber Data Diolah Peneliti 2017

Page 201: Kecamatan Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah i

Kecamatan Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah 185

b. Penyelenggaraan Kewenangan Camat Atas Pelimpahan

Wewenang Dari Bupati (Sebagai Perangkat Daerah) Yang

Berkaitan Dengan Amanat Penyelenggaraan Pemerintahan

Umum

Yang dianggap kontraproduktif terhadap pencapaian

tujuan penyelengaraan pemerintahan umum, misalnya pada

tahun 2015 lalu Pemerintah kabupaten lebak yang telah

melarang berbagai aktifitas Organisasi Gerakan Fajar

Nusantara (GAFATAR), namun pencekalan tersebut

dikawatirkan oleh MUI (Majelis Ulama Indonesia)

Pandeglang jika seluruh aktifitas organisasi tersebut

berpindah ke pandeglang, alasannya karena letak yang

berdekatan dan kultur yang tidak berbeda jauh (banten Hits,

16 Januari 2016). Selanjutnya sebagaimana dikutip dari

(detakbanten.com 24 Februari 2016) dengan berita yang

berjudul antisipasi konflik sara, Bakesbangpol Pandeglang

Gelar Rakor. Dalam isi berita tersebut bahwa pembentukan

dan keberadaan Forum Pembaruan Kebangsaan (FPK),

dibentuk untuk mengantisipasi terjadinya potensi konflik di

dalam masyarakat yang disebabkan oleh masalah suku,

agama dan ras. FPK telah dibentuk di 8 (delapan)

kecamatan di kabupaten pandeglang yakni di kecamatan

Pandeglang, Majasari, Karangtanjung, Cadasari, Labuan,

Paninmbang, Cikeusik, Sumur. Langkah awal yang akan

dilakkukan oleh FPK adalah melakukan pembinaan secara

konsiten pada 51 orang ex anggota GAFATAR yang telah

dipulangkan ke kampung halamannya di Pandeglang.

Beberapa hal di atas yang terjadi dalam kurun waktu

2015 hingga saat ini menandakan bahwa kondisi empiris

yang terjadi beserta kopleksitasnya membawa pada

tantangan bahkan ancaman atas tercapainya tujuan dari

penyelengaraan pemerintahan umum tersebut yang

diamanatkan dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun

2014. Mewujudkan tujuan dari pemerintahan umum

kedepannya memang menjadi tantangan tersendiri bagi

perangkat daerah kecamatan, jika dari sekarang tidak fokus

dan memulai untuk intens melaksanakan koordinasi dengan

unsur-unsur terkait termasuk perangkat daerah yang ada

kapan lagi. Itu semua baru pada permasalahan empiris

tentang SARA (Suku Agama dan Ras) yang memicu

terjadinya Konflik horisontal.

Page 202: Kecamatan Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah i

186 Kecamatan Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah

Terkait dengan penjelasan tersebut diketahui bahwa

pada dasarnya pemerintahan umum membawa kecamatan

sebagai perangkat wilayah administrasi yang akan

difokuskan pada kewenangan Ketentraman dan ketertiban

umum serta kesatuan bangsa. Sejauh ini dalam pengaturan

kewenangan camat/kecamatan hal-hal tersebut sudah

diselenggarakan dalam kapasitas kewenangan perangkat

daerah sebagaimana dikatakan Informan 3 dari Kecamatan

Karang Tanjung sebagai berikut;

“….kalau yang kaitanya dengan ketentraman dan ketertiban

umum dari dulu kecamatan selalu intens menjalin

koordinasi dengan polsek, koramil dan tokoh masyarakat.

Jadi selalu kita pantau kaitanya dengan hal hal yang bisa

memicu tidak stabilnya ketentraman dan ketertiban

masyarakat. Baru baru ini di kecamatan karang tanjung ini

ada permasalahan yang memicu konflik yaitu keberadaan

kampung domba dengan masyarakat. Ya intinya di

kampung domba itu keberadaanya dinilai bertentangan

dengan nilai-nilai islam. Kalau aktifitasnya memicu maksiat

kan artinya bertentangan dengan nilai islam. Kecamatan

harus turun itu mengkomunikasikan dan akhirnya sudah

bisa kita tangani. Ada lagi yang sama izin usaha dalam

pelaksanaanya dianggap bertentangan dengan masyarakat

dan ulama kita juga harus turun menyelesaikan. Semua itu

juga selalu kita koordinasikan dengan polsek.” (wawancara,

Juli 2018)

Sejalan dengan itu Informan 6 dari Kecamatan

Panimbang mengatakan;

“…saya membantu bagaimana ini Tanjung lesung bisa

mengembangkan usahanya kemudian saya juga menjaga

kondisi bersama Forkopimka supaya aman, sebap tidak

mungkin investasi bisa berjalan kalau tidak aman, sebatas

itu saja pak.” (wawancara, Agustus 2017)

Wawancara tersebut menjelaskan bahwa dalam

kewenangan ketentraman dan ketertiban umum sendiri

kecamatan memiliki kesungguhan dalam menyelenggarakan

hal itu terlihat dari responsifnya kecamatan kaitanya dengan

aduan atau permasalahan yang bepotensi mengganggu

stabilitas keamanan dan konflik di wilayah kerjanya.

Page 203: Kecamatan Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah i

Kecamatan Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah 187

Keberadaan Polsek, Koramil dan tokoh masyarakat

dijadikan mitra dalam mendukung penciptaan stabilitas

keamanan di wilayah kerja Kecamatan. Adapun

dicontohkan kegiatan camat dalam menyelenggarakan

kewenangan ketentraman dan ketertiban umum

sebagaimana gambar berikut;

Gambar 9.21

Razia Penjualan Minuman Keras (Miras) Sekitar Kawasan

Wisata Tanjung Lesung.

Sumber: (Akun Media Sosial LSM Laskar Siliwangi, 2017)

Gambar tersebut adalah razia penjual minuman keras

pada tanggal 22 Maret 2017 yang dipimpin oleh camat

panimbang. Keberadaan penjual minuman keras tersebut

dianggap meresahkan masyarakat, ditambah lagi makin

bermunculanya pengusaha-pengusaha minuman keras yang

berdatangan dari luar kota. Lebih lanjut diketahui bahwa

Ketentraman dan ketertiban sendiri dalam struktur

kecamatan dibidangi oleh seksi Ketentraman dan

Ketertiban. Dari dokumen laporan penyelenggaraan

kewenangan ketentraman dan ketertiban umum sediri dapat

dikatakan cukup efektif diselenggarakan oleh kecamatan.

Dari laporan bulanan dari masing masing kecamatan secara

rutin melaporkan Keadaan Tramtibum, Laporan Eks Tapol

G.30.S/PKI, Keramaian dan Hiburan, Daftar Hadir Piket,

Daftar Jaga Piket.

Page 204: Kecamatan Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah i

188 Kecamatan Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah

Efektifnya penyelenggaraan kewenangan kecamatan

pada ketentraman dan ketertiban sebagaimana dikatakan

oleh Informan 4 dari Kecamatan Majasari sebagai berikut:

“Kalu menurut saya masih berfungsi, apalagi kecamatan

yang rawan bencana kan perlu tramtib, sedangkan tramtib

itu kan jalurnya ke Satpol pp, sedangkan pol pp sendiri kan

hansip juga kan sekarang bukan di kesbangpol tapi di pol

pp, sedangkan di kecamatan hansip di desa-desannya itu

harus ada hansip” (wawancara, Agustus 2017)

Hal itu diperkuat dengan salah satu alasan penetapan

struktuktur organisasi kecamatan kabupaten pandeglang

seluruhnya ke dalam Tipe A sebagaimana dikatakan

Informan 16 dari Bagian Organisasi sebagai berikut;

“….kalau ditetapkan dalam beban kerja yang rendah/ Tipe

B pasti dalam melaksanakan tugas dan fungsinya akan

mengalami kualahan, terutama saat pelaksanaan pemilihan

umum atau saat penyaluran bantuan yang ada di desa atau

kelurahan yang dinaunginya. Intinya semakin rendah tipe

jumlah kepala seksinya makin rendah, hanya 3 kepala seksi

pastinya jumlah Pegawainya juga berkurang, makanya

kalau ga dimaksimalkan ke Tipe A kualahan untuk daerah

terpencil.” (wawancara, Agustus 2017)

Wawancara tersebut menjelaskan bahwa pentingnya

kewenangan ketentaman dan ketertiban diselenggarakan

oleh kecamatan hal itu ditandai dengan dimaksimalkanya

Tipe kecamatan di seluruh kabupaten pandeglang dalam

Tipe A dengan komposisi 5 seksi, karena memang selain

efektif guna menjaga stabilitas ketentraman dan ketertiban,

juga dianggap sangat penting untuk wilayah kerja

kecamatan yang dianggap sebagai zona rawan bencana

alam, begitu juga pada kecamatan yang khususnya wilayah

kerjanya terdiri dari desa. Terkait pentingnya penyeleng-

garaan kewenangan ketentraman dan ketertiban bagi desa

dan kelurahan, mengulang petikan wawancara sebelumnya

sebagaimana dikatakan Informan 17 dari Direktorat

Jenderal Politik dan Pemerintahan Umum Kementerian

Dalam Negeri sebagai berikut;

“…misalnya ada konflik di mana sih ooh di desa ini, pas

bentuk-bentuknya sangsi ke desa, kalau di kota ke

Page 205: Kecamatan Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah i

Kecamatan Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah 189

kelurahan ini , jadi fungsi kecamatan itu melakukan diteksi

dini, sekalipun diteksi dini ini adalah tugas awal intelijen

ya, nah setelah mereka sudah mendapatkan pemetaan

dimana konflik, konflik parah, konflik tidak parah atau baru

mulai konflik..” (wawancara, Oktober 2017)

Kemudian dalam kaitanya dengan kecamatan yang

masuk zona rawan bencana alam, pada dasarnya camat/

kecamatan sudah mendapatkan pelimpahan kewenangan

dalam bidang kesatuan bangsa dan politik dalam negeri

sebagai berikut;

Tabel 9.10

Kewenangan Bidang Kesatuan Bangsa dan Politik Dalam

Negeri

Sub Bidang Kewenangan Kecamatan

1. Bencana Alam 1. Pemantauan Bencana dan

rawan bencana

2. Tanggap Darurat

3. Perlindungan

Masyarakat

Fasilitasi Rekrutmen Anggota

Linmas

4. Organisasi Merekomendasikan izin

pendaftaran lembaga swadaya

masyarakat yang bergerak dalam

bidang sosial, organisasi sosial,

panti sosial

Sumber: Lampiran Peraturan Bupati Nomor 24 Tahun 2013

Berdasarkan penjelasan tabel di atas ketika meninjau

seberapa optimal kewenangan bidang kesatuan bangsa dan

politik dalam negeri dilaksanakan, maka dari hasil

penelitian diketahui bahwa sejauh kewenangan tersebut

memiliki relevansi dengan bagian dari struktur organisasi

kecamatan, kewenangan tersebut terselenggara cukup

optimal. Dalam hal ini terkait Pemantauan Bencana dan

rawan bencana, Tanggap Darurat cukup efektif

diselenggarakan melalui seksi ketentraman dan ketertiban

kecamatan. Namun jika kewenangan bidang Kesatuan

bangsa dan politik, serta kewenangan ketentraman dan

ketertiban umum yang saat ini diselenggarakan oleh

kecamatan dibandingkan dengan amanat Undang-undang

Nomor 23 Tahun 2014 seperti pada Pasal 25 ayat (1)

Page 206: Kecamatan Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah i

190 Kecamatan Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah

Urusan pemerintahan umum sebagaimana dimaksud

meliputi (a) pembinaan wawasan kebangsaan dan ketahanan

nasional dalam rangka memantapkan pengamalan Pancasila,

pelaksanaan Undang-Undang Dasar Negara Republik

Indonesia Tahun 1945, pelestarian Bhinneka Tunggal Ika

serta pemertahanan dan pemeliharaan keutuhan Negara

Kesatuan Republik Indonesia; (b) pembinaan persatuan dan

kesatuan bangsa. Tentunya kewenangan yang dimiliki saat

ini belum cukup akomodatif, selain itu perangkat daerah

yang cukup relevan dengan itu adalah Badan Kesatuan

Bangsa dan Politik. Adapun dicontohkan salah satu kegiatan

yang dilakukankan camat sebagai berikut;

Gambar 9.22

Pembinaan dan Pembagian Insentif RT RW, dan LINMAS

Kelurahan di Kecamatan Majasari

Sumber : (Akun Sosial Media Kecamatan Majasari, 2018)

Gambar tersebut adalah kegiatan Pembagian Insentif

RT RW, LINMAS Kelurahan di lingkungan Kecamatan

Majasari oleh camat Majasari pada tanggal 18 September

2018, sekaligus pembinaan pada RT RW, LINMAS

Kelurahan. Berkaitan dengan itu Informan 3 dari

Kecamatan Karang Tanjung mengatakan sebagai berikut;

“Kalau seperti yang diamanatkan sama pemerintahan umum

membina wawasan kebangsaan dan lain sebagainya itu

sekarang kewenanganya ada Bakesbangpol pak. Kecamatan

belum ke situ. Termasuk masalah anggaran yang seperti

bapak maksud kami belum ke arah situ, menyelenggarakan

kegiatan kegiatan yang spesifik seperti itu. Mungkin kita

Page 207: Kecamatan Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah i

Kecamatan Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah 191

hanya memfasilitasi saja jika memang dibutukan oleh

bakesbangpol. Tapi kalau masalah ketentraman ketertiban

umum yang berpotensi pada gangguan stabilitas keamanan

dan ketertiban kami jalankan, ya termasuk yang saya

katakana tadi dengan menjalin koordinasi dengan

forkopimka polsek, koramil itu selalu kita lakukan.

(wawancara, Juli 2018)

Wawancara tersebut menjelaskan dan menegaskan

bahwa kecamatan saat ini hanya berkutat pada mengisi

kekosongan atas amanat penyelenggaraan pemerintahan

umum melalui kewenanganya sebagai perangkat daerah.

Ketika dalam amanat penyelengaraan pemerintahan umum

kecamatan akan difokuskan pada ketentaman, ketertiban

umun serta kesatuan bangsa dan politik, kecamatan yang

memungkinkan dari sisi kewenangan hanya pada

ketentraman dan ketertiban umum. Untuk kesatuan bangsa

dan politik kekosongan itu kewenanganya dilaksanakan

oleh bupati serta Badan Kesatuan Bangsa dan Politik

Kabupaten Pandeglang.

Pandangan strategis camat diposisikan sebagai

penyelenggara pemerintahan umum Informan 24 dari

Direktorat Jenderal Politik dan Pemerintahan Umum

Kementerian Dalam Negeri mengatakan;

“Sebetulnya kesbang itu enggak bisa kerja sendiri…

stakeholder dia kan polisi TNI BIN KUMHAM

kejaksaan…. selama ini untuk pengawasan orang asing

dengan kumham stabilitas dengan TNI informasi dengan

BIN dan lainnya itu mereka dapatkan dari institusi samping

dan pasti formatnya pun format terkait pertahanan

keamanan dengan moneter yang absolut…Camat sebetulnya

satu-satunya perangkat yang bisa diandalkan gak mungkin

dia mencari keseluruh Kecamatan mencari informasi nggak

mungkin harusnya cukup informasi dari camat istilahnya

benang jatuh di jerami pun ketika Camat mengetahui itu

sampaikan dan itu informasikan dengan camat-camat yang

lain yang berjalan di kecamatan.” (Wawancara, September

2018)

Wawancara tersebut menjelaskan, asumsinya jika

penyelenggaraan pemerintahan umum sudah berjalan secara

Page 208: Kecamatan Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah i

192 Kecamatan Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah

efektif (Instansi Vertikal Direktorat Jendral Politik dan

Pemerintahan Umum sudah ada di kabupaten/kota), satu

satunya mitra yang strategis dalam bidang kesatuan bangsa

yang paling strategis adalah Kecamatan. Hal itu karena

kecamatan adalah perangkat kewilayahan. Sharing

informasi dengan kecamatan-kecamatan yang lain pun

relatif mudah dengan format kesatuan bangsa, dibandingkan

dengan pihak TNI dan Polri yang cenderung informasinya

dengan format pertahanan dan keamanan.

Dalam masa transisi, adapun alternatif lain yang

dimungkinkan dapat dilakukan oleh kabupaten/kota agar

kewenangan kesbang bisa dibagi dengan kecamatan.

Informan 26 dari Direktoran Jendral Bina Administrasi

Kewilayahan Kementerian Dalam Negeri mengatakan;

“Kan kesbang dan camat sama sama perangkat daerah tetapi

kalau kita bicara kesbang itukan ibaratnya kesbang wilayah

kabupaten secara menyeluruh sementara camat kecamatan

bukan mengambil kesbang untuk kecamatan kami akan

berikan ke kecamatan semua kesbang ini mungkin bisa

mensharing bukan mengambil karenakan ibaratnya kalo di

jalankan kesbang ini untuk wilayah kabupaten secara utuh

membagi yaa sepeti perizinan dengan batasan tertentu bisa

di bagi di kecamatan.… Bisa karena di undang undang di

bunyikan selagi itu benar walaupun saya pribadi

menganggap itu bertolak belakang mau tidak mau

pemerintah pusat berapapun dananya satu rupiahpun harus

ada dari APBN.” (Wawancara, September 2018)

Wawancara tersebut menjelaskan bahwa, sebetulnya

sangat memungkinkan jika bupati atau walikota dalam

menjalankan amanat penyelenggaraan pemerintahan umum

khususnya penyelenggaraan di tingkat kecamatan pada

masa transisi ini, mengambil langkah dengan mensharing

kewenangan beserta anggaran dari perangkat daerah Badan

kesatuan Bangsa dan politik kepada kecamatan.

Selanjutnya terkait dengan kesatuan bangsa dan

politik, adapun dinamika mengenai pola keseimbangan

antara pemerintah, Masyarakat/Ulama dengan investor.

Diketahui bahwa masyarakat Kabupaten Pandegalang

memiliki kultur, yang menganggap ulama sebagai patron

dalam kehidupan sosial kemasyarakatan dan penyeleng-

Page 209: Kecamatan Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah i

Kecamatan Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah 193

garaan Pemerintahan daerah. Kondisi seperti itu merupakan

suatu primordialisme yang sama sekali tidak akan bisa

ditiadakan dalam pelaksanaannya. Apakah hal semacam itu

dianggap sebagai sebuah tantangan. Tidak bisa dinafikan

bahwa dimanapun kultur merupakan bagian dari ekologi di

luar sistem birokrasi yang mana keberadaanya bisa menjadi

bumerang apabila tidak dikelola dengan baik dalam

pelaksanaannya. Sesuai dengan konsep tata kelola di sini

pada dasarnya dalam penyelenggaraan pemerintahan unsur

apa saja yang harus dikelola, jawabannya adalah ketiga

unsur antara negara/ pemerintah, swasta dan masyarakat

sipil harus dikelola secara seimbang agar cita-cita

penyelengaraan pemerintah daerah dapat tercapai.

Unsur di sini dicontohkan di kabupaten pandeglang

pada wilayah kerja perangkat daerah kecamatan tertentu

akan ada investor yang menanamkan modal, efek

keberadaan investor kita tau selain memberikan peningkatan

pada PAD (Pendapatan Asli Daerah) juga meningkatkan

PDRB sehinggga muaranya akan meningkatkan

pertumbuhan ekonomi masyarakat kabupaten Pandeglang.

Namun ketika investasi tersebut dirasa sedikit bertentangan

dengan nilai-nilai syariat maka akan ada resistensi dari

masyarakat dan ulama. Lalu di sini dalam prosesnya ada

dua kemungkinan yang akan terjadi, yang pertama investor

itu akan jadi masuk karena Pemerintah daerah mampu

menjembatani dan menemukan jalan tengah dengan

masyarakat dan ulama, sedang kemungkinan kedua

Pemerintah tidak mampu mencarikan jalan tengah sehingga

investor tidak jadi menanamkan modalnya dan berdampak

salah satunya pada pertumbuhan ekonomi yang jalan di

tempat.

Perlu diketahui berdasarkan informasi yang diperoleh

dari Informan 2 dari Kecamatan Pandeglang yang

mengatakan bahwa, kurangnya investor menyebabkan PAD

(Pandapatan Asli Daerah) hanya mengandalkan dari PBB

(Pajak Bumi Dan Bangunan). Petikan wawancara sebagai

berikut ;

“....saya datang di pandeglang ini sebagai pegawai sejak

tahun 1990, saya amati sampai saat ini progres

pembangunan belum terlihat signifikan. Ya selama ini

memang PBB lah yang dijadikan sumber utama PAD.

Page 210: Kecamatan Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah i

194 Kecamatan Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah

Kalau masalah investor itu yang susah” (wawancara,

Agustus 2017)

Penolakan Investor oleh masyarakat bisa

sebagaimana dikutip dari (banten hits, Tanggal 11,

November 2015).

“Ratusan warga yang tergabung dalam jamiyatul

muslimin menggelar istigasah di kawasan parkir DPRD

Provinsi Banten, Rabu (11/11/2015). Hadir dalam istigasah

tersebut sejumlah ulama terkemuka seperti Abuya Mutadi,

pimpinan Pondok Pesantren Cidahu, Kecamatan Cadasari,

Kabupaten Pandeglang”.

Gambar 9.23

Unjuk Rasa Tolak Pendirian Perusahaan Air

Sumber : Banten Hits 2015

Gambar 9.24

Ulama dan Santri Doakan Investasi Perusahaan Batal

Sumber : Foto: Liputan Banten/Iqbal Senin 14/3/2016

Page 211: Kecamatan Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah i

Kecamatan Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah 195

Lebih lanjut terkait dengan pembangunan pendeglang

yang belum signifikan hingga saat ini kemudian rendahnya

PAD akibat terbatasnya sektor penerimaan asli daerah serta

tidak mudahnya menumbuhkan investasi di kabupaten

mengingat kultur religiusitas masyarakat pandeglang.

Menyikapi hal itu Informan 21 sebagai Tokoh Masyarakat

memiliki pandangan dengan mengatakan;

“…problemnya iya betul, problem mengkomunikasikan.

Tapi bukan berhenti pada bagaimana mengkomuni-kasikan,

tapi itu harus terus dikomunikasikan. Artinya kalau kita

mengarah pada difusi inovasi misalnya ada proses-proses

pengkomunikasian dan mengkomukasikan sesuatu itu tidak

boleh sekali tapi harus berkelanjutan, makanya saya kira

pemerintah daerah itu harus punya agenda seting yang jelas,

nah persoalanya pemerintah daerah tidak punya agenda

seting, hanya menunggu datang investor, tapi ngga jelas

investornya siapa, nah nggak jelas juga mensosialisasikanya

pada masyarakat, tapi kalau misalnya ada agenda seting

pembangunan yang jelas misalnya dia katakan di RPJMD

dan lain sebagainya, tapi harus fiks betul misalnya oke kita

butuh investor…, investornya katagorinya ini, ini, ini.

Investor yang katagori itu sebelumnya dikomunikasikan

dahulu di semua lapisan masyarakat termasuk ulama,

sehingga ketika investor datang sudah selesai persoalanya.

Yang terjadi saat ini investor datang baru dikomunikasikan

dengan ulama, yai iya ngga jelas. Makanya perencanaan itu

penting melalui jaring aspirasi masyarakat, dijaring lah

aspirasi masyarakat bahwa pandeglang 5 tahun ke depan

akan harus jadi begini begini begini. Untuk jadi seperti itu

butuh investor seperti ini, ada ngga benturan nilai dan lain

sebagainya dengan masyarakat dikomunikasikan terlebih

dahulu dengan ulama. Kalau sudah fiks diputuskan baru

setelah itu investor datang. Jadi bukan datang investor baru

dikomunikasikan dengan ulama ini repot. (wawancara, Mei

2018)

Uraian di atas menjelaskan begitulah potret kultur

masyarakat Kabupaten Pandeglang, yang mana secara bijak

harus dipandang sebagai lokalitas yang arif. Dan

seyogyanya sebagai aktor penyelengara pemerintah daerah

harus selalu dan selalu mencari sisi keseimbangan di dalam

Page 212: Kecamatan Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah i

196 Kecamatan Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah

melaksanakan kegiatan pemerintahan khususnya penyeleng-

garaan di wilayah kerja Kecamatan, salah satunya pada

bagaimana mencari keseimbangan sebagai formula yang

tepat untuk mengawal kebijakan dan kepentingan

pemerintah kabupaten guna mendatangkan investor untuk

meningkatkan perekonomian lokal, namun tetap dalam

kerangka menjaga persatuan dan kesatuan bangsa, serta

kerukunan antar suku dan intra suku, umat beragama, ras,

golongan lainnya guna mewujudkan stabilitas kemanan

lokal, regional, dan nasional;

Gambar 9.25

Acara Tausyiah Kebangsaan di Pondok Pesantren Nurul

Mursyidah

Sumber : http://www.kabar-banten.com

Berkaitan dengan itu sebagaimana dikutip dari

(http://www.kabar-banten.com, 16 Agustus 2017) dalam

kesempatan acara Tausyiah Kebangsaan di Pondok

Pesantren Nurul Mursyidah, Karang Tanjung, Bupati

Pandeglang menyatakan bahwa keberadaan ulama dan

pemerintah harus bersinergi untuk bersama-sama

membangun Kabupaten Pandeglang yang maju, berkah dan

berkeadilan. Oleh karenanya, peran ulama sangat penting

untuk membina umat, begitu juga umarah (pemerintah)

akan tetap memegang nasihat dan tausiyah para alim ulama.

Lebih lanjut Bupati Pandeglang irma mengatakan ;

“....Pemkab Pandeglang akan terus melakukan pembinaan

ponpes melalui dana APBD atau dana hibah” katanya.

Acara dalam rangka menyambut HUT ke-72 RI ini

bertemakan “Mensyukuri Anugerah Kemerdekaan

Indonesia....”.

Page 213: Kecamatan Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah i

Kecamatan Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah 197

Dari petikan wawancara tersebut menandakan

bahwasanya pemerintah kabupaten pandeglang dalam

penyelengaraan pemerintahannya memiliki kemauan untuk

menempatkan ulama sebagai mitra. Dengan itu diharapkan

terjadi suatu harmoni dan sinergitas dalam menjalankan

roda pemerintahan daerah sesuai dengan kapasitas yang

dimilikinya. Sehingga asumsi-asumsi yang ada perihal

resistensi dari masyarakat/kelompok masyarakat terhadap

kebijakan yang akan ditetapkan dapat dieliminir, dengan

catatan baik pemerintah dan jejaring kemitraan pemerintah

yang ada seperti masyarakat/ulama, dan sektor swasta

menyepakati atas apa-apa yang menjadi rambu-rambu yang

diharapkan masing masing pihak, hingga mencapai titik

keseimbangan. Dalam hal ini keseimbangan bukan berarti

pemerintah kabupaten dalam pelaksanaanya menuntut porsi

yang sama dalam keseimbangan. Namun pemerintah

kabupaten beserta swasta harus memposisikan bahwa porsi

masyarakat/ulama harus lebih besar untuk diakomodir. Pada

akhirnya kesepakatan dalam titik keseimbangan tersebut

kedepannya akan membawa pada tercapainya pemerintah

daerah yang berkemajuan dalam sebuah harmoni. Disinilah

Perangkat daerah kecamatan sebagai simpul antara

pemerintah kabupaten dengan masyarakat/ kepanjang

tanganan bupati serta sebagai Ketua Forkopimka diuji

dalam penerapan prinsip koordinasi, integrasi dan

sinkronisasi dalam menjalankan kapasitasnya, dan juga

sebagai pemanasan awal ketika nanti keberadaannya sudah

diberlakukan secara efektif sebagai perangkat wilayah

administrasi penyelenggaraan pemerintahan umum.

Sejalan dengan itu ketika menengok langkah

antisipatif yang dilakukan oleh daerah lain dan cara

memposisikan kecamatan. Informan 24 dari Kabupaten

Lamandau (Asosiasi Pemerintah Kabupaten/Kota)

mengatakan;

“…pelantikan kepala desa kita serahkan kepada camat

supaya kepala desa bisa berkoordinasi dengan camat

diharapkan dengan begitu camat merasa punya wibawa

…dengan kita memaksimalkan fungsi camat tadi dengan

menebrikan kewenangan dan kepercayaan otomatis dia

harus betul betul bisa bertanggung jawab apa saja yang ada

di areal wilayah itu dia harus menggerakan apetensi tokoh

Page 214: Kecamatan Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah i

198 Kecamatan Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah

baik tokoh agama tokoh adat dan lain lai jadi dia harus bisa

bergaul juga. Jadi berjenjang tadi ada intensitas kadar

masalah jadi bukan hanya camat desa pun harus melakukan

itu masalah ini ada di desa-desa tidak mampu sampai ke

kecamatan apabila kecamatan tidak mampu sampai ke

kabupaten jadi itu suatu keniscayaan bahwa dia harus

mampu beradaptasi harus mampu menciptakan

musyawarah, mufakat dengan para tokoh tidak hanya dalam

kondisi normal tapi juga dalam kondisi ada masalah....”

(Wawancara, September 2018)

Wawancara tersebut menjelaskan bahwa, adapun

langkah yang dilakukan dalam rangka memposisikan camat

sebagai perekat hubungan sosial kemasyarakatan guna

mencegah dan menangani konflik serta diintegrasi. Langkah

tersebut dengan membangun wibawa camat di hadapan

masyarakat dan kepala desa, salah satunya dengan

melimpahkan kewenangan melantik kepala desa sera

mempercayakan penaganan permasalahan sosial kemasya-

rakatan di wilayah kerjanya. Tentunya akan muncul wibawa

camat ketika kepala desa merasa dilantik oleh camat

sehingga kepala desa mau membantu kewenangan-

kewenangan camat, khususnya dalam hal menagani dan

mengantisipasi permasalahan sosial kemasyarakatan yang

berpotensi pada konflik dan disintegrasi. Dengan seperti itu

diharapkan harmoni antara pemerintah daerah dan

masyarakat dapat tercapai dalam penyelengaraan

pemerintahan daerah. Catatan yang paling penting adalah

camat harus mampu beradaptasi dengan masyarakat.

B. Pengaturan Batas-Batas Wewenang Yang Dilimpahkan

Bupati Kepada Camat dalam Penyelengaraan

Pemerintahan Daerah Berdasarkan Peraturan Perundang-

Undangan Yang Berlaku.

1. Olah Kewenangan dan Kekuasaan (authority and power

exercise) Camat/Kecamatan

a. Kedudukan Kecamatan/Camat Berdasarkan Undang-

Undang Nomor 23 Tahun 2014

Mengingat kembali tentang kewenangan camat/

kecamatan, terkait dengan amanat dari pasal 225 Undang-

Undang Nomor 23 Tahun 2014, bahwa camat berwenang

Page 215: Kecamatan Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah i

Kecamatan Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah 199

menyelenggarakan pemerintahan umum hingga menyeleng-

garakan kewenangan atas urusan pemerintahan yang

menjadi kewenangan daerah kabupaten/kota yang tidak

diselenggarakan oleh unit kerja perangkat daerah

kabupaten/kota yang ada di kecamatan; dan menyeleng-

garakan kewenangan lain sesuai dengan ketentuan peraturan

perundang undangan. Lebih lanjut, secara spesifik pada

pasal 226 ayat (1) dijelaskan bahwa Camat mendapatkan

pelimpahan sebagian kewenangan bupati/wali kota untuk

melaksanakan sebagian Urusan Pemerintahan yang menjadi

kewenangan Daerah kabupaten/kota. Ayat (2) Pelimpahan

kewenangan bupati/wali kota dilakukan berdasarkan

pemetaan pelayanan publik yang sesuai dengan karakteristik

Kecamatan dan/atau kebutuhan masyarakat pada

Kecamatan yang bersangkutan, kemudian ayat (3)

Pelimpahan kewenangan bupati/wali kota ditetapkan

dengan keputusan bupati/wali kota berpedoman pada

peraturan pemerintah. Terkait dengan kedudukan kecamatan

berdasarkan Undang-undang Nomor 23 Tahun 2014

Informan 19 dari Direktorat Jenderal Bina Administrasi

Kewilayahan Kementerian Dalam Negeri mengatakan;

“….kecamatan adalah perangkat daerah, selain dari

perangkat daerah dia juga melaksanakan urusan

pemerintahan umum, berarti camat melaksanakan tugasnya

pemerintah pusat yang urusan ke “ Kesbang “ an, urusan

pemerintahan umum. Inti dari urusan kepemerintahan

umum adalah kesatuan bangsa. Itu targetnya pemerintah

pusat. Karena itu bebannya Presiden yang di wilayah

propinsi oleh gubernur, di wilayah kabupaten oleh bupati

dan yang di wilayah kecamatan oleh camat. Nah camat

sebagai satu-satunya perangkat daerah yang melaksanakan

urusan pemerintahan umum. pemerintahan umum walaupun

sekarang belum jelas. Karena PP sebagai payung hukumnya

belum ditanda tangani oleh presiden jadi belum bisa di

eksekusi.... fungsi ke dua camat sebagai perangkat daerah

yaitu sebagai OPD (Organisasi Perangkat Daerah), berarti

camat mirip dengan badan organ yang ada di pemerintahan

daerah. Bedanya kalau dinas sebagai pelaksana urusan itu

sudah afermatif, misalnya dinas kesehatan terbentuk untuk

mengurusi kesehatan, begitu juga dengan dinas pendidikan.

Ada 32 urusan, maka paling tidak di daerah terbentuk dinas

Page 216: Kecamatan Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah i

200 Kecamatan Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah

yang melaksankan urusan itu. Bisa 32, 26 atau 25 urusan,

urusan dinas tergantung besar kecilnya potensi atau

pemetaan urusan itu di kabupaten masing-masing. Dari 32

urusan tadi harus dilaksanakan di daerah melalui dinas.

Maka dalam peraturan-peraturan daerah, dinas sebagai

kekuasaan urusan pemerintahan….”(wawancara, Oktober

2017)

Lebih lanjut dalam kaitanya dengan kedudukan

kecamatan Informan 20 sebagai pakar Ilmu pemerintahan

daerah dari Universitas Terbuka Tangerang juga

mengatakan;

“Kalau kecamatan ini menurut saya menjadi semakin rancu

justru itu menarik untuk diteliti. Kalau UU No 32 Tahun

2004 itu jelas jadi yang double itu provinsi sebagai wilayah

administrasi dan daerah otonom, sedang kab/ kota daerah

otonom sehingga perangkat yang ada di bawahnya adalah

SKPD. Undang-undang 23 tahun 2014 maka kabupaten itu

double fungsi WA (Wilayah Administrasi) dan DAOT

(Daerah Otonom) keliatanya menjadi begini ada OPD

sebagai pengganti SKPD, adalagi ini Kecamatan ini sebagai

organ dekon. Kalau kecamatan ini disebut desentralisasi

maka dia harus memperoleh penyerahan urusan

pemerintahan. Kalau dulu jelas kecamatan itu SKPD kalau

sekarang kecamatan itu disebut OPD kalau OPD itu kan

perangkat daerah padahal kalau fungsinya seperti itu

namanya perangkat wilayah administrasi. Harus

diperhatikan kecamatan ini beda dengan kalau di Amerika

District,town, township, village district ada lagi namanya

school district itu semua bukan kecamatan, ini semua

semacam kabupaten itu menerima desentralisasi menerima

penyerahan urusan pemerintahan dari state / Negara bagian.

Jadi ini bukan organya town atau district ini masing masing

berdiri sendiri. Dulu jaman belanda kecamatan ini kan

disebut onder district tapi permasalahanya Undang Undang

hindia belanda kala itu adalah dekonsentrasi tidak sama

dengan Vilage district yang ada di amerika itu. Memang

kecamatan adalah perangkat dekon, ada lagi di atasnya

kecamatan yaitu kawedanan wilayahnya disebut District

namun pengertian district dalam pemerintahan hindia

belanda adalan pilah prestasi, sehingga dengan kondisi

Page 217: Kecamatan Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah i

Kecamatan Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah 201

undang-undang saat ini diskusinya di situ. (wawancara,

Desember 2017)

Wawancara tersebut menjelaskan bahwa kedudukan

kecamatan saat ini selain sebagai perangkat daerah otonom

juga sebagai perangkat wilayah administrasi dalam

penyelenggaraan pemerintahan umum. Diketahui bahwa

konsekuensi dari itu secara konseptual camat/kecamatan

dituntut mampu mensupport pencapaian tujuan penyelang-

garaan pemerintah daerah dari 32 urusan yang sudah

diserahkan pada pemerintah daerah dan juga tujuan

penyelenggaraan pemerintah dalam penyelengaraan

pemerintahan umum.

Sebagaimana telah dijabarkan pada pembahasan

sebelumnya terkait dinamika yang terjadi pada RPP

penyelenggaraan pemerintahan umum. Diketahui bahwa

dalam penyelenggaraan pemerintahan umum kecamatan

secara hirarki diposisikan sebagai perangkat wilayah

administrasi pemerintah kabupaten dan secara operasional

membantu Dirjen Kesbangpol Kemendagri di tingkat bawah

salah satunya dalam menjaga persatuan dan kesatuan NKRI.

Urgensi terkait penyelenggaraan pemerintahan umum pada

kecamatan tersebut sebagaimana dikatakan Informan 18

dari Direktorat Jenderal Politik dan Pemerintahan Umum

Kementerian Dalam Negeri sebagai berikut:

“….terkait dipasal 122 itu supaya Kesbang itu tetap ada,

karena untuk urusan konkuren itu sudah dibagi habis untuk

semua urusan pendidikan, kesehatan, infrastruktur,

keamanan dan ketertiban sudah di ambil sama SKPD yang

lain kan, Cuma urusan terkait penanganan sosial, ormas,

politik dalam negeri, ketahanan ekonomi sosial dan budaya

itu kan punya Kesbang semuanya, jadi cuma Kesbang yang

megang yang lainya tidak ada, sudah dibagi habis, siapa

yang bertanggung jawab. Apalagi di tahun Pilkada serentak

2019 ini. Kalau Kesbang tidak ada siapa lagi yang

bertanggung jawab terhadap keadaan situasi di daerah untuk

menangani kondisi-kondisi kesatuan bangsa dan poltik.

Makanya di ambil diskresi masuk 122, asal tidak

bertentangan dengan hukum di atasnya, akhirnya

diharmonisasi oleh Sekneg Kumham …”(wawancara,

Oktober 2017)

Page 218: Kecamatan Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah i

202 Kecamatan Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah

Wawancara tersebut menjelaskan bahwa dengan

belum disahkanya RPP penyelengaraan pemerintahan

umum. Namun di satu sisi penyelengaraan kekesbangan

menjadi suatu hal yang urgen untuk dilaksanakan di daerah

sebagai instrument perwujudan persatuan dan kesatuan

bangsa. Apalagi mengingat dekatnya waktu pelaksanaan

agenda pemerintah seperti pilkada serentak 2019. Jika

penyelenggaraan kekesbangan vakum di daerah maka siapa

lagi yang bertanggung jawab terhadap keadaan situasi di

daerah untuk menangani kondisi-kondisi kesatuan bangsa

dan poltik. Dari itu semua diambilah diskresi kebijakan

untuk mengakomodir kewenangan tersebut dengan

membentuk perangkat daerah kesbangpol. Namun yang

menjadi kendala adalah relevansi kecamatan mensuport

kewenangan tersebut dengan menjadi Pimpinan forum

komunikasi pimpinan kecamatan/menyelenggarakan

pemerintahan umum di tingkat kecamatan terutama dari sisi

pendanaan yang tidak semua kabupaten kota di Indonesia

dapat memenuhinya.

Berkaitan dengan kedudukan kecamatan yang

diamanatkan dalam Undang-undang Nomor 23 Tahun 2014

sebagaimana dijelaskan di atas dan pada uraian sebelumnya

dari hasil penelitian diketahui bahwa pemerintah kabupaten

pandeglang dalam penyelenggaraan pemerintahan umum

serta pendanaan pembentukan Forkopimka mengharapkan

dukungan anggaran dari pemerintah pusat agar

pelaksanaanya dapat betul-betul berjalan efektif. Hal itu

dikarenakan terbatasnya kemampuan kabupaten pandeglang

pada pendanaan perangkat daerah kecamatan. Kemudian

dalam kapasitas kecamatan sebagai perangkat daerah

otonom yang melaksanakan pelimpahan wewenang atas

urusan pemerintahan daerah masih mengacu pada Peraturan

Bupati Nomor 24 tahun 2013. Sederhananya dalam perbub

tersebut terdapat 13 tiga belas pasal. Semangat peraturan

bupati tersebut adalah guna mencapai sebuah tujuan yaitu

terlaksananya fungsi pelayanan masyarakat secara efektif

dan efisien; Mendekatkan pelayanan kepada masyarakat;

Mendorong dan tumbuhnya akuntabilitas kinerja aparatur

Kecamatan; dan Memperjelas dan mempertegas posisi

kecamatan dalam menyelengarakan kewenanganya. Selain

tujuan tersebut, adapun aspek-apek yang menjadi pembatas

Page 219: Kecamatan Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah i

Kecamatan Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah 203

camat dalam menyelenggarakan kewena-nganya atas urusan

pemerintahan daerah yang berkaitan dengan pelayanan yaitu

pada batasan Perizinan; Rekomendasi; Koordinasi;

Pembinaan; Pengawasan; Fasilitasi; Penetapan; Penyeleng-

garaan; dan Kewenangan lain yang dilimpahkan.

Dalam Peraturan bupati tersebut terdapat lampiran

yang menjelaskan penjabaran atas sub bagian/diskripsi

ruang lingkup kewenangan yang telah dilimpahkan oleh

bupati kepada camat, dan dijelaskan pula mekanisme

pelaporan atau pertanggungjawaban seorang camat kepada

bupati selaku pemberi pelimpahan serta bagaimana

mekanisme mengkoor-dinasikan ruang lingkup kewenangan

yang ditanganinya dengan perangkat daerah lain yang

membidangi/ sebagai perangkat daerah pelaksana seperti

Dinas dan Badan. Dari hasil penelitian diketahui bahwa

dengan kondisi terbatasnya kecukupan kelembagaan. Maka

kewenangan yang telah dilimpahkan melalui peraturan

bupati Nomor 24 Tahun 2013 belum sepenuhnya dapat

diselenggarakan oleh camat. Terkait dengan hal itu ada

pandangan dari Informan 21 sebagai tokoh masyarakat

mengatakan;

“Saya tidak melihat kecamatan itu diberi ruang gerak yang

cukup untuk berinovasi kemudian juga untuk lebih jauh

terlibat dalam pembangunaan ya kan. Kenapa ada ambigu

sekarang saya lihat kecamatan itu hanya administrative

sekarang. Toh pembangunan kebijakan pembangunan itu

kan ada di tingkat kabupaten. Justru saya melihat sekarang

desa yang lebih punya kewenangan/otoritas. Ada ga

sekarang dana kecamatan adanya dana desa, yang punya

kesempatan kontribusi dalam pembangunan itu desa yang

lebih nyata. Camat wewenangnya semakin terpinggirkan,

saya tidak pernah melihat inisiatif-inisiatif apa yang kentara

dari pihak kecamatan termasuk camat. Upaya-upaya yang

dilakukan camat itu saya lihat hanya normatif saja, paling

menyelenggarakan sosialisasi PBB, wajib pajak seperti itu

kan, sistem keamanan lingkungan justru tidak dilakukan

oleh camat malah oleh babinkamtibmas, justru saya melihat

kecil sekali peran camat sama sekali tidak strategis, malah

sekarang lebih strategis desa apalagi sekarang disokong

oleh dana desa gitu kan. Saya tidak tahu di daerah lain tapi

yang saya pahami di kabupaten pandeglang seperti itu.

Page 220: Kecamatan Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah i

204 Kecamatan Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah

Mestinya kalau menurut saya jika ada kewenangan sesuai

regulasi camat harus dilibatkan, dilibatkan secara aktif

secara menyeluruh gitu kan, hanya saya gak tau payung

hukumnya seperti apa soal fungsi camat dan kecamatan

ini.” (wawancara, Mei 2018)

Wawancara tersebut menjelaskan bahwa merujuk dari

kedudukan kecamatan sebagaimana diamanatkan oleh

Undang-undang Nomor 23 tahun 2014 yang dikom-

parasikan dengan dengan pendayagunaan perangkat daerah

kecamatan di kabupaten pandeglang dianggap belum

memberikan ruang gerak yang cukup pada camat/kecamatan

untuk berinovansi dan terlibat jauh dalam pembangunan.

Camat/Kecamatan kurang diberikan kesempatan berperan

strategis melalui kewenangan yang dilimpahkan. Hanya

diposisikan pada domain penyelenggara administrasi. Pada

dasarnya jika dikaitkan dengan kondisi real tentang

keterbatasan kecukupan kelembagaan, sebetulnya inisiatif-

inisiatif untuk bertindak strategis yang seharusnya bisa

dimunculkan oleh camat guna memberikan kontribusi pada

pembangunan kabupaten pandeglang, terpinggirkan dengan

sendirinya karena kondisi real kecukupan lembaga baik itu

anggaran maupun SDM.

Lebih lanjut selain menyelenggarakan kewenangan

atas urusan pemerintahan daerah yang dilimpahkan oleh

Bupati serta sebagai perangkat wilayah administrasi

penyelenggaraan pemerintahan umum. Kecamatan juga

diberikan pelimpahan tugas pembantuan dalam bidang

Administrasi kependudukan dari dinas kependudukan dan

catatan sipil. Selain berwenang memberikan pengantar

permohonan KTP (Kartu Tanda Penduduk), kecamatan juga

melaksanakan proses perekaman. Sebagaimana dijelaskan

pada Undang-undang Nomor 23 Tahun 2013 Pasal 83A ayat

(2) dijelaskan bahwa Pejabat struktural pada unit kerja yang

menangani Administrasi Kependudukan di kabupaten/kota

diangkat dan diberhentikan oleh Menteri atas usulan

bupati/walikota melalui gubernur. Pejabat struktural yang

dimaksud di pemerintah kabupaten pandeglang adalah

Kepala dinas kependudukan dan catatan sipil.

Perekaman KTP-el yang diselenggarakan oleh

kecamatan dari hasil penelitian diketahui bahwa banyak

Page 221: Kecamatan Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah i

Kecamatan Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah 205

kecamatan yang mengalami kerusakan alat perekaman

KTP-el. Kemudian pemerintah kabupaten Pandeglang

mengambil kebijakan perekamam lintas kecamatan.

Sehingga dengan kebijakan itu pada akhirnya menjadikan

kecamatan lain sebagai tumpuan. Terkait dengan itu

Informan 11 dari Kecamatan Labuan mengatakan sebagai

berikut;

“...... kita ini sebagai kecamatan yang berada di zona 4

empat malayani perekaman KTP dari beberapa kecamatan

lain, kadang sampai magrib kita masih melayani, di luar jam

kerja......” (wawancara, Agustus 2017) (wawancara,

Agustus 2017)

1) Pola Hubungan Kecamatan dan Kelurahan

Pola hubungan antara Kecamatan dan kelurahan dari

beberapa pergantian undang-undang pemerintahan daerah

telah mengalami beberapa kali perubahan. Saat ini

kelurahan berubah status secara keorganisasian yang

awalnya kelurahan berkedudukan sebagai satuan kerja

perangkat daerah paling bawah yang mandiri. Namun saat

penerapan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014

kelurahan hanya merupakan unsur perangkat kecamatan.

Penataan tentang kelurahan tersebut pemerintah kabupaten

pandeglang telah memayungi dengan Peraturan Bupati

Nomor 66 Tahun 2016. Keberadaan kelurahan sebagai

perangkat kecamatan secara tidak langsung membawa

kecamatan lebih dekat dengan ujung tombah kewilayahan

administratif kelurahan. Sehingga Camat/Kecamatan

semakin mudah mengendalikan, membina dan mengawasi

kelurahan dalam hal kecamatan menjalankan kewenangan

kewilayahannya, baik dalam hal pelayanan dari tingkat

dasar pada masyarakat, suprort terhadap kewenangan

tertentu yang dilimpahkan bupati serta terhadap pelaksanaan

progran nasional yang sifatnya tugas pembantuan, dan

menjalankan kewenangan-kewenangan lain kecamatan yang

kaitannya dengan penyelenggaraan pemerintahan daerah.

Terkait dengan kondisi eksisting pasca kelurahan menjadi

perangkat kecamatan. Sebagaimana disampaikan oleh

Informan 3 dari Kecamatan Karang Tanjung mengatakan

berikut;

Page 222: Kecamatan Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah i

206 Kecamatan Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah

“.....kelurahan semenjak menjadi perangkat kecamatan

saat ini justru makin memudahkan kita, kareha

hirarkinya dalam struktur organisasi langsung berada di

bawah camat dan camat sangat mudah mengendalikan

seperti bagaimana mengendalikan eselon 4 yang menjadi

bawahanya. Namun untuk Rencana Kerja Anggaranya

tahun ini seharusnya sudah menggunakan sistem baru

yaitu terintegrasi dengan kecamatan, namun yah kita

siasati agar masih terasa seperti lama,...perangkat

kecamatan rasa SKPD....” (wawancara, Agustus 2017)

Wawancara tersebut menjelaskan bahwa dengan

dijadikanya kelurahan sebagai perangkat kecamatan

dianggap lebih memberikan kemudahan pada kecamatan,

terutama dalam hal pengendalian yang dapat dilakukan oleh

kecamatan. Namun dalam pengelolaan anggaran, kecamatan

mensiasati agar kelurahan masih bisa leluasa sebagaimana

saat kelurahan dahulunya menjadi SKPD. Dari hasil

penelitian diketahui bahwa pada anggaran tahun 2017 ada

pengistilahan penambahan anggaran untuk kecamatan yang

sifatnya mengalihkan beberapa kegiatan dari perangkat

daerah ke kecamatan. Namun pada dasarnya hal itu

disinyalir merupakan anggaran perimbangan dari APBD

yang digunakan untuk mendanai kegiatan di kelurahan yang

notabene saat ini anggaran kelurahan terintegrasi dengan

kecamatan.

Berkaitan dengan itu, adapun dinamika yang

dianggap seksi yang selalu bergulir akhir-akhir ini dalam

ketatapemerintahan daerah adalah tentang Desa, dana desa

dan segenap permasalahan yang ada di dalamnya. Di sini

kita mencoba membandingkan jika kelurahan adalah

wilayah kerja lurah sebagai perangkat kecamatan dan

bagian dari pemerintah daerah yang menjadi ujung tombak

pelayanan dan perwujudan tujuan otonomi daerah.

Kelurahan sebagai wilayah kerja lurah perangkat kecamatan

memiliki luas wilayah, jumlah penduduk jenis layanan dan

kesamaan tugas dinas dengan desa. Jika saat ini desa sedang

mendapatkan perhatian besar dalam rangka percepatan

pembangunan desa, tentunya kelurahan yang notabene

secara variabel juga memiliki kesamaan seperti desa, juga

memiliki kebutuhan yang sama layaknya desa, ketika dalam

Page 223: Kecamatan Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah i

Kecamatan Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah 207

kebijakanya tidak ada alokasi dari APBN untuk menggenjot

pembangunan di tingkat kelurahan, tentunya memunculkan

pertanyaan bagaimana dengan kelurahan. Lebih lanjut, saat

peneliti mengikuti acara bedah buku ketatakelolaan

pemerintahan desa di litbag Kementerian dalam Negeri,

menurut salah seorang peserta dari Balitbangda Provinsi

Bali menyampaikan temuan dari penelitianya terkait

persepsi masyarakat kelurahan sebagai berikut ;

“….di Bali bayak sekali kelurahan yang menyampaikan

ingin berubah status saja menjadi desa. Mengingat besaran

anggaran yang digelontorkan melalui dana desa

perbedaanya terlalu jauh. Kelurahan juga butuh membangun

seperti desa….”

Berkaitan dengan wawancara tersebut. Berkaca pada

daerah lain memang kondisi wilayah kelurahan tidak bisa

diapriorikan lebih urban, dan tidak butuh pembangunan

terutama dalam hal infrastruktur layaknya desa. Memang

berkaitan dengan hal tersebut selama ini belum pernah

mencuat di kabupaten Pandeglang. Pada Undang-undang

Nomor 23 tahun 2014 sekalipun kelurahan saat ini

mengalami penurunan status pada kedudukan organisasinya.

Namun masih ada celah perimbangan dari APBD

Kabupaten untuk kelurahan guna pembangunan saranan dan

prasarana lokal kelurahan seperti yang dijelaskan pada

Tabel berikut;

Tabel 9.11

Kecamatan dan Kelurahan

Isu UU 32/2004 UU 23/2014

Pelimpahan

Kewenangan

Bupati/Walikota

kepada Camat

Tidak Diatur 1. Camat

mendapatkan

pelimpahan

sebagian

kewenangan

bupati/wali

kota untuk

melaksanakan

sebagian

Urusan

Page 224: Kecamatan Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah i

208 Kecamatan Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah

Isu UU 32/2004 UU 23/2014

Pemerintahan

yang menjadi

kewenangan

Daerah

kabupaten/kota.

2. Pelimpahan

kewenangan

bupati/wali

kota dilakukan

berdasarkan

pemetaan

pelayanan

publik yang

sesuai dengan

karakteristik

Kecamatan

dan/atau

kebutuhan

masyarakat

pada

Kecamatan

yang

bersangkutan.

Alokasi

Anggaran

Kabupaten/kota

untuk

Pembangunan

Sarana dan

Prasarana

Lokal

Kelurahan dan

Pemberdayaan

Masyarakat di

Kelurahan

Tidak Diatur 1. Pemerintah

Daerah

kabupaten/kota

mengalokasika

n anggaran

dalam APBD

kabupaten/kota

untuk

pembangunan

sarana dan

prasarana lokal

kelurahan dan

pemberdayaan

masyarakat di

kelurahan.

Page 225: Kecamatan Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah i

Kecamatan Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah 209

Isu UU 32/2004 UU 23/2014

2. Alokasi

dimasukkan ke

dalam

anggaran

Kecamatan

pada bagian

anggaran

kelurahan.

3. Penentuan

kegiatan

pembangunan

sarana dan

prasarana lokal

kelurahan dan

pemberdayaan

masyarakat di

kelurahan

dilakukan

melalui

musyawarah

pembangunan

kelurahan.

4. Untuk Daerah

kota yang tidak

memiliki Desa,

alokasi

anggaran

paling sedikit

5 (lima)

persen dari

APBD setelah

dikurangi

DAK.

Sumber : Paparan Direktur Dekonsentrasi, Tugas

Pembantuan Dan Kerjasama (2016)

Dari Tabel di atas dalam komparasi antara Undang-

undang Nomor 23 tahun 2014 dengan Undang-undang

Page 226: Kecamatan Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah i

210 Kecamatan Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah

Nomor 32 tahun 2004 diketahui bahwa Undang-undang

Nomor 23 tahun 2014 dalam hal isu pelimpahan wewenang

bupati kepada camat dan alokasi anggaran pemerintah

daerah kabupaten/ kota untuk pembangunan sarana dan

prasarana lokal kelurahan dan pemberdayaan masyarakat

kelurahan telah diatur dengan jelas, sebagaimana berkaitan

dengan kelurahan itu sendiri di kabupaten Pandeglang telah

diatur dalam Peraturan Bupati Nomor 66 tahun 2016 dalam

pasal 41 yang berbunyi : Segala biaya yang diperlukan

untuk penyelenggaraan Kecamatan dan Kelurahan

dibebankan pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah

Kabupaten Pandeglang serta sumber lain yang sah.

Kemudian dalam hal mekanisme kerja dengan kesatuan

perangkat daerah kecamatan sebagai unit kerja induknya

dijelaskan dalam Pasal 43 yang berbunyi dalam

melaksanakan tugasnya, setiap pimpinan unit kerja dalam

satuan kerja Kecamatan dan Kelurahan serta kelompok

jabatan fungsional, wajib menerapkan prinsip koordinasi,

integrasi dan sinkronisasi baik dalam lingkungan unit kerja

masing-masing maupun antar unit kerja dalam lingkungan

Kecamatan/ Kelurahan serta instansi lain sesuai dengan

tugas masing-masing.

Berkaitan dengan dengan itu Pola Kelurahan

berdasarkan peraturan Bupati Nomor 66 Tahun 2016 dan

referensi tentang Kelurahan peneliti mecoba

menggambarkan sebagai berikut;

Gambar 9.26.

Pola Kelurahan Sebagai Perangkat Kecamatan

Sumber : Data Diolah Peneliti 2017

Page 227: Kecamatan Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah i

Kecamatan Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah 211

Berdasarkan Gambar dan penjelasan di atas jika

dikaitkan dengan pembahasan sebelumnya. Bahwa apriori

tentang adanya ketimpangan perhatian anggaran antara

wilayah kerja Kelurahan dengan Pemerintah Desa yang

berdampak pada pembangunan seperti halnya Infrastruktur

sebetulnya hal tersebut tidak bisa dibenarkan. Karena

diketahui bahwa perbandingan tipologi saja antara desa

sebagai wilayah rural yang identik dengan ketertinggalan

jika dibandingkan dengan kewilayahan urban seperti halnya

kelurahan maka sumberdaya yang dibutuhkan untuk

merealisasikan pembangunan pastinya lebih banyak desa.

Selain itu jika pendanaan pembangunan di wilayah kerja

kelurahan selain bisa dialokasikan dari Rencana Kerja

Anggaran Kecamatan juga dari Perangkat daerah teknis

yang lain seperti pembangunan jalan jalan umum yang

berada di wilayah kelurahan sudah masuk Anggaran Dinas

Pekerjaan Umum. Dari itu menurut hemat peneliti

sebetulnya antara desa dengan kelurahan cukup

proporsional jika orientasinya pada tujuan pembangunan

yang efektif san efisien.

2) Kapasitas Kecamatan dalam Pemerintahan Desa

Menengok daerah lain yang dalam berbagai

pemberitaan dianggap cukup memiliki komitmen dalam

mendorong pemerintah kabupaten/kota utuk melakukan

penguatan kecamatan. Informan 22 dari Pemerintah

Provinsi Jawa Timur (Asosiasi Pemerintah Provinsi)

mengatakan;

“Jadi selama ini di Jawa Timur banyak kasus

penyalahgunaan dana desa yang menyeret beberapa kepala

desa dan itu menjadi problematika sendiri sampai membuat

forum kepedulian desa karena melihat maraknya kasus itu.

Salah salu yang kami buat yaitu forum kepedulian desa,

dimana pola rekomendasi desa yaitu menguatkan

kecamatan. Gubernur melihat ini pun setuju, memang tidak

bisa kecamatan dilepas karena dari sananya kecamatan

berada satu tingkat di atas desa. sehingga kecamatan harus

di perhatikan…” (Wawancara, September 2018)

Wawancara tersebut menjelaskan bahwa, seiring

dengan banyaknya kasus pelahgunaan dana desa yang

Page 228: Kecamatan Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah i

212 Kecamatan Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah

menyeret kepala desa maka dianggap solusi yang paling

tepat adalah penguatan kecamatan untuk melakukan

pembinaan dan pengawasan pemerintah desa. Karena hal itu

dipandang dari sisi histori perundang undangan yang

sebelumnya pernah berlaku, bahwa kecamatan itu berada

satu tingkat di atas pemerintah desa.

Sesuai dengan Undang-Undang Nomor. 6 Tahun

2014 Desa berkedudukan di wilayah Kabupaten/Kota diakui

dan dihormati dalam Sistem Pemerintahan NKRI. Untuk

menjamin agar penyelenggaraan Pemerintahan Desa

berjalan sesuai rencana dan sesuai peraturan perundang-

undangan, dilakukan oleh aparat pengawasan internal

pemerintah (sesuai dengan bidang kewenangannya). Aparat

pemerintah daerah yang memiliki kewenangan melakukan

pengawasan terhadap penyelenggaraan pemerintahan desa

salah satunya adalah kecamatan sebagai perangkat daerah

kewilayahan yang selanjutnya dijelaskan pada Pasal 225

UU No 23 Tahun 2014 ayat (1) huruf (g) berbunyi Camat

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 224 ayat (1)

mempunyai kewenangan membina dan mengawasi

penyelenggaraan kegiatan Desa dan/atau kelurahan.

Kemudian baru-baru ini juga telah ditetapkan Peraturan

Pemerintah Nomor 17 Tahun 2018 sebagaimana dijelaskan

pada Pasal 10 huruf g bahwa Camat dalam memimpin

Kecamatan bertugas membina dan mengawasi

penyelenggaraan pemerintahan desa sesuai dengan

ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur

desa.

Secara operasional Permendagri Nomor 46 Tahun

2016 menjelaskan bahwa camat diberikan kewenangan

memfasilitasi dan mengkoordinasikan penyusunan laporan

kepala desa di wilayahnya. Merujuk dari peraturan

perundang-undangan yang ada maka dapat dipetakan

kapasitas yang dimiliki camat meliputi (1) Fasilitasi

Penyusunan Peraturan Desa dan Peraturan Kepala Desa; (2)

Fasilitasi Administrasi Tata Pemerintahan Desa; (3)

Fasilitasi Pengelolaan keuangan desa dan Pendayagunaan

Aset Desa; (4) Fasilitasi Penerapan dan Penegakan

Peraturan Perundang Undangan; (5) Fasilitasi Pelaksanaan

Tugas Kepala Desa dan Perangkat Desa; (6) Fasilitasi

Pelaksanaan Pemilihan Kepala Desa; (7) Fasilitasi

Page 229: Kecamatan Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah i

Kecamatan Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah 213

Pelaksanaan Tugas dan Fungsi Badan Permusyawaratan

Desa; (8) Rekomendasi Pengangkatan dan Pemberhentian

Perangkat Desa; (9) Fasilitasi Sinkronisasi Perencanaan

Pembangunan Daerah Dengan Pembangunan Desa; (10)

Fasilitasi Penetapan Lokasi Pembangunan Kawasan

Perdesaan; (11) Fasilitasi Penyelenggaraan Ketentraman

dan ketertiban Umum; (12) Fasilitasi pelaksanaan Tugas,

fungsi, dan Kewajiban Lembaga Kemasyarakatan; (13)

Fasilitasi Penyusunan Perencanaan Pembangunan

Partisipatif.

Berdasarkan hasil penelitian dalam kapasitas

kecamatan terhadap penyelenggaraan pemerintah desa

diketahui pemerintah Kabupaten pandeglang telah memiliki

political will untuk menetapkan peraturan yang secara

operasional menegaskan bahwa camat/kecamatan

berkapasitas dalam pemembinaan dan pengawasan

penyelenggaraan pemerintah desa diantaranya : (1)

Peraturan Bupati Nomor 24 Tahun 2015, (2) Peraturan

Bupati 42 Tahun 2015 sebagaimana diubah dengan

Peraturan Bupati Nomor 6 Tahun 2017 tentang Pedoman

Umum Pengelolaan Dana Desa, (3) Peraturan Bupati

Nomor 3 Tahun 2017 tentang Kewenangan Desa (4) Surat

Edaran Nomor 601/1474-DPMPD/2017 dan lain

sebagainya. Keberadaan peraturan-peraturan tersebut

dijadikan sebagai acuan camat/kecamatan secara

operasioanal dalam menyelenggarakanya. Dalam

pelaksanaan kapasitas camat/kecamatan pada pemerintah

desa, kecamatan beranggapan bahwa pada kewenangan

tersebut merupakan pekerjaan yang menguras energi aparat

kecamatan. Salah satu contohnya pada kewenangan

pembinaan dan pengawasan pengelolaan dana desa.

Kecamatan harus mengawal dari proses perencanaan,

pelaksanaan hingga pelaporan. Hal tersebut disebapkan oleh

tidak seimbangnya antara kuantitas SDM kecamatan dengan

luasnya ruang lingkup desa yang dibina dan diawasai serta

masih kurangnya kompetensi yang dimiliki oleh aparat

desa. Diketahui Kecamatan Labuan dan Panimbang

merupakan kecamatan yang terdiri dari desa dengan rincian

sebagai berikut (1) Kecamatan Panimbang secara

administrasi terdiri dari 6 desa, 70 Rukun Warga (RW) dan

230 Rukun Tetangga (RT). Desa Mekarjaya merupakan

Page 230: Kecamatan Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah i

214 Kecamatan Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah

desa terkecil dengan luas 6,06 km2, sedangkan desa

Tanjungjaya merupakan desa terbesar dengan luas 33,0 km2.

(1 km2 = 100 Ha). (2) Kecamatan Labuan secara

administrasi terdiri dari 9 desa, 70 Rukun Warga (RW) dan

224 Rukun Tetangga (RT). Desa Sukamaju merupakan desa

terkecil dengan luas 0,6 km, sedangkan desa Banyubiru

merupakan desa terbesar dengan luas 6,1 km.

Gambaran kondisi penyelenggaraan pemerintah desa

yang mencerminkan kompleksnya permasalahan, dan

menguras energi camat/ kecamatan. Kompleksnya

permasalahan sebagaimana dikatakan Informan 13 dari

desa Mekar Jaya terkait pengelolaan dana desa sebagai

berikut;

“...cuma memang terlalu berat, karena selama ini menurut

saya mendingan tidak di kasih. Padahal kita kan niat

membangun maksimal dari dana desa. Dari dana desa kita

diperiksa oleh inspektorat , ada temuan itu juga. Pernah ada

kendala yaitu ada temuan dana desa dipegang seseorang

yang saya kasih leluasa dan ada masalah tetap saya sebagai

kepala desa yang harus bertanggung jawab. Kurang dan

kelebihan dana bisa menjadi temuan. Ada bahasa swadaya.

Banyaknya swadaya ada di RAPBDes , entah tenaga , tanah

.Nah kalau sekarang yang menjadi kesulitan itu adalah

tanah yang dihibahkan untuk posyandu, taman bacaan.

Kecuali desa itu punya tanah sendiri atau tanah bengkok

kita bisa terpisah….Kalau memamg seperti ini mending

saya tidak di kasih sama sekali, Di beri 700 jt , bahasanya

semilyar. Saya juga mampu membuat jembatan dari

swadaya dengan biaya yang lebih dari 1 milyar mendingan

tidak di beri daripada banyak LSM monitoring. Jadi bisa

jadi desa mandiri ya” (wawancara, Agustus 2017)

Wawancara di atas menjelaskan bahwa seolah-olah

ketika memahami peraturan yang ada, kepala desa lebih

memililih jika dana desa itu dapat ditolak oleh desa, maka

desa akan memilih menolak. Mengingat rumitya mekanisme

yang harus ditempuh dan resiko yang ditanggung.

Menyikapi hal itu pada dasarnya camat/ kecamatan dituntut

mendayagunakan kapasitas/kewenangan yang dimiliki guna

mengurai persepsi dan masalah yang ada sehingga amanat

dari program dapat terlaksana sebagaimana mesitnya.

Page 231: Kecamatan Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah i

Kecamatan Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah 215

Terkait dengan rumitnya mekanisme yang harus ditempuh

desa dalam pengelolaan dana desa Informan 6 dari

Kecamatan Panimbang mengatakan;

“….dana desa sebetulnya itu kan langsung ke desa, dengan

apa aturan main sekalipun pak jokowi itu meminta SPJ

keuangan supaya tidak rudek malah kalau bisa selembar dua

lembar cukup, tapi kan tetep sampai saat ini juga mengikuti

pengspjan yang rumit, yang terjadi saat ini kenapa

kesulitan? Di situ bukan pembangunan fisiknya tapi SPJ

nya, kesulitan SPJ nya, dari SDM nih, ni yang dialami.

Sama saja oleh kecamatan lain juga pak tidak jauh beda,

kecamatan dan desa sama, di desa ini sulitnya di SPJ, tidak

cukup seminggu dua minggu ngurusin SPJ, fisik sudah

selesai SPJ yang belum. Walaupun di TV Jokowi bilang

jangan dibikin rudek nih SPJ tapi ya pada pelaksanaannya

ya tetap begitu.” (wawancara, Agustus 2017)

Wawancara tersebut menjelaskan bahwa rumitnya

mekanisme yang ditempuh dalam penyusunan SPJ realisasi

pembangunan fisik. Jika dibandingkan antara realisasi

pembangunan fisik dengan penyusunan SPJ cenderung lebih

rumit proses penyusunan SPJ. Terkadang yang terjadi

pembangunan fisik sudah selesai, namun penyusunan SPJ

belum selesai. Berkaitan dengan itu pada dasarnya seluruh

bagian dari proses merupakan sesuatu yang sama

pentingnya untuk diperhatikan. Dalam hal perencanaan di

tingkat desa juga dinilai riskan terjadi kesalahan-kesalahan.

Sebagai contoh penyusunan RAB pembangunan TPS,

sebagaimana dikatakan Informan 9 dari Kecamatan

Labuan;

“Contoh ya ini masalah TPS (Tempat Pembuangan

Sampah) karena tidak ada orang yang tau teknis di lapangan

saya pernah dari perencanaan yang diajukan desa

perhitunganya salah 5 X 4 X 1,5= 24 juta. Hasil survei

orang kabupaten berbeda. Setelah saya mintakan bantuan

sama pegawai Dinas PU ternyata jatuhnya 15 Juta..”

(wawancara, Agustus 2017)

Lebih lanjut adapun permasalahan lain sebagai

bagian dari kompleksitas permasalahan camat dalam

menjalankan kapasitasnya pada desa. Seperti keberadaan 10

Page 232: Kecamatan Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah i

216 Kecamatan Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah

program prioritas pada anggaran dana desa tahun 2017 yang

dinilai tidak relevan terhadap kebutuhan desa, sehingga

berimplikasi pada persepsi kurang baik masyarakat terhadap

camat/kecamatan dan desa dalam melaksanakan

kapasitasnya. Hal itu sebagaimana dikatakan Informan 12

dari Komisi I DPRD Kabupaten Pandeglang sebagai

berikut;

“Betul, betul ..camat juga termasuk lurah juga dan secara

umum masyarakat cuma taunya camat dan kepala desanya

yang salah. Anggapan masyarakat sebuah pemerintahan

bahwa semua itu adalah kewenangannya, mau hitam mau

putih ya tergantung dia. Nah padahal sebenarnya kalau saja

ada masyarakat yang berani untuk melakukan PTUN Itu

bisa gagal kira-kira… Bisa gagal, bahkan bisa dianulir dan

bisa di proses begitu…... Karena dari kepala desa yang

pernah saya serap aspirasinya, mereka bukan tidak mau dan

tidak bisa melakukan PTUN. Mereka bisalah, karena

banyak kepala desa yang sejalan, yang faham tentang itu.

(wawancara, November 2017)

Wawancara tersebut menjelaskan bahwa terkait

dengan 10 program prioritas dana desa tahun 2017 yang

dinilai bertentangan dengan RPJMDes hingga RKPDes.

Secara hukum sebagai pemerintah desa yang otonom ketika

berkenan melakukan tuntutan pada PTUN tentunya

kemungkinan besar akan dimenangkan dan dapat

menganulir surat edaran bupati tersebut. Namun hal itu

tidak dilakukan karena desa dalam posisi yang dilematis.

Sehingga munculah persepsi-persepsi yang kurang baik dari

masyarakat pada kepala desa, maupun camat/ kecamatan

seperti hanya dianggap tidak menjembatani dan

memperjuangkan masyarakat desa. Lebih lanjut berkaitan

dengan munculnya persepsi yang kurang baik dari

masyarakat pada camat/ kecamatan dan desa Informan 21

sebagai Tokoh Masyarakat berpandangan sebagai berikut;

“…yang saya lihat selama ini memang camat tidak pernah

menjadi manusia yang papuler, karena popularitasnya kalah

dengan bupati atau malah sama kepala desa, camat itu

fungsinya malah lebih administratif. Camat juga perlu

inovasi, ya inovasi apapun ya sesuai dengan bidang

kewenanganya sehingga apa juga bisa memeberikan

Page 233: Kecamatan Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah i

Kecamatan Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah 217

kontribusi yang jauh lebih baik bagi pembangunan,

masyarakat dan lainya…..Artinya apa militan saja tidak

cukup jika dia tidak dibekali dengan kreatifitas dan inovasi,

karena apa kan kewenanganya terbatas. Camat bukan

jabatan politik. Camat itu merupakan pihak yang berdampak

akibat kebijakan yang salah atasanya..” (wawancara, Mei

2018)

Wawancara tersebut menjelaskan bahwa dalam

menyelenggarakan kapasitas/kewenangan yang dimiliki

dalam hal apapun, camat merupakan pihak yang berdampak

dari kebijakan bupati, Hal itu disebapkan oleh terbatasnya

kewenangan yang dimiliki oleh camat. Dalam mejalankan

kapasitas yang dimiliki, khususnya kapasitas pada

penyelenggaraan pemerintah desa. Camat selain memiliki

jiwa militan diharapkan memiliki inovasi dan kreatifitas

sehingga permasalahan-permasalahan yang ada dapat

terselesaikan dengan baik walaupun berkonsekuensi pada

terkurasnya energi camat/ kecamatan sehingga berpotensi

kurang maksimalnya berfokus pada bidang kewenangan

yang lain.

Berkaitan dengan penjelasan di atas diketahui pada

dasarnya dapat dikatakan cukup berat bagi camat/

kecamatan untuk menyelengarakan kewenangan membina

dan mengawasi penyelenggaraan pemerintah desa.

Utamanya memfasilitasi seluruh proses mulai dari

perencanaan, pelaksanaan, hingga pelaporan yang

berkorelasi dengan pengelolaan dana desa. Sedangkan

lainya seperti fasilitasi penyelenggaraan ketentraman dan

ketertiban umum, rekomendasi pengangkatan dan

pemberhentian perangkat desa relatif berjalan sebagaimana

mestinya dan cenderung jarang ditemui permasalahanya.

Namun dari hasil penelitian diketahui terdapat sedikit

permasalahan di kecamatan lain yaitu kecamatan Carita

tentang kepala desa yang memecat perangkatnya secara

sepihak tanpa melalui mekanisme yang diatur dalan

peraturan bupati. Salah satunya harus memperoleh

rekomendasi dari camat. Hal itu tidak dilakukan karena

dilatar belakangi atas ketidak tahuan kepala desa.

Page 234: Kecamatan Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah i

218 Kecamatan Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah

3) Musyawarah Perencanaan Pembangunan Kecamatan

Dalam Permendagri Nomor 54 tahun 2010 Pasal 10

Pendekatan perencanaan pembangunan daerah bawah-atas

(bottom-up) dan atas-bawah (top-down) hasilnya

diselaraskan melalui musyawarah yang dilaksanakan mulai

dari desa, kecamatan, kabupaten/kota, provinsi, dan

nasional, sehingga tercipta sinkronisasi dan sinergi

pencapaian sasaran rencana pembangunan nasional dan

rencana pembangunan daerah. Permendagri 54 tahun 2010

Pasal 117 Pelaksanaan Musrenbang RKPD terdiri dari (1)

pelaksanaan musrenbang RKPD provinsi; (2) pelaksanaan

musrenbang RKPD kabupaten/kota; dan (3) pelaksanaan

musrenbang RKPD kabupaten/kota di kecamatan.

Kemudian baru-baru ini ditetapkan Peraturan Pemerintah

Nomor 17 Tahun 2018 pada pasal 17 Ayat (2) dijelaskan

bahwa prencanaan pembangunan Kecamatan sebagaimana

dimaksud pada ayat (1) merupakan bagian dari perencanaan

pembangunan kabupaten/kota.

Kaitannya dengan Musrenbang, kedudukan

kecamatan merupakan fasilitator yang berwenang

menjembatani apirasi masyarakat tingkat Desa atau

kelurahan dengan Pemerintah Kabupaten pandeglang dalam

perencanaan pembangunan melalui musyawarah yang

melibatkan kelompok masyarakat. Hasil musyawarah di

tingkat kecamatan berupa Dokumen Rencana Pembangunan

Kecamatan dijadikan sebagai acuan penyelarasan

penyusunan RKPD Kabupaten serta dikoordinasikan

dengan perangkat daerah yang berwenang sebagai masukan

penyusunan rencana kerja. Selanjutnya Musrenbang RKPD

berjenjang ke Provinsi hingga Nasional. RKPD kabupaten

merupakan dasar penyusunan RAPBD (Rancangan

Anggaran Pendapan dan Belanja Daerah) yang selanjutnya

disahkan menjadi APBD. Terkait dengan itu Informan 4

dari Kecamatan Majasari mengatakan sebagai berikut;

“….kami selama ini melakukan koordinasi dengan forum

Perangkat daerah. Biasanya dituangkan dalam

MUSRENBANG mulai dari tingkat kelurahan, dari situ kita

bisa tau apa keinginan masyarakat misalnya masyarakat

ingin jembatan, jalan bisa kita koordinasikan lintas

sektoralnya dengan Dinas Perumahan dan Pemukiman,

masyarakat pengen pemberdayaan masyarakat seperti

Page 235: Kecamatan Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah i

Kecamatan Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah 219

pengetahuan dan keterampilan tentang apa, ya kita

koordinasikan dengan Dinas Sosial. Itu semua ada beberapa

ratus usulan ya kita masukan dalam skala prioritas. Itu

koordinasi yang kita lakukan untuk memfasilitasinya…”

(wawancara, Agustus 2017)

Wawancara tersebut menjelaskan bahwa peran

kecamatan terhadap aspirasi masyarakat desa maupun

kelurahan adalah menindak lanjuti melalui agenda tahunan

Musrenbang Kecamatan. Sederhananya pihak kecamatan

mengatakan bahwa kegiatan Musrenbang tersebut sifatnya

menjaring apa yang diinginkan oleh masyarakat. Dari

keinginan-keinginan masyarakat yang sudah dijaring akan

diusulkan dalam skala prioritas dan dikoordinasikan dengan

Forum Perangkat Daerah.

Adapun dokumentasi penyelenggaraan kegiatan

Musrenbang 2018 pada gambar sebagai berikut;

Gambar 9.27

Kegiatan Musrenbag Kecamatan Pandeglang 2018

Sumber: Foto AMara, BantenTribun.id, 26 Februari 2018

Kemudian terkait dengan penyelenggaraan

Musrenbang kecamatan tahun 2018, diketahui merujuk dari

Lampiran IV Surat Edaran Bupati Pandeglang Nomor

800/404-Bapeda/II/2018 tertanggal 14 Februari 2018, pagu

Indikatif untuk Kecamatan Labuan, Panimbang, Karang

Tanjung, Majasari dan Pandeglang sebagai berikut;

Page 236: Kecamatan Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah i

220 Kecamatan Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah

Tabel 9.12

Pagu Musrenbang Kecamatan tahun 2019

No Kecamatan Pagu Indikatif

1 Labuan 1.289.400.000,-

2 Panimbang 1.972.600.000,-

3 Karangtanjung 1.822.300.000,-

4 Majasari 2.075.500.000,-

5 Pandeglang 1.856.300.000,-

Sumber : data diolah peneliti BAPEDA 2018

Lebih lanjut dalam hal pelaksanaan pembangunan

yang terjadi selama ini dianggap cukup berbanding terbalik

dengan usulan-usulan yang ada pada Musrenbang.

Sebagaimana dikatakan oleh Informan 12 dari Komisi I

DPRD Kabupaten Pandeglang sebagai berikut;

“Saya reses saya kawal Musrenbangdes dari Musdus

bahkan sampai kabupaten mentah, turunlah surat edaran,

semuanya berbanding terbalik dengan keinginan desa,

masyarakat ingin A jadinya B, masyarakat ingin C jadinya

D kan begitu. Ada asumsi di masyarakat, “Sudahlah tahun

depan jangan pilih lagi kepala desa itu“, masyarakat marah

karena keinginanya tidak terpenuhi, padahal kepala desa

sendiripun bingung karena dia juga mengamankan itu. Di

sisi itu kasihan kepala desa. Kalau di sisi DPRD agak terlalu

jauh jangkauanya, jadi hanya beban moral saja.”

(wawancara, November 2017)

Wawancara tersebut menjelaskan bahwa

kecenderungan berbanding tebaliknya kegiatan

pembangunan dengan usulan yang pernah diusulkan pada

musrenbang berdampak pada menurunya tingkat

kepercayaan masyarakat pada penyelenggara Musrenbang.

Tidak tercover atau berbanding terbaliknya kegiatan

pembangunan dengan usulan pada dasarnya terdapat aspek-

aspek yang menjadi pertimbangan diantaranya kemampuan

anggaran, skala prioritas serta fokus pada perwujudan

RPJMD Kabupaten pandeglang. Menurunya kepercayaan

masyarakat di satu sisi sah-sah saja. Justru hal tersebut

merupakan tantangan bagi pihak penyelenggara

Page 237: Kecamatan Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah i

Kecamatan Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah 221

Musrenbang seperti kecamatan sebagai jembatan

masyarakat desa/kelurahan dengan kabupaten agar memiliki

kreatifitas berfikir maupun bertindak dalam mengkomuni-

kasikan dengan kelompok masyarakat dan pemangku

kepentingan lainya dalam pembangunan.

b. Penataan Organisasi Perangkat Daerah Kecamatan dan

Penguatan Peran Camat Dalam Pelayanan Dasar

1) Penataan Organisasi Perangkat Daerah Kecamatan

Titik berat perubahan Undang- Undang 23 tahun

2014 adalah pada pembagian urusan pemerintahan daerah.

Adapun anatomi urusan pemerintah daerah digambarkan

sebagai berikut ;

Gambar 9.28 Anatomi Urusan Pemerintahan

Sumber : Paparan Direktur Dekonsentrasi, Tugas

Pembantuan Dan Kerjasama (2016)

Gambar di atas menjelaskan perubahannya Undang-

Undang 23 tahun 2014. urusan wajib terbagi atas urusan

wajib pelayanan dasar dengan bukan pelayanan dasar,

kemudian adanya urusan pemerintahan umum yang menjadi

kewenangan presiden selaku kepala pemerintahan. Dalam

penyelenggaraan urusan wajib dan urusan pilihan yang

menjadi kewenangan pemerintah daerah. Pemerintah daerah

melimpahkan pada perangkat daerah otonom seperti dinas,

badan, kantor dan Kecamatan. Khusus dalam hal

pemerintahan umum kecamatan merupakan perangkat

wilayah administrasi pemerintah kabupaten dan secara

Page 238: Kecamatan Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah i

222 Kecamatan Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah

operasional membantu instansi vertikal Ditjen Kesbangpol

Kementerian Dalam Negeri Kabupaten. Serangkaian

Perubahan tersebut di atas tentunya berkonsekuensi

terhadap berubahnya Struktur organisasi Perangkat Daerah

sebagaimana diamanatkan oleh Peraturan Pemerintah

Nomor 18 Tahun 2016 Tantang Organisasi Perangkat

Daerah.

Terkait dengan itu pemerintah kabupaten pandeglang

dalam mengawal amanat Undang-undang tersebut

sebagaimana dikatakan oleh Informan 16 dari Bagian

Organisasi Kabupaten Pandeglang sebagai berikut;

“......memang yang namanya amanat Undang-undang harus

kita laksanakan, di kabupaten pandeglang yang kita lakukan

mulai dari penataan organisasi perangkat daerah sebagai

anamat PP Nomor 18 Tahun 2016 sampai dengan penetapan

peraturan bupati tentang Tata kerja Perangkat daerah, untuk

kecamatan misalnya Peraturan Bupati Nomor 66 Tahun

2016....” (wawancara, Agustus 2017)

Lebih lanjut menurut Informan 1 dari Bagian

Pemerintahan mengatakan sebagai berikut ;

“.....akhir 2016 lalu sudah ditetapkan Perda tentang

Organisasi perangkat daerah terbaru. Untuk masalah

kecamatan sementara kita masih mengacu ke peraturan

lama, karena yang lama belum dicabut. Intinya Kecamatan

sebagai simpul pelayanan masyarakat masih pada fungsi

Koordinasi, rekomendasi, fasilitasi, perizinan, lalu

pembinaan dan pengawasan kelurahan/ desa.... dan 2014

lalu semua kecamatan sudah ditetapkan PATEN...”

(wawancara, Agustus 2017)

Berdasarkan uraian wawancara tersebut di atas dapat

diketahui bahwa dalam rangka melaksanakan amanat

Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 khususnya

pengaturan pada Urusan wajib dan pilihan yang menjadi

kewenangan pemerintah daerah baik pada pelayanan dasar

maupun non pelayanan dasar, pemerintah Kabupanten

pandeglang telah melakukan penataan organisasi perangkat

daerah yang didasarkan pada Peraturan pemerintah Nomor

18 tahun 2016. Serangkaian proses penataan organisasi

perangkat daerah pada akhirnya ditetapkan peraturan daerah

Page 239: Kecamatan Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah i

Kecamatan Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah 223

kabupaten pandeglang Nomor 6 Tahun 2016 tentang

organisasi perangkat daerah. Adapun kajian yang dijadikan

dasar penetapan besaran organisasi perangkat daerah yaitu

kajian skor urusan di kabupaten Pandeglang sebagai

berikut;

Tabel 9.13

Skor Urusan Kabupaten Pandeglang

No. Urusan Skor Tipe Besaran

Organisasi

1. Administrasi

Kependudukan dan

Pencatatan Sipil

970 Dinas Tipe A

2. Energi dan Sumber Daya

Mineral

360 Setingkat

Bidang

3. Inspektorat 940 Inspektorat

Tipe A

4. Kearsipan 780 Dinas Tipe B

5. Kebudayaan 620 Dinas Tipe B

6. Kehutanan 460 Dinas Tipe C

7. Kelautan dan Perikanan 630 Dinas Tipe B

8. Kepegawaian,

Pendidikan, dan Pelatihan

700 Badan Tipe B

9. Kepemudaan dan

Olahraga

360 Setingkat

Bidang

10. Kesehatan 800 Dinas Tipe B

11. Ketenteraman dan

Ketertiban Umum serta

Perlindungan Masyarakat

(Sub Kebakaran)

540 Dinas Tipe C

12. Ketenteraman dan

Ketertiban Umum serta

Perlindungan Masyarakat

(Sub Sat Pol PP)

660 Sat Pol PP

Tipe B

13. Keuangan 1000 Badan Tipe A

14. Komunikasi dan

Informatika

708 Dinas Tipe B

15. Koperasi, Usaha Kecil,

dan Menengah

620 Dinas Tipe B

16. Lingkungan Hidup 700 Dinas Tipe B

17. Pangan 1000 Dinas Tipe A

Page 240: Kecamatan Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah i

224 Kecamatan Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah

No. Urusan Skor Tipe Besaran

Organisasi

18. Pariwisata 900 Dinas Tipe A

19. Pekerjaan Umum dan

Penataan Ruang

804 Dinas Tipe A

20. Pemberdayaan

Masyarakat dan Desa

914 Dinas Tipe A

21. Pemberdayaan

Perempuan dan

Perlindungan Anak

650 Dinas Tipe B

22. Penanaman Modal 1000 Dinas Tipe A

23. Pendidikan 910 Dinas Tipe A

24. Penelitian dan

Pengembangan

600 Badan Tipe C

25. Pengendalian Penduduk

dan KB

720 Dinas Tipe B

26. Perdagangan 380 Setingkat

Bidang

27. Perencanaan 848 Badan Tipe A

28. Perhubungan (Untuk

Wilayah Daratan)

618 Dinas Tipe B

29. Perindustrian 640 Dinas Tipe B

30. Perpustakaan 862 Dinas Tipe A

31. Persandian 392 Setingkat

Bidang

32. Pertanahan 470 Dinas Tipe C

33. Pertanian 826 Dinas Tipe A

34. Perumahan dan Kawasan

Permukiman

398 Dinas Tipe C

35. Sekretariat Daerah 860 Sekretariat

Daerah Tipe A

36. Sekretariat Dewan 1000 Sekretariat

DPRD Tipe A

37 Sosial 916 Dinas Tipe A

38. Statistik 360 Setingkat Sub

Bidang

39. Tenaga Kerja 680 Dinas Tipe B

40. Transmigrasi 310 Setingkat

Bidang)

Page 241: Kecamatan Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah i

Kecamatan Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah 225

Sumber: Kementerian Dalam Negeri melalui:

fasiltasi.otda.kemendagri.go.id (sesuai hasil

validasi data per tanggal 13-14 Juni 2016)

sebagaimana dikutip dari naskah akademik OPD

pandeglang 2016

Untuk penjelasan pencapaian Skor tersebut, sebagai

contoh Urusan Administrasi Kependudukan dan Pencatatan

Sipil dapat kami sampaikan perhitungannya sebagai berikut:

Tabel 9.14

Variabel Umum Indikator Nilai Skala Bobot Skor

Jumlah Penduduk

(jiwa)

1.141.453 1.000 10 100

Luas Wilayah (Km2) 2.747 1.000 5 50

Jumlah APBD 2.622.363.768.507

1.000 5 50

Jumlah skor Variabel Umum 200

Sumber : Kajian Akademik OPD Kabupaten Pandeglang 2016

Berdasarkan tabel variabel umum di atas diketahui

(1) Indikator Jumlah Penduduk (jiwa) dengan Nilai

1.141.453, Skala 1.000, Bobot 10 Skor 100 (2) Indikator

Luas Wilayah (KM2) dengan Nilai 2.747, Skala 1.000,

Bobot 5, Skor 50 dan (3) Jumlah APBD dengan Nilai

2.622.363.768.507, Skala 1.000, Bobot 5, Skor 50.

Sehingga Jumlah skor Variabel Umum 200.

Tabel 9.15

Variabel Teknis Indikator Nilai Skala Bobot Skor

Jumlah Penduduk (jiwa) 1.141.453 1.000 35 350

Jumlah Kecamatan 35 1.000 5 50

Jumlah Desa/ Kelurahan 339 1.000 10 100

Jumlah Rata-rata

mobilitas penduduk per

tahun dan tiga tahun

terakhir

55,055 1.000 15 150

Tingkat kepadatan

Penduduk

415 800 15 120

Jumlah skor Variabel Teknis 770

Sumber : Kajian Akademik OPD Kabupaten Pandeglang 2016

Page 242: Kecamatan Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah i

226 Kecamatan Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah

Berdasarkan tabel variabel teknis di atas diketahui (1)

Indikator Jumlah Penduduk (jiwa) dengan Nilai 1.141.453,

Skala 1.000, Bobot 35, Skor 350 (2) Indikator Jumlah

Kecamatan dengan Nilai 35, Skala 1.000, Bobot 5, Skor 50

(3) Indikator Jumlah Desa/Kelurahan dengan Nilai 339,

Skala 1.000, Bobot 10, Skor 100 (4) Jumlah Rata-rata

mobilitas penduduk per tahun dan tiga tahun terakhir

dengan Nilai 55,055, Skala 1.000, Bobot 15, Skor 150 (5)

Tingkat kepadatan Penduduk dengan Nilai 415, Skala 800,

Bobot 15, Skor 120. Sehingga Jumlah skor Variabel Teknis

770.

Urusan Administrasi Kependudukan dan Pencatatan

Sipil Kabupaten Pandeglang mendapat skor 970, hal ini

berarti perangkat daerah yang menangani urusan ini dapat

berdiri sendiri dengan klasifikasi tipe A. Dari hasil

pemetaan urusan pemerintahan tersebut dapat terlihat bahwa

Pemerintah Kabupaten Pandeglang dapat membetuk bentuk

66 perangkat daerah, Tipe A berjumlah 18 (delapan belas)

urusan, Tipe B berjumlah 10 (sepuluh) urusan, Perangkat

Daerah yang dipersyaratkan PP 3 (tiga) urusan dan

Kecamatan35 (tiga puluh lima ).

Sehingga urusan yang dapat dibentuk sebagai

Perangkat Daerah berjumlah 36, hal tersebut dapat

digambarkan pada tabel berikut ini.

Tabel 9.16

Jumlah Perangkat Daerah

No. Satuan Kerja Perangkat

Daerah Jumlah Tipologi

1 Sekretariat Daerah 1 Tipe A

2 Sekretariat DPRD 1 Tipe A

3 Inspektorat 1 Tipe A

4 SKPD berbentuk Badan 2 Tipe A

1 Tipe B

5 SKPD berbentuk Dinas 13 Tipe A

9 Tipe B

6 Badan Kesbangpol 1

7 BPBD 1

Page 243: Kecamatan Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah i

Kecamatan Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah 227

No. Satuan Kerja Perangkat

Daerah Jumlah Tipologi

8 Administrator KEK 1

9 Kecamatan 35 Tipe A

Jumlah 66

Sumber: Kajian Akademik OPD Kabupaten Pandeglang

2016

Dari hasil kajian yang dilakukan seluruh perangkat

daerah kecamatan di kabupaten pandeglang berdasarkan

variabel yang ada seperti jumlah penduduk, luas wilayah

dan jumlah desa / kelurahan ditetapkan ke dalam tipe A.

Adapun beberapa alasan yang diungkapkan oleh Informan

16 dari Bagian Organisasi mengatakan;

“.......semua kecamatan kita tetapkan rata dengan Tipe A

(beban kerja yang tinggi), sebetulnya ada beberapa alasan

sih selain variabel yang ada, pertimbanganya adalah pada

infrastruktur di kecamatan-kecamatan yang ada di daerah

terpencil. Kalau ditetapkan dalam Tipe B (beban kerja yang

rendah) pasti dalam melaksanakan tugas dan fungsinya akan

mengalami kualahan. Terutama saat pelaksanaan pemilihan

umum atau saat penyaluran bantuan yang ada di desa atau

kelurahan yang dinaunginya. Intinya semakin rendah tipe

jumlah kepala seksinya makin rendah, hanya 3 kepala seksi

pastinya jumlah Pegawainya juga berkurang, makanya

kalau ga dimaksimalkan ke Tipe A kualahan untuk daerah

terpencil....” (wawancara, Agustus 2017)

Berkaitan dengan latar belakang penetapan seluruh

kecamatan pada Tipologi A Informan 2 dari Kecamatan

Pandeglang mengatakan;

“Kalau saya cenderung menilai itu agar ngga ada

kecemburuan pak, ya dengan perbedaan tipologi tentunya

berkonsekuensi pada perbedaan besaran Anggaran bahkan

tunjangan sebagai Pejabatnya. Ya kalau saya boleh

mengatakan bahwa kecamatan yang terdiri dari desa itu

kerjanya lebih berat. Mungkin ya itulah kenapa tipologinya

semuanya ditetapkan A. Saya dulu pernah jadi Sekretaris

BPMDES (Badan Pemberdayaan Masyarakat dan

Page 244: Kecamatan Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah i

228 Kecamatan Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah

Pemerintahan Desa) ya yang saya ketahui banyak temen-

temen camat yang tugas di kecamatan yang membawahi

desa begitu beratnya apalagi dengan adanya Dana desa saat

ini”. (wawancara, Agustus 2017)

Penetapan ketigapuluh lima kecamatan dengan tipe A

melalui Peraturan Daerah Nomor 6 Tahun 2016 tentang

Organisasi Perangkat Daerah merupakan kebijakan yang

harus dijalankan oleh birokrasi. Selain tetap melaksanakan

Peraturan bupati Nomor 24 Tahun 2013 tentang

kewenangan camat/kecamatan. Lebih lanjut dalam

memberikan penjelasan batas-batas wewenang secara lebih

operasional pada kecamatan maka ditetapkan Peraturan

Bupati Pandeglang Nomor 66 Tahun 2016 Tentang

Kedudukan, Susunan Organisasi, Rincian Tugas dan

Fungsi, Serta Tata Kerja Kecamatan dan Kelurahan. Dalam

Perbup tersebut dijelaskan pada Pasal 2 Ayat (1) bahwa

Kecamatan berkedudukan di wilayah Kabupaten yang

dibagi atas kelurahan dan/atau Desa, ayat (2) Kecamatan

merupakan bagian Perangkat Daerah Kabupaten yang selain

melaksanakan Urusan Pemerintahan yang menjadi

kewenangan Daerah kabupaten juga melaksanakan Tugas

Pembantuan dan ayat (3) Kecamatan sebagaimana

dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dipimpin oleh seorang

Camat yang berkedudukan di bawah dan bertanggungjawab

kepada Bupati melalui Sekretaris Daerah.

Pasal 3 dijelaskan bahwa susunan organisasi

Kecamatan, terdiri dari Unsur pimpinan adalah Camat dan

unsur pembantu pimpinan adalah sekretariat kecamatan

meliputi (1) Sub Bagian Keuangan, Perencanaan dan

Pelaporan; dan (2) Sub Bagian Umum dan Kepegawaian.

Unsur Pelaksana adalah Seksi, yang terdiri dari (1) Seksi

Kesejahteraan Sosial; (2) Seksi Pembangunan dan

Pemberdayaan Masyarakat; (3) Seksi Pemerintahan; (4)

Seksi Pendapatan Asli Daerah; dan (5) Seksi Ketentraman ,

Ketertiban dan Kebersihan. (6) Kelompok Jabatan

Fungsional.

Bagan Struktur Organisasi Kecamatan digambarkan

sebagai berikut;

Page 245: Kecamatan Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah i

Kecamatan Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah 229

Gambar 9.29

Bagan Struktur Organisasi Kecamatan

Sumber : Data Diolah Peneliti 2017

Sebagaimana dijelaskan pada pasal 4 Camat

mempunyai tugas pokok meningkatkan koordinasi

penyelenggaraan pemerintahan, pelayanan publik, dan

pemberdayaan masyarakat desa dan atau kelurahan. Dalam

melaksanakan tugas, camat menyelenggarakan fungsi (1)

penyusunan program dan kegiatan Kecamatan; (2)

pengoordinasian penyelenggaraan pemerintahan di wilayah

kecamatan; (3) penyelenggaraan kegiatan pembinaan

ideologi negara dan kesatuan bangsa; (4) pengoordinasian

kegiatan pembangunan dan pemberdayaan masyarakat; (5)

pelaksanaan pembinaan penyelenggaraan kegiatan bidang

ketentraman, ketertiban dan kebersihan; (6) pelaksaaan

pembinaan penyelenggaraan bidang PAD (Pendapatan Asli

Daerah); (7) pelaksanaan pembinaan penyelenggaraan

bidang kesejahteraan sosial; (8) pelaksanaan penatausahaan

Kecamatan; (9) Pelaksanaan tugas lain yang diberikan oleh

Bupati.

Berkaitan dengan itu, sebagai perwujudan RPJMD

2016 -2021 pada misi ke 6 Meningkatkan tata kelola

pemerintahan dan memperkuat sistem inovasi daerah,

Tujuan RPJMD ke 5 Terwujudnya reformasi birokrasi maka

pada tahun 2017 ditetapkan Indikator Kinerja Utama Tahun

2016-2021 perangkat daerah kecamatan sebagai berikut ;

Page 246: Kecamatan Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah i

230 Kecamatan Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah

Tabel 9.17

Indikator Kinerja Utama Tahun 2016-2021

No Sasaran

Strategis

Indikator

Kerja Utama

Penjelasan/

Fomulasi

Sumber

data

1

Mening-

katnya

Tata

Kelola

Pemerintah

Desa/

Kelurahan

Tingkat

Capaian Tata

Kelola

Pemerintahan

Desa/

Kelurahan

Jumlah Tata

Kelola

Pemerintahan

Desa/

Kelurahan

Yang Sesuai

SOP dibagi

Jumlah Desa/

Kelurahan

dikali 100 %

Sekmat

dan Kasi

Pemerin-

tahan

Tingkat

Capaian PAD

(Pendapatan

Asli Daerah)

Jumlah Tata

Kelola PAD

Yang Sesuai

SOP dibagi

Jumlah Desa/

Kelurahan

dikali 100%

Sekmat

dan Kasi

PAD

Tingkat

Capaian

Penegakan

Perda

Jumlah Perda

Yang

Disosialisasika

n dibagi

Jumlah Perda

dikali 100 %

Sekmat

dan Kasi

Tramtib

2

Mening-

katnya

Pemberday

aan

Masyaraka

t Dalam

Pembangu

nan

Tingkat

Partisipasi

Masyarakat

Dalam

Pembangunan

di Wilayah

Kecamatan

Jumlah

Penduduk

Yang

Berpartisipasi

Dalam

Pembangunan

dibagi Jumlah

Total

Penduduk

Usia Produktif

dikali 100%

Sekmat

dan Kasi

Pembang

unan

Tingkat

Kesejahteraan

Masyarakat di

Wilayah

Kecamatan

Jumlah

penduduk

yang

Berpendapatan

di Bawah

Kasi

Kesos

Page 247: Kecamatan Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah i

Kecamatan Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah 231

No Sasaran

Strategis

Indikator

Kerja Utama

Penjelasan/

Fomulasi

Sumber

data

Garis

Kemiskinan

dibagi Jumlah

total

Penduduk

dikali 100 %

3

Mening-

katnya

Kualitas

Pelayanan

Adminis-

trasi

Kecamatan

Indeks

kepuasan

Masyarakat

Dalam

Pelayanan

Administrasi

Kecamatan

Total dari

Nilai Persepsi

Per Unsur

dibagi Total

Unsur Yang

Diisi dikali

Nilai

Penimbang

Sekmat

dan Kasi

Pemerint

ahan

Sumber : Data diolah BAPEDA 2018

Spirit penyusunan Indikator Kerja Utama (IKU)

sebagaimnama dijelaskan Tabel di atas. Selain bertujuan

melakukan reformasi birokrasi, secara operasional

merupakan instrument penyusunan rencana kerja dan

anggaran berdasarkan basis kinerja masing-masing

kecamatan serta instrument pengukuran ketercapaian

kinerja program dan kegiatan. Indikator Kerja Utama (IKU)

mulai diterapkan tahun 2018 untuk tahun anggaran

kecamatan 2019.

2. Penguatan Kebijakan Serta Pengaturan Batasan Peran

Camat dalam Pelayanan Dasar

Pentingnya mengatur kewenangan camat yang

memiliki daya ungkit terhadap penyelesaian permasalahan

yang ada di wilayah kerjanya. Informan 23 dari Pusat

Telaah dan Informasi Regional mengatakan;

“Kalau terkait model, model yang memang bisa

menyelesaikan masalah masalah yang jadi prioritas di

kecamatan dan memiliki daya ungkit kepada penyelesaian

masalah di kecamatan tersebut, urai itu aja. Kalau sudah

mampu baru pelimpahan kewenangan itu perbabak pertama

sesuai dengan masalah yang ia punya, yang kedua

menyelesaikan dulu masalah-masalah prioritas yang kalau

Page 248: Kecamatan Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah i

232 Kecamatan Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah

kewenangan itu diberikan kepada yang bisa diungkit untuk

meyelesaikan permasalahan. Kalau dia sudah berhasil maka

diberikan kewenangan yang lain. Tidak usah terburu-buru

pengen semua banyak atau pengen diseragamkan biar

gampang. Dan memang ini agak panjang gak bisa keluar SK

kecamatan harus di akses.” (Wawancara September 2018)

Wawancara tersebut menjelaskan bahwa pengaturan

kewenangan camat diharapkan memiliki daya ungkit untuk

menyelesaikan masalah di wilayah kecamatan. Pelimpahan

kewenangan harus per babak. Artinya pertama harus

menyelesaikan dahulu permasalahan yang ada, kemudian

apabila dirasa kecamatan sudah mampu menyelesaikan

permasalahan yang diprioritaskan tersebut, maka

penambahan kewenangan baru dilakukan. Jadi

mekanismenya tidak langsung dengan melimpahkan secara

generik (memukul rata seluruh kecamatan), namun

bertahap.

Setelah sebelumnya diketahui pada Pasal 27 Ayat (2)

dan (3) Rancangan Peraturan Pemerintah tentang susunan

dan kedudukan kecamatan yang menjelaskan tentang

pelimpahan wewenang bupati pada camat. Baru baru ini

RPP tersebut telah ditetapkan menjadi Peraturan Pemerintah

Nomor 17 Tahun 2018 Tentang Kecamatan. Dalam Pasal 11

Ayat (7) dijelaskan bahwa Pelimpahan wewenang Bupati

kepada Camat dilakukan berdasarkan pemetaan pelayanan

publik sesuai dengan karakteristik Kecamatan dan/ atau

kebutuhan masyarakat setempat. Kemudian Ayat (2)

menjelaskan bahwa sebagian urusan pemerintahan yang

dilimpahkan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a

terdiri atas pelayanan perizinan dan nonperizinan. Dalam

pelimpahan wewenang yang dimaksud Peraturan

Pemerintah tersebut bersifat wajib dengan alasan

mengoptimalkan pelayanan, eksternalitas, efektifitas dan

efisiensi penyelenggaraan pemerintahan. Berkaitan dengan

itu Kementerian Dalam Negeri sebelumnya telah merancang

beberapa terobosan sebagai arah kebijakan seiring dengan

keberadaan RPP Kecamatan, diantaranya paket pelayanan

dasar bagi masyarakat tidak mampu, Perluasan Pelayanan

dasar, Pembangunan pendidikan, Pembangunan perumahan

dan pemukiman, pemerataan dan percepatan penaggulangan

Page 249: Kecamatan Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah i

Kecamatan Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah 233

kemiskinan. Adapun dijelaskan dalam paparan sebagai

berikut ;

Paket Pelayanan Dasar bagi Masyarakat Kurang Mampu

Slide - 11

Gambar 9.30

Paket Pelayanan Dasar Bagi Masyarakat Kurang Mampu

Sumber : Paparan Direktur Dekonsentrasi, Tugas

Pembantuan Dan Kerjasama (2016)

Dari paparan tersebut di atas yang dijabarkan dari

identitas hukum hingga infrastruktur, merupakan sebuah

program pelayanan dasar rutin yang dilaksanakan oleh

pemerintah Kabupaten pandeglang, dalam hal ini perangkat

daerah yang merupakan operating Core lah yang

menjalankan itu. Seperti perangkat daerah kecamatan

melalui Program PATEN (Pelayanan Administrasi Terpadu

Kecamatan), diantaranya Pengantar Kartu Keluarga (KK),

Pengantar KTP (Kartu Tanda Penduduk) hingga pada

Pelayanan Pengantar Permohonan Mutasi/Balik Nama

SPPT. Selama ini kecamatan di lingkungan Kabupaten

Pandeglang, tidak menerapkan pola ekslusif namun lebih

cenderung inklusif dengan mendudukan masyarakat

kecamatan dalam kesetaraan pelayanan. Terkait dengan

pelayanan pada dimensi identitas hukum, Informan 6 dari

Kecamatan Panimbang mengatakan;

“…cuma memang yang saya inginkan khususnya

pelayanan-pelayanan yang menyangkut kebutuhan rakyat

banyak bisa dilaksanakan oleh kecamatan tidak lagi oleh

kabupaten salah satu contoh ini persoalan KTP. Selama ini

kan KTP itu oleh kabupaten, justru sebelum lahir UU ini

KTP ini di bawah, camat yang tanda tangan. Sekarang ini

Page 250: Kecamatan Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah i

234 Kecamatan Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah

kan ke Kabupaten. Yang sulitnya dari sini ke kabupaten ini

membutuhkan ongkos yang tinggi, nah itu paling pak.”

(wawancara, Agustus 2017)

Hal senada juga dikatakan oleh Informan 9 dari

Kecamatan Labuan sebagai berikut;

“Prosesnya pelayanan KTP sekarang tidak mudah pa, yang

ngurus KTP dari sini perekaman trus kita berikan pengantar

ke Disdukcapil Pandeglang. Karena Pencetakan KTP nya di

kementerian, Pemohon KTP harus bolak balik ke

Disdukcapil guna mengecek KTP nya sudah selesai apa

belum dan sudah dikirimkan apa belum dari kementerian ke

Disdukcapil. Jadi pemohon KTP capek pak harus bolak

balik. Kalau kecamatan punya kewenangan buat mencetak

sebetulnya itu akan lebih memudahkan.” (wawancara,

Agustus 2017)

Lebih lanjut Informan 5 dari Kecamatan Majasari

juga mengatakan;

“…sebenarnya kita sudah memberikan masukan seperti

untuk memudahkan masyarakat pembuatan KTP kenapa

tidak di sini saja, direkam di sini, dia pulang kesana. Jadi

birokrasinya jangan dipanjang-panjang (menyederhanakan

birokrasi) kasian masyarakat, yang penting syarat-syaratnya

sudah terpenuhi..” (wawancara, Agustus 2017)

Wawancara di atas menjelaskan bahwa, dalam

penyelenggaraan pelayanan KTP kecamatan hanya

berwenang pada memberikan pengantar permohonan KTP

serta melakukan perekaman. Sedangkan proses selanjutnya

hingga tercetaknya KTP pelayanan dilakukan oleh Dinas

Kependudukan dan Catatan Sipil. Rumitnya tahapan yang

harus ditempuh oleh pemohon KTP memunculkan empati

dari pihak kecamatan. Sehingga pihak kecamatan memiliki

pandangan pencetakan KTP lebih efektif jika dilaksanakan

oleh Kecamatan.

Pada dimensi lain misalnya, masalah pendidikan dan

kesehatan termasuk perlindungan sosial di dalamnya.

Merujuk dari Peraturan Bupati Pandeglang Nomor 24 tahun

2013 bidang pendidikan sudah dilimpahkan pada

kecamatan. kewenanangan bidang pendidkan meliputi (1)

Aspek Kebijakan, (2) Sarana prasarana (3) Pengendalian

Page 251: Kecamatan Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah i

Kecamatan Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah 235

Mutu Pendidikan dengan ruang lingkup kewenangan (a)

Pemberian dukungan, (b) Rekomendasi, (c) Koordinasi dan

(d) Memberikan Saran Urusan Keseharan (1) Upaya

Kesehatan (2) Pembiayaan Kesehatan Masyarakat (3) SDM

Kesehatan hingga Manajemen Keseharan. Ruang lingkup

kewenangan meliputi (a) Sosialisasi, (b) Memberikan

dorongan pada masyarakat, (c) Koordinasi (d) Monev.

Masalah pendidikan, kesehatan serta perlindungan sosial

disini merupakan cakupan pelayanan yang dilaksanakan

oleh camat sebagai penerima pelimpahan. Berkaitan

pelaksanaan pelayanan bidang pendidikan dicontohkan

sebagaimana dikatakan Informan 6 dari Kecamatan

Panimbang sebagai berikut;

“....saya juga sudah telah memberikan rekomendasi izin

untuk pendirian SMP dan SMA presiden pak, persis yg ada

di Bekasi, itu di atas luas lahan 5 hektar dan sekolah

internasional..... saya hanya rekomendasi izin untuk

pendirian, karena memang itu lahan miliknya, jadi akan

membangun sekolah internasional, dalam rangka itu tentu

kita menyiapkan SDM nya, diantaranya adalah berbagai

kegiatan yang dilakukan baik dari pemda pandeglang

maupun dari pusat, pelatihan pelatihan” (wawancara,

Agustus 2017)

Lebih lanjut merujuk dari laporan kinerja bulanan

dari kecamatan Panimbang, Labuan, Karangtanjung,

Majasari dan Pandeglang dalam kewenangan bidang

kesehatan terdapat laporan kegiatan imunisasi, pencapaian

KB. Dari hasil penelitian diketahui bahwa pelaksanaan

kewenangan pada bidang pendidikan dan kesehatan dapat

dikatagorikan terlaksana namun belum efektif. Hal itu

ditandai dengan rendahnya kegiatan-kegiatan sosialisasi

serta monitoring dan evaluasi baik dalam bidang pendidikan

maupun kesehatan yang dilakukan oleh Kecamatan.

Berkaitan dengan kewenangan bidang kesehatan dan

pendidikan, Diketahui dalam rangka penerapan

Permendagri Nomor 12 Tahun 2017 yang mensyaratkan

penghapusan UPTD (Unit Pelaksana Teknis Dinas) bidang

pendidikan dan kesehatan di kecamatan. Secara spesifik,

esensi dari peraturan tersebut adalah merubah yang pada

awalnya terdapat UPTD bidang pendidikan yang

Page 252: Kecamatan Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah i

236 Kecamatan Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah

membawahi penyelenggaraan satuan pendidikan TK dan SD

serta UPTD puskesmas dengan dipimpin oleh pejabat

struktural Eselon Iva. Menurut ketentuan peraturan tersebut,

satuan pendidikan TK dan SD Negeri dijadikan sebagai

UPT satuan pendidikan dengan dijabat oleh tenaga

fungsional. Sedangkan UPTD puskesmas keberadaanya

dengan nomenklatur yang sama namun pengisian pimpinan

sifatnya tenaga fungsional. Pada dasarnya momentum

tersebut dapat dijadikan sebagai kesempatan untuk

merevitalisasi Perangkat daerah kecamatan dengan

menguatkan baik pada struktur maupun kewenangan pada

bidang pendidikan dan kesehatan. Terkait dengan itu

Informan 16 dari Bagian Organisasi mengatakan;

“….kita pastikan tidak akan merubah struktur kecamatan

ya. Karena perubahan struktur tidak mudah harus

melibatkan DPRD. Namun untuk pendidikan sebagai

pengganti UPTD dibentuk Koordinator wilayah di

kecamatan-kecamatan yang dijabat oleh pejabat fungsional,

kalau puskesmas juga sama dijabat oleh fungsional.”

(wawancara, Mei 2018)

Terkait dengan itu, pada dasarnya semangat

ditetapkanya Permendagri Nomor 12 tahun 2017 salah

satunya berimplikasi pada revitalisasi kecamatan khususnya

dalam bidang yang relevan untuk dilimpahkan dan

diperkuat di kecamatan, sebagaimana dikatakan oleh

Informan 19 dari Direktorat Jenderal Bina Administrasi

Kewilayahan Kementerian Dalam Negeri;

“…yang sifatnya seperti dinas pendidikan, itu kan kerjanya

hanya mengkoordinasikan pelanggaran sekolah di

kecamatannya, hanya sebagai menilai DP3, mengawasi

jalannya sekolah, itu bisa dilakukan oleh camat. Jadi intinya

bentuk lah UPT sesuai dengan kebutuhan, beri pelimpahan

yang relevan pasti kecamatan akan sangat berdaya. Tugas

Kemendagri adalah regulasi dan akan mengoptimalkan

untuk urusan pelimpahan pada kecamatan dan dari urusan

yang sifatnya delegatif saja. Kemendagri akan mencegat

lagi UPT, dan jika dilimpahkan tidak perlu ada lagi UPT..”

(wawancara, Oktober 2017)

Page 253: Kecamatan Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah i

Kecamatan Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah 237

Kemudian pada dimensi infrastruktur dasar seperti

perumahan, pada dasarnya dalam Undang-undang Nomor

23 Tahun 2014, perumahan rakyat telah berubah satatus

menjadi urusan wajib. Perumahan dimaksut merupakan

pelayanan dasar yang bersifat inklusif, karena segmen

masyarakat berpenghasilan rendah saja lah yang menjadi

sasaran layanan tersebut. Pemerintah Kabupaten

Pandeglang telah melaksanakan program tersebut dengan

nomenklatur Bantuan RTLH (Rumah Tidak Layak Huni).

Sebagaimana dikutip dari www.beritasatu.com, minggu 25

september 2016) dijelaskan bahwa sebanyak 539 kepala

keluarga di kabupaten Pandeglang, mendapatkan bantuan

RTLH. Lebih lanjut menurut Informan dari perangkat

daerah yang membidangi urusan tersebut sebagaimana

dikutip dari (www.beritasatu.com, minggu 25 september

2016) mengatakan ;

“....Untuk bantuan dari kabupaten tersebar di 32 Kecamatan,

dan penyaluranya langsung ke penerimanya by name by

addres. Sedangkan dari provinsi akan mesuk ke rekening

pemerima...”

Petikan wawancara di atas menjelaskan bahwa

adanya bantuan yang tersebar pada sejumlah 32 kecamatan

di kabupaten pandeglang, menandakan bahwa sebetulnya

peran camat dalam segala jenis program yang sasarannya

langsung bersentuhan dengan masyarakat tidak lah bisa

ditiadakan. Dalam program yang bersumber dari sharing

APBD Provinsi dan Kabupaten ini, Camat beserta

perangkatnya berwenang sebagai Verifikator. Batasan ambil

bagian kecamatan hanya pada melaksanakan Verifikasi,

memfasilitasi mitra kerja program, serta memberikan

rekomendasi. Terkait dengan pelaksanaan kegiatan tersebut

Informan 6 dari Kecamatan Panimbang mengatakan;

“…Ada juga kegiatan-kegiatan dari pusat tapi melalui kita

salah satunya rumah tidak layak huni (RTLH), itu langsung

pusat yang nangani kemudian ke dinas PU tetap memang

koordinasi dengan camat juga, walaupun mereka dari pusat

kabupaten tapi tetap camat tau, camat bisa melakukan

monitoring terutama sejauh mana pelaksanaan penggunaan

dananya….”(wawancara, Agustus 2017)

Page 254: Kecamatan Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah i

238 Kecamatan Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah

Beberapa dimensi pada prioritas nasional yang sudah

dijabarkan di atas perluasan pelayanan dasar bagi

masyarakat kurang mampu, selanjutnya perlu diketahui juga

penjabaran arah kebijakanya melalui perencanaan

terintegrasi, sebagai berikut :

12Dalam RPJMN 2015-2019

Arah Kebijakan :

1) Perluasan peningkatan

pela yanan dasar,

melalui:

2) Peningkatan

ketersediaan

infrastruktur dan

sarana

3) Pengembangan dan

penguatan sistem

terkait penyediaan

layanan dasar

Gambar 9.31 Perluasan Pelayanan Dasar

Sumber : Paparan Direktur Dekonsentrasi, Tugas

Pembantuan Dan Kerjasama (2016)

Berdasarkan Gambar di atas diketahui bahwa

perluasan pelayanan dasar dengan arah kebijakan meliputi

(1) Perluasan peningkatan pelayanan dasar, (2) Peningkatan

ketersediaan infrastruktur dan sarana, (3) Pengembangan

dan penguatan system terkait penyediaan layanan dasar.

Strategi yang ditetapkan melalui pemberian akses pelayanan

dasar pada masyarakat miskin dengan tujuan meningkatnya

persentase masyarakat miskin untuk mendapatkan

pelayanan dasar. Hal itu memerlukan peningkatan tata

kelola, pendampingan masyarakat serta penyediaan layanan

dasar.

Dalam tataran pelaksanaan di daerah untuk

menunjang hal itu perlu dilakunan beberapa hal diantaranya

(1). Peningkatan kapasitas pemerintah daerah dalam

penyediaan layanan dasar, (2) Pembinaan masyarakat dalam

mengakses layanan dasar, (3) Pelibatan masyarakat dalam

perbaikan layanan dasar, (4) Penyediaan sarana dan

prasarana, pelayanan dasar yang berkualitas dan inklusif,

Page 255: Kecamatan Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah i

Kecamatan Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah 239

(5) Perluasan jangkauan pelayanan dasar untuk daerah

khusus atau terpencil.

Slide - 13

PEMBANGUNAN PENDIDIKANPerencanaan Terintegrasi

LEVEL 1

Arah Kebijakan

a.l.:

Meningkatkan

akses dan kualitas

layanan pendidikan

dasar, serta

memperluas dan

meningkatkan

pemerataan, akses,

kualitas dan

relevansi

pendidikan

menengah

Gambar 9.32 Pembangunan Pendidikan

Sumber : Paparan Direktur Dekonsentrasi, Tugas

Pembantuan Dan Kerjasama (2016)

Dari gambar di atas terkait pembangunan pendidikan

diketahui bahwa arah kebijakan yang ditetapkan oleh

pemerintah yaitu pada meningkatnya akses dan kualitas

layanan pendidikan dasar, serta memperluas dan

meningkatkan pemerataan, akses, kualitas dan relevansi

pendidikan menengah

Dalam peningkatan akses, kualitas relevansi dan daya

saing pendidikan ditetapkan langkah/ indikator pelaksanaan

yang meliputi (1) Pengembangan pembelajaran yang

berkualitas, (2) Peningkatan pendidikan agama dan

pendidikan karakter, (3) Penyediaan bantuan pendidikan

yang efektif, (4) Peningkatan ketersediaan saranadan

prasarana yang berkualitas, (5) Penguatan kelembagaan

perguruan tinggi, (6) Peningkatan kapasistas iptek, inovasi

dan daya saing pendidikan, (7) Peningkatan relevansi

pendidikan, (7) Penyediaan guru dan dosen dengan

penempatan yang merata, (8) Peningkatan dan pemjaminan

mutu pendidikan.

Page 256: Kecamatan Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah i

240 Kecamatan Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah

Gambar 9.33

Pembangunan Kesehatan Penguatan Promotif dan Preventif

“Gerakan Masyarakat Sehat”

Sumber : Paparan Direktur Dekonsentrasi, Tugas

Pembantuan Dan Kerjasama (2016)

Berdasarkan Gambar di atas Pembangunan Kesehatan

Penguatan Promotif dan Preventif “Gerakan Masyarakat

Sehat” dilakukan melalui Peningkatan akses dan mutu

pelayanan kesehatan dengan indikator pelaksanaan meliputi

(1) Penyediaan distribusi dan mutu sediaan alat kesehatan.

(2) Penyediaan persebaran dan kualitas SDM kesehatan, (3)

Fasilitas kesehatan dan rujukan yang berkualitas, (4) JKN,

KIS dan pembiayaan Kesehatan, (5) Sistem Informasi dan

Litbang Kesehatan.

Page 257: Kecamatan Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah i

Kecamatan Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah 241

Slide - 15

PEMBANGUNAN PERUMAHAN DAN PERMUKIMANPerencanaan Terintegrasi

LEVEL 1

Gambar 9.34 Pembangunan Peumahan dan Pemukiman

Sumber : Paparan Direktur Dekonsentrasi, Tugas

Pembantuan Dan Kerjasama (2016)

Berdasarkan Gambar tersebut diketahui bahwa

kebijakan Pembangunan Perumahan dan Pemukiman

dilakukan dengan pemberian akses Universal MBR

terhadap perumahan, air minum sanitasi yang layak.

Dengan indikator pelaksanaanya meliputi (1) Peningkatan

ketersediaan air baku, (2) Penyediaan akses air minum dan

sanitasi, (3) fasilitasi peningkatan hunian dan penataan

kawasan pemukiman termasuk kawasan kumuh, (4)

Fasilitasi penyediaan hunian layak baru.

Slide - 16

PEMBANGUNAN PERUMAHAN DAN PERMUKIMANFasilitasi Penyediaan Hunian Baru dan Prasarana, Sarana, dan Utilitas (PSU) Pendukung

LEVEL 2

Gambar 9.35

Pembangunan Perumahan Dan Pemukiman Fasilitasi

Penyediaan Hunian Baru dan Prasarana, Sarana, dan Utilitas

(PSU) Pendukung

Sumber : Paparan Direktur Dekonsentrasi, Tugas

Pembantuan Dan Kerjasama (2016)

Page 258: Kecamatan Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah i

242 Kecamatan Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah

Berdasarkan Gambar di atas mengenai penjabaran

arah kebijakan dari Prioritas dan Sasaran Pembangunan

Nasional 2017, merupakan rambu-rambu bagi pemerintah

Kabupaten Pandeglang untuk menyesuaikan konsep

penyelenggaraan pelayanan dasar pada beberapa bidang atas

Urusan wajib dan urusan pilihan pada pelayanan dasar.

Penyesuaian disini dimaksudkan sebagai suatu langkah awal

yang berkelanjutan hingga tahun-tahun pembangunan

berikutnya. Langkah awal tidak hanya pada penyesuaian

konseptual saja namun bagaimana perangkat daerah teknis

beserta perangkat daerah kewilayahan kecamatan mampu

menjalin sinergitas, pengintegrasian atas kapasitas dan

ruang lingkup yang dimiliki.

Dalam hal pendidikan dan kesehatan Informan 23

dari Pusat Telaah dan Informasi Regional mengutarakan

pengalaman keberhasilan Kabupaten Jembrana berikut;

“Pada Tahun 2000 an saya dengan tim pemerintah Aceh ke

Jembrana. Disana memang ada kepala seksi pendidikan dan

kepala seksi kesehatan, seharusnya kan kesos pemerintahan

pemberdayaan masyarakat desa tapi ko bapak kasinya

sektoral jadi kepala seksi yang ada di sana. Jawab

Bupatinya orang yang bertanggung jawab mengurusi

masalah kesehatan di kecamatan ya kasi kesehatan urusanya

bagaimana cara cek kesehatan, bagaimana situasi kesehatan

yang Kepala Puskesmas nggak perlu berangkat sehingga

ambulan tidak perlu menunggu perintah dia. Lebih fokus

pada pelayanan, jadi pelayanan murni sama kepala seksi

pendidikan yakni memastikan bagaimana desa lintas sektor

mendukung apa program-program pendidikan, angka putus

sekolah berkurang, tugasnya adalah memonitor wilayah.

Nanti jam 10.00 kumpul. Berhasil dengan cara itu di

kecamatan negara itu bagus.” (Wawancara, September

2018)

Wawancara tersebut menjelaskan tentang

keberhasilan Kabupaten Jembrana ketika membentuk

kepala seksi pendidikan dan kepala seksi kesehatan di

kecamatan. Jadi pembagian tugasnya kepala seksi

melakukan monitoring, evaluasi dan koordinasi serta

memberikan dukungan dari pelaksanaan program terkait

pendidikan dan kesehatan di desa-desa dan kelurahan,

Page 259: Kecamatan Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah i

Kecamatan Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah 243

kemudian untuk Puskemas lebih difokuskan pada

pelayanan. Dengan seperti itu dinilai cukup berhasil.

Adapun pandangan dari salah seorang camat dari

daerah lain perihal pelimpahan kewenangan bidang

infrastruktur. Informan 28 dari kecamatan Methobi Raya

Kabupaten Lamandau berikut;

“menurut saya dan dari apa yang saya alami, pelimpahan

kewenangan Kepala Daerah kedapa Camat itu tidak bisa

diberlakukan sama untuk setiap kecamatan.... pelimpahan di

bidang infrastruktur belum tentu bisa dilimpahkan kepada

seluruh camat mengingat keluasan wilayah dan rentang

kendali pelayanan. Jadi menurut saya, pemetaan

karakteristik wilayah di setiap kecamatan itu diperlukan

untuk menentukan kewenangan apa saja yang bisa

diserahkan kepada Camat tertentu di Kecamatan tertentu.”

(Wawancara, Oktober 2018)

Wawancara tersebut menjelaskan bahwa selain dalam

pelimpahan kewenangan kepada camat harus

mempertimbangkan aspek karakteristik wilayah kerja

camat. Penekananya adalah, ketika melimpahkan bidang

infrastruktur pada camat harus benar-benar dikaji, karena

tidak semua camat mampu melaksanakan, mengingat

keluasan wilayah dan rentan kendali pelayanan.

Terkait dengan itu diketahui pada awal tahun 2018

sebagai salah satu langkah pemerintah Kabupaten

Pandeglang melakukan penataan ulang kewenangan camat/

Kecamatan guna mengintegrasikan dengan arah kebijakan

nasional penguatan pelayanan dasar. Informan 16 dari

Bagian Organisasi mengatakan;

“Saat ini oleh bagian pemerintahan sedang disusun

peraturan bupati untuk pelimpahan wewenang pada

kecamatan. Kan aturan yang lama masih pake yang UU

Nomor 32 Tahun 2004, yang ini disesuaikan dengan yang

baru. Sekarang prosesnya masih menunggu masukan-

masukan dari dinas kira-kira kewenangan dinas apa saja

yang memungkinkan dibagi dengan kecamatan.”

(wawancara, Mei 2018)

Lebih lanjut Informan 1 dari Bagian Pemerintahan

mengatakan sebagai berikut;

Page 260: Kecamatan Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah i

244 Kecamatan Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah

“Untuk sementara rancangan peraturan bupati tentang

pelimpahan wewenang pada camat masih dalam proses.

Kemarin kita mendapatkan masukan-masukan dari

perangkat daerah yang ada salah satunya yang menjadi poin

penting masalah perizinan. Rekomendasi dari KPK pada

BPMPPTSP untuk perizinan diharapkan cukup satu pintu di

BPMPPTSP saja, karena sistem perizinan kan online. Kalau

kewenangan IMB di kecamatan kan saat ini masih ada.

Kemudian untuk masalah Administrasi kependudukan

memang belum bisa kita perkuat karena memang terbentur

amanat undang-undang harus diselenggarakan oleh Dinas

kependudukan dan catatan sipil. Tapi untuk mengatasi

permasalahan layanan administrasi kependudukan di

kecamatan selama ini Disduk menjadwalkan pelayanan

adminduk melalui mobil keliling ke kecamatan-kecamatan.

Kami sempat mewacanakan juga pembentukan UPTD

Dispenduk. Kaitanya dengan Permendagri Nomor 12 Tahun

2017 untuk sementara kita tetap pada penetapan Korwil

sebagai koordinator UPT satuan pendidikan di kecamatan,

belum ada ke araah merubah struktur kecamatan”

(wawancara, Mei 2018)

Wawancara di atas menjelaskan bahwa saat ini

pemerintah kabupaten pendeglang tengah melakukan

penataan kewenangan camat. Proses dimulai dengan

menghimpun masukan-masukan dari perangkat daerah lain

guna sharing kewenangan yang dianggap relevan dengan

kecamatan. Beberapa poin penting yang seharusnya

pelayanan itu dapat didekatkan dengan masyarakat serta

diperkuat di kecamatan namun terganjal dengan peraturan

perundang undangan. Seperti Administrasi kependudukan,

Undang-undang belum memberikan celah urusan

administrasi kependudukan dilimpahkan pada kecamatan

kecuali pada proses perekaman, dan surat pengantar.

Kemudian pada kewenangan perizinan, rekomendesi dari

KPK bahwa untuk perizinan karena sistem online

diharapkan tetap satu pintu guna mempermudah

pengawasan. Adapun pada kewenangan bidang pendidikan

serta kesehatan sebagaimana momentum ditetapkanya

Permendagri Nomor 12 Tahun 2017 dan juga Peraturan

Pemerintah Nomor 17 Tahun 2018 seharunya disikapi

Page 261: Kecamatan Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah i

Kecamatan Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah 245

sebagai momentum untuk merevitalisasi struktur serta

kewenangan Perangkat daerah kecamatan, namun

Pemerintah Kabupaten pandeglang rupanya belum memilih

itu.

3. Relevansi dan Integrasi Kecamatan Pada Program

Nasional

Program Nasional merupakan merupakan manifestasi

atas RPJMN (Rencana Pembangunan Jangka Menengah

Nasional) dan RPJMN merupakan instrumen, tahapan serta

titik masuk dalam rangka mewujutkan tercapainya tujuan

RPJPN (Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional).

Ketika berbicara tentang negara berati kita berbicara tentang

elemen atau unsur dari negara itu sendiri. Kita ketahui

bahwasanya negara adalah Pemerintah yang berdaulat,

Warga negara/ Masyarakat Sipil, dan wilayah baik secara

georafis maupun wilayah secara antopologis yang menjadi

satu kesatuan wilayah secara Nasional. Pemerintah yang

berdaulat beserta elemen lain yang ada di dalamnya, dalam

kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia terbagi atas

jenjang pemerintahan yang terdiri dari pemerintah pusat

Provinsi dan pemerintah kabupaten/kota. Terkait dengan

perwujudan Program Nasional, hakikatnya adalah sinergitas

hajat nasional, dimana seluruh jenjang penyelengara

pemerintahan bersinergi dengan kapasitas yang dimiliki

dalam rangka mewujudkan cita-cita Program Nasional.

Pemerintah daerah kabupaten/ kota dalam penyelenggaraan

pemerintahan otonom dengan azas desentralisasi,

dekonsentrasi dan tugas pembantuan berkewajiban

mengambil bagian dalam sinergi pembangunan nasional

tersebut, dengan tetap memperhatikan jejaring kemitraan

dengan unsur negara yang lain yang berada dalam wilayah

penyelenggaraan pemerintahanya. Pemerintah Kabupaten

dalam hai ini kabupaten pandeglang melalui uraian

penyelenggaraan pemerintah daerah bersama dengan

birokrasi/Perangkat daerah yang ada, khususnya Kecamatan

sebagai Perangkat Kewilayahan sesuai dengan kapasitasnya

masing-masing wajib memperhatikan prioritas pemba-

ngunan nasional yang ditetapkan oleh pemerintah pusat.

Terkait dengan itu diketahui bahwa pada tanggal 8 Mei

tahun 2018 ini telah ditetapkan Peraturan Pemerintah

Page 262: Kecamatan Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah i

246 Kecamatan Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah

Nomor 17 Tahun 2018 Tentang Kecamatan. Secara eksplisit

pada pasal 7 dijelaskan bahwa Pembentukan Kecamatan

Dalam Rangka Kepentingan Strategis Nasional. Lebih

lanjut ayat (1) menjelaskan bahwa Untuk kepentingan

strategis nasional, Pemerintah Pusat dapat menugaskan

kepada Pemerintah Daerah kabupaten/kota tertentu melalui

gubernur sebagai wakil Pemerintah Pusat untuk membentuk

Kecamatan. Dari penjelasan tersebut dapat diartikan bahwa

pemerintah menaruh ekspektasi yang besar pada kecamatan

bahwa keberadaanya dijadikan sebagai salah satu

instrument terealisasinya cita-cita Program strategi

Nasional.

Adapun yang menjadi prioritas pembangunan

nasional pada tahun 2017 dijelaskan dalam gambar sebagai

berikut ;

Gambar 9.36

Prioritas dan Sasaran Pembangunan Nasional 2017

Sumber : Paparan Direktur Dekonsentrasi, Tugas

Pembantuan Dan Kerjasama (2016)

Prioiritas pembangunan merupakan rangkaian

terintegral dengan Sasaran pembangunan. Dari data pada

Gambar di atas beberapa diantaranya merupakan program

nasional yang dilaksanakan di kabupaten pandeglang,

Seperti KEK (Kawasan Ekonomi Khusus) Tanjung lesung

Kecamatan Panimbang, Pengembangan konektivitas

Nasional yaitu pembangunan jalan tol Serang-panimbang

Slide - 10

• Revolusi Mental• Pembangunan Pendidikan• Pembangunan Kesehatan• Pembangunan Perumahan dan Permukiman

DIMENSI PEMBANGUNAN

MANUSIA

• Kedaulatan Pangan • Kedaulatan Energi dan Ketenagalistrikan• Kemaritiman dan Kelautan• Pariwisata• Kawasan Industri dan Kawasan Ekonomi Khusus (KEK)

DIMENSI PEMBANGUNAN SEKTOR

UNGGULAN

• Pemerataan Antarkelompok Pendapatan• Perbatasan Negara dan Daerah Tertinggal• Pembangunan Perdesaan dan Perkotaan• Pengembangan Konektivitas Nasional

DIMENSI PEMERATAAN DAN KEWILAYAHAN

• Stabilitas Keamanan dan Ketertiban

• Konsolidasi Demokrasi dan Efektivitas Diplomasi

• Kepastian dan Penegakan Hukum

• Reformasi Birokrasi

KONDISI PERLU

Prioritas dan Sasaran PembangunanNasional 2017

Page 263: Kecamatan Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah i

Kecamatan Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah 247

sepanjang 83,6 km guna pendukung proyek KEK tersebut,

kemudian proyek pembangunan bandara banten selatan

yang pada akhirnya dicoret oleh pemerintah pusat karena

suatu anggapan bahwa pemerintah kabupaten Pandeglang

lemah dalam pengawalan PSN (Proyek Strategi Nasional),

Hal tersebut sesuai dengan pendapat salah salah seorang

pengamat kebijakan daerah sebagaimana dikutip dari

(focushflash.co.id 28 Agustus 2017) salah seorang

pengamat kebijakan pembangunan Kabupaten Pandeglang

mengatakan sebagai berikut ;

“.....Kan ada kewajiban rencana aksi yang harus dilakukan

daerah ketika ada proyek strategis dari pusat. Mungkin saja

dinilai ada kelambatan atau kendala-kendala lainya....”

Rencana aksi yang terkendala disini berdasarkan hasil

olah dokumen diketahui bahwa adanya keterlambatan dan

ketidaksiapan pemerintah kabupaten pandeglang membayar

pohon tegak lahan perhutani sobang yang akan dijadikan

lokasi bandara. Lebih lanjut menurut salah seorang Pejabat

Kesekretariatan Provinsi Banten sebagaimana dikutip dari

(Kabar banten.com15 Agustus 2017) terkait dengan

pencoretan tersebut mengatakan bahwa ;

“...Saya kurang tahu, kan progresnya pusat, lahan kan di

perhutani kita engga berhak. Tapi yang terhapus itu bukan

berarti tidak bagus. Pak jokowi ini ingin cepat, Kalau

lambat ya sudah dibelakangin dulu, buat yang baru yang

sudah siap....”

Berkaitan dengan itu adapun ketentuan yang

menyatakan bahwa pemerintah daerah pada dasarnya

berkewajiban memberikan dukungan pada program nasional

sebagaimana Informan 19 dari Direktorat Jenderal Bina

Administrasi Kewilayahan Kementerian Dalam Negeri

mengatakan;

“ … sekarang ada Peraturan Pemerintah Nomor 12 tahun

2017 tentang pengawasan pemerintah daerah. Intintiya

begini di peraturan tersebut kalau pemerintah daerah tidak

mendukung program pemerintah pusat atau tidak

mengindahkan aturan yang ditentukan pemerintah pusat,

maka kementerian dalam negeri bisa memberikan

sanksi….”(wawancara, Oktober 2017)

Page 264: Kecamatan Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah i

248 Kecamatan Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah

Wawancara dan uraian di atas menjelaskan bahwa

dalam segala jenis proyek nasional yang bertempat di

daerah, khususnya Pemerintah Kabupaten Pandeglang pada

dasarnya pemerintah daerah wajib melaksanakan dan

mendukung ketercapaian keberhasilanya. Ketika mengukur

keberhasilan setidaknya bisa dilihat dari bagaimana

kesungguhan dan ketepatan Pemerintah kabupaten

pandeglang dalam menjalankan rencana aksi yang menjadi

porsinya. Dalam hal kasus pencoretan Program Strategi

Nasional bandara di kabupaten pandeglang, yang

diakibatkan rencana aksi pembebasan lahan, disini siapa

yang menjadi ujung tombak pelaksananya, setidaknya

bukan bupati saja, atau bupati dan sekretariat daerah saja,

namun secara jelas keberadaan perangkat daerah

kewilayahan kecamatan yang dipimpin oleh seorang Camat

sebagai kepanjang tanganan Pemerintah kabupaten

pandegalang, setidaknya harus mampu melaksanakan

kewenangan Koordinasi, fasilitasi serta seni

berkoordinasinya dengan prinsip integrasi dan sinkronisasi

pada stakeholder guna membantu Bupati mewujudkan

ketercapaian rencana aksi.

Lebih lanjut terkait dengan rencana penataan

kewenangan camat yang saat ini dilakukan oleh pemerintah

kabupaten pandeglang yang relevan dengan penguatan

kewenangan camat dalam program strategi nasional

sebagaimana dikatakan oleh Informan 1 dari Bagian

Pemerintahan mengatakan;

“Pada realisasi program nasional sejak dulu memang camat

kita libatkan contohnya pembangunan jalan tol serang-

panimbang. Yang memfasilitasi pembebasan lahan,

sosialisasi-sosialisasi pada masyarakat, mengko-

munikasikan dengan masyarakat tentunya camat sebagai

pemilik wilayah yang lebih berkompeten dalam hal itu,

menjelaskan pada masyarakat untuk pengembangan di

wilayahnya. Kalau masalah bandara di panimbang kemarin

selain masalah tingginya harga yang diminta oleh

masyarakat, terpaut jauh dengan penetapan harga yang

ditentukan oleh tim apraisal dari pemerintah pusat sehingga

itu yang menjadi kendala. Kemudian secara administrasi

Gubernur kita nilai lamban menetapkan SK lokasi bandara

sehingga BPN (Badan Pertanahan Nasional) tidak mau

Page 265: Kecamatan Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah i

Kecamatan Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah 249

kalau hanya SK dari menteri, harus SK Gubernur.”

(wawancara, Mei 2018)

Dicoretnya satu proyek nasional tersebut setidaknya

dijadikan pengalaman oleh pemerintah kabupaten

pandeglang dan mungkin pemerintah daerah yang lain

kedepanya untuk dapat menjalankan rencana aksi sebaik

mungkin, yang mana penekanannya, selain pada ketepatan

target juga pada ketepatan kaedah administrasi yang telah

ditetapkan dalam kebijakan petunjuk pelaksanaan dan

teknisnya. Dalam hal ini mungkin juga sebagai pengalaman

camat/kecamatan ketika menjalankan kewenanganya dalam

rencana aksi Proyek Nasional terhadap seni memfasilitasi

serta koordinasinya dengan pihak terkait/ jejaring kemitraan

yang ada.

Pada dasarnya cita-cita dari keberadaan program

strategi nasional adalah memberikan implikasi pada

meningkatnya daya saing pembangunan perekonomian dan

kesejahteraan Masyarakat pada wilayah wilayah yang

dianggap berdampak. Terkait dengan relevansi kapasitas

yang dimiliki oleh camat sebagaimana dikatakan oleh

Informan 12 dari Komisi DPRD Pandeglang sebagai

berikut;

“Jadi memang ada beberapa kecamatan yang harus disiasati

oleh camat itu sendiri karena sesuai dengan potensi lokalnya

memang sangat mumpuni untuk pertumbuhan ekonomi. Itu

kalau camatnya ga mudeng terhadap pekerjaan, kecamatan

itu ya ga maju-maju. Kayak misal nya Carita sebagai basis

dari pariwisata, kalau camatnya ga mudeng ya ga maju-

maju….Jadi begini, saya lihat secara umum misalnya

sebuah daerah bisa maju tergantung leadernya atau bisa

memajukan daerah bukan karena bukan hanya semangat

tinggi saja artinya memang harus dipenuhi oleh konsep-

konsep yang matang. Semangat mengacu kepusat kita

apresiasi memang kita harus ada terobosan tapi kemudian

perencanaannya harus sesuai dengan kondisi lokal

Pandeglang” (wawancara, November 2017)

Hal senada juga dikatakan oleh Informan 21 sebagai

tokoh masyarakat

Page 266: Kecamatan Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah i

250 Kecamatan Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah

“Ada kreatifitasnya, kreatifitas berfikir dan kreatifitas

bertindak, yang saya lihat selama ini memang camat tidak

pernah menjadi manusia yang papuler, karena

popularitasnya kalah dengan bupati atau malah sama kepala

desa, camat itu fungsinya malah lebih administratif. Camat

juga perlu inovasi, ya inovasi apapun ya sesuai dengan

bidang kewenanganya sehingga apa juga bisa memeberikan

kontribusi yang jauh lebih baik bagi pembangunan,

masyarakat dan lainya… saya senang dengan upaya-upaya

pemerinyah pusat. Upaya pemerintah pusat untuk ada

masuk proyek nasional, percepatan pembangunan

peningkatan kesejahteraan. Cuma problemnya buat saya,

peran aktif pemerintah daerah menurut saya masih kurang

untuk ikut mensosialisasikan, atau untuk ikut mengambil

keuntungan dari itu. Misalnya nanti bakal ada proyek

nasional di mana, trus apa yang hendak dilakukan oleh

pemerintah kabupaten itu kan, sehingga apa pertumbuhan

proyek nasional yang ada seiring sejalan dengan daerah.

Kesan yang saya lihat adalah pemerintah kabupaten

pandeglang itu hanya menunggu saja, menunggu apa yang

hendak dilakukan oleh pemerintah pusat pada derahnya.

Apa, misalnya harus ditumbuhkan ekonomi-ekonomi kreatif

seiring dengan munculnya proyek nasional baik di sektor

pariwisata maupun sektor-sektor yang lain. Tapi saya tidak

melihat itu. Pariwisata ya tetep seperti itu, apa yang

dilakukan, ada ngga ekonomi kreatif, ngga ada sama sekali.

Tapi minimalnya apa yang hendak dikembangkan

pandeglang sekarang ini kalau saya melihat tidak jelas. Apa

sih yang hendak dikembangkan pandeglang, hampir tidak

nampak, tidak terasa.” (wawancara, Mei 2018)

C. Faktor-faktor Pendukung dan Penghambat Pelimpahan

Wewenang Bupati Kepada Camat Serta Penyelenggaraan

Kewenangan Camat

Dalam uraian di bawah ini disajikan tentang faktor

pendukung dan penghambat yang ditemukan peneliti dalam

penelitian lapangan, maupun dari penelusuran dokumen yang ada.

1. Faktor Pendukung

a. Bupati Pandeglang memiliki kemauan untuk melimpahkan

kewenanganya atas urusan pemerintahan daerah pada

Page 267: Kecamatan Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah i

Kecamatan Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah 251

camat/kecamatan, hal itu terlihat dari adanya penetapan dan

pelaksanaan beberapa peraturan bupati sebagai berikut;

1) Peraturan Bupati Nomor 24 Tahun 2013 Tentang

Pelimpahan Sebagian Kewenangan Bupati Kepada

Camat

2) Peraturan Bupati Nomor 66 Tahun 2016 tentang

Kedudukan, Susunan Organisasi, Rincian Tugas dan

Fungsi Serta Tata Kerja Kecamatan Dan Kelurahan

b. Perubahan Struktur Organisasi dan Tata Kerja Kecamatan

yang telah berlaku saat ini ditandai dengan ditetapkanya

Peraturan Daerah Nomor 6 Tahun 2016, Peraturan Bupati

Nomor 66 Tahun 2016 telah mengintegrasikan kelurahan

dengan kecamatan dalam satu hirarki struktur organisasi,

dengan itu kecamatan lebih mudah mengendalikan

Kelurahan sebagai ujung tombak pelayanan kepada

masyarakat guna meningkatkan kemudahan penyelengaraan

pelayanan pada masyarakat hingga level dasar.

c. Adanya kemauan dari jajaran perangkat daerah kecamatan

untuk menciptakan pelayanan publik yang lebih fleksibel,

efektif, efisien dan inovatif dengan memotivasi diri jajaran

pelakana di kecamatan untuk memberikan keyakinan serta

membangun penilaian dari masyarakat bahwa pelayanan

yang diselenggarakan kecamatan memiliki standar yang

sama layaknya perangkat daerah teknis, serta lebih unggul,

karena dari aspek jarak relatif lebih dekat dengan

masyarakat dan fleksibel.

Hal tersebut dicontohkan sebagaimana dikatakan oleh

Informan 10 dari Kecamatan Labuan berikut ;

“Kita kalau melakukan pelayanan di sini ngga memandang

jam kerja pak, hari sabtu dan minggu saja ketika masyarakat

membutuhkan layanan pengurusan keterangan seperti

SKTM (Surat Keterangan Tidak Mampu) ya kita layani.

Hari itu ada piket pak di sini. Mau gimana lagi masyarakat

ngga mau tau, maunya senin pagi harus sudah ada...”

(wawancara, Agustus 2017)

Terkait dengan contoh fleksibelnya pelayanan, lebih

lanjut Informan 2 dari Kecamatan Pandeglang mengatakan;

“...Karena PAD pandeglang saat ini masih mengandalkan

dari PBB, kami selalu target kalau masih ada piutang PBB

Page 268: Kecamatan Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah i

252 Kecamatan Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah

kita jemput bola ke masyarakat pa untuk menyampaikan

tagihanya.....” (wawancara, Agustus 2017)

Wawancara tersebut menjelaskan bahwasanya

tindakan fleksibel efektif dan efisien dilakukan oleh

pelaksana dalam memberikan pelayanan pada masyarakat.

Selain hal itu adapun dalam hal memfasilitasi tugas

pembantuan layanan perekaman KTP-el. Sekalipun ada

kendala yang disebabkan kerusakan alat perekaman di

beberapa Kecamatan, namun adanya kemauan dari

kecamatan-kecamatan untuk memberi solusi dengan

mengambil langkah perekaman lintas kecamatan. Hal itu

menandakan bahwa adanya keinginan yang kuat dari

kecamatan-kecamatan yang ada di pandeglang untuk

melakukan sinergi agar penyelenggaraan pelayanan pada

masyarakat tetap berjalan dan tidak lumpuh karena adanya

hambatan.

d. Adanya kemauan menetapkan prosedur yang jelas dari

masing-masing kecamatan terkait penyelengaraan PATEN

sebagai turunan dari Permendagri Nomor 4 Tahun 2010

serta Surat keputusan Bupati Nomor 138/Kep.381-

Huk/2013 Tentang Pembentukan tim teknis penyelengara

PATEN yang disesuaikan dengan kemampuan dan

kecukupan baik dari aspek anggaran, Jumlah SDM dan

Infrastruktur yang dimiliki Kecamatan, serta

mensosialisasilan kepada masyarakat pengguna layanan,

terlebih lagi adanya komitmen diri dari masing-masing

kecamatan untuk menjalankan ketetapan yang dibuat

kecamatan terutana masalah tidak adanya biaya yang

dipungut. Hal itu sebagaimana disampaikan oleh Informan

4 dari Kecamatan Majasari berikut ;

“..... di kantor kecamatan kita bapak bisa lihat prosedur

seperti masyarakat datang masuk loket 1 loket 2 dan loket 3,

jenis layanan apa saja yang bisa diurus di sini kita pampang

di depan loket pelayanan, dan saya selalu tekankan ke

pelaksana pelayanan untuk jangan sampai memungut uang

dari masyarakat yang ngurus pelayanan di sini, karena

aturanya Gratis...” (wawancara, Agustus 2017)

Dari wawancara tersebut, lebih lanjut jika dikaitkan

dengan dokumen penyelengaraan pelayanan administrasi

Page 269: Kecamatan Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah i

Kecamatan Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah 253

terpadu Kecamatan, pada lampiran keputusan dijelaskan

bahwa dari 14 empat belas item pelayanan menyebutkan

ketentuan bahwa pelayanan tidak dipungut biaya. Bahkan

selain itu juga menjelaskan jangka waktu pelayanan yang

rata-rata hanya 10 menit dan maksimal satu minggu pada

layanan yang sifatnya harus dikoordinasikan terlebih dahulu

dengan dinas teknis seperti IMB (Izin Mendirikan

Bangunan). Kemudian jika masyarakat merasa dilayani

tidak sesuai dengan standar pelayanan yang ada, masyarakat

diperkenankan melaporkan pada kontak aduan pada camat.

e. Adanya kemauan Bupati Pandeglang melalui asisten I

bidang pemerintahan memerintahkan jajaran kecamatan

untuk melaporkan kinerja penyelenggaraan kewenangan

kecamatan setiap bulan. Padahal ketentuan dalam Peraturan

Bupati Nomor 24 tahun 2013 kinerja Kecamatan dilaporkan

per 3 bulan. Artinya bupati menginginkan lebih intens

memantau kinerja kecamatan melalui dokumen laporan.

Diketahui adapun poin yang dilaporkan meliputi Kegiatan

Harian Camat, Daftar Hadir/Absensi Pegawai, data

kependudukan, Keadaan Kamtibmas, izin keramaian dan

hiburan, daftar Harga Sembako, pencapaian KB, N.T.C.R,

imunisasi.

f. Adanya kemauan dari Bupati Pandeglang untuk mengelola

jejaring kemitraan pemerintah kabupaten dengan

memperhatikan lokalitas kehidupan sosial, budaya dan

keagamaan masyarakat, sehingga dengan itu penciptaan

sinergitas dapat terwujud, serta harmoni dalam

penyelengaraan pemerintah daerah dapat terjalin. Terkait

dengan itu pada akhirnya dampak yang dirasakan adalah

cukup rendahnya resistensi dari pihak non pemerintah

dalam merespon kebijakan-kebijakan pembangunan yang

ditetapkan Kabupaten Pandeglang, walaupun tetap saja

terjadi dinamika dalam pelaksanaanya. Lebih lanjut ketika

dikaitkan dengan amanat Undang-Undang Nomor 23 Tahun

2014 tentang penyeleng-garaan pemerintahan umum, yang

menyelenggarakan pemerintah umum adalah Pemerintah

Provinsi, Kabupaten kota dan Kecamatan. Dalam hal ini

Kecamatan secara eksplisit ditetapkan sebagai perangkat

wilayah administrasi Pemerintah Pusat. Kendati demikian,

saat ini memang belum ada peraturan turunan yang secara

operasional dapat dijadikan sebagai rujukan untuk

Page 270: Kecamatan Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah i

254 Kecamatan Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah

menyelenggarakan. Namun setidaknya Pemerintah

kabupaten pandeglang sudah cukup terbiasa menjalankan

aktivitas yang relevan penyelenggaraan pemerintahan

umum, khususnya kecamatan. Seperti halnya Camat

menjalankan aktifitas sebagai Ketua Forkopimka yaitu

mengkoordinasikan Babinsa dan babinkamtibmas

kecamatan, Menyelenggrakan Musrenbang RKPD di tingkat

kecamatan yang mana dalam pelaksanaanya mengkomuni-

kasikan dan menjaga harmoni dengan kelompok masyarakat

dan ulama. Terkait dengan itu dalam penyelenggaraan

Musrenbang RKPD menurut Informan 4 dari Kecamatan

Majasari mengatakan;

“....Sebelum ada program pembangunan yang kita jalankan,

atau saat masa perencanaan di sini kita selalu

mengkonsultasikan dengan ulama terlebih dulu, bagaimana

kesesuaianya dengan nilai-nilai islam, bertentangan atau

tidak.....” (wawancara, Agustus 2017)

Wawancara dan penjelasan di atas menjelaskan

bahwa pada tingkat kecamatan kultur kerja yang dibangun

adalah mencari dukungan menjalin harmoni dengan segenap

lapisan masyarakat, seperti halnya mengedepankan fatwa

ulama. Diketahui bahwa masyarakat kabupaten pandeglang

memiliki kecenderungan sebagai entitas masyarakat yang

agamis, sehingga dapat dikatakan bahwa keberhasilan

mengkomuni-kasikan program kerja/program pembangunan

ditentukan seberapa besar tingkat resistensi ulama terhadap

program tersebut.

g. Ditetapkannya, ke 35 perangkat daerah kecamatan ke dalam

tipologi A, hasil penataan kelembagaan tahun 2016 sebagai

tindak lanjut amanat Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun

2016. Dengan hal itu menandakan bahwa standar

kecukupan lembaga seluruh kecamatan dibuat merata.

Standar kecukupan lembaga yang dimaksud meliputi jumlah

SDM, besaran anggaran tentunya dimaksimalkan layaknya

kecamatan betipologi A seperti jumlah pagu indikatif

khusus operasional kecamatan sejumlah Rp 710.757.600,00

pada tahun 2017, kemudian jumlah kepala seksi bisa

dimaksimalkan hingga 5 kepala seksi, sehingga akan

berkorelasi pada akumulasi SDM/Staf pelaksana. Perlu

diketahui bahwa masing-masing kecamatan di pandeglang

memiliki Jumlah penduduk, Kondisi infrastruktur Wilayah

Page 271: Kecamatan Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah i

Kecamatan Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah 255

yang berbeda beda. Berkaitan dengan besaran pagu indikatif

yang merata pada seluruh kecamatan di kabupaten

pandeglang pada dasarnya membuat perbedaan tingkat

kecukupan Camat dan jajaranya dalam mengalokasikan

pada penyelengaraan kecamatan. Dicontohkan dalam hal

perbedaan jumlah penduduk usia dewasa, antara kecamatan

yang jumlah penduduk usia dewasanya banyak dengan yang

tidak. Otomatis akan berhubungan dengan seberapa besar

kuantitas pengadaan belanja barang habis pakai dalam

pelayanan kecamatan seperti berapa jumlah formulir

pengurusan layanan yang diadakan, lalu dalam hal

kecamatan yang mengkoordinasikan desa dengan

membawahi kelurahan, pasti berbeda kuantitas camat dan

jajaranya melaksanakan pembinaan dan pengawasan dengan

penerbitan SPPD (Surat Perintah Perjalanan Dinas). Belum

lagi kecamatan yang jarak ke Ibukota Kabupaten

pandeglang yang berbeda-beda, ada yang jarak dekat,

menengah dan jauh seperti kecamatan labuan tentunya

besaran biaya perjalanan dinasnya berbeda, dan banyak lagi

kesenjangan-kesenjangan atas perbedaan variabel yang

dimiliki. Namun dengan keadaan itu nampaknya tidak

disikapi sebagai hambatan sebagaimana dikatakan oleh

Informan 6 sebagai berikut ;

“....anggaran kabupaten pandeglang itu tidak besar seperti

kota lain paling kecil PAD nya di sini... Untuk kegiatan saja

kuwalahan mengikuti rapat 2-3 kali ke pandeglang, untuk

ongkos saja kuwalahan. Ke pandeglang kan itu jauh dari

sini. Harusnya dalam anggaran juga tidak bisa disamakan,

daerah yang dekat dengan yang jauh kan beda. Cimanuk ke

pandeglang dengan panimbang ke Pandeglang kan beda.

Sepertinya anggaran itu tidak jauh beda…..kita memaklumi

karena memang anggarannya juga terbatas.” (wawancara,

Agustus 2017)

Wawancara di atas menjelaskan korelasi antara

perbedaan Variabel masing-masing kecamatan dengan

kesamaan besaran anggaran tidaklah sampai dijadikan

masalah oleh perangkat kecamatan dalam menyelengarakan

kewenanganya. Spiritnya adalah menyelesaikan program-

program dan pekerjaan yang sudah ditetapkan sekalipun

dengan kondisi anggaran yang terbatas.

Page 272: Kecamatan Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah i

256 Kecamatan Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah

2. Faktor Penghambat a. Keberadaan Peraturan Bupati Nomor 24 Tahun 2013 masih

belum adaptif terhadap perkembangan peraturan perundang-

undangan pemerintahan daerah yang berlaku saat ini. Perlu

diketahui bahwasanya Peraturan Bupati tersebut ditetapkan

dan diundangkan pada saat masih berlakunya Undang-

Undang Nomor 32 Tahun 2004. Namun semenjak

Pemerintah Kabupaten Pandeglang melaksanakan Undang

Undang Nomor 23 tahun 2014 beserta turunanya seperti PP

Nomor 18 Tahun 2016 Tentang Organisasi Perangkat

Daerah, bupati belum menetapkan penyesuaian peraturan

yang mengatur tentang kewenangan camat/kecamatan.

Ditambah lagi Peraturan Bupati Nomor 24 Tahun 2013

masih bersifat generik, belum spesifik mengatur perbedaan

karakteristik masing masing kecamatan secara asimetris.

Hal itu dapat dicontohkan seperti perbedaan beban kerja

kecamatan yang hanya membawahi kelurahan, kecamatan

yang membawahi kelurahan dan desa ada serta kecamatan

yang seluruhnya terdiri dari desa. Kemudian adapun salah

satu kecamatan yang masuk dalam zona Program strategi

Nasional seperti Kecamatan Panimbang, tentunya dengan

hal itu berkonsekuensi pada perbedaan beban kerja dalam

menjalankan kewenanganya. Berkaitan dengan bersifat

umumnya peraturan bupati tersebut dikatakan Informan 6

dari Kecamatan Panimbang sebagai berikut:

“......Ini kan sifatnya umum pak tidak ada yg kehususan,

kaya paten ini semua. Tidak ada kewenangan kusus di

seluruh kecamatan di pandeglang ini,,,, klo yang umum-

umum kalau bapak sudah ke pandeglang sama dengan di

sini, yang disini yang berbeda mungkin tentang kawasan

jadi tugas pembantuan camat itu adalah melakukan

koordinasi dengan pihak KEK ya kalau gak salah, disini

sudah ada koordinatornya, tanjung lesung itu ibu Jois, saya

sifatnya koordiasi, tidak ada kewenangan khusus camat

panimbang berkenaan dengan KEK tapi hanya melakukan

koordinasi.” (wawancara, Agustus 2017).

Dari wawancara dan penjelasan tersebut di atas

diketahui bahwa, mengingat sifat kewenangan yang

dilimpahkan generik/umum, camat diharapkan memiliki

inisiatif dan kepekaan untuk membaca dan mengidentifikasi

Page 273: Kecamatan Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah i

Kecamatan Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah 257

karakteristik di wilayah kerjanya dalam melaksanakan

kewenangan yang dimiliki, serta melaporkan hasil

kinerjanya secara periodik pada Bupati. Untuk kecamatan

panimbang sebagai zona Program Strategi Nasional KEK

(Kawasan Ekonomi Khusus) diperlukan koordinasi dengan

perangkat daerah Administrator KEK (Kawasan Ekonomi

Khusus), hal itu dimaksudkan untuk menghindari terjadinya

ketumpang tindihan.

b. Dari hasil olah data observasi dan dokumen laporan camat/

kecamatan dirasa masih belum cukup merepresentasikan

seluruh kewenangan yang telah dilimpahkan. Diduga terjadi

pendikotomian substansi kewenangan yang wajib dan tidak

untuk disusun pelaporanya. Terkait hal itu dicontohkan

pelaporan bulanan pada bulan Juli 2017 di salah satu

kecamatan, dari uraian yang ada diketahui kecenderungan

aktifitas pasif. Pasif dimaksudkan seperti hanya pada

menghadiri undangan-undangan dari instansi/pihak terkait,

namun tidak lebih pada aktif mendatangi sekalipun tanpa

adanya undangan. Contohnya pada bidang kepariwisataan,

apakan camat memiliki kewenangan yang cukup luas untuk

menyelenggarakan kewenanganya. Diamanatkan dalam

Peraturan Bupati Nomor 24 Tahun 2013 bahwa Camat

berwenang;

1) Fasilitasi dan koordinasi pelaksanaan program aksi

bidang pariwisata yang melibatkan masyarakat;

2) Fasilitasi dan koordinasi pelaksanaan pengumpulan data

bidang pariwisata;

3) Fasilitasi dan koordinasi monitoring dan evaluasi

pengendalian bidang pariwisata;

4) Fasilitasi dan koordinasi, monitoring dan evaluasi

pengendalian bidang pariwisata yang melibatkan

masyarakat

5) Fasilitasi dan koordinasi pelaksanaan, monitoring dan

pelaporan terhadap bidang pariwisata yang ada di

lokasinya

Berdasarkan penjelasan poin a hingga poin e di atas,

sebetulnya operasionalisasi kewenangan pada bidang

pariwisata merupakan suatu hal yang dapat diinisiasi oleh

kecamatan tanpa adanya undangan terlebih dahulu ataupun

bereaksi setelah ada program kerja dinas teknis

kepariwisataan. Pada poin e dijelaskan bahwa camat

Page 274: Kecamatan Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah i

258 Kecamatan Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah

memiliki kewenangan atas pelaporan terhadap bidang

pariwisata yang ada di lokasinya. Namun fakta yang terjadi

hal itu belum dilakukan sekalipun wilayah kerja kecamatan

tersebut banyak terdapat objek-objek wisata strategis, dan

sedang berprogres dalam program strategi nasional. Jika

perspektifnya tidak dirubah dan tetap kurang proaktif dalam

operasionalisasi penyelenggaraan kewenangan. sejatinya hal

itu akan berdampak pada efektifitas keberadaan

camat/kecamatan sebagai daya dukung bupati dalam

mewujudkan penyelenggaraan pemerintahan daerah yang

berdaya saing.

c. Kurang adanya kemauan melakukan revitalisasi kecamatan.

Diketahui pada awal tahun 2018 hingga peneliti melakukan

pendalaman pada bulan Mei 2018 ini sedang berproses

penataan ulang kewenangan kecamatan. Penataan ulang

dilakukan mengingat perlunya penyesuaian-penyesuaian

dengan Undang-undang Nomor 23 tahun 2014. Dari hasil

penelitian diketahui bahwa (1) Telah ditetapkanya Peraturan

Pemerintah Nomor 17 Tahun 2018 Tentang Kecamatan

namun dalam dinamika penyusunan kewenangan camat

perihal perizinan yang direncanakan tidak dilimpahkan lagi

pada kecamatan sebetulnya kurang relevan dengan amanat

PP tersebut (2) Keberadaan Permendagri Nomor 12 Tahun

2016 yang salah satu poinya mengeliminir jabatan struktural

UPTD pendidikan dan kesehatan tidak dimanfaatkan untuk

mengalihkan fungsi pelayanan tersebut guna memperkuat

baik struktur maupun kewenangan kecamatan, (2) Dalam

rancangan penataan kewenangan kecamatan IMB

direncanakan akan dikembalikan kewenanganya pada

BPMPPTSP mengingat rekomendasi dari KPK bahwa

perizinan harus satu pintu. (3). Pelayanan administrasi

kependudukan tidak memungkinkan diperkuat di kecamatan

mengingat Undang-Undang tidak memberikan kemung-

kinan untuk itu. Undang-undang menghendaki pelayanan

administrasi kependudukan tetap dilaksanakan di Dinas

Kependudukan dan Catatan Sipil. (4) Direncanakan

kewenangan yang dilimpahkan masih bersifat generik atau

dengan kata lain tidak dilimpahkan dengan sistem asimetris.

d. Berdasarkan hasil olah data dokumen Rencana Strategis

Tahun 2016 sampai dengan 2021 Kecamatan Panimbang.

Hasil identifikasi isu-isu strategis yang dianggap dapat

Page 275: Kecamatan Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah i

Kecamatan Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah 259

mempengaruhi pencapaian kinerja penyelenggaraan

kewenangan camat/kecamatan meliputi: (1) Sumber daya

manusia yang belum profesional, (2) Sarana dan prasarana

yang belum lengkap sesuai dengan kebutuhan, (3)

Administrasi yang belum tertib, (4) Kurangnya kesadaran

dan peran aktif masyarakat akan program yang

dilaksanakan.

e. Berkaitan dengan kewenangan camat/kecamatan dalam

pembinaan dan pengawasan penyelenggaraan pemerintahan

desa khususnya pada realisasi dana desa di setiap tahun

anggaran. Dalam hal ini dari hasil penelitian diketahui

berkaitan dengan Penetapan Peraturan Bupati Nomor 6

Tahun 2017 tentang pedoman umum pelaksanaan dana desa

yang salah satu substansinya yang dipertegas dengan surat

edaran menetapkan 10 sepuluh pembangunan prioritas

diantaranya Pembangunan taman pintar, posyandu, embung

desa, jalan desa, BUMDes, Tempat pembuangan sampah,

sarana olahraga desa, satu desa satu produk, perikanan serta

wisata/air bersih. Di satu sisi Surat Keputusan Bupati/

Peraturan Bupati merupakan kebijakan serta legitimasi yang

harus dilaksanakan dan dikawal oleh birokrasi atau

tingkatan pemerintahan yang ada di bawahnya seperti

halnya desa. Apalagi spesifik kebijakan tersebut mengatur

tentang substansi penyelanggaraan pemerintahan desa.

Namun dalam konteks negara demokrasi, mengkritisi

sebuah kebijakan bukan suatu hal yang dilarang atau

bertentangan dengan konstitusi. Sekalipun idealnya

pemerintah desa seharusnya menjalankan kebijakan terlebih

dahulu, dan mengkritisi ketika ternyata dalam

pelaksanaanya ternyata banyak bertentangan dengan kondisi

di lapangan. Apa lagi kebutuhan desa di Pandeglang

tersebut berbeda-beda karena kondisi geografis dan

infrastruktur dasar. Lebih lanjut salah satu Informan dari

Majlis dewan mengatakan :

“Terbitnya Perbup tersebut di saat RKPDes (Rencana Kerja

Pembangunan Desa) sudah terbentuk melalui musyawarah

bersama masyarakat Desa, yang secara otomatis akan

menimbulkan kegaduhan dimasyarakat. Karena apa yang

sudah direncanakan dan diusulkan tidak terlaksana lantaran

harus memprioritaskan pembangunan 10 item yang tertera

Page 276: Kecamatan Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah i

260 Kecamatan Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah

dalam SE Bupati sebagai turunan Perbup Nomor 6 Tahun

2017,”

Wawancara tersebut menjelaskan bahwa jika yang

menjadi alasan yang pertama adalah perencanaan di desa

sudah berjalan sehingga dikawatirkan akan menimbulkan

kegaduhan, dan yang kedua karena perbedaan geografis dan

infrastruktur dasar yang dibutuhkan masyarakat. Itu semua

merupakan hambatan serta tantangan camat/kecamatan agar

pengalaman tentang resistensi pra implementasi perbup oleh

internal/desa tidak terjadi lagi, jika memang kelalaianya

terletak pada camat yang tidak menjembatani Bupati dengan

segenap kewenangan yang dimilikinya.

Berkaitan dengan itu pada dasarnya ketika menengok

tentang kelaziman dalam tata pemerintahan desa bahwa RPJMDes

merupakan acuan kegiatan pembangunan di desa selama 6 tahun

atau setara dengan masa jabatan kepala desa terpilih. Tidak

dibayangkan apakah yang akan terjadi ketika pemerintah desa

yang memiliki otonomi harus menjalankan instruksi administrasi

seperti halnya surat edaran atas Peraturan Bupati Nomor 06 Tahun

2017 dari pemerintah kabupaten yang mana substansinya

bertentangan dengan pokok-pokok rencana pembangunan yang

sejak awal telah ditetapkan oleh Kesatuan hukum desa dan

masyarakat di dalamnya. Hal itu sebagaimana dikatakan oleh

Informan 15 dari unsur pendamping desa sebagai berikut ;

“....turunya surat edaran tentang 10 progam prioritas

pembangunan desa yang sempat ada penolakan kemarin itu

selain memang karena ada desa yang dilihat dari

karakteristiknya tidak membutuhkan seperti embung, juga

karena bertentangan dengan RPJMDes serta hasil

Musyawarah perencanaan pembangunan desa, walaupun

bisa juga desa melakukan review untuk menyesuaikan

dengan instruksi dari surat edaran tersebut.....” (wawancara,

Agustus 2017)

Kenyataan yang terjadi pada akhirnya Peraturan Bupati

Nomor 6 Tahun 2017 serta surat edaran dengan 10 sepuluh

prioritas pembangunan yang diamanatkan tetap dilaksanakan oleh

seluruh desa. Dengan segenap permasalahan yang telah

dipaparkan, sebelumnya lebih lanjut ditemukan ketidaksesuaian

pelaksanaan realisasi pembangunan fisik dana desa anggaran 2017

Page 277: Kecamatan Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah i

Kecamatan Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah 261

sehingga ada himbauan yang diberikan oleh pihak inspektorat

sebagaimana dikatakan oleh Informan 13 dari Desa Mekar Jaya

mengatakan;

“.....Dari dana desa kita diperiksa oleh inspektorat , ada

temuan itu juga. Pernah ada kendala yaitu ada temuan dana

desa dipegang seseorang yang saya kasih leluasa dan ada

masalah tetap saya sebagai kepala desa yang harus

bertanggung jawab. Kurang dan kelebihan dana bisa

menjadi temuan. Ada bahasa swadaya. Banyaknya swadaya

ada di RAPBDes, entah tenaga, tanah. Nah kalau sekarang

yang menjadi kesulitan itu adalah tanah yang dihibahkan

untuk posyandu, taman bacaan. Kecuali desa itu punya

tanah sendiri atau tanah bengkok kita bisa terpisah...”

(wawancara, Agustus 2017)

Berkaitan dengan itu menurut Informan 7 dari Kecamatan

Panimbang sebagai pelaksana pembinaan dan pengawasan

pembangunan fisik dana desa mengatakan ;

“.....berkaitan dengan dana desa di kecamatan.... khususnya

10 sepuluh program pembangunan sesuai surat edaran

bupati pandeglang agar mengacu pada prototype gambar

yang ada, agar tercipta keseragaman dan kualitas

bangunan....” (wawancara, Agustus 2017)

Dari wawancara tersebut dapat diketahui bahwa penilaian

ketidak sesuaian dari hasil pemeriksaan inspektorat terhadap

realisasi fisik dana desa di salah satu desa tersebut, setidaknya

dijadikan sebagai pengalaman oleh tim monitoring kecamatan

untuk lebih mengintensifkan pembinaan dan pengawasan sebagai

tindakan prefentif pra realisasi pembangunan fisik dana desa,

khususnya pada desa yang tercatat pernah memperoleh teguran

dari inspektorat. Pra realisasi disini dimaksudkan agar aparat desa

sebagai PTPKD (Pelaksana Teknis Pengelolaan Keuangan Desa)

memiliki kesamaan persepsi dengan tim pembina dan pengawas

dari kecamatan terhadap peraturan dan ketatalaksanaanya yang

berlaku.

Jika dikaitkan pendapat dari informan-informan, peristiwa

serta persepsi peneliti terhadap penolakan instruksi dalam surat

edaran atas Perbup 6 Tahun 2017 oleh APDESI dengan dalih

perbedaan karakteristik desa berbeda pula prioritas pembangunan

fisiknya, kemudian asumsi peneliti tentang kapasitas camat untuk

Page 278: Kecamatan Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah i

262 Kecamatan Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah

menjembatani antara pemerintah desa dengan kabupaten melalui

melalui kewenangan yang dimilikinya, sehingga terjadi penolakan

dari APDESI, dan adanya beberapa desa yang pernah ditegur oleh

kecamatan akibat terlambatnya realisasi berdasarkan hasil Monev

yang dimungkinkan akibat kesetengah hatian dalam melaksanakan

realisasi. Maka dari itu semua dapat ditarik sebuah

penyederhanaan bahwa diduga terjadi keberpihakan aktor

pelaksana dalam hal ini adalah camat/kecamatan terhadap

keberadaan 10 program prioritas dari surat edaran turunan

Peraturan Bupati Nomor 6 tahun 2017 tersebut. Terkait dengan hal

itu, isu obyektifitas dan profesionalitas birokrasi dalam

penyelenggaaraan pemerintah daerah menjadi penting untuk

dibangun di kabupaten pandeglang. Hal itu terkait dengan petikan

orasi pada unjuk rasa gabungan LSM (Lembaga Swadaya

Masyarakat) Rabu 13 September 2017 terhadap isu

pengesampingan profesionalitas, independensi, dalam proses

lelang sebagai berikut:

“.....Kami menduga kuat bahwa.....diduga melakukan

korporasi dengan pihak-pikah tertentu pada proses lelang,

yakni mengesampingkan profesionalitas kerja dan

obyektifitas dalam proses lelang, sehingga ini adanya

indikasi pada keberpihakan pada pihak-pihak tertentu...”

Pada dasarnya hakikat penyelenggaraan pemerintahan

daerah adalah mewujudkan kesejahteraan rakyat/masyarakat dan

daya saing daerah. Birokrasi dalam hal ini perangkat daerah

termasuk kecamatan, pemerintah desa dan aktor-aktor

pelaksananya diharapkan memegang teguh nilai-nilai

profesionalitas dalam segala aspek. Dalam konteks perangkat

daerah kecamatan, dituntut memiliki independensi dan

profesionalitas dalam menyelenggarakan kewenanganya sebagai

bagian dari birokrasi penyelengaraan pemerintahan daerah.

Independensi dan profesionalitas salah satunya dapat

dimanifestasikan dengan memberikan koreksi pemberi wewenang

yaitu Bupati, serta kepada pemerintah desa yang dikoodirnasikan

dalam rangka mengartikulasikan kebutuhan masyarakat.

*****

Page 279: Kecamatan Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah i

Kecamatan Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah 263

BAB X

PENUTUP

Berdasarkan hasil analisis data dan pembahasan pada bab

sebelumnya, maka dapat ditarik beberapa kesimpulan sebagai

berikut:

(1) Pelimpahan wewenang bupati (kepala daerah) kepada camat

serta penyelenggaraan kewenangan camat dapat terselenggara

efektif tergantung pada beberapa faktor. Bahwa wewenang

yang dilimpahkan (1) Didasarkan pada adanya integrasi

perangkat daerah dan perangkat wilayah dalam kedudukan

kecamatan, (2) Spesifik terhadap karakteristik, kebutuhan

penguatan pelayanan dan keberadaan program nasional pada

wilayah kecamatan, (3) Mewajibkan camat untuk kreatif dan

inovatif (4) Memiliki kepastian atas terpenuhinya kecukupan

kelembagaan (5) Ada komitmen dari bupati untuk konsisten

melakukan monitoring dan evaluasi kinerja kewenangan camat.

Diketahui di kabupaten pandeglang, wewenang yang

dilimpahkan bupati kepada camat dalam kedudukan kecamatan

sebagai perangkat daerah otonom sifatnya generik, belum

merepresentasikan karakteristik dan kebutuhan wilayah

kecamatan. Wewenang yang diatur dimaksudkan merupakan

peraturan Bupati yang ditetapkan pada tahun 2013 lalu dan

masih diberlakukan hingga saat ini. Dengan kondisi seperti itu,

ditambah dengan tidak didukung kecukupan kelembagaan,

akhirnya berimplikasi pada penyelenggaraan kewenangan

camat yang tidak berjalan efektif, disamping juga camat kurang

kreatif dan inovatif untuk menyelenggarakan kewenangan di

tengah keterbatasan yang ada. Bupati (kepala daerah) juga

kurang konsisten dalam monitoring dan evaluasi kinerja camat.

Kemudian dalam kedudukan kecamatan sebagai perangkat

perangkat wilayah administrasi, memang belum dilimpahkan

oleh bupati, mengingat landasan operasional berupa Peraturan

Pemerintahan belum ditetapkan oleh Presiden, karena di

dalamnya menyangkut operasionalisasi dan kepastian

dukungan APBN. Adapun solusi dari Pemerintah yakni

pendanaan penyelenggaraan pemerintahan umum dengan

APBD. Mengingat terbatasnya kemampuan APBD maka

bupati belum mengambil langkah itu. Selain daerah yang

Page 280: Kecamatan Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah i

264 Kecamatan Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah

seharusnya memiliki inovasi dalam rangka menjalankan

amanat penyelenggaraan pemerintah umum, seperti halnya,

membagi kewenangan serta anggaran Bakespangpol untuk

diselenggarakan kecamatan, namun jika kondisi ketidak pastian

tersebut berkepanjangan, maka akan muncul frame bahwa

pemerintah dalam hal ini Presiden tidak menjalankan amanat

Undang-Undang.

(2) Pelimpahan wewenang bupati (kepala daerah) kepada camat

serta penyelenggaraan kewenangan camat dapat terselenggara

efektif apabila batas-batas wewenang yang diatur akomodatif

terhadap (1) Amanat perubahan peraturan perundang-undangan

yang berlaku, (2) Karakteristik wilayah dan arah kebijakan

penguatan kecamatan pada pelayanan publik, (3) Relevansi

kecamatan pada orkestrasi program pembangunan nasional.

Diketahui bahwa batas-batas wewenang camat yang diatur

dalam peraturan bupati yang masih berlaku hingga saat ini,

sudah cukup jelas, namun kewenangan yang diatur tidak

akomodatif terhadap perubahan peraturan perundang-undangan

yang berlaku, baik itu kewenangan atas urusan pemerintahan

daerah, maupun dalam penyelengaraan pemerintahan umum.

Pada masa transisi penerapan undang-undang pemerintahan

daerah seperti saat ini, dimana belum ada kejelasan landasan

operasional penyelengaraan pemerintahan umum yang

ditetapkan pemerintah. Dengan kondisi seperti itu bupati juga

terlihat belum melakukan terobosan apapun. Lebih lanjut

berkaitan dengan karakteristik kewilayahan, arah kebijakan

penguatan kecamatan pada pelayanan publik serta keberadaan

program strategi nasional seperti kawasan ekonomi khusus

(KEK) dan lain-lain, dalam pengaturan yang sudah ada tidak

akomodatif. Selain itu adapun rancangan pengaturan

kewenangan camat yang sedang disusun, diketahui bahwa hal-

hal seperti karakteristik kewilayahan, arah kebijakan penguatan

kecamatan pada pelayanan publik serta keberadaan program

strategi nasional juga terlihat belum dielaborasikan.

(3) Faktor pendukung dan penghambat dalam pelimpahan

wewenang bupati (kepala daerah) kepada camat serta

penyelenggaraan kewenangan camat perlu diperkuat dengan

strategi yang meliputi: Komitmen untuk merestrukturisasi

kelembagaan kecamatan; Menyesuaikan pengaturan wewenang

camat berdasarkan amanat peraturan perundang-undangan

yang berlaku; Melimpahkan wewenang secara spesifik

Page 281: Kecamatan Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah i

Kecamatan Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah 265

berdasarkan karakteristik, kebutuhan pelayanan publik dan

keberadaan program strategi nasional di wilayah kecamatan.

Selain itu mewajibkan camat untuk kreatif dan inovatif; serta

memberikan jaminan (kepastian) pemenuhan kecukupan

kelembagaan secara proporsional.

Diketahui bahwa kewenangan yang dilimpahkan bupati kepada

camat dalam penyelenggaraanya belum efektif. Sebetulnya

walau belum efektif, dengan sudah adanya kewenangan yang

dilimpahkan di tahun 2013 lalu (Peraturan Bupati Nomor 24

Tahun 2013) menggambarkan bahwa bupati (Bupati saat

periode itu) memiliki kemauan untuk melimpahkan, serta

adanya kemauan camat dalam menyelenggarakan (hingga saat

ini). Namun pada masa transisi penerapan Undang-Undang 23

Nomor Tahun 2014 dari Undang-Undang Nomor 32 Tahun

2004, dengan kondisi penyelenggaraan kecamatan yang

tergolong inefektif, Bupati kurang memiliki komitmen untuk

merestrukturisasi kelembagaan kecamatan, seolah tidak ingin

bergegas dari masa transisi. Padahal cukup banyak faktor -

faktor yang melemahkan kelembagaan kecamatan seperti

kewenangan yang generik, kondisi kecukupan kelembagaan

belum terpenuhi secara proporsional, adanya arah kebijakan

penguatan pelayanan publik serta keberadaan program strategi

nasional yang belum terakomodir. Dimana jika faktor-faktor

tersebut tidak diperkuat melalui restrukturisasi kelembagaan,

maka akan semakin memberikan implikasi terhadap

inefektifnya penyelenggaraan kecamatan. Tentunya untuk hal

itu perlu adanya komitmen dari Bupati.

(4) Model ideal Pelimpahan wewenang Bupati (Kepala Daerah)

kepada Camat yang direkomendasikan merupakan rencana aksi

kepala daerah/pemerintah daerah untuk melakukan

restrukturisasi kelembagaan kecamatan guna mewujudkan

efektifitas penyelenggaraan kecamatan sebagai Perangkat

daerah otonom dan perangkat wilayah administrasi

penyelenggaraan pemerintahan umum yang secara efektif

berkontribusi sebagai daya dukung penyelenggaraan

Pemerintahan Daerah.

*****

Page 282: Kecamatan Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah i

266 Kecamatan Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah

DAFTAR PUSTAKA

A. De Smet et al, 2016. The delegated authority model misused as

a strategy of disengagement in the case of climate change.

Ethics & Global Politics, Vol. 9, 2016

Abbott, Kenneth W.et al, 2015. Two Logics of Indirect

Governance: Delegation and Orchestration. British

Journal of Political Science / FirstView Article / July

2015, pp 1 – 11 DOI: 10.1017/S0007123414000593,

Published online: 21 July 2015

A.F. Stoner James, 2000. Management, Sixth Edition, Prentice

Hall International, Inc.

Alwasilah, A, Chaedar, 2002. Pokoknya Kualitatif : Dasar-dasar

Merancang dan Melakukan Penelitian Kualitatif.

Bandung : PT Dunia Pustaka Jaya dan Pusat Studi Sunda.

Angelino, A.D.A.de Kat, 1931. Colonial policy. Tr.G.J. Renier.

The.Haugue: N.Nijhoff

Assuncao, Simao de, 2014. Pemerintahan Umum dan Kepala

Daerah. Jakarta: Jurnal Ilmu Pemerintahan Edisi 44

Tahun 2014.

Banten prov, 18 Nov 2016, Mayoritas Camat di Pandeglang Tak

Tahu Persoalan di Daerahnya. diperoleh 11 April

2017,dari, https://bantenprov.go.id

Bantenhits, 25 Maret 2017, Pendamping Desa di Pandeglang

Akan Adukan Konsultan Independen. diperoleh,15

September 2017 dari, http://www.tangeranghits.com

_______, 11 November 2015. Ulama, Santri dan Masyarakat

Banten Tolak Investor Air Minum PT Tirta Fresindo Jaya.

diperoleh 18 September 2017 dari, http://www.

tangeranghits.com

Page 283: Kecamatan Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah i

Kecamatan Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah 267

Banten`News, 12 Desember 2017, Dana Desa Pandeglang Tahap II

Siap Ditransfer ke Kas Desa, diperoleh 26 Desember 2017

dari, https://www.bantennews.co.id

Bantenraya, Jumat, 24 Mei 2014. Kecamatan Jadi Simpul

Pelayanan. diperoleh 11 April 2017,dari, http://banten

raya.com

Bantentribun, Senin, 26 Februari 2018. Kecamatan Pandeglang

Gelar Musrenbang Tahun 2018. Diperoleh 2 Mei 2018

dari, http://bantentribun.id

Bastian, Indra, et.al., 2014. Akuntansi Kecamatan dan Desa.

Tangerang Selatan : Universitas Terbuka.

Beritasatu, Minggu, 25 September 2016. 539 KK di Pandeglang

Dapat Dana Bantuan Rumah Salah satu proyek

pembangunan rumah. (investor daily/edorusyanto).

diperoleh 18 September 2017 dari http://www.

beritasatu.com

Bungin, Burhan (ed.), 2003. Metodologi Penelitian Kualitatif:

Aktualisasi Metodologis ke Arah Ragam Varian

Kontemporer. Jakarta : PT. Radja Grafindo Persada.

Budiyanto, Nur, M, 2009. Reformasi Administrasi Pemerintahan

Lokal dalam Pelayanan Publik di Indonesia. Demokrasi

Vol. VIII No. 1 Th. 2009.

Boonsiri,Karn & Phiritasamith, Sucheep, 2016. Development of

Participative Management of Subdistrict Administrative

Organizations in Songkhla Province. International

Journal of the Computer, the Internet and Management

Vol.24 No.2 (May - August, 2016) pp. 64-68.

Butsankom, et.al, 2016.The Development Effectiveness

Management Modelfor sub-district secondary school.

Academic Journals.Vol 11 (19).

Page 284: Kecamatan Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah i

268 Kecamatan Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah

Bogdan, Robert and Steven J Taylor, 1992. Introduction to

Qualitative Research Methods. Surabaya : Alih Bahasa

Arif Furchan. Edisi Kesatu, Usaha Nasional.

Burns, Danny, et.al, 1994. The Politic of Decentralization,

Revitalising Local Democracy. Hongkong : MacMillan.

Caiden, G. E. 1991. Administrative Reform Comes of Age. New

York: Walter de Gruyter.

Centre, Mathai J,2002. Decentralised Planning and Transfer of

Development Functions: A Study of Thrissur District.

Thesis. Department of Economics : University of Calicut.

Cheema, G Shabbir & Rondinelli, Dennis A, 1983.

Decentralization and Development. Sage Publication,

Inc.

Cohen, J.M. & Peterson, S. B. 1999. Administrative

Decentralization : Strategies for Developing Countries

Connecticut : Kumahan Press.

Conyers, D. 1986. Decentralization and Development : a

framework for analisis : Community Development Jurnal,

Vol. 21 number 2, April, 88-100.

Creswell, John W, 1994. Research Design: Qualitative and

Quantitative Approaches. Thousand Oaks : SAGE

Publications.

Davis, Ralph C, 2001. Fundamentals of Top Management.Tokyo:

kokusha Company Ltd.

Dawoody, Alexander R, 2015. Public Administration and Policy

in the Middle East. Marywood University Scranton,

PA,USA.

Denzin, Norman K. Denzin dan Yvonna S. Lincoln (eds.), 2009.

Hanbook of Qualitative Research. Penerjemah Dariyatno.

Yogyakarta : Pustaka Pelajar.

Page 285: Kecamatan Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah i

Kecamatan Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah 269

Dharmawan, Hadi, A, 2008. Reposisis Ketata Pemerintahan

Kecamatan. Bogor : Pusat Studi Pembangunan Pertanian

dan Pedesaan.

Dore, J and J, Woodhill, 1999. Regionalism, Sustainable Regional

Development (Executive Summary of the Final Report),

Greening Australia, p.15 -18.

Dryzek, John S, 1982. Policy Analysis as A Hermeneutic Activity.

In Policy Sciences, 14 (1982).

Dwiyanto, Agus, et,al, 2008. Reformasi Birokrasi Publik di

Indonesia. Yogyakarta: PPSK - UGM.

Emerick, Mayer N, et, al, 2004. Decentralisation Of Service

Delivery As Adopted By The Central District Counsil At

Bostawa. Journal Public Administration & Development;

Aug 2004; 24, 3; ABI/INFORM Collection pg. 225.

Fakta banten, 7 Maret 2017. Apdesi Kabupaten Pandeglang Sebut

Perbup Nomor 6 Tahun 2017 Tidak Relevan. diperoleh 18

September 2017 dari, http://faktabanten.co.id

Faktapandeglang, 26 November 2017. Camat Panimbang Ngaku

Tak Tahu Soal Izin Batching Plant. diperoleh 8 Mei 2018.

http://faktapandeglang.co.id

FAO, 2006. Understand, Analyse and Manage a Decentralization

Process Institutions For Rural Development, Rome.

Faozan, Haris, 2014. Ragam Model Struktur Organisasi

Kecamatan Berbasis Pelayanan Publik, Jurnal

Administrasi Publik PKP2A II LAN Makassar

F.L,Whitney, 1960.The Elements of Resert.Asian Eds. Osaka:

Overseas Book Co.

Goggin, Malcolm L,et, al., 1990. Implementation, Theory and

Practice: Toward a Thid Generation, Scott, Foresmann

and Company, USA.

Page 286: Kecamatan Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah i

270 Kecamatan Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah

Gera, Weena JS, 2008. Central Bureaucratic Supervision and

Capacity Development in Decentralization: Rethinking the

Relevance of the Department of Interior and Local

Government of the Philippines, dalam Forum of

International Development Studies No.37, September,

Nagoya University: GSID.

Gifford and Pinchot, Elizabeth, 1993. The End of Bureaucracy

and The Rise of The Intelligent Organization, San

Fransisco : Barret-Koehler Publishers.

Hahn-Been, Lee, 1976. Bureaucratic Models and Administrative

Reform, in The Management of Change in Government. A.

F. Leemans (ed), Martinus Nijhoff. The Hague: Institute

of Social Studies.

Hamudy, Ilham, A, 2009. Peran Camat di Era Otonomi Daerah.

Bisnis & Birokrasi, Jurnal Ilmu Administrasi dan

Organisasi, Jan-Apr 2009, hlm. 53-58 Volume 16, Nomor

1 ISSN 0854-3844.

Haning, Tahrir, M, et. al, 2016. Desentralisasi Kewenangan

Pelayanan Publik pada Kecamatan di Kabupaten

Pangkep. Jurnal Analisis dan Pelayanan Publik Volume 2,

Nomor 1, Juni 2016 ISSN: 2460-6162 | eISSN : 2527-

6476

Hasibuan, Malayu S.P, 2001. Manajemen Sumber Daya Manusia,

Jakarta : Bumi Aksara.

_______, 2007, Manajemen Sumber Daya Manusia, Jakarta: Bumi

Aksara.

Hatch, M.J, 1997. Organization Theory : Modern, Symbolic, and

Postmodern Perspectivesî, Oxford University Press,

Oxford

Hoessein, Bhenjamin, 1993. Berbagai Faktor yang Mempengaruhi

Besarnya Otonomi Daerah Tingkat II, Suatu Kajian

Desentralisasi dan Otonomi Daerah dari Segi Ilmu dan

Administrasi. Jakarta. Disertasi Pascasarjana UI.

Page 287: Kecamatan Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah i

Kecamatan Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah 271

_______, B, 1995. Desentralisasi dan Otonomi Daerah di Negara

Kesatuan Republik Indonesia: Alan berputar Roda

desentralisasi dari Evisiensi ke Demokrasi. Pidato

Pengukuhan Guru Besar FISIP UI di Jakarta pada tanggal

18 November.

_______, B, 2000. Hubungan Penyelenggaraan Pemerintahan

Pusat dengan Pemerintahan Daerah. Jurnal Bisnis

Birokrasi.No. 1, Vol I, Juli

Hodge, B.J, Anthony, William P, 1998. Organizational Theory,

Allyn and Bacon, Inc. Massachusetts : USA.

Ozmen, Alper, 2014. Notes To The Concept Of Decentralization.

European Scientific Journal April 2014 edition Vol.10,

No.10 ISSN: 1857 – 7881 (Print) e - ISSN 1857- 7431.

Ibrahim, Amin, 2008. Teori dan Konsep Pelayanan Publik serta

Implementasinya. Bandung: Mandar Maju.

Indopos, Senin, 27 Februari 2017, Pandeglang Siap Melepas

Predikat Daerah Tertinggal, diperoleh 15 September 2017

dari http://hutindopos.indopos.co.id

Jones, Thomas, 1994. Human Helping,in Journal of Corporate

Social Performance and Policy. Vol. 8, Connectient : JAI

Press, Greenwich: 29-30.

Kabar banten, 16 Agustus 2017. Ulama dan Pemerintah Sinergi

Bangun Pandeglang. diperoleh 18 September 2017 dari,

http://www.kabar-banten.com

Kabupaten Banyuwangi, Jum'at, 08 September 2017. Terinspirasi

Progress Pariwisatanya, Pemkab Pandeglang Kunjungi

Banyuwangi. diperoleh 15 September 2017 dari,

https://www.banyuwangikab.go.id

Kaho, Riwu, 2001. Prospek Otonomi Daerah di Negara Republik

Indonesia. Jakarta : Raja Grafindo Persada.

Page 288: Kecamatan Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah i

272 Kecamatan Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah

Kartohadikoesoemo, Soetardjo, 1984. Desa. Yogyakarta: PN Balai

Pustaka.

Kavanagh, Dennis, 1982. Kebudayaan Politik. Cetakan Pertama.

Jakarta : Penerbit PT. Bina Aksara.

Keban, Yeremias T, 2007. Pembangunan Birokrasi di Indonesia:

Agenda Kenegaraan yang Terabaikan, Pidato Pengukuran

Guru Besar pada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.

Kemmochi, Mai, et al, 2016. Research Concerning The State Of

Decentralization Within Cities and The Participation In

City Planning . Journal of the City Planning Institute of

Japan, Vol.51 No.3, October, 201

Khairi, Akmal, 2010. Analisis Pemberdayaan Peran dan Fungsi

Camat. Bisnis & Birokrasi. Jurnal Ilmu Administrasi dan

Organisasi, Mei–Agustus 2010, hlm. 160-169

Korten, David C dan Syahrir, 1980. Pembangunan Bedimensi

Kerakyatan. Jakarta : Yayasan Obor Indonesia.

Kurasawa, Aiko, 2015. Kuasa Jepang di Jawa (Perubahan Sosial

di Perdesaan 1942-1945). Diterjemahkan oleh Hermawan

Sulistyo. Depok: Komunitas Bambu.

Kusuma, Riko, Eka, 2014. Pelaksanaan Pendelegasian Wewenang

Bupati Kepada Camat Dalam Penyelenggaraan

Pemerintahan Daerah. Jurnal Perspektif Volume XIX No.

2 Tahun 2014 Edisi Mei

Landwehr, Claudia dan Bohm, Katharina, 2011. Delegation and

Institutional Design in Health‐Care Rationing. Journal

Governance, Volume 24, Issue 4, pages 665–688, October

2011

Leemans, A.F, 1970. Changing Patterns of Local Government

.The Hague, IULA. Diakses melalui https://www.

researchgate.net

Page 289: Kecamatan Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah i

Kecamatan Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah 273

Lane, EJ, 1995. The Public Sector: Concepts, Models, and

Approaches, London: Sange Publications.

Leach, S., et al, 1994. The Dimensions of analysis: governance,

markets and community. Dalam Leach, S., et al. (1996)

Enabling or Disabling Local Government, Choices for the

Future: Buckingham-Philadelphia: Open University Press.

Lincoln, Yvonna S., dan Egon G.Guba, 1985. Naturalistic Inquiry.

Beverly Hills, CA: Sage Publications.

Maksum, Irfan Ridwan, 2014. Pemerintahan Umum Berbasis

Dekonsentrasi. Jakarta : Jurnal Ilmu Pemerintahan Edisi

44 Tahun 2014

Maman, Bagir, 2004, Menyongsong Fajar Otonomi Daerah.

Jogyakarta : PPSH, Fakultas Hukum UII

Manmeet Kaur et al., 2012. Decentralization of health services in

India: barriers and facilitating factors. WHO South-East

Asia Journal of Public Health 2012;1(1):94-104

Manullang, 1987. Dasar-Dasar Manajemen. Jakarta : Ghalia

Indonesia.

Maududy, Irsyan, 2013. Evaluasi Reformasi: Pelaksanaan

Otonomi Daerah. Diakses melalui https://kastratfebui.

wordpress.com.2016.

Meir, Ben, Yossef, 2010, Morocco‟s Regionalization “Roadmap”

and the Western Sahara. Ifrane : Al Akhawayn

University, Journal On World Peace Vol. XXViI NO. 2

June 2010

Menaranews Senin, 22 Mei 2017. Aparatur Desa Tak Cakap

Gunakan Aplikasi, Dana Desa Tak Kunjung Cair.

diperoleh 17 September 2017, dari http://www.

menaranews.com.

Page 290: Kecamatan Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah i

274 Kecamatan Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah

Metrotv News, 22 September 2016, Potensi Penyimpangan Dana

Desa, diperoleh 22 April 2016 dari, http://news.

metrotvnews.com

Miles,M.B, Huberman, A.M, dan Saldana,J, 2014. Qualitative

Data Analysis, A Methods Sourcebook Edition 3. USA :

Sage Publications.

Mintzberg, Henry, 1979. The Structure of Organizations. New

York : Prentice Hall.

_______, 1993. Structure in Five, Designing Effective

organization. Englewood Cliffs, New Jersey: Prentice

Hall International.

Mugito, 2012. Usaha – Usaha Penguatan Peran dan Fungsi

Kecamatan di Era Otonomi Daerah. Jurnal Ilmiah

Administrasi Publik Vol. XIII, No. 1, Juni 2012

Muluk, M.R. Khairul, 2005. Desentralisasi dan Pemerintah

Daerah. Malang : Banyumedia Publishing.

_______, 2009, Peta Konsep Desentralisasi dan Pemerintahan

Daerah. Surabaya : ITS Press

_______, 2002, Desentralisasi Teori Cakupan dan Elemen, Jurnal

Administrasi Negara Vol. II No. 02 Maret 2002.

Murthy, Sharmila, L dan Mahin, Maya, J.2015. Constitutional

Impediments to Decentralization in The World‟S Largest

Federal Country. Duke Journal of Comparative &

International Law Vol. 26:79

Muttalib, M.A. & M.A. Ali Khan, 1983. Theory of Local

Government. New Delhi: Stereling Publishers.

Diterjemahkan Masyarakat Ilmu Pengetahuan Indonesia.

Nannyonjo, Justine dan Okot Nicholas.2013. Decentralization,

Local Government Capacity and Efficiency of Health

Service Delivery in Uganda. Journal of African

Development Spring 2013 | Volume 15 #1

Page 291: Kecamatan Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah i

Kecamatan Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah 275

Nasdian, Tonny, F, 2008. Kelembagaan Dan Tata Pemerintahan

Kecamatan. Bogor. Pusat Studi Pembangunan Pertanian

dan Pedesaan.

Nordholt, Nico Schulte, 1987. Ojo Dumeh: Kepemimpinan Lokal

dalam Pembangunan, Jakarta: Pustaka Sinar Harapan

Nurcahya, 2015. Kecamatan berdasarkan Undang – Undang

Nomor 23 Tahun 2014. Kulon Progo : www.kulon

progokab.go.id,

Nurcholis, Hanif, 2007. Teori dan Praktik Pemerintahan dan

Otonomi Daerah. Jakarta: Gramedia Widiasarana

Indonesia.

_______, 2014, Administrasi Pemerintahan Daerah. In: Konsep

Dasar Pemerintahan Daerah. Universitas Terbuka,

Jakarta, pp. 1-59. ISBN 9789790114203

_______, 2016. Pemerintahan Daerah Moderen Akan Manpu

Meningkatkan Sumber daya Daerah Di Era Masyarakat

Ekonomi Asean. Pidato Pengukuhan Guru Besar.

Tangerang Selatan: Tidak Diterbitkan

_______, 2017. Moderenisasi Pemerintahan Provinsi,

Kabupaten/Kota, dan Desa Berdasarkan UUD 1945.

Makalah Kuliah Umum. Tangerang Selatan: Tidak

Diterbitkan

Norton, Allan, 1994. International Handbook of Local and

Regional Government, A Comparative Analysis of

Advenced Democracies, Adwarad Elgar, UK.

Osavelyuk, A. Mikhailovich, et al, 2015. Theoretical Base of

Delegation of Some State Authority of Territorial Entities

of the Russian Federation to Local Self-Government

Bodies. Mediterranean Journal of Social Sciences MCSER

Publishing, Rome-Italy Vol 6 No 5 S3 September 2015

Page 292: Kecamatan Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah i

276 Kecamatan Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah

Osborne, David. Terjemahan Abdul Rasyid, 1996. Mewira

Usahakan Birokrasi Reiventing Government

Mentransformasikan Semangat Wirausaaha ke Dalam

Sektor Publik :PT Pustaka Binawan Pressindo.

Osborne, David, and Ted Gaebler, 1992. Reinventing

Government: How The Entrepreneur Spirit is

Transforming The Public Service, terjemahan :

Mewirausahakan Birokrasi Mentransformasikan

Semangat Wirausaha ke Dalam Sektor Publik. Alih

Bahasa Abdul Rosyid dan Ramelan. Jakarta : Pustaka

Binaman Pressindo

Osborne, David and Plastrik, Peter, 1997. Banishing Birokrasi:

The Five Strategies for Reinventing Government,

Addison-Wesley Publishing Company, New York.

Peraturan Bupati Pandeglang No. 24 Tahun 2013, Tentang

Pelimpahan Sebagian Kewenangan Bupati Kepada

Camat.

Peraturan Bupati Pandeglang No 66 Tahun 2016, Tentang Tata

kerja Perangkat daerah Kecamatan

Peraturan Bupati Pandeglang No 3 Tahun 2017, Tentang

Kewenangan Desa

Peraturan Bupati Pandeglang No 6 Tahun 2017, Tentang Pedoman

Umum Pengelolaan Dana Desa,

Peraturan Menteri Dalam Negeri No 4 Tahun 2010, Tentang

Pedoman Pelayanan Administrasi Terpadu Kecamatan

Peraturan Pemerintah No. 18 Tahun 2016, Tentang Perangkat

Daerah.

Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2017, Tentang Pembinaan

dan Pengawasan Penyelenggaraan Pemerintahan Daeah

Peraturan Pemerintah No. 17 Tahun 2018, Tentang Kecamatan

Page 293: Kecamatan Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah i

Kecamatan Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah 277

Peraturan Daerah No. 6 Tahun 2016, Tentang Organisasi

Perangkat Daerah Kabupaten Pandeglang

Peraturan Bupati Pandeglang No 66 Tahun 2016, tentang

Kedudukan, Susunan Organisasi, Rincian Tugas dan

Fungsi, Serta Tata Kerja Kecamatan dan Kelurahan di

Lingkungan Pemerintah Kabupaten Pandeglang.

Pitono, Adi. 2012. Asas Dekonsentrasi dan Asas Tugas

Pembantuan dalam Penyelenggaraan Pemerintahan.

Jurnal Kebijakan Publik, Volume 3, Nomor 1, Maret

2012, hlm. 1-55.

Prasojo, Eko, el al, 2006. Desentralisasi & Pemerintahan Daerah:

Antara Model Demokrasi Lokal & Efisiensi Struktural,

Depok: Departemen Ilmu Administrasi UI

Pribadi, Ulung, 2015. Kebijakan Penataan Ulang Kelembagaan

Pelayanan Perizinan Pemda. Yogyakarta: LPPM UMY

Poskota, Rabu, 23 Maret 2016. Rano Karno Soroti Kemiskinan

dan Pendidikan di Pandeglang. diperoleh 11 April 2017,

dari, http://poskotanews.com

Quade, E.S, 1984. Analysis For Public Decisions, New York :

Elsevier Science Publishers.

Radar Banten, 23 Maret 2016, Dana Desa untuk Pandeglang

Bertambah, Jadi Rp118 Miliar, diperoleh 26 Desember

2017 dari, https://www.radarbanten.co.id

Rahmanurrasyid, Amin 2008. Akuntabilitas dan Transparansi

Dalam Pertanggung Jawaban Pemerintahan Daerah

Untuk Mewujudkan Pemerintahan Yang Baik, thesis

Radiorepublikindonesia, 19 Agustus 2016. Rancangan SOTK

Pemkab Pandeglang Terbaru. diperoleh 11 April 2017,

dari http://www.rri.co.id

Page 294: Kecamatan Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah i

278 Kecamatan Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah

Ruttan VW and Hayami, Y, 1984. Toward a theory of induced

institutional innovation. Jurnal of Development Studies.

Vol. 20: 203-33.

Santoso, Purwo, 2010. Satu Dekade Separuh Jalan Proses

Desentralisasi, Jurnal Desentralisasi. Vol 8. No 5, 2010

Sarundayang, SH, 2001. Arus Balik Kekuasaan Pusat ke Daerah.

Jakarta : Pustaka Sinar Harapan.

Sedarmayanti, et al, 2006. Desentralisasi dan Tuntutan Penataan

Ulang Kelembagaan Daerah. Bandung : Humaniora

_______, 2009. Sumber Daya Manusia dan Produktivitas

Kerja.Bandung: CV Mandar Maju.

Smith, Lawrence D., 2001. Reform and Decentralization of

Agricultural Services: A Policy Framework. FAO

Agricultural Policy and Economic Development Series 7,

Rome.

Smith, Brian, C, 1985. Decentralization Teritorial Dimension Of

The State. Masyarakat ilmu Pemerintahan IPDN, 2012

Schneider, A, 2003. Who gets what from whom?” The Impact of

Decentralisation on tax capacity and pro-poor policy,

Institute of development Studies working paper, No.179,

Brighton, Sussex BNI 9RE, England.

Sudiran, Florentinus, 2006. Signifikansi UU Pemerintahan Daerah

Dalam Meningkatkan Partisipasi dan Pelayanan Publik.

Jurnal Borneo Administrator Vol 2, No 1 (2006).

Sugiyono, 2005. Metode Penelitian Kualitatif. Yogyakarta:

Alfabeta.

Sutarto, 2002. Dasar-Dasar Organisasi. Jogjakarta :Gajah Mada

University Press.

Suradinata, 1998. Manajemen Pemerintahan dan Otonomi

Daerah. Bandung: Ramadan.

Page 295: Kecamatan Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah i

Kecamatan Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah 279

Surat Edaran Bupati Pandeglang Nomor 601/1474-DPMPD/2017

Tentang Program Prioritas Pembangunan Desa Tahun

2017

Surat Keputusan Bupati Pandeglang 138/Kep.438-Huk/2014

tentang Pembentukan Tim PATEN (Pelayanan

Administrasi Terpadu Kecamatan

Surianingrat, Bayu, 1981, Desentralisasi dan Dekonsentrasi

Pemerintahan Indonesia, Jilid I, Dewaruci Press, Jakarta,

Surya, 31 Januari 2017. Dalam Rapat Para Gubernur se

Indonesia, Pakde Karwo Usulkan Penguatan Fungsi

Kecamatan. diperoleh 9 April 2017, dari, http://surabaya.

tribunnews.com

Suwandi, Made, 2007. Pokok-pokok Pikiran; Konsepsi Dasar

Otonomi Daerah Indonesia (Dalam Upaya Mewujudkan

Pemerintahan Daerah yang Demokratis dan Efisien).

Jakarta: Ditjen Otda Depdagri

TerHaar, B. et al. 2011. Asas- Asas dan Tatanan Hukum Adat.

Bandung: Mandar Maju

Terry, George R, 2003. Guide to Management. Alih Bahasa J.

Smith D.F.M. Jakarta:Bumi aksara.

Thompson, 1989, The Identifikation of Causes and Prevention Of

Work-Related Uper Limb Musculo-Skeletal Disorders

Contemorary Egronomis Society‟s 1989 Annual

Conference Reading England, 3-7 April 1989 (Ed Megaw)

Inggris Taylor & Francis.

Thoha, Miftah, 1991. Perilaku Organisasi, Konsep Dasar dan

Aplikasinya, Jakarta : Rajawali

_______, 2002. Perilaku Organisasi Konsep Dasar dan

Aplikasinya. Jakarta: Rajawali Grafindo Persada

Page 296: Kecamatan Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah i

280 Kecamatan Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah

Turner, Mark and Hulme David, 1997, Governance,

Administration and Development: Making the State Work.

Macmillan.

Turner, Mark, 2002. Whatever happened to deconcentration:

Recent Initiatives in Cambodia. Public Administration and

Development Journal. Vol 22.

Utomo, Tri Widodo, 2012. Memahami Kembali Konsep Dasar

Desentralisasi dan Dekonsentrasi. Jurnal Borneo

Administrator | Volume 8 | No. 1 | 2012

Undang - Undang Dasar 1945.

Undang - Undang Nomor 22 Tahun 1999, Tentang Pemerintahan

Daerah.

Undang - Undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2004,

Tentang Pemerintah Daerah.

Undang - Undang Nomor 12 Tahun 2008, Tentang Perubahan

kedua atas

Undang - Undang Nomor 32 Tahun 2004, Tentang Pemerintahan

Daerah.

Undang – Undang Nomor 23 Tahun 2014, Tentang Pemerintahan

Daerah.

Smith, Brian C, 1985. Decentralization: The Territorial

Dimension of the State.London : George Allen & Unwin.

Wallis, M, 1993. Bureaucracy: Its Roles In Third World

Development. Hong Kong: Macmillan.

Wardah, Fathiyah, 2015. Indeks Pembangunan Manusia Indonesia

Alami Kemajuan. Diakses melalui http://www.voa

indonesia.com.2016.

Wasistiono, Sadu, 2002. Kapita Selekta Penyelenggaraan

Pemerintahan Daerah. Jakarta : Fokus Media.

Page 297: Kecamatan Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah i

Kecamatan Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah 281

Wasistiono, Sadu et al, 2009. Perkembangan Organisasi

Kecamatan Dari Masa ke Masa. Bandung : Fokus Media.

Widodo, Joko, 2001. Good Governance. Jakarta : Insan Cendekia.

Widjaja, H.A.W, 1998. Percontohan Otonomi Daerah di

Indonesia. Jakarta: Rineka Cipta.

_______, 2001, Otonomi Daerah dan Daerah Otonom. Jakarta:

Rineka Cipta.

World Bank, 2008. United Cities and Local Governments.

Washington D.C.

Winardi, J, 2004. Manajemen Perilaku Organisasi. Bandung:

Penerbit Prenada Media.

Wollmann, Hellmut, 2007. Devolution of Public Tasks Between

(Political) Decentralisation and (Administrative)

Deconcentration-in Comparative (European) Perspective,

Social Science Institute of Tokyo University, Fall.

Zauhar, Soesilo. 2007, Reformasi Administrasi: Konsep, Dimensi

dan Strategi. Cetakan Ketiga, Jakarta: Bumi Aksara

Zaenudin, Muhammad, 2015. Isu, Problematika, dan Dinamika

Perekonomian, dan Kebijakan Publik. Yogyakarta: CV

Budi Utama

*****

Page 298: Kecamatan Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah i

282 Kecamatan Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah

TENTANG PENULIS

Dr. Arif Nugroho., M.AP, dilahirkan di

Blitar 09 Januari 1987. Menyelesaikan

pendidikan (S1) pada Universitas Brawijaya,

Jurusan Manajemen dengan konsentrasi

Sumberdaya Manusia (2009). Menyelesaikan

Program Magister (S2) pada Universitas

Brawijaya, Jurusan Administrasi Publik/

Negara (2011). Menyelesaikan Program

Doktor (S3) Pada Universitas Brawijaya,

Jurusan Ilmu Administrasi, Minat Administrasi Publik (2019).

Menjadi Dosen Tetap pada Program Studi Administrasi Publik,

Universitas Serang Raya sejak tahun 2014. Saat ini menjabat

sebagai Gugus Penjamin Mutu pada Badan Penjaminan Mutu

Internal Universitas Serang Raya.

*****