kebijakan sekolah dalam menerapkan nilai …eprints.uny.ac.id/45443/1/chandra...
TRANSCRIPT
i
KEBIJAKAN SEKOLAH DALAM MENERAPKAN NILAI-NILAI
BUDAYA JAWA MELALUI KEGIATAN EKSTRAKURIKULER
DI SD TAMAN MUDA IBU PAWIYATAN YOGYAKARTA
SKRIPSI
Diajukan kepada Fakultas Ilmu Pendidikan
Universitas Negeri Yogyakarta
untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan
guna Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan
Oleh
Chandra Puspitasari
NIM 09110241021
PROGRAM STUDI KEBIJAKAN PENDIDIKAN
JURUSAN FILSAFAT DAN SOSIOLOGI PENDIDIKAN
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA
OKTOBER 2016
ii
iii
iv
v
MOTTO
Pondasi negara yang terbaik adalah budaya, sebagai dasar mengembangkan
bangsa tanpa melupakan asal usul jati dirinya
(NN)
Jangan melihat masa lalu dengan penyesalan, jangan pula melihat masa depan
dengan ketakutan, tapi lihatlah sekitarmu dengan penuh kesadaran dan keyakinan
bahwa masa depan penuh cita-cita indah itu dapat kau gapai
(Penulis)
vi
PERSEMBAHAN
Teriring rasa syukur kepada Allah SWT
Dan dengan penuh rasa hormat
Karya sederhana ini kupesembahkan kepada
Almamaterku Universitas Negeri Yogyakarta
Dan
Kupersembahkan untuk :
Ayah dan Ibuku tercinta yang tak pernah berhenti berharap dan berdoa untuk
kesuksesanku
Juga untuk Adikku
Yang tak henti memberi semangat sampai penulisan ini selesai
vii
KEBIJAKAN SEKOLAH DALAM MENERAPKAN NILAI-NILAI
BUDAYA JAWA MELALUI KEGIATAN EKSTRAKURIKULER
DI SD TAMAN MUDA IBU PAWIYATAN YOGYAKARTA
Oleh
Chandra Puspitasari
NIM 09110241021
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk: (1) mendeskripsikan kebijakan sekolah
dalam menerapkan nilai- nilai budi pekerti, (2) memahami kebijakan sekolah
dalam menerapkan nilai-nilai budaya Jawa melalui kegiatan ekstrakurikuler, (3)
memahami faktor penghambat dan pendukung kebijakan sekolah dalam
menerapkan nilai-nilai budaya Jawa, dan (4) memahami strategi yang dilakukan
oleh pihak sekolah dalam menanggulangi hambatan yang ditemui saat
menerapkan nilai-nilai budaya Jawa.
Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan pendekatan
kualitatif. Subyek penelitian adalah kepala sekolah, wakil kepala sekolah, guru,
dan beberapa peserta didik di SD Taman Muda Ibu Pawiyatan Yogyakarta.
Metode pengumpulan data menggunakan wawancara, observasi, dan
dokumentasi. Teknik analisis data berupa pengumpulan data, reduksi data
(penyederhanaan), display data (disajikan), atau verifikasi atau penarikan
kesimpulan. Teknik keabsahan data menggunakan triangulasi teknik.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa: 1) bentuk nilai-nilai budaya jawa
yang diterapkan meliputi penggunaan bahasa Jawa dalam berkomunikasi,
penerapan sikap sopan santun dan menghormati terhadap semua warga sekolah,
berbaris sebelum masuk kelas dan salim kepada Kepala sekolah dan guru setiap
pagi dan pulang sekolah, serta wajib menyanyikan tembang dan lagu nasional; 2)
cara menanamkan nilai-nilai budaya jawa meliputi menyanyikan tembang jawa
sebelum memulai pelajaran dan melalui kegiatan ekstrakurikuler tari, gamelan,
karawitan, pramuka, membatik, dolanan anak, dan nembang Jawa; 3) faktor
pendukung adalah pemerintah, sekolah, guru, orangtua, siswa dan seluruh
komunitas sekolah. Sedangkan, faktor penghambat adalah kebiasaan sehari-hari
siswa di rumah yang sering menggunakan bahasa Indonesia daripada bahasa jawa,
keterbatasan dana sekolah, keterbatasan alat, kurangnya pelatih pada kegiatan
ekstrakurikuler karawitan dan 4) upaya pihak sekolah dalam mengatasi setiap
hambatan berupa melakukan kerjasama dengan seluruh komunitas sekolah dan
orangtua, dalam hal pendanaan sekolah bekerjasama dengan pemerintah dan
orangtua, sekolah berupaya mengumpulkan dana untuk pembelian alat musik,
sekolah mendatangkan pelatih dari luar, sekolah memberikan tanggung jawab
kepada guru kelas untuk bertanggung jawab kepada masing-masing kelas dan
memberikan sanksi tegas bagi siswa yang melanggar.
Kata kunci: Kebijakan Sekolah, Nilai-Nilai, Budaya Jawa, dan Ekstrakurikuler
viii
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT yang telah memberikan rahmat
dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul
“Kebijakan Sekolah Dalam Menerapkan Nilai-Nilai Budaya Jawa Melalui
Kegiatan Ekstrakurikuler Di SD Taman Muda Ibu Pawiyatan Yogyakarta”.
Tujuan dari penulisan skripsi ini adalah salah satu syarat untuk menyelesaikan
Program Strata Satu (S1) Program Studi Kebijakan Pendidikan Fakultas Ilmu
Pensdidikan Unversitas Negeri Yogyakarta. Skripsi ini dapat diselesaikan berkat
dukungan dan bantuan dari berbagai pihak, oleh karena itu penulis menyampaikan
terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :
1. Rektor Universitas Negeri Yogyakarta yang telah memberikan
kesempatan dan fasilitas untuk menimba ilmu selama masa studi di
Universitas Negeri Yogyakarta.
2. Dekan Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Yogyakarta yang
telah memberi ijin kepada penulis untuk melakukan penelitian.
3. Ketua Jurusan Filsafat dan Sosiologi Pendidikan yang telah yang telah
membantu kelancaran penyusunan skripsi ini.
4. Pembimbing Akademik Bapak I Made Suatera M. Hum, yang telah
membimbing, mengarahkan dan memotivasi penulis selama menjadi
mahasiswa.
5. Dosen Pembimbing Skripsi Bapak Dr. Dwi Siswoyo M. Hum, yang
telah meluangkan waktu dan tenaga dalam membimbing, memotivasi,
mengarahkan dan memberi saran dalam penyusunan skripsi ini.
ix
6. Ibu Anastasia, Kepala Sekolah SD Taman Muda Ibu Pawiyatan
Yogyakarta.
7. Keluarga Besar SD Taman Muda Ibu Pawiyatan Yogyakarta.
8. Ayah dan Ibuku tercinta yang senantiasa membesarkan hati dan dengan
penuh kasih sayang memberikan dorongan dalam menyelesaikan skripsi
ini, dan adikku tersayang Dhimas Bayu Dwi Arivianto
9. Teman-teman angkatan 2009: Restu, Wulan, Lia, Wahyu, Furi yang
memberi motivasi hingga skripsi ini selesai
10. Teman-teman seperjuangan Bayu, Aldy, Kak Rio, Kak Ika, Kak Alin,
Kak Yosua, Kak Alma, Marcel, Kak Yonas, Kak Hugo yang
memberikan bantuan, semangat, kritik, saran, dan motivasi.
11. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yang telah
membantu terselesaikannya skripsi ini
Semoga bantuan dan kebaikan pihak-pihak yang disebutkan di atas mendapatkan
balasan pahala dari Allah SWT. Penulis berharap semoga hasil penelitian ini dapat
memberikan manfaat optimal bagi pengembangan keilmuan Kebijakan
Pendidikan dan bagi siapa saja yang membacanya. Amin.
Yogyakarta, 20 Agustus 2016
Penulis
x
DAFTAR ISI
hal
HALAMAN JUDUL ...................................................................................... i
PERSETUJUAN ............................................................................................ ii
PERNYATAAN ............................................................................................. iii
PENGESAHAN ............................................................................................. iv
MOTTO ......................................................................................................... v
PERSEMBAHAN .......................................................................................... vi
ABSTRAK ..................................................................................................... vii
KATA PENGANTAR ................................................................................... viii
DAFTAR ISI .................................................................................................. x
DAFTAR TABEL .......................................................................................... xii
DAFTAR GAMBAR ..................................................................................... xiii
DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................. xiv
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah ........................................................................... 1
B. Identifikasi Masalah ................................................................................ 12
C. Batasan Masalah ...................................................................................... 13
D. Rumusan Masalah .................................................................................... 13
E. Tujuan Penelitian ...................................................................................... 13
F. Manfaat Penelitian .................................................................................... 14
BAB II KAJIAN TEORI
A. Implementasi Kebijakan .......................................................................... 16
1. Pengertian Kebijakan Pendidikan ...................................................... 16
2. Pengertian Kebijakan Sekolah ........................................................... 18
B. Budaya Jawa ............................................................................................ 24
1. Pengertian Budaya Jawa ..................................................................... 24
2. Unsur Budaya Jawa ........................................................................... 28
xi
3. Hakikat Kearifan Lokal ...................................................................... 36
4. Nilai dan Budi Pekerti Budaya Jawa .................................................. 40
C. Budaya Sekolah ......................................................................................... 55
D. Ekstrakurikuler .......................................................................................... 58
E. Penelitian yang Relevan ........................................................................... 62
F. Kerangka Berpikir ..................................................................................... 64
G. Pertanyaan Penelitian ................................................................................ 67
BAB III METODE PENELITIAN
A. Pendekatan Penelitian ............................................................................. 68
B. Subjek Penelitian ..................................................................................... 68
C. Tempat dan Waktu Penelitian ................................................................. 69
D. Teknik Pengumpulan Data ...................................................................... 69
E. Instrumen Penelitian ............................................................................... 73
F. Teknik Analisis Data............................................................................... 73
G. Keabsahan Data ....................................................................................... 75
BAB IV HASIL PENELITIAN
A. Deskripsi Lokasi Penelitian ...................................................................... 77
B. Hasil Penelitian ......................................................................................... 92
C. Pembahasan .............................................................................................. 121
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan ............................................................................................. 143
B. Saran ........................................................................................................ 145
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................... 147
LAMPIRAN ................................................................................................... 151
xii
DAFTAR TABEL
hal
Tabel 1. Jumlah Rombongan Belajar .............................................................. 79
Tabel 2. Jumlah Peserta Didik ......................................................................... 79
Tabel 3. Keadaan Pendidik .............................................................................. 80
Tabel 4. Jumlah Tenaga Kependidikan Berdasarkan Status Kepegawaian .... 80
Tabel 5. Jumlah Tenaga Kependidikan Berdasarkan Pengalaman Kerja ....... 80
Tabel 6. Jumlah Keadaan Ruangan ................................................................. 81
Tabel 7. Prestasi Siswa .................................................................................... 82
xiii
DAFTAR GAMBAR
hal
Gambar 1. Struktur Organisasi SD .............................................................. 21
Gambar 2. Kerangka Berpikir Penelitian ...................................................... 67
Gambar 3. Pendopo Sekolah Tamansiswa ................................................... 196
Gambar 4. Lapangan SD Taman Muda IP Yogyakarta ............................... 196
Gambar 5. Halaman Depan SD Taman Muda IP Yogyakarta ..................... 196
Gambar 6. Kondisi Pendopo Tamansiswa ................................................... 197
Gambar 7. Visi dan Misi Taman Muda Ibu Pawiyatan ............................... 197
Gambar 8. Semboyan Ki Hajar Dewantara yang terdapat pada dinding
ruang guru .................................................................................. 197
Gambar 9. Kegiatan Salim dengan Guru dan Kepala Sekolah pada
pagi hari ..................................................................................... 198
Gambar 10. Kegiatan baris berbaris sebelum memasuki kelas ..................... 198
Gambar 11. Kegiatan bersalaman dengan guru sebelum pulang sekolah ..... 198
Gambar 12 Pamong menjelaskan cara membaca aksara jawa dalam
pembelajaran ekstrakurikuler bahasa Jawa ................................ 199
Gambar 13. Aksara jawa yang di tulis peserta didik ..................................... 199
Gambar 14. Pembelajaran notasi dan gerakan dalam kegiatan
ekstrakurikuler karawitan ......................................................... 199
Gambar 15. Peserta didik berlatih menggunakan gamelan dalam
ekstrakurikuler karawitan .......................................................... 200
Gambar 16. Tari Perang-perangan putra dalam ekstrakurikuler tari ............. 200
Gambar 17. Tari Lilin untuk peserta didik putri dan putra dalam
ekstrakurikuler tari ..................................................................... 200
Gambar 18. Peserta didik menyanyikan tembang tak pethik-pethik dalam
ekstrakurikuler nembang ........................................................... 201
Gambar 19. Peserta didik memainkan dolanan jamuran dalam
ekstrakurikuler dolanan anak ................................................... 201
Gambar 20. Peserta didik memainkan dolanan cublak –cublak suweng
dalam ekstrakurikuler dolanan anak .......................................... 201
Gambar 21. Peserta didik menggambar motif batik truntum ........................ 202
Gambar 22. Peserta didik menggambar dan memberi warna motif batik
truntum dalam ekstrakurikuler membatik .................................. 202
xiv
DAFTAR LAMPIRAN
hal
Lampiran 1. Pedoman Observasi ..................................................................... 152
Lampiran 2. Pedoman Wawancara .................................................................. 153
Lampiran 3. Transkip Wawancara yang Telah Direduksi ............................... 158
Lampiran 4. Catatan Lapangan ........................................................................ 173
Lampiran 5. Kisi Kisi Wawancara ................................................................... 193
Lampiran 6. Dokumentasi Foto........................................................................ 195
Lampiran 7. Surat Penelitian ............................................................................ 202
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pendidikan merupakan proses perubahan sikap dan tingkah laku
seseorang atau kelompok dalam usaha mendewasakan manusia melalui
proses pengajaran dan pelatihan. Pengertian lain pendidikan adalah
sebuah proses yang melekat pada setiap kehidupan bersama dan berjalan
sepanjang perjalanan umat manusia. John Dewey mengemukakan bahwa
pendidikan dapat dipahami sebagai sebuah upaya konservatif dan
progresif dalam bentuk pendidikan sebagai pendidikan sebagai formasi,
sebagai rekapitulasi dan retropeksi, dan sebagai rekonstruksi (Riant
Nugroho, 2008: 20).
Pendidikan sebagai proses budaya yang secara terus menerus
selalu mengalami perubahan sesuai dengan perkembangan ruang dan
waktu. Jika nilai-nilai budaya hilang dari proses pendidikan, maka
dampaknya dapat kita rasakan pada generasi mendatang, yakni suatu
generasi yang tidak memahami karakter budaya dan cenderung mengarah
pada perbuatan negatif.
Dewasa ini negara kita sedang dihadapkan dengan permasalahan
moral dikalangan pelajar. Arus globalisasi didorong dengan kemajuan
teknologi informasi dan komunikasi memicu lunturnya moral dan
hilangnya nilai luhur budaya ditandai dengan semakin terkikisnya nilai
2
budaya Jawa lama yaitu nilai gotong royong, ramah tamah, tenggang
rasa, kerendahan hati, kejujuran dan nilai positif lainnya.
Globalisasi sendiri memberikan dua dampak yang dirasakan oleh
masyarakat yaitu sisi negatif dan sisi positif. Sisi positif dari adanya
globalisasi adalah terjadinya perluasan pasar sehingga berdampak pada
kenaikan pendapatan suatu negara, sedangkan pada sisi pemerintahan
banyak negara yang saat ini menerapkan sistem demokrasi yaitu dengan
memberikan kebebasan pada rakyatnya. Dalam bidang budaya,
globalisasi menyebabkan interaksi antar bangsa semakin cepat sehingga
arus pertukaran informasi dan ilmu pengetahuan semakin terbuka.
Sisi negatif dari globalisasi juga tidak kalah banyaknya. Dibidang
ekonomi menyebabkan semakin jelas perbedaan antara kelompok kaya
dan miskin. Dalam bidang sosial politik demokrasi cenderung mengarah
pada demokrasi tanpa batas. Dalam bidang budaya, adanya globalisasi
membawa dampak pada mudahnya warga masyarakat di negara
berkembang, termasuk Indonesia meniru budaya luar dalam berbagai
bentuk. Seperti, pola pergaulan, pola berpakaian, pola makan, dan
berbagai pola perilaku lain yang justru dapat merusak harkat, martabat
dan jati diri bangsa itu sendiri (Zamroni, 2005: 65).
Kesadaran diri sebagai warga bangsa dan mengukuhkan ikatan –
ikatan sosial dengan tetap menghargai keragaman budaya, ras, suku
bangsa, dan agama sehingga dapat memantapkan keutuhan nasional. Hal
3
ini berdasar pada aturan Kemendiknas tentang UU No 20 Tahun 2003
tentang sistem pendidikan nasional bab satu, pasal satu yang berbunyi,
“Pendidikan nasional adalah pendidikan yang berdasarkan
Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945 yang berakar pada nilai-nilai agama, kebudayaan nasional
Indonesia dan tanggap pada tuntutan perubahan zaman.”
Kebudayaan suatu bangsa adalah kebudayaan yang timbul
sebagai buah usaha budi daya rakyat Indonesia seluruhnya. Usaha
kebudayaan harus menuju kearah kemajuan adab, budaya, dan persatuan
dengan tidak menolak budaya baru melainkan dengan cara melakukan
akulturasi budaya. Hal ini berdasarkan pada UUD 1945 tentang
pendidikan dan kebudayaan bab tiga belas pasal tiga puluh dua yang
berbunyi,
“Negara memajukan kebudayaan nasional Indonesia ditengah
peradaban dunia dengan menjamin kebebasan masyarakat dalam
memelihara dan mengembangkan nilai-nilai budayanya.”
(http://www.frewaremini.com/2014/01/bab-pasal-ayat-uud-1945
penjelasan.html.)
Kebudayaan itu akan berubah terus sejalan dengan perkembangan
ilmu dan teknologi, serta pengembangan pola pikir manusia melalui
pendidikan. Sebab pendidikan adalah tempat manusia dibina,
ditumbuhkan, dan dikembangkan potensi-potensinya. Menurut Parsudi
Suparlan ada enam fungsi utama kebudayaan dalam kehidupan manusia,
4
yaitu: agama, ilmu pengetahuan, teknologi, ekonomi, organisasi sosial,
bahasa serta komunikasi dan kesenian (Rusmin Tumanggor, 2010: 19).
Pendidikan merupakan bekal penting untuk mengajarkan norma,
mensosialisasikan nilai, dan menanamkan etos kerja di kalangan warga
masyarakat. Peran pendidikan menjadi lebih penting ketika arus
globalisasi yang membawa pengaruh nilai-nilai dan budaya sering
bertentangan dengan nilai-nilai dan kepribadian bangsa Indonesia.
Mengintegrasikan budaya melalui pendidikan berbasis budaya
merupakan salah satu cara mewariskan nilai budaya tanpa mengurangi
porsi pendidikan yang dibutuhkan peserta didik. Penting bagi bangsa
Indonesia untuk menerapkan pendidikan berbasis budaya yang
mengedepankan pembentukan karakter sesuai dengan nilai luhur budaya
bangsa.
Pendidikan berbasis budaya di Indonesia memiliki kaitan yang
erat dengan konsep pendidikan Tamansiswa. Hal ini disebabkan Ki
Hadjar Dewantara sebagai pendiri Tamansiswa yang juga merupakan
bapak pendidikan nasional yang telah meletakkan dasar-dasar pendidikan
nasional yang berorientasi budaya. Sehingga ada pengaruh yang kuat dari
konsep taman siswa terhadap pendidikan berbasis budaya di Indonesia.
Ki Hadjar Dewantara (2011: 33) tidak hanya berbicara mengenai
masyarakat Jawa saja, tetapi yang dimaksud adalah masyarakat
kebangsaan Indonesia artinya kebudayaan yang dimiliki atau yang akan
5
dibentuk dan dikembangkan oleh masyarakat Indonesia. Kemudian
pendidikan pada konsep Tamansiswa dimaksudkan untuk memenuhi
kebutuhan masyarakat yang riil dengan tujuan untuk meningkatkan
derajat negara dan rakyat. Pendidikan nasional mengangkat unsur
ketamansiswaan dalam menerapkan budaya sebagai landasan pendidikan
untuk meningkatkan hak-hak asasi manusia dan melaksanakan tanggung
jawab bersama sebagai bangsa Indonesia daam melestarikan budaya
bangsa.
Bangsa Indonesia memiliki wilayah yang luas dengan berbagai
suku bangsa dengan masing-masing daerah yang memiliki budaya dan
ciri khas masing-masing. Seperti di daerah lain, masyarakat Suku Jawa
juga memiliki kebudayaan daerah yang beragam. Budaya juga
merupakan pengikat Suku Jawa yang menunjukkan karakteristik dengan
mengutamakan keseimbangan, keselarasan dan keserasian dalam
kehidupan sehari-hari. Akan tetapi, pengikat tersebut telah terabaikan dan
menjadi hal yang sulit untuk dicari di era globalisasi ini. Masyarakat
Jawa saat ini bisa dianggap kurang memperhatikan unsur-unsur
budayanya sendiri yang telah ada seiring dengan berkembangnya zaman,
contohnya menurunnya penguasaan bahasa Jawa oleh masyarakat Jawa
yang merupakan pemilik bahasa tersebut. Nilai-nilai luhur budaya Jawa
mulai terkikis seiring dengan cepatnya penyerapan budaya global yang
negatif dan tidak sesuai dengan karakter bangsa Indonesia.
6
Nilai merupakan sebuah inti dari kebudayaan. Salah satu contoh
nilai kebudayaan didalam pendidikan yaitu budi pekerti. Budi Pekerti
adalah nilai-nilai perilaku manusia yang akan diukur menurut kebaikan
dan keburukannya melalui norma agama, norma hukum, tata krama dan
sopan santun, norma budaya dan adat istiadat masyarakat. Budi pekerti
luhur merupakan wujud etika pergaulan yang dilandasi oleh tata krama
dan ajaran moral luhur, yaitu ajaran moral (budaya Jawa) yang berkaitan
dengan perbuatan dan kelakuan sebagai bentuk budi pekerti. Tata krama
meliputi aturan moral, sopan santun, unggah ungguh dan etika. Hal ini
senada dengan penjabaran Yumarna (Suwardi Endraswara, 2006: 53)
yang menyatakan bahwa sistem pendidikan nasional adalah untuk
meningkatkan kualitas manusia Indonesia dan dapat diwujudkan dalam
tiga hal, yaitu usaha pencerdasan siswa dalam kerangka kehidupan,
integritas kepribadian sebagai wujud pengembangan manusia yang
meliputi religiusitas, budi pekerti, skill, serta keadaan jasmani rohani, dan
pembentukan sikap dasar yang meliputi kemandirian dan tanggung jawab
sosial.
Penanaman nilai-nilai budi pekerti di sekolah, untuk saat ini
memang mengalami kemunduran. Siswa sering kali berperilaku tidak
sopan terhadap guru, melecehkan sesama teman. Paul Suparno (Nurul
Zuriah, 2007: 170) menyatakan bahwa penyempitan pendidikan budi
pekerti hanya sebatas menekankan pentingnya sopan santun saja. Menilai
anak itu baik atau tidak membutuhkan pengertian apa yang ada dalam
7
diri anak itu, apalagi segi moral. Anak tidak dapat dinilai buruk budi
pekertinya hanya dari segi luar. Sikap pendidik yang tidak menjadi
teladan juga dapat mempengaruhi sikap anak didik tersebut. Pendidik
dapat menjelaskan banyak nilai yang baik dalam budi pekerti, namun
apabila pendidik tersebut tidak melakukan nilai tersebut maka proses
pendidikan tidak akan berjalan baik.
Sosialisasi budi pekerti di sekolah dengan cara pemberdayaan
sopan santun dan etika sesuai dengan norma-norma sopan santun yang
ditunjukkan guru atau dosen. Khusus di jenjang Taman Kanak-Kanak,
Sekolah Dasar, Sekolah Menengah Pertama, dan Sekolah Menengah
Umum, sopan santun telah diterapkan sejak dini melalui peraturan
sekolah yang sangat disiplin. Oleh karena itu, dalam realisasi pendidikan
budi pekerti perlu diwujudkan dalam lingkungan keluarga, masyarakat,
dan juga sekolah. Sekolah sebagai suatu lembaga pendidikan formal
perlu mengambil peran dalam pengembangan sisi afektif siswa. Jadi
kesimpulannya sekolah perlu lebih menekankan pada pembinaan perilaku
siswa tentang pendidikan budi pekerti melalui upaya keteladanan,
pembiasaan, pengamalan, dan pengkondisian lingkungan.
Cara yang dapat ditempuh di sekolah adalah dengan cara
mengintegrasikan nilai-nilai kearifan budaya lokal dalam proses
pembelajaran, kegiatan intrakurikuler dan ekstrakurikuler serta kegiatan
kesiswaan lainnya di sekolah. Sebagai contoh dengan mengadakan
kegiatan kesiswaan yang menekankan pada pengenalan budaya lokal
8
yang isi dan media penyampaiannya dikaitkan dengan lingkungan sosial
dan lingkungan budaya serta kebutuhan pembangunan daerah setempat
yang perlu diajarkan kepada pada pemuda, selain itu penggunaan bahasa
lokal dipandang perlu diaplikasikan paling tidak satu hari dalam enam
hari proses pembelajaran di sekolah. Di samping itu diharapkan kegiatan
ekstrakurikuler berbasis kebudayaan lokal mulai diadakan di tiap-tiap
sekolah guna mendukung kegiatan pelestarian budaya lokal.
Pendidikan hanya berfungsi membantu perkembangan anak,
maka pendidik harus menyesuaikan diri dengan individualitas anak.
Sejak dini anak perlu di didik berpikir kritis. Ini bertujuan agar anak tidak
menerima begitu saja suatu kebudayaan melainkan melalui pemahaman
dan perasaan ketika berada dalam kandungan budaya itu, yang akhirnya
menimbulkan penilaian menerima, merevisi, atau menolak budaya itu
(Suwardi Endraswara, 2006: 55).
Melalui pendidikan serta program melestarikan kebudayaan lokal
melalui kegiatan ekstrakurikuler, berbagai budaya baru yang masuk dan
bersifat negatif dapat ditanggulangi, oleh sebab itu peneliti tertarik untuk
melakukan penelitian yang berkaitan dengan penerapan nilai-nilai budaya
Jawa melalui kegiatan ekstrakurikuler di Kota Yogyakarta.
Kegiatan ekstrakurikuler memiliki peran cukup penting dalam
membangun karakter siswa. Dalam kegiatannya, penerapan nilai-nilai
berbudi luhur juga diberikan. Ini menjadi salah satu alasan pentingnya
9
kegitan ekstrakurikuler diterapkan dalam lingkungan sekolah. Dalam
penerapannya, siswa tidak hanya menerima pelajaran budi pekerti di
kelas, tapi juga dapat diberikan melalui kegiatan ekstrakurikuler. Dalam
budaya Jawa, unggah-ungguh atau perilaku sopan santun masih sangat
penting untuk diterapkan kepada siswa, baik dari sikap, tutur kata kepada
pendidik atau orangtua.
Daerah Istimewa Yogyakarta merupakan salah satu pusat
orientasi budaya Jawa di Indonesia. Sejalan dengan hal ini provinsi
Daerah Istimewa Yogyakarta telah mengeluarkan Peraturan Daerah
(PERDA) DIY nomor 5 tahun 2011 yang berisi tentang pengelolaan dan
penyelenggaraan pendidikan berbasis kebudayaan. Peraturan gubernur ini
secara khusus menunjukkan bahwa dalam menerapkan pendidikan dan
nilai luhur budaya di Daerah Istimewa Yogyakarta dilakukan
berdasarkan konsep “ing ngarsa sung tuladha, ing madya mangun karsa,
tut wuri handayani” dengan mengedepankan sifat asah, asih dan asuh.
Ki Hadjar Dewantara mendirikan Perguruan Tamansiswa yang
sarat dengan muatan kebudayaan nasional khususnya budaya Jawa di
Yogyakarta. Melalui perguruan ini budaya Jawa mulai digunakan sebagai
dasar dari pembentukan karakter melalui penerapan budi luhur budaya
masyarakat Jawa. Beberapa sekolah dasar di Provinsi Daerah Istimewa
Yogyakarta telah menerapkan Pendidikan Berbasis Budaya Jawa salah
satunya adalah SD Taman Muda Ibu Pawiyatan Tamansiswa yang berdiri
atas prakarsa Ki Hadjar Dewantara.
10
Penerapan Pendidikan Berbasis Budaya Jawa di SD Taman Muda
Ibu Pawiyatan Tamansiswa melalui beberapa program intrakurikuler dan
ekstrakulikuler yang mengadopsi kebudayaan Jawa. Hal ini dilakukan
dengan tujuan meningkatkan kualitas peserta didik melalui penggunaan
budaya Jawa dalam penyelenggaraan pendidikan sehingga siswa dapat
memiliki nilai luhur yang dijunjung dalam budaya Jawa. Terlihat dengan
banyaknya prestasi dari siswa SD Taman Muda Ibu Pawiyatan
Tamansiswa dalam bidang budaya lokal seperti karawitan, panembromo,
macapat, tari dan lain sebagainya.
Membangun karakter siswa dengan budi pekerti luhur bangsa
merupakan fokus utama yang di bentuk di SD Taman Muda Ibu
Pawiyatan Tamansiswa melalui penerapan unsur budaya Jawa. Tujuan
pembelajaran budi pekerti diberikan kepada siswa agar nilai-nilai budaya
bangsa seperti sopan santun tidak luntur oleh perkembangan zaman. SD
Taman Muda Ibu Pawiyatan Tamansiswa menerapkan sistem “among”
yang dianggap sebagai keseimbangan antara pendidikan orangtua atau
keluarga, sekolah dan masyarakat. Hasil observasi awal diperoleh bahwa
konsep pendidikan Tamansiswa yang menjaga nilai luhur budaya bangsa
dan penanaman budi pekerti di sekolah tersebut masih dijaga hingga saat
ini. Sesuai dengan visi dan misinya, sekolah tersebut memberikan
pelajaran budi pekerti baik melalui pelajaran sehari-hari di dalam kelas
(intrakurikuler) maupun dalam kegiatan ekstrakurikuler.
11
Kebijakan dari sekolah mengenai penerapan budaya Jawa dalam
kegiatan sehari-hari dapat dilihat dengan membiasakan menyanyikan
lagu nasional dan tembang sebelum memulai pelajaran. Sedangkan salah
satu kegiatan ekstrakurikuler yang wajib diikuti peserta didik adalah
membatik. Ini dilakukan sebab disamping pendidikan budi pekerti juga
untuk melestarikan budaya Jawa yang hampir luntur.
Keberhasilan SD Taman Muda Ibu Pawiyatan Tamansiswa
menjadi sekolah dasar yang menjunjung tinggi budaya Jawa dan
menghasilkan peserta didik yang berbudi pekerti bisa menjadi contoh
bagi sekolah lain yang akan menerapkan pendidikan berbasis budaya
Jawa khususnya di Yogyakarta.
Tidak semua sekolah dapat menyusun program pendidikan yang
kental akan budaya lokal, bahkan sangat sedikit sekolah yang
menggunakan kebudayaan lokal dalam penyelenggaraan pendidikannya.
Perencanaan, pelaksanaan hingga evaluasi serta bagaimana pendidik
dapat mengarahkan siswa dengan baik dalam setiap program pendidikan
berbasis budaya Jawa di SD Taman Muda Ibu Pawiyatan Tamansiswa
yang menjadi fokus dalam penelitian yang dilakukan peneliti.
Memiliki visi menjadi sekolah bermutu, berbasis seni budaya dan
pendidikan budi pekerti luhur bukan berarti SD Taman Muda IP tersebut
tidak memiliki kendala dalam menerapkan budaya Jawa di sekolah. Salah
satu hal yang menjadi kendala yaitu sikap orangtua yang tidak
12
membiasakan siswa untuk bertutur kata menggunakan bahasa Jawa dan
tidak membiasakan sikap unggah-ungguh yang baik terhadap orang yang
lebih tua. Ini menyebabkan kebiasaan siswa yang bersikap sesuka hati
terhadap orang lain. Untuk itu mengetahui kebijakan sekolah dalam
penerapan budaya Jawa dan apa saja faktor pendukung dan penghambat
dalam penerapan nilai budaya Jawa melalui kegiatan ekstrakurikuler.
Berdasarkan pada uraian tersebut peneliti tertarik untuk
mendeskripsikan kebijakan sekolah dalam menerapkan nilai-nilai budaya
jawa melalui penelitian skripsi yang berjudul ”Kebijakan Sekolah Dalam
Menerapkan Nilai-Nilai Budaya Jawa Melalui Kegiatan Ekstrakurikuler
di SD Taman Muda Ibu Pawiyatan Yogyakarta” sebagai kajian untuk
menerapkan nilai budaya Jawa atau nilai budi pekerti di sekolah.
B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan uraian dari latar belakang di atas, maka dapat
diidentifikasikan beberapa permasalahan yang berkaitan dengan
pendidikan budaya Jawa dalam kebijakan sekolah di Sekolah Dasar
Taman Muda Ibu Pawiyatan Yogyakarta tersebut antara lain:
1. Dampak arus globalisasi yang bersifat negatif membuat siswa saat ini
lupa terhadap tatanan nilai budaya lokal dan bangsa.
2. Nilai budaya lokal dan nilai budaya bangsa yang sudah ada perlu
ditanamkan terutama untuk anak usia sekolah.
13
3. Kurangnya pembinaan siswa tentang pendidikan budi pekerti di
sekolah dengan upaya keteladanan, pembiasaan, pengamalan, dan
pengkondisian lingkungan.
4. Minimnya kebijakan sekolah mengenai penerapan nilai budaya Jawa
di sekolah tersebut.
5. Kurangnya kesadaran dalam penerapan nilai budaya Jawa, salah
satunya budi pekerti dalam setiap kegiatan belajar mengajar.
C. Batasan Masalah
Berdasarkan identifikasi masalah yang telah diuraiakan di atas,
maka peneliti membatasi penelitian ini pada bagaimana penerapan
nilai-nilai budaya Jawa di sekolah di Taman Muda Ibu Pawiyatan
Yogyakarta.
D. Rumusan Masalah
1. Apa saja bentuk nilai – nilai budaya Jawa yang diterapkan di sekolah ?
2. Bagaimana cara menanamkan nilai- nilai budaya Jawa dalam
pendidikan sekolah ?
3. Faktor pendukung dan penghambat dalam penanaman nilai- nilai
budaya Jawa di sekolah ?
4. Bagaimana upaya dalam mengatasi kendala tersebut ?
E. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut :
14
1. Mendeskripsikan bagaimana kebijakan sekolah dalam menerapkan
nilai- nilai budi pekerti di Taman Muda Ibu Pawiyatan Yogyakarta.
2. Untuk memahami bagaimana cara menanamkan nilai-nilai budaya
Jawa melalui pendidikan sekolah yang ada di SD Taman Muda Ibu
Pawiyatan Yogyakarta.
3. Untuk memahami faktor penghambat dan pendukung kebijakan
sekolah dalam menerapkan nilai-nilai budaya Jawa melalui kegiatan
ekstrakurikuler di SD Taman Muda Ibu Pawiyatan Yogyakarta.
4. Untuk memahami upaya yang dilakukan oleh pihak sekolah dalam
menanggulangi hambatan yang ditemui saat menerapkan nilai-nilai
budaya Jawa melalui kegiatan ekstrakurikuler di SD Taman Muda
Ibu Pawiyatan Yogyakarta.
F. Manfaat Penelitian
Manfaat yang diharapkan dalam penelitian ini yaitu :
1. Secara Teoritis
Penelitian diharapkan dapat menjadi tambahan informasi yang
bermanfaat mengenai kebijakan sekolah dalam menerapkan
nilai- nilai budaya jawa di SD Taman Muda Ibu Pawiyatan
Yogyakarta, serta menambah khasanah ilmu pengetahuan bagi
Program Studi Kebijakan Pendidikan, Jurusan Filsafat dan
Sosiologi Pendidikan jurusan Kebijakan Pendidikan khususnya
pada mata kuliah Kebijakan Pendidikan.
2. Secara Praktis
15
a. Bagi Sekolah
Dengan adanya penelitian ini, diharapkan dapat dijadikan
sebagai bahan masukan serta pertimbangan oleh pihak sekolah
terkait dengan penyelenggaraan dan pengelolaan kebijakan
sekolah dalam mengembangkan kreativitas siswa.
b. Bagi Siswa
Dengan penelitian ini, diharapkan siswa dapat mengetahui dan
mengenal budaya warisan bangsa. Walaupun arus globalisasi
berdampak negatif, namun siswa tetap mampu melalui sekolah
dan ekstrakurikuler melestarikan nilai luhur budaya Jawa.
c. Bagi Peneliti
Dengan diadakannya penelitian ini, diharapkan dapat menambah
referensi peneliti mengenai pendidikan budaya di Kota
Yogyakarta.
16
17
BAB II
KAJIAN TEORI
A. Implementasi Kebijakan
1. Pengertian Kebijakan Pendidikan
William Dunn (Nanang Fattah, 2012: 9) menjabarkan bahwa
kebijakan merupakan suatu disiplin ilmu yang berupaya memecahkan
masalah dengan menggunakan teori, metode, dan substansi penemuan
tingkah laku, dan ilmu-ilmu sosial, profesi sosial, dan filosofi sosial
politis atau dengan arti lain analisis kebijakan adalah proses pengkajian
multidisipliner ilmu yang dirancang secara kreatif, dengan penilaian yang
kritis, dan mengkomunikasikan informasi yang bermanfaat dan dipahami
serta meningkatkan kebijakan. Dalam analisis kebijakan prosedur ini
diberi istilah khusus, yaitu a) pengawasan (monitoring) adalah hasil
informasi tentang hasil kebijakan yang diamati; b) peramalan
(forecasting) adalah hasil informasi tentang hasil kebijakan yang
diharapkan; c) evaluasi (evaluation) hasil informasi tentang nilai atau
value dari hasil yang diamati serta yang diharapkan; d) rekomendasi
(recomendation) adalah hasil informasi tentang kebijakan yang lebih
disukai; e) struktur masalah (problem structuring) adalah hasil informasi
tentang masalah yang dipecahkan.
Prosedur ini menjelaskan ada sejumlah model analisis kebijakan
yang bisa menjadi rujukan, yaitu a) model deskripstif yang berupaya
18
menggambarkan dan menjelaskan sesuatu, atau memprediksi sebuah
variabel yang dapat mereaksi perubahan dari suatu bagian sebuah sistem,
b) model normatif yang bertujuan merekomendasi untuk
mengoptimalkan pencapaian beberapa nilai, c) model verbal
diapresiasikan dalam bahasa sehari-hari berupa definisi, dan d) model
simbolis menggunakan simbol matematis untuk menerangkan hubungan
di antara variabel-variabel inti yang memiliki sifat suatu masalah
(Nanang Fattah, 2012: 14).
H.A.R Tilaar dan Riant Nugroho (2009: 15) menyatakan bahwa
keseluruhan proses dan hasil perumusan langkah-langkah strategis
pendidikan yang dijabarkan dari visi, misi pendidikan, dalam rangka
untuk mewujudkan tercapainya tujuan pendidikan dalam suatu
masyarakat untuk suatu kurun waktu tertentu. Aspek-aspek yang
tercakup dalam kebijakan pendidikan adalah:
a. Kebijakan pendidikan merupakan suatu keseluruhan deliberasi
mengenai hakikat manusia sebagai mahkluk yang menjadi manusia
dalam lingkungan kemanusiaan.
b. Kebijakan pendidikan dilahirkan dari ilmu pendidikan sebagai ilmu
praksis yaitu kesatuan antara teori dan praktik pendidikan.
c. Kebijakan pendidikan haruslah mempunyai validitas dalam
perkembangan pribadi serta masyarakat yang memiliki pendidikan itu.
d. Keterbukaan (Opennes)
e. Kebijakan pendidikan didukung oleh riset dan pengembangan.
19
f. Analisis kebijakan.
g. Kebijakan pendidikan pertama-tama ditujukan kepada kebutuhan
peserta didik.
h. Kebijakan pendidikan diarahkan pada terbentuknya masyarakat
demokratis.
i. Kebijakan pendidikan berkaitan dengan penjabaran misi pendidikan
dalam pencapaian tujuan-tujuan tertentu.
j. Kebijakan pendidikan harus berdasarkan efisiensi.
Duncan Macrae (Nanang Fattah, 2012: 3) mengartikan analisis
kebijakan sebagai suatu disiplin ilmu sosial terapan yang menggunakan
argumentasi rasional dengan menggunakan fakta-fakta untuk
menjelaskan, menilai, dan membuahkan pikiran dalam rangka upaya
memecahkan masalah publik.
Berdasar atas berbagai pendapat di atas maka dapat ditarik
kesimpulan bahwa kebijakan pendidikan adalah suatu perumusan
langkah-langkah yang dijadikan pedoman untuk bertindak yang
berkenaan dengan masalah-masalah pendidikan dalam rangka
tercapainya pendidikan yang berkualitas.
B. Pengertian Kebijakan Sekolah
Sekolah sebagai sebuah lembaga pendidikan memiliki fungsi
dalam menyampaikan ilmu-ilmu dan pengetahuan yang ada. Sekolah
memegang peranan sebagai tempat menuntut ilmu dan belajar. Sebagai
lembaga pendidikan formal, keberadaan sekolah dari dan untuk
20
masyarakat merupakan perangkat yang berkewajiban memberikan
layanan pendidikan bagi masyarakat.
Pendidikan sekolah adalah pendidikan yang diperoleh seseorang
di sekolah secara teratur, sistematis, bertingkat dan dengan mengikuti
syarat-syarat yang jelas dan disiplin mulai dari Taman Kanak-kanak
sampai perguruan tinggi. Oleh karena itu, di dalam melaksanakan tugas
pendidikan tersebut diperlukan pengaturan-pengaturan tertentu yang
disebut juga dengan kebijakan sekolah. Sehingga tujuan pendidikan yang
diharapkan oleh stakeholder lembaga pendidikan itu dapat tercapai.
Duke dan Canady (Syafaruddin, 2008: 118) menjabarkan bahwa
kerjasama dan keputusan oleh individu atau keinginan kelompok dengan
kewenangan yang sah dari dewan sekolah, pengawas, administrator
sekolah atau komite sekolah dan tanggung jawab bagi kontrak negosiasi.
Thompson (Syafaruddin,2008: 135) menjelaskan bahwa suatu
kebijakan sekolah dibuat oleh orang yang terpilih bertanggung jawab
untuk membuat kebijakan pendidikan, dewan sekolah unsur lain diberi
kewenangan membuat kebijakan, baik kepala sekolah, pengawas,
administrator yang memiliki kewenangan mengelola kebijakan dari
dewan sekolah.
Sistem pendidikan sekolah dasar dapat diartikan suatu kesatuan
dari berbagai komponen pendidikan yang saling berhubungan dan
bergantung untuk mencapai tujuan. Suharjo (2006: 15) mengemukakan
21
bahwa dalam proses pendidikan di sekolah dasar melibatkan komponen-
komponen, yaitu a) visi, misi dan tujuan pendidikan, b) peserta didik, c)
pendidik dan tenaga kependidikan, d) kurikulum/materi pendidikan, e)
proses belajar mengajar, f) sarana dan prasarana pendidikan, g)
manajemen pendidikan di sekolah, dan h) lingkungan eksternal.
Perlu adanya struktur organisasi yang jelas dalam rangka
melaksanakan tugas kependidikan di sekolah dasar. Secara sederhana
struktur organisasi pada sekolah dasar biasanya terdiri dari komponen
utama yaitu kepala sekolah, guru kelas, siswa dan tenaga staff
kebersihan. Selain komponen tersebut sekolah juga memiliki hubungan
dengan lingkungan sekitar khususnya dengan orangtua peserta didik dan
komite sekolah. Sekolah dengan sumber daya yang cukup biasanya
menambahkan staff tata usaha atau tenaga administrasi.
Suharjo (2006: 19) menjelaskan struktur organisasi yang
digunakan pada sekolah dasar di Indonesia ada beberapa macam.
Struktur tersebut dikondisikan sesuai dengan karakter dan komponen
yang ada di sekolah tersebut. Berikut alternatif struktur organisasi yang
biasa dipergunakan di sekolah dasar :
Kepala Sekolah
Staff TU & Tenaga
Kebersihan
Guru
Kelas
Guru
Kelas
Guru
Kelas
Guru
Kelas
Guru
Kelas
Guru
Kelas
Komite Sekolah
22
Gambar 1. Struktur Organisasi SD (Suharjo, 2006: 20)
Struktur diatas terkandung bagian-bagian dan hubungan antar
bagian yang diatur dengan baik untuk mencapai tujuan. Hubungan dari
tiap bagian dibentuk oleh garis lurus dan putus-putus. Garis lurus
menandakan saluran komando atau perintas. Sedangkan garis putus-putus
melambangkan hubungan koordinasi. Kepala sekolah mempunyai
wewenang untuk memberikan perintah/tugas secara langsung kepada
para pendidik, staff TU maupun tenaga kebersihan. Tapi kepala sekolah
tidak memberikan komando pada komite sekolah karena hubungannya
hanya bersifat koordinatif.
Penyelenggaraan pendidikan di sekolah dasar terdapat komponen
yang penting salah satunya adalah pendidik dan tenaga kependidikan.
Pendidik dan tenaga kependidikan mempunyai kewajiban dan tanggung
jawab dalam pembentukan dan perkembangan karakter peserta didik
pada tingkat sekolah dasar. Dijelaskan dalam Undang- undang Nomor 20
tahun 2003 pasal 40 bahwa:
“Pendidik dan tenaga kependidikan memiliki beberapa kewajiban
utama, yaitu: (a) Menciptakan suasana pendidikan yang bermakna,
menyenangkan, kreatif, dinamis dan dialogis; (b) Mempunyai komitmen
secara profesional untuk meningkatkan mutu pendidikan;dan (c)
Memberi teladan dan menjaga nama baik lembaga, profesi, dan
kedudukan sesuai dengan kepercayaan yang diberikan kepadanya”.
Siswa
23
Setelah melakukan beberapa kewajiban tersebut pendidik dan
tenaga kependidikan berhak mendapatkan hak-hak yang tertulis dan
diatur dalam undang-undang.
Melihat pentingnya peran pendidik di sekolah dasar yang ikut
pembentukan dan perkembangan karakter peserta didik, maka diperlukan
kemampuan dan syarat tertentu. Suharjo (2006: 56) mengemukakan
secara umum persyaratan menjadi pendidik sekolah dasar sebagai
berikut: a) Persyaratan kepribadian artinya seorang pendidik sekolah
dasar memiliki kepribadian yang utuh, yaitu beriman dan bertaqwa
kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, berbudi luhur, dan
memiliki komitmen yang tinggi. Selain dijadikan sebagai landasan dalam
segala perbuatan pendidik, kepribadian ini juga sebagai contoh bagi
peserta didik. Di sekolah dasar kepribadian pendidik sangat berpengaruh
pada pembentukan karakter peserta didik, b) Persyaratan jasmani dan
kesehatan artinya dalam berinteraksi secara optimal disekolah diperlukan
kondisi kesehatan yang prima baik kesehatan jasmani dan rohani. Hal
tersebut dimaksudkan agar pendidik dapat bekerja secara maksimal dan
tidak merugikan peserta didik dari segi kesehatan. Selain itu peran
pendidik sekolah dasar yang sangat besar sebagai wali kelas. Diperlukan
kondisi yang baik untuk menjadi pendidik sekolah dasar karena harus
mengampu dan melaksanakan segala kompetensi pengetahuan yang
diperlukan peserta didik, c) Persyaratan penguasaan kompetensi pendidik
24
sekolah dasar artinya salah satu persyaratan untuk menjadi pendidik
sekolah dasar adalah pendidik harus memiliki kompetensi tertentu agar
dapat melaksanakan tugas sebaik-baiknya. Seorang pendidik dianggap
kompeten bila mampu menunjukkan tindakan cerdas yang penuh
tanggung Jawab dalam bidang tersebut, sehingga ia mendapat
kepecayaan dari masyarakat.
Ibrahim Bafadal (2009: 9) mengemukakan pentingnya pendidikan
dasar dari beberapa perspektif. Dilihat dari perspektif yuridis ada dua
fungsi pendidikan yang didasarkan pada PP No. 28 Tahun 1990 pasal 3
yaitu melalui pendidikan sekolah dasar anak didik dibekali kemampuan
dasar dan sekolah dasar merupakan satuan pendidikan yang memberikan
dasar-dasar untuk mengikuti pendidikan ke jenjang berikutnya.
Sedangkan dari perspektif teoritik keberhasilan peserta didik mengikuti
pendidikan di sekolah menengah dan perguruan tinggi sangat ditentukan
oleh keberhasilannya dalam mengikuti pendidikan di sekolah dasar.
Melihat dari perspektif global besarnya peranan pendidikan di
sekolah dasar sangat didasari oleh semua negara di dunia dengan
semakin meningkatnya investasi pemerintah pada sektor tersebut dari
tahun ke tahun.
Berdasarkan beberapa pendapat narasumber di atas dapat
disimpulkan bahwa kebijakan sekolah adalah suatu keputusan dengan
kewenangan yang sah dari sekolah secara teratur, sistematis, bertingkat
25
yang dikelola dengan tujuan pengembangan masing-masing sekolah.
Komponen penting dalam pendidikan sekolah dasar diperhatikan secara
mendetail pada kompetensinya untuk meralisasikan tujuan pendidikan
nasional serta diatur dalam peraturan perundang-undangan di Indonesia.
Penerapan budaya pada pendidikan sekolah dasar membantu penanaman
nilai luhur budaya bangsa sejak dini pada awal pendidikan peserta didik.
Nilai budaya itu kemudian dikembangkan pada jenjang selanjutnya dan
menciptakan rasa cinta pada bangsa.
C. Budaya Jawa
1. Pengertian Budaya Jawa
Kebudayaan berasal dari bahasa Sansakerta yaitu budhayah, yaitu
budhi yang berarti akal. Sedangkan kata budaya merupakan
perkembangan dari kata budi daya yang artinya daya dari budi.
Kesimpulan kebudayaan adalah hasil cipta, karsa, dan rasa manusia yang
akan mempengaruhi tingkat pengetahuan dan meliputi sistem ide atau
gagasan yang terdapat dalam pikiran manusia, sehingga dalam kehidupan
sehari- hari kebudayaan itu bersifat abstrak (Koentjaraningrat, 1996: 12).
Koentjaraningrat (Joko Tri Prasetya, 2004: 32) mengemukakan
bahwa kebudayaan mempunyai tiga wujud, yaitu: a) wujud kebudayaan
sebagai kompleks gagasan, konsep, nilai-nilai, norma dan peraturan
adalah wujud ideal kebudayaan. Memiliki sifat abstrak, tidak dapat
diraba dan difoto dan terletak dalam pikiran manusia. Ide- ide dan
gagasan manusia ini banyak hidup dalam masyarakat dan memberi jiwa
26
kepada masyarakat; b) wujud kebudayaan sebagai suatu kompleks
aktifitas serta tindakan berpola dari manusia dalam masyarakat adalah
yang disebut sistem sosial yaitu tindakan berpola manusia itu sendiri.
Sistem sosial ini terdiri dari aktifitas manusia yang berinteraksi satu
dengan lainnya dari waktu ke waktu, yang selalu menurut pola tertentu.
Sistem sosial ini bersifat konkrit sehingga bisa didokumentasikan; c)
wujud kebudayaan sebagai benda-benda hasil karya manusia adalah
kebudayaan fisik, yaitu seluruh hasil fisik karya manusia dalam
masyarakat. Bersifat konkrit berupa benda yang bisa diraba dan
didokumentasikan.
Ki Hadjar Dewantara (2011: 27) menjelaskan bahwa budaya
adalah buah-buah dari suatu keluhuran budi yang sifatnya bermacam-
macam, akan tetapi karena semuanya adalah buah adab, maka semua
kebudayaan selalu bersifat tertib, indah, berfaidah, luhur, memberi rasa
damai, senang, bahagia, dan sebagainya. Sifat- sifat itulah yang dijadikan
pedoman hidup luhur bangsa Indonesia sebagai budaya. Sifat kebudayaan
yang dikemukakan di atas dapat dilihat melalui nilai-nilai budaya yang
diakui dan digunakan oleh masyarakat hingga saat ini. Pengertian dan
definisi mengenai budaya di atas secara umum prinsipnya sama yaitu
mengakui bahwa budaya merupakan hasil cipta manusia yang dibiasakan
bahkan didapat melalui belajar untuk mneyempurnakan kehidupan.
Dengan demikian hampir semua tindakan manusia yang dibiasakannya
27
dengan belajar untuk mencapai kesempurnaan hidup bisa disebut dengan
budaya.
Ki Hadjar Dewantara (2011: 66) kemudian membagi kebudayaan
menjadi: a) buah fikiran misalnya ilmu pengetahuan, pendidikan dan
pengajaran; b) buah perasaan misalnya segala sifat keindahan, dan
keluhuran budi, kesenian, adat istiadat, kenegaraan, keadilan, keagamaan,
kesosialan dan sebagainya; dan c) buah kemauan misalnya semua sifat
perbuatan dan buatan manusia seperti industri, pertanian, perkapalan,
bangunan-bangunan dan sebagainya. Pembagian jenis-jenis kebudayaan
di atas berdasarkan bentuk atau buah dari suatu budaya. Bentuk-bentuk
tersebut yang kemudian dikembangkan dan dijadikan suatu kebiasaan
sebagai kebudayan.
Kebudayaan sebagai fungsi kehidupan manusia dalam
hubungannya dengan manusia lain, alam sekitar dan dengan Tuhan untuk
kedamaian batin serta kehidupannya yang abadi, pada hakikatnya selalu
berubah sesuai dengan perubahan masyarakat dan perkembangan zaman.
Budaya dalam pengertian ini meliputi dimensi sistem berpikir, sistem
ekspresif seperti gaya bentuk seni, serta sistem orientasi nilai.
Soerjono Soekanto (Nur Zazin, 2011: 50) mendefinisikan budaya
sebagai, “Sebuah sistem nilai yang dianut seseorang pendukung budaya
tersebut yang mencakup konsepsi abstrak tentang baik dan buruk. Nilai
yang dianut oleh suatu organisasi diadopsi dari organisasi lain, baik
melalui re-inventing maupun re-organizing.”
28
Danim (Nur Zazin, 2011: 150) mengartikan budaya sebagai
seluruh sistem gagasan, rasa, tindakan, serta karya yang dihasilkan
manusia dalam kehidupan bermasyarakat yang dijadikan miliknya
melalui proses belajar sesuai dengan kekhasan etnik, profesi, dan
kedaerahan.
Kebudayaan memiliki pengertian yang begitu luas cakupannya,
untuk mempermudahnya disebut unsur universal yaitu: a) sistem religi
dan upacara keagamaan, b) sistem dan organisasi kemasyarakatan, c)
sistem pengetahuan, d) bahasa, e) kesenian, f) sistem mata pencaharian
hidup, g) sistem teknologi dan peralatan (Koentjaraningrat, 2015: 22).
Bangsa Indonesia memiliki kebudayaan yang menjadi identitas
bangsa. Budaya luhur dan beragam penuh nilai kemanusiaan adalah
karakteristik yang dimiliki Indonesia sebagai budaya nasional. Budaya
nasional dibentuk oleh budaya-budaya daerah yang merupakan
karakteristik bangsa, salah satu budaya daerah yang membentuk budaya
nasional adalah budaya Jawa.
Pemilik kebudayaan Jawa yaitu Suku Jawa menduduki wilayah
Indonesia terutama di pulau Jawa sehingga ikut menentukan karakter
bangsa. Suku Jawa merupakan penduduk asli yang mendiami bagian
tengah dan timur dari seluruh Pulau Jawa yaitu propinsi Jawa Tengah dan
Jawa Timur. Budaya juga merupakan pengikat Suku Jawa yang
menunjukkan karakteristik dengan mengutamakan keseimbangan,
29
keselarasan dan keserasian dalam kehidupan sehari hari
(Koentjaraningrat,1999: 300).
Kebudayaan Suku Jawa tidak merupakan suatu kesatuan yang
homogen dikarenakan adanya suatu keanekaragaman yang bersifat
regional. Menurut Kodiran (Koentjaraningrat, 1999: 322), daerah
kebudayaan Jawa itu luas yaitu meliputi seluruh bagian tengah dan timur
dari pulau Jawa. Walaupun demikian ada beberapa daerah yang sering
disebut daerah kejawen. Daerah itu adalah Banyumas, Kedu, Yogyakarta,
Surakarta, Madiun, Malang, dan Kediri.
Daerah di luar itu dinamakan pesisir dan ujung timur. Dilihat dari
banyak daerah tempat kediaman orang Jawa terdapat berbagai variasi dan
perbedaan yang bersifat yang bersifat lokal dalam beberapa unsur
kebudayaannya, seperti perbedaan istilah teknis, dialek bahasa dan
sebagainya namun masih merujuk pada satu pola yang sama.
Keberagaman kebudayaan Jawa di setiap daerah terpusat pada dua daerah
yaitu Yogyakarta dan Surakarta.
Berdasar analisis di atas dapat disimpulkan bahwa kebudayaan
ideal dan adat istiadat mengatur dan mengarahkan tindakan manusia baik
gagasan, tindakan dan karya manusia, menghasilkan benda kebudayaan
secara fisik. Sebaliknya kebudayaan fisik membentuk lingkungan hidup
tertentu sehingga dapat mempengaruhi pola berpikir dan berbuatnya.
Dengan kata lain di mana manusia hidup bermasyarakat, pasti akan
timbul kebudayaan.
30
2. Unsur-unsur Budaya Jawa
Suatu kebudayaan terdapat macam- macam unsur yang masuk
bahkan membentuk suatu kebudayaan itu sendiri. Bakker (1990: 38)
mengatakan sebagai unsur karena pokok-pokok tersebut dapat
digabungkan menjadi paduan yang lebih tinggi. Unsur- unsur ini yang
menjiwai dan menjadi pokok dari setiap kebudayaan. Unsur- unsur
kebudayaan itu dapat disistematisasikan menurut beberapa prinsip
pembagian.
Koentjaraningrat (2009: 165) mengemukakan pembagian unsur-
unsur kebudayaan ditemukan pada semua bangsa di dunia berjumlah
tujuh buah, yang dapat disebut sebagai pokok dari setiap kebudayaan,
yaitu: (a) bahasa, yaitu sistem perlambangan manusia yang lisan maupun
tertulis untuk berkomunikasi satu dengan yang lain. Bahasa yang
digunakan oleh suku bangsa yang bersangkutan memiliki variasi-variasi
dari bahasa itu sendiri, (b) sistem pengetahuan, yaitu pemahaman suatu
suku bangsa tentang suatu hal. Setiap bangsa di dunia biasanya
mempunyai pengetahuan tentang alam sekitar, flora, fauna, zat-zat atau
benda di lingkungannya, tubuh manusia, sifat dan tingkah laku manusia,
serta ruang dan waktu, (c) sistem kekerabatan dan Organisasi sosial,
yaitu adat istiadat dan aturan mengenai berbagai macam kesatuan di
dalam lingkungan tempat suatu bangsa hidup dan bergaul di kehidupan
sehari-hari, (d) sistem peralatan hidup dan teknologi, yaitu cara-cara
memproduksi, memakai, dan memelihara segala peralatan hidup dari
31
suatu suku bangsa. Yang dimaksud sistem peralatan hidup ini seperti
bentuk serta cara membuat pakaian, bentuk rumah, bentuk serta
pemakaian senjata, bentuk serta cara membuat dan mempergunakan alat
transportasi dan sebagainya, (e) sistem mata pencaharian hidup, yaitu
sistem produksi lokal termasuk sumber daya alam hingga
pengembangannya. Sistem mata pencaharian dalam hal ini terbatas pada
sistem- sistem yang bersifat tradisional terutama untuk lebih
memperhatikan kebudayaan suatu bangsa secara holistik, (f) sistem
religi, yaitu menyangkut hal-hal yang dipercaya dan dijadikan pedoman
hidup suatu suku bangsa, (g) kesenian, yaitu segala ekspresi hasrat
manusia akan keindahan dalam suatu kebudayaan bangsa. Benda-benda
hasil kesenian budaya dapat berwujud gagasan, ciptaan pikiran, cerita,
dan syair yang indah. Selain itu kesenian juga berupa benda-benda indah
seperti candi, kain tenun dan sebagainya.
Munandar Soelaeman (2001: 32) mengemukakan bahwa unsur-
unsur nilai budaya Jawa yaitu ide dan gagasan manusia yang hidup
bersama dalam suatu masyarakat dan menciptakan materi kebudayaan
dalam unsur budaya universal. Unsur nilai budaya dibagi menjadi: a)
agama meliputi adanya umat beragama, sistem keyakinan, sistem
peribadatan, sistem peralatan ritus dan emosi keagamaan, b) ilmu
pengetahuan meliputi sistem pengetahuan yang utuh menanggapi
keberadaan alam nyata dan nirwana, kondisi ini menyambung kepada
pemahaman tentang kehidupan dan kematian, perbuatan dan keadilan,
32
kefanaan dan keabadian, c) teknologi meliputi setiap warga negara
pendukung suatu kebudayaan memiliki kemampuan dalam melaksanakan
kegiatan bersama dan menciptakan peralatan hidup yang difungsikan
untuk memenuhi kebutuhan pada unsur budaya lainnya, d) ekonomi
meliputi setiap kehidupan masyarakat dengan proses jual beli, e)
organisasi sosial meliputi perkumpulan jaringan dalam tali perkawinan,
wilayah masyarakat, etnis, profesi, dan politik, f) bahasa dan komunikasi
meliputi setiap masyarakat dalam kebudayaan memiliki simbol-simbol
bunyi dan intonasi serta isyarat yang digunakan untuk menyampaikan
suatu maksud untuk dipahami atau dilaksanakan, g) serta kesenian yang
meliputi ungkapan seni berupa simbol pernyataan rasa suka atau duka.
Baik untuk umum atau diri sendiri, dalam bentuk ukiran, gambar, tulisan,
gerak tari dan nyanyian.
Unsur-unsur budaya Jawa sangat menonjol dan mencirikhaskan
budaya Jawa. Di dalam pergaulan aktifitas sosialnya masyarakat Jawa
sehari- hari menggunakan bahasa Jawa. Pada waktu pengucapan dan
penggunaan bahasa Jawa seseorang harus memperhatikan dan
membedakan keadaan lawan bicara atau yang sedang dibicarakan
berdasarkan usia maupun status sosialnya. Pada dasarnya ada dua macam
bahasa Jawa apabila ditinjau dari tingkatanya, yaitu: a. Bahasa Jawa
Ngoko, dipakai untuk orang yang sudah dikenal akrab dan terhadap orang
yang lebih muda usianya serta lebih rendah derajat atau status sosialnya.
Lebih khusus lagi adalah bahasa Jawa Ngoko Lugu dan Ngoko Andap, b.
33
Bahasa Jawa Krama, dipergunakan untuk bicara dengan orang yang
belum dikenal akrab dan juga orang yang lebih tinggi umur serta status
sosialnya (Koentjaraningrat, 1999: 320).
Kedua macam derajat bahasa ini kemudian ada variasi dan
kombinasi antara kata-kata dari bahasa Jawa ngoko dan bahasa Jawa
krama yang pemakaiannya disesuaikan dengan keadaan perbedaan usia,
serta derajat sosial. Misalnya bahasa Jawa Madya yang terdiri dari tiga
macam bahasa Madya Ngoko, Madyaantara, Madya Krama. Selain itu
juga ada bahasa Krama Inggil, bahasa Kedaton, bahasa Krama Desa, dan
bahasa Jawa Kasar yang digunakan pada saat- saat dan lingkungan sosial
tertentu (Koentjaraningrat, 1999: 329).
Perbedaan penggunaan bahasa yang disebabkan oleh perbedaan
tingkatan, masyarakat Jawa juga memiliki keberagaman pada logat dan
karakter bahasa berdasarkan geografi. Sesuai pada keadaan geografis
pulau Jawa, maka dapat dibedakan beberapa subdaerah linguistik yang
masing-masing mengembangkan logat bahasa Jawa. Beberapa daerah
yang berada disekitar peradaban suka Jawa juga mempengaruhi logat
Bahasa Jawa yang beragam. (Koentjaraningrat, 1984: 23)
Masyarakat Jawa juga mengenal tulisan asli yang merupakan
identitas mereka yaitu tulisan Jawa. Tulisan Jawa berasal dari suatu
bentuk tulisan Sansekerta Dewanagari dari India Selatan yang biasa
disebut dengan tulisan Palawa, tetapi dalam waktu berabad-abad tulisan
itu mengalami perubahan hingga menjadi Aksara Jawa yang sering
34
digunakan pada kesusastraan Jawa. Namun sekarang dalam kehidupan
sehari-hari orang Jawa menggunakan huruf latin tidak menggunakan
tulisan Jawa (Koentjaraningrat, 1984: 21).
Sistem teknologi masyarakat Jawa dipengaruhi oleh mata
pencahariannya. Mata pencaharian masyarakat Jawa berasal dari
pekerjaan-pekerjaan kepegawaian, pertukangan dan perdagangan, tapi
yang menjadi mayoritas mata pencaharian masyarakat Jawa di desa
adalah bertani. Mata pencaharian masyarakat Jawa sangat berpengaruh
terhadap kebudayaanya. Masyarakat Jawa masa kini sudah lebih modern
dalam hal teknologi dan mata pencahariannya juga lebih beragam.
Kodiran (Koentjaraningrat, 1999: 344), menjabarkan masyarakat
Jawa membedakan kelompok masyarakat menjadi priyayi dan bendara
yang terdiri dari pegawai negeri, kaum terpelajar, keluarga kraton dan
keturunan bangsawan yang hidup di kota dengan wong cilik seperti
petani-petani, tukang-tukang, pekerja kasar dan lain sebagaiya.
Berdasarkan gengsi kelompok priyayi dan bendara merupakan lapisan
paling atas, sedangkan wong cilik berada di lapisan paling bawah.
Meskipun saat ini perbedaan antara kedua kelompok masyarakat di atas
tidak terlalu mencolok dan terlihat, namun hal itu mempengaruhi proses
pembentukan kebudayaan masyarakat Jawa. Misalnya pada kelompok
masyarakat wong cilik dalam bertani muncul budaya- budaya menanam
atau teknologi menanam mulai dari cara membajak (luku), persemaian
benih (pawinih), pemindahan tunas (nguriti/ndaut), hingga menuai padi.
35
Masyarakat Jawa juga sering membuat suatu pertunjukkan seni
budaya sebagai wujud syukur kepada sang pencipta atas hasil panennya.
Mereka juga memiliki cara sendiri dalam berekreasi dan berkesenian.
Sedangkan pada kelompok masyarakat priyayi dan bendara, budaya
timbul kehidupan sehari- hari mereka dalam hal busana, cara bergaul,
dan lain sebagainya. Biasanya kebudayaan Jawa yang hidup di kota- kota
Yogyakarta dan Surakarta (Solo) merupakan peradaban orang Jawa yang
berakar di Kraton.
Pola rekreasi dan kesenian terdapat keberagaman yang dimiliki
oleh budaya Jawa. Masyarakat Jawa sejak dulu memiliki kesenian
sendiri-sendiri di berbagai lapisan masyarakat. Koentjaraningrat (1984:
212) menjelaskan kesenian yang biasanya selalu ada di masyarakat desa
adalah penari wanita (ledhek), tarian tayuban, dan pertunjukkan wayang
kulit. Kesenian-kesenian itu yang dikembangkan bervariasi pada setiap
daerah. Tak jarang pelaku seni desa yang tersohor dan berbakat diminta
untuk mengadakan pertunjukkan di kota. Tarian-tarian rakyat Jawa sejak
dulu merupakan sumber ilham kesenian istana atau kraton. Sehingga
kesenian masyarakat kota berpengaruh terhadap kesenian masyarakat
kota di kebudayaan Jawa. Dibandingkan dengan masyarakat desa,
kelompok priyayi lebih sering mengadakan acara yang mempertunjukkan
kesenian dan budaya Jawa seperti pada upacara khitanan, perkawinan
dan kelahiran. Kemudian ditegaskan kembali oleh Koentaraningrat
(1984: 286) bahwa bentuk kesenian Jawa yang begitu digemari priyayi
36
Jawa, yaitu seni drama wayang kulit maupun wayang orang, seni suara
gamelan yang erat kaitannya dengan tarian-tarian Jawa istana. Tarian-
tarian Jawa yang ada di istana atau kraton sangat banyak dan beragam
serta terus berkembang hingga saat ini. Tarian-tarian di istana dan kraton
adalah tarian yang sakral dan penuh dengan arti kehidupan, bahkan sudah
menjadi tradisi yang turun temurun.
Sistem sosialisasi masyarakat Jawa sangat menjunjung tinggi
kesopanan dan kesantunan. Adat istiadat masyarakat Jawa
mengedepankan sopan santun untuk menghargai orang lain. Tingkah laku
inilah yang menjadi karakteristik masyarakat Jawa. Budaya sopan selalu
diajarkan secara turun menurun oleh masyarakat Jawa melalui segala
aspek komunikasi yang mempertimbangkan lawan bicara atau dengan
siapa mereka bicara. Pada dasarnya tingkah laku dan adat sopan santun
orang Jawa memang sangat berorientasi secara kolateral. Masyarakat
Jawa menjunjung tinggi sikap tenggang rasa (tepa selira) antar sesama
(Koentjaraningrat, 1984: 440).
Koentjaraningrat (Munandar Soelaeman, 2001: 42) menjelaskan
bahwa nilai budaya berfungsi sebagai pedoman tertinggi bagi kelakuan
manusia. Sistem nilai budaya dalam masyarakat menyangkut masalah-
masalah pokok bagi kehidupan manusia.
Orientasi nilai budaya bisa merupakan nilai, konsep, dan
kebiasaan. Dapat berupa perilaku langsung apabila menghadapi
permasalahan maupun berupa karakter. Masyarakat Jawa memiliki
37
budaya yang sangat beragam dan penuh makna budi pekerti. Budaya ini
lah yang menjadikan identitas masyarakat Jawa sebagai masyarakat yang
berbudi pekerti luhur dan memiliki nilai budaya yang tinggi. Budaya
yang berbudi pekerti luhur ini yang perlu dilestarikan keberadaannya di
masyarakat Jawa untuk mempertahankan kualitas hidup namun tetap
berkembang mengikuti perkembangan zaman.
3. Hakikat Kearifan Lokal
Budaya Jawa memiliki peranan penting dalam budaya Indonesia,
termasuk bahasanya. Bahasa Jawa menjadi salah satu pemerkaya bahasa
Indonesia. Aspek yang tidak terpisahkan dari budaya adalah kearifan
lokal. Hal ini juga dijelaskan Haryati Soebadio (Ayatrohaedi, 1986: 18)
bahwa kearifan lokal merupakan suatu identitas budaya bangsa yang
menyebabkan budaya tersebut mampu menyerap dan mengolah
kebudayaan asing sesuai watak dan kemampuan sendiri.
Moendarjito (Ayatrohaedi, 1986: 40) menjabarkan bahwa unsur
budaya sebagai kearifan lokal memiliki ciri sebagai berikut: a) mampu
bertahan terhadap budaya luar; b) memiliki kemampuan mengakomodasi
unsur-unsur budaya luar; c) mempunyai kemampuan mengintegrasikan
unsur budaya luar kedalam budaya asli; d) mempunyai kemampuan
mengendalikan; e) mampu memberi arah pada perkembangan budaya.
Hoed (2008: 107) menjelaskan bahwa terdapat nilai-nilai yang
muncul dalam kecerdasan masyarakat Jawa semasa masyarakat itu
38
sendiri ada. Artinya kearifan lokal Jawa itu sudah teruji oleh waktu dan
melekat pada masyarakat itu sendiri.
Berdasarkan penjelasan sumber di atas dapat disimpulkan bahwa
kearifan lokal merupakan akumulasi pengetahuan yang tumbuh dan
berkembang dalam sebuah komunitas yang merangkum perspektif
teologis, kosmologis, dan sosiologis. Kearifan lokal bersandar pada
filosofi, nilai-nilai, etika dan perilaku yang melembaga secara tradisional
untuk mengelola sumber daya (alam, manusia dan budaya) secara
berkelanjutan. Dapat dirumuskan sebagai pandangan hidup sebuah
komunitas mengenai fenomena alam maupun sosial yang dapat
mentradisi atau secara turun temurun dan telah ada pada suatu daerah
tertentu. Kearifan lokal dapat berbentuk sebagai kesenian, tradisi serta
nilai-nilai yang sudah melekat dan membudaya dalam suatu masyarakat
tersebut.
Masyarakat dan kebudayaan di mana pun selalu dalam keadaan
berubah, ini disebabkan oleh beberapa hal yaitu sebab-sebab yang berasal
dari dalam masyarakat dan kebudayaan sendiri dan sebab-sebab
perubahan lingkungan alam dan fisik tempat mereka hidup. Perubahan
ini selain karena adanya difusi kebudayaan dan adanya penemuan-
penemuan baru, khususnya teknologi dan inovasi. Salah satu bentuk
proses perubahan sosial yang terwujud dalam masyarakat adalah proses
yang dilakukan oleh generasi muda terhadap generasi yang lebih tua.
Proses ini dilakukan dengan belajar meniru pola tindakan generasi tua
39
sehingga hasilnya berjalan lambat dan memakan waktu yang panjang.
Sedangkan perubahan di dalam masyarakat yang maju, biasanya
terwujud melalui proses penemuan dalam bentuk penciptaan baru dan
melalui proses difusi (http://m.kompasiana.com/post/read).
Proses perubahan berbagai faktor yang mempengaruhi suatu
penerimaan dan penolakan kebudayaan baru di antaranya: masyarakat
terbiasa memiliki hubungan atau kontak dengan orang-orang yang
berasal dari luar kebudayaan tersebut, pandangan hidup dan nilai-nilai
kebudayaan baru harus berlandaskan agama yang berlaku, corak struktur
sosial suatu masyarakat turut menentukan proses penerimaan kebudayaan
baru dan suatu unsur kebudayaan bisa diterima jika sebelumnya sudah
ada unsur-unsur kebudayaan yang menjadi landasan kebudayaan baru
tersebut
Berdasarkan data Dinas Pendidikan Kota Yogyakarta untuk
pedoman pembelajaran berbasis budaya sebagai muatan materi tingkat
SMP/MTs yaitu unsur- unsur budaya yang dikembangkan merupakan jati
diri masyarakat Jawa yang terdiri atas :
1. Nilai- nilai luhur dibagi menjadi empat bagian: yaitu a) nilai
luhur spiritual yang mencakup nilai kejujuran, kesusilaan, dan
nilai kesabaran, b) nilai luhur personal moral yang mencakup
mencakup nilai kerendahan hati, tanggung jawab, percaya diri,
pengendalian diri, integritas, kepemimpinan, ketelitian,
ketangguhan, welas asih, kesopanan atau kesantunan dalam
40
bersikap, c) nilai luhur sosial mencakup nilai kerja sama, nilai
keadilan, kepedulian, ketertiban dan toleransi nasionalisme, d)
nilai luhur bersikap dan berperilaku mencakup nilai sikap cinta
tanah air dan menjunjung tinggi kearifan lokal dan menghargai
budaya nasional.
2. Artefak dibagi menjadi: a) artefak seni sastra mencakup
tembang (gedhe, tengahan, macapat, dolanan), geguritan dan
sesorah, b) artefak seni pertunjukan mencakup tarian rakyat,
musik tradisional, teater tradisional, dan wayang kulit, c)
artefak seni lukis mencakup batik, d) artefak seni busana
mencakup busana adat, e) artefak seni kriya mencakup kriya
logam, kriya kayu, kriya tanah, kriya kulit, anyaman, kriya
tekstil, f) artefak seni arsitektur mencakup bangunan rumah
tinggal, bangunan umum, bangunan rumah ibadah, bangunan
istana, perabot, g) artefak seni boga mencakup santapan,
makanan ringan, minuman khas, g) artefak ilmu kesehatan
mencakup ngadi salira (jamu, lulur, dll), h) artefak seni
permainan tradisional mencakup permainan tradisional adat.
3. Adat dibagi menjadi: a) adat sosial mencakup jati diri dalam
lingkungan masyarakat (gotong royong, upacara ritual), b) adat
ekonomi mencakup sistem lumbung desa, sistem pertanian,
dan pranata mangsa (penanggalan, musiman, pasaran), c) adat
41
politik mencakup rembug desa, struktur pemerintahan dari rt,
rw dan lurah.
(http://rudidarmawandisdikkotayk.wordpress.com//pedoman-
pembelajaran-berbasis-budaya)
Kesimpulannya masyarakat Jawa membagi setiap unsur-unsur
budaya tidak lepas dari tradisi yang sudah dilaksanakan oleh para leluhur.
Tradisi ini tetap dilestarikan bahkan dijadikan pedoman hidup,
pelaksanaan upacara ada dan struktur pemerintahan.
4. Nilai dan Budi Pekerti Budaya Jawa
Nilai budaya sifatnya sangat umum namun sulit dijelaskan secara
rasional dan nyata yang diresapi masyarakat sejak kecil dalam kehidupan
masyarakatnya serta dipatuhi sebagai pedoman hidup. Selanjutnya nilai
budaya ini yang diteruskan kedalam norma-norma masyarakat. Menurut
Koentjaraningrat (1996: 76) nilai budaya terdiri dari konsep-konsep
mengenai segala sesuatu yang dinilai berharga dan penting oleh warga
suatu masyarakat, sehingga dapat berfungsi sebagai suatu pedoman
orientasi pada kehidupan para warga masyarakat yang bersangkutan.
Budaya inilah yang menjadi karakteristik melalui penerapan adat- istiadat
di suatu masyarakat.
Kneller (1989: 89) memberikan pengertian nilai budaya adalah
cita-cita tertinggi yang berharga untuk diperjuangkan. Beberapa nilai
tersebut sangat jelas seperti kejujuran, sementara yang lain sulit
diungkapkan seperti kepercayaan akan nilai tertinggi harkat individu.
42
Kesimpulannya adalah nilai budaya secara umum dapat dikatakan
sebagai hal yang penting dan berharga dari suatu budaya sehingga patut
untuk diperjuangkan. Nilai-nilai ini yang menjadi fokus masyarakat
penganutnya dan dijadikan pedoman kehidupan. Budaya masyarakat
Jawa memiliki nilai-nilai luhur yang juga digunakan sebagai pedoman
hidup hingga saat ini.
Koentjaraningrat (Budiono Herusatoto, 2008: 164) menjabarkan
nilai tradisi dibagi menjadi empat, yaitu: a) nilai budaya adalah berupa
ide yang mengkonsepsikan hal-hal yang paling bernilai dalam kehidupan
masyarakat misalnya gotong royong atau sifat suka kerjasama berdasar
solidaritas; b) norma adalah nilai budaya yang sudah terkait kepada
peranan anggota masyarakat dalam lingkungannya, dan menjadi
pedoman tingkah laku masing-masing; c) sistem hukum adalah hukum
adat pernikahan dan hukum adat kekayaan; d) aturan khusus adalah
mengatur kegiatan yang jelas terbatas ruang lingkup dalam masyarakat
dan bersifat konkret.
Nilai budaya Jawa dipandang sebagai bagian paling abstrak dari
sistem budaya manusia dan sikap masyarakat merupakan fokus dari
kebudyaan masyarakat Jawa yang telah menyatu di dalam kehidupan
seluruh masyarakat Jawa. Nilai budaya Jawa merupakan bagian dari
budaya yang mencerminkan karakter budaya tersebut secara keseluruhan.
Budaya Jawa menjunjung tinggi budi pekerti dan pembentukan akhlak
mulia demi bekal hidup di masa depan. Pada masyarakat Jawa nilai-nilai
43
budaya luhur dan budi pekerti ditanamkan sejak dini. Jumlah nilai
budaya Jawa sangat banyak dan beragam.
Hal ini senada dengan penjabaran Budiono Herusatoto (2008:
145) tentang panca kreti atau lima perbuatan untuk menilai tingkah laku
seseorang yang dipakai sebagai paradigma, yaitu : a) trapsila adalah
penilaian pertama seseorang dilihat dari gerak gerik, polah tingkah, cara
menghormati orangtua dan sesamanya; b) ukara adalah penilaian
seseorang menurut gaya bicaranya dilihat dari runtut, jelas, jujur dan
sebaliknya; c) sastra adalah penilaian seseorang menurut kepandaiannya
dalam bekerja dilihat dari kalimat atau bahasa dalam menulis
menggunakan kalimat yang baik atau tidak; d) susila adalah penilaian
seseorang menurut moral dilihat dari banyak ditemukannya seseorang
yang sopan dan santun namun moralnya tidak dapat dipertanggung
jawabkan; e) karya adalah penilaian seseorang melalui hasil karya yang
dikerjakannya.
Manusia dibentuk oleh kesusilaan yang berarti bahwa manusia
hidup dalam norma-norma yang membatasi tingkah lakunya, yang
menunjukkan bagaimana bertingkah laku dalam masyarakat. Adanya
keseimbangan antara kebutuhan individu dan masyarakat juga
merupakan salah satu bentuk kesusilaan. Hal ini sesuai dengan
penjabaran Hadiatmaja bahwa nilai-nilai yang mendasari keselarasan dan
keseimbangan tersebut antara lain mawas diri, budi luhur, tepa slira,
mrawira, rasa rumangsa (http://kotakita.weebly.com).
44
Budaya Jawa menjunjung tinggi budi pekerti dan pembentukan
akhlak mulia demi bekal hidup di masa depan. Pada masyarakat Jawa
nilai-nilai budaya luhur dan budi pekerti ditanamkan sejak dini. Jumlah
nilai budaya Jawa sangat banyak dan beragam. Nilai-nilai budaya Jawa
tercermin pada nilai-nilai budaya nusantara yang tercantum dalam
Peraturan Daerah (Perda) D.I. Yogyakarta Nomor 5 Tahun 2011, pasal
dua ayat dua menyebutkan bahwa :
“ Nilai-nilai luhur budaya sebagaimana dimaksud pada ayat satu
diantaranya meliputi a) kejujuran, b) kerendahan hati, c)
ketertiban/kedisiplinan, d) kesusilaan, e) kesopanan/kesantunan, f)
kesabaran, g) kerjasama, h) toleransi, i) tanggung jawab, j) keadilan, k)
kepedulian, l) percaya diri, m) pengendalian diri, n) integritas, o) kerja
keras, p) ketelitian, q) kepemimpinan, r) ketangguhan”
( http://www.pendidikan-diy.go.id).
Nilai-nilai budaya Jawa ditanamkan dan dipelajari sejak kecil
bermula dari keluarga dan lingkungan sekitar melalui penanaman budi
pekerti. Suwardi Endraswara (2006: 23) memaparkan penanaman budi
pekerti masyarakat Jawa melalui beberapa pembentukan yaitu a)
pembentukan akhlak keselarasan dengan cara menanamkan prinsip
hormat yang terkait dengan unggah-ungguh dan tata krama Jawa,
menanamkan kerukunan hidup; b) pembentukan akhlak keutamaan hidup
dengan cara menanamkan watak arif dan jujur, menanamkan akhlak
mawas diri, menanamkan watak ikhlas, membentuk watak eling yang
dimaksudkan bahwa manusia harus selalu ingat kepada Tuhan Yang
Maha Esa; c) pembentukan akhlak sopan santun dengan cara membentuk
sikap rendah hati, membentuk unggah-ungguh dan tatakrama yang baik
45
dan benar yang merujuk pada aturan yang baik untuk mendidik
kesopanan masyarakat dan d) pembentukan watak pengendalian diri
dengan cara membentuk akhlak ngati-ati yaitu setiap perbuatan atau
tindakan harus dilakukan dengan penuh perencanaan dan tidak terburu-
buru, penanaman watak nrima yaitu manusia hendaklah selalu menerima
kehendak dan takdir Tuhan.
Penanaman nilai budaya Jawa melalui pendidikan berbasis
budaya di Indonesia memiliki kaitan yang erat dengan konsep pendidikan
Tamansiswa. Hal ini disebabkan Ki Hadjar Dewantara sebagai pendiri
Tamansiswa yang juga merupakan bapak pendidikan nasional yang telah
meletakkan dasar-dasar pendidikan nasional yang berorientasi budaya.
Sehingga ada pengaruh yang kuat dari konsep taman siswa terhadap
pendidikan berbasis budaya di Indonesia. Berikut adalah butir-butir
konsep Tamansiswa yang di kemukaan Ki Hadjar Dewantara (H.A.R
Tilaar, 2000: 68):
a. Bahwa kebudayaan tidak dapat dipisahkan dari pendidikan, bahkan
kebudayaan merupakan alas atau dasar pendidikan.
b. Kebudayaan yang menjadi alasan pendidikan tersebut haruslah bersifat
kebangsaan.
c. Pendidikan mempunyai arah yaitu untuk mewujudkan keperluan
perikehidupan.
d. Arah tujuan pendidikan ialah untuk mengangkat derajat negara dan
rakyat.
46
e. Pendidikan yang visioner.
Terlihat pada butir-butir rumusan konsep Tamansiswa bahwa
pendidikan menjunjung tinggi kebudayaan bahkan menjadi landasan
dalam penyelenggaraan pendidikan karena kebudayaan merupakan
karakter suatu bangsa. Ki Hadjar Dewantara tidak hanya berbicara
mengenai masyarakat Jawa saja, tetapi yang dimaksud adalah masyarakat
kebangsaan Indonesia artinya kebudayaan yang dimiliki atau yang akan
dibentuk dan dikembangkan oleh masyarakat Indonesia. Kemudian
pendidikan pada konsep taman siswa dimaksudkan untuk memenuhi
kebutuhan masyarakat yang riil dengan tujuan untuk meningkatkan
derajat negara dan rakyat. Pendidikan nasional mengangkat unsur
ketaman siswaan dalam menerapkan budaya sebagai landasan pendidikan
untuk meningkatkan hak-hak asasi manusia dan melaksanakan tanggung
jawab bersama sebagai bangsa Indonesia daam melestarikan budaya
bangsa.
Beberapa nilai budaya diatas diatas menjelaskan bahwa
pandangan hidup orang Jawa memiliki keseimbangan dan keselarasan
serta menerima segala sesuatu yang diberikan oleh Tuhan. Masyarakat
Jawa menjunjung tinggi kaidah-kaidah tersebut dalam hidup dengan
sesama karena mereka percaya, perbuatan baik akan dibalas dengan
perbuatan baik begitu pula sebaliknya. Masyarakat Jawa asli memegang
teguh pendirian dan kepercayaannya. Walaupun banyak pengaruh dari
luar, masyarakat Jawa tetap menjalankan nilai luhur budaya lokal mereka
47
dan patuh terhadap budaya atau adat istiadat mereka. Nilai kesatuan
dalam bentuk gotong royong merupakan ciri khas masyarakat Jawa dan
masih banyak lagi nilai budaya yang menunjukkan kearifan lokal
masyarakat Jawa. Nilai-nilai luhur budaya Jawa yang mengutamakan
keselarasan inilah yang perlu di tanamkan kepada pewaris bangsa sebagai
bekal dalam pembangunan.
Pendidikan humaniora dalam masyarakat Jawa yang mengajarkan
nilai-nilai kemanusiaan dan pernyataan simbolisnya merupakan bagian
integral dari sitem budaya sehingga dapat ditemukan macam pendidikan
humaniora sesuai dengan pengelompokan masyarakat. Dalam setiap
kelompok masyarakat, pendidikan itu diselenggarakan baik secara formal
dan informal melalui bentuk komunikasi sosial.
Pendidikan dalam lingkungan keluarga secara tidak langsung
membentuk watak dan karakter seseorang. Ketika beranjak remaja dan
menjadi dewasa watak terbagi menjadi watak buruk dan watak baik.
Senada dengan itu, Budiono Herusatoto (2008: 146) menjabarkan budaya
Jawa memiliki pandangan terhadap watak baik seseorang, yaitu a) rereh
adalah watak sabar dan mengekang diri; b) ririh adalah watak tidak
tergesa-gesa atas segala sesuatu itu sebelum diperbuat atau dipirkan
terlebih dahulu; c) ngati-ati adalah watak selalu berhati-hati dalam setiap
tindakan. Pendidikan budi pekerti perlu dibangun seiring penanaman
disiplin ilmu pengetahuan untuk bekal peserta didik di masa depan.
48
Budiono Herusatoto (2008: 147) menjabarkan watak seseorang
tidak selalu baik, namun ada halnya watak itu buruk, yaitu a) adigang
adalah watak sombong karena mengandalkan diri kepada kedudukaan
atau pangkat dan derajat; b) adigung adalah watak sombong karena
mengandalkan kepandaian dan kepintaran diri sendiri, sehingga
meremekan orang lain; c) adiguna adalah watak sombong karena
mengandalkan kepada keberanian dan kepintaran bersilat lidah atau
berdebat.
Setiap tatanan serta aturan mengandung nilai dan pesan moral
yang dijadikan rambu-rambu bertingkah laku dalam kehidupan
bermasyarakat oleh suku Jawa. Salah satunya berupa tradisi simbolis
lisan yang berupa nasihat atau ungkapan yang diucapkan orangtua
kepada anak. Makna yang terkandung dalam nasihat dan ungkapan
orangtua kepada anaknya dapat dilihat dari segi budi luhur, budi pekerti
dan etika. Tradisi simbolis yang digunakan sebagai rambu-rambu dalam
tingkah laku dalam masyarakat Jawa tidak hanya sebatas lisan yang
diberikan orangtua kepada anaknya. Dapat berupa pendidikan budi
pekerti di sekolah dan melalui kesenian. Secara tradisional, budi pekerti
mulai ditanamkan sejak masa kanak-kanak, baik di rumah maupun
disekolah kemudian berlanjut di kehidupan bermasyarakat. Pendidikan
informal atau pendidikan didalam lingkungan keluarga mulai ditanamkan
pengertian baik dan benar seperti etika, tradisi lewat dongeng, tembang,
49
dolanan atau permainan anak-anak dan kesenian lain yang mencerminkan
hidup bekerjasama dan berinteraksi dengan keluarga dan lingkungan.
Suwardi Endraswara (2006: 72) menjelaskan bahwa sebagai
contoh pertama selain berperilaku halus dan sopan, juga berbahasa yang
baik untuk menghormati sesama. Bahasa yang digunakan seperti krama
atau bahasa halus yang digunakan oleh seseorang yang lebih muda
kepada seseorang yang lebih sepuh atau tua dan ngoko atau bahasa biasa
yang digunakan oleh seseorang yang muda dengan sebayanya. Contoh
kedua yaitu melantunkan tembang sebagai pengantar tidur dengan tujuan
penuh permohonan kepada Yang Maha Pencipta.
Selain pendidikan informal dan non-formal yang berkembang dan
berpengaruh positif, pendidikan formal sangat berpengaruh bagi tumbuh
kembang siswa selanjutnya. Adapun implementasinya di bagi menjadi :
a) Pendidikan Budi Pekerti, pendidikan budi pekerti merupakan program
pengajaran di sekolah yang bertujuan mengembangkan watak atau
tabiat siswa dengan cara menghayati nilai-nilai dan keyakinan
sebagai kekuatan moral dalam hidupnya melalui kejujuran, dapat
dipercaya, disiplin, dan kerja sama yang menekankan ranah afektif
(perasaan dan sikap) tanpa meninggalkan ranah kognitif (berpikir
rasional) dan ranah skill (keterampilan dalam mengolah data,
mengemukakan pendapat, dan kerjasama).
b) Media Pendidikan Budi Pekerti, dalam mempelajari pendidikan budi
pekerti tidak semata-mata memberikan pemahaman dan pengertian
50
mengenai sopan santun dan moral saja, tetapi perlu adanya
pembiasaan baik berupa lisan atau artefak yaitu: 1) memasang tokoh
wayang di sekolah. Waluyo (Suwardi Endraswara, 2006: 73)
mengemukakan dalam cerita wayang, biasanya budi pekerti yang
jahat akan kalah dengan budi pekerti yang baik. Tokoh-tokoh
wayang dapat digunakan sebagai media penanaman budi pekerti, 2)
memberdayakan lagu dolanan anak. Dalam tembang dolanan anak,
dibagi menjadi tiga watak yaitu 1) membentuk watak yang religius
dengan cara peserta didik akan belajar watak religi dari keluarga.
Jika keluarga termasuk taat dalam menjalankan kaidah religi, tentu
peserta didik akan menurutnya, 2) membentuk watak rajin dan tidak
sombong dengan cara penanaman sikap rajin, baik dalam belajar
maupun bekerja saat di sekolah, 3) membentuk watak prihatin
dengan cara belajar berpuasa (Suwardi Endraswara, 2006: 84).
Menurut UU No.20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional pasal empat yang berbunyi, “ Pendidikan Nasional bertujuan
mencerdaskan kehidupan bangsa dan mengembangkan manusia
Indonesia seutuhnya, yaitu manusia yang beriman dan bertakwa terhadap
Tuhan Yang Maha Esa dan berbudi pekerti luhur, memiliki pengetahuan
dan keterampilan, kesehatan jasmani dan rohani, kepribadian yang
mantap dan mandiri, serta rasa tanggung jawab kemasyarakatan dan
kebangsaan.”
51
Menurut draft kurikulum berbasis kompetensi tahun 2001,
pengertian budi pekerti dapat ditinjau dengan dua cara, yaitu :
konsepsional dan operasional,
a) Pendidikan Budi Pekerti secara Konsepsional mencakup hal-hal
sebagai berikut: usaha sadar untuk menyiapkan peserta didik
menjadi manusia seutuhnya yang berbudi pekerti luhur dalam
segenap peranannya sekarang dan masa yang akan datang, upaya
pembentukan, pengembangan, peningkatan, pemeliharaan, dan
perilaku peserta didik agar mereka mau dan mampu melaksanakan
tugas-tugas hidupnya secara selaras, serasi, dan seimbang dalam hal
lahir batin, material spiritual, dan individu sosial, dan upaya
pendidikan untuk membentuk peserta didik menjadi pribadi
seutuhnya yang berbudi pekerti luhur melalui kegiatan bimbingan,
pembiasaan, pengajaran, dan latihan serta keteladanan.
b) Pendidikan Budi Pekerti secara Operasional adalah upaya untuk
membekali peserta didik melalui bimbingan, pengajaran, dan latihan
selama pertumbuhan dan perkembangan dirinya sebagai bekal masa
depan agar memiliki hati nurani yang bersih, berperangai baik, serta
menjaga kesusilaan dalam melaksanakan kewajiban terhadap Tuhan
dan sesama makhluk. Dengan demikian terbentuklah pribadi
seutuhnya yang tercermin pada perilaku berupa ucapan, perbuatan,
sikap, pikiran, perasaan, kerja, dan hasil karya berdasarkan nilai-nilai
52
agama serta norma dan moral luhur bangsa.
(http://www.diskominfo.karangasembkab.go.id)
Berdasarkan penjelasan di atas dapat disimpulkan dalam
pendidikan, budi pekerti akan mengidentifikasi perilaku positif yang
diharapkan dapat terwujud dalam perbuatan, perkataan, pikiran, sikap,
perasaan, dan kepribadian peserta didik. Pada tahap awal proses
penanaman nilai, siswa diperkenalkan pada tatanan hidup bersama.
Peserta didik harus dikondisikan dan diajak untuk melihat dan
mengalami hidup bersama yang baik dan menyenangkan.
Paul Suparno (Nurul Zuriah, 2007: 46) menjabarkan bahwa nilai-
nilai budi pekerti yang perlu ditanamkan pada jenjang Sekolah Dasar
yaitu a) religius dengan cara mengenal hari-hari besar agama dan
menjelaskan nilai-nilai hidup masing-masing agama serta saling
menghormati antar agama, b) sosial dengan cara melalui kegiatan baris-
berbaris untuk masuk kelas hal ini akan memperkenalkan siswa sikap
saling menghargai, saling membantu, saling memperhatikan dan
kerjasama, c) gender dengan cara menanamkan kesetaraan gender, d)
keadilan dengan cara memperlakukan dan memberikan kesempatan serta
hak dan kewajiban yang sama bagi laki-laki dan perempuan secara wajar,
e) demokrasi dengan cara sikap menghargai dan mengakui adanya
perbedaan dan keragaman pendapat secara wajar, jujur, dan terbuka.
Siswa juga diajarkan untuk membuat kesepakatan dan kesepahaman
bersama secara terbuka dan saling menghormati, f) kejujuran dengan cara
53
melalui kegiatan mengoreksi hasil ujian secara silang dalam kelas. Cara
ini semata bukan untuk meringankan tugas guru, namun untuk
menanamkan kejujuran dan tanggung jawab pada diri siswa, g)
kemandirian dengan cara melalui kegiatan ekstrakurikuler. Melalui
kegiatan ini siswa dilatih dan diberi kesempatan untuk mengeksplorasi
kemampuan yang dimiliki dan mengembangkannya seoptimal mungkin,
h) daya juang dengan cara melalui kegiatan olahraga. Pertumbuhan fisik
merupakan perkembangan proses tahap demi tahap dan untuk mencapai
perkembangan yang optimal dibutuhkan daya dan semangat juang. Dan
juga untuk menumbuhkan sikap sportivitas pada siswa. Berani bersaing
secara wajar, namun juga berani untuk menerima kekalahan dan
mengakui kemenangan orang lain dengan setulus hati, i) tanggung jawab
dengan cara pembagian tugas piket kelas secara bergiliran. Kebersihan
dan kenyamanan kelas bukan hanya tugas karyawan namun menjadi
tanggung jawab bersama, j) penghargaan terhadap lingkungan alam
dengan cara pelaksanaan tugas kerja bakti yang berkaitan dengan
semangat kerjasama atau gotong royong. Dalam kerja bakti tidak hanya
berbicara tentang menyapu dan membersihkan halaman tetapi juga
menjaga tanaman dan tumbuhan yang ada di lingkungan sekolah agar
tetap asri dan terjaga dengan baik.
Wujud penanaman nilai luhur budaya Jawa salah satunya adalah
seni. Terdiri dari seni rupa, seni sastra, seni suara, seni tari, seni musik,
54
dan seni drama. Aktifitas seni merupakan salah satu dari perilaku
manusia yang dalam pengungkapannya penuh dengan tindakan simbolis.
Sejalan dengan pemikiran diatas, Ir. Sri Mulyono (Budiono
Herusatoto, 2008: 178) menjelaskan bahwa dalam budaya Jawa, wayang
kulit purwa merupakan kesenian yang merangkum beberapa unsur seni
dalam satu kesatuan seni, yaitu; a) tindakan simbolis yang pertama
dilakukan oleh yang menanggap wayang dengan tujuan misalnya untuk
meruwat atau hajatan dan menyediakan ubarampe (keperluan untuk
pertunjukan wayang; b) tindakan simbolis yang kedua dilakukan oleh
dalang sebagai tokoh utama dalam pagelaran wayang, yang menguasai
jalan cerita, kode atau pertanda penabuh gamelan dan yang
menggerakkan wayang; c) tindakan simbolis yang ketiga dilakukan oleh
para penabuh gamelan dan sinden. Iringan gamelan ada 7 tahapan, yaitu
klenengan, talu, pethet nem, pathet sanga, pathet manyura, tancep kayon,
dan golek; d) tindakan simbolis yang keempat dilakukan oleh pencipta
atau penyungging wayang. Wanda wayang yang terdiri dari bentuk,
warna, macam pakaian, serta dedeg dan tinggi rendahnya ukuran wayang
memiliki arti yang berbeda; e) seni tari memiliki seluruh tindakan
simbolis hampir diseluruh gerak langkah atau pola-pola setiap tarian; f)
seni busana atau pakaian, masyarakat Jawa memiliki aturan simbolis dari
corak dan jenis kain, potongan dan warna baju, bentuk dan corak kain
penutup kepala melambangkan kebesaran dan tingkat ilmu atau usia dari
55
masing-masing pemakainya; g) seni rupa dikenal sebagai bentuk simbolis
dengan tujuan dan maksud tertentu yang bersifat magis.
Seni tembang merupakan media dakwah dalam penyebaran Islam
pada masa Walisongo. Tembang macapat merupakan salah satu
kelompok tembang yang sampai saat ini masih dilestarikan oleh
masyarakat sejak dulu. Masyarakat Jawa tradisional meyakini tembang
tersebut memiliki makna proses kehidupan manusia, proses dimana
Tuhan memberikan ruh, hingga manusia tersebut kembali lagi kepada-
Nya. Fase kehidupan manusia dalam falsafah Jawa berdasarkan tembang
macapat, yaitu: a) maskumambang adalah gambaran dimana manusia
masih di alam ruh, yang kemudian di tanamkan dalam rahim ibu; b) mijil
adalah gambaran dari proses kelahiran manusia; c) sinom adalah
gambaran dari masa muda yang indah penuh harapan dan angan-angan;
d) kinanthi adalah gambaran dari masa pembentukan jati diri dan meniti
jalan menuju cita-cita, berasal dari kata kanthi yang artinya tuntun; e)
asmaradhana adalah gambaran dari masa-masa dirundung asmara,
dimabuk cinta; f) gambuh berasal dari kata jumbuh yang artinya bersatu,
memiliki arti berkomitmen untuk menyatukan cinta dalam rumah tangga;
g) dhandanggula adalah gambaran dari kehidupan yang telah mencapai
tahap kemapanan sosial, kesejahteraan, hidup yang berkecukupan; h)
durma adalah gambaran perwujudan dari rasa syukur kita kepada Tuhan,
maka dalam hidup kita harus bersedekah; i) pangkur adalah gambaran
manusia memiliki fase kehidupan dimana dia akan mulai mundur dari
56
kehidupan ragawi dan menuju kehidupan jiwa atau spiritualnya; j)
megatruh adalah gambaran terpisahnya nyawa dari jasad manusia; k)
pocung adalah gambaran dimana manusia yang tertinggal hanyalah jasad
dan dibalut dalam kain kafan menuju liang lahat
(http://budayasenijawa.wordpress.com).
Berdasarkan pendapat narasumber tersebut dapat disimpulkan
bahwa tradisi masyarakat Jawa dalam menanamkan nilai budaya yang
mengandung ajaran budi pekerti dan norma-norma lainnya kepada
generasi selanjutnya tidak hanya melalui tembang dan kegiatan
religiusitas saja, namun dapat ditanamkan melalui kesenian wayang,
gamelan, tari dan seni rupa. Walaupun ada ungkapan yang saat ini tidak
lagi relevan karena kemajuan zaman, namun kearifan ini perlu pula
dipakai sebagai model bagi penanaman dan pengembangan budi pekerti
luhur atau pendidikan karakter bagi generasi muda. Pendidik dapat
memberi tauladan moralitas berkomunikasi di sekolah. Dimana moralitas
tersebut berhubungan dengan unggah-ungguh dan sopan santun yang
tepat (Suwardi Endraswara, 2006: 59).
D. Budaya Sekolah
Aan Komariah dan Cepi Triatna (2008: 45) mengemukakan
bahwa sekolah sebagai suatu organisasi memiliki budaya tersendiri yang
dibentuk dan dipengaruhi oleh nilai-nilai persepsi, kebiasaan-kebiasaan,
kebijakan pendidikan, dan perilaku orang di dalamnya. Budaya sekolah
menampakkan sifat “unik”, yang ditunjukkan dengan adanya perbedaan
57
aturan, kebiasaan-kebiasaan, upacara, dan lambang yang memberikan
corak yang khas kepada sekolah yang bersangkutan. Apa yang
ditampilkan oleh setiap sekolah sesungguhnya menggambarkan budaya
sekolah yang mempunyai pengaruh mendalam terhadap proses dan cara
belajar.
Penerapan budaya pada pendidikan diperlukan berbagai strategi.
Strategi tersebut digunakan untuk mengimplementasikan budaya Jawa
terutama nilai dan budi pekerti yang merupakan kompetensi sikap dan
tidak bisa menjadi mata pelajaran. Ajat Sudrajat (Darmiyati Zuchdi,
2011: 152), mengatakan bahwa pelaksanaan budaya sekolah untuk
membentuk karakter terpuji diorganisasikan dan diterapkan
menggunakan strategi sebagai berikut: a) permodelan (modeling), yaitu
pihak sekolah harus memahami pentingnya permodelan bagi peserta
didik dalam bersikap di lingkungan sekolahnya, memperlakukan dan
melayani orangtua maupun memperlakukan dan melayani peserta didik
sendiri. Selain pendidik, orang tua juga memainkan peranan yang sangat
penting sebagai model bagi anak-anaknya. Selain itu, masyarakat juga
sebagai contoh dan model yang dapat menjadi pendorong keberhasilan
para peserta didik dalam menerapkan nilai, norma dan kebiasaan-
kebiasaan yang baik, b) pengajaran (teaching), yaitu pihak sekolah
bersama keluarga dan masyarakat harus memberikan perhatian yang
serius terhadap pentingnya pembelajaran nilai, norma, dan kebiasaan-
kebiasaan yang baik bagi peserta didik. Semua kegiatan harus
58
diorganisasikan secara tepat sesuai dengan karakter yang sedang
dibudayakan, (c) penguatan lingkungan (reinforcing), yaitu agar
pendidikan karakter dapat berkembang dan berjalan dengan efektif harus
didiukung dengan adanya penguatan yang konsisten yaitu dengan
dilaksanakan komunikasi secara terus menerus berkaitan dengan nilai,
norma, kebiasaan-kebiasaan yang telah menjadi prioritas dan juga
memberikan kesempatan peserta didik untuk menerapkan nilai-nilai
tersebut. Penguatan tersebut dapat berupa kegiatan-kegiatan yang
mendukung keterlaksanaan pendidikan tersebut atau pemasangan slogan-
slogan yang bermuatan nilai, norma, dan kebiasaan-kebiasaan baik,
majalah dinding dan lain sebagainya.
Semua individu memiliki posisi yang sama untuk mengangkat
citra melalui performance yang merujuk pada budaya sekolah efektif
(Aan Komariah dan Cepi Triatna, 2008: 103).
Montago dan Dawson mengartikan bahwa budaya merupakan the
way of life, yaitu cara hidup tertentu yang memancarkan identitas tertentu
pula dari suatu bangsa (Daryanto, 2015: 1). Deal dan Kennedy
mengatakan bahwa budaya sekolah adalah keyakinan dan nilai-nilai
milik bersama yang menjadi pengikat kuat kebersamaan mereka sebagai
warga suatu masyarakat (Daryanto, 2015: 9).
Sharifah menjabarkan bahwa budaya sekolah boleh diartikan
sebagai cara hidup sekolah yang meliputi segala perbuatan sekolah diluar
dan didalam ruangan yang mencerminkan nilai, kepercayaan dan norma
59
yang bekerjasama sesama warganya, ada yang diwarisi secara turun
temurun, ada yang telah dibentuk oleh warga sekolah itu sendiri
(Daryanto, 2015: 20). Menurut lingkup tatanan dan pola yang menjadi
karakteristik sebuah sekolah, kebudayaan memiliki dimensi yang dapat
diukur, menjadi ciri budaya sekolah seperti: a) tingkat tanggung jawab,
kebebasan dan independensi warga sekolah, komite sekolah lainnya
dalam berinisiatif, b) sejauh mana warga sekolah atau personil sekolah
dianjurkan dalam bertindak progresif, inovatif, dan berani mengambil
resiko, c) sejauh mana sekolah menciptakan dengan jelas visi, misi,
tujuan, sasaran sekolah, dan upaya mewujudkannya (Daryanto, 2015:
18).
Berdasarkan pendapat dari beberapa sumber di atas budaya
sekolah diharapkan memperbaiki mutu sekolah, kinerja di sekolah dan
mutu kehidupan yang diharapkan memiliki ciri sehat, dinamis atau aktif,
positif dan profesional.
E. Kegiatan Ekstrakurikuler
Usman dan Lilis (1993: 22) menjelaskan pengertian kegiatan
ekstrakurikuler merupakan kegiatan yang dilakukan di luar jam pelajaran
baik dilaksanakan di sekolah maupun di luar sekolah dengan maksud
serta tujuan untuk lebih memperkaya dan memperluas wawasan,
pengetahuan, serta kemampuan yang telah dimilikinya dari berbagai
bidang studi.
60
Suharsimi Arikunto (Suryosubroto, 1997: 271) menjabarkan
kegiatan ekstrakurikuler adalah kegiatan tambahan, diluar struktur
program yang pada umumnya merupakan kegiatan pilihan. Kegiatan
ekstrakurikuler tercantum dalam Permendikbud No. 62 Tahun 2014 yang
menyatakan bahwa kegiatan ekstrakurikuler adalah kegiatan kurikuler
yang dilakukan siswa diluar jam belajar kegiatan intrakurikuler dan
kegiatan korikuler, dibawah bimbingan dan pengawasan satuan
pendidikan.
Kesimpulannya kegiatan ekstrakurikuler adalah kegiatan
tambahan diluar jam pelajaran yang diadakan dengan maksud
memperkaya dan memperluas wawasan pengetahuan dan kemampuan
siswa. Kegiatan-kegiatan ini ada pada setiap jenjang pendidikan.
Pelaksanaan ekstrakurikuler di sekolah sangat bervariatif
tergantung dari kebijakan sekolah, sarana dan prasarana, tenaga dan dana
yang tersedia serta sesuai dengan otonomi daerah (Khamidi, 2008: 98).
Tujuan kegiatan ekstrakurikuler pada umumnya adalah untuk
mengembangkan bakat siswa sesuai dengan minatnya. Kegiatan ini juga
bermanfaat untuk mengisi waktu luang anak didik pada kegiatan yang
positif dan dapat memperkaya ketrampilan, meningkatkan rasa percaya
diri, menumbuhkan jiwa sportivitas dan lain sebagainya.
Usman dan Lilis (1993: 22) menjabarkan tujuan dari kegiatan
ekstrakurikuler yaitu : a) meningkatkan kemampuan anak didik dalam
61
aspek kognitif maupun afektif; b) mengembangkan bakat serta minat
siswa dalam upaya pembinaan pribadi menuju manusia seutuhnya; c)
mengetahui serta membedakan hubungan antara satu mata pelajaran
dengan mata pelajaran lainnya.
Kesimpulannya kegiatan ekstrakurikuler memiliki tujuan dapat
mengembangkan bakat dan minat sesuai kemampuan siswa,
mengembangkan karakter siswa, dapat melatih sikap kerjasama, disiplin,
kejujuran dan tanggung jawab pada siswa. Dengan kata lain, kegiatan ini
memiliki nilai-nilai pendidikan bagi siswa dalam upaya pembinaan
manusia seutuhnya.
Orientasi kegiatan ekstrakurikuler ini adalah untuk lebih
memperkaya dan memperluas wawasan keilmuan dan kepribadian serta
meningkatkan kemampuan tentang sesuatu yang telah dipelajari dalam
satu bidang studi. Seperti yang tersebut dalam tujuan pelaksanaan
ekstrakurikuler sekolah kegiatan ekstrakurikuler harus meningkatkan
kemampuan siswa beraspek kognitif, afektif dan psikomotor,
mengembangkan bakat dan minat siswa dalam upaya pembinaan pribadi
menuju pembinaan manusia seutuhnya yang positif, dapat mengetahui
dan mengenal serta membedakan antara hubungan satu pelajaran dengan
pelajaran lainnya. (http://pengertian-kegiatan-ekstrakurikuler.html)
62
Keterkaitan kegiatan ekstrakurikuler dengan aspek psikologi
tertulis dalam petunjuk pelaksanaan kegiatan-kegiatan ekstrakurikuler
oleh Depdikbud (1995: 134) yaitu:
“Kegiatan ekstrakurikuler dimaksudkan untuk mengaitkan
pengetahuan yang diperoleh dalam program kurikulum dengan keadaan
dan kebutuhan lingkungan serta usaha pemantapan dan pembentukan
kepribadian siswa agar terpadu ke arah kemampuan mandiri, percaya
diri, dan kreatif”.
Kegiatan ekstrakurikuler yang berhubungan dengan kegiatan
jasmani, Maksum (2007: 27) menjabarkan bahwa terdapat pengaruh
aktivitas olahraga terhadap beberapa dimensi psikologi, salah satunya
keterkaitan antara olahraga dan konsep diri, dimana mereka yang telibat
aktif dalam kegiatan olahraga menunjukkan tingkat kepercayaan diri
yang lebih tinggi dibandingan dengan mereka yang tidak.
Ekstrakurikuler pada hakikatnya merupakan jalur pembinaan
yang erat kaitannya dengan pengembangan kemampuan yang dimiliki
anak didik termasuk penanaman nilai kepribadian yaitu nilai percaya diri.
Kepercayaan diri merupakan keyakinan untuk melakukan sesuatu
pada diri subjek sebagai karakteristik pribadi yang didalamnya terdapat
keyakinan akan kemampuan diri, optimis, objektif, bertanggung jawab,
rasional, dan realistis (Ghufron dan Rini Risnawita, 2012: 35). Upaya
meningkatkan kepercayaan diri dapat dilakukan di sekolah yaitu melalui
kegiatan yang diterima di kelas atau kegiatan intrakurikuler sesuai
63
dengan mata pelajaran dan kegiatan ekstrakurikuler yang bertujuan
menampung bakat dan minat siswa. Format kegiatan yang dilakukan
pada program ekstrakurikuler dibedakan menjadi, a) individual yaitu
format kegiatan ekstrakurikuler yang diikuti siswa secara perseorangan,
b) kelompok yaitu format kegiatan ekstrakurikuler yang diikuti oleh
kelompok siswa, c) klasikal yaitu format kegiatan ekstrakurikuler yang
diikuti siswa dalam satu kelas, d) gabungan yaitu format kegiatan
ekstrakurikuler yang diikuti siswa antar kelas atau antar sekolah, e)
lapangan yaitu format kegiatan ekstrakurikuler yang diikuti seorang atau
sejumlah siswa melalui kegiatan di luar kelas atau kegiatan lapangan.
Siswa akan belajar untuk menghadapi dan menyelesaikan
masalah dengan cara positif dan menjadi pribadi yang lebih terbuka.
Kegiatan ekstrakurikuler juga dapat menjadi wadah penyaluran energi
dan menjadi sarana pengembangan kreativitas siswa
(http://id.m.wikipedia.org/wiki/Ekstrakurikuler).
Berdasarkan pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa kegiatan
ekstrakurikuler adalah kegiatan tambahan siswa diluar kegiatan
pembelajaran yang berfungsi untuk menjadikan siswa aktif dan produktif.
Disamping itu, kegiatan dalam ekstrakurikuler juga mengajarkan adanya
kerjasama, tanggung jawab, dan disiplin serta mengembangkan
kemampuan siswa pada penanaman nilai kepribadian siswa.
F. Penelitian Yang Relevan
64
Penelitian yang relevan dengan penelitian ini adalah penelitian
yang dilakukan oleh Galih Setyorini, 2014 tentang ”Implementasi
Kebijakan Pendidikan Berbasis Budaya di Kota Yogyakarta”
menunjukkan bahwa implementasi pendidikan berbasis budaya di
Yogyakarta sudah berjalan baik. Pelaksanaan yang dilakukan oleh
masing-masing sekolah dalam mendukung proses implementasi
kebijakan pendidikan berbasis budaya adalah dengan cara: 1) sosialisasi
kepala sekolah kepada guru serta karyawan; 2) pengintegrasian nilai-nilai
kesemua mata pelajaran; 3) membiasakan anak dengan kegiatan yang
berwawasan nilai budaya; 4) program sekolah/kegiatan sekolah seperti
muatan lokal dan ekstrakurikuler dan penggunaan hari khusus untuk
Bahasa Jawa; 5) penciptaan kultur sekolah yang berwawasan budaya.
Namun masih ada hal yang perlu ditingkatkan, seperti
ketercukupan dana, kurangnya sarana dan prasarana untuk meningkatkan
mutu pendidikan berbasis budaya. Upaya mengatasi kendala tersebut
adalah dengan cara antara lain, menghimbau pada guru serta karyawan
agar mereka dapat selalu menciptakan kultur yang baik dan berwawasan
budaya dan cara melakukan penggunaan dana dengan seefektif dan
seefisien mungkin sehingga dana tersebut dapat digunakan untuk
kegiatan lain seperti melakukan sewa alat musik gamelan.
Dalam penelitian yang dilakukan Galih Setyorini memiliki
persamaan tujuan yakni ingin mengetahui bagaimana kebijakan
pendidikan yang berbasis budaya khususnya budaya Jawa. Sedangkan
65
perbedaannya dalam penelitian menekankan pada kebijakan sekolah yang
dibuat untuk mendukung penerapan nilai-nilai budi pekerti Jawa melalui
kegiatan ekstrakurikuler.
Penelitian yang dilakukan Chandra Adi Putra, 2015 tentang
“Implementasi Pendidikan Berbasis Budaya Jawa Di SD Taman Muda
Ibu Pawiyatan Yogyakarta” menunjukkan bahwa implementasi
pendidikan berbasis budaya Jawa di SD Taman Muda Ibu Pawiyatan
Tamansiswa dilaksanakan melalui berbagai hal dan memaksimalkannya
kedalam komponen pendidikan, yaitu dengan cara : a) penerapan pada
visi, misi dan tujuan sekolah, b) penyesuaian pada kurikulum dan materi
pendidikan, c) pengajaran melalui program pendidikan, d) pemodelan
dan pembiasaan dari pendidik, e) pengkondisian sarana prasarana dan
lingkungan sekolah.
Namun masih ada hal yang perlu ditingkatkan, seperti belum
semua pendidik berhasil memaksimalkan penyampaian materi budaya
Jawa kepada peserta didik dikarenakan belum adanya pedoman baku
untuk pelaksanaan beberapa program pendidikan budaya Jawa, dalam hal
fasilitas penggunaan media pembelajaran bahasa Jawa oleh pendidik
kurang maksimal, dan beberapa hambatan tersebut lebih karena sekolah
ini merupakan sekolah swasta sehingga terkendala dana dalam
penyediaan hal-hal pendukung pendidikan berbasis budaya Jawa.
Upaya mengatasi kendala tersebut adalah dengan cara : 1)
menyelenggarakan pelatihan budaya Jawa untuk pendidik dengan
66
bantuan yayasan maupun pihak dari luar sekolah; (2) membuat pedoman
pelaksanaan beberapa program pendidikan budaya Jawa dengan bantuan
yayasan dan pihak luar yang ahli sebagai acuan; (3) peningkatan minat
peserta didik melalui pengenalan dan pembelajaran yang menarik; dan
(4) berkoordinasi dengan yayasan atau pihak terkait lainnya untuk
peningkatan fasilitas belajar budaya Jawa.
Dalam penelitian yang dilakukan Chandra Adi Putra memiliki
perbedaan dalam penelitian lebih menekankan pada kebijakan sekolah
yang dibuat untuk mendukung penerapan nilai-nilai budi pekerti Jawa
melalui kegiatan ekstrakurikuler.
Penelitian ini akan membahas mengenai kebijakan sekolah dalam
menerapkan nilai budaya Jawa melalui kegiatan ekstrakurikuler di
Taman Muda IP Yogyakarta, faktor penghambat dalam proses penerapan
serta strategi yang dilakukan dalam menanggulangi hambatan yang
dijumpai pada saat penerapan nilai budaya Jawa tersebut.
G. Kerangka Berpikir
Pendidikan merupakan bekal penting untuk mengajarkan norma,
mensosialisasikan nilai, dan menanamkan etos kerja di kalangan warga
masyarakat. Peran pendidikan menjadi lebih penting ketika arus
globalisasi yang membawa pengaruh nilai-nilai dan budaya sering
bertentangan dengan nilai-nilai dan kepribadian bangsa Indonesia.
Kesadaran diri sebagai warga bangsa dan mengukuhkan ikatan-ikatan
67
sosial dengan tetap menghargai keragaman budaya, ras, suku bangsa, dan
agama sehingga dapat memantapkan keutuhan nasional.
Dalam kajian kebudayaan, setiap tatanan serta aturan
mengandung nilai dan pesan moral yang dijadikan rambu- rambu
bertingkah laku dalam kehidupan bermasyarakat. Nilai-nilai budaya Jawa
saat ini mulai meluntur di kalangan generasi muda dengan semakain
derasnya arus globalisasi. Akibatnya adalah budaya luar yang negatif
mudah terserap tanpa ada pemilihan yang cukup kuat. Gaya hidup
modern yang tidak didasari akhlak dan budi pekerti yang luhur ini cepat
masuk mudah ditiru oleh generasi muda. Perilaku negatif, seperti
tawuran, kasus pelecehan seksual, tindakan anarkis menjadi budaya baru
yang dianggap dapat mengangkat jati diri mereka.
Untuk mewujudkan perilaku siswa yang berbudi baik sesuai nilai-
nilai budaya, sangat diperlukan dukungan lingkungan keluarga,
lingkungan pendidik bahkan lingkungan masyarakat. Dukungan orangtua
dan masyarakat sangat dibutuhkan dalam membentuk perilaku siswa,
misalnya melalui komunikasi antara pendidik dengan orangtua yang
berlangsung secara efektif dan berkesinambungan.
Sekolah sebagai ajang pengajaran pendidikan budi pekerti
haruslah memiliki kebijakan mengenai adanya penanaman nilai-nilai
budaya Jawa guna mencapai pendidikan berbasis budaya di sekolah atas
dasar nilai-nilai luhur.
68
Kesimpulannya, sudah sewajarnya para pendidik melakukan
berbagai usaha dalam melakukan perbaikan dalam pelaksanaan
pendidikan budi pekerti untuk mengisi jiwa peserta didik dengan
perbuatan moral yang baik. Dan penerapan pendidikan budi pekerti
tersebut dapat diwujudkan melalui upaya keteladanan, pembiasaan,
pengamalan, dan pengkondisian lingkungan.
Secara lebih jelas kerangka pikir ini akan digambarkan sebagai
berikut:
Gambar 2. Kerangka Berpikir Penelitian
Struktur di atas terkandung bagian-bagian dan hubungan antar
bagian yang diatur dengan baik untuk mencapai tujuan. Hubungan dari
tiap bagian dibentuk oleh garis lurus. Garis lurus menandakan saluran
komando atau perintah. SD Taman Muda Ibu Pawiyatan Yogyakarta,
SD Taman Muda Ibu
pawiyatan
Yogyakarta
Kebijakan sekolah dalam
menerapkan nilai-nilai
budaya Jawa melalui
kegiatan ekstrakurikuler
Pelestarian budaya Jawa
melalui pendidikan dan
kegiatan ekstrakurikuler
Penanaman unsur, nilai dan
budi pekerti budaya Jawa
melalui kegiatan
ekstrakurikuler
Pendidikan berbasis
budaya Jawa melalui
kegiatan ekstrakurikuler
69
memiliki kebijakan yang telah disepakati bersama dalam menerapkan
nilai budaya melalui kegiatan ekstrakurikuler.
Tujuan SD Taman Muda Ibu Pawiyatan Yogyakarta menerapkan
kebijakan tersebut adalah untuk melestarikan budaya Jawa melalui
pendidikan dan kegiatan ekstrakurikuler. Kemudian dalam penerapan
budaya Jawa tersebut ditanamkan unsur, nilai, dan budi pekerti melalui
kegiatan ekstrakurikuler.
Hasil yang dicapai sekolah adalah menerapkan pendidikan
berbasis budaya Jawa melalui kegitan ekstrakurikuler. Evaluasi
dilakukan guna mempertahankan nilai luhur yang diterapkan sejak dulu
dan masih dilestarikan hingga sekarang.
H. Pertanyaan Penelitian
1. Apa saja bentuk nilai-nilai budaya jawa yang di terapkan di sekolah?
2. Bagaimana cara menanamkan nilai-nilai budaya jawa dalam kegiatan
sekolah?
3. Faktor pendukung dan penghambat dalam penanaman nilai-nilai
budaya jawa di sekolah?
4. Bagaimana strategi dalam mengatasi kendala tersebut?
70
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Pendekatan Penelitian
Jenis pendekatan penelitian ini adalah penelitian kualitatif, artinya
bahwa penelitian ini dimaksudkan untuk mendeskripsikan atau
menguraikan suatu situasi atau area populasi tertentu yang bersifat
faktual (Sudarwan Danim, 2002: 41). Lebih lanjut dapat dijelaskan
(Jamal Ma’mur Asmani, 2011: 25) bahwa penelitian kualitatif bersifat
deskriptif-analitis. Data yang diperoleh seperti hasil pengamatan, hasil
wawancara, hasil pemotretan, analisis dokumen, catatan lapangan,
disusun peneliti di lokasi penelitian, tidak dituangkan dalam bentuk
angka-angka. Metode penelitian kualitatif adalah metode penelitian yang
berlandaskan pada sifat postpositivisme, digunakan untuk meneliti pada
kondisi obyek yang alamiah (Sugiyono, 2011: 15).
B. Subjek Penelitian
Subjek penelitian merupakan sumber dimana data diperoleh.
Suharsimi Arikunto (1998: 114) mengemukakan apabila peneliti
menggunakan kuesioner dan wawancara dalam pengumpulan datanya,
maka sumber data disebut responden, yaitu orang yang merespon atau
menjawab pertanyaan-pertanyaan peneliti, baik pertanyaan tertulis
71
maupun lisan. Apabila peneliti menggunakan teknik observasi, maka
sumber datanya bisa berupa benda, gerak, atau proses sesuatu. Apabila
peneliti menggunakan dokumentasi, maka dokumen dan catatanlah yang
menjadi sumber data, sedang isi catatan adalah subjek penelitian atau
variabel penelitian.
Subjek penelitian dalam penelitian ini adalah informan yang akan
memberikan data tentang variabel yang akan diteliti dan diamati oleh
peneliti yang terdiri kepala sekolah, wakil kepala sekolah, guru, dan
beberapa peserta didik di SD Taman Muda Ibu Pawiyatan Yogyakarta.
C. Tempat dan Waktu Penelitian
1. Tempat Penelitian
Penelitian ini mengambil tempat di SD Taman Muda Ibu Pawiyatan
Yogyakarta yang beralamatkan di Jalan Tamansiswa No. 25 Wirogunan,
Mergangsan, Yogyakarta.
2. Waktu Penelitian
Penelitian dan pengumpulan data yang berupa observasi, wawancara dan
teknik dokumentasi pada bulan September sampai dengan Desember
2015, setelah peneliti memperoleh izin.
D. Teknik Pengumpulan Data
Teknik dalam mengumpulkan data mempengaruhi seberapa besar
efektif data yang diambil. Teknik dalam mengumpulkan data harus
disesuaikan dengan variabel dan subjek penelitian. Menurut Sugiyono
(2011: 309) dalam penelitian kualitatif, pengumpulan data dilakukan
72
pada kondisi yang alamiah sumber data primer dan teknik pengumpulan
data lebih banyak pada observasi peran serta (participan obsevation),
wawancara mendalam (in depth interview), dan dokumentasi. Sedangkan,
teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah :
1. Observasi Partisipatif
Teknik pengamatan ini didasarkan atas pengalaman secara
langsung karena untuk membuktikan sesuatu dan memperoleh keyakinan
perlu adanya pengalaman yang langsung. Melalui pengamatan ini akan
diketahui hal-hal yang hanya dapat dipahami secara langsung. Secara
umum pengamatan mengoptimalkan kemampuan untuk melihat,
menghayati dan merasakan hal yang dirasakan subjek sehingga
menunjukkan sesuatu yang natural dan sebenar-benarnya.
Moleong (2013: 164) menegaskan bahwa observasi partisipatif
dalam istilah lain disebut sebagai pengamatan berperanserta karena untuk
mengamati dan mencermati peneliti harus terlibat melakukan kegiatan
yang dilakukan subjek. Pengamatan berperanserta pada dasarnya berarti
mengadakan pengamatan dan mendengarkan secermat mungkin sampai
pada yang sekecil-kecilnya sekalipun.
Dalam penelitian ini dilakukan kegiatan mengamati,
mendengarkan dan berperan serta saat program berlangsung, mengingat
banyaknya kegiatan ekstrakurikuler berbasis budaya Jawa di sekolah ini.
73
Observasi dilaksanakan pada proses pelaksanaan kegiatan
ekstrakurikuler berbasis budaya Jawa dengan menggunakan pedoman
observasi guna mendalami program secara detail dan berkala.
2. Wawancara
Wawancara digunakan sebagai teknik pengumpulan data apabila
peneliti ingin melakukan studi pendahuluan untuk menemukan
permasalahan yang harus diteliti, dan juga apabila peneliti ingin
mengetahui hal-hal dari responden yang lebih mendalam dan jumlah
respondennya kecil (Sugiyono, 2011: 194).
Selanjutnya menurut Easterberg (Sugiyono, 2011: 320)
mengemukakan bahwa wawancara adalah merupakan pertemuan dua
orang untuk bertukar informasi dan ide melalui tanya jawab, sehingga
dapat dikonstruksikan makna dalam topik tertentu. Dalam wawancara ini
pedoman wawancara tetap sangat diperlukan untuk mengarahkan pokok
pembicaraan dalam wawancara. Teknik wawancara dengan pendekatan
menggunakan petunjuk umum wawancara ini untuk mengetahui secara
mendetail pendangan dari setiap responden. Untuk memahami kebijakan
sekolah dalam menerapkan nilai budaya Jawa melalui kegiatan
ekstrakurikuler ini dilakukan kepada subjek-subjek penelitian yaitu
pendidik pengampu program, kepala sekolah dan beberapa peserta didik
yang sesuai pertimbangan.
74
Wawancara dilakukan kepada kepala sekolah untuk
mengetahui kebijakan sekolah tentang menerapkan budaya Jawa. Untuk
mendapat informasi yang lebih akurat dan variatif, maka wawancara
juga dilakukan kepada guru yang menyangkut keadaan sekolah,
termasuk di dalamnya adalah metode pembelajaran yang digunakan,
suasana sekolah dan kegiatan ekstrakurikuler. Wawancara juga
dilakukan terhadap peserta didik yang dipilih secara acak. Peserta didik
sebagai pengguna yang langsung merasakan layanan yang diberikan di
sekolah, termasuk di dalamnya adalah suasana sekolah dan metode
pembelajaran yang digunakan guru.
3. Dokumentasi
Sugiyono (2011: 330) menjelaskan dokumen merupakan catatan
peristiwa yang sudah berlalu. Dokumen bisa berbentuk tulisan, gambar,
atau karya-karya monumental dari seseorang. Pengambilan dokumen
dalam penelitian ini berupa catatan peristiwa yang bersangkutan.
Moleong (2013: 216) mengemukakan dokumen ialah setiap bahan
tertulis ataupun film, lain dari record, yang tidak dipersiapkan karena
adanya permintaan seorang penyidik. Pengertian dokumen ini dalam
artian jika dalam penelitian ditemukan record yang sudah ada di lokasi
penelitian dan sesuai dengan masalah yang diteliti tentu saja akan
dimanfaatkan. Record ini dapat berupa segala dokumen yang
menyangkut program pendidikan berbasis budaya Jawa.
75
Teknik dokumentasi dalam penelitian ini dilakukan dengan
pemeriksaan dokumen-dokumen/data yang berkaitan dengan budaya
mutu dan menggunakan bantuan perekam suara pada saat melakukan
wawancara.
E. Instrumen Penelitian
Penelitian ini instrumen utamanya adalah peneliti sendiri (human
instrument) yang berfungsi menetapkan fokus penelitian, memilih
informan sebagai sumber data, melakukan pengumpulan data, menilai
kualitas data, analisis data, menafsirkan data dan membuat kesimpulan
atas temuannya (Sugiyono, 2011: 309).
Peneliti terjun ke lapangan sendiri karena peneliti merupakan
instrumen kunci. Dalam melakukan penelitian, peneliti juga
menggunakan instrumen yang berbentuk pedoman observasi, pedoman
wawancara, dan dokumentasi.
F. Teknik Analisis Data
Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah
mengacu pada konsep Miles dan Hubberman (Sugiyono, 2011: 343-345)
yaitu:
1. Reduksi Data
Mereduksi berarti merangkum, memilih hal-hal yang pokok,
memfokuskan pada hal-hal yang penting, dicari tema dan polanya dan
76
membuang yang tidak perlu (Sugiyono, 2011: 338). Dengan demikian
data yang telah direduksi akan memberikan gambaran yang jelas dan
mempermudah peneliti untuk melakukan pengumpulan data selanjutnya,
dan mencarinya bila diperlukan. Dalam penelitian ini reduksi data
dilakukan dengan cara melakukan analisis pada hasil catatan lapangan
dan wawancara dari beberapa informan untuk dirangkum dan
dikategorisasikan.
2. Penyajian Data
Penelitian kualitatif, penyajian data bisa dilakukan dalam bentuk
uraian singkat, bagan, hubungan antar kategori, flowchart, dan
sejenisnya. Dengan mendisplaykan data maka akan memudahkan untuk
memahami apa yang terjadi, merencanakan kerja selanjutnya berdasarkan
apa yang telah dipahami tersebut (Sugiyono, 2011: 341).
Setelah direduksi data kemudian disajikan dengan uraian singkat,
tabel, dan bagan sesuai dengan fokus penelitian agar mudah dipahami
dan memudahkan dalam pengambilan kesimpulan untuk menjawab
rumusan masalah. Yang paling digunakan dalam penelitian kualitatif
adalah dengan teks atau uraian singkat yang bersifat naratif.
3. Penarikan Kesimpulan
Kegiatan analisis data yang terakhir adalah penarikan kesimpulan.
Kesimpulan awal yang dikemukakan masih bersifat sementara, dan akan
berubah bila tidak ditemukan bukti yang kuat dan mendukung pada tahap
pengumpulan data berikutnya. Tetapi apabila kesimpulan yang
77
dikemukakan pada tahap awal, didukung oleh bukti yang valid dan
konsisten saat peneliti kembali ke lapangan mengumpulkan data, maka
kesimpulan yang dikemukakan merupakan kesimpulan yang kredibel
(Sugiyono, 2011: 345). Penarikan kesimpulan diperoleh dari reduksi data
dan display data. Dengan demikian kesimpulan dalam penelitian
kualitatif mungkin dapat menjawab rumusan masalah yang dirumuskan
sejak awal, tetapi mungkin juga tidak, karena seperti telah dikemukakan
bahwa masalah dan rumusan masalah dalam penelitian kualitatif masih
bersifat sementara dan akan berkembang setelah penelitian berada di
lapangan. Kesimpulan dalam penelitian kualitatif yang diharapkan adalah
merupakan temuan baru yang sebelumnya belum pernah ada.
G. Keabsahan Data
Uji keabsahan data dalam penelitian kualitatif meliputi uji,
credibility, transferability, dependability, dan confirmability. Dalam
penelitian ini digunakan uji kredibilitas data dengan melakukan
triangulasi. Triangulasi dalam pengujian kredibilitas ini diartikan sebagai
pengecekan data dari berbagai sumber dengan berbagai cara dan berbagai
waktu (Sugiyono, 2011: 372).
Keabsahan data dalam penelitian ini menggunakan triangulasi
dengan teknik yaitu hasil penelitian yang diperoleh dari wawancara lalu
dicek dengan observasi dan kajian dokumen yaitu:
a. Triangulasi dapat dilakukan dengan menguji apakah proses dan hasil
metode yang digunakan sudah berjalan dengan baik. Triangulasi
78
sumber dilakukan peneliti dengan membandingkan informasi dari
satu orang dengan orang lainnya. Sedangkan triangulasi teknik
dilakukan dengan membandingkan informasi yang diperoleh dari
teknik wawancara dan membuktikannya dengan melalui teknik
observasi dan dokumentasi. Tujuannya adalah agar informasi yang
diperoleh benar-benar berdasarkan realitas yang ada.
b. Melakukan validitas data merujuk pada masalah kualitas data dan
metode yang digunakan dalam penelitian, hal ini bertujuan agar
memperoleh data yang akurat dan dipertanggungjawabkan.
c. Melakukan diskusi dengan dosen pembimbing skripsi dengan
maksud validitas data.
79
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Deskripsi Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian berada di SD Taman Muda Ibu Pawiyatan
Tamansiswa yang terletak di Jalan Taman Siswa No. 25, Mergangsan,
Yogyakarta. Sekolah ini berdiri pada tahun 1992. Sekolah Dasar yang
didirikan tahun 1922 oleh Ki Hadjar Dewantara ini, menerapkan
pelajaran budi pekerti melalui olah rasa dan seni budaya serta penerapan
sistem among berupa keseimbangan pendidikan orangtua/keluarga,
lembaga sekolah, dan masyarakat.
1. Visi
"Menjadi sekolah bermutu, berbasis seni budaya dan pendidikan
budi pekerti luhur"
2. Misi
a. Melaksanakan kegiatan pembelajaran yang efektif, efisien dan terukur
untuk mewujudkan pendidikan bermutu.
b. Menyelengarakan pendidikan kesenian dan penanaman nilai-nilai
budaya untuk mewujudkan pendidikan berbasis seni budaya.
c. Menerapkan "among system" dengan tekanan keteladanan silih asah,
silih asih dan silih asuh implementasi pendidikan budi pekerti luhur.
3. Tujuan
a. Meningkatkan mutu pembelajaran dengan meningkatkan kemampuan
pamong, baik kompetensi akademik maupun profesionalismenya,
80
yang diharapkan pada gilirannya mampu meningkatkan prestasi
belajar siswa.
b. Memenuhi 8 (delapan) aspek standar nasional pendidikan secara
bertahap, dengan tekanan melengkapi sarana dan prasarana
pendidikan, tersedianya dana operasional yang cukup, serta membuka
peluang peran serta masyarakat secar proporsional.
c. Implementasi secara intergral nilai-nilai budi pekerti luhur dan
konsep-konsep ketamansiswaan dalam pembelajaran khususnya, dan
pendidikan pada umumnya.
d. Menyiapkan peserta didik dengan bekal yang cukup untuk
melanjutkan pendidikannya ke jenjang yang lebih tinggi.
4. Keadaan Siswa
Tabel 1. Jumlah Rombongan Belajar
No Tahun Pelajaran Rombongan Belajar Kelas
1 2 3 4 5 6 Jumlah
1 2007/2008 1 1 1 1 1 1 6
2 2008/2009 1 1 1 1 1 1 6
3 2009/2010 2 1 1 1 1 1 7
4 2010/2011 1 2 1 1 1 1 7
5 2011/2012 1 1 2 1 1 1 7
6 2012/2013 1 1 1 1 1 1 6
7 2013/2014 1 1 1 1 1 1 6
8 2014/2015 1 1 1 1 1 1 6
Tabel 2. Jumlah Peserta Didik
No Tahun Pelajaran Peserta Didik
1 2 3 4 5 6 Jumlah
1 2007/2008 18 28 18 17 24 37 142
2 2008/2009 21 15 24 18 17 25 120
3 2009/2010 37 20 17 26 17 18 135
4 2010/2011 11 30 24 16 26 16 123
81
5 2011/2012 10 9 31 25 17 27 119
6 2012/2013 17 12 12 34 26 20 121
7 2013/2014 20 17 15 12 34 29 127
8 2014/2015 22 23 16 15 15 34 125
5. Keadaan Pendidik
Tabel 3. Keadaan Pendidik
Status Kepegawaian
Jabatan Jumlah
Kepala Guru
Sekolah Kelas Agama Penjas Mulok
L P L P L P L P L P L P L + P
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) (12) (13) (14) (15) (16)
1. PNS 1 1 2 1 2 3 5
2. BUKAN PNS
a. Tetap Yayasan 1 1 1 1 2
b. Tidak Tetap / Honor 1 4 2 1 4 2 10 12
c. Guru Bantu Pusat 1 - 1 1
d. Guru Bantu Daerah - - -
Jumlah - 1 1 5 2 3 1 - 1 6 5 15 20
6. Keadaan Tenaga Kependidikan
Tabel 4. Jumlah Tenaga Kependidikan Berdasarkan Status
Kepegawaian
Status Kepegawaian Jumlah
Pegawai Tetap Yayasan 2
Pegawai Tidak Tetap 3
Jumlah 5
Tabel 5. Jumlah Tenaga Kependidikan Berdasarkan
Pengalaman Kerja
No. Bidang Tugas Jumlah
1 Kepala Tata Usaha 1
2 Bendahara Sekolah
3 Kasir Sekolah 1
4 Petugas TU/Admisistrasi 1
5 Laboran
82
6 Pustakawan
7 Jaga Malam
8 Satpam
9 Pesuruh/Tukang Kebun 2
7. Keadaan Ruangan
Tabel 6. Jumlah Keadaan Ruangan
No. Jenis Ruang Milik
Bukan Milik Baik Rusak Ringan Rusak Berat Sub-Jumlah
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7)
1. Ruang Kelas 6 6
2. Ruang
Perpustakaan 1 1
3.
Laboratorium
IPA 1 1
4. Ruang
Kepala
Sekolah 1 1
5. Ruang Guru 1 1
6. Ruang
Komputer 1 1
7.
Tempat
Ibadah 1 1
8
Ruang
Kesehatan
(UKS) 1 1
9
Kamar
Mandi / WC
Guru 1 1
10
Kamar
Mandi / WC
Siswa 3 3
11 Gudang 1 1
12
Ruang
Sirkulasi /
Selasar 0
13 Tempat
Bermain /
Tempat
Olahraga 1 1
83
8. Prestasi Siswa
Tabel 7. Prestasi Siswa
No. Tahun Jenis Kejuaraan Tingkat Juara ke-
1 2008 Seni Suara Keagamaan (MTQ) Kota Juara III putri
2 2008 Futsal Kota Harapan I, Juara III
3 2008 POR Dini Kecamatan Juara I
4 2008 Sepak takraw Kota Juara III
5 2008 Nyanyi tunggal Kota Harapan I
6 2008 Cerita rakyat UPT Harapan II
7 2008 Cerita rakyat bergambar Kecamatan Juara I
8 2008 Hasta karya UPT Juara I
9 2008 Seni suara (nyanyi tunggal) UPT Juara I
10 2008 MTQ :
- Menyanyi
- Seni Lukis
- Adzan
- Tartil
Kecamatan
- Juara I putri,
Juara II putra
- Juara II putra
- Harapan I
- Harapan I
11 2008 Permainan rakyat :
- Lepetan
- Benthik
Propinsi
- Juara III
- Juara II
12 2008 Langen carita Kota Harapan I
13 2008 Transliterasi Kota Juara III
14 2008 Panembromo Kota Juara I
15 2008 Mocopat Kota Juara II
16 2009 MTQ Kecamatan Juara III
17 2009 Senil Musik Tradisional Propinsi Juara III
18 2009 Dolanan Anak Kota Juara I
19 2009 Dolanan Anak Kota Juara II
20 2010 Lomba daur ulang Kota - Juara 2 (kelas I)
- Juara 3 (kelas II)
- Juara harapan I
(kelas V)
21 2010 Modelling Propinsi Juara I putri
22 2010 Drumband Propinsi Juara I Paramanandi
23 2010 Modelling Kota Juara harapan I putra
24 2010 Panembromo,macapat,pidato
basa Jawa
Kota Juara I panembromo
25 2011 Drumband Propinsi Juara harapan I
26 2011 Menyanyi solo Propinsi Juara I
27 2011 Kria nusantara Nasional Juara II lomba
bakiak
28 2011 Dolanan anak Kota Juara II ( penyanyi
84
terbaik II )
29 2011 Macopat UPT Juara II
30 2011 Pidato bahasa Jawa UPT Juara I
31 2011 Panembromo Kota Juara I
32 2012 Perkusi Propinsi Juara I
33 2013 Festival Lomba Siswa Seni
Nasional (FLS2N)
UPT Harapan II Pidato
34 2013 Macopat Kota Juara III
35 2013 Panembromo Kota Juara III
36 2013 Panembromo UPT Juara I
37 2013 Pekan etiket budaya UPT Juara I
38 2014 MTQ Kecamatan Juara III Puitisasi
39 2014 MTQ Kecamatan Harapan I Pildacil
40 2014 MTQ Kecamatan Harapan 1 Tartil
9. Kegiatan Ekstrakurikuler
Kegiatan ekstrakurikuler di SD Taman Muda Ibu Pawiyatan
Tamansiswa Yogyakarta meliputi karawitan, bahasa Jawa, nembang, tari,
dolanan anak, membatik, ensamble musik, komputer, vokal, seni lukis,
TPA, pramuka, pencak silat, drum band, dan bahasa Inggris.
10. Nilai-nilai yang terkandung dalam Kegiatan Ekstrakurikuler
a. Karawitan
Ekstrakurikuler karawitan memiliki nilai ketelitian, nilai percaya
diri, nilai kerjasama didalamnya. Hal ini dikarenakan berlatih karawitan
memerlukan tingkat ketelitian yang tinggi, ini disebabkan nada-nada
dalam gamelan tersebut berbeda antara alat musik satu dengan yang
lainnya. Nilai percaya diri dan kerjasama juga ditanamkan ekstrak ini
sebab dibutuhkan kerjasama untuk menghasilkan karya musik yang indah
dan juga nilai percaya diri ditanamkan pada kegiatan ini dengan maksud
85
melatih siswa berani menunjukkan minat dan bakat nya terhadap
karawitan. Nilai lain yang terkandung pada karawitan diantaranya adalah:
1) Nilai Estetika : Seni karawitan melalui gamelan yang lengkap ditabuh
oleh 10 hingga 15 penabuh atau niyaga. Kaitannya dalam hal ini dari
alat musik yang berbeda dengan dimainkan secara keseluruhan akan
menghasilkan suara yang harmonis dan dinamis sehingga akan
memunculkan estetika keindahan suara di dalamnya, suara yang unik
yang menimbulkan rasa nyaman bagi penikmatnya.
2) Nilai Historis : Seni Karawitan adalah warisan budaya leluhur,
keberadaannya sangat erat hubungannya dengan perjalanan
kebudayaan masyarakat Jawa, perkembangannya hingga saat ini
menyimpan sejarah yang bisa dijadikan pelajaran yang diharapkan
dapat menumbuhkan semangat untuk terus menjaga budaya bangsa.
3) Nilai Budaya : Seni Karawitan adalah kebudayaan asli masyarakat
Jawa yang telah lahir sebelum masuknya pengaruh agama Hindu dan
Budha, eksistensinya tetap bertahan hingga hari ini, diakui dan tetap
dinikmati oleh masyarakat bahkan dunia.
4) Nilai Spiritual : Gamelan dalam pada awal sejarahnya merupakan
perangkat alat musik yang sangat dikaitkan dengan upacara-upacara
keagamaan, sehubungan dengan perkembangan agama Islam di
Indonesia, khususnya di Pulau Jawa, karawitan gamelan Jawa adalah
sarana dakwah dengan jalan akulturasi budaya lokal dengan budaya
86
Islam. adapun syair-syair karawitan juga banyak mengandung unsur
nasihat-nasihat agama.
5) Nilai Demokrasi : Karawitan juga mengandung unsur demokratis
yakni berkaitan dengan peranan setiap alat musik gamelan, contoh
kendhang sebagai pemimpin dan pengendali disini terdapat peran
pengaturan yang dianalogikan sebagai eksekutif. Sementara gong
sebagai tanda pemberhentian atau pengawasan terhadap jalannya
permainan yang dianalogikan sebagai yudikatif. Sedangkan kenong
adalah legislatif yang mewakili perangkat lainnya.
6) Nilai Sosial : Pada seni karawitan, kandungan nilai sosial dapat kita
lihat pada kerjasama dan toleransi antar pemain yang berusaha
menyatukan berbagai jenis alat musik dengan saling mengikuti aturan
yang ada secara bersama-sama.
7) Nilai Psikologis : Melalui keindahan dan kehalusan seni suara dalam
Karawitan mampu mendidik rasa keindahan seseorang yang
memungkinkannya tumbuhnya kesadaran pada nilai sosial, moral dan
spiritual, orang yang biasa berkecimpung dalam dunia karawitan, rasa
kesetiakawanan tumbuh, tegur sapanya halus, tingkah laku lebih
sopan. Semua itu karena jiwa seseorang menjadi sehalus gendhing-
gendhing.
b. Bahasa Jawa
Terkandung nilai integritas, nilai toleransi, nilai kesantunan, dan
nilai kerendahan hati. Bahasa Jawa merupakan salah satu warisan budaya
87
yang harus dilestarikan dan dijaga karena jika tidak, dapat terkikis oleh
bahasa dari kebudayaan lain. Selain itu, bahasa Jawa merupakan bahasa
yang menyiratkan budi pekerti luhur atau merupakan cerminan dari tata
krama. Nilai lain yang terkandung dalam bahasa Jawa, yaitu:
1) Nilai Estetika : Bahasa Jawa terbagi menjadi Krama dan Ngoko.
Berikut ini adalah pembagian unggah ungguhin basa. Basa Ngoko:
Ngoko lugu dan Ngoko Andhap; Basa Madya : Madya Ngoko, Madya
Krama, Madyantara; Basa Krama: Mudha Krarna, Kramantara,
Wredha Krama, Krama Inggil, Krama Desa, Basa Kedathon.
2) Nilai Historis : Unggah ungguhing basa merupakan alat untuk
menciptakan jarak sosial, namun di sisi lain juga merupakan produk
dari kehidupan sosial.
3) Nilai Budaya : Penggunaan Basa Ngoko Krama dalam masyarakat
Jawa adalah Basa Krama dan Ngoko digunakan sebagai norma
pergaulan di masyarakat, tataran bahasa Jawa dipakai sebagai tata
unggah ungguh, penggunaan basa krama berfungsi sebagai alat untuk
menyatakan hormat dan kekerabatan, dan sebagai pengatur jarak
sosial
c. Nembang
Terkandung nilai kesusilaan, nilai kesopanan, nilai kesantunan,
nilai kesabaran, nilai kerendahan hati dan nilai toleransi. Dalam tradisi
sastra Jawa, buku-buku tentang tembang pada umumnya berisi ajaran
moral atau tuntunan budi pekerti yang luhur. Inti di dalam lirik tembang
88
mengajarkan bahwa manusia sudah sepantasnya berbuat baik terhadap
alam, binatang, tumbuhan, bahkan terhadap manusia lain. Terhadap
sesama manusia pun, hendaknya kita bersikap sopan santun terhadap
orang yang lebih tua dan tidak ada salahnya kepada orang yang lebih
muda. Kemudian adanya sikap saling menghormati dan menghargai
pendapat orang lain, baik terhadap teman sendiri, guru, kepala sekolah
maupun warga sekolah lainnya.
Nilai-nilai yang terkandung pada nembang sarat dengan nilai-nilai
moral yang sangat penting bagi pembentukan karakter bangsa. Nilai-nilai
budi pekerti luhur yang terkandung dalam tembang-tembang Jawa sangat
urgen untuk disosialisasikan kepada generasi muda karena generasi muda
pada milenium ketiga ini sudah tidak banyak lagi yang mengenal,
mencintai, dan memahaminya. Nilai-nilai budi pekerti tersebut bersifat
dikotomis antara perbuatan baik dan tidak baik, perbuatan yang
diperbolehkan dan tindakan yang dilarang secara moral, perbuatan yang
perlu diteladani dan tindakan yang tidak perlu ditiru. Tidak hanya sarat
dengan nilai moral, tembang juga mengajarkan bagaimana proses
kehidupan manusia diawal hingga kembali kepada Tuhan, karena itu
sebagai manusia hendaklah selalu berdoa atas segala cobaan dalam hidup
yang mana kesabaran selalu diuji. Nilai lain dalam tembang, yaitu:
1) Nilai Estetika : Terbagi menjadi tiga, tembang macapat, tembang
tengahan, dan tembang gedhe. Tembang macapat dibagi menjadi
sebelas pupuh, yaitu: maskumambang, mijil, sinom, kinanthi,
89
asmaradhana, gambuh, dhandanggulo, durma, pangkur, megatruh,
dan pocung.
2) Nilai Historis : Digunakan sebagai media dakwah para sunan untuk
menyebarkan dan mengajarkan agama Islam.
3) Nilai Budaya : Tembang merupakan warisan leluhur yang sampai
sekarang masih di uri-uri, agar tidak hilang dan terlupakan.
4) Nilai Spiritual : Melalui tembang macapat yang isi nya mengajarkan
tentang proses kehidupan manusia. Proses bagaimana Tuhan
memberikan ruh kepada manusia hingga manusia itu kembali lagi
pada-Nya.
d. Tari
Terkandung nilai kesabaran, nilai kerjasama, nilai percaya diri,
nilai kerja keras, dan nilai kedisiplinan. Dalam pelajaran tari umumnya
diajarkan tentang kesabaran dan kerja keras. Dalam setiap gerakan tari,
untuk menghasilkan gerakan yang indah dan gemulai tidak dapat berhasil
dalam sekejap, maka dari itu dibutuhkan kesabaran, kerja keras dan
semangat siswa. Konsep tari yang tenang mengalun, memiliki korelasi
positif dengan konsep etis Jawa yang senantiasa mengutamakan ketena
ngan, keseimbangan, keselarasan, dan harmonis dengan alam. Nilai lain
yang terdapat dalam tari yaitu:
1) Nilai Estetika : Menggunakan empat dasar keterampilan yaitu wiraga
(dasar keterampilan gerak tubuh atau fisik penari yang dapat
menyalurkan ekspresi batin dalam gerak tari); wirama (suatu pola
90
untuk mencapai gerakan yang harmonis di dalam tari yang terdapat
pengaturan dinamika seperti aksen dan tempo tarian); wirasa
(ekspresi raut muka atau mimik yang menggambarkan karakter
tarian, penghayatan dan penjiwaan gerak sesuai dengan tarian;
wirupa (penampilan menari dari ujung atas sampai ujung bawah,
ditunjukkan melalui warna, busana, dan tata rias).
2) Nilai Historis : Seni tari klasik yang diciptakan pada masa Sultan
Hamengku Buwono Pertama. Tarian klasik sebagai suatu totalitas
merupakan perpaduan harmonis antara kulit luar yaitu gerak tubuh,
pakaian, ekspresi dengan substansi roh dan jiwa.
3) Nilai Budaya : Tari klasik Yogyakarta menggambarkan adanya
penggunaan simbol yang sarat makna pesan etik maupun estetik untuk
penanaman moral dan untuk membentuk kepribadian yang utuh lewat
pengenalan seni budaya. Tarian klasik juga digunakan sebagai strategi
perjuangan moral dan usaha untuk mencari jati diri orang Jawa.
4) Nilai Spiritual : Tarian Bedaya merupakan tarian tua yang lebih magis
dari tari serimpi. Diibaratkan sebagai bentuk tarian untuk keperluan
ritus agama asli yang berasimilasi dengan agama budha. Pementasan
tari memakan waktu tiga jam, oleh karena itu, para penari
sebelumnya harus menjalani puasa dan proses bersih diri agar
mendapat kekuatan lahir dan batin.
91
e. Dolanan Anak
Lagu dolanan anak mengajarkan nilai kerjasama, nilai kejujuran,
nilai kedisipinan, nilai kesantunan dan nilai kerendahan hati. Inti dari
Gendhing dolanan anak lebih bersifat hiburan. Siswa diajarkan dan
dikenalkan tentang alat permainan, lagu- lagu untuk anak- anak yang
lazimnya dinyanyikan ketika memainkan permainan jaman dahulu. Ini
bertujuan walaupun sudah berkembangnya teknologi, siswa dengan
kerendahan hatinya untuk tidak melupakan alat permainan dan lagu
dolanan jaman dahulu. Secara umum dapat disampaikan bahwa semua
lagu dolanan anak banyak mengarah pada aspek falsafah hidup dan nilai
moral yang dibangun dalam nilai-nilai masyarakat Jawa, yang pantas
digunakan sebagai pembentuk karakter generasi muda penerus bangsa.
Nilai lain yang terkandung dalam lagu dolanan anak, yaitu:
1) Nilai Estetika : Gendhing dolanan anak pada umumnya memiliki ciri
sebagai berikut, yaitu : 1) bahasanya sederhana; 2) mengandung nilai
estetis; 3) jumlah barisnya terbatas; 4) berisi tentang hal-hal yang
selaras dengan keadaan anak-anak; 5) lirik dalam gendhing tersebut
bermakna religius, kebersamaan, rendah hati dan nilai sosial lainnya.
2) Nilai Historis : Lagu dolanan anak mengajarkan moral dengan lirik
jenaka dan sederhana yang bertujuan mudah diingat dan mudah
dihafal.
92
f. Membatik
Pelajaran membatik mengajarkan nilai kesabaran, nilai integritas,
nilai kepedulian, dan nilai ketelitian bagi orang yang melakukannya.
Karena untuk menghasilkan sebuah karya yang baik di perlukan
kesabaran dan ketelitian. Pelestarian budaya batik melalui pendidikan
merupakan salah satu cara dalam mengenalkan budaya Jawa serta anak
didik dapat mengetahui nilai-nilai budaya yang diwariskan kepada
mereka sebagai generasi bangsa. Nilai yang terkandung dalam membatik,
yaitu:
1) Nilai Estetika : Memiliki bermacam-macam fungsi, tiga diantaranya
yaitu: a) batik sebagai busana (batik dianggap sebagai pakaian yang
cocok untuk menyambut tamu atau menghadi acara seremonial atau
kegiatan formal lainnya); b) batik sebagai karya seni (batik dibuat
dengan ketelitian tinggi dan sarat dengan nilai adiluhung); c) batik
sebagai artefak budaya (corak dan ragam batik pada setiap daerah
berbeda-beda, ini dikarenakan pola interaksi masyarakat dahulu
memiliki ide kreatif yang bermacam-macam dan pada tiap pola
tersebut mengandung makna atau simbol yang menunjukkan sejarah
atau latar belakang daerah tersebut.
2) Nilai Historis : Seni membatik adalah Warisan Budaya Leluhur, dalam
beberapa catatan, pengembangan batik banyak dilakukan pada masa-
masa kerajaan Mataram, kemudian kerajaan Yogyakarta dan Solo.
93
Kesenian batik merupakan kesenian gambar di atas kain untuk
pakaian yang menjadi salah satu kebudayaan raja-raja jaman dahulu.
3) Nilai Budaya : Seni Membatik sekarang ini menjadi bagian pakaian
tradisional Indonesia dan batik merupakan akulturasi budaya.
g. Bahasa Inggris
Terkandung nilai Integritas, ketelitian, kesabaran dan kerja keras.
h. Pramuka
Terdapat nilai kerjasama, kepedulian, keadilan, kepemimpinan,
ketangguhan.
i. Pencak Silat
Terdapat nilai pengendalian diri, kedisiplinan, ketangguhan,
kerendahan hati.
j. Drum Band
Terkandung nilai ketertiban atau kedisiplinan, kesabaran,
kerjasama, tanggung jawab, kerja keras.
k. Ensamble Musik
Terkandung nilai ketertiban/kedisiplinan, kerjasama, tanggung
jawab, percaya diri, kerja keras, ketelitian.
l. Komputer/ IT
Terdapat nilai tanggung jawab, nilai integritas, ketelitian.
m. Vocal
Terdapat nilai kerjasama, tanggung jawab, percaya diri.
94
n. Seni Lukis
Terkandung nilai kesabaran, tanggung jawab, kerja keras.
o. TPA
Terdapat nilai kerendahan hati, kesabaran, kesantunan, ketelitian.
B. Hasil Penelitian
Pada bab ini akan diuraikan deskripsi hasil penelitian berdasarkan
rumusan masalah, dan pertanyaan penelitian, yang mencakup (1) bentuk
nilai-nilai budaya jawa yang di terapkan di sekolah; (2) cara
menanamkan nilai- nilai budaya jawa dalam kegiatan sekolah; (3) faktor
pendukung dan penghambat dalam penanaman nilai- nilai budaya jawa di
sekolah; dan (4) strategi dalam mengatasi kendala tersebut. Adapun
uraiannya sebagai berikut:
1. Bentuk Nilai-Nilai Budaya Jawa Yang di Terapkan di Sekolah
a. Pendidikan Berbasis Budaya
SD Taman Muda Ibu Pawiyatan Tamansiswa merupakan salah
satu sekolah berbasis budaya yang ada di kota Yogyakarta. Hal ini sesuai
dengan pernyataan Ibu kepala sekolah dengan inisial “A” sebagai
berikut:
“Sekolah berbasis budaya adalah sekolah yang tidak
meninggalkan budaya Indonesia khususnya budaya Jawa seperti
tari, nembang, karawitan”.
Hal senada juga diungkapkan oleh salah satu guru pamong
dengan inisial “E”, beliau menyatakan bahwa:
95
“Pendidikan berbasis budaya itu pendidikan yang
mengintegrasikan dengan budaya. Jadi pendidikan yang sedikit
dicampur dengan budaya melalui kebiasaan sehari-hari”.
Guru pamong dengan inisial “D” juga mengungkapkan hal yang
sama, beliau mengungkapkan bahwa:
“Pendidikan berbasis budaya adalah semua ranah pendidikan
dihubungkan dengan budaya, budi pekerti, dan unggah ungguh”.
Berdasarkan hasil wawancara di atas dapat disimpulkan bahwa
pendidikan berbasis budaya adalah pendidikan yang menanamkan nilai-
nilai luhur yang bersumber dari budaya bangsa Indonesia sendiri, dalam
rangka membina kepribadian generasi muda. Pada usia sekolah dasar,
anak cenderung meniru atau mencontoh hal-hal yang ada di lingkungan
mereka, dimana pada anak sekolah dasar proses inilah yang pertama
mereka lakukan dalam memenuhi rasa ingin tahu dan merespon stimulasi
lingkungan. Anak akan meniru semua yang mereka lihat, dengar dan
rasakan dari lingkungan.
Proses selanjutnya anak akan belajar mengenali semua perilaku
yang ditirunya dan mulai biasa membedakan mana perilaku yang dapat
diterima dan memberikan dampak positif serta mana perilaku yang tidak
bisa diterima dan memberikan dampak negatif. Setelah mereka dapat
membedakan mana yang baik, dan mana yang kurang baik kemudian
anak mulai membiasakan perilaku-perilaku yang baik dan diberi
penguatan sesuai dengan nilai-nilai dan norma yang berlaku. Dari sinilah
kemudian membentuk pemahaman anak dan pondasi kepribadian anak
secara utuh. Sebagai contoh guru among dengan inisial “E” menjelaskan
96
bahwa pada saat kegiatan ekstrakurikuler berlangsung terdapat seorang
anak meniru tokoh kartun yang suka melempar barang ketika bertarung,
dan hal tersebut dilakukan kepada berkumpul dengan temannya pada saat
kegiatan ekstrakurikuler berlangsung. Kemudian, guru membantu
menjelaskan kepada siswa bahwa melempar barang kepada teman tidak
bisa diterima karena akan menyakiti teman dan hal tersebut tidak sopan.
Beranjak dari kejadian tersebut siswa belajar untuk membedakan
perilaku mana baik dan tidak baik. Guru among kemudian menjelaskan
kepada siswa bahwa perilaku yang baik yang ditiru oleh siswa akan
diberi penguatan dan pujian atau hadiah. Begitu pun sebaliknya perilaku
yang kurang baik yang ditiru oleh siswa akan mendapatkan sanksi tegas
dari guru. Kebiasaan dan pemahaman terhadap perilakunya inilah yang
kemudian terinternalisasi dalam karakternya dan menjadi komponen
dalam pembentukan kepribadianya. Oleh karena itu, SD Taman Muda
Ibu Pawiyatan Tamansiswa senantiasa menerapkan pendidikan berbasis
budaya di lingkungan sekolahnya. Hal ini menjadi penting karena SD
Taman Muda Ibu Pawiyatan Tamansiswa menjunjung tinggi budi pekerti
luhur untuk membentuk karakter anak menjadi baik, sopan, dan tahu
unggah-ungguh adat timur yang masih di anut di kota Yogyakarta ini.
b. Perda DIY No.5 Tahun 2011 Tentang Pendidikan Berbasis Budaya
Berdasarkan hasil observasi diketahui bahwa pendidikan berbasis
budaya yang diterapkan di SD Taman Muda Ibu Pawiyatan Tamansiswa
berlandaskan Perda DIY No. 5 tahun 2011. Hal ini sesuai dengan
97
ungkapan wakil kepala sekolah dengan inisial “M” yang menyatakan
bahwa:
“Pendidikan berbasis budayadi SD Taman Muda Ibu Pawiyatan
Tamansiswa memang didasarkan pada Perda DIY No. 5 tahun
2011”.
Ibu kepala sekolah dengan inisial “A” juga menambahkan bahwa:
“Pendidikan berbasis budaya sudah di terapkan lama. Akan tetapi,
hasilnya tidak langsung memuaskan, karena membutuhkan proses
dan evaluasi dalam pelaksanaannya”.
Hal senada juga diungkapkan oleh guru pamong dengan inisial
“E”, beliau menyatakan bahwa:
“Pendidikan berbasis budaya di SD Taman Muda Ibu Pawiyatan
Tamansiswa dilaksanakan berdasarkan pada Perda DIY No. 5
tahun 2011”.
Guru pamong dengan inisial “E” juga menambahkan bahwa:
“Akan bagus apabila setiap sekolah melaksanakan pendidikan
berbasis budaya berdasarkan Perda DIY No. 5 tahun 2011, karena
anak-anak mendapat pendidikan budaya Jawa salah satunya dari
sekolah. Hal ini menjadi penting mengingat hampir mayoritas
siswa dirumah berkomunikasi menggunakan bahasa Indonesia.
Belum lagi keseharian siswa di rumah yang dilingkupi dengan
gadget, atau media elektronik yang lain yang sudah menggeser
jenis permainan dan kesenian tradisional. Pendidikan berbasis
budaya tersebut merupakan salah satu upaya pemerintah
mengenalkan budaya kepada generasi muda”.
Hal senada juga diungkapkan oleh guru pamong dengan inisial
“D”, beliau menyatakan bahwa:
“Pendidikan berbasis budaya di SD Taman Muda Ibu Pawiyatan
Tamansiswa sesuai dengan Perda DIY No. 5 tahun 2011, hal ini
dilakukan karena anak sekarang tidak kaya jaman saya dulu. Jadi
sekarang cenderung sikap suka-suka aku saja, terus ada Mamanya
juga yang bersikap suka-suka aku. Tapi kalau jaman dulu kan
tidak begitu, masih punya sikap sopan santun sama rasa takut atau
segan terhadap orangtua kalau sekarang kan tidak”.
98
Guru pamong dengan inisial “D” juga menambahkan bahwa:
“Sebelum ada Perda sekolah sudah menerapkan pendidikan
berbasis budaya. Sampai sekarang masih diterapkan, malah
sekarang semakin maju semakin bersinergi. Jadi lebih banyak lagi
pelajaran budaya yang diterapkan. Kalau dulu cuma menanamkan
hal sehari-hari aja seperti sopan santun, budi pekerti, tapi kalau
sekarang grid nya atau pencapaiannya lebih tinggi lagi. Misalnya
sekarang bukan cuma unggah ungguh saja, belajar membatik
juga, belajar nembang juga kalau dulu cuma belajar sehari-hari
pake bahasa kromo, tapi sekarang kita belajar budaya tidak hanya
perilaku saja, tapi semua.
Beliau juga menambahkan bahwa:
“Untuk guru juga dituntut hal yang sama, berkiblat dari semboyan
Ki Hajar Dewantara. Kita harus Ing Ngarsa Sung Tuladha, Ing
Madya Mangun Karsa, sama Tut Wuri Handayani. Anak-anak
diberi kebebasan sendiri seperti semboyan Ing Madya Mangun
Karsa, guru tetap memberikan perhatian dan tetap memberikan
semangat”.
Berdasarkan hasil wawancara di atas dapat disimpulkan bahwa
SD Taman Muda Ibu Pawiyatan Tamansiswa melaksanakan pendidikan
berbasis budaya didasarkan pada Perda DIY No. 5 tahun 2011.
Pendidikan berbasis budaya tersebut merupakan salah satu upaya
pemerintah mengenalkan budaya kepada generasi muda. Mengingat
sudah mulai bergesernya budaya timur ke budaya barat dan mulai
terkikisnya nilai-nilai budaya Jawa di kalangan generasi muda Indonesia
khususnya Yogyakarta.
c. Nilai-Nilai Budaya Jawa Yang di Terapkan di SD Taman Muda Ibu
Pawiyatan Tamansiswa
Berdasarkan informasi yang diperoleh peneliti diketahui bahwa
pada jenjang pendidikan Sekolah Dasar, nilai-nilai budaya jawa yang
99
diterapkan di SD Taman Muda Ibu Pawiyatan Tamansiswa meliputi
penggunaan bahasa Jawa dalam berkomunikasi, penerapan sikap sopan
santun dan menghormati terhadap semua warga sekolah, berbaris
sebelum masuk kelas dan salim kepada Kepala sekolah dan guru, serta
wajib menyanyikan tembang dan lagu nasional. Nilai-nilai budaya Jawa
tersebut dapat diintegrasikan ke dalam bentuk nilai-nilai moralitas yang
mencakup sopan santun, religiusitas, sosialitas, keadilan, demokrasi,
kejujuran, kemandirian, daya juang, tanggung jawab, dan penghargaan
terhadap lingkungan alam maupun sosial.
Hal ini sesuai dengan pernyataan Ibu kepala sekolah dengan
inisial “A” sebagai berikut:
“Salah satunya kalau saya bicara dengan siswa itu menggunakan
bahasa Jawa, walaupun mereka menggunakan bahasa Indonesia
saya tetap menjawabnya menggunakan bahasa Jawa tidak
sepenuhnya krama terkadang juga ngoko alus karena semua sudah
saya anggap anak sendiri. Itu sebenarnya sudah contoh dan sudah
diterapkan tapi tidak terasa ini namanya pembiasaan. Kalau sama
guru-guru karena lebih sepuh dan sama-sama orang tua bahasanya
saya krama di lingkungan juga dibiasakan“.
Hal senada juga diungkapkan oleh salah satu guru dengan inisial
“FHS”, beliau menyatakan bahwa:
“Bentuk-bentuk nilai budaya yang diterapkan oleh sekolah
sebetulnya lebih menekankan pada budi pekerti dan sopan santun.
Guru dengan inisial “D” juga mengungkapkan hal serupa, dalam
wawancara yang dilakukan, beliau menyatakan bahwa:
“Penanaman budi pekerti tidak hanya melalui program ya, tetapi
pada kegiatan sehari-hari di sekolah contohnya dari awal datang
100
saling memberikan salam tapi kita juga perlu peran dari orangtua
sebetulnya kalau cuma di sekolah itu agak susah”.
Guru pamong dengan inisial “CM” menyatakan hal serupa dalam
wawancara yang dilakukan bahwa:
“Menyampaikan secara langsung mengenai budi pekerti itu sulit,
hanya bisa kalau dibiasakan saja misalnya membiasakan anak-
anak salim kalau datang ke sekolah itu kan sebenarnya juga
budaya Jawa”.
Hal serupa juga dijabarkan oleh guru dengan inisial “E”, beliau
menyatakan bahwa:
“Untuk pendidikan budaya kan di pelajaran sehari-hari, seperti
sikap salim kepada guru. Kemudian setiap pagi harus ada
kegiatan menyanyi atau nembang lagu daerah sebelum memulai
pelajaran. Itu merupakan kegiatan wajib setiap pagi, satu lagu
nasional dan satu lagu daerah, dan itu diutamakan lagu daerah
Jogja”.
Berdasarkan hasil observasi dan wawancara di atas dapat
disimpulkan bahwa nilai-nilai budaya Jawa yang diterapkan di SD
Taman Muda Ibu Pawiyatan Tamansiswa meliputi nilai pembiasaan
penggunaan bahasa Jawa dalam berkomunikasi, penerapan sikap sopan
santun dan menghormati terhadap semua warga sekolah, berbaris
sebelum masuk kelas dan salim kepada Kepala sekolah dan guru, serta
wajib menyanyikan tembang dan lagu nasional.
Pada jenjang pendidikan Sekolah Dasar, kebiasaan hidup yang
baik dan menyenangkan harus senantiasa diterapkan dan dipupuk sedari
dini. Nilai-nilai budaya yang sudah diterapkan di SD Taman Muda Ibu
Pawiyatan Tamansiswa apabila terus dapat dilakukan oleh seluruh
masyarakat sekolah maka akan berdampak budi pekerti yang baik bagi
101
siswa. Budi pekerti tersebut dapat diintegrasikan ke dalam bentuk nilai-
nilai moralitas yang mencakup sopan santun, religiusitas, sosialitas,
keadilan, demokrasi, kejujuran, kemandirian, daya juang, tanggung
jawab, dan penghargaan terhadap lingkungan alam maupun sosial. Jadi,
dapat disimpulkan bahwa nilai-nilai budaya jawa yang diterapkan di SD
Taman Muda Ibu Pawiyatan Taman Siswa yaitu pembinaan nilai
keagamaan, tata karma (sopan santun), ketaatan kepada orangtua, disiplin
dan tanggung jawab, dan kemandirian.
2. Cara Menanamkan Nilai- Nilai Budaya Jawa Dalam Kegiatan Sekolah
a. Kebijakan Khusus Sekolah Terhadap Penyelenggaraan Pendidikan
Berbasis Budaya
Berdasarkan hasil observasi diketahui bahwa sekolah memiliki
kebijakan sendiri terhadap penyelenggaran pendidikan berbasis budaya di
SD Taman Muda Ibu Pawiyatan Tamansiswa. Hal ini senada dengan
ungkapan wakil Kepala Sekolah dengan inisial “M” yang menyatakan
bahwa:
“Sekolah membuat kebijakan terhadap penyelenggaraan
pendidikan berbasis budaya salah satunya dengan memasukkan
seni budaya ke dalam kegiatan intra atau kegiatan
pembelajarannya. Kegiatan tersebut meliputi tari, karawitan,
nembang yang tergabung dalam kegiatan intra. Dimana, apabila
di sekolah lain tari, karawitan, nembang masuk ke dalam kegiatan
ekstra”.
Hal senada juga diungkapkan oleh guru among dengan inisial
“E”, beliau menjelaskan bahwa:
“Sekolah membuat kebijakan khusus terhadap penyelenggaraan
pendidikan berbasis budaya salah satunya dengan mempelajari
dan menggunakan pendidikan budaya pada keseharian. Sebagai
102
contoh seperti sikap cium tangan kepada guru. Kemudian setiap
pagi harus ada kegiatan menyanyi atau nembang lagu daerah
sebelum memulai pelajaran. Hal tersebut merupakan kegiatan
wajib setiap pagi, siswa menyanyikan satu lagu nasional dan satu
lagu daerah, dan diutamakan lagu daerah Yogyakarta”.
Ungkapan senada juga disampaikan oleh siswa yang mengikuti
kegiatan ekstrakurikuler karawitan dan tari dengan inisial “DK”, siswa
tersebut menjelaskan bahwa:
“Kalau pas lagi latihan tari, kan gak di kelas terus jadi gak bosen.
Bisa belajar tari yang macam-macam, sama kalau main gamelan
itu bisa tahu macam-macam jenis gamelan”.
Hal senada juga diungkapkan guru dengan inisial “D”, beliau
menyatakan bahwa:
“Terdapat kebijakan khusus dari sekolah.Seperti Dinten Sabtu
Ngagem Bahasa Jawi. Kalau untuk penggunaan bahasa Jawa
setiap hari Sabtu itu, mereka bicara sama teman sebaya
menggunakan basa ngoko”.
Berdasarkan hasil observasi dan wawancara dapat disimpulkan
bahwa sekolah memiliki kebijakan sendiri terhadap penyelenggaran
pendidikan berbasis budaya di SD Taman Muda Ibu Pawiyatan
Tamansiswa salah satunya dengan mempelajari dan menggunakan
pendidikan budaya pada keseharian. Sebagai contohnya siswa diwajibkan
belajar bahasa Jawa kromo, supaya mempunyai sopan santun kalau di
tanya guru dengan berbahasa Jawa, siswa dianjurkan selalu memiliki
sikap cium tangan kepada guru pada saat masuk dan keluar kelas.
Kemudian setiap pagi siswa harus menyanyi atau nembang lagu daerah
sebelum memulai pelajaran. Hal tersebut menjadi penting karena sebagai
103
upaya sekolah mengenalkan budaya Jawa dan lagu-lagu kedaerahan
kepada siswa.
b. Penerapan Pendidikan Berbasis Budaya di SD Taman Muda Ibu
Pawiyatan Tamansiswa
Tidak hanya memiliki kebijakan khusus, SD Taman Muda Ibu
Pawiyatan Tamansiswa juga menerapkan pendidikan berbasis budaya
tersebut ke dalam berbagai bentuk kegiatan. Berdasarkan hasil observasi
diketahui bahwa sekolah memiliki wadah terhadap penerapan pendidikan
berbasis budaya tersebut. Wadah tersebut disebut dengan kegiatan
ekstrakurikuler. Melalui kegiatan ini pendidikan berbasis budaya lebih
terorganisir, terstruktur, dan sangat menarik karena terdapat berbagai
macam jenis kegiatan ekstrakurikuler yang dapat disesuaikan dengan
bakat dan minat siswa. Hal tersebut senada dengan ungkapan guru
pamong dengan inisial “E”, beliau menjelaskan bahwa:
“Meskipun sekolah sudah mempunyai kebijakan khusus, akan
tetapi dalam penerapannya sekolah lebih memfokuskan pada
suatu wadah yang disebut dengan kegiatan ekstrakurikuler”.
Ungkapan tersebut juga ditegaskan oleh wakil Kepala Sekolah
dengan inisial “M”, beliau menegaskan bahwa:
“Penerapan pendidikan berbasis budaya di SD Taman Muda Ibu
Pawiyatan Tamansiswa diterapkan melalui pada keseharian siswa
dan pada kegiatan ekstrakurikuler. Kegiatan tersebut terbagi
menjadi beberapa macam ekstrakurikuler seperti tari, gamelan,
karawitan, pramuka, membatik, dolanan anak, dan nembang
Jawa”.
Guru pamong dengan inisial “D” juga mengungkapkan bahwa:
104
“Penerapan pendidikan berbasis budaya di SD Taman Muda Ibu
Pawiyatan Tamansiswa diterapkan melalui pada keseharian siswa
dan pada kegiatan ekstrakurikuler”.
Hal senada juga diungkapkan oleh siswa yang mengikuti kegiatan
ekstrakurikuler pramuka dan nembang jawa dengan inisial “T”, siswa
dengan inisial “T” mengungkapkan bahwa:
“Penerapan pendidikan berbasis budaya diterapkan melalui
kegiatan ekstrakurikuler diantaranya tari, gamelan, karawitan,
pramuka, membatik, dolanan anak, dan nembang Jawa”.
Berdasarkan hasil observasi dan wawancara dapat disimpulkan
bahwa penerapan pendidikan berbasis budaya di SD Taman Muda Ibu
Pawiyatan Tamansiswa diterapkan pada keseharian siswa di sekolah
yang meliputi menyanyikan lagu tembang jawa sebelum memulai
pelajaran. Selain itu, pada kegiatan ekstrakurikuler diantaranya
ekstrakurikuler tari, gamelan, karawitan, pramuka, membatik, dolanan
anak, dan nembang.
c. Dasar Landasan Penerapan Budaya Jawa Melalui Kegiatan
Ekstrakurikuler
Berdasarkan hasil wawancara kepala sekolah dengan inisial “A”
menyatakan bahwa:
“Dasar landasan yang pertama adalah perwal pemerintah kota
yang kedua memang sudah menjadi warisan budaya Ki Hadjar
Dewantara dimana anak-anak mendapatkan kecerdasan
pendidikan tetapi mereka juga harus mengenal kebudayaan. Di
sekolah ini sebenarnya untuk pedomannya mengacu pada
pendidikan yang diajarkan Ki Hadjar Dewantara, dari sistem
pengajaran yaitu sistem among yang di kembangkan
menyesuaikan aturan dari dinas. Harapan visi misi adalah siswa
yang kami didik dan kami bimbing itu selain memiliki kecerdasan
juga memiliki jiwa seni serta berbudi luhur. Adanya jiwa seni
tersebut dapat memancarkan kehalusan dari diri kita maksudnya
105
jika kita pintar saja tanpa jiwa seni maka kita akan menjadi keras
dalam arti kurang halus dalam bertindak tanduk di landasi dengan
budi pekerti luhur’’.
Sementara guru dengan inisial “E” dalam wawancaranya
menyatakan bahwa:
“Melaksanakannya pun berpedoman dari hal itu yang sudah
diturunkan dari guru-guru sebelumnya juga terus sekarang juga
ada arahan dari dinas untuk pendidikan berbasis budaya jadi kita
juga mengikuti aturan dari dinas dari diklat-diklat juga.Ada
karakter seni budaya, dari landasan tadi dari taman muda
sehingga kami menyusun visi misi yang menunjukkan
karakteristik SD Taman Muda yaitu mengangkat pendidikan
berbasis seni dan budaya Jawa”.
Berdasarkan hasil wawancara di atas dapat disimpulkan bahwa
dasar landasan penerapan budaya Jawa melalui kegiatan ekstrakurikuler
di SD Taman Muda Ibu Pawiyatan Tamansiswa adalah berlandasakan
pada pendidikan berbasis seni dan budaya. Kegiatan ini dilakukan
mengingat sebagai program baru kegiatan ini juga digunakan untuk
meneruskan dan mengembangkan kegiatan yang ada. Sebagai contoh,
sebelumnya sekolah terdapat kegiatan tembang dan tari tradisional serta
pelajaran membatik. Kegiatan tersebut pada awalnya hanya mendapatkan
diklat dan pembagian alat-alat batik dari program provinsi. Selanjutnya
pelajaran membatik tersebut dikembangkan oleh sekolah menjadi muatan
lokal. Disamping itu kegiatan ini dilakukan karena semakin minimnya
generasi muda yang mau belajar dan mengenal budaya Jawa, sehingga
terdapat kekhawatiran dari para pendidik apabila tidak dikenalkan sedari
dini dikhawatirkan tidak ada yang akan mencintai dan melestarikan
budaya daerahnya.
106
d. Tujuan dan Fungsi Dari Penerapan Budaya Jawa Melalui Kegiatan
Ekstrakurikuler
Pembelajaran pendidikan berbasis budaya Jawa di SD Taman
Muda Ibu Pawiyatan Tamansiswa diterapkan melalui mata pelajaran
bahasa Jawa dan didukung dengan adanya kegiatan ekstrakurikuler
budaya Jawa. Kegiatan ini bukan hanya sebagai kegiatan yang bersifat
nasionalisme akan tetapi kegiatan ini dilakukan mempunyai tujuan dan
fungsi tersendiri. Hal ini seperti yang diungkapkan oleh ibu guru dengan
inisial “CM”, dalam wawancaranya beliau menyatakan bahwa:
“Kegiatan ini pasti sarat dengan makna, salah satu tujuannya
adalah untuk mengenalkan budaya daerah kepada generasi
muda”.
Hal senada diungkapkan oleh guru dengan inisial “D” dalam
wawancaranya beliau menyatakan bahwa:
“Kegiatan ini bertujuan mengenalkan dan melestarikan budaya
daerah khususnya budaya Jawa”.
Sementara guru dengan inisial “AP” dalam wawancaranya
menyatakan bahwa:
“Mengenalkan bahasa sampai dengan dolanan anak. Dengan
mengenal anak-anak diharapkan ada rasa memiliki dan
melestarikan”.
Hal senada diungkapkan oleh kepala sekolah dengan inisial
“FHS” dalam wawancaranya beliau menyatakan bahwa:
“Tujuannya supaya anak-anak itu bisa mencintai budayanya
sendiri,dan fungsinya menumbuhkan rasa cinta anak terhadap
budaya nusantara”.
107
Sementara kepala sekolah dengan inisial “A” dalam
wawancaranya menyatakan bahwa:
“Tujuannya untuk melestarikan budaya bangsa,dan fungsinya
untuk menumbuhkan rasa cinta anak terhadap budaya nusantara”.
Berdasarkan hasil wawancara di atas dapat disimpulkan bahwa
tujuan pembelajaran pendidikan berbasis budaya Jawa di SD Taman
Muda Ibu Pawiyatan Tamansiswa diterapkan melalui mata pelajaran
bahasa Jawa dan didukung dengan adanya kegiatan ekstrakurikuler
budaya Jawa adalah untuk mengenalkan sedari dini anak-anak pada
budaya Jawa supaya generasi muda dapat mencintai budayanya sendiri,
mengenalkan bahasa sampai dengan dolanan anak yang terdapat pada
budaya tersebut, mempunyai rasa memiliki terhadap budaya Jawa, dan
mau melestarikan budaya yang sudah ada tersebut. Selain itu, kegiatan
ini berfungsi untuk menumbuhkan rasa cinta anak terhadap budaya
nusantara, dan melalui program tersebut dapat sebagai wadah untuk
menggali bakat dan potensi anak serta mengembangkannya.
e. Kegiatan Pembelajaran Pendidikan Berbasis Budaya Jawa Melalui
Kegiatan Ekstrakurikulerdi SD Taman Muda Ibu Pawiyatan
Tamansiswa
Berdasarkan hasil observasi diketahui bahwa pembelajaran
pendidikan berbasis budaya Jawa di SD Taman Muda Ibu Pawiyatan
Tamansiswa diterapkan melalui mata pelajaran bahasa Jawa dan
didukung dengan adanya kegiatan ekstrakurikuler budaya Jawa yang
meliputi ekstrakurikuler tari, gamelan, karawitan, pramuka, membatik,
108
dolanan anak, dan nembang. Hal ini sejalan dengan ungkapan Ibu kepala
sekolah dengan inisial “A” yang menyatakan bahwa:
“Pembelajaran pendidikan berbasis budaya Jawa di SD Taman
Muda Ibu Pawiyatan Tamansiswa diterapkan melalui mata
pelajaran bahasa Jawa dan didukung dengan adanya kegiatan
ekstrakurikuler yang meliputi ekstrakurikuler tari, gamelan,
karawitan, pramuka, membatik, dolanan anak, dan nembang
Jawa”.
Guru among dengan inisial “E” juga mengungkapkan bahwa:
“Pembelajaran pendidikan berbasis budaya Jawa di SD Taman
Muda Ibu Pawiyatan Tamansiswa diterapkan melalui mata
pelajaran bahasa Jawa.”
Guru among juga menambahkan bahwa:
“Untuk kelas I atau II pada pembelajaran bahasa Jawa masih
sebatas tembang Jawa seperti tembang dolanan dengan judul
seperti jamuran, cublak-cublak suweng, ilir-ilir dll. Bagi kelas IV
ke atas itu tembang Jawanya berupa gambuh, pucung dan
sebagainya”.
Wakil kepala sekolah dengan inisial “M” menuturkan bahwa:
“Sebenarnya pada mata pelajaran bahasa Jawa sudah terdapat
tembang dan bahasa Jawa. Akan tetapi untuk SD Taman Muda
Ibu Pawiyatan Tamansiswa dipisah, antara pelajaran bahasa Jawa
yang masuk dalam pembelajaran dan pelajaran tembang masuk
dalam kegiatan ekstrakurikuler. Hal ini dilakukan oleh pihak
sekolah supaya siswa lebih mendetail mengenal budaya Jawa biar
dan tembang Jawa”.
Berdasarkan hasil observasi dan wawancara dapat disimpulkan
bahwa pembelajaran pendidikan berbasis budaya Jawa di SD Taman
Muda Ibu Pawiyatan Tamansiswa diterapkan melalui mata pelajaran
bahasa Jawa dan didukung dengan adanya kegiatan ekstrakurikuler.
Sebenarnya pada mata pelajaran bahasa Jawa sudah terdapat tembang
dan bahasa Jawa. Akan tetapi untuk SD Taman Muda Ibu Pawiyatan
109
Tamansiswa dipisah, antara pelajaran bahasa Jawa yang masuk dalam
pembelajaran dan pelajaran tembang masuk dalam kegiatan
ekstrakurikuler. Hal ini dilakukan oleh pihak sekolah supaya siswa lebih
mendetail mengenal budaya Jawa dan tembang Jawa.
f. Upaya Sekolah dalam Mengembangkan Pendidikan Berbasis
Budaya
Hasil wawancara dengan guru among dengan inisial “E” yang
menyatakan bahwa:
“Upaya sekolah dalam mengembangkan pendidikan berbasis budaya
dengan cara setiap pagi menyanyikan lagu nasional sama lagu daerah.
Selain itu, pemahaman lainnya melalui budaya sopan santun. Contohnya
dengan orangtua, kan ada pendamping sini yang sudah sepuh. Kadang
anak-anak itu kalau berbicara pakai bahasa ngoko, kami ingat kan untuk
menggunakan bahasa kromo. Lebih baik memakai bahasa yang agak
halus, kalau tidak bisa lebih baik memakai bahasa Indonesia. Bahasa
ngoko lebih baik digunakan dengan teman sebaya nya saja”.
Hal senada diungkapkan oleh wakil kepala sekolah dengan inisial “M”,
beliau menyatakan bahwa:
“Upaya sekolah dalam mengembangkan pendidikan berbasis budaya
melalui budaya sopan santun yang ditunjukkan dari adab berbicara
dengan orang yang lebih tua menggunakan bahasa krama”.
Berdasarkan hasil wawancara dapat disimpulkan bahwa upaya
sekolah dalam mengembangkan pendidikan berbasis budaya selain
melalui pembelajaran bahasa Jawa dan kegiatan ekstrakurikuler adalah
dengan cara setiap pagi menyanyikan lagu nasional sama lagu daerah.
Selain itu, pemahaman lainnya melalui budaya sopan santun yang
ditunjukkan dari adab berbicara dengan orang yang lebih tua
menggunakan bahasa krama.
110
g. Metode Atau Cara Tertentu Dalam Mendukung Penerapan Budaya
Jawa
Hasil wawancara dengan guru among dengan inisial “CM” diketahui bahwa:
“Cara yang dilakukan untuk mendukung penerapan budaya Jawa
yaitu saya adakan raktik menyanyi langsung itu biasa
kegiatannya, terus tanya jawab tentang materi tembang yang telah
disampaikan biar anak merasakan langsung budaya jawa dengan
melakukannya”.
Hal senada juga diungkapkan oleh Ibu kepala sekolah dengan inisial “A”,
beliau menuturkan bahwa:
“Dalam mendukung penerapan budaya Jawa metode atau cara
yang dilakukan oleh sekolah adalah saya menganjurkan
menggunakan bahasa Jawa yang benar antar sesama guru,
membiasakan anak - anak dengar bahasa Jawa mencontoh dari
guru - gurunya yang menggunakan bahasa Jawa. Pemerintah dan
yayasan sangat berperan dalam kegiatan kegiatan di sekolah ini
seperti memberikan ijin tempat, gamelan, dan fasilitas lain kalau
tidak ada yayasan ya tidak bisa jalan sediri namanya juga sekolah
swasta. Komite itu mendukung sekali setiap kita mau pentas, mau
lomba, mau kemanapun itu orang tua kita ikutkan dalam
musyawarah biasanya jga langsung dapat bantuan dalam hal dana
untuk pelaksanaan program - program di sekolah”.
Guru dengan inisial “E”, menyatakan hal yang serupa dalam
wawancara berikut yaitu:
“Budaya jawa itu malah lebih mudah dikreasikan, contohnya
kalau di saya yang ekstra bahasa Jawa itu tidak full pelajaran
mencatat materi bahasa Jawa tapi main tebak- tebakkan dari
pepak basa Jawa kemudian praktik bernyanyi atau nembang bisa
juga diselingi dialog basa Jawa karena materi bahasa Jawa kan
banyak, budaya Jawa juga materinya banyak dan beragam
menurut saya bisa kadang kami mengkaitkan dengan pewayangan
juga, kemudian kami juga mengembangkan seperti batik saya
biasanya menggunakan tema agar anak bisa mengembangkan
sendiri, tapi ya ming opo anane kalau saya sendiri berbeda dengan
111
yang memang guru tembang sama tari yang lebih bisa
mengembangkan karena memang ahlinya”.
Berdasarkan hasil wawancara dapat disimpulkan bahwa sekolah
lebih mengutamakan nilai sopan santun dan nilai budi pekerti. Maka dari
itu dalam mendukung penerapan budaya Jawa metode atau cara yang
dilakukan oleh sekolah adalah dengan penggunaan bahasa Jawa yang
benar supaya anak didik membiasakan berkomunikasi menggunakan
bahasa Jawa yang benar antar sesama atau dengan guru. Juga melalui
kegiatan pembelajaran sehari-hari di kelas. Hal ini dilakukan supaya
terjadi pembiasaan seluruh masyarakat sekolah terhadap program yang
diadakan oleh sekolah terkait dengan pendidikan berbasis budaya Jawa.
h. Sarana dan Prasarana Yang Digunakan Untuk Menunjang Kegiatan
Ekstrakurikuler
Hasil wawancara dengan Ibu kepala sekolah dengan inisial “A”
menyatakan bahwa:
“Sarana dan prasarana yang disediakan oleh sekolah masih
terbatas. Tapi sekolah mengusahakan semaksimal mungkin
supaya anak-anak mampu menerima pelajaran sebaik mungkin
dengan sarana dan prasarana yang sangat sederhana dan bisa
berjalan dengan baik”.
Guru among dengan inisial “E” juga menjelaskan bahwa:
“Bentuk sarana prasarana yang disediakan oleh sekolah
diantaranya pencak silat tempatnya di pendopo, tapi kalau
pendopo terlalu ramai tempatnya bisa di halaman.Akan tetapi
tergantung juga panas atau tidaknya cuaca. Kalau panas pakai
pendopo kalau tidak panas pakai halaman, jadi disesuaikan saja
sama kondisi. Ekstrakurikuler dolanan anak tetap di pendopo.
Ekstrak karawitan di ruang gamelan, kadang di pendopo, kadang
juga di SMP. Tergantung tempat mana yang bisa. Karena kita
belum punya alat sendiri dan juga lagi berusaha mengajukan
112
proposal ke dinas. Kalau yang di ruang karawitan itu miliknya
yayasan, tapi kalau yang SMP milik sendiri”.
Hal senada juga diungkapkan oleh siswa dengan inisial “AJ” yang
mengikuti kegiatan ekstrakurikuler drumband dan karawitan. Siswa
tersebut mengungkapkan bahwa:
“Sarana dan prasarana yang disediakan oleh sekolah meliputi alat
musik dan pendopo sebagai ruang latihan”.
Hal senada juga disampaikan oleh siswa dengan inisial “AK”,
siswa dengan inisial “AK” menilai:
“Sarana dan prasarana yang disediakan oleh sekolah meliputi
gamelan, alat musik, dan tempat latihan atau pendopo”.
Berdasarkan hasil wawancara dapat disimpulkan bahwa sarana
dan prasarana yang disediakan oleh sekolah masih terbatas. Bentuk
sarana prasarana yang disediakan oleh sekolah diantaranya adalah
pendopo, gamelan, dan alat musik lainnya yang dipergunakan siswa pada
saat kegiatan ekstrakurikuler berlangsung.
3. Unsur Budaya Jawa yang Diaplikasikan Pada Kegiatan
Ekstrakurikuler
Berdasarkan hasil wawancara dengan guru yang berinisial “E”,
menyatakan bahwa:
“Kalau di sekolah kita, lebih di utamakan nilai sopan santun nya
atau bisa juga nilai budi pekerti nya. Nilai lain dalam pendidikan
budaya di sekolah kita ini menggunakan tembang antara lain
macapat dan lewat panembromo juga. Kan dalam tembang itu,
arti kalimatnya juga mengajarkan tentang sopan santun dengan
orang tua, dengan alam bumi, dengan hewan juga harusnya
bertindak seperti apa. Jangan bertindak sesuka hati terhadap
tumbuhan hewan.
113
Hal senada diungkapkan oleh guru dengan inisial “FHS” dalam
wawancaranya beliau menyatakan bahwa:
“Unsur budaya lebih pada unggah- ungguh jadi bagaimana cara
bersosialisasi sesuai dengan budaya Jawa, kemudian bahasa Jawa,
seni budaya Jawa dan hal- hal yang mengarah pada pembentukan
budi pekerti. Menanamkan nilai - nilai budaya Jawa kadang kami
juga menggunakan tokoh wayang seperti pandawa dan
punakawan agar mudah diterima oleh siswa. Bentuk
penanamannya lebih pada praktik langsung mengarahkan siswa
untuk memahami budi pekerti yang baik. Seperti membiasakan
siswa kalau di pagi hari datang terus salaman dengan guru pulang
juga salaman setelah beres- beres kelas”.
Sementara guru dengan inisial “AP” dalam wawancaranya
menyatakan bahwa:
“Terdapat unsur disiplin itu pada pelajaran karawitan, misalnya
kalau lewat gamelan itu tidak boleh dilompati, kita harus berlaku
sopan, kemudian juga diajarkan cara duduk itu tata cara nya
seperti apa harus duduk timpuh tidak boleh duduk sesuka hati”.
Hal senada diungkapkan oleh kepala sekolah dengan inisial “A”
dalam wawancaranya beliau menyatakan bahwa:
“Unsur budaya tersebut lebih mengarah ke sikap sopan santun,
menghargai menghormati, disiplin”.
Berdasarkan hasil wawancara di atas dapat disimpulkan bahwa
unsur budaya yang dapat diaplikasikan melalui kegiatan ekstrakurikuler
adalah sikap sopan santun dengan orang tua, dengan alam bumi, dengan
tumbuhan dan hewan juga tidak boleh bertindak sesuka hati. Selain itu,
terdapat unsur sikap disiplin yang dapat diterapkan pada kegiatan
ekstrakurikuler tersebut.
114
4. Sikap Keteladanan Yang Terkandung Dalam Penanaman Nilai-Nilai
Budaya Jawa di Sekolah
Penanaman nilai-nilai budaya Jawa di sekolah merupakan salah
satu sarana dalam menanamkan pendidikan karakter kepada siswa.
Adapun sikap keteladanan yang dapat dipelajari dalam setiap tembang
dan budaya Jawa di sekolah berdasarkan hasil penelitian adalah:
a. Nilai Yang Terkandung Dalam Kegiatan Ekstrakurikuler Karawitan
Nilai budaya Jawa terdapat dalam kegiatan ekstrakurikuler
karawitan. Nilai yang terkandung meliputi nilai ketelitian, nilai percaya
diri, nilai kerjasama didalamnya. Hal ini dikarenakan berlatih karawitan
memerlukan tingkat ketelitian yang tinggi, ini disebabkan nada-nada
dalam gamelan tersebut berbeda antara alat musik satu dengan yang
lainnya. Nilai percaya diri dan kerjasama juga ditanamkan sebab
dibutuhkan kerjasama untuk menghasilkan karya musik yang indah dan
juga nilai percaya diri ditanamkan pada kegiatan ini dengan maksud
melatih siswa berani menunjukkan minat dan bakat nya terhadap
karawitan.
b. Nilai Yang Terkandung Dalam Kegiatan Bahasa Jawa
Terkandung nilai integritas, nilai toleransi, nilai kesantunan, dan
nilai kerendahan hati. Bahasa Jawa merupakan salah satu warisan budaya
yang harus dilestarikan dan dijaga karena jika tidak, dapat terkikis oleh
bahasa dari kebudayaan lain. Selain itu, bahasa Jawa merupakan bahasa
yang menyiratkan budi pekerti luhur atau merupakan cerminan dari tata
krama.
115
c. Nilai Yang Terkandung Dalam Nembang
1) Mijil
Mijil merupakan tembang yang melambangkan proses kelahiran
manusia di dunia. Liriknya berbunyi:
Dedalane guna lawan sekti,
Kudu andhap asor,
Wani ngalah luhur wekasane,
Tumungkula yen dipun dukani,
Bapan den simpangi,
Ana catur mungkur.
Pesan yang disampaikan melalui lagu ini bahwa agar seseorang
menjadi orang yang berguna, harus selalu bertindak sopan kepada orang
lain.
2) Pangkur
Pangkur merupakan tembang yang digunakan untuk medhar
piwulang atau mengajarkan nasehat untuk anak cucu.
Mingkar mingkuring angkara,
Akarana karenan Mardi siwi,
Sinawung resmining kidung,
Sinuba sinukarta,
Mrih ketarta pakartining ngelmu luhung,
Kang tumrap ing tanah Jawa
Agama ageming aji.
Pesan yang disampaikan melalui lagu ini adalah bahwa seseorang
pemimpin haruslah memiliki tiang agama yang kokoh agar terhindar
dari angkara atau keburukan.
116
d. Nilai Yang Terkandung Dalam Tari
Terkandung nilai kesabaran, nilai kerjasama, nilai percaya diri,
nilai kerja keras, nilai kerendahan hati. Dalam pelajaran tari umumnya
siswa diajarkan tentang kesabaran dan kerja keras. Dalam setiap gerakan
tari, untuk menghasilkan gerakan yang indah dan gemulai tidak dapat
berhasil dalam sekejap, maka dari itu dibutuhkan kesabaran, kerja keras
dan semangat siswa. Dalam pelajaran dolanan anak diajarkan sikap kerja
sama dan percaya diri, dan kerendahan hati. Siswa diajarkan dan
dikenalkan tentang alat permainan, lagu-lagu untuk anak- anak yang
lazimnya dinyanyikan ketika memainkan permainan jaman dahulu. Ini
bertujuan walaupun sudah berkembangnya teknologi, siswa dengan
kerendahan hatinya untuk tidak melupakan alat permainan dan lagu
dolanan jaman dahulu. Ada kalanya sekolah mengadakan pentas untuk
acara dolanan anak, siswa diberikan tema, dan akan tampil menjadi
beberapa tim. Maka dari itulah nilai percaya diri sangat dibutuhkan pada
saat pertunjukan seperti ini.
e. Nilai Yang Terkandung Dalam Lagu Dolanan Anak
Terkandung nilai kerjasama, nilai kejujuran, nilai kedisipinan,
nilai kesantunan dan nilai kerendahan hati. Gendhing dolanan anak pada
umumnya memiliki ciri sebagai berikut, yaitu : 1) bahasanya sederhana;
2) mengandung nilai estetis; 3) jumlah barisnya terbatas; 4) berisi tentang
hal-hal yang selaras dengan keadaan anak-anak; 5) lirik dalam gendhing
tersebut bermakna religius, kebersamaan, rendah hati dan nilai sosial
117
lainnya. Secara umum dapat disampaikan bahwa semua lagu dolanan
anak banyak mengarah pada aspek falsafah hidup dan nilai moral yang
dibangun dalam nilai-nilai masyarakat Jawa, yang pantas digunakan
sebagai pembentuk karakter generasi muda penerus bangsa.
f. Nilai Yang Terkandung Dalam Membatik
Terkandung nilai kesabaran, nilai integritas, nilai kepedulian, dan
nilai ketelitian bagi orang yang melakukannya. Karena untuk
menghasilkan sebuah karya yang baik di perlukan kesabaran dan
ketelitian. Pelestarian budaya batik melalui pendidikan merupakan salah
satu cara dalam mengenalkan budaya Jawa serta anak didik dapat
mengetahui nilai-nilai budaya yang diwariskan kepada mereka sebagai
generasi bangsa.
5. Faktor Pendukung dan Penghambat Dalam Penanaman Nilai-Nilai
Budaya Jawa di Sekolah
Berikut ini akan diuraikan faktor pendukung dan faktor
penghambat dalam penanaman nilai-nilai budaya Jawa di sekolah.
Adapun uraiannya sebagai berikut:
a. Faktor Pendukung
Faktor pendukung dalam penanaman nilai-nilai budaya Jawa di
sekolah, merupakan suatu kekuatan dalam melaksanakan serangkaian
kegiatan yang direncanakan. Dari hasil penelitian terdapat beberapa
faktor pendukung terselenggaranya pendidikan berbasis budaya. Seperti
yang telah disampaikan oleh Ibu kepala sekolah selaku penyelenggara
program kegiatan pendidikan berbasis budaya:
118
“Respon dari siswa dan orangtua positif. Mereka senang karena ada
program ini, orang tua dan masyarakat sekolah juga turut
mendukung dan mampu bekerjasama dengan baik dalam
penyelenggaraan pendidikan berbasis budaya ini”.
Selain itu peneliti juga menemukan faktor pendukung lainnya.
Sebagaimana yang disampaikan oleh guru among yang menyatakan
bahwa:
“Pendidikan berbasis budaya ini sangat mendapat dukungan dari
Dinas. Hal ini ditunjukkan dari sikap positif dinas yang senantiasa
mengapresiasi pendidikan berbasis budaya ini dengan berbagai
piagam dan menjadikan sekolah sebagai sekolah percontohan
yang menerapkan pendidikan berbasis budaya”.
Senada dengan yang sudah di uraikan sebelumnya salah satu
siswa menyatakan bahwa:
“Faktor pendukungnya banyak kak, pemerintah, sekolah, guru,
orangtua, karena menjadi penting untuk mempelajari budaya
daerah sendiri”.
Berdasarkan uraian tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa
faktor pendukung pendidikan berbasis budaya dalam penanaman nilai-
nilai budaya Jawa di sekolah adalah pemerintah, sekolah, guru, orangtua,
siswa dan seluruh masyarakat sekolah yang memberikan dukungan
positif terhadap pelaksanaan pendidikan berbasis budaya ini.
b. Faktor Penghambat
Pelaksanaan pendidikan berbasis budaya dalam penanaman nilai-
nilai budaya Jawa di SD Taman Muda Ibu Pawiyatan Tamansiswa
memiliki faktor penghambat, seperti yang disampaikan oleh kepala
sekolah yaitu:
119
“Selama ini masalah yang sering menjadi kendala sekolah yaitu
kebiasaan keluarga siswa sendiri yang lebih sering menggunakan
Bahasa Indonesia sebagai bahasa sehari-hari dari pada bahasa
Jawa sehingga siswa kesulitan dalam berkomunikasi di sekolah.
Selain itu, masalah lainnya adalah keterbatasan dana sekolah
sehingga penyediaan sarana dan prasarana sekolah terbatas”.
Hal serupa juga disampaikan oleh guru among dengan inisial “E”,
beliau menyatakan bahwa:
“Kendala yang pertama itu dari kebiasaan keluarga siswa sendiri,
sebab untuk komunikasinya bahasa Indonesia yang dipakai,
bukan bahasa Jawa. Kemudian juga semakin lunturnya budaya
Jawa sendiri. Dari hal yang sepele aja, misalnya berjalan di depan
orang yang lebih tua, kalau anak jaman dulu kan berjalan
membungkuk sambil mengucapkan kata permisi itu tandanya
hormat tapi kalau sekarang sudah jarang yang jalannya
mengucapkan kata permisi sambil membungkuk.
Guru among menambahkan bahwa:
“Tapi sekarang sudah banyak siswa yang mulai membiasakan
menyapa kepada yang lebih tua. Sebab di sekolah ini kan yang
paling utama itu diterapkan sikap unggah ungguh atau sopan
santun. Karena yang saya lihat dengan SD lain, senakal-nakalnya
siswa sini itu masih bisa dikendalikan daripada siswa sekolah
lain. Entah mungkin penerapan budaya nya berbeda atau proses
pengajaran nya atau juga mungkin dari gurunya sendiri, anak-
anak itu melihat dan menirukan. Jadi guru itu pengaruhnya paling
besar disini”.
Beliau juga menjelaskan bahwa:
“Hal yang paling utama diajarkan oleh sekolah yaitu tentang tata
krama, sikap sopan santun, dan cara berperilaku. Diingat kan
setiap hari, melalui nilai-nilai pembiasaan yang diterapkan di
sekolah ini. Terus kendala yang lain lagi itu di pendanaan, karena
yang namanya seni itu kan mahal. Mulai dari alat-alatnya bahkan
para pelatihnya juga mahal. Tapi ya kita juga melakukan
semampu kita, kadang kita bilang mohon maaf dananya cuma ada
sedikit, tapi jika beliau sanggup ya tidak apa-apa. Tapi ya itu,
yang namanya finansial juga ada pengaruhnya sama kualitas.
Kadang kita dapatnya belum maksimal. Soalnya kalau untuk
karawitan itu menggunakan guru dari luar sekolah, karena pelatih
yang dari sini waktunya yang tidak memungkinkan karena beliau
120
juga mengajar sekolah lain, jadinya kita ambil pelatih dari luar.
Kalau untuk tembang, gurunya juga dari sini, sama tari juga dari
sini”.
Hal senada juga diungkapkan oleh guru pamong dengan inisial
“D”, dalam wawancaranya beliau menyatakan bahwa:
“Kendala utama lebih kepada pendanaan dan alat untuk
pelaksanaan ekstrakurikuler karawitan. Selain itu, sekolah juga
belum mempunyai sanksi tegas apabila ada siswa yang melanggar
program tersebut, serta lemahnya pengawasan yang diberikan
oleh aparat sekolah sehingga sekolah tidak dapat mengontrol satu
persatu siswa pada saat program dilaksanakan”.
Berdasarkan uraian tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa
faktor penghambat pelaksanaan pendidikan berbasis budaya dalam
penanaman nilai-nilai budaya Jawa di SD Taman Muda Ibu Pawiyatan
Tamansiswa adalah kebiasaan sehari-hari siswa di rumah yang sering
menggunakan bahasa Indonesia daripada bahasa jawa, sehingga siswa
tidak terbiasa berbahasa jawa di lingkungan sekolah, keterbatasan dana
sekolah sehingga penyediaan sarana dan prasarana sekolah terbatas,
keterbatasan alat, kurangnya pelatih pada kegiatan ekstrakurikuler
karawitan sehingga sekolah menggunakan pelatih dari luar dengan
menggunakan pendanaan dari sekolah, sekolah belum memiliki sanksi
yang tegas, kurangnya kontrol dan pengawasan pada saat program
dilaksanakan.
6. Upaya Mengatasi Hambatan Pelaksanaan Pendidikan Berbasis
Budaya Dalam Penanaman Nilai-Nilai Budaya Jawa di SD Taman
Muda Ibu Pawiyatan Tamansiswa
Upaya pihak sekolah dalam mengatasi setiap hambatan pada
pelaksanaan pendidikan berbasis budaya dalam penanaman nilai-nilai
121
budaya Jawa di SD Taman Muda Ibu Pawiyatan Tamansiswa diuraikan
dalam wawancara sebagai berikut.
Wakil Kepala sekolah dengan insial “M”, menjawab kendala
yang dihadapi melalui wawancara sebagai berikut:
“Sekolah melakukan kerjasama dengan seluruh masyarakat
sekolah dan orangtua untuk mensosialisasikan kegiatan yang
dicanangkan dalam hal penanaman nilai-nilai budaya Jawa di SD
Taman Muda Ibu Pawiyatan Tamansiswa, supaya orangtua turut
berperan serta menanamkan nilai-nilai budaya tersebut dirumah.
Sehingga anak tidak canggung lagi dalam mengucapkan bahasa
Jawa ketika berada di sekolah. Dalam hal pendanaan sekolah
dapat bekerjasama dengan orangtua siswa dan pemerintah. Akan
tetapi pada pelaksanaanya sekolah mengoptimalkan dahulu
kemampuan sekolah baru apabila tidak mampu meminta bantuan
orang tua siswa dan pemerintah”.
Guru pamong dengan inisial “E” menjelaskan bahwa:
“Kendala utama bagi siswa adalah ketika keseharian siswa tidak
diimbangi dengan penggunaan bahasa jawa, sehingga siswa
menjadi canggung dan tidak percaya diri dalam pengucapannya.
Maka dari itu, sekolah mengadakan program dinten sabtu
menggunakan bahasa Jawa, hal ini dilakukan untuk mengimbangi
kebiasaan anak-anak yang sering menggunakan bahasa Indonesia
dari pada bahasa Jawa. Dalam hal alat dan pelatih, sekolah
meminjam alat di SMP dan mendatangkan pelatih dari luar”
Hal senada juga diungkapkan oleh guru pamong dengan inisial
“D”, beliau menyatakan bahwa
“Sekolah melakukan kerjasama dengan guru, siswa dan orangtua
untuk mensosialisasikan kegiatan penanaman nilai-nilai budaya
Jawa di SD Taman Muda Ibu Pawiyatan Tamansiswa, melalui
pendidikan berbasis budaya. Hal ini dilakukan supaya orangtua
turut berperan serta menanamkan nilai-nilai budaya tersebut
dirumah. Dalam hal pendanaan sekolah bekerjasama dengan
pemerintah dan orangtua. Meskipun pada pelasanaannya sekolah
akan mengoptimalkan kemampuannya terlebih dahulu. Apabila
dalam kondisi tertentu dan sekolah tidak mampu mengatasi maka
sekolah baru bekerjasama dengan pemerintah dan orangtua
siswa”.
122
Guru among dengan inisial “D” juga mengungkapkan bahwa:
“Untuk kendala sarana prasarana sekolah biasanya bekerjasama
dengan SMP, sehingga setiap latihan siswa boleh menggunakan
alat-alat yang ada di SMP.Selain itu, untuk masalah gedung
sekolah sedemikian rupa sehingga jadwal pemakaian gedung
diatur supaya seluruh kegiatan ekstra dapat meggunakan semua
tanpa terkecuali”.
Wakil kepala sekolah dengan inisial “M” menambahkan bahwa:
“Selain yang sudah saya tuturkan di atas, kendala lain yang
sekolah hadapi adalah kurangnya kontrol dan pengawasan dari
aparat sekolah, maka dari itu sekolah memberikan kewenangan
penuh kepada masing-masing guru kelas untuk mengawasi setiap
kelasnya dan memberikan sanksi tegas bagi yang melanggar”.
Berdasarkan hasil wawancara di atas maka dapat ditarik
kesimpulan bahwa upaya pihak sekolah dalam mengatasi setiap
hambatan pada pelaksanaan pendidikan berbasis budaya dalam
penanaman nilai-nilai budaya Jawa di SD Taman Muda Ibu Pawiyatan
Tamansiswa diantaranya adalah sebagai berikut.
a. Sekolah melakukan kerjasama dengan seluruh masyarakat sekolah dan
orangtua untuk mensosialisasikan kegiatan yang dicanangkan dalam
hal penanaman nilai-nilai budaya Jawa di SD Taman Muda Ibu
Pawiyatan Tamansiswa, supaya orangtua turut berperan serta
menanamkan nilai-nilai budaya tersebut dirumah.
b. Diadakannya program menggunakan bahasa Jawa, hal ini dilakukan
untuk mengimbangi kebiasaan anak-anak yang sering menggunakan
bahasa Indonesia dari pada bahasa Jawa.
123
c. Dalam hal pendanaan sekolah bekerjasama dengan pemerintah dan
orangtua supaya program dapat berjalan lancar.
d. Dalam hal alat musik yang digunakan pada saat kegiatan
ekstrakurikuler karawitan, sekolah sementara menggunakan alat
musik yang terdapat di SMP, meskipun sekolah juga berupaya
mengumpulkan dana untuk pembelian alat itu sendiri.
e. Kurangnya pelatih pada kegiatan ekstrakurikuler karawitan
diantisipasi oleh sekolah dengan mendatangkan pelatih dari luar,
supaya kegiatan ekstrakurikuler karawitan dapat berjalan dengan
optimal dan maksimal.
f. Kurangnya kontrol dan pengawasan dari sekolah pada saat program
dilaksanakan, maka dari itu sekolah memberikan tanggung jawab
kepada guru kelas untuk bertanggung jawab kepada masing-masing
kelas dan memberikan sanksi tegas bagi siswa yang melanggar.
C. Pembahasan
1. Bentuk Nilai – Nilai Budaya Jawa Yang di Terapkan di Sekolah
a. Pendidikan Berbasis Budaya
Berdasarkan hasil penelitian dapat diketahui bahwa pendidikan
berbasis budaya adalah pendidikan yang menanamkan nilai-nilai luhur
yang bersumber dari budaya bangsa Indonesia sendiri, dalam rangka
membina kepribadian generasi muda. Pada usia sekolah dasar, anak
cenderung meniru atau mencontoh hal-hal yang ada di lingkungan
mereka, dimana pada anak sekolah dasar proses inilah yang pertama
124
mereka lakukan dalam memenuhi rasa ingin tahu dan merespon stimulasi
lingkungan. Anak akan meniru semua yang mereka lihat, dengar dan
rasakan dari lingkungan.
Pendidikan berbasis budaya merupakan mekanisme yang
memberikan peluang bagi setiap orang untuk memperkaya
ilmu pengetahuan dan teknologi melalui pembelajaran seumur hidup.
Dalam suatu kehidupan bangsa, pendidikan memiliki peranan yang
sangat penting dan strategis untuk menjamin kelangsungan dan
perkembangan suatu bangsa. Dalam hal ini, pendidikan harus dapat
menyiapkan warga negara untuk menghadapi masa depannya. Dengan
demikian tidak salah apabila orang berpendapat bahwa cerah tidaknya
masa depan suatu bangsa ditentukan oleh pendidikannya saat ini.
Pendidikan hingga kini masih dipercaya sebagai media yang
sangat ampuh dalam membangun kecerdasan sekaligus kepribadian anak
manusia menjadi lebih baik. Oleh karena itu, pendidikan secara terus-
menerus dibangun dan dikembangkan agar dari proses pelaksanaan
menghasilkan generasi yang diharapkan. Demikian pula dengan
pendidikan di negeri ini. Bangsa Indonesia tidak ingin menjadi
bangsa yang bodoh dan terbelakang, terutama dalam menghadapi
zaman yang terus berkembang di era kecanggihan teknologi dan
komunikasi. Maka, perbaikan sumber daya manusia yang cerdas,
terampil, mandiri, dan berakhlak mulia terus diupayakan melalui proses
pendidikan.
125
Dalam rangka menghasilkan peserta didik yang unggul dan
diharapkan, proses pendidikan juga senantiasa dievaluasi dan
diperbaiki. Salah satu upaya perbaikan kualitas pendidikan adalah
munculnya gagasan mengenai pentingnya pendidikan karakter dalam
dunia pendidikan di Indonesia. Gagasan ini muncul karena proses
pendidikan yang selama ini dilakukan dinilai belum sepenuhnya
berhasil dalam membangun manusia Indonesia yang berkarakter.
Bahkan, ada juga yang menyebut bahwa pendidikan Indonesia telah
gagal dalam membentuk karakter calon generasi penerusnya. Penilaian
ini didasarkan pada banyaknya para lulusan sekolah dan sarjana
yang cerdas secara intelektual, namun tidak bermental tangguh dan
berperilaku tidak sesuai dengan tujuan mulia pendidikan.
Perilaku yang tidak sesuai dengan tujuan mulia pendidikan
misalnya tindak korupsi yang ternyata dilakukan oleh pejabat yang
notabene adalah orang-orang berpendidikan. Belum lagi tindak
kekerasan yang akhir-akhir ini marak terjadi di negeri ini. Tidak sedikit
dari saudara kita yang begitu tega melakukan penyerangan, anarkis,
bahkan membunuh. Keadaan yang memprihatinkan sebagaimana tersebut
ditambah lagi dengan perilaku sebagian remaja Indonesia yang sama
sekali tidak mencerminkan sebagai remaja yang terdidik. Misalnya,
tawuran antar pelajar, terjerat narkoba baik sebagai pengedar maupun
pemakai, dan melakukan tindak asusila.
126
Maka dari itu, dalam mengantisipasi seluruh dampak dari adanya
arus globalisasi saat ini SD Taman Muda Ibu Pawiyatan Yogyakarta
menerapkan pendidikan berbasis budaya. Hal ini menjadi penting
mengingat, beberapa kasus di atas menunjukkan bahwa pendidikan kita
belum mampu membangun karakter bangsa. Praktik pendidikan yang
terjadi di kelas-kelas tidak lebih dari sekedar latihan-latihan skolastik,
seperti mengenal, membandingkan, melatih, dan menghafal. Praktik
pendidikan seperti ini lebih cenderung menekankan pada kemampuan
kognitif yang sangat sederhana pada tingkat paling rendah. Kenyataan
sebagaimana tersebut tentu saja membuat prihatin bagi kita semua.
Oleh karena itu, upaya perbaikan harus segera dilakukan. Salah satu
upaya adalah melalui pendidikan karakter. Upaya ini selain menjadi
bagian dari proses pembentukan akhlak anak bangsa, juga diharapkan
mampu menjadi pondasi utama dalam menyukseskan Indonesia di masa
mendatang.
b. Perda DIY No.5 Tahun 2011 Tentang Pendidikan Berbasis
Budaya
Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa SD Taman Muda
Ibu Pawiyatan Tamansiswa melaksanakan pendidikan berbasis budaya
didasarkan pada Perda DIY No. 5 tahun 2011. Pendidikan berbasis
budaya tersebut merupakan salah satu upaya pemerintah mengenalkan
budaya kepada generasi muda. Mengingat sudah mulai bergesernya
127
budaya timur ke budaya barat dan mulai terkikisnya nilai-nilai budaya
Jawa di kalangan generasi muda Indonesia khususnya Yogyakarta.
Pendidikan memiliki peranan yang besar dalam proses
pembudayaan. HAR Tilaar (2000: 49) menegaskan bahwa tanpa proses
pendidikan tidak mungkin kebudayaan itu berlangsung dan berkembang
bahkan memperoleh dinamikanya. Hal ini berarti bahwa pendidikan
memiliki peran penting dalam pengembangan budaya. Namun,
pengenalan potensi daerah kepada peserta didik dirasa belum cukup
untuk mengenalkan nilai-nilai luhur yang dimiliki bangsa Indonesia
sehingga diperlukan cara lain untuk mengenalkan nilai-nilai luhur yang
dimiliki bangsa indonesia. Pada pengamatan yang telah dilakukan
peneliti, pada saat pembelajaran di kelas guru memberikan materi hanya
dengan berpedoman pada buku paket saja, selain itu guru tidak
mengkaitkan materi pelajaran dengan kebudayaan lokal. Hal ini
dimungkinkan karena sekolah sudah menerapkan pendidikan berbasis
budaya melalui program sekolah kegiatan ekstrakurikuler. Guru juga
memberikan tanggapan bahwa pembelajaran berbasis budaya bagus
untuk diterapkan agar anak-anak lebih mengenal dan menyukai budaya
daerah sendiri.
Anak-anak sekarang lebih suka dengan budaya lain dan lupa
dengan budaya sendiri. Hal itu terlihat dari aktivitas siswa disekolah,
sebagian besar siswa sekolah dasar sudah memiliki handphone, sehingga
waktu istirahat mereka gunakan untuk mengoperasikan handphone.
128
Anak-anak lebih memilih asyik dengan handphone daripada mengisi
waktu istirahat untuk melakukan permainan tradisional. Selain itu ketika
anak-anak ditanya mengenai lagu-lagu daerah nya sendiri meraka hanya
sekedar mengetahui judul lagu tanpa mampu untuk menyanyikannya.
Budaya gotong royong juga hampir terkikis, jadwal piket kelas yang
seharusnya dilaksanakan secara kelompok sesuai dengan jadwal yang
telah disepakati, pada kenyataannya hanya beberapa siswa saja yang
melaksanakannya, itu saja harus dengan bimbingan guru. Siswa sekolah
dasar juga lebih senang mengakses internet daripada mempelajari tarian
dari kebudayaan sendiri. Namun guru juga belum sepenuhnya
menerapkan pembelajaran berbasis budaya karena ada kendala yang
dihadapi, dimana guru belum sepenuhnya memahami makna dari
pembelajaran berbasis budaya itu sendiri, selain itu kurangnya media
pembelajaran yang ada disekolah. Solusi agar guru mampu menciptakan
kebersamaan dalam pembelajaran adalah dengan menerapkan
pembelajaran berbasis budaya.
c. Nilai-Nilai Budaya Jawa Yang di Terapkan di SD Taman Muda Ibu
Pawiyatan Tamansiswa
Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa nilai-nilai budaya
jawa yang diterapkan di SD Taman Muda Ibu Pawiyatan Tamansiswa
meliputi penggunaan bahasa Jawa dalam berkomunikasi, penerapan sikap
sopan santun dan menghormati terhadap semua warga sekolah, berbaris
sebelum masuk kelas dan salim kepada Kepala sekolah dan guru, serta
wajib menyanyikan tembang dan lagu nasional. Pada jenjang pendidikan
129
Sekolah Dasar, kebiasaan hidup yang baik dan menyenangkan harus
senantiasa diterapkan dan dipupuk sedari dini. Nilai-nilai budaya yang
sudah diterapkan di SD Taman Muda Ibu Pawiyatan Tamansiswa apabila
terus dapat dilakukan oleh seluruh masyarakat sekolah maka akan
berdampak budi pekerti yang baik bagi siswa. Budi pekerti tersebut dapat
diintegrasikan kedalam bentuk nilai-nilai moralitas yang mencakup sopan
santun, religiusitas, sosialitas, keadilan, demokrasi, kejujuran,
kemandirian, daya juang, tanggung jawab, dan penghargaan terhadap
lingkungan alam maupun sosial.
Kebudayaan sebagai suatu hal yang dipelajari atau dialami
bersama secara sosial oleh suatu anggota masyarakat. Dalam hal ini
manusia tidak hanya ditempatkan sebagai insan yang pasif tetapi
mempelajari apa yang ada, selain itu juga sebagai manusia yang aktif,
dimana mengalami bersama secara sosial. Seseorang yang mendapat
kebudayaan dari warisan sosial, dan pada gilirannya, mampu membentuk
kebudayaan kembali serta mengenalkan perubahan-perubahan yang
nantinya menjadi bagian dari warisan generasi berikutnya.
Budaya Jawa merupakan salah satu budaya terbesar yang diakui
keberadaannya. Budaya Jawa sangat kental akan simbolisme. Bentuk-
bentuk simbolisme tersebut sangat dominan dalam segala hal dan segala
bidang. Dalam masyarakat Jawa, pendidikan humaniora yang
mengajarkan nilai-nilai kemanusiaan dan pernyataan simbolisnya
merupakan bagian integral dari sistem budaya sehingga dapat ditemukan
130
macam pendidikan humaniora sesuai dengan pengelompokan
masyarakat. Dalam setiap kelompok masyarakat, pendidikan itu
diselenggarakan baik secara formal dan informal melalui bentuk
komunikasi sosial.
Setiap tatanan serta aturan mengandung nilai dan pesan moral
yang dijadikan rambu- rambu bertingkah laku dalam kehidupan
bermasyarakat oleh suku Jawa. Salah satunya berupa tradisi lisan yang
berupa nasihat atau ungkapan yang diucapkan orangtua kepada anak.
Makna yang terkandung dalam nasihat dan ungkapan orangtua kepada
anaknya dapat dilihat dari segi budi luhur, budi pekerti dan etika. Secara
tradisional, budi pekerti mulai ditanamkan sejak masa kanak-kanak, baik
di rumah maupun di sekolah kemudian berlanjut di kehidupan
bermasyarakat.
Pendidikan informal atau pendidikan didalam lingkungan
keluarga mulai ditanamkan pengertian baik dan benar seperti etika,
tradisi lewat dongeng, tembang, dolanan atau permainan anak-anak yang
mencerminkan hidup bekerjasama dan berinteraksi dengan keluarga dan
lingkungan. Sebagai contoh pertama selain berperilaku halus dan sopan,
juga berbahasa yang baik untuk menghormati sesama. Bahasa yang
digunakan seperti Kromo atau bahasa halus yang digunakan oleh
seseorang yang lebih muda kepada seseorang yang lebih sepuh atau tua
dan Ngoko atau bahasa biasa yang digunakan oleh seseorang yang muda
dengan sebayanya. Contoh kedua yaitu melantunkan tembang sebagai
131
pengantar tidur dengan tujuan penuh permohonan kepada Yang Maha
Pencipta.
2. Cara Menanamkan Nilai- Nilai Budaya Jawa Dalam Kegiatan
Sekolah
a. Kebijakan Khusus Sekolah Terhadap Penyelenggaraan
Pendidikan Berbasis Budaya
Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa sekolah memiliki
kebijakan sendiri terhadap penyelenggaran pendidikan berbasis budaya di
SD Taman Muda Ibu Pawiyatan Tamansiswa salah satunya dengan
mempelajari dan menggunakan pendidikan budaya pada keseharian.
Sebagai contohnya siswa diwajibkan belajar bahasa Jawa kromo, supaya
mempunyai sopan santun kalau di tanya guru dengan berbahasa Jawa,
siswa dianjurkan selalu memiliki sikap cium tangan kepada guru pada
saat masuk dan keluar kelas. Kemudian setiap pagi siswa harus menyanyi
atau nembang lagu daerah sebelum memulai pelajaran. Hal tersebut
menjadi penting karena sebagai upaya sekolah mengenalkan budaya jawa
dan lagu-lagu kedaerahan kepada siswa.
Kebijakan pendidikan adalah suatu perumusan langkah-langkah
yang dijadikan pedoman untuk bertindak yang berkenaan dengan
masalah-masalah pendidikan dalam rangka tercapainya pendidikan yang
berkualitas. Pendidikan sekolah adalah pendidikan yang diperoleh
seseorang di sekolah secara teratur, sistematis, bertingkat dan dengan
mengikuti syarat-syarat yang jelas dan disiplin mulai dari Taman Kanak-
kanak sampai perguruan tinggi. Oleh karena itu, di dalam melaksanakan
132
tugas pendidikan tersebut diperlukan pengaturan-pengaturan tertentu
yang disebut juga dengan kebijakan sekolah. Sehingga tujuan pendidikan
yang diharapkan oleh stakeholder lembaga pendidikan itu dapat tercapai.
Berdasarkan terori di atas kiranya tepat apabila SD Taman Muda Ibu
Pawiyatan Tamansiswa menerapkan kebijakan dalam penerapan
pendidikan berbasis budaya dalam keseharian supaya siswa sekolah dasar
lebih mengenal budaya daerah dan menumbuhkan rasa nasionalisme bagi
para generasi muda.
b. Penerapan Pendidikan Berbasis Budaya di SD Taman Muda Ibu
Pawiyatan Tamansiswa
Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa penerapan
pendidikan berbasis budaya di SD Taman Muda Ibu Pawiyatan
Tamansiswa diterapkan pada keseharian siswa di sekolah yang meliputi
menyanyikan lagu tembang jawa sebelum memulai pelajaran. Selain itu,
pada kegiatan ekstrakurikuler diantaranya ekstrakurikuler tari, gamelan,
karawitan, membatik, dolanan anak, bahasa Jawa dan nembang.
Kebudayaan sebagai fungsi kehidupan manusia dalam
hubungannya dengan manusia lain, alam sekitar dan dengan Tuhan untuk
kedamaian batin serta kehidupannya yang abadi, pada hakikatnya selalu
berubah sesuai dengan perubahan masyarakat dan perkembangan zaman.
Budaya dalam pengertian ini meliputi dimensi sistem berpikir, sistem
ekspresif seperti gaya bentuk seni, serta sistem orientasi nilai.
Kebudayaan dan adat istiadat mengatur dan mengarahkan tindakan
manusia baik gagasan, tindakan dan karya manusia, menghasilkan benda
133
kebudayaan secara fisik. Sebaliknya kebudayaan fisik membentuk
lingkungan hidup tertentu sehingga dapat mempengaruhi pola berpikir
dan berbuatnya. Dengan kata lain di mana manusia hidup bermasyarakat,
pasti akan timbul kebudayaan.
c. Dasar Landasan Penerapan Budaya Jawa Melalui Kegiatan
Ekstrakurikuler
Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa dasar landasan
penerapan budaya Jawa melalui kegiatan ekstrakurikuler di SD Taman
Muda Ibu Pawiyatan Tamansiswa adalah berlandasakan pada pendidikan
berbasis seni dan budaya. Kegiatan ini dilakukan mengingat sebagai
program baru kegiatan ini juga digunakan untuk meneruskan dan
mengembangkan kegiatan yang ada. Sebagai contoh, sebelumnya sekolah
terdapat kegiatan tembang dan tari tradisional serta pelajaran membatik.
Kegiatan tersebut pada awalnya hanya mendapatkan diklat dan
pembagian alat-alat batik dari program dinas. Selanjutnya pelajaran
membatik tersebut dikembangkan oleh sekolah menjadi muatan lokal.
Disamping itu kegiatan ini dilakukan karena semakin minimnya generasi
muda yang mau belajar dan mengenal budaya Jawa, sehingga terdapat
kekhawatiran dari para pendidik apabila tidak dikenalkan sedari dini
dikhawatirkan tidak ada yang akan mencintai dan melestarikan budaya
daerahnya.
134
d. Tujuan dan Fungsi Dari Penerapan Budaya Jawa Melalui Kegiatan
Ekstrakurikuler
Berdasarkan hasil wawancara di atas dapat disimpulkan bahwa
tujuan pembelajaran pendidikan berbasis budaya Jawa di SD Taman
Muda Ibu Pawiyatan Tamansiswa diterapkan melalui mata pelajaran
bahasa Jawa dan didukung dengan adanya kegiatan ekstrakurikuler
budaya Jawa adalah untuk mengenalkan sedari dini anak-anak pada
budaya Jawa supaya generasi muda dapat mencintai budayanya sendiri,
mengenalkan bahasa sampai dengan dolanan anak yang terdapat pada
budaya tersebut, mempunyai rasa memiliki terhadap budaya Jawa, dan
mau melestarikan budaya yang sudah ada tersebut. Selain itu, kegiatan
ini berfungsi untuk menumbuhkan rasa cinta anak terhadap budaya
nusantara, dan melalui program tersebut dapat sebagai wadah untuk
menggali bakat dan potensi anak serta mengembangkannya.
Hasil penelitian di atas sejalan dengan teori Koentjaraningrat
(1984:182) yang menyatakan kebudayaan adalah keseluruhan sistem
gagasan, tindakan berpola, dan hasil karya manusia dalam rangka
kehidupan bermasyarakat yang dijadikan milik diri manusia dengan
belajar. Kebudayaan merupakan suatu cara adaptasi manusia terhadap
lingkungannya. Artinya, nilai budaya adalah upaya yang mencakup
seluruh aspek kehidupan manusia, seluruh aktifitas manusia. Nilai
budaya dianggap sebagai konsepsi-konsepsi yang hidup dalam pikiran
sebagian warga masyarakat mengenai hal-hal yang mereka anggap
bernilai, berharga, dan paling penting dalam hidup, sehingga dapat
135
berfungsi sebagai suatu pedoman yang memberi arah dan orientasi
kepada kehidupan warga masyarakat.
e. Kegiatan Pembelajaran Pendidikan Berbasis Budaya Jawa Melalui
Kegiatan Ekstrakurikulerdi SD Taman Muda Ibu Pawiyatan
Tamansiswa
Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa pembelajaran
pendidikan berbasis budaya Jawa di SD Taman Muda Ibu Pawiyatan
Tamansiswa diterapkan melalui mata pelajaran bahasa Jawa dan
didukung dengan adanya kegiatan ekstrakurikuler. Sebenarnya pada mata
pelajaran bahasa Jawa sudah terdapat tembang dan bahasa Jawa. Akan
tetapi untuk SD Taman Muda Ibu Pawiyatan Tamansiswa dipisah, antara
pelajaran bahasa Jawa yang masuk dalam pembelajaran dan pelajaran
tembang masuk dalam kegiatan ekstrakurikuler. Hal ini dilakukan oleh
pihak sekolah supaya siswa lebih mendetail mengenal budaya Jawa dan
tembang Jawa.
Penerapan pendidikan berbasis budaya melalui kegiatan
ekstrakurikuler merupakan langkah strategis yang tepat dilakukan oleh
pihak sekolah. Karena, melalui kegiatan ekstrakurikuler ini sekolah
mampu menjembatani berbagai macam kepentingan dalam mengenalkan
budaya kedalam berbagai macam dan bentuk. Ekstrakurikuler adalah
kegiatan yang dilakukan siswa diluar jam belajar kurikulum standar.
Kegiatan-kegiatan ini ada pada setiap jenjang pendidikan. Kegiatan
ekstrakurikuler ditujukan agar siswa dapat mengembangkan kepribadian,
bakat, dan kemampuannya di berbagai bidang diluar bidang akademik.
136
Kegiatan ini dilakukan swadaya dari pihak sekolah maupun siswa- siswi
itu sendiri untuk merintis kegiatan diluar jam pelajaran sekolah.
Sedangkan orientasi kegiatan ekstrakurikuler ini adalah untuk lebih
memperkaya dan memperluas wawasan keilmuan dan kepribadian serta
meningkatkan kemampuan tentang sesuatu yang telah dipelajari dalam
satu bidang studi.
f. Upaya Sekolah dalam Mengembangkan Pendidikan Berbasis
Budaya
Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa upaya sekolah
dalam mengembangkan pendidikan berbasis budaya selain melalui
pembelajaran bahasa Jawa dan kegiatan ekstrakurikuler adalah dengan
cara setiap pagi menyanyikan lagu nasional dan lagu daerah. Selain itu,
pemahaman lainnya melalui budaya sopan santun yang ditunjukkan dari
adab berbicara dengan orang yang lebih tua menggunakan bahasa kromo.
Dalam kajian kebudayaan, setiap tatanan serta aturan mengandung
nilai dan pesan moral yang dijadikan rambu-rambu bertingkah laku
dalam kehidupan bermasyarakat. Nilai-nilai budaya Jawa saat ini mulai
meluntur di kalangan generasi muda dengan semakin derasnya arus
globalisasi. Akibatnya adalah budaya luar yang negatif mudah terserap
tanpa ada pemilihan yang cukup kuat. Gaya hidup modern yang tidak
didasari akhlak dan budi pekerti yang luhur ini cepat masuk mudah ditiru
oleh generasi muda. Perilaku negatif, seperti tawuran, kasus pelecehan
seksual, tindakan anarkis menjadi budaya baru yang dianggap dapat
mengangkat jati diri mereka. Untuk mewujudkan perilaku peserta didik
137
yang berbudi baik sesuai nilai-nilai budaya, sangat diperlukan dukungan
lingkungan keluarga, lingkungan pendidik bahkan lingkungan
masyarakat.
g. Metode Atau Cara Tertentu Dalam Mendukung Penerapan Budaya
Jawa
Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa sekolah lebih
mengutamakan nilai sopan santun dan nilai budi pekerti. Cara
menanamkan ungkapan-ungkapan yang mengandung ajaran kepada
generasi selanjutnya melalui tembang dan tulisan itu sangat baik
dilestarikan karena dengan tembang, pesan-pesan mudah masuk kedalam
hati sanubari. Walaupun ada ungkapan yang saat ini tidak lagi relevan
karena kemajuan zaman, namun kearifan ini perlu pula dipakai sebagai
model bagi penanaman dan pengembangan budi pekerti luhur atau
pendidikan karakter bagi generasi muda.
Hal ini dilakukan supaya terjadi pembiasaan seluruh masyarakat
sekolah terhadap program yang diadakan oleh sekolah terkait dengan
pendidikan berbasis budaya Jawa. Dukungan orangtua dan masyarakat
sangat dibutuhkan dalam membentuk perilaku peserta didik, misalnya
melalui komunikasi antara pendidik dengan orangtua yang berlangsung
secara efektif dan berkesinambungan.
h. Sarana dan Prasarana Yang Digunakan Untuk Menunjang Kegiatan
Ekstrakurikuler
Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa sarana dan
prasarana yang disediakan oleh sekolah masih terbatas. Bentuk sarana
138
prasarana yang disediakan oleh sekolah diantaranya adalah pendopo,
gamelan, dan alat musik lainnya yang dipergunakan siswa pada saat
kegiatan ekstrakurikuler berlangsung.
Pendidikan merupakan suatu sistem yang terdiri dari beberapa
komponen. Salah satunya adalah sarana dan perasarana yang dibutukan
dalam proses belajar dan mengajar di sekolah. Berbicara sarana dan
prasarana di dalam lingkungan pendidikan merupakan aspek yang
menarik untuk di ulas, apalagi dalam kegiatan proses belajar dan
pembelajaran di sekolah yang berhubungan dengan pengunaan sarana
dan prasarana. Sarana dan Prasarana merupakan salah satu objek yang
sangat vital dalam mendukung tecapainya tujuan pendidikan dalam
proses belajar dan mengajar. Di era sekarang ini berbagai macam cara
telah di lakukan praktisi pendidikan untuk meningkatkan mutu
pendidikan salah satunya adalah dengan pemenuhan sarana dan prasarana
pendidikan. Kemampuan guru dan lembaga dalam memenuhi sarana dan
prasarana pendidikan akan sangat mempengaruhi efektivitas
pembelajaran.
i. Unsur Budaya Jawa yang Diaplikasikan Pada Kegiatan
Ekstrakurikuler
Berdasarkan hasil wawancara di atas dapat disimpulkan bahwa
unsur budaya yang dapat diaplikasikan melalui kegiatan ekstrakurikuler
adalah sikap sopan santun dengan orangtua, dengan alam bumi, dengan
tumbuhan dan hewan juga tidak boleh bertindak sesuka hati. Selain itu,
139
terdapat unsur sikap disiplin yang dapat diterapkan pada kegiatan
ekstrakurikuler tersebut.
j. Sikap Keteladanan Yang Terkandung Dalam Penanaman Nilai-Nilai
Budaya Jawa di Sekolah
1) Nilai Yang Terkandung Dalam Kegiatan Ekstrakurikuler Karawitan
Nilai budaya Jawa terdapat dalam kegiatan ekstrakurikuler
karawitan. Nilai yang terkandung meliputi nilai ketelitian, nilai percaya
diri, nilai kerjasama didalamnya. Hal ini dikarenakan berlatih karawitan
memerlukan tingkat ketelitian yang tinggi, ini disebabkan nada-nada
dalam gamelan tersebut berbeda antara alat musik satu dengan yang
lainnya. Nilai percaya diri dan kerjasama juga ditanamkan sebab
dibutuhkan kerjasama untuk menghasilkan karya musik yang indah dan
juga nilai percaya diri ditanamkan pada kegiatan ini dengan maksud
melatih siswa berani menunjukkan minat dan bakat nya terhadap
karawitan.
2) Nilai Yang Terkandung Dalam Bahasa Jawa
Terkandung nilai integritas, nilai toleransi, nilai kesantunan, dan
nilai kerendahan hati. Bahasa Jawa merupakan salah satu warisan budaya
yang harus dilestarikan dan dijaga karena jika tidak, dapat terkikis oleh
bahasa dari kebudayaan lain. Selain itu, bahasa Jawa merupakan bahasa
yang menyiratkan budi pekerti luhur atau merupakan cerminan dari tata
krama.
140
3) Nilai Yang Terkandung Dalam Tari
Terkandung nilai kesabaran, nilai kerjasama, nilai percaya diri,
nilai kerja keras, nilai kerendahan hati. Dalam pelajaran tari umumnya
siswa diajarkan tentang kesabaran dan kerja keras. Dalam setiap gerakan
tari, untuk menghasilkan gerakan yang indah dan gemulai tidak dapat
berhasil dalam sekejap, maka dari itu dibutuhkan kesabaran, kerja keras
dan semangat siswa.
4) Nilai Yang Terkandung Dalam Lagu Dolanan Anak
Lagu dolanan anak mengajarkan nilai kerjasama, nilai kejujuran,
nilai kedisipinan, nilai kesantunan dan nilai kerendahan hati. Gendhing
dolanan anak pada umumnya memiliki ciri sebagai berikut, yaitu : 1)
bahasanya sederhana; 2) mengandung nilai estetis; 3) jumlah barisnya
terbatas; 4) berisi tentang hal-hal yang selaras dengan keadaan anak-
anak; 5) lirik dalam gendhing tersebut bermakna religius, kebersamaan,
rendah hati dan nilai sosial lainnya. Secara umum dapat disampaikan
bahwa semua lagu dolanan anak banyak mengarah pada aspek falsafah
hidup dan nilai moral yang dibangun dalam nilai-nilai masyarakat Jawa,
yang pantas digunakan sebagai pembentuk karakter generasi muda
penerus bangsa.
5) Nilai Yang Terkandung Dalam Nembang
Nilai-nilai yang terkandung pada nembang sarat dengan nilai-nilai
moral yang sangat penting bagi pembentukan karakter bangsa. Nilai-nilai
budi pekerti luhur yang terkandung dalam tembang-tembang Jawa sangat
141
urgen untuk disosialisasikan kepada generasi muda karena generasi muda
pada milenium ketiga ini sudah tidak banyak lagi yang mengenal,
mencintai, dan memahaminya. Nilai-nilai budi pekerti tersebut bersifat
dikotomis antara perbuatan baik dan tidak baik, perbuatan yang
diperbolehkan dan tindakan yang dilarang secara moral, perbuatan yang
perlu diteladani dan tindakan yang tidak perlu ditiru. Tidak hanya sarat
dengan nilai moral, tembang juga mengajarkan bagaimana proses
kehidupan manusia diawal hingga kembali kepada Tuhan, karena itu
sebagai manusia hendaklah selalu berdoa atas segala cobaan dalam hidup
yang mana kesabaran selalu diuji.
6) Nilai Yang Terkandung Dalam Membatik
Pelajaran membatik mengajarkan nilai kesabaran, nilai integritas,
nilai kepedulian, dan nilai ketelitian bagi orang yang melakukannya.
Karena untuk menghasilkan sebuah karya yang baik di perlukan
kesabaran dan ketelitian. Pelestarian budaya batik melalui pendidikan
merupakan salah satu cara dalam mengenalkan budaya Jawa serta anak
didik dapat mengetahui nilai-nilai budaya yang diwariskan kepada
mereka sebagai generasi bangsa.
3. Faktor Pendukung dan Penghambat Dalam Penanaman Nilai- Nilai
Budaya Jawa di Sekolah
a. Faktor Pendukung
Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa faktor pendukung
pendidikan berbasis budaya dalam penanaman nilai-nilai budaya Jawa di
sekolah adalah pemerintah, sekolah, guru, orangtua, siswa dan seluruh
142
masyarakat sekolah yang memberikan dukungan positif terhadap
pelaksanaan pendidikan berbasis budaya ini.
Dalam mengembangkan potensi seorang siswa, tidak cukup jika
hanya dilakukan pada saat kegiatan belajar mengajar di sekolah. Perlu
adanya waktu tambahan yang disediakan oleh pihak sekolah yaitu dengan
kegiatan ekstrakurikuler agar siswa mampu menyalurkan potensi yang
dimilikinya secara maksimal. Menurut Lutan Rusli (1986: 72) kegiatan
ekstrakurikuler adalah kegiatan pendidikan di luar mata pelajaran dan
pelayanan konseling untuk membantu pengembangan siswa sesuai
dengan kebutuhan, potensi, bakat dan minat siswa melalui kegiatan yang
secara khusus diselenggarakan oleh pendidik atau tenaga kependidikan
yang berkemampuan dan berkewenangan di sekolah.
Sekolah sebagai suatu organisasi memiliki budaya tersendiri yang
dibentuk dan dipengaruhi oleh nilai-nilai persepsi, kebiasaan-kebiasaan,
kebijakan pendidikan, dan perilaku orang di dalamnya (Aan Komariah
dan Cepi Triatna, 2008: 101). Budaya sekolah menampakkan sifat
“unik”, yang ditunjukkan dengan adanya perbedaan aturan, kebiasaan-
kebiasaan, upacara, dan lambang yang memberikan corak yang khas
kepada sekolah yang bersangkutan. Apa yang ditampilkan oleh setiap
sekolah sesungguhnya menggambarkan budaya sekolah yang mempunyai
pengaruh mendalam terhadap proses dan cara belajar. Oleh karena itu,
perlunya dukungan dari pemerintah, sekolah, guru, orangtua, siswa dan
seluruh masyarakat sekolah dalam terselenggaranya program pendidikan
143
berbasis budaya terhadap pelaksanaan menjadi penting mengingat sudah
mulai luntur dan terkikisnya serta tergesernya budaya timur menjadi
budaya barat, dan banyaknya kriminalitas seperti tawuran, bullying,
korupsi di negara ini dimana pelakunya adalah dari oknum pendidikan.
b. Faktor Penghambat
Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa faktor penghambat
pelaksanaan pendidikan berbasis budaya dalam penanaman nilai-nilai
budaya Jawa di SD Taman Muda Ibu Pawiyatan Tamansiswa adalah
kebiasaan sehari-hari siswa di rumah yang sering menggunakan bahasa
Indonesia daripada bahasa jawa, sehingga siswa tidak terbiasa berbahasa
jawa dilingkungan sekolah, keterbatasan dana sekolah sehingga
penyediaan sarana dan prasarana sekolah terbatas, keterbatasan alat,
kurangnya pelatih pada kegiatan ekstrakurikuler karawitan sehingga
sekolah menggunakan pelatih dari luar dengan menggunakan pendanaan
dari sekolah, sekolah belum memiliki sanksi yang tegas, kurangnya
kontrol dan pengawasan pada saat program dilaksanakan.
4. Upaya Mengatasi Hambatan Pelaksanaan Pendidikan Berbasis
Budaya Dalam Penanaman Nilai-Nilai BudayaJawa di SD Taman
Muda Ibu Pawiyatan Tamansiswa
Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa upaya pihak
sekolah dalam mengatasi setiap hambatan pada pelaksanaan pendidikan
berbasis budaya dalam penanaman nilai-nilai budaya Jawa di SD Taman
Muda Ibu Pawiyatan Tamansiswa diantaranya adalah sebagai berikut.
144
a. Sekolah melakukan kerjasama dengan seluruh masyarakat sekolah dan
orangtua untuk mensosialisasikan kegiatan yang dicanangkan dalam
hal penanaman nilai-nilai budaya Jawa di SD Taman Muda Ibu
Pawiyatan Tamansiswa, supaya orangtua turut berperan serta
menanamkan nilai-nilai budaya tersebut dirumah.
b. Diadakannya program dinten sabtu menggunakan bahasa Jawa, hal ini
dilakukan untuk mengimbangi kebiasaan anak-anak yang sering
menggunakan bahasa Indonesia dari pada bahasa Jawa.
c. Dalam hal pendanaan sekolah bekerjasama dengan pemerintah dan
orangtua supaya program dapat berjalan lancar.
d. Dalam hal alat musik yang digunakan pada saat kegiatan
ekstrakurikuler karawitan, sekolah sementara menggunakan alat
musik yang terdapat di SMP, meskipun sekolah juga berupaya
mengumpulkan dana untuk pembelian alat itu sendiri.
e. Kurangnya pelatih pada kegiatan ekstrakurikuler karawitan
diantisipasi oleh sekolah dengan mendatangkan pelatih dari luar,
supaya kegiatan ekstrakurikuler karawitan dapat berjalan dengan
optimal dan maksimal.
f. Kurangnya kontrol dan pengawasan dari sekolah pada saat program
dilaksanakan, maka dari itu sekolah memberikan tanggung jawab
kepada guru kelas untuk bertanggung jawab kepada masing-masing
kelas dan memberikan sanksi tegas bagi siswa yang melanggar.
145
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil dan pembahasan di atas dapat diambil beberapa
kesimpulan:
1. Bentuk nilai-nilai budaya jawa yang diterapkan di SD Taman Muda
Ibu Pawiyatan Tamansiswa meliputi meliputi penggunaan bahasa Jawa
dalam berkomunikasi, penerapan sikap sopan santun dan menghormati
terhadap semua warga sekolah, berbaris sebelum masuk kelas dan
salim kepada Kepala sekolah dan guru, serta wajib menyanyikan
tembang dan lagu nasional.
2. Cara menanamkan nilai-nilai budaya jawa dalam kegiatan sekolah di
SD Taman Muda Ibu Pawiyatan Tamansiswa diterapkan pada
keseharian siswa di sekolah yang meliputi menyanyikan tembang jawa
sebelum memulai pelajaran. Selain itu, pada kegiatan ekstrakurikuler
diantaranya ekstrakurikuler tari, karawitan, bahasa Jawa, membatik,
dolanan anak, dan nembang.
3. Faktor pendukung pendidikan berbasis budaya dalam penanaman
nilai-nilai budaya Jawa di sekolah adalah pemerintah, sekolah, guru,
orangtua, siswa dan seluruh komunitas sekolah yang memberikan
dukungan positif terhadap pelaksanaan pendidikan berbasis budaya
ini. Sedangkan, faktor penghambat pelaksanaan pendidikan berbasis
budaya dalam penanaman nilai-nilai budaya Jawa di SD Taman Muda
Ibu Pawiyatan Tamansiswa adalah kebiasaan sehari-hari siswa di
146
rumah yang sering menggunakan bahasa Indonesia daripada bahasa
jawa, sehingga siswa tidak terbiasa berbahasa jawa dilingkungan
sekolah, keterbatasan dana sekolah sehingga penyediaan sarana dan
prasarana sekolah terbatas, keterbatasan alat, kurangnya pelatih pada
kegiatan ekstrakurikuler karawitan sehingga sekolah menggunakan
pelatih dari luar dengan menggunakan pendanaan dari sekolah,
sekolah belum memiliki sanksi yang tegas, kurangnya kontrol dan
pengawasan pada saat program dilaksanakan.
4. Upaya pihak sekolah dalam mengatasi setiap hambatan pada
pelaksanaan pendidikan berbasis budaya dalam penanaman nilai-nilai
budaya Jawa di SD Taman Muda Ibu Pawiyatan Tamansiswa
diantaranya adalah sebagai berikut:
a. Sekolah melakukan kerjasama dengan seluruh masyarakat sekolah
dan orangtua untuk mensosialisasikan kegiatan yang dicanangkan
dalam hal penanaman nilai-nilai budaya Jawa di SD Taman Muda
Ibu Pawiyatan Tamansiswa, supaya orangtua turut berperan serta
menanamkan nilai-nilai budaya tersebut dirumah.
b. Diadakannya program menggunakan bahasa Jawa, hal ini
dilakukan untuk mengimbangi kebiasaan anak-anak yang sering
menggunakan bahasa Indonesia dari pada bahasa Jawa.
c. Dalam hal pendanaan sekolah bekerjasama dengan pemerintah dan
orangtua supaya program dapat berjalan lancar.
147
d. Dalam hal alat musik yang digunakan pada saat kegiatan
ekstrakurikuler karawitan, sekolah sementara menggunakan alat
musik yang terdapat di SMP, meskipun sekolah juga berupaya
mengumpulkan dana untuk pembelian alat itu sendiri.
e. Kurangnya pelatih pada kegiatan ekstrakurikuler karawitan
diantisipasi oleh sekolah dengan mendatangkan pelatih dari luar,
supaya kegiatan ekstrakurikuler karawitan dapat berjalan dengan
optimal dan maksimal.
f. Kurangnya kontrol dan pengawasan dari sekolah pada saat program
dilaksanakan, maka dari itu sekolah memberikan tanggung jawab
kepada guru kelas untuk bertanggung jawab kepada masing-masing
kelas dan memberikan sanksi tegas bagi siswa yang melanggar.
B. Saran
Berdasarkan hasil penelitian ini dapat diajukan beberapa saran
sebagai berikut:
1. Bagi Siswa
Siswa disarankan agar meningkatkan motivasinya dalam
menjalankan pelaksanaan pendidikan berbasis budaya yang
ditetapkan oleh pihak sekolah. Hal ini dilakukan supaya siswa
dapat lebih mengenal budaya daerah dan mampu menumbuhkan
rasa nasionalisme.
148
2. Bagi Guru
Guru diharapkan senantiasa mengontrol keterlaksanaan program
yang dicanangkan oleh sekolah dan memberikan sanksi tegas bagi
siswa yang melanggar, supaya ada efek jera bagi siswa yang
mengabaikan program tersebut.
3. Bagi Sekolah
Sekolah diharapkan melakukan evaluasi secara berkala terhadap
program yang dicanangkan. Hal ini menjadi penting karena
dengan adanya evaluasi sekolah mempunyai parameter terhadap
keberhasilan program tersebut.
4. Bagi OrangTua
Orangtua diharapkan bekerjasama dan memberikan dukungan
kepada anak ketika dirumah dengan cara membiasakan kepada
anak-anak berbicara menggunakan bahasa Jawa yang baik dan
benar sehingga anak termotivasi dalam melaksanakan program
yang di canangkan sekolah.
5. Bagi Peneliti Selanjutnya
Bagi peneliti lain hendaknya melakukan penelitian dengan
menggunakan pendekatan yang berbeda dan dengan objek yang
berbeda pula, sehingga hasil dari penelitian akan dapat lebih
menyempurnakan hasil penelitian ini.
149
DAFTAR PUSTAKA
Aan Komariah dan Cepi Triatna. (2008). Visionary Leadreship Menuju Sekolah
Efektif. Jakarta: PT. Bumi Aksara.
Ayatrohaedi. (1986). Kepribadian Budaya Bangsa (Local Genius). Jakarta: Dunia
Pustaka Jaya.
B. Suryobroto. (1997). Proses Belajar Mengajar Di Sekolah. Jakarta: Rineka
Cipta.
Bakker SJ, J.W.M. (1990). Filsafat Kebudayaan: Sebuah Pengantar. Yogyakarta:
Kanisius.
Benny H. Hoed. (2008). Semiotika dan Dinamika Sosial Budaya. Depok: Fakultas
Ilmu Pengetahuan Universitas Indonesia.
Budiono Herusatoto. (2008). Simbolisme Budaya Jawa. Yogyakarta: Penerbit
Ombak
Chandra Adhi Putra. Skripsi. (2015). “Implementasi Pendidikan Berbasis Budaya
Di SD Taman Muda Ibu Pawiyatan Yogyakarta”. Yogyakarta: PGSD
UNY.
Darmiyati Zuchdi. (2011) . Pendidikan Karakter Dalam Perspektif Teori dan
Praktek. Yogyakarta: UNY Press.
Daryanto. (2015). Pengelolaan Budaya dan Iklim Sekolah. Yogyakarta: Gava
Media
Departemen Pendidikan dan Budaya. (1995). Petunjuk Pelaksanaan Kegiatan
Ekstrakurikuler. Jakarta: DEPDIKBUD
Dinas Pendidikan Daerah Istimewa Yogyakarta. (2013). Peraturan Daerah
Provinsi DIY No.5 Tahun 2011. Diakses dari: http://www.pendidikan-
diy.go.id/file/perda/Perda-no-5-2011.pdf. Pada hari Minggu tanggal
10 Februari 2013 pukul 22.46 WIB.
Galih Setyorini. Skripsi. (2014). “Implementasi Pendidikan Berbasis Budaya Di
Kota Yogyakarta”. Yogyakarta: FIP UNY
Ghufron dan Rini Risnawita. (2012). Teori Psikologi. Yogyakarta: Ar-Ruzz
Media.
H.A.R Tilaar dan Riant Nugroho. (2009). Kebijakan Pendidikan (Pengantar
Untuk Memahami Kebijakan Pendidikan dan Kebijakan Pendidikan
Sebagai Kebijakan Publik). Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
H.A.R Tilaar. (2000). Pendidikan, Kebudayaan, dan Masyarakat Madani
Indonesia. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
http://diskominfo.karangasemkab.go.id/index.php/id/artikel/19-penerapan-nilai-
nilai-budi-pekerti-di-sekolah. Diakses pada hari Sabtu tanggal 28
September 2015 pukul 14.14 WIB.
150
http://www.kotakita.weebly.com/wacana/nilai-nilai-dalam-surat-wedatama-untuk-
membangun-budi-pekerti-bangsa. Diakses pada hari Rabu tanggal 10
Agustus 2016 pukul 23.16 WIB.
http://id.m.wikipedia.org/wiki/Ekstrakurikuler. Diakses pada hari Selasa tanggal 3
Mei 2016 pukul 15.45 WIB.
http://pengertian-kegiatan-ekstrakurikuler.html. Diakses pada hari Minggu tanggal
8 Mei 2016 pukul 22.02 WIB.
http://budayasenijawa.wordpress.com. Diakses pada hari Senin tanggal 8 Agustus
2016 pukul 23.30 WIB.
http://m.kompasiana.com/post/read/619934/2/pendidikan-karakter-berbasis-
kearifan-budaya-lokal.html. Diakses pada hari Kamis tanggal 16 April
2015, pukul 02.12 WIB.
http://rudidarmawandisdikkotayk.wordpress.com//pedoman-pembelajaran-
berbasis-budaya. Diakses pada hari Kamis tanggal 16 April 2015, Jam
01.42 WIB.
http://www.frewaremini.com/2014/01/bab-pasal-ayat-uud-1945-penjelasan.html.
Diakses pada hari Minggu tanggal 29 September 2015 pukul 20.41
WIB.
http://smpn1karangdadap.sch.id/permendikbud-ri-no-62-tahun-2014-tentang-
kegiatan-ekstrakurikuler-pada-pendidikan-dasar-dan-pendidikan-
menengah. Diakses pada hari Minggu tanggal 29 September 2015
pukul 23.12 WIB.
Ibrahim Bafadal. (2009). Mengenal Peningkatan Mutu Sekolah Dasar Dari
Sentralisai Menuju Desentralisasi. Jakarta: Bumi Aksara.
Jamal Ma’mur Asmani. (2011). Tuntunan Lengkap Metodologi Praktis Penelitian
Pendidikan. Yogyakarta: Diva Press.
Joko Tri Prasetya, dkk. (2004). Ilmu Budaya Dasar MKDU. Jakarta: Rineka
Cipta.
Kemendiknas. (2003). Undang-Undang Republik Indonesia No.20 Tahun 2003
tentang Sistem Pendidikan Nasional. Jakarta: KEMENDIKNAS
Khamidi. (2008). Pendidikan Strategi Belajar Mengajar. Surabaya: UNESA Univ
Press.
Ki Hadjar Dewantara. (2011). Karya Ki Hadjar Dewantara Bagian
Pertama:Pendidikan. Yogyakarta: Majelis Luhur Persatuan Taman
Siswa.
__________________. (2011). Karya Ki Hadjar Dewantara Bagian Kedua:
Kebudayaan. Yogyakarta: Majelis Luhur Persatuan Taman Siswa.
Kneller, George F. (1989). Anthropologi Pendidikan: Suatu Pengantar. Jakarta:
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.
151
Koentjaraningrat. (2015). Kebudayaan Mentalitas Dan Pembangunan. Jakarta:
PT. Gramedia Pustaka Utama.
. (2009). Pengantar Ilmu Antropologi. Jakarta: Rineka Cipta.
_____________ . (1996). Pengantar Antropologi 1. Jakarta: Rineka Cipta.
_____________. (1999). Manusia dan Kebudayaan di Indonesia. Jakarta:
Djambatan.
_____________ . (1984). Kebudayaan Jawa. Jakarta: Balai Pustaka.
Lexy J. Moleong. (2013). Penelitian Kualitatif. Bandung: PT. Remaja
Rosdakarya.
Lutan Rusli. (1986). Pengelolaan Interaksi Belajar Mengajar Intrakurikuler,
Korikuler, dan Ekstrakurikuler. Jakarta: Karunia Jakarta Universitas
Terbuka.
Maksum. (2007). Psikologi Olahraga Teori dan Aplikasi. Surabaya: FIK UNSUB
Munandar Soelaeman. (2001). Ilmu Budaya Dasar (Suatu Pengantar ). Bandung:
PT. Refika Aditama.
Moh. Uzer Usman dan Lilis. (1993). Upaya Optimalisasi Kegiatan Belajar
Mengajar. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.
Nanang Fattah.(2012). Analisis Kebijakan Pendidikan. Bandung: PT. Rosdakarya
Offset.
Nur Zazin. (2011). Gerakan Menata Mutu Pendidikan: Teori dan Aplikasi.
Yogyakarta: Ar-Ruzz Media.
Nurul Zuriah. (2007). Pendidikan Moral & Budi Pekerti dalam Perspektif
Perubahan (Menggagas Platform Pendidikan Budi Pekerti secara
Konstektual dan Futuristik). Jakarta: PT. Bumi Aksara.
Riant Nugroho. (2008). Kebijakan Pendidikan Yang Unggul (Kasus
Pembangunan Pendidikan Di Kabupaten Jembrana 2000-2006).
Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Rusmin Tumanggor. Dkk. (2010). Ilmu Sosial dan Budaya Dasar ( Edisi Revisi).
Jakarta: Kencana Prenadamedia Group.
Sudarwan Danim. (2002). Menjadi Peneliti Kualitatif. Bandung: CV Pustaka
Setia.
Sugiyono. (2011). Metode Penelitian Pendidikan ( Pendekatan Kuantitif,
Kualitatif, dan R&D ). Bandung: Alfabeta.
Suharsimi Arikunto.(1998). Manajemen Penelitian. Jakarta: PT. Rineka Cipta.
Suharjo. (2006). Mengenal Pendidikan Sekolah Dasar: Teori dan Praktek.
Jakarta: Dirjen Dikti.
Suwardi Endraswara.(2006). Budi Pekerti Jawa (Tuntutan Luhur dari Budaya
Adiluhung). Yogakarta: Buana Pustaka.
152
Syafarrudin. (2008). Efektivitas Kebijakan Pendidikan. Jakarta: Rineka Cipta.
Zamroni. (2005). Mengembangkan Kultur Sekolah Menuju Pendidikan yang
Bermutu. Kumpulan Makalah Pasca Sarjana: UNY.
153
LAMPIRAN
154
KEBIJAKAN SEKOLAH DALAM MENERAPKAN NILAI-NILAI
BUDAYA JAWA MELALUI KEGIATAN EKSTRAKURIKULER DI
TAMAN MUDA IBU PAWIYATAN YOGYAKARTA
PEDOMAN OBSERVASI
1. Mengamati Situasi dan Kondisi Sekolah.
2. Mengamati Situasi dan Kondisi Siswa.
3. Mengamati Situasi dan Kondisi Lingkungan Sekolah.
4. Mengamati Proses Pembelajaran dalam Pemanfaatan Lingkungan Sebagai
Sumber Belajar Siswa.
5. Mengamati Dampak Pemanfaatan Lingkungan Sebagai Sumber Belajar Siswa.
6. Mengamati Jenis Sumber Belajar yang Dapat digunakan
7. Mengamati Jenis Sumber Belajar yang Tepat digunakan.
8. Mengamati Kendala-kendala Dalam Pemanfaatan Lingkungan Sebagai Sumber
Belajar Siswa.
155
KEBIJAKAN SEKOLAH DALAM MENERAPKAN NILAI-NILAI
BUDAYA JAWA MELALUI KEGIATAN EKSTRAKURIKULER DI
TAMAN MUDA IBU PAWIYATAN YOGYAKARTA
PEDOMAN WAWANCARA KEPALA SEKOLAH
A. Identitas Responden
1. Nama :
2. Jenis Kelamin :
3. Jabatan :
4. Hari, tanggal :
B. Daftar pertanyaan:
1. Sejak kapan Bapak/Ibu mulai menjabat sebagai pamong di SD Taman
Muda IP ?
2. Apa yang Bapak/Ibu ketahui mengenai pendidikan berbasis budaya?
3. Apa yang Bapak/Ibu ketahui tentang Perda DIY No.5 Tahun 2011 dan
bagaimana tanggapan Bapak/Ibu terhadap Perda tersebut?
4. Apa sekolah Bapak/Ibu sudah menerapkan pendidikan berbasis budaya
sebagaimana tertuang dalam Perda DIY NO.5 Tahun 2011?
5. Apakah yang menjadi dasar landasan penerapan budaya Jawa melalui
kegiatan ekstrakurikuler?
6. Apakah ada kebijakan khusus dari sekolah yang mengatur tentang
penyelenggaraan pendidikan berbasis budaya melalui kegiatan
ekstrakurikuler?
7. Apakah tujuan dan fungsi dari penerapan budaya Jawa melalui kegiatan
ekstrakurikuler?
8. Apakah ada kegiatan pembelajaran yang berkaitan dengan penerapan
budaya Jawa melalui kegiatan ekstrakurikuler?
156
9. Bagaimana upaya sekolah dalam mengembangkan mengenai
pendidikan berbasis budaya?
10. Apa sajakah unsur budaya Jawa yang diaplikasikan pada kegiatan
ekstrakurikuler?
11. Apakah penanaman budi pekerti terintegrasi dalam pelaksanaan
kegiatan ekstrakurikuler dan bagaimana bentuk penanaman budi pekerti
tersebut?
12. Apakah ada metode atau cara tertentu dalam proses belajar sehari-hari
yang mendukung penerapan budaya Jawa?
13. Bagaimana sarana dan prasarana yang digunakan untuk menunjang
kegiatan ekstrakurikuler ini?
14. Bagaimana cara Bapak/Ibu mengatasi segala bentuk kendala yang
menghambat proses penerapan budaya Jawa di sekolah melalui
kegiatan ekstrakurikuler?
15. Apa saran yang Bapak/Ibu berikan dalam proses pendidikan berbasis
budaya Jawa melalui kegiatan ekstrakurikuler?
157
KEBIJAKAN SEKOLAH DALAM MENERAPKAN NILAI-NILAI
BUDAYA JAWA MELALUI KEGIATAN EKSTRAKURIKULER DI
TAMAN MUDA IBU PAWIYATAN YOGYAKARTA
PEDOMAN WAWANCARA GURU
A. Identitas Responden
1. Nama :
2. Jenis Kelamin :
3. Jabatan :
4. Hari, tanggal :
B. Daftar pertanyaan:
1. Sejak kapan Bapak/Ibu mulai menjabat sebagai pamong di SD Taman
Muda IP ?
2. Apa yang Bapak/Ibu ketahui mengenai pendidikan berbasis budaya?
3. Apa yang Bapak/Ibu ketahui tentang Perda DIY No.5 Tahun 2011 dan
bagaimana tanggapan Bapak/Ibu terhadap Perda tersebut?
4. Apa sekolah Bapak/Ibu sudah menerapkan pendidikan berbasis budaya
sebagaimana tertuang dalam Perda DIY NO.5 Tahun 2011?
5. Apakah yang menjadi dasar landasan penerapan budaya Jawa melalui
kegiatan ekstrakurikuler?
6. Apakah ada kebijakan khusus dari sekolah yang mengatur tentang
penyelenggaraan pendidikan berbasis budaya melalui kegiatan
ekstrakurikuler?
158
7. Apakah tujuan dan fungsi dari penerapan budaya Jawa melalui kegiatan
ekstrakurikuler?
8. Apakah ada kegiatan pembelajaran yang berkaitan dengan penerapan
budaya Jawa melalui kegiatan ekstrakurikuler?
9. Bagaimana upaya sekolah dalam mengembangkan mengenai
pendidikan berbasis budaya?
10. Apa sajakah unsur budaya Jawa yang diaplikasikan pada kegiatan
ekstrakurikuler?
11. Apakah penanaman budi pekerti terintegrasi dalam pelaksanaan
kegiatan ekstrakurikuler dan bagaimana bentuk penanaman budi pekerti
tersebut?
12. Apakah ada metode atau cara tertentu dalam proses belajar sehari-hari
yang mendukung penerapan budaya Jawa?
13. Bagaimana sarana dan prasarana yang digunakan untuk menunjang
kegiatan ekstrakurikuler ini?
14. Bagaimana cara Bapak/Ibu mengatasi segala bentuk kendala yang
menghambat proses penerapan budaya Jawa di sekolah melalui
kegiatan ekstrakurikuler?
15. Apa saran yang Bapak/Ibu berikan dalam proses pendidikan berbasis
budaya Jawa melalui kegiatan ekstrakurikuler?
159
KEBIJAKAN SEKOLAH DALAM MENERAPKAN NILAI-NILAI
BUDAYA JAWA MELALUI KEGIATAN EKSTRAKURIKULER DI
TAMAN MUDA IBU PAWIYATAN YOGYAKARTA
PEDOMAN WAWANCARA SISWA
A. Identitas Responden
1. Nama :
2. Jenis Kelamin :
3. Jabatan :
4. Hari, tanggal :
B. Daftar pertanyaan:
1. Menurut adik apa yang dimaksud dengan budaya Jawa?
2. Belajar budaya Jawa itu seperti apa?
3. Kegiatan ekstrakurikuler apa saja yang adik ikuti saat ini?
4. Kegiatan belajar yang menarik atau disukai apa?
5. Apa sarana dan prasarana dalam kegiatan belajar yang adik ikuti?
6. Hal-hal apa saja yang menarik/mendukung dalam proses belajar budaya
Jawa?
7. Kenapa hari Sabtu harus menggunakan bahasa Jawa ?
8. Kenapa sebelum pelajaran sekolah harus menyanyikan lagu nasional
sama daerah?
160
HASIL WAWANCARA
(REDUKSI, PENYAJIAN, DAN KESIMPULAN)
KEBIJAKAN SEKOLAH DALAM MENERAPKAN NILAI-NILAI
BUDAYA JAWA MELALUI KEGIATAN EKSTRAKURIKULER DI
TAMAN MUDA IBU PAWIYATAN YOGYAKARTA
Bagaimana Pendidikan Berbasis Budaya khususnya Jawa Yang Diterapkan
Di Sekolah
A: “Ya, kita mengajarkan tentang budaya Indonesia. Jadi dalam kegiatan
ekstrakurikulernya, ada pendidikan budaya seperti tadi. Tapi di sini, kegiatan
budaya Jawa semacam tari, nembang, karawitan, dan dolanan anak itu masuk
dalam intra bukan ekstrak. Jadi disini memang benar-benar diajarkan lebih
banyak tentang budaya Jawa”.
E: “Menurut saya pendidikan berbasis budaya itu pendidikan yang
mengintegrasikan dengan budaya. Jadi pendidikan kita sedikit dicampur
dengan budaya melalui kebiasaan sehari-hari”.
D: “Pendidikan berbasis budaya kalau sepengertian saya, semuanya dihubungkan
dengan budaya, budi pekerti, dan unggah ungguh”.
H: “Menurut saya pendidikan berbasis budaya itu pendidikan yang menerapkan
unsur dan ragam budaya sebagai materi pembelajaran”.
C: “Pendidikan berbasis budaya itu mengenalkan pengertian, macam, dan bentuk
budaya dalam pelajaran. Sekarang ini banyak sekolah yang menerapkan
pendidikan berbasis budaya, sekolah kita juga sudah lama menerapkan ini,
tidak hanya pelajaran inti saja namun lewat kegiatan ekstra juga”.
AP: “Menurut saya pendidikan yang menerapkan budaya dalam materi
pembelajaran”.
T: “Belajar macam-macam budaya nya orang Jawa”.
W: “Belajar Adat istiadatnya orang Jawa”.
R: “Ya, budaya nya orang Jawa”.
161
Kesimpulan:
Pendidikan berbasis budaya Jawa yang diterapkan di SD Taman Muda Ibu
Pawiyatan Yogyakarta memiliki pengertian pendidikan yang berintergrasi dengan
budaya Jawa, hal ini berhubungan budi pekerti, dan unggah ungguh. Begitu pula
hal nya pendidikan berbasis budaya Jawa mengajarkan kegiatan semacam tari,
karawitan, nembang, dolanan anak dan kegiatan lainnya.
Bagaimana tanggapan Bapak/Ibu mengenai Perda DIY No.5 Tahun 2011
tentang Pendidikan Berbasis Budaya
A: “Menurut saya penanaman nilai luhur itu ditanamkan pada anak sejak usia
dini. Jadi mengenalkan budaya Indonesia kepada anak”.
M: “Sekolah kita insya allah sudah menerapkan nilai-nilai tersebut. Cuma
hasilnya kan tidak langsung memuaskan, tetap dibutuhkan proses, evaluasi
juga. Tapi yang jelas sekolah kita sudah menerapkan beberapa nilai luhur
seperti yang tercantum dalam perda”.
D: “Sebelum ada Perda itu juga, sekolah kita sudah menerapkan pendidikan
berbasis budaya itu. Sampai sekarang juga masih diterapkan, malah sekarang
semakin maju semakin bersinergi. Jadi lebih banyak lagi pelajaran budaya
yang diterapkan. Kalau dulu kan, kita cuma menanamkan hal sehari-hari aja
kaya sopan santun, budi pekerti, tapi kalau sekarang grid nya atau
pencapaiannya lebih tinggi lagi. Misalnya sekarang bukan cuma unggah
ungguh aja, jadi kita belajar membatik juga, belajar nembang juga kalau dulu
kan kita cuma belajar sehari-hari pake bahasa kromo, tapi sekarang kita
belajar budaya tidak hanya perilaku saja, tapi semua”.
E: “Kebetulan sekolah kita ada yang visi misi nya berbasis budaya dan sebelum-
sebelumnya juga sekolah kita terkenalnya tentang budaya Jawa nya. Ya, kita
sudah menerapkan, walaupun mayoritas guru- guru nya sekarang sudah guru
baru semua. Pengetahuan nya tentang budaya Jawa terbatas, tetapi kita tetap
mencoba terus berusaha belajar tentang budaya Jawa”.
C: “Menurut saya, upaya pemerintah untuk tetap melestarikan budaya melalui
pendidikan sangat bagus. Disamping kita bisa mengenal budaya, kita juga
dapat mempelajari budaya kita sendiri. Budaya Jawa ini sudah tergeser
dengan dunia barat yang norma kesopanan nya mulai diabaikan. Jadi dengan
adanya peraturan pemerintah ini, pihak sekolah juga berupaya menanamkan
nilai-nilai kesopanan melalui budaya Jawa”.
162
H: “Saya menanggapi bahwa dengan adanya Perda tersebut, kebudayaan yang
hampir tergeser oleh modernisasi jadi dilestarikan kembali. Saya mendukung
keputusan pemerintah dalam menanggapi masalah pendidikan terkait budaya.
Dengan adanya budaya khususnya Jawa, kita masih tetap bisa mengajarkan
kepada siswa bagaimana berperilaku sopan dan berbudi pekerti luhur”.
AP: “Melalui budaya, kita akan tetap mengerti bagaimana cara bersikap kepada
orangtua bahkan kepada yang muda juga. Tidak hanya cukup dengan bersikap
saja, tapi ikut melestarikan budaya kita juga”.
Kesimpulan:
Perda DIY NO.5 Tahun 2011 mengatur tentang nilai- nilai luhur budaya, di SD
Taman Muda IP Yogyakarta sudah di terapkan tentang nilai-nilai luhur budaya
bahkan sudah ditanamkan sejak anak usia dini atau saat di Taman Indria (Taman
Kanak-Kanak). Penanaman nilai luhur budaya seperti sopan santun, budi pekerti,
dan ungguh –ungguh sudah sesuai dengan visi misi sekolah, namun tidak hanya
itu, pemberian materi tentang membatik, nembang dan kegiatan lain juga
diberikan untuk menambah wawasan mengenai budaya Jawa.
Bagaimana Kebijakan Khusus dari Sekolah Untuk Menanamkan Nilai-nilai
Budaya Jawa Melalui Kegiatan Ekstrakurikuler
A: “Sekolah kita punya 5 nilai pembiasaan, yaitu senyum sapa salam, berbaris
sebelum masuk kelas, peduli terhadap sesama, semutlis, sama Java dan
English Day. Kalau untuk Java dan English Day, kita pakainya hari jumat
sama sabtu. Yang Java Day, kita masih berjalan sampai sekarang. Kalau yang
English Day, kita agak kesulitan soalnya guru yang mengerti terbatas’.
M: “Ya, kita buat kebijakan tentang seni budaya itu dimasukkan dalam kegiatan
intra atau kegiatan pembelajarannya. Seperti tadi, kegiatan seperti tari,
karawitan, nembang itu masuk ke dalam intra. Kalau sekolah lain kan masuk
dalam ekstra ya, kalau disini kita masukkan ke dalam intra”.
E: “Untuk pendidikan budaya kan di pelajaran sehari- hari, seperti sikap salim
kepada guru. Kemudian setiap pagi harus ada kegiatan menyanyi atau
nembang lagu daerah sebelum memulai pelajaran. Itu merupakan kegiatan
wajib setiap pagi, satu lagu nasional dan satu lagu daerah, dan itu diutamakan
lagu daerah Jogja”.
163
D: “Ada. Kita ada Dinten Sabtu Ngagem Basa Jawi. Kalau untuk penggunaan
bahasa Jawa setiap hari Sabtu itu, mereka bicara sama teman sebaya ya
pakai basa ngoko”.
H: “Kalau pelaksanaannya pasti ikut aturan yang dari dinas, semuanya program
yang ada disini kan juga untuk kebaikan siswanya jadi dari dinas itu kita
mengembangkan sesuai karakteristik sekolah ini. Karena ini sekolah
berbasis budaya Jawa, jadi kita menerapkan kegiatan yang benar- benar
berkaitan atau mengajarkan budaya Jawa, melalui proses pembelajaran atau
kegiatan ekstra”.
C: “Dari sekolah kegiatan yang berkaitan dengan budaya Jawa itu, tidak hanya
melalui pelajaran saja, tetapi melalui kegiatan ekstra juga. Ini diharapkan
dapat memberi pembelajaran tentang budaya Jawa lebih banyak”.
AP: “Kalau perencanaan di awal tahun saya jarang ikut, karena memang saya kan
bukan guru pokok, cuma sendika dawuh ditugaskan seperti apa dari yayasan
dan dari sekolah selama untuk kepentingn bersama. Kalau saya lebih
melihat dari semangat anak-anak dalam belajar, paling kalau
memungkinkan ya dari kegiatan karawitan di akhir pertemuan melihat
kemampuan anak-anak seperti apa”.
Kesimpulan:
Kebijakan khusus dari SD Taman Muda IP Yogyakarta yang mengatur tentang
penanaman nilai budaya Jawa melalui kegiatan ekstrakurikuler dapat dilihat dari
pembiasaan menggunakan bahasa Jawa pada hari Sabtu, kemudian kegiatan
ekstrakurikuler tentang budaya Jawa di masukkan ke dalam kegiatan
pembelajaran. Begitu pula, di wajibkan ada kegiatan menyanyi atau nembang
setiap pagi sebelum pelajaran dimulai.
Bagaimana Respon Siswa Dalam Kegiatan Pembelajaran Pendidikan
Berbasis Budaya Jawa Melalui Kegiatan Ekstrakurikuler di SD Taman
Muda Ibu Pawiyatan
DK: “Kalau pas lagi latihan tari, kan gak di kelas terus jadi gak bosen. Bisa
belajar tari yang macam-macam, sama kalau main gamelan itu bisa tahu
macam-macam jenis gamelan”.
AB: “Waktu jam latihan karawitan. Ada alatnya, jadi kita bisa latihan. Kalau lagi
di pakai, kita pakai punya SMP nya. Yang penting bisa latihan”.
164
R: “Sukanya main gamelan seru bareng temen-temen”.
T: “Dolanan anak, bisa main congklak kadang-kadang main jamuran.
Belajarnya bisa sambil main, terus bisa belajar tari di pendopo juga,
tempatnya gak panas”.
Kesimpulan:
Respon siswa saat kegiatan ekstrakurikuler sangat antusias, mereka mau belajar
bermacam-macam kegiatan budaya Jawa tanpa rasa sungkan dan malas.
Bagaimana Kegiatan Pembelajaran Pendidikan Berbasis Budaya Jawa
Melalui Kegiatan Ekstrakurikuler di SD Taman Muda Ibu Pawiyatan
Yogyakarta
E: “Kalau yang kelas I atau II kan tembang nya masih tembang dolanan, seperti
jamuran dll. Kalau yang kelas IV ke atas itu kan sudah ada nembang
gambuh,pucung dll. Itu paling tidak biar anak-anak bisa nembang Jawa
seperti itu, walaupun memang kita sudah ada pelajaran bahasa Jawa sendiri.
Sebenarnya kan di bahasa Jawa itu kan sudah masuk, sudah ada tembang
dan bahasa Jawa. Tapi untuk sekolah kita dipisah, pelajaran bahasa Jawa
sendiri dan pelajaran tembang sendiri, biar lebih mendetail. Jadi anak-anak
benar-benar mengenal tembang Jawa seperti itu.
D: “Ada dong. Lewat ekstrak bahasa Jawa ada, pelajaran bahasa Jawa ada,
pelajaran membatik, tembang, dolanan anak. Kalau kelas satu hampir full.
Kalau untuk dolanan anak itu kita kaya main cublak-cublak suweng, main
dakon, main engklek kaya gitu. Tapi itu juga tergantung ada bahan atau gak,
kalau ada kita main kalau gak ada ya kita ganti yang lain.
AP: “Di ekstrakulikulernya sendiri saya mengajar berdasarkan pengalaman yang
sudah lebih dari 5 tahun disini seperti saya dulu belajar, merencanakannya
ya berdasarkan itu dan menyesuaikan di anak - anaknya juga ini berhubung
yang ikut ekstra kecil - kecil ya saya ngasih lancaran sendri bagian- bagian
yang mudah dulu sampai anak - anak bisa memainkan gamelan dan hafal
polanya. Ya saya menganggap anak- anak di sini seperti anak- anak saya
sendiri, ya saya menjelaskan bagaimana cara memainkan gamelannya, kalau
anak - anak capek ya saya beri istirahat yang penting anak - anak itu senang
belajar karawitannya biar kalau besok besar itu bisa mencintai budayanya
sendiri apalagi karawitan. Kebetulan karena tahun ini anak - anaknya tidak
165
ada yang besar - besar ya saya menyampaikannya menggunakan bahasa
Indonesia, tapi juga kadang kadang menggunakan bahasa Jawa krama, saya
menghindari menggunakan bahasa Jawa ngoko biar anak - anak itu tidak
menirukan daripada ngoko kalau saya lebih menggunakan bahasa Indonesia.
C: “Kalau pelajarannya itu ada tembang, tari, batik, bahasa Jawa, terus ekstranya
ada bahasa Jawa, karawitan, dan dolanan anak. Unsur budaya lebih pada
seni budayanya ya, kemudian ditambah juga pada bahasanya, unggah-
ungguh, dan tata kramanya. Biasanya melalui jam tambahan, seperti
pelajaran tembang ini kan jam tambahan tapi jangan sampai mengganggu
jam yang pokok seperti untuk kelas IV sampai VI yang pelajarannya sudah
mulai banyak kan kasian kalau masih harus ada tambahan jam lagi jadi
harus pulang siang jadi untuk pelajaran tembang disesuaikan biasanya
dijadikan satu dengan ketamansiswaan”.
H: “ Ekstranya ada karawitan, dolanan, anak, tembang, kalau kegiatannya disini
anak-anak sering ikut serta dalam acara pentas diluar menampilkan apa
yang sudah mereka terima disini biasanya dolanan anak, tembang, tari atau
karawitan, kadang -kadang ada juga kegiatan studi wisata ke tempat
pembuatan wayang dan tempat- tempat budaya Jawa lainnya. Unsur seni di
pelajaran tari, bahasa Jawa tapi kalau krama inggil susah selain itu karena
istilah di tari tradisional itu bahasa Jawa semua misalnya “ngithing”
kemudian saya juga memberikan pengetahuan tentang budaya Jawa juga
yang disisipkan pada saat pelajaran.
Kesimpulan:
Kegiatan pembelajaran pendidikan berbasis budaya Jawa melalui kegiatan
ekstrakurikuler di berikan melalui kegiatan nembang, dolanan anak, tari,
membatik dan karawitan .
Upaya Sekolah Dalam Mengembangkan Pendidikan Berbasis Budaya
A: “Saya mengupayakan untuk melibatkan guru - guru dalam perencanaan, TU
bahkan kalau perlu orang tua siswa, soalnya kan ga mungkin saya itu
merencanakan sendiri ya, untuk memaksimalkan pengajaran di sekolah ini
perlu kerja sama dan saling keterkaitan”.
E: “Ya dengan cara ini tadi, setiap pagi menyanyikan lagu nasional sama lagu
daerah. Selain itu, pemahaman lainnya melalui budaya sopan santun.
Contohnya dengan orangtua, kan ada pendamping sini yang sudah sepuh.
166
Kadang anak-anak itu kalau berbicara pakai bahasa ngoko, kami ingat kan
untuk menggunakan bahasa kromo. Lebih baik memakai bahasa yang agak
halus, kalau tidak bisa ya lebih baik memakai bahasa Indonesia. Bahasa
ngoko lebih baik digunakan dengan teman sebaya nya saja”.
M: “Sekolah memang memfokuskan di nilai budi pekerti atau biasanya kita
melalui kegiatan ekstrak ya. Biar lebih mengenal dan sayang budaya
sendiri kaya gitu”.
D: “Kalau kita lebih ke keseharian aja sama real aja. Misal kemarin kaya kita
ada kegiatan untuk ulang tahun Jogja, kita memakai pakaian adat. Jadi
anak-anak lihat dan tahu kalau baju adat orang Jogja itu seperti ini, bentuk
blangkon nya seperti ini, kebaya nya seperti ini gitu. Jadi harus real, kalau
gak mereka gak akan mengerti”.
E: “Kalau di sekolah kita, lebih di utamakan nilai sopan santun nya atau bisa
juga nilai budi pekerti nya. Maka nya sekolah mengadakan English Friday
sama dinten Sebtu ngagem basa Jawi. Tapi kalau pembiasaan pakai
English jujur susah ya. Soalnya guru nya terbatas, pemahaman saya sama
guru- guru yang lain juga terbatas”.
E: “Nilai lain dalam pendidikan budaya di sekolah kita ini menggunakan
tembang antara lain macapat dan lewat panembromo juga. Kan dalam
tembang itu, arti kalimatnya juga mengajarkan tentang sopan santun
dengan orang tua, dengan alam bumi, dengan hewan juga harusnya
bertindak seperti apa. Jangan bertindak sesuka hati terhadap tumbuhan
hewan dll. Kemudian ada nilai disiplin itu pada pelajaran karawitan,
misalnya kalau lewat gamelan itu tidak boleh dilompati, kita harus berlaku
sopan, kemudian juga diajarkan cara duduk itu tata cara nya seperti apa
harus duduk timpuh tidak boleh duduk sesuka hati”.
C: “Standar ketercapaiannya itu diserahkan pada guru masing - masing kalau
saya yang penting anaknya tahu maksud lagunya, hafal dan mengerti
bahwa tembang - tembang itu harus di lestarikan. Rencana kegiatan
biasanya disesuaikan anak - anaknya, terus berdasarkan pengalaman juga
untuk pemilihan lagunya”.
AP: “Upaya sekolah untuk kegiatan ekstra ini tidak ada ujian yang terlihat ujian,
jadi ya anak -anak karawitan seperti biasa tapi saya meminta lebih serius di
akhir pertemuan biar saya bisa melihat kemampuan anak-anak seperti apa
terus dari pengamatan setiap ekstra karawitan dilaksanakan. Anak -anak
167
yang ikut ekstra karawitan rata - rata seneng, tapi saya juga kurang tahu ini
anak - anak lain kurang tertarik kenapa.
H: “Paling tidak mempersiapkan materinya dan menyesuaikan dengan kondisi
kelas, kondisi anak terus memberikan pandangan untuk pelaksanaan
program. Terutama masalah target waktu yang sangat perlu dipersiapkan
soalnya kalau tari kan beda dengan pelajaran lain tiap tahun itu durasi
waktu melatihnya sering berbeda tergantung anaknya saat praktik. Untuk
pelajaran tari saya tidak punya target khusus, saya selalu bilang ke siswa
kalian itu tidak harus menari menari yang bagus sekali yang penting kalian
itu satu hafal yang kedua paling tidak kalian paham tekniknya ga perlu
yang luwes karena beberapa anak ada juga yang terbatas dalam gerak. Dari
niat aja sebenarnya sudah terlihat, kalau anak- anak niat itu narinya pasti
pakai tenaga dan berusaha untuk bisa mengikuti.
Kesimpulan :
Upaya sekolah dalam mengembangkan pendidikan berbasis budaya melalui
kegiatan menyanyi kan lagu nasional dan nembang basa Jawa yang dilakukan
setiap pagi sebelum pelajaran dimulai. Dan juga adanya penggunaan bahasa Jawa
yang dilakukan setiap hari Sabtu, ini dimaksudkan agar siswa lebih mengerti
penggunaan bahasa Kromo kepada orang yang lebih tua. Melalui kegiatan tari,
membatik, dan juga karawitan juga dilakukan sekolah untuk mengembangkan
budaya Jawa. Dalam kegiatan ini biasanya disisipkan pesan moral, cara bersikap,
unggah – ungguh bahkan nilai religius.
Bagaimana Respon Siswa Mengenai Metode Atau Cara Tertentu Dalam
Mendukung Penerapan Budaya Jawa
W: “Soalnya kalau gak belajar lagu daerah, kalau di tanya ga tau, terus juga
supaya bisa bahasa Jawa kromo”.
AJ : ” Biar semangat belajar, sama biar hafal lagu daerah.
DK : “Biar belajar bahasa Jawa kromo, sama biar sopan kalau di tanya guru”.
AB: “Biar lebih sopan kalau ngomong sama guru, kan kadang kalau di tegur terus
juga kesel”.
T: “Soalnya belajar lagu- lagu daerah biar tahu”.
Kesimpulan:
168
Respon siswa mengenai metode atau cara tertentu dalam mendukung penerapan
budaya Jawa sangat positif, siswa mau belajar tentang bahasa Kromo dan juga
belajar nembang yang dilakukan setiap pagi sebelum pelajaran dimulai.
Bagaimana Sarana Dan Prasarana Yang Digunakan Untuk Menunjang
Kegiatan Ekstrakurikuler
A: “Kita sebenarnya tidak punya apa - apa yang punya itu yayasan jadi untuk
fasilitas dari yayasan itu sudah sesuai akreditasi seperti lapangan anak- anak
bisa bermain dolanan jawa sampai nasional sudah sesuai, pendukung per
kelas sesuai, peralatan untuk tari pakai karawitan sudah sesuai terus kami
juga ada angklung. Kemudian di setiap kelas dan ruang guru itu sudah ada
tokoh wayang ada yang memang wayang yang dipasang ada yang gambar
wayang yang bisa diteladani sifat kesatrianya sama anak- anak. Misalnya
kalau di ruang guru itu ada tokoh semar dalam punokawan itu diibaratkan
sebagai guru yang sabar dan dijadikan panutan oleh anak- anaknya”.
M: “Ya, sementara ini kita berjalan dulu. Kalau menurut sesuai keinginan kita ya
masih kurang, kemampuan kita untuk sarana dan prasarana masih terbatas.
Tapi kita usahakan semaksimal mungkin supaya anak-anak itu bisa
menerima pelajaran sebaik mungkin dengan sarana dan prasarana yang
sangat sederhana itu dan bisa berjalan dengan baik”.
D: “Sarana prasarana nya sudah ada semua. Semuanya hampir milik sendiri,
yang milik yayasan itu cuma gamelan saja. Kaya ekstrak tari, kostum itu
milik sekolah sendiri, kaya angklung itu juga punya sendiri sama permainan-
permainan kaya dakon, gasingan dll itu juga milik sendiri. Kalau yang
gamelan karena mahal jadinya kita pinjam milik yayasan. Tapi itu juga tidak
selalu dipakai anak-anak, karena barang-barang begitu kan cepat rusak”.
E: “Ekstrak yang lain misal pencak silat itu tempat nya di pendopo, tapi kalau
pendopo terlalu ramai tempatnya bisa di halaman. Kan tergantung juga panas
atau tidaknya. Kalau panas ya kita pakai di pendopo kalau tidak panas ya kita
di halaman. Tapi sekarang ini enggak kaya jaman dulu, harusnya ya namanya
kegiatan fisik kaya gitu, mau panas atau enggak ya tetap di halaman. Jadi
benar-benar melatih fisik. Kalau anak-anak sekarang, di suruh panas-panasan
pasti banyak ngeluh nya. Apalagi kalau orangtuanya tau, pasti juga protes
karena di suruh panas-panasan. Jadi disesuaikan saja sama kondisi”.
169
E: “Kalau ekstrak dolanan anak tetap di pendopo. Ekstrak karawitan di ruang
gamelan, kadang di pendopo, kadang juga di smp. Tergantung tempat mana
yang bisa. Karena kita belum punya alat sendiri dan juga lagi berusaha
mengajukan proposal ke dinas. Kalau yang di ruang karawitan itu miliknya
yayasan, tapi kalau yang smp milik sendiri”.
H: “Kami menggunakan fasilitas yayasan seperti pendopo dan gamelannya tapi
itu kan fasilitas umum jadi lumayan kesulitan kalau fasilitas itu baru
digunakan untuk umum jadi mau ga mau kita ngalah. Sarana seperti tape,
proyektor sekolah sudah punya dan dalam kondisi yang baik dan bisa
digunakan. Ya memang tidak lengkap sekali tapi sedikit demi sedikit ada
tambahan dari yayasan. Kalau lingkungannya sendiri sebenarnya karena
lingkungan pendidikan jadi sudah mendukung tapi kalau untuk kegiatan
yang siang hari itu lumayan terganggu kan tempat umum pendopo kita
belajar di pendopo sudah kurang kondusif karena ramai orang”.
C: “Sekolah ini sekolah yayasan Tamansiswa jadi ada dukungan dari yayasan
dalam melaksanakan kegiatan yang ada kaitannya dengan budaya Jawa.
Fasilitas juga banyak disediakan dari yayasan seperti pendopo dan
karawitan, lingkungan juga lingkungan perguruan taman siswa”.
AP: “Pertama karena ini sekolah Tamansiswa sehingga fasilitas dan guru -
gurunya pasti sudah mendukung, selanjutnya setahu saya dari dinas juga
mendukung terhadap pendidikan budaya Jawa. Soalnya saya juga sering
ngajari karawitan di luar kadang juga sering ngobrol sama orang-orang
dinas. Mungkin lebih ke bagaimana meningkatkan ketertarikan anak- anak
sini buat belajar budaya Jawa kalau menurut saya, fasilitas dan lainnya itu
proses pasti nanti akan meningkat.
T: “Ada gamelan pas pelajaran gamelan, terus kalo tari juga ada baju nya”.
AB: “Ada gamelan, alat musik lainnya juga ada”.
W: “Banyak alatnya, sama tempatnya di pendopo gak panas”.
Kesimpulan :
Sarana dan prasarana yang digunakan untuk menunjang kegiatan ekstrakurikuler
sudah cukup memadai. Dalam kegiatan karawitan, sudah ada alat-alat gamelan
dan tempat untuk berlatih. Dalam kegiatan lain sudah ada pendopo sebagai tempat
latihan, untuk kegiatan tari dan dolanan anak, sudah ada kostum dan alat-alat
permainan.
170
Apa Faktor Pendukung Dalam Penanaman Nilai Budaya Jawa
A: “Guru disini kreatif - kreatif, jadi kalau untuk materi pelajaran yang memang
belum ada disini ya mereka mencari sendiri di internet, tanya tanya, kalau
memang membutuhkan bantuan yayasan seperti karawitan itu baru nanti
minta pertolongan dari yayasan untuk ahli budaya. Guru disini dapat
berinteraksi sangat baik dengan siswa nya terutama untuk guru pamong bisa
membangun hubungan yang sangat dekat dengan anak - anak di kelasnya
masing -masing. Dari guru - guru juga saya menganjurkan menggunakan
bahasa Jawa yang benar antar sesama guru, membiasakan anak - anak
dengar bahasa Jawa mencontoh dari guru - gurunya yang menggunakan
bahasa Jawa”.
A: “Komite juga mendukung sekali setiap kita mau pentas, mau lomba, mau
kemanapun itu orang tua kita ikutkan dalam musyawarah biasanya jga
langsung dapat bantuan dalam hal dana untuk pelaksanaan program -
program di sekolah”.
M: “Ya, dalam menerapkan budaya itu kita harus konsisten dengan hal-hal yang
berkaitan tentang budaya Jawa. Jadi kita harus saling mendukung antara
sekolah, guru, orangtua, komite dan warga sekolah. Maksudnya, kita harus
sama-sama memiliki komitmen mempelajari budaya Jawa lebih banyak atau
lebih mendalam.
E: “Faktor pendukung dalam kegiatan ini semua warga sekolah, mulai dari
Kepala Sekolah, guru, siswa, petugas TU bahkan dari orangtua pun turut
mendukung dalam kegiatan penanaman nilai budaya Jawa”.
H: “Dari jumlah sebenarnya sudah sesuai menurut saya, guru tambahan untuk
tembang, tari, ketamansiswaan kemudian untuk mengatasi anak
berkebutuhan khusus itu juga ada kemudian ada pendamping juga,
kemudian untuk efektif dalam hal budaya Jawa kita masih belajar.
C: “Anak-anak itu aktif rasa ingin tahunya tinggi tapi kalau sudah tau yaudah
apalagi yang anak-anak putra itu yang cepat jenuh dan bosan jadi sering
rame sendiri. Kemampuan anak- anak menerima materi sudah cukup baik,
anak- anak ABK pun juga punya kemampuan yang baik terutama dalam hal
keterampilan budaya Jawa”.
AP: “Menurut saya guru - guru di sini sudah baik, ya memang guru di sekolah ini
pasti menyesuaikan dengan sekolah Tamansiswa. Setahu saya juga hampir
semua asli Jawa guru - gurunya. Cukup efektif. Kalau semua siswa saya
kurang tahu ya, kalau yang ikut ekstra karawitan ya mayoritas orang Jawa,
171
ada 2 atau 3 anak yang bukan orang Jawa tapi malah senang belajar
karawitan ya ada”.
Kesimpulan:
Faktor pendukung dalam penanaman nilai budaya Jawa di SD Taman Muda IP
Yogyakarta adalah semua warga sekolah yang meliputi Kepala Sekolah, guru,
siswa, Komite, petugas TU dan orangtua siswa.
Apa Faktor Penghambat Dalam Penanaman Nilai Budaya Jawa
A: “Terus juga, anak-anak itu di rumah dibiasakan memakai bahasa Indonesia,
jadi di sekolah itu selalu diulang-ulang dalam penyampaian pemakaian
bahasa Jawa, maka itu setiap Sabtu ada hari khusus memakai bahasa Jawa, ini
juga dimaksudkan agar siapapun, dari suku manapun dapat melestarikan
budaya Jawa. Kalau anak-anak sendiri tidak protes dengan adanya
pembiasaan pemakaian bahasa Jawa, Cuma masalahnya masih susah atau
kadang-kadang lupa memakai bahasa kromo kepada orangtua”.
M: “Kalau anak-anak itu pengaruhnya kan kompleks, kadang pengaruh pergaulan,
terus media elektronik, dari media cetak juga. Tapi kita tetap memberikan
kepada anak-anak tentang karakter budaya”.
D: “Faktor penghambat nya biasanya ada di rumah siswa masing-masing. Jadi
apa gunanya, saya disini mengajarkan unggah – ungguh, cara bicara pakai
bahasa kromo, tapi saat di rumah kembali pakai bahasa Indonesia.Tapi itu
kecuali, mereka yang orangtuanya bukan orang Jawa. Di sekolah di ajarkan
sugeng enjang, tapi sampai rumah di ajarkan pakai bahasa Indonesia lagi,
jadinya kan tidak melekat. Saat rapat dengan wali murid juga, mereka ditanya
tentang penggunaan bahasa Jawa di rumah, ya mereka jawabnya memang
memakai bahasa Indonesia karena memang sudah kebiasaan”.
E: “Mungkin kendala yang pertama itu dari kebiasaan keluarga siswa sendiri,
sebab untuk komunikasinya bahasa Indonesia yang dipakai, bukan bahasa
Jawa. Kemudian juga semakin lunturnya budaya Jawa sendiri. Dari hal yang
sepele aja, misalnya berjalan di depan orang yang lebih tua, kalau anak jaman
dulu kan berjalan membungkuk sambil mengucapkan kata permisi itu
tandanya hormat tapi kalau sekarang sudah jarang yang jalan nya
mengucapkan kata permisi sambil membungkuk”.
172
H: “ Menurut saya pendidik di SD ini yang betul- betul ahli budaya belum ada,
kita juga sering belajar dari ahli budaya dari yayasan seperti belajar
karawitan dan tembang - tembang untuk guru-guru setiap hari sabtu ya kita
juga sambil sharing-sharing tentang pengetahuan budaya Jawa yang bisa
disampaikan ke anak –anak”.
C: “Guru - guru disini berusaha menguasi materi meningkatkan kemampuan
kalau untuk memberikan pelajaran. Dari jumlah guru, jumlah kelas dan
kualitasnya sudah efektif dalam melaksanakan tugas - tugasnya juga sudah
efektif tinggal meningkatkan tanggung jawabnya saja. Mayoritas anak- anak
itu dari keluarga asli Jawa tapi malah kurang pengetahuan tentang budaya
Jawa, bicara menggunakan bahasa Jawa krama rata- rata masih banyak yang
kesulitan karena dari keluarga sendiri memang kurang tapi ada juga yang
anak- anak seniman Jawa itu pengalam seni budaya Jawanya yang memang
baik”.
AP: “Kalau karakteristiknya berbeda – beda. Dari kemampuan anak - anak disini
baik ya, walaupun ada yang memiliki kekurangan tapi dalam mempelajari
karawitan cukup baik, lumayan cepat kemampuan memahaminya.
Kesimpulan:
Faktor penghambat dalam penanaman nilai budaya Jawa yaitu kebiasaan siswa di
rumah yang tidak diajarkan untuk berkomunikasi menggunakan bahasa kromo
kepada orangtua, mereka memilih memakai bahasa Indonesia sebagai bahasa
sehari-hari sebab orangtua mereka juga mengajarkan cara berkomunikasi dengan
menggunakan bahasa Indonesia. Kemudian juga kurangnya sikap sopan santun
dan ungguh ungguh dalam bersikap. Kemudian kurangnya guru ahli dalam bidang
budaya juga menghambat proses pembelajaran. Hanya terdapat beberapa guru
yang cukup mampu di bidang budaya Jawa.
Bagaimana Upaya Mengatasi Hambatan Pelaksanaan Pendidikan Berbasis
Budaya Dalam Penanaman Nilai Budaya Jawa di SD Taman Muda Ibu
Pawiyatan
A: “Maka dari itu, kita adakan pembiasaan, supaya anak-anak tidak meninggalkan
ajaran unggah-ungguh maupun budi pekerti.
E: “Maka dari itu di sekolah kita, hal yang paling utama itu mengajarkan tata
krama, sikap sopan santun nya, cara berperilakunya. Diingat kan setiap hari,
melalui nilai-nilai pembiasaan yang diterapkan di sekolah ini. Terus kendala
173
yang lain lagi itu di pendanaan, karena yang namanya seni itu kan mahal.
Mulai dari alat-alatnya bahkan para pelatihnya juga mahal. Tapi ya kita juga
melakukan semampu kita, kadang kita bilang mohon maaf dananya cuma ada
sedikit, tapi jika beliau sanggup ya tidak apa-apa. Tapi ya itu, yang namanya
finansial juga ada pengaruhnya sama kualitas. Kadang kita dapatnya belum
maksimal. Soalnya kalau untuk karawitan itu menggunakan guru dari luar
sekolah, karena pelatih yang dari sini waktunya yang tidak memungkinkan
karena beliau juga mengajar sekolah lain, jadinya kita ambil pelatih dari luar.
Kalau untuk tembang, gurunya juga dari sini, sama tari juga dari sini.
D: “Kalau masalah pendanaan itu, karena kita kan memang ada pelajaran bahasa
Jawa jadinya ya itu memang sudah dianggarkan. Dari SPP ada, dari BOS juga
ada, tapi kalau pelajaran itu cenderung dari BOS ya. Kaya membatik itu juga,
pokoknya kita dapat dana nya dari pemerintah lah, entah dari BOS atau mana.
Tergantung kendala nya dimana dulu, kalau masalah pendanaan dari situ tadi.
Kalau masalah alat, kita bisa pinjam dari yayasan, itu juga kalau pas gak di
pakai. Kadang kita pinjam milik smp atau sma, soalnya kalau kita mau pakai,
ya tinggal pakai saja, tidak dipungut biaya.
E: “Jadi kalau bisa ya, sekolah lebih menambahkan waktu nya untuk
pembelajaran budaya Jawa dan juga kalau bisa pemerintah membantu
masalah dana, supaya kegiatan pembelajaran budaya Jawa di sekolah ini
menjadi lancar.
C: “Saya berharap ada peningkatan guru baru baik dari pemahaman budaya Jawa,
materi dan upaya yang dilakukan untuk menambah minat anak-anak dalam
mengenal budaya Jawa. Jelas ini tidak berlangsung secara instan, tetap perlu
adanya evaluasi mengingat penerapan budaya Jawa ini hanya diajarkan di
sekolah saja. Banyak orangtua dari anak didik tersebut yang asli suku Jawa,
namun karena perkembangan dunia modern mulai jarang menggunakan
bahasa Jawa dalam percakapan sehari – hari”.
H: “Menanamkan nilai - nilai budaya Jawa kadang kami juga menggunakan
tokoh wayang seperti padawa dan punakawan agar mudah diterima oleh
siswa. Bentuk penanamannya lebih pada praktik langsung mengarahkan
siswa untuk memahami budi pekerti yang baik. Seperti membiasakan siswa
kalau di pagi hari datang terus salaman dengan guru pulang juga salaman
setelah beres- beres kelas”.
174
Kesimpulan :
Upaya yang dilakukan untuk mengatasi hambatan pelaksanaan pendidikan
berbasis budaya dalam penanaman nilai budaya Jawa di SD Taman Muda Ibu
Pawiyatan :
1. Dengan cara pembiasaan untuk menggunakan bahasa kromo sebagai cara
berkomunikasi dengan orangtua, pembiasaan untuk berperilaku sopan
santun, tahu unggah ungguh dan berbudi pekerti luhur.
2. Pembiasaan juga dilakukan melalui kegiatan ekstrakurikuler budaya Jawa.
3. Untuk pendanaan, upaya yang dilakukan pihak sekolah sudah ada bantuan
dari dana BOS.
4. Adanya peningkatan kualitas untuk guru dalam memberikan pembelajaran
tentang budaya Jawa.
5. Menanamkan nilai budi pekerti melalui tembang dan karawitan.
175
CATATAN LAPANGAN
DI SD TAMAN MUDA IBU PAWIYATAN YOGYAKARTA
Catatan Lapangan (CL 01)
Hasil Wawancara
Teknik : W (Wawancara)
Informan : Kepala Sekolah Taman Muda Ibu Pawiyatan Yogyakarta
Nama : A (Anastasia Riatriasih, M. Pd)
Hari/Tanggal : Rabu, 16 September 2015
Waktu : 10.00 – 11.30 WIB
Tempat : Kantor Kepala Sekolah
Kegiatan : Ijin penelitian dan wawancara
Deskripsi:
Pukul 10.00 WIB Peneliti datang ke SD Taman Muda Ibu Pawiyatan
Yogyakarta untuk bertemu dengan Ibu kepala sekolah yaitu Ibu Anastasia
Ratriasih, M. Pd. Namun sesampainya di tujuan, Ibu Anastasia sedang
melaksanakan pemantauan akreditasi untuk tahun 2015, akhirnya peneliti
disarankan untuk bertemu dengan Ibu Pur selaku TU. Kemudian peneliti mengisi
buku tamu yang memang digunakan sebagai data pelaksanaan penelitian di SD
Taman Muda IP Yogyakarta. Tujuan peneliti adalah untuk meminta ijin secara
lisan bahwa peneliti akan melakukan penelitian di SD Taman Muda IP
Yogyakarta mengenai kebijakan sekolah dalam menerapkan nilai-nilai budaya
Jawa melalui kegiatan ekstrakurikuler. Peneliti menjelaskan maksud dan tujuan
dari penelitian ini. Peneliti memberikan surat ijin penelitian dan berkas-berkas
yang sudah dipersiapkan. Namun penelitian belum bisa dilakukan tanpa adanya
persetujuan dari Ibu Anastasia. Ibu Pur selaku TU menjanjikan hari berikutnya
agar peneliti bisa bertemu dengan Ibu Anastasia. Setelah bercakap-cakap panjang
176
lebar akhirnya peneliti berpamitan untuk pulang dan mengucapkan terimakasih
atas kerjasama petugas TU yang bersedia menerima maksud kedatangan peneliti
untuk melaksanakan penelitian di SD Taman Muda IP Yogyakarta.
177
Catatan Lapangan (CL 02)
Hasil Wawancara
Teknik : W (Wawancara)
Informan : Kepala Sekolah Taman Muda Ibu Pawiyatan Yogyakarta
Nama : A (Anastasia Riatriasih, M. Pd)
Hari/Tanggal : Kamis, 17 September 2015
Waktu : 09.00 WIB
Tempat : Kantor Kepala Sekolah
Kegiatan : Ijin penelitian dan wawancara
Deskripsi :
Peneliti kembali datang ke SD Taman Muda IP Yogyakarta dengan tujuan
dapat bertemu dengan Ibu Anastasia serta dapat memohon ijin untuk
melaksanakan penelitian. Sesampainya disana peneliti hanya dapat bertemu
dengan Ibu Pur selaku petugas TU, dan beliau mengatakan bahwa Ibu Anastasia
sedang melaksanakan tugas diklat selama lima hari. Namun Ibu Pur meminta
kontak peneliti, dan beliau berkata akan menghubungi peneliti jika Ibu Anastasia
sudah kembali dari tugas diklat. Atas penjelasan dari Ibu Pur, peneliti
mengucapkan terimakasih dan meminta izin untuk pulang.
178
Catatan Lapangan (CL 03)
Hasil Wawancara
Teknik : W (Wawancara)
Informan : Kepala Sekolah Taman Muda Ibu Pawiyatan Yogyakarta
Nama : A (Anastasia Riatriasih, M. Pd)
Hari/Tanggal : Kamis, 24 September 2015
Waktu : 09.00 WIB
Tempat : Kantor Kepala Sekolah
Kegiatan : Ijin penelitian dan wawancara
Deskripsi :
Pukul 09.00 peneliti sudah berada di SD Taman Muda IP Yogyakarta
untuk kembali menindaklanjuti pertemuan sebelumnya terkait izin penelitian.
Akhirnya peneliti dapat bertemu dengan Ibu Anastasia dan mengutarakan tujuan
melakukan penelitian di SD Taman Muda IP Yogyakarta maka pada saat itu ijin
penelitian diterima untuk dapat melakukan penelitian dan mengikuti kegiatan
yang akan diadakan oleh di SD Taman Muda IP, Yogyakarta sampai batas waktu
yang ditentukan. Setelah Ijin Dari kepala sekolah diterima, Peneliti dikenalkan
kepada guru Pamong atau guru kelas 4 di SD Taman Muda IP, Yogyakarta. Pada
pertemuan dengan guru kelas peneliti kembali mengatur jadwal pertemuan untuk
membicarakan tema dan teknis pelaksanaan penelitian disebabkan karena
persiapan untuk ujian. Jadi, peneliti dapat melakukan penelitian disesuaikan
dengan jadwal yang sudah ditetapkan oleh pihak sekolah. Setelah bercakap-cakap
panjang lebar dan peneliti juga sudah mendapatkan ijin maka saatnya berpamitan
untuk pulang dan mengucapkan terimakasih kepada kepala sekolah dan guru kelas
179
yang berbaik hati karena telah memberikan ijin kepada peneliti untuk dapat
melakukan penelitian di SD Taman Muda IP, Yogyakarta.
180
Catatan Lapangan (CL 04)
Hasil Wawancara
Teknik : W (Wawancara)
Informan : Kepala Sekolah Taman Muda Ibu Pawiyatan Yogyakarta
Nama : A (Anastasia Riatriasih, M. Pd)
Hari/Tanggal : Selasa, 2 Oktober 2015
Waktu : 10.00 - 11.00 WIB
Tempat : Kantor Kepala Sekolah
Kegiatan : Penelitian dan wawancara
Deskripsi :
Pada tahap ini peneliti melakukan penelitian tahap pertama dengan kepala
sekolah. Tema yang diambil adalah mengenai pelaksanaan pendidikan berbasis
budaya yang dilakukan di SD Taman Muda IP, Yogyakarta. Fokus penelitian
mengenai penerapan nilai-nilai budaya Jawa melalui kegiatan ekstrakurikuler.
Peneliti kemudian menyampaikan bahwa untuk wawancara pada hari
pertama penelitian ini ssiwa belum akan dilibatkan. Setelah itu, peneliti bertanya
kepada kepala sekolah sesuai dengan pedoman wawancara yang sudah disiapkan
sebelumnya. Tidak lama peneliti melakukan kegiatan wawancara dengan kepala
sekolah, ini disebabkan sekolah akan melakukan persiapan acara untuk HUT Kota
Yogyakarta, maka dari itu setelah dirasa cukup informasi yang diberikan pada hari
pertama, peneliti memohon pamit untuk pulang dan memastikan kembali terkait
dengan pertemuan selanjutnya.
181
Catatan Lapangan (CL 05)
Hasil Wawancara
Teknik : W (Wawancara)
Informan : Kepala Sekolah di SD Taman Muda IP, Yogyakarta
Nama : A (Anastasia Ratriasih, M.Pd)
Hari/Tanggal : Selasa, 13 Oktober 2015
Waktu : 10.00 – 11.00 WIB
Tempat : Kantor Kepala Sekolah SD Taman Muda IP, Yogyakarta
Kegiatan : Penelitian dan Wawancara
Deskripsi :
Pada tahap ini peneliti melakukan penelitian tahap kedua dengan kepala
sekolah. Tema yang diambil adalah memahami Perda DIY No. 5 Tahun 2011.
Fokus penelitian mengenai kebijakan khusus dari sekolah yang mengatur
penyelenggaraan pendidikan berbasis budaya.
Setelah dirasa cukup informasi yang diberikan pada pertemuan kedua, peneliti
memohon pamit untuk pulang dan memastikan kembali terkait dengan pertemuan
selanjutnya.
182
Catatan Lapangan (CL 06)
Hasil Wawancara
Teknik : W (Wawancara)
Informan : Guru Kelas dan siswa di SD Taman Muda IP, Yogyakarta
Nama : M (Masfur, S.Pd)
Hari/Tanggal : Rabu, 21 Oktober 2015
Waktu : 10.00 – 11.00 WIB
Tempat : Kantor Guru SD Taman Muda IP, Yogyakarta
Kegiatan : Penelitian dan Wawancara
Deskripsi :
Pada tahap ini peneliti melakukan penelitian tahap pertama dengan guru
kelas. Tema yang diambil adalah memahami penerapan nilai budaya Jawa.
Fokus penelitian mengenai kegiatan ekstrakurikuler. Pada pertemuan
pertama ini guru meminta peneliti untuk mengamati terlebih dahulu biar tidak
mengganggu proses pembelajaran, dan supaya target atau tujuan pembelajaran
maupun tujuan penelitian tercapai. Peneliti diminta untuk melakukan wawancara
setelah selesai pembelajaran.
Setelah selesai pembelajaran siswa diminta kembali ke kelas untuk
beristirahat dan diberitahukan bahwa peneliti akan melakukan sedikit wawancara
kepada beberapa siswa. Setelah wawancara dengan siswa selesai, kemudian
peneliti turut serta guru kelas untuk beristirahat ke ruang tamu sekolah sebelum
melanjutkan proses wawancara. Setelah diberi kesempatan untuk beristirahat,
peneliti melanjutkan perbincangan dengan guru kelas.
183
Selanjutnya, peneliti bertanya kepada guru kelas secara sesuai dengan
pedoman wawancara yang sudah disiapkan sebelumnya. Setelah dirasa cukup
informasi yang diberikan pada pertemuan pertama, peneliti memohon pamit untuk
pulang dan memastikan kembali terkait dengan pertemuan selanjutnya.
184
Catatan Lapangan (CL 07)
Hasil Wawancara
Teknik : W (Wawancara)
Informan : Guru Kelas dan siswa di SD Taman Muda IP, Yogyakarta
Nama : D (Dwi Indah Prasetyowati, S.Pd)
Hari/Tanggal : Jumat, 23 Oktober 2015
Waktu : 10.00 – 11.00 WIB
Tempat : Kantor Guru SD Taman Muda IP, Yogyakarta
Kegiatan : Penelitian dan Wawancara
Deskripsi :
Pada tahap ini peneliti melakukan penelitian tahap kedua dengan guru
kelas. Tema yang diambil adalah metode atau cara tertentu dalam proses belajar
sehari-hari yang mendukung penerapan budaya Jawa
Fokus penelitian mengenai kegiatan ekstrakurikuler. Pada pertemuan
kedua ini guru meminta peneliti untuk mengamati proses penerapan nilai budaya
Jawa melalui kegiatan nembang dilanjutkan peneliti melakukan wawancara
dengan siswa .
Setelah diberi kesempatan untuk beristirahat, peneliti melanjutkan
perbincangan guru kelas. Selanjutnya, peneliti bertanya kepada guru kelas secara
sesuai dengan pedoman wawancara yang sudah disiapkan sebelumnya. Setelah
dirasa cukup informasi yang diberikan pada pertemuan kedua, peneliti memohon
pamit untuk pulang dan memastikan kembali terkait dengan pertemuan
selanjutnya.
185
Catatan Lapangan (CL 08)
Hasil Wawancara
Teknik : W (Wawancara)
Informan : Guru Ekstra Tembang di SD Taman Muda IP, Yogyakarta
Nama : CM (Dra. Corijati Mudjijono, M.Pd)
Hari/Tanggal : Senin, 26 Oktober 2015
Waktu : 10.00 – 11.00 WIB
Tempat : Kantor Guru SD Taman Muda IP, Yogyakarta
Kegiatan : Penelitian dan Wawancara
Deskripsi :
Pada tahap ini peneliti melakukan penelitian tahap pertama dengan guru
ekstra nembang. Tema yang diambil adalah tembang gambuh.
Fokus penelitian mengenai kegiatan ekstrakurikuler. Pada pertemuan
pertama ini guru meminta peneliti untuk mengamati terlebih dahulu biar tidak
mengganggu proses pembelajaran, dan supaya target atau tujuan pembelajaran
maupun tujuan penelitian tercapai. Peneliti diminta untuk melakukan wawancara
setelah selesai pembelajaran.
Setelah selesai pembelajaran siswa diminta kembali ke kelas untuk
beristirahat dan diberitahukan bahwa peneliti akan melakukan sedikit wawancara
kepada beberapa siswa. Setelah wawancara dengan siswa selesai, kemudian
peneliti turut serta guru kelas untuk beristirahat ke ruang tamu sekolah sebelum
melanjutkan proses wawancara. Setelah diberi kesempatan untuk beristirahat,
peneliti melanjutkan perbincangan dengan guru ekstra.
186
Catatan Lapangan (CL 09)
Hasil Wawancara
Teknik : W (Wawancara)
Informan : Guru Ekstra Tari dan Dolanan Anak di SD Taman Muda IP,
Yogyakarta
Nama : FNS (F. Hanny Setiawati, S.Pd)
Hari/Tanggal : Selasa, 27 Oktober 2015
Waktu : 10.00 – 11.00 WIB
Tempat : Kantor Guru SD Taman Muda IP, Yogyakarta
Kegiatan : Penelitian dan Wawancara
Deskripsi :
Pada tahap ini peneliti melakukan penelitian tahap pertama dengan guru
ekstra tari dan dolanan anak. Tema yang diambil adalah dolanan anak sluku sluku
bathok.
Fokus penelitian mengenai kegiatan ekstrakurikuler. Pada pertemuan
pertama ini guru meminta peneliti untuk mengamati terlebih dahulu biar tidak
mengganggu proses pembelajaran, dan supaya target atau tujuan pembelajaran
maupun tujuan penelitian tercapai. Peneliti diminta untuk melakukan wawancara
setelah selesai pembelajaran.
Setelah selesai pembelajaran siswa diminta kembali ke kelas untuk
beristirahat dan diberitahukan bahwa peneliti akan melakukan sedikit wawancara
kepada beberapa siswa. Setelah wawancara dengan siswa selesai, kemudian
peneliti turut serta guru kelas untuk beristirahat ke ruang tamu sekolah sebelum
melanjutkan proses wawancara. Setelah diberi kesempatan untuk beristirahat,
peneliti melanjutkan perbincangan dengan guru ekstra.
187
Catatan Lapangan (CL 10)
Hasil Wawancara
Teknik : W (Wawancara)
Informan : Guru Kelas dan Pengampu Pelajaran Batik kelas IV dan siswa di
SD Taman Muda IP, Yogyakarta
Nama : E (Eni Setyo Rahayu, S.Pd)
Hari/Tanggal : Sabtu, 31 Oktober 2015
Waktu : 10.00 – 11.00 WIB
Tempat : Kantor Guru SD Taman Muda IP, Yogyakarta
Kegiatan : Penelitian dan Wawancara
Deskripsi :
Pada tahap ini peneliti melakukan penelitian tahap ketiga dengan guru
kelas. Tema yang diambil adalah metode atau cara tertentu dalam proses belajar
sehari-hari yang mendukung penerapan budaya Jawa.
Fokus penelitian mengenai penerapan English Day dan Dinten Sebtu
Ngagem Basa Jawi. Pada pertemuan ketiga ini peneliti diajak oleh guru ke ruang
kelas untuk memperhatikan kondisi siswa. Saat jam pelajaran berlangsung siswa
diminta menggunakan basa Jawa kromo jika berbicara dengan guru kelas. Peneliti
diminta untuk melakukan wawancara setelah selesai pembelajaran.
Setelah selesai pembelajaran siswa diberitahukan bahwa peneliti akan
melakukan sedikit wawancara kepada beberapa siswa. Setelah wawancara dengan
siswa selesai, kemudian peneliti turut serta guru kelas untuk beristirahat ke ruang
tamu sekolah sebelum melanjutkan proses wawancara. Setelah diberi kesempatan
untuk beristirahat, peneliti melanjutkan perbincangan dengan guru kelas.
Selanjutnya, peneliti bertanya kepada guru kelas sesuai dengan pedoman
wawancara yang sudah disiapkan sebelumnya.
188
Catatan Lapangan (CL 011)
Hasil Wawancara
Teknik : W (Wawancara)
Informan : Guru Ekstra Tari dan Dolanan Anak SD Taman Muda IP,
Yogyakarta
Nama : FNS (F. Hanny Setiawati, S.Pd)
Hari/Tanggal : Selasa, 3 November 2015
Waktu : 10.00 – 11.00 WIB
Tempat : Kantor Guru SD Taman Muda IP, Yogyakarta
Kegiatan : Penelitian dan Wawancara
Deskripsi :
Pada tahap ini peneliti melakukan penelitian tahap kedua dengan guru
ekstra tari dan dolanan anak. Tema yang diambil adalah tari perang.
Fokus penelitian mengenai kegiatan ekstrakurikuler. Pada pertemuan ini
peneliti mengamati proses pembelajaran dan supaya target atau tujuan
pembelajaran maupun tujuan penelitian tercapai. Peneliti diminta untuk
melakukan wawancara setelah selesai pembelajaran.
Setelah selesai pembelajaran siswa diminta kembali ke kelas untuk
beristirahat dan diberitahukan bahwa peneliti akan melakukan sedikit wawancara
kepada beberapa siswa. Setelah wawancara dengan siswa selesai, kemudian
peneliti turut serta guru kelas untuk beristirahat ke ruang tamu sekolah sebelum
melanjutkan proses wawancara. Setelah diberi kesempatan untuk beristirahat,
peneliti melanjutkan perbincangan dengan guru ekstra.
189
Catatan Lapangan (CL 012)
Hasil Wawancara
Teknik : W (Wawancara)
Informan : Guru Ekstra Karawitan SD Taman Muda IP, Yogyakarta
Nama : AP (Agus Purwanto)
Hari/Tanggal : Kamis, 5 November 2015
Waktu : 10.00 – 11.00 WIB
Tempat : Kantor Guru SD Taman Muda IP, Yogyakarta
Kegiatan : Penelitian dan Wawancara
Deskripsi :
Pada tahap ini peneliti melakukan penelitian tahap pertama dengan guru
ekstra karawitan.
Fokus penelitian mengenai kegiatan ekstrakurikuler. Pada pertemuan ini
peneliti mengamati proses pembelajaran dan supaya target atau tujuan
pembelajaran maupun tujuan penelitian tercapai. Peneliti diminta untuk
melakukan wawancara setelah selesai pembelajaran.
Setelah selesai pembelajaran siswa diminta kembali ke kelas untuk
beristirahat dan diberitahukan bahwa peneliti akan melakukan sedikit wawancara
kepada beberapa siswa. Setelah wawancara dengan siswa selesai, kemudian
peneliti turut serta guru kelas untuk beristirahat ke ruang tamu sekolah sebelum
melanjutkan proses wawancara. Setelah diberi kesempatan untuk beristirahat,
peneliti melanjutkan perbincangan dengan guru ekstra.
190
Catatan Lapangan (CL 013)
Hasil Wawancara
Teknik : W (Wawancara)
Informan : Guru Ekstra Nembang SD Taman Muda IP, Yogyakarta
Nama : CM (Dra. Corijati Mudjijono, M.Pd)
Hari/Tanggal : Rabu, 11 November 2015
Waktu : 10.00 – 11.00 WIB
Tempat : Kantor Guru SD Taman Muda IP, Yogyakarta
Kegiatan : Penelitian dan Wawancara
Deskripsi :
Pada tahap ini peneliti melakukan penelitian tahap kedua dengan guru
ekstra nembang.
Fokus penelitian mengenai kegiatan ekstrakurikuler. Tema pada
pembelajaran hari ini adalah tembang Pucung. Pada pertemuan ini peneliti
mengamati proses pembelajaran dan supaya target atau tujuan pembelajaran
maupun tujuan penelitian tercapai. Peneliti diminta untuk melakukan wawancara
setelah selesai pembelajaran.
Setelah diberi kesempatan untuk beristirahat, peneliti melanjutkan
perbincangan dengan guru ekstra. Peneliti menanyakan apa makna dibalik
tembang Pucung tersebut dan apakah ada kendala dalam pemberian materi
tersebut.
191
Catatan Lapangan (CL 014)
Hasil Wawancara
Teknik : W (Wawancara)
Informan : Guru Ekstra Tari dan Dolanan Anak SD Taman Muda IP,
Yogyakarta
Nama : FNS (F. Hanny Setiawati, S.Pd)
Hari/Tanggal : Jumat, 13 November 2015
Waktu : 10.00 – 11.00 WIB
Tempat : Kantor Guru SD Taman Muda IP, Yogyakarta
Kegiatan : Penelitian dan Wawancara
Deskripsi :
Pada tahap ini peneliti melakukan penelitian tahap ketiga dengan guru
ekstra tari dan dolanan anak.
Fokus penelitian mengenai kegiatan ekstrakurikuler. Tema pada pelajaran
ini adalah Tari Roro Ngigel pada siswi kelas IV. Pada pertemuan ini peneliti
mengamati proses pembelajaran dan supaya target atau tujuan pembelajaran
maupun tujuan penelitian tercapai. Peneliti diminta untuk melakukan wawancara
setelah selesai pembelajaran.
Setelah diberi kesempatan untuk beristirahat, peneliti melanjutkan
perbincangan dengan guru ekstra. Peneliti menanyakan alasan Tari Roro Ngigel
hanya diberikan untuk siswi saja.
192
Catatan Lapangan (CL 015)
Hasil Wawancara
Teknik : W (Wawancara)
Informan : Guru Ekstra Karawitan SD Taman Muda IP, Yogyakarta
Nama : AP ( Agus Purwanto)
Hari/Tanggal : Kamis, 19 November 2015
Waktu : 10.00 – 11.00 WIB
Tempat : Kantor Guru SD Taman Muda IP, Yogyakarta
Kegiatan : Penelitian dan Wawancara
Deskripsi :
Pada tahap ini peneliti melakukan penelitian tahap kedua dengan guru
ekstra karawitan.
Fokus penelitian mengenai kegiatan ekstrakurikuler. Pada pertemuan ini
peneliti mengamati proses pembelajaran dan supaya target atau tujuan
pembelajaran maupun tujuan penelitian tercapai. Peneliti diminta untuk
melakukan wawancara setelah selesai pembelajaran.
Setelah diberi kesempatan untuk beristirahat, peneliti melanjutkan
perbincangan dengan guru ekstra. Peneliti menanyakan materi pada pembelajaran
hari ini.
193
Catatan Lapangan (CL 016)
Hasil Wawancara
Teknik : W (Wawancara)
Informan : Guru Ekstra Nembang SD Taman Muda IP, Yogyakarta
Nama : CM (Dra. Corijati Mudjijono, M.Pd)
Hari/Tanggal : Selasa, 8 Desember 2015
Waktu : 10.00 – 11.00 WIB
Tempat : Kantor Guru SD Taman Muda IP, Yogyakarta
Kegiatan : Penelitian dan Wawancara
Deskripsi :
Pada tahap ini peneliti melakukan penelitian tahap ketiga dengan guru
ekstra nembang.
Fokus penelitian mengenai kegiatan ekstrakurikuler. Pada pertemuan ini
peneliti mengamati proses pembelajaran dan supaya target atau tujuan
pembelajaran maupun tujuan penelitian tercapai. Peneliti diminta untuk
melakukan wawancara setelah selesai pembelajaran.
Setelah diberi kesempatan untuk beristirahat, peneliti melanjutkan
perbincangan dengan guru ekstra. Peneliti menanyakan materi pada pembelajaran
hari ini.
194
Catatan Lapangan (CL 017)
Hasil Wawancara
Teknik : W (Wawancara)
Informan : Guru Ekstra Karawitan SD Taman Muda IP, Yogyakarta
Nama : AP ( Agus Purwanto)
Hari/Tanggal : Kamis, 17 Desember 2015
Waktu : 10.00 – 11.00 WIB
Tempat : Kantor Guru SD Taman Muda IP, Yogyakarta
Kegiatan : Penelitian dan Wawancara
Deskripsi :
Pada tahap ini peneliti melakukan penelitian tahap ketiga dengan guru
ekstra karawitan.
Fokus penelitian mengenai kegiatan ekstrakurikuler. Pada pertemuan ini peneliti
mengamati proses pembelajaran dan supaya target atau tujuan pembelajaran
maupun tujuan penelitian tercapai. Peneliti diminta untuk melakukan wawancara
setelah selesai pembelajaran.
Setelah diberi kesempatan untuk beristirahat, peneliti melanjutkan
perbincangan dengan guru ekstra. Peneliti menanyakan materi pada pembelajaran
hari ini.
Setelah cukup memperoleh hasil penelitian, peneliti kemudian berpamitan
dengan guru kelas maupun guru ekstra dan semua pihak yang telah membantu
karena waktu penelitian sudah selesai.
195
Kisi-kisi Instrumen Penelitian Pedoman Wawancara
Kepala Sekolah dan Guru
Variabel Subjek Indikator No.
Item
Kebijakan
Sekolah Dalam
Menerapkan
Nilai - Nilai
Budaya Jawa
Melalui
Kegiatan
Ekstrakurikuler
Di SD Taman
Muda Ibu
Pawiyatan
Yogyakarta
Kepala
Sekolah
dan
Guru
1. Bentuk-bentuk Nilai Budaya Jawa Yang
Diterapkan Di Sekolah
a. Pendidikan Berbasis Budaya
b. Perda DIY No.5 Tahun 2011 tentang
Pendidikan Berbasis Budaya
c. Nilai-nilai Budaya Jawa Yang
Diterapkan di SD Taman Muda Ibu
Pawiyatan Yogyakarta
2,3,4,5,
6,7,8
2. Cara Menanamkan Nilai-nilai Budaya Jawa
Dalam Kegiatan Sekolah
a. Kebijakan khusus sekolah terhadap
penyelenggaraan pendidikan berbasis
budaya
b. Penerapan pendidikan berbasis budaya di
SD Taman Muda Ibu Pawiyatan
c. Dasar Landasan Penerapan Budaya Jawa
Melalui Kegiatan Ekstrakurikuler
d. Tujuan dan Fungsi Dari Penerapan
Budaya Jawa Melalui Kegiatan
Ekstrakurikuler
e. Kegiatan pembelajaran pendidikan
berbasis berbasis budaya Jawa melalui
kegiatan ekstrakurikuler di SD Taman
Muda Ibu Pawiyatan
f. Upaya sekolah dalam mengembangkan
pendidikan berbasis budaya
g. Metode atau cara tertentu dalam
mendukung penerapan budaya Jawa
h. Sarana dan prasarana yang digunakan
untuk menunjang kegiatan
ekstrakurikuler
5,6,7,8,
9,12,13
3. Unsur Budaya Jawa yang Diaplikasikan
Pada Kegiatan Ekstrakurikuler
10
4. Sikap Keteladanan Yang Terkandung
Dalam Penanaman Nilai-Nilai Budaya Jawa
di Sekolah
a. Nilai Yang Terkandung Dalam Kegiatan
Ekstrakurikuler Budaya Jawa
10,11
196
b. Nilai Yang Terkandung Dalam Lagu
Jawa
c. Nilai Yang Terkandung Dalam Tari Jawa
dan Dolanan Anak
5. Faktor pendukung dan penghambat dalam
penanaman nilai budaya Jawa di SD Taman
Muda Ibu Pawiyatan
a. Faktor pendukung dalam penanaman
nilai budaya Jawa
b. Faktor penghambat dalam penanaman
nilai budaya Jawa
14
6. Upaya mengatasi hambatan pelaksanaan
pendidikan berbasis budaya dalam
penanaman nilai budaya Jawa di SD Taman
Muda Ibu Pawiyatan
14
Tabel 3. Kisi-kisi Instrumen Penelitian Pedoman Wawancara Siswa
Variabel Subjek Indikator No. Item
Kebijakan
Sekolah Dalam
Menerapkan
Nilai - Nilai
Budaya Jawa
Melalui
Kegiatan
Ekstrakurikuler
Di SD Taman
Muda Ibu
Pawiyatan
Yogyakarta
Siswa
1. Bentuk-bentuk Nilai Budaya Jawa
Yang Diterapkan Di Sekolah
a. Pendidikan Berbasis Budaya
b. Nilai-nilai Budaya Jawa Yang
Diterapkan di SD Taman Muda
Ibu Pawiyatan Yogyakarta
1,2
2. Cara Menanamkan Nilai-nilai
Budaya Jawa Dalam Kegiatan
Sekolah
a. Kegiatan pembelajaran
pendidikan berbasis berbasis
budaya Jawa melalui kegiatan
ekstrakurikuler di SD Taman
Muda Ibu Pawiyatan
b. Metode atau cara tertentu dalam
mendukung penerapan budaya
Jawa
c. Sarana dan prasarana yang
digunakan untuk menunjang
kegiatan ekstrakurikuler
3,4,5,6,7,8
197
DOKUMENTASI SEKOLAH
Gambar 3. Pendopo Sekolah Tamansiswa
Gambar 4. Lapangan SD Taman Muda IP Yogyakarta
Gambar 5. HalamanDepan SD Taman Muda IP
198
DOKUMENTASI SEKOLAH
Gambar 6. Kondisi PendopoTamansiswa
Gambar7. Visi Misi Taman Muda Ibu Pawiyatan
Gambar 8. Semboyan Ki Hajar Dewantara yang terdapat pada
dinding ruang guru
199
DOKUMENTASI SEKOLAH
Gambar 9. Kegiatan Salim dengan Guru dan Kepala Sekolah pada
pagi hari
Gambar10. Kegiatanbarisberbaris sebelum memasuki kelas
Gambar 11. Kegiatan bersalaman dengan guru sebelum pulang
sekolah
200
DOKUMENTASI SEKOLAH
Gambar12. Pamong menjelaskan cara membaca aksara jawa dalam
pembelajaranekstrakurikulerbahasa Jawa
Gambar 13. Aksara jawa yang di tulis peserta didik
Gambar 14. Pembelajaran notasi dan gerakan dalam kegiatan
ekstrakurikuler karawitan
201
DOKUMENTASI SEKOLAH
Gambar 15. Peserta didik berlatih menggunakan gamelan dalam
ekstrakurikuler karawitan
Gambar 16. Tari Perang-perangan putra dalam ekstrakurikuler tari
Gambar 17. Tari Lilin untuk peserta didik putri dan putra dalam
ekstrakurikuler tari
202
DOKUMENTASI SEKOLAH
Gambar 18. Peserta didik menyanyikan tembang tak pethik-pethik
dalam ekstrakurikulernembang
Gambar 19. Peserta didik memainkan dolanan jamuran
dalam ekstrakurikulerdolanananak
Gambar 20. Peserta didik memainkan dolanan cublak –cublak
suweng dalam ekstrakurikuler dolanan anak
203
DOKUMENTASI SEKOLAH
Gambar 21.Peserta didik menggambar motif batik truntum
Gambar22. Peserta didik menggambar dan memberi warna motif
batik truntum dalam ekstrakurikulermembatik
204
205
206