kebijakan penyertaan modal daerah terhadap bumd...
TRANSCRIPT
KEBIJAKAN PENYERTAAN MODAL DAERAH TERHADAP BUMD
KOTA TANJUNGPINANG
(Studi pada PT. Tanjungpinang Makmur Bersama Tahun 2010-2015)
NASKAH PUBLIKASI
Oleh:
MENA ELVINA
NIM : 130565201026
PROGRAM STUDI ILMU PEMERINTAHAN
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS MARITIM RAJA ALI HAJI
TANJUNGPINANG
2017
1
Abstrak
Salah satu BUMD yang dimiliki Kota Tanjungpinang adalah PT.
Tanjungpinang Makmur Bersama (PT. TMB). Dalam perjalanannya Pemko
adalah pemilik saham dari PT. TMB tersebut. Dalam hal ini Pemko
Tanjungpinang telah memberikan penyertaan modalnya sebanyak tiga kali yakni
di tahun 2010, 2012, dan 2015. Sejak berdirinya PT. TMB yakni pada tahun 2010,
PT. TMB belum pernah memberikan kontribusi PAD nya terhadap daerah.
Padahal Pemko telah memberikan modal sebesar Rp. 6.600.000.000. Adapun
tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi
perumusan kebijakan penyertaan modal daerah terhadap PT. TMB pada tahun
2010, 2012, dan 2015 dengan menggunakan teori Nigro and Nigro. Metode yang
digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif kualitatif dengan
informan sebanyak 10 orang serta menggunakan teknik dan alat pengumpulan
data berupa observasi, wawancara, dan dokumentasi.
Hasil penelitian ditemukan bahwa dalam penelitian ini yakni kebijakan
penyertaan modal daerah terhadap PT. TMB Kota Tanjungpinang pada tahun
2010 terlaksana secara baik, hal ini karena tidak ada faktor-faktor negatif yang
mempengaruhi perumusannya. Penyertaan modal pada tahun 2010 ialah
pemberian modal dasar yang berguna untuk pembentukan awal dan pembenahan
PT. TMB yang baru diserahkan oleh Pemkab Bintan. Sedangkan pada tahun 2012,
pelaksanaan perumusannya dikatakan kurang baik karena ada beberapa faktor
yang mempengaruhi yakni berupa tekanan dari luar, pengaruh sifat pribadi dan
pengaruh kelompok luar. Pengaruh tersebut berasal dari partai politik, kelompok
masyarakat pengguna jasa lapak BUMD serta pengutamaan kepentingan pribadi
perumus kebijakan. Pada tahun 2015, pelaksanaannya sudah berjalan baik, karena
tidak ada faktor negatif yang mempengaruhinya. Penyertaan modal pada tahun
2015 ini merupakan penyertaan modal yang dilakukan untuk menyelesaikan
permasalahan eks karyawan Bintan yang menuntut pesangon.
Kata Kunci: Kebijakan Publik, BUMD, Penyertaan Modal
2
Abstract
One of BUMD owned by Tanjungpinang is PT. Tanjungpinang Makmur
Bersama (PT. TMB). Pemko is the stock owner of the PT. TMB. In this case,
Pemko Tanjungpinang has provided capital investment three times in 2010, 2012,
and 2015. Since the establishment of PT. TMB in 2010, PT. TMB have never
contributed their PAD toward the region. Whereas, Pemko has provided capital
amounting to Rp. 6,600,000,000. The purpose of this research is to know the
factors that influence the formulation of the policy of capital area inclusion
against PT. TMB in 2010, 2012, 2015, and by using the theory of Nigro and
Nigro. The methods used in this research is qualitative descriptive methods with
informants as many as 10 people. It used the techniques and instruments of data
collection in the form of observation, interview, and documentation.
The result of this research showed that a policy of capital area inclusion
against PT. TMB at Tanjung Pinang in 2010 was done well. This is happened
because there are no negative factors affecting their definitions. The inclusion of
capital in 2010 is the granting of authorized capital for initial formation and
revamping the new PT. TMB submitted by Bintan District. Whereas, in 2012, the
implementation of their definitions are said to be less good because there are
several factors that affect i.e. the pressure from outside, the influence of personal
traits and outside groups. The influences come from political parties, community
of BUMD service users and personal interests of the policy makers. In 2015, its
implementation is already running good, as there are no negative factors which
affected it. The inclusion of capital in 2015 is the inclusion of capital committed to
solve the ex employee of Bintan who demanded severance.
Keywords: Public Policy, BUMD, Government Capital
1
A. PENDAHULUAN
Sejak diberlakukannya
otonomi daerah pada tahun 1999,
daerah dengan segala kemampuan
dan sumber daya yang ada mulai
mengembangkan daerah otonomnya
secara mandiri. Pelaksanaan otonomi
daerah merupakan fokus penting
dalam meningkatkan kesejahteraan
masyarakat sesuai dengan potensi
dan kekhasan daerahnya masing-
masing. Adapun konsekuensi DARI
diberlakukannya otonomi daerah
adalah daerah harus mampu
meningkatkan pendapatannya,
karena tingginya pendapatan daerah
akan berpengaruh besar pada
kesejahteraan masyarakatnya. Maka
dari itu pemerintah daerah
melakukan berbagai usaha untuk
memperbesar penerimaan, salah
satunya yaitu meningkatkan
Pendapatan Asli Daerah (PAD).
Salah satu yang menjadi
unsur penting dalam PAD adalah
hasil pengelolaan kekayaan daerah
yang dipisahkan, yang dalam hal ini
berupa Bagian Laba atas Penyertaan
Modal Pada Perusahaan Milik
Daerah atau sering disebut dengan
Badan Usaha Milik Bersama
(BUMD). Badan Usaha Milik
Daerah yang selanjutnya disingkat
BUMD adalah badan usaha yang
seluruh atau sebagian besar
modalnya dimiliki oleh Daerah.
BUMD didirikan berdasarkan
peraturan daerah, dengan tujuan
untuk menggerakkan perekonomian
daerah serta menjadi pemasok dana
di dalam pendapatan daerah. Dengan
demikian, BUMD tidak dapat
diremehkan keberadaannya karena
kontribusi laba dari BUMD akan
meningkatkan pendapatan dan secara
otomastis akan meningkatkan
kesejahteraan masyarakat.
Kontribusi BUMD terhadap
PAD sangat diperlukan dalam hal
ini, karena Pemerintah Daerah telah
menanamkan modal besar kepada
BUMD dan Pemerintah Daerah
selaku investor terbesar berhak
memperoleh laba dari BUMD setiap
tahunnya. Begitu pula dengan
BUMD Kota Tanjungpinang. BUMD
yang ada di Kota Tanjungpinang
masih belum memiliki kontribusi
besar terhadap PAD Kota
Tanjungpinang. Padahal, tujuan dari
pembentukan BUMD ini adalah
untuk meningkatkan untuk
menggerakkan perekonomian daerah
serta menjadi pemasok dana di dalam
pendapatan daerah.
Tanjungpinang, memiliki dua
BUMD yakni Perusahaan Daerah
Bank Perkreditan Rakyat Bestari (PD
BPR Bestari) dan PT. Tanjungpinang
Makmur Bersama (PT. TMB).
Namun, berdasarkan data yang ada,
PT. TMB yang berdiri sejak tahun
2010 belum memberikan kontribusi
laba terhadap PAD Kota
Tanjungpinang. Hal ini terlihat jelas
pada tabel Kontribusi Laba BUMD
PT. TMB Terhadap PAD Kota
Tanjungpinang berikut:
2
Tabel 1.1
Kontribusi Laba BUMD PT. TMB
Terhadap PAD Kota
Tanjungpinang Tahun 2010-2015
Sumber : DPPKAD Kota Tanjungpinang
2016, data diolah
Dari tabel di atas terlihat jelas
bahwa sejak tahun berdirinya BUMD
PT. TMB yakni tahun 2010 hingga
tahun 2015 PT. TMB belum
memberikan kontribusi labanya
terhadap PAD Kota Tanjungpinang.
Bukan hanya itu, PT. TMB juga
selalu mengalami kerugian selama
menjalankan bidang usahanya.
Annisa (2017: 18) mengatakan
bahwa biaya operasional perusahaan
yang tinggi mencapai 100 juta rupiah
per bulan dengan pembiayaan yang
mencapai 135 juta per bulan
membuat BUMD harus mengalami
kondisi rugi. Kerugian yang terjadi
pada BUMD PT. Tanjungpinang
Makmur Bersama juga disebabkan
oleh strategi yang masih belum
terlaksana secara keseluruhan.
Seperti yang dikatakan Nando
(2014:20) bahwa strategi BUMD
hanya matang sampai pada tahap
corporate strategy dan sumberdaya,
namun lemah pada strategi program
dan kelembagaan sehingga perlu
ditingkatkan penataannya. Hal ini
menunjukkan belum tercapainya
tujuan dari Perda No 4 Tahun 2007
tentang BUMD tersebut.
Berdasarkan data
kepemilikan saham PT. TMB,
rincian setoran modal saham
Pemerintah Kota Tanjungpinang
adalah sebagai berikut:
Tabel 1.2
Setoran Modal Saham Pemerintah
Kota Tanjungpinang Terhadap
PT. Tanjungpinang Makmur
Bersama
Tahun 2010-2015
Sumber: Dinas Pendapatan Pengelolaan
Keuangan dan Aset Daerah (DPPKAD)
Kota Tanjungpinang 2017, data diolah
Terlihat jelas berdasarkan
tabel di atas, bahwa Pemerintah Kota
Tanjungpinang telah memberikan
modal sebesar Rp. 6.600.000.000
yang diberikan dalam tiga tahap,
yakni tahun 2010 sebesar Rp.
1.600.000.000, tahun 2012 sebesar
2.500.000.000 dan tahun 2015
sebesar 2.500.000.000. Bukan hanya
modal saham, Pemerintah Kota
Tanjungpinang juga memberikan
aset kepada PT. TMB yakni berupa
pengelolaan terhadap Taman dan
No. Tahun PAD
(Rupiah)
Laba PT.
TMB
(Rupiah)
Kontribusi
(%)
1 2010 53.686.990.525,37 0,00 0
2 2011 68.012.880.681,74 0,00 0
3 2012 82.306.463.814,52 0,00 0
4 2013 110.931.826.514,71 0,00 0
5 2014 125.170.740.485,86 0,00 0
6 2015 122.893.490.240,50 0,00 0
No. Tahun Modal Saham
(Rupiah)
1 2010 1.600.000.000
2 2012 2.500.000.000
3 2015 2.500.000.000
Jumlah 6.600.000.000
3
Kios Anjung Cahaya di Jl. Agus
Salim, Melayu Square dan Ocean
Corner Tepi Laut tanjungpinang,
Pasar Baru I, Pasar Baru II, Pasar
Bestari Bintan Center, serta Akau
Potong Lembu.
Dalam hal ini, Pemerintah
Kota Tanjungpinang memberikan
kepercayaan kepada PT. TMB untuk
mengelola aset tersebut agar menjadi
lebih teratur dan dapat menghasilkan
laba bagi PT. TMB. Namun, pada
kenyataannya PT. TMB belum juga
memberikan labanya terhadap PAD
Kota Tanjungpinang. Padahal, jika
dilihat, aset pasar dan akau yang
diberikan pemerintah kota sangat
potensial untuk menghasilkan
pendapatan bagi PT. TMB.
Meskipun PT. TMB bukanlah
satu-satunya sumber pendapatan
daerah Kota Tanjungpinang, namun
keberadaannya sangat potensial
untuk membantu percepatan
pembangunan daerah dan dapat
mengurangi ketergantungan terhadap
pemerintah pusat. Investasi dari
Pemerintah Tanjungpinang inilah
yang nantinya akan diolah oleh
BUMD sehingga menghasilkan laba
setiap tahunnya dan pembagian laba
tersebut akan kembali kepada PAD
Kota Tanjungpinang.
Berdasarkan pemaparan
masalah di atas, maka peneliti
tertarik untuk melakukan penelitian
lebih dalam terhadap BUMD PT.
Tanjungpinang Makmur Bersama
berkaitan dengan faktor-faktor apa
yang mempengaruhi perumusan
kebijakan penyertaan modal
Pemerintah Kota Tanjungpinang
terhadap BUMD PT. Tanjungpinang
Makmur Bersama tahun 2010, 2012
dan 2015.
B. LANDASAN TEORI
a. Kebijakan Publik
Secara umum, kebijakan
sering dikaitkan dengan undang-
undang, peraturan, program dan
keputusan publik. Namun untuk
memahami lebih lanjut, pengertian
kebijakan publik diperjelas oleh
beberapa ahli, diantaranya yakni
pendapat Anderson dalam Wahab
(2015:8) bahwa kebijakan itu adalah
suatu langkah tindakan yang secara
sengaja dilakukan oleh seorang aktor
atau sejumlah aktor berkenaan
dengan adanya masalah atau
persoalan tertentu yang dihadapi.
Sedangkan menurut Anggara
(2014:14), kebijakan publik (public
policy) merupakan rangkaian pilihan
yang lebih kurang saling
berhubungan (termasuk keputusan-
keputusan yang tidak bertindak)
yang dibuat oleh badan dan pejabat
pemerintah.
Dye dalam Suharto (2005:44)
mengatakan bahwa kebijakan Negara
adalah Whatever government choose,
to do or not to do yang artinya
kebijakan Negara adalah apapun
yang diambil pemerintah baik
melakukan sesuatu itu atau tidak
melakukan sama sekali. Yang
diartikan bahwa melakukan sesuatu
4
menjadi keputusan, maka tidak
melakukan apa-apa sama sekali
adalah juga keputusan, karena
pemerintah sebagai pihak yang
memiliki kekuasaan (karena
membawahi polisi, militer, jaksa, dan
berbagai pemegang pengamanan dan
ketertiban) dapat saja mencegah
segala sesuatu seperti kebakaran,
pencurian, perjudian, dan berbagai
kriminalistas, dan apabila hanya
diam akan dianggap sengaja
melindunginya untuk maksud
materialistik (Syafiie, 2014:355).
Namun, menurut Wahab
(2015:14), meskipun pengertian
kebijakan yang dikatakan Dye cukup
akurat, tapi tidak cukup memadai
untuk mendeskripsikan substansi
atau esensi kebijakan publik yang
sesungguhnya. Dengan pemaknaan
yang seperti yang digagas oleh Dye
itu, kemungkinan akan menimbulkan
kerancuan tertentu.
Nugroho (2012:30)
mengatakan kebijakan publik
menentukan bentuk suatu kehidupan
setiap bangsa dan Negara. Semua
Negara menghadapi masalah yang
relatif sama, yang berbeda adalah
bagaimana respon terhadap masalah
tersebut. Respon ini yang disebut
sebagai kebijakan publik.
Kebijakan publik bersifat
sangat penting, eksistensinya tidak
dapat dilepaskan dalam kehidupan
bernegara. Pemerintah yang
memiliki otoritas mengatur sebuah
Negara akan mengutamakan
kebijakan publik untuk memecahkan
setiap masalah yang dihadapi dalam
kehidupan bermasyarakat. Kebijakan
yang diambil tentu masih dalam
koridor mereka tanpa mengganggu
atau pun bertolak belakang dengan
kebijakan yang lainnya.
b. Perumusan Kebijakan Publik
Kebijakan publik tidak
muncul begitu saja, ada proses yang
dilalui sehingga menghasilkan
sebuah kebijakan yang memiliki arti
penting dalam kehidupan
masyarakat. Perumusan kebijakan
merupakan tahap terpenting untuk
menghasilkan suatu kebijakan yang
tepat. Hal ini dikemukan oleh
Nugroho (2012:539), bahwa
perumusan kebijakan publik adalah
inti dari kebijakan publik karena di
sini dirumuskan batas-batas
kebijakan itu sendiri.
Dalam perumusan kebijakan
publik banyak faktor yang harus
diperhatikan karena hal ini
menyangkut kehidupan masyarakat
luas. Sehingga dalam perumusannya,
kebijakan tersebut dibuat bukanlah
untuk kepentingan golongan politisi
saja, melainkan untuk meningkatkan
kesejahteraan masyarakat luas demi
terciptanya keamanan dalam
kehidupan bernegara.
c. Perumus Kebijakan
Menurut Ali dkk (2012:53)
perumus kebijakan adalah mereka
para pemegang otoritas atau lembaga
yang karena otoritas dimilikinya
5
dapat menjadi perumus kebijakan
yaitu tidak saja mereka yang
dikategorikan sebagai pembuat
kebijakan akan tetapi mereka yang
mengamankan kebijakan serta
sekaligus mereka para kelompok
sasaran dalam berbagai
karateristiknya. Lembaga pembuatan
kebijakan meliputi lembaga
legislatif, lembaga eksekutif, para
administrator dan kehakiman
walaupun masing-masing
mewujudkan tugas pembuatan
kebijakan yang saling berbeda
sebagai mana dijelaskan ringkas di
bawah ini:
1. Lembaga legislatif, sebagaimana
ajaran Montesquie dan para
pemikir filsafat sezaman
menegaskan sebagai lembaga
pembuat aturan perundang-
undangan. Namun jika
memperhatikan proses kegiatan
yang berlangsung, proses yang
berkenaan dengan perbuatan
berpikir yang dilakukan oleh
anggotanya dalam suatu sistem
yang diperlukan, sesungguhnya
mereka bekerja dalam
konsentrasi dengan tugas pusat
politik dari pembentukan hukum
dan menetapkan kebijakan dalam
sistem politik.
2. Lembaga eksekutif, teori
Montesquie yang dikenal dengan
Trias Politika, teori yang
membagi kekuasaan dalam
penyelenggaraan pemerintahan
atas tiga bidang kekuasaan, satu
di antaranya adalah bidang
eksekutif. Teori ini memberikan
arahan berpikir bahwa kekuasaan
eksekutif adalah bidang yang
bersangkut paut dengan
pelaksanaan aturan yang dibuat
oleh bidang legislative, tegasnya
sebagai bidang yang
melaksanakan kebijakan publik
yang dibuat oleh lembaga
legislatif, kebijakan yang bersifat
stratejik yang secara actual
dirumuskan dalam bentuk
Undang-Undang. Namun,
keberadaan lembaga eksekutif
tidak saja sebagai lembaga
pelaksana kebijakan stratejik,
tetapi dalam lokus kebijakan
karena otoritas yang diemban dan
dimilikinya memungkin pula
lembaga ini dapat berkedudukan
sebagai pembuat kebijakan
publik.
3. Agen-agen (pelaku-pelaku)
administrasi. Pada dewasa ini,
keberadaan badan administrasi
menjadi mutlak karena politik
dan administrasi berkedudukan
dalam teori sistem adalah saling
berhubungan dan malah
berinteraksi dalam sistem yang
lebih luas. Oleh karena itu badan
administrasi berkedudukan
sebagai agen administrasi yang
menjadi bagian dari
pengembangan kebijakan publik.
Menurut Agustino (2012: 34),
instansi administrasi pun
merupakan sumber utama
susulan perundang-undangan
dibuat dalam suatu sistem politik.
6
Lebih jauh lagi, instansi
administrasi tidak hanya mampu
mengusulkan perundangan yang
dibutuhkan/diinginkan tetapi,
lebih dari itu, secara aktif mereka
mendekati dan berusaha untuk
mendesakkan penggunaannya.
Oleh karena itu, benar sekali bila
sebuah dictum mengatakan,
bahwa “kebijakan tergantung
pada kemurahan hati
administraturnya.”
4. Partisipator tidak resmi, di dalam
proses pembuatan kebijakan
publik sangat diperlukan
informasi sebanyak-banyaknya
dari berbagai sumber seperti para
kelompok pemerhati yang
biasanya terhimpun dalam
lembaga swadaya masyarakat,
organisasi partai politik,
organisasi masa, organisasi
profesi, media komunikasi dan
bias mungkin para penduduk.
Keikutsertaan mereka dalam
proses, menempatkan mereka
sebagai pembuat kebijakan
public namun harus dipandang
sebagai para partisipator yang
tidak resmi. Oleh karena itu, apa
yang disebut pelaku kebijakan
(stakehorder) adalah semua yang
terlibat dalam kebijakan baik
pada perumusan, maupun pada
implementasi.
d. Penyertaan Modal
Penyelenggaraan pemerintah
daerah yang bertujuan untuk
meningkatkan kesejahteraan
masyarakat tidak akan berhasil tanpa
adanya dukungan dana dari
Pemerintah Daerah. Untuk
meningkatkan Pendapatan Asli
Daerah (PAD), maka pemerintah
harus kreatif menggunakan keuangan
daerah yang ada. Salah satu cara
yang dilakukan daerah untuk
meningkatkan PAD adalah dengan
melakukan penyertaan modal
terhadap perusahan-perusahaan
daerah seperti Badan Usaha Milik
Bersama (BUMD).
Berdasarkan Perda Kota
Tanjungpinang Nomor 11 Tahun
2005 tentang Penyertaan Modal
Daerah Pada Pihak Ketiga, bahwa
Penyertaan modal daerah adalah
setiap usaha dalam menyertakan
modal Daerah pada suatu usaha
bersama dengan pihak ketiga dan
atau pemanfaatan modal daerah oleh
pihak ketiga dengan suatu imbalan
tertentu yang bertujuan untuk
meningkatkan pertumbuhan ekonomi
daerah, menambah pendapatan
Daerah dan untuk meningkatkan
kesejahteraan masyarakat. Maka dari
itu, peran dari pihak ketiga yang
mendapat penyertaan modal daerah
haruslah berperan guna mendapatkan
laba sehingga dapat meningkatkan
PAD Kota Tanjungpinang.
Penyertaan modal daerah
yang berupa uang dianggarkan dalam
APBD dan dilaksanakan dengan
peraturan atau keputusan walikota.
Penyertaan modal daerah yang telah
masuk dalam APBD harus
7
dirapatkan kembali untuk
mendapatkan persetujuan. Hasil
usaha berupa laba yang diperoleh
oleh pihak ketiga menjadi hak daerah
kemudian disetor ke kas daerah dan
menjadi salah satu sumber
pendapatan daerah.
e. Badan Usaha Milik Daerah
(BUMD)
Berkaitan dengan
kewenangan Pemerintah Daerah
dalam mewujudkan otonomi daerah
yang baik, daerah akan dituntut
untuk mampu menghasilkan sumber
pendapatan di berbagai bidang. Salah
satu yang dilakukan daerah adalah
dengan membentuk perusahaan
daerah. Adapun berdasarkan
Undang-Undang Nomor 5 Tahun
1962 tentang Perusahaan Daerah,
tujuan dari Perusahaan Daerah
adalah untuk turut serta
melaksanakan pembangunan daerah
khususnya, dan pembangunan
ekonomi nasional umunya, dalam
rangka ekonomi terpimpin untuk
memenuhi kebutuhan rakyat dengan
mengutamakan industrialisasi dan
ketentraman serta kesengan kerja
dalam perusahaan, menuju
masyarakat yang adil dan makmur.
Perusahaan daerah yang kita
kenal adalah Badan Usaha Milik
Daerah (BUMD). Berdasarkan Perda
Kota Tanjungpinang Nomor 4 Tahun
2007 tentang Badan Usaha Milik
Daerah, bahwa BUMD sebagai unit
ekonomi yang tidak dapat dipisahkan
dari sistem ekonomi daerah,
bertujuan membantu dan menunjang
kebijakan umum Pemerintah Daerah
dalam rangka meningkatkan
kesejahteraan masyarakat dengan
mengusahakan bidang ekonomi.
Selain itu, BUMD didirikan
dengan maksud untuk menggali
potensi ekonomi daerah sebagai
sumber Pendapatan Asli Daerah,
menciptakan iklim kondusif sehingga
memberikan rasa aman dalam
berinvestasi, serta menjadi
penggerak ekonomi daerah. Tidak
hanya sebatas itu, tujuan dari BUMD
ini juga untuk menciptakan
kesempatan kerja dan peluang usaha
guna meningkatkan kesejahteraan
masyarakat.
Dalam menjalankan
usahanya, BUMD menggunakan
sebagian besar modal dari
Pemerintah Daerah. Pemerintah
Daerah memiliki seluruh atau
sekurang-kurangnya 51% (lima
puluh satu persen) yang berasal dari
APBD berupa kekayaan daerah yang
dipisahkan atau sumber dana yang
sah lainnya. Dengan demikian,
Pemerintah Daerah adalah pemegang
saham terbesar dalam sebuah BUMD
dan berhak mendapatkan 40% dari
laba bersih yang akan dimasukkan ke
kas daerah sebagai Pendapatan Asli
Daerah.
Dengan demikian, fungsi
BUMD sangat mempengaruhi
kesejahteraan masyarakat dalam
8
bidang pembangunan dan
perekonomian. Dengan adanya
BUMD dirasa mampu menaikkan
gairah perekonomian di masyarakat
sehingga akan mempengaruhi kas
masuk dalam PAD.
C. METODE PENELITIAN
a. Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini adalah
penelitian deskriptif dengan
menggunakan pendekatan kualitatif.
dalam penelitian deskriptif ini
peneliti hanya melihat gambaran
mengenai fenomena-fenomena yang
terjadi di tengah masyarakat,
khususnya mengenai penyertaan
modal daerah terhadap BUMD Kota
Tanjungpinang terkhusus PT.
Tanjungpinang Makmur Bersama.
b. Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian ini secara
khusus dilakukan di PT.
Tanjungpinang Makmur Bersama.
Alasan memilih lokasi tersebut
adalah karena PT. Tanjungpinang
Makmur Bersama adalah salah satu
bidang usaha yang mendapat
penyertaan modal dari daerah. Selain
itu adalah di DPRD Kota
Tanjungpinang Tanjungpinang
selaku pejabat publik yang
membahas mengenai penyertaan
modal daerah.
c. Sumber dan Jenis Data
Sumber dan jenis data dalam
penelitian ini adalah berupa data
primer dan data sekunder. Data
primer yaitu data yang diperoleh
langsung dari informan melalui
wawancara. Dengan wawancara
mendalam, bisa digali apa yang
tersembunyi disanubari seseorang,
apakah yang menyangkut masa
lampau, masa kini, maupun masa
depan (Bungin, 2012:67). Data
Sekunder yaitu data yang diperoleh
tidak melalui wawancara, melainkan
dari sumber lain berupa dokumen-
dokumen dan literatur, seperti
gambaran umum lokasi penelitian,
data uraian tugas serta struktur
organisasi berkaitan dengan lembaga
terkait yakni PT. Tanjungpinang
Makmur Bersama dan DPRD Kota
Tanjungpinang.
d. Teknik dan Alat Pengumpulan
Data
1. Observasi, Observasi atau
pengamatan menurut Narbuko
dan Achmadi (2013:70) adalah
“alat pengumpulan data yang
dilakukan cara mengamati dan
mencatat secara sistemik gejala-
gejala yang diselidiki.” Untuk
teknik observasi atau
pengamatan, dilakukan secara
langsung dilapangan berkenaan
dengan evaluasi penyertaan
modal daerah terhadap BUMD
Kota Tanjungpinang yakni PT.
9
Tanjungpinang Makmur
Bersama.
2. Wawancara, Wawancara
merupakan kegiatan tanya jawab
yang dilakukan oleh dua orang
guna menggali informasi
tertentu. Menurut Saebani (2008:
190) “Wawancara digunakan
sebagai teknik pengumpulan data
apabila peneliti ingin melakukan
studi pendahuluan untuk
menemukan permasalahan yang
harus diteliti, tetapi juga apabila
peneliti ingin mengetahui hal-hal
dari responden yang lebih
mendalam”.
Dalam penelitian ini
wawancara akan ditujukan pada
Walikota Tanjungpinang,
Komisaris PT. TMB, direktur PT.
TMB, TAPD serta anggota
DPRD komisi II, dikarenakan
pihak-pihak tersebut adalah pihak
yang mengetahui jelas tentang
masalah yang akan akan diteliti.
D. PEMBAHASAN
PT. Tanjungpinang Makmur
Bersama (PT. TMB) adalah salah
satu BUMD yang dimiliki oleh
Tanjungpinang. Seperti yang sudah
dijelaskan pada bab sebelumnya
bahwa PT. TMB telah memperoleh
suntikan modal sebesar
6.600.000.000 sejak tahun berdiri
yakni 2010-2015. Penyertaan modal
terhadap sebuah BUMD yang dalam
hal ini adalah PT. TMB merupakan
hal yang sangat penting. Modal
sebagai faktor pendukung yang
paling penting tidak dapat
dipinggirkan dalam fungsinya karena
dalam menjalankan sebuah kegiatan
usaha tidak mungkin tanpa adanya
modal.
Dengan adanya modal,
pimpinan perusahaan beserta direksi
dapat menyusun berbagai program
maupun kegiatan usaha yang
strategis dan berpeluang sehingga
mengarahkan pada tujuan yang lebih
jelas dan dapat dicapai. Tidak hanya
itu, penyertaan modal yang
dilakukan juga dapat menjadi
tabungan bagi Pemko untuk
menambah Pendapatan Asli
Daerahnya (PAD) melalui
pembagian dividen.
Maka dari itu, dalam proses
perumusan anggaran penyertaan
modal tentu ada berbagai faktor yang
mempengaruhinya. Meskipun hal itu
akan mempengaruhi hasil keputusan
yang diambil, namun tetap saja
berbagai faktor baik dari luar
maupun dalam akan tetap
mempengaruhi. berikut dijelaskan
faktor-faktor yang mempengaruhi
perumusan kebijakan penyertaan
modal pada PT. TMB tahun 2010,
2012, dan 2015.
10
a. Adanya Pengaruh Tekanan
Dari Luar
Pada hakikatnya, perumusan
sebuah kebijakan haruslah
memperhatikan segala alternatif yang
rasional tanpa adanya tekanan-
tekanan dari luar yang
mempengaruhi, karena ia merupakan
proses untuk menciptakan sebuah
kebijakan yang rasional dan
mewujudkan masyarakat yang
sejahtera. Namun pada
kenyataannya, perumusan sebuah
kebijakan tidak dapat dipisahkan dari
dunia nyata, sehingga tekanan-
tekanan dari luar masih ikut
berpengaruh.
Pada Tahun 2010, Berdasarkan
Peraturan Daerah Kota
Tanjungpinang Nomor 4 Tahun 2007
tentang Badan Usaha Milik Daerah,
Pemerintah Kota Tanjungpinang
mendirikan sebuah BUMD yang
diberi nama PT. Tanjungpinang
Makmur Bersama sekaligus
melakukan penyertaan modal pada
tahun yang sama sebesar
Rp.1.600.000.000. Dalam proses
perumusan kebijakan penyertaan
modal tersebut tidak terdapat
pengaruh tekanan dari luar, hal ini
dikarenakan penyertaan modal pada
tahun 2010 merupakan penyertaan
modal dasar yang ditujukan untuk
pembentukan awal PT. TMB. Dan
penyertaan modal yang dilakukan
pun dalam hal usaha perusahaan
sehingga tidak terdapat tekanan dari
pihak manapun. Tahun 2010 adalah
tahun pembentukan PT. TMB yang
merupakan awal dari terwujudnya
keinginan Pemerintah Kota
Tanjungpinang memiliki Sebuah
BUMD yang nantinya akan
membantu perekonomian
Tanjungpinang. Pemerintah pada
tahun tersebut memberikan
penyertaan modal terhadap PT. TMB
dengan tujuan untuk pembentukan
perusahaan tersebut, meskipun PT.
TMB pada saat itu tidaklah kosong
melainkan limpahan dari Pemkab
Bintan, namun tetap saja harus ada
perbaikan yang harus dilakukan
terhadap perusahaan tesebut.
Penyerahan aset yang
dilakukan Pemerintah Kabupaten
Bintan pada saat itu mengharuskan
Pemko Tanjungpinang mengeluarkan
anggaran lebih untuk PT. TMB.
Keadaan kantor serta aset yang tidak
lagi mampu menopang kegiatan
perusahaan harus segera
direvitalisasi guna mendukung
perkembangan perusahaan plat
merah tersebut. Pembenahan tidak
hanya dilakukan pada kantor saja,
tetapi juga pada aset yang akan
dikelola yaitu pasar. Pembenahan
yang dilakukan bukanlah tanpa
tujuan, dengan melakukan
pembenahan maka akan menambah
pendapatan perusahaan.
Pada tahun 2012, Pemerintah
Kota Tanjungpinang kembali
memberikan penyertaan modal
terhadap PT. TMB sebesar 2,5
milyar. Hal ini menimbang
11
bahwasannya pada tahun tahun 2012
merupakan tahun dimana PT. TMB
masih dalam merugi dan belum bisa
memberikan dividennya pada
Pemerintah Kota Tanjungpinang.
Kerugian PT. TMB pada saat itu
disebabkan oleh biaya operasional
yang besar dan tidak mampu ditutupi
oleh pendapatan perusahaan.
Berdasarkan analisa peneliti,
perumusan kebijakan penyertaan
modal pada PT. TMB tahun 2012
terdapat tekanan dari luar. Tekanan
dari luar yang dimaksud adalah
tekanan yang diberikan oleh
kelompok masyarakat pengguna
lapak BUMD dalam hal tarif sewa
lapak usaha dan tekanan politis yang
diberikan oleh partai politik.
Kecilnya penghasilan yang
diperoleh oleh PT. TMB dalam
mengelola pasar menjadikan PT.
TMB harus mampu mencari jalan
lain untuk meningkatkan
pendapatannya. Kegiatan usaha yang
dilakukan pada saat itu adalah
dengan usaha tower, semen dan lain
sebagainya. Maka dari itu Pemko
Tanjungpinang menyertakan modal
sebesar 2,5 M untuk pengembangan
bisnis tersebut. Rendahnya
pendapatan PT. TMB dari aset pasar
disebabkan oleh tarif sewa lapak
yang rendah. Keengganan PT. TMB
untuk menaikkan tarif tersebut
disebabkan oleh fungsi sosial yang
melekat pada PT. TMB. Jika dilihat
secara professional, maka PT. TMB
yang merupakan sebuah perusahaan
haruslah mengedepankan fungsi
profitnya, karena mereka memiliki
kewajiban memberikan dividen
terhadap Pemko Tanjungpinang.
Namun dilain sisi, PT. TMB juga
harus melaksanakan fungsi sosial,
hal ini karena pengelolaan pasar
berada di PT. TMB dan sudah
diketahui bahwa PT. TMB adalah
milik Pemko Tanjungpinang.
Sulitnya menaikkan tarif
sewa pasar pada saat itu dikarenakan
mengingat bahwa pengguna jasa
lapak di pasar adalah masyarakat
kelas menengah ke bawah. Dengan
tetap menjaga fungsi sosial agar
tidak terjadi pergejolakan, maka pada
saat itu PT. TMB lebih memilih
usaha lain yang tidak bersinggungan
dengan pasar. Dengan demikian PT.
TMB dapat dengan professional
mengelola bisnis baru tanpa ada
tekanan dari pengguna lapak di
pasar.
Selain itu, tekanan dari luar
yang terlihat pada tahun 2012 adalah
berupa tekanan politis yang dalam
hal ini dilakukan oleh partai politik.
Partai politik merupakan salah satu
aktor tidak resmi dalam perumusan
kebijakan. Dalam prosesnya, partai
politik mampu mempengaruhi
keputusan yang diambil oleh para
pembuat kebijakan. Yang dalam hal
ini akan memberikan keuntungan
baik secara politis maupun pribadi.
Kuatnya pengaruh partai politik
dalam perumusan kebijakan,
menjadikan suatu kebijakan yang
dihasilkan akan memberikan
12
keuntungan tersendiri bagi kelompok
tersebut. Dengan demikian
kepentingan secara umum yang
menyangkut masyarakat luas
terabaikan karena terkalahkan oleh
tekanan yang kuat dari partai politik
tersebut. Partai politik baik secara
langsung maupun tidak langsung
memberikan berbagai tekanan
terhadap wakilnya yang mendapat
kursi. Dengan demikian, tujuan
partai politik dalam mempengaruhi
kebijakan dapat dilakukan.
Dalam hal ini, sangat jarang
diakui secara langsung oleh para
pembuat keputusan bahwasannya
terdapat pengaruh dari partai politik,
sebagian dari mereka menyangkal
dan mengatakan bahwa tidak
terdapat tekanan dari partai politik.
Namun proses demokrasi tidak bisa
menutupi hal tersebut. Dengan
demikian, pada tahun 2012,
penyertaan modal terhadap PT. TMB
dipengaruhi oleh tekanan dari partai
politik. Tekanan yang akan
mempengaruhi perumusan kebijakan
publik, baik itu menjadi pilihan yang
rasional maupun tidak rasional sama
sekali.
Pada penyertaan modal tahun
2015 diberikan atas dasar tekanan
secara hukum yang mengharuskan
PT. TMB untuk menyelesaikan kasus
pesangon eks karyawan Bintan
tersebut. Masalah ini bermula ketika
Pemerintah Kabupaten Bintan
menyerahkan aset BUMD PT. BIS
(PT. Bintan Inti Sukses) kepada
Pemko Tanjungpinang. Aset yang
diterima tersebut termasuk
pelimpahan 39 orang karyawan yang
kemudian dikelola oleh BUMD Kota
Tanjungpinang yakni PT. TMB.
Kemudian PT. TMB melakukan
Pemutusan Hubungan Kerja (PHK)
terhadap 39 karyawan tersebut,
sehingga para karyawan menuntut
pesangon.
Proses yang panjang untuk
menentukan siapa yang harus
membayar pesangon 39 karyawan
tersebut pada akhirnya memastikan
bahwa PT. TMB lah yang harus
menyelesaikan masalah tersebut.
Atas dasar hal itulah, Pemerintah
Kota Tanjungpinang bersama DPRD
menyetujui penyertaan modal 2,5 M
di tahun 2015 untuk penyelesaian
pembayaran pesangon eks karyawan
Bintan tersebut.
Dengan demikian, tekanan
yang mempengaruhi penyertaan
modal terhadap PT. TMB pada tahun
2015 adalah tekanan secara hukum
yakni gugatan dari kelompok eks
karyawan Bintan yang menuntut
pembayaran pesangon mereka.
Tekanan tersebut memaksa
pemerintah Kota Tanjungpinang
untuk menganggarkan penyertaan
modal terhadap PT. TMB guna
menyelesaikan masalah hukum
tersebut.
13
b. Adanya Pengaruh Kebiasaan
Lama
Pada tahun 2010, modal yang
diberikan Pemko Tanjungpinang
adalah modal dasar yang
diperuntukkan dan digunakan untuk
pembentukan awal PT. TMB itu
sendiri. Tahun 2010 yang mana
merupakan tahun terbentuknya PT.
TMB, menjadi tahun dimana segala
persiapan untuk membentuk
perusahaan plat merah tersebut.
Modal yang diberikan 1,6 milyar
merupakan modal dasar yang
digunakan untuk pembentukan
direksi, membeli perlengkapan dan
peralatan yang dibutuhkan kantor,
serta sebagainya yang dianggap perlu
pada saat itu.
Pembentukan sebuah
perusahaan tidaklah mungkin tanpa
adanya penyertaan modal. Fungsi
penyertaan modal yang sangat
penting tersebut akan menjadi awal
terbentuknya PT. TMB. Pemberian
modal dasar dalam membangun
sebuah badan usaha adalah hal yang
wajar dilakukan, apalagi dengan
kondisi badan usaha yang tidak
optimal. Tidak kondusifnya aset
yang diserahkan oleh Bintan
terhadap Pemko Tanjungpinang yang
dalam hal ini adalah PT. TMB,
menjadikan PT. TMB harus
melakukan pembenahan guna
mengoptimalkan kembali aset-aset
yang diterima. Maka dari itu, Pemko
Tanjungpinang menyediakan
anggaran 1,6 M untuk proses
pembentukan, pembenahan dan
melengkapi peralatan kantor.
Dengan demikian, bahwa
penyertaan modal tahun 2010 yakni
sebesar 1,6 milyar digunakan untuk
modal awal pembentukan PT. TMB
tersebut. Berbeda pada tahun 2012,
penyertaan modal kembali diberikan
kepada PT. TMB yakni sebesar 2,5
milyar. Penyertaan modal tersebut
berbeda tujuannya dengan
penyertaan modal yang sebelumnya
yakni pada tahun 2010. Penyertaan
modal pada tahun 2012 ditujukan
untuk pembentukan usaha-usaha
baru yang akan dikelola oleh PT.
TMB. Ini dilakukan karena melihat
usaha yang ada pada PT. TMB masih
terbilang minim yakni berupa
pengelolaan pasar di Tanjungpinang.
Maka dari itu, Pemko bersama
DPRD menyetujui penambahan
modal guna membangun usaha lain
yang dianggap mampu menopang
PT.TMB.
Melihat PT. TMB yang masih
merugi saat itu, maka direksi PT.
TMB berinisiatif ingin membangun
beberapa bisnis yang dianggap
mampu memberikan kontribusi pada
daerah. Perencanaan bisnis yang
harus matang dan dianggap layak
harus diajukan oleh direksi kepada
pemegang saham untuk kembali
diberi masukan. Hal ini dikenal
dengan istilah Rapat Umum
Pemegang Saham (RUPS).
14
Pada tahun 2015, penyertaan
modal yang digelontorkan oleh
Pemko adalah sebesar 2,5 M.
penyertaan modal tersebut disetujui
karena pada saat itu ada tuntutan
hukum yang mengharuskan PT.
TMB untuk membayar pesangon eks
karyawan Bintan. Masalah hukum
yang dialami oleh PT. TMB terhadap
eks karyawan Bintan menjadikan
beban tersendiri untuk Pemko
Tanjungpinang. Kekalahan PT. TMB
diranah hukum terhadap kasus eks
karyawan tersebut, mengharuskan
PT. TMB untuk membayar pesangon
tersebut. Maka dari itu, pemerintah
Kota Tanjungpinang menganggarkan
2,5 milyar agar permasalahan
tersebut dapat diselesaikan.
Berdasarkan pernyataan
tersebut, jelas bahwa penyertaan
modal pada tahun 2015 adalah untuk
penyelesaian kewajiban PT. TMB
untuk membayar pesangon eks
karyawan Bintan yang di PHK oleh
PT. TMB. Permasalahan panjang
untuk menentukan siapa yang harus
membayar pesangon eks karyawan
Bintan karena pada dulunya
karyawan tersebut bekerja untuk PT.
BIS, namun setelah penyerahan aset,
maka segala aset termasuk 39
karyawan tersebut juga sudah
menjadi tanggungjawab dari PT.
TMB.
Dengan demikian dapat
disimpulkan bahwa dalam
penyertaan modal Pemko
Tanjungpinang terhadap PT. TMB
tidak ada pengaruh kebiasaan lama,
hal ini dikarenakan penyertaan
modal yang dilakukan memiliki
tujuan yang berbeda di setiap
tahunnya. Pada tahun 2010,
penyertaan modal dilakukan untuk
pembentukan awal PT. TMB yang
baru menerima limpahan aset dari
Bintan, pada tahun 2012 penyertaan
modal dilakukan dengan tujuan
untuk mengembangkan usaha baru
agar dapat mengurangi kerugian saat
itu, karena pada dasarnya
penghasilan yang didapat dari pasar
tidak mampu menutup biaya
operasional perusahaan. Lalu pada
tahun 2015, penyertaan modal
diperuntukkan untuk membayar
pesangon eks karyawan Bintan yang
menuntut melalui jalur hukum. Hal
ini menunjukkan adanya perbedaan
pada kegiatan usaha yang
dikembangkan oleh PT. TMB dari
tahun ke tahun.
c. Adanya Pengaruh Sifat Pribadi
Dalam merumuskan sebuah
kebijakan penyertaan modal, terdapat
sifat pribadi yang mempengaruhinya.
Sifat pribadi tersebut dapat dikatakan
bahwa terdapat kepentingan individu
di setiap proses perumusannya, baik
itu berkaitan dengan stratanya,
jabatan ataupun yang lainnya serta
sifat lain yang secara tidak langsung
ikut mempengaruhi sebuah
keputusan.
Pertimbangan Pemko
menyertakan modal pada PT. TMB
15
yakni awal 2010 adalah hanya untuk
awal pendirian PT. TMB itu sendiri.
Dana yang diberikan Pemko
Tanjungpinang pun bertujuan untuk
membenahi BUMD yang merupakan
limpahan dari Bintan tersebut.
Sehingga dalam hal ini tidak adanya
pengaruh sifat pribadi dari perumus
kebijakan dalam penyertaan modal
PT. TMB. Belum adanya direksi
yang terpilih pada saat itu,
menjadikan Pak Marzul selaku plt
untuk memegang sementara jabatan
sebagai direktur PT. TMB. Dalam
jangka 6 bulan setelah terbentuknya
PT. TMB maka dibentuklah direksi
baru untuk menakhodai perusahaan
plat merah tersebut.
Pada tahun 2012,
pembahasan penyertaan modal
terhadap PT. TMB kembali terjadi.
Usaha PT. TMB saat itu untuk
meyakinkan DPRD berbuah manis.
Dibuktikan dengan penambahan
modal sebesar 2,5 milyar teruntuk
pengembangan usaha lainnya. Dalam
pembahasan tersebut dihadiri oleh
pimpinan PT. TMB yang diwakili
oleh Ibu Eva Amalia selaku direktur
dan Pak Yuswandi selaku komisaris.
Pada tahun ini, berdasarkan analisa
peneliti, ada pengaruh sifat pribadi
dalam perumusan kebijakan
penyertaan modal pada PT. TMB
yakni berupa keuntungan pribadi dan
faktor kedekatan antara anggota
DPRD dengan direktur PT. TMB
saat itu.
Secara pribadi, keuntungan
akan diperoleh oleh perumus
kebijakan tersebut, yakni jika
keputusan yang ia tawarkan diterima,
maka akan berpengaruh pada
konstituennya. Dengan demikian,
tujuan politis tampak dalam hal ini.
Pilihan kebijakan yang ia ambil akan
dipengaruhi atas dasar untuk
mempertahankan massanya yang
dalam arti adalah masyarakat yang
mendukungnya. Dengan
mempertahankan massanya maka ia
akan tetap memiliki suara yang
cukup untuk kembali mendapatkan
kursi di DPRD. Maka itu,
kepentingan secara pribadi dirasakan
pada saat perumusan kebijakan
tersebut.
Adanya faktor kedekatan
pada saat itu, menjadikan anggota
DPRD tersebut memihak terhadap
direktur PT. TMB. Kedekatan
seseorang akan sulit untuk
dilepaskan dalam perumusan
kebijakan. Hal ini juga menjadi
permasalahan umum yang biasa
terjadi. Faktor kedekatan, hubungan
kekerabatan dan lain sebagainya
sepertinya akan tetap menjadi
pertimbangan dalam segala hal
termasuk perumusan kebijakan
penyertaan modal. Padahal disisi lain
harus ada pertimbangan secara
rasional terhadap pilihan yang ada,
sehingga segala faktor yang
menjadikan pilihan tersebut tidak
rasional harus dipinggirkan.
16
Dengan demikian, pada tahun
2012 terdapat pengaruh sifat pribadi
dalam perumusan penyertaan modal
PT. TMB. Meskipun tidak diakui
secara langsung oleh para pembuat
keputusan lainnya, namun memang
dalam perjalanannya sistem
demokrasi akan sulit menghapuskan
hal tersebut. Sifat pribadi sebenarnya
sangat mengganggu dalam
perumusan kebijakan publik. Hal ini
karena akan mempengaruhi hasil
keputusan menjadi tidak rasional dan
hanya menguntungkan beberapa
pihak saja. Padahal sudah diketahui
secara umum bahwa kebijakan
publik haruslah menjadi sebuah
aturan yang berpihak pada
masyarakat luas.
Tahun 2015, Pemko
Tanjungpinang kembali memberikan
penyertaan modalnya terhadap PT.
TMB yakni sebesar 2,5 milyar. Tidak
adanya kepentingan secara pribadi
dalam perumusan kebijakan saat itu,
karena anggaran yang diberikan
Pemko Tanjungpinang hanya untuk
masalah hukum. Hal ini wajar
dilakukan oleh perumus kebijakan
karena tuntutan yang dilakukan oleh
39 eks karyawan Bintan itu sudah
masuk ke ranah Mahkamah Agung.
Sehingga penetepan MA terhadap
PT. TMB untuk segera membayar
pesangon karyawan tersebut harus
segera dilakukan oleh Pemko
bersama PT. TMB.
d. Adanya Pengaruh Dari
Kelompok Luar
Pengaruh kelompok luar
merupakan faktor selanjutnya yang
mempengaruhi dalam perumusan
kebijakan penyertaan modal terhadap
PT. TMB. Kelompok luar yang
mempengaruhi dalam hal ini adalah
kelompok yang secara tidak
langsung memiliki kepentingan atas
kebijakan yang dibuat. Berdasarkan
hasil wawancara dengan narasumber,
bahwa terdapat pengaruh kelompok
luar dalam perumusan kebijakan
penyertaan modal PT. TMB.
Menurut peneliti, pada tahun
2010, tidak ada pengaruh dari
kelompok luar dalam penyertaan
modalnya, karena pada tahun ini
adalah tahun pembentukan BUMD
Kota Tanjungpinang yakni PT.
TMB. Seperti yang sudah dijelaskan
sebelumnya bahwa penyertaan modal
yang diberikan pada tahun 2010
merupakan modal dasar yang akan
dipergunakan untuk pembentukan
PT. TMB itu sendiri. Hal ini bermula
ketika Pemko Tanjungpinang ingin
memiliki sebuah perusahaan yang
dikelola oleh daerah, maka sesuai
dengan Peraturan Daerah Kota
Tanjungpinang Nomor 4 Tahun 2007
tentang BUMD dibentuklah sebuah
perusahaan yang kemudian diberi
nama PT. TMB.
Berdasarkan hasil wawancara
terlihat jelas bahwa memang
pengaruh kelompok luar dalam
17
perumusan kebijakan penyertaan
modal terlihat pada tahun 2012,
yakni berupa kelompok masyarakat
yang menggunakan jasa BUMD.
Pengaruh yang terjadi adalah, saat
PT. TMB mengalami kerugian yang
disebabkan penghasilan dari tarif
sewa yang terlalu rendah, PT. TMB
pada saat itu tidak mampu
menaikkan tarif sewa pasar
dikarenakan takut merusak fungsi
sosial pada saat itu. Namun di lain
sisi, PT. TMB juga harus mampu
mencari profit. Sehingga dalam
pengajuan RKAP (Rencana Kerja
Anggaran Perusahaan),
memfokuskan pada usaha lain yang
tidak berpengaruh langsung pada
pengelolaan. Hal ini bertujuan agar
PT. TMB saat itu mampu
menghasilkan keuntungan lain di
bidang usaha yang lain pula.
Dari penjelasan di atas,
tergambar bahwa PT. TMB selaku
BUMD Kota Tanjungpinang berada
di posisi yang dilema, di satu sisi PT.
TMB harus mencari profit, dan di
sisi lain PT. TMB harus
melaksanakan fungsi sosial. Namun,
pada dasarnya PT. TMB yang
menjalankan sebuah perusahaan
dengan berdasarkan undang-undang
PT harus memfokuskan pada profit.
Namun karena BUMD adalah
perusahaan plat merah, dia juga
harus melaksanakan fungsi
sosialnya.
Pengaruh dari kelompok luar
yang terjadi pada tahun 2012 juga
terdapat dari kelompok politik. Jika
dilihat dari hasil wawancara,
dikatakan bahwa dalam perumusan
kebijakan penyertaan modal pada
tahun 2012 terdapat kepentingan
kelompok yang mempengaruhinya.
Secara demokrasi, partai politik
memang sangat mempengaruhi
dalam perumusan sebuah kebijakan,
ditambah lagi dengan kekuatan
pengusul yang duduk pada saat itu.
Mereka dapat dengan mudah
mempengaruhi hasil keputusan
karena mereka memiliki orang-orang
yang berpihak pada mereka.
Berdasarkan pernyataan tersebut,
peneliti berkesimpulan bahwa secara
politis, partai politik memiliki
kepentingan atas segala kebijakan
yang diambil. Meskipun secara
langsung berpengaruh terhadap
massa individual, namun tidak
dipungkiri bahwa partai politik
mendapatkan keuntungan dari hal
tersebut, sekalipun sebagian
masyarakat menerima kebijakan
tersebut. Maka itulah partai politik
merupakan perumus kebijakan tidak
resmi sekaligus kelompok luar yang
mampu mempengaruhi segala
kebijakan yang dibuat oleh
administrator.
Pada tahun 2015, Pemko
Tanjungpinang harus
mempersiapkan anggaran 2,5 milyar
untuk membayar seluruh pesangon
yang menggugat pada waktu itu. Hal
ini merupakan desakan yang kuat
karena permasalahan ini sudah
masuk ke dalam ranah hukum.
18
Dengan demikian, bahwa pada tahun
2015, anggaran yang diberikan oleh
Pemko Tanjungpinang terhadap PT.
TMB adalah anggaran yang
digunakan hanya untuk penyelesaian
tuntutan eks karyawan tersebut.
Maka itu, kelompok luar yang
dimaksud adalah kelompok eks
karyawan PT. BIS yang menuntut
pembayaran pesangon mereka.
Desakan yang mereka lakukan
ditambah lagi melalui jalur hukum
membuat PT. TMB, Pemko
Tanjungpinang serta DPRD harus
memfokuskan anggaran untuk
masalah tersebut. Maka dari itulah
pada tahun 2015, PT. TMB
mendapatkan penyertaan modal.
e. Adanya Pengaruh Keadaan
Masa Lalu
Pihak yang terlibat berasal
dari DPRD merupakan pihak yang
memang pada dasarnya memiliki
pemahaman terhadap bidang
penganggaran dan ekonomi. Seperti
Ibu Reni, Pak Asep Nana Suryana,
beliau sudah berada di bidang
ekonomi sejak dulu.
Ibu Reni yang dulunya
bekerja di sebuah perusahaan
asuransi, setidaknya memiliki basic
ekonomi. Sedangkan Pak Asep Nana
Suryana, sudah menjadi anggota
DPRD di komisi II sejak periode
sebelumnya. Salah satu TAPD yakni
Bapak Nopirman Syahputra memiliki
keahlian dibidang akuntansi.
Sehingga beliau sudah memiliki
basic penganggaran sejak dulu.
Sehingga peneliti dalam hal ini
menggambarkan jelas bahwa DPRD
dan TAPD sudah fasih dalam hal
penganggaran tersebut. Apalagi,
penganggaran awal PT. TMB
bukanlah untuk pembentukan
rencana usaha baru yang harus
memiliki uji kelayakan. Namun
ditujukan untuk pembentukan kantor
serta proses pembenahan PT. TMB
tersebut.
Pada tahun 2012, bahwa
perumusan kebijakan dilakukan oleh
anggota DPRD komisi II yang
memang membidangi bagian
ekonomi, serta direksi yang juga
berlatar belakang ekonomi, serta
TAPD yang juga membidangi
anggaran daerah. Hal ini sebenarnya
cukup membantu, namun tetap saja
akan mendapat hambatan tertentu
dikarenakan pengalaman yang
berbeda-beda akan menghasilkan
pendapat yang berbeda-beda pula.
Ibu Reni adalah salah satu
anggota DPRD yang terlibat pada
saat itu, dengan basicnya ekonomi
yang mana beliau merupakan lulusan
SMK Pembangunan Kota
Tanjungpinang, dan kemudian beliau
juga lulusan dari STIE Pembangunan
Tanjungpinang. Tidak hanya itu,
beliau juga pernah bekerja sebagai
agent dan personal assistant manager
PT. Prudential Life Assurance.
Persentuhannya dengan dunia bisnis
ini membuat ia memahami lebih jauh
terkait persoalan ekonomi sebagai
19
daya dorong kemajuan masyarakat
Tanjungpinang.
Pihak lain terlibat pada tahun
ini adalah Pak Asep Nana Suryana
selaku anggota DPRD Kota
Tanjungpinang komisi II. Memiliki
basic ekonomi yang dibuktikan
dengan selama tiga periode menjabat
sebagai anggota DPRD komisi II,
serta pernah menjabat sebagai
manajer di sebuah hotel, menjadikan
beliau memiliki dasar untuk
merumuskan sebuah kebijakan
anggaran. Di lain pihak yakni selaku
pemegang saham saat itu yakni Ibu
Suryatati A. Manan, juga memiliki
basic dasar ekonomi. Beliau yang
pernah menjabat sebagai kasubag
perundang-perundangan, kasubag
ekonomi, dispendag, camat dan pada
akhirnya walikota Tanjungpinang.
Berbeda dengan Pak Yuswandi yang
juga terlibat dalam perumusan
kebijakan penyertaan modal pada
tahun 2012. Beliau memiliki basic
hukum, serta pernah menjadi dosen.
Berdasarkan hasil
wawancara, maka peneliti
menyimpulkan bahwa latar belakang
dari perumus kebijakan penyertaan
modal PT. TMB pada tahun 2012
sudah dilakukan oleh pihak-pihak
yang memiliki pemahaman tentang
penganggaran. Meskipun tidak
semua pihak tapi masing-masing dari
mereka sebagian besar memiliki
basic ekonomi sejak dulunya.
Sehingga penganggaran bukanlah hal
yang sulit bagi mereka.
Pengalaman terdahulu dalam
merumuskan sebuah kebijakan
sangatlah dibutuhkan. Teori dan
pemahaman tanpa adanya
pengalaman akan dirasa kurang
mampu untuk merumuskan sebuah
kebijakan yang berpengaruh pada
masyarakat luas. Maka dengan itu,
perumus kebijakan haruslah
memiliki pengalaman yang lebih
terhadap bidangnya agar mampu
menghasilkan keputusan yang baik.
Pada tahun 2015, salah satu
perumus kebijakan saat itu adalah
Bapak Syahrial dan Ibu reni, dan dari
pihak PT. TMB sendiri adalah Pak
Yuswandi dan TAPD yaitu Bapak
Nopirman Syahputra. Berdasarkan
pemaparan pada tahun 2012, bahwa
Pak Yuswandi dan Bu reni memang
masing-masing memiliki latar
belakang di bidang ekonomi. Tidak
terkecuali pak Syahrial yang pada
saat itu ikut membahas penyertaan
modal terhadap PT. TMB.
Berdasarkan buku profil
DPRD Kota Tanjungpinang, beliau
adalah lulusan dari Fakultas
Ekonomi Universitas Jayabaya,
selain itu juga beliau pernah
menjabat sebagai manajer PT.
Purnabakti Karya Bintan pada tahun
1998-2010 dan juga pernah menjabat
sebagai direktur PT. Pembangunan
Kepri – BUMD Provinsi Kepri
(2010-2013). Dari pengalaman
tersebut, terutama sebagai direktur
PT. Pembangunan Kepri-BUMD
Provinsi Kepri, menjadikan dasar
20
pemahaman yang lebih terhadap
suatu pengelolaan usaha atau bisnis.
Hal ini juga menjadi pengaruh dalam
perumusan kebijakan penyertaan
modal pada saat itu. Sedikit banyak
beliau yang pernah menjabat sebagai
sebagai direktur BUMD tentu
memiliki pengetahuan dan
pemahaman tentang pengelolaannya.
Maka dari itu beliau dapat
menggunakan pengalamannya
tersebut dalam merumuskan
kebijakan penyertaan modal pada
PT. TMB.
TAPD yakni Pak Nopirman
Syahputra juga salah satu perumus
kebijakan yang memahami soal
penganggaran. Beliau yang sejak
dulu bekerja sebagai verifikasi
akuntansi pelaporan sudah memiliki
pemahaman yang lebih terhadap
bidang ekonomi. Pernah menempuh
pendidikan jurusan ekonomi serta
kini menjadi Kabid Anggaran di
Dinas Pengelolaan Keuangan dan
Aset Daerah Kota Tanjungpinang
menjadikan beliau sangat fasih
dalam soal penganggaran dan
keuangan. Maka dari itu beliau telah
menjadi TAPD sejak dulu hingga
sekarang.
Dengan demikian,
berdasarkan pemaparan di atas,
peneliti menyimpulkan bahwa
perumusan kebijakan penyertaan
modal PT. TMB pada tahun 2015
telah dilakukan oleh pihak-pihak
yang memahami tentang
penganggaran dan sudah memiliki
dasar ekonomi yang baik. Maka dari
itu, pengalaman terdahulu tidak
dapat dilepaskan manfaatnya dari
segala aktivitas dikemudian hari.
E. PENUTUP
Penyertaan modal merupakan
suatu kebijakan yang dilakukan oleh
Pemerintah dalam
menyelenggarakan pemerintahan
daerah dengan tujuan untuk
meningkatkan kesejahteraan
masyarakat melalui peningkatan
pertumbuhan ekonomi dan
penambahan PAD. Tidak hanya bisa
mengharapkan dana dari pusat,
daerah juga harus mampu
meningkatkan pendapatan
daerahnya. Salah satu yang
dilakukan adalah dengan melakukan
penyertaan modal terhadap badan-
badan usaha yang dianggap mampu
memberikan profit.
Perseroan Terbatas
Tanjungpinang Makmur Bersama
(PT. TMB) yang merupakan salah
satu BUMD Kota Tanjungpinang
telah mendapatkan penyertaan modal
sebanyak tiga kali dalam tahun yang
berbeda. Pada tahun 2010,
perumusan kebijakan penyertaan
modal terhadap PT. TMB dapat
dikatakan baik karena tidak ada
faktor-faktor negatif yang
mempengaruhinya. Penyertaan
modal pada tahun 2010 ini
merupakan modal dasar yang
ditujukan untuk pembentukan dan
pembenahan PT. TMB yang pada
21
saat itu merupakan limpahan dari
Pemkab Bintan. Dan dalam
prosesnya juga dilakukan oleh pihak-
pihak yang memiliki basic dan
pemahaman ekonomi.
Pada tahun 2012, perumusan
kebijakan penyertaan modal PT.
TMB dikatakan kurang baik, hal ini
karena masih ada faktor-faktor
negatif yang mempengaruhinya
seperti adanya pengaruh tekanan dari
luar, pengaruh sifat pribadi dan
pengaruh dari kelompok luar. Dalam
hal ini pengaruh yang didapat berasal
dari partai politik, kelompok
masyarakat pengguna jasa lapak PT.
TMB serta pengutamaan kepentingan
pribadi perumus kebijakan.
Tahun 2015, perumusan
kebijakan penyertaan modal dapat
dikatakan baik, hal ini karena tidak
adanya faktor-faktor negatif yang
mempengaruhi. Penyertaan modal
pada tahun 2015 adalah penyertaan
modal yang dilakukan hanya untuk
penyelesaian masalah eks karyawan
Bintan yang menuntut pembayaran
pesangon mereka, permasalahan
yang sudah memasuki ranah hukum
ini menjadi sebuah kewajiban yang
harus diselesaikan oleh PT. TMB.
Maka dari itu Pemko Tanjungpinang
menganggarkan 2,5 milyar untuk
pembayaran pesangon eks karyawan
Bintan.
DAFTAR PUSTAKA
BUKU
Agustino, Leo. 2012. Dasar-Dasar
Kebijakan Publik. Bandung:
CV. Alfabeta
Ali, Faried dkk. 2012. Studi Analisa
Kebijakan: Konsep, Teori
dan Aplikasi Sampel Teknik
Analisa Kebijakan
Pemerintah. Bandung: PT.
Refika Aditama
Anggara, Sahya. 2014. Kebijakan
Publik. Bandung: CV.
Pustaka Setia
Bungin, Burhan. 2012. Analisis Data
Penelitian Kualitatif:
Pemahaman Filosofis
Metodologis ke Arah
Penguasaan Model Aplikasi.
Jakarta: Rajawali Pers
Dantes, Nyoman. 2012. Metode
Penelitian. Yogyakarta: CV.
Andi Offset
Dunn. 2003. Pengantar Analisis
Kebijakan Publik.
Yogyakarta: Gadjah Mada
University Press
Fermana, Surya. 2009. Kebijakan
Publik: Sebuah Tinjauan
Filosofis. Yogyakarta: Ar-
Ruzz Media
Islamy, M. Irfan. 2014. Prinsip-
Prinsip Perumusan
Kebijaksanaan Negara.
Jakarta: Bumi Aksara
Madani, Muhlis. 2011. Dimensi
Interaksi Aktor Dalam Proses
Perumusan Kebijakan Publik.
Yogyakarta: graha Ilmu
22
Moleong, Lexy J. 2014. Metodologi
Penelitian Kualitatif.
Bandung: PT Remaja
Rosdakarya
Narbuko, Achmadi. 2013.
Metodologi Penelitian.
Jakarta: Bumi Aksara
Noor, Juliansyah. 2011. Metodologi
Penelitian. Jakarta: Kencana
Nugroho, Riant. 2012. Public Policy.
Jakarta: PT. Elex Media
Komputindo
Saebani, Beni Ahmad. 2008. Metode
Penelitian. Bandung: Pustaka
Setia
Sugiyono. 2011. Metode Penelitian
Kuantitatif Kualitatif dan R
& D. Bandung: Alfabeta
Sugiyono. 2012. Metode Penelitian
Kuantitatif Kualitatif dan R
& D. Bandung: Alfabeta
Suharto, Edi. 2005. Analisis
Kebijakan Publik. Bandung:
Alfabeta
Syafiie, Inu Kencana. 2014. Ilmu
Pemerintahan. Jakarta: Bumi
Aksara
Usman, Husaini dan Purnomo
Setiady Akbar. 2009.
Metodologi Penelitian Sosial.
Jakarta: Bumi Aksara
Wahab, Solichin Abdul. 2015.
Analisis Kebijakan: Dari
Formulasi ke Penyusunan
Model-Model Implementasi
Kebijakan Publik. Jakarta:
Bumi Aksara
Winarno, Budi. 2013. Kebijakan
publik: Teori, Proses, dan
Studi Kasus. Yogyakarta:
CAPS (Center of Academic
Publishing Service)
JURNAL
Annisa, Jihan. 2017. Peranan Badan
Usaha Milik Daerah
Pt.Tanjungpinang Makmur
Bersama Dalam
Meningkatkan Pendapatan
Asli Daerah Kota
Tanjungpinang.Hal18.http://j
urnal.umrah.ac.id/wpcontent/
uploads/gravity_forms/1ec61
c9cb232a03a96d0947c6478e
525e/2017/02/jurnal.skripsi.ji
han_.1.pdf diakses pada 20
Februari 2017.
Nando, Rudi Arvan. 2014. Strategi
Badan Usaha Milik Daerah
(Bumd) Pt. Tanjungpinang
Makmur Bersama Dalam
Mengelola Pasar
Tanjungpinang Sebagai
Upaya Peningkatan Pendapat
Asli Daerah.
Hal20.http://jurnal.umrah.ac.i
d/wpcontent/uploads/gravity_
forms/1ec61c9cb232a03a96d
0947c6478e525e/2014/08/E-
journal-Rudi-Arvan-Nando-
100565201355.pdf diakses
pada 20 Februari 2017.
DOKUMEN DAN PERATURAN
PERUNDANG-UNDANGAN
Anggaran Dasar & Anggaran Rumah
Tangga PT. Tanjungpinang
Makmur Bersama
Company Profil PT. Tanjungpinang
Makmur Bersama
23
Peraturan Daerah Kota
Tanjungpinang Nomor 11
Tahun 2005 tentang
Penyertaan Modal Daerah
Pada Pihak Ketiga
Peraturan Daerah Kota
Tanjungpinang Nomor 4
Tahun 2007 tentang Badan
Usaha Milik Daerah
Profil 30 Anggota DPRD Kota
Tanjungpinang
Rencana Kerja Strategis Badan
Usaha Milik Daerah Kota
Tanjungpinang Periode 2015-
2019 PT. Tanjungpinang
Makmur Bersama
Undang-Undang Nomor 23 Tahun
2014 tentang Pemerintahan
Daerah
Undang-Undang Nomor 5 Tahun
1962 tentang Perusahaan
Daerah