kebijakan pendidikan

17
MAKALAH PENGANTAR PENDIDIKAN “ KEBIJAKAN PENDIDIKAN “ Disusun Oleh : 1. Erik Kuswanto ( 201310060311136 ) 2. Dimas Jayantara ( 201310060311161 ) 3. Luky Milsari ( 2013100603111 3. Puspo Dwi Trenggono ( 201310060311178 ) UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG

Upload: erik-kuswanto

Post on 27-Jul-2015

22 views

Category:

Education


1 download

TRANSCRIPT

Page 1: Kebijakan pendidikan

MAKALAH PENGANTAR PENDIDIKAN

“ KEBIJAKAN PENDIDIKAN “

Disusun Oleh :

1. Erik Kuswanto ( 201310060311136 )

2. Dimas Jayantara ( 201310060311161 )

3. Luky Milsari ( 2013100603111

3. Puspo Dwi Trenggono ( 201310060311178 )

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG

2014

Page 2: Kebijakan pendidikan

KEBIJAKAN PENDIDIKAN

1. Hakikat Pendidikan Manusia Seutuhnya

Hakikat pendidikan manusia seutuhnya adalah suatu proses yang intern dalam konsep manusia

dimana manusia hanya dapat dimanusiakan melalui proses pendidikan. Dalam hal ini pendidikan

menusia seutuhnya berlangsung seumur hidup didasarkan atas berbagai landasan yang meliputi:

a. Dasar-Dasar filosofi

Filosofis hekekat kodrat martabat manusia merupakan kesatuan integral segi-segi (potensi-

potensi) esensial:

Manusia sebagai makhluk pribadi (individualbeing)

Manusia sebagai makhluk social (sosialbeing)

Menusia sebagai makhluk susila (moralbeing).

Ketiga potensi diatas akan menentukan martabat dan kepribadian menusia. Jika ketiga potensi

itu dilaksanakan secara seimbang, maka akan terjadi kesenambungan.

b. Dasar-Dasar Psikofisis

Merupakan dasar-dasar kejiwaan dan kejasmanian manusia. Realitas Psikofisis manusia

menunjukkan bahwa pribadi manusia merupakan kesatuan antara potensi-potensi dan kesadaran

rohaniah baik dari segi pikis, rasa, karsa, cipta, dan budi nurani.

c. Dasar-Dasar Sosio-Budaya

Meskipun manusia adalah makhluk ciptaan tuhan namuN manusia terbina pula oleh tata nilai

sosio-budaya sendiri. Inilah segi-segi buhaya bangsa dan sosio psikologis manusia yang wajar

diperhatikan oleh pendidikan. Dasar-dasar segi sosio budaya bangsa mencakup tata nilai warisan

budaya bangsa seperti nilai keutuhan, musyawarah, gotong royong dan tenggang rasa yang dijadikan

sebagai filsafat hidup rakyat , nilai-nilai filsafat Negara yakni pancasila, Nilai-nilai budaya nasional,

adap istiadat dan Tata kelembagaan dalam hidup kemasyarakatan dan kenegaraan baik bersifat formal

maupun nonformal.

Page 3: Kebijakan pendidikan

1.2 Tujuan Pendidikan Manusia Seutuhnya

Tujuan untuk pendidikan menusia seutuhnya dengan kodrat dan hakekatnya, yakni seluruh

aspek pembawaannya seoptimal mungkin.Adapun aspek pembawaan (potensi manusia) meliputi:

a. Potensi jasmani (fisiologis dan pancaindra)

b. Potensi rohaniah (psikologis dan budi nurani)

Secara umum, rumusan tujuan dari proses pendidikan meliputi:

Pendidikan sebagai tranmisi kebudayaan

Pendidikan sebagai pengembangan kepribadian

Pendidikan sebagai pengembangan akhlaq mulia serta religious

Pendidikan sebagai pengembangan warga Negara yang bertanggung jawab

Pendidikan sebagai mempersiapkan pekerja-pekerja yang terampil dan produktif

Pendidikan sebagai pengembangan pribadi seutuhnya

Pendidikan sebagai proses pembentukan manusia baru

1.3 Implikasi Pendidikan Menusia Seutuhnya

Pengertian implikasi adalah akibat langsung atau konsekwensi dari suatu keputusan

a. segi-segi implikasi antara lain :

Manusia seluruhnya sebagai sasaran didik

Proses berlangsungnya pendidikan yaitu waktu seumur hidup

b. isi , meliputi:

potensi jasmani dan pancaindra

potensi piker (rasional)

potensi rohanian

potensi karsa

potensi cipta

potensi karya

potensi budi nurani

Page 4: Kebijakan pendidikan

Dengan mengembangkan ketujuh potensi itu dengan sikap yang positif dan mendasar akan

mencapai kesinambungan.

2. Pendidikan Informal

Pendidikan luar sekolah adalah setiap kesempatan dimana terdapat  komunikasi yang teratur

dan terarah di luar sekolah dan seseorang memperoleh informasi, pengetahuan, latihan maupun

bimbingan sesuai dengan usia dan kebutuhan kehidupan, dengan tujuan mengembangkan tingkat

keterampilan, sikap dan nilai-nilai yang memungkinkan baginya menjadi peserta-peserta yang efisien

dan efektif dalam lingkungan keluarga, pekerjaan bahkan lingkungan masyarakat dan negaranya.

PHILLIPS H. COMBS mengungkapkan bahwa pendidikan luar sekolah adalah setiap kegiatan

pendidikan yang terorganisir yang diselenggarakan di luar system formal, baik tersendiri maupun

merupakan bagian dari suatu kegiatan yang luas yang dimaksudkan untuk memberikan layanan kepada

sasaran didik tertentu dalam rangka mencapai tujuan-tujuan belajar.

2.1 Dasar Pendidikan Luar Sekolah (PLS)

a. Sejarah terbentuknya pendidikan luar sekolah (PLS).

Alas an terselenggaranya PLS dari segi kesejahteraan, tidak bisa lepas dari lima aspek yaitu:

Aspek pelestarian budaya

Pendidikan yang pertama dan utama adalah pendidikan yang terjadi dan berlangsung di

lingkungan keluarga dimana (melalui berbagai perintah, tindakan dan perkataan) ayah dan ibunya

bertindak sebagai pendidik. Dengan demikian pendidikan luar sekolah pada permulaan

kehadirannya sangat dipengaruhi oleh pendidikan atau kegiatan yang berlangsung di dalam

keluarga. Didalam keluarga terjadi interaksi antara orang tua dengan anak, atau antar anak dengan

anak. Pola-pola transmisi pengetahuan, keterampilan, sikap, nilai dan kebiasaan melalui asuhan,

suruhan, larangan dan pembimbingan. Pada dasarnya semua bentuk kegiatan yang berlangsung di

lingkungan keluarga dilakukan untuk melestarikan dan mewariskan kebudayaan seacar turun

temurun. Tujuan kegiatan ini adalah untuk memenuhi kebutuhan praktis di masyarakat dan untuk

meneruskan warisan budaya yang meliputi kemampuan, cara kerja dan tekhnologi yang dimiliki

oleh masyarakat dari satu generasi kepada generasi berikutnya. Jadi dalam keluarga pun sebenarnya

telah terjadi proses-proses pendidikan, walaupun system yang berlaku berbeda dengan system

Page 5: Kebijakan pendidikan

pendidikan sekolah. Kegiatan belajar-membelajarkannya yang asli inilah yang termasuk ke dalam

kategori pendidikan tradisional yang kemudian menjadi pendidikan luar sekolah.

Aspek teoritis

Salah satu dasar pijakan teoritis keberadaan PLS adalah teori yang diketengahkan Philip H.

Cooms (1973:10) tidak satupun lembaga pendidikan: formal, informal maupun nonformal yang

mampu secara sendiri-sendiri memenuhi semua kebutuhan belajar minimum yang esensial. Atas

dasar teori di atas dapat dikemukakan bahwa, keberadaan pendidikan tidak hanya penting bagi

segelintir masyarakat tapi mutlak diperlukan keberadaannya bagi masyarakat  lemah (yang tidak

mampu memasukkan anak-anaknya ke lembaga pendidikan sekolah) dalam upaya pemerataan

kesempatan belajar, meningkatkan kualitas hasil belajar dan mencapai tujuan pembelajaran yaitu

mencerdaskan kehidupan bengsa. Uraian di atas cukup untuk dijadikan gambaran bahwa PLS

merupakan lembaga pendidikan yang berorientasi kepada bagaimana menempatkan kedudukan,

harkat dan martabat manusia sebagai makhluk yang memiliki kemauan, harapan, cita-cita dan akal

pikiran.

Dasar pijakan

Ada tiga dasar pijakan bagi PLS sehingga memperoleh legistimilasi dan berkembang di

tengah-tengah masyarakat yaitu: UUD 1945, Undang-undang RI Nomor 2 tahun 1989 dan

peraturan pemerintah RI No. 73 tahun 1991 tentang pendidikan luar sekolah. Melalui ketiga dasar

di atas dapat dikemukakan bahwa, PLS adalah kumpulan individu yang menghimpun dari dalam

kelompok dan memiliki ikatan satu sama lain untuk mengikuti program pendidikan yang

diselenggarakan di luar sekolah dalam rangka mencapai tujuan belajar. Adapun bentuk-bentuk

satuan PLS, sebagaimana diundangkan di dalam UUSPN tahun 1989 pasal 9:3 meliputi: pendidikan

keluarga, kelompok belajar, kursus dan satuan pendidikan sejenis. Satuan PLS sejenis dapat

dibentuk kelompok bermain, penitipan anak, padepokan persilatan dan pondok pesantren

tradisional.

Aspek kebutuhan terhadap pendidikan

Kesadaran masyarakat terhadap pendidikan tidak hanya pada masyarakat daerah pedesaan

juga semakin meluas. Kesadaran ini timbul terutama karena perkembangan ekonomi, kemajuan

iptek dan perkembangan politik. Kesadaran juga tumbuh pada seseorang yang merasa tertekan

akibat kebodohan, keterbelakangan atau kekalahan dari kompetensi pergaulan dunia yang

menghendaki suatu keterampilan dan keahlian tertentu. Atas dasar kesadaran dan kebutuhan inilah

Page 6: Kebijakan pendidikan

sehingga terwujudlah bentuk-bentuk kegiatan kependidikan baik yang bersifat persekolahan

ataupun di luar persekolahan.

Keterbatasan lembaga pendidikan sekolah

Lembaga pendidikan sekolah yang jumlahnya semakin banyak bersifat formal atau resmi

yang dibatasi oleh ruang dan waktu serta kurikulum yang baku dan kaku serta berbagai

keterbatasan lainnya. Sehingga tidak semua lembaga pendidikan sekolah yang ada di daerah

terpencilpun yang mampu memenuhi semua harapan masyarakat setempat, apalagi memenuhi

semua harapan masyarakat daerah lain. Akibat dari kekurangan atau keterbatasan itulah yang

memungkinkan suatu kegiatan kependidikan yang bersifat informal atau nonformal

diselenggarakan, sehingga melalui kedua  bentuk pendidikan itu kebutuhan masyarakat dapat

terpenuhi.

3. Pendidikan Formal

Pendidikan formal yang sering disebut pendidikan persekolahan, berupa rangkaian jenjang

pendidikan yang telah baku, misalnya SD, SMP, SMA, dan PT. Pendidikan formal lebih difokuskan

pada pemberian keahlian atau skill guna terjun ke masyarakat.

Mengenyam pendidikan pada institusi pendidikan formal yang diakui oleh lembaga pendidikan

Negara adalah sesuatu yang wajib dilakukan di Indonesia. Mulai dari anak tukang sapu jalan, anak

tukang dagang martabak mesir, anak tukang jamret, anak paka tani, anak bisnismen, anak pejabat tinggi

Negara, dan sebagainya harus bersekolah, minimal 9 tahun lamanya hingga lulus SMP.

3.1 Krateristik proses pendidikan yang berlangsung di sekolah

a. Pendidikan diselengarakan secara khusus dan dibagi atas jenjang yang memiliki hubungan

hierarki.

b. Usia anak didik di suatu jenjang pendidikan relative homogen.

c. Waktu pendidikan relatif lama sesuai dengan program pendidikan yang harus diselesaikan.

d. Materi atauisi pendidikan lebih banyak bersifat akademis dan umum.

e. Adanya penekanan tentang kualitas pendidikan sebagai jawaban kebutuhan dimasa yang akan

datang.  

Sebagai pendidikan yang bersifat formal, sekolah mencari fungsi pendidikan berdasarkan asa-asas

tanggung jawab;

Page 7: Kebijakan pendidikan

a. Tanggung jawab formal kelembagaan sesuai dengan fungsi dan tujuan yang ditetapkan menurut

ketentuan-ketentuan yang berlaku. Dalam hal ini undang-undang pendidikan UUSPN Nomor 20

tahun 2003.

b. Tanggung jawab keilmuan berdasarkan bentuk, isi, tujuan dan tingkat pendidikan kepadanya

masyarakat oleh masyarakat dan bangsa.

c. Tanggung jawab fungsional ialah: tanggung jawab professional pengelola dan pelaksana pendidikan

yang menerima ketetapan ini berdasarkan ketentuan-ketentuan jabatannya. Tanggung jawab ini

merupakan pelimpahan tanggung jawab dan kepercayaan orang tua (masyarakat) kepada sekolah

dari para guru.

Dalam UU No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pada Pasal 13 ayat (1)

disebutkan bahwa jalur pendidikan terdiri atas pendidikan formal, nonformal dan informal yang dapat

saling melengkapi dan memperkaya.

Peran sekolah lembaga yang membantu lingkungan keluarga, maka sekolah bertugas mendidik

dan mengajar serta memperbaiki dan memperhalus tingkah laku anak didik yang dibawa dari

keluarganya. Sementara itu, dalam perkembangan kepribadian anak didik, peranan sekolah dengan

melalui kurikulum, antara lain sebagai berikut:

a. Anak didik belajar bergaul sesame anak didik, antara guru dengan anak didik, dan antara anak didik

dengan orang yang bukan guru (karyawan).

b. Anak didik belajar menaati peraturan-peraturan sekolah.

c. Mempersiapkan anak didik untuk menjadi anggota masyarakat yang berguna bagi agama, bangsa

dan Negara.

4. Pendidikan Nonformal

Pengertian Pendidikan non formal adalah pendidikan yang dilakukan secara teratur, dengan

sadar (sengaja) dilakukan tetapi tidak terlalu ketat mengikuti peraturan-peraturan yang tetap/ tidak

terikat oleh jenjang pendidikan seperti pendidikan formal di sekolah.

Sedangkan menurut Philip H. Choombs ialah pendidikan luar sekolah yang dilembagakan dan

istilah ini yang digunakan dalam UU Sistem Pendidikan Nasional Republik Indonesia No. 2 tahun 1989

tentang Sistem Pendidikan Nasional pasal 10 ayat 1.

Pendidikan luar sekolah yang dilembagakan ( Nonforma ) adalah semua bentuk pendidikan

Page 8: Kebijakan pendidikan

yang diselenggarakan dengan sengaja, tertib, terarah, dan berencana di luar kegiatan persekolahan.

Dalam hal ini, tenaga, pengajar, fasilitas, cara penyampaian, dan waktu yang dipakai serta komponen-

komponen lainnya disesuaikan dengan keadaan peserta atau peserta didik supaya mendapatkan hasil

yang memuaskan. Bagi masyarakat Indonesia yang dipengaruhi sistem pendidikan tradisional, cara

seperti ini lebih mudah dalam daya tangkap masyarakat dan mendorong rakyat untuk belajar karena

keadaan ini sesuai dengan keadaan lingkungan.

Pendidikan luar sekolah yang dilembagakan bersifat fungsional dan praktis serta pendekatannya

lebih fleksibel. Calon peserta didik (raw-input) pendidikan luar sekolah dilembagakan yaitu:

a. penduduk usia sekolah yang tidak pernah mendapat keuntungan/kesempatan memasuki sekolah.

b. Orang dewasa yang tidak pernah bersekolah.

c. Peserta didik yang putus sekolah (drop out), baik dari pendidikan dasar, menengah, dan pendidikan

tinggi.

d. Peserta didik yang telah lulus satu sistem pendidikan sekolah tetapi tidak melanjutkan ke tingkat

yang lebih tinggi.

e. Orang yang telah bekerja, tetapi ingin menambah keterampilan lain.

Di samping pendidikan yang fleksibel, hendaknya dapat pula digunakan pendekatan yang luas

dan terintegrasi agar siapa saja dapat belajar lebih lanjut berdasarkan keterampilan pertama yang telah

mereka peroleh. Serta mengisi segala kekuangan yang menghambat usaha mereka ke arah hidup yang

lebih baik. Dengan kata lain, pendidikan luar sekolah yang dilembagakan dapat memperkuat

pendidikan luar sekolah yang tidak dilembagakan.

Pendidikan non formal pada umumnya dilaksanakan tidak dalam lingkungan fisik sekolah.

Maka dari itu dapat diidentikkan dengan pendidikan luar sekolah.

Sasaran pokok pendidikan non formal adalah anggota masyarakat. Program-programnya dibuat

sedemikian rupa agar bersifat luwes tetapi lugas dan tetap menarik minat para konsumen pendidikan.

Berdasarkan penelitian di lapangan, pendidikan non formal sangat dibutuhkan oleh anggota

masyarakat yang belum sempat mendapat kesempatan untuk mengikuti pendidikan formal karena

sudah lewat umur atau terpaksa putus sekolah karena suatu hal.

Tujuan terpenting dari pendidikan non formal adalah program-program yang ditawarkan kepada

masyarakat harus sejalan dengan program-program pembangunan yang dibutuhkan oleh masyarakat

banyak.

Page 9: Kebijakan pendidikan

Pendidikan non formal juga berarti suatu kegiatan pendidikan di luar keluarga dan di luar

sekolah yang kegiatan-kegiatannya ditujukan kepada :

a. Anak-anak yang belum pernah sekolah.

b. Anak-anak yang meninggalkan pendidikan SD/ SLTP dan tidak meneruskan sekolah lagi (di bawah

umur 18 tahun).

c. Orang-orang dewasa (adult education)

d. Anak-anak di bawah umur 18 tahun yang memerlukan re-edukasi.

e. Orang-orang dewasa yang memerlukan re-edukasi.

f. Masyarakat sebagai satu lingkungan budaya (comunity education).

Macam-macam pendidikan itu dapat dikelompokkan sebagai program kegiatan pendidikan luar

sekolah yang terorganisir yaitu :

a. Pendidikan masyarakat adalah pendidikan yang ditujukan kepada orang dewasa, termasuk pemuda

di luar batas umur tertinggi kewajiban belajar, dan dilakukan di luar lingkungan dan sistem

pengajaran sekolah biasa.

b. Pendidikan kemasyarakatan adalah konfirmasi antara kedewasaan yang diwakili pendidik dan

kebelum dewasaan yang diwakili oleh anak didik yang berdiri sendiri. Atau dikatakan sebagai

pendidikan yang meliputi bagian pendidikan yang mempersiapkan anak-anak untuk tugasnya

sebagai penghasil dan sebagai pemakai.

c. Pendidikan rakyat adalah tindakan-tindakan pendidikan atau pengaruh yang kadang-kadang

mengenai seluruh rakyat, tetapi biasanya khusus mengenai rakyat lapisan bawah.

d. Mass Education adalah pendidikan yang diberikan ke orang dewasa di luar sekolah, yang bertujuan

memberikan kecakapan baca tulis dan pengetahuan umum untuk dapat mengikuti perkembangan

dan kebutuhan hidup sekelilingnya. Dalam hal ini termasuk pula latihan-latihan untuk mendidik

calon pemimpin yang akan mempelopori pelaksanaan usahanya di dalam masyarakat.

e. Adult education (pendidikan orang dewasa) adalah usaha atau kegiatan yang pada umumnya

dilakukan dengan kemauan sendiri (bukan dipaksa dari atas) oleh orang dewasa, termasuk pemuda

di luar batas tertinggi masa kewajiban belajar dan dilangsungkan di luar lingkungan sekolah biasa.

f. Extention education adalah kegiatan pendidikan yang dilaksanakan di luar lingkungan sekolah

biasa, diselenggarakan oleh perguruan-perguruan tinggi untuk mengimbangi hasrat masyarakat

yang ingin menjadi peserta aktif dlm pergolakan jaman.

g. Fundamental education adalah menolong masyarakat untuk mencapai kemajuan sosial ekonomi

agar dengan demikian mereka dapat menduduki tempat yang layak dalam dunia modern.

Sedangkan perjalanan kegiatan pendidikan non formal yang dilakukan di luar sekolah dan di

Page 10: Kebijakan pendidikan

luar keluarga itu berbentuk antara lain : kepanduan (pramuka), perkumpulan perkumpulan pemuda dan

pemudi, perkumpulan olah raga dan kesenian, perkumpulan perkumpulan sementara, perkumpulan-

perkumpulan perekonomian, perkumpulan perkumpulan keagamaan dan lain sebagainya. Di kalangan

masyarakat, program-program pendidikan non formal sering dikoordinasikan dan dilaksanakan oleh

dinas pendidikan masyarakat, tim penggerak pembinaan kesejahteraan keluarga (tim penggerak PKK),

pada tingkat kelurahan dibina oleh para lurah/ kepala desa. Di luar itu organisasi-organisasi wanita

seperti dharma wanita dalam program bakti sosial kepada masyarakat acapkali melaksanakan program-

program dalam bentuk paket program pendidikan non formal.

5. Kesimpulan

Hakikat pendidikan manusia seutuhnya adalah suatu proses yang intern dalam konsep manusia

dimana manusia hanya dapat dimanusiakan melalui proses pendidikan. Dalam hal ini pendidikan

menusia seutuhnya berlangsung seumur hidup .

Jalur pendidikan di Indonesia meliputi jalur pendidikan formal, nonformal dan informal. 

Ketiganya memiliki perbedaan yang saling mengisi dan melengkapi. Seperti sudah dijelaskan bahwa

jalur pendidikan adalah wahana yang dilalui peserta didik untuk mengembangkan potensi diri dalam

suatu proses pendidikan yang sesuai dengan tujuan pendidikan.  Karenanya pemerintah

mengundangkan jalur pendidikan.

Pemerintah mengagas jalur pendidikan ini dikarenakan sistem pendidikan nasional adalah

keseluruhan komponen pendidikan yang saling terkait secara terpadu untuk mencapai tujuan

pendidikan nasional dimana yang menjadi peserta didik adalah anggota masyarakat yang berusaha

mengembangkan potensi diri melalui proses pembelajaran yang tersedia pada jalur, jenjang, dan jenis

pendidikan tertentu, tenaga kependidikan adalah anggota masyarakat yang mengabdikan diri dan

diangkat untuk menunjang penyelenggaraan pendidikan dan pendidik adalah tenaga kependidikan yang

berkualifikasi sebagai guru, dosen, konselor, pamong belajar, widyaiswara, tutor, instruktur, fasilitator,

dan sebutan lain yang sesuai dengan kekhususannya, serta berpartisipasi dalam menyelenggarakan

pendidikan.

Page 11: Kebijakan pendidikan

6. Daftar Pustaka

Tirtaharja, Umar dan La Sula, 1994. Pengantar Pendidikan. Jakarta. Penerbit Rineka Cipta dan

Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.

Pendidikan Informal

http://sitiativa.wordpress.com/2012/09/09/pendidikan-informal/ ( Tanggal Download 02 – 03-

14)

Pendidikan Formal, Informal, Dan Nonformal

http://radityapenton.blogspot.com/2012/11/pendidikan-formal-informal-dan-nonformal.html

( Tanggal Download 02 – 03-14).

Page 12: Kebijakan pendidikan