kebijakan pemerintah provinsi riau dalam perlindungan dan peningkatan kondisi lingkungan pesisir...

18
Kuliah Umum – Selasa, 21 Mei 2013 KEBIJAKAN PEMERINTAH PROVINSI RIAU DALAM PERLINDUNGAN DAN PENINGKATAN KONDISI LINGKUNGAN PESISIR, LAUT DAN SUNGAI H. Kasiarudin, Kepala Badan Lingkungan Hidup Provinsi Riau *) I. Konsep dan Tipe Ekosistem Terkait Pesisir, Pantai dan Sungai Ekosistem adalah suatu sistem ekologi yang terbentuk oleh hubungan timbal balik tak terpisahkan antara makhluk hidup dengan lingkungannya. Pengertian ekosistem menurut Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup adalah tatanan unsur lingkungan hidup yang merupakan kesatuan utuh-menyeluruh dan saling memengaruhi dalam membentuk keseimbangan, stabilitas dan produktifitas lingkungan hidup. Ekosistem merupakan penggabungan dari setiap unit biosistem yang melibatkan interaksi timbal balik antara organisme dan lingkungan fisik sehingga aliran energi menuju kepada suatu struktur biotik tertentu dan terjadi suatu siklus materi antara organisme dan anorganisme . Matahari sebagai sumber dari semua energi yang ada. Dalam ekosistem, organisme dalam komunitas berkembang bersama-sama dengan lingkungan fisik sebagai suatu sistem. Organisme akan beradaptasi dengan lingkungan fisik, sebaliknya organisme juga memengaruhi lingkungan fisik untuk keperluan hidup. Pengertian ini didasarkan pada Hipotesis Gaia, yaitu: "organisme, khususnya mikroorganisme , bersama- sama dengan lingkungan fisik menghasilkan suatu sistem kontrol yang menjaga keadaan di bumi cocok untuk kehidupan". Hal ini mengarah pada kenyataan bahwa kandungan kimia atmosfer dan bumi sangat terkendali dan sangat berbeda dengan planet lain dalam tata surya . Kehadiran, kelimpahan dan penyebaran suatu spesies dalam ekosistem ditentukan oleh tingkat ketersediaan sumber daya serta kondisi faktor kimiawi dan fisis yang harus berada dalam kisaran yang dapat ditoleransi oleh spesies tersebut, inilah yang disebut dengan hukum toleransi. Misalnya: Panda memiliki toleransi yang luas terhadap suhu, namun memiliki toleransi 1 | Page BLH Provinsi Riau

Upload: alivia-putri-masyitha

Post on 15-Sep-2015

243 views

Category:

Documents


8 download

DESCRIPTION

pemerintah

TRANSCRIPT

Kuliah Umum Selasa, 21 Mei 2013

KEBIJAKAN PEMERINTAH PROVINSI RIAU DALAM PERLINDUNGAN DAN PENINGKATAN KONDISI LINGKUNGAN PESISIR, LAUT DAN SUNGAIH. Kasiarudin, Kepala Badan Lingkungan Hidup Provinsi Riau *)I. Konsep dan Tipe Ekosistem Terkait Pesisir, Pantai dan SungaiEkosistemadalah suatu sistemekologiyang terbentuk oleh hubungan timbal balik tak terpisahkan antaramakhluk hidupdengan lingkungannya.Pengertian ekosistem menurut Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup adalah tatanan unsur lingkungan hidup yang merupakan kesatuan utuh-menyeluruh dan saling memengaruhi dalam membentuk keseimbangan, stabilitas dan produktifitas lingkungan hidup. Ekosistem merupakan penggabungan dari setiap unitbiosistemyang melibatkan interaksi timbal balik antaraorganismedan lingkungan fisik sehingga aliran energi menuju kepada suatu strukturbiotiktertentu dan terjadi suatusiklus materiantara organisme dan anorganisme.Matahari sebagai sumber dari semua energi yang ada. Dalam ekosistem, organisme dalam komunitas berkembang bersama-sama dengan lingkungan fisik sebagai suatu sistem.Organisme akan beradaptasi dengan lingkungan fisik, sebaliknya organisme juga memengaruhi lingkungan fisik untuk keperluan hidup.Pengertian ini didasarkan pada Hipotesis Gaia, yaitu: "organisme, khususnyamikroorganisme, bersama-sama dengan lingkungan fisik menghasilkan suatu sistem kontrol yang menjaga keadaan di bumi cocok untuk kehidupan".Hal ini mengarah pada kenyataan bahwa kandungan kimia atmosferdanbumisangat terkendali dan sangat berbeda denganplanetlain dalamtata surya. Kehadiran, kelimpahan dan penyebaran suatu spesies dalam ekosistem ditentukan oleh tingkat ketersediaan sumber daya serta kondisi faktor kimiawi dan fisis yang harus berada dalam kisaran yang dapat ditoleransi oleh spesies tersebut, inilah yang disebut dengan hukum toleransi.Misalnya: Panda memiliki toleransi yang luas terhadap suhu, namun memiliki toleransi yang sempit terhadap makanannya, yaitu bambu.Dengan demikian, panda dapat hidup di ekosistem dengan kondisi apapun asalkan dalam ekosistem tersebut terdapat bambu sebagai sumber makanannya.Berbeda dengan makhluk hidup yang lain,manusiadapat memperlebar kisaran toleransinya karena kemampuannya untuk berpikir, mengembangkanteknologidan memanipulasialam. a. Ekosistem air laut.Habitat laut (oseanik) ditandai olehsalinitas(kadar garam) yang tinggi dengan ion CI-mencapai 55% terutama di daerah laut tropik, karena suhunya tinggi dan penguapan besar.Di daerah tropik, suhu laut sekitar 25C. Perbedaan suhu bagian atas dan bawah tinggi, sehingga terdapat batas antara lapisan air yang panas di bagian atas dengan air yang dingin di bagian bawah yang disebut daerahtermoklin.b. Ekosistem estuari.Estuari (muara) merupakan tempat bersatunya sungai dengan laut.Estuari sering dipagari oleh lempengan lumpurintertidalyang luas ataurawagaram. Ekosistem estuari memiliki produktivitas yang tinggi dan kaya akan nutrisi. Komunitas tumbuhan yang hidup diestuariantara lain rumput rawa garam,ganggang, danfitoplankton. Komunitas hewannya antara lain berbagai cacing,kerang,kepiting, danikan. c. Ekosistem pantai.Dinamakan demikian karena yang paling banyak tumbuh di gundukanpasiradalah tumbuhanIpomoea pes capraeyang tahan terhadap hempasan gelombang danangin.Tumbuhan yang hidup di ekosistem ini menjalar dan berdaun tebal. d. Ekosistem sungai.Sungaiadalah suatu badan air yang mengalir ke satu arah.Air sungai dingin dan jernih serta mengandung sedikitsedimendan makanan. Aliran air dan gelombang secara konstan memberikan oksigen pada air. Suhu air bervariasi sesuai dengan ketinggian dan garislintang.Ekosistem sungai dihuni oleh hewan seperti ikan kucing,gurame,kura-kura, ular,buaya, danlumba-lumba. e. Ekosistem terumbu karang.Ekosistem ini terdiri dari coral yang berada dekat pantai.Efisiensi ekosistem ini sangat tinggi.Hewan-hewan yang hidup di karang memakan organisme mikroskopis dan sisa organik lain. Berbagai invertebrata, mikro organisme, dan ikan, hidup di antarakarangdan ganggang.Herbivoraseperti siput, landak laut, ikan, menjadi mangsa bagigurita,bintang laut, dan ikan karnivora. Kehadiran terumbu karang di dekat pantai membuat pantai memiliki pasir putih.f. Ekosistem lamun.Lamun atauseagrassadalah satu satunya kelompok tumbuh-tumbuhan berbunga yang hidup di lingkungan laut. Tumbuhtumbuhan ini hidup di habitat perairan pantai yang dangkal.Seperti halnya rumput di darat, mereka mempunyaitunasberdaun yang tegak dan tangkaitangkai yang merayap yang efektif untuk berbiak.Berbeda dengan tumbuhtumbuhan laut lainnya (alga dan rumput laut), lamun berbunga, berbuah dan menghasilkan biji. Mereka juga mempunyai akar dan sistem internal untuk mengangkut gas dan zatzat hara.Sebagai sumber dayahayati, lamun banyak dimanfaatkan untuk berbagai keperluan.II. Gambaran Wilayah Pesisir dan Daerah Aliran Sungai di RiauA. Wilayah Pesisir

Menurut Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 Tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil, yang dimaksud dengan wilayah pesisir adalah daerah peralihan antara ekosistem darat dan laut yang dipengaruhi oleh perubahan di darat dan laut.

Kawasan pesisir dikenal sebagai ekosistem yang memiliki potensi sumberdaya yang besar dan bermanfaat dalam memberikan sumbangan bagi peningkatan taraf hidup masyarakat dan devisa negara. Aktivitas perekonomian yang dilakukan di kawasan pesisir diantaranya adalah kegiatan perikanan (tangkap dan budidaya), industri dan pariwisata. Selain itu, kawasan pesisir dapat juga digunakan sebagai tempat membuang limbah dari berbagai aktivitas manusia.Data BPS tahun 2011 menunjukkan bahwa di Indonesia terdapat sekitar 8.090 desa pesisir yang tersebar di 300 kabupaten/kota pesisir. Dari 234,2 juta jiwa penduduk Indonesia, ada 67,87 juta jiwa yang bekerja di sektor informal, dan sekitar 30% diantaranya adalah nelayan. Permasalahan yang berkaitan dengan ekosistem pesisir dan laut adalah kerusakan fisik lingkungan pesisir, termasuk ekosistem, sumberdaya ikan, pencemaran, sedimentasi dan alihfungsi untuk kepentingan industri, tambak dan lain-lain; Masalah sosial ekonomi, diantaranya kemiskinan, kelembagaan, konflik pemanfaatan lahan, kesenjangan sosial dan ketidakpastian hukum. Ekosistem alami yang penting dan rawan kerusakan di wilayah pesisir adalah terumbu karang, padang lamun, dan mangrove. Dampak yang ditimbulkan dari permasalahan tersebut antara lain kerusakan ekosistem pesisir dan laut (mangrove, terumbu karang, dan lamun), hilangnya habitat biota pantai dan laut, abrasi, penurunan kualitas air laut dan peningkatan kekeruhan air laut akibat maraknya penambangan pasir laut.Luas keseluruhan Provinsi Riau adalah 107.932,71 km2 yang terdiri atas wilayah daratan sebesar 80.11% (89.150,16 km2) dan wilayah perairan sebesar 19,89% (18.782,55 km2). Hasil identifikasi kerusakan kondisi eksisting kerusakan pesisir dalam SLHD Riau 2011 (BLH Provinsi Riau, 2011) menunjukkan bahwa luas tutupan mangrove pada tahun 2003 adalah sekitar 188.684,6769 hektar. Pada tahun 2010, luas tutupan mangrove tinggal 175,295.2659 hektar. Dengan begitu, dalam waktu tujuh tahun (2003-2010) terjadi pengurangan luas tutupan mangrove sebesar 13.389,411 hektar atau sekitar 1912 hektar per tahunnya. Dibandingkan dengan hutan mangrove sekunder yang berkurang sekitar 2.627,371 hektar, luasan hutan mangrove primer yang berubah jauh lebih besar atau sekitar 10.762,039 hektar sebagaimana tersaji pada tabel berikut ini :Tabel1: Pengurangan Luas Tutupan Mangrove di Riau 2003-2010

oPengurangan luas tutupanLuas (Ha)

1Pengurangan hutan mangrove primer 10.762,039

2Pengurangan hutan mangrove sekunder 2.627,371

Jumlah 13.389,411

Sumber : BLH Provinsi Riau, 2010 Hal ini mengindikasikan telah terjadi eksploitasi besar-besaran terhadap hutan mangrove di Riau. Dalam perspektif pengendalian dampak perubahan iklim (climate change) dan pemanasan global (global warming) di Provinsi Riau, kerusakan wilayah pesisir Riau yang umumnya berada di Bengkalis, Rokan Hilir, Dumai, Indragiri Hilir, Siak, Pelalawan dan Kepulauan Meranti perlu mendapatkan perhatian serius dari berbagai pihak. Wilayah pesisir merupakan wilayah yang sangat rentan dengan kenaikan air laut (sea level rise) akibat perubahan iklim. Kenaikan air laut akan mengurangi wilayah pesisir dan pada gilirannya akan berdampak terhadap kelangsungan hidup manusia.Berdasarkan kajian BLH Riau dan IPB pada tahun 2012, emisi GRK Provinsi Riau pada tahun baseline 2010 adalah sebesar 0.27CO2-e, dengan kontribusi terbesar dari sektor kehutanan (56%) dan limbah (37%). Sejalan dengan tingginya alih fungsi lahan dan hutan (termasuk mangrove) serta sering terjadinya kebakaran hutan dan lahan, maka Riau menjadi salah satu provinsi penyumbang gas CO2 terbesar di Indonesia. Dampak perubahan iklim meskipun terjadi secara perlahan dan dalam waktu yang cukup panjang, sudah dirasakan masyarakat saat ini. Menurut data Bappenas, selama abad 20, Indonesia mengalami peningkatan suhu rata-rata udara permukaan tanah 0,5 C. Kajian Universitas Riau (2007) mengindikasikan adanya peningkatan suhu rata-rata 1,4 C dalam rentang waktu 14 tahun (1991-2005) di kota Pekanbaru, dengan suhu tertinggi rata-rata mencapai 34 C pada periode Januari-Mei 2009 (BMG Pekanbaru, 2009). Dengan merujuk pada hasil-hasil kajian ini dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa sudah ada indikasi atau gejala perubahan iklim di Provinsi Riau.

Grafik 1 : Peningkatan suhu rata-rata di Pekanbaru

Sumber : BMKG Pekanbaru

B. Daerah Aliran Sungai

Daerah aliran sungai di dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2004 Tentang Sumber Daya Air diartikan sebagai suatu wilayah daratan yang merupakan satu kesatuan dengan sungai dan anak-anak sungainya, yang berfungsi menampung, menyimpan, dan mengalirkan air yang berasal dari curah hujan ke danau atau ke laut secara alami, yang batas di darat merupakan pemisah topografis dan batas di laut sampai dengan daerah perairan yang masih terpengaruh aktivitas daratan.Provinsi Riau memiliki 4 (empat) Daerah Aliran Sungai (DAS) utama yaitu DAS Kampar, Rokan, Indragiri dan DAS Siak. Umumnya DAS di Riau mengalami ancaman pencemaran/kerusakan lingkungan yang sangat serius. Berdasarkan Laporan Status Lingkungan Hidup Provinsi Riau 2011 (BLH Provinsi Riau, 2011), umumnya, sungai-sungai besar di Provinsi Riau seperti Sungai Kampar, Sungai Siak, Sungai Rokan dan Sungai Indragiri telah mengalami pencemaran akibat terlampauinya baku mutu lingkungan hidup oleh beberapa parameter pencemaran air. Dengan merujuk pada hasil olahan data Program Menuju Indonesia Hijau (MIH) KLH RI dalam Status Lingkungan Hidup Indonesia 2010 dalam SLHD Provinsi Riau 2011 (BLH Provinsi Riau, 2011), diketahui bahwa pada periode 2000-2009, tutupan hutan di DAS Prioritas Kampar dan Siak mengalami penurunan sedangkan sebaliknya luasan pemukiman mengalami peningkatan. Salah satu aktifitas yang mencemari lingkungan adalah Penambangan Emas Tanpa Ijin (PETI) terutama di DAS Indragiri, Kampar dan Kuantan. Dampak negatif dari PETI yang perlu diwaspadai adalah pencemaran sungai dan wilayah sekitarnya akibat penggunaan merkuri dalam proses penambangan/pengolahan emas. Mungkin kita perlu belajar dari Tragedi Minamata di Jepang pada tahun 1950an. Minamata merupakan nama sebuah teluk di Jepang yang pernah mengalami pencemaran limbah logam berat (merkuri) yang dibuang oleh perusahaan ke lingkungan. Akibatnya masyarakat di wilayah tersebut mengalami berbagai gangguan penyakit syaraf.

Permasalahan pencemaran lingkungan juga mulai terjadi di DAS Siak dan DAS Rokan baik oleh limbah domestik maupun limbah industri/pabrik. Terkait dengan kerusakan lingkungan, sebagian daerah aliran sungai di Riau mulai terancam daya dukung dan daya tampungnya akibat alih fungsi sempadan sungai untuk kebun sawit, perladangan, pemukiman dan aktifitas lainnya. Padahal, menurut Pasal 52, ayat (2), huruf b, Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2008, sempadan sungai merupakan kawasan perlindungan setempat. Oleh karena itu, sempadan sungai harus tetap hijau atau berhutan karena umumnya areal ini memiliki nilai konservasi yang tinggi (high-conservation value area) dan juga berperan sebagai ruang terbuka hijau (green open space).

Kondisi-kondisi ini akhirnya memunculkan pertanyaan yaitu kebijakan apa yang mesti dilakukan dalam upaya perlindungan dan peningkatan kondisi lingkungan pesisir, laut dan pantai serta Daerah Aliran Sungai di Provinsi Riau?III. Strategi Pengendalian Pencemaran/Kerusakan Kawasan Pesisir dan DAS

Untuk melakukan upaya pengendalian pencemaran/kerusakan kawasan pesisir dan daerah aliran sungai di Riau, BLH Provinsi Riau terlebih dahulu merumuskan visi dan misi di dalam suatu rencana strategis. Visi Lingkungan Hidup Provinsi Riau adalah Terwujudnya Pelestarian Fungsi Lingkungan Hidup melalui Pengelolaan Lingkungan Hidup. Untuk mencapai visi ini maka misi atau tugas yang harus dilaksanakan adalah :Meningkatkan kualitas lingkungan dan perlindungan lingkungan ;Mewujudkan pengelolaan informasi lingkungan hidup yang berkualitas ;Meningkatkan peran serta masyarakat dalam upaya perlindungan dan konservasi sumber daya alam ;Mewujudkan pengendalian kebakaran hutan dan lahan secara terpadu dan efektif dalam rangka mengendalikan perubahan iklim.Kemudian, hal lain yang lain yang juga menjadi acuan pengendalian pencemaran/kerusakan kawasas pesisir dan daerah aliran sungai adalah Standar Pelayanan Minimum (SPM) bidang lingkungan hidup. Berdasarkan Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup RI Nomor 19 Tahun 2008 Tentang Standar Pelayanan Minimal Bidang Lingkungan Hidup Daerah Provinsi dan Daerah Kabupaten/Kota, pemerintah provinsi wajib menyelenggarakan pelayanan di bidang lingkungan hidup yang terdiri dari: 1. Pelayanan informasi status mutu air 2. Pelayanan informasi status mutu udara ambien atau udara bebas 3. Pelayanan tindak lanjut pengaduan masyarakat akibat adanya dugaan pencemaran/perusakan lingkungan hidup.

Dengan mengacu pada Rencana Strategis dan Standar Pelayanan Minimum (SPM) BLH Provinsi Riau periode 2009-2013, upaya-upaya pengendalian pencemaran/kerusakan pesisir, laut dan daerah aliran sungai yang dilakukan adalah sebagai berikut:A. Upaya-upaya pengendalian pencemaran/kerusakan wilayah pesisir Sosialisasi/penyuluhan pada masyarakat pesisir mengenai upaya pencegahan abrasi/kerusakan pantai; Pemberdayaan masyarakat dalam pengendalian kerusakan pesisir dan pembentukan serta pembinaan kelompok masyarakat pesisir; Pelatihan pembibitan mangrove dan gerakan penanaman mangrove di lokasi-lokasi yang mengalami kerusakan; Di bawah ini beberapa kegiatan BLH Provinsi Riau dalam rangka pengendalian pencemaran/kerusakan kawasan pesisir:Tabel 2 : Lokasi sosialisasi dan pelatihan pembibitan mangroveNoJenis KegiatanDesa/KelurahanKab/Kota

1Sosialisasi dan pelatihan pembibitan mangrove (2009)Tl MakmurGuntungSei BakauSinaboiDumaiDumaiRokan HilirRokan Hilir

2Sosialisasi dan pelatihan pembibitan mangrove (2010)GuntungBunsurParit Api-apiBantarTj MelayuRaja BerjamuPetodaanDumaiSiakBengkalisKepulauan MerantiInhilRohilPelalawan

3Sosialisasi dan pelatihan pembibitan mangrove (2011)Guntung

Bunsur

Parit Api-api,

Anak Setatah

Tj. Melayu, Penghulu Raja Bejamu

Petodaan Dumai

Siak

Bengkalis

Kepulauan Meranti

Indragiri Hilir

Rokan Hilir

Pelalawan

Sumber : BLH Provinsi RiauMelakukan monitoring dan koordinasi pengelolaan kawasan pesisir terpadu;Melakukan kajian identifikasi eksisting kerusakan kawasan pesisir.Penyusunan Status Lingkungan Hidup Daerah (SLHD) Riau yang menyediakan berbagai informasi kondisi lingkungan di Riau termasuk kawasan pesisir.Mendorong munculnya/berkembangnya kearifan lokal (local wisdom) dalam melestarikan hutan mangrove/pesisir melalui pembinaan dan pemberian penghargaan lingkungan hidup bagi individu/kelompok yang berjasa dalam pelestarian mangrove. Berdasarkan Pasal 1, Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, kearifan lokal adalah nilai-nilai luhur yang berlaku dalam tata kehidupan masyarakat untuk antara lain melindungi dan mengelola lingkungan hidup secara lestari. Berikut ini adalah nama-nama individu/kelompok yang berjasa di Riau dalam melestarikan mangrove;Penghargaan lingkungan hidup KALPATARU dari Presiden RI

1. Kelompok Tani Mekar Sari di Desa Bantan Air, Bengkalis (menerima penghargaan pada tahun 1999 dengan kategori penyelamat lingkungan dalam bentuk penyelamatan ekosistem mangrove).

2. Abbas H. Usman di Desa Sungai Asam, Indragiri Hilir (menerima penghargaan pada tahun 2008 dengan kategori perintis lingkungan).

3. Defitri Akbar/LSM Bahtera Melayu di Bantan, Bengkalis (menerima penghargaan pada tahun 2008 dengan kategori penyelamat lingkungan dalam bentuk penyelamatan ekosistem mangrove).

Penghargaan lingkungan hidup SETIA LESTARI BUMI dari Gubernur Riau:1. Darwis Saleh/LSM Pencinta Alam Bahari, Dumai (menerima penghargaan pada tahun 2009 dengan kategori penyelamat lingkungan dalam bentuk penyelamatan ekosistem mangrove, Bandar Bakau Dumai).

2. Kadarsiono/LSM Tegas, di Desa Anak Setatah, Kepulauan Meranti (menerima penghargaan pada tahun 2011 dengan kategori penyelamat lingkungan dalam bentuk penyelamatan ekosistem mangrove).3. Herman Yahya/Desa Sungai Alam, Bengkalis (menerima penghargaan pada tahun 2012 dengan kategori penyelamat lingkungan dalam bentuk penyelamatan ekosistem mangrove).

B. Upaya pengendalian pencemaran/kerusakan lingkungan DAS Pemantauan kualitas air sungai (Sungai Siak, Indragiri, Rokan dan Sungai Kampar). Pemantauan ini dilakukan dalam rangka pemenuhan SPM lingkungan hidup untuk layanan informasi status mutu air. Pengawasan ketaatan pelaku usaha/bisnis dalam pelaksanaan AMDAL/UKL-UPL, pengelolaan limbah cair, pengelolaan emisi udara dan pengelolaan limbah bahan berbahaya dan beracun (B3) melalui Program Penilaian Peringkat Kinerja Lingkungan Perusahaan (PROPER). Sosialisasi konsep 3 R (Reduce-Reuse-Recycle) atau konsep kurangi-gunakan kembali-daur ulang sampah khususnya sampah plastik pada tahun 2013. Kegiatan ini diharapkan dapat mengubah perilaku masyarakat dalam pengelolaan sampah yang semula perilakunya membuang sampah sembarangan menjadi perilaku positif yaitu memanfaatkan sampah menjadi sesuatu yang bernilai ekonomi (mendaur ulang plastik bekas menjadi tas plastik dan sebagainya). Hal ini diharapkan berdampak positif terhadap berkurangnya sampah plastik yang dibuang ke anak sungai atau sungai.

Pembinaan konservasi keanekaragamanhayati bagi perusahaan perkebunan kelapa sawit. Melalui pembinaan ini diharapkan akan tumbuh kesadaran dunia usaha untuk melindungi areal sempadan sungai, sekitar mata air dan kubah gambut.

Penyusunan Master Plan Pengelolaan Ekosistem Gambut oleh KLH RI (bekerjasama dengan BLH Riau pada tahun 2009). Luas Kawasan Hidrologis Gambut Riau (KLH RI, 2009) adalah 5,7 juta hektar yang terdiri atas;

a. Kawasan Lindung Kubah Gambut (1.692.985 hektar). Sekitar 200.191 hektar diantaranya memiliki tutupan pohon yang rusak.

b. Kawasan Budidaya Gambut (4.026598 hektar). Sekitar 1.313.524 hektar diantaranya memiliki tutupan pohon yang sudah rusak.

Pengelolaan lahan gambut berkelanjutan yang mengacu pada master plan pengelolaan ekosistem gambut Riau diharapkan akan memberikan kontribusi positif baik langsung maupun tidak langsung terhadap kelestarian sumber daya air di Riau karena gambut memiliki kemampuan yang baik sebagai penyimpan air (water reservoir) dan daerah tangkapan air (catchment area). Sosialisasi Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS) di 11 kabupaten/kota pada tahun 2012. KLHS merupakan instrumen penting yang diamanatkan oleh Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (Pasal 14, huruf a) untuk mencegah pencemaran/kerusakan lingkungan hidup. Melalui sosialisasi ini, diharapkan seluruh penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) dan Rencana Pembangunan Jangka Panjang/Menengah (RPJP/RPJMD) pemerintah kabupaten/kota dapat mengacu pada KLHS sehingga pencemaran/kerusakan lingkungan yang timbul akibat pemanfaatan ruang yang tidak ramah lingkungan dapat diminimalkan. Ikut mendorong terwujudnya pengelolaan Cagar Biosfer Giam Siak Kecil Bukit Batu agar kelestarian ekosistem sungai, tasik dan hutan rawa gambut yang ada di cagar biosfer dapat terjaga dengan baik. Sejauh ini, BLH Provinsi Riau telah melakukan pembinaan konservasi keanekaragamanhayati di Desa Temiang (2011) dan Desa Sepahat (2012), Bengkalis. Mendorong munculnya/berkembangnya kearifan lokal (local wisdom) dalam melestarikan lingkungan melalui pembinaan dan pemberian penghargaan lingkungan hidup bagi individu/kelompok yang berjasa dalam pelestarian sungai dan sumber mata air. Berikut beberapa nama-nama individu/kelompok yang berjasa dalam pelestarian pelestarian sungai dan hutan;Penghargaan lingkungan hidup KALPATARU dari Presiden RI

1. Masriadi-Yayasan Pelopor/Masyarakat Adat Rumbio di Kenagarian Rumbio, Kampar (menerima penghargaan pada tahun 2011 dengan kategori penyelamat lingkungan dalam bentuk penyelamatan Hutan Larangan Adat Rumbio). Atas jasanya, kelestarian hutan adat ini berdampak positif terhadap kelestarian anak sungai dan sumber mata air di sekitar hutan tersebut.Penghargaan lingkungan hidup SETIA LESTARI BUMI dari Gubernur Riau

1. Basri/Lembaga Adat Pangkalan Indarung, di Desa Pangkalan Indarung, Kuantan Singingi (menerima penghargaan pada tahun 2010 dengan kategori penyelamat lingkungan dalam bentuk penyelamatan lubuk larangan). Lubuk larangan merupakan upaya masyarakat untuk melakukan konservasi dan pemanfaatan berkelanjutan berbagai jenis ikan lokal dengan berbasis kearifan lokal.

2. M. Syafri/Masyarakat Adat Dusun Ingu, Rokan Hulu. (menerima penghargaan pada tahun 2011 dengan kategori penyelamat lingkungan dalam bentuk penyelamatan lubuk larangan).

3. Lembaga Adat Teratak Air Hitam, di Desa Teratak Air Hitam, Kuantan Singingi (menerima penghargaan pada tahun 2012 dengan kategori penyelamat lingkungan dalam bentuk penyelamatan Hutan Adat Teratak Air Hitam). Atas jasanya, kelestarian hutan adat ini berdampak positif terhadap kelestarian anak sungai yang menjadi sumber mata air bagi masyarakat sekitar hutan tersebut.

IV. ARAH KEBIJAKAN BIDANG LINGKUNGAN HIDUP DIMASA MENDATANG

Upaya-upaya yang dilakukan tersebut memang dirasakan belum optimal sepenuhnya sehingga berbagai permasalahan pencemaran/kerusakan lingkungan yang mengancam kelestarian kawasan pesisir dan daerah aliran sungai di Provinsi Riau masih terjadi. Hal ini terjadi karena adanya kelemahan dalam hal kapasitas dan jumlah sumber daya manusia BLH Provinsi Riau, anggaran yang belum memadai dibidang lingkungan hidup dan masih lemahnya kesadaran, kepedulian dan komitmen sebagian stakeholder dalam pelestarian fungsi lingkungan hidup. Oleh karena itu, untuk mengoptimalkan strategi pengendalian pencemaran/kerusakan lingkungan, arah kebijakan dibidang lingkungan hidup di masa yang akan datang yang perlu dilakukan adalah ;1. Meningkatkan dan memperkuat upaya pengendalian pencemaran/kerusakan yang sudah ada.2. Meningkatkan dan memperkuat kesadaran, kepedulian dan komitmen serta kemitraan/kerjasama para stakeholder (pemerintah, masyarakat, dunia usaha, universitas, tokoh masyarakat, NGO) dalam pelestarian fungsi lingkungan hidup.

3. Melindungi, mengembangkan kearifan lokal (local wisdom) yang sudah ada dan mendorong munculnya kearifan lokal baru melalui;

a. Pembuatan regulasi daerah tentang tata cara pengakuan keberadaan, kearifan lokal dan hak masyarakat hukum adat terkait perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup.

b. Inventarisasi keberadaan, kearifan lokal dan hak masyarakat hukum adat terkait perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup.

c. Pemberdayaan/pembinaan masyarakat hukum adat/kader lingkungan.

4. Mendorong terwujudnya Program Kampung Iklim (PROKLIM) yang berbasis kemandirian masyarakat khususnya di desa-desa pesisir di Provinsi Riau termasuk pada desa-desa pesisir pada Cagar Biosfer Giam Siak Kecil Bukit Batu. Proklim adalah program berlingkup nasional yang dikelola oleh Kementerian Lingkungan Hidup dalam rangka mendorong masyarakat untuk melakukan peningkatan kapasitas adaptasi terhadap dampak perubahan iklim dan penurunan emisi gas rumah kaca serta memberikan penghargaan terhadap upaya-upaya adaptasi dan mitigasi perubahan iklim yang telah dilaksanakan di tingkat lokal sesuai dengan kondisi wilayahnya.5. Mendorong terlaksananya Program Coorporate Social Responsibility (CSR) atau Tanggung Jawab Sosial Perusahaan dibidang lingkungan hidup misalnya pembangunan taman keanekaragamanhayati di luar kawasan hutan guna menambah luasan ruang terbuka hijau, pendidikan lingkungan hidup, perubahan iklim dan sebagainya. 6. Melakukan Kajian Kerentanan dan Adaptasi terhadap Dampak Perubahan Iklim (KRAPI) pada kawasan pesisir Riau. Melalui kajian kerentanan ini akan diketahui sebaran desa-desa pesisir yang sangat rentan terhadap kenaikan permukaan air laut dan upaya adaptasi (penyesuaian diri) yang dapat dilakukan.REFERENSIHasil Kajian/Laporan1. KLH RI, 2009, Master Plan Pengelolaan Ekosistem Gambut Riau, Jakarta. 2. BLH Provinsi Riau, 2010, Rencana Strategis BLH Provinsi Riau, Pekanbaru.

3. BLH Provinsi Riau, 2010, Identifikasi Kondisi Eksisting Kerusakan Lingkungan Hidup Kawasan Non Hutan (Pesisir), Pekanbaru.

4. BLH Provinsi Riau, 2011, Status Lingkungan Hidup Provinsi Riau 2011, Pekanbaru.Peraturan Perundang-Undangan

1. Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup RI Nomor 19 Tahun 2008 Tentang Standar Pelayanan Minimal Bidang Lingkungan Hidup Daerah Provinsi dan Daerah Kabupaten/Kota.

2. Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup RI Nomor 19 Tahun 2012 Tentang Program Kampung Iklim.

3. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2004 Tentang Sumber Daya Air.4. Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 Tentang Penataan Ruang. 5. Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 Tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil.6. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.

Internet:

1. www.wikipedia.org.11 | PageBLH Provinsi Riau