kebiasaan merokok dan status gizi kurang sebagai …digilib.unila.ac.id/55616/3/skripsi tanpa bab...

55
KEBIASAAN MEROKOK DAN STATUS GIZI KURANG SEBAGAI FAKTOR RISIKO KEJADIAN ISPA PADA BALITA DI WILAYAH KERJA KEMILING BANDARLAMPUNG (skripsi) Oleh Bella Juliana Baladiah FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS LAMPUNG BANDAR LAMPUNG 2019

Upload: others

Post on 11-Sep-2019

11 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: KEBIASAAN MEROKOK DAN STATUS GIZI KURANG SEBAGAI …digilib.unila.ac.id/55616/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · di rumah sakit (S udarajad, 2010). ISPA merupakan penyakit yang

KEBIASAAN MEROKOK DAN STATUS GIZI KURANG SEBAGAIFAKTOR RISIKO KEJADIAN ISPA PADA BALITA DI WILAYAH

KERJA KEMILING BANDARLAMPUNG

(skripsi)

OlehBella Juliana Baladiah

FAKULTAS KEDOKTERANUNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG2019

Page 2: KEBIASAAN MEROKOK DAN STATUS GIZI KURANG SEBAGAI …digilib.unila.ac.id/55616/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · di rumah sakit (S udarajad, 2010). ISPA merupakan penyakit yang

ABSTRAK

KEBIASAAN MEROKOK DAN STATUS GIZI KURANG SEBAGAIFAKTOR RISIKO KEJADIAN ISPA PADA BALITA DI WILAYAH

KERJA KEMILING BANDARLAMPUNG

Oleh

Bella Juliana Baladiah

Latar Belakang: Di Bandar Lampung yaitu 13,1% orang menderita ISPA.Sebanyak 14,4% penderita ISPA pada usia 0 – 5 tahun. Terdapat beberapa faktorrisiko yang dapat menyebabkan ISPA yaitu diantaranya mikrobakteri, statusnutrisi, imunisasi, keadaan lingkungan, dan kebiasaan merokok pada orang tua.Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui besar resikokebiasaan merokok di dalam rumah dan status gizi kurang terhadap kejadian ISPApada anak umur 1-5 tahun di Puskesmas Kemiling.Metode: Penelitian ini menggunakan pendekatan case control. Subjek penelitianini adalah 68 sampel kasus dan 68 sampel kontrol. Data diperoleh langsung darisubjek penelitian melalui data primer dan data sekunder. Analisis yang digunakanchi square untuk mendapatkan nilai P dan OR.Hasil: Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa Kebiasaan Merokok (p= 0,001dan OR= 3,36 ; 95% CI= 1,66-6,80), Status gizi (p= 0,006 dan OR= 2,78 ; 95%CI= 1,38-5,57) merupakan Kejadian ISPA pada Balita diwilayah kerja PuskesmasKemiling Bandarlampung.Simpulan: Kebiasaan Merokok, Status gizi merupakan faktor risiko KejadianISPA pada Balita diwilayah kerja Puskesmas Kemiling Bandarlampung

Kata kunci : Kebiasaan Merokok, Status Gizi Kurang, ISPA

Page 3: KEBIASAAN MEROKOK DAN STATUS GIZI KURANG SEBAGAI …digilib.unila.ac.id/55616/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · di rumah sakit (S udarajad, 2010). ISPA merupakan penyakit yang

ABSTRACT

SMOKING HEALTH AND UNDERNUTRITION IS AS A RISKFACTORS OF ACUTE RESPIRATORY INFECTION IN CHILDREN

UNDER FIVE YEARS IN KEMILING WORKING AREABANDARLAMPUNG

By

Bella Juliana Baladiah

Background: In Bandar Lampung, 13.1% of people suffer from acute respiratoryinfection. As many as 14.4% of patients with acute respiratory infection at the ageof 0 - 5 years. There are several risk factors that can cause acute respiratoryinfection, namely bacterial microbes, undernutrition status, immunization,environmental conditions, and smoking habits in the elderly. The purpose of thisstudy was to study the major problems of home smoking and undernutrition statusin the incidence of ARI in children aged 1-5 years at the Kemiling Health Center.Method: This study uses studying case control. The subjects of this study were 68study samples and 68 control samples. Data is obtained directly from the researchsubject through primary data and secondary data. The analysis used chi square toget P and OR values.Results: The results of this study indicate that there is a relationship betweensmoking inhouse (Pvalue = 0.001; OR = 3.36), nutritional status (Pvalue = 0.006;OR = 2.78) with acute respiratoryinfection events in toddlers in the work area ofBandarlampung Kemiling Health Center.Conclusion: Smoking inhous, undernutrition status is a risk factor for ISPAevents in toddlers in the work area of the Bandarlampung Kemiling Health Center

Keywords: Smoking habits, undernutritional status, acute respiratory infection

Page 4: KEBIASAAN MEROKOK DAN STATUS GIZI KURANG SEBAGAI …digilib.unila.ac.id/55616/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · di rumah sakit (S udarajad, 2010). ISPA merupakan penyakit yang

KEBIASAAN MEROKOK DAN STATUS GIZI KURANGSEBAGAI FAKTOR RISIKO KEJADIAN ISPA PADA

BALITA DI WILAYAH KERJA KEMILINGBANDARLAMPUNG

Oleh

Bella Juliana Baladiah

Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh GelarSARJANA KEDOKTERAN

Pada

Fakultas KedokteranUniversitas Lampung

FAKULTAS KEDOKTERANUNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG2019

Page 5: KEBIASAAN MEROKOK DAN STATUS GIZI KURANG SEBAGAI …digilib.unila.ac.id/55616/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · di rumah sakit (S udarajad, 2010). ISPA merupakan penyakit yang
Page 6: KEBIASAAN MEROKOK DAN STATUS GIZI KURANG SEBAGAI …digilib.unila.ac.id/55616/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · di rumah sakit (S udarajad, 2010). ISPA merupakan penyakit yang
Page 7: KEBIASAAN MEROKOK DAN STATUS GIZI KURANG SEBAGAI …digilib.unila.ac.id/55616/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · di rumah sakit (S udarajad, 2010). ISPA merupakan penyakit yang
Page 8: KEBIASAAN MEROKOK DAN STATUS GIZI KURANG SEBAGAI …digilib.unila.ac.id/55616/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · di rumah sakit (S udarajad, 2010). ISPA merupakan penyakit yang

RIWAYAT HIDUP

Penulis lahir di Kota Bandarlampung, pada tanggal 5 Juli 1996, sebagai anak

tunggal dari pasangan Bapak Ir. Baldiah Effendi (Alm) dan Ibu Ernalia. S.E.,

M.M.

Penulis mulai menempuh pendidikan Taman Kanak-kanak di TK IKI PTPN VII

PUSAT pada tahun 2000 setelah dua tahun menempuh pendidikan Taman Kanak

Kanak, penulis memasuki jenjang pendidikan dasar di SD Negeri 2 Rawa Laut

selama 6 tahun.

Pada tahun 2008 penulis melanjutkan pendidikan di SMPN 2 Bandarlampung

selama tiga tahun dan pada tahun 2011 penulis meneruskan pendidikan menengah

atas di SMAN 2 Bandarlampung.

Setelah tiga tahun, penulis lulus dan meneruskan pendidikan di Fakultas

Kedokteran Universitas Lampung melalu jalur Seleksi Bersama Masuk Perguruan

Tinggi Negeri (SBMPTN).

Page 9: KEBIASAAN MEROKOK DAN STATUS GIZI KURANG SEBAGAI …digilib.unila.ac.id/55616/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · di rumah sakit (S udarajad, 2010). ISPA merupakan penyakit yang

Kupersembahkan Skripsi Ini

Untuk

Papi dan Mami Tersayang.

Page 10: KEBIASAAN MEROKOK DAN STATUS GIZI KURANG SEBAGAI …digilib.unila.ac.id/55616/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · di rumah sakit (S udarajad, 2010). ISPA merupakan penyakit yang

SANWANCANA

Puji Syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT karena atas berkat, rahmat, dan

karunia-Nya skripsi ini dapat diselesaikan.

Skripsi dengan judul “KEBIASAAN MEROKOK DAN STATUS GIZI KURANG

SEBAGAI FAKTOR RISIKO KEJADIAN ISPA PADA BALITA DI WILAYAH

KERJA BANDARLAMPUNG” ini disusun sebagai salah satu syarat menyelesaikan

pendidikan dan memperoleh gelar Sarjana Kedokteran di Program Studi

Pendidikan Dokter Universitas Lampung.

Dalam menyelesaikan skripsi ini, penulis banyak mendapat masukan, bantuan,

dorongan, saran, bimbingan, dan kritik dari berbagai pihak. Maka dalam

kesempatan kali ini penulis ingin menyampaikan rasa terima kasih kepada:

1. Prof. Dr. Ir. Hasriadi Mat Akin, M.P., selaku Rektor Universitas Lampung.

2. Dr. dr. Muhartono, S.Ked., M.Kes., Sp.PA selaku Dekan Fakultas

Kedokteran Universitas Lampung

3. Dr. Dyah Wulan S.R.W, S.KM., M.Kes selaku Pembimbing Utama atas

kesediaannya untuk meluangkan waktu, membimbing dan memberikan

masukan, nasihat serta banyak ilmu selama proses pengerjaan skripsi ini.

Page 11: KEBIASAAN MEROKOK DAN STATUS GIZI KURANG SEBAGAI …digilib.unila.ac.id/55616/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · di rumah sakit (S udarajad, 2010). ISPA merupakan penyakit yang

4. Minerva Nadia Putri A.T, S.K.M., M.K.M selaku Pembimbing Kedua

yang telah memberikan waktunya, masukan, bimbingan, nasihat serta

motivasi kepada peneliti sehingga skripsi ini dapat terselesaikan.

5. Dr. dr. Khairun Nisa, S.Ked., M.Kes., AIFO selaku Pembahas atas

kesediannya untuk meluangkan waktu, memberikan masukan serta

motivasi kepada peneliti sehingga skripsi ini dapat diselesaikan.

6. Dr. dr. T.A Larasati, S.Ked., M.Kes selaku Pembimbing Akademik, terima

kasih atas motivasi dan doanya.

7. Seluruh staf pengajar dan karyawan FK Unila atas ilmu yang telah

diberikan kepada penulis untuk menambah wawasan yang menjadi

landasan bagi masa depan dan cita-cita.

8. Teristimewa untuk kedua orang tuaku tercinta, Papi Ir. Baladiah Effendi

(Alm) dan mami Ernalia, S.E., M.M terimakasih atas semua limpahan

kasih sayang yang luar biasa, doa, segala pelajaran hidup yang telah

diberikan serta menjadi motivasi saya dalam menyelesaikan skripsi ini,

Semoga Allah SWT selalu memberikan perlindungan dan karunia-Nya.

9. Seluruh keluarga besar yang tidak dapat disebutkan satu persatu atas

motivasi dan doa untuk menyelesaikan skripsi ini.

10. Kepala Puskesmas rawat inap Kemiling kota Bandarlampung beserta staff

dan jajaran telah memberikan izin penelitian serta membantu dalam proses

penelitian.

11. Kepala Ruang Rekam Medik yang telah mengizinkan melakukan

penelitian di Puskesmas rawat inap Kemiling, Bandarlampung serta

Page 12: KEBIASAAN MEROKOK DAN STATUS GIZI KURANG SEBAGAI …digilib.unila.ac.id/55616/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · di rumah sakit (S udarajad, 2010). ISPA merupakan penyakit yang

membantu selama penelitian sehingga skripsi ini dapat terselesaikan

dengan baik.

12. Semua responden penelitian yang tidak bisa disebutkan satu per satu yang

telah membantu dan memberikan jawaban selama penelitian berlangsung

sehingga skripsi ini dapat terselesaikan.

13. Sahabat terbaik Arninda Rahman, Chyntia Saputri, dan Dwi Jayanti T.L.,

Terima kasih telah banyak membantu, menemani, memberikan nasihat,

semangat, dan canda tawa kepada penulis selama proses perkuliahan dan

pengerjaan skripsi ini.

14. Sahabat SMA terbaik Ameliza Indah Mahesa, Alvita Raissa Marza, Nasa

Dwi, Nurul Fajri, dan Sunita Agustina yang walaupun terpisahkan jarak

tetap maenguatkan penulis di masa-masa sulit.

15. Teman-temanku senasib seperjuangan Nopri dan Rena terima kasih atas

kebersamaan selama menjalani perjuangan panjang ini dengan tangis,

canda, dan tawa.

16. Teman-teman kelompok Tutorial dan CSL selama diperkuliahan. Terima

kasih telah mewarnai hari-hari masa perkuliahan.

17. Teman-teman seperjuangan angkatan 2014 “CRAN14L” yang tidak dapat

disebutkan satu persatu. Terima kasih atas kebersamaan, keceriaan,

kekompakkan dan kebahagiaan selama perkuliahan. Semoga kita bisa jadi

dokter-dokter professional dan amanah.

18. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yang telah

membantu dan menyumbangkan pemikirannya dalam pembuatan skripsi

ini.

Page 13: KEBIASAAN MEROKOK DAN STATUS GIZI KURANG SEBAGAI …digilib.unila.ac.id/55616/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · di rumah sakit (S udarajad, 2010). ISPA merupakan penyakit yang

Akhir kata, semoga semua bantuan dan doa yang telah diberikan kepada penulis

mendapat balasan dari Allah SWT. Penulis menyadari bahwa skripsi ini banyak

kekurangan dan jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu penulis mengharapkan

saran dan kritik yang bersifat membangun demi perbaikan skripsi ini. Penulis

berharap semoga skripsi yang sederhana ini dapat berguna dan bermanfaat bagi

kita semua.

Bandar Lampung, Januari 2018

Penulis

Bella Juliana Baladiah

Page 14: KEBIASAAN MEROKOK DAN STATUS GIZI KURANG SEBAGAI …digilib.unila.ac.id/55616/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · di rumah sakit (S udarajad, 2010). ISPA merupakan penyakit yang

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR ISI ........................................................................................................ i

DAFTAR GAMBAR ............................................................................................ iv

DAFTAR TABEL.................................................................................................v

BAB I PENDAHULUAN.....................................................................................1

1.1 Latar Belakang ................................................................................................1

1.2 Rumusan masalah............................................................................................4

1.3 Tujuan Penelitian ............................................................................................4

1.3.1 Tujuan Umum.......................................................................................4

1.3.2 Tujuan Khusus......................................................................................4

1.4 Manfaat Penilitian ...........................................................................................5

1.4.1 Bagi Peneliti .........................................................................................5

1.4.2 Bagi Masyarakat ..................................................................................5

1.4.3 Bagi Institusi ........................................................................................5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA...........................................................................6

2.1 Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA)........................................................6

2.1.1 Pengertian ISPA ...................................................................................6

2.1.2 Gejala Klinis ISPA ...............................................................................7

2.1.3 Patogenesis ISPA..................................................................................8

2.1.4 Faktor Resiko ISPA..............................................................................9

2.1.5 Hubungan Asap Rokok dengan ISPA ..................................................14

2.1.6 Hubungan Status Gizi dengan ISPA.....................................................17

2.2 Kerangka Teori..............................................................................................20

2.3 Kerangka Konsep ..........................................................................................21

Page 15: KEBIASAAN MEROKOK DAN STATUS GIZI KURANG SEBAGAI …digilib.unila.ac.id/55616/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · di rumah sakit (S udarajad, 2010). ISPA merupakan penyakit yang

2.4 Hipotesis........................................................................................................21

BAB III METODE PENELITIAN........................................................................22

3.1 Desain Penelitian.............................................................................................22

3.2 Tempat dan Waktu Penelitian .........................................................................22

3.2.1 Tempat .................................................................................................22

3.2.2 Waktu penelitian ..................................................................................22

3.3 Populasi dan Sampel Penelitian .....................................................................23

3.3.1 Populasi Penelitian ..............................................................................23

3.3.2 Sampel Penelitian ................................................................................23

3.3.3 Teknik Sampling .................................................................................25

3.4 Kriteria Inklusi dan Eksklusi...........................................................................26

3.4.1 Kriteria inklusi: ......................................................................................26

3.4.2 Kriteria eksklusi: .....................................................................................26

3.5 Variabel Penelitian .........................................................................................26

3.5.1 Variabel Bebas (Independent) .............................................................26

3.5.2 Variabel Terikat (Dependent) ..............................................................26

3.6 Definisi Operasional .......................................................................................27

3.7 Cara Pengumpulan Data..................................................................................27

3.7.1 Alat .......................................................................................................27

3.7.2 Jenis Data ............................................................................................28

3.7.3 Cara Kerja.............................................................................................28

3.8 Analisa Data .................................................................................................30

3.9 Etika Penelitian ............................................................................................30

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN......................................31

4.1 Hasil Penelitian ...............................................................................................31

4.1.1 Karakteristik Responden.......................................................................32

4.1.2 Analisis Univariat .................................................................................33

4.1.3 Analisis Bivariat ...................................................................................36

4.2 Pembahasan ....................................................................................................38

4.2.1 Univariat ...............................................................................................38

Page 16: KEBIASAAN MEROKOK DAN STATUS GIZI KURANG SEBAGAI …digilib.unila.ac.id/55616/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · di rumah sakit (S udarajad, 2010). ISPA merupakan penyakit yang

4.2.2 Bivariat .................................................................................................40

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan ...................................................................................................50

5.2 Saran ..............................................................................................................51

5.2.1 Bagi Tenaga Kesehatan...........................................................................51

5.2.2 Bagi Masyarakat......................................................................................51

5.2.3 Bagi Orang Tua .......................................................................................51

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

Page 17: KEBIASAAN MEROKOK DAN STATUS GIZI KURANG SEBAGAI …digilib.unila.ac.id/55616/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · di rumah sakit (S udarajad, 2010). ISPA merupakan penyakit yang

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1. Kerangka Teori ............................................................................................................ 20

2. Kerangka Konsep......................................................................................................... 21

Page 18: KEBIASAAN MEROKOK DAN STATUS GIZI KURANG SEBAGAI …digilib.unila.ac.id/55616/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · di rumah sakit (S udarajad, 2010). ISPA merupakan penyakit yang

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1. Jumlah Sampel dan proporsinya untuk kebiasaan merokok dan status gizi

kurang sebagai factor risiko kejadian ISPA pada balita..................................24

2. Definisi Operasional........................................................................................27

3. Distrubusi frekuensi karakteristik ibu Berdasarkan Usia, Pendidikan, dan

Pekerjaan di wilayah kerja Kemiling Bandarlampung....................................32

4. Distrubusi frekuensi karakteristik Balita Berdasarkan Usia, dan Jenis

Kelamin di Puskesmas Kemiling Bandarlampung..........................................33

5. Distrubusi frekuensi Kebiasaan Merokok di Puskesmas Kemiling

Bandarlampung ...............................................................................................34

6. Distrubusi frekuensi Status Gizi Balita di Puskesmas Kemiling

Bandarlampung ...............................................................................................35

7. Kebiasaan Merokok di dalam Rumah sebagai faktor risiko Kejadian ISPA

pada Balita diwilayah kerja Puskesmas Kemiling Bandar Lampung .............36

8. Status Gizi sebagai faktor risiko Kejadian ISPA pada Balita diwilayah

kerja Puskesmas Kemiling Bandarlampung....................................................37

Page 19: KEBIASAAN MEROKOK DAN STATUS GIZI KURANG SEBAGAI …digilib.unila.ac.id/55616/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · di rumah sakit (S udarajad, 2010). ISPA merupakan penyakit yang

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Surat Izin Penelitian

Lampiran 2. Persetujuan Etik

Lampiran 3. Informed Consent

Lampiran 4. Kuesioner Penelitian

Lampiran 5. Hasil SPSS

Page 20: KEBIASAAN MEROKOK DAN STATUS GIZI KURANG SEBAGAI …digilib.unila.ac.id/55616/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · di rumah sakit (S udarajad, 2010). ISPA merupakan penyakit yang

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) merupakan penyakit yang sering

dijumpai dengan manifestasi ringan sampai berat. Infeksi yang mengenai

jaringan paru-paru atau ISPA berat, dapat menjadi pneumonia (Depkes RI,

2009).

Menurut Departemen Kesehatan Republik Indonesia (Depkes RI) 2005,

setiap anak diperkirakan mengalami 3 sampai 6 episode penyakit ISPA setiap

tahunnya, berarti setiap seorang balita rata-rata mendapat serangan ISPA 3-6

kali per tahun. Di Indonesia, ISPA berada pada daftar 10 penyakit terbanyak

di rumah sakit (Sudarajad, 2010). ISPA merupakan penyakit yang banyak

diderita oleh masyarakat Provinsi Lampung (18,8%). ISPA paling banyak

ditemukan di Bandar Lampung yaitu 13,1%. Sebanyak 14,4% penderita ISPA

pada usia 0 – 5 tahun (Kemenkes RI, 2013).

Terjadinya ISPA dipengaruhi atau ditimbulkan oleh tiga hal yaitu adanya

mikrobakteri (terdiri dari lebih dari 300 jenis bakteri, virus, dan riketsia),

keadaan daya tahan tubuh (status nutrisi, imunisasi) dan keadaan lingkungan

(rumah yang kurang ventilasi, lembab, basah, dan kepadatan penghuni)

Page 21: KEBIASAAN MEROKOK DAN STATUS GIZI KURANG SEBAGAI …digilib.unila.ac.id/55616/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · di rumah sakit (S udarajad, 2010). ISPA merupakan penyakit yang

2

(Trisnawati & Juwarni, 2012). Berdasarkan peraturan Mentri Kesehatan

tahun 2011, setiap rumah wajib memiliki ventilasi minimum 10% dari luas

rumah untuk memenuhi persyaratan rumah sehat. Selain itu, faktor risiko

yang secara umum dapat menyebabkan terjadinya ISPA adalah keadaan

sosial ekonomi menurun, gizi buruk, pencemaran udara dan asap rokok

(Trisnawati & Juwarni, 2012).

Pada keluarga yang merokok, secara statistik balitanya mempunyai

kemungkinan terkena ISPA 2 kali lipat dibandingkan dengan balita dari

keluarga yang tidak merokok. Selain itu dari penelitian lain didapat bahwa

episode ISPA meningkat 2 kali lipat akibat orang tua merokok (Hidayat,

2009)

Asap rokok menyebabkan berbagai masalah kesehatan pada bayi dan anak-

anak, termasuk serangan lebih sering dan parah asma, infeksi pernapasan,

infeksi telinga, dan sudden infant death syndrome (SIDS) (Centers for

Disease Control and Prevention, 2014). Asap rokok yang dihisap, baik oleh

perokok aktif maupun perokok pasif akan menyebabkan fungsi ciliary

terganggu, volume lendir meningkat, humoral terhadap antigen diubah, serta

kuantitatif dan kualitatif perubahan dalam komponen selular terjadi. Beberapa

perubahan dalam mekanisme pertahanan tidak akan kembali normal sebelum

terbebas dari paparan asap rokok. Sehingga selama penderita ISPA masih

mendapatkan paparan asap rokok, proses pertahanan tubuh terhadap infeksi

tetap akan terganggu dan akan memperlama waktu yang dibutuhkan untuk

penyembuhannya (Marcy TW, 2007).

Page 22: KEBIASAAN MEROKOK DAN STATUS GIZI KURANG SEBAGAI …digilib.unila.ac.id/55616/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · di rumah sakit (S udarajad, 2010). ISPA merupakan penyakit yang

3

Menurut Yulia Efni pada tahun 2016 status gizi merupakan faktor risiko

kejadian ISPA, balita yang status gizinya kurang 9,1 kali berisiko ISPA

dibandingkan dengan balita yang status gizinya baik. Malnutrisi adalah faktor

risiko yang paling penting untuk terjadinya kasus ISPA pada balita yang

disebabkan oleh asupan yang kurang memadai. Malnutrisi akan menghambat

pembentukan antibodi yang spesifik dan juga akan mengganggu pertahanan

paru.

Nutrisi pada anak menentukan kecenderungan terkena ISPA pada anak-anak.

Nutrisi yang baik akan membentuk daya tahan tubuh yang baik pada anak-

anak terhadap lingkungan. Sebaliknya, anak-anak dengan gizi buruk tidak

mengembangkan daya tahan tubuh yang kuat sehingga anak-anak ini

cenderung memiliki penyakit, terutama infeksi (Elsanita W, 2015)

Pada tahun 2016, di Bandar Lampung ini jumlah kasus pneumonia jika dilihat

berdasarkan wilayah kerja puskesmas, cakupan penemuan kasus Pneumonia

Balita dengan persentase tertinggi ada di Puskesmas Kemiling, Panjang,

Gedong Air, Simpur dan Sukaraja. sementara terendah di Pinang Jaya, Smur

Batu dan Palapa.

Berdasarkan uraian tersebut, maka penulis ingin melakukan penelitian

tentang kebiasaan merokok di dalam rumah dan status gizi kurang sebagai

faktor risiko kejadian ISPA pada anak umur 1-5 tahun di Puskesmas

Kemiling, Bandar Lampung.

Page 23: KEBIASAAN MEROKOK DAN STATUS GIZI KURANG SEBAGAI …digilib.unila.ac.id/55616/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · di rumah sakit (S udarajad, 2010). ISPA merupakan penyakit yang

4

1.2 Rumusan masalah

Berdasarkan kajian latar belakang diatas maka yang menjadi permasalahan

dalam penelitian ini adalah “Apakah kebiasaan merokok di dalam rumah dan

status gizi kurang pada anak umur 1-5 tahun merupakan faktor risiko terhadap

kejadian ISPA pada anak umur 1-5 tahun di Puskesmas Kemiling?

1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan Umum

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui besar resiko kebiasaan

merokok di dalam rumah dan status gizi kurang terhadap kejadian ISPA

pada anak umur 1-5 tahun di Puskesmas Kemiling.

1.3.2 Tujuan Khusus

a. Mengetahui persentase balita yang terpapar rokok di Puskesmas

Kemiling tahun 2017.

b. Mengetahui persentase balita dengan gizi kurang di Puskesmas

Kemiling tahun 2017.

c. Mengetahui besar risiko status gizi kurang terhadap kejadian ISPA

pada balita di Puskesmas Kemiling tahun 2017.

d. Mengetahui besar risiko kebiasaan merokok terhadap kejadian ISPA

pada balita di Puskesmas Kemiling tahun 2017.

Page 24: KEBIASAAN MEROKOK DAN STATUS GIZI KURANG SEBAGAI …digilib.unila.ac.id/55616/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · di rumah sakit (S udarajad, 2010). ISPA merupakan penyakit yang

5

1.4 Manfaat Penilitian

1.4.1 Bagi Peneliti

Penelitian ini dapat bermanfaat sebagai data dasar bagi penelitian yang

akan datang sehubungan dengan kejadian ISPA pada balita, khususnya

penelitian yang berhubungan dengan kebiasaan merokok kepala

keluarga dan status gizi pada balita.

1.4.2 Bagi Masyarakat

Penelitian ini diharapkan dapat menjadi sumber informasi bagi

masyarakat terutama orang tua dari pasien ISPA tentang kejadian

merokok dan status gizi yang merupakan faktor terjadinya ISPA pada

balita.

1.4.3 Bagi Institusi

Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan bagi tenaga

institusi untuk dapat memberikan edukasi kepada orang tua pasien usia

1-5 tahun yang terdiagnosis ISPA agar dapat mengurangi atau berhenti

merokok agar mengurangi paparan asap rokok terhadap balita dan juga

dapat memperbaiki status gizi pada balita agar tidak rentan terkena

infeksi.

Page 25: KEBIASAAN MEROKOK DAN STATUS GIZI KURANG SEBAGAI …digilib.unila.ac.id/55616/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · di rumah sakit (S udarajad, 2010). ISPA merupakan penyakit yang

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Infeksi Saluran Pernapasan Akut

2.1.1 Pengertian ISPA

ISPA didefinisikan sebagai penyakit saluran pernapasan akut yang

disebabkan oleh agen infeksius yang ditularkan dari manusia ke

manusia. Timbulnya gejala biasanya cepat, yaitu dalam waktu beberapa

jam sampai beberapa hari (World Health Organization, 2007).

ISPA adalah infeksi saluran pernapasan yang berlangsung sampai 14

hari. Yang dimaksud dengan saluran pernapasan adalah organ mulai

dari hidung sampai gelembung paru, beserta organ-organ disekitarnya

seperti : sinus, ruang telinga tengah, dan selaput paru.

Istilah ISPA meliputi tiga unsur yaitu: Infeksi, Saluran Pernafasan dan

Akut, dengan pengertian sebagai berikut (Depkes RI, 2004) :

1. Infeksi

Infeksi adalah masuknya kuman atau mikroorganisme ke dalam

tubuh manusia dan berkembang biak sehingga menimbulkan gejala

penyakit.

Page 26: KEBIASAAN MEROKOK DAN STATUS GIZI KURANG SEBAGAI …digilib.unila.ac.id/55616/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · di rumah sakit (S udarajad, 2010). ISPA merupakan penyakit yang

7

2. Saluran Pernafasan

Saluran pernafasan adalah organ mulai dari hidung hingga alveoli

beserta organ adneksanya seperti sinus-sinus, rongga telinga tengah

dan pleura. ISPA secara anatomis mencakup saluran pernafasan

bagian atas, saluran pernafasan bagian bawah (termasuk jaringan

paru-paru) dan organ adneksa saluran pernafasan. Dengan batasan

ini, jaringan paru termasuk dalam saluran pernafasan (respiratory

tract).

3. Akut

Infeksi akut adalah infeksi yang berlangsung sampai dengan 14

hari. Batas 14 hari diambil untuk menunjukkan proses akut

meskipun untuk beberapa penyakit yang dapat digolongkan dalam

ISPA proses ini dapat berlangsung lebih dari 14 hari.

2.1.2 Gejala Klinis ISPA

Menurut Depkes RI (2010) tanda dan gejala infeksi saluran pernafasan

akut dapat berupa batuk, sulit bernafas , sakit teggorokan, pilek, panas

atau demam, dansakit kepala.

Klasifikasi Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) menurut Depkes RI

(2009):

1. ISPA ringan adalah seseorang yang menderita ISPA ringan apabila

ditemukan gejala batuk, pilek dan sesak.

2. ISPA sedang apabila timbul gejala-gejala sesak nafas, suhu tubuh

lebih dari 39 derajat Celcius dan bila bernafas mengeluarkan suara

Page 27: KEBIASAAN MEROKOK DAN STATUS GIZI KURANG SEBAGAI …digilib.unila.ac.id/55616/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · di rumah sakit (S udarajad, 2010). ISPA merupakan penyakit yang

8

mengorok.

3. ISPA berat apabila kesadaran menurun, nadi cepat atau tidak teraba,

nafsu makan menurun.

2.1.3 Patogenesis ISPA

Penyakit ISPA disebabkan oleh virus dan bakteri yang disebarkan

melalui saluran pernafasan yang kemudian dihirup dan masuk ke dalam

tubuh, sehingga menyebabkan respon pertahanan bergerak yang

kemudian masuk dan menempel pada saluran pernafasan yang

menyebabkan reaksi imun menurun dan dapat menginfeksi saluran

pernafasan yang mengakibatkan sekresi mucus meningkat dan

mengakibatkan saluran nafas tersumbat dan mengakibatkan sesak nafas

dan batuk produktif.

Ketika saluran pernafasan telah terinfeksi oleh virus dan bakteri yang

kemudian terjadi reaksi inflamasi yang ditandai dengan rubor dan

dolor yang mengakibatkan aliran darah meningkat pada daerah

inflamasi dengan tanda kemerahan pada faring mengakibatkan

hipersensitifitas meningkat dan menyebabkan timbulnya nyeri. Tanda

inflamasi berikutnya adalah kalor, yang mengakibatkan suhu tubuh

meningkat dan menyebabkan hipertermi yang mengakibatkan

peningkatan kebutuhan cairan yang kemudian mengalami dehidrasi.

Tumor, adanya pembesaran pada tonsil yang mengakibatkan kesulitan

dalam menelan yang menyebabkan intake nutrisi dan cairan inadekuat.

Fungsiolesa, adanya kerusakan struktur lapisan dinding saluran

Page 28: KEBIASAAN MEROKOK DAN STATUS GIZI KURANG SEBAGAI …digilib.unila.ac.id/55616/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · di rumah sakit (S udarajad, 2010). ISPA merupakan penyakit yang

9

pernafasan sehingga meningkatkan kerja kelenjar mucus dan cairan

mucus meningkat yang menyebabkan batuk.

Adanya infeksi virus merupakan predisposisi terjadinya infeksi

sekunder bakteri. Infeksi sekunder bakteri ini menyebabkan sekresi

mucus bertambah banyak dan dapat menyumbat saluran nafas sehingga

menimbulkan sesak nafas dan juga menyebabkan batuk yang produktif.

Dampak infeksi sekunder bakteri pun bisa menyerang saluran nafas

bawah, sehingga bakteri-bakteri yang biasanya hanya ditemukan dalam

saluran pernafasan atas, setelah terjadinya infeksi virus, dapat

menginfeksi paru-paru sehingga menyebabkan pneumonia bakteri

(Sylvia, 2005).

2.1.4 Faktor Resiko ISPA

Menurut Nastiti (2008), Terdapat banyak faktor yang mendasari

perjalanan penyakit ISPA pada anak. Hal ini berhubungan dengan host,

agent penyakit dan environment.

Faktor-faktor yang dapat menyebabkan kejadian ISPA antara lain :

1. Usia

ISPA dapat ditemukan pada 50% anak berusia di bawah 5 tahun dan

30% anak berusia 5-12 tahun.

2. Pemberian air susu ibu (ASI)

Air susu ibu memiliki nilai proteksi, terutama 1 bulan pertama.

Lopez mendapatkan bahwa bayi yang tidak pernah diberi ASI lebih

Page 29: KEBIASAAN MEROKOK DAN STATUS GIZI KURANG SEBAGAI …digilib.unila.ac.id/55616/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · di rumah sakit (S udarajad, 2010). ISPA merupakan penyakit yang

10

rentan dibandingkan dengan bayi yang diberi ASI paling lama 1

bulan.

3. Pendidikan orang tua

Tingkat pendidikan ini berhubungan erat dengan keadaan social

ekonomi, dan jug berkaitan dengan pengetahuan orang tua.

Kurangnya pengetahuan menyebabkan sebagian kasus ISPA tidak

diketahui oleh orang tua dan tidak diobati.

4. Status sosial ekonomi

Berpengaruh terhadap pendidikan dan factor-faktor lain seperti

nutrisi, lingkungan, dan penerimaan layanan kesehatan. Anak yang

berasal dari keluarga dengan status social ekonomi rendah

mempunyai risiko lebih besar.

5. Penggunaan fasilitas kesehatan

Angka kematian untuk anak pneumonianya yang tidak diobati

sebesar 10-20%. Penggunaan fasilitas kesehatan di sebagian Negara

berkembang masih rendah.

6. Ventilasi Rumah

Ventilasi adalah proses penyediaan udara segar dan pengeluaran

udara kotor secara alamiah atau mekanis (Keman, 2004). Ventilasi

disamping berfungsi sebagai lubang pertukaran udara juga dapat

berfungsi sebagai lubang masuknya cahaya alami atau matahari ke

dalam ruangan. Kurangnya udara segar yang masuk ke dalam

ruangan dan kelembaban yang tinggi dapat menyebabkan

peningkatan resiko kejadian ISPA. Adanya pemasangan ventilasi

Page 30: KEBIASAAN MEROKOK DAN STATUS GIZI KURANG SEBAGAI …digilib.unila.ac.id/55616/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · di rumah sakit (S udarajad, 2010). ISPA merupakan penyakit yang

11

rumah merupakan salah satu upaya untuk mencegah terjadinya

penyakit ISPA (Nindya & Sulistyorini, 2005). Ventilasi merupakan

determinan dari kejadian ISPA pada anak balita. Adapun besarnya

risiko untuk terjadinya ISPA pada anak balita yang menempati

rumah dengan ventilasi yang tidak memenuhi syarat sebesar 2,789

kali lebih besar dari pada anak balita yang menempati rumah

dengan ventilasi yang memenuhi syarat (Chandra, 2007).

7. Kepadatan Hunian

Luas lantai bangunan rumah sehat harus cukup untuk penghuni di

dalamnya. Artinya, luas lantai bangunan rumah tersebut harus

disesuaikan dengan jumlah penghuninya agar tidak menyebabkan

overload . Hal ini tidak sehat karena disamping menyebabkan

kurangnya oksigen juga bila salah satu anggota keluarga terkena

penyakit infeksi, akan mudah menular kepada anggota keluarga

yang lain. Persyaratan kepadatan hunian untuk seluruh rumah

biasanya dinyatakan dalam m2/orang. Luas minimum per orang

sangat relatif bergantung dari kualitas bangunan dan fasilitas yang

tersedia. Untuk rumah sederhana luasnya minimum 10 m2/orang.

Untuk kamar tidur diperlukan luas lantai minimum 3 m2/orang.

Untuk mencegah penularan penyakit pernapasan jarak antara tepi

tempat tidur yang satu dengan yang lainnya minimum 90 cm.

Kamar tidur sebaiknya tidak dihuni lebih dari dua orang, kecuali

untuk suami istri dan anak di bawah 2 tahun (Yusuf, 2008).

Page 31: KEBIASAAN MEROKOK DAN STATUS GIZI KURANG SEBAGAI …digilib.unila.ac.id/55616/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · di rumah sakit (S udarajad, 2010). ISPA merupakan penyakit yang

12

8. Pencahayaan

Untuk memperoleh cahaya yang cukup pada siang hari, diperlukan

luas jendela minimum 20% luas lantai. Cahaya ini sangat penting

karena dapat membunuh bakteri patogen di dalam rumah misanya,

basil TB. Oleh karena itu, rumah yang sehat harus mempunyai jalan

masuk cahaya yang cukup. Intensitas pencahayaan minimum yang

diperlukan 10 kali lilin atau kurang lebih 60 lux. Semua jenis

cahaya dapat mematikan kuman hanya berbeda dari segi lamanya

proses mematikan kuman untuk setiap jenisnya. Cahaya yang sama

apabila dipancarkan melalui kaca tidak berwarna dapat membunuh

kuman dalam waktu yang lebih cepat dibandingkan dengan kaca

berwarna (Suryo, 2010).

9. Kebiasaan merokok

Merokok diketahui mempunyai hubungan dalam meningkatkan

resiko untuk terkena penyakit kanker paru-paru, jantung koroner

dan bronkitis kronis. Dalam satu batang rokok yang dihisap akan

dikeluarkan sekitar 4.000 bahan kimia berbahaya, di antaranya

yang paling berbahaya adalah Nikotin, Tar, dan Carbon Monoksida

(CO). Asap rokok merupakan zat iritan yang dapat menyebabkan

infeksi pada saluran pernapasan. Asap rokok mengandung ribuan

bahan kimia beracun dan bahan-bahan yang dapat menimbulkan

kanker (karsinogen). Bahkan bahan berbahaya dan racun dalam

rokok tidak hanya mengakibatkan gangguan kesehatan pada orang

yang merokok, namun juga kepada orang-orang di sekitarnya yang

Page 32: KEBIASAAN MEROKOK DAN STATUS GIZI KURANG SEBAGAI …digilib.unila.ac.id/55616/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · di rumah sakit (S udarajad, 2010). ISPA merupakan penyakit yang

13

tidak merokok yang sebagian besar adalah bayi, anak-anak dan ibu-

ibu yang terpaksa menjadi perokok pasif oleh karena ayah atau

suami mereka merokok di rumah. Kebiasaan merokok di dalam

rumah dapat meningkatkan resiko terjadinya ISPA sebanyak 2,2

kali (Suryo, 2010).

10. Berat badan lahir rendah (BBLR)

Berat badan lahir memiliki peran penting terhadap kematian akibat

ISPA. Di negara berkembang, kematian akibat pneumonia

berhubungan dengan BBLR. Sebanyak 22% kematian pada

pneumonia di perkirakan terjadi pada BBLR. Meta-analisis

menunjukkan bahwa BBLR mempunyai RR kematian 6,4 pada bayi

yang berusia di bawah 6 bulan, dan 2,9 pada bayi berusia 6-11

bulan.

11. Imunisasi

Campak, pertusis dan beberapa penyakit lain dapat meningkatkan

resiko terkena ISPA dan memperberat ISPA itu sendiri, tetapi

sebetulnya hal ini dapat di cegah. Di india, anak yang baru sembuh

dari campak, selama 6 bulan berikutnya dapat mengalami ISPA

enam kali lebih sering dari pada anak yang tidak terkena campak.

Campak, pertusis, dan difteri bersama-sama dapat menyebabkan 15-

25% dari seluruh kematian yang berkaitan dengan ISPA. Vaksin

campak cukup efektif dan dapat mencegah kematian hingga 25%

usaha global dalam meningkatkan cakupan imunisasi campak dan

pertusis telah mengurangi angka kematian ISPA akibat kedua

Page 33: KEBIASAAN MEROKOK DAN STATUS GIZI KURANG SEBAGAI …digilib.unila.ac.id/55616/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · di rumah sakit (S udarajad, 2010). ISPA merupakan penyakit yang

14

penyakit ini. Vaksin pneomokokus dan H. Influenzae type B saat

ini sudah di berikan pada anak anak dengan efektivitas yang cukup

baik.

12. Status gizi

Status gizi anak merupakan faktor resiko penting timbulnya

pneumonia. Gizi buruk merupakan faktor predisposisi terjadinya

ISPA pada anak. Hal ini di karenakan adanya gangguan respon

imun. Vitamin A sangat berhubungan dengan beratnya infeksi.

Grant melaporkan bahwa anak dengan defisiensi vitamin A yang

ringan mengalami ISPA dua kali lebih banyak daripada anak yang

tidak mengalami defisiensi vitamin A. Oleh karena itu, selain

perbaikan gizi dan perbaikan ASI, harus di lakukan pula perbaikan

terhadap defisiensi vitamin A untuk mencegah ISPA.

2.1.5 Hubungan Asap Rokok dengan ISPA

Terjadinya Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) dipengaruhi atau

ditimbulkan oleh tiga hal yaitu adanya kuman (terdiri dari lebih dari

300 jenis bakteri, virus, dan riketsia), keadaan daya tahan tubuh (status

nutrisi, imunisasi) dan keadaan lingkungan (rumah yang kurang

ventilasi, lembab, basah, dan kepadatan penghuni) (Trisnawati &

Juwarni, 2012). Berdasarkan peraturan No.

1077/MENKES/PER/V/2011, setiap rumah wajib memiliki ventilasi

minimum 10% dari luas rumah untuk memenuhi persyaratan rumah

sehat (Rahmayatul F, 2013).

Page 34: KEBIASAAN MEROKOK DAN STATUS GIZI KURANG SEBAGAI …digilib.unila.ac.id/55616/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · di rumah sakit (S udarajad, 2010). ISPA merupakan penyakit yang

15

Rokok adalah hasil olahan tembakau terbungkus termasuk cerutu atau

bahan lainya yang dihasilkan dari tanamam Nicotiana Tabacum,

Nicotiana Rustica dan spesies lainnya atau sintesisnya yang

mengandung nikotin dan tar dengan atau tanpa bahan tambahan.

(Tendra H, 2003)

Menurut data WHO, indonesia merupakan negara ketiga dengan jumlah

perokok terbesar di dunia setelah Cina dan India. Peningkatan konsumsi

rokok berdampak pada makin tingginya beban penyakit akibat rokok

dan bertambahnya angka kematian akibat rokok. (Kementerian

Kesehatan RI, 2013)

Menurut Alamsyah (2007) tipe perokok dapat diklasifikasikan menjadi

3 menurut jumlah rokok yang dihisap, antara lain:

a. Perokok ringan menghisap 1-10 batang setiap hari

b. Perokok sedang menghisap 11-20 batang setiap hari

c. Perokok ringan menghisap lebih dari 20 batang setiap hari

Analisis WHO, menunjukkan bahwa efek buruk asap rokok lebih besar

bagi perokok pasif dibandingkan perokok aktif. Ketika perokok

membakar sebatang rokok dan menghisapnya, asap yang dihisap oleh

perokok tersebut asap utama (mainstream), dan asap yang keluar dari

ujung rokok (bagian yang terbakar) dinamakan sidestream smoke atau

asap samping. Asap samping ini terbukti mengandung lebih banyak

Page 35: KEBIASAAN MEROKOK DAN STATUS GIZI KURANG SEBAGAI …digilib.unila.ac.id/55616/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · di rumah sakit (S udarajad, 2010). ISPA merupakan penyakit yang

16

hasil pembakaran tembakau dibandingkan asap utama. Asap ini

mengandung karbon monoksida 5 kali lebih besar, tar dan nikotin 3 kali

lipat, amonia 46 kali lipat, nikel 3 kali lipat, nitrosamin sebagai

penyebab kanker kadarnya mencapai 50 kali lebih besar pada asap

sampingan pada kadar asap utama (WHO,2008).

Patogenesis efek merokok pada sistem kekebalan tubuh tidak dipahami

dengan baik. Beberapa peneliti telah menunjukkan peran antigenik zat

dalam merokok, sehingga menghasilkan perkembangan kompleks

antibodi antigen. Kompleks ini mampu menyebabkan perubahan

pulmoner dan perifer dalam respon sistem humoral dan cellmediated.

Hersey et al dan Costabel et al mengemukakan bahwa kompleks

antibodi antigen dapat menginduksi perubahan status kekebalan ludah

dan cairan bronchoalveolar lokal dan predisposisi infeksi saluran

pernafasan.

Merokok, melalui efek nikotin, dapat merangsang pelepasan

katekolamin dan kortikosteroid. Mediator ini dapat meningkatkan

limfosit CD8 + dalam sistem yang dimediasi seluler dan menekan

pertahanan induk terhadap infeksi. Penting untuk diketahui bahwa

banyak kelainan imunologis pada perokok sembuh dalam waktu 6

minggu setelah penghentian merokok, mendukung gagasan bahwa

penghentian merokok efektif dalam waktu yang relatif singkat dalam

pencegahan infeksi (Lidia Arcavi, MD & Neal L. Benowitz, 2013).

Page 36: KEBIASAAN MEROKOK DAN STATUS GIZI KURANG SEBAGAI …digilib.unila.ac.id/55616/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · di rumah sakit (S udarajad, 2010). ISPA merupakan penyakit yang

17

Asap rokok dari orang tua atau penghuni rumah yang satu atap dengan

balita merupakan bahan pencemaran dalam ruang tempat tinggal yang

serius serta akan menambah resiko kesakitan dari han toksik pada anak-

anak. Paparan yang terus-menerus akan menimbulkan gangguan

pernafasan terutama memperberat timbulnya infeksi saluran pernafasan

akut dan gangguan paru-paru pada saat dewasa. Semakin banyak rokok

yang dihisap oleh keluarga semakin besar memberikan resiko terhadap

kejadian ISPA, khususnya apabila merokok dilakukan oleh ibu bayi

(Depkes RI, 2002).

2.1.6 Hubungan Status Gizi dengan ISPA

Berdasarkan model yang telah dikaji UNICEF, bahwa faktor yang

mempengaruhi pertumbuhan anak yaitu penyebab langsung dan

penyebab tidak langsung, yakni penyebab langsung yang

mempengaruhi status gizi individu yaitu faktor makanan dan penyakit

infeksi dan keduanya saling mempengaruhi. Penyakit infeksi seperti

diare dan ISPA (Infeksi Salurat Pernafasan Akut) mengakibatkan

asupan zat gizi tidak dapat diserap tubuh dengan baik. Faktor penyebab

tidak langsung adalah sanitasi dan penyediaan air bersih, kebiasaan cuci

tangan dengan sabun, buang air besar di jamban, tidak merokok

didalam ruangan. Selanjutnya ketersediaan pangan, pelayanan

kesehatan dan pola asuh dipengaruhi oleh tingkat pendidikan dan

tingkat kesehatan keluarga (Depkes RI, 2011).

Page 37: KEBIASAAN MEROKOK DAN STATUS GIZI KURANG SEBAGAI …digilib.unila.ac.id/55616/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · di rumah sakit (S udarajad, 2010). ISPA merupakan penyakit yang

18

Zat gizi yang diperoleh dari asupan makanan memiliki efek kuat untuk

reaksi kekebalan tubuh dan resistensi terhadap infeksi. Status gizi yang

kurang, dapat menyebabkan ketahanan tubuh menurun dan virulensi

patogen lebih kuat sehingga menyebabkan keseimbangan yang

terganggu dan akan terjadi infeksi, sedangkan salah satu determinan

utama dalam mempertahankan keseimbangan tersebut adalah status gizi

(Rodriguez, 2011).

Protein merupakan zat gizi yang sangat diperlukan bagi pembentukan

enzim yang berperan dalan metabolisme tubuh, termasuk sitem imun.

Antibodi globulin gamma yang biasanya disebut dengan imunoglobilin

merupakan 20 % dari seluruh energi plasma. Semua immunoglobulin

terdiri dari rantai polipeptida yang mengandung bermacam-macam

asam amino-asam amino yang spesifik. Salah satu asam amino yang

berperan dalam sistem imun adalah asam amino treonin yang memiliki

kemampuan untuk mencegah masuknya virus dan bakteri terutama pada

saluran nafas dan paru-paru. Yakni berupa sekresi lendir yang disebut

glikoprotein dan immunoglobulin A. Pada penderita yang mengalami

kekurangan asam amino treonin akan mengalami kemunduran sistem

kekebalan tubuh. Kekurangan protein yang terjadi dapat menurunkan

sistem imun yang pada akhirnya akan menyebabkan tubuh lebih mudah

terpapar penyakit infeksi. Selain itu, kekurangan protein umumnya

dapat juga berpengaruh terhadap metabolisme vitamin dan mineral yang

berperan sebagai anti oksidan tidak dapat berperan secara maksimal,

akibatnya baik flora normal maupun bakteri dari luar dapat dengan

Page 38: KEBIASAAN MEROKOK DAN STATUS GIZI KURANG SEBAGAI …digilib.unila.ac.id/55616/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · di rumah sakit (S udarajad, 2010). ISPA merupakan penyakit yang

19

mudah berkembang dan virulensi nya meningkat, sehingga

menyebabkan timbulnya gejala penyakit, termasuk infeksi saluran

pernapasan akut (ISPA) (Andarini et al, 2005).

Menentukan status gizi balita harus ada ukuran baku yang sering

disebut reference. Pengukuran baku antropomentri yang sekarang

digunakan di indonesia adalah WHO-NCHS.

Status gizi anak balita diukur berdasarkan umur, berat badan (BB) dan

tinggi badan (TB). Variabel umur, BB dan TB ini disajikan dalam

bentuk tiga indikator antropometri, yaitu : berat badan menurut umur

(BB/U), tinggi badan menurut umur (TB/U), dan berat badan menurut

tinggi badan (BB/TB). Berat badan yang rendah dapat disebabkan

karena pendek (masalah gizi kronis) atau sedang menderita diare atau

penyakit infeksi lain (masalah gizi akut) (Depkes, 2013).

Menurut Depkes RI (2005) Parameter BB/TB berdasarkan Z-Score

diklasifikasikan menjadi :

a. Gizi buruk (Sangat Kurus) : <-3 SD

b. Gizi kurang (Kurus) : -3 SD sampai <-2 SD

c. Gizi Baik (Normal) : -2 SD sampai + 2 SD

d. Gizi lebih (Gemuk) : >+ 2 SD

Page 39: KEBIASAAN MEROKOK DAN STATUS GIZI KURANG SEBAGAI …digilib.unila.ac.id/55616/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · di rumah sakit (S udarajad, 2010). ISPA merupakan penyakit yang

20

2.2 Kerangka Teori

Berdasarkan beberapa teori dari hasil-hasil terdahulu. Adapun kerangka

teori dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

Keterangan:

Gambar 2.1 Kerangka Teori

Nastiti N, (2008).

Usia

Jenis kelamin

Status gizi

Pemberian ASI

BBLR

Imunisasi

Pendidikan orangtua

Status sosialekonomi

Penggunaan fasilitaskesehatan

Ventilasi rumah

Kebiasaan merokokkeluarga

ISPA

Daya TahanTubuh

Polusi AsapDalam

Ruangan

Pengetahuan

variabel yang diteliti

Page 40: KEBIASAAN MEROKOK DAN STATUS GIZI KURANG SEBAGAI …digilib.unila.ac.id/55616/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · di rumah sakit (S udarajad, 2010). ISPA merupakan penyakit yang

21

2.3 Kerangka Konsep

Kerangka konsep dari penelitian ini adalah sebagai berikut :

Variabel Independen Variabel Dependen

Gambar 2.2 Kerangka Konsep

Kerangka konsep penelitian menggambarkan bahwa status keluarga perokok

dapat mempengaruhi penyakit Infeksi Saluran Pernafasan Akut pada balita.

2.4 Hipotesis

Bedasarkan kerangka konsep diatas maka didapatkan hipotesis sebagai

berikut :

1. Balita yang terpapar asap rokok di dalam rumah berisiko lebih besar

menderita ISPA dibandingkan dengan balita yang tidak terpapar asap

rokok di dalam rumah di wilayah kerja Puskesmas Kemiling

Bandarlampung;

2. Balita yang memiliki status gizi kurang berisiko lebih besar menderita

ISPA dibandingkan dengan balita status gizi balita baik di wilayah kerja

Puskesmas Kemiling Bandarlampung

Kebiasaan merokokkeluarga

Status gizi

ISPA

Page 41: KEBIASAAN MEROKOK DAN STATUS GIZI KURANG SEBAGAI …digilib.unila.ac.id/55616/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · di rumah sakit (S udarajad, 2010). ISPA merupakan penyakit yang

BAB III

METODE PENILITIAN

3.1 Desain Penelitian

Rancangan penelitian yang digunakan adalah analaitik rancangan penelitian

berupa case control dengan pendekatan retrospektif. Penelitian case control

atau kasus kontrol merupakan suatu penelitian (survei) analitik yang

menyangkut bagaimana faktor risiko dipelajari dengan menggunakan

pendekatan retrospektif. Pada studi kasus-kontrol, observasi atau pengukuran

terhadap variabel bebas dan tergantung tidak dilakukan dalam satu waktu,

melainkan variabel tergantug (efek) dilakukan pengukuran terlebih dahulu,

baru meruntut kebelakang untuk mengukur variabel bebas (faktor risiko).

Studi kasus-kontrol sering disebut studi retrospektif karena faktor risiko

diukur dengan melihat kejadian masa lampau untuk mengetahui ada tidaknya

faktor risiko yang dialami (Saryono,2010).

3.2 Tempat dan Waktu Penelitian

3.2.1 Tempat

Penelitian dilakukan di Puskesmas Kemiling

3.2.2 Waktu penelitian

Waktu penelitian dimulai bulan Agustus sampai dengan November

2018.

Page 42: KEBIASAAN MEROKOK DAN STATUS GIZI KURANG SEBAGAI …digilib.unila.ac.id/55616/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · di rumah sakit (S udarajad, 2010). ISPA merupakan penyakit yang

23

3.3 Populasi dan Sampel Penelitian

3.3.1 Populasi Penelitian

Semua orang tua yang mempunyai anak usia 1-5 tahun dan berada di

wilayah kerja Puskesmas Kemiling pada bulan Agustus sampai dengan

November 2018

3.3.2 Sampel Penelitian

Sampel dalam penelitian ini terdiri dari kasus yaitu balita yang

mengalami ISPA dan kontrol yaitu balita yang tidak mengalami ISPA.

Cara perhitungan besar sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah

Odds Ratio (OR) dengan rumus:

= Zα 2PQ + Zβ +( − )×(1 − ) + ( × )Catatan: Q1 = (1 – P1); Q2 = (1 – P2); P = ½ (P1 + P2); Q = ½ (Q1 + Q2

Keterangan:

OR = Odds Ratio penelitian terdahulu (2,76).

P1 = proporsi paparan pada kelompok kasus (Suhandayani I, 2006).

P2 = proporsi paparan pada kelompok control (Suhandayani I, 2006).

n1, n2 = perkiraan besar sampel.

α = tingkat kemaknaan (0,05) .

zα = deviat baku normal untuk α (1,960).

zβ = power penelitian (0,842)

(Sudigdo Sastroasmoro dan Sofyan Ismael, 2002).

Page 43: KEBIASAAN MEROKOK DAN STATUS GIZI KURANG SEBAGAI …digilib.unila.ac.id/55616/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · di rumah sakit (S udarajad, 2010). ISPA merupakan penyakit yang

24

Tabel 1. Jumlah sampel dan proporsinya untuk kebiasaan merokok dan statusgizi kurang sebagai faktor risiko kejadian ispa pada balita

VariabelIndependen

VariableDependen

P1 P2 Sampel SumberStatusmerokok ISPA 0.55 0.31 68 (SuhandayaniI, 2006)Status gizi ISPA 0.306 0.694 25 (Widya,2014)= Zα 2PQ + Zβ +( − )

P2 = 0,31

OR = 2,76

P1 = OR x P2

(1- P2) + ( OR x P2)

= 2,76 x 0,32

(1 – 0,31) + (2,76 x 0,31)

= 0,861,55

= 0,55

Q1 = 1 – P1 = 0,45

Q2 = 1- P2 = 0,69

P = (P1 + P2) = 0,43

Q = (Q1 + Q2) = 0,57

n1n2 = (zα √PQ + Zβ √P1Q1 + P2Q2 )(P1 – P2 )2

n1n2 = (1,96√2.0,43.0,57 + 0,842√0,55.0,45 + 0,31.0,69)(0,55 – 0,31)2

Page 44: KEBIASAAN MEROKOK DAN STATUS GIZI KURANG SEBAGAI …digilib.unila.ac.id/55616/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · di rumah sakit (S udarajad, 2010). ISPA merupakan penyakit yang

25

= 3,770,06

= 62

Dengan taraf kepercayaan sebesar 95% ( zα = 1,960), power sebesar 80% (

zβ = 0,842) serta nilai OR dan proporsi paparan pada kelompok kontrol (P2)

dari penelitian terdahulu, maka besar sampel penelitian ini adalah 62 sampel.

Dengan perbandingan 1:1, maka diperoleh:

Sampel kasus: balita pengunjung Puskesmas Kemiling yang menderita ISPA

bulan Agustus sampai dengan November 2018 yang berjumlah 62 balita.

Jumlah sampel ditambah 10% untuk menghindari kesalahan analisis akibat

adanya drop out. sehingga besar sampel minimal adalah 68.

Sampel kontrol: balita pengunjung Puskesmas Kemiling yang tidak

menderita ISPA bulan Agustus sampai dengan November 2018 yang

berjumlah 68 balita.

3.3.3 Teknik Sampling

Teknik Sampling yang digunakan dalam penelitian ini adalah

Purposive sampling, yaitu pengambilan sampel dengan kriteria yang

dibuat oleh peneliti sendiri yang sebelumnya sudah diketahui

karakteristik dari sampel tersebut, dimaksudkan untuk mempermudah

dalam pengambilan sampel penelitian adapun kriteria yang digunakan

dalam penelitian ini adalah:

Page 45: KEBIASAAN MEROKOK DAN STATUS GIZI KURANG SEBAGAI …digilib.unila.ac.id/55616/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · di rumah sakit (S udarajad, 2010). ISPA merupakan penyakit yang

26

3.4 Kriteria Inklusi dan Eksklusi

3.4.1 Kriteria inklusi:1) Anak dengan usia 1-5 tahun (balita) di wilayah kerja Kemiling

2) Balita dengan status gizi kurang

3) Balita yang mendapatkan ASI eksklusif

4) Balita dengan riwayat imunisasi lengkap

5) Pendidikan orang tua minimal SMP

3.4.2 Kriteria eksklusi:

1) Orang tua yang tidak bersedia menjadi responden

3.5 Variabel Penelitian

3.5.1 Variabel Bebas (Independent)

Variabel bebas dalam penelitian ini yaitu kebiasaan merokok orang tua

dan status gizi pada balita. Untuk kebiasaan merokok orang tua,

pengukurannya dengan menggunakan kuesioner yang diisi orang tua

anak pasien ISPA dan anak non ISPA. Sedangkan untuk status gizi

balita, pengukurannya dengan menggunakan indeks antropometri dan

pengukuran dengan data catatan registrasi MTBS (Manajemen

Terpadu Balita Sakit) di Puskesmas Kemiling Bandar Lampung

3.5.2 Variabel Terikat (Dependent)

Variabel terikat pada penelitian ini yaitu kejadian ISPA di Puskesmas

Kemiling Bandar Lampung.

Page 46: KEBIASAAN MEROKOK DAN STATUS GIZI KURANG SEBAGAI …digilib.unila.ac.id/55616/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · di rumah sakit (S udarajad, 2010). ISPA merupakan penyakit yang

27

3.6 Definisi Operasional

Tabel 2. Definisi Operasional

No Variabel DefinisiOperasional

Alat Ukur Cara Ukur Hasil Ukur Skala

1 ISPA ISPA adalahpenyakit infeksisaluranpernapasan yangbersifat akut.

Catatanrekamanmedik(sumber:BukuKesehatanIbu danAnak (KIA)PuskesmasKemiling)

Wawancara 0 = TidakISPA1= ISPA

Nominal

2 Kebiasaanmerokok

Kebiasaanmerokokkeluarga didalam rumah.

Kuisioner Wawancara 0 = Tidak ada1 = Ada

Nominal

3 Status gizibalita

Status giziadalah diukurdengan satuankg.Standar yangdigunakanadalah standarBakuAntropometrimenurut WHO-NCHS sumberDepkes RI 2004.

Catatanrekamanmedik(sumber:PuskesmasKemiling)

Observasi 0 = Gizi baik1 = Gizikurang

Nominal

3.7 Cara Pengumpulan Data

3.7.1 Alat

1. Dokumentasi yaitu alat pengumpul data dengan dokumen untuk

mencatat data yang dibutuhkan dalam penelitian. Data yang diambil

diperoleh dengan alat dokumentasi dalam penelitian ini berupa daftar

anak yang menderita ISPA usia ≥12 bulan – 60 bulan (5 tahun) yang

berobat ke Puskesmas Kemiling 2018.

2. Kuesioner yang diisi oleh orang tua anak pasien ISPA dan anak non

ISPA. Kuesioner sebelumnya dilakukan uji validitas dengan metode

Page 47: KEBIASAAN MEROKOK DAN STATUS GIZI KURANG SEBAGAI …digilib.unila.ac.id/55616/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · di rumah sakit (S udarajad, 2010). ISPA merupakan penyakit yang

28

expert validity (uji validitas pakar) dan uji reabilitas dengan

menggunakan metode re-test sehingga kuesioner dapat digunakan

sebagai alat ukur yang valid dan reabel.

3. Catatan registrasi MTBS (Manajemen Terpadu Balita Sakit) di

Puskesmas Kemiling Bandar Lampung

3.7.2 Jenis Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer yang

dimana peneliti mengisi kuesioner berdasarkan hasil wawancara dengan

orang tua anak pasien ISPA dan anak non ISPA. Data sekunder yang

digunakan dalam penelitian ini adalah catatan medik pasien dan catatan

registrasi MTBS (Manajemen Terpadu Balita Sakit) di Puskesmas

Kemiling Bandar Lampung.

3.7.3 Cara Kerja

Pengumpulan data diambil dari jumlah seluruh pasien anak penderita

ISPA yang berkunjung dan mendapat perawatan di Puskesmas

Kemiling sebagai kelompok kasus dan anak yang tidak terdiagnosis

ISPA sebagai kelompok kontrol. Pengumpulan data ini dilakukan

dalam periode 2018 sebagaimana pada bagan berikut:.

Page 48: KEBIASAAN MEROKOK DAN STATUS GIZI KURANG SEBAGAI …digilib.unila.ac.id/55616/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · di rumah sakit (S udarajad, 2010). ISPA merupakan penyakit yang

29

a. Kelompok Kassus

b. Kelompok Kontrol

Rekammedik

Status GiziKebiasaanMerokok

ISPA

InformedConcent

Mengisikuesioner

Rekammedik

Status GiziKebiasaanMerokok

TIDAK ISPA

InformedConcent

Mengisikuesioner

Page 49: KEBIASAAN MEROKOK DAN STATUS GIZI KURANG SEBAGAI …digilib.unila.ac.id/55616/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · di rumah sakit (S udarajad, 2010). ISPA merupakan penyakit yang

30

3.8 Analisa Data

Data dikumpulkan dan dianalisis serta disajikan dalam tabel distribusi dan

grafik kemudian dilakukan analisis dengan menggunakan SPSS dan

diinterpretasi:

a. Analisis Univariat

Analisis univariat dilakukan dengan tujuan melihat gambaran distribusi

frekuensi dan proporsi dari variabel independent dan variabel dependent.

b. Analisis Bivariat

Analisis Bivariat dilakukkan dengan tujuan untuk melihat kemaknaan dan

besarnya hubungan variabel independent dan variabel dependent.

Metode statistik yang digunakan untuk melihat kemaknaan dan besarnya

hubungan antara variabel tadi maka dilakukan uji Chi Square (X2).

Sedangkan untuk meihat kejelasan tentang dinamika hubungan antara

faktor resiko dan faktor efek dilihat melalui nilai rasio odds (OR). Rasio

Odds (OR) dalam hal ini adalah untuk menunjukan rasio antara banyaknya

kasus yang terpapar dan kasus tidak terpapar.

3.9 Etika Penelitian

Penelitian ini telah mendapatkan persetujuan etik oleh Komisi Etik Fakultas

Kedokteran Universitas Lampung dengan

No: 3922/UN26.18/PP.05.02.00/2018.

Page 50: KEBIASAAN MEROKOK DAN STATUS GIZI KURANG SEBAGAI …digilib.unila.ac.id/55616/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · di rumah sakit (S udarajad, 2010). ISPA merupakan penyakit yang

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan dapat ditarik kesimpulan sebagai

berikut:

1. Hasil penelitian pada kelompok tidak ISPA lebih banyak responden tidak

memiliki kebiasaan merokok di dalam rumah, sedangkan pada kelompok

yang menderita ISPA terdapat lebih banyak responden dengan kebiasaan

merokok di dalam rumah

2. Hasil penelian pada kelompok tidak ISPA lebih banyak balita memiliki

status gizi baik, sedangkan pada kelompok ISPA terdapat lebih banyak

balita memiliki status gizi kurang.

3. Kebiasaan Merokok di dalam Rumah merupakan faktor risiko Kejadian

ISPA pada Balita diwilayah kerja Puskesmas Kemiling Bandarlampung (p

value= 0,001;OR= 3,36)

4. Status gizi kurang merupakan faktor risiko Kejadian ISPA pada Balita

diwilayah kerja Puskesmas Kemiling Bandarlampung (p value= 0,006;

OR= 2,78)

Page 51: KEBIASAAN MEROKOK DAN STATUS GIZI KURANG SEBAGAI …digilib.unila.ac.id/55616/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · di rumah sakit (S udarajad, 2010). ISPA merupakan penyakit yang

51

5.2 Saran

Berdasarkan pada kesimpulan yang telah diuraikan oleh penulis di atas, saran

yang mungkin dapat dijadikan pertimbangan dan masukkan adalah sebagai

berikut:

5.2.1 Bagi Tenaga Kesehatan

1. Dapat dijadikan materi bebas asap rokok keluarga pada konseling dan

edukasi pelayanan ISPA oleh tenaga medis.

2. Diharapkan tenaga kesehatan dapat meningkatkan pelayanan,

khususnya pemantauan status gizi anak dan upaya deteksi dini

penyimpangan perkembangan anak secara rutin.

5.2.2 Bagi Masyarakat

1. Agar masyarakat lebih memperhatikan kembali tempat kebiasaan

merokok dengan menggunakan ruang-ruang yang telah disediakan

2. Agar masyarakat lebih meningkatkan pengetahuan tentang status gizi

sehingga cenderung akan memperhatikan status gizi yang ada pada

keluarganya

5.2.3 Bagi Orang Tua

1. Orang tua yang memiliki kebiasaan merokok agar tidak merokok

didalam rumah, agar tidak menjadi penyebab timbulnya ISPA.

2. Diharapkan orang tua dapat menambah wawasan tentang

kebutuhan nutrisi anak dan perkembangan anak, sehingga orang

tua dapat menerapkan pola asuh yang lebih baik, dapat

memberikan stimulasi perkembangan anak secara optimal dan

Page 52: KEBIASAAN MEROKOK DAN STATUS GIZI KURANG SEBAGAI …digilib.unila.ac.id/55616/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · di rumah sakit (S udarajad, 2010). ISPA merupakan penyakit yang

52

menjamin tubuh kembang anak dapat berlangsung dengan selaras

baik dari segi fisik, mental maupun psikososial.

3. Agar meningkatkan pemberian asupan makanan melalui pemanfaatan

makanan lokal sehingga dapat mencukupi asupan makanan khususnya

bagi balita.

Page 53: KEBIASAAN MEROKOK DAN STATUS GIZI KURANG SEBAGAI …digilib.unila.ac.id/55616/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · di rumah sakit (S udarajad, 2010). ISPA merupakan penyakit yang

DAFTAR PUSTAKA

Almatsier, S. 2010. Prinsip dasar ilmu gizi. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama

Alamsyah, R. 2007. Pengaruh kebiasaan merokok terhadap keparahan penyakitperiodental remaja sma di kota medan. Tesis. Program studi pendidikandokter gigi fakultas kedokteran gigi universitas sumatera utara.

Andarini, S., Asmika., dan Noviana A., Hubungan antara status gizi dan tingkatkonsumsi energi, protein, dengan frekuensi kejadian infeksi saluranpernapasan akut (ISPA) pada balita diwilayah kerja puskesmas gondanglegi,kecematan gondang legi kabupaten Malang. Tesis. Program studi pendidikandokter fakultas kedokteran universitas gajah mada.

Antonio, L. 2014. Passive smoking and children's health. Scientific research. (14): 08-14.

Budiman, C. 2007. Pengantar Kesehatan Lingkungan. Jakarta : Penerbit BukuKedokteran EGC.

Centers for Disease Control and Prevention.2014.Health Effects of SecondhandSmoke - Smoking & Tobacco Use.

Depkes RI. 2003. Analisis antropometri balita. Jakarta: Kementerian kesehatanrepublik indonesia.

Depkes RI. 2009. Riset kesehatan dasar provinsi lampung .

Depkes RI. 2013. Profil kesehatan indonesia. Jakarta: Kementerian kesehatanrepublik indonesia.

Egbe, C. O. Petersen, I. & Meyer-weitz, A. 2016. Knowledge of the NegativeEffects of Cigarette Smoking on Health and Well-Being among SouthernNigerian Youth. International Journal of Social Science and Humanity.

Hersey P, Prendergast D, Edwards A. 1983. Effects of cigarette smoking on theimmune system: fol- low-up studies in normal subjects after cessation ofsmoking. Med J Aust.

Page 54: KEBIASAAN MEROKOK DAN STATUS GIZI KURANG SEBAGAI …digilib.unila.ac.id/55616/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · di rumah sakit (S udarajad, 2010). ISPA merupakan penyakit yang

Hidayat, A. 2008. Ilmu kesehatan anak untuk pendidikan kebidanan. Yogyakarta:Salemba medika.

Keman, S. 2004. Pengaruh Lingkungan Terhadap Kesehatan. Jurnal KesehatanLingkungan.

Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan RI. 2013. InfoDATIN : HariTanpa Tembakau Sedunia.

Nastiti, N. 2010. Buku ajar respirologi anak. Edisi 1. Jakarta: Badan penerbitIDAI.

Nindya, TS dan Sulistyorini, L. 2005. Hubungan Sanitasi Rumah denganKejadian Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) pada Anak Balita. JurnalKesehatan Lingkungan.

Rahmayatul, F. 2013. Hubungan lingkungan dalam rumah terhadap ispa. Skripsi.

Rodríguez., L.Cervantes., dan E. Ortiz, R.2011. Malnutrition and Gastrointestinaland Respiratory Infections in Children: A Public Health Problem.International Journal Of Environment Research And Public Health.

Riskesdas. 2013. Riset kesehatan dasar.

Salawati, T. & Amalia, R. 2010. Perilaku Merokok Di Kalangan MahasiswaUniversitas Muhammadiyah Semarang. Prosiding Seminar NasionalUNIMUS.

Suhandayani, I. 2006. Faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian ISPApada balita di puskesmas pati kabupaten pati. Skripsi. program studikesehatan masyarakat fakultas universita negeri semarang.

Suhardjo. 2003. Berbagai cara pendidikan gizi. Jakarta: Bumi aksara.

Supariasa, B. 2012. Penilaian status gizi. Jakarta: EGC.

Suryo, J. 2010. Herbal Penyembuh Gangguan Sistem Pernafasan. Yogyakarta: PT Bentang Pustaka.

Sylvia, Price A. 2005. Patofisiologi : Konsep Klinis proses – proses Penyakit ;Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC.

World Health Organization. 2007. Infection prevention and control of epidemic-and pandemic-prone acute respiratory diseases in health care.

Page 55: KEBIASAAN MEROKOK DAN STATUS GIZI KURANG SEBAGAI …digilib.unila.ac.id/55616/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · di rumah sakit (S udarajad, 2010). ISPA merupakan penyakit yang

Trisnawati, Y. & Juwarni, 2012. Hubungan Perilaku Merokok Orang Tua denganKejadian ISPA pada Balita di Wilayah Kerja Puskesmas Rembang KabupatenPurbalingga. (Depkes 2002). hal.113.

Yusuf, NA dan Sulistyorini, L. 2008. Hubungan sanitasi rumah secara fisikdengan kejadian ISPA pada anak Balita. Jurnal Kesehatan Lingkungan.