kebebasan akademik ok 1

24
Kebebasan Akademis Dalam Tradisi Intelektual Muslim Oleh: Zulfitri A. Pendahuluan Islam adalah agama yang merubah pola tingkah dan fikir jahiliyah ke arah Islamiah, oleh sebab itu ummat Islam dituntut menjadikan Islam sebagai falsafah hidup. Dalam tuntunan Islam, pandangan terhadap kemerdekaan berideologi dan sikapnya terhadap aturan hidup sangat jelas, ditandai dengan dibentuknya suatu tatanan hidup yang sangat manusiawi. Sepanjang sejarah dunia intelektual muslim, kebebasan berpendapat dan berekspresi merupakan hak asasi bagi setiap individu untuk menuju kepada kemakmuran dengan menggali ilmu agama dan ilmu pengetahuan. Masyarakat modern mendatang adalah masyarakat knowledge society ( masyarakat berilmu pengetahuan ) dan yang menduduki posisi penting adalah educated person ( manusia berpendidikan/ berilmu pengetahuan ). Yaitu suatu masyarakat yang setiap anggotanya merupakan orang-orang yang bebas dari ketakutan, bebas berekspresi dan bebas untuk menentukan arah aktivitas kehidupannya di dalam sebuah negara. Islam telah mengaktualisasikan nilai-nilai kebebasan tersebut serta telah menanamkan dengan kuat 1

Upload: zul-fitri

Post on 03-Jul-2015

224 views

Category:

Documents


2 download

TRANSCRIPT

Page 1: KEBEBASAN AKADEMIK OK 1

Kebebasan Akademis

Dalam Tradisi Intelektual Muslim

Oleh: Zulfitri

A. Pendahuluan

Islam adalah agama yang merubah pola tingkah dan fikir jahiliyah ke arah

Islamiah, oleh sebab itu ummat Islam dituntut menjadikan Islam sebagai falsafah

hidup. Dalam tuntunan Islam, pandangan terhadap kemerdekaan berideologi dan

sikapnya terhadap aturan hidup sangat jelas, ditandai dengan dibentuknya suatu

tatanan hidup yang sangat manusiawi.

Sepanjang sejarah dunia intelektual muslim, kebebasan berpendapat dan

berekspresi merupakan hak asasi bagi setiap individu untuk menuju kepada

kemakmuran dengan menggali ilmu agama dan ilmu pengetahuan. Masyarakat

modern mendatang adalah masyarakat knowledge society ( masyarakat berilmu

pengetahuan ) dan yang menduduki posisi penting adalah educated person ( manusia

berpendidikan/ berilmu pengetahuan ). Yaitu suatu masyarakat yang setiap

anggotanya merupakan orang-orang yang bebas dari ketakutan, bebas berekspresi dan

bebas untuk menentukan arah aktivitas kehidupannya di dalam sebuah negara. Islam

telah mengaktualisasikan nilai-nilai kebebasan tersebut serta telah menanamkan

dengan kuat dalam tradisi masyarakat secara global. Kebebasan tersebut, bagi para

ilmuan sangat berpengaruh dalam mengembangkan kreativitas akademiknya tanpa

intervensi kehendak dari siapapun.

Catatan sejarah mengungkapkan bahwa kebangkitan peradaban suatu bangsa

ternyata tidak terlepas dari pertumbuhan dan perkembangan ilmu pengetahuan.

Akademisi muslim menampilkan kebebasan dalam melaksanakan proses

pembelajaran, penelitian dan mendiskusikan hasil penelitian serta kemerdekaan

dalam melakukan pengabdian kepada masyarakat. Hal tersebut sesuai dengan tugas

pokok seorang ilmuan yang senantiasa mengembangkan, menyebarkan, melestarikan

dan mempraktekkan ilmu pengetahuan di lembaga pendidikan, dengan maksud ilmu

1

Page 2: KEBEBASAN AKADEMIK OK 1

pengetahuan tersebut disosialisasikan melalui aktivitas pembelajaran. Peraktek

akademik dengan menganut kebebasan tersebut telah dilakukan oleh kaum intelektual

muslim sejak awal kemajuan dunia Islam.

B. Rangkuman Pokok-pokok Kebebasan Akademis dalam Islam

Kebebasan akademis, dipengaruhi oleh ideologi dan tatanan yang

melingkupinya. Kebebasan akademis, menyangkut kebebasan seseorang yang

terlibat dalam dunia akademisi, seperti para Dosen, Mahasiswa dan seluruh civitas

akademika dalam rangka menelusuri kebebasan pada suatu lembaga akademis.

Sejarah sosial pendidikan, menyebutkan beragam definisi tentang kebebasan

akademis. Defenisi tersebut, muncul sesuai dengan kepakaran dan tinjauan yang

diberikan oleh masing-masing para pakar. Di antaranya dapat didefenisikan sebagai

kebebasan dari adanya pengekangan, hukuman dan intimidasi berkenaan dengan

pengkajian, penelitian dan ceramah-ceramah ilmiah secara umum. Asari,

mengemukakan: Kebebasan akademis adalah kebebasan sebagai sarana untuk

menggali kebenaran dan menerbitkannya dan membuat hasil-hasil temuan atau

pandangan-pandangannya tersebut untuk dibahas secara kritis dalam komuniti ilmiah

yang relevan untuk ditolak, diperbaiki atau diakui dan dimantapkan. Kebebasan

adalah juga kebebasan dari seorang sarana dalam bidang keahliannya di dalam

memberi pelajaran dan mendidik mahasiswa-mahasiswanya mengenai bagaimana

kebenaran dalam ilmu pengetahuan itu dapat diperoleh atau diketahui melalui proses-

proses yang berlaku menurut metode ilmiah atau logika yang masuk akal.1

Hal ini sesuai dengan prinsip bahwa ilmu pengetahuan itu bebas nilai.

Suriasumantri, menjelaskan: Dalam menghadapi ekses ilmu dan teknologi yang

bersifat merusak, para ilmuan terbagi ke dalam dua golongan pendapat. Pertama, ilmu

harus netral terhadap nilai-nilai baik itu secara ontologis maupun aksiologis. Dalam

hal ini tugas ilmuan adalah menemukan pengetahuan dan terserah pada orang lain

1 Hasan Asari, Menguak Sejarah Mencari 'Ibrah (Bandung: Citapustaka Media, 2006), h. 167.

2

Page 3: KEBEBASAN AKADEMIK OK 1

untuk mempergunakannya. Golongan kedua, sebaliknya berpendapat bahwa netralitas

ilmu terhadap nilai-nilai hanyalah terbatas pada metafisik keilmuan, sedangkan

penggunaannya, bahkan pemilihan obyek penelitian, kegiatan keilmuan harus

berlandaskan asas-asas moral.2

Makdisi, mengemukakan bahwa kebebasan akademis itu berhubungan erat

dengan universitas dimana para guru besar dan mahasiswa bergelut dengan hal-hal

yang berhubungan dengan percobaan-percobaan, penelitian dan kemudian

mempublikasikannya. Kebebasan akademis pada paruh abad pertengahan bukanlah

kebebasan dalam konteks pemikiran filosofis. Kebebasan akademis, baik dalam Islam

maupun dalam Kristen di barat, berhubungan dengan lisensi untuk mengajar dan

metode pengajaran yang mengarah kepada kelancaran proses belajar mengajar.3

Dalam literatur Islam, definisi kebebasan akademis tidak ditemukan, akan tetapi dasar

kebebasan akademis itu sendiri dapat ditemukan pada kerangka berpikir para ilmuan

muslim, dimana mereka tidak mengekang daya pikir seseorang, bahkan sejarah pun

mencatat istilah-istilah kebebasan berpendapat, kebebasan berekspresi, kebebasan

berpikir, kebebasan bergerak, kebebasan berideologi dan kebebasan lainnya sering

juga ditemukan dalam tradisi intelektual muslim klasik.

Agama Islam berprinsip bahwa kebebasan dan kemerdekaan adalah hal

yang telah diajarkan dalam pedoman hidup. Prinsip ini terlihat dan uraian nash

(Alquran dan Hadis) sebagai sumber pokok ajaran Islam. Islam tidak pernah

memaksa seseorang untuk masuk ke dalam agama Islam, kecuali dengan kesadaran

dan kerelaan seseorang. Sebab ajaran Islam mengajarkan kepada umatnya sikap

kemerdekaan dan sikap menghargai kebebasan, baik kebebasan individual maupun

universal. Bahkan ajaran Islam sangat menentang praktek penjajahan dan

pengekangan terhadap diri seseorang. Sebagaimana firman Allah swt.;

ويؤمن بالطاغوت يكفر فمن الغي من الرشد تبين قد الدين في إكراه ال

2 Jujun S. Suriasumantri, Filsafat Ilmu: Sebuah Pengantar Populer (Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 1999), h. 123. 3 George Makdisi, Freedom in Islamic Jurisprudence; Ijtihad, Taqlid and Academic Freedom" dalam Religion, Law, and Learning in Classical Islam (Hampshire: Variorum, 1990), h. 80.

3

Page 4: KEBEBASAN AKADEMIK OK 1

4 عليم. سميع والله لها انفصام ال الوثقى بالعروة استمسك فقد بالله

Artinya: Tidak ada paksaan untuk (memasuki) agama (Islam); sesungguhnya telah jelas jalan yang benar daripada jalan yang sesat. Karena itu barang siapa yang ingkar kepada Thaghut dan beriman kepada Allah, maka sesungguhnya ia telah berpegang kepada buhul tali yang amat kuat yang tidak akan putus. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.

Pada ayat yang lain Allah swt. menegaskan;

للظالمين أعتدنا إنا فليكفر شاء ومن فليؤمن شاء فمن ربكم من الحق وقل

الوجوه يشوي كالمهل بماء يغاثوا يستغيثوا وإن سرادقها بهم أحاط نارا

5 مرتفقا. وساءت الشراب بئس

Artinya: Dan katakanlah: "Kebenaran itu datangnya dari Tuhanmu; maka barangsiapa yang ingin (beriman) hendaklah ia beriman, dan barang siapa yang ingin (kafir) biarlah ia kafir". Sesungguhnya Kami telah sediakan bagi orang-orang dzalim itu neraka, yang gejolaknya mengepung mereka. Dan jika mereka meminta minum, niscaya mereka akan diberi minum dengan air seperti besi yang mendidih yang menghanguskan muka. Itulah minuman yang paling buruk dan tempat istirahat yang paling jelek.

Sikap tidak memaksakan kehendak kepada orang lain, menggambarkan

bahwa sebenarnya kebebasan berideologi sangat ditolerir oleh Islam. Mengapa Islam

tidak pernah memaksa seorangpun dengan kekuatan pedang atau senjata agar

menerima Islam ? Jawabnya, karena memaksa itu menjajah jiwa manusia dan

menghinakannya. Maka dakwah yang dianjurkan dalam dunia Islam adalah melalui

pendekatan persuasif, lemah lembut, bijaksana dan memberikan hujjah yang terbaik,

bukan dengan jalan perang dan kekerasan. Hal tersebut terlihat sangat jelas dalam

firman Allah swt, yaitu:

بالتي وجادلهم الحسنة والموعظة بالحكمة ربك سبيل إلى ادع

أعلم وهو سبيله عن ضل بمن أعلم هو ربك إن أحسن هي

4 Q. S. Al Bagarah/2: 256.5 Q. S. Al Kahfi/I 8: 29.

4

Page 5: KEBEBASAN AKADEMIK OK 1

6بالمهتدين.

Artinya: Serulah (manusia) kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk.

Umat Islam menyadari bahwa kebenaran yang hakiki hanya milik Allah swt.,

manusia hanya melakukan upaya untuk mendapatkan kebenaran tersebut. Jadi kebenaran

pada seseorang juga tidak dapat dipaksakan kepada orang lain. Kebenaran yang dipaksakan,

seperti seseorang dipaksa beriman dengan keagungan Islam, tanpa kesadaran dirinya,

maka selama itu pula keimanannya tidak benar. Maka ajaran Islam dengan segala

kelapangannya memberikan kebebasan bagi semua orang yang ingin mencapai kebenaran,

termasuk di dalamnya kebebasan akademis.

Cakupan pendidikan Islam dalam perkembangannya adalah keutuhan konsep

manusia, di mana masyarakat di awal kehadiran Islam pada abad VII M, masih

merupakan kumpulan religius dan kegiatan intelektual belum menjadi aktivitas sendiri.

Kesederhanaan secara alami menjamin integritas fungsi kemanusiaannya dan dalam

penyikapan manusia terhadap Tuhan. Sejarah intelektual muslim klasik selanjutnya

menunjukkan semangat yang tinggi. Hal ini ditandai dengan usaha mengembangkan

pengetahuan dari berbagai macam sumber yang ada. Ini menggambarkan kegiatan

pendidikan dan intelektual dengan cakupan yang sangat luas. Tidak saja sikap

toleransi terhadap ahli kitab dari Yahudi dan Nasrani, tetapi juga banyak memberikan

sikap luhur Islam dalam proses pembentukan peradaban baru Islam yang saat itu

wilayahnya semakin luas.

Kebebasan akademis, sebenarnya bersumber pada kebebasan berpikir dan

berpendapat. Artinya kebebasan tersebut sebenarnya berpangkal pada penggunaan

akal. Ajaran Islam pada prinsipnya sangat menghargai akal, bahkan menganjurkan

untuk mengoptimalkan penggunaannya secara maksimal, terutama dalam melakukan

ijtihad terhadap keputusan hukum dan masalah sosial lainnya, demi kemaslahatan.

6 Q.S. An-Nahl/16: 125.

5

Page 6: KEBEBASAN AKADEMIK OK 1

Karena dengan akal, manusia membuktikan perberbedaannya dengan hewan,

tumbuh-tumbuhan dan bahkan dengan Malaikat sekalipun. Bahkan dalam perspektif

fikih, seseorang disebut mukallaf jika ia berakal. Jadi fungsi akal sangat menentukan

dalam perjalanan kehidupan manusia. Apalagi banyak ayat yang mengajak manusia

untuk berfikir, memahami, memperhatikan, mengingat, merenungkan, mengambil

mau'idhah pada setiap peristiwa dan sebagainya. 7 Sementara itu, dukungan hadis

Nabi saw. terhadap penggunaan akal sebagai manifestasi kreativitas manusia,

terlihat pada kasus Mu'az ibn Jabal, ketika diutus menjadi qadhi di negeri Yaman.

Dialog Nabi dengan Mu'az tersebut selalu dikutip sebagai dasar pembenaran atau

perlunya menggunakan akal sehat.

Ajaran Islam sangat menghargai orang-orang yang berilmu

pengetahuan. Karena itu, posisi mereka ditempatkan dalam kehidupan sehari-hari

sebagai orang yang dianggap bijak dalam menyelesaikan berbagai problematika

hidup. Jadi, perbedaan ilmuan dengan yang bukan ilmuan ditegaskan oleh Allah swt.

dalam firman-Nya.

أولLLوا يتLLذكر إنمLLا يعلمLLون ال والذين يعلمون الذين يستوي هل قل ...

M.8الألباب

Artinya: Katakanlah: "Adakah sama orang-orang yang mengetahui dengan orang-orang yang tidak mengetahui?" Sesungguhnya orang yang berakallah yang dapat menerima pelajaran.

Di sisi lain, ilmuan adalah representatif Rasulullah saw. dalam pelaksanaan

proses pewarisan ilmu pengetahuan kepada umat manusia dan juga dalam mengawal

umat, sebagaimana sabda Rasulullah saw. berikut:

ورثوا إنما درهما وال دينارا يورثوا لم األنبياء إن األنبياء ورثة العلماء إن ...9.العلم

7 Asari, Menguak Sejarah, h. 169.8 Q.S Az-Zumar/29: 9. 9 Muhammad ibn Isa Abu Isa at-Turmuzy as-Silmy, Al-Jami' al-Shahih Sunan Al-Turmuzy

(Beirut: Dar Ihya' al-Turas al-'Araby, t.t), juz 5, h. 45.

6

Page 7: KEBEBASAN AKADEMIK OK 1

Artinya: Sesungguhnya ulama adalah pewaris para Nabi tidak mewariskan

dinar dan dirham tetapi mewariskan ilmu…

Dalam hal penghormatan terhadap ulama, Berkey, bahkan menempatkan

ilmuan/ulama sebagai pemimpin, penguasa, sebagaimana ungkapannya "nothing is

more powerfull than knowledge. Kings are the rules of the people, but scholars (al

Ulama) are the rulers of kings".10 Dapat dipahami bahwa tidak ada yang lebih

berkuasa dari pada ilmu pengetahuan. Para raja adalah orang yang memimpin rakyat,

tetapi ulama/ilmuan adalah pemimpin para raja.

C. Manifestasi Kebebasan Akademik Dalam Kegiatan Pendidikan

Alquran dan Sunnah melegitimasi kebebasan akademis di dunia muslim

dan telah menghantarkan umat Islam ke puncak peradaban yang tinggi di masanya.

Dapat dibuktikan bahwa pada era klasik, berbagai cabang ilmu pengetahuan

berkembang di dunia Islam, baik dalam bidang tafsir, hadis, hukum, filsafat, fisika,

sejarah dan lain-lain. Islam adalah agama yang komprehensif dan elastis dalam

mengatur setiap aspek kehidupan manusia. Ibadah dalam Islam tidak hanya

terbatas pada ritual formal saja, tetapi juga melibatkan seluruh dimensi kehidupan

manusia. Tak ketinggalan sikap Islam terhadap ilmu pengetahuan begitu besar,

sehingga landasan iman seseorang sering diukur dengan barometer

pengetahuan mengenai keyakinan yang dimilikinya. Komprehensifitas ajaran Islam

secara filosofis menjadi dasar atau landasan pijak bagi kebebasan akademis. Aktivitas

intelektual dan peran akademis dalam dunia Islam harus mengacu pada identitas

ajaran Islam itu sendiri.

Dinamika kebebasan akademis era klasik terlihat pada kearifan para ilmuan

dalam menyikapi perbedaan di antara mereka. Setiap orang yang memiliki keahlian

dengan bebas boleh mengemukakan dan mempublikasikan pandangan-

pandangannya, betapapun berbeda dari pandangan ahli lain. Kelapangan hati

10 Jonathan Berkey, The Transmission of Knowledge in Medieval Cairo, a Social History of Islamic Education (New Jersey: Princeton University Press, 1992), h. 4.

7

Page 8: KEBEBASAN AKADEMIK OK 1

menerima setiap perbedaan dalam dunia intelektual muslim, maka zaman tersebut

melahirkan tokoh-tokoh ilmuan yang sangat terkenal di bidang ilmunya masing-

masing, bahkan karya monumental mereka masih menjadi rujukan ilmiah di zaman

sekarang.

Abu Hamid al Ghazali (450 – 505 H), merupakan ilmuan yang memiliki

keluasan ilmu pengetahuan, dimana karya besarnya seperti Ihya Ulumuddin,

Maqasidu al Falastfah, Tahafut al Falasifah dan lain-lain menjadi inspirasi bagi

ilmuan masa kini untuk mengkaji, meneliti dan mempublikasikan dan melahirkan

ilmu-ilmu baru yang ada saat ini. Demikian pula dengan Ibnu Sina, yang tak saja

dinilai sebagai pakar kedokteran, tetapi juga bapak di bidang ilmu kedokteran.

Karyanya berjudul Al-Qanun fa Attib (The Canon), disebut sebut sebagai inspirator

dan sumber utama, kebangkitan Barat di bidang kedokteran. Ada pula Ibnu

Khaldun, bapak sosiologi politik, juga Al Biruni, penemu gaya gravitasi, Jabir Ibn

Hayyan sang penemu ilmu kimia, Abu Marwan Abdul al Malik Ibn Zuhr, bapak

parasitologi dan pelopor tracheotomy, Ibn Majid, sipenemu kompas dan navigator,

serta masih banyak yang lainnya.11 Mereka rata-rata hidup di abad pertengahan

(sekitar 750 – 450 M).

Kebebasan yang tergambar bahwa para hamba ilmu sangat menikmati

sebuah dunia intelektual yang sangat luas dan terbentang secara bebas. Tak heran

seorang al Ghazali yang lahir di desa Thus, negeri Khurasan, mengabdikan ilmunya

di negeri Baghdad di perguruan Nizamiah. Begitu juga dengan imam al-Syafi'i yang

merantau sampai ke negeri Mesir dan masih banyak tokoh-tokoh ilmuan yang

mengembangkan ilmunya ke berbagai wilayah.

D. Perbedaan Pendapat, Munazarah, Debat Melalui Karya Ilmiah.

Legalisme moralitas kebebasan akademis merupakan pemahaman terhadap

etos budaya, dan pilar yang lebih mendalam yang mengacu kepada kebebasan

11 Hery Sucipto, Cahaya Islam; Ilmuan Muslim Dunia Sejak Ibnu Sina Hingga B.J Habibie (Jakarta: Grafindo, 2006), h. 11.

8

Page 9: KEBEBASAN AKADEMIK OK 1

individu dan gagasan inti kebesaran peradaban sebuah bangsa. Pencapaian

kemajuan ilmu pengetahuan sangat ditentukan pada kebebasan seseorang dalam

berekspresi, kebebasan dalam berpendapat, kebebasan dalam berkarya dan kebebasan

dalam berideologi.

Manusia, dalam pandangan Islam adalah khalifah Allah di muka bumi. Sebagai

wakil Tuhan, dia memiliki karakteristik yang multi dimensi, yakni pertama, diberi

hak untuk mengatur alam ini sesuai kapasitasnya. Dalam mengemban tugas ini,

manusia, dibekali wahyu dan kemampuan mempersepsi, kedua, dia menempati posisi

terhormat di antara makhluk Tuhan yang lain. Anugerah ini diperoleh melalui

kedudukan, kualitas dan kekuatan yang diberikan Tuhan kepadanya, ketiga, dia

memiliki peran khusus yang harus dimainkan di planet ini, yaitu mengembangkan

dunia sesuai dasar dan hukum-hukum yang ditetapkan oleh Tuhan.12 Mulyadhi

Kartanegara dalam bukunya " Nalar Religius" mengatakan bahwa: Sebagai Khalifah-

Nya di muka bumi, manusia dikaruniai Tuhan dengan dua buah hadiah yang sangat

istimewa, "kebebasan" dan "ilmu pengetahuan". Kebebasan manusia bersandar pada

kenyataan bahwa manusia bukan hanya makhluk jasmani, tetapi juga makhluk rohani

yang memiliki roh yang berasal dari Tuhan sendiri. Dengan sifatnya yang seperti itu,

Tuhan menganugerahi manusia dengan kebebasan, yakni kebebasan terbatas untuk

memilih, sebagai hadiah yang diberikan hanya kepada manusia. Kebebasan adalah

amanat yang tidak mau diemban oleh langit, bumi, dan gunung-gunung , tetapi hanya

manusia yang mau mengembannya. Dengan adanya kebebasan itu, manusia menjadi

makhluk moral yang bisa diberi sifat baik dan buruk, tergantung perbuatan mana

yang dipilih secara sadar.13

Namun kualitas dan kekuatan yang dimiliki manusia tetap, dalam batas-batas

kemanusiaan, tidak absolut seperti Tuhan. Bahkan, upaya, melampaui

keterbatasan itu justru dianggap sebagai pemberontakan terhadap perintah Tuhan.

12 Ahmed Othman Al-twajri, Kebebasan Akademis menurut konsep Islam dan Barat, terj. F. Rozi Dalimunthe dan Nur A. Fadhil Lubis.( Medan : Lembaga Ilmiah IAIN-SU, 1988), h. 82

13 ? Mulyadhi Kartanegara, Nalar Religius, Memahami Hakekat Tuhan, Alam dan Manusia (Jakarta: Erlangga, 2007), h. 14.

9

Page 10: KEBEBASAN AKADEMIK OK 1

Kualitas dan kekuatan yang dimiliki manusia ini mejadi potensi dasar sekaligus

sarana bagi kebebasan akademis dalam dunia Islam.

Keluasan wilayah akademis yang pernah dipraktekkan dalam tradisi intelektual

muslim era lampau adalah sejauh kreativitas berpikir para ilmuan serta selama tidak

melanggar batasan keilmiahan, yakni logika ilmiah dan etis-praktis. Pernyataan Ibn

Jama'ah, sebagaimana dikutib Asari, tentang etika akademis mengilustrasikan

secara spesifik pentingnya etika para ilmuan, karena status mereka sebagai

pewaris Nabi. Jadi menurut Ibn Jama'ah, para ilmuan, dituntut untuk memelihara

etika. Hal ini menunjukkan bahwa keterkaitan antara ilmu dan etika sangat erat.

Bahkan menjadi suatu syarat mutlak bagi kesuksesan sebuah aktivitas keilmiahan.

Biografi para ilmuan Islam merupakan saksi tidak saja terhadap bagaimana mereka

menekankan pentingnya etika, tetapi juga bagaimana etika tersebut termanifestasikan

dalam segenap tingkah laku ilmiah. Bagi para ilmuan klasik Islam, kegiatan ilmiah

hanya akan bermakna bilamana dilakukan dengan memperhatikan dasar-dasar etika

yang kuat.

Peranan kongkrit kebebasan akademis bagi pengembangan ilmu pengetahuan

sebagaimana diungkapkan dalam catatan sejarah Islam bahwa perjalanan kemajuan

intelektual Islam selalu diawali dengan tingginya apresiasi yang diberikan

terhadap doktrin Islam tentang kebebasan akademis yang melahirkan keberanian

intelektual untuk menghasilkan produk ilmiah ulama Islam klasik.

Sejarah menunjukkan kepada generasi selanjutnya, betapa kayanya peradaban

Islam dengan berbagai cabang ilmu pengetahuan, mulai dari yang dapat digolongkan

kepada disiplin-disiplin keagamaan, maupun yang berada di luarnya. Misalnya

perkembangan ilmu kalam, pikih, tasawuf, kedokteran, seni, astronomi, filsafat dan

lain-lain dalam Islam. Kesemuanya ini jelas merupakan bagian dari

kebebasan akademis yang pernah dipraktekkan dalam dunia Islam. Secara longgar

dapat dikatakan bahwa keseluruhan pemikiran yang berkembang dan produktivitas

ilmiah era klasik merupakan hasil olah pikir dan budaya umat Islam yang dilakukan

10

Page 11: KEBEBASAN AKADEMIK OK 1

dalam kerangka pengamalan ajaran-ajaran Alquran dan hadis. Hal ini tak dapat

dipungkiri, bahwa semangat intelektualisme yang dinamis dan kreatif dalam

menghasilkan kualitas keilmuan merupakan partisipasi aktif dari kebebasan

berpikir dan kebebasan berkarya yang ada pada saat itu.

Peran kebebasan akademis juga dapat dilihat dari aspek kehendak politik

penguasa, seperti dipraktekkan pada masa pemerintahan al-Makmun, beliau

memberi ruang gerak yang seluas-luasnya kepada masuknya berbagai macam

ilmu pengetahuan dengan menembus batas agama dan negara, bahkan khalifah

tersebut menjadikan kota Baghdad sebagai kota pemerintahan sekaligus pusat ilmu

pengetahuan, sehingga orang-orang yang ahli dalam ilmu masing-masing diundang

ke Baghdad, bahkan ke istana untuk berdiskusi dalam istilah pendidikan Islam klasik

sering disebut dengan munazarah (debat ilmiah).

Di samping itu, khalifah ini juga membangun sebuah lembaga kajian yang

sering disebut "Akademi Al-Makmun." Di mana para ilmuan bergabung di

dalamnya, di antaranya adalah Abu Abbas Ahmad Ibn Muhammad Kathir al

Farghani, seorang astronom muslim yang menulis Kitab fi al Harakat al Samawiya

Wa Jawami ilm al Nujum yang kemudian dialih bahasakan menjadi The Elements

ofAstronomy. Karya ini telah mampu melintasi batas wilayah, artinya keberadaan

kitab ini tidak hanya dirujuk di negeri asalnya namun juga menjadi referensi para

astronom barat.

Kecintaan Al Ma'mun kepada ilmu pengetahuan tercermin pada kemegahan

dan kecermelangan kota Baghdad sebagai pusat kebudayaan, seni dan sastra, bukan

sebagai ibu kota kekhalifahan. Kota Baghdad membawa referensi ilmu dan

pengetahuan ke seluruh pelosok dunia.

E. Beberapa Kasus Anti Kebebasan Akademik

Kemerdekaan untuk tidak harus, mengkulturkan kepada ajaran guru juga

diperlihatkan dalam dunia intelektual muslim saat itu. Seorang murid memang tetap

11

Page 12: KEBEBASAN AKADEMIK OK 1

menghormati gurunya, namun guru tersebut tidak berhak mengekang apalagi

memaksa muridnya untuk mengikuti alur pikirannya. Contoh yang dipaparkan sejarah

adalah Imam Syafi'i, dia merupakan murid paling jeniusnya Imam Malik. Dia bahkan

menghafal secara sempurna karya gurunya yaitu al Muwatta'. Namun syafi'i

ternyata tidak serta merta harus mentaati ajaran gurunya. Dia malah

menghadirkan sebuah mazhab yang berlainan dengan gurunya, dan Imam Malik pun

tidak pernah memaksanya untuk berkiblat dengan mazhabnya. Ini adalah sebuah

realitas yang tak terbantahkan bahwa dunia akademis muslim era lalu benar-benar

merdeka dan bebas.

Usaha keras dalam mempertahankan keteguhan kebebasan akademis dan

cengkraman otoritas kekuasaan pemerintah akibat ideologi yang tak sefaham,

tak jarang dipertontonkan secara gamblang dalam lembaran sejarah peradaban Islam.

Kasus imam Hambali merupakan representasi dari kekejaman penguasa yang sengaja

membungkam kebebasan akademisnya gara-gara tidak menyetujui pandangan

ideologi khalifah. Dalam beberapa catatan sejarah lainnya, sering ditemukan

sejumlah sufi agung dieksekusi algojo penguasa --khalifah-- yang berkhidmat

pada fatwa fuqaha (ahli hukum Islam) kelompok eksoteris. Gugatan yang arahkan

terhadap kaum sufi karena mereka dipandang telah melakukan interpretasi yang

terlalu jauh dan bebas terhadap aspek-aspek ajaran Islam. Nama nama seperti Al

Husein Ibn Mansur al Hallaj, Suhrawardy al Maqtul, syekh Stiti Jenar dan masih

banyak lagi lainnya yang dibunuh karena sebuah perbedaan, dengan kepala tegak

menghadap Al Haqq. Ada lagi kasus intimidasi kaum syi'ah terhadap kaum sunni

begitupun sebaliknya. Ini merupakan serpihan dari penggalan ceceran sejarah

untuk dipungut dan dijadikan i'tibar bagi generasi penerus Islam agar lebih

bersikap arif dalam menyikapi problematika akademis serta menjaga dan

memelihara kebebasannya sebagai warisan khazanah intelektual.

F. Penutup

12

Page 13: KEBEBASAN AKADEMIK OK 1

Sebenarnya Islam telah memberikan kebebasan kepada seseorang dalam

menuntut ilmu pengetahuan. Para dosen, Mahasiswa atau terhadap seluruh civitas

akademisi dalam rangka mewujudkan kebebasan akademisi, ini terbukti pada massa

Islam klasik. Bahwa menuntut ilmu adalah merupahkan kewajiban bagi setiap

muslim. Bahkan Allah juga menegaskan bahwa mencari ilmu pengetahuan adalah

suatu sarana untuk lebih mendekatkan diri kepada sang pencipta.

Suatu peradaban adalah basil dari keseriusan sebuah bangsa, dalam

mengembangkan sosial-budaya. Sehingga peradapan Islam adalah merupakan hasil

dari para intelektual umat Islam.

Secara realitas kebebasan yang telah diberikan Tuhan kepada manusia ialah

berupa akal pikiran, disinilah manusia bebas untuk menjalankan aktivitas dan

kretivitas dalam membangun sebuah peradaban ummat manusia dengan

memberdayakan akal pikirannya. Sebagaimana telah banyak tercantum didalam Al-

qur'an bawah manusia itu mahluk yang mempunyai akal yang mampu menghasilkan

suatu karya nyata dalam hidupnya dengan jalan mewujudkan kebebasan akademisi

dan kebebasan intelektualnya.

Kebebasan akademik meliputi dalam menyatakan pikiran dan pendapat,

mengajar dan belajar, penelitian dan mimbar akademis, Oleh karena itu kompetensi

akademisi yang berkaitan dengan metodologi keilmuan, kompetensi Profesional

dalam menyerap ilmu dan teknologi yang berkaitan dengan kepekaan intelektual

terhadap suatu perkembangan zaman.

Budaya Arab-Islam, yang telah matang pada islam klasik terbukti pada masa

Rasulullah, para sahabat, sehingga sampai pada masa Dinasti Umayyah, dan

Dinasti Abbasyiah yang telah mengalami zaman kemasan dan gemerlapan

dalam Islam. Telah berhasil mencetak- generasi-generasi intelektual yang sangat

luar biasa yang terjun di dunia akademisi pada saat itu. Dengan menghasilkan

produk-produk berbagai disiplin ilmu pengetahuan, yang bertempat di arena

kota metropolitan dimasa kecemerlangan ummat Islam pada waktu itu seperti, di

13

Page 14: KEBEBASAN AKADEMIK OK 1

Damaskus, Bagdad, Kairo, Aleppo, Kairoun dan Cardova di bawah naungan

kepemimpinan yang tangguh dan mempunyai keintelektual yang agung dengan

mencintai ilmu pengetahuan.

Secara singkat kebebasan akademik adalah contoh suri tauladan moral, untuk

mengarahkan era keterbukaan untuk maju didalam masyarakat yang demokrasi dan

disuatu lembaga pendidikan untuk mempelajari berbagai seni bagaimana

memperlihatkan komponen untuk belajar dan penelitian.

-zf-

14

Page 15: KEBEBASAN AKADEMIK OK 1

Daftar Pustaka

Alquran al-Karim

Asari, Hasan, Menguak Sejarah Mencari 'Ibrah. Bandung: Citapustaka Media, 2006.

Al-twajri Ahmed Othman, Kebebasan Akademis menurut konsep Islam dan Barat, terj. F. Rozi Dalimunthe dan Nur A. Fadhil Lubis. Medan : Lembaga Ilmiah IAIN-SU, 1988

Berkey, Jonathan. The Transmission of Knowledge in Medieval Cairo, a Social History of Islamic Education. New Jersey: Princeton University Press, 1992.

Kartanegara, Mulyadhi. Nalar Religius, Memahami Hakekat Tuhan, Alam dan Manusia. Jakarta: Erlangga, 2007.

Makdisi, George. Freedom in Islamic Jurisprudence; Ijtihad, Taqlid and Academic Freedom" dalam Religion, Law, and Learning in Classical Islam. Hampshire: Variorum, 1990.

Silmy, Turmuzy, Abu Isa, Muhammad. Al-Jami' al-Shahih Sunan Al-Turmuzy. Beirut: Dar Ihya' al-Turas al-'Araby, t.t.

Sucipto, Hery. Cahaya Islam; Ilmuan Muslim Dunia Sejak Ibnu Sina Hingga B.J Habibie. Jakarta: Grafindo, 2006.

Suriasumantri, S. Jujun. Filsafat Ilmu: Sebuah Pengantar Populer. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 1999.

15