kearifan lokal dalam singiran tahlil-ok

Upload: wira-hastuti

Post on 10-Feb-2018

257 views

Category:

Documents


3 download

TRANSCRIPT

  • 7/22/2019 Kearifan Lokal Dalam Singiran Tahlil-ok

    1/18

    Disusun sebagai bahan diskusi Mata Kuliah Agama, Budaya, dan Sains

    Dosen Pengampu: Dr. H. Moh. Damami, M.Ag.

    Disusun Oleh:

    SUYANTO

    NIM: 1330016032

    PROGRAM DOKTOR STUDI ISLAM KONSENTRASI

    KEPENDIDIKAN ISLAM PASCASARJANA

    UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN KALIJAGA

    YOGYAKARTA

    2013

    NILAI-NILAI KEARIFAN LOKAL DALAM SINGIR

    TAHLIL DI MASYARAKAT BANYUMENENG,

    BANYURADEN, GAMPING SLEMAN YOGYAKARTA

  • 7/22/2019 Kearifan Lokal Dalam Singiran Tahlil-ok

    2/18

    1

    NILAI-NILAI KEARIFAN LOKAL DALAM SINGIRTAHLIL DI

    MASYARAKAT BANYUMENENG, BANYURADEN, GAMPING

    SLEMAN YOGYAKARTA

    Suyanto

    A. Pendahuluan

    Di masyarakat Indonesia, khususnya Jawa, tahlilan adalah sesuatu

    tradisi yang telah turun-temurun. Tradisi ini biasanya dilaksanakan dalam

    rangka memperingati dan mendoakan orang yang telah meninggal, dan

    dilaksanakan pada hari pertama sampai ketujuh, 40 hari, seratus hari,

    setahun pertama, kedua, dan 1000 hari.

    Dalam masyarakat pun muncul beragam sikap, ada yang

    menganggapnya bidah karena tidak ditemukan pada masa nabi, ada yang

    menganggapnya bagian dari budaya, dan ada pula yang menganggapnya

    bagian dari agama.

    Bagi sebagian masyarakat Yogyakarta, tahlilan sendiri dianggap

    sebagai amaliyah yang wajib, karena jika tidak dilaksanakan takut dianggap

    sebagai anak yang tidak berbakti. Masyarakat sangat meyakini bahwa

    keluarga yang sudah meninggal hanya memerlukan doa dari ahli warisnya,

    dan terasa lebih afdhaljika doa tersebut dilaksanakan secara bersama-sama

    dengan cara mengundang para tetangga. Semua yang hadir selain diberi

    makanan dan minuman sebagai wujud menghormati tamu dari tuan rumah,

    juga akan diberi bingkisan seperangkat nasi dan ada yang ditambah dengan

    sembako mentah.

    Berbeda dengan tahlil di daerah-daerah lain, tahlil di desa

    Banyumeneng, Banyuraden, Gamping Sleman terlihat unik. Pertama kali

    mengikuti tahlilan di desa ini, penulis biasa-biasa saja, tetapi ketika dzikir

    sampai pada mengucapkan kalimat la ilaha illa Allah, terdengar nyayian syiir

    (singir) yang dibaca oleh beberapa orang, dan nada dzikirnya mengikuti singir

    yang dibaca. Ketika nadanya lembut, maka membaca tahlilnya juga lembut,

    sedangkan ketika nadanya berubah, tahlilnya ikut berubah, menyerupai reff

    dari nada tahlil tersebut. Singir tersebut tertulis dalam bahasa Jawa dan

  • 7/22/2019 Kearifan Lokal Dalam Singiran Tahlil-ok

    3/18

    2

    dilagukan dengan kinanthi.1Lebih unik lagi, singir tersebut dibuat oleh singir

    tersebut dibuat oleh tokoh Muhammadiyah di Desa Banyuraden dan pimpinan

    tahlil (mbak kaum)juga tokoh Muhammadiyah setempat.

    Tradisi tahlil yang diiringi dengan singiran di Yogyakarta sebenarnya

    tidak hanya terjadi di masyarakat Banyumeneng Banyuraden, di daerah-

    daerah lain yang juga diadakan. Misalnya masyarakat Ngemplak Nganti,

    Sendangadi, Mlati, Sleman juga masih melestarikan tahlil yang diiringi singir. 2

    Begitu juga masyarakat Karanggeneng, Umbulharjo, Cangkringan, Sleman,

    yang masih melestarikan singir tahlil dalam tradisi tahlilan.3

    Ada dua hal yang menarik dari fenomena tersebut. Pertama, singir yang

    dilekatkan dalam dalam acara tahlil tersebut dan kedua, tahlil dipimpin oleh

    tokoh Muhammadiyah setempat begitu pula dengan singir yang digubah oleh

    tokoh Muhammadiyah. Yang pertama dapat diasumsikan bahwa dalam singir

    tersebut terselip kearifan lokal yang sangat kuat sedangkan yang kedua dapat

    dibaca sebagai salah satu bagian dari dakwah kultural Muhammadiyah. Hal

    ini menjadi menarik karena Muhammadiyah selama ini dianggap sebagai

    salah satu aliran puritan yang tidak menerima tradisi tahlilan.

    Aspek yang akan dibahas dalam makalah ini difokuskan pada nilai-nilai

    kearifan lokal apa yang terdapat pada singir tahlil yang terdapat pada tradisitahlil di masyarakat Banyumeneng, Banyuraden, Gamping, Sleman. Adapun

    singir tahlil sebabagai bagian dakwah kultural Muhammadiyah tidak menjadi

    pembahasan dalam makalah ini.

    Singir adalah salah satu bentuk sastra Jawa yang di dalamnya

    mengandung muatan kearifan lokal tertentu. Kandungan makna dari singir

    perlu digali muatan kearifan lokalnya. Penggalian muatan kearifan lokal

    melalui pembacaan terhadap makna yang terkandung dalam bait-baitsyairnya sekaligus bentuk dan penggunaan syair tersebut dalam masyarakat.

    1 Kinanthi adalah bagain dari tembang macapat di Jawa. Macapat adalah tembang atau puisi

    tradisional Jawa. Setiap bait macapat mempunyai baris kalimat yang disebut gatra, dan setiapgatra mempunyai sejumlah suku kata (guru wilangan) tertentu, dan berakhir pada bunyi sanjakakhir yang disebut guru lagu.Beberapa tembang macapat misalnya dandanggula, asmarandana,gambuh, pangkurdan lain-lain.2Kusnadi, Seni Singiran dalam Ritual Tahlilan pada Masyarakat Islam Tradisional Jawa Jurnal

    Imaji. Vol. 4, No. 2, Agustus 2006: 230243.3Nurrofik, Syiiran Tahlil di Dusun Karanggeneng, Umbuljarjo, Cangkringan Sleman Skripsi,

    (Yogyakarta: Fakultas Adab Univesitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta, 2008).

  • 7/22/2019 Kearifan Lokal Dalam Singiran Tahlil-ok

    4/18

    3

    Makalah ini akan diawali dengan pengkajian teori tentang tahlil, singir

    dan kearifan lokal itu sendiri sebagai beberapa istilah kunci dalam makalah

    ini.

    B. Tradisi Tahlil dalam Masyarakat Jawa

    Istilah "tahlil" artinya pengucapan kalimat la ilahailallah, sedangkan

    tahlilanartinya bersama-sama melakukan do'a bagi orang (keluarga, teman,

    dsb.) yang sudah meninggal dunia, semoga diterima amalnya dan diampuni

    dosanya oleh Allah SWT. Sebelum do'a bersama, terlebih dahulu diucapkan

    beberapa kalimah thayyibah (kalimah-kalimah yang bagus, yang agung),

    berwujud hamdalah (tahmid). shalawat, tasbih, beberapa ayat suci AI-Qur'an

    dan tahlil.4.

    Adanya tahlilan tentu dengan maksud dan tujuan tertentu. Tujuan

    tahlilan menurut Abdusshomad ada enam macam, yaitu: (1) sebagai ikhtiyar

    (usaha) bertaubat kepada Allah SWT untuk diri sendiri dan saudara yang

    telah meninggal dunia, (2) merekatkan tali persaudaraan antar sesama, baik

    yang masih hidup atau yang telah meninggal dunia dengan pemahaman

    bahwa ukhuwah Islamiah itu tidak terputus karena kematian, (3) untuk

    mengingat bahwa akhir dari kehidupan dunia ini adalah kematian, yang setiap

    jiwa tidak akan terlewati, (4) untuk kesejukan rohani di tengah hiruk pikuk

    dunia untuk mencari materi dengan jalan berdzikir kepada Allah, (5) tahlil

    sebagai salah satu media yang efektifuntuk dakwah Islamiah, dan (6) sebagai

    manifestasi dari rasa cinta sekaligus penenang hati bagi keluarga almarhum

    almarhumah yang sedang dirundung duka.5

    Tradisi tahlilan bagi orang meninggal menurut Agus Sunyoto tidak bisa

    dilepaskan oleh tradisi bangsa Campa yang masuk ke Indonesia membawa

    Islam. Agus Sunyoto menyatakan bahwa ketika Majapahit tercekam suksesi

    yang melelahkan-antara tahun 1446 hingga 1471 M- yang berakibat pada

    kemundurannya, terjadi pengungsian besar-besaran penduduk asal negeri

    Campa ke Nusantara, terutama di pesisir utara pulau Jawa. Hal itu terjadi

    karena pada tahun-tahun tersebut kerajaan Campa diduduki oleh raja-raja

    Vietnam. Kehadiran bangsa Campa membawa adat kebiasaan di negerinya

    4

    Muhyiddin Abdusshomad. Tahlil dalam Perspektif Alqur,an dan Assunnah. (Malang: PustakaBayan da Surabaya: Khalista bekerja sarna dengan PPNurul Islam Jember, 2005) hal. xii5Ibid, hal. xiii

  • 7/22/2019 Kearifan Lokal Dalam Singiran Tahlil-ok

    5/18

    4

    dan berpengaruh kuat terhadap perkembangan sistem kepercayaan di

    Nusantara, khususnya Jawa.6

    Jejak-jejak keterpengaruhan masyarakat Jawa oleh kepercayaan

    bangsa Campa menurut Agus Sunyoto terdapat pada beberapa hal. Pertama,

    upacara peringatan orang mati pada hari ke-3, ke-7, ke-40, ke-100, dan ke-

    1000 yang hingga kini masih dilestarikan adalah tradisi khas Campa. Dalam

    kaitan dengan upacara kematian, masyarakat Majapahit menurut Sunyoto

    hanya mengenal upacara yang disebut sraddha, yakni upacara meruwat

    arwah yang dilakukan 12 tahun setelah kematian. Kedua, upacara-upacara

    keagamaan seperti perayaan 1 dan 10 Asyuro, tradisi Rebo Pungkasan atau

    Arbaa Akhir di bulan Shafar, tradisi nisfu Syaban, faham wahdatul wujud,

    larangan berhajat pada bulan Asyuro, dan pembacaan kasidah-kasidah yang

    memuji Nabi Muhammad saw. dan ahl bait. Menurut Sunyoto, upacara-

    upacara dan tradisi-tradisi tersebut kebiasaan masyarakat Campa yang

    terpengaruh paham Syiah. Mengenai madzhab Islam yang dianut masyarakat

    Campa ini, Sunyoto mengutip pendapat S.Q. Fatimy yang mengatakan bahwa

    orang-orang Islam di Campa beraliran Syiah.7 Bahkan menurut Sunyoto,

    istilah kenduri adalah jelas menunjuk pada pengaruh Syiah, karena diambil

    dari bahasa Persia yaitu Kanduri yang berarti upacara makan-makan di Persia

    untuk memperingati Fatimah Az Zahro. Ketiga, sistem kepercayaan. Warisan

    kebiasaan dan sistem kepercayaan masyarakat Campa yang berpengaruh

    pada masyarakat Jawa di antaranya ialah kepercayaan pada kitab-kitab

    ramalan seperti Primbon dan kepercayaan-kepercayaan pada takhayul.

    Keempat, kepercayaan-kepercayaan terhadap makhluk halus. Sistem

    kepercayaan terhadap makhluk halus yang terpengaruh masyarakat Campa

    menurut Sunyoto seperti gandarwa, kelong wewe, kuntilanak, pocong, tuyul,

    kalap, siluman, jin Islam, hantu penunggu pohon, arwah penasaran, dan

    berbagai tahayul lain yang dalam Bahasa Kawi disebut gegwan tuhuan, yang

    bermakna bersandar pada kicauan burung alias omong kosong. Sementara

    itu, kepercayaan masyarakat Majapahit sebelum kedatangan bangsa Campa

    terbatas pada makhluk-makhluk setengah dewa seperti yaksha, raksasa,

    pisaca, pretusura, gandharwa, buta, khinnara, widhyadhara, mahakala,

    6Agus Sunyoto, Sunan Ampel Raja Surabaya, Dinamika Perjuangan Dakwah Islam di Jawa Abad

    XIV XV M, (Surabaya ; Diantama berkerja sama dengan Lembaga Pengkajian Bahasa ArabMasjid Agung Sunan Ampel, 2004), hlm. 47

    7Ibid. hlm. 86

  • 7/22/2019 Kearifan Lokal Dalam Singiran Tahlil-ok

    6/18

    5

    nandiswara, caturasra, dan rahyangta rumuhun, sirangbasa ring wanua, sang

    mangdyan kahyangan, sang magawai kedhaton (para arwah leluhur yang

    melindungi bumi dan keraton). Bangsa Campa juga percaya terhadap

    hitungan suara tokek, tabu mengambil padi di lumbung pada siang hari,

    menyebut harimau dengan sebutan Yang atau Ong yang berarti kakek,

    menyebut ibu dengan sebutan Mak, memanggil anak kecil dengan sebutan

    kachong dan sebagainya. Sistem kepercayaan bangsa Campa yang

    terpengaruh Islam itulah yang kemudian menjadi mainstream utama dari

    sistem kepercayaan penduduk muslim Jawa pasca Majapahit sampai saat

    sekarang ini.8

    Dari penjelasan Agus Sunyoto tersebut di atas, peringatan 3 hari, 7 hari,

    40 hari, 100 hari dan seterusnya adalah pengaruh dari tradisi bangsa Campa

    yang beraliran Syiah. Selanjutnya, pada saat Islam di tanah Jawa

    dikembangkan oleh para wali songo, tradisi memperingati orang yang sudah

    meninggal tersebut diisi dengan tahlilan. Wahyudi dan Khalid menyatakan

    bahwa budaya tahlilan mulai ada sejak para wali di Jawa mengajarkan agama

    Islam.9

    Kebudayaan ini bermula dari adat Jawa yang secara turun-temurun

    sejak zaman pra-Islam, bila ada orang yang meninggal dunia maka

    keluarganya mengadakan selamatan. Jenis-jenis selamatan ini ada

    bermacam-macam, misalnya: selamatan ngesur tanah, Nelung Dinani, Mitung

    Dinani, Matang Puluh, Nyatus, Mendhak Pisan, Mendhak Pindho, dan Nyewu.

    Selanjutnya, oleh Sunan Muria (putra Sunan Kalijaga dengan Dewi Sarah)

    kegiatan selamatan tersebut diberi warna Islam. Selamatan yang semula

    berisi doa mantra yang dilakukan oleh pendeta diganti dengan bacaan

    kalimah thoyyibah dan ayat-ayat suci Al-Qur'an. Pada mulanya, tradisi yang

    sarat dengan warna tasawuf ini dilakukan di pesantren dan kraton. Namun,

    lambat laun dapat diterima dan diamalkan oleh seluruh masyarakat Indonesia

    sehingga menjadi tradisi keagamaan yang tidak bisa dipisahkan dalam

    kehidupan masyarakat.10

    8Ibid.

    9

    Asnan Wahyudi dan Abu Khalid.Kisah Wali Sanga. (Surabaya: Karya Ilmu, tt) hal.10910Zainuddin Fanani dan Atiqo Sabardila, Sumber Konflik Masyarakat Muslim, Perspektif

    Keberterimaan Tahlil, (Surakarta: Muhammadiyah University Press, 2001), hal. 257.

  • 7/22/2019 Kearifan Lokal Dalam Singiran Tahlil-ok

    7/18

    6

    Kalimat-kalimat tahlil dalam praktek di masyarakat Jawa biasanya

    digabungkan dengan pembacaan surat yasin. Sehingga kemudian disebut

    dengan yasinan dan tahlilan. Pembacaan surat yasin bersamaan dengan tahlil

    yang dipergunakan dalam upacara slametan tersebut konon didasarkan pada

    sebuah hadis nabi yang berbunyi:

    : : (:2132( Bacalah surat Yasin terhadap orang mati di antara kamu (HR. Baihaqi).

    Hadis tersebut kemudian dimaknai dengan membacakan surat Yasin

    pada orang yang telah mati maupun orang yang belum mati (dalam keadaan

    sakaratul maut). Dalam masyarakat, ada kalanya surat Yasin dibacakan

    kepada orang yang sedang sakaratul maut. Hal ini karena menurut penjelasan

    ahli nahwu, hadis tersebut menggunakan bentuk isim mashdar () .Dalam isim mashdar dikatakan bahwa ia memiliki makna yang lalumaupun

    akan datang. Dengan makna demikian, maka yasin dibacakan kepada orang

    yang telah mati maupun yang akan mati.11

    Teks-teks tahlil biasanya tersusun sebagai berikut:

    1. Membaca al-Fatihah tiga kali. Fatihah pertama ditujukan kepada Nabi

    Muhammad, keluarga, istrinya, dan keturunannya. Fatihah kedua ditujukan

    sahabat-sahabat nabi dari kalangan nabi dan rasul, para syuhada dan

    orang-orang shaleh, sahabat, tabiin, para ulama dan pengarang kitab

    yang shaleh, para malaikat yang dekat (malaikatil muqarrabin), dan

    dikhususkan kepada Syaikh Abdul Qadir Jailani atau kepada nama orang

    yang didoakan (nama si mayit). Fatihah ketiga ditujukan kepada semua

    ahli kubur yang muslim dan mukmin, baik laki-laki maupun perempuan di

    manapun berada (barat timur, darat laut), dan dikhususkan kepada ayah,

    ibu, kakek, nenek, para guru dan gurunya para guru.

    2. Membaca surat al-ikhlas 3 kali, al-Falaq 3 kali, dan An Nas 3 kali ditutup

    dengan al-Fatihah

    3. Membaca surat Al-Baqarah: 1-5

    11 Penjelasan KH. Muhadi Zainuddin, Lc., M.Ag, pimpinan pondok pesantren Aji Mahasiswa Al

    Muhsin Yogyakarta.

  • 7/22/2019 Kearifan Lokal Dalam Singiran Tahlil-ok

    8/18

    7

    4. Membaca surat Al-Baqarah: 163

    5. Membaca surat al-Baqarah: 255 (ayat kursi)

    6. Membaca surat al-Baqarah: 284-286

    7. Membaca surat al-Ahzab: 33

    8. Membaca surat al-Ahzab: 56

    9. Membaca shalawat, istighfar, tahlil dan tasbih.

    Muhammad Danial Royyan12 menulis bahwa kalimat-kalimat tahlil

    disusun pertama kali oleh Sayyid Jafar Al- Barzanji. Sedangkan pendapat

    yang lain mengatakan bahwa yang menyusun tahlil pertama kali adalah

    Sayyid Abdullah bin Alwi Al Haddad. Dari dua pendapat tersebut, pendapat

    yang paling kuat tentang siapa penyusun pertama tahlil adalah Imam Sayyid

    Abdullah bin Alwi Al Haddad. Hal itu didasarkan pada argumentasi bahwa

    Imam Al- Haddad yang wafat pada tahun 1132 H lebih dahulu daripada

    Sayyid Jafar AlBarzanji yang wafat pada tahun 1177 H. Pendapat tersebut

    diperkuat oleh tulisan Sayyid Alwi bin Ahmad bin Hasan bin Abdullah bin Alwi

    Al-Haddad dalam syarah Ratib Al Haddad, bahwa kebiasaan imam Abdullah

    Al Haddad sesudah membaca Ratib adalah bacaan tahlil. Para hadirin yang

    hadir dalam majlis Imam Al Haddad ikut membaca tahlil secara bersama-

    sama tidak ada yang saling mendahului sampai dengan 500 kali.13

    Tradisi tahlil dapat diduga ia berasal dari tradisi pesantren, yang

    diajarkan dan dipraktekkan dalam kehidupan pesantren, yang kemudian

    menyebar menjadi tradisi masyarakat secara luas. Tradisi tersebut terus

    menerus berlangsung secara turun-temurun dan terus mengalami modifikasi

    pada prakteknya.

    Pada saat Yasinan dan Tahlilan berlangsung, biasanya tuan rumah

    menyediakan toples atau baskom yang berisi air bunga (bunga mawar,

    melati, dan kanthil). Air tersebut yang kemudian akan disiramkan ke kuburan

    si mayit. Meskipun demikian, tidak semua yasinan dan tahlilan menyediakan

    air bunga tersebut.

    Setelah selesai acara Yasinan dan Tahlilan, biasanya para tamu

    undangan diberi hidangan berupa minuman dan snack (makanan ringan)

    12

    KH Muhammad Danial Royan adalah ketua tanfidziyah PCNU Kendal periode 2012-2017.13Muhammad Danial Royyan, Sejarah Tahlil, (Kendal: LTN NU Kendal bekerjasama dengan

    Pustaka Amanah, 2013).

  • 7/22/2019 Kearifan Lokal Dalam Singiran Tahlil-ok

    9/18

    8

    kemudian dan saat pulang diberi bingkisan yang berisi nasik dan lauk yang

    sudah dimasak serta bahan makanan mentah seperti beras, gula pasir, teh,

    mie instan, telur dan beberapa kasus amplop yang berisi uang (Rp. 2000

    atau Rp. 5000).

    C. Singir sebagai Bagian Masyarakat Jawa

    Istilah singir diduga berasal dari bahasa Arab syi'ir yang artinya adalah

    syair atau puisi. Oleh karena kebiasaan orang Jawa yang membaca huruf

    'ain dengan ngain, maka istilah syi'ir berubah menjadi singir. Akhiran an

    menunjukkan makna permainan atau tiruan dari aslinya, seperti pada istilah

    bedayan yang berarti tiruan dari bedaya, srimpen dari kata srimpi-srimpian.14

    Bagi masyarakat muslim Jawa, singiran sesungguhnya sangat akrab

    dalam kehidupan sehari-hari. Di masjid atau langgar-langgar Jawa singiran

    sering dinyanyikan setelah adzan, waktu jeda antara adzan dan iqamat, atau

    menunggu jamaah shalat berkumpul atau untuk menunggu seorang imam

    shalat datang. Selain antara adzan dan iqomat, pembacaan singiran antara

    lain pada acara-acara pengajian akbar di mana kiai dalam menjelaskan

    materi pengajian diselingi dengan singiran, mengiringi bacaan tahlil dalam

    peringatan hari kematian salah satu keluarganya.15

    Singir Jawa yang dibacakan mengiringi tradisi tahlil biasanya

    berbentuk bait-bait syair dalam bahasa Jawa yang di dalamnya terdapat

    nasehat/pelajaran yang dapat dipetik oleh segenap yang hadir. Syiir-syiir

    tersebut akan diiringi oleh irama tahlil (laa ilaha illallah), irama tahlil

    menyesuaikan dengan irama syiir yang dibacakan oleh beberapa orang.

    Singir adalah salah satu bentuk karya sastra yang menurut Horatius

    memiliki fungsi dulce at utile, menghibur dan bermanfaat.16 Aspek hiburan

    dalam singir bukan tujuan utama tetapi merupakan sarana untuk mencapai

    tujuan tertentu yakni pencapaian suatu manfaat yang lebih nyata seperti

    aspek keimanan, aspek pendidikan, etika, dan sebagainya.

    14Kusnadi, op.cit, hal. 233

    15 Khalid Mawardi, Singiran: Pendekatan Sosio-Kultural Pembelajaran Islam dalam Pesantren

    dan Masyarakat NU Jurnal INSANIA, Vol. 11 Nomor 3, September Desember 2006, P3MSTAIN Purwokerto, hal. 315.16

    Andries Teeuw, Sastra dan Ilmu Sastra. (Jakarta: Dunia Pustaka Jaya, 1984) hal 183.

  • 7/22/2019 Kearifan Lokal Dalam Singiran Tahlil-ok

    10/18

    9

    D. Memahami Kearifan Lokal

    Dalam pengertian kamus, kearifan lokal (local wisdom) terdiri dari dua

    kata: kearifan (wisdom) dan lokal (local). Dalam Kamus Inggris Indonesia

    John M. Echols dan Hassan Syadily, local berarti setempat, sedangkan

    wisdom (kearifan) sama dengan kebijaksanaan. Secara umum maka localwisdom (kearifan setempat) dapat dipahami sebagai gagasan-gagasan

    setempat (local) yang bersifat bijaksana, penuh kearifan, bernilai baik, yang

    tertanam dan diikuti oleh anggota masyarakatnya.17

    Kearifan lokal adalah pandangan hidup dan ilmu pengetahuan serta

    berbagai strategi kehidupan yang berwujud aktivitas yang dilakukan oleh

    masyarakat lokal dalam menjawab berbagai masalah dalam pemenuhan

    kebutuhan mereka. Dalam bahasa asing sering juga dikonsepsikan sebagaikebijakan setempat local wisdom atau pengetahuan setempat local

    knowledge atau kecerdasan setempat local genious.

    Sartini menyebutkan bahwa kearifan lokal (local wisdom) berawal dari

    local genius yang berkembang menjadi local wisdom. Local genius

    merupakan istilah yang mula pertama diperkenalkan oleh Quaritch Wales.

    Haryati Soebadio sebagaimana dikutip oleh Sartini mengatakan bahwa local

    genius adalah juga cultural identity, identitas/kepribadian budaya bangsa

    yang menyebabkan bangsa tersebut mampu menyerap dan mengolah

    kebudayaan asing sesuai watak dan kemampuan sendiri. Sementara

    Moendardjito mengatakan bahwa unsur budaya daerah potensial sebagai

    local genius karena telah teruji kemampuannya untuk bertahan sampai

    sekarang. Ciri-cirinya adalah:

    1. Mampu bertahan terhadap dunia luar

    2. Memiliki kemampuan mengakomodasi unsur-unsur budaya luar

    3. Mempunyai kemampuan mengintegrasikan unsur budaya luar ke

    dalam budaya asli

    4. Mempunyai kemampuan mengendalikan mampu memberi arah

    pada perkembangan budaya

    Dengan mengutip pendapat I Ketut Gobyah dan S. Swarsi Geriya,

    Sartini menyimpulkan bahwa kearifan lokal terbentuk terbentuk sebagai

    17Sartini, Menggali Kearifan Lokal Nusantara Sebuah Kajian Filsafati, JurnalFilsafat,Agustus

    2004, Jilid 37, Nomor 2

  • 7/22/2019 Kearifan Lokal Dalam Singiran Tahlil-ok

    11/18

    10

    keunggulan budaya masyarakat setempat maupun kondisi geografis dalam

    arti luas. Kearifan lokal merupakan produk budaya masa lalu yang patut

    secara terus-menerus dijadikan pegangan hidup. Meskipun bernilai lokal

    tetapi nilai yang terkandung di dalamnya dianggap sangat universal. Kearifan

    lokal merupakan kebijaksanaan manusia yang bersandar pada filosofi nilai-

    nilai, etika, cara-cara dan perilaku yang melembaga secara tradisional.

    Kearifan lokal adalah nilai yang dianggap baik dan benar sehingga dapat

    bertahan dalam waktu yang lama dan bahkan melembaga.18

    Sementara itu, menurut Nyoman Shirta, bentuk-bentuk kearifan lokal

    dalam masyarakat dapat berupa: nilai, norma, etika, kepercayaan, adat-

    istiadat, hukum adat, dan aturan-aturan khusus. Oleh karena bentuknya yang

    bermacam-macam dan ia hidup dalam aneka budaya masyarakat maka

    fungsinya menjadi bermacam-macam. Beberapa fungsi dan makna kearifan

    lokal antara lain:19

    1. Berfungsi untuk konservasi dan pelestarian sumber daya alam.

    2. Berfungsi untuk pengembangan sumber daya manusia, misalnya

    berkaitan dengan upacara daur hidup, konsep kanda pat rate.

    3. Berfungsi untuk pengembangan kebudayaan dan ilmu pengetahuan,

    misalnya pada upacara saraswati, kepercayaan dan pemujaan pada pura

    Panji.

    4. Berfungsi sebagai petuah, kepercayaan, sastra dan pantangan.

    5. Bermakna sosial misalnya upacara integrasi komunal/kerabat.

    6. Bermakna sosial, misalnya pada upacara daur pertanian.

    7. Bermakna etika dan moral, yang terwujud dalam upacara Ngaben dan

    penyucian roh leluhur.

    8. Bermakna politik, misalnya upacara ngangkuk merana dan kekuasaan

    patron client

    Kearifan lokal tidak hanya mewujud dalam budaya, tetapi juga melalui

    ungkapan-ungkapan seperti bebasan, saloka, paribasa.20 Lewat ungkapan-

    ungkapan tersebut, tercermin bagaimana sikap hidup dalam suatu komunitas

    masyarakat. Ungkapan seperti alon-alon waton kelakon, mangan ora

    18Ibid

    19Ibid

    20

    Ni Wayan Sartini, Menggali Nilai-Nilai Kearifan Lokal Budaya Jawa Lewat Ungkapan (Bebasan, Saloka,dan Paribasa), dalam LOGAT, Jurnal Ilmiah Bahasa dan Sastra, Universitas Sumatra Utara, Volume V No. 1

    April 2009.

  • 7/22/2019 Kearifan Lokal Dalam Singiran Tahlil-ok

    12/18

    11

    mangan sing penting ngumpul, sepi ing pamrih rame ing gawe adalah

    ungkapan-ungkapan yang mengandung kearifan lokal tertentu. Singir adalah

    salah satu bentuk sastra Jawa yang di dalamnya mengandung kearifan lokal

    tertentu.

    E. Nilai-Nilai Kearifan Lokal dalam Singir Tahlil Masyarakat Banyumeneng

    Sama dengan tradisi tahlil di masyarakat Jawa yang lain, tradisi tahlil di

    masyarakat Banyumeneng Banyuraden Gamping Sleman juga berkaitan

    dengan peringatan orang yang sudah meninggal. Tahlilan tersebut

    kadangkala diiringi dengan pembacaan surat Yasin secara bersama-sama,

    kadang tidak. Yasin dan tahlil tersebut adakalanya diiringi dengan singir,

    adakalanya tidak, tergantung dari permintaan keluarga yang punya hajat.

    Waktu pelaksanaan sehabis shalat maghrib adakalanya sebagai shalatIsya. Dalam kasus tertentu misalnya waktu pelaksanaan bersamaan dengan

    bulan Ramadhan, maka Yasin dan Tahlil biasanya dilaksanakan sehabis

    shalat Ashar. Di bulan selain Ramadhan, umumnya dilaksanakan antara

    habis shalat maghrib sampai tiba waktu Isya atau setelah shalat Isya. Tahlil

    yang diiringi dengan singir selalu dilaksanakan setelah shalat Isya, karena

    membutuhkan waktu yang lebih lama.

    Prosesi pelaksanaan biasanya diawali dengan tuan rumah

    menyampaikan sambutan selamat datang sekaligus menyerahkan acara

    kepada pemimpin tahlil (mbah kaum)atau sambutan langsung dilakukan oleh

    mbah kaum. Kemudian tahlil diawali bacaan surat al-Fatihah dan seterusnya

    sesuai dengan tata urutan tahlil sebagaimana telah disebutkan sebelumnya.

    Ketika prosesi tahlil telah sampai kepada pengucapan kalimat la ilaaha

    illallah, para petugas pembaca singir segera membaca singir dan jamaah lain

    mengucapkan la ilaaha illallahmengikuti nada singir yang dibacakan.

    Ketika rangkaian tahlil telah selesai, maka acaranya adalah istirahat

    sebentar sambil menunggu hidangan yang siap dihidangkan. Hidangan dapat

    berupa snack atau makan nasi lengkap. Sepulangnya dari acara, para warga

    diberi bingkisan yang berisi nasi kotak, dua buah mie instan, sebutir telur,

    setengah kg beras, setengah kg gula pasir, satu kotak teh, dan terkadang

    amplop yang berisi uang Rp. 1000, Rp. 2000, atau Rp. 5000. Pada saat

    pembacaan tahlil, di hadapan mbah kaum terdapat air berisi kembang,

    setelah selesai ditarik dan esuk harinya disiramkan ke kuburan si mayit.

  • 7/22/2019 Kearifan Lokal Dalam Singiran Tahlil-ok

    13/18

    12

    Sebagai ucapan terima kasih secara khusus kepada mbah kaum, tuan rumah

    memberi uang atau bingkisan tambahan.

    Singir yang dibacakan dalam tahlil di Masyarakat Banyumeneng ada

    dua macam, yakni Puji Doa Lan Singiran dan Kinanthi Singiran. Yang

    pertama dibaca di awal dengan nada yang rendah sehingga lafadz tahlil juga

    dibaca rendah, sedangkan yang kedua untuk nada tahlil yang cepat/reff.

    Lafadz singir yang pertama tersebut secara lengkap sebagai berikut:

    Singir Puji Doa Lan Singiran

    1. Assalamualaikum purwakanyaNgaturaken pambagya mring para warga(Assalamualaikum sebagai pembuka)(Mengucapkan selamat datang pada semua warga)

    2. Keparenga kula nyuwun ing pangestuWonten ing ngarsa pra lenggah kang minulya(ijinkan saya minta doa restu)(di hadapan para hadirin yang mulia)

    3. Keparenga mbawani puji lan dzikirAmbuka puji lan dzikir kang siningir(ijinkan menyanyikan pujian dan dzikir)(membuka puji dan dzikir yang dibuat syair)

    4. Arsa dzikir kalawan maca bismillahArrahmaniirrahimin alhamdulillah(awali dzikir dengan membaca bismillah)(arrahmanirrahim al hamdulillah)

    5. Puji dzikir nyebat asmane pangeranPuji dzikir ngagungake asmane Allah(puji dan dzikir menyebut nama Tuhan)(puji dzikir mengangungkan asma Allah)

    6. Puji dzikir kagem nyuwun pangapura

    Kang supaya den apura kang kwasa(puji dzikir untuk memohon ampun)(supaya diampuni oleh Yang Maha Kuasa)

    7. Kagem ngintun Kyai/Nyai...................Titi wanci nuju kaping ..... ...................dina(untuk mengirim doa Kyai/nyai...................)(saat ini tepat ........................ hari)

    8. Pisan Allahummaghfirlahuu warhamhuuKaping pindo waafihi wafu anhu

    (pertama Allahummaghfirlahu warhamhu)(kedua waafihi wafu anhu)

  • 7/22/2019 Kearifan Lokal Dalam Singiran Tahlil-ok

    14/18

    13

    9. Allahumma la tahrimna ajrahuPungkasan wala tudhillana badahu(Allahumma la tahrimna ajrahu)(terakhir wala tudhillana badahu)

    10.Birahmatika ya arhama rahiminWalhamdulillahirabbil alamin(Birahmatika ya arhama rahimin)(Walhamdulillahirabbil alamin)

    ....dan seterusnya lihat lampiran.

    Kinanthi Singiran

    1. Ambo lilanana matur

    Dumatheng pra rawuh samiWonten ing ratri punikaKula sawarga miwitiSegotrah Andarbe karsaNiat badhe anylameti(ijin kami mengatakan)(kepada para hadirin semua)(pada malam hari ini)(kami sekeluarga memulai)(sekeluarga memiliki hajat(niat akan selamatan)

    2. Surat yasin mugi katurMugi Allah saget nampiAmpus ngantos salah tampiYen Yasin anggadang patiYektine nyuwun ngapuraDhumateng Hyang Maha Suci(Bacaan surat Yasin semoga sampai)(semoga Allah dapat menerima)(jangan sampai salah paham)(kalau Yasin untuk mengharap kematian)(yang benar untuk memohon ampun)(kepada Allah Yang Maha Suci)

    3. Doa singir kang mangungkungEling marang Allah yektiUcapan tumusing nalaDatan kena godha giriNyawiji panuwuniraTinampa mring Maha Widi(doa singir yang dikumandangkan)

    (Ingat pada Allah pasti)(dari ucapan hingga yang tertulis)

  • 7/22/2019 Kearifan Lokal Dalam Singiran Tahlil-ok

    15/18

    14

    (tidak boleh terkena goda)(menyatu permohonanmu)(diterima oleh Tuhan Yang Maha Besar)

    Dan seterusnya lihat lampiran

    Menurut pengarang singiran ini, Drs. H. Sinta Wibawa21

    , singiran inisengaja dibuat untuk menggantikan singir lama yang menurutnya terkesan

    mistis dan bahkan ada yang tabu. Hanya saja, pelacakan terhadap teks

    singir yang lama sudah tidak diketemukan, karena sudah hilang dan tidak ada

    lagi yang menyimpan.

    Pada lafadz Puji Doa Lan Singiran isinya diawali dengan ucapan

    selamat datang dan dilanjutkan dengan doa-doa yang yang ditujukan kepada

    jenazah setelah disebut secara khusus namanya dan peringatan yang keberapa hari. Doa-doa yang dibaca adalah doa untuk jenazah yang diajarkan

    Islam dari Nabi Muhammad saw., yakni: Allahummaghfirlahu warhamhu

    waafihi wafu anhu. Allahumma la tahrimna ajrahu, wala tudhillana badahu,

    birahmatika ya arhama rahimin (Ya Allah, ampunilah ia, sayangilah ia,

    maafkanlah ia segala kesalahannya. Ya Allah, jangan Engkau halangi

    pahalanya, dan jangan Engkau sesatkan kesudahannya, dengan rahmatMu

    wahai dzati penuh rahmat).

    Adapun pada lafadz-lafadz singiran pada singir kinanthi terkandung

    pesan dari pembuat teks untuk para warga yang hadir dalam acara tahlilan,

    termasuk untuk keluarga yang punya hajat. Pesan untuk warga sekaligus

    untuk keluarga yang punya hajat misalnya pada bait 2 dan 3 dari singiran

    kinanthi. Pada bait kedua pesan yang hendak disampaikan oleh pengarang

    teks adalah: pembacaan yasin adalah salah satu doa, jangan sampai salah

    paham bahwa Yasin untuk mengharap/mempercepat kematian. Pesan ini

    sebagai respon salah satu anggapan masyarakat bahwa ketika ada keluarga

    yang sedang sakit parah (koma), dibacakan Yasin bersama-sama supaya

    cepat meninggal.

    Pada bait ketiga, pesan yang dapat ditangkap dari pembuat teks

    hendaknya singir tersebut sebagai media untuk ingat pada Allah, baik yang

    terucap secara lisan maupun yang terbaca dari tulisan menyatu dalam

    21 Drs. Sinta Wibawa adalah warga Banyumeneng RT 15, pensiunan pengawas sekolah Muhammadiyah,

    dan saat ini sebagai pengurus Majelis Dikdasmen Muhammadiyah Kabupaten Sleman.

  • 7/22/2019 Kearifan Lokal Dalam Singiran Tahlil-ok

    16/18

    15

    permohonan, menyingkirkan segala macam godaan (doa singir kang

    mangungkung, eling marang Allah yekti, ucapan tumusin nala, datan kena

    godha giri, nyawiji panuwunira, tinampa mring Hyang Widi).

    Sedangkan pesan kepada keluarga yang punya hajat dapat terbaca

    dari bait keempat singir kinanthi. Pada bait tersebut hendaknya hendaknya

    keluarga yang punya hajat (ahli waris) ikut membaca (berdoa), jangan justru

    ribut di belakang. Lebih baik membaca dengan seksama karena itu yang akan

    diterima sebagai bukti bakti anak pada orang tua.

    Putra wayah kudu meluAja ribut ana mburiPrayoga melua macaDoa singir kang permatiIku kang bakal tinampaPinangka bukti yen bekti

    (anak cucu hendaknya ikut dzikir)(jangan ribut di belakang)(lebih baik ikut membaca)(doa singir dengan cermat, khusyu)(itu yang akan diterima Alla)(sebagai bukti kalau berbakti)

    Cara penyampaian pesan melalui sebuah singir seperti tersebut di atas

    mengandung kearifan lokal tertentu. Pertama, pada masyarakat Jawa dikenal

    ada istilah ngluruk tanpa bala, menang kang tanpa ngasorake (berperang

    tanpa pasukan, menang tanpa mengalahkan). Dalam konsep ini, nasehat-

    nasehat dalam singir tersebut diterima warga tanpa merasa digurui karena

    mereka diajak sekalian mendendangkan bait-bait lagu yang sarat nasehat

    tersebut. Kearifan lokal yang terkandung adalah penyampaian nasehat

    sebijak mungkin tanpa menyinggung perasaan dan menggurui yang diberi

    nasehat. Dalam ungkapan lain, ada istilah kena pinter ning ora kena keminter

    (boleh pinter (pandai) tapi tidak boleh sok tahu, sombong dengan

    kepinterannya).

    Kedua, penyampaian pesan melalui sebuah singir akan bertahan lama

    karena setelah dibaca dalam hajat tersebut, ada peluang untuk diulang di

    rumah masing-masing sambil berdendang menimang cucu atau sambil santai.

    Orang Jawa dikenal suka mendendang (ura-ura) sebagai ekspresi hati yang

    damai. Strategi penyampaian pesan demikian adalah langkah yang arif

    karena mengenali psikologi dan karakteristik dari penerima pesan.

  • 7/22/2019 Kearifan Lokal Dalam Singiran Tahlil-ok

    17/18

    16

    Ketiga, teori pembelajaran modern yang menyatakan bahwa

    pembelajaran harus dilakukan dalam suasana yang menyenangkan

    (PAIKEM) telah dilakukan masyarakat Jawa dalam bentuk singir. Singir

    adalah bentuk pembelajaran ketika penerima pesan (peserta didik) diatur

    dalam suasana yang menyenangkan dengan berdendang dan bernyanyi. Ini

    juga mengakomodasi salah satu kecerdasan manusia, yakni kecerdasan

    musikal.

    Keempat, ilmu neuroscience modern mengungkapkan bahwa

    pembelajaran harus menyeimbangkan antara otak kanan dan otak kiri.

    Pembelajaran dengan musik, lagu adalah bagian dari mengaktifkan otak

    kanan. Penggunaan otak kanan dan otak kiri secara seimbang sangat

    diperlukan dalam proses kehidupan seseorang.

    F. Penutup

    Tradisi singiran dalam tahlil di masyarakat Banyumeneng Banyuraden

    Gamping Sleman setidaknya mengandung dua kearifan lokal. Pertama, sikap

    mengajarkan tanpa menggurui yang diserap dari ungkapan nglurug tanpa

    bala, menang kan tanpa ngasorake (berperang tanpa pasukan, menang tanpa

    mengalahkan). Ungkapan tersebut menjadi dasar bertindak masyarakat Jawa

    yang tidak suka terkesan menggurui.Kedua, kegemaran masyarakat Jawa mendendang (ura-ura) disikapi

    secara arif dengan membuat singir-singir yang bermuatan makna, sehingga ia

    menangkap makna dalam suasana yang terbuka dan tanpa tekanan.

    Ketiga, singir tahlil masyarakat Jawa mengandung makna pembelajaran

    yang dilakukan dalam situasi yang menyenangkan. Hal ini sesuai dengan teori

    pembelajaran modern bahwa suasana pembelajaran juga harus dibuat dalam

    situasi yang menyenangkan peserta didik, sekaligus mengakomodasi

    kecerdasan musikal.

    Keempat, singir tahlil dalam masyarakat Jawa dalam perspektif modern

    dapat dilihat sebagai bagian dari aktivasi otak kanan, agar penggunaannya

    dapat secara seimbang dibanding otak kiri.

    Demikianlah beberapa kearifan lokal yang dapat ditangkap dari singir tahlil

    masyarakat Jawa. Masih banyak kearifan lain yang dapat digali dari tradisi

    tersebut dengan melihatnya dari berbagai sudut yang memungkinkan.

  • 7/22/2019 Kearifan Lokal Dalam Singiran Tahlil-ok

    18/18

    17

    REFERENSI

    Abdusshomad, Muhyiddin. 2005. Tahlil dalam Perspektif Alqur,an dan Assunnah.Malang: Pustaka Bayan da Surabaya: Khalista bekerja sarna denganPPNurul Islam Jember

    Fanani, Zainuddin dan Atiqo Sabardila. 2001. Sumber Konflik MasyarakatMuslim, Perspektif Keberterimaan Tahlil. Surakarta: MuhammadiyahUniversity Press

    Kusnadi, Seni Singiran dalam Ritual Tahlilan pada Masyarakat Islam TradisionalJawa Jurnal Imaji. Vol. 4, No. 2, Agustus 2006: 230243.

    Mawardi, Khalid, Singiran: Pendekatan Sosio-Kultural Pembelajaran Islam dalamPesantren dan Masyarakat NU Jurnal INSANIA, Vol. 11 Nomor 3,SeptemberDesember 2006, P3M STAIN Purwokerto

    Nurrofik. 2008. Syiiran Tahlil di Dusun Karanggeneng, Umbuljarjo,Cangkringan Sleman Skripsi, Yogyakarta: Fakultas Adab UnivesitasIslam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta.

    Royyan, Muhammad Danial. 2013. Sejarah Tahlil. Kendal: LTN NU Kendalbekerjasama dengan Pustaka Amanah.

    Sunyoto, Agus. 2004. Sunan Ampel Raja Surabaya, Dinamika PerjuanganDakwah Islam di Jawa Abad XIV XV M. Surabaya: Diantama berkerjasama dengan Lembaga Pengkajian Bahasa Arab Masjid Agung SunanAmpel.

    Teeauw, Andries. 1984. Sastra dan Ilmu Sastra. Jakarta: Dunia Pustaka Jaya,1984.

    Wahyudi, Asnan dan Abu Khalid.tt. Kisah Wali Sanga. Surabaya: Karya Ilmu

    Sartini, Menggali Kearifan Lokal Nusantara Sebuah Kajian Filsafati, JurnalFilsafat,Agustus2004, Jilid 37, Nomor 2

    Sartini, Ni Wayan. 2009. Menggali Nilai-Nilai Kearifan Lokal Budaya Jawa LewatUngkapan (Bebasan, Saloka, dan Paribasa), dalam LOGAT, JurnalIlmiah Bahasa dan Sastra, Universitas Sumatra Utara, Volume V No. 1April 2009.