kearifan lokal bugis makassar dalam pappaseng
TRANSCRIPT
TUGAS PAPPASANG/NASIHAT TU RIOLO
DISUSUN OLEH:
NAMA : MUHAJIRIN
NIM : 1212042002
KELAS : PENDIDIKAN FISIKA
JURUSAN FISIKA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS NEGERI MAKASSAR
Kearifan Lokal Bugis Makassar dalam Pappaseng
To-riolo
Pappaseng to-riolo (pesan-pesan orang tua dulu) merupakan sebuah tradisi
sastra lisan masyarakat Bugis-Makassar yang dituturkan oleh orang tua dahulu
kepada generasinya agar mereka tahu bagaimana harus bertindak dan ber-etika
dalam masyarakat. Sebagai masyarakat Bugis Makassar perlu mengetahui secara
mendalam tentang arti pentingnya pappaseng sebagai wasiat orang tua kepada
anak cucunya (masyarakat) untuk dijadikan sebagai suatu pedoman untuk
pegangan dalam mengarungi bahtera kehidupan. Karena orang yang memellihara
paseng akan senantiasa terpandang di tengah masyarakat. Sebaliknya yang
mengabaikan secara langsung atau tidak langsung akan menanggung resiko yang
besar, baik berupa sanksi sosial dari masyarakat maupun berupa peringatan atau
hukuman dari Dewata Seuwae (Tuhan Yang Maha Kuasa). Karena kehadiran
paseng sebagai salah satu kearifan lokal budaya bugis Makassar sangat penting
untuk membantu menyelesaikan masalah-masalah sosial, maka saya mengangkat
paseng ini dalam tugas akhir yang saya buat dengan judul ‘Social value in
Buginese ancestors’ message’ (nilai-nilai sosial dalam pesan-pesan orang Bugis
dahulu). Di dalamnya saya menguraikan bagaimana setiap kata itu membentuk
sebuah penyimbolan untuk pesan yang mengandung nila-nilai sosial karena kita
ketahui bahwa bahasa yang terdapat dalam paseng bukan bahasa biasa melainkan
bahasa yang banyak mengandung unsur-unsur figurative (bersifat khiasan). Untuk
itu diperlukan penguraian yang lebih mendalam. Berikut ini akan saya uraikan
bebrapa Paseng yang mengandung nilai sosial:
1. Tangngai gaukmu naiya muala anre guru. Mualai madécéngé mutettangi
majake. Apa iya adaé sionrommui jakna sibawa decenna, makua mutor nawa-
nawaé
Artinya : amatilah perbuatanmu dan jadikan sebagai guru (guru dimaksudkan
disisni sebagai pedoman dalam bertindak), petiklah yang baik dan tinggalkan
yang buruk. Sebab perkataan itu tempatnya keburukan dan kebaikan demikian
pula pemikiran.
2. Tanra-tanranna narekko maelokni kiame linoé gilinni bébé tau maccaé
Terjemahan ; tanda-tanda kalau dunia akan kiamat, berbalik menjadi bodoh
orang yang pintar Penjelasan : selama orang pandai memanfaatkan
kepandaiannya untuk kebaikan, selama itu ia tidak merusak. Akan tetapi bila
kepandaiannya disalah gunakan, maka berubalah ia menjadi bodoh. Karena ia
tidak tahu lagi bagaimana memanfaatkan kepandaiannya sehingga ia
menghancurkan masyarakat dan kehidupan manusia. Jika terjadi hal demikian
mungkin dunia belum kiamat betul tetapi dunia kemanusiaan sudah kiamat.
Sebagian lagi cendekiawan yang masih sadar terpaksa bersama orang yang
bodoh karena kebenaran yang dianut dari ilmunya tidak lagi mendapat tempat
dan penghargaan dari masyarakat.
3. Sipakmi paompoki assalengngé
Terjemahan : wataklah yang menunjukkan asal usul
Penjelasan : jika kita bergaul dengan orang yang berkelakuan tercela, akan
timbul anggapan bahwa orang tersebut adalah keturunan yang tidak baik pula,
meskipun hal itu hanya dugaan. Dugaan itu karena pertimbangan bahwa orang
baik akan mendidik anaknya secara baik pula. Tetapi apabila ada anak yang
yang berkelakuan tercela tetapi orang tuanya baik itu berarti bahwa orang
tuanya telah gagal menjadi pendidik yang baik bagi anaknya. Pendidikan mulai
dari rumah atau keluarga, dan kesalahan utama dari orang tua yang gagal
sebagai pendidik dikarenakan terlalu mencintai anaknya sehingga mereka
memberikan kesenangan terhadap anak tersebut bukan ilmu. Yang
dimaksudkan asal usul disini adalah yang menyangkut watak seseorang. Bukan
menyangkut kedudukan sosial. Karena orang yang paling miskin bukanlah
orang yang tidak memiliki harta tetapi yang miskin budi pekerti.
4. Padai manu déé léranna
Terjemahan : seperti ayam tanpa teratak
Penjelasan : Paseng ini diumpamakan bagi orang yang tidak memiliki tujuan
hidup. Atau orang yang tidak mengetahui bahwa yang terpenting di dunia ini
bukan kerja di mana kita berdiri,akan tetapi ke arah mana kita akan pergi
(tujuan hidup). Untuk itu agar kita tidak tersesat kelak kita harus memiliki
tujuan hidup karena orang yang tidak memiliki tujuan hidup akan disesatkan
oleh zaman.
5. Tessirebbang tangnga, tessiwelaiyang janci
Terjemahan : tidak batas membatasi pertimbangan, tidak ingkar janji.
Penjelasan : didalam kehidupan bermasyarakat, agar hubungan dengan pihak
lain terjalin erat dan mencapai kerjasama yang tinggi, diperlukan
pertimbangan-pertimbangan bersama guna saling mengisi kekurangan masing-
masing dan kerjasama lebih kuat bila masing-masing menepati janji. Mutiara
bertambah indah karena diuntai menjadi perhiasan, seindah hidup bila dijalin
dengan pengertian dan kerjasama yang baik. Dari beberapa contoh paseng yang
saya uraiakan diatas, saya berharap kita bisa kembali mengingat kearifan lokal
budaya kita karena sebenarnya nenek moyang kita dahulu kala telah banyak
meninggalkan pelajaran yang sangat penting dan berharga dalam berkehidupan
dan bermasyarakat. Ajaran mereka murni dan tanpa terpengaruh budaya-
budaya modernisasi yang kadang menyesatkan bagi kehidupan masyarakat.
Untuk itu, Sudah selayaknyalah kita melihat ke belakang dalam artian kembali
melirik kearifan lokal budaya kita untuk menyelesaikan maslah-masalah yang
terjadi saat ini utamanya dalam kehidupan sosial masyarakat, seperti korupsi,
perselisihan dalam masyarakat, dll. Kembali kita mengingat pesan-pesan nenek
moyang kita dahulu. Jangan hanya sekedar dipelajari di bangku sekolahan tapi
juga diterapkan dalam bermasyarakat agar kehidupan bermasyarakat bisa
terjalin aman, tentram dan damai.
Ekspresi budaya “pamali/ pemmali” sebagai salah satu sikap tutur budaya
Bugis-Makassar, merupakan ungkapan yang bersifat spontan, sebagai bentuk
pelarangan dengan penekanan pada kejiwaan , untuk tidak melanggar yang di
pemalikan (diappemmaliang). Pemmali terkait erat dengan pappaseng , oleh
pengguna bahasa / penutur, setinggi apapun pappaseng(pesan) sebab merupakan
nasehat hidup atau pelajaran hikmah yanglahir dari penjelajahan hidup yang
disampaikan lewat karya sastra dan merupakan salah satu nilai ekspresi budaya
suku Bugis-Makassartetapi pemmali, juga sebagai sebuah pesan yang memberi
efek berbeda dengan volume pelarangan yang sangat menekan, sebab diikuti
dengan sanksi meskipun bentuknya terkadang gaib.
Pada masyarakat lampau sifat pemmali ini secara umum teraplikasi
dengan baik sebab menjadi timbangan yang istimewa dalam mempengaruhi
emosional lawan bicara (reseptor /audens) sehingga menjadi kemestian untuk
tidak melakukan yang bersifat larangan(harus diindahkan) meski dengan tidak
rela / terpaksa mengikuti.
“Pemmali = kata terapan dari bahasa Arab dari kata “Fiil Madi” (kata lampau),
sebab dalam perkembangan hubungan sosial dan adab kita, sesuatu yang
diappemmaliang jika dilanggar lebih sering terjadi efek buruk.
Beberapa hal yang menyangkut dengan hal pamali dalam masyarakat
bugis makassar ini antara lain “Pemmali pura Manre nappa matinro, menre I’
salompongnge” (dilarang langsung tidur setelah makan, sebab ulu hatimu dapat
membesar), “Diappemmaliangngi gattung lipa ri ellongnge’, mate maddarai
tewwe (dilarang menggantung sarung pada leher karena biasanya orang akan mati
berdarah) – memadukan baju dengan sarung sebagai kostum hari-hari bagi lelaki
Bugis-Makassar adalah tradisi, yang menjadi pelarangan ketika sarung itu
digantung ke leher, sinyalemen keburukan ini di logikakan oleh Andi Radja
Karaen Nai’, sebagai bentuk kelemahan ketika dengan mudah musuh menarik
sarung sehingga obyek penderita tersebut terjerat lehernya. (sang Baco ).
Pappaseng dan pangaja artinya adalah pesan-pesan dan nasihat dari orang
orang tua (suku Bugis) yang biasa di utarakan bagi anak, cucu, ataupun keluarga
terdekat.
1. Sadda mappabbati ada artinya bunyi mewujudkan kata
2. Ada mappabbati gau artinya kata mewujudkan perbuatan
3. Gau mappabbati tau artinya perbuatan mewujudkan manusia
a) AJA’ MUANGOAI ONRONG, AJA’TO MUACINNAI TANRE
TUDANGENG, NASABA DETUMULLEI PADECENGI TANA,
RISAPPAPO MUOMPO, RIJELLO’PO MUAKKENGAU
Artinya :
Janganlah menyerakahi kedudukan, jangan pula terlalu mengingini jabatan
tinggi, karena engkau tak sanggup memperbaiki Negara. Kalau dicari baru
akan muncul. Kalu ditunjuk baru engkau mengaku.
Penjelasan :
Pada hakikatnya, semua orang mencita-citakan kedudukan atau jabatan
tinggi, tetapi takdir dan kesempatan membawanya kearah lain. Akan tetapi
manakala keserakahan menjadi tumpuan untuk menggapai cita-cita, maka
dalam perjalanan menuju cita-cita unsur moral akan dikesampingkan, bahkan
fatal bila ditunjang oleh kekuasaan. Sebaliknya seorang yang beritikad baik
pada umumnya mempunyai harga diri sehingga malu akan mengemis jabatan
dan bila diberikan amanah dilaksanakan dengan penuh rasa tanggung jawab.
b) TELLU RIALA SAPPO : TAUWE RI DEWATAE, SIRI RI
WATAKKALETA, NENNIYA SIRI RI PADATTA RUPA TAU
Artinya :
Hanya tiga yang dijadikan pagar : rasa takut kepada Tuhan, rasa malu pada
diri sendiri, dan rasa malu kepada sesame manusia.
Penjelasan :
Rasa takut kepada Tuhan membawa ketaqwaan dan memperkuat iman. Rasa
malu kepada diri sendiri akan menekan niat buruk dan memperhalus akal
budi, dan rasa malu kepada sesama manusia dapat membendung tingkah laku
buruk dan meninggikan budi pekerti
c) PALA URAGAE, TEBBAKKE TONGENGNGE, TECCAU MAEGAE,
TESSIEWA SITULA’E
Artinya :
Tipu daya mungkin berhasil untuk sementara, tetapi kebenaran tak
termusnahkan, kebenaran tetap akan hidup dan bersinar terus di dalam kalbu
manusia.
Penjelasan :
Karena sumber kebenaran datangnya dari Tuhan. Yang sedikit mungkin
mengalahkan yang banyak untuk sementara karena kekuatan. Akan tetapi
yang banyak tidak dapat diabaikan atau dimusnahkan. Yang banyak saja
sudah satu kekuatan apalagi yang banyak membina kekuatan. Adalah tidak
mungkin matahari tenggelam di siang hari, seperti tidak mungkinnya
memusnahkan kebenaran .