kayu manis
TRANSCRIPT
UJI EKSTRAK KULIT BATANG KAYU MANIS (CINNAMOMUM BURMANNII) SEBAGAI ANTIBAKTERI TERHADAP BAKTERI Shigella dysenteriae
SECARA in vitro
Noorhamdani AS.*, Niniek Burhan*, Ayunda Tamara Barito**
ABSTRAK
Barito, Ayunda Tamara. 2011. UJI EKSTRAK KULIT BATANG KAYU MANIS (CINNAMOMUM BURMANNII) SEBAGAI ANTIBAKTERI TERHADAP BAKTERI Shigella dysenteriae SECARA in vitro. Tugas Akhir. Fakultas kedokteran Universitas Brawija. Pembimbing: (1) Prof. Dr. dr. Noorhamdani AS, DMM, Sp.MK. (2) dr. Niniek Burhan Sp.PD-KPTi.
Shigella dysenteriae merupakan bakteri yang menyebabkan penyakit diare yang masih merupakan masalah kesehatan di Indonesia. Kayu manis telah dikenal oleh masyarakat mempunyai kegunaan untuk mengobati berbagai penyakit. Kulit batang kayu manis memiliki potensi sebagai antibakteri terhadap Shigella dysenteriae. Kulit batang kayu manis mengandung bahan aktif minyak atsiri, saponin, flavonoid, dan tanin. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efek ekstrak kayu manis dalam menghambat pertumbuhan bakteri Shigella dysenteriae secara in vitro. Penelitian dilakukan dengan metode Tube Dilution Test. Hasil penelitian didapatkan Kadar Hambat Minimal (KHM) tidak dapat ditentukan dengan akurat karena kekeruhan dari warna ekstrak kulit batang kayu manis yang terlalu pekat dan Kadar Bunuh Minimal (KBM) pada konsentrasi 11%. Hasil uji analisa ANOVA menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan antara kelompok perlakuan yang menerima ekstrak kulit batang kayu manis dengan berbagai konsentrasi dan kelompok kontrol (p = 0,000) dan terdapat hubungan antara konsentrasi ekstrak kulit batang kayu manis dengan pertumbuhan kuman Shigella dysenteriae (R = - 0,939). Kesimpulan yang didapat pada penelitian ini adalah ekstrak kulit batang kayu manis memiliki pengaruh dalam menghambat pertumbuhan dan membunuh bakteri Shigella dysenteriae secara in vitro dan semakin besar konsentrasi ekstrak kulit batang kayu manis semakin kecil tingkat pertumbuhan bakteri.
Kata Kunci: Kulit batang kayu manis (Cinnamomum burmannii), Shigella dysenteriae, efek antibakteri, Kadar Hambat Minimal (KHM), Kadar Bunuh Minimal (KBM)
* Laboratorium Mikrobiologi Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya
** Mahasiswa Program Studi Pendidikan Dokter Fakultas Kedokteran Universitas
Brawijaya
TEST EXTRACT CINNAMOMUM (CINNAMOMUM BURMANNII) AS ANTIBACTERIAL OF BACTERIA IN Shigella dysenteriae in vitro
Noorhamdani AS.*, Niniek Burhan*, Ayunda Tamara Barito**
ABSTRACT
Barito, Ayunda Tamara. 2011. TEST EXTRACT CINNAMOMUM (CINNAMOMUM BURMANNII) AS ANTIBACTERIAL OF BACTERIA IN Shigella dysenteriae in vitro. Final Assignment. Medical Faculty of Brawijaya University. Supervisors: (1) Prof. Dr. dr. Noorhamdani AS, DMM, Sp.MK. (2) dr. Niniek Burhan Sp.PD-KPTi.
Shigella dysenteriae is a bacterial that causes diarrheal disease remains a helath problem in Indonesia. Cinnamon has been known by the public has an advantage on curing to treat various diseases. Cinnamon has potential substances that can be used as antibacterial againts Shigella dysenteriae. Cinnamon contains the active ingredients of essential oils, saponins, flavonoids, and tannins. The purpose of this study is to determine the effect of cinnamon extract againts the growth of bacteria Shigella dysenteriae in vitro. The methode used is Tube Dilution Test Method. The results showed that Minimum Inhibition Concentration (MIC) can not be determined accurately because color of cinnamon extract is too thick and Minimum Bactericidal Concentration (MBC) at a concentration of 11%. The result of ANOVA test analysis shows that there are significant differences between treatment groups who received cinnamon extract with various concentrations and control group (p = 0,000) and there is a relationship between the concentration of cinnamon extract with the growth of bacteria Shigella dysenteriae (R = - 0,939). The conclusion from this study are cinnamon extract can inhibit bacterial growth and has bactericidal effect againts bacteria Shigella dysenteriae in vitro and the higher concetrations of cinnamon extract will result the decrease of growth level of bacteria.
Keyword: Cinnamon, Shigella dysenteriae, antibacterial effect, Minimum Inhibition Concentration (MIC), Minimum Bacteriacidal Concentration (MBC)
* Laboratorium Mikrobiologi Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya
** Mahasiswa Program Studi Pendidikan Dokter Fakultas Kedokteran Universitas
Brawijaya
PENDAHULUAN
Diare akut sampai saat ini
masih merupakan masalah
kesehatan, tidak saja terjadi di
negara berkembang tetapi juga di
negara maju. Penyakit diare masih
sering menimbulkan kejadian luar
biasa dengan penderita yang banyak
dalam waktu yang singkat (Zein,
Sagala & Ginting 2004).
Di negara maju walaupun
sudah terjadi perbaikan kesehatan
dan ekonomi masyarakat tetapi
insiden diare infeksi tetap tinggi dan
masih menjadi masalah kesehatan.
Di negara maju diperkirakan insiden
sekitar 0,5-2 episode/orang/tahun
(Zein dkk, 2004), sedang di negara
berkembang seperti di Indonesia
memiliki insiden lebih dari itu yaitu
1,6-2 kali episode/orang/tahun
(Depkes RI, 2002). Di Indonesia
diare merupakan penyebab
kematian nomor 2 pada balita dan
nomor 3 pada bayi serta nomor 5
pada semua umur (Depkes RI,
2002).
Kematian bayi dan balita
masih sangat tinggi di Indonesia,
data SDKI tahun 2003 menunjukkan
angka kematian bayi 35 per 1000
kelahiran hidup dan dari survey yang
sama SDKI pada tahun 2007
menunjukkan angka kematian bayi
34 per 1000 kelahiran, berarti hanya
terjadi penurunan 1 point selama
rentan waktu 4 tahun. Begitupun
dengan angka kematian balita SDKI
tahun 2003 menunjukkan angka 46
per 1000 kelahiran hidup dan SDKI
tahun 2007 menunjukkan angka 44
per kelahiran hidup, hanya terjadi
penurunan 2 point dalam rentan
waktu 4 tahun (Depkes RI, 2011).
Wabah umumnya terjadi
pada kondisi “crowding” (padat
penduduk), ditempat-tempat dimana
sanitasi lingkungan dan kebersihan
perorangan rendah, dan juga
biasanya terdapat pada daerah iklim
tropis maupun iklim sedang
(Nathania, 2008).
Menurut WHO (1980) diare
adalah buang air besar encer atau
cair lebih dari tiga kali sehari. Diare
akut adalah diare yang awalnya
mendadak dan berlangsung singkat,
dalam beberapa jam atau hari dan
berlangsung kurang dari 15 hari.
Diare kronik adalah diare yang
berlangsung lebih dari 15 hari
namun tidak terus menerus dan
dapat disertai penyakit lain. Diare
persisten menyatakan diare yang
berlangsung 15-30 hari dan
berlangsung terus menerus
(Qauliyah, 2010).
Penyebab utama infeksi
disentri oleh bakteri di Indonesia
adalah Shigella, Salmonela,
Campylobacter jejuni, Escherichia
coli, dan Entamoeba histolytica (Zein
dkk, 2004) . Disentri ringan di
Amerika sering disebabkan oleh S.
sonnei, tetapi disenteri impor sering
disebabkan oleh S. flexneri atau
Shigella dysenteriae (Longmore et
al, 2010).
Selain disebabkan oleh
bakteri, diare juga dapat disebabkan
karena faktor malabsorbsi atau
faktor alergi makanan. Gangguan
malabsorbsi biasa terjadi pada
anak/bayi, yang dikarenakan
intoleransi laktosa, malabsorbsi
lemak dan protein. Sedangkan alergi
makanan biasa nya terjadi karena
makanan dan minuman yang sudah
terkontaminasi (Qauliyah, 2010).
Diare merupakan suatu
infeksi yang menimbulkan luka yang
menyebabkan tukak terbatas di
colon yang ditandai dengan gejala
khas yang disebut sebagai sindroma
disentri, yakni : 1) sakit di perut yang
disertai dengan tenesmus, 2) buang
air besar tidak tertahankan, dan 3)
tinja mengandung darah dan lendir.
Adanya darah dan lekosit dalam tinja
merupakan suatu bukti bahwa
kuman penyebab disentri tersebut
menembus dinding kolon dan
bersarang di bawahnya
(Simanjuntak, 1991).
Penularan bakteri Shigella
dysenteriae terjadi secara orofaecal
dengan ambang infeksi yang rendah
dan merupakan basil yang rapuh
sehingga penularannya dapat
dicegah dengan cuci tangan saja
(hand washing disease) (Nathania
2008). Bakteri yang masih hidup
masuk ke dalam usus halus setelah
melewati asam lambung. Bakteri
tersebut berkembang biak di dalam
usus halus. Kemudian bakteri
mengeluarkan toksin. Akibat toksin
tersebut terjadi hipersekresi yang
selanjutnya akan menimbulkan
diare.
Penatalaksanaan diare akut
secara medis meliputi,
penanggulangan dehidrasi,
pemberian larutan oralit dan
pemberian antibiotik.
Penanggulangan kekurangan cairan
merupakan tindakan pertama dalam
mengatasi pasien diare. Hal
sederhana seperti meminumkan
banyak air putih atau oral rehidration
solution (ORS) seperti oralit harus
cepat dilakukan. Pemberian ini
segera apabila gejala diare sudah
mulai timbul. Pada penderita diare
yang disertai muntah, pemberian
larutan elektrolit secara intravena
merupakan pilihan utama untuk
mengganti cairan tubuh, atau
dengan diinfus (Qauliyah, 2010).
Antibiotik terpilih untuk infeksi
Shigella adalah ampisilin,
kloramfenikol, sulfametoxazol-
trimetoprim. Beberapa sumber lain
menyebutkan bahwa kanamisin,
streptomisin dan neomisin
merupakan antibiotik yang
dianjurkan untuk kasus-kasus infeksi
Shigella (Nathania, 2008).
Dari beberapa penelitian
tentang pola resistensi antibiotik
terhadap Shigella dysenteriae,
didapatkan bahwa Shigella
dysenteriae telah resisten terhadap
kloramfenikol, streptomisin,
sulfanilamide, dan tetrasiklin.
Indonesia memiliki keanekaragaman
hayati tanaman tradisional, salah
satunya kayu manis. Kulit batang
kayu manis diduga memiliki zat yang
mempunyai efek antibakteri karena
memiliki kandungan zat aktif berupa
minyak atsiri, flavonoid saponin, dan
tannin (Widyastuti, 2004).
Seperti yang sudah
dijelaskan diatas bahwa Shigella
dysenteriae merupakan penyebab
penyakit diare (Longmore et al,
2010), dan Shigella merupakan
Gram negatif yang mempunyai
kemampuan mudah dalam
menyerap larutan, sehingga
memudahkan zat terlarut memasuki
dinding sel bakteri tersebut (Lingga,
2005). Sedangkan minyak atsiri,
bahan aktif yang terdapat dalam kulit
batang kayu manis memiliki
kemampuan menghambat
pertumbuhan bakteri merusak
membran sitoplasma (Widyastuti,
2004).
Penelitian juga mengatakan
bahwa kayu manis sudah terbukti
mempunyai efek antibakteri
terhadap Salmonella typhi dan
Pseudomonas yang merupakan
Gram negatif (Widyastuti, 2004).
Jadi, Shigella dysenteriae yang juga
merupakan Gram negatif dapat diuji
efektifitasnya menggunakan kulit
batang kayu manis yang memiliki
kandungan zat aktif berupa minyak
atsiri, flavonoid, saponin dan tannin
(Widyastuti, 2004).
Hal ini memberikan peluang
untuk mengembangkan kulit batang
kayu manis sebagai antibakteri
terhadap bakteri Shigella
dysenteriae. Untuk pengembangan
ini perlu dilakukan suatu penelitian
yang signifikan. Karena itu, peneliti
mencoba untuk membuktikan
efektivitas kulit batang kayu manis
dalam menghambat pertumbuhan
bakteri Shigella dysenteriae.
METODE PENELITIAN
Desain penelitian yang
digunakan adalah penelitian
eksperimental in vitro dengan
menggunakan tube dilution test
untuk mengetahui aktivitas ekstrak
kulit batang kayu manis
(Cinamomum burmani) sebagai
antibakteri terhadap Shigella
dysenteriae. Tube dilution test
meliputi dua tahap, yaitu tahap
pengujian bahan pada medium broth
untuk menentukan KHM dan tahap
streaking pada media NAP untuk
mengetahui KBM.
Penelitian ini menggunakan 5
konsentrasi (11%, 10%, 9%, 8%,
7%) dari ekstrak kulit batang kayu
manis dan 1 kontrol Shigella
dysenteriae tanpa diberi ekstrak kulit
batang kayu manis. Jumlah
pengulangan yang perlu dilakukan
pada penelitian ini masing-masing
konsentrasi adalah 4 kali.
Prosedur penelitian meliputi
pembuatan ekstrak kulit batang kayu
manis, identifikasi bakteri uji
(Shigella dysenteriae), persiapan
suspensi uji Shigella dysenteriae,
dan uji antibakteri ekstrak kayu
manis.
Uji antibakteri ekstrak kulit
batang kayu manis, pertama kali
menyiapkan 7 tabung dan membuat
konsentrasi ekstrak kulit batang kayu
manis dalam berbagai konsentrasi,
kemudian dilanjutkan dengan
menginkubasi pada suhu 37o-37,5oC
selama 18-24 jam. Keesokan
harinya dilihat kekeruhan tiap
tabung, dicatat hasilnya dan
didapatkan KHM. Selanjutnya
dilakukan streaking larutan ekstrak
kulit batang kayu manis pada NAP,
dilanjutkan dengan menginkubasi
pada suhu 37o-37,5oC selama 18-24
jam. Keesokan harinya dihitung
jumlah kolini yang tumbuh dengan
menggunakan colony counter,
dicatat hasilnya, dan didapatkan
KBM.
HASIL PENELITIAN
Setelah mengamati tingkat
kekeruhan diketahui bahwa
konsentrasi esktrak kulit batang kayu
manis yang telah dicampur dengan
suspensi kuman Shigella dysenteri,
yang menunjukkan kekeruhan
adalah konsentrasi besar, yaitu 11%,
10%, 9%, 8%. Sedangkan
konsentrasi yang tidak menunjukkan
kekeruhan justru konsentrasi yang
paling rendah, yaitu 7%. Pada
penelitian ini KHM tidak dapat
ditentukan karena semakin tinggi
konsentrasi ekstrak kayu manis
maka semakin keruh pula
larutannya. Secara teoritis, KHM
adalah konsentrasi terendah larutan
pada tabung yang ditunjukkan
dengan hasil biakan yang mulai
tampak jernih atau tidak ada
pertumbuhan mikroba (Dzen dkk,
2003). Peningkatan kekeruhan isi
tabung pada penelitian ini mungkin
karena wujud dasar ekstrak kulit
batang kayu manis adalah keruh
sehingga semakin tinggi konsentrasi
esktrak kulit batang kayu manis
maka semakin tinggi pula
kekeruhannya. Sehingga dapat
disimpulkan bahwa KHM ekstrak
kulit batang kayu manis terhadap
bakteri Shigella dysenteriae secara
dilusi tabung, yaitu tidak dapat
ditentukan dengan akurat. Tingkat
kekeruhan larutan dapat diamati
pada Gambar 5.3
Gambar 5.3 Berbagai Konsentrasi Kulit Batang Kayu Manis
Setelah menghitung jumlah
koloni yang tumbuh, diketahui
bahwa pertumbuhan bakteri tidak
didapatkan pada larutan ekstrak kulit
batang kayu manis dengan
konsentrasi 11%. Sehingga dapat
disimpulkan bahwa KBM ekstrak
kulit batang kayu manis terhadap
bakteri Shigella dysenteriae adalah
11%.
Berdasarkan kriteria bahwa
KBM dapat ditentukan dari
perhitungan jumlah koloni pada
medium agar padat kurang dari
0,1% original inokulum, maka
didapatkan KBM adalah 11%
(sedangkan 0,1% original inokukum
didapatkan 23,1 koloni). Hasil
penghitungan pertumbuhan bakteri
pada berbagai konsentrasi ekstrak
kulit batang kayu manis ditunjukkan
oleh Tabel 5.2.
KK
KB
Tabel 5.2 Hasil Penghitungan Pertumbuhan Koloni Bakteri
Dosis Pengulangan 1
Pengulangan 2
Pengulangan 3
Pengulangan 4 Rata-rata
KK 279x104 283 x104 301 x104 295 x104 289,5 x104
11% 0 0 0 0 0
10% 329 339 374 282 331
9% 508 482 529 487 501,5
8% 664 720 685 765 708,5
7% 826 868 883 833 852,5
KB 0 0 0 0 0
OI 22600 23800 22800 23200 23100
Grafik 5.1 Rerata Koloni Shigella dysenteriae Tiap Ulangan Antar
Perlakuan
Bila jumlah koloni dari tiap-tiap
konsentrasi perlakuan dibandingkan
dengan jumlah koloni dari kontrol kuman,
terlihat penurunan yang signifikan dari
jumlah koloni bakteri. Kadar Bunuh
Minimum (KBM) merupakan kadar
terendah dari ekstrak yang mampu
membunuh bakteri, sehingga KBM dari
ekstrak kulit batang kayu manis pada
penelitian ini adalah pada konsentrasi
ekstrak 11% karena pada konsentrasi
tersebut sudah tidak didapatkan
pertumbuhan koloni pada medium NAP
(pertumbuhan koloni kuman < 0,1 % dari
koloni pada original inoculum).
PEMBAHASAN
Untuk menentukan Kadar Hambat
Minimal (KHM) dilakukan pengamatan
tingkat kekeruhan larutan, didapatkan
bahwa larutan konsentrasi yang telah
dicampur dengan suspensi kuman
Shigella dysenteriae, yang menunjukkan
kekeruhan adalah larutan dengan
konsentrasi tinggi, yaitu 11%, 10%, 9%,
8%. Sedangkan yang tidak menunjukkan
kekeruhan justru larutan dengan
konsentrasi rendah, yaitu 7%. Hal ini
disebabkan karena kontrol bahan memiliki
warna yang pekat sehingga
mempengaruhi kekeruhan masing-masing
konsentrasi. Dari data tersebut dapat
disimpulkan, yaitu KHM ekstrak kulit
batang kayu manis tidak dapat ditentukan
dengan akurat.
Penelitian mengenai uji in vitro
ekstrak kayu manis terhadap Methicillin-
Resistant Staphylococcus Aureus (MRSA)
dilakukan oleh Kurniati (2011) yang
menyimpulkan bahwa KHM tidak dapat
ditentukan dengan akurat karena
kekeruhan ekstrak kulit batang kayu manis
sangat pekat. Begitu juga kesimpulan
yang didapat pada penelitian yang
dilakukan oleh Herdianto (2011). Hal ini
membuktikan bahwa pada penelitian
ekstrak kulit batang kayu manis, tidak
dapat ditentukan KHM dengan akurat baik
untuk Gram negatif, Gram positif maupun
jamur.
Untuk menentukan Kadar Bunuh
Minimal (KBM) dilakukan perhitungan
koloni yang tumbuh dengan metode
colony counter. Jumlah koloni terbanyak
ditemukan pada larutan dengan
konsentrasi 7% disusul dengan 8%, 9%
dan 10%. Sedangkan pada larutan
dengan konsentrasi 11% tidak ditemukan
pertumbuhan koloni bakteri. Berdasarkan
kriteria bahwa KBM dapat ditentukan dari
perhitungan jumlah koloni pada medium
agar padat kurang dari 0,1% original
inokulum (OI), maka didapatkan KBM
adalah 11 % (sedangkan 0,1% OI
didapatkan 23,1 koloni). Dari data tersebut
dapat disimpulkan dua hal yaitu, KBM
ekstrak kulit batang kayu manis adalah
larutan dengan konsentrasi 11% dan
hubungan antara besar konsentrasi
larutan ekstrak kulit batang kayu manis
dan tingkat pertumbuhan koloni
berbanding terbalik.
Minyak atsiri mengandung
eugenol yang tergolong turunan senyawa
fenol yang mempunyai efek antiseptik dan
bekerja dengan merusak membran sel.
Secara in vitro atau dalam penelitian ini,
minyak atsiri memiliki aktivitas untuk
menghambat kolonisasi dengan cara
mengganggu permeabilitas membran dan
proses transportasi.
Saponin menunjukkan aktifitas
sebagai antibakteri dengan cara dengan
cara merusak membran sitoplasma dan
membunuh sel (Aulia, 2008).
Flavonoid akan berikatan dengan
membran sel sehingga akan terjadi
kerusakan membran. Selain itu, flavonoid
merupakan senyawa toksik yang
mengakibatkan struktur tiga dimensi
protein terganggu dan terbuka menjadi
struktur acak tanpa adanya kerusakan
pada kerangka kovalen. Hal ini
menyebabkan protein denaturasi, namun
aktifitas biologisnya menjadi rusak
sehingga protein tidak dapat melakukan
fungsinya (Dea, 2003).
Sedangkan tanin bekerja dengan
cara merusakan dinding sel bakteri
menyebabkan sel bakteri tanpa dinding
yang disebut protoplasma (Hayati, 2006)
Kerusakan dinding bakteri yang
menyebabkan kerusakan membran sel
yaitu hilangnya sifat permeabilitas
membran sel, sehingga keluar masuknya
zat-zat antara lain air, nutrisi, enzim-enzim
tidak terseleksi. Apabila enzim keluar dari
dalam sel, maka akan terjadi hambatan
metabolisme sel dan selanjutnya akan
mengakibatkan terhambatnya
pembentukan ATP yang diperlukan untuk
pertumbuhan dan perkembangbiakan sel.
Bila hal ini terjadi, maka akan terjadi
hambatan pertumbuhan bahkan kematian
sel (Noviana, 2004).
Keempat zat aktif yang terkandung
dalam kulit batang kayu manis memiliki
mekanisme yang berbeda-beda sebagai
antibakteri. Namun, keempatnya bekerja
secara sinergis untuk menghambat
pertumbuhan dan membunuh bakteri
Shigella dysenteriae.
Dari penelitian-penelitian lain yang
telah dilakukan, telah dibuktikan bahwa
ekstrak kayu manis memiliki efek
antibakteri terhadap Salmonella Typhi
(Gram negatif) didapat KBM pada
konsenterasi 6,25% (Widyastuti, 2004).
Penelitian ekstrak kayu manis terhadap
bakteri Enterococcus Faecalis (Gram
positif) didapat KBM pada konsentrasi
0,5%. Sedangkan penelitian ekstrak kayu
manis terhadap Candida albicans yang
dilakukan oleh Herdianto (2011)
didapatkan KBM pada konsentrasi 22%.
Hal ini membuktikan bahwa ekstrak kayu
manis efektif untuk bakteri Gram negatif,
bakteri Gram positif, maupun jamur.
Berdasarkan hasil peneilitian uji
efek antibakteri ekstrak kayu secang
(Caesalpinia sappan. L) terhadap bakteri
Shigella dysenteriae yang dilakukan
Widyastutik (2010), didapatkan KBM pada
konsentrasi 15%. Sedangkan pada
penelitian oleh Rinyani (2007) tentang uji
antibakteri ekstrak etil asetat daun
Plantago major L. (daun sendok) terhadap
Shigella dysenteriae didapat KBM pada
konsentrasi 45%. Hal ini membuktikan
bahwa ekstrak kayu manis lebih efektik
untuk menghambat pertumbuhan bakteri
Shigella dysenteriae dibandingkan dengan
ekstrak kayu secang dan ekstrak asetat
daun Plantago major L dilihat dari
konsentrasi KBM yang didapat.
Hasil penelitian ini, yaitu hasil
perhitungan pertumbuhan koloni bakteri
dianalisa dengan uji One Way ANOVA.
Dengan uji One Way ANOVA didapat
hasil p=0,000. Ini menunjukkan terdapat
perbedaan jumlah koloni yang bermakna
pada keenam kelompok dosis.
Dengan uji korelasi Pearson
didapatkan nilai korelasi sebesar -0,939.
Nilai negatif (-) didepan nilai korelasi
menunjukkan bahwa hubungan keduanya
saling berlawanan yaitu semakin tinggi
dosis maka semakin rendah
pertumbuhan jumlah koloni dan
sebaliknya. Kemudian dari uji Regresi
diperoleh nilai Adjusted R square =
0,877, berarti bahwa pemberian ekstrak
kulit batang kayu manis dapat
menurunkan jumlah pertumbuhan koloni
bakteri sebesar 87,7%.
KESIMPULAN
Ekstrak kulit batang Kayu Manis
(Cinnamomum Burmannii) memiliki
aktivitas antibakteri terhadap Shigella
dysenteriae secara in vitro. Semakin tinggi
konsentrasi ekstrak kulit batang kayu
manis maka semakin rendah tingkat
pertumbuhan bakteri Shigella dysenteriae.
Kadar Hambat Minimal (KHM)
Ekstrak kulit batang Kayu Manis terhadap
bakteri Shigella dysenteriae secara dilusi
tabung tidak dapat ditentukan dengan
akurat.
Kadar Bunuh Minimal (KBM)
Ekstrak kulit batang Kayu Manis terhadap
bakteri Shigella dysenteriae adalah
larutan dengan konsentrasi 11%.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2010. Kayu Manis (Cinnamomum burmannii). Tanaman Obat. <http://kebunrayaenrekang.com/kayu-manis-cinnamomum-burmannii/.htm> Dilihat pada 24 September 2011
Assani S. 1994. Mikrobiologi Kedokteran. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
Aulia IA. 2008. “Uji Aktivitas Antibakteri Fraksi Etil Asetat Ekstrak Etanolik Daun Arbenan (Duchesnea indica (Andr.) Focke) Terhadap Staphylococcus aureus dan Pseudomonas aeruginosa Multiresisten Antibiotik Beserta Profil Kromatografi Lapis Tipisnya”. Tugas Skripsi. Surakarta: Universitas Muhammadiyah.
Azima F. 2009. Aktivitas Antioksidan dan
Anti-Agregasi Platelet Ekstrak Cassia Vera (Cinnamomum burmanni) Serta Potensinya Dalam Pencegahan Aterosklerosis pada Kelinci. Tesis S3. Bogor: Program Studi Ilmu Pangan Institut Pertanian.
Barry AL. 1980. Procedures for Testing
Antibiotics in Agar Media : Theotetical Considerations. Dalam : Antibiotics in Laboratory Medicine. Victor Lorian (eds). Baltimore : The Williams and Wilkins Company. 1-23.
Brooks GF, Butel JS, Morse SA. 2004.
Medical Microbiology, 23er edn. Singapore: The Mc-Graw Hill Companies, Inc.
Joker D. 2001. Informasi Singkat Benih.
Laporan. Bandung. Dea H. 2003. Artikel Daun Sirih Sebagai
Antibakteri Pasta Gigi. <http://www.unisosdem.org/article_
printfriendly.php?aid=2675&coid=2&caid=40> Dilihat 26 Juli 2011
Depkes RI, 2002. Diare Akut Disebabkan
Bakteri. Jakarta: Kepmenkes RI Tentang Pedoman P2D.
Depkes RI, 2011. Panduan Sosialisasi Tatalaksana Diare Pada Balita. Jakarta: Kementrian Kesehatan Republik Indonesia Direktorat Jendral Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan.
Diastuti P. 2011. Manfaat Kayu Manis. Gaya Hidup Sehat. <http://purwatiwidiastuti.wordpress.com/2011/08/03/apa-sich-manfaatnya-kayu-manis-1/> Dilihat 24 september 2011
Dzen, Roekistiningsih, Santoso S,
Winarsih S. 2003. Bakteriologi Medik. Malang: Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya.
Hayati, N. 2006. Uji Daya Antibakteri Berbagai Konsentrasi Ekstrak Daun Kemangi Terhadap Penghambatan Pertumbuhan Bakteri E. Coli. Skripsi. Malang: Jurusan Kimia Fakultas MIPA Universitas Negeri.
Harborne. 1996. Metode Fitokimia : Penuntun Cara Modern Menganalisis Tumbuhan. Terbitan Kedua. Terjemahan : K. Padmawinata dan I. Soediro. Bandung : Penerbit ITB
Herdianto I. 2011. Uji Ekstrak Etanol
Kulit Kayu Manis (Cinnamomum Burmannii) Sebagai Antimikroba Terhadap Candida Albicans Secara in vitro. Tugas Akhir. Malang: Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya.
Janecky R. 2010. Intracellular Shigella.
Runyen-Janecky Lab. <https://facultystaff.richmond.edu/> Dilihat 29 November 2010
Katayama Y, Robinson DA, Enright MC,
Chambers HF. 2005. Genetic
Background Affects Stability of mecA in Staphylococcus aureus. Microbiol. 43: 2380-2383
Kurniati N. 2011. Uji Ekstrak Etanol Kulit Kayu Manis (Cinnamommum Burmannii) Sebagai Antimikroba Terhadap MRSA Secara in vitro. Tugas Akhir. Malang: Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya.
Lingga ME. 2005. Uji Aktivitas Antibakteri
Dari Ekstrak Air dan Etanol Bawang Putih (Allium sativum L.) Terhadap Bakteri Gram Negatif dan Gram positif Yang Diisolasi Dari Udang Dogol (Metapenaeus monoceros), Udang Lobster (Panulirus sp), dan Udang Rebon (Mysis dan Acetes). Laporan. Bandung: Universitas Padjadjaran.
Longmore, Wilkinson, Davidson, Foulkes, Mafi. 2010. Oxford Handbook Of Clinical Medicine. New York: Oxford University Press Inc.
Maryati. 2007. Uji Aktivitas Antibakteri
Minyak Atsiri Daun Kemangi (Ocimum basilicum L.) Terhadap Staphylococcus sureus dan Escherichia coli. Skripsi. Surakarta: Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Muhammadiyah.
Megawati R. 2010. Analisis Mutu Minyak
Atsiri Bunga Cengkeh (Syzygium aromaticum (L.) Meer. & Perry) Dari Maluku, Sumatera, Sulawesi dan Jawa Dengan Metode Metabolomic Berbasis GC-MS. Skripsi. Surakarta: Fakultas Farmasi Universitas Muhammadiyah.
Mylasari A. 2009. “Pengaruh Ekstrak Kayu
Manis (Cinnamomum burmannii L.) Terhadap Pertumbuhan Bakteri Shigella dysentriae Secara In vitro”. Skripsi. Malang: Fakultas Biologi Universitas Muhammadiyah.
Najib A. 2006. Ringkasan Materi Kuliah Fitokimia II. Laporan. Universitas Muslim Indonesia.
Nathania D. 2008. Shigella Dysenteriae. Wordpress. <http://mikrobia.files.wordpress.com/2008/05/devi-nathania-0781141271.pdf> Dilihat tanggal 3 Desember 2010
Naim, A.S. 2000. Natural Food Antimicrobial Systems. California: CRC Press LLC, California State Polytechnic University, Pomana
Nazia M. 2006. Anti-microbial Activity of
Cinnamomum Cassia Againts Diverse Microbial Flora With Its Nutritional and Medical Impact Respiratory. Pak J Bot 2006; 38(1): 169-74
Noviana L. 2004. Identifikasi Senyawa
Flavonoid Hasil Isolasi dari Proporlis Lebah Madu (Apis Mellifera) dan Uji Aktivitasnya Sebagai Antibakteri (Staphylococcus Aureus). Skripsi. Malang: Jurusan Kimia Universitas Brawijaya.
Pelczar MJ dan Chan ECS. 2006. Dasar-dasar Mikrobiologi. Jakarta: UI Press.
Pompei R. 1980. Antiviral Activity of Glycyrrhizic Acid. Experientia 36 304-305.
Qauliyah A. 2010. Artikel Kedokteran Patofisiologi, Gejala Klinik dan Penatalaksanaan Diare. <http://astaqauliyah.com/> Dilihat 22 November 2010
Rinyani A. 2007. “Uji Antibakteri Ekstrak Etil Asetat Daun Plantago major L. (daun sendok) Terhadap Shigella dysenteriae”. Tugas Skripsi. Yogyakarta: Universitas Ahmad Dahlan.
Rusmandar. 1997. Kayu Manis Budi Daya dan Pengolahan. Jakarta: Penebar Swadaya.
Santoso T B. 2010. Herbal: Kayu Manis. <http://www.detikhealth.com/read/2010/03/15/140356/1318506/769/herbal-kayu-manis> Dilihat 24 September 2011
Simanjuntak C H. 1991. Epidemiologi Disentri. Cermin Dunia Kedokteran. No.72 1991
Staff Pengajar Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 1993. Buku Ajar Mikrobiologi Kedokteran Edisi Revisi. Jakarta: Binarupa Aksara.
Sulistiono DA. 2008. Saponin. F.MIPA. Universitas Mataram
Usman A. 2004. “Pengaruh Dekok Daun Kemangi (Ocimum Basilicum) Terhadap Pertumbuhan Kuman Salmonella Typhi Secara in vitro”. Tugas Akhir S1. Malang: Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya.
Widiastuti R. 2004. “Efek Antimikroba Ekstrak Batang Kayu Manis
(Cinnamomun burmanni) Terhadap Salmonella typhi”. Tugas Skripsi. Malang: Universitas Muhammadiyah.
Widyastutik A. 2010. “Efektivitas Ekstrak Kayu Secang (Caesalpinia sappan. L) Sebagai Antibakteri Pada Shigella dysenteriae”. Tugas Skripsi. Malang: Akademi Farmasi Putra Indonesia.
Wiyatno W. 2010. “Aktivitas Antibakteri Minyak Atsiri Kulit Batang Kayu Manis (Cinamomum burmani) Terhadap Stapylococcus Aurus dan Pseudomonas Aeruginosa Multiresisten Antibiotik”. Tugas Skripsi. Surakarta: Universitas Muhammadiyah.
Zein U, Sagala KH, & Ginting J. (2004).
Diare Akut Disebabkan Bakteri, Sumatera Utara: e-USU Repository.
Menyetujui,
Pembimbing I
Prof. Dr. dr. Noorhamdani AS, DMM, Sp.MK
NIP. 19501110 198002 1 001