kata sambutan p - berkas.dpr.go.id filekeuangan kementerian/lembaga tahun anggaran 2015 yang disusun...
TRANSCRIPT
i
KATA SAMBUTAN
uji syukur kita panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa
atas segala rahmatNYA sehingga atas perkenan-Nya kami
dapat menyelesaikan Kutipan dan Telahan Hasil
Pemeriksaan BPK RI Semester I Tahun 2016 atas Laporan
Keuangan Kementerian/Lembaga Tahun Anggaran 2015 yang
disusun oleh Pusat Kajian Akuntabilitas Keuangan Negara Badan
Keahlian DPR RI hingga selesai .
Dalam kesempatan ini, saya ingin menyampaikan bahwa Akuntabilitas adalah evaluasi
terhadap proses pelaksanaan kegiatan/kinerja organisasi untuk dapat
dipertanggungjawabkan sekaligus sebagai umpan balik bagi pimpinan organisasi untuk
dapat lebih meningkatkan kinerja organisasi pada masa yang akan datang. Dengan
demikian diharapkan akuntabilitas dapat mendorong terciptanya kinerja yang baik dan
terpercaya.
Di Indonesia, sebagai negara berkembang, tema akuntabilitas sudah menjadi
jargon yang terus dibicarakan oleh banyak kalangan. Jangankan media massa dan elit,
istilah ini bahkan sudah mulai digunakan oleh komunitas terpinggirkan yang umumnya
dalam bentuk kritik atas praktek penganggaran baik APBN maupun APBD. Persoalan
akuntabilitas bukan lagi wacana, tapi anggaran tidak akuntabel mulai disadari bahkan
oleh kelompok masyarakat sebagai salah satu problem mendasar di ranah pengambilan
keputusan publik kita.
Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia yang mempunyai 3 (tiga) fungsi
yaitu fungsi Legislasi, fungsi Anggaran dan fungsi Pengawasan yang juga menerima hasil
pemeriksaan BPK secara berkala tentunya akan ditindaklanjuti oleh DPR dalam Raker,
RDP dengan mitra kerja.
Dengan demikian kehadiran Badan Keahlian DPR RI sebagai supporting system
Dewan di bidang keahlian pada umumnya dan Pusat Kajian Akuntabilitas Keuangan
Negara pada khususnya dapat mendukung kelancaran pelaksanaan wewenang dan tugas
DPR RI di bidang pengawasan berupa hasil kajian dan analisis terhadap laporan hasil
pemeriksaan BPK RI atas laporan keuangan, laporan kinerja dan pemeriksaan dengan
tujuan tertentu yang disusun oleh Kementerian/Lembaga pemerintah pusat. Untuk itu,
dokumen yang hadir dihadapan ini merupakan satu diantara hasil kajian yang disusun
oleh Pusat Kajian Akuntabilitas Keuangan Negara yang dinamakan dengan judul ‘Hasil
Telaahan Pusat Kajian Akuntabilitas Keuangan Negara BKD Atas Hasil Pemeriksaan BPK’.
Kami menyadari bahwa dokumen ini masih banyak memiliki kekurangan. Untuk
itu saran dan masukan serta kritik konstruktif guna perbaikan isi dan struktur penyajian
P
ii
sangat kami harapkan, agar dapat dihasilkan kajian atas telaahan yang lebih baik di masa
depan. Akhir kata, kami mengucapkan terima kasih atas perhatian dan kerjasama semua
pihak.
iii
KATA PENGANTAR
Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh,
uji syukur kami panjatkan kepada Allah, Tuhan Yang Maha Esa
yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya, sehingga
Pusat Kajian Akuntabilitas Keuangan Negara (PKAKN) dalam
rangka memberikan dukungan (supporting system) keahlian dapat
menyusun dan menyajikan Kutipan dan Telaahan Hasil Pemeriksaan
BPK RI Semester I Tahun 2016 Atas Laporan Keuangan
Kementerian/Lembaga Tahun Anggaran 2015 kepada Dewan
Perwakilan Rakyat Republik Indonesia.
Kutipan dan Telaahan ini dapat dijadikan awal bagi komisi-komisi untuk melakukan pendalaman atas
kemampuan dan kinerja mitra kerja dalam mempertanggungjawabkan pengelolaan keuangan negara,
serta dapat melengkapi sudut pandang atas kualitas Opini BPK dan rekomendasi BPK terhadap kinerja
sektor publik.
Dengan terbitnya buku kutipan dan telaahan ini semoga dimanfaatkan sebagai bahan dalam rapat-
rapat Alat Kelengkapan Dewan dalam menindaklanjuti rekomendasi BPK.
P
iv
DAFTAR ISI
1. Kata Sambutan Kepala Badan Keahlian DPR RI ......................................... i
2. Kata Pengantar Kepala Pusat Kajian Akuntabilitas ......................................... iii
Keuangan Negara
3. Daftar Isi ......................................... iv
4. Gambaran Umum Kementerian Perhubungan ........... ............................. 1
5. LHP Kementerian Perhubungan ......................................... 2
6. Gambaran Umum Kementerian Pekerjaan ......................................... 24
Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat
7. LHP Kementerian Pekerjaan Umum dan ......................................... 25
Perumahan Rakyat
8. Gambaran Umum Loan ADB No 2654-INO MSMHP...................................... 43
9. LHP Loan ADB No 2654-INO MSMHP ......................................... 44
10. Gambaran Umum Loan ADB No 2768-INO USRI ........................................ 49
11. LHP Loan ADB No 2768-INO USRI ......................................... 50
12. Gambaran Umum Loan ADB No 2817-INO RRDP ......................................... 54
13. LHP Loan ADB No 2817-INO RRDP ........................................ 55
13. Gambaran Umum Loan ADB No 3122-INO NUSP Phase 2 ............................. 58
14. LHP Loan ADB No 3122-INO NUSP Phase 2 ......................................... 59
15. Gambaran Umum Loan World Bank No 8043-ID WINRIP............................... 62
16. LHP Loan World Bank No 8043-ID WINRIP ......................................... 63
17. Gambaran Umum Loan World Bank/IBRD No 8121-ID JUFMP...................... 64
18. LHP Loan World Bank/IBRD No 8121-ID JUFMP ......................................... 65
v
19. Gambaran Umum Kementerian Desa, PDT & Transmigrasi ............................. 69
20. LHP Kementerian Desa, PDT & Transmigrasi ........................................ 70
21. Gambaran Umum Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika.................... 76
22. LHP Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika ........................................ 77
23. Gambaran Umum Badan Penanggulangan Lumpur Sidoarjo ............................ 79
24. LHP Badan Penanggulangan Lumpur Sidoarjo ........................................ 80
25. Gambaran Umum Badan SAR Nasional ........................................ 82
26. LHP Badan SAR Nasional ........................................ 83
27. Gambaran Umum Badan Pelaksana Badan ........................................ 88
Pengembangan Wilayah Suramadu
28. LHP Badan Pelaksana Badan Pengembangan ........................................ 89
Wilayah Suramadu
LHP No. 15/Pusat Kajian Akuntabilitas Keuangan Negara-BKD 1
GAMBARAN UMUM
KEMENTERIAN PERHUBUNGAN
ajian yang disusun merupakan kajian yang dilakukan terhadap laporan hasil
pemeriksaan BPK RI atas laporan keuangan, laporan kinerja dan pemeriksaan dengan
tujuan tertentu yang disusun oleh Kementerian/Lembaga Pemerintah Pusat tahun
2015 yang dikeluarkan pada semester 1 tahun 2016. Secara khusus kajian ini dilakukan
terhadap Laporan Keuangan Kementerian Perhubungan. Sedangkan tujuan dari kajian adalah
untuk menyediakan informasi sebagai bahan tindaklanjut DPR atas LHP BPK sebagai
pelaksanaan wewenang, tugas dan fungsi pengawasan parlemen atas akuntabilitas
administrasi keuangan negara.
Gambaran umum sebagai pelengkap dari kajian ini dapat dilihat sebagai berikut:
Opini BPK
Laporan Realisasi Anggaran (LRA)
Kondisi Aset dalam Neraca 2015 (Audited)
K
OPINI BPK RI
2014
WTP-DPP
2015
WTP
LRAAnggaran
65.094.449.724.000
Realisasi
47.118.024.636.62772%
Aset Lancar
• 7.827.415.111.578
Aset Tetap
• 178.581.759.717.628
Aset Lainnya
•6.153.401.162.783
LHP No. 15/Pusat Kajian Akuntabilitas Keuangan Negara-BKD 2
KUTIPAN DAN TELAAHAN HASIL PEMERIKSAAN BPK RI SEMESTER I TAHUN 2016
ATAS LAPORAN KEUANGAN KEMENTERIAN PERHUBUNGAN
TAHUN ANGGARAN 2015
NO TEMUAN REKOMENDASI BPK HASIL TELAAHAN
Hasil Pemeriksaan Atas Sistem Pengendalian
Intern
1. Penatausahaan Aset Tetap pada Enam
Satker Ditjen Hubdat dan Dua Satker Ditjen
Hubla Kementerian Perhubungan Belum
Memadai
Neraca Kemenhub per 31 Desember 2015
menyajikan saldo Aset Tetap senilai
Rp178.581.759.717.628,00. Berdasarkan hasil
pemeriksaan secara uji petik atas saldo Aset
Tetap per 31 Desember 2015 pada Satker
Kemenhub, menujukkan bahwa terdapat
permasalahan pada penatausahaan Aset Tetap
sebagai berikut:
a. Penatausahaan Tanah dan Gedung dan
Bangunan pada Dua Satker Ditjen Hubla
Belum Sesuai Ketentuan
1) Kantor KSOP Kelas II Palembang
Kantor KSOP Kelas II Palembang telah
mengajukan usulan penghapusan aset
Tanah Bangunan Rumah Negara
Golongan III` kepada Sekretaris
Direktorat Jenderal Perhubungan Laut.
Namun sampai dengan saat ini, usulan
penghapusan atas lima aset tersebut
belum disetujui dikarenakan kurangnya
kelengkapan dokumen berupa surat
pengalihan status Rumah Negara
Golongan II menjadi Rumah Negara
Golongan III.
2) Kantor Pusat Ditjen Hubla
Berdasarkan Data SIMAK-BMN per 31
Desember 2015 diketahui terdapat Aset
Tetap Kantor Pusat Perhubungan Laut
berupa mess sebanyak delapan unit
senilai Rp5.974.480.934,00.
Berdasarkan dokumen pendukung aset
dan wawancara dengan petugas
SIMAK-BMN/Kasubag Umum pada
Kantor Pusat Perhubungan Laut Tahun
2015 diketahui hal-hal sebagai berikut:
a) Petugas BMN menyatakan bahwa
bangunan ini dibangun oleh
Koperasi Karyawan Perhubungan
Laut sedangkan tanahnya sendiri
merupakan asset Perhubungan
Laut.
b) Terdapat perbedaan nilai pada KIB
atas delapan unit mess senilai
BPK merekomendasikan
Menteri Perhubungan agar:
a. Menginstruksikan Dirjen
Hubdat untuk
memerintahkan kepada
KPB satker-satker
terkait:
1) Melakukan
pengawasan
terhadap aset
kendaraan dinas di
Lingkungan Ditjen
Hubdat;
2) Meng-input Aset
Tetap Alat
Angkutan sebesar
Rp1.152.508.145.04
3,00 ke dalam KIB;
3) Menginventarisasi
dan menyajikan
secara memadai
Aset Tetap
Peralatan dan Mesin
berupa Aset Tetap
Alat Angkutan
sebanyak 90
(76+14) unit senilai
Rp20.723.842.299,0
0 (Rp18.642.480.
299,00 + Rp2.081.
362.000,00)
4) Menginventarisasi
dan menelusuri
keberadaan fisik
Aset Tetap
Kendaraan Dinas
sebanyak 53 unit
(diantaranya 28 unit
belum diketahui
keberadaan fisik
kendaraan) dan jika
terbukti belum
tercatat pada
Laporan Keuangan
dan merupakan Aset
Tetap Ditjen
Hubdat, agar dicatat
Untuk menyelesaikan masalah
tersebut maka Kementerian
Perhubungan harus:
a. Menginstrusikan Kuasa
Pengguna Barang pada
Kantor Pusat Setjen
Kemenhub dan Kantor
KSOP Kelas II Palembang
untuk meningkatkan
pengawasan penatausahaan
dan pengelolaan BMN di
lingkungan satkemya
b. Menginstrusikan KPB
satker terkait pada Ditjen
Hubdat dan Hubla untuk
meningkatkan pengawasan
terhadap pengelolaan BMN
yang berada di lingkungan
kerjanya;
c. Menginstrusikan Petugas
SIMAK-BMN pada Kantor
Pusat Ditjen Hubla agar
lebih cernat dalam
menatausahakan aset;
d. Menginstrusikan Pelaksana
penatausahaan satker terkait
pada Ditjen Hubdat dan
Hubla agar lebih cermat
dalam menatausahakan
BMN yang ada di
lingkungannya;
LHP No. 15/Pusat Kajian Akuntabilitas Keuangan Negara-BKD 3
NO TEMUAN REKOMENDASI BPK HASIL TELAAHAN
Rp5.688.288.400,00 dengan di
SIMAK-BMN Rp5.974.480.934,00
yaitu sebesar Rp286.192.534,00
yang belum dapat teijelaskan.
b. Penatausahaan Peralatan dan Mesin Berupa
Kendaraan pada Enam Satker Ditjen Hubdat
dan Satu Satker Ditjen Hubla Belum Sesuai
Ketentuan
1) Ditjen Hubdat
a) Aset Tetap Alat Angkutan Ditjen
Hubdat Senilai Rpl.152.508.
145.043,00 Data Rinciannya
Belum Di-input ke Dalam KIB
b) Pencatatan Aset Tetap Alat
Angkutan Ditjen Hubdat Belum
Didukung dengan Rincian KIB
Alat Angkutan yang Memadai dan
Belum Dapat Ditelusuri Senilai
Rp18.642.480.299,00
c) Terdapat Aset Tetap Alat
Angkutan Sebanyak 53 Unit
Berindikasi Belum Tercatat pada
KIB
d) Adanya Indikasi Pencatatan Ganda
Kendaraan Dinas Roda Empat
yang Sama Plat Mobil, Nomor
Rangka, dan Nomor Mesin pada
Dua Satker dengan Nilai Total
Rp2.081.362.000,00
e) Pengamanan dan
Pengadministrasian Bukti
Kepemilikan Aset Tetap
Kendaraaan Dinas yang Berada
pada Enam Satker Terkait Belum
Tertib
2) Ditjen Hubla
a) Pengelolaan dan Pengadaan
Kendaraan Roda Dua serta Roda
Empat di Lingkungan Kantor Pusat
Perhubungan Laut Belum Sesuai
Ketentuan dan Belum Tertib
Kondisi tersebut tidak sesuai dengan:
a. Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 27 Tahun
2014 tentang Pengelolaan Barang Milik
Negara/Daerah pada:
1) Pasal 1 ayat (24)
2) Pasal 7 ayat (2)
3) Pasal 42 pada ayat (1) dan ayat (2)
b. Peraturan Menteri Keuangan (PMK):
1) PMK Nomor 120/PMK.06/2007
tanggal 27 September 2007 tentang
Penatausahaan Barang Milik Negara,
pada:
sebagai Aset Tetap
pada Laporan
Keuangan
5) Menelusuri
keberadaan Aset
Tetap Kendaraan
Dinas yang ada
bukti kepemilikan
sebanyak lima unit
yang tercatat pada
Laporan Keuangan
senilai
Rp865.040.500,00
(Rpl 73.008.100,00
x 5 unit);
6) Menelusuri
keberadaan Aset
Tetap Kendaraan
Dinas sebanyak 89
unit yang tercatat
pada Laporan
Keuangan (baik
KIB lengkap
maupun tidak
lengkap) senilai
Rp16.606.220.900,0
0 yang belum
diketahui
keberadaan bukti
kepemilikan dan
fisik kendaraannya
7) Supaya pemakaian
seluruh Aset Tetap
Kendaraan Dinas
dilengkapi dengan
dokumen pinjam
pakai yang resmi
pada Satker
Setditjen, LLASDP,
LLAJ, KTD, dan
PTSDP Ditjen
Hubdat
b. Menginstruksikan Dirjen
Hubla agar:
1) Memerintahkan
Kepala Bagian
Umum melalui
Sesditjen selaku
KPB melakukan:
a) Inventarisasi
aset kendaraan
Kantor Pusat
Ditjen
LHP No. 15/Pusat Kajian Akuntabilitas Keuangan Negara-BKD 4
NO TEMUAN REKOMENDASI BPK HASIL TELAAHAN
a) Pasal 1 ayat (34) dan (43)
b) Pasal 2
c) Pasal 8
d) Pasal 12 ayat (1) dan ayat (2)
2) PMK Nomor 76/PMK.06/2015 tanggal
14 April 2015 tentang Standar Barang
dan Standar Kebutuhan Barang Milik
Negara Berupa Alat Angkutan Darat
Bermotor Dinas Operasional Jabatan di
Dalam Negeri. Lampiran II
3) PMK Nomor 50/PMK.06/2014 tentang
Tata Cara Pelaksanaan Penghapusan
Barang Milik Negara:
a) Pasal 13
b) Pasal 14 ayat (2) dan ayat (3)
c. Peraturan Menteri Perhubungan Nomor
PM.39 Tahun 2011 tentang Petunjuk
Pelaksanaan Pengelolaan Barang Milik
Negara di Lingkungan Kementerian
Perhubungan:
1) BAB III Pasal 7
2) Lampiran I angka 2.1.
d. SPPKD/SPPKB, dalam pasal ketentuan
pemakaian kendaraan dinas dan pemyataan
dari yang menggunakan kendaraan dinas
Kondisi tersebut mengakibatkan:
a. Nilai Aset Tetap Tanah dalam Neraca
Kantor KSOP Kelas II Palembang per 31
Desember 2015 tidak mencerminkan
kondisi yang sebenamya
b. Aset Tetap Alat Angkutan sebesar Rpl
.152.508.145.043,00 yang data rinciannya
belum di-input ke dalam KIB dan tidak
dapat ditelusuri membuka peluang
penyalahgunaan;
c. Penyajian Aset Tetap Peralatan dan Mesin
berupa Aset Tetap Alat Angkutan sebanyak
90 (76 + 14) unit yang ada pada enam satker
pada Ditjen Hubdat senilai
Rp20.723.842.299,00 (Rp18.642.480.
299,00+Rp2.081.362.000,00) tidak bisa
diyakini kewajarannya;
d. Aset Tetap Kendaraan Dinas sebanyak 53
unit (antara lain 28 unit belum diketahui
keberadaan fisik kendaraan) yang tidak
tercatat pada Laporan Keuangan TA 2015
berisiko hilang
e. Aset Tetap Kendaraan Dinas sebanyak lima
unit yang tercatat pada Laporan Keuangan
senilai Rp865.040.500,00 (Rpl
73.008.100,00 x 5 unit) yang ada bukti
kepemilikan namun belum diketahui
keberadaan fisik kendaraan berisiko hilang;
Perhubungan
Laut;
b) Penarikan
BPKB yang
disimpan oleh
direktorat lain
untuk disimpan
Bagian Umum
sebagai
pengamanan
atas bukti
kepemilikan
aset Kantor
Pusat
Perhubungan
Laut;
c) Pemutakhiran
data aset
kendaraan;
d) Pembuatan
SPPKB/SPPKD
sesuai dengan
pemegang
kendaraan
sebenamya dan
menarik
kendaraan dinas
dari pemegang
yang tidak
berhak; dan
e) Penelitian atas
pengusulan
penghapusan
oleh direktorat
terkait sesuai
dengan kondisi
aset
sebenarnya.
2) Memberikan sanksi
sesuai ketentuan
yang berlaku kepada
Kepala Kantor
KSOP Kelas II
Palembang yang
lalai dalam
melaksanakan tugas
dan fungsinya
terkait penata
usahaan Aset Tetap
dan segera meng
ajukan usulan peng
hapusan atas Aset
Tetap berupa Tanah
LHP No. 15/Pusat Kajian Akuntabilitas Keuangan Negara-BKD 5
NO TEMUAN REKOMENDASI BPK HASIL TELAAHAN
f. Aset Tetap Kendaraan Dinas sebanyak 89
unit yang tercatat pada Laporan Keuangan
(baik KIB lengkap maupun tidak lengkap)
senilai Rpl6.606.220.900,00 yang belum
diketahui keberadaan bukti kepemilikan dan
fisik kendaraan berisiko hilang Pemakaian
seluruh Aset Tetap Kendaraan Dinas tanpa
dilengkapi dengan dokumen pinjam pakai
pada Satker Setditjen, LLASDP, LLAJ,
KTD dan PTSDP Ditjen Hubdat berisiko
hilang;
g. Atas kepemilikan aset yang tidak diketahui
keberadaannya pada Ditjen Hubla berisiko
hilang
h. Atas usulan penghapusan Aset Tetap
Kendaraan Dinas yang belum rusak berat
berpotensi hilang
Bangunan Rumah
Negara Golongan
III yang telah
disewabelikan;
3) Menginstruksikan
Kepala Bagian
Umum dalam hal ini
Petugas SIMAK-
BMN melalui
Sesditjen selaku
KPB untuk
melakukan
penelusuran atas
perbedaan nilai KIB
dengan SIMAK-
BMN untuk
mendapatkan nilai
aset sebenamya
yang tercatat;
4) Membuat MoU
/Nota Kesepahaman
antara Dirjen Hubla
dengan Ketua
Primkokarmar
tentang pengelolaan
aset Ditjen
Perhubungan Laut
yang dikuasai
Primkokarmar;
5) Menginstruksikan
Sesditjen Hubla
selaku KPB agar
melakukan
pengawasan
terhadap aset
kendaraan dinas di
Lingkungan Ditjen
Hubla;
6) Menetapkan status
renovasi aset yang
dilakukan oleh
Pengelola Mess
Primkokarmar; dan
7) Memerintahkan
KPA satker terkait
mematuhi Peraturan
Menteri Keuangan
No.76/PMK.06/201
5 tanggal 14 April
2015 tentang
Standar Barang dan
Standar Kebutuhan
Barang Milik
LHP No. 15/Pusat Kajian Akuntabilitas Keuangan Negara-BKD 6
NO TEMUAN REKOMENDASI BPK HASIL TELAAHAN
Negara Berupa Alat
Angkutan Darat
Bermotor Dinas
Operasional Jabatan
di Dalam Negeri
dan Peraturan
Menteri
Perhubungan
Nomor PM.39
Tahun 2011 tentang
Petunjuk
Pelaksanaan
Pengelolaan Barang
Milik Negara di
Lingkungan
Kementerian
Perhubungan.
Hasil Pemeriksaan Atas Kepatuhan
Terhadap Perundang-Undangan
1. Terdapat Kelebihan Pembayaran atas
Pelaksanaan Pekerjaan pada Enam Eselon I
Hal ini terlihat sebagai berikut:
a. Pada Sekertariat Jenderal atas Satu Paket
Pekerjaan terdapat Kelebihan Perhitungan
Volume RAB atas Pembangunan Pekerjaan
FunctionHall Museum Transportasi TMII
sebesar Rp191.912.721,41
b. Pada Direktorat Jenderal Perhubungan Darat
atas Sembilan Paket Pekerjaan terdapat
kelebihan pembayaran sebesar
Rp2.151.228.766,39
c. Pada Direktorat Jenderal Perhubungan Laut
atas 11 Paket Pekerjaan terdapat kelebihan
pembayaran sebesar Rp34.235.119.381,13
d. Pada Direktorat Jenderal Perhubungan
Udara Pada Empat Paket Pekerjaan terdapat
kelebihan pembayaran pada satker-satker di
lingkungan Ditjen Perhubungan Udara,
sebagai berikut:
1) Kelebihan Pembayaran atas Dua Paket
Pekerjaan yaitu Pekerjaan Apron dan
Pekerjaan Overlay Runway pada
Kantor Unit Penyelenggara Bandar
Udara Dewadaru Karimunjawa Jawa
Tengah sebesar Rp1.367.702.105,85
2) Kelebihan Pembayaran atas Pekerjaan
Pembangunan Gedung Operasional
Direktorat Kelaikudaraan dan
Pengoperasian Pesawat Udara
(DKPPU) Tahap II Senilai
Rp360.867.861 ,97
3) Kelebihan Pembayaran Bahan pada
Pembuatan Taxiway Bara (145 m x 23
BPK merekomendasikan
kepada Menteri
Perhubungan agar
menginstruksikan Sekjen
Kemenhub, Dirjen
Perhubungan Darat, Dirjen
Perhubungan Laut, Dirjen
Perhubungan Udara, Dirjen
Perkeretaapian, dan Kepala
BPSDM Perhubungan
supaya:
a. Memerintahkan KPA
masing-masing satker di
lingkungan Ditjen
Perhubungan Laut untuk
menyetor kelebihan
pembayaran senilai
Rp28.115.633.202,72
serta menyampaikan
salinan bukti setor
kepada BPK
b. Melakukan koreksi atas
pencatatan aset di
Neraca ( Persediaan dan
Aset Tetap) sekurang-
kurangnya sebesar
Rp31.008.045.564,43
(Rp28.189.132.331,30 +
PPN Rp2.818.913.233,
13) jika kelebihan
pembayaran telah disetor
kembali ke Kas Negara
atas masing-masing
paket pekerjaan
c. Memberikan sanksi
sesuai ketentuan yang
berlaku kepada:
1) KPA masing-
masing satker yang
Untuk menyelesaikan masalah
tersebut, maka Kuasa Pengguna
Anggaran (KPA) masing-
masing satker harus lebih
optimal dalam melakukan
pengawasan atas pelaksanaan
pekerjaan yang menjadi
tanggung jawabnya, dan PPK
masing-masing satker harus
cermat dalam melaksanakan
tugasnya dalam mengendalikan
pelaksanaan kontrak, serta
Pejabat Penerima Hasil
Pekerjaan (PPHP) masing-
masing satker harus lebih
cermat dalam memeriksa hasil
pekerjaan yang menjadi
tanggung jawabnya.
LHP No. 15/Pusat Kajian Akuntabilitas Keuangan Negara-BKD 7
NO TEMUAN REKOMENDASI BPK HASIL TELAAHAN
m ), Pembuatan Fillet (580,5 M2) dan
Pembuatan Apron (100 m x 80 m)
termasuk Marking sebesar
Rp155.598.531,09
e. Pada Direktorat Jenderal Perkeretaapian
pada Dua Paket Pekerjaan terdapat
kelebihan pembayaran, sebagai berikut:
1) Kelebihan Pembayaran atas Pekerjaan
Pembangunan Jembatan BH 715
Bentang 12,50 Meter Sebesar
Rp222.537.889,60
2) Kelebihan Pembayaran atas Pekerjaan
Pembangunan Drainase Beton di Jalur
Double Track antara Cempaka - Giham
pada KM 165+949 - 171 +949 Sebesar
Rp138.959.545,22
f. Pada Badan Pengembangan Sumber Daya
Manusia Perhubungan pada Tiga Paket
Pekerjaan terdapat kelebihan pembayaran,
sebagai berikut :
1) Kelebihan Pembayaran atas
Pelaksanaan Pekerjaan Pembangunan
Balai Pendidikan dan Pelatihan llmu
Pelayaran ( BP2 IP) Sumatera Barat
Tahap IV pada Satker Pusbang SDM
Hubla sebesar Rp364.914.352,00
2) Kelebihan Pembayaran atas
Pelaksanaan Pekerjaan Pembangunan
Akademi Perkeretaapian Tahap V pada
Satker Pusbang SDM Hubdat Sebesar
Rp628.262.682,80
3) Kelebihan Pembayaran atas
Pelaksanaan Pekerjaan Konstruksi
Pusdiklat Pembangunan Karakter SDM
Perhubungan Tahap III pada Satker
Sekretariat BPSDMP Sebesar
Rp290.374. 092, 50
Kondisi tersebut tidak sesuai dengan:
a. Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010
sebagaimana telah dirubah dengan Peraturan
Presiden Nomor 4 Tahun 2015 tentang
Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah pada:
1) Pasal 11 ayat (1)
2) Pasal 17 ayat (1)
3) Pasal 18 ayat (5)
4) Pasal 51 ayat (2) huruf c
b. Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun
2013 tentang Tata Cara Pelaksana Anggaran
Pendapatan dan Belanja Negara, pada Pasal
65 ayat (1)
c. Kontrak/Surat Perjanjian masing-masing
pekerjaan
Kondisi tersebut mengakibatkan:
kurang optimal
melakukan
pengawasan atas
pelaksanaan
pekerjaan yang
menjadi tanggung
jawabnya;
2) PPK masing-masing
satker yang tidak
cermat dalam
melaksanakan
tugasnya dalam
mengendalikan
pelaksanaan
kontrak;
3) PPHP masing-
masing satker yang
lalai dalam
memeriksa hasil
pekerjaan yang
menjadi tanggung
jawabnya.
LHP No. 15/Pusat Kajian Akuntabilitas Keuangan Negara-BKD 8
NO TEMUAN REKOMENDASI BPK HASIL TELAAHAN
a. Kelebihan pembayaran sebesar
Rp28.115.633.202,72 pada Unit Eselon I
Ditjen Perhubungan Laut
b. Kelebihan catat aset sekurang-kurangnya
sebesar Rp31.008.045.564,43 (Rp28.
189.132.331,30 + PPN
Rp2.818.913.233,13), yang terdiri atas:
1) Kelebihan catat Aset Tetap sebesar
Rp30.720.635.042,69 (Rp27.927.850.
038,81 + PPN Rp2.792.785.003,88)
atas kelebihan bayar yang belum
dikembalikan ke Kas Negara ataupun
yang sudah dikembalikan ke Kas
Negara namun belum dilakukan
koreksi atas pencatatan aset di Neraca;
2) Kelebihan catat Persediaan sebesar
Rp287.410.521,74 (Rp261.282.292,49
+ PPN Rp26.128.229,25) atas
kelebihan bayar yang sudah
dikembalikan ke Kas Negara namun
belum dilakukan koreksi atas
pencatatan Persediaan di Neraca;
2. Terdapat Potensi Kelebihan Pembayaran
atas Pelaksanaan pada Tiga Eselon I untuk
Pekerjaan yang Belum Dibayarkan 100%
Berdasarkan hasil pemeriksaan secara uji petik
terdapat 14 kontrak pekerjaan yang berpotensi
terjadi kelebihan pembayaran sebesar
Rp28.218.567.641,50 pada Ditjen Perhubungan
Laut, Ditjen Perhubungan Udara dan Ditjen
Perkeretaapian. Potensi kelebihan pembayaran
tersebut terjadi karena kelebihan perhitungan
volume pekerjaan yang masing-masing
kontraknya belum dibayarkan 100%.
Atas permasalahan tersebut ada yang sudah
ditindaklanjuti oleh Satker dengan melakukan
penyetoran ke Kas Negara sebesar
Rp2.036.304.654,14.
Kondisi tersebut tidak sesuai dengan:
a. Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010
sebagaimana telah dirubah dengan Peraturan
Presiden Nomor 4 Tahun 2015 tentang
Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah pada
Pasal 11 ayat (1) dan Pasal 51 ayat (2)
b. Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun
2013 tentang Tata Cara Pelaksana Anggaran
Pendapatan dan Belanja Negara, pada Pasal
65 ayat (1)
c. Kontrak/Surat Perjanjian masing-masing
pekerjaan.
Kondisi tersebut mengakibatkan potensi
kelebihan pembayaran sebesar
Rp26.182.262.987,36, yang terdiri atas:
BPK merekomendasikan
kepada Menteri
Perhubungan agar
menginstruksikan:
a. Dirjen Perhubungan
Udara dan Dirjen
Perkeretaapian
memerintahkan KPA
masing-masing satker
pada Ditjen
Perhubungan Udara dan
Ditjen Perkeretaapian
agar mempertanggung
jawabkan potensi
kelebihan pembayaran
senilai Rp26.182.262.
987,36 (Rp2.522.592.
419,20 + Rp23.659.
670.187,36);
b. Dirjen Perhubungan
Laut, Dirjen
Perhubungan Udara dan
Dirjen Perkeretaapian
supaya memberikan
sanksi sesuai ketentuan
yang berlaku kepada:
1) KPA masing-
masing satker yang
kurang optimal
melakukan
pengawasan atas
pelaksanaan
pekerjaan yang
menjadi tanggung
jawabnya;
2) PPK masing-masing
Untuk menyelesaikan masalah
tersebut, maka Kuasa Pengguna
Anggaran (KPA) masing-
masing satker harus lebih
optimal dalam melakukan
pengawasan atas pelaksanaan
pekerjaan yang menjadi
tanggung jawabnya, dan PPK
masing-masing satker harus
cermat dalam melaksanakan
tugasnya dalam mengendalikan
pelaksanaan kontrak, serta
Pejabat Penerima Hasil
Pekerjaan (PPHP) masing-
masing satker harus lebih
cermat dalam memeriksa hasil
pekerjaan yang menjadi
tanggung jawabnya.
LHP No. 15/Pusat Kajian Akuntabilitas Keuangan Negara-BKD 9
NO TEMUAN REKOMENDASI BPK HASIL TELAAHAN
a. Potensi kelebihan pembayaran Unit Eselon I
Direktorat Jenderal Perhubungan Udara
sebesar Rp2.522.592.800,00; dan
b. Potensi kelebihan pembayaran Unit Eselon I
Direktorat Jenderal Perkeretaapian sebesar
Rp23.659.670.187,36.
satker yang tidak
cermat dalam
melaksanakan
tugasnya dalam
mengendalikan
pelaksanaan
kontrak; dan
3) PPHP masing-
masing satker yang
lalai dalam
memeriksa hasil
pekerjaan yang
menjadi tanggung
jawabnya
10
LHP No. 109/Pusat Kajian Akuntabilitas Keuangan Negara-BKD
PNBP TA 2013, 2014, DAN SEMESTER I TAHUN 2015 TERHADAP
DIREKTORAT JENDERAL PERHUBUNGAN LAUT
KEMENTERIAN PERHUBUNGAN
Kajian yang disusun merupakan kajian yang dilakukan terhadap laporan hasil pemeriksaan
BPK RI atas pemeriksaan dengan tujuan tertentu yang disusun oleh Kementerian
Perhubungan tahun 2015 yang dikeluarkan pada semester 1 tahun 2016. Berdasarkan Hasil
pemeriksaan BPK menyimpulkan bahwa rancangan dan implementasi SPI atas PNBP Tahun
2013, 2014 dan Semester I Tahun 2015 belum sepenuhnya efektif menjamin pencapaian
kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan dalam penetapan target penerimaan,
penatausahaan, dan penyetoran PNBP serta penyajian informasi keuangan atas PNBP.
Seecara khusus Pemeriksaan Dengan Tujuan Tertentu (PDTT) bertujuan untuk menilai
apakah: 1) Sistem pengendalian intern atas pelaksanaan PNBP yang meliputi tata cara
penetapan target, penatausahaan, dan penyetoran PNBP berikut aplikasi Teknologi Informasi
(Tl)-nya telah dirancang dan dilaksanakan secara memadai untuk mencapai tujuan
pengendalian; 2) Penetapan target penerimaan, penatausahaan, dan penyetoran PNBP telah
dilaksanakan sesuai dengan ketentuan yang berlaku; dan 3) Penyajian informasi keuangan
atas PNBP tahun 2013, 2014, dan semester 1 tahun 2015 telah sesuai ketentuan yang berlaku.
Sedangkan tujuan dari kajian adalah untuk menyediakan informasi sebagai bahan tindaklanjut
DPR atas LHP BPK sebagai pelaksanaan wewenang, tugas dan fungsi pengawasan parlemen
atas akuntabilitas administrasi keuangan negara.
Gambaran umum sebagai pelengkap dari kajian ini dapat dilihat sebagai berikut:
Perbandingan Realisasi PNBP, Kas di Bendahara Penerimaan, dan
Piutang PNBP Tahun 2013, 2014, dan Semester I Tahun 2015
PNBPTh 2013
1.893.404.541.039
Th 2014
2.013.747.142.168
Th 2015 (Smstr 1)
1.191.977.350.599
Kas di Bendahara
Penerimaan
Th 2013
10.121.153.259
Th 2014
14.426.548.539
Th 2015 (Smstr 1)
42.120.402.680
Piutang Bukan Pajak
Th 2013
167.358.155.328
Th 2014
134.172.732.011
Th 2015 (Smstr 1)
129.563.245.002
11
LHP No. 109/Pusat Kajian Akuntabilitas Keuangan Negara-BKD
KUTIPAN & TELAAHAN HASIL PEMERIKSAAN BPK RI SEMESTER I TAHUN 2016
ATAS PNBP TA 2013, 2014, DAN SEMESTER I TAHUN 2015 TERHADAP
DIREKTORAT JENDERAL PERHUBUNGAN LAUT
KEMENTERIAN PERHUBUNGAN
TAHUN ANGGARAN 2015
NO. TEMUAN REKOMENDASI BPK HASIL TELAAHAN
Hasil Pemeriksaan atas Sistem Pengendalian
Intern
1 Pengendalian dan Penatausahaan Blanko
Pungutan PNBP Belum Memadai
Hal ini terlihat sebagai berikut:
a. Ditjen Hubla tidak melakukan administrasi,
monitoring, dan pelaporan atas penggunaan dan
sisa blanko PNBP. Penatausahaan blanko PNBP
pada Direktorat Teknis Ditjen Hubla sebatas
pencatatan atas pengiriman blanko kepada UPT
tanpa dilakukan monitoring dan pelaporan atas
penggunaan dan sisa blanko.
Hasil uji petik pada Kantor Kesyahbandaran
Utama Tanjung Priok dan KSOP Kepulauan
Seribu menunjukkan terdapat perbedaan jumlah
penggunaan blanko PNBP antara kantor pusat
dengan UPT selama tahun 2013 s.d. Semester I
tahun 2015.
b. Satker dilingkungan Ditjen Hubla tidak
melakukan administrasi, monitoring, dan
pelaporan atas penggunaan dan sisa blanko
PNBP.
Kondisi tersebut tidak sesuai dengan:
a. Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 2013
tentang Tata Cara Pelaksanaan Anggaran
Pendapatan dan Belanja Negara, Pasal 8
b. Peraturan Direktur Jenderal Perhubungan Laut
Nomor KU.007/2/10/DJPL-13 Tahun 2013,
terakhir diubah dengan KU.404/2/11/ DJPL-15
Tahun 2015 tentang Tata Cara Penerimaan,
Penyetoran, Penggunaan dan Pelaporan
Penerimaan Negara Bukan Pajak yang Berlaku
pada Direktorat Jenderal Perhubungan Laut:
1) Pasal 3 Ayat (1), (2), (3), (4), (5) dan (6)
2) Pasal 42 Ayat (2)
3) Pasal 49 Ayat (2)
c. Peraturan Direktur Jenderal Perhubungan Laut
Nomor KU.404/2/11/DJPL-15 Tahun 2015
tentang Tata Cara Penerimaan, Penyetoran,
Penggunaan dan Pelaporan Penerimaan Negara
Bukan Pajak yang Berlaku pada Direktorat
Jenderal Perhubungan Laut, yaitu:
1) Pasal 3 Ayat (4) dan (5)
2) Pasal 49 Ayat (2)
Kondisi tersebut mengakibatkan:
a. Jumlah dan nilai sisa blanko tidak diketahui dan
tidak dapat dilaporkan sebagai persediaan akhir
periode; dan
b. Berpotensi terjadi penyalahgunaan blanko dan
berdampak kepada penyalahgunaan PNBP.
BPK merekomendasikan
kepada Menteri
Perhubungan agar
memerintahkan Dirjen
Perhubungan Laut meng
instruksikan Direktur Teknis
dilingkungan Ditjen Hubla ,
Kepala Kantor Kesyah
bandaran Utama Tanjung
Priok, Kepala KSOP
Kepulauan Seribu, Kepala
KUPP Tanjung Laut, Kepala
KUPP Tanjung Redeb,
Kepala Satker UPP Sungai
Danau, Kepala Satker UPP
Tanah Grogot, Kepala
KSOP Kotabaru, dan Kepala
KUPP Sebuku untuk:
a. Meningkatkan
pengawasan dan
pengendalian atas
blanko PNBP; dan
b. Memerintahkan kepada
Petugas BMN dan
Pengelola PNBP
masing-masing satker
melaksanakan
melaksanakan tugas dan
fungsi sesuai aturan
yang berlaku.
Untuk menyelesaikan
masalah tersebut, maka
Kepala Satker terkait harus
optimal dalam melakukan
pengawasan dan pengen
dalian atas blanko PNBP,
serta Petugas BMN dan
pengelola PNBP terkait
harus melaksanakan tugas
dan fungsi sesuai aturan
yang berlaku
12
LHP No. 109/Pusat Kajian Akuntabilitas Keuangan Negara-BKD
Hasil Pemeriiksaan Atas Kepatuhan Terhadap
Perundang-undangan
1 Kekurangan Penerimaan Jasa Labuh dan Tambat
Sebesar Rp103.975.387,93 dan Potensi
Kekurangan Penerimaan Jasa Labuh dan Tambat
Sebesar Rp57.354.253.838,81 dan USD690, 156.04
Hal ini terlihat sebagai berikut:
a. Kekurangan Penerimaan Jasa Labuh dan Tambat
pada Kantor Unit Penyelenggara Pelabuhan
Kolas III Kintap sebesar Rp103.975.387,93
Kekurangan perhitungan tersebut disebabkan
jangka waktu labuh yang kurang dibebankan
oleh Petugas Operasional dan Bendahara
Penerimaan. Rincian pada tabel berikut:
b. Potensi Kekurangan Penerimaan Jasa Labuh dan
Tambat sebesar Rp57.354.253.838,81 dan
USD690,156.04
Kondisi tersebut tidak sesuai dengan:
a. Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2009
tentang Jenis dan Tarif atas Jenis Penerimaan
Negara Bukan Pajak Yang Berlaku pada
Departemen Perhubungan, pada Lampiran
II.A.1.a.1).a).(1)
b. Peraturan Pemerintah Nomor 11 Tahun 2015
tentang Jenis dan Tarif Atas Jenis Penerimaan
Negara Bukan Pajak Yang Berlaku pada
Kementerian Perhubungan, pada Lampiran III.
B
c. Surat Menteri Perhubungan Nomor KU
202/108/20 phb 2015 tanggal 31 Juli 2015
kepada Direktur Utama PT Pelabuhan Indonesia
1, II, III, dan IV (Persero) pada angka 3
d. Surat Edaran Direktur Jenderal Perhubungan
Laut Nomor UM003/46/9/DTM_15 tanggal 6
Juli 2015 tentang Pelaksanaan Pungutan Jasa
Kepelabuhanan Sesuai Peraturan Pemerintah
Nomor 11 Tahun 2015 Tentang Jenis dan Tarif
Atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak
Yang Berlaku Pada Kementerian Perhubungan
pada :
1) Angka 1 huruf a
2) Angka 2
e. Surat Direktur Jenderal Perhubungan Laut
Nomor Pp.001/4/15/DTPL_15 tanggal 19
Agustus 2015 kepada Direktur Utama PT
Pelabuhan Indonesia I, II, III, dan IV (Persero)
dan Para Direksi Badan Usaha Pelabuhan
Lainnya, angka 1
Kondisi tersebut mengakibatkan:
a. Kekurangan Penerimaan Jasa Labuh dan Tambat
pada KUPP Kelas III Kintap sebesar
Rp103.975.387,93; dan
BPK merekomendasikan
kepada Menteri
Perhubungan agar:
a. Memberikan sanksi
sesuai ketentuan yang
berlaku kepada
Petugas operasional
pada KUPP Kintap,
KSOP Balikpapan dan
KSOP Kotabaru yang
lalai dalam melakukan
perhitungan nota tagih;
b. Memerintahkan
Kepala satuan kerja
terkait untuk mening
katkan pengendalian
dan pengawasan
terhadap pcnerimaan
PNBP; dan
c. Memerintahkan
Kepala Otoritas
Pelabuhan Utama
Tanjung Priok, Kepala
KSOP Banjarmasin,
Kepala KSOP
Balikpapan, Kepala
KSOP Samarinda dan
Kepala KSOP
Kotabaru, supaya
melakukan koordinasi
dan rekonsiliasi
dengan PT Pelindo II,
III dan IV terkait
kekurangan
penerimaan jasa labuh
dan tambat, serta
segera menagih
kekurangan
pembayaran jasa labuh
dan tambat kepada PT
Pelindo II, 111 dan IV
untuk disetorkan ke
Kas Negara.
Selanjutnya salinan
bukti setor
disampaikan kepada
BPK.
Untuk menyelesaikan
masalah tersebut, maka :
a. Petugas operasional
pada KUPP Kintap,
KSOP Balikpapan, dan
KSOP Kotabaru harus
melakukan
perhitungan Nota
Tagih;
b. Kepala Kantor Otoritas
Pelabuhan Utama
Tanjung Priok, Kepala
KSOP Kelas I
Banjarmasin harus
menyiapkan SDM dan
tempat yang memadai
untuk melakukan
penerimaan Jasa
Labuh dan Tambat
sesuai PP 11 tahun
2015;
c. Kepala satuan kerja
terkait harus lebih
optimal dalam
melakukan pengen
dalian dan pengawasan
terhadap penerimaan
PNBP.
13
LHP No. 109/Pusat Kajian Akuntabilitas Keuangan Negara-BKD
b. Potensi kekurangan Penerimaan Jasa Labuh dan
Tambat sebesar Rp57.354.253.838,81 dan
USD690,156.04, yaitu pada KSOP Utama
Tanjung Priok sebesar Rp48.268.544.773,01,
KSOP Kotabaru sebesar Rp4.216.139.540,68,
dan KSOP Kelas I Balikpapan sebesar
Rp4.869.569.525,12 serta pada KSOP Kelas I
Banjarmasin sebesar USD447,982.70 dan KSOP
Kelas II Samarinda sebesar USD242,173.34
2 Kekurangan Penerimaan atas Pendapatan Jasa
Pandu dan Tunda Serta Denda Keterlambatan
pada Kantor Otoritas Pelabuhan Utama Tanjung
Priok
Hal ini terlihat sebagai berikut:
a. Kekurangan Penerimaan atas Kontribusi Jasa
Pemanduan dan Penundaan
Berdasarkan hasil Rekonsiliasi perhitungan
kekurangan pembayaran menyebutkan bahwa
pihak Kantor Otoritas Pelabuhan Utama Tanjung
Priok dan PT JAI Tanjung Priok telah sepakat
mengenai nilai PNBP jasa pemanduan dan
penundaan kapal sebesar Rp4.423.888.398,00.
Rincian atas kekurangan kontribusi pada tabel
berikut:
b. Denda Keterlambatan Jasa Pemanduan dan
Penundaan
Berdasarkan hasil perhitungan atas denda
keterlambatan pembayaran kekurangan
kontribusi jasa pemanduan dan penundaan
diketahui bahwa PT Pelindo II Cabang Tanjung
Priok dhi PT JAI Tanjung Priok belum
dikenakan denda, minimal sebesar
Rp422.556.265,86, dengan rincian sebagai
berikut:
BPK merekomendasikan
kepada Menteri
Perhubungan agar:
a. Melakukan koordinasi
dengan PT Pelindo II
Cabang Tanjung Priok
dhi PT Jasa Armada
Indonesia, terkait
kekurangan
pembayaran dan denda
keterlambatan
pembayaran kontribusi
jasa pemanduan dan
penundaan, serta segera
menagih kekurangan
pembayaran dan denda
keterlambatan
pembayaran kontribusi
jasa pemanduan dan
penundaan kepada PT
Jasa Armada Indonesia
untuk disetorkan ke
Kas Negara .
Selanjutnya Salinan
bukti setor diserahkan
kepada BPK;
b. Memerintahkan
Bendahara Penerimaan
dan Pengelola PNBP
Kantor Otoritas
Pelabuhan Utama
Tanjung Priok untuk
melakukan rekonsiliasi
PNBP dengan PT
Pelindo II Cabang
Tanjung Priok dhi. PT
Jasa Armada Indonesia
secara tertib; dan
c. Memerintahkan
Pengelola PNBP untuk
mengenakan denda
keterlambatan kepada
PT Pelindo II Cabang
Tanjung Priok dhi . PT
Jasa Armada Indonesia
atas penerimaan
kontribusi jasa
pemanduan dan
penundaan yang
terlambat diterima.
Untuk menyelesaikan
masalah tersebut, maka
Bendahara Penerimaan dan
Pengelola PNBP Kantor
Otoritas Pelabuhan Utama
Tanjung Priok harus tertib
dalam melakukan
rekonsiliasi PNBP dengan
PT Pelindo II Cabang
Tanjung Priok dhi PT JAI
Tanjung Priok, serta
Pengelola PNBP Kantor
Otoritas Pelabuhan Utama
Tanjung Priok harus
memahami peraturan
mengenai denda
keterlambatan kekurangan
pembayaran kontribusi jasa
pemanduan dan penundaan.
14
LHP No. 109/Pusat Kajian Akuntabilitas Keuangan Negara-BKD
Kondisi tersebut tidak sesuai dengan:
a. Peraturan Pemerintah Nomor 11 Tahun 2015
tentang Jenis dan Tarif atas Jenis PNBP yang
Berlaku pada Kementerian Perhubungan:
1) Pasal 1 Ayat (2)
2) Pasal 11 Ayat (1)
3) Pasal 14
4) Lampiran III.B.1.b
b. Peraturan Pemerintah Nomor 29 Tahun 2009
tentang Tata Cara Penentuan Jumlah,
Pembayaran, dan Penyetoran Penerimaan Negara
Bukan Pajak yang Terutang pada Pasal 6 Ayat
(1), (2), dan (3)
c. Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 57
Tahun 2015 tentang Pemanduan dan Penundaan
Kapal Pasal 43 Ayat (5)
d. Peraturan Direktur Jenderal Perhubungan Laut
Nomor KU.404/2/11/DJPL-15 tentang Tata Cara
Penerimaan, Penyetoran, Penggunaan dan
Pelaporan Penerimaan Negara Bukan Pajak yang
Berlaku pada Direktorat Jenderal Perhubungan
Laut pasal 6
e. Surat Edaran Direktur Jenderal Perhubungan
Laut Nomor PP.00/18/7/DP- 15 tanggal 5 Juni
2015 tentang Pelaksanaan Pungutan Jasa
Kepelabuhanan Sesuai Peraturan Pemerintah
Nomor 11 Tahun 2015 tentang Jenis dan Tarif
atas Jenis PNBP yang Berlaku pada Kementerian
Perhubungan pada poin 2.b.2)
f. Surat Sekretaris Direktorat Jenderal Perhubungan
Laut Nomor UK. 11/29/3/DTPC-10 tanggal 6
Agustus 2010 kepada Direktur Keuangan PT
Pelindo I, II, III , dan IV
Kondisi tersebut mengakibatkan penerimaan
PNBP dari kontribusi jasa pemanduan dan
penundaan termasuk denda atas keterlambatan
kekurangan pembayaran tersebut dari PT Pelindo
II ( Persero) Cabang Tanjung Priok dhi. PT JAI
Tanjung Priok belum diterima Kas Negara
masing-masing sebesar Rp4.229.435.503,71 dan
Rp393.643. 907,61
15
LHP No. 109/Pusat Kajian Akuntabilitas Keuangan Negara-BKD
3 Terdapat Kekurangan Penerimaan Jasa Barang
Sebesar Rp1.736.749.745,00 pada KSOP Kelas I
Banjarmasin
Hal ini terlihat sebagai berikut:
Berdasarkan hasil penelaahan atas Laporan
Penerimaan Jasa Barang Semester I TA 2015, LK3,
dan Register SPB terhadap kapal rute luar negeri
yang melakukan kegiatan bongkar muat di Perairan
Taboneo, diketahui terdapat jasa barang Ship to Ship
(STS) yang seharusnya dipungut sejak tanggal 26
Maret s.d 30 Juni 2015, namun belum
dipungut/belum diterbitkan nota tagihan sampai
dengan tanggal 16 Desember 2015 senilai
Rp1.736.749.745,00, dengan rincian:
Kondisi tersebut tidak sesuai dengan:
a. Lampiran Peraturan Pemerintah Nomor 11
Tahun 2015 tentang Jenis dan Tarif atas Jenis
Penerimaan Bukan Pajak yang berlaku pada
Kementerian Perhubungan,III.B Angka 2.b. yang
menyatakan bahwa jasa kegiatan alih muat antar
kapal adalah kegiatan alih muat muatan kapal
(Ship to Ship) tanpa melalui dermaga di dalam
dan / atau di luar daerah lingkungan kerja/daerah
lingkungan kepentingan pelabuhan di wilayah
perairan yang ditetapkan oleh pemerintah yang
berfungsi sebagai pelabuhan dengan tarif per ton
per m3 adalah 20% dari tarif jasa pelayanan
barang;
Kondisi tersebut mengakibatkan kekurangan
penerimaan atas Jasa Barang STS sebesar
Rp1.736.749.745,00.
BPK merekomendasikan
kepada Menteri
Perhubungan agar:
a. Memerintahkan Pe
tugas Operasional pada
Bidang Lala KSOP
Kelas 1 Banjarmasin
melakukan koordinasi
dengan Petugas
Kesyahbandaran pada
Bidang KPBB, terkait
pemungutan PNBP
jasa STS;
b. Memerintahkan
Kepala Bidang Lalu
Lintas Angkutan Laut
dan Kepelabuhanan,
serta Kepala Seksi
Lalu Lintas Angkutan
Laut dan Usaha
Pelabuhan untuk
meningkatkan
pengawasan dan
pengendalian atas
penerimaan PNBP;
dan
c. Menagih kekurangan
pembayaran Jasa
Barang STS sebesar
Rp1.736.749.745,00
dan menyetorkannya
ke Kas Negara .
Selanjutnya salinan
bukti setor
disampaikan kepada
BPK.
Untuk menyelesaikan
masalah tersebut, maka
Petugas Operasional pada
Bidang Lala KSOP Kelas 1
Banjarmasin harus me
lakukan koordinasi dengan
Petugas Kesyahbandaran
pada Bidang KPBB, terkait
pemungutan PNBP jasa
STS, serta Kepala KSOP
Kelas 1 Banjarmasin,
Kepala Bidang Lalu Lintas
Angkutan Laut dan
Kepelabuhanan, serta
Kepala Seksi Lalu Lintas
Angkutan Laut dan Usaha
Pelabuhan harus lebih
optimal dalam melakukan
pengawasan dan
pengendalian atas
penerimaan PNBP .
16
LHP No. 103/Pusat Kajian Akuntabilitas Keuangan Negara-BKD
KEGIATAN PEMBANGUNAN DAN PENGEMBANGAN PELABUHAN LAUT PADA
KEMENTERIAN PERHUBUNGAN DAN INSTANSI TERKAIT LAINNYA TAHUN
2010 S.D. 2014
Kajian yang disusun merupakan kajian yang dilakukan terhadap laporan hasil pemeriksaan
BPK RI atas Kinerja kegiatan pembangunan dan pengembangan pelabuhan laut pada
Kementerian Perhubungan dan instansi terkait lainnya tahun 2010 s/d 2014 yang dikeluarkan
pada semester 1 tahun 2016. Berdasarkan Hasil pemeriksaan BPK menyimpulkan bahwa
pengelolaan kegiatan pembangunan dan pengembangan pelabuhan laut pada Kementerian
Perhubungan belum sepenuhnya dilaksanakan secara efektif. Secara khusus Pemeriksaan
Kinerja bertujuan untuk menilai efektivitas terkait kegiatan pembangunan dan pengembangan
pelabuhan laut. Sasaran pemeriksaan pada tiga aspek kegiatan pelabuhan laut, yaitu (i)
perencanaan pembangunan dan pengembangan pelabuhan laut, (ii) pelaksanaan pembangunan
dan pengembangan pelabuhan laut, dan (iii) monitoring/evaluasi pembangunan dan
pengembangan pelabuhan laut. Sedangkan tujuan dari kajian adalah untuk menyediakan
informasi sebagai bahan tindaklanjut DPR atas LHP BPK sebagai pelaksanaan wewenang,
tugas dan fungsi pengawasan parlemen atas akuntabilitas administrasi keuangan negara.
Gambaran umum sebagai pelengkap dari kajian ini dapat dilihat sebagai berikut;
Alokasi Anggaran APBN Tahun 2010 s.d.2014
Dalam ribuan
No Tahun Anggaran
Belanja
Jumlah Belanja Belanja
Pegawai
Belanja
Barang
Belanja
modal
1 2010 Anggaran 737.609.233 1.218.724.124 2.666.682.643 4.623.016.000
Realisasi 668.774.058 1.043.963.999 2.334.078.619 4.046.816.676
2 2011 Anggaran 792.765.956 1.533.378.954 5.432.782.608 7.758.927.518
Realisasi 741.232.892 1.334.533.910 4.459.148.123 6.534.914.925
3 2012 Anggaran 831.863.377 1.822.891.485 8.908.229.642 11.562.984.504
Realisasi 802.179.352 1.544.442.998 7.649.616.865 9.996.239.215
4 2013 Anggaran 885.625.312 2.219.867.877 8.516.751.805 11.622.244.994
Realisasi 827.245.950 1.937.623.443 7.178.307.094 9.943.176.487
5 2014 Anggaran 933.911.084 2.685.574.362 6.000.464.143 9.619.949.589
Realisasi 845.936.607 2.326.803.109 4.557.512.072 7.730.251.788
6
2015
Anggaran 1.505.948.695 4.504.526.133 16.832.481.189 22.842.956.017
Realisasi *) 602.938.890 808.563.137 404.512.976 1.816.015.003
*)Realisasi sampai dengan 30 Juni 2015
17
LHP No. 103/Pusat Kajian Akuntabilitas Keuangan Negara-BKD
KUTIPAN & TELAAHAN HASIL PEMERIKSAAN BPK RI SEMESTER I TAHUN 2016
ATAS KINERJA KEGIATAN PEMBANGUNAN DAN PENGEMBANGAN PELABUHAN LAUT PADA
KEMENTERIAN PERHUBUNGAN DAN INSTANSI TERKAIT LAINNYA TAHUN 2010 S.D. 2014
TAHUN ANGGARAN 2015
NO. TEMUAN REKOMENDASI BPK HASIL TELAAHAN
Hasil Pemeriksaan atas Kinerja Kegiatan
Pembangunan Dan Pengembangan Pelabuhan
Laut Pada Kementerian Perhubungan Dan
Instansi Terkait Lainnya Tahun 2010 S.D. 2014
1 Tidak Terdapat Peraturan yang Mengatur
Jangka Waktu Penyelesaian Pembangunan
Hingga Siap Dioperasikan
Hal ini terlihat sebagai berikut:
Hasil penelusuran secara uji petik menunjukkan
bahwa terdapat pembangunan pelabuhan yang tidak
dilakukan secara berturut-turut tahun anggarannya,
antara lain:
a. Pembangunan Fasilitas pelabuhan (Faspel)
Telaga Biru di Kabupaten Bangkalan, Jawa
Timur, Pelabuhan dibangun pada tahun 2011 s.d
2013, namun terhenti pada tahun 2014;
b. Pembangunan Faspel Tanjung Wangi di
Kabupaten Banyuwangi, dimulai pada tahun
2011, namun dihentikan pada tahun 2013;
c. Pembangunan Faspel Laut Tanjung Api-Api di
Sumatera Selatan, pembangunan tahap pertama
telah dilaksanakan pada Tahun Anggaran 2013
dan mendapatkan anggaran pada tahun 2015,
namun pada tahun 2014 tidak ada kegiatan
lanjutan pembangunan;
d. Pembangunan Faspel Laut Serasan di Kepulauan
Natuna, terdapat pembangunan pada tahun 2011,
terhenti pada tahun 2012 dan 2013, dan
dilanjutkan kegiatan pembangunannya pada
tahun 2015; dan
e. Pembangunan Faspel Tanjung Tiram di Sumatera
Utara, terdapat pembangunan tahap pertama
yang dimulai pada tahun 2010, terhenti pada
tahun 2011, dan kegiatan pembangunan
dilanjutkan kembali pada tahun 2012.
Kondisi tersebut tidak sesuai dengan:
a. Pernyataan Kesepahaman atas Kriteria antara
BPK dengan Direktorat Pelabuhan dan
Pengerukan Ditjen Perhubungan Laut pada
Kriteria 1.1.2 Terdapat peraturan yang mengatur
jangka waktu penyelesaian pembangunan hingga
siap dioperasikan.
Kondisi tersebut mengakibatkan:
a. Potensi kerugian negara karena pengeluaran
belanja modal tidak dapat dimanfaatkan;
b. Potensi berkurangnya kualitas bangunan atau
bahan bangunan yang belum digunakan
BPK merekomendasikan
Menteri Perhubungan agar
memerintahkan Direktur
.lenderal Perhubungan Laut
untuk menyusun atau
merevisi regulasi yang
mengatur tentang batas
jangka waktu penyelesaian
pembangunan fasilitas
pelabuhan hingga siap
dioperasikan.
Untuk menyelesaikan
masalah tersebut maka harus
adanya aturan yang
mengatur penyelesaian
pembangunan dari awal
hingga beroperasinya
pelabuhan, serta Kesalahan
perencanaan harus
menggunakan proyeksi
pembangunan pelabuhan.
18
LHP No. 103/Pusat Kajian Akuntabilitas Keuangan Negara-BKD
2 Belum Terdapat Peraturan-Perundangan yang
Menjabarkan Sanksi yang Tegas Terkait
Pelanggaran Perencanaan Pembangunan Fasilitas
Pelabuhan
Hal ini terlihat sebagai berikut:
a. Belum ada ketentuan dalam peraturan
perundang-undangan yang menjabarkan tentang
sanksi yang mengikat kepada pihak-pihak yang
terkait dengan proses penyusunan dokumen
perencanaan pembangunan dan pengembangan
pelabuhan;
b. Terdapat pekerjaan pembangunan pelabuhan
yang tidak didukung dengan dokumen
perencanaan yang memadai namun masih bisa
dilanjutkan kegiatan pembangunannya.
Kondisi tersebut tidak sesuai dengan:
a. Pernyataan Kesepahaman atas Kriteria antara
BPK dengan Direktorat Pelabuhan dan
Pengerukan Ditjen Perhubungan Laut pada
Kriteria 1.1.5 Terdapat peraturan perundangan
yang menjabarkan sanksi yang tegas terkait
pelanggaran perencanaan pembangunan fasilitas
pelabuhan
Kondisi tersebut mengakibatkan:
a. Pihak-pihak yang terkait dalam pembangunan
fasilitas pelabuhan tidak memprioritaskan
penyelesaian penyusunan dokumen perencanaan;
b. Potensi terhambatnya kegiatan pembangunan dan
pengembangan pelabuhan;
c. Potensi tidak dapat diselesaikan pembangunan
pelabuhan (mangkrak);
BPK merekomendasikan
Menteri Perhubungan agar
memerintahkan Direktur
Jenderal Perhubungan Laut
untuk menyusun atau
merevisi regulasi yang
mengatur tentang sanksi
tegas yang mengikat bagi
pihak-pihak yang melakukan
pelanggaran dalam
penyusunan suatu dokumen
perencanaan pembangunan
dan pengembangan
pelabuhan serta pihak yang
bertanggung jawab atas
penyelesaian pekerjaan
pembangunan dan
pengembangan pelabuhan.
Untuk menyelesaikan
masalah tersebut maka
Direktur Jenderal
Perhubungan Laut harus
segera menyusun
peraturan/regulasi yang
mengatur sanksi tegas yang
mengikat pihak-pihak yang
bertanggung jawab atas
penyusunan suatu dokumen
perencanaan pembangunan
dan pengembangan
pelabuhan serta pihak yang
bertanggungjawab atas
penyelesaian pekerjaan
pembangunan dan
pengembangan pelabuhan.
3 Belum Terdapat Basis Data Pelabuhan yang Sah
dan Mutakhir Sebagai Bahan Pertimbangan
Dalam Perencanaan Pembangunan Fasilitas
Pelabuhan
Hal ini terlihat sebagai berikut:
a. Basis data Pelabuhan Belum Disusun
Berdasarkan Data/Kondisi yang Sebenarnya
1) Jumlah data pelabuhan yang tercakup dalam
sistem hanya meliputi 1235 pelabuhan.
Dengan demikian masih terdapat lima data
pelabuhan yang belum tercakup dalam
sistem informasi pelabuhan ini
2) Penelusuran atas data pelabuhan,
menunjukkan bahwa data yang telah diinput
sebagian besar adalah data umum pelabuhan,
sedangkan data lainnya sebagian besar
masih kosong, antara lain data mengenai
fasilitas pelabuhan, fasilitas terminal,
fasilitas wilayah kerja, dokumen
perencanaan, layanan pemanduan,
operasional pelabuhan;
3) Data dokumen perencanaan yang dimiliki
oleh pelabuhan rata-rata masih kosong;
4) Sistem informasi juga belum
mengakomodasi penyusunan informasi basis
BPK merekomendasikan
Menteri Perhubungan agar:
a. Menyusun basis data
kepelabuhanan yang
akurat dan terkini
terutama terkait
dokumen perencanaan,
pelaksanaan pemba
ngunan, dan pengo
perasian pelabuhan, serta
aset-aset yang dimiliki
oleh tiap pelabuhan;
b. Memerintahkan penye
lenggaraan pelabuhan
untuk mengirimkan
laporan data termutakhir
atas pelabuhan dan
wilayah kerja yang
berada di bawah
kewenangannya;
c. Mengusulkan
pembentukan satuan
kerja yang secara khusus
bertanggung jawab atas
sistem informasi
Untuk menyelesaikan
masalah tersebut maka harus
adanya upaya yang
maksimal dari pihak
Direktur Pelabuhan dan
Pengerukan untuk
memutakhirkan data Sistem
Informasi Pelabuhan, dan
Kepala OP/KSOPAJPP
harus mengirimkan laporan
data termutakhir atas
pelabuhan dan wilayah kerja
yang berada di bawah
kewenangannya. Serta
adanya satuan kerja
tersendiri yang secara
khusus bertanggungjawab
atas sistem informasi
pelabuhan.
19
LHP No. 103/Pusat Kajian Akuntabilitas Keuangan Negara-BKD
data dokumen perencanaan berdasarkan
masing-masing kategori (praFS, FS, RIP,
Amdal, SID, danDED), sehingga dari basis
data tersebut belum dapat diakses informasi
jumlah pelabuhan yang telah raemiliki
dokumen pra FS, FS, RIP, Amdal, SID, dan
DED;
b. Basis data Belum Dilakukan Pemutakhiran/
Terbarukan/Terkini
1) Informasi data dokumen RIP yang disajikan
oleh Subdirektorat Pengembangan
Pelabuhan berbeda dengan data dokumen
RIP yang disajikan oleh Subdirektorat
Perancangan Fasilitas Pelabuhan.
2) Informasi data dokumen perencanaan yang
disajikan oleh Subdirektorat Perancangan
Fasilitas Pelabuhan belum termutakhirkan.
Hal ini dapat dilihat dari data dokumen FS
yang disajikan hanya ada dua, sedangkan
dalam uji petik diketahui terdapat pelabuhan
lain yang telah didukung dokumen FS,
antara lain Pelabuhan Pangandaran dan
Palabuhan Ratu di Jawa Barat, Pelabuhan
Pulau Kambuno, Munte dan Kepulauan
Tanakeke di Sulawesi Selatan.
Kondisi tersebut tidak sesuai dengan:
a. Undang-undangNomor 17 Tahun 2008 tentang
Pelayaran, pada:
1) Pasal 270 huruf b
2) Pasal 272 ayat (2)
b. Pemyataan Kesepahaman atas Kriteria antara
BPK dengan Direktorat Pelabuhan dan
Pengerukan Ditjen Perhubungan Laut pada:
1) Kriteria 1.2 Terdapat basis data pelabuhan
yang valid dan update sebagai bahan
pertimbangan dalam perencanaan
pembangunan fasilitas pelabuhan;
2) Kriteria 1.2.1 Basis data pelabuhan disusun
berdasarkan data yang benar/kondisi
sebenarnya;
3) Kriteria 1.2.2 Basis data dilakukan
pemutakhiran/terbarukan/terkini.
Kondisi tersebut mengakibatkan:
a. Perencanaan atas pembangunan dan
pengembangan pelabuhan tidak mendapatkan
data informasi yang akurat;
b. Potensi kesalahan dalam pengambilan keputusan
perencanaan pembangunan dan pengembangan
pelabuhan;
c. Meningkatnya potensi basis data yang telah
dimiliki oleh Kementerian Perhubungan yaitu
Sinfopel (sistem informasi pelabuhan) tidak
digunakan.
pelabuhan.
20
LHP No. 103/Pusat Kajian Akuntabilitas Keuangan Negara-BKD
4 Rencana Induk Pelabuhan Nasional (RIPN)
Belum Menjadi Rencana Induk yang
Komprehensif
Berdasarkan Hasil analisis perbandingan dan
konfirmasi atas data pelabuhan yang tercantum dalam
RIPN dengan data pembangunan/pengembangan
pelabuhan pada kurun waktu tahun 2010 - 2014
dengan Subdirektorat Perancangan Fasilitas
Pelabuhan, terdapat minimal 29 pelabuhan yang
belum tercantum dalam RIPN namun telah
dilaksanakan pembangunannya
RIPN belum mencakup semua pelabuhan dibawah
kementerian yang terkait dengan kepelabuhan antara
Iain: KKP, Pariwisata, Lingkungan Hidup,
Perindustrian, Pertambangan dan Perdagangan.
Berdasarkan hasil wawancara dengan Bagian Hukum
Ditjen Hubla mengenai penetapan RIPN, diakui
bahwa RIPN memang hanya mengatur tentang
pelabuhan umum. Hal ini disebabkan karena
Kementerian Perikanan menganggap pelabuhan
perikanan sebagai pelabuhan mereka sendiri, hal ini
juga didukung dengan adanya Undang-Undang
Nomor 31 Tahun 2013 tentang perikanan yang
mengatur juga hal terkait pelabuhan perikanan.
Kondisi tersebut tidak sesuai dengan:
a. Pernyataan Kesepahaman atas Kriteria antara
BPK dengan Direktorat Pelabuhan dan
Pengerukan Ditjen Perhubungan Laut pada;
1) Kriteria 1.3.3 RIPN merupakan rencana
induk yang komprehensif;
2) Kriteria 1.3.3.1 RIPN mencakup pelabuhan
yang akan/sedang/telah dibangun;
3) Kriteria 1.3.3.2 RIPN mencakup semua
pelabuhan di bawah kementerian yang
terkait dengan kepelabuhanan antara lain:
KKP, Pariwisata, Lingkungan Hidup,
Perindustrian, Pertambangan dan
Perdagangan.
Kondisi tersebut mengakibatkan:
a. Potensi tumpang tindihnya pelabuhan laut
dengan pelabuhan lainnya;
b. Potensi mengganggu keselamatan pelayaran.
BPK merekomendasikan
Menteri Perhubungan untuk
merevisi Rencana Induk
Pelabuhan Nasional yang
komprehensif dan
terintegrasi yang mencakup
seluruh pelabuhan yang
akan/sedang/telah dibangun,
dan meliputi seluruh
pelabuhan di wilayah
Indonesia.
Untuk menyelesaikan
masalah tersebut maka RIPN
harus disusun secara
terintegrasi dan
komprehensif secara
nasional, serta harus adanya
koordinasi antar
kementerian terkait
penyusunan RIPN.
5 Pembangunan Fisik Pelabuhan Tidak Sesuai
dengan Surat Perjanjian (Kontrak) dan
Perubahannya
Hal ini terlihat sebagai berikut:
a. Terdapat 13 paket pekerjaan dengan total nilai
kontrak Rp182.184.049.000,00 yang terindikasi
kurang volume senilai Rp3.396.668.265,17,
dengan persentase sebesar 1,86% dari jumlah
paket atau sebesar 0,30% dari nilai total
pekerjaan. (Rincian pada Lampiran 1).
b. Terdapat dua paket pekerjaan dengan total nilai
kontrak Rp55.422.276.000,00 yang terindikasi
BPK merekomendasikan
Menteri Perhubungan agar:
a. Memerintahkan KPA
terkait untuk menye
torkan kelebihan pem
bayaran total sebesar
Rp3.747.895.752,21
(Kelebihan pembayaran
atas kekurangan volume
pekerjaan sebesar Rp3.
396.668.265,17 + Kele
bihan pembayaran atas
Untuk menyelesaikan
masalah tersebut, maka :
a. KPA pada satker terkait
harus optimal
melakukan pengawasan
atas pelaksanaan
pekerjaan yang menjadi
tanggung jawabnya;
b. PPK pada satker terkait
harus lebih cermat
dalam mengendalikan
pelaksanaan pekerjaan
oleh penyedia barang/
jasa;
21
LHP No. 103/Pusat Kajian Akuntabilitas Keuangan Negara-BKD
kelebihan perhitungan senilai Rp351.227.487,04,
dengan persentase sebesar 0,63% dari jumlah
paket atau sebesar 0,03% dari nilai total
pekerjaan. (Rincian pada Lampiran 2).
c. Terdapat 22 paket pekerjaan dengan total nilai
kontrak Rp478.296.694.000,00 dengan
persentase sebesar 41,74% dari nilai total
pekerjaan yang menunjukkan indikasi
kekurangan mutu/tidak sesuai dengan kualitas
beton yang dipersyaratkan dalam kontrak.
(Rincian pada Lampiran 3)
d. Permasalahan kekurangan volume, kelebihan
perhitungan, dan ketidaksesuaian kualitas beton
tersebut menunjukan kurang memadainya proses
pelaksanaan pembangunan dan pengembangan
fasilitas pelabuhan jika dibandingkan dengan
perencanaan pembangunan yang telah tercantum
pada kontrak.
Kondisi tersebut tidak sesuai dengan:
a. Pernyataan Kesepahaman atas Kriteria antara
BPK dengan Direktorat Pelabuhan dan
Pengerukan Ditjen Perhubungan Laut pada
Kriteria 2.3 Pembangunan Fisik Pelabuhan Telah
Sesuai dengan Surat Perjanjian (Kontrak) dan
Perubahannya.
b. Peraturan Presiden R1 Nomor 70 Tahun 2012
tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Presiden
Nomor 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan
Barang/Jasa Pemerintah, pada:
1) Pasal 11 ayat (1)
2) Pasal 89 ayat (4)
3) Pasal 95 ayat (3) dan (4)
4) Lampiran III Pekerjaan Konstruksi huruf
C.2.i.l).c)
c. Lampiran Keputusan Menteri Perhubungan(KM)
Nomor 31 Tahun 2006 tentang Pedoman dan
Proses Perencanaan di Lingkungan Kementerian
Perhubungan, Bab III Dokumen Perencanaan,
poinD: Rencana Teknis Pengembangan
Perhubungan (RTPP).
d. Kontrak masing-masing pekerjaan.
Kondisi tersebut mengakibatkan:
a. Tujuan peruntukan pelabuhan sebagaimana
tercantum dalam dokumen SID berpotensi tidak
tercapai;
b. Kelebihan pembayaran atas kekurangan volume
pekerjaan sebesar Rp3.396. 668.265,17;
c. Kelebihan pembayaran atas kelebihan
perhitungan pekerjaan sebesar Rp351.
227.487,04;
kelebihan perhitungan
pekerjaan sebesar
Rp351.227.487,04);
b. Memerintahkan KPA
terkait untuk
berkordinasi dan
meminta advis kepada
direktorat yang
kompeten sehubungan
dengan kualitas beton
yang dibawah spesifikasi
yang dipersyaratkan
daiam kontrak;
c. Memberikan sanksi
sesuai ketentuan yang
berlaku kepada:
1) KPA pada satker
terkait yang kurang
optimal melakukan
pengawasan atas
pelaksanaan
pekerjaan yang
menjadi tanggung
jawabnya;
2) PPK pada satker
terkait yang kurang
cermat dalam
mengendalikan
pelaksanaan
pekerjaan oleh
penyedia
barang/jasa;
d. Memerintahkan KPA
untuk memberikan
sanksi sesuai ketentuan
yang berlaku kepada
PPHP pada pekerjaan
terkait yang lalai dalam
memeriksa dan
menerima hasil
pekerjaan yang menjadi
tanggung jawabnya.
c. Panitia Penerima Hasil
Pekerjaan (PPHP) pada
pekerjaan terkait harus
teliti dalam memeriksa
dan menerima hasil
pekerjaan yang menjadi
tanggung jawabnya
22
LHP No. 103/Pusat Kajian Akuntabilitas Keuangan Negara-BKD
Lampiran 1
Lampiran 2
23
LHP No. 103/Pusat Kajian Akuntabilitas Keuangan Negara-BKD
Lampiran 3
24
GAMBARAN UMUM
KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM & PERUMAHAN RAKYAT
ajian yang disusun merupakan kajian yang dilakukan terhadap laporan hasil
pemeriksaan BPK RI atas laporan keuangan, laporan kinerja dan pemeriksaan dengan
tujuan tertentu yang disusun oleh Kementerian/Lembaga Pemerintah Pusat tahun
2015 yang dikeluarkan pada semester 1 tahun 2016. Secara khusus kajian ini dilakukan
terhadap Laporan Keuangan Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat.
Sedangkan tujuan dari kajian adalah untuk menyediakan informasi sebagai bahan tindaklanjut
DPR atas LHP BPK sebagai pelaksanaan wewenang, tugas dan fungsi pengawasan parlemen
atas akuntabilitas administrasi keuangan negara.
Gambaran umum sebagai pelengkap dari kajian ini dapat dilihat sebagai berikut:
Opini BPK
Laporan Realisasi Anggaran (LRA)
Kondisi Aset dalam Neraca 2015 (Audited)
K
OPINI BPK RI
2014
WTP-DPP
2015
WDP
LRAAnggaran
119.676.979.684.000
Realisasi
109.454.332.938.82691%
Aset Lancar
• 7.805.412.528.045
Aset Tetap
• 658.079.829.408.872
Aset Lainnya
• 146.640.214.168.595
LHP No.23/Pusat Kajian Akuntabilitas Keuangan Negara-BKD 25
KUTIPAN DAN TELAAHAN HASIL PEMERIKSAAN BPK RI SEMESTER I TAHUN 2016
ATAS LAPORAN KEUANGAN KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM & PERUMAHAN RAKYAT
TAHUN ANGGARAN 2015
NO TEMUAN REKOMENDASI BPK HASIL TELAAHAN
Hasil Pemeriksaan Atas Sistem
Pengendalian Intern
1. Piutang pada Badan Layanan Umum
Bidang Pendanaan Sekretariat Badan
Pengatur Jalan Tol (BLU-BP set BPJP)
Berpotensi Tidak Tertagih
Neraca Bagian Anggaran (BA) 033 pada
Satuan Kerja (Satker) Badan Layanan
Umum Bidang Pendanaan Sekretariat Badan
Pengatur Jalan Tol (BLU- BP Set BPJT)
Tahun Anggaran (TA) 2015 mencatat saldo
Piutang dari Kegiatan Operasional BLU
senilai Rp544.819.482.901,00 dengan
rincian piutang nilai tambah (bunga) Badan
Usaha Jalan Tol (BUJT)
Rp414.587.980.834,00 dan piutang denda
nilai tambah BUJT senilai
Rp130.231.502.067,00
Berdasarkan hasil pemeriksaan dan
konfirmasi kepada BLU diketahui terdapat
satu (1) BUJT yaitu PT. Trans Lingkar Kita
Jaya (PT. TLKJ) yang tidak menyetujui
perhitungan nilai tambah dan denda nilai
tambah sesuai dengan yang disajikan di
Neraca. BLU telah mengirim surat
konfirmasi piutang nilai tambah dan denda
nilai tambah pada PT. TLKJ dan telah
dijawab oleh PT. TLKJ dengan surat nomor
D1-015-EB/0216 tanggal 17 Februari 2016.
Uraian Berdasar
Perhitungan BLU Berdasar
Perhitungan PT. TLKJ
Selisih
Nilai Tambah
Hingga 31 Desember 2015 Pembayaran Hingga 31 Des 2015 Sisa Saldo Piutang NIlai Tambah
‘
177.902.076.578
48.132.219.812
129.769.856.767
78.423.368.648
48.132.219.812
30.291.148.836
99.478.707.930
-
99.478.707.930
Denda Nilai
Tambah
56.445.333.184 - 56.445.333.184
Kondisi tersebut tidak sesuai dengan:
a. Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun
2010 tentang Standar Akuntansi
Pemerintah Lampiran I Kerangka
Konseptual Akuntansi Pemerintahan
Berbasis Akrual Paragraf 91
b. Akta Perjanjian Layanan Dana
BPK RI merekomendasikan
kepada Menteri Pekerjaan
Umum dan Perumahan Rakyat
agar menginstruksikan Kepala
Satker BLU BP Set BPJT untuk
mengungkapkan potensi tidak
tertagihnya piutang nilai tambah
dalam Laporan Keuangan dan
mengambil langkah-langkah
penyelesaian untuk menghindari
potensi tidak tertagihnya
piutang nilai tambah tersebut.
Untuk menyelesaikan masalah
tersebut, maka Kementerian PU-PR
harus:
a. Menginstrusikan Kepala
Satker BLU-BP Set BPJT
untuk mengungkapkan
potensi tidak tertagihnya
piutang nilai tambah dalam
laporan keuangan.
b. Mengambil langkah
penyelesaian atas perbedaan
perhitungan untuk
menghindari potensi tidak
tertagihnya piutang
c. Lebih cermat dalam
mengantisipasi adanya
potensi tidak tertagihnya
piutang nilai tambah
LHP No.23/Pusat Kajian Akuntabilitas Keuangan Negara-BKD 26
NO TEMUAN REKOMENDASI BPK HASIL TELAAHAN
Bergulir No 02 Tanggal 5 Januari 2010
Pasal 6 Tentang Masa Pembebanan
Nilai Tambah dan Besarnya Nilai
Tambah Pinjaman
Hal tersebut mengakibatkan potensi
hilangnya penerimaan negara berupa
nilai tambah dan denda nilai tambah
sebesar Rp186.215.189.950
2. Nilai Transfer Masuk dan Transfer
Keluar atas Aset Tetap pada Satker
Likuidasi Direktorat Cipta Karya Ke
Satker Penerima Tidak Sama.
Hal ini terlihat sebagai berikut :
a. Hasil penelusuran secara uji petik pada
tiga satuan yang terlikuidasi di
lingkungan Direktorat Cipta Karya atas
data SIMAK BMN Eselon 1 diketahui
terdapat perbedaan mutasi transfer
keluar dan transfer masuk atas nilai
Aset sebesar Rp38.592.735.672,00
b. Hasil pemeriksaan atas laporan
penutup dan laporan likuidasi pada
satker PBL sulbar diketahui sbb:
1) Perbedaan mutasi akun gedung
dan bangunan sebesar
Rp6.399.653.000,00
2) Perbedaan mutasi akun Jalan,
Jaringan dan Irigasi sebesar
Rp3.890.468.800,00
3) Adanya perbedaan nilai asset
tetap lainnya yang disajikan
antara laporan penutup dari
laporan likuidasi dengan nilai
transfer masuk dan keluar pada
SIMAK BMN Eselon 1
Direktorat Cipta Karya.
Kondisi tersebut tidak sesuai dengan:
a. Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun
2010 tentang Standar Akuntansi
Pemerintah Lampiran I,01 Kerangka
konseptual Akuntansi Konseptual
Paragraf 38
b. PMK Nomor 272/PMK.05/2014
tanggal 31 Desember 2014 tentang
Pelaksanaan Likuidasi Entitas
Akuntansi dan Entitas Pelaporan pada
Kementerian/Lembaga;
1) Pasal 13 ayat (1)
2) Pasal 13 ayat (2)
3) Pasal 13 ayat (3)
4) Pasal 13 ayat (4)
5) Pasal 23 ayat (2)
BPK RI merekomendasikan
kepada Menteri Pekerjaan
Umum dan Perumahan Rakyat
agar menginstruksikan kepada
Sekretaris Jenderal dan Direktur
Jenderal Cipta Karya untuk
melakukan koordinasi dengan
satker terkait dan melakukan
koreksi transfer keluar dan
masuk pada SIMAK BMN.
Untuk menyelesaikan masalah
tersebut Kementerian PU-PR harus:
a. Meningkatkan koordinasi
antara Sekretaris Jenderal
dengan Direktur Jenderal Cipta
Karya dan satker terkait serta
melakukan koreksi transfer
keluar dan masuk pada SIMAK
BMN
b. Mengoptimalkan rekonsiliasi
data SIMAK BMN antara
Bagian Umum Sesditjen
Direktorat Cipta Karya selaku
Unit Akuntansi Pembantu
Pengguna Anggaran-Eselon 1
(UAPPB-E1) dengan Satker
Likuidasi dan satker Penerima
Aset Likuidasi Lebih cermat
dalam menyusun laporan
SIMAK BMN.
LHP No.23/Pusat Kajian Akuntabilitas Keuangan Negara-BKD 27
NO TEMUAN REKOMENDASI BPK HASIL TELAAHAN
6) Pasal 26 ayat (1)
7) Pasal 31 ayat (1)
Kondisi tersebut mengakibatkan:
a. Kurang saji Aset Tetap Lainnya pada
satker PBL Sulbar sebesar
Rp1.912.083.000,00
b. Potensi lebih saji Aset Tetap pada
satker PAM Sulut sebesar
Rp146.400.000,00
c. Potensi lebih saji Aset Tetap pada
satker Bangkim Papua Barat sebesar
Rp28.156.213.272,00
3. Aset Tetap Eks Kementerian Perumahan
Rakyat Sebesar Rp5.571.208.773 Belum
Dilakukan Pendataan
Hal ini terlihat sebagai berikut :
a. Penggabungan nilai aset Kemenpera ke
Kementerian PUPR tidak didahului
dengan inventarisasi aset untuk
meyakinkan kepemilikan dan
keberadaan aset.
b. Asset tetap dan asset lain lain yang
masing-masing sebesar Rp5.459.883.
031.003 dan Rp111.325.742.347 belum
dapat diyakini keberadaannya karena
tidak adanya inventarisasi aset pada saat
penggabungan nilai asset Kemenpera ke
Kementerian PUPR
c. Terhadap nilai persediaan, telah
dilakukan stock opname pada posisi per
31 Desember 2015, namun demikian
masih terdapat persediaan sebesar
Rp425.004.965.671,00. Selanjutnya
diketahui pula bahwa tidak diperoleh
hasil pendataan aset tetap oleh satker
yang akan dilikuidasi pada Kementerian
Perumahan Rakyat. Aset tetap tersebut
termasuk didalamnya adalah Aset Tetap
Dalam Renovasi sebesar
Rp13.541.429.816,00 yang tidak
diketahui keberadaannya
Kondisi tersebut tidak sesuai dengan:
a. Peraturan Pemerintah Nomor 27 tahun
2014 tentang Pengelolaan Barang Milik
Negara/Daerah;
1) Pasal 6 ayat (2)
2) Pasal 42 ayat (1) dan ayat (2)
3) Pasal 84
4) Pasal 92
5) Pasal 94
b. PMK RI No. 272/PMK.05/2014 Tentang
Pelaksanaan Likuidasi Entitas Akuntansi
BPK RI merekomendasikan
kepada Menteri Pekerjaan
Umum dan Perumahan Rakyat
agar menginstruksikan Direktur
Jenderal Penyediaan Perumahan
untuk melakukan inventarisasi
aset guna meyakinkan
kepemilikan dan keberadaan
aset yang berasal dari transfer
masuk eks Kementerian
Perumahan Rakyat.
Untuk menyelesaikan masalah
tersebut Kementerian PU-PR harus:
1. Melakukan pencatatan dan
inventarisasi asset untuk
meyakinkan kepemilikan dan
keberadaan asset yang berasal
dari eks Kementerian
Perumahan Rakyat.
2. Melakukan uji tuntas (due
diligence) oleh Dirjen
Penyediaan Perumahan selaku
penanggungjawab likuidasi
untuk Kementerian Perumahan
Rakyat untuk melihat
kendala/hambatan dari aspek
penyajian laporan keuangan.
LHP No.23/Pusat Kajian Akuntabilitas Keuangan Negara-BKD 28
NO TEMUAN REKOMENDASI BPK HASIL TELAAHAN
dan Entitas Pelaporan pada Kementerian
Negara/Lembaga pada Pasal 21 ayat (4)
dan (5)
c. Lampiran Surat Menteri Keuangan
Nomor : S-17/MK.6/2015 tanggal 26
Januari 2015 tentang Pedoman Langkah-
langkah Pengalihan Barang Milik
Negara (BMN) sebagai Tindak Lanjut
atas Perubahan Nomenklatur
Kementerian/Lembaga (K/L)
Hal tersebut mengakibatkan transfer
masuk asset tetap dari eks Kementerian
Perumahan Rakyat senilai
Rp5.571.208.773.350 belum dapat
diyakini keberadaannya
Hasil Pemeriksaan Atas Kepatuhan
Terhadap Perundang-Undangan
1. Pendapatan pada Satuan Kerja Balai
Pendidikan dan Pelatihan IV dan Balai
Pelaksanaan Jalan Nasional IX
Digunakan Langsung, Seluruhnya
Sebesar Rp3.684.168.306,00
Permasalahan tersebut terlihat pada beberapa
permasalahan berikut, antara lain :
a. Pendapatan atas Penyelenggaraan
Pendidikan dan Pelatihan pada Balai
Pendidikan dan Pelatihan IV Bandung
digunakan langsung sebesar
Rp3.253.204.306,00.
Berdasarkan pemeriksaan pada
pembukuan Bendahara Penerima dan
rekening korannya selama Tahun 2015
diketahui terdapat pendapatan dari
pelayanan jasa sebesar
Rp3.820.520.807,00. Dari pendapatan
tersebut yang telah disetor ke Kas
Negara sebesar Rp567.316.501,00 dan
sisanya sebesar Rp3.253.204.306,00
digunakan langsung untuk
membiayai pengeluaran-pengeluaran
diluar mekanisme APBN
b. Pendapatan atas Jasa Pengujian
Laboratorium Balai Pelaksanaan Jalan
Nasional IX Maluku dan Maluku Utara
Digunakan Langsung Sebesar Rp
430.964.000,00
Berdasarkan hasil pengujian dokumen
dan konfirmasi dengan Kepala Seksi
Pengendalian Sistem Pelaksanaan
Pengujian dan Peralatan selaku Manajer
Teknis diperoleh informasi bahwa
selama Tahun 2015 telah memperoleh
BPK RI merekomendasikan
Menteri Pekerjaan Umum dan
Perumahan Rakyat untuk
menginstruksikan Kepala
BPSDM dan Dirjen Bina Marga
untuk memberikan teguran dan
memerintahkan Kepala Balai
Diklat IV Bandung dan Kepala
BPJN IX untuk segera
menyetorkan setiap penerimaan
PNBP secara langsung ke Kas
Negara dan menganggarkan
belanja untuk pengeluaran
operasional kegiatan sesuai
ketentuan yang berlaku
Untuk memperbaiki permasalahan
tersebut, maka Kepala Balai Diklat
IV Bandung dan Kepala BPJN IX
Maluku dan Maluku Utara selaku
Kuasa Pengguna anggaran harus
melaksanakan tugas dan
tanggungjawabnya secara maksimal
sehubungan dengan pengenaan dan
pengelolaan pendapatan pada
satuan kerjanya.
LHP No.23/Pusat Kajian Akuntabilitas Keuangan Negara-BKD 29
NO TEMUAN REKOMENDASI BPK HASIL TELAAHAN
penerimaan dari hasil pengujian alat-alat
laboratorium sebesar Rp551.355.000,00.
Penerimaan dari hasil pengujian yang
disetor ke Kas Negara pada Tahun 2015
sebesar Rp65.196.000,00, selanjutnya
pada tanggal 15 Januari 2016, dilakukan
penyetoran kembali ke Kas Negara
sebesar Rp55.195.000,00 sehingga yang
telah disetorkan sebesar Rp120.391.
000,00. Hasil biaya pengujian sebesar
Rp430.964.000,00 digunakan untuk
pembelian alat tulis kantor, keperluan
sehari-hari pegawai dan bahan-bahan
laboratorium. Hal ini terjadi karena
dalam DIPA Tahun 2015 tidak
dianggarkan biaya operasional
laboratorium
Kondisi tersebut tidak sesuai dengan:
a. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004
tanggal 14 Januari 2004 tentang
Perbendaharaan Negara, yaitu :
1) Pasal 16 ayat (2)
2) Pasal 16 ayat (3)
b. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 1997
tentang PNBP pada pasal 2 ayat (3)
c. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun
2012 tentang Jenis dan Tarif atas Jenis
Penerimaan Negara Bukan Pajak Yang
Berlaku Pada Kementerian Pekerjaan
Umum, yaitu :
1) Pasal 4
2) Pasal 6
Hal tersebut mengakibatkan pendapatan
dan belanja pada LRA TA 2015 pada
Balai Diklat IV Bandung dan BPJN IX
tidak menggambarkan kondisi yang
sebenarnya sebesar Rp3.684.168.306,00
dan berpotensi untuk disalahgunakan
2 Belanja Jasa pada Lima Satuan Kerja
Dilaksanakan Tidak Sesuai Ketentuan
Sehingga Terdapat Kelebihan
Pembayaran Sebesar Rp3.194.596.745,10
Permasalahan tersebut dapat terlihat pada
beberapa hal berikut, antara lain :
a. Satuan Kerja Direktorat Bina
Kompetesnsi dan Produktivitas
Konstruksi Direktorat Jenderal Bina
Konstruksi.
1) Pada pekerjaan Manajemen
Pengendalian Pelatihan terdapat
belanja paket meeting (fullboard)
dengan bukti pembayaran yang
BPK RI merekomendasikan
Menteri Pekerjaan Umum dan
Perumahan Rakyat untuk
menginstruksikan kepada
Sekretaris Jenderal, Dirjen Bina
Konstruksi, Dirjen Cipta Karya
dan Dirjen Bina Marga agar:
a. Memerintahkan Kepala
Satuan Kerja bersangkutan
supaya mempertanggung
jawabkan kelebihan
pembayaran tersebut,
dengan menyetorkan
sebesar Rp2.466.867.345,10
Untuk memperbaiki permasalahan
tersebut, maka Kepala Satuan Kerja
selaku Kuasa Pengguna Anggaran
harus lebih optimal dalam
melaksanakan pengawasan dan
pengendalian pekerjaan. Selain itu,
Pejabat Pembuat Komitmen,
Kelompok Kerja/Panitia Pengadaan
dan Panitia Penerima Hasil
Pekerjaan, serta Penyedia Jasa juga
harus segera melaksanakan tugas
dan kewajibannya
LHP No.23/Pusat Kajian Akuntabilitas Keuangan Negara-BKD 30
NO TEMUAN REKOMENDASI BPK HASIL TELAAHAN
dipertanggungjawabkan sebesar
Rp91.900.000,00 namun
berdasarkan hasil pemeriksaan,
biaya yang riil dibayarkan sebesar
Rp23.270.000,00 sehingga terjadi
kelebihan pembayaran sebesar
Rp68.630.000,00. Terdapat juga
pembayaran uang harian dan
transport untuk peserta yang
melebihi atau tidak sesuai dengan
SBU TA 2015 sebesar
Rp34.075.000,00.
2) Pada pertanggungjawaban biaya
survey konsultan dhi PT CNC,
terdapat bukti pertanggungjawaban
pelaksanaan survey yang berupa
tiket pesawat dan boarding pass
dengan maskapai GI untuk tujuh
surveyor (14 penerbangan pulang
pergi) tidak sesuai dengan hasil
konfirmasi kepada maskapai yang
bersangkutan sebesar Rp48.793.
800,00.
3) Pertanggungjawaban biaya
pelaksanaan workshop oleh
konsultan, dhi PT SMD, pada
Pekerjaan Manajemen
Pengendalian Pelatihan Konstruksi
tidak sesuai kondisi sebenarnya
sebesar Rp51.700.000,00.
b. Satuan Kerja Pengembangan Kawasan
Permukiman dan Penataan Bangunan
dan Pengembangan Infrastruktur
Permukiman di Provinsi Jawa Timur
Direktorat Jenderal Cipta Karya.
1) Pelaksanaan pekerjaan supervisi
Pembangunan Infrastruktur
Permukiman Kumuh Kota
Probolinggo oleh CV AH tidak
sesuai dengan surat perjanjian yaitu
senilai Rp194.318.181,82 dan
terdapat biaya sewa atas pemakaian
kendaraan yang melebihi
pelaksanaan yang sebenarnya
senilai Rp14.100.000,00 sehingga
terjadi kelebihan pembayaran
senilai Rp208.418.181,81.
2) Pelaksanaan pekerjaan Pengawasan
Teknik dan Supervisi Kelurahan
Polehan oleh PT SP tidak sesuai
dengan surat perjanjian yaitu
senilai Rp107.800.000,00 dan
{Rp3.194.596.745,10 -
(Rp102.705.000,00 +
Rp625.024.400,00)} ke
rekening Kas Negara dan
menyampaikan bukti setor
kepada BPK.
b. Memberikan sanksi sesuai
ketentuan yang berlaku
kepada Kepala Satuan
Kerja, Pejabat Pembuat
Komitmen, Kelompok
Kerja/Panitia Pengadaan
dan Panitia Penerima Hasil
Pekerjaan atas kelalaian
dalam melaksanakan tugas
dan tanggungjawabnya.
LHP No.23/Pusat Kajian Akuntabilitas Keuangan Negara-BKD 31
NO TEMUAN REKOMENDASI BPK HASIL TELAAHAN
terdapat biaya sewa atas pemakaian
kendaraan yang melebihi
pelaksanaan yang sebenarnya
sebesar Rp8.800.000,00 sehingga
terjadi kelebihan pembayaran
sebesar Rp116.600.000,00.
c. Satuan Kerja Perencanaan dan
Pengawasan Jalan Nasional (P2JN) di
Provinsi Maluku Direktorat Jenderal
Bina Marga.
Berdasarkan pengujian bukti-bukti
pertanggungjawaban pengadaan jasa
konsultansi, diketahui terdapat kelebihan
pembayaran biaya langsung personil dan
biaya langsung non personil sebesar
Rp1.744.707.277,28
d. Satuan Kerja Pengembangan Kawasan
Permukiman Berbasis Masyarakat
Direktorat Jenderal Cipta Karya Satuan
Kerja Pengembangan Kawasan
Hasil pemeriksaan mengungkapkan
bahwa sampai saat pemeriksaan berakhir
pekerjaan penggadaan DVD seluruhnya
belum dikerjakan, namun penyedia jasa
telah dibayar lunas 100%. BAST sebagai
dasar pembayaran dibuat tidak sesuai
kondisi yang sebenarnya, sehingga
terjadi kelebihan pembayaran sebesar
Rp625.024.400,00.
e. Satuan Kerja Pengembangan,
Pengendalian dan Pelaksanaan Pekerjaan
Strategis Bidang PUPR Lainnya
Sekretariat Jenderal.
Pada pekerjaan operasional dan
pemeliharaan Green Gedung Utama
Kementerian PUPR yang dilaksanakan
oleh PT AP terdapat kelebihan
pembayaran biaya personil seluruhnya
sebesar Rp296.648.086,00.
Kondisi tersebut tidak sesuai dengan:
a. Peraturan Pemerintah No. 45 Tahun
2013 tentang Tata Cara Pelaksanaan
Anggaran Pendapatan dan Belanja
Negara pada Pasal 65 ayat (1) mengatur
bahwa “penyelesaian tagihan kepada
negara atas beban anggaran belanja
negara yang tertuang dalam APBN
dilaksanakan berdasarkan hak dan bukti
yang sah untuk memperoleh
pembayaran”.
b. Peraturan Presiden No. 54 Tahun 2010
yang diubah terakhir dengan Peraturan
LHP No.23/Pusat Kajian Akuntabilitas Keuangan Negara-BKD 32
NO TEMUAN REKOMENDASI BPK HASIL TELAAHAN
Presiden No.04 Tahun 2015 tentang
Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah,
yaitu
1) Pasal 6 huruf g
2) Pasal 49 ayat 7 huruf c
3) Pasal 49 ayat 7 huruf d
4) Lampiran IV.A tentang Tata Cara
Pemilihan Penyedia Jasa Konsultansi
Berbentuk Badan Usaha poin A.3.i)
c. Peraturan Direktur Jenderal
Perbendaharaan Nomor 22 Tahun 2013
tentang Ketentuan Lebih Lanjut
Pelaksanaan Perjalanan Dinas Dalam
Negeri bagi Pejabat Negara, Pegawai
Negeri, dan Pegawai Tidak Tetap, pada
Pasal 10
d. Surat Perjanjian (Kontrak) masing-
masing pekerjaan konsultansi, pada:
1) Pokok Perjanjian;
2) Surat Penawaran berikut Data
Penawaran Biaya;
3) Syarat-syarat Khusus Kontrak;
4) Syarat-syarat Umum Kontrak;
5) Kerangka Acuan Kerja (KAK);
6) Data Teknis selain KAK;
7) Dokumen-dokumen kelengkapan
seleksi.
Hal tersebut mengakibatkan kelebihan
pembayaran sebesar Rp3.194.596.745,10
(Rp102.705.000,00 + Rp48.793.800,00 +
Rp51.700.000,00 + Rp208.418.181,82 +
Rp116.600.000,00 + Rp1.744.707.277,28 +
Rp625.024.400,00 + Rp296.648.086,00).
3. Kelebihan Pembayaran Belanja Modal
atas Pekerjaan yang Dilaksanakan
Kurang dari Kontrak, Tidak Sesuai
Spesifikasi dan Penambahan Volume
pada Pekerjaan dengan Harga Satuan
Timpang Sebesar Rp81.978.509.115,91
Permasalahan tersebut dapat terlihat pada
beberapa hal berikut, antara lain :
a. Pekerjaan Kurang Dilaksanakan atau
Kekurangan Volume Fisik Sebesar
Rp47.291.746.029,85
b. Pekerjaan Dilaksanakan Tidak Sesuai
Spesifikasi Kontrak Sebesar
Rp29.554.508.932,75
c. Penambahan Volume Pekerjaan atas
Harga Satuan Timpang Tidak
Mengikuti Ketentuan Sebesar
Rp5.132.254.153,31
BPK RI merekomendasikan
Menteri Pekerjaan Umum dan
Perumahan Rakyat untuk
menginstruksikan kepada Dirjen
Bina Marga, Dirjen Cipta
Karya, Dirjen Sumber Daya Air,
Kepala Balitbang dan Kepala
BPSDM agar:
1. Memerintahkan Kepala
Satuan Kerja bersangkutan
supaya mempertanggung
jawabkan kelebihan
pembayaran tersebut,
dengan menyetorkan
sebesar Rp43.795.584.
662,31 {(Rp47.291.746.
029,85+Rp5.132.254.153,31
) - Rp8.628.415.520,85} ke
rekening Kas Negara dan
Untuk memperbaiki permasalahan
tersebut, maka perlu melakukan
beberapa hal berikut antara lain :
a. Kepala Satuan Kerja selaku
Kuasa Pengguna Anggaran
harus lebih optimal melakukan
pengawasan dan pengendalian
atas pelaksanaan
program/kegiatan.
b. PPK, Pengawas Lapangan dan
Konsultan Pengawas harus
lebih cermat dalam melakukan
pengawasan pekerjaan fisik di
lapangan dan menguji
kebenaran perhitungan
volume/kuantitas yang dibuat
oleh penyedia jasa.
c. Tim Peneliti Kontrak harus
cermat dalam perhitungan harga
atas penambahan volume yang
diajukan oleh penyedia jasa.
LHP No.23/Pusat Kajian Akuntabilitas Keuangan Negara-BKD 33
NO TEMUAN REKOMENDASI BPK HASIL TELAAHAN
Kondisi tersebut tidak sesuai dengan:
a. Peraturan Presiden No. 54 Tahun 2010
yaang telah mengalami beberapa kali
perubahan, terakhir dengan Peraturan
Presiden No.04 Tahun 2015 tentang
Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah,
yaitu:
1) Pasal 51 ayat 2
2) Pasal 89 ayat (4)
3) Pasal 92 ayat (1)
4) Lampiran III Bagian B.1.f.10).
a).(2)
b. Lampiran Peraturan Kepala LKPP No.
14 Tahun 2012 tanggal 11 Desember
2012 tentang Petunjuk Teknis
Peraturan Presiden RI No. 70 Tahun
2012 tentang Perubahan Kedua atas
Peraturan Presiden RI No. 54 Tahun
2010 tentang Pengadaan Barang/Jasa
Pemerintah,
c. Surat perjanjian masing-masing
pekerjaan jalan pada Direktorat
Jenderal Bina Marga, pada Spesifikasi
khusus Divisi 6, seksi 6.3.a Campuran
Beraspal Panas dengan Asbuton
menyatakan:
1) Persyaratan Toleransi
2) Pengukuran dan Pembayaran
d. Surat perjanjian masing-masing
pekerjaan jalan pada Direktorat
Jenderal Bina Marga, Spesifikasi
Umum, pada:
1) Divisi 1, Seksi 1.1.5
2) Divisi 5.1.3.3)
3) Divisi 5.1.4.1).a) tentang cara
pengukuran dan pembayaran
4) Divisi 6, Seksi 6.3.1.4).f)
5) Divisi 6, Seksi 6.3.8.1).a)
6) Divisi 6, Seksi 6.3.8.1).b)
Hal tersebut mengakibatkan kelebihan
pembayaran Belanja Modal sebesar
Rp81.978.509.115,91 (Rp47.291.746.
029,85 + Rp29.554.508.932,75 +
Rp5.132.254.153,31)
menyampaikan bukti setor
kepada BPK.
2. Memerintahkan Kepala
Satuan Kerja bersangkutan
untuk
mempertanggungjawabkan
kelebihan pembayaran
sebesar
Rp29.554.508.932,75 atas
pekerjaan yang tidak sesuai
spesifikasi melalui
perbaikan sesuai spesifikasi
dalam perjanjian dan
apabila tidak dapat
dilakukan perbaikan untuk
disetorkan ke Kas Negara
3. Memberikan sanksi sesuai
ketentuan yang berlaku
kepada Kepala Satuan
Kerja, Pejabat Pembuat
Komitmen, Pengawas
Lapangan dan Tim Peneliti
Kontrak atas
ketidakcermatannya dalam
melaksanakan tugas dan
tanggungjawabnya
LHP No.23/Pusat Kajian Akuntabilitas Keuangan Negara-BKD 34
4. Potensi Kelebihan Pembayaran Belanja
Modal TA 2015 atas Pelaksanaan
Pekerjaan Tahun Jamak (Multi Years)
dan Pembayaran 100% Tidak Sesuai
Kondisi Riil, Seluruhnya Sebesar
Rp109.033.718.829,93
Permasalahan tersebut terlihat pada beberapa
hal berikut, antara lain :
a. Adanya Potensi Kelebihan Pembayaran
atas Pekerjaan dengan Kontrak Tahun
Jamak Sebesar Rp26.935.642.943,99.
Hasil pengujian secara uji petik atas
beberapa pekerjaan yang telah dilakukan
pembayaran, menemukan pembayaran
yang melebihi dari prestasi fisik di
lapangan, yaitu pada Ditjen Bina Marga
dengan nilai potensi kelebihan
pembayaran sebesar Rp8.531.541.860,36
atas 6 paket pekerjaan dan pada Ditjen
Sumber Daya Air dengan nilai potensi
kelebihan pembayaran sebesar
Rp18.404.101.083,63 atas 4 paket
pekerjaan
b. Adanya Potensi Kelebihan atas
Pembayaran 100% yang Tidak Sesuai
Kondisi Riil Sebesar
Rp82.098.075.885,94. Pada saat
pemeriksaan lapangan pada periode
bulan Februari-Maret 2016, pekerjaan
belum selesai 100% atau masih
dikerjakan sedangkan Pembayaran telah
dilakukan 100% (lunas) atau melebihi
prestasi pekerjaan yang sebenarnya.
Pembayaran yang tidak sesuai kondisi
riil tersebut terbesar terdapat pada
Direktorat Jenderal Penyediaan
Perumahan, sebesar
Rp44.049.098.811,46 atas enam paket
pekerjaan. Selain itu masih terdapat 12
paket pekerjaan rumah susun pada
Direktorat Jenderal Penyediaan
Perumahan yang belum selesai dengan
nilai sebesar Rp53.500.951.256,10.
Kondisi tersebut tidak sesuai dengan:
a. Undang Undang No. 1 Tahun 2004
tentang Perbendaharaan Negara Pasal 21
ayat 1.
b. Peraturan Presiden No. 54 Tahun 2010
yaang telah mengalami beberapa kali
perubahan,terakhir dengan Peraturan
Presiden No.04 Tahun 2015 tentang
Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah,
yaitu:
1) Pasal 51 ayat 2
BPK RI merekomendasikan
Menteri Pekerjaan Umum dan
Perumahan Rakyat untuk
menginstruksikan kepada Dirjen
Bina Marga, Dirjen Sumber
Daya Air dan Dirjen Penyediaan
Perumahan agar:
a. Memerintahkan Kepala
Satuan Kerja bersangkutan
supaya
mempertanggungjawabkan
potensi kelebihan
pembayaran sebesar
Rp109.033.718.829, 93
tersebut dengan cara
menyampaikan bukti
pelaksanaan pekerjaan dan
atau bukti pemotongan
terhadap realisasi
pembayaran kepada
penyedia barang/jasa. Jika
dokumen dimaksud tidak
dapat mengakomodasi nilai
potensi kelebihan
pembayaran,
pertanggungjawaban
dilakukan dengan cara
menyetorkannya ke
rekening Kas Negara, dan
bukti setornya disampaikan
kepada BPK.
b. Memberikan sanksi sesuai
ketentuan yang berlaku
kepada Kepala Satuan
Kerja, Pejabat Pembuat
Komitmen dan Pengawas
Lapangan atas kelalaian
dalam melaksanakan tugas
dan tanggungjawabnya.
c. Memerintahkan Kepala
Satuan Kerja bersangkutan
supaya memberikan sanksi
sesuai
d. ketentuan yang berlaku
kepada Konsultan Pengawas
atas kelalaiannya dalam
melaksanakan
kewajibannya.
Untuk memperbaiki permasalahan
tersebut, maka Kepala Satuan Kerja
harus lebih optimal melakukan
pengawasan dan pengendalian atas
pelaksanaan program/kegiatan.
Selain itu, PPK, Pengawas
Lapangan dan Konsultan Pengawas
harus segera melakukan
pengawasan pekerjaan fisik di
lapangan dan menguji kebenaran
perhitungan volume yang dibuat
oleh penyedia jasa.
LHP No.23/Pusat Kajian Akuntabilitas Keuangan Negara-BKD 35
2) Pasal 89 ayat 2a
3) Pasal 89 ayat (4)
c. Spesifikasi Umum pada kontrak Bina
Marga, Divisi 1, Seksi 1.1.5.
Hal tersebut mengakibatkan potensi
kelebihan pembayaran sebesar
Rp109.033.718.829,93 (Rp26.935.642.
943,99 + Rp82.098.075.885,94)
5. Pelaksanaan Pekerjaan Tidak Dapat
Diselesaikan Sesuai Jangka Waktu yang
Diperjanjikan dengan Denda
Keterlambatan Sebesar Rp66.239.696.
401,08
Berdasarkan hasil pemeriksaan atas
penyelesaian paket-paket pekerjaan di
Kementerian PUPR dengan melakukan uji
petik pada Eselon I dan satuan kerja-satuan
kerja pada 17 provinsi mengungkapkan
terdapat pekerjaan-pekerjaan yang tidak
dapat diselesaikan sesuai jangka waktu yang
telah ditentukan. Atas keterlambatan
tersebut, sampai saat pemeriksaan berakhir,
kontraktor pelaksana belum dikenakan
denda keterlambatan sebesar
Rp66.239.696.401,08 (Rp17.044.943.222,97
+ Rp49.194.753.178,11), hal ini terjadi pada
29 satuan kerja pada 95 paket pekerjaan.
Kondisi tersebut tidak sesuai dengan:
a. Peraturan Presiden No. 54 Tahun 2010
yang telah mengalami beberapa kali
perubahan, terakhir dengan Peraturan
Presiden No.04 Tahun 2015 tentang
Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah pada
Pasal 120
b. Peraturan Menteri Keuangan
No.194/PMK.05/2014 tanggal 6 Oktober
2014 dan perubahan terakhir PMK
243/2015 tentang Pelaksanaan Anggaran
Dalam Rangka Penyelesaian Pekerjaan
yang Tidak Terselesaikan s.d. Akhir
Tahun Anggaran Pasal 11 ayat (2)
c. Kontrak masing-masing antara satuan
kerja dengan Kontraktor Pelaksana
d. Dokumen pengadaan pekerjaan
konstruksi pasca kualifikasi kontrak
harga satuan untuk paket-paket
pekerjaan jalan Ditjen Bina Marga di
Provinsi Maluku:
1) Bab X. Huruf (x) tentang syarat-
syarat khusus kontrak;
2) Bab X. Huruf (z) tentang syarat-
syarat khusus kontrak.
BPK RI merekomendasikan
Menteri Pekerjaan Umum dan
Perumahan Rakyat untuk
menginstruksikan kepada Dirjen
Bina Marga, Dirjen Sumber
Daya Air, Dirjen Penyediaan
Perumahan dan Kepala BPSDM
agar:
a. Memerintahkan Kepala
Satuan Kerja bersangkutan
supaya mengenakan denda
keterlambatan sebesar
Rp62.014.457.137,83
kepada penyedia barang/jasa
dan menyetorkan ke Kas
Negara, serta
menyampaikan bukti
setornya kepada BPK.
b. Memberikan teguran kepada
Kepala Satuan Kerja,
Pejabat Pembuat Komitmen
dan Pengawas Lapangan
supaya lebih optimal dalam
melaksanakan tugasnya
dalam mengendalikan dan
mengawasi pekerjaan.
Untuk memperbaiki permasalahan
tersebut, maka Kepala Satuan Kerja
harus lebih optimal dalam
melakukan pengawasan dan
pengendalian atas pelaksanaan
pekerjaan, serta Pejabat Pembuat
Komitmen harus lebih cermat
dalam mengendalikan pelaksanaan
pekerjaan
LHP No.23/Pusat Kajian Akuntabilitas Keuangan Negara-BKD 36
Hal tersebut mengakibatkan pekerjaan
yang belum selesai tidak dapat segera
dimanfaatkan secara tepat waktu dan
kekurangan penerimaan negara dari
denda keterlambatan yang belum dibayar
sebesar Rp62.014.457.137,83 (Rp66.239.
696.401,08 - Rp4.225.239.263,25).
LHP No. 105/Pusat Kajian Akuntabilitas Keuangan Negara-BKD 37
KINERJA PENANGGULANGAN KEMISKINAN
MELALUI PROGRAM PNPM MANDIRI PERKOTAAN DAN
PROGRAM RUMAH SANGAT MURAH
KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT
Kajian yang disusun merupakan kajian yang dilakukan terhadap laporan hasil pemeriksaan
BPK RI atas Kinerja penanggulangan kemiskinan melalui program PNPM Mandiri Perkotaan
dan program Rumah Sangat Murah Tahun Anggaran 2010-2014 yang dikeluarkan pada
semester 1 tahun 2016. Berdasarkan Hasil pemeriksaan BPK menyimpulkan bahwa
pelaksanaan program PNPM Mandiri Perkotaan sudah efektif. Sedangkan pelaksanaan
Program Rumah Sangat Murah masih kurang efektif, hal ini ditunjukan dengan tidak
dinyatakannya program secara eksplisit dalam rencana strategis maupun rencana kerja
tahunan, serta tidak dialokasikan anggaran secara khusus untuk Program Rumah Sangat
Murah dalam DIPA maupun RKA K/L. Secara khusus Pemeriksaan Kinerja bertujuan untuk
memberikan masukan kepada Pemerintah dalam rangka meningkatkan efektivitas pengelolaan
program penggulangan kemiskinan yaitu dengan mengidentifikasi sebab-sebab tidak
tercapainya target penurunan angka kemiskinan melalui PNPM Mandiri Perkotaan dan
Program Rumah Sangat Murah. Sedangkan tujuan dari kajian adalah untuk menyediakan
informasi sebagai bahan tindaklanjut DPR atas LHP BPK sebagai pelaksanaan wewenang,
tugas dan fungsi pengawasan parlemen atas akuntabilitas administrasi keuangan negara.
Gambaran umum sebagai pelengkap dari kajian ini dapat dilihat sebagai berikut:
Alokasi Pagu Dana BLM Wilayah Jawa-Bali
Alokasi Pagu Dana BLM Wilayah Luar Jawa-Bali
Alokasi Pagu Dana BLM Wilayah Luar Jawa-Bali
LHP No. 105/Pusat Kajian Akuntabilitas Keuangan Negara-BKD 38
KUTIPAN & TELAAHAN HASIL PEMERIKSAAN BPK RI SEMESTER I TAHUN 2016
ATAS KINERJA PENANGGULANGAN KEMISKINAN
MELALUI PROGRAM PNPM MANDIRI PERKOTAAN DAN
PROGRAM RUMAH SANGAT MURAH
KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT
TAHUN ANGGARAN 2015
NO. TEMUAN REKOMENDASI BPK HASIL TELAAHAN
Hasil Pemeriksaan kinerja atas penanggulangan
kemiskinan melalui program PNPM mandiri
perkotaan dan program rumah sangat murah
Tahun Anggaran 2010 – 2014
1 Alokasi Dana BLM Tahun 2010 s.d 2014 yang
Ditetapkan Kementerian Pekerjaan Umum Tidak
Sama Dengan Kementerian Koordinator Bidang
Kesejahteraan Rakyat dan Tim Nasional
Percepatan Penanggulangan Kemiskinan (TNP2K)
Hal ini terlihat sebagai berikut:
a. Penetapan alokasi Bantuan Langsung Masyarakat
(BLM) tidak sama, perhitungan antara Daflok
yang dibuat oleh TNP2K, konsultan, dan Direktur
PBL menunjukan bahwa alokasi dana BLM
berbeda.
b. Cara perhitungan program tambahan pemotongan
subsidi BBM tahun 2013 tidak jelas, berdasarkan
realisasi penyaluran diketahui bahwa pembagian
dana P4IP tidak merata sehingga tidak semua
kabupaten/kota memperoleh alokasi dana tersebut.
Kondisi tersebut tidak sesuai dengan:
a. Kriteria Pemeriksaan Kinerja Program
Penanggulangan Kemiskinan Nomor 1.2 Apakah
Kementerian PU-PR melakukan perencanaan
sesuai dengan mekanisme yang berlaku;
b. Pedoman Pelaksanaan PNPM Mandiri Perkotaan
Kondisi tersebut mengakibatkan:
a. Skema penanggulangan kemiskinan melalui
program PNPM MP belum sepenuhnya tercapai;
b. Terdapat penerima BLM Program Percepatan dan
Perluasan Pembangunan Infrastruktur Pemukiman
(P4IP) yang tidak tepat sasaran
BPK merekomendasikan
kepada Menteri Pekerjaan
Umum dan Perumahan
Rakyat melalui Direktur
PBL, agar dalam
menetapkan Daftar lokasi
dan alokasi (Daflok) selalu
berkoordinasi dengan
Kementerian/Lembaga
terkait lainnya serta sesuai
dengan pedoman.
Untuk menyelesaikan
masalah tersebut, maka
Kementerian Pekerjaan
Umum dan Perumahan
Rakyat melalui Direktur
PBL dalam menetapkan
Daflok penerima dana
BLM harus berpedoman
pada Daflok yang telah
dibuat oleh Kemkokesra
dan TNP2K.
2 Monitoring, Evaluasi dan Pelaporan Pelaksanaan
PNPM MP Belum Dilaksanakan Secara Maksimal
Hal ini terlihat sebagai berikut:
a. BKM/LKM dan KSM Tidak Membuat Laporan
Pertanggungjawaban Sebagaimana Yang
Dipersyaratkan
b. Dana Bergulir Yang Tercantum Dalam SIM
Berbeda Dengan Hasil Audit KAP
c. Realisasi Uang Dan Kegiatan Di BKM/LKM Pade
Angen Desa Sakra Berbeda Dengan Dokumen
Usulan Rencana Pemanfaatan Dan Dokumen
Pencairan BLM Tahap 1 dan 2
d. Nilai Pekerjaan Yang Tercantum Dalam Kontrak
Berbeda Dengan Nilai Realisasi
e. Lokasi Kegiatan Berbeda Dengan Dokumen
Proposal
f. Dokumen Laporan Pertanggungjawaban Hilang
g. Penyajian Pada Neraca UPK Untuk Cadangan
Risiko Pinjaman Tidak memenuhi Ketentuan Yang
BPK merekomendasikan
Menteri Pekerjaan Umum
dan Perumahan Rakyat agar
menegur dan memberikan
sanksi kepada pihak-pihak
yang bertanggungjawab atas
proses pelaporan program
PNPM MP supaya
melaksanakan tugasnya
dengan seksama.
Untuk menyelesaikan
masalah tersebut maka
Kementerian PU-PR harus:
a. Menginstrusikan
Kepala Satker PKPBM
agar meningkatkan
pemantauan
pelaksanaan program;
b. Menginstrusikan
Konsultan mulai dari
Fasilitator Kelurahan,
Asisten Kota,
Kordinator Kota dan
Konsultan Manajemen
Wilayah agar
meningkatkan
pendampingan,
pembinaan dan
pengawasan
LHP No. 105/Pusat Kajian Akuntabilitas Keuangan Negara-BKD 39
NO. TEMUAN REKOMENDASI BPK HASIL TELAAHAN
Berlaku
h. Terdapat Nilai Kas UPK Melebihi Nilai Yang
Diijinkan Oleh Aturan Yang Berlaku
Kondisi tersebut tidak sesuai dengan:
a. Kriteria Pemeriksaan Kinerja Penanggulangan
Kemiskinan
1) Nomor 2.2 Apakah mekanisme pelaksanaan
program PNPM Perkotaan sesuai dengan yang
ditetapkan.
2) Nomor 2.4 Apakah pengendalian program
PNPM Perkotaan cukup untuk memastikan
tujuan dan target program tercapai
b. Petunjuk Teknis Pelaksanaan Kegiatan
Infrastruktur
c. Pedoman Teknis Kegiatan Tridaya (Sosial,
Ekonomi, Lingkungan)
d. Petunjuk Teknis Pinjaman Bergulir, Halaman 16.
Setiap kolektibilitas memiliki bobot risiko berbeda
(sesuai ketentuan umum pengelolaan pinjaman
untuk BPR yang dikeluarkan BI
No.13/26/PBI/2011), bahwa pembentukan PPAP
(cadangan risiko pinjaman) untuk kolektibilitas
lancar minimal 0,5%, kurang lancar minimal 10%,
diragukan 50% dan macet 100% dengan
mengalikan saldo masing-masing diperoleh
perhitungan cadangan risiko pinjaman sebagai
berikut:
e. SPK UPK BKM/LKM, Pasal 2.
Kondisi tersebut mengakibatkan:
a. Pengelolaan dan pertanggungjawaban dana BLM
tidak dapat diyakini kewajarannya;
b. Pemanfaatan dan penggunaan dana BLM rawan
disalahgunakan dan tidak tepat sasaran.
pelaksanaan kegiatan
PNPM MP di BKM/
LKM;
c. Menginstrusikan
BKM/LKM dan KSM
dalam melaksanakan
PNPM Mandiri
Perkotaan harus
berpedoman pada
aturan yang ada.
3 Rencana Strategis dan Rencana Kerja Anggaran
Kementerian Perumahan Rakyat Tidak
Menyebutkan Secara Eksplisit Program Rumah
Sangat Murah
RPJMN 2010 – 2014, telah menetapkan program
prioritas dan bidang pembangunan yang akan
dilaksanakan. RPJMN tersebut dijabarkan dalam
rencana strategis (Renstra) masing-masing K/L. Dalam
Renstra Kementrian Perumahan Rakyat (Kemenpera)
antara lain menyatakan Bidang Pembangunan yang
terkait langsung dengan Kemenpera adalah Bidang
sarana dan prasarana, dengan pengembangan arah
kebijakan meningkatkan aksesibilitas masyarakat
berpenghasilan rendah terhadap hunian yang layak dan
terjangkau, dengan:
a. Meningkatkan penyediaan hunian yang layak dan
terjangkau bagi MBR
b. Meningkatkan aksesibilitas masyarakat
berpenghasil menengah – bawah terhadap hunian
yang layak dan terjangkau
c. Meningkatkan kualitas lingkungan permukiman
BPK merekomendasikan
kepada Menteri Pekerjaan
Umum dan Perumahan
Rakyat agar memerintahkan
Dirjen Penyediaan
Perumahan dalam menyusun
perencanaan lebih cermat
untuk menindaklanjuti
program-program yang
menjadi prioritas
pemerintah.
Untuk menyelesaikan
masalah tersebut maka
Dirjen Penyediaan
Perumahan harus
menjabarkan Program
Rumah Sangat Murah
secara jelas dan lugas atas
dalam renstra maupun
RKP.
LHP No. 105/Pusat Kajian Akuntabilitas Keuangan Negara-BKD 40
NO. TEMUAN REKOMENDASI BPK HASIL TELAAHAN
melalui penyediaan prasaran dasar dan utilitas
umum yang memadai dan terpadu dengan
pengembangan kawasan perumahan dalam rangka
mewujudkan kota tanpa permukiman kumuh
d. Meningkatkan jaminan kepastian hukum dalam
bermukim melalui fasilitasi pra sertifikasi dan
pendampingan pasca sertifikasi tanah bagi MBR,
serta standarisasi perijinan dalam rangka
membangun rumah.
e. Meningkatkan kualitas perencanaan dan
penyelenggaraan pembangunan perumahan dan
permukiman Memantabkan pasar primer dan
pembiayaan sekunder perumahan yang didukung
oleh sumber pembiayaan jangka panjang yang
berkelanjutan melalui pengembangan informasi
dan standarisasi KPR.
Dalam renstra tersebut tidak secara eksplisit
menyatakan adanya Program Rumah Sangat Murah.
Demikian juga dengan hasil reviu terhadap dokumen
DIPA maupun RKA Kemenpera dalam TA 2010
sampai dengan 2014 tidak menyebutkan secara khusus
adanya anggaran untuk penanggulangan kemiskinan
dhi. Program Rumah Sangat Murah.
Kondisi tersebut tidak sesuai dengan:
a. Dokumen resmi yang menetapkan Program
Penanggulangan Kemiskinan dhi Program Rumah
Sangat Murah dan mendukung kebijakan dalam
RPJMN antara lain:
1) Kriteria Pemeriksaan Kinerja Penanggulangan
Kemiskinan Nomor 1.1 Apakah perencanaan
program Rumah Sangat Rumah ditetapkan
dalam dokumen resmi dan mendukung
kebijakan dalam RPJMN
2) RKA K/L menyebutkan secara eksplisit
prioritas penanggulangan kemiskinan
3) Renstra K/L menyebutkan secara eksplisit
jenis program/kegiatan yang masuk dalam
upaya penanggulangan kemiskinan
4) Program Penanggulangan Kemiskinan pada
K/L ditujukan untuk mendukung target
penurunan angka kemiskinan di RPJMN
Kondisi tersebut mengakibatkan dari Program Pro
Rakyat khususnya Program Rumah Sangat Murah
yaitu agar rakyat dapat membeli rumah dengan
harga sangat murah dengan sebagian dibantu oleh
pemerintah tidak tercapai
4 Gambar Kerja dan Rincian Penggunaan Dana
Senilai Rp439.369.000,00 tidak Bermanfaat dalam
Pelaksanaan Program BSPS
Hal ini terlihat sebagai berikut:
Dalam Peraturan Deputi Bidang Perumahan Swadaya
Nomor 2 tahun 2014 tentang Pedoman tentang
Pembuatan Gambaran Kerja (GK) dan Rincian
Pengguna Dana (RPD) BSPS, Pasal 6 butir (1) yang
menyatakan bahwa GK dan RPD dibuat oleh penerima
bantuan secara berkelompok sesuai keinginan masing-
masing anggota KPB dan difasilitasi oleh PPK.
Namun dari hasil pemeriksaan di kabupaten/kota yang
menjadi sampel pemeriksaan diketahui bahwa
BPK RI merekomendasikan
kepada Menteri Pekerjaan
Umum dan Perumahan
Rakyat agar menegur
memerintahkan Kepala
Satker Pemberdayaan
Rumah Swadaya untuk
menegur PPK sesuai
ketentuan atas kelalaiannya.
Untuk menyelesaikan
masalah tersebut maka
Kepala Satker Pember
dayaan Rumah Swadaya
dan PPK harus lebih
cermat dalam memahami
ketentuan yang berlaku,
sehingga tidak akan terjadi
kekeliruan dalam membuat
perjanjian kontrak kerja
dengan pihak ketiga.
LHP No. 105/Pusat Kajian Akuntabilitas Keuangan Negara-BKD 41
NO. TEMUAN REKOMENDASI BPK HASIL TELAAHAN
Penerima Bantuan (PB) pada umumnya tidak
mengetahui adanya GK maupun RPD. Dalam
pelaksanaannya, PB dibantu oleh Tim Pendamping
Masyarakat (TPM) menyusun sendiri kebutuhan bahan
bangunan yang diperlukan, yang hasilnya dituangkan
dalam Rencana Pembelian Bahan Bangunan (RPB2).
Berdasarkan kondisi yang terjadi, maka GK dan RPD
yang dibuat oleh konsultan perencana dengan nilai
minimal sebesar Rp517.383.000,00 pada realisasinya
tidak dipergunakan/dimanfaatkan oleh PB dalam
rangka memperbaiki/membangun rumahnya.
Kondisi tersebut tidak sesuai dengan: a. Kriteria Pemeriksaan Kinerja Penanggulangan
Kemiskinan Nomor 1.2 Apakah Kementerian PU –
PR melakukan perencanaan sesuai dengan
mekanisme yang berlaku.
b. Peraturan Deputi Bidang Perumahan Swadaya
Nomor 2 tahun 2014 Pasal 6 butir (1).
c. SE Deputi Deputi Bidang Perumahan Swadaya
Nomor 01/SE/DPS/2013 tentang Pedoman
Pembuatan GK dan RPD BSPS
Hal ini mengakibatkan hasil GK dan RPD yang
tidak dipergunakan oleh penerima bantuan BSPS
mengakibatkan pemborosan keuangan negara
minimal sebesar Rp517.383.000,00.
5 Terdapat Kelebihan Pembayaran atas Kontrak
Konsultan Manajemen Tenaga Pendamping pada
Pelaksanaan Program BSPS
Hal ini terlihat sebagai berikut:
a. Terdapat Kelebihan Pembayaran Sebesar
Rp3.039.963.000,00 atas Pekerjaan Jasa
Konsultansi Konsultan Manajemen Tenaga
Pendamping
b. Terdapat Selisih Pembayaran Antara Kontrak Jasa
Konsultan Dengan Kontrak Kepada Tenaga
Pendamping di Provinsi Jawa Tengah Sebesar
Rp174.029.000,00
c. Dokumen Bukti Pertanggungjawaban atas
Pelaksanaan Perjalanan Dinas Sebesar
Rp141.200.000,00 dan Biaya Pelaporan Sebesar
Rp67.643.600,00 Tidak Ada
Kondisi tersebut tidak sesuai dengan:
a. PeraturanPresiden Nomor 70 Tahun 2012 tentang
Perubahan Kedua atas Peraturan Presiden Nomor
54 Tahun 2010 tentang Pengadaan Barang/Jasa
Pemerintah, pasal 89 ayat (4)
b. Syarat-syarat umum kontrak huruf A.1.16 tentang
ketentuan umum
c. Syarat-syarat Khusus Kontrak huruf K.2 tentang
dokumen yang disyaratkan untuk mengajukan
tagihan pembayaran
Kondisi tersebut mengakibatkan:
a. kelebihan pembayaran sebesar
Rp3.213.992.000,00 (Rp3.039.963.000,00 +
Rp174.029.000,00);
BPK merekomendasikan
Menteri Pekerjaan Umum
dan Perumahan Rakyat agar:
a. Menegur Kepala Satker
dan PPK Pemberdayaan
Perumahan Swadaya
terkait agar lebih cermat
dalam melakukan
pengendalian atas
kewajaran tagihan dari
konsultan;
b. Memerintahkan
konsultan untuk
menyetorkan kelebihan
pembayaran dengan
rincian sebagai berikut:
PT Citra Yasa Persada
sebesar
Rp1.554.363.000, PT
Disiplan Consult sebesar
Rp403. 429.000,00, PT
Maxitech Utama
Indonesia sebesar
Rp1.062. 700.000,00,
dan PT Gafa Multi
Consultants sebesar
Rp193. 500.000,00.
Untuk menyelesaikan
masalah tersebut maka
Kepala Satuan Kerja dan
PPK Pemberdayaan
Perumahan Swadaya
Kementerian Perumahan
Rakyat harus cermat dalam
melakukan pengendalian
atas kewajaran tagihan
rekanan, serta Rekanan
dalam melaksanakan
seluruh kewajiban harus
berpedoman pada
dokumen kontrak dan juga
harus memiliki itikad yang
baik dalam menjalankan
usahanya
LHP No. 105/Pusat Kajian Akuntabilitas Keuangan Negara-BKD 42
b. Pengeluaran atas biaya perjalanan dinas sebesar
Rp141.200.000,00 dan biaya pelaporan sebesar
Rp67.643.600,00 tidak bisa dipertanggung
jawabkan
43
LHP No. 91/Pusat Kajian Akuntabilitas Keuangan Negara-BKD
GAMBARAN UMUM
LAPORAN KEUANGAN LOAN ADB NOMOR 2654-INO TERHADAP
METROPOLITAN SANITATION MANAGEMENT AND HEALTH PROJECT
KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT
ajian yang disusun merupakan kajian yang dilakukan terhadap laporan hasil
pemeriksaan BPK RI atas laporan keuangan, laporan kinerja dan pemeriksaan
dengan tujuan tertentu yang disusun oleh Kementerian/Lembaga Pemerintah Pusat
tahun 2015 yang dikeluarkan pada semester 1 tahun 2016. Secara khusus kajian ini dilakukan
terhadap Laporan Keuangan Loan ADB No 2654 INO MSMHP Dirjen Cipta Karya pada
Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat. Sedangkan tujuan dari kajian adalah
untuk menyediakan informasi sebagai bahan tindaklanjut DPR atas LHP BPK sebagai
pelaksanaan wewenang, tugas dan fungsi pengawasan parlemen atas akuntabilitas
administrasi keuangan negara.
Gambaran umum sebagai pelengkap dari kajian ini dapat dilihat sebagai berikut:
OPINI BPK RI
LAPORAN REALISASI ANGGARAN
K
OPINI BPK RI
2014
WTP-DPP
2015
WDP
PinjamanAnggaran
42.684.866.000
Realisasi
5.075.515.32612%
44
LHP No. 91/Pusat Kajian Akuntabilitas Keuangan Negara-BKD
KUTIPAN & TELAAHAN HASIL PEMERIKSAAN BPK RI SEMESTER I TAHUN 2016
ATAS LAPORAN KEUANGAN LOAN ADB NOMOR 2654-INO TERHADAP
METROPOLITAN SANITATION MANAGEMENT AND HEALTH PROJECT
DIREKTORAT JENDERAL CIPTA KARYA
KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT
TAHUN ANGGARAN 2015
NO. TEMUAN REKOMENDASI BPK HASIL TELAAHAN
Hasil Pemeriksaan atas Sistem Pengendalian
Intern
1 Pengelolaan Aset Tetap pada Empat Paket
Pekerjaan MSMHP di Propinsi Sumatera Utara
Senilai Rp126.654.587.012,46 Belum Sesuai
Ketentuan
Hal ini terlihat sebagai berikut :
a. Serah Terima Aset Hasil Pekerjaan Sewerage
System Medan-Optimization (NCB) Paket 2 dan
Sewerage System Medan-Expansion (NCB) Civil
Work Paket 3 Senilai Rp59.012.188.000,00
Belum Sesuai Ketentuan
b. Aset Pipa air limbah hasil pekerjaan Sewerage
Sytem Medan-Expansion Zona 12 (NCB-Civil
Work) MSMHP-4 Package dan Sewerage Sytem
Medan-Expansion Zona 10,11 (NCB-Civil Work)
MSMHP-5 Package senilai Rp67.642.399.
012,46 belum bisa diserahterimakan kepada
Pemerintah Provinsi Sumatera Utara
Kondisi tersebut tidak sesuai dengan:
a. Loan Agreement atas Metropolitan Sanitation
Management and Health Project (MSMHP) Loan
Number 2654-INO tanggal 21 september 2010
dalam schedule 5 mengenai Project Assets (Aset
Proyek) Poin 5
b. Project Administration Manual: Sanitation
Management and Health Project (MSMHP), Juni
2010, BAB VIII.
Kondisi tersebut mengakibatkan:
a. Timbulnya risiko kehilangan asset hasil
pekerjaan Sewerage System Medan-Optimization
(NCB) Civil Work Paket 3 dan penyertaan modal
kepada BUMD di PDAM Tirtanadi tidak dapat
diproses
b. Aset Pekerjaan Sewerage System Medan-
Optimization (NCB) Civil Work Paket 3,
Sewerage System Medan-Expansion Zona 12
(NCB-Civil Work) MSMHP-5 Package
berpotensi membebani APBN untuk
pemeliharaannya.
c. Instansi calon penerima asset MSMHP dhi.
Pemerintah Provinsi Sumatera Utara tidak dapat
menganggarkan pemeliharaan, karena asset
tersebut masih tercatat di Satker PSPLP.
BPK RI merekomendasikan
kepada Direktur Jenderal
Cipta Karya selaku
Executing Agency agar:
a. Menginstruksikan
Kepala Satker PSPLP
Segera memproses serah
terima hasil pekerjaan
kepada PPMU Provinsi
Sumatera Utara
b. Meminta PPMU
Provinsi Sumatera Utara
memproses penyertaan
modal atas asset hasil
pekerjaan MSMHP
kepada PDAM Tirtanadi
sesuai ketentuan yang
berlaku
Untuk menyelesaikan
masalah tersebut, maka
Kepala Satkel PSPLP harus
memproses serah terima
asset hasil pekerjaan
MSMHP dengan PPMU
Provinsi Sumatera Utara,
serta harus memperhatikan
ketentuan dalam Loan
agreement terkait
penyerahan aset kepada
calon penerima.
45
LHP No. 91/Pusat Kajian Akuntabilitas Keuangan Negara-BKD
2 Pekerjaan MSMHP Paket 4 dan 5 pada Satker
PSPLP tidak dapat diselesaikan sesuai target yang
ditentukan
Berdasarkan Hasil Pemeriksaan terhadap dokumen
kontrak, Withdrawal Application (WA) DAN SP3
menunjukan sebagai berikut :
a. Perencanaan Konstruksi Kegiatan MSMHP
Paket 4 dan 5 pada Satker PSPLP Tidak
Memadai.
Adanya Perubahan metode kerja pada
Perencanaan Konstruksi Paket Pekerjaan
Sewerage System Medan – Expansion Zona
10,11 (NCB – Civil Work) MSMHP – 5 Package
menyebabkan terdapat peningkatan harga
pekerjaan yaitu Rp98.317.922.000,00 dari awal
sebesar Rp62.792.384.000 atau meningkat
sebesar 56,58%. Bertambahnya biaya sebesar
56,58% menunjukan bahwa desain awal dan
Review desain yang dilakukan oleh konsultan
pengawas tidak memadai karena tidak bisa
digunakan oleh kontraktor, sehingga pekerjaan
menjadi terhenti karena pertambahan biaya
sebesar Rp35.525.538.000 tidak bisa dilakukan.
Dan juga Perubahan metode kerja pada
Perencanaan Konstruksi Paket Pekerjaan
Sewerage System Medan – Expansion Zona
10,11 (NCB – Civil Work) MSMHP – 4 Package
menyebabkan terdapat peningkatan harga
pekerjaan yaitu Rp81.364.749.000,00 dari awal
sebesar Rp44.174.379.000 atau meningkat
sebesar 84.19%. Bertambahnya biaya sebesar
84.19% menunjukan bahwa desain awal dan
Review desain yang dilakukan oleh konsultan
pengawas tidak memadai karena tidak bisa
digunakan oleh kontraktor, sehingga pekerjaan
menjadi terhenti karena pertambahan biaya
sebesar Rp37.190.370.000 tidak bisa dilakukan.
b. Penyelesaian Paket Pekerjaan Sewerage System
Medan – Expansion Zona 10,11 (NCB – Civil
Work) MSMHP – 5 Package Tidak dapat
diselesaikan seluruhnya.
Berdasarkan Hasil Pemeriksaan terhadap
addendum XIII yang merupakan addendum
terakhir menunjukan bahwa telah dilakukan
perubahan volume pekerjaan dan penghentian
pekerjaan yang dilakukan oleh PPK. Kondisi
tersebut dikarenakan perencanaan dan Review
design yang dilakukan oleh konsultan pengawas
yang tidak memadai yang mengakibatkan adanya
perubahan metode pekerjaan pemasangan pipa
yang akan menambah biaya pelaksanaan sebesar
Rp35.525.538.000 atau bertambah sekitar
56,58% dari kontrak awal.
c. Pelaksanaan Paket Pekerjaan Sewerage System
BPK RI merekomendasikan
kepada Direktur Jenderal
Cipta Karya selaku
Executing Agency agar:
a. Menegur secara tertulis
Kepala Satker PSPLP
yang tidak melakukan
pengendalian yang
memadai terhadap
pelaksanaan pekerjaan
b. Menginstrusikan Kepala
Satker PSPLP untuk
menegur secara tertulis
PPK yang tidak cermat
dalam melakukan
pengawasan atas
pelaksanaan fisik
dilapangan.
c. Menginstrusikan Satker
PSPLP agar
berkoordinasi dengan
pihak terkait untuk
melanjutkan secepatnya
Paket 4 dan 5.
Untuk menyelesaikan
masalah tersebut, maka
Kepala Satker PSPLP harus
melakukan pengendalian
yang memadai terhadap
pelaksanaan pekerjaan, serta
Kepala Satker PSPLP harus
meningkatkan berkoordinasi
dengan pihak-pihak terkait.
Dan PPK harus lebih cermat
dalam melakukan
pengawasan atas
pelaksanaan fisik di
lapangan.
46
LHP No. 91/Pusat Kajian Akuntabilitas Keuangan Negara-BKD
Medan – Expansion Zona 12 (NCB – Civil Work)
MSMHP – 4 Package Tidak dapat diselesaikan
seluruhnya.
Berdasarkan Hasil Pemeriksaan terhadap
addendum XIV yang merupakan addendum
terakhir menunjukan bahwa telah dilakukan
perubahan volume pekerjaan dan penghentian
pekerjaan yang dilakukan oleh PPK. Kondisi
tersebut dikarenakan perencanaan dan Review
design yang dilakukan oleh konsultan pengawas
yang tidak memadai yang mengakibatkan adanya
perubahan metode pekerjaan pemasangan pipa
yang akan menambah biaya pelaksanaan sebesar
Rp37.190.370.000,00 atau bertambah sekitar
84,19% dari kontrak awal.
Kondisi tersebut tidak sesuai dengan:
a. Loan Agreement pada schedule description of
the project, “Part 2: Infrastructure Development
for Sewerage Under this Part, the Project shall
(a) rehabilitate and expand existing off-site
sanitation systems in the Participating Cities; (b)
provide approximately 28.000 additional house
connections in the Participating Cities; and (c)
Construct 2 decentralized wastewater treatment
systems for low-cost housing blocks in Medan.
b. Contracts for Consultans’ Services of
Metropolitan Sanitation Management and Health
Project (MSMHP) Loan ADB Nomor 2654-INO
Nomor HK.02.03/PAL-PPLP/MSMHP /53
tanggal 27 oktober 2011 pada appendix A:
Description of Services pada poin 23
c. Kondisi umum kontrak Huruf A.15
d. Syarat Khusus Kontrak Sewerage System Medan
– Expansion Zona 10,11 (NCB – Civil Work)
MSMHP – 5 Package
e. Syarat Khusus Kontrak Sewerage System Medan
– Expansion Zona 12 (NCB – Civil Work)
MSMHP – 4 Package
f. Gambar Lelang Paket Sewerage System Medan –
Expansion Zona 12 (NCB – Civil Work) MSMHP
– 4 Package dan Sewerage System Medan –
Expansion Zona 10,11 (NCB – Civil Work)
MSMHP – 5 Package
Kondisi tersebut mengakibatkan:
a. Pembayaran yang membebani APBN yaitu biaya
penyelesaian pekerjaan paket 4 dan 5 minimal
sebesar Rp72.715.908.000,00
(Rp35.525.538.000,00 + Rp37.190.370.000, 00)
b. Hasil pekerjaan MSMHP Sewerage System
Medan paket 4 dan 5 tidak dapat dimanfaatkan
sampai berakhirnya Loan Agreement.
47
LHP No. 91/Pusat Kajian Akuntabilitas Keuangan Negara-BKD
Hasil Pemeriiksaan Atas Kepatuhan Terhadap
Perundang-undangan
1 Uang Muka Pekerjaan Metropolitant Sanitation
Management and Health Project (MSMHP)
Package Nomor 2, 3, 4 dan 5 Belum Dikembalikan
Sebesar Rp7.865.224.208,85
Berdasarkan Withdrawal Application (WA) dan SP3
terkait pemotongan uang muka untuk Paket Kegiatan
MSMHP No. 2, 3, 4 dan 5 diketahui bahwa nilai
kontrak final mengalami perubahan yang signifikan.
Terhadap pembayaran uang muka atas empat paket
pekerjaan MSMHP tersebut sebesar
Rp24.619.964.400,00, yang sudah dikembalikan
sebesar Rp16.486.207.066,75, sedangkan sisanya
sebesar Rp7.865.244.208,85 belum dikembalikan.
Kondisi tersebut tidak sesuai dengan:
a. Peraturan Kepala LKPP Nomor 14 Tahun 2012
tentang Petunjuk Teknis Perpres Nomor 70
Tahun 2012 Tentang Perubahan Kedua Atas
Perpres Nomor 54 Tahun 2010 Tentang
Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah, Pada huruf
F, Pembayaran Uang Muka, Poin 6)
b. Ketentuan Umum Kontrak dalam kontrak poin
48.1 dan 48.3 tentang Uang Muka
Kondisi tersebut mengakibatkan kekurangan
penerimaan Negara atas pengembalian uang
muka pekerjaan sebesar Rp7.865.224.208,85.
BPK RI merekomendasikan
kepada Direktur Jenderal
Cipta Karya selaku
Executing Agency agar:
a. Menegur secara tertulis
Kepala Satker PSPLP
dan PPK MSMHP
Package Nomor 2, 3, 4
dan 5 di Kota Medan
yang tidak cermat dalam
melakukan pengawasan
dan pengendalian
b. Menginstrusikan Kepala
Satker PSPLP Provinsi
Sumatera Utara untuk
menagih sisa
pengembalian uang
muka saat pembayaran
termin 100% (lunas)
sebesar Rp7.865.224.
208,85.
Untuk menyelesaikan
masalah tersebut, maka
Kepala Satker PSPLP harus
cermat dalam melakukan
pengawasan dan
pengendalian terhadap
proses pencairan WA dan
SP3, serta PPK MSMHP
Package Nomor 2, 3, 4 dan
5 di Kota Medan harus
cermat dalam menentukan
pemotongan atas
pengembalian uang muka.
2 Pembayaran Pekerjaan Sewarage System Medan –
Expansion Zona 12 (NCB – Civil Work) MSMHP –
4 Package melebihi progres pekerjaan sebesar
Rp2.181.427.819,00 dan Terdapat Kerusakan
Pekerjaan Jalan yang Harus Diperbaiki
Hal ini terlihat sebagai berikut :
a. Pembayaran sebesar Rp2.181.427.819,00 tidak
berdasarkan progres pekerjaan terpasang.
Berdasarkan hasil inventarisasi fisik tersebut
diketahui bahwa pembayaran yang sudah
dilakukan oleh PPK sampai termin ke 7 atau s/d
31 desember 2015 sebesar Rp32.795.716.818,00,
sedangkan volume terpasang sebesar
Rp30.614.289.012,46, sehingga terdapat
kelebihan pembayaran sebesar
Rp2.181.427.819,00 dengan uraian sebagai
berikut
BPK RI merekomendasikan
kepada Direktur Jenderal
Cipta Karya selaku
Executing Agency agar:
a. Menegur secara tertulis
Kepala CPMU supaya
menyelenggarakan
pengendalian dan
pengawasan kegiatan
MSMHP di Medan
secara ketat dan
berkesinambungan
b. Menginstrusikan Kepala
CPMU supaya menegur
secara tertulis PPMU,
Kepala Satker PSPLP,
serta Konsultan PISC
atas kelalaiannya dalam
pengawasan pekerjaan
c. Menginstrusikan Kepala
PSPLP agar meminta
rekanan mengembalikan
kelebihan pembayaran
ke Kas Negara sebesar
Rp2.181.427.819,00
Untuk menyelesaikan
masalah tersebut, maka :
a. Kepala CPMU dan
Kasatker PSPLP harus
cermat dalam melakukan
pengendalian atas
pelaksanaan pekerjaan
b. Pejabat Pembuat
Komitmen harus:
1) Meningkatkan
pengawasan atas
pelaksanaan
pekerjaan yang
menjadi tanggung
jawabnya
2) Lebih cermat dalam
mengawasi
pengajuan
penagihan termin
c. Konsultan pengawas
harus lebih cermat
dalam melakukan
pengawasan pekerjaan
sesuai dengan yang
diatur dalam Kontrak
dan Kerangka Acuan
Kerja
48
LHP No. 91/Pusat Kajian Akuntabilitas Keuangan Negara-BKD
b. Terdapat Jalan rusak sepanjang 133,83 m pada
ruas Jl. Durian/HM Said dan Manhole yang
tergenang dan dipenuhi sampah
Berdasarkan hasil pemeriksaan fisik secara uji
petik dilapangan menunjukan bahwa terdapat
jalan dengan kondisi aspal sudah terkelupas
seluruhnya (Rusak Berat) sehingga memerlukan
perbaikan dengan segara dan adanya lubang di
tengah jalan yang berbahaya bagi masyarakat
yang melintas.
Hal tersebut dikarenakan pipa yang belum
tersambung satu dengan yang lain menyebabkan
saluran akan tersumbat karena tidak memiliki
tempat pembuangan sehingga perlu pemeliharaan
untuk membersihkan saluran tersebut agar tidak
tersumbat.
Kondisi tersebut tidak sesuai dengan:
a. Perjanjian Kontrak pekerjaan Sewerage System
Medan – Expansion Zona 12 (NCB – Civil
Work) MSMHP – 4 Package pada pasal 3
b. Kondisi umum kontrak Huruf A.15
c. Spesifikasi teknik dokumen kontrak:
1) 4.1.4.B Manhole
2) 1.10.1. Perlindungan dan pemeliharaan lalu
lintas
3) Lampiran Rencana Aksi Pengelolaan
Lingkungan (RPAL) Dan Program
Pemantauan Lingkungan (PPL)
d. Berita Serah Terima Pertama (PHO) Nomor
1308/BA.STP/MSMHP-4/2016
Kondisi tersebut mengakibatkan:
a. Terdapat kelebihan pembayaran pekerjaan
sebesar Rp2.181.427.819,00
b. Hasil pekerjaan berisiko mengalami kerusakan
apabila tidak dilakukan pemeliharaan
49
LHP No. 92/Pusat Kajian Akuntabilitas Keuangan Negara-BKD
GAMBARAN UMUM
LOAN ADB NOMOR 2768-INO TERHADAP
URBAN SANITATION AND RURAL INFRASTRUCTURE (USRI) Support to PNPM
Mandiri Project
DIREKTORAT JENDERAL CIPTA KARYA
KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT
Kajian yang disusun merupakan kajian yang dilakukan terhadap laporan hasil pemeriksaan
BPK RI atas laporan keuangan, laporan kinerja dan pemeriksaan dengan tujuan tertentu yang
disusun oleh Kementerian/Lembaga Pemerintah Pusat tahun 2015 yang dikeluarkan pada
semester 1 tahun 2016. Secara khusus kajian ini dilakukan terhadap Laporan Keuangan Loan
ADB No 2768 INO USRI Dirjen Cipta Karya pada Kementerian Pekerjaan Umum dan
Perumahan Rakyat. Sedangkan tujuan dari kajian adalah untuk menyediakan informasi
sebagai bahan tindaklanjut DPR atas LHP BPK sebagai pelaksanaan wewenang, tugas dan
fungsi pengawasan parlemen atas akuntabilitas administrasi keuangan negara.
Gambaran umum sebagai pelengkap dari kajian ini dapat dilihat ebagai berikut:
Opini BPK
Laporan Realisasi Anggaran Loan 2768-INO
OPINI BPK RI
2014
WTP
2015
WTP
LRA Anggaran
15.756.077.000
Realisasi
12.648.036.31780%
50
LHP No. 92/Pusat Kajian Akuntabilitas Keuangan Negara-BKD
KUTIPAN & TELAAHAN HASIL PEMERIKSAAN BPK RI SEMESTER I TAHUN 2016
ATAS LAPORAN KEUANGAN LOAN ADB NOMOR 2768-INO TERHADAP
URBAN SANITATION AND RURAL INFRASTRUCTURE (USRI) Support to PNPM Mandiri Project
DIREKTORAT JENDERAL CIPTA KARYA
KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT
TAHUN ANGGARAN 2015
NO. TEMUAN REKOMENDASI BPK HASIL TELAAHAN
Hasil Pemeriksaan atas Sistem Pengendalian Intern
1 Pembayaran Bunga atas Loan 2768-INO Urban
Sanitation and Rural Infrastructure Support to PNPM
Mandiri Project TA 2015 dan 2016 Membebani
APBN Sebesar USD844.738,68 Ekuivalen
Rp11.434.805.561,64
Berdasarkan hasil pemeriksaan atas Loan Agreement
2768-INO, Laporan Keuangan TA 2015 dan Laporan
Rekening Khusus Tahun 2015 diketahui hal-hal sebagai
berikut:
a. Terdapat dana/saldo pada Rekening Khusus Bank
Indonesia per 31 Desember 2015 sebesar
USD1.888.958,93
b. Rekening Khusus Kementerian Keuangan untuk
USRI Support to PNPM Mandiri pada Bank
Indonesia belum ditutup (closing account)
Proses penutupan rekening khusus tersebut belum
dapat dilakukan karena perlu dilakukan proses
pengembalian sisa dana yang tidak digunakan untuk
implementasi kegiatan kepada ADB sebesar
USD1.920.146,19. Pengembalian dana tersebut
belum dapat dilakukan karena masih terdapat
pengeluaran yang ineligible yaitu berupa kesalahan
pembebanan tiga SP2D kegiatan RIS-PNPM Tahun
2012 yang seharusnya didanai dari APBN namun
dibebankan pada Rekening Khusus Loan 2768-INO
senilai Rp300.000.000,00 ekuivalen USD31.187,26,
dengan rincian sebagai berikut:
Atas permasalahan tersebut di atas, berdasarkan hasil
konfirmasi kepada Direktorat Jenderal Pengelolaan
Pembayaran dan Risiko Kementerian Keuangan berupa
data base penetapan bunga yang telah dibayarkan oleh
pemerintah diketahui bahwa atas sisa dana Loan yang
masih berada di Rekening Khusus Bank Indonesia maka
Pemerintah dikenakan bunga yaitu untuk periode Maret
dan September 2015 sebesar USD493.489,98 atau
ekuivalen Rp6.838.013.824,74 dan periode Maret 2016
sebesar USD351.248,70 atau ekuivalen sebesar
Rp4.596.791.736,90
Kondisi tersebut tidak sesuai dengan:
a. Loan Agreement Number 2768-INO Urban
Sanitation and Rural Infrastructure Support to
PNPM Mandiri Project between Republic Of
Indonesia and Asian Development Bank Dated 30
September 2011
b. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang
BPK RI
merekomendasikan kepada
Menteri Pekerjaan Umum
dan Perumahan Rakyat
agar menginstruksikan
Dirjen Cipta Karya untuk:
a. Menegur secara
tertulis kepada
Kepala CPMU
supaya lebih cermat
dalam melakukan
koordinasi, pembi
naan dan pengen
dalian atas penyeleng
garaan kegiatan seca
ra berjenjang.
b. Memerintahkan
Kepada Kepala
Satker Keterpaduan
Infrastruktur
Permukiman dan
Kepala Satker
Pengembangan
Kawasan Permu
kiman untuk segera
menyelesaikan per
masalahan penge
luaran ineligible.
c. Memerintahkan
Kepala CPMU untuk
menegur secara
tertulis kepada PPK
supaya lebih cermat
dalam melakukan
pengelolaan dana
pinjaman
Untuk menyelesaikan
masalah tersebut, maka
Kepala Central Project
Management Unit
(CPMU) harus lebih
optimal dalam melakukan
koordinasi, pembinaan dan
pengendalian atas
penyelenggaan kegiatan
dari tingkat nasional
sampai provinsi, Kepala
Satker Keterpaduan
Infrastruktur Permukinan
harus berkoordinasi
dengan Kepala Satker
Pengembangan Kawasan
Permukinan dalam
menindaklanjuti
permasalahan pengeluaran
ineligible, serta PPK harus
lebih` cermat dalam
melakukan pengelolaan
dana pinjaman.
51
LHP No. 92/Pusat Kajian Akuntabilitas Keuangan Negara-BKD
NO. TEMUAN REKOMENDASI BPK HASIL TELAAHAN
Keuangan Negara, Pasal 3 ayat (1)
c. Peraturan Pemerintah RI Nomor 10 Tahun 2011
tentang Tata Cara Pengadaan pinjaman Luar Negeri
dan Penerimaan Hibah, Pasal 2
Kondisi tersebut mengakibatkan pembayaran bunga
Tahun 2015 dan Tahun 2016 (periode Maret 2016)
memboroskan Keuangan Negara sebesar
USD844.738,68 ekuivalen Rp11.434.805.561,64
Hasil Pemeriiksaan Atas Kepatuhan Terhadap
Perundang-undangan
1 Item Pekerjaan Housing Allowance Sebesar
Rp114.150.000,00 Tidak Sesuai Dengan Ketentuan
Salah satu item pekerjaan yang dilakukan
amandemen/addendum kontrak RPMC pada tahun 2013
adalah penambahan item pekerjaan housing allowance
untuk provincial team dan district/city team yang
merupakan operational cost dan bagian dari komponen
out of pocket expenses, dengan rincian sebagai berikut.
Housing allowance tersebut merupakan uang yang
diberikan kepada Provincial Team dan District/City
Team yang digunakan untuk membayar sewa tempat
tinggal selama di tempat penugasan, dengan bukti
pertanggungjawaban pada PT.Virama Karya berupa slip
gaji sebesar Rp46.250.000,00 dan PT.Adhicipta
Engineering berupa kuitansi pembayaran sewa rumah
sebesar Rp67.900.000,00.
Atas hal tersebut maka seharusnya item pekerjaan
housing allowance sudah diperhitungkan ke dalam
komponen biaya langsung personil/Remuneration dan
tidak dimasukkan ke dalam komponen biaya langsung
non personil
Kondisi tersebut tidak sesuai dengan:
a. Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010
sebagaimana diubah terakhir dengan Peraturan
Presiden Nomor 4 Tahun 2015 tentang Pengadaan
Barang/Jasa Pemerintah, Lampiran IV.A, pada:
1) Poin 3.a.2.g;
2) Poin 3.a.2.i
b. Kontrak Nomor HK.02.03/SPK/KPT/LOAN-
ADB/01/2013 tanggal 6 Maret 2013 dan Kontrak
Nomor HK.02.03/SPK/KPT/LOAN-ADB/02/2013
tanggal 6 Maret 2013 pada Kondisi Umum Kontrak:
1) Poin 6.2.c;
2) Poin 6.2.d.
Kondisi tersebut mengakibatkan pemborosan
keuangan negara sebesar Rp114.150.000,00
(Rp46.250.000,00 + Rp67.900.000,00).
BPK RI
merekomendasikan kepada
Menteri Pekerjaan Umum
dan Perumahan Rakyat
agar mengintruksikan
Dirjen Cipta Karya untuk:
a. Menegur secara
tertulis kepada Kepala
CPMU agar lebih
cermat dalam
melakukan pembinaan
dan pengendalian atas
penyelenggaraan
kegiatan yang
dilakukan oleh
konsultan
b. Memerintahkan
Kepala CPMU supaya
memberikan teguran
tertulis kepada PPK
memedomani
peraturan yang berlaku
dalam melaksanakan
tugas dan tanggung
jawabnya
Untuk menyelesaikan
masalah tersebut, maka
Kepala Central Project
Management Unit
(CPMU) harus melakukan
pembinaan dan
pengendalian
penyelenggaraan kegiatan
yang dilakukan oleh
konsultan, serta PPK harus
memedomani peraturan
yang berlaku dalam
melaksanakan tugas dan
tanggungjawabnya
52
LHP No. 92/Pusat Kajian Akuntabilitas Keuangan Negara-BKD
2 Bukti Pertanggungjawaban Item Pekerjaan Out of
Pocket Expenses dan Provisional Sums Tidak Sah
Sebesar Rp108.812.500,00
Berdasarkan hasil pengujian terhadap kwitansi
pembayaran untuk item pekerjaan out of pocket
expenses, dan provisonal sum adalah sebagai berikut:
a. Item Pekerjaan Out of Pocket Expenses
Pengujian kualitas efluen pada PT.Virama Karya
sebesar Rp77.400.000,00 dilakukan oleh Balai
Pengujian dan Informatika Konstruksi Dinas Cipta
Karya dan Tata Ruang Pemerintah Provinsi Jawa
Tengah.
Berdasarkan hasil konfirmasi kepada Kepala Balai
Pengujian dan Informatika Konstruksi Dinas Cipta
Karya dan Tata Ruang Pemerintah Provinsi Jawa
Tengah tanggal 26 Mei 2016 diketahui bahwa
pembayaran biaya uji adalah sebesar
Rp74.880.000,00
b. Item Pekerjaan Provisional Sums
Berdasarkan hasil pengujian terhadap invoice serta
konfirmasi kepada pihak hotel terkait atas
pelaksanaan kegiatan pelatihan yang diajukan oleh
ketiga konsultan di tahun 2015 diketahui hal-hal
sebagai berikut:
1) Invoice senilai Rp140.000.000,00 dari
PT.Virama Karya untuk pembayaran kegiatan
Training of Trainer (ToT) yang dilaksanakan
di Hotel Horison Ultima Purwokerto tanggal
28-29 Mei 2015
Berdasarkan hasil konfirmasi kepada pihak
Hotel Horison Ultima, Purwokerto pada
tanggal 23 Mei 2016 diketahui bahwa nilai
invoice untuk kegiatan tersebut adalah sebesar
Rp63.700.000,00.
2) Invoice senilai Rp50.835.000,00 dari
PT.Adhicipta Engineering Consultant untuk
pembayaran kegiatan Pelatihan KPP yang
dilaksanakan di hotel Griya Sintesa, Manado
tanggal 28-29 April 2015
Berdasarkan hasil konfirmasi kepada pihak
hotel Griya Sintesa, Manado pada tanggal 20
Mei 2016 diketahui bahwa nilai invoice untuk
kegiatan tersebut adalah sebesar
Rp37.610.000,00
3) Invoice senilai Rp18.300.000,00 dari
PT.Adhicipta Engineering Consultant untuk
pembayaran kegiatan RPMC coordination
meeting yang dilaksanakan di Hotel d'Season,
Surabaya tanggal 7-8 Januari 2014
Berdasarkan hasil konfirmasi kepada pihak
Hotel d'Season, Surabaya pada tanggal 20 Mei
2016 diketahui bahwa nilai invoice untuk
kegiatan tersebut adalah sebesar
Rp12.150.000,00
4) Invoice senilai Rp51.297.500,00 dari
PT.Inacon Luhur Pertiwi untuk pembayaran
kegiatan Training of Trainer (ToT) yang
dilaksanakan di Hotel Kartika Graha, Malang
tanggal 2-3 Januari 2014.
Hasil konfirmasi kepada pihak Hotel Kartika
Graha, Malang pada tanggal 25 Mei 2016
diketahui bahwa nilai invoice untuk kegiatan
BPK RI
merekomendasikan kepada
Menteri Pekerjaan Umum
dan Perumahan Rakyat
agar mengintruksikan
Dirjen Cipta Karya untuk
memerintahkan Kepala
CPMU supaya
memberikan teguran
tertulis kepada:
a. Pejabat Penandatangan
SPM agar lebih cermat
dalam melakukan
pengujian tagihan dari
konsultan
b. PPK agar lebih optimal
dalam melakukan
pengawasan dan
pengendalian atas
pembayaran tagihan
dan memerintahkan
PPK untuk
mempertanggungjawa
bkan kelebihan
pembayaran sebesar
Rp108.812.500,00
dengan menyetorkan
ke Kas Negara.
Untuk menyelesaikan
masalah tersebut, maka
Pejabat Penandatangan
SPM harus lebih cermat
dalam melakukan
pengujian tagihan dari
konsultan, serta PPK harus
lebih optimal dalam
melakukan pengawasan
dan pengendalian atas
pembayaran tagihan
53
LHP No. 92/Pusat Kajian Akuntabilitas Keuangan Negara-BKD
tersebut adalah sebesar Rp40.680.000,00
Dengan demikian terdapat kelebihan pembayaran kepada
konsultan sebesar Rp108.812.500,00
Kondisi tersebut tidak sesuai dengan:
a. Lampiran IV-A Perpres Nomor 54 Tahun 2010
tentang Tata Cara Pemilihan Penyedia Jasa
Konsultansi Berbentuk Badan Usaha, Bagian A
Point 3
b. Kontrak nomor HK.02.03/SPK/KPT/LOAN-
ADB/06/2012 tanggal 26 Desember 2012, Kondisi
Umum Kontrak, Pembayaran kepada konsultan,
point 6.2 c
c. Kontrak nomor HK.02.03/SPK/KPT/LOAN-
ADB/01/2013 tanggal 6 Maret 2013, Kondisi Umum
Kontrak, Pembayaran kepada konsultan, point 6.2 c.
d. Kontrak nomor HK.02.03/SPK/KPT/LOAN-
ADB/02/2013 tanggal 6 Maret 2013, Kondisi Umum
Kontrak, Pembayaran kepada konsultan, point 6.2 c
Kondisi tersebut mengakibatkan kelebihan
pembayaran sebesar Rp108.812.500,00.
54
LHP No. 93/Pusat Kajian Akuntabilitas Keuangan Negara-BKD
GAMBARAN UMUM
LAPORAN KEUANGAN LOAN ADB NOMOR 2817-INO
REGIONAL ROADS DEVELOPMENT PROJECT
DIREKTORAT JENDERAL BINA MARGA
KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT
ajian yang disusun merupakan kajian yang dilakukan terhadap laporan hasil
pemeriksaan BPK RI atas laporan keuangan, laporan kinerja dan pemeriksaan
dengan tujuan tertentu yang disusun oleh Kementerian/Lembaga Pemerintah Pusat
tahun 2015 yang dikeluarkan pada semester 1 tahun 2016. Secara khusus kajian ini dilakukan
terhadap Laporan Keuangan Loan ADB No 2817 INO RRDP Dirjen Bina Marga pada
Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat. Sedangkan tujuan dari kajian adalah
untuk menyediakan informasi sebagai bahan tindaklanjut DPR atas LHP BPK sebagai
pelaksanaan wewenang, tugas dan fungsi pengawasan parlemen atas akuntabilitas
administrasi keuangan negara.
Gambaran umum sebagai pelengkap dari kajian ini dapat dilihat sebagai berikut:
OPINI BPK RI
LAPORAN REALISASI ANGGARAN
K
OPINI BPK RI
2014
WTP
2015
WTP
PinjamanAnggaran
592.784.151.000
Realisasi
521.112.565.75288%
55
LHP No. 93/Pusat Kajian Akuntabilitas Keuangan Negara-BKD
KUTIPAN & TELAAHAN HASIL PEMERIKSAAN BPK RI SEMESTER I TAHUN 2016
ATAS LAPORAN KEUANGAN LOAN ADB NOMOR 2817-INO TERHADAP
REGIONAL ROADS DEVELOPMENT PROJECT
DIREKTORAT JENDERAL BINA MARGA
KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT
TAHUN ANGGARAN 2015
NO. TEMUAN REKOMENDASI BPK HASIL TELAAHAN
Hasil Pemeriiksaan Atas Kepatuhan Terhadap
Perundang-undangan
1 Perubahan Personil dan Pelaksanaan Mobilisasi
Tenaga Ahli pada Paket Design and Supervision
Consultants (DSC-1) Kalimantan Region Regional
Roads Development Project Tidak Sesuai Kontrak
Berdasarkan hasil analisa lebih lanjut atas dokumen
kontrak, dokumen pembayaran dan dokumen
pendukung lainnya diketahui hal-hal sebagai berikut:
a. Pergantian sembilan orang personil tenaga ahli
belum tertuang dalam amandemen kontrak, dengan
rincian sebagai berikut:
Berdasarkan hasil konfirmasi kepada PPK dan
pihak terkait diperoleh informasi bahwa
penggantian personil hanya berdasarkan usulan
personil pengganti yang diusulkan rekanan ke
PPK, serta pergantian personil belum tertuang
dalam amandemen kontrak. Beberapa personil
pengganti tersebut telah menerima pembayaran
sebesar Rp188.620.000,00
b. Empat orang personil tenaga ahli regional team
dimobilisasi kurang dari jangka waktu pelaksanaan
yang telah ditetapkan dalam kontrak yaitu selama
33 bulan, personil tersebut baru dimobilisasi antara
bulan Desember 2013 s.d. Februari 2014, sehingga
terdapat biaya remunerasi yang tidak dapat
ditagihkan/dibayar sebesar USD50.925,00 dan
Rp381.360.000,00
c. Seorang personil tenaga ahli social
environment/resettlement engineer regional team
belum dimobilisasi sampai berakhirnya
pemeriksaan lapangan (22 Mei 2016), padahal
sesuai dengan kontrak personil tersebut sudah
harus dimobilisasi pada bulan ke-10 atau bulan
Oktober 2014, maka terdapat biaya remunerasi
yang tidak dapat ditagihkan/dibayar sebesar
Rp291.840.000,00.
d. Penyusunan AMDAL sebesar Rp1.366.600.000,00
belum dapat dilaksanakan karena personil tenaga
BPK merekomendasikan
kepada Direktur Jenderal
Bina Marga selaku
Executing Agency (EA)
agar:
a. Memberikan sanksi
sesuai ketentuan yang
berlaku kepada Kepala
BBPJN VII dan PPK
Bidang Pelaksanaan II
karena lemah dalam
melakukan pengendalian
dan pengawasan atas
kegiatan yang menjadi
tanggung jawabnya.
b. Memerintahkan Kepala
BBPJN VII untuk
menginstruksikan PPK
Bidang Pelaksanaan II
supaya memberikan
sanksi sesuai ketentuan
yang berlaku kepada
rekanan karena tidak
sungguh-sungguh dalam
melaksanakan pekerjaan
sesuai yang ditetapkan
dalam kontrak.
c. Memerintahkan Kepala
BBPJN VII untuk
menginstruksikan PPK
Bidang Pelaksanaan II
untuk menghilangkan
biaya penyusunan
AMDAL sebesar
Rp1.366.600.000,00 dan
mempercepat proses
pelegalan atas personil
pengganti serta
perpanjangan jangka
waktu kontrak untuk
selanjunya diajukan dan
dimintakan persetujuan
dari ADB
Untuk menyelesaikan
masalah tersebut, maka
Kepala BBPJN VII harus
meningkatkan
pengendalian dan
pengawasan atas kegiatan
yang menjadi tanggung
jawabnya, serta PPK harus
tegas dalam mengawasi
rekanan yang tidak
sungguh-sungguh dalam
melaksanakan pekerjaan
sesuai yang ditetapkan
dalam kontrak.
56
LHP No. 93/Pusat Kajian Akuntabilitas Keuangan Negara-BKD
NO. TEMUAN REKOMENDASI BPK HASIL TELAAHAN
ahli Tim AMDAL 1 belum dimobilisasi,
berdasarkan hasil konfirmasi dengan PPK
diperoleh informasi bahwa ruas jalan yang akan
dibuatkan dokumen AMDAL telah memiliki
dokumen lingkungan
e. Tiga orang personil tenaga ahli field team-30-
RCP-01 dimobilisasi kurang dari jangka waktu
pelaksanaan yang telah ditetapkan dalam kontrak
yaitu selama 31 dan 30 bulan, personil tersebut
baru dimobilisasi antara bulan Januari s.d.
September 2015, sehingga terdapat biaya
remunerasi yang tidak dapat ditagihkan/dibayar
sebesar Rp729.295.000,00,
f. Tiga orang personil tenaga ahli 30-RCP-02
dimobilisasi kurang dari jangka waktu pelaksanaan
yang telah ditetapkan dalam kontrak yaitu selama
33 bulan, personil tersebut baru dimobilisasi bulan
Desember 2013, sehingga terdapat biaya
remunerasi yang tidak dapat ditagihkan/dibayar
sebesar Rp60.795.000,00
g. Tiga orang personil tenaga ahli 30-RCP-03
dimobilisasi kurang dari jangka waktu pelaksanaan
yang telah ditetapkan dalam kontrak yaitu selama
33 bulan, personil tersebut baru dimobilisasi bulan
Desember 2013, sehingga terdapat biaya
remunerasi yang tidak dapat ditagihkan/dibayar
sebesar Rp33.215.000,00
h. Satu orang personil tenaga ahli quality engineer
field team 34-RCP-04 belum dimobilisasi sampai
berakhirnya pemeriksaan lapangan (22 Mei 2016),
padahal sesuai dengan kontrak personil tersebut
sudah harus dimobilisasi pada bulan ke-5 atau
bulan Mei 2014. Apabila personil tersebut
dimobilisasi pada awal juni 2016, sehingga
terdapat biaya remunerasi yang tidak dapat
ditagihkan/dibayar sebesar sebesar
Rp425.040.000,00
Kondisi tersebut tidak sesuai dengan:
a. Undang-undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang
Keuangan Negara pasal 3 ayat 1
b. Loan Agreement ADB Nomor 2817-INO
Appendix 1 (ADB Review of Procurement
Decision) pada angka 3 tentang Modifications
c. Project Administration Manual
d. Terms of Reference
e. Kontrak No. 01/DSC-1/CS/ADB/2817/1113
tanggal 21 November 2013 sebagaimana telah
diubah melalui amandemen tanggal 10 April 2015
f. Surat mobilisasi pertama Nomor PL.02.01-
Bz/RRDP-Plks.II/01/2014 tanggal 21 Januari 2014
yang mengatur bahwa mobilisasi pertama
dilaksanakan pada tanggal 16 Desember 2013.
57
LHP No. 93/Pusat Kajian Akuntabilitas Keuangan Negara-BKD
NO. TEMUAN REKOMENDASI BPK HASIL TELAAHAN
Kondisi tersebut mengakibatkan:
a. Pembayaran remunerasi sembilan personil tenaga
ahli pengganti sebesar Rp188.620.000,00 belum
memiliki dasar hukum dan berpotesi tidak disetujui
oleh ADB, serta pengawasan atas pelaksanaan
pekerjaan fisik tidak berjalan optimal karena
personil tenaga ahli pengganti membutuhkan
waktu dalam memahami tugas dan tanggung
jawabnya sebagai tenaga ahli pengganti.
b. Nilai remunerasi sebesar USD50.925,00 dan
Rp1.921.545.000,00 (Rp381.360.000,00 +
Rp291.840.000,00 + Rp729.295.000,00 +
Rp60.795.000,00 + Rp33.215.000,00 +
Rp425.040.000,00) berpotensi tidak dapat
dibayarkan
c. Biaya penyusunan AMDAL sebesar
Rp1.366.600.000,00 berpotensi memboroskan
keuangan Negara karena dilakukan di lokasi yang
sama
58
LHP No. 94/Pusat Kajian Akuntabilitas Keuangan Negara-BKD
GAMBARAN UMUM
NEIGHBORHOOD UPGRADING AND SHELTER PROJECT PHASE 2
DIREKTORAT JENDERAL CIPTA KARYA
KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT
ajian yang disusun merupakan kajian yang dilakukan terhadap laporan hasil
pemeriksaan BPK RI atas laporan keuangan, laporan kinerja dan pemeriksaan dengan
tujuan tertentu yang disusun oleh Kementerian/Lembaga Pemerintah Pusat tahun
2015 yang dikeluarkan pada semester 1 tahun 2016. Secara khusus kajian ini dilakukan
terhadap Laporan Keuangan Loan ADB No 2654 INO NUSP-2 Dirjen Cipta Karya pada
Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat. Sedangkan tujuan dari kajian adalah
untuk menyediakan informasi sebagai bahan tindaklanjut DPR atas LHP BPK sebagai
pelaksanaan wewenang, tugas dan fungsi pengawasan parlemen atas akuntabilitas
administrasi keuangan negara.
Gambaran umum sebagai pelengkap dari kajian ini dapat dilihat ebagai berikut;
Opini BPK
Laporan Realisasi Loan 3122-INO
K
OPINI BPK RI
2014
......*
2015
WTP
PinjamanAnggaran
71.048.057.000
Realisasi
51.196.953.91072%
*BPK belum memeriksa pinjaman luar negeri pada
Tahun tersebut
59
LHP No. 94/Pusat Kajian Akuntabilitas Keuangan Negara-BKD
KUTIPAN & TELAAHAN HASIL PEMERIKSAAN BPK RI SEMESTER I TAHUN 2016
ATAS LAPORAN KEUANGAN LOAN ADB NOMOR 3122-INO TERHADAP
NEIGHBORHOOD UPGRADING AND SHELTER PROJECT PHASE 2
DIREKTORAT JENDERAL CIPTA KARYA
KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT
TAHUN ANGGARAN 2015
NO. TEMUAN REKOMENDASI BPK HASIL TELAAHAN
Hasil Pemeriksaan atas Sistem Pengendalian
Intern
1 Pelaksanaan Peningkatan Infrastruktur
Permukiman Kumuh Pada Lima Kabupaten/Kota
Belum Terealisasi Sebesar Rp8.500.000.000,00
Berdasarkan pemeriksaan atas dokumen
pertanggungjawaban atas realisasi kegiatan kategori 1
(works) menunjukkan bahwa diantaranya terdapat 5
(lima) kabupaten/kota yang anggarannya tidak
direalisasikan/dilaksanakan sebesar
Rp8.500.000.000,00.
Hasil konfirmasi lebih lanjut dengan PPK NUSP-2
terkait tidak direalisasikan beberapa kegiatan pada 5
(lima) kabupaten/kota tersebut diperoleh informasi
bahwa:
a. BKM belum menyusun dokumen Rencana Aksi
Perbaikan Lingkungan (Neighborhood
Upgrading Action Plan/NUAP), BKM baru
memasuki tahap Survei Kampung Sendiri (SKS)
b. BKM/LKM belum siap melaksanakan program
NUSP-2 Tahun 2015
c. Pihak kelurahan belum bersedia menerima
program NUSP-2 Tahun 2015 dan hanya melihat
pelaksanaan NUSP-2 di kelurahan lain terlebih
dahulu
Kondisi tersebut tidak sesuai dengan:
a. Peraturan Direktur Jenderal Perbendaharaan
Nomor PER-56/PB/2012 tanggal 28 Desember
2002 tentang Petunjuk Pelaksanaan Pembebanan
Dana Pinjaman dan/atau Hibah Luar Negeri
Melalui Mekanisme Rekening Khusus pada Bab
II Prinsip Dasar Pelaksanaan Pasal 2
Kondisi tersebut mengakibatkan:
a. Penyerapan anggaran atas kegiatan kategori 1
(works) ADB Loan 3122-INO Tahun 2015
belum optimal
b. Penumpukan dana pada Reksus yang tidak
terserap membuka peluang timbulnya bunga
lebih besar sampai dengan saat pemeriksaan.
BPK RI merekomendasikan
kepada Direktur Jenderal
Cipta Karya Kementerian
Pekerjaan Umum dan
Perumahan Rakyat sebagai
Executing Agency
memerintahkan Ketua
Project Management Unit
untuk:
a. Memberikan sanksi
sesuai ketentuan kepada
Local Coordinating
Office yang belum
optimal dalam
melaksanakan tugas dan
fungsinya
b. Lebih intensif
berkoordinasi Local
Coordinating Office
dalam menentukan
lokasi sasaran proyek
yang tepat dan
memberikan bimbingan
terkait kesiapan BKM.
Untuk menyelesaikan
masalah tersebut, maka
Local Coordinating Office
(LCO) harus lebih optimal
dalam melaksanakan
tugasnya yang antara lain
mengajukan usulan lokasi
sasaran proyek, menjamin
pelaksanaan NUSP-2 berada
pada lokasi yang tepat dan
memberikan masukan dan
memfasilitasi penyusunan
NUAP, serta melakukan
proses verifikasi usulan
RKM yang disusun oleh
BKM.
Hasil Pemeriiksaan Atas Kepatuhan Terhadap
Perundang-undangan
1 Pembayaran Bunga dan Commitment Charge atas
Kegiatan Pengembangan Lingkungan
Permukiman Perkotaan/NUSP-2 ADB Loan 3122-
INO Membebani APBN Sebesar
Rp2.083.272.006,21 atau Ekuivalen dengan
USD153.913,41
Hal ini terlihat sebagai berikut :
a. Pembayaran bunga atas ADB Loan 3122-INO
tahun 2015 telah membebani APBN sebesar
Rp1.712.236.529,73 atau ekuivalen dengan
USD127.563,33
b. Pembayaran commitment charge atas ADB Loan
BPK RI merekomendasikan
kepada Direktur Jenderal
Cipta Karya Kementerian
Pekerjaan Umum dan
Perumahan Rakyat sebagai
Executing Agency (EA)
untuk
a. Lebih optimal dalam
melaksanakan
perencanaan,
pengawasan, dan
pengendalian NUSP-2;
Untuk menyelesaikan
masalah tersebut, maka
Kepala Satker, Daily
Implementing Agency (DIA),
dan Pejabat Pembuat
Komitmen (PPK) harus
meningkatkan perencanaan
program NUSP-2, serta
Executing Agency (EA)
harus lebih optimal dalam
melaksanakan perencanaan,
pengawasan, dan
60
LHP No. 94/Pusat Kajian Akuntabilitas Keuangan Negara-BKD
NO. TEMUAN REKOMENDASI BPK HASIL TELAAHAN
3122-INO tahun 2015 telah membebani APBN
sebesar Rp371.035.476,48 atau ekuivalen dengan
USD26.350,08
Kondisi tersebut tidak sesuai dengan:
a. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang
Keuangan Negara pada Pasal 3 ayat (1)
b. Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 2011
tentang Tata Cara Pengadaan Pinjaman Luar
Negeri dan Penerimaan Hibah pada Pasal 2
c. Loan Agreement Article II at:
1) Section 2.02: The Borrower shall pay to ADB
interest on the principal amount on the loan
withdrawn and outstanding from time to time
at the rate for each interest period equal to the
sum of:
a) LIBOR; and
b) 0,6% as provided by Section 3.02 of the
loan regulations less a credit of 0,1% as
provided by Section 3.03 of the loan
regulations.
2) Section 2.03: The Borrower shall pay a
commitment charge of 0,15% per annum. Such
charge shall accrue on the full amount of the
loan (less amounts withdrawn from time to
time), commencing 60 days after the date of
this loan agreement.
3) Section 2.04: Interest and other charges on
the loan shall be payable semiannually on 1
March and 1 September in each year
Kondisi tersebut mengakibatkan pemborosan dan
pembebanan keuangan Negara (APBN) sebesar
Rp2.083.272.006,21 atau ekuivalen dengan
USD153.913,41
b. Menegur secara tertulis
Ketua Project
Management Unit
(PMU) dan PPK yang
lemah dalam
perencanaan program
NUSP-2; dan
c. Memerintahkan Ketua
Project Management
Unit dan Pejabat
Pembuat Komitmen
(PPK) untuk segera
melaksanakan/merealisa
sikan kegiatan NUSP-2
yang telah direncanakan
sehingga tidak terjadi
penumpukan dana pada
rekening khusus maupun
rekening ADB Manila.
pengendalian.
2 Biaya Kontingensi Jasa Konsultansi (Consulting
Service) atas Kegiatan Pengembangan
Lingkungan Permukiman Perkotaan/NUSP-2
ADB Loan 3122- INO Tidak Sesuai Ketentuan
Sebesar Rp4.098.111.500,00
Berdasarkan hasil pemeriksaan atas dokumen kontrak
konsultan, realisasi pembayaran selama tahun 2015,
dan kertas kerja pembentukan harga perkiraan sendiri
(HPS) oleh PPK, diketahui terdapat biaya kontingensi
yang merupakan biaya yang dicadangkan untuk
pengeluaran yang tidak terduga dan belum dapat
diperkirakan selama masa kontrak.
Pemeriksaan lebih lanjut atas dokumen realisasi
pembayaran dan kertas kerja diketahui bahwa biaya
kontingensi tersebut sebesar Rp4.098. 111.500,00
belum digunakan/direalisasikan.
Kondisi tersebut tidak sesuai dengan:
a. Project Administration Manual LOAN 3122-INO
NUSP-2 Tahun 2014 Section VI poin B line 86,
about Procurement of goods, works, and
consulting services
b. Lampiran IV.A tentang Tata Cara Pemilihan
Penyedia Jasa Konsultansi Berbentuk Badan
Usaha pada Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun
2010 tentang Pengadaan Barang dan Jasa
Pemerintah Nomor 3 poin a.k)
BPK RI merekomendasikan
kepada Direktur Jenderal
Cipta Karya Kementerian
Pekerjaan Umum dan
Perumahan Rakyat sebagai
Executing Agency (EA)
untuk
a. Menegur secara tertulis
Ketua Project
Management Unit yang
belum optimal dalam
melaksanakan
pengawasan dan
pengendalian anggaran;
dan
b. Memerintahkan Ketua
Project Management
Unit supaya:
1) Menegur secara
tertulis PPK yang
tidak mempedomani
peraturan yang
berlaku dalam
perencanaan dan
penyusunan HPS;
dan
2) Bersama PPK agar
Untuk menyelesaikan
masalah tersebut, maka PPK
harus berpedoman pada
peraturan yang berlaku
dalam perencanaan dan
penyusunan HPS, serta
Kepala satker harus optimal
dalam melaksanakan
pengawasan dan
pengendalian
61
LHP No. 94/Pusat Kajian Akuntabilitas Keuangan Negara-BKD
NO. TEMUAN REKOMENDASI BPK HASIL TELAAHAN
Kondisi tersebut mengakibatkan potensi
kelebihan pembayaran atas penggunaan biaya
yang tidak terduga dan tidak terencana.
menghilangkan
biaya kontingensi
yang tercantum
dalam kontrak jasa
konsultansi sesuai
dengan ketentuan.
62
LHP No. 95/Pusat Kajian Akuntabilitas Keuangan Negara-BKD
GAMBARAN UMUM
WESTERN INDONESIA NATIONAL ROADS IMPROVEMENT PROJECT
DIREKTORAT JENDERAL BINA MARGA
KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT
ajian yang disusun merupakan kajian yang dilakukan terhadap laporan hasil
pemeriksaan BPK RI atas laporan keuangan, laporan kinerja dan pemeriksaan
dengan tujuan tertentu yang disusun oleh Kementerian/Lembaga Pemerintah Pusat
tahun 2015 yang dikeluarkan pada semester 1 tahun 2016. Secara khusus kajian ini dilakukan
terhadap Laporan Keuangan Loan World Bank No. 8043-ID WINRIP Dirjen Bina Marga
pada Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat. Sedangkan tujuan dari kajian
adalah untuk menyediakan informasi sebagai bahan tindaklanjut DPR atas LHP BPK sebagai
pelaksanaan wewenang, tugas dan fungsi pengawasan parlemen atas akuntabilitas
administrasi keuangan negara.
Gambaran umum sebagai pelengkap dari kajian ini dapat dilihat ebagai berikut:
Opini BPK
Laporan Realisasi Loan No 8043-ID
K
OPINI BPK RI
2014
WTP
2015
WTP
PinjamanAnggaran
1.174.715.709.000
Realisasi
657.788.884.46656%
63
LHP No. 95/Pusat Kajian Akuntabilitas Keuangan Negara-BKD
KUTIPAN & TELAAHAN HASIL PEMERIKSAAN BPK RI SEMESTER I TAHUN 2016
ATAS LAPORAN KEUANGAN LOAN NO. 8043-ID TERHADAP
WESTERN INDONESIA NATIONAL ROADS IMPROVEMENT PROJECT
DIREKTORAT JENDERAL BINA MARGA
KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT
TAHUN ANGGARAN 2015
NO. TEMUAN REKOMENDASI BPK HASIL TELAAHAN
Hasil Pemeriiksaan Atas Kepatuhan Terhadap
Perundang-undangan
1 Terdapat Kelebihan Pembayaran Sebesar
Rp369.847.676,86 pada Empat Paket Pekerjaan
Konstruksi
Hal ini terlihat sebagai berikut :
Berdasarkan hasil pemeriksaan secara uji petik atas
dokumen kontrak dan realisasi pembayaran civil
works serta pemeriksaan fisik bersama dengan satker
dan penyedia barang/jasa menunjukkan adanya
kekurangan volume pekerjaan sehingga terdapat
kelebihan pembayaran sebesar Rp369.847.676,86
(Rp95.669.749,67 + Rp150.419.590,62 +
Rp98.715.593,54 + Rp25.042.743,03) pada empat
paket pekerjaan konstruksi
Kondisi tersebut tidak sesuai dengan:
a. Peraturan Presiden No. 54 Tahun 2010 tentang
Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah sebagaimana
telah beberapa kali diubah terakhir dengan
Peraturan Presiden No. 4 Tahun 2015, pada Pasal
89 ayat (4)
b. Condition of Contract for Construction FIDIC:
1) Bab poin 4.8 Safety Procedures
2) Bab poin 4.9 Quality Assurance
3) Bab poin 12.1 Works to be Measured
4) Bab poin 12.2 Method of Measurement
c. Spesifikasi Umum Bina Marga (Revisi 1):
1) Divisi 6 Angka 6.3.7. tentang Pengendalian
Mutu dan Pemeriksaan di Lapangan angka 2
huruf a)
2) Divisi 6 Angka 6.3.8. tentang Pengukuran
dan Pembayaran angka 1 huruf b)
d. General Conditions of Contract part 12
Measurement and Evaluation:
1) point 12.1 about Works to be Measured
2) point 12.2 about Method of Measurement
Kondisi tersebut mengakibatkan kelebihan
pembayaran sebesar Rp369.847.706,86.
BPK merekomendasikan
kepada Dirjen Bina Marga
selaku Executing Agency
agar:
a. Menginstruksikan
Kepala Satker PJN
Wilayah I Sumatera
Barat dan PJN Wilayah
II Lampung supaya
memerintahkan PPK
untuk
mempertanggungjawabk
an kelebihan
pembayaran sebesar
Rp369.847.706,86;
b. Memberikan sanksi
sesuai peraturan
perundang-undangan
kepada Kepala Satker
PJN Wilayah I Sumatera
Barat dan PJN Wilayah
II Lampung, PPK,
Pengawas Lapangan dan
Konsultan Pengawas
supaya lebih cermat
dalam menguji
kewajaran tagihan yang
diajukan kontraktor.
Untuk menyelesaikan
masalah tersebut, maka
Kepala Satker dan PPK
harus cermat dalam
melaksanakan
pengendalian pelaksanaan
pekerjaan, serta Pengawas
Lapangan dan Konsultan
Pengawas (DSC) juga
harus cermat dalam
menjalankan tugas
pengawasan
64
LHP No. 96/Pusat Kajian Akuntabilitas Keuangan Negara-BKD
GAMBARAN UMUM
LOAN WORLD BANK/ IBRD NOMOR 8121-ID TERHADAP
JAKARTA URGENT FLOOD MITIGATION PROJECT (JUFMP)/JAKARTA
EMERGENCY DREDGING INITIATIVE (JEDI)
DIREKTORAT JENDERAL SUMBER DAYA AIR
KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT
ajian yang disusun merupakan kajian yang dilakukan terhadap laporan hasil
pemeriksaan BPK RI atas laporan keuangan, laporan kinerja dan pemeriksaan
dengan tujuan tertentu yang disusun oleh Kementerian/Lembaga Pemerintah Pusat
tahun 2015 yang dikeluarkan pada semester 1 tahun 2016. Secara khusus kajian ini dilakukan
terhadap Laporan Keuangan LoanWorld/ IBRD No 8121-ID JUFMP/JEDI Dirjen Sumber
Daya Air pada Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat. Sedangkan tujuan dari
kajian adalah untuk menyediakan informasi sebagai bahan tindaklanjut DPR atas LHP BPK
sebagai pelaksanaan wewenang, tugas dan fungsi pengawasan parlemen atas akuntabilitas
administrasi keuangan negara.
Gambaran umum sebagai pelengkap dari kajian ini dapat dilihat ebagai berikut:
Opini BPK
Project Sources and Uses of Funds JUFMP/JEDI
K
OPINI BPK RI
2014
WDP
2015
WTP
GOI Anggaran
174.001.850.461
Realisasi
123.074.532.24371%
World Bank Anggaran
462.937.293.329
Realisasi
238.690.653.50652%
65
LHP No. 96/Pusat Kajian Akuntabilitas Keuangan Negara-BKD
KUTIPAN & TELAAHAN HASIL PEMERIKSAAN BPK RI SEMESTER I TAHUN 2016
ATAS LAPORAN KEUANGAN LOAN WORLD BANK/ IBRD NOMOR 8121-ID TERHADAP
JAKARTA URGENT FLOOD MITIGATION PROJECT (JUFMP)/JAKARTA EMERGENCY DREDGING
INITIATIVE (JEDI)
DIREKTORAT JENDERAL SUMBER DAYA AIR
KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT
TAHUN ANGGARAN 2015
NO. TEMUAN REKOMENDASI BPK HASIL TELAAHAN
Hasil Pemeriksaan atas Sistem Pengendalian
Intern
1 Proporsi Pembayaran Pekerjaan atas Dana
Sharing GOI APBN/APBD dan Loan World Bank
(IBRD) pada JUFMP ICB Project Activities No.
1(a), dan 1(c) Tidak Sesuai dengan Loan
Agreement
Proporsi pencairan dana sampai dana sampai dengan
31 Desember 2015 untuk Kategori 1(a) sebesar
13,12% dari dana sharing GOI APBN dan 86,80%
dari Loan World Bank (IBRD), dan kategori 1(c)
sebesar 47,22% dari sharing GOI APBD dan 52,78%
dari Loan World Bank (IBRD).
Berdasarkan Loan Agreement JUFMP/JEDI Tahun
2012 antara Pemerintah RI dengan International
Bank For Reconstruction And Development (IBRD)
bahwa persentase pengeluaran yang akan dibiayai
World Bank untuk kategori 1(a) sebesar 80%, 1(b)
sebesar 80%, dan 1(c) sebesar 67%
Pada tahun 2014 kondisi serupa terjadi pada kategori
1(c) untuk pekerjaan Dredging and Embankment of
Ciliwung-Gunung sahari Drain and Waduk Melati,
proporsi pembiayaan yang bersumber dari Loan
World Bank (IBRD) lebih besar Rp5.538.858.877,57
(Rp120.308.375.048-(67%x Rp171.297.785.329,00)
dan yang bersumber dari sharing GOI APBD kurang
sebesar Rp5.538.858.877,57 (Rp50.989.410.281,00-
(33%x Rp171.297.785.329,00). Sampai dengan 31
desember 2015, permasalahan yang sama terjadi pada
kategori 1(a), 1(b), dan 1(c)
Kondisi tersebut tidak sesuai dengan:
a. Loan Agreement JUFMP/JEDI Section IV
Withrawal pf Loan Proceeds –A. General pada
poin nomor 2.
Kondisi tersebut mengakibatkan:
a. Pembiayaan Works under Part 1 of the project
1(a) DGWR Project sites yang bersumber dari
Loan World Bank (IBRD) mengalami kelebihan
sebesar Rp21.079.644.519,60 dan yang
bersumber dari sharing GOI APBN mengalami
kekurangan sebesar Rp21.079.644.519,60
b. Pembiayaan Works under Part 1 of the project
1(b) DGWR Project sites yang bersumber dari
Loan World Bank (IBRD) mengalami kelebihan
BPK merekomendasikan
kepada Dirjen SDA selaku
Executing Agency, agar
memerintahkan ketua PIU
Ditjen Cipta Karya (DGHS)
d.h.i Kepala Satker
Pengembangan Penyehatan
Lingkungan Jabodetabek,
dan Ketua PIU DKI Jakarta
d.h.i Kepala Dinas Tata Air
Provinsi DKI Jakarta, untuk
menganggarkan dan
mengajukan klaim
pembayaran sesuai dengan
proporsi yang diatur dalam
Loan Agreement IBRD No.
8121-ID
Untuk menyelesaikan
masalah tersebut, maka
Ketua CPIU harus lebih
optimal dalam melakukan
pengendalian atas pengajuan
klaim pembiayaan oleh
masing-masing PIU, dan
Ketua PIU Ditjen SDA
(DGWR), PIU Ditjen Cipta
Karya (DGHR), dan PIU
DKI Jakarta harus teliti lagi
dalam memperhitungkan
dan mengajukan klaim
pembayaran sesuai dengan
proporsi yang diatur dalam
Loan Agreement IBRD No.
8121-ID.
66
LHP No. 96/Pusat Kajian Akuntabilitas Keuangan Negara-BKD
NO. TEMUAN REKOMENDASI BPK HASIL TELAAHAN
sebesar Rp3.208.199.890,60 dan yang
bersumber dari sharing GOI APBN mengalami
kekurangan sebesar Rp3.208.199.890,60
c. Pembiayaan Works under Part 1 of the project
1(c) DGWR Project sites yang bersumber dari
Loan World Bank (IBRD) mengalami kelebihan
sebesar Rp45.592.605.240,71 dan yang
bersumber dari sharing GOI APBN mengalami
kekurangan sebesar Rp45.592.605.240,71
Hasil Pemeriiksaan Atas Kepatuhan Terhadap
Perundang-undangan
1 Kelebihan Pembayaran atas Tiga Item Pekerjaan
sebesar Rp1.464.183.116,25 pada Paket Pekerjaan
Dredging and Embankment of Lower Cengkareng
Floodway Sub-Project of JUFMP Package No.2A
Berdasarkan Pemeriksaan atas dokumen kontrak,
addendum, Back Up Quantity beserta dokumen
pendukungnya Monthly Certificate beserta lampiran,
Shop Drawing dan gambar terlaksana menunjukan
hal-hal sebagai berikut:
a. Kelebihan pembayaran pekerjaan Dredging and
Disposal sebesar Rp9.827.756,25
Berdasarkan pemeriksaan terhadap dokumen
Back Up Quantity diketahui bahwa ada
rekapitulasi perhitungan volume pekerjaan
Dredging and Disposal terdapat kesalahan
perhitungan pada segmen 7+70 s.d. 7+750.
Volume pada segmen 7+700 – 7+750 seharusnya
sebesar 3.786,3 m3. Terdapat selisih sebesar
120,957 m3 (3.907,257m3-3.786,3 m3) atau
senilai Rp9.827.756,25 (120,957 m3 x
Rp81.250,00/m3) atas kesalahan perhitungan
tersebut.
b. Kelebihan pembayaran pekerjaan Furnishing of
Concrete Pile 30x30 sebesar Rp442.760.960,00
Rekapitulasi jumlah Back Up yang terbayar
berdasarkan data dari dokumen Back Up
Quantity, disajikan berikut
No. Uraian Pile 10 m
Batang
Pile 12 m
Batang
Total Panjang
(m)
1. MC 02 650 420 11.540
2. MC 03 881 0 8.810
3. MC 09 0 160 1.920
Total 1.531 580 22.270
Berdasarkan hasil analisis pada Addendum
Kontrak II, seharusnya seluruh Back Pile yang
diadakan adalah Back Pile dengan panjang
batang sebesar 10 meter sehingga seharusnya
volume Furnishing of Concrete Pile 30x30
dikoreksi menjadi sebesar 21.110 m ((1.531 x
10m) + (580 x 10 m)). Terdapat selisih sebesar
BPK merekomendasikan
kepada Ditjen SDA selaku
Executing Agency , agar
memerintahkan PIU Ditjen
SDA (DGWR) d.h.i.Kepala
Balai Besar Wilayah Sungai
Ciliwung-Cisadane untuk:
a. Menegur dan
memerintahkan PPK,
supaya:
1) Menarik kelebihan
pembayaran sebesar
Rp1.464.183.116,25
dan menyetorkannya
ke rekening Kas
Negara
2) Menegur PT. Adhi
Karya, PT. Hutama
Karya dan PT Jaya
Konstruksi MP Joint
Venture dalam
mengajukan Back Up
Quantity pembayaran
tidak sesuai yang
diperjanjikan dan
melaksanakan
pekerjaan tidak sesuai
dengan jsutifikasi
teknis
3) Menegur dan
memerintahkan
Konsultan Supervisi,
supaya optimal dalam
melakukan
pengendalian terhadap
personil yang
melakukan
pengawasan
pengukuran pekerjaan
khususnya Furnishing
of Corrugated
Untuk menyelesaikan
masalah tersebut, maka PPK
dan Direksi Lapangan harus
cermat dalam melakukan
evaluasi melalui pengukuran
lapangan dan meliti Back Up
Quantity yang diajukan
sebagai dukungan pengajuan
pembayaran, dan Konsultan
Supervisi harus lebih
optimal dalam melakukan
pengendalian terhadap
personil yang melakukan
pengawasan pengukuran
pekerjaan khususnya
Furnishing of Corrugated
Prestress Concrete Pile
W325, serta PT Adhi Karya,
PT. Hutama Karya dan PT
Jaya Konstruksi MP Joint
Venture dalam mengajukan
Back Up Quantity
pembayaran harus sesuai
yang diperjanjikan dan
melaksanakan pekerjaan
harus sesuai dengan
justifikasi teknis.
67
LHP No. 96/Pusat Kajian Akuntabilitas Keuangan Negara-BKD
NO. TEMUAN REKOMENDASI BPK HASIL TELAAHAN
1.160m (22.270 m – 21.110 m) atau senilai
Rp442.760.960,00 ((420m x Rp390.000,00) +
(160m x Rp359.878,00)).
c. Kelebihan pembayaran pekerjaan Furnishing of
Corrugated Prestress Concrete Pile W325
sebesar Rp1.011.594.400,00
Berdasarkan dokumen Pile Driving Record dan
Soft copy Back Up Quantity item pekerjaan
Driving of Corrugated Prestress Concrete Pile
W325 adalah sebagai berikut:
No Uraian Panjang
Sheet
Pile
(meter)
Keterangan
1. MC 02 53.714
2. MC 03 13.080
3. MC 04 3.612
4. MC 05 4.534
5. MC 06 26.551
6. MC 07 5.080 Hasil penjumlahan sepanjang
5.152. Atas perhitungan
tersebut dikurangi sepanjang 72
meter karena adanya 4 batang
W450 yang sudah
diperhitungkan dalam item
pekerjaan no 231.a dan
dikurangkan sepanjang 28
meter atas duplikasi
penjumlahan barang
Total 106.571
Sesuai dokumen pembayaran terakhir diketahui
bahwa volu\me Furnishing of Corrugated
Prestress Concrete Pile W325 yang terbayar
adalah 107.893 m. Terdapat selisih sebesar 1.322
m (107.893 m – 106.571 m ) atau senilai
Rp1.011.594.400,00 (1.322 m x Rp765.200/m)
Kondisi tersebut tidak sesuai dengan:
a. General Condition yang termuat dalam dokumen
kontrak Nomor HK.02.03/PPKSP-SNVT
PJSACC/XI/315.3 tanggal 11 November 2013,
pada:
1) Poin 12.1 Works to be measured
2) Poin 13.1
3) Poin 13.2 Value Engineering.
b. Surat PPK nomor PW.03.02/PPK SP-SNVT
PJSACC/I/22/06 tanggal 22 januari 2014 tentang
Approval for Design and Additional Sheet Pile
Locations for Dredging and Embankment of
Cengkareng Floodway Sub-Project ff JUFMP
ICB Package No. JUFMP-2A yang merupakan
satu kesatuan dan bagian tida terpisahkan dari
Amandemen II Kontrak nomor
HK.02.03/AMD/PPKSP-SNVT PJSACC/II/41.5
tanggal 10 Februari 2014
Prestress Concrete
Pile W325, dan
b. Menegur dan
memerintahkan PPK dan
Direksi Lapangan,
supaya lebih cermat
dalam melakukan
evaluasi melalui
pengukuran lapangan
dan meliti Back Up
Quantity yang diajukan
sebagai dukungan
pengajuan pembayaran.
68
LHP No. 96/Pusat Kajian Akuntabilitas Keuangan Negara-BKD
NO. TEMUAN REKOMENDASI BPK HASIL TELAAHAN
Kondisi tersebut mengakibatkan kelebihan
pembayaran sebesar Rp1.464.183.116,25
(Rp9.827.756,25 +Rp442.760.960,00+Rp1.011.594
.400,00)
69
GAMBARAN UMUM
KEMENTERIAN DESA PEMBANGUNAN
DAERAH TERTINGGAL DAN TRANSMIGRASI
ajian yang disusun merupakan kajian yang dilakukan terhadap laporan hasil
pemeriksaan BPK RI atas laporan keuangan, laporan kinerja dan pemeriksaan dengan
tujuan tertentu yang disusun oleh Kementerian/Lembaga Pemerintah Pusat tahun
2015 yang dikeluarkan pada semester 1 tahun 2016. Secara khusus kajian ini dilakukan
terhadap Laporan Keuangan Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan
Transmigrasi. Sedangkan tujuan dari kajian adalah untuk menyediakan informasi sebagai
bahan tindaklanjut DPR atas LHP BPK sebagai pelaksanaan wewenang, tugas dan fungsi
pengawasan parlemen atas akuntabilitas administrasi keuangan negara.
Gambaran umum sebagai pelengkap dari kajian ini dapat dilihat sebagai berikut;
Opini BPK
Laporan Realisasi Anggaran (LRA)
Kondisi Aset dalam Neraca 2015 (Audited)
K
OPINI BPK RI
2014
WDP
2015
WDP
LRAAnggaran
8.963.910.292.626
Realisasi
6.179.517.565.10569%
Aset Lancar
• 3.327.510.602.846
Aset Tetap
• 2.552.514.834.351
Aset Lainnya
• 1.877.066.326.574
LHP No. 46/Pusat Kajian Akuntabilitas Keuangan Negara-BKD 70
KUTIPAN DAN TELAAHAN HASIL PEMERIKSAAN BPK RI SEMESTER I TAHUN 2016
ATAS LAPORAN KEUANGAN BADAN INTELEJEN NEGARA
TAHUN ANGGARAN 2015
NO TEMUAN REKOMENDASI BPK HASIL TELAAHAN
Hasil Pemeriksaan Atas Sistem Pengendalian
Intern
1. Program-program di Lingkungan
Kementerian Desa, Pembangunan Daerah
Tertinggal dan Transmigrasi Tidak Tepat
Guna dan Tidak Tepat Sasaran Senilai Rp7,75
Millar
Hal ini terlihat sebagai berikut :
a. Pengadaan Kandang Biogas Kabupaten
(Kab.) Lombok Timur senilai
Rp189.355.454,55.
b. Pekerjaan Pengadaan Sarana dan Prasarana
Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) di Kab.
Dompu senilai Rp907.449.800,00.
Berdasarkan pemeriksaan dokumen dan
pemeriksaan lapangan secara uji petik
bersama dengan pihak yang mewakili dari
Kemendesa, pihak Dinas Pendidikan, Pemuda
dan Olahraga Kab. Dompu dan pihak
penerima bantuan diketahui bahwa:
1) Pemberian Bantuan Pengadaan Sarana dan
Prasarana PAUD di Kab. Dompu tidak
sesuai ketentuan
2) Terdapat Bantuan Pengadaan Sarana dan
Prasarana PAUD di Kab. Dompu yang
belum dimanfaatkan
c. Pembangunan PLTS Tersebar 80 WP Paket 4
di Kab. Lombok Barat (PDT.Energi-06)
senilai Rp2.311.248.000,00 dan
Pembangunan PLTS Tersebar 80 WP di Kab.
Bima (PDT.Energi-03) senilai
Rp2.379.400.909,09.
d. Pekerjaan Pengadaan Benih Jagung di Kab.
Bima senilai Rp950.382.000,00 .
e. Pekerjaan Rumah Industri Jagung di KTM
Labangka Kab. Sumbawa senilai
Rp1.012.598.278,94
Kondisi tersebut tidak sesuai dengan:
a. Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 70 Tahun
2012 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan
Presiden Nomor 54 Tahun 2010 tentang
Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah :
Pasal 6
b. Peraturan Menteri Pertanian Nomor
46/Permentan/PK.2I0/8/2015 tanggal 14
Agustus 2015 tentang pedoman Budidaya
Sapi potong yang baik BAB II B sarana poin
c
c. Petunjuk Teknis Pemberian Juknis
Pelaksanaan Kebijakan Peningkatan Sarana
dan Prasarana Tahun 2015 pada Direktorat
BPK merekomendasikan
Menteri Desa, Pembangunan
Daerah Tertinggal dan
Transmigrasi agar :
a. Mengkaji dan merevisi
Standar Operasional
Prosedur, Petunjuk Teknis
dan Petunjuk Pelaksanaan
terkait pemberian bantuan
kandang, bantuan Sarana
dan Prasarana PAUD.
b. Memberikan sanksi sesuai
ketentuan kepada Direktur
Rawan Pangan Ditjen
PDTu, Direktur
Pembangunan Sarana dan
Prasarana Kawasan
Perdesaan, Direktur
Sarana dan Prasarana
Ditjen PDT, Direktur
Rawan Pangan Ditjen
PDTu, Direktur
Pengembangan Usaha
Ditjen PKT dan Inspektur
TA 2015 yang tidak
melakukan pengendalian
dan pengawasan secara
memadai.
c. Memerintahkan Kepala
Badan Penelitian dan
Pengembangan,
Pendidikan dan Pelatihan,
dan Informasi untuk
melaksanakan diklat
terkait perencanaan
program bagi para Eselon
II dan Eselon III bagian
perencanaan masing-
masing Satker Eselon I
Untuk menyelesaikan
permasalahan tersebut maka
Direktorat Rawan Pangan
Ditjen PDTu, Direktur
Pembangunan sarana dan
prasarana kawasan
perdesaan, Direktur Sarana
dan Prasarana Ditjen PDT
dan Direktur Pengembangan
Usaha Ditjen PKT harus
cermat dalam melaksanakan
perencanaan serta
meningkatkan pengendalian
dan pengawasan Kuasa
Pengguna Anggaran Ditjen
PDTu TA 2015, Ditjen PKP
TA 2015 dan Inspektur
Kemendesa atas pelaksanaan
kegiatan bantuan Kegiatan
Fasilitasi Penanganan
Daerah Rawan Pangan
Pekerjaan Pengadaan Irigasi
dan Kandang Biogas
LHP No. 46/Pusat Kajian Akuntabilitas Keuangan Negara-BKD 71
NO TEMUAN REKOMENDASI BPK HASIL TELAAHAN
Sarana dan Prasarana Direktorat Jenderal
Pembangunan Daerah Tertinggal.
Kondisi tersebut mengakibatkan:
a. Bantuan kandang komunal terintegrasi
(Biogas), Bantuan Pekerjaan Pengadaan
Sarana dan Prasarana Pendidikan Anak Usia
Dini (PAUD) di Kabupaten Dompu, Bantuan
Stimulan Pengembangan Infrastruktur Energi
Listrik Tenaga Surya (PLTS) Tersebar SHS
80 WP. Pengadaan Bantuan Penyediaan
Bantuan Benih Jagung di Kabupaten Bima,
dan Pekerjaan Rumah Industri Jagung di
KTM Labangka Kab. Sumbawa tidak tepat
sasaran dan tidak tepat guna.
b. Pemborosan Keuangan Negara atas bantuan
kandang komunal terintegrasi (Biogas),
Bantuan Pekerjaan Pengadaan Sarana dan
Prasarana Pendidikan Anak Usia Dini
(PAUD) di Kabupaten Dompu, Bantuan
Stimulan Pengembangan Infrastruktur Energi
Listrik Tenaga Surya (PLTS) Tersebar SHS
80 WP. Pengadaan Bantuan Penyediaan
Bantuan Benih Jagung di Kabupaten Bima,
dan Pekerjaan Rumah Industri Jagung di
KTM Labangka Kab. Sumbawa, yang tidak
sesuai dengan tujuan pemberian bantuan
senilai Rp7.750.434.442,58
{Rp189.355.454,55+ Rp907.449.800,00 +
Rp4.690.648.909,09 (Rp2.311.248.000,00 +
Rp2.379.400.909,09) + Rp950.382.000,00 +
Rp1.012.598.278,94}
Hasil Pemeriksaan Atas Kepatuhan Terhadap
Perundang-Undangan
1. Pengelolaan dan Pelaksanaan Anggaran pada
Kegiatan Peningkatan Kesejahteraan
Keluarga Berbasis Pemberdayaan Masyarakat
(PKKPM) Senilai Rp392,00 Miliar Tidak
Memadai
Hal ini terlihat sebagai berikut :
a. Kesalahan Penganggaran PKKPM.
Berdasarkan pemeriksaan atas dokumen
diketahui bahwa PKKPM dianggarkan dalam
MAK 526 yaitu belanja barang untuk
diserahkan kepada masyarakat/Pemerintah
Daerah, PKKPM tidak dianggarkan dalam
belanja bantuan sosial. PKKPM seharusnya
dianggarkan ke dalam belanja bantuan sosial
karena dalam pelaksanaannya PKKPM
merupakan penyediaan BLM dalam bentuk
Bantuan Sosial kepada masyarakat miskin.
Dan kemendesa hanya menyalurkan dana tsb,
b. Bukti pertanggungjawaban PKKPM belum
lengkap
Hasil pemeriksaan atas pertanggungjawaban
PKKPM menunjukkan bahwa bukti
BPK merekomendasikan
Menteri Desa, Pembangunan
Daerah Tertinggal dan
Transmigrasi agar :
a. Memerintahkan PPK
melengkapi bukti
penggunaan dana
PK.KPM sebesar
Rp392.000.000.000,00.
Selanjutnya meminta Itjen
meneliti kebenaran
pembayaran dana tersebut
dan apabila ditemukan
adanya kerugian negara
agar diproses sesuai
ketentuan.
b. Memerintahkan KPA
untuk mengkaji ulang
skema pembayaran dan
pertanggungjawaban
pelaksanaan Keglatan
PKKPM.
Untuk menyelesaikan
permasalahan tersebut UPK
harus mematuhi kewajiban
yang tercantum dalam
Perjanjian Kerja Sama, serta
SOP juga harus sudah
mengatur mengenai
mekanisme
pertanggungjawaban
penggunaan dana.
LHP No. 46/Pusat Kajian Akuntabilitas Keuangan Negara-BKD 72
NO TEMUAN REKOMENDASI BPK HASIL TELAAHAN
pertanggungjawaban kegiatan PKKPM berada
di masing-masing TPK dan UPK. Sampai
dengan pemeriksaan tanggal 15 April 2016,
Kemendesa belum menyampaikan dokumen
pertanggungjawaban atas penggunaan dana
oleh TPK kepada BPK sehingga
pertanggungjawaban PKKPM tidak dapat
diuji.
c. Saldo dana PKKPM per 31 Desember 2015
tidak dapat Diketahui
Berdasarkan laporan rekapitulasi diketahui
bahwa rekening UPK terdapat sisa dana
PKKPM Pengembangan Penghidupan
Berkelanjutan (P2B) dan Pengembangan
Infrastruktur ekonomi (PIE) per 31 desember
2015 sebesar Rp4.794.398.201,00. Jumlah
tersebut belum termasuk 49 UPK yang
sampai akhir pemeriksaan masih tidak
diketahui berapa jumlah penarikannya. Dalam
hal ini Kemendesa tidak menyampaikan
rekening UPK secara lengkap ke BPK,
sehingga realisasi dan sisa dana PKKPM
tidak dapat diyakini kewajarannya.
Pemeriksaan juga menemukan dana yang
dicairkan oleh TPK pada 31 Desember 2015
sebesar Rp63.704.325.081,00 dinyatakan
telah habis digunakan, namun laporan dari
konsultan menyebutkan sebagian dari dana
tersebut masih berada di TPK berupa uang
tunai. Dalam hal ini sisa dana tunai yang
berada di TPK tidak dapat diketahui karena
tidak bukti yang mendukung jumlahnya
secara pasti.
d. Realisasi pelaksanaan fisik pada laporan
konsultan tidak sesuai dengan realisasi
keuangan
Hasil uji petik terhadap pertanggunaawaban
atas penggunaan dana PKKPM menunjukkan
bahwa dokumen pertanggungjawaban belum
lengkap berada di Kantor PKKPM. Hasil
reviu atas dokumen laporan konsultan juga
menunjukkan beberapa hal sebagai berikut:
1) Foto –foto fisik tidak semua ada
2) Hasil fisik belum 100% namun uang
sudah terealisasi 100% (bahkan ada fisik
hanya 24,5% namun uang terealisasi
100%).
3) Penggunaan dana setelah 31 Desember
2015 tidak dapat dipantau.
e. Penggunaan dana Kegiatan PKKPM tidak
sesuai peraturan perundang-undangan
1) Pertanggungjawaban pelaksanaan kegiatan
tidak sesuai kondisi sebenarnya.
Berdasarkan uji petik di kabupaten bogor
di dalam dokumen pertanggungjawaban
c. Memberikan sanksi sesuai
dengan ketentuan kepada
PPK, dan UPK yang tidak
cermat dalam
pengendaiian dan
pelaksanaan belanja untuk
PKKPM.
d. Menyempumakan SOP
program PKKPM
sehingga mengatur tata
cara pertanggungjawaban
penggunaan dana
LHP No. 46/Pusat Kajian Akuntabilitas Keuangan Negara-BKD 73
NO TEMUAN REKOMENDASI BPK HASIL TELAAHAN
menyebutkan bahwa seluruh pembelian
bahan material dibeli dari CV GP senilai
Rp1.029.399.200. namun hasil konfirmasi
menyebutkan bahwa CV GP tidak pernah
melakukan transaksi dengan TPK.. UPK
ternyata meminjam nama CV GP untuk
melakukan transaksi.
2) Penggunaan dana PKKPM sebagai Dana
Bergulir
Salah satu kegiatan yang menggunakan
dana PKPPM berupa pemberian dana
pinjaman yang akan dikembalikan oleh
masyarakat senilai Rp78.000.000.000,00 .
Kegiatan tersebut memiliki karakteristik
dana bergulir, namun pada kenyataannya
Kemendesa tidak melaporkan dana
tersebut dalam APBN sebagai dana
bergulir, namun menggunakan MAK 526
yang merupakan Beban Barang untuk
diserahkan kepada masyarakat/pemda.
f) Persediaan yang Dihasilkan dari PKKPM
Tidak Tercatat dan Tidak Diketahui Nilainya.
Penggunaan MAK 526 mengakibatkan
timbulnya kewajiban bagi kemendesa untuk
mencatat asset yang dihasilkan dari belanja
tersebut serta menyampaikan dokumen serah
terima apabila asset tersebut akan diserahlkan
kepada masyarakat. PKKPM PIE dalam
pelaksanaannya menghasilkan Persediaan
berupa: (1) Gedung dan Bangunan; (2)
Peralatan dan Mesin; serta (3) Jalan, Irigasi,
dan Jaringan. Namun demikian aset-aset basil
dari kegiatan PKKPM tidak dapat
teridentifikasi. Selama belum ada dokumen
serah terima yang memadai maka aset-aset
tersebut seharusnya dicatat dalam Neraca
Kemendesa. Namun, aset-aset tersebut tidak
dicatat dalam Neraca Kemendesa.
Kondisi tersebut tidak sesuai dengan:
a. Peraturan Pemerintah Nomor 45 tahun 2013
tentang Tata Cara Pelaksanaan Anggaran
Pendapatan dan Belanja Negara:
1) Pasal 13
2) Pasal 65 ayat (1)
b. Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor
214 tahun 2013 tentang Bagan Akun Standar,
Bab II Segmen Bagan Akun Standar; Terkait
dengan akun realisasi pada LRA, pedoman
penggunaan akun belanja adalah sebagai
berikut:
1) Huruf B
2) Huruf G
c. PMK Nomor 168 tahun 2015 tentang
Mekanisme Pelaksanaan Anggaran Bantuan
Pemerintah pada Kementerian
LHP No. 46/Pusat Kajian Akuntabilitas Keuangan Negara-BKD 74
NO TEMUAN REKOMENDASI BPK HASIL TELAAHAN
Negara/Lembaga:
1) Pasal 40 ayat (4)
2) Pasal 40 ayat (5)
d. PMK Nomor 254 tahun 2015 tentang Belanja
Bantuan Sosial pada Kementerian
Negara/Lembaga:
1) Pasal 1 ayat (1)
2) Pasal 6 ayat (1)
e. Peraturan Menteri Desa, Pembangunan
Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi Nomor
16 tahun 2015 tentang Pedoman Umum
Mekanisme Pelaksanaan Anggaran Bantuan
Pemerintah di Lingkungan Kementerian Desa,
Pembangunan Daerah Tertinggal, dan
Transmgrasi:
1) Pasal 38 ayat (4)
2) Pasal 38 ayat (5)
f. Perjanjian Kerja Sama Pencairan Dana
Bantuan Lainnya yang Memiiiki Karakteristik
Bantuan Pemerintah antara PPK dengan Unit
Pengelola Kegiatan (UPK/UPKS) tentang
Pencairan Bantuan Lainnya yang Memiiiki
Karakteristik Bantuan Pemerintah Tahun
2015 Pasal 9 poin Sanksi yang menyatakan
bahwa Apabila PIHAK KEDUA tidak
menyampaikan laporan kegiatan dan
pertanggungjawaban kepada PIHAK
KESATU, maka PIHAK KEDUA dikenakan
sanksi berupa tidak diberikan bantuan
pemerintah pada tahun berikutnya.
Kondisi tersebut mengakibatkan:
a. Belanja Barang pada Ditjen PKP Kemendesa
belum menggambarkan kondisi yang
sebenarnya.
b. Saldo persediaan per 31 Desember 2015 yang
dihasilkan dari PKKPM tidak dapat diyakini
kewajarannya.
2. Kelebihan Pembayaran atas Pekerjaan Fisik
pada Direktorat Jenderal Pengembangan
Kawasan Pedesaan (Ditjen PKP) Sebesar
Rp2,09 Miliar dan Denda Keterlambatan yang
Belum Dikenakan Sebesar Rp25,70 Juta
Hal ini terlihat sebagai berikut :
a. Kekurangan Volume Pekerjaan Pembangunan
Jalan Kawasan Perdesaan Ruas Seram -
Kabisonta di Kabupaten Maluku Tengah
Sebesar Rp72.556.854,03
b. Kekurangan Volume Pekerjaan Pembangunan
Jalan Kawasan Perdesaan Ruas Seram -
Morokay di Kabupaten Maluku Tengah
Sebesar Rp292.068.454,73
c. Kekurangan Volume Pekerjaan Pembangunan
Jalan Kawasan Perdesaan di Kabupaten
Lombok Timur Sebesar Rp735.929.974,54
d. Denda Keterlambatan Pekerjaan Penyediaan
BPK merekomendasikan
Menteri Desa, Pembangunan
Daerah Tertinggal dan
Transmigrasi agar :
a. Memberikan sanksi sesuai
dengan ketentuan kepada
KPA, PPK dan Panitia
Penilai dan Penerima
Pengadaan Barang/Jasa
yang tidak cermat dalam
pengendalian dan
pelaksanaan kontrak.
b. Memerintahkan PPK
untuk menarik dan
menyetor kerugian negara
dari kelebihan
pembayaran atas
kekurangan volume
Untuk memperbaiki
permasalahan tersebut, maka
Kuasa Pengguna Anggaran
harus meningkatkan
pengendalian dan
pengawasan dalam
penggunaan anggaran
belanja, serta Pejabat
Pembuat Komitmen harus
cermat dalam
mengendalikan pelaksanaan
kontrak, dan Panitia
Penerima Barang juga harus
cermat dalam melaksanakan
tugasnya. Selain itu, para
rekanan dan manajemen
konstruksi harus teliti dalam
melaksanakan pekerjaan
LHP No. 46/Pusat Kajian Akuntabilitas Keuangan Negara-BKD 75
NO TEMUAN REKOMENDASI BPK HASIL TELAAHAN
Pengadaan Sarana Dan Prasarana Pendidikan
Anak Usia Dini Di Kabupaten Dompu
Minimal Sebesar Rp25.706.000,00
e. Kekurangan Volume Pekerjaan Pembangunan
Jalan Kawasan Perdesaan Ruas Kaliki di
Kabupaten Merauke Sebesar
Rp305.419.258,56
f. Kekurangan Volume Pekerjaan Pembangunan
Jalan Kawasan Perdesaan di Ruas Senegi di
Kabupaten Merauke Sebesar
Rp282.305.960,73
g. Kekurangan Volume Pekerjaan Pembangunan
Jalan Kawasan Perdesaan dl Wayau
Kabupaten Merauke Sebesar
Rp237.609.576,08
h. Kekurangan Volume Pekerjaan Pembangunan
Jalan Kawasan Perdesaan di Kabupaten
Fakfak Sebesar Rp143.312.300,44
i. Kekurangan Volume Pekerjaan Penyediaan
Jaringan Informasi Desa Wilayah V Sebesar
Rp30.000.000,00
Kondisi tersebut tidak sesuai dengan:
a. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004
tentang Perbendaharaan Negara yang
menyatakan bahwa;
1) Pasal 18 ayat (3)
2) Pasal 21 ayat (1)
3) Pasal 54
b. Peraturan Presiden Nomor 70 Tahun 2012
tentang Perubahan Kedua atas Peraturan
Presiden Nomor 54 Tahun 2010 tentang
Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah:
1) Pasal 6
2) Pasal 11 ayat (1) huruf e
3) Pasal 18 ayat (5)
4) Pasal 89 ayat (4)
5) Pasal 95 ayat (2) dan (4)
c. Syarat-Syarat Khusus masing-masing
Kontrak.
d. Syarat-Syarat Umum masing-masing kontrak
pada poin 66.2.
Kondisi tersebut mengakibatkan:
a. Kerugian negara dari kelebihan pembayaran
atas kekurangan volume pekerjaan sebesar
Rp2.099.202.379,11 (Rp72.556.854,03 +
Rp292.068.454,73 + Rp735.929.974,54 +
Rp305.419.258,56 + Rp282.305.960,73 +
Rp237.609.576,08 + Rp 143.312.300,44 +
Rp30.000.000,00).
b. Kekurangan penerimaan Negara dari denda
keterlambatan pelaksanaan pekerjaan yang
belum dikenakan sebesar Rp25.706.000,00.
c. Lebih saji Beban dan Belanja Barang sebesar
Rp2.099.202.379,11.
pekerjaan sebesar
Rp2.099.202.379,11, ke
Kas Negara dan
menyampaikan bukti setor
kepada BPK.
c. Memerintahkan PPK
memperhitungkan dan
menyetor denda
keterlambatan sebesar
Rp25.706.000,00 ke Kas
Negara saat melunasi
pembayaran kepada
rekanan dan
menyampaikan bukti setor
kepada BPK.
d. Memerintahkan PPK
untuk memberikan teguran
tertuiis kepada rekanan
dan manajemen konstruksi
yang terkait pekerjaan
tersebut.
sebagaimana diatur kontrak.
76
LHP No. 49/Pusat Kajian Akuntabilitas Keuangan Negara-BKD
GAMBARAN UMUM
BADAN METEOROLOGI KLIMATIOLOGI DAN GEOFISIKA
ajian yang disusun merupakan kajian yang dilakukan terhadap laporan hasil
pemeriksaan BPK RI atas laporan keuangan, laporan kinerja dan pemeriksaan
dengan tujuan tertentu yang disusun oleh Kementerian/Lembaga Pemerintah Pusat
tahun 2015 yang dikeluarkan pada semester 1 tahun 2016. Secara khusus kajian ini dilakukan
terhadap Laporan Keuangan Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika. Sedangkan
tujuan dari kajian adalah untuk menyediakan informasi sebagai bahan tindaklanjut DPR atas
LHP BPK sebagai pelaksanaan wewenang, tugas dan fungsi pengawasan parlemen atas
akuntabilitas administrasi keuangan negara.
Gambaran umum sebagai pelengkap dari kajian ini dapat dilihat sebagai berikut:
Opini BPK
Laporan Realisasi Anggaran (LRA)
Kondisi Aset dalam Neraca 2015 (Audited)
K
OPINI BPK RI
2014
WDP
2015
WTP
LRAAnggaran
1.921.453.980.000
Realisasi
1.798.928.684.03594%
Aset Lancar
• 94.068.549.493
Aset Tetap
• 3.213.375.938.065
Aset Lainnya
• 439.964.842.606
77
LHP No. 49/Pusat Kajian Akuntabilitas Keuangan Negara-BKD
KUTIPAN & TELAAHAN HASIL PEMERIKSAAN BPK RI SEMESTER I TAHUN 2016
ATAS LAPORAN KEUANGAN BADAN METEOROLOGI KLIMATIOLOGI DAN GEOFISIKA
TAHUN ANGGARAN 2015
NO. TEMUAN REKOMENDASI BPK HASIL TELAAHAN
Hasil Pemeriksaan Atas Sistem Pengendalian
Intern
1. Sistem Pengendalian atas PNBP Jasa
Penerbangan dari LPPNPI Belum Memadai
Hal ini terlihat sebagai berikut:
a. BMKG Tidak Memiliki Data Pembanding atas
PNBP yang seharusnya diterima dari LPPN
b. Terdapat Perbedaan Nilai Mutasi PNBP antara
Laporan Bulanan LPPNPI dengan Data PNBP
dari LPPNPI sebesar Rp2,65 miliar dan
USD202,39 ribu
Hal tersebut tidak sesuai dengan:
Peraturan Kerja Sama LPPNPI, Nomor
KS.303/009/RO.3/XII/2014/PJJ.04.04/00/LPPNPI/12
/2014/003 tanggal 4 Desember 2015 tentang
mekanisme penarikan, penerimaan, penyetoran dan
rekonsiliasi PNBP atas pelayanan informasi
meteorologi penerbangan pada:
a. Pasal 3 Ayat 1, Huruf (a)
b. Pasal 4a
c. Buletin Teknis Sistem Akuntansi Pemerintah
tentang akuntansi piutang berbasis akrual pada
Bab III angka 3.3
Hal tersebut mengakibatkan:
Potensi kurang saji Pendapatan LO dan piutang
PNBP sebesar Rp2.653.368.669,36 dan
USD202,398.52.
BPK merekomendasikan
kepada Kepala BMKG
untuk menginstruksikan
Sekretaris Utama BMKG
supaya memerintahkan:
a. Kepala Sub Bagian Gaji
dan PNBP lebih cermat
dalam melakukan
perhitungan PNBP saat
melakukan rekonsiliasi
penerimaan PNBP yang
berasal dari LPPNPI;
dan
b. Kepala Bagian
Keuangan dan Kepala
Biro Umum
meningkatkan
pengendalian dan
pengawasan atas
penerimaan PNBP dan
pencatatan piutang
PNBP.
Untuk memperbaiki
permasalahan tersebut,
maka perlu dilakukan
beberapa hal berikut,
antara lain :
a. Kepala Sub Bagian
Gaji dan PNBP harus
cermat dalam
melakukan
perhitungan PNBP saat
melakukan rekonsiliasi
penerimaan PNBP
yang berasal dari
LPPNPI; dan
b. Kepala Bagian
Keuangan dan Kepala
Biro Umum harus
melakukan
pengendalian dan
pengawasan atas
penerimaan PNBP dan
pencatatan piutang
PNBP.
Hasil Pemeriksaan Atas Kepatuhan Terhadap
Perundang-Undangan
1. Pekerjaan Pemeliharaan pada Bagian
Pengelolaan Gempa Bumi dan Tsunami dan
Bagian Pengelolaan Seismologi Teknik Geofisika
Potensial dan Tanda Waktu Dilaksanakan Tidak
Sesuai Ketentuan
Hal ini terlihat sebagai berikut:
a. Terdapat kelebihan pembayaran pekerjaan
pemeliharaan yaitu tenaga ahli yang merangkap
pekerjaan yang sama pada waktu yang bersamaan
untuk kontrak yang berbeda sebesar Rp935,84
Juta (Rp527,72 Juta + Rp408,12 Juta).
b. Spesifikasi Pekerjaan Teknisi Tidak Sesuai
Dokumen Kontrak
Hal tersebut tidak sesuai dengan:
1. UU Nomor 1 Tahun 2004 tentang
Perbendaharaan Negara Pasal 18 ayat (3)
2. Perpres Nomor 54 Tahun 2010 jo Perpres Nomor
70 Tahun 2012 Pasal 5
3. Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia
Nomor 134/PMK.06/2005 Tahun 2005 tentang
Pedoman Pembayaran dalam Pelaksanaan
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Pasal
7 ayat (2)
4. Struktur Organisasi LEN untuk Kegiatan
Pemeliharaan Sistem Processing INATEWS Poin
4.1 Pimpinan Proyek.
5. Syarat-syarat Umum Kontrak Pemeliharaan
BPK merekomendasikan
kepada Kepala BMKG agar
menginstruksikan Sekretaris
Utama untuk memberikan
sanksi sesuai ketentuan yang
berlaku kepada PPK Deputi
Bidang Geofisika yang lalai
dalam melaksanakan tugas,
kewenangan dan tanggung
jawabnya.
Untuk memperbaiki
permasalahan tersebut,
maka PPK Deputi Bidang
Geofisika harus teliti
dalam melakukan
pengawasan dan
pengendalian pekerjaan
78
LHP No. 49/Pusat Kajian Akuntabilitas Keuangan Negara-BKD
NO. TEMUAN REKOMENDASI BPK HASIL TELAAHAN
Sistem Processing INATEWS Point E tentang
Personil dan/atau Peralatan Penyedia, yaitu:
a. Angka 56.1
b. Angka 56.2
c. Angka 56.3
6. Spesifikasi Teknis, huruf D. Manajemen Proyek,
Pemeliharaan Jaringan Accelerograph Non
Colocated Intensity Meter dan Grounding yang
dilaksanakan oleh PT Mindotama Avia Teknik
7. Daftar kuantitas dan harga Pemeliharaan Sistem
Monitoring Gempa Bumi dan Tsunami LIBRA
Ex Jepang dan Ex. China, dilaksanakan oleh PT
Mindotama Avia Teknik,
Hal tersebut mengakibatkan kelebihan pembayaran
sebesar Rp990.212.120,91, yang terdiri dari:
1. Kelebihan pembayaran pekerjaan pemeliharaan
karena tenaga ahli yang merangkap pekerjaan
yang sama pada waktu yang bersamaan sebesar
Rp935.848.484,55 (Rp527.727.272,73 +
Rp408.121.211,82); dan
2. Spesifikasi pekerjaan teknisi tidak sesuai
dokumen kontrak sebesar Rp54.363.636,36.
2. Pelaksanaan Pekerjaan Pada Empat Paket
Pengadaan Penguatan Infrastruktur Pusat
Jaringan Komunikasi Tidak Sesuai Ketentuan
Hal ini terlihat sebagai berikut:
1. Penawaran seluruh peserta lelang mendekati HPS
2. Adanya Kesamaan Karakteristik Properties
dokumen
3. Kesamaan alamat IP Address pada saat
mengunggah dokumen penawaran
4. Kesamaan alamat domain E-mail yang
dicantumkan saat mendaftar sebagai peserta
lelang
5. Pekerjaan Pada Empat Paket Pekerjaan
Dilakukan Oleh Bukan Tenaga Ahli Yang
Tercantum Dalam Dokumen Penawaran
Hal tersebut tidak sesuai dengan Perpres Nomor 54
Tahun 2010 tentang Pengadaan Barang dan Jasa Jo
Perpres Nomor 70 Tahun 2012 menyatakan bahwa:
1. Pasal 83 ayat (1) huruf e
2. Penjelasan Pasal 83 ayat (1) huruf e
3. Pasal 118 ayat (7)
Hal tersebut mengakibatkan:
Indikasi kerugian negara yang berasal dari
keuntungan yang seharusnya tidak diperoleh PT
Jatraco Multi Sarana sebesar Rp313.638.502,00.
BPK merekomendasikan
kepada Kepala BMKG agar
menginstruksikan Sekretaris
Utama untuk memberikan
sanksi sesuai ketentuan yang
berlaku kepada PPK, Panitia
Pengadaan Barang dan Jasa
dan PPHP Deputi Bidang
Inskaljarkom yang lalai
dalam melaksanakan tugas,
kewenangan dan tanggung
jawabnya sesuai ketentuan.
Untuk memperbaiki
permasalahan tersebut,
maka perlu dilakukan
beberapa hal berikut antara
lain :
1. PPK Deputi Bidang
Inskaljarkom harus
melakukan
pengawasan dan
pengendalian
pekerjaan yang benar;
2. Panitia Pengadaan
Barang dan Jasa
Deputi Inskaljarkom
harus tepat dalam
melaksanakan evaluasi
lelang dan mendeteksi
adanya indikasi
persaingan usaha tidak
sehat antar peserta
lelang; dan
3. PPHP Deputi Bidang
Inskaljarkom harus
teliti dalam memeriksa
prestasi pekerjaan
sesuai dengan item
pekerjaan dalam
perjanjian.
79
GAMBARAN UMUM
BADAN PENANGGULANGAN LUMPUR SIDOARJO
ajian yang disusun merupakan kajian yang dilakukan terhadap laporan hasil
pemeriksaan BPK RI atas laporan keuangan, laporan kinerja dan pemeriksaan dengan
tujuan tertentu yang disusun oleh Kementerian/Lembaga Pemerintah Pusat tahun
2015 yang dikeluarkan pada semester 1 tahun 2016. Secara khusus kajian ini dilakukan
terhadap Laporan Keuangan Badan Penanggulangan Lumpur Sidoarjo. Sedangkan tujuan dari
kajian adalah untuk menyediakan informasi sebagai bahan tindaklanjut DPR atas LHP BPK
sebagai pelaksanaan wewenang, tugas dan fungsi pengawasan parlemen atas akuntabilitas
administrasi keuangan negara.
Gambaran umum sebagai pelengkap dari kajian ini dapat dilihat sebagai berikut;
Opini BPK
Laporan Realisasi Anggaran (LRA)
Kondisi Aset dalam Neraca 2015 (Audited)
K
OPINI BPK RI
2014
WTP-DPP
2015
WDP
LRAAnggaran
843.229.100.000
Realisasi
401.304.769.06548%
Aset Lancar
• 544.455.021
Aset Tetap
• 4.567.804.596.528
Aset Lainnya
• 810.795.684
80
LHP No. 71/Pusat Kajian Akuntabilitas Keuangan Negara-BKD
KUTIPAN & TELAAHAN HASIL PEMERIKSAAN BPK RI SEMESTER I TAHUN 2016
ATAS LAPORAN KEUANGAN BADAN PENANGGULANGAN LUMPUR SIDOARJO
TAHUN ANGGARAN 2015
NO. TEMUAN REKOMENDASI BPK HASIL TELAAHAN
Hasil Pemeriksaan atas Sistem Pengendalian
Intern
1
Terdapat Aset Tanah dan Bangunan yang Telah
Dibeli BPLS Dikuasai dan Dimanfaatkan oleh
Pihak Ketiga
Badan Penanggulangan Lumpur Sidoarjo (BPLS)
melaporkan jumlah aset tetap sebesar
Rp4.567.347.250.906,00 dalam Neraca per 31
Desember 2015. Dalam pemeriksaan atas LK BPLS
Tahun 2015, terdapat beberapa kelemahan Sistem
Pengendalian Intern atas pengelolaan asset yaitu:
a. Tanah dan/atau bangunan yang dibeli tahun
2013-2014 dalam rangka penanganan masalah
sosial kemasyarakatan senilai
Rp112.582.425.000,00 masih ditempati warga.
b. Tanah yang dibebaskan dalam rangka relokasi
jalan, terdapat bacthing plant milik PT Merak
Jaya Beton yang didirikan pada tanah milik
BPLS yang terletak di antara jalan Arteri Siring-
Porong tepatnya di Desa Wunut, Kecamatan
Porong.
Kondisi tersebut tidak sesuai dengan Peraturan
Pemerintah Nomor 27 Tahun 2014 tentang
Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah
Kondisi tersebut mengakibatkan:
a. Aset BPLS yang dikuasai dan dimanfaatkan oleh
pihak ketiga berpotensi menjadi sengketa dan
menimbulkan tambahan pengeluaran yang
menjadi beban negara di kemudian hari; dan
b. Ancaman terhadap keselamatan warga yang
masih menghuni di daerah tidak aman sekitar
luapan lumpur Sidoarjo.
BPK RI merekomendasikan
Kepala Badan
Penanggulangan Lumpur
Sidoarjo (BPLS) agar :
a. Segera menindaklanjuti
rekomendasi BPK untuk
menertibkan aset milik
BPLS sesuai dengan
ketentuan atas
tanah/bangunan yang
masih dihuni dan
dimanfaatkan oleh pihak
lain; dan
b. Bekerjasama dengan
pihak-pihak terkait
untuk meminta warga
segera mengosongkan
aset-aset yang sudah
dibeli BPLS.
Untuk menyelesaikan
permasalahan tersebut
maka Pengguna Barang
dhi. Kepala Badan
Penanggulangan Lumpur
Sidoarjo harus lebih
optimal dalam
menindaklanjuti temuan
BPK RI dalam melakukan
pengamanan aset; dan
Kepala BPLS harus
berkoordinasi/sosialisasi
dengan warga untuk
memberikan pemahaman
bahwa warga harus segera
meninggalkan rumahnya
sesuai Perjanjian Jual-Beli
.
Hasil Pemeriksaan Atas Kepatuhan Terhadap
Perundang-undangan
1 Pembayaran Biaya Pemeliharaan Alat Tidak
Sesuai Dengan Kondisi Sebenarnya Sebesar
Rp1.755.913.264,61 dan Tidak Dapat Diyakini
Kewajarannya Sebesar Rp6.189.673.067,77
Hal ini terlihat sebagai berikut :
a. Biaya pemeliharaan atas Kapal Keruk (KK)
Hamson 02 dan Kapal Keruk (KK) Waterman
BPLS diperhitungkan menggunakan harga pokok
tidak sesuai dengan kondisi yang sebenarnya.
b. Total biaya pemeliharaan lima unit KK milik
BPLS yang milik BPLS yang dioperasikan oleh
penyedia jasa sebesar Rp6.189.673.067,77 tidak
menunjukan nilai yang sebenarnya
Kondisi tersebut tidak sesuai dengan:
a. Peraturan Presiden Nomor 4 tahun 2015 tentang
perubahan Keempat atas Peraturan Presiden No
54 tahun 2010 tentang Pengadaan Barang/Jasa
Pemerintah;
1) Pasal 5
2) Pasal 6 huruf (g)
b. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No 11 tahun
2013 tentang Pedoman Analisis Harga Satuan
BPK RI merekomendasikan
Kepala Badan
Penanggulangan Lumpur
Sidoarjo (BPLS) agar :
a. Menegur Kepala Pokja
Penanganan Semburan
dan Luapan Lumpur dan
Pejabat Pembuat
Komitmen agar lebih
cermat dalam menyusun
perencanaan dan
anggaran dhi. Engginer
Estimate (EE) dan Harga
Perkiraan Sendiri (HPS);
serta memerintahkan
untuk menyetorkan ke
kas negara atas
kelebihan pembayaran
pekerjaan yang tidak
dilaksanakan sebesar
Rp1.755.913.264,61;
dan
Untuk menyelesaikan
permasalahan tersebut
maka Kepala Pokja
Penanganan Semburan
dan Luapan Lumpur harus
cermat dalam melakukan
pengawasan dan
pengendalian atas
pelaksanaan kegiatan yang
menjadi tanggung
jawabnya, serta Pejabat
Pembuat Komitmen harus
cermat dalam melakukan
pengendalian atas
kewajaran harga dalam
penyusunan OE dan daftar
rincian harga Kontrak
yang diajukan penyedia
jasa.
81
LHP No. 71/Pusat Kajian Akuntabilitas Keuangan Negara-BKD
NO. TEMUAN REKOMENDASI BPK HASIL TELAAHAN
Pekerjaan Bidang Pekerjaan Umum
1) Pasal 1 ayat (12)
2) Pasal 6 ayat (1)
c. P2HSPP Suplemen P.5, Tahun 1999, Bab IV,
Poin D
d. Surat Perjanjian Penggunaan Peralatan (SPPP)
antara BPLS dengan Penyedia Jasa Tahun
Anggaran 2015 Nomor
01/SPPP.Prltn/PLS/IV/2015, Pasal 5:
1) Ayat (3)
2) Ayat (7)
e. SPPP.
Kondisi tersebut mengakibatkan:
a. Biaya pemeliharaan peralatan BPLS yang
dikelola oleh Penyedia Jasa sebesar
Rp6.189.673.067,77 tidak dapat diyakini
kewajarannya; dan
b. Kelebihan pembayaran atas penentuan harga KK
02 dan Waterman BPLS ke dalam perhitungan
biaya pemeliharaan AHSP Kapal Keruk yang
tidak sesuai dengan kondisi sebenarnya sebesar
Rp1.755.913.264,61
b. Memerintahkan Kepala
Pokja Penanganan
Semburan dan Luapan
Lumpur dan Pejabat
Pembuat Komitmen
menghitung kembali
biaya riil pemeliharaan
peralatan BPLS yang
menjadi hak Penyedia
Jasa (PTK I/PTK II/PTL
III) dan menyetorkan
sisanya ke kas Negara.
82
GAMBARAN UMUM
BADAN SAR NASIONAL
ajian yang disusun merupakan kajian yang dilakukan terhadap laporan hasil
pemeriksaan BPK RI atas laporan keuangan, laporan kinerja dan pemeriksaan dengan
tujuan tertentu yang disusun oleh Kementerian/Lembaga Pemerintah Pusat tahun
2015 yang dikeluarkan pada semester 1 tahun 2016. Secara khusus kajian ini dilakukan
terhadap Laporan Keuangan Badan SAR Nasional. Sedangkan tujuan dari kajian adalah untuk
menyediakan informasi sebagai bahan tindaklanjut DPR atas LHP BPK sebagai pelaksanaan
wewenang, tugas dan fungsi pengawasan parlemen atas akuntabilitas administrasi keuangan
negara.
Gambaran umum sebagai pelengkap dari kajian ini dapat dilihat sebagai berikut:
Opini BPK
Laporan Realisasi Anggaran (LRA)
Kondisi Aset dalam Neraca 2015 (Audited)
K
OPINI BPK RI
2014
WTP
2015
WTP
LRAAnggaran
2.620.464.707.000
Realisasi
2.510.647.193.08896%
Aset Lancar
• 38.848.946.619
Aset Tetap
• 4.243.825.624.236
Aset Lainnya
• 150.939.800.513
82
LHP No. 73/Pusat Kajian Akuntabilitas Keuangan Negara-BKD
KUTIPAN & TELAAHAN HASIL PEMERIKSAAN BPK RI SEMESTER I TAHUN 2016
ATAS LAPORAN KEUANGAN BADAN SAR NASIONAL
TAHUN ANGGARAN 2015
NO. TEMUAN REKOMENDASI BPK HASIL TELAAHAN
Hasil Pemeriksaan atas Sistem Pengendalian
Intern
1 Pengelolaan Penerimaan Negara Bukan Pajak
dan Piutang Bukan Pajak Masih Belum Memadai
Hal ini terlihat sebagai berikut :
a. Bendahara Penerima terlambat melakukan
penagihan atas sewa areal gedung dan
bangunan, yaitu lebih dari lima hari kerja
setelah perjanjian ditandatangani, dengan
rincian pada Lampiran I
Keterlambatan penerbitan Nota Tagihan oleh
Bendahara Penerima ini mengakibatkan
pembayaran sewa oleh pihak ketiga terlambat
dilakukan.
b. Basarnas belum menetapkan dan menagih
denda keterlambatan kepada pihak penyewa.
c. Penetapan pajak atas kontrak sewa gedung dan
bangunan dengan pihak ketiga belum sesuai
ketentuan.
d. Terdapat keterlambatan pembuatan perjanjian
sewa gedung dengan Piterson Tanos dan Bank
Mandiri
e. Pembayaran cicilan piutang PT Merpati
Nusantara Airlines (MNA) macet dan Basarnas
tidak melakukan perpanjangan perjanjian sewa
gedung dan bangunan per 1 Maret 2015.
Kondisi tersebut tidak sesuai dengan:
a. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tanggal
31 Desember 1983 tentang Pajak Penghasilan
sebagaimana telah diubah terakhir dengan
Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang
Perubahan Keempat atas Undang-Undang
Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak
Penghasilan, Pasal 2 ayat (3) huruf (b)
b. Peraturan Menteri Keuangan Nomor
96/PMK.06/2007 tanggal 4 September 2007
tentang Tata Cara Pelaksanaan Penggunaan,
Pemanfaatan, Penghapusan, dan
Pemindahtanganan Barang Milik Negara:
1) Pasal 5 ayat (4)
2) Lampiran II tentang Tata Cara Pelaksanaan
Sewa Barang Milik Negara, romawi VI,
angka 2, huruf g
c. Buletin Teknis Nomor 6 tentang Akuntansi
Piutang, Bab III, Huruf B tentang Pengakuan
Piutang, yang menyatakan bahwa untuk dapat
diakui sebagai piutang harus dipenuhi kriteria:
1) Telah diterbitkan surat ketetapan; dan/atau
2) Telah diterbitkan surat penagihan dan telah
dilaksanakan penagihan;
d. Peraturan Direktur Jenderal Perbendaharaan
No.PER-85/PB/2011 tentang Penatausahaan
Piutang PNBP pada Satuan Kerja Kementerian
Lembaga, pada Pasal 8
e. Peraturan Kepala Basarnas Nomor PK.14 Tahun
2013 tanggal 10 September 2013 tentang SOP
PNBP Basarnas,
BPK merekomendasikan
kepada Kepala Basamas
agar menginstruksikan
Sekretaris Utama Basamas
untuk memerintahkan:
a. Bendahara Penerimaan:
1) Menerbitkan nota
tagihan atas PNBP
dan denda
keterlambatan
pembayaran PNBP
kepada seluruh
penyewa ruangan di
area Gedung
Basarnas secara tepat
waktu;
2) Menagih kekurangan
pembayaran sewa
oleh PT FMI sebesar
Rp1.890.000,00 dan
menyetorkan ke Kas
Negara, serta
menyampaikan bukti
setoran ke BPK.
b. Kepala Biro Umum:
1) Lebih mempelajari
dan memahami
semua ketentuan dan
peraturan terkait
pemanfaatan BMN
oleh pihak ketiga dan
penatausahaan
PNBP;
2) Membuat surat
perjanjian
kontrak/sewa gedung
dan bangunan
dengan seluruh
penyewa secara tepat
waktu;
3) Membuat surat
perjanjian
kontrak/sewa gedung
dan bangunan
dengan PT MNA
untuk periode 1
Maret 2015 s.d. 29
Februari 2016;
4) Melakukan
koordinasi dengan
Kementerian
Keuangan terkait
piutang macet PT.
MNA.
Untuk menyelesaikan
masalah tersebut, maka
Basarnas harus:
a. Menerbitkan nota
tagihan atas PNBP dan
denda keterlambatan
pembayaran PNBP
secara tepat waktu
melalui Bendahara
Penerima
b. Menginstrusikan
Kepala Biro Umum
selaku Kuasa
Pengguna Barang dan
Bendahara Penerima
untuk lebih memahami
tentang ketentuan
umum perpajakan;
c. Lebih cermat dalam
menyiapkan dokumen
kontrak perpanjangan
sewa dengan Piterson
Tanos dan Bank
Mandiri
d. Meningkatkan
koordinasi antara
Basarnas dengan
Kementerian keuangan
terkait penyelesaian
piutang sewa PT MNA
yang macet
83
LHP No. 73/Pusat Kajian Akuntabilitas Keuangan Negara-BKD
NO. TEMUAN REKOMENDASI BPK HASIL TELAAHAN
1) Pasal 7
2) Pasal 8
3) Pasal 12
Kondisi tersebut mengakibatkan:
a. Pihak ketiga terlambat melakukan pembayaran
sewa sebesar Rp985.455.800,00;
b. PNBP Basarnas dari PT FMI kurang diterima
sebesar Rp3.780.000,00;
c. PNBP dari denda keterlambatan pembayaran
sewa belum diterima sebesar Rp776.660,00
(PT FMI sebesar Rp434.700,00, PT Telkomsel
sebesar Rp140.000,00, dan Piterson Tanos
sebesar Rp201.960,00); dan
d. Atas kondisi sewa menyewa dengan PT MNA:
1) Basarnas berpotensi kehilangan
kesempatan mendapatkan PNBP minimal
sebesar Rp5.625.600.000,00 atas
pemakaian gedung dan bangunan oleh PT
MNA; dan
2) Piutang sewa PT MNA yang berstatus
macet serta terus bertambah membebani
laporan keuangan Basarnas.
2 Penatausahaan Aset Tetap Kantor Pusat, Banda
Aceh, Ambon, Balikpapan,
Bandung,Jakarta,Makasar dan Sorong Tidak
Tertib
Hasil pemeriksaan uji petik atas akun Aset Tetap
adalah sebagai berikut:
a. Pencatatan Aset Tanah pada Kantor SAR
Ambon, Sorong dan Balikpapan belum tertib
1) Terdapat dua bidang tanah yang belum
tercatat dalam Laporan BMN Kantor SAR
Ambon
Berdasarkan Penelusuran lebih lanjut atas
SIMAK BMN Kantor SAR Ambon
menunjukkan bahwa terdapat tanah seluas
5.000 m2 yang belum tercatat dalam laporan
SIMAK BMN, yaitu:
a) Tanah seluas 3.718 m2 yang terletak di
Kabupaten Maluku Tengah, Kecamatan
Banda, Desa Kampung Baru, Maluku;
dan
b) Tanah seluas 1.282 m2 yang terletak di
Kabupaten Maluku Tengah, Kecamatan
Banda, Desa Nusantara, Maluku.
2) Kesalahan pencatatan luas tanah pada
Kantor SAR Sorong
3) Aset Tanah Kantor SAR Balikpapan seluas
5.194 m2 belum memiliki sertifikat tanah
Berdasarkan hasil konfirmasi dengan
petugas SIMAK BMN, diketahui bahwa
tanah seluas 5.194 m2 berlokasi di Sangatta
dan belum memiliki sertifikat tanah. Kondisi
tersebut disebabkan karena tanah yang
dipergunakan untuk Pos SAR Sangatta
tersebut berada dalam wilayah lahan
sengketa antara dua kelompok tani di daerah
tersebut
4) Hasil temuan kelebihan bayar atas
pengadaan tanah di Kator SAR Tanjung
Pinang oleh Inspektorat Basamas belum
BPK merekomendasikan
kepada Kepala Basarnas
agar menginstruksikan
Sekretaris Utama Basarnas
untuk:
a. Memerintahkan PPK,
Petugas Gudang, dan
Petugas SIMAK BMN
pada satker Kantor Pusat
untuk lebih
berkoordinasi melalui
pelatihan pengelolaan
administrasi dan transfer
aset ke Kantor SAR,
termasuk penerbitan
BASTO atas seluruh aset
tetap yang telah
ditransfer ke Kantor-
kantor SAR
b. Memerintahkan Kuasa
Pengguna Barang pada
satker Kantor Pusat,
Kantor SAR Aceh,
Kantor SAR Makasar,
Kantor SAR Balikpapan,
Kantor SAR Ambon,
Kantor SAR Sorong,
Kantor SAR Jakarta dan
Kantor SAR Bandung
untuk lebih
meningkatkan
pengawasan atas
pengelolaan aset negara
yang menjadi tanggung
jawabnya;
c. Memerintahkan Kepala
Kantor SAR Ambon
untuk berkoordinasi
dengan Pemerintah
Untuk menyelesaikan
masalah tersebut, maka
Basarnas harus:
a. Membuat Berita
Acara Serah Terima
hibah atas tanah
seluas 5.000 m2 di
Kantor SAR Ambon
yang merupakan
hibah dari Pemerintah
Daerah Maluku
Tengah;
b. Menginstrusikan
petugas BMN agar
lebih cermat dalam
melakukan input
kedalam aplikasi
SIMAK;
c. Meningkatkan
koordinasi antara
PPK, Petugas
Gudang, dan Petugas
Simak BMN di
Kantor Pusat di
Kantor-kantor SAR
terkait transfer barang
dari Kantor Pusat dan
administrasinya;
d. Meningkatkan
pengawasan Kuasa
Pengguna Barang atas
aset negara yang
menjadi tanggung
jawabnya;
e. Menginstrusikan
petugas SIMAK
BMN untuk
memberikan
label/kode barang;
84
LHP No. 73/Pusat Kajian Akuntabilitas Keuangan Negara-BKD
NO. TEMUAN REKOMENDASI BPK HASIL TELAAHAN
dikoreksi nilai aset tercatatnya
b. Penatausahaan Aset Tetap Peralatan dan Mesin
belum tertib
1) Terdapat kesalahan atas pencatatan dan
klasifikasi pada Aset Tetap Peralatan dan
Mesin
2) Terdapat kekurangan pencatatan dalam
laporan SIMAK BMN terhadap Aset Tetap
Peralatan dan Mesin.
3) Terdapat Aset Tetap Peralatan dan Mesin
yang telah dikirim dari Kantor Pusat
Basamas ke masing-masing Kantor SAR
tetapi masih tercatat sebagai Aset Tetap di
Kantor Pusat
4) Terdapat Aset Tetap Peralatan dan Mesin
yang tidak dapat ditunjukkan keberadaannya
oleh Petugas BMN dan Petugas gudang
Dalam pemeriksaan fisik secara uji petik
pada beberapa satker terdapat asset dengan
nilai minimal sebesar Rp14.058.740.150,00
yang tidak dapat ditunjukkan oleh petugas
BMN dan petugas gudang
5) Terdapat beberapa aset kendaraan bermotor
yang tidak didukung dokumen kepemilikan
6) Terdapat aset dengan kondisi rusak dan
belum diusulkan penghapusannya
c. Terdapat Berita acara pengiriman barang yang
tidak terdapat tanda tangan penerima barang
d. Aset Tetap belum memiliki label kode barang
e. Terdapat pencatatan ganda pada alat komunikasi
f. Terdapat pembangunan rumah susun oleh
Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan
Rakyat di atas Tanah Balai Diklat Basarnas
Kondisi tersebut tidak sesuai dengan:
a. Peraturan Pemerintah Nomor 27 tahun 2014
tentang Pengelolaan Barang Milik Negara, pada:
1) Pasal 7 ayat (1) dan ayat (2)
2) Pasal 42 ayat (1) dan ayat (2)
3) Pasal 43 ayat (3)
4) Pasal 44 ayat (1) dan ayat (3)
5) Pasal 84 pada ayat (2)
b. Peraturan Menteri Keuangan Nomor
120/PMK.06/2007 tentang Penatausahaan
Barang Milik Negara,pada:
1) Pasal 2
2) Lampiran VII tentang Kebijakan
Penatausahaan Barang Milik Negara, Huruf
C, angka 2
c. Lampiran Peraturan Menteri Keuangan Nomor
29/PMK.06/2010 tentang Penggolongan dan
Kodefikasi Barang Milik Negara
Kondisi tersebut mengakibatkan:
a. Aset tanah Basamas kurang catat seluas 5.000
m2 pada Kantor SAR Ambon;
b. Aset tanah di Kansar Sorong seluas 21.381 m2
senilai Rp6.300.396.000,00 tidak menyatakan
kondisi luasan tanah yang sebenamya;
c. Aset tanah seluas 5.194 m2 senilai
Rp2.054.799.000,00 di Kantor SAR Balikpapan
yang tidak didukung dokumen kepemilikan
berpotensi untuk terjadi sengketa dan/atau
Daerah Maluku Tengah
mengenai Berita Acara
Serah Terima hibah atas
tanah seluas 5.000 m2
sebagai dasar pencatatan
Aset Tanah di SIMAK
BMN;
d. Memerintahkan
Inspektur Basarnas, KPB
Basarnas dan Kepala
Kansar Balikpapan
untuk mempercepat
proses status
kepemilikan tanah Pos
SAR Sangatta di
Kabupaten Kutai Timur;
e. Memerintahkan
Inspektur Basarnas, KPB
Basarnas dan Kepala
Kansar Ambon,
Balikpapan, Bandung,
Makassar, Jakarta, dan
Sorong untuk
menelurusi kembali atas:
1) Aset Tetap
Peralatan dan Mesin
hasil transfer dari
Kantor Pusat yang
belum tercatat di
masing- masing
Kantor SAR;
2) Keberadaan Aset
Tetap yang tidak
dapat ditunjukkan
oleh Petugas BMN
masing-masing
Satker;
3) Aset repeater
RX/TXyang telah
dicatat ganda di
Kantor Pusat
Basarnas;
f. Memerintahkan
Inspektur Basarnas
untuk berkoordinasi dan
menyampaikan setiap
temuan yang
berhubungan dengan
keuangan dan aset
Basarnas dengan Kepala
Biro Umum yang
membawahi Bagian
Keuangan dan Bagian
Perlengkapan dan
Rumah Tangga
Basarnas;
g. Memerintahkan KPB
Basarnas, KPB Kantor
SAR Balikpapan, dan
KPB Kantor SAR
f. Meningkatkan
koordinasi antara
inspektorat dengan
petugas SIMAK
BMN dan Sub Bagian
Akuntansi mengenai
temuan pemeriksaan
yang berdampak pada
keuangan dan aset
Basamas; dan
g. Meningkatkan
koordinasi antara
KPB Basarnas dengan
pihak Kementerian
PUPR mengenai
hibah aset.
85
LHP No. 73/Pusat Kajian Akuntabilitas Keuangan Negara-BKD
NO. TEMUAN REKOMENDASI BPK HASIL TELAAHAN
dikuasai pihak lain;
d. Aset Tetap Peralatan dan Mesin Basamas berupa
aset perahu karet, inflatable life craft, speed
boat/motor tempel, rescue truck, truck and
attachment dan kapal patroli tidak
menggambarkan nilai saldo sebenarnya;
e. Atas aset yang tidak diketahui keberadaaannya
mengakibatkan nilai aset tidak diyakini
kewajarannya dan menimbulkan potensi
kerugian negara masingmasing sebesar
Rp14.058.740.150,00;
f. Atas aset kendaraan bermotor di Kantor SAR
yang tidak didukung bukti kepemilikan
mengakibatkan potensi kehilangan aset BMN;
g. Tidak adanya label/kode barang pada aset tetap
mengakibatkan kesulitan dalam mengidentifikasi
aset yang memiliki tipe dan spesifikasi yang
identik sama;
h. Aset repeater rx/tx di Kantor Pusat Basamas
senilai Rp24.483.990.300,00 tidak diyakini
kewajarannya; dan
i. Pembangunan rumah susun di atas tanah
Basamas oleh Kementerian PU dan Perumahan
Rakyat tidak memiliki dasar hukum.
Sorong untuk saling
berkoordinasi terkait
keberadaan STNK
kendaraan bermotor
yang telah ditransfer ke
Kantor SAR Balikpapan
dan Sorong;
h. Memerintahkan KPB
Kantor SAR Bandung
untuk mengusulkan
penghapusan atas aset
tetap yang telah rusak
kepada KPB Basarnas;
dan
i. Memerintahkan KPB
Basarnas untuk segera
berkoordinasi dengan
Kementerian PU dan
Perumahan Rakyat
mengenai status
pembangunan rumah
susun di tanah Balai
Diklat Basarnas.
Hasil Pemeriksaan Atas Kepatuhan Terhadap
Perundang-undangan
1 Bukti Penerimaan Negara Surat Setoran Pajak
dan Nota Konfirmasi Penerimaan Negara pada
Kantor SAR Jakarta Terindikasi Fiktif Minimal
Sebesar Rp329,55 Juta
Hal ini terlihat sebagai berikut :
a. Berdasarkan Hasil penelusuran terhadap 338
NTPN (Nomor Transaksi Penerimaan Negara)
yang tercantum dalam BPN SSP dan Nota
Konfirmasi Penerimaan Negara yang
diserahkan kepada Tim BPK, hanya satu NTPN
yang sesuai dengan database NTPN pada
portal e-audit BPK, sedangkan 337 lainnya
atau sebesar Rp329.551.511,00 tidak
ditemukan dan/atau tidak sesuai dengan
database NTPN.
b. Berdasarkan penelusuran dokumen dan
konfirmasi dengan KPPN Jakarta IV bahwa
Bendahara Pengeluaran telah memberikan
dokumen pembayaran pajak (PPh Pasal 21,
PPh Pasal 22, PPh Pasal 23, dan PPn) yang
berindikasi fiktif minimal sebesar
Rp329.551.511,00, dengan rincian sebagai
berikut:
Kondisi tersebut tidak sesuai dengan:
a. Peraturan Menteri Keuangan Nomor
162/PMK.05/20I3 tentang Kedudukan dan
Tanggung Jawab Bendahara pada Satuan Kerja
BPK merekomendasikan
kepada Kepala Basarnas
agar menginstruksikan
Sekretaris Utama untuk :
a. Memberikan sanksi
berat sesuai dengan
ketentuan yang berlaku
kepada Bendahara
Pengeluaran yang lalai
melaksanakan tugas
dan tanggung jawab
perpajakan;
b. Memberikan sanksi
sesuai dengan
ketentuan yang berlaku
kepada Kepala Kansar
Jakarta dan PPK yang
lalai melaksanakan
tugas dan tanggung
jawabnya;
c. Menagih kekurangan
setoran kewajiban PPh
kepada Bendahara
Pengeluaran sebesar
Rp1.559.454,00
(Rp329 .551.511,00 -
Rp327.992.057,00)
dan
d. menyetorkan ke Kas
Negara serta
menyampaikan copy
bukti setor kepada
BPK;
e. Memerintahkan
Untuk memperbaiki
permasalahan tersebut,
maka Bendahara
Pengeluaran harus segera
menyetorkan pajak yang
telah dipungut, dan kepada
Kepala Basarnas agar
segera memberikan sanksi
kepada Bendahara
Pengeluaran karena telah
memalsukan bukti setoran
pajak. Selain itu, PPK dan
KPA harus cermat dalam
melaksanakan tugas dan
tanggung jawabnya terkait
pelaksanaan dan
pengawasan kegiatan
belanja barang yang
dipungut pajak.
86
LHP No. 73/Pusat Kajian Akuntabilitas Keuangan Negara-BKD
NO. TEMUAN REKOMENDASI BPK HASIL TELAAHAN
Pengelola APBN:
1) Pasal 26 ayat (1), (2) dan (4)
2) Pasal 29 ayat (1) dan (2)
3) Pasal 35 ayat (2) huruf a
b. Peraturan Direktur Jenderal Pajak nomor PER-
148/PJ/2007 tanggal 8 Oktober 2007 tentang
Pelaksanaan Modul Penerimaan Negara, Pasal
2
c. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007
tanggal 17 Juli 2007 tentang Perubahan Ketiga
atas Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983
tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara
Perpajakan, Pasal 39A
d. Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2004
tentang Pemeriksaan Pengelolaan Dan
Tanggung Jawab Keuangan Negara, Pasal 24
ayat (4)
Kondisi tersebut mengakibatkan kerugian negara
dari pajak yang tidak disetor sebesar
Rp329.551.511,00.
Inspektur Basarnas
untuk memeriksa,
menghitung ulang, dan
merekap seluruh
pemenuhan kewajiban
perpajakan yang telah
dilakukan Kansar
Jakarta (termasuk
rekap NTPN) untuk
periode tahun 2014 s.d.
tahun 2015, serta
melaporkan hasilnya
kepada BPK.
2 Sembilan Paket Pekerjaan di Kantor Pusat
Basarnas dan Delapan Paket Pekerjaan di Satker
Lainnya Kurang Volume Sebesar Rp995,07 Juta
Hal ini terlihat sebagai berikut :
a. Pada Kantor Pusat Basarnas, berdasarkan hasil
pemeriksaan dengan uji petik atas belanja
modal menunjukkan terdapat kekurangan
volume pekerjaan sebesar Rp342.649.696,80
b. Pada Diklat Basarnas, berdasarkan hasil
pemeriksaan dengan uji petik atas belanja
modal menunjukkan terdapat kekurangan
volume pekerjaan sebesar Rp 142. 751.790,90
c. Pada Kantor SAR Sorong, berdasarkan hasil
pemeriksaan dengan uji petik atas belanja
modal menunjukkan terdapat kekurangan
volume pekerjaan sebesar Rp356.913.009,93
d. Pada Kantor SAR Sorong, berdasarkan hasil
pemeriksaan dengan uji petik atas belanja
modal menunjukkan terdapat kekurangan
volume pekerjaan sebesar Rp120.452.973,93
e. Pada Kantor SAR Sorong, berdasarkan hasil
Penelusuran atas dokumen dan kelengkapannya
serta fisik pekerjaan pada tanggal 25 Februari
2016 menunjukkan bahwa terdapat kelebihan
pembayaran atas pekerjaan sebesar
Rp32.308.242,74
Kondisi tersebut tidak sesuai dengan:
a. Surat Perjanjian (Kontrak) masing-masing
pekerjaan pada Nomor 3.
Kondisi tersebut mengakibatkan kerugian negara
sebesar Rp995.075.714,30 (Kantor Pusat sebesar
Rp342.649.696,80; Balai Diklat sebesar
Rp142.751.790,90; Kansar Sorong sebesar
Rp356.913.009,93; Kansar Ambon sebesar
Rp120.452.973,93 dan Kansar Balikpapan sebesar
Rp32.308.242,74).
BPK merekomendasikan
Kepala Basarnas agar
Sekretaris Utama :
a. Memberikan sanksi
kepada KPA dan PPK
Tahun Anggaran 2015
sesuai ketentuan yang
berlaku terkait dengan
kelalaian dalam
pengawasan dan
pengendalian atas
pelaksanaan
program/kegiatan.
b. Menagih sisa kelebihan
pembayaran sebesar Rp
455.988.724,73 (Kantor
Pusat sebesar
Rp7.277.196,80; Balai
Diklat sebesar
Rp91.798.518,30 dan
Kantor SAR Sorong
sebesar
Rp356.913.009,93) dan
menyetorkan ke Kas
Negara serta
menyampaikan copy
bukti setor kepada BPK.
Untuk memperbaiki
permasalahan tersebut,
maka Penyedia Jasa harus
melaksanakan pekerjaan
sesuai dokumen kontrak,
dan Panitia Penerima
Pekerjaan dan PPK harus
membuat Berita Acara
Serah Terima pekerjaan
sesuai dengan dokumen
kontrak. Serta KPA harus
melakukan pengawasan
dengan baik atas
pelaksanaan pekerjaan.
87
LHP No. 73/Pusat Kajian Akuntabilitas Keuangan Negara-BKD
Lampiran I
Rekapitulasi Tanggal Penerbitan Nota Tagihan
88
LHP No. 75/Pusat Kajian Akuntabilitas Keuangan Negara-BKD
GAMBARAN UMUM
BADAN PELAKSANA BADAN PENGEMBANGAN WILAYAH SURAMADU
ajian yang disusun merupakan kajian yang dilakukan terhadap laporan hasil
pemeriksaan BPK RI atas laporan keuangan, laporan kinerja dan pemeriksaan
dengan tujuan tertentu yang disusun oleh Kementerian/Lembaga Pemerintah Pusat
tahun 2015 yang dikeluarkan pada semester 1 tahun 2016. Secara khusus kajian ini dilakukan
terhadap Laporan Keuangan Badan Pelaksana Badan Pengembangan Wilayah Suramadu.
Sedangkan tujuan dari kajian adalah untuk menyediakan informasi sebagai bahan tindaklanjut
DPR atas LHP BPK sebagai pelaksanaan wewenang, tugas dan fungsi pengawasan parlemen
atas akuntabilitas administrasi keuangan negara.
Gambaran umum sebagai pelengkap dari kajian ini dapat dilihat sebagai berikut:
Opini BPK
Laporan Realisasi Anggaran (LRA)
Kondisi Aset dalam Neraca 2015 (Audited)
K
OPINI BPK RI
2014
WDP
2015
WTP
LRAAnggaran
295.507.000.000
Realisasi
277.159.817.80594%
Aset Lancar
• 156.895.278.647
Aset Tetap
• 352.692.468.347
Aset Lainnya
• 67.483.044.888
89
LHP No. 75/Pusat Kajian Akuntabilitas Keuangan Negara-BKD
KUTIPAN & TELAAHAN HASIL PEMERIKSAAN BPK RI SEMESTER I TAHUN 2016 ATAS LAPORAN KEUANGAN BADAN PELAKSANA BADAN PENGEMBANGAN
WILAYAH SURAMADU
TAHUN ANGGARAN 2015
NO. TEMUAN REKOMENDASI BPK HASIL TELAAHAN
Hasil Pemeriksaan atas Sistem Pengendalian Intern
1 Realisasi atas Belanja Modal Tanah Tahun 2015
Belum Didukung Pengendalian yang Memadai
Hal ini terlihat sebagai berikut :
a. Proses Penetapan Harga Dasar Pasar Oleh
Kantor Jasa Penilai Publik (KJPP) Tidak
Diyakini Kewajarannya
b. Hasil Pengadaan Tanah Belum Didukung
Dengan Pengamanan Aset Yang Memadai
Kondisi tersebut tidak sesuai dengan:
a. Peraturan Presiden Nomor 71 Tahun 2012
sebagaimana telah diubah pada Peraturan
Presiden Nomor 40 Tahun 2014 tentang
Penyelenggaraan Pengadaan Tanah Bagi
Pembangunan Untuk Kepentingan Umum pada
Pasal 56 ayat (1) dan Pasal 97.
b. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor
27 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Barang Milik
Negara/Daerah pada Pasal 42.
Kondisi tersebut mengakibatkan:
a. Penetapan nilai penggantian wajar pengadaan
tanah tidak dapat diyakini kewajarannya;
b. Berpotensi menimbulkan perselisihan dan tanah
hasil pengadaan dimanfaatkan pihak yang tidak
berhak.
BPK merekomendasikan
kepada Kepala BP-BPWS
agar melakukan pengamanan
atas tanah-tanah hasil
pengadaan secara memadai
bekerja sama dengan Kantor
Pertanahan Kabupaten
Bangkalan.
Untuk memperbaiki
permasalahan tersebut,
maka Pelaksana
Pengadaan Tanah dalam
melakukan proses
pengadaan harus
mempertimbangkan tanah-
tanah yang masih dalam
perselisihan dan bukti
kepemilikan tanah yang
belum diserahkan
seluruhnya ke pihak BP-
BPWS, serta Kuasa
Pengguna Barang (KPB)
harus segera melakukan
tindakan pengamanan yang
memadai atas hasil
pengadaan tanah dan
bukti-bukti kepemilikan
tanah. Selain itu,
pengambilan survey harga
pasar oleh Appraisal KJPP
IJR harus berdasarkan
harga penawaran dan data
transaksi riil.
Hasil Pemeriiksaan Atas Kepatuhan Terhadap
Perundang-undangan
1 Kelebihan Pembayaran atas Kekurangan Volume
Pekerjaan Konstruksi Sebesar Rp994.400.001,41
dan Pekerjaan Konstruksi yang Tidak Sesuai
Spesifikasi Sebesar Rp1.383.171.306,09
Hal ini terlihat sebagai berikut :
a. Kelebihan Pembayaran atas Kekurangan Volume
Pekerjaan Konstruksi Sebesar Rp994.400.001,41
Hasil pengujian dokumen kontrak dan dilanjutkan
dengan pemeriksaan fisik menunjukkan terdapat
kekurangan volume pekerjaan sebesar
Rp994.400.001,41 dengan uraian sebagai berikut.
b. Kelebihan Pembayaran atas Pekerjaan Konstruksi
Tidak Sesuai Spesifikasi Sebesar
Rp1.383.171.306,09
Hasil pengujian dokumen kontrak dan dilanjutkan
dengan pemeriksaan fisik menunjukkan terdapat
pekerjaan yang tidak sesuai dengan spesifikasi
kontrak sebesar Rp1.383.171.306,09 dengan uraian
sebagai berikut:
BPK RI merekomendasikan
kepada Kepala BP-BPWS
agar :
a. Memerintahkan PPK
untuk memproses
kelebihan pembayaran
sebesar
Rp2.377.571.307,50
sesuai ketentuan yang
berlaku serta
menyetorkan ke Kas
Negara; dan
b. Memerintahkan KPA
meningkatkan
pengawasan dan
pengendalian.
Untuk memperbaiki
permasalahan tersebut,
maka Panitia Penerima
Hasil Pekerjaan dalam
melaksanakan tugasnya
harus mempedomani
spesifikasi umum dan
spesifikasi teknis kontrak,
serta PPK harus cermat
dalam melaksanakan tugas
dan fungsinya. Selain itu
juga KPA harus
meningkatkan pengawasan
dan pengendalian
90
LHP No. 75/Pusat Kajian Akuntabilitas Keuangan Negara-BKD
NO. TEMUAN REKOMENDASI BPK HASIL TELAAHAN
Kondisi tersebut tidak sesuai dengan:
a. Peraturan Presiden Nomor 70 Tahun 2012 tentang
Perubahan Kedua Atas Perpres Nomor 54 Tahun
2010 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah
pada Pasal 89 ayat (4),
b. Surat Perjanjian Kerja masing-masing kontrak di
atas yang antara lain menyatakan:
1) PPK memiliki kewajiban untuk mengawasi
dan memeriksa pekerjaan yang dilakukan oleh
Penyedia;
2) Penyedia berkewajiban melaksanakan dan
menyelesaikan seluruh pekerjaan sesuai
dengan yang telah ditetapkan dalam Surat
Perjanjian; dan
3) Pembayaran dilakukan senilai pekerjaan yang
telah terpasang tidak termasuk bahan/material
dan peralatan yang ada di lokasi pekerjaan;
c. Spesifikasi Umum Bina Marga Kementerian
Pekerjaan Umum 2010 (revisi 3), Divisi 6, Seksi
6.3, Bagian 6.3.8
Kondisi tersebut mengakibatkan kelebihan
pembayaran sebesar Rp2.377.571.307,50 terdiri
dari:
a. Kekurangan volume pekerjaan sebesar
Rp994.400.001,41, yaitu pada pekerjaan:
1) Peningkatan dan Pemeliharaan Jalan Akses
Kabupaten Sumenep oleh PT DPK sebesar
Rp227.722.272,33;
2) Peningkatan dan Pemeliharaan Jalan Akses
Kabupaten Pamekasan oleh PT DPK sebesar
Rp155.456.878,78;
3) Peningkatan dan Pemeliharaan Jalan
Lingkungan Kabupaten Pamekasan oleh PT
AJKA sebesar Rp466.013.624,46; dan
4) Peningkatan dan Pemeliharaan Jalan
Kabupaten Sampang oleh PT RIS dan PT SE,
KSO sebesar Rp145.207.225,84
b. Pekerjaan tidak sesuai spesifikasi sebesar
Rp1.383.171.306,09, yaitu pada pekerjaan:
1) Peningkatan dan Pemeliharaan Jalan Akses
Kabupaten Sumenep oleh PT DPK sebesar
Rp301.343.227,00;
2) Peningkatan dan Pemeliharaan Jalan Akses
Kabupaten Pamekasan oleh PT DPK sebesar
Rp423.753.366,55;
3) Peningkatan dan Pemeliharaan Jalan
Lingkungan Kabupaten Pamekasan oleh PT
AJKA sebesar Rp460.937.082,58; dan
4) Peningkatan dan Pemeliharaan Jalan
Kabupaten Sampang oleh PT RIS dan PT SE,
KSO sebesar Rp197.137.629,96.