kata pengantar - pusat2.litbang.kemkes.go.id · segenap redaksi mengucapkan selamat kepada prof....

28

Upload: buidiep

Post on 14-Mar-2019

218 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: KATA PENGANTAR - pusat2.litbang.kemkes.go.id · Segenap Redaksi mengucapkan selamat kepada Prof. dr. Emiliana Tjitra, DTM&H, MSc, PhD atas pengukuhan menjadi Profesor Riset. Selamat
Page 2: KATA PENGANTAR - pusat2.litbang.kemkes.go.id · Segenap Redaksi mengucapkan selamat kepada Prof. dr. Emiliana Tjitra, DTM&H, MSc, PhD atas pengukuhan menjadi Profesor Riset. Selamat

KATA PENGANTAR

01 Sekilas tentang Randomized

Controlled Trial (RCT)

dr. Siswanto, MHP, DTM

04 Stroke Registri menjadi Jembatan

dalam Upaya Perbaikan

Manajemen Kasus …..

dr. M. Karyana, M.Kes

06 Peran Apoteker dalam Saintifikasi

Jamu

Dra. Lucie Widowati, Apt., M.Si

08 Aktivitas Laboratorium Terpadu (Labdu) Pusat TTK & EK 2011-2012.

Dr. Fitrah Ernawati, M.Sc

11 Training of the Trainer Good Clinical Practice (TOT GCP)

Junediyono, SKM, MKM

12 Pengukuhan Profesor Riset …...

dr. M. Karyana, M.Kes

14 Reformasi Birokrasi

Dr. Ir. Dewi Permaesih, M.Kes

16 Kausasi

Dr. Ir. Basuki Budiman, MScPH

20 Etika Pemanfaatan Hewan Perco-baan dalam Penelitian Kesehatan

drh. Endi Ridwan MSc

22 Rahasia di balik Cokelat

Mutiara Prihatini, S.Gz, M.Si

24 Refleksi Akhir Tahun

drh. Endi Ridwan MSc.

Pojok Pegawai

Daftar Isi

Kata Pengantar

Tanpa terasa kita telah memasuki bulan Desember, tahun 2012 akan segera

berlalu. Kegiatan baru di tahun 2013 sudah di depan mata.

News letter Pusat TTK dan EK nomer ketiga akan menjadi nomer terakhir untuk

tahun 2012.

Menjelang akhir tahun ini banyak kegiatan yang harus diikuti oleh para

peneliti maupun pejabat struktural. Namun Alhamdulillah, Newsletter nomer ketiga

ini akhirnya dapat diterbitkan.

Terbitan kali ini diisi beragam kegiatan yang diikuti oleh peneliti dan

informasi kegiatan yang berkaitan dengan fungsi Pusat TTK dan EK. Berita

pencapaian keberhasilan jenjang peneliti yang dicapai oleh seorang peneliti

disajikan pada tulisan tentang Pengukuhan Profesor Riset. Selain kegiatan

penelitian pada terbitan kali ini disampaikan pula selintas tentang Reformasi

Birokrasi.

Sebagaimana pernah disampaikan, kegiatan para peneliti merupakan

bahan informasi utama yang kami sampaikan, karena itu kami tetap mengharapkan

laporan, catatan berbagai kegiatan yang sedang atau telah dilaksanakan dilengkapi

dengan foto-foto, artikel dengan topik yang menarik untuk diinformasikan kepada

kita semua.

Segenap Redaksi mengucapkan selamat kepada Prof. dr. Emiliana Tjitra, DTM&H,

MSc, PhD atas pengukuhan menjadi Profesor Riset.

Selamat Tahun Baru 2013

Semoga tahun mendatang lebih baik lagi.

Salam,

Redaksi

Newsletter PTTK&EK

Kami sangat mengharapkan kontribusi dari

keluarga besar PTTK&EK untuk mengirimkan

tulisan/naskah baik berupa opini, artikel

maupun penelitian. Naskah bisa dikirim

melalui email ke: [email protected]

Page 3: KATA PENGANTAR - pusat2.litbang.kemkes.go.id · Segenap Redaksi mengucapkan selamat kepada Prof. dr. Emiliana Tjitra, DTM&H, MSc, PhD atas pengukuhan menjadi Profesor Riset. Selamat

SEKILAS TENTANG

RANDOMIZED CONTROLLED TRIAL (RCT) dr. Siswanto, MHP, DTM

Newsletter PTTK&EK | Vol. 1(3), Desember 2012 | 01

Sebagaimana diketahui bersama bahwa

Randomized Controlled Trials (RCT) adalah golden

standard (baku emas) untuk penelitian eksperimental

guna pembuktian kausal (causation). Apabila kita

ingin membuktikan apakah suatu “intervensi

tertentu” akan menghasilkan/menyebabkan “outcome

tertentu”, maka kita harus menggunakan disain

penelitian RCT. Bahkan, tidak cukup hanya RCT saja,

tetapi harus double blind (tersamar ganda). Dengan

kata lain, baku emas penelitian eksperimental secara

prinsip adalah RCT double blind.

Sejarah penelitian eksperimental bukannya

diawali dari uji klinis pada manusia tetapi diawali

dari penelitian pertanian. Adalah Sir Ronald Aylmer

Fisher (1890-1962) yang menemukan disain

Randomized Controlled Trial (RCT).1 Fisher, yang

bekerja di stasiun penelitian pertanian, mengamati

bahwa eksperimen membandingkan dua jenis benih

pada dua petak kebun banyak mengandung bias.

Katakanlah, hasil penelitian menunjukkan bahwa

petak A menghasilkan panen lebih baik dari petak B;

maka tidak bisa disimpulkan benih A lebih baik dari

benih B. Di dalamnya terkandung banyak variabel

pengganggu, misalnya perbedaan kesuburan tanah,

perbedaan perawatan, perbedaan cara memanen, dan

sebagainya. Fisher akhirnya menciptakan dasar-dasar

RCT dengan cara membuat sejumlah petak-petak

kecil sebagai unit sampel, kemudian melakukan

alokasi random terhadap petak-petak kecil tersebut

pada kelompok uji (test) dan kelompok pembanding.

Dengan melakukan hal tersebut, semua variabel

pengganggu yang berada pada unit sampel akan

terdistribusi secara acak (random) pada kelompok uji

(test) maupun kelompok pembanding.

Penelitian uji klinik, yang ingin membuktikan

efek terapi tertentu terhadap suatu outcome klinik

tertentu, pada akhirnya mengadop prinsip-prinsip

disain eksperimental Fisher. Bahkan, karena unit

eksperimennya adalah manusia, maka pada uji klinik

harus tersamar ganda (RCT double blind). Double

blind, artinya baik subyek penelitian maupun peneliti

harus tidak tahu (ignorance) terhadap perlakukan /

intervensi yang diberikan.

Kualitas penelitian uji klinik pada prinsipnya

menyangkut dua hal, yakni kualitas ilmiah dan

kualitas etik. Terkait kualitas ilmiah, maka terdapat

dua hal penting, yakni validitas internal dan

validitas eksternal. Dalam penelitian uji klinik,

validitas internal menyangkut dua isu penting.

Pertama, isu terkait seberapa jauh instrumen

penelitian mengukur apa yang seharusnya terukur

(dalam hal ini identifikasi variabel outcome menjadi

sangat penting). Kedua, adalah isu terkait apakah

kejadian variabel outcome (parameter klinik) benar-

benar diakibatkan oleh intervensi secara murni (bukan

oleh variabel pengganggu, misalnya, efek placebo, bias

perlakuan, tingkat keparahan penyakit, dan

sebagainya). Validitas eksternal adalah terkait dengan

seberapa jauh kesimpulan hasil suatu penelitian

(termasuk uji klinik) dapat ditarik generalisasi

(digeneralisasikan) ke dalam populasi.

Dalam penelitian uji klinik, validitas internal

dalam konteks apakah variabel outcome benar-benar

“hanya” akibat suatu intervensi (tindakan pengobatan)

merupakan isu penting, agar hasil uji klinik dapat

meyakinkan klinisi (pengguna) untuk pengambilan

keputusan klinis. Itulah sebabnya, “randomized

controlled trial double blind” merupakan baku

emas penelitian uji klinik.

Page 4: KATA PENGANTAR - pusat2.litbang.kemkes.go.id · Segenap Redaksi mengucapkan selamat kepada Prof. dr. Emiliana Tjitra, DTM&H, MSc, PhD atas pengukuhan menjadi Profesor Riset. Selamat

Newsletter PTTK&EK | Vol. 1(3), Desember 2012 | 02

Juga, dalam hirarki butki ilmiah (level of evidence)

hasil penelitian RCT double blind dikategorikan

sebagai level satu (first level), dalam rentangan

pembagian level satu sampai dengan empat.

Disain RCT

Secara diagramatik disain penelitian RCT

adalah seperti pada Gambar 1.2 Menurut teori

statistik yang benar, pada RCT seharusnya ada dua

tahapan pengacakan (proses random). Pertama, pada

saat mengambil sejumlah sampel (katakanlah

sejumkah “n” subyek eksperimen) dari populasi,

seharusnya ditarik secara random (acak) dari

populasi sasaran. Kedua, pada saat mengalokasikan

sampel ke dalam kelompok uji dan kelompok

pembanding harus dilakukan secara acak pula

(alokasi random). Dengan demikian, menurut teori

statistik yang benar, ada dua proses random, yakni

pengambilan sampel secara random (random

sampling), dan pengalokasian secara random

(random allocation).

Gambar 1

Disain Randomized Controlled Trial (RCT)

Namun demikian, mengidentifikasi populasi

sasaran (sampling frame) pada uji klinik adalah

suatu yang sulit, dan juga untuk mendapatkan

subyek uji klinik bukanlah perkara mudah. Oleh

karena itu, pada praktiknya pengambilan sampel uji

klinik sering menggunakan pendekatan consecutive

sampling. Pada consecutive sampling, peneliti

mengambil sampel sejumlah “n” subyek (misalnya

dari pasien yang datang di klinik sesuai dengan

kriteria inklusi dan eksklusi tertentu, mengacu

tujuan penelitian). Oleh para ahli statistik,

consecutive sampling tidak bisa dianggap sebagai

probability sampling, namun dianggap cukup

mendekati probability, dengan asumsi “n” subyek yang

direkrut dapat merefleksikan populasi sasaran yang

diwakilinya.3

Mengapa harus alokasi random dan tersamar

ganda?

Sebagaimana sudah disitir di depan, baku

emas disain uji klinik adalah RCT double blind. RCT

double blind harus menyangkut dua hal penting, yakni

“alokasi random” dan “ketersamaran ganda”. Untuk

memahami dua prinsip ini, kita lihat kembali Gambar

1.

Katakanlah, kita ingin mengetahui apakah

jamu ampuh (kelompok uji) mempunyai efek yang

sama, atau lebih superior, dengan pengobatan

captopril (kelompok pembanding) pada penderita

hipertensi. Dikaitkan dengan validitas internal (efek

intervensi), maka peneliti harus yakin outcome klinik

(turunnya tekanan darah) adalah “semata” karena

mendapatkan captopril atau jamu ampuh. Untuk

menjawab “semata” ini, maka harus dapat dipastikan

tidak ada bias, baik yang berasal dari subyek

penelitian maupun observer / experimenter.

Untuk menghindari bias ini, “alokasi random”

dan “ketersamaran” menjadi hal penting. Alokasi

random berkepentingan dalam hal “mengontrol”

variabel pengganggu yang melekat pada subyek

(Natural History of Disease / NH), misalnya faktor

umur, jenis kelamin, tingkat keparahan penyakit, dan

sebagainya, yang dapat mempengaruhi outcome klinik

(turunnya tekanan darah).4

Faktor pengganggu lainnya adalah efek di luar

obat (jamu ampuh dan captopril) yang disebut dengan

Extraneous Effect (EF), misalnya karena pasien

diberitahu komplikasi hipertensi, maka ia merubah

pola diet, mengubah perilaku (olah raga), dan

sebagainya. Dalam EF termasuk “efek plasebo”,

misalnya karena keyakinannya akan khasiat jamu,

akan menimbulkan efek sugesti.4 Masih ada satu lagi

faktor pengganggu lain, yakni Observer Effect (OE).

Observer Effect adalah efek / pengaruh yang timbul

karena observer.4

Obat Uji

Obat Pembanding

Page 5: KATA PENGANTAR - pusat2.litbang.kemkes.go.id · Segenap Redaksi mengucapkan selamat kepada Prof. dr. Emiliana Tjitra, DTM&H, MSc, PhD atas pengukuhan menjadi Profesor Riset. Selamat

Katakanlah, karena observer tahu mana yang jamu

ampuh dan mana yang captopril, setiap kali pasien

datang, bisa saja observer tanya kepada subyek yang

menerima jamu ampuh, “badannya lebih enak ya bu/

pak setelah minum jamu ampuh?”. Pertanyaan yang

demikian, tentunya akan memberi sugesti kepada

subyek. Untuk menghindari EF dan OE ini, maka

perlu dilakukan “ketersamaran ganda”, yakni baik

subyek maupun observer tidak mengetahui siapa

mendapat jamu ampuh dan siapa mendapat

captopril.

Untuk lebih memahami efek hanya “semata”

karena intervensi pada RCT double blind dapat

dijelaskan pada model Gambar 2.

Gambar 2

Model RCT double blind

Pada contoh uji klinik “jamu ampuh” vs “captopril”,

tujuan kita adalah menguji apakah jamu ampuh

lebih baik, atau setidaknya sama, dalam

memberikan efek terapi (turunnya tensi). Untuk itu,

kita harus dapat memastikan bahwa outcome klinik

(turunnya tensi) hanya benar-benar karena efek

terapi, yakni jamu ampuh dan captopril (Rxu dan

Rxp). Karenanya, kita harus menyingkirkan pengaruh

NH, EF dan OE. Pengaruh NH disingkirkan dengan

teknik “alokasi random”, sementara pengarug EF dan

OE disingkirkan dengan teknik “double

blind” (ketersamaran ganda). Itulah sebabnya disain

uji klinik sebagaimana Gambar1, dinamai Randomized

Controlled Trial, karena disain tersebut mampu

“mengontrol” variabel pengganggu (confounding

factors) di luar efek karena intervensi, yakni variabel

NH, EF dan OE. Dengan demikian, kalau ada

perbedaan penurunan tensi, kita dapat yakin karena

“semata” efek terapi uji dan terapi pembanding.

Dari penjelasan ini, dapat dimengerti bahwa RCT

by design adalah double blind (tersamar ganda). Maka

cara penulisan disain ini adalah: “randomized, double-

blind, controlled clinical trial”.5 Mudah-mudahan tulisan

ini bermanfaat.

Daftar Pustaka:

1. Sir Ronald Aylmer Fisher. http:/ /

www.britannica.com/EBchecked/topic/208658/Sir-

Ronald-Aylmer-Fisher, Diakses 17 May 2012.

2. Chow, S.C & Liu, J.P. Design and Analysis of

Clinical Trials, Concepts and Methodoloies. Wiley

Interscience. 2004.

3. Dahlan, M.S. Besar Sampel dan Cara Pengambilan

Sampel dalam Penelitian Kedokteran dan

Kesehatan. Salemba Medika. 2010.

4. Grobbee, D.E. & Hoes, A.W. Clinical Epidemiology,

Principles, Methods, and Applications for Clinical

Research. Jones and Bartlett Publishers. 2009.

5. Website ClinicalTrials.gov

Kelompok test: Ou = Rxu + NHu + EFu + OEu

(jamu ampuh)

Kelompok kontrol: Op = Rxp +NHp + EFp + OEp

(captopril)

Keterangan: u = uji, p = pembanding (kontrol)

Newsletter PTTK&EK | Vol. 1(3), Desember 2012 | 03

Page 6: KATA PENGANTAR - pusat2.litbang.kemkes.go.id · Segenap Redaksi mengucapkan selamat kepada Prof. dr. Emiliana Tjitra, DTM&H, MSc, PhD atas pengukuhan menjadi Profesor Riset. Selamat

STROKE REGISTRI MENJADI JEMBATAN DALAM UPAYA PERBAIKAN MANAJEMEN KASUS

DAN PENINGKATAN KUALITAS PELAYANAN

KLINIK

dr. Muhammad Karyana, M.Kes

Perkembangan ilmu dan teknologi yang pesat

di bidang kedokteran membutuhkan perhatian lebih

dalam rangka untuk memberikan pelayanan pasien

yang lebih baik lagi. Kasus-kasus seperti stroke

jumlahnya makin meningkat di Indonesia.

Berdasarkan hasil Riset Kesehatan Dasar

tahun 2007 penyebab kematian utama di Indonesia

adalah stroke (15.4%), tuberkulosis (7.5%), dan injury

(6.5%). Penanganan stroke yang masih dibawah

standar menjadikan stroke sebagai penyebab angka

kecacatan dan kematian nomor satu. Sebagian besar

penderita tidak dapat hidup mandiri dalam aktivitas

sehari-hari, sehingga menghilangkan produktivitas

kerja yang menyebabkan bertambahnya beban di

masyarakat. Selain itu stroke juga membutuhkan

biaya perawatan yang tinggi. Hal ini juga

menunjukkan bahwa, pengendalian faktor-faktor

risiko kejadian stroke di Indonesia, misalnya

pengendalian hipertensi, hiperkolesterolemia, kencing

manis, dan sebagainya, masih belum optimal. Bila

dibandingkan dengan negara maju, Amerika Serikat

misalnya, penyebab kematian utama di Amerika

Serikat adalah penyakit jantung, kanker, stroke,

penyakit paru khronis, dan kecelakaan (accidents).

Sampai saat ini masalah penyakit stroke

masih banyak yang meliputi problema pre hospital

antara lain, kultur budaya, tingkat ekonomi, geografis

Indonesia yang heterogen, minimnya tingkat

pendidikan dan pengetahuan masyarakat, tingkat

ekonomi, jarak antara penderita dan rumah sakit

terdekat. Masih minimnya pengetahuan masyarakat

tentang stroke yang apabila ditangani dengan tepat

dan cepat akan mengurangi disabilitas dan mortalitas

yang akan terjadi. Hal ini akan memberikan

kontribusi pada lamanya waktu kedatangan ke pusat

kesehatan (delayed in transport).

Salah satu penyumbang konstribusi delayed in

transport akhir-akhir ini adalah adanya kemacetan di

kota-kota besar dan sistem transportasi. Belum

tersedianya sistem emergency transport dan emergency

communication juga menjadi masalah.

Penyakit stroke sesungguhnya adalah masuk

dalam kelompok penyakit yang dapat dicegah, atau

preventable disease. Banyak penelitian telah

dikerjakan oleh para ahli, baik penelitian epidemiologi

maupun penelitian klinis. Berbagai faktor risiko

kejadian stroke telah diidentifikasi. Berbagai faktor

risiko penyakit stroke tersebut, misalnya, menjadi

manula (umur di atas 55 tahun), laki-laki lebih banyak

dari wanita, sejarah keluarga (keturunan), tekanan

darah tinggi, merokok, menderita diabetes mellitus,

kegemukan (obesity), hipercholesterolemia, penyakit

jantung, adanya warning sebelumnya Transient

Ischemic Attack (TIA), penggunaan terapi hormon,

minum alkohol, kurang aktivitas fisik, masalah diet

(kurang makan sayur dan buah), stress, dan lain-lain.

Dengan melihat faktor risiko yang telah disebutkan

tadi, maka pencegahan penyakit stroke pada

prinsipnya adalah “merubah perilaku”, yang meliputi

pola makan sehat, aktivitas fisik (olah raga), tidak

merokok, tidak minum alkohol, tidak stress, dan

seterusnya, yang kesemuanya merupakan faktor-

faktor yang dapat dicegah dan dikendalikan

(preventable).

Data penelitian Riskesdas tahun 2007

menunjukkan bahwa untuk penduduk umur di atas 15

tahun, prevalensi hipertensi 29.8%, Diabetes Mellitus

5.7%, Gangguan Toleransi Glukosa 10.2%, pada umur

10 tahun ke atas prevalensi merokok setiap hari 23.7%,

prevalensi kurang aktivitas fisik 48.2%, prevalensi

kurang makan buah dan sayur (sesuai anjuran WHO)

93.6%, dan prevalensi minum alkohol 4.6%.

Newsletter PTTK&EK | Vol. 1(3), Desember 2012 | 04

Page 7: KATA PENGANTAR - pusat2.litbang.kemkes.go.id · Segenap Redaksi mengucapkan selamat kepada Prof. dr. Emiliana Tjitra, DTM&H, MSc, PhD atas pengukuhan menjadi Profesor Riset. Selamat

Bila data prevalensi faktor risiko terjadinya

stroke hasil Riskesdas dikaitkan dengan penanganan

faktor risiko terdekat, misalnya penanganan

hipertensi dan diabetes mellitus, maka kita mengenal

adanya fenomena 1:4, atau 1:5. Artinya dari

prevalensi hiptertensi 30%, misalnya, maka yang

ditangani oleh petugas kesehatan baru

seperempatnya (7.5%), dari prevalensi diabetes

mellitus 5.7%, baru hanya sekitar 1.1 % penderita

yang ditangani oleh petugas kesehatan. Gap antara

prevalensi yang sakit dan prevalensi yang ditangani,

tentunya akan menambah tingkat risiko untuk

jatuh menjadi serangan stroke.

Sesuai dengan Peraturan Pemerintah No.

39/1995 tentang Penelitian dan Pengembangan

Kesehatan dan juga PerMenkes 1144/2010 tentang

Struktur Organisasi dan Tata Kerja Kementerian

Kesehatan, maka Badan Litbangkes, selain

mempunyai fungsi melaksanakan penelitian dan

pengembangan kesehatan, Badan Litbangkes juga

mempunyai fungsi memfasilitasi dan mengkoordinir

penelitian dan pengembangan kesehatan di

Indonesia.

Untuk itulah, Badan Litbangkes, dalam hal

ini Pusat TTKEK, melakukan kerjasama dengan PP-

PERDOSSI, untuk mengembangkan disease regitry

berbasis rumah sakit, khususnya “stroke registry”.

Menurut tujuannya, disease registry bisa population

based registry, atau hospital based registry.

Population based registry biasanya bertujuan lebih

kepada mengidentifikasi prevalensi, faktor risiko,

dan survival; sementara hospital based registry

lebih kepada upaya perbaikan manajemen

kasus dan peningkatan kualitas pelayanan

klinik. Ini adalah Disease Registry yang pertama di

Indonesia dalam skala Nasional. Hal ini

menunjukkan keseriusan kita bersama dalam

memerangi penyakit stroke. Karena untuk

memberikan pelayanan pasien yang lebih baik,

diperlukan manajemen dan pencatatan kasus yang

baik pula. Melalui pengembangan sistem registri

yang sedang dibangun ini, harapan itu dapat

tercapai.

Oleh karenanya pada hari Jumat tanggal 23

November 2012, bersamaan dengan pembukaan

Pertemuan Ilmiah Nasional Stroke 2012 di Kota

Semarang, Bapak Direktur Jenderal Bina Upaya

Kesehatan atas nama Menteri Kesehatan

mencanangkan Stroke Registry. Dimana mulai tahun

2013, seluruh kasus stroke di RS pemerintah ataupun

swasta di Indonesia akan didata.

Tahap pertama pengembangan stroke registry

kerjasama Badan Litbangkes dengan PP-PERDOSSI

adalah pengembangan stroke registry berbasis rumah

sakit. Dengan pengembangan stroke registry berbasis

rumah sakit, maka diharapkan data yang terkumpul

akan dapat digunakan untuk meningkatkan outcome

pengobatan penyakit stroke. Melalui stroke registry

berbasis rumah sakit, data yang dikumpulkan akan

dapat diolah lebih lanjut, untuk berbagi tujuan

misalnya, mendeskripsikan perjalanan alamiah

penyakit (NHD), menentukan cost-effectiveness

intervensi klinis, memonitor manfaat dan keamanan

intervensi klinis, serta meningkatkan mutu pelayanan

pasien stroke.

Tentunya, kalau stroke registry berbasis rumah

sakit ini sudah berjalan dengan baik, maka bisa saja

dikembangkan menjadi population based registry,

dengan melibatkan puskesmas dan dokter keluarga,

sehingga akan dapat diidentifikasi prevalensi penyakit

stroke yang lebih akurat, dan juga survival dari pasien

paska stroke.

Saat ini, Pusat Teknologi Terapan Kesehatan

dan Epidemiologi Klinik telah membuat web portal

terkait registri. Kedepan pelaksanaan registri ini akan

dilakukan secara online dan real time. Alamat website

http://www,ina-registry.org.

Newsletter PTTK&EK | Vol. 1(3), Desember 2012 | 05

Page 8: KATA PENGANTAR - pusat2.litbang.kemkes.go.id · Segenap Redaksi mengucapkan selamat kepada Prof. dr. Emiliana Tjitra, DTM&H, MSc, PhD atas pengukuhan menjadi Profesor Riset. Selamat

PERAN APOTEKER DALAM

SAINTIFIKASI JAMU Dra. Lucie Widowati, Apt., M.Si

Terlaksananya penelitian jamu berbasis

pelayanan perlu didukung keterpaduan komitmen

dan keterlibatan unit kerja lintas sektor, berbagai

disiplin ilmu, organisasi seminat dan industri. Tujuan

dari Saintifikasi Jamu adalah a) Memberikan

landasan ilmiah (evidence based) penggunaan jamu

secara empiris melalui penelitian berbasis pelayanan

kesehatan. b) Mendorong terbentuknya jejaring

dokter atau dokter gigi dan tenaga kesehatan lainnya

sebagai peneliti dalam rangka upaya preventif,

promotif, rehabilitative dan paliatif melalui

penggunaan jamu. c) Meningkatkan kegiatan

penelitian kualitatif terhadap pasien dengan

penggunaan jamu dan d) Meningkatkan penyediaan

jamu yang aman, memiliki khasiat nyata yang teruji

secara ilmiah, dan dimanfaatkan secara luas baik

untuk pengobatan sendiri maupun dalam fasilitas

pelayanan kesehatan. Untuk mewujudkannya

diperlukan kesadaran dari masing-masing pelaku

untuk secara terbuka menerima konsep dan

mendukung implementasinya untuk semata-mata

pada peningkatan derajat kesehatan dan

kesejahteraan masyarakat. Salah satu disiplin ilmu

yang diperlukan untuk berhasilnya program

Saintifikasi Jamu adalah ilmu kefarmasian (profesi

apoteker). Apoteker adalah profesi kesehatan yang

menghubungkan ilmu kesehatan dengan kimia

medisinal, farmasetikal, patologi dan farmakologi

klinik dan berkewajiban menjaga keamanan dan

keefektivan obat.

Karena konsep dari Saintifikasi Jamu adalah

Penelitian berbasis pelayanan, maka modalitas dari

kegiatan tersebut adalah dokter dan jamu. Jamu yang

digunakan harus memenuhi kriteria aman,

mempunyai khasiat dibuktikan berdasarkan data

empiris yang ada dan memenuhi persyaratan mutu.

Untuk menjamin keamanan, khasiat dan mutu

jamu, merupakan kegiatan yang dijalankan oleh

apoteker di sisi hulu, artinya dari menjamin mutu

mulai budidaya tanaman obat hingga pasca panen,

sampai produk ramuan dapat diberikan kepada pasien.

Bagaimanakah peran Apoteker dari sisi hilir ?. Sisi

hilir pada kegiatan Saintifikasi Jamu merupakan

tahap dimana dokter memberikan pelayanan sekaligus

sebagai pelaku penelitian, pasien menerima jamu yang

telah dijamin mutu dan kemanfaatannya secara

empiris.

Klinik yang diatur dalam Permenkes no. 003/

Menkes/I/2010, merupakan Klinik Jamu sebagai

tempat penelitian pelayanan. Selayaknya Klinik,

tentunya terdapat ketenagaan, sarana dan prasarana

yang menjadi kriteria pada Klinik Jamu. Dalam

struktur Klinik Jamu, terdapat tugas Apoteker yang

menjalankan profesinya berdasarkan Peraturan

Menteri Kesehatan No. 1027/Menkes/SK/IX/2004

tentang standar pelayanan kefarmasian di apotek,

yang mengatur tentang pelayanan resep, promosi dan

edukasi serta home care.

Apotik Klinik Jamu, adalah suatu unit yang

berada dibawah Klinik Jamu yang bertugas menyiap-

kan dan menyajikan jamu sesuai dengan resep dokter

kepada pasien, yang terdiri dari jamu dan/ obat

konvensional. Menurut PP No. 51 tahun 2009,

Pekerjaan Kefarmasian adalah pembuatan termasuk

pengendalian mutu sediaan farmasi, pengamanan,

pengadaan, penyimpanan dan pendistribusian atau

penyaluran obat, pengelolaan obat, pelayanan obat

atas resep dokter, pelayanan informasi obat, serta

pengembangan obat, bahan obat dan obat tradisional.

Newsletter PTTK&EK | Vol. 1(3), Desember 2012 | 06

Page 9: KATA PENGANTAR - pusat2.litbang.kemkes.go.id · Segenap Redaksi mengucapkan selamat kepada Prof. dr. Emiliana Tjitra, DTM&H, MSc, PhD atas pengukuhan menjadi Profesor Riset. Selamat

Pelayanan kefarmasian pada saat ini telah

bergeser dan mengalami perubahan pelayanan dari

paradigma lama (drug oriented) ke paradigma baru

dengan filosofi Pharmaceutical care (asuhan

kefarmasian), berorientasi kepada pasien. Peran

yang menonjol pada asuhan kefarmasian adalah

komunikasi dengan pasien, dan inilah yang disebut

trend baru dalam pelayanan kefarmasian. Kontribusi

dari seorang praktisi asuhan kefarmasian diukur

oleh kemampuannya untuk menerapkan

pengetahuan dan keterampilan untuk menyelesaikan

masalah terapi obat untuk pasien. Komunikasi

merupakan suatu aspek penting yang mutlak

dikuasai oleh seorang apoteker dalam melakukan

praktek kefarmasian khususnya di masyarakat.

Apoteker yang handal berkomunikasi akan mampu

memberikan penjelasan mengenai pekerjaannya,

kepada pengguna jasa, baik pasien, tenaga kesehatan

atau pihak lain yang terkait. Kegiatan tersebut

merupakan kesatuan sebagai fungsi Komunikasi,

Informasi, Edukasi (KIE). Salah satu implementasi

dari KIE adalah kegiatan konseling. Tujuan

dilakukannya konseling yaitu untuk memberikan

pemahaman yang benar mengenai obat kepada pasien dan

tenaga kesehatan, diantaranya mengenai nama obat,

tujuan pengobatan, jadwal pengobatan, cara

menggunakan obat, lama penggunaan obat,

efek samping obat, tanda-tanda toksisitas, cara

penyimpanan obat, dan penggunaan obat-obat lain.

Penelitian pelayanan jamu memanfaatkan

pasien yang memilih jamu untuk mengatasi keluhan/

penyakitnya, sebagai respoden. Kerjasama tim

dokter, apoteker dan pasien sangatlah erat, untuk

menghasilkan penelitian pelayanan yang memenuhi

metodologi yang ditentukan. Apoteker sangat

berperan dalam menjaga atau memelihara

kepatuhan pasien untuk minum jamu. Kepatuhan

dalam minum jamu dalam penelitian pelayanan

dapat diartikan sebagai perilaku pasien yang mentaati

semua nasehat dan petunjuk yang dianjurkan oleh

dokter Saintifikasi Jamu dan Apoteker Saintifikasi

Jamu. Mengenai segala sesuatu yang harus dilakukan

untuk mencapai tujuan pengobatan, salah satu

diantaranya adalah kepatuhan dalam minum jamu.

Pelatihan Dokter Saintifikasi Jamu telah

diselenggarakan sebanyak 6 kali. Dari pelatihan ini

telah meluluskan 178 dokter yang mempunyai

Sertifikasi Penelitian Saintifikasi Jamu. Selain itu,

dokter Saintifikasi Jamu juga berasal dari dokter

peserta pasca sarjana herbal UI dan dari diklat SJ

mandiri. Perkembangan ke depan, semakin banyak

masyarakat yang menggunakan jamu. Jika permintaan

pengobatan dengan jamu meningkat maka kebutuhan

penyediaan jamu tidak dapat ditangani sendiri oleh

dokter yang melakukan praktek Saintifikasi Jamu.

Untuk mendukung implementasi program Saintifikasi

Jamu di masyarakat, di pandang perlu untuk

memberikan pelatihan, tidak hanya kepada tenaga

dokter namun juga kepada apoteker.

Kompetensi yang diharapkan dari Apoteker Saintifikasi

Jamu:

1 Melakukan praktik kefarmasian secara profesional

dan etik

2. Memformulasi dan memproduksi jamu

3. Melakukan dispensing jamu

4. Menyelesaikan masalah terkait dengan penggunaan

jamu

5. Memberikan informasi jamu

6. Mengelola penyediaan jamu

7. Melaksanakan upaya preventif dan promotif

kesehatan masyarakat terkait jamu

Pelatihan Apoteker Saintifikasi Jamu angkatan

pertama telah diselenggarakan terhadap 15 apoteker,

di Surakarta dan B2P2TO2T Tawangmangu, tanggal

5 – 10 November 2012.

Newsletter PTTK&EK | Vol. 1(3), Desember 2012 | 07

Page 10: KATA PENGANTAR - pusat2.litbang.kemkes.go.id · Segenap Redaksi mengucapkan selamat kepada Prof. dr. Emiliana Tjitra, DTM&H, MSc, PhD atas pengukuhan menjadi Profesor Riset. Selamat

AKTIVITAS LABORATORIUM TERPADU (LABDU)

PUSAT TTK & EK TAHUN 2011-2012

DR. Fitrah Ernawati, MSc

Sesuai dengan PerMenkes 1144 tentang

Struktur Organisasi dan Tata Kerja Kementerian

Kesehatan maka tugas Pusat Teknologi Terapan

Kesehatan dan Epidemiologi Klinik (Pusat TTK dan

EK) adalah melaksanakan penelitian dan pengem-

bangan di bidang Teknologi Terapan Kesehatan dan

Epidemiologi Klinik. Dalam melakukan penelitian,

peneliti harus memegang kejujuran (honesty)

terhadap diri sendiri dan kepada pihak lain. Salah

satu bentuk kejujuran seorang peneliti adalah

memelihara keakuratan pengumpulan dan

pengelolaan informasi dan data penelitian, dengan

menghindari kesempatan untuk merekayasa

informasi dan data penelitian. (LIPI 2010). Untuk

dapat memenuhi kaidah tersebut, laboratorium

terpadu (labdu) sebagai sarana penunjang penelitian

dalam memberikan layanan pengujian bagi peneliti

terus berbenah mencapai laboratorium yang handal

dan dapat dipercaya.

Dalam kurun waktu dua tahun terakhir, labdu

telah melakukan beberapa kegiatan untuk mening-

katkan kualitas baik sarana maupun prasarana.

Kegiatan besar yang telah dilakukan labdu antara

lain:

1. Persiapan Mendapatkan Akreditasi KAN

Akreditasi dirasakan perlu oleh labdu karena

dengan memperoleh akreditasi, laboratorium dapat

menunjukkan kredibilitasnya melalui penerapan

sistem management yang kuat serta memberikan

kepercayaan kepada mitra kerja. Di era terbuka saat

ini persyaratan terhadap mutu laboratorium menjadi

acuan bagi pengguna laboratorium. Pembuktian tidak

hanya cukup dengan hanya bentuk fisik laboratorium

atau peralatan yang canggih melainkan juga berdasar-

kan dokumen resmi yang menyertai hasil uji.

Dokumen yang menerangkan bahwa hasil uji telah

memenuhi persyaratan mutu yang ditetapkan, maka

untuk dapat diakui, harus dikeluarkan oleh

laboratorium penguji yang terakreditasi. Di sinilah

keberadaan laboratorium penguji terakreditasi

menjadi semakin penting peranannya. Hasil uji yang

digunakan oleh peneliti dalam mendukung artikel

yang akan dipublikasi nasional utamanya di jurnal

internasional, diperlukan pernyataan bahwa pengujian

dilakukan oleh laboratorium terakreditasi sehingga

tidak menimbulkan keraguan.

Menurut ISO (International Organization for

Standardisation), akreditasi adalah pengakuan formal

terhadap laboratorium penguji yang mempunyai

kompetensi untuk melakukan pengujian tertentu yang

tertuang dalam peraturan ISO 17025:2008. Akreditasi

laboratorium mampu memberikan jaminan terhadap

mutu dan keakuratan data hasil uji sekaligus

menjamin kompetensi laboratorium penguji. Di

Indonesia, laboratorium diakreditasi oleh Komite

Akreditasi Nasional (KAN).

Newsletter PTTK&EK | Vol. 1(3), Desember 2012 | 08

Page 11: KATA PENGANTAR - pusat2.litbang.kemkes.go.id · Segenap Redaksi mengucapkan selamat kepada Prof. dr. Emiliana Tjitra, DTM&H, MSc, PhD atas pengukuhan menjadi Profesor Riset. Selamat

Komite Akreditasi Nasional (KAN) adalah

suatu lembaga non struktural yang mempunyai tugas

pokok untuk menetapkan akreditasi dan

memberikan pertimbangan dan saran kepada Badan

Standardisasi Nasional (BSN) dalam menetapkan

sistem akreditasi dan sertifikasi. Untuk dapat

diakreditasi sebagai laboratorium yang kompeten,

laboratorium tersebut harus menerapkan standar

ISO/IEC 17025:2008 – Persyaratan Umum Kompe-

tensi Laboratorium Penguji.

Persiapan mendapatkan akreditasi sudah

dimulai sejak pertengahan tahun 2011. Pada tahun

2011 telah dilakukan diseminasi dengan materi

Pengenalan dan Interpretasi ISO/IEC 17025:2008

(Persyaratan Manajemen) dan Pengenalan dan Inter-

pretasi ISO/IEC 17025: 2008 (Persyaratan Teknis)

diikuti oleh peneliti yang banyak menggunggunakan

hasil laboratorium dan litkayasa. Dilanjutkan pada

tahun 2012 dengan mengadakan seminar tentang

bagaimana menyiapkan dokumentasi Mutu

Laboratorium, bagaimana melakukan Audit Internal

Laboratorium, penyusunan dokumentasi Sistem

Manajemen Laboratorium, dan melakukan

Pelaksanaan audit internal. Alhamdulillah dengan

rahmat Tuhan Yang Maha kuasa Tim manajemen

Labdu pada pertengahan November 2012 sudah me-

nyerahkan dokumen permohonan akreditasi kepada

KAN.

Pembukaan Pelatihan Audit Internal

2. Training Pemeriksaan retinol dalam minyak

Pada tanggal 13 sampai 15 juni 2012 labdu

mangadakan training analisa retinol (vitamin A) dalam

minyak. Training ini berhubungan dengan studi fortifi-

kasi minyak dengan vitamin A yang dilaksanakan di

Ciamis dan Tasikmalaya dengan ketua peneliti DR.

Sanjaya, MPH. Fortifikasi minyak goreng dengan

vitamin A yaitu penambahan vitamin A dalam minyak

goreng. Tujuan training ini adalah memberikan

penguatan sumber daya manusia khususnya dalam

melakukan analisis vitamin A sehingga hasil uji

analisis vitamin A antar laboratorium tidak berbeda.

Nara sumber adalah Sherry Tanumihardjo, PhD,

beliau adalah pakar vitamin A dari University of

Wisconsin – USA. Peserta training adalah pelaksana

teknis dari beberapa laboratorium pemerintah seperti

BBIA (Balai Besar Industri Agro), SEAMEO, Seafast

Center IPB dan BPOM.

Penjelasan Metabolisme Retinol

3. Kunjungan Tamu Nepal

Kunjungan ini merupakan salah satu rangkaian

kunjungan tamu dari Negara Nepal ke Badan Litbang

Kesehatan. Kunjungan ke Pusat TTK dan EK jatuh

pada tanggal 17 Oktober 2012, dalam kunjungan

tersebut disampaikan penjelasan tentang tugas dan

fungsi Pusat TTK dan EK, topik penelitian yang telah

dilakukan oleh Pusat TTK dan EK dan terakhir

rombongan tamu melihat fasilitas laboratorium terpadu

Pusat TTK dan EK di Bogor.

Newsletter PTTK&EK | Vol. 1(3), Desember 2012 | 09

Page 12: KATA PENGANTAR - pusat2.litbang.kemkes.go.id · Segenap Redaksi mengucapkan selamat kepada Prof. dr. Emiliana Tjitra, DTM&H, MSc, PhD atas pengukuhan menjadi Profesor Riset. Selamat

Dalam kunjungan tersebut dijelaskan bahwa Labdu

Pusat TTK dan EK mampu melakukan analisis kimia

klinik meliputi analisis fungsi ginjal, fungsi hati,

profil lipid, darah rutin, analisis mineral seperti

selenium, calcium, Pb dan analisis vitamin seperti

vitamin A dan E. Disamping itu labdu juga mampu

melakukan analisis status besi meliputi ferritin,

Serum Transferrin Receptot (STfR), Total Iron

Binding Capacity (TIBC) dan analisis kimia

makanan seperti analisis zat gizi makro dan mineral

dalam makanan.

Kegiatan labdu saat ini masih terbatas untuk

mendukung kegiatan penelitian untuk kepentingan

Badan Litbang Kesehatan.

Penjelasan Tugas & Fungsi Pusat TTK dan EK

Penjelasan Ruang Lingkup Labdu

4. Training CRP(C-Reactive Protein)

C-Reactive Protein adalah suatu analisis yang

digunakan untuk melihat adanya inflamasi. Analisis ini

sering digunakan sebagai screening atau analisis

penyerta dari penentuan status besi. Training

dilaksanakan pada tanggal 20 November 2012 pukul

11.00 WIB dan berakhir pukul 16.00 WIB. Nara sumber

adalah Mr. Juergen Erhat peneliti dari Jerman. Beliau

banyak menulis tentang status besi status vitamin A di

beberapa jurnal internasional. Peserta training adalah

peneliti muda dan litkayasa Pusat TTK dan EK. Tujuan

training ini adalah mengembangkan metode analisa

CRP dengan metode-modifikasi sehingga kedepan labdu

Pusat TTK dan EK mampu mengembangkan

pemeriksaan CRP dengan metode yang lebih efisien,

harga lebih murah dari metode ysng ada, sehingga

dapat mengurangi ketergantungan import kit dari luar

negeri.

Demikian sepintas kegiatan labdu………..

SEMOGA SUKSES.

Training Pengukuran CRP di Lab Terpadu

Pusat TTK dan EK Bogor

Newsletter PTTK&EK | Vol. 1(3), Desember 2012 | 10

Page 13: KATA PENGANTAR - pusat2.litbang.kemkes.go.id · Segenap Redaksi mengucapkan selamat kepada Prof. dr. Emiliana Tjitra, DTM&H, MSc, PhD atas pengukuhan menjadi Profesor Riset. Selamat

TRAINING OF THE TRAINER GOOD CLINICAL PRACTICE

(TOT GCP) Yogyakarta, 3-5 Oktober 2012

Junediyono SKM, MKM

Seperti telah disampaikan dr. Siswanto, MHP,

DTM pada Newsletter edisi sebelumnya, GCP

merupakan suatu “standar” kualitas etik dan ilmiah

internasional untuk mendisain, melaksanakan,

mencatat dan melaporkan uji klinik yang

melibatkan subyek manusia atau merupakan

perangkat untuk standarisasi uji klinik. Dalam

bahasa baku, GCP sering disebut Cara Uji Klinik

yang Baik (CUKB). Pedoman tentang bagaimana

melaksanakan CUKB, juga telah diterbitkan oleh

Badan Pengawas Obat dan Makanan.

Pusat Teknologi Terapan Kesehatan dan

Epidemiologi Klinik (Pusat TTK dan EK) sebagai

implementor tugas pokok dan fungsi sesuai Peraturan

Menteri Kesehatan Nomor 1144/2010, bertugas

melaksanakan penelitian dan pengembangan serta

penapisan teknologi dibidang teknologi terapan

kesehatan dan epidemiologi klinik, sangat

berkewajiban untuk menstandarisasi penelitian

klinis. Penelitian klinis yang dimaksud dalam GCP

adalah uji klinik. Peneliti harus mempunyai

kemampuan yang „kaffah‟ tentang GCP. Workshop

GCP sendiri sudah pernah dilaksanakan oleh Pusat

TTK dan EK bekerjasama dengan Komisi Nasional

Etik Penelitian Kesehatan. Peserta adalah semua

peneliti Pusat TTK dan EK.

Era sekarang, penekanan peran Pusat lebih

sebagai regulator dan fasilitator. Sebagai fasilitator,

Pusat TTK dan EK harus dapat membina semua

institusi pelaksana penelitian uji klinik, termasuk

mengajarkan bagaimana melaksanakan uji klinik

yang terstandar. Berangkat dari tugas tersebut, Pusat

TTK dan EK bekerjasama dengan World Health

Organization Tropical Diseases Research (WHO TDR)

telah melaksanakan Training Of the Trainer Good

Clinical Practice (TOT GCP).

TOT GCP dilaksanakan guna memperoleh

peneliti yang mempunyai kemampuan untuk

mengajarkan tentang GCP. Kegiatan pelatihan

dilaksanakan selama 3 hari dari tanggal 3 - 5 Otober

2012, di Yogyakarta. Peserta berjumlah 30 orang yang

berasal dari 1) Peneliti Pusat TTK dan EK, 2) RS

Marzuki Mahdi Bogor, 3) RS Sardjito, 4) Universitas

Ahmad Dahlan dan 5) Balai Penelitian dan

Pengembangan Tanaman Obat dan Obat Tradisional.

Fasilitator berasal dari WHO TDR India dan

Universitas Gadjah Mada.

Kegiatan dibagi menjadi dua, berupa Workshop

GCP pada hari pertama dan kedua dengan mekanisme

pelaksanaan berupa paparan, tanya jawab, dan diskusi

kelompok. Materi meliputi:

History and Principles of GCP

Quality System in Clinical Research

Principles of Ethic Research

Essential Documents

Stake Holders Responsibility

GCP in Trial Procedures

Informed consent process

Safety management

Investigational product management

Data management

Pada hari ketiga, dilaksanakan Training Of the

Trainer (TOT). Dari peserta TOT tersebut terpilih 10

orang sebagai peserta terbaik, yaitu : dr. Siswanto,

MHP, DTM; Dr. Ir. Basuki Budiman, M.Kes; drh. Endi

Ridwan, M.Sc; Ully Adhie Mulyani, Apt, M.Si; Dyah

Santi Puspitasari, SKM, M.Kes; Mutiara Prihatini,

SGz, M.Si; dr. Retna Mustika Indah; dr. Heny

Kismayati; Syachroni, S.Si; dan Dyah, PhD

Newsletter PTTK&EK | Vol. 1(3), Desember 2012 | 11

Page 14: KATA PENGANTAR - pusat2.litbang.kemkes.go.id · Segenap Redaksi mengucapkan selamat kepada Prof. dr. Emiliana Tjitra, DTM&H, MSc, PhD atas pengukuhan menjadi Profesor Riset. Selamat

PENGUKUHAN PROFESOR RISET dr. EMILIANA TJITRA, DTM&H, MSc, PhD

dr. Muhammad Karyana, M.Kes

Satu lagi peneliti dari Badan

Litbang Kesehatan dikukuhkan

sebagai Profesor Riset bidang

Parasitologi dan Mikrobiologi

dengan orasi yang berjudul

"Perkembangan Pengobatan

Malaria di Indonesia: Pengobatan

Radikal dengan Obat Kombinasi".

Prof (Riset) dr. Emiliana Tjitra memaparkan orasi

tersebut di ruang J. Leimena Kementerian Kesehatan

(19-12-2012). Prof. dr. Emiliana Tjitra merupakan

profesor wanita pertama yang dimiliki oleh Badan

Litbang Kesehatan.

Jabatan profesor riset mempunyai implikasi

terhadap tugas dan tanggung jawab yang tinggi

dalam melaksanakan penelitian, pengembangan dan

penerapan ilmu pengetahuan dan teknologi. Gelar

profesor riset merupakan insentif non material bagi

peneliti yang berprestasi dan merupakan pengakuan

resmi pemerintah dan negara. Oleh karena itu,

profesor riset diharapkan dapat lebih memacu

peningkatan kualitas riset dan sekaligus dapat

memberikan bimbingan kepada para peneliti yang

lebih muda.

Prof. dr. Emiliana Tjitra dilahirkan di Jakarta

pada tanggal 27 April 1952. Pendidikan formal

diawali dari Sekolah Rakyat sampai Sekolah

Menengah Atas di Jakarta. Sarjana Kedokteran

diperoleh dari Fakultas Kedokteran Universitas

Katolik Atma Jaya pada tahun 1976, dokter tahun

1981. Beasiswa SEAMEO untuk Diploma of Tropical

Medicine and Hygiene (DTM&H) dan Tropical

Medicine (MSc) didapat pada tahun 1984 dan 1985 di

Faculty of Tropical Medicine and Hygiene, Mahidol

University, Bangkok, Thailand. Beasiswa untuk

Philosophy of Doctor (PhD) di Menzies School of Health

Research (MSHR), Darwin, Australia pada tahun 1997.

Menjadi peneliti di Badan Litbang Kesehatan

sejak tahun 1986. Dengan jabatan fungsional pertama

adalah Asisten Peneliti Madya pada tahun 1988, Ajun

Peneliti Madya tahun 1990, Peneliti Muda tahun 1992,

Peneliti Madya tahun 1994, Ahli Peneliti Madya tahun

1996, Ahli Peneliti Utama tahun 2003 pada bidang

Parasitologi dan Mikrobiologi.

Sampai dengan tahun 2012, telah

menghasilkan lebih dari 140 karya tulis ilmiah yang

ditulis sendiri atau bersama penulis lain dalam jurnal

ilmiah, buku atau prosiding pertemuan ilmiah dalam

bahasa Indonesia maupun bahasa Inggris, di dalam

dan di luar negeri.

Melalui orasinya tersebut menunjukkan

pengobatan merupakan komponen penting upaya

pengendalian malaria dan bagian kegiatan rutin di

semua jenjang pelayanan kesehatan. Pengobatan

berhasil baik apabila ditunjang fasilitas pemeriksaan

darah untuk kepastian diagnosis malaria; ketersediaan

dan kemudahan mendapat obat antimalaria; cara

minum obat mudah, sederhana dan singkat waktu

pengobatan; aman, cepat responnya dan sangat efektif

sehingga dapat mencegah penyakit menjadi berat dan

komplikasi akibat kegagalan pengobatan, mencegah

penularan infeksi dan resistensi.

Newsletter PTTK&EK | Vol. 1(3), Desember 2012 | 12

Page 15: KATA PENGANTAR - pusat2.litbang.kemkes.go.id · Segenap Redaksi mengucapkan selamat kepada Prof. dr. Emiliana Tjitra, DTM&H, MSc, PhD atas pengukuhan menjadi Profesor Riset. Selamat

Regimen kombinasi derivat artemisinin

merupakan obat antimalaria praktis untuk semua

jenis dan stadia malaria, dan membantu kekurangan

keterampilan mikroskopis dalam mengidentifikasi

jenis parasit. Kombinasi artemisinin fixed dose yang

aman, sangat potent dengan efikasi >95%, dosis

harian tunggal dan waktu pengobatan sesingkat

mungkin dapat memperbaiki kepatuhan minum obat.

Dihidroartemisinin -piperakuin, artesunat -

pironaridin dan artemisinin-naftokuin merupakan

ACT potensial untuk kebijakan multi first line

therapy sehingga perkembangan parasit resisten

dapat dicegah dan cakupan pengobatan ditingkatkan.

Petunjuk pengobatan malaria dapat dipertajam

menjadi:

pengobatan radikal baku malaria tanpa

komplikasi untuk semua kelompok umur dan

semua jenis malaria,

pengobatan radikal malaria tanpa komplikasi

dengan gagal pengobatan,

pengobatan malaria untuk wanita hamil trimester

pertama,

pengobatan radikal malaria berat dan dengan

komplikasi.

Pengobatan malaria berkembang dan

mengalami perubahan paradigma dari monoterapi

menjadi komboterapi. Kombinasi yang ideal adalah

antara derivat artemisinin dan obat antimalaria yang

mempunyai waktu paruh panjang yang dapat

membunuh sisa parasit yang belum terbunuh oleh

derivat artemisinin, membunuh parasit yang relaps,

dan mencegah infeksi baru didaerah endemis atau

dikenal post treatment prophylaxis.

Pengobatan radikal dengan primakuin adalah

mutlak walaupun di daerah endemis malaria dan

menggunakan ACT yang efektif untuk dapat

memutuskan penularan dan menuju eliminasi malaria.

Newsletter PTTK&EK | Vol. 1(3), Desember 2012 | 13

Keluarga besar Pusat Teknologi Terapan Kesehatan dan Epidemiologi Klinik

mengucapkan SELAMAT kepada Prof. dr. Emiliana Tjitra,

atas pengukuhannya........

Diharapkan akan membawa kemaslahatan bagi peneliti khususnya

dan umat manusia umumnya................Aamiiin

Page 16: KATA PENGANTAR - pusat2.litbang.kemkes.go.id · Segenap Redaksi mengucapkan selamat kepada Prof. dr. Emiliana Tjitra, DTM&H, MSc, PhD atas pengukuhan menjadi Profesor Riset. Selamat

REFORMASI BIROKRASI

DR. Ir. Dewi Permaesih, M.Kes

Undang-undang No 17 Tahun 2007 tentang

Rencana Pembangunan Jangka Panjang

Nasional 2005-2025 mengamanatkan bahwa

pembangunan aparatur negara dilakukan melalui

reformasi birokrasi untuk mendukung keberhasilan

pembangunan bidang lainnya. Sebagai wujud

komitmen nasional untuk melakukan reformasi

birokrasi, pemerintah telah menetapkan reformasi

birokrasi dan tata kelola pemerintahan menjadi

prioritas utama dalam Perpres Nomor 5 Tahun

2010 tentang Rencana Pembangunan Jangka

Menengah Nasional 2010 – 2014.

Reformasi birokrasi pada hakikatnya

merupakan upaya untuk melakukan pembaharuan,

proses menata ulang, mengubah, memperbaiki, dan

menyempurnakan birokrasi agar menjadi lebih baik

(profesional, bersih, efisien, efektif, dan produktif).

Perubahan signifikan elemen-elemen birokrasi

seperti kelembagaan, sumber daya manusia aparatur,

ketatalaksanaan, akuntabilitas, aparatur,

pengawasan dan pelayanan publik, yang dilakukan

secara sadar untuk memposisikan diri (birokrasi)

kembali, dalam rangka menyesuaikan diri dengan

dinamika lingkungan yang dinamis.

Perubahan tersebut dilakukan untuk

melaksanakan peran dan fungsi birokrasi secara

tepat, cepat dan konsisten, guna menghasilkan

manfaat sesuai diamanatkan konstitusi. Perubahan

kearah yang lebih baik, merupakan cerminan dari

seluruh kebutuhan yang bertitik tolak dari fakta

adanya peran birokrasi saat ini yang masih jauh dari

harapan. Realitas ini, sesungguhnya menunjukan

kesadaran bahwa terdapat kesenjangan antara apa

yang sebenarnya diharapkan, dengan keadaan yang

sesungguhnya tentang peran birokrasi dewasa ini.

Sasaran Reformasi Birokrasi antara lain :

Terwujudnya pemerintahan yang bersih dan bebas

KKN

Terwujudnya peningkatan kualitas pelayanan

publik kepada masyarakat

Meningkatnya kapasitas dan akuntabilitas kinerja

birokrasi

Dalam pelaksanaan Reformasi Birokrasi ada 4 misi

yang diusung yaitu :

1. Membentuk/menyempurnakan peraturan

perundang-undangan dalam rangka mewujudkan

tata kelola pemerintah yang baik

2. Melakukan penataan dan penguatan organisasi,

tatalaksana, manajemen sumber daya manusia

aparatur, pengawasan, akuntabilitas, kualitas

pelayanan publik, mindset dan culture set.

3. Mengembangkan mekanisme kontrol yang efektif.

4. Mengelola sengketa administratif secara efektif

dan efisien.

Proses Reformasi yang sedang berjalan

tentunya diharapkan memberi manfaat, yaitu:

Penyelenggaraan pemerintahan yang lebih baik, bersih

dan bebas dari KKN, masyarakat mendapat

pelayanan yang mudah cepat, ramah terjangkau dan

informatif, kemampuan dan rasa tanggungjawab

pegawai semakin meningkat.

Pelaksanaan reformasi dibagi dalam 8 area yaitu :

1. Peningkatan Kualitas Pelayanan Publik

2. Penataan Tata Laksana

3. Penataan Peraturan Perundang-undangan

Newsletter PTTK&EK | Vol. 1(3), Desember 2012 | 14

Page 17: KATA PENGANTAR - pusat2.litbang.kemkes.go.id · Segenap Redaksi mengucapkan selamat kepada Prof. dr. Emiliana Tjitra, DTM&H, MSc, PhD atas pengukuhan menjadi Profesor Riset. Selamat

4. Penguatan Pengawasan

5. Penataan Organisasi

6. Penataan Sistem Manajemen SDM Aparatur

7. Penguatan Akuntabilitas Kinerja

8. Manajemen Perubahan Pola Pikir dan Budaya

Kerja

Proses reformasi birokrasi diharapkan akan

membawa perubahan antara lain pada peningkatan

disiplin kerja, pegawai datang melaksanakan tugas

tepat waktu, mengisi waktu di kantor dengan

m e l a k s a n a k a n t u g a s y a n g m e n j a d i

tanggungjawabnya sesuai dengan tugas dan fungsi

dan mengikuti aturan yang berlaku serta tepat

sasaran Bekerja dengan hati yang tulus dan

berupaya meningkatkan pelayanan maupun

meningkatkan keahlian. Semua Pegawai Negeri Sipil

mempunyai produktivitas yang tinggi karena

mempunyai kinerja yang jelas.

Agar semua itu cepat terlaksana, maka

perubahan harus dimulai dari sekarang, mulailah

dari diri sendiri yang kemudian ditularkan kepada

lingkungannya, sehingga menyebar dan pada

akhirnya semua berubah kearah yang lebih baik.

Tentunya hal ini dapat kita mulai dari hal-hal yang

kecil seperti absensi, kepatuhan untuk hadir tepat

waktu kemudian berkembang pada hal-hal lain.

Pelaksanaan perubahan tidak mengenal kata berhenti

tetapi dilaksanakan terus menerus dan

berkesinambungan. Mari kita mulai merubah mind set,

berpikir kearah positif, merubah budaya kerja, datang

kekantor tidak hanya sekedar mengisi absen.

Di lingkungan Pusat Teknologi Terapan

Kesehatan dan Epidemiologi Klinik, sosialisasi pada

seluruh peneliti oleh “Agent of Change” dilakukan

secara bertahap pada peneliti di kantor Jakarta

maupun di Bogor, para litkayasa dan juga seluruh

pejabat struktural serta pelaksana administrasi

lainnya. Sosialisasi juga disampaikan oleh nara

sumber Assesor dari Badan Penelitian Pengembangan

Kesehatan, Bapak Dede Anwar Musadad, SKM, M.Kes

dan Ibu Dra. Rahmaniar Brahim, Apt., M.Kes dari Itjen

Kemenkes RI

Mari kita bersama mulai melaksanakan

Reformasi Birokrasi di lingkungan sendiri, sesuai

dengan pesan Kepala Badan Litbangkes “mari kita

BERTASBIH.”

Newsletter PTTK&EK | Vol. 1(3), Desember 2012 | 15

Page 18: KATA PENGANTAR - pusat2.litbang.kemkes.go.id · Segenap Redaksi mengucapkan selamat kepada Prof. dr. Emiliana Tjitra, DTM&H, MSc, PhD atas pengukuhan menjadi Profesor Riset. Selamat

KAUSASI DR. Ir. Basuki Budiman, MScPH

Kausasi dimaksudkan adalah proses

menimbang (judgement) suatu variabel atau faktor

sebagai penyebab suatu kejadian (penyakit, dsb).

Pengenalan suatu sebab memudahkan seseorang

memutuskan suatu tindakan yang tepat untuk

memecahkan masalah. Lingkup tulisan ini membahas

beberapa hal yang perlu dipertimbangkan dalam

menyusun, menganalisis dan menyimpulkan suatu

penelitian. Kausasi sangat bermanfaat dalam

melakukan kajian kumpulan hasil penelitian (review).

Penelitian pada dasarnya adalah proses

memecahkan masalah untuk mencari kebenaran

relatif. Ilmu dan pengetahuan selalu berkembang.

Kebenaran saat ini belum tentu benar di masa yang

akan datang. Temuan baru hasil penelitian akan

memperbarui kebenaran yang dipercaya sebelumnya.

Kejadian ini selalu berulang secara “secular trend”

atau yang dikenal dengan prinsip deducto-hipotetico-

verifikasi. Penelitian dimulai dengan mengumpulkan

fakta yang ada, menyusun teori dan hipotesis dan

melakukan verifikasi termasuk menyimpulkan.

Penyusunan fakta untuk menyusun teori

merupakan pekerjaan merunut fakta sedemikian rupa

sehingga diperoleh kerangka teori dan menyusun

hipotesis. Pada waktu merunut fakta, seseorang

memerlukan pengetahuan faktor sebab dan akibat

supaya tidak bertentangan dengan logika batang

tubuh pengetahuan (body of knowledge). Beberapa

pedoman disarankan oleh cendekiawan untuk

menimbang suatu faktor sebagai suatu sebab

kejadian, antara lain Hill (1965).

Model Kausasi

Suatu kejadian tidak berdiri sendiri atau tidak

disebabkan oleh faktor tunggal dan pasti berkaitan

dengan faktor lain. Rothman (1985) memberi contoh

yang sederhana dan mudah dipahami. Jika tombol

sakelar listrik ditekan “on” maka bola lampu akan

menyala. Kegiatan menekan sakelar listrik “on” tidak

serta merta menyimpulkan sebagai sebab bola lampu

menyala. Faktor lain yang berkonstribusi antara lain

kabel. Jika tidak ada kabel tidak mungkin bola lampu

menyala. Oleh karena itu perlu prasyarat dan kejadian

yang cukup (sufficient cause) untuk mengatakan suatu

faktor sebagai sebab.

Rothman mendefinisikan sufficient cause

sebagai berikut “ a set of minimal conditions and events

that inevitably produce disease”. Minimal prasyarat

dan kejadian yang pasti menghasilkan akibat (disease).

Minimal dalam arti prasyarat dan kejadian tidak

berlebihan. Dalam etiologi penyakit minimal

dipadankan dengan onset penyakit. Namun demikian,

untuk efek biologis, banyak hal dan seringkali terjadi

komponen sufficient cause (confounder) tidak

diketahui. Sebagai contoh “merokok penyebab kanker

paru”. Di antara “merokok” dengan “sakit kanker

paru” terdapat rangkaian kejadian atau prasyarat,

sehingga “merokok” itu sendiri tidak cukup

disimpulkan sebagai penyebab. Faktor lain yang perlu

dipertimbangkan adalah berapa banyak batang rokok

dihisap dalam waktu tertentu, jenis rokok, ada filter,

tanpa filter atau kretek, cara dan lama merokok. Jadi

kata merokok sendiri kurang tepat digunakan sebagai

penjelas sebab.

Newsletter PTTK&EK | Vol. 1(3), Desember 2012 | 16

Page 19: KATA PENGANTAR - pusat2.litbang.kemkes.go.id · Segenap Redaksi mengucapkan selamat kepada Prof. dr. Emiliana Tjitra, DTM&H, MSc, PhD atas pengukuhan menjadi Profesor Riset. Selamat

UNICEF pernah mengenalkan sebab

langsung, sebab antara dan akar masalah. Istilah ini

diterapkan dalam analisis penyebab kurang gizi.

Green dalam menganalisis motif seseorang

bertindak, membedakan sebab dalam faktor

predisposisi, faktor pendorong dan faktor

penghambat.

Kausasi menurut Hill.

Hill memberi 9 (sembilan) bahan

pertimbangan dalam menentukan suatu faktor

sebagai sebab, yaitu:

1. Strength atau besaran kekuatan asosiasi/

hubungan antara faktor sebab dan faktor akibat.

Besaran dinyatakan dengan rasio relatif atau

rasio odd atau dalam analisis statistik regresi

sebagai koefisien. Semakin besar besaran

kekuatan asosiasi semakin besar peluang

menyingkirkan atau mengabaikan komponen lain

(confounder). Misalnya rasio odd merokok sebagai

penyebab kanker paru sebesar 10 kali. Definisi

merokok adalah menghisap rokok putih, tidak

berfilter, 20 batang per hari selama 10 tahun

atau lebih. Dalam hal ini faktor merokok dapat

disimpulkan sebagai sebab. Jika besaran sangat

kecil, misalnya rasio odd 1,10, maka bias tidak

terdeteksi. Peran faktor lain, yang mungkin tidak

diketahui, tidak terdeteksi.

2. Consistency adalah seri hasil pengamatan/

penelitian yang hampir sama walaupun

dilaksankan pada populasi dan mungkin metode

penelitian yang berbeda. Hal ini jarang terjadi.

Biasanya berbeda metode berbeda hasil.

3. Specificity membutuhkan single efek, bukan

multi efek. Misalnya kuman tuberkolosis

menyebabkan sakit tuberkolosis (TB) paru atau

defisiensi iodium menyebabkan pembesaran

kelenjar tiroid (gondok, goiter). Jika kuman

tuberkolosis dihilangkan tidak terjadi sakit TB

atau jika iodium diberikan (profilaksis) maka

goiter sembuh. Kuman TB dan iodium adalah

necessary cause.

4. Temporaly merujuk pada keharusan faktor sebab

mendahului akibat (efek) dalam satu waktu dan

tidak bertentangan dengan body of knowledge.

5. Biological gradient. Yang dimaksudkan adalah

dose-response effect. Semakin besar paparan

(exposure) semakin parah akibat yang ditimbulkan.

Keparahan akibat bergantung pada dosis sebab.

6. Plausibility lengkapnya adalah biologically

plausible mechanism yaitu peran dari faktor sebab

sehingga akibat terjadi. Ringkasnya dalam ilmu

kedokteran adalah patologi atau mekanisme

kejadian penyakit dari fakor sebab itu. Sebagai

contoh adalah pengaruh anemia terhadap kognisi.

Anemia berpengaruh terhadap saraf pusat yang

berkaitan dengan pendengaran. Mielinasi

terganggu karena defisiensi zat gizi besi sehingga

transmisi informasi dari auditori ke sistem saraf

pusat memerlukan waktu yang lebih lama.

7. Coherence adalah hubungan sebab-akibat tidak

bertentangan dengan pengetahuan yang ada

mengenai riwayat alamiah dan biologi penyakit.

8. Experimental evidence merujuk pada hasil

penelitian double blind randomized controlled trial

yang membuktikan bahwa pemberian intervesi

faktor yang “diduga sebab” memperbaiki atau

memulihkan keadaan atau menetralisasikan „faktor

akibat‟.

9. Analogy menjelaskan kesepadanan hasil observasi

penelitian lain. Misalnya jika suatu obat dapat

menyebabkan cacat lahir, bukan tidak mungkin

obat lain juga mempunyai pengaruh yang sama.

Pada akhir urainnya Hill mengakui bahwa sem-

bilan butir aspek yang disarankan tidak mutlak benar

dan harus semuanya ada.

None of my nine viewpoints can bring indisputable

evidence for or against the cause-and-effect hypothesis

and none can be required as a sine qua non

Newsletter PTTK&EK | Vol. 1(3), Desember 2012 | 17

Page 20: KATA PENGANTAR - pusat2.litbang.kemkes.go.id · Segenap Redaksi mengucapkan selamat kepada Prof. dr. Emiliana Tjitra, DTM&H, MSc, PhD atas pengukuhan menjadi Profesor Riset. Selamat

Telaah sembilan saran Hill

Hill menulis sarannya pada tahun 1965, saat

itu ilmu statistik belum berkembang seperti

sekarang. Teknik regresi multivariat tidak secanggih

sekarang atau bahkan belum ditemukan, sehingga

analisis hubungan antar variabel masih bivariat.

Suatu kejadian tidak mungkin terjadi berdiri sendiri,

seperti kata Rothman bahwa „sebab‟ disertai

„komponen sebab‟ atau dalam bahasa sekarang dise-

but konfonder. Oleh karena itu mengisolasi faktor

yang diduga sebab menjadi satu-satunya faktor sebab

(spesifisitas) adalah tidak mungkin.

Dalam hubungan dua variable seharusnya

ditentukan faktor sebab (independent variable, IV)

dan faktor akibat (dependent variable, DV) sehingga

ditentukan sebab mendahului akibat. Koefisien

korelasi, OR atau RR mungkin besar, namun

kekuatan hubungan (asosiasi) akan dimodifikasi oleh

faktor lain (konfonder). Besar kekuatan hubungan

bukan tidak mungkin menjadi kecil karena faktor

lain mempunyai hubungan yang lebih langsung

dibandingkan dengan faktor „sebab‟ yang dianalisis.

Hubungan yang lemah (OR kecil) tidak menghapus

konstribusi faktor „sebab‟.

Hasil satu penelitian, walaupun

dilaksanakan dengan desain double blind randomized

controlled trial-pun, belum meyakinkan mendekati

kebenaran relative. Oleh karena itu review (lebih

disukai sistematik atau meta-analisis) lebih

meyakinkan karena unsur konsistensi hasil

penelitian tercakup. Hasil penelitian lain baik yang

bersifat praklinis, klinis maupun pada populasi yang

luas akan lebih menjelaskan mekanisme hubungan

sebab-akibat. Konsistensi juga memenuhi hukum

“bell shape” atau kurva normal. Satu penelitian

bagaikan pengambilan satu kelompok sampel dari

satu populasi. Pengambilan sekelompok sampel dari

populasi yang sama seharusnya menghasilkan

kesimpulan yang sama.

Penelitian menghasilkan pengetahuan baru

yang dapat menumbangkan atau bahkan memperkuat

teori lama. Ilmu selalu berkembang. Sebagai contoh

penetapan kebutuhan vitamin D di Amerika Serikat.

Kebutuhan vitamin D untuk konsumsi sehari pada

tahun 1942 ditetapkan 400-800 IU/hari untuk semua

umur, kemudian 400 IU pada tahun 1948 sampai

dengan tahun 1980. Pada tahun 1989 konsumsi

vitamin D yang dianjurkan (RDA) turun dari periode

sebelumnya terutama untuk bayi berumur kurang dari

enam bulan, yaitu 300 IU (7,5 mg). Untuk kelompok

umur lebih tua ditetapkan 400 IU (10 mg). Periode

tahun 2008 ditetapkan 400 IU dengan perubahan dasar

penetapan RDA ke AI terutama untuk anak di bawah

umur kurang dari 6 bulan. Tahun 2011 direkomendasi-

kan 600 IU. Perubahan-perubahan penetapan terutama

pada kebutuhan anak. Pengetahuan tentang

pencegahan rackitis, kondisi bayi premature,

pemenuhan kadar serum darah 16 ng/mL (50 nmol/L)

dan perubahan konsep penetapan kebutuhan (RDA,

AI, DRI, EAR). Semua pengetahuan dapat berubah

karena ilmu adalah dinamis dan kebenaran adalah

relatif.

Analogi seperti yang dikemukakan oleh Hill

mungkin lebih banyak subyektif dan dipenuhi oleh

imaginasi atau intuisi peneliti. Sebaiknya tidak

menggunakan butir ini untuk mempertimbangkan

sebab-akibat suatu kejadian.

Penggunaan aspek kausasi

Pada paragraph sebelum ini telah disinggung

penggunaan aspek hubungan sebab-akibat dalam

menentukan akibat kognisi lemah oleh anemia zat gizi

besi pada anak berumur kurang dari dua tahun.

Grantham Mc Gregor dan Ani (2001) dan McCann dan

Ames (2007) mereview hasil penelitian mengenai

bahasan tersebut dalam kurun waktu yang berbeda.

Tulisan pertama (McGregor) mengunakan empat aspek

yaitu spesitifitas, biologically plausible mechanism,

strength of an association dan experimental evidence.

Newsletter PTTK&EK | Vol. 1(3), Desember 2012 | 18

Page 21: KATA PENGANTAR - pusat2.litbang.kemkes.go.id · Segenap Redaksi mengucapkan selamat kepada Prof. dr. Emiliana Tjitra, DTM&H, MSc, PhD atas pengukuhan menjadi Profesor Riset. Selamat

Tulisan kedua (McCann) menggunakan lima

aspek, namun dua di antaranya (spesifisitas dan

ability to manipulate the effect agak tumpang tindih).

Aspek lainnya adalah konsistensi, dose-response

(biological gradient), dan biologically plausible

mechanism. Kedua tulisan tersebut menyimpulkan

bahwa walaupun sebagian aspek kausasi telah

terpenuhi namun hubungan kausal belum dapat

ditegakkan (established). Hal ini disebabkan antara

lain penelitian ujicoba dengan perlakuan (trial) pada

manusia tidak dapat dilaksanakan dengan

menggunakan placebo (kosong) karena alasan etis,

demikian pula penelitian pada otak manusia sangat

terbatas dan penggunaan pada otak binatang coba

tidak begitu saja dapat diterapkan (inference) pada

otak manusia.

Penggunaan teknik regresi multivariate

dengan memasukkan sebanyak mungkin faktor,

tetap saja harus mempertimbangkan aspek kausasi.

Pengabaian aspek kausasi ini sering ditemukan pada

proporsal penelitian, analisis dan bahkan disertasi.

Seringkali asosiasi sering diinterpretasikan bahkan

dipaksakan sebagai hubungan sebab-akibat (causal-

effect).

Kesimpulan

Aspek kausasi masih tetap dibutuhkan dalam

analisis hubungan sebab-akibat, walaupun kadang-

kadang belum sampai mengisolasikan sebagai faktor

sebab.

Aspek kausasi sangat membantu dalam

menemukan sebab ketika menelaah kumpulan hasil

penelitian serumpun (dalam topik yang sama).

Kepustakaan

1. Rothman KJ. Modern Epidemiology. Litle, Brown

and Company. 2nd Prn. Boston. 1986 pp 7-21

2. Grantham-McGregor S, Ani C. A Review of studies

on the effect of iron deficiency on cognitive

development in children. J Nutr 2001;131:649S-

668S

3. McCann JC, Ames BN. An Overview of evidence for

causal relation between iron deficiency during

development and deficiet in cognitive or behavioral

function. Am J Clin Nutr 2007;85:931-45

4. Abrams SA. Vitamin D requirements of children:

“all my life‟s a circle”. Nutrition Reviews 2012;70

(4):201-6. ILSI 2012.

Newsletter PTTK&EK | Vol. 1(3), Desember 2012 | 19

Page 22: KATA PENGANTAR - pusat2.litbang.kemkes.go.id · Segenap Redaksi mengucapkan selamat kepada Prof. dr. Emiliana Tjitra, DTM&H, MSc, PhD atas pengukuhan menjadi Profesor Riset. Selamat

Etika Pemanfaatan Hewan Percobaan dalam Penelitian Kesehatan

drh. Endi Ridwan. M.Sc

Penelitian kesehatan meliputi penelitian

biomedik, epidemiologi, sosial, serta perilaku dibidang

kesehatan. Sebagian penelitian kesehatan dari bahan

uji (obat) dapat dilakukan dengan cara in vitro,

memakai model matematik, atau simulasi komputer.

Jika hasil penelitian dari bahan tersebut akan

dimanfaatkan untuk manusia maka diperlukan

penelitian lanjutan dengan menggunakan bahan

hidup seperti: galur sel dan biakan jaringan. Untuk

mengamati lebih jauh dalam mempelajari dan

menyimpulkan reaksi bahan uji pada mahluk hidup

secara utuh masih diperlukan hewan percobaan,

karena mempunyai nilai pada setiap bagian tubuh

dan terdapat interaksi antara bagian tubuh tersebut.

Dalam rangkaian uji klinik pemanfatan hewan

percobaan disebut uji pre klinik.

Hewan percobaan yang digunakan pada

penelitian akan mengalami berbagai macam

p e n d e r i t a a n y a i t u : k e t i d a k n y a m a n a n ,

ketidaksenangan, kesusahan, rasa nyeri dan

terkadang berakhir dengan kematian. Oleh karena itu

hewan yang dikorbankan dalam penelitian yang

hasilnya dapat dimanfaatkan dan menguntungkan

bagi manusia patut dihormati, mendapat perlakuan

yang manusiawi, dipelihara dengan baik dan

diusahakan menyesuaikan pola dengan kehidupannya

di alam. Prinsip etika penelitian, dalam

pelaksanaan suatu penelitian, peneliti harus

membuat dan menyesuaikan protokol dengan standar

ilmiah dan etik penelitian kesehatan.

Etik penelitian kesehatan secara umum

dikenal dengan tiga prinsip yaitu;

Respect: yaitu menghormati hak martabat

makhluk hidup termasuk didalamnya hewan

percobaan.

Beneficiary: yaitu memaksimalkan manfaat dan

meminimalkan risiko

Justice: Bersikap adil dalam hal ini ketika

memanfaatkan hewan percobaan. Contoh sikap

tidak adil:

1. Hewan di suntik/ dibedah berulang ulang

untuk menghemat jumlah hewan

2. Memakai obat euthanasia yang menimbulkan

rasa nyeri karena harganya lebih murah.

Setiap penelitian kesehatan yang

menggunakan hewan percobaan agar dapat

dipertanggungjawabkan secara etis, selain

memperhatikan prinsip umum juga harus menerapkan

prinsip 3 R yaitu; Replacement, Reduction dan

Refinement.

Replacement: adalah keperluan atau alasan

memanfaatkan hewan percobaan (spesies, asal

hewan), sudah diperhitungkan secara seksama

baik dari pengalaman terdahulu atau literatur

untuk menjawab pertanyaan penelitian.

Replacement terbagi menjadi dua bagian yaitu;

Relatif : mengganti hewan percobaan dengan

memakai organ/jaringan hewan dari rumah

potong, hewan dari ordo lebih rendah.

Absolut: mengganti hewan percobaan dengan

memakai kultur sel/jaringan, atau dengan

program komputer.

Reduction: adalah jumlah hewan yang

dimanfaatkan dalam penelitian sudah

diperhitungkan sesedikit mungkin namun

mendapatkan hasil yang optimal. Penggunaan

desain statistik yang tepat dapat digunakan untuk

memanfaatkan hewan dalam jumlah sedikit

mungkin, namun dapat memberikan hasil

penelitian yang sahih.

Newsletter PTTK&EK | Vol. 1(3), Desember 2012 | 20

Page 23: KATA PENGANTAR - pusat2.litbang.kemkes.go.id · Segenap Redaksi mengucapkan selamat kepada Prof. dr. Emiliana Tjitra, DTM&H, MSc, PhD atas pengukuhan menjadi Profesor Riset. Selamat

Refinement: adalah memperlakukan hewan

percobaan secara humane (manusiawi),

memelihara hewan dengan baik, tidak menyakiti

hewan atau meminimalisir perlakuan yang

menyakitkan sehingga menjamin kesejahteraan

hewan percobaan sampai akhir penelitian.

Pinsip Refinement adalah membebaskan hewan

percobaan dari beberapa kondisi yang dikenal

dengan istilah 5 F (Freedom) yaitu bebas dari:

Rasa lapar dan haus, dengan memberikan

akses makanan dan air minum yang sesuai

dengan jumlah yang memadai baik jumlah dan

komposisi nutrisi untuk kesehatannya. Makanan

dan air minum memadai dari kualitas,

dibuktikan melalui analisa proximate makanan,

analisa mutu air minum, dan uji kontaminasi

secara berkala

Ketidaknyamanan; menyediakan lingkungan

bersih dan paling sesuai dengan biologi hewan

percobaan yang dipilih (siklus cahaya, suhu,

kelembaban lingkungan dan fasilitas fisik seperti

ukuran kandang, kebiasaan mengelompok atau

menyendiri).

Rasa sakit dan penyakit. Bebas dari penyakit

dengan menjalankan program kesehatan,

pencegahan, pemantauan terhadap hewan

percobaan dan pengobatan jika diperlukan. Bebas

dari rasa sakit dengan pemilihan prosedur

dengan pertimbangan meminimalkan rasa sakit

yang diderita dengan menggunakan anesthesia

dan analgesia apabila diperlukan. Euthanasia

dilakukan dengan metoda yang “humane” oleh

orang yang terlatih untuk meminimalkan atau

bahkan meniadakan penderitaan hewan.

Ketakutan dan stress jangka panjang, dengan

membuat kondisi lingkungan yang dapat

mencegah stress, misalnya memberikan masa

adaptasi/aklimatisasi, latihan bagi hewan

terhadap prosedur penelitian. Semua prosedur

dilakukan oleh tenaga yang qualified, dan

terlatih untuk meminimalkan stress, dan juga

care terhadap hewan percobaan.

Mengekspresikan tingkah laku alami dengan

memberikan ruang dan fasilitas yang sesuai dengan

biologi dan tingkah laku spesies hewan percobaan.

Memberikan sarana untuk kontak sosial (bagi

species yang bersifat sosial): Pengandangan

berpasangan atau berkelompok, kesempatan dan

kebebasan untuk berlari, bermain dll.

Peneliti yang akan memanfaatkan hewan

percobaan pada penelitian kesehatan harus mengkaji

secara mendalam kelayakan, alasan pemanfaatan

hewan dengan mempertimbangkan penderitaan yang

akan dialami oleh hewan percobaan dan manfaat yang

akan diperoleh untuk manusia.

Penanganan hewan percobaan selama

penelitian mulai pemilihan, strain, asal hewan,

aklimatisasi, pemeliharaan, tindakan yang

direncanakan, termasuk tindakan untuk meringankan,

mengurangi rasa nyeri atau meniadakan penderitaan

hewan, siapa yang bertanggung jawab terhadap

perawatan hewan, sampai cara mematikan dan

membuang kadaver harus dijelaskan dengan rinci

dalam protokol penelitian. Uraian perlakuan pada

hewan percobaan jika dianalogikan berperan sebagai

Informed Consent bagi hewan dan menjadi penilaian

dalam etika pemanfaatan hewan percobaan.

Rujukan :

1. Nomura T and Tajima Y. Defined Laboratory Animals,

Advances in Pharmacology and Therapeutics II.

Pergamon Press, Oxford and New York. 1982:15: 325-327

2. Insitute of Laboratory Animal Resources Commission on

Life Sciences, Guide for the Care and Use of Laboratory

Animals. National Research Council, USA: 1996.

3. Pedoman Nasional Etik Penelitian Kesehatan. Komisi

Nasional Etik Penelitian Kesehatan Jakarta 2005.

4. Pedoman Nasional Etik Penelitian Kesehatan. Suplemen

II Etik Penggunaan Hewan Percobaan. Komisi Nasional

Etik Penelitian Kesehatan Jakarta 2006.

5. Dondin Sajuthi. Etika Penelitian Menggunakan Hewan

Percobaan. Handout Pelatihan Dasar Etika Penelitian

Kesehatan. Komisi Nasional Etik Penelitian Kesehatan

2011.

Newsletter PTTK&EK | Vol. 1(3), Desember 2012 | 21

Page 24: KATA PENGANTAR - pusat2.litbang.kemkes.go.id · Segenap Redaksi mengucapkan selamat kepada Prof. dr. Emiliana Tjitra, DTM&H, MSc, PhD atas pengukuhan menjadi Profesor Riset. Selamat

Rahasia di balik COKELAT

Mutiara Prihatini S.Gz, M.Si Nindira Aryudhani, M.Si

Cokelat merupakan bahan makanan yang

enak dan banyak kegunaannya. Bentuk produk coklat

antara lain bubuk cokelat (cocoa powder) sebagai

bahan pembuat kue, permen cokelat (cocoa candy)

sebagai makanan kecil atau sebagai bahan untuk

buah tangan bagi anak-anak, dan cokelat pengoles

roti. Disamping itu, produk antara cokelat , misalnya

lemak cokelat (cocoa butter) dapat dipakai sebagai

bahan pembuat kosmetika. Lemak cokelat biasa

digunakan untuk membuat lipstick (Roesmanto 1991).

Organ tanaman kakao (T. cacao) yang paling

sering diteliti adalah kelopak bunganya. Kelopak

bunga tanaman kakao memiliki warna dasar yang

berasal dari pigmen antosianin. Demikian halnya

dengan organ yang lain, didominasi oleh pigmen

antosianin, antara lain ligula, filamen benang sari dan

buah (Bartley 2005). Senyawa aktif lain yang terdapat

pada cokelat adalah theobromine, yang merupakan

komponen yang mirip dengan kafein (Anonim 2010a).

Cokelat (chocolate) dibuat dari tanaman

kakao. Hal ini menunjukkan bahwa cokelat

mangandung banyak manfaat kesehatan. Manfaat ini

berasal dari flavonoid, yang berperan sebagai

antioksidan, yang melindungi tubuh dari penuaan

yang disebabkan oleh radikal bebas. Radikal bebas

juga dapat menyebabkan kerusakan yang akan

mengawali penyakit jantung (Chocolate

Manufacturers Association 2010).

Cokelat gelap (dark chocolate) mengandung

banyak antioksidan, yang setidaknya ditemukan

delapan kali lebih banyak dibandingkan pada buah

stroberi. Flavonoid juga membantu relaksasi tekanan

darah melalui produksi nitrit oksida serta

menyeimbangkan hormon tertentu di dalam tubuh

(Chocolate Manufacturers Association 2010).

Flavonoid merupakan salah satu jenis senyawa

polifenol. Jenis flavonoid yang terkandung pada

cokelat bernama flavonol. Konsumsi cokelat dengan

kandungan kakao yang tinggi berkorelasi dengan

manfaat positif bagi kesehatan yang diperoleh dari

daya antioksidan flavonol sebagai hasil derivatisasi biji

kakao (T. cacao) yang ditimbun di tanah dan

difermentasi. Dalam hal ini, dark chocolate dapat

membantu resistensi DNA terhadap stres oksidatif

karena kandungan flavonoidnya (Anonim 2010b).

Dark chocolate bermanfaat untuk jantung.

Sebatang kecil dark chocolate setiap hari dapat

membantu menjaga jantung dan memperlancar sistem

kardiovaskuler. Dua manfaat dark chocolate terhadap

kesehatan jantung adalah menurunkan tekanan darah

dan menurunkan kolesterol. Studi telah menunjukkan

bahwa konsumsi sebatang kecil dark chocolate setiap

hari dapat menurunkan tekanan darah pada tiap

individu yang memiliki tekanan darah tinggi. Dark

chocolate juga dapat mengurangi kolesterol LDL

hingga 10% (Chocolate Manufacturers Association

2010).

Cokelat juga memiliki manfaat yang lain selain

untuk bagi jantung, antara lain rasanya yang enak,

cokelat menstimulasi produksi hormon endorfin yang

berperan memberikan perasaan senang, cokelat

mengandung serotonin yang berperan sebagai

antidepresan serta mengandung theobromin dan

kafein yang berperan sebagai zat stimulan. Dalam hal

ini, penting juga untuk diketahui bahwa sejumlah

lemak pada cokelat tidak meningkatkan jumlah

kolesterol. Lemak pada cokelat terdiri atas sepertiga

asam oleat, sepertiga asam stearat dan sepertiga asam

palmitat.

Newsletter PTTK&EK | Vol. 1(3), Desember 2012 | 22

Page 25: KATA PENGANTAR - pusat2.litbang.kemkes.go.id · Segenap Redaksi mengucapkan selamat kepada Prof. dr. Emiliana Tjitra, DTM&H, MSc, PhD atas pengukuhan menjadi Profesor Riset. Selamat

Asam oleat merupakan asam lemak tidak jenuh

tunggal (monounsaturated fatty acid) yang memiliki

manfaat bagi kesehatan. Asam oleat juga terkandung

di dalam minyak zaitun (olive oil). Asam stearat

merupakan asam lemak jenuh (saturated fatty acid),

akan tetapi terdapat penelitian yang menunjukkan

bahwa asam stearat memiliki efek yang netral

terhadap kolesterol. Asam palmitat juga merupakan

asam lemak jenuh, yang dapat meningkatkan

kolesterol dan resiko penyakit jantung. Hal ini

menunjukkan bahwa hanya sepertiga bagian dari

lemak pada cokelat yang tidak baik untuk kesehatan.

Sebuah penelitian pada tahun 2008

menyatakan bahwa konsumsi sekitar 6,7 g dark

chocolate dapat menurunkan jumlah protein yang

berasosiasi dengan inflamasi di dalam aliran darah.

Hasil penelitian yang lain menunjukkan bahwa pada

para pengkonsumsi cokelat, kondisi trombosit

darahnya menggumpal lebih lambat. Penggumpalan

trombosit dapat mengawali pembentukan darah beku

yang menyebabkan serangan jantung. Konsumsi

cokelat dapat menurunkan tekanan darah dan

mencegah pembentukan plak pada pembuluh arteri,

serta memperbaiki aliran darah, terutama ke otak.

Perbaikan aliran darah ke otak tersebut dibantu oleh

flavonoid, sehingga seseorang dapat melaksanakan

pekerjaannya dengan lebih baik. Cokelat juga

memiliki manfaat antikanker, karena flavonoid dapat

membantu mengurangi kerusakan sel yang dapat

memacu pertumbuhan tumor (Rettner 2010).

Flavonoid merupakan senyawa yang terdapat

pada biji kakao, yang berperan sebagai antioksidan

untuk membantu melindungi sel dalam melawan

kerusakan yang datang dari toksin di lingkungan

maupun yang berasal dari zat sisa metabolisme

tubuh. Konsumsi flavonoid dapat terkait dengan

manfaat bagi kesehatan jantung. Akan tetapi,

flavonoid memiliki rasa pahit, sehingga membuat

para produsen cokelat menghilangkan senyawa ini

pada saat pengolahan cokelat. Produk cokelat yang

masih memiliki kandungan flavonoid adalah dark

chocolate, karena tidak banyak mengalami tahap

proses pengolahan (Rettner 2010).

Konsumsi cokelat tetap harus memperhatikan

konsumsi terhadap makanan yang lain. Pada faktanya,

sebagian besar cokelat yang biasa dikonsumsi adalah

cokelat sebagai permen yang mengandung banyak gula.

Gula tersebut membuat kandungan kalori pada produk

cokelat menjadi semakin tinggi. Hal ini menjadi tidak

baik jika produk cokelat dikonsumsi dalam jumlah

berlebihan, karena akan mengambil tempat bagi

makanan bergizi yang lain yang seharusnya juga

dikonsumsi. Disamping itu, jika cokelat dikonsumsi

secara berlebihan, maka sangat memungkinkan buah

dan sayur tidak dikonsumsi lagi. Hal ini mengingat

bahwa buah dan sayur juga merupakan bahan pangan

yang penting untuk kesehatan jantung dan pencegahan

penyakit (Rettner 2010).

Kepustakaan

[Anonim]. 2010a. Theobroma cacao. http://

en.wikipedia.org/wiki/ Theobroma_cacao

[Diakses tanggal 23 April 2010].

[Anonim]. 2010b. Types of Chocolate. http://

en.wikipedia.org/wiki/ Types_of_chocolate

[Diakses tanggal 14 April 2010].

Bartley BGD. 2005. The Genetic Diversity of Cacao and

Its Utilization. UK: King‟s Lynn, Biddles Ltd.

Chocolate Manufacturers Association. 2010. Health

Benefits of Chocolate.

http://longevity.about.com/od/lifelongnutrition/p/

chocolate.htm [Diakses tanggal 17 Maret 2010].

Rettner R. 2010. Sweet! Chocolate May Lower Stroke

Risk. http://www.msnbc.msn.com/id/35354279/

[Diakses tanggal 17 Maret 2010].

Roesmanto J. 1991. Kakao: Kajian Sosial Ekonomi.

Yogyakarta: PT Aditya Media.

Newsletter PTTK&EK | Vol. 1(3), Desember 2012 | 23

Page 26: KATA PENGANTAR - pusat2.litbang.kemkes.go.id · Segenap Redaksi mengucapkan selamat kepada Prof. dr. Emiliana Tjitra, DTM&H, MSc, PhD atas pengukuhan menjadi Profesor Riset. Selamat

Refleksi Akhir Tahun drh. Endi Ridwan

Tahun dua ribu dua belas akan berakhir beberapa saat lagi

meninggalkan pelangi kehidupan termasuk diantaranya ramalan kiamat yang tidak terjadi

namun mari kita berkonsentrasi pada kinerja Pusat Dua selama ini

mengambil manfaat apa telah kita perbuat dan mempersiapkan apa yang akan dihadapi

banyak yang telah kita lakukan selama ini

mulai dari pelatihan GCP yang berkesinambungan....,

termasuk magang untuk rintisan menjadi pusat uji klinik

saintifikasi jamu sehingga menerbitkan buku panduan

mengirimkan staf memperkokoh laboratorium, keluar negeri

dan tak kalah penting... BLO untuk sebuah kebersamaan dan kecintaan terhadap institusi

meskipun sejatinya cinta tidak dapat dipaksakan

biarkanlah ia mengalir seiring dengan bergulirnya waktu dan keadaan.

meredam gejolak, meresap dihati dan berujung pada saling pengertian dan mudah bersinergi

Kedepan terpampang Riskesdas yang harus diselesaikan

kami hanya berharap agar kisah buruk jangan terulang kembali

bukankah persiapan cukup lama dan uji coba telah menggambarkan kemampuan

haruskah kita hanya mengandalkan pengetahuan bahkan ego lalu memaksakan diri

tidak belajar dari pengalaman ... sayang..... jika upaya tak sepadan dengan yang diharapkan

Terimakasih kepada pimpinan kami yang telah bersusah payah

membina dan merangsang peneliti dan struktural dengan tak mengenal lelah

sehingga meningkatkan profesionalisme dan bekerja berpasukan menjadi suatu keharusan

jangan selalu bertanya ketika menghadapi setiap persoalan

namun temukanlah jawaban untuk didiskusikan dan menjadi rujukan

yang penting kita semua berusaha untuk mau dan mampu...dalam keragaman mosaik ilmu

mewujudkan lembaga yang berkualitas, sudah tentu dengan kerja keras.

Jadilah matahari yang menerangi diri sendiri dan alam sekitar

tiada yang dapat menghalangi... hanya awan dan mungkin gerhana ..... itupun hanya sebentar

selebihnya mampu menggerakkan alam semesta sehingga roda kehidupan berjalan

Jadikanlah inspirasi ini menjadi tekad sebuah kebersamaan....

yang terbina dengan komunikasi yang harmonis dan berkesinambungan

mewujudkan mimpi Pusat Dua menjadi unggulan Badan Litbang ..... menjadi kenyataan

Mudah-mudahan.

Endi Ridwan

Newsletter PTTK&EK | Vol. 1(3), Desember 2012 | 24

Page 27: KATA PENGANTAR - pusat2.litbang.kemkes.go.id · Segenap Redaksi mengucapkan selamat kepada Prof. dr. Emiliana Tjitra, DTM&H, MSc, PhD atas pengukuhan menjadi Profesor Riset. Selamat

Pojok Pegawai Pusa

t TTK&EK

NAMA OKT JABATAN

Rika Rachmawati, SKM, MPH 7 Peneliti

dr. Fitriana 7 Calon Peneliti

Wahyu Sayekti Putri 16 Staf

Sugeng Supriadi 17 Staf

dr. Nova Sri Hartati 24 Calon Peneliti

Dian Pratiwi P 27 Peneliti

Taufan Hermawan 31 Litkayasa

Pegawai yang Berulang Tahun Bulan Oktober, November dan Desember

Pegawai Pindahan

Selamat Bergabung di Pusat TTK dan EK…

Selamat untuk yang Berulang Tahun...

semoga panjang umur, sukses selalu...

NAMA DES JABATAN

Anggita Bunga Anggraini, Apt 1 Calon Peneliti

dr. Sri Idaiani, Sp. Kj 3 Peneliti

Mat Nur 3 Staf

dr. Dona Arlinda 5 Calon Peneliti

dr. Muhammad Karyana, M.Kes 6 Ka Sub Bid EP PM

Yessy Desviyanti 6 Staf

Unang Sumpena 6 Staf

Sri Mulyati, SKM, M.Kes 9 Peneliti

dr. Siti Nur Hasanah 9 Calon Peneliti

DR. Djoko Kartono, M.Sc 11 Peneliti

Supardi 11 Litkayasa

Kusnadi 12 Staf

Edi Heriadi 13 Litkayasa

dr. Delima, M.Kes 16 Peneliti

drh. Basundari Sri Utami M.Kes 17 Peneliti

Nuzuliyati Nurhidayati, SKM, MKM 18 Staf

DR. drg. Indirawati TN, Sp.Perio 20 Peneliti

Sundari Wirasmi, S.Si 20 Calon Peneliti

dr. Srilaning Driyah 23 Peneliti

Mohamad Miharja 31 Staf

NAMA TMT JABATAN

Shanty Aru Rahmawati, S.Sos 1 / 4 /2006 Staf

Sumber: Subbag Keuangan Umum dan Kepegawaian

NAMA NOV JABATAN

dr. Bona Simanungkalit, DHSM, 4 Calon Peneliti

Irlina Raswanti Irawan, SKM 8 Peneliti

Yati Sahri 8 Staf

Adi Rustandi 9 Staf

Cecep Somantri 10 Staf

Aniska Novita Sari, S.Si 11 Calon Peneliti

Ir. Tjetjep Syarif Hidayat, M.Kes 13 Peneliti

Ita Novitawati 14 Staf

Dra. Lucie Widowati, Apt., M.Si 21 Peneliti

Joko Pambudi, MPS 22 Peneliti

Hestrika Novia, SIP 22 Staf

drh. Harli Novriani, M.Si 28 Peneliti

Page 28: KATA PENGANTAR - pusat2.litbang.kemkes.go.id · Segenap Redaksi mengucapkan selamat kepada Prof. dr. Emiliana Tjitra, DTM&H, MSc, PhD atas pengukuhan menjadi Profesor Riset. Selamat

Galeri Pusat TTK&EK

National Scientific Meeting Stroke 2012 , Semarang, 23 November 2012

Pimpinan & Segenap Pegawai Pusat TTK&EK Mengucapkan Selamat Tahun Baru 2013

Pengukuhan Profesor Riset Balitbangkes, Jakarta, 19 Desember 2012

Simposium Nasional Badan Litbangkes, Yogyakarta, 9-12 Oktober 2012

Training of Trainer GCP , Yogyakarta, 3-5 Oktober 2012