kata pengantar proyek akhir ini merupakan salah satu
TRANSCRIPT
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT karena hanya dengan rahmat dan hidayah Nya-lah kami dapat menyelesaikan dan mempresentasikan Proposal Proyek Akhir kami dengan judul “Pengaruh Bentuk Dan Tekstur Agregat Tarhadap Mutu Beton “.
Proyek Akhir ini merupakan salah satu syarat akademis
pada program studi Diploma III Teknik Sipil ITS. Tujuan dari penulisan Proyek Akhir ini, yaitu agar mahasiswa dapat mengaplikasikan secara langsung ilmu-ilmu yang di dapat di bangku perkuliahan pada pekerjaan langsung di lapangan.
Terwujudnya laporan proyek akhir ini tidak lepas dari
bantuan serta bimbingan berbagai pihak. Oleh karena itu pada kesempatan kali ini kami mengucapkan terima kasih kepada: 1. Orang Tua kami yang telah membesarkan dan mendidik kami
serta memberikan dukungan baik secara moril dan materiil yang tak terhingga pada kami.
2. Bapak Boedi Wibowo, CES selaku dosen pembimbing proyek akhir kami.
3. Segenap Bapak / Ibu Dosen dan Karyawan D III Teknik Sipil FTSP-ITS.
4. Rekan rekan sesama mahasiswa Diploma III Teknik Sipil. 5. Semua pihak yang tidak dapat kami sebutkan satu persatu,
atas segala bantuan dan dukungannya. Akhir kata, semoga laporan Proyek Akhir ini dapat
memberikan manfaat bagi mahasiswa teknik sipil pada khususnya dan bagi para pembaca pada umumnya.
Surabaya, Januari 2011
Penyusun
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Beton sering kita jumpai dipakai secara luas sebagai
bahan bangunan. Beton pada dasarnya adalah campuran dari dua
bagian, yaitu agregat dan mortar. Mortar terdiri dari semen dan
air, yang mengikat agregat (pasir dan kerikil / batu alam) menjadi
suatu massa seperti batuan, ketika pasta tersebut mengeras akibat
reaksi kimia dari semen dan air.
Jadi dapat dikatakan bahwa beton dibuat dari agregat
(pasir dan kerikil), semen (perekat yang mengikat butir – butir
agregat menjadi satu), dan air. Campuran ini nantinya diharapkan
kuat (kokoh tekan, kokoh tarik, keras) dan mudah dibuat.
Pada beton yang baik, setiap butir agregat dibungkus
seluruhnya dengan mortar, demikian pula ruang – ruang antar
agregat. Jadi kualitas mortar menentukan kualitas beton. Dilain
pihak secara volumetris, beton di isi oleh agregat 70 – 75 % dan
mortar 25 – 40 % (semen 7 – 15 %, air 14 – 21 %, volume
absolut). Jadi pemilihan agregat juga tidak kalah pentingnya.
Seiring berkembangnya pembangunan di Indonesia,
proyek-proyek juga semakin meluas. Sehingga perlu kajian
tentang material dalam pembuatan beton dengan ketersediaan
material dalam daerah tersebut. Di dalam pembuatan beton
tersebut perlu perbandingan bahan yang di gunakan dalam
pembuatan beton secara teknis.
Dari permasalahan seperti itu timbul suatu pemikiran
untuk pencampuran beton dengan menggunakan batu alam hasil
ayakan pasir Lumajang sebagai agregat kasarnya, hal ini
dimaksudkan untuk mengatasi kuantitas batu pecah yang tidak
stabil, dengan tetap mengedepankan segi quality/mutu yang
bagus. Selain itu, dengan meninjau faktor-faktor air semen 0.3,
0.5, dan 0.7 dengan menggunakan semen portland type 1 yaitu
semen Gresik.
1.2 PERUMUSAN MASALAH
Perumusan masalah dalam laporan ini adalah:
1. Seberapa besarkah pengaruh bentuk dan tekstur
agregat terhadap mutu beton.
2. Dengan meninjau faktor-faktor air semen sebesar 0.3,
0.5, dan 0.7, manakah yang menghasilkan kuat tekan
tinggi.
1.3 TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN
• Tujuan dari penelitian ini adalah:
1. Untuk mengetahui pengaruh yang ditimbulkan
dari berbagai macam perbedaan bentuk dan
tekstur agregat kasar terhadap mutu beton yang
dihasilkan, sehingga di dapatkan agregat dengan
tekstur dan bentuk yang cocok digunakan dalam
campuran beton.
2. Dapat mengetahui material yang baik untuk
pembuatan beton.
3. Untuk mengetahui pada FAS berapa
mendapatkan kuat tekan yang maksimal.
• Manfaat Penelitian
Manfaat penelitian, diharapkan dapat menambah
wawasan dan pengetahuan di bidang tehnik sipil
khususnya pada pemilihan agregat dalam pembuatan
beton.
1.4 BATASAN MASALAH
Batasan masalah dalam penelitian ini adalah:
1. Batu pecah dan batu alam φ 20 mm.
2. Benda uji yang dipakai adalah silinder 15/30
3. Dalam penelitian ini nilai ekonomis tidak
diperbandingkan.
4. Metode mix design menggunakan metode SNI
03-2834-1993
5. Perawatan benda uji dengan perendaman air
tawar.
6. Pengujian kuat tekan pada umur 3, 7, 28 hari
dengan masing-masing benda uji 15 buah.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Pengertian Beton.
Beton merupakan campuran antara semen Portland atau
semen hidraulik yang lain, agregat halus, agregat kasar, dan air,
dengan atau tanpa bahan campuran tambahan, membentuk massa
padat (SNI 03-2834-1993).
Melihat definisi beton diatas, sekilas tampaknya
sederhana. Namun tidaklah demikian, kalau melihat
komplektisitas struktur internal dan sifat beton.
Kardyono Tjokrodimuljo (1991) menyatakan bahwa
kekuatan, keawetan, dan sifat beton yang lain tergantung pada
sifat – sifat bahan dasarnya, nilai perbandingan bahan –
bahannya, cara pengadukan maupun cara pengerjaan selama
penuangan beton, cara pemadatan dan cara perawatan selama
proses pengerasan.
Dalam penelitian ini digunakan beberapa macam variasi
dari berbagai macam bentuk dan tekstur agregat sebagai bahan
pengisi pada beton, sehingga nantinya akan didapatkan agregat
dengan bentuk dan tekstur yang ideal dalam pembuatan beton
sehingga nantinya akan memberikan konstribusi yang baik untuk
peningkatan mutu beton.
2.2. Faktor yang Mempengaruhi Kekuatan Beton.
2.2.1. Kekuatan Tekan Beton.
Kekuatan tekan beton adalah kemampuan beton untuk
menerima gaya tekan per satuan luas. Kuat tekan beton
dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain :
1. Mutu bahan dasar.
Mutu bahan dasar mempengaruhi mutu beton,
sehingga diperlukan pemeriksaan material yang
digunakan dalam pembuatan beton secara laboratoris,
antara lain :
i. Pengujian kadar air.
ii. Pengujian berat jenis agregat.
iii. Pengujian analisa ayakan agregat (kasar dan
halus), dan analisa gabungan.
iv. Pengujian kekerasan agregat.
2. Faktor air semen (FAS).
Semakin besar FAS yang digunakan, maka kuat
tekan beton semakin menurun. Semakin tinggi
FASnya, dengan semen yang sama, air semakin
banyak dan mutu beton semakin menurun, begitu
juga sebaliknya.
3. Umur beton.
Kekuatan beton bertambah sesuai dengan
bertambahnya umur beton, atau dengan kata lain
semakin tua umurnya maka makin tinggi
kekuatannya.
4. Perawatan.
Perawatan dilakukan dengan perendaman
dalam air tawar yang bertujuan untuk menjaga agar
tidak terjadi penguapan air yang terlalu cepat yang
dapat mengakibatkan proses hidrasi semen tidak
sempurna.
Selain faktor – faktor yang tersebut diatas yang
mempengaruhi kuat tekan beton adalah sifat – sifat agregat,
misalnya :
� Gradasi.
� Bentuk.
� Kualitas / tekstur permukaan.
� Ukuran Maximum agregat.
Penentuan kuat tekan dapat dilakukan dengan
menggunakan alat uji kuat tekan dengan benda uji silinder dengan
prosedur ASTM C – 39.
2.3. Pekerjaan Beton.
Hasil perhitungan proporsi campuran akan menyimpang
jika tidak didukung oleh pengerjaan yang benar dan akhirnya
akan mendapatkan produk beton yang sesuai dengan perencanaan.
Secara umum prosedur pelaksanaan dalam pengerjaan
beton adalah :
� Penakaran (Batching).
� Pencampuran dan pengadukan (Mixing).
� Pengangkutan dan pengecoran (Transporting).
� Pemadatan (Compacting).
� Penyelesaian (Finishing).
� Perawatan (Curing).
2.4. Kuat Tekan Beton Karakteristik.
Salah satu kelebihan beton adalah kuat tekannya lebih
besar di bandingkan dengan kuat tariknya, dengan demikian kuat
tekan ini merupakan karakteristik mekanis yang lebih penting
dipertimbangkan dari pada kuat tariknya. Kekuatan tekan beton
didefinisikan sebagai tegangan yang dapat ditahan oleh bahan
beton akibat beban luar, atau kuat tekan beton adalah beban
persatuan luas yang menyebabkan beton hancur. Pengujian ini
dilakukan untuk mengetahui kekauatan tekan beton yang dibuat
dan dilaksanakan di laboratorium.
Kuat tekan beton di pengaruhi oleh beberapa faktor antara
lain :
� Mutu bahan dasar.
� FAS.
� Umur beton.
� Perawatan.
Kuat tekan karakteristik merupakan kekuatan beton yang
dihasilkan dari sejumlah benda uji minimal 15 buah dengan
ketentuan penyimpangan 5 %.
Cara menentukan kuat tekan karakteristik :
� Membuat perencanaan desain
campuran.
� Membuat benda uji
• Silinder 15/30
� Umur perawatan 3, 7, dan 28
hari.
� Melakukan uji kuat tekan.
� Pengolahan data.
� Kesimpulan.
2.5. Bahan – Bahan Penyusun Beton.
2.5.1. Semen.
1. Pengertian Semen.
Arti “semen” adalah bahan yang mempunyai sifat
adhesive maupun kohesif, yaitu bahan pengikat. Menurut Standart
Industri Indonesia, SII 0013 – 1981, definisi semen Portland
adalah semen hidraulis yang dihasilkan dengan cara
menghaluskan klinker yang terutama terdiri dari silikat – silikat
kalsium yang bersifat hidraulis.
2. Jenis – Jenis Semen Portland.
Semen terdiri dari senyawa – senyawa kimia sebagai
komponen penyusunnya, dengan sifat – sifat yang berbeda,
dengan adanya perbedaan sifat dari masing – masing komponen
ini, dapat dibuat berbagai macam jenis semen dengan hanya
mengubah kadar masing – masing komponen. ASTM (American
Standart for Testing Material) menentukan jenis/type semen pada
table 2.1 sebagai berikut :
Jenis Semen
Sifat Pemakaian
Kadar Senyawa ( % ) Kehalusan
Blaine (m2 / kg)
σc 1 hari (MPa)
Panas Hidrasi,7 hari (j / g)
C3
S C2S C3A C4AF
I II III
IV
V
Umum Modifikasi Kekuatan awal tinggi Panas hidrasi rendah Tahan Sulfat
50 42 60
26
40
24 33 13
50
40
11 5 9 5 9
8 13 8
12 9
350 350 450
300
350
1000 900 2000
450
900
330 250 500
210
250
a. jenis I adalah semen portland untuk tujuan umum /
pemakaian umum tanpa persyaratan khusus.
Aplikasi : Untuk beton normal.
b. Jenis II adalah semen portland yang memiliki
ketahanan sedang terhadap garam sulfat di
dalam air.
Aplikasi : Untuk konstruksi bangunan dan
beton yang berhubungan
terus – menerus dengan air kotor
dan air tanah.
c. Jenis III adalah semen yang cepat mengeras, memiliki
kekuatan tinggi pada umur muda,
memiliki kadar C3S dan C3A yang tinggi dan
butirannya halus.
Aplikasi : Untuk pekerjaan beton di daerah
bersuhu rendah, atau pada
umumnya dipakai ketika acuan
harus dibongkar secepat mungkin,
atau ketika sruktur harus dipakai.
d. Jenis IV adalah semen dengan panas hidrasi rendah,
pengerasan dan peningkatan kekuatannya
lambat.
Aplikasi : Untuk pembautan beton massa
(volume/ukuran
besar), dengan tebal lebih dari 2m.
e. Jenis V adalah semen yang memiliki ketahanan tinggi
terhadap sulfat dan tahan terhadap agresi
bahan – bahan kimia.
Aplikasi : Untuk beton – beton yang
berhubungan dengan air laut,
limbah industri.
2.5.2. Agregat
1. Pengertian agregat
Agregat adalah bahan campuran beton yang diikat oleh
perekat semen, dan berfungsi sebagai pengisi dalam campuran
mortar atau beton.
Pada dasarnya agregat dibagi menjadi dua, yaitu :
a. Agregat halus, adalah agregat yang ukuran butirannya
lebih kecil dari 5 mm, secara komersial ada dua
macam :
� Pasir : Dihasilkan dari disintegrasi batuan
Pasir alamiah.
� Pasir pecah/abu: Dipoduksi dengan
menghancurkan
batu atau kerikil.
b. Agregat Kasar adalah agregat yang ukuran butirnya
lebih besar dari 5 mm, secara komersial ada 2 macam
agregat kasar :
� Kerikil / batu alam : Dihasilkan dari
disintegrasi batuan alamiah.
� Batu pecah : Dihasilkan dari
batuan atau kerikil yang dipecahkan.
Mengingat bahwa agregat menempati 70 – 75 % dari total
volume beton, maka kualitas agregat amat mempengaruhi kualitas
beton, beton yang workable, kuat, tahan dan ekonomis.
Pengaruhnya dapat di lihat pada tabel di bawah ini :
Tabel. 2.2. Pengaruh Sifat Agregat Pada Sifat Beton.
2. Gradasi Agregat
Gradasi agregat ialah distribusi ukuran butiran agregat.
Bila butir-butir agregat mempunyai ukuran yang sama (seragam),
volume pori akan besar, demikian juga sebaliknya.
Sebagai suatu persayaratan gradasi dipakai nilai
prosentase dari berat butiran yang tertinggal atau lewat di dalam
suatu ayakan.
Pada agregat untuk pembuatan beton dibutuhkan suatu
butiran yang kemampatannya tinggi, karena volume porinya
Sifat Aggregat Sifat Beton
Bentuk, tekstur, gradasi
Kelecakan
Pengikatan dan
Pengerasan
Beton cair
Sifat fisika
Sifat kimia, mineral
Kekuatan, kekerasan
Ketahanan (durability) Beton keras
sedikit, dan ini berarti hanya membutuhkan bahan ikat sedikit
saja.
3. Ukuran Maksimum Butir Agregat
Adukan beton dengan tingkat kemudahan pekerjaan yang
sama atau beton dengan kekuatan yang sama, akan membutuhkan
semen yang lebih sedikit apabila menggunakan butir – butir
kerikil yang besar. Oleh karena itu untuk mengurangi jumlah
semen dibutuhkan ukuran maksimum butir agregat yang sebesar –
besarnya. Pengurangan jumlah semen berarti juga pengurangan
panas hidrasi, dan ini berarti juga mengurangi kemungkinan beton
untuk retak akibat susut atau perbedaan panas yang tinggi.
Walaupun demikian besar butir maksimum agregat tidak dapat
terlalu besar, karena ada faktor – faktor yang membatasi, antara
lain :
� Ukuran maksimum butir agregat tidak boleh
lebih dari ¾ kali jarak bersih antar baja
tulangan atau antara baja tulangan dan cetakan.
� Ukuran maksimum butir agregat tidak boleh
lebih besar dari 1/3 kali tebal pelat.
� Ukuran maksimum butir agregat tidak boleh
lebih dari 1/5 kali jarak terkecil antara bidang
samping cetakan.
Dengan pertimbangan diatas, maka ukuran maksimum
butir agregat umumnya dipakai 10 mm, 20 mm, atau 40 mm,
jika tidak dipakai baja tulangan.
4. Bentuk Butir
Bentuk butiran agregat ditentukan oleh dua sifat yang
tidak saling tergantung, yaitu “kebulatan” dan “sperikel” .
� Kebulatan atau “ketajaman sudut” adalah sifat
yang dimiliki butir yang tergantung pada
ketajaman relatif sudut dan ujung butir.
� Sperikel adalah sifat yang tegantung pada
“rasio” antara “luas bidang permukaan” dan
“volume butir”.
Angular berarti bersudut, sedangkan wellrounded berarti
bulat, wajah aslinya sudah tidak kelihatan lagi. Selain itu ada lagi
bentuk pipih, memanjang, dan pipih memanjang).
Batu pecah berbentuk angular, sedangkan batu alam /
kerikil dari sungai berbentuk bulat, dan kadang agak pipih.
Bentuk agregat akan mempengaruhi kelecakan (workability) dan
kekuatan beton.
Secara umum, yang terbaik untuk kelecakan adalah
bentuk bulat, sedangkan untuk kekuatan yang tinggi adalah
angular, karena luas permukaannya lebih besar. Bentuk yang
pipih dan memanjang kurang baik karena akan sulit untuk
dipadatkan, tidak boleh lebih dari 20 % berat menurut SII.
5. Tekstur Permukaan Butir.
Tekstur permukaan butir merupakan pengamatan visual
terhadap sifat permukaan butiran dengan ukuran halus / kasar,
mengkilap / kusam dan macam bentuk kekerasan permukaan.
Klasifikasinya :
Mengkilap – Rata – Granular – Kasar – Sarang tawon
(Glassy) (Honey – comb)
Sumber : Teknologi Beton, Ir. Paulus Nugraha, M.Eng
Kerikil alam permukaannya rata, sedangkan batu pecah
lebih kasar. Kualitas dari agragat banyak tergantung dari jenis
batuannya, sedangkan tekstur tekstur permukaan tergantung pada
kekerasan ,ukuran molekul, dan besar gaya pembentuk
permukaannya tersebut.
Butiran dengan tekstur permukaan yang licin
membutuhkan air yang lebih sedikit dibandingkan dengan
permukaan yang kasar.
6. Berat Jenis Agregat
Berat jenis agregat yaitu perbandingan berat suatu agregat
terhadap volume agregat itu sendiri, berdasarkan berat jenisnya
tersebut, agregat dapat dibedakan, yaitu :
� Agregat Normal.
Adalah agregat yang berat jenisnya antara 2.5 –
2.7, agregat ini biasanya bearasal dari granit,
basalt, kuarsa dan sebagainya.
� Agregat Berat.
Adalah agregat yang mempunyai berat jenis
lebih dari 2.8, misalnya barytes (Fe2O4), serbuk
besi (Ba SO4).
� Agregat Ringan.
Adalah agregat yang mempunyai berat jenis
kurang dari 2.0 yang biasanya penggunaannya
digunakan untuk non structural, akan tetapi
dapat pula untuk beton structural atau dinding
tembok. Kebaikannya adalah berat sendiri yang
rendah sehingga strukturnya ringan.
7. Absorbsi dan Kadar Air.
Air yang terkandung didalam agregat akan
mempengaruhi jumlah air yang dipergunakan dalam campuran
(mix). Agregat yang basah akan membuat campuran lebih basah,
dan sebaliknya. Jadi kandungan air di dalam agregat harus
diketahui. Perubahan kadar air tidak hanya tergantung dari proses
pengiriman, tetapi juga pengaruh dari cuaca (hujan, atau panas
terik), dan lamanya penyimpanan.
Ada 4 kondisi kandungan air di dalam agregat :
� Kering Oven (Oven dry).
Bisa didapat dengan memasukkan agregat ke
dalam oven selama 24 jam, pada temperature
105 – 1100 C.
� Kering Udara (Air dry).
Bagian luarnya kering, namun di dalamnya
masih terdapat air, keadaan ini dapat biasa
terjadi dilapangan bila terjemur.
� Saturated Surface Dry (SSD).
Keadaan ini merupakan keadaan teorititis yang
ideal, yaitu butir didalam jenuh air (saturated),
namun disebelah luarnya masih kering, kondisi
ini dipakai sebagai dasar dari perhitungan Mix
– design.
� Lembab (Moist).
Selain bagian dalamnya jenuh air, bagian luar
juga basah, keadaan ini didapatkan dengan
merendam agregat selama 24 jam.
2.5.3. Air
Air adalah salah satu unsur untuk mendapatkan kelecakan
(workability) yang diperlukan untuk penuangan beton. Dari
pemakaian di lapangan umumnya air yang dipakai untuk proses
hidrasi semen adalah 30 – 35 % dari berat semen.
Pemakaian air untuk mendapatkan kelecakan beton
dipengaruhi oleh sifat material yang dipakai, yaitu :
a. Ukuran Agregat Maksimum.
Jika diameter agregat besar, kebutuhan air sedikit dan
jumlah mortar sedikit.
b. Bentuk Butir.
Bentuk butir agregat bulat maka kebutuhan air
sedikit, bentuk butir kasar, maka kebutuhan air
banyak.
c. Gradasi Agregat.
Gradasi baik maka kebutuhan air kecil.
d. Kotoran dalam Agregat.
Makin banyak lempung (tanah liat), dan Lumpur
maka kebutuhan air akan semakin banyak.
e. Jumlah Agregat Halus (Dibandingkan Agregat
Kasar).
Jika jumlah agregat halus sedikit, maka kebutuhan air
juga sedikit.
BAB III
METODOLOGI
3.1 UMUM
Metodologi dalam proyek akhir ini terdiri atas beberapa
bagian meliputi pengambilan bahan baku atau material kemudian
menguji fisik dan uji kimia, apabila dalam buku literatur sudah
dilakukan pengujian, maka tidak dilakukan uji fisik dan kimia tapi
mengambil data yang sudah ada. Selain dari literatur juga
digunakan data-data dari pabrik, misalnya komposisi kimia dari
semen gresik. Setelah mendapatkan hasil uji fisik dan kimia,
ditentukanlah komposisi campuran dengan menggunakan mix
design. Kemudian mencetak benda uji mortar dengan uji tekan
pada usia 3, 7, dan 28 hari. Benda uji silinder yang dipakai
d=15cm dan t=30cm.
FLOWCHART PENELITIAN
Mulai
Pengambilan Bahan Baku
Batu Alam Batu Pecah Pasir Lumajang
- Berat Jenis:
Berat jenis SSD =
)21( WBjW
Bj
−+
Resapan= ( )%100×−
Bk
BkBj
Dimana :
W1: Berat picno + air
W2: Berat picno + benda uji SSD + air
Bj: Berat benda uji dalam keadaan SSD
Bk: Berat benda uji dalam keadaan kering oven
- Berat Jenis:
Berat jenis SSD =
( )WBj
Bj
−
Resapan= ( )%100×−
Bk
BkBj
Dimana :
W: berat dalam air
Bj: Berat benda uji dalam keadaan
SSD
Bk: Berat benda uji dalam keadaan kering oven
- Berat Jenis:
Berat jenis SSD =
( )WBj
Bj
−
Resapan= ( )%100×−
Bk
BkBj
Dimana :
W: berat dalam air
Bj: Berat benda uji dalam keadaan
SSD
Bk: Berat benda uji dalam keadaan kering oven
- Kadar Air:
� Perhitungan :
%1003
)53(x
W
WWagregatairKadar
−=
Keterangan :
W3= berat benda uji semula (gram)
W5= berat benda uji kering oven (gram) - Pengujian Analisa Ayak
Agregat Halus & Kasar
Perhitungan & Perencanaan Mix Design
“menentukan campuran bahan beton atau perbandingan bahan beton yang dipakai sehingga dapat dicapai mutu
beton yang direncanakan”
Komposisi Campuran Pc : Pasir : Batu Pecah : Air &
Pc : Pasir : Batu Alam : Air
Menentukan Slump test ”Ukuran kekentalan adukan beton dinyatakan dalam mm ditentukan dengan alat
kerucut Abram, dalam penelitian ini menggunakan slump 100-120 mm”
Pengujian Kuat Tekan Beton ”Kuat tekan beton yang disyaratkan fc′ adalah kuat tekan yang ditetapkan
oleh perencana struktur (benda uji silinder ukuran 15/30 cm)”
Hasil
Kesimpulan
Selesai
3.2 BAHAN DASAR BETON
Dalam pembuatan beton dipakai bahan dasar
semen portland, pasir (pasir lumajang), krikil (batu pecah dan
batu rounded), dan air.
3.2.1 Semen Portland
Semen yang dipakai adalah semen Portland type I
dari PT. Semen Gresik. Pemakaian semen type I ini
dikarenakan tidak dibutuhkan syarat khusus dalam keperluan
konstruksi serta mudah didapat dipasaran. Semen portland
yang digunakan dalam penelitan ini harus memenuhi SNI 15-
2049-1994 tentang mutu dan cara uji semen portland.
3.2.2 Kerikil
Agregat kasar atau kerikil dalam proyek akhir ini
dipakai batu pecah dari daerah Mojokerto dan batu alam hasil
ayakan pasir Lumajang. Agregat yang digunakan adalah
agregat normal yang sesuai dengan SNI 03-1750-1990
tentang mutu dan cara uji agregat beton.
3.2.3 Pasir
Pasir yang dipakai adalah pasir lumajang yang
bersal dari sungai Lumajang. Agregat halus yang akan
dipakai dalam pembuatan beton mutu tinggi ini, harus
memenuhi syarat dari peraturan beton yang ada, antara lain:
• Agregat halus untuk pekerjaan beton dapat berupa pasir alam
maupun pasir buatan hasil dari mesin pemecah batu.
• Agregat halus atau pasir dari butir-butir yang tajam dan keras,
bersifat kekal, artinya tidak pecah atau hancur oleh pengaruh
cuaca seperti matahari dan hujan.
• Agregat halus tidak boleh mengandung lumpur lebih dari 5 %
(terhadap berat kering).
• Agregat halus terdiri dari butir-butir yang beraneka ragam
ukuran dan apabila diayak dengan susunan ayakan yang
ditentukan dalam PBI-71 pasal 3.5 ayat 1 harus memenuhi
syarat-syarat sebagai berikut:
� Sisa diatas ayakan 4 mm minimum 2 % berat.
� Sisa diatas ayakan 1 mm minimum 10 % berat.
� Sisa diatas ayakan 0,25 mm berkisar antara 80 % dan
90 % berat.
3.2.4 Air
Sesuai PBI-71, air yang digunakan untuk
pembuatan beton tidak boleh mengandung minyak, asam,
alkali, garam-garam, bahan-bahan organik atau bahan-bahan
lain yang merusak beton. Apabila terdapat keragu-raguan
dalam penggunaan air, dianjurkan untuk melakukan uji air
bersih agar tidak di dapat kandungan dalam air yang dapat
merusak beton. Air yang digunakan berasal dari PDAM
Surabaya.
3.3 Perlakuan dan Rancangan Percobaan
Jenis sampel dan jumlah sampel adalah menggunakan
silinder dengan ukuran 15/30 cm, dengan Variasi agregat (batu
alam dan batu pecah) sebagai bahan pengisi campuran beton.
Adapun rancangan percobaan dapat dilihat pada table 3.1
dibawah ini.
0.3 0.5 0.64Batu alam 15 15 15Batu pecah 15 15 15
FAS
Pasir Lumajang
Perlakuan yang dilakukan pada benda uji beton dengan
merendam 60 buah benda uji Silinder dengan ukuran 15/30 cm
selama 3, 7, dan 28 hari untuk masing-masing benda uji.
3.4 Pengamatan
Pada penelitian ini yang perlu diamati adalah kuat tekan
beton, membandingkan antara campuran beton menggunakan
variasi agregat batu pecah dan batu rounded.
3.5 Prosedur Percobaan
Pengujian – pengujian yang dilakukan adalah sebagai
berikut :
3.5.1 Pengujian Kadar Air Agregat
� Prosedur pengujian :
1. Timbang berat cawan (W1)
2. Masukkan benda uji pada cawan dan timbang
beratnya (W2)
3. Hitung berat benda uji (W3 = W2 – W1)
4. Keringkan benda uji berikut cawan dalam oven
dengan suhu (110 − 5)oC, sampai beratnya
tetap.
5. Timbang berat cawan dan benda uji (W4)
6. Hitung berat benda uji kering oven (W5 = W4
– W1)
� Perhitungan :
%1003
)53(x
W
WWagregatairKadar
−=
Keterangan :
W3 = berat benda uji semula (gram)
W5 = berat benda uji kering oven (gram)
3.5.2 Pengujian Berat Jenis dan Penyerapan
Agregat Halus
� Prosedur pengujian :
1. Penentuan SSD (Saturated Surface Dry)
agregat halus
a. Masukkan benda uji ke dalam kerucut
terpancung dalam 3 lapisan yang masing-
masing lapisan ditumbuk sebanyak 8 kali,
ditambah satu kali penumbukan untuk
bagian atasnya (seluruhnya 25 kali
tumbukan)
b. Angkat cetakan kerucut terpancung
perlahan-lahan.
- Sebelum diangkat, cetakan kerucut
terpancung harus dibersihkan dari
butiran agregat yang berada di bagian
luar cetakan.
- Pengangkatan cetakan harus benar-
benar vertikal
c. Periksa bentuk agregat hasil pencetakan
setelah kerucut terpancung diangkat,
bentuk agregat umumnya ada tiga yang
masing-masing menyatakan keadaan,
kandungan air dari agregat tersebut yaitu :
- Jika keadaan agregat kering, maka
agregat perlu ditambah air.
- Jika agregat dalam keadaan basah,
maka agregat perlu dikeringkan
terlebih dahulu di udara.
2. Penentuan berat jenis dan penyerapan agregat
halus.
a. Timbang agregat dalam keadaan SSD
tersebut pada (1) seberat 500 gr dan
masukkan ke dalam piknometer atau gelas
ukur.
b. Masukkan air pembersih mencapai 90% isi
piknometer, putar sambil diguncang sampai
tidak terlihat gelembung udara di
dalamnya.
Perhatikan !
Proses untuk menghilangkan gelembung
udara dalam piknometer dapat dipercepat
dengan menggunakan pompa hampa udara.
c. Tambahkan air sampai tanda batas.
d. Timbang piknometer berisi air dan benda
uji ( W2 ).
e. Keluarkan benda uji, keringkan dalam oven
dengan suhu (110 ± 5)oC, sampai berat
tetap, kemudian didinginkan dan timbang
pikonometer berisi air dan benda uji setelah
dioven ( Bk ).
f. Isi kembali piknometer dengan air sampai
tanda batas, lalu timbang beratnya.
� Perhitungan :
1. Berat jenis jenuh kering permukaan ( SSD )
Berat jenis SSD = 12 WBjW
Bj
−+
2. Penyerapan
Penyerapan = ( )
%100×−Bk
BkBj
Dimana :
W1 : Berat picno + air
W2 : Berat picno + benda uji SSD + air
Bj : Berat benda uji dalam keadaan SSD
Bk : Berat benda uji dalam keadaan kering oven
3.5.3 Pengujian Berat Jenis Dan Penyerapan
Agregat Kasar
� Prosedur Pengujian
1. Siapkan benda uji agregat kasar ± 500 gr
2. Cuci benda uji untuk menghilangkan debu atau
bahan-bahan lain yang melekat pada
permukaan agregat.
3. Keringkan benda uji pada oven dengan suhu (
110 ± 5 )oC sampai beratnya tetap.
4. Dinginkan dalam desikator, kemudian timbang
beratnya ( Bk )
5. Rendam benda uji dalam air pada suhu kamar
selama kurang lebih 1 sampai dengan 4 jam.
6. Keluarkan benda uji dari air, lap dengan kain
penyerap sampai selaput air pada permukaan
agregat hilang (agregat ini dinyatakan dalam
kondisi jenuh permukaan kering atau SSD)
7. Timbang berat benda uji dalam keadaan jenuh
permukaan kering (Bj)
8. Timbang benda uji dalam air ( W )
� Perhitungan
1. Berat jenis jenuh kering permukaan ( SSD )
Berat jenis SSD = ( )WBj
Bj
−
2. Penyerapan
Penyerapan = ( )
%100×−Bk
BkBj
Dimana :
Bj : Berat benda uji dalam keadaan SSD
Bk : Berat benda uji dalam keadaan kering oven
W : berat dalam air
3.6 Perhitungan Mix Design
Mix Design adalah menentukan campuran bahan beton
atau perbandingan bahan beton yang dipakai sehingga dapat
dicapai mutu beton yang direncanakan. Pada penelitian terapan
ini perhitungan Mix Design menggunakan metode SNI 03-2834-
1993.
� Prosedur perhitungan Proporsi Campuran Beton
1. Menentukan kuat tekan beton ( fc’ ) yang
diisyaratkan.
2. Menentukan kuat tekan rata-rata ( fcr’ ) yang
ditargetkan dihitung dari :
a. Standart deviasi yang didapat dari pengalaman
di lapangan selama produksi beton menurut
rumus :
( )1
1
2
−
−=∑
=
n
ffs
n
icrci
dimana :
s = standart deviasi
fci = kuat tekan beton yang didapat dari masing-masing
benda uji
fcr = kuat tekan beton rata-rata menurut rumus :
n
ff
n
ici
cr
∑== 1
n = jumlah nilai hasil uji, yang harus diambil minimum
30 buah (satu hasil uji adalah nilai rata-rata dari 2
buah benda uji)
Data hasil uji yang akan digunakan untuk menghitung
standart deviasi harus :
1. Mewakili bahan-bahan prosedur pengawasan mutu
dan kondisi produksi yang serupa dengan pekerjaan
yang diusulkan;
2. Mewakili kuat tekan beton yang diisyaratkan fc’
yang nilainya dalam batas ± 7 MPa dari nilai fc’
yang ditentukan;
3. Paling sedikit terdiri dari 30 hasil uji diambil
berurutan atau dua kelompok hasil uji diambil dalam
produksi selama jangka waktu tidak kurang dari 45
hari;
4. Bila suatu produksi beton tidak memenuhi
persyaratan poin 2 butir (a), tetapi hanya ada
sebanyak 15 sampai 29 hasil uji yang berurutan,
maka nilai standart deviasi adalah perkalian standart
deviasi yang dihitung dari data hasil uji tersebut
dengan faktor pengali dari tabel 3.2
Tabel 3.2. Faktor Pengali Untuk Standart deviasi Bila
Data Hasil Uji Yang Tersedia Kurang Dari 30
(SNI 03-2834-1993)
5. Bila data uji lapangan untuk menghitung standart
deviasi yang memenuhi persyaratan poin 2 butir ( a )
diatas tidak tersedia, maka kuat tekan rata-rata yang
ditargetkan fcr’ harus diambil tidak kurang dari
( fc’ + 12 ) MPa;
b. Nilai tambah dihitung menurut rumus :
skM ×=
dimana :
M : Nilai tambah
Jumlah
Pengujian
Faktor Pengali
Standart deviasi
Kurang dari
15
15
20
25
30 atau lebih
Lihat poin 3.6 butir 2
1,16
1,08
1,03
1,00
k : Tetapan statistic yang nilainya tergantung
pada prosentase hasil uji yang lebih rendah
dari fc’
s : Standart deviasi
c. Rumus berikut : ( )sff ccr ×+= 64,1''
3. Tetapkan jenis semen
4. Tentukan jenis agregat kasar dan agregat halus.
Agregat ini dapat dalam bentuk tak dipecahkan (pasir
atau koral) atau dipecahkan.
5. Tentukan faktor air semen (gunakan grafik 3.1)
dengan langkah-langkah sebagai berikut :
a. Tentukan nilai kuat tekan pada umur 28 hari
dengan menggunakan tabel 3.3, sesuai dengan
semen dan agregat yang akan dipakai.
Tabel 3.3. Perkiraan Kekuatan Tekan (N/mm2) Beton Dengan
Faktor Air Semen Serta Agregat Kasar Yang Biasa Dipakai Di
Indonesia (SNI 03-2834-1993)
Jenis semen Jenis Agregat
Kasar
Kekuatan Tekan (N/mm2)
Pada Umur (Hari) Bentuk
3 7 28 91 Benda
Uji
Semen
Portland
Type I
Batu tak
dipecahkan 17 23 33 40 Silinder
atau Batu pecah 19 27 37 45
Semen
Tahan Sulfat
Batu tak
dipecahkan 20 28 40 48 Kubus
Type II, IV Batu pecah 23 32 45 54
Semen
Portland
Type III
Batu tak
dipecahkan 21 28 38 44 Silinder
Batu pecah 25 33 44 48
Batu tak
dipecahkan 25 31 46 53 Kubus
Batu pecah 30 40 53 60
b. Lihat grafik 3.1 untuk benda uji Silinder. (SNI 03-2834-1993)
Grafik 3.1. Hubungan antara kuat tekan dan
faktor air semen untuk benda uji silinder
(150x30 mm)
c. Tarik garis tegak lurus ke atas melalui faktor air
semen 0,5 sampai memotong kurva kuat tekan
yang ditentukan pada butir (b) diatas;
d. Tarik garis mendatar melalui nilai kuat tekan
yang ditergetkan sampai memotong kurva yang
ditentukan pada butir (c) diatas;
e. Tarik garis tegak lurus ke bawah melalui titik
potong tersebut untuk mendapatkan faktor air
semen yang diperlukan;
6. Tetapkan faktor air semen maksimum menurut tabel
3.4 (dapat diterapkan atau tidak).
Tabel 3.4. Persyaratan Jumlah Semen Minimum Dan Faktor Air
Semen Maksimum Untuk Berbagai Macam
Pembetonan Dalam Khusus (SNI 03-2834-1993)
Macam Pembetonan Jumlah Semen Minimum Nilai Faktor Air
Per m3 Beton (kg) Semen Maksimum
Beton di dalam ruang
Bangunan
a. Keadaan keliling
non korosif 275 0,52
b. Keadaaan keliling
korosif disebabkan 325 0.52
oleh kondensasi atau
uap korosif
Beton di luar ruang
Bangunan
a. Tidak terlindungi dari
Hujan dan terik 325 0.6
matahari langsung
b. Terlindung dari hujan
dan terik matahari 275 0.6
langsung
Beton yang masuk dalam
tanah :
a. Mengalami keadaan
basah dan kering 325 0.55
berganti-ganti
b. Mendapat pengaruh
sulfat dan alkali dari
Tanah - lihat tabel 3.5
Beton yang kontinyu
berhubungan : lihat tabel 3.6
a. Air tawar -
b. Air laut -
7. Tetapkan nilai slump.
8. Tetapkan ukuran agregat maksimum.
9. Tentukan nilai kadar air bebas menurut tabel 4
Kadar air bebas =
×+
× WkWh3
1
3
2
dimana :
Wh : Perkiraan jumlah air untuk agregat halus
Wk : Perkiraan jumlah air untuk agregat kasar
Tabel 3.5. Perkiraan Kadar Air Bebas (kg/m3) Yang Dibutuhkan
Untuk Beberapa Tingkat Kemudahan Pengerjaan
Adukan Beton (SNI 03-2834-1993)
Slump (mm)
0 – 10
10 - 30
30 - 60
60 - 180
Ukuran Besar Butir
Agregat Maksimum
Jenis Agregat
10
Batu tak dipecahkan 150 180 205 225
Batu pecah 180 205 230 250
20
Batu tak dipecahkan 135 160 180 185
Batu pecah 170 190 210 225
40
Batu tak dipecahkan 115 140 160 175
Batu pecah 155 175 190 205
10. Hitung jumlah semen yang besarnya adalah kadar air
bebas dibagi faktor air semen.
11. Jumlah semen maksimum (jika tidak ditetapkan dapat
diabaikan)
12. Tentukan susunan besar butir agregat halus (pasir).
13. Tentukan prosentase pasir.
14. Tentukan susunan besar butir agregat halus kalau
agregat halus sudah dikenal dan sudah dilakukan
analisa ayak menurut standar yang berlaku, maka
kurva pada pasir ini dapat dibandingkan dengan
kurva yang tertera dari dalam grafik 3 – 6 grafik 7
– 8 (SNI 03-2834-1993) untuk agregat campuran
15. Tentukan % pasir dengan menggunakan grafik 10
– 12. Dengan diketahuinya ukuran butiran agregat
maksimum, slump, FAS dan daerah susunan butir
agregat.
16. Hitung berat jenis relative agregat ( Bjr ) agregat :
Bjr. Agregat = (% ag. Halus x Bj. ag. Halus) + (% ag.
Kasar x Bj. ag kasar)
17. Tentukan berat jenis beton (SNI 03-2834-1993)
Grafik 3.2 Berat Jenis Beton Basah
18. Hitung kadar agregat gabungan yang besarnya adalah
berat jenis beton dikurangi jumlah kadar semen dan
kadar air bebas.
19. Hitung kadar agregat halus yang besarnya adalah hasil
kali prosentase pasir dengan agregat gabungan
20. Hitung kadar agregat kasar yang besarnya adalah
kadar agregat gabungan dikurangi kadar agregat halus
21. Koreksi proporsi campuran :
Apabila agregat tidak dalam keadaan jenuh kering
permukaan proporsi campuran harus dikoreksi
terhadap kandungan air dalam agregat. Koreksi
proporsi campuran harus dilakukan terhadap kadar air
dalam agregat dan dihitung menurut rumus sebagai
berikut :
a. Air :
( ) ( )
×−−
×−−100100
DDaDk
CCaCkB
b. Agregat Halus :
( )
×−+100
CCaCkC
c. Agregat Kasar :
( )
×−+100
DDaDkD
Dimana :
B = Jumlah air (kg/m3)
C = Jumlah agregat halus
D = Jumlah agregat kasar
Ca = Penyerapan air pada agregat halus (%)
Da = Penyerapan air pada agregat kasar (%)
Ck = Kandungan air dalam agregat halus (%)
Dk= Kandungan air dalam agregat kasar (%)
DAFTAR ISIAN (FORMULIR) PERENCANAAN
CAMPURAN BETON
SNI 03-2834-1993
No Uraian Tabel/Grafik Nilai
Perhitungan
1 Kuat tekan yang diisyaratkan Ditetapkan kg/cm3 pada
umur 28 hari bagian tak
memenuhi syarat/cacat
5%
2 a. Standart deviasi 2 butir a kg/cm2 atau
Tabel 3.2 tanpa data
b. Nilai Tambah (margin) 1,64 x s kg/cm2
c. Kuat tekan yang ditargetkan 1 + 2b kg/cm2
3 Jenis semen Ditetapkan
4 Jenis agregat kasar Ditetapkan
5 Jenis agregat halus Ditetapkan
Faktor air semen bebas Tabel 3.3, Grafik 3.1
6 Faktor air semen maksimum Ditetapkan Mm
7 Slump Ditetapkan Mm
8 Ukuran agregat maksimum Ditetapkan Mm
9 Kadar air bebas Tabel 3.5 kg/cm2
10 Jumlah semen 9 : 6 atau 9 : 5 kg/cm2
11 Jumlah semen maksimum Ditetapkan kg/cm2 (pakai
bila lebih besar dari butir
10, lalu hitung butir 13)
12 Jumlah semen minimum Ditetapkan kg/cm2 (pakai
bila lebih besar dari butir
10, lalu hitung butir 13)
13 Faktor air semen yang
Disesuaikan
14 Susunan besar butir Grafik 3 s/d
agregat halus Grafik 6 (SNI
03-2834-1993)
15 Persen bahan lebih halus Grafik 10 s/d
dari 4,80 mm Grafik 12 (SNI 03-2834-1993)
16 Berat jenis relatif agregat Diketahui
(jenuh kering permukaan)
17 Berat jenis beton Grafik 3.2
18 Kadar agregat gabungan 17 – 10 – 9 kg/m3
19 Kadar agregat halus 15 x 18 kg/m3
20 Kadar agregat kasar 18 – 19 kg/m3
3.7 Pengujian Slump
Slump adalah salah satu ukuran kekentalan adukan beton
dinyatakan dalam mm ditentukan dengan alat kerucut Abram
(SK.SNI T-15-1990-03:1).
� Prosedur Pengujian
1. Siapkan kerucut terpancung yang mana kerucut
tersebut permukaan dalamnya bersih, kering
dan tidak ada semen yang melekat.
2. Tempatkan kerucut terpancung tersebut diatas
bidang yang telah disiapkan.
3. Pegang kerucut tersebut dengan erat ketika
sedang diisi, dengan berdiri pada bagian sisi
kaki.
4. Cetakan diisi sepertiga dari tingginya dengan
beton kemudin padatkan dengan menumbuk
sebanyak 25 kali.
5. Pengisian diselesaikan dengan tiga lapisan
berikutnya yang sama tingginya dengan yang
langkah pertama. Kaki kerucut tetap diinjak
sampai kelebihan beton dibersihkan dari dasar
kerucut.
6. Setelah itu cetakan diambil dengan
mengangkatnya secara tegak lurus vertikal
keatas.
7. Ukur beda tinggi antara kerucut dengan beton
yang telah tercetak.
� Catatan
1. Batas slump yang disyaratkan 60 – 180 mm.
2. Apabila penurunan tersebut tidak sesuai dengan
yang disyaratkan dapat dilakukan pengujian
ulang.
3. Pengulangan dapat dilakukan bila :
Nilai slump nol atau cetakan kerucut tersebut
utuh, maka dilakukan penambahan semen dan
air dengan perbandingan air 1 liter : semen 1,6
kg.
3.9. Pengujian Kuat Tekan Beton
Kuat tekan beton yang disyaratkan fc′ adalah kuat tekan
yang ditetapkan oleh perencana struktur (benda uji silinder ukuran
15/30 cm);
Kuat tekan beton yang ditargetkan fc′ adalah kuat tekan
rata-rata yang diharapkan dapat dicapai yang besarnya lebih dari
fc′
Pada penelitian terapan ini perhitungan Kuat tekan beton
yang disyaratkan dan Kuat tekan beton yang ditargetkan
menggunakan metode (SNI 03-2834-1993).
FORM JADWAL PELAKSANAAN PENELITIAN
DAFTAR PUSTAKA
• ASTM C (Standart Test Method for Splitting Strength of
Cylindrical Concrete Speciment).
• Brook, K.M. & Murdock, L.J, Bahan dan Praktek Beton
edisi ke – 4, Erlangga, Bandung, 1979.
• http://id.wikipedia.org
• http://digilib.its.ac.id
• http://digilib.petra.ac.id
• Kusuma, Ir. Gideon, M.Eng, Pedoman Pengerjaan Beton,
Erlangga, Jakarta, 1993.
• Mulyono, Ir. Tri, M. T, Teknologi Beton, ANDI,
Yogyakarta, 2003.
• PBI 1971
• SII 0052-80 (Mutu dan Cara Uji Agregat)
• SNI. 03-2834-1993, Tata Cara Rancangan Campuran
Beton Normal, Departeman Pekerjaan Umum, Bandung.