kata pengantar -...

131

Upload: trandat

Post on 10-Mar-2019

220 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Data dan Informasi Pendukung Rancangan Buku III RPJMN 2010 – 2014 Berdimensi Kewilayahan

DATA DAN INFORMASI PENDUKUNG

RANCANGAN BUKU III RPJMN TAHUN 2010 – 2014

TIM PENYUSUN

Drs. Sumedi Andono Mulyo, MA, Ph.D; Awan Setiawan, SE, MM, ME; Uke M. Hussein, Ssi, MPP; Agung Widodo, SP, MDEC; Yudianto, ST,MT, MPP; Anang Budi Gunawan, SE; Fidelia Silvana, SP.

M.Int.Econ & F; Ika Retna Wulandary, ST; Ir. Wawan Heryawan; Nana Mulyana, SP

Tim Ahli:

Dr. Rasidin K. Sitepu, SP. Msi, Ir. M. Rizal Taufikurahman, Msi, Sofyan Sjaf, S.Pt, Msi,

Ir. Hery Suhartono, ME, Ir. Zulkifli, MSc

Tim Pendukung :

Chrisna Triehadi Permana, ST, Sandra Dewi E. Kaunang, S.Pi, Rizal Assani, SE, Tri Supriyana, ST; Setya Rusdianto, S.Si; Selenia Ediyani P., ST; Donny Yanuar

Tim Editor:

Uke M. Hussein, Ssi, MPP; Awan Setiawan, SE, MM, ME; Agung Widodo, SP, MDEC; Rudi Alfian, SE ; Supriyadi, SSi, MTP;Anang Budi Gunawan, SE; Fidelia Silvana, SP. M.Int.Econ & F; Ika Retna

Wulandary, ST; Ir. Wawan Heryawan; Nana Mulyana, SP

KEPULAUAN NUSA TENGGARA

Komentar, saran dan kritik dapat disampaikan ke :

Direktorat Pengembangan Wilayah

Deputi Bidang Pengembangan Regional dan Otonomi Daerah

Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (BAPPENAS)

Jl. Taman Suropati No. 2 Jakarta Pusat 10310

Telp/Fax. (021) 3193 4195

Data dan Informasi Pendukung Rancangan Buku III RPJMN 2010-2014 Berdimensi Kewilayahan i

Bagian i KATA PENGANTAR

Penyusunan buku III RPJMN 2010-2014 berdimensi kewilayahan, dilaksanakan melalui serangkaian proses kegiatan perencanaan sebelum akhirnya diperoleh hasil rumusan dokumen perencanaan pembangunan berdimensi wilayah yang akan ditetapkan melalui Keputusan Presiden. Proses yang sudah dilaksanakan melalui pendekatan teknokratis, partisipatif dan politis digunakan sebagai dasar untuk penyusunan rancangan Buku III RPJMN 2010-2014 berdimensi kewilayahan. Rangkaian proses penyusunan dan input terkait substansi memiliki nilai penting untuk didokumentasikan untuk memberi pemahaman bagi kalangan yang ingin mengetahui input dan proses penyusunan rancangan Buku III RPJMN 2010-2014. Berdasarkan pertimbangan tersebut dilakukan penyusunan buku sebagai bahan publikasi dengan judul ‘Data dan Informasi Pendukung Penyusunan Rancangan Buku III RPJMN 2010-2014 Berdimensi Kewilayahan.

Isi dari buku ini, sebagian besar memuat berbagai masukan yang menjadi pertimbangan utama dalam merumuskan rancangan Buku III RPJM. Berbagai masukan tersebut antara lain ; Background study yang menyajikan informasi tentang perkembangan kinerja pembangunan wilayah pulau terkait bidang ekonomi, kependudukan dan sosial budaya, infrastruktur, tata ruang pertanahan, sumberdaya alam dan linngkungan hidup, serta politik pertahanan dan keamanan, Hasil RTR Nasional berdasarkan PP No. 26 Tahun 2008 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional dan Rancangan RTR pulau yang mengacu pada Raperpres Rencana Tata Ruang Wilayah, Visi Misi SBY-Budiono yang menjelaskan perspektif masa depan Indonesia jangka menengah dan jangka panjang serta agenda dan sasaran pembangunan 2010-2014, dan beberapa hasil kajian terkait dengan pengembangan wilayah.

Isu buku ini menggambarkan perkembangan penyusunan rancangan Buku III RPJMN 2010-2014 sampai dengan bulan November 2009, sehingga belum menggambarkan seluruh proses dan hasil akhir rancangan Buku III RPJMN 2010-2014 yang akan ditetapkan oleh presiden pada bulan Januari 2010. Namun demikian, melalui buku ini diharapkan dapat memberikan pemahaman terhadap para pembaca mengenai serangkaian proses yang telah dilakukan sampai kepada tersusunnya rancangan awal Buku III RPJMN 2010-2014.

Harapan kami buku ini dapat memberikan ilustrasi yang melatarbelakangi disusunnya Buku III RPJMN Berdimensi Kewilayahan dan kami sangat menghargai kritik dan saran guna penyempurnaan hasil publikasi dimasa mendatang.

Jakarta, November 2009

Direktur Pengembangan Wilayah

Data dan Informasi Pendukung Rancangan Buku III RPJMN 2010-2014 Berdimensi Kewilayahan ii

Bagian ii DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR i

DAFTAR ISI ii

DAFTAR TABEL iv

DAFTAR GAMBAR vii

I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang 1 1.2. Tujuan dan sasaran 2 1.3. Ruang Lingkup dan Data Informasi 2 1.4. Sistematika Penyanjian Buku Publikasi 2

II. PROSES PENYUSUNAN DOKUMEN BUKU III RPJMN 2010-2014

• AMANAT PENYUSUNAN RPJMN 2010-2014 1 • APA TUJUAN DAN MANFAAT BUKU III RPJMN 2010-2014

DENGAN PENDEKATAN KEWILAYAHAN ? 2 • BAGAIMANA PROSES PENYUSUNAN BUKU III RPJMN 2010-

2014 BERDIMENSI KEWILAYAHAN ? 3 • APA SAJA MASUKAN UNTUK PERBAIKAN RANCANGAN

BUKU III RPJMN 2010-2014 BERDIMENSI KEWILAYAHAN ? 4

III. BACKGROUND STUDY PENYUSUNAN RANCANGAN DOKUMEN RPJMN 2010-2014 BERDIMENSI KEWILAYAHAN DI WILAYAH SULAWESI 3.1. Perekonomian Daerah 1

3.1.1. Struktur Perekonomian 1 3.1.2. Pertumbuhan Ekonomi 2 3.1.3. PDRB Perkapita 3 3.1.4. Pertanian. 4 3.1.5. Investasi dan Perdagangan 4

3.2. Keuangan Daerah 20

3.3. Kependudukan dan Sosial Ekonomi Masyarakat 26 3.3.1. Kependudukan dan Ketenagakerjaan 26 3.3.2. Kondisi Sosial Ekonomi Masyarakat 31 3.3.3. Indeks Pembangunan Manusia 35

3.4. Bidang Infrastruktur 36 3.4.1. Prasarana Transportasi 36 3.4.2. Sarana Kelistrikan 38 3.4.3. Sarana Penyediaan Air Minum 42

Data dan Informasi Pendukung Rancangan Buku III RPJMN 2010-2014 Berdimensi Kewilayahan iii

3.5. Bidang Penataan Ruang 43

3.5.1. Tata Ruang 43 3.5.2. Pertanahan 44

3.6. Bidang Sumber Daya Alam Dan Lingkungan Hidup 45 3.6.1. Sumber Daya Alam 45 3.6.2. Kondisi Lingkungan Hidup 48 3.6.3. Isu Strategis Sumber Daya Alam Dan Lingkungan Hidup 50

3.7. Bidang Politik, Pertahanan Dan Keamanan 51 3.7.1. Kelembagaan Pengembangan Wilayah Sulawesi 51 3.7.2. Wilayah Perbatasan Antarnegara 52

4. MASUKAN RENCANA TATA RUANG WILAYAH 4.1. Rencana Tata Tuang Wilayah Nasional 1 4.2. Rencana Tata Ruang Wilayah Pulau Sulawesi 9

5. VISI MISI SBY – BOEDIONO 5.1. Perspektif Masa Depan Indonesia Jangka Menengah dan Panjang 1 5.2. Misi Pembangunan Indonesia 2 5.3. Agenda dan Sasaran Pembangunan 6 5.4. Sasaran Pembangunan 2009-2014 9 5.5. Prioritas dan Program Aksi Pembangunan 2009-2014 11

VI. RANCANGAN BUKU III RPJMN BERDIMENSI WILAYAH

6.1. Kerangka Kerja Perumusan Isu Strategis, Arah Kebijakan dan Strategi Pengembangan 1

6.2. Arah Kebijakan Nasional Pengembangan Wilayah 2010-2014 2 6.3. Pengembangan Wilayah Sulawesi 15

6.3.1. Isu Strategis 15 6.3.2. Arah Pengembangan Wilayah 16

PENUTUP ix

Data dan Informasi Pendukung Rancangan Buku III RPJMN 2010-2014 Berdimensi Kewilayahan iv

Bagian iii DAFTAR TABEL

Tabel 2.1. Kontribusi Per Sektor PDRB Antarprovinsi di wilayah Sulawesi

Tahun 2007 (sumber: BPS. 2008) 3

Tabel 3.2. Proyek-proyek Penanaman Modal Dalam Negeri yang Telah Disetujui Pemerintah menurut Lokasi (Miliar Rp.) di Wilayah Sulawesi, 2002, 2005, 2007. 5

Tabel 2.3. Proyek-proyek Penanaman Modal Asing yang Telah Disetujui Pemerintah menurut Lokasi (US $ Juta) di Wilayah Sulawesi, 2002, 2004, 2007. 5

Tabel 3.4. Perkembangan Kontribusi Nilai Ekspor dan Impor Antarprovinsi pada Tahun 2002, 2004, dan 2007. 6

Tabel 3.5. Tipologi Daerah Wilayah Jawa-Bali Berdasarkan Pertumbuhan Ekonomi dan PDRB per Kapita Tahun 2006. 6

Tabel 3.6. Indeks Pemusatan (LQ) Sektor Ekonomi Per Provinsi di Wilayah Sulawesi. 7

Tabel 3.7. Indek Deferential Shift Aktivitas Ekonomi Di Wilayah Sulawesi. 8

Tabel 3.8. Nilai Penerimaan dan Belanja Daerah Tahun 2002 – 2006 (dalam jutaan rupiah). 18

Tabel 3.19. Derajat Desentralisasi Fiskal Provinsi dan Daerah-Daerah di Wilayah Sulawesi Tahun 2004-2006. 20

Tabel 3.20. Kontribusi Bagi Hasil Pajak dan Bukan Pajak terhadap APBD Provinsi di Wilayah Sulawesi Tahun 2004-2006. (persen). 20

Tabel 3.21. Proporsi DAU terhadap Pendapatan Daerah Menurut Provinsi di Pulau Sulawesi Tahun 2004-2006 (persen). 21

Tabel 3.22. Perkembangan Kebutuhan Fiskal Per Provinsi di Pulau Sulawesi Tahun 2004-2006. 21

Tabel 3.23. Perbandingan Kapasitas Fiskal Per Provinsi di Pulau Sulawesi Tahun 2004-2006. 22

Tabel 3.24. Upaya Fiskal Menurut Provinsi di Pulau Sulawesi. 22

Tabel 3.25. Perkembangan PAD Standar Menurut Antarpulau Tahun 2004-2006. 23

Tabel 3.26. Jumlah dan Tingkat Kepadatan Penduduk Sulawesi Tahun 2007. 24

Tabel 3.27. Laju Pertumbuhan Penduduk Wilayah Sulawesi. 24

Tabel 3.28. Proporsi Penduduk Berdasarkan Umur dan Tipe Daerah Tahun 2000 dan 2007. 24

Data dan Informasi Pendukung Rancangan Buku III RPJMN 2010-2014 Berdimensi Kewilayahan v

Tabel 3.29. Proporsi Penduduk Berdasarkan Tipe Daerah (Desa-Kota) Tahun 2000dan 2005. 25

Tabel 3.30. Jumlah Penduduk Berdasarkan 10 Etnis Terbesar per Provinsi di Wilayah Sulawesi Tahun 2000. 25

Tabel 3.31. Jumlah Penduduk Berdasarkan Agama di Wilayah Sulawesi Tahun 2005. 26

Tabel 3.32. Angkatan Kerja Menurut Tingkat Pendidikan di Perdesaan dan Perkotaan, Tahun 2008 (Februari). 27

Tabel 3.33. Pengangguran Terbuka di Wilayah Sulawesi Tahun 2000, 2004, dan 2008. 27

Tabel 2.34. Jumlah dan Persentase Penduduk Miskindi Perdesaan dan Perkotaan Menurut Provinsi di Wilayah Sulawesi, Tahun 2008. 28

Tabel 3.35. Tingkat Pendidikan Tertinggi Yang Berhasil Ditamatkan Oleh Penduduk Sulawesi Berdasarkan Kelompok Umur Tahun 2004-2005. 29

Tabel 3.36. Perbandingan Rata-Rata Lama Sekolah antar Provinsi di Wilayah Sulawesi Tahun 2005-2008. 29

Tabel 3.37. Angka Melek Huruf per Provinsi di Wilayah Sulawesi Tahun 2005-2008. 30

Tabel 2.38. Angka Harapan Hidup per Provinsi di Wilayah Sulawesi Tahun 2005-2008. 31

Tabel 3.41. Bandar Udara di Wilayah Sulawesi menurut Provinsi Tahun 2007. 32

Tabel 3.42. Perkembangan Neraca Listrik di Wilayah Sulawesi Tahun 2004-2006. 33

Tabel 3.43. Prakiraan Kebutuhan Beban Daerah Sulawesi Utara, Sulawesi Tengah Dan Gorontalo Periode 2008-2014. 34

Tabel 3.44. Prakiraan Kebutuhan Beban Daerah Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara, Dan Sulawesi Barat Periode 2008-2014. 35

Tabel 3.46. Jumlah dan Persentase Desa/ Kelurahan Per Provinsi di Wilayah Sulawesi Menurut Sumber Air Minum dan Memasak secara Umum. 36

Tabel 3.48. Luas dan Persentase Penggunaan Lahan Tiap Provinsi di Pulau Sulawesi Tahun 2004. 38

Tabel 3.49. Persentase Penggunaan Lahan terhadap Luas Wilayah Tiap Provinsi di Pulau Sulawesi. 39

Tabel 3.50. Laju Deforestasi Kawasan Hutan di Wilayah Sulawesi Tahun 2005. 42

Tabel 3.51. Jumlah DAS Berdasarkan Tingkat Keprioritasannya di Wilayah Sulawesi. 42

Tabel 3.52. Gangguan Lingkungan di Pulau Sulawesi. 42

Tabel 3.53. Bencana di Pulau Sulawesi. 43

Data dan Informasi Pendukung Rancangan Buku III RPJMN 2010-2014 Berdimensi Kewilayahan vi

Tabel 6.1. Perkiraan Pertumbuhan Ekonomi, Pengangguran dan Kemiskinan Wilayah (dalam persen) T ahun 2010-2014. 5

Tabel 6.2. Perkiraan Angka Kematian Bayi, Rata-rata Lama Sekolah dan Angka Harapan Hidup Tahun 2010-2014 6

Tabel 6.3. Proyeksi Pencapaian Sasaran Pengembangan Wilayah Sulawesi 2010-2014 15

Data dan Informasi Pendukung Rancangan Buku III RPJMN 2010-2014 Berdimensi Kewilayahan vii

Bagian iv DAFTAR GAMBAR

Gambar 3.1. Struktur PDRB Menurut Sektor di Wilayah Sulawesi, Tahun

2007, (persen). 2

Gambar 3.2. Laju Pertumbuhan Ekonomi Wilayah Sulawesi Tahun 2001-2007 (persen). 2

Gambar 3.3. PDRB Perkapita Antarprovinsi di wilayah Sulawesi Tahun 2001-2007 (persen). 3

Gambar 3.4. Perkembangan realisasi investasi PMA di Wilayah Sulawesi,2002 - 30 sept. 2007, (US $ Juta). 4

Gambar 3.5. Perkembangan realisasi investasi PMDN di Wilayah Sulawesi,2002 - 30 sept. 2007, (Rp. Miliar). 4

Gambar 3.6. Perkembangan Nilai Ekspor Antarprovinsi, Tahun 2002-2007. 5 Gambar 3.7. Perkembangan Nilai Impor Antarprovinsi, Tahun 2002-2007. 5

Gambar 3.8. Perkembangan APBD Antarprovinsi di Wilayah Sulawesi Tahun 2002-2006. 18

Gambar 3.9. Kontribusi PAD Terhadap Total Penerimaan Antarprovinsi, Tahun 2002-2006. 19

Gambar 3.10. Kontribusi BHPBP Terhadap Total Penerimaan Antarprovinsi, Tahun 2002-2006. 19

Gambar 3.11. Perkembangan Jumlah Angkatan Kerja Tahun 1999-2008. 27 Gambar 3.12. Perkembangan Jumlah Penduduk Miskin di Wilayah Pulau

Sulawesi. 28

Gambar 3.13. Perkembangan Persentase Penduduk Miskin di Wilayah Pulau Sulawesi. 28

Gambar 3.14. Derajat Kesehatan Penduduk Menurut AKB, Pada Rentang Waktu 2002/2003 dan 2005. 30

Gambar 3.15. Indeks Pembangunan Manusia Tahun 2005-2008. 31

Gambar 3.16. Gambaran Transmisi Eksisting dan Rencana di Wilayah Sulawesi. 35

Gambar 3.17. Potensi Bahan Tambang di Wilayah Sulawesi (Sumber : JICA, 2007). 40

Gambar 3.27. Peta Perbatasan di Sulawesi Utara. 45 Gambar 3.28. Rencana Batas Laut (ZEE dan BLK) antara RI-Philipina. 46

Data dan Informasi Pendukung Rancangan Buku III RPJMN 2010-2014 Berdimensi Kewilayahan viii

Gambar 3.29. Pulau-pulau Terluar yang terdapat di Kabupaten Kepulauan Talaud Berdasarkan UU No. 8 Th. 2002. 46

Gambar 6.1. Perumusan Isu Strategis, Arah Kebijakan dan Strategi Pengembangan. 1

Gambar 6.2. Struktur Input. 8

Gambar 6.3. Struktur Output. 9

Data dan Informasi Pendukung Rancangan Buku III RPJMN 2010-2014 Berdimensi Kewilayahan 1

Bagian I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Sesuai dengan amanat Undang-Undang no 25 tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional, proses perencanaan mencakup lima pendekatan dalam seluruh rangkaiannya, yaitu : politik; teknokratik; partisipatif; atas-bawah (top-down); dan bawah-atas (bottom-up). Pendekatan politik memandang bahwa pemilihan Presiden adalah proses penyusunan rencana, karena rakyat pemilih menentukan pilihannya berdasarkan program-program pembangunan yang ditawarkan masing-masing calon Presiden. Oleh karena itu, rencana pembangunan adalah penjabaran dari agenda-agenda pembangunan yang ditawarkan Presiden pada saat kampanye ke dalam rencana pembangunan jangka menengah. Perencanaan dengan pendekatan teknokratik dilaksanakan dengan menggunakan metode dan kerangka berpikir ilmiah oleh lembaga atau satuan kerja yang secara fungsional bertugas untuk itu. Perencanaan dengan pendekatan partisipatif dilaksanakan dengan melibatkan semua pihak yang berkepentingan (stakeholders) terhadap pembangunan, sehingga dengan aspirasi tersebut dapat menciptakan rasa memiliki (ownership). Sedangkan pendekatan top-down dan bottom-up dalam perencanaan dilaksanakan menurut jenjang pemerintahan, yaitu dimulai dari musyawarah perencanaan pembangunan ditingkat Desa/Kelurahan, Kecamatan, Kabupaten/Kota, Provinsi sampai kepada tingkat Nasional.

RPJM Nasional merupakan penjabaran dari visi, misi, dan program Presiden terpilih yang penyusunannya berpedoman Undang-undang No. 17 tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional. Dalam RPJM Nasional memuat strategi pembangunan Nasional, kebijakan umum, program Kementerian/Lembaga dan lintas Kementerian/ Lembaga, kewilayahan dan lintas kewilayahan, serta kerangka ekonomi makro yang mencakup gambaran perekonomian secara menyeluruh termasuk arah kebijakan fiskal dalam rencana kerja yang berupa kerangka regulasi dan kerangka pendanaan yang bersifat indikatif. RPJM Nasional ditetapkan dengan Peraturan Presiden paling lambat 3 (tiga) bulan setelah Presiden dilantik.

Terpilihnya SBY-Boediono sebagai Presiden dan Wakil Presiden pada tanggal 20 Oktober 2009, maka 3 bulan setelah pelantikan Presiden dan Wakil Presiden harus sudah tersedia dokumen RPJMN periode 2010-2014, dan siap untuk ditetapkan melalui Peraturan Presiden (PerPres). Pelaksanaan dari agenda tersebut, lembaga Bappenas memiliki peran utama dalam penyiapan rancangan RPJMN 2010 – 2014, sekaligus memfasilitasi seluruh proses perencanaan yang harus dilakukan. Dokumen RPJMN tersebut akan disiapkan dalam 3 (tiga) buah dokumen, yaitu: dokumen pertama akan memuat prioritas pembangunan nasional yang sesuai dengan visi dan misi Presiden dan Wakil Presiden, dokumen kedua memuat prioritas pembangunan bidang, dan dokumen ketiga memuat prioritas pembangunan wilayah atau pembangunan berdimensi kewilayahan.

Proses penyusunan rancangan Buku III RPJMN 2010-2014 yang berdimensi kewilayahan, telah dimulai dari penyusunan rancangan awal berdasarkan hasil pendekatan teknokratis yang dikoordinasikan oleh Direktorat Pengembangan Wilayah, Deputi Bidang Pengembangan Regional dan Otonomi Daerah. Berbagai masukan dari hasil kajian ilmiah (kuantitatif dan kualitatif) telah dipertimbangkan secara komprehensif, sekaligus pelaksanaan lokakarya untuk memperoleh verifikasi dari staholders terkait di tingkat pusat maupun daerah. Rumusan dari berbagai kajian dan kegiatan lokakarya, selanjutnya dirangkum dan didokumentasikan sebagai laporan background study, yang kemudian digunakan sebagai dasar penyusunan rancangan awal Buku III RPJMN Berdimensi Kewilayahan. Tahap lebih lanjut, penyelarasan dengan visi misi SBY- Boediono, penyelarasan dengan program kementerian dan lembaga (KL), serta dengan rencana pembangunan daerah. Penyelarasan dengan KL dan rencana pembangunan daerah, dilakukan melalui serangkaian lokakarya yang dihadiri oleh perwakilan KL serta setiap provinsi yang dikelompokkan menurut wilayah pulau besar, yaitu Sumatera, Jawa-Bali, Kalimantan, Sulawesi, Maluku, Nusa Tenggara, dan Papua.

Berbagai referensi dan masukan, serta proses penyusunan rancangan Buku III RPJMN 2010-2014, memiliki posisi penting untuk menjadi bahan pembelajaran dan memberikan gambaran umum dari penyusunan dokumen perencanaan. Untuk itu, dilakukan pendokumentasian berbagai input dan penjelasan proses penyusunan Rancangan Buku III yang disajikan dalam buku yang berjudul” Data dan Informasi Pendukung Rancangan Buku III PRJMN 2010-2014 berdimensi kewilayahan. Buku publikasi ini mendeskripsikan perkembangan sampai dengan bulan November 2009, dan belum menggambarkan seluruh proses dan hasil akhir rancangan Buku III RPJMN 2010-2014 sampai dengan tahap penetapan oleh presiden pada bulan Januari 2010.

Data dan Informasi Pendukung Rancangan Buku III RPJMN 2010-2014 Berdimensi Kewilayahan 2

1.2. Tujuan dan sasaran Publikasi data dan informasi dalam rangka penyusunan Rancangan RPJMN 2010-2014 berdimensi wilayah bertujuan untuk:

1. Mendokumentasikan berbagai data dan informasi yang terkait sebagai input (referensi) yang digunakan, proses penyusunan rancangan Buku III, dan penyajian hasil rancangan dokumen Buku III RPJMN 2010-2014 berdimensi kewilayahan.

2. Menyediakan bahan publikasi berupa buku yang berisi dokumentasi Input, proses dan hasil rancangan dokumen Buku III RPJMN 2010-2014 berdimensi kewilayahan.

Sasaran dari penyediaan buku publikasi ini, diharapkan dapat memberikan informasi bagi pihak-pihak yang berkepentingan mengenai input yang digunakan, proses yang berjalan, serta hasil rancangan buku III RPJMN 2010-2014.

1.3. Ruang Lingkup data dan informasi Ruang lingkup data dan informasi yang menjadi bahan publikasi ini, meliputi:

1. Berbagai referensi utama yang merupakan hasil kegiatan teknokratis yang dirangkum dalam dokumen Background Study penyusunan rancangan dokumen RPJMN 2010-2014 berdimensi kewilayahan.

2. Masukan dari Tata Ruang Nasional dan Rencana Tata Ruang Pulau. 3. Uraian Visi Misi SBY-Boediono sebagai acuan dari pertimbangan politik. 4. Informasi dari proses diskusi dan konsultasi publik dalam proses penyusunan Buku III RPJMN

2010-2014 berdimensi kewilayahan.

Data dan informasi yang disajikan dalam buku publikasi ini baru menggambarkan proses penyusunan rancangan Buku III RPJMN 2010-2014 hingga bulan November 2009, sehingga belum menyajikan keseluruhan proses dan rancangan akhir dari dokumen Buku III.

1.4. Sistematika penjajian Buku Publikasi 5. Bagian I Pendahuluan, berisi penjesalan tentang latar belakang penyusunan buku publikasi, tujuan

dan sasaran, lingkup data dan informasi, dan sistematika penyajian buku publikasi.

6. Bagian II Proses Penyusunan Dokumen BUKU III RPJMN Berdimensi Wilayah, berisi penjelasan tentang amanat penyusunan dokumen RPJMN 2010-1014, tujuan dan manfaat penyusunan dokumen BUKU III RPJMN Berdimensi Wilayah, proses dan masukan dalam penyusunan dokumen BUKU III RPJMN Berdimensi Wilayah.

7. Bagian III Background study, merupakan sajian informasi tentang perkembangan kinerja pembangunan wilayah Sulawesi terkait bidang ekonomi, kependudukan dan sosial budaya, infrastruktur fisik, tata ruang pertanahan, sumberdaya alam dan lingkungan hidup, dan politik pertahanan dan keamanan. Laporan ini juga memuat permasalahan dan isu strategis yang terjadi di wilayah Pulau yang disajikan dalam bentuk matrik.

8. Bagian IV Rencana tata ruang nasional dan tata ruang pulau. RTR Nasional berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 26 tahun 2008 Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional, khususnya untuk arahan sistem perkotaan nasional. RTR Pulau mengacu pada Raperpres Rencana Tata Ruang wilayah Sulawesi, khususnya yang berkaitan dengan tujuan, kebijakan dan strategi pengembangan wilayah Sulawesi

9. Bagian V Visi Misi SBY-Boediono, merupakan penjelasan mengenai Perspektif Masa Depan Indonesia Jangka Menengah dan Panjang, misi pembangunan Indonesia, agenda dan sasaran pembangunan 2009-2014 yang terdiri atas lima agenda utama pembangunan nasional 2009-2014.

10. Bagian VI Perumusan Rancangan BUKU III RPJMN Berdimensi Wilayah, merupakan penyajian dari perkembangan penyusunan rancangan Buku III RPJMN 2010-2014 sampai dengan periode November 2009. Informasi yang disajikan meliputi format penyajian rancangan buku III berupa narasi dan matriks isu strategis, strategi dan arah kebijakan pengembangan wilayah Sulawesi.

Data dan Informasi Pendukung Rancangan Buku III RPJMN 2010-2014 Berdimensi Kewilayahan 1

Bagian II PROSES PENYUSUNAN DOKUMEN

BUKU III RPJMN 2010-2014 AMANAT PENYUSUNAN RPJMN 2010-2014

Pasal 19 ayat (1), Undang-undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional menetapkan bahwa Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional ditetapkan paling lambat 3 (tiga) bulan setelah Presiden dilantik. Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional merupakan penjabaran visi, misi, dan program Presiden selama 5 (lima) tahun, ditempuh melalui Strategi Pokok yang dijabarkan dalam Agenda Pembangunan Nasional memuat sasaran-sasaran pokok yang harus dicapai, arah kebijakan, dan program-program pembangunan. Perencanaan jangka panjang telah ditetapkan dengan UU Nomor 17 tahun 2007 tentang Pembangunan Jangka Panjang Nasional 2005 – 2025. Amanat UU ini akan menjadi dasar bagi penyusunan Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Nasional Tahap I (2005 – 2009), Tahap II (2010 – 2014), Tahap III (2015-2019) dan Tahap IV (2020 – 2024). RPJM Nasional merupakan penjabaran dari visi, misi, dan program Presiden yang penyusunannya berpedoman pada RPJP Nasional, yang memuat strategi pembangunan Nasional, kebijakan umum, program Kementerian/Lembaga dan lintas Kementerian/ Lembaga, kewilayahan dan lintas kewilayahan, serta kerangka ekonomi makro yang mencakup gambaran perekonomian secara menyeluruh termasuk arah kebijakan fiskal dalam rencana kerja yang berupa kerangka regulasi dan kerangka pendanaan yang bersifat indikatif.

Terpilihnya SBY-Boediono sebagai presiden dan wakil persiden, dan yang dilantik pada tanggal 20 Oktober 2009, maka 3 bulan kemudian yaitu bulan Januari 2010 dokumen RPJMN 2010-2014 harus sudah ditetapkan dalam bentuk Peraturan Presiden (PerPres). Berdasarkan naskah akademis RPJMN 2010 – 2014 sebagai proses teknokratis dalam siklus perencanaan, selanjutnya akan diintegrasikan dengan hasil proses politik, yaitu program-program prioritas dari ‘Visi dan Misi’ Presiden dan Wakil Presiden terpilih. Dalam menyusun RPJMN 2010-2014, Bappenas akan menyiapkan 3 (tiga) buah dokumen perencanaan. Dokumen pertama akan memuat prioritas pembangunan nasional yang sesuai dengan visi dan misi Presiden dan Wakil Presiden. Dokumen kedua memuat prioritas pembangunan bidang dan dokumen ketiga memuat prioritas pembangunan wilayah atau pembangunan berdimensi kewilayahan.

Data dan Informasi Pendukung Rancangan Buku III RPJMN 2010-2014 Berdimensi Kewilayahan 2

Konstelasi keterkaitan Keterkaitan Buku I-II-III, dapat dijelaskan sebagai berikut:

• Buku I yang memuat Prioritas Nasional menjadi masukan di dalam penjabaran arah kebijakan bidang dalam Buku II

• Buku I memberikan arah kebijakan regional dalam Buku III • Buku III memuat kebutuhan dan permasalahan strategis masing-masing wilayah yang menjadi arahan bidang

dalam mengisi kebutuhan wilayah (lokus) • Buku II memuat arah kebijakan dan prioritas kegiatan bidang yang akan mengisi kebutuhan wilayah (fokus)

APA TUJUAN DAN MANFAAT BUKU III RPJMN 2010-2014 DENGAN PENDEKATAN KEWILAYAHAN ? Salah satu arah pembangunan jangka panjang 2005-2025 dalam rangka mewujudkan pembangunan yang lebih merata dan berkeadilan adalah melalui pengembangan wilayah. Pelaksanaan pengembangan wilayah tersebut dilakukan secara terencana dan terintegrasi dengan semua rencana pembangunan sektoral dan daerah. Rencana pembangunan dijabarkan dan disinkronkan ke dalam rencana tata ruang wilayah nasional dan pulau, baik materi maupun jangka waktunya. Pendekatan pengembangan wilayah dalam rencana pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) tahap II tahun 2010-2014 akan didokumentasikan ke dalam Buku III RPJM Nasional yang di dalamnya akan membahas secara lebih lengkap terkait dengan arah kebijakan dan strategi pengembangan sampai kepada fokus prioritas pembangunan disetiap wilayah. Tahapan dan skala prioritas dalam RPJMN Tahap II adalah memantapkan penataan kembali NKRI, meningkatkan kualitas SDM, membangun kemampuan iptek, memperkuat daya saing perekonomian.

Penyusunan Buku III RPJMN 2010-2014 ini memiliki tujuan dan manfaat yaitu :

(1) Menjadi landasan atau kerangka konsep bagi kebijakan nasional yang menyeluruh dan terpadu, sekaligus menjadi acuan strategi pengembangan wilayah Sulawesi.

(2) Teridentifikasinya isu strategis yang diperoleh dari fakta, potensi dan masalah pengembangan wilayah Sulawesi.

(3) Tersusunnya landasan konseptual dan arah kebijakan dalam pembangunan di wilayah Sulawesi. (4) Tersusunnya skenario pengembangan wilayah Sulawesi untuk jangka menengah (5 tahun) (5) Menjadi acuan regional dalam penyusunan rencana pembangunan jangka menengah daerah (RPJMD)

Penyusunan RPJMN (Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional) Tahun 2010-2014, disamping memperhatikan amanat UU No. 17 Tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional 2005-2025, juga memperhatikan UU No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang. Penyelarasan tersebut akan dituangkan dalam Buku III RPJMN 2010-2014 berdimensi kewilayahan. Dengan upaya ini diharapkan dapat mempertajam arah pembangunan sebagai berikut:

(1) Upaya pengurangan kesenjangan antarwilayah secara lebih terarah; (2) Mempercepat kerjasama lintas sektor dan lintas wilayah dalam pengembangan wilayah tertentu yang

disepakati bersama; (3) Sinergi semua pihak dalam upaya pengembangan wilayah; (4) Bertemunya prioritas nasional dan kepentingan daerah; (5) Terdapat instrumen koordinasi dalam pelaksanaan Musrenbang Nasional, Provinsi dan Kabupaten.

Untuk mengurangi kesenjangan antarwilayah, tentunya diperlukan adanya suatu koordinasi perencanaan yang baik yaitu antara (1) perencanaan makro, (2) perencanaan sektoral dan (3) perencanaan regional. Ketiga perencanan tersebut harus saling terkait satu dengan yang lain serta harus tetap mempertimbangkan berbagai unsur penting yaitu unsur spasial, efektifitas kebijakan, efisiensi sumberdaya serta kapasitas kelembagaan yang ada. Dengan adanya keterkaitan satu dengan yang lain maka diharapkan strategi pembangunan ke depan akan bersifat lintas sektoral dan lintas wilayah yaitu perencanaan sektoral yang lintas wilayah dan perencanaan wilayah yang lintas sektor. Secara skematis dapat dilihat pada bagan berikut:

Data dan Informasi Pendukung Rancangan Buku III RPJMN 2010-2014 Berdimensi Kewilayahan 3

Skala prioritas RPJMN 2010-2014 dalam bidang pembangunan regional dan otonomi daerah yaitu (1) kehidupan bangsa yang lebih demokratis semakin terwujud ditandai dengan membaiknya pelaksanaan desentralisasi dan otonomi daerah, (2) kualitas pelayanan publik yang lebih murah, cepat, transparan dan akuntabel makin meningkat yang ditandai dengan terpenuhinya Standar pelayanan Minimum (SPM) disemua tingkatan pemerintahan, (3) kesejahteraan rakyat terus meningkat ditunjukkan oleh membaiknya berbagai indikator pembangunan, (4) menurunnya kesenjangan kesejahteraan antar individu, antar kelompok masyarakat dan antar daerah serta dipercepatnya pengembangan pusat-pusat pertumbuhan potensial diluar Jawa dan (5) meningkatnya kualitas perencanaan tata ruang serta konsistensi pemanfaatan ruang dengan mengintegrasikannya ke dalam dokumen perencanaan pembangunan terkait dan penegakan peraturan dalam rangka pengendalian pemanfaatan ruang.

BAGAIMANA PROSES PENYUSUNAN BUKU III RPJMN 2010-2014 BERDIMENSI KEWILAYAHAN ?

Secara teknis proses penyusunan Buku III RPJMN 2010-2014 berdimensi kewilayahan dapat digambarkan dalam 5 tahapan utama, yakni 3 tahapan yang merupakan perkembangan dari penyusunan rancangan Buku III, dan 2 tahapan berikutnya adalah tahap penetapan RPJMN (Buku I, II, dan III) dengan Perpres dan penyempurnaan Renstra KL dengan mengacu pada RPJMN yang telah ditetapkan. Gambaran secara skematis dapat dilihat pada Gambar berikut:

Data dan Informasi Pendukung Rancangan Buku III RPJMN 2010-2014 Berdimensi Kewilayahan 4

Proses penyelarasan rancangan Buku III RPJMN 2010-2014 dengan program sektoral dan daerah, disamping dilaksanakan antara Rancangan awal tahap 2 (15 juli 2009) sampai dengan rancangan Buku III pada bulan November 2009, juga akan dimantapkan melalui pelaksanaan Musyawarah perencanaan pembangunan (Musrenbang) yang dijadwalkan pada bulan Desember 2009.

Berdasarkan proses yang telah berjalan sampai dengan bulan November 2009, secara teknis rancangan Buku III telah dilakukan konsultasi dengan sektoral dan daerah, serta telah dilakukan konsolidasi dengan internal Bappenas. Gambaran umum dari realisasi proses penyusunan rancangan buku III dapat dijelaskan sebagai berikut:

1. Perumusan rancangan awal Buku III RPJMN 2010-2014 tahap 1 dengan berbasis pada background study yang didukung oleh berbagai hasil kajian kuantitatif/ kualitatif. Kajian kuantitatif yang telah dilakukan diantaranya melalui pendekatan Model Keterkaitan Ekonomi berdasarkan IRIO, Ekonometrik, Interregional Computable General Equilibrium, Agen Based Model, Model Spasial Dinamik, serta hasil kajian Strategic Development Region (SDR). Hasil kajian lainnya meliputi kajian sosial ekonomi penduduk, kajian Sumber Daya Alam dan Lingkungan Hidup, Analisis keuangan daerah, tata ruang wilayah (nasional dan pulau), serta berbagai kajian lainnya yang relevan. Melalui rancangan awal ini, telah dirumuskan isu strategis pulau, tujuan, sasaran, dan arah kebijakan. Untuk memperoleh masukan dan tanggapan dari stakeholders terkait, Rumusan hasil background study ini telah dilakukan lokakarya dengan mengundang pakar-pakar dari perguruan tinggi, perwakilan dari K/L, serta perwakilan dari pemerintah daerah.

2. Rancangan Awal Buku III RPJMN 2010-2014 tahap 2, merupakan hasil sinkronisasi dengan Sektoral dan Daerah, serta konsolidasi di internal Bappenas. Pada tahap ini, arah kebijakan dari rancangan awal Buku III telah dijabarkan ke dalam fokus prioritas dan pembagian 9 bidang yang digunakan dalam Buku II. Kegiatan konsolidasi diinternal Bappenas dimaksudkan untuk penyelarasan antara rumusan fokus prioritas buka III dengan Buku II. Untuk penyelarasan dengan program Kementerian dan Lembaga (KL) dan Pemerintah daerah, juga dilakukan workshop secara lebih terfokus pada pengembangan wilayah pulau. Pada workshop ini telah melibatkan perwakilan pakar dari perguruan tinggi yang terkemuka disetiap pulau, perwakilan sektoral dan perwakilan dari setiap Bappeda Provinsi. Agenda workshop per wilayah tersebut memiliki konteks pembahasan yang lebih terfokus pada beberapa aspek berikut: • Masukan atas draft matriks Rancangan Awal Buku III RPJMN 2010-2014 sesuai dengan wilayahnya,

khususnya terkait isu strategis (yang didukung oleh fakta), tujuan, sasaran dan arah kebijakan. • Menentukan berbagai target pembangunan daerah untuk mendukung target pembangunan nasional

dengan mempertimbangkan potensi serta kapasitas tiap daerah. • Masukan dari para akademisi atas atas draft matriks Rancangan Awal Buku III RPJMN 2010-2014 serta

memberikan masukan rumusan arah kebijakan pembangunan disetiap wilayah.

APA SAJA MASUKAN UNTUK PERBAIKAN RANCANGAN BUKU III RPJMN 2010-2014 BERDIMENSI KEWILAYAHAN ? Workshop Penyusunan RPJMN 2010 – 2014 Berdimensi Kewilayahan untuk Wilayah Sulawesi telah dilaksanakan pada hari Kamis, 10 September 2009. Kegiatan ini dihadiri oleh perwakilan dari Bappenas, Departemen/Kementerian Lembaga, nara sumber dari akademisi perguruan tinggi di wilayah Sulawesi, serta Bappeda diseluruh Provinsi wilayah Sulawesi. Masukan dan tanggapan dari peserta workshop yang telah dirangkum dapat dijelaskan sebagai berikut:

Bappeda Sulawesi Tenggara

NO MATRIKS MASUKAN

1 TANGGAPAN UMUM • Draft Buku III ini masih lebih berbasis provinsi (provincial based), tidak menekankan pada program berbasis kewilayahan (island based). Beberapa contoh adalah sebagai berikut: 1. Transportasi: Pembangunan KA di Sulawesi masih sebatas wacana. 2. Mengenai kelistrikan, rencana system interkoneksi se-Sulawesi belum muncul.

Diharapkan ada platform atau roadmap yang lebih tegas 3. Mengenai industri, kebijakan relokasi industri di luar Jawa. Contohnya pabrik gula,

masih belum jalan. • Pertambangan: Sultra memilih pertambangan sebagai prime over ekonomi. Sultra sebagai

pusat pertambangan nikel. Untuk kebijakan pertambangan diharapkan: 1. Orientasi wewenang yang lebih kuat di provinsi, dalam rangka pengendalian.

Data dan Informasi Pendukung Rancangan Buku III RPJMN 2010-2014 Berdimensi Kewilayahan 5

NO MATRIKS MASUKAN

2. Orientasi pemanfaatan kawasan lindung.Kawasan lindung dapat dijadikan kawasan budidaya.

3. Infrastruktur sebagai pendukung industrialisasi 4. Penataan ruang kawasan lindung.

Bappeda Sulawesi Barat

NO MATRIKS MASUKAN

1 TANGGAPAN UMUM • Saat ini belum siap, dan kami membutuhkan waktu satu minggu lagi, karena belum berdiskusi dengan stakeholders.

• Poin utama: 1. Penanggulangan Kemiskinan 2. Aksesibilitas SDM 3. Revitalisasi pertanian 4. Pembangunan infrastruktur

• Terkait kolom alokasi dana, Bappenas diharapkan bisa memberi gambaran besaran MTF untuk pulau atau provinsi.

• RPJM tidak sepenuhnya diacu oleh K/L. RPJM menjadi keharusan semua pihak untuk melaksanakan.

• Banyak TR belum disetujui oleh BKPRN. TR yang mana yang akan dipakai sebagai acuan?apakah yang belum disetujui oleh pusat?

Bappeda Gorontalo

NO MATRIKS MASUKAN

1 TANGGAPAN UMUM • Sulawesi sudah punya pewilayahan komoditas. Hal ini perlu dibahas di Draft RPJM. Beberapa poin sudah dimuat terkait komoditas.

• Yang juga perlu diangkat adalah visi Sulawesi menjadi basis ketahanan pangan nasional • Terkait pengembangan infrastruktur, dalam pertemuan Kepala Bappeda, sudah disepakati

untuk pengembangan infrastruktur se-Sulawesi dan sudah ditandatangani poin-poin kesepakatannya sebagai bahan masukan Draft RPJMN

2 ISU KEMISKINAN • Poin penting bagi Gorontalo dari isu 1-7 yaitu isu strategis 3 (Kemiskinan). Tahun 2009 kemiskinan naik menjadi 25,01%. Tingkat kedalaman kemiskinan juga tinggi. Target kemiskinan: 2010: 21-22%. 2014: 18-20%.

• Terkait akses air bersih, saat ini masih sekitar 41% untuk seluruh provinsi. Skala nasional 57,7%. RPJM ini perlu memperhatikan akses air bersih.

• Pelayanan dasar sudah connect dengan prioritas daerah, juga provinsi lain se-Sulawes 3 ISU PELAYANAN

DASAR • Pelayanan dasar dibutuhkan untuk mendukung kemiskinan. • Secara umum, draft sudah meng-cover kebutuhan daerah. • Terkait energy, Gorontalo masih sangat kekurangan energy. 2010, proyek PLT yang sedang

dibangun dapat direalisasikan untuk memenuhi kebutuhan 5 tahun ke depan. • Pembangunan infrastruktur berdasarkan kesepakatan pertemuan Bappeda.

4 ISU PENGEMBANGAN KOMODITAS UNGGULAN

• Pengembangan komoditas unggulan juga dapat mendukung penanggulangan kemiskinan. • Pemilihan komoditas sudah ada di Sulawesi, sehingga untuk industri pengolahan juga perlu

dilakukan pewilayahan. 5 ISU KETIMPANGAN

PEMBANGUNAN EKONOMI ANTARWILAYAH

• Pada Arah Kebijakan kawasan strategis dan cepat tumbuh, dan daerah tertinggal, arah kebijakan yang lebih tepat yaitu mengembangkan kawasan cepat tumbuh di daerah tertinggal, sehingga menciptakan pusat-pusat pertumbuhan. Yang lebih diprioritaskan adalah bagaimana pengembangannya.

6 ISU PENGENDALIAN BANJIR DAN LONGSOR

• Data bencana yang ada menunjukkan, data banjir di Gorontalo, 2008: 36kali, banjir besar rutin 2 kali setahun, namun belum ter-cover di Draft RPJMN. Kami sedang membangun kanal.

7 ISU WILAYAH

PERBATASAN • Terutama terkait pencurian ikan oleh nelayan Filipina.

Data dan Informasi Pendukung Rancangan Buku III RPJMN 2010-2014 Berdimensi Kewilayahan 6

Bappeda Sulawesi Tengah

NO MATRIKS MASUKAN

1 TANGGAPAN UMUM • Isu strategis dalam Draft RPJMN sudah sejalan dengan isu strategis dalam RPJMD. • PDRB Sulteng dengan migas: 4,06%, tanpa migas 4,49%, terhadap nasional. • Pertumbuhan ekonomi: 6,88%, diproyeksikan 2014: 7-9%. • Penduduk miskin: 18,98%, turun sebesar 6,5% dari tahun 2008 • Penyumbang terbesar PDRB: pertanian, jasa lainnya, perdagangan. • Sektor pertanian menjadi sektor unggulan dalam RPJPD • Komoditi pertanian meningkat dari 2005-2007. Komoditi pangan mengalami penurunan,

namun perkebunan dan perikanan mengalami peningkatan. • Komoditi unggulan: coklat, kelapa, perikanan laut, rumput laut, sapi, padi, jagung. • 6 isu strategis Sulawesi:

1. Tingginya ketimpangan pembangunan ekonomi antarwilayah 2. Belum optimalnya pengembangan industri pengolahan komoditi unggulan 3. Tingginya tingkat kemiskinan dan ketimpangan kualitas SDM yang diakibatkan perbedaan

akses terhadap pelayanan dasar. 4. Masih terbatasnya dukungan infrastruktur dalam memacu perekonomian daerah dan

meningkatkan pelayanan dasar. 5. Belum optimalnya penanganan wilayah perbatasan dan menjaga stabilitas pertahanan dan

keamanan 6. Tingginya kerusakan hutan karena eksploitasi SDA tidak terkendali yang mengakibatkan

bencana bajir atau longsor. Daerah Sulteng sangat rawan bencana karena ada daerah patahan (Palu Koro?).

Akademisi 1 Darmawan Salman, Unhas, Makassar Masukan terkait fakta, isu strategis, tujuan, sasaran/target dan arah kebijakan :

I. Isu Strategis: Tingginya tingkat kemiskinan dan ketimpangan kualitas SDM yang diakibatkan Perbedaan akses terhadap pelayanan dasar

(1) Perlu tambahan isu strategis yakni “kurang terpenuhinya hak dasar orang miskin untuk hidup bermartabat”. Penekanan dari isu ini adalah pelayanan hak dasar oleh pemerintah yang belum sepenuhnya menjangkau orang miskin dan karena itu diperlukan intervensi yang lebih baiik kepada orang miskin untuk pemenuhan hak dasar tersebut. Cakupan hak dasar tersebut tetap mengacu pada 10 hak dasar yang ditekankan dalam Strategi Nasional Penanggulangan Kemiskinan (SNPK) yang menjadi rujukan daerah dalam menyusun Strategi Penanggulangan Kemiskinan Daerah (SPKD)

Tujuan yang disarankan: Meningkatnya jumlah orang miskin yang terpenuhi hak dasarnya : 1. pangan, 2. pendidikan, 3. kesehatan, 4. lapangan kerja/usaha, 5. perumahan, 6. penguasaan tanah, 7. air bersih, 8. lingkungan hidup, 9. rasa aman, 10. Partisipasi dalam keputusan publik. Sasaran: 1. Persentase penduduk miskin di pulau Sulawesi menurun dari ….menjadi…..; 2. Persentase penduduk miskin Provinsi

Sulawesi Tengah menurun dari…menjadi…..; 3. Persentase penduduk miskin Sulawes Selatan pada tahun 2014 dst..(Setiap provinsi idealnya ditetapkan target penurunan persentase kemiskinannya dan rata-rata dari seluruh provinsi menjadi target pulau Sulawesi, begitu juga untuk isu strategis lainnya pada Buku III ini).

(Salah satu dasar untuk menetapkan sasaran/target penurunan jumlah penduduk miskin adalah target MDGs yakni penurunan sebanyak 50% pada tahun 2015 dari angka kemiskinan tahun 2000?). Indikator: Persentase dan jumlah penduduk miskin Arah Kebijakan: Peningkatan dan perluasan pelayanan hak dasar orang miskin baik laki-laki maupun perempuan. 2. Isu Strategis pada draft matriks tentang “Rendahnya pendapatan masyarakat di perdesaan yang bekerja di sektor pertanian

dst”, sasarannya mungkin lebih relevan dengan “Meningkatnya nilai tukar petani dari…menjadi….” di seluruh Sulawesi dan setiap provinsi Sulawesi. Sasaran (pada draft) untuk isu ini, meskipun ada kontribusinya bagi penanggulangan kemiskin, tetapi ia tidak bisa dihubungkan langsung dengan penurunan kemiskinan mengingat isu dan tujuannya memang tidak fokus pada realitas kemiskinan.

Data dan Informasi Pendukung Rancangan Buku III RPJMN 2010-2014 Berdimensi Kewilayahan 7

(2) Untuk isu strategis terkait pendidikan disarankan sasaran/target untuk Sulawesi Selatan: Angka Meleki Huruf 90,9-91%; Rata-rata Lama Sekolah 7,3 tahun.

(3) Untuk isu strategis terkait kesehatan, disarankan sasaran/target 2014 untuk Sulawesi Selatan: Angka Harapan Hidup 73,7 tahun; Angka Kematian Bayi 22/1.000 kelahiran; prevalensi gizi buruk dan gizi kurang masing-masing 20% dan 5%.

II. Isu strategis: Tingginya Ketimpangan Pembangunan Ekonomi antar Wilayah (1) Sasaran/target pertumbuhan yang mengandalkan produk primer pertanian dan kelautan hendaknya ditetapkan secara hati-

hati, terkait dengan dampak kerusakan lingkungannya, khususnya dalam pengembangan jagung dan hortikultura yang mengancam eksosistem dataran tinggi.

(2) Disarankan adannya arah kebijakan terkait “Pengembangan kerjasama antar provinsi dalam pengembangan komoditas unggulan”. Arah kebijakan seperti ini akan memberi penekanan pada sinergitas dari upaya-upaya yang dijalankan secara sendiri-sendiri oleh setiap provinsi dalam mengelola komoditas unggulannya.

III. Isu Strategis: Masih Terbatasnya Dukungan Infrastruktur dalam Memacu Perekonomian Daerah dan

Meningkatkan Pelayanan Dasar (1) Disarankan agar ada rumusan isu yang difokuskan pada poin “belum efektifnya jalur transportasi darat Trans-Sulawesi

khususnya antara Sulawesi Tengah-Sulawesi Barat-Sulawesi Selatan”. Isu ini terutama terkait dengan masalah: jembatan yang rusak (terutama di Sulbar dan antara Sulbar dengan Sulteng), badan jalan yang rusak karena arus air (terutama antara Mamuju dan Mamuju Utara di Sulbar), longsor pada badan jalan pada beberapa titik lokasi.

(2) Tujuan untuk isu ini adalah: Menjamin kelancaran transportasi darat antar provinsi di Sulawesi (Sulsel-Sulbar-Sulteng-

Gorontalo-Sulut). (3) Sasaran: Tidak adanya kejadian hambatan perjalanan darat lintas Sulawesi yang disebabkan keterbatasan badan jalan dan

jembatan (4) Indikator: Jumlah kejadian hambatan perjalanan yang disebabkan keterbatasan badan jalan dan jembatan. IV. Isu Strategis: Belum optimalnya pengembangan komoditas unggulan yang berdaya saing tinggi di wilayah

Sulawesi. (1) Perlu ditambahkan uraian fakta tentang tentang pariwisata sebagai produk/komoditas unggulan Sulawesi, khususnya terkait

wisata alam perairan (Wakatobi di Sultra, Bunaken di Sulut, Taka Bonerate di Sulsel, Kapoposang di Sulsel), juga terkait wisata budaya/adat si setiap provinsi (misalnya adat Toraja, Kajang/Ammatoa dan tradisi pembuatan perahu pinisi di Sulsel serta berbagai bentuk sejenis di provinsi lain).

(2) Isu strategis terkait pariwisata dapat dikaitkan dengan masalah “belum optimalnya pembenahan obyek tujuan wisata, penyelenggaraan even wisata dan promosi wisata”.

(3) Tujuan: “Meningkatkan pendapatan daerah dari sektor pariwisata dan memperkenalkan keunikan/potensi alam daerah dan budayanya ke dunia global”

(4) Sasaran: Jumlah pengunjung wisata mancanegara meningkat dari…..menjadi…..; jumlah dan kualitas obyek/destinasi wisata bertambah; even wisata berskala internasional berlangsung secara berkala di tiap provinsi; kerjasama antar provinsi dalam penyelenggaraan even wisata internasional berlangsung secara berkala.

(5) Indikator: Jumlah pengunjung wisata. (6) Arah Kebijakan: “Pengembangan wisata unggulan daerah” dan “Pengembangan kerjasama even wisata Sulawesi secara

bergilir di tiap provinsi”. (7) Khusus untuk Sulawesi Selatan, perlu dipikirkan penajaman komoditas unggulan yakni: padi sawah, jagung, kakao, rumput

laut, dan hasil perikanan. Juga perlu dipikirkan untuk munculnya unggulan baru yakni pemanfaatan potensi marmer untuk industri lokal berbasis rakyat.

(8) Terkait dengan eksistensi Badan Kerjasama Pembangunan Regional Sulawesi, beberapa masalah terkait adalah “belum jelasnya posisi kelembagaan dan pendukungan dihubungkan dengan pemerintah pusat”; “belum optimalnya kinerja BKPRS dalam memfasilitasi kerjasama Sulawesi untuk hal-hal strategis seperti kebijakan dan kerjasama investasi, kordinasi dan kolaborasi pengembangan komoditas/produk unggulan, dan implementasi pembangunan industri Sulawesi”; dan sebagainya. Sasaran kedepan terkait BKPRS adalah “optimalnya peran BKPRS dalam terealisasinya inisiatif kerjasama tingkat Sulawesi dalam pada berbagai aspek upaya seperti pengembangan komoditas/produk unggulan, kordinasi kebijakan dan kerjasama penanaman modal/investasi, kerjasama pemasaran produk, kerjasama pelestarian alam dan sumberdaya hutan, dan sebagainya”.

Data dan Informasi Pendukung Rancangan Buku III RPJMN 2010-2014 Berdimensi Kewilayahan 1    

Bagian III BACKGROUND STUDY PENYUSUNAN

RANCANGAN DOKUMEN RPJMN 2010-2014 BERDIMENSI KEWILAYAHAN

Pembahasan kinerja pembangunan wilayah Pulau Sulawesi meliputi informasi yang disusun berdasarkan pendekatan struktur, perilaku dan kinerja serta pendekatan eksplorasi kualitatif. Untuk pendekatan eksplorasi kualitatif, didasarkan pada berbagai studi literatur yang ada seperti kajian model-model ekonomi, hasil evaluasi perguruan tinggi, dan analisis dokumen pemerintah (kebijakan pemerintah yang telah ada). Informasi kinerja, disajikanmenurut 6 bidang, yaitu meliputi:

(1). Ekonomi, yang meliputi perekonomian daerah, perdagangan dan investasi, serta keuangan daerah. (2). Sosial budaya dan kependudukan, yang meliputi kependudukan, ketenagakerjaan, kemiskinan

pendidikan, kesehatan, serta Perumahan dan lingkungan. (3). Infrastruktur, yang meliputi transportasi, energi dan kelistrikan, serta pelayanan publik. (4). Tata ruang dan pertanahan, yang meliputi pembagian wilayah menurut tipologi dan struktur tanah serta

konversi lahan dan manajemen sumber daya air, peruntukan wilayah dan zonasi, serta carrying capacity, (5). Sumber daya alam dan lingkungan, yang meliputi sumber daya alam dan lingkungan serta

pengelolaannya. (6). Politik dan pertahanan keamanan, yang meliputi kelembagaan, politik dan keamanan;

Untuk mempertajam penilaian kinerja, digunakan beberapa alat analisis kuantitatif dan kualitatif. Analisis kuantitatif yang digunakan meliputi: (1) analisis model IRIO, (2) analisis spasial, (3) kutub pertumbuhan; (4) trade intensity index; (5) analisis sektoral (analisis LC, LQ, dan shift share); (6) analisis keuangan daerah; dan (7) statistika deskriptif. Analisis statistika deskriptif digunakan untuk menunjukkan kinerja pembangunan yang telah dicapai masing-masing daerah di pulau Sulawesi. Sementara alat analisis lain bersifat analisis kuantitatif lanjutan untuk menggambarkan indikator-indikator penting ekonomi daerah, mengidentifikasi sektor-sektor kunci dan unggulan daerah, keterkaitan antar sektor, pusat-pusat pertumbuhan di daerah, kinerja perdagangan dan keterkaitan perdagangan antar daerah. Analisis lanjutan tersebut juga digunanakan untuk mengidentifikasi potensi keuangan daerah dan efektivitas alokasi belanja daerah. Analisis kuantitatif ini diperkuat dengan studi-studi yang telah dilakukan sebelumnya seperti studi strategic development region (SDR) dan studi knowledge base economy (KBE). Sedangkan analisis kualitatif yang akan dilakukan dalam studi ini meliputi: analisis kesenjangan kebijakan (gap analisis), analisis perilaku kelembagaan dan nilai sosial; serta analisis dokumen kebijakan (policy review).

Hasil penilaian kinerja pada setiap bidang, menjadi dasar dalam mendeskripsikan fakta, potensi, masalah, serta rumusan isu strategis untuk setiap bidang. Deskripsi fakta dan permasalahan dalam dokumen publikasi ini disajikan secara terpilih, dan memiliki relevansi dengan deskripsi isu strategis.

3.1. Perekonomian Daerah

3.1.1. Struktur Ekonomi

Kontribusi PDRB Wilayah Pulau Sulawesi pada tahun 2007 secara nasional hanya berkontribusi 4,1 persen terhadap PDB Nasional. hal ini masih kecil sekali apabila dibandingkan dengan total populasi di Wilayah Pulau Sulawesi yaitu 7,3 persen dari jumlah penduduk total di Indonesia.Provinsi Sulawesi Selatan menyumbangkan PDRB paling besar di Wilayah Sulawesi yaituRp.69.271,92 milyar atau 48 persen PRDB total di Wilayah Sulawesi. Struktur perekonomian wilayah Sulawesi tahun 2007 seperti disajikan pada Gambar 3.1. didominasi oleh sektor pertanian, sektor perdagangan, sektor industri pengolahan, dan sektor jasa-jasa.Kontribusi sektor pertanian sebesar 32,4 persen, sektor perdagangan-hotel dan restoran sebesar 14,8 persen, sektor jasa-jasa sebesar 13,8 persen, dan sektor industri pengolahan sebesar 10,4 persen.Sedangkan kontribusi dari sektor lainnya rata-rata kurang dari 10 persen, yaitu: sektor pertambangan dan penggalian sebesar 6,1 persen, sektor keuangan persewaan dan jasa perusahaan sebesar 5,8 persen, sektor pengangkutan dan komunikasi sebesar 8,5 persen, sektor bangunan sebesar 7,2 persen, dan sektor Listrik Gas dan air bersih memberi kontribusi terkecil sebesar 0,9 persen.

Data dan Informasi Pendukung Rancangan Buku III RPJMN 2010-2014 Berdimensi Kewilayahan 2    

Gambar 3.1. Struktur PDRB Menurut Sektor di Wilayah Sulawesi, Tahun 2007, (persen).

3.1.2. Pertumbuhan Ekonomi

Perkembangan ekonomi wilayah Sulawesi dari tahun 2001 sampai 2007 mempunyai laju pertumbuhan positif walaupun terjadi fluktuasi.Dari Gambar 3.2, laju pertumbuhan ekonomi pada tahun 2001 sebesar 4,6 persen meningkat menjadi 5,8 persen pada tahun 2003, sedikit menurun menjadi 4,6 persen pada tahun 2004, dan meningkat pesat menjadi 8,4 persen pada tahun 2005, namun sedikit menurun menjadi 7,1 persen pada tahun 2006, dan menjadi 7,4 persen pada tahun 2007.

Gambar 3.2.

Laju Pertumbuhan Ekonomi Wilayah Sulawesi Tahun 2001-2007 (persen)

(sumber: BPS. 2008)

6,56,2

-3

Sulawesi Selatan; 15,1

8,0

7,4

-4

0

4

8

12

16

Pers

en (%

)

Sulawesi Utara 2,1 3,3 3,2 4,3 4,9 6,2 6,5

Sulawesi Tengah 5,1 5,6 6,2 7,1 7,6 7,8 8

Sulawesi Selatan 5,1 4,1 5,2 -3 15,1 6,7 6,2

Sulawesi Tengggara 5 6,7 7,6 7,5 7,3 7,7 8

Gorontalo 5,5 6,5 6,9 6,9 7,2 7,3 7,5

Sulawesi Barat 7 7,4

SULAWESI 4,6 5,2 5,8 4,6 8,4 7,1 7,3

2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007

3.1.3. PDRB Perkapita

Berdasarkan PDRB per Kapita pada tahun 2007, Provinsi Sulawesi Utara memiliki nilai tertinggi yaitu sebesar Rp. 11,09 juta, dan terendah di Provinsi Gorontalo sebesar Rp. 4,96 juta. Perkembangan PDRB perkapita antarprovinsi dalam periode 2001-2007, menunjukkan tidak adanya pergeseran posisi Provinsi Sulawesi Utara dan Gorontalo yang masing-masing menempati urutan tertinggi dan terendah.

(sumber: BPS. 2008)

Data dan Informasi Pendukung Rancangan Buku III RPJMN 2010-2014 Berdimensi Kewilayahan 3    

Gambar 3.3. PDRB Perkapita Antarprovinsi di wilayah Sulawesi Tahun 2001-2007 (persen)

Kontribusi sektor PDRB antarprovinsi masih didominasi oleh sektor pertanian, dengan porsi tertinggi terdapat di Provinsi Sulawesi Barat sebesar 52,6 persen, sedangkan porsi sektor pertanian terendah terdapat di Provinsi Sulawesi Utara sebesar 20,4 persen. Sektor tertinggi berikutnya antarprovinsi umumnya pada sektor perdagangan, hotel dan restoran, serta sektor jasa-jasa. Sektor lainnya yang memiliki porsi cukup tinggi adalah sektor industri pengolahan diprovinsi Sulawesi Selatan sebesar 13,2 persen, dan sektor bangunan sebesar 16,5 persen.

Tabel 2.1

Kontribusi Per Sektor PDRB Antarprovinsi di wilayah Sulawesi Tahun 2007 (sumber: BPS. 2008)

Provinsi Sulawesi Utara Sulawesi Tengah

Sulawesi Selatan

Sulawesi Tengggara

Gorontalo Sulawesi

Barat SULAWESI

1. PERTANIAN 4.945,0 20,4 9.393,2 43,2 20.900,4 30,2 6.843,0 38,1 1.452,7 30,5 3.255,7 52,6 46.790,0 32,4

2. PERTAMBANGAN & PENGGALIAN

1.030,7 4,2 847,9 3,9 5.894,0 8,5 862,3 4,8 53,2 1,1 42,8 0,7 8.730,9 6,1

3. INDUSTRIPENGOLAHAN

2.124,1 8,8 1.559,6 7,2 9.158,6 13,2 1.419,1 7,9 264,2 5,5 479,3 7,7 15.004,8 10,4

4. LISTRIK, GAS & AIR BERSIH

199,5 0,8 152,1 0,7 722,0 1,0 168,1 0,9 33,9 0,7 24,1 0,4 1.299,6 0,9

5. BANGUNAN 4.006,2 16,5 1.420,7 6,5 3.204,1 4,6 1.243,3 6,9 322,2 6,8 225,9 3,6 10.422,3 7,2

6. PERDAGANGAN, HOTEL & RESTORAN

3.773,8 15,5 2.604,9 12,0 10.986,6 15,9 2.733,1 15,2 530,5 11,1 770,0 12,4 21.398,8 14,8

7. PENGANGKUTAN & KOMUNIKASI

2.963,5 12,2 1.438,7 6,6 5.769,1 8,3 1.466,7 8,2 424,5 8,9 163,8 2,6 12.226,2 8,5

8. KEUANGAN, PERSEWAAN, & JS. PRSH.

1.358,0 5,6 1.039,7 4,8 4.285,2 6,2 905,0 5,0 496,8 10,4 296,1 4,8 8.380,9 5,8

9. JASA-JASA 3.873,4 16,0 3.286,8 15,1 8.352,1 12,1 2.312,6 12,9 1.182,7 24,8 935,0 15,1 19.942,6 13,8

TOTAL 24.274,0 100 21.743,6 100 69.271,9 100 17.953,1 100 4.760,7 100 6.192,8 100 144.196,1 100,

3.1.4. Pertanian

Produktivitas pertanian di Provinsi Sulawesi Selatan mempunyai produktivitas terbesar di banding dengan provinsi-provinsi di Sulawesi, kemudian diikuti oleh Sulawesi Utara dan Sulawesi Barat. Provinsi Sulawesi Selatan memproduksi 63 persen padi di Sulawesi, dan mengekspor beras ke provinsi lainnya di Sulawesi dan Jawa. Sementara itu Provinsi yang paling banyak mengimpor beras dari luar daerah tersebut adalah Provinsi Sulawesi Utara dan Tengah. Provinsi Sulawesi Utara dan Sulwesi Tengah mengimpor beras dari Thailand dan Vietnam (28.500 ton/tahun).

Komoditas pertanian lainnya selain Padi yang banyak berkembang di Wilayah Pulau Sulawesi adalah pertanian Kakao. Indonesia merupakan produser Kakao terbesar ketiga di dunia, setelah Pantai Gading dan Ghana. Produksi Kakao terbesar di Indonesia adalah di Sulawesi. Hampir 71 persen produk Kakao nasional berasal dari Pulau Sulawesi. Di Sulawesi Tanaman kakao sebagian besar dibudidayakan oleh petani kecil (smallholder), Pertanian Kakao memberikan kontribusi pendapatan daerah(PAD) terbesar bagi daerah-daerah di Sulawesi khususnya Provinsi Sulawesi Tengah yang menyumbang sebesar 88 persen pendapatan total dari ekspor pertanian dan Provinsi Sulawesi Selatan yang menyumbangkan sebesar 38 persen.

Data dan Informasi Pendukung Rancangan Buku III RPJMN 2010-2014 Berdimensi Kewilayahan 4    

Selain pertanian Padi dan Kakao, komoditas pertanian yang berkembang di Sulawesi adalah pertanian Kelapa. Indonesia merupakan produsen kelapa terbesar di dunia, yaitu sebesar 32 persen produksi dunia berasal dari Indonesia. Sementara itu 18 persen produksi Kelapa di Indonesia tersebut berasal dari Sulawesi. Dua per tiga produksi di Wilayah Sulawesi berpusat di Provinsi Sulawesi Utara dan Sulawesi Tengah.

Jagung merupakan bahan pangan terpenting kedua di Wilayah Pulau Sulawesi selain Padi. Penduduk di beberapa provinsi di Sulawesi banyak yang memanfaatkan jagung menjadi makanan pokok kedua setelah Padi atau Beras. Pertanian jagung yang paling berkembang adalah di Provinsi Gorontalo. Produksi Jagung di Gorontalo pada tahun 2004 adalah 280.780 ton hampir 50 persen produksi jagung di Sulawesi berasal dari Provinsi Gorontalo. Selain itu jagung merupakan sumber penghasilan ekspor di Provinsi Gorontalo yang menyumbang 55 persen dari pendapatan ekspor total.

Sub sektor pertanian yang memberikan kontribusi ekonomi bagi perekonomian di Sulawesi adalah Sub sektor Perikanan. Hal ini sangat beralasan mengingat Wilayah Sulawesi sebagaian besar adalah wilayah perairan laut dan pulau-pulau kecil. Produksi perikanan di Sulawesi mencapai sebesar 18 persen dari total produksi nasional.

Perikanan yang berkembang di Sulawesi adalah perikanan tangkap dan perikanan budidaya. Produksi perikanan terbesar di Sulawesi adalah di Provinsi Sulawesi Utara, yaitu hampir 47 persen produksi perikanan di Sulawesi berasal dari provinsi ini. Bitung memiliki hasil tangkapan ikan terbesar di Provinsi Sulawesi Utara yaitu mencapai 136.001 ton per tahun. Komoditas perikanan yang dapat dikembangkan dan memegang peranan penting dalam pendapatan ekspor di Sulawesi antara lain Ikan Tongkol, Kerapu, Tuna, udang, rumput laut, teripang, dan mutiara.

Berdasarkan kondisi peternakan yang ada, Pulau Sulawesi merupakan penghasil sapi potong, kambing, dan babi. Produksi ternak sapi potong yang tertinggi berada di Provinsi Sulawesi Selatan yaitu sebanyak 639 ribu ekor pada tahun 2005. Selain itu, Provinsi Sulawesi Selatan juga menduduki peringkat pertama untuk produksi sapi perah, kerbau, kuda, kambing, dan babi. Hal ini menunjukkan bahwa masyarakat di Provinsi Sulawesi Selatan memiliki pengetahuan cara beternak yang cukup memadai. Wilayah yang memiliki populasi ternak terendah (secara keseluruhan) terletak di Provinsi Sulawesi Utara.

Sektor peternakan juga mencakup produksi unggas. Pada tahun 2005, produksi unggas di Provinsi Sulawesi Selatan menduduki peringkat tertinggi untuk jenis unggas ayam kampung yaitu sebesar 14,725 juta ekor. Provinsi Sulawesi Selatan juga menempati urutan pertama untuk produksi jenis unggas ayam petelur (5,923 juta ekor), ayam pedaging (9,66 juta ekor), dan itik (2,9 juta ekor).

3.1.5. Investasi dan Perdagangan

Perkembangan investasi modal dalam negeri di wilayah Sulawesi dari tahun 2002 sampai 2007 mengalami perkembangan yang fluktuatif. Penanaman modal dalam negeri pada tahun 2007 sebesar Rp. 3.881,6 miliar (4 proyek) meningkat dari tahun 2004 sebesar Rp. 164,4 miliar (3 proyek). Investasi paling besar pada tahun 2007 adalah di Provinsi Sulawesi Tenggara dengan nilai investasi sebesar Rp. 2.768,9 miliar (1 proyek). Secara lebih rinci investasi dalam negeri di Wilayah Sulawesi dapat dilihat pada Tabel 3.2.

Gambar 3.4 Perkembangan realisasi investasi PMA di Wilayah

Sulawesi,2002 - 30 sept. 2007, (US $ Juta)

Gambar 3.5 Perkembangan realisasi investasi PMDN di Wilayah

Sulawesi,2002 - 30 sept. 2007, (Rp. Miliar)

Data dan Informasi Pendukung Rancangan Buku III RPJMN 2010-2014 Berdimensi Kewilayahan 5    

Tabel 3.2.

Proyek-proyek Penanaman Modal Dalam Negeri yang Telah Disetujui Pemerintah menurut Lokasi (Miliar Rp.) di Wilayah Sulawesi, 2002, 2005, 2007

2002 2004 2007 PROVINSI Rp.

Milyar Jml

Proyek Rp.

Milyar Jml

Proyek Rp.

Milyar Jml

Proyek %

Nasional %

Pulau Sulawesi Utara 3,5 - 0,9 1 624,0 1 1,9 16,08 Sulawesi Tenggara 1,7 1 54,5 1 487,6 2 1,5 12,56 Sulawesi Selatan 30,8 2 109,0 1 1,1 - 0,0 0,03 Sulawesi Tenggara - - 2.768,9 1 8,4 71,33 Gorontalo - - - SULAWESI 36,0 3 164,4 3 3.881,6 4,0 11,8 100,0

Total investasi dengan modal luar negeri (PMA) di wilayah Sulawesi pada tahun 2007 mengalami peningkatan dibandingkan nilai investasi tahun 2004. Investasi dengan modal asing pada tahun 2007 terbesar adalah di Provinsi Sulawesi Selatan dengan nilai investasi sebesar 47,8 US $ Juta ( 7 proyek). Secara lebih rinci besar investasi luar negeri untuk masing-masing provinsi disajikan pada Tabel 3.3.

Tabel 2.3 Proyek-proyek Penanaman Modal Asing yang Telah Disetujui Pemerintah menurut Lokasi (US $ Juta) di

Wilayah Sulawesi, 2002, 2004, 2007. 2002 2004 2007

PROVINSI Us $ Juta

Jml Proyek

Us $ Juta

Jml Proyek

Us $ Juta

Jml Proyek

% Nasional

% Pulau

Sulawesi Utara 1,1 1 19,8 1 8,7 13 0,10 13,68 Sulawesi Tengah 0,3 1 2,5 7,1 1 0,10 11,16 Sulawesi Selatan 59,1 4 1,7 2 47,8 7 0,60 75,16 Sulawesi Tenggara 0,1 Gorontalo - 3,3 - - SULAWESI 60,5 16,0 27,4 8,0 63,6 21,0 0,80 100,0

Berdasarkan perkembangan ekspor impor selama periode 2002-2007, perkembangan cukup pesat terjadi di Provinsi Sulawesi Selatandengan rata-rata peningkatan ekspor sebesar 77 persen per tahun. Sementara untuk perkembangan import di Provinsi Sulawesi Selatan mencapai pertumbuhan rata-rata sebesar 153 persen per tahun. Berbeda halnya dengan provinsi lainnya, masih menunjukkan perkembangan fluktuatif, dan dalam nilai ekspor/impor yang relatif rendah.

Gambar 3.6. Perkembangan Nilai Ekspor

Antarprovinsi, Tahun 2002-2007.

Gambar 3.7. Perkembangan Nilai Impor Antarprovinsi,

Tahun 2002-2007.

Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah Departemen Perindustrian.

Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah Departemen Perindustrian.

Data dan Informasi Pendukung Rancangan Buku III RPJMN 2010-2014 Berdimensi Kewilayahan 6    

Perkembangan nilai ekspor impor antarprovinsi di wilayah Sulawesi, masih menunjukkan nilai surplus. Kontribusi terakhir (Tahun 2007) nilai ekspor dan impor wilayah Sulawesi terhadap nasional relatif rendah yaitu baru mencapai 10,2 persen (ekspor) dan 0,7 persen (impor). Sementara kontribusi ekspor/impor antarprovinsi terhadap pulau Sulawesi, Provinsi Sulawesi Selatan memberikan kontribusi tertinggi, yaitu mencapai 70,5 persen untuk ekspor dan 93,3 persen untuk impor. Kontribusi terendah nilai ekspor dan impor terdapat di Provinsi Gorontalo, yaitu baru mencapai 0,5 persen (ekspor) dan 1,4 persen (impor). Analisis Perekonomian Daerah

Untuk penilaian kinerja lebih mendalam, perumusan fakta dan permasalahan, serta isu strategis didukung dengan analisis kuantitatif, yaitu: (i) Analisis Kutub Pertumbuhan; (ii)) Analisis daya saing sekor unggulan; (iii) AnalisisInter-Regional Input-Output1.

1. Analisis Kutub Pertumbuhan

Metode untuk penentuan kutub pertumbuhan wilayah dilakukan dengan pendekatan identifikasi kawasan andalan atau Tipologi Klassen. Tipologi ini digunakan untuk mengetahui gambaran tentang pola dan struktur pertumbuhan ekonomi masing-masing daerah. Tipologi Klassen pada dasarnya membagi daerah berdasarkan dua indikator utama, yaitu pertumbuhan ekonomi daerah dan pendapatan per kapita daerah.

Tabel 3.5 menunjukkan hasil analisis tipologi Klassen. Provinsi Sulawesi Tengah dan Sulawesi Tenggara termasuk tipologi wilayah daerah cepat maju dan tumbuh, dengan PDRB per kapita dan pertumbuhan ekonomi berada di atas rata-rata nasional. Provinsi Gorontalo dan Sulawesi Barat termasuk tipologi daerah berkembang cepat, dengan PDRB per kapita rendah atau berada di bawah rata-rata nasional, tetapi memiliki pertumbuhan ekonomi tinggi atau berada di atas rata-rata nasional. Provinsi Sulawesi Utara dan Sulawesi Selatan termasuk tipologi daerah maju tetapi tertekan, yaitu dengan PDRB perkapita tinggi dan pertumbuhan ekonomi berada di bawah rata-rata nasional.

Tabel 3.5. Tipologi Daerah Wilayah Jawa-Bali Berdasarkan Pertumbuhan Ekonomi

dan PDRB per Kapita Tahun 2006

PDRB Per Kapita Rendah ( < Wilayah) Tinggi ( > Wilayah)

Tinggi (> Wilayah)

Gorontalo, Sulawesi Barat Sulawesi Tengah, Sulawesi

tenggara Pertumbuhan

Rendah (<Wilayah

Sulawesi Utara, Sulawesi Selatan

Keterangan: Batasan rendah dan tinggi adalah nilai wilayah di waktu yang bersangkutan

1 Pengembangan Model Keterkaitan Regional, Pendekatan Model Ekonometrik‐multiregional, Bappenas 2007. 

Tabel 3.4 Perkembangan Kontribusi Nilai Ekspor dan Impor Antarprovinsi pada Tahun 2002, 2004, dan 2007.

2002 2004 2007(*)

Ekspor Import Ekspor Import Ekspor Import PROVINSI Juta US

$ %

Juta US $

% Juta US

$ %

Juta US $

% Juta US

$ % Juta US $ %

Sulsel 535 65,6 38,7 64,1 1106 70,0 216,1 88,0 2589 70,5 335,6 93,3

Sulut 59,8 7,3 15,1 25,0 115,09 7,3 3,9 1,6 411 11,2 19,1 5,3

Sulteng 140,4 17,2 5,4 8,9 142 9,0 3,2 1,3 189 5,1 0 -

Sultra 69,8 8,6 1,1 1,8 214,1 13,5 22,5 9,2 468,1 12,7 0 -

Gorontalo 10 1,2 0,1 0,2 3,3 0,2 0 - 17,6 0,5 5,1 1,4

SULAWESI 815,0 1,8* 60,4 0,2* 1.580,5 2,8 * 245,7 0,7 * 3.674,7 10,2 * 359,8 0,7 *

Keterangan: Tahun 2007 hasil pendataan Januari-november 2007 Tanda (*) menunjukkan persentase dari Nasional Sumber: Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah Departemen Perindustrian.

Data dan Informasi Pendukung Rancangan Buku III RPJMN 2010-2014 Berdimensi Kewilayahan 7    

2. Analisis Daya Saing Sektor Unggulan Daerah

a. Analisis Location Quotion

Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, analisis Location Quotion (LQ) menginformasikan tingkat keunggulan sektor-sektor ekonomi daerah dalam suatu wilayah. Dalam konteks wilayah Pulau Sulawesi, nilai LQ masing-masing provinsi menunjukkan konfigurasi keunggulan dari setiap provinsi tersebut dalam wilayah Pulau Sulawesi. Sebuah sektor merupakan sektor basis provinsi bila memiliki nilai LQ lebih besar dari satu, demikian pula sebaliknya.

Tabel 3.6. Indeks Pemusatan (LQ) Sektor Ekonomi Per Provinsi di Wilayah Sulawesi

Provinsi

PE

RT

AN

IAN

PE

RT

AM

BA

NG

AN

&

PE

NG

GA

LIA

N

IND

US

TR

I P

EN

GO

LA

HA

N

LIS

TR

IK, G

AS

&

AIR

BE

RS

IH

BA

NG

UN

AN

PE

RD

AG

AN

GA

N,

HO

TE

L &

R

ES

TO

RA

N

PE

NG

AN

GK

UT

AN

&

KO

MU

NIK

ASI

KE

UA

NG

AN

, P

ER

SE

WA

AN

, &

JS. P

RS

H.

JAS

A-J

AS

A

Sulawesi Utara 0,63 0,70 0,84 0,91 2,28 1,05 1,44 0,96 1,15

Sulawesi Tengah 1,33 0,64 0,69 0,78 0,90 0,81 0,78 0,82 1,09

Sulawesi Selatan 0,93 1,41 1,27 1,16 0,64 1,07 0,98 1,06 0,87

Sulawesi Tengggara 1,17 0,79 0,76 1,04 0,96 1,03 0,96 0,87 0,93

Gorontalo 0,94 0,18 0,53 0,79 0,94 0,75 1,05 1,80 1,80

Sulawesi Barat 1,62 0,11 0,74 0,43 0,50 0,84 0,31 0,82 1,09

TOTAL 1,00 1,00 1,00 1,00 1,00 1,00 1,00 1,00 1,00

Berdasarkan Tabel 3.6, dapat dilihat bahwa terdapat perbedaan struktur basis dari setiap provinsi di Sulawesi. Provinsi Sulawesi Utara bercirikan provinsi dengan basis sektor sekunder dan tersier yang tercermin dari nilai LQ lebih besar dari satu untuk sektor 5, 6, 7 dan 9. Provinsi Sulawesi Tengah dan Sulawesi Barat bercirikan provinsi dengan basis pertanian dan jasa-jasa. Provinsi Sulawesi Selatan memiliki basis sektor cukup beragam yaitu sektor pertambangan, industri pengolahan, listrik dan gas, perdagangan, hotel dan restoran, serta sektor keuangan dan perbankan. Sementara Gorontalo memiliki basis di sektor pengangkutan, keuangan, dan jasa-jasa.

b. Defferential Shift

Berdasarkan Tabel 3.7, terlihat bahwa pertumbuhan ekonomi secara agregat di wilayah Sulawesi selama periode 2000-2006 sebesar 0,291 persen. Sektor ekonomi yang memilki laju pertumbuhan cukup besar dan penggerak perekonomian wilayah Sulawesi adalah sector industri alat angkutan, mesin dan peralatannya (0,317 %); sektor industri semen dan barang galian bukan logam (0,344%); sektor angkutan udara (0,699%); sektor jasa penunjang angkutan (0,22%); sektor pos dan telekomunikasi (0,27%); dan sektor bank (0,62%). Berdasarkan nilai differential Shift sektor-sektor ekonomi yang memilki laju pertumbuhan lebih besar dan memiliki keunggulan kompetitif lebih tinggi untuk dikembangkan di masing-masing provinsi di wilayah Sulawesi, adalah:

(1) Sektor ekonomi yang memiliki laju pertumbuhan besar dan keunggulan kompetitif untuk dikembangkan di Provinsi Sulawesi Utara, adalah sektor tanaman bahan makanan, sektor minyak dan gas bumi; sektor penggalian; sektor industri kertas dan barang cetakan; sektor industri logam dasar besi dan baja; dan sektor pos dan telekomunikasi.

(2) Sektor ekonomi yang memiliki laju pertumbuhan besar dan keunggulan kompetitif untuk dikembangkan di Provinsi Gorontalo adalah sektor pertanian (tanaman bahan makanan, peternakan dan hasil-hasilnya, perikanan); sektor penggalian; sektor industri (industri tekstil, barang kulit dan alas kaki, ialian bukan logam, industri alat angkutan, mesin dan perbaikannya); sektor listrik; sektor hotel; sektor angkutan udara dan jasa penunjang angkutan; sektor sewa bangunan dan jasa perusahaan; sewa administrasi pemerintahan dan pertahanan.

(3) Sektor ekonomi yang memiliki laju pertumbuhan besar dan keunggulan kompetitif untuk dikembangkan di Provinsi Sulawesi Tengah, adalah sektor pertanian (tanaman bahan makanan, tanaman perkebunan,

Data dan Informasi Pendukung Rancangan Buku III RPJMN 2010-2014 Berdimensi Kewilayahan 8    

perikanan); sektor industri (industri pupuk, kimia dan barang dari karet; industri semen dan barang galian bukan logam; industri logam dasar besi dan baja; industri alat angkutan, mesin dan peralatannya); sektor listrik dan air bersih; dan sektor sosial kemasyarakatan.

(4) Sektor ekonomi yang memiliki laju pertumbuhan besar dan keunggulan kompetitif untuk dikembangkan di Provinsi Sulawesi Selatan, adalah sektor peternakan dan hasil-hasilnya, sektor industri pengolahan (industri pupuk kimia dan barang dari karet; industri semen dan barang galian bukan logam, industri logam dasar besi dan baja; industri alat angkutan, mesin dan peralatannya); sektor angkutan udara; dan sektor bank.

(5) Sektor ekonomi yang memiliki laju pertumbuhan besar dan keunggulan kompetitif untuk dikembangkan di Provinsi Sulawesi Tenggara, adalah sektor tanaman perkebunan dan perikanan, sektor anpa migas dan penggalian; sektor industri pengolahan (industri makanan, minuman dan tembakau; industri tekstil, barang kulit dan alas kaki; industri kertas dan barang cetakan; dan industri semen dan barang galian bukan logam); sektor listrik; sektor hotel; sektor angkutan udara; sektor pos dan telekomunikasi; sektor jasa penunjang komunikasi; sektor bank; sektor jasa (sosial kemasyarakatan; hiburan dan rekreasi; dan perorangan dan rumah tangga).

Tabel 3.7 Indek Deferential Shift Aktivitas Ekonomi Di Wilayah Sulawesi

Differential Shift Sektor

Regional Share

Proportional Shift Sulut Gorontalo Sulteng Sulsel Sultra

1. PERTANIAN a. Tanaman Bahan Makanan 0,291 -0,145 0,176 0,326 0,271 -0,097 -0,021 b. Tanaman Perkebunan 0,291 0,047 -0,111 -0,095 0,228 -0,164 0,324 c. Peternakan dan Hasil-hasilnya 0,291 0,030 -0,054 0,240 -0,143 0,131 -0,023 d. Kehutanan 0,291 -0,211 -0,235 -0,516 0,060 -0,064 0,078 e. Perikanan 0,291 -0,060 -0,052 0,142 0,168 -0,078 0,177 2. PERTAMBANGAN & PENGGALIAN a. Minyak dan Gas Bumi 0,291 0,081 0,642 -0,096 b. Pertambangan tanpa Migas 0,291 -0,076 -0,821 -0,115 0,085 1,072 c. Penggalian 0,291 0,033 0,101 0,477 -0,146 -0,102 0,149 3. INDUSTRI PENGOLAHAN a. Industri Migas 1. Pengilangan Minyak Bumi 2. Gas Alam Cair b. Industri Tanpa Migas **) 1. Makanan, Minuman dan Tembakau 0,291 -0,134 -0,035 -0,131 0,071 0,002 0,152 2. Tekstil, Brg. Kulit & Alas kaki 0,291 -0,214 0,055 1,015 0,120 -0,100 0,430 3. Brg. Kayu & Hasil Hutan lainnya 0,291 -0,124 -0,102 -0,107 -0,015 0,052 -0,016 4. Kertas dan Barang Cetakan 0,291 -0,367 0,222 0,296 -0,049 2,366 5. Pupuk, Kimia & Brg. dari Karet 0,291 0,056 -0,199 -0,139 0,101 -0,526 6. Semen & Brg. Galian bukan logam 0,291 0,344 -0,518 4,640 -0,450 0,015 0,129 7. Logam Dasar Besi & Baja 0,291 -0,480 0,347 0,105 -0,015 8. Alat Angk., Mesin & Peralatannya 0,291 0,317 -0,474 1,141 -0,404 0,165 -0,289 9. Barang lainnya 0,291 -0,114 -0,017 0,014 -0,188 0,207 4. LISTRIK, GAS & AIR BERSIH a. Listrik 0,291 0,113 -0,074 0,110 0,120 -0,082 0,587 b. Gas c. Air Bersih 0,291 0,018 -0,147 0,071 0,186 0,059 -0,239 5. BANGUNAN 0,291 0,151 -0,080 -0,189 -0,099 0,023 -0,059 6. PERDAG., HOTEL & RESTORAN a. Perdagangan Besar & Eceran 0,291 0,067 -0,060 -0,201 0,005 0,017 0,053 b. Hotel 0,291 0,031 0,079 0,645 -0,019 -0,151 0,241 c. Restoran 0,291 0,165 -0,017 -0,312 -0,182 0,079 0,016 7. PENGANGKUTAN & KOMUNIKASI a. Pengangkutan 1. Angkutan Rel 2. Angkutan Jalan Raya 0,291 0,105 -0,071 -0,051 -0,055 0,032 0,170 3. Angkutan Laut 0,291 -0,098 -0,061 -0,912 -0,016 0,151 -0,065 4. Angk. Sungai, Danau & Penyebr. 0,291 -0,222 -0,023 -0,102 0,206 -0,033 5. Angkutan Udara 0,291 0,699 -0,807 42,759 -0,424 0,249 1,728 6. Jasa Penunjang Angkutan 0,291 0,221 -0,149 0,791 -0,201 0,106 0,004 b. Komunikasi 1. Pos dan Telekomunikasi 0,291 0,276 0,168 0,046 -0,143 -0,089 0,619 2. Jasa Penunjang Komunikasi 0,291 -0,003 -0,102 0,337 0,260 8. KEU. PERSEWAAN, & JASA PERUSAHAAN

Data dan Informasi Pendukung Rancangan Buku III RPJMN 2010-2014 Berdimensi Kewilayahan 9    

Differential Shift Sektor

Regional Share

Proportional Shift Sulut Gorontalo Sulteng Sulsel Sultra

a. Bank 0,291 0,625 -1,187 1,913 -0,505 3,259 9,445 b. Lembaga Keuangan tanpa Bank 0,291 0,125 -0,065 -0,075 -0,121 0,085 0,004 c. Jasa Penunjang Keuangan d. Sewa Bangunan 0,291 -0,011 -0,051 0,239 0,025 0,000 -0,033 e. Jasa Perusahaan 0,291 0,124 -0,086 0,965 -0,043 0,098 0,055 9. JASA-JASA a. Pemerintahan Umum 1. Adm. Pemerintah & Pertahanan 0,291 -0,073 -0,119 0,566 0,050 0,013 -0,003 2. Jasa Pemerintah lainnya 0,291 -0,076 0,000 b. Swasta 1. Sosial Kemasyarakatan 0,291 -0,024 -0,080 -0,005 0,149 0,004 0,129 2. Hiburan & Rekreasi 0,291 0,036 -0,023 0,140 0,098 -0,024 0,436 3. Perorangan & Rumahtangga 0,291 0,089 0,006 -0,174 -0,008 -0,016 0,204

c. Model Interregional Input-Output (IRIO)

Model IRIO merupakan analisis dampak langsung, tidak langsung dan yang terimbas (induced effect) dari kegiatan pembangunan yang memasukkan aspek keruangan berdasarkan struktur keterkaitan ekonomi dan keterkaitan wilayah yang mampu menggambarkan tentang struktur ketergantungan sektoral (sectoral interdependency) juga mampu menunjukkan ketergantungan regional (regional interdependency), yaitu antara satu kegiatan ekonomi di suatu daerah dengan kegiatan ekonomi di daerah lainnya (Richardson, 1972).

Pendekatan penyusunan IRRIO, untuk menganalisis derajat keterkaitan dan kemandirian suatu pulau terhadap pulau lainnya akan digunakan model I-O Daerah dan Input-Output Antardaerah (IRIO). Keterkaitan ekonomi dilihat dari aspek sektoral dan spasial. Dari aspek sektoral dianalisis keterkaitan ekonomi antarsektor di suatu provinsi. Sedangkan dari aspek spasial, dianalisis keterkaitan ekonomi antar-provinsi secara sektoral. Keterkaitan ekonomi antar-provinsi secara sektoral diukur oleh dampak pengganda output, pendapatan dan kesempatan kerja. Analisis dampak diperinci menjadi dampak awal (initial effect), dampak pengganda total (total multiplier effect), dampak pengganda bersih (flow-on multiplier effect), dampak pengganda balik (feedback multiplier effect) dan luberan (spill-over multiplier effect).

Untuk menunjukkan keunggulan relatif suatu pulau dalam kegiatan ekonomi produktif, digunakan angka efisiensi relatif sektoral, yang angka-angkanya dihitung dari model IRIO Indonesia 2005. Perlu diketahui bahwa dalam Model IRIO 2005 sudah terintegrasi antara model ekonomi dan data empiriknya. Model Input-Output berisi data populasi, oleh karena itu dalam analisis tidak dilakukan upaya-upaya pengujian hipotesis secara statistika.

Metode Analisis yang digunakan adalah analisis model Input-Output Daerah dan Antardaerah (IRIO). Kegunaan analisis model Input-Output daerah adalah untuk mengukur dampak perubahan nilai output, pendapatan dan kesempatan kerja akibat terjadi perubahan permintaan akhir atas output sektor tertentu. Besar-kecilnya angka dampak menunjukkan besar-kecilnya derajat keterkaitan ekonomi sektor itu dengan sektor-sektor lainnya. Selanjutnya, analisis model Input-Output Antardaerah (IRIO) digunakan untuk mengukur dampak perubahan nilai output, pendapatan dan kesempatan kerja akibat terjadi perubahan permintaan akhir atas output sektor tertentu yang diproduksi di suatu daerah (Stelder dan Eding, 2000). Besar-kecilnya angka dampak menunjukkan besar-kecilnya derajat keterkaitan ekonomi suatu sektor terhadap sektor-sektor lainnya di daerah itu dan sektor-sektor ekonomi di daerah-daerah lainnya.

Hasil analisis keterkaitan antarsektor dan antardaerah yang terkait dengan terkait dengan multiplier output dan multiplier pendapatan, adalah sebagai berikutdapat ditarik beberapa kesimpulan antara lain:

1. Sektor perekonomian yang memiliki angka multiplier output terbesar adalah sebagai berikut:

Provinsi Multiplier Output Sulawesi Utara Angkutan Udara , Industri barang kayu, rotan dan bambu , Industri makanan minuman,

Industri barang dari logam, Industri kelapa sawit, Angkutan Air, Listrik, gas dan air bersih, Bangunan, Industri alat angkutan dan perbaikiannya, dan Industri pengolahan hasil laut

Gorontalo Listrik, gas dan air bersih, Angkutan Udara, Industri pengolahan hasil laut , Industri makanan minuman , Bangunan , Industri lainnya , Angkutan Air , Industri alat angkutan dan perbaikiannya , Industri pulp dan kertas , Perikanan , Angkutan darat , Industri barang kayu, rotan dan bambu , Hotel dan Restoran , Industri tekstil dan produk tekstil , Industri kelapa sawit , Perdagangan, Peternakan dan hasil-hasilnya

Sulawesi Tengah Bangunan , Angkutan Udara , Industri barang kayu, rotan dan bambu ), Hotel dan Restoran , Angkutan Air , Industri barang dari logam , Industri makanan minuman ,

Data dan Informasi Pendukung Rancangan Buku III RPJMN 2010-2014 Berdimensi Kewilayahan 10    

Industri kelapa sawit , Industri lainnya , Peternakan dan hasil-hasilnya Sulawesi Selatan Industri makanan minuman , Angkutan Udara , Industri tekstil dan produk tekstil ,

Industri barang dari logam , Angkutan Air , Hotel dan Restoran , Industri kelapa sawit, Bangunan, Industri pulp dan kertas, Industri karet dan barang dari karet

Sulawesi Tenggara Bangunan, Perdagangan, Industri makanan minuman, Industri pulp dan kertas, Industri dasar besi dan baja dan logam dasar bukan besi, Peternakan dan hasil-hasilnya, Perikanan, Industri tekstil dan produk tekstil, Tanaman perkebunan, Industri pengolahan hasil laut

2. Sektor perekonomian yang memiliki angka multiplier pendapatan besar (di atas angka 2.00) adalah sebagai

berikut: Provinsi Multiplier Pendapatan

Sulawesi Utara Industri lainnya, Industri kelapa sawit, Angkutan Udara, Industri makanan minuman, Industri barang kayu, rotan dan bambu, Industri pengolahan hasil laut, Angkutan Air, Industri barang dari logam, Angkutan darat, Listrik, gas dan air bersih, Industri dasar besi dan baja dan logam dasar bukan besi, Industri alat angkutan dan perbaikiannya,dan Bangunan

Gorontalo Angkutan Udara, Industri pengolahan hasil laut, Industri makanan minuman, Bangunan, Angkutan Air, Listrik, gas dan air bersih, Industri alat angkutan dan perbaikiannya, Industri pulp dan kertas, Industri lainnya, Angkutan darat, Industri barang kayu, rotan dan bambu, Hotel dan Restoran, Industri tekstil dan produk tekstil, dan Industri kelapa sawit

Sulawesi Tengah Angkutan Udara, Angkutan Air, Industri makanan minuman, Industri barang kayu, rotan dan bambu, Industri pengolahan hasil laut, Industri barang dari logam, Bangunan, Hotel dan Restoran, Industri kelapa sawit, Angkutan darat, dan Industri alat angkutan dan perbaikiannya

Sulawesi Selatan Industri makanan minuman, Angkutan Udara, Industri tekstil dan produk tekstil, Industri dasar besi dan baja dan logam dasar bukan besi, Industri kelapa sawit, Industri semen, Industri pengolahan hasil laut, Angkutan Air, Industri barang dari logam, Industri pulp dan kertas, Industri barang kayu, rotan dan bambu, Listrik, gas dan air bersih, dan Peternakan dan hasil-hasilnya

Sulawesi Tenggara Industri makanan minuman, Bangunan, Perdagangan, Industri dasar besi dan baja dan logam dasar bukan besi, Industri tekstil dan produk tekstil, Perikanan, dan Peternakan dan hasil-hasilnya

3. Sementara itu sektor-sektor yang memberikan penciptaan dampak pendapatan ke luar provinsi lebih dari 15%

dari total dampak pendapatannya adalah sebagai berikut: Provinsi Multiplier Pendapatan

Sulawesi Utara Industri barang dari logam, Industri alat angkutan dan perbaikiannya, Industri lainnya, Industri dasar besi dan baja dan logam dasar bukan besi, Industri barang kayu, rotan dan bambu, Industri makanan minuman, Angkutan Udara, Industri karet dan barang dari karet, Industri tekstil dan produk tekstil, Angkutan Air, Peternakan dan hasil-hasilnya, Bangunan, Industri kelapa sawit, Industri pulp dan kertas, Hotel dan Restoran, dan Perdagangan

Gorontalo Angkutan Udara, Industri pengolahan hasil laut, Bangunan, Industri alat angkutan dan perbaikiannya, Angkutan Air, Industri makanan minuman, Industri pulp dan kertas, Angkutan darat, Listrik, gas dan air bersih, Industri lainnya, Industri tekstil dan produk tekstil, Industri barang kayu, rotan dan bambu, Industri kelapa sawit, Hotel dan Restoran, Perdagangan, Lembaga keuangan, Perikanan, Pertambangan batu bara, biji logam dan penggalian lainnya, Jasa-jasa lainnya, Kehutanan, Tanaman perkebunan, Peternakan dan hasil-hasilnya, dan Tanaman bahan makanan lainnya

Sulawesi Tengah Industri lainnya, Industri barang dari logam, Industri alat angkutan dan perbaikiannya, Industri pulp dan kertas, Angkutan Udara, Angkutan Air, Hotel dan Restoran, Industri tekstil dan produk tekstil, Bangunan, Listrik, gas dan air bersih

Sulawesi Selatan Angkutan Udara, Industri tekstil dan produk tekstil, Industri pulp dan kertas, Angkutan Air, Industri kelapa sawit, Industri barang dari logam, Listrik, gas dan air bersih, Industri barang kayu, rotan dan bambu, Industri karet dan barang dari karet, Angkutan darat, Tanaman perkebunan, Industri dasar besi dan baja dan logam dasar bukan besi, Bangunan, Industri petrokimia, Hotel dan Restoran, Peternakan dan hasil-hasilnya, Industri semen, Perdagangan, Industri makanan minuman, Pertambangan minyak, gas dan panas bumi, dan Industri alat angkutan dan perbaikiannya

Sulawesi Tenggara Industri pulp dan kertas, Industri tekstil dan produk tekstil, Bangunan, Perdagangan, Tanaman perkebunan, Listrik, gas dan air bersih, Perikanan, Industri dasar besi dan baja dan logam dasar bukan besi, dan Industri makanan minuman

Data dan Informasi Pendukung Rancangan Buku III RPJMN 2010-2014 Berdimensi Kewilayahan 11    

4. Sektor yang Memiliki Multiplier Output Tinggi

Sektor-sektor yang memiliki multiplier output besar dicirikan oleh: (1) beragamnya jenis barang dan jasa domestik yang digunakan untuk input antara kegiatan produksi; (2) tingginya intensitas penggunaan input antara domestik yang digunakan dalam produksi; (3) rendahnya input primer relatif terhadap nilai output; (4) rendahnya penggunaan input antara impor. Berdasarkan hasil perhitungan di 30 provinsi ternyata sektor perekonomian yang memiliki multiplier output besar, yaitu di atas rata-rata multiplier pada umumnya adalah angkutan (darat, air dan udara); industri makanan-minuman dan pengolahan hasil laut; Bangunan; Listrik, Gas dan Air Bersih; Hotel dan Restoran; Industri barang dari kayu, rotan dan bambu; Industri tekstil dan produk dari tekstil; Industri pulp dan kertas; Industri kelapa sawit; Industri lainnya; Peternakan dan hasil-hasilnya; Industri karet dan barang dari karet; dan Indsutri alat angkutan dan perbaikannya.

5. Sektor yang Memiliki Dampak dan Multiplier Pendapatan Tinggi

Sektor yang memiliki dampak pendapatan tinggi umumnya umumnya dicirikan oleh dampak output besar dan fraksi nilai input tenaga kerja besar. Berdasarkan hasil perhitungan dari 30 provinsi sektor yang memiliki dampak pendapatan tinggi, yaitu yang di atas rata-ratanya adalah: Pemerintahan umum dan pertahanan; Industri petrokimia; Pertambangan batu bara, biji logam dan penggalian lainnya; Bangunan; Jasa-jasa lainnya; Industri alas kaki; Industri semen; Tanaman perkebunan; Lembaga keuangan; Komunikasi; Industri karet dan barang dari karet; Industri tekstil dan produk tekstil; Industri mesin listrik dan peralatan listrik; Industri barang kayu, rotan dan bambu; Listrik, gas dan air bersih; Industri kelapa sawit; dan Industri barang dari logam. Dampak yang besar mengandung makna jika terjadi peningkatan permintaan akhir atas output sektor yang bersangkutan berdampak besar dalam meningkatkan pendapatan perekonomian nasional. Sedangkan sektor perekonomian di 30 provinsi yang memiliki multiplier pendapatan besar, yaitu lebih tinggi dari nilai tengah keseluruhan, adalah: Industri makanan minuman; Industri pengolahan hasil laut; Angkutan Udara; Industri lainnya; Industri dasar besi dan baja dan logam dasar bukan besi; Bangunan; Industri kelapa sawit; Angkutan Air; Listrik, gas dan air bersih; Industri barang kayu, rotan dan bambu; Industri barang dari logam; Industri tekstil dan produk tekstil; Hotel dan Restoran; Industri karet dan barang dari karet; Peternakan dan hasil-hasilnya; Industri pulp dan kertas; dan Industri semen. Multiplier pendapatan besar mengandung makna jika terjadi peningkatan pendapatan pekerja di suatu sektor berdampak besar terhadap peningatan pendapatan para pekerja di seluruh sektor di lingkup perekonomian nasional.

6. Sektor yang Memiliki Keterkaitan Tinggi Dengan Sektor di Wilayah Lain

Sektor perekonomian yang memiliki keterkaitan (ke belakang) besar dengan wilayah-wilayah lainnya adalah sektor yang dalam proses produksinya banyak bergantung kepada wilayah lain, dengan kata lain banyak menginput barang dan jasa dari wilayah lain. Sektor-sektor yang tergolong besar dalam menggantungkan diri kepada wilayah lain adalah sebagai berikut: angkutan (darat, air dan udara); Listrik, Gas dan Air Bersih; Bangunan; Hotel dan Restoran; Industri tekstil dan produk tekstil; Industri pulp dan kertas; Industri barang dari logam; Industri alat angkutan dan perbaikiannya; Industri lainnya; Industri mesin listrik dan peralatan listrik; Industri kelapa sawit; Industri alas kaki; Industri barang kayu, rotan dan bambu; Industri karet dan barang dari karet; Industri petrokimia; dan Industri makanan minuman. Sektor yang tergolong rendah dalam berinteraksi dengan wilayah lainnya, adalah sektor yang tidak banyak mendatangkan input barang dan jasa dari wilayah lain. Sektor yang temasuk kategori ini adalah pertanian (padi, tanaman bahan makanan lainnya, tanaman perkebunan, peternakan dan hasil-hasilnya, kehutanan, perikanan); pertambangan (migas dan non migas) dan Industri pengilangan minyak bumi; Pemerintahan Umum dan Pertahanan; Lembaga Keuangan; dan komunikasi.

7. Keterkaitan Antar-Wilayah yang tinggi

Berdasarkan angka multiplier output interregional yang muncul di wilayah-wilayah lain dapat diindetifikasi provinsi-provinsi lainnya yang dalam kadar cukup kuat dibutuhkan oleh masing-masing 30 provinsi adalah sebagai berikut:

Provinsi Provinsi Lain yang paling dibutuhkan

NAD SUMUT, RIAU, DKI, JABAR, BANTEN, JATIM SUMUT RIAU, SUMSEL, DKI, JABAR, BANTEN, JATENG, JATIM SUMBAR SUMUT, RIAU, DKI, JABAR, BANTEN, JATIM RIAU NAD, SUMUT, SUMSEL, DKI, JABAR, BANTEN, JATENG, JATIM, KALTIM JAMBI DKI, JABAR, BANTEN, JATENG, JATIM SUMSEL SUMUT, RIAU, DKI, JABAR, BANTEN, JATENG, JATIM BABEL SUMUT, SUMSEL, DKI, JABAR, BANTEN, JATENG, JATIM

Data dan Informasi Pendukung Rancangan Buku III RPJMN 2010-2014 Berdimensi Kewilayahan 12    

Provinsi Provinsi Lain yang paling dibutuhkan BENGKULU RIAU, SUMSEL, DKI, JABAR, BANTEN, JATENG, JATIM LAMPUNG SUMUT, RIAU, SUMSEL, DKI, JABAR, BANTEN, JATENG, JATIM DKI SUMUT, RIAU, SUMSEL, JABAR, BANTEN, JATENG, JATIM, KALTIM, SULSEL JABAR SUMUT, RIAU, SUMSEL, DKI, BANTEN, JATENG, JATIM, KALTIM BANTEN SUMUT, RIAU, SUMSEL, DKI, JABAR, JATENG, JATIM JATENG SUMUT, RIAU, SUMSEL, DKI, JABAR, BANTEN JATIM YOGYA SUMUT, SUMSEL, DKI, JABAR, BANTEN, JATENG, JATIM, KALTIM JATIM SUMUT, SUMSEL, DKI, JABAR, BANTEN KALBAR SUMUT, RIAU, DKI, JABAR, BANTEN, JATIM, KALTIM KALTENG SUMUT, RIAU, SUMSEL, DKI, JABAR, BANTEN, JATENG, JATIM, KALTIM KALSEL SUMSEL, DKI, JABAR, BANTEN, JATENG, JATIM, KALTIM KALTIM SUMSEL, DKI, JABAR, BANTEN, JATIM SULUT DKI, JABAR, BANTEN, JATENG, JATIM, KALTIM

GORONTALO SUMUT, RIAU, SUMSEL, DKI, JABAR, BANTEN, JATENG, YOGYA, JATIM, KALBAR, KALTIM, SULTENG,

SULTENG SUMUT, SUMSEL, DKI, JABAR, BANTEN, JATENG, JATIM, KALTIM SULSEL SUMUT, RIAU, SUMSEL, DKI, JABAR, BANTEN, JATENG, JATIM, KALTIM SULTRA DKI, JABAR, BANTEN, JATENG, JATIM, KALTIM, SULSEL BALI SUMUT, SUMSEL, DKI, JABAR, BANTEN, JATENG, JATIM, KALTIM NTB SUMUT, RIAU, SUMSEL, DKI, JABAR, BANTEN, JATENG, JATIM, KALTIM, SULSEL , NTT RIAU, SUMSEL, DKI, JABAR, BANTEN, JATENG, JATIM, KALTIM MALUKU SUMUT, RIAU, SUMSEL, DKI, JABAR, BANTEN, JATIM, KALTIM, SULSEL MALUKUT SUMUT, SUMSEL, DKI, JABAR, BANTEN, JATIM, PAPUA PAPUA SUMUT, SUMSEL, DKI, JABAR, JATIM, KALTIM

Sementara provinsi-provinsi yang dalam kadar cukup kuat membutuhkan suatu provinsi tertentu adalah sebagai berikut:

Provinsi Provinsi Lain yang Membutuhkan NAD RIAU

SUMUT NAD, SUMBAR, RIAU, SUMSEL, BABEL, LAMPUNG, DKI, JABAR, BANTEN, JATENG, YOGYA, JATIM, KALBAR, KALTENG, GORONTALO, SULTENG, SULSEL, BALI , NTB, MALUKU, MALUKUT, PAPUA

RIAU NAD, SUMUT, SUMBAR, SUMSEL, BENGKULU, LAMPUNG, DKI, JABAR, BANTEN, JATENG, KALBAR, KALTENG, GORONTALO, SULSEL, NTB, NTT, MALUKU

JAMBI

SUMSEL SUMUT, RIAU, BABEL, BENGKULU, LAMPUNG, DKI, JABAR, BANTEN, JATENG, YOGYA, JATIM, KALTENG, KALSEL, KALTIM, GORONTALO, SULTENG, SULSEL, BALI , NTB, NTT, MALUKU, MALUKUT, PAPUA

DKI

NAD, SUMUT, SUMBAR, RIAU, JAMBI, SUMSEL, BABEL, BENGKULU, LAMPUNG, JABAR, BANTEN, JATENG, YOGYA, JATIM, KALBAR, KALTENG, KALSEL, KALTIM, SULUT, GORONTALO, SULTENG, SULSEL, SULTRA, BALI , NTB, NTT, MALUKU, MALUKUT, PAPUA

JABAR

NAD, SUMUT, SUMBAR, RIAU, JAMBI, SUMSEL, BABEL, BENGKULU, LAMPUNG, DKI, BANTEN, JATENG, YOGYA, JATIM, KALBAR, KALTENG, KALSEL, KALTIM, SULUT, GORONTALO, SULTENG, SULSEL, SULTRA, BALI , NTB, NTT, MALUKU, MALUKUT, PAPUA

BANTEN NAD, SUMUT, SUMBAR, RIAU, JAMBI, SUMSEL, BABEL, BENGKULU, LAMPUNG, DKI, JABAR, JATENG, YOGYA, JATIM, KALBAR, KALTENG, KALSEL, KALTIM, SULUT, GORONTALO, SULTENG, SULSEL, SULTRA, BALI , NTB, NTT, MALUKU, MALUKUT,

JATENG SUMUT, RIAU, JAMBI, SUMSEL, BABEL, BENGKULU, LAMPUNG, DKI, JABAR, BANTEN, YOGYA, KALTENG, KALSEL, SULUT, GORONTALO, SULTENG, SULSEL, SULTRA, BALI , NTB, NTT

YOGYA GORONTALO

JATIM

NAD, SUMUT, SUMBAR, RIAU, JAMBI, SUMSEL, BABEL, BENGKULU, LAMPUNG, DKI, JABAR, BANTEN, JATENG, YOGYA, KALBAR, KALTENG, KALSEL, KALTIM, SULUT, GORONTALO, SULTENG, SULSEL, SULTRA, BALI , NTB, NTT, MALUKU, MALUKUT, PAPUA

KALBAR GORONTALO

KALTIM RIAU, DKI, JABAR, YOGYA, KALBAR, KALTENG, KALSEL, SULUT, GORONTALO, SULTENG, SULSEL, SULTRA, BALI , NTB, NTT, MALUKU, PAPUA

SULTENG GORONTALO SULSEL DKI, SULTRA, NTB, MALUKU, PAPUA JABAR, MALUKUT

Catatan: Provinsi-propinvi yang tidak tercantum pada kolom-1, mengindikasikan provinsi tersebut kurang kuat dibutuhkan oleh provinsi-provinsi lainnya.

Data dan Informasi Pendukung Rancangan Buku III RPJMN 2010-2014 Berdimensi Kewilayahan 13    

Berdasarkan kedua Tabel di atas ternyata hubungan ekonomi antar-provinsi di Indonesia bersifat asimetris, maksudnya jika suatu provinsi membutuhkan provinsi-propinsi lainnya, belum tentu provinsi-provinsi lainnya membutuhkan provinsi tersebut. Akibat adanya hubungan saling membutuhkan yang bersifat asimetris, maka interaksi ekonomi antar provinsi tidak saling menguntungkan.

Provinsi-provinsi yang menerima dampak interegional bersih adalah: Riau, Sumatera Selatan, DKI Jakarta Jakarta, Jawa Barat, Banten, Jawa Tengah, Jawa Timur, Kalimantan Timur, dan Sulawesi Tengah. Jika keadaan ini terjadi berkelanjutan maka endowment perekonomian dari provinsi-provinsi lainnya akan tersedot ke provinsi-provinsi tersebut di atas. Hal ini akan mendatangkan implikasi serius dan menjadi kendala pemerintah dalam upaya memperbaiki pemerataan kesempatan ekonomi antar provinsi.

d. Strategy Development Region (SDR)

Strategy Development Region (SDR) merupakan wilayah strategis yang berfungsi sebagai penggerak/pengungkit aktivitas ekonomi wilayah yang memberikan multiplier efekt terhadap pengembangan ekonomi wilayah hinterland yang penetapannya didasarkan kepada dimensi spasial, yaitu keunggulan komparatif/local specificity dan interaksi wilayah/spatial interaction dengan memperhatikan struktur keterkaitan sektor (industrial linkages) maupun antar wilayah (interregional likages) untuk memperkuat rantai aktivitas ekonomi dalam satu kesatuan pengembangan ekonomi.

Dalam kaitannya dengan penyusunan SDR, beberapa aspek terkait dalam penetapan SDR, adalah (1) Identifikasi aktivitas ekonomi (industri) unggulan Nasional berdasarkan: basis dukungan sumber daya domestik, total permintaan, Serapan tenaga kerja, dan Nilai tambah, (2) Identifikasi rantai potensial pohon industri unggulan nasional (dari hulu/sumber daya dasar domestik sampai ke hilir / final product), (3) Identifikasi dan pemetaan pola spasial rantai aktual pohon industri unggulan nasional (dari hulu / sumber daya dasar domestik sampai ke hilir / final product), dan (4) menetapkan prioritas lokasi wilayah pengembangan stratergi (SDR) dengan struktur keterkaitan (linkage structure) yang semakin luas, kuat dan berimbang baik antar sektor (industrial linkages) maupun antar wilayah (interregional likages).

Pendekatan penyusunan SDR didasarkan pada pertimbangan logic, yaitu: pertama, yang digunakan sebagai kriteria adalah seberapa besar kandungan lokal dari komoditas input yang digunakan dalam suatu industry; kedua, industri atau perusahaan tersebut mampu memperoleh nilai tambah yang cukup besar; ketiga, besarnya serapan tenaga kerja yang bisa ditampung oleh industri atau perusahaan yang bersangkutan; dan keempat, output dari aktivitas produksi perusahaan atau industri tersebut mempunyai total demand yang cukup besar.

Metode analisis yang digunakan terdiri dari Analisis PCA (Principal Component Analysis), Analisis Cluster agar bisa diperoleh lokasi-lokasi cluster berdasarkan masing-masing karakteristik kelompok sebagai gambaran wilayahnya secara spasial, dan melakukan overlay masing-masing cluster yang telah dihasilkan untuk menetapkan wilayah pengembangan strategis.

Arahan pengembangan industri unggulan untuk setiap Provinsi/Kabupaten/Kota dengan mempertimbangkan kapasitas sumber daya dasar, aktivitas agroprimer, industri pengolahan, dan sarana transportasi. Sumber daya dasar yang dipertimbangkan mencakup potensi air tanah, sumber daya hutan, sumber daya perikanan dan kelautan, sumber daya tambang dan mineral, sumber daya migas, panas bumi, dan batu bara. Aktivitas agroprimer selain mencakup aktivitas pertanian, juga mencakup aktivitas peternakan dan aktivitas perikanan kelautan. Sedangkan industri pengolahan mencakup berbagai industri yang masuk dalam kategori industri backward dan forward dari 10 industri unggulan nasional. Selanjutnya sarana transportasi mencakup transportasi laut dan udara.

Berdasarkan karakteristik potensi sumebrdaya dan aktivitas ekonomi penunjang lainnya yang dimiliknya, maka arahan prioritas untuk pengembangan Wilayah Pulau Sulawesi, adalah sebagai berikut: (1) Pengembangan industri pengolahan ikan dan biota air lainnya dengan prioritas lokasi di Kota Bitung (Provinsi Sulawesi Utara), Kota Ujung Pandang (Provinsi Sulwesi Selatan), dan Kabupaten Gorontalo (Provinsi Gorontalo), (2) Pengembangan budidaya peternakan dengan prioritas lokasi di Kabupaten Takalar, Maros, Pangkep, Wajo, Tana Toraja, Sidenreng, Rapan, Luwu dan Sinjai; Provinsi Sulawesi Utara yaitu di kabupaten Minahasa; Provinsi Sulawesi Tenggara yaitu di Kabupaten Banggai, Parigi Mountong, dan Donggala; Provinsi Sulawesi Tenggara yaitu di Kabupaten Kolaka dan Buton; dan Provinsi Gorontalo yaitu di Kabupaten Gorontalo; (3) Pengembangan Industri kayu lapis dengan prioritas lokasi di Kabupaten Luwu (Povinsi Sulawesi Selatan) dan Kabupaten Gorontalo (Provinsi Gorontalo). Penetapan Kabupaten Luwu; (4) Pengembangan Industri industri pupuk dengan prioritas lokasi di Kota Kendari (Provinsi Sulawesi Tenggara) dan Kota Minahasa (Provinsi Sulawesi Utara ); (5) Pengembangan Industri industri semen dengan prioritas lokasi di Kabupaten Maros (Provinsi Sulawesi Selatan).

Data dan Informasi Pendukung Rancangan Buku III RPJMN 2010-2014 Berdimensi Kewilayahan 14    

e. Analisis Dampak Kebijakan Subsidi Energi BBM Terhadap Perekonomian Regional dan Nasional: (Pendekatan Model Inter-Regional Computable General Equilibrium (IRCGE)/IRSA-Indonesia5 Model)

Pada awal semester kedua tahun 2008, harga minyak dunia sempat menyentuh level tertinggi dalam sejarah. Sebagai negara net-importir, kenaikan harga minyak dunia ini memberi tekanan yang sangat kuat pada kondisi anggaran pemerintah Indonesia. Subsidi bahan bakar minyak (BBM) mau tidak mau harus meningkat jika pemerintah ingin tetap mempertahankan harga BBM domestik. Sebagai gambaran, pada tahun 2007 pemerintah menghabiskan 83 trilyun rupiah atau sekitar 11 persen dari total Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Apabila harga BBM domestik tetap dipertahankan maka diperkirakan subsidi akan membengkak hingga 190 trilyun rupiah pada tahun 20082. Pertanyaannya kemudian, apakah pemerintah memiliki kemampuan finansial yang memadai untuk membiayai subsidi BBM ini Pada studi ini, dilakukan suatu analisis dampak dari kedua pilihan kebijakan terhadap perekonomian Indonesia dengan menggunakan pendekatan model Inter-Regional Computable General Equilibrium (IRCGE) atau dikenal dengan IRSA-Indonesia5 Model2, dengan hasil analisa dampak terhadap 2 simulasi kebijakan terlihat dalam matrik berikut No Simulasi Dampak Jumlah subsidi BBM tetap

(Harga BBM Naik) Jumlah subsidi BBM meningkat (Harga BBM Tetap)

Implikasi Kebijakan

1 Indikator makro ekonomi

- PDB (nasional) NEGATIF, - PDRB (daerah) NEGATIF (Dampak lebih kecil)

- PDB (nasional) NEGATIF, - PDRB (daerah) NEGATIF (Dampak lebih besar)

Alokasi sumberdaya kapital & tenaga kerja akan lebih efisien jika pemerintah memilih mempertahankan tingkat subsidi BBM

2 Tingkat regional Kalimantan terkena dampak paling besar, (penurunan PDRB riil yang paling besar)

Sektor kilang minyak, sektor terbesar berkontribusi terhadap PDRB (+ 26% dari total PDRB)

Positif (sektor kilang minyak, sektor minyak, gas dan pertambangan geothermal)

Positif pada sektor kilang minyak, sektor minyak, gas dan pertambangan geothermal

Permintaan minyak domestik akan meningkat akibat harga relatifnya terhadap harga minyak impor menurun

Negatif (sektor-sektor lainnya)

Negatif (sektor-sektor lainnya)

3 Kecepatan ekspansi sektor kilang minyak dan sektor minyak, gas dan pertambangan geothermal akan lebih lambat

Output sektoral

Terbesar akan dialami Sumatera diikuti Kalimantan

Terbesar akan dialami Sumatera diikuti Kalimantan

Sektor-sektor pada kedua daerah ini lebih responsif dibandingkan dengan daerah lain

4 Pasar faktor produksi

Harga kapital daerah Sumatera dan Kalimantan diperkirakan meningkat. Menguntungkan pemilik faktor produksi kapital

Harga tenaga kerja di Sumatera dan Kalimantan akan menurun.Penurunan lebih besar bila pemerintah memilih menyesuaikan tingkat subsidi BBM

Jawa-Bali, Sulawesi & daerah lainnya, harga kapital dan tenaga kerja akan menurun (penurunan terbesar dialami harga tenaga kerja)

2 Pada tanggal 24 Mei 2008 pemerintah menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi menjadi 6000 rupiah per liter. Sebagai akibatnya, total subsidi pada tahun 2008 diperkirakan akan menjadi 126,8 trilyun rupiah. 2 IRSA Indonesia5 dikembangkan oleh Budy P. Resosudarmo (Indonesia Project, The Arndt Corden Division of Economics, The Australian National University), Arief A. Yusuf (Fakultas Ekonomi, Universitas Padjadjaran) dan Djoni Hartono (Fakultas Ekonomi, Universitas Indonesia).

Data dan Informasi Pendukung Rancangan Buku III RPJMN 2010-2014 Berdimensi Kewilayahan 15    

No

Simulasi Dampak Harga BBM Naik (Jumlah subsidi BBM tetap)

Harga BBM Tetap (Jumlah subsidi BBM meningkat)

Catatan/Kesimpulan

5 Tingkat konsumsi nil Memiliki dampak lebih kecil. Rumah tangga perkotaan akan mengalami penurunan lebih besar dibandingkan rumah tangga di pedesaan (kecuali Kalimantan).

Memiliki dampak lebih besar

Rumah tangga perkotaan di Kalimantan akan merasakan dampak positif akibat adanya kenaikan harga kapital yang lebih besar dibandingkan dengan rumah tangga di pedesaan

Dampak kemiskinan lebih kecil (kecuali daerah Jawa-Bali)

Dampak kemiskinan di Sumatera, Kalimantan, Sulawesi & daerah lain lebih besar pada rumah tangga di pedesaan dibandingkan dengan di perkotaan.

Di Sumatera, Kalimantan, Sulawesi serta daerah lainnya, rumah tangga di pedesaan memiliki tingkat ketergantungan BBM yang lebih tinggi dibandingkan dengan rumah tangga perkotaan

6 Pada daerah Jawa-Bali, kemiskinan yang lebih besar pada rumah tangga di perkotaan dibandingkan dengan yang di pedesaaan

Rumah tangga di perkotaan pada daerah Jawa-Bali sangat bergantung pada konsumsi BBM

Tingkat kemiskinan

Dampak kemiskinan terkecil akan terjadi di Kalimantan, sementara wilayah Timur Indonesia yang terdiri dari Papua, NTT, NTB dan Maluku akan merasakan dampak terbesar

Wilayah Timur Indonesia memiliki konsentrasi orang miskin yang terbesar. Cumulative Density Function (CDF) akan lebih curam pada daerah dengan tingkat pendapatan terendah. Sehingga, dampak guncangan pendapatan terhadap kemiskinan akan lebih elastis (responsif).

7 Kondisi fiskal pemerintah pusat

Dampak negatif Dampak negatif (dampaknya lebih besar)

Bila harga BBM tetap, maka anggaran akan menurun sekitar enam kali lebih besar, karena kemampuan pembiayaan pemerintah pusat berkurang (perlambatan ekonomi terjadi)

8 Kondisi fisk alpemerintah daerah

Dampak negatif Dampak negatif (dampaknya akan lebih besar)

Transfer pemerintah pusat akan turun secara signifikan (9,42%) akibat membengkaknya beban subsidi BBM. Dampak terbesar akan dialami wilayah Timur Indonesia karena tingkat ketergantungan fiskal terhadap transfer pemerintah pusat yang relatif lebih besar. (Tingkat ketergantungan fiskal untuk Wilayah Timur Indonesia 85%, Sulawesi 38%, Kalimantan 34%, Jawa-Bali 31%, dan Sumatera 31%)

9 Emisi C02 Menurunkan emisi C02 Menurunkan emisi C02 Rumah tangga memiliki kontribusi yang paling besar terhadap penurunan emisi CO2. Konsumsi energi industri tidak terlalu responsif terhadap perubahan harga BBM

Data dan Informasi Pendukung Rancangan Buku III RPJMN 2010-2014 Berdimensi Kewilayahan 16    

h. Analisis Dampak Desentralisasi Fiskal Terhadap Perekonomian Wilayah: (Pendekatan Model Inter-

Regional Computable General Equilibrium (IRCGE)/IRSA-Indonesia5 Model)3

Kerangka desentralisasi saat ini, memungkinkan pemerintah daerah berhak atas alokasi fiskal yang lebih baik lagi. Untuk itu, pemerintah pusat perlu meningkatkan transfer ke pemerintah daerah, terutama melalui dana perimbangan. Dana ini terdiri dari empat jenis, yaitu dana bagi hasil pajak, dana bagi hasil sumberdaya alam, dana alokasi khusus, dan dana alokasi umum.

Pemerintah pusat setidaknya memiliki dua pilihan dalam mengalokasikan anggarannya untuk setiap daerah. Pertama, meningkatkan anggaran pemerintah daerah secara proporsional berdasarkan pada keadaan anggaran daerah saat ini. Kedua, meningkatkan transfer dana perimbangan melalui pemberian dana lumpsump. Analisis dampak ekonomi dari dua pilihan kebijakan tersebut terhadap kinerja perekonomian nasional dan daerah telah dilakukan dengan pendekatan model Inter-Regional Computable General Equilibrium (IRCGE) untuk Indonesia atau yang dikenal dengan nama IRSA-Indonesia-5 Model. Tulisan ini adalah intisari hasil analisis ini.

Analisis dilakukan dengan dua skenario kebijakan. Pertama, anggaran pemerintah daerah ditingkatkan sebesar 10 persen secara proporsional berdasarkan keadaan anggaran pemerintah daerah saat ini. Kedua, anggaran pemerintah daerah melalui pemberian tambahan dana transfer (dana perimbangan) ditingkatkan dengan besaran yang sama.

Asumsi dan hipotesis yang digunakan dalam analisis ini adalah sebagai berikut :

1. Total tambahan dana transfer ke pemerintah daerah pada kedua skenario adalah sama.

2. Pemerintah pusat meningkatkan dana transfer ke pemerintah daerah, maka pemerintah pusat harus mengurangi pengeluarannya.

3. Pengeluaran konsumsi pemerintah (pusat) untuk barang dan jasa diperkirakan akan menurun.

4. Pemerintah daerah akan meningkatkan pengeluaran konsumsinya, sebagai efek ekspansi pada ekonomi.

5. Daerah yang mensuplai banyak barang dan jasa yang selanjutnya akan dikonsumsi pemerintah pusat akan merasakan dampak yang besar.

Hasil analisis tersebut secara ringkas sebagaimana disajikan dalam matrik berikut: No Simulasi Dampak Anggaran Naik 10%

(proporsional terhadap anggaran Pemda saat ini)

Anggaran Naik (besaran sama untuk setiap Pemda) Implikasi Kebijakan

Pemerintah Pusat

Sebagian besar sumber pendapatan menurun

Sebagian besar sumber pendapatan menurun

!Secara aggregate (total) meningkatkan pendapatan pemerintah pusat !Kontribusi terbesar akibat peningkatan penda atan ppemerintah daerah

1

Anggaran

Pemerintah Daerah

Kawasan Timur Indonesia akan merasakan peningkatan pendapatan yang relatif lebih besar dibandingkan dengan Kawasan Barat Indonesia

Kawasan Timur Indonesia akan merasakan peningkatan pendapatan yang relatif lebih besar dibandingkan dengan Kawasan Barat Indonesia

Ketergantungan Kawasan Timur Indonesia pada dana transfer pemerintah pusat relatif lebih besar dibandingkan dengan Kawasan Barat Indonesia

3 Pihak Yang Terlibat: BAPPENAS dan BAPPEDA. Departemen Keuangan, Departemen Kehutanan, Departemen Energi dan Sumberdaya Mineral, Departemen Kelautan dan Perikanan, serta Kementerian Negara Lingkungan Hidup; Bank Dunia, Badan Penelitian Nasional Australia - CSIRO (Commonwealth Scientific and Industrial Research Organization of Australia), AusAID 

Data dan Informasi Pendukung Rancangan Buku III RPJMN 2010-2014 Berdimensi Kewilayahan 17    

2 Pengeluaran konsumsi pemerintah daerah

Positif pada seluruh daerah; peningkatan terbesar terjadi di Sumatera dan Jawa-Bali

Positif pada seluruh daerah; peningkatan terbesar terjadi di Timur Indonesia, diikuti Sulawesi dan Kalimantan

!Konsumsi nasional menurun akibat penurunan belanja pemerintah pusat yang cukup signifikan. (peningkatan konsumsi semua pemerintah daerah tidak mampu mengkompensasi penurunan konsumsi pemerintah pusat) !Dampak permintaan bersih adalah negatif

No Simulasi Dampak Anggaran Naik 10%

(proporsional terhadap anggaran Pemda saat ini)

Anggaran Naik (besaran sama untuk setiap Pemda)

Implikasi Kebijakan

3 PDB Diperkirakan turun Diperkirakan turun

Indika r tomakro ekonomi PDRB !Di Indonesia Timur dan

Sulawesi Positif !Di Sumatera, Kalimantan dan Jawa-Bali negatif

!Di Indonesia Timur dan Sulawesi Positif !Di Sumatera, Kalimantan dan Jawa-Bali negatif

4 Positif Di Sumatera, Jawa-Bali dan Kalimantan, sebagian besar sektor pemerintahan umum dan jasa lainnya.

Output sektoral

Negatif !Di Timur Indonesia sektor pemerintahan umum dan jasa lainnya. !Di Sulawesi hanya sektor pemerintahan umum

Dampak negatif ini akan lebih besar

Efek kontraksi permintaan dari pemerintah pusat melebihi efek ekspansi permintaan yang ditimbulkan oleh pemerintah daerah

5 PDRB Turun (Sumatera, Jawa-Bali, dan Kalimantan)

Pendapatan Rumah tangga perkotaan akan menurun(penurunan kebutuhan tenaga terampil untuk sektor pemerintahan umum dan sektor jasa lainnya)

Pendapatan Rumah tangga perkotaan akan menurun (penurunan kebutuhan tenaga terampil untuk sektor pemerintahan umum dan sektor jasa lainnya)

!Rumah tangga perkotaan mengandalkan tenaga terampil; !Tenaga kerja pedesaan sebagian besar bergerak di sektor pertanian akan merasakan dampak negatif yang relatif kecil atau mungkin tidak sama sekali

Tingkat ko sumsi nnil

PDRB Naik (Indonesia Timur dan Sulawesi)

Rumah tangga perkotaan akan merasakan peningkatan pendapatan karena mengandalkan tenaga kerja terampil

Rumah tangga perkotaan akan merasakan peningkatan pendapatan karena mengandalkan tenaga kerja terampil

Peningkatan permintaan sektor pemerintahan umum dan sektor jasa lainnya akan meningkatkan pendapatan pemilik tenaga kerja terampil

6 Di pedesaan Menurun Menurun !Jawa-Bali kemiskinan terendah; !Timur Indonesia dan Sulawesi kemiskinan terbesar

Tingka tkemis -kinan secara nasional

Di perkotaan

Meningkat Meningkat karena peningkatan kemiskinan yang terjadi di Jawa-Bali dan Sumatera

7 Besaran dampak Relatif lebih besar pada pemerintah daerah di Sumatera dan Jawa-Bali

Relatif lebih besar pada pemerintah daerah di Sulawesi, Timur Indonesia, dan Kalimantan

Kesimpulan

1. Manfaat penerapan desentralisasi fiskal akan dirasakan berbeda oleh masing-masing daerah;

2. Perbedaan tersebut, tergantung pada tingkat ketergantungan fiskal tiap daerah dan pola perdagangan antara daerah;

3. Secara spasial, penerapan kebijakan desentralisasi fiskal akan merugikan Jawa-Bali dan Kalimantan dan akan menguntungkan Sulawesi dan Indonesia Bagian Timur lainnya.

Data dan Informasi Pendukung Rancangan Buku III RPJMN 2010-2014 Berdimensi Kewilayahan 18    

3.2. Keuangan Daerah

Profil keuangan antarprovinsi di wilayah Sulawesi pada tahun 2002-2006, komponen Dana Perimbangan masih menunjukkan persentase cukup tinggi (di atas 50%), kecuali di Provinsi Sulawesi Selatan yang berkisar antara 38,7 persen – 45,8 persen. Pada tahun 2006, Provinsi Sulawesi Selatan memiliki APBD tertinggi Rp. 1.480, 1 Miliar, dengan total Belanja Rp.1.392,3 Miliar, dan Defisit Rp. 87,7 Miliar. APBD terendah adalah di Provinsi Sulawesi Barat sebesarRp. 326,8 Miliar, dengan kontribusi dana perimbangan sebesar 87,3 persen, total belanja Rp. 275,65 Miliar, dan DefisitRp. 50,15 Miliar. Kontribusi Dana Perimbangan tertinggi adalah di Provinsi Gorontalo sebesar Rp. 406,26 Miliar atau 88,3 persen dari total APBD, hal ini menunjukkan masih tingginya ketergantungan kepada pemerintah pusat untuk belanja pembangunan .

Tabel 3.18. Nilai Penerimaan dan Belanja Daerah Tahun 2002 – 2006 (dalam jutaan rupiah)

TOTAL PENERIMAAN

DANA PERIMBANGAN

TOTAL BELANJA

SURFLUS/ DEFISIT PROVINSI TAHUN

Juta Rp. JutaRp. % JutaRp. JutaRp.

2002 464.121,9 287.927,3 62,0 393.438,9 70.683,0

2003 464.219,2 271.878,8 58,6 410.361,6 53.857,6

2004 436.491,7 244.934,1 56,1 407.432,5 29.059,2

2005 434.671,8 278.777,8 64,1 425.971,8 8.700,0

SULUT

2006 653.592,5 442.356,0 67,7 649.758,2 3.834,3

2002 294.517,8 205.358,2 69,7 265.534,6 28.983,1

2003 400.726,6 265.330,0 66,2 365.769,0 34.957,6

2004 465.571,6 282.135,4 60,6 417.136,7 48.434,8

2005 425.800,3 288.326,1 67,7 415.954,7 9.845,6

SULTENG

2006 681.399,8 520.777,5 76,4 655.343,2 26.056,6

2002 771.268,3 333.717,5 43,3 672.411,7 98.856,6

2003 962.660,5 403.482,7 41,9 821.189,5 141.470,9

2004 1.154.973,1 446.743,2 38,7 938.635,6 216.337,5

2005 1.013.346,1 432.339,3 42,7 1.006.646,1 6.700,0

SULSEL

2006 1.480.115,1 677.865,7 45,8 1.392.341,3 87.773,8

2002 276.736,5 189.378,0 68,4 257.159,6 19.576,9

2003 371.501,0 253.507,9 68,2 351.556,1 19.944,8

2004 381.303,6 256.467,5 67,3 361.332,0 19.971,6

2005 416.505,1 277.677,0 66,7 414.505,1 2.000,0

SULTRA

2006 606.395,8 478.402,2 78,9 572.144,6 34.251,2

2002 150.612,0 133.275,5 88,5 150.612,0 -

2003 227.461,2 191.370,0 84,1 207.544,7 19.916,5

2004 275.866,6 218.309,4 79,1 241.154,9 34.711,7

GORONTALO

2005 268.119,1 216.220,0 80,6 261.669,1 6.450,0

Gambar 3.8. Perkembangan APBD Antarprovinsi di Wilayah Sulawesi

Tahun 2002-2006.

Data dan Informasi Pendukung Rancangan Buku III RPJMN 2010-2014 Berdimensi Kewilayahan 19    

TOTAL PENERIMAAN

DANA PERIMBANGAN

TOTAL BELANJA

SURFLUS/ DEFISIT PROVINSI TAHUN

Juta Rp. JutaRp. % JutaRp. JutaRp.

2006 459.951,8 406.259,4 88,3 398.036,4 61.915,3

SULBAR 2006 325.806,1 284.363,6 87,3 275.654,3 50.151,8 Sumber: DJAPK Departemen Keuangan Republik Indonesia, www.djpk.depkeu.go.id.

Analisis Keuangan Daerah

Beberapa parameter dan formula untuk analisis keuangan daerah digunakan untuk melihat kinerja keuangan daerah. Mengingat ketersediaan dana, parameter dan formula yang digunakan untuk melihat kinerja keuangan daerah di Indonesia antara lain:

Derajat Desentralisasi Fiskal antara pemerintah Pusat dan daerah

Ukuran kemandirian fiskal daerah dapat dilihat dari besarnya proporsi pendapatan daerah yang bersumber dari daerah itu sendiri terhadap total penerimaan daerah. Ada dua dua jenis pendapatan yang berasal dari daerah sendiri. Pertama adalah Pendapatan Asli Daerah (PAD), dan kedua adalah Bagi Hasil Pajak dan Bukan Pajak untuk daerah. Jenis pendapatan yang kedua ini merupakan bagian dari penerimaan pemerintah pusat, yang kemudian dikembalikan lagi kepada pemerintah daerah dalam skema dana bagi hasil. Besarnya proporsi kedua pendapatan tersebut terhadap total penerimaan daerah mencerminkan tingkat kemandirian daerah dalam pembiayaan pembangunan daerah atau bisa juga dijadikan ukuran derajat desentralisasi fiskal suatu daerah. Semakin besar persentase PAD terhadap Total Penerimaan Daerah (TPD), maka daerah tersebut dapat dikatakan mandiri, atau derajat fiskalnya tinggi.

Gambar 3.9. Kontribusi PAD Terhadap Total Penerimaan

Antarprovinsi, Tahun 2002-2006

Gambar 3.10 Kontribusi BHPBP Terhadap Total Penerimaan

Antarprovinsi, Tahun 2002-2006

Tingkat kemandirian (derajat desentralisasi) provinsi-provinsi yang ada di wilayah Sulawesi menunjukkan bahwa rata-rata tingkat kemandirian belum mengalami peningkatan yang berarti selama periode 2002-2006 (Gambar 3.9 dan Gambar 3.10). Tingkat kemandirian antarprovinsi berdasarkan kontribusi Pendapatan Asli Daerah (PAD) dan Bagi Hasil Pajak dan Bukan Pajak (BHPBP), tertinggi adalah di Provinsi Sulawesi Selatan. Perkembangan tingkat kemandirian berdasarkan kontribusi PAD dan BHPBP disetiap provinsi dapat dilihat pada Gambar 3.9 dan Gambar 3.10.

Tabel 3.19. Derajat Desentralisasi Fiskal Provinsi dan Daerah-Daerah

Data dan Informasi Pendukung Rancangan Buku III RPJMN 2010-2014 Berdimensi Kewilayahan 20    

di Wilayah Sulawesi Tahun 2004-2006

Kontribusi PAD terhadap Total Penerimaan Daerah No Provinsi

2004 2005 2006

Prov.Sulawesi Utara 33,71 40,80 32,32 1

Total Prov.Sulawesi Utara 33,65 13,88 8,96

Prov. Sulawesi Tengah 26,40 30,82 23,52 2

Total Prov. Sulawesi Tengah 26,39 13,49 6,73

Prov. Sulawesi Selatan 48,80 57,99 52,40 2

Total Prov. Sulawesi Selatan 48,60 15,91 13,01

Prov. Sulawesi Tenggara 24,01 26,06 21,11 4

Total Prov. Sulawesi Tenggara 23,95 11,48 6,54

Prov. Gorontalo 17,08 11,67 5

Total Prov. Gorontalo 10,48 6,58

Prov. Sulawesi Barat 10,79 6

Total Prov. Sulawesi Barat 4,11 Total Prov. Sulawesi 41,97 32,42 Total Pulau Sulawesi 75,66 19,76 9,33

Sumber: Statistik Keuangan Daerah (BPS)

Derajat desentralisasi total provinsi (termasuk Kabupaten/kota), secara umum menunjukkan derajat kemandirian lebih rendah dibanding pemerintah provinsi. Bahkan berdasarkan perkembangan selama 3 tahun terakhir, derajat desentralisasi berdasarkan nilai PAD cenderung menurun.

Tabel 3.20. Kontribusi Bagi Hasil Pajak dan Bukan Pajak terhadap APBD Provinsi

di Wilayah Sulawesi Tahun 2004-2006. (persen) Kontribusi BPHPB

No Provinsi 2004 2005 2006

Prov.Sulawesi Utara 5,57 5,48 5,82 1

Total Prov.Sulawesi Utara 5,57 6,57 6,06 Prov. Sulawesi Tengah 5,15 8,22 6,33

2 Total Prov. Sulawesi Tengah 5,15 8,45 6,49 Prov. Sulawesi Selatan 11,53 12,35 11,37

2 Total Prov. Sulawesi Selatan 11,52 10,78 8,73 Prov. Sulawesi Tenggara 5,56 7,56 8,58

4 Total Prov. Sulawesi Tenggara 5,57 8,65 6,92 Prov. Gorontalo 4,84 3,23

5 Total Prov. Gorontalo 6,57 4,88 Prov. Sulawesi Barat 5,88

6 Total Prov. Sulawesi Barat 7,71 Total Prov. Sulawesi 8,31 9,05 7,98

Total Pulau Sulawesi 8,31 9,29 7,35

Tabel 3.20 memperlihatkan kontribusi BPHPB terhadap keuangan daerah-daerah di wilayah Sulawesi. Dilihat dari BPHPB, secara rata-rata provinsi-provinsi di Sulawesi memiliki tingkat desentralisasi berkisar 8,31 persen pada tahun 2004, 9,05 persen pada tahun 2005 dan 7,98 persen pada tahun 2006). Untuk daerah-daerah kabupaten/kota dan provinsi di wilayah Sulawesi, tidak jauh berbeda dengan derajat desentralisasi rata-rata provinsi. Nilai kontribusi BPHPB yang relatif kecil dibandingkan wilayah lain disebabkan ketiadaan sektor dengan bagi hasil pajak yang besar seperti sektor minyak, gas, dan pertambangan.

Sisi lain dari kemandirian adalah ketergantungan. Untuk melihat ketergantungan daerah terhadap dana perimbangan dari pusat adalah dengan melihat proporsi dana perimbangan terhadap total pendapatan daerah. Dengan demikian kita akan dapat melihat seberapa besar anggaran dan pendapatan suatu daerah dibiayai dengan dana-dana dari pemerintah pusat. DAU merupakan block grant dari pemerintah pusat yang pengelolaannya

Data dan Informasi Pendukung Rancangan Buku III RPJMN 2010-2014 Berdimensi Kewilayahan 21    

menjadi kewenangan daerah secara otonom. Proporsi DAU terhadap total pendapatan daerah memperlihatkan tingkat ketergantungan suatu daerah terhadap pemerintah pusat.

Tabel 3.21. Proporsi DAU terhadap Pendapatan Daerah Menurut Provinsi

di Pulau Sulawesi Tahun 2004-2006 (persen) Ketergantungan DAU

No Provinsi 2004 2005 2006

Prov. Sulawesi Utara 50,55 50,79 61,86 1

Total Prov. Sulawesi Utara 50,59 62,98 74,46 Prov. Sulawesi Tengah 55,45 59,26 70,10

2 Total Prov. Sulawesi Tengah 55,46 70,91 77,79 Prov. Sulawesi Selatan 27,15 28,55 34,43 2 Total Prov. Sulawesi Selatan 27,37 62,85 62,87 Prov. Sulawesi Tenggara 61,70 64,51 70,31

4 Total Prov. Sulawesi Tenggara 61,74 70,19 76,46 Prov. Gorontalo 78,08 85,09

5 Total Prov. Gorontalo 74,05 67,05 Prov. Sulawesi Barat 78,33

6 Total Prov. Sulawesi Barat 77,84 Total Prov. Sulawesi 42,15 47,46 58,58

Total Pulau Sulawesi 42,25 61,91 70,43

Tabel 3.21 memperlihatkan kontribusi DAU terhadap pendapatan daerah di wilayah Sulawesi Dilihat dari DAU tersebut, secara rata-rata provinsi-provinsi di Sulawesi memiliki tingkat ketergantungan yang cukup tinggi berkisar 42,15-58,58 persen. Untuk daerah-daerah kabupaten/kota dan provinsi di wilayah Sulawesi, secara rata-rata lebih tinggi dibanding dengan provinsi, yaitu berkisar 42,25-70,43 persen dengan peningkatan setiap tahunnya. Tingkat ketergantungan terendah terdapat di Provinsi Sulawesi Selatan dengan nilai 34,43 persen, dan tertinggi di Provinsi Gorontalo sebesar 85,09 persen.

AnalisisKebutuhan Fiskal (Fiscal Need) dengan Menghitung Indeks pelayanan Publik Per Kapita (IPPP)

Pemerintah daerah merupakan institusi yang berfungsi untuk menjalankan pelayanan publik kepada warganya. Oleh karena itu, besarnya kebutuhan fiskal daerah tergantung dari banyaknya warga yang hendak dilayani secara standar. Dengan demikian, besarnya kebutuhan fiskal suatu daerah tergantung dari besarnya jumlah penduduk yang membutuhkan pelayanan publik. Untuk memperbandingkan besarnya kebutuhan fiskal suatu daerah tertimbang dengan daerah-daerah lain dalam suatu wilayah, digunakan ukuran standar kebutuhan fiskal daerah. Dengan melihat jumlah penduduk dan kebutuhan fiskal standar, dapat dilihat seberapa besar tingkat kebutuhan fiskal untuk pelayanan publik di suatu daerah, kemudian dapat dilihat seberapa besar pengeluaran publik aktual di setiap daerah.

Tabel 3.22. Perkembangan Kebutuhan Fiskal Per Provinsi di Pulau Sulawesi

Tahun 2004-2006

APBD PROVINSI Total APBD Kab/Kota dan

Provinsi

Provinsi Tahun Pengeluaran Aktual

Perkapita (PPP)

Index Pelayanan

Publik Perkapita

(IPPP)

Pengeluaran Aktual

Perkapita (PPP)

Index Pelayanan

Publik Perkapita

(IPPP) 2004 189,13 6,30 310,15 103,38 2005 200,10 6,45 330,50 10,66

Sulawesi Utara

2006 300,67 9,11 449,75 13,63 2004 185,79 6,19 - - 2005 181,26 5,85 320,73 10,35

Sulawesi Tengah

2006 278,99 8,45 413,67 12,54 2004 112,52 3,75 134,64 4,49 2005 134,05 4,32 170,18 5,49

Sulawesi Selatan

2006 182,35 5,53 225,64 6,84 2004 189,07 6,30 325,24 10,84 2005 211,16 6,81 371,25 11,98

Sulawesi Tenggara

2006 285,79 8,66 424,57 12,87 2004 - - 2005 283,75 9,15 568,96 18,35 Gorontalo 2006 422,99 12,82 684,92 20,76 2004 - - 2005 - -

Sulawesi Barat

2006 279,67 8,47 548,13 16,61

Data dan Informasi Pendukung Rancangan Buku III RPJMN 2010-2014 Berdimensi Kewilayahan 22    

Tabel 3.21. memperlihatkan pengeluaran aktual per kapita dan indeks pelayanan publik per kapita wilayah Sulawesi. Secara umum, pengeluaran ini dari tahun ke tahun mengalami peningkatan, mengindikasikan meningkatnya kebutuhan fiskal daerah di wilayah ini. Jika dibandingkan antar pengeluaran, Provinsi Gorontalo memiliki pengeluaran per kapita tertinggi, sedangkan indeks pelayanan publik per kapita tertinggi terdapat di Provinsi Sulawesi Utara.

Kapasitas Fiskal (Fiscal Capacity)

Kapasitas Fiskal menunjukkan seberapa besar potensi penerimaan daerah yang bersumber dari daerah yang bersangkutan. Dengan kata lain, kapasitas fiskal dapat dipakai untuk mengukur seberapa besar potensi penerimaan PAD suatu daerah dibandingkan dengan daerah lainnya dalam suatu wilayah (negara, pulau, provinsi).

Tabel 3.23. Perbandingan Kapasitas Fiskal Per Provinsi di Pulau Sulawesi

Tahun 2004-2006 Kapasitas Fiskal

No Provinsi 2004 2005 2006

Prov. Sulawesi Utara 4,87 6,25 7,63 1

Total Prov. Sulawesi Utara 4,87 6,25 7,63

Prov. Sulawesi Tengah 4,21 5,34 6,54 2

Total Prov. Sulawesi Tengah 4,21 5,34 6,54

Prov. Sulawesi Selatan 3,86 5,06 6,20 2

Total Prov. Sulawesi Selatan 3,86 5,06 6,20

Prov. Sulawesi Tenggara 3,39 4,28 5,27 4

Total Prov. Sulawesi Tenggara 3,39 4,28 5,27

Prov. Gorontalo 2,30 2,82 5

Total Prov. Gorontalo 2,30 2,82

Prov. Sulawesi Barat 4,13 6

Total Prov. Sulawesi Barat 4,13

Total Prov. Sulawesi 4,00 5,00 6,00

Total Pulau Sulawesi 4,00 5,00 6,00 Tabel 3.23 memperlihatkan kapasitas fiskal daerah di wilayah Sulawesi. Berdasarkan Tabel 3.23, dapat dilihat bahwa rata-rata kapasitas fiskal provinsi-provinsi di wilayah Sulawesi cenderung meningkat selama periode 2004 hingga 2006. Provinsi Sulawesi Utara menunjukkan provinsi dengan kapasitas fiskal terbesar yaitu 7,63, dan terendah di Provinsi Gorontalo sebesar 2,82 persen.

Tabel 3.24.

Upaya Fiskal Menurut Provinsi di Pulau Sulawesi

TaxEffort IndexKinerjaPAD No Daerah

2004 2005 2006 2004 2005 2006 Prov.Sulawesi Utara 12,1 15,65 15,64 25,72 35,22 35,1

1 Total Prov.Sulawesi Utara 12,1 19,41 24,57 25,73 43,69 55,2 Prov.Sulawesi Tengah 11,2 12,05 12,74 23,85 27,13 28,6

2 Total Prov.SulawesiTengah 11,3 15,11 22,44 23,85 34,01 50,4 Prov.Sulawesi Selatan 15,1 18,60 20,00 32,11 41,86 44,9

2 Total Prov.Sulawesi Selatan 15,2 28,33 33,29 32,13 63,76 74,8 Prov.Sulawesi Tenggara 12,2 12,79 14,81 25,94 28,80 33,3

4 Total Prov.Sulawesi Tenggara 12,2 17,96 28,61 25,96 40,44 64,3 Prov.Gorontalo 22,80 24,68 51,32 55,4

5 Total Prov.Gorontalo 42,20 54,05 94,98 121,4 Prov. Sulawesi Barat 10,53 23,7

6 Total Prov.Sulawesi Barat 20,99 47,2 Total Prov. Sulawesi 13,7 16,45 17,26 28,95 37,02 38,8

Total Pulau Sulawesi 27,3 40,21 29,61 57,91 90,50 66,5

Data dan Informasi Pendukung Rancangan Buku III RPJMN 2010-2014 Berdimensi Kewilayahan 23    

Tabel 3.24. memperlihatkan upaya fiskal dan indeks kinerja PAD daerah di wilayah Sulawesi. Berdasarkan Tabel 3.24, dapat dilihat bahwa rata-rata kapasitas fiskal dan indeks kinerja PAD provinsi-provinsi di wilayah Sulawesi meningkat selama periode 2004-2006. Upaya fiskal dan indeks kinerja PAD pada umumnya cenderung meningkat, Provinsi Gorontalo menjadi provinsi dengan upaya fiskal dan indeks kinerja PAD paling tinggi dibandingkan provinsi-provinsi lain di wilayah ini.

Tabel 3.25 Perkembangan PAD Standar Menurut Antarpulau

Tahun 2004-2006. Tingkat PAD Standar

Daerah 2004 2005 2006

Sumatera 4,556,601.47 6,139,910.04 7,624,877.44

Jawa dan Bali 9,290,914.01 9,739,024.24 10,158,665.69

Nusa Tenggara 4,455,862.45 4,777,848.04 4,499,845.39

Kalimantan 8.271.026,80 8.544.680,16 9.204.252,08

Sulawesi 4.717.614,16 4.442.576,04 4.450.383,351

Maluku 1,237,091.88 2,561,134.42 2,631,074.03

Papua 11,214,158.25 11,527,346.94 9,310,501.74

Rata-rata 4,885,117.45 5,804,479.19 6,228,615.64

Tabel 3.25. memperlihatkan tingkat PAD standar setiap wilayah. PAD standar wilayah Sulawesi memiliki standar tingkat PAD di bawah rata-rata antar pulau, bersamaan dengan Provinsi Nusa Tenggara dan Maluku. Sementara wilayah Jawa Bali, Kalimantan dan Papua memiliki tingkat PAD standar tinggi, hal ini mengindikasikan didarah tersebut akan lebih mudah menghimpun dana dari PAD dibandingkan dengan daerah-daerah lainya.

Isu Strategis Bidang Ekonomi Wilayah Pulau Sulawesi

Berdasarkan fakta dan permasalahan tentang kondisi eksisiting wilayah Pulau dan hasil analisis yang telah dilakukan, dapat dirumuskan secara logis isu-isu strategis yang saling terkait satu sama lain yang menjadi aspek kunci bagi keberhasilan pembangunan wilayah Sulawesi ke depan. Isu-isu strategis ini dipilih berdasarkan dampak penting yang dihasilkan dalam upaya memacu pembangunan dan pengembangan wilayah Pulau, sejalan dengan arah kebijakan pembangunan di masing-masing provinsi, serta integrasi arah pembangunan pada lingkup wilayah Pulau dan pembangunan nasional. Rumusan Isu strategis bidang ekonomi untuk wilayah Pulau Sulawesi, antara lain adalah: (1) Masih terjadi kesenjangan perekonomian antarprovinsi di wilayah Sulawesi; (2) Belum optimalnya pengembangan potensi industri pengolahan dan jasa finansial; (3) Masih terbatasnya kemampuan daerah dalam peningkatan PAD; (4) Diperlukan revitalisasi sebagai lumbung pangan nasional; (5) Masih rendahnya nilai investasi untuk mendorong aktivitas ekonomi produtif; dan (6) Belum optimalnya pemanfaatan sektor perikanan dan kelautan di beberapa wilayah potensial.

3.3. Kependudukan dan Sosial Ekonomi Masyarakat

3.3.1. Kependudukan dan Ketenagakerjaan

e. Kependudukan

Jumlah penduduk Sulawesi pada tahun 2007 mencapai 16.327.201,00 jiwa, naik lebih dari 1,21 juta jiwa dibanding jumlah pada 5 tahun sebelumnya. Dari jumlah ini Provinsi Sulawesi Selatan menempati posisi teratas dengan jumlah penduduk 7.606.500 jiwa atau sebesar 46,59 persen, disusul berturut-turut Provinsi Sulawesi Tengah dengan jumlah penduduk 2.521.327 jiwa atau sebesar 15,44 jiwa, dan posisi paling akhir adalah Provinsi Gorontalo sebesar 945.001 jiwa atau sebesar 5,79 persen. Berdasarkan kepadatan penduduk, kepadatan tertinggi adalah di Provinsi Sulawesi Selatan sebesar 163 jiwa/Km2, dan terendah di Provinsi Sulawesi Tengah sebesar 41 jiwa/Km2.

Perkembangan jumlah penduduk Sulawesi per Provinsi dapat dilihat pada Tabel 3.26 berikut.

Data dan Informasi Pendukung Rancangan Buku III RPJMN 2010-2014 Berdimensi Kewilayahan 24    

Tabel 3.26. Jumlah dan Tingkat Kepadatan Penduduk Sulawesi Tahun 2007

Jumlah Penduduk Provinsi Luas Wilayah

Jiwa %

Kepadatan Penduduk (jiwa/Km2)

Sulawesi Utara 13.851,64 2.199.701 13,47 159 Sulawesi Tengah 61.841,29 2.521.327 15,44 41 Sulawesi Selatan 46.717,48 7.606.500 46,59 163 Sulawesi Tenggara 38.067,70 2.003.744 12,27 53 Gorontalo 11.257,07 945.001 5,79 84 Sulawesi Barat 16.787,18 1.050.928 6,44 63 SULAWESI 188.522,36 16.327.201,00 100,00 87

Sumber Ditjen Administrasi Kependudukan Depdagri, Bulan September 2007

Laju Pertumbuhan Penduduk Laju pertumbuhan penduduk Sulawesi dalam tiga periode secara umum mengalami penurunan. kecuali Provinsi Sulawesi Utara yang mengalami sedikit kenaikan pada periode 2000-2004 sebelum turun lagi pada periode berikutnya. Bagaimanapun, trend-nya dalam tiga periode turun menurun sejalan dengan trend nasional laju pertumbuhan. Dilihat dari peringkatnya. Provinsi Sulawesi Tenggara selama beberapa periode tercatat sebagai provinsi dengan laju pertumbuhan tertinggi. Sedangkan laju pertumbuhan terendah adalah Provinsi Sulawesi Selatan (Tabel 3.27)

Tabel 3.27. Laju Pertumbuhan Penduduk Wilayah Sulawesi

1980-1990 1990-2000 2000-2005 PROVINSI

% % %

Sulawesi Utara 1,60 1,33 1,37 Sulawesi Tengah 2,82 2,57 2,01 Sulawesi Selatan 1,42 1,49 1,08 Sulawesi Tenggara 3,66 3,15 2,76 Gorontalo 1,59 0,91 INDONESIA 1,97 1,45

Sumber: Statistik Indonesia Tahun 2005/2006

Penduduk Berdasarkan Umur dan Tipe Daerah

Perkembangan penduduk Sulawesi berdasarkan usia pada periode 2000-2004 secara umum menunjukkan kecenderungan penurunan proporsi kelompok penduduk yang tidak produktif (usia 0-14 tahun dan usia 65 tahun atau lebih). dan peningkatan proporsi kelompok usia produktif (usia 15-64 tahun). Lebih jelasnya hal ini bisa dilihat pada Tabel 3.28 berikut:

Tabel 3.28:

Proporsi Penduduk Berdasarkan Umur dan Tipe Daerah Tahun 2000 dan 2007 Usia

0 – 14 Tahun (%) Usia

15 – 64 Tahun (%) Usia

65+ Tahun (%) PROVINSI 2000 2007 2000 2007 2000 2007

Sulawesi Utara 27,66 27,82 67,41 66,12 4,73 6,05

Sulawesi Tengah 33,62 33,67 63,39 62,76 2,99 3,57

Sulawesi Selatan 32,71 30,81 62,89 63,3 4,40 5,89

Sulawesi Tenggara 37,68 36,01 59,46 59,9 2,86 4,09

Gorontalo 32,58 33,54 64,25 63,12 3,17 3,34

Sulawesi Barat 36,87 59,13 4 Sumber: Statistik Indonesia Tahun 2000 dan 2004

Seperti telah disinggung sebelumnya. kecenderungan ini berpengaruh positif dalam perbaikan angka beban ketergantungan (dependency ratio). yakni rasio antara penduduk usia yang tidak produktif (usia 0–14 tahun dan 65

Data dan Informasi Pendukung Rancangan Buku III RPJMN 2010-2014 Berdimensi Kewilayahan 25    

tahun atau lebih) dengan usia produktif (usia 15-64 tahun). Disebut berpengaruh positif karena ketika angka beban ketergantungan ini berkurang. maka secara tidak langsung hal itu akan memberikan kesempatan bagi penduduk usia produktif untuk meningkatkan kualitas hidup yang lebih baik.

Komposisi penduduk Sulawesi berdasarkan tipe daerah perkotaan dan perdesaan menunjukkan adanya peningkatan proporsi penduduk perkotaan di seluruh Provinsi. Penduduk perkotaan selama kurun waktu 2000-2005 meningkat antara 1,65-6,72 persen di tiap-tiap provinsi. Perkembangan ini dipengaruhi oleh reklasifikasi desa perdesaan menjadi desa perkotaan. Pertumbuhan alami dari daerah perkotaan. Serta migrasi penduduk dari perdesaan. Pada Tabel 3.29. berikut tergambar jelas peringkat provinsi di Sulawesi dengan proporsi penduduk perkotaan terbesar. Yakni berturut-turut: Provinsi Sulawesi Utara. Provinsi Sulawesi Selatan. Provinsi Gorontalo. Provinsi Sulawesi Tenggara. Dan di peringkat paling akhir adalah Provinsi Sulawesi Tengah (catatan: tidak tersedia data untuk Provinsi Sulawesi Barat).

Tabel 3.29 Proporsi Penduduk Berdasarkan Tipe Daerah (Desa-Kota) Tahun 2000dan 2005

2000 2005 PROVINSI

Kota+Desa % Kota Kota+Desa % Kota

Sulawesi Utara 2.000.900 36,63 2.141.900 43,35

Sulawesi Tengah 2.176.000 19,34 2.404.000 20,99

Sulawesi Selatan 8.050.800 29,42 8.493.700 32,23

Sulawesi Tenggara 1.820.300 20,80 2.085.900 23,05

Gorontalo 833.500 25,45 872.200 31,07

Sulawesi Barat

Wilayah Sulawesi

Sumber: Statistik Indonesia Tahun 2005/2006 Penduduk Berdasarkan Etnis dan Agama Untuk memperhitungkan kenyataan pluralitas kelompok kultural (etnis atau agama) dan bagaimana perbedaan profil sosial-ekonomi dan kesejahteraan antar kelompok ini dapat menimbulkan kerenggangan dan bahkan konflik di antara mereka, maka penting untuk memetakan bagaimana pola distribusi etnis dan agama berdasarkan wilayah, dan bagaimana konsentrasi dan dominasi etnis tertentu di wilayah yang berbeda-beda. Tentu saja dalam analisis yang akan dilakukan nantinya, pemetaan semacam ini akan dilihat bukan pada level provinsi melainkan level kabupaten sehingga analisis akan bisa lebih teliti dan akurat. Berikut Tabel 3.30 yang menyajikan sepuluh etnis terbesar di tiap-tiap provinsi di Sulawesi.

Tabel 3.30. Jumlah Penduduk Berdasarkan 10 Etnis Terbesar per Provinsi

di Wilayah Sulawesi Tahun 2000

Sulawesi Utara Sulawesi Tengah

Minahasa 654.720 Kaili 412.281

Sangir 390.811 Bugis. Ugi 289.492

Bolaang Mongondow 223.546 Jawa 166.013

Gorontalo/Hulandalo 146.694 Banggai. Mian Banggai 118.556

Tonteboan 134.543 Buol 91.034

Talaud 79.818 Bali 88.449

Jawa 44.192 Saluan 77.151

Tonsawang 30.941 Gorontalo/Hulandalo 76.940

Bolaang Itang 17.647 Bajau. Bajao. Bajo. Bayo. Wajo 42.593

Bugis. Ugi 11.666 Toraja 29.213

Sulawesi Selatan Sulawesi Tenggara

Bugis. Ugi 3.174.737 Buton. Butung. Butong 414.530

Makassar. Mangkasara. Mangkasa

1.969.188 Bugis. Ugi 341.742

Toraja 580.011 Tolaki. Laki-laki. Lolaki. Toke 289.220

Data dan Informasi Pendukung Rancangan Buku III RPJMN 2010-2014 Berdimensi Kewilayahan 26    

Luwu 316.161 Muna. Tomuna 267.722

Jawa 167.422 Jawa 124.686

Duri 120.327 Bali 41.886

Mandar 46.234 Bajau. Bajao. Bajo. Bayo. Wajo 37.540

Cina 35.890 Makassar. Mangkasara. Mangkasa 33.938

Bali 25.630 Toraja 31.000

Ambon 13.364 Sunda. Priangan 20.112

Gorontalo Sulawesi Barat

Gorontalo/Hulandalo 750.541 Mandar 429.271

Jawa 20.427 Toraja 122.940

Sangir 5.999 Bugis. Ugi 91.703

Minahasa 4.489 Jawa 44.851

Bajau. Bajao. Bajo. Bayo. Wajo

3.172 Makassar. Mangkasara. Mangkasa 12.999

Gebe. Gebi 2.903 Bali 12.085

Bugis. Ugi 2.442 Kaili 8.363

Bali 1.750 Sasak 4.362

Bolaang Mongondow 1.203 Luwu 1.973

Galela 1.064 Sunda. Priangan 1.410

Sumber: Sensus Penduduk Tahun 2000 Jumlah penduduk berdasarkan agama seperti ditunjukan pada Tabel 3.31. Mayoritas penduduk di Wilayah Sulawesi beragama Islam yaitu sebanyak 11.626.140 jiwa, diikuti penduduk beragama Kristen Protestan sebanyak 2.244.598 jiwa, dan Kristen Katolik sebanyak 257.966 jiwa.

Penduduk Islam terbesar tahun 2005 terdapat di Provinsi Sulawesi Selatan sebanyak 6.959.472 jiwa. Sementara penduduk beragama Kristen, baik Protestan (1.371.214 jiwa) maupun Katolik (128.962 jiwa) banyak terdapat di Provinsi Sulawesi Utara.Untuk penduduk beragama Hindu, komunitas terbesar terdapat di Provinsi Sulawesi Tengah, yaitu sebesar 77.292 jiwa.Penduduk beragama Budha terbanyak terdapat di Provinsi Sulawesi Selatan, yaitu sebanyak 21.168 jiwa. Pemetaan komunitas berdasarkan agama ini penting untuk mempermudah penyelesaian dan pemulihan apabila terdapat konflik berbau SARA.

Tabel 3.31.

Jumlah Penduduk Berdasarkan Agama di Wilayah Sulawesi Tahun 2005

Agama/Religion Jumlah

Kristen Katolik Total Provinsi/Province Islam

Christian Catholic Hindu Budha

Sulawesi Barat *) *) *) *) *) *)

Sulawesi Selatan 6,959,472 606,238 127,502 53,406 21,168 7,767,786

Sulawesi Tengah 1,577,511 322,314 23,829 77,292 4,318 2,005,264

Sulawesi Tenggara 1,692,644 30,458 12,957 39,300 913 1,776,272

Sulawesi Utara 610,860 1,371,214 128,962 28,200 11,783 2,151,019

Gorontalo 894,771 16,796 2,903 3,145 2,187 919,802

Wilayah Sulawesi 11,735,258 2,347,020 296,153 201,343 40,369 14,620,143

Sumber: Departemen Agama 2006

2. Ketenagakerjaan

Pada Tahun 2000 penyebaran angkatan kerja antarprovinsi, sebagian besar berada di Provinsi Sulawesi Selatan sebanyak 3,3 juta jiwa, meningkat menjadi 3,8 juta jiwa pada tahu 2005, dan menurun menjadi 3,3 juta jiwa karena terjadi pemekaran Provinsi Sulawesi Barat. Jumlah angkatan kerja terendah berada di Provinsi Gorontalo sebanyak 400 ribu jiwa.

Data dan Informasi Pendukung Rancangan Buku III RPJMN 2010-2014 Berdimensi Kewilayahan 27    

Gambar 3.11. Perkembangan Jumlah Angkatan Kerja Tahun 1999-2008

3,33,8 3,3

0,4

0,5

-0,51,01,52,02,53,03,54,0

1999

2000

2001

2002

2003

2004

2005

(Feb

)

2006

(Ags

)

2007

(Feb

)

2008

(Feb)

Juta

Jiw

a

Sulawesi UtaraSulawesi TengahSulawesi SelatanSulawesi TenggaraGorontaloSulawesi Barat

Persentase angkatan kerja berdasarkan kondisi tingkat pendidikan pada tahun 2008 (Februari), sebagian besar masih berpendidikan SLTP ke bawah. Konsentrasi angkatan kerja berpendidikan rendah sebagian besar berada di perdesaan, dengan penyebaran tertinggi di Provinsi Gorontalo sebanyak 87,96 persen. Sementara angkatan kerja berpendidikan SLTA ke atas, tertinggi berada di Provinsi Sulawesi Utara sebanyak 40,37 persen, dan sebanyak 59,24 persen dari angkatan kerja di perkotaan. Gambaran lengkap lihat Tabel 3.31

Tabel 3.32. Angkatan Kerja Menurut Tingkat Pendidikan di Perdesaan dan Perkotaan, Tahun 2008 (Februari)

% Angkatan Kerja di Perdesaan dan Perkotaan Menurut Kelompok Pendidikan ,

Tahun 2008 Perdesaan Perkotaan Kota + Desa PROVINSI

≤ SLTP ≥ SLTA ≤ SLTP ≥ SLTA ≤ SLTP ≥ SLTA

Sulawesi Barat 79,52 20,48 67,90 32,10 77,36 22,64

Sulawesi Tengggara 75,93 24,07 56,69 43,31 72,41 27,59

Gorontalo 87,96 12,04 50,90 49,10 78,66 21,34

Sulawesi Selatan 79,98 20,02 47,67 52,33 69,61 30,39

Sulawesi Tengah 82,54 17,46 43,35 56,65 74,83 25,17

Sulawesi Utara 71,77 28,23 40,76 59,24 59,63 40,37

Berdasarkan pengangguran terbuka selama periode 2000-2008, wilayah Sulawesi memiliki tingkat pengangguran tebuka di atas rata-rata nasional. Perkembangan peningkatan pengangguran terbuka terdapat di Provinsi Sulawesi Utara anata 8,7 persen - 12,4 persen dan dan Sulawesi Tengah antara 5,1 persen - 7,3 persen. Jumlah pengangguran tertinggi terdapat di Provinsi Sulawesi Selatan sebanyak 343,8 ribu jiwa atau sebesar 10,5 persen, dan persentase tertinggi terdapat di Provinsi Sulawesi Utara sebanyak 12,4 persen. Gambaran selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 3.33

Tabel 3.33 Pengangguran Terbuka di Wilayah Sulawesi Tahun 2000, 2004, dan 2008

2000 2.004 2.008 provinsi

Ribu Jiwa % Ribu Jiwa % Ribu Jiwa %

Sulawesi Utara 102,0 8,7 107 10,9 129,3 12,4

Sulawesi Tengah 52,7 5,1 61 5,9 88,4 7,3

Sulawesi Selatan 203,9 6,4 603 15,9 343,8 10,5

Sulawesi Tenggara 25,0 3,1 85 9,3 58,3 6,0

Gorontalo - 45 12,3 29,8 7,0

Sulawesi Barat - 27,1 5,7

SULAWESI 6.183,7 6,2 901,7 12,7 676,7 9,1 Sumber: Sakernas, BPS.

Data dan Informasi Pendukung Rancangan Buku III RPJMN 2010-2014 Berdimensi Kewilayahan 28    

3.3.2. Kondisi Sosial Ekonomi Masyarakat

1. Kondisi Kemiskinan

Tingkat kemisikinan di Wilayah Sulawesi masih relatif tinggi dan secara umum menunjukkan persentase di atas rata-rata nasional. Perkembangan selama 8 tahun terakhir, terdapat kecenderungan penurunan persentase penduduk miskin (lihat Gambar 2.12). Berdasarkan perkembangan terakhir (tahun 2008), jumlah penduduk miskin di Wilayah Sulawesi terdapat sebanyak 2,6 juta jiwa atau 7,4 persen dari jumlah penduduk miskin nasional. Penyebaran antarprovinsi, sebagian besar berada di Provinsi Sulawesi Selatan sebanyak 1,03 juta jiwa, dan berdasarkan persentasenya sebesar 24,88 persen berada di Provinsi Gorontalo.

Gambar 3.12. Perkembangan Jumlah Penduduk Miskin di Wilayah

Pulau Sulawesi

Gambar 3.13 Perkembangan Persentase Penduduk Miskin di

Wilayah Pulau Sulawesi

SULUT

SULTENG

SULSEL

SULTRA GORONTALO

SULBAR-

200

400

600

800

1.000

1.200

1.400

2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008

Tahun

Rib

u J

iwa

SULUT

SULTENG

SULSEL

SULTRA

GORONTALO

SULBAR

0

5

10

15

20

25

30

35

2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008

Tahun

Per

sen

(%

)

Sumber: BPS

Penyebaran penduduk miskin di wilayah Sulawesi sebagian besar berada di perdesaan dengan jumlah tertinggi berada di Provinsi Sulawesi Selatan 880,9 ribu jiwa atau sebesar 16,79 persen dari penduduk perdesaan dan persentase tertinggi berada di Provinsi Gorontalo yaitu sebesar 31,72 persen. Gambaran lengkap lihat Tabel 2.34

Tabel 2.34.

Jumlah dan Persentase Penduduk Miskindi Perdesaan dan Perkotaan Menurut Provinsi di Wilayah Sulawesi, Tahun 2008

JUMLAH (Ribu Jiwa) PERSEN (%) Provinsi

KOTA (K) DESA (D) K+D KOTA (K) DESA (D) K+D

Sulawesi Utara 72,7 150,9 223,6 7,56 12,04 10,1

Sulawesi Tengah 60,9 463,8 524,7 11,47 23,22 20,75

Sulawesi Selatan 150,8 880,9 1.031,7 6,05 16,79 13,34

Sulawesi Tenggara 27,2 408,7 435,9 5,29 23,78 19,53

Gorontalo 27,5 194,1 221,6 9,87 31,72 24,88

Sulawsi Barat 48,3 122,8 171,1 14,14 18,03 16,73

JUMLAH 387,4 2.221,2 2.608,6 Sumber: BPS

2. Pendidikan

Angka Partisipasi Sekolah (APS) berdasarkan kelompok umur di Wilayah Sulawesi menunjukkan untuk kelompok umur 7-12 tahun (SD), maka pada tahun 2005 angka partisipasi sekolah mencapai 95,92 persen meningkat sebesar 1,44 persen dibandingkan tahun 2004. Pada kelompok umur 13-15 tahun (SMP), data tahun 2005 menunjukkan wilayah Sulawesi mempunyai angka partisipasi sekolah mencapai 79,93 persen meningkat sebesar 3,05 persen dari

Data dan Informasi Pendukung Rancangan Buku III RPJMN 2010-2014 Berdimensi Kewilayahan 29    

tahun 2004.Sementara pada kelompok umur 16-18 (SMA), angka partispasi sekolahnya pada tahun 2005 adalah sebesar 42,62 persen meningkat sebesar 3,42 persen dari tahun 2004.

APS tertinggi pada kelompok umur 7-12 tahun terdapat di Provinsi Sulawesi Utara, yaitu sebanyak 98,15 persen dan terendah terdapat di Provinsi Gorontalo sebesar 92,95 persen. Untuk kelompok umur 13-15 tahun, APS tertinggi terdapat di Provinsi Sulawesi Utara sebesar 87,96 persen dan terendah di Provinsi Gorontalo sebesar 69,32 persen. Sementara pada kelompok umur 16-18 tahun, Provinsi Sulawesi Utara kembali menduduki peringkat teratas, yaitu sebesar 57,18 persen dan Provinsi Gorontalo yang baru berdiri tahun 2000 mempunyai APS terendah di kelompok umur ini, yaitu sebesar 42,62 persen.

Tabel 3.35

Tingkat Pendidikan Tertinggi Yang Berhasil Ditamatkan Oleh Penduduk Sulawesi Berdasarkan Kelompok Umur Tahun 2004-2005

Angka Partisipasi Sekolah

7 - 12 tahun 13 - 15 tahun 16 - 18 tahun Provinsi

2004 2006 2004 2006 2004 2006

Sulawesi Utara 96.68 97,37 85.41 88,01 60.70 55,84 Sulawesi Tengah 96.04 97,12 77.65 80,74 46.87 47,9 Sulawesi Selatan 93.34 95,08 73.54 78,4 46.91 50,85 Sulawesi Tenggara 94.82 97,04 80.80 85,22 53.15 58,19 Gorontalo 91.53 93,39 67.00 75,84 39.20 47,6 Sulawesi Barat 94,02 74,13 42,8 Indonesia 96.77 97.39 83.49 84.08 53.48 53.92

Sumber: Susenas 2005, BPS Kondisi pendidikan juga dapat dilihat dari rata-rata lama sekolah dimana semakin tinggi angka rata-rata lama sekolah, semakin tinggi pula tingkat pendidikan yang ditempuh. Kondisi di wilayah Sulawesi menunjukkan angka rata-rata lama sekolah tahun 2005 adalah sebesar 7,3 tahun meningkat dibandingkan kondisi tahun 1999 sebesar 6,96 tahun. Angka 7,3 tahun menunjukkan rata-rata penduduk usia sekolah di Wilayah Sulawesi sudah menamatkan SD (6 tahun) sampai menjelang SMP kelas 2. Kondisi dari tahun 1999 sampai tahun 2005 terlihat kecenderungan peningkatan rata-rata lama sekolah, walaupun secara rata-rata nasional serta kebutuhan akan sumberdaya manusia yang unggul masih rendah.

Berdasarkan provinsi, setiap provinsi di Wilayah Sulawesi menunjukkan peningkatan rata-rata lama sekolah selama 4 tahun terakhir. Data tahun 2008 menunjukkan Provinsi Sulawesi Utara menduduki peringkat teratas sebagai provinsi dengan angka rata-rata lama sekolah mencapai 8,8 tahun. Hal ini menunjukan di Provinsi Sulawesi Utara memiliki hasil kinerja bidang pendidikan lebih tinggi dibandingkan dengan provinsi lainnya. Sementara Provinsi Gorontalo merupakan provinsi terendah angka rata-rata lama terendah sebesar 6,9 tahun. Selengkapnya data angka rata-rata lama sekolah Wilayah Sulawesi ditunjukkan oleh Tabel 2.36. berikut ini.

Tabel 3.36.

Perbandingan Rata-Rata Lama Sekolah antar Provinsi di Wilayah Sulawesi Tahun 2005-2008

Rata-rata Lama Sekolah (tahun) No Propinsi

2005 2006 2007 2008 

1 Sulawesi Utara 8,8 8,8 8,8 8,8 2 Sulawesi Tengah 7,6 7,7 7,7 7,8 3 Sulawesi Selatan 7,0 7,2 7,2 7,2 4 Sulawesi Tengggara 7,6 7,6 7,7 7,7 5 Gorontalo 6,8 6,8 6,9 6,9 6 Sulawesi Barat 6,0 6,3 6,5 7,0

INDONESIA 7,3 7,4 7,5 7,5 Sumber: BPS

Ukuran lain yang biasa digunakan dalam bidang pendidikan adalah dengan melihat indikator angka melek huruf. Kondisi di Wilayah Sulawesi menunjukkan angka melek huruf pada kondisi sepuluh tahun terakhir (1996-2006) terus mengalami peningkatan. Rata-rata angka melek huruf tahun 2006 adalah sebesar 93,1, meningkat sebesar 4,8 dibandingkan kondisi tahun 1999 (88,3). Dilihat dari indikator ini, ternyata Provinsi Sulawesi Utara tercatat sebagai provinsi dengan angka melek huruf tertinggi di Wilayah Sulawesi sebesar 99,3 persen, namun belum meningkat selama periode 2005-2008. Sementara

Data dan Informasi Pendukung Rancangan Buku III RPJMN 2010-2014 Berdimensi Kewilayahan 30    

Provinsi Sulawesi Selatan menduduki posisi paling rendah, yaitu 86,5 persen.Peningkatan tertinggi angka melek terdapat di Sulawesi Barat sebesar 3,9 persen selama 4 tahun terakhir. Selengkapnya data angka melek huruf di Wilayah Sulawesi dapat dilihat pada Tabel 3.37 di bawah ini.

Tabel 3.37 Angka Melek Huruf per Provinsi di Wilayah Sulawesi

Tahun 2005-2008

Angka Melek Huruf (%) No Propinsi

2005 2006 2007 2008 

1 Sulawesi Utara 99,3 99,3 99,3 99,3

2 Sulawesi Tengah 94,9 94,9 94,9 95,7

3 Sulawesi Selatan 84,6 85,7 86,2 86,5

4 Sulawesi Tengggara 91,3 91,3 91,3 91,4

5 Gorontalo 95,0 95,7 95,7 95,7

6 Sulawesi Barat 83,4 85,9 86,4 87,3

INDONESIA 90,9 91,5 91,9 92,2 Sumber: BPS

3. Kesehatan

Derajat kesehatan penduduk Sulawesi berdasarkan indikator AKB dan AHH, pada rentang waktu 1990-2002/2003 menunjukkan adanya perbaikan yang signifikan. Perbandingan antarprovinsi di Sulawesi menunjukkan bahwa pada tahun 2002-2003 AKB tertinggi adalah Provinsi Gorontalo sebesar 77 kematian per 1000 kelahiran hidup, kemudian Provinsi Sulawesi Tenggara sebesar 67 kematian/1000 kelahiran hidup. Sedangkan AKB terendah berada di Provinsi Sulawesi Utara sebesar 25 kematian/1000 kelahiran hidup (Gambar 3.14).

Gambar 3.14.

Derajat Kesehatan Penduduk Menurut AKB, Pada Rentang Waktu 2002/2003 dan 2005 (Sumber: Statistik Indonesia Tahun 2005/2006)

Berdasarkan indikator Angka Harapan Hidup (AHH), juga terlihat adanya perbaikan dalam rentang waktu 2005-2008. Perbandingan antarprovinsi menunjukkan bahwa pada tahun 2008 AHH tertinggi adalah Provinsi Sulawesi Utara yang mencapai 72 tahun dan paling rendah Provinsi Sulawesi Tengah dan Gorontalo dengan AHH 66,1 tahun.

Data dan Informasi Pendukung Rancangan Buku III RPJMN 2010-2014 Berdimensi Kewilayahan 31    

Tabel 2.38 Angka Harapan Hidup per Provinsi di Wilayah Sulawesi

Tahun 2005-2008

Angka Harapan Hidup (tahun) No Propinsi

2005 2006 2007 2008 

1 Sulawesi Utara 71,7 71,8 72,0 72,0

2 Sulawesi Tengah 65,4 65,6 65,9 66,1

3 Sulawesi Selatan 68,7 69,2 69,4 69,6

4 Sulawesi Tengggara 66,8 67,0 67,2 67,4

5 Gorontalo 65,0 65,6 65,9 66,2

6 Sulawesi Barat 66,4 67,0 67,2 67,4

INDONESIA 68,1 68,5 68,7 69,0 Sumber: BPS

3.3.3. Indeks Pembangunan Manusia

Indeks pembangunan manusia (Human Development Index) sebagai ukuran kualitas hidup manusia, merupakan indeks komposit yang dihitung sebagai rata-rata sederhana dari indeks harapan hidup (e0), indeks pendidikan (melek huruf dan rata-rata lama sekolah) dan indeks standar hidup layak.

Gambar 3.15. Indeks Pembangunan Manusia Tahun 2005-2008 (sumber: BPS)

Perkembangan IPM di wilayah Sulawesi selama tahun 2005-2008, terjadi peningkatan di semua provinsi. IPM tertinggi terdapat di Provinsi Sulawesi Utara sebesar 75,2 dan menjadi ranking ke-2 setelah DKI Jakarta. Sementara IPM terendah terdapat di Provinsi Sulawesi Barat dengan IPM tahun 2008 sebesar 68,6 dengan ranking ke-27.

Isu Strategis Kependudukan dan Sosial Ekonomi Masyarakat

Berdasarkan fakta dan permasalahan tentang kondisi eksisiting wilayah Pulau dan hasil analisis yang telah dilakukan, dapat dirumuskan secara logis isu-isu strategis yang saling terkait satu sama lain yang menjadi aspek kunci bagi keberhasilan pembangunan wilayah Sulawesi ke depan. Isu-isu strategis ini dipilih berdasarkan dampak penting yang dihasikan dalam upaya memacu pembangunan dan pengembangan wilayah Pulau, sejalan dengan arah kebijakan pembangunan di masing-masing provinsi, serta integrasi arah pembangunan pada lingkup wilayah Pulau dan pembangunan nasional. Rumusan Isu strategis bidang kependudukan dan sosial ekonomi masyarakat untuk wilayah Pulau Sulawesi, anatar lain adalah: (1) Sebagian [katan kerja masih berpendidikan rendah; (2) Sebagian besar provinsi di wilayah Sulawesi memiliki persentase penduduk miskin yang cukup tinggi; dan (3) Tingginya ketimpangan kondisi pendidikan dan kesehatan masyarakat yang diakibatkan perbedaan akses terhadap pelayanan dasar.

Data dan Informasi Pendukung Rancangan Buku III RPJMN 2010-2014 Berdimensi Kewilayahan 32    

3.4. Bidang Infrastruktur

3.4.1. Prasarana Transportasi

Sarana perhubungan di wilayah Sulawesi terdiri dari sarana transportasi darat. transportasi udara dan transportasi laut. Aspek transportasi antar Provinsi di wilayah Sulawesi cukup memadai dengan adanya dua bandara bertaraf internasional, yaitu Hasanuddin di Sulawesi Selatan dan Sam Ratulangi di Sulawesi Utara, disamping empat Provinsi lainnya masing-masing terdapat Bandar udara. Jalur transportasi darat juga sudah berupa jalan sudah cukup memadai yang menghubungkan antara Provinsi di Sulawesi. Sementara sarana laut juga cukup memadai dengan adanya pelabuhan barang dan penumpang di tiap Provinsi.

Transportasi Darat

Prasarana perhubungan darat yang paling penting adalah ketersediaan jalan dan sarana angkutan.Ketersediaan infrastruktur jalan ini akan memudahkan mobilitas penduduk dan lalu lintas/aliran barang dari satu wilayah ke wilayah lain.Berdasarkan data statistik PU 2006 yang disajikan pada Tabel 3.39. ketersediaan panjang jalan di Wilayah Sulawesi dibedakan menurut statusnya, yaitu terdiri dari: (1) jalan nasional sepanjang 7.091,5 km yang terdiri dari 3.669,2 kmdengan kondisi baik. 2.123,2 km kondisi sedang. 610,5 km kondisi rusak ringan, dan 658,6 km kondisi rusak berat; (2) jalan Provinsi sepanjang 3.993,1 km; yang terdiri dari 552,0 dengan kondisi baik; 1.345,4 km kondisi sedang; 792,3 km kondisi rusak ringan; dan 1.303,3 km kondisi rusak berat; dan (3) jalan Kabupaten/Kota sepanjang 33.169,1 km; yang terdiri dari 6.974.6 dengan kondisi baik; 7.154,4 km kondisi jalan sedang. 10.651,7 km kondisi rusak ringan; dan 8.388,4 km dengan kondisi rusak berat.

Sarana perhubungan darat yang banyak digunakan oleh masyarakat sebagai alat angkutan penumpang dan barang, diantaranya adalah jenis kendaraan roda empat (mobil penumpang, bis, dan truk) dan kendaraan roda dua (sepeda motor).Jumlah kendaraan mobil penumpang pada tahun 2001 sebanyak 113.161 meningkat menjadi 214.942 unit pada tahun 2004,jumlah kendaraan bis tahun 2001 sebanyak 52.356 unit meningkat pada tahun 2004 menjadi 78.721 unit, kendaraan truk meningkat tahun 2001 sebanyak 102.356 unit meningkat pada tahun 2004 meningkatmenjadi 137.473 unit, dan jumlah tahun 2001 sebanyak 662.572 meningkat tahun 2004 menjadi 803.716 unit. Transportasi Udara

Transportasi udara merupakan sarana yang sangat penting di Wilayah Sulawesi, khususnya untuk penggunaan angkutan barang dan penumpang antar Provinsi dan antar pulau. Untuk menunjang perhubungan antar pulau dan antar Provinsi Wilayah Sulawesi memiliki bandar udara yang cukup memadai. Berdasarkan Tabel 3.41, jumlah bandar udara di Sulawesi sebanyak 24 bandar udara yang tersebar 1 bandar udara di Gorontalo, 7 bandar udara di Provinsi Sulawesi Selatan, 1 bandar udara di Provinsi Sulawesi Barat, 4 bandar udara di Provinsi Sulawesi Tengah, 3 bandar udara di Provinsi Sulawesi Tenggara, 4 bandar udara di Provinsi Sulawesi Utara. Bandar udara di Pulau Sulawesi yang sering dipergunakan untuk mobilitas angkutan barang dan penumpang antarprovinsi-antarpulau adalah bandar udara Djalaludin di Provinsi Gorontalo, bandar udara Hasanudin Provinsi Sulawesi Selatan, bandar udara Juwita di Provinsi Sulawesi Tengah, dan bandar udara Wolter Monginsidi di Provinsi Sulawesi Tenggara, dan bandar udara Sam Ratulangi di Provinsi Sulawesi Utara.

Tabel 3.41

Bandar Udara di Wilayah Sulawesi menurut Provinsi Tahun 2007

Provinsi Lokasi Nama Bandar

Udara Pengelola Kelas

Gorontalo Gorontalo Djalaluddin Upt Ditjen Hubud Kelas I Sulawesi Barat Mamuju Tampa Padang Upt Ditjen Hubud Kelas V

Luwu / Luwu Utara Seko Upt Ditjen Hubud

Onondowa / Luwu Utara Rampi Upt Ditjen Hubud

Tana Toraja Pongtiku Upt Ditjen Hubud Kelas Iv

Makassar Hasanuddin Pt. Angkasa Pura I

Atambua / Belu Haliwen Upt Ditjen Hubud

Selayar / P.Selayar H. Aroeppala Upt Ditjen Hubud Satker

Sulawesi Selatan

Masamba Andi Jemma Upt Ditjen Hubud Kelas Iv

Buol Pogogul Upt Ditjen Hubud

Palu Mutiara Upt Ditjen Hubud Kelas Ii

Toli-Toli Lalos Upt Ditjen Hubud Kelas Iv

Sulawesi Tengah

Poso Kasiguncu Upt Ditjen Hubud Kelas Iv

Data dan Informasi Pendukung Rancangan Buku III RPJMN 2010-2014 Berdimensi Kewilayahan 33    

Provinsi Lokasi Nama Bandar

Udara Pengelola Kelas

Tarakan Juwata Upt Ditjen Hubud Kelas Ii

Luwuk / Banggai Bubung Upt Ditjen Hubud Kelas Iii

Kendari Wolter Monginsidi Upt Ditjen Hubud Kelas Ii

Kolaka Pomala

Sulawesi Tenggara

Bau - Bau Beto Ambari Upt Ditjen Hubud Kelas V

Manado Sam Ratulangi Pt. Angkasa Pura I

Tahuna Naha Upt Ditjen Hubud Kelas Iv Melongguane / Sangir Talaud Melongguane Upt Ditjen Hubud Kelas Iv

Sulawesi Utara

Tobasa / Parapat Sibisa Upt Ditjen Hubud Sumber: Direktorat Perhubungan Udara. Departemen Perhubungan RI 2007

Transportasi Laut

Transportasi laut sangat penting peranannya dalam menunjang pergerakan penumpang dan barang di Wilayah Sulawesi. Keberadaan transportasi laut sangat strategis untuk angkutan barang dan penumpang antar provinsi, antar pulau dan juga untuk menjangkau wilayah-wilayah yang tidak dapat diakses melalui darat. Untuk menunjang mobilitas angkutan barang antar provinsi, antar pulau dan bahkan untuk kepentingan ekspor – impor. Wilayah Pulau Sulawesi memiliki beberapa pelabuhan utama, yaitu di Ujung Pandang, Malili, Pomala, Pantolan, dan Bitung. Sedangkan untuk tranportasi antar daerah dalam satu provinsi biasanya menggunakan transportasi sungai dan tersedia pelabuhan-pelabuhan angkutan penumpang dan barang yang kapasitasnya lebih kecil. Alat transportasi laut dan air untuk angkutan barang dan penumpang (lokal) yang sering digunakan adalah perahu tanpa motor, perahu motor tempel, kapal motor dan untuk keperluan jarak yang relatif jauh menggunakan kapal kayu dengan PK yang cukup besar.

3.4.2. Sarana Kelistrikan

Kebutuhan tenaga listrik untuk Provinsi Sulawesi Utara, Provinsi Sulawesi Tengah dan Provinsi Gorontalo dilayani oleh Kelistrikan Wilayah Sulawesi Utara, Tengah dan Gorontalo yang pasokan tenaga listriknya diperoleh dari satu sistem interkoneksi jaringan transmisi 150 kV yang disebut Sistem Minahasa dan beberapa sistem terisolasi Gorontalo, Palu, Luwuk, Poso, dan tersebar. Hingga akhir tahun 2007, beban puncak kelistrikan Wilayah Sulawesi Utara, Tengah dan Gorontalo telah mencapai 207,29 MW. Penjualan tenaga listrik untuk kelistrikan Wilayah Sulawesi Utara, Tengah dan Gorontalo sampai dengan akhir 2007 mencapai 1.155,7 GWh dengan komposisi penjualan per sektor pelanggan untuk rumah tangga adalah 706,3 GWh (61,12%), bisnis 205,8 GWh (17,81%), industri 97,8 GWh (8,47%), dan publik 98,0 GWh (8,48%).

Kebutuhan tenaga listrik untuk Provinsi Sulawesi Selatan, Provinsi Sulawesi Tenggara dan Provinsi Sulawesi Barat dilayani oleh Kelistrikan Wilayah Sulawesi Selatan, Tenggara dan Barat yang pasokan tenaga listriknya diperoleh dari satu sistem interkoneksi jaringan transmisi 70 kV dan 150 kV yang disebut Sistem Sulawesi Selatan dan beberapa sistem terisolasi Palopo-Malili, Kendari, Kolaka, Bau-Bau dan tersebar. Sampai dengan akhir bulan Desember 2007, beban puncak kelistrikan Wilayah Sulawesi Selatan, Tenggara dan Barat mencapai 500,62 MW. Sampai tahun 2007, penjualan tenaga listrik untuk kelistrikan Wilayah Sulawesi Selatan, Tenggara dan Barat mencapai 2.753,5 GWh dengan komposisi penjualan per sektor pelanggan untuk sosial adalah 80,4 GWh (2,92%), rumah tangga adalah 1.226,4 GWh (44,54%), bisnis 565,6 GWh (20,54%), industri 685,3 GWh (24,89%), dan publik 195,8 GWh (7,11%).

Tabel 3.42.

Perkembangan Neraca Listrik di Wilayah Sulawesi Tahun 2004-2006.

Kapasitas Terpasang Daya Mampu Beban Puncak Satuan PLN/Provinsi

2004 2005 2006 2005 2006 2005 2006 Wil. Sulut, Sulteng dan Gorontalo 343,81 353,78 368 258,56 233,16 249,42 250,47 ~ Sulawesi Utara 178,08 181,94 191,88 147,68 133,53 140,49 138,55 ~ Gorontalo 39,49 41 41 26,49 19,93 27,73 27,5 ~ Sulawesi Tengah 126,24 130,84 135,12 84,39 79,7 81,2 84,42 Wil. Sulsel dan Sultra 463,64 496,08 484,88 364,18 386,47 313,78 603,46 ~ Sulawesi Selatan 384,69 416,99 407,67 306,83 324,59 276,89 533,6

Data dan Informasi Pendukung Rancangan Buku III RPJMN 2010-2014 Berdimensi Kewilayahan 34    

Kapasitas Terpasang Daya Mampu Beban Puncak Satuan PLN/Provinsi

2004 2005 2006 2005 2006 2005 2006 ~ Sulawesi Tenggara 78,95 79,08 73,95 57,35 59,09 36,89 68,37 ~ Sulawesi Barat 3,27 2,8 1,5

Rasio elektrifikasi tahun 2007 untuk masing-masing provinsi adalah sebagai berikut: Provinsi Sulawesi Utara 66,62 persen, Provinsi Sulawesi Tengah 47,64 persen, Provinsi Gorontalo 48,70 persen. Provinsi Sulawesi Selatan dan Provinsi Sulawesi Barat 54,90 persen Provinsi Sulawesi Tenggara 38,21 persen

Sementara untuk rasio desa berlistrik antarprovinsi meliputi: Provinsi Sulawesi Utara sebesar 100 persen, Provinsi Sulawesi Tengah sebesar 98,0 persen, Provinsi Gorontalo sebesar 95,8 persen, Provinsi Sulawesi Selatan dan Provinsi Sulawesi Barat adalah sebesar 100 persen, dan di Provinsi Sulawesi Tenggara sebesar 94,7 persen. Prakiraan Kebutuhan Tenaga Listrik

Kebutuhan tenaga listrik akan terus meningkat sejalan dengan perkembangan ekonomi daerah dan pertumbuhan penduduk. Semakin meningkatnya ekonomi pada suatu daerah maka konsumsi tenaga listrik juga akan semakin meningkat. Kondisi ini tentunya harus diantisipasi sedini mungkin agar penyediaan tenaga listrik dapat tersedia dalam jumlah yang cukup dan harga yang memadai.

Untuk memperkirakan kebutuhan listrik dimasa mendatang sampai dengan tahun 2014, didasarkan pada hasil perhitungan Rencana Umum Ketenagalistrikan Nasional Tahun 2008 s.d. 2027 (Kepmen Energi dan sumber daya mineral nomor : 2682 k/21/mem/2008). Asumsi pertumbuhan ekonomi yang digunakan untuk menyusun prakiraan kebutuhan tenaga listrik adalah rata-rata sebesar 6,1 persen per tahun secara nasional. Disamping pertumbuhan ekonomi, perkembangan tenaga listrik mempertimbangkan faktor perkembangan penduduk dalam pengertian jumlah rumah tangga yang akan dilistriki.

Untuk Sistem Kelistrikan Provinsi Sulawesi Utara, Sulawesi Tengah, dan Gorontalo (Sistem Suluttenggo), asumsi pertumbuhan penduduk tahun 2008-2014 diperkirakan rata-rata sebesar 1,3 persen per tahun sedangkan pertumbuhan ekonomi untuk periode yang sama diproyeksikan sebesar 6,8 persen per tahun. Apabila kelistrikan di tiga Provinsi tersebut dapat terintegrasi maka pertumbuhan kebutuhan tenaga listrik mencapai rata-rata sebesar 7,9 persen per tahun dan perkembangan beban puncak tahun 2014 adalah sebesar 433 MW. Dengan asumsi bahwa cadangan daya sebesar 40 persen maka daya yang dibutuhkan sampai tahun 2014 secara akumulatif sebesar 419 MW sedangkan total kapasitas sistem diharapkan mencapai 606 MW. Prakiraan kebutuhan beban daerah Suluttenggo selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 3.43

Tabel 3.43 Prakiraan Kebutuhan Beban Daerah Sulawesi Utara, Sulawesi Tengah Dan Gorontalo

Periode 2008-2014 URAIAN Satuan 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014

Kebutuhan Rumah Tangga GWH 726 761 808 865 933 1.012 1.101 Komersial GWH 216 228 241 253 266 279 291 Publik GWH 162 178 195 215 236 260 287 Industri GWH 109 113 117 121 126 130 135 Total Kebutuhan GWH 1.213 1.280 1.361 1.455 1.561 1.681 1.814 Pertumbuhan % 4,8 5,6 6,3 6,9 7,3 7,7 7,9 Susut & Losses (T&D) % 10 9,9 9,8 9,7 9,6 9,5 9,4 Susut Pemakaian Sendiri % 3,5 3,5 3,5 3,5 3,5 3,5 3,5 Total Susut & Losses % 13,5 13,4 13,3 13,2 13,1 13 12,9 Faktor Beban % 54 54 54 54 54 54 54 Produksi GWH 1.376 1.452 1.542 1.647 1.766 1.899 2.048 Beban Puncak MW 291 307 326 348 373 401 433 Kapasitas Existing *) MW 224 217 211 205 198 192 187 Kapasitas Dibutuhkan **) MW 407 430 456 487 523 562 606 RESERVE MARGIN % 40% 40% 40% 40% 40% 40% 40% DAYA TAMBAHAN MW 183 212 246 283 324 370 419 DAYA TAMBAHAN TAHUNAN MW 20 29 33 37 41 45 50 *) Kapasitas pembangkit tenaga listrik yang dibangun s.d. 2007 **) Kapasitas terpasang pembangkit tenaga listrik yang dibutuhkan

Data dan Informasi Pendukung Rancangan Buku III RPJMN 2010-2014 Berdimensi Kewilayahan 35    

.Pengembangan sistem penyaluran untuk Sistem Sulserabar ke depan diarahkan untuk meningkatkan reliability dan debottlenecking yang terdapat di beberapa sistem. Dalam jangka panjang, diharapkan pengembangan saluran dengan penggunaan tegangan 500 kV atau 275 kV, yang akan menjadi cikal bakal jaringan interkoneksi di Sulawesi dapat diwujudkan. Pengembangan Sistem Sulserabar, asumsi pertumbuhan penduduk tahun 2008-2014 diperkirakan rata-rata 1,1 persen per tahun sedangkan pertumbuhan ekonomi untuk periode yang sama diproyeksikan sebesar 6,7 persen per tahun. Pertumbuhan kebutuhan tenaga listrik untuk ketiga Provinsi tersebut di atas diperkirakan tumbuh sebesar 7,2 persen per tahun, perkembangan beban puncak hingga tahun 2014 mencapai kurang lebih sebesar 1.022 MW. Daya tambahan yang dibutuhkan hingga pada tahun 2014 adalah sebesar 1.006 MW dengan asumsi cadangan daya sebesar 40 persen. Prakiraan kebutuhan beban untuk daerah Sulserabar adalah sebagaimana tercantum dalam Tabel 3.44.

Tabel 3.44.

Prakiraan Kebutuhan Beban Daerah Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara, Dan Sulawesi Barat Periode 2008-2014

URAIAN Satuan 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014

Kebutuhan : Rumah Tangga GWH 1.441 1.532 1.622 1.712 1.803 1.896 1.992 Komersial GWH 438 483 533 588 650 718 793 Publik GWH 285 309 336 368 403 441 483 Industri GWH 709 746 791 843 903 967 1.037 Total Kebutuhan GWH 2.873 3.071 3.282 3.512 3.758 4.022 4.305 Pertumbuhan % 6 7 7 7 7 7 7 Susut & Losses (T&D) % 13 13 13 13 13 13 12 Susut Pemakaian Sendiri % 2 2 2 2 2 2 2 Total Susut & Losses % 15 15 15 15 15 14 14 Faktor Beban % 55 55 55 55 55 55 55 Produksi GWH 3.304 3.528 3.768 4.028 4.307 4.585 4.925 Beban Puncak MW 686 732 782 836 894 952 1.022 Kapasitas Existing *) MW 479 470 460 451 442 433 425 Kapasitas Dibutuhkan **) MW 960 1.025 1.095 1.170 1.251 1.332 1.431 RESERVE MARGIN % 0 0 0 0 0 0 0 DAYA TAMBAHAN MW 481 556 635 719 809 899 1.006 DAYA TAMBAHAN TAHUNAN MW 190 75 79 85 90 90 107 *) Kapasitas pembangkit tenaga listrik yang dibangun s.d. 2007 **) Kapasitas terpasang pembangkit tenaga listrik yang dibutuhkan

Gambaran secara spasial dari kondisi transmisi eksisting dan transmisi rencana dapat dilihat pada Gambar 3.16.

Gambar 3.16 Gambaran Transmisi Eksisting dan Rencana di Wilayah Sulawesi

Data dan Informasi Pendukung Rancangan Buku III RPJMN 2010-2014 Berdimensi Kewilayahan 36    

2.3.1. Telekomunikasi

Data sarana telepon diidentifikasi dari data banyaknya desa yang mendapat akses sarana telepon.Berdasarkan data BPS tahun 2005. jumlah desa yang memiliki akses telepon di Wilayah Sulawesi ada sebanyak 2.470 desa terdiri dari 1.986 desa dengan telepon kabel dan 484 desa dengan telepon umum. Sementara desa yang tidak memiliki akses telepon ada sebanyak 4.587 desa atau sebesar 55,80 persen dari total desa yang ada di Wilayah Sulawesi. Provinsi dengan jumlah desa tanpa sarana telepon terbanyak adalah Provinsi Sulawesi Tenggara yaitu sebesar 68,61 persen atau 1.156 desa dari total 1.685 desa di Provinsi Sulawesi Tenggara. Sementara Provinsi Sulawesi Utara memiliki desa tanpa sarana telepon terkecil. yaitu sebesar 44,44 persen (564 desa dari 1.269 desa).

3.4.3. Sarana Penyediaan Air Minum

Sumber air dari sumur merupakan sumber air utama penduduk di Wilayah Sulawesi sebagai sumber air minum dan memasak. Data dari BPS tahun 2005 menunjukkan bahwa sebesar 48,60 persen penduduk di Wilayah Sulawesi menggunakan sumur, diikuti oleh sumber air mata air sebesar 26,96 persen dan PAM sebesar 13,62 persen.

Dari total jumlah desa yang menggunakan sumber air PAM, Pompa, Sumur, Mata Air, Air Sungai dan Air Hujan, ada sekitar 12,48 persen yang juga membeli air untuk keperluan minum dan memasak. Selengkapnya data jumlah dan persentase Desa/Kelurahan per Provinsi menurut sumber air minum dan memasak secara umum dapat dilihat pada Tabel 2.46.

Tabel 3.46. Jumlah dan Persentase Desa/ Kelurahan Per Provinsi di Wilayah Sulawesi Menurut Sumber Air Minum dan

Memasak secara Umum

Sumber Air Minum dan memasak Secara Umum PAM Pompa Sumur Mata Air Air Sungai Air Hujan No PROVINSI

Jumlah (Desa)

% Jumlah (Desa)

% Jumlah (Desa)

% Jumlah (Desa)

% Jumlah (Desa)

% Jumlah (Desa)

%

1 Sulawesi Utara 292 23,06 27 2,13 498 39,34 392 30,96 12 0,95 45 3,55 2 Sulawesi Tengah 170 11,18 111 7,30 571 37,57 501 32,96 136 8,95 31 2,04 3 Sulawesi Selatan 407 14,58 231 8,28 1.417 50,77 641 22,97 75 2,69 20 0,72 4 Sulawesi Tenggara 176 10,60 18 1,08 943 56,77 420 25,29 67 4,03 37 2,23 5 Gorontalo 38 8,54 3 0,67 357 80,22 31 6,97 15 3,37 1 0,22 6 Sulawesi Barat 29 6,04 4 0,83 181 37,71 216 45,00 47 9,79 3 0,63

SULAWESI 1.112 13,62 394 4,83 3.967 48,60 2.201 26,96 352 4,31 137 1,68 Sumber : Data PODES 2006Keterangan:*) Tidak termasuk air dalam kemasan

Isu Strategis Bidang Infrastruktur

Berdasarkan fakta dan permasalahan tentang kondisi eksisiting wilayah Pulau dan hasil analisis yang telah dilakukan, dapat dirumuskan secara logis isu-isu strategis yang saling terkait satu sama lain yang menjadi aspek kunci bagi keberhasilan pembangunan wilayah Sulawesi ke depan. Isu-isu strategis ini dipilih berdasarkan dampak penting yang dihasikan dalam upaya memacu pembangunan dan pengembangan wilayah Pulau, sejalan dengan arah kebijakan pembangunan di masing-masing provinsi, serta integrasi arah pembangunan pada lingkup wilayah Pulau dan pembangunan nasional. Rumusan Isu strategis untuk bidang infrastruktur di wilayah Pulau Sulawesi , antara lain adalah Tingginya kebutuhan investasi dalam mendukung pemeliharaan dan peningkatan jaringan transportasi; (1) Masih terbatasnya penyediaan energi listrik untuk mendukung kebutuhan rumah tangga dan pengembangan berbagai pusat industri pengolahan;dan (2) masih terbatasnya sarana telekomunikasi dalam menjakau daerah-daerah terisolasi.

3.5. Bidang Penataan Ruang

Bidang Tata ruang dan pertanahan menjadi salah satu aspek penting yang mempengaruhi strategi pengembangan Pulau Sulawesi. Pertanahan dalam hal ini berkaitan dengan pola penggunaan lahan sedangkan tata ruang merupakan kebijakan rencana pola dan struktur pemanfaatan ruang di Pulau Sulawesi. Secara umum pola penggunaan lahan di Pulau Sulawesi masih bersifat agraris, hal ini ditandai dengan tingginya persentase penggunaan lahan untuk fungsi pertanian dan perkebunan. Selain itu, berdasarkan data yang ada, penggunaan lahan di Pulau Sulawesi belum optimal dikarenakan masih luasnya lahan yang belum diusahakan. Penggunaan lahan yang belum optimal di Pulau Sulawesi mendorong pentingnya perencanaan tata ruang wilayah yang meliputi penentuan wilayah pusat pertumbuhan guna mendorong pertumbuhan ekonomi wilayah sekitarnya.

Data dan Informasi Pendukung Rancangan Buku III RPJMN 2010-2014 Berdimensi Kewilayahan 37    

3.5.1. Tata Ruang

RTR Pulau Sulawesi berperan sebagai alat untuk mensinergikan aspek-aspek yang menjadi kepentingan Nasional yang direncanakan dalam Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional dengan aspek-aspek yang menjadi kepentingan daerah yang direncanakan dalam Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi dan Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten/Kota. RTR Pulau Sulawesi dijabarkan dalam struktur dan pola pemanfaatan ruang yang ditetapkan sebagai kebijaksanaan dan strategi pemanfaatan ruang Pulau Sulawesi. Strategi pengembangan struktur ruang mencakup strategi pengembangan sistem pusat permukiman dan sistem jaringan prasarana wilayah.

Strategi pengelolaan pola pemanfaatan ruang terdiri dari pengelolaan ruang kawasan budidaya dan kawasan lindung. Strategi pengelolaan ruang kawasan lindung meliputi :

a. Strategi pengelolaan ruang pada kawasan yang memberikan perlindungan pada kawasan bawahannya yang terdiri dari kawasan hutan lindung, kawasan bergambut, kawasan resapan air dan kawasan mangrove;

b. Strategi pengelolaan ruang pada kawasan yang memberikan perlindungan setempat yang meliputi sempadan pantai, sempadan sungai, kawasan sekitar danau dan waduk sertakawasan sekitar mata air;

c. Strategi pengelolaanruang pada kawasan suaka alam, pelestarian alam dan cagar budaya; d. Strategi pengelolaan ruang pada kawasan rawan bencana lingkungan.

Sedangkan strategi pengelolaan ruang kawasan budidaya meliputi :

a. Strategi pengelolaan ruang pada kawasan andalan; b. Strategi pengelolaan ruang pada kawasan andalan laut; c. Strategi pengelolaan ruang pada kawasan yang perlu mendapatkan perhatian khusus (Kawasan Teluk Tomini,

Teluk Bone dan Teluk Tolo; Kawasan Karst; Kawasan Perbatasan Lintas Wilayah Provinsi; Kawasan Takabonerate, Wakatobi dan Bimindo; Kawasan Perbatasan Negara)

3.5.2. Pertanahan

Kondisi pertanahan di wilayah Sulawesi sangat kental dengan permasalahan konflik sektoral dan regional yang berkaitan dengan status lahan dan penataan ruang. Pada dasarnya konflik ini terjadi karena di wilayah-wilayah yang sebagian besar memiliki jenis penggunaan berupa lahan hutan, penguasaan kawasan berada di tangan Departemen Kehutanan. Pemerintah Daerah hanya boleh merencanakan pembangunan di wilayah di luar kawasan hutan. Konflik terjadi ketika pihak Pemda membutuhkan lebih banyak ruang dan sumber daya terutama sumber daya hutan yang memang bernilai tinggi untuk mendorong kemajuan pembangunan wilayahnya, sementara pihak Departemen Kehutanan enggan untuk melepaskan kawasan yang berada di bawah kewenangannya. Meskipun sejauh ini telah diupayakan langkah-langkah untuk memadukan penunjukkan kawasan hutan dengan RTRW Provinsi tetapi di lapangan masih banyak pihak yang ternyata tidak saling sepakat.

Pada era Orde Baru konflik-konflik ini bisa diredam karena hampir semua keputusan tersentralisasi di pusat. Sehingga dengan demikian baik Pemda maupun Departemen Kehutanan bekerja sesuai dengan keputusan para pengembail kebijakan di pusat. Selanjutnya pada saat penerapan otonomi daerah dimana posisi pemda menjadi lebih kuat maka konflik ini menjadi tidak terhindarkan.

Keberadaan kawasan hutan di wilayah Sulawesi ternyata cukup luas. Rata-rata hampir lebih dari setengah luasan wilayah tiap Provinsi berada di bawah kewenangan Departemen Kehutanan. Akibatnya wajah pembangunan Pulau Sulawesi tentunya tidak bisa lepas dari rencana-rencana yang disusun oleh Pihak Departemen Kehutanan. Seperti diketahui pembangunan wilayah seharusnya bersifat multisektor, karena secara prinsip ruang merupakan suatu wadah yang didalamnya memungkinkan untuk dilakukan berbagai aktivitas. Sehingga pengusaan kawasan yang sedemikian luas hanya untuk satu sektor saja akan menimbulkan permasalahan dalam pembangunan wilayah ke depan.

Isu Strategis Bidang Penataan Ruang

Berdasarkan fakta dan permasalahan tentang kondisi eksisiting wilayah Pulau dan hasil analisis yang telah dilakukan, dapat dirumuskan secara logis isu-isu strategis yang saling terkait satu sama lain yang menjadi aspek kunci bagi keberhasilan pembangunan wilayah Sulawesi ke depan. Isu-isu strategis ini dipilih berdasarkan dampak penting yang dihasikan dalam upaya memacu pembangunan dan pengembangan wilayah Pulau, sejalan dengan arah kebijakan pembangunan di masing-masing provinsi, serta integrasi arah pembangunan pada lingkup wilayah Pulau dan pembangunan nasional. Rumusan Isu strategis untuk bidang penataan ruang di wilayah Pulau Sulawesi;antara lain adalah: (1) Belum optimalnya kualitas hasil perencanaan tata ruang dalam Semakin berkurangnya penguasaan lahan pertanian yang mengancam fungsi wilayah Sulawesi sebagai lumbung pangan

Data dan Informasi Pendukung Rancangan Buku III RPJMN 2010-2014 Berdimensi Kewilayahan 38    

nasional; (2) Kualitas dokumen RTRW belum mampu menampung berbagai kepentingan, dan memberikan arahan yang jelas terhadap alokasi penataan ruang di masa mendatang.

3.6. Bidang Sumber Daya Alam Dan Lingkungan Hidup

3.6.1. Sumber Daya Alam

Pulau Sulawesi memiliki sumber daya alam yang berbeda-beda di setiap wilayah dikarenakan kondisi wilayahnya yang berbukit hingga bergunung-gunung dengan luas dataran rata (di bawah 50 m dpl) hanya mencapai 10,3 persen dari luas pulau. Pola curah hujan yang terjadi di Pulau Sulawesi juga bervariasi dipengaruhi oleh topografi dan angin musim. Curah hujan tahunan yang cukup tinggi sebesar 2.500 mm terjadi di wilayah-wilayah utama Provinsi Sulawesi Tengah, Provinsi Sulawesi Barat, Provinsi Sulawesi Selatan, dan Provinsi Sulawesi Utara. Sedangkan curah hujan tahunan terendah (kurang dari 1.100 mm) terjadi di Provinsi Gorontalo, sekitar Palu, dan Provinsi Sulawesi Tenggara. Kondisi topografi dan curah hujan di Pulau Sulawesi secara tidak langsung mempengaruhi ketersediaan sumber daya alam dan lingkungan sebagai faktor pendukung dalam perkembangan ekonomi wilayah.

1. Sumberdaya Lahan

Pulau Sulawesi memiliki wilayah seluas 193.847,11 Km2 yang terbagi menjadi beberapa fungsi penggunaan lahan. Berdasarkan Tabel 2.48 diketahui bahwa luas total penggunaan lahan di Pulau Sulawesi adalah sebesar 9,347 juta Hektar atau sebesar 48,2 persen dari luas daratan secara keseluruhan. Luas penggunaan lahan tersebut dikelompokkan berdasarkan fungsi penggunaan lahan, antara lain sawah; pekarangan; tegal/kebun; ladang/huma; padang rumput; rawa; tambak; kolam; lahan yang sementara tidak diusahakan; lahan tanaman kayu/hutan rakyat; dan perkebunan. Luas penggunaan lahan di Pulau Sulawesi mencakup 12,5 persen dari luas penggunaan lahan di seluruh Indonesia yang mencapai 74,7 juta Ha.

Penggunaan lahan di Pulau Sulawesi sebagian besar merupakan fungsi perkebunan yang mencapai 2,5 juta Ha atau sebesar 26.8 persen dari total luas penggunaan lahan.Fungsi penggunaan lahan kedua yang terbesar adalah tegal/kebun dengan luas mencapai 1,4 juta Ha, diikuti oleh fungsi penggunaan lahan yang sementara tidak diusahakan dan hutan rakyat masing-masing seluas 1,24 Ha dan 1,27 Ha. Penggunaan lahan fungsi perkebunan yang paling luas terletak di Provinsi Sulawesi Tengah yaitu sebesar 35,55 persen dari luas perkebunan di Pulau Sulawesi sedangkan luas perkebunan yang terkecil terletak di Provinsi Gorontalo sebesar 3,81 persen. Hal ini dipengaruhi oleh sejarah terbentuknya Provinsi Gorontalo yang merupakan pemekaran dari wilayah Provinsi Sulawesi Utara pada tahun 2001 dan pesatnya perkembangan di provinsi tersebut.

Penggunaan lahan yang dimanfaatkan untuk pengembangan sawah di Pulau Sulawesi menduduki peringkat kelima dengan luas 830 ribu Ha. Penggunaan lahan sawah terluas terletak di Sulawesi Selatan yaitu sebesar 66,02 persen dari luas sawah di seluruh pulau. Provinsi Sulawesi Selatan juga merupakan provinsi dengan penggunaan lahan tegal/kebun terluas di Pulau Sulawesi sebesar 44,35 persen. Selain itu, penggunaan lahan sebagai fungsi lahan yang sementara tidak diusahakan dan lahan tanaman kayu/hutan rakyat dengan persentase tertinggi masing-masing sebesar 39,85 persen dan 38,72 persen juga terletak di Provinsi Sulawesi Selatan.

Tabel 3.48. Luas dan Persentase Penggunaan Lahan Tiap Provinsi di Pulau Sulawesi Tahun 2004

Provinsi Sulawesi

Utara Sulawesi Tengah

Sulawesi Selatan

Sulawesi Tenggara

Gorontalo Pulau

Sulawesi Penggunaan Lahan

Ha % Ha % Ha % Ha % Ha % Ha Sawah 59,393 7.16 122,142 14.72 547,975 66.02 69,432 8.37 31,060 3.74 830,002 Pekarangan 42,413 8.19 78,977 15.25 200,196 38.66 147,226 28.43 49,009 9.46 517,821 Tegal/Kebun 257,134 17.41 272,747 18.46 655,142 44.35 192,291 13.02 100,031 6.77 1,477,345 Ladang/Huma 90,545 12.96 333,131 47.67 127,387 18.23 92,067 13.18 55,655 7.96 698,785 Padang Rumput 33,601 7.65 154,126 35.11 157,460 35.87 73,499 16.74 20,306 4.63 438,992 Rawa 5,125 3.09 86,486 52.12 22,825 13.76 43,181 26.02 8,306 5.01 165,923 Tambak 5,783 4.29 9,870 7.33 99,186 73.62 17,827 13.23 2,067 1.53 134,733 Kolam 1,322 1.86 50,933 71.59 16,664 23.42 1,637 2.30 585 0.82 71,141 Lahan yg tdk diusahakan 48,327 3.90 400,921 32.39 493,242 39.85 257,270 20.78 38,009 3.07 1,237,769 Lahan tanaman kayu/hutan rakyat 131,043 10.29 354,257 27.81 493,242 38.72 257,270 20.20 38,009 2.98 1,273,821 Perkebunan 278,268 11.13 888,938 35.55 836,610 33.45 401,815 16.07 95,241 3.81 2,500,872

Total 952,954 2,752,528 3,649,929 1,553,515 438,278 9,347,204 Sumber: Statistik Indonesia 2004, BPS * Data Provinsi Sulawesi Barat belum tersedia

Data dan Informasi Pendukung Rancangan Buku III RPJMN 2010-2014 Berdimensi Kewilayahan 39    

Berdasarkan Tabel 3.49, Provinsi Sulawesi Tengah memiliki empat fungsi penggunaan lahan yang paling luas di Pulau Sulawesi yaitu ladang/huma sebesar 47,67 persen, rawa sebesar 52,12 persen, perkebunan sebesar 35,55 persen, dan kolam sebesar 71,59 persen. Luas penggunaan lahan di tiap provinsi di Pulau Sulawesi tersebut berkaitan erat dengan luas wilayah secara keseluruhan dan perkembangan aktifitas ekonomi daerah. Semakin tinggi persentase penggunaan lahan maka hal ini menunjukkan semakin pesatnya perkembangan aktifitas ekonomi yang terjadi di daerah. Berdasarkan Tabel 2.49 Provinsi Sulawesi Selatan memiliki persentase penggunaan lahan tertinggi di Pulau Sulawesi yaitu sebesar 79,14 persen dari luas wilayah provinsi. Dengan demikian dapat dikatakan Provinsi Sulawesi Selatan mengalami perkembangan ekonomi yang cukup pesat dibandingkan dengan provinsi lainnya.

Tabel 3.49. Persentase Penggunaan Lahan terhadap Luas Wilayah

Tiap Provinsi di Pulau Sulawesi

Provinsi Luas Wilayah

(Ha) Penggunaan lahan (Ha)

Persentase (%)

Sulawesi Utara 1,393,073 952,954 68.41 Sulawesi Tengah 6,808,983 2,752,528 40.42 Sulawesi Selatan 4,611,645 3,649,929 79.14 Sulawesi Tenggara 3,675,745 1,553,515 42.26 Gorontalo 1,216,544 438,278 36.03 Sulawesi Barat 1,678,721 * Wilayah Sulawesi 19,384,711 9,347,204 48.22 *Data belum tersedia Sumber : Statistik Indonesia 2004, BPS

2. Sumberdaya Hutan dan Flora.Fauna

Seperti halnya wilayah Kalimantan, wilayah Sulawesi juga sangat kaya dengan sumber daya alam baik itu berupa hutan, tambang maupun perikanan. Namun demikian eksploitasi yang belebihan mulai menimbulkan berbagai masalah dan gangguan berupa bencana alam. Konversi hutan terjadi secara besar-besaran baik itu karena pembukaan lahan untuk perkebunan dan pertambangan, maupun karena kebakaran hutan dan lahan. Karena itu bencana banjir dan longsor juga menjadi peristiwa yang kemudian sering menimpa wilayah Sulawesi. Hilangnya sumber daya alam dan meningkatnya gangguan alam karena kerusakan lingkungan juga akan berdampak negatif terhadap hasil-hasil pembangunan yang telah dicapai.

Pulau Sulawesi adalah pulau terbesar di kawasan Wallacea dan secara geologis paling rumit karena menjadi tempat hidup bagi fauna campuran orientaldan Australia serta menjadi arena evolusi berbagai jenis fauna endemik (Coates, dkk.2000). Dengan sejarah alam yang kompleks, Sulawesi memiliki keanekaragaman jenis fauna endemik yang sangat tinggi. Tingkat endemisitas yang tinggi, terjadi pada kelompok ikan air tawar, dengan 52 jenis endemik atau sebesar 77 persen dan kelompok mamalia, dimana dari 114 jenis, sebesar 60 persen atau 53 jenis adalah endemik (Whitten, et al., 1987). Dari kelompok Aves, Sulawesi memilikisekitar 380 jenis, sebesar 25 persen (96 jenis) diantaranya jenis endemik (Holmes dan Phillips, 1989). Dari kelompok Amphibia, Sulawesi memiliki 14 jenis endemik. Dari kelompok serangga, khususnya kupu-kupu, Sulawesi memiliki 560 jenis, dengan 235 jenis atau sebesar 42 persen adalah endemik (Whitten et al., 1987). Dari kelompok Reptilia berdasarkan Kinnaird (1997), tercatat 46 jenis kadal Sulawesi dan 18 jenis diantaranya endemik. Di Sulawesi, dilaporkan terdapat 64 jenis ular, dan 23 jenis diantaranya endemik. 3. Sumber Daya Energi dan Pertambangan

Potensi berikutnya yang juga belum termanfaatkan secara optimal untuk mendorong perkembangan wilayah adalah pertambangan. Meskipun tidak sebesar Kalimantan, wilayah Sulawesi memiliki potensi tambang yang cukup besar berupa nikel, emas, minyak dan gas serta batu gamping/kapur. Seperti halnya Kalimantan multiplier effect sektor tambang terhadap wilayah sekitar relatif kurang. Ke depannya ini harus diperbaiki agar nilai tambah dari sektor tambang juga mengalir ke wilayah sekitarnya. Sebaran potensi tambang di wilayah Sulawesi dapat dilihat pada Gambar 3.17.

Data dan Informasi Pendukung Rancangan Buku III RPJMN 2010-2014 Berdimensi Kewilayahan 40    

Gambar 3.17 Potensi Bahan Tambang di Wilayah Sulawesi (Sumber : JICA, 2007)

Potensi sumber energi primer disetiap provinsi diwilayah Sulawesi dapat diuraikan sebagai berikut:

Provinsi Sulawesi Selatan memiliki beranekaragam potensi sumber energi primer yang dapat digunakan sebagai sumber energi pembangkit tenaga listrik, yaitu minyak bumi, batubara, air (PLTA, Minihidro, dan mikro hidro), dan panas bumi. Potensi minyak bumi yang dimiliki adalah sebesar 95,36 MMSTB. Potensi batubara sebesar 231,12 juta ton. Batubara baru digunakan untuk bahan bakar keperluan rumah tangga dan industri kecil dalam bentuk briket batubara. Potensi sumber daya air (PLTA) yang tersebar di berbagai Kabupaten, dengan daya terpasang besarnya 3.200 MW. Potensi Pembangkit Listrik Tenaga Minihidro (PLTM) besarnya 102.097 kW, tersebar di 21 lokasi yang terletak di berbagai Kabupaten. Sedangkan potensi mikrohidro (PLTMH) sebesar 3.037,3 kW, tersebar di 51 lokasi yang terletak di berbagai Kabupaten. Potensi panas bumi diperkirakan sebesar 398 MWe yang tersebar di 17 lokasi.

Provinsi Sulawesi Utara memiliki potensi sumber energi primer yang dapat digunakan sebagai sumber energi pembangkit tenaga listrik, yaitu panas bumi, dan tenaga air. Potensi panas bumi yang ada diperkirakan 793 Mwe yang tersebar di 5 lokasi dan potensi air sebesar 160 MW. Disamping itu ditemukan cekungan minyak bumi yang perlu disurvei lebih lanjut besar potensinya.

Provinsi Sulawesi Tengah memiliki potensi sumber energi primer yang dapat digunakan sebagai sumber energi untuk pembangkit tenaga listrik, yaitu air (PLTA, Minihidro, dan mikro hidro), batubara, gas alam dan panas bumi. Potensi barubara sekitar 1,98 juta ton. Potensi air sebesar 759 MW untuk PLTA dengan skala cukup besar antara lain terdapat di Kabupaten Donggala, Palu besarnya 74,8 MW, dan di Kabupaten Poso mempunyai total potensinya sebesar 684 MW. Sedangkan potensi air skala kecil (minihidro) dengan kapasitas antara 0,5 – 3 MW banyak tersebar di berbagai kabupaten, secara total kapasitasnya mencapai sekitar 26,45 MW. Potensi panas bumi yang ada mencapai sebesar 378 MWe yang terdapat di 15 lokasi

Data dan Informasi Pendukung Rancangan Buku III RPJMN 2010-2014 Berdimensi Kewilayahan 41    

dengan potensi panas bumi terduga diperkirakan sebesar 103 MWe tersebar di 4 lokasi. Sedangkan potensi gas alam yang dimiliki diperkirakan sebesar 7,76 TSCF.

Provinsi Sulawesi Tenggara memiliki beranekaragam potensi sumber energi primer yang dapat digunakan sebagai sumber energi pembangkit tenaga listrik, yaitu air (PLTA Mikrohidro) dan panas bumi. Potensi sumber daya air (PLTA) yang tersebar di beberapa Kabupaten, dengan daya terpasang yang dapat ikembangkan sekitar 270 MW. Potensi Pembangkit Listrik Tenaga Mikrohidro (PLTMH) besarnya 30,33 MW, tersebar di 15 lokasi yang terletak di berbagai Kabupaten. Potensi panas bumi cukup besar, dengan total kapasitas diperkirakan sebesar 276 MWe dengan potensi terduga sebesar 51 MWe yang tersebar di 12 Kabupaten.

Provinsi Gorontalo memiliki potensi sumber energi air sebesar 90 MW di Sungai Bone 1,2 dan 3 dan Randagan, mikrohidro di 14 lokasi sebesar 514 kW, energi angin sebesar 15 – 20 knot, panas bumi di 2 lokasi sebesar 185 MWe dengan total kapasitas panas bumi terduga sebesar 110 Mwe.

Sumber daya mineral pertambangan di Pulau Sulawesi memberikan kontribusi yang cukup besar dalam perkembangan ekonomi regional. Pulau Sulawesi memiliki cukup banyak sumber daya mineral seperti minyak dan gas bumi, emas, nikel, marmer, gatu gamping/kapur, dan tembaga.

3.6.2. Kondisi Lingkungan Hidup

Salah satu variabel yang jelas menunjukkan menurunnya kualitas sumber daya alam dan lingkungan dapat dilihat dari menurunnya luas kawasan hutan di kawasan yang bukan merupakan hutan produksi konversi. Dapat dilihat dari Tabel. 2.50 bahwa untuk seluruh Pulau Sulawesi atau sebesar 11,44 persen dari hutan konservasi (KSA-KPA) berupa lahan non hutan, dan sebesar 18,04 persen dari hutan lindung (HL) berupa lahan non hutan, 17,49 persen dari hutan produksi terbatas (HPT) berupa lahan non hutan, dan sebesar 28,11 persen dari hutan produksi (HP) juga berupa lahan non hutan. Nilai ini belum ditambah dengan luas lahan yang tidak ada datanya yang mungkin saja bisa berupa lahan non hutan.

Dapat dilihat bahkan untuk hutan konservasi dan hutan lindung yang seharusnya tidak boleh terkonversi justru ditemukan lahan non hutan yang cukup luas. Persentase kerusakan hutan konservasi paling tinggi terdapat di Sulawesi Selatan yaitu mencapai 18,06 persen. Sementara itu persentase kerusakan hutan lindung paling tinggi terdapat di Provinsi Sulawesi Utara sebesar 30,09 persen dan Sulawesi Selatan sebesar 31,48 sebesar 30,09 persen nya berupa lahan non hutan

Situasi ini menunjukkan bahwa kapasitas Departemen Kehutanan sendiri untuk mengelola kawasan hutan yang cukup luas relatif terbatas. Dalam situasi pengawasan yang terbatas, sementara pemda sendiri juga tidak memiliki kewenangan atas kawasan hutan, maka sumber daya hutan menjadi bersifat open acess. Artinya semua orang berebut untuk memanfaatkan tanpa ada satupun yang mau memelihara. Kondisi open acess akan makin mendorong kerusakan sumber daya alam dan lingkungan menjadi lebih cepat.

Kerusakan hutan sedikit saja yang terjadi di Sulawesi karena kondisi topografi yang berbukit dan bergunung-gunung, sudah dapat mengakibatkan terjadinya berbagai bencana seperti banjir atau longsor. Kejadian bencana akan mengakibatkan rusaknya hasil-hasil pembangunan. Berbagai bencana yang terjadi akan merusak infrastruktur, merusak perekonomian, dan meniimbulkan penderitaan bagi masyarakat. Dari gambaran tersebut kondisi Wilayah Sulawesi selain terancam oleh bencana banjir dan longsor akibat ulah manusia, wilayah ini juga rawan terhadap kejadian bencana gempa. Hal ini karena Pulau Sulawesi merupakan wilayah yang memiliki potensi gempa. Untuk itu keberadaan lokasi-lokasi yang rawan bencana ini harus benar-benar diperhatikan dalam penyusunan RTRW Pulau. Di dalam kawasan rawan bencana intensitas penggunaan lahan tentunya harus dibatasi.

Selanjutnya dapat ditunjukkan bahwa laju deforestasi di kawasan hutan di Sulawesi tidak sebesar laju deforestasi di Sulawesi. Dari tahun 1997 hingga 2000 laju deforestasi di Sulawesi hanya berkisar 0,6 persen hingga 1,5 persen, sementara laju deforestasi di Sulawesi mencapai 2,3 persen hingga 7,45 persen. Hal ini dapat dilihat dari tabel di bawah ini.

Data dan Informasi Pendukung Rancangan Buku III RPJMN 2010-2014 Berdimensi Kewilayahan 42    

Tabel 3.50. Laju Deforestasi Kawasan Hutan di Wilayah Sulawesi Tahun 2005

Laju Deforestasi (Ribu Ha)

Provinsi

Luas Kawasan

Hutan (Ribu Ha)

Luas Kawasan

Hutan yang Berhutan

1997 (Ribu Ha)

% Total

Dalam Kawasan

Hutan

% Total di

luar Kawasan

Jumlah Total

Sulawesi Utara *) 1,526.01 481.40 6.99 2.31 9.29 Gorontalo 0.00 552.80 3.35 3.48 6.83 Sulwesi Utara Provinsi Lama *) 1,526.01 1,034.20 67.77 10.34 1.00 5.78 16.12 Sulawesi Tengah 4,394.93 2,559.41 58.24 15.93 0.62 23.98 39.91 Sulawesi Tenggara 2,518.34 1,790.10 71.08 27.45 1.53 21.42 48.86 Sulawesi Selatan 3,299.01 1,758.15 53.29 25.86 1.47 25.92 51.78 Jumlah 11,738.28 7,141.87 60.84 79.58 1.11 77.10 156.68

Sumber : Departemen Kehutanan, 2005

Terkait dengan banyaknya bencana banjir dan longsor yang terjadi di Sulawesi dapat dilihat pada Tabel 3.51 bahwa terjadi peningkatan jumlah DAS yang harus dijadikan prioritas untuk direhabilitasi. Kerusakan DAS tentunya terkait dengan kerusakan hutan. Ini merupakan suatu indikasi yang jelas bahwa penurunan kualitas sumber daya alam dan lingkungan apabila dibiarkan akan mendorong Wilayah Sulawesi ke arah keterpurukan yang lebih parah.

Tabel 3.51. Jumlah DAS Berdasarkan Tingkat Keprioritasannya di Wilayah Sulawesi

Jumlah DAS Berdasarkan Tingkat Keprioritasannya Tahun 1994/95 – 1998/99 Tahun 199/2000 - 2004 Provinsi

Super Prioritas

Prioritas Prioritas Rendah

Jumlah Super

Prioritas Prioritas

Prioritas Rendah

Jumlah

Sulawesi Selatan 4 10 12 26 4 14 5 23 Sulawesi Tenggara - 5 9 14 2 7 8 17 Sulawesi Utara 2 6 8 16 3 7 10 20 Sulawesi Tenmgah - 5 27 32 3 15 14 32

Bencana Alam Proses pembangunan suatu wilayah tidak dapat terlepas dari resiko gangguan terhadap lingkungan. Gangguan lingkungan yang terjadi pada umumnya berupa pencemaran lingkungan yang meliputi pencemaran air, tanah, udara, dan suara. Gangguan lingkungan juga dapat terjadi dengan berkurangnya ruang terbuka hijau. Berikut rincian persentase gangguan lingkungan yang terjadi di provinsi-provinsi di Pulau Sulawesi berdasarkan data dari Departemen Pekerjaan Umum tahun 2006:

Tabel 3.52. Gangguan Lingkungan di Pulau Sulawesi

Pencemaran (desa) Provinsi

Air Tanah Udara/Bau Suara

Berkurangnya ruang terbuka

hijau (desa) Sulawesi Utara 110 29 128 91 43 Sulawesi Tengah 110 32 62 65 68 Sulawesi Selatan 181 52 126 83 187 Sulawesi Tenggara 40 18 41 18 34 Gorontalo 30 8 16 11 21 Sulawesi Barat 0 0 0 0 0

Sumber : DPU, 2006

Salah satu faktor yang berpengaruh dalam proses pembangunan adalah terjadinya bencana. Indonesia sebagai negara kepulauan yang terletak pada pertemuan dua lempeng benua beresiko terhadap bencana gempa bumi.

Data dan Informasi Pendukung Rancangan Buku III RPJMN 2010-2014 Berdimensi Kewilayahan 43    

Selain itu, bencana yang terjadi juga disebabkan oleh kelalaian manusia seperti penebangan hutan yang berlebihan sehingga menimbulkan banjir dan tanah longsor. Frekuensi bencana alam yang terjadi di Pulau Sulawesi selama tahun 2005-2006 menunjukkan bahwa bencana yang sering terjadi adalah banjir dan gempa bumi. Gempa bumi terjadi di seluruh provinsi kecuali Provinsi Sulawesi Tenggara dengan frekuensi gempa bumi tertinggi terjadi di Provinsi Sulawesi Utara (sebanyak 16 kali). Demikian pula dengan bencana banjir, terjadi di setiap provinsi di Pulau Sulawesi dengan frekuensi banjir tertinggi berada di Provinsi Sulawesi Selatan (sebanyak 22 kali). Sedangkan tanah longsor hanya terjadi di Provinsi Sulawesi Utara dan Sulawesi Selatan.

Tabel 3.53

Bencana di Pulau Sulawesi

Bencana Provinsi

Banjir Gempa Bumi Longsor Sulawesi Utara 6 16 3 Sulawesi Tengah 7 7 0 Sulawesi Selatan 22 1 1 Sulawesi Tenggara 2 0 0 Gorontalo 1 5 0 Sulawesi Barat 1 1 0

Sumber : DPU, 2006

3.6.3. Isu Strategis Bidang Sumber Daya Alam Dan Lingkungan Hidup

Berdasarkan fakta dan permasalahan tentang kondisi eksisiting wilayah Pulau dan hasil analisis yang telah dilakukan, dapat dirumuskan secara logis isu-isu strategis yang saling terkait satu sama lain yang menjadi aspek kunci bagi keberhasilan pembangunan wilayah Sulawesi ke depan. Isu-isu strategis ini dipilih berdasarkan dampak penting yang dihasikan dalam upaya memacu pembangunan dan pengembangan wilayah Pulau, sejalan dengan arah kebijakan pembangunan di masing-masing provinsi, serta integrasi arah pembangunan pada lingkup wilayah Pulau dan pembangunan nasional. Rumusan Isu strategis untuk bidang sumber daya alam dan lingkungan hidup di wilayah Pulau Sulawesi, antara lain adalah: (1) Belum optimalnya dalam pemanfaatan potensi sumberdaya alam perikanan dan kelautan, dan energi/ pertambangan; (2) Terjadinya penurunan kualitas sumberdaya alam dan lingkungan yang ditandai oleh tingginya persentase kerusakan hutan, dan menngkatnya berbagai bencana seperti banjir atau longsor; dan (3) Belum terintegrasinya pengembangan kawasan konservasi.

3.7. Bidang Politik, Pertahanan Dan Keamanan

3.7.1. Kelembagaan Pengembangan Wilayah Sulawesi

Undang-undang No 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah yang kemudian direvisi menjadi Undang-undang No 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah telah memberikan kewenangan kepada pemerintah daerah untuk melakukan kerjasama antar daerah yang memiliki kepentingan yang sama. Pasal 195 (1) undang-undang tersebut menyatakan bahwa dalam rangka meningkatkan kesejahteraan rakyat, daerah dapat mengadakan kerjasama dengan daerah lain yang didasarkan pada pertimbangan efisiensi dan efektifitas pelayanan publik, sinergi dan saling menguntungkan. Selain itu juga dalam pasal 196 (1) dijelaskan bahwa pelaksanaan urusan pemerintah yang mengakibatkan dampak lintas daerah dikelola bersama oleh daerah terkait.

Berdasarkan semangat tersebut, sejak tahun 2002 lima gubernur se-Sulawesi (Provinsi Gorontalo, Sulawesi Utara, Sulawesi Selatan, Sulawesi Utara, Sulawesi Tengah dan Sulawesi Tenggara) membentuk Badan Kerjasama Pembangunan Regional Sulawesi (BKPRS) dan sepakat melakukan interkoneksi program pengembangan komoditas guna mengatasi kesenjangan pembangunan di Kawasan Timur Indonesia (KTI). Visi masyarakat Sulawesi 2020, yakni masyarakat yang sejahtera dan beradab, bertumpu pada kemandirian lokal dan semangat solidaritas kawasan dalam bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Visi yang telah dicanangkan tersebut akan tercapai bilamana pembangunan diselenggarakan secara lebih efektif dan efisien berdasarkan rencana tata ruang. RTR Pulau dalam konteks ini merupakan common platform bagi daerah-daerah di Sulawesi, sektor-sektor terkait, termasuk dalam berinteraksi dengan dunia internasional dalam hal perumusan kebijakan pembangunan, penetapan kepastian strategi promosi investasi berdasarkan potensi sosial-ekonomi yang ada, pengurangan resiko konflik antar-sektor dan antar-wilayah yang mungkin terjadi, serta dalam pelestarian fungsi kawasan-kawasan lindung.

Sementara itu berdasarkan hasil Musyawarah II Badan Kerjasama Pembangunan Regional Sulawesi (BKPRS) pada Desember 2003, untuk mewujudkan visi masyarakat Sulawesi 2020, maka disusun suatu visi pembangunan industri di kawasan Sulawesi pada tahun 2010 yang diarahkan kepada pengembangan industri yang berbasis

Data dan Informasi Pendukung Rancangan Buku III RPJMN 2010-2014 Berdimensi Kewilayahan 44    

agribisnis, perikanan dan industri prospektif. Misalnya Provinsi Gorontalo dengan potensi jagung, sapi dan ikan, Sulawesi Utara dengan komoditi cengkeh dan kelapa, Sulawesi Tengah dengan komoditi cacao, Sulawesi Selatan dengan komoditi cacao dan kopi, potensi lainnya di Sulawesi Tenggara.

Dalam upaya mempercepat implementasi sistem kerjasama antar daerah tersebut, pemerintah pada bulan Agustus 2007 mengeluarkan Peraturan Pemerintah Nomor 50 Tahun 2007 tentang Tata Cara Pelaksanaan Kerjasama Daerah. Kerja Sama Pengelolaan Sumberdaya Alam di Kawasan Sulawesi. Berdasarkan kerangka tersebut, untuk mengatasi berbagai permasalahan dan isu-isu yang mucul dalam pengelolaan sumberdaya alam di kawasan Sulawesi, dibutuhkan suatu model pengelolaan yang kolaboratif yang memadukan antara unsur masyarakat pengguna (kelompok masyarakat, swasta, dll) dan pemerintah yang dikenal dengan Co-management yang menghindari peran dominan yang berlebihan dari satu pihak dalam pengelolaan sumberdaya alam sehingga pembiasaan aspirasi pada satu pihak dapat dieliminasi.

Melalui model ini, pengelolaan sumberdaya alam dilaksanakan dengan menyatukan lembaga-lembaga terkait terutama masyarakat dan pemerintah serta stakeholder lainnya dalam setiap proses pengelolaan sumberdaya, mulai dari perencanaan, pelaksanaan, pemanfaatan dan pengawasan. Pembagian tanggung jawab dan wewenang antar stakehoder dapat terjadi dalam berbagai pola, tergantung kemampuan dan kesiapan sumberdaya manusia dan institusi yang ada di masing-masing daerah. Susunan dalam model pengelolaan ini bukanlah sebuah struktur legal yang statis terhadap hak dan aturan, melainkan sebuah proses yang dinamis dalam menciptakan sebuah struktur lembaga yang baru.

Dalam jangka panjang, pelaksanaan Co-management ini diyakini akan memberikan perubahan-perubahan ke arah yang lebih baik yaitu:

Meningkatkan kesadaran masyarakat akan pentingnya sumberdaya alam dalam menunjang kehidupan.

Meningkatkan kemampuanmasyarakat, sehingga mampu berperan serta dalam setiap tahapanpengelolaan secara terpadu.

Meningkatkan pendapatan masyarakat dengan bentuk-bentuk pemanfaatan yang lestari dan berkelanjutan serta berwawasan lingkungan.

Keberhasilan pengelolaan dengan model Co-management ini sangat dipengaruhi oleh kemauan pemerintah untuk mendesentralisasikan tanggung jawab dan wewenang dalam pengelolaan sumberdaya alam kepada masyarakat dan stakeholder lainnya. Oleh karena Co-management membutuhkan dukungan secara legal maupun finansial seperti formulasi kebijakan yang mendukung ke arah Co-management, mengijinkan dan mendukung masyarakat untuk mengelola dan melakukan restrukturisasi peran para pelaku pengelolaan sumberdaya alam.

Pengelolaan Co-management menggabungkan antara pengelolaan sumberdaya yang sentralistis yang selama ini banyak dilakukan oleh pemerintah (government based management) dengan pengelolaan sumberdaya yang berbasis masyarakat (community based management). Hirarki tertinggi berada pada tataran hubungan saling kerjasama (cooperation), baru kemudian pada hubungan consultative dan advisory. Hubungan kerjasama yang dilakukan dapat mencakup kerjasama antar sektor, antar wilayah, serta antar aktor yang terlibat.

a) Kerjasama Lintas Sektor

Pada kawasan Sulawesi, banyak sektor yang berperan besar. Misalnya saja yang berkaitan dengan perekonomian masyarakat pesisir, sektor industri dan jasa menjadi sektor yang memiliki kontribusi besar dalam pengembangan usaha produktif masyarakat. Kelestarian lingkungan juga tidak lepas dari peran serta dan keterlibatan sektor industri dimana biasanya limbah industri dibuang ke perairan. Infrastruktur pendukung juga menjadi hal penting untuk dapat mengembangkan wilayah dan menjaga kelestarian lingkungan. Untuk itu, kerjasama lintas sektor sangat perlu diperhatikan karena masing-masing sektor memiliki kepentingannya sendiri-sendiri. Masing-masing sektor harus saling mendukung. Peran pemerintah daerah dalam hal ini sangat besar agar terjadi sinergi yang baik dalam pengembangan setiap sektor, sehingga tidak ada yang saling merugikan.

b) Kerjasama Antar wilayah

Kawasan Sulawesi pada dasarnya tidak dapat dibatasi secara administratif. Berkaitan dengan hal ini, maka wilayah yang termasuk dalam suatu kawasan (adanya homogenitas baik secara ekologis maupun ekonomis) haruslah saling bekerjasama untuk meminimalisir konflik kepentingan. Kerjasama antar wilayah dapat digalang melalui pembentukan forum kerjasama atau forum komunikasi antar pemerintah daerah untuk mengantisipasi sejak dini timbulnya perkembangan terburuk seperti konflik antar masyarakat. Kesepakatan dan penetapan norma-norma kolektif tentang pemanfaatan sumberdaya lokal sesuai dengan semangat otonomi daerah harus disosialisasikan secara luas dan benar kepada masyarakat agar mereka memiliki cara pandang yang sama.

Data dan Informasi Pendukung Rancangan Buku III RPJMN 2010-2014 Berdimensi Kewilayahan 45    

c) Kerjasama Antar Aktor (stakeholders)

Upaya pengurangan kesenjangan sektoral dan daerah jelas memerlukan strategi khusus bagi penanganan secara komprehensif dan berkesinambungan. Untuk itu, diperlukan adanya kebijakan dari Pemerintah Pusat untuk menjembatani persoalan kemiskinan dan kesenjangan sektoral dan daerah tersebut, melalui mekanisme kerjasama antar aktor (stakehokders) yang melibatkan unsur-unsur masyarakat (kelompok nelayan), pihak swasta / pengusaha perikanan (Private Sector), dan pemerintah (Government).

3.7.2. Wilayah Perbatasan Antarnegara

Secara geografis wilayah Sulawesi yang berbatasan langsung dengan negara tetangga adalah Provinsi Sulawesi Utara (Kabupaten Kepulauan Sangihe dan Kabupaten Kepulauan Talaud). Provinsi Sulawesi Utara berada di ujung utara NKRI dan berada diperbatasan antara Republik Indonesia dengan negara Philipina. Hal ini menjadikan provinsi Sulawesi Utara memiliki nilai strategis antara lain: (1) berada di bibir asia dan fasifik yang memungkinkan wilayah ini menjadi salah satu pusat kegiatan ekonomi regional di Kawasan Timur Indonesia; (2) berada pada jalur lintasan Alur Laut Kepulauan Indonesia ALKI 2 dan ALKI 3; (3) didukung oleh pelabuhan bertaraf internasional. Dengan beberapa nilai strategis tersebut, menjadikan Provinsi Sulawesi Utara mempunyai kesempatan luas untuk mengembangkan potensi ekonominya.

Gambaran arah kebijakan wilayah perbatasan di Provinsi Sulawesi Utara mengacu pada Buku Rencana Rinci Pengelolaan Wilayah Perbatasan Negara di provinsi Sulawesi Utara, yang disusun untuk melengkapi buku utama rencana induk pengelolaan perbatasan negara. Berdasar uraian buku rencana rinci tersebut, permasalahan yang terkait dengan wilayah perbatasan negara di provinsi Sulawesi Utara ini dibagi dalam 3 (tiga) aspek yaitu:

(1) Aspek delimitasi dan demarkasi garis batas;

a) Belum ditentukannya batas laut b) Belum adanya kelembagaan yang mengelola kawasan perbatasan laut secara integral dan terpadu c) Pulau-pulau terluar yang rawan terhadap tindak kriminal serta sengketa dari pihak asing

(2). Aspek perekonomian daerah;

a) Rendahnya akses masyarakat terhadap pelayanan kesehatan dan terhadap bidang pendidikan b) Rendahnya pendapatan dan taraf hidup masyarakat di wilayah perbatasan c) Turunnya kualitas lingkungan dan sumber daya manusia d) Belum optimalnya pemanfaatan sumber daya hayati e) Minimnya Prasarana dan Sarana di wilayah perbatasan f) Aksesibilitas menuju perbatasan kurang memadai

Gambar 3.27

Peta Perbatasan di Sulawesi Utara

Sumber: Bappeda Sulut, 2004

(3). Aspek Politik, Hukum dan Keamanan

1. Terdapatnya Gangguan Keamanan dan Ketertiban di Wilayah Perbatasan

Data dan Informasi Pendukung Rancangan Buku III RPJMN 2010-2014 Berdimensi Kewilayahan 46    

2. Batas antar Kabupaten Kepulauan Talaud dan Kabupaten Kepulauan Sangihe yang belum ditetapkan

Untuk dapat mengatasi isu dan permasalahan wilayah perbatasan negara di provinsi Sulawesi Utara maka diperlukan beberapa arah kebijakan yang menyangkut dengan 3 (tiga) isu dan permasalahan di atas yaitu sebagai berikut:

Aspek Delimitasi dan Demarkasi Garis Batas

1. Penetapan garis-garis batas laut antara Republik Indonesia dengan Republik Philipina

Strategi ini diharapkan untuk mendorong pemerintah Indonesia untuk segera membuat perjanjian dengan pemerintah Filipina untuk menetapkan garis-garis batasnya, agar mencegah terjadinya berbagai macam tindak ilegal.

Gambar 3.28. Rencana Batas Laut (ZEE dan BLK) antara RI-Philipina

Sumber : data Bappeda Sulut

2. Pengelolaan pulau-pulau terluar

Upaya ini dilakukan untuk mencegah agar pulau-pulau terluar tidak hilang, baik hilang secara fisik, kepemilikan, pengawasan, ataupun hilang secara sosial ekonomi. Di Kabupaten Kepulauan Talaud terdapat beberapa gugusan pulau-pulau terluar seperti Karakelang, Salibabu, Kabaruan, dan Nanusa.

Gambar 3.29.:

Pulau-pulau Terluar yang terdapat di Kabupaten Kepulauan Talaud Berdasarkan UU No. 8 Th. 2002

Sumber : Kabupaten Talaud, 2005

Data dan Informasi Pendukung Rancangan Buku III RPJMN 2010-2014 Berdimensi Kewilayahan    47

Aspek Kesenjangan Pembangunan, ditangani melalui arah kebijakan: 1. Peningkatan kualitas dan kuantitas sarana dan prasarana di bidang kesehatan dan bidang pendidikan di wilayah

perbatasan 2. Peningkatkan pengembangan ekonomi daerah 3. Peningkatan Pemberdayaan Masyarakat 4. Pengembangan pusat-pusat pertumbuhan ekonomi perbatasan secara selektif dan bertahap

Aspek Politik, Hukum dan Keamanan, ditangani melalui arah kebijakan:

1. Perlunya peningkatan perhatian terhadap masalah keamanan dan ketertiban 2. Melakukan operasi perbatasan bersama dan tukar-menukar informasi mengenai permasalahan batas laut 3. Peningkatan sarana dan prasarana di wilayah perbatasan Kab. Kepl. Sangihe dan Kab. Kepl. Talaud 4. Penetapan batas-batas antara Kabupaten Kepulauan Sangihe dengan Kabupaten Kepulauan Talaud

Isu Strategis Bidang Politik, Pertahanan Dan Keamanan

Berdasarkan fakta dan permasalahan tentang kondisi eksisiting wilayah Pulau dan hasil analisis yang telah dilakukan, dapat dirumuskan secara logis isu-isu strategis yang saling terkait satu sama lain yang menjadi aspek kunci bagi keberhasilan pembangunan wilayah Sulawesi ke depan. Isu-isu strategis ini dipilih berdasarkan dampak penting yang dihasikan dalam upaya memacu pembangunan dan pengembangan wilayah Pulau, sejalan dengan arah kebijakan pembangunan di masing-masing provinsi, serta integrasi arah pembangunan pada lingkup wilayah Pulau dan pembangunan nasional. Rumusan Isu strategis untuk bidang politik, pertahanan dan keamanan di wilayah Pulau Sulawesi, antara lain adalah: (1) Belum optimalnya kinerja penyelenggara negara sebagai akibat belum adanya kepastian hukum dalam hal perundang-undangannya (materi hukum), penerapan dan penegakan; (2) Belum berjalannya pembangunan kerjasama pembanguna antardaerah secara terpadu; (3) Masih sangat terbatasnya sarana dan prasarana yang dibutuhkan dalam mendukung pengelolaan dan pengawasan wilayah perbatasan; dan (4) Masih tingginya potensi konflik horizontal di beberapa wilayah.

 

Data dan Informasi Pendukung Rancangan Buku III RPJMN 2010-2014 Berdimensi Kewilayahan   1 

Bagian IV MASUKAN RENCANA TATA RUANG WILAYAH

Rancangan awal Buku III RPJMN 2010-2014 disusun dengan mempertimbangkan UU No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, dan penjabarannya dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 26 tahun 2008 Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional, serta Raperpres tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Pulau, khususnya yang berkaitan dengan tujuan, kebijakan dan strategi pengembangan wilayah pulau.

4.1. Rencana Tata Tuang Wilayah Nasional Sesuai dengan amanat Pasal 20 Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional (RTRWN) merupakan pedoman untuk penyusunan rencana pembangunan jangka panjang nasional; penyusunan rencana pembangunan jangka menengah nasional; pemanfaatan ruang dan pengendalian pemanfaatan ruang di wilayah nasional; mewujudkan keterpaduan, keterkaitan, dan keseimbangan perkembangan antarwilayah provinsi, serta keserasian antarsektor; penetapan lokasi dan fungsi ruang untuk investasi; penataan ruang kawasan strategis nasional; dan penataan ruang wilayah provinsi dan kabupaten/kota.

Oleh karena itu, RTRWN disusun dengan memperhatikan dinamika pembangunan yang berkembang, antara lain, tantangan globalisasi, otonomi dan aspirasi daerah, keseimbangan perkembangan antara Kawasan Barat Indonesia dengan Kawasan Timur Indonesia, kondisi fisik wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang rentan terhadap bencana, dampak pemanasan global, pengembangan potensi kelautan dan pesisir, pemanfaatan ruang kota pantai, penanganan kawasan perbatasan negara, dan peran teknologi dalam memanfaatkan ruang. Untuk mengantisipasi dinamika pembangunan tersebut, upaya pembangunan nasional juga harus ditingkatkan melalui perencanaan, pelaksanaan, dan pengendalian pemanfaatan ruang yang lebih baik agar seluruh pikiran dan sumber daya dapat diarahkan secara berhasil guna dan berdaya guna. Salah satu hal penting yang dibutuhkan untuk mencapai maksud tersebut adalah peningkatan keterpaduan dan keserasian pembangunan di segala bidang pembangunan, yang secara spasial dirumuskan dalam RTRWN.

Penggunaan sumber daya alam dilakukan secara terencana, rasional, optimal, bertanggung jawab, dan sesuai dengan kemampuan daya dukungnya, dengan mengutamakan sebesar-besarnya kemakmuran rakyat, memperkuat struktur ekonomi yang memberikan efek pengganda yang maksimum terhadap pengembangan industri pengolahan dan jasa dengan tetap memperhatikan kelestarian fungsi dan keseimbangan lingkungan hidup serta keanekaragaman hayati guna mewujudkan pembangunan yang berkelanjutan. Sehubungan dengan itu, RTRWN yang berlandaskan Wawasan Nusantara dan Ketahanan Nasional merupakan matra spasial dalam pembangunan nasional yang mencakup pemanfaatan sumber daya alam yang berkelanjutan dan pelestarian lingkungan hidup dapat dilakukan secara aman, tertib, efektif, dan efisien. RTRWN memadukan dan menyerasikan tata guna tanah, tata guna udara, tata guna air, dan tata guna sumber daya alam lainnya dalam satu kesatuan tata lingkungan yang harmonis dan dinamis serta ditunjang oleh pengelolaan perkembangan kependudukan yang serasi dan disusun melalui pendekatan wilayah dengan memperhatikan sifat lingkungan alam dan lingkungan sosial. Untuk itu, penyusunan RTRWN ini didasarkan pada upaya untuk mewujudkan tujuan penataan ruang wilayah nasional, antara lain, meliputi perwujudan ruang wilayah nasional yang aman, nyaman, produktif, dan berkelanjutan serta perwujudan keseimbangan dan keserasian perkembangan antarwilayah, yang diterjemahkan dalam kebijakan dan strategi pengembangan struktur ruang dan pola ruang wilayah nasional. Struktur ruang wilayah nasional mencakup sistem pusat perkotaan nasional, sistem jaringan transportasi nasional, sistem jaringan energi nasional, sistem jaringan telekomunikasi nasional, dan sistem jaringan sumber daya air. Pola ruang wilayah nasional mencakup kawasan lindung dan kawasan budi daya termasuk kawasan andalan dengan sektor unggulan yang prospektif dikembangkan serta kawasan strategis nasional.

Selain rencana pengembangan struktur ruang dan pola ruang, RTRWN ini juga menetapkan kriteria penetapan struktur ruang, pola ruang, kawasan andalan, dan kawasan strategis nasional; arahan pemanfaatan ruang yang merupakan indikasi program utama jangka menengah lima tahunan; serta arahan pengendalian pemanfaatan ruang yang terdiri atas indikasi arahan peraturan zonasi, arahan perizinan, arahan insentif dan disinsentif, dan arahan sanksi.

 

Data dan Informasi Pendukung Rancangan Buku III RPJMN 2010-2014 Berdimensi Kewilayahan   2 

Secara substansial rencana tata ruang pulau/kepulauan dan kawasan strategis nasional sangat berkaitan erat dengan RTRWN karena merupakan kewenangan Pemerintah dan perangkat untuk mengoperasionalkannya. Oleh karena itu, penetapan Peraturan Pemerintah ini mencakup pula penetapan kawasan strategis nasional sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 ayat (1) huruf d Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang.

Beberapa gambaran pemetaan dari rencana struktur ruang wilayah nasional meliputi:

1. Pemetaan sistem perkotaan Nasional:

Penyebaran Pusat Kegiatan Nasional (PKN), Pusat Kegiatan Wilayah (PKW) dan Pusat Kegiatan Strategis Nasional (PKSN) menurut wilayah pulau dapat dilihat pada tabel berikut:

Pulau PKN PKW PKSN

Sumatera 9 56 4

Jawa-Bali 11 38 0

Nusa Tenggara 2 10 3

Kalimantan 5 28 10

Sulawesi 5 24 2

Maluku 2 11 4

Papua 3 11 3

Total 37 178 26

2. Pengembangan Sistem Transportasi Nasional:

Pengembangan sistem transportasi nasional diarahkan untuk meningkatkan aksesibilitas antar kawasan dalam rangka meningkatkan pemerataan pembangunan dan menjaga keutuhan NKRI.

i. Rencana Sistem Jaringan Jalan: Pengembangan jaringan jalan nasional diarahkan untuk meningkatkan aksesibilitas antar kawasan dalam rangka meningkatkan pemerataan pembangunan dan menjaga keutuhan NKRI. Peta jaringan jalan nasional di wilayah Indonesia dapat dilihat pada Gambar berikut:

PKN

PKW

PKSN/KOTA PERBATASAN

Keterangan :

(Catatan: PKL ditetapkan dalam RTRWP)

 

Data dan Informasi Pendukung Rancangan Buku III RPJMN 2010-2014 Berdimensi Kewilayahan   3 

ii. Rencana Sistem Jaringan Jalan Bebas Hambatan:

Sesuai kerangka kebijakan pembangunan nasional, untuk mengantisipasi kebutuhan aktifitas transportasi jalan bebas hambatan, khususnya disebagian Lintas Timur Sumatera dan Pantura Jawa. Peta jaringan jalan bebas hambatan di wilayah Indonesia dapat dilihat pada Gambar berikut:

Rincian sistem jaringan jalan bebas hambatan di setiap provinsi menurut pulau adalah sebagai berikut:

Pulau Provinsi Sumatera Sumatera Utara, Sumatera Barat, Riau, Sumatera Selatan,

Lampung Jawa-Bali Seluruh provinsi Kalimantan Kalimantan Timur dan Kalimantan Selatan Sulawesi Sulawesi Utara dan Sulawesi Selatan

Lintas Barat Sumatera

Lintas Tengah SumateraJaringan Jalan Arteri Primer

Jaringan Jalan KolektorPrimerLintas Tengah Sumatera

PKN

 

Data dan Informasi Pendukung Rancangan Buku III RPJMN 2010-2014 Berdimensi Kewilayahan   4 

iii. Rencana Jaringan Lintas Penyeberangan

Jaringan lintas penyeberangan laut diarahkan untuk menghubungkan antar pulau-pulau besar serta membentuk gugus pulau-pulau kecil termasuk pulau-pulau terluar untuk menjaga kedaulatan wilayah NKRI. Peta jaringan lintas penyeberangan di wilayah Indonesia dapat dilihat pada Gambar berikut:

iv. Rencana Sistem Jaringan Jalur Kereta Api

Pengembangan jaringan jalur kereta api dilakukan pada pulau besar untuk memfasilitasi kebutuhan angkutan orang dan barang secara massal dan jarak jauh yang menghubungkan kota-kota PKN. Peta jaringan jalur kereta api di wilayah Indonesia dapat dilihat pada Gambar berikut:

v. Rencana Pengembangan Pelabuhan Laut

Sebaran pengembangan pelabuhan laut nasional/internasional diarahkan untuk mendukung aktifitas ekonomi (ekspor-impor) pada kota-kota PKN dan PKW. Peta rencana pengembangan pelabuhan laut di wilayah Indonesia dapat dilihat pada Gambar berikut:

Jalur Kereta Api Antar Kota

PKN

 

Data dan Informasi Pendukung Rancangan Buku III RPJMN 2010-2014 Berdimensi Kewilayahan   5 

Penyebaran pelabuhan internasional dan pelabuhan nasional menurut wilayah pulau dapat di lihat pada tabel berikut:

PULAU PELABUHAN INTERNASIONAL PELABUHAN NASIONAL Sumatera 8 19 Jawa-Bali 6 2 Nusa Tenggara 1 5 Kalimantan 4 10 Sulawesi 3 5 Maluku 1 4 Papua 2 5 Total 25 50

vi. Rencana Pengembangan Bandar Udara

Sebaran pengembangan bandara untuk skala pelayanan primer, sekunder dan tersier diarahkan dalam rangka melayani aktifitas ekonomi pada kota-kota PKN dan PKW. Peta rencana pengembangan bandar udara di Indonesia dapat di lihat pada Gambar berikut:

Keterangan :

Pusat Penyebaran Skala Pelayanan Primer

Pusat Penyebaran Skala Pelayanan Sekunder

Pusat Penyebaran Skala Pelayanan Tersier

Keterangan :

Pel. InternasionalPel. Nasional

ALKI I

ALKI IIALKI III

PKN

 

Data dan Informasi Pendukung Rancangan Buku III RPJMN 2010-2014 Berdimensi Kewilayahan   6 

Penyebaran Pusat Pelayanan menurut Skala pelayanannya menurut wilayah pulau dapat di lihat pada tabel berikut:

PULAU PRIMER SEKUNDER TERSIER Sumatera 2 3 9 Jawa-Bali 3 3 3 Nusa Tenggara - 2 5 Kalimantan 1 3 11 Sulawesi 2 3 3 Maluku - - 3 Papua - 2 7 Total 8 16 41

3. Rencana Pengembangan Jaringan Sumber Daya Air (SDA)

Pengembangan jaringan sumber daya air diarahkan dalam rangka meningkatkan ketahanan pangan nasional serta memenuhi kebutuhan air baku dan bersih pada kawasan perkotaan (PKN dan PKW). Peta rencana pengembangan jaringan sumber daya air dapat dilihat pada Gambar berikut:

4. Rencana Kawasan Lindung Nasional Sebaran penetapan kawasan lindung nasional diarahkan secara merata diseluruh wilayah dalam rangka menjaga daya dukung dan daya tampung lingkungan Peta rencana pengembangan kawasan lindung nasional dapat dilihat pada Gambar berikut:

PKN

Kawasan Lindung

Kawasan Suaka Alam & Pelestarian Alam 

Keterangan:

 

Data dan Informasi Pendukung Rancangan Buku III RPJMN 2010-2014 Berdimensi Kewilayahan   7 

Penyebaran jumlah kawasan lindung menurut pulau dapat dilihat pada tabel berikut:

PULAU Kawasan Lindung Sumatera 88 Jawa-Bali 43 Nusa Tenggara 40 Kalimantan 40 Sulawesi 60 Maluku 28 Papua 43 Total 351

5. Rencana Kawasan Andalan Darat

Kebijakan pengembangan kawasan andalan darat diarahkan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi bagi kawasan tersebut dan kawasan di sekitarnya dalam rangka pemerataan pembangunan dan peningkatan kesejahteraan masyarakat. Peta rencana kawasan andalan darat dapat dilihat pada Gambar berikut:

Penyebaran jumlah kawasan landalan darat menurut pulau dapat dilihat pada tabel berikut:

PULAU Kawasan Andalan Darat Sumatera 31 Jawa-Bali 26 Nusa Tenggara 8 Kalimantan 16 Sulawesi 16 Maluku 6 Papua 9 Total 112

 

Data dan Informasi Pendukung Rancangan Buku III RPJMN 2010-2014 Berdimensi Kewilayahan   8 

6. Rencana Kawasan Andalan Laut

Kebijakan pengembangan kawasan andalan laut diarahkan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi bagi kawasan tersebut dan kawasan disekitarnya dengan pemanfaatan potensi laut Indonesia secara optimal. Peta rencana kawasan andalan laut dapat dilihat pada Gambar berikut:

Penyebaran jumlah kawasan landalan laut menurut pulau dapat dilihat pada tabel berikut:

PULAU Kawasan Andalan Laut Sumatera 12 Jawa-Bali 6 Nusa Tenggara 4 Kalimantan 5 Sulawesi 11 Maluku 3 Papua 3 Total 44

4.2. Rencana Tata Ruang Wilayah Pulau Sulawesi

Masukan dari Departemen PU dalam rangka penyusunan Buku III RPJMN 2010-2014 berdasarkan Raperpres RTR Pulau Sulawesi terbagi dalam 2 matriks, yaitu matriks Tujuan, Kebijakan, Dan Strategi Pengembangan Wilayah Pulau Sulawesi periode 2009-2028, dan matriks Rencana Program Jangka Menengah Nasional (RPJMN) Wilayah Pulau Sulawesi 2010-2014.

MATRIKS I: TUJUAN, KEBIJAKAN, DAN STRATEGI PENGEMBANGAN WILAYAH PULAU SULAWESI 2009-2028 BERDASARKAN RAPERPRES RTR PULAU SULAWESI

TUJUAN KEBIJAKAN STRATEGI OPERASIONAL ARAHAN SPASIAL

Pengembangan pusat kelautan berbasis bisnis

mengembangkan pusat pengembangan kawasan andalan laut dengan sektor unggulan perikanan

mendorong pengembangan kawasan perkotaan nasional di kawasan pesisir sebagai pusat pengembangan perikanan dan pariwisata bahari nasional secara berkelanjutan

PKN Kawasan Perkotaan Manado – Bitung, Kendari, dan Kawasan Perkotaan Mamminasata, serta PKW Tilamuta, Jeneponto, Watampone, Parepare, Luwuk, Bulukumba, Raha, dan Bau-bau

 

Data dan Informasi Pendukung Rancangan Buku III RPJMN 2010-2014 Berdimensi Kewilayahan   9 

TUJUAN KEBIJAKAN STRATEGI OPERASIONAL ARAHAN SPASIAL

dan pariwisata bahari mengembangkan sentra perikanan dan pariwisata bahari nasional di kawasan andalan laut yang memiliki sektor unggulan perikanan dan pariwisata

Sentra perikanan di Kawasan Andalan Laut: Batutoli dsk, Tomini dsk, Kapoposang dsk, Teluk Bone dsk, Asera Lasolo, Selat Makassar, dan Teluk Tolo-Kepulauan Banggai dsk.

Sentra pariwisata bahari nasional di Kawasan Andalan Laut: Bunaken dsk, Singkarang-Takabonerate dsk, Kapoposang dsk, Kapontori-Lasalimu dsk, serta Tiworo dsk.

pengembangan dan mempertahankan lumbung pangan padi dan jagung nasional

mendorong pengembangan sentra pertanian tanaman pangan padi dan jagung pada kawasan andalan yang didukung dengan industri pengolahan untuk mewujudkan ketahanan pangan nasional

mendorong pengembangan kawasan perkotaan nasional sebagai pusat pengembangan pertanian tanaman pangan padi dan jagung

Pusat pertanian tanaman pangan padi di PKN Kawasan Perkotaan Mamminasata, serta PKW Watampone, Jeneponto, Buol, Parepare, Mamuju, Majene, Toli-toli, Buol, dan Kotamobagu

Pusat pertanian tanaman pangan jagung di PKN Gorontalo dan Kawasan Perkotaan Mamminasata, serta PKW Isimu, Kuandang, Tilamuta, dan Bulukumba

mengembangkan sentra pertanian tanaman padi dan jagung di kawasan andalan dengan sektor unggulan pertanian untuk ketahanan pangan

Sentra tanaman pangan padi di Kawasan Andalan: Mamminasata dsk, Bulukumba-Watampone, Pare-pare dsk, Mamuju dsk Toli-toli, dan Dumoga-Kotamobagu dsk.

Sentra tanaman pangan jagung di Kawasan Andalan: Manado-Bitung, Marisa, Gorontalo, Mamminasata dsk, dan Bulukumba-Watampone.

mengembangkan jaringan prasarana sumber daya air untuk meningkatkan luasan lahan pertanian tanaman pangan padi dan jagung

membangun waduk dan jaringan prasarana sumber daya air dalam meningkatkan luasan lahan utama pertanian pangan

wilayah Pinrang, Sidrap, Wajo, Bone, dan Bolaang Mongondow

mencegah pendangkalan danau dan waduk untuk mempertahankan daya tampung air sehingga berfungsi sebagai pemasok air baku

Danau Tondano, Danau Limboto, Danau Poso, Danau Towuti, Danau Matano, Danau Moat, dan Danau Tempe

Waduk/bendungan Tinondo Batubesi, Larona, Torout, Kasinggolan, Kalola, Salomekko dan Bendungan Bilibili

memantapkan dan meningkatkan kawasan peruntukan pertanian untuk mendukung luasan lahan utama pertanian pangan

wilayah Pinrang, Sidrap, Wajo, Bone, dan Bolaang Mongondow

mempertahankan luasan dan mengendalikan alih fungsi lahan pertanian tanaman pangan padi dan jagung untuk ketahanan pangan

mengendalikan pengembangan fisik kawasan perkotaan untuk menjaga keutuhan lahan utama pertanian pangan

wilayah Pinrang, Sidrap, Wajo, Bone, dan Bolaang Mongondow

mengendalikan secara ketat alih fungsi peruntukan lahan sawah yang dilintasi jaringan jalan nasional

wilayah Pinrang, Sidrap, Wajo, Bone, dan Bolaang Mongondow

pengembangan pusat perkebunan kakao berbasis bisnis

mengembangkan pusat pengembangan perkebunan kakao yang didukung dengan industri pengolahan

mendorong pengembangan kawasan perkotaan nasional sebagai pusat pengembangan perkebunan kakao

PKN Palu serta PKW Poso, Palopo, Mamuju, Kolaka, Unaaha, dan Lasolo

mengembangkan sentra perkebunan kakao di kawasan andalan yang memiliki sektor unggulan perkebunan

Kawasan Andalan Palopo dsk, Kawasan Andalan Mamuju dsk, Kawasan Andalan Palu dsk, Kawasan Andalan Poso dsk, dan Kawasan Andalan Mowedong/Kolaka

pengembangan pusat pertambangan aspal, nikel, serta minyak dan gas bumi

mengembangkan sentra pertambangan nikel, aspal, serta minyak dan gas bumi yang didukung dengan industri pengolahan secara berkelanjutan

mendorong pengembangan kawasan perkotaan nasional sebagi pusat pengembangan pertambangan nikel, aspal, serta minyak dan gas bumi dengan prinsip-prinsip berkelanjutan

Pusat pertambangan nikel di PKN Kendari serta PKW Kolonedale, Kolaka

Pusat pertambangan aspal di PKW Bau-bau

Pusat pertambangan migas di PKW Luwuk dan Mamuju

mengembangkan sentra pertambangan aspal, nikel, serta minyak dan gas bumi pada kawasan andalan yang memiliki sektor unggulan pertambangan secara berkelanjutan

Sentra pertambangan nikel di Kawasan Andalan Palopo dsk Kawasan Andalan Mowedong/ Kolaka, dan Kawasan Andalan Asesolo/Kendari

Sentra pertambangan aspal di Kawasan Andalan Kapolimu – Patikala Muna – Buton

 

Data dan Informasi Pendukung Rancangan Buku III RPJMN 2010-2014 Berdimensi Kewilayahan   10 

TUJUAN KEBIJAKAN STRATEGI OPERASIONAL ARAHAN SPASIAL

(Sulawesi Tenggara)

Sentra pertambangan minyak dan gas bumi di Kawasan Andalan Kolonedale dsk, dan Kawasan Andalan Mamuju dsk

pengembangan pusat pariwisata berbasis kawasan cagar budaya

mengembangkan kawasan perkotaan sebagai pusat pengembangan pariwisata berbasis cagar budaya yang ditetapkan sebagai warisan dunia

mendorong pengembangan kawasan perkotaan nasional sebagai pusat pengembangan pariwisata berbasis cagar budaya

PKN Kendari, dan Kawasan Perkotaan Makassar-Sungguminasa-Takalar-Maros (Mamminasata); serta PKW Bulukumba, Palopo, dan Tondano

merevitalisasi kawasan cagar budaya yang terdegradasi

Kawasan Rawa Aopa Watumohai, kawasan Tana Toraja, kawasan Suku Kajang, kawasan Karst Maros – Pangkep, dan kawasan Pinabetengan/Bukit Kasih Kanonang Minahasa

mendorong pengembangan kawasan peruntukan pariwisata berbasis kawasan cagar budaya yang didukung jaringan prasarana sesuai dengan kebutuhan pengembangannya

Kawasan Rawa Aopa Watumohai, kawasan Tana Toraja, kawasan Suku Kajang, kawasan Karst Maros – Pangkep, dan kawasan Pinabetengan/Bukit Kasih Kanonang Minahasa

pengembangan kawasan perbatasan negara sebagai beranda depan dan pintu gerbang internasional yang berbatasan dengan Filipina dan Malaysia

mengembangkan kawasan perbatasan negara dengan pendekatan kesejahteraan, keamanan, dan lingkungan hidup

mengembangkan Kota Tahuna dan Kota Melonguane sebagai Pintu Pemeriksaan Lintas Batas (Custom, Immigration, Quarantine, Security), simpul promosi dan pemasaran, serta simpul transportasi kawasan perbatasan negara dengan Filipina, dengan prinsip berkelanjutan yang pengembangannya dikaitkan dengan Kawasan Perkotaan Manado Bitung

PKSN Tahuna dan PKSN Melonguane

mempertahankan eksistensi 14 (empat belas) pulau-pulau kecil terluar sebagai Titik Dasar Garis Pangkal Kepulauan Indonesia

mengembangkan kawasan perkotaan nasional sebagai pusat pengembangan pulau-pulau kecil terluar

PKSN Tahuna dan Melonguane sebagai pusat pengembangan Pulau Bangkit, Pulau Manterawu, Pulau Makelahi, Pulau Kawalusu, Pulau Kawio, Pulau Batu Bawaikang, Pulau Marore, Pulau Miangas, Pulau Marampit, Pulau Intata, dan Pulau Kakarutan

PKW Toli-toli sebagai pusat pengembangan Pulau Lingian, Pulau Salando, dan Pulau Dolangan

menyediakan kebutuhan air baku untuk pulau-pulau kecil dan gugus pulau

Pulau-pulau kecil di Pulau Sulawesi

membangun fasilitas mercu suar sebagai sarana navigasi pelayaran

Pulau Bangkit, Pulau Kawio, Pulau Marampit, Pulau Intata, Pulau Kakarutan, Pulau Lingian, Pulau Salando, dan Pulau Dolangan

mengembangkan prasarana dan sarana transportasi penyeberangan yang dapat meningkatkan keterkaitan antarpulau-pulau kecil terluar

Pulau Manterawu, Pulau Makelahi, Pulau Kawalusu, Pulau Kawio, Pulau Marore, Pulau Miangas, Pulau Marampit, Pulau Kakarutan, dan Pulau Lingian;

mendorong pengembangan pembangkit listrik tenaga surya (PLTS), pembangkit listrik tenaga angin (PLTA), pembangkit tenaga listrik mikro hidro (PLTMH)

Pulau Manterawu, Pulau Makelahi, Pulau Kawalusu, Pulau Kawio, Pulau Marore, Pulau Miangas, Pulau Marampit, Pulau Kakarutan, dan Pulau Lingian;

mendorong pengembangan telekominikasi satelit

Pulau Manterawu, Pulau Makelahi, Pulau Kawalusu, Pulau Kawio, Pulau Marore, Pulau Miangas, Pulau Marampit, Pulau Kakarutan, dan Pulau Lingian;

pengembangan jaringan transportasi antarmoda yang dapat meningkatkan keterkaitan antarwilayah untuk mewujudkan efisiensi dan pertumbuhan ekonomi yang berdaya saing, serta

pengembangan jaringan transportasi yang terpadu untuk melayani kawasan perkotaan sebagai pusat pengembangan perikanan, pariwisata bahari nasional, pertanian tanaman pangan padi dan jagung, perkebunan

mengembangkan jaringan jalan nasional untuk mendukung fungsi kawasan perkotaan nasional sebagai pusat pengembangan perikanan, pariwisata bahari nasional, pertanian pangan tanaman padi dan jagung, perkebunan kakao, pertambangan aspal, nikel, minyak dan gas bumi, dan pariwisata berbasis cagar budaya

Jaringan jalan lintas barat, lintas timur, lintas tengah, dan/atau pengumpan Pulau Sulawesi.

mengembangkan jalan nasional Jaringan jalan arteri primer Pulau Sulawesi.

 

Data dan Informasi Pendukung Rancangan Buku III RPJMN 2010-2014 Berdimensi Kewilayahan   11 

TUJUAN KEBIJAKAN STRATEGI OPERASIONAL ARAHAN SPASIAL

membuka keterisolasian wilayah

kakao, dan pertambangan aspal, nikel, serta minyak dan gas bumi

untuk menghubungkan kawasan perkotaan nasional dengan Pelabuhan Internasional/Nasional dan Bandar Udara Pusat Penyebaran Skala Pelayanan Primer/Sekunder/Tersier mengembangkan jalan bebas hambatan yang terpadu dengan pengembangan jaringan transportasi lainnya untuk meningkatkan daya saing Pulau Sulawesi

Jaringan jalan bebas hambatan

mengembangkan jalur kereta api antarkota untuk meningkatkan keterkaitan antarkawasan perkotaan sebagai simpul koleksi dan distribusi produk unggulan dari pengembangan kawasan andalan

Jaringan jalur kereta api Lintas Barat Pulau Sulawesi Bagian Selatan, Lintas Barat Pulau Sulawesi Bagian Utara, Lintas Barat Pulau Sulawesi Bagian Barat

mengembangkan pelabuhan yang terpadu dengan pengembangangan jaringan transportasi lainnya dalam melayani kawasan perkotaan nasional sebagai pusat pengembangan kegiatan pariwisata bahari nasional, perikanan, pertanian tanaman pangan padi dan jagung, perkebunan kakao, pertambangan aspal, nikel, dan pariwisata berbasis kawasan cagar budaya

Pelabuhan nasional dan internasional di Pulau Sulawesi

mengembangkan bandar udara yang dapat mendukung pengembangan kegiatan pariwisata bahari nasional

Bandar udara Hasanuddin, Sam Ratulangi, Wolter Monginsidi, dan Bubung

pengembangan jaringan trasportasi yang terpadu untuk mewujudkan keseimbangan perkembangan antarwilayah, membuka keterisolasian dan melayani pulau-pulau kecil

mengembangkan jalan nasional yang terpadu dengan jaringan transportasi lainnya untuk membuka keterisolasian wilayah, dan aksesibilitas di/menuju pulau-pulau kecil

Jaringan jalan di Pulau Karakelang (Melonguane-Beo-Esang), Pulau Sangihe (Tamako-Tahuna-Naha-Enemawira-Tahuna), Pulau Muna Tampo-Raha-Wara), dan Pulau Buton (Labuan-Pare-Bau-bau).

mengembangkan lintas penyeberangan untuk membuka keterisolasian daerah

Lintas penyeberangan Bitung/Manado – Tahuna – Melonguane

memantapkan fungsi bandar udara Melonguane sebagai simpul transportasi udara di kawasan perbatasan

Bandar Udara Melonguane

perwujudan kawasan perkotaan nasional yang berbasis mitigasi bencana

mengembangkan kawasan perkotaan nasional berbasis mitigasi bencana

mengembangkan jaringan prasarana dan sarana perkotaan berbasis mitigasi bencana

PKN Kawasan Perkotaan Manado – Bitung dan Palu; PKW Donggala, Poso, Palopo, Mamuju, Majene, dan Pasangkayu; serta PKSN Tahuna dan Melonguane berbasis mitigasi bencana gempa bumi;

PKN Kawasan Perkotaan Manado – Bitung; PKW Tomohon, Tondano, Kotamobagu; serta PKSN Tahuna dan Melonguane berbasis mitigasi bencana gunung api; dan

PKN Kawasan Perkotaan Manado – Bitung, PKW Donggala, Toli-toli, Mamuju dan Majene; serta PKSN Tahuna dan Melonguane berbasis mitigasi bencana tsunami.

mengendalikan pemanfaatan ruang untuk kawasan budidaya terbangun di kawasan rawan bencana

pelestarian dan merehabilitasi kawasan berfungsi lindung yang bervegetasi hutan tetap paling sedikit 40% (empat puluh persen) dari luas Pulau Sulawesi yang

memantapkan kawasan berfungsi lindung dan mervitalisasi kawasan berfungsi lindung yang terdegradasi

Mempertahankan luasan kawasan dengan bervegetasi hutan yang memberikan perlindungan kepada kawasan bawahannya

kawasan yang memberikan perlindungan terhadap kawasan bawahannya di Pulau Sulawesi

Merevitalisasi kawasan berfungsi lindung yang terdegradasi.

kawasan suaka alam, pelestarian alam, dan cagar budaya, kawasan yang memberikan perlindungan terhadap kawasan bawahannya, serta kawasan perlindungan setempat di Pulau Sulawesi

 

Data dan Informasi Pendukung Rancangan Buku III RPJMN 2010-2014 Berdimensi Kewilayahan   12 

TUJUAN KEBIJAKAN STRATEGI OPERASIONAL ARAHAN SPASIAL

sesuai dengan kondisi ekosistemnya

Meningkatkan fungsi ekologis kawasan peruntukan kehutanan.

Kawasan budidaya peruntukan kehutanan di Pulau Sulawesi

mengendalikan kegiatan budidaya yang berpotensi mengganggu kawasan berfungsi lindung

Mengendalikan kegiatan pemanfaatan ruang di wilayah sungai bagian hulu dan merehabilitasi daerah hulu dan daerah resapan yang telah terdegradasi guna mempertahankan sumber-sumber air untuk ketersediaan air sepanjang tahun.

kawasan yang memberikan perlindungan terhadap kawasan bawahannya di Pulau Sulawesi

mengendalikan kegiatan budi daya (pertanian, kehutanan, perkebunan, industri, pertambangan) yang berpotensi merusak fungsi kawasan berfungsi lindung

Kawasan budidaya peruntukan pertanian, kehutanan, perkebunan, industri, pertambangan

Mengendalikan pembangunan kawasan budi daya permukiman yang berada pada kelerengan terjal

MATRIKS II: RENCANA PROGRAM JANGKA MENENGAH NASIONAL WILAYAH PULAU SULAWESI TAHUN 2010-2014 BERDASARKAN RAPERPRES RTR PULAU SULAWESI

SASARAN WILAYAH/RUANG

(5 TAHUN PERTAMA)

KEGIATAN UTAMA

KELOMPOK BIDANG PROGRAM POKOK

Kawasan Lindung: Suaka Alam Laut Sidat Suaka Alam

Laut Ekonomi (Dielaborasi dari sumber lain)

SDA dan Lingkungan Hidup

• Melindungi keanekaragaman biota, tipe ekosistem, gejala dan keunikan alam yang terdapat di dalam kawasan.

• Menjaga keberadaan terumbu karang sebagai faktor utama penunjang kelestarian hayati yang merupakan bagian dari konservasi coral reef triangle.

• Melakukan pelarangan terhadap kegiatan penangkapan ikan dengan bom dan racun (potas) serta peralatan lainnya yang dapat mengancaman kelangsungan terumbu karang.

• Melindungi keberadaan satwa yang hidup di perairan Sidat. • Melarang berbagai pembangunan yang mencapai batas sempadan pantai

termasuk pelarangan terhadap pembuangan sampah dan limbah berbahaya ke pantai.

Penataan Ruang dan Pertanahan

(Dielaborasi dari sumber lain)

Sarana dan Prasarana

Memasang rambu-rambu laut (mercusuar) sebagai penanda kawasan yang dlindungi.

Sosial Budaya dan Kehidupan Beragama

(Dielaborasi dari sumber lain)

Hukum dan Aparatur

(Dielaborasi dari sumber lain)

IPTEK (Dielaborasi dari sumber lain) Politik,

Pertahanan, dan Keamanan

Meningkatkan keterlibatan masyarakat lokal dalam pengelolaan kawasan suaka alam terutama dalam hal pengawasan

Suaka Alam Laut Selat Lembeh-Bitung

Suaka Alam Laut

Ekonomi (Dielaborasi dari sumber lain)

SDA dan Lingkungan Hidup

• Menjaga keutuhan kawasan suaka alam laut agar tetap dalam keadaan asli dengan cara pengelolaan terpadu tidak hanya di lautan namun juga di daratan yang berbatasan secara langsung.

• Melindungi kawasan suaka alam laut dan perairan lainnya beserta keanekaragaman biota, tipe ekosistem, gejala dan keunikan alamnya.

• Menjaga keberadaan terumbu karang bagian dari konservasi coral reef

 

Data dan Informasi Pendukung Rancangan Buku III RPJMN 2010-2014 Berdimensi Kewilayahan   13 

SASARAN WILAYAH/RUANG

(5 TAHUN PERTAMA)

KEGIATAN UTAMA

KELOMPOK BIDANG PROGRAM POKOK

triangle. • Melakukan pelarangan terhadap kegiatan penangkapan ikan dengan bom

dan racun (potas) serta peralatan lainnya yang dapat mengancaman kelangsungan terumbu karang.

Penataan Ruang dan Pertanahan

Melakukan pelarangan terhadap kegiatan yang mencapai batas sempadan pantai termasuk melarang pembuangan sampah dan limbah berbahaya ke pantai.

Sarana dan Prasarana

Memasang rambu-rambu laut (mercusuar) sebagai penanda kawasan yang dlindungi.

Sosial Budaya dan Kehidupan Beragama

Meningkatkan keterlibatan masyarakat lokal dalam pengelolaan kawasan suaka alam terutama dalam hal pengawasan.

Hukum dan Aparatur

(Dielaborasi dari sumber lain)

IPTEK Melindungi ekosistem alami untuk keperluan penelitian dan ilmu pengetahuan. Politik,

Pertahanan, dan Keamanan

(Dielaborasi dari sumber lain)

SM Karakelang Utara – Selatan

Ekonomi (Dielaborasi dari sumber lain)

SDA dan Lingkungan Hidup

• Inventarisasi dan monitoring terhadap ekosistem yang didominasi oleh Ares (Duahanga mollucana), Nato (Palaquim sp), Lalangirang (Cananga odorata), Gehe (Pometia pinata), Gumak (Eugenia sp), Awar (Anthocephalus macrophylius) dan Kayu Hitam (Diospyros rummphii), serta fauna Babi hutan (Sus sp), Buaya (Crocodylus), Biawak (Varanus salvator). Ular (Phyton sp), Jenis burung Kakatua biru (Trichoglossus flavovirides), Tekukur (Streptopelia chinensis), Elang (Heliasturindus interendius), Bangau (Egretta sp), Punai (Treron vernans), Nuri merah (Eos histrio talautensis), Tua (Gymnorex talandinsis), Bunggi Besar (Amaurornis magninostris), Saitt (Halcyon erriglia) dan Raja udang (Halcyon sp).

• Menjaga dari berbagai kegiatan yang dapat mengakibatkan perubahan keutuhan Kawasan Suaka Margasatwa seperti perburuan Babi hutan (Sus sp), Buaya (Crocodylus), Biawak (Varanus salvator). Ular (Phyton sp), Jenis burung Kakatua biru (Trichoglossus flavovirides), Tekukur (Streptopelia chinensis), Elang (Heliasturindus interendius), Bangau (Egretta sp), Punai (Treron vernans), Nuri merah (Eos histrio talautensis), Tua (Gymnorex talandinsis), Bunggi Besar (Amaurornis magninostris), Saitt (Halcyon erriglia) dan Raja udang (Halcyon sp). dan merusak tumbuhan di dalam kawasan.

• Melakukan penanaman dan pemeliharaan pohon-pohon pelindung dan pohon-pohon sumber makanan satwa yang dilindungi.

• Pelarangan terhadap berbagai kegiatan yang dapat mengakibatkan perubahan terhadap keutuhan kawasan suaka margasatwa seperti mengambil, menebang, memiliki, merusak, memusnahkan, memelihara, mengangkut, dan memperniagakan tumbuhan yang dilindungi atau bagian-bagiannya dalam keadaan hidup atau mati.

Penataan Ruang dan Pertanahan

(Dielaborasi dari sumber lain)

Sarana dan Prasarana

• Penyediaan sarana dan prasarana yang menunjang kegiatan penelitian, pendidikan, rekreasi dan wisata alam terbatas di dalam Kawasan Suaka Margasatwa Karakelang Utara - Selatan.

Sosial Budaya dan Kehidupan Beragama

(Dielaborasi dari sumber lain)

Hukum dan Aparatur

(Dielaborasi dari sumber lain)

IPTEK • Mengembangkan kegiatan penelitian dan pengembangan, ilmu pengetahuan, pendidikan dan kegiatan lainnya yang menunjang budidaya contohnya kegiatan pembinaan habitat

Politik, Pertahanan, dan Keamanan

(Dielaborasi dari sumber lain)

SM Tanjung Santigi Ekonomi (Dielaborasi dari sumber lain) SDA dan

Lingkungan Hidup

• Inventarisasi dan monitoring terhadap ekosistem hutan rawa air tawar, hutan mangrove, hutan pantai, hutan hujan dataran rendah.

• Menjaga dari berbagai kegiatan yang dapat mengakibatkan perubahan keutuhan Kawasan Suaka Margasatwa seperti perburuan dan merusak

 

Data dan Informasi Pendukung Rancangan Buku III RPJMN 2010-2014 Berdimensi Kewilayahan   14 

SASARAN WILAYAH/RUANG

(5 TAHUN PERTAMA)

KEGIATAN UTAMA

KELOMPOK BIDANG PROGRAM POKOK

tumbuhan di dalam kawasan. • Melakukan penanaman dan pemeliharaan pohon-pohon pelindung dan

pohon-pohon sumber makanan satwa yang dilindungi. • Pelarangan terhadap berbagai kegiatan yang dapat mengakibatkan

perubahan terhadap keutuhan kawasan suaka margasatwa seperti mengambil, menebang, memiliki, merusak, memusnahkan, memelihara, mengangkut, dan memperniagakan tumbuhan yang dilindungi atau bagian-bagiannya dalam keadaan hidup atau mati.

Penataan Ruang dan Pertanahan

(Dielaborasi dari sumber lain)

Sarana dan Prasarana

• Penyediaan sarana dan prasarana yang menunjang kegiatan penelitian, pendidikan, rekreasi dan wisata alam terbatas di dalam Kawasan Suaka Margasatwa Tanjung Santigi.

Sosial Budaya dan Kehidupan Beragama

(Dielaborasi dari sumber lain)

Hukum dan Aparatur

(Dielaborasi dari sumber lain)

IPTEK • Mengembangkan kegiatan penelitian dan pengembangan, ilmu pengetahuan, pendidikan dan kegiatan lainnya yang menunjang budidaya contohnya kegiatan pembinaan habitat

Politik, Pertahanan, dan Keamanan

(Dielaborasi dari sumber lain)

CA Gunung Ambang Ekonomi (Dielaborasi dari sumber lain) SDA dan

Lingkungan Hidup

• Membatasi berbagai kegiatan yang dapat mengakibatkan perubahan bentuk alami dan ekosistem kawasan seperti penjarahan hutan dan perburuan satwa tanpa terkendali.

• Reforestasi pada kawasan yang rusak karena penjarahan hutan dan penambangan.

• Mempertahankan keberadaan flora dan berbagai satwa liar Penataan Ruang

dan Pertanahan • Mempertahankan luas dan bentuk cagar alam agar dapat menunjang

pengelolaan yang efektif dan menjamin berlangsungnya proses ekologis secara alami.

• Penertiban terhadap penambangan tanpa izin di sekitar kawasan. Sarana dan

Prasarana (Dielaborasi dari sumber lain)

Sosial Budaya dan Kehidupan Beragama

Meningkatkan partisipasi masyarakat dalam pengelolaan kawasan.

Hukum dan Aparatur

(Dielaborasi dari sumber lain)

IPTEK (Dielaborasi dari sumber lain) Politik,

Pertahanan, dan Keamanan

(Dielaborasi dari sumber lain)

CA Morowali Ekonomi (Dielaborasi dari sumber lain) SDA dan

Lingkungan Hidup

• Mempertahankan keberadaan flora dan fauna di CA Morowali. • Melakukan pelarangan terhadap berbagai kegiatan yang dapat

mengakibatkan perubahan fungsi kawasan cagar alam dan mengakibatkan perubahan bentang alam.

Penataan Ruang dan Pertanahan

(Dielaborasi dari sumber lain)

Sarana dan Prasarana

Mengembangkan sarana dan prasarana di dalam kawasan lindung untuk mendukung kegiatan penelitian dan pengembangan.

Sosial Budaya dan Kehidupan Beragama

(Dielaborasi dari sumber lain)

Hukum dan Aparatur

(Dielaborasi dari sumber lain)

IPTEK (Dielaborasi dari sumber lain) Politik,

Pertahanan, dan Keamanan

(Dielaborasi dari sumber lain)

CA Gunung Tinombala

Ekonomi (Dielaborasi dari sumber lain)

SDA dan Lingkungan

Mempertahankan bentuk bentang alam kawasan;

 

Data dan Informasi Pendukung Rancangan Buku III RPJMN 2010-2014 Berdimensi Kewilayahan   15 

SASARAN WILAYAH/RUANG

(5 TAHUN PERTAMA)

KEGIATAN UTAMA

KELOMPOK BIDANG PROGRAM POKOK

Hidup Penataan Ruang

dan Pertanahan • Mengembangkan sub-sub kawasan sebagai lokasi kegiatan ekowisata

terbatas; • Mempertahankan luasan dan tutupan vegetasi; • Mengendalikan perluasan permukiman masyarakat lokal yang berada di

sekitar kawasan cagar alam (enclave); • Menetapkan kawasan-kawasan penyangga di sekitar kawasan cagar alam;

Sarana dan Prasarana

• Mengembangkan fasilitas pendukung kegiatan ekowisata pada kawasan-kawasan penyangga;

Sosial Budaya dan Kehidupan Beragama

Melibatkan masyarakat lokal dalam pengembangan kegiatan ekowisata

Hukum dan Aparatur

(Dielaborasi dari sumber lain)

IPTEK Pemanfaatan zona inti bagi kegiatan penelitian dan pengembangan yang menunjang pemanfaatan, ilmu pengetahuan, pendidikan, dan kegiatan penunjang budidaya;

Politik, Pertahanan, dan Keamanan

(Dielaborasi dari sumber lain)

TN Bogani Nani Wartabone

Ekonomi (Dielaborasi dari sumber lain)

SDA dan Lingkungan Hidup

Membatasi kegiatan di taman nasional pada kegiatan rekreasi dan wisata alam, penelitian, dan wisata budaya. Menjaga fungsi taman nasional sebagai sumber air dan daerah tangkapan air bagi beberapa bendung seperti Toraut, Kosinggolan, dan Sangkup Menjaga kelestarian beberapa jenis satwa khas dan endemik yang ada antara lain maleo, anoa, babirusa, kuskus dan musang Sulawesi. Menjaga kelestarian berbagai flora yang ada, antara lain Piper adundum, Trema orientalis, Macaranga sp, kayu kuning (Arcangelisia flava), palem matayangan (Pholidocarpus ihur), cempaka, kenanga, agathis, kayu hitam, dan kayu besi.

Penataan Ruang dan Pertanahan

Menjaga dan meningkatkan fungsi dan manfaat setiap zona yang ada di taman nasional, yaitu : Zona Inti, Zona Rimba, Zona Pemanfaatan dan Zona Rehabilitasi.

Sarana dan Prasarana

(Dielaborasi dari sumber lain)

Sosial Budaya dan Kehidupan Beragama

(Dielaborasi dari sumber lain)

Hukum dan Aparatur

(Dielaborasi dari sumber lain)

IPTEK Pemanfaatan zona inti bagi kegiatan penelitian dan pengembangan yang menunjang pemanfaatan, ilmu pengetahuan, pendidikan, dan kegiatan penunjang budidaya;

Politik, Pertahanan, dan Keamanan

(Dielaborasi dari sumber lain)

TN Lore Lindu Ekonomi Membatasi kegiatan yang ditawarkan, pada kegiatan rekreasi dan pariwisata alam antara lain lintas hutan, pengamatan satwa, jungle tracking, foto hunting, hiking, berkemah, memancing, air terjun, penelitian, dan pariwisata budaya setempat

SDA dan Lingkungan Hidup

Menjaga kelestarian flora yang ada, antara lain Pterospermum celebicum, Cananga odorata, Mangliatia sp, Dysoxylum sp, Arenga pinnata, Pigafetta filiaris, Castanopsis argentea, Lithocarpus spp, Agathis philippinensis dan Philoclados hypophyllus. Menjaga kelestarian berbagai jenis satwa langka endemik antara lain Anoa (Anoa depressicornis), Babirusa (Babyrousa babirusa), Musang coklat sulawesi (Macrogalidia muschenbrouki), Tikus sulawesi (Rattus celebensis), Singapuar (Tarsius spectrum), dan Bajing perut merah (Rubrisciurus ribriventer). Melindungi Danau Lindu sebagai bagian dari ekosistem Taman Nasional Lore Lindu.

Penataan Ruang dan Pertanahan

(Dielaborasi dari sumber lain)

Sarana dan Prasarana

(Dielaborasi dari sumber lain)

Sosial Budaya dan Kehidupan

(Dielaborasi dari sumber lain)

 

Data dan Informasi Pendukung Rancangan Buku III RPJMN 2010-2014 Berdimensi Kewilayahan   16 

SASARAN WILAYAH/RUANG

(5 TAHUN PERTAMA)

KEGIATAN UTAMA

KELOMPOK BIDANG PROGRAM POKOK

Beragama Hukum dan

Aparatur (Dielaborasi dari sumber lain)

IPTEK Pemanfaatan zona inti bagi kegiatan penelitian dan pengembangan yang menunjang pemanfaatan, ilmu pengetahuan, pendidikan, dan kegiatan penunjang budidaya;

Politik, Pertahanan, dan Keamanan

(Dielaborasi dari sumber lain)

TN Rawa Aopa Watumohai

Ekonomi Membatasi kegiatan di taman nasional pada kegiatan rekreasi dan pariwisata alam antara lain lintas hutan, pengamatan satwa, berjemur di pantai, foto hunting, hiking, berkemah, memancing, penelitian, dan pariwisata budaya setempat.

SDA dan Lingkungan Hidup

Melestarikan flora yang ada di Taman Nasional Rawa Aopa Watumohai, antara lain Alang-alang (Imperata cylindrica), Tiot-tio (Fimbrystilis cylinrica), Kasumeeto (Diospyros celebica), Nona (Metrosideros petiolata), Kayu angin (Casuarina rumotri), Saninten (Castanopsis buruana), Uwi (Bacchia fructescens) dan lain-lain. Melestarikan satwa langka endemik antara lain Anoa (Anoa depressicornis), Babirusa (Babyrousa babirussa), Kuskus (Phalanger sp.), Singapuar (Tarsius spectrum), dan Bajing perut merah (Rubrisciurus ribriventer).

Penataan Ruang dan Pertanahan

Menjaga fungsi dan luasan Taman Nasional Rawa Aopa Watumohai yang terdiri dari hutan hujan tropika pegunungan rendah, hujan tropika dataran rendah, hutan rawa, savana dan hutan bakau.

Sarana dan Prasarana

(Dielaborasi dari sumber lain)

Sosial Budaya dan Kehidupan Beragama

(Dielaborasi dari sumber lain)

Hukum dan Aparatur

(Dielaborasi dari sumber lain)

IPTEK (Dielaborasi dari sumber lain) Politik,

Pertahanan, dan Keamanan

(Dielaborasi dari sumber lain)

TNL Bunaken Ekonomi Membatasi kegiatan di taman nasional pada kegiatan rekreasi dan wisata bahari antara lain diving, snorkeling, berjemur, berenang di laut, dan penelitian

SDA dan Lingkungan Hidup

Menjaga keanekaragaman jenis organisme akuatik yang langka seperti ikan duyung, dugong-dugong, lumba-lumba, Hippocampus sp., kima raksasa, penyu sisik, penyu hijau, dan ikan Raja Laut/ Coelacanth). Menjaga kelestarian monyet hitam (Macaca nigra) di bagian daratan taman nasional Menjaga ekosistem Taman Nasional Laut Bunaken yang terdiri dari berbagai habitat seperti padang lamun, rumput laut, hutan bakau, dan terumbu karang Menjaga habitat terumbu karang yang didominasi oleh jenis Pocilopora sp, Seriaattopora sp, Pachyseris sp, Porites sp, Fungia sp, Herpolitha sp, Holomitra sp, Galaxea sp, Pectinia sp, Lobophyllia sp, Echinopora sp dan Tubastrea sp sebagai bagian dari konservasi coral reef triangle sebagai bagian dari konservasi coral reef triangle.

Penataan Ruang dan Pertanahan

(Dielaborasi dari sumber lain)

Sarana dan Prasarana

(Dielaborasi dari sumber lain)

Sosial Budaya dan Kehidupan Beragama

(Dielaborasi dari sumber lain)

Hukum dan Aparatur

(Dielaborasi dari sumber lain)

IPTEK (Dielaborasi dari sumber lain) Politik,

Pertahanan, dan Keamanan

(Dielaborasi dari sumber lain)

TNL Kepulauan Wakatobi

Ekonomi Mengembangkan sektor pariwisata bahari dengan keunggulan keindahan bawah laut Membatasi kegiatan di taman nasional pada kegiatan: Rekreasi dan wisata bahari antara lain diving/snorkeling, berlayar, memancing, berenang, berjemur, menikmati panorama laut, dan penelitian

SDA dan Menjaga habitat terumbu karang yang tersebar datar hampir seluruh kawasan

 

Data dan Informasi Pendukung Rancangan Buku III RPJMN 2010-2014 Berdimensi Kewilayahan   17 

SASARAN WILAYAH/RUANG

(5 TAHUN PERTAMA)

KEGIATAN UTAMA

KELOMPOK BIDANG PROGRAM POKOK

Lingkungan Hidup

dengan kedalaman dataran tersebut berbeda-beda mulai dari yang tampak di permukaan air saat air surut sampai kedalaman tiga meter. Menjaga kelestarian tidak kurang dari 167 jenis terumbu karang yang seluruhnya merupakan terumbu karang yang indah dan relatif masih utuh. Melestarikan berbagai aneka ragam biota laut antara lain Tridacna spp., Trochus niloticus, Antipatharia spp, ikan duyung, penyu sisik, penyu hijau, kima, rumput laut dan berbagai jenis ikan komersial seperti tuna..

Penataan Ruang dan Pertanahan

(Dielaborasi dari sumber lain)

Sarana dan Prasarana

Mengembangkan sarana dan prasarana yang mendukung kegiatan pariwisata dengan memperhatikan kelestarian kawasan

Sosial Budaya dan Kehidupan Beragama

(Dielaborasi dari sumber lain)

Hukum dan Aparatur

(Dielaborasi dari sumber lain)

IPTEK (Dielaborasi dari sumber lain) Politik,

Pertahanan, dan Keamanan

(Dielaborasi dari sumber lain)

TNL Taka Bonerate Ekonomi Mengembangkan sektor pariwisata bahari, terutama dengan keunggulan keindahan bawah laut Membatasi kegiatan di taman nasional pada kegiatan: Rekreasi dan wisata bahari antara lain diving/snorkling, berlayar, memancing, berenang, berjemur, menikmati panorama laut, dan penelitian.

SDA dan Lingkungan Hidup

Melestarikan terumbu karang yang tersebar datar seluas 500 km2 dengan kedalaman dataran tersebut berbeda-beda mulai dari yang tampak di permukaan air saat air surut sampai kedalaman tiga meter. Menjaga kelestarian tidak kurang dari 128 jenis terumbu karang yang termasuk dalam 61 marga yang seluruhnya merupakan terumbu karang yang indah dan relatif masih utuh. Melestarikan keberadaan terumbu karang yang ada di dalam kawasan sebagai bagian dari konservasi coral reef triangle. Melestarikan berbagai aneka ragam biota laut antara lain Ikan Bendera (Heniochus yaxius), Mas Laut (Myyripristis melanoslictus), Kuda Laut (Hipposampus kuda), Penyu Sisik, Penyu Hijau, Kima, rumput Laut dan berbagai jenis ikan komersial. Menjaga kelestarian TNL Taka Bonerate yang mempunyai karang atol terbesar ketiga di dunia setelah Kwajifein di Kep. Marshal dan Suvadiva di Kep. Moldiva.

Penataan Ruang dan Pertanahan

Menyiapkan Taman Nasional Laut Taka Bonerate menjadi world heritage.

Sarana dan Prasarana

Mengembangkan sarana dan prasarana yang mendukung kegiatan pariwisata dengan memperhatikan kelestarian kawasan

Sosial Budaya dan Kehidupan Beragama

(Dielaborasi dari sumber lain)

Hukum dan Aparatur

(Dielaborasi dari sumber lain)

IPTEK (Dielaborasi dari sumber lain) Politik,

Pertahanan, dan Keamanan

(Dielaborasi dari sumber lain)

TWA Danau Towuti Ekonomi Mengembangkan wisata ecotourism yang didukung oleh sarana dan prasarana, dengan tetap menjaga kelestarian kawasan dan tanpa mengubah bentang alam.

SDA dan Lingkungan Hidup

Melestarian ekosistem di sekitar Danau Towuti

Penataan Ruang dan Pertanahan

Ketentuan pelarangan kegiatan selain kegiatan wisata

Sarana dan Prasarana

mendukung upaya pengembangan ecotourisme pariwisata alam terbatas yang dilengkapi dengan berbagai sarana prasarana pendukungnya seperti tempat peristirahatan, pusat informasi di sekitar lingkungan Taman Wisata Alam dengan tidak mengganggu ekosistem di dalamnya. Mengembangkan fasilitas untuk kegiatan wisata rekreasi santai melihat panorama alam, camping dan lintas alam Meningkatkan akses jalan dan sarana transportasi dari Kota Makassar menuju

 

Data dan Informasi Pendukung Rancangan Buku III RPJMN 2010-2014 Berdimensi Kewilayahan   18 

SASARAN WILAYAH/RUANG

(5 TAHUN PERTAMA)

KEGIATAN UTAMA

KELOMPOK BIDANG PROGRAM POKOK

Taman Wisata Alam Danau Towuti Meningkatkan fasilitas terutama penginapan di kota-kota terdekat

Sosial Budaya dan Kehidupan Beragama

Meningkatan keterlibatan masyarakat lokal dalam pengelolaan kawasan taman wisata.

Hukum dan Aparatur

(Dielaborasi dari sumber lain)

IPTEK (Dielaborasi dari sumber lain) Politik,

Pertahanan, dan Keamanan

(Dielaborasi dari sumber lain)

TWAL Kepulauan Togean dan Pulau Batudaka

Ekonomi Mengembangkan sektor pariwisata bahari dengan keunggulan keindahan bawah laut

SDA dan Lingkungan Hidup

Mempertahankan ekosistem alami untuk menunjang ‘feeding ground dan nesting sites’ bagi penyu hijau, lamun, serta ikan pari manta. Menjaga keberadaan hutan mangrove di daerah pesisir dari segala kegiatan budidaya yang berpotensi merusak ekosistem alami di pesisir. Pelarangan terhadap upaya penangkapan ikan dengan menggunakan bom dan racun/sianida (destructive fishing) dan penangkapan ikan secara berlebih (over-fishing).

Penataan Ruang dan Pertanahan

Pemanfaatan ruang untuk wisata alam tanpa mengubah bentang alam

Sarana dan Prasarana

Pembangunan sarana dan prasarana yang menunjang kegiatan wisata bahari termasuk jasa penunjang wisata berupa hotel, resor, dan restoran.

Sosial Budaya dan Kehidupan Beragama

Peningkatan keterlibatan masyarakat lokal dalam pengelolaan kawasan taman wisata.

Hukum dan Aparatur

(Dielaborasi dari sumber lain)

IPTEK Pengembangan kawasan wisata alam laut sebagai laboratorium lapangan bagi pengembangan iptek kelautan.

Politik, Pertahanan, dan Keamanan

(Dielaborasi dari sumber lain)

TWAL Kepulauan Kapoposang

Ekonomi Mengembangkan sektor pariwisata bahari dengan keunggulan keindahan bawah laut

SDA dan Lingkungan Hidup

Mempertahankan ekosistem alami untuk menunjang ‘feeding ground dan nesting sites’ bagi elang laut perut putih (Haliaeetus leucogaster), kuntul putih (Egretta sp.), raja udang (Alcedo atthis), kalong (Pteropus vampirus), lumba-lumba abu (Tursiops truncatus), penyu hijau (Chelonia mydas) dan penyu sisik (Eretmochelys imbricata). Menjaga keberadaan hutan mangrove di daerah pesisir dari segala kegiatan budidaya yang berpotensi merusak ekosistem alami di pesisir. Melestarikan keberadaan terumbu karang yang ada di dalam kawasan sebagai bagian dari konservasi coral reef triangle. Pelarangan terhadap upaya penangkapan ikan dengan menggunakan bom dan racun/sianida (destructive fishing) dan penangkapan ikan secara berlebih (over-fishing).

Penataan Ruang dan Pertanahan

Pemanfaatan ruang untuk wisata alam tanpa mengubah bentang alam

Sarana dan Prasarana

Pembangunan sarana dan prasarana yang menunjang kegiatan wisata bahari termasuk jasa penunjang wisata berupa hotel, resor, dan restoran.

Sosial Budaya dan Kehidupan Beragama

Peningkatan keterlibatan masyarakat lokal dalam pengelolaan kawasan taman wisata.

Hukum dan Aparatur

(Dielaborasi dari sumber lain)

IPTEK Pengembangan kawasan wisata alam laut sebagai laboratorium lapangan bagi pengembangan iptek kelautan.

Politik, Pertahanan, dan Keamanan

(Dielaborasi dari sumber lain)

Kawasan Budidaya Andalan:

Kawasan Gorontalo Pertanian, perkebunan

Ekonomi Mengembangkan kegiatan industri hilir dari sektor pertanian dan perkebunan. Memantapkan Kerjasama Ekonomi Sub-Regional Brunei-Indonesia-Malaysia dan Filipina (KESR BIMP-EAGA) dan Asia Pasifik untuk meningkatkan

 

Data dan Informasi Pendukung Rancangan Buku III RPJMN 2010-2014 Berdimensi Kewilayahan   19 

SASARAN WILAYAH/RUANG

(5 TAHUN PERTAMA)

KEGIATAN UTAMA

KELOMPOK BIDANG PROGRAM POKOK

volume ekspor – impor nasional. SDA dan

Lingkungan Hidup

Mengembangkan Kawasan Gorontalo dengan tetap memperhatikan kelestarian Taman Nasional Bogani Nani Wartabone.

Penataan Ruang dan Pertanahan

Mengembangkan sentra pertambangan di Kawasan Bonebolango dengan prinsip berkelanjutan

Sarana dan Prasarana

Meningkatkan fungsi jaringan prasarana dan sarana untuk meningkatkan keterkaitan pengembangan Kawasan Andalan Gorontalo dengan PKN Gorontalo, dan Pelabuhan Gorontalo. Membangun prasarana dan sarana perkotaan pusat informasi jagung untuk ketahanan pangan nasional.

Sosial Budaya dan Kehidupan Beragama

(Dielaborasi dari sumber lain)

Hukum dan Aparatur

(Dielaborasi dari sumber lain)

IPTEK (Dielaborasi dari sumber lain) Politik,

Pertahanan, dan Keamanan

(Dielaborasi dari sumber lain)

Kawasan Marisa Perikanan Ekonomi Mendorong pertumbuhan produksi pertanian, perkebunan dan perikanan untuk mendukung pengembangan PKW Tilamuta sebagai pusat pertumbuhan wilayah skala provinsi.

SDA dan Lingkungan Hidup

Mengembangkan Kawasan Marisa dengan tetap memperhatikan kelestarian Cagar Alam Panua dan Cagar Alam Tanjung Panjang serta kawasan lindung dan kawasan konservasi di sekitarnya.

Penataan Ruang dan Pertanahan

Mengembangkan sentra pertambangan di Kawasam Pohuwatu dengan prinsip berkelanjutan.

Sarana dan Prasarana

Mengembangkan jaringan prasarana dan sarana untuk meningkatkan keterkaitan pengembangan Kawasan Marisa dengan PKW Tilamuta. Mengembangkan kualitas pelayanan prasarana dan sarana di kawasan andalan (jalan, persampahan, air bersih, air limbah, drainase, dan telekomunikasi).

Sosial Budaya dan Kehidupan Beragama

(Dielaborasi dari sumber lain)

Hukum dan Aparatur

(Dielaborasi dari sumber lain)

IPTEK (Dielaborasi dari sumber lain) Politik,

Pertahanan, dan Keamanan

(Dielaborasi dari sumber lain)

Kawasan Andalan Laut Tomoni dsk

Perikanan Ekonomi Meningkatkan produksi perikanan tangkap dari Teluk Tomini, pengembangan pelabuhan perikanan, dan industri pengolahan perikanan.

SDA dan Lingkungan Hidup

Mengembangkan kawasan andalan dengan mempertahankan kelestarian kawasan lindung di sekitarnya. Memelihara dan melestarikan terumbu karang di Teluk Tomini.

Penataan Ruang dan Pertanahan

Meningkatkan keterkaitan kawasan andalan dengan PKN Gorontalo sebagai pusat pengembangan Kawasan Andalan Laut Tomini

Sarana dan Prasarana

Mengembangkan jaringan prasarana dan sarana untuk meningkatkan keterkaitan pengembangan Kawasan Andalan Laut Tomini dan Sekitarnya dengan PKN Gorontalo. Membangun prasarana dan fasilitas pariwisata bertaraf internasional di PKN Gorontalo untuk mendukung pengembangan pariwisata bahari di Kepulauan Togean. Mengembangkan prasarana dan sarana di Pelabuhan Gorontalo untuk melayani pemasaran dan distribusi produk perikanan yang dihasilkan ke pasar internasional. Mengembangkan kualitas pelayanan prasarana dan sarana perkotaan (jalan, persampahan, air bersih, air limbah, drainase, dan telekomunikasi) yang mendukung fungsi pariwisata.

Sosial Budaya dan Kehidupan Beragama

(Dielaborasi dari sumber lain)

Hukum dan Aparatur

(Dielaborasi dari sumber lain)

IPTEK (Dielaborasi dari sumber lain) Politik,

Pertahanan, dan (Dielaborasi dari sumber lain)

 

Data dan Informasi Pendukung Rancangan Buku III RPJMN 2010-2014 Berdimensi Kewilayahan   20 

SASARAN WILAYAH/RUANG

(5 TAHUN PERTAMA)

KEGIATAN UTAMA

KELOMPOK BIDANG PROGRAM POKOK

Keamanan Kawasan Manado dan Sekitarnya

Pariwisata, kelautan

Ekonomi Meningkatkan produksi perikanan tangkap, kualitas pelabuhan perikanan, dan industri pengolahan perikanan. Mengembangkan sektor pariwisata berbasis pariwisata bahari dan MICE yang didukung oleh sarana dan prasarana. Memantapkan Kerjasama Ekonomi Sub-Regional Brunei-Indonesia-Malaysia dan Filipina (KESR BIMP-EAGA) dan Asia Pasifik untuk meningkatkan volume ekspor – impor nasional.

SDA dan Lingkungan Hidup

Mengembangkan kawasan andalan dengan mempertahankan kelestarian Cagar Alam Gunung Lokon serta kawasan lindung dan kawasan konservasi di sekitarnya.

Penataan Ruang dan Pertanahan

Mengendalikan secara ketat kegiatan pertambangan yang sudah beroperasi dan dampak yang ditimbulkannya hingga berakhirnya masa izin pertambangan dan melarang perpanjangan izin pertambangan yang sudah berakhir (Kawasan Minahasa Utara). Mendorong pengembangan sektor pariwisata dalam mendukung PKN Kawasan Perkotaan Manado – Bitung sebagai pusat pengembangan pariwisata bahari nasional (Pulau Bunaken).

Sarana dan Prasarana

Meningkatkan kualitas jaringan prasarana dan sarana untuk meningkatkan keterkaitan pengembangan Kawasan Manado dan Sekitarnya dengan PKN Kawasan Perkotaan Manado – Bitung. Mengembangkan prasarana dan fasilitas Kawasan Industri Manado yang komplementer dengan Pelabuhan Bitung (kandidat Pelabuhan Internasional Hub) dalam melayani distribusi pruduk yang dihasilkan ke pasar Asia Pasifik. Meningkatkan kerjasama pengelolaan prasarana dan sarana perkotaan PKN Kawasan Perkotaan Manado – Bitung dengan PKW Tondano dan PKW Tomohon, antara lain, meliputi: pengelolaan air bersih, air limbah, persampahan, dan drainase.

Sosial Budaya dan Kehidupan Beragama

(Dielaborasi dari sumber lain)

Hukum dan Aparatur

(Dielaborasi dari sumber lain)

IPTEK (Dielaborasi dari sumber lain) Politik,

Pertahanan, dan Keamanan

(Dielaborasi dari sumber lain)

Kawasan Dumoga-Kotamobagu dan Sekitarnya (Bolaang Mongondow)

Perikanan Ekonomi Membangun sentra perikanan yang didukung dengan ketersediaan prasarana dan sarana perkotaan di PKW Kotamobagu. Meningkatkan produksi perikanan tangkap, kualitas pelabuhan perikanan, dan industri pengolahan perikanan.

SDA dan Lingkungan Hidup

Mengembangkan Kawasan Dumoga - Kotamobagu dengan mempertahankan kelestarian Cagar Alam Gunung Ambang, Taman Nasional Bogani Nani Wartabone, serta kawasan lindung dan kawasan konservasi di sekitarnya.

Penataan Ruang dan Pertanahan

Mengembangkan sentra perikanan di Kawasan Dumoga-Kotamobagu dan Sekitarnya yang didukung oleh industri hulu pengolahan perikanan. Mengendalikan secara ketat kegiatan pertambangan yang sudah beroperasi dan dampak yang ditimbulkannya hingga berakhirnya masa izin pertambangan dan melarang perpanjangan izin pertambangan yang sudah berakhir (Kawasan Bolaangmongondow).

Sarana dan Prasarana

Mengembangkan jaringan prasarana dan sarana untuk meningkatkan keterkaitan pengembangan Kawasan Domoga – Kotamobagu dengan PKW Kotamobagu. Meningkatkan kualitas aksesibilitas dari pusat produksi pertanian (kawasan perdesaan) ke tujuan pemasaran dengan memanfaatkan Pelabuhan Kuandang dan Pelabuhan Labuhan Uki.

Sosial Budaya dan Kehidupan Beragama

(Dielaborasi dari sumber lain)

Hukum dan Aparatur

(Dielaborasi dari sumber lain)

IPTEK (Dielaborasi dari sumber lain) Politik,

Pertahanan, dan Keamanan

(Dielaborasi dari sumber lain)

Kawasan Andalan Laut Bunaken dan

Pariwisata Ekonomi Mengembangkan sektor pariwisata yang didukung oleh sarana dan prasarana yang lengkap.

 

Data dan Informasi Pendukung Rancangan Buku III RPJMN 2010-2014 Berdimensi Kewilayahan   21 

SASARAN WILAYAH/RUANG

(5 TAHUN PERTAMA)

KEGIATAN UTAMA

KELOMPOK BIDANG PROGRAM POKOK

Sekitarnya

SDA dan Lingkungan Hidup

Mengamankan Teluk Manado dari resiko pendangkalan atau sedimentasi yang serius. Mengembangkan Kawasan Andalan Laut Bunaken dengan tetap memperhatikan pelestarian Taman Nasional Laut Bunaken. Mengendalikan pengembangan perikanan dan pariwisata bahari untuk melindungi keanekaragaman terumbu karang sebagai bagian dari coral reef triangle dunia.

Penataan Ruang dan Pertanahan

(Dielaborasi dari sumber lain)

Sarana dan Prasarana

Mengembangkan jaringan prasarana dan sarana untuk meningkatkan keterkaitan pengembangan Kawasan Andalan Laut Bunaken dengan Kawasan Perkotaan Manado - Bitung. Membangun prasarana dan fasilitas pariwisata bertaraf di internasional di PKN Kawasan Perkotaan Manado – Bitung untuk mendukung pengembangan pariwisata bahari di Pulau Bunaken. Meningkatkan akesibilitas dalam pengembangan segitiga pariwisata bahari nasional Pulau Bunaken – Kepulauan Togean – Kepualauan Wakatobi.

Sosial Budaya dan Kehidupan Beragama

(Dielaborasi dari sumber lain)

Hukum dan Aparatur

(Dielaborasi dari sumber lain)

IPTEK (Dielaborasi dari sumber lain) Politik,

Pertahanan, dan Keamanan

(Dielaborasi dari sumber lain)

Kawasan Palu dsk Pertanian, pertambangan, perikanan

Ekonomi Mengembangkan kegiatan industri hilir dari sektor pertanian. Meningkatkan produksi perikanan tangkap dan mengembangkan industri pengolahan perikanan. Mendorong pertumbuhan sektor pertanian, pertambangan dan perikanan untuk mendukung pengembangan PKN Palu sebagai pusat pertumbuhan wilayah skala nasional.

SDA dan Lingkungan Hidup

Mengembangkan kawasan andalan dengan mempertahankan kelestarian Taman Hutan Raya Poboya Paneki (Palu) Taman Nasional Lore Lindu, dan Cagar Alam Pangi Binaga serta kawasan lindung dan kawasan konservasi di sekitarnya.

Penataan Ruang dan Pertanahan

Mengembangkan sentra pertambangan di Kawasan Donggala dengan prinsip berkelanjutan.

Sarana dan Prasarana

Meningkatkan fungsi jaringan prasarana dan sarana untuk meningkatkan keterkaitan pengembangan Kawasan Palu dan Sekitarnya dengan PKN Palu.

Sosial Budaya dan Kehidupan Beragama

(Dielaborasi dari sumber lain)

Hukum dan Aparatur

(Dielaborasi dari sumber lain)

IPTEK (Dielaborasi dari sumber lain) Politik,

Pertahanan, dan Keamanan

(Dielaborasi dari sumber lain)

Kawasan Mamuju dan Sekitarnya

Perkebunan Ekonomi Mengembangkan kegiatan industri hilir dari sektor perkebunan kakao. Mengembangkan Pelabuhan Belang-Belang untuk melayani distribusi dan pemasaran produk unggulan yang dihasilkan.

SDA dan Lingkungan Hidup

Mengembangkan kawasan andalan dengan mempertahankan kelestarian kawasan lindung dan kawasan konservasi di sekitarnya.

Penataan Ruang dan Pertanahan

Mendorong pengembangan sektor perkebunan, terutama untuk komoditas kakao, berbasis industri pengolahan untuk melayani pengembangan PKW Mamuju sebagai pusat pertumbuhan wilayah skala provinsi.

Sarana dan Prasarana

Meningkatkan fungsi jaringan prasarana dan sarana untuk meningkatkan keterkaitan pengembangan Mamuju dan Sekitarnya dengan PKW Mamuju.

Sosial Budaya dan Kehidupan Beragama

(Dielaborasi dari sumber lain)

Hukum dan Aparatur

(Dielaborasi dari sumber lain)

IPTEK (Dielaborasi dari sumber lain)

 

Data dan Informasi Pendukung Rancangan Buku III RPJMN 2010-2014 Berdimensi Kewilayahan   22 

SASARAN WILAYAH/RUANG

(5 TAHUN PERTAMA)

KEGIATAN UTAMA

KELOMPOK BIDANG PROGRAM POKOK

Politik, Pertahanan, dan Keamanan

(Dielaborasi dari sumber lain)

Kawasan Mamminasata dan Sekitarnya (Makassar, Maros, Sungguminasa, Gowa, Takalar)

Pariwisata, industri pengolahan

Ekonomi Mengembangkan industri pengolahan perikanan berbasis ekspor. Mengamankan Teluk Makassar dari resiko pendangkalan atau sedimentasi yang serius.

SDA dan Lingkungan Hidup

Mengembangkan kawasan andalan dengan memperhatikan kelestarian Suaka Margasatwa Komara dan Taman Nasional Bantimurung Bulusaraing serta kawasan lindung dan kawasan konservasi di sekitarnya.

Penataan Ruang dan Pertanahan

Mengembangkan Kawasan Industri Makassar untuk mendukung pengembangan PKN Kawasan Perkotaan Maminasata sebagai pusat pengembangan industri pengolahan di Kawasan Timur Indonesia.

Sarana dan Prasarana

Meningkatkan fungsi jaringan prasarana dan sarana untuk meningktakan keterkaitan pengembagan Kawasan Maminasata dengan PKN Kawasan Perkotaan Maminasata. Mengembangkan prasarana dan sarana Pelabuhan Makassar sebagai pintu gerbang kegiatan ekspor-impor.

Sosial Budaya dan Kehidupan Beragama

(Dielaborasi dari sumber lain)

Hukum dan Aparatur

(Dielaborasi dari sumber lain)

IPTEK (Dielaborasi dari sumber lain) Politik,

Pertahanan, dan Keamanan

(Dielaborasi dari sumber lain)

Kawasan Palopo dan Sekitarnya

Pariwisata, perikanan

Ekonomi Meningkatkan produksi perikanan dan mengembangkan industri pengolahan perikanan berbasis ekspor.

SDA dan Lingkungan Hidup

Mengembangkan kawasan andalan dengan mempertahankan kelestarian Cagar Alam Faruhumpenai, Taman Wisata Alam Danau Matano, dan Taman Wisata Alam Danau Towuti.

Penataan Ruang dan Pertanahan

(Dielaborasi dari sumber lain)

Sarana dan Prasarana

Meningkatkan fungsi jaringan prasarana dan sarana untuk meningktakan keterkaitan pengembagan Kawasan Palopo dan Sekitarnya dengan PKW Palopo. Membangun prasarana dan fasilitas perkotaan di PKW Palopo untuk mendukung pengembangan pariwisata berbasis cagar budaya di Tana Toraja.

Sosial Budaya dan Kehidupan Beragama

(Dielaborasi dari sumber lain)

Hukum dan Aparatur

(Dielaborasi dari sumber lain)

IPTEK (Dielaborasi dari sumber lain) Politik,

Pertahanan, dan Keamanan

(Dielaborasi dari sumber lain)

Kawasan Bulukumba-Watampone

Perikanan Ekonomi Meningkatkan produksi perikanan dan membangun industri pengolahan perikanan berorientasi ekspor. Mendorong pengembangan sektor pariwisata untuk mendukung PKW Bulukumba sebagai pusat pengembangan wilayah skala provinsi. Meningkatkan volume perdagangan antar-pulau ke kota-kota mitra di Sulawesi Tenggara, seperti Malili, Lasusua, dan Kolaka.

SDA dan Lingkungan Hidup

Mengembangkan kawasan andalan dengan mempertahankan kelestarian kawasan lindung dan kawasan konservasi di sekitarnya.

Penataan Ruang dan Pertanahan

Mengembangkan sentra perkebunan yang didukung dengan ketersediaan infrastruktur.

Sarana dan Prasarana

Meningkatkan fungsi jaringan prasarana dan sarana untuk meningkatkan keterkaitan pengembangan Kawasan Bulukumba-Watampone dan Sekitarnya dengan PKW Bulukumba. Meningkatkan aksesibilitas kota Watampone dan Bulukumba ke sentra-sentra produksi perkebunan dan pertanian pada kawasan perdesaan (agropolitan).

Sosial Budaya dan Kehidupan Beragama

(Dielaborasi dari sumber lain)

 

Data dan Informasi Pendukung Rancangan Buku III RPJMN 2010-2014 Berdimensi Kewilayahan   23 

SASARAN WILAYAH/RUANG

(5 TAHUN PERTAMA)

KEGIATAN UTAMA

KELOMPOK BIDANG PROGRAM POKOK

Hukum dan Aparatur

(Dielaborasi dari sumber lain)

IPTEK (Dielaborasi dari sumber lain) Politik,

Pertahanan, dan Keamanan

(Dielaborasi dari sumber lain)

Kawasan Asesolo/Kendari

Perkebunan, perikanan

Ekonomi Meningkatkan produksi perikanan dan membangun industri pengolahan perikanan berorientasi ekspor. Mengembangkan kegiatan industri hilir dari sektor perkebunan kakao.

SDA dan Lingkungan Hidup

Mengembangkan kawasan andalan dengan mempertahankan kelestarian Taman Huta Raya Murhum.

Penataan Ruang dan Pertanahan

Mengembangkan kawasan industri pengolahan bahan baku dari sentra-sentra produksi perkebunan (mete) dan kelautan/perikanan (tangkap) Teluk Kendari yang melayani wilayah Kendari dsk.

Sarana dan Prasarana

Meningkatkan fungsi jaringan prasarana dan sarana untuk meningkatkan keterkaitan pengembangan Kawasan Asesolo/Kendari dengan PKN Kendari.

Sosial Budaya dan Kehidupan Beragama

(Dielaborasi dari sumber lain)

Hukum dan Aparatur

(Dielaborasi dari sumber lain)

IPTEK (Dielaborasi dari sumber lain) Politik,

Pertahanan, dan Keamanan

(Dielaborasi dari sumber lain)

Kawasan Kapolimu-Patikala Muna

Pertambangan Ekonomi Mendorong pengembangan sektor pertambangan aspal untuk mendukung pengembangan PKW Raha dan PKW Bau-Bau sebagai pusat pertumbuhan wilayah skala provinsi. Meningkatkan volume perdagangan antar-pulau dengan kota-kota mitra seperti Ambon, Makassar dan Reo di Nusa Tenggara Timur.

SDA dan Lingkungan Hidup

Mengembangkan kawasan andalan dengan mempertahankan kelestarian Suaka Margasatwa Lambusango.

Penataan Ruang dan Pertanahan

(Dielaborasi dari sumber lain)

Sarana dan Prasarana

Meningkatkan fungsi jaringan prasarana dan sarana untuk meningkatkan keterkaitan pengembangan Kawasan Kapolimu-Patikala Muna dengan PKW Raha dan PKW Bau-Bau. Mengembangkan kualitas pelayanan Pelabuhan Bau-bau sebagai pusat transit pergerakan penumpang dari KBI dan Sulawesi menuju KTI. Mengembangkan prasarana dan sarana untuk mendukung pengembangan pertambangan aspal yang berorientasi ekspor.

Sosial Budaya dan Kehidupan Beragama

(Dielaborasi dari sumber lain)

Hukum dan Aparatur

(Dielaborasi dari sumber lain)

IPTEK (Dielaborasi dari sumber lain) Politik,

Pertahanan, dan Keamanan

(Dielaborasi dari sumber lain)

Sistem Perkotaan: PKN Kawasan Perkotaan Manado – Bitung

Jasa Pemerintahan, Perdagangan dan jasa, Industri, dan Pariwisata.

Ekonomi Membangun kawasan industri dan jasa skala nasional untuk melayani pengembangan perikanan yang berorientasi ekspor (Kawasan Manado dan sekitarnya dan Kawasan Andalan Laut Bunaken dan sekitarnya) dan pusat pengembangan pariwisata bahari nasional (Kawasan Andalan Laut Bunaken dan Sekitarnya).

SDA dan Lingkungan Hidup

Menjaga debit air dengan cara mempertahankan keberadaan daerah hulu yang memiliki kemampuan tinggi untuk meresapkan air dan penghutanan kembali pada daerah hulu yang sudah kritis. Mengamankan kawasan resapan air, khususnya pada zona resapan tinggi, sebagai kawasan penyimpan cadangan air tanah. Membatasi eksploitasi air tanah yang tidak terkendali, untuk menghindari terjadinya penurunan muka tanah dan instrusi air laut. Melindungi wilayah sungai dan jalurnya dari kegiatan pencemaran sehingga tetap dapat digunakan sebagai sumber kehidupan (air minum dan irigasi).

 

Data dan Informasi Pendukung Rancangan Buku III RPJMN 2010-2014 Berdimensi Kewilayahan   24 

SASARAN WILAYAH/RUANG

(5 TAHUN PERTAMA)

KEGIATAN UTAMA

KELOMPOK BIDANG PROGRAM POKOK

Mempertahankan dan merehabilitasi DAS Ranowangko, Ranopaso, Nimanga, Marondor, Sosongae, Tondano dan Likupang untuk mencegah terjadinya proses pendangkalan dan bencana banjir.

Penataan Ruang dan Pertanahan

Merelokasi zona-zona industri ke dalam Kawasan Industri Manado – Bitung. Mendorong pembangunan fasilitas perkotaan secara vertikal dan kompak di pusat kota dan mengendalikan pembangunan perumahan horizontal. Menyiapkan dan menetapkan aturan pemintakatan (zoning regulation) untuk alokasi ruang setiap fungsi Kawasan Perkotaan Manado-Bitung.

Sarana dan Prasarana

Meningkatkan fungsi jaringan prasarana dan sarana untuk menyiapkan Kawasan Perkotaan Manado –Bitung sebagai pintu gerbang Indonesia dari/menuju Kawasan Asia Pasifik. Meningkatkan fungsi Jaringan Jalan Lintas Barat Pulau Sulawesi dan membangun jalan bebas hambatan yang menghubungkan Manado – Bitung dan Manado - Tomohon. Membangun terminal tipe A sebagai simpul jaringan jalan Lintas Barat Pulau Sulawesi. Meningkatkan fungsi jaringan jalan arteri primer yang menghubungkan Kawasan Perkotaan Manado – Bitung dengan Pelabuhan Bitung dan Bandar Udara Sam Ratulangi. Meningkatkan Jaringan Jalur Kereta Api Lintas Barat Pulau Sulawesi Bagian Utara yang terintegrasi dengan pengembangan Jaringan Jalan Lintas Barat Pulau Sulawesi. Membangun stasiun kelas besar sebagai simpul jaringan jalur kereta api Lintas Barat Pulau Sulawesi Bagian Utara. Mengembangkan Pelabuhan Internasional Bitung yang berhadapan langsung dengan ALKI III sebagai pelabuhan berbasis kontainer global dan pelabuhan internasional hub. Meningkatkan fungsi lintas penyeberangan sabuk utara yang menghubungkan Bitung – Ternate – Patani – Sorong dan lintas penyeberangan antarnegara yang menghubungkan Tahuna – Davao (Filipina). Membangun pelabuhan penyeberangan sebagai simpul lintas penyeberangan yang menghubungkan Bitung – Ternate dan Tahuna(Pulau Sangihe Besar) – Davao (Filipina) Mengembangkan Bandar Udara Sam Ratulangi sebagai bandar udara pusat penyebaran skala pelayanan primer dalam melayani Kawasan Perkotaan Manado Bitung sebagai pusat pariwisata bahari nasional. Mengembangkan Jaringan Transmisi Listrik Sulawesi Bagian Utara untuk melayani Kawasan Perkotaan Manado – Bitung dalam mendukung pengembangan Kawasan Andalan Manado dan Sekitarnya, Kawasan Dumoga – Kotamobagu dan Sekitarnya, dan Kawasan Andalan Laut Bunaken dan Sekitarnya; kawasan terisolasi; dan pulau-pulau kecil di sekitarnya. Meningkatkan Jaringan Telekomunikasi Terestrial Wilayah Utara Pulau Sulawesi untuk mendukung pengembangan kawasan andalan serta kegiatan ekonomi perkotaan berskala internasional dan nasional. Membangun prasarana air bersih yang bersumber dari jaringan air baku dari WS Tondano-Likupang dan WS Poigar-Ranoyapo. Meningkatkan kapasitas, kualitas, dan keterpaduan pelayanan sistem infrastruktur perkotaan (jalan, TPA, air bersih, limbah, drainase, RTH) berskala regional. Membangun jaringan prasarana dan sarana kawasan perkotaan berbasis mitigasi bencana alam gempa bumi, gunung berapi, tsunami, dan dampak pemanasan global (escape route). Meningkatkan prasarana dan sarana pelayanan jasa keuangan, pergudangan, dan perdagangan yang mendukung kegiatan ekspor - impor. Membangun dan meningkatkan fungsi jaringan prasarana dan sarana untuk mendukung fungsi Kawasan Metropolitan Manado – Bitung – Minahasa sebagai kawasan green metropolitan dengan mempertahankan dan melestarikan kawasan lindung dan kawasan konservasi di sekitarnya. Membangun prasarana dan sarana konferensi internasional.

Sosial Budaya dan Kehidupan Beragama

(Dielaborasi dari sumber lain)

Hukum dan Aparatur

(Dielaborasi dari sumber lain)

IPTEK (Dielaborasi dari sumber lain) Politik,

Pertahanan, dan Keamanan

(Dielaborasi dari sumber lain)

 

Data dan Informasi Pendukung Rancangan Buku III RPJMN 2010-2014 Berdimensi Kewilayahan   25 

SASARAN WILAYAH/RUANG

(5 TAHUN PERTAMA)

KEGIATAN UTAMA

KELOMPOK BIDANG PROGRAM POKOK

PKN Gorontalo Jasa Pemerintahan, perdagangan, industri pengolahan, perikanan tangkap, pertanian, perkebunan, pendidikan, dan pariwisata

Ekonomi Membangun kawasan industri dan jasa untuk mendukung pengembangan pertanian tanaman pangan jagung (Kawasan Gorontalo dan Kawasan Marisa) dan perikanan yang berorientasi ekspor (Kawasan Andalan Laut Teluk Tomini dan Sekitarnya).

SDA dan Lingkungan Hidup

Meningkatkan fungsi konservasi Danau Limboto.

Penataan Ruang dan Pertanahan

Mendorong tumbuhnya pusat pertumbuhan baru (kota – kota baru) di sekitar kota Gorontalo yang akan mengakomodir kesemrawutan di kota lama serta menjadi kota satelit yang akan mendukung keberadaan kota Gorontalo. Menyiapkan dan menetapkan aturan pemintakatan (zoning regulation) untuk alokasi ruang setiap fungsi Kota Gorontalo.

Sarana dan Prasarana

Mengembangkan prasarana dan fasilitas perkotaan sebagai pusat industri pengolahan jagung, antara lain, meliputi: fasilitas penyimpanan produk-produk industri jagung. Meningkatkan fungsi jaringan jalan LintasTimur Pulau Sulawesi dan membangun jalan bebas hambatan Gorontalo – Limboto dan Gorontalo – Isimu. Membangun Terminal Tipe A sebagai simpul jaringan jalan LintasTimur Pulau Sulawesi. Meningkatkan fungsi jaringan jalan arteri primer yang menghubungkan PKN Gorontalo dengan Pelabuhan Gorontalo dan Bandar Udara Djalaluddin. Membangun jaringan jalur kereta api Lintas Barat Pulau Sulawesi Bagian Utara yang terintegrasi dengan jaringan jalan LintasTimur Pulau Sulawesi dalam melayani pengembangan Kawasan Gorontalo dan Kawasan Marisa Membangun Stasiun Kelas Besar sebagai simpul jaringan jalur kereta api Lintas Barat Pulau Sulawesi Bagian Utara. Meningkatkan fungsi lintas penyeberangan penghubung sabuk yang menghubungkan Gorontalo – Pagimana dan Kolaka – Baubau – Kendari – Luwuk – Gorontalo – Bitung/Manado – Tahuna – Melonguane dan Selayar – Muarapokot. Meningkatkan lintas penyeberangan antarprovinsi Sulawesi Utara – Gorontalo - Sulawesi Tengah yang menghubungkan Pagimana – Poso – Parigi – Moutong – Marisa - Tilamuta- Gorontalo - Molibagu – Bitung. Membangun pelabuhan penyeberangan sebagai simpul transportasi penyeberangan yang menghubungkan Luwuk – Gorontalo – Bitung/Manado dan Tilamuta- Gorontalo – Molibagu. Meningkatkan fungsi Pelabuhan Gorontalo untuk melayani PKN Gorontalo sebagai pusat pertanian tanaman pangan jagung dan perikanan yang beroreintasi ekspor. Memantapkan Bandar Udara Djalaludin sebagai bandar udara pusat penyebaran sekunder. Meningkatkan kapasitas, kualitas, dan keterpaduan pelayanan sistem infrastruktur perkotaan (jalan, persampahan, air bersih, limbah, drainase, RTH) berskala regional. Mengembangkan Jaringan Transmisi Gorontalo sebagai bagian dari Jaringan Transmisi Listrik Sulawesi Bagian Utara untuk melayani PKN Gorontalo dalam mendukung pengembangan Kawasan Gorontalo dan Kawasan Marisa; kawasan terisolasi; dan pulau-pulau kecil di sekitarnya. Meningkatkan Jaringan Telekomunikasi Terestrial Wilayah Utara Pulau Sulawesi untuk mendukung pengembangan kawasan andalan serta kegiatan ekonomi perkotaan berskala internasional dan nasional. Membangun prasarana air bersih yang bersumber dari jaringan air baku dari WS Dumoga-Sangkup, dan WS Limboto-Bulango-Bone. Meningkatkan prasarana dan sarana pelayanan jasa keuangan, pergudangan, dan pemerintahan yang mendukung kegiatan ekspor - impor. Membangun prasarana dan sarana konferensi internasional.

Sosial Budaya dan Kehidupan Beragama

Meningkatkan dan mendorong Gorontalo sebagai kota pendidikan yang akan menunjang terwujudnya Gorontalo sebagai pusat kebudayaan di bagian utara Sulawesi

Hukum dan (Dielaborasi dari sumber lain)

 

Data dan Informasi Pendukung Rancangan Buku III RPJMN 2010-2014 Berdimensi Kewilayahan   26 

SASARAN WILAYAH/RUANG

(5 TAHUN PERTAMA)

KEGIATAN UTAMA

KELOMPOK BIDANG PROGRAM POKOK

Aparatur IPTEK (Dielaborasi dari sumber lain) Politik,

Pertahanan, dan Keamanan

(Dielaborasi dari sumber lain)

PKN Palu Jasa Pemerintahan, Perdagangan, dan industri

Ekonomi Membangun kawasan industri dan jasa untuk melayani pengembangan perkebunan kakao (Kawasan Palu dan Sekitarnya) serta mendorong pengembangan sektor peternakan, pertanian, perkebunan, dan perikanan. Mengembangkan fasilitas penyimpanan produk-produk industri kakao.

SDA dan Lingkungan Hidup

(Dielaborasi dari sumber lain)

Penataan Ruang dan Pertanahan

Merelokasi zona-zona industri ke dalam Kawasan Industri Palu. Menyiapkan dan menetapkan aturan pemintakatan (zoning regulation) untuk alokasi ruang setiap fungsi Kota Palu.

Sarana dan Prasarana

Meningkatkan fungsi jaringan jalan lintas barat dan membangun jalan bebas hambatan yang menghubungkan Palu – Pantoloan. Membangun Terminal Tipe A sebagai simpul jaringan jalan Lintas Barat Pulau Sulawesi. Membangun jaringan jalur kereta api Lintas Barat Bagian Utara Pulau Sulawesi yang terintegrasi dengan jaringan jalan Lintas Barat Pulau Sulawesi dalam melayani pengembangan Kawasan Andalan Palu dan Sekitarnya. Membangun Stasiun Skala Besar sebagai simpul jaringan jalur kereta api Lintas Barat Bagian Utara Pulau Sulawesi. Mengembangkan Pelabuhan Pantoloan yang berhadapan dengan ALKI II sebagai sebagai simpul koleksi dan distibusi Pulau Sulawesi Bagian Tengah menuju pasar nasional/inetrnasional. Mengembangkan prasarana dan sarana untuk mendukung PKN Palu sebagai pusat koleksi dan distribusi Bagian Tengah Sulawesi menuju pasar internasional dengan memanfaatkan jalur perdagangan internasional dan ALKI II. Memantapkan Bandar Udara Mutiara sebagai bandar udara pusat penyebaran sekunder. Mengembangkan Jaringan Transmisi Sulawesi Tengah sebagai bagian dari jaringan transmisi Pulau Sulawesi Bagian Utara dalam melayani pengembangan Kawasan Palu dan Sekitarnya, kawasan terisolasi, dan pulau-pulau kecil. Meningkatkan Jaringan Telekomunikasi Terestrial Wilayah Utara Pulau Sulawesi untuk mendukung pengembangan kawasan andalan serta kegiatan ekonomi perkotaan berskala internasional dan nasional Membangun prasarana air bersih yang bersumber dari jaringan air baku dari WS Palu-Lariang. Meningkatkan kapasitas, kualitas, dan keterpaduan pelayanan sistem infrastruktur perkotaan (jalan, persampahan, air bersih, limbah, drainase, RTH) berskala regional. Meningkatkan prasarana dan sarana pelayanan jasa keuangan, pergudangan, dan pemerintahan yang mendukung kegiatan ekspor - impor. Membangun prasarana dan sarana konferensi internasional. Membangun jaringan prasarana dan sarana kawasan perkotaan berbasis mitigasi bencana alam gempa bumi dan dampak pemanasan global (escape route).

Sosial Budaya dan Kehidupan Beragama

(Dielaborasi dari sumber lain)

Hukum dan Aparatur

(Dielaborasi dari sumber lain)

IPTEK (Dielaborasi dari sumber lain) Politik,

Pertahanan, dan Keamanan

(Dielaborasi dari sumber lain)

PKN Kawasan Perkotaan Makassar – Maros – Sungguminasa – Takalar (Maminasata)

J Ekonomi Membangun kawasan industri dan jasa skala nasional untuk melayani pengembangan perikanan yang berorientasi ekspor (Kawasan Andalan Laut Makassar dan Sekitarnya), pariwisata bahari nasional (Kawasan Andalan Laut Kapoposang), pertanian tanaman pangan untuk ketahanan pangan nasional (Kawasan Andalan Mamminasata dan Sekitarnya, Kawasan Andalan Bulukumba-Watampone, Kawasan Andalan Pare-pare dan Sekitarnya), pertanian tanaman jagung (Kawasan Andalan Bulukumba-Watampone, dan pengembangan pariwisata berbasis cagar budaya (Kawasan Maros – Pangkep).

 

Data dan Informasi Pendukung Rancangan Buku III RPJMN 2010-2014 Berdimensi Kewilayahan   27 

SASARAN WILAYAH/RUANG

(5 TAHUN PERTAMA)

KEGIATAN UTAMA

KELOMPOK BIDANG PROGRAM POKOK

SDA dan Lingkungan Hidup

(Dielaborasi dari sumber lain)

Penataan Ruang dan Pertanahan

Membangun pusat promosi investasi nasional. Merelokasi zona-zona industri ke dalam Kawasan Industri Makassar. Mendorong pembangunan fasilitas perkotaan secara vertikal dan kompak di pusat kota dan mengendalikan pembangunan perumahan horizontal. Menyiapkan dan menetapkan aturan pemintakatan (zoning regulation) untuk alokasi ruang setiap fungsi Kawasan Perkotaan Maminasata.

Sarana dan Prasarana

Membangun jaringan sarana dan prasarana penelitian bagi peningkatan produktivitas komoditas kakao. Mengembangkan fasilitas penyimpanan hasil komoditas perkebunan (kakao), pertanian (padi), dan perikanan. Membangun prasarana dan fasilitas perkotaan untuk mendukung fungsi PKN Makassar – Maros – Sungguminasa – Takalar sebagai pintu gerbang internasional dan perdagangan antarpulau berbasis industri pengolahan. Meningkatkan fungsi jaringan jalan Lintas Tengah Pulau Sulawesi dan membangun jalan bebas hambatan yang menghubungkan Maros – Mandai – Makassar, Makassar – Sungguminasa, Sungguminasa – Takalar, dan Maros – Pangkajene. Membangun terminal tipe A sebagai simpul jaringan jalan Lintas Tengah Pulau Sulawesi. Membangun jalur kereta api perkotaan yang menghubungkan PKN Kawasan Perkotaan Makassar – Maros – Sungguminasa – Takalar dengan Bandar Udara Sultan Hasanuddin. Membangun Stasiun Skala Besar sebagai simpul jaringan jalur kereta api Lintas Barat Pulau Sulawesi Bagian Selatan yang terintegrasi dengan jaringan jalan Lintas Tengah Pulau Sulawesi. Mengembangkan Pelabuhan Makassar yang berhadapan dengan ALKI II sebagai sebagai simpul koleksi dan distribusi Pulau Sulawesi Bagian Selatan menuju pasar nasional/inetrnasional. Mengembangkan Bandar Udara Hasanuddin sebagai bandar udara pusat penyebaran primer. Mengembangkan Jaringan Transmisi Sulawesi Selatan sebagai bagian dari Jaringan Transmisi Pulau Sulawesi Bagian Selatan dalam melayani pengembangan Kawasan Mamminasata dan Sekitarnya, Kawasan Bulukumba – Watampone, Kawasan Andalan Laut Makassar dan Sekitarnya, dan Kawasan Andalan Laut Kapoposang dan Sekitarnya; kawasan terisolasi, dan pulau-pulau kecil. Meningkatkan Jaringan Telekomunikasi Terestrial Pantai Barat Pulau Sulawesi untuk mendukung pengembangan kawasan andalan serta kegiatan ekonomi perkotaan berskala internasional dan nasional. Membangun prasrana air bersih yang bersumber dari yang bersumber dari WS Jeneberang, WS Walanae-Cenranae, dan WS Sadang. Meningkatkan kapasitas, kualitas, dan keterpaduan pelayanan sistem infrastruktur perkotaan (jalan, persampahan, air bersih, limbah, drainase, RTH) berskala regional. Meningkatkan prasarana dan sarana pelayanan jasa keuangan, pergudangan, dan pemerintahan yang mendukung kegiatan ekspor - impor. Membangun prasarana dan sarana konferensi internasional.

Sosial Budaya dan Kehidupan Beragama

(Dielaborasi dari sumber lain)

Hukum dan Aparatur

(Dielaborasi dari sumber lain)

IPTEK (Dielaborasi dari sumber lain) Politik,

Pertahanan, dan Keamanan

Meningkatkan kualitas pelayanan pemerintahan yang terkait dengan keimigrasian, kepabeanan, dan karantina yang melayani Sulawesi bagian Selatan, Tenggara, serta Indonesia bagian Timur lainnya.

PKN Kendari Jasa Pemerintahan, Perdagangan, Perkebunan, Perikanan Tangkap, dan Pariwisata

Ekonomi Membangun kawasan agorindustri, prasarana dan sarana pusat kegiatan industri dan jasa skala provinsi dalam melayani pengembangan perikanan yang berorientasi ekspor (Kawasan Andalan Laut Asera Lasolo), pariwisata bahari Wakatobi (Wangiwangi, Kaledupa, Tomea, Binongko), dan pengembangan pertambangan nikel (Kawasan Asesolo Kendari).

 

Data dan Informasi Pendukung Rancangan Buku III RPJMN 2010-2014 Berdimensi Kewilayahan   28 

SASARAN WILAYAH/RUANG

(5 TAHUN PERTAMA)

KEGIATAN UTAMA

KELOMPOK BIDANG PROGRAM POKOK

SDA dan Lingkungan Hidup

(Dielaborasi dari sumber lain)

Penataan Ruang dan Pertanahan

Menyiapkan dan menetapkan aturan pemintakatan (zoning regulation) untuk alokasi ruang setiap fungsi Kota Kendari.

Sarana dan Prasarana

Meningkatkan fungsi jaringan jalan Lintas Tengah dan Lintas Timur Pulau Sulawesi. Membangun Terminal Tipe A sebagai simpul jaringan jalan Lintas Tengah dan Lintas Timur Pulau Sulawesi. Meningkatkan fungsi jaringan jalan arteri primer yang menghubungkan PKN Kendari – Bandar Udara Wolter Mongonsidi. Membangun jalur kereta api Lintas Barat Pulau Sulawesi Bagian Selatan yang terintegrasi dengan jaringan jalan Lintas Tengah Pulau Sulawesi dalam melayani pengembangan Kawasan Andalan Asesolo Kendari dan Kawasan Andalan Laut Asera Lasolo, kawaasan terisolasi, dan pulau-pulau kecil. Membangun stasiun skala besar sebagai simpul jalur kereta api Lintas Barat Pulau Sulawesi Bagian Selatan. Meningkatkan fungsi lintas penyeberangan sabuk tengah yang menghubungkan Kendari – Luwuk – Sanana – Namlea – Ambon – Fakfak. Membangun pelabuhan penyeberangan sebagai simpul lintas penyeberangan sabuk tengah yang menghubungkan Kendari – Luwuk. Membangun prasarana dan sarana untuk mempercepat pengembangan Pelabuhan Kendari sebagai Pelabuhan Nasional. Memantapkan Bandar Udara Wolter Mongonsidi sebagai bandar udara pusat penyebaran sekunder. Meningkatkan fungsi Jaringan Transmisi Sulawesi Tenggara sebagai bagian dari Jaringan Transmisi Pulau Sulawesi Bagian Selatan dalam melayani pengembangan Kawasan Andalan Asesolo Kendari dan Kawasan Andalan Laut Asera Lasolo, kawasan terisolasi, dan pulau-pulau kecil. Meningkatkan Jaringan Telekomunikasi Terestrial Wilayah Tengah Pulau Sulawesi untuk mendukung pengembangan kawasan andalan serta kegiatan ekonomi perkotaan berskala internsional dan nasional. Meningkatkan kapasitas, kualitas, dan keterpaduan pelayanan sistem infrastruktur perkotaan (jalan, persampahan, air bersih, limbah, drainase, RTH) berskala regional. Membangun jaringa air bersih yang bersumber dari jaringan air baku dari WS Lasolo-Sampara (DAS Lasolo dan DAS Sampara). Membangun prasarana dan sarana konferensi internasional.

Sosial Budaya dan Kehidupan Beragama

(Dielaborasi dari sumber lain)

Hukum dan Aparatur

(Dielaborasi dari sumber lain)

IPTEK (Dielaborasi dari sumber lain) Politik,

Pertahanan, dan Keamanan

(Dielaborasi dari sumber lain)

PKW Tomohon Agroindustri, Perkebunan, dan Pariwisata

Ekonomi Membangun kawasan agroindustri dan jasa skala provinsi untuk melayani pengembangan sektor perkebunan dan pariwisata (Kawasan Andalan Dumoga – Kotamobagu dan Sekitarnya).

SDA dan Lingkungan Hidup

(Dielaborasi dari sumber lain)

Penataan Ruang dan Pertanahan

Menyiapkan dan menetapkan aturan pemintakatan (zoning regulation) untuk alokasi ruang setiap fungsi Kota Tomohon.

Sarana dan Prasarana

Membangun prasarana dan sarana perkotaan sebagai kota transit yang menghubungkan Kawasan Perkotaan Manado – Bitung dengan Gorontalo. Meningkatkan fungsi jaringan jalan pengumpan Pulau Sulawesi dan membangun jalan bebas hambatan yang menghubungkan Tomohon – Manado dan Tomohon - Amurang Membangun Terminal Tipe B sebagai simpul jaringan jalan pengumpan Pulau Sulawesi. Meningkatkan fungsi Jaringan Transmisi Listrik Sulawesi Utara sebagai bagian dari Jaringan Trasmisi Pulau Sulawesi Bagian Utara dalam melayani pengembangan Kawasan Andalan Dumoga – Kotamobagu dan Sekitarnya, kawasan terisolasi, dan pulau-pulau kecil Meningkatkan fungsi Jaringan Terestrial Wilayah Utara Pulau Sulawesi dalam melayani pengembangan kawasan andalan serta kegiatan ekonomi perkotaan

 

Data dan Informasi Pendukung Rancangan Buku III RPJMN 2010-2014 Berdimensi Kewilayahan   29 

SASARAN WILAYAH/RUANG

(5 TAHUN PERTAMA)

KEGIATAN UTAMA

KELOMPOK BIDANG PROGRAM POKOK

berskala internasional dan nasional Membangun prasarana air bersih yang bersumber dari jaringan air baku dari WS Tondano-Likupang. Meningkatkan kapasitas, kualitas, dan keterpaduan pelayanan sistem infrastruktur perkotaan (jalan, persampahan, air bersih, limbah, drainase, RTH) berskala regional Sulawesi Utara yang melayani antarkabupaten. Membangun jaringan prasarana dan sarana kawasan perkotaan berbasis mitigasi bencana gunung berapi (escape route).

Sosial Budaya dan Kehidupan Beragama

(Dielaborasi dari sumber lain)

Hukum dan Aparatur

(Dielaborasi dari sumber lain)

IPTEK (Dielaborasi dari sumber lain) Politik,

Pertahanan, dan Keamanan

(Dielaborasi dari sumber lain)

PKW Kotamobagu Industri Pengolahan, Perkebunan, Pertanian.

Ekonomi Membangun kawasan industri dan jasa untuk melayani pengembangan pertanian tanaman pangan padi (Kawasan Andalan Dumoga-Kotamobagu).

SDA dan Lingkungan Hidup

(Dielaborasi dari sumber lain)

Penataan Ruang dan Pertanahan

Menyiapkan dan menetapkan aturan pemintakatan (zoning regulation) untuk alokasi ruang setiap fungsi Kota Kotamobagu.

Sarana dan Prasarana

Meningkatkan fungsi Jaringan Jalan Pengumpan Pulau Sulawesi. Membangun Terminal Tipe B sebagai simpul Jaringan Jalan Pengumpan Pulau Sulawesi. Meningkatkan Jaringan Transmisi Listrik Sulawesi Bagian Utara (sistem Sulawesi Utara) dalam melayani pengembangan Kawasan Andalan Dumoga – Kotamobagu dan Sekitarnya, kawasan terisolasi, dan pulau-pulau kecil. Meningkatkan Jaringan Telekomunikasi Terestrial Wilayah Utara Pulau Sulawesi untuk mendukung pengembangan kawasan andalan serta kegiatan ekonomi perkotaan berskala nasional. Membangun prasarana air bersih yang bersumber dari jaringan air baku dari WS Dumoga-Sangkup. Meningkatkan kapasitas, kualitas, dan keterpaduan pelayanan sistem infrastruktur perkotaan (jalan, persampahan, air bersih, limbah, drainase, RTH) berskala regional Sulawesi Utara yang melayani antarkabupaten. Membangun jaringan prasarana dan sarana kawasan perkotaan berbasis mitigasi bencana gunung berapi (escape route).

Sosial Budaya dan Kehidupan Beragama

(Dielaborasi dari sumber lain)

Hukum dan Aparatur

(Dielaborasi dari sumber lain)

IPTEK (Dielaborasi dari sumber lain) Politik,

Pertahanan, dan Keamanan

(Dielaborasi dari sumber lain)

PKW Toli-toli Perkebunan, Pertanian, Kehutanan dan Jasa Pelabuhan.

Ekonomi Membangun kawasan agroindustri dan jasa untuk mendorong PKW ToliToli sebagai pusat pengembangan pertanian tamanan pangan padi (Kawasan Toli-Toli dan Sekitarnya) serta pengembangan sektor perkebunan dan kehutanan. Membangun fasiltas pengolahan dan pemroses hasil huan produksi tebatas, antara lain, meliputi logging dan sawmill.

SDA dan Lingkungan Hidup

(Dielaborasi dari sumber lain)

Penataan Ruang dan Pertanahan

Menyiapkan dan menetapkan aturan pemintakatan (zoning regulation) untuk alokasi ruang setiap fungsi Kota Toli-toli.

Sarana dan Prasarana

Meningkatkan fungsi jaringan jalan Lintas Barat Pulau Sulawesi. Membangun Terminal Tipe B sebagai simpul jaringan jalan Lintas Barat Pulau Sulawesi. Meningkatkan fungsi jaringan jalan arteri primer yang menghubungkan PKW Toli-Toli dengan Pelabuhan Toli-Toli. Meningkatkan fungsi lintas penyeberangan sauk tengah yang menghubungkan

 

Data dan Informasi Pendukung Rancangan Buku III RPJMN 2010-2014 Berdimensi Kewilayahan   30 

SASARAN WILAYAH/RUANG

(5 TAHUN PERTAMA)

KEGIATAN UTAMA

KELOMPOK BIDANG PROGRAM POKOK

Toli-Toli – Tarakan. Membangun pelabuhan penyeberangan sebagai simpul lintas penyeberangan sabuk tengah Toli-Toli-Tarakan. Mengembangkan Jaringan Transmisi Sistem Sulawesi Tengah sebagai bagian dari Jaringan Transmisi Listrik Sulawesi Bagian Utara untuk melayani PKW Toli-Toli sebagai pusat pengembangan Kawasan Andalan Toli-Toli dan Sekitarnya, kawasan terisolasi, pulau-pulau kecil terluar (Pulau Lingian, Pulau Salando, dan Pulau Dolangan) dan pulau-pulau kecil. Meningkatkan Jaringan Telekomunikasi Terestrial Wilayah Utara Pulau Sulawesi untuk mendukung pengembangan kawasan andalan serta kegiatan ekonomi perkotaan berskala internasional dan nasional. Mengembangkan kualitas pelayanan prasarana dan sarana perkotaan yang mendukung fungsi kota pelabuhan dan fungsi koleksi-distribusi hasil-hasil perkebunan, pertanian dan hortikultura, dan kehutanan. Meningkatkan kapasitas, kualitas, dan keterpaduan pelayanan sistem infrastruktur perkotaan (jalan, persampahan, air bersih, limbah, drainase, RTH) berskala regional Sulawesi Tengah yang melayani antarkabupaten, dan melestarikan atau mendorong pengembangan pulau-pulau kecil terluar. Membangun prasarana dan sarana sebagai pusat pengembangan Pulau Lingian, Pulau Salando, dan Pulau Dolangan yang dilakukan dengan pendekatan gugus pulau. Membangun jaringan prasarana dan sarana berbasis mitigasi bencana alam, terutama terhadap bencana bencana tanah longsor dan tsunami (escape route).

Sosial Budaya dan Kehidupan Beragama

(Dielaborasi dari sumber lain)

Hukum dan Aparatur

(Dielaborasi dari sumber lain)

IPTEK (Dielaborasi dari sumber lain) Politik,

Pertahanan, dan Keamanan

(Dielaborasi dari sumber lain)

PKW Jeneponto Pertanian, Perikanan, Perkebunan, dan Peternakan

Ekonomi Membangun prasarana dan sarana pusat kegiatan industri dan jasa untuk melayani pengembangan perikanan dan pariwisata bahari (Kawasan Andalan Laut Kapoposang dan Sekitarnya), pertanian tamanan pangan padi (Kawasan Maminasata dan Sekitarnya).

SDA dan Lingkungan Hidup

(Dielaborasi dari sumber lain)

Penataan Ruang dan Pertanahan

Menyiapkan dan menetapkan aturan pemintakatan (zoning regulation) untuk alokasi ruang setiap fungsi Kota Jeneponto.

Sarana dan Prasarana

Meningkatkan fungsi Jaringan Jalan Lintas Tengah Pulau Sulawesi. Membangun Terminal Tipe B sebagai Jaringan Jalan Lintas Tengah Pulau Sulawesi. Meningkatkan fungsi Jaringan Transmisi Sulawesi Selatan sebagai bagian dari Jaringan Transmisi Pulau Sulawesi Bagian Selatan untuk melayani pengembangan Kawasan Maminasata dan Sekitarnya dan Kawasan Andalan Laut Kapoposang dan Sekitarnya; kawasan terisolasi; dan pulau-pulau kecil. Meningkatkan Jaringan Telekomunikasi Terestrial Pantai Barat Pulau Sulawesi untuk mendukung pengembangan kawasan andalan serta kegiatan ekonomi perkotaan berskala nasional. Membangun jaringan air bersih yang bersumber dari jaringan air baku yang bersumber dari WS Jeneberang (DAS Jeneponto). Mengembangkan jaringan transportasi penyeberangan Jeneponto – Pulau Selayar untuk melayani distribusi pangan ke Kawasan Timur Indonesia.

Sosial Budaya dan Kehidupan Beragama

(Dielaborasi dari sumber lain)

Hukum dan Aparatur

(Dielaborasi dari sumber lain)

IPTEK (Dielaborasi dari sumber lain) Politik,

Pertahanan, dan Keamanan

(Dielaborasi dari sumber lain)

PKW Palopo Perdagangan, Perikanan, Pertanian, dan Perkebunan

Ekonomi Membangun kawasan industri dan jasa untuk mendukung pengembangan perkebunan kakao (Kawasan Palopo dan Sekitarnya), perikanan dan pariwisata bahari (Kawasan Andalan Laut Teluk Bone dan Sekitarnya), serta pariwisata berbasis cagar budaya (Kawasan Tana Toraja).

 

Data dan Informasi Pendukung Rancangan Buku III RPJMN 2010-2014 Berdimensi Kewilayahan   31 

SASARAN WILAYAH/RUANG

(5 TAHUN PERTAMA)

KEGIATAN UTAMA

KELOMPOK BIDANG PROGRAM POKOK

Mengembangkan fasilitas penyimpanan produk-produk industri kakao. SDA dan

Lingkungan Hidup

(Dielaborasi dari sumber lain)

Penataan Ruang dan Pertanahan

Menyiapkan dan menetapkan aturan pemintakatan (zoning regulation) untuk alokasi ruang setiap fungsi Kota Palopo.

Sarana dan Prasarana

Meningkatkan fungsi jaringan jalan Lintas Tengah Pulau Sulawesi dan membangun jalan bebas hambatan yang menghubungkan Palopo – Tindantana dan Palopo – Pare-Pare Membangun Terminal Tipe B sebagai simpul jaringan jalan Lintas Tengah Pulau Sulawesi. Meningkatkan fungsi jaringan jalur kereta api Lintas Barat Pulau Sulawesi Bagian Barat yang terintegrasi dengan jaringan jalan Lintas Tengah Pulau Sulawesi dalam melayani pengembangan Kawasan Palopo dan Sekitarnya dan Kawasan Andalan Laut Teluk Bone dan Sekitarnya. Membangun Stasiun Skala Menengah sebagai simpul jaringan jalur kereta api Lintas Barat Pulau Sulawesi Bagian Barat. Meningkatkan fungsi Jaringan Transmisi Sulawesi Selatan sebagai bagai dari Jaringan Transmisi Pulau Sulawesi Bagian Selatan dalam melayani pengembangan Kawasan Andalan Palopo dan Sekitarnya, Kawasan Andalan Laut Teluk Bone dan Sekitarnya, kawasan terisolasi, dan pulau-pulau kecil. Meningkatkan Jaringan Telekomunikasi Terestrial Wilayah Tengah Sulawesi untuk mendukung pengembangan kawasan andalan serta kegiatan ekonomi perkotaan berskala internasional dan nasional. Mengembangkan kualitas pelayanan prasarana dan sarana perkotaan yang mendukung fungsi kota yang berbasis perdagangan, perkebunan, dan pertanian. Membangun jaringan prasarana dan sarana kawasan perkotaan berbasis mitigasi bencana alam gempa bumi dan dampak pemanasan global (escape route). Membangun bendungan untuk mendukung pengembangan sentra pertanian tanaman pangan.

Sosial Budaya dan Kehidupan Beragama

(Dielaborasi dari sumber lain)

Hukum dan Aparatur

(Dielaborasi dari sumber lain)

IPTEK (Dielaborasi dari sumber lain) Politik,

Pertahanan, dan Keamanan

(Dielaborasi dari sumber lain)

PKW Pare-pare Perikanan, Kehutanan, Pertanian, Pariwisata, Industri Pengolahan Migas, dan Perdagangan

Ekonomi Membangun kawasan industri dan jasa untuk mendukung pengembangan sektor perikanan serta pertanian dan perkebunan berbasis agroindustri (Kawasan Pare-Pare dan Sekitarnya).

SDA dan Lingkungan Hidup

(Dielaborasi dari sumber lain)

Penataan Ruang dan Pertanahan

Menyiapkan dan menetapkan aturan pemintakatan (zoning regulation) untuk alokasi ruang setiap fungsi Kota Parepare.

Sarana dan Prasarana

Membangun prasarana dan sarana pusat pertambangan minyak dan gas bumi. Meningkatkan fungsi jaringan jalan Lintas Barat Pulau Sulawesi dan membangun jalan beabs hambatan yang menghubungkan Palopo – Pare-Pare dan Pare-Pare – Pangkajene. Membangun Terminal Tipe B sebagai simpul jaringan jalan Lintas Barat Pulau Sulawesi. Meningkatkan fungsi jaringan jalan arteri primer yang menghubungkan PKW Pare-Pare – Pelabuhan Pare-Pare. Mengembangkan jaringan jalur kereta api Lintas Barat Pulau Sulawesi Bagian Selatan yang terintgerasi dengan jaringan jalan Lintas Barat Pulau Sulawesi dalam melayani pengembangan Kawasan Pare-Pare dan Sekitarnya. Membangun Stasiun Skala Menengah sebagai simpul jaringan jalur kereta api Lintas Barat Pulau Sulawesi. Mengembangkan pelabuhan perikanan tangkap untuk meningkatkan nilai

 

Data dan Informasi Pendukung Rancangan Buku III RPJMN 2010-2014 Berdimensi Kewilayahan   32 

SASARAN WILAYAH/RUANG

(5 TAHUN PERTAMA)

KEGIATAN UTAMA

KELOMPOK BIDANG PROGRAM POKOK

tambah hasil produksi Selat Makassar. Mengembangkan Jaringan Transmisi Sulawesi Selatan sebagai bagian dari Jaringan Transmisi Pulau Sulawesi Bagian Selatan yang melayani pengembangan Kawasan Andalan Pare-Pare dan Sekitarnya, kawasan terisolasi, dan pulau-pulau kecil. Meningkatkan Jaringan Telekomunikasi Terestrial Pantai Barat Pulau Sulawesi untuk mendukung pengembangan Kawasan Pare-Pare serta kegiatan ekonomi perkotaan berskala internasional dan nasional. Meningkatkan kapasitas, kualitas, dan keterpaduan pelayanan sistem infrastruktur perkotaan (jalan, persampahan, air bersih, limbah, drainase, RTH) berskala regional Sulawesi Barat yang melayani antarkabupaten.

Sosial Budaya dan Kehidupan Beragama

(Dielaborasi dari sumber lain)

Hukum dan Aparatur

(Dielaborasi dari sumber lain)

IPTEK (Dielaborasi dari sumber lain) Politik,

Pertahanan, dan Keamanan

(Dielaborasi dari sumber lain)

PKW Mamuju Perdagangan, Perikanan, Pertanian, Perkebunan, dan Pariwisata

Ekonomi Membangun kawasan industri dan jasa skala provinsi untuk mendukung pengembangan pusat pertanian tanaman pangan padi (Kawasan Mamuju) dan pengembangan pariwisata berbasis cagar budaya (Kawasan Mamasa).

SDA dan Lingkungan Hidup

(Dielaborasi dari sumber lain)

Penataan Ruang dan Pertanahan

Menyiapkan dan menetapkan aturan pemintakatan (zoning regulation) untuk alokasi ruang setiap fungsi Kota Mamuju.

Sarana dan Prasarana

Membangun prasarana dan sarana pusat industri pengolahan kakao, antara lain, meliputi: fasilitas penyimpanan produk industri kakao. Membangun prasarana dan sarana pusat pertambangan minyak dan gas bumi. Meningkatkan fungsi jaringan jalan Lintas Barat Pulau Sulawesi. Membangun Terminal Tipe B sebagai simpul jaringan jalan Lintas Barat Pulau Sulawesi. Meningkatkan fungsi jaringan jalan arteri primer yang menghubungkan PKW Mamuju dengan Pelabuhan Belang-Belang dan Bandar Udara Tampa Padang. Mengembangkan jaringan jalur kereta api Lintas Barat Pulau Sulawesi yang terintegrasi dengan jalan Lintas Barat Pulau Sulawesi dalam melayani pengembangan Kawasan Mamuju. Membangun Stasiun Skala Menengah sebagai simpul jaringan jalur kereta api Lintas Barat Pulau Sulawesi. Meningkatkan fungsi lintas penyeberangan yang menghubungkan Sulawesi Barat – Kalimantan Timur : Mamuju – Balikpapan. Mengembangkan fungsi Pelabuhan Belang – Belang sebagai Pelabuhan Nasional. Memantapkan fungsi Bandar Udara Tempa Padang sebagai bandar udara pusat penyebaran tersier. Mengembangkan Jaringan Transmisi Sulawesi Barat sebagai bagian dari Jaringan Transmisi Pulau Sulawesi Bagian Selatan dalam melayani pengembangan Kawasan Mamuju dan Sekitarnya, kawasan terisolasi, dan pulau-pualu kecil. Meningkatkan Jaringan Telekomunikasi Terestrial Pantai Barat Pulau Sulawesi untuk mendukung pengembangan kawasan andalan serta kegiatan ekonomi perkotaan berskala internasional dan nasional. Membangun prasarana air bersih yang bersumber dari jaringan air baku dari WS Kaluku-Karama. Mengembangkan kualitas pelayanan prasarana dan sarana perkotaan yang mendukung fungsi kota tepi air, dan industri pengolahan, khususnya hasil-hasil pertanian tanaman pangan dan perkebunan (kakao dan kopi). Meningkatkan kapasitas, kualitas, dan keterpaduan pelayanan sistem infrastruktur perkotaan (jalan, persampahan, air bersih, limbah, drainase, RTH) berskala regional Sulawesi Barat yang melayani antarkabupaten. Membangun jaringan prasarana dan sarana berbasis mitigasi dan adaptasi bencana alam, terutama terhadap bencana gempa bumi dan tsunami (escape route).

Sosial Budaya dan (Dielaborasi dari sumber lain)

 

Data dan Informasi Pendukung Rancangan Buku III RPJMN 2010-2014 Berdimensi Kewilayahan   33 

SASARAN WILAYAH/RUANG

(5 TAHUN PERTAMA)

KEGIATAN UTAMA

KELOMPOK BIDANG PROGRAM POKOK

Kehidupan Beragama

Hukum dan Aparatur

(Dielaborasi dari sumber lain)

IPTEK (Dielaborasi dari sumber lain) Politik,

Pertahanan, dan Keamanan

(Dielaborasi dari sumber lain)

PKW Majene Perikanan, Pertanian, Perkebunan, Pariwisata, dan Perdagangan

Ekonomi Membangun kawasan agroindustri dan jasa skala provinsi dalam melayani pengembangan pertanian tanaman pangan padi (Kawasan Mamuju dan Sekitarnya) dan sektor perkebunan dan pariwisata.

SDA dan Lingkungan Hidup

(Dielaborasi dari sumber lain)

Penataan Ruang dan Pertanahan

Menyiapkan dan menetapkan aturan pemintakatan (zoning regulation) untuk alokasi ruang setiap fungsi Kota Majene.

Sarana dan Prasarana

Meningkatkan fungsi jaringan jalan Lintas Barat Pulau Sulawesi. Membangun Terminal Tipe B sebagai simpul jaringan jalan Lintas Barat Pulau Sulawesi. Mengembangkan Jaringan Transmisi Sulawesi Barat sebagai bagian dari Jaringan Transmisi Pulau Sulawesi Bagian Selatan dalam melayani pengembangan Kawasan Mamuju dan Sekitarnya, kawasan terisolasi, dan pulau-pualu kecil. Meningkatkan Jaringan Telekomunikasi Terestrial Pantai Barat Pulau Sulawesi untuk mendukung pengembangan kawasan andalan serta kegiatan ekonomi perkotaan berskala nasional. Meningkatkan kapasitas, kualitas, dan keterpaduan pelayanan sistem infrastruktur perkotaan (jalan, persampahan, air bersih, limbah, drainase, RTH) berskala regional Sulawesi Barat yang melayani antarkabupaten. Membangun jaringan prasarana dan sarana berbasis mitigasi dan adaptasi bencana alam, terutama terhadap bencana gempa bumi dan tsunami (escape route).

Sosial Budaya dan Kehidupan Beragama

(Dielaborasi dari sumber lain)

Hukum dan Aparatur

(Dielaborasi dari sumber lain)

IPTEK (Dielaborasi dari sumber lain) Politik,

Pertahanan, dan Keamanan

(Dielaborasi dari sumber lain)

PKW Bau-bau Pariwisata, Pertambangan, dan Industri Pengolahan

Ekonomi Membangun prasarana dan sarana pusat kegiatan industri dan jasa skala provinsi dalam melayani pengembangan pertambangan aspal (Kawasan Andalan Kopalimu – Patikala – Muna – Buton) dan pariwisata bahari nasional Wakatobi (Wangi-wani, Kaledupa, Tomea, Binonko). Membangun prasarana dan sarana industri pengolahan pertambangan aspal dengan prinsip keberlanjutan. Meningkatkan volume perdagangan antar-pulau dengan kota-kota mitra seperti Ambon, Makassar dan Reo di Nusa Tenggara Timur.

SDA dan Lingkungan Hidup

(Dielaborasi dari sumber lain)

Penataan Ruang dan Pertanahan

Menyiapkan dan menetapkan aturan pemintakatan (zoning regulation) untuk alokasi ruang setiap fungsi Kota Bau-bau.

Sarana dan Prasarana

Meningkatkan fungsi jaringan Jalan Lingkar Pulau Buton yang menghubungkan Labuan-Pare-Bau-Bau Membangun prasarana dan sarana untuk mempercepat Pelabuhan Bau-Bau sebagai Pelabuhan Nasional. Meningkatkan fungsi Jaringan Transmisi Pulau Buton. Meningkatkan fungsi jaringan terestrial Pulau Buton. Mengembangkan kualitas pelayanan prasarana dan sarana kota yang mendukung fungsi kota yang berbasis perkebunan, perikanan, serta pariwisata bahari dan ekowisata. Meningkatkan sarana kualitas perhubungan laut dan udara yang menunjang pertumbuhan kegiatan perikanan, pariwisata bahari-ekowisata, dan konservasi alam (khususnya TN Laut Wakatobi).

 

Data dan Informasi Pendukung Rancangan Buku III RPJMN 2010-2014 Berdimensi Kewilayahan   34 

SASARAN WILAYAH/RUANG

(5 TAHUN PERTAMA)

KEGIATAN UTAMA

KELOMPOK BIDANG PROGRAM POKOK

Sosial Budaya dan Kehidupan Beragama

(Dielaborasi dari sumber lain)

Hukum dan Aparatur

(Dielaborasi dari sumber lain)

IPTEK (Dielaborasi dari sumber lain) Politik,

Pertahanan, dan Keamanan

(Dielaborasi dari sumber lain)

PKSN Tahuna Pelayanan pemeriksaan lintas batas negara, pusat perdagangan-jasa lintas batas

Ekonomi (Dielaborasi dari sumber lain)

SDA dan Lingkungan Hidup

(Dielaborasi dari sumber lain)

Penataan Ruang dan Pertanahan

Membangun dan menata pusat promosi dan perdagangan yang mencerminkan sebagai beranda depan negara. Mengalokasikan ruang untuk fungsi pertahanan. Menyiapkan dan menetapkan aturan pemintakatan (zoning regulation) untuk alokasi ruang setiap fungsi Kota Tahuna.

Sarana dan Prasarana

Meningkatkan dan melengkapi fasilitas dan kelengkapan Pelayanan Pemeriksaan Lintas Batas (PPLB). Meningkatkan aksesibilitas melalui peningkatan kualitas jalan di Pulau Sangihe Besar, serta pembangunan pelabuhan penyeberangan antarnegara yang menghubungkan Tahuna – Davao. Meningkatkan pelayanan sistem infrastruktur perkotaan (jalan, persampahan, air bersih, limbah, drainase, RTH, listrik, telekomunikasi) berskala regional, yang dapat melestarikan atau mendorong pengembangan pulau-pulau kecil terluar. Membangun jaringan prasarana dan sarana kawasan perkotaan berbasis mitigasi bencana alam gempa bumi, gunung berapi, tsunami, dan dampak pemanasan global.

Sosial Budaya dan Kehidupan Beragama

(Dielaborasi dari sumber lain)

Hukum dan Aparatur

(Dielaborasi dari sumber lain)

IPTEK (Dielaborasi dari sumber lain) Politik,

Pertahanan, dan Keamanan

(Dielaborasi dari sumber lain)

PKSN Melonguane Administrasi pelintas batas negara, perdagangan-jasa dan transhipment point

Ekonomi (Dielaborasi dari sumber lain)

SDA dan Lingkungan Hidup

(Dielaborasi dari sumber lain)

Penataan Ruang dan Pertanahan

Membangun dan menata pusat promosi dan perdagangan yang mencerminkan sebagai beranda depan negara. Mengalokasikan ruang untuk fungsi pertahanan. Menyiapkan dan menetapkan aturan pemintakatan (zoning regulation) untuk alokasi ruang setiap fungsi Kota Melonguane.

Sarana dan Prasarana

Meningkatkan aksesibilitas melalui peningkatan kualitas jalan di Pulau Karangetang. Modernisasi dan melengkapi fasilitas dan kelengkapan Pelayanan Pemeriksaan Lintas Batas (PPLB). Meningkatkan pelayanan sistem infrastruktur perkotaan (jalan, persampahan, air bersih, limbah, drainase, RTH, listrik, telekomunikasi) berskala regional, yang dapat melestarikan atau mendorong pengembangan pulau-pulau kecil terluar. Membangun jaringan prasarana dan sarana kawasan perkotaan berbasis

 

Data dan Informasi Pendukung Rancangan Buku III RPJMN 2010-2014 Berdimensi Kewilayahan   35 

SASARAN WILAYAH/RUANG

(5 TAHUN PERTAMA)

KEGIATAN UTAMA

KELOMPOK BIDANG PROGRAM POKOK

mitigasi bencana alam gempa bumi, gunung berapi, tsunami, dan dampak pemanasan global

Sosial Budaya dan Kehidupan Beragama

(Dielaborasi dari sumber lain)

Hukum dan Aparatur

(Dielaborasi dari sumber lain)

IPTEK (Dielaborasi dari sumber lain) Politik,

Pertahanan, dan Keamanan

(Dielaborasi dari sumber lain)

 

Kawasan Strategis Nasional: Kawasan strategis nasional dari sudut kepentingan pertahanan dan keamanan di Kawasan Perbatasan Laut RI termasuk 18 pulau kecil terluar (Pulau Sebatik, Gosong Makasar, Maratua, Sambit, Lingian, Salando, Dolangan, Bangkit, Mantewaru, Makalehi, Kawalusu, Kawio, Marore, Batu Bawaikang, Miangas, Marampit, Intata, dan Kakarutan) dengan negara Malaysia dan Philipina (Provinsi Kalimantan Timur, Sulawesi Tengah dan Sulawesi Utara;

pertahanan dan keamanan

Ekonomi (Dielaborasi dari sumber lain)

SDA dan Lingkungan Hidup

(Dielaborasi dari sumber lain)

Penataan Ruang dan Pertanahan

(Dielaborasi dari sumber lain)

Sarana dan Prasarana

mengembangkan prasarana penanda wilayah kedaulatan NKRI membangun fasilitas mercu suar sebagai sarana navigasi pelayaran di Pulau Bangkit, Pulau Kawio, Pulau Marampit, Pulau Intata, Pulau Kakarutan, Pulau Lingian, Pulau Salando, dan Pulau Dolangan; mengembangkan dermaga dan sarana transportasi untuk melayani transportasi penyeberangan di Pulau Manterawu, Pulau Makelahi, Pulau Kawalusu, Pulau Kawio, Pulau Marore, Pulau Miangas, Pulau Marampit, Pulau Kakarutan, dan Pulau Lingian; mendorong pengembangan pembangkit listrik tenaga surya, pembangkit listrik tenaga angin, dan pembangkit tenaga listrik mikro hidro untuk memenuhi kebutuhan listrik di Pulau Manterawu, Pulau Makelahi, Pulau Kawalusu, Pulau Kawio, Pulau Marore, Pulau Miangas, Pulau Marampit, Pulau Kakarutan, dan Pulau Lingian; membangun embung untuk memenuhi kebutuhan air baku di Pulau Manterawu, Pulau Makelahi, Pulau Kawalusu, Pulau Kawio, Pulau Marore, Pulau Miangas, Pulau Marampit, Pulau Kakarutan, dan Pulau Lingian.

Sosial Budaya dan Kehidupan Beragama

(Dielaborasi dari sumber lain)

Hukum dan Aparatur

(Dielaborasi dari sumber lain)

IPTEK (Dielaborasi dari sumber lain) Politik,

Pertahanan, dan Keamanan

mempertahankan eksistensi 14 (empat belas) pulau-pulau kecil terluar sebagai Titik Dasar Garis Pangkal Kepulauan Indonesia

Kawasan Pengembangan Ekonomi Terpadu Manado – Bitung

ekonomi Perencanaan kawasan strategis nasional diatur dalam Peraturan Presiden tersendiri.

Kawasan Pengembangan Ekonomi Terpadu Batui

ekonomi Perencanaan kawasan strategis nasional diatur dalam Peraturan Presiden tersendiri.

Kawasan Perkotaan Makassar – Maros – Sungguminasa - Takalar (Mamminasata)

ekonomi Perencanaan kawasan strategis nasional diatur dalam Peraturan Presiden tersendiri.

Kawasan Pengembangan Ekonomi Terpadu Parepare

ekonomi Perencanaan kawasan strategis nasional diatur dalam Peraturan Presiden tersendiri.

 

Data dan Informasi Pendukung Rancangan Buku III RPJMN 2010-2014 Berdimensi Kewilayahan   36 

Kawasan Pengembangan Ekonomi Terpadu Buton, Kolaka, dan Kendari

ekonomi Perencanaan kawasan strategis nasional diatur dalam Peraturan Presiden tersendiri.

Kawasan Stasiun Bumi Sumber Alam Parepare pendayagunaan sumber daya alam dan/atau teknologi tinggi

Perencanaan kawasan strategis nasional diatur dalam Peraturan Presiden tersendiri.

Kawasan Soroako dan Sekitarnya pendayagunaan sumber daya alam dan/atau teknologi tinggi

Perencanaan kawasan strategis nasional diatur dalam Peraturan Presiden tersendiri.

Kawasan Konservasi dan Wisata Daerah Aliran Sungai Tondano

pelestarian fungsi dan daya dukung lingkungan hidup

Perencanaan kawasan strategis nasional diatur dalam Peraturan Presiden tersendiri.

Kawasan Kritis Lingkungan Balingara pelestarian fungsi dan daya dukung lingkungan hidup

Perencanaan kawasan strategis nasional diatur dalam Peraturan Presiden tersendiri.

Kawasan Kritis Lingkungan Buol-Lambunu pelestarian fungsi dan daya dukung lingkungan hidup

Perencanaan kawasan strategis nasional diatur dalam Peraturan Presiden tersendiri.

Kawasan Taman Nasional Rawa Aopa - Watumohai dan Rawa Tinondo

pelestarian fungsi dan daya dukung lingkungan hidup

Perencanaan kawasan strategis nasional diatur dalam Peraturan Presiden tersendiri.

Kawasan Poso dan Sekitarnya sosial dan budaya

Perencanaan kawasan strategis nasional diatur dalam Peraturan Presiden tersendiri.

Kawasan Toraja dan Sekitarnya sosial dan budaya

Perencanaan kawasan strategis nasional diatur dalam Peraturan Presiden tersendiri.

Data dan Informasi Pendukung Rancangan Buku III RPJMN 2010-2014 Berdimensi Kewilayahan 1

Bagian V VISI MISI SBY – BOEDIONO

5.1. Perspektif Masa Depan Indonesia Jangka Menengah dan Panjang

Dalam kurun waktu lima tahun mendatang (2010-2014), tantangan pembangunan tidaklah semakin ringan. Ada beberapa tantangan yang kita hadapi untuk mencapai perwujudan masyarakat Indonesia yang sejahtera di tengah persaingan global yang meningkat.

Pertama, capaian laju pertumbuhan ekonomi sekitar 6% selama periode 2004-2008, belum cukup untuk mewujudkan tujuan masyarakat Indonesia yang sejahtera. Akan banyak masyarakat Indonesia yang tertinggal dan tidak dapat menikmati buah dari pertumbuhan ekonomi, jika laju pertumbuhan hanya mencapai 6% per tahun. Teknologi yang makin maju telah mengurangi kandungan tenaga kerja dalam kegiatan produksi. Jumlah tenaga kerja yang tercipta per 1 persen pertumbuhan ekonomi di masa kini, lebih kecil dibandingkan periode 10 tahun lalu. Oleh karena itu, untuk menciptakan pembangunan yang inklusif, pembangunan memerlukan percepatan pertumbuhan ekonomi menuju di atas 6,5 persen per tahun dalam lima tahun mendatang.

Kedua, percepatan pembangunan ekonomi juga dibutuhkan bukan hanya mengurangi jumlah penduduk di bawah garis kemiskinan tetapi juga memperkuat kapasitas keluarga Indonesia dalam menghadapi berbagai goncangan. Agenda pengurangan kemiskinan tidak sepenuhnya dapat mengandalkan pertumbuhan ekonomi, diperlukan berbagai intervensi yang efektif.

Ketiga, percepatan pertumbuhan ekonomi yang diinginkan adalah pertumbuhan ekonomi yang mengikutsertakan sebanyak mungkin penduduk Indonesia (inclusive growth). Pola pertumbuhan yang inklusif memerlukan intervensi pemerintah yang tepat untuk memastikan semua kelompok masyarakat memiliki kapasitas yang memadai dan akses yang sama terhadap kesempatan ekonomi yang muncul. Mengingat peningkatan kapasitas memerlukan waktu, dalam kurun waktu tertentu program afirmatif masih dimungkinkan sepanjang sasarannya jelas dan terarah. Kesenjangan memiliki banyak dimensi, selain pendapatan juga sumber daya alam dan manusia, infrastruktur dan yang lainnya, demikian juga keterkaitannya dengan bermacam-macam dikotomi seperti dikotomi jender, kota-desa, Jawa-Luar Jawa atau antar daerah. Masalah kesenjangan dalam berbagai dimensi masih merupakan agenda penting dalam pembangunan.

Keempat, pertumbuhan ekonomi tidak boleh merusak lingkungan hidup. Kerusakan lingkungan hidup akan menyebabkan pertumbuhan ekonomi menjadi tidak berkelanjutan. Pengelolaan lingkungan dan sumber daya alam yang tidak tepat akan menyebabkan sumber daya menyusut lebih cepat dan dengan mudah mengembalikan krisis pangan dan energi seperti yang terjadi tahun 2007/2008 yang lalu. Kerusakan lingkungan hidup menyebabkan biaya hidup meningkat yang pada gilirannya menurunkan kualitas hidup. Kerusakan lingkungan hidup diduga menjadi salah satu penyebab utama munculnya epidemik dan penyakit saluran pernapasan. Dimensi lingkungan hidup pun makin luas berkaitan dengan perubahan iklim yang mempunyai asosiasi kuat dengan kerusakan lingkungan hidup. Ancaman perubahan iklim ini bukan hanya meningkatkan kemungkinan terjadinya goncangan yang tidak terduga seperti bencana alam, tetapi juga dapat mengancam produktivitas dari sumber daya alam. Jika hal ini terjadi, maka krisis pangan pun dapat kembali setiap saat.

Kelima, pembangunan infrastruktur makin penting dilihat dari berbagai dimensi. Percepatan pertumbuhan ekonomi jelas membutuhkan tambahan kuantitas dan perbaikan kualitas infrastruktur. Revilitalisasi pertanian tidak mungkin berhasil tanpa infrastruktur yang memadai, mengingat biaya pemasaran makin dominan dalam struktur biaya akhir suatu komoditas pertanian. Keluarga miskin tidak akan mampu ikut dalam gelombang pertumbuhan ekonomi jika terisolasi akibat ketiadaan infrastruktur. Masalah lingkungan hidup seperti polusi air, udara dan tanah atau banjir di lingkungan perkotaan memiliki asosiasi yang kuat dengan ketiadaan infrastruktur. Walaupun pemerintah telah meningkatkan pengeluaran dalam bidang infrastruktur, kesenjangan infrastruktur masih terasa baik di tingkat nasional maupun antar daerah. Karena itu, pembangunan infrastruktur dasar harus menjadi prioritas pembangunan.

Keenam, sumber pertumbuhan ekonomi yang berkualitas dan berkelanjutan harus berasal dari peningkatan produktivitas. Peningkatan produktivitas sangat ditentukan oleh peningkatan kualitas Sumber Daya Manusia, utamanya dalam penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi. Sumber daya manusia, bukan hanya sebagai faktor

Data dan Informasi Pendukung Rancangan Buku III RPJMN 2010-2014 Berdimensi Kewilayahan 2

produksi melainkan ikut berfungsi mengkoordinasi faktor produksi lain dalam kegiatan ekonomi. Karenanya, peningkatan kualitas manusia Indonesia khususnya dalam penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi, menjadi faktor penentu penting dalam mencapai pembangunan yang inklusif dan berkelanjutan. Peningkatan sumber daya manusia di Indonesia dalam lima tahun ke depan harus terfokus pada peningkatan kualitas manusia Indonesia secara keseluruhan dan memperbaiki kesenjangan kualitas manusia, baik dilihat dari status golongan pendapatan, jender atau antar daerah. Hanya dengan intervensi pemerintah, kesenjangan kualitas sumber daya manusia dapat teratasi.

Ketujuh, keberhasilan proses pembangunan ekonomi tergantung pada kualitas birokrasi. Bukan rahasia lagi, kualitas birokrasi Indonesia jauh dari memadai khususnya untuk mengendalikan persaingan bangsa di pasar global. Ekonomi biaya tinggi yang terjadi hingga dewasa ini tidak terlepas dari rendahnya kualitas bikrokrasi. Oleh karena itu, keberhasilan reformasi birokrasi merupakan kunci utama yang membawa Indonesia dalam kancah persaingan di pasar global.

Kedelapan, kita telah memutuskan demokrasi sebagai dasar kita berbangsa. Pasangan yang kompatibel dengan demokrasi adalah desentralisasi. Kita telah menjalankan desentralisasi sejak hampir 10 tahun lalu. Proses transformasi sistem pemerintahan ini belum berjalan sempurna. Pemantapan proses desentralisasi merupakan agenda penting lainnya untuk memungkinkan kita mengambil manfaat yang optimal untuk memperkuat integritas dengan ekonomi global. Dewasa ini kita telah mengalami kemajuan dalam pelaksanaan demokrasi. Harus diakui, sebagian masih demokrasi prosedural. Masih banyak esensi demokrasi yang substansial yang belum mampu kita jalankan sepenuhnya.

Kesembilan, dalam sistem yang demokratis, hukum harus menjadi panglima. Penegakan hukum secara konsisten, termasuk pemberantasan korupsi, dapat memberikan rasa aman, adil dan kepastian berusaha. Banyak agenda perbaikan sistem hukum yang sudah kita benahi. Tetapi secara jujur harus diakui, fungsi hukum sebagai penuntun kita berkehidupan sehari-hari masih jauh dari harapan.

5.2. Misi Pembangunan Indonesia

Keberhasilan penyelenggaraan pembangunan yang telah menuai beragam hasil yang prestisius pada periode 2004-2009, tentu harus terus kita pelihara dan kita tumbuh kembangkan. Capaian dan prestasi pembangunan di periode 2004-2009 itu, pada hakekatnya adalah salah satu modal dasar ---main capital--- yang harus kita lanjutkan untuk meraih capaian dan prestasi pembangunan yang lebih baik lagi, di lima tahun yang akan datang (2009-2014). Pada periode 2009-2014 kita harus terus berupaya keras untuk mencapai perbaikan di bidang kesejahteraan rakyat, membangun keadilan, penerapan tata kelola pemerintahan yang baik, peningkatan kualitas demokrasi, serta menjaga kesatuan dan keamanan negara.

Indonesia telah memiliki Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional tahun 2005-2025 yang dituangkan dalam Undang-undang Nomor 17/2007. Visi Pembangunan Nasional Jangka Panjang adalah terwujudnya Indonesia yang Mandiri, Maju, Adil, dan Makmur. Upaya mencapai visi jangka panjang tersebut harus disusun secara sistematik dan berkesinambungan, terorganisir, dan dilaksanakan dengan penuh ketekunan, disiplin, dan kerja keras yang dinyatakan dalam rumusan misi dan sasaran .

Misi Pembangunan Indonesia 2009-2014 merupakan bagian awal dari proses menuju cita-cita tersebut. Dalam menjalankan misinya, Indonesia tidak dapat terlepas dari pengaruh kondisi regional dan pengaruh global. Krisis dan gejolak harga pangan dan energi serta krisis ekonomi global yang terjadi sejak awal 2008 hingga saat ini, telah mempengaruhi kondisi dunia. Seluruh ekonomi dunia mengalami kontraksi ekonomi pada tahun 2009, yang disebabkan rusaknya lembaga-lembaga keuangan dunia yang pada akhirnya akan mempengaruhi secara negatif kegiatan ekonomi riel dan perdagangan dunia. Pada akhirnya tingkat kesejahteraan masyarakat dunia akan mengalami penurunan, dan target penurunan kemiskinan global pada 2015 seperti yang tertuang dalam Millenium Development Goals (MDG) juga akan terhambat.

Meski pada tingkat pimpinan dunia terdapat inisiatif untuk mengatasi krisis global, antara lain, yang telah dilakukan oleh forum G-20, namun pemulihan ekonomi global masih akan memerlukan proses yang cukup panjang. Hal ini disebabkan perbaikan kembali sektor keuangan termasuk menyelesaikan toxic asset (yang merusak neraca keuangan bank) dan rekapitalisasinya, memperbaiki regulasi dan pengawasan sektor keuangan, melakukan program counter cyclical melalui stimulus fiskal, dan mencegah proteksionisme dengan terus menjaga arus perdagangan antara negara membutuhkan koordinasi yang rumit antar negara, selain juga melalui proses politik di masing-masing negara yang tidak mudah.

Data dan Informasi Pendukung Rancangan Buku III RPJMN 2010-2014 Berdimensi Kewilayahan 3

Sementara itu munculnya kesadaran kolektif global mengenai masalah perubahan iklim (climate change) juga akan mempengaruhi strategi pembangunan di semua negara. Setiap negara, baik yang sudah maju maupun yang sedang berkembang memiliki tanggung jawab yang sama, meskipun dengan peran serta cara yang berbeda-beda dalam mengatasi masalah perubahan iklim global. Wujud dari makin maraknya kesadaran kolektif global atas dampak dari fenomena perubahan iklim, adalah makin mengemukanya strategi pembangunan ekonomi yang harus menempatkan kesadaran akan daya dukung lingkungan alam pada prioritas yang tinggi. Bila hal tersebut tidak dilakukan, maka rangkaian bencana alam akibat ulah manusia dan dampak industrialisasi akan makin sering terjadi dan dapat membahayakan umat manusia sendiri.

Upaya Indonesia untuk memperbaiki kesejahteraan rakyat pada periode 2009-2014 masih akan dibayangi oleh kondisi krisis ekonomi global dan agenda perubahan iklim (climate change) tersebut. Indonesia memiliki potensi untuk mencapai pertumbuhan ekonomi rata-rata 6%-6,5% pada periode 2009-2014, dengan asumsi perekonomian global tidak akan mengalami pemburukan dalam periode 2010, dimana stabilitas sektor keuangan dunia sudah pulih, serta harga komoditas pangan dan energi menyesuaikan secara bertahap dan tidak mengalami gejolak tajam.

Indonesia memiliki potensi geografi yang strategis yang ditopang oleh sumber daya alam yang memadai, warisan luhur budaya yang kuat dan sumber daya manusia yang besar yang menerima pendidikan makin baik dari waktu ke waktu. Dalam lima belas tahun mendatang, komposisi penduduk usia produktif masih akan meningkat, yang berarti menjadi tantangan dan sekaligus kesempatan bagi Indonesia untuk melakukan investasi sumber daya manusia yang bermutu dan berkesinambungan untuk menciptakan bangsa yang memiliki daya saing yang makin tinggi.

Bangsa Indonesia saat ini menjadi model transisi demokrasi dunia – yang sebelumnya diragukan keberhasilannya akibat kompleksitas dan heterogenitasnya. Kita juga telah menjalankan proses desentralisasi sistem pemerintahan yang dari waktu ke waktu menunjukkan perkembangan yang menggembirakan. Demokrasi dan desentralisasi adalah suatu kombinasi yang kompatibel dan dapat menjadi kekuatan yang dahsyat dalam tatanan ekonomi dan politik global. Untuk mewujudkannya, diperlukan pemerintahan yang cakap (capable), amanah (trusted) dan tanggap terhadap kebutuhan rakyatnya. Pemerintahan yang demikian memerlukan pemimpin yang mampu memberikan contoh nyata dalam bentuk kehidupan yang bersih, taat hukum dan konstitusi, memiliki rasa empati kepada rakyat dan keteladanan dalam kehidupan. Pemimpin yang secara tekun dan konsisten terus membangun lembaga pemerintahan yang kompeten, bersih, dan dapat dipercaya melalui proses reformasi yang konsisten dan sungguh-sungguh.

Misi pembangunan 2009-2014 adalah rumusan dari usaha-usaha yang diperlukan untuk mencapai visi Indonesia 2014 yaitu terwujudnya Indonesia Sejahtera, Demokratis dan Berkeadilan, namun tidak dapat terlepas dari kondisi dan tantangan lingkungan global dan domestik pada kurun waktu 2009-2014 yang mempengaruhinya. Misi pemerintah dalam periode 2009-2014 diarahkan untuk mewujudkan Indonesia yang lebih sejahtera, aman dan damai dan meletakkan fondasi yang lebih kuat bagi Indonesia yang adil dan demokratis. Usaha-usaha Perwujudan visi Indonesia 2014 akan dijabarkan dalam misi pemerintah tahun 2009-2010 sebagai berikut.

1. Melanjutkan Pembangunan Menuju Indonesia yang Sejahtera

Pembukaan UUD 1945 secara tegas menyatakan bahwa Indonesia yang sejahtera merupakan tujuan akhir dari pembentukan negara Indonesia. Kesejahteraan rakyat tidak hanya diukur secara material tetapi juga secara rohani yang memungkinkan rakyat Indonesia menjadi manusia yang utuh dalam mengejar cita-cita ideal, dan berpartisipasi dalam proses pembangunan secara kreatif, inovatif, dan konstruktif.

Pembangunan menuju Indonesia yang sejahtera mengandung pengertian yang dalam dan luas, mencakup keadaan yang mencukupi dan memiliki kemampuan bertahan dalam mengatasi gejolak yang terjadi, baik dari luar maupun dari dalam. Ancaman krisis energi dan pangan yang terjadi pada periode 2005-2008 dimana harga-harga komoditas pangan dan energi mengalami gejolak naik dan turun secara amat tajam dan dalam kurun waktu yang sangat cepat, telah menyebabkan banyak rakyat kita merasa terancam kesejahteraanya karena meningkatnya harga pangan dan energi, meskipun pemerintah telah berupaya melindungi masyarakat melalui kebijakan subsidi pangan dan energi yang sangat besar. Dengan demikian, membangun dan mempertahankan ketahanan pangan (food security) dan ketahanan energi (energy security) secara berkelanjutan merupakan salah satu elemen penting dalam misi mencapai kesejahteraan rakyat Indonesia.

Sesuai dengan tantangan perubahan iklim yang semakin nyata maka pembangunan ekonomi Indonesia harus mengarusutamakan masalah lingkungan didalam strateginya melalui kebijakan adaptasi dan mitigasi. Kerusakan lingkungan hidup yang telah terjadi terus diperbaiki, melalui kebijakan antara lain: penghutanan kembali, pengelolaan daerah aliran sungai, dan pengembangan energi dan transportasi yang ramah lingkungan.

Data dan Informasi Pendukung Rancangan Buku III RPJMN 2010-2014 Berdimensi Kewilayahan 4

Krisis keuangan global yang menghancurkan sendi-sendi perekonomian global, terjadinya gejolak harga pangan dan energi di seluruh dunia, serta makin pentingnya issue perubahan iklim global dalam beberapa tahun ini, akan menyebabkan tuntutan dan reaksi akan perubahan dasar dalam tatanan ekonomi dunia. Tatanan ekonomi global yang baru harus mengedepankan aspek kemakmuran masyarakat dunia secara bersama, merata, adil dan berkelanjutan. Untuk itu model pembangunan ekonomi yang tidak memberikan ruang dan peran yang penting serta proporsional bagi munculnya negara-negara berkembang (emerging countries) tidak dapat terus dipertahankan. Koreksi terhadap kebebasan pasar yang tanpa batas, tanpa disertai regulasi dan pengawasan yang cukup, untuk menjaga aspek keadilan dan kepentingan masyarakat luas, harus dilakukan. Pasar harus dilindungi dari tindakan dan keputusan pelaku pasar yang sembrono dan tamak yang hanya didasarkan perhitungan keuntungan bisnis dan pribadi dalam jangka pendek, dengan mengesampingakan azas kehati-hatian, kepatutan, dan keberlanjutan.

Situasi ini mengharuskan Indonesia untuk mampu mengantisipasi dan harus tercermin dalam penetapan misi dan arah kebijakan pembangunan Indonesia, serta dalam menetapkan langkah dan peran strategis Indonesia di dunia Internasional. Hal ini untuk menjamin agar Indonesia dapat terus mencapai cita-cita kemandirian dan kemajuan dalam kemakmuran rakyatnya. Keberhasilan bangsa Indonesia dalam menghadapi dan mengatasi krisis ekonomi dan transisi demokrasi yang sangat rumit dalam satu dasawarsa ini, serta kesiapan yang terus ditingkatkan dalam mengelola dampak krisis keuangan global saat ini, akan menjamin terpeliharanya momentum perbaikan kesejahteraan rakyat. Keberhasilan ini juga menandai bangkitnya Indonesia kembali dalam kancah internasional dengan kewibawaan dan respek dunia yang muncul karena kebangkitan Indonesia dibangun atas dasar prinsip-prinsip universal yang mulia yaitu azas tata kelola yang baik dan bersih (good governance and clean government), penghormatan kepada Hak Azasi Manusia, pluralisme, demokrasi, transparansi dan keterbukaan, akuntabilitas, serta berpartisipasi dalam tanggung jawab memelihara keseimbangan lingkungan alam dan keamanan dunia.

Di dalam negeri, tuntutan perbaikan kesejahteraan telah memasuki tahapan baru. Kita tidak bisa sekedar menciptakan lapangan kerja. Kita harus menciptakan lapangan kerja yang mampu memberikan nilai tambah yang tinggi baik secara ekonomi maupun harkat hidup manusia (decent jobs). Rakyat berhak mendapatkan pekerjaan dan penghidupan yang layak, dan ini hanya dapat diciptakan bila ekonomi tumbuh secara cukup tinggi, sehat, dan dibangun di atas prinsip tata kelola yang baik, efisisen, dan terus menjaga keadilan.

Kemajuan ekonomi, juga telah mendorong perubahan struktural dalam banyak elemen bangsa Indonesia. Misalnya pembangunan yang mendorong terciptanya urbanisasi baik akibat kemajuan maupun akibat perpindahan penduduk dari desa ke kota. Urbanisasi disamping merefleksikan kemajuan, memberikan pula tugas tambahan bagi pemerintah dalam melayani rakyatnya. Pembangunan infrastruktur perkotaan jauh lebih mahal dan kompleks dibandingkan di daerah perdesaan. Karakteristik masyarakat perkotaan yang lebih heterogen, memerlukan fasilitas publik yang makin beragam pula.

2. Memperkuat Pilar-Pilar Demokrasi

Indonesia telah tumbuh sebagai salah satu negara demokrasi terbesar di dunia. Proses demokrasi yang berjalan dalam lima tahun terakhir ini, menunjukkan proses demokrasi yang makin matang dan makin dewasa. Meskipun dalam proses pematangan demokrasi itu, masih diperlukan penyempurnaan struktur politik yang dititikberatkan pada proses pelembagaan demokrasi dengan menata hubungan antara kelembagaan politik dan kelembagaan pertahanan keamanan dalam kehidupan bernegara. Penyempurnaan struktur politik, juga harus dititik beratkan pada peningkatan kinerja lembaga-lembaga penyelenggara negara dalam menjalankan kewenangan dan fungsi-fungsi yang diberikan oleh konstitusi dan peraturan perundangan.

Seiring dengan pelaksanaan desentralisasi dan otonomi daerah, maka proses demokrasi di berbagai daerah yang ditandai dengan pemilihan kepala daerah, baik Gubernur, Bupati, maupun Walikota, telah dilakukan di seluruh pelosok tanah air. Sampai tahun 2008, seluruh kepala daerah di Indonesia telah dipilih langsung oleh rakyat. Demokrasi telah berjalan pada arah yang benar. Di era reformasi dan demokratisasi saat ini, penataan proses politik yang dititikberatkan pada pengalokasian/representasi kekuasaan diwujudkan dengan meningkatkan secara terus menerus kualitas proses dan mekanisme seleksi publik yang lebih terbuka bagi para pejabat politik dan publik serta mewujudkan komitmen politik yang tegas terhadap pentingnya kebebasan media massa serta keleluasaan berserikat, berkumpul, dan berpendapat setiap warganegara berdasarkan aspirasi politiknya masing-masing.

Pengembangan budaya politik yang dititikberatkan pada penanaman nilai-nilai demokratis perlu terus diupayakan melalui penciptaan kesadaran budaya dan penanaman nilai-nilai politik demokratis, terutama penghormatan nilai-nilai HAM, nilai-nilai persamaan, anti kekerasan, serta nilai-nilai toleransi, melalui berbagai wacana dan

Data dan Informasi Pendukung Rancangan Buku III RPJMN 2010-2014 Berdimensi Kewilayahan 5

media serta upaya mewujudkan berbagai wacana dialog bagi peningkatan kesadaran mengenai pentingnya memelihara persatuan bangsa.

Penguatan pilar-pilar demokrasi yang sehat, terus kita bangun menuju demokrasi yang lebih matang dan dewasa. Perbedaan dan benturan kepentingan, serta sikap kritis berbagai pihak terhadap Pemerintah, merupakan realitas kehidupan demokrasi dan merupakan hak politik yang harus dihormati. Yang penting, semua itu harus tetap berada dalam bingkai konstitusi, aturan main dan etika yang harus sama-sama kita junjung tinggi, sehingga stabilitas yang dinamis dan menampung berbagai perbedaan aspirasi, tetap dapat kita jaga bersama. Karena itulah, mewujudkan masyarakat yang demokratis dengan tetap berlandaskan pada aturan hukum perlu terus kita bangun melalui pemantapan kelembagaan demokrasi yang lebih kokoh; memperkuat peran masyarakat sipil; memperkuat kualitas desentralisasi dan otonomi daerah; menjamin pengembangan media dan kebebasan media dalam mengkomunikasikan kepentingan masyarakat; dan melakukan pembenahan struktur hukum dan meningkatkan budaya hukum serta menegakkan hukum secara adil, konsekuen, tidak diskriminatif, dan memihak pada rakyat kecil.

3. Memperkuat Dimensi Keadilan di Semua Bidang

Pembangunan yang adil dan merata, serta dapat dinikmati oleh seluruh komponen bangsa di berbagai wilayah Indonesia akan meningkatkan partisipasi aktif masyarakat dalam pembangunan, mengurangi gangguan keamanan, serta menghapuskan potensi konflik sosial untuk tercapainya Indonesia yang maju, mandiri dan adil.

Percepatan pembangunan dan pertumbuhan wilayah-wilayah strategis dan cepat tumbuh, perlu didorong sehingga dapat melahirkan rasa keadilan bagi masyarakat di berbagai daerah dengan mengembangkan wilayah-wilayah tertinggal di sekitarnya dalam suatu sistem wilayah pengembangan ekonomi yang sinergis, tanpa mempertimbangkan batas wilayah administrasi, tetapi lebih ditekankan pada pertimbangan keterkaitan mata-rantai proses industri dan distribusi. Upaya itu dapat dilakukan melalui pengembangan produk unggulan daerah, serta mendorong terwujudnya koordinasi, sinkronisasi, keterpaduan dan kerja sama antarsektor, antarpemerintah, dunia usaha, dan masyarakat dalam mendukung peluang berusaha dan investasi di daerah.

Keberpihakan pemerintah perlu terus ditingkatkan untuk mengembangkan wilayah-wilayah tertinggal dan terpencil sehingga wilayah-wilayah tersebut dapat tumbuh dan berkembang secara lebih cepat dan dapat mengurangi ketertinggalan pembangunannya dengan daerah lain. Pendekatan pembangunan yang perlu dilakukan dengan mengedepankan rasa keadilan dan pemerataan, selain dengan pemberdayaan masyarakat secara langsung melalui skema pemberian dana alokasi khusus, termasuk jaminan pelayanan publik dan keperintisan.

Wilayah-wilayah perbatasan dan pulau-pulau kecil terluar perlu dikembangkan dengan mengubah arah kebijakan pembangunan yang selama ini cenderung berorientasi inward looking menjadi outward looking sehingga dapat dimanfaatkan sebagai pintu gerbang aktivitas ekonomi dan perdagangan dengan negara tetangga. Pendekatan pembangunan yang dilakukan, selain menggunakan pendekatan yang bersifat keamanan, juga diperlukan pendekatan kesejahteraan, keadilan, dan pemerataan. Perhatian khusus diarahkan bagi pengembangan pulau-pulau kecil di perbatasan yang selama ini luput dari perhatian.

Keadilan dalam pembangunan, juga perlu ditunjukkan dengan pembangunan yang merata di semua bidang, baik pembangunan antara kota-kota metropolitan, besar, menengah, dan kecil yang diseimbangkan pertumbuhannya baik dengan mengacu pada sistem pembangunan perkotaan nasional, maupun pembangunan di berbagai bidang yang terkait dengan peningkatan kesejahteraan rakyat. Keadilan dalam pemerataan pembangunan, diperlukan untuk mencegah terjadinya pertumbuhan fisik kota yang tidak terkendali, serta untuk mengendalikan arus migrasi masuk langsung dari desa ke kota-kota besar dan metropolitan, dengan cara menciptakan kesempatan kerja, termasuk peluang usaha, di kota-kota menengah dan kecil, terutama di luar Pulau Jawa. Oleh karena itu, perlu dilakukan peningkatan keterkaitan kegiatan ekonomi sejak tahap awal.

Karena itulah, percepatan pembangunan kota-kota kecil dan menengah yang telah berjalan selama ini, perlu terus ditingkatkan, terutama di luar Pulau Jawa, sehingga diharapkan dapat menjalankan perannya sebagai ‘motor penggerak’ pembangunan wilayah-wilayah di sekitarnya maupun dalam melayani kebutuhan warga kotanya. Pendekatan pembangunan yang perlu dilakukan, antara lain, memenuhi kebutuhan pelayanan dasar perkotaan sesuai dengan tipologi kota masing-masing.

Di sisi lain, pembangunan perdesaan harus terus kita dorong melalui pengembangan agroindustri padat pekerja, terutama bagi kawasan yang berbasiskan pertanian dan kelautan; peningkatan kapasitas sumber daya manusia di perdesaan khususnya dalam pengelolaan dan pemanfaatan sumber daya alam melalui penguasaan ilmu pengetahuan

Data dan Informasi Pendukung Rancangan Buku III RPJMN 2010-2014 Berdimensi Kewilayahan 6

dan teknologi tepat guna; pengembangan jaringan infrastruktur penunjang kegiatan produksi di kawasan perdesaan dan kota-kota kecil terdekat dalam upaya menciptakan keterkaitan fisik, sosial dan ekonomi yang saling komplementer dan saling menguntungkan; peningkatan akses informasi dan pemasaran, lembaga keuangan, kesempatan kerja, dan teknologi; pengembangan social capital dan human capital yang belum tergali potensinya sehingga kawasan perdesaan tidak semata-mata mengandalkan sumber daya alam saja; serta intervensi harga dan kebijakan perdagangan yang berpihak ke produk pertanian, terutama terhadap harga dan upah.

Dalam rangka pembangunan berkeadilan, pembangunan kesejahteraan sosial juga dilakukan dengan memberi perhatian yang lebih besar pada kelompok masyarakat yang kurang beruntung, termasuk masyarakat miskin dan masyarakat yang tinggal di wilayah terpencil, tertinggal, dan wilayah bencana. Pembangunan kesejahteraan sosial dalam rangka memberikan perlindungan pada kelompok masyarakat yang kurang beruntung disempurnakan melalui penguatan lembaga jaminan sosial yang didukung oleh peraturan-peraturan perundangan, pendanaan, serta sistem nomor induk kependudukan (NIK) tunggal. Pemberian jaminan sosial dilaksanakan dengan mempertimbangkan budaya dan kelembagaan yang sudah berakar di masyarakat.

Untuk mewujudkan keadilan dan kesetaraan gender, kita harus terus melanjutkan peningkatan akses dan partisipasi perempuan dalam pembangunan. Kita juga harus terus meningkatkan kualitas perlindungan perempuan dan anak. Keberadaan berbagai fasilitas yang telah kita bangun di periode 2004-2009, antara lain, Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak, Pusat Krisis Terpadu, dan Ruang Pelayanan Khusus di sejumlah provinsi dan kabupaten/ kota, harus terus kita perluas di seluruh pelosok tanah air. Untuk mewujudkan peningkatan peran kaum perempuan dalam pembangunan, maka peran kaum perempuan di sektor publik harus terus kita tingkatkan. Capaian pembangunan di tahun 2004-2009 yang berhasil mencapai peningkatan peran kaum perempuan sebesar 125 persen di banding sebelumnya, harus kita tingkatkkan. Tentu saja, kita juga harus terus memperluas ruang untuk meningkatnya peran, keterlibatan aktif dan bahkan kepemimpinan kaum perempuan di luar pemerintahan, di dunia usaha dan organisasi sosial.

5.3. Agenda dan Sasaran Pembangunan

1. Lima Agenda Utama Pembangunan Nasional 2009-2014

Dalam mewujudkan visi dan misi pembangunan nasional 2009-2014, ditetapkan lima agenda utama pembangunan nasional tahun 2009-2014, yaitu:

a) Agenda pertama, pembangunan ekonomi dan peningkatan kesejahteraan rakyat b) Agenda kedua, perbaikan tata kelola pemerintahan c) Agenda ketiga, penegakan pilar demokrasi. d) Agenda keempat, penegakkan hukum dan pemberantasan korupsi. e) Agenda kelima, pembangunan yang Inklusif dan berkeadilan

a. Agenda Pertama, Pembangunan Ekonomi dan Peningkatan Kesejahteraan Rakyat

Agenda peningkatan kesejahteraan rakyat tetap menjadi prioritas dari pemerintah mendatang. Wujud akhir dari perbaikan kesejahteraan akan tercermin dari peningkatan pendapatan, penurunan tingkat pengangguran dan perbaikan kualitas hidup rakyat. Perbaikan kesejahteraan rakyat dapat diwujudkan melalui sejumlah program aksi untuk penanggulangan kemiskinan dan penciptaan kesempatan kerja, termasuk peningkatan program di bidang pendidikan, kesehatan, dan percepatan pembangunan infrastruktur dasar.

Program Pemerintah 2004-2009 telah meletakkan fondasi dalam bidang perbaikan kesejahteraan rakyat. Hal ini dapat dilihat dari hasil yang telah dicapai seperti penurunan kemiskinan dan penurunan tingkat pengangguran serta tercapainya sasaran dalam Millineum Development Goals. Fondasi kebijakan perbaikan kesejahteraan rakyat juga dapat dilihat dari kebijakan dan program-program yang sudah berjalan baik, seperti Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri, Program Bantuan Operasional Sekolah (BOS), dan Program Jaminan Kesehatan Masyarakat (Jamkesmas).

Pemerintahan 2009-2014 tetap konsisten untuk melanjutkan berbagai program perbaikan kesejahteraan rakyat yang sudah berjalan dengan memberikan penekanan lebih lanjut dalam membuat kebijakan yang lebih efektif dan terarah dalam bentuk pengarusutamaan anggaran dan kebijakan. Pengarusutamaan ini tidak hanya terbatas antar sektor tetapi juga antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah. Pengarusutamaan harus juga mencakup kebijakan agar tujuan dapat tercapai dengan sumber daya yang minimal.

Data dan Informasi Pendukung Rancangan Buku III RPJMN 2010-2014 Berdimensi Kewilayahan 7

Penyelenggaraan program peningkatan kesejahteraan rakyat akan dilaksanakan seiring dengan upaya peningkatan penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi. Peningkatan penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi akan mendukung terciptanya penyelenggaraan program pembangunan ekonomi yang makin berkualitas, yaitu pembangunan ekonomi yang berlandaskan pada peningkatan produktivitas dan daya saing, serta makin memacu terciptanya kreatifitas dan inovasi. Penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi juga akan mempercepat tercapainya tataran pembangunan ekonomi yang makin mandiri.

Penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi diarahkan untuk tercapainya peningkatan kapasitas dan kemampuan bangsa dalam mempadukan sumber daya alam (resource based), sumber daya pengetahuan (knowledge based) dan sumber daya yang berasal dari warisan tradisi budaya bangsa (culture based). Dengan cara itu, maka akan diperoleh ranah pembangunan ekonomi produktif yang makin luas, antara lain, ekonomi kreatif ---creative economy---, yang dapat memberikan peran konstruktif untuk mendukung peningkatan pertumbuhan ekonomi.

Program peningkatan kesejahteraan dilakukana melalui mendorong sektor riil dan pemihakan kepada usaha kecil menengah dan koperasi serta terus menjaga stabilitas ekonomi makro. Upaya-upaya menggerakkan sektor riil telah dan akan terus dilakukan melalui berbagai intervensi pemerintah yang konstruktif dan terukur. Sedangkan pelaksanaan kebijakan ekonomi makro (fiskal dan moneter) dilakukan dengan selaras dengan tujuan mengelola ekonomi secara sehat dan berkelanjutan. Kebijakan tersebut dapat membuahkan hasil apabila didukung oleh birokrasi yang efektif, efisien dan bebas dari konflik kepentingan.

b. Agenda Kedua, Perbaikan Tatakelola Pemerintahan

Perbaikan tatakelola pemerintahan yang baik menjadi isu yang penting dalam konteks nasional dan internasional. Krisis ekonomi yang lalu tidak terlepas dari buruknya tatakelola pemerintahan, baik di sektor pemerintahan maupun swasta. Krisis keuangan global, juga tidak terlepas dari masalah ini. Karenanya, negara-negara yang tergabung dalam G-20 sepakat untuk menempatkan perbaikan tatakelola pemerintahan menjadi salah satu agenda perbaikan untuk mencegah krisis berulang. Wujud dari perbaikan tatakelola pemerintahan ini antara lain dapat dilihat dari penurunan tingkat korupsi, perbaikan pelayanan publik dan pengurangan ekonomi biaya tinggi.

Di sisi lain, Indeks persepsi korupsi terus membaik secara signifikan. Hal ini memberikan indikasi bahwa upaya keras pemerintah dalam memperbaiki tatakelola pemerintahan selama lima tahun terakhir, telah berada dalam arah yang benar. Meskipun demikian Capaian selama periode sebelumnya masih belum memadai. Perlu upaya yang lebih keras dan sistematis untuk memperbaiki praktik tatakelola pemerintahan ini.

Pembangunan birokrasi yang kuat merupakan elemen penting untuk menjaga agar kelangsungan pembangunan berkelanjutan. Pemerintah periode 2004-2009 telah mulai melakukan pilot project di enam kementerian dan lembaga yang penting untuk menerapkan anggaran berbasis kinerja. Elemen reformasi di enam kementerian dan lembaga itu menjadi sangat luas dan intensif, termasuk perubahan sistem renumerasi. Pilot project ini diharapkan dapat membuahkan hasil yang positif khususnya dalam perbaikan pelayanan publik dan penanggulangan korupsi.

Langkah-langkah yang disebutkan di atas, akan dipercepat dengan menggelindingkan lebih banyak program percepatan aksi reformasi sistem birokrasi yang dikombinasikan dengan sejumlah program aksi lainnya seperti reformasi bidang hukum.

Cakupan perbaikan dalam tatakelola pemerintahan bukan hanya terbatas pada sektor pemerintahan tetapi juga meliputi sektor swasta termasuk pengelolaan BUMN. Untuk mendorong perbaikan tatakelola swasta, pemerintah mendatang akan mendorong lebih banyak perusahaan untuk mengubah statusnya menjadi perusahaan publik. Perubahan ini akan mendorong keterbukaan dan akuntabilitas publik dari sektor korporasi di Indonesia. Hal ini juga penting untuk mencegah kolusi, nepotisme serta konflik kepentingan yang dapat menganggu roda perekonomian.

c. Agenda Ketiga, Penegakan Pilar Demokrasi

Transisi dari kehidupan demokrasi masa lalu dengan segala keberhasilan dan kegagalannya menuju Indonesia masa depan yang lebih sejahtera, demokratis, dan adil menuntut penegakan pilar-pilar demokrasi yang lebih konsisten. Oleh karena itu agenda penegakan pilar demokrasi merupakan agenda yang tetap penting dalam periode 2009-2014.

Wujud dari Indonesia yang demokratis adalah penghargaan terhadap hak asasi manusia, terjaminnya kebebasan berpendapat, adanya checks and balances, jaminan akan keberagaman yang tercermin dengan adanya perlindungan terhadap segenap warga negara tanpa membedakan paham, asal-usul, golongan maupun jender.

Data dan Informasi Pendukung Rancangan Buku III RPJMN 2010-2014 Berdimensi Kewilayahan 8

Selama ini, konsolidasi demokrasi telah kita lakukan dengan menjamin kebebasan berpendapat, menghormati hak asasi manusia, serta terus menjaga berjalannya proses checks and balances. Kita terus memperkuat lembaga-lembaga demokrasi dengan cara memberikan contoh dan menegakkan nilai-nilai demokrasi misalnya dengan menjaga kebebasan berpendapat, kebebasan pers, dan mengutamakan supermasi hukum. Kita juga terus menjaga demokrasi kita agar berada pada arah yang benar. Demokrasi yang egaliter.

Selain itu, di dalam konsolidasi demokrasi kita telah berhasil melakukan pemilihan umum baik ditingkat nasional maupun lokal. Walau perbaikan telah kita lakukan, kita harus mengakui bahwa demokrasi yang kita bangun --seperti banyak kritik yang diungkapkan-- masih bersifat demokrasi prosedural dan belum sampai pada tingkat demokrasi yang substansial. Namun, sebelum kita bisa beranjak kepada demokrasi substansial kita harus bisa menyelesaikan semua masalah prosedural. Didalam proses pemilihan umum misalnya, tidak boleh terulang kesalahan dalam Daftar Pemilih Tetap (DPT) yang membawa persoalan baik didalam pemilihan umum legislatif maupun pemilihan kepala negara dan kepala daerah. Ke depan, berbagai usaha perbaikan harus dilakukan, baru setelah itu kita melangkah menuju demokrasi substansial.

d. Agenda Keempat, Penegakan Hukum

Sistem yang demokratis juga harus disertai dengan tegaknya ”rule of law”. Karena itu agenda penegakan hukum masih merupakan agenda yang penting dalam periode 2009-2014. Wujud dari penegakan hukum adalah munculnya kepastian hukum bagi seluruh rakyat Indonesia. Kepastian hukum akan memberikan rasa aman, rasa keadilan dan kepastian berusaha bagi masyarakat. Terkait dengan kepastian usaha, salah satu persoalan yang dianggap kerap menganggu masuknya investasi ke Indonesia adalah lemahnya kepastian hukum. Karenanya penegakan hukum akan membawa dampak yang positif bagi perbaikan iklim investasi yang pada gilirannya akan memberi dampak positif bagi perekonomian Indonesia

Agenda dalam bidang hukum juga mencakup proses pembuatan undang–undang, proses penjabarannya, proses pengawasan, dan juga penegakan aturan hukum. Selain itu wujud dari agenda hukum adalah menjamin proses peradilan yang bebas. Hal ini semua akan membantu kita di dalam upaya konsolidasi demokrasi. Penegakan hukum merupakan elemen yang amat penting di dalam pemberantasan korupsi.

Selama ini, kita telah dan terus melakukan pembenahan pada substansi hukum, struktur hukum, dan budaya hukum. Kita tidak ingin terjadi tumpang tindih dan inkosistensi peraturan perundangan. Kita tidak ingin terhambatnya pelaksanaan implementasi peraturan perundangan. Kita juga terus mengupayakan adanya perjanjian ekstradisi dengan negara-negara yang berpotensi menjadi tempat pelarian pelaku tindak pidana korupsi dan tindak pidana lainnya. Dalam usaha pemberantasan korupsi, kita telah menindak lanjuti berbagai kasus tanpa pandang bulu. Proses penegakan hukum dalam bidang korupsi dilakukan tanpa tebang pilih. Semua warga negara sama kedudukannya di muka hukum.

Untuk masalah yang terkait dengan struktur hukum, kita upayakan dengan peningkatan independensi dan akuntabilitas kelembagaan hukum, peningkatan kemampuan sumber daya manusia di bidang hukum, serta mendorong berlakunya sistem peradilan yang transparan dan terbuka. Oleh karena itu semua pihak, baik pemerintah, pengusaha, dan aparat penegak hukum mulai dari polisi dan jaksa sampai kepada hakim dan pengacara, benar-benar menegakkan aturan main dan tatanan hukum yang pasti. Dengan demikian makin tegak dan pasti hukum di negeri kita.

e. Agenda Kelima, Pembangunan yang Inklusif dan Berkeadilan

Perbaikan keadilan masih akan menjadi agenda prioritas dalam pemerintahan 2009-2014 mengingat pelaksanaan agenda keadilan di masa lalu, belum mampu mewujudkan hasil yang diinginkan. Penyebabnya antara lain di masa lalu, proses pembangunan yang tidak adil sedemikian intensif sehingga dampaknya tidak dapat diselesaikan atau diperbaiki dalam satu periode.

Perwujudan keadilan bisa diwujudkan dalam berbagai dimensi. Dalam bidang ekonomi, keadilan dapat diwujudkan dalam bentuk perbaikan distribusi pendapatan, perbaikan pemerataan pendapatan antar daerah, perbaikan kesenjangan antara desa dan kota, atau terjadinya proses afirmasi terhadap kelompok yang tertinggal, orang cacat dan sebagainya. Dalam bidang sosial-politik, perwujudan keadilan dapat berupa perbaikan akses semua kelompok terhadap kebebasan berpolitik, pemerataan antar jender dalam politik, dan penghapusan segala macam bentuk diskriminasi

Upaya pengurangan kesenjangan pendapatan telah dilakukan oleh pemerintah dalam periode 2004-2009 dengan berbagai kebijakan. Misalnya, untuk mengurangi kesenjangan pendapatan, pemerintah meningkatkan pengeluaran

Data dan Informasi Pendukung Rancangan Buku III RPJMN 2010-2014 Berdimensi Kewilayahan 9

untuk program anti kemiskinan dengan melakukan realokasi subsidi yang diterima oleh kelompok yang berpenghasilan atas. Realokasi subsidi BBM kepada program pendidikan, kesehatan dan PNPM Mandiri pada periode 2005-2008 adalah bukti nyata dari upaya tersebut.

Proses perencanaan yang bersifat bottom up dan inklusif telah dipraktekkan dalam beberapa program, misalnya PNPM. Masyarakat dilibatkan sejak proses perencanaan, pemilihan proyek hingga evaluasi. Di sini pelibatan masyarakat dalam proses pembangunan menjadi komponen yang amat penting. Dengan pola ini masyarakat akan merasa lebih memiliki dan secara sukarela akan menjalankan sekaligus mendapatkan manfaat dari program-program tersebut.

Dalam lima tahun ke depan, penguatan dimensi keadilan akan dilakukan untuk setiap kegiatan atau program aksi. Misalnya dalam program pendidikan dan kesehatan, bagi masyarakat yang berpenghasilan sangat rendah akan diberikan insentif tambahan berupa bantuan tunai bersyarat. Langkah ini diharapkan dalam jangka pendek akan memberikan penghasilan tambahan bagi keluarga tersebut (memperbaiki distribusi pendapatan) dan dalam jangka panjang akan dihasilkan generasi baru yang lebih baik tingkat pendidikan dan kesehatannya. Di samping itu, pemerintah akan mempertajam sasaran dari semua program pemerintah agar benar-benar menyentuh kelompok yang berpenghasilan rendah.

Program lain yang akan dilanjutkan untuk memperbaiki distribusi pendapatan adalah program aksi perkuatan usaha mikro, kecil dan menengah. Perluasan cakupan program PNPM meliputi seluruh kecamatan per tahun 2009 akan meningkatkan tingkat keterlibatan masyarakat dalam proses pembangunan di tingkat mikro. Diharapkan, proses perencanaan bottom-up akan menjalar pada tingkat kabupaten dan propinsi dan seterusnya pada periode berikutnya.

5.4. Sasaran Pembangunan 2009-2014

Persoalan dan dimensi pembangunan yang dihadapi oleh bangsa Indonesia selalu berubah dan makin kompleks. Permasalahan dan tuntutan pembangunan yang dihadapi pun, akan bertambah banyak, sementara kemampuan dan sumber daya pembangunan yang tersedia cenderung terbatas. Pemerintah harus mengoptimalkan pemanfaatan sumber daya yang tersedia untuk memenuhi tuntutan yang tidak terbatas dengan membuat pilihan dalam bentuk skala prioritas. Dalam menentukan pilihan tersebut, pemerintah harus realistis dan harus menghindari diri dari membuat janji-janji yang sejak semula disadari tidak bisa dipenuhi.

Pengalaman pemerintah selama periode 2004-2009 menjadi modal utama dalam menyusun agenda dan strategi pembangunan ini. Sejumlah indikator digunakan untuk mengukur keberhasilan pembangunan. Disadari sejak awal, banyak faktor yang bersifat eksogen (di luar kendali pemerintah) akan mempengaruhi capaian tersebut. Faktor eksogen, bisa mempermudah pencapaian atau sebaliknya ia dapat pula menyebabkan sasaran yang ingin dicapai tidak terpenuhi atau hanya terpenuhi sebagian. Misalnya, kenaikan harga komoditas energi dapat mempunyai dampak positif terhadap pencapaian sasaran pertumbuhan ekonomi mengingat Indonesia masih tergolong sebagai negara produsen dan pengekspor energi neto. Sebaliknya bencana alam seperti gelombang panas Elnino seperti yang terjadi sebelum krisis ekonomi tahun 1997 dapat menghambat upaya peningkatan produksi pangan dan berperan terhadap kenaikan tingkat kemiskinan pada saat itu. Tidak ada yang akan mampu memperkirakan kemungkinan terjadinya faktor eksogen tersebut. Walaupun demikian, beberapa perubahan eksogen ini dapat dikendalikan. Sebagian dapat dimitigasi dan diubah ke arah yang menguntungkan dengan kebijakan yang tepat. Upaya keras dan langkah antisipasi yang tepat akan menjadi tekad pemerintah yang akan datang untuk mencapai sasaran yang disebutkan di bawah ini.

1. Sasaran Pembangunan Ekonomi dan Kesejahteraan

Sesuai dengan persoalan utama yang dihadapi oleh bangsa Indonesia, pemerintah yang akan datang bertekad untuk melanjutkan proses percepatan pembangunan ekonomi selama lima tahun ke depan. Diharapkan dengan pulihnya perekonomian global dalam 1-2 tahun mendatang, capaian tertinggi yang pernah dicapai oleh laju pertumbuhan perekonomian Indonesia sebelum krisis sekitar 7 persen sudah dapat dipenuhi sebelum tahun terakhir masa 2009-2014 ini.

Percepatan laju pertumbuhan ekonomi ini diharapkan mampu menurunkan tingkat pengangguran terbuka hingga di sekitar 5-6 persen pada akhir tahun 2014. Kombinasi antara percepatan pertumbuhan ekonomi dengan berbagai kebijakan intervensi pemerintah yang terarah diharapkan dapat mempercepat penurunan tingkat kemiskinan absolut menjadi sekitar 8-10 persen pada akhir 2014.

Untuk memenuhi sasaran percepatan pertumbuhan ekonomi tersebut, pemerintah yang akan datang bertekad untuk melanjutkan kebijakan makroekonomi yang terukur dan bijaksana, sehingga inflasi dapat dikendalikan pada tingkat rendah yang sebanding dengan negara-negara setaraf dengan Indonesia yaitu sekitar 3-5 persen per tahun. Inflasi

Data dan Informasi Pendukung Rancangan Buku III RPJMN 2010-2014 Berdimensi Kewilayahan 10

yang terkendali memungkinkan nilai tukar dan suku bunga yang kompetitif sehingga mendorong sektor riil bergerak dan berkembang dengan sehat. Dalam bidang pendidikan, sasaran pembangunan ditujukan untuk meningkatkan akses masyarakat terhadap pendidikan dan meningkatnya mutu pendidikan, yang antara lain di tandai oleh; (a) menurunnya jumlah penduduk yang buta huruf; (b) meningkatnya secara nyata persentase penduduk yang dapat menyelesaikan program wajib belajar 9 tahun dan pendidikan lanjutan; dan (c) Berkembangnya pendidikan kejuruan yang ditandai oleh meningkatnya jumlah tenaga terampil. Sementara di bidang kesehatan peningkatan akses masyarakat terhadap pelayanan kesehatan antara lain ditandai oleh meningkatnya angka harapan hidup, menurunnya tingkat kematian bayi dan kematian ibu melahirkan.

Dalam bidang pangan, terciptanya kemandirian dalam bidang pangan pada akhir tahun 2014 ditandai dengan meningkatnya ketahanan pangan rakyat, berupa; (a) perbaikan status gizi ibu dan anak pada golongan masyarakat yang rawan pangan; (b) membaiknya akses rumah tangga golongan miskin terhadap pangan; (c) terpelihara dan terus meningkatnya kemampuan swasembada beras dan komoditas pangan utama lainnya; (d) menjaga harga pangan yang terjangkau bagi masyarakat kelompok pendapatan menengah bawah; (e) menjaga nilai tukar petani agar dapat menikmati kemakmuran; dan (f) meningkatkan daya tawar komoditas Indonesia dan comparative advantage dari sektor pertanian Indonesia di kawasan regional Asia dan Global.

Di bidang energi, membangun ketahanan energi dengan mencapai; (a) diversifikasi energi yang menjamin keberlangsungan dan jumlah pasokan energi di seluruh Indonesia dan untuk seluruh penduduk Indonesia dengan tingkat pendapatan yang berbeda-beda; (b) Meningkatkan penggunaan renewable energy dan berpartispasi aktif dan memanfaatkan berkembangnya perdagangan carbon secara global; (c) Meningkatkan efisisensi konsumsi dan penghematan energi baik di lingkungan rumah tangga maupun industri dan sektor transportasi; dan (d) Memproduksi energi yang bersih dan ekonomis. Di bidang lingkungan hidup, sasaran yang hendak dicapai adalah perbaikan mutu lingkungan hidup dan pengelolaan sumberdaya alam di perkotaan dan pedesaan. Selain itu terus dilakukan program reboisasi, penghutanan kembali (reforestasi) dan program pengurangan emisi karbon. Dalam bidang infrastruktur, meneruskan pembangunan dan pasokan infrastruktur yang ditunjukkan oleh meningkatnya kuantitas dan kualitas berbagai prasarana penunjang pembangunan seperti jalan raya, jalan kereta api, pelabuhan laut, pelabuhan udara, listrik, irigasi, air bersih dan sanitasi serta pos dan telekomunikasi. Dalam bidang Usaha Kecil dan Menengah, meningkatkan dan memajukan usaha kecil menengah dengan menambah akses terhadap modal termasuk perluasan Kredit Usaha Rakyat (KUR), meningkatkan bantuan teknis di bidang pengembangan produk, pemasaran, pelaksanaan kebijakan pemihakan untuk memberikan ruang usaha bagi pengusaha kecil dan menengah, dan menjaga fungsi dan keberadaan serta efisiensi pasar tradisional.

2. Sasaran Perkuatan Pembangunan Demokrasi

Penegakan pilar demokrasi memiliki sasaran agar dapat terbangun dan makin memantapkan sistem demokrasi di Indonesia yang dapat menghasilkan pemerintahan dan lembaga legistatif yang kredibel, bermutu, efektif, dan mampu menyelenggaran amanah dan tugas serta tanggung jawabnya secara baik. Dengan demikian, fungsi checks and balances dapat dilakukan secara santun, beretika, dan efektif, sehingga penyelenggaraan negara tidak terhambat oleh mekanisme dan sistem demokrasi, namun justru akan makin meningkat kualitas hasil dan akuntabilitasnya. Sasaran di bidang ini juga untuk menjamin setiap lima tahun terselenggara proses pemilu yang memenuhi azas-azas demokrasi yang baik yaitu jujur, adil, dan menjamin seluruh warga negara pemilih dapat melaksanakan hak pemilihannya secara bebas dan bertanggung jawab.

3. Sasaran Program Penegakan Hukum.

Penegakan Hukum merupakan elemen yang tidak dapat dipisahkan dan sangat penting dalam menjaga sistem demokrasi yang berkualitas, dan juga mendukung iklim berusaha yang baik sehingga kegiatan ekonomi dapat berjalan dengan pasti dan aman serta efisisen, sehingga kesejahteraan rakyat dapat tercapai.

Sasaran reformasi penegakan hukum adalah tercapainya suasana dan kepastian keadilan melalui penegakan hukum (rule of law) dan terjaganya ketertiban umum. Sasaran tersebut tercermin dari persepsi masyarakat pencari keadilan untuk merasakan kenyamanan, kepastian, keadilan dan keamanan dalam berinteraksi dan mendapat pelayanan dari para penegak hukum (kepolisian dan kejaksaaan). Dengan demikian reformasi kepolisian dan kejaksaan, dan lembaga peradilan harus dilakukan untuk dapat menghasilkan sasaran berupa muncul dan tumbuhnya kepercayaan dan penghormatan publik kepada aparat dan lembaga penegak hukum karena mereka dipercaya akan selalu melindungi masyarakat berdasarkan azas keadilan dan kepatuhan pada aturan dan hukum tanpa pembedaan dan diskriminasi.

Data dan Informasi Pendukung Rancangan Buku III RPJMN 2010-2014 Berdimensi Kewilayahan 11

Selain berbagai bidang yang telah disebutkan diatas, pemerintah juga tetap mengembangkan sektor-sektor pembangunan lainnya secara konsisten, terkoordinasi dan terintegrasi. Dengan demikian maka dalam waktu yang tidak terlalu lama Indonesia akan memasuki periode kesejahteraan yang membanggakan kita semua.

5.5. Prioritas dan Program Aksi Pembangunan 2009-2014

1. Arah Kebijakan Umum Pembangunan Nasional

Mengacu pada permasalahan yang dihadapi bangsa dan negara Indonesia baik dewasa ini maupun dalam lima tahun mendatang, maka arah kebijakan umum pemerintah lima tahun ke depan adalah mewujudkan visi dan misi pembangunan bangsa dan negara yang telah dirumuskan sebelumnya.

Secara garis besar, arah kebijakan umum pembangunan nasional 2009-2014 adalah sebagai berikut:

a) Arah kebijakan umum untuk melanjutkan pembangunan mencapai Indonesia yang sejahtera. Indonesia yang sejahtera tercermin dari peningkatan tingkat kesejahteraan masyarakat secara keseluruhan dalam bentuk percepatan pertumbuhan ekonomi yang didukung oleh penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi, pengurangan kemiskinan, pengurangan tingkat pengangguran yang diwujudkan dengan bertumpu pada program perbaikan kualitas sumber daya manusia, perbaikan infrastruktur dasar, serta menjaga dan memelihara lingkungan hidup secara berkelanjutan.

b) Arah kebijakan umum untuk memperkuat pilar-pilar demokrasi dengan penguatan yang bersifat kelembagaan dan mengarah pada tegaknya ketertiban umum, penghapusan segala macam diskriminasi, pengakuan dan penerapan hak asasi manusia serta kebebasan yang bertanggung jawab.

c) Arah kebijakan umum untuk memperkuat dimensi keadilan di semua bidang termasuk pengurangan kesenjangan pendapatan, pengurangan kesenjangan pembangunan antar daerah (termasuk desa-kota), dan kesenjangan jender. Keadilan juga hanya dapat diwujudkan bila sistem hukum berfungsi secara kredibel, bersih, adil dan tidak pandang bulu. Demikian pula kebijakan pemberantasan korupsi secara konsisten diperlukan agar tercapai rasa keadilan dan pemerintahan yang bersih.

Setelah berhasil menyelesaikan program pembangunan dalam lima tahun sebelumnya (2004-2009) dengan capaian-capaian yang prestisius, maka pemerintah mendatang akan melanjutkan pendekatan pembangunan kelembagaan dalam mewujudkan visi dan misi pembangunan yang telah dirumuskan sebelumnya. Pendekatan yang bersifat kelembagaan ini dimaksudkan sebagai pendekatan yang menyeimbangkan antara pentingnya proses yang berlandaskan pada tatakelola yang baik, bersih, transparan, adil, dan akuntabel, dengan hasil yang baik dan efisien. Pemerintahan tidak seharusnya hanya berorientasi pada hasil jangka pendek, dengan tidak mengindahkan azas-azas kepatutan, keadilan, dan keberlanjutan. Pendekatan ini dipandang akan memberikan hasil yang berkelanjutan karena dibangun di atas fondasi yang lebih kokoh, melewati proses yang telah disetujui bersama secara demokratis, serta dengan rasa memiliki yang tinggi dan akuntabel.

Pembangunan kelembagaan ini tidak hanya membangun mekanisme kelembagaan yang baru tetapi juga mengembalikan kembali aturan lama yang dipandang lebih berkelanjutan ke dalam sistem. Sebagai contoh, program BOS yang selama ini dilakukan dengan partisipasi yang minimal dari pemerintah daerah, padahal UU Otonomi Daerah telah menunjukkan bahwa pendidikan merupakan tugas dari pemerintah kabupaten/kota, perlu melibatkan lebih aktif peran serta dari pemerintah daerah.

2. Prioritas dan Program Aksi Pembangunan Nasional 2009-2014

Visi dan Misi pemerintah 2009-2014, perlu dirumuskan dan dijabarkan lebih operasional ke dalam sejumlah program aksi prioritas sehingga lebih mudah diimplementasikan dan diukur tingkat keberhasilannya. Sebelas Program aksi di bawah ini dipandang mampu menjawab sejumlah tantangan yang dihadapi oleh bangsa dan negara di masa mendatang.

Sebagian besar sumber daya dan kebijakan akan diprioritaskan untuk menjamin implementasi dari 13 program aksi sebagai berikut: (1) Program aksi bidang pendidikan; (2) Program aksi bidang kesehatan; (3) Program aksi penanggulangan kemiskinan; (4) Program aksi Penciptaan Lapangan Kerja; (5) Program aksi pembangunan infrastruktur dasar; (6) Program aksi ketahanan pangan; (7) Program aksi ketahanan dan kemandirian energi; (8) Program aksi perbaikan dan pelaksanaan tata kelola pemerintahan yang baik; (9) Program aksi penegakan pilar demokrasi; (10) Program aksi penegakan hukum; (11) Program aksi pembangunan yang inklusif dan berkeadilan; (12) Program aksi bidang lingkungan hidup; (13) Program aksi pengembangan kebudayan.

Data dan Informasi Pendukung Rancangan Buku III RPJMN 2010-2014 Berdimensi Kewilayahan 1

Bagian VI RANCANGAN BUKU III RPJMN

BERDIMENSI WILAYAH

Berdasarkan bagan alir proses penyusunan Rancangan Buku III RPJMN 2010-2014 yang telah dibahas pada bagian II, hingga November 2009 secara teknis telah melewati 2 kali proses koreksi/ dan pengkayaan materi dari bahan Konsep Rancangan Awal Buku III RPJMN 2010-2014 (tahap 1). Rancangan Awal versi 15 Juli 2009 adalah merupakan hasil konsolidasi dengan internal Bappenas. Selanjutnya pada Rancangan Buku III RPJMN 2010-2014 versi November 2009 telah dilakukan sinkronisasi dengan sektor-sektor terkait (rancangan renstra KL), sinkronisasi dengan daerah yang mengacu pada dokumen RPJPD dan RPJMD masing-masing daerah dan kesepakatan Forum Gubernur di setiap wilayah Pulau, serta masukan dari para pakar yang memiliki pemahaman terhadap wilayah pulau.

Dengan mempertimbangkan berbagai masukan yang diterima, selanjutnya dilakukan koreksi terhadap hasil draft rancangan Buku III yang telah disusun berupa narasi dan matriks. Proses perbaikan matriks telah mengalami beberapa kali perubahan sejalan dengan arahan dari rapat pimpinan di Bappenas, khususnya untuk sinkronisasi dengan Buku I dan II. Sementara, penyusunan narasi dilakukan dengan mengikuti hasil rumusan matriks yang telah disusun. Struktur matriks yang disusun terbagi dalam konteks isu strategis, arah kebijakan dan strategi pengembangan. 6.1. Kerangka Kerja Perumusan Isu Strategis, Arah Kebijakan dan Strategi Pengembangan

Secara umum dalam merumuskan isu strategis, arah kebijakan dan strategi pengembangan di awali dengan mengidentifikasi dan melakukan analisis potensi, dan permasalahan disetiap bidang maupun lintas bidang disetiap wilayah. Isu strategis dirumuskan dengan mempertimbangkan hasil analisis potensi dalam konteks tingkat ketersediaan dan pengelolaan potensi, analisis masalah ditinjau dalam konteks kesenjangan dan keparahannya, serta pertimbangan analisis kebijakan pada konteks review kebijakan-kebijakan yang telah berjalan.

Gambar 1: Perumusan Isu Strategis, Arah Kebijakan dan Strategi Pengembangan

Dengan mengacu pada tujuan dan sasaran pembangunan nasional/regional, dan mempertimbangkan isu strategis bidang/lintas bidang di wilayah Jawa-Bali, maka dirumuskan arah lebijakan yang cocok. Selanjutnya ditentukan strategi pengembangan yang merupakan cara untuk menjalankan arah lebijakan yang ditentukan. Berdasarkan strategi pengembangan tersebut, ditentukan fokus prioritas yang akan menjadi dasar untuk melakukan sinkronisasi dengan buku II.

Data dan Informasi Pendukung Rancangan Buku III RPJMN 2010-2014 Berdimensi Kewilayahan 2

Berdasarkan hasil proses kerja hingga November 2009, perumusan Isu Strategis, Arah Kebijkan dan Strategi Pengembangan yang telah disusun diuraikan pada sub bagian berikutnya. Hasil rumusan tersebut akan digunakan sebagai bahan dalam pembahasan Musrenbang RPJMN 2010-2014 pada bukan Desember 2009.

6.2. Arah Kebijakan Nasional Pengembangan Wilayah 2010-2014

1. Arahan RPJPN 2005-2025 tentang Pembagian Kewilayahan

Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) 2005-2025 menyebutkan bahwa visi pembangunan nasional adalah terwujudnya Indonesia yang mandiri, maju, adil, dan makmur. Salah satu misi pembangunan jangka panjang yang terkait dengan pembangunan wilayah adalah mewujudkan pemerataan pembangunan dan mewujudkan Indonesia menjadi negara kepulauan yang mandiri, maju, kuat, dan berbasiskan kepentingan nasional. Selain itu, arahan RPJPN 2005-2025 untuk RPJMN 2010-2014 menyebutkan bahwa pembangunan diarahkan untuk lebih memantapkan penataan kembali Indonesia di segala bidang dengan menekankan upaya peningkatan kualitas sumber daya manusia termasuk pengembangan kemampuan ilmu dan teknologi serta penguatan daya saing perekonomian.

Dari penjabaran skala prioritas dalam RPJMN 2010-2014, maka strategi pengembangan wilayah diarahkan untuk (1) medorong terwujudnya kemakmuran, kesejahteraan dan kemajuan secara adil dan merata di seluruh wilayah; (2) mendorong pengembangan dan pemerataan pembangunan wilayah secara terpadu sebagai kesatuan kegiatan sosial, ekonomi, dan budaya dengan memperhatikan potensi, karakteristik dan daya dukung lingkungannya; (3) menciptakan keseimbangan pemanfaatan ruang antara kawasan berfungsi lindung dan budidaya dalam satu ekosistem pulau dan perairannya; (4) menciptakan keseimbangan pemanfaatan ruang wilayah darat, laut, pesisir, dan pulau-pulau kecil dalam satu kesatuan wilayah kepulauan; (5) meningkatkan efektivitas dan efisiensi pelaksanaan pembangunan lintas sektor dan lintas wilayah yang konsisten dengan kebijakan nasional; (6) memulihkan daya dukung lingkungan untuk mencegah terjadinya bencana yang lebih besar dan menjamin keberlanjutan pembangunan; (7) menciptakan kesatuan dan keutuhan wilayah darat, laut dan udara sebagai bagian dari Negara Kesatuan Republik Indonesia; (8) mengurangi gangguan keamanan; serta (9) menghapuskan potensi konflik sosial untuk tercapainya Indonesia yang maju, mandiri dan adil. Selain itu, pengembangan wilayah juga ditujukan untuk mewujudkan seluruh wilayah nusantara sebagai satu kesatuan sosial, budaya, ekonomi, politik dan pertahanan dan keamanan yang semakin maju, produktif dan berkembang sebagai landasan utama dalam menyambut terwujudnya Masyarakat Ekonomi ASEAN.

Pengembangan wilayah bertujuan mengurangi kesenjangan antar wilayah sesuai dengan arahan Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJP) Nasional 2005-2025 dalam pengembangan wilayah melalui strategi dan arah kebijakan sebagai berikut :

(1) Mendorong pertumbuhan wilayah-wilayah potensial di luar Jawa-Bali dengan tetap menjaga momentum pertumbuhan di wilayah Jawa-Bali.

(2) Meningkatan keterkaitan antarwilayah melalui peningkatan perdagangan antar pulau untuk mendukung perekonomian domestic.

(3) Meningkat daya saing daerah melalui pengembangan sektor-sektor unggulan di tiap wilayah.

Strategi dan arah kebijakan pengembangan di tiap wilayah mengacu pada strategi dan arah kebijakan yang berbasiskan perencanaan wilayah darat (land basis) melalui Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional dan berbasisikan perencanaan wilayah laut (sea basis) melalaui Arah Pengembangan Wilayah Laut. 2. Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional

Penataan ruang wilayah nasional bertujuan untuk mewujudkan: (1) ruang wilayah nasional yang aman, nyaman, produktif, dan berkelanjutan; (2) keharmonisan antara lingkungan alam dan lingkungan buatan; (3) keterpaduan perencanaan tata ruang wilayah nasional, provinsi, dan kabupaten/kota; (4) keterpaduan pemanfaatan ruang darat, ruang laut, dan ruang udara, termasuk ruang di dalam bumi dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia; (5) keterpaduan pengendalian pemanfaatan ruang wilayah nasional, provinsi, dan kabupaten/kota dalam rangka

Data dan Informasi Pendukung Rancangan Buku III RPJMN 2010-2014 Berdimensi Kewilayahan 3

pelindungan fungsi ruang dan pencegahan dampak negatif terhadap lingkungan akibat pemanfaatan ruang; (6) pemanfaatan sumber daya alam secara berkelanjutan bagi peningkatan kesejahteraan masyarakat; (7) keseimbangan dan keserasian perkembangan antarwilayah; (8) keseimbangan dan keserasian kegiatan antarsektor; dan (9) pertahanan dan keamanan negara yang dinamis serta integrasi nasional.

Kebijakan dan strategi penataan ruang wilayah nasional meliputi kebijakan dan strategi pengembangan struktur ruang dan pola ruang. Kebijakan pengembangan struktur ruang meliputi: (1) Strategi untuk peningkatan akses pelayanan perkotaan dan pusat pertumbuhan ekonomi wilayah meliputi: (a) menjaga keterkaitan antarkawasan perkotaan, antara kawasan perkotaan dan kawasan perdesaan, serta antara kawasan perkotaan dan wilayah di sekitarnya; (b) mengembangkan pusat pertumbuhan baru di kawasan yang belum terlayani oleh pusat pertumbuhan; (c) mengendalikan perkembangan kota-kota pantai; dan (d) mendorong kawasan perkotaan dan pusat pertumbuhan agar lebih kompetitif dan lebih efektif dalam pengembangan wilayah di sekitarnya. Sedangkan, strategi untuk peningkatan kualitas dan jangkauan pelayanan jaringan prasarana meliputi: (a) meningkatkan kualitas jaringan prasarana dan mewujudkan keterpaduan pelayanan transportasi darat, laut, dan udara; (b) mendorong pengembangan prasarana telekomunikasi terutama di kawasan terisolasi; (c) meningkatkan jaringan energi untuk memanfaatkan energi terbarukan dan tak terbarukan secara optimal serta mewujudkan keterpaduan sistem penyediaan tenaga listrik; (d) meningkatkan kualitas jaringan prasarana serta mewujudkan keterpaduan sistem jaringan sumber daya air; dan (e) meningkatkan jaringan transmisi dan distribusi minyak dan gas bumi, serta mewujudkan sistem jaringan pipa minyak dan gas bumi nasional yang optimal.

Kebijakan dan strategi pengembangan pola ruang meliputi: (1) kebijakan dan strategi pengembangan kawasan lindung; (2) kebijakan dan strategi pengembangan kawasan budi daya; dan (3) kebijakan dan strategi pengembangan kawasan strategis nasional.

a. Arah Pengembangan Wilayah Laut

Sebagai negara kepulauan, pemanfaatan tata ruang wilayah laut masih belum optimal. Wilayah laut merupakan potensi strategis yang bisa dimanfaatkan bagi pencapaian tujuan dan sasaran pembangunan nasional, namun produktivitas pengelolaan laut masih rendah sehingga kontribusi terhadap perekonomian nasional masih relatif kecil, dan belum mampu mengatasi masalah kemiskinan nelayan dan ketertinggalan kawasan pesisir. Di sisi lain, beberapa wilayah laut juga menghadapi ancaman penurunan stok ikan dan kerusakan terumbu karang sebagai akibat pola pemanfaatan yang kurang berkelanjutan.

Dalam Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJP) Nasional 2005-2025, dalam mewujudkan visi pembangunan nasional yaitu “Indonesia Yang Mandiri, Maju, Adil dan Makmur” ditempuh melalui 8 (delapan) misi pembangunan nasional yang salah satu dari misi tersebut adalah “mewujudkan Indonesia menjadi negara kepulauan yang mandiri, maju. Kuat dan berbasisikan kepentingan nasional”. Misi ini dicapai dengan menumbuhkan wawasan bahari bagi masyarakat dan pemerintah agar pembangunan Indonesia berotientasi kelautan; meningkatkan kapasitas sumberdaya manusia yang berwawasan kelautan melalui pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi kelautan; mengelola wilayah laut nasional untuk mempertahankan kedaulatan dan kemakmuran; dan membangun ekonomi kelautan secara terpadu dengan mengoptimalkan pemanfaatan sumber kekayaan laut secara berkelanjutan.

Oleh karena itu, dalam lima tahun mendatang pelaksanaan pembangunan akan menempatkan wilayah laut sebagai sarana untuk mendorong keterkaitan antar wilayah dengan mengembangkan dan memperkuat rantai produksi dan distribusi komoditas unggulan wilayah, khususnya industri berbasis kelautan. Pengembangan wilayah laut juga akan dilakukan melalui pendekatan wilayah terpadu dengan memperhatikan potensi mineral dan energi, potensi perikanan, potensi wisata bahari, potensi industri maritim, potensi transportasi, dan teknologi dengan tetap mempertahankan keragaman hayati dan menjaga kelestarian ekosistem laut. Pembangunan wilayah laut menjadi bagian tak terpisahkan dari pembangunan wilayah yang meliputi tujuh gugus pulau/kepulauan utama Sumatera, Jawa-Bali, Kalimantan, Sulawesi, Nusa Tenggara, Maluku, dan Papua.

Dengan mempertimbangkan sektor unggulan dan potensi keterkaitan depan dan belakang dengan sektor-sektor lain, wilayah laut yang dapat dikembangkan meliputi: (1) wilayah pengembangan kelautan Sumatera, (2) wilayah

Data dan Informasi Pendukung Rancangan Buku III RPJMN 2010-2014 Berdimensi Kewilayahan 4

pengembangan kelautan Malaka, (3) wilayah pengembangan kelautan Sunda, (4) wilayah pengembangan kelautan Jawa, (5) wilayah pengembangan kelautan Natuna, (6) wilayah pengembangan kelautan Makassar-Buton, (7) wilayah pengembangan kelautan Banda-Maluku, (8) wilayah pengembangan kelautan Sawu, dan (9) wilayah pengembangan kelautan Papua-Sulawesi. Dari wilayah pengembangan kelautan tersebut, prioritas pengembangan untuk periode 2010-2014 adalah Wilayah Pengembangan Kelautan Sumatera, Malaka, Jawa, Makassar-Buton, dan Banda-Maluku.

Pengembangan wilayah perairan ini diarahkan pada penguatan fungsi wilayah kelautan sebagai perekat integrasi ekonomi antar wilayah dengan tetap menjaga kelestarian ekosistem laut. Strategi yang akan diterapkan adalah: (1) peningkatan sistem transportasi laut untuk mempermudah arus barang antar pulau khususnya ke wilayah timur Indonesia; (2) penegakan peraturan terkait dengan pemeliharaan dan pelestarian lingkungan laut; (3) pengendalian pembuangan limbah industri dan rumah tangga melalui sungai-sungai yang bermuara di perairan Jawa; (4) pengendalian erosi di wilayah daerah aliran sungai (DAS) untuk menghindari pendangkalan pelabuhan ikan dan pelabuhan laut; (5) pengembangan perikanan budidaya; dan (6) pengurangan risiko pencemaran perusakan habitat laut oleh kegiatan eksplorasi dan eksploitasi migas lepas pantai. Arah kebijakan dan strategi wilayah kelautan ini diintegrasikan dengan arah kebijakan dan strategi wilayah Jawa-Bali dan Kalimantan.

Wilayah pengembangan kelautan Makassar terletak di antara Pulau Sulawesi di sebelah timur dan Pulau Kalimantan di sebelah barat. Di utara, wilayah ini berbatasan dengan Laut Sulawesi (wilayah pengembangan kelautan Papua), sedangkan di selatan berbatasan dengan Kepulauan Nusa Tenggara. Wilayah ini sangat strategis dalam menghubungkan Kawasan Barat Indonesia (KBI) dan Kawasan Timur Indonesia (KTI). Wilayah ini juga berfungsi sebagai penyangga bagi pertemuan antara dua lempeng besar: lempeng Asia dan lempeng Australia. Dinamika geologis perairan ini dicirikan oleh pengkerutan sedimen di sebelah utara Bali-Lombok-Flores, pembentukan komplek delta Mahakam yang kaya akan migas, dan patahan mendatar Palu-Koro yang berkaitan erat dengan aktifnya gempa bumi di Sulawesi dan pengendapan emas di Teluk Bone. Wilayah ini dicirikan oleh tingginya keragaman hayati yang tersebar cukup luas. Kecuali Selat Makassar, tingkat pemanfaatan potensi perikanan masih memungkinkan untuk ditingkatkan. Dari sisi sistem transportasi, wilayah ini dilalui jalur pelayaran nasional dan nusantara yang cukup aktif. Di samping itu Selat Makassar juga dilintasi jalur pelayaran internasional yang cukup padat.

Kebijakan pengembangan wilayah ini diarahkan pada optimalisasi peran strategis kelautan dalam meningkatkan interaksi perdagangan intrapulau (antar provinsi di Sulawesi) maupun dalam mendukung peran wilayah Sulawesi sebagai penggerak Kawasan Timur Indonesia. Strategi yang akan dilakukan adalah: (1) peningkatan sistem transportasi laut yang menghubungkan provinsi-provinsi di Pulau Sulawesi; (2) pemantapan sistem transportasi laut untuk memperkuat fungsi intermediasi Sulawesi bagi KBI dan KTI; (3) pembangunan pelabuhan-pelabuhan ikan dalam klaster-klaster industri pengolahan hasil laut; (4) pengembangan pelabuhan hub ekspor komoditas unggulan; (5) peningkatan pengawasan jalur pelayaran internasional untuk mencegah aktivitas penyelundupan; (6) pengembangan lembaga pendidikan dan kurikulum berbasis kelautan (perikanan, pariwisata, perkapalan); (7) pengembangan industri angkutan laut (perkapalan); dan (8) pengembangan wisata alam bahari. Arah kebijakan dan strategi wilayah kelautan ini diintegrasikan dengan arah kebijakan dan strategi wilayah Kalimantan, Sulawesi, dan Nusa Tenggara.

3. Perkiraan Perkembangan Wilayah

Pengembangan wilayah diarahkan untuk meningkatkan kinerja perekonomian nasional dan sekaligus mengurangi kesenjangan antarwilayah dengan mendorong percepatan pembangunan wilayah Kalimantan, Sulawesi, Nusa Tenggara, Maluku dan Papua dan tetap mempertahankan momentum pembangunan di Jawa-Bali dan Sumatera.

Dalam upaya menjaga momentum pertumbuhan ekonomi nasional, berbagai kebijakan, program dan kegiatan pembangunan di Jawa-Bali akan terus dilakukan. Sementara, untuk mengurangi kesenjangan antar wilayah ditempuh dengan meningkatkan produksi, investasi, dan perdagangan melalui pengembangan pusat-pusat pertumbuhan baru di Wilayah Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, Nusa Tenggara, Maluku dan Papua. Kebijakan ini akan berdampak pada perluasan kesempatan kerja dan pengurangan kemiskinan di luar Jawa-Bali. Kebijakan ini juga diperkirakan akan berdampak bagi pemerataan antar wilayah. Salah satu implikasi dari percepatan pengembangan wilayah di Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, Nusa Tenggara, Maluku dan Papua adalah pergeseran

Data dan Informasi Pendukung Rancangan Buku III RPJMN 2010-2014 Berdimensi Kewilayahan 5

alokasi investasi pemerintah ke wilayah tersebut. Sementara, pembangunan wilayah Jawa-Bali didukung oleh kerjasama investasi pemerintah dan swasta dan juga investasi swasta penuh.

Dengan arah pengembangan wilayah tersebut, berbagai perkiraan pengembangan wilayah terutama pertumbuhan ekonomi, kemiskinan, pengangguran, angka kematian bayi, rata-rata lama sekolah dan angka harapan hidup.

Perkiraan Pertumbuhan Ekonomi, Pengangguran dan Kemiskinan Wilayah (dalam persen) T ahun 2010-2014

Provinsi Pertumbuhan Ekonomi Kemiskinan Pengangguran

2010 2014 2010 2014 2010 2014 Wilayah Sumatera

1. NAD 4,5 – 5,0 5,5 – 6,1 20,55 – 20,01 14,47 – 14,06 7,4 – 8,2 5,7 – 6,3

2. Sumatera Utara 6,4 – 7,1 6,9 – 7,6 10,53 – 10,05 7,04 – 6,98 10,3 – 11,4 9,4 - 10,4

3. Sumatera Barat 4,4 – 4,8 6,0 – 6,5 7,73 – 7,24 4,51 – 4,44 8,4 – 9,3 7,5 – 8,3

4, Riau 4,6 – 5,0 6,5 – 7,2 8,51 – 8,11 5,47 -5,32 5,8 – 6,4 5,6 – 6,2

5, Jambi 4,8 – 5,3 6,9 – 7,6 7,65 – 7,12 4,27 - 4,22 4,2 – 4,7 3,1 – 3,5

6, Sumatera Selatan 5,5 – 6,0 6,2 – 6,9 15,34 – 14,04 11,39 -10,89 7,9 -8,7 6,8 – 7,6

7, Bengkulu 4,5 – 5,5 6,2 – 6,9 16,51 -16,07 12,03 -11,91 2,6 – 2,9 1,6 – 1,9

8, Lampung 5,5 – 6,1 6,2 – 6,9 18,29 – 17,84 13,99 -13,24 5,4 – 6,0 4,7 – 5,2

9, Bangka Belitung 4,9 – 5,5 6,1 – 6,7 6,37 – 6,01 3,68 -3,55 3,7 – 4,1 2,4 – 2,7

10, Kepulauan Riau 7,0 – 7,4 7,5 – 8,2 7,66 – 7,13 4,46 -4,21 3,3 – 3,7 1,5 – 2,4 Wilayah Jawa-Bali

11, DKI Jakarta 6,5 – 7,1 6,9 – 7,7 2,75 -2,69 0,54 – 0,53 10,3 – 11,4 8,3 – 9,2

12, Jawa Barat 5,0 – 5,6 6,2 - 6,8 9,12 – 8,91 4,15 - 4,12 10,4 – 11,5 8,8 – 9,8

13, Jawa Tengah 6,2 – 6,8 7,1 – 7,7 14,92 – 14,34 11,58 – 11,37 7,1 – 7,8 5,4 – 6,0

14, DI Yogyakarta 4,8 – 5,3 6,2 – 6,9 15,36 – 15,03 11,87 – 10,76 5,5 – 6,1 4,3 – 4,7

15, Jawa Timur 5,8 – 6,4 7,1 – 7,8 14,62 – 14,24 11,23 – 10,95 6,5 – 7,2 5,7 – 6,3

16, Banten 5,9 – 6,4 6,5 – 7,2 6,79 – 6,23 3,13 – 3,09 15,4 – 17,0 14,9 – 16,5

17, Bali 5,8 – 6,1 6,8 – 7,3 4,12 – 4,01 1,12 – 1,11 4,4 – 4,9 3,4 – 3,7 Wilayah Nusa Tenggara

18, NTB 3,0 – 3,5 3,6 – 4,0 21,42 – 20,93 15,94 – 14,88 3,6 – 3,9 2,2 – 2,4

19, NTT 5,4 – 5,9 5,8 – 6,4 22,64 – 22,12 16,95 -16,87 1,7 – 1,9 1,2- 1,4

Wilayah Kalimantan

20, Kalimantan Barat 4,7 – 5,2 4,8 – 5,4 8,03 – 7,94 4,66 – 4,59 5,7 – 6,2 4,9 – 5,4

21, Kalimantan Tengah 5,0 – 5,6 6,1 – 6,7 6,94 – 6,61 3,61 -,3,57 3,9 – 4,3 2,9 – 3,3

22, Kalimantan Selatan 5,5 – 5,9 6,3 – 6,9 4,01 – 3,85 1,01 -1,01 5,1 – 5,6 3,9 – 4,3

23, Kalimantan Timur 3,0 – 3,5 3,6 – 4,1 5,87 – 5,52 2,03 – 2,01 8,2 – 9,1 5,5 – 6,1 Wilayah Sulawesi

24, Sulawesi Utara 5,7 – 6,3 7,1 – 7,8 9,17 – 8,86 3,05 – 3,02 9,9 – 11,0 8,2 – 9,0

25, Sulawesi Tengah 8,5 – 9,0 9,0 – 10,1 17,33 – 16,93 12,09 – 11,96 6,4 – 7,1 5,9 – 6,5

26, Sulawesi Selatan 6,2 – 7,2 7,5 – 8,3 11,28 -10,87 6,29 -6,04 6,8 – 7,6 4,7 – 5,2

27, Sulawesi Tengggara 7,5 – 7,9 8,0 – 8,5 17,95 – 17,49 14,14 – 14,01 3,7 – 4,1 2,1 – 2,3

28, Gorontalo 6,8 – 7,3 7,0 – 8,5 24,13 – 23,98 19,49 -18,56 4,6 – 5,0 2,9 – 3,2

29, Sulawesi Barat 5,8 – 6,5 6,2 – 7,0 14,06 – 13,93 10,03 - 9,99 4,1 – 4,5 2,7 – 3,0 Wilayah Maluku

30, Maluku 4,9 – 5,4 5,4 – 6,0 27,04 – 26,75 22,23 – 21,76 7,7 – 8,5 5,2 – 5,8

31, Maluku Utara 5,5 – 6,3 6,0 – 6,8 9,45 – 9,07 5,38 – 5,02 4,7 – 5,1 3,0 – 3,3

Wilayah Papua

32, Papua Barat 6,2 – 6,8 7,0 – 7,6 34,94 -34,23 19,94 – 18,78 7,2 – 7,9 5,1 – 5,6

33, Papua 5,3 – 5,8 6,2 – 6,7 37,01 – 36,88 22,95 -21,56 3,7 – 4,1 2,7 – 6,5

Nasional

Data dan Informasi Pendukung Rancangan Buku III RPJMN 2010-2014 Berdimensi Kewilayahan 6

Perkiraan Angka Kematian Bayi, Rata-rata Lama Sekolah dan Angka Harapan Hidup Tahun 2010-2014

Provinsi Angka Kematian Bayi Rata-Rata Lama Sekolah Angka Harapan Hidup

2010 2014 2010 2014 2010 2014

Wilayah Sumatera 1, NAD 32 30 8,90 9,30 69,08 69,61 2, Sumatera Utara 23 20 8,88 9,16 71,64 72,46

3, Sumatera Barat 27 23 8,25 8,56 70,58 71,70

4, Riau 22 20 8,44 8,78 71,92 72,57

5, Jambi 27 24 7,84 8,08 70,43 71,26

6, Sumatera Selatan 25 23 7,84 8,08 70,97 71,79

7, Bengkulu 29 25 8,08 8,26 69,97 71,06

8, Lampung 25 21 7,86 8,42 70,98 72,21

9, Bangka Belitung 26 24 8,10 9,30 70,72 71,35

10, Kepulauan Riau 20 19 9,60 10,80 72,38 72,73 Wilayah Jawa-Bali 11, DKI Jakarta 8 7 11,6 12,4 75,84 76,51

12, Jawa Barat 27 24 8,10 8,70 70,36 71,41

13, Jawa Tengah 21 18 7,44 8,08 72,21 73,06

14, DI Yogyakarta 9 8 8,98 9,46 75,62 76,39

15, Jawa Timur 25 21 7,46 8,02 71,09 72,27

16, Banten 32 29 8,50 8,90 69,26 70,06

17, Bali 13 12 8,24 8,88 70,09 74,48 Wilayah Nusa Tenggara 18, NTB 44 37 7,06 7,42 66,18 67,76

19, NTT 32 27 6,68 6,96 69,25 70,58

Wilayah Kalimantan

20, Kalimantan Barat 28 25 7,06 7,42 70,31 71,04

21, Kalimantan Tengah 23 21 8,25 8,56 71,75 72,31

22, Kalimantan Selatan 34 30 7,68 7,96 68,54 69,79

23, Kalimantan Timur 20 14 9,24 9,68 72,63 73,74 Wilayah Sulawesi 24, Sulawesi Utara 12 9 8,96 9,12 74,47 75,42

25, Sulawesi Tengah 35 31 7,98 8,26 70,28 71,39

26, Sulawesi Selatan 28 24 8,00 8,80 69,33 70,80

27, Sulawesi Tengggara 30 25 7,90 8,20 70,28 71,39

28, Gorontalo 31 26 7,10 7,40 68,28 69,51

29, Sulawesi Barat 28 24 7,50 8,70 69,82 71,01 Wilayah Maluku 30, Maluku 32 28 9,00 9,40 69,12 70,18

31, Maluku Utara 35 29 9,00 9,40 68,42 69,91

Wilayah Papua

32, Papua Barat 32 27 7,57 8,37 69,13 70,47

33, Papua 31 27 6,58 6,86 69,38 70,63

Nasional

4. Gambaran Keterkaitan Antarwilayah

Sejauh ini masih terjadi ketidakseimbangan pertumbuhan antar kota-kota besar, metropolitan dengan kota-kota menengah dan kecil, dimana pertumbuhan kota-kota besar dan metropolitan masih terkonsentrasi di pulau Jawa dan Bali. Wilayah strategis dan cepat tumbuh seharusnya berkembang dan mampu menjadi pendorong percepatan pembangunan bagi wilayah tertinggal dan wilayah perbatasan. Namun dalam kenyataannya masih terdapat banyak

Data dan Informasi Pendukung Rancangan Buku III RPJMN 2010-2014 Berdimensi Kewilayahan 7

kendala dalam berbagai aspek seperti infrastruktur, SDM, kelembagaan, maupun akses terhadap input produksi dan pasar. Sementara itu kota-kota nasional yang seharusnya menjadi penggerak bagi pembangunan disekitarnya, khususnya wilayah perdesaan, justru memberikan dampak yang merugikan terhadap keberhasilan pengentasan kesenjangan itu sendiri. Hal ini tidak terlepas dari masih begitu banyaknya daerah tertinggal yang harus ditangani, dimana sebagian diantaranya lokasinya sangat terisolir dan sulit dijangkau, Sementara itu, permasalahan utama dari ketertinggalan pembangunan di wilayah perbatasan adalah arah kebijakan pembangunan kewilayahan yang selama ini cenderung berorientasi ’inward looking’ sehingga seolah-olah kawasan perbatasan hanya menjadi halaman belakang dari pembangunan negara. Selain itu, pulau-pulau kecil yang ada di Indonesia sulit berkembang terutama karena lokasinya sangat terisolir dan sulit dijangkau, Diantaranya banyak yang tidak berpenghuni atau sangat sedikit jumlah penduduknya, serta belum tersentuh oleh pelayanan dasar dari pemerintah.

Secara nasional, pertumbuhan ekonomi dikontribusikan dari sektor industri pengolahan sebesar 25,91 persen, sektor perdagangan 18,46 persen dan sektor pertanian 15,27 persen. Kontribusi sektor pertanian ini didukung di seluruh wilayah di Indonesia dengan kontribusi terbesar di wilayah Maluku sebesar 32,6 persen dan terendah di wilayah Jawa Bali sebesar 11,3 persen. Sementara untuk sektor industri pengolahan hanya dikontribusikan dari tiga wilayah yaitu wilayah Sumatera, Jawa-Bali dan Kalimantan. Di wilayah lainnya sektor industri pengolahan tidak terlalu dominan. Selain itu, terdapat pula sektor pertambangan yang termasuk 3 besar dalam menyumbang perekonomian wilayah di Sumatera, Kalimantan, Nusa Tenggara serta Papua.

Penyebab terjadinya ketimpangan ekonomi antar daerah berikutnya dapat dilihat dari aspek kepemilikan faktor produksi, yaitu modal atau kapital dan tenaga kerja. Jawa memiliki keunggulan dalam faktor kapital dan tenaga kerja, tetapi miskin akan sumberdaya alam, Sementara itu daerah luar Jawa memiliki keunggulan dalam kepemilikan bahan baku berupa sumberdaya alam, baik berupa barang tambang, hasil perkebunan dan kelautan. Daerah yang menguasai kepemilikan kapital dan tenaga kerja cenderung mengalami laju pertumbuhan ekonomi tinggi, sedangkan daerah kaya sumberdaya alam mengalami laju pertumbuhan ekonomi lebih lamban.

Daerah yang memiliki banyak keunggulan dalam kepemilikan faktor akan menjadi tempat berproduksi (sentra produksi) dan sekaligus sebagai pemasok barang dan jasa bagi daerah-daerah lainnya, apalagi jika ditunjang dengan jumlah penduduk yang besar. Sementara daerah-daerah terbelakang yang tidak ditunjang oleh kepemilikan faktor produksi kecuali sumber daya alam, perkembangan ekonominya hampir dipastikan lebih lambat. Selain itu daerah ini juga memiliki ketergantungan yang tinggi terhadap daerah yang lebih maju.

Di samping kepemilikan faktor produksi, pengelolaan faktor produksi yang dimiliki juga menjadi penting. Pengangguran dan kemiskinan sebagai indikator kinerja pembangunan di tingkat mikro menunjukkan bahwa peningkatan pengangguran lebih disebabkan oleh lemahnya kemampuan daerah dalam mengelola ketenagakerjaan. Kesempatan kerja yang terbatas, kapasitas SDM angkatan kerja yang tidak sesuai dengan kebutuhan, lemahnya entrepreneurship angkatan kerja merupakan kata-kata kunci yang harus diperhatikan dalam mengatasi pengangguran. Sementara kemiskinan lebih disebabkan oleh rendahnya produktivitas dimana upah riil yang diterima dari pekerjaan yang dijalankan nilainya sangat rendah. Lemahnya akses terhadap sumber daya, serta kualitas pendidikan dan ketrampilan kaum miskin yang rendah, merupakan kata-kata kunci yang harus diperhatikan untuk mengatasi kemiskinan.

Optimalisasi investasi pemerintah dan insentif dunia usaha dalam pembangunan harus menjadi fokus utama untuk mendorong percepatan pembangunan di wilayah tertinggal. Berbagai kebijakan diarahkan untuk mendorong pemerataan pembangunan antar wilayah, Keterbatasan sumberdaya pembangunan khususnya pemerintah, maka upaya pembangunan harus terarah brdasarkan pertimbangan pemilihan prioritas wilayah, prioritas industri atau sektor usaha dan prioritas memiliki dampak pengganda paling besar baik secara sektoral maupun spasial. Selain itu, pengembangan wilayah juga dapat dibangun dengan menekankan pada pengembangan jaringan, penguatan kolaborasi antarpelaku dan pengembangan klaster.

Mengingat adanya perbedaan karakteristik antar daerah di Indonesia, pendekatan pembangunan berbasis wilayah merupakan jawaban untuk mengkonsolidasikan kekuatan dan potensi lokal secara lebih efektif guna mendorong keserasian dan keseimbangan pembangunan wilayah sebagai bagian integral dari pembangunan nasional. Dalam konteks pemikiran tersebut, penyusunan Buku III dalam pegembangan wilayah yang berdimensi kewilayahan

Data dan Informasi Pendukung Rancangan Buku III RPJMN 2010-2014 Berdimensi Kewilayahan 8

menjadi suatu keharusan guna mengatisipasi perubahan di masa depan, dan menjamin kesinambungan pembangunan nasional dan antar wilayah.

Dalam kebijakan pembangunan berdimensi kewilayahan terdapat dua isu penting yang harus mendapat perhatian yaitu (1) kesenjangan antar wilayah dan (2) keterkaitan antar wilayah. Kesenjangan antar wilayah menimbulkan permasalahan tidak hanya dari sisi keadilan tetapi juga akan memperlemah kinerja pembangunan nasional sebagai sebuah sistem, Sementara keterkaitan antar wilayah yang tidak terbangun dengan baik, dapat menimbulkan permasalahan terjadinya pengurasan sumber daya dan kebocoran wilayah. Keduanya mengakibatkan akumulasi nilai tambah tidak terjadi di dalam wilayah sehingga aktivitas pembangunan yang dilaksanakan tidak memberikan dampak yang signifikan bagi peningkatan kesejahteraan masyarakat dan proses pengembangan wilayah itu sendiri.

Apabila masalah kesenjangan dan penguatan struktur keterkaitan tidak segera diatasi maka dalam konteks ekonomi akan terjadi inefisiensi dalam pengelolaan sumber daya. Dalam konteks sosial akan memicu konflik antarwilayah. Dalam konteks lingkungan akan terjadi eksploitasi berlebihan terhadap sumber daya alam. Dalam konteks politik akan mengancam persatuan dan kesatuan bangsa.

Berdasarkan analisis terhadap data interregional input output (IRIO) tahun 2005 untuk wilayah Sumatra, Jawa Bali, Kalimantan, Sulawesi, Maluku, Papua, dan Nusa Tenggara menunjukkan bahwa perdagangan antar wilayah masih sangat terbatas. Akibatnya investasi yang dilakukan di satu wilayah hanya akan berdampak terhadap wilayah itu sendiri. Struktur keterkaitan aktivitas ekonomi antar wilayah yang lemah mangakibatkan instrumen investasi menjadi inefisien karena kurang berdampak terhadap pembangunan wilayah secara luas.

Intensitas perdagangan antar wilayah, meskipun proporsinya kecil, ternyata hanya didominasi oleh wilayah Jawa Bali dengan Sumatra. Sementara di wilayah-wilayah lain (Kalimantan, Sulawesi, Maluku, Papua dan Nusa Tenggara) sebagian besar perdagangan hanya terjadi dengan wilayah Jawa Bali. Hal ini menunjukkan bahwa keterkaitan ekonomi di Kawasan Barat Indonesia lebih berkembang, sedangkan keterkaitan ekonomi antar wilayah di Kawasan Timur Indonesia sangat lemah, meskipun secara geografis wilayahnya saling berdekatan.

Dilihat dari struktur input, berdasarkan nilai total input antara, proporsi input yang dapat dipenuhi sendiri oleh masing-masing wilayah mencapai 80,65 persen, proporsi input yang diperdagangkan antar wilayah mencapai 8,21 persen, dan proporsi input yang diperoleh dari impor mencapai 10.09 persen. Perdagangan input wilayah Jawa Bali-Sumatra mencapai 4,78 persen, Jawa Bali-Kalimantan mencapai 1,46 persen, Jawa Bali-Sulawesi mencapai 1,01 persen, Jawa Bali-Maluku mencapai 0.08 persen, Jawa Bali-Papua mencapai 0,61 persen, dan Jawa Bali-Nusa Tenggara mencapai 0,40 persen. Dengan demikian proporsi input yang diperdagangkan antar wilayah di luar Jawa Bali hanya 0,93 persen. Aliran input wilayah Jawa Bali-Sumatra relatif dominan dan posisi Jawa dalam struktur input menjadi penting bagi wilayah-wilayah lainnya, terutama Kawasan Timur Indonesia.

Gambar : Struktur Input

Data dan Informasi Pendukung Rancangan Buku III RPJMN 2010-2014 Berdimensi Kewilayahan 9

Dilihat dari struktur output, berdasarkan nilai total output, proporsi output yang digunakan sendiri di masing-masing wilayah mencapai 74,40 persen, proporsi output yang diperdagangkan antara wilayah mencapai 8,59 persen, dan proporsi output yang diekspor ke luar negeri mencapai 17,01 persen. Perdagangan output wilayah Jawa Bali-Sumatra mencapai 4,77 persen, wilayah Jawa Bali-Kalimantan mencapai 1.43 persen, wilayah Jawa Bali-Sulawesi mencapai 0,84 persen, wilayah Jawa Bali-Maluku mencapai 0,07 persen, wilayah Jawa Bali-Papua mencapai 0,42 persen, wilayah Jawa Bali-Nusa Tenggara mencapai 0,39 persen. Dengan demikian proporsi output yang diperdagangkan antar wilayah di luar Jawa Bali hanya 0,67 persen. Aliran output wilayah Jawa Bali-Sumatra relatif dominan dan posisi Jawa dalam struktur output juga menjadi penting bagi wilayah-wilayah lainnya.

Dominasi posisi Jawa Bali dalam struktur input dan output mengakibatkan setiap investasi yang ditanamkan di luar wilayah Jawa Bali akan memberikan nilai manfaat lebih besar bagi wilayah Jawa Bali. Nilai manfaat ini bisa diperoleh dari meningkatnya permintaan terhadap input, maupun meningkatnya konsumsi output oleh wilayah lain. Apabila dirasiokan antara input yang dibutuhkan oleh wilayah lain dari Jawa Bali terhadap nilai input yang dibutuhkan Jawa Bali dari wilayah lain, nilainya mencapai 13.92. Artinya input yang dibutuhkan wilayah lain dari Jawa Bali 13.92 kali lebih banyak daripada input yang dibutuhkan Jawa Bali dari wilayah lain. Apabila dirasiokan antara output Jawa Bali yang digunakan di wilayah lain terhadap output wilayah lain yang digunakan oleh Jawa Bali, nilainya mencapai 15.67. Artinya output yang digunakan wilayah lain dari Jawa Bali 15.67 kali lebih banyak dari output yang digunakan Jawa Bali dari wilayah lain.

Gambar Struktur Output

Ketika dilakukan investasi di luar Jawa, maka input yang dibutuhkan akan didatangkan dari wilayah Jawa Bali. Berbagai bentuk input produksi seperti pupuk, bahan kimia, semen, mesin, kendaraan, alat-alat berat dan sebagainya akan didatangkan dari Jawa Bali. Ketika investasi tersebut kemudian berhasil meningkatkan kesejahteraan masyarakat, maka berbagai bentuk produk output dari Jawa Bali seperti tekstil, elektronik, kendaraan, makanan olahan dan sebagainya didatangkan lagi dari wilayah Jawa Bali. Kondisi inilah yang mengakibatkan ketimpangan tidak akan pernah teratasi tanpa mengubah struktur keterkaitan yang menempatkan posisi Jawa Bali sebagai sentra input dan output dalam lingkup wilayah nasional.

Apabila nilai ekspor-impor dimasukkan di dalam neraca input-output maka akan semakin terlihat bahwa lemahnya keterkaitan ekonomi antar wilayah telah mengakibatkan terjadinya kehilangan nilai ekonomi (total economy loss) yang cukup besar. Dalam struktur input, nilai impor total menunjukkan bahwa perdagangan dengan luar negeri nilainya lebih besar daripada perdagangan domestik antar wilayah. Rasio nilai impor terhadap perdagangan domestik tercatat sebesar 1,09.

Data dan Informasi Pendukung Rancangan Buku III RPJMN 2010-2014 Berdimensi Kewilayahan 10

Proporsi impor di atas proporsi perdagangan domestik antar wilayah dimiliki oleh wilayah Papua dan Jawa Bali. Untuk wilayah Papua, proporsi input yang diperoleh dari impor adalah 1.26 kali dari proporsi input yang diperoleh dari wilayah lain. Sedangkan untuk wilayah Jawa Bali, proporsi input yang diperoleh dari impor adalah 2.15 kali dari proporsi input yang diperoleh dari wilayah lain. Dengan demikian dilihat dari aliran perdagangan input, apabila investasi ditingkatkan di luar wilayah Jawa Bali, maka selain wilayah Jawa Bali yang akan mendapatkan manfaat, manfaat yang lebih besar justru dinikmati oleh luar negeri.

Sedangkan dalam struktur ouput, nilai ekspor total menunjukkan bahwa perdagangan dengan luar negeri nilainya lebih besar daripada perdagangan domestik antar wilayah. Rasio nilai ekspor terhadap perdagangan domestik tercatat sebesar 1.98. Hampir di semua wilayah, proporsi nilai ekspor lebih besar daripada perdagangan domestik antara wilayah kecuali di wilayah Maluku dan Nusa Tenggara. Sebagai wilayah kepulauan yang tidak memiliki infrastruktur ekspor-impor berskala besar, maka output yang dihasilkan wilayah Maluku dan Nusa Tenggara lebih banyak dikirim ke Jawa Bali.

Proporsi nilai ekspor di Sumatra 2.15 kali dari proporsi nilai output yang diperdagangkan antar wilayah. Proporsi nilai ekspor di Jawa Bali 1.87 kali dari proporsi nilai output yang diperdagangkan antar wilayah. Proporsi nilai ekspor di Kalimantan 2.72 kali dari proporsi nilai output yang diperdagangkan antar wilayah. Proporsi nilai ekspor di Sulawesi 1.15 kali dari proporsi nilai output yang diperdagangkan antar wilayah. Proporsi nilai ekspor di Papua 2.27 kali dari proporsi nilai output yang diperdagangkan antar wilayah.. Dilihat dari aliran perdagangan output, apabila investasi ditingkatkan di luar Jawa Bali, maka selain wilayah Jawa Bali akan mendapatkan manfaat, manfaat berupa nilai tambah ekspor alan dinikamti oleh luar negeri. Dengan demikian dalam kasus ini permintaan ekspor merupakan instrumen yang lebih memberikan dampak berupa peningkatan nilai tambah dibandingkan dengan perdagangan domestik antar wilayah.

Perdagangan internasional melalui mekanisme ekspor-impor sebenarnya merupakan salah satu instrumen yang dapat memacu pembentukan nilai tambah. Namun pembentukan nilai tambah yang sesungguhnya, hanya terjadi jika terbangun rantai aktivitas hulu hilir, dimana barang yang diimpor berupa input produksi (teknologi, bahan mentah, energi) dan barang yang diekspor adalah produk olahan yang memiliki nilai lebih mahal. Jika yang terjadi adalah sebaliknya, yaitu barang yang diimpor adalah produk olahan dan barang yang diekspor adalah input produksi, maka akan terjadi kehilangan nilai ekonomi yang sangat besar.

Dari hasil analisis IRIO untuk 3 sektor utama yaitu sektor pengelolaan sumber daya alam, sektor industri pengolahan, dan sektor jasa, diketahui bahwa Jawa Bali memasok input atau output ke wilayah lain terutama dalam bentuk produk-produk manufaktur. Struktur output perekonomian Jawa Bali menunjukkan 44 persen dari nilai output total diperoleh dari sektor industri pengolahan. Hal ini juga diperkuat dengan nilai komponen direct forward linkage dari sektor industri di Jawa Bali yang mencapai nilai 1,189, jauh lebih besar daripada sektor-sektor lainnya yang hanya berkisar antara 0.2 hingga 0.6. Produk manufaktur tersebut bisa berupa output yang dikonsumsi langsung seperti makanan dan minuman, tekstil, alas kaki, pulp dan kertas serta karet dan barang dari karet, atau berupa input produksi seperti bahan kimia, semen, besi baja dan logam dasar bukan besi, mesin listrik dan peralatan listrik, serta alat angkutan dan perbaikannya.

Sementara itu sebagian besar ekspor didominasi oleh hasil-hasil alam yang notabene merupakan input produksi. Hal ini dapat dilihat dari ekspor wilayah Jawa Bali yang masih didominasi oleh migas 50.84 persen. Sementara untuk wilayah Sumatra, Kalimantan dan Papua, nilai output total didominasi oleh produk-produk primer baik berupa hutan maupun tambang. Proporsi produk primer di wilayah Sumatra mencapai 37.29 persen, wilayah Kalimantan mencapai 57.29 persen, dan wilayah Papua mencapai 79,18 Persen.

Kondisi ini menggambarkan bahwa aliran produk manufaktur antar wilayah banyak disuplai dari Jawa Bali, yang kebutuhan inputnya sebanranya banyak disuplai dari impor. Sedangkan sebagian besar ekspor dari setiap wilayah didominasi oleh produk-produk sumber daya alam yang sebenarnya merupakan input produksi. Nampak jelas bagaimana produk-produk olahan dari hilir mulai membanjiri pasar-pasar di wilayah-wilayah produksi sumber daya alam karena proses industrialisasi di luar wilayah Jawa Bali yang kurang berkembang. Kebutuhan untuk mengkonsumsi produk olahan yang bernilai lebih mahal, tentunya akan direspon dengan upaya meningkatkan

Data dan Informasi Pendukung Rancangan Buku III RPJMN 2010-2014 Berdimensi Kewilayahan 11

kesejahteraan melalui peningkatan ekspor. Apabila ekspor ke luar negeri didominasi oleh input produksi berupa sumber daya alam, maka struktur ekonomi yang demikian akan mempercepat terjadinya degradasi lingkungan dan sumber daya alam. Akibatnya pertumbuhan yang terus dipacu akan diikuti dengan pengurasan sumber-sumber alam, meningkatnya ketergantungan terhadap impor dan meningkatnya kesenjangan antar wilayah Jawa Bali dengan wilayah lainnya. Karena itu sudah saatnya upaya pembangunan ke depan lebih diarahkan untuk mengembangkan perekonomian domestik dengan memperkuat keterkaitan rantai industri hulu hilir produk unggulan antar wilayah.

Makin meningkatnya kesenjangan dan lemahnya pola keterkaitan ekonomi antara wilayah, untuk mewujudkan pertumbuhan yang berkualitas diperlukan langkah-langkah yang mencakup dua hal yaitu (1) menggeser intensitas pembangunan ke luar wilayah Jawa Bali dan (2) memperbaiki struktur keterkaitan ekonomi antar wilayah. Khusus untuk wilayah Jawa Bali peran pembangunan bisa lebih diserahkan kepada kerjasama dengan pihak swasta., Sementara di wilayah-wilayah lain peran pembangunan dapat diinisiasi oleh pemerintah.

Untuk mengatasi kesenjangan, percepatan pembangunan wilayah di luar wilayah Jawa Bali dapat dilakukan melalui dua strategi dasar yaitu supply side strategy dan demand side strategy. Supply side strategy merupakan upaya untuk meningkatkan kemampuan produksi, sedangkan demand side strategy merupakan upaya untuk memenuhi kebutuhan akan barang dan jasa akibat meningkatnya pendapatan masyarakat.

Dari sisi suplai, hal terpenting yang harus dilakukan adalah bagaimana pembangunan yang dilaksanakan dapat mendorong proses industrialiasi sesuai dengan basis keunggulan sumber daya yang dimiliki oleh masing-masing wilayah. Karena itu ketersediaan infrastruktur, modal, dan sumber daya manusia menjadi penting. Kelimpahan sumber daya alam yang dimiliki masing-masing wilayah harus dapat dijadikan modal untuk membangun infrastruktur, permodalan dan SDM di tingkat lokal.

Dari sisi permintaan, hal terpenting adalah mengembangkan fasilitas pelayanan yang memenuhi standar pelayanan minimal, serta produk barang dan jasa yang mampu memenuhi kebutuhan di tingkat lokal. Hal ini perlu untuk menangkap nilai tambah dari adanya kebutuhan masyarakat akan fasilitas pendidikan, kesehatan, rekreasi, maupun produk-produk pakaian, makanan, minuman dan sebagainya.

Sementara itu untuk memperbaiki struktur keterkaitan ekonomi antar wilayah maka perdagangan antar wilayah di tingkat domestik harus diperkuat. Berkembangnya industri-industri berbasis sumber daya unggulan di luar wilayah Jawa Bali, dapat didukung oleh industri pengolahan yang berbasis pada pemanfaatan dan pengembangan teknologi yang potensial untuk dikembangkan di Jawa Bali. Sebaliknya kebutuhan industri di Jawa Bali akan input produksi berupa barang jadi atau setengah jadi juga dapat dipenuhi oleh wilayah-wilayah lain. Dengan demikian industri-industri padat karya dapat dikembangkan di luar Jawa Bali, sedangkan industri-industri yang bersifat padat modal dapat dikembangkan di wilayah Jawa Bali.

Dengan pengembangan rantai industri berbasis komoditi unggulan, maka nilai tambah produk-produk primer akan meningkat, teknologi akan berkembang, pengangguran dapat terserap, dan nilai tambah yang diperoleh akan jauh lebih besar. Sementara dengan pengembangan fasilitas-fasilitas pelayanan yang lebih merata maka kesenjangan antar wilayah akan teratasi, kualitas SDM akan meningkat secara merata, dan akumulasi nilai tambah akan tetap terjadi di dalam wilayah.

6.3. Pengembangan Wilayah Sulawesi

6.3.1. Isu strategis

Berdasarkan fakta, potensi dan permasalahan di wilayah Sulawesi, dapat dirumuskan isu strategis sebagai berikut:

1. Tingginya ketimpangan pembangunan antar wilayah, ditunjukkan oleh rendahnya kinerja ekonomi di Provinsi Sulawesi Tengah, Gorontalo, dan Sulawesi Barat. yang disebabkan oleh terbatasnya ketersediaan sarana dan prasarana penunjang kegiatan ekonomi, belum optimalnya pemanfaatan potensi sumber daya lokal untuk pengembangan kegiatan budidaya unggulan daerah, rendahnya investasi untuk pengembangan

Data dan Informasi Pendukung Rancangan Buku III RPJMN 2010-2014 Berdimensi Kewilayahan 12

perekonomian. Disamping itu, terdapat isu strategis tingginya konsentrasi daerah tertinggal, khususnya di Provinsi Gorontalo, Sulawesi Barat, dan Sulawesi Tengah, yang disebabkan oleh terbatasnya prasarana dan sarana penunjang kegiatan ekonomi masyarakat, belum optimalnya pemanfaatan potensi sumber daya lokal dalam pengembangan kegiatan perekonomian daerah, rendahnya aksesibilitas daerah tertinggal terhadap pusat-pusat pertumbuhan wilayah, terbatasnya akses masyarakat dalam memperoleh pelayanan dasar, khususnya pendidikan dan kesehatan, dan belum terjalinnya kerjasama pengelolaan dan pemasaranan komoditi unggulan antar daerah .

2. Belum optimalnya pengembangan sektor unggulan yang berdaya saing tinggi di wilayah Sulawesi. Kondisi ini ditunjukkan dari belum optimalnya pengembangan potensi sektor unggulan perikanan dan pariwisata bahari di Provinsi Gorontalo, Sulawesi Utara, Sulawesi Tengah dan Sulawesi Selatan; belum optimalnya pengembangan potensi produksi dan pengembangan industri pengolahan komoditi unggulan tanaman pangan padi dan jagung untuk mewujudkan ketahanan pangan nasional di wilayah Sulawesi; belum optimalnya pengembangan potensi komoditi unggulan perkebunan yang didukung dengan industri pengolahan; belum optimalnya pengembangan potensi komoditi unggulan pertambangan nikel, aspal, serta minyak dan gas bumi yang didukung dengan industri pengolahan secara berkelanjutan di Provinsi Sulawesi Selatan dan Sulawesi Tenggara; serta belum optimalnya pengembangan potensi pariwisata berbasis cagar budaya yang ditetapkan sebagai warisan dunia yang terdapat di Sulawesi Selatan dan Sulawesi Tenggara.

3. Belum optimalnya pengembangan kota yang mempunyai potensi sebagai pintu gerbang ke kawasan-kawasan internasional, pusat ekonomi perkotaan (jasa dan industri) nasional dan simpul transportasi yang melayani nasional dan atau beberapa provinsi. Kondisi ini, ditunjukkan dari sebanyak 5 PKN di wilayah Sulawesi yang belum optimal dalam mendukung perekonomian wilayah, sesuai dengan fungsi pelayanannya masing-masing.

4. Tingginya tingkat kemiskinan dan ketimpangan kualitas sumberdaya manusia yang diakibatkan perbedaan akses terhadap pelayanan dasar, ditunjukkan oleh tingginya tingkat kemiskinan diperdesaan khususnya di Provinsi Sulawesi Tengah, Sulawesi Tenggara, Gorontalo, Sulawsi Barat. Kondisi ini disebabkan oleh rendahnya keterampilan kerja dan kemampuan pengembangan usaha masyarakat di perdesaan, Rendahnya akses masyarakat terhadap sumber permodalahan untuk pengembangan usaha, dan Rendahnya akses masyarakat terhadap sarana produksi dan pemasaran produk pertanian. Disamping itu, terdapat isu strategis rendahnya kualitas sumberdaya manusia di wilayah perdesaan khususnya di Provinsi Sulawesi Tengah, Sulawesi Tenggara, Sulawesi Barat, secara umum disebabkan oleh rendahnya akses masyarakat di wilayah perdesaan

5. Masih terbatasnya dukungan infrastruktur dalam memacu perekonomian daerah dan meningkatkan pelayanan dasar, ditunjukkan dari tingginya persentase kondisi jalan tidak mantap (rusak ringan dan rusak berat), disebabkan oleh terbatasnya kemampuan perbaikan kondisi jalan Negara jalan provinsi dan jalan kabupaten yang rusak ringan dan rusak berat. Isu strategis dari aspek sistem transportasi adalah terbatasnya infrastruktur untuk mendukung interkoneksi jaringan transportasi darat antar wilayah selatan dan utara dengan wilayah tengah dan tenggara yang relatif tertinggal, termasuk di wilayah kepulauan di Sulawesi Utara, terbatasnya dukungan infrastruktur jaringan transportasi sungai, danau dan penyeberangan antar kabupaten/antar provinsi serta antara wilayah Sulawesi dengan wilayah negara tetangga. Terbatasnya dukungan jaringan transportasi laut antar-negara dan antar-pulau dalam rangka mendukung kegiatan ekspor-impor melalui pelabuhan yang menangani petikemas, khususnya Makassar, Bitung, Pantoloan, Kendari, Baubau, dan Anggrek,. Terbatasnya dukungan sistem jaringan transportasi udara Sulawesi secara terpadu sebagai satu kesatuan sistem transportasi wilayah Sulawesi, nasional dan internasional, Isu strategis pendukung ekonomi lainnya adalah terbatasnya ketersediaan energi listrik untuk memenuhi peningkatan kebutuhan sektor pelanggan, terbatasnya dukungan prasarana dan sarana telekomunikasi khususnya di wilayah perdesaan dan pulau-pulau terpencil, serta belum meratanya akses masyarakat terhadap air bersih.

6. Belum optimalnya penanganan wilayah perbatasan dan menjaga stabilitas pertahanan dan keamanan, ditunjukkan oleh belum tuntasnya penetapan delimitasi dan demarkasi garis batas wilayah NKRI dengan dengan Republik Philipina yang disebabkan belum optimalnya upaya diplomasi dalam penyelesaian batas negara, dan adanya ancaman stabilitas politik, hukum, dan keamanan di wilayah perbatasan yang disebabkan oleh terbatasnya sarana pendukung pengawasan dan pengamanan di sepanjang garis perbatasan laut dan perairan di sekitar pulau-pulau terluar, dan belum optimalnya kerjasama dengan negara Philipina dalam bidang ekonomi, sosial budaya, dan pertahanan keamanan. Disamping itu terdapat isu strategis belum mantapnya keamanan pasca konflik khususnya diwilayah Poso Sulawesi Tengah, yang sewaktu-waktu dapat dipicu oleh oknum-oknum yang mencoba melakukan provokasi terjadinya konflik sosial

7. Tingginya kerusakan hutan karena eksploitasi SDA tidak terkendali yang ditunjukkan oleh cukup tingginya laju deforestasi di seluruh wilayah Sulawesi, yang disebabkan oleh belum optimalnya pengawasan dan penegakan hukum bagi para pelaku perambah hutan, dan belum optimalnya upaya rehabilitasi kawasan lidung sebagai fungsi konservasi

Data dan Informasi Pendukung Rancangan Buku III RPJMN 2010-2014 Berdimensi Kewilayahan 13

8. Belum optimalnya kemampuan penanganan resiko bencana dalam mengantisipasi kerentanan terhadap bencana alam yang bersumber dari gempa tektonik, Tsunami, banjir dan longsor. Hal ini disebabkan oleh belum memadainya kinerja penanggulangan bencana, dan masih rendahnya kesadaran terhadap risiko bencana, serta pemahaman terhadap kesiapsiagaan dalam menghadapi bencana.

6.3.2. Arah Pengembangan Wilayah Sulawesi

Dengan memperhatikan rancangan Rencana Tata Ruang Wilayah Pulau Sulawesi, pengembangan wilayah Sulawesi diarahkan untuk: (1) Mendorong perkembangan peran Pulau Sulawesi sebagai salah satu wilayah yang memiliki peluang-peluang eksternal cukup besar; (2) mengembangkan komoditas unggulan Pulau Sulawesi yang memiliki daya saing tinggi melalui kerjasama lintas sektor dan lintas wilayah provinsi dalam pengelolaan dan pemasarannya; (3) memprioritaskan kawasan-kawasan tertinggal dan kawasan perbatasan dalam rangka pencapaian pemerataan tingkat perkembangan antar wilayah, termasuk pengembangan pulau-pulau kecil dan gugus kepulauan; (4) memanfaatkan potensi sumber daya di darat dan laut secara optimal serta mengatasi potensi konflik lintas wilayah provinsi yang terjadi dibeberapa wilayah perairan dan daratan; (5) mempertahankan keberadaan sentra-sentra produksi pangan nasional, khususnya bagi sawah-sawah beririgasi teknis dari ancaman konversi lahan; (6) memantapkan keterkaitan antara kawasan andalan dan kawasan budidaya lainnya, berikut kota-kota pusat kegiatan di dalamnya, dengan kawasan-kawasan dan pusat-pusat pertumbuhan antar pulau di wilayah nasional, serta dengan pusat-pusat pertumbuhan di kawasan sub-regional ASEAN, Asia Pasifik dan kawasan internasional lainnya dalam menciptakan daya saing wilayah; (7) mempertahankan dan merehabilitasi kawasan lindung hingga mencapai luasan minimal 40 persen dari luas keseluruhan Pulau Sulawesi dalam rangka mengurangi resiko dampak bencana lingkungan yang dapat mengancam keselamatan masyarakat dan asset-asset sosial-ekonominya yang berbentuk prasarana, pusat permukiman maupun kawasan budidaya; (8) Meningkatkan upaya pengembangan dan pelestarian kesenian; (9) Meningkatkan upaya penumbuhan kewirausahaan dan kecakapan hidup pemuda; (10) Memperluas pengerahan tenaga terdidik untuk pembangunan perdesaan; (11) Meningkatkan upaya pemasyarakatan dan pembinaan olahraga; (12) Meningkatkan upaya pembinaan olahraga yang bersifat nasional; (13) Meningkatkan kerjasama pola kemitraan untuk pembangunan sarana dan prasarana olahraga. (14) mengembangkan industri pengolahan yang berbasis pada sektor kelautan, pertanian, perkebunan, pertambangan, dan kehutanan secara berkelanjutan; (15) mengembangkan pemanfaatan ruang untuk mewadahi dinamika kehidupan ekonomi, sosial, dan budaya.

Pengembangan sistem pusat permukiman di wilayah Pulau Sulawesi ditekankan pada terbentuknya fungsi dan hirarki pusat permukiman sesuai Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional yang meliputi Pusat Kegiatan Nasional, Pusat Kegiatan Wilayah, Pusat Kegiatan Lokal dan Pusat Kegiatan Strategis Nasional di kawasan perbatasan negara. Pengembangan PKN di Pulau Sulawesi diarahkan untuk: (1) mendorong optimalisasi pengembangan kawasan perkotaan Maminasata (Makassar–Maros–Sungguminasa–Takalar) dan Manado-Bitung sebagai pusat pelayanan primer yang sesuai dengan daya dukung lingkungannya, (2) mendorong pengembangan kota-kota Gorontalo, Palu, dan Kendari sebagai pusat pelayanan sekunder. Pengembangan PKW di Pulau Sulawesi diarahkan untuk: (1) Mendorong pengembangan kota-kota Tomohon, Kotamobagu, Tondano, Isimu, Marisa, Kwandang, Luwuk, Pare-pare, Kolonodale, Palopo, Watampone, Bulukumba, Jeneponto, Pangkajene, Barru, Lasolo, Rarowatu, Raha, Baubau, dan Kolaka sebagai pusat pelayanan sekunder; (2) mengendalikan pengembangan kota-kota Mamuju, Poso, Buol, Donggala, Toli-Toli, Tondano, dan Unaha sebagai pusat pelayanan sekunder sesuai dengan daya dukung lingkungannya. Pengembangan PKL di Pulau Sulawesi diarahkan ditetapkan melalui Peraturan Daerah Provinsi berdasarkan usulan Pemerintah Kabupaten/Kota dengan kriteria sebagaimana ditetapkan dalam RTRWN. Pengembangan PKSN di kawasan perbatasan negara diarahkan pada pengembangan kota Melonguane dan Tahuna. 1). Tujuan dan Sasaran Pengembangan Wilayah Sulawesi Tujuan pengembangan wilayah Pulau Sulawesi pada tahun 2014 antara lain adalah:

(1) Meningkatkan standar hidup masyarakat di wilayah Sulawesi (2) Meningkatkan produksi dan produktivitas sektor pertanian, perkebunan, perikanan dan pertambangan di

Sulawesi (3) Meningkatkan ketersediaan, kualitas, dan jangkauan pelayanan prasarana dan sarana transportasi, baik

darat, laut dan udara. (4) Meningkatkan jumlah, mutu dan jangkauan sistem jaringan prasarana dasar (jalan, pelabuhan, lapangan

udara, telekomunikasi, listrik dan telepon). (5) Meningkatkan aksesibilitas masyarakat wilayah Pulau Sulawesi terhadap pelayanan publik dasar.

Data dan Informasi Pendukung Rancangan Buku III RPJMN 2010-2014 Berdimensi Kewilayahan 14

(6) Mewujudkan keseimbangan pembangunan wilayah Sulawesi Bagian Selatan, Sulawesi Bagian Tengah dan Sulawesi Bagian Utara

(7) Terwujudnya jati diri dan karakter bangsa yang tangguh dan toleran (8) Meningkatkan peran wilayah Sulawesi sebagai lumbung pangan nasional. (9) Meningkatkan kesiapan daerah dalam menghadapi bencana alam. (10) Mempertahankan dan merehabilitasi kawasan lindung hingga mencapai luasan minimal 40% dari luas

Pulau Sulawesi

Sasaran pengembangan wilayah Pulau Sulawesi dalam kurun waktu 2010-2014 adalah sebagai berikut:

(1) Meningkatnya standar hidup masyarakat Pulau Sulawesi

Provinsi Pertumbuhan Ekonomi Kemiskinan Pengangguran

2010 2014 2010 2014 2010 2014 Wilayah Sulawesi

1. Sulawesi Utara 5,7 – 6,3 7,1 – 7,8 9,17 – 8,86 3,05 – 3,02 9,9 – 11,0 8,2 – 9,0

2. Sulawesi Tengah 8,5 – 9,0 9,0 – 10,1 17,33 – 16,93 12,09 – 11,96 6,4 – 7,1 5,9 – 6,5

3. Sulawesi Selatan 6,2 – 7,2 7,5 – 8,3 11,28 -10,87 6,29 -6,04 6,8 – 7,6 4,7 – 5,2

4. Sulawesi Tengggara 7,5 – 7,9 8,0 – 8,5 17,95 – 17,49 14,14 – 14,01 3,7 – 4,1 2,1 – 2,3

5. Gorontalo 6,8 – 7,3 7,0 – 8,5 24,13 – 23,98 19,49 -18,56 4,6 – 5,0 2,9 – 3,2

6., Sulawesi Barat 5,8 – 6,5 6,2 – 7,0 14,06 – 13,93 10,03 - 9,99 4,1 – 4,5 2,7 – 3,0

Provinsi

Angka Kematian

Bayi

Rata-Rata Lama Sekolah

Angka Harapan Hidup

Pendapatan Perkapita (Rp.Ribu)

2010 2014 2010 2014 2010 2014 2010 2014 Wilayah Sulawesi

1. Sulawesi Utara 12 9 8,96 9,12 74,47 75,42 7,190.51 7,739.39

2. Sulawesi Tengah 35 31 7,98 8,26 70,28 71,39 6,377.82 7,096.36

3. Sulawesi Selatan 28 24 8,00 8,80 69,33 70,80 6,102.59 6,938.13

4. Sulawesi Tengggara 30 25 7,90 8,20 70,28 71,39 5,126.63 5,641.86

5. Gorontalo 31 26 7,10 7,40 68,28 69,51 2,693.88 2,966.22

6., Sulawesi Barat 28 24 7,50 8,70 69,82 71,01 3,789.52 4,015.76

(2) Meningkatkan produksi dan produktivitas sektor pertanian, perkebunan, perikanan dan pertambangan di Sulawesi

(3) Meningkatkan ketersediaan, kualitas, dan jangkauan pelayanan prasarana dan sarana transportasi, baik darat, laut dan udara.

(4) Meningkatnya jumlah, mutu dan jangkauan sistem jaringan prasarana dasar (jalan, pelabuhan, lapangan udara, telekomunikasi, listrik dan telepon).

(5) Menigkatnya aksesibilitas masyarakat wilayah Pulau Sulawesi terhadap pelayanan publik dasar. (6) Terwujudnya keseimbangan pembangunan wilayah Sulawesi Bagian Selatan, Sulawesi Bagian Tengah dan

Sulawesi Bagian Utara (7) Terwujudnya jati diri dan karakter bangsa yang tangguh dan toleran, yang antara lain ditandai dengan

meningkatnya kesadaran dan pemahaman masyarakat terhadap nilai budaya yang positif dan produktif; serta meningkatkan apresiasi masyarakat terhadap keragaman dan kekayaan budaya.

(8). Meningkatnya kontribusi wilayah Sulawesi sebagai lumbung pangan nasional (9). Meningkatnya kesiapan daerah dalam menghadapi bencana. (10)Mewujudnya kawasan lindung hingga mencapai luasan minimal 40% dari luas Pulau Sulawesi. 2). Arah Kebijakan dan Strategi Pengembangan Berdasarkan arah pengembangan tujuan dan sasaran, serta dengan mempertimbangkan isu strategis di wilayah Sulawesi, dapat dirumuskan arah kebijakan dan strategi pengembangan sebagai berikut: 1. Pengembangan sektor unggulan perikanan dan pariwisata bahari di Provinsi Gorontalo, Sulawesi

Utara, Sulawesi Tengah dan Sulawesi Selatan, dengan strategi pengembangan:

Data dan Informasi Pendukung Rancangan Buku III RPJMN 2010-2014 Berdimensi Kewilayahan 15

• Mengembangkan sentra perikanan di Kawasan Andalan Laut: Batutoli dsk, Tomini dsk, Kapoposang dsk, Teluk Bone dsk, Asera Lasolo, Selat Makassar, dan Teluk Tolo-Kepulauan Banggai dsk.

• Mengembangkan pariwisata bahari nasional di kawasan andalan laut: Bunaken dsk, Singkarang-Takabonerate dsk, Kapoposang dsk, Kapontori-Lasalimu dsk, serta Tiworo dsk.

2. Pengembangan produksi dan industri pengolahan komoditi unggulan tanaman pangan padi dan jagung untuk mewujudkan ketahanan pangan nasional di wilayah Sulawesi, dengan strategi pengembangan:

• Mengembangkan Sentra tanaman pangan padi di Kawasan Andalan: Mamminasata dsk, Bulukumba-Watampone, Pare-pare dsk, Mamuju dsk Toli-toli, dan Dumoga-Kotamobagu dsk (Sulawesi Selatan dan Sulawesi Barat)

• Mengembangkan sentra tanaman pangan jagung di Kawasan Andalan: Manado-Bitung, Marisa, Gorontalo, Mamminasata dsk, dan Bulukumba-Watampone.(Sulawesi Utara, Gorontalo, Sulawesi Selatan)

• Mengembangkan prasarana sumber daya air untuk meningkatkan luasan lahan pertanian tanaman pangan padi dan jagung

3. Pengembangan komoditi unggulan perkebunan yang didukung dengan industri pengolahan di wilayah Sulawesi, dengan strategi pengembangan: • Mengembangkan sentra perkebunan kakao di kawasan andalan Kawasan Andalan Palopo dsk, Mamuju

dsk, Palu dsk, Poso dsk, dan Mowedong/ Kolaka di Provinsi Sulawesi Tengah • Mengembangkan sentra perkebunan dan Industri pengolahan komoditi Kakao Dan Kelapa Sawit di

wilayah potensial Provinsi Sulawesi Barat • Mengembangkan sentra perkebunan Komoditi Kakao, Jambu Mete, Cengkeh, Lada di ProvinsiSulawesi

Tenggara.

4. Pengembangan komoditi unggulan pertambangan nikel, aspal, serta minyak dan gas bumi yang didukung dengan industri pengolahan secara berkelanjutan di Provinsi Sulawesi Selatan dan Sulawesi Tenggara, dengan strategi pengembangan: • Mengembangkan sentra pertambangan nikel di Kawasan Andalan Palopo dsk, Mowedong/ Kolaka, dan

Asesolo/Kendari • Mengembangkan sentra pertambangan aspal di Kawasan Andalan Kapolimu-Patikala Muna-Buton

(Sulawesi Tenggara) • Mengembangkan Sentra petambangan minyak dan gas bumi di Kawasan Andalan Kolonedale dsk, dan

Kawasan Andalan Mamuju dsk di Sulawesi Tengah, dan Sulawesi Barat

5. Mengembangkan kawasan perkotaan sebagai pusat pengembangan pariwisata berbasis cagar budaya yang ditetapkan sebagai warisan dunia di Sulawesi Selatan dan Sulawesi Tenggara, dengan strategi pengembangan: • Mendorong pengembangan kawasan peruntukan pariwisata berbasis kawasan cagar budaya di Kawasan

rawa Aopa Watumohai, kawasan Tana Toraja, kawasan Suku Kajang, kawasan Karst Maros-Pangkep, dan kawasan Pinabetengan/Bukit Kasih Kanonang Minahasa

• Mendorong pengembangan PKN Kawasan Perkotaan Manado-Bitung sebagai pusat pengembangan jasa Pemerintahan, Perdagangan dan jasa, Industri, dan Pariwisata, dengan strategi pengembangan:

• Membangun kawasan industri dan jasa skala nasional untuk melayani pengembangan perikanan yang berorientasi ekspor

• Penataan Ruang dan Pertanahan • Meningkatkan fungsi jaringan prasarana dan sarana untuk menyiapkan Kawasan Perkotaan

Manado-Bitung sebagai pintu gerbang Indonesia dari atau menuju Kawasan Asia Pasifik.

6. Mendorong pengembangan PKN Kawasan Perkotaan Gorontalo sebagai pusat pengembangan Jasa Pemerintahan, perdagangan, industry pengolahan, perikanan tangkap, pertanian, perkebunan, pendidikan, dan pariwisata, dengan strategi pengembangan:

Data dan Informasi Pendukung Rancangan Buku III RPJMN 2010-2014 Berdimensi Kewilayahan 16

• Membangun kawasan industri dan jasa untuk mendukung pengembangan pertanian tanaman pangan jagung (Kawasan Gorontalo dan Kawasan Marisa) dan perikanan yang berorientasi ekspor (Kawasan Andalan Laut Teluk Tomini dan sekitarnya).

• Penataan Ruang dan Pertanahan • Meningkatkan dan mendorong Gorontalo sebagai kota pendidikan yang akan menunjang terwujudnya

Gorontalo sebagai pusat kebudayaan di bagian utara Sulawesi. • Mengembangkan kualitas pelayanan prasarana dan sarana kota dengan skala nasional • Memantapkan kerjasama ekonomi dengan kota-kota dunia yang menjadi tujuan kegiatan export – import.

7. Mendorong pengembangan PKN Kawasan Perkotaan Palu sebagai pusat pengembangan Jasa Pemerintahan, perdagangan, industri pengolahan, perikanan tangkap, pertanian, perkebunan, pendidikan, dan pariwisata, dengan strategi pengembangan: • Membangun kawasan industri dan jasa untuk melayani pengembangan perkebunan kakao (Kawasan Palu

dan sekitarnya) serta mendorong pengembangan sektor peternakan, pertanian, perkebunan, dan perikanan.

• Penataan Ruang dan Pertanahan • Mengembangkan kualitas pelayanan prasarana dan sarana kota dengan skala nasional • Memantapkan kerjasama ekonomi dengan kota-kota dunia yang menjadi tujuan kegiatan export – import

8. Mendorong pengembangan PKN Kawasan Perkotaan Makassar-Maros-Sungguminasa- Takalar (Maminasata)sebagai pusat pengembangan Jasa Pemerintahan, Perdagangan, Industri, Perikanan Tangkap, Pertanian, dan Pariwisata, dengan strategi pengembangan: • Membangun kawasan industri dan jasa skala nasional untuk melayani pengembangan perikanan yang

berorientasi ekspor komoditi unggulan daerah • Penataan Ruang dan Pertanahan • Meningkatkan kualitas pelayanan administrasi pemerintah dalam hubungan antar provinsi dan luar

negeri. 9. Mendorong pengembangan PKN Kawasan Perkotaan PKN Kendari sebagai pusat pengembangan asa

Pemerintahan, Perdagangan, Perkebunan, Perikanan Tangkap, dan Pariwisata, dengan strategi pengembangan: • Membangun kawasan a kegiatan industri dan jasa skala provinsi dalam melayani pengembangan

perikanan yang berorientasi ekspor. • Memantapkan kerjasama ekonomi dengan kota-kota dunia yang menjadi tujuan kegiatan export – import. • Pengembangan kualitas pelayanan prasarana dan sarana kota yang memenuhi standar Internasional. • Penataan Ruang dan Pertanahan.

10. Pengembangan kawasan perbatasan negara PKSN Tahuna dan PKSN Melonguane.dengan

pendekatan kesejahteraan, keamanan, dan lingkungan hidup, dengan strategi pengembangan: Penciptaan kepastian hukum internasional atas pemanfaatan SDA pada Landas Kontinen dan Zona

Ekonomi Ekslusif di Laut Sulawesi bagian utara, dengan strategi pengembangan • Mengembangkan Kota Tahuna dan Kota Melonguane sebagai Pintu Pemeriksaan Lintas Batas (Custom,

Immigration, Quarantine, Security), simpul promosi dan pemasaran, serta simpul transportasi kawasan perbatasan negara dengan Filipina, dengan prinsip berkelanjutan

• Mempertahankan eksistensi 14 (empat belas) pulau-pulau kecil terluar sebagai Titik Dasar Garis Pangkal Kepulauan Indonesia.

• Penyediaan infrastruktur pendukung kegiatan ekonomi sosial 11. Pengembangan jaringan transportasi secara terpadu untuk mendukung pelayanan kawasan perkotaan

sebagai pusat pengembangan sektor-sektor unggulan antar wilayah di wilayah Sulawesi, dengan strategi pengembangan: • Pengembangan jaringan jalan nasional untuk mendukung fungsi kawasan perkotaan nasional sebagai

pusat pengembangan sektor-sektor unggulan

Data dan Informasi Pendukung Rancangan Buku III RPJMN 2010-2014 Berdimensi Kewilayahan 17

• Mengembangkan jalan nasional untuk menghubungkan kawasan perkotaan nasional dengan pelabuhan internasional/ nasional dan bandar udara pusat penyebaran skala pelayanan.

• Mengembangkan jalan bebas hambatan secara terpadu di pusat pengembangan perkotaan nasional untuk meningkatkan daya saing pulau Sulawesi.

• Mengembangkan jalur kereta api antarkota untuk meningkatkan keterkaitan antarkawasan perkotaan sebagai simpul koleksi dan distribusi produk unggulan dari pengembangan kawasan andalan.

• Mengembangkan pelabuhan secara terpadu dengan pengembangan jaringan transportasi lainnya dalam melayani kawasan perkotaan nasional sebagai pusat pengembangan sektor-sektor unggulan daerah.

• Mengembangkan bandar udara yang dapat mendukung pengembangan kegiatan pariwisata bahari nasional di Sulawesi Selatan, Sulawesi Barat, Sulawesi Utara, dan Sulawesi Tenggara.

12. Pengembangan jaringan transportasi yang terpadu untuk mewujudkan keseimbangan perkembangan antar wilayah, membuka keterisolasian dan melayani pulau-pulau kecil, dengan strategi pengembangan: • Mengembangkan jaringan transportasi untuk membuka keterisolasian wilayah, dan aksebilitas di/menuju

pulau-pulau kecil Jaringan jalan di Pulau Karakelang, Pulau Sangihe, Pulau Muna, dan Pulau Buton (Sulawesi Utara dan Sulawesi Tenggara)

• Mengembangkan lintas penyeberangan Bitung/ Manado-Tahuna-Melonguane penyeberangan untuk membuka keterisolasian daerah (Sulawesi Utara)

Memantapkan fungsi bandar udara melonguane sebagai simpul transportasi udara di kawasan perbatasan (PKSN Melonguane)

Pemulihan dan pemeliharaan kelestarian kawasan lindung termasuk mengendalikan kegiatan manusia yang dapat merusak fungsi kawasan lindung.

13. Meningkatkan produksi energi listrik sistem Suluttenggo dan Sistem Sulserabar , serta peningkatan energi listrik di daerah pulau-pulau kecil terluar, dengan strategi pengembangan: • Meningkatkan produksi energi listrik dalam sistem terpadu untuk penyediaan energi listrik di wilayah

Sulawesi. • Meningkatkan energi listrik di daerah pulau-pulau kecil terluar dengan memanfaatkan sumber energi

lokal (PKSN Tahuna dan PKSN Melonguane).

14. Percepatan pembangunan daerah tertinggal dan terpencil di wilayah Gorontalo, Sulawesi Tengah dan Sulawesi Barat, dengan strategi pengembangan: Peningkatan pemanfaatkan sumber daya alam secara optimal dan berkelanjutan Peningkatan akses masyarakat di daerah tertinggal terhadap pelayanan kesehatan dan pendidikan yang

memadai. Peningkatan sarana dan prasarana pendukung ekonomi dan social

15. Pemberdayaan ekonomi masyarakat miskin diperdesaan di wilayah Sulawesi, dengan strategi pengembangan: Meningkatkan daya beli penduduk miskin diperdesaan Meningkatkan akses masyarakat miskin terhadap pelayanan pendidikan dan kesehatan.

16. Mengembangkan kawasan perkotaan nasional PKN Menado-Bitung, PKN Palu, PKSN Tahuna dan

Melonguane berbasis mitigasi bencana, dengan strategi pengembangan: Mengembangkan jaringan prasarana dan sarana perkotaan berbasis mitigasi bencana Pengembangan sistem pengurangan resiko bencana.

17. Memantapkan kawasan berfungsi lindung dan merevitalisasi kawasan yang mengalami degradasi di wilayah Sulawesi, dengan strategi pengembangan: pemulihan dan pemeliharaan kelestarian kawasan lindung termasuk mengendalikan kegiatan manusia

yang dapat merusak fungsi kawasan lindung Mengendalikan kegiatan pemanfaatan ruang di wilayah aliran sungai

Data dan Informasi Pendukung Rancangan Buku III RPJMN 2010-2014 Berdimensi Kewilayahan iii

PENUTUP

Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) memiliki peran utama dalam penyiapan dokumen RPJMN 2010 – 2014 sesuai dengan amanat UU No. 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional, sekaligus memfasilitasi seluruh proses perencanaan yang harus dilakukan. Pendekatan teknokratis dalam penyusunan Rancangan Buku III RPJMN 2010-2014, telah dioptimalkan dengan mengakomodir berbagai hasil kajian ilmiah untuk memperkuat analisa dalam penyusunan rencana pembangunan pulau-pulau besar. Sementara proses partisipatif yang telah dan akan dilaksanakan dengan melibatkan pihak-pihak yang berkepentingan (stakeholders) terhadap pembangunan, termasuk aspirasi kebutuhan pembangunan daerah-daerah dalam kesatuan wilayah pulau-pulau besar. Hal ini, diharapkan dapat lebih memperkuat akseptabilitas dan kesesuaian substansi dari Rancangan Buku III RPJMN 2010-2014 yang berdimensi kewilayahan.

Berbagai referensi dan masukan, serta proses penyusunan rancangan Buku III RPJMN 2010-2014, memiliki posisi penting untuk menjadi bahan pembelajaran dan memberikan gambaran umum dari penyusunan dokumen perencanaan. Untuk itu, dilakukan pendokumentasian berbagai masukan dan penjelasan proses penyusunan Rancangan Buku III. Banyak hal yang dapat menjadi bahan pembelajaran bagi para pihak yang berkepentingan, khususnya dari perjalanan proses penyusunan dokumen, mulai dari rancangan awal sampai dengan rancangan final Buku III RPJMN Berdimensi Kewilayahan.

Perjalanan proses penyusunan dokumen sebagai salah satu upaya untuk mengoptimalkan sinergi perencanaan antarsektor dan daerah disetiap wilayah pulau, menyebabkan tingginya dinamika diskusi dan konsultasi dalam menentukan arah pembangunan yang diperlukan. Hal ini tentunya akan berpengaruh terhadap isi rancangan buku III RPJMN.

Buku publikasi ini mendeskripsikan perkembangan sampai dengan bulan November 2009, dan belum menggambarkan seluruh proses dan hasil akhir rancangan Buku III RPJMN 2010-2014 sampai dengan tahap penetapan oleh Presiden pada bulan Januari 2010. Potensi terhadap perubahan masih sangat terbuka lebar, mengingat pada bulan Desember 2009 akan mulai Rancangan Buku III akan dibahas dalam Musyawarah Perencanaan Pembangunan Nasional (Musrenbangnas).