kata pengantar - bappeda kota semarang · penduduk ko ta semarang ... politik, ekonomi, sosial...
TRANSCRIPT
KATA PENGANTAR
Statistik Ketahanan Sosial merupakan Indikator baru yang mengukur dan
menganalisis dampak sosial dari perubahan yang bersifat lintas sektoral.
Perubahan tersebut disebabkan karena globalisasi, reformasi dan otonomi
daerah. Penyediaan data Statistik Ketahanan Sosial ini akan sangat bermanfaat
dalam mendiagnosa sebab-sebab perubahan sosial yang terjadi beserta dampak
yang ditimbulkannya.
Publikasi Statistik Ketahanan Sosial Kota Semarang Tahun 2010 ini
menyajikan gambaran yang komprehensif terhadap masalah ketahanan sosial,
yang meliputi Statistik Ketahanan Wilayah, Statistik Ketahanan Masyarakat,
Statistik ketahanan Ekonomi dan Statistik Ketahanan Politik dan Keamanan.
Sumber data yang digunakan adalah data mutakhir yang tersedia di Badan Pusat
Statistik Kota Semarang dan dari instansi lain di luar BPS.
Kepada semua pihak yang telah membantu hingga terwujudnya publikasi
ini diucapkan banyak terima kasih. Kritik dan saran dari pemakai data sangat
kami harapkan demi kesempurnaan publikasi yang akan datang.
Akhirnya kami berharap bahwa buku ini bermanfaat sebagai salah satu
acuan dalam menentukan skala prioritas perencanaan program-program
pembangunan.
BADAN PERENCANAAN
PEMBANGUNAN DAERAH
KOTA SEMARANG
K e p a l a,
Ir. BAMBANG HARYONO
Pembina Utama Muda
NIP. 19580410 198603 1 010
BADAN PUSAT STATISTIK
KOTA SEMARANG
K e p a l a,
Dra. Hj. SITI SEDYATI, M.Si
Pembina Tk. I
NIP. 19570217 198303 2 001
Statistik Ketahanan Sosial Kota Semarang Tahun 2009 ii
DAFTAR ISI
halaman
Kata Pengantar ............................................................................................... i
Daftar Isi ......................................................................................................... ii
Daftar Tabel .................................................................................................... iv
Daftar Gambar ................................................................................................ v
BAB I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang ................................................................... 1
1.2. Pengertian Ketahanan Sosial ............................................. 2
1.3. Ruang Lingkup .................................................................. 2
BAB II. STATISTIK KETAHANAN WILAYAH
2.1. Sejarah Singkat Wilayah Kota Semarang .......................... 4
2.2. Wilayah Geografis ............................................................. 5
2.3. Kondisi Sumber Daya Alam .............................................. 8
2.4. Kondisi Lingkungan Hidup ............................................... 10
BAB III. STATISTIK KETAHANAN MASYARAKAT
3.1. Jumlah, Kepadatan dan Pertumbuhan Penduduk .............. 13
3.2. Angka Beban Ketergantungan dan Rasio Jenis Kelamin .. 17
3.3. Ketenagakerjaan ................................................................ 19
3.4. Pendidikan ......................................................................... 22
3.5. Kesehatan ........................................................................... 24
3.6. Sosial Budaya .................................................................... 26
BAB IV. STATISTIK KETAHANAN EKONOMI
4.1. Tingkat Inflasi .................................................................... 28
4.2. Pertumbuhan Ekonomi ...................................................... 30
Statistik Ketahanan Sosial Kota Semarang Tahun 2009 iii
4.3. Pendapatan Perkapita ......................................................... 33
4.4. Kemiskinan ........................................................................ 34
4.5. Ketahanan Pangan ............................................................. 36
BAB V. STATISTIK KETAHANAN POLITIK DAN KEAMANAN
5.1. Politik ................................................................................. 38
5.2. Keamanan dan Ketertiban ................................................. 39
5.3. Bencana Alam .................................................................... 41
Statistik Ketahanan Sosial Kota Semarang Tahun 2009 iv
DAFTAR TABEL
halaman
Tabel 1. Luas Wilayah Kota Semarang menurut Kecamatan .................. 7
Tabel 2. Persentase Rumah Menurut Jenis Atap ..................................... 12
Tabel 3. Jumlah dan Pertumbuhan Penduduk Kota Semarang ................ 14
Tabel 4. Kepadatan Penduduk dan Jumlah ART ..................................... 16
Tabel 5. TPAK dan TPT .......................................................................... 21
Tabel 6. Banyaknya Sekolah, Murid dan Guru menurut jenjang
Pendidikan Tahun 2010 ............................................................. 23
Tabel 7. Persentase penduduk yang pernah mengalami keluhan
Kesehatan ................................................................................... 25
Tabel 8. Penduduk Kota Semarang menurut Suku Bangsa ..................... 27
Tabel 9. Persentase Distribusi PDRB menurut Lapangan Usaha ............ 32
Tabel 10. Rata-rata PDRB per Kapita Penduduk Kota Semarang
Tahun 2005 – 2009 .................................................................... 33
Tabel 11. Hasil Pendataan PPLS Tahun 2008 ........................................... 34
Tabel 12. Luas Panen Tanaman Pangan (dalam Ha.) dan Produksi Panen
(dalam Ton) di Kota Semarang .................................................. 36
Tabel 13. Produksi Perikanan di Kota Semarang (dalam Ton) ................. 37
Tabel 14. Jumlah Kejahatan/Pelanggaran menurut Jenisnya/Pasal ........... 40
Statistik Ketahanan Sosial Kota Semarang Tahun 2009 v
DAFTAR GAMBAR
halaman
Gambar 1. Persentase Luas Penggunaan Lahan ........................................ 8
Gambar 2. Penduduk menurut Kelompok Umur dan Jenis Kelamin ........ 18
Gambar 3. Persentase penduduk menurut Pendidikan yang Ditamatkan .. 24
Gambar 4. Laju Inflasi Nasional dan Kota Semarang ............................... 29
Gambar 5. Laju Pertumbuhan Ekonomi 2005 – 2010 ............................... 31
Statistik Ketahanan Sosial Kota Semarang Tahun 2010 1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Sebagai respon semakin kompleksnya permasalahan sosial dalam
pembangunan nasional, terutama menghadapi era globalisasi yang sedang
berlangsung. Untuk itu dibutuhkan informasi berupa data statistik terutama
dibidang sosial yang akan digunakan untuk menganalisis ketangguhan
masyarakat menghadapi berbagai pengaruh yang mengancam stabilitas dan
eksistensinya.
Penyediaan data statistik ketahanan sosial (Hansos) akan sangat
bermanfaat bagi para perencana dan pembuat kebijakan dalam mendiagnosa
sebab-sebab perubahan sosial yang terjadi serta dampak yang ditimbulkannya.
Krisis multi dimensional yang sedang berlanjut serta pengaruh globalisasi yang
terjadi seperti kemajuan iptek dan perdagangan bebas diyakini mempunyai
kontribusi yang berarti pada perubahan perilaku individu, keluarga dan pada
gilirannya akan berpengaruh pada kondisi kehidupan masyarakat.
Pengaruh perubahan yang terjadi sedapat mungkin memberikan dampak
yang negatif pada kehidupan masyarakat, sehingga masyarakat dapat
mempertahankan nilai-nilai kehidupan yang telah disepakati dan dianut
bersama, atau dengan kata lain masyarakat memiliki ketahanan yang tangguh
dalam menghadapinya. Namun diakui bahwa didalam menyikapi perubahan
yang terjadi respon masyarakat berbeda antar kelompok dan daerah.
Faktor-faktor yang mempengaruhi ketahanan masyarakat akan sangat
tergantung dari kondisi ekonomi, lingkungan, wawasan berpikir, kebebasan
untuk menyalurkan aspirasi, politik, sosial budaya dan sebagainya. Faktor-faktor
Statistik Ketahanan Sosial Kota Semarang Tahun 2010 2
tersebut perlu diterjemahkan dalam berbagai kegiatan statistik untuk
mendapatkan potret ketahanan masyarakat dan trennya dari waktu ke waktu.
Publikasi Statistik Ketahanan Sosial Kota Semarang Tahun 2010 ini
mencoba menjawab kebutuhan informasi statistik ketahanan sosial yang
diperlukan, baik untuk kepentingan nasional maupun provinsi dan
kabupaten/kota, terutama pada era pelaksanaan otonomi daerah saat ini.
1.2. Pengertian Ketahanan Sosial
Walaupun belum ada kesepakatan tentang definisi yang pasti dari istilah
ketahanan sosial, namun sebagai pendekatan ketahanan sosial dapat diartikan
sebagai kondisi dinamis suatu bangsa/masyarakat berisi keuletan dan
ketangguhan yang mengandung kemampuan mengembangkan kekuatan dalam
menghadapi dan mengatasi segala ancaman, tantangan, hambatan dan gangguan
yang datang dari luar maupun dari dalam, secara langsung maupun tidak
langsung membahayakan kelangsungan kehidupan masyarakat, bangsa dan
negara.
Sebagai suatu fenomena yang dependen, tingkat ketahanan sosial di suatu
wilayah tertentu dipengaruhi/ditentukan oleh berbagai fenomena/faktor
independen seperti keadaan komunal, sosial dan lingkungannya. Ketahanan
sosial suatu wilayah berawal dari ketahanan individu. Sedangkan ketahanan
individu, secara kolektif akan menunjukkan ketahanan keluarga, ketahanan
masyarakat dan ketahanan lingkungan.
1.3. Ruang Lingkup
Ketahanan sosial pada dasarnya memang sangat luas cakupannya,
sebagaimana disebutkan terdahulu, yaitu dimulai dari ketahanan individu,
Statistik Ketahanan Sosial Kota Semarang Tahun 2010 3
ketahanan keluarga, ketahanan masyarakat, ketahanan lingkungan dan
selanjutnya ketahanan wilayah. Sedangkan ketahanan nasional terbentuk dari
sinergi masing-masing ketahanan wailayah.
Dikemukakan sebelumnya bahwa pengertian sosial adalah suatu hal yang
berkaitan dengan masyarakat. Sedangkan masyarakat itu sendiri terdiri dari
kelompok-kelompok sosial. Salah satu kelompok sosial adalah komunitas lokal
atau masyarakat setempat. Didalam sosiologi, komunitas lokal diartikan sebagai
bagian masyarakat yang bertempat tinggal disuatu wilayah (dalam arti
geografis) dengan batas-batas tertentu. Interaksi penduduk didalam wilayah ini
lebih besar dibandingkan dengan penduduk diluar wilayahnya. Atas dasar ini,
maka statistik dan indikator yang akan dikumpulkan dan disusun diarahkan
untuk mendapatkan gambaran ketahanan wilayah pada unit Kabupaten/Kota,
Provinsi dan Nasional.
Berbagai indikator yang relevan dengan ketahanan sosial akan disajikan
dalam publikasi ini yang meliputi, statistik ketahanan wilayah, statistik
ketahanan lingkungan dan statistik politik dan keamanan. Ketahanan suatu
wilayah akan tergantung dari dinamika faktor-faktor yang mempengaruhinya
antara lain faktor geografis, sumber daya alam, sumber daya manusia,
lingkungan, politik, ekonomi, sosial-budaya dan keamanan di wilayah tersebut
(internal) maupun wilayah sekitarnya (eksternal).
Tingkat ketahanan masyarakat menghadapi masalah-masalah perubahan
sosial yang timbul perlu diketahui dan diukur. Ukuran tersebut dapat bersifat
kuantitatif maupun kualitatif. Dengan adanya pengukuran ini maka
ketahanan/kerawanan suatu wilayah dapat diklasifikasikan, sedangkan yang
bersifat kuantitatif ukuran dimaksud dapat berupa indikator maupun indeks
komposit.
Statistik Ketahanan Sosial Kota Semarang Tahun 2010 4
BAB II
STATISTIK KETAHANAN WILAYAH
Ketahanan wilayah adalah situasi yang membuat masyarakat di suatu
wilayah lentur dalam menghadapi berbagai ancaman baik yang datang dari
dalam maupun dari luar wilayah. Ancaman internal maupun eksternal mencakup
ancaman terhadap fisik wilayah/lingkungan fisik, kehidupan sosial, ekonomi
maupaun budaya. Suatu wilayah disebut memiliki ketahanan jika lingkungan
fisiknya mendukung, potensi sumber daya alam dan sumber daya manusia
cukup baik dan ketahanan sosialnya juga kuat.
2.1. Sejarah Singkat Wilayah Kota Semarang
Untuk memperkuat ketahanan masyarakat terhadap wilayahnya, maka
pengetahuan akan sejarah berdirinya wilayah tersebut akan membuat rasa
percaya diri dari masyarakat terhadap wilayah yang ditempatinya. Sehingga
mereka akan mempunyai sikap rasa memiliki terhadap wilayahnya, yang secara
langsung akan berpengaruh terhadap kelangsungan atau eksistensi wilayah
tersebut.
Sebagai ibukota Provinsi Jawa Tengah, Kota Semarang memiliki sejarah
yang panjang. Mulanya dari daratan lumpur akibat dari sedimentasi Gunung
Ungaran dan terus membentuk lapisan aluvial. Masih segar dalam ingatan
masyarakat Kota Semarang sekitar 600 tahun yang lalu, Laksamana Cheng Ho
mendaratkan kapalnya di Gedung Batu. Padahal daerah itu sekarang menjadi
permukiman penduduk sampai masuk ke arah pantai sekitar 5 km.
Statistik Ketahanan Sosial Kota Semarang Tahun 2010 5
Dimasa dulu, ada seorang dari kesultanan Demak bernama pangeran
Made Pandan bersama putranya Raden Pandan Arang, meninggalkan Demak
menuju ke daerah barat disuatu tempat yang kemudian bernama Pulau Tirang,
membuka hutan dan mendirikan pesantren dan menyiarkan agama Islam. Dari
waktu ke waktu daerah itu semakin subur, dari sela-sela kesuburan itu munculah
pohon asam yang jarang (bahasa jawa : Asem Arang), sehingga memberikan
gelar atau nama daerah itu menjadi Semarang.
Sebagai pendiri desa, kemudian menjadi kepala daerah setempat, dengan
gelar Kyai Ageng Pandan Arang I. Sepeninggalnya, pemimpin daerah dipegang
oleh putranya yang bergelar Pandan Arang II. Dibawah pimpinan Pandan
Arang, daerah Semarang semakin menarik perhatian Sultan Hadiwijaya dari
Pajang. Karena persyaratan peningkatan daerah dapat dipenuhi, maka
diputuskan untuk menjadikan Semarang setingkat dengan Kabupaten.
Akhirnya Pandan Arang oleh Sultan Pajang melalui konsultasi dengan
Sunan Kalijaga, juga bertepatan dengan peringatan Maulid Nabi Muhammad
SAW, tanggal 12 Rabiul Awal tahun 954 H atau bertepatan dengan tanggal 2
Mei 1547 Masehi dinobatkan menjadi Bupati yang pertama. Pada tanggal itu
maka secara adat dan politis berdirilah Kota Semarang.
2.2. Wilayah Geografis
Kota Semarang terletak terletak antara garis 6o
50’ – 7o 10’ Lintang
Selatan dan garis 109o 50’ – 110
o 35’ Bujur Timur. Letak Kota Semarang
tersebut hampir berada ditengah bentangan panjang Kepulauan Indonesia dari
Barat dan Timur. Sedangkan ketinggian Kota Semarang terletak antara 0,75 –
348,00 meter diatas garis pantai dan secara umum kemiringan tanah berkisar
Statistik Ketahanan Sosial Kota Semarang Tahun 2010 6
antara 0 persen sampai 40 persen (curam). Sebagai Ibukota Provinsi Jawa
Tengah, Kota Semarang memiliki batas-batas wilayah administratif, sebelah
Utara berbatasan dengan Laut Jawa dengan panjang garis pantai meliputi 13,5
km. Sebelah timur berbatasan dengan Kabupaten Demak, sebelah barat
berbatasan dengan Kabupaten Kendal dan sebelah selatan berbatasan dengan
Kabupaten Semarang.
Kota Semarang sendiri mempunyai luas wilayah 373,70 Km2 yang
terbagi menjadi 16 kecamatan dan 177 kelurahan. Kecamatan paling luas
wilayahnya adalah Kecamatan Mijen (57,55 km2) diikuti oleh kecamatan
Gunungpati dengan luas sebesar 54,11 km2 , sedangkan kecamatan yang
terkecil wilayahnya adalah Kecamatan Semarang Selatan (5,93 km2).
Keadaan topografi wilayah Kota Semarang terdiri dari daerah perbukitan,
dataran rendah dan daerah pantai. Dengan demikian topografi Kota Semarang
menunjukkan adanya berbagai kemiringan dan tonjolan. Daerah pantai 65,22
persen diwilayahnya dataran dengan kemiringan 2-5 persen dan 37,78 persen
merupakan daerah perbukitan dengan kemiringan 15-40 persen.
Pada daerah perbukitan mempunyai ketinggian 90-348 meter diatas
permukaan Laut (MDPL) dan di dataran mempunyai ketinggian 0,75 – 3,5
MDPL. Bagian utara Kota Semarang merupakan daerah pantai dan dataran
rendah yang dikenal dengan kota bawah, sedangkan bagian selatan merupakan
daerah dataran tinggi dan daerah perbukitan yang biasa dikenal dengan
Semarang Atas atau kota atas.
Kota bawah yang sebagian besar tanahnya terdiri dari pasir dan lempung,
sedangkan kota atas struktur geologinya sebagaian besar terdiri dari batuan
beku. Pemanfaatan lahan lebih banyak digunakan untuk jalan, pemukiman,
bangunan, kawasan industri, tambak. Disamping itu Kota bawah juga sebagai
Statistik Ketahanan Sosial Kota Semarang Tahun 2010 7
pusat kegiatan pemerintahan, perdagangan, perindustrian, pendidikan, angkutan
dan perikanan. Sedangkan kota atas sebagian besar pemanfaatan lahannya untuk
pemukiman, persawahan, perkebunan, kehutanan dan pusat kegiatan pendidikan.
Kondisi iklim di wilayah Kota Semarang adalah iklim tropis dengan dua
musim yaitu musim hujan dan musim kemarau yang silih berganti sepanjang
tahun. Suhu udara berkisar rata-rata 27,5oC dengan temperatur rendah berkisar
antara 24,2oC dan tertinggi berkisar 31,8
oC, dengan kelembaban udara rata-rata
79 persen.
Tabel 1. Luas Wilayah Kota Semarang menurut Kecamatan
NO KECAMATAN LUAS WILAYAH (KM2) PERSEN
1 Mijen 57,55 15,40
2 Gunungpati 54,11 14,48
3 Banyumanik 25,69 6,87
4 Gajahmungkur 9,07 2,43
5 Semarang Selatan 5,93 1,59
6 Candisari 6,54 1,75
7 Tembalang 44,20 11,83
8 Pedurungan 20,72 5,54
9 Genuk 27,39 7,33
10 Gayamsari 6,18 1,65
11 Semarang Timur 7,70 2,06
12 Semarang Utara 10,97 2,93
13 Semarang Tengah 6,14 1,64
14 Semarang Barat 21,74 5,82
15 Tugu 31,78 8,50
16 Ngaliyan 37,99 10,16
J u m l a h 373,70 100,00
Sumber : BPS Kota Semarang
Statistik Ketahanan Sosial Kota Semarang Tahun 2010 8
2.3. Kondisi Sumber Daya Alam
Kota Semarang memiliki potensi alam yang dapat dijadikan sebagai
modal pembangunan yang sangat berharga. Kota Semarang memiliki tanah
pertanian, perkebunan, kehutanan, kelautan/tambak, bahan-bahan material untuk
bangunan dan lain-lain. Penggunaan tanah ini digunakan berdasarkan pada pola
tata guna lahan yang terdiri dari perumahan, tegalan, kebun campuran,
persawahan, tambak, hutan, perusahaan, jasa, industri dan bangunan lainnya.
Walaupun termasuk dalam kota metropolitan, namun Kota Semarang
masih mempunyai wilayah yang berupa tanah persawahan dan perkebunan.
Untuk tanah persawahan luasnya 39,91 km2 pada tahun 2010, tidak berselisih
jauh bila dibandingkan dengan keadaan tahun 2009, sebesar 39,90 km2. Kondisi
ini tentu saja bisa dimaklumi karena dengan semakin tinggi perkembangan
penduduk maka alih guna lahan pertanian otomatis sudah menjadi keniscayaan.
Gambar 1. Persentase Luas Penggunaan Lahan
Statistik Ketahanan Sosial Kota Semarang Tahun 2010 9
Untuk lahan tanah kering berupa perkebunan dan tegalan luasnya sekitar
89,91 km2 dan sebagai daerah pesisir areal tambak masih cukup luas sebesar
16,93 km2. Disamping itu penggunaan lahan untuk bangunan dan pekarangan
seluas 140,51 km2 atau sekitar 37,60 persen dari luas wilayah Kota Semarang.
Potensi sumber daya air sangat penting dan memiliki pengaruh yang
signifikan dalam aktifitas kehidupan manusia. Sumber daya air yang ada di Kota
Semarang meliputi air permukaan dan air dalam tanah. Air permukaan pada
umumnya berupa sungai, baik sungai tetap maupun sungai tadah hujan. Sungai-
sungai yang ada di Kota Semarang meliputi : Sungai Beringin, Banjir Kanal
Barat, Banjir Kanal Timur, Kaligarang, Kali Kreo, Kali Kripik, Kali pengkol,
Kali babon, kali Semarang, Kali Banger dan Kali Silandak.
Kaligarang sebagai sungai utama pembentuk kota bawah yang mengalir
membelah lembah-lembah Gunung Ungaran mengikuti alur yang berbelok-
belok dengan aliran yang cukup deras. Setelah diadakan pengukuran debit
Kaligarang mempunyai debit 53,0 % dari debit total, kali Kreo 34,7 %
selanjutnya kali Kripik 12,3 %. Oleh karena Kaligarang memberikan air yang
cukup dominan bagi Kota Semarang, maka langkah-langkah untuk menjaga
kelestariannya juga terus dilakukan. Karena Kaligarang juga digunakan untuk
memenuhi kebutuhan air minum warga Kota Semarang.
Sedangkan air bawah tanah merupakan air yang keberadaannya berada
didalam tanah dan menjadi kebutuhan hidup manusia. Air tanah bebas ini
merupakan air tanah yang terdapat pada lapisan kedap air. Permukaan air tanah
bebas ini sangat dipengaruhi oleh musim dan keadaan lingkungan sekitarnya.
Penduduk Kota Semarang yang berada didataran rendah, banyak
memanfaatkan air tanah ini dengan membuat sumur-sumur gali (dangkal)
dengan kedalaman rata-rata 3-18 meter. Sedangkan untuk penduduk didataran
Statistik Ketahanan Sosial Kota Semarang Tahun 2010 10
tinggi hanya dapat memanfaatkan sumur gali pada musim penghujan dengan
kedalaman berkisar antara 20-40 meter.
Kebutuhan akan air bersih dari sumber daya air tanah untuk berbagai
keperluan, baik untuk konsumsi rumahtangga maupun untuk industri dari tahun
ketahun menunjukkan angka yang selalu meningkat sejalan dengan penggunaan
air melalui PDAM. Jumlah pelanggan PDAM untuk golongan rumahtangga
sebanyak 125.080 rumahtangga atau 92,92 persen, sedangkan pelanggan lain
dari kategori sosial, industri, instansi pemerintah dll sebanyak 9.537 pelanggan.
2.4. Kondisi Lingkungan Hidup
Keserasian pengelolaan lingkungan hidup dengan pembangunan
merupakan jalan terbaik untuk meningkatkan kualitas hidup manusia, yang
secara langsung akan berpengaruh terhadap ketahanan wilayah/sosial.
Lingkungan hidup adalah kesatuan ruang dengan semua benda, daya, keadaan,
makhluk hidup, termasuk manusia dan perilakunya, yang mempengaruhi
kelangsungan perikehidupan dan kesejahteraan manusia serta makhluk lain.
Dengan pengertian sistemik semacam itu maka penguraian lingkungan
hidup ke dalam komponen-komponennya yang lebih kecil, serta analisis yang
mengikuti uraian terhadap unsur-unsur lingkungan hidup itu kemudian,
mestinya juga akan merefleksikan keterkaitan unsur lingkungan hidup itu secara
tak terlepaskan dari yang lainnya. Oleh sebab itu lingkungan sosial yang
dianggap merupakan bagian dari lingkungan hidup adalah wilayah yang
merupakan tempat berlangsungnya bermacam-macam interaksi sosial antara
berbagai kelompok beserta pranatanya dengan simbol dan nilai serta norma
Statistik Ketahanan Sosial Kota Semarang Tahun 2010 11
yang sudah mapan, serta terkait dengan lingkungan alam dan lingkungan buatan
(tata ruang).
Dari sisi tata ruang, wilayah Kota Semarang terbagi menjadi kawasan
lindung, kawasan pemukiman, kawasan industri, kawasan kumuh perkotaan,
lahan pertanian produktif dan lahan kritis. Dilihat dari hak penguasaan tanah,
jumlah tanah yang bersertifikat yang berupa hak milik pada tahun 2009
sebanyak 80.604 buah menjadi 53.106 buah pada tahun 2010 (untuk informasi
lebih lanjut, agar dikonfirmasi dengan Badan Pertanahan Nasional selaku
pemberi data). Sedangkan Hak Guna Bangunan meningkat dari 12.633 buah
pada tahun 2009 menjadi 18.546 pada tahun 2010. Adapun Hak Pakai, turun
dari 2.911 buah pada tahun 2009 menjadi 72 buah pada tahun 2010.
Selain mencermati dari sisi tata ruang, kualitas dan fasilitas perumahan
menjadi salah satu faktor yang ikut berpengaruh terhadap ketahanan
wilayah/sosial masyarakatnya. Pada tahun 2010, 73,2 persen rumahtangga di
Kota Semarang menempati tempat tinggal dengan status milik sendiri.
Kemudian 8,1 persen rumahtangga dengan status mengontrak, 4,2 persen
dengan menyewa/bebas sewa/dinas dan sisanya dengan status lainnya sebesar
14,60 persen.
Atap rumah merupakan salah satu unsur rumah yang sangat vital. Tidak
saja berfungsi sebagai pelindung terhadap panas matahari dan hujan, atap rumah
menurut jenisnya juga berpengaruh pada kesehatan bagi penghuninya. Pada
tahun 2010 menunjukkan bahwa 1,7 persen rumah di Kota Semarang beratapkan
beton, kemudian 87,8 persen beratapkan genteng dan 10,0 beratapkan
sirap/asbes/seng/lainnya. Bila dibandingkan dengan keadaan tahun 2009 terlihat
mengalami penurunan untuk jenis atap rumah asbes, beton dan seng sedangkan
jenis atap genteng mengalami peningkatan.
Statistik Ketahanan Sosial Kota Semarang Tahun 2010 12
Tabel 2. Persentase rumah menurut jenis atap
Jenis Atap 2009 2010
(1) (2) (3)
1. Beton 2,75 1,7
2. Genteng 83,97 87,8
3. Seng 0,72 0,6
4. Asbes 12,33 9,4
Sumber : BPS Kota Semarang
Fasilitas air bersih merupakan salah satu indikator ketahanan lingkungan.
Pada tahun 2010 persentase rumahtangga di Kota Semarang yang menggunakan
air kemasan dan ledeng sebesar 72,2 persen, sedangkan sisanya menggunakan
air dari sumur, mata air dan lain-lain.
Statistik Ketahanan Sosial Kota Semarang Tahun 2010 13
BAB III
STATISTIK KETAHANAN MASYARAKAT
Ketahanan masyarakat menjadi bagian yang tak terpisahkan dengan
ketahanan sosial, karena masyarakat adalah makhluk sosial sehingga interaksi
didalam masyarakat merupakan salah satu proses sosial. Faktor manusia
menjadi penentu dalam hal ketahanan sosial, karena manusia bukan saja sebagai
obyek atau sasaran namun sekaligus juga sebagai subyek atau pelaksana
pembangunan. Dengan demikian kondisi sumber daya manusia menjadi salah
satu tolok ukur dalam melihat sampai seberapa jauh ketahanan sosial bisa
dilihat. Atas dasar pemikiran tersebut, pembangunan dititik beratkan pada
peningkatan kualitas sumber daya manusia sejalan dengan pertumbuhan
ekonomi. Kualitas sumber daya manusia diperlukan karena jumlah penduduk
yang besar hanya dapat merupakan modal atau aset pembangunan jika
kualitasnya baik, sebaliknya hanya akan menjadi beban manakala kualitasnya
rendah.
3.1. Jumlah, Kepadatan dan Pertumbuhan Penduduk
Jumlah penduduk Kota Semarang pada tahun 2010 tercatat sebesar
1.527.433 jiwa. Dengan jumlah sebesar itu Kota Semarang termasuk dalam 5
besar Kabupaten/Kota yang mempunyai jumlah penduduk terbesar di Propinsi
Jawa Tengah, sedangkan 4(empat) wilayah lainnya adalah Kabupaten Brebes,
disusul Kabupaten Cilacap kemudian Kabupaten Banyumas dan Kabupaten
Tegal.
Statistik Ketahanan Sosial Kota Semarang Tahun 2010 14
Tabel 3 memperlihatkan bahwa perkembangan dan laju pertumbuhan
penduduk selama 6 tahun terakhir menunjukkan kecenderungan berfluktuasi.
Peningkatan laju pertumbuhan penduduk terlihat cukup nyata selama kurun
waktu tahun 2006 sampai dengan 2008, sedangkan pada periode 2008-2010
mengalami penurunan. Namun pertumbuhan penduduk tersebut masih cukup
tinggi, hal ini bisa terjadi mengingat daya tarik Kota Semarang sebagai ibukota
Provinsi Jawa Tengah yang sekaligus sebagai pusat perekonomian dan pusat
pendidikan.
Potensi permasalahan jumlah penduduk yang besar dipengaruhi oleh
tingkat pertumbuhan penduduk yang dimiliki. Bila jumlah penduduk yang besar
sedangkan tingkat pertumbuhannya tinggi, maka beban untuk mencukupi
kebutuhan pangan, sandang, perumahan, pendidikan, kesehatan dan sebagainya
menjadi sangat berat, sehingga akan berpengaruh terhadap perkembangan
ketahanan wilayah/sosialnya.
Tabel 3. Jumlah dan Pertumbuhan Penduduk Kota Semarang
Tahun Jumlah Penduduk Pertumbuhan (%)
(1) (2) (3)
2005 1.419.478 1,45
2006 1.434.025 1,02
2007 1.454.594 1,43
2008 1.481.640 1,86
2009 1.506.924 1,71
2010 1.527.433 1,36
Sumber : BPS Kota Semarang
Statistik Ketahanan Sosial Kota Semarang Tahun 2010 15
Tingkat pertumbuhan penduduk dibedakan atas tingkat pertumbuhan
alamiah dan tingkat pertumbuhan karena migrasi atau perpindahan. Tingkat
pertumbuhan alamiah secara sederhana dihitung dengan membandingkan jumlah
penduduk yang lahir dan mati. Pada periode waktu tertentu digambarkan dengan
Angka Kelahiran Kasar atau Crude Birth Rate (CBR) dan Angka Kematian
Kasar atau Crude Death Rate (CDR) yang merupakan perbandingan antara
jumlah kelahiran dan kematian dengan jumlah penduduknya selama periode satu
tahun.
Selama periode enam tahun terakhir perkembangan kelahiran penduduk di
Kota Semarang terlihat cenderung mengalami kenaikan, hal ini menjadi salah
satu tolok ukur bahwa pengendalian jumlah kelahiran harus terus diupayakan.
Sedangkan CDR memiliki kecenderungan berfluktuasi selama periode 2005-
2010.
Sebagai gambaran pada tahun 2010 angka CBR sebesar 14,98, yang
berarti setiap 1.000 penduduk bertambah sekitar 15 orang karena kelahiran.
Sedangkan angka CDR-nya sebesar 6,77 yang artinya setiap 1.000 penduduk
selama setahun jumlah penduduknya berkurang 7 orang karena meninggal.
Dengan demikian selisih dari keduanya adalah sebesar 8 orang perseribu bila
dinyatakan dalam persen sebesar 0,8 % merupakan angka pertumbuhan
penduduk alamiah atau Rate of Natural Increase (RNI).
Mengenai tingkat pertumbuhan karena perpindahan (net migration),
dihitung dengan melihat selisih antara angka penduduk yang datang (in
migration) dan angka penduduk yang pergi (out migration). Pada tahun 2010
tingkat migrasi masuk sebesar 26,46 yang berarti setiap 1.000 penduduk selama
1 tahun bertambah penduduk yang datang sebanyak 26 orang, sedangkan tingkat
migrasi keluar sebesar 24,80 per 1.000 penduduk. Bila migrasi masuk dikurangi
Statistik Ketahanan Sosial Kota Semarang Tahun 2010 16
dengan migrasi keluar diperoleh angka sebesar 1,66, angka inilah yang
dinamakan dengan angka pertumbuhan penduduk karena migrasi (net migration
rate). Keadaan ini tentu saja sangat logis, mengingat Kota Semarang sebagai
ibukota provinsi berpotensi sebagai daerah tujuan penduduk baik dalam hal
pemerintahan, perdagangan, pendidikan dan lain-lain.
Penyebaran penduduk perlu mendapat perhatian karena berkaitan dengan
daya dukung lingkungannya, dengan asumsi bahwa dalam batas-batas tertentu
semakin padat suatu wilayah semakin berkurang ketahanan wilayah/sosialnya.
Sebagai kota besar Semarang tergolong mempunyai kepadatan penduduk yang
tinggi, pada tahun 2010 ini kepadatan penduduknya sebesar 4.087 jiwa per km²,
selama tiga tahun terakhir terus mengalami kenaikan, dimana pada tahun 2008
sebesar 3.965 jiwa per km2 dan pada tahun 2009 sebesar 4.032 jiwa per km
2.
Bila dilihat tiap Kecamatan ada 3 (tiga) Kecamatan yang mempunyai kepadatan
dibawah angka rata-rata kepadatan Kota Semarang. Angka kepadatan penduduk
yang paling kecil adalah Kecamatan Tugu sebesar 876 jiwa per km² diikuti
dengan Kecamatan Mijen (916 jiwa/km²) dan Kecamatan Gunungpati (1.315
jiwa/km²). Dari ketiga Kecamatan tersebut dua diantaranya merupakan daerah
pertanian dan perkebunan, sedangkan Kecamatan Tugu merupakan daerah
pengembangan industri.
Tabel 4. Kepadatan Penduduk dan Jumlah ART
Tahun Kepadatan Penduduk Jumlah ART
2008 3.965 3,96
2009 4.032 3,64
2010 4.087 3,48
Sumber : BPS Kota Semarang
Statistik Ketahanan Sosial Kota Semarang Tahun 2010 17
Namun sebaliknya untuk Kecamatan-Kecamatan yang terletak di pusat
kota, dimana luas wilayahnya tidak terlalu luas namun jumlah penduduknya
sangat banyak menyebabkan kepadatan penduduknya sangat tinggi. Yang paling
tinggi adalah Kecamatan Semarang Selatan sebesar 14.391 jiwa per km², diikuti
oleh Kecamatan Candisari (12.267 jiwa/km²), Kecamatan Gayamsari (12.101
jiwa/km²), Kecamatan Semarang Tengah (11.918 jiwa/km²), dan Kecamatan
Semarang Utara (11.593 jiwa/km²).
Sedangkan untuk kepadatan jumlah anggota rumahtangga di setiap
rumahtangga juga berpengaruh terhadap ketahanan wilayah/sosial, karena
semakin padat suatu rumahtangga semakin berkurang ketahanan
wilayah/sosialnya. Selama tiga tahun terakhir terlihat bahwa perkembangan rata-
rata jumlah anggota rumahtangga terus menurun, dari tahun 2008 sebesar 3,96
jiwa per rumahtangga, menjadi 3,64 jiwa di tahun 2009 dan pada tahun 2010
turun sebesar 3,48 jiwa per rumahtangga.
3.2. Angka Beban Ketergantungan dan Rasio Jenis Kelamin
Selain jumlah, kepadatan maupun pertumbuhan penduduk, hal lain yang
perlu diketahui adalah komposisi penduduk, antara lain komposisi penduduk
menurut umur dan jenis kelamin. Dikatakan penting karena kejadian demografis
maupun karakteristiknya berbeda menurut umur dan jenis kelamin baik untuk
kelahiran, kematian maupun perpindahan penduduk. Kelahiran menurut jenis
kelamin jelas berbeda, pada saat dilahirkan umumnya jumlah bayi pria lebih
banyak dari bayi wanita. Kedua variabel yaitu umur dan jenis kelamin akan
dapat dihitung indikator angka beban ketergantungan dan rasio jenis kelamin,
dimana kedua indikator tersebut sangat berpengaruh terhadap kondisi ketahanan
wilayah/sosial dari suatu wilayah kota dan atau dalam satu rumahtangga
Statistik Ketahanan Sosial Kota Semarang Tahun 2010 18
Angka beban ketergantungan merupakan perbandingan antar jumlah
penduduk yang produktif ( 15-64 tahun) dengan yang tidak produktif (0-14
tahun dan 65 tahun keatas). Angka beban ketergantungan memberikan
gambaran seberapa jauh penduduk yang berusia produktif/aktif secara ekonomi
harus menanggung penduduk yang belum produktif dan pasca produktif. Untuk
penduduk yang mempunyai struktur muda atau sangat tua sekali, maka beban
ketergantungannya sangat tinggi. Di negara-negara berkembang karena struktur
umur penduduknya muda, maka angka beban ketergantungannya biasanya
relatif tinggi.
Gambar 2. Jumlah Penduduk menurut Kelompok Umur dan Jenis Kelamin
Statistik Ketahanan Sosial Kota Semarang Tahun 2010 19
Angka beban ketergantungan untuk Kota Semarang pada tahun 2010
sebesar 39,29 persen, sedangkan angka ketergantungan penduduk muda sebesar
32,91 persen dan angka ketergantungan penduduk tua sebesar 6,39 persen. Bila
dibandingkan dengan keadaan tahun sebelumnya, angka beban ketergantungan
total, ketergantungan muda maupun ketergantungan tua tidak menunjukkan
perbedaan yang signifikan, yakni masing-masing sebesar 35,24 persen, 26,70
persen 8,54 persen.
Selain menurut umur komposisi penduduk juga dapat dilihat menurut
jenis kelamin. Perbandingan antara penduduk laki-laki dengan penduduk
perempuan akan menghasilkan suatu ukuran yang disebut dengan rasio jenis
kelamin (sex ratio). Dari 1.527.433 jiwa penduduk Kota Semarang pada tahun
2010, sebanyak 758.267 jiwa diantaranya adalah penduduk laki-laki dan
769.166 penduduk perempuan. Dengan demikian rasio jenis kelamin yang
merupakan perbandingan antara penduduk laki-laki dan perempuan di Kota
Semarang sebesar 99, yang artinya jumlah penduduk perempuan 1 persen lebih
banyak dari penduduk laki-laki atau setiap 100 penduduk perempuan terdapat 99
penduduk laki-laki. Sedangkan wilayah kecamatan yang mempunyai rasio jenis
kelamin diatas 100 ada sebanyak 2 (dua) kecamatan, yang paling tinggi adalah
Kecamatan Tembalang (102) dan Kecamatan Tugu (101) yang berarti penduduk
laki-laki lebih banyak dibandingkan penduduk perempuan.
3.3. Ketenagakerjaan
Masalah ketenagakerjaan juga merupakan salah satu hal yang mempunyai
pengaruh terhadap ketahanan sosial. Misalnya tingginya tingkat pengangguran
di suatu wilayah akan memberikan dorongan yang kuat (potensi) bagi
Statistik Ketahanan Sosial Kota Semarang Tahun 2010 20
munculnya berbagai ketidak puasan atas beragam kebijakan pembangunan
(terutama dibidang ekonomi), yang kemudian dapat memicu terjadinya konflik
antar berbagai pihak, baik pemerintah dengan masyarakat, masyarakat dengan
pengusaha, dan antar masyarakat sendiri. Frekuensi konflik yang timbul dan
eskalasinya menunjukkan/mengindikasikan seberapa kuatnya ketahan
wilayah/sosial masyarakat yang ada. Tingkat partisipasi angkatan kerja (TPAK)
dan tingkat pengangguran terbuka (TPT) merupakan indikator yang dapat
dianggap paling relevan (terutama bagi indikator penyebab/input) dalam
memnggambarkan kondisi ketahanan wilayah/sosial, khususnya dibidang
ketenagakerjaan.
Keterlibatan penduduk dalam kegiatan ekonomi salah satunya diukur
dengan indikator Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) yaitu merupakan
perbandingan antara jumlah angkatan kerja dengan jumlah penduduk usia kerja.
Perkembangan TPAK terlihat mengalami peningkatan selama periode 2009-
2010, yaitu dari 66,24 persen menjadi 67,00 persen.
Statistik Ketahanan Sosial Kota Semarang Tahun 2010 21
Tabel 5. Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) dan
Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT)
Indikator 2009 2010
(1) (2) (3)
Laki-laki
TPAK Perempuan
Total
76,03
56,93
66,24
77,44
57,19
67,0
Laki-laki
TPT Perempuan
Total
11,28
9,88
10,66
7,16
11,3
8,98
Sumber : BPS Kota Semarang
Peningkatan angkatan kerja ini mengisyaratkan akan perlunya lapangan
pekerjaan yang cukup banyak guna menampung banyaknya penawaran angkatan
kerja. Bila dilihat menurut jenis kelamin seperti pada tabel 9, TPAK laki-laki
maupun perempuan mengalami peningkatan. Besarnya TPAK laki-laki pada
tahun 2009 adalah 76,03 persen naik menjadi 77,44 persen pada tahun 2010,
dan TPAK perempuan yakni dari 56,93 persen menjadi 57,19 persen.
Disamping itu indikator lain yang cukup penting dibidang
ketenagakerjaan adalah tingkat pengangguran, dimana dapat menunjukkan
sampai sejauh mana angkatan kerja yang ada terserap dalam pasar kerja. Tingkat
Pengangguran Terbuka (TPT) adalah persentase penduduk yang mencari
pekerjaan terhadap angkatan kerja pada tahun 2010 sebesar 8,98 persen
sedangkan pada tahun 2009 sebesar 10,66 persen. Bila dirinci menurut jenis
kelamin, TPT laki-laki mengalami penurunan yakni dari 11,28 menjadi 7,16
Statistik Ketahanan Sosial Kota Semarang Tahun 2010 22
pada tahun 2010, kondisi sebaliknya terjadi pada TPT perempuan yakni dari
9,88 pada tahun 2009 menjadi 11,3 pada tahun 2010.
Hal ini menjadi indikasi bahwa jumlah penduduk perempuan yang masuk
kedalam pasar kerja semakin banyak, namun masih rendah dalam ketrampilan
sehingga penyerapan tenaga kerja perempuan masih cukup banyak. Disamping
itu permintaan dan jenis lowongan pekerjaan untuk tenaga perempuan masih
relatif terbatas, sehingga persaingan yang terjadi cukup tajam,yang pada
akhirnya tenaga kerja trampil saja yang bisa diterima bekerja.
3.4. Pendidikan
Kondisi sumber daya manusia dibidang pendidikan juga menjadi salah
satu faktor yang ikut berpengaruh terhadap ketahanan wilayah/sosial
masyarakatnya. Sebagai contoh semakin lama penduduk/anggota masyarakat
menuntut ilmu/sekolah, semakin tinggi pemahamannya akan unsur kehidupan
yang ada, sehingga diharapkan semakin arif dan bijaksana mereka hidup antar
sesama. Dengan asumsi bahwa semakin lama penduduk suatu wilayah
memperoleh pendidikan/bersekolah, ketahanan wilayah/sosialnya relatif
semakin baik, maka indikator pendidikan yang dianggap relevan dengan
ketahanan sosial adalah angka partisipasi sekolah ( baik itu angka partisipasi
kasar (APK) maupun angka partisipasi murni (APM), kemudian angka buta
huruf, dan tingkat pendidikan tertinggi yang ditamatkan.
Indikator partisipasi sekolah termasuk dalam indikator proses yang dalam
pembahasan disini diantaranya adalah Angka Partisipasi Kasar (APK) dan
Angka Partisipasi Murni (APM). APK adalah indikator untuk mengukur
proporsi anak sekolah pada suatu jenjang pendidikan tertentu dalam kelompok
Statistik Ketahanan Sosial Kota Semarang Tahun 2010 23
umur yang sesuai dengan jenjang pendidikan tersebut. APK memberikan
gambaran secara umum tentang banyaknya anak yang sedang/telah menerima
pendidikan pada jenjang tertentu. Sedangkan APM adalah indikator yang
menunjukkan proporsi anak sekolah pada satu kelompok umur tertentu yang
bersekolah pada tingkat yang sesuai dengan kelompok umurnya.
Tabel 6. Banyaknya Sekolah, Murid dan Guru menurut jenjang
pendidikan Tahun 2010
Uraian SD/MI SLTP/MTs SLTA/MA
(1) (2) (3) (4)
1. Sekolah 709 206 182
2. Jumlah Murid 155.889 71.068 70.462
3. Guru 8.372 5.151 6.127
Rasio Murid-Guru 19 14 12
Sumber : BPS Kota Semarang
Secara umum, ketahanan sosial masyarakat kota Semarang di bidang
pendidikan relatif baik. Hal ini ditunjukkan dengan angka rasio Murid-Guru di
Kota Semarang. Pada tahun 2010 Rasio Murid Guru di Kota Semarang untuk
jenjang pendidikan SD/MI sebesar 19 yang berarti satu orang guru rata-rata
mengajar 19 murid, untuk tingkat SLTP/MTs sebesar 14 dan tingkat SLTA/MA
sebesar 12.
Statistik Ketahanan Sosial Kota Semarang Tahun 2010 24
Gambar 3. Persentase Penduduk Usia 10 Tahun ke Atas Menurut
Pendidikan Yang Ditamatkan (Tahun 2010)
<SD, 11.6
SD, 20.9
SLTP, 18.6
SLTA, 34.6
D1/D2/D3, 4.5D4/S1/S2/S3, 9.9
Kualitas sumber daya manusia secara spesifik dapat dilihat pada tingkat
pendidikan yang ditamatkan. Pada tahun 2010 persentase penduduk umur 10
tahun keatas yang berpendidikan SLTP keatas telah mencapai 67,5 persen,
terjadi peningkatan bila dibandingkan dengan keadaan tahun 2009 sebesar 61,5
persen. Indikator ini juga sering digunakan dalam menghitung angka Indeks
Pembangunan Manusia yang didekati dengan rata-rata lama sekolah.
3.5. Kesehatan
Kondisi sumber daya manusia dibidang kesehatan juga ikut andil dalam
melihat kondisi ketahanan wilayah/sosial penduduk di suatu wilayah tertentu.
Keadaan kesehatan penduduk pada suatu saat dapat digunakan untuk
memberikan gambaran tentang status kesehatan penduduk pada umumnya.
Kondisi kesehatan yang dalam hal ini diwakili dengan indikator angka kesakitan
Statistik Ketahanan Sosial Kota Semarang Tahun 2010 25
merupakan resultan dari berbagai aspek/kondisi yang dirasakan/dialami oleh
masyarakatnya secara umum, yang dengan demikian dapat menjadi salah satu
indikator yang baik untuk menggambarkan kondisi ketahanan wilayah /
sosialnya.
Pada tahun 2010 status kesehatan penduduk tergambar dari angka
kesakitan (persentase penduduk yang mempunyai keluhan kesehatan) yang
mencapai 27,72 persen. Angka ini menunjukkan bahwa hampir dari sepertiga
penduduk Kota Semarang pernah mengalami keluhan kesehatan. Keluhan
kesehatan tersebut meliputi beberapa penyakit antara lain: panas, batuk, pilek,
asma / sesak nafas, diare / buang-buang air, sakit kepala berulang, sakit gigi, dan
lainnya.
Tabel 7. Persentase Penduduk Yang Pernah Mengalami Keluhan Kesehatan
Jenis Kelamin 2009* 2010
(1) (2) (3)
1. Laki-laki 39,15 26,77
2. Perempuan 40,33 28,63
3. Laki-laki + Perempuan 39,70 27,72
Sumber : BPS Kota Semarang
*Catatan: Angka diperbaiki.
Tabel diatas memperlihatkan bahwa kondisi kesehatan penduduk pada
tahun 2010 tampak lebih baik bila dibandingkan dengan tahun sebelumnya.
Statistik Ketahanan Sosial Kota Semarang Tahun 2010 26
3.6. Sosial Budaya
Dalam kurun waktu sejarah telah tercatat bahwa Semarang telah mampu
berkembang sebagai transformasi budaya, baik yang bersifat religi, tradisi,
teknologi maupun aspirasi yang semuanya itu merupakan daya penggerak yang
sangat besar nilainya dalam memberi corak serta memperkaya kebudayaan,
kepribadian dan kebanggaan daerah yang pada gilirannya akan mempengaruhi
ketahanan wilayah/sosial masyarakatnya. Nilai-nilai agama yang universal dan
abadi sifatnya merupakan salah satu aspek bagi kehidupan dan kebudayaan
bangsa. Kota Semarang memiliki iklim yang kondusif bagi perkembangannya
berbagai ragam agama, khususnya dalam hal toleransi antar umat beragama.
Dari berbagai agama yang ada, sebagian besar penduduk Kota Semarang
memeluk agama Islam 1.272.693 orang atau 83,32 persen, kemudian yang
memeluk agama Kristen Katholik sebesar 114.311 orang atau 7,48 persen,
agama Kristen Protestan sebesar 109.104 orang atau 7,14 persen, agama Budha
sebanyak 18.530 orang atau 1,21 persen dan pemeluk agama Hindu sebesar
10.545 orang atau 0,69 persen.
Statistik Ketahanan Sosial Kota Semarang Tahun 2010 27
Tabel 8. Penduduk Kota Semarang menurut Suku Bangsa
NO SUKU BANGSA JUMLAH PENDUDUK PERSEN
1 Batak, Tapanuli 3.362 0,25
2 Betawi 996 0,07
3 Cina 58.356 4,33
4 Jawa 1.255.768 93,24
5 Madura 2.052 0,15
6 Melayu 1.727 0,13
7 Minangkabau 1.253 0,09
8 Sunda, Priangan 9.582 0,71
9 Lainnya 13.717 1,03
J u m l a h 1.346.813 100,00
Sumber : SP2000 BPS Kota Semarang
Kondisi sumber daya manusia khususnya penduduk menurut suku bangsa
juga menjadi salah satu yang dapat mempengaruhi ketahanan wilayah/sosial
yang akan terjadi. Kota Semarang sebagai ibukota provinsi Jawa Tengah tentu
saja akan mempengaruhi keberadaan masyarakat dari bermacam kultur budaya,
karena sebagai pusat pemerintahan tentu saja masyarakatnya tidak hanya berasal
dari suku bangsa Jawa saja. Hal ini bisa dilihat dari data hasil Sensus Penduduk
tahun 2000 dimana, data suku bangsa ditanyakan dalam kuesionernya. Data
selengkapnya bisa dilihat pada tabel 8 diatas.
Statistik Ketahanan Sosial Kota Semarang Tahun 2010 28
BAB IV
STATISTIK KETAHANAN EKONOMI
Kondisi perekonomian sebagai salah satu faktor yang berpengaruh
terhadap ketahanan wilayah/sosial masyarakat yang ada didalamnya. Kondisi
perekonomian yang dimaksud adalah kondisi yang mencerminkan stabilitas
ekonomi, pertumbuhan ekonomi dan pendapatan perkapita serta kemiskinan.
Keempat hal tersebut dimanifestasikan dengan beberapa indikator yang relevan,
diantaranya untuk stabilitas ekonomi diwakili dengan angka inflasi, tingkat
pertumbuhan ekonomi dilihat dengan tingkat pertumbuhan Produk Domestik
Regional Bruto (PDRB) termasuk didalamnya pendapatan perkapita dan jumlah
rumah tangga miskin yang mencerminkan ketahanan sosial dari masyarakat
Kota Semarang.
4.1. Tingkat Inflasi
Tingkat inflasi merupakan sisi lain untuk melihat kondisi perekonomian.
Perubahan harga yang terjadi dari waktu ke waktu menunjukkan stabilitas
ekonomi suatu wilayah. Dalam kenyataannya naik turunnya inflasi lebih banyak
dipengaruhi oleh faktor kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM), kenaikan
tarif jasa-jasa publik dan pola konsumsi masyarakat pada periode tertentu serta
pengaruh spekulan. Tingkat inflasi yang tinggi dan tak terkendali akan
merugikan perekonomian suatu negara, yang pada akhirnya menimbulkan
kesulitan ekonomi bagi rakyat secara keseluruhan, dan pada gilirannya akan
berpengaruh terhadap kondisi ketahanan wilayah/sosial masyarakatnya.
Statistik Ketahanan Sosial Kota Semarang Tahun 2010 29
Gambar 4. Laju Inflasi Nasional dan Kota Semarang
Naiknya inflasi yang terjadi pada tahun 2010 dibandingkan tahun 2009
disebabkan oleh tingginya perubahan harga beberapa komoditi pada kelompok
pengeluaran. Kelompok pengeluaran yang mengalami inflasi tertinggi adalah
kelompok bahan makanan hingga mencapai 16,45 persen. Kelompok
pengeluaran berikutnya adalah kelompok makanan jadi, minuman, rokok dan
tembakau sebesar 7,30 persen, kelompok sandang sebesar 6,29 persen,
kelompok perumahan sebesar 3,63 persen. Kelompok pengeluaran transpor,
komunikasi dan jasa keuangan sebesar 3,62 persen, kelompok pengeluaran
pendidikan, rekreasi dan olahraga sebesar 2,14 persen. Sedangkan kelompok
pengeluaran yang mengalami inflasi terkecil adalah kelompok kesehatan yang
hanya sebesar 1,48 persen.
Apabila dibandingkan dengan laju inflasi Nasional, inflasi Kota Semarang
selama periode 2001-2005 cenderung masih dibawahnya kecuali pada periode
2001-2003. Pada tahun 2007 dan 2009-2010 angka inflasi Kota Semarang
sebesar 6,75; 3,19 dan 7,11 persen masih sedikit lebih besar bila dibandingkan
Statistik Ketahanan Sosial Kota Semarang Tahun 2010 30
dengan inflasi nasional sebesar 6,59; 2,78 dan 6,96 persen. Hanya pada tahun
2006 dan 2008 angka inflasi Kota Semarang lebih kecil nilainya dibandingkan
dengan angka inflasi Nasional, yaitu 6,08 dan 10,34 untuk Kota Semarang dan
6,60 dan 11,06 untuk Nasional. Secara umum dalam hal kestabilan harga Kota
Semarang bisa dikatakan cukup baik, sehingga dapat berpengaruh positif
terhadap stabilitas perekonomian yang tentu saja berpengaruh terhadap
ketahanan sosial dari masyarakatnya.
4.2. Pertumbuhan Ekonomi
Pada hakekatnya pembangunan ekonomi adalah serangkaian usaha dan
kebijaksanaan yang bertujuan untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat,
memperluas lapangan kerja, memeratakan pembagian pendapatan masyarakat
dan meningkatkan hubungan ekonomi regional. Dengan demikian arah dari
pembangunan ekonomi adalah mengusahakan agar pendapatan masyarakat naik
secara mantap dan dengan tingkat pemerataan yang sebaik mungkin.Untuk
memperoleh gambaran secara menyeluruh tentang kondisi perekonomian suatu
daerah dapat dilihat melalui neraca ekonominya. Neraca ekonomi regional
bertujuan memberikan suatu gambaran statistik mengenai kegiatan ekonomi
yang terjadi di suatu daerah dalam jangka waktu tertentu. Produk Domestik
Regional Bruto (PDRB) merupakan perangkat pokok dalam neraca ekonomi
regional. Secara lebih konkret neraca ekonomi regional pada umumnya
berhubungan dengan masalah-masalah ekonomi yang dapat diukur atau dinilai
dalam bentuk uang, antara lain mengenai tingkat produksi, nilai tambah dan
agregat ekonomi makro lainnya yang memperoleh hasil kegiatan ekonomi dalam
suatu wilayah.
Statistik Ketahanan Sosial Kota Semarang Tahun 2010 31
Kemajuan ekonomi yang ditunjukkan oleh peningkatan PDRB atas dasar
harga berlaku dari tahun ke tahun belum menunjukkan perubahan yang nyata
(riil). Disamping karena terjadinya peningkatan produksi secara fisik, juga
karena dipengaruhi oleh kenaikan tingkat harga atau inflasi. Untuk mengetahui
laju pertumbuhan secara nyata pengaruh inflasi harus dihilangkan. Oleh karena
itu PDRB diestimasi dengan menggunakan harga konstan sesuai dengan tingkat
harga pada suatu tahun dasar yang telah ditetapkan (tahun 2000). Dengan cara
ini maka dapat diperkirakan laju pertumbuhan perekonomian setiap tahun atau
selama periode tertentu. Dalam Gambar 5, terlihat sampai dengan tahun 2010,
laju pertumbuhan ekonomi Kota Semarang senantiasa mengalami peningkatan.
Tetapi pada tahun 2008 dan 2009 mengalami peningkatan yang melambat,
kemudian kembali meningkat lebih cepat pada tahun 2010. Ini berarti
pertumbuhan ekonomi tahun 2010 yang mencapai 5,87 persen mengalami
peningkatan lebih cepat dibandingkan dua tahun sebelumnya.
Gambar 5. Laju Pertumbuhan Ekonomi 2005-2010
Catatan: Tahun 2009, angka diperbaiki; Tahun 2010, angka sangat sementara.
Statistik Ketahanan Sosial Kota Semarang Tahun 2010 32
Gambaran lebih jauh struktur perekonomian Kota Semarang dapat dilihat
berdasarkan dari peranan masing-masing sektor terhadap pembentukan total
PDRB Kota Semarang. Sektor Primer yang terdiri dari sektor pertanian dan
pertambangan dan penggalian adalah sebagai penyedia kebutuhan dasar dan
bahan, peranannya meningkat menjadi 1,34 persen pada tahun 2010, dibanding
tahun 2009 yang sebesar 1,33 persen.
Tabel 9. Persentase Distribusi PDRB Menurut Lapangan Usaha
Lapangan Harga Berlaku Harga Konstan
Usaha 2009 2010 2009 2010
(1) (2) (3) (4) (5)
1. Pertanian 1.16 1.17 1.16 1.13
2. Pertambangan dan Penggalian 0.17 0.17 0.16 0.15
3. Industri Pengolahan 24.66 24.16 27.08 26.83
4. Listrik, Gas dan Air 1.58 1.53 1.29 1.27
5. Bangunan 19.38 19.82 15.27 15.45
6. Perdagangan, Hotel dan Restoran 28.30 27.92 30.81 30.83
7. Pengangkutan dan Komunikasi 9.92 9.82 9.67 9.67
8. Keuangan, Persewaan dan
Jasa Perusahaan 2.80 2.73 2.80 2.73
9. Jasa-jasa 12.03 12.69 11.76 11.76
Jumlah 100.00 100.00 100.00 100.00
Sumber : BPS Kota Semarang
Catatan: Untuk semua data Tahun 2010, masih Angka Sangat Sementara
Demikian juga yang terjadi pada sektor sekunder yang terdiri dari
sektor industri pengolahan, Listrik dan air bersih serta sektor bangunan yang
peranannya juga menurun dari 45,62 persen pada tahun 2009 menjadi 45,51
persen pada tahun 2010. Hanya sektor tersier yang sifat kegiatannya sebagai
Statistik Ketahanan Sosial Kota Semarang Tahun 2010 33
jasa peranannya mengalami peningkatan dari 53,05 persen menjadi 53,15
persen pada tahun 2010. Sektor tersier ini terdiri dari sektor perdagangan, hotel
dan restoran, pengangkutan dan komunikasi, keuangan, persewaan dan jasa
perusahaan serta jasa-jasa lainnya. Pada tahun 2010 sumbangan terbesar masih
diperoleh dari sektor Perdagangan sebesar 27,92 persen, tetapi peranannya
menurun dibanding tahun 2009 yang mencapai 28,30 persen. Sumbangan dari
sektor Industri merupakan terbesar kedua yaitu sebesar 24,66 persen pada
tahun 2009 juga mengalami penurunan menjadi 24.16 persen pada tahun
2010.
4.3. Pendapatan Perkapita
Tabel 10. Rata-rata Produk Domestik Regional Bruto per Kapita
Penduduk Kota Semarang Tahun 2005 – 2010
Pendapatan per Kapita (Rp) Pertumbuhan (persen)
TAHUN Harga Berlaku Harga Konstan ’00 Harga Berlaku Harga Konstan’00
(1) (2) (3) (4) (5)
2005 14.993.722,29 10.447.557,87 12,30 3,76
2006* 17.996.686,60 11.571.407,32 13,22 4,33
2007* 20.359.935,97 12.104.672,14 13,13 4,61
2008* 22.749.525,61 12.617.054,36 11,74 4,23
2009* 25.010.837,45 13.121.875,16 9,94 4,00
2010 27.891.154,90 13.731.386,57 11,52 4,65
*) Angka Diperbaiki
Statistik Ketahanan Sosial Kota Semarang Tahun 2010 34
Apabila angka PDRB dibagi dengan jumlah penduduk pertengahan tahun
diperoleh rata-rata produk yang dihasilkan atau pendapatan yang dibayarkan
setiap penduduk daerah tersebut. Rata-rata ini disebut sebagai pendapatan
penduduk per kapita. Pendapatan per kapita atas dasar harga berlaku dari tahun
ke tahun menunjukkan peningkatan. Bila pada tahun 2005 adalah sebesar 14 993
722,29 rupiah, pada tahun 2010 telah mencapai 27 891 154,90 rupiah, berarti
telah terjadi peningkatan sebesar hampir 2 kali lipat dalam kurun waktu tersebut.
Dan jika dilihat berdasarkan harga konstan 2000, pertumbuhan pendapatan per
kapita dalam periode 2000 - 2010 juga mengalami peningkatan sebesar 1,49
persen. Dari kedua informasi tersebut dapat dikatakan bahwa pada tahun 2010
peningkatan pendapatan yang terjadi mampu mengangkat pendapatan per kapita
hampir 1,5 kali lipat dibanding pada kondisi tahun 2000.
Memang disadari bahwa pendapatan perkapita belum mencerminkan
pendapat penduduk yang sebenarnya, karena hanya menunjukkan kemampuan
ekonomi daerah, selain itu juga belum dapat mencerminkan pemerataan
pendapatan penduduk. Namun secara makro indikator ini masih bisa
menunjukkan tingkat kemampuan ekonomi masyarakat yang erat kaitannya
dengan pola atau kekuatan dari ketahanan wilayah/sosial masyarakat.
4.4. Kemiskinan
Tabel 11. Hasil Pendataan Program Perlindungan Sosial (PPLS) Tahun 2008
KATEGORI Hampir Miskin Miskin Sangat Miskin
PPLS 2008 30.991 17.620 6.610
Sumber : BPS Kota Semarang
Statistik Ketahanan Sosial Kota Semarang Tahun 2010 35
Indikator Kemiskinan sampai saat ini menjadi salah satu indikator sosial
yang cukup populer. Tidak hanya berdampak pada sisi ekonomi saja, tetapi juga
berdampak pada sisi politis. Sehingga sebagian besar menjadikan isu
kemiskinan ini menjadi salah satu tolok ukur tentang keberhasilan pembangunan
suatu wilayah atau pemerintahan. Namun dari sisi pengaruh terhadap ketahanan
sosial jelas sangat berpengaruh, karena kemiskinan akan berdampak pada
kerawanan sosial yang tentu saja rentan terhadap ketahanan sosial masyarakat.
Jumlah rumahtangga miskin di Kota Semarang pada tahun 2008 hasil
Pendataan Program Perlindungan Sosial (PPLS) sebesar 55.221 rumahtangga
atau 14,77 % dari 373.920 seluruh rumahtangga yang ada di Kota Semarang.
Apabila dirinci menurut klasifikasinya sebanyak 30.991 rumahtangga (56,12 %)
adalah kategori hampir miskin, kemudian kategori miskin sebanyak 17.620
rumahtangga (31,91 %) dan kategori sangat miskin sebesar 6.610 rumahtangga
atau 11,97 persen. Terjadi penurunan jumlah rumahtangga miskin bila
dibandingkan dengan tahun 2006, namun secara kualitas tetap saja bahwa
rumahtangga miskin di Kota Semarang lebih dari 50 persen masih dalam batas
hampir miskin, sedangkan yang miskin dan sangat miskin sekitar 44 persen, jadi
masalahan kemiskinan di Kota Semarang yang berkaitan dengan tingkat
ketahanan sosial, masih tergolong kecil kontribusinya.
Statistik Ketahanan Sosial Kota Semarang Tahun 2010 36
4.5. Ketahanan Pangan
Tabel 12. Luas Panen Tanaman Pangan (dalam Ha.) dan Produksi Panen
(dalam Ton) di Kota Semarang
Tanaman
Pangan
Luas Panen (dalam Ha.) Produksi Panen (dalam Ton)
Tahun 2009 Tahun 2010 Tahun 2009 Tahun 2010*
(1) (2) (3) (4) (5)
Padi Sawah 5.876 3.243 32.815 32.815
Padi Gogo 464 435 1.445 1.445
Jagung 976 693 4.474 4.474
Ubi Jalar 196 6 2.203 2.203
Ubi Kayu 697 95 31.654 31.654
Kacang Hijau 158 0 151 151
Kacang Tanah 558 0 1.063 1.063
Kacang Kedelai 0 0 0 0
Sumber: Dinas Pertanian Kota Semarang.
Ket: *)Data Tahun 2009.
Statistik Ketahanan Sosial Kota Semarang Tahun 2010 37
Tabel 13. Produksi Perikanan di Kota Semarang (Dalam Ton)
Jenis Produksi Tahun 2009 Tahun 2010
(1) (2) (3)
Tambak 322,17 381,66
Kolam 42,85 259,52
Perairan Umum 73,15 72,71
Pengawetan 5962,30 10.593,38
Tempat Pelelangan Ikan 69,41 59,03
Sumber: Dinas Kelautan dan Perikanan Kota Semarang.
Ketahanan pangan juga menjadi salah satu indikator yang populer dalam
beberapa tahun terakhir ini, hal ini erat kaitannya dengan ketersediaan pangan
dan konsumsi masyarakatnya. Kota Semarang sebagai kota besar tentu saja
berkepentingan terhadap pemenuhan kebutuhan pangan penduduknya, namun
demikian permasalahan yang terjadi di kota Semarang tidak saja terkait dengan
jumlah produksi pertanian khususnya pangan. Hal ini karena sumber daya alam
kaitannya dengan areal persawahan dan perkebunan jelas tidak bisa mencukupi
untuk memenuhi kebutuhan masyarakat Kota Semarang. Jadi permasalahan
ketahanan pangan di Kota Semarang adalah dari sisi ekonomi yaitu jalur
distribusi bahan kebutuhan pokok khususnya pangan. Olah karena itu untuk
mengatasi ketahanan pangan, jalur yang harus ditempuh adalah memperbaiki
dan memonitor jalur distribusi serta harga komoditas pangan yang masuk di
Kota Semarang.
Statistik Ketahanan Sosial Kota Semarang Tahun 2010 38
BAB V
STATISTIK KETAHANAN POLITIK DAN KEAMANAN
Kondisi politik dan keamanan di suatu wilayah dewasa ini nampaknya
dapat ditunjukkan dengan baik oleh tingkat kerawanan/potensi konflik di
wilayah yang bersangkutan. Perkembangan kondisi politik khususnya sejak
reformasi sangat pesat perkembangannya, dan berdampak pada ketahanan sosial
kaitannya dengan potensi konflik yang ditimbulkannya. Kondisi keamanan juga
mengalami pergeseran kualitas maupun kuantitas, yaitu dengan adanya
pergeseran global tentang paradigma keamanan yang terkait dengan ancaman
konflik antar negara berbasis militer, berkecenderungan munculnya
transbational crime. Dalam bagian ini akan diuraikan secara singkat kondisi
ketahanan sosial di bidang politik dan keamanan meliputi kondisi politik,
hukum, keamanan dan ketertiban serta bencana alam.
5.1. Politik
Perkembangan politik dewasa ini semakin cepat melebihi perkembangan
ekonomi maupun perkembangan penduduk. Disadari bahwa sejak bergulirnya
proses reformasi kondisi perpolitikan di tanah air mengalami revolusi baik dari
sisi ideologi, organisasi politik maupun proses demokrasi. Kondisi ini menjadi
latar belakang untuk mulai dikembangkan statistik politik yang sementara ini
berpatokan pada tiga pilar utama sumber data statistik dasar bidang politik.
Yang pertama rakyat/penduduk Warga Negara Indonesia, kaitannya dengan
keragaman suku, bahasa, agama dan budaya, penduduk yang punya hak pilih,
yang tidak punya hak pilih, penduduk yang tidak tercatat dan lain-lain. Yang
Statistik Ketahanan Sosial Kota Semarang Tahun 2010 39
kedua adalah partai politik itu sendiri dilihat dari mulai jumlah partai politik,
banyaknya kantor cabang, banyaknya pengurus, banyaknya anggota, program
kerja partai dan lain-lain. Dan pilar ketiga adalah pemilihan umum, pemilihan
kepala daerah tingkat provinsi atau kabupaten/kota. Data yang dikumpulkan dari
mulai jumlah perolehan suara, anggota legislatif, jumlah suara, jumlah kursi dan
lain-lain
Pada tahun 2010 jumlah anggota DPRD Kota Semarang sebanyak 50
orang, terdiri dari 44 orang laki-laki dan 6 orang perempuan. Anggota DPRD ini
terdiri dari 9 fraksi, yaitu Fraksi PKS, Fraksi Golkar, Fraksi PDI, Fraksi
Demokrat, Fraksi PAN, Fraksi Partai Gerindra, Fraksi PKB, Fraksi PPP dan
Fraksi Partai Hanura. Sedangkan jumlah anggota dewan berdasarkan partai
politik terdiri dari : 9 orang dari PDI, 5 orang dari Partai Golkar, 6 orang dari
PAN, 16 orang dari Partai Demokrat, 6 orang dari PKS, 4 dari Partai Gerindra, 2
dari PKB, 1 dari PPP dan 1 dari Partai Hanura.
5.2. Keamanan dan Ketertiban
Perkembangan otonomi daerah, pemekaran wilayah, makin kritisnya
masyarakat terhadap aktivitas sistem politik dan pemerintah daerah dalam upaya
peningkatan kesejahteraan masyarakat daerah, berakibat kepada status
keamanan di suatu wilayah. Permasalahan yang ditimbulkan dari mulai masalah
hukum, keamanan dan ketertiban juga mengalami perkembangan yang cukup
pesat hal ini menuntut para pelaksana di bidang ini untuk lebih meningkatkan
kualitas maupun kuatitasnya.
Permasalahan hukum di Kota Semarang yang menyangkut pelanggaran
hukum perkara biasa dan singkat mencapai 3.243 perkara dan sudah
Statistik Ketahanan Sosial Kota Semarang Tahun 2010 40
diselesaikan sebanyak 1.146 perkara. Sedangkan masalah perkara perdata
gugatan mencapai 1.734 perkara dan perkara yang sudah diselesaikan/diputus
sebanyak 372 perkara.
Sedangkan data dari Poltabes Semarang mengenai banyaknya
kejahatan/pelanggaran menurut jenis kejahatan/pasal terjadi peningkatan yang
cukup besar.
Tabel 14. Jumlah Kejahatan/Pelanggaran menurut Jenisnya/Pasal
Jenis Kejahatan/Pasal 2009 2010
(1) (2) (3)
1. Pasal 362 377 306
2. Pasal 363 1426 534
3. Pasal 365 50 65
4. Pasal 368 96 52
5. Pasal 372 600 543
6. Pasal 378 465 524
Sumber :Polwilltabes Semarang
Dalam bidang keamanan dan ketertiban masyarakat, jumlah polisi di Kota
Semarang sebanyak 2.960 polisi laki-laki dan 169 polisi wanita. Sedangkan 10
tindak pidana terbesar di Kota Semarang sejumlah 1.342 kejadian dengan 3
terbesarnya adalah Curanmor: 407 kejadian, penipuan: 344 kejadian dan
penggelapan: 187 kejadian. Kejadian kecelakaan tahun 2010 ada 200 kejadian
dengan nilai kerugian sebesar Rp. 355.000.000,-.
Statistik Ketahanan Sosial Kota Semarang Tahun 2010 41
5.3. Bencana Alam
Semarang kaline banjir, itulah bagian dari syair lagu yang sangat dikenal.
Kendati pun hanya sebuah syair tetapi patut dicermati oleh masyarakat Kota
Semarang. Banjir sebenarnya merupakan fenomena alam yang terjadi dimana-
mana. Banjir yang terjadi di Kota Semarang bisa diklasifikasikan menjadi tiga
yaitu banjir kiriman, banjir lokal dan akibat pasang air laut atau dikenal dengan
istilah ROB.
Problem banjir dan rob sudah bertahun-tahun menjadi masalah yang
menimpa masyarakat pantai di Kota Semarang. Bahkan saat ini luasan genangan
terus bertambah masuk ke pusat kota yaitu mencapai areal disekitar Pasar Johar.
Hal ini disebabkan adanya penurunan permukaan tanah pada wilayah Kota
Semarang Bagian Bawah, khususnya di dekat pantai. Adanya pengambilan air
melalui sumur artetis menambah percepatan penurunan tanah di daerah pantai,
disamping adanya tanah aluvial yang mudah bergerak serta makin sedikitnya
rawa dan tambak di laut Jawa sebagai tempat penampungan air pasang.
Kasus insidental yang menonjol di Kota Semarang adalah musibah
bencana alam banjir dan tanah longsor. Kasus bencana alam yang terjadi pada
tahun 2006 tercatat menimbulkan korban jiwa sebanyak 1 orang, dengan sebaran
lokasi bencana terdiri dari 12 Kecamatan dengan kerugian materiil sebesar Rp.
5.142.000.000,-. Adapun bencana kebakaran pada tahun 2009 sebanyak 185
peristiwa dengan nilai kerugian Rp. 6.322.215,00 menurun pada tahun 2010
menjadi 106 peristiwa dengan nilai kerugian sebesar Rp. 12.550.900,00.
Secara umum kondisi politik dan kemanan di Kota Semarang boleh
dibilang sangat kondusif. Penilaian ini tidaklah berlebihan mengingat sejak
pemilihan umum 2009 dan pemilihan kepala daerah tahun 2010 tidak ada
permasalahan keamanan besar yang cukup berarti terjadi di Kota Semarang.
Statistik Ketahanan Sosial Kota Semarang Tahun 2010 42
Dengan bukti empiris tersebut maka bisa ditarik suatu kesimpulan bahwa
ketahanan sosial masyarakat khususnya dibidang politik dan keamanan di Kota
Semarang bisa dikatakan relatif stabil.