kasus pasar modal
TRANSCRIPT
KASUS
JAKARTA. Sengketa transaksi margin saham PT Bank Mandiri Tbk (BMRI) yang melibatkan Ronni
Susanto dan Mandiri Sekuritas terus bergulir. Ironisnya, upaya mediasi dua belah pihak terancam buntu.
Dengan tegas, Mandiri Sekuritas memastikan tak akan membuka kesempatan mediasi dalam sengketa
ini. "Kami ini BUMN. Tidak mudah melakukan mediasi. Kami siap jika harus naik ke pengadilan
sekalipun," kata Kartika Wirjoatmodjo, Managing Director Mandiri Sekuritas, kepada KONTAN, Kamis
(5/11).
Kartika bilang, di tengah pasar modal yang mulai menggeliat, nasabah nakal memang mencari
celah untuk mengambil keuntungan lewat penghapusan utang. Modusnya, mereka menyomasi sekuritas
yang dilanjutkan dengan proses mediasi. Nah, saat mediasi inilah, nasabah meminta penghapusan
utang. Atas sikapnya itu, 29 Oktober lalu, Mandiri Sekuritas melayangkan somasi balasan terhadap
Ronni. Dalam somasi tersebut, mereka meminta sepupu Benny Tjokrosaputro ini segera membayar
utang sebesar Rp 9,5 miliar (bukan Rp 11 miliar seperti berita sebelumnya). Utang ini adalah kekurangan
dana yang semestinya disetorkan Ronni saat nilai jaminan transaksi margin saham BMRI miliknya di
bawah perjanjian.
Catatan saja, kasus ini bermula saat Ronni membeli saham BMRI dengan fasilitas transaksi
margin melalui Mandiri Sekuritas pada 2007 silam. Dalam perjanjian itu, Ronni wajib menyiapkan
jaminan berupa saham atau uang tunai. Belakangan, harga saham BMRI anjlok karena hantaman krisis.
Akibatnya, nilai jaminan Ronni pun merosot. Lantaran tak segera menambah (top up) jaminan, Mandiri
Sekuritas menjual paksa (forced sell) saham Ronni dengan cara tutup sendiri alias crossing. Metode jual
paksa secara crossing inilah yang membuat Ronni berang. Dia pun menyomasi Mandiri Sekuritas pada 30
September dan menuntut pengembalian saham jaminan yang telah dijual. Yang menarik, dalam somasi
itu, Ronni menawarkan mediasi (Harian KONTAN, 28-10-2009).
Selain somasi balasan, indikasi penolakan mediasi ini juga tampak dari berbagai persiapan
hukum yang mulai ditempuh Mandiri Sekuritas. Saat ini, perusahaan efek pelat merah ini tengah
memilih kuasa hukum. Informasi yang dihimpun KONTAN, salah satu kuasa hukum yang akan dipilih
Mandiri Sekuritas adalah Robertus Billitea.
Selain itu, Mandiri Sekuritas juga menyiapkan somasi kedua jika hingga Jumat (06/11), pukul
10.00 WIB, Ronni tidak kunjung membayar utangnya. Nah, setelah somasi kedua inilah, Mandiri
Sekuritas kemungkinan menggugat Ronni ke Badan Arbitrase Pasar Modal Indonesia (BAPMI).
Kartika pun tidak menampik semua kabar ini. Bahkan, Mandiri Sekuritas sudah siap jika Ronni membawa
perkara ini secara perdata ke pengadilan dan pidana ke polisi.
Anthony L.P. Hutapea, kuasa hukum Ronni, menyatakan bahwa surat yang dilayangkan Mandiri
Sekuritas, 29 Oktober lalu, merupakan jawaban kedua atas somasi Ronni 30 September lalu. Dalam
suratnya, Mandiri Sekuritas mengklaim forced sell dengan cara crossing sudah memenuhi aturan.
Mereka juga membuka pintu komunikasi penyelesaian sengketa ini.
Yang seru, diam-diam Ronni juga bersiap merealisasikan ancamannya membawa kasus ini ke
ranah pidana dan perdata. Sebagai awalan, dalam waktu dekat ini Ronni akan melaporkan Mandiri
Sekuritas ke Badan Pengawas Pasar Modal-Lembaga Keuangan (Bapepam-LK). Sebagai antisipasi
kemarin, Mandiri Sekuritas telah terlebih dahulu datang ke Bapepam-LK untuk menjelaskan masalah ini.
KASUSJakarta -PT Mandiri Sekuritas (kode broker: CC) akan mengajukan somasi balik dan menagih
utang yang masih dimiliki nasabahnya Ronny Susanto sebesar Rp 11 miliar.
“Kami sedang bicara dengan beberapa lawyer untuk melakukan somasi balik kepada Ronni Susanto,”
ujar Managing Director Mandiri Sekuritas, Kartika Wirjoatmodjo saat dihubungi detikFinance, Rabu
(28/10/2009).
Ronni Susanto yang merupakan kerabat dekat Benny Tjokrosaputro, telah melayangkan somasi
kepada Mandiri Sekuritas lantaran saham PT Bank Mandiri Tbk (BMRI) dijual paksa (forced sell). Somasi
dilakukan pada 30 September 2009.
“Forced sell kami lakukan karena Ronni tidak bisa menambah jaminannya (top up), itu sudah sesuai
koridor mekanisme forced sell,” jelas Kartika.
Menurut penjelasan Kartika, sekitar Desember 2008 Ronni telah membeli 8,4 juta saham BMRI
senilai kurang lebih Rp 30 miliar dengan menggunakan dana pinjaman (marjin trading). Ketika itu, harga
saham BMRI ambruk lantaran krisis global.
“Ronni seharusnya top up Rp 8 miliar agar tidak di forced sell. Namun Ronni malah menjual jaminannya
yang berupa saham. Padahal seharusnya dia top up dengan dana baru, bukan dari jaminan,” ungkap
Kartika.
Aksi penjualan jaminan tersebut, lanjut Kartika, malah membuat coverage ratio Ronni menurun.
“Karena itu, kami memiliki hak penuh untuk mengeksekusi forced sell,” jelasnya.
Menurut Kartika, ketika itu Mandiri Sekuritas menjual 8,4 juta saham Ronni di harga Rp 2.100. Total nilai
penjualannya sebesar Rp 17,64 miliar.
“Setelah penjualan tersebut, Ronny sebenarnya masih punya utang ke Mandiri Sekuritas sebesar Rp 11
miliar, karena nilai penjualan forced sell itu belum menutupi seluruh utang Ronni. Itu pun belum dibayar
sejak Desember tahun lalu, kok malah sekarang dia somasi kami,” keluhnya.
KASUSJAKARTA. Karena tidak terima sahamnya dijual secara sepihak, salah satu nasabah Mandiri
Sekuritas mengajukan somasi dan menuntut sahamnya dapat dikembalikan kembali.
Nasabah itu adalah Ronni Susanto, yang tak lain adalah sepupu Dicky Tjokro, Direktur Utama PT Power
Telecom (Powertel).
Gugatan ini bermula ketika Ronni tidak terima karena saham PT Bank Mandiri Tbk (BMRI)
miliknya sebanyak 8.400.000 saham dijual begitu saja oleh Mandiri Sekuritas.
“Saham milik Ronni yang menjadi jaminan dijual secara paksa oleh Mandiri. Di samping itu penjualan
tanpa melalui mekanisme yang transparan,” jelas Anthony L.P Hutapea, Kuasa Hukum Ronni kepada
KONTAN, Selasa (27/10).
Kuasa hukum yang berasal dari kantor advokat Hotman Paris & Patners ini mengatakan bahwa
penjualan dilakukan melalui mekanisme transaksi tutup sendiri (TS). Dia mengatakan, Mandiri Sekuritas
diduga kuat melakukan tindakan ini untuk memperoleh keuntungan sebesar-besarnya. “Saham itu dijual
di bawah harga pasar,” terangnya.
Dalam somasi yang dilayangkan pada 30 September 2009 lalu, Ronni memberi batas waktu selama 7
hari kepada Mandiri Sekuritas untuk menanggapinya. Jika tidak ada tanggapan, Ronni pun mengancam
akan menempuh upaya hukum lain. “Kalau tidak ada tanggapan, kami langsung membawa persoalan ini
secara pidana atas tindakan penggelapan maupun perdata,” tuturnya.
Yang jelas, Mandiri Sekuritas tidak berdiam diri atas somasi tersebut. Buktinya pada tanggal 5
Oktober 2009 lalu, mereka menyampaikan tanggapannya. Dalam surat itu, Mandiri Sekuritas
mengatakan sedang menelaah secara internal atas somasi yang diajukan Ronni. “Iya betul, kami baru
saja menelaah soal somasi ini secara internal,” kata Kartika Wirjoatmodjo, Managing Director Mandiri
Sekuritas.
Mandiri Sekuritas mengatakan, eksekusi ini adalah tindakan yang tepat. “Dalam perjanjian
pembiayaan transaksi jual beli saham disebutkan jika nasabah wanprestasi, maka Mandiri Sekuritas
berhak mengeksekusi jaminan,” tegasnya.
Eksekusi itu pun dapat dilakukan dengan cara apa pun termasuk menjual saham tanpa
sepengetahuan Ronni hingga transaksi internal tutup sendiri (TS). “Kalau nantinya persoalan ini dibawa
ke pengadilan, kami siap,” tegasnya.
Kartika menambahkan, Ronni bukan satu-satunya investor yang melakukan somasi. “Dengan
kondisi pasar saham sekarang ini, rupanya banyak nasabah yang memanfaatkan celah agar utang
dihapuskan. Makanya kami tidak gentar sama gertakan mereka,” jelasnya.
Kasus ini berawal dari perjanjian fasilitas nasabah khusus antara Ronni dengan Mandiri Sekuritas
pada tanggal 11 September 2007. Melalui perjanjian itu, Mandiri Sekuritas menyediakan fasilitas margin
kepada Ronni dengan nilai maksimal Rp 50 miliar. Sebaliknya, Ronni berkewajiban memberikan jaminan
berupa saham sebanyak 8.400.000 lembar saham BMRI.
Seiring berjalannya waktu, ternyata nilai transaksi margin Ronni semakin turun. Melalui surat
tanggal 11 Desember 2008, Ronni meminta agar Mandiri Sekuritas memberikan perpanjangan waktu.
Dengan mekanisme itu, Ronni akan melunasi pada tanggal 16 Desember 2008 sebesar Rp 8 miliar.
Mandiri Sekuritas pun menyetujui hal tersebut.
Akhirnya pada 16 Desember 2008, Ronni melakukan pembayaran dengan cara menjual jaminan
saham BMRI miliknya dengan jumlah 3.750.000 lembar dengan harga rata-rata Rp. 2.115/lembar, atau
setara Rp 7,93 miliar. (setelah dikurangi fee dan pajak).
Karena pembayaran masih tersisa Rp 66,78 miliar, Ronni pun kembali meminta Mandiri
Sekuritas untuk menjual saham BMRI miliknya. Namun, kali ini, tidak diperbolehkan oleh Mandiri
Sekuritas.
Tapi, pada 17 Desember 2009, Ronni mendapatkan pemberitahuan bahwa Mandiri Sekuritas
telah menjual saham BMRI miliknya sejumlah 8.400.000 saham pada 16 Desember 2008. Dan itu
dilakukan tanpa pemberitahuan sebelumnya.
Oleh sebab itu, Mandiri Sekuritas berencana melakukan somasi balik pada Ronny sekaligus
menuntut sepupu Dicky Tjokrosaputro itu melunasi utangnya sebesar Rp 11 miliar kepada sekuritas anak
usaha BUMN tersebut.
ANALISAKASUSKasus sengketa antara pihak Nasabah dan Pialang
PIHAK – PIHAK YANG BERSENGKETA Pihak 1 yaitu Nasabah sendiri dalam hal ini yaitu Ronni Susanto
Pihak 2 yaitu Pialang yantiu PT.Bank Mandiri Tbk dalam hal ini yang menangani Pialang ialah
Mandiri Sekuritas
KASUS POSISIDimana kasus ini berawal dari perjanjian fasilitas nasabah khusus antara Ronni dengan Mandiri
Sekuritas yang dimana dalam perjanjian Ronni Susanto dan Mandiri Sekuritas yaitu Ronni di fasilitasi
Margin oleh Mandiri Sekuritas yaitu sebesar Rp. 50 Miliar. Tetapi sebaliknya, Ronni berkewajiban
memberikan jaminan berupa saham sebanyak 8.400.000 lembar saham BMRI. Seiring berjalannya
waktu, ternyata nilai transaksi margin Ronni semakin turun lantaran dikarenakan Krisis Global. Melalui
surat tanggal 11 Desember 2008, Ronni meminta agar Mandiri Sekuritas memberikan perpanjangan
waktu. Dengan mekanisme itu, Ronni akan melunasi pada tanggal 16 Desember 2008 sebesar Rp 8
miliar. Mandiri Sekuritas pun menyetujui hal tersebut.
Akhirnya pada 16 Desember 2008, Ronni melakukan pembayaran dengan cara menjual jaminan
saham BMRI miliknya dengan jumlah 3.750.000 lembar dengan harga rata-rata Rp. 2.115/lembar, atau
setara Rp 7,93 miliar. (setelah dikurangi fee dan pajak). Memang dia membayar kurang lebih Rp. 8 Miliar
dari utangnya tetapi maksud dari Mandiri Sekuritas disini yaitu meminta agar Ronni Susanto untuk men
“top-up” dana baru atau memasukan dana segar untuk menjaga agar kedepannya sahamnya masih bisa
dipertahankan dan diselamatkan melalui dana segar itu, bukan dari dana jaminan. Dan tidak sesuai
dengan perjanjian antar Mandiri Sekuritas dengan pihak nasabah yaitu Ronni Susanto yaitu untuk
menjual saham BMRI miliknya, karena margin yang diberikan oleh Mandiri Sekuritas digunakan untuk
membeli saham BMRI, yang artinya adanya timbale balik antara kedua belah pihak.
Karena masih ada utang yang harus dilunasi oleh Ronni Susanto, dan tidak ada kejelasan dari
Ronni Susanto sendiri maka untuk menanggulangi utangnya Ronni Susanto maka pihak Mandiri
Sekuritas pada 17 Desember 2009, Ronni mendapatkan pemberitahuan bahwa Mandiri Sekuritas telah
menjual saham BMRI miliknya sejumlah 8.400.000 saham pada 16 Desember 2008. Dan itu dilakukan
tanpa pemberitahuan sebelumnya. Ronni seharusnya men “top-up” dana segar agar saham yang
dimilikinya tidak berdampak hingga ke saham yang lain.
Adanya jalur yang ditempuh oleh Mediasi yang diajukan Ronni Susanto yaitu ditolak oleh pihak
Mandiri Sekuritas dikarenakan dari pernyataan pihak Mandiri Sekuritas setiap nasabah akan mencari
untung dengan meminta dihapuskannya utang atau utang yang dikurangi.
Namun pihak Mandiri Sekuritas langsung mengajukan ke Jalur Arbitrase yang ditempuh oleh
kedua belah pihak dimana hasil putusannya yaitu adanya suatu eksekusi.
HASIL DARI MEDIASITidak ada hasil karena adanya salah satu pihak yang tidak setuju mengenai jalur ini, dan langsung ke
jalur arbitrase
HASIL DARI ARBITRASEDalam perjanjian pembiayaan transaksi jual beli saham disebutkan jika nasabah wanprestasi, maka
Mandiri Sekuritas berhak mengeksekusi jaminan. Maka EKSEKUSI