kasus obsgyn primigravida tua

Upload: gesty-zenerra

Post on 18-Jul-2015

828 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

BAB I TINJAUAN PUSTAKAPrimigravida adalah seorang wanita yang hamil untuk pertama kali. Wanita yang pertama kali hamil sedangkan umurnya di bawah 20 tahun disebut primigravida muda. Usia terbaik untuk seorang wanita hamil antara usia 20 tahun hingga 35 tahun. Sedangkan wanita yang pertama hamil pada usia di atas 35 tahun disebut primigravida tua (Manuaba, 2007). Kurang lebih 10% wanita dari kelompok sosial ekonomi yang lebih baik, menunda kehamilan sampai usia lebih dari 35 tahun (Kristina, 20

TRANSCRIPT

BAB I TINJAUAN PUSTAKA

Primigravida adalah seorang wanita yang hamil untuk pertama kali. Wanita yang pertama kali hamil sedangkan umurnya di bawah 20 tahun disebut primigravida muda. Usia terbaik untuk seorang wanita hamil antara usia 20 tahun hingga 35 tahun. Sedangkan wanita yang pertama hamil pada usia di atas 35 tahun disebut primigravida tua (Manuaba, 2007). Kurang lebih 10% wanita dari kelompok sosial ekonomi yang lebih baik, menunda kehamilan sampai usia lebih dari 35 tahun (Kristina, 2011). Primigravida muda termasuk di dalam kehamilan risiko tinggi (KRT) dimana jiwa dan kesehatan ibu dan atau bayi dapat terancam. Risiko kematian maternal pada primigravida muda jarang dijumpai dari pada primigravida tua. Dikarenakan pada primigravida muda dianggap kekuatannya masih baik (Manuaba, 2007). Penelitian yang dilakukan Eke and Eleje (2009) menunjukkan bahwa primigravida tua secara signifikan berhubungan dengan risiko tinggi anemia, diabetes mellitus, malpresentasi, hiperemesis gravidarum dan IUGR serta risiko tinggi terhadap disproporsi sefalopelvik, fetal disstres, kala II lama dan perdarahan post partum. Preeklamsia juga terjadi pada kehamilan pada ibu dengan usia 35 tahun, diduga akibat hipertensi yang diperberat oleh kehamilan (Cunningham, 2006). Aspek sosial dapat menimbulkan kesulitan tumbuh kembang janin dan penyulit saat proses persalinan berlangsung. Pengawasan terhadap mereka perlu juga diperhatikan karena dapat terjadi hipertensi karena stres pekerjaan, hipertensi dapat menjadi pemicu preeklamsia/eklamsia, diabetes melitus, perdarahan antepartum, abortus, persalinan premature, kelainan kongenital, ganggguan tumbuh kembang janin dalam rahim (Manuaba, 2007).

3

Disproporsi sefalopelvik adalah ketidakmampuan janin untuk melewati panggul. Panggul yang sedikit sempit dapat diatasi dengan kontraksi uterus yang efisien, letak, presentasi, kedudukan janin yang menguntungkan dan kemampuan kepala janin untuk mengadakan molase. Sebaliknya kontraksi uterus yang jelek, kedudukan abnormal, ketidakmampuan kepala untuk mengadakan molase dapat menyebabkan persalinan normal tidak mungkin. Kehamilan pada ibu dengan tinggi badan < 145 cm dapat terjadi disproporsi sefalopelvik, kondisi luas panggul ibu tidak sebanding dengan kepala bayi, sehingga pembukaannya berjalan lambat dan akan menimbulkan komplikasi obstetri. Disproporsi sefalopelvik terjadi jika kepala janin lebih besar dari pelvis, hal ini akan menimbulkan kesulitan atau janin tidak mungkin melewati pelvis dengan selamat. Bisa juga terjadi akibat pelvis sempit dengan ukuran kepala janin normal, atau pelvis normal dengan janin besar atau kombinasi antara bayi besar dan pelvis sempit. Disproporsi sefalopelvik tidak dapat didiagnosis sebelum usia kehamilan 37 minggu karena sebelum usia kehamilan tersebut kepala belum mencapai ukuran lahir normal. Disproporsi sefalopelvik dapat terjadi : i. Marginal (ini berarti bahwa masalah bisa diatasi selama persalinan, relaksasi sendi-sendi pelvis dan molase kranium kepala janin dapat memungkinkan berlangsungnya kelahiran pervaginam). ii. Moderat (sekitar setengah dari pasien-pasien pada kelompok lanjutan ini memerlukan kelahiran dengan tindakan operasi). iii. Definit (ini berarti pelvis sempit, bentuk kepala abnormal atau janin mempunyai ukuran besar yang abnormal, misalnya hidrosefalus, operasi diperlukan pada kelahiran ini) ( Dipta, 2010). Seksio sesarea didefinisikan sebagai lahirnya janin melalui insisi di dinding abdomen (laparotomi) dan dinding uterus (Cunningham, 2006). Operasi seksio sesarea lebih aman dipilih dalam menjalani proses persalinan karena telah banyak menyelamatkan jiwa ibu yang mengalami kesulitan melahirkan. Jalan lahir tidak teruji dengan dilakukannya seksio sesarea, yaitu bilamana didiagnosis panggul sempit atau fetal distress didukung data pelvimetri. Bagi ibu yang paranoid terhadap rasa sakit, maka seksio sesaria adalah pilihan yang tepat dalam

4

menjalani proses persalinan, karena diberi anastesi atau penghilang rasa sakit (Fauzi, 2007) Namun, operasi seksio sesarea merupakan prosedur medis yang mahal. Prosedur anastesi pada operasi bisa membuat anak ikut terbius, sehingga anak tidak spontan menangis, keterlambatan menangis ini mengakibatkan kelainan hemodinamika dan mengurangi apgar score. Ibu akan mendapat luka baru di perut dan kemungkinan timbulnya infeksi bila luka operasi tidak dirawat dengan baik. Gerak tubuh ibu menjadi sangat terbatas sehinga proses penyembuhan luka akan semakin lama. Tindakan seksio sesaria biasanya dianggap sebagai suatu penyiksaan bagi yang tidak memiliki kebiasaan beristirahat lama di rumah sakit setelah melahirkan (Fauzi, 2007). Indikasi dilakukannya seksio sesarea ada indikasi medis dan indikasi sosial. Indikasi medis dalam seksio sesarea mencakup tiga faktor penentu dalam proses persalinan yaitu power ( tenaga mengejan dan kontraksi dinding otot perut dan dinding rahim ), passageway ( keadaan jalan lahir ), dan passenger ( janin yang dilahirkan ). Mula mula indikasi seksio sesaria hanya karena ada kelainan passageway, misalnya sempitnya panggul, dugaan akan terjadinya trauma persalinan serius pada jalan lahir atau pada anak, dan adanya infeksi pada jalan lahir yang diduga bisa menular kepada anak, sehingga kelahiran tidak bisa melalui jalan yang benar yaitu melalui vagina. Namun, akhirnya merambat ke faktor power dan passanger. Kelainan power yang memungkinkan dilakukannya seksio sesaria, misalnya mengejan lemah, ibu berpenyakit jantung atau penyakit menahun lain yang mempengaruhi tenaga. Sedangkan kelainan passanger diantaranya anak terlalu besar, anak dengan kelainan letak jantung, primigravida diatas 35 tahun dengan letak sungsang, anak tertekan terlalu lama pada pintu atas panggul, dan anak menderita fetal distress (Kasdu, 2003). Indikasi sosial pada seksio sesarea, merupakan indikasi relatif, yaitu kelahiran lewat vagina bisa terlaksana tetapi keadaan adalah sedemikian rupa sehingga kelahiran lewat seksio sesarea akan lebih aman bagi ibu, anak ataupun keduanya. Misalnya terjadi pada infertilitas ibu, abortus berulang kali, dan sebagainya (Oxorn, 2003 ).

5

6

BAB II PRESENTASI KASUS A. Identitas Pasien Nama Umur : Ny. S : 36 Tahun

Pekerjaan : Swasta Alamat Suami : Sumberejo, Balong : Bp. E

No Register : 2555xx Agama Suku : Islam : Jawa

Masuk RS : 10 Maret 2012 Jam : 20.00 WIB

B. Riwayat Penyakit 1. Keluhan Utama Merasa hamil 9 bulan 2. Riwayat Penyakit Sekarang Pasien datang dengan keluhan merasa hamil 9 bulan. Pasien merasa kenceng-kenceng di perut namun jarang. Pasien merasa sudah mengeluarkan air kawah sejak 17 jam yang lalu. Pasien juga mengeluh sudah 2 hari keluar flek-flek berwarna kecoklatan. Gerakan janin (+). Mual (-), muntah (-), makan/minum baik, BAB/BAK lancar. HPMT HPL UK 3. Riwayat KB Pasien belum pernah KB. 4. Riwayat Menstruasi Menarche usia 15 tahun. Pasien menstruasi rutin, setiap bulan menstruasi sekitar 6-7 hari. 7 : 8 Juni 2011 : 15 Maret 2012 : 39+6 minggu

5. Riwayat Penyakit Dahulu Riwayat Hipertensi (-), riwayat DM (-), riwayat asma (-), riwayat alergi obat (-) 6. Riwayat Penyakit Keluarga Riwayat Hipertensi (-), riwayat DM (-), riwayat asma (-), riwayat alergi obat (-) 7. Status Perkawinan Menikah 2 kali. Usia pertama kali menikah 25 tahun. Dengan suami yang sekarang sudah menikah selama 1 tahun. C. Pemeriksaan Fisik a. Status Generalis Keadaan Umum: baik Kesadaran Vital Sign TD N R S Kepala Leher : compos mentis : : 110/80 mmHg : 84 x/menit : 22 x/menit : 36.8 C : Conjungtiva anemis (-/-), Sklera ikterik (-/-) : Peningkatan Jugular Vena Pressure (-/-) Pembengkakan Kelenjar Getah Bening (-/-) Thorax : Pulmo : Inspeksi Palpasi : simetris, permukaan rata : retraksi (-/-), ketinggalan gerak (-/-), fremitus (N/N) Perkusi Auskultasi : redup (-/-) : suara dasar vesikuler (+/+), wheezing (-/-) ronkhi (-/-) Cor : Inspeksi Palpasi : ictus cordis terlihat : ictus cordis teraba

8

Perkusi Auskultasi Abdomen Ekstremitas

: batas jantung normal, tidak membesar : bunyi jantung 1-2 int. reguler, bising (-)

: status obstetri : edema - , akral hangat -

b. Status Obstetri Inspeksi Palpasi : Dinding perut lebih tinggi dari dinding dada. : Supel, nyeri tekan (-), teraba janin tunggal, intrauterine, pu.ki, preskep, kepala floating, TFU: 31 cm TBJ: 3100 gr , HIS: (+) 35 1 kali dalam 10 menit, sedang. Auskultasi VT : DJJ: 132x per menit reguler. : v/ u tenang, dinding vagina licin, portio lunak, pembukaan 2 cm, pendataran 25%, kepala di Hodge 1, KK (+), penunjuk belum dapat dinilai, AK (-) ,STLD (-).

D. Diagnosis Disproporsi sefalopelvik ringan pada primitua hamil aterm dalam persalinan kala 1 fase laten.

E. Penatalaksanaan Infus RL 20 tetes per menit Pasang DC Oksigen 2 liter /menit Pro sectio sesarea

F. Observasi -Dilakukan seksio sesarea pada tanggal 10 Maret 2012 pukul 21.45. - Bayi lahir secara seksio sesarea trans peritoneal pada tanggal 10 Maret 2012 pukul 22.00 dengan BB: 3000 gr, PB: 50 cm, jenis kelamin laki-laki, AS: 7-9 dengan lilitan tali pusat. Plasenta lahir lengkap manual, perdarahan 250 cc.

9

BAB III PEMBAHASAN

Kehamilan pada pasien ini, dimana kehamilan pada usia tua , sesuai dengan Eke and Elje (2009) berhubungan dengan kehamilan yang berisiko tinggi. Insidensi komplikasi baik komplikasi obstetri maupun medis juga meningkat pada primitua. Pada usia di atas 35 tahun sel telur biasanya mengalami kemunduran dalam kuantitas dan kualitas dan wanita cenderung mengalami kondisi-kondisi medis yang berkaitan dengan sistem reproduksi juga dapat terjadi beberapa masalah seperti pada saat kehamilan berupa nyeri otot, nyeri punggung dan juga proses melahirkan lebih lama dan panjang (Kristina, 2011). Pada usia ini pula, organ reproduksi mengalami perubahan yang terjadi karena proses menuanya organ kandungan dan jalan lahir kaku atau tidak lentur lagi. Selain itu peningkatan umur seseorang akan mempengaruhi organ yang vital seperti sistem kardiovaskuler, ginjal dll (pada umur tersebut mudah terjadi penyakit pada ibu yang akan memperberat tugas organ-organ tersebut sehingga berisiko mengalami komplikasi pada ibu dan janin) (Dipta, 2010). Primitua lebih tinggi menimbulkan komplikasi yang lebih besar dalam kehamilan, dibandingkan yang lebih muda. Oleh karena itu ia harus mendapatkan perawatan dokter agar komplikasi dapat didiagnosa dan ditangani secepatnya. Primigravida tua mempunyai risiko tiga kali lipat menimbulkan hipertensi dalam kehamilan, Kelahiran pada primigravida tua cenderung berlangsung lebih lama atau dengan seksio sesarea. Dokter lebih berhati-hati disebabkan peluang hidup janin di dalam kandungan lebih kecil, karena itu seksio sesarea mencapai kira-kira 20% pada primitua (Kristina, 2011). Pada pasien ini, didiagnosis sebagai disproporsi sefalopelvik. Disproporsi sefalopelvik adalah ketidakmampuan janin untuk melewati panggul. Pada kasus ini, dari pemeriksaan dalam didapatkan kepala janin floating. Sedangkan menurut teori, pada primigravida, engagement (masuknya kepala bayi) seharusnya terjadi

10

pada usia kehamilan 38 minggu. Terjadinya disproporsi sefalopelvik, karena adanya lilitan tali pusat sehingga kepala janin tidak dapat fleksi maksimal. Pada kehamilan yang tanpa penyulit, biasanya dilakukan partus percobaan. Namun, karena dalam kasus ini adanya penyulit, yaitu primitua, maka dilakukanlah seksio sesarea. Pada primitua, tidak dilakukannya partus percobaan karena risiko mengalami partus tak maju lebih besar. Sesuai dengan hasil penelitian di Makassaryang dilakukan oleh Idriyani tahun 2006 dengan menggunakan desain penelitian case control study menemukan ibu yang mengalami partus tak maju kemungkinan 1,8 kali lebih besar berumur < 20 tahun dan > 35 tahun dibandingkan umur 20-35 tahun (Dipta, 2010).

Hal ini sesuai dengan Bobak (2000), bahwa insidensi seksio sesarea dilakukan untuk menyelamatkan ibu dan bayi serta indikasi lainnya yang mengharuskan untuk dilakukannya seksio sesarea di antaranya plasenta previa sentralis dan lateralis, panggul sempit, disproporsi sefalopelvik, ruptur uteri, partus lama, partus tak maju, distosia serviks, malpresentasi janin, pre eklampsia, gawat janin dan riwayat seksio sesarea sebelumnya. Maka salah satu cara untuk menyelamatkan ibu dan bayi adalah dilakukan pembedahan.

11

DAFTAR PUSTAKA

Bobak, I.M. 2000. Perawatan Maternitas dan Ginekologi. Edisi 1 Jilid 2, Bandung. : IAPK Padjajaran.

Cunningham, F.G. et al. 2006. Obstetri Williams. Jakarta: EGC. Dipta, T.P. 2010. Karakteristik Ibu Bersalin dengan Partus Tak Maju Rawat Inap Di RS Santa Elisabeth Medan Tahun 2005-2009. Sumatera Utara: FK USU. Eke, A.C. Eleje G.U. 2009. The Pregnancy Outcome in Elderly Primigravida: Five Year Review. 10.3252/pso.eu.FIGO2009. Fauzi, D.A. 2007. Operasi Caesar Pengantar dari A sampai Z. Jakarta : Edsa Mahkota. Kasdu, D.2003. Operasi Caesar Masalah dan Solusinya, Jakarta : Puspaswara. Kristina, E. 2011. Tingkat Pengetahuan WUS Tentang Kehamilan di Atas Umur 35 Tahun. Sumatera Utara: FK USU. Manuaba I. B. G., 2007. Pengantar Kuliah Obstetri. Jakarta : EGC, pp 401-31 Oxorn, H. 2003. Patologi dan Fisiologi Persalinan. Jakarta: Yayasan Essentia Medika.

12