preskes peb-obsgyn
DESCRIPTION
presentasi kasusTRANSCRIPT
Presentasi Kasus
PREEKLAMPSIA BERAT PADA MULTIGRAVIDA HAMIL ATERM
DALAM PERSALINAN KALA I FASE AKTIF
Oleh :
M. Faiz K. Anwar G99141163
M Rama Anshoorie G99141164
Dwi Budi N. G99141166
Dea Saufika N. G99142056
Arwindya Galih G99142063
Pembimbing :
Teguh Prakosa, dr., Sp. OG (K)
KEPANITERAAN KLINIK ILMU KEBIDANAN DAN KANDUNGAN
FAKULTAS KEDOKTERAN UNS/ RSUD Dr. MOEWARDI
SURAKARTA
2015
BAB I
PENDAHULUAN
Pre eklampsia merupakan penyakit yang ditandai dengan adanya
hipertensi dan proteinuria yang timbul karena kehamilan, sedangkan eklampsia
mempunyai gambaran klinik seperti pre eklampsia, biasanya disertai kejang dan
penurunan kesadaran (koma). Sampai sekarang etiologi pre eklampsia masih
belum diketahui. Setelah perdarahan dan infeksi, pre eklampsia dan eklampsia
merupakan penyebab kematian maternal dan perinatal yang paling tinggi dalam
ilmu kebidanan (POGI, 2005; Rustam Mochtar, 1998).
Hipertensi Dalam kehamilan (HDK) adalah salah satu penyebab
morbiditas dan mortalitas ibu di samping perdarahan dan infeksi. Pada HDK juga
didapatkan angka mortalitas dan morbiditas bayi yang cukup tinggi. Di Indonesia
pre eklampsia dan eklampsia merupakan penyebab dari 30-40% kematian
perinatal, sementara di beberapa rumah sakit di Indonesia telah menggeser
perdarahan sebagai penyebab kematian maternal utama (Haryono, 2004).
Mortalitas maternal pada pre eklampsia disebabkan oleh karena akibat
komplikasi dari pre eklampsia dan eklampsianya seperti: Sindroma HELLP,
solusio plasenta, hipofibrigonemia, hemolisis, perdarahan otak, gagal ginjal,
dekompensasi kordis dengan oedema pulmo dan nekrosis hati. Mortalitas
perinatal pada pre eklampsia dan eklampsia disebabkan asfiksia intra uterin,
prematuritas, dismaturitas, dan kematian janin intrauterin. Asfiksia terjadi karena
adanya gangguan perfusi uteroplasenta akibat vasospasme arteri spiralis
(Sarwono, 2002).
1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. PRE EKLAMPSIA
1. Definisi
Pre eklampsia adalah penyakit hipertensi dan proteinuria yang
didapatkan setelah umur kehamilan 20 minggu (POGI, 2005). Pre
eklampsia didefinisikan sebagai penyakit dengan tanda-tanda hipertensi,
edema dan proteinuria yang timbul karena kehamilan. Penyakit ini
terjadi pada triwulan ke 3 kehamilan tetapi dapat juga terjadi
sebelumnya, misalnya pada mola hidatidosa (Sarwono, 2002).
Pada kasus yang diabaikan atau yang lebih jarang terjadi, pada
kasus hipertensi karena kehamilan yang fulminan dapat terjadi
eklampsia. Bentuk serangan kejangnya ada kejang ‘grand mal’ dan
dapat timbul pertama kali sebelum, selama, atau setelah persalinan.
Kejang yang timbul lebih dari 48 jam setelah persalinan lebih besar
kemungkinannya disebabkan lesi lain yang bukan terdapat pada susunan
saraf pusat (Cunningham, et al., 1995).
Eklampsia yang terjadi dalam kehamilan menyebabkan kelainan
pada susunan saraf. Penyebab eklampsia adalah kurangnya cairan darah
ke otak, hipoksik otak atau edema otak (Rustam Mochtar, 1998).
PEB dapat menjadi impending eklampsia. Impending eklampsia
ditandai dengan adanya hiperrefleksi. Gejala subyektif dari pasien yaitu
jika pasien merasa kepalanya pusing, muntah, atau adanya nyeri
epigastrik (Turn bull, 1995).
2. Etiologi
Penyebab pre eklampsia sampai sekarang belum diketahui pasti.
Teori yang dewasa ini dapat dikemukakan sebagai penyebab pre
eklampsia ialah iskemia plasenta (Budiono, 1999).
2
Vasospasme merupakan dasar patofisiologi pre eklampsia dan
eklampsia. Konsep ini yang pertama kali diajukan oleh Volhard (1918)
(Cunningham, et al., 1995).. Namun tetap banyak teori yang mencoba
menerangkan sebab penyakit ini, akan tetapi tidak ada yang dapat
memberi jawaban yang memuaskan.
Sekarang ini tiga hipotesis menempati penyelidikan utama,
hipotesis pertama menghubungkan pre eklampsia dengan faktor
imunologi (ketidakcocokan berlebihan antara ibu dengan anak),
hipotesis kedua menghubungkan sindrom prostalglandin yang
menimbulkan ketidakseimbangan diantara vasodilator PG2 dan
prostasiklin serta rangkaian vasokonstriktor PGF dan tromboksan,
hipotesis ketiga menghubungkan pre eklampsia dengan iskemia
uteroplasenta (Neville, et al., 2001).
Rupanya tidak hanya satu faktor melainkan banyak faktor yang
menyebabkan pre eklampsia dan eklampsia. Diantara faktor-faktor yang
ditemukan seringkali sukar ditentukan mana yang sebab dan mana yang
akibat (Sarwono, 2002).
3. Patofisiologi
Vasokonstriksi merupakan dasar patogenesis pre eklampsia.
Vasokonstriksi menimbulkan peningkatan total perifer resisten dan
menimbulkan hipertensi. Adanya vasokonstriksi juga akan menimbulkan
hipoksia pada endotel setempat, sehingga terjadi kerusakan endotel,
kebocoran arteriol disertai perdarahan mikro pada tempat endotel. Selain
itu Hubel mengatakan bahwa adanya vasokonstriksi arteri spiralis akan
menyebabkan terjadinya penurunan perfusi uteroplasenter yang
selanjutnya akan menimbulkan maladaptasi plasenta. Hipoksia/ anoksia
jaringan merupakan sumber reaksi hiperoksidase lemak, sedangkan
proses hiperoksidasi itu sendiri memerlukan peningkatan konsumsi
oksigen, sehingga dengan demikian akan mengganggu metabolisme di
dalam sel. Peroksidase lemak adalah hasil proses oksidase lemak tak
3
jenuh yang menghasilkan peroksidase lemak jenuh. Peroksidase lemak
merupakan radikal bebas. Apabila keseimbangan antara peroksidase
terganggu, dimana peroksidase dan oksidan lebih dominan, maka akan
timbul keadaan yang disebut stess oksidatif.
Pada pre eklampsia serum anti oksidan kadarnya menurun dan
plasenta menjadi sumber terjadinya peroksidase lemak. Sedangkan pada
wanita hamil normal, serumnya mengandung transferin, ion tembaga dan
sulfhidril yang berperan sebagai antioksidan yang cukup kuat.
Peroksidase lemak beredar dalam aliran darah melalui ikatan lipoprotein.
Peroksidase lemak ini akan sampai kesemua komponen sel yang dilewati
termasuk sel-sel endotel yang akan mengakibatkan rusaknya sel-sel
endotel tersebut. Rusaknya sel-sel endotel tersebut akan mengakibatkan
antara lain: (a) adhesi dan agregasi trombosit, (b) gangguan permeabilitas
lapisan endotel terhadap plasma, (c) terlepasnya enzim lisosom,
tromboksan dan serotonin sebagai akibat dari rusaknya trombosit, (d)
produksi prostasiklin terhenti, (e) terganggunya keseimbangan
prostasiklin dan tromboksan, (f) terjadi hipoksia plasenta akibat
konsumsi oksigen oleh peroksidase lemak.
4
PATOLOGI
Pre eklampsia ringan jarang sekali menyebabkan kematian ibu.
Oleh karena itu, sebagian besar pemeriksaan anatomik-patologik berasal
dari penderita eklampsia yang meninggal. Tidak ada perubahan
histopatologik yang khas pada pre eklampsia dan eklampsia. Perdarahan,
infark, nekrosis dan trombosis pembuluh darah kecil pada penyakit ini
dapat ditemukan dalam berbagai alat tubuh. Perubahan tersebut mungkin
disebabkan oleh vasospasme arteriola. Penimbunan fibrin dalam
pembuluh darah merupakan faktor penting juga dalam patogenesis
kelainan-kelainan tersebut.
Perubahan patologi anatomi
Plasenta: pada pre eklampsia terdapat spasme arteri spiralis desidua
mengakibatkan menurunnya aliran darah ke plasenta. Proses penuaan
plasenta seperti menipisnya sinsitium, menebalnya dinding pembuluh
darah dalam vili karena fibrosis dan konversi mesoderm menjadi jaringan
fibrotik, menjadi lebih cepat pada pre eklampsia.
Ginjal: organ ini besarnya normal atau dapat membengkak. Pada pre
eklampsia terdapat kelainan glomerolus, hiperplasi sel-sel
jukstaglomerular, kelainan pada tubulus henle, dan spasme pembuluh
darah ke glomerolus. Perubahan-perubahan tersebut menyebabkan
proteinuria dan berhubungan dengan retensi garam dan air. Sesudah
persalinan berakhir, sebagian besar perubahan yang digambarkan
menghilang.
Hati: organ ini besarnya normal dengan tempat perdarahan yang tidak
teratur. Tidak ada hubungan antara beratnya penyakit pre eklampsia dan
luasnya perubahan pada hati.
Otak: pada penyakit yang belum lanjut hanya ditemukan edema dan
anemia pada korteks serebri, pada keadaan lanjut dapat ditemukan
perdarahan.
Retina: kelainan yang ditemukan pada retina ialah spasme pada arteriola
dekat diskus optikus. Terlihat edema pada diskus optikus dan retina.
6
Paru-paru: terdapat tanda edema perubahan karena bronkopneumonia
sebagai akibat aspirasi.
Jantung: pada eklampsia mengalami perubahan degeneratif pada
miokardium. Sering ditemukan degenerasi lemak dan cloudy swelling
serta nekrosis dan perdarahan.
4. Epidemiologi
Untuk tiap negara berbeda karena banyak faktor yang
mempengaruhinya; jumlah primigravida, kedaan sosial ekonomi,
perbedaan dalam penentuan diagnosa. Dalam kepustakaan frekuensi di
lapangan berkisar antara 3-10%.
Pada primigravida frekuensi pre eklampsia lebih tinggi bila
dibandingkan dengan multigravida terutama primigravida muda, DM
tipe I, diabetes gestasional, mola hidatidosa, kehamilan ganda, hidrops
fetalis, umur lebih dari 35 tahun, obesitas, riwayat pernah eklampsia,
hipertensi kronik, dan penyakit ginjal, merupakan faktor predisposisi
untuk terjadinya pre eklampsia (Sarwono, 2002).
5. Klasifikasi
Pre eklampsia dibagi menjadi 2 golongan, yaitu :
a. Pre eklampsia ringan
Kriteria diagnostik :
Tekanan darah 140/90 mmHg yang diukur pada posisi
terlentang; atau kenaikan sistolik 30 mmHg; atau kenaikan
tekanan diastolik 15 mmHg.
Cara pengukuran sekurang-kurangnya pada dua kali pemeriksaan
dengan jarak periksa 1 jam, sebaiknya 6 jam.
Proteinuria kuantitatif 0,3 gram/liter; kualitatif 1+ atau 2+ pada
urin kateter atau mid stream
Oedema : lokal pada tungkai tidak dimasukkan dalam kriteria
diagnostik kecuali anasarka.
b. Pre eklampsia berat
7
Pre eklampsia digolongkan berat bila terdapat satu atau lebih gejala:
1. Tekanan sistole 160 mmHg atau lebih, atau tekanan diastole 110
mmHg atau lebih
2. Proteinuria 5 gr atau lebih per jumlah urin selama 24 jam
3. Oliguria, air kencing kurang dari atau sama dengan 400 cc dalam
24 jam.
4. Kenaikan kreatinin serum
5. Nyeri di daerah epigastrium dan nyeri kuadran atas kanan
abdomen
6. Terjadi oedema paru-paru dan sianosis
7. Terjadi kelainan serebral dan gangguan penglihatan
8. Terjadi gangguan fungsi hepar
9. Hemolisis mikroangiopatik
10. Trombositopenia (< 100.000 sel/mm3)
11. Sindroma HELLP. (POGI, 2005; Sarwono, 2002; Rustam
Mochtar, 1998)
6. Diagnosis
Diagnosis pre eklampsia didasarkan atas adanya hipertensi dan
proteinuria (POGI, 2005).
Diagnosis eklampsia umumnya tidak mengalami kesukaran.
Dengan adanya tanda dan gejala pre eklampsia yang disusul oleh
serangan kejang, maka diagnosis eklampsia sudah tidak diragukan.
(Budiono, 1999)
Menurut Organization Gestosis, impending eklampsia adalah
gejala-gejala oedema, protenuria, hipertensi disertai gejala subyektif dan
obyektif. Gejala subyektif antara lain : nyeri kepala, gangguan visual dan
nyeri epigastrium. Sedangkan gejala obyektif antara lain : hiperreflexia,
eksitasi motorik dan sianosis (M. Dikman Angsar, 1995).
7. Pencegahan
8
Yang dimaksud pencegahan adalah upaya untuk mencegah
terjadinya pre eklampsia pada wanita hamil yang mempunyai resiko
terjadinya pre eklampsia (POGI,2005).
Penerangan tentang manfaat istirahat dan diet berguna dalam
pencegahan. Istirahat tidak selalu berarti berbaring di tempat tidur,
namun pekerjaan sehari-hari perlu dikurangi dan dianjurkan lebih
banyak duduk dan berbaring. Diet tinggi protein dan rendah lemak,
karbohidrat, garam dan penambahan berat badan yang tidak berlebihan
perlu dianjurkan. Mengenal secara dini preeklamsi dan segera merawat
penderita tanpa memberikan diuretik dan obat antihipertensi. Memang
merupakan kemajuan dari pemeriksaan antenatal yang baik (Sarwono,
2002).
8. Diagnosis Banding
- Hipertensi menahun
- Penyakit ginjal
- Epilepsi
9. Penanganan
Prinsip penatalaksanaan pre eklampsia berat adalah mencegah
timbulnya kejang, mengendalikan hipertensi guna mencegah perdarahan
intrakranial serta kerusakan dari organ-organ vital dan melahirkan bayi
dengan selamat (Sarwono, 2002).
Pada pre eklampsia, penyembuhan dilakukan dengan ekspulsi yaitu
pengeluaran trofoblast. Pada pre eklampsia berat, penundaan merupakan
tindakan yang salah. Karena pre eklampsia sendiri bisa membunuh janin
(Cunningham, et al., 1995).
PEB dirawat segera bersama dengan bagian Interna dan
Neurologi, dan kemudian ditentukan jenis perawatan / tindakannya.
Perawatannya dapat meliputi :
9
a. Perawatan aktif, yang berarti kehamilan segera diakhiri setelah
mendapat terapi medikamentosa untuk stabilisasi ibu.
Indikasi :
Bila didapatkan satu atau lebih dari keadaan berikut ini
1). Ibu :
a). Kegagalan terapi pada perawatan konservatif :
- Setelah 6 jam sejak dimulai pengobatan medikamentosa,
terjadi kenaikan darah yang persisten
- Setelah 24 jam sejak dimulai pengobatan medikamentosa,
terjadi kenaikan desakan darah yang persisten
b). Adanya tanda-tanda terjadinya impending eklampsia
c). Gangguan fungsi hepar
d). Gangguan fungsi ginjal
e). Dicurigai terjadi solutio plasenta
f). Timbulnya onset partus, ketuban pecah dini, perdarahan
2). Janin :
a). Umur kehamilan lebih dari 37 minggu
b). Adanya tanda-tanda gawat janin (bisa diketahui dari NST
nonreaktif dan profil biofisik abnormal)
c). Adanya tanda-tanda pertumbuhan janin terhambat berat
(IUGR berat) berdasarkan pemeriksaan USG
d). Timbulnya oligohidramnion
3). Laboratorium :
Trombositopenia progresif yang menjurus ke HELLP syndrome
(POGI, 2005).
Pengobatan Medisinal :
1). Segera masuk rumah sakit
2). Tirah baring ke kiri secara intermiten
3). Infus D5% yang tiap liternya diselingi dengan larutan RL 500
cc (60-125 cc/jam)
10
4). Pemberian obat anti kejang MgSO4 sebagai pencegahan dan
terapi. Pemberian dibagi loading dose (dosis awal) dan dosis
lanjutan.
5). Anti hipertensi diberikan bila tensi ≥ 160/110
6). Diuretikum diberikan atas indikasi edema paru, payah
jantung kongestif, edema anasarka
7). Diet cukup protein, rendah karbohidrat, lemak dan garam
(POGI, 2005).
b. Pengelolaan Konservatif, yang berarti kehamilan tetap
dipertahankan sehingga memenuhi syarat janin dapat dilahirkan,
meningkatkan kesejahteraan bayi baru lahir tanpa mempengaruhi
keselamatan ibu.
Indikasi :
Kehamilan kurang bulan (< 37 minggu) tanpa disertai tanda-tanda
impending eklamsi dengan keadaan janin baik.
Pengobatan Medisinal :
Sama dengan perawatan medisinal pada pengelolaan secara aktif.
Hanya dosis awal MgSO4 tidak diberikan i.v. cukup i.m. saja
(MgSO4 40% 8 gr i.m.) (Hidayat W., dkk., 1998).
Sebagai pengobatan untuk mencegah timbulnya kejang-
kejang dapat diberikan:
i. Larutan sulfas magnesikus 40 % (4 gram) disuntikan IM pada
bokong kiri dan kanan sebagai dosis permulaan, dan dapat
diulang 4 gram tiap 6 jam menurut keadaan. Tambahan sulfas
magnesikus hanya diberikan bila diuresis baik, reflek patella
positif, dan kecepatan pernapasan lebih dari 16 kali per menit
ii. klorpromazin 50 mg IM
iii. diazepam 20 mg IM.
Penggunaan obat hipotensif pada pre eklampsia berat
diperlukan karena dengan menurunkan tekanan darah kemungkinan
11
kejang dan apopleksia serebri menjadi lebih kecil. Apabila terdapat
oligouria, sebaiknya penderita diberi glukosa 20 % secara intravena.
Obat diuretika tidak diberikan secara rutin.
Untuk penderita pre eklampsia diperlukan anestesi dan
sedativa lebih banyak dalam persalinan. Pada kala II, pada penderita
dengan hipertensi, bahaya perdarahan dalam otak lebih besar,
sehingga apabila syarat-syarat telah terpenuhi, hendaknya persalinan
diakhiri dengan cunam atau vakum. Pada gawat janin, dalam kala I,
dilakukan segera seksio sesarea; pada kala II dilakukan ekstraksi
dengan cunam atau ekstraktor vakum (Budiono, 1999).
10. Prognosis
Prognosis PEB dan eklampsia dikatakan jelek karena kematian ibu
antara 9,8 – 20,5%, sedangkan kematian bayi lebih tinggi lagi, yaitu 42,2
– 48,9%. Kematian ini disebabkan karena kurang sempurnanya
pengawasan antenatal, disamping itu penderita eklampsia biasanya
sering terlambat mendapat pertolongan. Kematian ibu biasanya karena
perdarahan otak, decompensatio cordis, oedem paru, payah ginjal dan
aspirasi cairan lambung. Sebab kematian bayi karena prematuritas dan
hipoksia intra uterin.
12
BAB III
STATUS PENDERITA
A. ANAMNESIS
Tanggal 27 Juli 2015
1. Identitas Penderita
Nama : Ny. A.O
Umur : 40 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Pekerjaan : Ibu rumah tangga
Pendidikan : SLTA
Alamat : Joyotakan 02/05 Serengan Surakarta
Status Perkawinan : Kawin
Agama : Islam
Nama Suami : Tn. B
Pekerjaan : Swasta
HPMT : 20 Oktober 2014
HPL : 27 Juli 2015
UK : 40 minggu
Tanggal Masuk : 27 Juli 2013 jam 06.15
CM : 00-96-84-23
Berat Badan : 75 kg
Tinggi badan : 159 cm
2. Keluhan Utama
Kenceng-kenceng.
3. Riwayat Penyakit Sekarang
Datang seorang G4P3A0, 40 tahun, umur kehamilan 40 minggu,
dengan keluhan kenceng-kenceng. Pasien merasa hamil 9 bulan, gerakan
13
janin masih dirasakan, kenceng-kenceng teratur sudah dirasakan, air kawah
belum dirasakan keluar, lendir darah (+).
4. Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat DM : disangkal
Riwayat Asma : disangkal
Riwayat Sakit Jantung : disangkal
Riwayat Hipertensi : (+) sejak hamil ketiga 5 tahun lalu
Riwayat Alergi obat/makanan : disangkal
5. Riwayat Fertilitas
Baik
6. Riwayat Obstetri
BaikI. Laki-laki, 15 th, BBL 3300 gr, lahir spontan di bidan
II. Laki-laki, 13 th, BBL 3000 gr, lahir spontan di bidan
III. Laki-laki, 5 th, BBL 3500 gr, lahir spontan VE di RSDM e/c HT
IV. Hamil sekarang
7. Riwayat Ante Natal Care (ANC)
Teratur di bidan.
8. Riwayat Haid
Menarche : 13 tahun
Lama menstruasi : 7 hari
Siklus menstruasi : 28 hari
9. Riwayat Perkawinan
Menikah 1 kali, lamanya 16 tahun dengan suami sekarang.
10. Riwayat KB
KB IUD, lepas 3 tahun lalu
14
B. PEMERIKSAAN FISIK
1. Status Interna
Tanggal 27 Juli 2015 jam 08.00
Keadaan Umum : sedang, somnolen gizi cukup
Tanda vital :
T : 170/110 mmHg Rr : 20 x/ menit
N : 92 x/ menit S : 36,5 0C
Kepala : Mesocephal
Mata : konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-)
THT : Tonsil tidak membesar, faring hiperemis (-)
Leher : Gld. tiroid tidak membesar, limfonodi tidak membesar
Thorax : Glandula mammae hipertrofi (+), areola mammae
hiperpigmentasi (+)
Cor : Inspeksi : Ictus cordis tidak tampak
Palpasi : Ictus cordis tidak kuat angkat
Perkusi : Batas jantung kesan tidak melebar
Auskultasi : BJ I-II intensitas normal, regular, bising (-)
Pulmo : Inspeksi : Pengembangan dada kanan = kiri
Palpasi : Fremitus raba kanan = kiri
Perkusi : Sonor / sonor
Auskultasi : SD vesikuler (+/+), ST (-/-)
Abd : Inspeksi : Dinding perut > dinding dada,
Striae gravidarum (+)
Auskultasi : Peristaltik (+) normal
Palpasi : Supel, nyeri tekan (-), hepar tidak membesar,
lien tidak membesar.
Perkusi : Timpani pada daerah bawah processus
xyphoideus, redup pada daerah uterus
Genital : VT : V/U tenang, dinding vagina DBN, portio lunak,
diameter 4 cm, eff 50%, kepala turun hodge II-III, AK (-)
STLD (+), KK (+), penunjuk belum dapat dinilai
15
Ekstremitas : Oedema Akral dingin
2. Status Obstetri
Inspeksi
Kepala : cloasma gravidarum (+)
Mata : konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-)
Thoraks : glandula mammae hipertrofi (+), areola mammae
hiperpigmentasi (+)
Abdomen : dinding perut > dinding dada, striae gravidarum (+)
Genetalia Eksterna : vulva/uretra tenang, lendir darah (-), peradangan
(-), tumor (-)
Palpasi
Abdomen : Supel, nyeri tekan (-), teraba janin tunggal, intra uteri,
memanjang, punggung di kanan, presentasi kepala, kepala
masuk panggul > 1/3 bagian, HIS (+) 2-3 x/10’/20’ TFU
32 cm ~ TBJ 3300 gr.
Pemeriksaan Leopold :
I : Teraba tinggi fundus uteri setinggi 2 jari di bawah processus
xyphoideus, teraba bagian besar dan lunak di fundus, kesan bokong
II : Teraba bagian janin punggung di kanan
III : Teraba bagian terbawah janin bulat, keras, kesan kepala
IV : Bagian terendah janin masuk panggul > 1/3 bagian
Ekstremitas : Oedem (-) akral dingin (-)
Auskultasi
DJJ (+) 140-142-142/reg
Pemeriksaan Dalam (VT) :
VT : V/U tenang, dinding vagina DBN, portio lunak, diameter 4 cm, eff
50%, kepala turun hodge II-III, AK (-) STLD (+), KK (+), penunjuk
belum dapat dinilai
16
- -
- -
-
-
-
-
C. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Tanggal 27 Juli 2015
Urinalisa
Protein : +3
Lab Darah
Hb : 9,0 g/dl Na : 135 mmol/L
Hct : 31 % K : 3,8 mmol/L
AE : 4,35 106 /μL Cl : 105 mmol/L
AL : 11.0. 103 /μL Albumin : 3,4 mg/d
AT : 372. 103 /μL LDH : 254 ug/dl
Gol darah : O SGOT : 20 ug/dl
GDS : 87 mg/dl SGPT : 15 ug/dl
Ureum : 11 mg/dl PT : 11 detik
Kreatinin : 0,4 mg/dl APTT : 37,6 detik
HbsAg : (-)
USG
Tampak janin tunggal, IU, memanjang, preskep, DJJ (+), dengan BPD=9,59;
AC=34,1; FL=7,38; EFBW=3453 gr, air ketuban kesan cukup, plasenta
insersi di corpus, tak tampak jelas kelainan kongenital mayor
D. KESIMPULAN
Seorang G4P3A0, 40 tahun, hamil aterm UK: 40 minggu T : 170/110
mmHg, riwayat obstetri buruk, riwayat fertilitas baik. Teraba janin tunggal,
intra uterin, memanjang, presentasi kepala, punggung kanan, kepala sudah
masuk panggul, TBJ 3453 gram, DJJ (+) 140-142-142/reg, His (+), portio
lunak membuka 4 cm, eff 50% KK (+) Penunjuk belum dapat dinilai. Kepala
turun hodge II-III AK (-) STLD (+). Dari pemeriksaan laboratorium
didapatkan proteinuri : +3, Hb : 9.0 g/dl , albumin 3,4 g/dl
17
E. DIAGNOSIS
PEB pada multigravida hamil aterm dalam persalinan kala I fase aktif
F. PROGNOSIS
Dubia
G. TERAPI
- Protab PEB
• O2 5 liter/menit
• Infus RL 20 tpm
• MgSO4 40% injeksi 8 gr IM (4 gr bokong kanan, 4 gr bokong kiri)
dilanjutkan 4 gr / 6 jam jika syarat terpenuhi
• Nifedipin tab 3x10 mg sub lingual, jika tensi ≥ 160/110
• Pasang DC balance cairan
- Observasi 10 awasi tanda impending eklamsia
- Lanjut persalinan per vaginam diperingan dengan VE
H. FOLLOW UP
Tanggal 27 Juli 2015 pukul 09.35
G4P3A0, 38tahun, UK 40 minggu
Keluhan : pasien ingin mengejan
KU : Baik, compos mentis
VS : TD : 160/110 mmHg RR : 20x/menit
HR: 90x/menit T : 36,5o C
Mata : CA (-/-), SI (-/-)
Thorax : Cardio pulmo dalam batas normal
Abdomen :Supel, nyeri tekan(-), teraba janin tunggal IU,
memanjang, puka, preskep, kepala masuk panggul > 1/3
bagian, his (+) 4x/10’/50’’, DJJ (+) 148/150/145 reguler,
TFU 32 cm = 3300 gram
18
Genital : V/U tenang, dinding vagina dbn, porsio tidak teraba, Ø
lengkap, kepala turun di Hodge III, AK (+) jernih, STLD
(+)
Diagnosis : Kala II PEB pada multigravida hamil aterm
Plan : Pimpin persalinan dengan persiapan kala II VE
Konsul TS anak
Tanggal 27 Juli 2015 pukul 09.55
Lahir bayi secara VE, perempuan, 3000 gram, AS: 7-8-9
Lahir plasenta utuh, bentuk cakram, ukuran 20x20x2 cm
Robekan porsio (+) repair porsio
Waktu:
Kala I : 7 jam
Kala II : 15 menit
Kala III : 15 menit
Total : 7 jam 30 menit
Perdarahan:
Kala I : 25 cc
Kala II : 100 cc
Kala III : 50 cc
Total : 175 cc
Tanggal 27 Juli 2015 pukul 12.00 (2 jam post partum)
Keluhan : pendarahan jalan lahir (-)
KU : Baik, compos mentis
VS : TD : 120/80 mmHg RR : 20x/menit
HR: 98x/menit T : 36,5o C
Mata : CA (+/+), SI (-/-)
Thorax : Cardio pulmo dalam batas normal
Abdomen : Supel, nyeri tekan (-), TFU 2 jbp, kontraksi (+)
19
Genital : V/U tenang, dinding vagina dbn, tak tampak hematom
vulva, tak tampak laserasi, darah (-), lokia (+)
Diagnosis : Post VE a/i PEB pada multipara h. aterm + anemia (7,8)
Plan : Ceftriaxone inj 2gr/24 jam
Metronidazol inj 500mg/8jam IV drip
Perbaikan KU (transfusi sampai dengan Hb > 10 mg/dL)
Protap PEB: O2 3 lpm
RL 12 tpm
Inj MgSO4 20 % 1gr/jam/24 jam
Nifedipine 3x10mg jika TD >160/110mmHg
Awasi KU/VS/Balans cairan
Tanggal 28 Juli 2015 pukul 17.30
Keluhan : hasil lab jadi, Hb 6,4 gr/dl
KU : Baik, compos mentis
VS : TD : 130/90 mmHg RR : 20x/menit
HR: 90x/menit T : 36,5o C
Mata : CA (+/+), SI (-/-)
Thorax : Cardio pulmo dalam batas normal
Abdomen : Supel, nyeri tekan(-), TFU 2 jbp, kontraksi (+)
Genital : V/U tenang, dinding vagina dbn, tak tampak hematom
vulva, tak tampak laserasi, darah (-), lokia (+)
Diagnosis : Post VE a/i PEB pada multipara h. aterm + anemia (6,4)
Plan : Ceftriaxone inj 2gr/24 jam
Metronidazol inj 500mg/8jam IV drip
Perbaikan KU (transfusi sampai dengan Hb > 10 mg/dL)
Protap PEB: O2 3 lpm
RL 12 tpm
Inj MgSO4 20 % 1gr/jam/24 jam
Awasi KU/VS/Balans cairan
Transfusi PRC 3 kolf
20
Tanggal 28 Juli 2015 pukul 07.00
Keluhan : -
KU : Baik, compos mentis
VS : TD : 130/90 mmHg RR : 20x/menit
HR: 90x/menit T : 36,5o C
Mata : CA (+/+), SI (-/-)
Thorax : Cardio pulmo dalam batas normal
Abdomen : Supel, nyeri tekan(-), TFU 2 jbp, kontraksi (+)
Genital : V/U tenang, dinding vagina dbn, tak tampak hematom
vulva, tak tampak laserasi, darah (-), lokia (+)
Diagnosis : Post VE a/i PEB pada multipara h. aterm + anemia (7,8)
+ leukositosis (27,4)
Plan : Ceftriaxone inj 2gr/24 jam
Metronidazol inj 500mg/8jam IV drip
Perbaikan KU (transfusi sampai dengan Hb > 10 mg/dL)
Protap PEB: O2 3 lpm
RL 12 tpm
Inj MgSO4 20 % 1gr/jam/24 jam
Awasi KU/VS/Balans cairan
Cek DR3 post transfusi
Tanggal 29 Juli 2015 pukul 06.00
Keluhan : -
KU : Baik, compos mentis
VS : TD : 140/90 mmHg RR : 20x/menit
HR: 85x/menit T : 36,6o C
Mata : CA (-/-), SI (-/-)
Thorax : Cardio pulmo dalam batas normal
Abdomen : Supel, nyeri tekan(-), TFU 4 jbp
Genital : Darah (-), lokia (+), discharge (-)
Diagnosis : Post VE a/i PEB pada multipara h. aterm + anemia (9,9)
21
Plan : Usul ganti oral:
Cefadroxyl 2x1
Asam mefenamat 3x1
Vit. C 2x1
Furosemid 2x1
Usul TKTP
Transfusi 2 kolf -> cek DR3 post transfusi
Diet TKTP
Mobilisasi duduk
Tanggal 30 Juli 2015 pukul 06.00
Keluhan : -
KU : Baik, compos mentis
VS : TD : 130/90 mmHg RR : 20x/menit
HR: 85x/menit T : 36,6o C
BC : 194
Mata : CA (-/-), SI (-/-)
Thorax : Cardio pulmo dalam batas normal
Abdomen : Supel, nyeri tekan(-), TFU 4 jbp
Genital : Darah (-), lokia (+), discharge (-)
Diagnosis : Post VE a/i PEB pada multipara h. aterm + anemia (9,9)
Plan : Cefadroxyl 2x1
Asam mefenamat 3x1
Vit C 2x1
Diet TKTP
Mobilisasi jalan, AFF DC dan Infus
Inj. Furosemid 10mg/ 12jam -> stop
Bila bisa BAK spontan -> BLPL -> kontrol poli 3 hari lagi
22
BAB IV
ANALISIS KASUS
A. ANAMNESIS
Seorang G4P3A0, 40 tahun, usia kehamilan 40 minggu datang ke IGD
rujukan dari BPM dengan keterangan G4P3A0, UK 40 minggu dengan tekanan
darah 170/110 mmHg. Pasien merasa hamil 9 bulan, gerakan janin masih
dirasakan, kenceng-kenceng teratur sudah dirasakan, air kawah belum
dirasakan keluar. Lendir darah sudah dirasakan keluar. Tidak didapatkan
keluhan nyeri kepala yang terpusat di bagian dahi, pandangan kabur, mual
muntah, maupun nyeri pada ulu hati. BAK dan BAB tidak ada keluhan.
Berdasarkan anamnesis didapatkan pasien merukan rujukan dari bidan
dengan keterangan hamil aterm dengan tekanan darah 170/110mmHg ,
dengan tekanan darah yang tinggi merupakan gejala yang perlu diwaspadai
kearah preeklamsi. Untuk menyingkirkan adanya tanda- tanda eklamsi, pasien
tidak ada kejang selama tekanan darah tinggi tersebut, pasien juga tidak ada
tanda tanda impending eklamsi seperti nyeri kepala yang terpusat didahi,
pandangan kabur, mual, muntah, maupun nyeri ulu hati. Pasien mengaku
mempunyai riwayat hipertensi saat kehamilan sebelumnya. Hamil ini
merupakan hamil keempat. Hansen (1986) meninjau beberapa penelitian dan
melaporkan peningkatan insiden preeklampsia sebesar 2-3 kali lipat pada
pasien hamil yang berusia di atas 40 tahun bila dibandingkan dengan yang
berusia 25 – 29 tahun. Dari anamnesis juga ditemukan bahwa pasien
memunyai riwayat hipertensi sebelumnya (sejak hamil ketiga). Budiono
(1999) menyebutkan bahwa insidensi terjadinya pre eklamsi akan meningkat
pada pasien dengan riwayat hipertensi kronis hingga 10 kali lipat.
B. PEMERIKSAAN FISIK DAN LABORATORIUM
Keadaan umum ibu baik, gizi kesan berlebih dengan berat badan 75 kg
dan tinggi badan 159 cm kesan gizi lebih dengan IMT 29,76. Status gizmi
kegemukan disamping menyebabkan kolesterol tinggi dalam darah juga
23
menyebabkan kerja jantung lebih berat, oleh karena jumlah darah yang berada
dalam badan sekitar 15% dari berat badan, maka makin gemuk seseorang
makin banyak pula jumlah darah yang terdapat di dalam tubuh yang berarti
makin berat pula fungsi pemompaan jantung. Sehingga dapat meningkatkan
risiko terjadinya preeklampsia. Dikatakan preeklampsia berat bila terdapat
dua atau lebih gejala dan tanda dibawah ini:
1) Tekanan darah sistolik ≥160 mmHg atau tekanan darah diastolik
≥110 mmHg
2) Proteinuria (> 5 g/L/24 jam) atau positif 3 atau 4 pada pemeriksaan
kuantitatif
3) Oliguria (urine ≤ 400 mL/24jam)
4) Kenaikan kreatinin serum
5) Keluhan serebral dan gangguan penglihatan: perubahan kesadaran,
nyeri kepala, skotoma dan pandangan kabur.
6) Nyeri abdomen pada kuadran kanan atas atau daerah epigastrium,
dapat disebabkan teregangnya kapsula Glisone. Nyeri dapat sebagai
gejala awal ruptur hepar. Nyeri epigastrium sering disertai dengan
kenaikan kadar serum hepatik.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan tekanan darah yang tinggi, ini
merupakan penunjang diagnosis untuk preeklamsia berat, sedangkan tanda-
tanda impending eklampsi dan HELLP syndrome tidak didapatkan.
C. PENATALAKSANAAN
Prinsip Penatalaksanaan kasus dengan diagnosis PEB pada
multigravida hamil aterm dalam persalinan adalah lanjutkan persalinan per
vaginam dengan diperingan dengan vakum ekstraksi. Sebelumnya diberikan
protap PEB segera saat masuk Rumah sakit :
1) Tirah baring miring ke kiri secara intermiten
2) Infus ringer laktat atau ringer dextrose
3) Pemberian anti kejang MgSO4 sebagai pencegahan dan terapi kejang
4) Pemberian antihipertensi, diberikan bila tekanan darah sistolik > 160
24
mmHg, diastolik >110 mmHg. Obat antihipertensi yang digunakan :
nifedipin 10 mg
5) Pemberian diuretik bila ada indikasi edema, gagal jantung kongestif,
dan edema paru.
6) Diet diberikan secara seimbang, hindari protein dan kalori yang
berlebihan.
7) Keseimbangan cairan. Jangan sampai terjadi overload cairan.
Kateterisasi urin untuk memantau pengeluaran urin dan proteinuria.
Sebaiknya pengeluaran urin dinilai setiap jam. Tujuannya untuk
memelihara output urin 30 ml/jam, bila kurang dari 100 cc/4 jam
maka input cairan juga dikurangi.
8) Evaluasi keadaan organ vital dengan melakukan pemeriksaan EKG,
melengkapi laboratorium untuk mengetahui fungsi hemopoetik,
ginjal, hepar seperti darah rutin, studi koagulasi, elektrolit, asam
urat, fungsi hati, fungsi ginjal dan urinalisis. Pemeriksaan serial
sebaiknya dilakukan untuk menilai progresifitas penyakit.
9) Jangan tinggalkan pasien sendirian. Kejang disertai aspirasi muntah
dapat mengakibatkan kematian ibu dan janin.
10) Observasi tanda-tanda vital, refleks dan denyut jantung janin setiap
jam.
25
DAFTAR PUSTAKA
Abdul BS (2003). Standar pelayanan medik obstetri dan ginekologi. Jakarta: FKUI.
Abdul BS, George A, Gulardi HW, Djoko W (2000). Buku acuan nasional pelayanan kesehatan maternal dan neonatal. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.
Anonim (1995). Protokol penanganan kasus obstetri dan ginekologi. Surakarta: RS dr. Moewardi.
Budiono Wibowo (1999). Pre eklampsia dan eklampsia dalam ilmu kebidanan. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.
Cunningham, Mac Donald, Gant, Levono, Gilstrap, Hanskin, Clark (1997). William’s Obstetrics 20th Prentice-Hall International,Inc.
Hariadi R (2004). Ilmu kedokteran fetomaternal. Surabaya: Himpunan Kedokteran Fetomaternal Perkumpulan Obstetri dan Ginekologi Indonesia
Haryono Roeshadi. (2004). Sindroma HELLP dalam ilmu kedokteran maternal. Surakarta: Himpunan Kedokteran Fetomaternal.
Hidayat W (1998). Pedoman diagnosis dan terapi obstetri dan ginekologi, RSUP dr. Hasan Sadikin. Bandung: SMF Obstetri dan Ginekologi Fakultas Kedokteran Univ. Padjajaran RSUP dr. Hasan Sadikin.
Kelompok Kerja Penyusunan “Pedoman Pengelolaan Hipertensi dalam Kehamilan di Indonesia” (2005). Himpunan Kedokteran Fetomaternal POGI.
Loekmono H (2003). Pre eklampsia. UNS: Catatan kulih Obgyn.
Dikman A (1995). Kuliah dasar hipertensi dalam kehamilan (EPH-Gestosis). Lab/UPF Obstetri dan Ginekologi FK UNAIR/RSUD Dr. Sutomo.
Neville, Hacker J, George Moore (2001). Esensial Obstetri dan Ginekologi. Jakarta: Hipokrates.
Rustam Mochtar (1998). Sinopsis Obstetri: obstetri fisiologi, obstetri patologi. Jakarta: EGC.
Agung R (1995). Tinjauan Kepustakaan : Sindroma HELLP. Surakarta: Fakultas Kedokteran UNAIR.
26