kasus diare
DESCRIPTION
kasus diareTRANSCRIPT
A. IDENTITAS PASIEN
• Nama : An. M. Adi Candra
• Umur : 11 bulan
• Jenis Kelamin : Laki-laki
• Alamat : Gribig 2/2, Gebog Kudus
• Agama : Islam
• Orang Tua : Tn. M. Firman
• Tanggal masuk : 10 Agustus 2015
• Dirawat ruang : Bougenville 2
• Kelas : 3
• Status : BPJS
• Keluar tanggal: 13Agustus 2015
• No. Rekam medis: 682 806
B. ANAMESIS
Dilakukan alloanamnesis kepada orang tua pasien pada tanggal 10 Agustus 2015.
Keluhan Utama:
BAB cair 2 hari SMRS
Keluhan Tambahan :
Muntah setiap kali minum, demam
Riwayat Perjalanan Penyakit:
Pasien datang dengan keluhan BAB cair ± 5X, warna hijau, ampas (+), lendir (-), darah (-),
disertai dengan muntah dan demam sejak 2 hari SMRS. Muntah setiap kali minum, cair dan
warna putih. Demam naik turun sejak 2 hari SMRS. Pasien rewel dan ingin minum terus
Riwayat Pengobatan :
Sudah diberi obat demam tetapi tidak membaik
Riwayat Penyakit Dahulu :
Riwayat penyakit serupa (-)
Riwayat Penyakit Keluarga:
1
Riwayat penyakit serupa (-)
Riwayat Persalinan dan Kehamilan :
Hamil aterm lahir secara spontan ditolong oleh bidan
Langsung menangis
Berat badan lahir 2800 gram
Panjang badan saat lahir lupa
Lingkar kepala saat lahir ibu lupa
Lingkar dada saat lahir ibu lupa
Tidak ada kelainan bawaan
Riwayat Pemeliharaan Prenatal :
Ibu pasien memeriksakan kehamilannya setiap minggu pada bulan akhir kehamilan.Tidak
pernah menderita penyakit selama kehamilan
Riwayat Pemeriksaan Postnatal:
Pemeriksaan postnatal dilakukan di bidan dan tidak ditemukan kelainan pada anak
Riwayat Tumbuh Kembang:
Pertumbuhan:
– BBL: 2800 gram BB sekarang: 7,8 kg
– TB sekarang 72 cm
– Lingkar kepala: 45 cm
– Usia saat ini 11 bulan
Perkembangan:
– Sudah dapat berjalan, belum bisa bicara tapi sudah bisa mengucapkan kata
– Kesan:tumbuh kembang anak sesuai dengan seusianya.
2
Riwayat Imunisasi
Usia Imunisasi yang didapatkan
0 Hepatitis B dan polio
1 Hepatitis B , BCG
2 Polio dan DPT
4 Polio dan DPT
6 Hepatitis B, polio, dan DPT
Riwayat Makan dan Minum :
3
– Sejak lahir bayi bergantian diberi ASI dan susu formula
Riwayat Sosial Ekonomi
– Pasien tinggal bersama ayah dan ibu.
– Ayah bekerja sebagai buruh bangunan
– Pasien adalah anak pertama
– Biaya RS ditanggung BPJS
– Kesan ekonomi kurang
C. PEMERIKSAAN FISIK (Tanggal 10 Agustus 2015)
• Dilakukan tanggal 10 Agustus 2015
• Keadaan umum : Tampak lemah
• Kesadaran : Compos Mentis
• Antropometri
– BB : 7,8 kg
– TB : 72 cm
• Tanda vital
– Nadi : 180 x/ menit
– Suhu : 39oC
– Pernafasan : 38x/ menit
– SpO2 : 97%
Kepala Mesocephale, UUB tidak cekung.
4
Kulit Turgor kulit baik, ikterik (-), sianosis (-)
Leher Letak trakea di tengah, pembesaran KGB (-).
Mata Mata cekung +/+, CA (-/-), SI (-/-), MC (-/-), isokor, Diameter 3mm.
THT Bentuk normal, sekret hidung (-), epistaksis (-), tonsil palatina T1/ T1,
pembesaran KGB retroaurikula
Mulut Bibir kering kemerahan, lidah kotor (-), gusi berdarah (-).
Thorax Pulmo
Inspeksi : dinding dada simetris, retraksi pernapasan (-)
Palpasi : stem fremitus sama kuat kanan- kiri
Perkusi : sonor di seluruh lapang paru
Auskultasi : SD vesikuler, Rh (-/-), Wh (-/-).
Thorax Cor
Inspeksi : pulsasi IC pada ICS VI MCLS tidak tampak
Palpasi : teraba pulsasi IC pada ICS VI MCLS
Perkusi : batas jantung normal
Auskultasi : BJ I & II reguler, murmur (-), gallop (-)
Abdomen Inspeksi : datar.
Auskultasi : BU (+)
Palpasi : supel, nyeri tekan
Perkusi : Timpani.
Kulit & KGB Pembesaran KGB (-).
Tulang belakang &
ekstremitas
Tulang belakang normal.
Ekstremitas : akral hangat (+), CRT <2s
Genitalia, anus,
rektum
Genitalia (+), anus (+), rektum (+)
D. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Laboratorium darah rutin
5
Hemoglobin 13.2 g/dl 11.3-14.1
Eritrosit 5.53 (H) Jt/ul 4.1-5.3
Hematokrit 41.1 (H) % 33-41
Trombosit 424 (H) 10^3/ul 150 - 400
Lekosit 12.3 10^3/ul 6.0 – 17.5
Netrofil 75.3 (H) % 50-70
Limfosit 19.7 (L) % 25 - 40
Monosit 4.4 % 2 – 8
Eosinofil 0.1 (L) % 2 – 4
Basofil 0.2 % 0 – 1
E. DIAGNOSIS
Diare akut dengan dehidrasi ringan-sedang
DD : Diare akut et. causa bakteri dengan dehidrasi ringan-sedang
Diare akut et causa virus dengan dehidrasi ringan-sedang
F. PENATALAKSANAAN
• Infus RL 16 tpm
• Injeksi Ondansentron 3X 1/3 amp
• Injeksi ceftriaxon 2X150 mg
• PCT 3X1 cth
• Zinc 1X1 tab
G. PROGNOSIS
• Ad Vitam : ad bonam
• Ad Functionam : ad bonam
• Ad Sanationam : ad bonam
CATATAN KEMAJUAN
11 Agustus 2015
6
• S: Diare cair 3 kali, ampas (+) sedikit, disertai lendir; darah (-), muntah (+), BAK
lancar, makan dan minum masih menurun
• O: Keadaan umum : Tampak gelisah
Kesadaran : Compos mentis
Nadi : 100 x/menit, isi cukup, regular
RR : 30 x/menit
Suhu : 36,8°C (aksila)
Mata : Cekung -/-, CA -/-, SI -/-
Cor : Bunyi jantung I & II reguler, murmur (-), gallop (-)
Pulmo : sdv+/+ , rhonki -/-, wheezing -/-
Abdomen : Supel, bising usus (+) meningkat
Ekstremitas : Akral hangat, CRT <2 detik
• A : Diare akut
• P : Infus RL 10 tpm
Zinc 1 x 1 tab
12 Agustus 2015
• S: Diare cair 2 kali, ampas (+) sedikit, disertai lendir; darah (-), muntah (+), BAK
lancar, makan dan minum masih menurun.
• O: Keadaan umum : Lemah
Kesadaran : Compos mentis
Nadi : 110 x/menit, isi cukup, regular
RR : 32 x/menit
Suhu : 36,4°C (aksila)
Mata : Cekung-/-, CA -/-, SI -/-
Cor : Bunyi jantung I & II reguler, murmur (-), gallop (-)
Pulmo : sdv+/+ , rhonki -/-, wheezing -/-
Abdomen : Supel, bising usus (+) meningkat
Ekstremitas : Akral hangat, CRT <2 detik
• A : Diare akut
• P : Infus RL 10 tpm
7
Injeksi Ondansentron 3X 1/3 amp
Zinc 1X1 tab
13 Agustus 2015
• S: Diare cair 2 kali, ampas (+) banyak, disertai lendir; darah (-), muntah (-), BAK
lancar, makan dan minum baik
• O: Keadaan umum : Baik
Kesadaran : Compos mentis
Nadi : 110 x/menit, isi cukup, regular
RR : 32 x/menit
Suhu : 35,4°C (aksila)
Mata : Cekung-/-, CA -/-, SI -/-
Cor : Bunyi jantung I & II reguler, murmur (-), gallop (-)
Pulmo : sdv+/+ , rhonki -/-, wheezing -/-
Abdomen : Supel, bising usus (+) meningkat
Ekstremitas : Akral hangat, CRT <2 detik
• A : Diare akut
• P : Pasien diperbolehkan rawat jalan
Tinjauan Pustaka
Definisi
8
Diare merupakan hilangnya cairan dan elektrolit berlebihan melalui feses. Menurut Buku
Gastroenterologi-hepatologi 2011, diare akut adalah buang air besar lebih dari 3 X dalam 24 jam
dengan konsistensi cair tanpa lendir dan darah dan berlangsung kurang dari 1 minggu.
Diare akut merupakan keadaaan kehilangan feses dengan konsistensi encer
>10mL/kg/hari pada bayi dan >200g/ 24 jam pada anak yang lebih tua, dimana berlangsung
selama <14 hari. Jika episode diare berlangsung lebih dari 14 hari disebut diare kronis.(nelson
pediatric’s book)
Epidemiologi
Penyakit diare masih merupakan masalah kesehatan masyarakat di negara berkembang
seperti di Indonesia dikarenakan morbiditas dan mortalitas-nya yang masih tinggi. Survei
morbiditas yang dilakukan oleh Subdit Diare, Departemen Kesehatan dari tahun 2000 s/d 2010
terlihat kecenderungan insidens naik. Pada tahun 2000 IR penyakit Diare 301/ 1000 penduduk
tahun 2010 menjadi 411/1000 penduduk. Kejadian Luar Biasa (KLB) diare juga masih sering
terjadi, dengan CFR yang masih tinggi. Pada tahun 2008 terjadi KLB di 69 Kecamatan dengan
jumlah kasus 8133 orang, kematian 239 orang (CFR 2,94%). Tahun 2009 terjadi KLB di 24
Kecamatan dengan jumlah kasus 5.756 orang, dengan kematian 100 orang (CFR 1,74%),
sedangkan tahun 2010 terjadi KLB diare di 33 kecamatan dengan jumlah penderita 4204 dengan
kematian 73 orang (CFR 1,74 %.)
Prevalensi diare klinis adalah 9,0% (rentang: 4,2% - 18,9%), tertinggi di Provinsi NAD
(18,9%) dan terendah di DI Yogyakarta (4,2%).
Bila dilihat per kelompok umur diare tersebar di semua kelompok umur dengan
prevalensi tertinggi terdeteksi pada anak balita (1-4 tahun) yaitu 16,7%.
9
Untuk angka kesakitan diare balita Tahun 2000-2010 tidak menunjukkan pola kenaikan
maupun pola penurunan (berfluktuasi). Pada tahun 2000 angka kesakitan balita 1.278 per 1000
turun menjadi 1.100 per 1000 pada tahun 2003 dan naik lagi pada tahun 2006 kemudian turun
pada tahun 2010 yang dapat dilihat pada gambar di bawah ini:
Berdasarkan pola penyebab kematian semua umur, diare merupakan penyebab kematian
peringkat ke-13 dengan proporsi 3,5%. Sedangkan berdasarkan penyakit menular, diare
merupakan penyebab kematian peringkat ke-3 setelah TB dan Pneumonia.
Cara Penularan dan Faktor Resiko
Cara penularan diare pada umumnya adalah secara oro-fecal melalui 1) makanan dan
minuman yang telah terkontaminasi oleh enteropatogen, 2) kontak langsung tangan dengan
penderita atau barang-barang yang telah tercemar tinja penderita, atau tidak langsung melalui
lalat. Di dalam bahasa Inggris maka terdapat 4 F di dalam cara penularan diare ini yaitu food
(makanan), feces (tinja), finger (jari tangan), and fly (lalat).
Faktor risiko terjadinya diare adalah faktor risiko yang dapat meningkatkan transmisi
enteropatogen, diantaranya adalah
10
1) tidak memberikan ASI secara penuh untuk 4-6 bulan pertama kehidupan bayi
2) tercemarnya air oleh tinja,
3) tidak ada/kurangnya sarana MCK,
4) higiene perorangan dan sanitasi lingkungan yang buruk,
5) cara penyimpanan dan penyediaan makan yang tidak higienis, dan
6) cara penyapihan bayi yang tidak baik (terlalu cepat disapih, terlalu cepat diberi susu
botol, dan terlalu cepat diberi makanan padat).
Selain itu terdapat pula beberapa faktor risiko pada pejamu (host) yang dapat
meningkatkan kerentanan pejamu terhadap enteropatogen diantaranya adalah malnutrisi dan bayi
berat badan lahir rendah (BBLR), imunodefisiensi atau imunodepresi, rendahnya kadar asam
lambung, dan peningkatan motilitas usus.
Etiologi
Diare dapat disebabkan oleh berbagai patogen seperti bakteri, virus, dan parasit. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa penyebab utama (55%) diare akut adalah rotavirus. Diare karena virus umumnya bersifat self-limiting sehingga aspek yang harus diperhatikan adalah mencegah terjadinya dehidrasi.
Dua tipe dasar dari diare akut oleh karena infeksi adalah noninflammatory dan
inflammatory.Enteropatogen menimbulkan non inflammatory diare melalui produksi
enteropatogen oleh bakteri, destruksi sel permukaan villi oleh virus, perlekatan oleh parasit,
perlekatan dan / atau translokasi dari bakteri.Inflammatory diare biasanya disebabkan oleh
bakteri yang menginvasi usus secara langsung atau memproduksi sitotoksin.
1) Infeksi : virus, bakteri, dan parasit.
a) Golongan virus : Rotavirus, Adenovirus, Virus Norwalk, Astrovirus, Calicivirus,
Coronavirus, Minirotavirus.
b) Golongan bakteri : Shigella spp., Salmonella spp., Escherecia coli, Vibrio cholera, Vibrio
parahaemoliticus, Aeromonas hidrophilia, Bacillus cereus, Campylobacter jejuni,
Clostridium difficile, Clostridium perfringens, Staphylococcus aureus, Yersinia
enterocolitica.
11
c) Golongan parasit, protozoa : Entamoeba histolytica, Giardia lamblia, Balantidium coli ;
cacing perut : Ascariasis, Trichuris truchiura, Strongiloides stercoralis ; jamur : Candida
spp.
2) Malabsorpsi : karbohidrat (intoleransi laktosa), lemak terutama trigliserida rantai panjang,
atau protein seperti beta-laktoglobulin.
3) Makanan : makanan basi, makanan beracun. Diare karena keracunan makanan terjadi akibat
dua hal yaitu makanan mengandung zat kimia beracun atau makanan mengandung
mikroorganisme yang mengeluarkan toksin, antara lain Clostridium perfringens,
Staphylococcus.
4) Alergi terhadap makanan : terutama disebabkan oleh Cow’s milk protein sensitive
enteropathy (CMPSE), dan juga dapat disebabkan oleh makanan lainnya.
5) Imunodefisiensi. Diare akibat imunodefisiensi ini sering terjadi pada penderita AIDS.
6) Psikologis : rasa takut dan cemas.
Dari berbagai macam penyebab diare akut tersebut diatas, maka yang paling sering menjadi
penyebab diare akut apa anak-anak adalah infeksi virus. Rotavirus dan adenovirus merupakan
penyebab tersering diare akut pada anak dibawah usia 2 tahun.
Berikut ini akan dibahas beberapa enteropatogen/penyebab diare akut spesifik yang dianggap
merupakan penyebab diare yang utama :
Rotavirus.
Rotavirus pertama kali ditemukan oleh Bishop (1973) di Australia pada biopsi duodenum
penderita diare dengan menggunakan mikroskop elektron. Ternyata kemudian Rotavirus
ditemukan di seluruh dunia sebagai penyebab diare akut yang paling sering, terutama pada bayi
dan anak usia 6-24 bulan. Di Indonesia, berdasarkan penelitian di beberapa Rumah Sakit di
Jakarta, Yogyakarta, dan Bandung berkisar 40-60% diare akut disebabkan oleh Rotavirus.
Akibat infeksi Rotavirus ini pada usus terjadi kerusakan sel epitel mukosa usus, infeksi
sel-sel radang pada lamina propia, pemendekan jonjot usus, pembengkakan mitokondria, dan
bentuk mikrovili (brush border) yang tidak teratur. Sebagai akibat dari semua ini adalah
terjadinya gangguan absorpsi cairan/elektrolit pada usus halus dan juga akan terjadi gangguan
pencernaan (digesti) dari makanan terutama karbohidrat karena defisiensi enzim disakaridase
akibat kerusakan epitel mukosa usus tadi.
12
Escherichia coli.
E. coli menyebabkan sekitar 25% diare di negara berkembang dan juga merupakan
penyebab diare kedua setelah Rotavirus pada bayi dan anak. Pada saat ini telah dikenal 5
golongan E.coli yang dapat menyebabkan diare, yaitu ETEC (Enteropathogenic Escherichia
coli), EPEC (Enteropathogenic Eschericia coli), EIEC (Enteroinvasive Eschericia coli), EAEC
(Enteroadherent Escherichia coli), dan EHEC (Enterohemorrhagic Escherichia coli).
ETEC. ETEC merupakan penyebab utama diare dehidrasi di negara berkembang.
Transmisinya melalui makanan (makanan sapihan/makanan pendamping), dan minuman yang
telah terkontaminasi. Pada ETEC dikenal 2 faktor virulen, yaitu 1) faktor kolonisasi, yang
menyebabkan ETEC dapat melekat pada sel epitel usus halus (enterosit) dan 2) enterotoksin. Gen
untuk faktor kolonisasi dan enterotoksin terdapat dalam plasmid, yang dapat ditransmisikan ke
bakteri E.coli lain. Terdapat 2 macam toksin yang dihasilkan oleh ETEC, yaitu toksin yang tidak
tahan panas (heat labile toxin = LT) dan toksin yang tahan panas (heat stable toxin = ST). Toksin
LT menyebabkan diare dengan jalan merangsang aktivitas enzim adenil siklase seperti halnya
toksin kolera sehingga akan meningkatkan akumulasi cAMP, sedangkan toksin ST melalui
enzim guanil siklase yang akan meningkatkan akumulasi cGMP. Baik cAMP maupun cGMP
akan menyebabkan perangsangan sekresi cairan ke lumen usus sehingga terjadi diare. Bakteri
ETEC dapat menghasilkan LT saja, ST saja atau kedua-duanya. ETEC tidak menyebabkan
kerusakan rambut getar (mikrovili) atau menembus mukosa usus halus (invasif). Diare biasanya
berlangsung terbatas antara 3-5 hari, tetapi dapat juga lebih lama (menetap, persisten).
EPEC dapat menyebabkan diare berair disertai muntah dan panas pada bayi dan anak
dibawah usia 2 tahun. Di dalam usus, bakteri ini membentuk koloni melekat pada mukosa usus,
akan tetapi tidak mampu menembus dinding usus. Melekatnya bakteri ini pada mukosa usus
karena adanya plasmid. Bakteri ini cepat berkembang biak dengan membentuk toksin yang
melekat erat pada mukosa usus sehingga timbul diare pada bayi dan sering menimbulkan
prolong diarrhea terutama bagi mereka yang tidak minum ASI.
EIEC biasanya apatogen, tetapi sering pula menyebabkan letusan kecil (KLB) diare
karena keracunan makanan (food borne). Secara biokimiawi dan serologis bakteri ini menyerupai
Shigella spp., dapat menembus mukosa usus halus, berkembang biak di dalam kolonosit (sel
epitel kolon) dan menyebabkan disentri basiler. Dalam tinja penderita, sering ditemukan eritrosit
dan leukosit.
13
EAEC merupakan golongan E.coli yang mampu melekat dengan kuat pada mukosa usus
halus dan menyebabkan perubahan morfologis. Diduga bakteri ini mengeluarkan sitotoksin,
dapat menyebabkan diare berair sampai lebih dari 7 hari (prolonged diarrhea).
EHEC merupakan E.coli serotipe 0157 : H7, yang dikenal dapat menyebabkan kolitis
hemoragik. Transmisinya melalui makanan, berupa daging yang dimasak kurang matang.
Diarenya disertai sakit perut hebat (kolik, kram) tanpa atau disertai sedikit panas, diare cair
disertai darah. EHEC menghasilkan sitotoksin yang dapat menyebabkan edem dan perdarahan
usus besar.
Shigella spp.
Infeksi Shigella pada manusia dapat menyebabkan keadaan mulai dari asimptomatik
sampai dengan disentri hebat disertai dengan demam, kejang-kejang, toksis, tenesmus ani, dan
tinja yang berlendir dan darah. Golongan Shigella yang sering menyerang manusia di daerah
tropis adalah Shigella dysentri, Shigella flexnori, sedangkan Shigella sonnei lebih sering terjadi
di daerah sub tropis.
Patogenesis terjadinya diare oleh Shigella spp. Ini adalah karena kemampuannya
mengadakan invasi ke epitel sel mukosa usus. Disini dia berkembang biak dan mengeluarkan
leksotoksin yang bersifat merusak sel (sitotoksin). Daerah yang sering diserang adalah bagian
terminal dari ileum dan kolon. Akibat invasi dari bakteri ini terjadi infiltrasi sel-sel PMN dan
kerusakan sel epitel mukosa sehingga timbul ulkus kecil-kecil di daerah invasi yang
menyebabkan sel-sel darah merah, plasma protein, sel darah putih, masuk ke dalam lumen usus
dan akhirnya keluar bersama tinja.
Campylobacter jejuni.
C. jejuni merupakan penyebab 5-10% diare di dunia. Di Indonesia prevalensinya sekitar
5,3%. Selain diare yang disertai dengan lendir dan darah, juga terdapat gejala sakit perut
disekitar pusat, yang kemudian menjalar ke kanan bawah dan rasa nyerinya menetap di tempat
tersebut (seperti pada apendisitis akut). C. jejuni mengeluarkan 2 macam toksin yaitu sitotoksin
dan toksin LT.
Tempat infeksi yang paling sering dari C. jejuni ini adalah jejenum, ileum, dan colon.
Terdapat kelainan pada mukosa usus, peradangan, edema, pembesaran kelenjar limfe
14
mesenterium dan adanya cairan bebas di cavum peritonei. Jonjot usus halus ditemukan
memendek dan melebar tetapi tidak konsisten. Ileum mengalami nekrosis hemoragik karena
invasi bakteri ke dinding usus sehingga pada tinja dapat ditemukan adanya darah dan sel-sel
radang.
Cryptosporodium
Cryptosporodium dianggap sebagai penyebab diare terbanyak yang disebabkan oleh
parasit. Dahulu dikenal hanya patogen pada binatang saja. Cryptosporodium merupakan
golongan coccidium, sering menyebabkan diare pada manusia yang menderita imunodefisiensi,
misalnya pada penderita AIDS. Di negara berkembang Cryptosporodium merupakan 4-11%
penyebab diare pada anak. Penularan melalui oro-fekal dan biasanya diare bersifat akut.
Mulainya karena terjadi kerusakan mukosa usus oleh perlekatan parasit pada mikrovilus
enterosit, sehingga terjadi gangguan absorpsi makanan.
Patofisiologi
Virus. Virus terbanyak penyebab diare adalah rotavirus. Virus masuk ke dalam traktus
digestivus bersama makanan dan/atau minuman, kemudian berkembang biak di dalam usus.
Setelah itu virus masuk ke dalam epitel usus halus dan menyebabkan kerusakan bagian apikal
vili usus halus. Sel epitel usus halus bagian apikal akan diganti oleh sel dari bagian kripta yang
belum matang, berbentuk kuboid atau gepeng. Akibatnya sel-sel epitel ini tidak dapat berfungsi
untuk menyerap air dan makanan. Sebagai akibat lebih lanjut akan terjadi diare osmotik. Vili
usus kemudian akan memendek sehingga kemampuannya untuk menyerap dan mencerna
makananpun akan berkurang. Pada saat inilah biasanya diare mulai timbul. Setelah itu sel
retikulum akan melebar, dan kemudian akan terjadi infiltrasi sel limfoid dari lamina propria,
untuk mengatasi infeksi sampai terjadi penyembuhan
Bakteri. Patogenesisnya adalah bakteri masuk ke dalam traktus digestivus, kemudian
berkembang biak di dalam traktus digestivus tersebut. Bakteri ini kemudian mengeluarkan toksin
yang akan merangsang epitel usus sehingga terjadi peningkatan aktivitas enzim adenili siklase
(bila toksin bersifat tidak tahan panas, disebut labile toxin = LT) atau enzim guanil siklase (bila
toksin bersifat tahan panas atau disebut stable toxin = ST). Sebagai akibat peningkatan aktivitas
enzim-enzim ini akan terjadi peningkatan cAMP atau cGMP, yang mempunyai kemampuan
15
merangsang sekresi klorida, natrium, dan air dari dalam sel ke lumen usus (sekresi cairan yang
isotonis) serta menghambat absorpsi natrium, klorida, dan air dari lumen usus ke dalam sel. Hal
ini akan menyebabkan peningkatan tekanan osmotik di dalam lumen usus (hiperosmoler).
Kemudian akan terjadi hiperperistaltik usus untuk mengeluarkan cairan yang berlebihan di dalam
lumen usus tersebut, sehingga cairan dapat dialirkan dari lumen usus halus ke lumen usus besar
(kolon). Dalam keadaan normal, kolon seorang anak dapat menyerap sebanyak hingga 4400 ml
cairan sehari, karena itu produksi atau sekresi cairan sebanyak 400 ml sehari belum
menyebabkan diare. Bila kemampuan penyerapan kolon berkurang, atau sekresi cairan melebihi
kapasitas penyerapan kolon, maka akan terjadi diare. Pada kolera sekresi cairan dari usus halus
ke usus besar dapat mencapai 10 liter atau lebih sehari. Oleh karena itu diare pada kolera
biasanya sangat hebat, suatu keadaan yang disebut sebagai diare profus.
Secara umum golongan bakteri yang menghasilkan cAMP akan menyebabkan diare yang
lebih hebat dibandingkan dengan golongan bakteri lain yang menghasilkan cGMP. Golongan
kuman yang mengandung LT dan merangsang pembentukan cAMP, diantaranya adalah V.
Cholera, ETEC, Shigella spp., dan Aeromonas spp. Sedangkan yang mengandung ST dan
merangsang pembentukan cGMP adalah ETEC, Campylobacter sp., Yersinia sp., dan
Staphylococcus sp.
Menurut mekanisme terjadinya diare, maka diare dapat dibagi menjadi 3 bagian besar yaitu
1) Diare sekretorik
2) Diare invasif/dysentriform diarrhae
3) Diare osmotik
Diare Sekretorik
Diare sekretorik adalah diare yang terjadi akibat aktifnya enzim adenil siklase. Enzim ini
selanjutnya akan mengubah ATP menjadi cAMP. Akumulasi cAMP intrasel akan menyebabkan
sekresi aktif ion klorida, yang akan diikuti secara positif oleh air, natrium, kalium dan bikarbonat
ke dalam lumen usus sehingga terjadi diare dan muntah-muntah sehingga penderita cepat jatuh
ke dalam keadaan dehidrasi.
Pada anak, diare sekretorik ini sering disebabkan oleh toksin yang dihasilkan oleh
mikroorganisme Vibrio, ETEC, Shigella, Clostridium, Salmonella, Campylobacter. Toksin yang
16
dihasilkannya tersebut akan merangsang enzim adenil siklase, selanjutnya enzim tersebut akan
mengubah ATP menjadi cAMP. Diare sekretorik pada anak paling sering disebabkan oleh
kolera.
Gejala dari diare sekretorik ini adalah 1) diare yang cair dan bila disebabkan oleh vibrio
biasanya hebat dan berbau amis, 2) muntah-muntah, 3) tidak disertai dengan panas badan, dan 4)
penderita biasanya cepat jatuh ke dalam keadaan dehidrasi.
Diare Invasif
Diare invasif adalah diare yang terjadi akibat invasi mikroorganisme dalam mukosa usus
sehingga menimbulkan kerusakan pada mukosa usus. Diare invasif ini disebabkan oleh
Rotavirus, bakteri (Shigella, Salmonella, Campylobacter, EIEC, Yersinia), parasit (amoeba).
Diare invasif yang disebabkan oleh bakteri dan amoeba menyebabkan tinja berlendir dan sering
disebut sebgai dysentriform diarrhea.
Di dalam usus pada shigella, setelah kuman melewati barier asam lambung, kuman
masuk ke dalam usus halus dan berkembang biak sambil mengeluarkan enterotoksin. Toksin ini
akan merangsang enzim adenil siklase untuk mengubah ATP menjadi cAMP sehingga terjadi
diare sekretorik. Selanjutnya kuman ini dengan bantuan peristaltik usus sampai di usus
besar/kolon. Di kolon, kuman ini bisa keluar bersama tinja atau melakukan invasi ke dalam
mukosa kolon sehingga terjadi kerusakan mukosa berupa mikro-mikro ulkus yang disertai
dengan serbukan sel-sel radang PMN dan menimbulkan gejala tinja berlendir dan berdarah.
Gejala dysentriform diarrhea adalah 1) tinja berlendir dan berdarah biasanya b.a.b sering
tapi sedikit-sedikit dengan peningkatan panas badan, tenesmus ani, nyeri abdomen, dan kadang-
kadang prolapsus ani, 2) bila disebabkan oleh amoeba, seringkali menjadi kronis dan
meninggalkan jaringan parut pada kolon/rektum, disebut amoeboma.
Diare Osmotik
17
Diare osmotik adalah diare yang disebabkan karena tingginya tekanan osmotik pada
lumen usus sehingga akan menarik cairan dari intra sel ke dalam lumen usus, sehingga terjadi
diare berupa watery diarrhea. Paling sering terjadinya diare osmotik ini disebabkan oleh
malabsorpsi karbohidrat.
Monosakarida biasanya diabsorpsi baik oleh usus secara pasif maupun transpor aktif
dengan ion Natrium. Sedangkan disakarida harus dihidrolisa dahulu menjadi monosakarida oleh
enzim disakaridase yang dihasilkan oleh sel mukosa. Bila terjadi defisiensi enzim ini maka
disakarida tersebut tidak dapat diabsorpsi sehingga menimbulkan osmotic load dan terjadi diare.
Disakarida atau karbohidrat yang tidak dapat diabsorpsi tersebut akan difermentasikan di
flora usus sehingga akan terjadi asam laktat dan gas hidrogen. Adanya gas ini terlihat pada perut
penderita yang kembung (abdominal distention), pH tinja asam, dan pada pemeriksaan dengan
klinites terlihat positif. Perlu diingat bahwa enzim amilase pada bayi, baru akan terbentuk
sempurna setelah bayi berusia 3-4 bulan. Oleh sebab itu pemberian makanan tambahan yang
mengandung karbohidrat kompleks tidak diberikan sebelum usia 4 bulan, karena dapat
menimbulkan diare osmotik.
Gejala dari diare osmotik adalah 1) tinja cair/watery diarrhae akan tetapi biasanya tidak
seprogresif diare sekretorik, 2) tidak disertai dengan tanda klinis umum seperti panas, 3) pantat
anak sering terlihat merah karena tinja yang asam, 4) distensi abdomen, 5) pH tinja asam dan
klinitest positif. Bentuk yang paling sering dari diare osmotik ini adalah intoleransi laktosa akibat
defisiensi enzim laktase yang dapat terjadi karena adanya kerusakan mukosa usus. Dilaporkan
kurang lebih sekitar 25-30% dari diare oleh rotavirus terjadi intoleransi laktosa.
Manifestasi Klinis
Diare akut karena infeksi dapat disertai keadaan muntah-muntah dan/atau demam,
tenesmus, hematochezia, nyeri perut atau kejang perut.
Diare yang berlangsung beberapa waktu tanpa penanggulangan medis yang adekuat dapat
menyebabkan kematian karena kekurangan cairan di badan yang mengakibatkan renjatan
hipovolemik atau karena gangguan biokimiawi berupa asidosis metabolik yang lanjut.Karena
kehilangan cairan seseorang merasa haus, berat badan berkurang, mata menjadi cekung, lidah
18
kering, tulang pipi menonjol, turgor kulit menurun serta suara menjadi serak.Keluhan dan gejala
ini disebabkan deplesi air yang isotonik.
Karena kehilangan bikarbonas, perbandingan bikarbonas berkurang, yang mengakibatkan
penurunan pH darah. Penurunan ini akan merangsang pusat pernapasan sehingga frekwensi nafas
lebih cepat dan lebih dalam (kussmaul). Reaksi ini adalah usaha tubuh untuk mengeluarkan asam
karbonas agar pH dapat naik kembali normal. Pada keadaan asidosis metabolik yang tidak
dikompensasi, bikarbonat standard juga rendah, pCO2 normal dan base excess sangat negatif.
Gangguan kardiovaskular pada hipovolemik yang berat dapat berupa renjatan dengan tanda-
tanda denyut nadi yang cepat, tekanan darah menurun sampai tidak terukur.Pasien mulai gelisah,
muka pucat, ujung-ujung ekstremitas dingin dan kadang sianosis.Karena kehilangan kalium pada
diare akut juga dapat timbul aritmia jantung.
Penurunan tekanan darah akan menyebabkan perfusi ginjal menurun dan akan timbul anuria.
Bila keadaan ini tidak segera diatasi akan timbul penyulit berupa nekrosis tubulus ginjal akut,
yang berarti pada saat tersebut kita menghadapi gagal ginjal akut. Bila keadaan asidosis
metabolik menjadi lebih berat, akan terjadi kepincangan pembagian darah dengan pemusatan
yang lebih banyak dalam sirkulasi paru-paru. Observasi ini penting karena dapat menyebabkan
edema paru pada pasien yang menerima rehidrasi cairan intravena tanpa alkali.
19
Diagnosis
20
AnamnesisPada anamnesis ditanyakan lama diare, frekuensi, volume, konsistensi tinja, warna, bau, ada/tidak ada lendir dan darah. Jika disertai muntah tanyakan volume dan frekuensinya. Kencing biasa, berkurang, jarang atau tidak kencing dalam 6-8 jam terakhir. Makanan dan minuman yang diberikan sebelum dan selama diare. Tanyakan apabila ada demam, atau penyakit lain yang menyertai seperti batuk pilek, otitis media, dan campak. Kemudian tindakan yang sudah ibu lakukan seperti memberi oralit atau pengobatan yang telah dilakukan.
Pemeriksaan fisik Diperiksa berat badan, suhu tubuh, frekuensi denyut jantung, dan pernapasan serta tekanan darah. Selain itu, dicari pula tanda-tanda dehidrasi. Pernapasan yang cepat dan dalam merupakan indikasi adanya asidosis metabolik. Bising usus yang lemah atau tidak ada terdapat pada hipokalemi. Pemeriksaan ekstremitas perlu untuk menilai perfusi serta capillary refill time dimana keduanya penting dalam menilai dehidrasi.
Laboratorium Pemeriksaan laboratorium lengkap pada umumnya tidak diperlukan, hanya pada keadaan tertentu misalnya bila penyebab dasar tidak diketahui atau ada sebab lain selain diare akut atau penderita dengan dehidrasi berat. Pemeriksaan yang kadang diperlukan pada diare akut :
o Darah : darah lengkap, serum elektrolit, analisa gas darah, glukosa darah, kultur dan tes
kepekaan terhadap antibiotika. o Urin : urin lengkap, kultur dan tes kepekaan terhadap antibiotika
o Tinja : pemeriksaan mikroskopik untuk mencari adanya leukosit dapat memberi
informasi tentang penyebab diare, letak anatomis, serta adanya proses peradangan mukosa. Sedangkan pemeriksaan makroskopik diperlukan pada semua penderita diare meskipun pemeriksaan laboratorium tidak dilakukan.
Tatalaksana
a. Rehidrasi
Rehidrasi bisa dimulai dengan memberikan cairan rumah tangga seperti air tajin, kuah sayur atau sup. Jika telah terjadi dehidrasi segera bawa ke petugas kesehatan untuk diberi oralit. Oralit kini memiliki formula baru dimana osmolaritasnya lebih rendah. Efektivitasnya lebih baik dibandingkan oralit yang lama. Oralit baru ini menurunkan kebutuhan cairan intravena dan mampu mengurangi pengeluaran tinja dan kejadian muntah.
Ketentuan pemberian oralit formula baru ini :
21
Beri ibu 2 bungkus oralit formula baru Larutkan 1 bungkus oralit formula baru dalam 1 liter air matang untuk persediaan
24 jam. Berikan larutan oralit pada anak setiap kali anak buang air besar dengan
ketentuan o Anak usia <2 tahun : 50-100 ml tiap kali BAB
o Anak usia ≥2 tahun : 100-200 ml tiap kali BAB
Jika dalam 24 jam persediaan larutan oralit masih tersisa, maka sisa larutan harus dibuang.
b. Dukungan nutrisiASI dan makanan tetap diteruskan sesuai usia anak dengan menu yang sama pada
waktu anak sehat untuk mencegah kehilangan berat badan serta pengganti nutrisi yang hilang. Pada diare berdarah nafsu makan akan berkurang.
c. Suplementasi Zinc
Zinc mengurangi lama dan beratnya diare. Zinc juga mengembalikan nafsu makan anak.
Dasar penggunaan zinc dalam pengobatan diare akut didasarkan pada efeknya terhadap fungsi imun atau terhadap struktur dan fungsi saluran cerna dan terhadap proses perbaikan epitel saluran cerna selama diare. Pemberian zinc selama diare dapat meningkatkan absorpsi air dan elektrolit oleh usus halus, meningkatkan kecepatan regenerasi epitel usus, meningkatkan jumlah brush border apical dan meningkatkan respon imun yang mempercepat pembersihan patogen dari usus.
Pemberian zinc dapat menurunkan frekuensi dan volume buang air besar sehingga dapat menurunkan resiko dehidrasi pada anak. Dosis zinc pada anak :
Anak < 6 bulan : 10 mg (1/2 tablet) per hari Anak > 6 bulan : 20 mg ( 1 tablet ) per hari
Diberikan selama 10-14 hari walaupun sudah sembuh. Pada bayi, tablet zinc dapat dilarutkan dengan air matang, ASI maupun oralit. Sedangkan pada anak yang lebih besar dapat dikunyah atau dilarutkan dalam air matang ataupun oralit.
d. Antibiotik selektif
Antibiotik tidak diberikan pada diare cair akut kecuali dengan indikasi diare berdarah dan kolera. Pemberian antibiotik yang tidak tepat justru memperpanjang lamanya diare karena akan mengganggu keseimbangan flora usus dan C. difficile yang akan tumbuh dan menyebabkan diare sulit disembuhkan.
22
e. Edukasi orang tua Kembali segera jika demam, tinja berdarah, berulang, makan atau minum sedikit,
sangat haus, diare makin sering, atau belum membaik dalam 3 hari.
23
24
25
Komplikasi
Beberapa komplikasi yang mungkin timbul Gangguan elektrolit
o Hipernatremia
Disebut hipernatremia bila kadar natrium plasma > 150 mmol/L. Koreksi dilakukan dengan rehidrasi intravena menggunakan cairan 0.45% saline-5% dextrose selama 8 jam.
o Hiponatremia
Disebut hiponatremia jika kadar natrium < 130 mmol/L. Koreksi dengan oralit. Bila tidak berhasil, gunakan Ringer Laktat atau Normal Saline. Kadar Na koreksi : 125- kadar Na serum yang diperiksa dikalikan 0.6 dan dikalikan BB. Peningkatan serum Na tidak boleh melebihi 2 mEq/L/jam.
o Hiperkalemia
Disebut hiperkalemia jika kadar K > 5mEq/L. Koreksi dilakukan dengan pemberian Ca glukonas 10% 0.5-1 ml/kgBB iv pelan dalam 5-10 menit dengan monitor detak jantung.
o Hipokalemia
o Disebut hipokalemi jika kadar K < 3.5 mEq/L. Koreksi dilakukan menurut kadar
K : jika Kalium 2.5-3.5 mEq/L diberikan PO 75 mcg/kgBB/hr bagi 3 dosis. Bila <2.5 mEq/L maka diberikan secara iv drip dalam 4 jam. Dosis : (3.5-kadar K terukur *BB*0.4 + 2 mEq/kgBB/24 jam) diberikan dalam 4 jam, kemudian 20 jam kemudian : (3.5*- kadar K terukur * BB * 0.4+ 1.6 * 2 mEq * BB).
Kejang
Pencegahan
Upaya pencegahan diare dapat dilakukan dengan carao Mencegah penyebaran kuman patogen penyebab diare
o Pemberian ASI yang benar
o Memperbaiki penyiapan dan penyimpanan makanan pendamping ASI
o Penggunaan air bersih yang cukup
o Membudidayakan kebiasaan mencuci tangan dengan sabun sehabis
buang air besar dan sebelum makan. o Penggunaan jamban yang bersih dan higienis oleh seluruh anggota
keluargao Membuang tinja bayi yang benar
o Memperbaiki daya tahan tubuh
o Memberi ASI paling tidak sampai usia 2 tahun
26
o Meningkatkan nilai gizi makanan pendamping ASI dan memberi
makan dalam jumlah yang cukup untuk memperbaiki status gizi anak. o Imunisasi campak.
o Peranan probiotik
Probiotik merupakan mikroorganisme hidup dalam makanan yang difermentasi yang menunjang kesehatan melalui terciptanya keseimbangan mikrofloral intestinal yang lebih baik.Pemberian probiotik untuk pencegahan jangka panjang terutama pada bayi yang tidak minum ASI.
Kemungkinan mekanisme efek probiotik dalam pencegaha diare melalui perubahan lingkungan mikro lumen usus, produksi bahan antimikroba terhadap beberapa patogen usus, kompetisi nutrien, mencegah adhesi kuman patogen pada enterosit, modifikasi toksin atau reseptor toksin efek trofik pada mukosa usus melalui penyediaan nutrien dan imunomodulasi.
o Peranan prebiotik
Prebiotik merupakan bahan makanan.Umumnya berupa kompleks karbohidrat yang bila dikonsumsi dapat merangsang pertumbuhan flora intestinal yang menguntungkan kesehatan.
27