kasus anemia aplastik

19
BAB I PENDAHULUAN Anemia aplastik bukan penyakit tunggal, tetapi suatu kelompok penyakit yang berhubungan dengan kegagalan sumsum tulang untuk menghasilkan ketiga tipe sel darah yaitu : sel darah merah, sel darah putih dan platelet. 1 Pengurangan jumlah sel darah merah menyebabkan rendahnya kadar Hb dalam darah tepi, sel darah putih yang berkurang jumlahnya menyebabkan pasien mudah terkena infeksi, pengurangan pembentukan platelet menyebabkan darah sukar membeku. 2 Anemia aplastik adalah sindrom kegagalan sumsum tulang yang ditandai dengan pansitopenia dan hipoplasia sumsum tulang. Aplasia yang hanya mengenai sistem eritropoetik disebut eritroblastopenia (anemia hipoplastik); yang hanya mengenai sistem granulopoetik saja disebut agranulositosis (penyakit Schultz) sedangkan yang hanya mengenai sistem trombopoetik disebut amegakariositik trombositopenik purpura (ATP), anemia aplastik mengenai ketiga sistem ini. 3,4 Anemia aplastik jarang ditemukan. Insidensi bervariasi di seluruh dunia, berkisar antara 2 sampai 6 juta kasus persejuta penduduk pertahun. Penelitian The International Aplastic Anemia and Agranulocytosis Study di awal tahun 1980-an menemukan frekuensi di Eropa dan Israel didapatkan dua kasus persejuta

Upload: ria-novitasari-darmawi

Post on 19-Jul-2016

34 views

Category:

Documents


3 download

DESCRIPTION

laporan kasus

TRANSCRIPT

Page 1: Kasus Anemia Aplastik

BAB I

PENDAHULUAN

Anemia aplastik bukan penyakit tunggal, tetapi suatu kelompok penyakit yang

berhubungan dengan kegagalan sumsum tulang untuk menghasilkan ketiga tipe sel darah

yaitu : sel darah merah, sel darah putih dan platelet. 1

Pengurangan jumlah sel darah merah menyebabkan rendahnya kadar Hb dalam

darah tepi, sel darah putih yang berkurang jumlahnya menyebabkan pasien mudah

terkena infeksi, pengurangan pembentukan platelet menyebabkan darah sukar membeku.2

Anemia aplastik adalah sindrom kegagalan sumsum tulang yang ditandai dengan

pansitopenia dan hipoplasia sumsum tulang. Aplasia yang hanya mengenai sistem

eritropoetik disebut eritroblastopenia (anemia hipoplastik); yang hanya mengenai sistem

granulopoetik saja disebut agranulositosis (penyakit Schultz) sedangkan yang hanya

mengenai sistem trombopoetik disebut amegakariositik trombositopenik purpura (ATP),

anemia aplastik mengenai ketiga sistem ini.3,4

Anemia aplastik jarang ditemukan. Insidensi bervariasi di seluruh dunia, berkisar

antara 2 sampai 6 juta kasus persejuta penduduk pertahun. Penelitian The International

Aplastic Anemia and Agranulocytosis Study di awal tahun 1980-an menemukan frekuensi

di Eropa dan Israel didapatkan dua kasus persejuta penduduk. Perjalanan penyakit pada

pria juga lebih berat daripada wanita.5

Pemeriksaan penunjang pada anemia aplastik berupa pemeriksaan darah rutin,

pemeriksaan darah tepi (blood smear) dan pemeriksaan BMA (Bone Marrow

Aspiration).6

Terapi anemia aplastik dapat dibagi menjadi terapi primer dan terapi suportif.

Terapi primer secara umum terdiri dari transplantasi sumsum tulang dan terapi

imunosupresif. Terapi suportif berupa transfusi sesuai dengan sel hemopoetik yang

dibutuhkan.7

Pada tulisan ini dikemukakan sebuah kasus yang mengarah kepada diagnosa

Anemia Aplastik berikut dengan penjelasannya, yang diharapkan dapat menambah

wawasan bagi para klinisi dalam deteksi dan penanganan kasus tersebut. Semoga

bermanfaat.

Page 2: Kasus Anemia Aplastik
Page 3: Kasus Anemia Aplastik

BAB II

KASUS

Seorang pasien, An. F, perempuan berusia 7 tahun dengan nomor rekam medik

154535, bertempat tinggal di Bandar Agung. Pasien mulai dirawat di bangsal anak pada

tanggal 22 September 2014 dengan diagnosa Anemia Aplastik.

Dari alloanamnesis dengan Ibu kandung pasien pada tanggal 23 September 2014

didapatkan keterangan bahwa dua minggu sebelum masuk RS, pasien tampak pucat dan

lemas. Ibu pasien khawatir melihat keadaan pasien yang pucat dan jelas terlihat di daerah

bibir, telapak tangan dan kaki. Keterangan lain yang didapatkan dari Ibu pasien adalah

pasien sering timbul biru-biru lebam pada kulit, terutama saat anak sedang lelah. Namun,

tidak ada tanda perdarahan lain, seperti mimisan, gusi berdarah maupun BAB berdarah.

Keadaan seperti itu muncul sejak 2 bulan sebelum masuk RS. Ibu pasien menyangkal

adanya riwayat terpaparnya pasien dengan insektisida, maupun konsumsi obat-obatan

dalam jangka panjang. Sebelumnya pasien tidak pernah mengalami keluhan seperti ini,

dan tidak pernah transfusi darah sebelumnya.

Selama mengandung pasien, Ibu pasien rajin periksa kehamilan ke Puskesmas

dan selama kehamilan ibu penderita tidak pernah sakit, tidak pernah minum obat-obatan

tertentu, makan dan minum seperti biasa dan tidak pernah terkena radiasi atau bahan

kimia. Pasien lahir spontan ditolong oleh dukun beranak, berat badan lahir 3,5 Kg, pasien

lahir langsung menangis dengan gerakan aktif dan warna seluruh badan kemerahan.

Menurut Ibu pasien pertumbuhan dan perkembangan pasien dari bayi hingga saat

ini, sama seperti anak pada seusianya, walaupun Ibu pasien lupa kapan pasien dapat

tiarap, merangkak, duduk dan berdiri. Pasien sudah dapat berjalan sejak umur 11 bulan.

Ibu pasien juga rajin membawa pasien untuk imunisasi, sehingga pasien mendapatkan

imunisasi dasar lengkap sesuai jadwalnya. Pasien mendapatkan ASI sejak lahir sampai

2,5 tahun. PASI sejak usia 3 bulan berupa susu kadang diselingi dengan buah-buahan dan

bubur nasi. Penderita tidak pernah mengalami gangguan dalam pola makan, saat ini

penderita tidak mengalami perubahan nafsu makan. Frekuensi makan 3 kali sehari

dengan menu nasi, sayur dan ikan.

Page 4: Kasus Anemia Aplastik

Tidak ada di keluarga yang menderita penyakit seperti pasien, serta tidak ada

riwayat penyakit keganasan di keluarga pasien.

Hasil pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum pasien lemah, kesadaran

compos mentis. Tinggi badan 128cm, berat badan 26Kg. Tanda vital menunjukkan

denyut nadi: 112 kali/menit, suhu tubuh: 37°C, dan pernapasan 24 kali/menit. Pada

pemeriksaan kepala didapatkan konjungtiva anemis, sklera tidak ikterik. Leher tidak

didapatkan kelainan. Pemeriksaan dada menunjukkan paru normal dengan perkusi sonor,

vesikuler normal, dan tidak ditemukan wheezing maupun ronkhi. Suara jantung murni

tanpa adanya bising maupun suara jantung tambahan. Pemeriksaan abdomen didapatkan

hepar dan lien tidak teraba membesar. Pada pemeriksaan ekstremitas didapatkan pucat

pada telapak tangan dan kaki.

Pada pemeriksaaan laboratorium didapatkan kadar hemoglobin (Hb) 3,6g/dL ;

Leukosit 4,8 ribu/mmk ; Eritrosit 1,3 juta ; Basofil 0% ; Eosinofil 0% ; Batang 1% ;

Segmen 20% ; Limfosit 70% ; Monosit 9% ; Trombosit 28 ribu/mmk ; Clotting time 5’

30” ; Bleeding Time 4’ ; Golongan darah O; Malaria negatif.

Dari hasil pemeriksaan di atas ditegakkan diagnosis Anemia. Pasien diberikan

terapi infus D5 ½NS 15 tetes/menit, injeksi taxegram 2x500mg, dan transfusi whole

blood 250cc/hari.

Pada perawatan hari kedua, pasien terlihat aktif, tidak lemas seperti awal masuk

RS, namun masih tampak pucat. Dan dilakukan pemeriksaan darah untuk memeriksa

hemoglobin pasien dan didapatkan hasil Hb 6,4g/dL setelah diberikan darah sebanyak 2

kantong whole blood.

Pada perawatan hari ketiga, pasien terlihat aktif, pasien sudah menerima transfusi

darah sebanyak 3 kantong whole blood. Dan dilakukan pemeriksaan darah untuk

memeriksa hemoglobin pasien dan didapatkan hasil Hb 8,8g/dL. Pasien pun diizinkan

pulang.

Page 5: Kasus Anemia Aplastik

BAB III

PEMBAHASAN

Anemia aplastik merupakan keadaan yang disebabkan berkurangnya sel darah dalam

darah tepi, sebagai akibat terhentinya pembentukan sel hemopoetik dalam sumsum tulang.

Sistem yang mengalami aplasia meliputi sistem eritropoetik, granulopoetik dan trombopoetik.

Sebenarnya sistem limfopoetik dan RES juga mengalami aplasia, tetapi relatif lebih ringan

dibandingkan dengan ketiga sistem hemopoetik lainnya.4,8

Anemia aplastik termasuk penyakit yang jarang ditemukan. Di Amerika Serikat memiliki

angka kejadian 2 : 1.000.000 penduduk. Anemia aplastik lebih sering terjadi di Asia, angka

kejadian di Bangkok adalah 4 : 1.000.000 penduduk, angka kejadian di Thailand adalah 6 :

1.000.000 penduduk dan angka kejadian di Jepang 14 : 1.000.000 penduduk. Angka yang lebih

tinggi di Asia berkaitan dengan lebih banyaknya paparan terhadap bahan kimia yang terjadi.1,7,9

Anemia aplastik dapat terjadi pada segala umur. Kecuali jenis kongenital, anemia aplastik

biasanya terdapat pada anak besar berumur lebih dari 6 tahun. Depresi sumsum tulang oleh obat

atau bahan kimia, meskipun dengan dosis rendah tetapi berlangsung sejak usia muda secara

terus-menerus, baru akan terlihat pengaruhnya setelah beberapa tahun kemudian. Misalnya

pemberian kloramfenikol yang terlampau sering pada bayi (sejak umur 2-3 bulan), baru akan

menyebabkan gejala anemia aplastik setelah ia berumur lebih dari 6 tahun. Di samping itu pada

beberapa kasus gejala sudah timbul hanya beberapa saat setelah ia kontak dengan agen

penyebabnya.1,4,7

Sekitar 50-75% etiologi anemia aplastik merupakan idiopatik. Sekitar 5% etiologi

berhubungan dengan infeksi virus terutama hepatitis. Sekitar 10-15% berhubungan dengan obat-

obatan. 6,9

Etiologi dari anemia aplastik dapat dibagi menjadi:4

a. Faktor kongenital

Sindrom Fanconi yang biasanya disertai kelainan bawaan lain seperti mikrosefali,

strabismus, anomali jari, kelainan ginjal dan sebagainya.

b. Faktor didapat

1. Bahan kimia : benzene, insektisida, senyawa As, Au, Pb, Sulfur.

Page 6: Kasus Anemia Aplastik

2. Obat : kloramfenikol, mesantoin (antikonvulsan), piribenzamin (antihistamin),

santonin-kalomel, obat sitostatika (myleran, methotrexate, TEM, vincristine,

rubidomycine dan sebagainya)

3. Radiasi : sinar rontgen, radioaktif

4. Faktor individu : alergi terhadap obat, bahan kimia dan lain-lain

5. Infeksi : tuberkulosis milier, hepatitis dan sebagainya

6. Idiopatik merupakan penyebab yang paling sering

Pada kasus ini, anemia aplastik yang terjadi bersifat idiopatik dan terjadi setelah anak

berumur 7 tahun. Hal ini berdasarkan riwayat penyakit penderita dan riwayat penyakit keluarga.

Anak tidak pernah menderita sakit sebelumnya. Anak tinggal bersama orang tua yang

bergolongan ekonomi menengah ke atas. Lingkungan jauh dari daerah pertanian dan tidak

pernah terpapar insektisida atau bahan sejenisnya. Keluarga pasien juga tidak ada yang

menderita penyakit yang serupa, karena penyebab yang tidak jelas ini maka etiologinya

digolongkan idiopatik. Namun riwayat pemberian obat Kloramfenikol saat pasien masih kecil

masih dipertanyakan, walaupun Ibu pasien mengatakan bahwa pasien jarang sakit, namun

pemberian obat-obatan Kloramfenikol sering kali diberikan pada anak saat ini.

Manifestasi klinis pada prinsipnya berdasarkan pada gambaran sumsum tulang yang

berupa aplasia sistem eritropoetik, granulopoetik dan trombopoetik, serta aktifitas relatif sistem

limfopoetik dan RES. Gejala anemia dapat berupa pucat, sakit kepala, palpitasi dan mudah lelah.

Pada anemia yang sangat berat dapat terjadi dispneu, edema pretibial dan gejala lain yang

disebabkan kegagalan jantung. Trombositopenia mengakibatkan perdarahan pada mukosa dan

gusi atau timbulnya ptekie dan purpura pada kulit. Granulositopenia sangat memudahkan

timbulnya infeksi sekunder dan berulang, hal ini biasanya ditandai dengan demam yang kronik

atau tanda infeksi yang lain sesuai agen penyebabnya. Pada anemia aplastik tidak terjadi

pembesaran organ (hepatosplenomegali, limfadenopati).1,2,3,4

Pada pasien ini, manifestasi klinis yang berat dari anemia seperti dispneu, edema pretibial

akibat kegagalan jantung tidak didapatkan baik dari anamnesa maupun pemeriksaan fisik. Dari

riwayat tidak didapatkan adanya infeksi sekunder yang dapat memperberat kondisi pasien saat

ini.

Page 7: Kasus Anemia Aplastik

Diagnosis dibuat berdasarkan gejala klinis berupa pucat, munculnya ruam-ruam merah

dan tanpa organomegali. Gambaran darah tepi menunjukkan pansitopenia dan limfositosis relatif.

Diagnosis pasti ditentukan dari pemeriksaan sumsum tulang (bone marrow aspiration) yaitu

gambaran sel sangat kurang, banyak jaringan penyokong dan jaringan lemak; aplasia sistem

eritropoetik, granulopoetik dan trombopoetik. Diantara sel sumsum tulang yang sedikit ini

banyak ditemukan limfosit, sel RES (sel plasma, fibrosit, osteoklas, sel endotel).4

Manifestasi klinis yang muncul pada pasien ini berupa gejala anemia yaitu penderita

tampak pucat, konjungtiva anemis dan gejala trombositopenia ditandai dengan adanya biru-biru

lebam yang muncul pada tubuh terutama saat pasien sedang lelah. Pada pasien ini tidak

didapatkan adanya organomegali.

Diagnosis anemia aplastik dibuat berdasarkan adanya bisitopenia atau pansitopenia tanpa

adanya keganasan, infiltrasi, dan supresi pada sumsum tulang. Kriteria diagnosis pada anemia

aplastik menurut International Agranulocytosis and Aplastic Anemia Study Group (IAASG)

antara lain : (1) satu dari tiga (a) hemoglobin kurang dari 10 g/dl, atau hematokrit kurang dari

30%, (b) trombosit kurang dari 50x109/L (50.000/uL), (c) leukosit kurang dari 3,5x109/L atau

netrofil kurang dari 1,5x109/L (2) dengan retikulosit kurang dari 30x109/L (30.000/uL) atau

(<1%), dan (3) dengan gambaran sumsum tulang tampak hipoplasia dengan penggantian jaringan

lemak. 11,14

Pada kasus ini, diagnosis ditegakkan berdasarkan adanya gejala dan tanda anemia dan

trombositopenia tanpa adanya organomegali. Hal ini diperkuat dengan pemeriksaan penunjang

yang mendukung dimana semua sel darah mengalami penurunan jumlah (pansitopenia). Untuk

dapat memastikan diagnosa ini memang diperlukan pemeriksaan jumlah retikulosit dan

pemeriksaan bone marrow aspiration.

Diagnosis banding yaitu ITP dikarenakan adanya trombositopenia dan adanya biru-biru

lebam pada kulit yang sering muncul pada tubuh pasien. Namun diagnosa ini dapat disingkirkan

karena pemeriksaan darah rutin pada ITP hanya akan terjadi trombositopenia

Secara umum penatalaksanaan anemia aplastik adalah terapi primer dan terapi suportif.

Terapi primer dapat berupa transplantasi sumsum tulang terutama pada pasien yang berusia

muda. Transplantasi sumsum tulang ini memiliki angka kesembuhan yang tinggi yaitu sekitar

70% dengan efek jangka panjang yang baik yaitu 67%. Jika transplantasi tidak dapat dilakukan

karena adanya reaksi penolakan maka dapat diberikan terapi imunosupresif dengan antilimfosit

Page 8: Kasus Anemia Aplastik

globulin dan siklosporin dengan angka keberhasilan jangka panjang 36,6%. Terapi suportif

adalah pemberian transfusi sesuai dengan kebutuhan penderita6,7.

Terapi utama adalah hindari pemaparan lebih lanjut terhadap agen penyebab. Tetapi

sering sulit untuk mengetahui penyebab karena etiologinya yang tidak jelas atau idiopatik. 12

Terapi suportif diberikan sesuai gejala yang dapat dijelaskan sebagai berikut : 12

1. Pada Anemia

Pada anemia berikan tranfusi packed red cell jika hemoglobin kurang dari 7g/dl, berikan

sampai hb 9-10 g/dl. Pada pasien yang lebih muda mempunyai toleransi kadar

hemogoblin sampai 7-8g/dl; untuk pasien yang lebih tua kadar hemoglobin dijaga diatas

8g/dl.

2. Pada Neutropenia

Pada neutropenia jauhi buah-buahan segar dan sayur, fokus dalam menjaga perawatan

higienis mulut dan gigi, cuci tangan yang sering. Jika terjadi infeksi maka identifikasi

sumbernya, serta berikan antibiotik spektrum luas sebelum mendapatkan kultur untuk

mengetahui bakteri gram positif atau negatif. Tranfusi granulosit diberikan pada keadaan

sepsis berat kuman gram negatif, dengan neutropenia berat yang tidak memberikan

respon terhadap pemberian antibiotik

3. Pada Trombositopenia

Pada trombositopenia berikan tranfusi trombosit jika terdapat pendarahan aktif atau

trombosit kurang dari <20.000/mm3

Terapi jangka panjang terdiri dari : (1) terapi imunosupresif , dan (2) terapi transplantasi

sumsum tulang. Terapi transplantasi sumsum tulang lebih direkomendasikan sebagai terapi

pertama, dengan donor keluarga yang sesuai. Maka karena itu, terapi imunosupresif

direkomendasikan pada pasien : (a) lebih tua dari 40 tahun, walaupun rekomendasi berdasarkan

dokter dan faktor pasiennya, (b) tidak mampu mentoleransi transplantasi sumsum tulang karena

masalah penyakit atau usia tua, (c) tidak mempunyai donor yang sesuai, (d) akan diterapi

tranplantasi sumsum tulang, tetapi sedang menunggu untuk donor yang sesuai, dan (e) memilih

terapi imunosupresif setelah menimbang faktor resiko dan manfaat dari semua pilihan terapi.

Terapi imunosupresif adalah dengan pemberian anti lymphocyte globuline (ALG) atau anti

thymocyteglobulin (ATG), kortikosteroid, siklosporin yang bertujuan untuk menekan proses

Page 9: Kasus Anemia Aplastik

imunologik. ALG dapat bekerja meningkatkan pelepasan haemopoetic growth factor. Sekitar

40%-70% dari kasus memberi respon terhadap pemberian ALG. Terapi ATG dapat

menyebabkan reaksi alergi, dengan pasien mengalami demam, athralgia, dan skin rash sehingga

sering diberikan bersamaan dengan kortikosteroid. Siklosporin menghambat produksi

interleukin-2 oleh sel-T serta menghambat ploriferasi sel-T dari respon oleh interleukin-2. Pasien

yang diterapi dengan siklosporin membutuhkan perawatan khusus karena obat dapat

menyebabkan disfungsi ginjal dan hipertensi serta perlu diawasi hubungan interaksi dengan obat

lainnya. Terapi imunosupresif merupakan pilihan utama untuk pasien diatas 40 tahun. Pada 227

pasien dengan anemia aplastik berat yang diterapi imunosupresif selama 23 tahun (1978 sampai

1991), 78 pasien merespon penuh pengobatan, 23 pasien merespon kecil, 122 pasien tidak

merespon, dan 4 pasien tidak teruji. Dari 122 yang tidak merespon meninggal dalam waktu 3

bulan setelah dimulainya terapi. 11,12,13

Terapi transplantasi sumsum tulang merupakan terapi yang memberikan harapan

kesembuhan, tetapi biayanya sangat mahal, dan mempunyai efek samping yang mengancam

jiwa. Human Leukocyte Antigen (HLA) harus segera dicocokkan antara pasien dan donor ketika

terapi transplantasi tulang dipilih. Transplantasi sumsum tulang dapat dipertimbangkan menurut :

(a) donor yang terbaik biasanya berasal dari keluarga, (b) transplantasi sumsum tulang dengan

pencocokan HLA keluarga merupakan pilihan untuk pasien dengan umur dibawah 60 tahun (c)

jika tidak ada HLA yang cocok dari keluarga, pasien dengan umur di bawah 40 tahun dapat

melakukan transplantasi sumsum tulang dengan donor bukan keluarga. Jika pasien berumur lebih

dari 40 tahun maka diberikan terapi imunosupresif, (d) adanya resiko graft rejection atau graft

failure (ketika sumsum tulang yang ditransplantasi tidak tumbuh dan membuat sel darah untuk

tubuh). Menerima banyak tranfusi meningkatkan resiko graft rejection karena kekebalan tubuh

pasien membuat antibodi untuk melawan sel sumsum tulang yang ditransplantasi. Dokter harus

meminimalisasi pemberian tranfusi darah, (e) Diberikan siklosporin A1 atau dosis tinggi

cyclophosphamide4 untuk mengatasi adanya GvHD (Graft versus Host Disease). Pemberian

obat-obatan tersebut meningkatkan resiko timbulnya infeksi, (f) Memberikan kesembuhan 70%

90% dari kasus, dan (g) Anak-anak mempunyai angka kesembuhan yang lebih tinggi

dibandingkan orang dewasa. 11,12,13

Imunosupresan glukokortikoid yaitu prednisolon dan prednison. Terhadap respon imun

humoral, efek glukokortikoid belum dapat disimpulkan secara tuntas yang jelas terlihat ialah

Page 10: Kasus Anemia Aplastik

pengurangan jumlah immunoglobulin. Terhadap respon imun selular, glukortikoid menghambat

efek MIF (faktor penghambat makrofag) sehingga makrofag dibebaskan dari jeratan disekitar

tempat pembebasan MIF dan jaringan setempat terhindar dari kerusakan akibat penghancuran

oleh makrofag. Dalam hal ini, efek glukokortikoid sebenarnya terjadi berdasarkan mekanisme

antiinflamasi.10

Bila ada gangguan hepar digunakan prednisolon karena prednisone dimetabolisme di

hepar menjadi prednisolon. Pada penderita dengan hipertensi, gangguan cor, atau keadaan lain

yang retensi garam merupakan masalah, maka dipilih kortikosteroid yang efek

mineralokortikoidnya sedikit atau tidak ada, terlebih-lebih bila diperlukan dosis kortikosteroid

yang tinggi. 11

Pada kasus ini penanganan yang diberikan cairan infus D5 ½NS 15 tetes/menit,

pemberian terapi suportif berupa transfusi darah karena pada pemeriksaan awal didapatkan kadar

Hb pasien 3,6 g/dL, dengan kadar Hb yang rendah seperti itulah yang menyebabkan pasien

menjadi lemas dan terlihat pucat, seperti keluhan utama pasien saat masuk RS. Dan diberikan

injeksi antibiotik taxegram 2x500mg untuk mencegah pasien dari infeksi. Penatalaksanaan lebih

lanjut yang diperlukan adalah pemeriksaan bone marrow aspiration untuk dapat mengetahui

pasti permasalahan pasien dan dapat diberikan terapi yang tepat sasaran. Bila diagnosa pasti telah

ditegakkan maka penatalaksanaan terbaik adalah dilakukan transplantasi sumsum tulang karena

umur penderita masih muda dengan efek jangka panjang yang baik. Pilihan terapi yang lain yaitu

terapi imunosupresif. Program terapi ini hanya dapat kita lakukan apabila didapatkan kepastian

diagnosa dari bone marrow aspiration.

Prognosis bergantung pada gambaran sumsum tulang (hiposeluler atau seluler) sehingga

parameter yang paling baik dalam menentukan prognosis adalah hasil pemeriksaan bone marrow

aspiration. Selain itu, jika kadar Hb F lebih dari 200 mg%, jumlah granulosit lebih dari

2.000/mm3 dan infeksi sekunder dapat dikendalikan maka prognosis akan lebih baik.4

Penyebab kematian terbanyak pada anemia aplastik adalah infeksi sekunder seperti

bronkopneumonia atau sepsis atau terjadi perdarahan otak dan abdomen. Penyebab kematian

pada anak ini diduga adalah terjadinya perdarahan spontan pada otak dan abdomen. Penyebab

terjadinya perdarahan spontan pada anak adalah adanya trombositopenia. Selain itu produksi

semua komponen darah yang tertekan mempercepat terjadinya proses kegagalan kompensasi

tubuh dalam perfusi organ-organ vital sehingga kematian terjadi.4

Page 11: Kasus Anemia Aplastik

BAB IV

KESIMPULAN

Demikian telah dilaporkan suatu laporan kasus yang mengarah pada diagnose anemia

aplastik pada seorang anak perempuan berumur 7 tahun yang dirawat di bangsal anak RSUD

dr.H.Bob Bazar, SKM. Diagnosa ditegakkan berdasarkan adanya gejala anemia, granulositopenia

serta pansitopenia pada pemeriksaan darah rutin. Diagnosa pasti ditegakkan dengan BMA.

Etiologi diduga adalah idiopatik. Selama dirawat diberikan terapi suportif berupa transfusi darah

dan pemberian antibiotik untuk mencegah infeksi. Selama dirawat tiga hari di RSUD dr.H.Bob

Bazar,SKM dan mendapatkan terapi suportif berupa pemberian antibiotik injeksi dan transfusi

tiga kantong whole blood keadaan anak membaik dan dapat dipulangkan.

Page 12: Kasus Anemia Aplastik

DAFTAR PUSTAKA

1. Anonim. Aplastic Anemia (Severe). Dalam : Medical Center, 2004. Dari URL: http://www.medical center.com/

2. Anonim. Blood Disease Aplastic Anemia. Dalam : Universitas of Maryland, 2004. Dari URL: http://www.UMMC.com/

3. Bakhsi S. Aplastic Anemia. Dalam : Emedicine Article, 2004. Dari URL: http://www.emedicine.com/

4. Salonder, H. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II Edisi Ketiga, 2001; Jakarta.

5. Small BM. Bone Marrow Failure. Dalam : SMBS Education Fact Sheet, 2004. Dari URL: http://www.smbs.buffallo.edu/

6. American Cancer Society. Aplastic Anemia. Dalam : ACS Information and Guide, 2005. Dari URL: http://www.cancer.org/

7. Young NS. Acquired Aplastic Anemia. Dalam : Annals of Internal Medicine, 2002. Vol 136 No 7 Dari URL: http://www.annals.org/

8. Lee D. Bone Marrow Failure. Dari URL: http://www.medsqueensu.ca/

9. Tirza D dan Handoko T Imunosupresan. Dalam : Farmakologi dan Terapi Edisi 4. Editor : Sulistia G. Ganiswara. 1995: FKUI, Jakarta hal709-710.

10. Djuanda A Pengobatan dengan Kortikosteroid Sistemik dalam Bidang Dermato-venerologi. Dalam : Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin Edisi 3. Editor : Adhi Djuanda. 2001: FKUI, Jakarta hal 316

11. Bakta IM : Hematologi Klinik Ringkas. Penerbit Buku Kedokteran EGC Jakarta. 2003; P, 98-109.

12. Nabiel A, Solveig GE : Aplastic Anemia: Review of Etiology and Treatment. Hospital physician. 1999; 1:46-52.

13. Blood Journal : Incidence of Aplastic Anemia: The Relevance of Diagnostic Criteria. By the international agranulocytosis and aplastic anemia study. Blood Journal. 1987; 70:1718-21.

14. Lemaistre CF, Paul S, Anthony S: Aplastic Anemia (severe). National Marrow Donor Program 2010. Available from http://www.marrow.org/PATIENT/U ndrstnd_Disease_Treat/Lrn_about_Disease/Aplastic_Anemia/index.html.