karya ilmiah_agen pembaharu

19
MODEL KONSEPTUAL PENGARUH FAKTOR RELASIONAL BAGI AGEN PEMBAHARU DALAM PROSES ADOPSI INOVASI ORGANISASIONAL Karya Ilmiah Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Kelululusan Studi S2 Jurusan Ilmu Manajemen OLEH SANAJI NIM: 090013872-M PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS AIRLANGGA SURABAYA

Upload: sanaji

Post on 19-Jun-2015

257 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

Inovasi atau ide baru menjadi pemicu terjadinya perubahan sosial dalam masyarakat.

TRANSCRIPT

Page 1: Karya Ilmiah_agen Pembaharu

MODEL KONSEPTUAL PENGARUH FAKTOR RELASIONAL BAGI AGEN PEMBAHARU DALAM PROSES ADOPSI

INOVASI ORGANISASIONAL

Karya IlmiahDiajukan Untuk Memenuhi Persyaratan

Kelululusan Studi S2Jurusan Ilmu Manajemen

OLEH

SANAJI

NIM: 090013872-M

PROGRAM PASCASARJANAUNIVERSITAS AIRLANGGA

SURABAYA2003

Page 2: Karya Ilmiah_agen Pembaharu

BAB IPENDAHULUAN

1.1. Latar BelakangLahirnya inovasi dalam sistem sosial merupakan indikator penting

dari peradaban manusia. Setiap saat manusia berkreasi menciptakan cara baru untuk meningkatkan kualitas hidup

1.2. Lingkup Penulisan 1.3. Organisasi Penulisan

BAB IIDIFUSI INOVASI DAN PEMASARAN RELASIONAL

2.1.

Proses difusi inovasi

Rogers (1995) mendefinisikan inovasi sebagai gagasan, tindakan atau

barang yang dipersepsikan baru oleh seseorang. Kebaruan inovasi itu diukur

secara subyektif, menurut persepsi individu yang akan menggunakan. Jika suatu

ide dianggap baru oleh seseorang, maka ide tersebut merupakan inovasi bagi

orang tersebut. Suatu inovasi mungkin telah lama diketahui seseorang, akan tetapi

orang tersebut belum mengembangkan sikap suka atau tidak suka (favorable or

unfavorable), apakah menolak atau menerimanya.

Pada konteks sistem sosial kemasyarakatan, difusi (penyebaran) inovasi

merupakan pendorong terjadinya perubahan sosial (Rogers, 1995), yaitu ketika

penerimaan atau penolakan inovasi menghasilkan konsekuensi. Per definisi, difusi

adalah proses penyebaran inovasi melalui saluran komunikasi tertentu dalam

jangka waktu tertentu kepada anggota sistem sosial. Ada empat dimensi pokok

dalam difusi, yaitu penyebaran (1) inovasi yang (2) dikomunikasikan melalui

saluran tertentu (3) dalam jangka waktu tertentu (4) kepada anggota suatu sistem

2

Page 3: Karya Ilmiah_agen Pembaharu

sosial. Ketika suatu inovasi digunakan seseorang atau unit pengambil keputusan,

maka unit tersebut telah mengadopsi inovasi. Rogers (1995) menyusun model

proses keputusan adopsi inovasi dalam tiga komponen, yaitu anteseden, proses,

dan konsekuensi, seperti tampak pada Gambar berikut.

Antecedent Process Consequence

Communication Channels

Prior Conditions1. Previous

Practice2. Felt needs/

problems 3. Innovativenes

s4. Norms of the

social systems

Know-ledge

Persuasion Decision Implemen-tation

Confirmation

1. Adoption Continued adoption

Characteristics ofthe Decision-Making Unit1. Socioeconomi

c Characteristics2. Personality

variables3. Communicati

on behaviour

PerceivedCharacteristics of theInnovation1. Relative advantage2. Compatibility3. Complexity4. Trialability5. Observability

2. Rejection

Later adoption

Discontinuance

Continued rejection

Gambar 1.A Model of Stages in the Innovation-Decision Process

Sumber: Everett M. Rogers, 1995, Diffusion of Innovations, 4th Edition, New York: The Free Press, p. 561.

Pengambilan keputusan adopsi inovasi, merupakan suatu proses, menurut

Rogers (1995) melalui lima tahap yaitu: pengetahuan (knowledge), pembentukan

sikap (persuasion), keputusan (decision), penggunaan (implementation), dan

konfirmasi (confirmation). Tahap pengetahuan yaitu ketika seseorang mengetahui

adanya inovasi. Ada tiga tipe pengetahuan, yaitu pengetahuan kesadaran (tahu ada

inovasi), pengetahuan teknis (bagaimana inovasi digunakan) dan pengetahuan

prinsip (prinsip dasar berfungsinya inovasi). Rogers menekankan terbentuknya

3

Page 4: Karya Ilmiah_agen Pembaharu

awareness terhadap inovasi, sebagai tahap awal adopsi, karena pengetahuan teknis

dan prinsip relatif membutuhkan waktu lama untuk dikuasai dan sulit ditransfer.

Tahap persuasi adalah tahap pembentukan sikap (attitude) terhadap

inovasi. Pada tahap ini adopter melakukan penilaian terhadap karakteristik

inovasi. Rogers mengikhtisarkan lima karakteristik inovasi menurut persepsi

adopter yang mempengaruhi kecepatan adopsi, yaitu: keuntungan relatif,

kompatibilitas, kompleksitas, dapat dicoba (trialability), dan teramatinya hasil

dengan segera (observability). (1) Keuntungan relatif inovasi, yaitu tingkat di

mana inovasi lebih unggul (superior) dibanding teknologi yang sudah ada.

Semakin besar keuntungan relatif inovasi, maka penerimaan akan semakin tinggi.

(2) Kompatibilitas inovasi, yaitu tingkat di mana inovasi sesuai dengan nilai dan

pengalaman individu-individu di masyarakat atau sesuai kebutuhan calon adopter.

(3) Kompleksitas inovasi, yaitu tingkat di mana inovasi relatif sulit dipahami atau

digunakan. Semakin kompleks inovasi, semakin lama inovasi diterima atau

lambat menyebar ke masyarakat. (4) Trialability inovasi (dapat tidaknya inovasi

dicoba), tingkat di mana dalam batasan tertentu inovasi dapat dicoba atau

diimplementasikan. Semakin tinggi triability, semakin cepat inovasi diterima. (5)

Observability inovasi, yaitu seberapa hasil atau manfaat inovasi dapat diamati atau

dirasakan segera. Observability berpengaruh positif terhadap tingkat adopsi.

Tahap ketiga proses adopsi adalah keputusan, yaitu tahap memutuskan

menerima atau menolak inovasi. Tahap keempat adalah implementasi, yaitu ketika

inovasi mulai digunakan. Implementasi merupakan tahap yang paling kritis dalam

proses adopsi inovasi, karena baru pada tahap inilah adopter benar-benar dapat

4

Page 5: Karya Ilmiah_agen Pembaharu

mengevaluasi secara nyata. Banyak orang yang memutuskan untuk mengadopsi

inovasi, akan tetapi mengalami kesulitan dalam implementasi.

Tahap terakhir adopsi adalah konfirmasi, yaitu ketika adopter melakukan

evaluasi terhadap keputusan adopsi inovasi yang telah diambil. Pada tahap ini

seseorang mencari penguat bagi keputusannya, dengan cara mencari informasi

lebih rinci atas keputusan adopsinya. Ada 4 kemungkinan perilaku adopter ketika

melakukan konfirmasi. Adopter dapat mengubah keputusannya jika ia

memperoleh informasi yang bertentangan. Jika hasil evaluasi inovasi sesuai

dengan harapan awal, adopter akan meneruskan menggunakannya, atau jika tidak

sesuai, adopter mungkin menghentikan.

B. Peran agen pembaharu (change agent) dalam difusi inovasi

Perubahan sosial, bukanlah suatu fenomena yang terjadi secara kebetulan,

melainkan sesuatu yang direncanakan atau diprakarsai oleh agen pembaharu.

Agen pembaharu adalah pekerja profesional yang berusaha mempengaruhi atau

mengarahkan keputusan adopsi inovasi selaras dengan yang diharapkan lembaga

pembaharu (change agency) tempat dia bekerja atau yang menjadi anak buahnya

Rogers (1995). Siapapun yang menawarkan produk atau gagasan baru ke sistem

sosial adalah agen pembaru. Secara formal, agen pembaharu memiliki bentuk

kelembagaan yang beragam.

Agen pembaharu memegang posisi vital dalam saluran komunikasi difusi

inovasi. Rogers (1995) menyebutkan tujuh peran penting agen pembaharu.

Pertama agen pembaharu berperan membangkitkan kebutuhan untuk berubah

5

Page 6: Karya Ilmiah_agen Pembaharu

pada diri klien. Agen pembaharu menjalankan fungsi sebagai katalisator

(pembuka kran) dan mempengaruhi klien tentang pentingnya digunakannya

inovasi menuju perubahan yang lebih baik.

Kedua, mengadakan hubungan (relationship) untuk perubahan. Setelah

tumbuh kesadaran untuk berubah, agen pembaharu harus dapat menjalin

keakraban dengan klien. Keakraban dapat diperkuat melalui penciptaan kesan

yang dapat dipercaya, kejujuran, dan empati terhadap masalah klien. Sebelum

dapat diterima secara sosial oleh klien, agen pembaharu harus dapat diterima

secara fisik. Terbangunnya hubungan ini penting, karena menjadi landasan dalam

berinteraksi berikutnya.

Ketiga, mendiagnosis masalah, yaitu memahami problematik klien,

mengapa cara yang ada perlu dilakukan perubahan. Untuk dapat menyimpulkan,

agen pembaharu dituntut terjun langsung ke lapangan dan memahami perilaku

klien sebelumnya dan perubahan yang ditawarkan menurut pandangan klien

sendiri, untuk selanjutnya dicari cara yang terbaik untuk mengatasi. Hal ini hanya

berhasil, jika agen pembaharu memiliki empati yang tinggi terhadap klien.

6

Page 7: Karya Ilmiah_agen Pembaharu

Keempat, memotivasi klien untuk berubah. Agen pembaharu harus dapat

memotivasi klien untuk menerima atau setidak-tidaknya menaruh minat

menggunakan inovasi. Namun, dalam menjalankan peran ini, agen pembaharu

harus tetap berorientasi kepada kebutuhan klien. Ini merupakan tugas ambigo dan

sering menimbulkan konflik peran, karena posisinya sebagai jembatan dua sistem

sosial yang sering memiliki kepentingan berbeda.

Kelima, merencanakan tindakan perubahan. Setelah timbul minat untuk

mengadopsi, agen pembaharu dituntut dapat mengarahkan perilaku klien untuk

menjalankan rekomendasinya sesuai dengan kebutuhan klien. Ini berarti klien

diharapkan bukan hanya sekedar menyetujui atau berminat terhadap inovasi,

melainkan juga merencanakan program-program untuk menggunakan inovasi.

Keenam, agen pembaharu dituntut memelihara program pembaharuan dan

mencegah kemungkinan berhenti. Peran ini dapat dilakukan secara efektif dengan

menyampaikan pesan-pesan yang menunjang, sehingga klien merasa aman dan

terus berminat mengadopsi inovasi. Tindakan ini penting terutama, ketika klien

masih dalam tahap percobaan sampai konfirmasi, sebelum klien memutuskan

untuk menjadi pemakai tetap inovasi.

7

Page 8: Karya Ilmiah_agen Pembaharu

Peran terakhir adalah mencapai pemutusan hubungan (terminal

relationship). Tujuan akhir agen pembaharu adalah berkembangnya perilaku

“memperbaharui diri sendiri” pada diri klien (Rogers, 1995). Ini berarti, agen

pembaharu dituntut dapat mengembangkan kliennya sebagai agen pembaharu

paling tidak bagi dirinya sendiri. Kondisi demikian terjadi, jika klien mampu

mengimplementasikan inovasi dan semakin percaya terhadap kemampuan diri

sendiri. Jika kondisi demikian tercapai, maka agen pembaharu untuk sementara

waktu dapat menghentikan hubungan, namun bukan berarti hubungan berhenti

secara total, akan tetapi agen pembaharu perlu memonitor penggunaan inovasi,

setelah berjalan beberapa waktu.

Memperhatikan peran agen pembaharu dalam difusi inovasi, tampak jelas

bahwa dia dituntut dapat menjalin hubungan yang akrab dengan kliennya.

Kemampuan menjalin hubungan dengan klien ini menjadi prasyarat keberhasilan

agen pembaharu, sebelum agen pembaharu melakukan pemutusan hubungan.

Beberapa faktor yang menunjang keberhasilan agen pembaharu adalah:

1. Gencarnya promosi/komunikasi,

2. Lebih berorientasi pada klien,

3. Kompatibilitas program difusi dengan kebutuhan klien,

4. Empati,

5. Persamaan karakteristik sosial ekonomi dengan klien (homophily),

6. Kredibilitas di mata klien, dan

7. Kemampuan kerja sama dengan tokoh masyarakat (Rogers, 1995).

8

Page 9: Karya Ilmiah_agen Pembaharu

Promosi bentuk komunikasi yang dapat dilakukan melalui media massa

(iklan) atau kunjungan langsung. Gencarnya promosi agen pembaharu, diperlukan

terutama pada tahap awal pengenalan inovasi. Ini juga mengharuskan agen

pembaharu untuk lebih banyak berada di lapangan untuk bertemu langsung

dengan klien dan tokoh masyarakat. Kualitas dan kuantitas komunikasi agen

pembaharu, akan mempercepat tersebarnya informasi inovasi ke sistem sosial.

C. Peran Agen Pembaharu pada Konteks Pemasaran Relasional

Dalam literatur difusi inovasi, peran agen pembaharu dimulai dari upaya

membangkitkan minat klien untuk berubah dengan cara menerima inovasi dan

berakhir ketika klien dinilai sudah mampu mengimplementasikan inovasi dengan

baik. Atau dengan kata lain, ketika klien sudah menjadi pemakai tetap (continued)

inovasi. Proses tersebut mencerminkan satu siklus saja. Literatur difusi inovasi,

tidak mengkaji lebih lanjut bagaimana interaksi antara agen pembaharu dengan

klien untuk periode selanjutnya. Namun demikian, dari literatur difusi inovasi

diketahui dengan jelas bahwa interaksi agen pembaharu dengan klien ketika

menjalankan perannya, mencerminkan pertukaran relasional. Beberapa faktor

yang diidentifikasi menunjang keberhasialan agen pembaharu, seperti promosi

(komunikasi), orientasi klien, empati, dan kredibilitas, merupakan konstruk-

konstruk yang lebih lanjut digunakan dalam domain pemasaran relasional.

Apa yang membedakan antara peran agen pembaharu dalam difusi inovasi

dengan pemasar pada konteks pemasaran relasional adalah dimensi jangka waktu

hubungan. Pada difusi inovasi, peran agen pembaharu berakhir ketika klien sudah

9

Page 10: Karya Ilmiah_agen Pembaharu

menjadi pemakai tetap (telah mengadopsi), sedangkan pada konteks pemasaran

relasional, peran tersebut terus berlanjut melalui penguatan dan pemeliharaan

hubungan jangka panjang yang menguntungkan semua stakeholder. Ada dua

tahap bagi agen pembaharu sebagai pemasaran inovasi. Pertama mempengaruhi

klien target untuk mengadopsi inovasi. Ini merupakan peran agen pembaharu

seperti dijelaskan dalam literatur difusi inovasi. Kedua, mempertahankan klien

untuk tetap menggunakan layanan inovasi yang ditawarkan. Ini merupakan tugas

lebih lanjut bagi pemasar pada konteks pemasaran relasional. Semua aktivitas

tersebut, sesungguhnya sesuai dengan konsep pemasaran relasional, yaitu

membentuk, mengembangkan, dan memelihara pertukaran relasional (Morgan dan

Hunt, 1994) untuk memperoleh nilai (value) yang saling menguntungkan (Sheth

dan Parvatiyar, 1995). Adanya transfer nilai antara kedua belah pihak merupakan

esensi dari suatu pertukaran (Arnett, et al, 2003), dan hal ini hanya terjadi jika

klien bersedia mengadopsi inovasi yang dibawa agen pembaharu.

Morgan dan Hunt (1994) mengajukan the commitment and trust theory

dalam menjelaskan keberhasilan pemasaran relasional. Menurut Morgan dan Hunt

(1994), dalam melaksanakan pemasaran relasional terdapat dua faktor yang

menjadi kunci keberhasilan, yaitu adanya komitmen dan kepercayaan (trust)

semua pihak yang terlibat. Oleh karena itu, keberhasilan pemasaran relasional

sangat ditentukan oleh terciptanya kondisi dimana pihak-pihak yang terlibat

(penyedia jasa dan pelanggan), memiliki komitmen dan kepercayaan yang kuat

untuk terlibat dalam hubungan. Morgan dan Hunt (1994) menyebut komitmen dan

10

Page 11: Karya Ilmiah_agen Pembaharu

kepercayaan sebagai variabel perantara kunci dalam pemasaran relasional (key

mediating variable) atau KMV model.

Menurut model Morgan dan Hunt (1994), terdapat tiga lima variabel yang

menjadi anteseden (mempengaruhi) komitmen dan kepercayaan dan lima variabel

konsekuensi (outcome) komitmen dan kepercayaan. Kelima anteseden meliputi

relationship termination cost (biaya penghentian hubungan), relationship benefits

(manfaat hubungan), shared value (kesamaan nilai), communications

(komunikasi) dan opportunistic behavior (kesempatan memilih penyedia yang

lain). Lima variabel konsekuensi komitmen dan kepercayaan meliputi

acquiescence (persetujuan melakukan hubungan), cooperation (kerjasama),

propensity to leave (kecenderungan menghentikan hubungan), functional conflict

(konflik yang menguntungkan), dan uncertainty (ketidakpastian). Gambar 1

berikut mengilustrasikan KMV model menurut Morgan dan Hunt (1994).

Relationship termination cost+ Acquiescence

+

Relationship benefits + Relationship - Propensity to leave

+ commitment +

Shared value + Cooperation

+ +

Communications + Relationship + Functional conflict

- Trust -

Opportunistic behavior Uncertainty

Sumber: Morgan dan Hunt (1994:22).

11

Page 12: Karya Ilmiah_agen Pembaharu

Dari Gambar 2 tampak bahwa komitmen dan kepercayaan merupakan

kunci dari relationship marketing. Terdapat lima variabel yang mempengaruhi

(precursor) komitmen dan kepercayaan dan lima variabel yang dipengaruhi

(outcome) konsekuensi terbentuknya komitmen dan kepercayaan. Gambar 2 dapat

dijelaskan sebagai berikut:

1. Relationship termination cost (biaya penghentian hubungan), relationship

benefits (manfaat hubungan), dan shared value (pembagian nilai) akan

memperkuat pembentukan komitmen.

2. Shared value (pembagian nilai) dan communications (komunikasi)

memperkuat kepercayaan, sedangkan opportunistic behavior (kesempatan

memilih lain) mengurangi kepercayaan.

3. Kepercayaan memperkuat terciptanya komitmen.

4. Komitmen memperkuat acquiescence (persetujuan melakukan hubungan) dan

cooperation (kerjasama), dan memperkecil propensity to leave

(kecenderungan menghentikan hubungan).

5. Kepercayaan memperkuat cooperation (kerjasama) dan functional conflict

(konflik yang menguntungkan), dan mengurangi uncertainty (situasi

ketidakpastian dalam menjalin hubungan).

Model di atas masih perlu diuji lebih lanjut, namum memberikan perspektif

relevan dalam pemasaran organisasi non bisnis.

12