karya ilmiah 2 pembangunan berkelanjutan

4
Tugas Pengantar Karya Ilmiah dan Desain. Budi Setyo Widodo, 13334. 1. Penulis : Mahasiswa Fakultas Teknik Arsitektur. 2. Audiens : Masyarakat umum dalam sebuah majalah atau surat kabar daerah. 3. Pesan : Informasi dan deskripsi tentang Pembangunan Berkelanjutan. 4. Pengembangan paragraf: Masalah – Bahasan – Pemecahan. PENGANTAR 1. Konteks: Modernisme dan Teknologi. (deduktif- deskriptif) Modernisme dan teknologi berperan penting dalam perkembangan peradaban manusia. Modernisme dan teknologi memampukan pencapaian hasil yang optimal dalam waktu singkat, tanpa jarak dan bersifat global, terutama dalam dua dekade terakhir ini. Namun, bagai pedang bermata dua, produk rasionalitas manusia tersebut juga memberi dampak yang mengerikan pula sebagai sisi gelapnya . Pemanfaatan sumber daya, baik alam maupun manusia, jatuh pada ekstrim eksploitasi demi keuntungan kuantitas semata dengan alasan pertumbuhan ekonomi. Polarisasi ekstrim tersebut akhirnya menjebak peradaban manusia di dalam ketimpangan kualitas peradaban. 2. Wacana pemindahan ibukota (deduktif- deskriptif). Beberapa waktu yang lalu, sempat muncul wacana pemindahan ibukota Indonesia dari Jakarta ke tempat lain . Situasi Jakarta dipandang sudah tidak kondusif lagi menunjang posisinya sebagai ibukota negara, pusat segala aktivitas di negara ini. Mulai dari bencana banjir yang sudah menjadi rutinitas tahunan, kemacetan lalu lintas dengan segala pernak-pernik kebijakan pemda yang tumpang tindih, kekhawatiran akan amblasnya daratan Jakarta akibat tingkat kepadatan bangunan dan penduduk yang menggelembung terus tiap tahunnya, tingkat polusi yang semakin parah, kualitas ruang dan tata kota yang acak-adut, hingga tingkat kriminalitas yang meradang tak henti. Situasi tersebut amat menghambat denyut kegiatan-kegiatan penting ibukota. Jika dianalogikan sebagai penyakit, Jakarta sudah mengalami stroke (tekanan darah tinggi) yang parah.

Upload: budi-setyo-widodo

Post on 29-Jun-2015

438 views

Category:

Documents


12 download

TRANSCRIPT

Page 1: Karya Ilmiah 2 Pembangunan Berkelanjutan

Tugas Pengantar Karya Ilmiah dan Desain.Budi Setyo Widodo, 13334.

1. Penulis : Mahasiswa Fakultas Teknik Arsitektur.2. Audiens : Masyarakat umum dalam sebuah majalah atau surat kabar daerah.3. Pesan : Informasi dan deskripsi tentang Pembangunan Berkelanjutan.4. Pengembangan paragraf: Masalah – Bahasan – Pemecahan.

PE

NG

AN

TA

R

1. Konteks: Modernisme dan Teknologi. (deduktif-deskriptif)

Modernisme dan teknologi berperan penting dalam perkembangan peradaban manusia. Modernisme dan teknologi memampukan pencapaian hasil yang optimal dalam waktu singkat, tanpa jarak dan bersifat global, terutama dalam dua dekade terakhir ini. Namun, bagai pedang bermata dua, produk rasionalitas manusia tersebut juga memberi dampak yang mengerikan pula sebagai sisi gelapnya. Pemanfaatan sumber daya, baik alam maupun manusia, jatuh pada ekstrim eksploitasi demi keuntungan kuantitas semata dengan alasan pertumbuhan ekonomi. Polarisasi ekstrim tersebut akhirnya menjebak peradaban manusia di dalam ketimpangan kualitas peradaban.

2. Wacana pemindahan ibukota (deduktif-deskriptif).

Beberapa waktu yang lalu, sempat muncul wacana pemindahan ibukota Indonesia dari Jakarta ke tempat lain. Situasi Jakarta dipandang sudah tidak kondusif lagi menunjang posisinya sebagai ibukota negara, pusat segala aktivitas di negara ini. Mulai dari bencana banjir yang sudah menjadi rutinitas tahunan, kemacetan lalu lintas dengan segala pernak-pernik kebijakan pemda yang tumpang tindih, kekhawatiran akan amblasnya daratan Jakarta akibat tingkat kepadatan bangunan dan penduduk yang menggelembung terus tiap tahunnya, tingkat polusi yang semakin parah, kualitas ruang dan tata kota yang acak-adut, hingga tingkat kriminalitas yang meradang tak henti. Situasi tersebut amat menghambat denyut kegiatan-kegiatan penting ibukota. Jika dianalogikan sebagai penyakit, Jakarta sudah mengalami stroke (tekanan darah tinggi) yang parah.

PE

NG

EM

BA

NG

3. Definisi Pembangunan Berkelanjutan. (induktif-deskriptif).

Cuilan fakta tersebut hanya salah satu riak yang muncul akibat orientasi pembangunan melulu mengarah pada pertumbuhan ekonomi semata. Bukan hanya di Indonesia sebagai negara berkembang yang notabene bergulat pada persoalan ekonomi, negara-negara maju di belahan dunia lain pun mengalami disorientasi yang serupa. Oleh karena itu, sebagai keprihatinan bersama, digagaslah ide tentang pembangunan yang berkelanjutan (sustainable development) oleh United Nations Environment Programme (UNEP), International Union for Conservation of Nature and Natural Resources (IUCN), dan World Wide Fund for Nature (WWF) pada tahun 1980 dalam World Conservation Strategy (Strategi Konservasi Dunia). Pembangunan berkelanjutan merupakan proses pembangunan (lahan, kota, bisnis dan masyarakat) yang berprinsip “memenuhi kebutuhan sekarang tanpa mengorbankan pemenuhan kebutuhan generasi masa depan” (Brundtland Report, PBB, 1987). Salah satu faktor yang harus dihadapi guna mewujudkan pembanguna berkelanjutan adalah bagaimana memperbaiki kehancuran lingkungan tanpa mengorbankan kebutuhan pembangunan ekonomi dan keadilan sosial.

4. Tiga Elemen Pembangunan Berkelanjutan. (deduktif-deskriptif)

Gagasan pembangunan berkelanjutan diharapkan dapat menjadi kontra budaya atas tipe pembangunan konvensional yang hanya berorientasi pada keuntungan ekonomi semata. Pembangunan berkelanjutan menawarkan pola pembangunan yang seimbang, yakni memuat segitiga pokok elemen pembangunan. Yang pertama adalah pembangunan ekonomi, dibarengi dengan yang kedua pembangunan lingkungan hidup dan juga ketiga pembangunan sosial. Pembangunan yang seimbang (berkelanjutan) memiliki visi pertumbuhan ekonomi berbudaya dan ramah lingkungan.

Page 2: Karya Ilmiah 2 Pembangunan Berkelanjutan

5. Arsitektur Berkelanjutan (deduktif-deskriptif)

Seiring dengan gagasan pembangunan berkelanjutan, dunia arsitektur, sebagai elemen penting sarana-prasarana pembangunan, berkomitmen dalam arsitektur berkelanjutan ( sustainable architecture ). Arsitektur juga harus berjalan dengan seimbang, yakni merangkul pertumbuhan ekonomi, tanpa mengabaikan lingkungan hidup dan konteks tatanan sosial budaya. Sehingga, ketimpangan pola pembangunan (arsitektur) konvensional dan jangka pendek yang meracau Jakarta bisa diperbaiki bahkan dihindari.Prof. Otto Soemarwoto dalam Sutisna (2006), mengajukan enam tolok ukur arsitektur berkelanjutan secara sederhana, yakni:

a) Pro Ekonomi Kesejahteraan, maksudnya adalah pertumbuhan ekonomi ditujukan untuk kesejahteraan semua anggota masyarakat, dapat dicapai melalui teknologi inovatif yang berdampak minimum terhadap lingkungan.

b) Pro Lingkungan Berkelanjutan, maksudnya etika lingkungan non antroposentris yang menjadi pedoman hidup masyarakat, sehingga mereka selalu mengupayakan kelestarian dan keseimbangan lingkungan, konservasi sumberdaya alam vital, dan mengutamakan peningkatan kualitas hidup non material.

c) Pro Keadilan Sosial, maksudnya adalah keadilan dan kesetaraan akses terhadap sumberdaya alam dan pelayanan publik, menghargai diversitas budaya dan kesetaraan jender.

6. Penerapan Arsitektur Berkelanjutan (deduktif-deskriptif).

Dalam penerapannya, secara singkat, ada empat macam hal yang perlu menjadi perhatian dalam arsitektur berkelanjutan. Yang pertama, Efisiensi penggunaan energi, yakni olah kreativitas arsitektur yang berdaya upaya meminimalisir penggunaan energi listrik, bahan bakar minyak, dan air. Yang kedua, Efisiensi penggunaan lahan, yakni pertimbangan koefisien dasar bangunan tanpa mengabaikan ekosistem yang sudah ada. Yang ketiga, Efisiensi penggunaan material, yakni optimalisasi teknologi dalam rangka daur ulang material tak terpakai maupun penemuan material bangunan yang cepat terbarukan. Dan, yang keempat, Manajemen limbah, yakni pengolahan limbah yang serius dengan memperhatikan proses dau ulang dan sistem dekomposit.

PE

RA

LIH

AN

7. Kendala Pelaksanaan Arsitektur Berkelanjutan (deduktif-deskriptif).

Secara normatif, hal ini sudah terakomodasi dalam peraturan perundangan di Indonesia. Misalnya, ketentuan tentang fungsi bangunan gedung, persyaratan tata bangunan yang berkaitan dengan aspek lingkungan dan estetika pada berbagai skala dan cakupan baik ruangan, bangunan, lingkungan, maupun persyaratan keandalan bangunan gedung yang meliputi keselamatan, kesehatan, kenyamaman dan kemudahan. Namun masih banyak masalah dan kendala dalam implementasinya dan menimbulkan berbagai konflik kepentingan.

8. Konflik Kepentingan sebagai kendala utama (deduktif-deskriptif).

Konflik yang paling sering terjadi di Indonesia adalah konflik antar pelaku pembangunan yang terdiri dari pemerintah ( public sector ), pengusaha atau pengembang ( private sector ), profesional ( expert ), ilmuwan (perguruan tinggi), lembaga swadaya masyarakat, wakil masyarakat, dan segenap lapisan masyarakat. Konflik yang terjadi antara lain, antara sektor formal dan informal atau sektor modern dan tradisional di perkotaan terjadi konflik yang sangat tajam; proyek “urban renewal” sering diplesetkan sebagai “urban removal”; fasilitas publik seperti taman kota harus bersaing untuk tetap eksis dengan bangunan komersial yang akan dibangun; serta bangunan bersejarah yang semakin menghilang berganti dengan bangunan modern dan minimalis karena alasan ekonomi. Dalam kondisi seperti ini, maka kota bukanlah menjadi tempat yang nyaman bagi warganya. Kaidah-kaidah pembangunan berkelanjutan cenderung dikibarkan sebagai slogan yang terdengar sangat indah, namun kenyataan yang terjadi malah bertolak belakang.

Page 3: Karya Ilmiah 2 Pembangunan Berkelanjutan

9. Tawaran Solusi (deduktif-deskriptif).

Terkait dengan berbagai konflik tersebut, beberapa usulan yang diajukan Budihardjo (2005) untuk meningkatkan kualitas perencanaan ruang. Antara lain, orientasi jangka panjang yang ideal perlu disenyawakan dengan pemecahan masalah jangka pendek dengan wawasan pada pelaksanaan atau action oriented plan. Penegakan mekanisme development control lengkap dengan sanksi (disinsentif) bagi berbagai jenis pelanggaran dan insentif untuk ketaatan pada peraturan. Penataan ruang secara total, menyeluruh dan terpadu dengan model-model advocacy, participatory planning dan over-the-board planning atau perencanaan lintas sektoral sudah saatnya dilakukan secara konsekuen dan konsisten. Perlu peningkatan kepekaan sosio kultural dari para penentu kebijakan dan para professional (khususnya di bidang lingkungan binaan) melalui berbagai forum pertemuan, diskusi, ceramah, publikasi, baik secara formal maupun informal. Perlu adanya perhatian yang lebih terhadap kekayaan khasanah lingkungan alam dalam memanfaatkan sumber daya secara efektif dan efisien. Keunikan setempat dan kearifan lokal perlu diserap sebagai landasan dalam merencanakan dan membangun kota, agar kaidah a city as a social work of art dapat terejawantahkan dalam wujud kota yang memiliki jati diri. Fenomena globalization with local flavour harus dikembangkan untuk menangkal penyeragaman wajah kota dan tata ruang.

Sumber Bacaan:Indikator Pembanguan Berkelanjutan di Indonesia, data BLTN Indonesia 2009.Pengertian, Kaidah, dan Konsep Arsitektur Berkelanjutan, rezaph.blogspot.com, 2010.Penerapan Arsitektur Berkelanjutan, saanisa.wordpress.com, 2008.Konsep Arsitektur Berkelanjutan, architecturejournals.wordpress.com, 2009.