karya a. a. navis dan implikasinya pada...

168
MOTIVASI TOKOH DIFABEL DALAM NOVEL SARASWATI SI GADIS DALAM SUNYI KARYA A. A. NAVIS DAN IMPLIKASINYA PADA PEMBELAJARAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA Skripsi Diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah & Keguruan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Mencapai Gelar Sarjana Pendidikan oleh Madhensia Putri Pratiwi NIM 1111013000102 JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2016

Upload: phungkhanh

Post on 15-Mar-2019

236 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: KARYA A. A. NAVIS DAN IMPLIKASINYA PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/31984/3... · meluangkan waktu untuk penulis dalam proses ... semangat dan waktu yang

MOTIVASI TOKOH DIFABEL

DALAM NOVEL SARASWATI SI GADIS DALAM SUNYI

KARYA A. A. NAVIS DAN IMPLIKASINYA

PADA PEMBELAJARAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA

Skripsi

Diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah & Keguruan

untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Mencapai

Gelar Sarjana Pendidikan

oleh

Madhensia Putri Pratiwi

NIM 1111013000102

JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA

FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

2016

Page 2: KARYA A. A. NAVIS DAN IMPLIKASINYA PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/31984/3... · meluangkan waktu untuk penulis dalam proses ... semangat dan waktu yang
Page 3: KARYA A. A. NAVIS DAN IMPLIKASINYA PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/31984/3... · meluangkan waktu untuk penulis dalam proses ... semangat dan waktu yang

LEMBAR PENGESAHAN UJIAN MUNAQASAH

Skripsi berjudul "Motivasi Tokoh Difabet dalam Novel Saraswati SiGadis dalam sunyi Karya A. A. Navis dan Implikasinya pada pembelajaran

Bahasa dan Sastra Indonesia" disusun oleh Madhensia putri pratiwi NomorInduk Mahasiswa 1111013000102, diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan

Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dan telah dinyatakan lulus dalam UjianMunaqasah pada tanggal 14 Juli 2016 dihadapan dewan penguji. Karena ifu,penulis berhak memperoleh gelar Sarjana Sl (S.Pd.) dalam bidang pendidikan

Bahasa dan Sasta Indonesia.

Jakarta, 14 Juli 2016

Panitia Ujian Munaqasah

Ketua Panitia (Ketua Jurusan/prodi)

Makvun Subuki.,M.Hum.NrP. 19800305200901 i 0ls

S eketari s P aniti a (S ekretari s Jurus anlprodi)

Dona Aii Karunia Putra. MA.NrP. 19840409201101 1 015

Penguji I

Nurvati Diihad?h. IVI.Pd.. MA.NIP. 19660829199903 2 003

Penguji II

Tanggal

t2..Jplt..3:(o

20 Jrl; eot6

4;.?.7.:?Pr(

19 J,tA eotL

Tanda Tansan

/

NrP. 19841126

Page 4: KARYA A. A. NAVIS DAN IMPLIKASINYA PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/31984/3... · meluangkan waktu untuk penulis dalam proses ... semangat dan waktu yang
Page 5: KARYA A. A. NAVIS DAN IMPLIKASINYA PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/31984/3... · meluangkan waktu untuk penulis dalam proses ... semangat dan waktu yang

i

ABSTRAK

Madhensia Putri Pratiwi, 1111013000102, “Motivasi Tokoh Difabel dalam

Novel Saraswati Si Gadis dalam Sunyi Karya A. A. Navis dan Implikasinya pada

Pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia”. Jurusan Pendidikan Bahasa dan

Sastra Indonesia, Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan. Universitas Islam Negeri

Syarif Hidayatullah Jakarta. Dosen Pembimbing: Rosida Erowati, M. Hum.

Sebagai kaum difabel, Saraswati mengalami diskriminasi baik dalam keluarga

maupun di masyarakat seperti perbedaan kesempatan dalam hal pendidikan,

pekerjaan, dan kekerasan baik fisik, psikis maupun seksual menjadi salah satu

bentuk ketidakadilan yang diterima Saraswati sebelum akhirnya memperoleh

aktualisasi diri.

Tujuan analisis ini adalah mendeskripsikan motivasi tokoh difabel yang

terkandung dalam novel Saraswati Si Gadis dalam Sunyi karya A. A. Navis yang

diharapkan dapat menjadi referensi dalam kegiatan pembelajaran bahasa dan

sastra Indonesia di Sekolah Menengah Pertama (SMP). Metode yang digunakan

adalah metode deskriptif analisis. Subjek penelitian ini adalah motivasi tokoh

difabel dan objek penelitian ini adalah novel Saraswati Si Gadis dalam Sunyi

Karya A. A. Navis. Teknik pengumpulan data dalam analisis ini dengan

menggunakan teknik kepustakaan yaitu dilakukan dengan mengumpulkan

sejumlah sumber untuk memperoleh data intrinsik secara hermeneutik.

Berdasarkan analisis yang dilakukan dengan teori Abraham Maslow, tampak

motivasi pada tokoh difabel dalam novel Saraswati Si Gadis dalam Sunyi meliputi

enam kebutuhan dasar manusia yakni: 1) motivasi kebutuhan fisiologis; 2)

motivasi kebutuhan akan rasa aman; 3) motivasi kebutuhan akan cinta; 4)

motivasi kebutuhan akan penghargaan diri; 5) motivasi kebutuhan untuk

mengetahui dan mengerti; dan 6) motivasi kebutuhan untuk aktualisasi diri.

Kata Kunci: Motivasi, Difabel, Novel Saraswati Si Gadis dalam Sunyi, A. A.

Navis, Pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia

Page 6: KARYA A. A. NAVIS DAN IMPLIKASINYA PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/31984/3... · meluangkan waktu untuk penulis dalam proses ... semangat dan waktu yang

ii

ABSTRACT

Madhensia Putri Pratiwi, 1111013000102, “Motivasi Tokoh Difabel dalam

Novel Saraswati Si Gadis dalam Sunyi Karya A. A. Navis dan Implikasinya pada

Pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia di Sekolah Menengah Pertama (SMP)

Kelas VIII” Department of Indonesian Language and Literature, the Faculty of

Tarbiyah and Teachers Training, Syarif Hidayatullah State Islamic University

Jakarta. Adviser: Rosida Erowati, M.Hum

As difabel people, Saraswati get discrimination both in family and society such as

opportunity gap in education, occupation and physical, psychological, even sexual

violence which become one of injustice case faced by Saraswati before she get

self-actulaization.

The purpose of this analysis is to describe motivation of difabel’s character which

is implied on Saraswati Si Gadis dalam Sunyi novel by A.A navis, it is also hoped

that it can be used as references in teaching and learning Indonesian language and

literature in junior high school. The method used in this research is descriptive

analysis. The subject of this research is motivation of difabel character on

Saraswati Si Gadis dalam Sunyi, as for the object of this research is Saraswati Si

Gadis dalam Sunyi novel by A.A Navis. The technique of collecting data in this

analysis is by kepustakaan, collecting several resources to get intrinsic data

hermeneutically.

Based on the analysis of Abraham Maslow theory, there is motivation in difabel

characters on Saraswati Si Gadis dalam Sunyi novel included 6 basic needs of

human being: 1) motivation of physiological needs; 2) motivation of securty can

needs; 3) motivation of love need; 4) motivation of self-appreciation needs; 5)

motivation of needs to know and understand; 6) motivation of needs to self-

actualization

Keywords: Motivation, Difabel, Novel of Saraswati Si Gadis dalam Sunyi, A. A.

Navis, Pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia

Page 7: KARYA A. A. NAVIS DAN IMPLIKASINYA PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/31984/3... · meluangkan waktu untuk penulis dalam proses ... semangat dan waktu yang

iii

KATA PENGANTAR

Bismillahirrohmanirrohim,

Segala puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT. yang telah

memberikan Rahmat dan Hidayah-Nya, serta kesehatan jasmani dan rohani

kepada penulis sehingga diberi kemudahan untuk menyelesaikan skripsi yang

berjudul “Motivasi Tokoh Difabel dalam Novel Saraswati Si Gadis dalam Sunyi

Karya A. A. Navis dan Implikasinya pada Pembelajaran Bahasa dan Sastra

Indonesia”. Shalawat serta salam semoga selalu tercurah kepada junjungan Nabi

Muhammad SAW. beserta para keluarga dan sahabatnya.

Penulisan skripsi ini ditujukan dalam rangka memenuhi salah satu syarat

memperoleh gelar Sarjana Pendidikan pada Program Studi Pendidikan Bahasa dan

Sastra Indonesia, Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan. Penulis berharap skripsi

ini dapat bermanfaat bagi kepentingan pembacanya.

Dalam proses penulisan skripsi ini tentu saja tidak terlepas dari nasihat,

saran dan motivasi dari berbagai pihak yang dengan ketulusan hati mau

membantu dan membimbing penulis. Dengan segala kerendahan hati penulis ingin

mengucapkan terimakasih kepada:

1. Prof. Dr. Ahmad Thib Raya, MA., selaku Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan

Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta;

2. Makyun Subuki, M.Hum., selaku Ketua Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra

Indonesia yang memudahkan dalam segala proses baik formal maupun informal;

3. Dona Aji Karunia P., selaku Sekertaris Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra

Indonesia yang memudahkan dalam segala proses administrasi;

4. Rosida Erowati, M.Hum., selaku dosen pembimbing skripsi yang selalu berusaha

meluangkan waktu untuk penulis dalam proses bimbingan skripsi, sabar dalam

membimbing dan memberikan masukan untuk referensi tulisan hingga akhirnya

skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik;

5. Seluruh Dosen Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia khususnya dan

dosen Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan pada umumnya yang telah

Page 8: KARYA A. A. NAVIS DAN IMPLIKASINYA PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/31984/3... · meluangkan waktu untuk penulis dalam proses ... semangat dan waktu yang

iv

memberikan ilmu dalam menempuh pendidikan di UIN Syarif Hidayatullah

Jakarta;

6. Ucapan teristimewa ditujukan kepada kedua orang tua tercinta yaitu Medi

Prayitno dan Budiwiyati, S.Pd yang telah merawat, membimbing, tidak henti-

hentinya memberikan doa dan dorongan baik moril, materil, dan ilmu sehingga

penulis dapat menyelesaikan skripsi ini sebagai tanda bakti;

7. Ucapan teristimewa ditujukan kepada adik-adik tersayang yaitu Fiveti Novia

Pratiwi dan Muhammad Made Ardika yang telah memberikan motivasi,

keceriaan, kehangatan di tengah perjalanan hidup hingga saat selesainya skripsi

ini;

8. Ucapan teristimewa juga ditujukan kepada Ade Munawar Luthfi, Rizky Jadwiko,

Dicky Permana Putra dan Fakhrazade Khafabihi yang bersedia menjadi tempat

berkeluh kesah dan tanpa henti memberikan doa, perhatian, saran, semangat dan

dukungan;

9. Sahabat seperjuangan “Genk Che” Ade Nurfadillah, Amalia Rosyidah, Astri

Pertiwi, Rahayu Handayani, dan Rohmatun Masruroh yang sejak awal

perkuliahan menjadi tempat berkeluh kesah, selalu memberi keceriaan, saling

mendukung, menyemangati, mendoakan, dan memberikan saran.

10. Teman-teman seperjuangan yang menjadi tempat diskusi dan berkeluh kesah

dalam proses penulisan skripsi ini, Adam Zakaria, Astra P. Leksana, Irmalia N.

Aminuddin, Irma Wulandari, Lilyani Susanti, Marchita Fajarwati, Muhammad

Irfan, Nova Liana, Okeu Yudipratomo, Sidqi Daivan. R, Sukaesih, Yohanes, dan

Syifa Fauziah;

11. Teman-teman PPKT di SMA PGRI 56 Ciputat yang telah bekerja sama dengan

kompak selama praktik mengajar. Terimakasih atas pengalaman, keceriaan,

dukungan, doa, semangat dan waktu yang telah kalian berikan;

12. Teman-teman seperjuangan di SD Negeri Pondok Makmur angkatan 2004-2005,

SMP Negeri 8 Tangerang angkatan 2007-2008, SMA Negeri 5 Tangerang

angkatan 2010-2011 dan PBSI kelas C angkatan 2011 yang telah mengajarkan

penulis arti dari kekeluargaan, kebersamaan, kepedulian dan kekompakan.

Page 9: KARYA A. A. NAVIS DAN IMPLIKASINYA PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/31984/3... · meluangkan waktu untuk penulis dalam proses ... semangat dan waktu yang

v

Terimakasih atas keceriaan, doa, dukungan, semangat, pengalaman dan waktu

yang telah kalian berikan;

13. Keluarga besar SMA PGRI 56 Ciputat yang telah memberi kesempatan kepada

penulis untuk praktik mengajar, menambah pengalaman dan ilmu untuk bekal di

masa depan;

14. Keluarga besar POSTAR (Pojok Seni Tarbiyah) yang telah memberikan ruang

berkreativitas untuk mengembangkan potensi dalam berkesenian; dan

15. Keluarga besar Teater Syahid yang telah memberi banyak pelajaran dan

pengalaman berharga dalam berkesenian;

Terima kasih pula kepada pihak-pihak yang telah memudahkan penulis

dalam mempermudah penyelesaian skripsi ini, baik secara struktural ataupun

kultural. Semoga limpahan rahmat Allah, Tuhan yang maha kuasa, terhikmat

kepada kita semua. Tentunya sangat besar harapan penulis agar penelitian ini

dapat bermanfaat baik secara pribadi maupun pembaca.

Jakarta, 7 Juni 2016

Penulis

Page 10: KARYA A. A. NAVIS DAN IMPLIKASINYA PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/31984/3... · meluangkan waktu untuk penulis dalam proses ... semangat dan waktu yang

vi

DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN DOSEN PEMBIMBING

LEMBAR PERNYATAAN KARYA SENDIRI

LEMBAR PENGESAHAN PENGUJI

ABSTRAK ........................................................................................................................ i

ABSTRACT ........................................................................................................... ii

KATA PENGANTAR .......................................................................................... iii

DAFTAR ISI ......................................................................................................... vi

BAB 1 PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah ................................................................................. 1

B. Identitas Masalah ............................................................................................ 5

C. Pembatasan Masalah ....................................................................................... 6

D. Rumusan Masalah ........................................................................................... 6

E. Tujuan Penelitian ............................................................................................ 6

F. Manfaat Penelitian .......................................................................................... 6

G. Metodologi Penelitian ..................................................................................... 7

BAB II KAJIAN TEORI

A. Hakikat Motivasi .......................................................................................... 11

1. Pengertian Motivasi............................................................................. 11

2. Ciri-ciri Motivasi ................................................................................. 12

3. Fungsi Motivasi ................................................................................... 12

4. Sudut Pandang Humanistik dan Teori Motivasi Melalui Pendekatan

Maslow ................................................................................................ 13

B. Hakikat Disabilitas........................................................................................ 16

1. Pengertian Disabilitas .......................................................................... 16

2. Hak dan Kewajiban Penyandang Disabilitas ...................................... 18

3. Penggambaran Penyandang Disabilitas .............................................. 19

C. Hakikat Novel ............................................................................................... 22

1. Pengertian Novel ................................................................................. 22

2. Unsur Intrinsik Novel .......................................................................... 24

Page 11: KARYA A. A. NAVIS DAN IMPLIKASINYA PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/31984/3... · meluangkan waktu untuk penulis dalam proses ... semangat dan waktu yang

vii

3. Unsur Ekstrinsik Novel ....................................................................... 31

D. Pendekatan Psikologi Sastra ......................................................................... 32

E. Pembelajaran Sastra Indonesia ..................................................................... 34

F. Penelitian yang Relevan ............................................................................... 38

BAB III BIOGRAFI PENGARANG

A. Biografi A. A. Navis ..................................................................................... 40

B. Pandangan Hidup A. A. Navis ...................................................................... 41

C. Karya-karya A. A. Navis .............................................................................. 44

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN

A. Unsur Intrinsik Novel Saraswati Si Gadis dalam Sunyi Karya

A. A. Navis ................................................................................................... 45

1. Tema .................................................................................................... 45

2. Alur atau plot ....................................................................................... 49

3. Tokoh dan Penokohan ......................................................................... 57

4. Latar .................................................................................................... 73

5. Sudut Pandang ..................................................................................... 82

6. Gaya Bahasa ........................................................................................ 84

7. Amanat ................................................................................................ 90

B. Analisis Motivasi Tokoh Difabel dalam Novel Saraswati Si Gadis dalam

Sunyi Karya A. A. Navis............................................................................... 91

1. Motivasi Kebutuhan Fisiologis ........................................................... 92

2. Motivasi Kebutuhan Akan Perasaan Aman ........................................ 96

3. Motivasi Kebutuhan Akan Cinta ......................................................... 99

4. Motivasi Kebutuhan Akan Penghargaan Diri ................................... 101

5. Motivasi Kebutuhan untuk Mengetahui dan Mengerti ..................... 103

6. Motivasi Kebutuhan untuk Aktualisasi Diri...................................... 106

C. Implikasi Analisis Motivasi Tokoh Difabel dalam Novel Saraswati Si

Gadis dalam Sunyi Karya A. A. Navis Terhadap Pembelajaran Bahasa

dan Sastra Indonesia ................................................................................... 109

Page 12: KARYA A. A. NAVIS DAN IMPLIKASINYA PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/31984/3... · meluangkan waktu untuk penulis dalam proses ... semangat dan waktu yang

viii

BAB V PENUTUP

A. Simpulan ..................................................................................................... 113

B. Saran ........................................................................................................... 114

DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................... 115

LAMPIRAN

LEMBAR UJI REFRENSI

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Page 13: KARYA A. A. NAVIS DAN IMPLIKASINYA PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/31984/3... · meluangkan waktu untuk penulis dalam proses ... semangat dan waktu yang

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Penyandang disabilitas merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari

masyarakat. Mereka hidup, berkembang dan berinteraksi di tengah-tengah

masyakarat. Namun, mereka kerap tersisih dalam pergaulan dan kehidupan sehari-

hari karena keadaan dan keterbatasan yang dimiliki. Umumnya masyarakat

menganggap keberadaan penyandang disabilitas sebagai sesuatu hal yang

merepotkan. Ada pula yang menganggap penyandang disabilitas “aneh” sehingga

mereka semakin terpojok dalam pergaulan sehari-hari.

Hashim Djojohadikusumo dalam sambutannya di acara dialog dan

penampilan bakat anak-anak istimewa penyandang disabilitas di kantor DPP

Partai Gerindra, Sabtu (19/9/15) mengatakan, “saat ini banyak dari masyarakat

Indonesia yang belum menyadari betapa pentingnya keberadaan fasilitas dan

sarana prasarana serta pendidikan bagi para anak-anak berkebutuhan khusus dan

saudara-saudara kita kaum difabel atau disabilitas lainnya”.1 Terabaikannya

masalah “difabel” di negara berkembang seperti Indonesia ini disebabkan oleh

adanya faktor sosial budaya, faktor ekonomi, dan lemahnya kebijakan dan

penegakan hukum yang kurang memihak penyandang disabilitas. Hal ini

menyebabkan difabel terabaikan dalam segala aspek kehidupan.

Secara tidak sadar masyarakat sekitar juga mengabaikan hak dan kewajiban

penyandang disabilitas. Akibatnya sebagai bagian dari masyarakat, para

penyandang disabilitas tidak dapat menikmati hak dan kewajiban mereka

sebagaimana mestinya. Padahal secara jelas pemerintah sudah menetapkan

Undang-Undang No. 4 Tahun 1997 untuk melindungi hak-hak penyandang

disabilitas.

1Endang Saputra, Gerindra Konsisten Perjuangkan Kaum Difabel, 2015,

(www.satuharapan.com), diakses pada tanggal 11 Februari 2016 pada pukul 16.15 WIB.

Page 14: KARYA A. A. NAVIS DAN IMPLIKASINYA PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/31984/3... · meluangkan waktu untuk penulis dalam proses ... semangat dan waktu yang

2

Dalam bidang pendidikan ternyata masih terdapat gambaran ketidakadilan

terhadap pemenuhan hak pendidikan bagi penyandang disabilitas di Indonesia.

Jika merujuk Undang-Undang No. 4 Tahun 1997 Pasal 12 seharusnya “setiap

lembaga pendidikan memberikan kesempatan dan perlakuan yang sama kepada

penyandang cacat sebagai peserta didik pada satuan, jalur, jenis, dan jenjang

pendidikan sesuai dengan jenis dan derajat kecacatan serta kemampuannya.”2

Namun hal tersebut tidak sepenuhnya dilaksanakan. Hingga kini instansi

pendidikan tinggi belum menyediakan sarana dan prasarana bagi mahasiswa

penyandang disabilitas. Seperti yang terlihat pada Portal Berita Mahasiswa UIN

Syarif Hidayatullah Jakarta “Kita akui, memang kampus ini belum memfasilitasi

mereka (mahasiswa difabel),” ujar Wakil Rektor (Warek) II Bidang Administrasi

Umum, Amsal Bakhtiar.3

Terdapat ketidakadilan lain di bidang pendidikan yang diterima oleh

penyandang disabilitas, seperti informasi yang diambil dari website resmi Panitia

Pelaksana SNMPTN 2014 dan Majelis Rektor Perguruan Tinggi Negeri Indonesia

dan ditulis oleh Joni Yulianto dalam artikelnya yang menyatakan bahwa seorang

calon peserta SNMPTN 2014 disyaratkan tidak tuna netra, tidak tuna rungu, tidak

tuna wicara, tidak tuna daksa, tidak buta warna keseluruhan, dan tidak buta warna

keseluruhan maupun sebagian.4 Persyaratan tersebut jelas menjadi penghalang

penyandang disabilitas untuk mengembangkan minat, bakat dan kecerdasannya di

perguruan tinggi negeri.

Selain bidang pendidikan, dalam bidang pekerjaan penyandang disabilitas

juga kerap mengalami ketidakadilan. Rendahnya kualitas sumber daya

penyandang disabilitas menjadi asumsi bahwa mereka tidak dapat bersaing

dengan manusia normal dalam bidang pekerjaan. Padahal sudah dijelaskan pada

Undang-Undang No. 4 Tahun 1997 pasal 13 bahwa “setiap penyandang cacat

2Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 1997 Pasal 12, Tentang Penyandang

Disabilitas, (Biro Hukum Departemen Sosial RI, 1997), hlm. 3.

3Thohirin, Buka Sejak Dulu, UIN Tak Fasilitasi Mahasiswa Difabel, 2014, (http://

lpminstitut.com), diakses pada tanggal 18 Desember 2015 pada pukul 19.00 WIB.

4Joni Yulianto, Pernyataan Sikap: Cabut Persyaratan Diskriminatif SNMPTN 2014!, 2014,

(http://solider.or.id), diakses pada tanggal 18 Desember 2015 pada pukul 19.45 WIB.

Page 15: KARYA A. A. NAVIS DAN IMPLIKASINYA PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/31984/3... · meluangkan waktu untuk penulis dalam proses ... semangat dan waktu yang

3

mempunyai kesamaan kesempatan untuk mendapatkan pekerjaan sesuai dengan

jenis dan derajat kecacatannya.”5 Tidak jarang penyandang disabilitas

memanfaatkan keterbatasannya untuk menjadi pengemis karena kurangnya

lapangan pekerjaan untuk orang-orang seperti mereka.

Permasalahan-permasalahan aktual di atas kini ternyata telah diangkat oleh

Ali Akbar Navis dalam novel yang berjudul Saraswati Si Gadis dalam Sunyi

(SSGDS). Novel ini menarik perhatian karena mengambil latar peristiwa PRRI

(Pemerintahan Revolusioner Republik Indonesia), yang melibatkan dua pihak

secara garis besar yaitu pusat (Jakarta) dan daerah (Sumatra Barat). Salah satu

pemicunya adalah munculnya ketidakpuasan daerah terhadap pemerintah. Oleh

sebab itu novel ini termasuk novel sosial dan sejarah. Selain itu, novel ini seperti

menjadi catatan harian dari seorang gadis penyandang disabilitas sejak lahir

bernama Saraswati. Penggunaan diksi “Saudaraku” membuat Saraswati sebagai

narator seolah-olah mengajak pembaca untuk ikut serta memberikan pendapat

terhadap keseharian tokoh.

Kondisi Saraswati yang bisu dan tuli sehingga berbeda dengan orang-orang

normal menyebabkan Saraswati mengalami diskriminasi baik dalam keluarga

maupun di masyarakat. Persoalan perbedaan kesempatan dalam hal pendidikan

dan pekerjaan menjadi salah satu ketidakadilan yang diterima Saraswati sebagai

kaum difabel. Selain itu, kekerasan yang diterima Saraswati mulai dari kekerasan

fisik seperti pemukulan, sampai kekerasan dalam bentuk yang lebih halus seperti

penindasan, penghinaan, dan pelecehan merupakan ketidakadilan yang Saraswati

terima di lingkungan masyarakat.

A. A. Navis seorang cerpenis dan novelis yang terkenal sebagai “pencemooh

tak kenal ampun”, karena sikapnya yang kritis terhadap berbagai persoalan

kehidupan dan kemasyarakatan mampu menyindir semua lapisan masyarakat

dengan karya-karyanya. Anak sulung yang lahir di Padang Panjang 17 Oktober

1924 ini merupakan sosok orang yang senantiasa memperhatikan keadaan di

5Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 1997 Pasal 13, Tentang Penyandang

Disabilitas, (Biro Hukum Departemen Sosial RI, 1997), hlm. 4.

Page 16: KARYA A. A. NAVIS DAN IMPLIKASINYA PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/31984/3... · meluangkan waktu untuk penulis dalam proses ... semangat dan waktu yang

4

sekelilingnya lalu menuliskan semuanya dalam karya sastra. Seperti salah satu

kutipan pada novel SSGDS berikut:

…. Aku banyak mengenal orang-orang seperti diriku, entah perempuan

entah laki-laki. Tak seorang pun di antara mereka yang menjadi manusia

sama layaknya dengan manusia lainnya. Di mana pun orang-orang bisu

seperti aku hanyalah jadi bahan olok-olok anak-anak belaka. Hanya jadi

orang suruhan belaka. Aku kenal sebuah keluarga yang menaruh seorang

perempuan bisu di rumahnya. Kerjanya hanya mencuci baju orang.6

Kemampuan A. A. Navis dalam bercerita menggugah pembaca untuk

mengamati setiap peristiwa di dalam novel Saraswati Si Gadis dalam Sunyi.

Kritik pengarang dalam memandang fenomena yang terjadi pada masyarakat

ketika itu terkait penyandang disabilitas dalam masyarakat, sangat dapat dirasakan

oleh pembaca. Kegelisahan A. A. Navis yang disampaikan melalui tokoh

utamanya merupakan bentuk kritik terhadap keadaan masyarakat tersebut.

Pada novel Saraswati Si Gadis dalam Sunyi, A. A. Navis berhasil

memperlihatkan kepada pembaca kekuatan-kekuatan besar yang tersembunyi di

dalam diri manusia, kekuatan yang tidak disadari seseorang di dalam dirinya lewat

tokoh Saraswati, seorang gadis difabel. Saraswati mampu untuk tetap bertahan

dan berjuang dalam menjalani hidupnya. Tujuan hidup dan motivasi yang kuat

telah menjadi energi besar bagi dirinya untuk terus berjuang melawan

keterbatasan yang dimiliki dan mampu menegaskan bahwa kekurangan secara

fisik bukan menjadi hambatan seseorang berusaha meraih cita-citanya.

Novel yang terbit pada tahun 1970 ini menjadi salah satu novel bernilai

inspiratif dan dapat memotivasi pembacanya. Sejak kemunculannya, novel

Saraswati Si Gadis dalam Sunyi mendapat tanggapan yang positif dari kalangan

pembaca. Membaca novel yang pernah memenangkan sayembara mengarang

UNESCO/IKAPI pada tahun 1968 ini membuat pembaca seolah-olah melihat

potret nyata kehidupan penyandang disabilitas yang ternyata terlupakan. Dapat

dikatakan bahwa novel SSGDS menjadi pelopor lahirnya novel-novel yang

mengangkat kisah mengenai tokoh difabel seperti Biola Tak Berdawai karya Seno

6A. A. Navis, Saraswati Si Gadis dalam Sunyi, (Jakarta:PT Gramedia Pustaka Utama,

2002), hlm. 11

Page 17: KARYA A. A. NAVIS DAN IMPLIKASINYA PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/31984/3... · meluangkan waktu untuk penulis dalam proses ... semangat dan waktu yang

5

Aji Gumira (2004), Moga Bunda disayang Allah karya Tere Liye (2006), Hati

kedua karya Achi T. M (2011) dan lain sebagainya.

Pembelajaran sastra mengenai analisis novel dapat diterapkan oleh guru

untuk membangun kreativitas peserta didik dalam mengapresiasi karya sastra.

Dengan mengetahui pelajaran hidup dan motivasi yang dapat diambil dari tokoh

penyandang disabilitas pada novel Saraswati Si Gadis dalam Sunyi menjadikan

peserta didik lebih berwawasan dan berpikir kritis lewat motivasi kehidupan yang

sifatnya mendidik. Selain itu, diharapkan pandangan negatif terhadap penyandang

disabilitas dapat berubah lebih baik dan semakin banyak yang peduli dengan

penyandang disabilitas. Dengan begitu akan semakin terbuka lebar juga peluang

bagi adanya persamaan hak untuk setiap golongan masyarakat termasuk

penyandang disabilitas. Dengan demikian novel ini bukan hanya sekedar karya

sastra semata, tetapi sebagai motivasi kehidupan yang dapat dijadikan bekal dalam

menghadapi kehidupan seperti sekarang ini. Selain itu dapat dijadikan sebuah

proses pendidikan untuk meraih cita-cita demi terciptanya generasi muda yang

berkualitas.

Berdasarkan latar belakang di atas, penulis tertarik mengambil judul

Motivasi Tokoh Difabel dalam novel Saraswati Si Gadis dalam Sunyi karya A.

A. Navis dan Implikasinya Terhadap Pembelajaran Bahasa dan Sastra

Indonesia.

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah tersebut, maka dapat diidentifikasikan

beberapa masalah, sebagai berikut:

1. Penyandang disabilitas kerap tersisih dalam pergaulan dan kehidupan

sehari-hari karena keadaan dan keterbatasan yang dimiliki.

2. Terabaikannya masalah “difabel” dalam berbagai aspek kehidupan di negara

berkembang seperti Indonesia.

3. Banyak terjadi pelanggaran terhadap hak penyandang disabilitas terutama

dalam bidang pendidikan dan pekerjaan.

Page 18: KARYA A. A. NAVIS DAN IMPLIKASINYA PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/31984/3... · meluangkan waktu untuk penulis dalam proses ... semangat dan waktu yang

6

C. Pembatasan Masalah

Berdasarkan identifikasi masalah yang telah dikemukakan di atas, penulis

membatasi masalah hanya pada motivasi tokoh difabel dalam novel Saraswati Si

Gadis dalam Sunyi karya A. A. Navis dan implikasinya terhadap pembelajaran

bahasa dan sastra Indonesia.

D. Rumusan Masalah

Agar permasalahan dalam analisis ini menjadi jelas dan terarah, perlu

adanya perumusan masalah. Perumusan masalah dalam analisis sebagai berikut:

1. Bagaimana struktur yang membangun novel Saraswati Si Gadis dalam

Sunyi karya A. A. Navis?

2. Bagaimana motivasi tokoh difabel digambarkan dalam novel Saraswati Si

Gadis dalam Sunyi karya A. A. Navis?

3. Bagaimana implikasi analisis Saraswati Si Gadis dalam Sunyi karya A. A.

Navis terhadap pembelajaran bahasa dan sastra Indonesia?

E. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan analisis ini adalah

sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui struktur yang membangun novel Saraswati Si Gadis

dalam Sunyi karya A. A. Navis.

2. Untuk mengetahui gambaran motivasi tokoh difabel dalam novel Saraswati

Si Gadis dalam Sunyi karya A. A. Navis.

3. Untuk mengetahui implikasi analisis novel Saraswati Si Gadis dalam Sunyi

karya A. A. Navis terhadap pembelajaran bahasa dan sastra Indonesia.

F. Manfaat Penelitian

Analisis ini diharapkan dapat memberikan manfaat secara teoritis dan

praktis sebagai berikut:

Page 19: KARYA A. A. NAVIS DAN IMPLIKASINYA PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/31984/3... · meluangkan waktu untuk penulis dalam proses ... semangat dan waktu yang

7

1. Manfaat Teoretis

Analisis ini diharapkan dapat memperkaya penelitian sastra Indonesia dan

memperkaya khazanah ilmu pengetahuan sehingga dapat bermanfaat bagi

perkembangan sastra Indonesia.

2. Manfaat Praktis

a. Bagi Guru Bahasa dan Sastra Indonesia

Hasil analisis ini dapat digunakan guru bahasa dan sastra Indonesia sebagai

masukan bahan ajar apresiasi sastra dalam pengembangan materi

pembelajaran apresiasi sastra.

b. Bagi Peserta Didik

Karya sastra diharapkan mampu meningkatkan pengetahuan peserta didik

tentang motivasi tokoh difabel yang terdapat dalam novel Saraswati Si

Gadis dalam Sunyi karya A. A. Navis sehingga mampu memetik pelajaran

mengenai persoalan kehidupan dan masalah kehidupan.

c. Bagi Peneliti Lain

Hasil analisis ini dapat dijadikan sebagai bahan perbandingan bagi penulis

lain yang akan melakukan analisis sastra dengan permasalahan yang sejenis

dan dapat menambah wawasan kepada penikmat karya sastra tentang

motivasi tokoh difabel dalam novel Saraswati Si Gadis dalam Sunyi karya

A. A. Navis.

G. Metodologi Penelitian

Metode yang digunakan dalam analisis ini adalah metode deskriptif analisis.

Dilakukan dengan cara mendeskripsikan fakta-fakta yang kemudian disusul

dengan analisis.7 Metode yang penyajiannya berupa kata-kata maupun kalimat-

kalimat dengan cara mendeskripsikan terlebih dahulu untuk menemukan unsur-

unsurnya yang kemudian dapat dianalisis. Dengan demikian hasil penelitian ini

berisi analisis data yang sifatnya menuturkan, memaparkan, dan menafsirkan.

7Nyoman Kutha Ratna, Teori, Metode, dan Teknik Penelitian Sastra, (Yogyakarta: Pustaka

Pelajar, 2009), hlm. 53.

Page 20: KARYA A. A. NAVIS DAN IMPLIKASINYA PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/31984/3... · meluangkan waktu untuk penulis dalam proses ... semangat dan waktu yang

8

Pada dasarnya, psikologi sastra ditopang oleh tiga pendekatan sekaligus.

Pertama, pendekatan tekstual yakni yang mengkaji aspek psikologis tokoh dalam

karya sastra. Kedua, pendekatan reseptif-pragmatik yang mengkaji aspek

psikologis pembaca sebagai penikmat karya sastra yang terbentuk dari pengaruh

karya yang dibacanya, serta proses resepsi pembaca dalam menikmati karya

sastra. Ketiga, pendekatan ekspresif yang mengkaji aspek psikologis sang penulis

ketika melakukan proses kreatif yang terproyeksi lewat karyanya, baik penulis

sebagai pribadi maupun wakil masyarakat.8 Dalam hal ini penulis menggunakan

pendekatan objektif untuk menganalisis struktur yang membangun novel SSGDS

dan pendekatan tekstual untuk menganalisis motivasi tokoh difabel yang

tergambar dalam novel SSGDS.

Hal-hal yang perlu dipaparkan dalam analisis ini meliputi sumber data dan

teknik pengumpulan data.

1. Sumber Data

Sumber data untuk analisis ini terdapat dua sumber, yaitu data primer dan

data sekunder.

a. Sumber data primer

Sumber data primer dalam analisis ini adalah novel Saraswati Si Gadis

dalam Sunyi karya A. A. Navis diterbitkan pertama kali oleh Gramedia

Pustaka Utama, tahun 2002 dengan tebal halaman 136.

b. Sumber data sekunder

Sumber data sekunder yang digunakan berupa data yang berhubungan

dengan analisis ini sebagai pelengkap dan penunjang seperti Undang-

Undang Dasar, buku, artikel, jurnal dari internet yang terkait dengan

permasalahan yang ingin dibahas dan beberapa penelitian yang relevan

dengan analisis ini.

8Suwardi Endraswara, Metodologi Penelitian Sastra, (Yogyakarta: CAPS, 2013), hlm. 97-

98.

Page 21: KARYA A. A. NAVIS DAN IMPLIKASINYA PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/31984/3... · meluangkan waktu untuk penulis dalam proses ... semangat dan waktu yang

9

2. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data dalam analisis ini dengan menggunakan teknik

kepustakaan yaitu dilakukan dengan cara mencari dan mengumpulkan sejumlah

sumber seperti buku-buku teori, referensi online, surat kabar, majalah, UUD dan

kamus untuk memperoleh data mengenai hal-hal yang berkaitan dengan masalah

dan tujuan penelitian dalam hal ini adalah analisis motivasi tokoh difabel dalam

novel Saraswati Si Gadis dalam Sunyi karya A. A. Navis.

Data yang berkaitan dengan masalah dan tujuan penelitian disimak dan

dibaca dengan cermat dan teliti secara berulang-ulang untuk memperoleh

informasi yang akurat. Informasi ini berkenaan dengan seluruh isi cerita yang

berkaitan dengan gambaran motivasi tokoh difabel dalam novel Saraswati Si

Gadis dalam Sunyi karya A. A. Navis.

Kemudian, pencatatan dilakukan perbagian dalam tiap kalimat, frase hingga

ke bagian terbesar secara keseluruhan isi novel. Fokus data yang dicatat berupa

unsur intrinsik novel dan gambaran motivasi tokoh difabel dalam novel Saraswati

Si Gadis dalam Sunyi karya A. A. Navis.

3. Teknik Analisis Data

Semua data yang diperoleh dari hasil teknik data diolah dan dianalisis

dengan teknik ini dalam beberapa tahap. Pertama, penulis mengkategorikan data

berdasarkan unsur intrinsik yang terkandung dalam novel. Kemudian dilakukan

analisis lebih mendalam mengenai unsur intrinsik dalam novel tersebut dengan

menggunakan pendekatan objektif. Unsur intrinsik itu berupa, tema, alur, latar,

tokoh dan penokohan, sudut pandang, gaya bahasa, dan amanat.

Kedua, mengkategorikan hal-hal yang berkaitan dengan teori motivasi

Abraham H. Maslow yang terdapat dalam novel. Setelah menemukan hal-hal yang

berkaitan tersebut, penulis menganalisisnya menggunakan pendekatan psikologi

sastra dengan mengkaitkan antara teori motivasi Abraham H. Maslow yang telah

diperoleh dengan kondisi psikologis tokoh difabel dalam novel.

Ketiga, penulis pengimplikasikan motivasi tokoh difabel yang terkandung

dalam novel dengan pembelajaran bahasa dan sastra Indonesia di Sekolah

Menengah Pertama (SMP) kelas VIII semester genap. Hal tersebut dapat dijadikan

Page 22: KARYA A. A. NAVIS DAN IMPLIKASINYA PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/31984/3... · meluangkan waktu untuk penulis dalam proses ... semangat dan waktu yang

10

motivasi untuk menjalani kehidupan sehari-hari dan diterapkan dalam dunia

pendidikan terutama pembelajaran bahasa dan sastra Indonesia di sekolah,

sehingga tujuan dari analisis novel Saraswati Si Gadis dalam Sunyi karya A. A.

Navis dapat tercapai dengan baik. Seluruh analisis ini disusun secara sistematis

dengan memberikan kutipan sebagai bentuk data sehingga memudahkan dalam

mendeskripsikan makna yang terkandung dalam novel Saraswati Si Gadis dalam

Sunyi karya A. A. Navis.

Page 23: KARYA A. A. NAVIS DAN IMPLIKASINYA PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/31984/3... · meluangkan waktu untuk penulis dalam proses ... semangat dan waktu yang

11

BAB II

KAJIAN TEORI

A. Hakikat Motivasi

1. Pengertian Motivasi

Untuk melakukan aktivitas sehari-hari, sebenarnya ada peranan motivasi di

dalamnya. Oleh sebab itu, seberapa besar motivasi yang dimiliki seorang individu

menjadi salah satu penentu dalam kemajuan hidupnya. Setiap orang memiliki cara

yang berbeda-beda untuk mendefinisikan motivasi. Namun pada intinya motivasi

adalah suatu kekuatan yang mendorong seseorang untuk melakukan sesuatu

secara sadar maupun tidak sadar.

Mc. Donald dalam Sardiman A. M. menganggap motivasi sebagai

“perubahan energi dalam diri seseorang yang ditandai dengan munculnya

“feeling” dan didahului dengan tanggapan terhadap adanya tujuan.”1 Selain itu,

Mc. Donald juga mengemukakan tiga elemen penting dari pengertian motivasi

yakni:

a. Motivasi mengawali terjadinya perubahan energi pada diri setiap individu

manusia.

b. Motivasi ditandai dengan munculnya, rasa/”feeling”, afeksi seseorang.

c. Motivasi akan dirangsang karena adanya tujuan.2

Hal tersebut dipertegas oleh James O. Whittaker dalam Wasty Soemanto

yang mengatakan bahwa motivasi adalah “kondisi-kondisi atau keadaan yang

mengaktifkan atau memberi dorongan kepada makhluk untuk bertingkah laku

mencapai tujuan yang ditimbulkan oleh motivasi tersebut.”3 Hal yang sama juga

diungkapkan oleh Morgan bahwa motivasi bertalian dengan tiga hal yang

sekaligus menjadi aspek dari motivasi, yaitu: “keadaan yang mendorong tingkah

laku (“motivating states”), tingkah laku yang didorong oleh keadaan tersebut

1Sardiman A. M, Interaksi & Motivasi Belajar-Mengajar, (Jakarta: PT. Raja Grafindo

Persada, 2011), hlm.73.

2Ibid., hlm.74.

3Wasty Soemanto, Psikologi Pendidikan, (Jakarta: PT. Bina Aksara, 1987), hlm. 193.

Page 24: KARYA A. A. NAVIS DAN IMPLIKASINYA PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/31984/3... · meluangkan waktu untuk penulis dalam proses ... semangat dan waktu yang

12

(“motivated behavior”), dan tujuan daripada tingkah laku tersebut (“goals or ends

of such behavior”).”4

Dari beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa motivasi akan

menyebabkan terjadinya suatu perubahan energi pada diri manusia yang

berhubungan dengan gejala kejiwaan, perasaan dan emosi. Hal tersebut

dirangsang oleh faktor dari luar tetapi tumbuh dalam diri seseorang, sehingga mau

dan ingin melakukan sesuatu kegiatan/pekerjaan sesuai dengan tujuan. Tujuan

tersebut dapat tercapai jika kita memiliki motivasi. Motivasi yang ada dalam diri

setiap orang berbeda-beda. Seseorang yang mempunyai motivasi berarti ia telah

mempunyai kekuatan untuk memperoleh kesuksesan dalam kehidupan.

2. Ciri-ciri Motivasi

Sardiman berpendapat, seseorang dikatakan memiliki motivasi jika

mempunyai ciri-ciri sebagai berikut:

a. Tekun menghadapi tugas (dapat bekerja terus-menerus dalam waktu yang

lama, tidak pernah berhenti sebelum selesai);

b. Ulet menghadapi kesulitan (tidak lekas putus asa);

c. Menunjukkan minat terhadap bermacam-macam masalah;

d. Lebih senang bekerja mandiri;

e. Cepat bosan pada tugas-tugas yang rutin;

f. Dapat mempertahankan pendapatnya (kalau sudah yakin akan sesuatu);

g. Tidak mudah melepaskan hal yang diyakini; dan

h. Senang mencari dan memecahkan masalah soal-soal. 5

3. Fungsi Motivasi

Sardiman dalam bukunya juga menjelaskan tiga fungsi motivasi, yaitu:

a. Mendorong manusia untuk berbuat, bertindak sebagai penggerak atau motor

yang melepaskan energi. Jadi, dalam hal ini motivasi merupakan motor

penggerak dari setiap kegiatan yang akan dikerjakan.

4Ibid., hlm. 194.

5Sardiman A. M, op. cit., hlm. 83.

Page 25: KARYA A. A. NAVIS DAN IMPLIKASINYA PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/31984/3... · meluangkan waktu untuk penulis dalam proses ... semangat dan waktu yang

13

b. Menentukan arah perbuatan, yakni ke arah tujuan yang hendak dicapai.

Dengan demikian motivasi dapat memberikan arah dan kegiatan yang harus

dikerjakan sesuai dengan rumusan tujuannya.

c. Menyeleksi perbuatan, yakni menentukan perbuatan-perbuatan apa yang

harus dikerjakan untuk mencapai tujuan, dengan menyisihkan perbuatan-

perbuatan yang tidak bermanfaat bagi tujuan tersebut. 6

4. Sudut Pandang Humanistik dan Teori Motivasi Melalui Pendekatan

Maslow

Abraham Maslow lahir di Manhattan, New York, 1 April 1908. Maslow

menghabiskan masa kecilnya yang tidak bahagia di Brooklyn. Kehidupan

pribadinya diwarnai dengan rasa sakit baik fisik maupun psikologis. Saat remaja

ia adalah orang yang sangat pemalu, tidak bahagia, terisolasi, dan tidak menyukai

dirinya sendiri. Walaupun begitu, Maslow banyak menerima penghargaan semasa

hidupnya termasuk keikutsertaannya pada pemilihan presiden American

Psychological Association untuk masa jabatan tahun 1967-1968. Saat meninggal,

ia adalah seseorang yang terkenal bukan hanya di profesi psikologi tetapi di antara

orang-orang terpelajar pada umumnya, terutama di bidang bisnis manajemen,

marketing, teologi, konseling, pendidikan, ilmu perawatan, dan bidang lain yang

berhubungan dengan kesehatan.7

Dalam A. Supratiknya, Abraham Maslow bersikap kritis terhadap ilmu

pengetahuan. Menurutnya ilmu pengetahuan mekanik klasik seperti yang

dikemukakan behaviorisme tidak cocok untuk mempelajari seluruh kepribadian,

sehingga ia menganjurkan ilmu pengetahuan humanistik sebagai pelengkap

karena ilmu humanistik menjawab pertanyaan-pertanyaan tentang nilai,

individualitas, kesadaran, tujuan estetika, dan jangkauan yang lebih tinggi dari

kodrat manusia.8 Abraham Maslow sebagai arsitek penggerak humanistik dalam

Supratiknya mengemukakan sejumlah asumsi yang menakjubkan tentang kodrat

6Ibid., hlm. 85.

7Handriatno, Teori Kepribadian Edisi Tujuh, Terj. dari Theories of Personality 7

th Edition

oleh Jess Feist dan Gregory. J. Feist, (Jakarta Selatan: Salemba Humanika, 2013), hlm. 326-330.

8A. Supratiknya, Psikologi Kepribadian 2 Teori-teori Holistik (Organismik-

Fenomenologis), Terj. dari Theories Of Personality oleh Calvin S Hall & Gardner Lindzey,

(Yogyakarta: Kanisius, 1993), hlm. 111.

Page 26: KARYA A. A. NAVIS DAN IMPLIKASINYA PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/31984/3... · meluangkan waktu untuk penulis dalam proses ... semangat dan waktu yang

14

manusia. Sebenarnya kodrat manusia menurut pembawaan tidaklah jahat, orang-

orang memiliki kodrat bawaan yang pada hakikatnya baik atau sekurang-

kurangnya netral.9

Dari pernyataan di atas dapat disimpulkan bahwa sudut pandang humanistik

menentang sudut pandang psikodinamika yang memandang bahwa tanpa disadari

tingkah laku manusia digerakkan oleh sesuatu yang bersifat negatif, seperti

konflik, permusuhan, kecemasan, dan pesimis. Senada dengan yang dikatakan

Freud dalam Frank. G. Goble bahwa selamanya manusia hidup dalam konflik

dengan dirinya sendiri maupun dengan masyarakat.10

Selain itu sudut pandang

humanistik juga berlawanan dengan sudut pandang behaviorisme yang

memandang bahwa lingkungan yang akan menentukan proses belajar asosiatif

atau proses belajar stimulus-respon sebagai penjelasan terpenting tentang tingkah

laku manusia.11

Handriatno mengatakan bahwa teori kepribadian Maslow dibuat

berdasarkan beberapa asumsi dasar mengenai motivasi. Pertama, Maslow

mengadopsi sebuah pendekatan menyeluruh pada motivasi. Kedua, motivasi

biasanya kompleks atau terdiri dari beberapa hal. Ketiga, orang-orang berulang

kali termotivasi oleh kebutuhan-kebutuhan. Keempat, semua orang di mana pun

termotivasi oleh kebutuhan dasar yang sama. Kelima, kebutuhan-kebutuhan dapat

dibentuk menjadi sebuah hierarki. Konsep kebutuhan hierarki ini beranggapan

bahwa kebutuhan-kebutuhan di level rendah harus terpenuhi atau paling tidak

cukup terpenuhi terlebih dahulu sebelum kebutuhan-kebutuhan di level lebih

tinggi menjadi hal yang memotivasi.12

Seseorang melakukan aktivitas didorong oleh adanya faktor-faktor

kebutuhan biologis, insting, unsur-unsur kejiwaan yang lain (dalam dirinya) serta

adanya pengaruh perkembangan budaya manusia (luar dirinya). Motivasi akan

selalu berkaitan dengan kebutuhan, sebab seseorang akan terdorong melakukan

9Ibid., hlm. 109.

10

Frank. G. Goble, Mazhab Tiga (Psikologi Humanistik Abraham Maslow), (Yogyakarta:

Kanisius, 1987), hlm. 20.

11Ibid., hlm. 23.

12

Handriatno, op. cit., hlm. 330-331.

Page 27: KARYA A. A. NAVIS DAN IMPLIKASINYA PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/31984/3... · meluangkan waktu untuk penulis dalam proses ... semangat dan waktu yang

15

sesuatu bila merasa ada suatu kebutuhan. Seperti konsep fundamental unik dari

pendirian teoretis Maslow “manusia dimotivasikan oleh sejumlah kebutuhan dasar

yang bersifat sama untuk seluruh spesies, tidak berubah, dan berasal dari sumber

genetis atau naluriah.”13

Pandangan Maslow dalam Albertine Minderop yakni, manusia didorong

oleh kebutuhan-kebutuhan universal yang dibawa sejak lahir dan tersusun dari

kebutuhan yang paling rendah hingga paling kuat. Tingkah laku manusia lebih

ditentukan oleh kecenderungan individu untuk mencapai tujuan agar kehidupan

bahagia dan memuaskan.14

Selain itu, Maslow dalam A. Supratiknya mengemukakan suatu teori

tentang motivasi manusia yang dibedakan menjadi dua kebutuhan, yakni

kebutuhan dasar dan metakebutuhan. Kebutuhan dasar meliputi lapar, kasih

sayang, rasa aman, harga diri, dan sebagainya. Sedangkan metakebutuhan

meliputi keadilan, kebaikan, keindahan, keteraturan, kesatuan, dan sebagainya.15

Lebih jelasnya lagi, Maslow sebagaimana yang ditulis oleh Dimyati

membagi kebutuhan pokok menjadi lima tingkat, yaitu:

a) Kebutuhan fisiologis, berkenaan dengan kebutuhan pokok manusia seperti

pangan, sandang, dan perumahan. b) Kebutuhan akan perasaan aman, berkenaan

dengan keamanan yang bersifat fisik dan psikologis. c) Kebutuhan sosial,

berkenaan dengan perwujudan berupa diterima oleh orang lain, jati diri yang khas,

13Frank. G. Goble, op.cit., hlm. 70.

14

Albertine Minderop, Psikologi Sastra (Karya Sastra Metode, Teori dan Contoh Kasus),

(Jakarta: Yayasan Pustaka Obor Indonesia, 2011), hlm. 279-280.

15A. Supratiknya, op. cit.

Page 28: KARYA A. A. NAVIS DAN IMPLIKASINYA PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/31984/3... · meluangkan waktu untuk penulis dalam proses ... semangat dan waktu yang

16

berkesempatan maju, merasa diikutsertakan, dan pemilikan harga diri. d)

Kebutuhan akan penghargaan diri. e) Kebutuhan untuk aktualisasi diri, berkenaan

dengan kebutuhan individu untuk menjadi sesuatu yang sesuai dengan

kemampuannya. 16

Dalam bukunya, Maslow sendiri menambahkan tentang teori manusia salah

satunya yakni: f) kebutuhan untuk mengetahui dan memahami. Bagi Maslow

sekalipun telah mengetahui sesuatu, kita akan terdorong untuk mengetahui secara

detail di satu pihak dan di lain pihak untuk semakin mengetahui secara lebih

meluas ke arah falsafah dunia, teologi dan lain-lain. Dengan demikian, kita akan

mendalilkan suatu keinginan untuk memahami, mengatur, mengorganisir,

menganalisa, mencari kaitan dan makna, membentuk suatu sistem nilai-nilai. Bila

keinginan itu telah dapat diterima sebagai bahan pembahasan, kita akan melihat di

mana keinginan untuk mengetahui lebih kuat dibanding dengan keinginan untuk

memahami.17

Dalam kehidupan sehari-hari seseorang sangat membutuhkan motivasi baik

dari luar maupun dalam dirinya guna memenuhi suatu kebutuhan. Menurut

pemaparan di atas ada enam kebutuhan dasar manusia yakni fisiologis, rasa aman,

kasih sayang, harga diri, hasrat untuk mengetahui dan memahami, dan aktualisasi

diri. Seseorang akan terdorong melakukan sesuatu bila merasa ada suatu

kebutuhan. Oleh karena itu, teori kebutuhan tersebut diharapkan dapat membantu

mengungkapkan motivasi dari tingkah laku dan sikap tokoh utama dalam

memenuhi kebutuhan tersebut seperti pada novel Saraswati Si Gadis dalam Sunyi

karya A. A. Navis.

B. Hakikat Disabilitas

1. Pengertian Disabilitas

Penyandang cacat yang mempunyai nilai rasa negatif dan terkesan

diskriminatif telah diperhalus dengan istilah disabilitas pada tahun 1997.

16Dimyati dan Mudjiono, Belajar dan Pembelajaran, (Jakarta: Rineka Cipta, 2009), Cet. 4,

hlm. 81-82.

17Nurul Imam, Motivasi dan Kepribadian, Terj. dari Motivation and Personality oleh

Abraham H. Maslow, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya Offset, 1993), Cet. 4, hlm. 62.

Page 29: KARYA A. A. NAVIS DAN IMPLIKASINYA PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/31984/3... · meluangkan waktu untuk penulis dalam proses ... semangat dan waktu yang

17

Penyandang disabilitas atau anak berkebutuhan khusus adalah mereka yang

membutuhkan layanan pendidikan khusus karena tergolong cacat atau

menyandang ketunaan dan juga mereka yang memiliki bakat istimewa atau anak

potensial.

Lewis dalam Tri Wibowo B. S mengungkapkan bahwa dahulu istilah

“ketidakmampuan” (disability) dan “cacat” (handicap) dapat dipakai bersama-

sama, namun sekarang kedua istilah itu dibedakan. Disability adalah keterbatasan

fungsi yang membatasi kemampuan seseorang. Sedangkan handicap adalah

kondisi yang terjadi pada seseorang sehingga menderita ketidakmampuan.

Kondisi ini boleh jadi disebabkan oleh masyarakat, lingkungan fisik, atau sikap

orang itu sendiri.18

Mengutip pendapat Union of the Physically Impaired Against Segregasi

(UPIAS/Persatuan Penyandang Cacat Melawan Segregasi) dalam Siti Napsiyah,

kecacatan adalah “sesuatu yang diletakan pada kekurangsempurnaan tubuh kami

dengan cara mengisolasi dan mengeluarkan kita dari proses partisipasi dalam

kehidupan masyarakat secara penuh.”19

Sedangkan disabilitas adalah “terbatasnya

aktivitas yang disebabkan oleh organisasi sosial kontemporer (kekuasaan) yang

tidak mempertimbangkan mereka yang memiliki kekurangan secara fisik dan

dengan demikian menghalangi mereka untuk berpartisipasi dalam aktivitas

sosial.”20

Pendapat lain dikemukakan oleh Disabled People’s International (DPI)

bahwa kekurangan fisik atau (impairment) adalah “keterbatasan fungsional pada

seorang individu yang disebabkan oleh kekurangan fisik, mental dan sensorik.”

Sedangkan, disabilitas adalah “hilangnya kesempatan untuk mengambil bagian

dalam kehidupan normal di dalam masyarakat dengan tingkatan yang sama

dengan yang lain dikarenakan halangan fisik dan sosial.”21

18Tri Wibowo B. S, Psikologi Pendidikan Edisi Kedua, Terj. dari Educational Psychology

2nd

Edition oleh John W. Santrock, (Jakarta: Prenada Media Grup, 2008), hlm. 220.

19Siti Napsiyah, dkk., Disabilitas (Sebuah Pengantar), Terj. dari Disability oleh Colin

Barnes dan Geof Mercer, (Jakarta: PIC UIN Jakarta, 2007), Cet. 1, hlm. 17.

20Ibid., hlm. 18.

21

Ibid., hlm. 105.

Page 30: KARYA A. A. NAVIS DAN IMPLIKASINYA PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/31984/3... · meluangkan waktu untuk penulis dalam proses ... semangat dan waktu yang

18

Sedangkan definisi penyandang disabilitas menurut Undang-undang RI

Nomor 4 Tahun 1997 tentang penyandang disabilitas adalah “setiap orang yang

mempunyai kelainan fisik dan/atau mental, yang dapat mengganggu atau

merupakan rintangan dan hambatan baginya untuk melakukan secara selayaknya,

yang terdiri dari: a) penyandang cacat fisik; b) penyandang cacat mental; dan c)

penyandang cacat fisik dan mental.”22

Dari beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa disabilitas

merupakan bentuk ketidaksempurnaan dalam bentuk fisik, metal, dan sensorik

yang menyebabkan terhambatnya kemampuan seseorang dalam aktivitas sosial.

Tidak hanya itu, bahkan penyandang disabilitas kerap mendapat perlakuan

berbeda di lingkungan masyarakat karena kondisi keterbatasannya yang berbeda

dengan orang-orang normal pada umumnya.

2. Hak dan Kewajiban Penyandang Disabilitas

Mengutip Undang-undang RI Nomor 4 Tahun 1997 tentang penyandang

disabilitas, setiap penyandang disabilitas berhak memperoleh:

“a) pendidikan pada semua satuan, jalur, jenis, dan jenjang pendidikan;

b) pekerjaan dan penghidupan yang layak sesuai dengan jenis dan derajat

kecacatan, pendidikan, dan kemampuannya; c) perlakuan yang sama

untuk berperan dalam pembangunan dan menikmati hasil-hasilnya; d)

aksesibilitas dalam rangka kemandiriannya; e) rehabilitasi, bantuan sosial,

dan pemeliharaan taraf kesejahteraan sosial; dan f) hak yang sama untuk

menumbuhkembangkan bakat, kemampuan, dan kehidupan sosialnya,

terutama bagi penyandang cacat anak dalam lingkungan keluarga dan

masyarakat.” 23

Kebijakan baru yang berkaitan dengan penyandang disabilitas, tertuang

dalam UU nomor 19 tahun 2011 tentang Pengesahan Convention on The Rights of

Persons With Disabilities atau Konvensi Mengenai Hak-Hak Penyandang

Disabilitas, yang menjelaskan:

“setiap penyandang disabilitas harus bebas dari penyiksaan atau perlakuan

yang kejam, tidak manusiawi, merendahkan martabat manusia, bebas dari

eksploitasi, kekerasan dan perlakuan semena-mena, serta memiliki hak

22Undang-undang Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 1997 Pasal 1, Tentang Penyandang

Disabilitas, (Biro Hukum Departemen Sosial RI, 1997), hlm. 1.

23Undang-undang Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 1997 Pasal 6, Tentang Penyandang

Disabilitas, (Biro Hukum Departemen Sosial RI, 1997), hlm. 2-3.

Page 31: KARYA A. A. NAVIS DAN IMPLIKASINYA PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/31984/3... · meluangkan waktu untuk penulis dalam proses ... semangat dan waktu yang

19

untuk mendapatkan penghormatan atas integritas mental dan fisiknya

berdasarkan kesamaan dengan orang lain. Termasuk di dalamnya hak untuk

mendapatkan perlindungan dan pelayanan sosial dalam rangka kemandirian,

serta dalam keadaan darurat.”24

Selain mempunyai hak, penyandang disabilitas juga mempunyai kewajiban

yang diatur dalam Undang-undang RI Nomor 4 Tahun 1997 tentang penyandang

disabilitas, yakni:

a. setiap penyandang cacat mempunyai kewajiban yang sama dalam kehidupan

bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara; dan

b. kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (1) pelaksanaannya disesuaikan

dengan jenis dan derajat kecacatan, pendidikan, dan kemampuannya.25

3. Penggambaran Penyandang Disabilitas

a. Disabilitas sebagai bentuk penindasan sosial

Iris Marison Young dalam Siti Napsiyah membedakan lima aspek utama

penindasan: eksploitasi, marginalisasi, pelemahan, imperialisme kultur, dan

kekerasan. Marginalisasi mengacu kepada upaya-upaya untuk menghilangkan

sebuah kelompok sosial dari mayoritas kehidupan sosial sehari-hari secara

sistematis. Kebijakan-kebijakan sosial dengan cara memberikan bantuan,

kesejahteraan, dan pelayanan bisa diambil untuk menghindari marginalisasi yang

terjadi pada penyandang cacat, tetapi solusi seperti ini bisa menimbulkan

ketergantungan sosial dan ekonomi.

Imperialisme kultural merupakan aspek penindasan sosial yang lebih

dalam pada abad sekarang ini, penandaan antara masyarakat normal dan

penyandang cacat telah sangat mapan secara kultural. Penyandang cacat

dipisahkan, dilihat sebagai sosok yang menyimpang dari yang normal.

Hal yang tampak dari kekerasan dan pelecahan sebagai bentuk penindasan

terhadap penyandang cacat bahwa kekerasan ini terjadi secara sistematis dan luas.

Tidak melihat apakah kekerasan tersebut terjadi secara fisik atau mental misalnya

24Penjelasan Atas Undang-undang Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2011, Tentang

Pengesahan Convention On The Rights Of Persons With Disabilities (Konvensi Mengenai Hak-

hak Penyandang Disabilitas), (Biro Hukum Departemen Sosial RI, 2011), hlm. 35.

25Undang-undang Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 1997 Pasal 7, Tentang Penyandang

Disabilitas, (Biro Hukum Departemen Sosial RI, 1997), hlm. 3.

Page 32: KARYA A. A. NAVIS DAN IMPLIKASINYA PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/31984/3... · meluangkan waktu untuk penulis dalam proses ... semangat dan waktu yang

20

pelecehan seksual, baik berada dalam kebijakan atau ejekan-ejekan verbal,

kekerasan tersebut muncul karena korban berasal dari kategori kelompok sosial

tertentu yaitu penyandang cacat. 26

b. Disabilitas di masyarakat dunia

Disabilitas menjadi fokus perhatian pada beberapa dekade belakangan ini

dengan meningkatnya aktivisme politik oleh masyarakat dan organisasi mereka

pada level internasional dan meningkatnya perdebatan mengenai pertumbuhan

program pelayanan alternatif yang kebanyakan berkaitan dengan rehabilitasi

berbasis kemasyarakatan. Mengutip pendapat Miles dalam Siti Napsiyah, “pada

awalnya para advokat model sosial mendefinisikan disabilitas sebagai isu

biomedika dan terkonsentrasi pada ketidakmampuan sebagai fenomena-fenomena

sosial, ekonomi, politik, dan budaya.”27

Lebih lanjut Ingstad dan Whyte mengatakan dalam budaya Cina pikiran hati

dan tubuh dipandang suatu kesatuan yang tidak bisa dipisahkan satu sama lain.

Dari perspektif penyakit dan disabilitas ini dipahami sebagai tanda atau produk

ketidakseimbangan dalam suatu realisme konstituen dari sistem totalitas fisik dan

pikiran. Hal ini memiliki implikasi penting dan spesifik untuk cara-cara dimana

masyarakat dengan ketidakberdayaannya dipersepsikan dan diperlakukan oleh

anggota keluarga dan masyarakat di Cina.28

New Internationalis tahun 1992 mengutarakan bahwa kemiskinan,

kekurangan kesehatan dan perhatian pada infrastruktur sosial tidak hanya menjadi

salah satu faktor penyebab timbulnya disabilitas di sebagian besar masyarakat

dunia. Kebanyakan penyebab disabilitas menyebar ke praktik budaya tertentu

(seperti program keluarga berencana atau meniadakan kelahiran bagi wanita),

bencana alam (gempa bumi, banjir), korban pembangunan ekonomi (akibat

industrialisasi dan populasi). Salah satu contoh bersumber dari UNESCO tahun

26Siti Napsiyah, dkk., op.cit., hlm. 30-34.

27

Ibid., hlm. 206.

28Ibid., hlm. 207.

Page 33: KARYA A. A. NAVIS DAN IMPLIKASINYA PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/31984/3... · meluangkan waktu untuk penulis dalam proses ... semangat dan waktu yang

21

1995 di Kamboja, diperkirakan 100.000 orang cacat fisik sebagai akibat langsung

dari peperangan yang menggunakan ranjau.29

Sementara itu Siti Napsiyah berpendapat, bagi keluarga miskin dan

individu-individu yang tidak mampu memberikan makanan yang cukup,

kehadiran anak-anak yang tidak berdaya mempunyai efek yang sangat mengerikan

seperti ditemukannya laporan dari masyarakat di Asia dan Afrika tentang

terjadinya pembunuhan janin karena ketidakberdayaan yang dianggap sebagai

suatu gambaran universal tradisi masyarakat.30

Oleh karenanya, penyandang

disabilitas memerlukan proses pemberdayaan.

c. Pemberdayaan penyandang disabilitas melalui program keterampilan

menjahit

Penyandang disabilitas perlu mendapat perhatian yang serius dan dapat

didayagunakan selayaknya manusia pada umumnya agar mempunyai kemampuan

dalam menjalani kehidupannya. Upaya untuk meningkatkan kualitas dan

kesejahteraan penyandang disabilitas dapat dilakukan melalui berbagai kegiatan,

salah satunya menjahit.

Mengacu pada penelitian yang dilakukan oleh Amirah Mukminina, adanya

program keterampilan menjahit yang diterapkan oleh Yayasan Wisma Cheshire

dalam memberdayakan penyandang disabilitas, tampak mulai adanya perubahan.

Yang awalnya mereka sama sekali belum bisa menjahit, setelah mengikuti

keterampilan menjahit di yayasan mereka sudah bisa menjahit dengan tangan,

menggunakan mesin dan mengenal macam-macam peralatan menjahit.

Mereka sudah bisa membuat produk hasil karya mereka sendiri. Bukan

hanya pengetahuan yang didapat, melainkan penghasilan karena semua hasil

kerajinan dijual di toko yayasan dan mereka mendapat upah pembuatan barang

yang dihitung dari jumlah produk yang dijahit.31

29Organisasi Perburuhan Internasional, “Fakta Tentang Penyandang Disabilitas dan Pekerja

Anak”, Jurnal Sosial, 2011, hlm. 216-217.

30Ibid., hlm. 210.

31

Amirah Mukminina, “Pemberdayaan Penyandang Disabilitas Melalui Program

Keterampilan Menjahit di Yayasan Wisma Cheshire Jakarta Selatan”, Skripsi pada Universitas

Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, Jakarta, 2013, hlm. 77-78, tidak dipublikasikan.

Page 34: KARYA A. A. NAVIS DAN IMPLIKASINYA PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/31984/3... · meluangkan waktu untuk penulis dalam proses ... semangat dan waktu yang

22

d. Dampak rendahnya pendidikan pada penyandang disabilitas

Semua anak memiliki hak yang sama untuk mendapatkan pendidikan dasar.

Namun, UNESCO dalam artikel Organisasi Perburuhan Internasional

memperkirakan bahwa sepertiga dari 75 juta anak di seluruh dunia yang tidak

bersekolah adalah penyandang disabilitas. Kemungkinan seorang anak usia 6-11

tahun dengan disabilitas untuk bersekolah hanyalah setengah dari anak tanpa

disabilitas. Di Indonesia, meskipun pemerintah sudah mengupayakan pendidikan

yang inklusif, tingkat partisipasi sekolah dasar dari anak-anak penyandang

disabilitas masih sekitar 60% lebih rendah dibandingkan dengan anak-anak tanpa

disabilitas.32

Kajian cepat yang dilakukan oleh ILO-East di Indonesia menunjukkan

bahwa dalam kasus anak-anak penyandang disabilitas, keprihatinan orang tua

untuk melindungi anaknya menjadi peran penting dalam keputusan untuk tidak

mempekerjakan mereka. Akan tetapi bukti dari penelitian lain mengarah pada

simpulan yang berbeda, sebuah working paper dari ILO-IPEC mengambil

perspektif lebih global, mengatakan bahwa disabilitas bisa menjadi faktor

pendorong bagi anak untuk masuk menjadi pekerja anak.33

Ketika tekanan

ekonomi meningkat dan tingkat pendidikan rendah, maka hidup dengan disabilitas

dapat mengakibatkan anak jauh lebih rentan terhadap eksploitasi seperti yang

terjadi di Indonesia, salah satu contohnya menjadi pengemis.

C. Hakikat Novel

1. Pengertian Novel

Mengutip pendapat dari Burhan Nurgiantoro, novel berasal dari bahasa

Italia yaitu novellai yang secara harfiah berarti “sebuah barang baru yang kecil”

dan kemudian diartikan sebagai “cerita pendek dalam bentuk prosa.”34

Novel

merupakan salah satu bagian dari prosa yang mudah diterima masyarakat. Salah

32Organisasi Perburuhan Internasional, op.cit., hlm. 4.

33

Ibid., hlm. 5.

34Burhan Nurgiyantoro, Teori Pengkajian Fiksi, (Yogyakarta: Gajah Mada University

Press, 2013), hlm. 9.

Page 35: KARYA A. A. NAVIS DAN IMPLIKASINYA PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/31984/3... · meluangkan waktu untuk penulis dalam proses ... semangat dan waktu yang

23

satu alasannya karena novel menceritakan peristiwa-peristiwa kehidupan yang

biasanya dialami oleh pembaca dalam keseharian.

Wijaya Heru Santosa menyebutkan bahwa istilah novel tercakup roman,

karena sebelum Perang Dunia II di Indonesia istilah roman lebih dulu dipakai

daripada novel. Digunakannya istilah roman pada waktu itu dinilai wajar karena

sastrawan Indonesia umumnya berorientasi ke negeri Belanda. Setelah

kemerdekaan barulah sastrawan Indonesia beralih ke bacaan-bacaan berbahasa

Inggris dan istilah novel dikenal.35

Definisi novel menurut Wahyudi Siswanto adalah “bentuk prosa rekaan

yang lebih pendek dari roman. Biasanya novel menceritakan peristiwa pada masa

tertentu. Bahasa yang digunakan lebih mirip bahasa sehari-hari. Meskipun

demikian, penggarapan unsur-unsur intrinsiknya masih lengkap, seperti tema,

plot, latar, gaya bahasa, tokoh dan penokohan.”36

Sementara itu R. J Rees dalam

Furqonul Aziez mengatakan bahwa novel adalah “sebuah cerita fiksi dalam

bentuk prosa yang cukup panjang, yang tokoh dan perilakunya merupakan

cerminan kehidupan nyata dan digambarkan dalam suatu plot yang cukup

kompleks.”37

Pendapat lain diutarakan oleh H. B Jassin dalam Suroto mengenai

pengertian novel yakni “suatu karangan prosa yang bersifat cerita yang

menceritakan suatu kejadian luar biasa dari kehidupan orang-orang (tokoh cerita),

luar biasa karena dari kejadian ini terlahir suatu konflik, suatu pertikaian,

pemusatan, kehidupan dalam satu saat, dalam satu krisis yang menentukan.”38

Definisi tersebut berbeda dengan pendapat Virginia Wolf dalam Henry Guntur

Tarigan, “sebuah roman atau novel ialah sebuah eksplorasi atau suatu kronik

35Wijaya Heru Santosa dan Sri Wahyuningtyas, Pengantar Apresiasi Prosa, (Surakarta:

Yuma Pustaka, 2010), hlm. 47.

36Wahyudi Siswanto, Pengantar Teori Sastra, (Jakarta: Grasindo, 2008), hlm. 141.

37

Furqonul Aziez dan Abdul Hasim, Menganalisis Fiksi (Sebuah pengantar), (Bogor:

Ghalia Indonesia, 2010), hlm. 1

38Suroto, Teori dan Bimbingan Apresiasi Sastra Indonesia Untuk SMTA, (Jakarta:

Erlangga, 1989), hlm. 19.

Page 36: KARYA A. A. NAVIS DAN IMPLIKASINYA PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/31984/3... · meluangkan waktu untuk penulis dalam proses ... semangat dan waktu yang

24

penghidupan, merenungkan dan melukiskan dalam bentuk tertentu, pengaruh,

ikatan, hasil, kehancuran atau tercapainya gerak-gerik manusia.”39

Pada novel Saraswati Si Gadis dalam Sunyi karya A. A. Navis di dalamnya

mengandung kehidupan sehari-hari dengan berbagai permasalahan yang dihadapi

oleh tiap tokohnya. Dengan gaya bahasa yang sesuai untuk menghadirkan

berbagai karakter dan penggambaran latar serta situasi yang bertujuan untuk

menyampaikan informasi atau pesan pada pembaca.

2. Unsur Intrinsik Novel

Karya sastra bentuk prosa pada dasarnya dibangun oleh unsur-unsur

intrinsik, unsur tersebut terdiri dari:

a. Tema

Aminuddin dalam Wahyudi Siswanto berpendapat bahwa tema adalah “ide

yang mendasari suatu cerita. Tema berperanan sebagai pangkal tolak pengarang

dalam memaparkan karya rekaan yang diciptakannya.”40

Sedangkan Hayati dan

Winarno Adiwardoyo menganggap tema sebagai “gagasan sentral pengarang yang

mendasari penyusunan suatu cerita dan sekaligus menjadi sasaran dari cerita

itu.”41

Mengutip pendapat Suroto, “bila seorang pengarang mengemukakan hasil

karyanya, tentu ada sesuatu yang hendak disampaikan kepada pembacanya.

Sesuatu yang menjadi pokok persoalan atau sesuatu yang menjadi pemikirannya

itulah yang disebut tema.”42

Hampir semua gagasan yang ada di kehidupan ini

bisa dijadikan tema, biasanya tema tentang perjuangan hidup, nilai-nilai

kehidupan, masalah sosial, budaya, karakter dalam kehidupan dan lain

sebagainya.

Kita dapat menemukan tema setelah membaca dan menafsirkan melalui

jalan cerita yang tergambar dalam sebuah karya sastra. Seperti yang dikemukakan

oleh Aminuddin dalam Wahyudi Siswanto, bahwa seorang pengarang dapat

39Henry Guntur Tarigan, Prinsip-prinsip Dasar Sastra, (Bandung: Angkasa, 2011), hlm.

167.

40Wahyudi Siswanto, op.cit., hlm. 161.

41

Hayati dan Winarno Adiwardoyo, Latihan Apresiasi Sastra Penunjang Pengajaran

Bahasa Sastra Indonesia, (Malang: Yayasan Asih Asah Asuh, 1990), hlm. 13.

42Suroto, op.cit., hlm. 88.

Page 37: KARYA A. A. NAVIS DAN IMPLIKASINYA PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/31984/3... · meluangkan waktu untuk penulis dalam proses ... semangat dan waktu yang

25

memahami tema cerita yang akan dipaparkan sebelum melaksanakan proses

kreatif penciptaan, sementara pembaca baru dapat memahami tema bila telah

selesai memahami unsur-unsur yang menjadi media pemapar tema tersebut,

menyimpulkan makna yang dikandungnya serta mampu menghubungkannya

dengan tujuan penciptaan pengarang.43

Gagasan pokok yang terkandung pada novel Saraswati Si Gadis dalam

Sunyi karya A. A. Navis ditafsirkan melalui jalan cerita yang tergambar dalam

novel. Melalui novel ini A. A. Navis hendak menyampaikan pemikirannya kepada

pembaca tentang perjuangan tokoh difabel untuk mengaktualisasikan diri. Hal

tersebut menjadi tema besar dalam novel SSGdS yang tersusun dalam alur cerita

secara progresif.

b. Alur atau plot

Wahyudi Siswanto mengutip pendapat Abrams tentang pengertian alur

yakni “rangkaian cerita yang dibentuk oleh tahap-tahapan peristiwa sehingga

menjadi sebuah cerita yang dihadirkan oleh para pelaku dalam suatu cerita,”44

dengan demikian alur merupakan suatu urutan peristiwa yang terangkai menjadi

satu kesatuan sehingga menghasilkan suatu cerita yang utuh.

Selain itu, Suroto berpendapat bahwa alur atau plot ialah “jalan cerita

berupa peristiwa-peristiwa yang disusun satu persatu dan saling berkaitan menurut

hukum sebab akibat dari awal sampai akhir cerita.”45

Hayati dan Winarno

Adiwardoyo mengatakan “peristiwa-peristiwa dalam suatu cerita tidak hanya

berupa tindakan-tindakan fisik tetapi juga yang bersifat non-fisik. Tindakan fisik

misalnya: ucapan, gerak-gerik; sedangkan tindakan non-fisik misalnya: sikap,

kepribadian, cara berpikir.”46

Tahap plot yang dikemukakan oleh Tasrif dalam Burhan Nurgiantoro dibagi

menjadi lima tahapan yakni: 1) Tahap penyituasian, berisi pengenalan situasi latar

dan tokoh-tokoh cerita. Tahap ini menjadi tahap pembuka pemberian informasi

awal yang melandasi cerita berikutnya. 2) Tahap pemunculan konflik. Pada tahap

43Wahyudi siswanto, loc.cit.

44

Ibid, hlm. 159.

45Suroto, op.cit., hlm. 89.

46

Hayati dan Winarno Adiwardoyo, op.cit., hlm. 10.

Page 38: KARYA A. A. NAVIS DAN IMPLIKASINYA PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/31984/3... · meluangkan waktu untuk penulis dalam proses ... semangat dan waktu yang

26

ini masalah-masalah dan peristiwa-peristiwa yang memicu timbulnya konflik

mulai dimunculkan. Konflik tersebut nantinya akan berkembang pada tahap

berikutnya. 3) Tahap peningkatan konflik. Pada tahap ini konflik yang

dimunculkan pada tahap sebelumnya semakin berkembang. Peristiwa-peristiwa

dramatik yang menjadi inti cerita pun semakin mencekam dan menegangkan. 4)

Tahap klimaks. Konflik atau pertentangan yang terjadi baik yang dilakukan atau

dialami para tokoh cerita mencapai titik puncak. Biasanya klimaks tersebut akan

dialami oleh tokoh utama yang berperan sebagai pelaku dan penderita terjadinya

konflik utama. 5) Tahap penyelesaian. Konflik yang telah mencapai klimaks

kemudian diberi jalan keluar hingga cerita berakhir.47

Tahapan alur di atas digunakan dalam menganalisis novel Saraswati Si

Gadis dalam Sunyi karya A. A. Navis. Jika dilihat dari tataran cerita, alur novel

SSGdS terjadi secara kronologis sesuai dengan logika cerita dan waktu terjadinya

peristiwa. Di mulai dari memperkenalkan kesunyian yang dialami tokoh utama

dengan berbagai konflik yang harus dijalani hingga akhirnya mampu

mengaktualisasikan diri.

c. Tokoh dan penokohan

Tokoh dan penokohan merupakan unsur yang pasti ada. Tokoh sangat

penting dalam cerita, karena tokoh merupakan unsur yang membawakan cerita

dari awal hingga akhir. Menurut Aminudin dalam Wahyudi Siswanto yang

disebut sebagai tokoh adalah pembawa peristiwa dalam cerita rekaan sehingga

terjalin suatu cerita, sedangkan cara pengarang dalam menampilkan tokoh disebut

sebagai penokohan.48

Perwatakan atau penokohan dalam suatu cerita menurut Hayati dan Winarno

Adiwardoyo merupakan pemberian sifat, baik lahir maupun batin pada seorang

tokoh yang terdapat pada cerita. Sifat-sifat yang diberikan pada tokoh cerita akan

tercermin pada pikiran dan perbuatannya. Watak inilah yang membedakan tokoh

satu dengan tokoh lain.49

47Burhan Nurgiyantoro, op.cit, hlm. 209-210.

48

Wahyudi Siswanto, op.cit., hlm. 142.

49Hayati dan Winarno Adiwardoyo, op.cit., hlm. 11.

Page 39: KARYA A. A. NAVIS DAN IMPLIKASINYA PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/31984/3... · meluangkan waktu untuk penulis dalam proses ... semangat dan waktu yang

27

Ada beberapa cara menurut Aminuddin dalam Wahyudi Siswanto untuk

memahami watak tokoh yakni melalui:

“1) tuturan pengarang terhadap karakteristik pelakunya; 2) gambaran yang

diberikan pengarang lewat gambaran lingkungan kehidupannya maupun

cara berpakaian; 3) menunjukkan bagaimana perilakunya; 4) melihat

bagaimana tokoh itu berbicara tentang dirinya sendiri; 5) memahami

bagaimana jalan pikirannya; 6) melihat bagaimana tokoh lain berbicara

tentangnya; 7) melihat tokoh lain berbicara dengannya; 8) melihat

bagaimana tokoh-tokoh yang lain memberikan reaksi terhadapnya; dan 9)

melihat bagaimana tokoh itu dalam reaksi tokoh yang lain.” 50

Menurut Burhan Nurgiantoro, tokoh-tokoh dalam cerita dapat dibedakan

dalam beberapa kategori menurut sudut pandang dan tinjauan tertentu: 1) tokoh

utama (tokoh yang tergolong penting dan mendominasi sebagian besar cerita) dan

tokoh tambahan (tokoh yang hanya sekali atau beberapa kali dimunculkan dan

mendapat porsi penceritaan yang relatif pendek); 2) tokoh protagonis (tokoh yang

mengalami konflik) dan antagonis (tokoh yang menjadi penyebab terjadinya

konflik); 3) tokoh sederhana (tokoh yang hanya memiliki satu kualitas pribadi

atau watak tertentu) dan tokoh bulat (tokoh yang memiliki berbagai sisi

kehidupan, kepribadian dan jati diri); 4) tokoh statis (tokoh yang tidak mengalami

perubahan watak sebagai akibat dari peristiwa yang terjadi) dan berkembang

(tokoh yang mengalami perubahan watak sejalan dengan tuntutan peristiwa secara

keseluruhan; dan 5) tokoh tipikal (tokoh yang diciptakan berdasarkan persepsi

tokoh di dunia nyata) dan netral (tokoh imaji yang hanya hidup dalam cerita).51

Tokoh merupakan unsur yang membawakan cerita, baik yang dipengaruhi

oleh tokoh lain maupun dengan lingkungan. Ada banyak tokoh yang terdapat

dalam novel Saraswati Si Gadis dalam Sunyi karya A. A. Navis, namun dalam

analisis ini akan diuraikan beberapa tokoh yang dianggap penting dan menguasai

isi cerita seperti Saraswati sebagai tokoh utama sekaligus narator, sedangkan

Busra, Angah, Bisri, laki-laki tua bisu, Uni Ros (guru menjahit dan menyulam),

dan Guru Andika sebagai tokoh tambahan.

50Wahyudi Siswanto, op.cit., hlm. 145.

51

Burhan Nurgiyantoro, op.cit., hlm. 258-278.

Page 40: KARYA A. A. NAVIS DAN IMPLIKASINYA PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/31984/3... · meluangkan waktu untuk penulis dalam proses ... semangat dan waktu yang

28

d. Latar

Latar biasanya diwujudkan dengan menciptakan kondisi-kondisi untuk

melengkapi cerita baik tentang lingkungan, waktu, dan tata cara kehidupan para

tokoh dalam menjalankan perannya di masyarakat seperti yang dikemukakan oleh

Burhan Nurgiantoro yang membagi unsur latar menjadi tiga bagian yakni:

1) latar tempat, menunjukan lokasi terjadinya peristiwa yang diceritakan; 2) latar

waktu, berhubungan dengan “kapan” terjadinya suatu peristiwa yang diceritakan;

dan 3) latar sosial-budaya, berhubungan dengan perilaku kehidupan sosial

masyarakat di suatu tempat yang diceritakan.52

Mengutip apa yang dikatakan Leo Hamalian dan Federick R. Karell dalam

Aminuddin, dan lebih lanjut Wahyudi Siswanto menjelaskan bahwa “latar cerita

dalam karya fiksi bukan hanya berupa tempat, waktu, peristiwa, suasana serta

benda-benda dalam lingkungan tertentu, tetapi juga dapat berupa suasana yang

berhubungan dengan sikap, jalan pikiran, prasangka, maupun gaya hidup suatu

masyarakat dalam menanggapi suatu problema tertentu.” Kemudian Kenney

menambahkan dalam Sudjiman bahwa cakupan latar cerita dalam cerita fiksi

meliputi “penggambaran lokasi geografis, pemandangan, princian perlengkapan

sebuah ruangan, pekerjaan atau kesibukan sehari-hari para tokoh, waktu

berlakunya kejadian, masa sejarahnya, musim terjadinya sebuah tahun,

lingkungan agama, moral, intelektual, sosial, dan emosional para tokoh.”53

Suroto menjelaskan bahwa latar berfungsi sebagai pendukung alur dan

perwatakan. Gambaran situasi yang tepat akan membantu memperjelas peristiwa

yang sedang dikemukakan. Untuk dapat melukiskan latar yang tepat pengarang

harus mempunyai pengetahuan yang memadai tentang keadaan atau waktu yang

akan digambarkannya. Hal itu dapat diperoleh melalui pengamatan langsung atau

melalui bacaan-bacaan serta informasi dari orang lain.54

Latar akan memberikan

warna tersendiri pada sebuah cerita. Pembaca akan mempunyai persepsi tersendiri

tentang peristiwa yang tergambar melalui latar yang disuguhkan.

52Ibid, hlm. 314-322.

53

Wahyudi Siswanto, op.cit., hlm. 149.

54Suroto, op.cit., hlm. 94.

Page 41: KARYA A. A. NAVIS DAN IMPLIKASINYA PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/31984/3... · meluangkan waktu untuk penulis dalam proses ... semangat dan waktu yang

29

Latar menjadi landasan berlangsungnya berbagai peristiwa yang diceritakan

cerita fiksi. Latar dalam novel Saraswati Si Gadis dalam Sunyi Karya A. A. Navis

tidak lepas dari tempat, waktu, dan sosial budaya yang terjadi dalam cerita. Latar

dalam novel ini sekitar tahun 1958 saat peristiwa PRRI yang memberi dampak

besar bagi watak dan kejadian yang dialami oleh tokoh-tokohnya. Dengan begitu

latar dapat berfungsi untuk memperkuat keyakinan pembaca terhadap perjuangan

tokoh utama (difabel) dalam memperoleh aktualisasi diri.

e. Sudut pandang

Suroto berpendapat mengenai pengertian sudut pandang yakni, “kedudukan

atau posisi pengarang dalam cerita tersebut.”55

Mengutip pendapat Hayati dan

Winarno Adiwardoto mengenai sudut pandang, “posisi pengarang dalam suatu

cerita atau cara pengarang memandang suatu cerita.”56

Pengertian dari kedua

tokoh tersebut sebenarnya tidak jauh berbeda, yakni sudut pandang dalam karya

fiksi adalah tempat suatu pengarang memposisikan dirinya dalam cerita mengenai

tokoh, peristiwa, tempat, waktu dengan gaya bahasanya.

Dalam bukunya, Burhan Nurgiantoro membedakan sudut pandang

berdasarkan pembedaan yang sudah umum diketahui orang yakni:

1) Sudut pandang persona ketiga “Dia”

Dalam sudut pandang ini narator berada di luar cerita dan menggunakan

kata pengganti (ia, dia, mereka) untuk menampilkan tokoh-tokohnya. Sudut

pandang “dia” dibedakan lagi berdasarkan tingkat kebebasan dan

keterikatan pengarang terhadap bahan ceritanya, yakni mahatau (narator

bebas menceritakan segala sesuatu yang berhubungan dengan tokoh “dia”;

dan pengamat (sama dengan “mahatau” hanya saja narator terbatas pada

satu tokoh saja).

2) Sudut pandang persona pertama “Aku”

Dalam sudut pandang ini narator ikut terlibat dalam cerita sebagai tokoh

kisah yang menceritakan seluruh peristiwa yang dialami. Berdasarkan peran

dan kedudukannya dalam cerita, sudut pandang “aku” dibedakan menjadi

55Suroto, op. cit., hlm. 96.

56

Hayati dan Winarno Adiwardoyo, op. cit., hlm. 12.

Page 42: KARYA A. A. NAVIS DAN IMPLIKASINYA PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/31984/3... · meluangkan waktu untuk penulis dalam proses ... semangat dan waktu yang

30

dua golongan, yakni “aku” menduduki peran utama dan “aku menduduki

peran tambahan.

3) Sudut pandang persona kedua “Kau”

Dalam teknik sudut pandang ini biasanya dipakai untuk

“mengoranglainkan” diri sendiri sebagai orang lain. Hal tersebut digunakan

sebagai variasi cara memandang oleh tokoh aku dan dia.

4) Sudut pandang campuran

Dalam sudut pandang ini pengarang dapat berganti teknik, dari teknik satu

ke teknik yang lain dalam sebuah cerita yang ditulisnya tergantung kemauan

dan kreativitas yang dimiliki. Penggunaan sudut pandang ini dapat berupa

sudut pandang persona ketiga dengan teknik “dia” mahatau dan “dia”

sebagai pengamat, persona pertama dengan teknik “aku” sebagai tokoh

utama dan “aku” tambahan atau sebagai saksi. Selain itu, berupa campuran

antara persona pertama dan ketiga bahkan kadang diselingi persona kedua

sekaligus 57

Pemilihan sudut pandang yang tepat akan membuat cerita menjadi lebih

kuat dalam segi penyampaian dan keterikatan, sehingga tujuan yang diharapkan

dapat tercapai. Dalam novel SSGdS pengarang menggunakan sudut pandang

orang pertama sebagai pelaku utama untuk menggambarkan perjuangan tokoh

utama (difabel) untuk memperoleh aktualisasi diri.

f. Gaya bahasa

Pusat perhatian dalam masalah penggunaan bahasa untuk mengungkapkan

ide atau tema pada karya sastra adalah kecocokan bahasa yang digunakan dengan

persoalan yang diangkat. Dalam hal ini Hayati dan Winarno Adiwardoyo

berpendapat gaya bahasa dapat dijadikan sebagai media ekspresi pikiran dan

perasaan pengarang sehingga pembaca atau penikmat dapat tertarik.58

Gaya penceritaan menurut Wahyudi Siswanto mencakup teknik penulisan

dan teknik penceritaan. Teknik penulisan adalah cara yang digunakan oleh

57Burhan Nurgiyantoro, op.cit., hlm. 347-362.

58

Hayati dan Winarno Adiwardoyo, op.cit., hlm. 2.

Page 43: KARYA A. A. NAVIS DAN IMPLIKASINYA PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/31984/3... · meluangkan waktu untuk penulis dalam proses ... semangat dan waktu yang

31

pengarang untuk menulis karya sastranya. Sedangkan teknik penceritaan adalah

cara yang digunakan oleh pengarang dalam menyajikan karya sastranya.59

Penggunaan gaya bahasa yang menarik akan membuat pembaca tertarik

menyelesaikan cerita hingga akhir. Hal ini yang dilakukan A. A. Navis dalam

novel Saraswati Si Gadis dalam Sunyi dengan banyak menggunakan gaya bahasa

untuk mempertegas perjuangan tokoh difabel dalam memperoleh aktualisasi diri.

g. Amanat

Mengutip pendapat Wahyudi Siswanto bahwa amanat dianggap sebagai

“gagasan yang mendasari karya sastra; pesan yang ingin disampaikan pengarang

kepada pembaca atau pendengar. Di dalam karya sastra modern amanat ini

biasanya tersirat; di dalam karya sastra lama pada umumnya amanat tersurat.”60

Dalam karya sastra, pengarang selalu memberikan suatu pesan yang dapat diambil

oleh pembacanya baik tersirat ataupun tersurat. Pesan atau amanat yang tersirat,

memaksa pembaca mencari sendiri di dalam teks dengan mencermati tokoh-tokoh

yang ada di dalam cerita dan memahami secara keseluruhan maksud dari cerita

yang disajikan.

Melalui novel SSGdS, A. A. Navis ingin memberikan gambaran realita

penyandang disabilitas yang selama ini terlupakan. Namun, pencapaian Saraswati

akan kebutuhan aktualisasi diri menjadi ajang pembuktian bahwa keterbatasan

bukanlah halangan untuk hidup mandiri tanpa bergantung dengan orang lain,

sehingga pembaca akan memiliki motivasi, jiwa optimis dan kepercayaan diri

untuk mengembangkan potensi yang dimiliki secara maksimal.

3. Unsur Ekstrinsik Novel

Unsur ekstrinsik menurut Burhan Nurgiantoro adalah “unsur-unsur yang

berada di luar karya sastra yang tidak secara langsung ikut terlibat membangun

atau mempengaruhi sistim organisme karya sastra.”61

Lebih lengkapnya Suroto

menambahkan yang dimaksud dengan unsur ekstrinsik adalah unsur yang berada

di luar karya sastra, biasanya ikut mempengaruhi penciptaan sebuah karya sastra.

Unsur-unsur tersebut terdiri dari latar belakang kehidupan pengarang, keyakinan

59Wahyudi Siswanto, op.cit., hlm. 162.

60

Ibid.

61Burhan Nurgiantoro, op.cit., hlm. 23.

Page 44: KARYA A. A. NAVIS DAN IMPLIKASINYA PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/31984/3... · meluangkan waktu untuk penulis dalam proses ... semangat dan waktu yang

32

dan pandangan hidup pengarang, adat istiadat yang berlaku saat itu, situasi politik,

persoalan sejarah, ekonomi, pengerahuan agama dan lain sebagainya.

Tiap bentuk karya sastra memiliki unsur ekstrinsik yang berbeda, mencakup

berbagai aspek kehidupan sosial yang tampak menjadi latar belakang

penyampaian tema dan amanat cerita. Seorang pengarang yang baik akan selalu

mempelajari semua aspek kehidupan manusia. Jika pengarang kurang mengetahui

kehidupan manusia dan segala keunikan yang dimiliki, maka sebuah karya yang

dihasilkan akan terasa hambar bahkan janggal.62

D. Pendekatan Psikologi Sastra

Psikologi dalam istilah lama disebut ilmu jiwa, menurut Muhibbinsyah

“psikologi berasal dari kata bahasa Inggris psychology. Kata psychology

merupakan dua akar kata yang bersumber dari bahasa Greek (Yunani), yaitu: 1)

psyche yang memang berarti jiwa; 2) logos yang berarti ilmu. Jadi secara harfiah

psikologi memang berarti ilmu jiwa.”63

Pendapat lain dikemukakan oleh M.

Purwanto yang menganggap psikologi sebagai ilmu yang mempelajari tingkah

laku manusia, yang dimaksud dengan tingkah laku di sini ialah segala kegiatan,

tindakan, perbuatan manusia baik yang kelihatan maupun yang tidak kelihatan,

yang disadari maupun yang tidak disadari. Termasuk di dalamnya cara berbicara,

berjalan, berfikir/mengambil keputusan, cara ia melakukan sesuatu, cara bereaksi

terhadap segala sesuatu yang datang dari luar dirinya maupun dari dalam

dirinya.64

Sedangkan bagi Albertine Minderop, sastra dianggap sebagai “karya tulis

yang memberikan hiburan dan disampaikan dengan bahasa yang unik, indah dan

artistik serta mengandung nilai-nilai kehidupan dan ajaran moral sehingga mampu

menggugah pengalaman, kesadaran moral, spiritual dan emosional pembaca.”65

Sastra lahir sebagai hasil ungkapan jiwa pengarang berdasarkan ide, gagasan,

62Suroto. op.cit., hlm. 138.

63

Muhibbinsyah, Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru, (Bandung: PT. Remaja

Rosdakarya, 2008), hlm. 7.

64M. Ngalim Purwanto, Psikologi Pendidikan, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2007),

hlm. 1.

65Albertine Minderop, op. cit., hlm. 76.

Page 45: KARYA A. A. NAVIS DAN IMPLIKASINYA PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/31984/3... · meluangkan waktu untuk penulis dalam proses ... semangat dan waktu yang

33

peristiwa, realita kehidupan masyarakat serta nilai-nilai yang diamanatkan lewat

tokoh-tokoh cerita melalui media bahasa. Dalam kajian sastra yang menggunakan

pendekatan psikologi sastra inilah, hubungan antara sastra dan psikologi terjadi.

Perkembangan kajian sastra yang bersifat interdisipliner telah

mempertemukan ilmu sastra dengan ilmu lainnya, salah satunya psikologi.

Pertemuan tersebut melahirkan pendekatan dalam kajian sastra yakni psikologi

sastra. Jadi, psikologi sastra adalah sebuah interdisipliner antara psikologi dan

sastra. Mempelajari psikologi sastra sama halnya dengan mempelajari tingkah

laku manusia dari sebuah karya sastra.

Seperti yang dikemukakan oleh Suwardi Endraswara, bahwa psikologi

sastra adalah “kajian sastra yang memandang karya sebagai aktivitas kejiwaan.”66

Karena tujuan dari psikologi sastra adalah memahami aspek-aspek kejiwaan yang

terkandung dalam suatu karya sastra. Dalam kajian psikologi sastra berusaha

mengungkapkan sistem kepribadian meliputi tiga unsur kejiwaan yang saling

berkaitan, yaitu id, ego, dan super ego.

Roekhan berpendapat bahwa pada dasarnya psikologi sastra akan ditopang

oleh tiga pendekatan sekaligus:

Pertama, pendekatan tekstual, yang mengkaji aspek psikologis tokoh

dalam karya sastra. Kedua, pendekatan reseptif-pragmatik, yang

mengkaji aspek psikologis pembaca sebagai penikmat karya sastra yang

terbentuk dari pengaruh karya yang dibacanya, serta proses resepsi

pembaca dalam menikmati karya sastra. Ketiga, pendekatan ekspresif,

yang mengkaji aspek psikologis sang penulis ketika melakukan proses

kreatif yang terproyeksi lewat karyanya, baik penulis sebagai pribadi

maupun wakil masyarakatnya.67

Daya tarik psikologi sastra ialah pada masalah manusia yang melukiskan

potret kejiwaan yang ia miliki. Dalam sebuah karya sastra terkandung fenomena-

fenomena kejiwaan yang tampak lewat perilaku tokoh-tokohnya yang secara sadar

atau tidak sadar diciptakan oleh pengarang dengan menggunakan teori psikologi,

sehingga karya sastra dapat dianalisis dengan menggunakan pendekatan psikologi.

66Suwardi Endraswara, Metodologi Penelitian Sastra, (Yogyakarta: CAPS, 2013), hlm.96.

67

Ibid, hlm.97-98.

Page 46: KARYA A. A. NAVIS DAN IMPLIKASINYA PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/31984/3... · meluangkan waktu untuk penulis dalam proses ... semangat dan waktu yang

34

Langkah yang dilakukan oleh peneliti psikologi sastra dengan sasaran

psikologi tokoh, yaitu: pertama, pendekatan psikologi sastra menekankan kajian

keseluruhan baik berupa unsur intrinsik maupun ekstrinsik. Namun, tekanan pada

unsur intrinsik yaitu tentang penokohan dan perwatakannya. Kedua, masalah tema

suatu karya. Ketiga, konflik perwatakan tokoh perlu dikaitkan dengan alur

cerita.68

Penelitian psikologi sastra memiliki peranan penting dalam pemahaman

sastra karena adanya beberapa kelebihan seperti: “pertama, pentingnya psikologi

sastra untuk mengkaji lebih mendalam aspek perwatakan. Kedua, dengan

pendekatan ini dapat memberi umpan balik kepada peneliti tentang masalah

perwatakan yang dikembangkan. Ketiga, penelitian semacam ini sangat

membantu untuk menganalisis karya sastra yang kental dengan masalah-masalah

psikologis.”69

E. Pembelajaran Sastra Indonesia

Mengutip pendapat Dimyati dan Mudjiono bahwa pembelajaran dianggap

sebagai “proses yang diselenggarakan oleh guru untuk membelajarkan siswa

dalam memperoleh dan memproses pengetahuan, keterampilan, dan sikap.”70

Guru bukan hanya berperan sebagai pengajar yang mentransfer ilmu sesuai

dengan bidang yang ia kuasai, tetapi juga sebagai pendidik karakter anak bangsa.

Ia harus menciptakan suasana kelas yang memungkinkan terjadinya interaksi

belajar mengajar sehingga dapat memotivasi siswa untuk belajar dengan baik dan

menyenangkan.

Sebagai makhluk sosial, manusia dalam kehidupannya selalu berhubungan

dengan orang lain. Mereka saling berinteraksi atau berkomunikasi dengan orang

di sekitarnya maupun yang jauh sekalipun. Bahasa merupakan alat komunikasi

yang paling penting bagi manusia karena dengan bahasa, manusia dapat

mengekspresikan apa yang ada dalam pikiran, gagasan atau perasaannya. Selain

68Ibid., hlm. 104.

69

Ibid., hlm. 12.

70Dimyati dan Mudjiono, op.cit., hlm. 157.

Page 47: KARYA A. A. NAVIS DAN IMPLIKASINYA PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/31984/3... · meluangkan waktu untuk penulis dalam proses ... semangat dan waktu yang

35

itu, bahasa juga digunakan sebagai alat penyampaian pesan dari seseorang kepada

orang lain baik secara lisan maupun tulisan

Dalam dunia pendidikan para pengajar terus berupaya meningkatkan

keberhasilan dalam pengajaran bahasa dan sastra Indonesia. Menurut Basennang

Saliwangi, pengajaran berbahasa berupaya untuk melatih siswa menemukan

konsep-konsep yang berkaitan dengan semantik, pemahaman arti kata, kalimat, isi

paragraf, dan isi secara keseluruhan, juga prinsip tentang bahasa yang

digunakan.71

Sedangkan menurut Wahyudi Siswanto, melalui pengajaran sastra

siswa diajak untuk langsung membaca, memahami, menganalisis, dan menikmati

karya sastra secara langsung.72

Mengutip pendapat Henry Guntur Tarigan, dalam kurikulum di sekolah

keterampilan berbahasa (atau language arts, language skills) biasanya mencakup

empat aspek, yaitu: “(1) keterampilan menyimak/mendengar (listening skills), (2)

keterampilan berbicara (speaking skills), (3) keterampilan membaca (reading

skills) dan keterampilan menulis (writing skills).”73

Dalam pembelajaran sastra

menurut Wahyudi Siswanto keempat keterampilan tersebut meliputi: (1)

keterampilan mendengar meliputi: mendengar, memahami, mengapresiasi ragam

karya sastra baik asli, saduran atau terjemahan sesuai kemampuan siswa. (2)

keterampilan berbicara meliputi: membahas dan mendiskusikan ragam karya

sastra sesuai dengan isi konteks lingkungan dan budaya. (3) keterampilan

membaca meliputi: membaca dan memahami ragam karya sastra, serta mampu

melakukan apresiasi secara tepat. (4) keterampilan menulis meliputi:

mengekspresikan karya sastra yang diminati dalam bentuk sastra tulis yang

kreatif, serta dapat menulis kritik dan esai sastra berdasarkan ragam sastra yang

telah dibaca.74

Keempat aspek tersebut terdapat dalam pembelajaran bahasa dan

sastra Indonesia sesuai dengan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP).

71Basennang Saliwangi, Pengantar Strategi Belajar-Mengajar Bahasa Indonesia, (Malang:

IKIP, 1989), hlm. 23.

72Wahyudi Siswanto, op.cit., hlm. 168.

73

Henry Guntur Tarigan, Membaca Sebagai Suatu Keterampilan Berbahasa, (Bandung:

Angkasa, 2008), hlm. 1.

74Wahyudi Siswanto, op.cit., hlm. 171.

Page 48: KARYA A. A. NAVIS DAN IMPLIKASINYA PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/31984/3... · meluangkan waktu untuk penulis dalam proses ... semangat dan waktu yang

36

Dalam kurikulum KTSP, pelajaran bahasa dan sastra Indonesia memiliki

silabus yang di dalamnya terdapat Standar Kompetensi (SK) yang harus penuhi

oleh siswa. Hal yang terkait dengan sastra dalam SK pada Sekolah Menengah

Pertama (SMP) kelas VIII semester genap salah satunya adalah memahami buku

novel remaja (asli atau terjemahan), terdapat Kompetensi Dasar (KD) yang harus

dimiliki oleh siswa yakni menjelaskan alur cerita, pelaku dan latar novel (asli atau

terjemahan). Selain itu terdapat indikator yang harus dicapai siswa yakni (1)

mampu menentukan alur cerita, karakter tokoh dan latar novel dengan bukti yang

meyakinkan; dan (2) menganalisis keterkaitan antar unsur intrinsik dalam novel.

Guru bahasa dan sastra Indonesia dituntut untuk kreatif menggunakan berbagai

strategi, metode, dan bahan ajar dalam menyampaikan materi pelajaran.

Strategi menurut Abdul Majid ialah suatu rencana tindakan yang termasuk

metode dan pemanfaatan berbagai sumber daya dalam pembelajaran.75

Semua ini

harus diupayakan dengan baik agar siswa menguasai materi tersebut dan tujuan

pembelajaran dapat tercapai. Jenis-jenis strategi pembelajaran: 1) strategi

pembelajaran langsung; 2) strategi pembelajaran tidak langsung; 3) strategi

pembelajaran interaktif; 4) strategi pembelajaran melalui pengalaman; dan 5)

strategi pembelajaran mandiri.76

Masih dari sumber yang sama, metode pembelajaran adalah cara yang

digunakan untuk mengimplementasikan rencana pembelajaran yang telah disusun

dalam kegiatan nyata agar tujuan yang diharapkan dapat tercapai secara optimal.

Metode pembelajaran yang dapat digunakan untuk mengimplementasikan strategi

pembelajaran menurut Depdiknas (PMPTK, 2008): 1) metode ceramah; 2) metode

demonstrasi; 3) metode diskusi; 4) metode simulasi; 5) metode tugas dan resitasi;

6) metode tanya jawab; 7) metode kerja kelompok; 8) metode problem solving; 9)

metode sistem regu; 10) metode latihan; 11) metode karyawisata; 12) ekspositori;

13) inkuiri; dan 14) pembelajaran kontekstual (CTL).77

M. Atar Semi berpendapat bahwa pengajaran sastra di sekolah menengah

pada dasarnya bertujuan agar siswa memiliki rasa peka terhadap karya sastra

75Abdul Majid, Strategi Pembelajaran, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2013), hlm. 8.

76

Ibid., hlm. 11-12.

77 Ibid., hlm. 193-230.

Page 49: KARYA A. A. NAVIS DAN IMPLIKASINYA PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/31984/3... · meluangkan waktu untuk penulis dalam proses ... semangat dan waktu yang

37

sehingga dapat terdorong dan tertarik untuk membacanya. Dengan demikian,

diharapkan siswa memperoleh pengetahuan tentang manusia dan kemanusiaan

sebagai suatu respon sastra, mengenal nilai-nilai dan mendapat ide-ide baru. 78

Karya sastra lahir dari penggabungan antara fakta dan imajinasi dengan bahasa

sebagai medianya, sehingga diharapkan siswa mempunyai bekal untuk merespon

kehidupan ini dengan imajinatif.

Manfaat membaca dan mempelajari sastra yakni untuk menunjang

keterampilan berbahasa, meningkatkan pengetahuan sosial budaya,

mengembangkan rasa karsa dan pembentukan watak.79

Dengan manfaat ini,

kemampuan siswa dapat lebih diasah melalui pembelajaran sastra.

Studi sastra dalam hubungannya dengan pengajaran sastra telah melahirkan

berbagai macam pendekatan, yakni:

1. Pendekatan kesejarahan

Pendekatan kesejarahan adalah pendekatan pengajaran yang memusatkan

perhatian kepada aspek sejarah kehadiran sastra. Periodisasi sastra, dan ciri-

ciri khas yang menandai perkembangan sastra dari zaman ke zaman.

Dengan pendekatan ini siswa memperoleh pengetahuan mengenai: (1)

proses kejadian suatu karya sastra; (2) latar belakang yang mewarnai karya

sastra tersebut; (3) perkembangan sastra dari masa ke masa; dan (4) latar

belakang yang mendorong perkembangan sastra atau yang menjadi

fenomena yang menonjol pada suatu periode tertentu.

2. Pendekatan sosiopsikologis

Pendekatan yang memusatkan perhatian kepada masalah kejiwaan dan

kemasyarakatan yang ada di dalam karya sastra. Dengan pendekatan ini

diharapkan siswa memahami sastra dalam konteks kemasyarakatan tempat

sastra tersebut dilahirkan.

3. Pendekatan emotif

Pendekatan ini dalam pengajaran sastra berupa upaya guru memanipulasi

emosi siswa tanpa memberi kesempatan kepada mereka untuk menentukan

78M. Atar Semi, Rancangan Pengajaran Bahasa dan Sastra Indonesia, (Bandung:

Angkasa, 1990), hlm. 152-153.

79Ibid., hlm. 154.

Page 50: KARYA A. A. NAVIS DAN IMPLIKASINYA PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/31984/3... · meluangkan waktu untuk penulis dalam proses ... semangat dan waktu yang

38

sendiri atau menikmati sendiri karya tersebut. Setelah itu guru memberikan

tugas kepada siswanya untuk membaca karya sastra. Dengan begitu siswa

membaca dengan menggunakan sikap emosi tertentu.

4. Pendekatan analisis

Pendekatan ini memusatkan perhatian kepada aspek pendidikan dan moral

yang terdapat dalam suatu karya sastra.

5. Pendekatan didaktis

Pendekatan analisis yaitu pendekatan yang memusatkan perhatian kepada

analisis segi-segi intrinsik karya sastra. Dengan pendekatan ini guru

cenderung untuk menunjukan komponen-komponen yang terdapat dalam

suatu karya sastra.

Pendekatan yang disebutkan di atas memiliki kelemahan-kelemahan di

samping adanya kekuatan, sehingga guru dapat mengambil unsur-unsur yang

positifnya. Di dalam pemilihan pendekatan perlu mempertimbangkan beberapa

masalah, yaitu: a) tujuan pengajaran; b) kebutuhan siswa menurut perkembangan

jiwa dan lingkungan ekologis; c) hakikat sastra sebagai karya seni; d)

memperhatikan perbedaan individual siswa seperti watak dan minat; e)

pendekatan yang dipilih hendaknya memungkinkan siswa mendapat peluang

seluas-luasnya mengapresiasi karya sastra; dan f) pendekatan yang dipilih

hendaknya menjamin pengertian yang benar tentang sastra secara utuh dan

memperhatikan fungsi sastra dalam kehidupan.80

F. Penelitian yang Relevan

Suatu penelitian maupun hasil penelitian adalah bagian yang tidak

terpisahkan dari unsur-unsur lainnya, baik yang berkaitan langsung maupun tidak

langsung dengan permasalahan yang sedang dibahas oleh seorang peneliti atau

penulis. Sebuah karya ilmiah mutlak membutuhkan referensi sebagai acuan suatu

penelitian yang sedang dikerjakannya. Tinjauan pustaka dapat bersumber dari

makalah, skripsi, jurnal, internet atau yang lainnya. Sepanjang penelitian yang

80Ibid., hlm. 196-197.

Page 51: KARYA A. A. NAVIS DAN IMPLIKASINYA PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/31984/3... · meluangkan waktu untuk penulis dalam proses ... semangat dan waktu yang

39

penulis lakukan, ada beberapa tulisan yang berkaitan dengan skripsi yang penulis

tulis di antaranya:

1. Siti Marfiah (2003) Universitas Muhamadiyah Surakarta dengan judul

“Aspek Kepercayaan Diri Tokoh Utama dalam Novel Saraswati Si Gadis

dalam Sunyi karya A. A Navis: Tinjauan Psikologi Sastra“. Penelitian ini

berusaha menjelaskan aspek kepercayaan diri tokoh utama dengan

menguraikan faktor-faktor yang mempengaruhi pembentukan kepercayaan

diri tokoh utama yang meliputi faktor-faktor keberanian tokoh utama, faktor

pengharapan, faktor religius, dan faktor ketidakadilan.

2. Vivi Nova Rina (2007) dengan judul “Analisis Persoalan dan Perjuangan

Sosial pada Saraswati dalam Novel Saraswati Si Gadis dalam Sunyi Karya

A. A Navis”. Penelitian ini berusaha menjelaskan persoalan sosial yang ada

dalam karya sastra yaitu diskriminasi, kebodohan, pesimis, kemiskinan, dan

harga diri dan bagaimana perjuangan Saraswati mengatasi persoalan sosial

tersebut.

3. Retno Wijayanti (2004) Universitas Muhamadiyah Surakarta dengan judul

"Citra Wanita dalam Novel Saraswati Si Gadis Dalam Sunyi karya A. A

Navis: Tinjauan Sastra Feminis". Berdasarkan hasil penelitian yang

dilakukan dapat disimpulkan bahwa wanita cacat yang keberadaannya tidak

diperhatikan, diremehkan, tidak dihargai dan dianggap sebagai manusia

kelas rendah. Padahal ia mempunyai kemauan dan keinginan seperti

layaknya orang normal. Gadis bisu dan tuli itu juga ingin belajar,

mendapatkan cinta dan kasih sayang serta pekerjaan yang layak.

Walaupun penelitian di atas sama-sama meneliti sebuah novel karya A. A

Navis yang berjudul Saraswati Si Gadis dalam Sunyi, tetapi setiap penulis

mengkaji novel dari sudut pandang materi dan metode yang berbeda-beda. Dalam

analisis ini penulis menggunakan pendekatan psikologi sastra. Penulis ingin

menjelaskan motivasi tokoh difabel yang terdapat dalam novel Saraswati Si Gadis

dalam Sunyi karya A. A Navis dan Implikasinya pada Pembelajaran Bahasa dan

Sastra. Analisis ini dimaksudkan sebagai pelengkap dari penelitian-penelitian

yang terdahulu.

Page 52: KARYA A. A. NAVIS DAN IMPLIKASINYA PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/31984/3... · meluangkan waktu untuk penulis dalam proses ... semangat dan waktu yang

40

BAB III

BIOGRAFI PENGARANG

A. Biografi A. A Navis

Bersumber dari profil sastrawan Indonesia, Giri Prastowo mengungkapkan

bahwa Haji Ali Akbar Navis atau lebih akrab dengan nama A. A Navis

merupakan anak sulung dari lima belas bersaudara. Ia adalah salah seorang

sastrawan dan budayawan terkemuka di Indonesia. Putera dari St. Marajo

Sawiyah ini lahir di Kampung Jawa, Padang, Sumatra Barat, 17 November 1924.

Ia meninggal pada tanggal 22 Maret 2003 di Rumah Sakit Pelni, Jakarta pada usia

78 tahun karena komplikasi jantung, asma dan diabetes.

A. A Navis mempunyai seorang isteri bernama Aksari Yasin yang dinikahi

pada tahun 1957. Mereka dikaruniai tujuh orang anak yakni: Dini Akbari, Lusi

Bebasari, Dedi Andika, Lenggogini, Gemala Ranti, Rinto Amanda, dan Rika

Anggraini, serta tiga belas cucu.1

Menurut Ensiklopedia Sastra Indonesia yang ditulis oleh Hasanudin W. S,

A. A Navis menamatkan pendidikannya di Perguruan INS Kayutaman pada tahun

1945. Ia pernah menjadi pegawai pabrik porselin di Padang Panjang pada tahun

1944 hingga 1947. Pada tahun 1955 hingga 1957 ia juga pernah menjabat sebagai

Kepala Bagian Kesenian Jawatan Kebudayaan Provinsi Sumatera Barat di Bukit

Tinggi. Kemudian, pada tahun 1969 menjadi Ketua Yayasan Ruang Pendidik INS

Kayutaman. Selain itu, Pemimpin Redaksi Harian Umum Semangat pada tahun

1971 hingga 1972 dan anggota DPRD Sumatera Barat pada tahun 1971 hingga

1982.2

Sesuai yang ditulis oleh Giri Prastowo dalam bukunya, sepanjang hidup A.

A Navis telah melahirkan sejumlah karya monumental dalam lingkup kebudayaan

dan kesenian. Bahkan ia menjadi guru bagi banyak sastrawan. Ia seorang

sastrawan intelektual yang menulis berbagai hal untuk menyampaikan pemikiran-

1Giri Prastowo, Profil Sastrawan Indonesia, (Jawa Barat: PT. Sukses Anugrah Kreasi,

2011), hlm. 1.

2Hasanudin W. S, Ensiklopedi Sastra Indonesia, (Bandung: Titian Ilmu, 2004), hlm. 2.

Page 53: KARYA A. A. NAVIS DAN IMPLIKASINYA PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/31984/3... · meluangkan waktu untuk penulis dalam proses ... semangat dan waktu yang

41

pemikirannya di pentas nasional dan internasional. Sudah ratusan karya yang ia

buat mulai dari cerpen, novel, puisi, cerita anak-anak, sandiwara radio, esai

mengenai masalah sosial budaya hingga penulisan otobiografi dan biografi.3

Sementara itu, menurut Hasanudin sebagai sastrawan A. A Navis telah

meraih sejumlah penghargaan, seperti dari Majalah Kisah untuk cerpen terbaik

tahun 1955 yakni Robohnya Surau Kami. Novel Remaja Terbaik dari

Unesco/Ikapi yakni Saraswati, si Gadis dalam Sunyi dan Cerita Rakyat dari

Sumatera Barat 2 tahun 1998. Ia juga memperoleh penghargaan dari Radio

Nederland tahun 1970 atas cerpen terbaik pada sayembara menulis cerpen Kincir

Emas, dengan judul Jodoh. Kemudian, dari majalah Femina ia memenangkan

sayembara atas cerpen Kawin pada tahun 1971. Tahun 1988 ia meraih Hadiah

Seni dari Departemen Pendidikan dan Kebudayaan RI dan empat tahun kemudian

ia kembali memenangkan penghargaan Hadiah Sastra dari Mendikbud RI dan

South East Asia Write Award dari Kerajaan Thailand. Selain itu, pada tahun 2000,

Navis memperoleh Satyalencana Kebudayaan dari Pemerintah RI.4

B. Pandangan Hidup A. A. Navis

Merujuk dari blog Ahmad Ali, kehadiran A. A Navis di dunia sastra

Indonesia menurut A. Teeuw sebenarnya bukan sebagai pengarang besar, tetapi

seorang pengarang yang menyuarakan suara Sumatera di tengah konsep Jawa

(pengarang Jawa) sehingga ia layak disebut sebagai pengarang “Angkatan

Terbaru”.5 Lebih lanjut Giri Prastowo bercerita bahwa kesenangan A. A Navis

terhadap sastra dimulai dari rumah. Orang tuanya pada saat itu berlangganan

majalah Panji Islam dan Pedoman Masyarakat. Ia selalu membaca cerita-cerita

itu dan lama kelamaan menggemarinya. Ayahnya mengetahui dan mengerti akan

kegemaran Navis itu. Oleh karena itu, ayahnya memberikan uang untuk membeli

3Giri Prastowo, op. cit., hlm. 3.

4Hasanudin W. S, op. cit., hlm. 2-3.

5Ahmad Ali, “Sang Kepala Pencemooh dalam Sebuah Kisah Proses Kreatif A. A Navis”,

2015, (http://ahmadali-laskar.blogspot.co.id), diakses pada tanggal 16 Desember 2015 pada pukul

14.05 WIB.

Page 54: KARYA A. A. NAVIS DAN IMPLIKASINYA PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/31984/3... · meluangkan waktu untuk penulis dalam proses ... semangat dan waktu yang

42

buku-buku bacaan kegemarannya. Dari situlah modal awal Navis untuk

menekuni dunia karang-mengarang di kemudian hari.6

Minat pokok A. A Navis dalam menulis menurut Hasanudin W. S tertuju

pada masalah-masalah manusia dan kemanusiaannya seperti, penderitaan,

kegetiran, kebahagiaan dan harapan. Minat demikian lebih didorong oleh

semacam latar belakang kesadaran intelektual, bukan primodial atau kepentingan

tertentu.7 Seperti yang dikatakan Abrar Yusra dalam bukunya bahwa masalah-

masalah kedaerahan yang ditampilkan dalam karya-karya A. A Navis terasa

sangat menonjol, menggambarkan sosok umum dari kemanusiaan yang sering

dilihat dalam pengalaman semua suku bangsa di negeri kita. Hal tersebut yang

menjadi salah satu kekuatan A. A Navis dalam membuat karya-karyanya. Unsur

setting sosial yang kuat ini memberikan warna aktualitas yang hidup dalam karya-

karyanya, dan membuatnya berbeda dari penulis-penulis kontemporer lain yang

berasal dari tanah Minang.8

“Jadikan aktivitas menulis sebagai suatu kebiasaan dan kebutuhan dalam

kehidupan.” Seperti itu jawaban A. A Navis saat ditanya alasan dirinya terus

menulis sepanjang hidup yang dikutip dari Kompas 7 Desember 1997 dalam blog

Ahmad Ali, “Soalnya senjata saya hanya menulis. Menulis itu alat, bukan pula

alat pokok untuk mencetuskan ideologi saya. Jadi waktu ada mood menulis novel,

menulis novel. Ada mood menulis cerpen, ya menulis cerpen, katanya.”9

Hikmat Ishak dalam harian kompas mengatakan, keinginan A. A. Navis

untuk menyatakan pendapat tentang kehidupan masyarakat lewat karya-karyanya

timbul ketika jemu melihat sikap pemuka masyarakat dan pemerintah sipil dan

militer yang munafik pada tahun 1847-1948. Pada tahun 1950 setelah pemulihan

kekuasaan republik dari tangan Belanda menjadi puncak kejemuannya. Dia

melihat parasit-parasit menikmati kemerdekaan, berebut fasilitas karena matinya

penjajah.

6Giri Prastowo, op. cit., hlm. 1.

7Hasanudin W. S, op.cit., hlm. 3.

8Abrar Yusra, Otobiografi A. A Navis, (Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 1994), hlm.

259.

9Ahmad Ali, loc.cit.

Page 55: KARYA A. A. NAVIS DAN IMPLIKASINYA PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/31984/3... · meluangkan waktu untuk penulis dalam proses ... semangat dan waktu yang

43

Kelompok tertentu sempat mencurigai A. A. Navis sebagai komunis akibat

sikapnya yang sempat tidak percaya pada ajaran pada ulama yang mengatakan

bahwa “Tuhan akan memperlihatkan balasanNya di dunia”. Menurutnya orang

baik-baik bisa mati konyol karena kesulitan hidup dan penjahat-penjahat

mendapatkan kesenangan.10

Hal tersebut tergambar pada salah satu karya A. A.

Navis yang berisi sebuah oto kritik seorang Islam terhadap faham agamanya yakni

kumpulan cerpen Robohnya Surau Kami (1963).

Kecenderungan mengkritik diri sendiri adalah salah satu cirikhas budaya

Minang. Masyarakat Minang memang tidak pernah habis daya tariknya sebagai

ajang kajian sosial, politik, ekonomi, maupun kebudayaan, bahkan sebagai sumber

inspirasi bagi pengarang dalam menciptakan sebuah karya. Hal tersebut tergambar

pada novel kemarau yang berisi kritik tentang berbagai nilai kehidupan yang

sudah mulai pudar terutama tentang nilai sosial. Nilai sosial yang dihadirkan A.

A. Navis merupakan sebuah kegelisahan terhadap masyarakat minang yang

menjadikan agama sebagai pembentuk nilai-nilai sosial namun implementasinya

tidak berjalan sebagaimana mestinya.

A. A Navis adalah sosok yang ceplas-ceplos apa adanya sehingga dijuluki

“Sang Pencemooh”. Seperti yang dikatakan A. A Navis dalam Kompas, Jum’at 9

Oktober 1992 “Saya memang kurang tahu bagaimana caranya menulis dengan

segenap perasaan marah yang saya punya apabila saya tengah menyoroti sebuah

situasi. Makanya saya melakukannya dengan dengan nada mengejek,” ujarnya.11

Selanjutnya Hasanudin menambahkan, cemooh terhadap tradisi, takhayul,

penggunaan akal dan ilmu pengetahuan dalam ikhtiar memperbaiki nasib dan

meningkatkan taraf kehidupan, rendahnya kedudukan wanita, kesenangan

hedonis, menghamburkan uang untuk perhelatan dan kenduri sebagai suatu

keharusan sosial. Semua itu merupakan sisi-sisi kehidupan yang dikembangkan

10Hikmat Ishak, “A. A. Navis: “Saya Tak Mungkin Menjadi Pelipur Lara”, Harian Kompas,

Jakarta, 20 November 1978, hlm. 5.

11

Arya Gunawan, “Ali Akbar Navis: Saya tidak Suka Bertaruh dalam Hidup”, Harian

Kompas, Jakarta, 9 Oktober 1992, hlm. 1.

Page 56: KARYA A. A. NAVIS DAN IMPLIKASINYA PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/31984/3... · meluangkan waktu untuk penulis dalam proses ... semangat dan waktu yang

44

oleh Navis dalam karyanya untuk mendorong masyarakatnya agar memahami

kehidupan secara lebih baik.12

C. Karya-karya A. A Navis

Beberapa karya A. A Navis menurut Giri Prastowo dalam bukunya Profil

Sastrawan Indonesia, yakni: 1) Robohnya Surau Kami (1955). 2) Hudjan Panas

(1963). 3) Bianglala: Kumpulan Cerita Pendek (1963). 4) Kemarau (1967). 5)

Saraswati: Si Gadis dalam Sunyi: Novel (1970). 6) Dermaga dengan Empat

Sekoci: Kumpulan Puisi (1975). 7) Dialektika Minangkabau (editor) (1983). 8) Di

Lintasan Mendung (1983). 9) Alam Terkembang Jadi Guru: Adat dan

Kebudayaan Minangkabau (1984). 10) Pasang Surut Pengusaha Pejuang:

Otobiografi Hasjim Ning (1986). 11) Hujan Panas dan Kabut Musim: Kumpulan

Cerita Pendek (1990). 12) Cerita Rakyat dari Sumatra Barat (1994). 13) Surat

dan Kenangan Haji (1994). 14) Otobiografi A. A Navis: Satiris dan Suara Kritis

dari Daerah (1994). 15) Filsafat dan Strategi Pendidikan M. Sjafei: Ruang

Pendidik INS Kayutaman (1996). 16) Cerita Rakyat dari Sumatra Barat 2 (1998).

17) Yang Berjalan Sepanjang Jalan (1999). 18) Jodoh: Kumpulan Cerpen (1999).

19) Dermaga Lima Sekoci (2000). 20) Kabut Negeri si Dali: Kumpulan Cerpen

(2001). 21) Cerita Rakyat dari Sumatra Barat 3 (2001). 22) Bertanya Kerbau

pada Pedati: Kumpulan Cerpen (2002). 23) Gerhana: Novel (2004). 24) Antologi

Lengkap Cerpen A. A Navis tahun 200513

12Hasanudin W. S, loc.cit.

13

Giri Prastowo, op. cit., hlm. 4-5.

Page 57: KARYA A. A. NAVIS DAN IMPLIKASINYA PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/31984/3... · meluangkan waktu untuk penulis dalam proses ... semangat dan waktu yang

45

BAB IV

ANALISIS DAN PEMBAHASAN

A. Unsur Intrinsik Novel Saraswati Si Gadis dalam Sunyi Karya A. A.

Navis

Unsur pembangun sebuah novel secara umum dapat dikatakan bersifat lebih

terperinci dan kompleks daripada sebuah cerpen. Hal tersebut disebabkan novel

menceritakan masalah yang begitu kompleks, sehingga tokoh utama tidak hanya

mengalami sekali proses pemunculan konflik, melainkan berulang kali tokoh

utama menjadi sentris dalam pemunculan suatu konflik dalam sebuah cerita.

Bahkan dalam sebuah novel disuguhkan rentetan konflik yang mampu

mengguncang perasaan pembaca, dimulai dari tokoh utama lahir hingga tokoh

tersebut meninggal dunia. Keresahan yang dialami pembaca setelah

menyelesaikan keseluruhan cerita dalam sebuah novel dapat dijadikan sebagai

bahan dalam penelitian sastra.

Peneliti sastra menggunakan kajian unsur intrinsik sebagai bahan penelitian

mereka karena unsur intrinsik berperan sebagai salah satu unsur pembangun

sebuah novel. Unsur intrinsik dapat dijadikan sebagai jembatan atau fondasi awal

dalam proses analisis kesusasteraan. Sehingga unsur intrinsik sangat penting

diketahui agar sebuah cerita dapat dinikmati serta lebih dipahami oleh pembaca.

Di bawah ini akan dijelaskan unsur intrinsik dalam novel Saraswati Si Gadis

dalam Sunyi (SSGdS) karya A. A. Navis antara lain sebagai berikut:

1. Tema

Tema merupakan salah satu unsur pembangun dalam sebuah cerita yang

tidak hanya dituliskan secara tersurat atau terpampang jelas dalam kutipan, tetapi

penampakan tema dapat tersirat dalam berbagai kutipan dialog antar tokoh

ataupun alur kejadian dalam suatu peristiwa yang tengah dialami tokoh. Tema

dalam novel tidak dapat ditentukan hanya dengan membaca sepotong cerita, tetapi

harus membaca keseluruhan cerita secara utuh. Hal tersebut dikarenakan sifat

tema yang bersifat luas, artinya tema dalam sebuah novel harus mampu menjadi

Page 58: KARYA A. A. NAVIS DAN IMPLIKASINYA PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/31984/3... · meluangkan waktu untuk penulis dalam proses ... semangat dan waktu yang

46

ide dasar atau gagasan besar dalam sebuah novel, sehingga kemunculan tema pada

sebuah novel tidak hanya dimunculkan dengan satu-dua kutipan atau dalam

penanda cerita saja, namun penyajiannya kompleks sehingga intensitasnya hampir

selalu muncul begitu dominan di setiap kejadian.

Tema-tema yang kerap diangkat A. A. Navis selalu menunjukkan sikapnya

yang berani dan jujur menyuarakan kebobrokan mental bangsa Indonesia yang

semakin digerogoti oleh para pemimpinnya. Hal tersebut bukanlah sebagai omong

kosong belaka sebab banyak karya A. A. Navis yang menyuarakan hal senada,

seperti novel Roboh Surau Kami, Kemarau, Bertanya Kerbau pada Pedati, cerpen

Sang Guru Juki, Kuda, Jodoh dan lain sebagainya. Hal tersebut disurakan A. A.

Navis begitu menukik namun dengan lembut, sehingga tidak kentara sebagai

kritik moral yang sebernarnya disuarakan.

Tema dalam novel SSGdS, yakni perjuangan tokoh difabel untuk

mengaktualisasikan dirinya. Tema besar dalam novel tersebut memiliki

keterkaitan pada pandangan Maslow yang dikutip dalam Albertine Minderop,

“semua manusia memiliki perjuangan atau kecenderungan yang dibawa sejak lahir

untuk mengaktualisasikan diri”.1 Penulis menganggap kemunculan tema tersebut

sebagai upaya eksistensi tokoh utama, yaitu Saraswati, dalam menghadapi

berbagai kompleksitas masalah yang ia hadapi. Pada dasarnya setiap manusia

memiliki kehendak atas eksistensi dirinya pada lingkungan atau bahkan sesama

manusia.

Pengarang dengan cerdik memunculkan tema tersebut sebagai ide besar

yang membungkus serangkaian peristiwa atau konflik dalam keberadaan cerita

yaitu dengan cara membenturkan ide dasar bahwasanya tokoh utama digambarkan

sebagai gadis bisu-tuli (difabel), namun dituntut untuk memenuhi berbagai

kebutuhan layaknya manusia normal pada umumnya. Dengan mengusung tema

tersebut, A. A. Navis memberikan suguhan lika-liku problematika kehidupan yang

harus dihadapi tokoh difabel. Hal tersebut bukan hanya berdampak pada

eksistensi diri si tokoh difabel, tetapi juga pada lingkungan di mana ia berada. Hal

1Albertine Minderop, Psikologi Sastra (Karya Sastra, Metode, Teori dan Contoh Kasus),

(Jakarta: Yayasan Pustaka Obor Indonesia, 2011), hlm. 279.

Page 59: KARYA A. A. NAVIS DAN IMPLIKASINYA PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/31984/3... · meluangkan waktu untuk penulis dalam proses ... semangat dan waktu yang

47

tersebut menjadikan cerita pada novel SSGdS menjadi cukup sulit dipahami oleh

kategori pembaca yang memiliki kecenderungan terlalu dini untuk menyimpulkan

isi cerita.

Berangkat dari pernyataan pakar yang sama bahwa seseorang akan

mencapai aktualisasi diri apabila ia mampu melewati masa-masa sulit yang

berasal dari diri sendiri maupun dari luar.2 Begitupun Saraswati yang akhirnya

dapat melewati masa-masa sulit dalam hidupnya. Rentetan penderitaan yang

dialami tokoh utama sebagai gadis bisu-tuli tidaklah mudah. Dengan motivasi

yang tinggi, tekad yang kuat dan tidak mudah putus asa telah membawa

keberadaan tokoh utama pada titik eksistensi terbesarnya. Tema tersebut

tergambar jelas dari berbagai usaha yang dilakukan Saraswati sebagai tokoh

utama. Untuk itu, pengambilan tema besar dalam novel SSGdS dirasakan tepat

untuk melukiskan semua ketangguhan yang telah dilakukan oleh tokoh utama

dalam perjalanan hidupnya sebagai gadis difabel. Berikut ini berbagai kutipan

penting yang menandakan keberadaan tema pada cerita yang begitu dominan di

antaranya:

Belajar menjahit sebetulnya bukanlah pekerjaan yang mudah. Lebih-

lebih, aku harus memegang pensil untuk membuat garis-garis di atas kertas.

Terasa sekali kesulitanku, karena aku tidak mengenal huruf-huruf yang

harus aku tulis.3

…. Lama-lama aku dapat menuliskan beberapa kata, menyebutkan dan

mengenal maksud gerak-gerak mulutnya. Tentu saja semua itu tidak mudah

bagiku, meski di rumah aku selalu mengulang-ulangnya, menuliskan apa

yang aku ucapkan dan menggunakan kaca untuk memahami gerak-gerik

mulutku. Memang tidak mudah, Saudaraku.4

Kutipan di atas menunjukkan bentuk usaha yang dilakukan oleh Saraswati untuk

mengembangkan potensinya sebagai wujud eksistensi diri dalam kehidupannya. Ia

terlihat mengalami banyak kesulitan dalam mempelajari semua yang terkait tulis-

menulis. Hal tersebut tidaklah mudah bagi seorang gadis bisu-tuli yang tidak

pernah mendapatkan pendidikan formal selayaknya di sekolah. Namun, pada

2Ibid., hlm. 307.

3A. A. Navis, Saraswati Si Gadis dalam Sunyi, (Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Umum,

2002), hlm. 46.

4Ibid., hlm. 61.

Page 60: KARYA A. A. NAVIS DAN IMPLIKASINYA PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/31984/3... · meluangkan waktu untuk penulis dalam proses ... semangat dan waktu yang

48

akhir cerita Saraswati dikisahkan memulai hidup baru untuk belajar menulis dan

membaca pada Pusat Rehabilitasi yang dirintis oleh Dr. Soeharso di Solo.

Menurut YPAC, Pusat Rehabilitasi bagi penyandang disabilitas di Indonesia

didirikan pada tahun 1952.5 Upaya yang dilakukan oleh Dr. Soeharso tersebut

muncul sebagai pengharapan baru untuk kaum penyandang disabilitas seperti

Saraswati, mengingat pada masa itu memang belum ada sekolah bagi penyandang

disabilitas.

Dengan motivasi yang terbentuk karena kesadaran diri atas pemahaman

betapa pentingnya belajar untuk mengembangkan diri dan bekal menjalani

kehidupan membuat Saraswati memperoleh aktualisasi diri dan akhirnya

mengangkat derajatnya dalam masyarakat. Aktualisasi diri tokoh utama

diungkapkan dengan nada optimis seperti dalam kutipan berikut:

…, kini aku telah mempunyai kehidupan sebagaimana yang aku rindukan.

Hidup seperti gadis-gadis lain, karena kekurangan yang ada padaku hampir

tidak berarti lagi. Apalagi bila suatu waktu aku mendapat kesempatan untuk

belajar lebih banyak.6

Kutipan di atas menggambarkan keberhasilan Saraswati meraih kehidupan yang

dinginkannya. Hidup seperti manusia normal tanpa orang lain memandang

keterbatasannya. Keberhasilan itu menimbulkan keyakinan dan rasa percaya diri

Saraswati sebagai difabel. Ia percaya bahwa setiap manusia memiliki potensi yang

luar biasa. Jika ia diberi kesempatan lebih banyak untuk belajar pasti ia akan

menjadi difabel yang lebih hebat. Lewat perjuangan tokoh Saraswati sebagai

gadis difabel dalam mengaktualisasikan diri, A. A. Navis sebagai pengarang ingin

membuktikan kepada pembaca bahwa penyandang disabilitas berhak mendapat

kesempatan yang sama dengan orang normal dalam kehidupan untuk

membuktikan potensi yang ia miliki.

Selain itu, penulis juga memberikan apresiasi yang tinggi kepada A. A.

Navis karena mampu memberikan tamparan keras kepada keadaan yang

menghimpit pada masa itu. Pemerintah pada masa itu kurang memperhatikan hal-

5Yayasan Pembinaan Anak Cacat (YPAC), Sejarah YPAC, 2016, (http://ypac-nasional-org),

diakses pada tanggal 23 Maret 2016 pada pukul 14.15 WIB.

6A. A. Navis, op.cit., hlm. 66.

Page 61: KARYA A. A. NAVIS DAN IMPLIKASINYA PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/31984/3... · meluangkan waktu untuk penulis dalam proses ... semangat dan waktu yang

49

hal yang bersifat minor seperti kaum disabilitas, karena pada masa itu mereka

hanya terfokus pada birokrasi dan politik saja, sehingga tema yang serupa dengan

novel SSGdS tidak banyak dijumpai. Dapat dikatakan hanya pengarang yang peka

dan memiliki keresahan mendalam yang mampu meramu tema tersebut menjadi

suguhan cerita yang menarik, dengan tidak menyinggung namun tetap

mengutamakan esensi atas kualitas yang tinggi dari suatu karya, yakni dulce dan

utile.

Dapat disimpulkan bahwa berbagai usaha yang dilakukan tokoh utama

(difabel) menjadi bentuk perjuangan untuk mengaktualisasikan dirinya. Hal ini

menjadi tema besar yang diangkat A. A. Navis dalam novel SSGdS yang berlatar

kejadian sekitar tahun 1958. Oleh karena itu, kecerdikan pengarang dalam

memandang suatu realitas penyandang disabilitas dan mengangkat permasalahan

tersebut dalam karyanya patut diapresiasi.

2. Alur atau plot

Peristiwa dalam novel SSGdS menceritakan perjuangan tokoh utama bisu-

tuli (difabel) dengan berbagai macam konflik yang harus dihadapi untuk mencapai

aktualisasi diri. Hal tersebut menjadi tema besar dalam novel SSGdS yang

tersusun dalam alur cerita secara progresif. Alur dapat diartikan sebagai rangkaian

peristiwa dalam sebuah karya sastra. Rangkaian cerita tersebut saling

berhubungan membentuk hubungan sebab akibat. Jika dilihat dari tataran cerita,

alur novel SSGdS terjadi secara kronologis sesuai dengan logika cerita dan waktu

terjadinya peristiwa. Artinya, peristiwa-peristiwa yang terjadi dalam novel

diceritakan berurutan mulai dari peristiwa paling awal hingga peristiwa paling

akhir. Di bawah ini akan dijelaskan lebih rinci mengenai peristiwa tersebut

dengan menggunakan tahapan alur menurut Tasrif, mulai dari tahap penyituasian,

pemunculan konflik, tahap klimaks dan tahap penyelesaian.

Peristiwa yang terjadi dalam novel akan diceritakan oleh tokoh “Aku”

sebagai narator sekaligus tokoh utama yang mengalaminya, tokoh tersebut adalah

Saraswati. Dilihat dari judul Saraswati Si Gadis dalam Sunyi novel ini sudah

dapat menggambarkan kondisi tokoh utama (Saraswati) yang hidup dalam

kesunyian. Namun pembaca dibuat penasaran, kesunyian seperti apa dan

Page 62: KARYA A. A. NAVIS DAN IMPLIKASINYA PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/31984/3... · meluangkan waktu untuk penulis dalam proses ... semangat dan waktu yang

50

bagaimana yang dialami Saraswati sebagai tokoh utama. Pada bagian awal

penceritaan A. A. Navis sebagai pengarang menggunakan diksi yang amat puitis

untuk mengenalkan tokoh utama, dibuktikan dengan kutipan berikut:

Sunyi adalah duniaku. Sunyi adalah nasibku. Sunyi dunia tanpa bunyi,

tanpa suara. Segala-galanya sunyi.7

Kutipan di atas dijadikan pengantar untuk memahami novel ini. Pengarang

menggunakan kata “sunyi” berkali-kali. Penggunaan gaya bahasa ini berfungsi

memberi penekanan lebih dan mengkongkretkan gambaran perasaan tokoh utama.

Dengan kemahirannya tersebut pembaca seolah-olah dapat merasakan bagaimana

kesunyian yang dialami oleh tokoh utama. Jika merujuk pada KBBI makna kata

“sunyi” adalah tidak ada bunyi atau suara apapun, kosong, tidak ada orang, bebas

dan lain sebagainya.8 Jadi, pada bagian awal ini pembaca sudah menangkap

informasi awal mengenai kenyataan yang harus dijalani oleh tokoh utama dengan

keadaan yang serba sunyi.

Pada bagian kedua, pembaca kembali diyakinkan dengan informasi yang

lebih detail bahwa Saraswati tidak hanya hidup dengan keterbatasan bisu-tuli,

tetapi Saraswati juga harus menjalani kesunyian lain yakni kehilangan seluruh

anggota keluarga. Betapapun sebuah kehilangan membuat hari-hari yang dilalui

tokoh utama menjadi kosong. Peristiwa tersebut diceritakan oleh tokoh utama

dengan nada kesedihan pada kutipan berikut:

.... Mereka telah meninggal oleh suatu penghadangan pasukan

pemberontakan dalam perjalanan kembali dari Bandung. Mobilnya jatuh ke

jurang dan terbakar. Dan aku tidak pernah lagi bertemu mereka semenjak

itu.9

Kutipan di atas menggambarkan takdir yang harus dijalani Saraswati. Peristiwa

dalam kutipan menggunakan latar waktu sekitar tahun 1958 yang memang pada

saat itu masih banyak pemberontakan di berbagai daerah di Indonesia. Hal ini

digunakan A. A. Navis untuk memunculkan situasi ketegangan sekaligus rasa

7Ibid., hlm. 1.

8___, KBBI Online, 2016, (http://kbbi.web.id), diakses pada tanggal 5 Maret 2016 pada

pukul 16. 34 WIB.

9A. A. Navis, op.cit., hlm. 2.

Page 63: KARYA A. A. NAVIS DAN IMPLIKASINYA PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/31984/3... · meluangkan waktu untuk penulis dalam proses ... semangat dan waktu yang

51

penasaran pembaca untuk mengetahui perjuangan tokoh utama untuk memperoleh

aktualisasi diri dengan kondisi dan situasi yang membelenggunya.

Pada bagian tiga, A. A. Navis menggunakan pengisahan peristiwa secara

retrospeksi yang pada umumnya dilakukan dengan teknik kenangan atau ingatan

masa lalu. Setelah mengetahui seluruh anggota keluarganya meninggal, Saraswati

sebagai narator sering menghabiskan waktu untuk membayangkan perlakuan

kedua orang tua serta saudara-saudaranya semasa hidup. Hal ini dilakukan saat

kesendirian menghampirinya. Menurutnya sosok ayah paling banyak memberi

kenangan. Perlakuan ayah yang tidak pernah menganggapnya sebagai anak bisu-

tuli membuat Saraswati mengagumi sosok sang ayah. Hanya pendidikan yang

tidak pernah diberikan sang ayah padanya, dibuktikan oleh kutipan berikut:

…. Satu-satunya yang tidak bisa diberikan Ayah dibandingkan dengan

saudaraku yang lain, yaitu pendidikan di sekolah. Itu aku tahu, karena

memang belum ada sekolah untuk anak bisu-tuli di Jakarta, tempat kami

tinggal.10

Dari kutipan di atas dapat diketahui bahwa sekolah untuk tunarungu memang

belum merata di Indonesia. Pengarang menjadikan kutipan di atas sebagai kritik

bagi pemerintah yang terkesan belum sepenuhnya peduli pada masalah

pendidikan untuk difabel seperti Saraswati. Sebagai gadis bisu-tuli yang tidak

mendapatkan pendidikan, perkembangan intelijensinya secara fungsional

terhambat. Hal ini akan menjadi pemicu terjadinya berbagai konflik seperti

pelecehan, penindasan, ketidakadilan dan lain sebagainya. Kebingungan dan

ketakutan juga akan muncul karena pada tahap selanjutnya Saraswati akan

bertemu dengan beberapa tokoh dalam kondisi lingkungan yang bermacam-

macam.

Kemudian cerita berjalan terus, pengarang mulai menceritakan pertemuan

Saraswati dengan tokoh-tokoh lain yang berpengaruh terhadap munculnya

konflik. Konflik pertama muncul pada bagian empat, bermula saat Angah

membawa Saraswati untuk tinggal di Padang Panjang. Di atas kapal menjadi

tempat konflik pertama yang terjadi akibat pertemuan Saraswati dengan laki-laki

10Ibid., hlm. 8.

Page 64: KARYA A. A. NAVIS DAN IMPLIKASINYA PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/31984/3... · meluangkan waktu untuk penulis dalam proses ... semangat dan waktu yang

52

tua bisu yang menjadi bahan tertawaan seluruh penumpang kapal. Keberadaan

Saraswati tidak luput dari bahan leluconnya, terlihat pada kutipan berikut:

…. Dia mengajakku berbicara dengan gerakan tangannya. Semua orang

menjadi gembira melihat tingkahnya yang membadut. Sekali dia

menyatakan perasaan cintanya terang-terangan dan mengajak aku menjadi

istrinya dengan gerak-gerik di hadapan Angah. Semua orang tertawa dan

bahkan ada yang bertepuk tangan melihat permainannya. Bahkan Angah

pun ikut tertawa.11

Kutipan di atas menjadi bentuk penindasan terhadap kaum disabilitas yang kerap

dijadikan bahan lelucon akibat keterbatasannya. Peristiwa tersebut menjadi

konflik batin yang membuat perasaan Saraswati sedih, terlebih melihat respon

Angah yang seolah tidak peduli atas apa yang ia rasakan.

Konflik-konflik lain dialami oleh Saraswati terjadi ketika ia tinggal di

Padang Panjang. Kota ini menjadi latar tempat kedua sekaligus pusat penceritaan

Saraswati memulai hidup barunya dengan status yatim piatu. Banyak tokoh-tokoh

lain yang dimunculkan pengarang di tempat ini sebagai pemicu terjadinya konflik

sampai akhirnya berpengaruh membantu Saraswati memperoleh aktualisasi diri.

Selama di Padang Panjang Saraswati ditugaskan untuk membantu Angah

mengerjakan pekerjaan rumah dan menggembala ternak. Kondisinya yang bisu-

tuli membuat Saraswati mengalami masalah dalam berkomunikasi. Hal tersebut

seringkali membuatnya dilecehkan dan statusnya dianggap rendah. Seperti yang

terjadi ketika bertemu dengan anak-anak kecil saat menggembala ternak.

Peristiwa pada bagian enam ini menjadi konflik kedua dalam novel, seperti pada

kutipan berikut:

Pengalaman pahit yang senantiasa aku terima dari anak-anak itu,

menyebabkan aku menjadi takut kepada mereka. Senantiasa aku berusaha

menghindar dari gerombolan anak-anak itu. Tambah banyak mereka

bergerombol tambah nakallah mereka. Malah kenakalan itu mereka lakukan

juga sendiri-sendiri bila berahadapan denganku. Umpamanya ketika

berpapasan di jalan, lalu setelah aku agak jauh sedikit, aku dilempari dengan

apa saja yang ada di tangannya. Kadang-kadang juga aku dipukul dengan

tangannya yang kecil, lalu dia lari jauh-jauh.12

11Ibid, hlm. 13.

12

Ibid., hlm. 25-26.

Page 65: KARYA A. A. NAVIS DAN IMPLIKASINYA PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/31984/3... · meluangkan waktu untuk penulis dalam proses ... semangat dan waktu yang

53

Dari kutipan di atas, pembaca bisa menyaksikan bagaimana kesulitan yang harus

dijalani Saraswati di tengah keterbatasan yang dimiliki. Peristiwa tersebut bukan

pertama kalinya dialami oleh Saraswati dan lebih parah dari yang sebelumnya.

Hal tersebut berakibat pada perkembangan kepribadian Saraswati yakni timbul

perasaan takut, merasa diperlakukan tidak adil dan kurang dihargai. Dari kutipan

ini pengarang ingin memperlihatkan kepada pembaca bagaimana realita

penyandang disabilitas yang kerap dijadikan sebagai media hiburan dan selalu

menjadi objek penindasan serta dianggap sebagai makhluk rendah dalam status

sosial.

Masih pada bagian yang sama, sebagai seorang yang menumpang tinggal

pada keluarga Angah, kebutuhan fisiologis Saraswati tidak terpenuhi dengan baik.

Hal tersebut menjadi konflik ketiga yang harus dihadapi Saraswati. Konflik ini

timbul ketika Pak Angah pulang setelah lama meninggalkan rumah untuk

memberi pengajian. Saraswati yang selama ini tidur di kamar Angah, kini harus

pindah ke kamar sepen jorok dan berdebu yang letaknya terpisah di belakang

rumah. Namun keterbatasan memaksanya untuk menerima ketidakadilan tersebut

tanpa bisa menentang seperti yang tergambar pada kutipan berikut:

Dengan perasaan pahit, aku kerjakan apa yang disuruh Angah. Aku

pindahkan barang-barang tua yang berat-berat itu seorang diri ke kolong

rumah. Sungguh aku tidak menangis, Saudaraku, meski aku ingin sekali.

Cuma perasaanku sangatlah getir dan hatiku menjerit-jerit.13

Kutipan di atas menjadi gambaran nasib kelam penyandang disabilitas yang

diperlakukan seperti seorang pembantu di rumah saudaranya sendiri. Peristiwa

tersebut digunakan A. A. Navis untuk mengkritisi adanya perbedaan hak

penyandang disabilitas dalam keluarga. Perbedaan tersebut melahirkan

ketidakadilan seperti yang dialami tokoh utama. Namun, pengarang

menggambarkan tokoh utama sebagai gadis yang tegar, yang dibuktikan dari

sikap Saraswati yang tidak menangis dan tetap mengerjakan apa yang disuruh

Angah walaupun sesungguhnya hatinya ingin sekali berontak. Sifat tegar yang

13Ibid., hlm. 30.

Page 66: KARYA A. A. NAVIS DAN IMPLIKASINYA PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/31984/3... · meluangkan waktu untuk penulis dalam proses ... semangat dan waktu yang

54

dimiliki Saraswati menjadi ciri bahwa ia memiliki motivasi untuk mengaktualisasi

diri.

Bertubi-tubi Saraswati mendapat perlakuan yang tidak menyenangkan dari

orang-orang sekitar secara fisik maupun psikis yang berdampak pada

perkembangan fungsi sosialnya. Seiring berjalannya alur cerita dan banyaknya

konflik yang dialami Saraswati dalam memperoleh aktualisasi diri, akhirnya

mengantarkannya pada puncak cerita. Klimaks pada novel terjadi pada bagian

tujuh ketika Saraswati benar-benar sudah tidak tahan dengan perlakuan tidak adil

orang-orang padanya. Selama ini ia sudah sabar dan membiarkan hatinya tersiksa

oleh perlakuan mereka. Namun, seringnya mengalami kekecewaan karena

kesulitan dalam menyampaikan pikiran perasaan kepada orang lain membuat

Saraswati mengekspresikan semuanya dengan kemarahan, terlihat pada kutipan di

bawah ini:

Aku kira Busra mulai memahami maksudku, karena dia mengangguk-

angguk setiap aku menunjukkan perbandingan yang mencolok itu padanya.

Namun aku belum puas. Aku jajarkan tangannya ke kandang kambing. Lalu

aku menjerit-jerit lagi, sehingga terasa getaran suara itu di seluruh tubuhku.

Aku gerak-gerakkan tanganku dengan kacau agar ia tahu betapa segalanya

telah menjadi kacau oleh mereka semua.14

Kutipan di atas menjadi bentuk protes Saraswati atas perlakuan orang-orang yang

selama ini tidak adil padanya. Hal tersebut dilakukan untuk menuntut hak-haknya

yang tidak didapatkan dari Angah. Peristiwa tersebut digambarkan pengarang

dengan penuh ketegangan, kekacauan dan kemarahan. Cara seperti itulah yang

menurut A. A. Navis paling tepat untuk meluapkan keresahan hati Saraswati.

Kemahiran pengarang dalam bercerita membuat pembaca seolah ikut merasakan

secara langsung apa yang dialami oleh utama. Pada tahap ini pengarang

memunculkan tokoh Busra untuk membantu memahami keinginan Saraswati.

Munculnya Busra pada tahap ini memiliki pengaruh besar pada tahap alur

selanjutnya.

Selanjutnya alur mulai berjalan menuju tahap penyelesaian. Pada tahap

akhir ini mulai terjadi kekenduran dari klimaks dan konflik-konflik yang ada

14Ibid.

Page 67: KARYA A. A. NAVIS DAN IMPLIKASINYA PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/31984/3... · meluangkan waktu untuk penulis dalam proses ... semangat dan waktu yang

55

dalam cerita. Hal ini terjadi pada bagian delapan yakni saat tuntutan Saraswati

terhadap ketidakadilan yang dialami mulai mendapat penyelesaian. Aksi protes

yang dilakukan Saraswati dalam menuntut haknya terhadap keluarga Angah

akhirnya berhasil. Angah menyadari bahwa Saraswati juga merupakan bagian dari

keluarga mereka dan sepantasnya diperlakukan dengan baik. Akhirnya

kesempatan untuk memperoleh keterampilan belajar menyulam dan menjahit

dirasakan Saraswati dengan bimbingan Uni Ros. Ternyata di tempat kursus itu

kemampuan Saraswati lebih baik dari yang lain, seperti yang ia ceritakan pada

kutipan berikut:

Yang paling cepat aku peroleh kemajuan ialah pelajaran menyulam.

Seleraku dalam menyusun warna lebih baik dari peserta kursus lainnya.

Mereka banyak memujiku, malah ada yang menanyakan warna apa yang

sebaiknya disusun atas bermacam-macam warna dasar dari kain yang sudah

tersedia.15

Kutipan di atas menjadi bentuk keberhasilan Saraswati dalam memulihkan harga

diri yang selama ini dipandang rendah. Dari penghargaan orang lain, pengarang

ingin memunculkan motivasi dan rasa percaya diri tokoh utama agar lebih

meningkatkan potensinya. Keberhasilan Saraswati dibantu oleh tokoh baru yang

dimunculkan pengarang untuk merangsang keterampilan serta memberi

kesempatan bagi Saraswati untuk mengembangkan potensinya. Kemunculan Uni

Ros juga tidak lepas dari perubahan sikap Angah yang mendukung potensi

Saraswati. Di sini, pengarang ingin menyampaikan pada pembaca bahwa

kesadaran dan pemahaman anggota keluarga yang baik terhadap anak bisu-tuli

seperti Saraswati akan sangat membantu dalam mengembangkan sikap sosial,

potensi dan kepribadian anak ke arah yang positif.

Selain belajar menjahit dan menyulam, Saraswati sebenarnya ingin sekali

dapat berkomunikasi dengan orang lain. Salah satu cara untuk berkomunikasi

yakni dengan belajar menulis, membaca, dan berbicara. Dengan bantuan tokoh

Busra akhirnya kesempatan itu datang. Setiap hari Busra selalu mengajari

Saraswati yang terkadang dibantu oleh Bisri. Hingga suatu hari Busra membawa

Saraswati ke sebuah rumah yang tidak begitu jauh dari rumahnya untuk bertemu

15Ibid., hlm. 46.

Page 68: KARYA A. A. NAVIS DAN IMPLIKASINYA PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/31984/3... · meluangkan waktu untuk penulis dalam proses ... semangat dan waktu yang

56

dengan seorang laki-laki tua bernama guru Andika. Tokoh guru ini dimunculkan

pengarang untuk mengajari Saraswati berbicara. Di bawah ini akan dijelaskan

kutipan proses Saraswati belajar memperoleh keterampilan berbahasa:

…. Dua kali seminggu aku ke rumah orang tua itu untuk belajar. Lama-lama

aku dapat menuliskan beberapa kata, menyebutnya dan mengenal maksud

gerak-gerak mulutnya. Tentu saja semua itu tidak mudah bagiku, meski di

rumah aku selalu mengulang-ulangnya, menuliskan apa yang aku ucapkan

dan menggunakan kaca untuk memahami gerak-gerik mulutku. Memang

tidak mudah, Saudaraku.”16

A. A. Navis tidak hanya menampilkan potret penyandang disabilitas dari sisi yang

lemah, tetapi juga dari sisi tekad penyandang disabilitas untuk memperjuangkan

nasibnya. Terlihat dari bentuk kesabaran dan usaha yang dilakukan Saraswati

untuk mengatasi masalah ketertinggalan di hidupnya. Meski harus melalui proses

yang panjang perlahan-lahan akhirnya Saraswati mampu memperoleh

kemampuan berbahasa. Kemampuan berbahasa ini nantinya membuat Saraswati

dapat berkomunikasi dengan orang lain.

Saraswati yang sejak awal diceritakan tersia-sia karena penghinaan,

penindasan dan ketidakadilan menjadikan hal itu sebagai motivasi untuk terus

berusaha. Kini sampailah pada tahap dimana ia benar-benar bersyukur dengan

hidupnya yang baru. Kerja keras yang disertai dengan perjuangan tentu

membuahkan hasil yang menyenangkan. Saraswati ingin membuktikan kepada

keluarga Angah dan masyarakat bahkan kepada laki-laki tua bisu yang

mengejeknya pada waktu di kapal bahwa meskipun dirinya cacat tetapi dia juga

bisa lebih hebat dari manusia normal. Hal tersebut diungkapkan Saraswati pada

kutipan:

Saudaraku, kini aku mulai sungguh-sungguh merasakan bahwa hidup

ini berarti. Sebagai gadis bisu-tuli yang selama ini tersia-sia, yang hidup atas

belas kasihan dan yang hanya dapat disuruh menjadi gembala, kini aku telah

mempunyai kehidupan sebagaimana yang aku rindukan. Hidup seperti

gadis-gadis lain, karena kekurangan yang ada padaku hampir tidak berarti

lagi. Apalagi bila suatu waktu aku mendapat kesempatan untuk belajar lebih

banyak lagi.17

16Ibid., hm. 61.

17

Ibid., hlm. 66.

Page 69: KARYA A. A. NAVIS DAN IMPLIKASINYA PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/31984/3... · meluangkan waktu untuk penulis dalam proses ... semangat dan waktu yang

57

Dari awal kemunculannya, pembaca sudah dapat memprediksi bahwa akan

banyak konflik yang dialami oleh tokoh utama dengan keterbatasannya. Namun,

A. A. Navis sebagai pengarang berhasil memunculkan sisi lain penyandang

disabilitas yang menginspirasi. Kutipan di atas menggambarkan keberhasilan

Saraswati memperoleh aktualisasi diri. Keberhasilan ini menumbuhkan keyakinan

Saraswati dalam menerima kondisinya, dengan kata lain kepercayaan diri semakin

tinggi, sehingga kematangan dalam berperilaku pun muncul. Hal tersebut tidak

terlepas dari motivasi yang tergambar dari sikap tokoh utama dalam menghadapi

setiap masalah di hidupnya. Pengarang menggunakan seperenam bagian dalam

novel untuk menggambarkan usaha Saraswati setelah rendahnya konflik, sebelum

akhirnya sampai pada keberhasilan memperoleh aktualisasi diri. Dengan begitu

terlihat betapa sulit dan panjang usaha Saraswati sebagai gadis bisu-tuli. Terselip

pesan dari pengarang untuk pembaca dari kutipan di atas bahwa penyandang

disabilitas yang selama ini dipandang negatif oleh masyarakat nyatanya mampu

melakukan banyak hal untuk memperoleh aktualisasi diri.

Hasil analisis di atas memperlihatkan bagaimana tema perjuangan tokoh

difabel untuk mengaktualisasikan dirinya dikisahkan sesuai urutan waktu

peristiwa demi peristiwa secara kronologis. Dimulai dari memperkenalkan

kesunyian yang dialami tokoh utama dengan berbagai konflik yang harus dijalani

hingga akhirnya mampu mengaktualisasikan diri. Setelah adanya aktualisasi diri

yang dicapai tokoh utama, muncul konflik-konflik lain pada cerita selanjutnya.

Konflik-konflik tersebut berfungsi menguatkan perubahan sikap mental tokoh

utama seperti dewasa, kemandirian, kepercayaan diri dan optimis terhadap

berbagai masalah kehidupan.

3. Tokoh dan penokohan

Sama halnya dengan alur, tokoh dan penokohan merupakan unsur penting

dalam cerita fiksi. Hadirnya sebuah peristiwa dan konflik dalam cerita fiksi

dijalani oleh tokoh-tokoh dengan segala perwatakannya. A. A Navis dalam Novel

SSGdS melukiskan tokohnya secara jelas, hal ini terlihat melalui kualitas mental

para tokoh, tindakan para tokoh dan juga dideskripsikan berdasarkan sudut

Page 70: KARYA A. A. NAVIS DAN IMPLIKASINYA PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/31984/3... · meluangkan waktu untuk penulis dalam proses ... semangat dan waktu yang

58

pandang tokoh utama. Hal ini dikarenakan novel ini menggunakan sudut pandang

orang pertama “aku” sebagai tokoh utama. Ada banyak tokoh yang terdapat dalam

novel, namun dalam analisis ini akan diuraikan beberapa tokoh yang dianggap

penting dan menguasai isi cerita seperti Saraswati sebagai tokoh utama sekaligus

narator, sedangkan Busra, Angah, Bisri, laki-laki tua bisu, Uni Ros (guru menjahit

dan menyulam), dan Guru Andika sebagai tokoh tambahan. Berikut akan

diuraikan karakter dari masing-masing tokoh:

a. Saraswati

Dilihat dari penggunaan nama Saraswati dalam judulnya, Saraswati adalah

tokoh utama dalam novel ini karena sebagian besar cerita dalam novel ini

mengisahkan perjuangan tokoh Saraswati sebagai difabel dalam memperoleh

aktualisasi diri yang banyak berhubungan dengan tokoh lain dan mempengaruhi

perkembangan alur. Saraswati juga berperan sebagai pencerita sehingga dari awal

hingga akhir cerita selalu muncul. Pada bagian pertama dan kedua pembaca sudah

dapat menangkap kondisi Saraswati yang digambarkan oleh pengarang pada

kutipan di bawah ini:

.... Maka terkembanglah duniaku sendiri yang tak dapat kau kenal, dunia

tanpa bunyi dan suara. Karena aku tuli dan karenanya pula aku bisu.18

Aku seorang gadis. Dari kecil telah begini dan aku tidak tahu kapan nasib

begini bermula. Aku punya dua orang kakak laki-laki. Dua orang adik, juga

laki-laki. Aku punya ayah dan ibu. Tapi mereka semua telah tiada lagi kini,

Saudaraku. Mereka telah meninggal oleh suatu penghadangan pasukan

pemberontak dalam perjalanan kembali dari Bandung. Mobilnya jatuh ke

jurang dan terbakar.19

Melalui penggambaran di atas pengarang membuat tokoh utama sebagai gadis

difabel terlihat pada kutipan pertama yang menceritakan kondisi Saraswati bisu-

tuli. Sedangkan pada kutipan kedua diceritakan bahwa anggota keluarga Saraswati

meninggal karena suatu penghadangan pasukan pemberontakan. Hal tersebut

memberikan informasi terhadap pembaca bahwa Saraswati seorang yatim piatu.

18Ibid., hlm. 1.

19

Ibid., hlm. 2.

Page 71: KARYA A. A. NAVIS DAN IMPLIKASINYA PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/31984/3... · meluangkan waktu untuk penulis dalam proses ... semangat dan waktu yang

59

Kehilangan seluruh anggota keluarga membuat Saraswati menjadi sosok

yang pesimis. Terlebih dengan kondisi bisu-tuli, Saraswati banyak dihinggapi

kecemasan karena menghadapi lingkungan yang beraneka ragam. Hal tersebut

kerap membuatnya merasa rendah diri, selalu menganggap dirinya tidak memiliki

kelebihan apapun dan tidak percaya diri hidup di tengah orang-orang normal. Hal

tersebut terlihat pada kutipan berikut:

Di mana pun juga orang cacat seperti aku, tidak pernah dipandang

seperti manusia sebagaimana wajarnya manusia. Seolah-olah hak kami

hanyalah untuk menjadi manusia kelas terbawah.20

…. Sampai dimanakah kemampuanku? Apakah aku akan menjadi manusia

yang berharga di tengah-tengah manusia yang tidak cacat? Kalau seandainya

aku bisa mencapainya, bagaimanakah caranya?21

Sebagai yatim piatu, kondisi itu mengharuskan Saraswati tinggal bersama

Angah di Padang Panjang. Di perjalanan menuju padang Panjang terjadi

pertemuan antara Saraswati dengan seorang laki-laki tua bisu. Saat itu terjadi

penghinaan yang dilakukan oleh laki-laki tua bisu terhadap Saraswati. Peristiwa

tersebut menjadi konflik pertama yang dialami oleh tokoh utama sekaligus awal

munculnya motivasi, ambisi dan tekad kuat Saraswati untuk mengaktualisasikan

diri. Sikap tersebut terlihat pada kutipan berikut:

…. Pengalaman di kapal itu telah membangkitkan keinginan untuk menjadi

orang bisu-tuli yang hebat. Bahkan lebih hebat dari manusia lainnya, agar

orang-orang jangan selamanya memandang manusia cacat seperti kami

sebagai manusia yang gunanya hanya untuk bahan olok-olok atau sebagai

orang suruhan semata.22

Dilihat dari penggambaran fisik, Saraswati termasuk gadis yang cantik. Hal

ini digambarkan pengarang melalui reaksi tokoh Bisri saat pertama kali bertemu

Saraswati seperti pada kutipan berikut:

Dengan kedua belah tangannya dirabanya kepalaku. Terus menurun ke

pipiku. Ke bahuku. Lalu ke lenganku dan terus ke pinggangku. Dia terus

20Ibid., hlm. 12.

21

Ibid., hlm. 15.

22Ibid., hlm. 19.

Page 72: KARYA A. A. NAVIS DAN IMPLIKASINYA PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/31984/3... · meluangkan waktu untuk penulis dalam proses ... semangat dan waktu yang

60

tertawa. Akhirnya diacungkannya empu jarinya seolah hendak mengatakan

bahwa aku adalah adiknya yang cantik.23

Saraswati memiliki sifat pekerja keras yang tergambar dari kesehariannya

selama di Padang Panjang salah satunya dengan beternak. Ia melakukan kegiatan

itu dengan sungguh-sungguh dan tekun. Sifat tersebut akan berpengaruh pada

perjuangan tokoh utama untuk memperoleh aktualisasi diri. Melalui sosok

Saraswati, pengarang ingin memperlihatkan bahwa keterbatasan bukan digunakan

untuk berpangku tangan dan menjadi halangan dalam melakukan hal-hal positif.

Sifat tersebut diperlihatkan pengarang melalui gambaran perilaku tokoh utama

pada kutipan di bawah ini:

…. Kini akulah yang menyiapkan makanan itik sebelum kandang-kandang

dibuka. Sementara itik-itik menyudu makanannya di dalam pasu yang

disediakan, aku mengutip telur-telurnya di bawah kolom. Pagi-pagi sekitar

pukul sepuluh, aku melepaskan itik-itik itu lalu menghalaunya ke kolam

yang tidak di gunakan lagi.24

Akibat kondisinya yang bisu-tuli, Saraswati kerap mendapat perlakuan tidak

baik dari anak-anak kecil di kampung saat menggembalakan ternak. Peristiwa ini

menjadi konflik lain yang harus dijalani Saraswati. Walaupun begitu, Saraswati

tetap bersikap ramah dan pemaaf. Hal tersebut diperlihatkan oleh pengarang dari

sikap Saraswati saat menanggapi permintaan maaf anak kecil tersebut pada

kutipan di bawah ini:

… seorang anak laki-laki diiringi oleh ibunya datang mengulurkan tangan

padaku untuk meminta maaf. Anak laki-laki itulah yang kemarin melempari

aku dengan batu sehingga kepalaku berdarah. Anak itu datang dengan

pandangan mata yang sukar dipahami. Matanya ngeri demi melihat perban

di kepalaku. Uluran tangan itu aku sambut dengan ramah dan dengan

tanganku yang lain aku usap kepalanya.25

Pengarang menggambarkan Saraswati sebagai sosok perempuan yang tegar,

tabah dan sabar dalam menghadapi segala ujian hidup yang bertubi-tubi

menimpanya. Dibuktikan dengan sikap Saraswati yang tidak lagi menangisi

kehidupannya walaupun penuh penderitaan, seperti pada kutipan di bawah ini:

23Ibid., hlm. 21.

24

Ibid., hlm. 24.

25Ibid., hlm. 27.

Page 73: KARYA A. A. NAVIS DAN IMPLIKASINYA PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/31984/3... · meluangkan waktu untuk penulis dalam proses ... semangat dan waktu yang

61

Pukulan demi pukulan telah menimpa perasaanku. Sekali lagi aku

katakan kepadamu, Saudaraku, aku tidak pernah menangis lagi meski hatiku

telah demikian luluh.26

Terjadi perubahan karakter pada tokoh Saraswati yang semula selalu tegar,

tabah dan sabar saat mendapat perlakuan tidak adil dari orang-orang di sekitarnya,

kemudian mulai geram. Motivasi yang mendorong Saraswati untuk protes dan

menentang orang-orang sebagai bentuk perjuangan untuk mendapat kesempatan

dalam mengaktualisasikan dirinya. Perubahan sikap ini digambarkan pengarang

sebagai akibat tekanan batin yang diterima Saraswati atas perlakuan orang-orang

sekitar seperti pada kutipan berikut:

Tak aku pedulikan lagi itik-itik yang harus diberi makan. Tak aku

pedulikan lagi kambing-kambing yang kelaparan. Aku tidak mau menjadi

gadis penggembala kambing terus hanya karena aku bisu-tuli. Anak laki-

laki yang buta itu telah memperoleh kesempatan untuk menjadi sesuatu

yang lebih berarti, hingga dia dapat ikut menikmati pergaulan yang merata

antara sesama manusia.27

Seiring berjalannya alur, kehidupan Saraswati mulai mengalami perubahan

setelah pemberontakan yang dilakukannya. Kesempatan untuk memperoleh

keterampilan menjahit pun akhirnya terbuka dengan bantuan dari Angah. Melalui

kutipan di bawah ini pengarang ingin memperlihatkan kepada pembaca bahwa

Saraswati mempunyai potensi lebih dari pada orang normal:

Yang paling cepat aku peroleh kemajuan ialah pelajaran menyulam.

Seleraku dalam menyusun warna lebih baik dari peserta kursus lainnya.28

Saraswati dalam bahasa Sansekerta memiliki arti pendidikan, seni, dan ilmu

pengetahuan.29

Walaupun dalam novel SSGDS pengarang menggambarkan

Saraswati sebagai gadis bisu-tuli yang tidak mengenal pendidikan sehingga

membuatnya buta huruf dan kesulitan dalam berkomunikasi. Tetapi pada kutipan

di bawah ini pengarang memunculkan penokohan Saraswati sebagai sosok yang

26Ibid., hlm. 30.

27

Ibid., hlm. 43.

28Ibid.

29

_______ , “Arti Nama Saraswati Jawa Perempuan”, http://www.kamuskbbi.id, 2016,

diakses pada tanggal 18 Juli 2016 pada pukul 07.15 WIB.

Page 74: KARYA A. A. NAVIS DAN IMPLIKASINYA PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/31984/3... · meluangkan waktu untuk penulis dalam proses ... semangat dan waktu yang

62

kritis, ini terbukti dengan rasa ingin tahu dan semangat yang tinggi untuk belajar.

Sifat ini membuktikan bahwa Saraswati memiliki motivasi untuk

mengaktualisasikan diri:

Buku yang aku bawa itu, entah kepunyaan siapa, kutemukan di atas

rak. Banyak gambar di dalamnya. Betapa pun asyiknya aku memperhatikan

huruf demi huruf, sekumpulan demi sekumpulan huruf, tak satu pun yang

aku pahami maksudnya.30

Besok harinya oleh Busra aku dibawa lagi ke rumah orang tua itu.

Lagi-lagi aku disuruh menyebut α dan u dan menuliskannya. Kemudian aku

disuruh menulis huruf o dengan menyuarakannya dengan memonyongkan

mulutku sama seperti menyuarakan huruf u, tapi dengan mulut lebih

terbuka. Alangkah sulitnya bagiku. Setelah seminggu barulah aku dapat

menyuarakan kelima huruf itu, Saudaraku.31

Pengarang tidak menyebutkan dengan pasti usia Saraswati. Dapat dikatakan

bahwa Saraswati termasuk remaja akhir yakni berusia 18-21 tahun. Hal ini

tergambar pada karakteristik perkembangan sosialnya yang telah mandiri dan

tidak bergantung pada orang lain untuk mendapatkan uang demi memenuhi

kebutuhan hidupnya. Seperti yang tergambar pada kutipan berikut ini:

… para tetangga sudah mulai banyak minta aku membuatkan pakaian

mereka. Seperti kebaya atau baju anak-anak mereka yang laki-laki atau

perempuan. Mereka memberi aku uang menurut sukanya saja. Uang jahitan

itu aku berikan pada Angah untuk membantu biaya rumah tangga kami.

Akan tetapi hasil dari peternakan ayam disuruh Busra agar aku simpan

sendiri.32

Berdasarkan pemaparan di atas, terlihat bahwa Saraswati termasuk tokoh

protagonis karena mengalami konflik, baik konflik dengan diri sendiri maupun

dengan tokoh-tokoh lain yang terdapat dalam cerita. Selain itu termasuk dalam

tokoh berkembang karena mengalami perubahan karakter sejalan dengan

perkembangan peristiwa yang dikisahkan. Pada awalnya digambarkan sebagai

tokoh yang pesimis, rendah diri, tidak percaya diri atas kondisinya sebagai gadis

difabel. Namun sejak pertemuannya dengan laki-laki tua bisu di kapal, Saraswati

optimis untuk mengaktualisasikan dirinya. Ketegaran, ketabahan, kesabaran,

30Ibid., hlm. 51.

31

Ibid., hlm. 60-61.

32Ibid., hlm. 66.

Page 75: KARYA A. A. NAVIS DAN IMPLIKASINYA PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/31984/3... · meluangkan waktu untuk penulis dalam proses ... semangat dan waktu yang

63

motivasi dan rasa ingin tahu yang tinggi serta sifat mau berusaha yang ia miliki

membuat tekadnya untuk menjadi gadis bisu-tuli yang hebat tercapai. Dari

penokohan Saraswati, pengarang ingin membuktikan kepada pembaca bahwa

keterbatasan fisik tidak membatasi manusia untuk sukses dan hidup mandiri tanpa

belas kasih dari orang lain.

b. Busra

Busra merupakan anak pertama Angah. Di awal kemunculannya, Busra

digambarkan sebagai sosok laki-laki yang sederhana dan ramah. Ini terbukti dari

sikapnya saat menyambut kedatangan Saraswati di rumah Angah, seperti pada

kutipan berikut:

Busra muncul dari samping rumah. Tak beralas kaki dia. Dia

mengenakan celana pendek dengan kaos oblong saja. Rambut di

kepalanya seperti tidak disisir. Demi melihat kami dia bergegas

menyongsong. Dia tersenyum lebar memperlihatkan giginya. Tidak

bersalaman seperti yang biasa dilakukan kakak-kakakku kepada Ayah dan

Ibu sepulang dari perjalanan jauh. Lalu perhatiannya beralih kepadaku.

Diacungkan tangannya padaku untuk bersalaman. Dia memperlihatkan

giginya ketika ketawa sambil meletakkan tangan kirinya pada bahuku.33

Tidak hanya itu, sebagai seorang laki-laki Busra juga termasuk pekerja

keras. Hal ini terlihat saat Busra sedang bekerja di halaman rumah membuat

kandang kambing. Kambing-kambing tersebut nantinya akan digembalakan oleh

Saraswati:

Busra hanya mengaso ketika waktu makan siang tiba. Kemudian ia

bekerja lagi. Menjelang magrib siaplah kandang itu. Hanya pintunya yang

belum ada.34

Pengarang juga menggambarkan Busra sebagai sosok kakak yang penuh

perhatian dan menjadi pelindung bagi tokoh utama. Ini terbukti dari sikap Busra

yang selalu ada untuk menolong, menghibur dan menguatkan Saraswati terhadap

berbagai masalah yang dialami. Hal ini dijelaskan lewat sudut pandang tokoh

utama dalam kutipan berikut:

…. Hanya Busra yang menunjukkan perhatiannya. Seperti biasa yang

dilakukannya, diletakkannya tangannya yang besar itu ke bahuku dan

33Ibid., hlm. 18.

34

Ibid., hlm. 28.

Page 76: KARYA A. A. NAVIS DAN IMPLIKASINYA PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/31984/3... · meluangkan waktu untuk penulis dalam proses ... semangat dan waktu yang

64

ditatapnya aku sambil menggeleng-gelengkan kepala. Itulah caranya

menghiburku.35

Pengarang menggambarkan tokoh Busra melalui sudut pandang tokoh

utama sebagai laki-laki yang tidak suka mengekspresikan sesuatu secara

berlebihan. Ini mencerminkan bahwa Busra adalah sosok yang dewasa.

Kedewasaan terlihat pada kemampuan Busra dalam mengendalikan sikap saat

menanggapi pemberian sapu tangan buatan Saraswati seperti pada kutipan

berikut:

…. Tampak kegembiraanya tidak kurang dari Bisri, meski tidak sampai

bersorak-sorak. Seperti yang telah aku katakan dulu padamu, Saudaraku,

sikap Busra lebih tenang dari Bisri.36

Busra juga termasuk tokoh yang berpengaruh memotivasi tokoh utama agar

mampu bergaul dengan orang lain dan memaksimalkan potensi yang dimiliki. Hal

ini diperlihatkan melalui sudut pandang tokoh utama pada bagian tujuh novel

SSGdS. Saat itu Busra memaksa Saraswati untuk ikut dalam pesta untuk

memperlihatkan seorang pemuda yang pandai memainkan akordion seperti dalam

kutipan di bawah ini:

…. Aku memahami maksud Busra, bahwa ia ingin mengatakan padaku,

banyak orang cacat lainnya, tapi dapat bergaul dengan semua orang dan

mampu memainkan alat musik untuk membuat suasana jadi gembira.

Tahulah aku maksud Busra, bahwa ia ingin mendorong aku untuk

memulihkan harga diriku.37

Selain itu, Busra juga termasuk orang yang penuh kasih sayang, peduli dan

memiliki empati. Terlihat dari penjelasan Saraswati mengenai maksud Busra

menyuruhnya menjadi penggembala kambing selama ini seperti pada kutipan di

bawah ini:

…. Kini aku merasakan betapa sayangnya dia padaku sebagai adiknya.

Sekarang terpaham olehku, kalau pun dia menyuruhku menjadi

penggembala kambing selama ini, hal itu mungkin karena dia tidak tahu apa

35Ibid., hlm. 32.

36

Ibid., hlm. 49.

37Ibid., hlm. 42.

Page 77: KARYA A. A. NAVIS DAN IMPLIKASINYA PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/31984/3... · meluangkan waktu untuk penulis dalam proses ... semangat dan waktu yang

65

yang harus diberikannya padaku sebagai pengisi waktu. Dia bukan hendak

menghinaku dengan cara itu.38

Busra termasuk orang yang berjasa dalam perubahan hidup Saraswati sejak

berada di Padang Panjang. Pengarang menjadikan tokoh Busra sebagai orang

pertama yang mengajari Saraswati untuk mengenal huruf-huruf. Selain itu Busra

juga yang mempertemukan Saraswati dengan guru Andika untuk belajar

berbicara. Dari hasil belajar tersebut, Saraswati dapat memperoleh kemampuan

berbahasa sehingga dapat berkomunikasi dengan orang lain. Dapat disimpulkan

bahwa Busra memiliki sifat baik hati, hal ini diungkapkan oleh tokoh Saraswati

dalam kutipan di bawah ini:

…. Hari ini aku telah mengenal beberapa kumpulan huruf yang

menerangkan rumput, kaki, hidung, telinga, mata, tangan, dan pipi. Oh,

alangkah bahagianya aku. Oh, Busra yang baik, kakakku yang aku sayang,

bukakanlah isi dunia ini untukku.39

Besok harinya oleh Busra aku dibawa lagi ke rumah orang tua itu.

Lagi-lagi aku disuruh menyebut a dan u dan menuliskannya. Kemudian aku

disuruh menulis huruf o dan menyuarakannya dengan memonyongkan

mulutku sama seperti menyuarakan huruf u, ….40

Berdasarkan pemaparan di atas, terlihat bahwa Busra termasuk tokoh statis

karena memiliki sikap dan watak yang tetap, cenderung tidak berkembang sejak

awal hingga akhir cerita. Sejak awal hingga akhir kemunculannya Busra

digambarkan sebagai tokoh baik. Hal ini terlihat dari unsur-unsur kebaikan dalam

dirinya yakni ramah, pekerja keras, dewasa dalam bersikap, peduli dan memiliki

empati, penuh kasih sayang dan menjadi pelindung bagi Saraswati. Busra tidak

mempengaruhi alur secara keseluruhan, namun berpengaruh terhadap motivasi

dan perubahan hidup tokoh utama dalam mengaktualisasikan dirinya. Dominasi

tokoh ini ada di bawah tokoh utama sehingga dapat dipandang sebagai tokoh

tambahan yang utama.

38Ibid., hlm. 44.

39

Ibid., hlm. 55.

40Ibid., hlm. 60-61.

Page 78: KARYA A. A. NAVIS DAN IMPLIKASINYA PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/31984/3... · meluangkan waktu untuk penulis dalam proses ... semangat dan waktu yang

66

c. Angah

Tidak digambarkan dengan pasti nama dan usia tokoh Angah. Hanya saja

jika kita teliti dalam bahasa Minangkabau, Angah merupakan panggilan khas

untuk kakak dari ayah Saraswati yang tengah. Secara tidak langsung panggilan

khas tersebut berpengaruh pada latar tempat dalam novel SSGdS sekaligus

mencerminkan ciri khas A. A. Navis sebagai pengarang yang berasal dari Sumatra

Barat. Pada bagian empat menjadi awal kemunculan Angah sebagai tokoh

tambahan. Lewat sudut pandang tokoh utama, pengarang menceritakan bahwa

Angahlah yang membawa Saraswati untuk tinggal di Padang Panjang. Namun,

Angah termasuk orang yang kurang memahami perasaan Saraswati. Hal ini

terlihat dari respon Angah saat menanggapi perlakuan laki-laki tua bisu terhadap

Saraswati di kapal menuju Padang Panjang seperti pada kutipan di bawah ini. Hal

ini sedikit janggal karena sebagai keluarga seharusnya Angah membela dan

melindungi Saraswati dari orang-orang yang mengganggunya bukan malah ikut

menertawai.

…. Dan tak seorang pun yang membelaku. Oh, tak seorang pun. Angah

malah ikut tertawa, karena Angah pun mengharapkan bantuan laki-laki bisu

itu untuk mengambilkan ransum kapal. Dan untuk mengharapkan bantuan

kecil itu, dibiarkannya aku diolok-olok terus.41

Karakter seorang tokoh dapat dibentuk oleh tempat di mana ia dibesarkan.

Begitu pun pengarang menggambarkan tokoh Angah yang tinggal di kampung.

Hal itu yang melandasi ketidaktahuan Angah dalam memperlakukan gadis difabel

seperti Saraswati, sehingga timbul protes dan anggapan bahwa Angah telah

memperlakukan Saraswati dengan tidak adil. Hal tersebut diungkapkan melalui

sudut pandang tokoh utama pada kutipan di bawah ini:

…. Aku ingin menanyakan kenapa aku dijadikan penggembala ternak di

rumah itu. Aku ingin memperotes perlakuannya yang tidak adil. Aku ingin

menanyakan ke mana saja harta warisan orang tuaku.42

Angah termasuk tokoh tambahan yang tidak banyak mempengaruhi

perkembangan alur, namun berpengaruh terhadap perubahan hidup tokoh utama.

41Ibid., hlm. 14.

42

Ibid., hlm. 36.

Page 79: KARYA A. A. NAVIS DAN IMPLIKASINYA PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/31984/3... · meluangkan waktu untuk penulis dalam proses ... semangat dan waktu yang

67

Ini terlihat pada perubahan sikap Angah yang akhirnya memberi kesempatan pada

Saraswati untuk mengembangkan potensi dengan membekalinya keterampilan.

Perubahan sikap tersebut terjadi setelah pemberontakan yang dilakukan Saraswati.

Hal ini memperlihatkan bahwa sebenarnya Angah termasuk orang yang baik

seperti pada kutipan berikut:

…. Lalu aku dibawa Angah ke rumah yang tidak begitu jauh dari rumah

kami. Banyak gadis-gadis di sana sedang menjahit dan menyulam.43

Berdasarkan pemaparan di atas, terlihat bahwa Angah termasuk tokoh

berkembang karena seiring berjalannya cerita mengalami perkembangan karakter

dari awal hingga akhir cerita. Pada awalnya digambarkan sebagai tokoh yang

kurang memahami perasaan Saraswati dan kerap memperlakukan Saraswati

dengan tidak adil. Namun, akhirnya sadar dan memberikan kesempatan kepada

Saraswati untuk mengaktualisasikan dirinya. Pengaruhnya terhadap tokoh utama

menggambarkan bahwa ia termasuk tokoh tambahan.

d. Bisri

Bisri adalah anak laki-laki Angah dan merupakan adik dari Busra.

Pengarang memunculkan tokoh ini pada bagian lima dalam novel SSGdS. Pada

awal kemunculannya itu, pengarang menggambarkan Bisri sebagai laki-laki yang

suka berolahraga. Ini terlihat dari penampilan Bisri saat bertemu dengan Saraswati

di rumah:

Ketika senja, Bisri muncul. Rambutnya kusut masai. Di bahunya

tersandang sepasang bola. Baju kaosnya yang kuning warnanya basah oleh

keringat. Ketika melihatku, mula-mula dia tercengang.44

Selain itu pengarang juga menggambarkan Bisri sebagai orang yang lebih

agresif dari kakaknya (Busra). Terlihat dari sikap Bisri yang sering

memperhatikan bahkan berani memuji kecantikan Saraswati. Hal ini diceritakan

melalui sudut pandang tokoh utama dalam kutipan berikut:

…. Sambil mengunyah-ngunyah dia terus juga memandangku. Aku menjadi

kikuk. Setelah aku selesai mengeluarkan pakaianku yang kotor, aku

menoleh kepadanya. Diacungkannya lagi empu jarinya ke arahku. Senang

43Ibid., hlm. 45.

44

Ibid., hlm. 20-21.

Page 80: KARYA A. A. NAVIS DAN IMPLIKASINYA PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/31984/3... · meluangkan waktu untuk penulis dalam proses ... semangat dan waktu yang

68

hatiku dengan pujian itu. Tapi aku bertambah malu oleh perhatiannya yang

begitu besar.45

Tidak hanya itu, Bisri juga senang sekali mengacau. Hal ini terlihat saat

Bisri membantu Busra mengajari Saraswati mengenal kumpulan huruf-huruf. Di

sela-sela pembelajaran, ia selalu melakukan keusilan yang membuat Saraswati

merasa kesal karena dipermainkan. Pengarang memperlihatkan sikap Bisri

tersebut melalui pemaparan tokoh utama pada kutipan di bawah ini:

.... Bukan sekali dua dia mempermainkan aku demikian. Kalau aku

memukulnya, dia malah bertambah senang. Kalau aku memburunya, dia lari

sejauh tanganku hampir menggapainya dan itu membuatku jadi lebih ingin

memburunya. Itulah yang dia suka lakukan tanpa memperdulikan

kedongkolanku.46

Pada bagian kesembilan, Bisri diceritakan pergi meninggalkan rumah.

Kepergian Bisri memberikan pengaruh terhadap Saraswati, sehingga dalam novel

ini Bisri disebut sebagai tokoh tambahan. Hal ini terlihat dari tuturan tokoh utama

pada kutipan di bawah ini:

…. Entahalah. Aku tidak tahu. Namun aku selalu terkenang padanya bila

melihat dua ring besi yang tergantung pada sepotong besi yang disangga dua

tiang bambu.47

Terjadi perubahan pada penampilan Bisri setelah kepergiannya yang

dipaparkan melalui sudut pandang tokoh utama pada kutipan pertama. Pada

kutipan kedua pengarang menegaskan bahwa kepergian Bisri selama ini untuk

belajar menjadi tentara. Merujuk pada Perpem RI No. 52 Tahun 1958, syarat

untuk dapat diterima dalam pendidikan pertama untuk prajurit adalah berusia

tidak lebih dari 22 tahun.48

Dari pernyataan tersebut dapat disimpulkan bahwa

usia Bisri sekitar 22 tahun dan termasuk usia dewasa awal.

…, Bisri yang telah sebulan meninggalkan rumah, tiba-tiba muncul. Dia

memakai seragam hijau. Warna kulitnya lebih hitam dari tembaga.

45Ibid., hlm. 21.

46

Ibid., hlm. 61.

47Ibid., hlm. 69.

48

Peraturan Pemerintah Republik IndonesiaNomor 52 Tahun 1958 Pasal 3, Tentang Ikatan

Dinas dan Kedudukan Hukum Militer Sukarela, (Presiden Republik Indonesia, 1958), hlm. 4.

Page 81: KARYA A. A. NAVIS DAN IMPLIKASINYA PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/31984/3... · meluangkan waktu untuk penulis dalam proses ... semangat dan waktu yang

69

Rambutnya dipotong pendek. Hampir botak. Tubuhnya agak kurus dari

biasanya.49

.... Lama kemudian aku baru tahu bahwa Bisri pergi belajar jadi tentara

dengan baju seragam hijaunya itu.

Masih pada bagian sembilan, Bisri diceritakan sempat melakukan pelecehan

seksual terhadap Saraswati saat kembali dari kepergiannya. Peristiwa ini menjadi

sebuah kritik yang dilakukan pengarang terhadap nilai kehidupan yang sudah

mulai pudar terutama tentang nilai sosial dan agama. Bagaimana seorang tentara

yang berlatarbelakang anak dari seorang ulama digambarkan melakukan

perbuatan tidak terpuji. Dari peristiwa tersebut dapat dikatakan bahwa Bisri

termasuk tokoh antagonis karena menjadi penyebab terjadinya konflik pada diri

Saraswati. Berikut kutipan dari perlakuan Bisri terhadap Saraswati:

Ada sesuatu yang memukul-mukul dalam dadaku. Aku menghindar

dengan pura-pura hendak mengambil teko di rak piring. Tak dibiarkannya

aku pergi dengan mengetatkan rangkulan. Lalu kedua tangannya

memelukku dengan erat, sehingga seluruh tubuhku merapat ke tubuhnya.

Kepalanya merunduk. Dia mencium pipiku, mataku, leherku dan bibirku.

Dan…seluruh tubuhku bergetar. Ketika otakku berkata bahwa perbuatan

Bisri itu tidak pantas dilakukannya kepadaku, aku tolak dia dengan seluruh

kekuatanku.50

Selama pergi menjadi tentara, Bisri diceritakan memiliki kekasih bernama

Tati. Hal ini yang menjadi pemicu perubahan sikap Bisri terhadap Saraswati

setelah sebulan kepergiannya yang kedua. Hal ini berpengaruh menciptakan

perasaan tentram pada Saraswati yang dijelaskan pada kutipan di bawah ini:

…. Wajahnya gembira dan ketawanya seperti yang biasa aku kenal.

Pandangan matanya ketika aku menatapnya dengan mencuri, tidak terlihat

jahil seperti setelah peristiwa di dapur dulu. Mata Bisri telah seperti mata

seorang kakak. Aku merasa tentram di hati.51

Berdasarkan pemaparan tersebut, terlihat bahwa Bisri termasuk tokoh

berkembang karena mengalami perubahan karakter sejalan dengan perkembangan

dari awal hingga akhir peristiwa. Pada awalnya digambarkan sebagai tokoh yang

49Ibid., hlm. 70.

50

Ibid., hlm. 70-71.

51Ibid., hlm. 73.

Page 82: KARYA A. A. NAVIS DAN IMPLIKASINYA PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/31984/3... · meluangkan waktu untuk penulis dalam proses ... semangat dan waktu yang

70

suka berolahraga, lebih agresif dari Busra, suka menggoda, menjahili Saraswati

hingga merasa kesal karena dipermainkan. Namun sejak kepergiannya menjadi

tentara, dan tiba-tiba kembali ke rumah sikapnya berubah menjadi lebih berani

hingga melakukan pelecehan seksual pada Saraswati. Pelecehan seksual tersebut

menggambarkan bahwa Bisri termasuk tokoh antagonis karena menjadi penyebab

terjadinya konflik pada tokoh utama. Tetapi selama pergi menjadi tentara dan

memiliki kekasih lalu kembali ke rumah, Bisri berubah lagi menjadi sosok kakak

yang menentramkan hati.

e. Laki-laki Tua Bisu

Bagian empat menjadi awal kemunculan tokoh laki-laki tua bisu ini.

Pengarang tidak memberikan banyak informasi mengenai laki-laki tua bisu ini.

Bahkan pengarang tidak memberikan nama pada tokoh ini. Pengarang

menggambarkan laki-laki tua bisu ini sebagai orang yang kocak, dan suka

menolong orang lain walaupun dengan merendahkan harga dirinya seperti yang

dijelaskan melalui sudut pandang tokoh utama dalam kutipan berikut:

…. Semua orang tertawa-tawa melihat tingkah dan gerak-geriknya. Tak

penat-penatnya dia berbicara dengan gerak tangannya. Dia rajin sekali

menolong orang. Mengambilkan air minum, mengambilkan makanan,

bahkan apa saja yang disuruhkan orang.52

Pada bagian empat, diceritakan laki-laki tua bisu ini menjadikan Saraswati

sebagai bahan olok-oloknya demi menggembirakan semua penumpang. Dari

kejadian tersebut, dapat dikatakan bahwa laki-laki bisu ini merupakan tokoh

antagonis karena menyebabkan timbulnya konflik pada tokoh utama seperti yang

diceritakan oleh Saraswati pada kutipan berikut:

…. Sekali dia menyatakan perasaan cintanya terang-terangan dan mengajak

aku menjadi istrinya dengan gerak-gerik di hadapan Angah. Semua orang

tertawa dan bahkan ada yang bertepuk tangan melihat permainannya.53

Laki-laki tua bisu ini juga termasuk tokoh tambahan karena tidak banyak

mempengaruhi perkembangan alur, namun berpengaruh terhadap motivasi tokoh

52Ibid., hlm. 13.

53

Ibid.

Page 83: KARYA A. A. NAVIS DAN IMPLIKASINYA PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/31984/3... · meluangkan waktu untuk penulis dalam proses ... semangat dan waktu yang

71

utama untuk mengaktualisasikan diri. Hal ini diperlihatkan pengarang melalui

sudut pandang tokoh utama dalam kutipan berikut:

…. Pengalaman di kapal itu telah membangkitkan keinginan untuk menjadi

orang bisu-tuli yang hebat. Bahkan lebih hebat dari manusia lainnya, agar

orang-orang jangan selamanya memandang manusia cacat seperti kami

sebagai manusia yang gunanya hanya untuk bahan olok-olok atau sebagai

orang suruhan semata.54

f. Uni Ros

Guru menjahit dan menyulam ini bernama Uni Ros dan usianya tidak

disebutkan dengan pasti oleh pengarang, hanya saja dijelaskan bahwa ia lebih tua

dari perempuan-perempuan yang ada di tempat kursus itu, sehingga sebutan “uni”

yang digunakan A. A. Navis dalam novel SSGdS berfungsi sebagai panggilan

untuk kakak perempuan. Tokoh Uni Ros dihadirkan pengarang pada bagian

delapan sebagai perempuan yang ramah, namun sempat putus asa karena kesulitan

untuk mengajari Saraswati akibat keterbatasannya dalam berkomunikasi. Hal itu

dipaparkan melalui sudut pandang tokoh utama dalam kutipan di bawah ini:

…, karena aku bisu dan tuli. Itulah pangkal kesulitan dari segala macam

kesulitan yang menimpa diriku. Guruku sampai tampak putus asa

memberikan pelajaran kepadaku.55

Keterampilan bagi penyandang disabilitas sangat penting dalam

mengembangkan kemampuan yang mereka miliki, selain itu bakat dan minat

mereka juga dapat tersalurkan dengan baik. Dengan keterampilan menjahit,

menyulam dan merenda yang Saraswati dapatkan dari tokoh ini, akhirnya dapat

memotivasi Saraswati menjadi lebih kreatif dan mandiri menghasilkan uang untuk

memenuhi keperluannya tanpa harus bergantung pada orang lain. Selain itu, ia

juga mampu membantu tetangganya yang miskin. Oleh karena itu, tokoh ini

termasuk dalam tokoh tambahan karena berpengaruh pada aktualisasi tokoh

utama. Hal ini dapat terlihat dari pemaparan tokoh utama dalam kutipan berikut:

…. Yang menyenangkan dari segala-galanya ialah karena aku telah dapat

membantu kesukaran orang lain dengan hasil usahaku sendiri. Aku telah

54Ibid., hlm. 19.

55

Ibid., hlm. 46.

Page 84: KARYA A. A. NAVIS DAN IMPLIKASINYA PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/31984/3... · meluangkan waktu untuk penulis dalam proses ... semangat dan waktu yang

72

dapat membuatkan atau mempermak pakaian anak tetangga kami yang

miskin.56

Tetangga lain ada yang mampu memberi imbalan lumayan bila

meminta aku menjahitkan pakaiannya. Lebih dari itu, semua orang di

kampung tempat kami tinggal sangat bersahabat dengan aku.57

g. Guru Andika

Pengarang menghadirkan tokoh ini pada bagian delapan dengan tidak

diketahui pasti usianya. Namun jika dilihat dari penggambaran fisik seluruh

rambut laki-laki ini telah memutih, sehingga dapat dikatakan termasuk usia

dewasa tengah. Laki-laki ini bernama Guru Andika, penyebutan “guru” dalam

nama guru Andika dapat ditafsirkan bahwa tokoh ini adalah tokoh tipikal. Ia

termasuk orang yang sangat ramah. Selain itu ia juga baik hati, ia mengajari

Saraswati dengan penuh kesabaran tanpa mengenal lelah dan putus asa.

Penggambaran tersebut dapat dilihat dari sudut pandang tokoh utama pada kutipan

berikut:

…. Kemudian ditunjuknya huruf-huruf yang serupa pada ketiga kata itu.

Lalu dingangakannya mulutnya lebar-lebar. Aku pun disuruhnya menganga.

Dia melakukannya berulang-ulang. Aku pun meniru. Tapi selalu dia

menggeleng setiap kali aku menganga.58

Selain itu Guru Andika termasuk tokoh tambahan karena tidak banyak

mempengaruhi perkembangan alur, namun berpengaruh terhadap motivasi tokoh

utama untuk mengaktualisasikan diri. Hal ini yang dirasakan Saraswati lewat

kutipan berikut:

…. Tapi itu bukan berarti aku tidak menghormati dan berterima kasih

kepada Busra dan guru Andika. Tanpa mereka, aku tidak mempunyai

hasrat apa pun dalam hidup ini. Merekalah yang membukakan tabir

cakrawala kehidupan yang amat luas itu untukku.59

Untuk memperkuat tema dan alur cerita, A. A. Navis dalam novel SSGdS

menghadirkan beberapa tokoh cerita. Relevansi tokoh dan penokohan harus

dilihat dalam keterkaitannya dengan unsur lain dan perannya dalam cerita secara

56Ibid., hlm. 68.

57

Ibid., hlm.

58Ibid., hlm. 59.

59

Ibid., hlm. 67.

Page 85: KARYA A. A. NAVIS DAN IMPLIKASINYA PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/31984/3... · meluangkan waktu untuk penulis dalam proses ... semangat dan waktu yang

73

keseluruhan. Seperti yang telah dipaparkan di atas tokoh cerita dalam novel

SSGdS menempati posisinya sebagai pembawa dan penyampai pesan atau sesuatu

yang ingin disampaikan kepada pembaca. Selain tokoh utama yakni Saraswati,

terdapat beberapa tokoh tambahan yang berpengaruh pada perjuangan tokoh

utama untuk memperoleh aktualisasi diri. Tokoh-tokoh tersebut memiliki porsinya

masing-masing untuk mengantarkan tokoh utama dalam menghadapi berbagai

kompleksitas masalah yang dihadapi hingga akhirnya mencapai aktualisasi diri.

4. Latar

Pada hakikatnya sebuah cerita fiksi seperti novel SSGdS dilengkapi oleh

tokoh-tokoh lengkap dengan berbagai permasalahan hidupnya. Berbagai

permasalahan tersebut memerlukan tempat berpijak, dimana, kapan dan pada

kondisi sosial-budaya yang seperti apa mereka dikisahkan. Penggambaran latar

secara kongkret dan jelas dapat menciptakan kesan realistis pada pembaca. Di

bawah ini latar pada novel SSGdS akan dianalisis sesuai dengan teori Burhan

Nurgiantoro.

a. Latar waktu

Latar waktu dalam novel SSGDS tidak digambarkan secara gamblang dalam

cerita. Hal ini mengesankan bahwa setiap kejadian yang ada dalam novel dapat

terjadi kapan pun dari waktru ke waktu. Meskipun demikian, terdapat petunjuk

yang menjadi pertimbangan dalam menganalisis latar waktu dalam novel SSGdS.

Terdapat penggambaran latar waktu secara eksplisit yang tertera di bagian sebelas.

Hal tersebut dapat dilihat pada kutipan berikut:

Saudaraku, lama kemudian aku baru tahu, bahwa yang berperang di

masa itu ialah tentara PRRI dengan tentara pemerintah. Kata Busra, kalau

tentara pemerintah tidak beringas, pastilah tentara PRRI akan cepat

menyerah, karena perang itu tidak ada gunanya. Akan tetapi karena pada

diri tentara itu telah ditumbuhkan perasaan membenci, mereka didorong

menjadi beringas, meski kepada bangsa sendiri.60

Diketahui bahwa dalam novel terjadi peristiwa pemberontakan yang melibatkan

dua pihak secara garis besar yaitu daerah dan pusat. “Pusat” yang dimaksud

adalah Jakarta sebagai ibukota negara sekaligus pusat kekuasaan, dan “daerah”

60Ibid., hlm. 94.

Page 86: KARYA A. A. NAVIS DAN IMPLIKASINYA PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/31984/3... · meluangkan waktu untuk penulis dalam proses ... semangat dan waktu yang

74

yang dimaksudkan adalah Sumatra Barat. Menurut salah satu artikel yang ditulis

oleh D. Kusahistoryan, salah satu pemicu terjadinya pemberontakan adalah

munculnya ketidakpuasan daerah terhadap pemerintah. Pihak yang tidak puas

terhadap kondisi tersebut menamakan gerakan mereka sebagai Pemerintah

Revolusioner Republik Indonesia (PRRI) pada tanggal 10 Februari 1958 di

Padang.61

Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa pengarang menggunakan

latar waktu cerita sekitar tahun 1958. Pemilihan latar waktu ini digunakan

pengarang bukan tanpa alasan sebab saat itu pemerintah kurang memperhatikan

hal-hal yang bersifat minoritas seperti kaum disabilitas. Kegelisahan tersebut yang

melandasi pengarang untuk menyampaikan kritik melalui tokoh utama terhadap

keadaan masyarakat pada masa itu.

Kemudian latar lainnya yang terdapat dalam novel SSGdS ialah waktu pagi,

dan malam hari. Berikut kutipan-kutipan yang mengacu pada latar waktu tersebut:

1) Pagi hari

…. Pagi-pagi sekitar pukul sepuluh, aku melepaskan itik-itik itu lalu

menghalaunya ke kolam yang telah tak digunakan lagi.62

.... Setelah pagi-pagi aku memberi makan itik, barulah kemudian aku giring

kambing-kambing itu ke pemakaman menyusuri rel kereta api.63

2) Malam hari

.... Dan ketika mula-mula tidur di kamar itu. Saudaraku, air mataku

tergenang-genang tanpa aku sadari. Padahal aku telah berjanji takkan

menangis lagi.64

... pada suatu malam timbullah perasaan duka melanda sanubariku. Waktu

itu mataku sukar terlelap, Saudaraku. Banyak pikiran timbul berebutan di

benakku. Aku yang telah mulai serasi dengan lingkungan, aku yang telah

mulai pasrah pada kekuatan-kekuatan yang tak dapat aku lawan, tiba-tiba

saja menjadi kalap.65

61D. Kusahistoryan, “Kabupaten Solok Pada Masa PRRI”, 2009, (http:// Peristiwa

PPRI/PRRI Dahulu, Kini dan Nanti KABUPATEN SOLOK PADA MASA PRRI.htm), diakses

pada tanggal 13 Oktober 2015 pada pukul 13.34 WIB.

62A. A Navis, op. cit., hlm. 24.

63

Ibid., hlm. 33.

64Ibid., hlm. 32.

65

Ibid., hlm. 35.

Page 87: KARYA A. A. NAVIS DAN IMPLIKASINYA PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/31984/3... · meluangkan waktu untuk penulis dalam proses ... semangat dan waktu yang

75

Sampai tengah malam, ketika aku berbaring di ranjang dalam kamar

sepen itu, pikiran untuk belajar mengenal huruf dan kumpulan huruf itu

terus mengusik benakku.66

A. A. Navis memilih penggambaran latar waktu ini berfungsi untuk memberi

kesan dan memperkuat isi cerita. Pagi hari menggambarkan keadaan untuk

memulai segala aktivitas dengan semangat. Begitupun Saraswati yang setiap pagi

sudah menggembalakan ternak. Sosok Saraswati dalam novel SSGdS

mencerminkan sosok perempuan yang bekerja keras meskipun ada dalam

penderitaan. Latar selanjutnya malam hari, pada kutipan pertama terlihat

kesedihan dan kemeranaan yang dialami Saraswati akibat ketidakadilan yang

diterima dari keluarga Angah. Selanjutnya pada kutipan kedua menggambarkan

perasaan tidak karuan yang harus dirasakan Saraswati sebelum akhirnya ia melakukan

protes akibat ketidakadilan tersebut. Pada kutipan terakhir, tengah malam menjadi

latar waktu yang digunakan pengarang pada kutipan ketiga untuk menciptakan

suasana sunyi karena biasanya saat itu semua orang telah tertidur. Namun saat itu

keinginan Saraswati untuk belajar mengetahui huruf-huruf terus muncul

mengganggu pikirannya. Dengan latar malam hari pembaca lebih merasakan

penderitaan dan kesusahan yang dialami tokoh utama.

b. Latar tempat

Latar tempat mengacu pada penggambaran keadaan bangunan, tempat atau

letak geografis yang terdapat dalam cerita dan sebagainya. Latar tempat dalam

novel ini berperan kuat dalam jalannya cerita.

Latar tempat yang pertama muncul dalam cerita adalah Jakarta.

Penggambaran latar ini memberi arahan kepada pembaca bahwa tokoh utama

yang hidup bahagia menjadi berubah dengan kesedihan akibat kehilangan seluruh

anggota keluarganya dan harus meninggalkan Jakarta untuk tinggal bersama

Angah. Latar tempat ini dapat dilihat pada kutipan:

Dalam perasaan gamang itulah aku meninggalkan kota Jakarta. Kota

yang telah memberi tempat cinta kasih ayah bundaku. Kota yang memberi

66Ibid., hlm. 50.

Page 88: KARYA A. A. NAVIS DAN IMPLIKASINYA PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/31984/3... · meluangkan waktu untuk penulis dalam proses ... semangat dan waktu yang

76

naungan hidup bersama semua saudara-saudaraku. Aku meninggalkan

Jakarta, meninggalkan segala yang aku cintai.67

Selanjutnya, latar tempat yang kedua yakni di atas kapal menuju Padang

Panjang. Tempat ini digunakan pengarang untuk memunculkan konflik Saraswati

dengan seorang laki-laki tua bisu. Dari konflik tersebut pengarang memunculkan

motivasi Saraswati untuk mengaktualisasikan dirinya. Latar tempat ini dapat

dilihat pada kutipan berikut:

…. Sungguh hatiku tak tahan menderita penghinaan demikian. Maulah aku lari

dan terjun ke laut karenanya. Dan tak seorang pun yang membelaku. Oh, tak

seorang pun. Angah malah ikut tertawa, karena angah pun mengharapkan

bantuan laki-laki bisu itu untuk mengambil ransum kapal. Dan untuk

mengharapkan bantuan kecil itu, dibiarkan aku diolok-olok terus.68

…. Pengalaman di kapal itu telah membangkitkan keinginan untuk menjadi

orang bisu-tuli yang hebat.69

Kemudian, latar tempat ketiga yaitu Padang Panjang. Padang Panjang

dipilih pengarang sebagai latar cerita perjuangan Saraswati dalam memperoleh

aktualisasi diri. Di tempat ini akan muncul berbagai tokoh lain dan konflik yang

harus dihadapi tokoh utama hingga akhirnya memperoleh aktualisasi diri. Latar

tempat ketiga ini akan dibagi lagi menjadi beberapa tempat sesuai peristiwa yang

dialami oleh tokoh utama, yakni:

Pengarang menyuguhkan pembaca berupa pelukisan rumah Angah yang

akan menjadi tempat tinggal Saraswati untuk memulai kehidupan barunya di

Padang Panjang. Di tempat ini menjadi awal perjumpaan Saraswati dengan tokoh-

tokoh lain yang berpengaruh pada hidupnya yakni Busra dan Bisri. Berikut ini

kutipannya:

…. Aku masih ingat rumah itu, karena dulu aku sering bertandang ke sana

sebelum Ayah pindah ke Jakarta. Rumah itu rumah kayu yang dicat hijau.

Kecil saja ukurannya. Hanya dua kamarnya. Kamar depan lebih kecil dari

kamar belakang. Di bagian belakang ada kamar sepen. Letaknya di serambi

67Ibid., hlm. 12.

68

Ibid., hlm. 14.

69Ibid., hlm. 19.

Page 89: KARYA A. A. NAVIS DAN IMPLIKASINYA PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/31984/3... · meluangkan waktu untuk penulis dalam proses ... semangat dan waktu yang

77

terbuka yang terpisah dari ruang dalam oleh pintu. Rumah Angah berkolong

tinggi. Ada tangga kayu untuk naik-turun.70

Busra mengangkat semua barang bawaan kami ke rumah. Tak

dibiarkannya aku ikut mengangkat. Dalam pengamatanku, hampir hampir

tidak ada perubahan isi dalam rumah itu. Sama seperti sepuluh tahun yang

lalu. Hanya beberapa gambar dinding yang berubah. Sekarang banyak

digantungkan gambar bintang film india.71

Aku lihat Bisri membongkar keranjang buah-buahan. Dipilihnya buah

salak yang besar. Lalu duduk di tepi ranjang Angah. Sambil mengunyah-

ngunyah dia terus juga memandangku.72

Selain itu, rumah Angah digunakan pengarang untuk menggambarkan

perlakuan tidak adil yang dialami tokoh utama. Hal tersebut terjadi saat

kepulangan Pak Angah dan Saraswati diberikan kamar yang letaknya terpisah

dengan rumah, sehingga latar tempat ini menjadi salah satu gambaran konflik

hidup tokoh utama seperti pada kutipan di bawah ini:

…. Karena serambi belakang dan kamar sepen terpisah dari ruang dalam

oleh pintu yang harus dikunci bila malam, maka selanjutnya aku tidur

terpisah dari seluruh penghuni rumah itu.73

Rumah Angah juga menjadi tempat Saraswati melakukan aksi protes dari

ketidakadilan yang diterimanya dari keluarga Angah. Dari peristiwa tersebut,

pengarang menjadikan latar tempat ini sebagai puncak dari konflik-konflik yang

dialami oleh tokoh utama terlihat pada kutipan di bawah ini:

Aku gedor-gedor pintu belakang sekuat tenagaku. Pintu terbuka. Yang

membukanya Busra. Aku langsung menerobos masuk tanpa menghiraukan

dia yang tercengang memandangku. Aku terus masuk ke kamar Angah. Aku

ingin menanyakan kenapa aku dijadikan penggembala ternak di rumah itu.74

Di pendam perkuburan, yang jaraknya lima ratus meter dari rumah menjadi

tempat Saraswati memberi makan kambing-kambing. Pengarang menggunakan

tempat ini untuk menggambarkan peristiwa penindasan yang dilakukan anak-anak

70Ibid., hlm. 16.

71

Ibid., hlm. 18.

72Ibid., hlm. 21.

73

Ibid., hlm. 31.

74Ibid., hlm. 36.

Page 90: KARYA A. A. NAVIS DAN IMPLIKASINYA PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/31984/3... · meluangkan waktu untuk penulis dalam proses ... semangat dan waktu yang

78

kecil terhadap Saraswati. Hal tersebut menjadi gambaran konflik lain yang terjadi

dalam hidup Saraswati seperti pada kutipan berikut:

…. Mereka suka mengganggu bila bertemu denganku seorang diri

menggembalakan ternak. Malah kadang-kadang mereka melempariku

dengan ranting atau batu-batu kecil, atau dengan tanah atau pasir. Lalu

mereka lari menjauh dengan gembira.75

Latar tempat selanjutnya yakni, tempat kursus menyulam dan menjahit yang

tidak begitu jauh dari rumah. Di tempat ini Angah mempertemukan dengan Uni

Ros untuk mengembangkan potensi dan keterampilannya. Tempat ini dipilih

pengarang sebagai awal terbukanya kesempatan Saraswati sebagai gadis difabel

untuk mengaktualisasikan diri seperti pada kutipan berikut:

…. Kini aku tahu, bahwa aku dititipkan di sana untuk belajar menyulam dan

menjahit.76

Yang paling cepat aku peroleh kemajuan ialah pelajaran menyulam.

Seleraku dalam menyusun warna lebih baik dari peserta kursus lainnya.77

Latar tempat selanjutnya yakni rumah guru Andika. Rumah itu tidak begitu

jauh dari rumah Angah. Rumah guru Andika menjadi tempat Saraswati belajar

memperoleh keterampilan berbahasa agar dapat berkomunikasi dengan orang lain.

Latar tempat ini digunakan pengarang untuk memperlihatkan proses Saraswati

dalam memperoleh aktualisasi diri seperti pada kutipan di bawah ini:

Besok harinya oleh Busra aku dibawa lagi ke rumah orang tua itu.

Lagi-lagi aku disuruh menyebut α dan u dan menuliskannya. Kemudian aku

disuruh menulis huruf o dengan menyuarakannya dengan memonyongkan

mulutku sama seperti menyuarakan huruf u, tapi dengan mulut lebih

terbuka. Alangkah sulitnya bagiku. Setelah seminggu barulah aku dapat

menyuarakan kelima huruf itu, Saudaraku.78

Akhirnya di Padang Panjang Saraswati memperoleh aktualisasi dirinya.

Secara otomatis tempat ini menjadi penyelesaian dari konflik-konflik hidup

Saraswati. Di tempat ini juga pengarang menyampaikan pesan pada pembaca

75Ibid., hlm. 25.

76

Ibid., hlm. 46.

77Ibid.

78

Ibid., hlm. 60-61.

Page 91: KARYA A. A. NAVIS DAN IMPLIKASINYA PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/31984/3... · meluangkan waktu untuk penulis dalam proses ... semangat dan waktu yang

79

lewat pencapaian tokoh utama dalam membuktikan potensi yang ia miliki seperti

pada kutipan:

…. Yang menyenangkan dari segala-galanya ialah karena aku telah dapat

membantu kesukaran orang lain dengan hasil usahaku sendiri. Aku telah

dapat membuatkan atau mempermak pakaian anak-anak tetangga kami yang

miskin. Bukan kepalang gembiranya mereka ketika menerima hasil

kerjaku.79

Tetangga lain ada yang mampu memberi imbalan lumayan bila

meminta aku menjahitkan pakaiannya. Lebih dari itu, semua orang di

kampung tempat kami tinggal sangat bersahabat dengan aku. Mereka selalu

menyapaku bila aku berpapasan atau lewat di depan rumah mereka dengan

melambaikan tangan dan tersenyum padaku. Senakal apa pun anak-anak,

mereka tidak lagi menggodaku.80

Dalam seluruh latar tempat pada novel SSGdS pengarang menggambarkan

tempat-tempat penting bagi Saraswati sebagai tokoh utama untuk mencapai

aktualisasi dirinya. Demikian latar tempat di sini memiliki keterkaitan yang erat

dengan tema yang telah dipaparkan sebelumnya. Meskipun harus bergulat dengan

berbagai kesunyian, namun dengan motivasi yang tinggi dan penuh perjuangan

akhirnya Saraswati berhasil melalui berbagai cobaan hidup yang menimpanya.

Dengan demikian latar tempat pun terkait erat dengan alur yang menjadi jalan

cerita tokoh utama.

c. Latar sosial-budaya

Latar sosial sangat erat hubungannya dengan latar tempat dan waktu. Dalam

novel SSGdS, pengarang menampilkan latar sosial masyarakat Padang Panjang.

Latar sosial yang menjadi sorotan adalah kebiasaan hidup, tradisi, serta cara

berpikir dan bersikap. Mata pencaharian penduduk yang memiliki corak

sederhana biasanya sangat berhubungan dengan pemanfaatan lahan dan sumber

daya alam contohnya pertanian, perkebunan, dan peternakan. Sama seperti

penduduk asli kota Padang Panjang yang melakukan kegiatan pertanian,

perkebunan dan peternakan sebagai sumber kehidupan. Dalam novel SSGdS

79Ibid., hlm. 68.

80

Ibid.

Page 92: KARYA A. A. NAVIS DAN IMPLIKASINYA PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/31984/3... · meluangkan waktu untuk penulis dalam proses ... semangat dan waktu yang

80

pemanfaatan lahan untuk perkebunan diperlihatkan pengarang dari kondisi

halaman rumah Angah yang luas seperti pada kutipan di bawah ini:

…. Halaman rumah Angah luas juga. Barangkali akan dapat dibangun

empat rumah lagi. Tidak akan sampai berdempet-dempet seperti rumah-

rumah di Jakarta. Halaman samping-menyamping rumah ditanami sayuran

ubi-ubian.81

Selain itu, pengarang memperlihatkan bahwa mata pencaharian masyarakat

Padang Panjang yakni dengan beternak. Seperti yang dialami oleh Saraswati

setelah berada di Padang Panjang, ia belajar bagaimana memelihara dan

menggembalakan itik, kambing serta ayam agar uang hasil penjualan hewan-

hewan itu dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Latar sosial

tersebut terdapat pada kutipan berikut:

…. Setelah pagi-pagi aku memberi makan itik, barulah kemudian aku giring

kambing-kambing itu ke pemakaman menyusuri sisi rel kereta api.

Sepanjang jalan aku biarkan kambing itu mencari makan pada tebing di sisi

rel, sambil aku memegang ujung talinya.82

…. Rupanya dia ingin aku membuka usaha peternakan ayam dengan modal

dari uangku sendiri, agar aku mandiri dan tidak tergantung pada belas

kasihan orang lain.83

Secara fisik, penggambaran sebuah desa diwarnai dengan kehijauan

alamnya, dikelilingi gunung-gunung, lembah-lembah atau hutan, dan umumnya

belum sepenuhnya digarap manusia. Penggambaran desa yang indah dengan

hamparan hijaunya persawahan yang membentang sampai ke kaki gunung dan

perkampungan yang dikelilingi pohon-pohon rindang terdapat pada novel SSGdS

yang diperlihatkan pengarang pada kutipan berikut:

Alam di bawah indah sekali. Sesayup mata memandang aku lihat

persawahan membentang sampai ke kaki gunung yang puncaknya diliputi

awan. Kaki gunung itu bersalaman dengan kaki gunung di sebelahnya yang

puncaknya tidak berawan. Di tengah-tengah persawahan yang luas itu,

banyak kampung-kampung berserakan. Atap seng rumah kelihatan di sela-

sela pohon-pohon yang rindang dan pohon yang nyiur.84

81Ibid., hlm. 16.

82

Ibid., hlm. 33.

83Ibid., hlm. 65.

84

Ibid., hlm. 115.

Page 93: KARYA A. A. NAVIS DAN IMPLIKASINYA PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/31984/3... · meluangkan waktu untuk penulis dalam proses ... semangat dan waktu yang

81

Di samping indahnya pemandangan yang masih hijau dan asli, cara bersikap

masyarakat desa cenderung ramah. Hal ini mencerminkan nilai budaya dan

karakteristik masyarakat Indonesia yang sangat menjunjung tinggi persaudaraan,

saling menghormati dan menghargai orang lain. Dalam kehidupan kita

memerlukan interaksi yang baik dengan orang-orang di lingkungan sekitar. Salah

satu caranya dengan tegur sapa. Dalam novel diperlihatkan pengarang lewat

sambutan orang-orang kampung terhadap kedatangan Saraswati di Padang

Panjang. Sikap yang ditunjukkan oleh masyarakat di lingkungan tersebut

membuat Saraswati merasa dihargai seperti pada kutipan berikut:

…. Mereka menegurku dengan lambaian tangan atau dengan tawa ramah.

Aku hanya membalas dengan senyum, karena aku tidak suka menggunakan

tangan untuk berbicara.85

Pada dasarnya manusia adalah makluk sosial yang membutuhkan manusia

lainnya. Pola hubungan sosial pada masyarakat desa sangat terasa sekali

dibandingkan masyarakat perkotaan karena masyarakat desa senantiasa bergotong

royong dalam segala hal. Gotong-royong merupakan budaya yang diwarisi oleh

nenek moyang kita. Dengan sikap ini akan terjalin kerjasama baik antar warga.

Terlihat dalam novel SSGdS bahwa masyarakat di Padang Panjang yang masih

mempertahankan perilaku-perilaku baik ini. Dari kutipan di bawah ini terlihat

bahwa mereka masih bergotong-royong membersihkan pasar, bendar atau jalan

akibat dari kerusuhan yang terjadi di daerah itu:

…. Busra tidak lagi ke sekolah. Namun hampir setiap pagi ia keluar rumah

seperti laki-laki lainnya. Pergi membawa pacul dan sapu lidi. Lama baru aku

tahu, Busra pergi bergotong-royong membersihkan pasar, bendar atau jalan

karena tidak ada lagi petugas yang mesti melakukannya.

Secara sosial kehidupan di desa sering dinilai sebagai kehidupan yang

tenteram, damai, selaras, jauh dari perubahan yang dapat menimbulkan konflik.

Namun, kehidupan yang tadinya tentram dan damai berubah menjadi kacau.

Terjadi perang di Padang Panjang digunakan pengarang sebagai salah satu pemicu

85Ibid., hlm. 24.

Page 94: KARYA A. A. NAVIS DAN IMPLIKASINYA PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/31984/3... · meluangkan waktu untuk penulis dalam proses ... semangat dan waktu yang

82

terjadinya pemberontakan dan munculnya ketidakpuasan daerah terhadap

pemerintah. Banyak tentara berseragam hijau yang hilir mudik dengan senjatanya.

Terjadi pemukulan yang dilakukan oleh tentara-tentara itu kepada orang-orang

kampung hingga babak belur dan mengganggu perempuan yang lewat di jalan.

Rumah Angah tidak luput dari kepungan para tentara itu. Mereka menggeledah isi

rumah dan melakukan penganiayaan terhadap Busra, Angah dan Saraswati seperti

pada kutipan di bawah ini:

…. Wajah mereka pitam ketika berbicara dengan Angah dan Busra.

Mereka menggeledah isi rumah, sehingga semua terbusai-busai dari

tempatnya, tak karuan. Salah seorang memandangku dengan sinar mata

yang mengecutkan hati. Gemetar aku karenanya. Lalu dia mendekat.

Tangannya diulurkan ke dadaku. Ketika aku mengelak dan hendak

menyingkir, aku didesaknya ke dinding. Sehingga aku tergencet dan

menjerit-jerit.86

Berdasarkan hasil analisis di atas dapat disimpulkan bahwa latar dengan

penokohan memiliki hubungan yang erat. Hal ini tercermin dari peristiwa dalam

novel SSGdS yang terjadi sekitar tahun 1958. Pada masa itu sedang terjadi

pemberontakan PRRI yang disebabkan adanya ketidakharmonisan antara

pemerintah pusat dengan pemerintah daerah terutama di Padang Panjang. Dengan

membungkus tema besar dengan berlatar waktu, tempat dan sosial budaya

tersebut, A. Navis memberikan suguhan lika-liku problematika kehidupan yang

harus dihadapi tokoh difabel meskipun harus bergulat dengan berbagai kesunyian,

kesedihan, pelecehan, ketidakadilan, penindasan dan ketegangan. Dengan

motivasi yang tinggi dan penuh perjuangan akhirnya tokoh difabel dalam novel

SSGdS berhasil mengaktualisasikan diri.

5. Sudut pandang

Sudut pandang berkaitan dengan siapa yang membawakan cerita atau

narator. Hal ini berkaitan pada pendapat Wahyudi Siswanto tentang pengertian

sudut pandang yakni “tempat sastrawan memandang ceritanya.”87

Dari tempat ini

pengarang menceritakan peristiwa sesuai dengan latar yang dialami tokoh dengan

gayanya sendiri. Pemilihan sudut pandang yang tepat akan membuat cerita

86Ibid., hlm. 89.

87

Wahyudi Siswanto, Pengantar Teori Sastra, (Jakarta: PT. Grasindo, 2008), hlm. 151.

Page 95: KARYA A. A. NAVIS DAN IMPLIKASINYA PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/31984/3... · meluangkan waktu untuk penulis dalam proses ... semangat dan waktu yang

83

menjadi lebih kuat dalam segi penyampaian dan keterikatan, sehingga tujuan yang

diharapkan dapat tercapai. Dalam novel SSGdS pengarang menggunakan sudut

pandang orang pertama sebagai pelaku utama dari awal sampai akhir cerita. Pada

bagian awal cerita pengarang menggambarkan tokoh “aku” seolah-olah sedang

menulis catatan harian dari pengalaman hidupnya dan mengajak pembaca untuk

ikut serta memberikan pendapat terhadap keseharian tokoh, dibuktikan dengan

penggunaan diksi “Saudaraku”. Hal ini yang menjadi daya tarik tersendiri bagi

pembaca novel SSGdS karya A. A. Navis seperti pada kutipan berikut:

Engkau tidak akan tahu kenapa duniaku mesti sunyi, Saudaraku. Aku

juga tidak tahu. Semua orang mengatakan, itulah suratan nasib. Kenapa

hidup seperti ini dipilihkan nasib bagiku. Aku tidak tahu. Hanya Tuhanlah

yang tahu. Maka berkembanglah duniaku sendiri yang tak dapat kau kenal,

dunia tanpa bunyi dan suara. Karena aku tuli dan karenanya pula aku bisu.88

Jika dilihat pada kutipan di atas, “Aku” memulai cerita dengan kebingungan akan

nasib yang harus diterimanya. Hidup dengan kesunyian karena kondisinya yang

(difabel) bisu-tuli menjadi informasi awal yang disampaikan oleh pengarang lewat

tokoh “aku” sebagai pengantar munculnya cerita, sehingga dapat dikatakan bahwa

“aku” terlibat dalam cerita yang diceritakannya sendiri sekaligus menjadi tokoh

dalam ceritanya.

Dengan menggunakan sudut pandang “aku” sebagai pelaku utama, tokoh

“aku” lebih bebas menggambarkan tokoh-tokoh dan menceritakan segala bentuk

peristiwa yang ada dalam cerita berdasarkan sudut pandangnya seperti pada salah

satu kutipan di bawah ini:

… Aku tidak tahu bahasa yang ada di dalam bacaan itu. Aku pun kecewa

lagi. Hatiku menjadi sedih. Jalan untuk maju sudah tampak pada mulanya.

Tapi rupanya jalan itu bukan jalan untuk aku yang bisu-tuli. Kalau sebagai

orang bisu aku dapat membaca tentulah ayah yang menyayangiku telah

lebih dahulu memberi pelajaran. Namun aku terus juga berpikir-pikir. Suatu

jalan bagiku untuk mengenal dunia yang lebih luas dan lebih indah tentu ada

ambang pintunya untuk aku masuki.89

88A. A Navis, op.cit., hlm. 1.

89

Ibid., hlm. 40.

Page 96: KARYA A. A. NAVIS DAN IMPLIKASINYA PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/31984/3... · meluangkan waktu untuk penulis dalam proses ... semangat dan waktu yang

84

Pada kutipan di atas terlihat bahwa tokoh “aku” menjadi pencerita dalam novel

SSGdS. Penggunaan sudut pandang ini menunjukkan bahwa pengarang tidak ikut

terlibat dalam cerita. Posisi pencerita pada sudut pandang ini terdapat pada tokoh

utamanya yakni Saraswati. A. A. Navis berusaha untuk memunculkan seorang

tokoh utama yang sama sekali berbeda dengan karya-karya sebelumnya yakni

gadis tuli dan bisu. Pengarang menggunakan sudut pandang ini dengan tujuan

membuat pembaca seolah-olah masuk ke dalam cerita dan ikut merasakan

kehidupan seorang difabel, bagaimana harus bertahan dengan lingkungan yang

kadang mengkhianatinya, dan bagaimana perjuangannya dalam memperoleh

aktualisasi diri. Dengan demikian sudut pandang “aku” sebagai tokoh utama

memiliki kelebihan dibanding penggunaan sudut pandang lain dalam hal

keterikatan terhadap pembaca.

6. Gaya bahasa

Gaya bahasa menjadi bagian dari diksi atau pilihan kata yang

mempersoalkan cocok tidaknya pemakaian kata, frasa atau klausa tertentu untuk

menghadapi situasi tertentu. Dalam mengisahkan ceritanya, A. A. Navis

membuka cerita dengan menggunakan diksi yang amat puitis untuk mengenalkan

tokoh utama, dibuktikan dengan kutipan berikut:

Sunyi adalah duniaku. Sunyi adalah nasibku. Sunyi dunia tanpa bunyi,

tanpa suara. Segala-galanya sunyi.90

Kutipan di atas dijadikan pengantar untuk memahami novel ini. Bila kita cermati

kutipan tersebut dapat terlihat bahwa pengarang menggunakan kata “sunyi”

berkali-kali. Penggunaan gaya bahasa ini berfungsi memberi penekanan lebih dan

mengkongkretkan gambaran perasaan tokoh utama. Dengan kemahirannya

tersebut pembaca seolah-olah dapat merasakan bagaimana kesunyian yang

dialami oleh tokoh utama.

Selain itu, dalam novel A. A Navis juga menyelipkan kosa kata dalam

bahasa Minangkabau untuk lebih menonjolkan latar cerita. Salah satunya pada

kutipan berikut:

90Ibid., hlm. 1.

Page 97: KARYA A. A. NAVIS DAN IMPLIKASINYA PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/31984/3... · meluangkan waktu untuk penulis dalam proses ... semangat dan waktu yang

85

Saudaraku, ketika mula-mula tiba di kota kecil Padang Panjang, aku

punya tiga pasang sandal. Sekarang tiga-tiganya telah hancur oleh kakiku

yang senantiasa menginjak lunau dan lumpur ketika aku menggembalakan

ternak.91

Kutipan di atas menggambarkan bahwa kebutuhan fisiologis Saraswati tidak

tercukupi selama di Padang Panjang. Terlihat dari rusaknya seluruh sandal yang

dimiliki Saraswati akibat menginjak lunau saat menggembalakan ternak. Kata

Lunau berasal dari bahasa Minangkabau nomina (kata benda) artinya lumpur yang

dihanyutkan banjir.92

Penggunaan bahasa Minangkabau dalam novel tidak hanya

dilihat dari latar cerita saja, tetapi juga penamaan tokoh seperti Angah dan Uni

Ros. Munculnya kosa kata bahasa daerah tersebut menandakan bahwa novel ini

menggunakan campur kode. Selain menggunakan kosa kata bahasa daerah,

terdapat beberapa macam gaya bahasa dalam novel SSGdS di antaranya:

a. Sinisme

Menurut Burhan, sinisme digunakan untuk menyindir atau mengkritik

sesuatu secara terus terang atau tajam.93

Penggunaan majas ini dapat dilihat dalam

kutipan berikut:

.... Tak seorang pun diantara mereka yang menjadi manusia sama layaknya

dengan manusia lainnya. Di mana pun orang-orang bisu seperti aku

hanyalah jadi bahan olok-olok anak-anak belaka. Hanya jadi orang suruhan

belaka. Aku kenal sebuah keluarga yang menaruh seorang perempuan bisu

di rumahnya. Kerjanya hanya mencuci baju orang.94

A. A. Navis menggunakan gaya bahasa ini sebagai sindiran terus terang terhadap

potret penyandang disabilitas dalam masyarakat melalui tokoh Saraswati.

Keterbatasan membuat Saraswati dipandang sebelah mata dan tersisih dari

masyarakat sehingga kerap dilecehkan ataupun diperlakukan tidak adil. Tidak

terpenuhinya HAM bagi kaum difabel juga menjadi masalah yang dikritisi oleh A.

A. Navis dalam novel SSGdS.

91Ibid., hlm. 29.

92

___, “Arti Kata Indonesia Inggris Kamus Lengkap”, 2015, (www.artikata.web.id),

diakses pada tanggal 16 Desember 2015 pada pukul 13.29 WIB.

93Burhan Nurgiyantoro, Teori Pengkajian Fiksi, (Yogyakarta: Gajah Mada University

Press, 2013), hlm. 404.

94A. A Navis, op. cit., hlm. 11.

Page 98: KARYA A. A. NAVIS DAN IMPLIKASINYA PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/31984/3... · meluangkan waktu untuk penulis dalam proses ... semangat dan waktu yang

86

b. Ironi

Menurut Burhan, ironi digunakan untuk menyindir atau mengkritik sesuatu

secara halus atau intensitasnya rendah.95

Ironi akan berhasil jika pembaca sadar

akan maksud yang tersembunyi di balik rangkaian kata-kata seperti kutipan

berikut:

.... Aku menangis karena nasibku telah dimalangkan oleh lingkungan tempat

aku menumpang hidup. Dimalangkan oleh bangsaku. Dimalangkan oleh

orang bisu lainnya.96

Secara tidak langsung A. A. Navis menggunakan tokoh Saraswati dengan segala

peristiwa yang dialaminya menjadi sindiran kepada masyarakat Indonesia pada

masa itu. Pada masa itu (1958) fokus masyarakat Indonesia hanya pada birokrasi

dan politik sehingga kurang memperhatikan hal-hal yang bersifat minor seperti

kaum disabilitas.

c. Repetisi

Repetisi merupakan perulangan bunyi, suku kata, kata atau bagian kalimat

yang dianggap penting berfungsi untuk memberi tekanan dalam sebuah konteks.97

Penggunaan repetisi dapat dilihat dalam kutipan berikut:

Engkau, Saudaraku, barangkali pernah mencoba hidup tanpa

pengharapan pada suatu masa. Engkau barangkali pernah mencoba hidup

diolok-olok sepanjang hari. Engkau barangkali pernah merasakan hidup

berputus asa. Engkau barangkali pernah hidup dalam kesakitan hati karena

dilecehkan.98

Sebagai gadis bisu-tuli, Saraswati merasa tertekanan dan sering merenungi nasib.

Tekanan pada emosinya itu dapat menghambat perkembangan pribadinya dengan

timbul perasaan takut, merasa diperlakukan tidak adil, dilecehkan dan kurang

dihargai. A. A. Navis menggunakan gaya bahasa ini sebagai penegas terhadap

kegelisahan hati Saraswati sehingga pembaca ikut merasakan hal tersebut.

95Burhan Nurgiantoro, loc. cit.

96

A. A Navis, op. cit., hlm. 13.

97Gorys Keraf, Diksi dan Gaya Bahasa, (Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2004), hlm.

127.

98A. A Navis, op. cit., hlm. 14.

Page 99: KARYA A. A. NAVIS DAN IMPLIKASINYA PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/31984/3... · meluangkan waktu untuk penulis dalam proses ... semangat dan waktu yang

87

d. Elipsis

Elipsis berwujud menghilangkan suatu unsur kalimat yang dengan mudah

dapat ditafsirkan sendiri oleh pembaca, sehingga struktur kalimatnya memenuhi

pola yang berlaku.99

Penggunaan elipsis dapat dilihat dalam kutipan:

Dan … pada suatu malam timbullah perasaan duka melanda

sanubariku. Waktu itu mataku sukar terlelap, Saudaraku. Banyak pikiran

timbul berebutan di benakku.100

Secara tidak langsung pengarang menggunakan gaya bahasa ini untuk

memperlihatkan kesedihan yang dialami Saraswati akibat perlakuan tidak adil

yang diterima dari keluarga Angah. Ketidakailan yang diterima Saraswati pada

kutipan di atas terjadi saat Saraswati disuruh menempati kamar yang jorok,

berdebu dan terpisah dari rumah.

e. Eufemismus

Eufemismus semacam acuan berupa ungkapan-ungkapan yang tidak

menyinggung perasaan orang, atau ungkapan-ungkapan halus untuk

menggantikan sesuatu yang dirasa tidak menyenangkan.101

Penggunaan

eufemismus dapat dilihat dalam kutipan:

Dan sekarang, segalanya telah tiada. Mereka hilang secara serentak

dari duniaku.102

Kutipan di atas menggambarkan kesedihan Saraswati setelah mengetahui

kematian seluruh anggota keluarga yang ia sayangi. Pengarang menggunakan

“Mereka hilang serentak dari duniaku” sebagai media penyampai makna “mati”

yang disampaikan dengan bahasa yang lebih halus.

f. Antitesis

Antitesis merupakan sebuah gaya bahasa yang mengandung gagasan yang

bertentangan dengan mempergunakan kata-kata yang berlawanan.103

Penggunaan

antitesis dapat dilihat dalam kutipan:

99Gorys Keraf, op. cit., hlm. 132.

100

A. A Navis, op. cit., hlm. 35.

101Gorys Keraf, loc. cit.

102

A. A Navis, op. cit., hlm. 10.

103Gorys Keraf, op. cit., hlm. 126.

Page 100: KARYA A. A. NAVIS DAN IMPLIKASINYA PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/31984/3... · meluangkan waktu untuk penulis dalam proses ... semangat dan waktu yang

88

…. Aku senang menonton film, tapi yang sekali ini tidaklah menyenangkan

hatiku, Saudaraku.104

Pengarang menggunakan majas ini untuk menggambarkan bentuk pertentangan

yang terjadi dalam diri Saraswati. Adanya perubahan sikap yang terlihat pada

kutipan yakni kesenangan Saraswati menonton film berubah akibat kejadian di

film itu mengingatkannya pada pelecehan seksual yang dilakukan Bisri.

g. Retoris

Retoris merupakan semacam pertanyaan yang digunakan dalam tulisan

dengan tujuan mendapat efek penekanan yang lebih mendalam dan sama sekali

tidak memerlukan jawaban.105

Penggunaan retoris dapat dilihat dalam kutipan:

…. Apakah arti hidup di tengah-tengah manusia banyak kelak? Kenapa

Tuhan menyediakan orang-orang cacat di tengah-tengah manusia lain yang

tidak cacat? Apakah maksudNya? Apakah maksud Tuhan agar kami, orang-

orang cacat dijadikan sebagai contoh betapa dahsyat azabNya di akhirat

kelak? Dan kenapa itu dilakukan Tuhan, padahal kami tidak pernah

melakukan kejahatan seperti yang dilakukan oleh orang-orang yang tidak

cacat?106

Dengan majas ini pengarang menggambarkan kegelisahan hati seorang difabel

atas nasib yang diberikan Tuhan kepadanya. Dari gaya bahasa ini terlihat sikap

Saraswati yang seringkali tersiksa dengan kerendahdirian akibat keterbatasannya.

h. Hiperbola

Hiperbola merupakan semacam gaya bahasa yang mengandung suatu

pernyataan yang berlebihan dan terkesan membesar-besarkan.107

Penggunaan

hipebola dapat dilihat dalam kutipan:

Biasanya aku baru pulang menjelang matahari tepat di ubun-ubun.108

Kutipan di atas menggambarkan kebiasaan yang dilakukan Saraswati setelah

menaruh kambing-kambing di pemakaman. Kata “matahari tepat di ubun-ubun”

dimaksudkan untuk menyatakan bahwa peristiwa itu terjadi pada siang hari yang

104A. A Navis, op. cit., hlm. 82.

105

Gorys Keraf, op. cit., hlm. 134.

106A. A Navis, op. cit., hlm. 12.

107

Gorys Keraf, op. cit., hlm. 135.

108A. A Navis, op. cit., hlm. 35.

Page 101: KARYA A. A. NAVIS DAN IMPLIKASINYA PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/31984/3... · meluangkan waktu untuk penulis dalam proses ... semangat dan waktu yang

89

sangat terik. Gaya bahasa ini digunakan A. A. Navis untuk menekankan latar

waktu suatu peristiwa yang di alami oleh Saraswati secara berlebihan.

i. Simile

Simile merupakan gaya bahasa yang menyatakan sesuatu sama dengan hal

yang lain. Untuk itu, ia memerlukan upaya secara eksplisit menunjukkan

kesamaan yaitu kata-kata: seperti, sama, sebagai, bagaikan, laksana, dan

sebagainya.109

Penggunaan simile dapat dilihat dalam kutipan:

…. Kadang-kadang ada ulat yang menjalar sambil membungkuk seperti

gelombang laut.110

Pengarang menggunakan gaya bahasa ini untuk menggambarkan kekaguman

Saraswati terhadap keadaan alam yang dirasakan dan dilihatnya saat

menggembala ternak di pemakaman. Gaya bahasa ini sebagai perumpamaan di

mana dalam bayangan Saraswati ulat yang menggeliat di atas daun mirip dengan

gelombang laut. Hal ini diciptakan pengarang sebagai penggambaran sikap

Saraswati yang mencintai alam sekaligus media hiburan akan masalah-masalah

hidupnya.

j. Personifikasi

Personifikasi merupakan semacam gaya bahasa kiasan yang

menggambarkan benda mati seolah-olah memiliki sifat-sifat kemanusiaan.111

Penggunaan personifikasi dapat dilihat dalam kutipan:

Aku tidak berduka lagi, Saudaraku. Dunia sekitarku menari-nari.

Awan di langit, burung di ranting, rama-rama di rumput bunga, saling

berdansa seolah ikut memeriahkan hatiku yang riang dan senang.112

Pada kutipan di atas terdapat perumpamaan “dunia sekitarku menari-nari. Awan

di langit, burung di ranting, rama-rama di rumput bunga, saling berdansa ikut

memeriahkan hatiku yang riang dan senang”. Pengarang menggunakan majas ini

sebagai penegasan perasaan Saraswati yang saat itu sedang jatuh cinta pada Bisri.

Terlihat sekali betapa bahagianya Saraswati mendapat surat dari Bisri.

109Gorys Keraf, op. cit., hlm. 138.

110

A. A Navis, op. cit., hlm. 34.

111Gorys Keraf, op. cit., hlm. 140.

112

A. A Navis, op. cit., hlm. 85.

Page 102: KARYA A. A. NAVIS DAN IMPLIKASINYA PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/31984/3... · meluangkan waktu untuk penulis dalam proses ... semangat dan waktu yang

90

Penggunaan gaya bahasa yang menarik tidak akan menimbulkan kesan

monoton atau membosankan bagi pembaca. Hal ini yang dilakukan A. A. Navis

dalam novel SSGdS dengan banyak menggunakan gaya bahasa untuk

mempertegas perjuangan tokoh difabel dalam memperoleh aktualisasi diri.

7. Amanat

Pada novel SSGdS pengarang menggambarkan tema besar yakni perjuangan

tokoh difabel untuk memperoleh aktualisasi diri dengan gaya bahasa yang

menarik. Dari tema besar yang diungkapkan dalam cerita melalui sikap dan

tingkah laku tokoh-tokoh terdapat makna kehidupan yang menjadi pesan atau

amanat penting bagi pembaca agar dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari

seperti yang terlihat pada beberapa kutipan di bawah ini:

Di mana pun juga orang cacat seperti aku, tidak pernah dipandang

seperti manusia sebagaimana wajarnya manusia. Seolah-olah hak kami

hanyalah untuk menjadi manusia kelas terbawah.113

…. Bukan saja pernah aku alami di Jakarta, juga pernah aku lihat seorang

bisu dijadikan bahan olok-olok semata.114

…. Satu-satunya yang tidak bisa diberikan Ayah dibandingkan dengan

saudaraku yang lain, yaitu pendidikan di sekolah. Itu aku tahu, karena

memang belum ada sekolah untuk anak bisu-tuli di Jakarta, tempat kami

tinggal.115

…. Tidak bolehkah seorang gadis bisu-tuli mempunyai pekerjaan yang lain

sampai akhir hayatnya?116

Dari kutipan-kutipan di atas, kita dapat melihat bahwa kisah dalam novel ini

memberi kita banyak pelajaran bagaimana arti kehidupan kaum difabel di tengah

masyarakat. Melalui novel SSGdS, A. A. Navis ingin memberikan gambaran

realita penyandang disabilitas yang selama ini terlupakan. Bagaimana penyandang

disabilitas dipandang “berbeda” dengan manusia lain. Bagaimana penyandang

disabilitas mendapat perlakuan yang tidak baik di tengah-tengah masyarakat.

113Ibid., hlm. 12.

114

Ibid., hlm. 25.

115Ibid., hlm. 8.

116

Ibid., hlm. 29.

Page 103: KARYA A. A. NAVIS DAN IMPLIKASINYA PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/31984/3... · meluangkan waktu untuk penulis dalam proses ... semangat dan waktu yang

91

Kemudian, bagaimana penyandang disabilitas tidak mendapat hak yang sama

dalam hal pendidikan dan pekerjaan.

Saraswati Si Gadis dalam Sunyi (SSGdS) merupakan novel yang bercerita

mengenai tokoh Saraswati yang terlahir sebagai gadis difabel dengan segala

kesunyian, penderitaan dan cobaan yang dialami. Namun akhirnya terjadi

perubahan motivasi tokoh Saraswati ke arah yang lebih berani, berkemauan kuat,

serta memiliki tekad untuk mengaktualisasikan diri.

…. Saudaraku, tidak pernah aku bayangkan bahwa gadis bisu-tuli masih

bisa belajar. Aku merasa pilu, bahkan iri bila melihat anak-anak seusiaku ke

sekolah, sedangkan aku hanya dapat tinggal di rumah saja. Tapi ternyata di

dunia ini banyak keajaiban-keajaiban yang dapat dicapai kalau kita mau,

Saudaraku.117

Kutipan di atas menggambarkan keberhasilan tokoh utama mencapai aktualisasi

diri. Hal ini yang ingin disampaikan oleh A. A Navis kepada pembaca lewat tokoh

Saraswati yakni jangan sampai keterbatasan membuat potensi yang kita miliki pun

terbatas sehingga menjadi penghalang dalam mengapai cita-cita.

B. Analisis Motivasi Tokoh Difabel dalam Novel Saraswati Si Gadis

dalam Sunyi Karya A. A. Navis

Analisis berikutnya digunakan penulis untuk menemukan motivasi tokoh

difabel dalam novel Saraswati Si Gadis dalam Sunyi (SSGdS) karya A. A. Navis.

Penulis menggunakan pendekatan psikologi sastra sebagai upaya untuk

memperoleh gambaran mengenai motivasi dan kepribadian yang dimunculkan

oleh tokoh utama (bisu-tuli) dalam mencapai aktualisasi dirinya. Motivasi tersebut

berkaitan dengan lingkungan, keadaan, maupun kepribadian Saraswati sebagai

tokoh utama. Motivasi tersebut dianalisis berdasarkan teori kebutuhan bertingkat

Abraham H. Maslow karena susunan kebutuhan dasar yang bertingkat itu

mendasari motivasi manusia.

117Ibid., hlm. 66.

Page 104: KARYA A. A. NAVIS DAN IMPLIKASINYA PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/31984/3... · meluangkan waktu untuk penulis dalam proses ... semangat dan waktu yang

92

1. Motivasi Kebutuhan Fisiologis

Tokoh utama dalam novel SSGdS digambarkan oleh pengarang memiliki

keterbatasan alat indera yakni bisu-tuli dan tidak pernah memperoleh pendidikan

formal. Ketidakmampuan dalam berkomunikasi dengan orang lain dan rendahnya

kualitas sumber daya anak bisu-tuli menimbulkan pandangan bahwa kaum difabel

tidak dapat berbuat apa-apa dan cenderung bergantung kepada orang lain.

Pandangan tersebut sangat merugikan kaum difabel termasuk tokoh utama dalam

novel SSGdS untuk bersaing memperoleh lapangan pekerjaan.

Secara perundang-undangan, Indonesia memiliki Undang-Undang tentang

ketenagakerjaan yakni No. 13 Tahun 2003 dan dua Undang-Undang terkait

penyandang disabilitas yakni No. 4 Tahun 1997 tentang penyandang cacat, serta

Peraturan Pemerintah No. 43 Tahun 1998 tentang upaya peningkatan

kesejahteraan sosial penyandang cacat. Ketiga hal tersebut secara jelas

menyatakan bahwa penyandang disabilitas juga memiliki hak yang sama untuk

memperoleh pekerjaan, penghidupan yang layak dan perlakuan tanpa

diskriminasi.

Kenyataan yang terjadi di Indonesia sampai saat ini masih banyak

perusahaan yang belum memberikan kesempatan bagi penyandang disabilitas

untuk bekerja. Fajar Nursahid (Project Manager Indonesia Democracy Index)

mengungkapkan selama ini pemerintah belum membuat peraturan secara tegas

untuk penyandang disabilitas terutama dalam mencari pekerjaan. Padahal mereka

tentu sangat ingin mendapat kesempatan bekerja.118

Hal ini diperkuat dengan

pendapat gadis tunanetra bernama Tyas pada portal KBR dalam acara JIExpo

Kemayoran di Jakarta, “belum ada perusahaan yang mau memberikan kerja.

Padahal seharusnya di forum ini ada lowongan untuk disabilitas. Mungkin mereka

takut mempekerjakan disabilitas.”119

Kondisi tersebut menjadi potret penyandang

disabilitas Ibukota yang masih mengalami diskriminasi di bidang pekerjaan.

118

Salsabila Qurrataa’yun, Penyandang Disabilitas Butuh Pekerjaan, Pemerintah Diminta

Buatkan Regulasi, 2016, (http://news.okezone.com), diakses pada tanggal 22 Maret 2016 pada

pukul 17.56 WIB. 119

Yudi Rachman, Sulitnya Disabilitas Mencari Pekerjaan, 2014, (http://m.portalkbr.com),

diakses pada tanggal 22 Maret 2016 pada pukul 17.38 WIB.

Page 105: KARYA A. A. NAVIS DAN IMPLIKASINYA PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/31984/3... · meluangkan waktu untuk penulis dalam proses ... semangat dan waktu yang

93

Faktor regulasi ini mengakibatkan sulitnya penyandang disabilitas termasuk tokoh

utama pada novel SSGdS, untuk memenuhi kebutuhan dasar manusia yang paling

mendesak yakni kebutuhan fisiologis.

Kebutuhan fisiologis menurut E. Kuswara terdiri dari kebutuhan makan, air,

oksigen, aktif, istirahat, keseimbangan temperatur, seks dan kebutuhan stimulasi

sensoris (menstimulasi pancaindra).120

Albertine Minderop berpendapat bahwa

kebutuhan fisiologis menjadi kebutuhan paling mendesak pemuasannya karena

terkait dengan kebutuhan biologis manusia.121

Di awal cerita pengarang menggambarkan tokoh utama hidup serba

kecukupan dipengaruhi dengan pengambilan latar tempat pertama yakni Jakarta

sebagai tempat tinggal Saraswati. Sebagai Ibukota negara, Jakarta merupakan kota

dengan berbagai aktivitas mulai dari aktivitas politik, ekonomi hingga aktivitas

lainnya. Tetapi penghadangan pasukan pemberontak membuat Saraswati

kehilangan seluruh anggota keluarga, sehingga mengharuskan dirinya untuk

melanjutkan hidup di Padang Panjang.

Padang panjang menjadi latar ketiga dalam novel SSGdS. Banyak konflik

yang terjadi di tempat ini, salah satunya mengenai perbedaan kehidupan yang

dirasakan tokoh utama. Perbedaan tersebut diceritakan melalui sudut pandang

tokoh utama pada kutipan berikut:

.... Aku bongkar pakaianku yang bagus-bagus, serta pakaian Ibu dan

perhiasan emasnya. Lalu kutunjukkan ke bawah hidung Busra sambil

menjerit-jerit. Aku tunjukkan satu demi satu kepadanya agar dia

memahami bahwa aku dulu adalah anak seorang yang berkedudukan baik.

Lalu aku ambil album besar berisi foto keluargaku. Aku tunjukkan

padanya foto-fotoku semasa di Jakarta, agar dia tahu betapa terpeliharanya

hidupku dulu. Aku tunjukkan padanya foto aku di dalam kamar tidurku,

foto rumah kami di Jakarta, mobil Ayah yang bagus. Maksudku agar dia

membandingkan perlakuan ibunya padaku sekarang. Busra tercengang-

cengang memandang tingkah lakuku. Aku tidak tahu apakah dia mengerti

apa yang aku mau. Aku tidak peduli. Lalu aku jajarkan dia ke kamarku.

Aku tunjukkan kepadanya betapa joroknya kamarku sekarang

dibandingkan dengan kamarku di Jakarta seperti yang tertera di dalam

foto-foto itu.122

120

E. Koeswara, Teori-teori Kepribadian, (Bandung: PT. Eresco, 1991), Cet. 2, hlm. 119. 121

Albertine Minderop, op. cit., hlm. 286.

122A. A. Navis, op. cit., hlm. 36-37.

Page 106: KARYA A. A. NAVIS DAN IMPLIKASINYA PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/31984/3... · meluangkan waktu untuk penulis dalam proses ... semangat dan waktu yang

94

Kutipan di atas menjadi bentuk protes tokoh utama atas perlakuan tidak adil yang

diterima dari keluarga Angah. Sikap yang ditunjukkan oleh Saraswati

menunjukkan bahwa ia memiliki keinginan untuk diperlakukan secara adil

meskipun ia seorang difabel. Ketidakadilan tersebut digunakan pengarang untuk

menggambarkan tidak terpenuhinya kebutuhan fisiologis tokoh utama selama di

Padang Panjang. Hal ini terlihat dari cara Saraswati menunjukkan pada Busra

mengenai perbedaan kehidupannya saat masih tinggal bersama orang tua di

Jakarta dengan saat tinggal di Padang Panjang bersama keluarga Angah.

Sebagai difabel, Saraswati kesulitan menjalankan segala aktivitas

keseharian termasuk memenuhi kebutuhan fisiologis. Namun Key, Brozek,

Henschel, Mickelsen dan Taylor dalam Jess Feist menegaskan, ketika seseorang

tidak dapat memenuhi kebutuhan fisiologisnya maka mereka akan terus berusaha

untuk memenuhi kebutuhan tersebut.123

Begitupun Saraswati yang tidak pernah

putus asa dan selalu bekerja keras walaupun sempat mengalami berbagai

kesulitan. Dorongan semangat dari dalam diri dan keluarga agar mampu

berkembang memperoleh keterampilan ditunjukkan pengarang sebagai bentuk

motivasi tokoh utama dalam memenuhi kebutuhan fisiologisnya.

Kebutuhan fisioligis memiliki prioritas tertinggi karena menyangkut

kebutuhan untuk bertahan hidup, sehingga pemberian bekal keterampilan dan

pengetahuan sangat penting guna menunjang kemampuan penyandang disabilitas

dalam memenuhi kebutuhan fisiologis secara mandiri. Seperti yang diungkapkan

oleh Ketua Umum Penyandang Cacat Indonesia, Gufroni Sakaril di sela-sela

peringatan Hari Disabilitas Internasional 2013 “seharusnya bisa dilakukan

pelatihan bagi penyandang disabilitas.”124

Oleh sebab itu, diperlukan bimbingan

dan kesempatan yang seluas-luasnya agar potensi yang dimiliki dapat berkembang

secara optimal. Seperti kesempatan yang diberikan oleh tokoh Angah pada

123Handriatno, Teori Kepribadian Edisi Tujuh, Terj. dari Theories of Personality 7

th Edition

oleh Jess Feist dan Gregory. J. Feist, (Jakarta Selatan: Salemba Humanika, 2013), hlm. 333.

124___, Penyandang Disabilitas Masih Alami Diskriminasi, 2013, (http://sp.beritasatu.com),

diakses pada tanggal 16 Desember 2015 pada pukul 14.30 WIB.

Page 107: KARYA A. A. NAVIS DAN IMPLIKASINYA PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/31984/3... · meluangkan waktu untuk penulis dalam proses ... semangat dan waktu yang

95

Saraswati untuk belajar menyulam dan menjahit melalui tokoh Uni Ros.125

Kesempatan dan bekal keterampilan yang didapatkan Saraswati dari tokoh-tokoh

tersebut digunakan A. A. Navis sebagai salah satu usaha pemberdayaan kaum

difabel agar nantinya memperoleh pekerjaan sehingga tidak bergantung pada

orang lain.

Lewat tokoh Saraswati, pengarang ingin memberi gambaran kaum difabel

yang mandiri, dibuktikan dengan keberhasilannya memenuhi kebutuhan hidup.

Kemandirian seseorang dilihat dari sejauh mana mereka mampu untuk berdiri

sendiri tanpa harus bergantung kepada orang lain seperti pada kutipan di bawah

ini:

Dari famili kami di Jakarta, aku menerima kiriman uang banyak hasil

penjualan barang-barang peninggalan ayah dan ibuku. Dari uang itulah

kamarku diperbaiki. Serambi yang terpisah dari ruang tengah tidak lagi

terpisah. Karena bagian luar serambi itu sudah diberi dinding dan jendela

serta pintu ke bagian dapur di belakang, sehingga serambi itu menjadi

seperti ruang belakang rumah. Sebuah tempat tidur, meja, dan lemari

pakaian dibelikan. Sebuah mesin jahit bekas yang masih cukup baru pun

dibeli. Aku taruh di ruang depan kamarku. Dengan uang itu pula Busra

membuat tiga kandang ayam.126

.... para tetangga sudah mulai banyak minta aku membuatkan pakaian

mereka. Seperti kebaya atau baju anak-anak mereka yang laki-laki atau

perempuan. Mereka memberi aku uang menurut sukanya saja. Uang jahitan

itu aku berikan pada Angah untuk membantu biaya rumah tangga kami.

Akan tetapi hasil dari peternakan ayam di suruh Busra agar aku simpan

sendiri.127

Kutipan di atas digunakan pengarang sebagai gambaran tercapainya kebutuhan

fisiologis yang diperoleh Saraswati. Terlihat pada kutipan pertama bahwa dari

uang hasil penjualan harta warisan orang tuanya, Saraswati mampu memperbaiki

kamar yang selama ini tidak layak ditempati. Selain itu ia juga mampu membeli

sebuah mesin jahit. Mesin jahit itu digunakan untuk membuat pesanan pakaian

para tetangga seperti yang terlihat pada kutipan kedua, sehingga uang hasil jahitan

dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. Keberhasilan ini

125Lihat catatan kaki nomor 43.

126

A. A. Navis,op.cit., hlm. 64-65.

127Ibid., hlm. 66.

Page 108: KARYA A. A. NAVIS DAN IMPLIKASINYA PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/31984/3... · meluangkan waktu untuk penulis dalam proses ... semangat dan waktu yang

96

menumbuhkan kepercayaan diri Saraswati untuk memenuhi kebutuhan

selanjutnya.

A. A. Navis sebagai pengarang berhasil membuktikan bahwa

ketidaksempurnaan bukanlah alasan untuk berdiam diri atau meratapi keadaan.

Sikap tidak mudah menyerah, tekun dan sabar menjadi modal Saraswati untuk

memenuhi kebutuhan fisiologisnya. Perjuangan Saraswati dalam memenuhi

kebutuhan fisiologis memberi motivasi dan keyakinan pada pembaca bahwa

difabel bukan menjadi alasan seseorang untuk tidak berkarya dan berguna bagi

orang lain, sehingga harus mampu mencukupi kebutuhan hidup secara mandiri.

2. Motivasi Kebutuhan Akan Perasaan Aman

Penyandang disabilitas kerap dijauhi dari kehidupan sosial masyarakat dan

mendapat kekerasan mulai dari kekerasan fisik seperti pemukulan, kekerasan, dan

dalam bentuk yang lebih halus seperti pelecehan, menganggap tidak mampu,

penciptaan ketergantungan hingga kekerasan seksual. Menurut Tribun

Internasional, kekerasan terhadap penyandang disabilitas di Jepang cukup sering

terjadi dan mencapai 1.261 kasus atau mengalami kenaikan 46 persen

dibandingkan tahun 2014. Misalnya di Unzen sekitar bulan Februari 2015 seorang

pria difabel dipukuli oleh staf fasilitas difabel. Selain itu ada pula yang mendapat

pelecehan seksual.128

Padahal penyandang disabilitas mempunyai hak yang sama

atas perlakuan dari siapapun seperti yang tertuang dalam Undang-Undang No. 19

Tahun 2011 tentang pengesahan Convention on the Right of Person with

Disabilities/ CRPD mengenai hak penyandang disabilitas.

Dalam novel SSGdS disinggung mengenai kasus kekerasan pada

penyandang disabilitas. Terlihat dari tokoh utama yang merupakan gadis bisu-tuli

banyak dihinggapi kecemasan karena menghadapi lingkungan yang beraneka

ragam komunikasinya. Oleh karena itu ia sering mengalami berbagai konflik,

kebingungan, dan ketakutan karena hidup dalam lingkungan yang bermacam-

macam sehingga menuntut adanya kebutuhan rasa aman.

128Richard Susilo, Ribuan Penyandang Disabilitas di Jepang Mengalami Kekerasan dan

Pelecehan, 2015, (http://tribunnews.com), diakses pada tanggal 23 Maret 2016 pada pukul 17.30

WIB.

Page 109: KARYA A. A. NAVIS DAN IMPLIKASINYA PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/31984/3... · meluangkan waktu untuk penulis dalam proses ... semangat dan waktu yang

97

Kebutuhan rasa aman menurut Albertine Minderop adalah suatu kebutuhan

ketika seseorang dapat merasakan keamanan, ketentraman, kepastian dan

kesesuaian dengan lingkungannya.129

Pengekspresian lain dari kebutuhan akan

rasa aman menurut Ngalim Purwanto bisa muncul apabila individu dihadapkan

pada bahaya, ancaman penyakit, perang, kemiskinan, perlakuan tidak adil dan lain

sebagainya.130

Seseorang dapat hidup lebih baik apabila merasa aman baik secara fisik

maupun psikis. Sebaliknya Saraswati selalu merasa tidak aman karena ketika

menggembala ternak banyak pengalaman pahit yang diterima dari anak-anak kecil

di kampung itu. Peristiwa yang terjadi di bagian enam ini menjadi konflik kedua

dalam novel seperti pada kutipan di bawah ini:

.... Malah kadang-kadang mereka melempariku dengan ranting atau batu-

batu kecil, atau dengan tanah atau pasir. Lalu mereka lari menjauh dengan

gembira. Apakah yang harus aku perbuat terhadap kenakalan anak-anak itu?

Aku pernah berusaha untuk beramah-ramah dengan mereka, menyapanya

dengan senyum persahabatan. Tapi itu malah menjadikan mereka tambah

terangsang mengganggu aku.131

Dari kutipan di atas, secara fisik kekerasan ditunjukkan ketika anak-anak kecil

melempari ranting, batu-batu kecil, tanah atau pasir ke arahnya. Sedangkan secara

psikis terjadi ketika mereka lari menjauh dengan gembira setelah mengganggu

Saraswati. Pengarang menggunakan peristiwa tersebut sebagai gambaran realitas

kehidupan sosial yang sering terjadi dalam masyarakat, dimana penyandang

disabilitas seakan kehilangan hak-haknya karena diperlakukan secara semena-

mena.

Selain itu, jika melihat beberapa kasus kekerasan yang ditemukan dalam

validasi data kekerasan terhadap perempuan difabel dan anak difabel di

Kabupaten Wonogiri dan Klaten yang dilakukan oleh PPRBM (Pusat

Pengembangan dan Pelatihan Rehabilitasi Bersumberdaya Masyarakat), Prof. Dr.

Soeharso menunjukkan fakta tidak adanya keadilan bagi perempuan difabel yang

129Albertine Minderop, op. cit., hlm. 294.

130

M. Ngalim Purwanto, op.cit., hlm. 78.

131 A. A. Navis, op. cit., hlm. 25.

Page 110: KARYA A. A. NAVIS DAN IMPLIKASINYA PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/31984/3... · meluangkan waktu untuk penulis dalam proses ... semangat dan waktu yang

98

menjadi korban.132

Hal ini juga disinggung pengarang dalam novel SSGdS melalui

tokoh Saraswati. Selain kekerasan secara fisik dan psikis, Saraswati juga

mendapat kekerasan seksual dari anak kedua Angah yakni Bisri.133

Dari kutipan

tersebut, A. A. Navis ingin memperlihatkan pada pembaca mengenai realita kasus

kekerasan seksual terhadap perempuan difabel yang terjadi begitu saja tanpa

mempertimbangkan keadilan korbannya. Dengan demikian tokoh Saraswati

membutuhkan rasa aman baik secara fisik, psikis maupun seksual agar merasa

terlindungi dan tidak merasakan cemas atau takut yang berlebihan.

Untuk memenuhi kebutuhan akan rasa aman, seseorang cenderung akan

bergerak ke arah menghindari hal-hal yang dirasa membahayakan dirinya. Dalam

novel pengarang menggambarkan timbulnya motivasi pada diri Saraswati yang

terlihat dari cara tokoh memenuhi rasa aman akibat gangguan anak-anak kecil. Ia

memilih menghindar dan menahan diri untuk tidak melawan serta berusaha untuk

bersikap ramah pada anak-anak kecil. Saat Bisri melakukan pelecehan seksual,

Saraswati pun berusaha menolak dengan berlari menuju kamar dan mengunci

pintu. Hasil dari motivasi intrinsik ini134

dan kutipan berikut:

... tidak seorang pun dari anak-anak itu menggodaku lagi. Aku tidak tahu

kenapa terjadi perubahan sikap itu. Siapa yang memberi pelajaran kepada

mereka, aku tidak tahu. Tapi yang terang, sesalan demi sesalan terhadap

nasibku yang malang sungguh terasa tak berfaedah sama sekali. Orang-

orang itu tidaklah seburuk yang kita sangka apabila mereka diberi

pengertian yang patut, Saudaraku135

Kedua kutipan di atas digunakan pengarang sebagai gambaran tercapainya

kebutuhan rasa aman Saraswati karena telah terjadi perubahan perilaku dari anak-

anak kecil di kampung itu dan Bisri. Hal ini memberi dampak motivasi besar bagi

tokoh utama untuk menjalani kehidupan dengan tentram, aman dan lebih percaya

diri atas kondisinya sebagai gadis difabel. Selain itu, usaha Saraswati dalam

memenuhi kebutuhan rasa aman yang digambarkan pengarang pada novel

memberi motivasi dan keyakinan pada pembaca, bahwa kebutuhan akan rasa

132Dyah Ningrum. R, Mengurai Benang Kusut Keadilan Bagi Perempuan Difabel, 2013,

(http://solider.or.id), diakses pada tanggal 20 Desember 2015 pada pukul 13.21 WIB.

133Lihat catatan kaki nomor 50.

134

Lihat catatan kaki nomor 51.

135A. A. Navis, op. cit., hlm. 27.

Page 111: KARYA A. A. NAVIS DAN IMPLIKASINYA PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/31984/3... · meluangkan waktu untuk penulis dalam proses ... semangat dan waktu yang

99

aman yang biasanya terpuaskan pada orang-orang sehat dan normal ternyata

mampu dicapai oleh Saraswati, seorang gadis difabel.

3. Motivasi Kebutuhan Akan Cinta

Manusia pada umumnya membutuhkan perasaan bahwa mereka dicintai

oleh keluarga dan diterima oleh teman maupun masyarakat. Menurut Sardiman,

kebutuhan ini meliputi kasih, rasa diterima dalam masyarakat (keluarga, sekolah

atau kelompok).136

Begitupun pada anak difabel yang membutuhkan dukungan

dan kasih sayang dari keluarga atau orang-orang sekitar. Memiliki anak difabel

merupakan tantangan cukup berat bagi orang tua. Padahal suatu keterbatasan tidak

menjadi penghalang bagi keberhasilan mereka menjalani aktivitas tanpa selalu

bergantung pada orang lain. Namun hal ini perlu disikapi dengan positif agar

orang tua mampu membantu mengoptimalkan potensi yang dimiliki anak tersebut.

Pada kehidupan anak difabel, keluarga menjadi lingkungan terdekat dan

utama sehingga keluarga lebih memahami kondisi mereka dibanding orang lain.

Dalam hal ini, peran dan kasih sayang keluarga sangat besar dalam mendukung

munculnya semangat hidup anak difabel. Selain itu, hubungan antara orang tua

dengan anaknya dapat mempengaruhi tingginya motivasi. Dalam novel SSGdS

pengarang memperlihatkan bagaimana peran keluarga bagi anak difabel melalui

sosok ayah yang tidak pernah menunjukkan perhatian yang berlebihan dan

memandang Saraswati sama dengan anak-anaknya yang lain. Hal tersebut terlihat

melalui pengisahan peristiwa secara retrospeksi melalui sudut pandang Saraswati

seperti pada kutipan berikut:

Bila melakukan perjalanan dinas ke daerah, Ayah selalu membawa

oleh-oleh buat kami. Ayah membaginya dengan urutan yang tetap. Mulanya

kepada kakakku tertua dan berakhir kepada adikku terkecil. Atau

sebaliknya. Dimulai dari adikku terkecil dan berakhir pada kakakku tertua.

Tidak pernah aku diberi lebih dulu. Jika kami keluar kota atau ke rumah

kerabat, Ayah selalu bertndak seolah-olah aku bukan gadis bisu-tuli. Ada-

ada saja cara Ayah bertindak sehingga orang tidak tahu bahwa aku gadis

bisu-tuli.137

136Sardiman A. M, Interaksi dan Motivasi Belajar-Mengajar, (Jakarta: PT.Raja Grafindo

Persada, 2011), hlm. 80.

137A. A. Navis, op.cit., hlm. 8.

Page 112: KARYA A. A. NAVIS DAN IMPLIKASINYA PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/31984/3... · meluangkan waktu untuk penulis dalam proses ... semangat dan waktu yang

100

Perlakuan adil dan memperhatikan hak sang anak seperti yang dilakukan ayah

menginterpretasikan bahwa Saraswati adalah orang yang berharga dan layak

mendapat perhatian dan kasih sayang. Hal ini menjadi penilaian positif bagi

Saraswati sebagai bentuk dukungan sosial yang berpengaruh pada

perkembangannya baik secara fisik maupun psikologis. Lewat tokoh ayah,

pengarang ingin memberi gambaran tentang pentingnya peran keluarga dalam

menumbuhkan motivasi dan semangat hidup anak difabel. Hal ini senada dengan

pendapat Coopersmith dalam Aliya Tusyani, dkk yakni keseluruhan faktor

penting dalam keluarga mempengaruhi persepsi anak terhadap orang tua dan

motivasi mereka.138

Panut dan Ida menganggap bahwa dari waktu ke waktu seorang remaja

ingin orang lain menyayanginya dan lingkungan sekitar menerima dirinya dengan

apa adanya.139

Oleh karena itu, Saraswati merasa sedih ketika kehilangan keluarga

yang dicintai dan merasa dikucilkan atau tidak disenangi oleh masyarakat. Maka

dengan segala cara ia akan mencari kasih sayang orang lain sesuai dengan

kebutuhannya, sehingga timbul motivasi pada diri Saraswati untuk memenuhi

kebutuhan tersebut salah satunya melalui tokoh Busra140

dan kutipan berikut:

.... Kini aku merasakan betapa sayangnya dia padaku sebagai adiknya.

Sekarang terpaham olehku, kalau pun dia menyuruhku menjadi

penggembala kambing selama ini, hal itu mungkin karena tidak tahu apa

yang harus diberikannya padaku sebagai pengisi waktu. Dia bukan hendak

menghinaku dengan cara itu. Aku pun menangis di bahunya dan tanganku

memeluknya erat-erat. Ingin aku takkan melepaskannya, karena sekarang,

aku ingin teruslah dia menjadi pelindungku dan hidupku senantiasa akan

tergantung pada kasih sayangnya.141

Terlihat pada kutipan kedua bahwa tokoh utama cenderung memiliki pandangan

negatif terhadap lingkungan. Hal ini dipengaruhi oleh kurangnya kasih sayang

yang ia terima dari keluarga Angah setelah kehilangan ayah dan ibu. Namun

138Aliyana Tusyani, dkk. Kepribadian: Teori dan Penelitian Edisi Sepuluh, Terj. dari

Personality: Theory and Research 10th

Edition oleh Daniel Cervove dan Lawrence A. Pervin,

(Jakarta: Salemba Humanika, 2011), hlm. 230. 139

Panut Panuju dan Ida Umami, Psikologi Remaja, (Yogyakarta: Tiara Wacana, 1999),

hlm. 32.

140Lihat catatan kaki nomor 35

141

A. A. Navis, op.cit., hlm. 44.

Page 113: KARYA A. A. NAVIS DAN IMPLIKASINYA PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/31984/3... · meluangkan waktu untuk penulis dalam proses ... semangat dan waktu yang

101

pengarang menampilkan sosok Busra sebagai tokoh yang berpengaruh mengubah

pandangan negatif tersebut. Dari awal kemunculannya Busra digambarkan sebagai

tokoh yang peduli, memiliki empati, dan penuh kasih sayang serta sebagai

pelindung bagi tokoh utama. Sikap tersebut membuat Saraswati menjadi semakin

yakin bahwa ia tidak hidup sendiri karena masih ada orang yang menyayangi dan

memperdulikannya. Hal tersebut berdampak besar bagi motivasi tokoh utama

untuk lebih optimis menjalani hidup. Pencapaian Saraswati dalam memenuhi

kebutuhan akan rasa cinta dapat memberi motivasi dan keyakinan pada pembaca,

bahwa dukungan dari orang-orang yang mencintai atau kita cintai sangat berperan

penting untuk memotivasi kita dalam menjalani kehidupan.

4. Motivasi Kebutuhan Akan Penghargaan Diri

Dalam menjalani kehidupan setiap orang pasti memiliki harga diri yang

menuntut untuk dihargai. Menurut Maslow dalam Albertine Minderop, kebutuhan

harga diri dibagi menjadi dua: pertama, adanya penghargaan dari diri sendiri yang

mencakup keinginan untuk memperoleh kompetensi, percaya diri, kebebasan,

kemandirian dan kepribadian yang kuat. Kedua, adanya penghargaan dari orang

lain yang mencakup keinginan untuk mencapai prestasi dalam kehidupan

sehingga memperoleh penghargaan dari pihak lain.142

Sebagai makhluk sosial, Saraswati memerlukan interaksi dengan orang lain.

Akan tetapi karena memiliki keterbatasan dalam berkomunikasi menyebabkan

dirinya sulit menyesuaikan diri terhadap lingkungan. Pandangan negatif dari

lingkungan juga membuat Saraswati merasa kurang berharga. Bermula saat

Angah membawa Saraswati untuk tinggal di Padang Panjang. Di atas kapal

menjadi tempat pertemuan Saraswati dengan laki-laki tua bisu yang

mengakibatkan munculnya kebutuhan akan penghargaan diri seperti pada kutipan

berikut:

.... Dia senang berolok-olok. Dia puas memperolok-olok aku. Kenapa dia

tidak solider kepadaku, gadis yang sama cacatnya dengan dia? Aku

sungguh-sungguh ingin melemparinya dengan apa saja.143

142Albertine Minderop, op.cit., hlm. 303.

143

A. A. Navis, op.cit., hlm. 13.

Page 114: KARYA A. A. NAVIS DAN IMPLIKASINYA PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/31984/3... · meluangkan waktu untuk penulis dalam proses ... semangat dan waktu yang

102

Kutipan di atas menjadi bentuk penghinaan terhadap Saraswati sekaligus

gambaran tidak adanya penghargaan dari orang lain terhadap kaum difabel. Nasib

kaum difabel seperti Saraswati memang sering menjadi objek penindasan dan

dijadikan media hiburan karena dianggap sebagai makhluk yang rendah dalam

status sosial. Seperti penilaian Asep Cuwantoro (Anggota KPID Jawa Tengah)

dalam website tempo mengenai masih banyak terdapat lelucon di acara televisi

yang mendiskriminasikan kaum difabel.144

Peristiwa di atas menjadi konflik batin bagi Saraswati yang hanya bisa

menangisi nasib sebagai gadis bisu-tuli. Namun hal tersebut tidak membuat

Saraswati larut dalam kesedihan. Justru persitiwa itu membangkitkan tekad untuk

memenuhi kebutuhan harga dirinya.145

Selain menggambarkan sebuah motivasi,

kutipan tersebut juga digunakan pengarang untuk menggambarkan potret kaum

difabel yang kerap menjadi korban penindasan akibat keterbatasannya. Mengutip

pendapat Convention On The Rights Of Persons With Disabilities (CRPD) bahwa

“penyandang disabilitas memiliki hak untuk mendapatkan penghormatan atas

integritas mental dan fisiknya berdasarkan kesamaan dengan orang lain”.146

Hal

ini yang coba dikritisi oleh A. A. Navis lewat karyanya bahwa setiap manusia

memiliki hak yang sama dalam masyarakat, sehingga keterbatasan bukan suatu

penghalang untuk berharga di mata orang lain.

Bagi difabel seperti Saraswati, penghargaan dari orang lain sanggat

diperlukan. Namun jika kebutuhan tersebut tidak terpenuhi maka akan ada upaya

untuk menuntut kebutuhan ini dengan berbagai cara. Salah satu cara yang

dilakukan Saraswati untuk memulihkan harga dirinya, terlihat pada kutipan

berikut:

Yang paling cepat aku peroleh kemajuan ialah pelajaran menyulam.

Seleraku dalam menyusun warna lebih baik dari peserta kursus lainnya.

Mereka banyak memujiku, malah ada yang menanyakan warna apa yang

sebaiknya disusun atas bermacam-macam warna dasar dari kain yang sudah

144Rafael Marchante, Komisi Penyiaran Minta Televisi Ramah Kaum Difabel, 2015,

(http://tempo.com), diakses pada tanggal 23 Maret 2016 pada pukul 13.38 WIB.

145Lihat catatan kaki nomor 22.

146

Rahayu Repindowaty Harahap dan Bustanuddin, “Perlindungan Hukum Terhadap

Penyandang Disabilitas Menurut Convention On The Rights Of Persons With Disabilities

(CRPD)", Jurnal Inovatif, Vol. VIII, 2015, hlm. 17.

Page 115: KARYA A. A. NAVIS DAN IMPLIKASINYA PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/31984/3... · meluangkan waktu untuk penulis dalam proses ... semangat dan waktu yang

103

tersedia. Kepandaian menyusun warna itu tidak aku peroleh dari guru kami,

melainkan dari cita rasaku sendiri.147

Tetangga lain ada yang mampu memberi imbalan lumayan bila

meminta aku menjahitkan pakaiannya. Lebih dari itu, semua orang di

kampung tempat kami tinggal sangat bersahabat dengan aku. Mereka selalu

menyapaku bila bila aku berpapasan atau lewat di depan rumah mereka

dengan melambaikan tangan dan tersenyum padaku. Senakal apapun anak-

anak, mereka tidak lagi menggoda.148

Kutipan di atas digunakan pengarang sebagai bentuk penghargaan yang Saraswati

terima atas pencapaian dan proses kerja kerasnya. Usahanya untuk belajar

menjahit dan menyulam berhasil membuat orang di sekitar menghargai

kemampuan yang ia miliki, sekaligus mengubah sikap mereka yang tadinya

kurang bersahabat menjadi sangat bersahabat. Hal ini memberikan kepuasan dan

semangat untuk lebih kreatif, mandiri, percaya diri dan lebih produktif menggali

kemampuannya di kemudian hari.

Dalam hal ini dapat disimpulkan bahwa motivasi berperan penting dalam

pencapaian harga diri seseorang. Oleh karena itu, keberhasilan Saraswati

memenuhi kebutuhan akan penghargaan diri dapat mempengaruhi pembaca

bahwa dengan memberikan penghargaan terhadap diri sendiri atau orang lain akan

menimbulkan dampak positif serta menumbuhkan motivasi untuk mencapai

tujuan.

5. Motivasi Kebutuhan untuk Mengetahui dan Mengerti

Kebutuhan untuk mengetahui dan mengerti terdiri dari rasa ingin tahu untuk

mengerti sesuatu, mendapatkan pengetahuan dan informasi. Untuk memenuhi

kebutuhan ini dapat diupayakan melalui belajar. Belajar adalah suatu proses yang

terjadi karena adanya usaha untuk mengadakan perubahan terhadap diri baik

berupa pengetahuan, keterampilan, ataupun sikap. Bila mengacu pada Undang-

Undang No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, khususnya Pasal

5 Ayat 1 dan Undang-Undang No. 39 tahun 1999, khususnya Pasal 12 tentang

HAM, seharusnya penyandang disabilitas mempunyai kesempatan yang sama

147A. A. Navis, op.cit., hlm. 46.

148

Ibid., hlm. 68.

Page 116: KARYA A. A. NAVIS DAN IMPLIKASINYA PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/31984/3... · meluangkan waktu untuk penulis dalam proses ... semangat dan waktu yang

104

untuk memperoleh pendidikan tanpa diskriminasi. Kenyataannya hingga kini

penyandang disabilitas masih sulit mendapat pendidikan yang layak. Berbagai

sarana seperti sekolah untuk penyandang disabilitas juga masih sangat minim.

Dalam novel SSGdS A. A. Navis menyinggung masalah minimnya

kesempatan difabel (bisu-tuli) untuk memperoleh pendidikan karena pada masa

itu (1958) sekolah untuk bisu-tuli di Jakarta belum tersedia. Di Indonesia sekolah

pertama untuk tunarungu menurut Fajri Wulandari sudah ada sejak tahun 1930

dan didirikan di Bandung.149

Kemudian menambahkan dari buku Psikologi

Pendidikan Anak Berkebutuhan Khusus, pada tahun 1938 berdiri sekolah kedua di

Wonosobo yang diasuh oleh Broeder-Broder Charitas. Setelah kemerdekaan

dengan adanya jaminan pelayanan pendidikan dan adanya urusan Pendidikan Luar

Biasa pada Jawatan Pendidikan Umum Kementrian Pendidikan Pengajaran dan

Kebudayaan maka jumlah sekolah untuk anak bisu-tuli sedikit demi sedikit

bertambah.150

Perkembangan kognitif dan bahasa pada Saraswati sebagai gadis bisu-tuli

sangat dipengaruhi oleh pendidikan. Kurangnya pendidikan yang dialami

Saraswati akan menghambat perkembangan intelijensinya. Selain itu, kemiskinan

berbahasa membuatnya tidak mampu terlibat secara baik dalam situasi sosial.

Sebaliknya, orang lain pun sulit memahami perasaan dan pikirannya. Hal ini yang

memicu dirinya untuk menemukan cara agar kebutuhan untuk mengerti dan

mengetahui terpenuhi seperti pada kutipan berikut:

Ya, membaca! Membaca! Membaca! Demikianlah gagasan yang

timbul dalam benakku. Alangkah baiknya kalau aku pandai membaca.

Dengan pandai membaca tentu aku akan tahu lebih banyak lagi tentang

dunia dan kehidupan ini. Kenapa aku tidak belajar membaca? Kenapa tidak,

Saudaraku? Bukankah akan baik sekali kalau aku pandai membaca? Oh, itu

pikiran yang manis sekali, Saudaraku. Ya, aku harus belajar membaca.151

149Fajri Wulandari, “Sejarah Pendidikan Inklusif di Dunia dan di Indonesia,” Makalah

dibuat untuk memenuhi tugas matakuliah Pendidikan Inklusif, PGSD Universitas Pendidikan

Indonesia, Kampus Serang, 2014. 150

Agustyawati dan Solicha, Psikologi Pendidikan Anak Berkebutuhan Khusus, (Jakarta:

Lembaga Penelitian UIN Jakarta, 2009), Cet 1, hlm. 47.

151A. A. Navis, op.cit., hlm. 40.

Page 117: KARYA A. A. NAVIS DAN IMPLIKASINYA PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/31984/3... · meluangkan waktu untuk penulis dalam proses ... semangat dan waktu yang

105

Pada bagian ketujuh dalam novel SSGdS pengarang memperlihatkan timbulnya

motivasi yang kuat dalam diri Saraswati untuk mengetahui dan mengerti yakni

dengan belajar membaca. Dapat dilihat pada kutipan di atas terdapat pengulangan

beberapa kali pada kata “membaca”. Hal ini berfungsi sebagai penegas terhadap

semangat Saraswati untuk memenuhi kebutuhan mengetahui dan mengerti

kehidupan yang selama ini tidak ia ketahui.

Segala sesuatu yang berasal dari dalam diri merupakan hal penting untuk

menuju sebuah keberhasilan, begitu pula dengan motivasi. Seberapa kuat motivasi

yang timbul dalam diri menentukan usaha yang dilakukan. Di bawah ini akan

terlihat bagaimana usaha Saraswati dalam memenuhi kebutuhan untuk

mengetahui dan mengerti:

Sampai tengah malam, ketika aku berbaring di ranjang dalam kamar

sepen itu, pikiran untuk belajar mengenal huruf dan kumpulan huruf itu

terus mengusik benakku. Kertas koran yang melapisi dinding kamarku

menjadi perhatianku sepenuh malam itu. Aku lihat macam-macam ukuran

huruf itu satu demi satu. Aku coba meneliti jenisnya.152

Saudaraku, pusing juga aku jadinya harus mengingat semua nama

benda itu, di samping aku harus pandai membaca. Pandai membaca saja

sudah begitu susahnya. Apalagi mengenali bermacam-macam nama benda.

Bayangkan betapa sulitnya membedakan nama masing-masing benda,

gunanya, sifatnya.153

Pada kutipan pertama, pengarang memunculkan rasa ingin tahu Saraswati untuk

mengenal huruf-huruf. Hal tersebut memberi dampak positif pada diri Saraswati

untuk berusaha mewujudkannya. Meskipun mengalami kesulitan dan

membuatnya mengeluh seperti pada kutipan kedua, tetapi motivasi yang tinggi

memacu dirinya untuk lebih semangat mewujudkan keinginannya.

Dalam meraih sebuah impian bukan hanya motivasi dari dalam diri saja

yang diperlukan, tetapi adanya motivasi dari orang lain juga diperlukan.

Begitupun Saraswati yang membutuhkan motivasi ekstrinsik untuk memenuhi

kebutuhan mengetahui dan mengerti seperti pada kutipan di bawah ini:

152Ibid., hlm. 50.

153

Ibid., hlm. 56.

Page 118: KARYA A. A. NAVIS DAN IMPLIKASINYA PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/31984/3... · meluangkan waktu untuk penulis dalam proses ... semangat dan waktu yang

106

.... Beberapa hari berikutnya Busra mengenalkan aku kepada lebih banyak

susunan huruf, sampai aku tahu susunan huruf untuk untuk seluruh anggota

tubuhku.154

Kemudian orang tua itu menunjukkan huruf α untuk aku baca dengan

bersuara. Disuruhnya aku melakukannya berulang-ulang. Setelah dia puas

atas kemampuanku, ditulisnya huruf u. Dia membaca dengan meruncingkan

mulutnya. Aku menirukannya. Berulang-ulang aku disuruh melakukannya

sampai dia puas. Kemudian aku disuruhnya menulis huruf-huruf menurut

gerakan mulutnya. Kedua huruf itu dapat aku tulis.155

Pengarang memunculkan tokoh tambahan seperti Busra dan Guru Andika untuk

membantu tokoh utama memenuhi kebutuhan mengerti dan mengetahui.

Saraswati menjadikan kedua sosok ini sebagai motivator dirinya untuk belajar.

Terlihat betapa sulitnya Saraswati sebagai gadis bisu-tuli dalam belajar

keterampilan berbahasa. Walaupun awalnya terkesan mustahil, tetapi ia terus

berusaha tekun dan bersabar dalam menjalani proses mengatasi ketertinggalan

hidupnya. Pemberian bimbingan yang teratur terutama dalam kecakapan

berbahasa akan dapat membantu perkembangan intelijensi dan sosialnya.

Akhirnya dengan motivasi intrinsik dan ekstrinsik mampu membuat

Saraswati memenuhi kebutuhan untuk mengetahui dan mengerti. Pencapaian ini

menumbuhkan keyakinan dalam menerima dirinya, dengan kata lain kepercayaan

diri semakin tinggi sehingga akan menunjukkan kematanganya dalam berperilaku.

Semua yang dilakukan Saraswati dapat menjadi pelajaran bagi pembaca bahwa

selain tekad kuat untuk melakukan suatu hal perlu adanya sosok yang dijadikan

sebagai motivasi diri.

6. Motivasi Kebutuhan untuk Aktualisasi Diri

Menurut Sardiman, kebutuhan untuk aktualisasi diri yakni pencapaian atas

hasil usaha dalam bidang pengetahuan, sosial, dan pembentukan kepribadian

dengan cara mengembangkan bakat.156

Kebutuhan ini menjadi kebutuhan tertinggi

setelah kebutuhan-kebutuhan lainnya terpenuhi. Jadi dapat dikatakan, seseorang

yang telah memenuhi seluruh kebutuhan pada tingkat yang lebih rendah dari

154Ibid., hlm. 55.

155

Ibid., hlm. 60.

156Sardiman A. M, op.cit., hlm. 81.

Page 119: KARYA A. A. NAVIS DAN IMPLIKASINYA PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/31984/3... · meluangkan waktu untuk penulis dalam proses ... semangat dan waktu yang

107

aktualisasi diri berarti mereka sudah mencapai potensi mereka yang paling

maksimal.

Dalam perjalanan atau proses kehidupan, keterbatasan membuat Saraswati

sulit beradaptasi, mengembangkan sikap dan perilaku, mudah menyerah, merasa

rendah diri dan tidak mampu melakukan aktivitas keseharian serta merasa dirinya

tidak berguna. Kondisi seperti itu akan berdampak pada rendahnya kemampuan

untuk dapat mengembangkan diri dalam mewujudkan kemandiriannya serta selalu

bergantung kepada keluarga atau orang lain. Namun, pertemuan Saraswati dengan

laki-laki buta yang pandai bermain alat musik menjadi motivasi ekstrinsik yang

timbul dalam diri Saraswati seperti pada kutipan di bawah ini:

.... Anak laki-laki yang buta itu telah memperoleh kesempatan untuk

menjadi sesuatu yang lebih berarti lagi, hingga dia dapat ikut menikmati

pergaulan yang merata antara sesama manusia. Kenapa dia bisa, tapi aku

tidak diberikan kesempatan sama sekali. Dia toh tidak dengan sendirinya

pandai memainkan alat musik itu. Dia toh mendapat pendidikan juga.157

Munculnya tokoh difabel lain pada bagian tujuh digunakan pengarang sebagai

pemicu timbulnya motivasi Saraswati untuk memperoleh kesempatan

mengembangkan potensinya. Setiap anak memiliki potensi yang berbeda-beda

termasuk tokoh utama. Potensi yang besar pada anak bisu-tuli (difabel) seperti

Saraswati harus dilatih dan dikembangkan secara optimal supaya kemampuannya

meningkat. Untuk memenuhi kebutuhan tersebut diperlukan pendidikan dan

keterampilan yang sesuai dengan kondisi dan kemampuannya.

Keterampilan menyulam dan menjahit yang didapat dari Uni Ros menjadi

salah satu usaha pemberdayaan kaum difabel seperti Saraswati untuk

mengembangkan potensi dalam mencapai kemandirian. Keterampilan yang

diperoleh dari Uni Ros akhirnya mampu membuktikan bahwa keterbatasan bukan

menjadi penghalang dalam mencapai kebutuhan aktualisasi diri.158

Pencapaian

Saraswati dalam memenuhi kebutuhan aktualisasi diri tidak terlepas dari dorongan

keluarga yang memberikan kesempatan untuk mengembangkan potensinya. Hal

tersebut senada dengan pendapat Panut dan Ida, adanya dukungan juga perhatian

157A. A. Navis, op.cit., hlm. 43.

158

Lihat catatan kaki nomor 17.

Page 120: KARYA A. A. NAVIS DAN IMPLIKASINYA PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/31984/3... · meluangkan waktu untuk penulis dalam proses ... semangat dan waktu yang

108

dari orang tua dan keluarga menjadi motivasi yang sangat baik untuk keberhasilan

seseorang.159

Maslow dalam Kuswara mengakui bahwa untuk memenuhi kebutuhan

aktualisasi diri tidak mudah. Banyak hambatan baik dalam diri sendiri maupun

dari masyarakat atas upaya mewujudkan kebutuhan tersebut.160

Kondisi Saraswati

yang bisu-tuli (difabel) dan tidak mengenal pendidikan membuatnya kesulitan

dalam berkomunikasi dan mencapai kematangan sosial, sehingga tidak jarang

mendapat penghinaan, penindasan dan ketidakadilan baik dari keluarga maupun

lingkungan sekitar. Namun, pengarang memunculkan tokoh utama sebagai

seorang gadis difabel yang memiliki motivasi tinggi untuk belajar keterampilan

berbahasa agar dapat berkomunikasi dengan orang lain.161

Dengan bantuan tokoh

Busra dan Guru Andika akhirnya Saraswati mempunyai kesempatan untuk

memperoleh keterampilan berbahasa yang nantinya dapat digunakan untuk

berkomunikasi dengan orang lain.

Pencapaian Saraswati akan kebutuhan aktualisasi diri dipengaruhi oleh

beberapa faktor yakni adanya keyakinan diri, kerja keras dan semangat. Semangat

hidup merupakan salah satu cara untuk mencapai tujuan agar hidup lebih berguna.

Keyakinan dan kerja keras menjadi motivasi untuk memberikan sesuatu yang

berguna bagi diri sendiri dan orang lain. Pencapaian akan kebutuhan aktualisasi

diri dapat berpengaruh terhadap perilaku lingkungan sekitar seperti yang terlihat

pada kutipan berikut:

.... Yang menyenangkan dari segala-galanya ialah karena aku telah dapat

membantu kesukaran orang lain dengan hasil usahaku sediri. Aku telah

dapat membuatkan atau mempermak pakaian anak tetangga kami yang

miskin. Bukan kepalang gembiranya mereka ketika menerima hasil kerjaku.

Namun akulah yang lebih gembira dari mereka karena di samping telah

memberikan jasaku, aku juga memberi kegembiraan kepada mereka.162

Kutipan di atas menggambarkan kepuasan yang timbul dari usaha Saraswati untuk

melakukan yang terbaik dari yang ia bisa. Terlihat bahwa Saraswati memiliki

159Panut Panuju dan Ida Umami, op.cit., hlm. 40.

160

E. Koeswara, op.cit., hlm. 126.

161Lihat catatan kaki nomor 40.

162

A. A. Navis, op.cit., hlm. 68.

Page 121: KARYA A. A. NAVIS DAN IMPLIKASINYA PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/31984/3... · meluangkan waktu untuk penulis dalam proses ... semangat dan waktu yang

109

kepercayaan diri terhadap potensi yang dimilikinya karena dengan usahanya ia

mampu berguna dan memberi kebahagiaan kepada orang lain. Pencapaian

Saraswati akan kebutuhan aktualisasi diri menjadi ajang pembuktian bahwa

keterbatasan bukanlah halangan untuk hidup mandiri tanpa harus bergantung

dengan orang lain, sehingga pembaca akan memiliki jiwa optimis dan

kepercayaan diri untuk mengembangkan potensi yang dimiliki secara maksimal.

Sesuai dengan pendapat Daniel mengenai konsep aktualisasi yang merujuk pada

kecenderungan manusia untuk tumbuh dari makhluk sederhana menjadi sesuatu

yang komplek, lalu berubah dari ketergantungan menuju kemandirian serta dari

sesuatu yang tetap dan kaku menuju proses perubahan dan kebebasan

berekspresi.163

C. Implikasi Analisis Motivasi Tokoh Difabel dalam Novel Saraswati Si Gadis

dalam Sunyi dalam Pembelajaran Bahasa dan Sastra

Dalam proses belajar setiap peserta didik harus mempunyai suatu tujuan

yang harus dicapai sehingga terjadi perubahan dalam diri mereka setelah mereka

mengikuti sebuah proses pendidikan yang diberikan oleh guru. Motivasi

memegang peranan yang penting dalam proses belajar. Dengan adanya motivasi,

peserta didik dapat tekun dalam mengerjakan tugas, mandiri dalam memecahkan

berbagai masalah, dan menunjukkan minatnya dalam belajar sehingga proses

belajar mengajar akan berhasil dengan baik.

Motivasi ekstrinsik dari seorang guru sangat penting untuk meningkatkan

prestasi belajar peserta didik. Seperti yang dikatakan Sardiman bahwa “hasil

belajar akan optimal kalau ada motivasi yang tepat”.164

Oleh karena itu guru

bukan hanya sebagai pengajar tetapi juga berfungsi sebagai fasilitator, sehingga

harus selektif dalam memilih media pembelajaran. Media yang diberikan harus

bermanfaat bagi peserta didik dan menambah motivasi peserta didik untuk lebih

bersemangat dalam belajar.

163Aliya Tusyani, op.cit., hlm. 217.

164

Sardiman A.M, op.cit., hlm. 75.

Page 122: KARYA A. A. NAVIS DAN IMPLIKASINYA PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/31984/3... · meluangkan waktu untuk penulis dalam proses ... semangat dan waktu yang

110

Menurut M. Atar Semi pelajaran sastra di sekolah bertujuan agar siswa

memiliki kepekaan terhadap karya sastra sehingga merasa termotivasi dan tertarik

untuk membacanya. Dengan membaca karya sastra diharapkan peserta didik

memperoleh pengertian yang baik tentang manusia dan kemanusiaan, mengenal

nilai-nilai dan mendapatkan ide-ide baru.165

Wahyudi Siswanto menambahkan

dengan pendidikan sastra peserta didik diajak secara langsung untuk membaca,

memahami, menganalisis dan menikmati karya sastra. Pendidikan semacam ini

akan mengembangkan kemampuan berpikir, sikap dan keterampilan peserta

didik.166

Guru hendaknya memperkenalkan peserta didik dengan karya sastra

Indonesia salah satunya novel sebagai media pembelajaran yang menginspirasi

dan relevan terhadap kehidupan sekarang. Pengalaman dan permasalahan yang

terdapat dalam novel dapat memberikan pengalaman berharga kepada peserta

didik untuk dijadikan pelajaran dalam memahami hakikat kehidupan.

Seorang guru perlu cermat memilih novel bermutu untuk dihadirkan kepada

pesera didik dalam pembelajaran apresiasi sastra. Salah satu karya yang cocok dan

dapat dijadikan referensi dalam pembelajaran sastra adalah novel Saraswati Si

Gadis dalam Sunyi (SSGdS) karya A. A. Navis. Penggunaan novel SSGdS sebagai

media pembelajaran menarik peserta didik untuk mengetahui motivasi gadis

difabel bernama Saraswati dengan berbagai persoalan hidup yang menimpanya

dan akhirnya mampu mengaktualisasikan diri. Syarat untuk mencapai aktualisasi

diri ialah memenuhi lima kebutuhan yang berada pada tingkat lebih rendah yakni,

(1) kebutuhan fisiologis, (2) kebutuhan akan rasa aman, (3) kebutuhan akan cinta,

(4) kebutuhan untuk dihargai, dan (5) kebutuhan untuk mengetahui dan mengerti.

Hasil analisis ini dapat dimanfaatkan untuk pembelajaran bahasa dan sastra

Indonesia pada Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Dalam kurikulum

KTSP, pelajaran bahasa dan sastra Indonesia memiliki silabus yang di dalamnya

terdapat Standar Kompetensi (SK) dan Kompetensi Dasar (KD) yang harus

dicapai dan dikuasai oleh siswa. Dalam analisis ini terdapat analisis unsur-unsur

165M. Atar Semi, Rancangan dan Pengajaran Bahasa dan Sastra Indonesia, (Bandung:

Angkasa, 1990), hlm. 152-153.

166Wahyudi Siswanto, op.cit., hlm. 168-169.

Page 123: KARYA A. A. NAVIS DAN IMPLIKASINYA PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/31984/3... · meluangkan waktu untuk penulis dalam proses ... semangat dan waktu yang

111

intrinsik yang dapat diimplikasikan pada pembelajaran bahasa dan sastra

Indonesia pada jenjang Sekolah Menengah Pertama (SMP) kelas VIII semester

genap.

Dalam silabus terdapat SK yang harus dikuasai oleh peserta didik yakni

memahami buku novel remaja (asli atau terjemahan). Kemudian KD yang harus

dicapai ialah menjelaskan alur cerita, pelaku, dan latar novel (asli atau

terjemahan), sehingga guru bahasa dan sastra Indonesia dituntut untuk kreatif

menggunakan berbagai strategi dan metode dalam menyampaikan materi

pelajaran. Dalam kegiatan pembelajaran novel, strategi yang digunakan yakni

pembelajaran interaktif dengan merujuk pada bentuk diskusi dan saling berbagi

kesempatan di antara peserta didik untuk memberi suatu tanggapan. Untuk

merealisasikan strategi tersebut, digunakan beberapa metode pembelajaran yakni

tanya jawab, ceramah, diskusi, CTL, dan penugasan dan resitasi. Semua ini harus

diupayakan dengan baik agar siswa menguasai materi tersebut dan tujuan

pembelajaran dapat tercapai.

Dalam mencapai tujuan pembelajaran mengenai novel, peserta didik akan

mempraktikkan empat keterampilan berbahasa, yakni menyimak, berbicara,

membaca, dan menulis. Dua minggu sebelum materi pembelajaran, peserta didik

sudah diberi tugas membaca novel Saraswati Si Gadis dalam Sunyi karya A. A.

Navis. Saat kegiatan belajar mengajar, peserta didik menyimak penjelasan dari

guru terkait cara dan langkah-langkah menganalisis unsur intrinsik novel

khususnya alur cerita, karakter tokoh dan latar cerita yang akan menjadi fokus

pembahasan. Setelah peserta didik selesai menyimak penjelasan guru, peserta

didik membentuk kelompok diskusi. Kemudian, secara berkelompok peserta didik

diminta untuk mengidentifikasi dan menganalisis keterkaitan unsur intrinsik

(karakter tokoh, alur cerita dan latar) pada novel Saraswati Si Gadis dalam Sunyi

karya A. A. Tiap kelompok mengerjakan tugas di Lembar Kerja Siswa (LKS)

yang telah disiapkan oleh guru. Setelah tugas selesai, tiap kelompok

mempresentasikan hasil diskusinya dengan bergantian sesuai nomor yang

dipanggil. Kelompok lain diberi kesempatan untuk memberikan tanggapan atas

hasil presentasi kelompok temannya. Untuk menguji pemahaman mengenai

Page 124: KARYA A. A. NAVIS DAN IMPLIKASINYA PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/31984/3... · meluangkan waktu untuk penulis dalam proses ... semangat dan waktu yang

112

konsep-konsep yang telah dipelajari, di akhir pembelajaran peserta didik

menjawab “Kuis Uji Kecocokan” yang telah disiapkan oleh guru.

Melalui tahapan-tahapan pembelajaran di atas peserta didik dituntut untuk

lebih berwawasan dan berpikir kritis lewat motivasi tokoh difabel yang tertuang

dalam novel, sehingga diharapkan mampu lebih menghargai dan peduli terhadap

penyandang disabilitas yang selama ini kerap tersisih dalam pergaulan dan

kehidupan sehari-hari. Selain itu, peserta didik dapat mengambil contoh yang baik

dari berbagai peristiwa dan motivasi yang tergambar dalam perilaku dan pikiran

tokoh utama (difabel) untuk dijadikan bekal dalam berperilaku sehari-hari serta

menjadi inspirasi dan semangat mereka dalam mencapai cita-citanya.

Page 125: KARYA A. A. NAVIS DAN IMPLIKASINYA PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/31984/3... · meluangkan waktu untuk penulis dalam proses ... semangat dan waktu yang

113

BAB V

PENUTUP

A. Simpulan

Berdasarkan hasil analisis mengenai “Motivasi Tokoh Difabel dalam Novel

Saraswati Si Gadis dalam Sunyi Karya A. A. Navis dan Implikasinya Terhadap

Pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia”, dapat diambil beberapa kesimpulan

yakni:

1. Tema dalam novel SSGdS yakni perjuangan tokoh difabel untuk memperoleh

aktualisasi diri. Alur cerita tersusun secara kronologis. Ada banyak tokoh dalam

novel SSGdS, namun tokoh penting dan menguasai isi cerita yakni Saraswati

sebagai tokoh utama sekaligus narator, sedangkan Busra, Angah, Bisri, laki-laki

tua bisu, Uni Ros (guru menjahit dan menyulam), dan Guru Andika sebagai tokoh

tambahan. Pengarang menggunakan latar waktu cerita sekitar tahun 1958, ditandai

dengan peristiwa PRRI. Pengarang menggunakan sudut pandang orang pertama

sebagai pelaku utama dan banyak menggunakan gaya bahasa. Amanat yang dapat

diambil yakni, keterbatasan fisik jangan sampai membuat potensi yang kita miliki

pun terbatas sehingga menjadi penghalang dalam mengapai cita-cita.

2. Motivasi tokoh difabel dalam novel Saraswati Si Gadis dalam Sunyi karya A. A.

Navis dianalisis berdasarkan teori kebutuhan bertingkat Abraham H. Maslow

karena susunan kebutuhan dasar yang bertingkat itu mendasari motivasi manusia:

1) motivasi kebutuhan fisiologis yang terlihat dari keberhasilan Saraswati

memenuhi kebutuhan hidup secara mandiri; 2) motivasi kebutuhan akan rasa

aman terlihat saat Saraswati merasa terlindungi dan tidak merasakan cemas atau

takut yang berlebihan terhadap lingkungan sekitar; 3) motivasi kebutuhan akan

cinta terlihat dari keyakinan Saraswati bahwa ada orang yang menyayangi dan

memperdulikannya; 4) motivasi kebutuhan akan penghargaan diri terlihat dari

penghargaan yang diterima Saraswati dari orang-orang sekitar atas pencapaian

dari proses kerja kerasnya; 5) motivasi kebutuhan untuk mengetahui dan mengerti

terlihat dari keberhasilan Saraswati mengatasi ketertinggalan hidupnya; dan 6)

Page 126: KARYA A. A. NAVIS DAN IMPLIKASINYA PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/31984/3... · meluangkan waktu untuk penulis dalam proses ... semangat dan waktu yang

114

motivasi kebutuhan untuk aktualisasi diri terlihat dari timbulnya kepercayaan diri

Saraswati terhadap potensi yang dimiliki.

3. Analisis motivasi tokoh difabel dalam novel Saraswati Si Gadis dalam Sunyi

karya A. A. Navis dapat diimplikasikan pada pembelajaran bahasa dan sastra

Indonesia di Sekolah Menengah Pertama (SMP) kelas VIII semester genap.

Dalam silabus KTSP terdapat SK yang harus dikuasai oleh peserta didik yakni

memahami buku novel remaja (asli atau terjemahan). Kemudian KD yang harus

dicapai ialah menjelaskan alur cerita, pelaku, dan latar novel (asli atau

terjemahan). Melalui novel ini peserta didik dapat mengambil contoh yang baik

dari berbagai peristiwa dan motivasi yang tergambar dalam perilaku dan pikiran

tokoh utama (difabel) untuk dijadikan bekal dalam berperilaku sehari-hari serta

menjadi inspirasi dan semangat peserta didik dalam mencapai cita-citanya.

B. Saran

Berdasarkan hasil analisis dan simpulan yang telah diuraikan, ada beberapa

saran yang diajukan penulis, yakni:

1. Diharapkan guru cermat memilih novel bermutu untuk dihadirkan kepada peserta

didik dalam pembelajaran apresiasi sastra sebagai media pembelajaran yang

menginspirasi dan relevan terhadap kehidupan sekarang. Salah satu karya yang

cocok dan dapat dijadikan referensi dalam pembelajaran sastra adalah novel

Saraswati Si Gadis dalam Sunyi (SSGdS) karya A. A. Navis.

2. Dari pengalaman dan permasalahan yang terjadi pada kaum difabel seperti tokoh

utama dalam novel Saraswati Si Gadis dalam Sunyi (SSGdS) karya A. A. Navis,

diharapkan peserta didik dapat lebih menghargai dan peduli terhadap penyandang

disabilitas yang selama ini kerap tersisih dalam pergaulan dan kehidupan sehari-

hari.

3. Lewat motivasi tokoh difabel yang tertuang dalam novel Saraswati Si Gadis

dalam Sunyi (SSGdS) karya A. A. Navis diharapkan dapat memberikan

pengalaman berharga kepada peserta didik untuk dijadikan pelajaran dalam

memahami hakikat kehidupan.

Page 127: KARYA A. A. NAVIS DAN IMPLIKASINYA PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/31984/3... · meluangkan waktu untuk penulis dalam proses ... semangat dan waktu yang

115

DAFTAR PUSTAKA

A. M, Sardiman. Interaksi dan Motivasi Belajar-Mengajar. Jakarta: PT.Raja

Grafindo Persada, 2011.

A. Navis, A. Saraswati Si Gadis dalam Sunyi. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka

Umum, 2002.

Agustyawati dan Solicha. Psikologi Pendidikan Anak Berkebutuhan Khusus.

Jakarta: Lembaga Penelitian UIN Jakarta, 2009.

Atar Semi, M. Rancangan Pengajaran Bahasa dan Sastra Indonesia. Bandung:

Angkasa, 1990.

Aziez, Furqonul dan Abdul Hasim. Menganalisis Fiksi (Sebuah pengantar).

Bogor: Ghalia Indonesia, 2010.

Dimyati dan Mudjiono, Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Rineka Cipta, Cet. 4,

2009.

Endraswara, Suwardi. Metodologi Penelitian Sastra. Yogyakarta: CAPS, 2013.

G. Goble, Frank. Mazhab Tiga (Psikologi Humanistik Abraham Maslow).

Yogyakarta: Kanisius, 1987.

Guntur Tarigan, Henry. Membaca Sebagai Suatu Keterampilan Berbahasa.

Bandung: Angkasa, 2008.

, . Prinsip-prinsip Dasar Sastra. Bandung: Angkasa, 2011.

Handriatno. Teori Kepribadian Edisi Tujuh. Terj. dari Theories of Personality 7th

Edition oleh Jess Feist dan Gregory. J. Feist. Jakarta Selatan: Salemba

Humanika, 2013.

Hayati dan Winarno Adiwardoyo. Latihan Apresiasi Sastra Penunjang

Pengajaran Bahasa Sastra Indonesia. Malang: Yayasan Asih Asah Asuh,

1990.

Heru Santosa, Wijaya dan Sri Wahyuningtyas. Pengantar Apresiasi Prosa.

Surakarta: Yuma Pustaka, 2010.

Imam, Nurul. Motivasi dan Kepribadian. Terj. dari Motivation and Personality

oleh Abraham H. Maslow. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya Offset, Cet. 4,

1993.

Page 128: KARYA A. A. NAVIS DAN IMPLIKASINYA PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/31984/3... · meluangkan waktu untuk penulis dalam proses ... semangat dan waktu yang

116

Keraf, Gorys. Diksi dan Gaya Bahasa. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama,

2004.

Koeswara, E. Teori-teori Kepribadian. Bandung: PT. Eresco, Cet. 2, 1991.

Kutha Ratna, Nyoman. Teori, Metode, dan Teknik Penelitian Sastra. Yogyakarta:

Pustaka Pelajar, 2009.

Majid, Abdul. Strategi Pembelajaran. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2013.

Minderop, Albertine. Psikologi Sastra (Karya Sastra, Metode, Teori, dan Contoh

Kasus). Jakarta: Yayasan Pustaka Obor Indonesia, 2011.

Muhibbinsyah. Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru. Bandung: PT.

Remaja Rosdakarya, 2008.

Napsiyah, Siti., dkk., Disabilitas (Sebuah Pengantar). Terj. dari Disability oleh

Colin Barnes dan Geof Mercer. Jakarta: PIC UIN Jakarta, Cet.1, 2007.

Ngalim Purwanto, M. Psikologi Pendidikan. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya,

2007.

. Psikologi Pendidikan. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya,

Cet. 5, 1992.

Nurgiyantoro, Burhan. Teori Pengkajian Fiksi. Yogyakarta: Gajah Mada

University Press, 2013.

Panuju, Panut dan Ida Umami. Psikologi Remaja. Yogyakarta: Tiara Wacana,

1999.

Prastowo, Giri. Profil Sastrawan Indonesia. Jawa Barat: PT. Sukses Anugrah

Kreasi, 2011.

Saliwangi, Basennang. Pengantar Strategi Belajar-Mengajar Bahasa Indonesia.

Malang: IKIP, 1989.

Siswanto, Wahyudi. Pengantar Teori Sastra. Jakarta: PT. Grasindo, 2008.

Soemanto, Wasty. Psikologi Pendidikan. Jakarta: PT. Bina Aksara, 1987.

Supratiknya, A. Psikologi Kepribadian 2 Teori-teori Holistik (Organismik-

Fenomenologis). Terj. dari Theories Of Personality oleh Calvin S Hall &

Gardner Lindzey. Yogyakarta: Kanisius, 1993.

Suroto. Teori dan Bimbingan Apresiasi Sastra Indonesia Untuk SMTA. Jakarta:

Erlangga, 1989.

Page 129: KARYA A. A. NAVIS DAN IMPLIKASINYA PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/31984/3... · meluangkan waktu untuk penulis dalam proses ... semangat dan waktu yang

117

Tusyani, Aliya., dkk., Kepribadian: Teori dan Penelitian. Terj. dari Personality:

Theory and Reserch 10th

Edition oleh Daniel Cervone dan Lawrence A.

Pervin. Jakarta: Salemba Humanika, 2011.

W. S, Hasanudin. Ensiklopedi Sastra Indonesia. Bandung: Titian Ilmu, 2004.

Wibowo B. S, Tri. Psikologi Pendidikan Edisi Kedua. Terj. dari Educational

Psychology 2nd

Edition oleh John W. Santrock. Jakarta: Prenada Media

Grup, 2008.

Yusra, Abrar. Otobiografi A. A Navis. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama,

1994.

Mukminina, Amirah. “Pemberdayaan Penyandang Disabilitas Melalui Program

Keterampilan Menjahit di Yayasan Wisma Cheshire Jakarta Selatan”,

Skripsi pada Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Jakarta:

2013. Tidak dipublikasikan.

Wulandari, Fajri. “Sejarah Pendidikan Inklusif di Dunia dan di Indonesia,”

Makalah dibuat untuk memenuhi tugas matakuliah Pendidikan Inklusif.

Kampus Serang: PGSD Universitas Pendidikan Indonesia, 2014.

Organisasi Perburuhan Internasional. “Fakta Tentang Penyandang Disabilitas dan

Pekerja Anak”. Jurnal Sosial, 2011.

Repindowaty Harahap, Rahayu dan Bustanuddin. “Perlindungan Hukum

Terhadap Penyandang Disabilitas Menurut Convention On The Rights Of

Persons With Disabilities (CRPD)". Jurnal Inovatif. Vol. VIII, 2015.

Gunawan, Arya. “Ali Akbar Navis: Saya tidak Suka Bertaruh dalam Hidup”,

Harian Kompas. Jakarta, 9 Oktober 1992.

Ishak, Hikmat. “A. A. Navis: Saya Tak Mungkin Menjadi Pelipur Lara”, Harian

Kompas. Jakarta, 20 November 1978.

Page 130: KARYA A. A. NAVIS DAN IMPLIKASINYA PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/31984/3... · meluangkan waktu untuk penulis dalam proses ... semangat dan waktu yang

118

.“Arti Kata Indonesia Inggris Kamus Lengkap”.

www.artikata.web.id, 2015. Diakses pada tanggal 16 Desember 2015 pada

pukul 13.29 WIB.

. “Arti Nama Saraswati Jawa Perempuan”.

www.kamuskbbi.id, 2016. Diakses pada tanggal 18 Juli 2016 pada pukul

07.15 WIB.

. . KBBI Online. http://kbbi.web.id, 2016. Diakses pada

tanggal 5 Maret 2016 pada pukul 16. 34 WIB.

. . Penyandang Disabilitas Masih Alami Diskriminasi.

http://sp.beritasatu.com, 2013. Diakses pada tanggal 16 Desember 2015

pada pukul 14.30 WIB.

Administrator. Lima Warga Difabel Indonesia yang Berprestasi dan

Menginspirasi Banyak Orang. http://www.indonesiabangga.com., 2015.

Diakses pada tanggal 16 Desember 2015 pada pukul 13.10 WIB.

Ali, Ahmad. “Sang Kepala Pencemooh dalam Sebuah Kisah Proses Kreatif A. A

Navis”. http://ahmadali-laskar.blogspot.co.id, 2015. Diakses pada tanggal

16 Desember 2015 pada pukul 14.05 WIB.

Kusahistoryan, D. “Kabupaten Solok Pada Masa PRRI”. http:// Peristiwa

PPRI/PRRI Dahulu, Kini dan Nanti KABUPATEN SOLOK PADA

MASA PRRI.htm, 2009. Diakses pada tanggal 13 Oktober 2015 pada pukul

13.34 WIB.

Marchante, Rafael. Komisi Penyiaran Minta Televisi Ramah Kaum Difabel.

http://tempo.co, 2015. Diakses pada tanggal 23 Maret 2016 pada pukul

13.38 WIB.

Ningrum R, Dyah. Mengurai Benang Kusut Keadilan Bagi Perempuan Difabel.

http://solider.or.id, 2013. Diakses pada tanggal 20 Desember 2015 pada

pukul 13.21 WIB.

Qurrataa’yun, Salsabila. Penyandang Disabilitas Butuh Pekerjaan, Pemerintah

Diminta Buatkan Regulasi. http://news.okezone.com, 2016. Diakses pada

tanggal 22 Maret 2016 pada pukul 17.56 WIB.

Page 131: KARYA A. A. NAVIS DAN IMPLIKASINYA PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/31984/3... · meluangkan waktu untuk penulis dalam proses ... semangat dan waktu yang

119

Rachman, Yudi. Sulitnya Disabilitas Mencari Pekerjaan. http://m.portalkbr.com,

2014. Diakses pada tanggal 22 Maret 2016 pada pukul 17.38 WIB.

Saputra, Endang. Gerindra Konsisten Perjuangkan Kaum Difabel.

www.satuharapan.com, 2015. Diakses pada tanggal 11 Februari 2016 pada

pukul 16.15 WIB.

Supriyanto, Ondo. Irma Suryati, Kartini dari Karangsari.

http://carakubudidaya.blogspot.co.id, 2011. Diakses pada tanggal 18

Desember 2015 pada pukul 20.00 WIB.

Susilo, Richard. Ribuan Penyandang Disabilitas di Jepang Mengalami Kekerasan

dan Pelecehan. http://tribunnews.com, 2015. Diakses pada tanggal 23 Maret

2016 pada pukul 17.30 WIB.

Thohirin. Buka Sejak Dulu, UIN Tak Fasilitasi Mahasiswa Difabel.

http://www.lpminstitut.com, 2014. Diakses pada tanggal 18 Desember 2015

pada pukul 19.00 WIB.

Yayasan Pembinaan Anak Cacat (YPAC). Sejarah YPAC. http://ypac-nasional-

org, 2016. Diakses pada tanggal 23 Maret 2016 pada pukul 14.15 WIB.

Yulianto, Joni. Pernyataan Sikap: Cabut Persyaratan Diskriminatif SNMPTN

2014!. http://solider.or.id, 2014. Diakses pada tanggal 18 Desember 2015

pada pukul 19.45 WIB.

Penjelasan Atas Undang-undang Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2011.

Tentang Pengesahan Convention On The Rights Of Persons With

Disabilities (Konvensi Mengenai Hak-hak Penyandang Disabilitas). Biro

Hukum Departemen Sosial RI, 2011.

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 52 Tahun 1958 Pasal 3. Tentang

Ikatan Dinas dan Kedudukan Hukum Militer Sukarela. Presiden Republik

Indonesia, 1958.

Undang-undang Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 1997 Pasal 1. Tentang

Penyandang Disabilitas. Biro Hukum Departemen Sosial RI, 1997.

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 1997 Pasal 12. Tentang

Penyandang Disabilitas. Biro Hukum Departemen Sosial RI, 1997.

Page 132: KARYA A. A. NAVIS DAN IMPLIKASINYA PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/31984/3... · meluangkan waktu untuk penulis dalam proses ... semangat dan waktu yang

120

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 1997 Pasal 13, Tentang

Penyandang Disabilitas. Biro Hukum Departemen Sosial RI, 1997.

Undang-undang Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 1997 Pasal 6. Tentang

Penyandang Disabilitas. Biro Hukum Departemen Sosial RI, 1997.

Undang-undang Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 1997 Pasal 7. Tentang

Penyandang Disabilitas. Biro Hukum Departemen Sosial RI, 1997.

Page 133: KARYA A. A. NAVIS DAN IMPLIKASINYA PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/31984/3... · meluangkan waktu untuk penulis dalam proses ... semangat dan waktu yang

Lampiran 1

Tokoh Penyandang Disabilitas yang Menginspirasi dan Memotivasi di Indonesia

Sebagai manusia dengan fisik dan mental sempurna, terkadang kita masih saja

tidak mau berusaha dan bekerja lebih keras lagi. Terlebih jika ingin menjadi seorang yang

sukses. Penyandang disabilitas telah memberikan banyak contoh, dengan semangat tinggi

dan kerja keras, bahwa mencapai kesuksesan bukanlah suatu hal yang mustahil. Terlahir

dengan ketidaksempurnaan bukan suatu alasan tidak menjadi sukses. Namun dengan doa,

usaha dan kerja keras dapat memberikan sebuah hasil maksimal di tengah cobaan dalam

menjalani kehidupan ini. Berikut akan diberikan contoh penyandang disabilitas yang

menginspirasi dan memotivasi di Indonesia yang diambil dari salah satu artikel:

a. M. Ade Irawan

Penyandang tunanetra yang lahir pada 15 Januari 1994 di Colchester, Inggris sejak

kecil memiliki bakat di bidang musik dan didukung oleh ibunya. Saat berusia 12

tahun permainan pianonya semakin luar biasa, ia juga sudah mulai tampil di

Chicago Winter Jazz Festival. Ade juga mengikuti audisi khusus dengan musisi

jazz Amerika Serikat, seperti Coco Elysses hevia, Peter Saxe, Ramsey Lewis, John

Faddis, Dick Hyman, Ryan Cohen dan Ernie Adams. Ia bercita-cita menjadi pianis

terkenal di dunia.

b. Angkie Yudistia

Penyandang tunarungu sejak usia 10 tahun namun hal itu tidak membuatnya pasrah

dalam menjalani hidup. Ia mampu menyelesaikan pendidikannya di sekolah dasar

(SD) hingga sekolah menengah atas (SMA). Tidak jarang ia menerima cacian dan

hinaan dari teman-temannya di sekolah. Rasa malu sempat membuat Angkie

menutup jati diri sebagai penyandang tunarungu. Kemudian, Angkie

menyelesaikan studinya di jurusan periklanan di London School of Public

Relations (LSPR) dengan indeks prestasi kumulatif (IPK) 3,5. Bahkan Angkie telah

meraih gelas master setelah lulus di bidang komunikasi pemasaran lewat program

akselerasi. Ia merupakan finalis Abang None mewakili wilayah Jakarta Barat pada

2008. Selain itu ia berhasil terpilih sebagai The Most Fearless Female

Cosmopolitan (2008), serta Miss Congeniality dari Natur-e dan berbagai prestasi

lainnya. Angkie mulai terlibat dengan kegiatan sosial pada tahun 2009 saat

bergabung dengan Yayasan Tunarungu Sehijara. Sejak saat itu hingga kini, ia

kerap menjadi pembicara dan delegasi Indonesia di berbagai kegiatan internasional

di mancanegara yang berkaitan dengan kaum difabel.

c. Gola Gong

Pria bernama asli Heri Hendrayana Harris ini kehilangan tangannya sejak usia 11

tahun. Novelnya yang populer di kalangan remaja saat ia duduk di bangku SMA

adalah “Balada Si Roy” awalnya dimuat berseri di majalah “Hai” dari tahun 1989-

1994. Selain menulis novel, Gola Gong juga seorang traveller. Ia gemar menulis

cerita-cerita perjalanan yang dialami. Sejak 2001 ia mendirikan komunitas

kesenian Rumah Dunia di kawasan komplek Hegar Alam, Ciloang, Serang, banten.

Dalam komunitas itu ia menyebarkan virus “Gempa Literasi” yaitu, gerakan

kebudayaan menghancurkan kebodohan lewat kata (sastra dan jurnalistik), suara

(musik), rupa (teater dan film), dan warna (melukis).1

d. Irma Suryati

Pernah mengalami penolakan oleh perusahaan saat melamar kerja dengan alasan

kekurangan fisik yang ia alami. Pengalaman itulah yang membuat Irma berniat

untuk membuka usaha sendiri yakni kerajinan dari limbah garmen. Dipandang

sebelah mata, remehan, dan cibiran kerap ia terima dari orang-orang di

1Administrator, Lima Warga Difabel Indonesia yang Berprestasi dan Menginspirasi

Banyak Orang, 2015, (http://www.indonesiabangga.com), diakses pada tanggal 16 Desember 2015

pada pukul 13.10 WIB.

Page 134: KARYA A. A. NAVIS DAN IMPLIKASINYA PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/31984/3... · meluangkan waktu untuk penulis dalam proses ... semangat dan waktu yang

Lampiran 1

sekelilingnya. Kini Irma memiliki sedikitnya 600 binaan perajin keset. Selain di

Kebumen, mereka tersebar di Kabupaten Banyumas, Banjarnegara dan Purworejo.

Sebanyak 150 orang di antaranya merupakan penyandang disabilitas. Dengan

keterbatasan fisiknya Irma telah membuktikan bahwa penyandang disabilitas bisa

mandiri. Semangat, kemandirian, dan dedikasinya memberdayakan para

penyandang disabilitas itu mengantarkan Irma memperoleh banyak penghargaan,

salah satunya menjadi “Wirausaha Muda Teladan Tingkat Nasional” tahun 2007

yang diberikan oleh Kementrian Pemuda dan Olahraga.2

Tokoh-tokoh di atas telah membuktikan bahwa penyandang disabilitas mempunyai

kesempatan yang sama untuk memperoleh aktualisasi diri. Novel Saraswati Si Gadis

dalam Sunyi karya A. A. Navis menceritakan tentang kehidupan tokoh difabel yang kerap

mendapat penghinaan, penindasan dan ketidakadilan dari orang-orang sekitar. Dengan

kesempatan dan dukungan dari keluarga, akhirnya Saraswati berhasil memperoleh

aktualisasi diri.

2Ondo Supriyanto, Irma Suryati, Kartini dari Karangsari, 2011,

(http://carakubudidaya.blogspot.co.id), diakses pada tanggal 18 Desember 2015 pada pukul 20.00

WIB.

Page 135: KARYA A. A. NAVIS DAN IMPLIKASINYA PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/31984/3... · meluangkan waktu untuk penulis dalam proses ... semangat dan waktu yang

Lampiran 2

Sinopsis Novel Saraswati Si Gadis dalam Sunyi Karya A. A Navis

Novel ini seperti menjadi catatan harian dari seorang gadis bisu-tuli bernama

Saraswati. Gadis difabel ini tinggal bersama orang tua dan keempat saudara laki-lakinya

di Jakarta. Mereka termasuk keluarga yang cukup berada pada waktu itu. Ayahnya

bekerja di pemerintahan dengan kedudukan tinggi, selalu membawa mobil dinas dan

berpenghasilan tinggi. Kini seluruh keluarganya telah meninggal akibat penghadangan

pasukan pemberontak dalam perjalanan kembali dari Bandung setelah menghadiri pesta

perkawinan kerabat karib. Mobil yang mereka tumpangi jatuh ke jurang dan terbakar.

Kini Saraswati menjadi yatim piatu.

Saraswati selalu menghabiskan hari-harinya yang sunyi dengan mengenang

perlakuan ayah, ibu, dan saudara-saudaranya. Ayah menjadi satu-satunya orang yang

tidak pernah menganggap Saraswati sebagai gadis bisu-tuli. Hal ini membuat Saraswati

merasa begitu dihargai dan dianggap keberadaannya. Ayahnya juga selalu memberikan

contoh hal-hal baik. Hanya satu hal yang tidak diberikan ayahnya. Saraswati tidak

disekolahkan oleh ayahnya seperti saudara-saudaranya karena waktu itu belum ada

sekolah untuk orang bisu tuli. Lain hal dengan ibu yang mencurahkan kasih sayang dan

perhatian melebihi kepada saudara-saudaranya. Tidak tanggung-tanggung ibunya akan

memukul jika saudaranya menggoda dan mengejek Saraswati. Saudara-saudaranya

memang terkenal nakal dan kadang terkesan cuek terhadap Saraswati namun sebenarnya

mereka sangat melindungi dan menyayanginya.

Atas kesepakatan keluarga besar, Saraswati harus meninggalkan Jakarta dan

tinggal di rumah Angah yakni kota Padang Panjang, Sumatra Barat. Saat keberangkatan

menuju Padang Panjang, di atas kapal timbul konflik yang terjadi akibat pertemuan

Saraswati dengan penumpang laki-laki tua bisu yang menjadikannya bahan cemoohan

penumpang lain karena melihat tingkah dan gerak-gerik laki-laki tua bisu. Hal itu

membuat Saraswati sedih dan merasa tidak dihargai. Pengalaman tersebut telah

membangkitkan keinginan Saraswati untuk menjadi orang hebat dan tidak dipandang

sebelah mata akibat keterbatasannya.

Kedatangan Saraswati di Padang Panjang disambut baik dan ramah oleh kedua

anak Angah dan para tetangga. Ia mulai beradaptasi dengan lingkungan sekitar. Tapi,

konflik-konflik lain mulai muncul di tempat ini. Selama di Padang Panjang Saraswati

ditugaskan untuk membantu Angah mengerjakan pekerjaan rumah mulai dari mencuci,

membersihkan rumah dan memasak serta menjaga ternak yang kadang membuatnya

kewalahan. Semua dilakukannya, walau kadang dia harus menerima perlakuan anak-anak

kecil yang senantiasa menjadikan Saraswati sebagai media hiburan dan objek penindasan

akibat kekurangannya. Mereka kadang-kadang melempari Saraswati sampai kepalanya

berdarah dan jatuh pingsan. Sebagai seorang yang menumpang tinggal pada keluarga

Angah, Saraswati harus rela pindah ke kamar sepen jorok dan berdebu yang letaknya

terpisah di belakang rumah saat Pak Angah pulang dari kepergiannya memberikan

pengajian. Hatinya serasa dilukai berkali-kali, tetapi keterbatasan dalam berbahasa

membuatnya tidak dapat mengadu kepada siapa.

Bertubi-tubi Saraswati mendapat perlakuan tidak menyenangkan dari orang-orang

sekitar yang membuatnya tidak tahan karena merasa diperlakukan tidak adil sehingga ia

memutuskan untuk berontak mengurung diri dalam kamar, berteriak-teriak sambil

menggedor-gedor pintu kamar. Keesokan harinya Saraswati membiarkan itik-itik dan

kambing-kambingnya kelaparan. Namun kejadian itu diketahui oleh Busra yang tidak

tega melihat penderitaan Saraswati dengan cara memberikan pengertian bahwa tujuan

mereka memberikan semua tugas itu agar Saraswati bisa mengisi waktu.

Mulai terjadi perubahan dalam hidup Saraswati setelah terjadi peristiwa

pemberontakan yang ia lakukan. Angah memberi kesempatan pada Saraswati untuk

memperoleh keterampilan menjahit, menyulam, dan merenda pada Uni Ros. Ternyata di

tempat kursus itu, kemampuan Saraswati dalam menyusun warna lebih baik dari peserta

Page 136: KARYA A. A. NAVIS DAN IMPLIKASINYA PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/31984/3... · meluangkan waktu untuk penulis dalam proses ... semangat dan waktu yang

Lampiran 2

kursus lainnya. Hal ini memunculkan rasa percaya dirinya untuk lebih mengembangkan

potensi.

Saraswati sebenarnya mempunyai keinginan untuk belajar membaca, tetapi ia tidak

tahu siapa yang bisa mengajarinya. Ketika ia ingin sekali memahami bacaan dari sebuah

buku, datanglah Busra. Dengan susah payah Busra mengenalkan huruf-huruf yang ada

dalam buku tersebut. Begitu juga Bisri yang ikut membantu mengenalkan huruf serta

menuliskan sebuah nama yaitu “Saraswati”. Keesokan harinya Saraswati dibawa kepada

seorang guru untuk belajar membaca, berbicara, dengan mengeluarkan bunyi dari mulut.

Saraswati berusaha mempelajari semuanya dengan tekun. Akhirnya ia mampu

mengucapkan beberapa kata yang dapat dipahami orang lain.

Saraswati mendapat kiriman uang dari hasil penjualan barang-barang peninggalan

orang tuanya di Jakarta. Dari uang itu ia dapat membeli mesin jahit serta memperbaiki

kamarnya. Ia dapat menjahit, mempermak pakaian, bahkan dapat membantu kesukaran

orang lain dengan hasil usahanya sendiri. Ia sudah bisa membuatkan pakaian anak

tetangga yang miskin serta dapat menambah penghasilan sehari-hari dari hasil jahitannya.

Bisri pergi meninggalkan rumah untuk menjadi tentara. Sebelum berangkat untuk

mengikuti latihan militer, ia sempat mengucapkan cinta yang tulus pada Saraswati. Setiap

bulan Bisri menyempatkan pulang untuk menemui keluarga dan Saraswati. Pada suatu

ketika Saraswati dikejutkan dengan kedatangan Bisri yang kemudian memeluk serta

mencium mata, hidung, mulut, dan leher Saraswati.Tak pelak tubuh Saraswati merasa

aneh, sekujur tubuhnya dibasahi keringat dingin karena tak pernah sekalipun Saraswati

diperlakukan seperti ini oleh seorang lelaki. Bulan berikutnya ketika Saraswati sudah

berdandan secara khusus untuk menyambut kedatangan Bisri, Bisri tidak pulang.

Peristiwa itu membuat Saraswati kecewa dan menangis lalu jatuh sakit.

Tak lama kemudian terjadi kekacauan di kota Padang Panjang antara tentara PRRI

dengan tentara pemerintahan. Banyak orang-orang kampung dipukuli sampai babak belur.

Begitu juga yang dialami oleh Angah dan Busra. Mereka sempat dipukuli tentara.

Berbagai pertanyaan muncul dalam diri Saraswati berkenaan dengan kekejaman yang

dilakukan oleh tentara yang memasuki kampung halamannya. Suatu hari datanglah

seorang perempuan menemui Angah. Namun tidak diketahui maksud dan tujuan

perempuan itu. Keesokan harinya saat pagi masih gelap Angah mengajak Saraswati

berjalan kaki menelusuri satu desa ke desa yang lain untuk bertemu dengan Bisri. Setelah

menuruni dan mendaki beberapa bukit, tiba-tiba terdengar letusan senapan. Angah

meninggal saat kejadian tersebut akibat salah satu peluru menembus dadanya. Saraswati

amat terpukul dan sedih, untuk kesekian kali ia harus kehilangan orang yang disayangi.

Saraswati tetap mengikuti rombongan pengungsi untuk mencari Bisri dengan

berbagai penderitaan yang dialaminya. Suatu hari Saraswati berkenalan dengan Tati yang

juga pengungsi. Pada saat itu, ia dikenalkan dengan ayah Tati. Mulai saat itu untuk

mengisi waktu luang Saraswati kembali belajar membaca dan menulis oleh ayah Tati.

Dengan menyibukkan diri, kekesalan menanti sebuah pertemuan mulai terobati. Suatu

hari Saraswati melihat Tati sedang lari ke halaman dengan wajah yang riang serta

berpegangan tangan dengan seorang pemuda yang ternyata adalah Bisri. Mengetahui hal

itu hati Saraswati hancur karena merasa dikhianati oleh Bisri. Ia juga benci pada Tati

yang telah merebut kekasihnya. Saat Tati dan Bisri mendekatinya, ia lari sejauh mungkin

dengan membawa luka dan duka. Kini Saraswati benar-benar merasa sendiri, terpencil

entah di mana dan tidak tahu mau ke mana. Ia putus asa dan rela mati di hutan belantara

asal tidak berjumpa dengan Bisri dan Tati. Ketika menelusuri tebing dan bukit ia

tergelincir, terkapar tak berdaya, haus, lapar dan merasakan nyeri pada seluruh tubuhnya

sampai tak sadarkan diri. Namun jiwa Saraswati masih dapat tertolong berkat bantuan

penduduk sekitar hutan yang menemukannya.

Selama hidup dalam perang, Saraswati sering melihat kesengsaraan banyak korban

yang luka dan mati, banyak rumah yang hangus dan hancur. Pada suatu pagi kembali

terjadi kekacauan, ketika itu Saraswati sedang berada di dapur bersama perempuan yang

Page 137: KARYA A. A. NAVIS DAN IMPLIKASINYA PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/31984/3... · meluangkan waktu untuk penulis dalam proses ... semangat dan waktu yang

Lampiran 2

menolongnya. Tetapi belum sempat keduanya berlari, perempuan itu tertembak dan mati.

Kepala Saraswati dihantam oleh tentara yang menyerang kampung itu hingga jatuh.

Saraswati segera bangun dan berlari mencari pertolongan. Saat itu Saraswati bertemu

dengan Busra.

Saat Saraswati dan Busra ditahan kembali ke pedalaman, mereka bertemu dengan

Kapten Hendro. Atas usaha dari Kapten Hendro, Saraswati dibawa ke Pusat Rehabilitasi

Dr. Suharso di Solo untuk belajar membaca tulisan dan membaca gerak bibir orang yang

berbicara. Sementara Busra tetap di Padang Panjang. Di Solo, kemahiran menulisnya

diperlancar oleh asiknya berkirim surat kepada Busra. Di samping belajar membaca dan

menulis, ia juga belajar berbagai mode pakaian perempuan.

Suatu ketika Busra mengirimkan surat yang membuat mata Saraswati terpusat pada

kalimat yang ditulis bergaris, “Sekarang usahaku dapat menghidupi lima sampai delapan

orang”. Ia tersentak dan memahami maksudnya bahwa Busra telah siap hidup

bersamanya. Kemudian Saraswati menelegram Busra dengan kalimat “Busra, aku mau

pulang”. Enam hari kemudian tiba telegram balasan yang isinya “Tunggu, aku kan jemput

kau”.

Page 138: KARYA A. A. NAVIS DAN IMPLIKASINYA PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/31984/3... · meluangkan waktu untuk penulis dalam proses ... semangat dan waktu yang

RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN

(RPP)

NAMA SEKOLAH SMP.......................

MATA PELAJARAN Bahasa dan Sastra Indonesia

KELAS /SEMESTER VIII (delapan) / 2 (genap)

ASPEK PEMBELAJARAN Membaca

STANDAR KOMPETENSI 15. Memahami novel (asli atau terjemahan)

KOMPETENSI DASAR 15.1 Menjelaskan alur cerita, pelaku, dan latar novel (asli

atau terjemahan)

Indikator Pencapaian Kompetensi Nilai Budaya dan

Karakter Bangsa

Kewirausahaan/

Ekonomi Kreatif

Mampu menentukan karakter tokoh

dengan bukti yang meyakinkan.

Mampu menentukan alur cerita

dengan bukti yang meyakinkan.

Mampu menentukan latar novel

dengan bukti yang meyakinkan.

Menganalisis keterkaitan antar unsur

intrinsik dalam novel.

Kreatif

Bersahabat/

komunikatif

Gemar membaca

Tekun

Tanggung jawab

Rasa hormat dan

perhatian

Keorisinilan

Kepemimpinan

ALOKASI WAKTU 2 x 40 menit (1 pertemuan)

TUJUAN PEMBELAJARAN

TUJUAN Peserta didik mampu menentukan karakter tokoh dengan bukti yang

meyakinkan.

Peserta didik mampu menentukan alur cerita dengan bukti yang

meyakinkan.

Peserta didik mampu menentukan latar novel dengan bukti yang

meyakinkan.

Peserta didik mampu menganalisis keterkaitan antar unsur intrinsik

dalam novel.

MATERI POKOK

PEMBELAJARAN Pengertian novel

Unsur-unsur intrinsik dalam novel

Cara menentukan karakter tokoh, alur cerita dan latar novel serta

implementasinya

METODE PEMBELAJARAN

Tanya jawab

Ceramah

Diskusi kelompok

Penugasan dan resitasi

SUMBER BELAJAR

Pustaka rujukan Panduan Belajar Bahasa dan Sastra Indonesia untuk SMP kelas

VIII Jilid 2 karya Nurhadi, dkk., terbitan Erlangga 2007 halaman

147.

Novel Saraswati Si Gadis dalam Sunyi karya A. A. Navis.

Pengantar Teori Sastra karya Wahyudi Siswanto, terbitan

Grasindo tahun 2008.

Menganalisis Fiksi (Sebuah pengantar) karya Furqonul Aziez dan

Page 139: KARYA A. A. NAVIS DAN IMPLIKASINYA PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/31984/3... · meluangkan waktu untuk penulis dalam proses ... semangat dan waktu yang

Abdul Hasim, terbitan Ghalia Indonesia tahun 2010.

Teori Pengkajian Fiksi karya Burhan Nurgiyantoro, terbitan

Gajah Mada University Press tahun 2013.

Teori dan Bimbingan Apresiasi Sastra Indonesia Untuk SMTA

karya Suroto, terbitan Erlangga tahun 1989.

Metode Karakterisasi Telaah Fiksi karya Albertine Minderop,

terbitan Yayasan Obor Indonesia tahun 2005.

KEGIATAN PEMBELAJARAN

TAHAP KEGIATAN GURU KEGIATAN SISWA ALOKASI

WAKTU

Pertemuan ke 1

PEMBUKA

Guru mengucapkan salam

dan menanyakan kabar

peserta didik.

Guru dan peserta didik

berdoa bersama sebelum

pembelajaran.

Guru melakukan absensi

kelas.

Guru mengingatkan peserta

didik tentang tugas

sebelumnya yakni

membaca novel Saraswati

Si Gadis dalam Sunyi

karya A. A. Navis.

Guru memberikan

informasi kompetensi,

meteri, tujuan, manfaat,

dan langkah pembelajaran

yang akan dilaksanakan.

Peserta didik menjawab

salam dan kabar dari

guru.

Peserta didik dipimpin

oleh ketua kelas berdoa

bersama guru.

Peserta didik

menyebutkan teman

sekelas yang tidak hadir.

Peserta didik diharapkan

menyimak apa yang

disampaikan guru terkait

informasi kompetensi,

meteri, tujuan, manfaat,

dan langkah

pembelajaran yang akan

dilaksanakan.

10 menit

INTI Eksplorasi

Guru menstimulus peserta

didik untuk memanggil

pengetahuan awal mereka

tentang konsep novel

dengan memberi

pertanyaan:

“Masih ingatkah kalian

dengan materi novel?”

“Apa yang kalian

ketahui tentang novel?

Guru memberikan umpan

balik terhadap jawaban

peserta didik.

Guru menjelaskan secara

lebih mendetail beberapa

unsur intrinsik yaitu

karakter tokoh, alur cerita

dan latar cerita yang akan

Peserta didik diharapkan

menjawab dengan

antusias.

Peserta didik menyimak

penjelasan dari guru.

Peserta didik mencatat

hal-hal penting dari

penjelasan guru mengenai

beberapa unsur intrinsik

yaitu karakter tokoh, alur

cerita dan latar cerita

yang akan menjadi fokus

pembahasan.

Peserta didik membentuk

kelompok diskusi dengan

mengambil potongan

kertas berwarna dan

bernomor.

15 menit

Page 140: KARYA A. A. NAVIS DAN IMPLIKASINYA PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/31984/3... · meluangkan waktu untuk penulis dalam proses ... semangat dan waktu yang

menjadi fokus

pembahasan.

Guru memfasilitasi peserta

didik untuk membentuk

kelompok diskusi dengan

memilih potongan kertas

berwarna dan bernomor.

Elaborasi

Guru membantu peserta

didik untuk mengelaborasi

informasi yang didapat

dengan memberi tugas

secara berkelompok:

untuk menjelaskan

unsur intrinsik (karakter

tokoh, alur cerita dan

latar) pada novel

Saraswati Si Gadis

dalam Sunyi karya A.

A. Navis yang telah

dibaca dengan bukti

kutipan yang

meyakinkan.

untuk mengidentifikasi

keterkaitan antar unsur

intrinsik (karakter

tokoh, alur cerita dan

latar) dalam novel

Saraswati Si Gadis

dalam Sunyi karya A.

A. Navis yang telah

dibaca.

Guru memberitahu waktu

pengerjaan tugas kelompok

dan mengingatkan agar

tepat waktu dalam

menyelesaikannya.

Konfirmasi

Guru menanyakan kepada

tiap kelompok kendala apa

saja yang didapat saat

proses penyelesaian tugas.

Tiap kelompok

diharapkan fokus dalam

berdiskusi dan

memastikan anggota

kelompok dapat

mengerjakan tugas yang

diberikan:

menjelaskan unsur

intrinsik (karakter

tokoh, alur cerita dan

latar) pada novel

Saraswati Si Gadis

dalam Sunyi karya A.

A. Navis yang telah

dibaca dengan bukti

kutipan yang

meyakinkan.

mengidentifikasi

keterkaitan antar unsur

intrinsik (karakter

tokoh, alur cerita dan

latar) dalam novel

Saraswati Si Gadis

dalam Sunyi karya A.

A. Navis yang telah

dibaca.

Tiap kelompok dapat

mengatur proses

penyelesaian tugas

dengan tepat waktu.

Tiap kelompok

mengemukakan kendala

yang didapat saat proses

penyelesaian tugas.

35 menit

10 menit

PENUTUP

Guru menyimpulkan hasil

pembelajaran dan

mengingatkan tugas untuk

pertemuan selanjutnya

yakni mempresentasikan

hasil diskusi.

Guru meminta ketua kelas

memimpin doa.

Peserta didik diharapkan

menyimak apa yang

disampaikan guru terkait

simpulan hasil

pembelajaran dan

informasi tugas untuk

pertemuan selanjutnya.

Peserta didik berdoa.

10 menit

Page 141: KARYA A. A. NAVIS DAN IMPLIKASINYA PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/31984/3... · meluangkan waktu untuk penulis dalam proses ... semangat dan waktu yang

PENILAIAN

TEKNIK

DAN

BENTUK

Tugas:

Peserta didik diminta membaca novel Saraswati Si Gadis dalam Sunyi

karya A. A. Navis dua minggu sebelum materi pembelajaran.

Peserta didik diminta berdiskusi untuk memahami unsur intrinsik

(karakter tokoh, alur cerita dan latar) dalam novel Saraswati Si Gadis

dalam Sunyi karya A. A. Navis.

Secara kelompok peserta didik diminta untuk mengidentifikasi dan

menganalisis keterkaitan unsur intrinsik (karakter tokoh, alur cerita dan

latar) novel Saraswati Si Gadis dalam Sunyi karya A. A. Navis.

Tangerang, 2 Maret 2016

Mengetahui,

Kepala Sekolah Guru Bahasa Indonesia

........................... ...................................

NIP./NIK. NIP./NIK.

Page 142: KARYA A. A. NAVIS DAN IMPLIKASINYA PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/31984/3... · meluangkan waktu untuk penulis dalam proses ... semangat dan waktu yang

RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN

(RPP)

NAMA SEKOLAH SMP.......................

MATA PELAJARAN Bahasa dan Sastra Indonesia

KELAS /SEMESTER VIII (delapan) / 2 (genap)

ASPEK PEMBELAJARAN Membaca

STANDAR KOMPETENSI 15. Memahami novel (asli atau terjemahan)

KOMPETENSI DASAR 15.1 Menjelaskan alur cerita, pelaku, dan latar novel (asli

atau terjemahan)

Indikator Pencapaian Kompetensi Nilai Budaya dan

Karakter Bangsa

Kewirausahaan/

Ekonomi Kreatif

Mampu menentukan karakter tokoh

dengan bukti yang meyakinkan.

Mampu menentukan alur cerita

dengan bukti yang meyakinkan.

Mampu menentukan latar novel

dengan bukti yang meyakinkan.

Menganalisis keterkaitan antar unsur

intrinsik dalam novel.

Kreatif

Bersahabat/

komunikatif

Gemar membaca

Tekun

Tanggung jawab

Rasa hormat dan

perhatian

Keorisinilan

Kepemimpinan

ALOKASI WAKTU 2 x 40 menit (1 pertemuan)

TUJUAN PEMBELAJARAN

TUJUAN Peserta didik mampu menentukan karakter tokoh dengan bukti yang

meyakinkan.

Peserta didik mampu menentukan alur cerita dengan bukti yang

meyakinkan.

Peserta didik mampu menentukan latar novel dengan bukti yang

meyakinkan.

Peserta didik mampu menganalisis keterkaitan antar unsur intrinsik

dalam novel.

MATERI POKOK

PEMBELAJARAN Pengertian novel

Unsur-unsur intrinsik dalam novel

Cara menentukan karakter tokoh, alur cerita dan latar novel serta

implementasinya

METODE PEMBELAJARAN

Tanya jawab

Presentasi Kelompok

CTL (Contextual Teaching and Learning)

Penugasan dan resitasi

SUMBER BELAJAR

Pustaka rujukan Panduan Belajar Bahasa dan Sastra Indonesia untuk SMP kelas

VIII Jilid 2 karya Nurhadi, dkk., terbitan Erlangga 2007 halaman

147.

Novel Saraswati Si Gadis dalam Sunyi karya A. A. Navis.

Pengantar Teori Sastra karya Wahyudi Siswanto, terbitan

Grasindo tahun 2008.

Menganalisis Fiksi (Sebuah pengantar) karya Furqonul Aziez dan

Page 143: KARYA A. A. NAVIS DAN IMPLIKASINYA PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/31984/3... · meluangkan waktu untuk penulis dalam proses ... semangat dan waktu yang

Abdul Hasim, terbitan Ghalia Indonesia tahun 2010.

Teori Pengkajian Fiksi karya Burhan Nurgiyantoro, terbitan

Gajah Mada University Press tahun 2013.

Teori dan Bimbingan Apresiasi Sastra Indonesia Untuk SMTA

karya Suroto, terbitan Erlangga tahun 1989.

Metode Karakterisasi Telaah Fiksi karya Albertine Minderop,

terbitan Yayasan Obor Indonesia tahun 2005.

KEGIATAN PEMBELAJARAN

TAHAP KEGIATAN GURU KEGIATAN SISWA ALOKASI

WAKTU

Pertemuan ke 2

PEMBUKA Guru mengucapkan salam

dan menanyakan kabar

peserta didik.

Guru dan peserta didik

berdoa bersama sebelum

pembelajaran.

Guru melakukan absensi

kelas.

Guru memberikan

informasi kompetensi,

meteri, tujuan, manfaat,

dan langkah pembelajaran

yang akan dilaksanakan.

Peserta didik menjawab

salam dan kabar dari

guru.

Peserta didik dipimpin

oleh ketua kelas berdoa

bersama guru.

Peserta didik

menyebutkan teman

sekelas yang tidak hadir.

Peserta didik diharapkan

menyimak apa yang

disampaikan guru terkait

informasi kompetensi,

meteri, tujuan, manfaat,

dan langkah

pembelajaran yang akan

dilaksanakan.

10 menit

INTI

Eksplorasi

Guru menstimulus peserta

didik untuk memanggil

pengetahuan mereka

tentang pelajaran

sebelumnya dengan

memberi pertanyaan:

“Masih ingatkah kalian

dengan materi

sebelumnya?”

“Apa saja yang telah

kita pelajari tentang

novel?

“Bagaimana cara

menentukan karakter

tokoh?”

“Bagaimana cara

menentukan alur

cerita?”

“Bagaimana cara

menentukan latar dalam

Peserta didik diharapkan

menjawab dengan

antusias.

Peserta didik diharapkan

menyimak penjelasan

dari guru.

10 menit

Page 144: KARYA A. A. NAVIS DAN IMPLIKASINYA PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/31984/3... · meluangkan waktu untuk penulis dalam proses ... semangat dan waktu yang

novel?”

Guru memberikan umpan

balik terhadap jawaban

peserta didik.

Elaborasi

Guru meminta peserta

didik untuk berkumpul

dengan kelompok masing-

masing.

Guru memanggil salah satu

nomor peserta didik di

setiap kelompok.

Guru memberikan nilai,

ulasan dan tanggapan atas

setiap hasil presentasi

kelompok.

Konfirmasi

Guru meminta peseta didik

mengungkapkan manfaat

yang dapat diambil dari

pembelajaran hari ini.

Peserta didik berkumpul

dengan kelompok

masing-masing.

Secara bergantian, nomor

yang dipanggil

melaporkan hasil

diskusinya.

Kelompok lain diberi

kesempatan untuk

memberikan tanggapan.

Peserta didik

mengungkapkan manfaat

yang dapat diambil dari

pembelajaran hari ini

dengan aktif.

40 menit

10 menit

PENUTUP

Guru memberikan “Kuis

Uji Kecocokan” untuk

mengukur pemahaman

mengenai konsep-konsep

yang telah dipelajari.

Guru meminta ketua kelas

memimpin doa.

Peserta didik menjawab

“Kuis Uji Kecocokan”

untuk mengukur

pemahaman mengenai

konsep-konsep yang telah

dipelajari.

Peserta didik berdoa.

10 menit

PENILAIAN

TEKNIK

DAN

BENTUK

Observasi kinerja/Demontrasi:

Tiap kelompok mempresentasikan hasil diskusi secara bergantian.

Kelompok lain menyimak dan menanggapi setiap hasil presentasi

kelompok.

Tes tulis:

Peserta didik menjawab “Kuis Uji Kecocokan” untuk mengukur

pemahaman mengenai konsep-konsep yang telah dipelajari.

Tangerang, 3 Maret 2016

Mengetahui,

Kepala Sekolah Guru Bahasa Indonesia

........................... ...................................

NIP./NIK. NIP./NIK.

Page 145: KARYA A. A. NAVIS DAN IMPLIKASINYA PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/31984/3... · meluangkan waktu untuk penulis dalam proses ... semangat dan waktu yang

Uraian Materi

A. Hakikat Novel

1. Pengertian Novel

Definisi novel menurut Wahyudi Siswanto adalah “bentuk prosa rekaan yang lebih

pendek dari roman. Biasanya novel menceritakan peristiwa pada masa tertentu. Bahasa

yang digunakan lebih mirip bahasa sehari-hari. Meskipun demikian, penggarapan unsur-

unsur intrinsiknya masih lengkap seperti tema, plot, latar, gaya bahasa, tokoh dan

penokohan.”1 Sementara itu R. J Rees dalam Furqonul Aziez mengatakan bahwa novel

adalah “sebuah cerita fiksi dalam bentuk prosa yang cukup panjang, yang tokoh dan

perilakunya merupakan cerminan kehidupan nyata dan digambarkan dalam suatu plot

yang cukup kompleks.”2

2. Unsur Intrinsik Novel

Mengidentifikasi alur, latar dan penokohan dalam novel yang dibaca:

a. Alur

Mengutip pendapat Abrams dalam Wahyudi Siswanto tentang pengertian alur

yakni “rangkaian cerita yang dibentuk oleh tahap-tahapan peristiwa sehingga menjadi

sebuah cerita yang dihadirkan oleh para pelaku dalam suatu cerita.”3 Dengan demikian

alur merupakan suatu urutan peristiwa yang terangkai menjadi satu kesatuan sehingga

menghasilkan suatu cerita yang utuh.

Tahap plot yang dikemukakan oleh Tasrif dalam Burhan Nurgiantoro dibagi

menjadi lima tahapan yakni:

1) Tahap penyituasian

Berisi pengenalan situasi latar dan tokoh-tokoh cerita. Tahap ini menjadi tahap

pembuka pemberian informasi awal yang melandasi cerita berikutnya.

2) Tahap pemunculan konflik

Masalah-masalah dan peristiwa-peristiwa yang memicu timbulnya konflik mulai

dimunculkan. Konflik tersebut nantinya akan berkembang pada tahap berikutnya.

3) Tahap peningkatan konflik

Konflik yang dimunculkan pada tahap sebelumnya semakin berkembang.

Peristiwa-peristiwa dramatik yang menjadi inti cerita pun semakin mencekam dan

menegangkan.

4) Tahap klimaks

Konflik atau pertentangan yang terjadi baik yang dilakukan atau dialami para tokoh

cerita mencapai titik puncak. Biasanya klimaks tersebut akan dialami oleh tokoh

utama yang berperan sebagai pelaku dan penderita terjadinya konflik utama.

5) Tahap penyelesaian

Konflik yang telah mencapai klimaks kemudian diberi jalan keluar hingga cerita

berakhir.4

b. Latar

Suroto menjelaskan bahwa latar berfungsi sebagai pendukung alur dan perwatakan.

Gambaran situasi yang tepat akan membantu memperjelas peristiwa yang sedang

dikemukakan. Untuk dapat melukiskan latar yang tepat pengarang harus mempunyai

pengetahuan yang memadai tentang keadaan atau waktu yang akan digambarkannya. Hal

1Wahyudi Siswanto, Pengantar Teori Sastra, (Jakarta: Grasindo, 2008), hlm. 141.

2Furqonul Aziez dan Abdul Hasim, Menganalisis Fiksi (Sebuah pengantar), (Bogor: Ghalia

Indonesia, 2010), hlm. 1

3 Wahyudi Siswanto, op.cit., hlm. 159.

4Burhan Nurgiyantoro, Teori Pengkajian Fiksi, (Yogyakarta: Gajah Mada University Press,

2013), hlm. 209-210.

Page 146: KARYA A. A. NAVIS DAN IMPLIKASINYA PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/31984/3... · meluangkan waktu untuk penulis dalam proses ... semangat dan waktu yang

itu dapat diperoleh melalui pengamatan langsung atau melalui bacaan-bacaan serta

informasi dari orang lain.5

Burhan Nurgiantoro yang membagi unsur latar menjadi tiga bagian yakni: 1) latar

tempat, menunjukan lokasi terjadinya peristiwa yang diceritakan; 2) latar waktu,

berhubungan dengan “kapan” terjadinya suatu peristiwa yang diceritakan; dan 3) latar

sosial-budaya, berhubungan dengan perilaku kehidupan sosial masyarakat di suatu tempat

yang diceritakan.6

c. Tokoh dan penokohan

Tokoh dan penokohan merupakan unsur yang pasti ada. Tokoh sangat penting

dalam cerita, karena tokoh merupakan unsur yang membawakan cerita dari awal hingga

akhir. Menurut Aminudin dalam Wahyudi Siswanto yang disebut sebagai tokoh adalah

pembawa peristiwa dalam cerita rekaan sehingga terjalin suatu cerita, sedangkan cara

pengarang dalam menampilkan tokoh disebut sebagai penokohan.7

Ada beberapa cara menurut Aminuddin dalam Wahyudi Siswanto untuk

memahami watak tokoh yakni melalui:

“1) tuturan pengarang terhadap karakteristik pelakunya; 2) gambaran yang

diberikan pengarang lewat gambaran lingkungan kehidupannya maupun cara

berpakaian; 3) menunjukkan bagaimana perilakunya; 4) melihat bagaimana tokoh itu

berbicara tentang dirinya sendiri; 5) memahami bagaimana jalan pikirannya; 6) melihat

bagaimana tokoh lain berbicara tentangnya; 7) melihat tokoh lain berbicara dengannya;

8) melihat bagaimana tokoh-tokoh yang lain memberikan reaksi terhadapnya; dan 9)

melihat bagaimana tokoh itu dalam reaksi tokoh yang lain.” 8

Menurut Burhan Nurgiantoro, tokoh-tokoh dalam cerita dapat dibedakan dalam

beberapa kategori menurut sudut pandang dan tinjauan tertentu: 1) tokoh utama (tokoh

yang tergolong penting dan mendominasi sebagian besar cerita) dan tokoh tambahan

(tokoh yang hanya sekali atau beberapa kali dimunculkan dan mendapat porsi penceritaan

yang relatif pendek); 2) tokoh protagonis (tokoh yang mengalami konflik) dan antagonis

(tokoh yang menjadi penyebab terjadinya konflik); 3) tokoh sederhana (tokoh yang hanya

memiliki satu kualitas pribadi atau watak tertentu) dan tokoh bulat (tokoh yang memiliki

berbagai sisi kehidupan, kepribadian dan jati diri); 4) tokoh statis (tokoh yang tidak

mengalami perubahan watak sebagai akibat dari peristiwa yang terjadi) dan berkembang

(tokoh yang mengalami perubahan watak sejalan dengan tuntutan peristiwa secara

keseluruhan; dan 5) tokoh tipikal (tokoh yang diciptakan berdasarkan persepsi tokoh di

dunia nyata) dan netral (tokoh imaji yang hanya hidup dalam cerita).9

5Suroto, Teori dan Bimbingan Apresiasi Sastra Indonesia Untuk SMTA, (Jakarta: Erlangga,

1989), hlm. 94.

6Albertine Minderop, Metode Karakterisasi Telaah Fiksi, (Jakarta: Yayasan Obor

Indonesia, 2005), hlm. 314-322.

7Wahyudi Siswanto, op.cit., hlm. 142.

8Ibid., hlm. 145.

9Burhan Nurgiyantoro, op.cit., hlm. 258-278.

Page 147: KARYA A. A. NAVIS DAN IMPLIKASINYA PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/31984/3... · meluangkan waktu untuk penulis dalam proses ... semangat dan waktu yang

Lembar Kerja Siswa

(LKS)

Kelompok ke- :

Anggota kelompok :

Analisislah unsur alur, latar, tokoh dan penokohan dari novel Saraswati Si Gadis

dalam Sunyi karya A. A. Navis:

No. Unsur Intrinsik Jawaban Bukti

1.

2.

3.

Alur

a) Penyituasian

b) Pemunculan

konflik

c) Peningkatan

konflik

d) Klimaks

e) Penyelesaian

Latar

a) Waktu

b) Tempat

c) Sosial-Budaya

Tokoh dan

penokohan

Page 148: KARYA A. A. NAVIS DAN IMPLIKASINYA PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/31984/3... · meluangkan waktu untuk penulis dalam proses ... semangat dan waktu yang

Jawaban Lembar Kerja Siswa (LKS)

No. Unsur Intrinsik Jawaban Bukti

1.

Alur

a) Penyituasian

b) Pemunculan

konflik

c) Peningkatan

konflik

Pada bagian awal

penceritaan A. A. Navis

sebagai pengarang

menggunakan diksi yang

amat puitis untuk

mengenalkan tokoh

utama. Pada bagian ini

pembaca sudah

menangkap informasi

awal mengenai

kenyataan yang harus

dijalani oleh tokoh

utama dengan keadaan

yang serba sunyi.

Konflik pertama muncul

pada bagian empat,

bermula saat Angah

membawa Saraswati

untuk tinggal di Padang

Panjang. Di atas kapal

menjadi tempat konflik

pertama yang terjadi

akibat pertemuan

Saraswati dengan laki-

laki tua bisu yang

menjadikannya bahan

tertawaan seluruh

penumpang, bahkan

Angah. Peristiwa

tersebut menjadi sumber

konflik batin bagi

Saraswati yang hanya

bisa menangisi nasib

sebagai gadis bisu-tuli.

Selama di Padang

Panjang Saraswati

ditugaskan untuk

membantu Angah

mengerjakan pekerjaan

rumah dan

menggembala ternak.

Kondisinya yang bisu-

tuli membuat Saraswati

mengalami masalah

dalam berkomunikasi.

Sunyi adalah duniaku. Sunyi adalah

nasibku. Sunyi dunia tanpa bunyi, tanpa

suara. Segala-galanya sunyi. (A. A.

Navis, hlm. 1)

.... Dia senang berolok-olok. Dia puas

memperolok-olok aku. Kenapa dia tidak

solider kepadaku, gadis yang sama

cacatnya dengan dia? Aku sungguh-

sungguh ingin melemparinya dengan apa

saja. (A. A. Navis, hlm. 13)

Pengalaman pahit yang senantiasa aku

terima dari anak-anak itu, menyebabkan

aku menjadi takut kepada mereka.

Senantiasa aku berusaha

menghindar dari gerombolan anak-

anak itu. Tambah banyak mereka

bergerombol tambah nakallah

mereka. Malah kenakalan itu mereka

lakukan juga sendiri-sendiri bila

berahadapan denganku. Umpamanya

ketika berpapasan di jalan, lalu setelah

Page 149: KARYA A. A. NAVIS DAN IMPLIKASINYA PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/31984/3... · meluangkan waktu untuk penulis dalam proses ... semangat dan waktu yang

d) Klimaks

Hal tersebut seringkali

membuatnya dilecehkan

dan statusnya dianggap

rendah. Seperti yang

terjadi ketika bertemu

dengan anak-anak kecil

saat menggembala

ternak.

Sebagai seorang yang

menumpang tinggal

pada keluarga Angah

kebutuhan fisiologis

Saraswati tidak

terpenuhi dengan baik.

Hal tersebut menjadi

konflik ketiga yang

harus dihadapi

Saraswati. Konflik ini

timbul ketika Pak Angah

pulang setelah lama

meninggalkan rumah

untuk memberi

pengajian. Saraswati

yang selama ini tidur di

kamar Angah, kini harus

pindah ke kamar sepen

jorok dan berdebu yang

letaknya terpisah di

belakang rumah. Namun

keterbatasan

memaksanya untuk

menerima ketidakadilan

tersebut tanpa bisa

menentang.

Klimaks pada novel

terjadi pada bagian tujuh

ketika Saraswati benar-

benar sudah tidak tahan

dengan perlakuan tidak

adil orang-orang

padanya. Selama ini ia

sudah sabar dan

membiarkan hatinya

tersiksa oleh perlakuan

mereka. Namun,

seringnya mengalami

kekecewaan karena

kesulitan dalam

menyampaikan pikiran

perasaan kepada orang

lain membuat Saraswati

aku agak jauh sedikit, aku dilempari

dengan apa saja yang ada di tangannya.

Kadang-kadang juga aku dipukul dengan

tangannya yang kecil, lalu dia lari jauh-

jauh. (A. A. Navis, hlm. 25-26)

Dengan perasaan pahit, aku kerjakan apa

yang disuruh Angah. Aku pindahkan

barang-barang tua yang berat-berat itu

seorang diri ke kolong rumah. Sungguh

aku tidak menangis, Saudaraku, meski

aku ingin sekali. Cuma perasaanku

sangatlah getir dan hatiku menjerit-jerit.

(A. A. Navis, hlm. 30)

Aku kira Busra mulai memahami

maksudku, karena dia mengangguk-

angguk setiap aku menunjukkan

perbandingan yang mencolok itu padanya.

Namun aku belum puas. Aku jajarkan

tangannya ke kandang kambing. Lalu aku

menjerit-jerit lagi, sehingga terasa getaran

suara itu di seluruh tubuhku. Aku gerak-

gerakkan tanganku dengan kacau agar ia

tahu betapa segalanya telah menjadi

kacau oleh mereka semua. (A. A. Navis,

hlm. 30)

Page 150: KARYA A. A. NAVIS DAN IMPLIKASINYA PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/31984/3... · meluangkan waktu untuk penulis dalam proses ... semangat dan waktu yang

2.

e) Penyelesaian

Latar

a) Waktu

b) Tempat

mengekspresikan

semuanya dengan

kemarahan.

Pada tahap akhir ini

mulai terjadi kekenduran

dari klimaks dan

konflik-konflik yang ada

dalam cerita. Saraswati

yang sejak awal

diceritakan tersia-sia

karena penghinaan,

penindasan dan

ketidakadilan

menjadikan hal itu

sebagai motivasi untuk

terus berusaha. Aksi

protes yang dilakukan

Saraswati dalam

menuntut haknya

terhadap keluarga Angah

akhirnya berhasil. Kini

sampailah pada tahap

dimana ia benar-benar

bersyukur dengan

hidupnya yang baru.

Kerja keras yang disertai

dengan perjuangan tentu

membuahkan hasil yang

menyenangkan.

Dalam novel terjadi

peristiwa

pemberontakan yang

melibatkan dua pihak

secara garis besar yaitu

daerah dan pusat.

“Pusat” yang dimaksud

adalah Jakarta sebagai

ibukota negara sekaligus

pusat kekuasaan, dan

“daerah” yang

dimaksudkan adalah

Sumatra Barat. Dengan

demikian, dapat

disimpulkan bahwa

pengarang menggunakan

latar waktu cerita sekitar

tahun 1958.

Latar tempat yang

pertama muncul dalam

Saudaraku, kini aku mulai sungguh-

sungguh merasakan bahwa hidup ini

berarti. Sebagai gadis bisu-tuli yang

selama ini tersia-sia, yang hidup atas

belas kasihan dan yang hanya dapat

disuruh menjadi gembala, kini aku telah

mempunyai kehidupan sebagaimana yang

aku rindukan. Hidup seperti gadis-gadis

lain, karena kekurangan yang ada padaku

hampir tidak berarti lagi. Apalagi bila

suatu waktu aku mendapat kesempatan

untuk belajar lebih banyak lagi. (A. A.

Navis, hlm. 66)

Saudaraku, lama kemudian aku baru tahu,

bahwa yang berperang di masa itu ialah

tentara PRRI dengan tentara pemerintah.

Kata Busra, kalau tentara pemerintah

tidak beringas, pastilah tentara PRRI akan

cepat menyerah, karena perang itu tidak

ada gunanya. Akan tetapi karena pada diri

tentara itu telah ditumbuhkan perasaan

membenci, mereka didorong menjadi

beringas, meski kepada bangsa sendiri.

(A. A. Navis, hlm. 94)

Dalam perasaan gamang itulah aku

meninggalkan kota Jakarta. Kota yang

Page 151: KARYA A. A. NAVIS DAN IMPLIKASINYA PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/31984/3... · meluangkan waktu untuk penulis dalam proses ... semangat dan waktu yang

c) Sosial-Budaya

cerita adalah Jakarta.

Penggambaran latar ini

memberi arahan kepada

pembaca bahwa tokoh

utama yang hidup

bahagia menjadi berubah

dengan kesedihan akibat

kehilangan seluruh

anggota keluarganya dan

harus meninggalkan

Jakarta untuk tinggal

bersama Angah.

Latar tempat yang kedua

yakni di atas kapal

menuju Padang Panjang.

Tempat ini digunakan

pengarang untuk

memunculkan konflik

Saraswati dengan

seorang laki-laki tua

bisu.

Latar tempat ketiga yaitu

Padang Panjang. Padang

Panjang dipilih

pengarang sebagai latar

cerita perjuangan

Saraswati dalam

memperoleh aktualisasi

diri. Di tempat ini

muncul berbagai tokoh

lain dan konflik yang

harus dihadapi tokoh

utama hingga akhirnya

memperoleh aktualisasi

diri.

Pengarang menampilkan

latar sosial masyarakat

Padang Panjang yakni

dengan beternak. Seperti

yang dialami oleh

Saraswati setelah berada

di Padang Panjang, ia

belajar bagaimana

memelihara dan

menggembalakan itik,

kambing serta ayam agar

uang hasil penjualan

hewan-hewan itu dapat

digunakan untuk

telah memberi tempat cinta kasih ayah

bundaku. Kota yang memberi naungan

hidup bersama semua saudara-saudaraku.

Aku meninggalkan Jakarta, meninggalkan

segala yang aku cintai. (A. A. Navis, hlm.

12)

…. Sungguh hatiku tak tahan menderita

penghinaan demikian. Maulah aku lari

dan terjun ke laut karenanya. Dan tak

seorang pun yang membelaku. Oh, tak

seorang pun. Angah malah ikut tertawa,

karena angah pun mengharapkan bantuan

laki-laki bisu itu untuk mengambil

ransum kapal. Dan untuk mengharapkan

bantuan kecil itu, dibiarkan aku diolok-

olok terus. (A. A. Navis, hlm. 14)

…. Yang menyenangkan dari segala-

galanya ialah karena aku telah dapat

membantu kesukaran orang lain dengan

hasil usahaku sendiri. Aku telah dapat

membuatkan atau mempermak pakaian

anak-anak tetangga kami yang miskin.

Bukan kepalang gembiranya mereka

ketika menerima hasil kerjaku. (A. A.

Navis, hlm. 68)

…. Setelah pagi-pagi aku memberi makan

itik, barulah kemudian aku giring

kambing-kambing itu ke

pemakaman menyusuri sisi rel kereta api.

Sepanjang jalan aku biarkan

kambing itu mencari makan pada tebing

di sisi rel, sambil aku memegang ujung

talinya. (A. A. Navis, hlm. 33)

Page 152: KARYA A. A. NAVIS DAN IMPLIKASINYA PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/31984/3... · meluangkan waktu untuk penulis dalam proses ... semangat dan waktu yang

3.

Tokoh dan

penokohan

a) Saraswati

memenuhi kebutuhan

hidupnya.

Penggambaran desa

yang indah dengan

hamparan hijaunya

persawahan yang

membentang sampai ke

kaki gunung dan

perkampungan yang

dikelilingi pohon-pohon

rindang terdapat pada

novel.

Dalam kehidupan kita

memerlukan interaksi

yang baik dengan orang-

orang di lingkungan

sekitar. Salah satu

caranya dengan tegur

sapa. Dalam novel

diperlihatkan pengarang

lewat sambutan orang-

orang kampung terhadap

kedatangan Saraswati di

Padang Panjang.

Pengarang membuat

tokoh utama sebagai

gadis difabel (bisu-tuli)

dan yatim piatu.

Dengan kondisi bisu-

tuli, Saraswati banyak

dihinggapi kecemasan

karena menghadapi

lingkungan yang

beraneka ragam. Hal

tersebut kerap

membuatnya merasa

rendah diri, selalu

menganggap dirinya

Sesayup mata memandang aku lihat

persawahan membentang sampai ke kaki

gunung yang puncaknya diliputi awan.

Kaki gunung itu bersalaman dengan kaki

gunung di sebelahnya yang

puncaknya tidak berawan. Di

tengah-tengah persawahan yang luas itu,

banyak kampung-kampung

berserakan. Atap seng rumah kelihatan di

sela- sela pohon-pohon yang rindang dan

pohon yang nyiur. (A. A. Navis, hlm.

115)

…. Mereka menegurku dengan lambaian

tangan atau dengan tawa ramah.

Aku hanya membalas dengan

senyum, karena aku tidak suka

menggunakan tangan untuk berbicara.

(A. A. Navis, hlm. 24)

Aku seorang gadis. Dari kecil telah begini

dan aku tidak tahu kapan nasib begini

bermula. Aku punya dua orang kakak

laki-laki. Dua orang adik, juga laki-laki.

Aku punya ayah dan ibu. Tapi mereka

semua telah tiada lagi kini, Saudaraku.

Mereka telah meninggal oleh suatu

penghadangan pasukan pemberontak

dalam perjalanan kembali dari Bandung.

Mobilnya jatuh ke jurang dan terbakar.

(A. A. Navis, hlm. 2)

…. Sampai dimanakah kemampuanku?

Apakah aku akan menjadi manusia yang

berharga di tengah-tengah manusia yang

tidak cacat? Kalau seandainya aku bisa

mencapainya, bagaimanakah caranya? (A.

A. Navis, hlm. 15)

Page 153: KARYA A. A. NAVIS DAN IMPLIKASINYA PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/31984/3... · meluangkan waktu untuk penulis dalam proses ... semangat dan waktu yang

b) Busra

C) Angah

tidak memiliki kelebihan

apapun dan tidak

percaya diri hidup di

tengah orang-orang

normal.

Pengarang

menggambarkan

Saraswati sebagai sosok

perempuan yang tegar,

tabah dan sabar dalam

menghadapi segala ujian

hidup yang bertubi-tubi

menimpanya.

Pengarang juga

menggambarkan sosok

Saraswati sebagai

seorang gadis bisu-tuli

yang mandiri dan tidak

bergantung pada orang

lain.

Busra termasuk tokoh

statis karena memiliki

sikap dan watak yang

tetap, cenderung tidak

berkembang sejak awal

hingga akhir cerita.

Sejak awal hingga akhir

kemunculannya Busra

digambarkan sebagai

tokoh baik.

Busra termasuk tokoh

tambahan yang

berpengaruh memotivasi

tokoh utama agar

mampu bergaul dengan

orang lain dan

memaksimalkan potensi

yang dimiliki.

Angah termasuk tokoh

tambahan yang tidak

banyak mempengaruhi

perkembangan alur,

namun berpengaruh

terhadap perubahan

Pukulan demi pukulan telah menimpa

perasaanku. Sekali lagi aku katakan

kepadamu, Saudaraku, aku tidak pernah

menangis lagi meski hatiku telah

demikian luluh. (A. A. Navis, hlm. 30)

… para tetangga sudah mulai banyak

minta aku membuatkan pakaian mereka.

Seperti kebaya atau baju anak-anak

mereka yang laki-laki atau perempuan.

Mereka memberi aku uang menurut

sukanya saja. Uang jahitan itu aku berikan

pada Angah untuk membantu biaya

rumah tangga kami. Akan tetapi hasil dari

peternakan ayam disuruh Busra agar aku

simpan sendiri. (A. A. Navis, hlm. 66)

…. Hanya Busra yang menunjukkan

perhatiannya. Seperti biasa yang

dilakukannya, diletakkannya tangannya

yang besar itu ke bahuku dan ditatapnya

aku sambil menggeleng-gelengkan

kepala. Itulah caranya menghiburku. (A.

A. Navis, hlm. 32)

…. Aku memahami maksud Busra,

bahwa ia ingin mengatakan padaku,

banyak orang cacat lainnya, tapi dapat

bergaul dengan semua orang dan mampu

memainkan alat musik untuk membuat

suasana jadi gembira. Tahulah aku

maksud Busra, bahwa ia ingin mendorong

aku untuk memulihkan harga diriku. (A.

A. Navis, hlm. 42)

…. Lalu aku dibawa Angah ke rumah

yang tidak begitu jauh dari rumah kami.

Banyak gadis-gadis di sana sedang

menjahit dan menyulam. (A. A. Navis,

hlm. 45)

Page 154: KARYA A. A. NAVIS DAN IMPLIKASINYA PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/31984/3... · meluangkan waktu untuk penulis dalam proses ... semangat dan waktu yang

d) Bisri

e) Laki-laki tua

bisu

hidup tokoh utama.

Terlihat pada perubahan

sikap Angah yang

akhirnya memberi

kesempatan pada

Saraswati untuk

mengembangkan potensi

dengan membekalinya

keterampilan.

Bisri termasuk tokoh

antagonis karena

menjadi penyebab

terjadinya konflik pada

diri Saraswati. Bisri

diceritakan sempat

melakukan pelecehan

seksual terhadap

Saraswati saat kembali

dari kepergiannya. Hal

ini sedikit janggal

karena sebagai seorang

tentara yang

berlatarbelakang anak

dari seorang ulama, Bisri

menunjukkan sikap yang

tidak terpuji.

Laki-laki tua bisu ini

menjadikan Saraswati

sebagai bahan olok-

oloknya demi

menggembirakan semua

penumpang. Dari

kejadian tersebut, dapat

dikatakan bahwa laki-

laki bisu ini merupakan

tokoh antagonis karena

menyebabkan timbulnya

konflik pada tokoh

utama

Termasuk tokoh

tambahan karena tidak

banyak mempengaruhi

perkembangan alur,

namun berpengaruh

terhadap motivasi tokoh

utama untuk

mengaktualisasikan diri.

Ada sesuatu yang memukul-mukul dalam

dadaku. Aku menghindar dengan

pura-pura hendak mengambil teko di rak

piring. Tak dibiarkannya aku pergi

dengan mengetatkan rangkulan. Lalu

kedua tangannya memelukku

dengan erat, sehingga seluruh tubuhku

merapat ke tubuhnya. Kepalanya

merunduk. Dia mencium pipiku, mataku,

leherku dan bibirku. Dan…seluruh

tubuhku bergetar. Ketika otakku berkata

bahwa perbuatan Bisri itu tidak

pantas dilakukannya kepadaku, aku tolak

dia dengan seluruh kekuatanku. (A.

A. Navis, hlm. 70-71)

…. Sekali dia menyatakan perasaan

cintanya terang-terangan dan mengajak

aku menjadi istrinya dengan gerak-gerik

di hadapan Angah. Semua orang tertawa

dan bahkan ada yang bertepuk tangan

melihat permainannya. (A. A. Navis, hlm.

13)

…. Pengalaman di kapal itu telah

membangkitkan keinginan untuk menjadi

orang bisu-tuli yang hebat. Bahkan

lebih hebat dari manusia lainnya, agar

orang-orang jangan selamanya

memandang manusia cacat seperti kami

sebagai manusia yang gunanya

hanya untuk bahan olok-olok atau sebagai

orang suruhan semata. (A. A.

Navis, hlm. 19)

Page 155: KARYA A. A. NAVIS DAN IMPLIKASINYA PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/31984/3... · meluangkan waktu untuk penulis dalam proses ... semangat dan waktu yang

f) Uni Ros

g) Guru Andika

Tokoh tambahan ini

dihadirkan pengarang

sebagai perempuan yang

ramah, namun sempat

putus asa karena

kesulitan untuk

mengajari Saraswati

akibat keterbatasannya

dalam berkomunikasi.

Tokoh tambahan ini

termasuk orang yang

sangat ramah. Selain itu

ia juga baik hati, ia

mengajari Saraswati

dengan penuh kesabaran

tanpa mengenal lelah

dan putus asa.

…, karena aku bisu dan tuli. Itulah

pangkal kesulitan dari segala macam

kesulitan yang menimpa diriku. Guruku

sampai tampak putus asa memberikan

pelajaran kepadaku. (A. A. Navis, hlm.

46)

…. Kemudian ditunjuknya huruf-huruf

yang serupa pada ketiga kata itu. Lalu

dingangakannya mulutnya lebar-lebar.

Aku pun disuruhnya menganga. Dia

melakukannya berulang-ulang. Aku pun

meniru. Tapi selalu dia menggeleng setiap

kali aku menganga. (A. A. Navis, hlm.

59)

Page 156: KARYA A. A. NAVIS DAN IMPLIKASINYA PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/31984/3... · meluangkan waktu untuk penulis dalam proses ... semangat dan waktu yang

Penilaian Kelompok

Kelompok ke- :

Anggota kelompok :

Kelas :

Tanggal penilaian :

No. Aspek-aspek yang dinilai Nilai

A B C D

1. Antusiasme peserta kelompok dalam

penyusunan tugas.

2. Kemampuan bekerjasama atau berdiskusi.

3. Ketuntasan menyelesaikan tugas.

4. Keberanian dalam mengemukakan pendapat.

5. Tingkat perhatian pada kelompok lain yang

sedang mempresentasikan hasil diskusi.

Petunjuk:

Lembar ini diisi oleh guru untuk menilai kelompok dalam menyelesaikan tugas dan

mengemukakan pendapat. Berilah tanda ceklis (√) pada kolom skor sesuai dengan sikap

sosial yang ditunjukkan oleh peserta didik dalam kelompok dengan kriteria sebagai

berikut:

Baik sekali (A) : skor 81-90

Baik (B) : skor 71-80

Cukup (C) : skor 61-70

Kurang (D) : skor 51-60

Page 157: KARYA A. A. NAVIS DAN IMPLIKASINYA PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/31984/3... · meluangkan waktu untuk penulis dalam proses ... semangat dan waktu yang

“Kuis Uji Kecocokan”

Tahapan

alur

Pengertian

alur

Unsur

latar

tokoh-tokoh

dalam cerita

Perbedaan

tokoh dan

penokohan

1) tokoh utama dan

tokoh tambahan

2) tokoh protagonis dan

antagonis

3) tokoh sederhana dan

tokoh bulat

4) tokoh statis dan

berkembang

5) tokoh tipikal dan

netral

1) Tempat

2) Waktu

3) Sosial-Budaya

Rangkaian cerita yang

dibentuk oleh tahap-tahapan

peristiwa sehingga menjadi

sebuah cerita yang

dihadirkan oleh para pelaku

dalam suatu cerita.

1) Penyituasian

2) Pemunculan konflik

3) Peningkatan konflik

4) Klimaks

5) Penyelesaian

Tokoh adalah pembawa

peristiwa dalam cerita

rekaan sehingga terjalin

suatu cerita, sedangkan

cara pengarang dalam

menampilkan tokoh disebut

sebagai penokohan.

Page 158: KARYA A. A. NAVIS DAN IMPLIKASINYA PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/31984/3... · meluangkan waktu untuk penulis dalam proses ... semangat dan waktu yang

Jawaban “Kuis Uji Kecocokan”

Pedoman penskoran:

Jumlah benar x 20 = 100

Tahapan

alur

Pengertian

alur

Unsur

latar

tokoh-tokoh

dalam cerita

Perbedaan

tokoh dan

penokohan

1) tokoh utama dan

tokoh tambahan

2) tokoh protagonis dan

antagonis

3) tokoh sederhana dan

tokoh bulat

4) tokoh statis dan

berkembang

5) tokoh tipikal dan

netral

1) Tempat

2) Waktu

3) Sosial-Budaya

Rangkaian cerita yang

dibentuk oleh tahap-tahapan

peristiwa sehingga menjadi

sebuah cerita yang

dihadirkan oleh para pelaku

dalam suatu cerita.

1) Penyituasian

2) Pemunculan konflik

3) Peningkatan konflik

4) Klimaks

5) Penyelesaian

Tokoh adalah pembawa

peristiwa dalam cerita

rekaan sehingga terjalin

suatu cerita, sedangkan

cara pengarang dalam

menampilkan tokoh disebut

sebagai penokohan.

Page 159: KARYA A. A. NAVIS DAN IMPLIKASINYA PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/31984/3... · meluangkan waktu untuk penulis dalam proses ... semangat dan waktu yang
Page 160: KARYA A. A. NAVIS DAN IMPLIKASINYA PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/31984/3... · meluangkan waktu untuk penulis dalam proses ... semangat dan waktu yang
Page 161: KARYA A. A. NAVIS DAN IMPLIKASINYA PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/31984/3... · meluangkan waktu untuk penulis dalam proses ... semangat dan waktu yang
Page 162: KARYA A. A. NAVIS DAN IMPLIKASINYA PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/31984/3... · meluangkan waktu untuk penulis dalam proses ... semangat dan waktu yang
Page 163: KARYA A. A. NAVIS DAN IMPLIKASINYA PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/31984/3... · meluangkan waktu untuk penulis dalam proses ... semangat dan waktu yang
Page 164: KARYA A. A. NAVIS DAN IMPLIKASINYA PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/31984/3... · meluangkan waktu untuk penulis dalam proses ... semangat dan waktu yang
Page 165: KARYA A. A. NAVIS DAN IMPLIKASINYA PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/31984/3... · meluangkan waktu untuk penulis dalam proses ... semangat dan waktu yang
Page 166: KARYA A. A. NAVIS DAN IMPLIKASINYA PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/31984/3... · meluangkan waktu untuk penulis dalam proses ... semangat dan waktu yang
Page 167: KARYA A. A. NAVIS DAN IMPLIKASINYA PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/31984/3... · meluangkan waktu untuk penulis dalam proses ... semangat dan waktu yang
Page 168: KARYA A. A. NAVIS DAN IMPLIKASINYA PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/31984/3... · meluangkan waktu untuk penulis dalam proses ... semangat dan waktu yang

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Madhensia Putri Pratiwi lahir di

Tangerang 2 Maret 1993. Anak pertama dari

Bapak Medi Prayitno dan Ibu Budiwiyati ini

memulai pendidikan dasar di SD Negeri

Pondok Makmur, lalu melanjutkan

pendidikannya di SMP Negeri 8 Tangerang.

Kemudian, ia melanjutkan pendidikan di SMA

Negeri 5 Tangerang sebelum akhirnya memilih

untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang yang

lebih tinggi yakni di Universitas Islam Negeri

Jakarta. Dari kecil penulis bercita-cita untuk

menjadi seorang guru. Itulah yang menjadi

salah satu alasan penulis memilih Fakultas

Ilmu Tarbiyah dan Keguruan dengan

mengambil jurusan Pendidikan Bahasa dan

Sastra Indonesia.

Penulis termasuk orang yang menyukai

kesenian, hal ini terlihat dari kecil hingga

sekarang sering mengikuti pementasan seni. Ia tercatat pernah memenangkan lomba tari

tradisional di sebuah mall. Ia juga sempat mengikuti kegiatan POSTAR (Pojok Seni

Tarbiyah) dengan mengambil elemen saman. Selain itu penulis juga sempat mengikuti

beberapa pementasan drama yakni pementasan drama 1001 Malam yang diselenggarakan

oleh POSTAR, drama Cipoa karya Putu Wijaya yang diselenggarakan oleh jurusan PBSI

(Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia), dan drama Cannibalogy karya Benny Johanes

yang diselenggarakan oleh UKM Teater Syahid.