karakteristik ibu yang melahirkan bayi dengan bblr di rskm tahun 2013
DESCRIPTION
berat badan lahir rendahTRANSCRIPT
KARAKTERISTIK IBU YANG MELAHIRKAN BAYI DENGAN BERAT
BADAN LAHIR RENDAH (BBLR)
DI RUMAH SAKIT KRAKATAU MEDIKA
TAHUN 2013
PROPOSAL
KARYA TULIS ILMIAH
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat
Dalam Menyelesaikan Pendidikan Diploma III Kebidanan
Disusun Oleh :
Gayeta Suisa Febiola
12006
AKADEMI KEBIDANAN AL-ISHLAH CILEGON
2015
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Target pencapaian poin ke-4 MDGs (Millenium Development Goals) yaitu
menurunkan angka kematian bayi dan balita 2/3 dari tahun 1990-2015.
Kematian bayi dan balita umumnya disebabkan oleh penyakit infeksi, BBLR
(Berat Badan Lahir Rendah), malaria, campak, dan HIV (Human
Immunodeficiency Virus). (WHO, 2012)
Prevalensi Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR) menurut WHO (World Health
Organization) tahun 2012 diperkirakan 15% dari seluruh kelahiran di dunia
dengan batasan 3,3%-38% dan lebih sering terjadi di negara-negara
berkembang atau sosio-ekonomi rendah. Secara statistik menunjukkan 90%
kejadian Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR) didapatkan di negara berkembang
dan angka kematiannya 35 kali lebih tinggi dibanding pada bayi dengan berat
lahir lebih dari 2500 gram. (UNICEF, 2012)
Asia Tenggara mempunyai insidensi Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR)
paling tinggi yaitu 27% dari seluruh kelahiran bayi berat badan lahir rendah di
dunia. Data terakhir pada tahun 2010, angka kejadian Bayi Berat Lahir Rendah
(BBLR) di Indonesia sebesar 11,1% yang mana masih berada diatas angka
rata-rata Thailand 6,6% dan Vietnam 5,3%. (Ragil, 2013)
Angka kejadian BBLR di Indonesia tahun 2013 cenderung menurun dari
tahun 2010 tetapi masih terdapat 10,2% bayi dengan berat badan lahir rendah.
Angka kejadian di Indonesia sangat bervariasi antara satu daerah dengan
daerah lain, yaitu berkisar antara 9%-30%, hasil studi di 7 daerah multisenter
diperoleh angka BBLR (Bayi Berat Lahir Rendah) dengan rentang 2.1%-17,2
%. Proporsi BBLR (Bayi Berat Lahir Rendah) dapat diketahui berdasarkan
estimasi dari Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI). Secara
nasional berdasarkan analisa lanjut SDKI, angka BBLR sekitar 7,5 %. Angka ini
lebih besar dari target pemerintahan Joko Widodo-Jusuf Kalla yang
menargetkan pada 2019 nanti Indonesia sudah terlepas dari persoalan gizi.
Menurut Survei Demografi dan Kesehatan (SDKI) 2012, sekitar 57% kematian
bayi terjadi pada bayi umur dibawah 1 bulan dan utamanya disebabkan oleh
gangguan perinatal dan bayi berat lahir rendah. Menurut perkiraan, setiap
tahunnya sekitar 400.000 bayi lahir dengan berat badan rendah. (SDKI, 2012)
Provinsi Banten termasuk ke dalam 20 Provinsi dengan kejadian BBLR
tertinggi dari 34 provinsi yang ada di Indonesia. Adapun angka kejadiannya
meningkat dari tahun 2010 sampai 2013. Dan dari 1286 jumlah kematian bayi di
Provinsi Banten pada tahun 2013, BBLR (Bayi Berat Lahir Rendah) menjadi
penyebab terbanyak ke-dua dengan persentase 34.16% (345 kasus). (Profil
Kesehatan Banten, 2014)
Kematian bayi neonatus atau bayi berumur 28 hari pada tahun 2013, yakni
sebanyak 53 bayi. Dengan rincian 28 bayi akibat berat badan lahir rendah,
asifiksi atau sesak nafas ada sebanyak 17 bayi, kongenital sebanyak 5 bayi,
dan penyebab lainnya ada sebanyak 3 bayi. Dimana di Kota Cilegon, pada
tahun 2013, terdapat 310 kasus BBLR yang tercatat di Dinas Kesehatan Kota
Cilegon. Dimana, Kota Cilegon, terdapat 8 puskesmas dan 2 rumah sakit utama,
yaitu RSUD Cilegon dan RS Krakatau Medika. Adapun proporsi kejadian BBLR
di Seluruh di puskesmas dikota cilegon sebesar 29.67%. sedangkan di RSUD
kota Cilegon proporsinya 32.59%, dan di RSKM 37,74%. (Dinas Kesehatan
Kota Cilegon, 2013)
BBLR adalah bayi dengan berat lahir kurang dari 2500 gram tanpa
memandang masa gestasi (Ikatan Dokter Anak Indonesia, 2012). Dahulu
dengan neonatus yang berat badan lahir kurang dari 2500 gram ataupun
dengan lahir 2500 gram disebut dengan premature. Namun WHO mengganti
semua bayi yang baru lahir dengan berat lahir kurang dari 2500 gram disebut
Low Birth Weight Infants (BBLR). (Yushananta, 2010)
Berdasarkan uraian diatas, bahwa kejadian BBLR masih menyumbang
angka penyebab tingginya AKB di Cilegon tahun 2013, sehingga Peneliti tertarik
untuk melakukan penelitian tentang Karakteristik ibu yang yang melahirkan bayi
dengan Berat Badan Lahir Rendah di Rumah Sakit Krakatau Medika tahun
2013.
1.2 Rumusan Masalah
Bagaimanakah karakteristik ibu yang melahirkan bayi dengan BBLR di
Rumah Sakit Krakatau Medika pada tahun 2013?
1.3 Tujuan
1.3.1 Tujuan Umum
Untuk mengetahui karakteristik ibu yang melahirkan bayi dengan BBLR
di Rumah Sakit Krakatau Medika (RSKM) tahun 2013.
1.3.2 Tujuan khusus
1.3.2.1 Mengetahui distribusi frekuensi ibu yang melahirkan bayi dengan
BBLR dan bukan BBLR di RSKM tahun 2013
1.3.2.2 Mengetahui distribusi frekuensi ibu yang melahirkan bayi dengan
BBLR di RSKM tahun 2013 berdasarkan usia kehamilan saat
melahirkan
1.3.2.3 Mengetahui distribusi frekuensi ibu yang melahirkan bayi dengan
BBLR di RSKM tahun 2013 berdasarkan usia ibu
1.3.2.4 Mengetahui distribusi frekuensi ibu yang melahirkan bayi dengan
bblr di RSKM tahun 2013 berdasarkan paritas
1.3.2.5 Mengetahui distribusi frekuensi ibu yang melahirkan bayi dengan
BBLR di RSKM tahun 2013 berdasarkan jarak kehamilan
1.3.2.6 Mengetahui distribusi frekuensi ibu yang melahirkan bayi dengan
BBLR di RSKM tahun 2013 berdasarkan status anemia
1.4 Manfaat penelitian
1.4.1 Bagi Rumah Sakit
Memberikan gambaran tentang kejadian BBLR beserta karakteristik ibu
yang didapatkan dari hasil penelitian.
1.4.2 Bagi Institusi
Memberikan gambaran karakteristik ibu yang melahirkan bayi daengan
BBLR di RSKM dan sebagai referensi dalam penelitian selanjutnya.
1.4.3 Bagi Masyarakat
Sebagai bahan informasi mengenai kejadian BBLR, sehingga
diharapkan ada tindakan pencegahan terhadap kejadian BBLR.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR)
2.1.1 Definisi
Bayi berat badan lahir rendah adalah bayi yang lahir dengan berat
badan kurang dari 2500 gram. Penyebab terjadinya BBLR antara lain
karena ibu hamil anemia, kurang suplai gizi waktu dalam kandungan,
ataupun lahir kurang bulan. Bayi yang lahir dengan berat badan rendah
perlu penanganan yang serius, karena pada kondisi tersebut bayi mudah
sekali mengalami hipotermi yang biasanya akan menjadi penyebab
kematian. (Depkes RI, 2009).
Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR) ialah bayi baru lahir yang berat
badannya saat lahir kurang dari 2500 gram (sampai dengan 2499 gram).
(Sarwono Prawirohardjo, 2010).
BBLR adalah bayi yang lahir dengan berat badan kurang dari 2500
gram tanpa memandang masa kehamilan. Dahulu neonatus dengan
berat badan lahir kurang dari 2500 gram atau sama dengan 2500 gram
disebut prematur. Pada tahun 1961 oleh WHO semua bayi yang baru
lahir dengan berat kurang 2500 gram disebut Low Birth Weight Infants
(Proverawati, 2010).
2.1.2 Etiologi
Menurut Mitayani (2011) etiologi atau penyebab dari BBLR maupun usia
bayi belum selesai dengan masa gestasinya sebagai berikut :
2.1.2.1 Komplikasi obstetric
a. Multiple gestation
b. Incompetence
c. Pro (Premature Rupture Of Membrane)
d. Pregnancy Induce Hypertention (PIH)
e. Plasenta previa
f. Ada riwayat kelahiran premature
2.1.2.2 Komplikasi Medis
a. Diabetes Maternal
b. Hipertensi Kronis
c. Infeksi traktus urinarius
2.1.2.3 Faktor ibu
a. Penyakit : hal yang berhubungan dengan kehamilan seperti
toksemia gravidarum, perdarahan antepartum, trauma fisik,
infeksi akut, serta kelainan kardiovaskuler.
b. Gizi ibu hamil : Keadaan gizi ibu sebelum hamil, sangat
besar pengaruhnya pada berat badan bayi yang dilahirkan.
Pertumbuhan dan perkembangan janin dalam kandungan
sangat dipengaruhi oleh makanan yang dimakan oleh
ibunya. Agar dapat melahirkan bayi normal, ibu perlu
mendapatkan asupan gizi yang cukup.
Kekurangan gizi pada ibu hamil dapat mempengaruhi
proses pertumbuhan janin dan dapat menimbulkan
keguguran, abortus, bayi lahir mati, kematian neonatal,
cacat bawaan, anemia pada bayi, asfiksia intra partum (mati
dalam kandungan), lahir dengan berat badan lahir rendah
(BBLR) (Lubis, 2003).
c. Usia ibu : angka kejadian prematuritas tertinggi ialah pada
usia ibu dibawah 20 tahun dan multi gravid yang jarak
kelahirannya terlalu dekat.
d. Keadaan sosioal ekonomi : keadaan ini sangat berpengaruh
terhadap timbulnya prematuritas, kejadian yang tinggi
terdapat pada golongan sosial ekonomi yang rendah. Hal ini
disebabkan oleh keadaan gizi yang kurang baik dan
pengawasan antenatal yang kurang.
e. Kondisi ibu saat hamil : peningkatan berat badan ibu yang
2.1.2.4 Faktor janin
Hidramnion, polihidramnion, kehamilan ganda, dan kelainan
janin.
2.1.3 Patofisiologi BBLR
2.1.3.1 Secara umum bayi BBLR ini berhubungan dengan usia
kehamilan yang belum cukup bulan (prematur) disamping itu
juga disebabkan dismaturitas. Artinya bayi lahir cukup bulan
(usia kehamilan 38 minggu), tapi berat badan (BB) lahirnya lebih
kecil ketimbang masa kehamilannya, yaitu tidak mencapai 2.500
gram. Biasanya hal ini terjadi karena adanya gangguan
pertumbuhan bayi sewaktu dalam kandungan yang disebabkan
oleh penyakit ibu seperti adanya kelainan plasenta, infeksi,
hipertensi dan keadaan-keadaan lain yang menyebabkan suplai
makanan ke bayi jadi berkurang.
2.1.3.2 Gizi yang baik diperlukan seorang ibu hamil agar pertumbuhan
janin tidak mengalami hambatan, dan selanjutnya akan
melahirkan bayi dengan berat normal. Dengan kondisi
kesehatan yang baik, system reproduksi normal, tidak menderita
sakit, dan tidak ada gangguan gizi pada masa pra hamil
maupun saat hamil, ibu akan melahirkan bayi lebih besar dan
lebih sehat daripada ibu dengan kondisi kehamilan yang
sebaliknya. Ibu dengan kondisi kurang gizi kronis pada masa
hamil sering melahirkan bayi BBLR, vitalitas yang rendah dan
kematian yang tinggi, terlebih lagi bila ibu menderita anemia.
2.1.3.3 Anemia dapat didefinisikan sebagai kondisi dengan kadar Hb
berada di bawah normal. Anemia defisiensi besi merupakan
salah satu gangguan yang paling sering terjadi selama
kehamilan. Ibu hamil umumnya mengalami deplesi besi
sehingga hanya memberi sedikit besi kepada janin yang
dibutuhkan untuk metabolisme besi yang normal. Selanjutnya
mereka akan menjadi anemia pada saat kadar hemoglobin ibu
turun sampai di bawah 11 gr/dl selama trimester III. Kekurangan
zat besi dapat menimbulkan gangguan atau hambatan pada
pertumbuhan janin baik sel tubuh maupun sel otak. Anemia gizi
dapat mengakibatkan kematian janin didalam kandungan,
abortus, cacat bawaan, BBLR, anemia pada bayi yang
dilahirkan, hal ini menyebabkan morbiditas dan mortalitas ibu
dan kematian perinatal secara bermakna lebih tinggi. Pada ibu
hamil yang menderita anemia berat dapat meningkatkan resiko
morbiditas maupun mortalitas ibu dan bayi, kemungkinan
melahirkan bayi BBLR dan prematur juga lebih besar.
2.1.4 Klasifikasi BBLR
2.1.4.1 Prematuritas murni
Prematurita murni adalah masa gestasinya kurang dari 37
minggu dan berat badannya sesuai dengan berat badan untuk
masa gestasi itu. Prematurutas murni biasa disebut neonatus
kurang bulan sesuai untuk masa kehamilan (NKB SMK). Pada
bayi prematur mempunyai ciri-ciri antara lain:
a. Berat lahir sama dengan atau kurang dari 2500 gram
b. Panjang badan kurang atau sama dngan 45 cm
c. Lingkar dada kurang dari 30 cm
d. Lingkar kepala kurang dari 33 cm
e. Umur kehamilan kurang dari 37 minggu
f. Kulit tipis
g. Lanugo banyak
h. Lemak subkutan kurang
i. Sering tampak peristaltic usus
j. Tangisan lemah dan jarang
k. Pernafasan tidak teratur dan sering terjadi apnea
l. Reflek tonik leher lemah dan reflek moro positif
m. Gerakan otot jarang tetapi lebih dari bayi cukup bulan
2.1.4.2 Dismaturitas
Dismaturitas adalah bayi lahir dengan berat badan kurang dari
seharusnya untuk masa gestasi itu. Berarti bayi mengalami
retardasi pertumbuhan intrauterine dan merupakan bayi yang
kecil untuk masa kehamilannya (KMK) (Manuaba, 2010).
Dismatur dapat terjadi dalam 3 kemungkinan, yaitu preterm
(neonatus kurang bulan-kecil masa kehamilan), term (neonatus
cukup bulan-kecil masa kehamilan), dan postterm (neonatus
lebih bulan-kecil masa kehamilan).
Ciri-ciri bayi dismaturitas antara lain:
a. Berat kurang dari berat badan untuk masa gestasinya
b. Umur kehamilan lebih kecil atau sama dengan 37 minggu
c. Kulit kering keriput dan mudah diangkat
d. Lanugo sedikit
e. Lemak subkutan kurang atau sedikit
f. Panjang badan dan lingkar kepala normal pada umur
kehamilan lebih dari 37 minggu
g. Bayi kelihatan kurus dan lebih panjang (Pantiwati, 2010).
2.1.5 Diagnosis
Menegakkan diagnosis BBLR adalah dengan mengukur berat lahir bayi,
dapat diketahui dengan dilakukan anamnesis, pemeriksaan fisik dan
pemeriksaan penunjang.
2.1.5.1 Anamnesis
Riwayat yang perlu ditanyakan pada ibu dalam anamnesis untuk
menegakkan mencari etiologi dan faktor-faktor yang
berpengaruh terhadap terjadinya BBLR:
a. Umur ibu
b. Riwayat hari pertama haid terakhir
c. Riwayat persalinan sebelumnya
d. Parietas, jarak kelahiran sebelumnya
e. Kenaikan berat badan selama hamil
f. Aktivitas
g. Penyakit yang diderita selama hamil
h. Obat-obatan yang diminum selama hamil
2.1.5.2 Pemeriksaan fisik
Yang dapat dijumpai saat pemeriksaan fisik pada bayi BBLR
antara lain:
a. Berat badan
b. Tanda-tanda prematuritas (pada bayi kurang bulan)
c. Tanda bayi cukup bulan atau lebih bulan (bila bayi kecil
untuk masa kehamilan)
2.1.5.3 Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan antara lain:
a. Pemeriksaan skor ballard
b. Tes kocok (shake test), dianjurkan untuk bayi kurang bulan.
Sebaiknya dilakukan pada bayi yang berusia < 1jam dengan
mengambil cairan amnion yang tertelan dilambung dan bayi
belum diberikan makanan. Cairan amnion 0,5 cc ditambah
garam faal 0,5 cc, kemudian ditambah 1 cc alcohol 95 %
dicampur dalam tabung kemudian kocok 15 detik, kemudian
diamkan selama 15 menit dengan tabung tetap berdiri
(+) : bila terdapat gelembung-gelembung yang membentuk
cincin artinya surfaktan terdapat dalam paru dalam jumlah
yang cukup.
(-) : bila tidak ada gelembung atau gelembung sebanyak ½
permukaan artinya paru – paru belum matang / tidak ada
surfaktan.
ragu : bila terdapat gelembung tapi tidak ada cincin jika
hasilnya ragu maka tes harus diulang
c. Darah rutin, glukosa darah, kalau perlu dan tersedia fasilitas
diperiksa kadar elektrolit dan analisa gas darah
d. Foto dada ataupun babygram diperlukan pada bayi baru
lahir dengan umur kehamilan kurang bulan dimulai pada
umur 8 jam atau didapat/diperkirakan akan terjadi sindrom
gawat napas. Gambaran foto toraks pad bayi dengan
penyakit membran hyaline karena kekurangan surfaktan
berupa terdapatnya retikulogranular pada parenkin dan
grukogram udara. Pada kondisi berat hanya tampak
gambaran white long (Mansjoer,dkk)
e. USG kepala terutama pada bayi dengan umur kehamilan
<37minggu dimulai pada umur 2 hari untuk mengetahui
adanya hidrosefalus atau perdarahan intra cranial dengan
menyisualisasi ventrikel dan struktur otak garis tengah
dengan fontanel anterior yang terbuka.(Merensten)
2.1.6 Prognosis
Prognosis BBLR ini tergantung dari berat ringannya masalah perinatal
misalnya masa gestasi (makin muda gestasi/makin rendah berat bayi
makin tinggi angka kematian), asfiksia/istemia otak, sindroma gangguan
pernapasan, perdarahan intravertikuer, displosia bronkopulmonal
retrolental, fibroplasia, infeksi, gangguan metabolik (asidosis
hipoglikemia, hiperbilirubinemia). Prognosis juga tergantung dari keadaan
sosial ekonomi, pendidikan orang tua dan perawatan pada saat
kehamilan, persalinan dan postnatal (pengaturan suhu lingkungan
resusitasi makanan, mencegah infeksi, mengatasi gangguan
pernafasan, asfiksia hiperbilirubinemia, hipoglikemia, dan lain – lain).
(Wiknjosastro H, 2011).
Prognosis akan lebih buruk bila BB makin rendah, angka kematian sering
disebabkan karena komplikasi neonatal seperti asfiksia, aspirasi,
pneumonia, perdarahan intrakranial, hipoglikemia. Bila hidup akan
dijumpai kerusakan saraf, gangguan bicara, IQ rendah.
2.1.7 Masalah-masalah yang Terjadi Pada BBLR
2.1.7.1 Suhu tubuh
a. Pusat pengatur nafas badan masih belum sempurna
b. Luas badan bayi relatif besar sehingga penguapannya
bertambah
c. Otot bayi masih lemah
d. Lemak kulit dan lemak coklat kurang, sehingga cepat
kehilangan panas badan
e. Kemampuan metabolisme panas masih rendah perlu
diperhatikan agar tidak terlalu banyak kehilangan panas
badan dan dapat dipertahankan sekitar 36o sampai 37o.
2.1.7.2 Pernafasan
a. Pusat pengatur pernafasan belum sempurna
b. Surfaktan paru-paru masih kurang sehingga
perkembangannya tidak sempurna
c. Otot pernafasan dan tulang iga lemah
d. Dapat disertai penyakit-penyakit maka maun membrane,
mudah infeksi paru-paru, gagal pernafasan.
2.1.7.3 Alat pencernaan makanan
a. Belum berfungsi sempurna, sehingga penyerapan makanan
dengan banyak lemah / kurang baik.
b. Aktivitas otot pencernaan makanan masih belum sempurna,
sehingga pengosongan lambung berkurang
c. Mudah terjadi regurgitasi isi lambung dan dapat
menimbulkan aspirasi pneumonia.
2.1.7.4 Hepar yang belum matang (immatur)
Mudah menimbulkan gangguan pemecahan bilirubin, sehingga
mudah terjadi hiperbilirubinemia (kuning) sampai kena uterus.
2.1.7.5 Ginjal masih belum malang (immature)
Kemampuan mengatur pembuangan sisa metabolisme dan air
masih belum sempurna sehingga mudah terjadi edema.
2.1.7.6 Perdarahan dalam otot
a. Pembuluh darah bayi premature masih rapuh dan mudah
pecah
b. Sering mengalami gangguan pernafasan, sehingga
memudahkan terjadi perdarahan dalam otak.
c. Perdarahan dalam otak memperburuk keadaan dan
menyebabkan kematian bayi
d. Pemberian O2 belum mampu diatur sehingga
mempermudah terjadi perdarahan dan nekrosis.
2.1.8 Monitoring
2.1.8.1 Kenaikan BB dan pemberian minum setelah umur 7 hari
Bayi akan kehilangan berat selama 7-10 hari pertama. Bayi
berat lahir >1500 gram dapat kehilangan BB sampai 10% dari
berat lahir. Berat lahir biasanya tercapai kembali dalam 14 hari
kecuali apabila terjadi komplikasi. Setelah berat lahir tercapai
kembali, kenaikan berat badan selama 3 bulan seharusnya 150-
200 gram seminggu untuk bayi <1500gram (misalnya 20-30
gram/hari) 200-250 gram seminggu untuk bayi 1500-2500 gram
(misalnya 30-35 gram/hari). Bila bayi sudah mendapat ASI
secara penuh (pada semua kategori berat) dan telah berusia
lebih dari 7 hari:
a. Tingkatkan jumlah ASI dengan 20ml/kg/hari sampai tercapai
jumlah 180ml/kg/hari.
b. Tingkatkan jumlah ASI sesuai dengan kenaikan berat badan
bayi agar jumlah pemberian ASI tetap 180ml/kg/hari.
c. Apabila kenaikan berat tidak adekuat, tingkatkan jumlah
pemberian ASI sampai 200ml/kg/hari.
2.1.8.2 Tanda kecukupan pemberian ASI
a. Kencing minimal 6 kali dalam 24 jam
b. Bayi tidur lelap setelah pemberian ASI
c. BB bayi naik
2.1.8.3 Pemulangan penderita
Bayi suhu stabil. Toleransi minum per oral baik, diutamakan
pemberian ASI. Bila tidak bisa diberikan ASI dengan cara
menetek dapat diberikan dengan alternative cara pemberian
minum yang lain. Ibu sanggup merawat BBLR di rumah.
2.1.9 Penatalaksanaan Medis
2.1.9.1 Pengaturan suhu lingkungan
Bayi berat lahir rendah mudah dan cepat sekali menderita
hipotermia bila berada di lingkungan yang dingin. Kehilangan
panas disebabkan oleh permukaan tubuh yang relatif lebih luas
bila dibandingkan dengan berat badan.
Terapi inkubator, dengan pengaturan suhu :
a. BB < 2 kg : 350C
b. BB 2 kg – 2,5 kg : 340C
Suhu inkubator diturunkan 10C setiap minggu, sampai bayi
dapat ditempatkan pada suhu lingkungan setiap ± 24 – 270C.
Bayi dalam inkubator harus dalam keadaan telanjang untuk
memudahkan observasi terhadap pernafasan dan warna kulit
(biru, kuning). Bila inkubator tidak ada, pemanasan dapat
dilakukan dengan membungkus bayi dan meletakkan botol
hangat di sekitarnya atau dengan memasang lampu didekat
tempat tidur bayi. Cara lain untuk mempertahankan suhu tubuh
bayi sekitar 36,5°C-37,5°C adalah dengan memakai alat
perspexbeat sbield yang diselimuti pada bayi didalam incubator,
alat ini berguna untuk mengurangi kehilangan panas karena
radiasi.
2.1.9.2 Makanan Bayi Berat Badan Lahir Rendah
Umumnya refleks menghisap belum sempurna. Kapasitas
lambung masih kecil dan daya enzim pencernaan (lipase) masih
kurang, sedangkan kebutuhan protein 3-5 gr/kg BB dan kalori
110 Kal/kg BB sehingga pertumbuhannya dapat meningkat.
Pemberian minum bayi sekitar 3 jam setelah lahir dan didahului
dengan menghisap cairan lambung. ASI merupakan makanan
yang paling utama, sehingga ASI yang paling dahulu diberikan.
Bila kurang, maka ASI dapat diperas dan di minumkan
perlahan-lahan atau dengan memasang sonde menuju
lambung. Permulaan cairan diberikan sekitar 50-60 cc/kg
BB/hari dan terus dinaikkan sampai mencapai sekitar 200 cc/kg
BB/hari. Pemberian makanan dilakukan menggunakan pipet
sedikit namun sering, perhatikan kemungkinan terjadinya
pneumonia aspirasi. (Wiknjosastro H, 2011)
2.1.9.3 Menghindari Infeksi
Bayi Berat lahir rendah mudah sekali terkena infeksi, karena
daya tahan tubuh yang masih lemah, kemampuan leukosit
masih kurang, dan pembentukan antibodi belum sempurna.
Oleh karena itu, upaya preventif sudah dilakukan sejak
pengawasan antenatal sehingga tidak terjadi persalinan
prematuritas (BBLR). Dengan demikian perawatan dan
pengawasan bayi prematuritas secara khusus dan terisolasi
dengan baik. (Manuaba I.B.G, 2010)
2.1.10 Pencegahan
Pada kasus bayi berat lahir rendah (BBLR) pencegahan/preventif adalah
langkah yang penting. Hal-hal yang dapat dilakukan adalah :
2.1.10.1 Meningkatkan pemeriksaan kehamilan secara berkala minimal 4
kali selama kurun kehamilan dan dimulai sejak umur kehamilan
muda. Ibu hamil yang diduga berisiko, terutama faktor risiko
yang mengarah melahirkan bayi BBLR harus cepat dilaporkan,
dipantau dan dirujuk pada institusi pelayanan kesehatan yang
lebih mampu.
2.1.10.2 Penyuluhan kesehatan tentang pertumbuhan dan
perkembangan janin dalam rahim, tanda tanda bahaya selama
kehamilan dan perawatan diri selama kehamilan agar mereka
dapat menjaga kesehatannya dan janin yang dikandung dengan
baik
2.1.10.3 Hendaknya ibu dapat merencanakan persalinannya pada kurun
umur reproduksi sehat (20-34 tahun)
2.1.10.4 Perlu dukungan sektor lain yang terkait untuk turut berperan
dalam meningkatkan pendidikan ibu dan status ekonomi
keluarga agar mereka dapat meningkatkan akses terhadap
pemanfaatan pelayanan antenatal dan status gizi ibu selama
hamil
2.1.11 Faktor-faktor yang mempengaruhi bayi lahir dengan BBLR
Menurut Depkes terdapat tiga faktor yang mempengaruhi terjadinya
BBLR, yaitu:
2.1.11.1 Faktor ibu
2.1.11.1.1 Usia kehamilan saat melahirkan
Menurut Ratih tahun 2012 kehamilan yang kurang
dari 37minggu merupakan penyebab utama
terjadinya BBLR. Semakin pendek usia kehamilan
maka pertumbuhan janin semakin belum sempurna,
baik itu organ reproduksi dan organ pernafasan oleh
karena itu ia mengalami kesulitan untuk hidup diluar
uterus ibunya.
2.1.11.1.2 Umur kurang dari 20 tahun atau lebih dari 35 tahun
Kelahiran bayi BBLR lebih tinggi pada ibu-ibu muda
berusia kurang dari 20 tahun. Remaja seringkali
melahirkan bayi dengan berat lebih rendah. Hal ini
terjadi karena mereka belum matur dan mereka
belum memiliki sistem transfer plasenta se-efisien
wanita dewasa. Pada ibu yang tua meskipun
mereka telah berpengalaman, tetapi kondisi
badannya serta kesehatannya sudah mulai
menurun sehingga dapat memengaruhi janin intra
uterin dan dapat menyebabkan kelahiran BBLR.
Faktor usia ibu bukanlah faktor utama kelahiran
BBLR, tetapi kelahiran BBLR tampak meningkat
pada wanita yang berusia di luar usia 20 sampai 35
tahun.
2.1.11.1.3 Paritas ibu
Anak lebih dari 4 dapat menimbulkan gangguan
pertumbuhan janin sehingga melahirkan bayi
dengan berat lahir rendah dan perdarahan saat
persalinan karena keadaan rahim biasanya sudah
lemah
2.1.11.1.4 Jarak hamil dan persalinan terlalu dekat
Jarak kehamilan kurang dari 2 tahun dapat
menimbulkan pertumbuhan janin kurang baik,
persalinan lama dan perdarahan pada saat
persalinan karena keadaan rahim belum pulih
dengan baik. Ibu yang melahirkan anak dengan
jarak yang sangat berdekatan (di bawah dua tahun)
akan mengalami peningkatan risiko terhadap
terjadinya perdarahan pada trimester III, termasuk
karena alasan plasenta previa, anemia dan ketuban
pecah dini serta dapat melahirkan bayi dengan
berat lahir rendah.
2.1.11.1.5 Anemia (Kadar Haemoglobin)
Anemia dalam kehamilan akan menyebabkan resiko
keguguran, persalinan premature, hambatan
tumbuh kembang janin dalam rahim, mudah terjadi
infeksi, hiperemesis gravidarum, perdarahan
antepartum, ketuban pecah dini dan pada saat
persalinan dapat mengakibatkan gangguan his-
kekuatan mengejan, partus lama, retensio pasenta,
perdarahan post partum primer maupun sekunder
(Wiknjosastro, 2008).
Sedangkan pengaruh anemia terhadap janin dapat
terjadi gangguan seperti: abortus, kematian
intrauterine, persalinan prematuritas tinggi, berat
badan lahir rendah, kelahiran dengan anemia, dapat
terjadi cacat bawaan. Sekalipun tampaknya janin
mampu menyerap berbagai kebutuhan dari ibunya
tetapi dengan anemia dapat mengurangi
kemampuan metabolisme tubuh sehingga
mengganggu pertumbuhan dan perkembangan
janin dalam rahim (Wiknjosastro, 2007).
Suplai zat-zat gizi ke janin yang sedang tumbuh
tergantung pada jumlah darah ibu yang mengalir
keplasenta dan zat-zat makanan yang diangkutnya.
Efisiensi plasenta dalam mengkonsentrasikan,
mensintesis dan transport zat-zat makanan
menentukan suplai makanan ke janin. Pada ibu
hamil yang anemia, pasikan oksigen, masukan
nutrisi berkurang sehingga akan mengakibatkan
gangguan pertumbuhan dan perkembangan janin
(Manuaba, 2010).
2.1.11.1.6 Tingkat pendidikan
Tingkat pendidikan merupakan faktor yang
berpengaruh secara tidak langsung terhadap
kejadian BBLR namun bias dijelaskan secara
sederhana bahwa semakin tinggi tingkat pendidikan
seorang maka semakin banyak pula informasi yang
bias dia dapatkan mengenai BBLR sehingga secara
otomatis semakin banyak pula pengetahuannya
mengenai langkah langkahdalam pencegahan
BBLR.
Latar belakang pendidikan ibu mempunyai sikapnya
dalam memilih pelayanan kesehtan dan pola
konsumsi makan yang berhubungan juga dengan
peningkatan berat badan ibu semasa hamil
yangpada saatnya akan mempengaruhi kejadian
BBLR. Ibu yang berpendidikan rendah sulit untuk
menerima inovasi dan sebagian besar kurang
mengetahuinya pentingnya pra kelahiran.
Disamping itu juga mempunyai keterbatasn
mendapatkan velayanan kesehatan antenatal yang
adekuat, keterbatasan mengkonsumsi makanan
yang bergizi selama hamil. Kesemuanya ini akan
mengganggu kesehtan ibu dan janin, bahkan sering
mengalami keguguran atau lahir mati (Fajriyah,
2011)
2.1.2.10.11 Penyakit menahun ibu seperti hypertensi, jantung,
ganguan pembuluh darah (perokok)
a. Asma bronkiale
b. Infeksi saluran kemih dengan bakteriuria tanpa
gejala (asimptomatik)
c. Hipertensi
d. Gaya hidup
2.1.11.2 Faktor kehamilan
2.1.11.2.1 Hamil dengan hydramnion
Hidramnion atau kadang-kadang disebut juga
polihidramnion adalah keadaan di mana banyaknya
air ketuban melebihi 2000 cc. Hidramnion harus
dianggap sebagai kehamilan dengan risiko tinggi
karena dapat membahayakan ibu dan anak.
2.1.11.2.2 Hamil ganda
Berat badan satu janin pada kehamilan kembar
rata-rata 1000 gram lebih ringan daripada janin
kehamilan tunggal. Berat badan bayi yang baru lahir
umumnya pada kehamilan kembar kurang dari 2500
gram. Suatu faktor penting dalam hal ini ialah
kecenderungan terjadinya partus prematurus.
2.1.11.2.3 Perdarahan antepartum
Perdarahan antepartum merupakan perdarahan
pada kehamilan diatas 22 minggu hingga mejelang
persalinan yaitu sebelum bayi dilahirkan. Komplikasi
utama dari perdarahan antepartum adalah
perdarahan yang menyebabkan anemia dan syok
yang menyebabkan keadaan ibu semakin jelek.
Keadaan ini yang menyebabkan gangguan ke
plasenta yang mengakibatkan anemia pada janin
bahkan terjadi syok intrauterin yang mengakibatkan
kematian janin intrauterine. Bila janin dapat
diselamatkan, dapat terjadi berat badan lahir
rendah, sindrom gagal napas dan komplikasi
asfiksia.
2.1.11.2.4 Preeklamsi dan Eklampsi
Pre-eklampsia/ Eklampsia dapat mengakibatkan
keterlambatan pertumbuhan janin dalam kandungan
atau IUGR dan kelahiran mati. Hal ini disebabkan
karena Pre-eklampsia/Eklampsia pada ibu akan
menyebabkan perkapuran di daerah plasenta,
sedangkan bayi memperoleh makanan dan oksigen
dari plasenta, dengan adanya perkapuran di daerah
plasenta, suplai makanan dan oksigen yang masuk
ke janin berkurang.
2.1.11.2.5 Ketuban Pecah Dini
Ketuban Pecah Dini (KPD) disebabkan oleh karena
berkurangnya kekuatan membran yang diakibatkan
oleh adanya infeksi yang dapat berasal dari vagina
dan serviks. Pada persalinan normal selaput
ketuban biasanya pecah atau dipecahkan setelah
pembukaan lengkap, apabila ketuban pecah dini,
merupakan masalah yang penting dalam obstetri
yang berkaitan dengan penyulit kelahiran prematur
dan terjadinya infeksi ibu.
2.1.11.3 Faktor janin
2.1.11.3.1 Cacat bawaan / kelainan kongenital
Kelainan kongenital merupakan kelainan dalam
pertumbuhan struktur bayi yang timbul sejak
kehidupan hasil konsepsi sel telur. Bayi yang
dilahirkan dengan kelainan kongenital, umumnya
akan dilahirkan sebagai Bayi Berat Lahir Rendah
(BBLR) atau bayi kecil untuk masa kehamilannya.
Bayi Berat Lahir Rendah dengan kelainan
kongenital yang mempunyai berat kira-kira 20%
meninggal dalam minggu pertama kehidupannya .
2.1.11.3.2 Infeksi Dalam Rahim
Infeksi hepatitis terhadap kehamilan bersumber dari
gangguan fungsi hati dalam mengatur dan
mempertahankan metabolisme tubuh, sehingga
aliran nutrisi ke janin dapat terganggu atau
berkurang. pengaruh infeksi hepatitis menyebabkan
abortus atau persalinan prematuritas dan kematian
janin dalam rahim. Wanita hamil dengan infeksi
rubella akan berakibat buruk terhadap janin. Infeksi
ini dapat menyebabkan bayi berat lahir rendah,
cacat bawaan dan kematian janin.
BAB III
KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL
3.1. Kerangka Konsep
Berdasarkan tinjauan pustaka yang didapatkan oleh Peneliti, faktor-
faktor yang mempengaruhi terjadinya BBLR adalah faktor ibu yang meliputi
usia kehamilan saat melahirkan, umur ibu, paritas, jarak kehamilan, status
anemia, tingkat pendidikan dan penyakit menahun. Faktor kehamilan meliputi
hamil dengan hydramnion, hamil ganda, perdarahan antepartum, preeklamsi
dan eklamsi, serta ketuban pecah dini. Sedangkan faktor janin meliputi cacat
bawaan dan infeksi dalam rahim.
Namun dalam penelitian ini, peneliti hanya mengambil beberapa
variabel dikarenakan keterbatasan waktu dan tempat penelitian.
Variable Independent Variable Dependent
3.1.1. Variabel Bebas (variable independent)
Variabel independen dalam penelitian ini yaitu usia kehamilan
saat melahirkan, umur ibu, paritas, jarak kehamilan, status anemia, dan
tingkat pendidikan
3.1.2. Variabel Terikat (variable dependent)
Variabel dependen dalam penelitian ini adalah kejadian BBLR di
Rumah Sakit Krakatau Medika tahun 2013.
Usia kehamilan saat
melahirkan (Masa
gestasi)
Umur Ibu
Paritas
Jarak Kehamilan
Status Anemia
Kejadian BBLR di
Rumah Sakit
Krakatau Medika
tahun 2013
3.2. Definisi Operasional
Untuk memudahkan memahami penelitian ini dan mendapatkan
persepsi yang sama maka variabel – variabel dalam penelitian ini akan
dijelaskan dalam definisi operasional sebagai berikut :
No Variabel Definisi OperasionalCara
Ukur
Alat
UkurHasil Ukur
Skala
Ukur
1.Kejadian
BBLR
Gambaran kejadian
BBLR berdasarkan
diagnose dokter
berupa perbandingan
antara ibu yang
melahirkan bayi BBLR
dan bukan BBLR.
BBLR jika BB
<2500gr, dan Bukan
BBLR jika ≥2500gr
Melihat
dan
mencatat
Rekam
Medik
1 : BBLR
2 : Bukan
BBLR
Ordinal
2.
Usia
kehamilan
saat
melahirkan
Lama waktu seorang
ibu mengandung janin
terhitung sejak HPHT
sampai melahirkan
dalam satuan minggu
Melihat
dan
mencatat
Rekam
Medik
1 : <37mgg
2 : 37-42mgg
3 : >42mgg
Nominal
3. Usia ibu
Rentang kehidupan
sejak lahir sampai
dengan tercatat
direkam medis dalam
satuan tahun
Melihat
dan
mencatat
Rekam
Medik
1 : <20 dan
>35 tahun
(Resti)
2 : 20-35
tahun (Non
Resti)
Ordinal
4. Paritas
Keadaan melahirkan
anak/jumlah anak baik
hidup maupun mati
Melihat
dan
mencatat
Rekam
Medik
1 : Primipara
(1)
2 : Multipara
(2-4)
3 : Grande
multipara (>4)
Nominal
5.Jarak
kehamilan
Interval waktu
kelahiran sebelumnya
dan kelahiran saat ini
Melihat
dan
mencatat
Rekam
Medik
1 : <2 Tahun
2 : ≥2 TahunOrdinal
6Status
Anemia
Gambaran kejadian
anemia berdasarkan
kadar Hb dari hasil
pemeriksaan
laboratorium.
Dikatakan anemia
apabila kadar Hb
>11gr/dl dan tidak
anemia jika ≥11gr/dl.
Melihat
dan
mencatat
Rekam
Medik
1 : Anemia
2 : Tidak
Anemia
Ordinal
BAB IV
METODOLOGI PENELITIAN
4.1. Desain Penelitian
Jenis penelitian ini menggunakan studi deskriptif. Studi deskriptif
bertujuan untuk menerangkan atau menggambarkan masalah penelitian yang
terjadi berdasarkan karakteristik tempat, waktu, umur, jenis kelamin, sosial,
ekonomi, pekerjaan, status perkawinan, cara hidup, dan lain-lain. Atau dengan
kata lain, rancangan ini mendeskripsikan seperangkat peristiwa atau kondisi
populasi pada saat tertentu. (Hidayat, 2012)
Penelitian ini dilakukan melalui pendekatan Cross Sectional, yaitu
penelitian dengan melakukan pengukuran atau pengamatan pada saat
bersamaan (sekali waktu) antara faktor resiko atau paparan dengan penyakit.
4.2. Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini akan dilaksanakan di Rumah Sakit Krakatau Medika
tahun 2015.
4.3. Populasi dan Sampel
1.1.1. Populasi
Menurut Hidayat (2012), populasi adalah wilayah generalisasi
yang terdiri atas objek/subjek yang mempunyai kuantitas dan
karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan
kemudian ditarik kesimpulannya. Dalam penelitian ini, populasinya
adalah seluruh ibu bersalin di Rumah Sakit Krakatau Medika Tahun
2013.
1.1.2. Sampel
4.3.2.1 Menurut Hidayat (2012), sampel adalah bagian dari populasi
yang akan diteliti atau sebagian jumlah dari karakteristik yang
dimiliki oleh populasi. Dalam penelitian ini, teknik pengambilan
sampel menggunakan teknik Systematic Random Sampling
yaitu caranya adalah membagi jumlah atau anggota populasi
dengan perkiraan jumlah sample yang diinginkan, hasilnya
adalah interval sampel. Sampel diambil dengan membuat daftar
elemen atau anggota populasi. Kemudian membagib dengan
jumlah sampel yang diinginkan, hasilnya sebagi interval X, maka
yang terkena sampel adalah setiap kelipatan X tersebut.
(Notoatmodo, 2010).
4.3.2.2 Perhitungan Sample
Besar sampel yang menjadi objek penelitian adalah dihitung
dengan menggunakan rumus :
Keterangan : N = Besar Sampel
Zα = Deviasi baku alpha 95% (1,96)
P = Proporsi pada variabel yang akan diteliti
Q = 1-P
d2 = Presisi
Berdasarkan latar belakang proporsi yang didapat adalah 37.74
%, maka :
Jadi, jumlah minimal sampel yang didapat dari rumus diatas
adalah 89 orang.
1.2. Teknik dan Alat Pengumpulan data
Penelitian ini menggunakan data sekunder yang didapatkan melalui
kegiatan melihat dan mencatat dengan alat berupa lembar checklist. Adapun
teknik pengumpulan data di lapangan adalah sebagai berikut :
1.2.1. Meminta surat pengantar dari kampus untuk diberikan ke Rumah Sakit
Krakatau Medika.
1.2.2. Diberikan izin untuk mengambil data melalui rekam medik
1.2.3. Melaksanakan pengambilan sampel
1.2.4. Kemudian data yang telah diperoleh dicatat dalam lembar ceklis
1.2.5. Pengambilan data dilaksanakan sampai memenuhi sampel yang
diperlukan.
1.3. Etika Penelitian
Dalam melakukan penelitian ini, Peneliti telah mendapatkan
persetujuan dari Pembimbing dan rekomendasi dari Akademi Kebidanan Al-
Ishlah Cilegon. Kemudian suratnya disampaikan kepada Kepala Rumah Sakit
Krakatau Medika. Setelah mendapatkan persetujuan, Peneliti melakukan
penelitian dengan menghormati privasi subyek penelitian dengan cara tidak
mencantumkan nama pada lembar pengumpulan data, melainkan ditandai
menggunakan nomor dan hanya mencatat serta melaporkan data yang
dibutuhkan saja.
1.4. Pengolahan dan Analisa Data
1.4.1. Pengolahan data
1.4.1.1. Checklist
Data dikumpulkan menggunakan lembar ceklis. Data yang
didapatkan melalui rekam medik atau status pasien kemudian
dituangkan ke dalam lembar ceklis dengan cara memberi
tanda centang (√) pada kolom yang sesuai dengan kategori
data yang didapatkan.
1.4.1.2. Entry Data
Entry data adalah proses pemindahan data dari lembar ceklis
ke program komputer dengan menggunakan fasilitas
pengolahan data statistik.
1.4.1.3. Processing Data
Setelah data di checklist dan di entry ke program pengolah
data komputer, maka langkah selanjutnya adalah memproses
data agar dapat dianalisis. Proses pengolahan data dilakukan
dengan cara mengelompokkan kategori dari masing-masing
variabel yang diteliti.
1.4.1.4. Tabulating Data
Tabulating data merupakan kegiatan penghitungan data yang
akan disajikan dalam bentuk tabel distribusi frekuensi, yang
kemudian dipergunakan untuk mengambil kesimpulan.
1.4.1.5. Cleaning Data
Cleaning data merupkan kegiatan memeriksa kembali data
yang sudah di entry, apakah ada kesalahan atau tidak.
Pemeriksaan ini meliputi pemeriksaan ulang terhadap data
dan ceklis.
1.4.2. Analisa data
Analisis data pada penelitian ini adalah analisis univariat yaitu
untuk mengetahui distribusi frekuensi dan proporsi dari variabel –
variabel yang diteliti, baik variabel independen maupun variabel
dependen; dan analisis bivariat yaitu untuk mengetahui hubungan dua
variabel (antara variabel bebas dan variabel terikat). Data akan
dianalisis dengan menggunakan rumus sebagai berikut :
F = Frekuensi
n = Jumlah kasus yang ditemukan
N = Jumlah kasus yang diteliti
1.5. Keterbatasan Penelitian
Dalam penelitian ini Peneliti memiliki keterbatasan dikarenakan
penelitian ini hanya bersifat deskriptif. Adapun keterbatasan-keterbatasan itu
adalah :
1.5.1. Penelitian hanya dilakukan pada satu kurun waktu tertentu.
1.5.2. Variabel yang diambil hanya beberapa dikarenakan keterbatasan
waktu, tenaga dan dana. Sehingga tidak semua faktor yang
mempengaruhi terjadinya BBLR dapat diteliti.