karakteristik dan permasalahan pedagang kaki … · karakteristik dan permasalahan pedagang kaki...

334
KARAKTERISTIK DAN PERMASALAHAN PEDAGANG KAKI LIMA (PKL) SERTA STRATEGI PENATAAN DAN PEMBERDAYAANNYA DALAM KAITAN DENGAN PEMBANGUNAN EKONOMI WILAYAH KOTA BOGOR ACHMAD MUBAROK SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2012

Upload: buidieu

Post on 12-Mar-2019

357 views

Category:

Documents


10 download

TRANSCRIPT

Page 1: KARAKTERISTIK DAN PERMASALAHAN PEDAGANG KAKI … · KARAKTERISTIK DAN PERMASALAHAN PEDAGANG KAKI LIMA (PKL) ... construct street vendor database, (2) economic empowerment for the

KARAKTERISTIK DAN PERMASALAHAN PEDAGANG KAKI LIMA (PKL) SERTA STRATEGI PENATAAN DAN

PEMBERDAYAANNYA DALAM KAITAN DENGAN PEMBANGUNAN EKONOMI WILAYAH KOTA BOGOR

ACHMAD MUBAROK

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2012

Page 2: KARAKTERISTIK DAN PERMASALAHAN PEDAGANG KAKI … · KARAKTERISTIK DAN PERMASALAHAN PEDAGANG KAKI LIMA (PKL) ... construct street vendor database, (2) economic empowerment for the

PERNYATAAN MENGENAI DISERTASI DAN SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa disertasi Karakteristik dan Permasalahan Pedagang Kaki Lima (PKL) serta Strategi Penataan dan Pemberdayaannya dalam Kaitan dengan Pembangunan Ekonomi Wilayah Kota Bogor adalah karya saya dengan arahan komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir disertasi ini

Bogor, Januari 2012

Achmad Mubarok NRP : A165030021

Page 3: KARAKTERISTIK DAN PERMASALAHAN PEDAGANG KAKI … · KARAKTERISTIK DAN PERMASALAHAN PEDAGANG KAKI LIMA (PKL) ... construct street vendor database, (2) economic empowerment for the

ii

ABSTRACT

ACHMAD MUBAROK. Characteristic and Problems of Street Vendors, Management and Empowerment Strategy in Relationship with Regional Economic Development in Bogor City, Under direction of BAMBANG JUANDA as Chairman, HERMANTO SIREGAR and HEDI M.IDRIS as Members of Advisory Committee. The research objectives are : (1) to analyze characteristics of street vendors and factors that affect their income, (2) to analyze contribution of street vendors on economic development, (3) to identify policy implementation on street vendors and (4) to formulate management and empowerment strategy for the street vendors. The research has been conducted in Bogor City using survey methods. Three street vendor typologic has been selected namely night vegetables market (pasar sayur malam), temporary market (pasar tumpah), and culinary market (pasar kuliner). The total sample is 180 respondents consisting of street vendors, consumers, residents, competitors and suppliers. AWOT analysis uses experts amounting 16 respondents. The samples are selected using the porposive sampling. The data are analyzed descriptively and AWOT analysis is used to formulate the strategy. The results indicates that street vendors can be characterized as having sufficient elementary education level, not poor, having net income higher than the city minimum wage and vulnerable on harassment. The regression result suggests that street vendors net income is significantly affected by omzet and starting up costs. On typology basis, net income significantly affects consumption level of street vendor’s household. Street vendors are able to create job opportunity in urban area and if properly managed, have large contribution on local revenue. However, the implementation of existing local regulations seem suboptimal. Some strategies have been proposed, including : (1) Registering and construct street vendor database, (2) economic empowerment for the actors, (3) unifying perception for street vendor management, (4) delayed condemnation delay and dialogue with local government, and (5) confining street vendor number in a location. Keywords :Street Vendors, AWOT analysis, Empowerment Strategy, Bogor City.

Page 4: KARAKTERISTIK DAN PERMASALAHAN PEDAGANG KAKI … · KARAKTERISTIK DAN PERMASALAHAN PEDAGANG KAKI LIMA (PKL) ... construct street vendor database, (2) economic empowerment for the

iii

RINGKASAN

ACHMAD MUBAROK. Karakteristik dan Permasalahan Pedagang Kaki Lima (PKL) Serta Strategi Penataan dan Pemberdayaannya Dalam Kaitan Dengan Pembangunan Ekonomi Wilayah di Kota Bogor, Di bawah bimbingan dari BAMBANG JUANDA sebagai Ketua, HERMANTO SIREGAR dan HEDI M.IDRIS sebagai Anggota dari Komisi Pembimbing.

Bogor mengalami permasalahan pengelolaan kota dengan meningkatnya PKL. Pertumbuhan PKL di kota Bogor semakin nampak ketika krisis ekonomi terjadi di Indonesia. Terdapat dualisme pandangan mengenai keberadaan PKL yaitu positif dan negatif. Di sisi positif, PKL menyediakan peluang kerja bagi penduduk yang tidak terserap sektor formal dengan meningkatnya pengangguran dan pada saat yang sama menyediakan barang dan jasa dengan harga yang terjangkau bagi warga miskin kota. Di sisi negatif, PKL sering menyebabkan kemacetan, merusak wajah kota, kejahatan dan ketidaknyamanan sosial lainnya. Dua sisi keberadaan PKL ini menimbulkan pertanyaan mengenai kemampuan PKL sebagai mata pencaharian alternatif penduduk miskin kota dan bagaimana pemerintah kota Bogor menghadapi tantangan ini untuk permbangunan perkotaan. Dengan demikian tujuan dari penelitian ini adalah : (1) Menganalisis karakteristik umum dan faktor-faktor yang mempengaruhi pendapatan PKL, (2) Menganalisis sejauh mana kontribusi PKL dalam pembangunan ekonomi wilayah di kota Bogor, (3) Mengidentifikasi sejauh mana keberhasilan dari kebijakan pemerintah Kota Bogor dalam menata dan memberdayakan PKL dan (4) Merumuskan strategi penataan dan pemberdayaan PKL.

Penelitian dilakukan di kota Bogor, dari Juni 2009 sampai bulan Juli 2011 menggunakan rancangan penelitian survei. Data yang digunakan berupa data primer dan data sekunder. Populasi penelitian terdiri dari Pelaku PKL, Konsumen, Masyarakat, Pesaing, dan Supplier. Tipologi PKL yang dipilih adalah : Pasar Sayur Malam, Pasar Kuliner, Pasar Tumpah. Matode pengambilan sampel adalah Purposive Sampling. Total sampel yang diambil adalah 180 responden Untuk responden pakar total sampel yang diambil adalah 16 responden. Data dianalisis secara kualitatif dan kuantitatif. Analisis deskriptif digunakan untuk mengkarakteristikkan PKL dan persepsi masyarakat, pemasok dan pesaing mengenai keberadaan PKL. Analisis regresi dilakukan terhadap faktor-faktor yang mempengaruhi pendapatan PKL. Untuk menganalisis strategi penataan dan pemberdayaan PKL digunakan metode hibrid AWOT.

Hasil analisis menunjukkan bahwa : pertama, PKL Bogor dapat dikarakteristikkan sebagai berpendidikan rendah, tidak dapat dikategorikan miskin dan mampu mendapatkan pendapatan bersih di atas UMR kota. PKL bekerja dalam lingkungan kotor dengan jam kerja lama dan tanpa hari libur dan tidak memiliki jaminan sosial dan sebagian besar belum terdaftar di pemerintah kota. Kedua, Hasil analisis menunjukkan bahwa variabel omzet, modal awal dan

Page 5: KARAKTERISTIK DAN PERMASALAHAN PEDAGANG KAKI … · KARAKTERISTIK DAN PERMASALAHAN PEDAGANG KAKI LIMA (PKL) ... construct street vendor database, (2) economic empowerment for the

iv

dummy lokasi berpengaruh positif dan signifikan terhadap pendapatan PKL. Hasil analisis regresi menunjukkan bahwa pendapatan PKL berpengaruh nyata terhadap konsumsi rumah tangga hal ini berarti bahwa kontribusi PKL terhadap perekonomian /pembangunan wilayah terutama dari sisi belanja konsumsi. Ketiga, PKL berkontribusi terhadap ekonomi kota Bogor karena telah menjadi mata pencaharian utama dan menciptakan peluang dan lapangan kerja. Analisis kebijakan menunjukkan sudah adanya perangkat legal pengelolaan PKL di kota Bogor namun implementasinya masih belum optimal dan belum mengakomodasi kepentingan bersama antara PKL dan Pemerintah Kota. Keempat, beberapa strategi dirumuskan yaitu : (a) Registrasi dan pembuatan database PKL, (b) Pemberdayaan ekonomi pelaku PKL, (c) Menyatukan persepi dalam pengelolaan PKL, (d) Penundaan penggusuran & dialog dengan pemda, (e) Pembatasan jumlah pedagang dalam satu lokasi and (f) mensyaratkan setiap pengelola gedung/pabrik/kompleks perumahan untuk menyediakan lokasi tertentu bagi PKL, serta melakukan Penataan lokasi PKL Kata kunci : PKL, analisis AWOT, Strategi Pemberdayaan, Kota Bogor.

Page 6: KARAKTERISTIK DAN PERMASALAHAN PEDAGANG KAKI … · KARAKTERISTIK DAN PERMASALAHAN PEDAGANG KAKI LIMA (PKL) ... construct street vendor database, (2) economic empowerment for the

v

KARAKTERISTIK DAN PERMASALAHAN PEDAGANG KAKI LIMA (PKL) SERTA STRATEGI PENATAAN DAN

PEMBERDAYAANNYA DALAM KAITAN DENGAN PEMBANGUNAN EKONOMI WILAYAH KOTA BOGOR

ACHMAD MUBAROK

Disertasi Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Doktor pada Program Studi Ilmu Perencanaan Pembangunan Wilayah dan Perdesaan

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2012

Page 7: KARAKTERISTIK DAN PERMASALAHAN PEDAGANG KAKI … · KARAKTERISTIK DAN PERMASALAHAN PEDAGANG KAKI LIMA (PKL) ... construct street vendor database, (2) economic empowerment for the

vi

©Hak Cipta milik IPB , tahun 2012 Hak Cipta dilindungi Undang-Undang

1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa

mencantumkan atau menyebutkan sumber a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan . penelitian,

penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah

b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB. 2. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya

tulis dalam bentuk apapun tanpaizin IPB.

Page 8: KARAKTERISTIK DAN PERMASALAHAN PEDAGANG KAKI … · KARAKTERISTIK DAN PERMASALAHAN PEDAGANG KAKI LIMA (PKL) ... construct street vendor database, (2) economic empowerment for the

vii

Judul Disertasi : Karakteristik dan Permasalahan Pedagang Kaki Lima (PKL) serta Strategi Penataan dan Pemberdayaannya dalam Kaitan dengan Pembangunan Ekonomi Wilayah Kota Bogor

Nama : Achmad Mubarok NRP : A 165030021 Program Studi : Ilmu Perencanaan Pembangunan Wilayah dan

Perdesaan

Menyetujui Komisi Pembimbing

Prof. Dr. Ir. Bambang Juanda, M.Si. Ketua

Prof. Dr. Ir. Hermanto Siregar, M.Ec. Dr. Ir. Hedi M. Idris , M.Si. Anggota Anggota

Mengetahui

Ketua Program Studi Dekan Program Pascasarjana Ilmu Perencanaan Pembangunan Wilayah dan Perdesaan Prof. Dr. Ir. Bambang Juanda, M.Si. Dr.Ir.Dahrul Syah, M.Sc.Agr.

Tanggal Ujian : 13 Januari 2012 Tanggal Lulus :

Page 9: KARAKTERISTIK DAN PERMASALAHAN PEDAGANG KAKI … · KARAKTERISTIK DAN PERMASALAHAN PEDAGANG KAKI LIMA (PKL) ... construct street vendor database, (2) economic empowerment for the

viii

Penguji pada Ujian Tertutup : 1. Dr.Ir. Yusman Syaukat, M.Ec

2. Dr. Ir. Arya Hadi Dharmawan, M.Sc.Agr

Penguji pada Ujian Terbuka : 1. Dr.Ir. Slamet Sutomo, M.Si.

2. Dr. Ir. Setia Hadi, M.Si

Page 10: KARAKTERISTIK DAN PERMASALAHAN PEDAGANG KAKI … · KARAKTERISTIK DAN PERMASALAHAN PEDAGANG KAKI LIMA (PKL) ... construct street vendor database, (2) economic empowerment for the

ix

PRAKATA

Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah Yang Maha Kuasa atas rahmat dan karunia-Nya sehingga penulisan desertasi ini dapat diselesaikan pada waktunya. Penulis berharap bahwa hasil penelitian yang dituangkan dalam desertasi ini dapat bermanfaat bagi masyarakat terutama para stakeholder baik di jajaran birokrasi pemerintahan, akademisi, maupun pelaku pembangunan lainnya demi terciptanya program-program pembangunan serta terciptanya masyarakat yang sejahtera, adil, makmur dan sentosa. Penulis mengucapkan terima kasih secara khusus kepada Bapak Prof. Dr. Ir. Bambang Juanda, M.Si, Bapak Prof. Dr. Ir. Hermanto Siregar, M.Ec., dan Bapak Dr. Ir. Hedi M. Idris, M.Si. yang masing-masing selaku ketua dan anggota komisi pembimbing, atas dorongan dan bimbingannya. Semoga Allah membalas dengan pahala yang lebih besar lagi. Amien. Penulis juga mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya atas segala bantuan dan dukungan yang telah diberikan hingga tersusunnya desertasi ini, kepada : 1. Bapak dosen dan seluruh staf Program Studi Ilmu Perencanaan Pembangunan

Wilayah Dan Perdesaan, Sekolah Pasca Sarjana, Institut Pertanian Bogor yang telah mengajarkan ilmu pengetahuan kepada penulis

2. Kepada para responden penelitian yang telah memberikan bantuan data dan informasi yang sangat penting bagi penyusunan desertasi ini

3. Seluruh pengurus Yayasan Pendidikan Ibn Khaldun Bogor, Rektor UIKA beserta staf jdan Dekan FEUIKA beserta atas segala dorongan dan bantuannya.

4. Isteri tercinta E.Murtinah dan anak-anak, mantu-mantu serta cucu-cucu tersayang yang senantiasaa memberikan doa, dorongan semangat dan mengorbankan waktu, kesempatan serta perasaannya untuk keberhasilan studi penulis.

5. Almarhum ayah ibu tercinta yang berkat doa dan jerih payahnya, hingga penulis dapat mencapai harapan dan cita-cita.

6. Kakakku tercinta Mas Widodo dan Ceu Ipah yang selama ini telah menjadi pengganti orangtua bagi penulis

7. Semua pihak yang tidak dapaat penulis sebutkan satu persatu yang telah membantu terselesaikannya penyusunan tesis ini.

Dalam penyusunan desertasi ini disadari masih banyak kekurangan dan kelemahan, sehingga kritik dan saran yang membangun dari pembaca akan selalu diharapkan. Akhirnya semoga Allah Yang Maha Kuasa membalas amal kebajikan semua pihak yang telah membantu penulis menyelesaikan desertasi ini.

Bogor, Januri 2012

Achmad Mubarok

Page 11: KARAKTERISTIK DAN PERMASALAHAN PEDAGANG KAKI … · KARAKTERISTIK DAN PERMASALAHAN PEDAGANG KAKI LIMA (PKL) ... construct street vendor database, (2) economic empowerment for the

x

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Bogor pada tanggal 12 Oktober 1947 sebagai anak keduabelas dari pasangan R.H.M Sudjai dan R.Siti Hajar. Pada tahun 1971 penulis menikah dengan E.Murtinah dan telah dikarunia enam orang anak., lima orang menantu serta sebelas orang cucu. Saat ini Penulis bekerja sebagai staf pengajar tetap di Fakultas Ekonomi Universitas Ibn Khaldun Bogor.

Pendidikan sarjana ditempuh di Jurusan Manajemen, Fakultas Ekonomi Universitas Ibn Khaldun Bogor lulus tahun 1990. Dalam proses pendidikan yang berkelanjutan, pada tahun 1999 penulis menyelesaikan pendidikan magister manajemen di Universitas Satyagama, Jakarta. Pada tahun 2003 penulis memperoleh kesempatan melanjutkan pendidikan program doktor pada Program Studi Ilmu Perencanaan Pembangunan Wilayah dan Perdesaan, Sekolah Pasca Sarjana, Institut Pertanian Bogor. Beasiswa pendidikan pascasarjana diperoleh dari Departemen Pendidikan Nasional Republik Indonesia.

Karya ilmiah penulis yang akan segera diterbitkan adalah ” Karakteristik Usaha dan Ekonomi Serta Faktor yang Mempengaruhi Pendapatan PKL di Kota Bogor” pada jurnal Inovator, Program Studi Manajemen Fakultas Ekonomi Universitas Ibn Khaldun Bogor. Salah satu artikel lain berjudul ”Karakteristik, Persepsi dan Permasalahan Pedagang Kaki Lima (PKL) dalam Kaitannya dengan Pembangunan Ekonomi di Kota Bogor” juga akan diterbitkan dalam Jurnal Sosio Ekonomika, Jurusan Sosial Ekonomi Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Lampung. Karya Ilmiah tersebut merupakan bagian dari program S3 penulis.

Page 12: KARAKTERISTIK DAN PERMASALAHAN PEDAGANG KAKI … · KARAKTERISTIK DAN PERMASALAHAN PEDAGANG KAKI LIMA (PKL) ... construct street vendor database, (2) economic empowerment for the

DAFTAR ISI

Halaman

Daftar Isi……………………………………………………………… xi

Daftar Tabel…………………..….…………………………………… xiv

Daftar Gambar………………………………………………………… xx

Daftar Lampiran…………………….……………………………..….. xxi

I. PENDAHULUAN………….……………………………… 1 1.1 Latar Belakang ........................................................................ 1 1.2 Permasalahan ........................................................................... 10 1.3 Tujuan Penelitian ..................................................................... 11 1.4 Manfaat Penelitian.................................................................... 12 1.5 Ruang Lingkup dan Batasan Penelitian................................... 12

II. TINJAUAN PUSTAKA..………………………………….. 13 2.1 Konsep Pembangunan dan Ekonomi .……………………… 13 2.1.1 Pembangunan Ekonomi……………………………… 13 2.1.2 Ekonomi Wilayah……………………………………. 14 2.1.3 Pembangunan Ekonomi Wilayah……………………. 15 2.2 Teori-Teori Loka…………………………………………….. 16 2.2.1 Teori Pola Produksi Pertanian von Thunen………….. 17 2.2.2 Teori Lokasi Alfred Weber….………………………. 19 2.2.3 Teori Lokasi August Losch………………………….. 20 2.2.4 Teori LokasiIndustri Christaller…..………………… 22 2.3 Sektor Informa……………………..………………………… 24 2.3.1 Usaha mikro Kecil dan Menengah ( UMKM)………. 25 2.3.2 Usaha Produktif……………………………………… 27 2.3.3 Pengertian dan Definisi Sektor Informal……….……. 27 2.3.4 Pedagang Kaki Lima (PKL)…………………………. 30 2.4 Kebijakan Publi……………………………………………… 32 2.4.1 Konsepsi Kebijakan Publik………………………….. 32 2.4.2 Instrumen Kebijakan Publik di Daerah……………… 36 2.4.3 Sumber-sumber Pendapatan Daerah………………… 39 2.5 Pemberdayaan Masyarakat…………………………………. 45 2.6 Strategi Pemberdayaan…………..………………………… 50 2.7 Lingkungan Eksternal dan Internal………………………… 52 2.8 Strategi Pertumbuhan dan Pembangunan Ekonomi….……… 54 2.9 Penelitian Terdahulu Tentang Pedagang Kaki Lima PKL)…. 61 2.10 Novelty (Kebauran)………………………………………… 67

III. METODE PENELITIAN………………………………… 81 3.1 Kerangka Penelitian………………………………………… 81 3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian……………………………….. 83 3.3 Jenis dan Sumber Data…………………………………... 85

Page 13: KARAKTERISTIK DAN PERMASALAHAN PEDAGANG KAKI … · KARAKTERISTIK DAN PERMASALAHAN PEDAGANG KAKI LIMA (PKL) ... construct street vendor database, (2) economic empowerment for the

xii

3.4 Pedoman Pengambilan Sampel……………………………… 87 3.5 Metode Analisis Data……………………………………….. 88 3.5.1 Analisis Deskriftif…………………………………… 88 3.5.2 Analisis Persentase…………………………………... 88 3.5.3 Analisis Regresi……………………………………… 89 3.5.4 Analisis AHP SWOT.……………..……………….... 93 3.6 Definisi Operasional………………………………………..... 103 3.7 Keterbatasan Penilitian………………………………………. 104

IV. KONDISI UMUM KOTA BOGOR……………………….. 105 4.1 Kondisi dan Potensi………………………………………….. 105 4.2 Sejarah Kota Bogor………………………………………….. 107 4.3 Pemerintahan……………………………………………….. 108 4.4 Penduduk dan Ketenagakerjaan…………………………….. 108 4.5 Pendidikan, kesehatan/Keluarga Berencana dan Agama……. 110 4.6 Pertanian…………………………………………………….. 111 4.7 Perindustrian, Pertambangan dan Energi………..…………... 114 4.8 Perdagangan………………………………………………..... 116 4.9 Transportasi, Komunikasi dan Pariwisata……..……………. 117 4.10 Keuangan dan Harga……………………………..………….. 118 4.11 Pengeluaran dan Konsumsi Penduduk…………..………….. 120 4.12 Pendapatan Regional………………………………………… 121 4.13 Kemiskinan………………………………………………….. 123

V. KARAKTERISTIK DAN PERMASALAHAN PEDAGANG KAKI LIMA DI KOTA BOGOR…………

125

5.1 Distribusi Sampel dan Tipologi PKL……………………….. 126 5.2 Karakteristik Demografis……………………………………. 127 5.2.1 Jenis Kelamin (A3)………………………………… 127 5.2.2 Umur (A4)…………………………………………. 128 5.2.3 Status Perkawinan…………………………………. 129 5.2.4 Tingkat Pendidikan (A6)…………………………... 130 5.2.5 Asal Responden (A7)……………………………… 131 5.2.6 Suku bangsa (A8)………………………………….. 132 5.2.7 Status Dalam Keluarga (A9)……………………… 133 5.2.8 Tanggungan dalam Keluarga (A10)………………. 134 5.2.9 Pendidikan Tertinggi dalam Keluarga ( A12)…….. 135 5.2.10 Kondisi Kesehatan (A13)…………………………. 136 5.2.11 Kondisi Ekonomi (A16)…………………………… 137 5.3 Karakteristik Usaha………………………………………….. 138 5.3.1 Usaha/Pekerjaan sebelum Menjadi PKL................... 139 5.3.2 Motivasi menjadi PKL (B2)...................................... 140 5.3.3 Lama menjadi PKL (B3)........................................... 141 5.3.4 Keberadaan Usaha di Tempat Lain (B4)................... 142 5.3.5 Pemilihan Lokasi (B5)............................................. 142 5.3.6 Jenis Barang Dagangan (B6)..................................... 144 5.3.7 Jenis Sarana Usaha Yang Digunakan (B8)............... 145 5.3.8 Pola Penyebaran PKL............................................... 147 5.3.9 Waktu Operasi PKL (B10)........................................ 148

Page 14: KARAKTERISTIK DAN PERMASALAHAN PEDAGANG KAKI … · KARAKTERISTIK DAN PERMASALAHAN PEDAGANG KAKI LIMA (PKL) ... construct street vendor database, (2) economic empowerment for the

xiii

5.3.10 Lama Waktu Operasi (C2)........................................ 148 5.3.11 Tempat Usaha (B12)................................................. 149 5.3.12 Luas Tempat Usaha (B13)......................................... 150 5.3.13 Penilaian terhadap Kondisi Kebersihan (B14).......... 151 5.3.14 Keberadaan Usaha di Tempat Lain........................... 152 5.3.15 Registrasi PKL (B18)................................................ 153 5.4 Pekerja dan Kompensasi.......................................................... 155 5.5 Aspek Keuangan dan Lain-Lain............................................. 157 5.5.1 Modal Awal................................................................. 157 5.5.2 Jenis dan Sumber Modal.............................................. 158 5.5.3 Modal Kerja dan Pendapatan.................................... 160 5.5.4 Sewa Lapak............................................................... 163 5.5.5 Fluktuasi Usaha......................................................... 165 5.5.6 Pengeluaran............................................................... 166 5.6 Permasalahan dan Prospek....................................................... 169 5.7 Persepsi PKL terhadap Penataan.............................................. 171 5.8 Persepsi Pesaing, Pemasok dan Masyarakat Terhadap

Keberadaan PKL .....................................................................

174

VI. KONTRIBUSI PKL TERHADAP EKONOMI WILAYAH…………………………………………………..

183

6.1 Kontribusi PKL Terhadap Ekonomi Wilayah……………… 183 6.2 Faktor yang Mempengaruhi Pendapatan PKL........................ 186 6.3 Keterkaitan ke Belakang (Backward) dan ke Depan

(Forward) dari PKL ..............................................................

193

VII. ANALISIS KEBIJAKAN PENGELOLAAN PEDAGANG KAKI LIMA DI KOTA BOGOR………….

197

7.1 Peraturan Daerah Pengelolaan PKL......................................... 197 7.2 Pihak-pihak Yang terkait.......................................................... 199 7.3 Implementasi Perda PKL di Bogor.......................................... 202

VIII. STRATEGI PENATAAN DAN PEMBERDAYAAN PEDAGANG KAKI LIMA DI KOTA BOGOR.................

207

8.1 Identifikasi Faktor Internal dan Eksternal................................ 207 8.1.1 Faktor Eksternal…………………………………… 208 8.1.2 Faktor Internal…………………………………….. 215 8.2 Strategi Penataan dan Pemberdayaan PKL………………….. 223 8.2.1 Strategi Prioritas…………………………………… 227 8.2.2 Alternatif Strategi Lainnya………………………… 233 8.3 Usulan Penataan dan Relokasi PKL…………………………. 236 8.4 Langkah-langkah Strategis…………………………………... 241

IX. KESIMPULAN DAN SARAN…………………………….. 243 9.1 Kesimpulan………………………………………………….. 243 9.2 Saran…………………………………………………………. 245

DAFTAR PUSTAKA ......................................................................... 247

LAMPIRAN.......................................................................................... 257

Page 15: KARAKTERISTIK DAN PERMASALAHAN PEDAGANG KAKI … · KARAKTERISTIK DAN PERMASALAHAN PEDAGANG KAKI LIMA (PKL) ... construct street vendor database, (2) economic empowerment for the

xiv

DAFTAR TABEL

Halaman

1 Pekerja Menurut Status Pekerjaan, 2007-2009 (dalam juta orang).. 3 2 Omzet Penjualan Harian (dalam Rupiah)........................................ 8 3 Definisi Jenis Usaha dari Berbagai Departemen.............................. 26 4 Lapangan kerja menurut aktivitas ekonomi di Indonesia................ 30 5 Matrik kebijakan publik berdasarkan makna................................... 35 6 Bagi Hasil Pajak Provinsi................................................................ 45 7 Penerima manfaat dalam Pengaturan PKL melalui Peraturan

Daerah..............................................................................................

65 8 Indikator Manfaat Pengaturan PKL melalui Peraturan Daerah....... 65 9 Manfaat dan Biaya Pengaturan PKL melalui Regulasi (Peraturan

Daerah).............................................................................................

66 10 Manfaat dan Biaya Mengelola PKL tanpa Regulasi........................ 66 11 Kajian Literatur Sektor Informal Selama 10 Tahun Terakhir.......... 69 12 Sumber Data, Aspek Penelitian dan Pokok (analisis)...................... 86 13 Responden Penelitian....................................................................... 87 14 Responden Penelitian untuk Analisis AHP SWOT......................... 88 15 Matrik Internal dan Eksternal.......................................................... 96 16 Skala Perbandingan Berpasangan.................................................... 97 17 Matrik Pendapat Individu (MPI)...................................................... 97 18 Perbandingan berpasangan pada Matrik Pendapat Gabungan

(MPG), VA, dan VP (bobot)............................................................

99 19 Nilai Random Index (RI)................................................................. 100 20 Matrik Analisis SWOT.................................................................... 101 21 Pembobotan Tiap Unsur SWOT...................................................... 101 22 Rangking Alternatif Strategi............................................................ 102 23 Luas Wilayah dan Jumlah Penduduk Menurut Kecamatan di

Kota Bogor Tahun 2011...................................................................

108 24 Jumlah Penduduk dan Laju Pertumbuhan Penduduk di Kota

Bogor Tahun 1990, 2000 dan 2010..................................................

109 25 Penduduk Berumur 15 Tahun ke Atas Menurut Jenis Kegiatan

Utama di Kota Bogor tahun 2008-2010...........................................

109 26 Penduduk 10 Tahun ke Atas Menurut Partisipasi Sekolah dan

Jenis Kelamin di Kota Bogor Tahun 2010.......................................

110 27 Penggunaan Lahan Pertanian Sawah Menurut Kecamatan di Kota

Bogor Tahun 2010...................................................................

111 28 Penggunaan Lahan Pertanian Bukan Sawah Menurut Kecamatan

di Kota Bogor Tahun 2010 (dalam Ha)...........................................

112 29 Target, Realisasi dan Produksi Tanaman Palawija (lahan bukan

sawah) Menurut jenis Tanaman di Kota Bogor Tahun 2010...........

112 30 Populasi Ternak Besar dan Ternak Kecil Menurut Jenisnya di

Kota Bogor Tahun 2010...................................................................

113 31 Populasi Unggas Menurut Jenisnya di Kota Bogor Tahun 2010..... 113 32 Produksi Ikan Menurut Tipe Kolam di Kota Bogor Tahun 2010.... 114

Page 16: KARAKTERISTIK DAN PERMASALAHAN PEDAGANG KAKI … · KARAKTERISTIK DAN PERMASALAHAN PEDAGANG KAKI LIMA (PKL) ... construct street vendor database, (2) economic empowerment for the

xv

Halaman

33 Potensi Industri Kimia, Agro dan Hasil Hutan di Kota Bogor Tahun 2010......................................................................................

114

34 Potensi Industri Logam, Mesin, Elektronika dan Aneka di Kota Bogor Tahun 2010...........................................................................

115

35 Jumlah Realisasi Ekspor Non migas Menurut Jenis Komoditi di Kota Bogor Tahun 2010...................................................................

117

36 Realisasi Penerimaan Daerah Menurut Jenis Penerimaan di Kota Bogor Tahun 2010...........................................................................

118

37 Realisasi Pengeluaran Daerah Menurut Jenis Pengeluaran di Kota Bogor Tahun 2010...........................................................................

119

38 Pengeluaran Rata-rata Perkapita Sebulan Menurut Kelompok Barang Makanan di Kota Bogor Tahun 2006-2010 (Rupiah).........

120

39 Pengeluaran Rata-rata Perkapita Menurut Kelompok Barang Non Makanan dan Golongan Pengeluaran Per Kapita Sebulan di Kota Bogor Tahun 2010 (Rupiah)............................................................

121 40 Produk Domestik Bruto ( PDRB) Kota Bogor Menurut Lapangan

Usaha Atas Dasar Harga Berlaku Tahun 2008-2010

121 41 Produk Domestik Bruto ( PDRB) Kota Bogor Menurut Lapangan

Usaha Atas Dasar Harga Konstan Tahun 2008-2010.....................

122 42 Laju Pertumbuhan PDRB Menurut Lapangan Usaha Atas Dasar

Harga Konstan Tahun 2008-2010....................................................

122 43 Jumlah, Persentase Penduduk Miskin, Garis Kemiskinan, Indeks

Kedalaman dan Indeks Keparahan Kemiskinan di Kota Bogor Tahun 2009-2010.............................................................................

123 44 Distribusi Lokasi Pengambilan Sampel PKL................................... 126 45 Tipologi Jenis Usaha PKL............................................................... 127 46 Jenis Kelamin Responden................................................................ 127 47 Jenis Kelamin Responden Menurut Tipologi................................... 128 48 Kelompok Umur Responden............................................................ 128 49 Kelompok Umur Responden menurut tipologi................................ 129 50 Status Perkawinan............................................................................ 129 51 Status Perkawinan menurut Tipologi PKL...................................... 130 52 Tingkat Pendidikan Responden....................................................... 130 53 Tingkat Pendidikan Responden menurut tipologi PKL................... 131 54 Asal Kota Responden....................................................................... 131 55 Asal Kota Responden menurut Tipologi PKL................................. 132 56 Suku Bangsa Responden.................................................................. 132 57 Suku Bangsa Responden menurut Tipologi..................................... 133 58 Status Responden dalam Keluarga................................................... 134 59 Status Responden dalam Keluarga menurut Tipologi..................... 134 60 Tanggungan dalam Keluarga........................................................... 134 61 Jumlah Tanggungan dalam Keluarga............................................... 135 62 Tingkat Pendidikan Tertinggi dalam Keluarga................................ 135 63 Kondisi Kesehatan Keluarga PKL Selama 3 Bulan Terakhir.......... 136 64 Kondisi Kesehatan Keluarga Menurut Tipologi.............................. 136

Page 17: KARAKTERISTIK DAN PERMASALAHAN PEDAGANG KAKI … · KARAKTERISTIK DAN PERMASALAHAN PEDAGANG KAKI LIMA (PKL) ... construct street vendor database, (2) economic empowerment for the

xvi

Halaman

65 Biaya Berobat Responden................................................................ 137 66 Responden Penerima BLT............................................................... 138 67 Usaha Sebelum menjadi PKL (B.1)................................................. 139 68 Motivasi menjadi PKL..................................................................... 140 69 Lama Menjadi PKL.......................................................................... 141 70 Pernah Tidaknya Responden Berusaha atau Berjualan di Tempat

Lain ................................................................................................

142 71 Alasan Pemilihan Lokasi Seluruh Sampel....................................... 142 72 Jenis Barang Dagangan PKL................................................................ 145 73 Sarana Usaha yang Digunakan PKL..................................................... 146 74 Pola Penyebaran PKL........................................................................... 147 75 Waktu Operasi PKL............................................................................. 148 76 Lama Waktu Operasi....................................................................... 149 77 Lama Hari Kerja Dalam Seminggu.................................................. 149 78 Tempat Usaha.................................................................................. 149 79 Posisi Lokasi Usaha......................................................................... 150 80 Luas Ruang yang Digunakan PKL.................................................. 151 81 Kondisi Kebersihan.......................................................................... 152 82 Kepemilikan Usaha di Tempat Lain................................................ 152 83 Registrasi PKL................................................................................. 153 84 Rekapitulasi PKL yang sudah mendapatkan Ijin Penggunaan

Lokasi PKL per tanggal 28 Nopember 2008...................................

154 85 Jumlah Responden yang Menggunakan Tenaga Kerja.................... 156 86 Tunjangan dan Bonus Bagi Pekerja................................................. 156 87 Bentuk Tunjangan atau Bonus Bagi Pekerja.................................... 157 88 Modal Awal yang Diperlukan dalam Memulai Usaha..................... 158 89 Sumber Modal PKL......................................................................... 159 90 Sumber Pinjaman Modal.................................................................. 159 91 Modal Kerja Harian.............................................................................. 161 92 Omzet Kotor Harian PKL Menurut Tipologi................................... 162 93 Jenis Pembukuan Pelaku PKL......................................................... 162 94 Pembayaran Tempat Usaha.............................................................. 163 95 Jangka Waktu Pembayaran.............................................................. 164 96 Pihak Penerima Pembayaran Sewa Lapak....................................... 164 97 Rata-rata Pengeluaran Bulanan Responden..................................... 167 98 Penghasilan yang Dibawa Pulang Harian........................................ 168 99 Pengeluaran Konsumsi Rumah Tangga (RT) Harian...................... 169

100 Pendapatan Bersih PKL Harian Rata-rata....................................... 169 101 Masalah atau Kesulitan yang Dihadapi PKL................................... 170 102 Bentuk Bantuan yang Diharapkan................................................... 171 103 Pemahaman Responden Terhadap Aturan....................................... 172 104 Kemauan PKL Untuk Ditata........................................................... 172 105 Bentuk Penataan yang Diharapkan.................................................. 173 106 Sistem Pembayaran yang Diharapkan Per Lapak Standar............... 173 107 Persepsi Gangguan PKL Terhadap Usaha Pesaing dan Pemasok.... 174

Page 18: KARAKTERISTIK DAN PERMASALAHAN PEDAGANG KAKI … · KARAKTERISTIK DAN PERMASALAHAN PEDAGANG KAKI LIMA (PKL) ... construct street vendor database, (2) economic empowerment for the

xvii

Halaman

108 Bentuk Gangguan usaha PKL Terhadap Pesaing............................ 175 109 Manfaat Keberadaan PKL Bagi Pemasok........................................ 176 110 Manfaat Aktivitas PKL bagi Pesaing, Pemasok dan Masyarakat

Umum...............................................................................................

176 111 Alasan Masyarakat Berbelanja di PKL............................................ 177 112 Persepsi Keberadaan PKL untuk Kepentingan Umum.................... 178 113 Persepsi Pengaturan untuk Aktivitas PKL....................................... 179 114 Persepsi Terhadap Bentuk-Bentuk Pengaturan................................ 179 115 Persepsi Terhadap Penggusuran....................................................... 180 116 Mekanisme Penggusuran................................................................. 181 117 Pengaruh Pendapatan PKL Terhadap Tingkat Pendidikan,

Kesehatan dan Konsumsi Keluarga PKL.........................................

188 118 Uji Ragam Untuk Pendapatan Bersih Antara Pasar Tumpah dan

Pasar Sayur Malam..........................................................................

190 119 Uji Ragam Untuk Pendapatan Bersih Antara Pasar Tumpah dan

Pasar Kuliner....................................................................................

191 120 Uji Ragam Untuk Pendapatan Bersih Antara Pasar Sayur Malam

dan Pasar Kuliner.............................................................................

192 121 Keterkaitan Manfaat Langsung Kedepan dan Kebelakang dari

PKL..................................................................................................

195 122 Perlunya Keterlibatan Pihak-pihak Lain.......................................... 200 123 Beberapa Tindakan Pemerintah Kota Bogor terhadap PKL di

Beberapa Lokasi...............................................................................

202 124 Program dan Pendekatan Pengelolaan PKL di Beberapa Kota di

Indonesia..........................................................................................

204 125 Hasil Perhitungan Bobot Faktor Eksternal Peluang......................... 208 126 Hasil Perhitungan Bobot Faktor Eksternal Ancaman...................... 211 127 Hasil Perhitungan Bobot Faktor Internal Kekuatan......................... 215 128 Hasil Perhitungan Bobot Faktor Internal Kelemahan...................... 219 129 Matrik SWOT untuk Perumusan Strategi Penataan dan

Pemberdayaan PKL di Kota Bogor.................................................

224 130 Prioritas Alternatif Strategi untuk Penataan dan Pemberdayaan

PKL di kota Bogor...........................................................................

226

Page 19: KARAKTERISTIK DAN PERMASALAHAN PEDAGANG KAKI … · KARAKTERISTIK DAN PERMASALAHAN PEDAGANG KAKI LIMA (PKL) ... construct street vendor database, (2) economic empowerment for the

xviii

DAFTAR GAMBAR

Halaman

1 Asal Pedagang Kaki Lima di kota Bogor......................................... 6 2 Status Pedagang Kaki Lima di Kota Bogor..................................... 7 3 Jumlah PKL Kota Bogor Tahun 2005 berdasarkan jenis kelamin... 7 4 Waktu Berjualan PKL di Kota Bogor.............................................. 9 5 Kebijakan Publik.............................................................................. 32 6 Proses Kebijakan Publik.................................................................. 33 7 Alur Kebijakan Publik Berdasarkan Kompetisi Politik................... 34 8 Alur Kebijakan Publik Berdasarkan Sumberdaya Ekonomi............ 34 9 Alur Kebijakan Publik Campuran................................................... 35

10 Proses Penyusunan Regulasi pada Tingkat Daerah......................... 37 11 Kerangka Pemikiran Konseptual..................................................... 84 12 Analisis SWOT................................................................................ 95 13 Fluktuasi Kegiatan PKL Selama 12 Bulan Terakhir........................ 165 14 Distribusi Pendapatan Bersih PKL (Rp/hari) Menurut Tipologi

dalam Bokspot..................................................................................

190 15 Distribusi Pendapatan Bersih PKL (Rp/hari) Antara Pasar Sayur

Malam dan Pasar Tumpah dalam Bentuk Bokspot.........................

191 16 Distribusi Pendapatan Bersih PKL (Rp/hari) Antara Pasar

Tumpah dan Pasar Kuliner dalam Bentuk Bokspot.......................

192 17 Distribusi Pendapatan Bersih PKL (Rp/hari) Antara Pasar Kuliner

dan Pasar Sayur Malam dalam Bentuk Bokspot..............................

193 18 Pembongkaran Kios PKL Semi Permanen di Pomad Oleh Satpol

PP.....................................................................................................

221 19 Peta Usulan Lokasi PKL di Terminal Baru..................................... 240

Page 20: KARAKTERISTIK DAN PERMASALAHAN PEDAGANG KAKI … · KARAKTERISTIK DAN PERMASALAHAN PEDAGANG KAKI LIMA (PKL) ... construct street vendor database, (2) economic empowerment for the

xix

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

1 Hasil Analisis Regresi untuk Semua Tipologi.................................... 257 2 Hasil Analisis Regresi untuk Setiap Tipologi PKL............................ 259 3 Matrik Pendapat Gabungan untuk Faktor Internal dan Eksternal....... 264 4 Kuisioner untuk Pelaku PKL.............................................................. 266 5 Kuisioner Persepsi Pemasok terhadap PKL........................................ 272 6 Kuisioner Persepsi Pesaing terhadap PKL.......................................... 274 7 Kuisioner Persepsi Masyarakat terhadap PKL................................... 276 8 Kuisioner untuk AHP-SWOT............................................................. 278 9 Perda PKL di kota Bogor.................................................................... 291

10 Dokumentasi Aktifitas Penelitian ...................................................... 310

Page 21: KARAKTERISTIK DAN PERMASALAHAN PEDAGANG KAKI … · KARAKTERISTIK DAN PERMASALAHAN PEDAGANG KAKI LIMA (PKL) ... construct street vendor database, (2) economic empowerment for the

BAB I

PENDAHULUAN

Kita memiliki tanggung jawab bersama untuk menegakkan prinsip-prinsip kemuliaan, persamaan hak, dan keadilan manusia di tingkat global. Oleh karena itu sebagai pemimpin, kita mempunyai tugas untuk seluruh umat di dunia, terutama mereka yang paling lemah dan khususnya kepada anak-anak di dunia yang di pundak mereka masa depan berada (United Nations, 2000, dalam Todaro, 2006).

1.1. Latar Belakang

Krisis ekonomi dan finansial di kawasan Asia pada pertengahan tahun 1997

telah mengakibatkan kehancuran banyak industri skala besar dan skala kecil-

menengah di Indonesia. Menurut Rachmanu (2004), terdapat dua hipotesis

mengenai terjadinya krisis ekonomi - finansial di Indonesia tersebut. Pertama,

penyebabnya adalah rusaknya dasar-dasar ekonomi, bukan hanya parameter

ekonomi seperti inflasi, defisit anggaran pemerintah, dan neraca devisa berjalan

tetapi juga masalah kelembagaan seperti pergeseran kebijakan, belum optimalnya

perhatian pemerintah terhadap usaha swasta, dan terbatasnya aturan pasar yang

transparan. Kedua, argumentasi bahwa ekonomi Indonesia pada dasarnya

menyuarakan fundamentalnya. Fundamental ekonomi Indonesia yang selama ini

terlihat baik ternyata tidak dapat menahan laju krisis yang berkepanjangan. Krisis

tersebut muncul dari kepanikan investor internasional terhadap ketidak-stabilan

pasar modal internasional. Kondisi ini diperparah dengan berlanjutnya krisis

politik yang pada akhirnya membuat arah kebijakan pembangunan ekonomi

menjadi kabur dan tidak terfokus.

Tahun 2008/2009 kembali terjadi krisis, yaitu krisis Finansial Global. Krisis

ini bersumber dari krisis suprime mortgage di Amerika Serikat. Hal tersebut juga

berdampak buruk terhadap perekonomian Indonesia namun tidak separah krisis

finansial Asia dalam arti cakupan dan dimensinya lebih terbatas dan lebih cepat.

Usaha ekonomi produktif yang selama ini dijalankan sektor informal,

ternyata telah menyelamatkan perekonomian selama krisis dan bertindak sebagai

"katup pengaman'' perekonomian Indonesia (Sumodiningrat, 2004). Kemampuan

Page 22: KARAKTERISTIK DAN PERMASALAHAN PEDAGANG KAKI … · KARAKTERISTIK DAN PERMASALAHAN PEDAGANG KAKI LIMA (PKL) ... construct street vendor database, (2) economic empowerment for the

2

tersebut dikarenakan umumnya sektor informal memiliki fleksibilitas usaha yang

tinggi dan jaminan keamanan terhadap permodalan dimana modal usaha lebih

banyak bersumber pada modal sendiri dan bersifat lokal.

Ekonomi informal sendiri mengalami pertumbuhan yang sangat cepat di

negara-negara berkembang dan mulai banyak menarik perhatian akademisi,

peneliti, aktivitis pembangunan sosial, dan perencana kebijakan. Umumnya

diyakini bahwa pertumbuhan sektor ini dipicu oleh meningkatnya pengangguran

di negara-negara berkembang. Angka pengangguran terbuka di Indonesia per

Agustus 2008 mencapai 9.39 juta jiwa atau 8.39 % dari total angkatan kerja.

Angka pengangguran turun dibandingkan posisi Februari 2008 sebesar 9.43 juta

jiwa (8.46 %). Jumlah tenaga kerja yang bekerja di sektor informal masih

mendominasi angkatan kerja nasional. Survei menunjukkan per Agustus 2008

terdapat 71.35 juta jiwa pekerja yang bekerja di sektor informal, dari total 102.55

juta jiwa angkatan kerja (Tempo, 2009).

Dari sisi penyerapan tenaga kerja, Tim Nasional Percepatan

Penanggulangan Kemiskinan TNP2K menyatakan bahwa per Februari 2009 dari

104,49 juta orang yang bekerja, status pekerjaan utama yang terbanyak adalah

sebagai buruh/karyawan sebesar 27.67 % atau 28.91 juta orang, berusaha dibantu

buruh tidak tetap sebesar 21.64 juta orang (20.71 %), dan berusaha sendiri

sejumlah 20.81 juta orang (19.92 %), sedangkan yang terkecil adalah berusaha

dibantu buruh tetap sebesar 2.97 juta orang (2.84 %). Jika dibanding keadaan

setahun yang lalu, struktur pekerja menurut status pekerjaan relatif stabil namun

ada kecenderungan peningkatan pada kelompok kegiatan informal, khususnya

pada status berusaha sendiri dan pekerja keluarga.

Menurut ILO (2004), terbatasnya lapangan kerja sektor formal dan

terbatasnya skill pada sisi angkatan kerja menyebabkan pertumbuhan substansial

pada sektor informal dimana sebagian pekerjanya dicirikan dengan pendapatan

yang rendah dalam kondisi kerja yang buruk dan tidak teregulasi. Sektor informal

adalah aktivitas skala kecil yang tidak diakui, tidak tercatat, dan tidak teregulasi

yang mencakup usaha kecil, usaha rumah tangga, sektor wiraswasta kecil seperti

pedagang kaki lima (selanjutnya disingkat PKL), penyemir sepatu, pengasong,

dan sebagainya.

Page 23: KARAKTERISTIK DAN PERMASALAHAN PEDAGANG KAKI … · KARAKTERISTIK DAN PERMASALAHAN PEDAGANG KAKI LIMA (PKL) ... construct street vendor database, (2) economic empowerment for the

3

Tabel 1. Pekerja Menurut Status Pekerjaan, 2007-2009 (dalam juta orang)

Status Pekerjaan Utama 2007 2008 2009

Agustus Pebruari Agustus Pebruari

Berusaha sendiri 20.32 20.08 20.92 20.81

Berusaha dibantu buruh tidak tetap 21.02 21.60 21.77 21.64

Berusaha dibantu buruh tetap 2.88 2.98 3.02 2.97

Buruh/karyawan 28.04 28.52 28.18 28.91

Pekerja bebas di pertanian 5.92 6.13 5.99 6.35

Pekerja bebas di non pertanian 4.46 4.80 5.29 5.15

Pekerja keluarga 17.28 17.94 17.38 18.66

Total 99.93 102.55 102.55 104.49

Sumber : http://tnp2k.wapresri.go.id/data/ketenagakerjaan-indnesia.html

Dicirikan dengan aktivitas produksi dan jasa skala kecil, sektor informal tidak

dimasukkan dalam aktivitas ekonomi terorganisasi. Sebagian besar pekerja yang

masuk ke dalam sektor ini adalah kaum migran dan motivasinya adalah

memperoleh pendapatan yang mencukupi untuk bertahan hidup, menggantungkan

pada sumberdaya yang dimilikinya untuk menciptakan pekerjaan (Singh, 2000).

Mereka umumnya bekerja dalam jam kerja yang lama. Adalah sulit untuk

mengestimasi besaran total dari sektor informal dan di negara-negara miskin,

diperkirakan bahwa 50 % angkatan kerja menjalankan ekonomi informal

(Gottdiener and Budd, 2005).

Aspek-aspek tersebut sayangnya banyak diabaikan oleh otoritas kota karena

PKL dipandang sebagai aktivitas illegal dan terkadang diperlakukan seperti

kriminal. Studi menunjukkan bahwa hampir di semua negara-negara Asia, PKL

tidak mempunyai status legal dalam menjalankan usahanya dan mereka terus

mendapatkan tindakan kekerasan oleh pemerintah kota dengan program yang

mengatasnamakan penertiban atau penataan (Bhowmik, 2005). Di sisi lain, peran

yang dijalankan sektor informal termasuk PKL belum sepenuhnya diterima

pemerintah kota. PKL lebih dipandang sebagai aktivitas non-profit, karena tidak

Page 24: KARAKTERISTIK DAN PERMASALAHAN PEDAGANG KAKI … · KARAKTERISTIK DAN PERMASALAHAN PEDAGANG KAKI LIMA (PKL) ... construct street vendor database, (2) economic empowerment for the

4

berkontribusi pada ekonomi lokal atau nasional melalui pajak. Mereka

dimarginalkan dalam agenda pembangunan, dengan demikian terkena dampak

buruk dari kebijakan makro sosio-ekonomi. Terbatasnya dukungan kebijakan

membuat sektor ini tidak aman (Bhowmik, 2005), yang berdampak buruk pada

mata pencaharian penduduk miskin urban. Mereka terkenal karena memberikan

sebagian penduduk urban kebutuhan barang atau jasa yang tidak dapat disediakan

oleh outlet ritel besar. Disamping fakta bahwa PKL adalah sumber mata

pencaharian penting bagi penduduk miskin urban, PKL juga menempati badan-

badan jalan dan trotoar dan tidak menyisakan cukup ruang bagi pejalan kaki.

Kondisi ini menjadi perhatian publik karena menciptakan masalah kemacetan dan

pergerakan orang di pedestrian, dan menciptakan lingkungan kotor dan kurang

sehat. PKL yang menempati ruang dan jalan publik juga dapat menciptakan

masalah sosial seperti hadirnya pencopet, pencuri, dan sebagainya. Situasi ini

menciptakan masalah dalam pengelolaan, pembangunan dan merusak morfologi

dan estetika kota.

Adanya sektor informal dan formal di perkotaan menyebabkan munculnya

kondisi dualistik pada kota-kota di Indonesia karena adanya perbedaan aspek-

aspek kehidupan kota. Dualistik merupakan kondisi dimana terjadi pertemuan

antara dua kondisi atau sifat yang berbeda (Widjajanti, 2000). Pada aspek fisik

kota, dualistik tersebut terjadi pada pembauran pola dan struktur rancang kota,

seperti yang ditegaskan Sujarto dalam Widjajanti (2000), karakter dualistik

tercermin dalam pola dan struktur kota-kota di Indonesia. Perkembangan kondisi

dualistik harus diimbangi dengan kebijakan yang mengatur dan mengendalikan

perkembangan tersebut, sehingga diharapkan nantinya tidak terjadi penurunan

estetika kota.

Hal yang perlu mendapat perhatian utama bahwa sektor informal ternyata

tidaklah identik dengan kemiskinan, beberapa studi menunjukkan secara agregat

pendapatan pada sektor informal dapat diperbandingkan dengan sektor formal dan

bahkan lebih tinggi (Tinker, 1997; Suharto, 2003). Studi Suharto (2003)

menunjukkan rata-rata keuntungan per bulan PKL di Bandung adalah Rp 1 610

580,-. Penerimaan ini jelas lebih tinggi dibandingkan garis kemiskinan yang

Page 25: KARAKTERISTIK DAN PERMASALAHAN PEDAGANG KAKI … · KARAKTERISTIK DAN PERMASALAHAN PEDAGANG KAKI LIMA (PKL) ... construct street vendor database, (2) economic empowerment for the

5

dibuat oleh World Bank sebesar $1 per hari per kapita atau di atas upah minimum

regional untuk kota Jakarta sekalipun.

Jadi jelas bahwa sektor informal khususnya PKL memiliki kontribusi besar

terhadap perekonomian sehingga perlu didukung dan difasilitasi. Becker (2004)

mengatakan terdapat 13 aspek kunci dalam memandang sektor informal di

antaranya adalah perlunya pemerintah memperhatikan dan memfasilitasi sektor ini

serta perlunya perbaikan regulasi. Hanya saja selama ini para perencana/aparat

pemerintah kota memandang PKL sektor informal lebih sebagai faktor negatif

dalam pembangunan wilayah perkotaan. Pandangan negatif tersebut antara lain

PKL sebagai salah satu faktor penyebab timbulnya kemacetan, merusak tata kota

(berjualan di tempat yang bukan peruntukannya, membuat lingkungan menjadi

kumuh, meninggalkan sampah, pekerja ilegal, dan lain-lain).

Penelitian di Indonesia yang dilakukan oleh Firnandy (2002)

merekomendasikan bahwa arah kebijakan pengembangan sektor informal

memerlukan intervensi langsung maupun tidak langsung dari pemerintah. Timbul

pertanyaan, apakah di level nasional atau di level pemerintah kota yang harus

lebih dalam melakukan intervensi. Seiring diberlakukannya UU Nomor 22 Tahun

1999 tentang Pemerintahan Daerah yang kemudian direvisi menjadi UU Nomor

32 tahun 2004, Pemerintah Pusat telah melimpahkan kewenangan yang lebih

besar kepada Pemerintah Daerah untuk mengurusi rumah tangganya. Kewenangan

ini juga termasuk upaya penciptaan sistem governance yang baik dengan

keterlibatan masyarakat. Oleh karena itu, Pemerintah Kota mempunyai peran yang

sangat penting dalam memperbaiki keseluruhan kondisi yang berkaitan dengan

keberadaan informal ekonomi perkotaan. Hal ini juga sejalan dengan pendapat

Soegijoko (1990) yang menyatakan pembangunan suatu wilayah bertujuan untuk

meningkatkan pertumbuhan, pemerataan dan keberlanjutan yang pada akhirnya

adalah peningkatan kesejahteraan masyarakatnya.

Sebagaimana kota-kota lain di Indonesia, kota Bogor sebagai kawasan buffer

bagi DKI Jakarta (ibukota negara Indonesia) juga mengalami permasalahan

pengelolaan kota dengan tumbuh pesatnya PKL di kota ini. Seperti di kota

lainnya, pertumbuhan sektor ini di kota Bogor semakin mendapat momen setelah

terjadinya krisis ekonomi mulai pertengahan tahun 1997. Hasil pendataan oleh

Page 26: KARAKTERISTIK DAN PERMASALAHAN PEDAGANG KAKI … · KARAKTERISTIK DAN PERMASALAHAN PEDAGANG KAKI LIMA (PKL) ... construct street vendor database, (2) economic empowerment for the

6

Pemerintah Derah, pada tahun 1996 tercatat PKL di titik-titik pusat keramaian

berjumlah 2140 pedagang, kemudian pada akhir tahun 1999 berdasarkan hasil

survei pusat Inkubasi Bisnis Usaha Kecil (Pinbuk) Kota Bogor jumlahnya hampir

tiga kali lipat menjadi 6340 pedagang. Pada akhir tahun 2002 berdasarkan hasil

pendataan Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kota Bogor jumlah

PKL meningkat lagi menjadi 10350 pedagang, yang tersebar di 51 titik PKL,

dimana 82 % dari para pedagang tersebut berasal dari luar kota Bogor. Tahun

2004 terdapat 50 lokasi PKL dengan jumlah pedagang sekitar 12000 PKL.

Dari database Pedagang Kaki Lima, Kota Bogor, (2005) ternyata

kebanyakan para PKL tersebut bukan penduduk asli kota Bogor. Menurut Wahyu

(2003), komposisi PKL adalah 41 % dari luar kota Bogor, 46.2 % dari Kabupaten

Bogor dan penduduk kota Bogor sendiri hanya 12.8% (Gambar 1). Jika dilihat

dari status kontinuitas usahanya, 46.2 % adalah temporer sedangkan yang

permanen sebanyak 53.8 % (Gambar 2).

Gambar 1. Asal Pedagang Kaki Lima di Kota Bogor Sumber : Wahyu (2003).

Page 27: KARAKTERISTIK DAN PERMASALAHAN PEDAGANG KAKI … · KARAKTERISTIK DAN PERMASALAHAN PEDAGANG KAKI LIMA (PKL) ... construct street vendor database, (2) economic empowerment for the

7

Gambar 2. Status Pedagang Kaki Lima di Kota Bogor Sumber : Wahyu (2003).

Dari catatan Dinas Perindustrian, Perdagangan dan Koperasi Kota Bogor

Tahun 2005, dari 6239 pedagang yang tercatat, 5598 orang (89.73 %) di antaranya

adalah laki-laki dan perempuan sebanyak 641 orang (10.27 %), secara grafik

dapat dilihat pada Gambar 3.

Gambar 3. Jumlah PKL Kota Bogor Tahun 2005 berdasarkan Jenis Kelamin Sumber : Disperindagkop Kota Bogor (2005)

Berdasarkan asal modal usaha diperoleh data sebanyak 4879 orang

menggunakan modal sendiri sedangkan 1360 orang menggunakan modal

pinjaman, baik berupa uang ataupun barang (Gambar 4). Dari Gambar 4 diperoleh

Laki-laki, 5598

Perempuan, 641

Jenis Kelamin PKL

Page 28: KARAKTERISTIK DAN PERMASALAHAN PEDAGANG KAKI … · KARAKTERISTIK DAN PERMASALAHAN PEDAGANG KAKI LIMA (PKL) ... construct street vendor database, (2) economic empowerment for the

8

gambaran bahwa mayoritas PKL mampu berusaha dengan modal sendiri serta

mengelola sendiri keuangannya.

Studi yang dilakukan oleh Disperindagkop Kota Bogor (2005) menunjukkan

besaran omzet penjualan PKL di Kota Bogor. Hasil penelitiannya dapat dilihat

pada Tabel 2 di bawah ini.

Tabel 2. Omzet Penjualan Harian (dalam Rupiah)

Sumber : Disperindagkop Kota Bogor (2005)

Tabel 2 di atas menunjukkan bahwa omzet harian PKL di Kota Bogor cukup

besar dimana omzet harian mayoritas PKL (41.29 %) berkisar antara Rp 51 000,-

– Rp 100 000,-. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa PKL merupakan

potensi ekonomi yang menarik bagi masyarakat, karena omzet hariannya yang

cukup besar, bahkan lebih besar bila dibandingkan dengan UMR kota Bogor

tahun 2009 (Rp 893 412.00).

Mengenai waktu berjualan, Wahyu (2003) membagi menjadi 9 kategori yaitu

pagi, pagi sampai siang, pagi sampai malam, siang sampai sore, siang sampai

malam, siang sampai pagi, sore sampai malam, dan sore sampai pagi. Gambar 4

menunjukkan bahwa sebanyak 29.1 % PKL melakukan aktivitas dari pagi –

malam, yang kedua adalah sore – malam sebanyak 16.4 % serta sore – pagi

sebanyak 16.4 %. Sementara itu waktu pagi dan siang – pagi hanya

dimanfaatkan oleh 1.8 % pedagang untuk melakukan aktivitasnya. Dengan

demikian seharusnya Pemda dapat mengatur keberadaan PKL secara lebih tepat,

mengingat jadwal PKL beraktivitas telah diketahui.

No Omzet Penjualan Jumlah (orang) % 1 20 000 - 50 000 1 083 17.36 2 51 000 - 100 000 2 576 41.29 3 101 000 - 200 000 544 8.72 4 > 200 000 905 14.50 5 Tidak tahu /tidak tentu 1 131 18.13 Jumlah 6 239 100

Page 29: KARAKTERISTIK DAN PERMASALAHAN PEDAGANG KAKI … · KARAKTERISTIK DAN PERMASALAHAN PEDAGANG KAKI LIMA (PKL) ... construct street vendor database, (2) economic empowerment for the

9

Gambar 4. Waktu Berjualan PKL di Kota Bogor Sumber : Wahyu (2003)

Sebaran PKL mayoritas berada pada sepanjang jalan-jalan utama, dan lebih

terkonsentrasi di daerah yang berdekatan atau berada di pasar-pasar dan pusat

keramaian lainnya seperti stasiun kereta api dan terminal bis. Keberadaan ini

terkait dengan adanya peluang untuk melakukan aktivitas ekonominya secara

lebih menguntungkan. Sebaran terpadat berada di daerah Pasar Anyar, Jalan

Merdeka, Pasar Bogor, dan Jalan Sukasari. Bahkan untuk kawasan PKL Pasar

Anyar dan Jalan Merdeka, sudah sulit dipisahkan. Artinya, kedua kawasan

tersebut sudah beraglomerasi secara sempurna (Wahyu, 2003).

Fenomena pengesampingan penataan PKL dalam perencanaan kota juga

terlihat di Kota Bogor melalui penertiban PKL. Dalam penataan PKL sepertinya

Pemerintah Kota Bogor masih mengedepankan paradigma bahwa PKL adalah

faktor negatif dalam pembangunan wilayah perkotaan. PKL adalah penyebab

timbulnya kemacetan, ketidak-indahan kota, kumuh, dan sebagainya. PKL belum

dianggap sebagai salah satu kontributor dalam perekonomian kota Bogor sehingga

dalam prakteknya, penertiban yang dilakukan adalah penggusuran, bukan

pemberdayaan sehingga penataan PKL Kota Bogor masih belum memperlihatkan

hasil yang positif.. Bila dikelola dan ditata dengan konsisten, keberadaan PKL

justru dapat menambah eksotik keindahan sebuah lokasi wisata di tengah kota.

Hal ini bisa terjadi apabila PKL dijadikan sebagai bagian dari solusi (Tamba dan

Sijabat, 2006).

Page 30: KARAKTERISTIK DAN PERMASALAHAN PEDAGANG KAKI … · KARAKTERISTIK DAN PERMASALAHAN PEDAGANG KAKI LIMA (PKL) ... construct street vendor database, (2) economic empowerment for the

10

Sisi positif dan negatif keberadaan PKL menyebabkan adanya kebutuhan

Pemerintah Kota Bogor untuk memahami peran sektor informal yaitu dalam

derajad apa PKL mampu menjadi mata pencaharian bagi penduduk miskin urban

dan bagaimana Pemerintah Kota menghadapi tantangan ini untuk pembangunan

perkotaan. Dengan demikian maka perlu dilakukan penelitian untuk menemukan

akar permasalahan dan alternatif solusi strategi penataan dan pemberdayaan PKL

dalam pemerataan pembangunan ekonomi wilayah di kota Bogor.

1.2. Permasalahan

Persoalan sektor informal, dalam hal ini PKL, di kota Bogor selalu dilematis.

Di satu sisi, PKL berpotensi ekonomi dan sosial, sementara di sisi lain sebagai

penyebab menurunnya kualitas lingkungan perkotaan. Eskistensi potensi

ekonomi sudah terbukti selama periode krisis dimana PKL dipandang sebagai

sebuah alternatif lapangan kerja ketika pemerintah tidak mampu membuka

lapangan kerja yang mencukupi bagi warganya. Inilah yang menyebabkan PKL

tumbuh subur di kawasan perkotaan, termasuk di kota Bogor.

Di sisi lain, Pemerintah Kota kurang mengantisipasi dalam mengatasi

perkembangan sektor informal ini melalui ketersediaan lokasi yang mencukupi

sehingga PKL menyebar di kawasan strategis perkotaan seperti kawasan

perdagangan, perkantoran, wisata, pemukiman, dan fasilitas-fasilitas umum

lainnya. Ketidakteraturan lokasi yang disebabkan bentuk fisik aktivitas usaha

yang beragam menjadikan visual kota yang telah direncanakan dan dibangun

dengan baik, terkesan kumuh dan tidak teratur sehingga menurunkan citra suatu

kawasan. Inilah yang menyebabkan aktivitas PKL di kota Bogor dipandang

menurunkan kualitas lingkungan perkotaan.

Beragam program telah dilakukan Pemerintah Kota Bogor dalam mencari

alternatif pemecahan masalah PKL, antara lain dengan menggusur, merelokasi

dan menata aktivitas PKL. Faktanya, setelah program penertiban yang terkadang

disertai bentrok fisik antara aparat Pemerintah Kota dengan pedagang, PKL

kembali beroperasi di lokasi semula dengan jumlah lebih besar.

Kembalinya PKL ke tempat yang telah digusur atau yang telah ditertibkan,

menjadi suatu hal yang menarik. Ada beberapa alasan mengapa PKL bertahan di

Page 31: KARAKTERISTIK DAN PERMASALAHAN PEDAGANG KAKI … · KARAKTERISTIK DAN PERMASALAHAN PEDAGANG KAKI LIMA (PKL) ... construct street vendor database, (2) economic empowerment for the

11

lokasi semula atau kembali ke lokasi yang dilarang Pemerintah Kota, di antaranya

adalah karena banyak pembeli, yang identik dengan suatu kerumunan masyarakat

dalam jumlah besar secara terus menerus. Kerumunan masyarakat tersebut dapat

diidentikkan dengan sebuah pasar atau adanya pusat pembelanjaan, sehingga

relokasi yang dilakukan akan berhadapan dengan ada atau tidaknya kerumunan

orang seperti yang telah diuraikan. Ketika relokasi dijalankan dan ternyata PKL

dirugikan, maka mereka akan kembali ke lokasi semula.

Selain itu di lapangan terlihat bahwa walaupun telah ada penertiban atau

penggusuran tetapi jumlah PKL di Kota Bogor tidak menurun. Kondisi ini

menuntut adanya penataan ulang dan penanganan masalah PKL secara

komprehensif, mencakup karakterisasi dan dapat menangkap permasalahan umum

PKL di kota Bogor. Kajian tersebut juga harus dapat mengetahui peranan PKL

dalam pembangunan kota Bogor melalui strategi penataan dna pemberdayaan

yang tepat, juga harus menganalisis kebijakan yang ada di kota Bogor.

Dari uraian di atas, terdapat beberapa rumusan pertanyaan penelitian, yaitu :

1. Bagaimana karakteristik dan permasalahan umum PKL di kota Bogor?

2. Seberapa besar kontribusi PKL terhadap pembangunan ekonomi wilayah

kota Bogor?

3. Sejauh mana keberhasilan kebijakan Pemerintah Kota Bogor dalam menata

PKL?

4. Bagaimana strategi penataan dan pemberdayaan PKL dalam kaitannya

dengan pembangunan ekonomi wilayah di kota Bogor?

1.3. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Menganalisis latar belakang dan karakteristik umum PKL serta faktor-faktor

yang mempengaruhi pendapatan PKL berdasarkan tipologinya.

2. Menganalisis sejauh mana kontribusi atau peranan PKL di kota Bogor

terhadap pembangunan ekonomi wilayah kota Bogor.

3. Mengidentifikasi dan menganalisis keberhasilan dari kebijakan Pemerintah

Kota Bogor dalam menata dan memberdayakan PKL.

Page 32: KARAKTERISTIK DAN PERMASALAHAN PEDAGANG KAKI … · KARAKTERISTIK DAN PERMASALAHAN PEDAGANG KAKI LIMA (PKL) ... construct street vendor database, (2) economic empowerment for the

12

4. Merumuskan strategi penataan dan pemberdayaan PKL yang lebih

menguntungkan semua pihak sehingga dapat bermanfaat bagi pembangunan

ekonomi wilayah kota Bogor.

1.4. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan memberikan manfaat yang berharga bagi

Pemerintah Kota Bogor dalam menjalankan kebijakan pembangunan wilayahnya,

khususnya dalam penataan dan pemberdayaan PKL. Analisis deskriftif terhadap

PKL diharapkan mampu memberikan gambaran mengenai kondisi riil PKL Kota

Bogor di tengah ketidak-konsistenan data yang tersedia. Melalui metode SWOT

kuantitatif (A’WOT) diharapkan strategi yang dirumuskan lebih berbobot dan

dapat membantu penanganan PKL secara lebih tepat yang dapat berkontribusi

bagi pembangunan kota Bogor.

1.5. Ruang Lingkup dan Batasan Penelitian

Ruang lingkup yang dikaji adalah PKL di kota Bogor. Sehubungan dengan

terbatasnya dana dan waktu, maka kajian dalam penelitian ini dibatasi pada tiga

tipologi PKL dan pengambilan sampelnya dilakukan di beberapa lokasi yang

benar-benar padat oleh PKL. Tipologi PKL yang dikaji mencakup Pasar Tumpah,

Pasar Sayur Malam, dan Pasar Kuliner.

Page 33: KARAKTERISTIK DAN PERMASALAHAN PEDAGANG KAKI … · KARAKTERISTIK DAN PERMASALAHAN PEDAGANG KAKI LIMA (PKL) ... construct street vendor database, (2) economic empowerment for the

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Konsep Pembangunaan dan Ekonomi

2.1.1. Pembangunan Ekonomi

Terdapat dua hal yang menjadi fokus perhatian dari pembangunan ekonomi

khususnya di negara-negara berkembang yaitu bagaimana pembangunan ekonomi

suatu negara mampu menurunkan angka kemiskinan dalam jangka pendek, serta

memberikan jaminan kesejahteraan masyarakat dalam jangka panjang. Hal ini

sejalan dengan pandangan Hayami (2001) bahwa tugas utama ekonomi

pembangunan adalah mengeksplorasi kemungkinan pengentasan kemiskinan bagi

negara-negara berkembang. Tujuan utama ekonomi pembangunan adalah

mendapatkan jawaban dari pertanyaan bagaimana ekonomi negara-negara

berpendapatan rendah saat ini dapat diletakkan pada jalur pembangunan ekonomi

berkelanjutan untuk mencapai tujuan jangka pendek dalam mengentaskan

kemiskinan dan tujuan jangka panjang mencapai kesejahteraan ekonomi.

Untuk mencapai tujuan ekonomi pembangunan tersebut terdapat nilai-nilai

pokok dan tujuan dari sebuah pembangunan ekonomi. Tiga nilai inti

pembangunan tersebut adalah :

- Kecukupan, yaitu kemampuan untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan dasar.

- Harga diri menjadi manusia seutuhnya.

- Kebebasan sikap dari menghamba.

Menurut Todaro dan Smith (2006), pembangunan memiliki tiga tujuan utama

yaitu :

- Peningkatan ketersediaan serta perluasan distribusi berbagai barang kebutuhan

hidup yang pokok.

- Peningkatan standar hidup.

- Perluasan pilihan-pilihan ekonomis dan sosial.

Berawal dari serangkaian pertanyaan mendasar yang diajukan Prof. Dudley

Seers mengenai makna pembangunan, Todaro dan Smith (2006) mendefinisikan

pembangunan ekonomi sebagai “Kemampuan suatu negara untuk mengatasi

Page 34: KARAKTERISTIK DAN PERMASALAHAN PEDAGANG KAKI … · KARAKTERISTIK DAN PERMASALAHAN PEDAGANG KAKI LIMA (PKL) ... construct street vendor database, (2) economic empowerment for the

14

masalah-masalah kemiskinan penduduk, tingkat pengangguran, dan perubahan-

perubahan yang berarti atas penanggulangan masalah ketimpangan pendapatan”.

Jika suatu negara telah mampu mengatasi masalah-masalah kemiskinan

penduduk, tingkat pengangguran dan perubahan-perubahan yang berarti atas

penanggulangan masalah ketimpangan pendapatan maka negara tersebut telah

melakukan pembangunan. Jika salah satu dari ketiga masalah mendasar tersebut

menjadi semakin buruk maka negara tersebut tidak bisa dikatakan melakukan

pembangunan yang positif meskipun pendapatan perkapitanya mengalami

peningkatan. Jadi pada intinya keberhasilan pembangunan ekonomi tidak hanya

dengan mengukur atau melihat besarnya pendapatan nasional ataupun pendapatan

per kapita saja, tetapi termasuk juga di dalamnya pemerataan disitribusi

pendapatan di masyarakat.

2.1.2. Ekonomi Wilayah

Pembangunan ekonomi tidak dapat dilepaskan dari kondisi suatu negara atau

wilayah yang sangat mungkin berbeda-beda. Perbedaan tersebut menyebabkan

kebijakan pembangunan ekonomi suatu negara atau wilayah harus berbeda-beda

karena karakteristik spasial yang berbeda.

Ilmu ekonomi wilayah membahas atau menganalisis kegiatan ekonomi suatu

wilayah (atau bagian wilayah) secara keseluruhan atau melihat berbagai wilayah

dengan potensinya yang beragam dan bagaimana mengatur suatu kebijakan yang

dapat mempercepat pertumbuhan ekonomi seluruh wilayah (Tarigan, 2005)

Teori regional adalah penjelasan tentang perilaku ekonomi di dalam ruang

atau spasi, ekonomi regional adalah studi tentang perilaku ekonomi masyarakat

dalam ruang di dalam suatu pengaturan spasial mengenai proses dan struktur

ekonomi sebagai sub sistem dari perekonomian suatu negara (Adisasmita 2005).

Berdasarkan pendapat Tarigan dan Adisasmita di atas dapat disimpulkan

bahwa ekonomi wilayah sebagai upaya untuk mengatasi masalah-masalah

kemiskinan dan ketimpangan, tidak dapat berdiri sendiri atau terlepas dari

perilaku ekonomi dalam ruang maupun spasialnya dan kaitan antar wilayah

dengan sistem ekonomi di atasnya (ekonomi nasional).

Page 35: KARAKTERISTIK DAN PERMASALAHAN PEDAGANG KAKI … · KARAKTERISTIK DAN PERMASALAHAN PEDAGANG KAKI LIMA (PKL) ... construct street vendor database, (2) economic empowerment for the

15

2.1.3. Pembangunan Ekonomi Wilayah

Pembangunan secara filosofis dapat diartikan sebagai upaya yang sistematik

dan berkesinambungan untuk menciptakan keadaan yang dapat menyediakan

berbagai altenatif yang sah bagi pencapaian aspirasi setiap warga yang paling

humanistik. Secara konseptual pembangunan adalah suatu proses perbaikan yang

berkesinambungan atas suatu masyarakat atau sistem sosial secara keseluruhan

menuju kehidupan yang lebih baik atau lebih manusiawi dan pembangunan adalah

mengadakan atau membuat atau mengatur sesuatu yang belum ada atau belum

dilakukan sebelumnya (Rustiadi et al, 2009).

Menurut Todaro (2006), pembangunan harus memenuhi tiga komponen

dasar yang dijadikan sebagai basis konseptual dan pedoman praktis dalam

memahami pembangunan yang paling hakiki yaitu kecukupan memenuhi

kebutuhan pokok (subsistence), meningkatkan rasa harga diri atau jati diri (self-

esteem) dan kebebasan (freedom) untuk memilih.

Todaro (2006) berpendapat bahwa pembangunan harus dipandang sebagai

suatu proses multi dimensional yang mencakup berbagai perubahan mendasar atas

struktur sosial, sikap-sikap masyarakat dan institusional, di samping tetap

mengejar akselerasi pertumbuhan ekonomi, penanganan ketimpangan pendapatan

serta pengentasan kemiskinan. Pada hakekatnya pembangunan harus

mencerminkan perubahan total suatu masyarakat atau penyesuaian sistem sosial

secara keseluruhan tanpa mengabaikan keragaman kebutuhan dasar dan keinginan

individual maupun kelompok-kelompok sosial yang ada di dalamnya untuk

bergerak maju menuju suatu kondisi kehidupan yang serba lebih baik secara

material maupun spiritual.

Menurut Anwar (2001), perubahan total di atas secara incremental maupun

paradigma adalah mengarahkan pembangunan kepada terjadinya pemerataan

(equity) yang mendukung pertumbuhan ekonomi (efficiency), dan berkelanjutan

(sustainability). Tanpa terjadinya pemerataan, efisiensi dan berkelanjutan maka

pembangunan tersebut dapat menjadi bumerang bagi suatu wilayah.

Di sisi lain, Jhingan (1983) menyatakan bahwa kemiskinan di suatu tempat

merupakan bahaya bagi kemakmuran. Ketimpangan pendapatan yang terlalu jauh

yang memungkinkan terjadi kemiskinan pada suatu wilayah dapat berkembang

Page 36: KARAKTERISTIK DAN PERMASALAHAN PEDAGANG KAKI … · KARAKTERISTIK DAN PERMASALAHAN PEDAGANG KAKI LIMA (PKL) ... construct street vendor database, (2) economic empowerment for the

16

pada pemiskinan wilayah-wilayah sekitarnya, yang ditandai dengan urbanisasi dan

migrasi penduduk ke suatu wilayah secara terus-menerus dalam jumlah yang

tidak terkendali, yang pada akhirnya menimbulkan kekumuhan dan kemiskinan di

wilayah baru tersebut. Menurut Meier dan Baldwin dalam Jhingan (1983),

pengkajian mengenai kemiskinan bangsa-bangsa bahkan terasa lebih mendesak

dari pada pengkajian kemakmurannya.

Prof. G. Myrdal dalam bukunya “Economic Theory and Underdevelopment

Region“ mengatakan bahwa negara terbelakang seyogyanya tidak menerima tanpa

kritik teori-teori ekonomi yang telah diwariskan, tetapi menyaring dan

mencocokkan dengan kepentingan dan permasalahan sendiri, karena jika teori-

teori tersebut hendak diterapkan tanpa kehati-hatian pada masalah yang dihadapi

maka ia akan celaka (Jhingan, 1983).

Perlu menjadi perhatian serius bagi para pembuat kebijakan ekonomi adalah

apa yang dikatakan Yujiro Hayami dalam bukunya “Development Economics

From The Poverty to The Wealth of Nation”, bahwa 16 % penduduk dunia ini

mendapatkan 80 % dari pendapatan dunia. Sebaliknya, 3.2 milyar penduduk atau

hampir 60 % dari populasi dunia, di negara-negara berpendapatan per kapita di

bawah $700 mendapatkan 5 % dari pendapatan dunia. Dengan demikian

pelepasan diri dari kemiskinan melalui pembangunan ekonomi harus menjadi

tujuan nasional bagi negara-negara berpendapatan rendah (Hayami, 2001).

Namun demikian, pengentasan kemiskinan bagi negara-negara berkembang

bukan hanya diinginkan dalam konteks kemanusiaan tetapi juga diperlukan bagi

negara-negara maju dimana kedamaian dan kesejahteraan sangat penting untuk

menjaga stabilitas internasional. Untuk mencapai tujuan tersebut, diperlukan

pemahaman mengenai struktur dan mekanisme ekonomi pendapatan rendah

(Hayami, 2001).

2.2. Teori-Teori Lokasi

Teori lokasi adalah ilmu yang mengkaji tata ruang (spatial order) kegiatan

ekonomi atau alokasi geografis dari sumber-sumber yang langka serta

hubungannya dengan atau pengaruhnya terhadap lokasi berbagai macam usaha

baik ekonomi maupun sosial (Tarigan, 2005). Walaupun teori yang menyangkut

Page 37: KARAKTERISTIK DAN PERMASALAHAN PEDAGANG KAKI … · KARAKTERISTIK DAN PERMASALAHAN PEDAGANG KAKI LIMA (PKL) ... construct street vendor database, (2) economic empowerment for the

17

pola lokasi tidak banyak berkembang tetapi sudah dirintis oleh beberapa peneliti

sejak awal abad 19.

Analisis lokasional ini pada awalnya merupakan pertanyaan inti dari ilmu

ekonomi wilayah. Analisis yang dikembangkan oleh von Thunen, Weber, Losch

dan Christaller di abad 19 dan awal abad 20 pada dasarnya mencari jawaban-

jawaban tentang dimana dan mengapa aktivitas ekonomi memilih lokasi (Rustiadi

et al, 2009)

Pada awalnya (hingga tahun 1950-an) teori lokasi hanya didominasi oleh

pendekatan-pendekatan geografis-lokasional atau teori lokasi klasik (von Thunen,

Weber, Palander, Hotelling, Predohl, Losch dan lain-lain). Sejak tahun 1950-an,

teori lokasi berkembang dengan analogi-analogi ilmu ekonomi umum dan

diperkaya analisis-analisis kuantitatif standar ilmu ekonomi, khususnya

ekonometrika, dynamic model dan model-model optimasi seiring berkembangnya

ilmu kewilayahan (regional science). Sejak akhir tahun 1980-an mulai tumbuh

pendekatan-pendekatan metodologis kuantitatif yang mempertimbangkan aspek-

aspek spasial, khususnya dengan dimasukkannya pertimbangan autokeralasi

spasial dan heterogenitas spasial. Pada tahap-tahap modern, model-model spatio

temporal semakin dikembangkan, khususnya dengan berkembangnya metode-

metode statistika spasial, ekonometrika spasial dan Sistem Informasi Geografis,

(Rustiadi et al, 2009).

2.2.1. Teori Pola Produksi Pertanian Von Thunen

Perkembangan teori lokasi klasik diawali dengan analisis lokasi areal

pertanian oleh Johann Heinrich von Thunen, seorang ekonom Jerman, pada tahun

1826 dengan tulisannya berjudul Der Isolierte Staat (negara yang terisolasi).

Karya ini adalah tonggak penting konsep tata ruang wilayah. Asumsi yang

digunakan von Thunen adalah suatu negara terisolasi dengan kondisi iklim, tanah,

topografi dan alat transportasi yang seragam. Secara keseluruhan, buku tersebut

membahas masalah pertanian, ekonomi nasional, upah, suku bunga dan land rent.

Teori von Thunen menghubungkan antara konsep ekonomi dengan lokasi spasial

sehingga meskipun teorinya sudah lama tetapi tetap berguna sampai saat ini

(Rustiadi et al, 2009).

Page 38: KARAKTERISTIK DAN PERMASALAHAN PEDAGANG KAKI … · KARAKTERISTIK DAN PERMASALAHAN PEDAGANG KAKI LIMA (PKL) ... construct street vendor database, (2) economic empowerment for the

18

Dalam menyusun modelnya, von Thunen menggunakan asumsi-asumsi

sebagai berikut :

1. Pusat kota sebagai pusat pemasaran, lokasi di pusat suatu wilayah

homogen secara geografis. Bagian pusat adalah pusat pemukiman, pusat

industri yang sekaligus merupakan pusat pasar.

2. Biaya transportasi berbanding lurus dengan jarak

3. Petani secara rasional cenderung memilih jenis tanaman yang

menghasilkan keuntungan maksimal.

Dalam menganalisis modelnya, von Thunen menggambarkan suatu

kecenderungan pola ruang dengan bentuk wilayah yang melingkar seputar kota,

yang didasarkan pada economic rent dimana setiap tipe penggunaan lahan akan

menghasilkan hasil bersih per unit areal yang berbeda-beda, sehingga modelnya

disusun berupa zone-zone konsentrik.

Konsep von Thunen pada dasarnya menjelaskan bahwa penggunaan lahan

sangat ditentukan oleh biaya angkut produk yang diusahakan yang pada akhirnya

menentukan sewa ekonomi tanah (land rent). Kesimpulan penting yang dapat

diambil dari pengembangan teori von Thunen adalah : 1) Kecenderungan

semakin menurunnya keuntungan akibat makin jauhnya lokasi produksi dari

pasar, namun terdapat perbedaan laju penurunan antar komoditas dan 2) Jumlah

pilihan-pilihan menguntungkan yang semakin menurun dengan bertambahnya

jarak ke kota atau pusat kota.

Rustiadi et al (2009) menyatakan bahwa konsep land rent yang dikembangkan

von Thunen untuk aplikasi landuse perkotaan menghadapi sejumlah kendala

karena : 1) Penggunaan lahan perkotaan terbesar untuk sektor perumahan, bukan

untuk aktivitas produksi; 2) Kota mempunyai struktur sangat kompleks, tidak

hanya berdimensi horisontal tetapi juga vertikal sehingga landuse perkotaan juga

bercampur baur dan 3) Masih ada kota-kota besar yang mempunyai aksesibilitas

tunggal terhadap pasar. Oleh karenanya di kota tidak ditemukan pola konsentris

yang rapi, tidak seperti di lokasi pertanian.

Page 39: KARAKTERISTIK DAN PERMASALAHAN PEDAGANG KAKI … · KARAKTERISTIK DAN PERMASALAHAN PEDAGANG KAKI LIMA (PKL) ... construct street vendor database, (2) economic empowerment for the

19

2.2.2. Teori Lokasi Alfred Weber

Alfred Weber seorang ahli ekonomi Jerman menulis buku berjudul Uber den

Standort der Industrien pada tahun 1909. Jika Von Thunen menganalisis lokasi

kegiatan pertanian maka Weber menganalisis lokasi kegiatan industri. Weber

mendasarkan teorinya bahwa pemilihan lokasi industri didasarkan atas prinsip

minimisasi biaya. Weber menyatakan lokasi setiap industri tergantung pada total

biaya transportasi dan tenaga kerja dimana penjumlahan keduanya harus

minimum. Tempat dimana total biaya transportasi dan tenaga kerja yang

minimum adalah identik dengan tingkat keuntungan yang maksimum.

Dalam perumusan modelnya, asumsi yang digunakan adalah sebagai berikut:

1. Bidang bahasan adalah suatu wilayah yang terisolasi, iklim yang homogen,

konsumen terkonsentrasi pada beberapa pusat dan kondisi pasar adalah

persaingan sempurna.

2. Beberapa sumber daya alam seperti air, pasir dan batu-bata tersedia dimana-

mana (ubiquitous) dalam jumlah yang memadai.

3. Material lainnya seperti bahan bakar mineral dan tambang tersedia secara

sporadis dan hanya terjangkau pada beberapa tempat terbatas.

4. Tenaga kerja tidak ubiquitous (tidak menyebar secara merata) tetapi

berkelompok pada beberapa lokasi dan dengan mobilitas yang terbatas.

Berdasarkan asumsi itu, ada tiga faktor yang mempengaruhi lokasi industri,

yaitu : Biaya transportasi; Upah tenaga kerja; dan Dampak aglomerasi dan

Deaglomerasi.

Biaya transportasi dan biaya upah tenaga kerja merupakan faktor umum yang

secara fundamental menentukan pola lokasi dalam kerangka geografis. Dampak

aglomerasi atau deaglomerasi merupakan kekuatan lokal yang berpengaruh

menciptakan konsentrasi atau pemencaran berbagai kegiatan dalam ruang. Biaya

transportasi merupakan faktor pertama dalam menentukan lokasi sedangkan kedua

faktor lainnya merupakan faktor yang memodifikasi lokasi. Biaya transportasi

bertambah secara proporsional dengan jarak. Jadi titik terendah biaya transportasi

adalah titik yang menunjukkan biaya minimum untuk angkutan bahan baku dan

distribusi hasil produksi.

Page 40: KARAKTERISTIK DAN PERMASALAHAN PEDAGANG KAKI … · KARAKTERISTIK DAN PERMASALAHAN PEDAGANG KAKI LIMA (PKL) ... construct street vendor database, (2) economic empowerment for the

20

Aglomerasi memberikan keuntungan antara lain berupa: fasilitas seperti

tenaga listrik, air, perbengkelan, pemondokan, dan lain-lain. Sering kali pada

lokasi seperti ini sudah terdapat pula tenaga kerja yang terlatih. Fasilitas ini akan

menurunkan biaya produksi atau kebutuhan modal karena kalau terpisah jauh

semua fasilitas harus dibangun sendiri.

Aglomerasi Versi Weber. Aglomerasi adalah pengelompokkan beberapa

perusahaan dalam suatu daerah atau wilayah sehingga membentuk daerah khusus

industri. Aglomerasi juga bisa dibagi mencadi dua macam, yaitu aglomerasi

primer di mana perusahaan yang baru muncul tidak ada hubungannya dengan

perusahaan lama dan aglomerasi sekunder jika perusahaan yang baru beroperasi

adalah perusahaan yang memiliki tujuan untuk memberi pelayanan pada

perusahaan yang lama. Beberapa sebab yang memicu terjadinya aglomerasi : 1)

Tenaga kerja tersedia banyak dan banyak yang memiliki kemampuan dan keahlian

yang lebih baik dibanding di luar daerah tersebut; 2) Suatu perusahaan menjadi

daya tarik bagi perusahaan lain; 3) Berkembangnya suatu perusahaan dari kecil

menjadi besar, sehingga menimbulkan perusahaan lain untuk menunjang

perusahaan yang membesar tersebut; 4) Perpindahan suatu kegiatan produksi dari

satu tempat ke beberapa tempat lain; 5) Perusahaan lain mendekati sumber bahan

untuk aktifitas produksi yang dihasilkan oleh perusahaan yang sudah ada untuk

saling menunjang satu sama lain.

Deglomerasi. Deglomerasi adalah suatu kecenderungan perusahaan untuk

memilih lokasi usaha yang terpisah dari kelompok lokasi perusahaan lain.

Beberapa sebab yang memicu terjadinya deglomerasi: 1) Harga buruh yang

semakin meningkat di daerah padat industri; 2) Penyempitan luas tanah yang

dapat digunakan karena sudah banyak dipakai untuk perumahan dan kantor

pemerintah; 3) Harga tanah yang semakin tinggi di daerah yang telah padat; 4)

Sarana dan prasarana di daerah lain semakin baik namun harga tanah dan upah

buruh masih rendah.

2.2.3. Teori Lokasi August Losch

Berbeda dengan Weber yang melihat persoalan dari sisi produksi, Losch

melihat persoalan dari sisi permintaan pasar. Losch mengatakan bahwa lokasi

penjual berpengaruh terhadap jumlah konsumen yang dapat dijaringnya. Makin

Page 41: KARAKTERISTIK DAN PERMASALAHAN PEDAGANG KAKI … · KARAKTERISTIK DAN PERMASALAHAN PEDAGANG KAKI LIMA (PKL) ... construct street vendor database, (2) economic empowerment for the

21

jauh dari pasar, konsumen enggan membeli karena biaya transportasi (semakin

jauh tempat penjualan) semakin mahal. Produsen harus memilih lokasi yang

menghasilkan penjualan terbesar.

Losch menyarankan lokasi produksi ditempatkan di dekat pasar (Centre

Business District). Kontribusi utama Losch adalah memperkenalkan potensi

permintaan (demand) sebagai faktor penting dalam lokasi industri, Kedua, kritik

terhadap pendahulunya yang selalu berorientasi pada biaya terkecil; padahal yang

biasanya dilakukan oleh industri adalah memaksimalkan keuntungan (profit–

revenue maximation) dengan berbagai asumsi, Losch mengemukakan bagaimana

economic landscape terjadi, yang merupakan keseimbangan (equillibrium) antara

supply dan demand.

August Losch merupakan orang pertama yang mengembangkan teori lokasi

dengan segi permintaan sebagai variabel utama. Teori ini bertujuan untuk

menemukan pola lokasi industri sehingga diketemukan keseimbangan spasial

antar lokasi. Losch berpendapat bahwa dalam lokasi industri yang tampak tak

teratur dapat diketemukan pola keberaturan. Teori Losch berasumsi suatu daerah

yang homogen dengan distribusi sumber bahan mentah dan sarana angkutan yang

merata serta selera konsumen yang sama. Kegiatan ekonomi yang terdapat di

daerah tersebut merupakan pertanian berskala kecil yang pada dasarnya ditujukan

bagi pemenuhan kebutuhan petani masing-masing. Perdagangan baru terjadi bila

terdapat kelebihan produksi. Untuk mencapai keseimbangan, ekonomi ruang

Losch harus memenuhi beberapa syarat sebaai berikut : 1) Setiap lokasi industri

harus menjamin keuntungan maksimum bagi penjual maupun pembeli;

2) Terdapat cukup banyak usaha pertanian dengan penyebaran cukup merata

sehingga seluruh permintaan yang ada dapat dilayani; 3) Terdapat free entry dan

tak ada petani yang memperoleh super-normal propfit sehingga tak ada

rangsangan bagi petani dari luar untuk masuk dan menjual barang yang sama di

daerah tersebut; 4) Daerah penawaran adalah sedemikian hingga memungkinkan

petani yang ada untuk mencapai besar optimum dan 5) Konsumen bersikap

indifferent terhadap penjual manapun dan satu-satunya pertimbangan untuk

membeli adalah harga yang rendah. Pada teori Losch, wilayah pasar bisa berubah

ketika terjadi inflasi (perubahan) harga. Hal ini disebabkan karena produsen tidak

Page 42: KARAKTERISTIK DAN PERMASALAHAN PEDAGANG KAKI … · KARAKTERISTIK DAN PERMASALAHAN PEDAGANG KAKI LIMA (PKL) ... construct street vendor database, (2) economic empowerment for the

22

mampu memenuhi permintaan yang karena jaraknya jauh akan mengakibatkan

biaya transportasi naik sehingga harga jualnya juga naik, karena tingginya harga

jual maka pembelian makin berkurang. Hal ini mendorong petani lain melakukan

proses produksi yang sama untuk melayani permintaan yang belum terpenuhi.

Dengan makin banyaknya petani yang menawarkan produk yang sama, maka akan

terjadi dua keadaan : 1) Seluruh daerah akan terlayani; 2) Persaingan antar petani

penjual akan semakin tajam dan saling berebut pembeli. Losch berpendapat

bahwa akhirnya luas daerah pasar masing-masing petani penjual akan mengecil

dan dalam keseimbangannya akan terbentuk segienam beraturan. Bentuk ini

dipilih karena menggambarkan daerah penjualan terbesar yang masih dapat

dikuasai setiap penjual dan berjarak minimum dari tempat lokasi kegiatan

produksi yang bersangkutan. Keseimbangan yang dicapai dalam teori Losch

berasumsi bahwa harga hanya dipengaruhi oleh permintaan dan penawaran, oleh

karenanya keseimbangan akan terganggu bila salah seorang penjual menaikkan

harga jualnya. Keputusan ini mengakibatkan tidak hanya pasar menyempit karena

konsumen tak mampu membeli tapi sebagian pasar akan hilang dan direbut oleh

penjual yang berdekatan. Untuk memperluas jangkauan pasar dapat dilakukan

dengan menjual barang yang berbeda jenis dari yang sudah ditawarkan.

2.2.4 Teori Lokasi Industri Christaller

Walter Christaller (1933) menulis buku berjudul Central Places In Southern

Germany. Dalam buku ini Christaller mencoba menjelaskan bagaimana susunan

dari besaran kota, jumlah kota, dan distribusinya di dalam satu wilayah. Model

Christaller ini merupakan suatu sistem geometri dimana angka 3 yang diterapkan

secara arbiter memiliki peran yang sangat berarti. Itulah sebabnya disebut sistem

K=3 dari Christaller (Tarigan, 2005).

Christaller mengembangkan modelnya untuk suatu wilayah abstrak

dengan ciri berikut:

1. Wilayahnya adalah daratan tanpa roman, semua adalah datar dan sama.

2. Gerakan dapat dilaksanakan ke segala arah (isotropic surface).

3. Penduduk memiliki daya beli yang sama dan tersebar secara merata pada

seluruh wilayah.

Page 43: KARAKTERISTIK DAN PERMASALAHAN PEDAGANG KAKI … · KARAKTERISTIK DAN PERMASALAHAN PEDAGANG KAKI LIMA (PKL) ... construct street vendor database, (2) economic empowerment for the

23

4. Konsumen bertindak rasional sesuai dengan prinsip minimisasi jarak atau

biaya.

Luas pemasaran minimal sangat tergantung pada tingkat kepadatan penduduk

pada wilayah asumsi. Makin tinggi kepadatan penduduk makin kecil wilayah

pemasaran minimal, begitu sebaliknya. Wilayah pemasaran minimal disebut

thereshold. Tidak boleh ada produsen untuk komoditas yang sama dalam ruang

threshold. Apabila ada, salah satu akan gulung tikar atau kedua-duanya akan

gulung tikar dan kemudian muncul pengusaha baru.

Model Chistaller tentang terjadinya model area perdagangan heksagonal

sebagai berikut:

1. Mula-mula terbentuk areal perdagangan satu komoditas berupa lingkaran-

lingkaran. Setiap lingkaran memiliki pusat dan menggambarkan threshold

dari komoditas tersebut.

2. Kemudian digambarkan lingkaran-lingkaran berupa range dari komoditas

tersebut yang lingkarannya boleh tumpang tindih.

3. Range yang tumpang tindih dibagi antara kedua pusat yang berdekatan

sehingga terbentuk areal yang heksagonal yang menutupi seluruh daratan

yang tidak lagi tumpang tindih.

4. Tiap barang berdasarkan tingkat ordenya memiliki heksagonal sendiri-

sendiri. Dengan menggunakan k=3, barang orde I lebar heksagonalnya

adalah 3 kali heksagonal barang orde II. Barang orde II lebar heksagonalnya

adalah 3 kali heksagonal barang orde III, dan seterusnya. Tiap heksagonal

memiliki pusat yang besar kecilnya sesuai dengan besarnya heksagonal

tersebut. Heksagonal yang sama besarnya tidak saling tumpang tindih, tetapi

antara heksagonal yang tidak sama besarnya akan terjadi tumpang-tindih.

Berdasarkan model k=3, pusat dari hierarki yang lebih rendah berada pada sudut

dari hierarki yang lebih tinggi sehingga pusat yang lebih rendah berada pada

pengaruh dari tiga hierarki yang lebih tinggi darinya.

Christaller menyatakan bahwa produsen berbagai jenis barang untuk orde

yang sama cenderung berlokasi pada titik sentral di wilayahnya dan hal ini

mendorong terciptannya kota.

Page 44: KARAKTERISTIK DAN PERMASALAHAN PEDAGANG KAKI … · KARAKTERISTIK DAN PERMASALAHAN PEDAGANG KAKI LIMA (PKL) ... construct street vendor database, (2) economic empowerment for the

24

Uraian tentang range dan thereshold dapat menjelaskan mengapa terjadi

konsentrasi dari berbagai jenis usaha pada satu lokasi tetapi konsep itu tidak dapat

menjelaskan mengapa dipasar juga ada kecenderungan bahwa pedagang dari

komoditas sejenis juga memilih untuk berlokasi secara berkonsentrasi atau

berdekatan. Konsep tidak memungkinkan produsen atau pedagang sejenis berada

berdekatan karena pada satu ruang threshold hanya boleh ada satu produsen atau

pedagang.

Apabila berdekatan harus ada yang gulung tikar dan yang tersisa hanya

satu produsen atau pedagang. Jadi kemungkinan penyelesaiannya adalah hanya

mungkin lewat penelaahan sikap manusia. Adalah menjadi sifat manusia untuk

berusaha mendapatkan barang yang diinginkan dalam batas waktu tertentu

dengan harga yang semurah mungkin. Apabila pembeli hanya berhadapan

dengan seorang penjual, harga yang ditawarkan penjual menjadi tidak jelas bagi

pembeli, apakah harga itu adalah harga terendah yang dapat dia peroleh atau

tidak. Dengan berkumpulnya banyak penjual barang sejenis pada lokasi yang

sama, pembeli mendapat kesempatan untuk membandingkan harga di antara para

penjual dan akan membeli pada penjual yang menawarkan harga terendah

(pembeli butuh informasi untuk membuat keputusan). Hal ini membuat lokasi

yang memiliki banyak penjual barang sejenis, lebih memiliki daya tarik bagi

pembeli ketimbang lokasi yang hanya memiliki sedikit penjual.

2.3. Sektor Informal

Seringkali sektor ekonomi dibagi menjadi sektor formal dan informal.

Pembagian ini lebih didasarkan pada kaitannya dengan perijinan dan regulasi dari

pemerintah setempat. Dikatakan sektor formal bila sektor ekonomi terdaftar pada

pemerintah dan informal jika tidak terdaftar. Dikotomi ini menghasilkan implikasi

kebijakan yang berbeda pada pemerintah lokal dan nasional. Bukti empiris

menunjukkan bahwa justru sektor informal yang mampu menjadi katup

penyelamat ekonomi nasional selama krisis.

Pembahasan sektor informal tidak dapat dipisahkan dari pembahasan sektor

usaha mikro kecil dan menengah (UMKM). Usaha dalam skala ini berkembang

pesat khususnya di negara-negara berkembang seperti di Indonesia karena

keterbatasan lapangan kerja di sektor formal.

Page 45: KARAKTERISTIK DAN PERMASALAHAN PEDAGANG KAKI … · KARAKTERISTIK DAN PERMASALAHAN PEDAGANG KAKI LIMA (PKL) ... construct street vendor database, (2) economic empowerment for the

25

2.3.1. Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM)

Sesuai dengan Undang- Undang Nomor 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro,

Kecil dan Menengah (UMKM), usaha mikro adalah usaha ekonomi produktif

milik orang perorangan dan atau badan usaha perorangan yang memenuhi kriteria

usaha mikro sebagaimana diatur dalam undang-undang ini. Usaha kecil adalah

usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri, yang dilakukan oleh perorangan

atau badan usaha yang bukan merupakan anak perusahaan atau bukan cabang

perusahaan yang dimiliki, dikuasai atau menjadi bagian, baik langsung maupun

tidak langsung dari usaha menengah atau usaha besar yang memenuhi kriteria

usaha kecil sebagaimana dimaksud dalam undang-undang ini. Usaha menengah

adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri, yang dilakukan oleh

perorangan atau badan usaha yang bukan merupakan anak perusahaan atau cabang

perusahaan yang dimiliki, dikuasai atau menjadi bagian, baik langsung maupun

tidak langsung dengan usaha kecil atau usaha besar dengan jumlah kekayaan

bersih atau hasil penjualan tahunan sebagaimana diatur dalam undang-undang ini.

Menurut Undang-Undang No. 9/1995 tentang Usaha Kecil, usaha yang

diklasifikasikan sebagai usaha kecil adalah yang memenuhi kriteria: (a) memiliki

aset kurang dari atau sama dengan Rp 200 juta di luar tanah dan bangunan, (b)

omzet tahunan kurang dari atau sama dengan Rp 1 milyar, (c) dimiliki oleh orang

Indonesia, (d) independen, tidak terafiliasi dengan usaha menengah-besar dan (e)

boleh berbadan hukum, boleh tidak. Badan Pusat Statistik (BPS) lebih

menspesifikkan jenis usaha dengan membaginya menjadi usaha mikro, usaha

kecil dan usaha menengah berdasarkan jumlah pekerjanya. Usaha mikro adalah

usaha dengan jumlah pekerja kurang dari 5 orang termasuk tenaga keluarga yang

tidak dibayar. Usaha kecil adalah usaha dengan jumlah pekerja 5-19 orang.

Berdasarkan aset usahanya, kriteria usaha kecil adalah yang memiliki nilai

kekayaan (aset) bersih di bawah Rp 200 juta di luar tanah dan bangunan usaha

atau di bawah penjualan (omzet) maksimal Rp 1 milyar. Di atas kriteria itu adalah

usaha menengah. Dewasa ini tercatat ada 2.9 juta unit UMKM yang mampu

menyerap tenaga kerja sebesar 66.83 juta atau 89 % angkatan kerja dan

memberikan kontribusi berarti (39.8 %) bagi produk domestik bruto (PDB)

nasional.

Page 46: KARAKTERISTIK DAN PERMASALAHAN PEDAGANG KAKI … · KARAKTERISTIK DAN PERMASALAHAN PEDAGANG KAKI LIMA (PKL) ... construct street vendor database, (2) economic empowerment for the

26

Definisi dan kriteria industri kecil dari berbagai departemen disajikan pada

Tabel 3. Namun demikian, para ahli ekonomi dan pembangunan di Indonesia

seringkali men-generalisasikan industri rumah tangga sebagai sektor usaha kecil

menengah (UKM).

Tabel 3. Definisi Jenis Usaha dari Berbagai Departemen

Organisasi Jenis Usaha Keterangan Kriteria Menneg Koperasi & PKM

Usaha Kecil (UU No. 9/1995)

Aset ≤ Rp 200 juta di luar tanah dan bangunan • Omzet tahunan Rp 1 milyar

Usaha Menengah (Inpres 10/1999)

Aset antara Rp 200 juta - Rp 10 milyar

Bank Indonesia

Usaha Mikro (SK Dir BI No. 31/24/KEP/DIR tgl. 5 Mei 1998)

Usaha yang dijalankan oleh rakyat miskin atau mendekati miskin. • Dimiliki oleh keluarga, sumber daya

lokal dan teknologi sederhana • Lapangan usaha mudah untuk exit dan

entry Usaha Kecil (UU No. 9/1995)

Aset ≤ Rp 200 juta di luar tanah dan bangunan • Omzet tahunan ≤ Rp 1 milyar

Menengah (SK Dir BI No. 30/45/Dir/UK tgl. 5 Januari 1997)

Aset ≤ Rp 5 milyar untuk sektor industri • Aset ≤ Rp 600 juta di luar tanah dan

bangunan untuk sektor non industri manufakturing

• Omzet tahunan < Rp 3 milyar Bank Dunia Usaha Mikro Kecil-

Menengah Pekerja < 20 orang • Pekerja 20-150 orang • Aset ≤ US$ 500 ribu di luar tanah dan

bangunan Sumber : Ayub (2004)

Realitas membuktikan bahwa sejak terjadinya krisis ekonomi, sektor UKM

mampu bertahan bahkan menjadi penyelamat perekonomian nasional. UKM yang

saat ini jumlahnya diperkirakan 40,19 juta unit usaha memberi kontribusi yang

sangat signifikan terhadap produk domestik bruto (PDB). Pada tahun 2001

diperkirakan UKM memberi kontribusi terhadap PDB sebesar 54,74 % (Karyadi

2004). Dewasa ini tercatat ada 2,9 juta unit UKM yang mampu menyerap tenaga

kerja sebesar 66,83 juta atau 89 % angkatan kerja dan memberikan kontribusi

berarti (39,8 %) bagi PDB nasional (Bisnis.com 2004). Dalam konteks pengembangan masyarakat, industri ini sangat berperan

dalam mengembangkan masyarakat. Hal ini dilakukan melalui beberapa cara

yaitu : (1) Keterlibatan masyarakat sekitar sebagai tenaga kerja berarti menjamin

Page 47: KARAKTERISTIK DAN PERMASALAHAN PEDAGANG KAKI … · KARAKTERISTIK DAN PERMASALAHAN PEDAGANG KAKI LIMA (PKL) ... construct street vendor database, (2) economic empowerment for the

27

keberlangsungan pendapatannya, (2) Adanya transfer pengetahuan baru bagi

masyarakat, baik ilmu produksi, organisasi, manajemen maupun pemasaran, dapat

diartikan sebagai pengembangan sumber daya manusia dan (3) Keterlibatan

institusi-institusi pembangunan menjamin adanya transfer pengetahuan yang lebih

luas bagi masyarakat lokal dan menjamin adanya proses pembelajaran

masyarakat.

2.3.2. Usaha Produktif

Seringkali terjadi salah kaprah di kalangan birokrat tingkat pemerintahan

daerah dalam mengartikan apa yang dimaksud dengan usaha produktif, sehingga

terdapat beberapa sektor usaha yang seolah-olah tidak merupakan usaha produktif.

Hal ini mengakibatkan sektor tersebut seringkali agak terpinggirkan dalam

konteks pembangunan ekonomi. Oleh karenanya maka untuk menyamakan

persepsi, terlebih dahulu perlu melihat pengertian dari produksi itu sendiri.

Adapun yang dimaksud dengan produksi dalam ekonomi merupakan kegiatan

manusia untuk menciptakan dan menambah nilai atau kegunaan suatu barang atau

jasa dengan cara mengubah bentuk ataupun tidak (Assauri, 1999). Kegunaan

dibedakan atas dasar bentuk, tempat, waktu dan pemilikan, sehingga usaha

perdagangan barang dan jasa pun merupakan usaha yang produktif.

2.3.3. Pengertian dan Definisi Sektor Informal

Tinjauan mengenai sektor informal diawali dari dikotomi pemahaman antara

ekonomi informal versus ekonomi formal (economy) yang telah banyak

mendapatkan kritikan. Hal ini terutama disebabkan karena adanya kesulitan

dalam membuat batasan yang jelas antar kedua tipe ekonomi ini.

“Sektor informal” bukanlah benar-benar suatu 'sektor' seperti yang lazimnya

dipahami dalam konteks formal (seperti sektor pertanian, finansial, manufakturing

dan sebagainya), bahkan aktivitas informal terdapat pada beberapa sektor

ekonomi. Oleh karenanya, istilah “ekonomi informal” semakin banyak digunakan

dibandingkan istilah sektor informal.

Lemahnya batasan yang jelas antar ekonomi formal dan informal terjadi

karena beberapa kriteria atau kondisi yang digunakan untuk membedakan apakah

suatu aktivitas ekonomi dipandang sebagai formal atau informal. Di antara kriteria

ini adalah status administratif dari aktivitas ekonomi (terdaftar atau tidak,

Page 48: KARAKTERISTIK DAN PERMASALAHAN PEDAGANG KAKI … · KARAKTERISTIK DAN PERMASALAHAN PEDAGANG KAKI LIMA (PKL) ... construct street vendor database, (2) economic empowerment for the

28

teregulasi atau tidak), status legal (legal-ilegal), penerimaan melalui norma-norma

bersama, kepermanenannya (permanen atau tidak permanen, memiliki domisili

yang tetap atau tidak), status membayar pajak (pembayar pajak-bukan pembayar

pajak), komprehensivitas organisasi (terstruktur-tidak terstruktur) dan beberapa

kondisi lainnya (URDI, ILO 2005).

Konsep “sektor informal“ diperkenalkan oleh Keith Hart, ahli ekonomi dari

Inggris yang melakukan penelitian tentang kegiatan ekonomi di daerah perkotaan

Ghana (Nurul 2009). ILO membedakan sektor informal dengan sektor formal

dilihat dari sisi apa yang ada di kedua sektor tersebut. Istilah ini mengacu pada

kegiatan-kegiatan ekonomi berskala kecil dan tidak terdaftar (ILO, 2002 dalam

Nurul, 2009). Istilah “ekonomi informal” kemudian diperkenalkan sebagai istilah

baru yang mengikutsertakan tipe-tipe kesempatan kerja informal yang tidak

tercakup dalam definisi statistik ”sektor informal”. Istilah baru ini mencakup, baik

unit usaha maupun hubungan kerja (ILO, 2002 dalam Nurul, 2009).

Dalam konteks yang berbeda dan menggunakan perspektif yang berbeda,

sektor informal dikenal dengan beberapa nama. Sektor ini sering disebut sebagai

ekonomi informal, ekonomi tidak teregulasi, sektor tidak terorganisasi atau

lapangan kerja tidak teramati. Tipikal sektor ini menunjukkan unit ekonomi dan

pekerja yang terlibat dalam beragam aktivitas komersil dan pekerjaan di luar

realisme pekerjaan formal (Williams dan Windebank, 1998 dalam Suharto, 2003).

Di sebagian negara-negara maju dan berkembang aktivitas sektor informal

tidak dimasukkan ke dalam statistika lapangan kerja nasional (Suharto, 2003).

Dalam upaya membawa sektor ini untuk mendapat perhatian nasional dan

menghilangkan ketakutan akan tingginya level pengangguran, sekarang sudah

umum di beberapa negara maju dan berkembang memasukkan sektor informal ke

dalam figur nasional (Fortes et al, 1989; Williams & Windebank, 1998).

Karena aktivitasnya yang sebagian besar tidak tercatat dan tidak terdaftar

dalam neraca pendapatan nasional, maka sektor ini tetap dianggap tidak penting

dan tidak tersentuh. Bahkan jika aktivitas ini terdaftar, dalam banyak hal sektor

informal tidak mengikuti regulasi perlindungan tenaga kerja, provisi jaminan

kerja, dan tindakan proteksi di tempat kerja (ILO, 1998; UNDP, 1997; Williams

& Windebank, 1998).

Page 49: KARAKTERISTIK DAN PERMASALAHAN PEDAGANG KAKI … · KARAKTERISTIK DAN PERMASALAHAN PEDAGANG KAKI LIMA (PKL) ... construct street vendor database, (2) economic empowerment for the

29

Ekonomi informal - dengan PKL sebagai wajah utamanya - dikenal dengan

beragam nama dan definisi. Ekonomi ini disebut sebagai irregular economy

(Ferman dan Ferman, 1973), subterranean economy (Gutmann, 1977),

underground economy (Simon dan Witte, 1982; Houston, 1987), black economy

(Dilnot & Morris, 1981), shadow economy (Frey, Weck & Pommerehen, 1982;

Cassel & Cichy, 1986) dan informal economy (McCrohan & Smith, 1986).

Beberapa media juga memberikan istilah beragam seperti invissible economy,

hidden economy, submerged economy, irregular economy, non official economy,

unrecorded economy atau clandestine economy (US Department of Labor, 1992).

Selain keberagaman definisi dan istilah ini, batas antara ekonomi formal dan

informal juga cenderung kabur. Kondisi ini terkait tiga hal. Pertama, karena

beberapa kriteria atau kondisi yang dapat digunakan untuk membedakan apakah

suatu aktivitas ekonomi dipandang sebagai formal atau informal. Kedua, beberapa

aktivitas ekonomi di negara berkembang menunjukkan kombinasi dari kondisi

tersebut. Misalnya, aktivitas ekonomi tertentu bisa jadi memiliki domisili yang

jelas, terdaftar pada salah satu badan pemerintah, dan secara teratur membayar

retribusi tertentu, membayar fee untuk layanan pemerintah tertentu namun masih

dipandang sebagai informal karena tidak adanya status legal. Ketiga, keterkaitan

yang kuat antara ekonomi informal dan formal. Beberapa aktivitas ekonomi

informal seperti industri rumah tangga kecil menyalurkan produknya ke kesatuan

bisnis formal, dengan atau tanpa kontrak formal. Beberapa pemilik properti

komersil formal “mengijinkan” penyedia makanan informal untuk berjualan di

propertinya agar dapat menyediakan makanan bagi pegawai atau konsumennya.

Juga ada PKL atau 'usaha kecil' yang 'dijalankan dari bawah' oleh bisnis yang dari

besaran ekonominya tidak dapat dipandang sebagai usaha kecil dan sebaiknya

dipandang menjadi entitas ekonomi formal.

Lee dan Eyraud (2007) yang mengkaji perubahan kondisi lapangan kerja di

Asia dan Pasifik menyimpulkan bahwa lapangan kerja di Asia semakin

“terinformalkan”. Di Indonesia sendiri, ekonomi informal tumbuh pesat selama

beberapa tahun terakhir seperti yang ditunjukkan pada Tabel 4.

Page 50: KARAKTERISTIK DAN PERMASALAHAN PEDAGANG KAKI … · KARAKTERISTIK DAN PERMASALAHAN PEDAGANG KAKI LIMA (PKL) ... construct street vendor database, (2) economic empowerment for the

30

Tabel 4. Lapangan Kerja menurut Aktivitas Ekonomi di Indonesia

Ekonomi Tahun (dalam %) 1996 1998 2000 2002 2004 2006

Formal 37.2 34.6 35.1 30.4 30.3 30.2 Informal 62.8 65.4 64.9 69.6 69.7 69.8

Sumber : Lee dan Eyraud (2007)

Data ini mengindikasikan bahwa dalam satu dekade terakhir, lapangan kerja

sektor formal menunjukkan tren semakin menurun, sedangkan lapangan kerja

informal menunjukkan tren semakin meningkat. Tren ini terjadi khususnya karena

kegagalan ekonomi formal dalam menyerap pengangguran dan yang belum

bekerja (termasuk meningkatnya angkatan kerja baru).

Uraian di atas menunjukkan bahwa sektor informal mencakup berbagai sektor

dalam perekonomian, seperti sektor informal di sektor pertanian, manufaktur,

perdagangan barang dan jasa, dan sebagainya sehingga penggunaan istilah sektor

informal dapat menimbulkan kerancuan dalam pengertiannya yang selanjutnya

berimplikasi pada penataan dan pemberdayaannya.

Demikian pula halnya jika untuk sektor informal digunakan istilah atau nama

ekonomi informal. Jika digunakan istilah atau nama ekonomi maka pengertiannya

akan sangat luas, padahal bukan itu maksud dari istilah sektor informal (Wiliams

& Windebanki, 1998; Suharto, 2003).

2.3.4. Pedagang Kaki Lima (PKL)

PKL merupakan salah satu bentuk aktivitas perdagangan sektor informal

(Kuntjoro Jakti, 1986). PKL adalah pedagang kecil yang umumnya berperan

sebagai penyalur barang-barang dan jasa ekonomi kota. Keberadaan PKL dapat

ditemukan, baik di negara maju maupun berkembang (Schneider, 2002).

Istilah kaki lima sendiri berasal dari trotoar yang dahulu berukuran lebar 5

feet atau sama dengan kurang lebih 1.5 meter, sehingga dalam pengertian ini PKL

adalah pedagang yang berjualan pada kaki lima, dan biasanya mengambil tempat

atau lokasi di daerah keramaian umum seperti trotoar di depan pertokoan atau

kawasan perdagangan, pasar, sekolah dan gedung bioskop (Widodo, 2000).

Pengertian PKL terus berkembang sehingga sekarang menjadi kabur artinya.

Mereka tidak lagi berdagang di atas trotoar saja, tetapi di setiap jalur pejalan kaki,

tempat-tempat parkir, ruang-ruang terbuka, taman-taman, terminal bahkan di

Page 51: KARAKTERISTIK DAN PERMASALAHAN PEDAGANG KAKI … · KARAKTERISTIK DAN PERMASALAHAN PEDAGANG KAKI LIMA (PKL) ... construct street vendor database, (2) economic empowerment for the

31

perempatan jalan dan berkeliling ke rumah-rumah penduduk (Sari, 2003). Mc.

Gee dan Yeung (1977) memberikan pengertian PKL sama dengan hawker, yang

didefinisikan sebagai sekelompok orang yang menawarkan barang dan jasa untuk

dijual pada ruang publik, terutama di pinggir jalan dan trotoar.

Dalam konteks kota, usaha informal mencakup operator usaha kecil yang

menjual makanan dan barang atau menawarkan jasa dan pada gilirannya

melibatkan ekonomi uang dan transaksi pasar. Ini disebut sebagai sektor informal

perkotaan atau Urban Informal Sector (Suharto, 2003).

Sebagai sebuah unit usaha, PKL merupakan kegiatan usaha informal karena

tidak mempunyai legalitas usaha. Relasi yang dibangunpun sering merupakan

relasi informal dalam artian tidak menggunakan perjanjian tertulis di antara

mereka (Nurul, 2009).

Pengetahuan tentang karakteristik formal dan informal menjadi penting jika

dikaitkan dengan kebijakan. PKL sering dianggap sebagai kegiatan informal dan

tidak tercatat sehingga kontribusi ekonomi mereka tidak diperhitungkan dalam

kegiatan ekonomi kota. Karena kontribusi ini tidak dihitung maka pendekatan

yang diambil Pemerintah Kota terhadap kelompok PKL terutama adalah

pendekatan yang bersifat pengaturan/kontrol dan pelarangan (Nurul, 2009).

PKL adalah orang yang melakukan usaha produktif dengan menghasilkan

suatu barang tertentu atau melakukan usaha jasa perdagangan, baik barang-barang

baru maupun bekas dengan menggunakan tempat di trotoar jalan ataupun tepi

jalan atau di jalan itu sendiri tanpa mendapat izin secara formal.

Wiego (Women in Informal Employment : Globalizing and Organizing)

dalam papernya A Policy Response to the Informal Economy, Addressing

Informality, Reducing Poverty, pada tahun 2009 menyatakan bahwa terdapat

beberapa paradigma terhadap PKL antara lain adalah :

1. Sektor informal adalah ekonomi tradisional yang akan mati dengan

pertumbuhan industri modern. Produktivitasnya hanya marginal.

2. Keberadaaannya terpisah dari ekonomi formal.

3. Mencerminkan surplus tenaga kerja.

4. Sebagian besar sektor ini adalah pengusaha bisnis ilegal atau tidak terdaftar

untuk menghindari regulasi dan pajak.

Page 52: KARAKTERISTIK DAN PERMASALAHAN PEDAGANG KAKI … · KARAKTERISTIK DAN PERMASALAHAN PEDAGANG KAKI LIMA (PKL) ... construct street vendor database, (2) economic empowerment for the

32

5. Pekerjaan pada ekonomi informal sebagian besar terdiri dari aktivitas untuk

bertahan hidup dengan demikian bukan menjadi subyek kebijakan ekonomi.

6. Terutama terdiri dari usaha tidak terdaftar, pedagang jalanan, dan produsen

skala sangat kecil.

7. Tidak teregulasi.

8. Karena tidak teregulasi dan tidak kena pajak sebagian yang bekerja pada

sektor informal adalah tidak sejahtera.

9. Tidak berkontribusi terhadap pertumbuhan ekonomi.

2.4. Kebijakan Publik

2.4.1 Konsepsi Kebijakan Publik

Fokus utama dalam pembahasan kebijakan publik adalah penciptaan

lingkungan yang memungkinkan semua aktor bisnis maupun nirlaba untuk dapat

bertahan dalam konteks global maupun domestik. Suatu kebijakan dapat disebut

sebagai kebijakan publik apabila memiliki derajat tertentu, dipikirkan atau

setidaknya diproses melalui prosedur-prosedur tertentu dan di bawah pengaruh

atau kontrol pemerintah (Hogwood dan Gunn, 1986).

Kebijakan publik yang baik adalah kebijakan yang mendorong setiap warga

masyarakat untuk membangun daya saingnya masing-masing dan bukan semakin

menjerumuskan ke dalam pola ketergantungan (Nugroho, 2004). Dengan

demikian kebijakan yang dikeluarkan oleh Pemerintah Pusat atau Daerah perlu

mengedepankan aspek kemandirian masyarakat dalam meningkatkan daya

saingnya, baik dalam konteks global atau domestik. Kebijakan publik merupakan

jalan untuk mencapai masyarakat yang dicita-citakan, ditunjukkan seperti pada

Gambar 5.

Gambar 5. Kebijakan Publik Sumber : Nugroho (2004)

Masyarakat pada masa awal

Masyarakat pada masa transisi

Masyarakat yang dicita-citakan

Kebijakan Publik

Page 53: KARAKTERISTIK DAN PERMASALAHAN PEDAGANG KAKI … · KARAKTERISTIK DAN PERMASALAHAN PEDAGANG KAKI LIMA (PKL) ... construct street vendor database, (2) economic empowerment for the

33

Dengan demikian apa yang dikerjakan dari sebuah kebijakan publik adalah

untuk pencapaian tujuan masyarakat secara nasional atau domestik (tingkat

daerah), serta mempunyai parameter keberhasilan dari sebuah kebijakan publik.

Untuk mencapai tujuannya, kebijakan publik meliputi pengaturan perilaku,

mengorganisir birokrasi, mendistrbusikan manfaat dan memungut pajak.

Menurut Nugroho (2004), proses dari suatu kebijakan publik mencakup

empat komponen yaitu perumusan kebijakan, implementasi kebijakan, monitoring

kebijakan dan evaluasi kebijakan.

Gambar 6. Proses Kebijakan Publik Sumber : Nugroho (2004)

Proses kebijakan publik di atas menjelaskan beberapa hal yaitu :

1. Terdapat isu atau masalah publik. Disebut isu apabila masalahnya bersifat

strategis, yakni bersifat mendasar, menyangkut banyak orang atau

keselamatan bersama, (biasanya) berjangka panjang, tidak bisa diselesaikan

oleh orang-orang, dan memang harus diselesaikan.

2. Isu ini kemudian menggerakkan pemerintah untuk merumuskan kebijakan

publik dalam menyelesaikan masalah tersebut. Rumusan kebijakan ini akan

menjadi hukum bagi seluruh negara dan warganya, termasuk pimpinan

negara.

3. Setelah dirumuskan kemudian kebijakan publik ini dilaksanakan, baik oleh

pemerintah, masyarakat atau pemerintah bersama-sama dengan masyarakat.

4. Dalam proses perumusan, pelaksanaan dan pasca pelaksanaan, diperlukan

evaluasi sebagai sebuah siklus baru sebagai penilaian kebijakan tersebut

Perumusan Kebijakan

Implementasi Kebijakan

Evaluasi Kebijakan

Monitoring Kebijakan

Page 54: KARAKTERISTIK DAN PERMASALAHAN PEDAGANG KAKI … · KARAKTERISTIK DAN PERMASALAHAN PEDAGANG KAKI LIMA (PKL) ... construct street vendor database, (2) economic empowerment for the

34

sudah dirumuskan dengan baik dan benar dan diimplementasikan dengan baik

dan benar pula.

5. Implementasi kebijakan bermuara kepada output yang dapat berupa kebijakan

itu sendiri maupun manfaat langsung yang dapat dirasakan oleh pemanfaat.

6. Dalam jangka panjang kebijakan tersebut menghasilkan outcome dalam

bentuk dampak kebijakan yang diharapkan semakin meningkatkan tujuan

yang hendak dicapai dengan kebijakan tersebut.

Tidak mudah membuat kebijakan publik yang dapat mengakomodasi semua

kepentingan golongan masyarakat karena kebijakan publik akan berhadapan

dengan beragam kepentingan masyarakat dan kondisi yang berbeda, terlebih

adanya kepentingan politik dari golongan tertentu.

Dalam hubungannya dengan aspek politis, terdapat empat hubungan antara

kebijakan publik dan politik, yaitu :

1. Kompetisi Politik. Merupakan model sistem paling awal dalam bidang

kebijakan. Sumber daya ekonomi akan menentukan tingkat kompetisi dan

partisipasi pemilih. Faktor-faktor politik ini menentukan kebijakan publik

dalam kesejahteraan, kesehatan, jalan raya, pajak, belanja negara dan

sebagainya. Alur kebijakan publik dapat dilihat pada gambar berikut :

Gambar 7. Alur Kebijakan Publik berdasarkan Kompetisi Politik Sumber : http://www.scribd.com

2. Sumber Daya Ekonomi. Variabel pengembang ekonomi lebih berpengaruh

dibandingkan karakteristik sistem politik dalam membentuk kebijakan publik

di negara bagian.

Gambar 8. Alur Kebijakan Publik berdasarkan Sumber Daya Ekonomi Sumber : http://www.scribd.com

Sumber Daya Ekonomi

Kompetisi Partisipasi

Kebijakan Publik

Sumber Daya Ekonomi

Kompetisi Partisipasi

Kebijakan Publik

Page 55: KARAKTERISTIK DAN PERMASALAHAN PEDAGANG KAKI … · KARAKTERISTIK DAN PERMASALAHAN PEDAGANG KAKI LIMA (PKL) ... construct street vendor database, (2) economic empowerment for the

35

3. Perkembangan ekonomi berdampak pada kebijakan publik tetapi bila

dampak kebijakan publik dikendalikan, maka faktor politik hanya

berpengaruh kecil terhadap outcome kebijakan.

4. Campuran (Hybrid), Sumber daya ekonomi membentuk kebijakan publik

secara langsung maupun tidak, dengan mempengaruhi kompetisi dan

partisipasi, yang pada gilirannya mempengaruhi kebijakan publik.

Gambar 9. Alur Kebijakan Publik Campuran Sumber : http://www.scribd.com

Menurut Nugroho (2004), kebijakan publik dapat dibagi ke dalam beberapa

jenis yaitu :

1. Berdasarkan makna dari kebijakan publik. Kebijakan publik sebagai hal-hal

yang diputuskan pemerintah untuk dikerjakan dan tidak dikerjakan.

Kebijakan seperti ini dapat digambarkan dalam sebuah matrik sebagaimana

Tabel 5

Tabel 5. Matrik Kebijakan Publik Berdasarkan Makna

. Kegiatan strategis Kegiatan

tidak/kurang strategis

Masyarakat mampu melaksanakan

I (pemerintah dengan

masyarakat)

II Masyarakat

Masyarakat tidak mampu untuk melaksanakan

III Pemerintah

IV Pemerintah (dibiarkan)

Sumber : Nugroho (2004)

2. Berdasarkan bentuknya. Dalam hal ini terdapat 2 bentuk kebijakan yaitu

peraturan-peraturan pemerintah yang tertulis dalam bentuk perundangan

dan peraturan-peraturan tidak tertulis (konvensi), yang merupakan bentuk

kerjasama antara legislatif dengan eksekutif atau yang dibuat hanya oleh

eksekutif.

Sumber Daya Ekonomi

Kompetisi Partisipasi Kebijakan

Publik

Page 56: KARAKTERISTIK DAN PERMASALAHAN PEDAGANG KAKI … · KARAKTERISTIK DAN PERMASALAHAN PEDAGANG KAKI LIMA (PKL) ... construct street vendor database, (2) economic empowerment for the

36

Kebijakan yang hanya dibuat oleh eksekutif di Indonesia di antaranya

adalah :

a. Peraturan Pemerintah (PP)

b. Keputusan Presiden (Kepres)

c. Keputusan Menteri atau kepala lembaga pemerintah non departemen

d. Dan seterusnya.

Kebijakan eksekutif pada tingkat daerah di antaranya :

a. Keputusan gubernur dan bertingkat keputusan dinas-dinas di bawahnya.

b. Keputusan bupati/walikota dan bertingkat keputusan dinas-dinas di

bawahnya.

3. Karakter. Karakter adalah bagian dari kebijkan tertulis formal, yang dalam

hal ini kebijakan publik dibagi menjadi 2 yaitu :

a. Regulatif versus deregulatif atau restriktif versus non restriktif.

b. Alokatif versus distributif atau redistributif.

Kebijakan jenis pertama adalah kebijakan yang menetapkan hal-hal yang

dibatasi dan hal-hal yang dibebaskan dari pembatasan-pembatasan. Sebagian

besar kebijakan publik berkenaan dengan hal yang regulatif atau restruktif dan

deregulasi atau non restruktif. Kebijakan jenis kedua biasanya berupa

kebijakan-kebijakan yang berkenaan dengan anggaran atau keuangan publik.

2.4.2. Instrumen Kebijakan Publik di Daerah

Instrumen kebijakan publik di daerah yang dibahas dalam penelitian ini

dibatasi hanya kepada kebijakan publik yang menyangkut bidang ekonomi,

berhubungan dengan keberadaan sektor informal termasuk PKL.

1. Regulasi

Regulasi pada tingkat daerah dapat dilakukan oleh kebijakan eksekutif saja

dan atau kebijakan eksekutif bersama dengan legislatif (DPRD). Kebijakan

eksekutif pada tingkat daerah (hanya eksekutif dan bersama DPRD) di antaranya :

a. Keputusan gubernur dan bertingkat keputusan dinas-dinas di bawahnya.

b. Keputusan bupati/walikota dan bertingkat keputusan dinas-dinas di

bawahnya.

c. Peraturan daerah.

Page 57: KARAKTERISTIK DAN PERMASALAHAN PEDAGANG KAKI … · KARAKTERISTIK DAN PERMASALAHAN PEDAGANG KAKI LIMA (PKL) ... construct street vendor database, (2) economic empowerment for the

37

EKSEKUTIF LEGISLATIF

PUBLIK

WALIKOTA/BUPATIDRAFT BAGIAN

HUKUM

TASK FORCE

DINAS DINASDINASDINASDINAS

LEGISLATIF

GUBERNUR

BIRO HUKUM

PEMERINTAH DAERAH

PEMERINTAH PROVINSI

Hanya untuk Pajak, Retribusi,

APBD dan RTRW

Undang-undang No. 32/ 2004 Ayat 20 menyatakan bahwa pada setiap strata

pemerintahan (legislatif dan pemerintah; nasional, propinsi, dan kabupaten atau

kota) harus mempertimbangkan aspek-aspek kepastian hukum, proporsional,

efektivitas dan efisiensi. Undang-undang ini juga mengamanatkan kriteria-kriteria

baru untuk pembuatan peraturan daerah, yaitu: kejelasan tujuan, efektivitas,

efisiensi, transparansi, kepastian hukum dan partisipasi masyarakat. Proses

penyusunan regulasi pada tingkat daerah digambarkan seperti pada Gambar 10

berikut.

Gambar 10. Proses Penyusunan Regulasi pada Tingkat Daerah Sumber : UU 32/2004

Instrumen kebijakan publik pada tingkat daerah yang dimaksudkan untuk

pengaturan perilaku, mengorganisir birokrasi, mendistribusikan benefit di

antaranya adalah pajak dan retribusi. Regulasi pajak daerah dan retribusi

dikeluarkan dan dikelola pada tingkat daerah secara berjenjang.

2. Pajak

Pembangunan yang dilakukan Pemerintah Pusat atau Daerah merupakan hasil

dari pendapatan negara setelah dikurangi dengan pengeluaran rutin. Besar-

kecilnya tabungan pemerintah ditentukan oleh hasil dari pajak-pajak dan hasil

keluaran sumber daya alam, dikurangi dengan pengeluaran rutin. Untuk

memperbesar tabungan, Pemerintah Pusat atau Daerah berusaha memperbesar

hasil dari pajak-pajak dan atau sumber daya alam serta memperkecil pengeluaran

Page 58: KARAKTERISTIK DAN PERMASALAHAN PEDAGANG KAKI … · KARAKTERISTIK DAN PERMASALAHAN PEDAGANG KAKI LIMA (PKL) ... construct street vendor database, (2) economic empowerment for the

38

rutin, melalui pengawasan yang ketat hingga tidak terjadi kebocoran dan korupsi

(Soemitro, 1987).

Pajak-pajak yang dipungut dan yang digunakan harus berdasarkan pada

undang-undang sehingga memiliki kekuatan paksa dan sanksi hukum, serta

menuntut adanya pengawasan. Pajak-pajak ini pada hakekatnya mengenai hidup

negara secara ekonomis, bukan hidup secara manusiawi.

Kebutuhan negara adalah kelangsungan hidup lembaga-lembaganya, yang

mampu melakukan fungsinya masing-masing. Banyak-sedikitnya uang yang

diperlukan oleh negara tergantung kepada tingkat ekonomi negara serta rakyatnya.

Lebih besar tingkat ekonomi negara, lebih besar kebutuhannya dan lebih besar

pula pendapatan (Soemitro, 1987).

Pada hakekatnya pajak memiliki tujuan untuk memungut dana dari

masyarakat. Definisi pajak menurut Sumihardjo dalam Apip (2006) adalah :

“Pajak adalah iuran wajijb, berupa uang atau barang yang dipungut oleh penguasa berdasarkan norma-norma hukum, guna menutup biaya produksi barang dan jasa kolektif dalam mencapai kesejahteraan umum”.

Definisi lainya adalah menurut Soemitro dalam Apip (2006) yaitu :

“ Pajak adalah peralihan kekayaan dari pihak rakyat kepada kas negara untuk membiayai pengeluaran rutin dan surplus yang digunakan untuk public saving untuk membiayai public investment”.

Sementara itu menurut Brotodihardjo dalam Apip (2006), pajak didefinisikan

sebagai :

“Pajak adalah keseluruhan dari peraturan yang meliputi wewenang pemerintah untuk mengambil kekayaan seseorang dan menyerahkan kembali kepada masyarakat melalui kas negara”.

Dari ketiga definisi tersebut terdapat beberapa hal yang dapat dikemukakan,

yaitu :

a) Pajak dipungut oleh pemerintah (baik pusat atau daerah). b) Tidak

mengandung jasa timbal-balik secara langsung. c) Pungutan pajak digunakan

untuk membiayai pengeluaran rutin. d) Pajak digunakan untuk kesejahteraan

umum. e) Pajak mencakup barang dan jasa.

Page 59: KARAKTERISTIK DAN PERMASALAHAN PEDAGANG KAKI … · KARAKTERISTIK DAN PERMASALAHAN PEDAGANG KAKI LIMA (PKL) ... construct street vendor database, (2) economic empowerment for the

39

3. Retribusi

Retribusi adalah pungutan daerah sebagai pembayaran atas jasa atau

pemberian izin tertentu yang khusus disediakan dan atau diberikan oleh

Pemerintah Daerah untuk kepentingan orang pribadi atau badan. Retribusi dapat

disebut sebagai Pajak Daerah dikelola oleh Dinas Pendapatan Daerah (Dispenda).

Perbedaan mendasar antara pajak dan retribusi adalah terletak pada timbal-balik

langsung. Untuk pajak tidak ada timbal-balik langsung kepada para pembayar

pajak, sedangkan untuk retribusi ada timbal-balik langsung dari penerima retribusi

kepada pembayar retribusi.

4. Subsidi

Subsidi adalah suatu bentuk bantuan keuangan yang dibayarkan kepada suatu

usaha atau sektor ekonomi. Sebagian besar subsidi yang dibuat oleh pemerintah

untuk produsen atau distributor dalam industri guna mencegah penurunan

(misalnya industri, sebagai hasil usaha yang tidak menguntungkan) atau kenaikan

harga dari produk atau untuk mendorong agar mempekerjakan lebih

banyak tenaga kerja (seperti dalam kasus subsidi upah). Contoh lainnya adalah

subsidi untuk mendorong penjualan ekspor; subsidi pada beberapa makanan untuk

mengurangi biaya hidup khususnya di daerah perkotaan; dan subsidi untuk

mendorong perluasan lahan produksi dan mencapai kemandirian dalam produksi

pangan.

Secara ekonomis subsidi dapat dianggap sebagai suatu bentuk

proteksionisme atau hambatan perdagangan dengan membuat barang dan jasa

domestik buatan dalam negeri kompetitif terhadap barang impor. Subsidi dapat

mendistorsi pasar dan dapat menimbulkan biaya ekonomi yang besar. Bantuan

keuangan dalam bentuk subsidi mungkin berasal dari pemerintahan, tetapi

dengan istilah subsidi juga merujuk kepada bantuan yang diberikan oleh orang

lain, seperti individu atau lembaga non pemerintah, walaupun ini lebih sering

digambarkan sebagai amal.

2.4.3. Sumber-sumber Pendapatan Daerah

Dalam Bab III UU No. 25 tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan antara

Pemerintah Pusat dan Daerah pada Pasal 3 mengenai Sumber-sumber

Page 60: KARAKTERISTIK DAN PERMASALAHAN PEDAGANG KAKI … · KARAKTERISTIK DAN PERMASALAHAN PEDAGANG KAKI LIMA (PKL) ... construct street vendor database, (2) economic empowerment for the

40

Penerimaan Daerah dalam Pelaksanaan Desentralisasi, sumber-sumber

penerimaan daerah mencakup :

a. Pendapatan Asli Daerah.

b. Dana Perimbangan.

c. Pinjaman Daerah.

d. Lain-lain Penerimaan yang sah.

Selanjutnya pada Pasal 4, disebutkan bahwa Sumber Pendapatan Asli Daerah

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf a terdiri dari:

a. Hasil pajak daerah.

b. Hasil retribusi daerah .

c. Hasil perusahaan milik daerah dan hasil pengelolaan kekayaan daerah

lainnya yang dipisahkan.

d. Lain-lain Pendapatan Asli Daerah yang sah.

Dengan demikian, Pemerintah Daerah memiliki kewenangan untuk

mendapatkan pendapatan asli daerah melalui instrumen pajak daerah, hasil

retribusi daerah, hasil perusahaan milik daerah dan hasil pengelolaan kekayaan

daerah lainnya yang dipisahkan serta pendapatan asli daerah lainnya yang sah.

Tanggal 18 Agustus 2009, Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia

telah menyetujui dan mengesahkan Rancangan Undang-undang Pajak Daerah dan

Retribusi Daerah (RUU PDRD) menjadi undang-undang, sebagai pengganti

Undang-undang Nomor 18 Tahun 1997 dan Undang-undang Nomor 34 Tahun

2000. Pengesahan Undang-undang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (UU

PDRD) ini sangat strategis dan mendasar di bidang desentralisasi fiskal, karena

terdapat perubahan kebijakan yang cukup fundamental dalam penataan kembali

hubungan keuangan antara Pusat dan Daerah. Undang-undang ini mulai berlaku

per 1 Januari 2010. UU PDRD mempunyai tujuan sebagai berikut :

1. Memberikan kewenangan yang lebih besar kepada daerah dalam perpajakan

dan retribusi sejalan dengan semakin besarnya tanggung jawab daerah dalam

penyelenggaraan pemerintahan dan pelayanan kepada masyarakat.

2. Meningkatkan akuntabilitas daerah dalam penyediaan layanan dan

penyelenggaraan pemerintahan dan sekaligus memperkuat otonomi daerah.

Page 61: KARAKTERISTIK DAN PERMASALAHAN PEDAGANG KAKI … · KARAKTERISTIK DAN PERMASALAHAN PEDAGANG KAKI LIMA (PKL) ... construct street vendor database, (2) economic empowerment for the

41

3. Memberikan kepastian bagi dunia usaha mengenai jenis-jenis pungutan daerah

dan sekaligus memperkuat dasar hukum pemungutan pajak daerah dan

retribusi daerah.

Ada beberapa prinsip pengaturan pajak daerah dan retribusi daerah yang

dipergunakan dalam penyusunan UU ini, yaitu:

1. Pemberian kewenangan pemungutan pajak daerah dan retribusi daerah tidak

terlalu membebani rakyat dan relatif netral terhadap fiskal nasional.

2. Jenis pajak dan retribusi yang dapat dipungut oleh daerah hanya yang

ditetapkan dalam undang-undang (closed-list).

3. Pemberian kewenangan kepada daerah untuk menetapkan tarif pajak daerah

dalam batas tarif minimum dan maksimum yang ditetapkan dalam undang-

undang.

4. Pemerintah daerah dapat tidak memungut jenis pajak dan retribusi yang

tercantum dalam undang-undang sesuai kebijakan pemerintahan daerah.

Pengawasan pemungutan pajak daerah dan retribusi daerah dilakukan secara

preventif dan korektif. Rancangan Peraturan Daerah yang mengatur pajak dan

retribusi harus mendapat persetujuan Pemerintah sebelum ditetapkan menjadi

Perda. Pelanggaran terhadap aturan tersebut dikenakan sanksi. Materi yang diatur

dalam UU PDRD yang disahkan tersebut adalah sebagai berikut:

1. Penambahan Jenis Pajak Daerah

Terdapat penambahan 4 jenis pajak daerah, yaitu 1 jenis pajak propinsi dan 3

jenis pajak kabupaten atau kota. Dengan tambahan tersebut, secara keseluruhan

terdapat 16 jenis pajak daerah, yaitu 5 jenis pajak propinsi dan 11 jenis pajak

kabupaten atau kota. Jenis pajak propinsi yang baru adalah Pajak Rokok,

sedangkan 3 jenis pajak kabupaten atau kota yang baru adalah PBB Perdesaan dan

Perkotaan, Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) dan Pajak

Sarang Burung Walet. Sebagai catatan, untuk kabupaten/kota ada penambahan 1

jenis pajak yaitu Pajak Air Tanah yang sebelumnya merupakan pajak propinsi.

a. Pajak Rokok

Pajak Rokok dikenakan atas cukai rokok yang ditetapkan oleh Pemerintah.

Hasil penerimaan Pajak Rokok tersebut sebesar 70 % dibagi-hasilkan kepada

kabupaten/kota di propinsi yang bersangkutan. Walaupun pajak ini merupakan

Page 62: KARAKTERISTIK DAN PERMASALAHAN PEDAGANG KAKI … · KARAKTERISTIK DAN PERMASALAHAN PEDAGANG KAKI LIMA (PKL) ... construct street vendor database, (2) economic empowerment for the

42

jenis pajak baru, namun diperkirakan pengenaan Pajak Rokok tidak terlalu

membebani masyarakat karena rokok bukan merupakan barang kebutuhan pokok

dan bahkan pada tingkat tertentu konsumsinya perlu dikendalikan. Di pihak lain,

pengenaan pajak ini tidak terlalu berdampak pada industri rokok karena beban

Pajak Rokok akan disesuaikan dengan kebijakan strategis di bidang cukai nasional

dan besarannya disesuaikan dengan daya pikul industri rokok mengikuti natural

growth (pertumbuhan alamiah) dari industri tersebut. Selain itu, penerimaan Pajak

Rokok dialokasikan minimal 50 % untuk mendanai pelayanan kesehatan

(pembangunan/pengadaan dan pemeliharaan sarana dan prasarana unit pelayanan

kesehatan, penyediaan sarana umum yang memadai bagi perokok (smoking area),

kegiatan memasyarakatkan tentang bahaya merokok dan iklan layanan masyarakat

mengenai bahaya merokok) serta penegakan hukum (pemberantasan peredaran

rokok ilegal dan penegakan aturan mengenai larangan merokok).

b. PBB Perdesaan dan Perkotaan

Selama ini PBB merupakan pajak pusat, namun hampir seluruh

penerimaannya diserahkan kepada daerah. Untuk meningkatkan akuntabilitas

pengelolaan keuangan daerah, khusus PBB sektor perdesaan dan perkotaan

dialihkan menjadi pajak daerah. Untuk PBB sektor perkebunan, perhutanan, dan

pertambangan masih merupakan pajak pusat. Dengan dijadikannya PBB

Perdesaan dan Perkotaan menjadi pajak daerah, maka penerimaan jenis pajak ini

akan diperhitungkan sebagai pendapatan asli daerah (PAD).

c. Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB).

Selama ini BPHTB merupakan pajak pusat, namun seluruh hasilnya

diserahkan kepada daerah. Untuk meningkatkan akuntabilitas pengelolaan

keuangan daerah, BPHTB dialihkan menjadi pajak daerah. Penetapan BPHTB

sebagai pajak daerah akan meningkatkan PAD.

d. Pajak Sarang Burung Walet

Pajak Sarang Burung Walet merupakan jenis pajak daerah baru, yang dapat

dipungut oleh daerah untuk memperoleh manfaat ekonomis dari keberadaan dan

perkembangan sarang burung walet di wilayahnya. Bagi daerah yang memiliki

potensi sarang burung walet yang besar akan dapat meningkatkan PAD.

Page 63: KARAKTERISTIK DAN PERMASALAHAN PEDAGANG KAKI … · KARAKTERISTIK DAN PERMASALAHAN PEDAGANG KAKI LIMA (PKL) ... construct street vendor database, (2) economic empowerment for the

43

2. Penambahan Jenis Retribusi Daerah

Terdapat penambahan 4 jenis retribusi daerah, yaitu Retribusi Tera/Tera

Ulang, Retribusi Pengendalian Menara Telekomunikasi, Retribusi Pelayanan

Pendidikan, dan Retribusi Izin Usaha Perikanan. Dengan penambahan ini, secara

keseluruhan terdapat 30 jenis retribusi yang dapat dipungut oleh daerah yang

dikelompokkan ke dalam 3 golongan retribusi, yaitu retribusi jasa umum, retribusi

jasa usaha, dan retribusi perizinan tertentu.

a. Retribusi Tera/Tera Ulang

Pengenaan Retribusi Tera/Tera Ulang dimaksudkan untuk membiayai fungsi

pengendalian terhadap penggunaan alat ukur, takar, timbang dan perlengkapannya

oleh masyarakat. Dengan pengendalian tersebut, maka alat ukur, takar, dan

timbang akan berfungsi dengan baik sehingga penggunaannya tidak merugikan

masyarakat.

b. Retribusi Pengendalian Menara Telekomunikasi

Pengenaan Retribusi Pengendalian Menara Telekomunikasi ditujukan untuk

meningkatkan pelayanan dan pengendalian daerah terhadap pembangunan dan

pemeliharaan menara telekomunikasi. Dengan pengendalian ini, keberadaan

menara telekomunikasi akan memenuhi aspek tata ruang, keamanan dan

keselamatan, keindahan dan sekaligus memberikan kepastian bagi pengusaha.

Untuk menjamin agar pungutan daerah tidak berlebihan, tarif retribusi

pengendalian menara telekomunikasi dirumuskan sedemikian rupa sehingga tidak

melampaui 2 % dari Nilai Jual Objek Pajak PBB menara telekomunikasi.

c. Retribusi Pelayanan Pendidikan

Pengenaan retribusi pelayanan pendidikan dimaksudkan agar pelayanan

pendidikan, di luar pendidikan dasar dan menengah, seperti pendidikan dan

pelatihan untuk keahlian khusus yang diselenggarakan oleh Pemerintah Daerah

dapat dikenakan pungutan dan hasilnya digunakan untuk membiayai

kesinambungan dan peningkatan kualitas pendidikan dan pelatihan dimaksud.

d. Retribusi Izin Usaha Perikanan

Pengenaan Retribusi Izin Usaha Perikanan tidak akan memberikan beban

tambahan bagi masyarakat, karena selama ini jenis retribusi tersebut telah

dipungut oleh sejumlah daerah sesuai dengan kewenangannya. Sebagaimana

Page 64: KARAKTERISTIK DAN PERMASALAHAN PEDAGANG KAKI … · KARAKTERISTIK DAN PERMASALAHAN PEDAGANG KAKI LIMA (PKL) ... construct street vendor database, (2) economic empowerment for the

44

halnya dengan jenis retribusi lainnya, pemungutan Retribusi Izin Usaha Perikanan

dimaksudkan agar pelayanan dan pengendalian kegiatan di bidang perikanan

dapat terlaksana secara terus-menerus dengan kualitas yang lebih baik.

3. Perluasan Basis Pajak Daerah

Perluasan basis pajak daerah, antara lain adalah: a) PKB dan BBNKB,

termasuk kendaraan pemerintah; b) Pajak Hotel, mencakup seluruh persewaan di

hotel; dan c) Pajak Restoran.

4. Perluasan Basis Retribusi Daerah

Perluasan basis retribusi daerah dilakukan dengan mengoptimalkan pengenaan

Retribusi Izin Gangguan, mencakup berbagai retribusi yang berkaitan dengan

lingkungan yang selama ini telah dipungut, seperti Retribusi Izin Pembuangan

Limbah Cair, Retribusi AMDAL, serta Retribusi Pemeriksaan Kesehatan dan

Keselamatan Kerja.

5. Kenaikan Tarif Maksimum Pajak Daerah

Untuk memberi ruang gerak bagi daerah mengatur sistem perpajakannya

dalam rangka peningkatan pendapatan dan peningkatan kualitas pelayanan,

penghematan energi, dan pelestarian atau perbaikan lingkungan, tarif maksimum

beberapa jenis pajak daerah dinaikkan, antara lain:

a. Tarif maksimum Pajak Kendaraan Bermotor, dinaikkan dari 5 %. Khusus

untuk kendaraan pribadi dapat diterapkan tarif progresif.

b. Tarif maksimum Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor, dinaikkan dari 10 %

menjadi 20 %.

c. Tarif maksimum Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor, dinaikkan dari 5 %

menjadi 10 %. Khusus untuk kendaraan angkutan umum, tarif dapat

ditetapkan lebih rendah.

d. Tarif maksimum Pajak Parkir, dinaikkan dari 20 % menjadi 30 %.

e. Tarif maksimum Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan (sebelumnya Pajak

Pengambilan Bahan Galian Golongan C), dinaikkan dari 20 % menjadi 25 %.

6. Bagi Hasil Pajak Propinsi

Dalam rangka pemerataan pembangunan dan peningkatan kemampuan

keuangan kabupaten/kota dalam membiayai fungsi pelayanan kepada masyarakat,

Page 65: KARAKTERISTIK DAN PERMASALAHAN PEDAGANG KAKI … · KARAKTERISTIK DAN PERMASALAHAN PEDAGANG KAKI LIMA (PKL) ... construct street vendor database, (2) economic empowerment for the

45

pajak propinsi dibagi-hasilkan kepada kabupaten/kota, dengan proporsi disajikan

pada Tabel 6.

Tabel 6. Bagi Hasil Pajak Propinsi

No Jenis Pajak Propinsi Kab/kota 1 Pajak Kendaraan Bermotor 70% 30% 2 Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor 70% 30% 3 Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor 30% 70% 4 Pajak Air Permukaan 50% 50% 5 Pajak Rokok 30% 70%

Sumber : UU 32/ 2004

Untuk meningkatkan kualitas pelayanan secara bertahap dan terus-menerus

dan sekaligus menciptakan good governance dan clean government, penerimaan

beberapa jenis pajak daerah wajib dialokasikan (di-earmark) untuk mendanai

pembangunan sarana dan prasarana yang secara langsung dapat dinikmati oleh

pembayar pajak dan seluruh masyarakat. Pengaturan earmarking tersebut adalah:

a. Sebesar 10 % dari penerimaan Pajak Kendaraan Bermotor wajib dialokasikan

untuk pemeliharaan dan pembangunan jalan serta peningkatan sarana

transportasi umum.

b. Sebesar 50 % dari penerimaan Pajak Rokok dialokasikan untuk mendanai

pelayanan kesehatan dan penegakan hukum.

c. Sebagian penerimaan pajak penerangan jalan digunakan untuk penyediaan

penerangan jalan.

Dengan penetapan UU PDRD ini, diharapkan struktur APBD menjadi lebih

baik, iklim investasi di daerah menjadi lebih kondusif karena Perda-Perda

pungutan daerah yang membebani masyarakat secara berlebihan dapat dihindari.

2.5. Pemberdayaan Masyarakat

Perhatian terhadap inisiatif pengembangan/pemberdayaan masyarakat

bukanlah model pembangunan baru. Inisiatif pengembangan masyarakat sendiri

dapat dirunut kembali ke tahun 1920-an, dimana pilot project Etawah, India, telah

menggunakan konsep pengembangan masyarakat untuk pembangunan

komunitasnya pasca pemerintahan kolonial. Selanjutnya program pengembangan

masyarakat ini telah menyebar di negara-negara berkembang selama tahun 1950-

Page 66: KARAKTERISTIK DAN PERMASALAHAN PEDAGANG KAKI … · KARAKTERISTIK DAN PERMASALAHAN PEDAGANG KAKI LIMA (PKL) ... construct street vendor database, (2) economic empowerment for the

46

an, tetapi pada pertengahan tahun 1960-an mulai ditinggalkan karena sejumlah

kegagalan (Korten, 1996).

Menurut Korten (1996) kegagalan ini disebabkan oleh beberapa hal di

antaranya adalah : (1) kurangnya perhatian terhadap kontrol aset dan hambatan

struktural penduduk miskin, (2) program dan target pengembangan masyarakat

diformulasikan secara terpusat (tricle down process) dan dijalankan melalui

struktur birokrasi konvensional sehingga kurang mendapatkan perhatian

masyarakat dan (3) kurangnya usaha pemerintah untuk mengembangkan

independensi, keterlibatan, kemandirian dan keswadayaan masyarakat sebagai

target pembangunan. Dengan kata lain bahwa kegagalan praktik pengembangan

masyarakat lebih disebabkan kegagalan dalam menterjemahkan konsep

pengembangan masyarakat dalam implementasi riil oleh pemerintah.

Pada akhir tahun 1960-an dan 1970-an, keadilan dan partisipasi telah menjadi

bagian dari agenda pembangunan internasional. Teori maupun konsep

pembangunan yang menyangkut perbaikan-perbaikan kehidupan masyarakat di

bidang ekonomi, sosial, politik maupun lingkungan hidup telah banyak

mengalami perubahan yang mendasar. Konsekuensinya, perencanaan untuk

meningkatkan kesejahteraan masyarakat, baik di tingkat lokal maupun regional

pada masa sekarang telah banyak mengalami pergeseran yang fundamental

(Hilman, 2004).

Dalam paradigma baru pembangunan sekarang, kekuasaan pemerintah

seharusnya semakin dibatasi hanya pada bidang public goods dan bidang-bidang

dimana pihak swasta dan masyarakat tidak punya insentif untuk melakukannya.

Dengan paradigma pembangunan tersebut, telah berlangsung perubahan ke arah

perbaikan secara terus-menerus dari waktu ke waktu. Dari hasil pergeseran

tersebut dapat disimpulkan bahwa penekanan hakiki tujuan pembangunan adalah

tercapainya pemerataan (equity), pertumbuhan (eficiency), dan keberlanjutan

(sustainability) dalam pembangunan ekonomi yang lebih berkualitas.

Paradigma baru pembangunan ini mengacu kepada apa yang disebut dalil

kedua fundamental ekonomi kesejahteraan (The second fundamental welfare

economics), dimana sebenarnya pemerintah dapat memilih target pemerataan

ekonomi yang mendorong pertumbuhan yang diinginkan melalui cara transfer,

Page 67: KARAKTERISTIK DAN PERMASALAHAN PEDAGANG KAKI … · KARAKTERISTIK DAN PERMASALAHAN PEDAGANG KAKI LIMA (PKL) ... construct street vendor database, (2) economic empowerment for the

47

perpajakan dan subsidi, sedangkan aspek ekonomi selebihnya dapat diserahkan

kepada persaingan melalui mekanisme pasar. Dengan demikian, penterjemahan

dan dalil tersebut kepada paradigma baru pembangunan sejalan dengan

diberlakukannya otonomi daerah (Hilman, 2004).

Pengalaman empirik menunjukkan bahwa ketidakseimbangan dalam investasi

keempat kapital (natural, physical, human, dan social capital) dapat menimbulkan

kesenjangan tingkat kehidupan dalam masyarakat yang pada gilirannya akan

menjadi sumber dari krisis ekonomi, sosial dan lingkungan. Oleh karena itu,

paradigma baru ini lebih menekankan kepada proses-proses partisipatif dan

kolaboratif (participatory and collaborative processes) yang ditujukan untuk

meningkatkan kesejahteraan sosial dan material, termasuk meningkatnya keadilan

dalam distribusi kekuasaan, pengelolaan dan manfaat pembangunan dalam rangka

mewujudkan kebebasan dan kemandirian masyarakat banyak.

Menurut Sam Landon (1998), dasar penggunaan model pengembangan

masyarakat berakar dari beberapa premis utama. Premis tersebut menunjukkan

bahwa dalam hubungan antara pemerintahan dan masyarakat, pendekatan berbasis

masyarakat dan lokal berpotensi untuk :

a. Membuat masyarakat memiliki posisi yang lebih baik untuk merespon dan

beradaptasi dengan kondisi ekologi dan sosialnya dan lebih dapat

menunjukkan kepentingan dan preferensinya.

b. Lebih mengetahui proses dan praktik-praktik manajemen.

c. Lebih mampu memobilisasikan sumberdayanya melalui akses dan

manajemen yang adaptif.

d. Lebih mampu dalam proses pengambilan keputusan bagi kebutuhan

hidupnya.

Lebih lanjut, Sam Landon (1998) menyatakan bahwa disamping potensinya,

model pengembangan masyarakat juga memiliki resiko dan kendala. Masyarakat

umumnya merupakan kesatuan heterogen (berbeda dalam hal jenis kelamin, umur,

kondisi ekonomi, status sosial, grup politik, dan sebagainya). Dimana mereka

saling berkompetisi dan memiliki konflik kepentingan masing-masing.

Bagi Indonesia, dengan diberlakukannya UU No. 22 dan UU No. 25 tahun

1999 mengenai Otonomi Daerah dan Perimbangan Keuangan antara Pusat dan

Page 68: KARAKTERISTIK DAN PERMASALAHAN PEDAGANG KAKI … · KARAKTERISTIK DAN PERMASALAHAN PEDAGANG KAKI LIMA (PKL) ... construct street vendor database, (2) economic empowerment for the

48

Daerah berimplikasi luas dalam sistem perencanaan pembangunan di wilayah-

wilayah. Kebijaksanaan desentralisasi melalui otonomi daerah sebenarnya

memberi isyarat tentang pentingnya pendekatan pembangunan berbasis

pemberdayaan dalam rangka pengembangan masyarakat lokal (locality

development) dan wilayah (regional development) dibanding dengan pendekatan

sektoral dan terpusat. Dengan kata lain, kebijakan otonomi daerah mendorong

dilakukannya pengembangan masyarakat lokal dan wilayah.

Paradigma baru pengembangan di tingkat lokal dan wilayah pada saat ini

didasarkan kepada prinsip-prinsip pembangunan yang menekankan aspek-aspek

berikut:

1. Mengutamakan peran-serta (participation) masyarakat dan memprioritaskan

untuk menjawab kebutuhan hidup masyarakat setempat. Pemerintah

sebaiknya lebih berperan sebagai fasilitator pembangunan daripada sebagai

inisiator dan pelaksana.

2. Menekankan aspek proses interaktif dibandingkan pendekatan-pendekatan

yang menghasilkan “produk-produk” perencanaan berupa master plan dan

sejenisnya.

3. Para pihak (stakeholders) yang berinteraksi bekerjasama secara kolaboratif

dengan kedudukan yang setara, dan bebas dan hierarki birokrasi.

Sasaran utama pengembangan masyarakat adalah masyarakat yang

terpinggirkan, termasuk kaum perempuan dan anak-anak, juga masyarakat lain

yang terabaikan. Namun hal ini tidak menutup kemungkinan bagi orang lain untuk

mengikuti kegiatan-kegiatan pemberdayaan. Tahapan-tahapan umum yang

digunakan dalam proses pengembangan masyarakat adalah sebagai berikut.

Tahap 1. Seleksi wilayah

Tahap 2. Sosialisasi pengembangan masyarakat

Tahap 3. Proses pengembangan masyarakat, yang terdiri dari:

Kajian keadaan pedesaan partisipatif

Pengembangan kelompok

Penyusunan rencana dan pelaksanaan kegiatan

Monitoring dan evaluasi partisipatif

Page 69: KARAKTERISTIK DAN PERMASALAHAN PEDAGANG KAKI … · KARAKTERISTIK DAN PERMASALAHAN PEDAGANG KAKI LIMA (PKL) ... construct street vendor database, (2) economic empowerment for the

49

Tahap 4. Pemandirian masyarakat

1. Seleksi Wilayah

Seleksi wilayah dilakukan sesuai dengan kriteria yang disepakati oleh

lembaga, pihak-pihak terkait, dan masyarakat. Penetapan kriteria ini

penting agar tujuan lembaga dalam pengembangan masyarakat akan

tercapai serta pemilihan lokasi dilakukan sebaik mungkin.

2. Sosialisasi Pengembangan Masyarakat

Sosialisasi pengembangan masyarakat adalah suatu kegiatan yang sangat

penting untuk menciptakan komunikasi serta dialog dengan masyarakat.

Sosialisasi pengembangan masyarakat dapat membantu meningkatkan

pengertian masyarakat dan pihak terkait tentang program. Proses

sosialisasi sangat menentukan ketertarikan masyarakat untuk berperan dan

terlibat di dalam program.

3. Proses Pengembangan Masyarakat

Maksud pemberdayakan masyarakat adalah meningkatkan kemampuan

dan kemandirian masyarakat dalam meningkatkan taraf hidupnya (tujuan

umum). Dalam proses tersebut masyarakat bersama-sama dilibatkan

dalam :

a. Mengidentifikasi dan mengkaji permasalahan, potensi serta peluang.

b. Menyusun rencana kegiatan kelompok berdasarkan hasil kajian.

c. Menerapkan rencana kegiatan kelompok.

d. Memantau proses dan hasil kegiatan secara terus-menerus

(Monitoring dan Evaluasi Partisipatif ).

Pelaksanaan tahap-tahap di atas sering bersamaan dan lebih bersifat proses

yang diulangi terus-menerus. Pengembangan masyarakat kerapkali dilakukan

melalui pendekatan kelompok dimana anggota bekerjasama dan berbagi

pengalaman dan pengetahuan. Untuk pengembangan kelompok ada kegiatan-

kegiatan khusus yang berjalan bersamaan dengan kegiatan lain. Berkaitan dengan

pengembangan masyarakat untuk mandiri dalam meningkatkan taraf hidupnya,

maka arah pendampingan kelompok adalah mempersiapkan masyarakat agar

benar-benar mampu mengelola sendiri kegiatannya.

Dalam semua kegiatan sering dimanfaatkan teknik dan alat visualisasi yang

Page 70: KARAKTERISTIK DAN PERMASALAHAN PEDAGANG KAKI … · KARAKTERISTIK DAN PERMASALAHAN PEDAGANG KAKI LIMA (PKL) ... construct street vendor database, (2) economic empowerment for the

50

mendukung diskusi antara masyarakat dan memudahkan proses pengembangan

masyarakat. Melalui teknik-teknik tersebut, diharapkan bahwa proses kajian,

penyusunan rencana kegiatan, penerapan, monitoring dan evaluasi dilakukan

secara sistematis. Teknik-teknik kajian yang sering digunakan antara lain

Participatory Rural Appraisal (PRA). Monitoring dan evaluasi merupakan suatu

tahap yang sangat penting untuk memperbaiki proses secara terus-menerus agar

tujuan dapat tercapai. Aspek-aspek yang dimonitor dan dievaluasi meliputi

'proses', 'pencapaian' dan 'dampak' proses pengembangan masyarakat.

Dengan perubahan paradigma pembangunan di atas, model pengembangan

masyarakat semakin banyak diadopsi oleh peneliti dalam upaya mengembangkan

komunitas. Model ini digunakan untuk pengembangan masyarakat mulai dari

masyarakat industri, kehutanan, pedesaan, pertanian, nelayan, maupun manajemen

sumber daya alam. Ashby dan Sperling (1995), Child (1996), Colchester (1994),

Corbridge dan Jewitt (1997) telah menggunakan model pengembangan

masyarakat untuk melibatkan masyarakat dalam sistem manajemen hutan. Davos

(1998), Christie dan White (1997), ICLRAM dan NSC (1997) telah menggunakan

model ini untuk menganalisis manajemen masyarakat nelayan dan perikanan.

Gubbels (1997), Hirashima dan Gooneratne (1998) telah menggunakan

pendekatan ini untuk pengembangan masayarakat tani dan pedesaan. Terakhir,

Dhai (1994) dan Farringtton (1996) telah menggunakan pendekatan ini untuk riset

dan manajemen sumber daya alam. Secara umum, peneliti di atas menyimpulkan

bahwa model pengembangan masyarakat masih applicable sampai saat ini

sepanjang pendekatan yang digunakan tepat.

2.6. Strategi Pemberdayaan

Strategi adalah suatu perencanaan induk yang komprehensif, yang

menjelaskan bagaimana organisasi akan mencapai semua tujuan yang telah

ditetapkan berdasarkan misi yang telah ditentukan (Rangkuti, 1999). Pearce dan

Robinson (1997) mendefinisikan strategi sebagai suatu perencanaan, cara, pola,

posisi dalam lingkungan organisasi, dan prospektif.

Menurut Jauch dan Glueck (1995), manajemen strategik adalah seni dan

ilmu dari pembuatan, penerapan dan evaluasi keputusan-keputusan strategik antar

fungsi-fungsi yang memungkinkan sebuah organisasi mencapai tujuan-tujuan

Page 71: KARAKTERISTIK DAN PERMASALAHAN PEDAGANG KAKI … · KARAKTERISTIK DAN PERMASALAHAN PEDAGANG KAKI LIMA (PKL) ... construct street vendor database, (2) economic empowerment for the

51

masa datang. Untuk mengatasi masalah-masalah strategik perlu berpikir secara

strategik yang muncul seiring dengan berkembangnya perusahaan/organisasi.

Karakteristik dari manajemen strategik adalah : (1) berorientasi pada masa depan,

(2) biasanya berhubungan dengan unit bisnis yang sangat kompleks, (3)

memerlukan perhatian dari manajemen puncak, (4) akan mempengaruhi

kemakmuran jangka panjang dari perusahaan dan (5) melibatkan pengelolaan

sejumlah besar sumber-sumber daya perusahaan.

Lebih lanjut, Kotler (2000) mendefinisikan manajemen strategik sebagai seni

dan ilmu untuk memformulasikan, mengimplementasikan dan mengevaluasi

keputusan-keputusan lintas fungsional yang memungkinkan suatu organisasi

mencapai sasarannya. Manajemen strategik adalah ilmu yang memadukan

manajemen pemasaran, keuangan, produksi/operasi, informasi, penelitian dan

pengembangan untuk mencapai keberhasilan organisasi.

Menurut Jauch dan William (1995), manajemen strategik terdiri dari tiga

tahapan yaitu formulasi strategi, implementasi strategi, dan evaluasi strategi.

Lebih lanjut, dinyatakan bahwa formulasi strategik mencakup pengembangan misi

bisnis, identifikasi peluang dan ancaman, menentukan kekuatan dan kelemahan,

menetapkan sasaran jangka panjang, menyusun alternatif strategi dan memilih

strategi tertentu. Implementasi strategik merupakan tindakan dalam strategi

manajemen yang antara lain menetapkan sasaran tahunan dan kebijakan,

memotivasi karyawan, mengalokasikan sumber daya secara efektif. Implementasi

strategik dilaksanakan pada tiga tingkat hirarki dalam organisasi yaitu di tingkat

organisasi, unit bisnis, dan tingkat fungsional. Evaluasi strategik merupakan tahap

akhir dalam manajemen strategik, dimana terdapat tiga kegiatan utama : (1)

mengevaluasi faktor internal dan eksternal yang didasarkan pada strategi saat ini,

(2) mengukur kinerja, dan (3) mengadakan perbaikan dari kegiatan-kegiatan yang

telah dilaksanakan.

Jauch dan William (1995) membagi strategi menjadi tiga tingkatan dalam

struktur organisasi yaitu strategi tingkat organisasi, strategi tingkat unit binis dan

strategi tingkat fungsional. Strategi tingkat organisasi menggambarkan arah yang

menyeluruh bagi suatu perusahaan dalam pertumbuhan dan pengelolaan berbagai

bidang usaha, untuk mencapai keseimbangan produk atau jasa yang dihasilkan.

Page 72: KARAKTERISTIK DAN PERMASALAHAN PEDAGANG KAKI … · KARAKTERISTIK DAN PERMASALAHAN PEDAGANG KAKI LIMA (PKL) ... construct street vendor database, (2) economic empowerment for the

52

Strategi ini biasanya dibuat sebagai arahan dasar berbagai strategi pada unit usaha

dan strategi fungsional yang disusun. Strategi tingkat unit bisnis menekankan

pada usaha peningkatan daya saing perusahaan dalam suatu industri atau segmen

pasar. Strategi tingkat fungsional menciptakan kerangka kompleks kerja untuk

manajemen fungsi seperti produksi, pemasaran, keuangan, dan sumber daya

manusia.

Berpikir strategik memerlukan beberapa tahapan. Menurut Jauch dan William

(1995), tahapan berpikir strategik meliputi lima hal yaitu : (1) identifikasi

masalah, (2) pengelompokan masalah, (3) proses abstraksi, (4) penentuan metode

pemecahan masalah, dan (5) perencanaan untuk implementasi.

Selanjutnya David (1999) menyatakan bahwa dalam identifikasi masalah

dilakukan identifikasi masalah-masalah strategik yang muncul dengan melihat

gejala-gejala yang mengikutinya. Pengelompokan masalah dilakukan dengan

mengelompokkan masalah sesuai dengan sifatnya. Proses abstraksi dilakukan

dengan mengidentifikasi masalah-masalah yang paling penting dari tiap

kelompok, kemudian melakukan analisa terhadap masalah tersebut dalam rangka

mencari faktor penyebab timbulnya masalah. Penentuan metode yang paling tepat

untuk menyelesaikan/memecahkan masalah yang telah diidentifikasikan pada

tahap sebelumnya. Perencanaan untuk implementasi yaitu produk, pemasok atau

penyandang dana.

2.7. Lingkungan Eksternal dan Internal

Faktor-faktor yang mempengaruhi pengembangan industri kecil secara garis

besar dapat dibagi menjadi faktor eksternal dan internal.

Faktor Eksternal. Menurut David (1999), faktor eksternal merupakan

faktor-faktor yang bersumber dari luar dan biasanya tidak berhubungan dengan

situasi operasional suatu organisasi. Faktor eksternal terdiri dari : (1) faktor

ekonomi, (2) sosial, (3) politik, (4) teknologi, dan (5) faktor ekologi.

Lingkungan ini memberi peluang dan ancaman bagi suatu organisasi. Sebuah

perusahaan/organisasi tidak mempunyai peranan yang berarti untuk

mempengaruhi lingkungan eksternal secara keseluruhan tanpa dukungan dari

organisasi lainnya.

Page 73: KARAKTERISTIK DAN PERMASALAHAN PEDAGANG KAKI … · KARAKTERISTIK DAN PERMASALAHAN PEDAGANG KAKI LIMA (PKL) ... construct street vendor database, (2) economic empowerment for the

53

Faktor ekonomi. Faktor ekonomi berkaitan dengan sifat dan arah sistem

ekonomi tempat suatu organisasi/perusahaan beroperasi. Faktor ekonomi

mencakup pertumbuhan ekonomi, suku bunga, inflasi, nilai tukar, dan pendapatan

per kapita.

Faktor sosial-budaya. Faktor sosial-budaya yang mempengaruhi suatu

organisasi adalah kepercayaan, sikap, opini dan gaya hidup orang-orang di

lingkungan eksternal organisasi yang berkembang dari pengaruh kultural,

ekologi, demografi, agama, pendidikan dan etnik.

Faktor politik. Arah dan pertimbangan faktor-faktor politik merupakan

pertimbangan penting bagi organisasi dalam merumuskan strateginya. Faktor

politik menentukan parameter legal dan regulasi yang membatasi operasi

organisasi. Kegiatan politik tersebut mempunyai dampak besar atas dua fungsi

pemerintah yang mempengaruhi lingkungan eksternal organisasi yaitu :

a. Fungsi pemasok : keputusan pemerintah mengenai aksesibilitas usaha swasta

ke sumber daya alam dan cadangan nasional hasil usaha milik pemerintah.

b. Fungsi pelanggan : kebutuhan pemerintah akan produk dan jasa dapat

menciptakan, mempertahankan, memperkuat dan meniadakan peluang pasar.

Faktor teknologi. Faktor teknologi berpengaruh untuk menghindari

keusangan dan mendorong inovasi. Adaptasi teknologi yang kreatif dapat

membuka terciptanya produk baru, penyempurnaan produk yang sudah ada atau

penyempurnaan dalam teknik produksi dan pemasaran.

Faktor ekologi. Faktor ini mengacu pada hubungan antara manusia

(organisasi) dan makh,luk hidup lainnya dengan udara, lahan dan air yang

mendukung kehidupan mereka. Sinergisme hubungan antara manusia dengan

lingkungan menentukan keberlanjutan suatu usaha.

Faktor Internal. Faktor internal adalah kelompok atau individu yang

merupakan bagian internal dari organisasi itu sendiri (David 1999). Faktor

internal dapat memberikan kekuatan (strength) dan kelemahan (weakness) bagi

suatu organisasi/perusahaan.

Beberapa faktor internal yang mempengaruhi tumbuh dan berkembangnya

usaha industri kecil adalah sifat produk, sumberdaya manusia, akses teknologi,

ketersediaan modal, dan manajemen home industry. Produk sepatu dan sandal

Page 74: KARAKTERISTIK DAN PERMASALAHAN PEDAGANG KAKI … · KARAKTERISTIK DAN PERMASALAHAN PEDAGANG KAKI LIMA (PKL) ... construct street vendor database, (2) economic empowerment for the

54

bukan lagi merupakan produk sekunder tetapi sudah menjadi kebutuhan primer

masyarakat. Agar kompetitif, produk ini harus dikembangkan sesuai dengan

keinginan pasar, baik dalam hal kualitas, harga, dan modelnya. Faktor sumber

daya manusia terkait dengan ketersediaan tenaga kerja di sekitar lokasi home

industry. Kualitas dan kuantitas sumber daya manusia akan mempengaruhi

industri kecil dalam melakukan inovasi dan melakukan diversifikasi produk.

Faktor akses teknologi terkait dengan lokasi usaha, dalam hal ini kedekatan lokasi

usaha dengan sumber-sumber pengetahuan seperti Lembaga Ilmu Pengetahuan

Indonesia dan universitas-universitas di wilayah tersebut. Faktor permodalan

terkait dengan akses terhadap sumber-sumber finansial seperti bank dan lembaga

keuangan lainnya yang dapat digunakan sebagai kekuatan industri kecil untuk

memantapkan struktur permodalannya.

2.8. Strategi Pertumbuhan dan Pembangunan Ekonomi

Terdapat beberapa strategi pertumbuhan dalam kaitannya dengan

pembangunan ekonomi, yaitu : (1) strategi usaha minimum kritis, (2) strategi

pembangunan seimbang, dan (3) strategi pembangunan tidak seimbang.

1. Strategi Upaya Minimum Kritis

Strategi upaya minimum kritis ini dikemukakan oleh Harvey Leibenstein

yang menyatakan bahwa sebagian besar negara berkembang dicekam oleh

lingkaran setan kemiskinan yang membuat mereka tetap berada pada tingkat

keseimbangan pendapatan per kapita yang rendah. Jalan keluar dari kebuntuan ini

adalah dengan melakukan suatu upaya minimum kritis (critical minimum effort)

tertentu yang akan menaikkan pendapatan per kapita pada tingkat di mana

pembangunan yang berkesinambungan (sustainable) dapat terjadi. Leibenstein

mengatakan bahwa dalam tahap transisi dari keadaan keterbelakangan ke keadaan

yang lebih maju, dengan pertumbuhan jangka panjang mantap, diperlukan suatu

kondisi di mana suatu perekonmian harus mendapatkan rangsangan pertumbuhan

yang lebih besar di atas batas minimum kritis tertentu.

Menurut strategi ini, setiap ekonomi tunduk pada hambatan dan rangsangan.

Hambatan berdampak menurunkan pendapatan per kapita dari tingkat

sebelumnya, sedangkan rangsangan cenderung akan meningkatkan pendapatan

per kapita. Suatu negara menjadi terbelakang jika besarnya rangsangan terlalu

Page 75: KARAKTERISTIK DAN PERMASALAHAN PEDAGANG KAKI … · KARAKTERISTIK DAN PERMASALAHAN PEDAGANG KAKI LIMA (PKL) ... construct street vendor database, (2) economic empowerment for the

55

kecil dibandingkan besarnya hambatan yang dihadapi. Jika faktor-faktor yang

dapat meningkatkan pendapatan itu mendapat rangsangan yang lebih daripada

faktor-faktor yang dapat menurunkan pendapatan, maka strategi minimum kritis

dapat

Rangsangan zero-sum yang tidak meningkatkan pendapatan nasional tetapi

hanya bersifat upaya distributif .

tercapai dan suatu perekonomian akan bisa berkembang.

Strategi Leibenstein didasarkan pada bukti empiris bahwa laju pertumbuhan

penduduk merupakan fungsi dari laju pendapatan per kapita. Laju pertumbuhan

penduduk berkaitan erat dengan berbagai tahap pembangunan ekonomi. Mula-

mula, pada tingkat keseimbangan sub sisten, laju pendapatan, kesuburan dan

kematian "sesuai" dengan tingkat kelangsungan hidup penduduk. Jika pendapatan

per kapita naik di atas posisi keseimbangan tersebut maka tingkat kematian

(mortalitas) akan turun, tetapi tanpa dibarengi penurunan tingkat kesuburan.

Akibatnya pertumbuhan penduduk meningkat. Jadi, kenaikan pendapatan per

kapita cenderung menaikkan laju pertumbuhan penduduk, tetapi kecenderungan

ini hanya sampai titik tertentu. Melampaui titik tersebut, kenaikan pendapatan per

kapita akan menurunkan tingkat kesuburan dan ketika pembangunan sudah

mencapai tahap maju maka laju pertumbuhan penduduk akan menurun.

Di samping pertumbuhan penduduk, terdapat beberapa faktor lain yang

memerlukan pelaksanaan upaya minimum kritis. Faktor tersebut adalah skala

disekonomis internal akibat tak dapat dibaginya produksi, disekonomi eksternal

akibat adanya ketergantungan eksternal, hambatan budaya-kelembagaan yang ada

di negara-negara berkembang.

Menurut Leibenstein, apakah agen pertumbuhan itu berkembang atau tidak,

akan tergantung pada besarnya rangsangan pertumbuhan. Rangsangan tersebut

terdiri dari 2 macam yaitu :

Rangsangan positive sum yang menuju pada pengembangan pendapatan

nasional.

Hanya tipe kegiatan positive-sum yang akan menghasilkan pembangunan

ekonomi. Kompleknya kondisi yang dihadapi negara berkembang membuat para

pengusahanya terlibat pada kegiatan-kegiatan zero-sum. Kegiatan zero-sum

tersebut mencakup :

Page 76: KARAKTERISTIK DAN PERMASALAHAN PEDAGANG KAKI … · KARAKTERISTIK DAN PERMASALAHAN PEDAGANG KAKI LIMA (PKL) ... construct street vendor database, (2) economic empowerment for the

56

Kegiatan bukan dagang (non trade) untuk menjamin posisi monopolistik

yang lebih besar, kekuatan politik, dan prestise sosial.

Kegiatan dagang yang membawa ke posisi monopolist yang lebih besar yang

tidak menambah sumber-sumber agregat.

Kegiatan spekulatif yang tidak memanfaatkan tabungan tetapi memboroskan

sumber kewiraswastaan yang langka,

Kegiatan yang memang-memakai tabungan netto, tetapi investasi yang

dilakukannya mencakup bidang-bidang usaha yang nilai sosialnya nihil atau

lebih rendah daripada nilai privatnya. .

Kegiatan zero-sum bukanlah kegiatan yang secara riil dapat menciptakan

pendapatan riil tetapi sekedar pemindahan likuiditas dari pemilik yang satu ke

pemilik lainnya.

Untuk mengatasi pengaruh yang membuat perekonomian berada dalam

keadaan keterbelakangan maka diperlukan suatu upaya minimum kritis yang

cukup besar guna menopang laju pertumbuhan ekonomi yang cepat yang akan

menggairahkan rangsangan positive-sum dan menciptakan kekuatan untuk

menandingi kegiatan zero-sum. Sebagai hasil dari upaya minimum kritis itu

pendapatan per kapita akan naik dan cenderung menaikkan tingkat tabungan dan

investasi, yang pada gilirannya, akan membawa kepada:

Ekspansi agen pertumbuhan.

Meningkatnya sumbangan mereka per unit modal, begitu rasio modal output

turun.

Berkurangnya keefektifan faktor-faktor yang merintangi pertumbuhan.

Penciptaan kondisi lingkungan dan sosial yang meningkatkan mobilitas

ekonomi dan sosial.

Peningkatan spesialisasi dan perkembangan sektor sekunder dan tersier.

Terciptanya iklim yang cocok bagi perubahan yang lebih mendatangkan

perubahan ekonomi dan sosial, khususnya lingkungan yang pada akhirnya

menyebabkan menurunnya kesuburan dan laju pertumbuhan penduduk.

Teori Leibenstein lebih realistis daripada teori dorongan besar-besaran (big

push theory) dari Rosenstein - Rodan yang menjalankan strategi pertumbuhan

dengan memberikan dorongan kuat kepada program industrialisasi secara

Page 77: KARAKTERISTIK DAN PERMASALAHAN PEDAGANG KAKI … · KARAKTERISTIK DAN PERMASALAHAN PEDAGANG KAKI LIMA (PKL) ... construct street vendor database, (2) economic empowerment for the

57

mendadak pada negara berkembang. Upaya minimum kritis dapat dijadwalkan

secara tepat dan dapat dipecah-pecah ke dalam rangkaian upaya yang lebih kecil

guna meletakkan ekonomi pada jalur pembangunan yang berkesinambungan.

Teori ini juga sesuai dengan gagasan perencanaan demokratis yang dianut oleh

sebagian besar negara berkembang.

Namun demikian, strategi tersebut mengandung beberapa kelemahan yaitu:

a. Laju pertumbuhan penduduk berkaitan dengan tingkat kematian.

b. Penurunan tingkat kelahiran bukan dikarenakan kenaikan pendapatan per

kapita.

c. Mengabaikan usaha pemerintah untuk menurunkan tingkat kelahiran.

d. Tingkat pertumbuhan lebih tinggi dari 3 % tidak menyebabkan lepas landas.

e. Mengabaikan unsur waktu.

f. Hubungan kompleks antara pendapatan per kapita dan faju pertumbuhan.

g. Dapat diterapkan pada ekonomi tertutup.

2. Strategi Pertumbuhan Seimbang

Strategi pertumbuhan seimbang bisa diartikan sebagai pembangunan berbagai

jenis industri secara berbarengan (simultaneous) sehingga industri tersebut saling

menciptakan pasar bagi yang lain. Selain itu, strategi pembangunan seimbang

dapat juga diartikan sebagai keseimbangan pembangunan di berbagai sektor,

misalnya antara sektor industri dan sektor pertanian, sektor luar negeri dan sektor

domestik, antara sektor produktif dan sektor prasarana. Singkatnya, strategi

pembangunan seimbang mengharuskan adanya pembangunan yang serentak dan

harmonis di berbagai sektor ekonomi sehingga semua sektor tumbuh bersama.

Dalam menjalankan strategi ini, diperlukan keseimbangan antara sisi

permintaan dan sisi penawaran. Sisi penawaran memberikan tekanan pada

pembangunan serentak dari semua sektor yang saling berkaitan dan berfungsi

meningkatkan penawaran barang. Ini meliputi pembangunan serentak dan

harmonis dari barang setengah jadi, bahan baku, sumber daya energi, pertanian,

pengairan, transportasi, dan lain-lain serta semua industri yang memproduksi

barang konsumen. Sebaliknya, sisi permintaan berhubungan dengan penyediaan

kesempatan kerja yang lebih besar dan penambahan pendapatan agar permintaan

barang dan jasa dapat tumbuh. Sisi berkaitan dengan industri yang sifatnya saling

Page 78: KARAKTERISTIK DAN PERMASALAHAN PEDAGANG KAKI … · KARAKTERISTIK DAN PERMASALAHAN PEDAGANG KAKI LIMA (PKL) ... construct street vendor database, (2) economic empowerment for the

58

melengkapi, industri barang konsumen, khususnya industri produk pertanian dan

industri manufaktur. Jika semua industri dibangun secara serentak maka jumlah

tenaga kerja yang terserap akan sangat besar. Dengan cara ini akan tercipta

permintaan barang-barang dari masing-masing industri, dan semua barang akan

habis terjual.

Pembangunan seimbang dilaksanakan dengan maksud untuk menjaga agar

proses pembangunan tidak menghadapi hambatan-hambatan dalam :

Memperoleh bahan baku, tenaga ahli, sumber daya energi (air dan listrik),

dan fasilitas-fasilitas untuk mengangkut hasil-hasil produksi ke pasar.

Memperoleh pasar untuk barang-barang yang telah dan yang akan diproduksi.

Dengan demikian pembangunan seimbang dapat didefinisikan sebagai usaha

pembangunan yang berupaya untuk mengatur program investasi sedemikian rupa

sehingga sepanjang proses pembangunan tidak akan timbul hambatan-

hambatan'yang bersumber dari penawaran maupun permintaan.

Istilah pembangunan seimbang diciptakan oleh Nurkse (1953). Namun

demikian, teori ini pertama kali dikemukakan oleh Paul Rosenstein-Rodan (1953),

dengan nama the big push theory yang menulis gagasan untuk menciptakan

program pembangunan di Eropa Timur dan Eropa Tenggara dengan melakukan

industrialisasi secara besar-besaran. Kedua orang ini beranggapan bahwa

melakukan industrialisasi di daerah yang kurang berkembang merupakan cara

yang tepat untuk menciptakan pembagian pendapatan .yang lebih merata di dunia

dan untuk meningkatkan pendapatan di daerah semacam itu agar lebih cepat

daripada di daerah yang lebih kaya. Dalam upaya untuk melaksanakan program

tersebut berbagai industri haruslah dibangun secara berbarengan.

Tujuan utama dari strategi ini adalah untuk menciptakan berbagai jenis

industri yang berkaitan erat satu sama lain sehingga setiap industri akan

memperoleh eksternalitas ekonomi dari industrialisasi tersebut. Scitovsky

mendefinisikan eksternalitas ekonomi sebagai jasa-jasa yang diperoleh dengan

cuma-cuma oleh suatu industri dari satu atau beberapa industri lainnya. Dengan

demikian jika sebuah perusahaan memperoleh eksternalitas ekonomi, maka biaya

produksinya dapat dikurangi dan perusahaan tersebut dapat melaksanakan

kegiatannya dengan lebih efisien.

Page 79: KARAKTERISTIK DAN PERMASALAHAN PEDAGANG KAKI … · KARAKTERISTIK DAN PERMASALAHAN PEDAGANG KAKI LIMA (PKL) ... construct street vendor database, (2) economic empowerment for the

59

Menurut Rosenstein-Rodan (1953), pembangunan industri secara besar-

besaran akan menciptakan 3 macam eksternalitas ekonomi yaitu:

Yang diakibatkan oleh perluasan pasar.

Karena industri yang sama letaknya berdekatan.

Karena adanya industri lain dalam perekonomian tersebut.

Menurut Rosenstein-Rodan, eksternalitas yang pertama yang paling penting.

Strategi pembangunan seimbang banyak mendapatkan kritikan dari para

ahli. Singer dalam Arsyad (1999) mengkritisi pandangan yang menekankan

tentang perlunya menciptakan pembangunan yang berbarengan pada berbagai

industri. Pandangan tersebut melupakan sektor pertanian sehingga sektor

pertanian akan menghadapi kesukaran untuk memenuhi pertambahan

permintaan bahan pangan dan bahan baku pertanian yang akan digunakan

sektor industri. Jadi, strategi pembangunan seimbang harus diperluas hingga

meliputi usaha pembangunan secara besar-besaran di sektor pertanian. Dengan

demikian kenaikan produktivitas dan produksi sektor pertanian akan dapat

memenuhi kenaikan permintaan sektor industri. Di sisi lain, negara berkembang

kurang memiliki kemampuan dalam menyediakan sumber daya untuk

pembangunan besar-besaran tersebut. Strategi pembangunan seimbang tidak

menyadari masalah utama yang dihadapi negara berkembang yaitu kekurangan

sumber daya.

Pendapat Hirschman tentang pembangunan seimbang pada hakekatnya

hampir sama dengan Singer. Menurut Hirschman (1958) dalam Arsyad (1999),

strategi pembangunan seimbang melupakan kenyataan historis yang

menunjukkan bahwa secara gradual (bertahap) kegiatan industri modern telah

mulai berkembang pada masa lalu, dan telah sanggup menggantikan beberapa

industri rumah tangga maupun menghasilkan barang-barang yang pada mulanya

diimpor. Strategi itu juga telah mengabaikan kenyataan sejarah yang

menunjukkan bahwa hasil-hasil industri modern telah mengakibatkan kenaikan

pengeluaran masyarakat sehingga mengurangi tabungan mereka serta mendorong

mereka untuk bekerja lebih giat. Menurut Hirschman, hambatan-hambatan

terhadap pembangunan terutama industrialisasi tidaklah serius seperti yang sering

Page 80: KARAKTERISTIK DAN PERMASALAHAN PEDAGANG KAKI … · KARAKTERISTIK DAN PERMASALAHAN PEDAGANG KAKI LIMA (PKL) ... construct street vendor database, (2) economic empowerment for the

60

dikemukakan orang, termasuk orang yang mencetuskan pandangan tentang

perlunya pembangunan seimbang.

Hirschman juga mengatakan ketidak-yakinannya apakah negara berkembang

sanggup melaksanakan program pembangunan seimbang tanpa adanya bantuan

dari luar, karena pelaksanaan pembangunan tersebut memerlukan tenaga-tenaga

ahli dalam jumlah besar, yang notabene sangat terbatas jumlahnya di negara

berkembang. Selain itu, Hirschman juga menyatakan bahwa pembangunan

seimbang dapat menciptakan efisiensi dan keuntungan yang lebih tinggi kepada

masing-masing industri tetapi juga dapat menimbulkan eksternalitas dis-

ekonomis. Misalnya, pembangunan seimbang akan mengajarkan cara-cara

bekerja pada masyarakat. Kerugiannya adalah keahlian tradisional tidak berguna

lagi, corak kegiatan perdagangan yang lama hancur, dan pengangguran tercipta.

Kalau keadaan demikian terjadi maka akan menimbulkan berbagai jenis |biaya

sosial (social cost) bagi masyarakat.

3. Strategi Pembangunan Tak Seimbang

Pembangunan tak seimbang merupakan keadaan yang berlawanan dengan

keadaan pada pembangunan seimbang. Istilah ini digunakan untuk menyatakan

bahwa program pembangunan disusun sedemikian rupa sehingga dalam

perekonomian tersebut akan timbul kelebihan dan kekurangan dalam berbagai

sektor sehingga menimbulkan distorsi-distorsi ketidakstabilan dalam

perekonomian.

Strategi pembangunan tak seimbang dikemukakan oleh Albert Hirschman dan

Paul Streeten. Pembangunan tak seimbang adalah pola pembangunan yang lebih

cocok untuk mempercepat proses pembangunan di negara berkembang. Strategi

pertumbuhan tak seimbang dikemukakan berdasarkan pertimbangan sebagai

berikut :

Secara historis pembangunan ekonomi yang terjadi coraknya tidak seimbang.

Untuk memnpertinggi efisiensi penggunaan sumber daya yang tersedia.

Pembangunan tak seimbang akan menimbulkan kemacetan (bottlenecks) atau

gangguan-gangguan dalam proses pembangunan tetapi akan menjadi

pendorong bagi pembangunan selanjutnya.

Page 81: KARAKTERISTIK DAN PERMASALAHAN PEDAGANG KAKI … · KARAKTERISTIK DAN PERMASALAHAN PEDAGANG KAKI LIMA (PKL) ... construct street vendor database, (2) economic empowerment for the

61

Menurut Hirschman, jika kita mengamati proses pembangunan yang terjadi

antara dua periode waktu tertentu akan tampak bahwa berbagai sektor kegiatan

ekonomi mengalami perkembangan dengan laju yang berbeda, yang berarti bahwa

pembangunan berjalan tidak seimbang. Perkembangan sektor pemimpin (leading

sector) akan merangsang perkembangan sektor lainnya. Begitu pula

perkembangan di suatu industri tertentu akan merangsang perkembangan industri-

industri lain yang erat keterkaitannya dengan industri yang mengalami

perkembangan tersebut.

2.9. Penelitian Terdahulu Tentang Pedagang Kaki Lima (PKL)

1. Stigma Negatif PKL

Permasalahan PKL pada setiap kota di seluruh Indonesia adalah persoalan

klasik. Kebanyakan Pemda memandang PKL sebagai negative problem. Hal ini

dapat dilihat dari kebijakan yang dikeluarkan yang pada umumnya berisikan

penertiban, bukan pemberdayaan. Kompas tanggal 13 Februari 2003 menuliskan

hal sebagai berikut :

“Belakangan ini, Pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya kembali melakukan berbagai operasi penertiban terhadap pedagang kaki lima (PKL) yang hingga kini masih memadati sudut-sudut Kota Surabaya. Ruas-ruas jalan protokol yang telah dinyatakan steril dari PKL, ternyata tidak bisa seratus persen bebas PKL….. ... Di mata Pemkot Surabaya, khususnya aparat penegak hukum mungkin benar bahwa keberadaan sektor informal acapkali dinilai selalu melanggar hukum dan menjadikan kota tampak kumuh...”

Tindakan Pemda melakukan penertiban ini disebabkan pandangan aparat

Pemda yang menganggap bahwa PKL sebagai penyebab timbulnya kemacetan

sebagaimana tertuang dalam penelitian Ester (2003) yang mengungkapkan :

”...Salah satu wujud dari sektor informal adalah kegiatan Pedangang Kaki Lima, kegiatan ini timbul karena tidak terpenuhinya kebutuhan pelayanan oleh kegiatan formal yang mana kegiatan mereka sering menimbulkan gangguan terhadap lingkungannya dan sering dipojokkan sebagai penyebab timbulnya kemacetan lalu lintas di kawasan Pusat Kota Sidoarjo, yang mana Pedagang Kaki Lima menggunakan lahan-lahan umum (public land)...”

Cara pandang yang sama juga dilakukan oleh Pemerintah Kota Bandung, hal

ini dijelaskan oleh Suharto (2003) sebagai berikut :

”...di Kota Bandung misalnya, Pemerintah Kota terus melakukan operasi “penertiban” di tujuh wilayah terpadat (dikembangkan dari lima wilayah

Page 82: KARAKTERISTIK DAN PERMASALAHAN PEDAGANG KAKI … · KARAKTERISTIK DAN PERMASALAHAN PEDAGANG KAKI LIMA (PKL) ... construct street vendor database, (2) economic empowerment for the

62

sejak tahun 2001), yaitu Jalan Sudirman, Asia Afrika, Dalem Kaum, Kepatihan, Dewi Sartika, Otista, dan kompleks Plaza Bandung Indah. Pemerintah Kota meyakini bahwa wilayah tersebut harus bebas gangguan dari pedagang kaki lima, khususnya bila ada acara-acara kenegaraan (misalnya pertemuan internasional, peringatan konferensi Asia Afrika, kunjungan pejabat pemerintah pusat) ke kota tersebut.”

Penolakan terhadap keberadaan pedagang kaki lima dan umumnya sektor

informal terjadi di semua kota di Indonesia. Sebagai dampak utama urbanisasi,

PKL diakui sebagai fenomena struktural yang akan terus ada (Aswindi, 2002).

Sepanjang pengamatan Aswindi (2002), belum ada satu pun kota di Indonesia

yang berhasil menghapuskan keberadaan PKL.

Kutipan-kutipan di atas seakan menegaskan bahwa PKL menjadi sumber

ketidaktertiban, kemacetan, dan ketidakaturan sebuah kota. Namun,

Tempointeraktif.com (2005) melaporkan PKL di Jakarta Barat melalui Asosiasi

Pedagang Kaki Lima bisa mengatur diri. Hal ini bisa dilihat di Pasar Taman Surya

di Jakarta Barat.

2. PKL sebagai Alternatif Pekerjaan dan Sumber PAD

Fundamen ekonomi Indonesia yang rapuh pada tahun 1997-an

mengakibatkan krisis ekonomi yang merontokkan terutama sektor properti dan

perbankan. Kedua sektor ini yang paling banyak melakukan pemutusan hubungan

kerja (PHK).

PKL sebagai salah satu wujud sektor informal, tidak hanya mendatangkan

keruwetan, namun juga mendatangkan manfaat yang banyak. Studi Profil Pekerja

di Sektor Informal dan Arah Kebijakan Ke Depan yang dilakukan Bappenas

menunjukan bahwa sebesar 65.40 % (Sakernas BPS 1998) dan kemudian

meningkat menjadi 69.63 % (Sakernas BPS 2002). Hal ini menunjukan bahwa

terjadi perpindahan lapangan usaha dari sektor formal ke sektor informal.

Satu contoh terkait dengan ungkapan di atas, ditulis oleh Korompis (2005)

yang menyatakan bahwa para pengangguran melakukan kompensasi positif

dengan memilih bekerja di sektor informal, bahkan yang paling diminati adalah

menjadi PKL.

Selanjutnya, Korompis (2005) mengungkapkan bahwa PKL mempunyai

potensi untuk menciptakan dan memperluas lapangan kerja, terutama bagi tenaga

Page 83: KARAKTERISTIK DAN PERMASALAHAN PEDAGANG KAKI … · KARAKTERISTIK DAN PERMASALAHAN PEDAGANG KAKI LIMA (PKL) ... construct street vendor database, (2) economic empowerment for the

63

kerja yang kurang memiliki kemampuan dan keahlian yang memadai untuk

bekerja di sektor formal karena rendahnya tingkat pendidikan yang mereka miliki.

Studi Bappenas menjelaskan bahwa terdapat empat keunggulan sektor

informal.

1. Daya Tahan. Selama krisis ekonomi, terbukti sektor informal tidak hanya

dapat bertahan, bahkan berkembang pesat. Hal ini disebabkan faktor

permintaan (pasar output) dan faktor penawaran. Dari sisi permintaan, akibat

krisis ekonomi, pendapatan riil rata-rata masyarakat turun drastis dan terjadi

pergeseran permintaan masyarakat, dari barang-barang sektor formal atau

impor (yang harganya relatif mahal) ke barang-barang sederhana buatan sektor

informal (yang harganya relatif murah). Dari sisi penawaran, akibat banyak

PHK di sektor formal selama masa krisis, ditambah dengan sulitnya angkatan

kerja baru mendapat pekerjaan di sektor formal, maka suplai tenaga kerja dan

pengusaha ke sektor informal meningkat. Temuan Purwanugraha et al. (2000)

memperkuat pernyataan bahwa pekerjaan sebagai PKL merupakan salah satu

pekerjaan yang relatif tidak terpengaruh krisis ekonomi.

2. Padat Karya. Dibanding sektor formal, khususnya usaha skala besar, sektor

informal yang pada umumnya adalah usaha skala kecil bersifat padat karya.

Jumlah tenaga kerja di Indonesia yang sangat banyak menyebabkan upah

relatif lebih murah jika dibandingkan di negara-negara lain dengan jumlah

penduduk yang kurang dari Indonesia.

3. Keahlian Khusus (Tradisional). Bila dilihat dari jenis-jenis produk yang

dibuat di industri kecil (IK) dan industri rumah tangga (IRT) di Indonesia,

dapat dikatakan bahwa produk-produk yang mereka buat umumnya sederhana

dan tidak terlalu membutuhkan pendidikan formal, tetapi membutuhkan

keahlian khusus (traditional skills). Keahlian khusus tersebut biasanya

dimiliki pekerja atau pengusaha secara turun-temurun, dari generasi ke

generasi.

4. Permodalan. Kebanyakan pengusaha di sektor informal menggantungkan diri

pada uang (tabungan) sendiri, atau dana pinjaman dari sumber-sumber

informal (di luar sektor perbankan/keuangan) untuk kebutuhan modal kerja

dan investasi mereka.

Page 84: KARAKTERISTIK DAN PERMASALAHAN PEDAGANG KAKI … · KARAKTERISTIK DAN PERMASALAHAN PEDAGANG KAKI LIMA (PKL) ... construct street vendor database, (2) economic empowerment for the

64

Manfaat lain dari keberadaan PKL dinyatakan oleh Korompis (2005) adalah :

” Pedagang kaki lima merupakan kegiatan usaha yang mampu memperluas lapangan kerja dan memberikan pelayanan ekonomi yang luas kepada masyarakat, dapat berperan dalam proses pemerataan dan peningkatan pendapatan masyarakat serta mendorong pertumbuhan ekonomi dan berperan dalam mewujudkan stabilitas nasional pada umumnya dan stabilitas ekonomi pada khususnya. Bahkan pedagang kaki lima, secara nyata mampu memberikan pelayanan terhadap kebutuhan masyarakat yang berpenghasilan rendah, sehingga dengan demikian tercipta suatu kondisi pemerataan hasil-hasil pembangunan. Selain itu, kelompok pedagang kaki lima mempunyai potensi yang cukup besar untuk memberikan kontribusi terhadap penerimaan Pendapatan Asli Daerah (PAD) di sektor penerimaan retribusi daerah seiring dengan kebutuhan daerah dalam rangka penyelenggaraan otonomi daerah”.

Jadi, secara lokal PKL mempunyai peranan ekonomi terhadap masayarakat

dalam hal pemerataan dan peningkatan pendapatan sekaligus sebagai potensi

penerimaan retribusi daerah untuk pemerintah daerah.

Korompis (2005) menemukan bahwa rata-rata penerimaan PAD Pemerintah

Kota Manado dari sisi retribusi pasar, restribusi kebersihan dan lainnya yang

dibayarkan oleh PKL setiap bulan sebesar Rp 77.708,-/PKL. Angka ini hanya

berkisar 51.51 % dari target yang ditetapkan dan diprediksikan setiap bulan, di

mana Pemerintah Kota Manado akan dapat menyerap dana retribusi dari seluruh

PKL di Kota Manado rata-rata sebesar Rp 175 juta per bulan dengan asumsi Rp

5.000,- per PKL per hari.

Laporan Regulation Impact Analysis mengenai PKL di Palembang yang

dilakukan oleh Laboratorium Hukum Universitas Sriwijaya (2004), berisi daftar

penerima manfaat dari kebijakan penataan PKL melalui peraturan daerah. Daftar

penerima manfaat ini disajikan pada Tabel 7.

Page 85: KARAKTERISTIK DAN PERMASALAHAN PEDAGANG KAKI … · KARAKTERISTIK DAN PERMASALAHAN PEDAGANG KAKI LIMA (PKL) ... construct street vendor database, (2) economic empowerment for the

65

Tabel 7. Penerima Manfaat dalam Pengaturan PKL melalui Peraturan Daerah

Manfaat Penerima Kepastian hukum tempat/lokasi berdagang Pedagang pasar (PP), PKL Kesejahteraan meningkat PKL dan pedagang pasar (PP) Pasar tertib dan rapi Pemerintah, PKL, PP, masyarakat Lalu lintas lancar PP, PKL, pemerintah, masyarakat Keamanan kondusif PP, PKL, pemerintah, masyarakat Pasar mudah dijangkau Konsumen Saling menghargai meningkat PP, PKL, pemerintah Biaya penertiban turun Pemerintah Biaya sosial PP, PKL rendah PP, PKL, konsumen Areal parkir cukup Konsumen dan pemerintah Kewibawaan pemerintah kota baik Pemerintah, PP, PKL, masyarakat Pendapatan pemerintah naik Pemerintah Sumber : Laboratorium Hukum Universitas Sriwijaya (2004)

Indikator-indikator manfaat dari peraturan daerah mengenai pengaturan PKL

di Palembang ditunjukkan pada Tabel 8.

Tabel 8. Indikator Manfaat Pengaturan PKL melalui Peraturan Daerah

Manfaat Penerima Kepastian lokasi/tempat berdagang PP tidak mengeluhkan PKL, PKL merasa

aman berjualan Kesejahteraan PP-PKL meningkat Pendapatan per tahun meningkat Pasar rapi dan bersih Tertata baik Lalu lintas lancar Tidak macet Keamanan kondusif Keluhan keamanan makin berkurang Pasar mudah dijangkau Waktu tempuh menjadi singkat dan tidak

melelahkan Saling menghargai antara PP, PKL, aparatur meningkat

Sedikit mungkin terjadinya perselisihan dan pelanggaran

Biaya penertiban turun Alokasi anggaran diperkecil Biaya sosial PP, PKL rendah Tidak ada pungutan liar, tidak ada denda

pelanggaran Areal parkir cukup Kendaraan konsumen banyak di tempat

parkir Pendapatan pemerintah naik PAD meningkat Sumber : Laboratorium Hukum Universitas Sriwijaya (2004)

Dalam laporan ini diketahui bahwa ada perbedaan manfaat dan biaya sebagai

konsekuensi dan dampak dari regulasi PKL oleh Pemda Palembang. Sebagaimana

terlihat pada tabel 9 dan tabel 10 berikut :

Page 86: KARAKTERISTIK DAN PERMASALAHAN PEDAGANG KAKI … · KARAKTERISTIK DAN PERMASALAHAN PEDAGANG KAKI LIMA (PKL) ... construct street vendor database, (2) economic empowerment for the

66

Tabel 9. Manfaat dan Biaya Pengaturan PKL melalui Regulasi (Peraturan Daerah)

Kelompok Manfaat B/S/K Biaya B/S/K Pemerintah

Kota

Kepastian hukum penataan PKL

B Biaya penertiban S

Kota Tertib B Pengadaan lokasi B Wibawa pemerintah B Moral Hazard K

PKL Keabsahan lokasi/ tempat berdagang

B Tempat baru S

Perlindungan Hukum B Pungutan liar K Ketenangan berjualan B Sanksi K Prospek B

Pembeli/ konsumen

Akses ke pasar B Biaya sosial K Keamanan S

Sopir angkot

Ruas jalur angkot B BBM S Kelancaran lalu lintas B

Keterangan : B (Baik), S (Sedang), K (Kurang) Sumber : Laboratorium Hukum Universitas Sriwijaya (2004) Tabel 10 : Manfaat dan Biaya Mengelola PKL tanpa Regulasi Kelompok Manfaat B/S/K Biaya B/S/K

Pemerintah Kota

Kepastian hukum penataan PKL

K Biaya penertiban B

Ketertiban K Pengadaan lokasi K Wibawa pemerintah K Moral Hazard B

PKL Keabsahan lokasi/ tempat berdagang

K Tempat baru K

Perlindungan Hukum K Pungutan liar B Ketenangan berjualan K Sanksi B Prospek S

Pembeli/ konsumen

Akses ke pasar K Biaya sosial B Keamanan K

Sopir angkot Ruas jalan angkot K BBM B Kelancaran lalu lintas K

Keterangan : B (Baik), S (Sedang), K (Kurang) Sumber : Laboratorium Hukum Universitas Sriwijaya (2004)

Penelitian Suharto (2003) menunjukan bahwa rata-rata manfaat berupa

penghasilan PKL di Bandung mampu melebihi upah minimum regional untuk

DKI Jakarta. Dengan demikian PKL Kota Bandung memiliki kontribusi yang

cukup besar dalam memberikan lapangan pekerjaan layak. Sementara itu,

penelitian PKL yang dilakukan oleh Bambang Wahyu (2003) di Kota Bogor

menunjukan karakteristik dan sebaran PKL. Namun belum membahas pada aspek

manfaat keberadaan PKL.

Page 87: KARAKTERISTIK DAN PERMASALAHAN PEDAGANG KAKI … · KARAKTERISTIK DAN PERMASALAHAN PEDAGANG KAKI LIMA (PKL) ... construct street vendor database, (2) economic empowerment for the

67

2.10. Novelty (Kebaruan)

Penelitian-penelitian terhadap PKL tidak terlepas dari penelitian sektor

informal baik di negara maju maupun berkembang. Untuk mengetahui kebaruan

dari penelitian ini, seperti disajikan dalam tabel 11 berikut adalah ringkaian dari

beberapa kajian literatur sektor informal selama 10 tahun terakhir baik dari

sumber nasional maupun internasional..

Penelitian ini menawarkan kebaruan dalam beberapa aspek khususnya

sampling dan teknik sampling dan metode penelitian yang digunakan.

Pertama, dari sisi sampling, penelitian ini menggunakan tiga tipologi sebagai

pewakil PKL di kota Bogor. Penelitian-penelitian di Indonesia seperti Budi

(2006) untuk PKL di Pemalang, Suharto (2003) di Bandung, Laboratorium

Hukum Universitas Sriwijaya (2004) untuk PKL di Palembang, Korompis (2005)

untuk PKL di Bogor, Tohar (2007) di Kota Medan, Rahmawati (2008) di Bogor,

menggunakan teknik sampling berdasarkan persentase jumlah seluruh PKL yang

ada. Penggunaan tipologi ini adalah hal baru dari sisi penelitian PKL.

Kedua, Penelitian mengenai persepsi terhadap PKL umumnya didasarkan

pada persepsi masyarakat dan pemerintah lokal (misalnya Tohar, 2003; Budi,

2006; Disperidagkop, 2010). Penelitian ini memiliki kebaruan karena

memasukkan persepsi toko pesaing (sektor formal yang bergerak dalam penjualan

barang atau jasa yang sama) dan persepsi pemasok (sektor formal dan informal

yang memasok barang dagangan ke PKL). Persepsi toko pesaing dan pemasok

perlu dikaji untuk dapat secara lebih luas menangkap persepsi terhadap PKL.

Ketiga, dari sisi metodologi, penggunaan teknik A’WOT adalah hal baru

untuk bidang kajian PKL karena menawarkan pembobotan pada faktor-faktor

yang mempengaruhi strategi dalam penataan dan pemberdayaan PKL. Kajian

terhadap literatur di atas menunjukkan bahwa teknik ini belum digunakan dalam

kajian PKL. Kajian PKL di kota Bogor yang dilakukan oleh Rahmawati (2008)

lebih membahas pada aspek efektivitas penataan PKL sedangkan PT Oxalis Subur

dan Disperindagkop kota Bogor (2010) menggunakan teknik SWOT tanpa

pembobotan.

Kempat, kebaruan berikutnya dalam penelitian tentang PKL ini sampai pada

tahap formulasi seperangkat strategi yang perlu dilakukan secara sinergis dan

Page 88: KARAKTERISTIK DAN PERMASALAHAN PEDAGANG KAKI … · KARAKTERISTIK DAN PERMASALAHAN PEDAGANG KAKI LIMA (PKL) ... construct street vendor database, (2) economic empowerment for the

68

komprehensif. Seperangkat strategi ini diharapkan dapat diimplementasikan oleh

Pemerintah Daerah. Pada penelitian penelitian terdahulu belum ditemukan hasil

penelitian berupa seperangkat strategi yang sinergis, melainkan strategi yang

dihasilkan masih bersifat parsial.

Kelima,

dalam penyusunan formulasi strategi dan usulan relokasi

mempertimbangkan teori teori lokasi. Teori teori lokasi ini penting untuk

dipertimbangkan mengingat PKL memiliki kepentingan atas kelangsungan

usahanya, dimana kerumunan orang merupakan potensi untuk dapat berjualan.

Sementara disisi lain Pemerintah Daerah memiliki keterbatasan ruang dan

infrastruktur lainnya, dan Pemerintah Daerah memiliki kewenangan untuk

mengatur daerahnya sendiri.

Page 89: KARAKTERISTIK DAN PERMASALAHAN PEDAGANG KAKI … · KARAKTERISTIK DAN PERMASALAHAN PEDAGANG KAKI LIMA (PKL) ... construct street vendor database, (2) economic empowerment for the

69 Tabel 11. Kajian Literatur Sektor Informal Selama 10 Tahun Terakhir

Tahun Penulis/peneliti Judul Jurnal Sampling dan teknik sampling, metode Kesimpulan

2002 Friedrich Schneider Size And Measurement Of The Informal Economy In 110countries Around The World

Paper, disajikan pada Workshop of Australian National Tax Centre, ANU, Canberra, Australia, Juli 17, 2002

Model currency demand dan discrepancy method

Tidak ada metode terbaik dalam mengukur ekonomi informal; setiap pendekatan memiliki kelemahan dan kelebihan.

Ukuran ekonomi informal di sebagian besar negara transisi dan OECD cenderung meningkat selama dekade terakhir.

Ekonomi Informal adalah fenomena komplek, terdapat baik di negara maju dan berkembang.

Orang menjalankan ekonomi informal dengan beragam alasan, yang terpenting adalah tindakan pemerintah, terutama pajak dan regulasi.

2002 Santosh Mehrotra

And Mario Biggeri Social Protection in the Informal Economy: Home Based Women Workers and Outsourced Manufacturing in Asia

UNICEF Innocenti Research Centre and Department of Economics, University of Florence

Survey di 5 negara Asian – dua negara berpendapatan rendah (India, Pakistan) dan tiga negara berpendapatan menengah (Indonesia, Thailand, Philippines). Metode kuantitatif Menggunakan survey ad hoc rumah tangga, dengan kuisioner dari UNICEF. Studi kasus dengan focus group

Perlindungan sosial diperlukan bagi pekerja wanita

Pekerja industri rumah tangga bekerja dalam kodisi eksploitatif dimana mereka mendapatkan bagian yang kecil dari total harga yang dibayarkan konsumen akan produknya

Feminisasi pekerjaan berimplikasi penting untk dimensi gender dalam siklus pengembangan sdm dalam rumah tangga.

Rendahnya level pendidikan dan masalah kesehatan dari pekerja

Page 90: KARAKTERISTIK DAN PERMASALAHAN PEDAGANG KAKI … · KARAKTERISTIK DAN PERMASALAHAN PEDAGANG KAKI LIMA (PKL) ... construct street vendor database, (2) economic empowerment for the

70 Tahun Penulis/peneliti Judul Jurnal Sampling dan teknik

sampling, metode Kesimpulan

discussions (FGD) dan survey kuantitatif dengan kuisioner. Desain survey adalah purposif (ad hoc) Menggunakan analisis Value chain

memerlukan intervensi publik.

2002 Edi Suharto Human Development And The Urban Informal Sector In Bandung, Indonesia: The Poverty Issue

New Zealand Journal of Asian Studies 4, 2 (Desember, 2002): 115-133.

Micro-level surveys “multistage cluster sampling technique” (150 orang).

Mayoritas (80 persen) PKL masih dikategorikan miskin dan rentan.

Profil pedagang kakilima di Bandung berbentuk hexagonal, berbeda dengan bentuk pyramid dari studi keterkaitan antara sektor informal dan kemiskinan di negara berkembang khususnya Amerika Latin

Dengan referensi indikator manusia dan modal sosial, PKL dapat dikategorikan tidak ‘miskin’karena memiliki pendidikan dasar yang mencukupi dan akses terhadap jasa kesehatan dan fasilitas perumahan, meski propensitas dalam aktivitas sosial rendah.

Indikator pembangunan manusia dan sosial dari pedagang kakilima nampak lebih baik dibandingkan angka nasional.

Page 91: KARAKTERISTIK DAN PERMASALAHAN PEDAGANG KAKI … · KARAKTERISTIK DAN PERMASALAHAN PEDAGANG KAKI LIMA (PKL) ... construct street vendor database, (2) economic empowerment for the

71 Tahun Penulis/peneliti Judul Jurnal Sampling dan teknik

sampling, metode Kesimpulan

2003 Winnie V. Mitullah Street Vending In African Cities: A Synthesis Of Empirical Findings From Kenya, Cote D’ivoire, Ghana, Zimbabwe, Uganda And South Africa

Background Paper for the 2005 World Development Report, 16

Review 6 studi kasus di 6 negara Afrika. Menggunakan data primer dan sekunder.

Agustus 2003

PKL penting sebagai sumber pendapatan dan lapangan kerja

PKl memberikan peluang yang dapat meminimalkan dampak sosial

PKL bekerja dalam lingkunga yang keras tanpa infrastruktur dan layanan dasar.

Mereka menghadapi masalah pasar dan investasi.

Meski mereka membayar retribusi ke pemda, pemda tidak dapat memberikan layanan yang mencukupi.

Komunikasi yang lemah antara PKL dan otoritas urban. Asosiasi PKL lemah dan membutuhkan fasilitasi dalam berorganisasi.

PKL tidak memiliki akses terhadap pembiayaan formal, dan sebagian besar tergatung pada tabungan sendiri, pembiayaan dari teman dan kerabat.

2003 Ali Tohar Profil Dan Strategi

Pengembangan Sektor Informal Di Kota Medan

Thesis. Program Pascasarjana, Universitas Sumetera Utara

Analisis deskriptif dan regresi berganda

Modal investasi, pengalaman berdagang, jam kerja, modal kerja per bulan dan jam kerja berpengaruh pada pendapatan PKL di kota Medan

2005 Tim Slack Work, Welfare, and the

Informal Economy : An Examination of Family Livelihood Strategies in

Manuscript disiapkan untuk presentasi pada Northeastern U.S. Rural Poverty Conference

in-depth interview, survey dengan telepon, sampel random, multiple

Struktur umur rumah tangga penting dalam memahami partisipasinya dalam ekonomi informal

Page 92: KARAKTERISTIK DAN PERMASALAHAN PEDAGANG KAKI … · KARAKTERISTIK DAN PERMASALAHAN PEDAGANG KAKI LIMA (PKL) ... construct street vendor database, (2) economic empowerment for the

72 Tahun Penulis/peneliti Judul Jurnal Sampling dan teknik

sampling, metode Kesimpulan

Rural Pennsylvania Mei 3-4, 2005 State College, PA

regression analysis

Jejaring dan norma sosial timbal balik penting dalam memfasilitasi ekonomi informal

Pendekatan survey sesuai dalam studi ekonomi informal

2006 Tri widodo Peran sektor informal

terhadap perekonomian daerah : pendekatan delphi-IO dan aplikasi

Jurnal ekonomi dan bisnis indonesia vol 21, no.3, 2006, 254-267

Pendekatan survey dan non survey; Analisis IO

Sektor informal berkontribusi positif pada pembangunan DIY melalui peningkatan output, penyediaan lapangan kerja, pendapatan masyarakat

Kontribusi positif sektor informal punya batas tertentu dan jika sudah melebihi batasnya maka akan menurun kontribusinya

2006 Ari Sulistyo Budi Kajian Lokasi Pedagang

Kaki Lima Berdasarkan Preferensi Pkl Serta Persepsi Masyarakat Sekitar Di Kota Pemalang

Thesis. Program Pascasarjana, Universitas Diponegoro, Semarang

Penelitian deskriptif sedangkan analisis yang digunakan adalah analisis distribusi frekuensi, tabulasi silang dan deskriptif kualitatif.

PKL merupakan salah satu alternatif mata pencaharian bagi warga kota Pemalang yang tidak dapat memasuki sektor formal karena mempunyai ciri-ciri mudah dimasuki, tidak membutuhkan pendidikan tinggi, tidak membutuhkan modal yang besar, namun dapat menghasilkan pendapatan yang kadang melebihi sektor formal. PKL cenderung mengelompok dengan sejenisnya.

Kegiatan PKL sebagai salah satu sektor informal belum terantisipasi dalam perencanaan tata ruang kota sehingga sarana dan prasarana yang ada biasanya

Page 93: KARAKTERISTIK DAN PERMASALAHAN PEDAGANG KAKI … · KARAKTERISTIK DAN PERMASALAHAN PEDAGANG KAKI LIMA (PKL) ... construct street vendor database, (2) economic empowerment for the

73 Tahun Penulis/peneliti Judul Jurnal Sampling dan teknik

sampling, metode Kesimpulan

kurang mendukung kegiatan PKL

2007 Sertac Gonec and

Harun Tanrivermis Factor that affecting informal economy of rural turkey

Journal of Applied Sciences, 7(21) :3138-3153, 2007, Asian Network for scientific information

Data primer dari survey 394 rumah tangga dengan simple random sampling Korelasi Pearson dan Analisis regresi berganda

Ukuran usaha, jumlah tenaga kerja keluarga dan akses pasar ditemukan sebagai faktor penting

Transformasi struktur informal menjadi formal dapat dilakukan dengan memfasilitasi integrasi usaha dengan pasar

2008 Ishola Rufus

Akintoye Reducing Unemployment Through the Informal Sector: A Case Study of Nigeria

European Journal of Economics, Finance and Administrative Sciences ISSN 1450-2275 Issue 11 (2008)

Data sekunder ketenagakerjaan

Sektor informal sebagai media dalam menurunkan pengangguran di Nigeria

Pemerintah dan semua stakeholder yang relevan harus berusaha menurunkan pengangguran memberikan dukungan keberadaan sektor informal

2008 Aloysius Gunadi

Brata Vulnerability Of Urban Informal Sector: Street Vendors In Yogyakarta, Indonesia

Paper prepared for the International Conference on Social, Development and Environmental Studies: Global Change and Transforming Spaces, November 18-19th , 2008, School of Social, Development and Environmental Studies, Faculty of Social Sciences and Humanities, University Kebangsaan Malaysia

Survei lapang, index kerentanan dengan sampel 122 PKL.

Tingkat kerentanan PKL di Yogyakarta adalah sedang

Page 94: KARAKTERISTIK DAN PERMASALAHAN PEDAGANG KAKI … · KARAKTERISTIK DAN PERMASALAHAN PEDAGANG KAKI LIMA (PKL) ... construct street vendor database, (2) economic empowerment for the

74 Tahun Penulis/peneliti Judul Jurnal Sampling dan teknik

sampling, metode Kesimpulan

2009 Rudra Suwal dan Bishnu Pant

Measuring Informal Sector Economic Activities in Nepal

Paper Prepared for the Special IARIW-SAIM Conference on “Measuring the Informal Economy in Developing Countries” Kathmandu, Nepal, September 23-26, 2009

Membandingkan data sektor informal dari hasil dua survey : sensus ekonomi vs survey khusus

Di negara berkembang seperti Nepal sektor informal berkontribusi penting pada ekonomi nasional.

Perlu melakukan survei teratur untuk menangkap aktivitas ekonomi sektor informal

2009 Kevin Greenidge, Carlos Holder And Stuart Mayers

Estimating The Size Of The Informal Economy In Barbados

Business, Finance & Economics In Emerging Economies Vol. 4 No. 1 2009

unrestricted error correction model dan general-to-specific (GETs) modelling

Sektor informal cukup besar dan tumbuh sepertiga dari besaran ekonomi formal

Tingginya derajad informalitas antara sektor formal dan informal

Kehilangan signifikan penerimaan pajak langsung akibat sektor informal namun diimbangi dengan lebih tingginya penerimaan pajak tidak langsung (PPN) and kesejahteraan sosial

Tidak disarankan menghilangkan sektor informal, tetapi perlahan-lahan memformalkannya

Signifikansi sektor informal berimplikasi pada kebijakan moneter dan fiskal.

Pengaruh spillover antar sektor informal dan formal harus dipertimbangkan dalam desain kebijakan.

Page 95: KARAKTERISTIK DAN PERMASALAHAN PEDAGANG KAKI … · KARAKTERISTIK DAN PERMASALAHAN PEDAGANG KAKI LIMA (PKL) ... construct street vendor database, (2) economic empowerment for the

75 Tahun Penulis/peneliti Judul Jurnal Sampling dan teknik

sampling, metode Kesimpulan

2009 Suparwoko Nitisudarmo

The role of the informal sector in contributing to the urban landscape in Yogyakarta – Indonesia concerning on the urban heat island issue

Proceedings Real Corp 2009 Tagungsband 22-25 April 2009, Sitges. http://www.corp.at

Survey langsung Pedagang Informal dapat menarik wisatawan lokal dan internasional.

Penempatan PKL di pedestrian tidak sesuai dengan konsep “place for people”

Perlu kerjasama antar stakeholder termasuk Pemkot, LSM, universitas, komunitas PKL dan pemimpin lokal.

PKL yang beroperasi di ruang publik tidak mendukung dan memotivasi pembangunan landskap urban yang berimbang dalam hal elemen alami lingkungan urban.

Keberadaan PKL sejalan dengan teori simulasi perubahan tata guna lahan akibat migrasi dengan alasan ekonomi

2009 Rob Davies dan

James Thurlow

Formal–Informal Economy Linkages and Unemployment in South Africa

IFPRI Discussion Paper 00943, International Food Policy Research Institute December 2009

Model CGA multiregion yang dikalibrasi secara empiris.

Liberalisasi perdagangan menurunkan lapangan kerja nasional. Pada saat yang sama meningkatkan lapangan kerja formal, merugikan produsen informal, dan menguntungkan pedagang informal, yang diuntungkan dari lebih murahnya impor.

Subsidi upah bagi pekerja formal berketrampilan rendah mendoroh lapangan kerja nasional tetapi merugikan produsen informal

Page 96: KARAKTERISTIK DAN PERMASALAHAN PEDAGANG KAKI … · KARAKTERISTIK DAN PERMASALAHAN PEDAGANG KAKI LIMA (PKL) ... construct street vendor database, (2) economic empowerment for the

76 Tahun Penulis/peneliti Judul Jurnal Sampling dan teknik

sampling, metode Kesimpulan

dengan memperberta kompetisi pada pasar produk domestik.

Transfer cash tidak kondisional mendorong permintaan produk informal, pada gilirannya meningkatkan lapangan kerja informal tanpa merugikan produsen formal.

Arti penting pembedaan antara sektor formal dan informal pada kebijakan sosio-ekonomi.

2009 Andrew Henley,

G,Reza Arabsheibani Dan Francisco G. Carneiro

On Defining and Measuring the Informal Sector: Evidence from Brazil

World Development Vol. 37, No. 5, pp. 992–1003, 2009

Data survei rumah tangga Brazil periode 1992–2004. Analisis Regresi

Pengukuran yang tepat sangat penting dalam analisis kebijakan dan desai strategi yang tepat untuk menurunkan informalitas.

Informalitas dapat diukur melalui status kontrak kerja, perlindungan jaminan sosial dan sifat pekrjaan dan karateristik pekerjanya.

Pengambil kebijakan harus jelas mengenai sub-group dalam sektor informal untuk mendesain kebijakan. Desai kebijakan untuk mendorong dinamisme kewirausahaan dalam ekonomi perlu mempertimbangkan konsekuensi yang tidak diinginkan yang dapat memperburuk proteksi sosial atau legal bagi sub-groups pekerja informal.

Di sisi lain kebijakan untuk mendorong proteksi sosial dan

Page 97: KARAKTERISTIK DAN PERMASALAHAN PEDAGANG KAKI … · KARAKTERISTIK DAN PERMASALAHAN PEDAGANG KAKI LIMA (PKL) ... construct street vendor database, (2) economic empowerment for the

77 Tahun Penulis/peneliti Judul Jurnal Sampling dan teknik

sampling, metode Kesimpulan

legal dapat berdampak buruk terhadap aktivitas kewirausahaan.

2009 Simon Commander,

Natalia Isachenkova, dan Yulia Rodionova3

A model of the informal economy with an application to Ukraine

Earlier drafts of the paper were presented at an IZA-EBRD Conference on Labour Market Dynamics, Role of Institutions and Internal Labour Markets, held at the University of Bologna, May 5-8 2005, and at a LIRT-HSE’s seminar in the spring of 2009.

Panel dataset dari Ukraine Longitudinal Monitoring Surveys (ULMS) tahun 2003 and 2004 menggunakan mixed multinomial logit model

Perusahaan Privat memilih apakah menjadi formal – dan membayar pajak – atau tetap informal, subyek pelanggaran pajak

Perlunya peningkatan efisiensi tenaga kerja di negara-negara transisi

2010 Henky Japina Analisis Determinan Pendapatan Sektor Informal Di Kecamatan Rantau Utara Kabupaten Labuhan batu

Thesis, Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara Medan, Ps Ekonomi Pembangunan

model regresi linier berganda dengan alat Metode nonprobability sampling metode Ordinary Least Squares (OLS).

modal kerja, jumlah tenaga kerja dan alokasi waktu usaha secara bersama-sama berpengaruh signifikan terhadap pendapatan sektor informal

Lama berusaha secara individu tidak berpengaruh signifikan terhadap pendapatan sektor informal di Kecamatan Rantau Utara Kabupaten Labuhanbatu.

2010 Florencia G,

Casanova-Dorotan, Phoebe Cabanilla, Maria Corazon Tan and Maria Antonette Montemayor

Informal Economy Budget Analysis in Philippines and Quezon City

Inclusive Cities Research Report No. 6. Women in Informal Employment: Globalizing and Organizing (WIEGO) under the Inclusive Cities Project March 2010

Data sekunder dan FGD.

Budget nasional dan lokal di Philippina akan dapat merubah kehidupan pekerja ekonomi informal yang miskin, khususnya pekerja home industri, PKL dan pemulung di Quezon City, hanya jika pengeluaran publik dapat memberikan mata pencaharian

Page 98: KARAKTERISTIK DAN PERMASALAHAN PEDAGANG KAKI … · KARAKTERISTIK DAN PERMASALAHAN PEDAGANG KAKI LIMA (PKL) ... construct street vendor database, (2) economic empowerment for the

78 Tahun Penulis/peneliti Judul Jurnal Sampling dan teknik

sampling, metode Kesimpulan

yang layak dan perlindungan sosial, jika mereka diberdayakan secara politis, jika hak asasinya dilindungi, dan jika mendapatkan kualitas hidup lebih baik.

2010 Mohammad

Akharuzzaman dan Atsushi Deguchi

Public Management for Street Vendor Problems in Dhaka City, Bangladesh

Proc. of International Conference on Environmental Aspects of Bangladesh (ICEAB10), Japan, Sept. 2010

Survey lapang PKL menjalankan usahanya secara temporer tanpa sistem manajemen berkelanjutan dengan keterbatasan keterlibatan pemerintah di Dhaka City.

Dengan rendahnya rasa tanggung jawab, PKL menghadirkan masalah sampah dan kemacetan di pusat urban. Tetapi banyak warga urban tergantung pada PKL baik sebagai pekerjaan atau untuk berbelanja.

PKL adalah sektor perdagangan urban penting di Dhaka City.

Namun dengan situasi informal, pemkot sering melakukan penggusuran dan kekerasan

Pemkot perlu membangun sistem manajemen untuk PKL agar dapat berusaha dengan tanggung jawab dan pemkot dapat mengumpulkan pajak

Sistem management ini sebaiknya dijalankan oleh pemkot, PKL dan masyarakat sebagai kerja masyarakat.

Page 99: KARAKTERISTIK DAN PERMASALAHAN PEDAGANG KAKI … · KARAKTERISTIK DAN PERMASALAHAN PEDAGANG KAKI LIMA (PKL) ... construct street vendor database, (2) economic empowerment for the

79 Tahun Penulis/peneliti Judul Jurnal Sampling dan teknik

sampling, metode Kesimpulan

2010 John Walsh The Street Vendors of Bangkok: Alternatives to Indoor Retailers at a Time of Economic Crisis

American Journal of Economics and Business Administration 2 (2): 185-188, 2010 ISSN 1945-5488

Studi kasus menggunakan data sekunder dan rekapitulasi riset primer yang dilakukan sebelumnya.

Riset PKL menunjukkan kisaran yang lebar dalam pengalaman, kemampuan menyediakan nilai tambah pada barang dan jasa dan motif bisnis.

Mayoritas PKL memiliki ambisi level UMR minimum dan lemah dalam konsep marketing atau nilai tambah produk

PKL menyediakan lapangan kerja.

Harga PKL lebih murah

2011 Krishna Prasad Timalsina

An Urban Informal Economy: Livelihood Opportunity to Poor or Challenges for Urban Governance

Global Journal of Human Social Science, Volume 11 Issue 2 Version 1.0 March 2011, Publisher: Global Journals Inc. (USA)

Data sekunder dan primer Kuisioner open-ended, interview, observasi (partisipatif dan non-partisipatif) Sampel 30 PKL dengan snowball sampling.

Aktivitas PKL didominasi oleh migran dari pedesaan, dengan pendidikan dan skill rendah.

PKL menciptakan peluang dan kesempatan kerja

PKL menyediakan barang dengan harga lebih murah

Sulit dalam mengontrol dan mengelola PKL

Solusi : penyediaan lokasi khusus.

2011 Abdullah Takim Effectıveness of the Informal

Economy in Turkey European Journal of Social Sciences – Volume 19, Number 2 (2011)

Studi literatur Menghapuskan kendala finansial sebagai salah satu alasan dasar keberadaan sektor informal akan membantu dalam mengontrol ekonomi informal.

Meningkatkan kesadaran sosial dalam mengekang sektor informal.

Kurangnya kesadaran sosial

Page 100: KARAKTERISTIK DAN PERMASALAHAN PEDAGANG KAKI … · KARAKTERISTIK DAN PERMASALAHAN PEDAGANG KAKI LIMA (PKL) ... construct street vendor database, (2) economic empowerment for the

80 Tahun Penulis/peneliti Judul Jurnal Sampling dan teknik

sampling, metode Kesimpulan

terkait dengan ketidakmampuan pemerintah untuk mengamati secara transparan situasi di masa lalu.

Perjuangan untuk mengontrol ekonomi informal terlebih dulu dilakukan dengan membangun kebijakan jika volume ekonomi informal ingin diturunkan sampai pada level minimum yang dapat diterima.

Kebijakan jangka pendek bukanlah penyelesaian permanen untuk ekonomi informal.

Kontrol yang efektif berperan penting dalam menyelesaikan masalah ekonomi informal.

Page 101: KARAKTERISTIK DAN PERMASALAHAN PEDAGANG KAKI … · KARAKTERISTIK DAN PERMASALAHAN PEDAGANG KAKI LIMA (PKL) ... construct street vendor database, (2) economic empowerment for the

BAB III

METODE PENELITIAN

Dalam Rencana Strategis Kota Bogor tahun 1999-2009 seperti yang

tercantum dalam Perda No. 1 Tahun 2000 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah,

fungsi Kota Bogor adalah : (1) Sebagai kota perdagangan, (2) Sebagai kota

industri, (3). Sebagai kota permukiman, (4) Wisata ilmiah, dan (5) Kota

pendidikan. Fungsi ini menentukan arah perkembangan kota Bogor dalam jangka

pendek, menengah, dan panjang. Fungsi pertama sampai ketiga memiliki

konsekuensi pembangunan kota Bogor yang mengakomodasi perdagangan,

industri, dan pemukiman yang dicirikan dengan pesatnya pertumbuhan ketiga

sektor ini, dengan tumbuh suburnya outlet-outlet perdagangan di sepanjang Jalan

Pajajaran, pembangunan ruko-ruko baru di Loji, dan pembangunan pusat-pusat

perbelanjaan.

3.1. Kerangka Pemikiran

Dalam konteks pembangunan kota Bogor, kinerja pembangunan ekonomi

kota ini didukung oleh dua sektor yaitu sektor formal dan sektor informal.

Terdapat koneksi yang erat antara sektor informal dan formal, baik pada level

ekonomi lokal, nasional maupun global melalui jejaring sub kontrak dan rantai

komoditas (Brown, 2005). Namun demikian kedua sektor ini memiliki

karakteristik berbeda sehingga perlakuan kebijakan terhadap kedua sektor inipun

berbeda.

Sektor informal perkotaan dicerminkan oleh Pedagang Kaki Lima (PKL)

sebagai wajah utamanya. Scheneider (2002) menyatakan bahwa ekonomi informal

adalah fenomena komplek, terdapat baik di negara maju maupun berkembang.

Ekonomi informal sendiri mengalami pertumbuhan yang sangat cepat di negara-

negara berkembang. Umumnya diyakini bahwa pertumbuhan sektor ini dipicu

oleh meningkatnya pengangguran di negara-negara berkembang.

Pertumbuhan sektor informal (PKL) di perkotaan memiliki dua sisi koin yang

berbeda. Pada sisi koin positif, PKL mampu menjadi katup penyelamat ekonomi

melalui kontribusinya dalam penyerapan tenaga kerja dan bila dikelola dapat

Page 102: KARAKTERISTIK DAN PERMASALAHAN PEDAGANG KAKI … · KARAKTERISTIK DAN PERMASALAHAN PEDAGANG KAKI LIMA (PKL) ... construct street vendor database, (2) economic empowerment for the

82

memberikan kontribusi signifikan terhadap pendapatan asli daerah. Pada sisi koin

lainnya keberadaannya berada di ruang publik seperti badan-badan jalan dan

trotoar dan tidak menyisakan cukup ruang bagi pejalan kaki. Kondisi ini menjadi

perhatian publik karena menciptakan masalah kemacetan dan menghambat

pergerakan orang di pedestrian, dan menciptakan lingkungan kotor dan kurang

sehat. PKL yang menempati ruang dan jalan publik juga dapat menciptakan

masalah sosial seperti hadirnya pencopet, pencuri, dan sebagainya. Situasi ini

menciptakan masalah dalam pengelolaan, pembangunan dan merusak morfologi

kota. Kedua sisi ini seharusnya dapat dikelola oleh pemerintah kota sehingga

PKL dapat diakomodasi dan tidak bertentangan dengan konsep ruang urban

sebagai place for people bagi seluruh warga kota. Dengan demikian diperlukan

kajian PKL secara komprehensif untuk dapat merumuskan strategi penataan dan

pemberdayaan yang tepat bagi keberadaan PKL.

Studi komprehensif terhadap PKL di kota Bogor sebaiknya mencakup aspek-

aspek : (1) karakteristik pelaku PKL (demografis, usaha, pekerja dan kompensasi,

keuangan, permasalahan dan prospek), (2) Persepsi terhadap PKL (persepsi

Pemkot, toko pesaing, pemasok, dan masyarakat), (3) Kontribusi PKL terhadap

ekonomi wilayah (faktor yang mempengaruhi pendapatan PKL), dan (4) Analisis

kebijakan yang sudah ada dan implementasinya (Perda PKL, regulasi PKL, dan

Keputusan Walikota tentang PKL).

Untuk dapat menangkap aspek-aspek di atas, diperlukan alat analisis yang

tepat. Karakteristik PKL dan persepsi dapat dianalisis secara deskriptif

menggunakan persentase dan rata-rata. Kontribusi PKL terhadap ekonomi wilayah

dapat dianalisis menggunakan analisis regresi dan deskriptif, sedangkan analisis

kebijakan dapat dilakukan secara deskriptif. Dengan alat-alat analisis ini

diharapkan didapatkan gambaran yang komprehensif terhadap PKL di kota Bogor.

Hasil analisis di atas dapat dijadikan masukan dalam penyusunan strategi

penataan dan pemberdayaan PKL di kota Bogor. Namun demikian, penyusunan

strategi juga seyogyanya memperhatikan faktor internal dan eksternal yang

berkembang di lingkungan pemerintah kota Bogor. Analisis SWOT dapat

menangkap kedua faktor ini dan merumuskan strategi melalui matrik SWOT.

Strategi yang dihasilkan dalam analisis SWOT standar bersifat subyektif karena

Page 103: KARAKTERISTIK DAN PERMASALAHAN PEDAGANG KAKI … · KARAKTERISTIK DAN PERMASALAHAN PEDAGANG KAKI LIMA (PKL) ... construct street vendor database, (2) economic empowerment for the

83

ditentukan oleh peneliti.. Dalam penelitian ini, pembobotan faktor-faktor analisis

SWOT menggunakan teknik perbandingan berpasangan yang diakomodasi dari

metode Analytical Hierarchy Process (AHP) berdasarkan opini berbagai pihak

(wakil pemerintah kota, wakil dinas terkait, ahli dan pemerhati sektor informal

dan akademisi). Kombinasi kedua metode ini sering disebut sebagai A’WOT dan

dapat menurunkan aspek subyektivitas dalam penetapan strategi. Melaui metode

ini diharapkan dapat dihasilkan strategi penataan dan pemberdayaan PKL yang

pada gilirannya menghasilkan pembangunan perkotaan yang humanistik.

Berdasarkan uraian di atas, kerangka pemikiran penelitian disusun sebagaimana

pada Gambar 11.

3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan di kota Bogor, Propinsi Jawa Barat. Pemilihan lokasi

dilakukan secara purposif sesuai dengan maksud dan tujuan penelitian.

Pertimbangannya adalah Bogor bersama-sama Tangerang, Bekasi, dan DKI

Jakarta adalah bagian dari kawasan metropolitan Jakarta, konsentrasi urban

terbesar di Indonesia. Ekonomi informal di Bogor tumbuh pesat selama beberapa

tahun terakhir, khususnya karena kegagalan ekonomi formal dalam menyerap

pengangguran dan yang belum bekerja (termasuk meningkatnya angkatan kerja

baru). Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan Juni 2009 sampai bulan Juli 2011.

Kegiatan yang dilakukan meliputi persiapan penelitian, pengumpulan data dan

informasi, pengolahan data dan analisis data, serta penulisan dan konsultasi.

Page 104: KARAKTERISTIK DAN PERMASALAHAN PEDAGANG KAKI … · KARAKTERISTIK DAN PERMASALAHAN PEDAGANG KAKI LIMA (PKL) ... construct street vendor database, (2) economic empowerment for the

84

Gambar 11 : Kerangka Pemikiran Konseptual

Pembangunan Kota Bogor

Sektor Formal Sektor Informal (PKL)

Sisi Positif Sisi Negatif

Studi Komprehensif PKL

Karakteristik

- Demografis - Usaha - Pekerja dan

kompensasi - Keuangan - Permasalahan

dan prospek

Kontribusi terhadap ekonomi

- Faktor yang mempengaruhi pendapatan PKL

- Kontribusi pendapatan terhadap pendidikan, kesehatan, lapangan kerja

Persepsi terhadap PKL

- Persepsi Pemkot

- Persepsi pesaing

- Persepsi pemasok

- Persepsi masyarakat

Analisis Kebijakan

- Perda PKL - Regulasi - Keputusan

Walikota

Analisis deskriptif

(persentase)

Analisis regresi berganda dan

deskriptif

Analisis deskriptif

(persentase)

Analisis deskriptif

Analisis AHP-SWOT

Faktor internal Faktor Eksternal e

Strategi Penataan dan Pemberdayaan PKL

Pembangunan kota yang humanistik

Visi dan Misi Kota Bogor

Page 105: KARAKTERISTIK DAN PERMASALAHAN PEDAGANG KAKI … · KARAKTERISTIK DAN PERMASALAHAN PEDAGANG KAKI LIMA (PKL) ... construct street vendor database, (2) economic empowerment for the

85

a. Data Primer. Data primer diperoleh dari pengamatan langsung di lapangan

mengenai kondisi riil PKL dan hasil pengisian kuesioner dari responden

penelitian. Data primer yang digunakan berupa pemberian kuesioner kepada

subyek penelitian dengan wawancara secara intensif dan mendalam (in-depth

interview).

3. 3. Jenis dan Sumber Data

Penelitian dilakukan dengan menggunakan rancangan penelitian survei,

yaitu penelitian yang mengambil sampel dari suatu populasi dan menggunakan

kuesioner sebagai alat pengumpul data utama. Menurut Durianto et al (2001),

penelitian survei adalah metode penelitian deskriptif yaitu metode penelitian

untuk membuat gambaran suatu kejadian. Metode survei dilakukan bila data yang

dicari sebenarnya sudah ada di lapangan atau obyek penelitiannya telah jelas.

Data yang digunakan terdiri dari data primer dan data sekunder, baik yang

bersifat kualitatif maupun kuantitatif, yaitu:

b. Data Sekunder. Data sekunder diperoleh dari instansi terkait yaitu Kantor

Pemerintah Kota Bogor, Dinas Pasar, Dinas Tata Ruang, Dinas

Kependudukan, Dinas Perdagangan dan Perindustrian, dan pihak-pihak lain

yang relevan dengan penelitian. Data sekunder yang digunakan berupa Kota

Bogor dalam Angka, Statistik Ekonomi Keuangan Daerah Jawa Barat, dan

data penunjang lainnya.

Data/informasi yang diperlukan dalam penelitian ini diperoleh dengan

beberapa cara di bawah ini :

a. Observasi, yaitu pengamatan kondisi lapangan secara langsung.

b. Studi literatur, yaitu mendalami berbagai informasi penting seperti literatur

dan teori yang berkaitan budaya kerja, organisasi, manajemen sumberdaya

manusia, dan hasil-hasil penelitian terdahulu.

c. Wawancara dan pengisian kuesioner, yaitu pengumpulan fakta dan data

dengan cara melakukan wawancara dan pengisian kuesioner secara intensif

dan mendalam, terstruktur dan sistematis.

Data yang diperoleh selanjutnya dipergunakan untuk keperluan analisis

(data primer) dan sebagai rujukan atau penunjang (data sekunder). Sumber

data, aspek penelitian dan kegunaannya disajikan dalam Tabel 12.

Page 106: KARAKTERISTIK DAN PERMASALAHAN PEDAGANG KAKI … · KARAKTERISTIK DAN PERMASALAHAN PEDAGANG KAKI LIMA (PKL) ... construct street vendor database, (2) economic empowerment for the

86

Tabel 12. Sumber Data, Aspek Penelitian dan Pokok (Analisis) Jenis data dan

Informasi Aspek Penelitian Pokok (Analisis)

Primer

Karakteristik responden

Jenis kelamin, Umur, Status perkawinan, Pendidikan, Asal, Suku bangsa, Status dalam keluarga, Jumlah tanggungan Pendidikan tertinggi anggota keluarga Status kesehatan keluarga, Penerima BLT

Karakteristik usaha

Usaha sebelum menjadi PKL Motivasi menjadi PKL Waktu dan Lama usaha Alasan pemilihan lokasi Pengelompokan usaha Jenis barang dagangan Jenis sarana usaha Luas lokasi dan status kebersihan Registrasi formal

Pekerja dan kompensasi

Jumlah tenaga kerja Jam kerja usaha Lama usaha dalam seminggu Karakteristik tenaga kerja Tunjangan bagi tenaga kerja

Keuangan dan lain-lain

Jumlah modal awal, modal kerja harian Pendapatan (omzet) harian Jenis pembukuan Sumber modal dan lama pengembalian Pembayaran tempat usaha Fluktuasi usaha Pengeluaran Penghasilan bersih dan konsumsi

Permasalahan dan prospek

Kesulitan yang dihadapi PKL Bantuan yang diharapkan PKL Pemahaman terhadap kebijakan Bentuk penataan yang diharapkan Pembayaran yang diharapkan

Persepsi masyarakat, pesaing dan pemasok

Persepsi ganguan usaha dan bentuk gangguan Persepsi penurunan omzet Persepsi manfaat Persepsi keberadaan PKL terhadap kepentingan umum Persepsi pengaturan PKL dan kebutuhan pengaturan Persepsi penggusuran Persepsi mekanisme penggusuran

Regresi linier dan berganda Primer dan

sekunder

Faktor-faktor yang mempengaruhi pendapatan PKL Pengaruh pendapatan terhadap tingkat pendidikan tertinggi, kesehatan dan konsumsi keluarga setiap tipologi PKL

AHP-SWOT Identifikasi faktor internal dan eksternal yang mempengaruhi PKL di kota Bogor

Sekunder

Sosial-ekonomi Tingkat pendidikan, ekonomi, potensi ekonomi, sumbangan sektor informal terhadap PAD di lokasi penelitian

Sistem kebijakan Peraturan perundang-undangan Rencana tata ruang wilayah Renstra Kota Bogor

Page 107: KARAKTERISTIK DAN PERMASALAHAN PEDAGANG KAKI … · KARAKTERISTIK DAN PERMASALAHAN PEDAGANG KAKI LIMA (PKL) ... construct street vendor database, (2) economic empowerment for the

87

1. Pasar malam (pedagang sayuran) yang berlokasi di sekitar Jl. Suryakancana

dan Jl. Merdeka.

3.4. Metode Pengambilan Sampel

Populasi penelitian terdiri dari pelaku PKL, konsumen, masyarakat umum,

toko pesaing, supplier (sektor formal) di kota Bogor. Untuk pelaku PKL, tipologi

PKL yang dipilih adalah :

2. Pasar kuliner (pedagang makanan) yang berlokasi di Jl. Pajajaran, Pasar

Anyar, dan Jembatan Merah.

3. Pasar tumpah (pedagang macam-macam kebutuhan) yang berlokasi di sekitar

Pasar Bogor, Jl. Pedati, sekitar Pasar Anyar, Jl. Dewi Sartika, Jl. Nyi Raja

Permas, Jl. Sawo Jajar, dan Jl. Pabrik Gas.

Populasi pelaku PKL di kota Bogor menurut catatan Dinas Perindustrian,

Perdagangan dan Koperasi Kota Bogor tahun 2005 adalah 6 239 PKL. Mengingat

bahwa data terbaru mengenai jumlah PKL, baik secara keseluruhan maupun per

lokasi belum tersedia, maka matode pengambilan sampel yang digunakan adalah

purposive sampling terhadap masing-masing tipologi PKL terpilih dengan

mempertimbangkan berbagai karakteristik yang hampir sama sehingga mewakili

PKL dan responden yang ada. Pertanyaan atau wawancara dilakukan kepada

berbagai pihak seperti terlihat pada Tabel 13.

Tabel 13. Responden Penelitian

No. Populasi Tipologi (orang)

Pasar malam

Pasar kuliner

Pasar tumpah Jumlah

1. Pelaku PKL 40 40 40 120 2. Konsumen 10 10 10 30 3. Masyarakat umum (non pengguna) 5 5 5 15 4. Toko pesaing 3 3 3 9 5. Supplier (sektor formal) 2 2 2 6 Jumlah 60 60 60 180

Untuk responden pakar, penarikan sampel dilakukan terhadap pihak

pemerintah kota Bogor (wakil dari Bappeda, Satpol PP, Disperindagkop,

Dispenda, Dinas Pasar), praktisi sektor informal, dan ahli sektor informal. Data

dari responden ini akan digunakan dalam merumuskan kebijakan untuk analisis

AHP SWOT. Pemilihan responden dalam AHP dilakukan berdasarkan teknik

Page 108: KARAKTERISTIK DAN PERMASALAHAN PEDAGANG KAKI … · KARAKTERISTIK DAN PERMASALAHAN PEDAGANG KAKI LIMA (PKL) ... construct street vendor database, (2) economic empowerment for the

88

purposive sampling dengan pertimbangan bahwa responden adalah pelaku, baik

individu atau lembaga yang dianggap mengerti permasalahan yang terjadi dan

mempunyai kemampuan dalam pembuatan kebijakan atau memberi masukan

kepada para pengambil kebijakan yaitu pemerintah, non pemerintah, perguruan

tinggi, dan masyarakat. Rincian responen pakar dapat dilihat pada Tabel 14.

Tabel 14. Responden Penelitian untuk Analisis AHP SWOT

No. Responden Jumlah (orang)

1. Pemda 10 • Bappeda 2 • Satpol PP 2 • Disperindagkop 2 • Dispenda 2 • Dinas Pasar 2

2. Praktisi sektor informal 2 3. Ahli sektor informal (universitas) 2 4. LSM 2 Jumlah 16

3.5.1.

3. 5. Metode Analisis Data

Data yang diperoleh berupa data kualitatif, selanjutnya ditranskripsikan

secara tertulis. Setelah proses transkripsi selesai maka data tersebut dianalisis.

Analisis deskriptif dilakukan untuk melihat latar belakang tumbuhnya PKL,

faktor yang mempengaruhi pendapatan PKL, peranan PKL dalam pembangunan

kota Bogor, persepsi dari pihak-pihak yang secara langsung dan tidak langsung

terlibat dengan PKL, kebijakan yang ada atau sudah dilakukan dalam penanganan

PKL, meliputi dasar kebijakan, model kebijakan, dan proses sebelum kebijakan

tersebut diimplemetasikan atau dilaksanakan serta hasilnya.

Analisis Deskriptif

3.5.2. Analisis Persentase

Karakteristik demografis, ekonomis, potensi dan prospek PKL dianalisis

dengan menggunakan metode persentase dan rata-rata. Rumus umum yang

digunakan adalah sebagai berikut :

Page 109: KARAKTERISTIK DAN PERMASALAHAN PEDAGANG KAKI … · KARAKTERISTIK DAN PERMASALAHAN PEDAGANG KAKI LIMA (PKL) ... construct street vendor database, (2) economic empowerment for the

89

3.5.3. Analisis Regresi

Model regresi yang digunakan dalam menganalisis penelitian ini adalah

model regresi linier berganda, karena melibatkan peubah dummy (Juanda 2009).

Dimana:

Y

Analisis regresi dilakukan terhadap faktor-faktor yang mempengaruhi pendapatan

PKL dan peranan pendapatan tersebut terhadap kesejahteraan PKL.

Untuk menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi pendapatan PKL,

model regresi yang digunakan sebagai berikut:

i = Pendapatan PKL ke-i (Rp/bulan) X1i = Omzet PKL ke-i (Rp/ bulan) X2i = Jam kerja PKL ke-i (jam/hari) X3i = Modal awal/investasi PKL ke-i (Rp) X4i = Jumlah lapak/tempat usaha PKL ke-i X5i = Modal kerja PKL ke-i (Rp/hari) X6i = Retribusi/pungutan resmi PKL ke-i (Rp/hari) X7i = Pungutan tidak resmi PKL ke-i (Rp/hari) X8i = Upah tenaga kerja PKL ke-i (Rp/hari) X9i = Biaya-biaya internal PKL ke-i (Rp/hari) X10i = Lama usaha pada jenis usaha yang bersangkutan PKL ke-i (tahun) D1i = Jenis usaha PKL ke-i (pasar sayur malam, pasar kuliner, pasar tumpah) D2i = Nilai lokasi (strategis, tidak strategis), diindikasikan dengan ada-

tidaknya kerumunan orang atau dekat-tidaknya dengan pasar D3i = Jenis kelamin (laki-laki, perempuan) D4i = Asal pedagang (Bogor, luar Bogor) D5i = Kebersihan (bersih, kotor), mempengaruhi keinginan konsumen untuk

membeli ei = error standard. ke- i

Pendapatan PKL secara tidak langsung berpengaruh pada pembangunan

wilayah kota Bogor melalui peningkatan kesejahteraan keluarga PKL. Dalam hal

ini pendapatan PKL akan secara langsung mempengaruhi kesejahteraan PKL yang

tercermin dari pendidikan tertinggi yang dicapai anggota keluarga PKL,

kesehatan, dan konsumsi. Untuk menganalisis peran PKL terhadap perekonomian

wilayah, model regresi yang digunakan sebagai berikut:

Yi = β0 + β1 X1i + β2 X2i + β3 X3i + β4 X4i + β5 X5i+ β6 X6+ β7 X7i + β8 X8i +

β9 X9i + β10 X10i + β11D1i + β12D2i+ β13D3i + β14D4i + β15D5i + ei

Page 110: KARAKTERISTIK DAN PERMASALAHAN PEDAGANG KAKI … · KARAKTERISTIK DAN PERMASALAHAN PEDAGANG KAKI LIMA (PKL) ... construct street vendor database, (2) economic empowerment for the

90

Zi = β0 + β1 Yi,

Dimana: Zi = Kesejahteraan PKL (pendidikan, kesehatan dan konsumsi responden ke i) Yi

1. Variabel-variabel dalam menganalisis faktor-faktor yang

mempengaruhi pendapatan PKL :

= Pendapatan PKL ke i

Variabel-variabel yang digunakan dalam kedua model tersebut adalah sebagai

berikut :

Pendapatan PKL (Yi Adalah pendapatan yang diterima pelaku usaha

PKL ke-i yang merupakan selisih antara

penerimaan yang diperoleh dengan biaya untuk

menghasilkan barang atau jasa usaha tersebut.

Pendapatan dinyatakan dalam rupiah per bulan

yang dihitung dengan cara mengalikan pendapataan

harian kali 30 hari kerja dalam satu bulan.

)

Omzet (X1i Adalah rata-rata hasil penjualan barang atau jasa

PKL ke-i yang dinyatakan dalam rupiah per bulan,

dihitung dengan cara mengalikan omzet penjualan

harian kali 30 hari kerja dalam satu bulan.

)

Jam kerja (X2i Adalah banyaknya jam kerja PKL ke-i yang

digunakan untuk melakukan usaha, dinyatakan

dalam jam per hari.

)

Modal awal/investasi (X3i

adalah uang dan atau nilai barang dan peralatan

yang digunakan PKL ke-i untuk memulai usaha

yang dinyatakan dalam rupiah.

)

Jumlah lapak/tempat usaha (X4i)

Adalah jumlah tempat berusaha dalam satu lokasi

yang digunakan untuk melakukan usaha PKL ke-i,

Modal kerja (X

dinyatakan dalam satuan unit dengan tidak melihat

luasnya.

5i Adalah rata-rata jumlah uang dan atau nilai barang

yang disediakan PKL ke-i untuk memulai usaha,

dinyatakan dalam rupiah per hari.

)

Page 111: KARAKTERISTIK DAN PERMASALAHAN PEDAGANG KAKI … · KARAKTERISTIK DAN PERMASALAHAN PEDAGANG KAKI LIMA (PKL) ... construct street vendor database, (2) economic empowerment for the

91

Retribusi/pungutan resmi (X6i

Adalah pungutan-pungutan resmi yang dilakukan

oleh dinas-dinas terkait kepada PKL ke-i karena

berusaha di lokasi tersebut dan jumlah nilainya

masuk dalam kas daerah, dinyatakan dalam rupiah

per hari.

)

Pungutan tidak resmi (X7i

adalah pungutan-pungutan yang dilakukan oleh

oknum-oknum (preman, jasa keamanan, dan lain-

lain) kepada PKL ke-i karena berusaha sebagai

PKL di lokasi tersebut, dinyatakan dalam rupiah

per hari.

)

Upah tenaga kerja (X8i Adalah rata-rata biaya yang dikeluarkan untuk

upah tenaga kerja yang membantu PKL ke-i dalam

usaha, yang besarnya dinyatakan dalam rupiah per

hari.

)

Biaya-biaya internal (X9i

Adalah biaya-biaya yang harus dikeluarkan PKL

ke-i, terkait dengan aktivitas usahanya seperti biaya

transportasi, makan, penyewaan peralatan, listrik

dan sebagainya, dinyatakan dalam rupiah per hari.

)

Lama usaha (X10i Adalah lamanya berusaha (pengalaman usaha) pada

jenis usaha yang bersangkutan dari PKL ke-i,

dinyatakan dalm satuan tahun.

)

Jenis usaha (D1i Adalah barang dagangan yang dijual oleh pelaku

PKL ke-i, dinyatakan dengan skor sebagai berikut:

3 = Usaha kuliner.

2 = Pasar sayur malam

1 = Pasar tumpah menjual barang dan jasa macam-

macam (heterogen).

)

Nilai lokasi (D2i Adalah nilai tempat berusaha PKL ke-i yang

dibedakan menjadi strategis dan tidak strategis

dengan kreteria ada-tidaknya kerumunan orang atau

dekat-tidaknya dengan pasar atau lokasi keramaian

seperti mall, terminal, dan sebagainya:

)

Page 112: KARAKTERISTIK DAN PERMASALAHAN PEDAGANG KAKI … · KARAKTERISTIK DAN PERMASALAHAN PEDAGANG KAKI LIMA (PKL) ... construct street vendor database, (2) economic empowerment for the

92

1 = Lokasi strategis

0 = Lokasi kurang strategis

Jenis kelamin (D3i Adalah jenis kelamin pelaku PKL ke-i:

1 = Laki-laki

0 = Perempuan

)

Asal pedagang (D4i Adalah daerah atau kota asal PKL ke-i:

1 = Luar Bogor

0 = Bogor

)

Kebersihan (D5i Adalah kondisi kebersihan tempat uaha PKL ke-i:

1 = Bersih

0 = Kotor

)

2. Variabel-variabel dalam menganalisis peranan PKL terhadap

pembangunan kota Bogor :

Kesejahteraan PKL (Zi

Adalah ukuran-ukuran yang mengidentifikasikan pada

peningkatan kesejahteraan, minimal pada tingkat

pendidikan, kesehatan, dan konsumsi keluarga.

`)

Pendapataan PKL (Yi)

Untuk melihat nyata-tidaknya peranan keragaman peubah penjelas terhadap

keragaman peubah endogen dilakukan pengujian hipotesis secara statistik.

Hipotesis ini dirumuskan sebagai berikut:

H

Adalah pendapatan PKL ke-i.

0 : β1 = β2 = ….. = βk = 0

H1 : Minimal ada satu nilai βj

yang tidak sama dengan nol: j = 1, 2, 3 …, k

Pengujian peranan keragaman peubah penjelas secara bersama-sama terhadap

keragaman peubah endogen dilakukan dengan statistik uji-F, yaitu:

Jumlah kuadrat tengah regresi / k FHitung = Jumlah kuadrat tengah sisa / (n – k – 1 )

Page 113: KARAKTERISTIK DAN PERMASALAHAN PEDAGANG KAKI … · KARAKTERISTIK DAN PERMASALAHAN PEDAGANG KAKI LIMA (PKL) ... construct street vendor database, (2) economic empowerment for the

93

Bila: F hitung > Fα (k, n-k-1) ………………………… Tolak H0 F hitung ≤ Fα (k, n-k-1) ………………………… Terima H0 Dimana: K = Jumlah peubah penjelas n = Jumlah contoh ά =Taraf nyata

Ketika menggunakan SWOT, analisnya lemah dalam hal kemungkinan

penilaian komprehensif terhadap situasi pembuatan keputusan strategis karena

pada level ini hanya menunjuk pada faktor tertentu. Eskpresi setiap faktor

seringkali sangat umum dan ringkas (Hill and Westbrook, 1997). Lebih lanjut,

3.5.4. Analisis AHP SWOT

Analisis SWOT (Strengths, Weaknesses, Opportunities dan Threats) menjadi

salah satu alat analisis paling populer dalam perencanaan strategik. Analisis ini

muncul pada tahun 1960-an (Learned et al. 1965), dan dipopulerkan oleh

Weihrich (1982). Alat ini digunakan untuk analisis situasi internal dan eksternal,

yang selanjutnya mendukung perumusan strategi yang dapat menyelesaikan

situasi tersebut.

Analisis SWOT adalah alat analisis yang banyak diaplikasikan dalam analisis

lingkungan internal dan eksternal untuk mendapatkan pendekatan sistematis bagi

suatu situasi keputusan strategik. Faktor internal dan eksternal yang sangat

penting bagi masa depan usaha disebut sebagai faktor strategik. Dalam SWOT

faktor-faktor ini (disebut sebagai faktor-faktor SWOT) dikelompokkan menjadi

empat kategori yang disebut sebagai grup SWOT yaitu : kekuatan (strengths),

kelemahan (weaknesses), peluang (opportunities), dan ancaman (threats). Tujuan

utama penggunaan SWOT dalam proses perencanaan strategikadalah membangun

dan mengadopsi strategi yang dihasilkan dari kecocokan antara faktor-faktor

internal dan eksternal. SWOT juga dapat digunakan jika alternatif strategi tiba-

tiba muncul dan konteks keputusan yang relevan dengan aternatif tersebut sudah

dianalisis (Kangas et al. 2001).

Jika digunakan dengan benar, analisis SWOT dapat menjadi dasar yang baik

untuk merumuskan strategi. Analisis SWOT juga dapat digunakan lebih efisien

dibandingkan penggunaan lazimnya (McDonald, 1993).

Page 114: KARAKTERISTIK DAN PERMASALAHAN PEDAGANG KAKI … · KARAKTERISTIK DAN PERMASALAHAN PEDAGANG KAKI LIMA (PKL) ... construct street vendor database, (2) economic empowerment for the

94

SWOT juga tidak memiliki cara analitik dalam menetapkan arti penting faktor

atau menilai alternatif keputusan terkait dengan faktor tersebut. Jika digunakan

secara individual, SWOT adalah analisis kualitatif yang dibuat dalam proses

perencanaan berdasarkan kemampuan dan keahlian orang yang terlibat dalam

proses tersebut. Hasil analisis SWOT seringkali hanya merupakan daftar atau uji

kualitatif yang tidak lengkap terhadap faktor-faktor internal dan eksternal. Inilah

mengapa SWOT seringkali disebut sebagai So WOT (Kangas et al. 2001)

Ide dalam mengkombinasikan AHP (Saaty, 1977, 1980) dalam kerangka kerja

SWOT adalah agar dapat secara sistematis mengevaluasi faktor-faktor SWOT dan

membuatnya dapat terukur terkait dengan intensitasnya (Kurttila et al. 2000).

Kualitas AHP dipandang dapat menjadi karakteristik yang berguna dalam analisis

SWOT. Nilai tambah dari analisis SWOT diperoleh dengan melakukan

perbandingan berpasangan (pairwise comparisons) antara faktor-faktor SWOT

dan selanjutnya menganalisisnya menggunakan teknik nilai eigen (eigen value)

seperti yang diaplikasikan dalam AHP. SWOT dapat menjadi kerangka dasar

untuk melakukan analisis situasi keputusan dan AHP akan membuat SWOT lebih

analitik. Metode hibrid ini sering disebut sebagai A'WOT (Kangas et al. 2001).

Setelah melakukan perbandingan informasi kuantitatif yang berguna, dapat

diperoleh situasi pembuatan keputusan. Berdasarkan perbandingan faktor-faktor

SWOT dan grupnya maka dapat dianalisis apakah suatu kelemahan tertentu lebih

membutuhkan perhatian dibandingkan kelemahan lainnya atau apakah ancaman

terhadap perusahaan di masa datang lebih besar dibandingkan peluangnya

(Kurttila et al. 2000). Di sisi lain, A'WOT membuat alternatif pilihan dapat

dievaluasi untuk masing-masing faktor SWOT dan setiap grup SWOT (Pesonen et

al. 2000). Jika arti penting dari berbagai grup SWOT sudah ditetapkan, alternatif

pilihan dapat diprioritaskan terkait dengan situasi pilihan strategik secara

keseluruhan.

Dalam konteks penelitian ini, untuk merumuskan strategi pemberdayaan

khususnya bagi PKL di kota Bogor dilakukan menggunakan kombinasi SWOT

dan AHP. Matrik SWOT digunakan untuk memformulasikan berbagai alternatif

pilihan strategi dalam pengelolaan PKL di Bogor.

Page 115: KARAKTERISTIK DAN PERMASALAHAN PEDAGANG KAKI … · KARAKTERISTIK DAN PERMASALAHAN PEDAGANG KAKI LIMA (PKL) ... construct street vendor database, (2) economic empowerment for the

95

Metode hibrid A’WOT dilakukan menggunakan tahapan-tahapan seperti yang

dikemukakan oleh Kangas et al. (2001) dimana terdapat 5 tahapan dalam

mengkombinasikan kedua metode tersebut. Tahapan-tahapan ini dijelaskan

sebagai berikut:

(i) Melakukan Analisis SWOT

Analisis SWOT dapat dipahami sebagai pengkajian kekuatan dan kelemahan

internal suatu organisasi serta peluang dan ancaman lingkungan eksternal. Alat

umum digunakan dalam tahap awal pembuatan kebijakan perencanaan strategik

untuk beragam jenis aplikasi. Jika diaplikasikan dengan benar, keputusan strategi

yang baik dapat diperoleh. Secara skematis analisis SWOT disajikan pada

Gambar 12.

Gambar 12. Analisis SWOT Sumber : Flouris dan Yilmaz (2010)

Proses awal yang harus dilakukan dalam pembuatan analisis SWOT adalah

pengambilan data yaitu evaluasi faktor internal dan eksternal. Dalam penelitian

ini, pengambilan data internal dan eksternal pengelolan PKL di kota Bogor

dilakukan dengan wawancara dan pengisian kuesioner dari responden pakar dan

stakeholder. Dalam hal ini peneliti mendaftar faktor internal kunci (kekuatan dan

kelemahan) dan faktor eksternal kunci (peluang dan ancaman) yang disebutkan

atau diidentifikasikan dari responden (Marimin, 2004) ke dalam matrik internal

dan eksternal.

(ii) Melakukan Perbandingan Berpasangan Antar Faktor-faktor SWOT

yang Dilakukan Secara Terpisah dalam Setiap Grup SWOT

Data yang didapatkan dimasukkan dalam matrik internal dan eksternal untuk

dilakukan pembobotan. Matrik internal dan eksternal berisi daftar faktor internal

KEKUATAN

KELEMAHAN PELUANG

ANCAMAN

ANALISIS SWOT

Page 116: KARAKTERISTIK DAN PERMASALAHAN PEDAGANG KAKI … · KARAKTERISTIK DAN PERMASALAHAN PEDAGANG KAKI LIMA (PKL) ... construct street vendor database, (2) economic empowerment for the

96

dan eksternal kunci yang didapatkan pada tahap pengumpulan data. Contoh

matrik internal dan eksternal disajikan pada Tabel 15.

Tabel 15. Matrik Internal dan Eksternal

Faktor Rating Skor Faktor Internal (kekuatan – kelemahan) 1. Kekuatan (Strengths) S 1 S 2 S 3 S 4 ….

Total 2. Kelemahan (Weaknesses) W 1 W 2 W 3 W 4 ….

Total Faktor Eksternal (peluang – ancaman) 3. Peluang (Opportunities) O 1 O 2 O 3 O 4 ….

Total 4. Ancaman (Threats) T 1 T 2 T 3 T 4 ….

Total Sumber : Marimin (2004)

Dari daftar faktor internal dan eksternal tersebut dilakukan pembobotan faktor-

faktor kunci. Tujuannya adalah mensistematiskan masalah dan menyelesaikannya

pada berbagai level dan beragam aspek. Skala yang digunakan adalah skala Likert

1, 2, ..., 9 untuk menunjukkan perbandingan dari semua bobot sehingga

membentuk suatu matrik. Skala perbandingan berpasangan yang dikembangkan

oleh Saaty (1993) disajikan pada Tabel 16.

Page 117: KARAKTERISTIK DAN PERMASALAHAN PEDAGANG KAKI … · KARAKTERISTIK DAN PERMASALAHAN PEDAGANG KAKI LIMA (PKL) ... construct street vendor database, (2) economic empowerment for the

97

Tabel 16. Skala Perbandingan Berpasangan

Nilai Kepentingan Definisi Penjelasan

1 Kedua elemen sama pentingnya

Dua elemen mempunyai pengaruh yang sama besar terhadap tujuan

3

Elemen yang satu sedikit lebih penting daripada elemen yang lainnya

Pengalaman dan penilaian sedikit menyokong satu elemen dibanding elemen lainnya

5 Elemen yang satu lebih penting daripada elemen yang lainnya

Pengalaman dan penilaian dengan kuat menyokong satu elemen dibanding elemen lainnya

7 Satu elemen jelas lebih penting daripada elemen yang lainnya

Satu elemen yang kuat disokong dan dominan terlihat dalam kenyataan

9

Satu elemen mutlak lebih penting daripada elemen yang lainnya

Bukti yang mendukung elemen yang satu terhadap elemen lain memiliki tingkat penegasan tertinggi menguatkan

2,4,6,8 Nilai-nilai di antara dan pertimbangan yang berdekatan

Nilai ini diberikan bila ada dua komponen di antara dua pilihan

Kebalikan Jika untuk aktivitas i mendapat satu angka bila dibandingkan dengan aktifitas j, maka j mempunyai nilai kebalikannya bila dibanding dengan i

Sumber : Saaty (1993)

Data yang didapatkan dari masing-masing responden ahli disebut sebagai

Matrik Pendapat Individu (MPI). Contoh formulasi matrik pendapat individu

disajikan pada Tabel 17.

Tabel 17. Matrik Pendapat Individu (MPI)

G C C1 ……. 2 Cn C a1 a11 …… 12 a1n C 2 a …… 22 a….

2n a ….. ....

Cn Ann Keterangan : G = Faktor internal atau eksternal; C = Faktor ke-n Sumber : Diadopsi dari Chang, Huang (2005)

Page 118: KARAKTERISTIK DAN PERMASALAHAN PEDAGANG KAKI … · KARAKTERISTIK DAN PERMASALAHAN PEDAGANG KAKI LIMA (PKL) ... construct street vendor database, (2) economic empowerment for the

98

Dalam hal ini C1, C2, …, Cn adalah set elemen faktor kunci dalam SWOT

dan G adalah grup SWOT. Kuantifikasi pendapat dari hasil komparasi

berpasangan membentuk matrik n x n. Nilai aij merupakan nilai matrik

pendapat hasil komparasi yang mencerminkan nilai kepentingan Ci terhadap Cj.

Mengingat bahwa terdapat beberapa responden dengan respon penilaian yang

berbeda, maka matrik pendapat individu ini perlu digabungkan sehingga akan

dihasilkan apa yang disebut sebagai Matrik Pendapat Gabungan (MPG). MPG

merupakan matrik baru yang elemen-elemennya ( ) berasal dari rata-rata

geometrik elemen matrik pendapat individu yang nilai rasio konsistensinya

(CR) memenuhi syarat. Matrik ini selanjutnya digunakan untuk mengukur

tingkat konsistensi serta vektor prioritas dari elemen-elemen hirarki yang

mewakili semua responden. MPG ini didapatkan dengan menggunakan

formulasi sebagai berikut :

Dimana = MPG baris ke-i kolom ke-j dan m adalah jumlah MPI (atau aij

adalah matrik pendapat individu).

Jika menggunakan AHP untuk menentukan bobot kriteria dalam

perbandingan berpasangan maka harus membentuk matrik perbandingan

berpasangan (A). Dalam struktur hirarki ini, faktor untuk setiap level ditandai

sebagai A1, A2, ..., An. Berdasarkan indek dari level di atas, bobot faktor w1,w2,

..., wn ditentukan. Arti penting relatif ai dan aj ditunjukkan sebagai aij. Matrik

perbandingan berpasangan dari faktor A1, A2, ..., An adalah A = [aij] sedangkan

elemen-elemennya ditunjukkan dalam formula :

Dalam martik ini, berpandingan berpasangan dari elemen aij = 1/aij dan

dengan demikian jika i = j, aij = 1. Nilai wi bervariasi antara 1 sampai 9 (Tabel

skala penilian).

Page 119: KARAKTERISTIK DAN PERMASALAHAN PEDAGANG KAKI … · KARAKTERISTIK DAN PERMASALAHAN PEDAGANG KAKI LIMA (PKL) ... construct street vendor database, (2) economic empowerment for the

99

Setelah dilakukan berbandingan berpasangan pada MPG, pengolahan

berikutnya adalah mencari vektor antara (VA) dan vektor prioritas (VP). Vektor

priotitas inilah yang disebut sebagai bobot. Contoh formulasi matrik pendapat

gabungan, VA, dan VE disajikan pada Tabel 18.

Tabel 18. Perbandingan berpasangan pada Matrik Pendapat Gabungan (MPG), VA, dan VP (bobot)

G C C1 ……. 2 Cn VA VP (bobot) C a1 a11 …… 12 a VAC1n VPC1 1 C a2 A21 …… 22 a VAC2n VPC2 ….

2 …… …… a ….. .... …. ….

Cn a An2 n1 …… A VACn nn VPCn Jumlah VA tot

Rumus yang digunakan dalam menghitung VA dan VP adalah sebagai

berikut :

Dan

Saaty (1993) menyatakan bahwa nilai eigen maksimum (λmax) dapat dihitung

menggunakan formulasi sebagai berikut :

Jika A adalah matrik yang konsisten, eigen vector w dapat dihitung

menggunakan rumus :

(A − λmax I)w = 0

dimana λmax adalah eigen value maksimum dari matrik A, w adalah vektor bobot,

dan I adalah matrik identitas.

Page 120: KARAKTERISTIK DAN PERMASALAHAN PEDAGANG KAKI … · KARAKTERISTIK DAN PERMASALAHAN PEDAGANG KAKI LIMA (PKL) ... construct street vendor database, (2) economic empowerment for the

100

Untuk menentukan indek konsistensi suatu matrik, dilakukan uji konsistensi.

Konsistensi logis menunjukan intensitas relasi antara pendapat yang

didasarkan pada suatu kriteria tertentu dan saling membenarkan secara

logis. Tingkat konsistensi menunjukkan suatu pendapat mempunyai nilai

yang sesuai dengan pengelompokan elemen pada hirarki. Tingkat konsistensi

juga menunjukan tingkat akurasi suatu pendapat terhadap elemen-elemen pada

suatu tingkat hirarki. Untuk mengetahui indeks konsistensi (CI) digunakan

formulasi sebagai berikut :

Dimana: λmax = Nilai eigen value dan n = jumlah yang dibandingkan

Untuk mengetahui konsistensi secara menyeluruh dari berbagai

pertimbangan dapat diukur dari nilai Ratio Konsistensi (CR). Nilai CR adalah

perbandingan antara CI dengan Random Index (RI), dimana nilai RI telah

ditentukan seperti terlihat pada Tabel 19.

Tabel 19. Nilai Random Index (RI)

n RI n RI n RI n RI n RI 1 0.00 2 0.00 3 0.52 4 0.89 5 1.11 6 1.25 7 1.35 8 1.40 9 1.45 10 1.49

Sumber : Saaty dan Vargas (1994)

Pengolahan yang terkait dengan perbandingan berpasangan ini dilakukan

menggunakan software expert choice ver 9.0 atau menggunakan MS Excell.

Dalam penelitian ini, program MS Excell dipilih karena kesederhanaannya dan

penggunaan metode AHP tidak melibatkan penggunaan level hirarki.

(iii) Penyusunan Alternatif Strategi Menggunakan Matrik SWOT

Setelah didapatkan bobot yang konsisten dari setiap faktor kunci, baik

untuk faktor internal dan eksternal, langkah berikutnya adalah menyusun

alternatif strategi berdasarkan kesesuaian terbaik dari faktor-faktor tersebut.

Analisis ini didasarkan pada logika yang dapat memaksimalkan kekuatan

(strengths) dan peluang (opportunities) suatu kegiatan umum secara bersamaan

Page 121: KARAKTERISTIK DAN PERMASALAHAN PEDAGANG KAKI … · KARAKTERISTIK DAN PERMASALAHAN PEDAGANG KAKI LIMA (PKL) ... construct street vendor database, (2) economic empowerment for the

101

dapat meminimalkan kelemahan (weaknesses) dan ancaman (threats). Matrik

analisis SWOT disajikan pada Tabel 20.

Tabel 20. Matrik Analisis SWOT

Faktor Internal Faktor Eksternal

Strenghts (Kekuatan) S S

1

S2

S3

… 4

S

Weaknesses (Kelemahan)

n

W W

1

W2

W3

… 4

Wn Opportunity (Peluang) O O

1

O2

O3

… 4

O

Strategi S – 0

n

Strategi W - P

Threats (Ancaman) T T

1

T2

T3

… 4

T

Strategi S – T

n

Strategi W - T

Sumber : Pearce and Robinson, 1997

Dalam matrik ini dihasilkan empat alternatif strategi (SO, ST, WO, WT).

Hasil pembobotan dari setiap faktor SWOT menggunakan metode perbandingan

berpasangan di atas dimasukkan ke dalam tabel pembobotan seperti yang

disajikan pada Tabel 21.

Tabel 21. Pembobotan Tiap Unsur SWOT

Kekuatan Bobot Peluang Bobot Kelemahan Bobot Ancaman Bobot S 1 P 1 W 1 T 1 S 2 P 2 W 2 T 2 S 3 P 3 W 3 T 3 S.. P.. W.. T.. S n P n W n T n

Page 122: KARAKTERISTIK DAN PERMASALAHAN PEDAGANG KAKI … · KARAKTERISTIK DAN PERMASALAHAN PEDAGANG KAKI LIMA (PKL) ... construct street vendor database, (2) economic empowerment for the

102

Alternatif strategi pada matriks hasil analisis SWOT dihasilkan dari

penggunaan unsur-unsur kekuatan untuk mendapatkan peluang yang ada (SO),

penggunaan kekuatan yang ada untuk menghadapi ancaman yang akan datang

(ST), pengurangan kelemahan yang ada dengan memanfaatkan peluang yang ada

(WO) dari pengurangan kelemahan yang ada untuk menghadapi ancaman yang

akan datang (WT). Penjumlahan dari bobot faktor SWOT dilakukan terhadap

keterkaitan faktor-faktor SWOT, seperti disajikan pada Tabel 22.

Tabel 22. Ranking Alternatif Strategi

Faktor SWOT Keterkaitan Bobot Prioritas Strategi SO

SO S1 1, S2,..,Sn, O1,O2,..,O n SO 2 SO… SO n

Strategi ST ST 1 ST 2 ST… ST n

Strategi WO WO 1 WO 2 WO… WO n

Strategi WT WT 1 WT 2 WT… WT n

Penggunan teknik AHP masih menjadi perdebatan teoritis. Perbandingan

berpasangan adalah yang paling banyak diperdebatkan. Fenomena ini masih

belum dapat diselesaikan dan mungkin tidak pernah terselesaikan karena agregasi

preferensi yang ditransformasikan dari skala dengan unit berbeda tidak mudah

diinterpretasikan dan cukup dapat dipertanyakan (Roy, 1996). Asumsi

independensi kriteria (tidak ada korelasi) juga menjadi kelemahan AHP (dan

metode pengambilan keputusan kriteria majemuk lainnya). Analytic Network

Process (ANP), yang merupakan generalisasi AHP dengan umpan balik untuk

menyesuaikan bobot, bisa jadi menjadi penyelesaian (Saaty and Takizawa, 1986).

Page 123: KARAKTERISTIK DAN PERMASALAHAN PEDAGANG KAKI … · KARAKTERISTIK DAN PERMASALAHAN PEDAGANG KAKI LIMA (PKL) ... construct street vendor database, (2) economic empowerment for the

103

3.6. Definisi Operasional

Untuk menyamakan persepsi maka perlu dikemukakan definisi operasional dari

beberapa istilah yang dipergunakaan dalam penelitian ini, antara lain :

Konsumen adalah bagian masyarakat yang pernah, suka, ataupun sering

berbelanja pada PKL.

Masyarakat non pengguna adalah bagian masyarakat yang tidak pernah

berbelanja pada PKL.

Masyarakat umum adalah masyarakat secara keseluruhan, baik konsumen

ataupun masyarakat non pengguna.

Pasar kuliner adalah para PKL yang berjualan bermacam-macam makanan dan

menempati lokasi secara bersama-sama di tempat tertentu dan biasanya

berjualan mulai sore hari sampai menjelang pagi hari.

Pasar sayur malam adalah para PKL yang berjualan sayur-mayur serta

bermacam-macam keperluan dapur atau keperluan untuk masak-memasak dan

menempati lokasi secara bersama-sama di tempat tertentu dan biasanya

berjualan mulai malam hari sampai pagi hari.

• Pelaku PKL adalah orang yang berusaha mencari nafkah dengan

menggunakan bahu jalan atau badan jalan atau ruang-ruang publik untuk

tempat usahanya dengan lokasi yang tetap (tidak berkeliling).

Pasar tumpah adalah para PKL yang berjualan bermacam-macam barang dan

jasa atau peralatan-peralatan kecil kebutuhan rumah tangga sehari-hari dan

kebutuhan-kebutuhandan lain, yang menempati lokasi secara bersama-sama,

di tempat tertentu sekitar pasar tradisional resmi yang diremajakan dan

biasanya kebanyakan mereka berasal dari pedagang pasar lama yang tergusur

karena tidak mampu membeli kios-kios di pasar yang baru atau sebab lain, dan

biasanya berjualan mulai pagi hari sampai sore hari.

• Pemberdayaan PKL adalah usaha pemerintah kota atau lembaga-lembaga lain

untuk meningkatkan kemampuan modal dan sumber daya lainnya dari PKL

dengan cara yang benar dan manusiawi, bertujuan agar suatu saat mereka

mampu menjadi pengusaha formal yang tidak menggunakan lokasi ruang

publik lagi untuk tempat usahanya.

Page 124: KARAKTERISTIK DAN PERMASALAHAN PEDAGANG KAKI … · KARAKTERISTIK DAN PERMASALAHAN PEDAGANG KAKI LIMA (PKL) ... construct street vendor database, (2) economic empowerment for the

104

• Penataan PKL adalah usaha pemerintah kota atau lembaga-lembaga lain

untuk menata atau mengatur tata letak tempat usaha PKL dengan tujuan

menghilangkan kesan-kesan negatif atas keberadaan PKL.

• Toko pesaing adalah mereka yang berusaha di tempat formal (tidak

menggunakan ruang publik), menjual atau memproduksi barang atau jasa yang

sama ataupun berbeda dengan PKL, tetapi tempat tersebut menjadi terhalang

oleh keberadaan PKL.

• Pungutan liar adalah pembayaran yang dilakukan oleh PKL kepada oknum

atau orang atau kelompok orang yang tidak jelas peruntukannya dan tidak

ada dalam peraturan resmi dari instansi terkait, atau pembayaran yang

dilakukan bukan karena adanya transaksi jual-beli atau sewa-menyewa atas

pemilikan dan atau penggunaan suatu barang tertentu.

3.7. Keterbatasan Penelitian

Penelitian PKL di suatu perkotaan adalah sangat kompleks karena

melibatkan banyak stakeholder, membutuhkan banyak biaya, waktu dan

tenaga. Dengan demikian, penelitian ini memiliki beberapa keterbatasan yaitu:

1. Hanya menggunakan tiga tipologi sebagai pewakil PKL sehingga tidak

sepenuhnya dapat mewakili semua tipologi PKL yang ada di kota

Bogor.

2. Terbatasnya ruang kota dan dana pembangunan perkotaan yang

membatasi opsi-opsi strategisnya yang dapat dirumuskan.

3. Ketidaktersediaan database PKL terbaru sehingga informasi jumlah dan

sebaran PKL di kota Bogor masih tidak konklusif

4. Kompleknya permasalahan PKL karena melibatkan banyak stakeholder

dan banyak kepentingan yang pada gilirannya membatasi penyelesaian

masalah PKL.

Page 125: KARAKTERISTIK DAN PERMASALAHAN PEDAGANG KAKI … · KARAKTERISTIK DAN PERMASALAHAN PEDAGANG KAKI LIMA (PKL) ... construct street vendor database, (2) economic empowerment for the

BAB IV

KONDISI UMUM KOTA BOGOR

4.1. Kondisi dan Potensi

Kota Bogor adalah salah satu kota yang berada di bawah wilayah

administratif Propinsi Jawa Barat dan hanya berjarak lebih kurang 50 km dari

pusat pemerintahan Indonesia, Jakarta. Kota dengan luas 11.850 ha ini dihuni

lebih dari 820.707 jiwa yang tersebar di 6 kecamatan, 68 kelurahan, yang

dibatasi oleh Kabupaten Bogor.

Sebelah Utara : Wilayah Kecamatan Kemang, Kecamatan Bojong Gede, dan

Kecamatan Sukaraja.

Sebelah Barat : Wilayah Kecamatan Darmaga dan Kecamatan Ciomas.

Sebelah Timur : Wilayah Kecamatan Sukaraja dan Kecamatan Ciawi.

Sebelah Selatan : Wilayah Kecamatan Cijeruk dan Kecamatan Caringin.

Kota Bogor terletak pada ketinggian antara 190 sampai dengan 350 meter di

atas permukaan laut dengan curah hujan rata-rata 4.000 mm/tahun. Tingginya

curah hujan di Kota Bogor menyebabkan mendapat julukan Kota Hujan, dan

terkadang salah diartikan juga sebagai daerah “pengirim” banjir ke Jakarta

melalui dua sungai besar, yaitu Sungai Ciliwung dan Sungai Cisadane.

Secara administratif, kota Bogor dikelilingi oleh Kabupaten Bogor dan sekaligus

menjadi pusat pertumbuhan Bogor Raya dan secara geografis dikelilingi oleh

bentangan pegunungan, mulai dari Gunung/Pegunungan Pancar, Megamendung,

Gunung Gede, Gunung Pangrango, Gunung Salak dan Gunung Halimun yang

menyerupai huruf U.

Secara topografis, kemiringan tanah di Kota Bogor berkisar antara 0-15

persen dan hanya sebagian kecil daerahnya mempunyai kemiringan antara 15-30

persen. Jenis tanah di hampir seluruh wilayah adalah lotosil coklat kemerahan

dengan kedalaman efektif tanah lebih dari 90 cm dengan tekstur tanah yang halus

serta bersifat agak peka terhadap erosi. Dengan ketinggian antara 190-330 m

diatas permukaan laut, suhu di Kota Bogor relatif sejuk, didukung frekuensi curah

hujan cukup tinggi. Pada tahun 2010 curah hujan tertinggi pada bulan Februari

Page 126: KARAKTERISTIK DAN PERMASALAHAN PEDAGANG KAKI … · KARAKTERISTIK DAN PERMASALAHAN PEDAGANG KAKI LIMA (PKL) ... construct street vendor database, (2) economic empowerment for the

106

(806,4 mm) dan terendah pada bulan Desember (276,8 mm). Jumlah rata-rata

hujan di Kota Bogor selama tahun 2010 adalah 21 hari per bulan.

Berdasarkan Perda No. 1 Tahun 2000 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah

(Tahun 1999-2009), fungsi Kota Bogor adalah :

1. Sebagai kota perdagangan

2. Sebagai kota industri

3. Sebagai kota permukiman

4. Wisata ilmiah

5. Kota pendidikan

Dalam konteks regional, posisi straregis kota Bogor adalah :

1. Kabupaten Bogor, bahwa kota Bogor sebagai pusat pengembangan di

Wilayah VII yang melayani areal kota Bogor dan areal sekitar kota Bogor.

2. Jabodetabek, bahwa kota Bogor merupakan kota yang diarahkan untuk

menampung 1,5 juta jiwa pada tahun 2009.

3. Negara, kota Bogor merupakan kota yang menampung kegiatan yang jenuh di

ibukota.

Dalam konteks internasional, kota Bogor merupakan pusat kegiatan-kegiatan

internasional seperti konferensi antara lain Jakarta Informal Meeting untuk

APEC yang dihadiri oleh para pemimpin negara dari Asia Pasifik termasuk

Amerika Serikat. Dengan demikian kota Bogor harus menyiapkan dirinya

menjadi kota jasa yang siap melayani kebutuhan event-event

nasional/internasional yang diselenggarakan di kota Bogor.

Pelayanan yang ekstra bagi pemenuhan kebutuhan warga juga menjadi

tuntutan utama karena semakin berkembang dan beragamnya kebutuhan seluruh

warga terhadap barang dan jasa. Implikasi dari semua ini adalah meningkatnya

kebutuhan pengadaan sarana transportasi masyarakat kota, timbulnya kemacetan,

meningkatnya jumlah PKL secara berlebihan, rusaknya tata kota, semakin

menurunnya kualitas kebersihan kota sebagai akibat dari kelebihan penduduk dan

segala aktivitasnya yang melebihi daya dukung lingkungan.

Dengan posisi yang strategis sebagai salah satu penyangga ibukota serta

kondisi alamnya yang relatif lebih nyaman dibanding kota penyangga lainnya,

kota Bogor menjadi pilihan bagi penduduk, baik yang datang dari sekitar Bogor

Page 127: KARAKTERISTIK DAN PERMASALAHAN PEDAGANG KAKI … · KARAKTERISTIK DAN PERMASALAHAN PEDAGANG KAKI LIMA (PKL) ... construct street vendor database, (2) economic empowerment for the

107

maupun para perantau dari daerah lain yang menjadikan Bogor atau Jakarta

sebagai sumber mencari mata pencaharian. Kondisi tersebut memberikan dampak

yang luas bagi kota Bogor, baik dalam tatanan kependudukan, kemasyarakatan

maupun perekonomian, dan kondisi lainnya.

4.2. Sejarah Kota Bogor

Kota Bogor merupakan salah satu kota tua di Indonesia yang telah berdiri

pada abad XV (Tahun 1579) sebelum masuknya VOC. Dulu merupakan pusat

Kerajaan Pajajaran, namun setelah penyerangan pasukan Banten, kota ini menjadi

hancur lebur dan hampir hilang ditelan sejarah selama satu abad. Pada saat VOC

menguasai Banten dan sekitarnya wilayah Bogor berada dibawah pengawasan

VOC. Dalam rangka “membangun” wilayah kekuasaannya, Pemerintah Belanda

melakukan ekspedisi dan ternyata tidak ditemukan reruntuhan bekas ibukota

Pajajaran (Scipio-1687) kecuali di daerah Cikeas, Citeureup, Kedung Halang dan

Parung Angsana.

Selanjutnya Parung Angsana diberi nama Kampung Baru dan dari sinilah

cikal bakal Bogor dibangun (Tanujiwa 1689-1705). Di Kampung Baru didirikan

tempat peristirahatan oleh GJ. Baron Van Imhoff (1740), yang sekarang dikenal

dengan Istana Bogor dan tahun 1745 Bogor ditetapkan sebagai Kota Buitenzorg.

Di sekitar tempat peristirahatan tersebut dibangun Pasar Bogor (1808) dan Kebun

Raya (1817). Tahun 1904 Buitenzorg resmi menjadi pusat kedudukan dan

kediaman Gubernur Jenderal dengan wilayah seluas 1.205 ha, terdiri dari 2

kecamatan dan 7 desa.

Dengan keputusan Gubernur Jendral Van Nederland Indie Nomor 289 tahun

1924, ditambah dengan Desa Bantar Jati dan Desa Tegal Lega seluas 951 ha

sehingga luasnya menjadi 2.156 ha yang diproyeksikan untuk 30.000 jiwa.

Perkembangan selanjutnya, pada tahun 1941, Buitenzorg secara resmi lepas dari

Batavia dan mendapat otonomi sendiri. Berdasarkan UU No. 16 tahun 1950 Kota

Bogor ditetapkan menjadi Kota Besar dan Kota Praja yang terbagi dalam 2

wilayah kecamatan dan 16 lingkungan. Tahun 1981 jumlah kelurahan menjadi 22

kelurahan, 5 kecamatan dan 1 perwakilan kecamatan. Terakhir berdasarkan PP.

No. 44/1992 Perwakilan Kecamatan Tanah Sareal ditingkatkan statusnya menjadi

Page 128: KARAKTERISTIK DAN PERMASALAHAN PEDAGANG KAKI … · KARAKTERISTIK DAN PERMASALAHAN PEDAGANG KAKI LIMA (PKL) ... construct street vendor database, (2) economic empowerment for the

108

kecamatan. Saat ini terdapat 6 kecamatan dan 68 kelurahan dengan luas 11.850 ha

dan diproyeksikan untuk 1.500.000 jiwa pada tahun 2009.

4.3. Pemerintahan

Kota Bogor terdiri dari 6 kecamatan dengan total kelurahan sejumlah 68.

Pada tahun 2010 ada 758 RW serta 3.392 RT. Jumlah anggota DPRD Kota Bogor

adalah 45 orang dengan mayoritas anggota dari fraksi Partai Demokrat sebanyak

15 Orang. Menurut SIMPEG Kota Bogor, tahun 2010 terdapat 3.241 PNS di

lingkungan Pemda Kota Bogor dengan jumlah PNS tertinggi bergolongan II yaitu

1.359 orang (41,93%) dan terendah pada PNS golongan IV yaitu 238 orang

(7,34%). Pada tahun 2010 terdapat 3.328 anggota Linmas di Kota Bogor.

4.4. Penduduk Dan Ketenagakerjaan

Berdasarkan hasil sementara sensus penduduk 2010, jumlah penduduk

Kota Bogor adalah 950.334 orang dengan rincian 484.791 lakilaki dan 465.543

perempuan. Sex rasio Kota Bogor tahun 2010 adalah 104 dan jumlah rata-rata

anggota 4 orang per rumah tangga. Kepadatan jumlah penduduk di Kota Bogor

adalah 8.020 orang/ km2. Kecamatan yang memiliki kepadatan tertinggi adalah

Kecamatan Bogor Tengah yaitu 12.472 orang/ km2, dan kepadatan terendah ada di

Kecamatan Bogor Selatan yaitu 5.887 orang/ km2

Kecamatan

.

Tabel 23. Luas Wilayah dan Jumlah Penduduk Menurut Kecamatan di Kota Bogor Tahun 20011

Luas Penduduk (Orang) Kepadatan Penduduk

(Orang/Km2)

Km % 2 Jumlah %

Bogor Selatan 30,81 26,00 181.392 19,09 5.887

Bogor Timur 10,15 8,57 95.098 10,01 9.369

Bogor Utara 17,72 14,95 170.443 17,94 9.619

Bogor Tengah 8,13 6,86 101.398 10,67 12.472

Bogor Barat 32,85 27,72 211.084 22,21 6.426

Tanah Sareal 18,84 15,90 190.919 20,09 10.134

Sumber : Kota Bogor Dalam Angka 2011

Page 129: KARAKTERISTIK DAN PERMASALAHAN PEDAGANG KAKI … · KARAKTERISTIK DAN PERMASALAHAN PEDAGANG KAKI LIMA (PKL) ... construct street vendor database, (2) economic empowerment for the

109

Tabel 24. Jumlah Penduduk dan Laju Pertumbuhan Penduduk di Kota Bogor Tahun 1990, 2000, dan 2010

Kecamatan Jumlah penduduk Laju Pertumbuhan

Penduduk per tahun (%) 1990 2000 2010 1990-2000 2000-2010

Bogor Selatan 52.061 147.507 181.392 10,50 2,09

Bogor Timur 62.403 77.000 95.098 2,12 2,13

Bogor Utara 81.046 132.113 170.443 4,93 2,57

Bogor Tengah 35.393 91.230 101.398 9,55 1,07

Bogor Barat 40.808 166.427 211.084 14,17 2,40

Tanah Sareal - 136.542 190.919 - 3,38

Jumlah 271.711 750.819 950.334 10,25 2,38

Sumber : Kota Bogor Dalam Angka 2011

Pada tahun 2010 di Kota Bogor terdapat 418.742. orang angkatan kerja

dengan 82% sudah bekerja. Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) tahun

2010 adalah 65,56% dan tingkat pengangguran 17,20%. Proporsi tertinggi

penduduk bekerja di Kota Bogor, yaitu 31,38% adalah di bidang perdagangan,

rumah makan dan hotel.

Tabel 25. Penduduk Berumur 15 Tahun Keatas Menurut Jenis Kegiatan Utama di Kota Bogor Tahun 2008-2010

Jenis Kegiatan Utama 2008 2009 2010

I. Angkatan Kerja 463.172 476.126 418.742

1. Bekerja 377.388 385.488 346.727

2. Penganguran 85.784 90.638 72.015

II. Bukan Angkatan Kerja

Sekolah, Mengurus, Rumah tangga, dan Lainnya 303.907 316.876 220.004

Jumlah 767.079 793.002 638.746

Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK)(%) 60,38 60,04 65,56

Tingkatan Pengangguran (%) 18,52 19,04 17,20

Sumber : Kota Bogor Dalam Angka 2011

Page 130: KARAKTERISTIK DAN PERMASALAHAN PEDAGANG KAKI … · KARAKTERISTIK DAN PERMASALAHAN PEDAGANG KAKI LIMA (PKL) ... construct street vendor database, (2) economic empowerment for the

110

4.5. Pendidikan, Kesehatan/ Keluarga Berencana Dan Agama

Hasil Susenas 2010 menyatakan bahwa 98,36% penduduk Kota Bogor

sudah dapat membaca dan menulis. Penduduk usia 10 tahun keatas yang

menamatkan SMA/MA/SMK sebesar 31,48% sedangkan yang memiliki ijazah

lebih dari tingkat SMA hanya sebesar 9,51%. Kondisi ini menunjukan bahwa

usaha pemerintah untuk meningkatkan kualitas SDM melalui pendidikan formal

di Kota Bogor belum cukup optimal.

Tabel 26. Penduduk 10 Tahun Ke atas Menurut Partisipasi Sekolah Dan Jenis Kelamin di Kota Bogor Tahun 2010

Partisipasi Sekolah Jenis Kelamin Jumlah Laki-Laki Perempuan Tidak/Belum sekolah 3.419 10.258 13.677

SD/MI 21.370 24.790 46.160

SMP/MTs 22.653 23.935 46.588

SMA/MA/SMK Kejuruan 20.516 14.959 35.475

Perguruan Tinggi 18.806 10.258 29.064

Tidak Bersekolah Lagi 309.016 302.178 611.194

Jumlah 395.780 386.378 782.158

Sumber : Kota Bogor Dalam Angka 2011

Pembangunan bidang kesehatan di Kota Bogor menunjukan hasil yang

cukup signifikan. Ada 10 rumah sakit dengan 1.808 tempat tidur yang tersebar di

6 kecamatan di Kota Bogor. Selain ada 24 Puskemas dan 28 Pustu di seluruh Kota

Bogor. Untuk mendukung program Keluarga Berencana (KB), tersedia banyak

fasilitas KB di seluruh wilayah Kota Bogor yang mampu melayani 22.938

akseptor baru KB. Akseptor baru KB terbanyak di Kecamatan Tanah Sareal, yaitu

6.238 akseptor dan terendah di Kecamatan Bogor Utara (1.984 akseptor) serta

Kecamatan Bogor Barat (1.968 akseptor).

Selain data pendidikan dan kesehatan, data sosial lain yang sering

dimanfaatkan untuk analisis sosial adalah tentang agama. Agama mayoritas

penduduk Kota Bogor adalah Islam dengan jumlah pemeluk Islam terbesar

91,78%, jumlah haji yang berasal dari Kota Bogor tahun 2010 sebanyak 1.025

orang.

Page 131: KARAKTERISTIK DAN PERMASALAHAN PEDAGANG KAKI … · KARAKTERISTIK DAN PERMASALAHAN PEDAGANG KAKI LIMA (PKL) ... construct street vendor database, (2) economic empowerment for the

111

4.6. Pertanian

Sektor pertanian di Kota Bogor bukan merupakan sektor ekonomi yang

dominan, tetapi penggunaan lahan baik sawah maupun bukan sawah masih tetap

mendapat perhatian utama pemerintah daerah Kota Bogor. Pada tahun 2010

terdapat 793 Ha lahan sawah dan 2.375 Ha lahan bukan sawah di Kota Bogor.

Selain padi dan palawija, tanaman holtikultura merupakan andalan sektor

pertanian di Kota Bogor. Selain pertanian tanaman pangan, sektor peternakan dan

perikanan juga masih cukup berkembang di Kota Bogor.

Penggunaan Lahan Pertanian Sawah menurut Kecamatan di Kota Bogor

Tahun 2010 disajikan pada Tabel 27. Dari total luas lahan sawah sebesar 793 ha,

luasan lahan sawah yang beririgasi teknis adalah 295 Ha, Irigasi setengah teknis

120 ha, irigasi sederhana 370 ha, dan sawah tadah hujan 8 ha.

Tabel 27. Penggunaan Lahan Pertanian Sawah Menurut Kecamatan di Kota Bogor Tahun 2010

Kecamatan Irigasi teknis

Irigasi setengah

teknis

Irigasi sederhana

Tadah Hujan

Bogor Selatan 156 0 127 0

Bogor Timur 139 38 1 0

Bogor Utara 0 0 2 0

Bogor Tengah 0 1 0 0

Bogor Barat 0 76 239 0

Tanah Sareal 0 6 0 8

Jumlah 295 120 370 8 Sumber : Kota Bogor Dalam Angka 2011

Penggunaan Lahan Pertanian bukan sawah menurut kecamatan di Kota

Bogor Tahun 2010 disajikan pada Tabel 28. Dari total luas lahan bukan sawah

sebesar 2.375 Ha ha, penggunaan untuk kebun adalah yang terbesar yaitu 964 ha,

diikuti oleh penggunaan lainnya yaitu 912 ha, hutan rakyat 366 ha, kolam/empang

75 ha, perkebunan 30 ha dan sementara tidak diusahakan 28 ha.

Page 132: KARAKTERISTIK DAN PERMASALAHAN PEDAGANG KAKI … · KARAKTERISTIK DAN PERMASALAHAN PEDAGANG KAKI LIMA (PKL) ... construct street vendor database, (2) economic empowerment for the

112

Tabel 28. Penggunaan Lahan Pertanian bukan sawah Menurut Kecamatan di Kota Bogor Tahun 2010 (dalam Ha)

Kecamatan Tegal/ kebun Perkebunan Hutan

Rakyat Tambak Kolam/ empang

Sementara tidak

diusahakan lainnya

Bogor Selatan

282 0 73 0 19 11 195

Bogor Timur

137 0 54 0 18 7 167

Bogor Utara

195 0 93 0 13 3 192

Bogor Tengah

3 0 3 0 5 0 5

Bogor Barat

128 30 72 0 8 2 235

Tanah Sareal

219 0 71 0 12 5 118

Jumlah 964 30 366 0 75 28 912

Sumber : Kota Bogor Dalam Angka 2011

Penggunaan lahan pertanian bukan sawah ditujukan untuk produksi

beragam komoditas seperti jagung, kacang tanah, ubi kayu, ubi jalar dan talas.

Dilihat dari nilai total produksi, ubi kayu menunjukkan produksi tertinggi sebesar

4.424 ton, diikuti oleh Ubi jalar (1.332 ton), talas (957 ton), jagung (815 ton) dan

kacang tanah (121 ton) dengan total produksi sebesar 7.649 ton.

Tabel 29. Target, Realisasi dan Produksi Tanaman Palawija (Lahan Bukan Sawah) Menurut Jenis Tanaman di Kota Bogor Tahun 2010

Tanaman Target (Ha)

Realisasi (Ha)

Produksi (Ton)

1. Jagung 187 194 815

2. Kacang Tanah 74 67 121

3. Ubi Kayu 308 316 4.424

4. Ubi Jalar 110 111 1.332

5. Talas 177 165 957

Jumlah 856 853 7.649 Sumber : Kota Bogor Dalam Angka 2011

Sama seperti pertanian tanaman pangan, produksi ternak juga bukan

merupakan sektor unggulan di kota Bogor. Total produksi ternak besar (sapi

perah, sapi potong, kerbau dan kuda) adalah 1307 ekor yang didominasi oleh jenis

sapi perah sebesar 952 ekor. Total produksi ternak kecil (kambing dan domba)

adalah 10.752 ekor yang didominasi oleh jenis domba sebanyak 8.255 ekor.

Page 133: KARAKTERISTIK DAN PERMASALAHAN PEDAGANG KAKI … · KARAKTERISTIK DAN PERMASALAHAN PEDAGANG KAKI LIMA (PKL) ... construct street vendor database, (2) economic empowerment for the

113

Tabel 30. Populasi Ternak Besar dan Ternak Kecil Menurut Jenisnya di Kota Bogor Tahun 2010

Kecamatan Ternak Besar (ekor) Ternak Kecil (ekor)

Sapi perah

Sapi Potong Kerbau Kuda Kambing Domba

Bogor Selatan 256 3 26 29 595 4.518

Bogor Timur 28 18 0 5 259 547

Bogor Utara 21 10 0 0 213 386

Bogor Tengah 0 0 0 0 0 206

Bogor Barat 14 189 19 20 755 1.720

Tanah Sareal 633 0 0 36 648 878

Jumlah 952 220 45 90 2.470 8.255 Sumber : Kota Bogor Dalam Angka 2011

Pada kelompok unggas, produksi terbesar adalah ayam kampung sebanyak

237.397 ekor, diikuti oleh ayam ras potong (265.000 ekor), itik (15.758 ekor) dan

ras petelur (4.000 ekor). Dilihat dari total produksi per kecamatan, kecamatan

Bogor Selatan menunjukkan produksi tertinggi sebesar 172.769 ekor dan yang

terendah adalah Bogor Timur sebanyaj 24.192 ekor.

Tabel 31. Populasi Unggas Menurut Jenisnya di Kota Bogor Tahun 2010

Kecamatan Ayam kampung

Ras Petelur

Ras Potong Itik Jumlah

(ekor) Bogor Selatan 58.267 0 110.000 4.502 172.769

Bogor Timur 22.030 500 0 1.662 24.192

Bogor Utara 31.999 2.000 5.000 2.323 41.322

Bogor Tengah 24.579 0 0 994 25.573

Bogor Barat 58.321 0 10.000 3.613 71.934

Tanah Sareal 42.201 1.500 40.000 2.664 86.365

Jumlah 237.397 4.000 165.000 15.758 422.155 Sumber : Kota Bogor Dalam Angka 2011

Produksi ikan dapat dibedakan menurut tipe kolamnya. Produksi ikan

kolam air tenang di Kota Bogor adalah yang tertinggi yaitu 2.609.036 ekor,

diikuti produksi ikan kolam air deras (637.439 ekor), Ikan di sawah (114.759 ekor)

dan Ikan Keramba (12.665 ekor) dengan total produksi 3.373.899 ekor. Kontribusi

terbesar produksi ikan adalah dari kecamatan tanah sareal sebesar 1,221.585 ekor dan

yang terkecil dari Bogor Tengah yaitu 56.468 ekor.

Page 134: KARAKTERISTIK DAN PERMASALAHAN PEDAGANG KAKI … · KARAKTERISTIK DAN PERMASALAHAN PEDAGANG KAKI LIMA (PKL) ... construct street vendor database, (2) economic empowerment for the

114

Tabel 32Produksi Ikan menurut tipe kolam di Kota Bogor Tahun 2010

Kecamatan Kolam air tenang

Kolam Air Deras

Ikan di sawah

Ikan Keramba Total

Bogor Selatan 271.906 - 34.319 4.265 310.490

Bogor Timur 343.956 637.439 38.975 - 1.020.370

Bogor Utara 460.786 - - 3.714 464.500

Bogor Tengah 56.464 - - 4.426 56.468

Bogor Barat 256.924 - 15.615 260 272.799

Tanah Sareal 1.219.000 - 25.850 - 1,221.585

Jumlah 2.609.036 637.439 114.759 12.665 3.373.899

Sumber : Kota Bogor Dalam Angka 2011

4.7. Perindustrian, Pertambangan dan Energi

Pembangunan industri di Kota Bogor diarahkan untuk mendorong

terciptanya struktur ekonomi yang kuat dan berimbang sehingga dapat menjadi

landasan pengembangan ekonomi daerah yang kokoh dan mandiri. Unit usaha

industri di Kota Bogor masih dominan oleh industri kecil non formal. Jumlah

tenaga kerja yang terserap di bidang industri selama tahun 2010 adalah 55.892

orang dengan total nilai investasi sebesar lebih dari 790 milyar rupiah.

Tabel 33 Potensi Industri Kimia, Agro dan Hasil Hutan di Kota Bogor Tahun 2010

Jenis Usaha Unit

Usaha (buah)

Tenaga Kerja

(orang)

Nilai Investasi (Rp)

I. Industri Besar dan Menengah

1. Makanan 25 1.422 30.171.184.400

2. Minuman 13 1.819 113.021.251.278

3. Kayu Olahan dan Rotan 13 2.362 31.103.084.707

4. Pulp dan Kertas 12 671 67.688.516.000

5.Bahan Kimia Industri dan Karet

9 507 13.308.955.000

6. Bahan Galian Non Logam 2 65 7.085.000.000

7. Kimia 9 1.223 46.058.175.250

Page 135: KARAKTERISTIK DAN PERMASALAHAN PEDAGANG KAKI … · KARAKTERISTIK DAN PERMASALAHAN PEDAGANG KAKI LIMA (PKL) ... construct street vendor database, (2) economic empowerment for the

115

Jenis Usaha Unit

Usaha (buah)

Tenaga Kerja

(orang)

Nilai Investasi (Rp)

II. Industri Kecil Formal

1. Makanan 240 2.213 10.620.830.800

2. Minuman 69 534 3.552.910.000

3. Kayu Olahan dan Rotan 120 1.104 3.504.610.000

4. Pulp dan Kertas 93 645 7.744.520.000

5Bahan Kimia Industri dan Karet 1 193 4.676.618.974

6. Bahan Galian Non Logam 37 823 2.323.400.000

7. Kimia 71 565 4.963.312.850

III. Industri Kecil Non Formal

1. Makanan 1.057 4.895 1.082.969.470

2. Minuman 221 964 197.671.950

3. Kayu Olahan dan Rotan 84 355 321.959.872

4. Pulp dan Kertas 41 123 70.243.100

5Bahan Kimia Industri dan Karet - - -

6 Bahan Galian Non Logam 36 198 288.650.000

7 Kimia 31 126 124.787.000

Jumlah 2.206 20.807 347.908.650.651 Sumber : Kota Bogor Dalam Angka 2011

Tabel 34. Potensi Industri Logam, Mesin, Elektronika dan Aneka di Kota Bogor Tahun 2010

Jenis Usaha Unit Usaha (buah)

Tenaga Kerja (orang)

Nilai Investasi (Rp)

I. Industri Besar dan Menengah 1. Mesin & Rekayasa - - -

2. Logam 12 1.966 23.727.455.000

3. Alat Angkut 5 938 32.276.500.000

4. Industri Tekstil 26 21.129 206.576.740.000

5. Industri Kulit 2 68 6.736.000.000

6. Industri Alpora 1 300 3.652.152.000

7. Industri Elektronika 3 622 38.454.160.000

Page 136: KARAKTERISTIK DAN PERMASALAHAN PEDAGANG KAKI … · KARAKTERISTIK DAN PERMASALAHAN PEDAGANG KAKI LIMA (PKL) ... construct street vendor database, (2) economic empowerment for the

116

Jenis Usaha Unit Usaha (buah)

Tenaga Kerja (orang)

Nilai Investasi (Rp)

II. Industri Kecil Formal

1 Mesin & Rekayasa 6 211 1.636.560.000

2 Logam 91 877 12.409.160.000

3 Alat Angkut 52 1.069 4.124.260.000

4 Industri Tekstil 88 3.176 5.917.878.650

5 Industri Kulit 75 1.695 2.608.630.000

6 Industri Alpora 15 180 917.620.000

7 Industri Elektronika 9 47 311.369.000

III. Industri Kecil Non Formal

1 Mesin & Rekayasa - - -

2 Logam 155 377 373.540.000

3 Alat Angkut 65 184 314.600.000

4 Industri Tekstil 152 664 389.192.700

5 Industri Kulit 333 1.326 2.325.813.800

6 Industri Alpora 18 49 52.294.600

7 Industri Elektronika 42 207 119.762.500

Jumlah 1.150 35.085 342.923.688.250 Sumber : Kota Bogor Dalam Angka 2011

Untuk mengimbangi pertumbuhan pemukiman dan kebutuhan sektor

ekonomi lainnya, PLN meningkatkan pelayanan dalam pemenuhan kebutuhan

listrik di Kota Bogor. Pada tahun 2010 terdapat 201.850 pelanggan listrik dengan

jumlah daya tersambung sebanyak 385.170.581 VA.

Selain listrik, pemenuhan kebutuhan gas kota juga terus meningkat. Tahun

2010, jumlah pelanggan gas adalah 16.792 pelanggan dengan jumlah gas yang

disalurkan sebanyak 401.606.548 m3 dan nilai sebesar Rp 885.518.458,-

sedangkan PDAM “Tirta Pakuan” selama tahun 2010 memiliki 94.995 pelanggan

dan menyalurkan air sebanyak 28.185.401 m3 bernilai sebesar Rp

101.942.938.200,-.

4.8. Perdagangan

Sektor perdagangan merupakan salah satu sektor ekonomi andalan di Kota

Bogor. Pada tahun 2010 jumlah realisasi eksport non migas mengalami

Page 137: KARAKTERISTIK DAN PERMASALAHAN PEDAGANG KAKI … · KARAKTERISTIK DAN PERMASALAHAN PEDAGANG KAKI LIMA (PKL) ... construct street vendor database, (2) economic empowerment for the

117

peningkatan sebesar 0,24%. Eksport non migas ini masih didominasi oleh

komoditas pakaian jadi yaitu senilai US $ 74.189.259 atau sekitar 48,85%.

Tabel 35. Jumlah Realisasi Ekspor Non Migas Menurut Jenis Komoditi di Kota Bogor Tahun 2010

Jenis Komoditi Satuan Volume Nilai (US$)

1. Pakaian Jadi Pcs 23.289.288 74.189.259

2. Ban Kendaraan Bermotor Unit 4.523.209 40.239.289

3. Tekstil Meter 4.253.259 6.920.249

4. Kera Ekor Panjang Ekor 753 120.000

5. Busana Muslim Bordir Pcs 512 9.359

6. Sandal Pcs 929.249 982.259

7. Obat-obatan Farmasi Kg 3.205.329 3.982.289

8. Makanan dan Minuman Karton 982.102 10.282.249

9. Ikan Hias Ekor 16.259 6.102

10. Kerajinan Mainan Anak dari Kayu Pcs 2.000 25.000

11. Furniture Pcs 8.298.289 14.389.788,9

12. Tas Pcs 6.650 7.259

13. Kerajinan Daur Ulang Kertas Pcs 8.500 10.258

14. Kerajinan Bordir Pcs 5.000 10.500

15. Minyak Atsiri Kg 30.000 318.914

16. Serpihan Kayu Gaharu & Kayu Cendana Kg 10.000 35.000

17. Sari Mengkudu Botol 153.259 280.235

18. Bola Kaki Pcs 120.000 52.259

Jumlah 151.860.268,9 Sumber : Kota Bogor Dalam Angka 2011

4.9. Transportasi, Komunikasi, dan Pariwisata

Disektor transportasi, jasa angkutan kereta api merupakan primadona bagi

penduduk Kota Bogor yang bekerja di luar kota, terutama Jakarta. Selama tahun

2010 jumlah penumpang yang terangkut oleh moda angkutan ini sebanyak

12.793.217 orang. Penjualan tiket kereta api pada

tahun 2010 mengalami peningkatan sebesar 4,27% dibanding tahun sebelumnya.

Seiring perkembangan di sektor komunikasi, peran Kantor Pos dalam

pengiriman surat mengalami penurunan. Namun jasa pengiriman pos ekspres dan

Page 138: KARAKTERISTIK DAN PERMASALAHAN PEDAGANG KAKI … · KARAKTERISTIK DAN PERMASALAHAN PEDAGANG KAKI LIMA (PKL) ... construct street vendor database, (2) economic empowerment for the

118

paket pos cenderung meningkat. Pada tahun 2010 Kantor Pos Kota Bogor

mengirimkan 818.637 surat/paket ke seluruh wilayah

Indonesia. Selain itu, jumlah wesel dan giro pos yang dikirim pun cenderung

meningkat dan tahun ke tahun.

Selain sektor transportasi dan komunikasi yang berkembang secara positif,

Kota Bogor juga senantiasa meningkatkan kunjungan wisatawan baik domestik

maupun mancanegara. Posisi strategis Kota Bogor yang cukup dekat dengan

Jakarta serta potensi wisata yang cukup beragam menjadikan Kota Bogor sebagai

salah satu kota tujuan wisata nasional.

Pada tahun 2010 wisatawan yang mengunjungi Kota Bogor terus

meningkat namun tetap didominasi oleh wisatawan domestik yaitu sebesar

97,38%. Kebun Raya Bogor merupakan tujuan utama wisata yang paling banyak

dikunjungi dengan jumlah pengunjung sebanyak 1.678.237 orang. Untuk

menunjang sektor pariwisata, fasilitas perhotelan juga terus ditingkatkan.

4.10 Keuangan dan Harga

Menurut laporan pertanggungjawaban akhir walikota Bogor tahun 2010,

realisasi penerimaan daerah Kota Bogor adalah Rp 842.751.061.665,- sedangkan

pengeluarannya adalah Rp 944.550.304.942,-. Ditinjau dari sisi harga, inflasi Kota

Bogor tahun 2010 rata-rata adalah sebesar 0.53. Dengan inflasi tertinggi di sektor

bahan makanan. Inflasi tertinggi terjadi pada bulan Juli 2010.

Tabel 36. Realisasi Penerimaan Daerah Menurut Jenis Penerimaan di Kota Bogor Tahun 2010

Jenis Penerimaan Nilai (Rp.)

Penerimaan Daerah :

1. Bagian Pendapatan Asli Daerah 127.488 .089.831

1.1 Pajak Daerah 66.504.761.353

1.2 Retribusi Daerah 34.681.146.445

1.3 Bagian Laba Usaha Daerah 15.137.968.088

1.4 Penerimaan Lain-Lain 11.164.213.945

Page 139: KARAKTERISTIK DAN PERMASALAHAN PEDAGANG KAKI … · KARAKTERISTIK DAN PERMASALAHAN PEDAGANG KAKI LIMA (PKL) ... construct street vendor database, (2) economic empowerment for the

119

Jenis Penerimaan Nilai (Rp.)

2. Bagian Dana Perimbangan 659.141.536.834

2.1 Bagi Hasil Pajak 129.983.594.372

2.2 Bagi Hasil Bukan Pajak 18.704.027.015

2.3 Dana Alokasi Umum 426.093.607.000

2.4 Dana Alokasi Khusus (DAK) 9.756.700.000

2.5 Bagi Hasil Pajak dan Bantuan Keuangan dari Provinsi 74.603.608.447

2.5.1. Bagi Hasil Pajak Provinsi 74.603.608.447

2.5.2. Bantuan Keuangan dari Provinsi -

3. Lain-Lain Pendapatan Yg Sah 56.121.435.000

3.1. Pendapatan Hibah 2.999.965.000

3.1. Pendapatan Lainnya 53.121.470.000

Jumlah Penerimaan 842.751.061.665

Sumber : Kota Bogor Dalam Angka 2011

Tabel 37.Realisasi Pengeluaran Daerah Menurut Jenis Pengeluaran di Kota Bogor Tahun 2010

Jenis Penerimaan Nilai (Rp.)

1. Belanja Operasi 775.827.453.091

a. Belanja Pegawai/Personalia 513.777.201.790

b. Belanja Barang & Jasa 158.124.717.210

c. Bunga -

d. Subsidi -

e. Hibah 15.825.365.924

f. Bantuan Sosial 88.100.168.167

2. Belanja Modal 165.939.883.691

a. Belanja Tanah 42.273.009.900,00

b. Belanja Peralatan dan Mesin 23.877.998.920,00

c. Belanja Gedung dan Bangunan 13.536.944.046,00

d. Belanja Jalan, Irigasi, dan Jaringan 86.040.827.925,00

e. Belanja Aset Tetap Lainnya 211.102.900,00

f. Belanja Aset Lainnya -

3. Belanja Tidak Tersangka 2.782.968.160

Jumlah Penerimaan 944.550.304.942

Sumber : Kota Bogor Dalam Angka 2011

Page 140: KARAKTERISTIK DAN PERMASALAHAN PEDAGANG KAKI … · KARAKTERISTIK DAN PERMASALAHAN PEDAGANG KAKI LIMA (PKL) ... construct street vendor database, (2) economic empowerment for the

120

4.11 Pengeluaran dan Konsumsi Penduduk

Tingkat kesejahteraan masyarakat dapat ditinjau dari segi pendapatannya.

Namun karena data pendapatan sulit diperoleh maka tingkat kesejahteraan

masyarakat didekati dari sisi pengeluaran rumah tangga. Berdasarkan hasil

SUSENAS 2010, rata-rata pengeluaran per kapita sebulan di Kota Bogor tahun

2010 adalah Rp 328.776,- untuk kelompok barang makanan dan Rp 417.704,-

untuk kelompok barang non makanan.

Tabel 38. Pengeluaran Rata-rata per Kapita Sebulan Menurut Kelompok Barang Makanan di Kota Bogor Tahun 2006 - 2010 (rupiah)

Makanan 2006 2007 2008 2009 2010

Padi-padian 31.253 31.756 32.102 37.370 38.789

Umbi-umbian 1.630 1.469 2.393 1.762 1.857

Ikan/cumi/kerang 14.011 15.710 15.805 17.376 15.297

Daging 10.681 12.452 14.546 18.630 10.988

Telur dan Susu 16.989 20.060 23.010 26.874 15.581

Sayur-sayuran 13.544 13.271 15.696 15.776 14.397

Kacang-kacangan 6.726 8.700 8.635 11.184 9.817

Buah-buahan 8.491 9.107 11.758 12.903 5.552

Minyak dan Lemak 6.345 7.561 10.392 9.143 8.307

Bahan Minuman 7.399 7.884 9.079 8.842 9.582

Bumbu-bumbuan 4.957 4.135 3.774 5.019 4.479

Konsumsi Lainnya 10.560 .922 9.250 10.279 10.266

Makanan/Minuman Jadi Non Alkohol

45.319 54.981 73.737 87.691 46.024

Minuman Beralkohol

169 258 44 18 -

Tembakau dan Sirih 24.173 24.091 27.961 33.382 25.420

Jumlah 202.247 220.357 258.182 296.249 216.356 Sumber : Kota Bogor Dalam Angka 2011

Jika melihat perkembangan dari tahun ke tahun, pengeluaran ratarata per

kapita untuk kelompok barang makanan pada tahun 2010 mengalami penurunan

sekitar 26,97% dibanding tahun 2009 dan 16,20% dibanding tahun 2008.

Sementara untuk pengeluaran rata-rata per kapita kelompok barang non makanan

meningkat 5,13% dibanding tahun 2009.

Page 141: KARAKTERISTIK DAN PERMASALAHAN PEDAGANG KAKI … · KARAKTERISTIK DAN PERMASALAHAN PEDAGANG KAKI LIMA (PKL) ... construct street vendor database, (2) economic empowerment for the

121

Tabel 39. Pengeluaran Rata-rata per Kapita Menurut Kelompok Barang Non Makanan dan Golongan Pengeluaran per Kapita Sebulan di Kota Bogor Tahun 2010 (rupiah)

Non Makanan 2006 2007 2008 2009 2010

Perumahan dan fasilitas rumah tangga

140.879 132.107 193.827 219.109 222.436

Aneka barang dan jasa 57.120 56.112 103.353 88.475 91.855

Biaya pendidikan 17.756 16.243 26.527 34.700 16.081

Biaya kesehatan 9.109 5.353 23.059 16.744 28.349

Pakaian, alas kaki dan tutup kepala

11.221 12.661 18.474 18.785 21.274

Barang tahan lama 5.315 3.281 34.873 8.823 11.299

Pajak, pungutan dan asuransi

6.783 4.788 13.038 10.700 14.571

Keperluan Pesta dan upacara

2.206 1.361 - - 11.839

Jumlah 250.389 231.906 413.151 397.336 417.704 Sumber : Kota Bogor Dalam Angka 2011

4.12. Pendapatan Regional

Secara umum keadaan ekonomi Kota Bogor dapat dilihat dari laju

pertumbuhan PDRB menurut Lapangan Usaha Atas Dasar Harga Konstan. Laju

pertumbuhan ekonomi Kota Bogor tahun 2010 adalah sebesar 6,01%. Sektor

ekonomi di Kota Bogor tahun 2010 tetap didominasi oleh sektor perdagangan,

hotel dan restoran dengan kontribusi sebesar 38,04%, diikuti

oleh sektor industri pengolahan sebesar 25,57%.

Tabel 40. Produk Domestik Bruto (PDRB) Kota Bogor Menurut Lapangan Usaha Atas Dasar Harga Berlaku Tahun 2008 - 2010

Sektor 2008 2009* 2010**

1.Pertanian 22.265,70 24.008,43 25.916,73

2.Pertambangan Dan Penggalian 192,14 207,34 223,97

3. Industri Pengolahan 2.532.965,67 3.044.078,40 3.644.311,09

4. Listrik, Gas, Dan Air Bersih 214.413,78 245.221,37 281.368,13

5. Bangunan 575.020,92 653.511,28 744.153,29

6. Perdagangan, Hotel, Dan 3.955.080,82 4.528.576,95 5.228.757,94

Page 142: KARAKTERISTIK DAN PERMASALAHAN PEDAGANG KAKI … · KARAKTERISTIK DAN PERMASALAHAN PEDAGANG KAKI LIMA (PKL) ... construct street vendor database, (2) economic empowerment for the

122

Sektor 2008 2009* 2010**

7. Pengangkutan Dan 1.338.788,63 1.719.767,35 2.159.576,94

8. Keuangan, Persewaan, & Jasa Perusahaan

1.023.935,21 1.216.482,77 1.461.932,02

9. Jasa-Jasa 427.281,09 472.745,77 524.111,15

Produk Domestik Regional Bruto 10.089.943,96 11.904.599,66 14.070.351,26

Sumber : Kota Bogor Dalam Angka 2011 *) Angka Perbaikan **) Angka Sementara

Tabel 41. Produk Domestik Bruto (PDRB) Kota Bogor Menurut Lapangan Usaha Atas Dasar Harga Konstan Tahun 2008 - 2010

Sektor 2008 2009* 2010**

1.Pertanian 13.121,58 13.539,61 13.975,80

2.Pertambangan dan Penggalian 120,53 121,98 123,85

3.Industri Pengolahan* 1.197.768,02 1.273.762,00 1.355.090,75

4. Listrik, Gas, dan Air Bersih 136.829,56 146.236,51 156.395,94

5. Bangunan 299.804,17 312.096,14 324.954,50

6. Perdagangan, Hotel, Restoran 1.267.518,19 1.331.874,52 1.398.254,93

7.Pengangkutan dan Komunikasi 422.723,25 453.533,15 487.253,72

8. Keuangan, Persewaan, & Jasa Perusahaan

602.517,87 648.625,82 699.701,41

9. Jasa-Jasa 312.418,61 328.811,32 346.556,29

Produk Domestik Regional Bruto 4.252.821,78 4.508.601,05 4.782.307,18

Sumber : Kota Bogor Dalam Angka 2011 *) Angka Perbaikan **) Angka Sementara

Tabel 42. Laju Pertumbuhan PDRB Kota Bogor Menurut Lapangan Usaha Atas Dasar Harga Konstan Tahun 2008 - 2010

Sektor 2008 2009* 2010**

1. Pertanian 3,18 3,19 3,22

2. Pertambangan Dan Penggalian 1,88 1,20

3. Industri Pengolahan* 6,32 6,34 6,38

4. Listrik, Gas, Dan Air Bersih 6,82 6,87 6,95

Page 143: KARAKTERISTIK DAN PERMASALAHAN PEDAGANG KAKI … · KARAKTERISTIK DAN PERMASALAHAN PEDAGANG KAKI LIMA (PKL) ... construct street vendor database, (2) economic empowerment for the

123

Sektor 2008 2009* 2010**

6. Perdagangan, Hotel, Dan Restoran 5,18 5,08 4,98

7. Pengangkutan Dan Komunikasi 7,17 7,29 7,44

8. Keuangan, Persewaan, & Jasa Perusahaan 7,44 7,65 7,87

9. Jasa-Jasa 5,22 5,25 5,40

Produk Domestik Regional Bruto 5,98 6,01 6,07

Sumber : Kota Bogor Dalam Angka 2011

*) Angka Perbaikan **) Angka Sementara

4.13. Kemiskinan

Sama seperti wilayah-wilayah lain di Indonesia, Kota Bogor juga masih

bergelut dengan masalah kemiskinan, walaupun dari tahun ke tahun jumlah

penduduk miskin Kota Bogor mengalami penurunan dari 91.710 orang pada tahun

2009 menjadi 90.200 orang pada tahun 2010. Garis kemiskinan di Kota Bogor

tahun 2010 adalah RP 278.530,-.

Tabel .43. Jumlah, Persentase Penduduk Miskin, Garis Kemiskinan, Indeks Kedalaman dan Indeks Keparahan Kemiskinan di Kota Bogor Tahun 2009 – 2010

Rincian 2009 2010

Jumlah Penduduk miskin (000 Orang) 91,710 90,20

Persentase Penduduk Miskin (%) 8,82 9,47

Garis Kemiskinan (Rp/Kap/Bulan) 256.414 278.530

Indeks Kedalaman kemiskinan (P1) n.a 1,60

Indeks Keparahan Kemiskinan (P2) n.a 0,48

Sumber : Kota Bogor Dalam Angka 2011

Page 144: KARAKTERISTIK DAN PERMASALAHAN PEDAGANG KAKI … · KARAKTERISTIK DAN PERMASALAHAN PEDAGANG KAKI LIMA (PKL) ... construct street vendor database, (2) economic empowerment for the

BAB V

KARAKTERISTIK DAN PERMASALAHAN PEDAGANG KAKI LIMA

DI KOTA BOGOR

Ekonomi informal mengalami pertumbuhan sangat cepat di negara-negara

berkembang dan semakin menarik perhatian akademisi, peneliti, aktivis

pembangunan sosial dan perencana kebijakan. Secara umum diyakini bahwa

pertumbuhan yang cepat pada sektor ini dipengaruhi oleh meningkatnya

pengangguran di negara berkembang. Menurut ILO (2004), terbatasnya pekerjaan

sektor formal dan terbatasnya keterampilan menyebabkan pertumbuhan sektor

informal. Sektor informal terdiri dari aktivitas usaha skala kecil yang sebagian

besar belum mendapatkan pengakuan, tidak tercatat dan tidak teregulasi, termasuk

usaha kecil, usaha rumah tangga, sektor wiraswasta seperti PKL, pembersih,

penyemir sepatu, pedagang asongan, penjaja makanan, dan lain sebagainya.

Mengingat luasnya jenis usaha sektor informal, kajian terhadap semua jenis

usaha sektor ini tentunya banyak membutuhkan waktu, biaya, dan tenaga. Untuk

mendapatkan pemahaman lebih mendalam pada sektor ini, maka penelitian

difokuskan pada jenis usaha PKL. PKL merupakan jenis usaha yang umum

ditemukan pada sektor informal di kota, karena usaha ini relatif paling mudah

dimasuki serta berhadapan langsung dengan kebijakan perkotaan.

Aktivitas usaha PKL sangat beragam sehingga penelitian menyeluruh

terhadap aktivitas PKL akan sangat kompleks, membutuhkan waktu, biaya, dan

tenaga yang tidak sedikit. Dengan pertimbangan ini, penelitian ini hanya

membahas tiga tipologi PKL yang umum ditemukan di kota Bogor yaitu pasar

tumpah, pasar sayur malam, dan pasar kuliner.

Namun demikian, karena aktivitas PKL juga berhubungan dengan sektor

formal maka penelitian ini juga mengambil data pemasok dan pesaing bagi usaha

PKL. Pemasok dan pesaing umumnya adalah sektor formal berupa toko,

distributor atau pasar formal yang memasok kebutuhan barang dagangan PKL.

Data dari pemasok digunakan untuk mengetahui pengaruh PKL terhadap rantai

pasokan distribusi barang dan jasa, sedangkan data pesaing digunakan untuk

Page 145: KARAKTERISTIK DAN PERMASALAHAN PEDAGANG KAKI … · KARAKTERISTIK DAN PERMASALAHAN PEDAGANG KAKI LIMA (PKL) ... construct street vendor database, (2) economic empowerment for the

126

mengetahui kompetisi dengan usaha sejenis. Aktivitas PKL juga berhubungan

dengan masyarakat sekitar sehingga penelitian ini juga menggunakan masyarakat

sebagai responden untuk mengetahui persepsinya terhadap keberadaan PKL.

5.1. Distribusi Sampel dan Tipologi PKL

Total responden yang digunakan dalam penelitian ini adalah 180 responden

yang terdiri dari 120 responden untuk pelaku PKL, 9 responden pesaing, 6

responden pemasok, dan 45 responden masyarakat sekitar. Distribusi lokasi

pengambilan sampel penelitian (B11) disajikan pada Tabel 44.

Tabel. 44. Distribusi Lokasi Pengambilan Sampel PKL

No. Lokasi Responden Persen 1. Dewi Sartika 20 16,67

2. Jembatan merah 2 1,67

3. Mantarena 1 0,83

4. Merdeka 35 29,17

5. MA Salmun 6 5,00

7. Pasar Bogor 3 2,50

8. Pasar Anyar 25 20,83

9. Pajajaran 2 1,67

10. Pengadilan 1 0,83

11. Surya Kencana 24 20,00

12. Veteran 1 0,83

Total 120 100

Sumber : Data primer 2011 (diolah)

Data pada Tabel 44 menunjukkan bahwa mayoritas sampel diambil di tiga

lokasi utama konsentrasi PKL sesuai dengan tipologi yang dikaji yaitu di Dewi

Sartika (16,67 %), Merdeka (29,17 %) dan Pasar Anyar (20,83 %). Lokasi lain

pada umumnya terdapat di sekitar ketiga lokasi utama tersebut, kecuali Jalan

Pajajaran yang merupakan jalan utama di kota Bogor. Responden di Jalan

Pajajaran nampak agak terpisah dilihat dari posisinya terhadap tiga lokasi

konsentrasi. Hal ini dimaksudkan untuk menunjukkan bahwa PKL bukan hanya

terdapat di lokasi-lokasi khusus tetapi juga di lokasi-lokasi lainnya.

Page 146: KARAKTERISTIK DAN PERMASALAHAN PEDAGANG KAKI … · KARAKTERISTIK DAN PERMASALAHAN PEDAGANG KAKI LIMA (PKL) ... construct street vendor database, (2) economic empowerment for the

127

Berdasarkan tipologi PKL yang digunakan sebagai responden (B7), jumlah

responden untuk tiap tipologi adalah 40 responden sehingga totalnya adalah 120

responden. Data mengenai pengelompokan tipologi ditunjukkan pada Tabel 45.

Tabel 45 Tipologi Jenis Usaha PKL

No. Tipologi Jenis Usaha Jumlah Persen 1. Pasar tumpah 40 33,33

2. Pasar sayur mayur malam 40 33,33

3. Usaha kuliner 40 33,33

Total 120 100,00 Sumber : Data primer 2011 (diolah)

Menurut Mc. Gee dan Yeung (1977), jenis dagangan PKL sangat dipengaruhi

oleh aktivitas yang ada di sekitar kawasan di mana PKL tersebut beraktivitas.

Misalnya di suatu kawasan perdagangan, maka jenis dagangan yang ditawarkan

akan beranekaragam, bisa berupa makanan/minuman, barang kelontong, pakaian,

dan lain-lain.

5.2. Karakteristik Demografis

Analisis demografis dilakukan untuk memperoleh informasi mengenai

karakteristik responden pelaku PKL. Analisis ini mencakup jenis kelamin, umur,

tingkat pendidikan, pengeluaran per bulan, dan pekerjaan. Analisis ini berguna

untuk mengetahui trend demografis pelaku PKL saat ini.

5.2.1. Jenis Kelamin (A3)

Hasil perhitungan analisis demografis untuk jenis kelamin responden

disajikan pada Tabel 46 yang menunjukkan bahwa responden yang berjenis

kelamin laki-laki sebanyak 91,67 % (110 responden) sedangkan yang berjenis

kelamin perempuan sebanyak 8,33 % (10 responden).

Tabel 46. Jenis Kelamin Responden

No. Jenis Kelamin Jumlah Persen 1. Laki-laki 110 91,67

2. Perempuan 10 8,33

Total 120 100,00 Sumber : Data primer 2011 (diolah)

Page 147: KARAKTERISTIK DAN PERMASALAHAN PEDAGANG KAKI … · KARAKTERISTIK DAN PERMASALAHAN PEDAGANG KAKI LIMA (PKL) ... construct street vendor database, (2) economic empowerment for the

128

Hasil ini nampak wajar mengingat bahwa pada umumnya laki-laki adalah

kepala keluarga yang bertanggung jawab memberi nafkah keluarga. Perempuan

yang bekerja sebagai PKL lebih bersifat membantu suami dalam mencukupi

kebutuhan ekonomi keluarga.

Dominasi responden berjenis kelamin laki-laki juga ditunjukkan pada ketiga

tipologi PKL. Hasil analisis pada Tabel 47 menunjukkan bahwa responden laki-

laki mendominasi setiap tipologi dibandingkan perempuan. Mayoritas responden

pasar tumpah (90,00 %), pasar sayur malam (95,00 %), dan pasar kuliner (90,00

%) adalah laki-laki.

Tabel 47. Jenis Kelamin Responden Menurut Tipologi

No. Jenis Kelamin

Pasar Tumpah Pasar Sayur Malam Pasar Kuliner

Jumlah Persen Jumlah Persen Jumlah Persen

1. Laki-laki 36 90,00 38 95,00 36 90,00

2. Perempuan 4 10,00 2 5,00 4 10,00

Total 40 100,00 40 100,00 40 100,00 Sumber : Data primer 2011 (diolah)

5.2.2. Umur (A4)

Analisis demografis untuk umur responden dilakukan pada kelompok umur

17 sampai lebih dari 65 tahun. Kelompok umur ini merupakan kelompok umur

produktif yang melakukan aktivitas usaha dalam mencukupi ekonomi keluarga.

Hasil analisis demografis kelompok umur responden disajikan pada Tabel 48.

Tabel 48. Kelompok Umur Responden

No. Kelompok Umur (tahun) Jumlah Persen

1. ≤ 20 5 4,17

2. 20 - 30 39 32,50

3. 31 - 45 57 47,50

4. 46 - 65 18 15,00

5. > 65 1 0,83

Total 120 100,00 Sumber : Data primer 2011 (diolah)

Hasil analisis menunjukkan bahwa mayoritas responden berumur antara 31-

45 tahun sebesar 47,50 %. Urutan selanjutnya adalah kelompok umur 20-30

Page 148: KARAKTERISTIK DAN PERMASALAHAN PEDAGANG KAKI … · KARAKTERISTIK DAN PERMASALAHAN PEDAGANG KAKI LIMA (PKL) ... construct street vendor database, (2) economic empowerment for the

129

tahun (32,50 %), 46-65 tahun (15,00 %), ≤ 20 tahun (4,17 %), dan > 65 tahun

(0,83 %). Hasil ini menunjukkan bahwa mayoritas responden adalah kelompok

usia dewasa dan dipandang sudah memiliki pertimbangan yang rasional dalam

berusaha.

Kecenderungan serupa ditunjukkan dalam analisis kelompok umur responden

menurut tipologinya. Untuk ketiga tipologi, kelompok umur antara 31-45 tahun

mendominasi pasar tumpah (47,50 %), pasar sayur malam (55,00 %), dan pasar

kuliner (40,00 %). Kelompok umur responden menurut tipologi disajikan pada

Tabel 49.

Tabel 49. Kelompok Umur Responden menurut tipologi

No. Kelompok Umur

(tahun)

Tipologi

Pasar Tumpah Pasar Sayur Malam Pasar Kuliner

Jml % Jml % Jml %

1. ≤ 20 3 7,50 1 2,50 1 2,50

2. 20 - 30 14 35,00 12 30,00 13 32,50

3. 31 - 45 19 47,50 22 55,00 16 40,00

4. 46 - 65 4 10,00 5 12,50 9 22,50

5. > 65 0 0,00 0 0,00 1 2,50

Total 40 100,00 40 100,00 40 100,00

Sumber : Data Primer 2011 (diolah)

5.2.3. Status Perkawinan

Analisis demografis untuk status perkawinan responden disajikan pada Tabel

50. Hasil analisis menunjukkan bahwa mayoritas responden sudah menikah (72,50

%) dan sisanya (27,50 %) belum menikah.

Tabel 50. Status Perkawinan No. Status Perkawinan Jumlah Persen

1. Belum menikah 33 27,50

2. Menikah 87 72,50

Total 120 100,00

Sumber : Data primer 2011 (diolah)

Kecenderungan serupa juga ditunjukkan oleh ketiga tipologi dimana

mayoritas responden adalah sudah menikah. Hasil ini nampak konsisten dengan

Page 149: KARAKTERISTIK DAN PERMASALAHAN PEDAGANG KAKI … · KARAKTERISTIK DAN PERMASALAHAN PEDAGANG KAKI LIMA (PKL) ... construct street vendor database, (2) economic empowerment for the

130

hasil pada kelompok umur responden dimana mayoritas responden adalah

kelompok dewasa yang berada dalam usia pernikahan (Tabel 49). Hasil analisis

status perkawinan responden menurut tipologinya disajikan pada Tabel 51.

Tabel 51. Status Perkawinan menurut Tipologi PKL

No. Status Perkawinan

Pasar Tumpah Pasar Sayur Malam Pasar Kuliner

Jml % Jml % Jml % 1. Belum menikah 15 37,50 8 20,00 10 25,00 2. Menikah 25 62,50 32 80,00 30 75,00

Total 40 100,00 40 100,00 40 100,00 Sumber : Data primer 2011 (diolah)

Dari Tabel 51 nampak bahwa untuk tipologi pasar tumpah, sebanyak 62,50 %

sudah menikah, untuk pasar sayur malam sebanyak 80,00 % sudah menikah, dan

untuk pasar kuliner sebanyak 75,00 % sudah menikah.

5.2.4. Tingkat Pendidikan (A6)

Salah satu ciri dari sektor informal adalah rendahnya tingkat pendidikan para

pelakunya. Analisis demografis untuk tingkat pendidikan responden disajikan

pada Tabel 52.

Tabel 52. Tingkat Pendidikan Responden No. Tingkat Pendidikan Jumlah Persen

1. SD/sederajat 67 55,83

2. SMP/sederajat 37 30,83

3. SMA/sederajat 13 10,83

4. Akademi/sederajat 3 2,50

5. Sarjana 0 0,00

6. Pascasarjana 0 0,00

Total 120 100,00 Sumber : Data primer 2011 (diolah)

Tabel 52 menunjukkan bahwa mayoritas responden berpendidikan SD atau

sederajat yaitu sebesar 55,83 %. Urutan selanjutnya adalah SMP atau sederajat

(30,83 %), SMA atau sederajat (10,83 %), dan akademi atau sederajat (2,50 %).

Tidak terdapat responden dengan tingkat pendidikan sarjana dan pascasarjana.

Page 150: KARAKTERISTIK DAN PERMASALAHAN PEDAGANG KAKI … · KARAKTERISTIK DAN PERMASALAHAN PEDAGANG KAKI LIMA (PKL) ... construct street vendor database, (2) economic empowerment for the

131

Tabel 53. Tingkat Pendidikan Responden menurut Tipologi PKL

No Pendidikan Pasar tumpah Pasar Sayur

Malam Pasar Kuliner

Jml % Jml % Jml %

1 SD/sederajat 22 55,00 27 67,50 18 45,00

2 SMP/sederajat 12 30,00 13 32,50 12 30,00

3 SMA/sederajat 6 15,00 0 0,00 7 17,50

4 Akademi/sederajat 0 0,00 0 0,00 3 7,50

5 Sarjana 0 0,00 0 0,00 0 0,00

6 Pascasarjana 0 0,00 0 0,00 0 0,00

Total 40 100,00 40 100,00 40 100,00 Sumber : Data primer 2011 (diolah)

Berdasarkan tipologinya, dapat dilihat bahwa ketiga tipologi menunjukkan

kecenderungan yang sama dimana tingkat pendidikan dasar (SD atau sederajat)

mendominasi responden. Tingkat pendidikan untuk pasar kuliner lebih beragam

dimana terdapat 7,50 % responden berpendidikan akademi atau sederajat yang

kemungkinan disebabkan karena usaha kuliner membutuhkan skill khusus.

Tingginya persentase tingkat pendidikan SD menunjukkan bahwa mayoritas

responden pelaku PKL berpendidikan rendah. Hasil ini konsisten dengan hasil

penelitian Timalsina (2011) bahwa aktivitas PKL didominasi oleh migran dari

pedesaan dengan pendidikan dan skill rendah. Beberapa peneliti seperti Suharto

(2003) dalam studi PKL di Bandung, Budi (2006) dalam studi PKL di Pemalang,

Disperindagkop kota Bogor (2009) juga menunjukkan bahwa mayoritas PKL

berpendidikan setara SD.

5.2.5. Asal Responden (A7)

Analisis demografis asal responden dimaksudkan untuk mengetahui dampak

migrasi tenaga kerja terhadap pertumbuhan PKL di kota Bogor. Hasil analisis

asal kota responden disajikan pada Tabel 54.

Tabel 54. Asal Kota Responden No. Asal Kota Jumlah Persen

1. Kota Bogor 82 68,33 2. Luar kota Bogor 38 31,67 Total 120 100,00

Sumber : Data primer 2011 (diolah)

Page 151: KARAKTERISTIK DAN PERMASALAHAN PEDAGANG KAKI … · KARAKTERISTIK DAN PERMASALAHAN PEDAGANG KAKI LIMA (PKL) ... construct street vendor database, (2) economic empowerment for the

132

Hasil analisis menunjukkan bahwa mayoritas responden berasal dari kota

Bogor (68,33 %) dan sisanya (31,67%) berasal dari luar kota Bogor. Hasil ini

mengindikasikan bahwa banyak warga kota Bogor yang bekerja sebagai PKL

untuk mendukung aktivitas perekonomiannya. Meskipun hasil ini kurang

konklusif, tetapi menunjukkan bahwa profesi PKL bukan saja didominasi oleh

pekerja migran tetapi warga lokal juga turut menjalankan aktivitas ini.

Tabel 55. Asal Kota Responden menurut Tipologi PKL

No. Asal Kota Pasar Tumpah Pasar Sayur

Malam Pasar

Kuliner Jml % Jml % Jml %

1. Kota Bogor 33 82,50 29 72,50 20 50,00

2. Luar kota Bogor 7 17,50 11 27,50 20 50,00

Total 40 100,00 40 100,00 40 100,00 Sumber : Data Primer 2011 (diolah)

Hasil ini sejalan dengan temuan Disperindagkop (2010) dalam studi pemetaan

lokasi PKL di kota Bogor dimana sebanyak 76 % PKL berasal dari kota Bogor.

Hal ini menunjukkan bahwa mereka terlibat dalam usaha PKL karena adanya

kedekatan dengan akses berjualan.

5.2.6. Suku Bangsa (A8)

Hasil analisis demografis suku bangsa responden menunjukkan bahwa

mayoritas responden adalah suku Sunda (79,17 %), diikuti oleh suku Jawa (15,83

%), Padang (3,33 %), dan suku lainnya (1,67 %). Hasil analisis suku bangsa

responden disajikan pada Tabel 56.

Tabel 56. Suku Bangsa Responden

No Suku Bangsa Jumlah Persen 1 Jawa 19 15,83

2 Sunda 95 79,17

3 Batak 0 0,00

4 Padang 4 3,33

5 Lainnya 2 1,67

Total 120 100,00

Sumber : Data primer 2011 (diolah)

Page 152: KARAKTERISTIK DAN PERMASALAHAN PEDAGANG KAKI … · KARAKTERISTIK DAN PERMASALAHAN PEDAGANG KAKI LIMA (PKL) ... construct street vendor database, (2) economic empowerment for the

133

Berdasarkan tipologinya, suku bangsa responden menunjukkan

kecenderungan yang sama yaitu didominasi oleh suku Sunda. Hasil ini nampak

konsisten dengan Tabel 43 dimana mayoritas responden berasal dari kota Bogor

(Sunda). Namun perlu dipahami bahwa suku bangsa tidak selalu berkorelasi

dengan asal. Contoh, responden yang berasal dari kota Bogor tetapi suku bangsa

Jawa karena dia keturunan Jawa yang orang tuanya sudah lama menetap di Bogor

sehingga mempunyai KTP Bogor. Hasil analisis suku bangsa menurut tipologi

disajikan pada Tabel 57.

Tabel 57. Suku Bangsa Responden menurut Tipologi

No Suku Bangsa Pasar tumpah Pasar Sayur Malam Pasar Kuliner

Jml % Jml % Jml %

1 Jawa 4 10,00 1 2,50 14 35,00

2 Sunda 32 80,00 39 97,50 24 60,00

3 Batak 0 0,00 0 0,00 0 0,00

4 Padang 3 7,50 0 0,00 1 2,50

5 Lainnya 1 2,50 0 0,00 1 2,50

Total 40 100,00 40 100,00 40 100,00 Sumber : Data Primer 2011 (diolah)

5.2.7. Status dalam Keluarga (A9)

Analisis demografis responden juga dilakukan terhadap status responden

dalam keluarga. Hasil analisis menunjukkan bahwa mayoritas responden adalah

kepala rumah tangga (69,17 %). Hasil ini konsisten dengan Tabel 50 dimana

mayoritas responden sudah menikah. Bila di-crosscheck antara responden yang

belum menikah (33 responden) dengan status sebagai anggota keluarga, terlihat

bahwa sebanyak 4 responden yang sudah menikah ternyata masih menjadi

anggota keluarga. Hal ini disebabkan karena rumah tangga tersebut merupakan

rumah tangga baru sehingga belum memiliki Kartu Keluarga sendiri dan masih

menginduk pada orang tua. Hasil analisis status dalam keluarga disajikan pada

Tabel 58 dan perbandingan menurut tipologinya disajikan pada Tabel 59.

Page 153: KARAKTERISTIK DAN PERMASALAHAN PEDAGANG KAKI … · KARAKTERISTIK DAN PERMASALAHAN PEDAGANG KAKI LIMA (PKL) ... construct street vendor database, (2) economic empowerment for the

134

Tabel 58. Status Responden Dalam Keluarga

No. Status dalam Keluarga Jumlah Persen

1. Kepala rumah tangga 83 69,17

2. Anggota keluarga 37 30,83

Total 120 100,00 Sumber : Data primer 2011 (diolah)

Tabel 59. Status Responden Dalam Keluarga menurut Tipologi

No. Status dalam Keluarga Pasar Tumpah Pasar Sayur

Malam Pasar

Kuliner Jml % Jml % Jml %

1. Kepala rumah tangga 24 60,00 30 75,00 29 72,50

2. Anggota keluarga 16 40,00 10 25,00 11 27,50

Total 40 100,00 40 100,00 40 100,00 Sumber : Data primer 2011 (diolah)

5.2.8. Tanggungan dalam Keluarga (A10)

Responden bekerja bukan hanya untuk memenuhi kebutuhan ekonomi dirinya

sendiri tetapi juga untuk memenuhi kebutuhan ekonomi keluarga. Hasil analisis

tanggungan dalam keluarga disajikan pada Tabel 60.

Tabel 60. Tanggungan dalam Keluarga

No. Tanggungan Jumlah Persen

1. Punya tanggungan 71 59,17

2. Tidak punya tanggungan 49 40,83

Total 120 100,00 Sumber : Data primer 2011 (diolah)

Tabel 60 menunjukkan bahwa mayoritas responden (59,17 %) memiliki

tanggungan dalam keluarga. Jika di-crosschek dengan Tabel 46 maka terlihat

bahwa sebagian responden yang berstatus sebagai anggota keluarga memiliki

tanggungan keluarga. Tanggungan tersebut dapat berupa orang tua atau kerabat.

Hasil analisis lebih lanjut menunjukkan bahwa dari 71 responden yang

menyatakan memiliki tanggungan, secara rata-rata responden menyatakan

memiliki tanggungan lebih dari 3 orang (62,50 %). Hasil ini sedikit lebih rendah

dibandingkan dengan temuan Disperindagkop (2010) bahwa rata-rata PKL kota

Bogor memiliki tanggungan sebanyak 4 orang. Jumlah tanggungan akan

berimplikasi kepada beban ekonomi. Semakin banyak tanggungan maka semakin

Page 154: KARAKTERISTIK DAN PERMASALAHAN PEDAGANG KAKI … · KARAKTERISTIK DAN PERMASALAHAN PEDAGANG KAKI LIMA (PKL) ... construct street vendor database, (2) economic empowerment for the

135

besar beban ekonomi yang harus dipenuhi. Hasil analisis jumlah tanggungan

keluarga responden disajikan pada Tabel 61.

Tabel 61. Jumlah Tanggungan dalam Keluarga No. Tanggungan Jumlah Persen

1. ≤ 2 orang 39 54,93

2. > 2 orang 32 45,07

Total 71 100,00 Sumber : Data primer 2011 (diolah)

5.2.9. Pendidikan Tertinggi dalam Keluarga (A12)

Analisis berikutnya diarahkan pada tingkat pendidikan tertinggi yang

dicapai dalam keluarga responden. Hasil analisis menunjukkan bahwa dari 96

responden yang memberikan jawaban, mayoritas tingkat pendidikan tertinggi

yang dicapai dalam keluarga adalah SMA atau sederajat (35,42 %). Sebanyak

23,96 % responden menyatakan dapat menyekolahkan tanggungannya sampai ke

akademi atau sederajat, dan sebagian kecil (3,13 %) bahkan mampu

menyekolahkan sampai tingkat sarjana.

Tabel 62. Tingkat Pendidikan Tertinggi dalam Keluarga No. Tingkat Pendidikan Jumlah Persen

1. SD/sederajat 13 13,54

2. SMP/sederajat 23 23,96

3. SMA/sederajat 34 35,42

4. Akademi/sederajat 23 23,96

5. Sarjana 3 3,13

6. Pascasarjana 0 0,00

Total 96 100,00 Sumber : Data Primer 2011 (diolah)

Hasil ini kontradiktif dengan temuan Suharto (2003) pada studi PKL di kota

Bandung bahwa mayoritas (80 %) PKL masih dikategorikan miskin dan rentan,

bahkan menurut pandangan umum pekerjaan PKL sebagai sektor inferior

dibandingkan sektor formal dan seringkali dikaitkan dengan faktor kemiskinan

perkotaan. Faktanya, mereka mampu menyekolahkan anak pada pendidikan

menengah sampai tinggi sehingga mereka tidak dapat dikatakan miskin.

Page 155: KARAKTERISTIK DAN PERMASALAHAN PEDAGANG KAKI … · KARAKTERISTIK DAN PERMASALAHAN PEDAGANG KAKI LIMA (PKL) ... construct street vendor database, (2) economic empowerment for the

136

5.2.10. Kondisi Kesehatan (A13)

Kondisi kesehatan keluarga PKL didekati dengan pertanyaan mengenai

jumlah keluarga yang sakit selama tiga bulan terakhir. Pertanyaan ini juga

digunakan untuk mengetahui kontribusi PKL terhadap pembangunan kota Bogor

dalam analisis regresi pada bagian pembahasan berikutnya. Hasil analisis kondisi

kesehatan keluarga PKL dalam tiga bulan terakhir disajikan pada Tabel 63.

Tabel 63. Kondisi Kesehatan Keluarga PKL selama 3 bulan terakhir No. Kondisi Kesehatan Jumlah Persen

1. Ya 45 37,50

2. Tidak 75 62,50

Total 120 100,00 Sumber : Data primer 2011 (diolah)

Hasil analisis menunjukkan mayoritas responden (62,50 %) menyatakan

bahwa selama tiga bulan terakhir tidak ada keluarga yang sakit dan 37,50 %

menyatakan ada sebagian anggota keluarga yang sakit. Hasil ini menunjukkan

bahwa tingkat kesehatan responden secara umum cukup baik.

Perbandingan antar tipologi menunjukkan kecenderungan serupa dimana

mayoritas responden menyatakan tidak ada keluarga yang sakit dalam tiga bulan

terakhir. Untuk tipologi pasar kuliner, mayoritas responden (55,00 %)

menyatakan bahwa terdapat keluarga yang sakit selama tiga bulan terakhir meski

jumlahnya tidak jauh berbeda dengan yang menyatakan tidak ada keluarga yang

sakit. Hasil analisis kondisi kesehatan keluarga menurut tipologi disajikan pada

Tabel 64.

Tabel 64. Kondisi Kesehatan Keluarga Menurut Tipologi

No. Keberadaan Anggota Keluarga yang Sakit

Pasar Tumpah Pasar Sayur Malam

Pasar Kuliner

Jml % Jml % Jml %

1. Ya 13 32,50 10 25,00 22 55,00

2. Tidak 27 67,50 30 75,00 18 45,00

Total 40 100,00 40 100,00 40 100,00 Sumber : Data primer 2011 (diolah)

Tidak semua responden bersedia menyebutkan rata-rata pengeluaran

kesehatan per bulan (A14). Sebanyak 40 responden memberikan respon terhadap

Page 156: KARAKTERISTIK DAN PERMASALAHAN PEDAGANG KAKI … · KARAKTERISTIK DAN PERMASALAHAN PEDAGANG KAKI LIMA (PKL) ... construct street vendor database, (2) economic empowerment for the

137

biaya pengobatan. Asumsi kisaran biaya pengobatan adalah sakit ringan ke dokter

umum atau hanya membeli obat ringan ke apotik/toko adalah kurang dari Rp

30.000,-/bulan, sakit sedang antara Rp 30.000,- sampai Rp 100.000,-/bulan, dan

sakit berat lebih dari Rp 100.000,-/bulan. Hasil analisis menunjukkan bahwa

mayoritas responden (47,50 %) mengeluarkan biaya pengobatan kurang dari Rp

30.000,-/bulan. Hasil ini menunjukkan bahwa sakit yang dialami anggota

keluarga umumnya berupa sakit ringan seperti flu, pusing, demam, dan lain-lain

yang hanya membutuhkan obat-obatan ringan. Hasil analisis biaya berobat

disajikan pada Tabel 65.

Tabel 65. Biaya Berobat Responden No. Biaya Berobat (Rp) Jumlah Persen

1. ≤ 30.000 19 47,50

2. 30.000 - 100.000 15 37,50

3. >100.000 6 15,00

Total 40 100,00 Sumber : Data primer 2011 (diolah)

Analisis lebih lanjut terhadap kondisi kesehatan keluarga responden

diarahkan pada pertanyaan frekuensi sakit dalam tiga bulan terakhir (A15). Hasil

perhitungan menunjukkan bahwa frekuensi sakit per bulan rata-rata adalah 1,6.

kali per keluarga. Merujuk pada hasil biaya berobat, sakit tersebut adalah sakit

ringan dan dapat diobati dengan obat-obatan yang umum tersedia di pasar.

5.2.11. Kondisi Ekonomi (A16)

Sektor informal seringkali dikaitkan dengan kemiskinan perkotaan sehingga

pertanyaan berikutnya diarahkan pada salah satu indikator kemiskinan yang

digunakan di Indonesia yaitu Bantuan Langsung Tunai (BLT). BLT adalah

kompensasi berupa transfer cash akibat dicabutnya subsidi bahan bakar minyak

bagi keluarga kurang mampu, yang diberikan per tiga bulan. Meski banyak

diperdebatkan BLT tetap berjalan sesuai dengan kebijakan pemerintah. BLT

menjadi salah satu indikator apakah suatu keluarga dikatakan kurang mampu atau

tidak. Salah satu indikator penerima BLT adalah berpendapatan kurang dari Rp

600.000,- per bulan. Hasil analisis responden sebagai penerima BLT disajikan

pada Tabel 66.

Page 157: KARAKTERISTIK DAN PERMASALAHAN PEDAGANG KAKI … · KARAKTERISTIK DAN PERMASALAHAN PEDAGANG KAKI LIMA (PKL) ... construct street vendor database, (2) economic empowerment for the

138

Tabel 66. Responden Penerima BLT

No. Mendapatkan BLT Jumlah Persen

1. Ya 7 5,83

2. Tidak 113 94,17

Total 120 100,00 Sumber : Data primer 2011 (diolah)

Hasil analisis menunjukkan bahwa sebanyak 94,17% responden tidak

menerima atau bukan penerima BLT. Hasil analisis tersebut mengejutkan dan

kontradiktif dengan pandangan umum bahwa PKL berhubungan dengan

kemiskinan. Suharto (2003) menemukan bahwa mayoritas (80%) PKL masih

dikategorikan miskin dan rentan. Dengan referensi indikator manusia dan modal

sosial, PKL dapat dikategorikan tidak ‘miskin’ karena memiliki pendidikan dasar

mencukupi dan akses terhadap jasa kesehatan dan fasilitas perumahan, meski

propensitas dalam aktivitas sosial rendah. Pendekatan dalam analisis ini digunakan

dengan asumsi bahwa penerima BLT adalah keluarga miskin.

5.3. Karakteristik Usaha

PKL sekarang bukan lagi sebagai pekerjaan sampingan tetapi sudah menjadi

pekerjaan utama sebagian masyarakat. Untuk lebih mengetahui kondisi usaha

PKL maka beberapa pertanyaan yang terkait dengan karakteristik usaha diajukan

kepada responden. Pertanyaan tersebut adalah : usaha sebelum menjadi PKL

(B1), motivasi menjadi PKL (B2), lama menjadi PKL (B3), pernah berusaha di

tempat lain (B4), alasan pemilihan lokasi PKL (B5), jenis barang dagangan (B6),

tipologi (B7), prasaranan usaha (B8), pengelompokan usaha (B9), waktu usaha

(B10), lokasi nama jalan tempat usaha (B11), tempat usaha (B12), luas

penggunaan tempat (B13), kondisi kebersihan lokasi usaha (B14), posisi lokasi

usaha (B15), usaha serupa di tempat lain (B16), jumlah usaha di tempat lain (B17)

dan registrasi usaha (B18).

Untuk kepentingan pembahasan, pertanyaan tipologi (B7) dan lokasi nama

jalan tempat usaha (B11) dibahas terpisah di bagian atas pada distribusi sampel

dan tipologi PKL.

Page 158: KARAKTERISTIK DAN PERMASALAHAN PEDAGANG KAKI … · KARAKTERISTIK DAN PERMASALAHAN PEDAGANG KAKI LIMA (PKL) ... construct street vendor database, (2) economic empowerment for the

139

5.3.1. Usaha/Pekerjaan sebelum Menjadi PKL

Usaha PKL menjadi alternatif bagi mereka yang tidak mendapatkan posisi

pekerjaan di sektor formal. PKL sebagai bagian dari sektor informal muncul ke

permukaan karena sektor formal tidak memberikan ruang lingkup yang cukup

sehingga kegiatan ekonomi berlangsung di luar sektor yang terorganisir. Hasil

analisis usaha responden sebelum menjadi PKL disajikan pada Tabel 67.

Tabel 67. Usaha Sebelum menjadi PKL (B1) No. Usaha sebelum PKL Jumlah Persen

1. Tidak punya usaha 46 38,33

2. Karyawan swasta 25 20,83

3. Pedagang kios pasar 7 5,83

4. Usaha di rumah 12 10,00

5. Lainnya (kuli, asongan, sayur) 30 25,00

Total 120 100,00 Sumber : Data primer 2011 (diolah)

Hasil analisis menunjukkan bahwa mayoritas responden (38,33 %)

menyatakan tidak mempunyai usaha sebelum menjadi PKL. Hasil analisis ini

sejalan dengan pandangan Bromley (dalam Manning dan Effendi, 1996) yang

menyatakan bahwa usaha PKL merupakan jenis pekerjaan yang penting dan

relatif khas dalam sektor informal di kota. Kekhususan tersebut dikarenakan usaha

ini relatif paling mudah dimasuki.

Hasil analisis juga menunjukkan meski masih dikategorikan PKL, banyak

responden memiliki usaha lain (25,00 %) berganti usaha ke tiga tipologi yang

digunakan dalam analisis penelitian ini yang mungkin lebih menguntungkan dari

sisi pendapatannya. Hasil ini mengindikasikan bahwa sebenarnya PKL sudah

memiliki jiwa kewirausahaan sehingga sangat paham akan usahanya, jika

dirasakan kurang menguntungkan akan berganti ke usaha PKL lain.

Hasil analisis juga menunjukkan bahwa sebanyak 20,83 % responden

sebelumnya bekerja di sektor formal (karyawan swasta). Perpindahan menjadi

PKL disebabkan oleh pemutusan hubungan kerja (PHK) yang terjadi secara masif

selama krisis ekonomi pada pertengahan tahun 1997 dan 1998. Alasan lain

terkait dengan rendahnya upah bagi pekerja kelas buruh di Indonesia. Upah

Page 159: KARAKTERISTIK DAN PERMASALAHAN PEDAGANG KAKI … · KARAKTERISTIK DAN PERMASALAHAN PEDAGANG KAKI LIMA (PKL) ... construct street vendor database, (2) economic empowerment for the

140

minimum regional untuk kota Bogor pada tahun 2011 tercatat sebesar Rp

1.172.060,-. Pemerintah Indonesia telah menetapkan kebijakan Upah Minimum

Regional dan Upah Minimum Propinsi tetapi dirasakan masih kurang mencukupi

tuntutan kebutuhan ekonomi yang terus meningkat.

Sebanyak 10 % responden memiliki usaha di rumah sebelum menjadi PKL.

Karakteristik usaha di rumah sangat berbeda dengan usaha PKL yang langsung

berhubungan dengan konsumen meski dari sisi tempat usaha lebih ada jaminan.

Sebanyak 5,83 % responden menyatakan bekerja sebagai pedagang kios pasar

sebelum menjadi PKL. Mereka menjadi PKL disebabkan oleh: Pertama, terjadi

kebakaran Pasar Anyar sehingga banyak pedagang kios pasar yang kehilangan

tempat usaha. Kedua, meningkatnya biaya sewa kios pasar resmi sehingga

mereka tidak mampu menutup biaya sewa untuk usahanya. Ketiga, semakin

longgarnya penertiban kawasan PKL yang dilakukan Pemerintah Kota Bogor.

5.3.2. Motivasi Menjadi PKL (B2)

Beragam motif mendasari responden untuk menjadi PKL. Untuk mengetahui

jawaban motivasi ini maka responden dapat memberikan lebih dari satu jawaban

terhadap pertanyaan ini sehingga total diperoleh 123 jawaban. Hasil analisis

menunjukkan bahwa mayoritas responden memilih bekerja sebagai PKL karena

lebih menguntungkan (29,27 %) dibandingkan usaha lain yang dapat mereka

lakukan.

Tabel 68. Motivasi Menjadi PKL

No. Motivasi Menjadi PKL Jumlah Persen

1. Menganggur 28 22,76

2. PHK 7 5,69

3. Usaha lebih menguntungkan 36 29,27

4. Merintis usaha lebih besar 28 22,76

5. Modal usaha ringan atau kecil 24 19,51

Total 123 100,00 Sumber : Data primer 2011 (diolah)

Tabel 68 juga menunjukkan bahwa sebanyak 22,76 % responden memiliki

motivasi merintis usaha lebih besar. Ini menunjukkan bahwa mereka memiliki

harapan untuk mengembangkan usaha dimana aktivitas PKL digunakan sebagai

Page 160: KARAKTERISTIK DAN PERMASALAHAN PEDAGANG KAKI … · KARAKTERISTIK DAN PERMASALAHAN PEDAGANG KAKI LIMA (PKL) ... construct street vendor database, (2) economic empowerment for the

141

batu loncatan. Hal ini dapat terwujud bila Pemerintah Kota lebih memperhatikan

kapasitas mereka dalam berusaha. Banyak contoh PKL yang sekarang memiliki

usaha lebih besar.

Sebagian responden menjadi PKL karena menganggur (22,76 %) dan karena

PHK (5,69 %). Hasil ini mengindikasikan bahwa PKL mampu menjadi pekerjaan

alternatif bagi mereka yang tidak memiliki pekerjaan atau mereka yang terkena

PHK di tempat kerjanya.

Survei Disperindagkop (2010) menemukan bahwa mayoritas PKL memiliki

keinginan berdagang dari diri sendiri (66 %), diajak keluarga (23 %), diajak teman

(10 %), dan lainnya (1 %). Dari sisi pajak dan regulasi, Schneider (2002)

menemukan bahwa orang menjalankan ekonomi informal dengan beragam alasan,

di antara yang terpenting adalah tindakan pemerintah, terutama pajak dan regulasi.

5.3.3. Lama Menjadi PKL (B3)

Berdasarkan lama menjadi PKL, mayoritas responden telah menggeluti usaha

ini lebih dari 5 tahun (47,50 %). Sebanyak 52 responden (43,33 %) menyatakan

bahwa mereka telah mulai membuka usaha kaki lima antara 1-5 tahun dan

sebanyak 9,17 % responden menjalankan usahanya kurang dari setahun. Hasil ini

mengindikasikan bahwa kegiatan usaha kaki lima bukan lagi menjadi pekerjaan

sampingan tetapi alternatif mata pencaharian utama yang dapat menjaga

kelangsungan hidup keluarga PKL. Hasil analisis lama menjadi PKL disajikan

pada Tabel 69.

Tabel 69. Lama Menjadi PKL

No. Lama Menjadi PKL Jumlah Persen

1. ≤ 1 tahun 11 9,17

2. 1 - 5 tahun 52 43,33

3. >5 tahun 57 47,50

Total 120 100,00 Sumber : Data Primer 2011 (diolah)

Di satu sisi, lama menjadi PKL juga menunjukkan bahwa usaha PKL dapat

memberikan pendapatan yang mencukupi bagi pelaku PKL dan di sisi lain

mengindikasikan bahwa belum tersedia lapangan kerja yang lebih baik bagi

pelaku PKL.

Page 161: KARAKTERISTIK DAN PERMASALAHAN PEDAGANG KAKI … · KARAKTERISTIK DAN PERMASALAHAN PEDAGANG KAKI LIMA (PKL) ... construct street vendor database, (2) economic empowerment for the

142

5.3.4. Keberadaan Usaha di Tempat Lain (B4)

Eksplorasi lebih lanjut terhadap pernah-tidaknya responden berusaha atau

berjualan di tempat lain menunjukkan bahwa mayoritas responden (55,00 %)

pernah berjualan di tempat lain dan sisanya (45,00 %) belum pernah berusaha di

tempat lain. Dengan kata lain mereka berpindah ke lokasi sekarang. Perpindahan

ini karena penggusuran, lokasi yang lebih ramai dan menguntungkan, lebih dekat

dengan tempat tinggal atau alasan-alasan lain. Hasil analisis pernah-tidaknya

responden berusaha atau berjualan di tempat lain disajikan pada Tabel 70.

Tabel 70. Pernah-Tidaknya Responden Berusaha atau Berjualan di Tempat Lain

No. Pernah Usaha di Tempat Lain Jumlah Persen

1. Ya 66 55,00

2. Tidak 54 45,00 Total 120 100,00

Sumber : Data primer 2011 (diolah)

5.3.5. Pemilihan Lokasi (B5)

Keberhasilan usaha PKL sangat tergantung pada keputusan pemilihan lokasi.

Untuk mengetahui kisaran jawaban yang lebih luas, maka responden dapat

menjawab lebih dari satu jawaban. Hasil analisis faktor pemilihan lokasi

disajikan pada Tabel 71.

Tabel 71. Alasan Pemilihan Lokasi Seluruh Sampel No. Alasan Memilih Lokasi Jumlah Persen

1. Ramai/sering dikunjungi pembeli 80 44,44

2. Pendapatan memuaskan 17 9,44

3. Biaya transportasi murah/dekat rumah 33 18,33

4. Berkumpul dengan usaha sejenis 10 5,56

5. Tidak mampu beli kios 25 13,89

6. Kios resmi penuh 3 1,67

7. Lainnya 12 6,67

Total 180 100,00 Sumber : Data primer 2011 (diolah)

Hasil analisis pada Tabel 71 menunjukkan bahwa mayoritas responden (44,44

%) memilih lokasi dengan pertimbangan ramai atau sering dikunjungi pembeli.

Urutan berikutnya adalah biaya transportasi murah/dekat rumah (18,33 %), tidak

Page 162: KARAKTERISTIK DAN PERMASALAHAN PEDAGANG KAKI … · KARAKTERISTIK DAN PERMASALAHAN PEDAGANG KAKI LIMA (PKL) ... construct street vendor database, (2) economic empowerment for the

143

mampu membeli kios (13,89 %), pendapatan memuaskan (9,44 %), pertimbangan

lainnya (6,67 %), berkumpul dengan usaha sejenis (5,56 %), dan kios resmi penuh

(1,67 %).

Pertimbangan ramai atau sering dikunjungi pembeli paling banyak menjadi

alasan responden. Hal ini berkaitan dengan salah satu fungsi pemasaran, yaitu

mendekatkan komoditi pada konsumen (place utility). Dengan demikian, aktivitas

kegiatan perdagangan sektor informal akan hadir di lokasi-lokasi keramaian

seperti pada kawasan perdagangan, perkantoran, pendidikan, perumahan, dan

lokasi-lokasi strategis lainnya. Bromley dalam Manning dan Effendi (1996)

menggunakan studi pedagang sektor informal di Cali, Colombo, menyatakan

bahwa para pedagang sektor informal dijumpai di semua sektor kota, terutama

berpusat di tengah kota dan pusat-pusat hiburan lainnya ketika ada pertunjukan,

sehingga menarik sejumlah besar penduduk.

Kecenderungan penggunaan ruang kota bagi aktivitas usaha PKL tidak lepas

dari keberadaan sektor formal di suatu lokasi. McGee dan Yeung (1977)

menyatakan bahwa pada umumnya PKL cenderung berlokasi secara

mengelompok pada area yang memiliki tingkat intensitas aktivitas yang tinggi,

seperti pada simpul-simpul jalur transportasi atau lokasi-lokasi yang memiliki

aktivitas hiburan, pasar, maupun ruang terbuka.

Studi yang dilakukan oleh Joedo (1977) dalam Widjajanti (2000) menemukan

bahwa lokasi yang diminati aktivitas perdagangan sektor informal, mempunyai

ciri-ciri sebagai berikut :

1. Terdapat akumulasi orang yang melakukan kegiatan bersama-sama pada

waktu yang relatif sama sepanjang hari. Ciri ini bisa kita jumpai di lokasi-

lokasi perdagangan, pendidikan, dan perkantoran.

2. Berada pada kawasan tertentu yang merupakan pusat kegiatan perekonomian

kota dan pusat non ekonomi perkotaan, tetapi sering dikunjungi dalam

jumlah besar. Kondisi ini merupakan ciri dari lokasi-lokasi wisata atau ruang-

ruang rekreatif kota, seperti taman kota dan lapangan olah raga yang biasa

ramai di hari libur.

3. Mempunyai kemudahan untuk terjadinya hubungan antara pedagang dengan

calon pembeli, walaupun dilakukan dalam ruang yang relatif sempit.

Page 163: KARAKTERISTIK DAN PERMASALAHAN PEDAGANG KAKI … · KARAKTERISTIK DAN PERMASALAHAN PEDAGANG KAKI LIMA (PKL) ... construct street vendor database, (2) economic empowerment for the

144

4. Tidak memerlukan ketersediaan fasilitas dan utilitas pelayanan umum.

Transportasi murah/dekat rumah juga menjadi pertimbangan responden dalam

memilih lokasi usaha. Hasil penelitian Rachbini dan Hamid (1994) mengenai PKL

di Jakarta dan Surabaya mengemukakan bahwa ada korelasi yang tinggi antara tingkat

mobilitas tempat usaha dengan mobilitas tempat tinggal. Dengan kata lain mobilitas

tempat tinggal terjadi karena mobilitas tempat usaha dan bukan sebaliknya. Massa

pedagang dan jasa informal harus mengikuti dan bertempat tinggal di mana saja dan

ke mana gerobak alat dagangannya akan dipangkalkan. Mereka harus dekat dengan

tempat usaha. Jika tidak, mereka akan dililit oleh masalah ongkos transportasi dan

kesulitan-kesulitan lain menyangkut cara membawa dan menyimpan alat-alat

usahanya.

Dalam teori lokasi yang mengemukakan tentang transportasi disebutkan bahwa

penting untuk menentukan lokasi sehingga diperoleh biaya angkutan minimum

(Djojodipuro, 1992). Hal ini berkaitan pula dengan ketersediaan sarana transportasi,

baik bagi PKL bersangkutan maupun bagi pembeli/konsumen. Aktivitas

perekonomian kota umumnya merupakan tempat yang mudah dijangkau oleh

masyarakat dan pelaku kegiatan.

5.3.6. Jenis Barang Dagangan (B6) Jenis barang dagangan PKL sangat dipengaruhi oleh aktivitas yang ada di sekitar

kawasan di mana pedagang tersebut beraktivitas. Misalnya di suatu kawasan

perdagangan, maka jenis dagangan yang ditawarkan akan beranekaragam, bisa berupa

makanan/minuman, barang kelontong, pakaian, dan lain-lain. Jenis dagangan yang

ditawarkan oleh PKL dapat dikelompokkan menjadi 4 kelompok utama, yaitu :

1. Makanan yang tidak dan belum diproses, termasuk di dalamnya makanan mentah

seperti daging, buah-buahan, dan sayuran.

2. Makanan siap saji, seperti nasi dan lauk-pauk serta minuman.

3. Barang bukan makanan, mulai dari tekstil hingga obat-obatan.

4. Jasa, yang terdiri dari beragam aktivitas, misalnya tukang potong rambut dan lain

sebagainya.

Hasil analisis jenis barang dagangan PKL untuk tiga tipologi PKL disajikan pada

Tabel 72.

Page 164: KARAKTERISTIK DAN PERMASALAHAN PEDAGANG KAKI … · KARAKTERISTIK DAN PERMASALAHAN PEDAGANG KAKI LIMA (PKL) ... construct street vendor database, (2) economic empowerment for the

145

Tabel 72. Jenis Barang Dagangan PKL

No. Jenis Barang Dagangan Jumlah Persen

1. Sayur- mayur 51 42,50

2. Makanan/lauk-ppauk mentah 11 9,17

3. Bumbu dapur 4 3,33

4. Makanan/minuman jadi 36 30,00

5. Asesoris 1 0,83

6. Lainnya 17 14,17

Total 120 100,00 Sumber : Data primer 2011 (diolah)

Hasil analisis menunjukkan bahwa mayoritas pedagang (42,50 %) memilih

berdagang sayur-mayur, diikuti oleh makanan/minuman jadi (30,00 %), barang

dagangan lainnya (14,17 %), makanan/lauk-pauk mentah (9,17 %), bumbu dapur

(3,33 %), dan asesoris (0,83 %). Hasil ini konsisten dengan tipologi pedagang

yang digunakan sebagai populasi penelitian yaitu pasar tumpah dengan jenis

barang dagangan beragam (jenis barang dagangan lainnya), pasar sayur malam

(jenis barang dagangan sayur-mayur), dan pasar kuliner (jenis barang dagangan

makanan/lauk-pauk mentah dan makanan/minuman jadi).

5.3.7. Jenis Sarana Usaha yang Digunakan (B8)

Bentuk sarana perdagangan yang digunakan oleh PKL dalam menjalankan

aktivitasnya sangat bervariasi. Hasil penelitian yang dilakukan oleh McGee dan

Yeung (1977) di kota-kota di Asia Tenggara menunjukkan bahwa pada umumnya

bentuk sarana tersebut sangat sederhana dan biasanya mudah untuk dipindah atau

dibawa dari satu tempat ke tempat lain dan dipengaruhi oleh jenis dagangan yang

dijual.

Hasil analisis terhadap tiga tipologi PKL (Tabel 73) menunjukkan bahwa

mayoritas responden (49,17 %) menggunakan gelaran atau hamparan dalam

berdagang. Gelaran atau alas tersebut berupa tikar, terpal, kain atau lainnya untuk

menjajakan dagangan. Pedagang PKL tipe ini dapat dikategorikan dalam aktivitas

semi permanen (semi static).

Page 165: KARAKTERISTIK DAN PERMASALAHAN PEDAGANG KAKI … · KARAKTERISTIK DAN PERMASALAHAN PEDAGANG KAKI LIMA (PKL) ... construct street vendor database, (2) economic empowerment for the

146

Tabel 73. Sarana Usaha yang Digunakan PKL

No. Sarana Usaha Jumlah Persen

1. Warung tenda 23 19,17

2. Gerobak/kereta dorong 30 25,00

3. Pikulan/keranjang 6 5,00

4. Gelaran/hamparan 59 49,17

5. Kios 0 0,00

6. Sementara 1 0,83

7. Lainnya: mobil, sepeda, dan lain-lain 1 0,83

Total 120 100,00 Sumber : Data primer 2011 (diolah)

Sebanyak 25,00 % responden menggunakan gerobak atau kereta dorong .

Bentuk sarana ini terdiri dari 2 macam, yaitu gerobak/kereta dorong tanpa atap dan

gerobak/kereta dorong yang beratap untuk melindungi barang dagangan dari

pengaruh cuaca. Bentuk ini dapat dikategorikan sebagai aktivitas PKL yang permanen

(static) atau semi permanen (semi static), dan umumnya dijumpai pada PKL yang

berjualan makanan, minuman, dan rokok. Dikelompokkan permanen jika

gerobak/kereta dorong tersebut tidak dipindah-pindah atau menetap dan dikatakan

semi permanen jika berpindah-pindah.

Warung tenda juga banyak digunakan sebagai sarana usaha (19,17 %).

Gerobak/kereta dorong diatur sedemikian rupa secara berderet dan dilengkapi dengan

kursi dan/atau meja. Bagian atap dan sekelilingnya biasanya ditutup dengan

pelindung yang terbuat dari plastik, terpal atau lainnya yang tidak tembus air.

Berdasarkan sarana usaha tersebut, PKL demikian dapat dikategorikan sebagai

pedagang permanen (static) yang umumnya untuk jenis dagangan makanan dan

minuman.

Sebagian PKL (5,00 %) menggunakan pikulan/keranjang. Bentuk sarana

perdagangan ini digunakan oleh PKL keliling (mobile hawkers) atau semi permanen

(semi static), yang sering dijumpai pada PKL yang berjualan beragam jenis barang

dan minuman. Bentuk ini dimaksudkan agar barang dagangan mudah dibawa atau

dipindah tempat.

Tidak terdapat PKL yang menggunakan sarana kios (0,00 %). Bentuk sarana

PKL ini menggunakan papan-papan yang diatur sedemikian rupa sehingga

Page 166: KARAKTERISTIK DAN PERMASALAHAN PEDAGANG KAKI … · KARAKTERISTIK DAN PERMASALAHAN PEDAGANG KAKI LIMA (PKL) ... construct street vendor database, (2) economic empowerment for the

147

menyerupai sebuah bilik semi permanen dan si pedagang juga tinggal di tempat

tersebut. PKL ini dapat dikategorikan sebagai pedagang menetap (static).

Sarana lain seperti mobil, sepeda, dan lain-lain juga digunakan oleh PKL

(0,83 %). Bentuk sarana ini digunakan oleh PKL keliling (mobile hawkers) atau

semi permanen (semi static) yang berpindah-pindah lokasi untuk mencari konsumen.

5.3.8. Pola Penyebaran PKL (B9) Berdasarkan pola penyebarannya, aktivitas PKL dapat dikelompokkan dalam 2

pola, yaitu berkelompok dengan usaha sejenis dan bercampur dengan usaha jenis lain.

Hasil analisis pola penyebaran PKL disajikan pada Tabel 74.

Tabel 74. Pola Penyebaran PKL

No. Pengelompokan Dagangan Jumlah Persen

1. Berkelompok dengan usaha sejenis 35 29,17

2. Bercampur dengan usaha jenis lain 85 70,83

Total 120 100,00 Sumber : Data primer 2011 (diolah)

Hasil analisis menunjukkan bahwa mayoritas responden bercampur dengan

usaha jenis lain (70,83 %). Pada umumnya pola penyebaran memanjang atau linier

concentration terjadi di sepanjang atau di pinggir jalan utama atau pada jalan yang

menghubungkan jalan utama. PKL tipe ini dapat ditemukan di sekitar Taman Topi,

Merdeka, Pasar Bogor, Pasar Anyar dimana pola jaringan jalan menentukan aktivitas

PKL. Pola kegiatan linier lebih banyak dipengaruhi oleh pertimbangan aksesibilitas

yang tinggi pada lokasi yang bersangkutan. Dari sisi pangsa pasar, hal ini sangat

menguntungkan, karena mempunyai peluang yang tinggi dalam maraih konsumen.

Jenis komoditi yang biasa diperdagangkan adalah pakaian, sepatu, kelontong, dan

sebagainya.

Hasil analisis juga menunjukkan bahwa PKL memiliki pola berkelompok dengan

usaha sejenis (29,17 %). Pola penyebaran seperti ini biasanya banyak dipengaruhi

oleh adanya pertimbangan aglomerasi, yaitu suatu pemusatan atau pengelompokan

pedagang sejenis atau pedagang yang mempunyai sifat komoditas yang sama atau

saling menunjang di suatu tempat. Dari tiga tipologi pedagang yang dianalisis, pola

ini dapat ditemukan pada pasar sayur malam (Pasar Bogor, Pasar Anyar, Merdeka)

dan pasar kuliner (Merdeka, depan Pusat Grosir Bogor, dan Jembatan Merah).

Page 167: KARAKTERISTIK DAN PERMASALAHAN PEDAGANG KAKI … · KARAKTERISTIK DAN PERMASALAHAN PEDAGANG KAKI LIMA (PKL) ... construct street vendor database, (2) economic empowerment for the

148

5.3.9. Waktu Operasi PKL (B10)

McGee dan Yeung (1977) menyatakan bahwa pola aktivitas PKL menyesuaikan

denganp irama ciri kehidupan masyarakat sehari-hari. Penentuan periode waktu

kegiatan PKL didasarkan pula atau sesuai dengan perilaku kegiatan formal. Adapun

perilaku kegiatan keduanya cenderung sejalan, walaupun pada saat tertentu kaitan

aktivitas keduanya lemah atau tidak ada hubungan langsung antara keduanya. Hasil

analisis waktu operasi PKL disajikan pada Tabel 75.

Tabel 75. Waktu Operasi PKL No. Waktu Operasi Jumlah Persen

1. Malam-Pagi 39 32,50

2. Pagi-Malam 9 7,50

3. Pagi-Siang 51 42,50

4. Siang-Malam 21 17,50

Total 120 100,00 Sumber : Data primer 2011 (diolah)

Dalam penelitian ini, waktu operasi dibagi ke dalam 4 kelompok. Jika diamati,

pengelompokan waktu operasi tersebut menunjukkan bahwa aktivitas operasi PKL di

kota Bogor berlangsung penuh selama 24 jam. Hasil penelitian menunjukkan bahwa

mayoritas PKL beroperasi pada waktu pagi-siang (42,50 %). Waktu operasi ini

sesuai dengan aktivitas masyarakat umum yang umumnya berlangsung pagi-siang

sehingga dengan waktu tersebut mereka dapat memperoleh konsumen secara

maksimal. Kondisi ini dapat teramati di sekitar Pasar Anyar dan Merdeka dimana

pada waktu pagi-siang PKL beroperasi penuh, sedangkan menjelang sore-malam

kondisinya sangat sepi.

Urutan waktu operasi berikutnya adalah malam-pagi (32,50 %). PKL tipe ini

umumnya adalah pasar sayur malam. Waktu operasi berikutnya adalah siang-

malam (17,50 %) yang biasanya adalah PKL pasar kuliner, penjual kelontong dan

penjual pakaian yang menggunakan tempat/kios kecil di tempat-tempat ramai .

5.3.10. Lama Waktu Operasi (C2)

Hasil analisis data menunjukkan bahwa rata-rata PKL bekerja selama 10 jam

(9,73 jam) per hari. Waktu operasi ini sedikit lebih tinggi bila dibandingkan jam

kerja kantoran dari jam 08.00-16.00 yaitu sekitar 8 jam. Pengamatan lapangan

Page 168: KARAKTERISTIK DAN PERMASALAHAN PEDAGANG KAKI … · KARAKTERISTIK DAN PERMASALAHAN PEDAGANG KAKI LIMA (PKL) ... construct street vendor database, (2) economic empowerment for the

149

menunjukkan bahwa lama waktu operasi ini tergantung pada setiap PKL. Mereka

cenderung berhenti bekerja jika barang dagangannya sudah cukup terjual.

Tabel 76. Lama Waktu Operasi

No. Lama Kerja (jam) Ya Persen

1. < = 5 5 4,17

2. 5-10 77 64,17

3. >10 38 31,67

Total 120 100,00 Sumber : Data primer 2011 (diolah)

Dari sisi jumlah hari kerja dalam seminggu (C3), hasil analisis yang disajikan

pada Tabel 77 menunjukkan bahwa mayoritas responden (75.00%) bekerja penuh

selama seminggu tanpa memiliki hari libur. Kondisi ini mencirikan aktivitas

usaha informal dimana mereka mengatur sendiri waktu liburnya. Mereka akan

libur bila ada keperluan tertentu saja.

Tabel 77. Lama Hari Kerja dalam Seminggu No. Lama Kerja (Hari) Ya Persen

1. 5 5 4,17

2. 6 25 20,83

3. 7 90 75,00

Total 120 100,00 Sumber : Data primer 2011 (diolah)

5.3.11. Tempat Usaha (B12)

Hasil analisis pemanfaatan ruang bagi usaha PKL disajikan pada Tabel 78.

Hasil analisis untuk ketiga tipologi menunjukkan bahwa mayoritas PKL

menempati badan jalan (48,33 %), trotoar (37,50 %), dan lahan parkir (14,17 %).

Tabel 78. Tempat Usaha No. Tempat Usaha Jumlah Persen

1. Trotoar 45 37,50

2. Lahan Parkir 17 14,17

3. Badan Jalan 58 48,33

Total 90 100,00 Sumber : Data primer 2011 (diolah)

Page 169: KARAKTERISTIK DAN PERMASALAHAN PEDAGANG KAKI … · KARAKTERISTIK DAN PERMASALAHAN PEDAGANG KAKI LIMA (PKL) ... construct street vendor database, (2) economic empowerment for the

150

Hasil analisis tersebut menunjukkan bahwa PKL menempati ruang publik dan

ruang privat. Ruang publik merupakan ruang milik pemerintah yang

diperuntukkan bagi kepentingan masyarakat luas, seperti taman atau hutan kota,

trotoar, ruang terbuka hijau, lapangan, dan sebagainya, termasuk fasilitas atau

sarana yang terdapat di dalamnya seperti halte, jembatan penyeberangan, dan

sebagainya. Ruang privat atau pribadi adalah ruang yang dimiliki oleh individu

atau kelompok tertentu, seperti lahan pribadi pemilik pertokoan, perkantoran, dan

sebagainya. Penggunaan ruang-ruang inilah yang akhirnya menimbulkan konflik

kepentingan (conflict of interest) antara Pemerintah Kota, PKL, masyarakat dan

bahkan pemilik ruang privat yang lahannya dipakai untuk PKL. Bentuk

penyelesaian konflik sangat kompleks.

Dari sisi pelaku PKL (Tabel 79), penempatan usaha di ruang publik dan

privat tersebut dipandang strategis (96,67 %). Dari sisi usaha, PKL akan memilih

lokasi yang mendekati pasar atau pembeli. Mereka akan berusaha agar barang

atau jasa yang dijual terlihat oleh pembeli.

Tabel 79. Posisi Lokasi Usaha

No. Posisi Usaha Jumlah Persen

1. Strategis 116 96,67

2. Tidak Strategis 4 3,33

Total 120 100,00 Sumber : Data primer 2011 (diolah)

Dari aspek pemasaran, mereka akan memilih lokasi-lokasi yang strategis dan

menguntungkan di pusat kota atau lokasi aktivitas masyarakat, seperti lokasi

aktivitas perdagangan, pendidikan, perkantoran, dan aktivitas sosial masyarakat

lainnya. Dalam teori lokasi disebutkan bahwa bagi pedagang terdapat

kecenderungan untuk berorientasi kepada konsentrasi konsumen dalam

menentukan lokasi tempat usaha (Djojodipuro, 1992). Sesuai pula dengan yang

dikatakan dalam ilmu manajemen bahwa salah satu kriteria dalam pemilihan

lokasi adalah dekat dengan pasar ( Umar H, 2005).

5.3.12. Luas Tempat Usaha (B13)

Analisis berikutnya diarahkan pada luas tempat (ruang) yang digunakan oleh

PKL dalam menjalankan usaha (Tabel 80). Dari keseluruhan responden yang

Page 170: KARAKTERISTIK DAN PERMASALAHAN PEDAGANG KAKI … · KARAKTERISTIK DAN PERMASALAHAN PEDAGANG KAKI LIMA (PKL) ... construct street vendor database, (2) economic empowerment for the

151

dianalisis rata-rata pemanfaatan ruang PKL adalah 4 m2. Hasil ini lebih rendah

dibandingkan hasil analisis Budi (2005) yang mengkaji penyebaran PKL di Tegal

dimana rata-rata pemanfaatan ruang oleh PKL adalah lebih dari 5 m2

No.

. Perbedaan

hasil ini terkait dengan perbedaan tipologi PKL yang dianalisis. Semakin besar

luas ruang yang digunakan maka akan semakin banyak ruang publik atau privat

yang terpakai. Dengan kata lain hasil ini berimplikasi strategis bagi pengaturan

ruang yang dapat dipakai PKL dalam menjalankan usahanya.

Tabel 80. Luas Ruang yang Digunakan PKL

Luas Lahan (m2 Jumlah ) Persen

1. ≤ 1 24 26,67 2. 1 - 3 42 46,67 3. > 3 54 60,00 Total 120 133,33

Sumber : Data primer 2011 (diolah)

Hasil analisis juga menunjukkan bahwa mayoritas responden menempati

ruang lebih dari 3 m2 (60,00 %), menempati ruang 1 sampai 3 m2 (46,67 %), dan

sisanya kurang dari 1 m2. Luas penggunaan ruang ini berhubungan erat dengan

sarana dan prasarana PKL. Budi (2005) menemukan hubungan yang signifikan

antara sarana dagang dengan luas ruang. Implikasinya adalah dalam peraturan

daerah perlu diperhitungkan jenis sarana dagang dan luas tempat agar dapat

dibatasi jumlah PKL yang menempati suatu lokasi.

5.3.13. Penilaian terhadap Kondisi Kebersihan (B14)

Pemanfaatan ruang untuk aktivitas PKL berhubungan dengan kondisi

kebersihan sekitarnya. Terdapat pandangan umum bahwa PKL menyebabkan

lingkungan yang kotor dan mengurangi estetika wajah kota. Kondisi kebersihan

juga berhubungan dengan rentan-tidaknya pelaku PKL terhadap penyakit.

Untuk menguji pandangan ini maka dilakukan penilaian terhadap kondisi

kebersihan untuk aktivitas PKL yang dilakukan oleh petugas survei dengan

melakukan pengamatan kondisi sekitar usaha dan kondisi usaha PKL tanpa

sepengatahuan PKL. Hasil analisis kondisi kebersihan aktivitas PKL disajikan

pada Tabel 81.

Page 171: KARAKTERISTIK DAN PERMASALAHAN PEDAGANG KAKI … · KARAKTERISTIK DAN PERMASALAHAN PEDAGANG KAKI LIMA (PKL) ... construct street vendor database, (2) economic empowerment for the

152

Tabel 81. Kondisi Kebersihan

No. Kondisi Kebersihan Jumlah Persen

1. Bersih 31 25,83

2. Kotor 89 74,17

Total 120 100,00 Sumber : Data primer 2011 (diolah)

Hasil analisis menunjukkan bahwa mayoritas PKL dikategorikan kotor (74,17

%). Hasil ini berimplikasi penting bagi strategi penataan PKL yang membutuhkan

keterlibatkan beberapa pihak secara langsung seperti Dinas Kebersihan dan Dinas

Kesehatan terutama untuk memberikan pengarahan dan bimbingan terhadap

masalah kebersihan dan kesehatan. Dalam konteks ini, Mehrotra and Mario

(2002) menemukan bahwa masalah kesehatan PKL memerlukan intervensi publik

yaitu perhatian dari otoritas kota untuk memberikan bimbingan kepada PKL.

5.3.14. Keberadaan Usaha di Tempat Lain

Kepemilikan usaha PKL di tempat lain perlu juga dikaji. Pertanyaan ini

dimaksudkan untuk mengeksplorasi lebih lanjut jiwa kewirausahaan responden

pelaku PKL. Jika usahanya dipandang layak dan menguntungkan, biasanya

mereka akan membangun usaha sejenis di tempat lain. Pertanyaan ini juga

berimplikasi pada strategi pengelolaa PKL dimana perlu pengaturan batas

maksimal usaha PKL yang dapat dimiliki seseorang. Dengan demikian maka

jumlah PKL tidak melebihi ambang batas kapasitas maksimal yang dapat diterima

di suatu tempat atau kota. Berdasarkan Perda No. 13 Tahun 2005, terdapat

larangan bagi PKL untuk mempunyai tempat usaha di lebih dari satu tempat yang

bertujuan untuk membatasi jumlah PKL.

Tabel 82. Kepemilikan Usaha di Tempat Lain No. Usaha di Tempat Lain Jumlah Persen

1. Ya 14 11,67

2. Tidak 106 88,33

Total 120 100,00 Sumber : Data primer 2011 (diolah)

Sesuai tipologinya maka hasil analisis pada Tabel 82 menujukkan bahwa

mayoritas PKL di kota Bogor tidak memiliki usaha sejenis di tempat lain

Page 172: KARAKTERISTIK DAN PERMASALAHAN PEDAGANG KAKI … · KARAKTERISTIK DAN PERMASALAHAN PEDAGANG KAKI LIMA (PKL) ... construct street vendor database, (2) economic empowerment for the

153

(88,33%) dan sisanya (11,67 %) memiliki usaha di tempat lain.

Analisis lebih lanjut terhadap 14 responden (yang memiliki lapak di tempat

lain) menunjukkan bahwa secara rata-rata mereka memiliki 2 lapak. Lapak yang

satu biasanya dioperasikan oleh kerabat atau orang lain yang diberi upah.

5.3.15. Registrasi PKL (B18)

Salah satu karakteristik sektor informal adalah tidak teregulasi atau tidak

terdaftar dalam institusi resmi. Untuk menguji tesis ini, maka diajukan beberapa

pertanyaan terkait dengan apakah responden terdaftar dalam institusi pajak,

pemerintah lokal, koperasi, paguyuban atau ormas/LSM. Pertanyaan tersebut

mempunyai implikasi kebijakan bagi pengelolaan PKL di kota Bogor.

Hasil analisis disajikan pada Tabel 83 yang menunjukkan bahwa mayoritas

respoden tidak terdaftar di kantor pajak (90,83 %), namun bukan berarti mereka

menghindari pajak. Richardson (1984) menyatakan bahwa motivasi utama

sebagai PKL adalah untuk mata pencaharian dan pendapatan dibandingkan

keuntungan. Schneider (2002) menyatakan hal sebaliknya dimana salah satu

motivasi dalam menjalankan PKL adalah pajak.

Kedua pendapat di atas dapat saja benar karena inti permasalahannya adalah

tidak atau belum terdaftar di kantor pajak sehingga sering disebut juga sebagai

hidden economy. Timalsina (2011) menyatakan bahwa karena dipandang sebagai

aktivitas non profit, maka PKL (atau lebih umumnya sektor informal) tidak

berkontribusi dalam ekonomi nasional dalam sisi pajak. Implikasi kebijakannya

adalah jika sektor ini ingin diformalkan maka kantor pajak atau pemerintah

daerah/kota perlu melakukan pendataan pelaku sektor ini.

Tabel 83. Registrasi PKL

No. Terdaftar di Institusi Ya % Tidak % Tidak

Tahu % Total

1. Kantor pajak 1 0,83 109 90,83 10 8,33 120

2. Pemerintah Daerah 4 3,33 105 87,50 11 9,17 120

3. Koperasi 3 2,50 106 88,33 11 9,17 120

4. Paguyuban 44 36,67 74 61,67 2 1,67 120

5. Ormas/LSM 0 0,00 109 90,83 11 9,17 120

Sumber : Data primer 2011 (diolah)

Page 173: KARAKTERISTIK DAN PERMASALAHAN PEDAGANG KAKI … · KARAKTERISTIK DAN PERMASALAHAN PEDAGANG KAKI LIMA (PKL) ... construct street vendor database, (2) economic empowerment for the

154

Hasil analisis juga menunjukkan bahwa mayoritas respoden tidak terdaftar di

pemerintahan daerah (87,50 %). Dalam penelitian ini yang dimaksud terdaftar

adalah sudah diberi ijin penggunaan lokasi. Data Disperindagkop kota Bogor per

25 Nopember 2008 seperti tertera pada Tabel 84 menunjukkan jumlah PKL yang

sudah terdaftar di Disperindag sangat kecil dibandingkan jumlah PKL yang ada di

kota Bogor.

Tabel 84. Rekapitulasi PKL yang Sudah Mendapatkan Ijin Penggunaan Lokasi PKL per 28 Nopember 2008

No. Lokasi Jumlah PKL berijin

1. Jl. Pajajaran (samping Balitnak IPB) 32

2. Gg. Selot (samping SMAN 1 Bogor) 30

3. Seputar Air Mancur 30

4. Jl. Pengadilan (samping DTKP) 40

5. Jl. Pajajaran (samping Damkar) 21

6. Jl. Otista 14

Jumlah 167 Sumber : Disperindagkop (2011)

Di sisi lain data yang didapatkan dari Disperindagkop hanya berisi daftar

PKL tahun 2005. Belum terdapat update versi terbaru untuk data ini. Dengan

metodologi yang kurang tepat dan jumlah sampel yang kurang representatif, pada

tahun 2010 konsultan PT. Oxalis Subur (2010) melakukan penelitian untuk

memetakan PKL dengan menggunakan GIS. Hasil penelitian tersebut ternyata

semakin mengaburkan pemetaan PKL. Hasil-hasil ini menunjukkan bahwa

diperlukan pendaftaran ulang secara detil, PKL di kota Bogor.

Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa mayoritas respoden tidak terdaftar

di koperasi (88,33 %). Koperasi adalah organisasi otonom yang berada dalam

lingkungan sosial ekonomi dan sistem yang memungkinkan setiap

individu/kelompok orang merumuskan tujuan-tujuannya secara otonom dan

mewujudkan tujuan itu melalui aktivitas ekonomi yang dilaksanakan secara

bersama. Kegiatan koperasi dilandasiprinsip gerakan ekonomi rakyat berdasarkan

asas kekeluargaan. Yang dimaksud koperasi dalam penelitian ini adalah koperasi

hasil bentukan PKL atau Pemerintah Kota sebagai wadah organisasi PKL.

Page 174: KARAKTERISTIK DAN PERMASALAHAN PEDAGANG KAKI … · KARAKTERISTIK DAN PERMASALAHAN PEDAGANG KAKI LIMA (PKL) ... construct street vendor database, (2) economic empowerment for the

155

Dengan kata lain mayoritas PKL belum memiliki wadah yang dapat digunakan

untuk menyalurkan aspirasinya.

Mayoritas respoden tidak terdaftar di paguyuban (61,67%) namun cukup

banyak yang terdaftar di paguyuban (36,67%). Paguyuban dapat diartikan sebagai

perkumpulan yang bersifat kekeluargaan, didirikan oleh orang-orang yang

sepaham (sedarah) untuk membina persatuan (kerukunan) di antara para

anggotanya. Dalam konteks PKL, paguyuban biasanya bersifat lokasional

(misalnya paguyuban PKL Pasar Anyar) atau asal daerah (paguyuban pedagang

Minang, Batak). Paguyuban dapat digunakan untuk menyalurkan aspirasi politis

bagi anggota, sebagaiwadah berkeluarga dan mengatasi kesulitan finansial

anggotanya.

Mayoritas respoden tidak terdaftar di LSM (90,83 %). Dikaitkan dengan

paguyuban, maka paguyuban lebih berperan sebagai wadah PKL dalam

menyalurkan aspirasinya. Hasil ini juga menunjukkan kurangnya peran LSM

lokal dalam mewadahi atau memberdayakan PKL di kota Bogor. Peranserta LSM

akan sangat membantu PKL dalam mengatasi kesulitan-kesulitan yang mereka

hadapi.

5.4. Pekerja dan Kompensasi

Analisis lebih lanjut dilakukan terhadap pekerja dan kompensasi. Analisis

ini diperlukan karena kegiatan usaha kaki lima mampu memberikan lapangan

pekerjaan, tidak hanya bagi PKL tetapi juga bagi tenaga kerja yang membantu

kegiatan PKL. Kompensasi yang dimaksud adalah imbalan bagi tenaga kerja,

seperti gaji atau bonus keuntungan, tunjangan kesehatan atau hari raya. Ini perlu

diketahui karena dapat menunjukkan absorbsi tenaga kerja dari aktivitas PKL.

Hasil analisis yang disajikan pada Tabel 85 menunjukkan bahwa mayoritas

PKL (80,83 %) tidak memiliki pegawai, artinya mereka sendiri bertindak sebagai

pemilik dan sekaligus pekerja dalam usaha PKL. Hasil analisis juga menunjukkan

bahwa sebanyak 19,17 % PKL menggunakan pegawai untuk membantu aktivitas

usaha. Ini menunjukkan bahwa usaha ini mampu berkontribusi dalam menyerap

tenaga kerja yang tidak terserap sektor formal. Lapangan kerja sektor formal

mensyaratkan skill dan latar belakang pendidikan tertentu yang sifatnya formal,

Page 175: KARAKTERISTIK DAN PERMASALAHAN PEDAGANG KAKI … · KARAKTERISTIK DAN PERMASALAHAN PEDAGANG KAKI LIMA (PKL) ... construct street vendor database, (2) economic empowerment for the

156

sehingga tenaga kerja yang tidak tertampung akan memilih sektor informal untuk

mempertahankan kelangsungan hidupnya.

Tabel 85. Jumlah Responden yang Menggunakan Tenaga Kerja

No. Memiliki Pegawai Ya Persen

1. Ya 23 19,17

2. Tidak 97 80,83

Total 120 100,00 Sumber : Data primer 2011 (diolah)

Kemampuan PKL dalam menyerap tenaga kerja juga berdimensi sosial.

Effendy (2000) menyatakan bahwa ketidakmampuan sektor formal dalam

menampung tenaga kerja dan kemampuan sektor informal sebagai pengaman

antara pengangguran dan keterbatasan peluang kerja, menyebabkan sektor

informal mampu meredam kemungkinan keresahan sosial akibat langkanya

peluang kerja.

Eksplorasi lebih lanjut terhadap responden yang menggunakan tenaga kerja

(23 responden) menunjukkan bahwa mayoritas responden memberikan bonus bagi

tenaga kerjanya (52,17 %). Ini menunjukkan bahwa mereka memahami arti

reward bagi para pekerjanya. Dalam konteks ekonomi, rewards dapat berfungsi

sebagai perangsang agar mereka berkinerja lebih baik, sekaligus retensi agar

mereka tidak berpindah ke tempat lain.

Tabel 86. Tunjangan dan Bonus bagi Pekerja No. Bonus bagi Pekerja Ya Persen

1. Ya 12 52,17 2. Tidak 11 47,83 Total 23 100,00

Sumber : Data primer 2011 (diolah)

Tunjangan atau bonus yang diberikan dapat berupa tunjangan sakit, tunjangan

hari raya, bonus keuntungan, dan bentuk-bentuk lain seperti lembur. Hasil analisis

bentuk tunjangan atau bonus disajikan pada Tabel 87.

Hasil analisis menunjukkan bahwa dari 12 responden yang memberikan

bonus bagi pekerjanya, mayoritas (75,00 %) memberikan bonus atau tunjangan

dalam bentuk tunjangan hari raya (THR). Sebagian memberikan tunjangan sakit

(8,33 %), bonus keuntungan (8,33 %), dan tunjangan atau bonus bentuk lain

Page 176: KARAKTERISTIK DAN PERMASALAHAN PEDAGANG KAKI … · KARAKTERISTIK DAN PERMASALAHAN PEDAGANG KAKI LIMA (PKL) ... construct street vendor database, (2) economic empowerment for the

157

(8,339 %). THR adalah bentuk tunjangan yang paling umum diberikan di

Indonesia sehingga seperti yang diduga menunjukkan hasil mayoritas.

Tabel 87. Bentuk Tunjangan atau Bonus bagi Pekerja No. Jenis Bonus Ya Persen

1. Tunjangan sakit 1 8,33

2. Tunjangan hari raya 9 75,00

3. Bonus keuntungan 1 8,33

4. Lainnya 1 8,33

Total 12 100,00 Sumber : Data primer 2011 (diolah)

5.5. Aspek Keuangan dan Lain-Lain

Menurut Sari (2003), salah satu ciri sektor informal dari aspek keuangan

adalah modal, peralatan dan perlengkapan, serta omzet biasanya kecil dan

diusahakan atas dasar hitungan harian. Untuk menguji pandangan ini maka

penelitian diarahkan dengan memberikan pertanyaan terkait dengan jumlah modal

awal, jumlah modal kerja harian, jumlah pendapatan (omzet), sumber modal dan

kemampuan pengembalian modal.

5.5.1. Modal Awal

Hasil analisis pada Tabel 88 menunjukkan bahwa mayoritas responden (40,83

%) membutuhkan modal antara Rp 1.000.000,- sampai Rp 5.000.000,- untuk

memulai usaha sebagai PKL. Urutan berikutnya adalah kebutuhan modal antara

kurang dari Rp 500.000,- (37,50 %), antara Rp 500.000,- sampai Rp 1.000.000,-

(15,00 %), lebih dari Rp 5.000.000,- (3,33 %) dan tanpa modal (3,33 %).

Hasil analisis ini sedikit berbeda dengan yang ditemukan oleh Budi (2005)

bahwa mayoritas responden PKL mempunyai modal kurang dari Rp 1.000.000,-.

Perbedaan ini terkait dengan tipologi PKL yang dianalisis dalam penelitian ini.

Budi (2005) tidak memilah PKL menurut tipologi, sementara penelitian ini

menggunakan tiga tipologi.. Hasil ini sejalan dengan temuan Disperindag (2010)

bahwa rata-rata modal awal yang dikeluarkan PKL kota Bogor adalah Rp

1.566.629,-. Hasil analisis menemukan adanya PKL yang tidak menggunakan

modal untuk memulai usaha sebagai PKL. Jika data yang diperoleh (Lampiran)

dilihat lebih mendalam, maka responden yang tidak menggunakan modal

Page 177: KARAKTERISTIK DAN PERMASALAHAN PEDAGANG KAKI … · KARAKTERISTIK DAN PERMASALAHAN PEDAGANG KAKI LIMA (PKL) ... construct street vendor database, (2) economic empowerment for the

158

ditemukan pada tipologi pasar tumpah (2 responden) dan pasar sayur malam (2

responden).

Tabel 88. Modal Awal yang Diperlukan dalam Memulai Usaha

No. Modal Awal Ya Persen

1. Tanpa Modal 4 3,33

2. <=500.000 45 37,50

3. 500.000-1.000.000 18 15,00

4. 1.000.000-5.000.000 49 40,83

5. > 5.000.000 4 3,33

Total 120 100,00 Sumber : Data primer 2011 (diolah)

Modal mereka hanya tenaga karena mereka mengambil barang dari bos

(distributor), menjualnya, dan melakukan setoran ke bos ketika jam operasinya

selesai. Mereka memperoleh pendapatan dari selisih harga dari bos dengan harga

jual.

Berdasarkan rata-rata modal awal yang digunakan, hasil analisis

menunjukkan bahwa tipologi pasar kuliner paling banyak membutuhkan modal

awal (Rp 3.860.250,-). Hal ini karena pasar kuliner lebih banyak membutuhkan

sarana dan prasarana usaha seperi tenda, kursi, meja, mangkok, piring, sendok dan

lain sebagainya. Pasar tumpah rata-rata membutuhkan modal awal Rp 1.957.500,-

dan yang terkecil adalah pasar sayur malam (Rp 855.000,-). Hasil ini tentunya

tidak konklusif atau tidak dapat digeneralisasi mengingat bahwa kebutuhan

modal awal akan sejalan dengan skala usaha yang digunakan.

Analisis modal awal mencirikan PKL di kota Bogor dalam konteks tipologi

PKL. Secara keseluruhan, hasil survai modal awal tersebut menunjukkan bahwa

usaha pada sektor informal terutama PKL merupakan usaha dengan modal relatif

kecil dan merupakan unit usaha skala kecil yang sesuai dengan karakteristik

sektor informal pada umumnya.

5.5.2. Jenis dan Sumber Modal

Modal usaha dapat berupa modal sendiri, modal sendiri ditambah sebagian

pinjaman, dan seluruhnya pinjaman dari sumber-sumber modal. Hasil analisis

pada Tabel 89 untuk 116 responden yang menggunakan modal menunjukkan

Page 178: KARAKTERISTIK DAN PERMASALAHAN PEDAGANG KAKI … · KARAKTERISTIK DAN PERMASALAHAN PEDAGANG KAKI LIMA (PKL) ... construct street vendor database, (2) economic empowerment for the

159

bahwa mayoritas responden menggunakan modal sendiri (81,90 %) dalam

memulai usaha sebagai PKL. Hasil ini konsisten dengan Tabel 78 bahwa modal

yang diperlukan untuk memulai usaha relatif kecil sehingga mayoritas responden

tidak harus melakukan pinjaman.

Hasil analisis juga menunjukkan bahwa responden mengkombinasikan modal

sendiri dan pinjaman (14,66 %) untuk memulai usaha dan sebagian kecil

menggunakan modal yang seluruhnya pinjaman (3,45 %).

Tabel 89. Sumber Modal PKL

No. Sumber Modal Ya Persen

1. Modal sendiri 95 81,90

2. Sebagian pinjaman 17 14,66

3. Seluruhnya pinjaman 4 3,45

Total 116 100,00 Sumber : Data primer 2011 (diolah)

Beragam sumber penyedia modal tersedia di pasar seperti dari saudara, teman,

perbankan atau lembaga keuangan pemerintah, rentenir atau bank keliling, dan

sumber-sumber lainnya. Hasil analisis pada Tabel 90 menunjukkan bahwa dari 21

responden yang menggunakan modal sebagian pinjaman dan seluruhnya pinjaman

(jumlah No. 2 dan 3 pada Tabel 89), mayoritas responden meminjam dari teman

(47,62 %) untuk modal usaha. Urutan berikutnya adalah meminjam dari saudara

sendiri (33,33 %), rentenir atau bank keliling (9,52 %), bank atau lembaga

keuangan pemerintah (4,76 %), dan dari sumber lain (4,76 %).

Tabel 90. Sumber Pinjaman Modal No. Sumber Pinjaman Modal Ya Persen

1. Saudara sendiri 7 33,33

2. Teman 10 47,62

3. Bank/lembaga keuangan pemerintah 1 4,76

4. Rentenir/bank keliling 2 9,52

5. Lainnya 1 4,76

Total 21 100,00 Sumber : Data primer 2011 (diolah)

Page 179: KARAKTERISTIK DAN PERMASALAHAN PEDAGANG KAKI … · KARAKTERISTIK DAN PERMASALAHAN PEDAGANG KAKI LIMA (PKL) ... construct street vendor database, (2) economic empowerment for the

160

Hasil ini cukup menarik dicermati. Bank atau lembaga keuangan pemerintah

belum banyak dimanfaatkan untuk mendapatkan dana pinjaman. Hasil ini

mengkonfirmasi salah satu karakteristik sektor informal yang disebutkan oleh Sari

(2003) yaitu kurang mengenal sistem perbankan, pembukuan, perkreditan, dan

sebagainya. Mitullah (2003) dalam kajian empiris PKL di Kenya, Pantai Gading,

Ghana, Zimbabwe, Uganda, dan Afrika Selatan juga menemukan bahwa PKL

tidak memiliki akses terhadap pembiayaan formal, dan sebagian besar tergatung

pada tabungan sendiri, pembiayaan dari teman dan kerabat.

Kurangnya ketergantungan PKL terhadap sumber kredit formal tidak

mencerminkan kemampuan PKL dalam melakukan pembayaran pinjaman. Untuk

mengetahui kemampuan pengembalian modal pinjaman maka diajukan

pertanyaan berapa lama mereka mampu melunasi pinjaman. Hasil analisis

terhadap responden yang memberikan jawaban menunjukkan bahwa rata-rata

mereka dapat mengembalikan pinjaman kurang dari 2 bulan. Ini menunjukkan

bahwa mereka sebenarnya bankable yang berarti memiliki kemampuan dalam

mengembalikan pinjaman. Kurangnya penggunaan lembaga bank karena

kebanyakan bank mensyaratkan agunan, perijinan, atau kepastian usaha dimana

PKL relatif tidak memilikinya. Sebab lain adalah mereka tidak mau terlibat

dengan proses birokratis dalam melakukan pinjaman ke bank.

5.5.3. Modal Kerja dan Pendapatan

Analisis lebih lanjut terhadap aspek keuangan dilakukan terhadap jumlah

modal kerja/operasional dan pendapatan yang merupakan variabel ekonomi

penting dalam mempengaruhi kinerja usaha PKL. Dengan sifat dari data survey,

maka pengukuran modal kerja dilakukan secara harian.

McGee (1975) dan McGee and Yeung (1977) mengukur modal kerja dan

pendapatan usaha menggunakan nilai stok dan pendapatan harian. Nilai stok

(didekati dengan harga barang) dipandang sebagai indikator terbaik karena

umumnya mencerminkan modal kerja PKL. Dalam penelitian ini, pengukuran

modal kerja dilakukan dengan menanyakan langsung pada responden dan tidak

menggunakan pendekatan stok barang. Pendekatan ini dipilih karena lebih simpel

tanpa harus mengestimasi stok barang.

PKL juga membutuhkan modal kerja harian untuk menjalankan aktivitas

Page 180: KARAKTERISTIK DAN PERMASALAHAN PEDAGANG KAKI … · KARAKTERISTIK DAN PERMASALAHAN PEDAGANG KAKI LIMA (PKL) ... construct street vendor database, (2) economic empowerment for the

161

usahanya. Dalam analisis ini ukuran yang digunakan adalah nilai uang (Rp) per

hari karena PKL umumnya mendasarkan perhitungan profit secara harian. Hasil

analisis modal kerja harian disajikan pada Tabel 91.

Tabel 91. Modal Kerja Harian

No. Modal Kerja Harian (Rp) Ya Persen

1. Tanpa modal 4 3,33

2. ≤ 100.000 31 25,83

3. 100.000-500.000 67 55,83

4. > 500.000 18 15,00

Total 120 100,00 Sumber : Data primer 2011 (diolah)

Hasil analisis menunjukkan bahwa mayoritas responden (55,83%)

membutuhkan modal kerja harian antara Rp 100.000,- sampai Rp 500.000,-.

Urutan berikutnya adalah kurang dari atau sama dengan Rp 100.000,- (25,83 %),

lebih dari Rp 500.000,- (15,00 %), dan tanpa modal (3,33 %).

Hasil ini sejalan dengan temuan Suharto (2003) dalam kajian PKL di kota

Bandung bahwa mayoritas penggunaan modal kerja harian sebesar kurang dari Rp

200.000,-. Hasil serupa juga ditemukan oleh Budi (2005) dimana mayoritas PKL

menggunakan modal kurang dari Rp 500.000,-.

Hasil analisis mengindikasikan bahwa usaha PKL membutuhkan modal kerja

yang relatif tidak terlalu besar. Hasil ini mengkonfirmasi salah satu karakteristik

PKL yaitu tidak membutuhkan modal kerja yang besar sehingga sektor ini dapat

dengan mudah dimasuki oleh masyarakat umum.

Untuk tujuan pragmatis, pendapatan kotor (omzet) dapat digunakan untuk

mengidentifikasi pendapatan dari usaha PKL. Pendapatan kotor (pendapatan kotor

harian sebelum dikurangi total biaya operasional perdagangan sehari-hari)

diperoleh dengan bertanya langsung kepada responden. Untuk menghindari respon

jawaban yang terlalu rendah, maka dapat dilakukan pengecekan jumlah stok atau

display di lapak PKL. Karena sifat fluktuatif usaha PKL, maka jumlah penjualan

untuk tiga tipologi PKL dibagi ke dalam tiga kelas yaitu minimum, rata-rata dan

maksimum.

Hasil analisis data menunjukkan bahwa tanpa membedakan tipologinya,

Page 181: KARAKTERISTIK DAN PERMASALAHAN PEDAGANG KAKI … · KARAKTERISTIK DAN PERMASALAHAN PEDAGANG KAKI LIMA (PKL) ... construct street vendor database, (2) economic empowerment for the

162

jumlah penjualan/pendapatan minimum adalah Rp 299.917,-/hari, jumlah

penjualan/pendapatan rata-rata adalah Rp 431.833,-/hari, dan jumlah

penjualan/pendapatan maksimum Rp 641.849,-/hari. Angka ini diperoleh dengan

merata-ratakan penjualan atau pendapatan untuk semua responden.

Tabel 92. Omzet Kotor Harian PKL menurut Tipologi.

No Tipologi Pendapatan Harian (Rp)

Minimum Rata-rata Maksimum

1 Pasar tumpah 473.750 673.750 980.000

2 Pasar sayur malam 203.625 305.000 448.625

3 Pasar kuliner 222.375 316.750 505.375

Sumber : Data primer 2011 (diolah)

Jika dilihat dari tipologinya, pendapatan harian rata-rata tipologi pasar

tumpah (Rp 673.750,-) lebih tinggi dibandingkan pasar sayur malam (Rp

305.000,-) dan pasar kuliner (Rp 316.750,-). Dilihat dari gap antara pendapatan

minimum, rata-rata, dan maksimum, nampak bahwa pasar tumpah lebih fluktuatif.

Ini disebabkan karena pendapatan pada pasar tumpah sangat tergantung dari

jumlah pengunjung. Jumlah pengunjung akan banyak pada hari-hari libur dan

biasanya sepi pada hari biasa.

Manajemen keuangan sangat penting bagi seorang pelaku usaha sehingga

analisis berikutnya diarahkan pada jenis pembukuan yang dilakukan responden.

Tabel 93. Jenis Pembukuan Pelaku PKL

No. Jenis Pembukuan Ya Persen

1. Tidak ada pembukuan 109 90,83

2. Pembukuan untuk kepentingan pribadi 8 6,67

3. Pembukuan sederhana untuk pajak 1 0,83

4. Pembukuan format yang rinci 1 0,83

5. Lainnya 1 0,83

Total 120 100,00 Sumber : Data primer 2011 (diolah)

Hasil analisis pada Tabel 93 menunjukkan bahwa mayoritas responden tidak

memiliki pembukuan (90,83 %) dan sebagian kecil memiliki pembukuan untuk

kepentingan pribadi (6,67 %). Hanya satu responden yang menyatakan memiliki

Page 182: KARAKTERISTIK DAN PERMASALAHAN PEDAGANG KAKI … · KARAKTERISTIK DAN PERMASALAHAN PEDAGANG KAKI LIMA (PKL) ... construct street vendor database, (2) economic empowerment for the

163

pembukuan sederhana untuk pajak dan satu responden memiliki pembukuan

format rinci. Responden yang memiliki tipe pembukuan format rinci adalah PKL

waralaba yang memiliki format pembukuan dari pewaralabanya

Hasil analisis pada Tabel 93 memiliki implikasi dari sisi pemberdayaan PKL,

yaitu perlunya pelatihan pembukuan sederhana bagi pelaku PKL oleh dinas-dinas

yang relevan. Pelatihan ini penting agar pelaku PKL dapat membedakan atau

memilah pos-pos keuangan mereka dalam sistem akuntansi. Mereka seharusnya

faham apa yang termasuk dalam komponen pendapatan, komponen pengeluaran,

komponen hutang, piutang usaha, dan sebagainya. Yang sering terjadi mereka

mencampur-adukkan keuangan keluarga dengan keuangan usaha sehingga

keuntungan yang didapat terkadang merupakan keuntungan semu.

5.5.4. Sewa Lapak

PKL memerlukan lokasi dalam memulai usaha. Pemilihan lokasi merupakan

hal penting untuk mendapatkan konsumen yang pada gilirannya mempengaruhi

keberhasilan usaha. Beberapa lokasi membutuhkan biaya sewa (lapak) dan

beberapa lokasi lainnya tidak. Hasil analisis pada Tabel 94 menunjukkan bahwa

mayoritas PKL membayar untuk mendapatkan tempat usaha (59,17 %), tidak

membayar tempat usaha (32,50 %), dan tidak memberikan respon jawaban

(8,33%).

Tabel 94. Pembayaran Tempat Usaha

No. Pembayaran Tempat Usaha Ya Persen 1. Ya 71 59,17 2. Tidak 39 32,50 3. Tidak menjawab 10 8,33 Total 120 100,00

Sumber : Data primer 2011 (diolah)

Sebanyak 71 responden menyatakan mereka membayar untuk memperoleh

tempat usaha, rata-rata sebesar Rp 126.693,- per bulan atau sekitar Rp 5.000,- per

hari, suatu jumlah yang relatif kecil. Mayoritas responden (85,92 %) menyatakan

bahwa sistem pembayaran umumnya harian (85,92 %), bulanan (9,86 %), dan

tahunan (4,23 %).

Page 183: KARAKTERISTIK DAN PERMASALAHAN PEDAGANG KAKI … · KARAKTERISTIK DAN PERMASALAHAN PEDAGANG KAKI LIMA (PKL) ... construct street vendor database, (2) economic empowerment for the

164

Tabel 95. Jangka Waktu Pembayaran

No. Jangka Waktu Pembayaran Ya Persen

1. Harian 61 85,92

2. Mingguan 0 0,00

3. Bulanan 7 9,86

4. Tahunan 3 4,23

Total 71 100,00 Sumber : Data primer 2011 (diolah)

Untuk mengetahui apakah pembayaran tersebut masuk ke pendapatan asli

daerah (PAD) yang dapat digunakan untuk kepentingan pembangunan maka

diperlukan kajian terhadap penerima pembayaran sewa lapak tersebut. Pihak

penerima pembayaran sewa lapak dapat berupa pihak resmi atau Pemerintah Kota,

koperasi, paguyuban, LSM/ormas dan oknum tertentu. Hasil analisis pihak

penerima pembayaran menurut responden disajikan pada Tabel 96.

Tabel 96. Pihak Penerima Pembayaran Sewa Lapak No. Penerima Pembayaran Ya Persen

1. Pemerintah (resmi) 5 7,04

2. Koperasi 0 0,00

3. Paguyuban 37 52,11

4. LSM/ormas 0 0,00

5. Oknum 29 40,85

Total 71 100,00

Sumber : Data primer 2011 (diolah)

Hasil analisis menunjukkan bahwa lebih setengah dari responden melakukan

pembayaran pada paguyuban (52,11 %), diikuti oleh oknum tertentu (40,85 %),

dan hanya 7,04 % yang melakukan pembayaran resmi pada pihak Pemerintah

Kota Bogor. Hasil ini mengindikasikan bahwa sebagian besar pendapatan dari

sewa lapak tidak masuk ke dalam PAD tetapi diterima organisasi pedagang itu

sendiri dan oknum-oknum tertentu.

Hasil analisis menunjukkan bahwa hanya sedikit PKL yang melakukan

pembayaran resmi ke Pemerintah Kota Bogor. Kondisi ini berhubungan dengan

masih banyaknya PKL yang belum berijin dalam menggunakan lokasi PKL.

Berdasarkan Keputusan Walikota Bogor No. 511.23.45-23 tahun 2007, Kepala

Page 184: KARAKTERISTIK DAN PERMASALAHAN PEDAGANG KAKI … · KARAKTERISTIK DAN PERMASALAHAN PEDAGANG KAKI LIMA (PKL) ... construct street vendor database, (2) economic empowerment for the

165

Dinas Perindustrian, Perdagangan dan Koperasi ditunjuk untuk memberikan ijin

penggunaan lokasi, pembinaan dan penataan PKL. Pemerintah Kota Bogor

mewajibkan pembayaran restribusi pemakaian kekayaan daerah, restribusi

pelayanan sampah dan bagi PKL kuliner wajib membayar pajak restoran, tetapi

tidak mewajibkan pembayaran lapak atau tempat usaha.

5.5.5. Fluktuasi Usaha

Tingkat pendapatan PKL rata-rata per hari tergantung pada waktu. Pada hari-

hari biasa, tingkat pendapatan mereka sangat minim, tetapi pada hari libur atau

pada waktu ada keramaian, tingkat pendapatan mereka akan naik tajam. Untuk

mengetahui fluktuasi kegiatan usaha PKL pada ketiga tipologi, responden diminta

memberikan penilaian terhadap kegiatan usahanya selama 12 bulan terakhir

(D11). Dalam penilaian ini, responden memberikan nilai 1 untuk bulan dengan

minimum kegiatan, 2 untuk rata-rata dan 3 untuk kegiatan maksimal. Hasil

analisis fluktuasi usaha disajikan pada Gambar 13.

Gambar 13. Fluktuasi Kegiatan PKL selama 12 Bulan Terakhir Sumber : Data primer 2011 (diolah)

Dari Gambar 13 nampak bahwa kegiatan PKL sangat fluktuatif setiap

bulannya. Pada bulan Januari kegiatan berlangsung di atas rata-rata,

kemungkinan terkait dengan meningkatnya kebutuhan di awal tahun. Pada bulan

Pebruari mengalami penurunan drastis dan mulai meningkat lagi sampai Mei dan

puncaknya dicapai pada bulan Desember (akhir tahun). Analisis menggunakan

regresi linier menghasilkan persamaan y = 0.004x + 2.002 (R2 = 0.057) dengan

Page 185: KARAKTERISTIK DAN PERMASALAHAN PEDAGANG KAKI … · KARAKTERISTIK DAN PERMASALAHAN PEDAGANG KAKI LIMA (PKL) ... construct street vendor database, (2) economic empowerment for the

166

nilai R2

= 0,057 (kecil) dan datar. Hal ini dapat diartikan bahwa sebenarnya

kegiatan tersebut berada di sekitar angka rata-rata tertentu sepanjang tahun.

5.5.6. Pengeluaran

Analisis lebih mendalam tentang kondisi keuangan dilakukan terhadap

komponen pengeluaran yang terdiri dari biaya operasional, biaya resmi dan biaya

tidak resmi. Penilaian dilakukan per hari dan dikonversi menjadi per bulan karena

beberapa komponen dibayarkan bulanan. Selain itu juga dilakukan pembagian

antara perhitungan yang menggunakan tenaga kerja (dan bonus) dengan yang

tanpa biaya tenaga kerja (dan bonus). Pembedaan ini diperlukan terkait hasil pada

Tabel 85, dimana hanya sebagian PKL yang menggunakan tenaga kerja,

sementara mayoritas tidak menggunakan tenaga kerja. Bila PKL menggunakan

tenaga kerja maka komponen bonus akan dimasukkan dan sebaliknya jika tidak.

Hasil analisis rata-rata item pengeluaran responden disajikan pada Tabel 97.

Hasil analisis menunjukkan bahwa rata-rata pengeluaran PKL yang

menggunakan tenaga kerja adalah Rp 4.601.342,- dan yang tidak menggunakan

tenaga kerja sebesar Rp 2.525.820,-. Pada PKL yang menggunakan tenaga kerja,

komponen terbesar pengeluaran adalah upah dan gaji pekerja yaitu sebesar 27,09

%, sedangkan pada PKL yang tidak menggunakan tenaga kerja komponen terbesar

adalah kuli angkut yaitu 22,78 %. Pengamatan lebih mendalam menunjukkan

bahwa komponen biaya resmi (kebersihan dan restribusi) lebih kecil dibandingkan

biaya tidak resmi (keamanan).

Hasil ini mengindikasikan bahwa banyak pihak luar yang mengambil

keuntungan dari keberadaan PKL. Biaya keamanan yang dimasukkan ke dalam

komponen tidak resmi dapat berupa biaya untuk preman, satpam setempat, oknum

satpol PP, oknum desa atau kecamatan dan sebagainya. Istilah keamanan dapat

merujuk pada pengertian keamanan dari pencurian, tindakan penggusuran dan

sebagainya. Implikasi bagi kebijakan adalah seharusnya biaya tidak resmi dapat

diturunkan atau dihilangkan agar PKL mendapat keuntungan yang layak dan jika

perlu dikonversi ke biaya resmi sehingga pendapatan pemerintah lebih besar untuk

tujuan pembangunan.

Page 186: KARAKTERISTIK DAN PERMASALAHAN PEDAGANG KAKI … · KARAKTERISTIK DAN PERMASALAHAN PEDAGANG KAKI LIMA (PKL) ... construct street vendor database, (2) economic empowerment for the

167

Tabel 97. Rata-rata Pengeluaran Bulanan Responden

No. Komponen Biaya

Dengan Tenaga

dan Bonus (Rp)

%

Tanpa Tenaga

dan Bonus (Rp)

%

Biaya Operasional

1. Upah dan gaji pekerja 1.246.522 27,09 - -

2. Jaminan sosial (asuransi yang berhubungan dengan pekerja, misalnya : jamsostek, asuransi jiwa dan kesehatan) jika ada

615.000 13,37

3. Bonus pekerja 214.000 4,65

4. Minyak tanah/LPG 243.172 5,28 243.172 9,63

5. Air 98.333 2,14 98.333 3,89

6. Listrik 78.696 1,71 78.696 3,12

7. Sewa tempat (lapak) dan peralatan

193.588 4,21 193.588 7,66

8. Transportasi 357.807 7,78 357.807 14,17

9. Makan 508.750 11,06 508.750 20,14

10. Komunikasi (HP, telp.) 166.750 3,62 166.750 6,60

11. Kuli angkut 575.455 12,51 575.455 22,78

12. Biaya perbaikan dan pemeliharan fasilitas usaha

166.583 3,62 166.583 6,60

Biaya Resmi

13. Kebersihan 46.686 1,01 46.686 1,85

14. Retribusi 90.000 1,96 90.000 3,56

Biaya Tidak Resmi

15. Keamanan 480.000 10,43 480.000 19,00

Total 4.601.342 100,00 2.525.820 100,00

Sumber : Data primer 2011 (diolah)

Usaha PKL menjadi mata pencaharian utama bagi mereka yang terlibat di

dalamnya. Untuk mengetahui keuntungan/profit PKL maka responden diberi

pertanyaan mengenai berapa besar penghasilan yang dibawa pulang (D16), yang

dalam konteks ekonomi dapat dikatakan sebagai net profit atau pendapatan bersih.

Dengan kelemahan PKL yang tidak memiliki pembukuan yang jelas (Tabel 93)

maka mereka tidak melakukan perhitungan profit bulanan, tetapi profit harian.

Dengan demikian maka pengukuran terhadap pertanyaan tersebut adalah harian,

yang hasil analisisnya disajikan pada Tabel 98.

Page 187: KARAKTERISTIK DAN PERMASALAHAN PEDAGANG KAKI … · KARAKTERISTIK DAN PERMASALAHAN PEDAGANG KAKI LIMA (PKL) ... construct street vendor database, (2) economic empowerment for the

168

Tabel 98. Penghasilan Yang dibawa Pulang Harian

No. Tipologi Penghasilan Yang dibawa Pulang Harian Rata-rata (Rp)

1. Pasar tumpah 85.132

2. Pasar sayur malam 81.500

3. Pasar kuliner 110.485

Sumber : Data primer 2011 (diolah)

Penghasilan yang dibawa pulang harian adalah saldo uang atau kas harian

setelah dikurangi pengeluaran-pengeluaran dan modal operasional harian atau

harga beli barang yang terjual (penghasilan harian yang dibawa kerumah).

Analisis terhadap tiga tipologi yang dikaji menunjukkan tipologi pasar kuliner

memiliki pendapatan bersih rata-rata tertinggi yaitu sebesar Rp 110.485,- diikuti

oleh pasar tumpah Rp 85.132,- dan pasar sayur malam Rp 81.500,-. Hasil ini

sedikit berbeda dengan hasil penelitian Suharto (2003) yang mengkaji sektor

informal di Bandung, dimana sektor informal dibagi menjadi sektor pangan,

barang dan jasa. Kisaran pendapatan yang digunakan adalah interval Rp 10.000,-

dari mulai kisaran terendah Rp 0,- sampai Rp 10.000,- hingga kisaran tertinggi

lebih dari Rp 40.000,-. Suharto (2003) menemukan bahwa sektor barang (pasar

tumpah dan sayur malam) memiliki pendapatan lebih tinggi dibandingkan sektor

pangan (dalam hal ini pasar kuliner). Perbedaan ini terkait dengan perbedaan nilai

uang tahun 2002 dan tahun 2011 dimana penelitian ini berlangsung.

Penghasilan yang dibawa pulang harian rata-rata di atas tidak dapat diartikan

bahwa tipologi pasar kuliner lebih menguntungkan dibandingkan dua tipologi

lainnya. Hasil di atas bersifat deskriptif dan masih memerlukan penelitian lebih

lanjut terkait dengan kelayakan usaha menurut tipologi PKL. Studi kelayakan

akan lebih baik jika memperhitungakan resiko dengan menggunakan analisis

sensitivitas. Mengingat tidak adanya data yang valid dari Pemerintah Kota Bogor

maka studi tersebut sebaiknya menggunakan data primer dengan jumlah sampel

lebih besar.

Sebagian besar penghasilan yang dibawa pulang digunakan untuk kebutuhan

konsumsi dan pengeluaran rumah tangga lainnya. Dalam penelitian ini

pengukuran pengeluaran rumah tangga didekati dengan kebutuhan konsumsi

harian karena konsumsi merupakan komponen terbesar pengeluaran rumah

Page 188: KARAKTERISTIK DAN PERMASALAHAN PEDAGANG KAKI … · KARAKTERISTIK DAN PERMASALAHAN PEDAGANG KAKI LIMA (PKL) ... construct street vendor database, (2) economic empowerment for the

169

tangga. Hasil analisis pengeluaran rumah tangga (D17) disajikan pada Tabel 99.

Tabel 99. Pengeluaran Konsumsi Rumah Tangga (RT) Harian

No. Tipologi Pengeluaran Konsumsi RT Harian Rata-rata (Rp)

1. Pasar tumpah 36.711

2. Pasar sayur malam 30.000

3. Pasar kuliner 35.900

Sumber : Data primer 2011 (diolah)

Hasil analisis menunjukkan bahwa pengeluaran konsumsi harian rata-rata

pasar tumpah (Rp 36.711,-) lebih besar dibandingkan pasar kuliner (Rp 30.000,-)

dan pasar sayur malam (Rp 35.900,-). Namun demikian, jumlah pengeluaran

konsumsi sebenarnya tergantung pada jumlah anggota keluarga. Semakin banyak

tanggungan keluarga maka akan semakin besar pengeluaran konsumsi yang

diperlukan.

Kombinasi Tabel 98 dan Tabel 99 menghasilkan pendapatan bersih

(Penghasilan – Konsumsi RT) harian PKL di kota Bogor (Tabel 100). Tabel 100

menunjukkan bahwa pasar kuliner memiliki pendapatan bersih harian tertinggi

(Rp 74.585,-) dibandingkan pasar sayur malam (Rp 51.500,-) dan pasar tumpah

(Rp 48.421,-). Perhitungan ini masih kasar karena belum dikurangi pengeluaran-

pengeluaran lain, tetapi setidaknya mengindikasikan bahwa usaha PKL mampu

memberikan pendapatan yang mencukupi bagi para pelakunya.

Tabel 100. Pendapatan bersih PKL Harian Rata-rata

No. Tipologi Rerata Pendapatan (Rp)

Rerata Konsumsi

Rumah Tangga (Rp)

Net (Rp)

1. Pasar tumpah 85.132 36.711 48.421

2. Pasar sayur malam 81.500 30.000 51.500

3. Pasar kuliner 110.485 35.900 74.585

Sumber : Data primer 2011 (diolah)

5.6. Permasalahan dan Prospek

Beragam masalah dihadapi oleh PKL, antara lain masalah perlindungan

sosial, rendahnya pendidikan, dan buruknya kesehatan (Mehrotra and Biggeri,

2002), miskin dan rentan (Suharto, 2003), bekerja dalam lingkungan yang keras

Page 189: KARAKTERISTIK DAN PERMASALAHAN PEDAGANG KAKI … · KARAKTERISTIK DAN PERMASALAHAN PEDAGANG KAKI LIMA (PKL) ... construct street vendor database, (2) economic empowerment for the

170

tanpa infrastruktur dan layanan dasar, serta masalah pasar dan investasi (Mitullah

2003), tata kota (Nitisudarmo, 2009), proteksi sosial dan legal (Henley et al,

2009), penggusuran dan kekerasan (Akharuzzama et al, 2010), dan kendala

finansial (Takim, 2011).

Untuk mengeksplorasi permasalahan-permasalahan yang dihadapi PKL di

kota Bogor maka dilakukan pertanyaan mengenai kesulitan-kesulitan yang mereka

hadapi. Pertanyaan ini memiliki implikasi kebijakan bagi pengelolaan PKL di

masa datang. Hasil analisis disajikan pada Tabel 101.

Tabel 101. Masalah/Kesulitan yang Dihadapi PKL

No. Permasalahan Ya Persen

1. Pasokan bahan baku 21 7,92

2. Penjualan produk – kekurangan pelanggan 23 8,68

3. Penjualan produk – terlalu banyak pesaing 26 9,81

4. Kesulitan keuangan 36 13,58

5. Tempat usaha sempit 16 6,04

6. Kekurangan perlengkapan 16 6,04

7. Kesulitan mengatur usaha 13 4,91

8. Terlalu banyak biaya resmi 11 4,15

9. Terlalu banyak biaya tidak resmi 22 8,30

10. Penggusuran 38 14,34

11. Pendapatan kecil 31 11,70

12. Ketidakamanan (preman, pencurian, dan lain-lain) 11 4,15

13. Ketidak pastian tempat usaha 1 0,38

Total 265 100,00

Sumber : Data primer 2011 (diolah)

Hasil analisis menunjukkan bahwa mayoritas PKL menghadapi kesulitan terkait

dengan penggusuran (14,34 %). Selain itu mereka juga menghadapi kesulitan keuangan

(13,58 %), pendapatan kecil (11,70 %), penjualan produk – terlalu banyak pesaing (9,81

%), penjualan produk – kekurangan pelanggan (8,68 %), terlalu banyak biaya tidak

resmi (8,30 %) pasokan bahan baku (7,92 %), tempat usaha sempit (6,04 %),

kekurangan perlengkapan (6,04 %), kesulitan mengatur usaha (4,91 %), terlalu banyak

biaya resmi (4,15 %), ketidakamanan seperti preman dan pencurian (4,15 %), dan

ketidak pastian tempat usaha (0,38 %).

Untuk mengatasi masalah di atas maka perlu ditanyakan harapan mereka

Page 190: KARAKTERISTIK DAN PERMASALAHAN PEDAGANG KAKI … · KARAKTERISTIK DAN PERMASALAHAN PEDAGANG KAKI LIMA (PKL) ... construct street vendor database, (2) economic empowerment for the

171

terkait dengan permasalahan yang mereka hadapi. Hasil analisis pada Tabel 102

menunjukkan bahwa mereka mengharapkan akses memperoleh pinjaman (18,87

%), bantuan memperoleh suplai (12,45 %), penataan usaha atau tempat (12,45%),

pelatihan teknis (9,81 %), pelatihan manajemen dan keuangan (9,43 %), akses

informasi pasar (9,43 %), pendaftaran usaha (6,04 %), dan iklan produk/layanan

baru (1,13 %).

Tabel 102. Bentuk Bantuan yang Diharapkan

No. Bentuk Bantuan yang Diharapkan Ya Persen

1. Pelatihan teknis 26 9,81 2. Pelatihan manajemen dan keuangan 25 9,43 3. Bantuan memperoleh suplai 33 12,45 4. Akses memperoleh pinjaman 50 18,87 5. Akses informasi pasar 25 9,43 6. Penataan usaha/tempat 33 12,45 7. Pendaftaran usaha 16 6,04 8. Iklan produk/layanan baru 3 1,13 9. Lainnya 0 0,00 Total 211 80,00

Sumber : Data primer 2011 (diolah)

5.7. Persepsi PKL terhadap Penataan

Eksplorasi lebih lanjut diarahkan pada pemahaman PKL terhadap peraturan

yang ada. Di Bogor sudah terdapat Perda yang berhubungan dengan PKL yaitu

Perda No. 13 Tahun 2005. Yang perlu dikaji adalah apakah Perda ini sudah

disosialisasikan dengan baik kepada masyarakat umum atau PKL, karena masih

terdapat PKL yang menempati titik-titik yang peruntukannya bukan untuk PKL.

Hasil analisis kesadaran responden PKL terhadap peraturan yang ada

disajikan pada Tabel 93, yang menunjukkan bahwa mayoritas PKL (67,50 %)

menyadari bahwa usaha mereka di ruang publik atau privat menyalahi atau

melanggar aturan Pemerintah Kota. Namun demikian PKL yang tidak

mengetahui bahwa mereka melanggar aturan juga cukup besar (32,50 %). Hasil

ini mengindikasikan dua hal, yaitu:

• Sosialisasi Perda belum maksimal karena masih cukup banyak PKL yang tidak

mengetahui.

Page 191: KARAKTERISTIK DAN PERMASALAHAN PEDAGANG KAKI … · KARAKTERISTIK DAN PERMASALAHAN PEDAGANG KAKI LIMA (PKL) ... construct street vendor database, (2) economic empowerment for the

172

• Perda belum mengakomodasi kepentingan PKL sehingga mereka cenderung

mengabaikan peraturan yang ada.

Kedua hal tersebut berimplikasi pada kebijakan atau strategi pengelolaan PKL di

Kota Bogor.

Tabel 103. Pemahaman Responden terhadap Aturan

No. Pemahaman terhadap Aturan Ya Persen

1. Paham 81 67,50

2. Tidak paham 39 32,50

Total 120 100,00 Sumber : Data primer 2011 (diolah)

Eksplorasi lebih lanjut terhadap kesediaan PKL untuk ditata (Tabel 94)

menunjukkan bahwa mayoritas responden (60,83 %) berkeinginan untuk ditata,

sedangkan 39,17 % PKL tidak mau ditata.

Tabel 104. Kemauan PKL untuk Ditata

No. Kemauan Ditata Ya Persen

1. Bersedia 73 60,83

2. Tidak bersedia 47 39,17

Total 120 100,00 Sumber : Data primer 2011 (diolah)

Bagi PKL yang mau ditata maka perlu dicarikan bentuk-bentuk pengelolaan

yang selaras dengan Perda untuk mengakomodasi harapan atau keinginan mereka.

Bagi mereka yang tidak mau ditata, diperlukan tindakan persuasif dari dinas-dinas

yang relevan sehingga mereka mau berpartisipasi dalam pembangunan kota Bogor

sesuai dengan visi dan misi kota Bogor. Tindakan persuasif diperlukan untuk

menghindari konflik antara PKL dengan Pemkot Bogor, tetapi tetap

mengakomodasi kepentingan keduanya.

Analisis lebih lanjut terhadap bentuk penataan yang diharapkan oleh mereka

yang mau ditata (Tabel 95) menunjukkan bahwa dari 73 responden, mayoritas

(60,27 %) mengharapkan tetap di tempat usaha sekarang tetapi lebih dikelola.

Sebanyak 30,14 % menginginkan ditempatkan di pasar yang ada (mendapatkan

lapak usaha), dan sebagian kecil (9,59 %) ingin ditempatkan di lokasi baru.

Page 192: KARAKTERISTIK DAN PERMASALAHAN PEDAGANG KAKI … · KARAKTERISTIK DAN PERMASALAHAN PEDAGANG KAKI LIMA (PKL) ... construct street vendor database, (2) economic empowerment for the

173

Tabel 105. Bentuk Penataan yang Diharapkan

No. Bentuk Penataan Ya Persen

1. Ditempatkan di pasar yang telah ada 22 30,14

2. Tetap di tempat sekarang dan diatur 44 60,27

3. Direlokasi ke tempat baru 7 9,59

Total 73 100,00

Sumber : Data Primer 2011 (diolah)

Bentuk-bentuk penataan ini membutuhkan biaya APBD Kota Bogor yang

signifikan dan komitmen Pemkot untuk melakukan pengelolaan PKL. Untuk

memberikan kontribusi positif bagi pembangunan kota Bogor, setiap lapak standar

perlu dikenai pembayaran dengan sistem dan jumlah yang dapat diterima oleh

PKL. Sistem pembayaran dapat bersifat harian, mingguan, bulanan, tahunan atau

membeli kios-kios pasar milik pemerintah.

Hasil analisis pada Tabel 96 menunjukkan bahwa mayoritas responden (90,41

%) menginginkan bentuk pembayaran harian, sebanyak 6,85 % menginginkan

bentuk pembayaran bulanan dan 2,74 % menginginkan secara mingguan. Hasil

ini sesuai dengan pendapatan PKL yang bersifat harian sehingga mereka dapat

langsung menyisihkan sebagian pendapatan hariannya untuk membayar sewa

lapak.

Tabel 106. Sistem Pembayaran yang Diharapkan er Lapak Standar

No. Bentuk Penataan Ya Persen

1. Harian 66 90,41

2. Mingguan 2 2,74

3. Bulanan 5 6,85

4. Tahunan 0 0,00

5. Beli permanen 0 0,00

Total 73 100,00 Sumber : Data primer 2011 (diolah)

Dari sisi jumlah uang yang harus dibayarkan, secara rata-rata responden

mengharapkan besaran sewa lapak Rp 8.564 per hari atau jika dikonversi menjadi

Rp 256.920,- per bulan. Jumlah ini cukup besar jika mampu dikelola oleh

Pemerintah Kota untuk kepentingan pembangunan. Untuk memaksimalkan

Page 193: KARAKTERISTIK DAN PERMASALAHAN PEDAGANG KAKI … · KARAKTERISTIK DAN PERMASALAHAN PEDAGANG KAKI LIMA (PKL) ... construct street vendor database, (2) economic empowerment for the

174

kontribusi sewa lapak terhadap pembangunan diperlukan strategi lebih lanjut agar

dana tersebut tidak dimanfaatkan oleh oknum-oknum tertentu bagi kepentingan

pribadi.

5.8. Persepsi Pesaing, Pemasok, dan Masyarakat terhadap Keberadaan PKL

Persepsi pesaing, pemasok, dan masyarakat terhadap keberadaan PKL

menjadi salah satu komponen penting dalam penelitian ini. Hal ini menjadi unsur

yang membedakan bila dibandingkan dengan penelitian lain tentang PKL di

Indonesia. Suharto (2003) dalam penelitian PKL di kota Bandung, Jawa Barat

dan Brata (2008) di Yogyakarta tidak membahas persepsi masyarakat terhadap

PKL. Budi (2006) dalam kajian lokasi PKL di kota Pemalang hanya

menggunakan persepsi masyarakat umum terhadap keberadaan PKL.

Dalam penelitian ini, jumlah responden yang digunakan adalah pemasok (9

responden), pesaing (6 responden) dan masyarakat umum (45 responden). Jumlah

masyarakat lebih banyak mengingat mereka adalah pihak yang terkena dampak

langsung dan tidak langsung dari keberadaan PKL.

Usaha PKL (informal) tidak berlangsung tanpa kompetisi. Mereka

berkompetisi dengan PKL sejenis dan toko-toko (formal) yang ada di sekitarnya.

Walsh (2010) dan Timalsina (2011) menyatakan bahwa PKL mampu

menyediakan harga produk lebih murah sehingga” menguntungkan” konsumen

masyarakat umum tetapi menjadi pesaing bagi usaha toko-toko di sekitarnya.

Dengan demikian maka perlu memasukkan persepsi pesaing dalam analisis.

Hasil analisis yang disajikan pada Tabel 97 menunjukkan bahwa mayoritas

pesaing (55,56 %) memandang bahwa keberadaan PKL tidak mengganggu

mereka dalam berusaha, tetapi proporsi yang terganggu juga cukup besar yaitu

44,44 %. Hal ini mengindikasikan bahwa keberadaan PKL di sekitar warung/toko

mereka dipandang sebagai pesaing bila barang yang dijual adalah barang sejenis.

Tabel 107. Persepsi Gangguan PKL terhadap usaha Pesaing dan Pemasok No. Gangguan Usaha Pesaing Pemasok

Jumlah Persen Jumlah Persen

1. Ya 4 44,44 1 16,67 2. Tidak 5 55,56 5 83,33 Total 9 100,00 6 100,00

Sumber : Data primer 2011 (diolah)

Page 194: KARAKTERISTIK DAN PERMASALAHAN PEDAGANG KAKI … · KARAKTERISTIK DAN PERMASALAHAN PEDAGANG KAKI LIMA (PKL) ... construct street vendor database, (2) economic empowerment for the

175

Dari sisi pemasok, mayoritas responden (83,33 %) menyatakan bahwa

keberadaan PKL tidak mengganggu aktivitas usaha mereka. Pemasok adalah

penyedia suplai PKL sehingga PKL bukan dipandang sebagai gangguan usaha.

Eksplorasi lebih lanjut terhadap pesaing yang merasa terganggu menunjukkan

bahwa mayoritas (23,08 %) mengalami penurunan omzet penjualan. Hal ini tekait

dengan keberadaan PKL yang mengganggu parkir konsumen (15,38 %) dan

menyebabkan tempat usaha kurang dapat dilihat konsumen (15,38 %).

Tabel 108. Bentuk Gangguan usaha PKL terhadap Pesaing

No. Bentuk Gangguan usaha Ya Persen

1. Menurunkan omzet penjualan 3 23,08

2. Menyebabkan konsumen enggan berbelanja 1 7,69

3. Mengganggu parkir konsumen 2 15,38

4. Menyebabkan tempat usaha kurang bisa dilihat konsumen 2 15,38

5. Lingkungan menjadi kotor dan kurang rapi 2 15,38

6. Jalanan menjadi sesak dan macet 2 15,38

7. Merasa kurang aman 1 7,69

8. Lainnya 0 0,00

Jumlah jawaban 13 100,00 Sumber : Data primer 2011 (diolah)

Berdasarkan data Persepsi Pesaing (B3) menunjukkan bahwa adanya PKL

sejenis dengan usaha pesaing menyebabkan penurunan omzet penjualan pesaing

rata-rata sekitar Rp. 377.778,- per bulan. Angka ini sebaiknya diverifikasi lebih

lanjut dengan sampel pesaing lebih banyak untuk memastikan apakah

keberadaan PKL menyebabkan penurunan omzet pesaing atau toko di sekitarnya.

PKL dipandang memberikan manfaat bagi pemasok. Mayoritas responden

pemasok (83,33 %) menyatakan bahwa keberadaan PKL menambah rantai

pemasaran dan sebagian kecil (16,67 %) menyatakan bahwa PKL memberikan

manfaat lain seperti mitra usaha dan sebagainya.

Page 195: KARAKTERISTIK DAN PERMASALAHAN PEDAGANG KAKI … · KARAKTERISTIK DAN PERMASALAHAN PEDAGANG KAKI LIMA (PKL) ... construct street vendor database, (2) economic empowerment for the

176

Tabel 109. Manfaat Keberadaan PKL bagi Pemasok

No. Manfaat Keberadaan PKL Ya Persen

1. Menambah rantai pemasaran 5 83,33

2. Meningkatkan jumlah barang yang dipasok (diversifikasi produk)

0 0,00

3. Lainnya 1 16,67

Total 6 100,00 Sumber : Data primer 2011 (diolah)

Penelitian lebih lanjut diarahkan pada manfaat aktivitas PKL bagi pesaing,

pemasok, dan masyarakat umum. Hasil analisis disajikan pada Tabel 110.

Tabel 110. Manfaat Aktivitas PKL bagi Pesaing, Pemasok, dan Masyarakat Umum

No. Manfaat keberadaan PKL

Pesaing Pemasok Masyarakat

Jml % Jml % Jml %

1. Tidak Ada 2 11,76 0 0,00 2 3,39

2. Lokasi menjadi lebih ramai

3 17,65 0 0,00 3 5,08

3. Mudah mendapatkan kebutuhan

5 29,41 2 33,33 21 35,59

4. Meningkatkan perekonomian masyarakat kecil

1 5,88 2 33,33 19 32,20

5. Mengurangi pengangguran

6 35,29 1 16,67 13 22,03

6. Lainnya 0 0,00 1 16,67 1 1,69

Total 17 100,00 6 100,00 59 100,00

Sumber : Data primer 2011 (diolah)

Mayoritas pesaing (35,29 %) menyatakan bahwa keberadaan PKL dapat

menurunkan jumlah pengangguran di masyarakat. Mayoritas pemasok (33,33 %)

dan masyarakat umum (35,59 %) menyatakan bahwa keberadaan PKL membuat

mereka mudah mendapatkan kebutuhan. Hasil untuk masyarakat ini sejalan

dengan temuan Budi (2005) pada kajian PKL di Pemalang bahwa aktivitas PKL

memiliki manfaat yang bervariasi bagi konsumennya. Intinya adalah aktivitas

PKL memberikan kemudahan karena keberadaan mereka yang cenderung dekat

dengan aktivitas masyarakat. Hasil analisis juga menunjukkan bahwa rata-rata

Page 196: KARAKTERISTIK DAN PERMASALAHAN PEDAGANG KAKI … · KARAKTERISTIK DAN PERMASALAHAN PEDAGANG KAKI LIMA (PKL) ... construct street vendor database, (2) economic empowerment for the

177

frekuensi berbelanja masyarakat umum ke PKL adalah 14,33 (∼15) kali dalam

sebulan. Ini menunjukkan ketergantungan masyarakat umum terhadap aktivitas

PKL di sekitarnya.

Ketergantungan masyarakat terhadap aktivitas PKL terkait dengan beberapa

alasan. Alasan mereka berbelanja ke PKL sangat beragam. Hasil analisis alasan

masyarakat memilih berbelanja/makan di lokasi PKL disajikan pada Tabel 111.

Tabel 111. Alasan Masyarakat Berbelanja di PKL

No. Alasan Berbelanja Ya Persen

1. Harga lebih murah dibanding yang lain 35 64,81

2. Lokasinya dekat 14 25,93

3. Suasana lebih santai 1 1,85

4. Produk dan jasa yang ditawarkan beragam 3 5,56

5. Kualitas produk/jasa sesuai 1 1,85

6. Lainnya, sebutkan............. 0 0,00

Total 54 100,00

Sumber : Data primer 2011 (diolah)

Mayoritas responden (64,81 %) menyatakan bahwa mereka berbelanja karena

harganya lebih murah dibandingkan yang lain. Alasan ini dapat dicontohkan

dalam harga kran air. Harga level PKL adalah Rp 5.000,- sampai Rp 7.500,-

sedangkan harga level toko kelontong atau toko bangunan antara Rp 10.000,-

sampai Rp 15.000,-. Jika kualitas yang menjadi ukuran, barang di toko tentunya

lebih bagus, namun ukuran yang digunakan masyarakat menengah ke bawah

umumnya adalah adalah harga dibandingkan kualitas.

Kedekatan lokasi juga menjadi pertimbangan utama konsumen (25,93 %),

khususnya untuk kebutuhan-kebutuhan tertentu seperti rokok, sabun, shampo, dan

sebagainya. Sebagai contoh, ketika seseorang ingin membeli rokok maka dia

akan mencari warung terdekat yang menjual rokok yang biasanya adalah toko

kelontong PKL.

Meskipun bermanfaat bagi masyarakat, keberadaan PKL sering dianggap

mengganggu kepentingan umum. Untuk itu persepsi pemasok, pesaing dan

masyarakat terhadap gangguan aktivitas PKL perlu dikaji. Hasil analisis disajikan

pada Tabel 112.

Page 197: KARAKTERISTIK DAN PERMASALAHAN PEDAGANG KAKI … · KARAKTERISTIK DAN PERMASALAHAN PEDAGANG KAKI LIMA (PKL) ... construct street vendor database, (2) economic empowerment for the

178

Tabel 112. Persepsi Keberadaan PKL untuk Kepentingan Umum

No. Persepsi Keberadaan

PKL untuk Kepentingan Umum

Pesaing Pemasok Masyarakat

Jml % Jml % Jml % 1. Tidak ada 3 18,75 0 0,00 6 9,09

2. Mengganggu aktivitas pejalan kaki

1 6,25 0 0,00 12 18,18

3. Parkir menjadi sulit 2 12,50 2 33,33 5 7,58

4. Lingkungan menjadi kotor dan kurang rapi

3 18,75 2 33,33 14 21,21

5. Jalanan menjadi sesak dan macet

6 37,50 1 16,67 28 42,42

6. Merasa kurang aman 1 6,25 1 16,67 1 1,52

Total Jawaban 16 100,00 6 100,00 66 100,00

Sumber : Data primer 2011 (diolah)

Dari hasil analisis pada Tabel 112 terlihat bahwa persepsi pesaing dan

pemasok menunjukkan hasil yang cenderung sama. Mayoritas pesaing (37,50 %)

dan masyarakat (42,42 %) menyatakan bahwa PKL menyebabkan jalanan menjadi

sesak dan macet. Banyak pesaing (18,75 %) dan masyarakat (21,21 %)

menyatakan bahwa PKL menyebabkan lingkungan menjadi kotor dan kurang rapi.

Bagi pemasok, PKL menyebabkan parkir menjadi sulit (33,33 %), lingkungan

menjadi kotor dan kurang rapi (33,33 %).

Jika hasil di atas dicermati, baik pesaing, pemasok maupun masyarakat

sedikit sekali yang menyatakan bahwa keberadaan PKL membuat mereka menjadi

kurang aman (masing-masing 1 %). Terkait dengan hasil ini, Budi (2005)

menemukan bahwa mayoritas masyarakat berpendapat PKL menyebabkan

gangguan sebagai berikut : ketidaknyamanan pejalan kaki kerena sempitnya

trotoar (18 %), parkir menjadi sulit (10 %), lingkungan kotor (10 %), jalanan yang

macet (18 %), merasa tidak aman (4 %), dan alasan lain (6 %). Yang dimaksud

dengan gangguan lain adalah gangguan secara visual karena tampilan PKL yang

tidak teratur dan tidak tertib. Sebanyak 18 % masyarakat menganggap bahwa

kehadiran PKL tidak memberi gangguan yang berarti. Umumnya masyarakat yang

berpendapat demikian adalah masyarakat yang lokasi aktivitasnya belum dipenuhi

oleh aktivitas PKL sehingga mereka beranggapan bahwa aktivitas PKL yang ada

belum terlalu mengganggu.

Page 198: KARAKTERISTIK DAN PERMASALAHAN PEDAGANG KAKI … · KARAKTERISTIK DAN PERMASALAHAN PEDAGANG KAKI LIMA (PKL) ... construct street vendor database, (2) economic empowerment for the

179

Analisis selanjutnya diarahkan pada persepsi terhadap perlunya pengaturan

khusus untuk aktivitas PKL di Kota Bogor (Tabel 113). Hasil analisis

menunjukkan bahwa mayoritas pesaing (88,89 %), pemasok (66,67 %) maupun

masyarakat (84,44 %) menyatakan bahwa keberadaan PKL perlu diatur secara

khusus.

Tabel 113. Persepsi Pengaturan untuk Aktivitas PKL

No. Persepsi Penataan PKL

Pesaing Pemasok Masyarakat

Jml % Jml % Jml % 1. Ya 8 88,89 4 66,67 38 84,44

2. Tidak 1 11,11 2 33,33 7 15,56

Total 9 100,00 6 100,00 45 100,00

Sumber : Data primer 2011 (diolah)

Beragam bentuk pengaturan bisa dilakukan seperti pengelompokan usaha,

pengaturan sarana dan prasarana usaha, pengaturan waktu usaha, relokasi usaha,

registrasi usaha, dan bentuk-bentuk pengaturan lainnya. Hasil analisis persepsi

pesaing, pemasok, dan masyarakat terhadap bentuk pengaturan disajikan pada

Tabel 114.

Tabel 114. Persepsi terhadap Bentuk-Bentuk Pengaturan

No. Bentuk Pengaturan Pesaing Pemasok Masyarakat

Jml % Jml % Jml % 1. Pengelompokan usaha 4 36,36 0 0,00 7 12,73

2. Sarana dan prasarana usaha 5 45,45 2 50,00 28 50,91

3. Waktu usaha 0 0,00 0 0,00 4 7,27

4. Relokasi usaha 1 9,09 2 50,00 14 25,45

5. Registrasi usaha 1 9,09 0 0,00 2 3,64

Total Jawaban 11 100,00 4 100,00 55 100,00

Sumber : Data primer 2011 (diolah)

Hasil analisis menunjukkan bahwa pesaing memandang perlunya pengaturan

sarana dan prasarana usaha (45,45 %), pengelompokan usaha (36,36 %), relokasi

usaha (1 %), dan registrasi usaha (1 %). Bagi pemasok, bentuk pengaturan yang

perlu dilakukan adalah sarana dan prasarana usaha (50,00 %) dan relokasi usaha

(50,00 %). Bagi masyarakat, hal yang paling perlu diatur adalah sarana dan

Page 199: KARAKTERISTIK DAN PERMASALAHAN PEDAGANG KAKI … · KARAKTERISTIK DAN PERMASALAHAN PEDAGANG KAKI LIMA (PKL) ... construct street vendor database, (2) economic empowerment for the

180

prasarana usaha (50,91 %), relokasi usaha (25,45 %), pengelompokan usaha

(12,73 %), waktu usaha (7,27 %), dan registrasi usaha (3,64 %).

Bentuk pengaturan sarana dan prasarana dapat dicontohkan di Blitar dimana

pemerintah menyediakan tenda-tenda dengan warna tertentu sehingga

memberikan keunikan sendiri pada wajah kota. Tenda tersebut dapat dimiliki

PKL dengan cara pembayaran angsuran yang besarannya disesuaiakan dengan

kemampuan PKL.

Dalam konteks pengaturan PKL, Pemerintah Kota Bogor sering melakukan

penggusuran di lokasi-lokasi tertentu sehingga persepsi terhadap penggusuran

perlu diketahui. Penggusuran pada dasarnya merupakan penerapan Perda, namun

terkadang bersifat represif sehingga menimbulkan bentrok fisik antara PKL dan

petugas (Satuan Polisi Pamong Praja, Polisi, Dinas Tata Kota, dan sebagainya).

Hasil analisis persepsi pesaing, pemasok, dan masyarakat terhadap penggusuran

disajikan pada Tabel 115.

Tabel 115. Persepsi terhadap Penggusuran

No. Perlunya Penggusuran

Pesaing Pemasok Masyarakat

Jml % Jml % Jml %

1. Ya 7 87,50 4 66,67 30 68,18

2. Tidak 1 12,50 2 33,33 14 31,82

Total 8 100,00 6 100,00 44 100,00

Sumber : Data primer 2011 (diolah)

Hasil analisis menunjukkan bahwa, baik pesaing (87,50 %), pemasok (66,67

%), dan masyarakat (68,18 %) memandang perlu dilakukan penggusuran pada

lokasi-lokasi tertentu yang peruntukannya bukan untuk PKL. Agar penggusuran

tidak menimbulkan bentrok fisik yang terkadang merenggut korban jiwa,

diperlukan mekanisme yang tepat sehingga masing-masing pihak merasa tidak

dirugikan. Persepsi pesaing, pemasok, dan masyarakat terhadap mekanisme

penggusuran yang seharusnya, disajikan pada Tabel 116.

Page 200: KARAKTERISTIK DAN PERMASALAHAN PEDAGANG KAKI … · KARAKTERISTIK DAN PERMASALAHAN PEDAGANG KAKI LIMA (PKL) ... construct street vendor database, (2) economic empowerment for the

181

Tabel 116. Mekanisme Penggusuran

No. Mekanisme Penggusuran

Pesaing Pemasok Masyarakat

Jml % Jml % Jml %

1. Tanpa sosialisasi dan tanpa kompensasi

0 0,00 0 0,00 0 0,00

2. Dengan sosialiasi tapi tanpa kompensasi

2 28,57 0 0,00 1 20,00

3. Dengan sosialiasi, dengan kompensasi, tanpa relokasi

0 0,00 0 0,00 2 40,00

4. Dengan sosialisasi, dengan kompensasi dan relokasi

5 71,43 5 100,00 26 20,00

5. Lainnya 0 0,00 0 0,00 1 20,00

Total Jawaban 7 100,00 5 100,00 30 100,00

Sumber : Data primer 2011 (diolah)

Hasil analisis menunjukkan bahwa baik pesaing, pemasok, dan masyarakat

mayoritas berpendapat bahwa sosialisasi, kompensasi, dan relokasi adalah

mekanisme penggusuran yang sesuai. Mekanisme ini pernah dilakukan dalam

pengaturan PKL di Solo, Jawa Tengah dimana Pemerintah Kota melakukan

pemberitahuan sebelumnya (sosialisasi), menyediakan tempat (relokasi),

menyediakan angkutan secara gratis ditambah modal awal untuk berusaha di

lokasi baru (kompensasi). Bentuk pengaturan ini terbukti tidak menimbulkan

konflik antara petugas dan PKL karena PKL secara sukarela bersedia pindah ke

lokasi baru.

Page 201: KARAKTERISTIK DAN PERMASALAHAN PEDAGANG KAKI … · KARAKTERISTIK DAN PERMASALAHAN PEDAGANG KAKI LIMA (PKL) ... construct street vendor database, (2) economic empowerment for the

BAB VI

KONTRIBUSI PKL TERHADAP EKONOMI WILAYAH

Pembahasan tentang kontribusi PKL terhadap ekonomi wilayah difokuskan

pada faktor-faktor yang mempengaruhi pendapatan PKL di kota Bogor dan kajian

deskriptif kontribusi PKL terhadap ekonomi wilayah, baik pada level lokal,

nasional, maupun global. Kajian terhadap faktor-faktor yang mempengaruhi

pendapatan PKL di kota Bogor dianalisis menggunakan analisis regresi berganda

dan kajian deskriptif kontribusi PKL terhadap ekonomi wilayah dianalisis secara

empiris menggunakan literatur yang tersedia.

6.1. Kontribusi PKL terhadap Ekonomi Wilayah

Timalsina (2011) menyatakan bahwa PKL mampu memberikan peran krusial

dalam menyediakan lapangan kerja dan mata pencaharian bagi penduduk miskin

urban dan pedesaan. Meski demikian perannya masih kurang banyak diakui

dalam strategi pengentasan kemiskinan dan dalam program kebijakan perkotaan.

1. PKL sebagai Mata Pencaharian Urban

Mata pencaharian penduduk miskin ditentukan oleh konteks dimana mereka

tinggal, kendala, dan peluang pada tempat tinggalnya. Ini karena konteks

ekonomi, lingkungan, sosial dan politis menentukan aset-aset yang dapat diakses

oleh warga, bagaimana mereka dapat menggunakannya (Meikle, 2002), dan

kemampuannya dalam mendapatkan matapencaharian yang aman. Penduduk desa

melihat peluang baru di wilayah urban dalam konteks lapangan kerja, fasilitas

fisik, dan sebagainya. Akibatnya, pekerja pertanian pedesaan memiliki insentif

kecil untuk tetap di sektor pertanian. Mereka lebih memilih bermigrasi ke kota-

kota mencari lapangan kerja non pertanian yang lebih menjanjikan. Mata

pencaharian migran urban ini bervariasi menurut level pendidikan dan skill yang

dimiliki. Migran yang kompeten dan memiliki skill dapat menemukan pekerjaan

formal, sementara yang kurang kompeten dan tidak ber-skill bekerja di sektor

informal.

Di antara beragam aktivitas informal, PKL tumbuh cepat selama beberapa

dekade terakhir. Di kota Bogor, meski keabsahan datanya masih diragukan, dari

Page 202: KARAKTERISTIK DAN PERMASALAHAN PEDAGANG KAKI … · KARAKTERISTIK DAN PERMASALAHAN PEDAGANG KAKI LIMA (PKL) ... construct street vendor database, (2) economic empowerment for the

184

hasil pendataan oleh Pemerintah Kota Bogor tahun 1996 tercatat PKL berjumlah

2.140 pedagang. Pada akhir tahun 1999 berdasarkan hasil survei Pusat Inkubasi

Bisnis Usaha Kecil (Pinbuk) Kota Bogor jumlahnya hampir tiga kali lipat

menjadi 6.340 pedagang. Pada akhir tahun 2002 berdasarkan hasil pendataan

Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kota Bogor jumlah PKL meningkat lagi

menjadi 10.350 PKL yang tersebar di 51 titik PKL, dimana 82 % dari para

pedagang tersebut berasal dari luar kota Bogor. Tahun 2004 terdapat 50 lokasi

PKL dengan jumlah pedagang sekitar 12.000 PKL.

Dari sisi aspek ekonomi, pertumbuhan PKL berkontribusi positif. Peran PKL

dalam menggerakkan roda perekonomian tidak dapat diabaikan. Perputaran uang

PKL setiap hari jumlahnya sangat besar. Hasil analisis pada Tabel 91 (Bab 5)

menunjukkan bahwa rata-rata modal kerja harian PKL di kota Bogor adalah Rp

421.336,-. Dengan jumlah PKL sebanyak 12.000 makajumlah perputaran uang per

hari yang dihasilkan sekitar Rp 5.056.034.483,-, suatu jumlah yang luar biasa

besar. Jumlah ini akan mempu menggerakkan roda ekonomi kota Bogor dan

berkontribusi positif terhadap ekonomi wilayah.

Kontribusi PKL terhadap ekonomi wilayah dapat dilihat dari jumlah retribusi

yang mampu ditarik dari PKL. Regulasi di kota Bogor (Surat Keputusan

Walikota No. 511.23.45.146. tahun 2008) mensyaratkan bahwa PKL harus

mendapatkan ijin usaha. Pemkot Bogor mewajibkan PKL yang sudah berijin

membayar retribusi pemakaian kekayaan daerah, retribusi pelayanan

persampahan, dan pajak restoran khusus untuk pedagang makanan dan minuman.

Sayangnya belum banyak PKL yang sudah berijin. Hasil penelitian menunjukkan

bahwa rata-rata PKL membayar sekitar Rp 1.000,- per hari untuk kebersihan.

Dengan jumlah PKL sebanyak 12.000 maka dihasilkan sekitar Rp 12.000.000,-

per hari (∼ Rp 360.000.000,- per bulan), suatu jumlah yang sangat besar bagi

PAD.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa PKL mau membayar pemakaian

kekayaan daerah rata-rata sebesar Rp 8.564,- per hari (E6), sehingga potensi PAD

yang dapat dikumpulkan adalah Rp 102.768.000,- per hari (∼Rp 3.083

milyar/bulan), suatu jumlah sangat fantastis.

Page 203: KARAKTERISTIK DAN PERMASALAHAN PEDAGANG KAKI … · KARAKTERISTIK DAN PERMASALAHAN PEDAGANG KAKI LIMA (PKL) ... construct street vendor database, (2) economic empowerment for the

185

Widodo (2006) yang menggunakan analisis input-output dalam analisis PKL

di Yogyakarta menyatakan bahwa sektor informal berkontribusi positif pada

pembangunan DIY melalui peningkatan output, penyediaan lapangan kerja,

pendapatan masyarakat. Perlu diingat bahwa kontribusi positif sektor informal

mempunyai batas tertentu sehingga kontribusinya akan menurun jika sudah

melebihi batas tersebut.

2. PKL sebagai Peluang Mata Pencaharian

PKL adalah suatu profesi yang hadir seiring dengan perkembangan kota.

Selain sebagai lapangan kerja, PKL juga mampu memberikan jasa yang dapat

terjangkau mayoritas penduduk urban. PKL adalah bagian integral dari ekonomi

kota, menyediakan jasa-jasa penting dan menciptakan lapangan kerja sendiri dan

berkontribusi pada pertumbuhan ekonomi (Timalsina, 2011). Peran PKL dalam

ekonomi sama pentingnya dengan penyediaan barang dan jasa bagi penduduk

urban.

Dalam konteks ini, bekerja sebagai PKL menarik bagi mereka yang memiliki

peluang terbatas untuk mendapatkan pekerjaan formal atau bisnis yang prestisius,

dan meminimalkan peluang ekslusi sosial dan marginalisasi. PKL semakin

menjadi opsi mata pencaharian bagi orang-orang termarginalkan. PKL mampu

menyediakan lapangan kerja musiman bagi penduduk pedesaan dan menjadi

sumber pendapatan. Oleh karenanya, PKL dapat dipandang sebagai peluang bagi

komuniytas miskin.

a. Peluang Kerja dan Lapangan Kerja

Agar dapat bertahan hidup maka penduduk yang bermigrasi ke wilayah urban

harus menciptakan lapangan kerja sendiri untuk menghasilkan pendapatan. PKL

menjadi peluang pekerjaan dan lapangan kerja bagi penduduk miskin dan

penduduk yang kurang sejahtera. Sektor ini juga berhubungan dengan sektor

formal dalam penyediaan tenaga kerja dan pemasaran produk. Studi menunjukkan

bahwa beragam barang yang dijual oleh PKL seperti baju, sepatu dan sandal,

barang-barang plastik dan alat-alat rumah tangga diproduksi oleh industri rumah

tangga. Industri ini sangat tergantung pada PKL dalam memasarkan produknya

(Gottdiener and Budd, 2005). Dengan cara ini, PKL memberikan jasa dalam

Page 204: KARAKTERISTIK DAN PERMASALAHAN PEDAGANG KAKI … · KARAKTERISTIK DAN PERMASALAHAN PEDAGANG KAKI LIMA (PKL) ... construct street vendor database, (2) economic empowerment for the

186

keberlanjutan industri-industri rumah tangga yang akan menggerakkan ekonomi

wilayah.

Selain menjadi mata pencaharian bagi sebagian penduduk kota, sektor ini juga

memberikan peluang kerja bagi warga yang lebih berpendidikan, seiring

menurunnya lapangan kerja formal. Dalam derajat tertentu, PKL menjadi pilihan

bagi orang yang tidak mendapatkan pekerjaan meski berpendidikan dan

berketerampilan mencukupi. Pekerjaan sebagai PKL di kota Bogor dapat

menyerap mereka yang berpendidikan SMA atau sederajat (10,83 %) dan akademi

atau sederajat (2,50 %).

Di sisi lain, melalui penyediaan barang yang murah maka penduduk miskin

mampu mendapatkan kebutuhan dasarnya melalui PKL. Kelompok berpendapatan

rendah membelanjakan pendapatannya ke PKL karena harga murah dan

terjangkau (Bhowmik, 2005). Dengan cara ini, PKL membantu kelompok warga

lain untuk bertahan hidup. Melalui penyediaan barang murah, PKL dapat

dikatakan menyediakan subsidi bagi penduduk miskin urban, subsidi yang

seharusnya disediakan oleh Pemerintah Kota.

b. Mata Pencaharian bagi Keluarga Batih

PKL mampu memberikan peluang pendapatan dan mata pencaharian bagi

anggota keluarga batih karena para migran terkadang membawa keluarganya ke

kota. Kebutuhan dasar anggota keluarga ini menjadi tanggung jawab anggota

keluarga yang muda dan dewasa. Di kota Bogor, beberapa PKL bekerja sebagai

PKL untuk menghidupi keluarga tanggungannya. Hasil analisis menunjukkan

bahwa secara rata-rata responden PKL di kota Bogor memiliki tanggungan lebih

dari 3 orang (62,50 %).

6.2. Faktor yang Mempengaruhi Pendapatan PKL

Pendapatan PKL dipengaruhi banyak faktor. Tohar (2003) menyatakan bahwa

pendapatan pedagang sektor informal di kota Medan dipengaruhi oleh modal

investasi, jam kerja, tenaga kerja, dan modal kerja. Gonec and Harun (2007)

menemukan bahwa ukuran usaha, jumlah tenaga kerja, keluarga, dan akses pasar

sebagai faktor penting bagi ekonomi informal di Turki. Japina (2010)

menunjukkan bahwa modal kerja, total tenaga kerja, dan waktu berdagang secara

Page 205: KARAKTERISTIK DAN PERMASALAHAN PEDAGANG KAKI … · KARAKTERISTIK DAN PERMASALAHAN PEDAGANG KAKI LIMA (PKL) ... construct street vendor database, (2) economic empowerment for the

187

signifikan mempengaruhi pendapatan PKL di Kecamatan Rantau Utara,

Kabupaten Labuhan Batu, Medan, Sumatera Utara.

Seperti hasil penelitian di atas, pendapatan PKL di kota Bogor juga

dipengaruhi faktor yang beragam.

Untuk menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi pendapatan PKL di kota

Bogor model yang digunakan adalah :

Yi = β0 + β1 X1i + β2 X2i + β3 X3i + β4 X4i + β5 X5i+ β6 X6+ β7 X7i + β11D1i + β12D2i+ β13D3i + β14D4i + ei

dimana Y i = Pendapatan bersih PKL ke-i (Rp/hari) X1i = Omzet PKL ke-i (Rp/hari) X2i = Modal awal/investasi PKL ke-i (Rp.) X3i = Jumlah lapak/tempat usaha PKL ke-i X4i = Modal kerja PKL ke-i (Rp/hari) X5i = Retribusi/pungutan resmi PKL ke-i (Rp/hari) X6i = Biaya-biaya internal PKL ke-i (Rp/hari) X7i = Pungutan tidak resmi PKL ke i (Rp/hari} D1i = Nilai lokasi (strategis, tidak strategis) D2i = Jenis kelamin (laki-laki, perempuan) D3i = Asal pedagang (Bogor, luar Bogor) D4i = Kebersihan lokasi ei = Error standar ke -i Regresi tersebut dianalisis menggunakan analisis regresi berganda dengan

program SPSS ver. 16 for Win.

Persamaan regresi yang diperoleh adalah sebagai berikut :

Y = 102773.132* + 0.012 X*1 + 0.002 X*2 – 2.04E4 X3 + 0.014 X4 - 0.055 X5 (1.679) (1.889) (1.936) (-0.930) (0.806) (-0.858) + 0.004 X6 – 5.41E2 X7 + 1.14E4 D1 – 4.0E3D2 – 3.64E4D*3 + 2.47E4D*4

(0.590) (-0.757) (0.327) (-0.167) (-2.754) (1.709) R = 0.652 ; R2= 0.425, Sig-F=0.000 , (.....) = t–hitung,* = nyata pada α=0.10

Nilai R (multiple R) adalah koefisien korelasi berganda untuk mengukur

keeratan hubungan antara variabel dependent dan independent. Dari persamaan di

atas diperoleh nilai R sebesar 0.652, yang berarti bahwa model tersebut secara

keseluruhan dapat mengukur keeratan sebesar 65,2 %.

Page 206: KARAKTERISTIK DAN PERMASALAHAN PEDAGANG KAKI … · KARAKTERISTIK DAN PERMASALAHAN PEDAGANG KAKI LIMA (PKL) ... construct street vendor database, (2) economic empowerment for the

188

Nilai R2 (koefisien determinasi) adalah nilai yang menunjukkan seberapa jauh

model yang dihasilkan menerangkan kondisi yang sebenarnya. Dari persamaan di

atas, nilai R2 yang didapat adalah 0.425, yang berarti bahwa model tersebut

mampu menjelaskan kondisi riil sebesar 42,5 %. Secara rinci, hasil analisis

disajikan pada Lampiran.

Hasil analisis menunjukkan bahwa variabel X1 (omzet, Sig-t = 0.062), X2

Tipologi

(modal awal, Sig-t = 0.056), dan D4 (dummy lokasi, Sig-t = 0.07) berpengaruh

positif dan signifikan terhadap pendapatan PKL pada taraf 10 %. Hal ini

menunjukkan bahwa peningkatan omzet Rp1000,-/hari akan meningkatkan

pendapatan bersih pedagang sebesar Rp12,-/hari , cateris paribus. Peningkatan

modal awal Rp1000,- akan meningkatkan pendapatan bersih sebesar Rp2,-/hari.

Variabel asal pedagang (D3) berpengaruh signifikan (Sig-t = 0.007) dengan tanda

negatif. Dummy kebersihan juga berpengaruh signifikan (sig-t = 0.091).

Untuk melihat pengaruh pendapatan PKL tiap tipologi terhadap tingkat

pendidikan tertinggi anggota keluarga, kesehatan, dan konsumsi maka dilakukan

analisis regresi linier sederhana untuk tiap tipologi. Hasil analisis disajikan pada

Tabel 117.

Tabel 117. Pengaruh Pendapatan PKL terhadap Tingkat Pendidikan, Kesehatan, dan Konsumsi Keluarga PKL

Model Variabel Regresi

Pasar sayur malam

Z1i = β0 + β1

Y1i,

Z2i = β0 + β1 Y1i Z3i = β0 + β1 Y

Y

1i

1i = Pendapatan PKL sayur malam ke-i

Z1i = Tingkat pendidikan tertinggi anggota keluarga PKL sayur malam ke-i

Z2i = Kesehatan keluarga PKL sayur malam ke-i

Z3i

Z

= Konsumsi keluarga PKL sayur malam ke-i

1i = 7E-06Y1 + 1.944 R² = 0.034, Sig-F = 0.24 Z2i = 2E-06 Y1 + 1.643 R² = 0.020, Sig-F =0.37 Z3i = 0.214 Y1 + 18928 R² = 0.179, Sig-F = 0.006*

Page 207: KARAKTERISTIK DAN PERMASALAHAN PEDAGANG KAKI … · KARAKTERISTIK DAN PERMASALAHAN PEDAGANG KAKI LIMA (PKL) ... construct street vendor database, (2) economic empowerment for the

189

Tipologi Model Variabel Regresi

Pasar kuliner

Z4i = β0 + β1 Y2i

Z5i = β0 + β1 Y2i Z6i = β0 + β1 Y

Y

2i

2i = Pendapatan PKL kuliner ke-i

Z4i = Tingkat pendidikan tertinggi anggota keluarga PKL kuliner ke-i

Z5i = Kesehatan keluarga PKL kuliner ke-i

Z6i

Z

= Konsumsi keluarga PKL kuliner ke-i

4i = 1E-06Y2 + 2.733 R² = 0.011; Sig-F = 0.51 Z5i = 4E-07 Y2 + 1.407 R² = 0.006 ; Sig-F = 0.60 Z6i = 0.122 Y2 + 19924 R² = 0.451 ; Sig-F = 2.04569E-06*

Pasar tumpah

Z7i = β0 + β1 Y3i

Z8i = β0 + β1 Y1i Z9i = β0 + β1 Y

Y

1i

3i = Pendapatan PKL pasar tumpah ke-i

Z7i = Tingkat pendidikan tertinggi anggota keluarga PKL pasar tumpah ke-i

Z8i = Kesehatan keluarga PKL pasar tumpah ke-i

Z9i

Z

= Konsumsi keluarga PKL pasar tumpah ke-i

7i = 3E-06Y3 + 2.295 R² = 0.055 ; Sig-F = 0.14 Z8i = -7E-07 Y3 + 1.808 R² = 0.015 ; Sig-F = 0.45 Z9i = 0.139 Y3 + 23989 R² = 0.245 ; Sig-F = 0.001*

Keterangan : * Berbeda nyata pada level kepercayaan 95 %

Pada tipologi pasar sayur malam, pendapatan PKL tidak berpengaruh nyata

terhadap tingkat pendidikan tertinggi dan kesehatan anggota keluarga meski trend-

nya menunjukkan peningkatan dengan nilai R2 yang rendah. Hasil serupa

didapatkan untuk tipologi pasar kuliner dan pasar tumpah. Secara keseluruhan

untuk ketiga tipologi, pendapatan tidak berpengaruh nyata pada tingkat pendidikan

dan kesehatan, tetapi berpengaruh nyata pada konsumsi keluarga PKL.

Hasil analisis di atas menunjukkan bahwa konsumsi meningkat dengan

bertambahnya pendapatan. Hasil tersebut juga menunjukkan bahwa komponen

konsumsi mendominasi pengeluaran keluarga PKL, sedangkan terhadap tingkat

pendidikan dan kesehatan keluarga PKL ada kecenderungan yang lemah.

Analisis lebih lanjut dilakukan untuk mengetahui perbedaan net pendapatan

antara ketiga tipologi. Untuk memulainya, pada Gambar 14 disajikan boksplot

net pendapatan untuk ketiga tipologi. Gambar 14 menunjukkan bahwa pasar

tumpah dan pasar kuliner memiliki batas bawah dan atas hampir sama namun

cukup berbeda dengan pasar sayur malam. Untuk menguji lebih lanjut dilakukan t

test antar masing-masing tipologi.

Page 208: KARAKTERISTIK DAN PERMASALAHAN PEDAGANG KAKI … · KARAKTERISTIK DAN PERMASALAHAN PEDAGANG KAKI LIMA (PKL) ... construct street vendor database, (2) economic empowerment for the

190

Gambar 14. Distribusi Pendapatan Bersih PKL (Rp/hari) menurut Tipologi

dalam Boksplot Sumber : Data primer 2011 (diolah)

Uji ragam untuk net pendapatan antara pasar tumpah dan pasar sayur malam

menunjukkan P value sebesar 0.059, berbeda nyata pada taraf 10 %. Hasil uji

ragam disajikan pada Tabel 108 sedangkan boksplot disajikan pada Gambar 15.

Tabel 118. Uji Ragam untuk Pendapatan Bersih Antara Pasar Tumpah dan Pasar

Sayur Malam Pasar tumpah Pasar sayur malam

Mean 80875 59000

Variance 6147291667 1550256410

Observations 40 40

Pooled Variance 3848774038

df 78

t Stat 1.576891646

P(T<=t) one-tail 0.059433918

t Critical one-tail 1.292499597

Sumber : Data primer 2011 (diolah)

Page 209: KARAKTERISTIK DAN PERMASALAHAN PEDAGANG KAKI … · KARAKTERISTIK DAN PERMASALAHAN PEDAGANG KAKI LIMA (PKL) ... construct street vendor database, (2) economic empowerment for the

191

Gambar 15. Distribusi Pendapatan Bersih PKL (Rp/hari) antara Pasar Sayur Malam dan Pasar Tumpah dalam Bentuk Boksplot

Sumber : Data primer 2011 (diolah)

Analisis antara pasar tumpah dan pasar kuliner tidak menunjukkan perbedaan

nyata pada taraf 10 %, dengan P value 0.313. Hasil uji ragam disajikan pada

Tabel 119 sedangkan boksplot disajikan pada Gambar 16.

Tabel 119. Uji Ragam untuk Pendapatan Bersih antara Pasar Tumpah dan Pasar

Kuliner Pasar tumpah Pasar kuliner

Mean 80875 91150

Variance 6147291667 11691874359

Observations 40 40

Pooled Variance 8919583013

df 78

t Stat -0.486546724

P(T<=t) one-tail 0.313971957

t Critical one-tail 1.292499597

Sumber : Data primer 2011 (diolah)

Page 210: KARAKTERISTIK DAN PERMASALAHAN PEDAGANG KAKI … · KARAKTERISTIK DAN PERMASALAHAN PEDAGANG KAKI LIMA (PKL) ... construct street vendor database, (2) economic empowerment for the

192

Gambar 16. Distribusi Pendapatan Bersih PKL (Rp/hari) antara Pasar Tumpah

dan Pasar Kuliner dalam bentuk Boksplot Sumber : Data primer 2011 (diolah)

Analisis antara pasar sayur malam dan pasar kuliner menunjukkan

perbedaan nyata pada taraf 10 %, dengan P value 0.040. Hasil uji ragam disajikan

pada Tabel 110, sedangkan boksplot disajikan pada Gambar 17.

Tabel 120. Uji Ragam untuk Pendapatan Bersih antara Pasar Sayur Malam dan Pasar Kuliner

Pasar sayur malam Pasar kuliner

Mean 59000 91150

Variance 1550256410 11691874359

Observations 40 40

Pooled Variance 6621065385

df 78

t Stat -1.766981639

P(T<=t) one-tail 0.040571501

t Critical one-tail 1.292499597

Sumber : Data primer 2011 (diolah)

Page 211: KARAKTERISTIK DAN PERMASALAHAN PEDAGANG KAKI … · KARAKTERISTIK DAN PERMASALAHAN PEDAGANG KAKI LIMA (PKL) ... construct street vendor database, (2) economic empowerment for the

193

Gambar 17. Distribusi Pendapatan Bersih PKL (Rp/hari) antara Pasar Kuliner

dan Pasar Sayur Malam dalam bentuk Boksplot Sumber : Data primer 2011 (diolah)

6.3. Keterkaitan ke Belakang (Backward) dan ke Depan (Forward) dari PKL

Penelitian ini tidak secara langsung mengkaji adanya keterkaitan ke

belakang (backward linkage) dan ke depan (forward linkage) dari keberadaan

PKL. Keterkaitan yang dikemukakan terbatas pada keterkaitan langsung baik

manfaat maupun kerugian atau pengorbanan yang diakibatkan oleh keberadaan

PKL. Pemaparan yang dilakukan lebih bertujuan untuk mengingatkan para

pembuat kebijakan bahwa setiap kebijakan ataupun regulasi yang dibuat untuk

PKL akan berpengaruh langsung terhadap banyak pihak yang terkait.

Oleh karenanya, pembahasan mengenai backward linkage dan forward linkage

bersifat deskriptif dan menggunakan studi literatur.

Adanya peningkatan output sektor tertentu akan mendorong peningkatan

output sektor-sektor lainnya, melalui dua cara. Pertama, peningkatan output

sektor i akan meningkatkan permintaan input sektor i tersebut. Input sektor i

tersebut dapat berasal dari sektor i sendiri atau berasal dari sektor lain, misal

sektor j. Oleh karenanya, sektor i akan meminta output sektor j lebih banyak

Page 212: KARAKTERISTIK DAN PERMASALAHAN PEDAGANG KAKI … · KARAKTERISTIK DAN PERMASALAHAN PEDAGANG KAKI LIMA (PKL) ... construct street vendor database, (2) economic empowerment for the

194

daripada sebelumnya (sebagai input dalam proses produksi). Dengan demikian

harus ada peningkatan output sektor j yang pada gilirannya akan meningkatkan

permintaan input untuk sektor j itu sendiri atau dengan kata lain akan terjadi

peningkatan output sektor-sektor lainnya, begitu seterusnya. Keterkaitan ini adalah

keterkaitan ke belakang karena bersumber dari mekanisme penggunaan input

produksi. Keterkaitan ke depan terjadi melalui penggunaan output sektor i untuk

sektor i sendiri atau sektor lainnya dalam ekonomi.

Dalam penelitian ini, peningkatan output (penjualan) pada tipologi

pedagang sayur malam mempunyai backward linkage secara langsung dengan

kebutuhan akan lebih banyak input produk sayur-sayuran dari petani. Output

pasar sayur malam digunakan untuk kebutuhan industri pengolahan seperti

warung makan, restoran dan sebagainya sehingga pasar sayur malam mempunyai

forward linkage secara langsung dengan industri pengolahan makanan. Sebagian

output pasar sayur malam juga digunakan sebagai input makanan olahan yang

dijual pada pasar kuliner seperti bakso, siomay, pecel lele dan lain sebagainya.

Peningkatan output pasar kuliner tersebut akan meningkatkan kebutuhan input

dari industri alat-alat pengolalahan makanan.

Secara deskriptif kualitatif keterkaitan ke depan dan ke belakang dari tiga

tipologi PKL yang dikaji dalam penelitian ini disajikan pada Tabel 121.

Page 213: KARAKTERISTIK DAN PERMASALAHAN PEDAGANG KAKI … · KARAKTERISTIK DAN PERMASALAHAN PEDAGANG KAKI LIMA (PKL) ... construct street vendor database, (2) economic empowerment for the

195

Tabel 121. Keterkaitan Manfaat Langsung ke Depan dan ke Belakang dari PKL

Tipologi PKL Backward Linkage Forward Linkage

Pasar Sayur Malam, Pasar Tumpah dan Pasar Kuliner

Sektor Pertanian dan Industri: Memperpendek rantai pemasaran hasil produksi pertanian maupun industri lain. Untuk sektor pertanian, petani dimungkinkan membawa langsung hasil produksinya ke pasar.

Konsumen : - Konsumen langsung - Industri Pengolahan, warung makan, restoran dan lain-lain - Pedagang keliling dan pedagang kecil di perkampungan

- Pemulung, baik pemulung sisa dagangan untuk diolah menjadi makanan ternak maupun kompos ataupun pemulung lain

Sektor Angkutan: Jasa angkutan mulai dari produsen hingga ke PKL

Jasa Angkutan Angkutan kota ,Ojeg dan sebagainya

Sektor Tenaga Kerja : Menciptakan peluang/ kesempatan kerja dalam berbagai bentuk

Penciptaan kesempatan / peluang kerja dalam berbagai bentuk baaik sebagai tenaga kerja bagi PKL maupun sebagai akibat keberadaan PKL, antara lain Lapangan kerja sebagai petugas kebersihan, Lapangan kerja bagi Satpol PP, Lapangan kerja sebagai penarik Retribusi ataupun sebagai kuli angkut bagi konsumen dan sebagainya.

Sektor Jasa lain-lain Penerangan, bongkar muat, parkir, sewa tempat, sewa alat dan sebagainya.

Sektor Jasa lain-lain : Jasa pedagang penyedia kebutuhan pedagang atau konsumen saat itu, seperti, pedagang bahan-bahan pembungkus, pengikat, penyedia toilet, jasa bongkar muat, pedagang kuliner, parkir dan sebaginya.

Widodo (2006) dalam studi peran sektor informal terhadap perekonomian

daerah di Daerah Istimewa Yogyakarta menggunakan pendekatan delphi IO

menemukan bahwa dari lima sektor yang dikaji yaitu : 1). pertanian dan

pertambangan; 2). industri pengolahan; 3). perdagangan, restoran, hotel, listrik,

gas, air dan bangunan; 4). angkutan dan komunikasi; dan 5). lain-lain;

kesemuanya menunjukkan perubahan backward dan forward linkage yang positif

terhadap sektor informal. Hal ini menunjukkan bahwa kegiatan-kegiatan sektor

informal (termasuk PKL) mampu meningkatkan keterkaitan ke depan dan ke

belakang dari sektor formal. Output sektor formal tertentu yang pada awalnya

Page 214: KARAKTERISTIK DAN PERMASALAHAN PEDAGANG KAKI … · KARAKTERISTIK DAN PERMASALAHAN PEDAGANG KAKI LIMA (PKL) ... construct street vendor database, (2) economic empowerment for the

196

tidak berhubungan dengan sektor formal lainnya, dengan kehadiran sektor

informal, keduanya menjadi terhubung. Dalam hal ini, kegiatan sektor informal

menjadi jembatan bagi sektor formal. Keterkaitan kerugian atau pengorbanan

langsung sebagai akibat keberadaan dari ketiga tipologi PKL tersebut antar lain

adalah, kesemrawutan , kekumuhan, kemacetan dan penyerobotan hak-hak publik

lain selain PKL.

Dari paparan selintas di atas ternyata bahwa kontribusi PKL terhadap

perekonomian wilayah sangat luas, belum lagi manfaat-manfaaat lain yang

berhasil dimanfaatkan oleh fihak-fihak tertentu seperti oknum dan preman. Oleh

karenanya para pembuat kebijakan harus jeli daan jujur melihat keterkaitan–

keterkaitan ini ini agar penataan dan pemberdayaan PKL dapat memperoleh hasil

yang optimal.

Page 215: KARAKTERISTIK DAN PERMASALAHAN PEDAGANG KAKI … · KARAKTERISTIK DAN PERMASALAHAN PEDAGANG KAKI LIMA (PKL) ... construct street vendor database, (2) economic empowerment for the

BAB VII

ANALISIS KEBIJAKAN PENGELOLAAN PEDAGANG KAKI LIMA

DI KOTA BOGOR

Dalam menganalisis kebijakan pengelolaan PKL di kota Bogor terdapat dua

issu penting saling kontradiktif yang perlu dikaji yaitu apakah PKL menciptakan

peluang peningkatan kesejahteraan bagi masyarakat kecil perkotaan atau

tantangan bagi pengelolaan pembangunan perkotaan. Di satu sisi, PKL menjadi

sumber penting mata pencaharian bagi sebagian penduduk di wilayah perkotaan

dan menyediakan barang lebih murah kepada. Di sisi lain, terdapat issu yang

berhubungan dengan manajemen perkotaan dan pengendalian penurunan kualitas

lingkungan kota terkait meningkatnya aktivitas PKL yang menghadirkan

tantangan bagi pembangunan perkotaan. Terjadi konfrontasi antara otoritas kota

dan PKL dalam hal perijinan, pajak, penggunaan tempat publik, trotoar dan badan

jalan serta meningkatnya masalah-masalah sosial.

Dalam menganalisis kebijakan pengelolaan PKL di kota Bogor, aspek-aspek

yang dianalisis mencakup peraturan daerah (Perda) yang berlaku terkait PKL di

kota Bogor, Keputusan Walikota Bogor terkait PKL, dan implementasi kedua

kebijakan tersebut. Implementasinya dianalisis dalam konteks efektivitas

pelaksanaan dan hasilnya dibandingkan dengan implementasi di beberapa kota

lain di Indonesia.

Analisis juga dilakukan terhadap pihak-pihak yang terlibat dalam penanganan

PKL. Metode analisis yang digunakan adalah studi literatur, wawancara intensif

dan mendalam dengan pihak yang relevan seperti Satuan Polisi Pamong Praja

(Satpol PP); Dinas Perindustrian, Perdagangan, dan Koperasi (Disperindagkop);

Dinas Tata Kota dan Pertamanan (DTKP); Dinas Kebersihan dan Lingkungan

Hidup (DLHK); serta Dinas Lalulintas dan Angkutan Jalan (DLLAJ).

7.1. Peraturan Daerah Pengelolaan PKL

Pemerintah Kota Bogor telah mensahkan Perda yang berhubungan dengan

Penataan PKL yaitu Perda No. 13 tahun 2005. Perda tersebut antara lain

mengatur penataan dan pengaturan yakni pasal 2 ayat (1) mengenai penunjukan

Page 216: KARAKTERISTIK DAN PERMASALAHAN PEDAGANG KAKI … · KARAKTERISTIK DAN PERMASALAHAN PEDAGANG KAKI LIMA (PKL) ... construct street vendor database, (2) economic empowerment for the

198

lokasi dimana kegiatan usaha PKL dapat dilakukan di daerah. Ayat (2)

menyebutkan bahwa lokasi PKL ditentukan oleh Walikota atau pejabat yang

ditunjuk, kecuali untuk lokasi di dalam lingkungan instansi pemerintah,

lingkungan sekolah, lingkungan tempat peribadatan, sekitar lokasi pasar, parit dan

tanggul, taman kota dan jalur hijau, monumen dan taman pahlawan, di sekeliling

Kebun Raya dan Istana Bogor, dan di seluruh badan jalan. Dalam pasal 3

disebutkan, setiap orang dilarang melakukan transaksi perdagangan dengan PKL

pada lokasi yang dilarang untuk digunakan PKL.

Perda juga mengatur jenis komoditi. Pada pasal 4 ayat (1) disebutkan bahwa

jenis komoditi yang diperdagangkan oleh PKL berupa barang dan atau jasa

kecuali, daging, ikan dan telur, palawija dan bumbu, sayuran, tahu dan tempe,

sembako, pakan ternak serta unggas dan atau ternak kecil. Bangunan dan jenis

tempat usaha diatur dalam pasal 5 ayat (1): bentuk bangunan tidak

permanen/sementara, yang bentuk dan jenisnya diatur Walikota. Ayat (2)

mengatur jenis tempat usaha yang terdiri dari lesehan, gelaran, tenda, gerobak

beroda, motor, dan mobil.

Waktu berjualan diatur dalam pasal 6 bahwa penetapan waktu berjualan PKL

diatur oleh Walikota. Pasal 7 mengatur mekanisme perizinan, yaitu pasal 7 ayat

(1): setiap PKL yang akan menggunakan izin usaha wajib mendapat izin tertulis

Walikota atau pejabat yang ditunjuk; ayat (2): setiap PKL hanya dapat memiliki

satu izin; ayat (3): izin diberikan dalam jangka waktu satu tahun dan dapat

diperpanjang.

Permohonan izin PKL disebutkan dalam pasal 8 ayat (2): harus melampirkan

tanda penduduk kota Bogor, pasfoto terbaru ukuran 4 x 6 cm sebanyak 2 lembar,

dan mengisi formulir yang memuat nama, alamat/tempat tinggal/lama tinggal,

jenis usaha yang dimohon, tempat usaha yang dimohon, luas tempat usaha, waktu

usaha, perlengkapan yang digunakan, surat pernyataan persetujuan dari pemilik

tanah, dan jumlah modal usaha. Selain itu harus membuat pernyatan belum

memiliki tempat usaha, membuat surat pernyataan kesanggupan untuk menjaga

ketertiban, keamanan, kesehatan, kebersihan, dan keindahan serta fungsi fasilitas

umum. Harus membuat surat pernyataan tidak akan memperdagangkan barang

ilegal, tidak akan merombak, menambah dan mengubah fungsi serta fasilitas yang

Page 217: KARAKTERISTIK DAN PERMASALAHAN PEDAGANG KAKI … · KARAKTERISTIK DAN PERMASALAHAN PEDAGANG KAKI LIMA (PKL) ... construct street vendor database, (2) economic empowerment for the

199

ada di tempat atau lokasi PKL, kesanggupan mengosongkan atau mengembalikan

atau menyerahkan lokasi PKL kepada Pemerintah Kota tanpa syarat apapun

apabila lokasi dimaksud sewaktu-waktu dibutuhkan oleh Pemerintah Kota, dan

lokasi usaha tidak ditempati selama satu tahun.

Hal lain yang diatur antara lain perpanjangan izin (pasal 11); pajak dan

retribusi (pasal 12); hak, kewajiban, dan larangan (pasal 13, 14, dan pasal 15).

Yang menarik adalah bahwa Perda ini juga mengatur tentang pembinaan,

pemberdayaan, dan pengembangan (pasal 16); dan peran-serta masyarakat (pasal

18). Selain itu, Perda juga mengatur tentang ketentuan pidana, bahwa setiap orang

yang melanggar ketentuan dalam pasal 2 ayat (2), pasal 3, pasal 4, pasal 5, pasal

6, pasal 7, pasal 8, pasal 11, pasal 12, pasal 14 dan pasal 15, dipidana dengan

pidana kurungan paling lama 3 bulan atau denda paling banyak Rp 50 juta yang

dibayarkan langsung ke rekening kas daerah setelah ditetapkan oleh Hakim

Sidang Pegadilan Negeri Bogor. Sanksi administrasi diatur dalam pasal 20, 21, 22

dan 23.

Perda di atas sudah secara rinci dan lengkap mengatur pengelolaan PKL.

Permasalahannya terletak pada implementasi yang melibatkan beberapa pihak

yang berhubungan dengan pengelolaan PKL. Selain itu, keterlibatan pihak-pihak

lain yang berkepentingan juga perlu dianalisis. Sejauh ini tindakan yang

dilakukan Pemerintah Kota Bogor berupa penertiban (penggusuran) dan relokasi

PKL sehingga implementasi Perda tersebut perlu dianalisis.

7.2. Pihak-pihak yang Terkait

Penataan PKL melibatkan secara langsung lembaga terkait yang tergabung

dalam Tim Penataan PKL Kota Bogor, meliputi Satuan Polisi Pamong Praja

(Satpol PP), Dinas Perindustrian, Perdagangan, dan Koperasi (Disperindagkop),

Dinas Tata Kota dan Pertamanan (DTKP), Dinas Kebersihan dan Lingkungan

Hidup (DLHK), serta Dinas Lalulintas dan Angkutan Jalan (DLLAJ).

Hasil analisis pada Bab 5 menunjukkan perlunya keterlibatan beberapa pihak

lain, baik secara langsung maupun tidak langsung. Tabel 122 menjustifikasi

beberapa hasil penelitian terdahulu dan hasil penelitian ini tentang keterlibatan

pihak selain yang disebutkan di atas.

Page 218: KARAKTERISTIK DAN PERMASALAHAN PEDAGANG KAKI … · KARAKTERISTIK DAN PERMASALAHAN PEDAGANG KAKI LIMA (PKL) ... construct street vendor database, (2) economic empowerment for the

200

Tabel 122. Perlunya Keterlibatan Pihak-pihak Lain

No. Peneliti Judul Hasil Analisis 1 ILO

(2006) Indonesia : Extension of Social Insurance Coverage to the Informal Economy; ILO Subregional Office for South East Asia; Asian Decent Work Decade; 2006-2015

Keterbatasan jaring pengaman sosial bagi sektor informal .

Perlunya melibatkan dinas sosial

2 Straub (2003)

Informal Sector: The Credit Market Channel

Dengan menurun-kan ketergantung-an PKL terhadap mekanisme kredit informal akan berdampak penting terhadap kesejahteraan. Manfaat potensial program micro-credit bagi PKL.

Perlunya keterlibatan lembaga keuangan seperti bank, lembaga keuangan mikro

3 The Ford Foundation (2010)

Roundtable on Microinsurance Services in The Informal Economy: The Role of Microfinance Institutions

Beberapa lembaga pembiayaan mikro, grup riset, akademisi, LSM, lembaga networks dan akar rumput bekerja sama membangun mekanisme proteksi sosial melalui layanan asuransi mikro

Perlunya keterlibatan LSM, institusi akar rumput dalam membangun mekanisme perlindungan sosial

4 Yahya et al. (2003)

Pemberdayaan Masyarakat Sektor Informal di Perkotaan (Studi Kasus Pelaksanaan Proyek Penanggulangan Kemiskinan di Perkotaan [P2KP] di Kelurahan Kasin Kecamatan Klojen Kota Malang)

Proses pemberdayaan melalui social learning dengan media institusi lokal yang dibentuk atas prakarsa masyarakat

Perlunya keterlibatan LSM

Page 219: KARAKTERISTIK DAN PERMASALAHAN PEDAGANG KAKI … · KARAKTERISTIK DAN PERMASALAHAN PEDAGANG KAKI LIMA (PKL) ... construct street vendor database, (2) economic empowerment for the

201

Hasil kajian literatur di atas menunjukkan perlunya keterlibatan pihak-pihak

lain dalam pengelolaan PKL. ILO (2006) menemukan lemahnya jaring

pengaman sosial bagi sektor informal (termasuk PKL) sehingga dalam

pengelolaan PKL membutuhkan peran serta dinas sosial. Straub (2003)

menemukan manfaat potensial program micro-credit bagi PKL, sehingga peran

lembaga finansial penyedia kredit mikro juga diperlukan. Ford Foundation (2010)

dan Yahya (2003) menunjukkan perlunya keterlibatan LSM dan institusi akar

rumput dalam membangun mekanisme perlindungan sosial.

Dalam konteks hasil penelitian ini (Bab 5), PKL rentan terhadap masalah

kesehatan, dengan demikian ada kebutuhan keterlibatan secara tidak langsung dari

dinas kesehatan. Tabel 42 menunjukkan bahwa PKL lemah atau rendah dalam hal

pendidikan sehingga perlu juga melibatkan dinas pendidikan. Tabel 76

menunjukkan bahwa PKL rentan dalam jaminan asuransi tenaga kerja sehingga

perlu melibatkan pihak atau lembaga asuransi ketenagakerjaan.

Dari analisis regresi pada Bab 6 diketahui bahwa pendapatan PKL tidak

berpengaruh terhadap tingkat pendidikan anggota keluarga dan tingkat kesehatan.

Hal ini mengindikasikan bahwa kebanyakan PKL merasa tidak terlalu penting

untuk mencapai pendidikan yang lebih tinggi. Mereka menganggap sekolah cukup

sampai tingkat SLTA, yang terlihat dari persentase terbesar pendidikan anggota

keluarga adalah SLTA. Dengan demikian diperlukan penyuluhan untuk

meningkatkan kesadaran tentang pentingnya mencapai pendidikan yang lebih

tinggi.

Analisis regresi memperlihatkan bahwa pendapatan PKL berpengaruh nyata

terhadap tingkat konsumsi rumah tangga, pendapatan bersih (D16) menunjukkan

nilai yang cukup besar, yang pada akhirnya dipergunakan untuk hal-hal konsumtif

dan bukan untuk invstasi. Kondisi demikian menyebabkan perlunya pemerintah

memberikan penyuluhan/pemberdayaan kepada mereka untuk merubah pola pikir

agar mempunyai keinginan untuk meningkatkan status usahanya. Tidak sedikit

PKL yang berfikiran maju dan berhasil menjadi pengusaha formal yang cukup

besar. Karenanya dalam rangka pemberdayaan diperlukan keterlibatan akademisi

serta keterlibataan LSM yang terkait.

Page 220: KARAKTERISTIK DAN PERMASALAHAN PEDAGANG KAKI … · KARAKTERISTIK DAN PERMASALAHAN PEDAGANG KAKI LIMA (PKL) ... construct street vendor database, (2) economic empowerment for the

202

7.3. Implementasi Perda PKL di Bogor

Implementasi Perda PKL dapat dilihat pada Tabel 113. Tabel tersebut

menunjukkan bahwa sejauh ini pengelolaan PKL di kota Bogor masih berupa

penertiban (penggusuran) dan/atau relokasi. Contoh lokasi yang ditertibkan adalah

di depan Polwil Bogor. Di tempat tersebut selanjutnya dibangun pot-pot bunga,

pagar besi yang ditumbuhi tanaman, dan pemasangan pengumuman Perda PKL.

Cara ini bertujuan agar masyarakat mengetahui bahwa peruntukan lokasi tersebut

bukan untuk PKL.

Tabel 123. Beberapa Tindakan Pemerintah Kota Bogor terhadap PKL di beberapa Lokasi

No. Lokasi Penataan

Pelaksanaan Tindakan Hasil Analisis

1. Jalan MA Salmun, Dewi Sartika, dan Nyi Raja Permas

Nopem ber 2007

• 4.000 PKL ditata dan dipindahkan ke lokasi lain

• Mengembali-kan fungsi jalan seperti semula sebagai jalan raya dua jalur.

• Membuat pot-pot bunga dan pagar besi yang ditumbuhi tanaman, memperbaiki badan jalan yang berlubang, serta memasang rambu dan mengatur arus lalulintas

Kondusif Sejumlah PKL tetap berjualan di Jalan MA Salmun, Dewi Sartika, dan Nyi Raja Permas, meskipun jumlahnya tidak sebanyak sebelum ditertibkan dan belum mengguna-kan lapak berkonstruksi kayu. PKL di bawah awning di Jalan Nyi Raja Permas, sudah penuh kembali seperti sebelumnya

2. Taman Kencana

Maret 2009

20 bangunan terpaksa dibongkar paksa puluhan petugas Satpol PP tanpa perlawanan

Lokasi eks PKL berubah menjadi taman publik

Sejumlah PKL berpindah ke sekitar kampus IPB Taman Kencana

Sumber : BogorPlus.com

Hasil analisis dan pengamatan di lapangan menunjukkan bahwa untuk lokasi

penataan Jalan MA Salmun, Dewi Sartika, dan Nyi Raja Permas, sebanyak 4.000

Page 221: KARAKTERISTIK DAN PERMASALAHAN PEDAGANG KAKI … · KARAKTERISTIK DAN PERMASALAHAN PEDAGANG KAKI LIMA (PKL) ... construct street vendor database, (2) economic empowerment for the

203

PKL ditata dan dipindahkan ke lokasi lain. Penataan ini tanpa perlawanan karena

sudah dilakukan sosialisasi sejak awal. Namun demikian, setelah beberapa

minggu penataan, sejumlah PKL kembali berjualan. Dewasa ini, jumlah PKL di

Jalan MA Salmun, Dewi Sartika, dan Nyi Raja Permas tidak sebanyak sebelum

ditertibkan dan belum menggunakan lapak berkonstruksi kayu, sedangkan di Jalan

Nyi Raja Permas PKL di bawah awning sudah penuh kembali seperti sebelumnya.

Pengamatan ini menunjukkan bahwa implementasi Perda melalui

penggusuran dan relokasi belum mencapai hasil optimal dan tidak ada tindak

lanjut dalam hal pemantauan PKL untuk tidak kembali ke lokasi yang sudah

ditertibakan. Tindakan penggusuran pada dasarnya bukan merupakan solusi yang

efektif meski tindakan tersebut dibenarkan oleh Perda.

Penggusuran juga dilakukan pada tahun 2009 di Taman Kencana. Sebanyak

20 bangunan terpaksa dibongkar paksa puluhan petugas Satpol PP tanpa

perlawanan, dan lokasi tersebut dirubah menjadi taman publik. Berdasarkan

pengamatan di lapangan diketahui bahwa sebenarnya PKL bukan hilang tetapi

berpindah ke lokasi di sekitar kampus IPB Taman Kencana dan masih menempati

badan-banda jalan. Hal ini menunjukkan bahwa penggusuran bukan penyelesaian

terbaik karena inti permasalahan PKL masih belum tersentuh kebijakan.

Dalam menganalisis apa yang sudah dilakukan terhadap PKL di kota Bogor

adalah perlu membandingkan dengan tindakan-tindakan yang sudah dilakukan di

beberapa kota di Indonesia. Hasil perbandingan program dan pendekatan

terhadap pengelolaan PKL di beberapa kota di Indonesia disajikan pada Tabel

124.

Sama seperti kota Bogor, kota-kota besar dan metropolitan seperti Jakarta,

Surabaya, Bandung, Semarang, Medan, dan Makassar masih menggunakan

program penggusuran PKL dan relokasi ke tempat yang kurang strategis. Berbeda

dengan keenam kota besar tersebut, Bogor tidak menerapkan retribusi yang mahal

untuk sewa tempat. Kota-kota kecil seperti Blitar dan Kendari hanya melakukan

relokasi PKL ke lokasi kurang strategis. Blitar menerapkan langkah lebih konkrit

yaitu mengelola PKL melalui penyediaan tenda-tenda khusus sehingga PKL lebih

tertata rapi.

Page 222: KARAKTERISTIK DAN PERMASALAHAN PEDAGANG KAKI … · KARAKTERISTIK DAN PERMASALAHAN PEDAGANG KAKI LIMA (PKL) ... construct street vendor database, (2) economic empowerment for the

204

Tabel 124. Program dan Pendekatan Pengelolaan PKL di Beberapa Kota di Indonesia

Program dan Pendekatan Metropolitan dan Kota Besar Kota

Menengah Kota Kecil

Neg

atif

Jaka

rta

Sura

baya

Ban

dung

Sem

aran

g

Med

an

Mak

assa

r

Bog

or

Bal

ikpa

pan

Blit

ar

Ken

dari

Menggusur • • • • • • • � � �

Relokasi ke lokasi tidak strategis • • • • • • • � • •

Retribusi mahal untuk sewa tempat • • • • • • � � � �

Keterangan: • = ada indikasi dukungan pemerintah kota � = Tidak ada indikasi dukungan pemerintah kota Sumber : Kosasih (2007)

Hasil analisis yang dilakukan Kosaih (2007) tersebut juga menunjukkan

indikasi dukungan kepada pelaku ekonomi informal, baik dari pemerintah, swasta

maupun LSM, walau umumnya masih bersifat parsial (case-by-case). Skala

dukungan juga tidak sebanding dengan skala permasalahan yang luar biasa besar

sehingga kebijakan yang disusun belum menyentuh akar permasalahan yang

dihadapi PKL.

Dari paparan di atas dapat dikatakan bahwa kebijakan yang dilakukan di kota

Bogor masih belum efektif dan efisien dalam mengelola PKL. Program atau

pendekatan yang digunakan seharusnya mempertimbangkan terciptanya

“enabling environment” yang dapat memberikan peluang bagi semua orang yang

paling miskin sekalipun, baik warga maupun pendatang untuk mencari sumber

penghidupan guna meningkatkan kesejahteraan tanpa merugikan orang lain.

Disamping aspek ketertiban, keindahan, dan kenyamanan publik, penanganan

PKL yang dilakukan harus tetap mempertimbangkan aspek kebutuhan ekonomi

masyarakat, baik kepentingan pelaku PKL maupun kepentingan masyarakat

konsumen. Konsep yang digunakan adalah konsep penataan dan penertiban.

Hasil yang dicapai sejauh ini belum signifikan sehingga situasi dan kondisi

PKL dalam kota relatif belum beranjak dari tahun-tahun sebelumnya. PKL masih

memadati kawasan seputar pasar, terutama Pasar Kebon Kembang dan Pasar

Bogor, karena tingginya aktivitas perekonomian di kawasan tersebut. Lokasi yang

Page 223: KARAKTERISTIK DAN PERMASALAHAN PEDAGANG KAKI … · KARAKTERISTIK DAN PERMASALAHAN PEDAGANG KAKI LIMA (PKL) ... construct street vendor database, (2) economic empowerment for the

205

juga dipadati PKL adalah seputar Air Mancur, Jembatan Merah, Jalan Pajajaran,

Jalan Dewi Sartika, dan Jalan Surya kencana.

Penertiban yang telah dilakukan sejauh ini lebih dititikberatkan pada upaya

mengurangi gangguan PKL terhadap kelancaran lalu lintas dan pejalan kaki

sehingga seperti Jalan MA Salmun, Jalan Merdeka, Jalan Dewi Sartika, dan Jalan

Surya kencana bisa dilalui kendaraan. Pada beberapa kawasan yang berhasil

dibebaskan dari PKL telah dibuat taman dan pagar untuk mencegah kembalinya

PKL ke lokasi tersebut.

Kegiatan penertiban PKL memang menjadi tantangan tersendiri di tengah

belum idealnya jumlah personil Satpol PP dibandingkan jumlah penduduk. Dalam

Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 73 Tahun 2009 tentang Tata Cara

Pelaksanaan Evaluasi Kinerja Penyelenggaran Pemerintahan Daerah disebutkan

bahwa 1 orang Satpol PP melayani 400 orang penduduk. Dari ketentuan tersebut

terlihat bahwa jumlah personil Satpol PP di kota Bogor masih belum ideal. Pada

tahun 2010 nilai rasio hanya mencapai 0,025 atau satu orang personil Satpol PP

melayani 3.975 penduduk.

Dari hasil penelitian diketahui bahwa kesemrawutan yang terjadi bukan hanya

disebabkan oleh PKL, tetapi juga karena ketidak-konsistenan, ketidak-tegasan,

persiapan yang kurang matang, kurangnya sosialisasi peraturan dari fihak

pemerintah, serta banyaknya oknum yang memanfaaatkan keberadaan PKL untuk

kepentingan pribadi atau kelompok.

Beberapa contoh kegagalan pemerintah dalam melaksanakan peraturan dan

memberikan pelayanan kepada masyarakat, adalah sebagai berikut:

1. Pemindahaan pedagang dan PKL dari Pasar Ramayana (sekarang Bogor Trade

Mall atau BTM) ke Pasar Jambu Dua sekitar akhir tahun 1990-an masih

menyisakan janji-janji pemerintah yang tidak dilaksanakan. Hal ini

mengakibatkan pedagang kembali menjadi PKL di sekitar Pasar Bogor, Jalan

Juanda, dan Jalan Suryakancana.

2. Banyaknya PKL di Jalan Pedati cenderung mematikan usaha ikan asin,

padahal pada awalnya Lawang Saketeng dan Jalan Pedati merupakan pusat

distributor ikan asin ke sebagian besar pelosok Jawa Barat.

Page 224: KARAKTERISTIK DAN PERMASALAHAN PEDAGANG KAKI … · KARAKTERISTIK DAN PERMASALAHAN PEDAGANG KAKI LIMA (PKL) ... construct street vendor database, (2) economic empowerment for the

206

3. Kegagalan relokasi PKL ke Pasar Yasmin yang mengakibatkan bangkrutnya

para pedagang yang mengikuti aturan.

4. Kegagalan relokasi PKL di sekitar Taman Topi atau Jalan Dewi Sartika, Jalan

Nyi Raja Permas, Jalan MA Salmun, Jalan Pabrik Gas serta Jalan Merdeka.

Pembentukan PD Pasar pada tahun 2011 diharapkan dapat berpengaruh

terhadap pengelolaan PKL di seputar kawasan pasar, melalui langkah penertiban

dan optimalisasi pemanfaatan kios-kios dan lahan yang berada dalam pasar.

Page 225: KARAKTERISTIK DAN PERMASALAHAN PEDAGANG KAKI … · KARAKTERISTIK DAN PERMASALAHAN PEDAGANG KAKI LIMA (PKL) ... construct street vendor database, (2) economic empowerment for the

BAB VIII

STRATEGI PENATAAN DAN PEMBERDAYAAN

PEDAGANG KAKI LIMA DI KOTA BOGOR

Keberadaan dan tumbuh berkembangnya PKL dipengaruhi oleh faktor

internal dan eksternal. Formulasi strategi yang efektif akan dapat dirumuskan jika

kedua faktor tersebut dianalisis dengan tepat. Metode SWOT yang berbasis pada

kondisi internal dan eksternal suatu organisasi telah banyak digunakan untuk

merumuskan strategi pada berbagai bidang kajian. Dalam perkembangannya,

metode ini sering dikombinasikan dengan teknik-teknik pembobotan (weighting)

terhadap faktor internal dan eksternal sehingga rumusan strategis yang dicapai

memiliki aspek kualitatif.

Dalam penelitian ini, pembobotan faktor internal dan eksternal dalam metode

SWOT menggunakan teknik perbandingan berpasangan (pairwise comparison)

dari Saaty (1983). Menurut Kangas et al (2001) penggunaan pairwise comparison

dalam SWOT ini menghasilkan teknik yang disebut sebagai A’WOT atau AHP-

SWOT. Cara ini akan menghasilkan perumusan strategi yang terboboti. Strategi

yang disusun dalam bab ini secara bertahap diharapkan akan mampu

mentransformasi sektor informal PKL menjadi kegiatan yang lebih formal.

8.1. Identifikasi Faktor Internal dan Eksternal

Formulasi strategis pengelolaan PKL di kota Bogor perlu mengiidentifikasi

faktor internal dan eksternal yang mempengaruhi PKL. Faktor internal

didefinisikan sebagai faktor yang berasal dari dalam lingkungan organisasi

(Pearce & Robinson, 1997), dalam hal ini Pemerintah Kota Bogor, sedangkan

faktor eksternal adalah faktor yang berasal dari luar organisasi.

Faktor internal dapat menjadi kekuatan dan kelemahan sedangkan faktor

eksternal dapat berupa peluang atau ancaman dalam strategi pengelolaan PKL di

kota Bogor. Identifikasi faktor internal dan eksternal diperoleh dari data primer

berupa pengisian kuesioner dan wawancara dengan responden yang relevan.

Dengan demikian, pembobotan lebih didasarkan pada penilaian (judgement) ahli.

Responden yang digunakan dalam penelitian ini disajikan pada Bab 3 Metode

Page 226: KARAKTERISTIK DAN PERMASALAHAN PEDAGANG KAKI … · KARAKTERISTIK DAN PERMASALAHAN PEDAGANG KAKI LIMA (PKL) ... construct street vendor database, (2) economic empowerment for the

208

Penelitian. Hasil wawancara tersebut selanjutnya disintesis untuk mendapatkan

bobot faktor internal dan eksternal yang mempengaruhi pengelolaan PKL secara

optimal di kota Bogor.

8.1.1 Faktor Eksternal

a. Peluang (Opportunity)

Berdasarkan hasil wawancara dengan responden, beberapa faktor diidentifikasi

sebagai peluang dalam pengelolaan PKL di kota Bogor. Peluang-peluang

tersebut mencakup keberadaan Perda tentang PKL, ketersediaan SDM, kontribusi

PKL pada PAD, ketersediaan barang dan jasa dengan harga terjangkau,

ketersediaan lembaga keuangan mikro, dan kontribusi terhadap pengentasan

kemiskinan. Selanjutnya faktor-faktor ini dianalisis menggunakan metode

perbandingan berpasangan. Hasil analisis perhitungan bobot disajikan pada Tabel

125.

Tabel 125. Hasil Perhitungan Bobot Faktor Eksternal Peluang

Peluang VE VP VA VB λ-

Max CI RI CR

Keberadaan Perda tentang PKL

2,06 0,29 4,29 14,86 6,51 0,10 1,40 0,07

Ketersediaan SDM 0,86 0,12 0,98 8,16

Kontribusi PKL pada PAD

1,70 0,24 3,04 12,78

Ketersediaan barang dan jasa dengan harga terjangkau

0,47 0,07 0,21 3,25

Ketersediaan lembaga keuangan mikro

0,44 0,06 0,31 4,98

Kontribusi terhadap pengentasan kemiskinan

1,60 0,22 2,54 11,31

7,13 1,00 39,05

Sumber : Data primer, 2011 (diolah), n = 8 responden Keterangan : CR = Konsistensi rasio, CR < 0,1 menunjukkan konsistensi yang baik, CR > 0.1 menunjukkan data perlu direvisi VE = Perkalian baris VP = Vektor prioritas atau vektor Eigen. VA = Vektor antara VB = Vektor baris λmax = Nilai Eigen maksimum CI = Indeks konsistensi CR = Rasio Konsistensi

Page 227: KARAKTERISTIK DAN PERMASALAHAN PEDAGANG KAKI … · KARAKTERISTIK DAN PERMASALAHAN PEDAGANG KAKI LIMA (PKL) ... construct street vendor database, (2) economic empowerment for the

209

Hasil analisis di atas menghasilkan nilai consistency ratio (CR) sebesar 0.07

yang berarti bahwa data pengisian kuisioner dari responden cukup konsisten

sehingga tidak perlu dilakukan revisi pendapat. Revisi pendapat dilakukan

apabila nilai CR > 0,1, dengan pengulangan pengisian kuesioner atau melakukan

pengolahan data (adjustment) (Saaty, 1983).

Hasil analisis pembobotan faktor eksternal yang memberikan peluang

menunjukkan bahwa keberadaan Perda tentang PKL mendapatkan bobot relatif

tertinggi (0,29) dibandingkan faktor lainnya. Urutan bobot relatif lainnya adalah

kontribusi PKL pada PAD (0,24), kontribusi terhadap pengentasan kemiskinan

(0,22), ketersediaan SDM (0,12), ketersediaan barang dan jasa dengan harga

terjangkau (0,07), dan ketersediaan lembaga keuangan mikro (0,06).

Keberadaan Perda tentang PKL (0,29) adalah peluang yang dapat

dimanfaatkan dalam mengelola PKL di kota Bogor. Perda PKL yang saat ini

digunakan adalah Perda No. 13 Tahun 2005 tentang Penataan Pedagang Kaki

Lima. Keberadaan Perda ini didukung dengan adanya Surat Keputusan Walikota

Bogor Nomor 511.23.45.237 tentang Penunjukan Lokasi dan Penataan PKL.

Kedua perangkat legal ini masih didukung dengan Perda Kota Bogor Nomor 1

Tahun 2000 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah 1999-2000 dimana kota Bogor

memiliki fungsi sebagai kota perdagangan, kota industri dan kota pemukiman,

kota wisata ilmiah, dan kota pendidikan.

Peluang kedua adalah kontribusi PKL pada PAD (0,24). Beberapa hasil

penelitian terdahulu menunjukkan bahwa PKL memberikan kontribusi positif dan

signifikan terhadap PAD. Merujuk pada data Disperindagkop tahun 2005, jumlah

PKL di Kota Bogor mencapai 10 ribu orang. Jumlah tersebut dewasa ini

diperkirakan telah bertambah.

Meski jumlahnya sangat banyak, kontribusi mereka terhadap PAD sangat kecil,

padahal mereka dikenakan setoran Rp 2.000,- sampai Rp 3.000,- setiap hari.

Dengan jumlah PKL sebanyak 10 ribu orang, maka jumlah setoran mencapai Rp

30 juta per hari atau Rp 900 juta per bulan atau dapat mencapai lebih dari Rp 10

miliar per tahun.

Sejak 30 September 2009, legalitas PKL di kota Bogor sudah dicabut sesuai

Perda No. 13 tahun 2005 tentang PKL. Sejak saat itu, Dinas Pendapatan,

Page 228: KARAKTERISTIK DAN PERMASALAHAN PEDAGANG KAKI … · KARAKTERISTIK DAN PERMASALAHAN PEDAGANG KAKI LIMA (PKL) ... construct street vendor database, (2) economic empowerment for the

210

Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (DPPKAD) Kota Bogor tidak lagi

memungut retribusi PKL. Sejauh ini retribusi yang dibayarkan ternyata

dimanfaatkan oleh oknum tertentu. Apabila Pemerintah Kota Bogor mampu

mengumpulkan serta mengelola dengan baik dan benar maka jumlah ini tentunya

sangat signifikan untuk pembangunan kota Bogor..

Terkait dengan pengentasan kemiskinan, PKL turut berpeluang dalam

program pengentasan kemiskinan (0,22). Mitullah (2003) menyatakan bahwa

PKL berperan penting sebagai sumber pendapatan dan lapangan kerja sehingga

dapat meminimalkan dampak sosial. Widodo (2006) menemukan bahwa sektor

informal berkontribusi positif pada pembangunan DIY melalui peningkatan

output, penyediaan lapangan kerja, dan pendapatan masyarakat. Dalam

penelitiannya di Dhaka City, Akharuzzama, et al (2010) menemukan bahwa PKL

adalah sektor perdagangan urban penting di Dhaka City. Semua hasil penelitian

ini menunjukkan bahwa PKL mampu memberikan peluang dalam menciptakan

pendapatan bagi para pelakunya.

Ketersediaan SDM (0,12) di lingkungan pemerintah kota Bogor adalah

sumber peluang lain bagi strategi pengelolaan PKL. Saat ini terdapat bebeberapa

instansi/dinas yang terlibat langsung dalam pengelolaan PKL di kota Bogor yaitu

Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP), Dinas Perindustrian, Perdagangan, dan

Koperasi (Disperindagkop), Dinas Tata Kota dan Pertamanan (DTKP), Dinas

Kebersihan dan Lingkungan Hidup (DLHK), serta Dinas Lalu Lintas dan

Angkutan Jalan (DLLAJ).

PKL mampu menyediakan barang dan jasa dengan harga terjangkau (0,07)

bagi sebagian komunitas kota. PKL merupakan salah satu penggerak roda

perekonomian, karena memberikan kontribusi positif dalam menjalankan aktivitas

transaksi keuangan antara penjual (pedagang) dengan pembeli (konsumen).

Dengan harga yang murah/terjangkau dan mutu barang yang bagus kaki lima

menjadi salah satu alternatif untuk mencukupi kebutuhan hidup sehari-hari.

Peluang terakhir adalah ketersediaan lembaga keuangan mikro (0,06) yang

memberikan peluang pendanaan bagi PKL agar dapat bertransformasi dari sektor

informal ke sektor formal. Dalam dua dasawarsa terakhir keuangan mikro telah

menjadi suatu wacana global yang diyakini oleh banyak pihak menjadi metode

Page 229: KARAKTERISTIK DAN PERMASALAHAN PEDAGANG KAKI … · KARAKTERISTIK DAN PERMASALAHAN PEDAGANG KAKI LIMA (PKL) ... construct street vendor database, (2) economic empowerment for the

211

untuk mengatasi kemiskinan. Di Indonesia posisi keuangan mikro dalam tataran

wacana dan kebijakan masih marjinal meski sebenarnya keuangan mikro

memiliki sejarah yang amat panjang. Beberapa waktu lalu wacana keuangan

mikro kembali diangkat seiring perhatian yang semakin besar untuk mencari

pendekatan alternatif dalam menanggulangi kemiskinan dan memberdayakan

ekonomi rakyat yang peran strategisnya semakin diakui (Krisnamurthi, 2002).

b. Ancaman (Threath)

Beberapa faktor diidentifikasikan sebagai ancaman bagi pengelolaan PKL.

Secara rinci dan hasil perhitungan bobot faktor eksternal yang memberikan

ancaman dalam pengelolaan PKL di kota Bogor disajikan pada Tabel 126.

Tabel 126. Hasil Perhitungan Bobot Faktor Eksternal Ancaman

Ancaman VE VP VA VB λ-Max CI RI CR

Kebijakan tata ruang kurang konsisten

1,14 0,12 1,41 11,40 10,11 0,14 1,40 0.10

Terbatasnya kesempatan kerja lain yang lebih baik

1,30 0,14 1,73 12,32

Kurangnya alokasi tempat untuk relokasi PKL

1,30 0,14 1,71 12,15

Terbatasnya dana operasional

0,83 0,09 0,83 9,21

Lemahnya kerjasama lintas badan/institusi

1,05 0,11 1,18 10,33

Lemahnya penegakan hukum

1,24 0,13 1,67 12,46

Kebijakan intervensi pemda yang tidak konsisten

0,98 0,11 1,03 9,67

Lemahnya posisi politis PKL

0,68 0,07 0,49 6,66

Belum adanya registrasi pelaku PKL

0,72 0,08 0,53 6,80

9,24 1,00 90,99 Sumber : Data primer, 2011 (diolah), n= 8 responden Keterangan : CR = Konsistensi rasio, CR < 0,1 menunjukkan konsistensi yang baik, CR > 0.1 menunjukkan

data perlu direvisi VE = Perkalian baris VP = Vektor prioritas atau vektor Eigen. VA = Vektor antara VB = Vektor baris

Page 230: KARAKTERISTIK DAN PERMASALAHAN PEDAGANG KAKI … · KARAKTERISTIK DAN PERMASALAHAN PEDAGANG KAKI LIMA (PKL) ... construct street vendor database, (2) economic empowerment for the

212

λmax

Ancaman lainnya adalah kebijakan tata ruang kurang konsisten (0,12).

Hingga 2009, telah ditetapkan 18 lokasi atau Zoning Pembinaan dan Penataan

PKL, yaitu : Jalan Bangbarung, Batu Tulis, Siliwangi, Papandayan, Otista, Gang

= Nilai Eigen maksimum CI = Indeks konsistensi CR = Rasio Konsistensi

Hasil pembobotan di atas memberikan nilai konsistensi rasio (CR) sebesar

0,10 yang berarti bahwa data kuesioner cukup konsisten sehingga cukup valid

untuk analisis lebih lanjut. Hasil analisis juga menunjukkan bahwa dua faktor

secara relatif dipandang sebagai ancaman utama dalam pengelolaan PKL di kota

Bogor yaitu terbatasnya kesempatan kerja lain yang lebih baik (0,14) dan

kurangnya alokasi tempat untuk relokasi PKL (0,14). Faktor yang dipandang

sebagai ancaman terlemah adalah lemahnya posisi politis PKL (0,07).

Terbatasnya kesempatan kerja lain yang lebih baik (0,14) dipandang sebagai

ancaman utama pengelolaan PKL di kota Bogor. Sampai akhir tahun 2009 angka

pengangguran di kota Bogor berkisar 15 % atau naik 1,36 % dari tahun 2008 yang

mencapai 13,64 %. Tantangan untuk menurunkan angka pengangguran tidak

mudah karena selain menyangkut ketersediaan lapangan kerja yang masih

berbanding terbalik dengan jumlah tenaga kerja, juga ada beberapa faktor lain

yang turut memperburuk kondisi tersebut. Pertama, pasar kerja yang tidak sesuai

dengan pencari kerja. Kedua, tersedianya lapangan kerja yang sesuai potensi

tetapi tidak sesuai dengan minat pencari kerja. Ketiga, tidak terdapat lapangan

kerja karena keterbatasan potensi pencari kerja. Keterbatasan lapangan kerja yang

lebih baik ini menjadikan usaha PKL sebagai lapangan kerja alternatif bagi

mereka yang tidak tertampung di sektor formal sehingga akan memperbesar

jumlah PKL di kota Bogor.

Kurangnya alokasi tempat untuk relokasi PKL (0,14) juga menjadi ancaman

utama dalam pengelolaan PKL. Untuk pembinaan dan penataan PKL, relokasi

pedagang merupakan salah satu solusi alternatif penataan PKL. Untuk

melakukannya, Pemerintah Kota Bogor masih memiliki keterbatasan dalam hal

ketersedian lahan serta lokasi strategis bagi relokasi PKL. Hal ini membuat

program penataan PKL menjadi semakin sulit sehingga memberikan ancamana

bagi pengelolaan PKL di kota Bogor.

Page 231: KARAKTERISTIK DAN PERMASALAHAN PEDAGANG KAKI … · KARAKTERISTIK DAN PERMASALAHAN PEDAGANG KAKI LIMA (PKL) ... construct street vendor database, (2) economic empowerment for the

213

Selot di Jalan Djuanda, seputar Air Mancur, Kelurahan Sempur, Jalan Pengadilan,

Pajajaran (sekitar Villa Duta-B dan samping Damkar Sukasari), Jalan Cidangiang,

Jalan Sukasari III, Pejagalan, Dadali, Ahmad Yani, dan KH. Abdullah bin Nuh di

Curug.

Upaya penggusuran di beberapa lokasi seperti di Taman Kencana tidak

berhasil memindahkan PKL ke zonasi pembinaan dan penataan PKL tersebut.

Mereka hanya berpindah beberapa meter ke sekitar kampus IPB Taman Kencana,

bahkan hasil pengamatan terbaru menunjukkan mereka masih berada di sekitar

lokasi penggusuran. Hal ini menunjukkan bahwa kebijakan penertiban yang

dilakukan tidak konsisten karena tidak ada evaluasi apakah program yang

dijalankan berjalan sesuai harapan atau tidak.

Ancaman berikutnya adalah keterbatasan dana operasional (0,09) bagi

pengelolaan PKL di kota Bogor. Dana operasional bersumber dari APBD kota

Bogor. Dalam Renstra kota Bogor, penanganan PKL menjadi salah satu prioritas,

namun model penanganan dengan penertiban PKL sebenarnya sangat mahal

harganya bagi pemerintah kota..

Untuk tahun 2011 Pemerintah Kota Bogor telah mengalokasikan anggaran

sebesar Rp 498,1 juta untuk program pembinaan PKL dan asongan, namun dana

ini masih terbatas untuk pelaksanaan program, belum termasuk honor petugas.

Rahmawati (2007) menemukan bahwa staf yang bertugas di Satpol PP dan Hartib

Pasar 80 % masih berstatus honorer dengan gaji Rp 300.000,- ditambah dengan

tunjangan lain mencapai Rp 600.000,-/bulan. Untuk meningkatkan kinerja

petugas maka diperlukan anggaran cukup besar.

Lemahnya kerjasama lintas badan/institusi (0,11) menjadi ancaman lain bagi

pengelolaan PKL di kota Bogor. Upaya penataan PKL membutuhkan penanganan

yang komprehensif, melibatkan banyak pihak. Karena setiap pihak memiliki

kepentingan berbeda maka diperlukan kesamaan persepsi antar dinas/instansi

dalam menata PKL. Kelemahan ini dapat ditunjukkan dengan tidak adanya tindak

lanjut pasca penataan, perbedaan data jumlah PKL di tiap institusi, dan tidak

adanya pembinaan PKL.

Lemahnya penegakan hukum (0,13) juga dapat menjadi ancaman dalam

penataan PKL. Berdasarkan Perda tentang PKL maka sudah ditentukan zona atau

Page 232: KARAKTERISTIK DAN PERMASALAHAN PEDAGANG KAKI … · KARAKTERISTIK DAN PERMASALAHAN PEDAGANG KAKI LIMA (PKL) ... construct street vendor database, (2) economic empowerment for the

214

tempat yang diperbolehkan untuk berdagang, tetapi dari pengamatan di lapangan

terlihat bahwa penegakan hukum belum dilakukan secara konsisten. Suatu saat

hukum/aturan diberlakukan, tapi pada saat lain seperti terjadi pembiaran. Dua

contoh berikut dapat menggambarkan kondisi tersebut.

Sejumlah PKL diajukan ke sidang tindak pidana ringan karena melanggar

Perda No. 13 Tahun 2005 tentang Penataan PKL. PKL tersebut terjaring operasi

penertiban yang dilakukan Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) di sejumlah

lokasiseperti di Jalan Ir. H. Djuanda, Sudirman, Suryakencana, Sukasari,

Lawanggintung, Bondongan, Batu Tulis, Empang, Kapten Muslihat (Taman

Topi), Pajajaran, dan Warung Jambu. Operasi berjalan lancar, tanpa ada

penolakan dan perlawanan dari PKL. Dalam sidang yang dipimpin Hakim Andi

Risajaya, SH dan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Andi Hermawati SH, mereka

divonis hukuman denda rata-rata Rp 40 ribu sampai Rp 50 ribu, subsider 3 bulan

kurungan. Pada awalnya sejumlah pedagang keberatan atas keputusan itu karena

mereka menilai denda yang djatuhkan terlalu tinggi. Namun, akhirnya para

pedagang menerima vonis yang dijatuhkan majlis hakim. Ancaman hukuman

yang melanggar Perda No. 13 Tahun 2005 adalah kurungan 3 bulan atau denda Rp

50 juta, tetapi karena mereka kebanyakan pedagang kecil, majelis hakim hanya

menjatuhkan denda rata-rata Rp 40 ribu sampai Rp 50 ribu.

Adanya semacam pembiaran oleh Pemerintah Kota Bogor dapat dilihat di

sepanjang Jalan Pajajaran yang merupakan zona larangan PKL. tetapi masih

terdapat PKL yang menempati trotoar jalan untuk berdagang. Bila hukum tidak

ditegakkan, akan semakin banyak PKL yang berjualan di ruas jalan tersebut.

Lemahnya posisi politis PKL (0,07) juga dapat menjadi ancaman dalam

penataan PKL. Keterwakilan PKL dalam ranah politis masih lemah khususnya

terkait dengan pembahasan kebijakan. Pemerintah Kota Bogor tidak pernah

melakukan komunikasi sebelumnya dengan PKL mengenai langkah penataan

yang diinginkan pemerintah, sehingga timbul mis-komunikasi karena komunikasi

politik hanya bersifat satu arah. Ketika Perda diajukan ke Pemkot dan disetujui

oleh DPRD, maka PKL tidak mematuhinya karena dianggap sangat merugikan.

Belum adanya registrasi pelaku PKL (0,08) juga menjadi ancaman lain dalam

pengeloalaan PKL di kota Bogor. Dalam Perda No. 13 tahun 2005 telah diatur

Page 233: KARAKTERISTIK DAN PERMASALAHAN PEDAGANG KAKI … · KARAKTERISTIK DAN PERMASALAHAN PEDAGANG KAKI LIMA (PKL) ... construct street vendor database, (2) economic empowerment for the

215

tatacara registrasi (perijinan) PKL. Pasal 7 ayat (1) menyebutkan bahwa setiap

PKL yang akan menggunakan izin usaha wajib mendapat izin tertulis Walikota

atau pejabat yang ditunjuk; ayat (2), setiap PKL hanya dapat memiliki satu izin;

ayat (3), izin diberikan dalam jangka waktu satu tahun dan dapat diperpanjang.

Dalam Pasal 8 ayat (2) disebutkan bahwa permohonan izin , harus

melampirkan tanda penduduk kota Bogor, pasfoto terbaru ukuran 4 x 6 cm

sebanyak 2 lembar, mengisi formulir yang memuat tentang nama, alamat/tempat

tinggal/lama tinggal, jenis usaha yang dimohon, tempat usaha yang dimohon, luas

tempat usaha, waktu usaha, perlengkapan yang digunakan, surat pernyataan

persetujuan dari pemilik tanah, dan jumlah modal usaha. Menurut

Bogorplus.com (25 Mei 2011), jumlah pedagang ilegal (tidak terdaftar) di kota

Bogor mencapai 4.500 pedagang dan mayoritas berjualan pada malam hari.

8.1.2 Faktor Internal

Beberapa hal diidentifikasi sebagai faktor eksternal yang dapat memberikan

kekekuatan dan kelemahan dalam pengelolaan PKL secara optimal di Kota Bogor.

a. Kekuatan (Strength)

Hasil pembobotan faktor internal di kota Bogor disajikan pada Tabel 117.

Hasil analisis menunjukkan bahwa konsistensi data hasil pengisian kuesioner

cukup baik (CR < 0.10) sehingga hasil analisisnya cukup valid untuk dikaji lebih

jauh.

Tabel 127. Hasil Perhitungan Bobot Faktor Internal Kekuatan

Kekuatan VE VP VA VB λ-Max CI RI CR

Kebijakan dan komitmen Pemda

1,29 0,16 1,78 11,36 8,86 0,12 1,40 0.09

Perkembangan sistem teknologi dan informasi

0,87 0,11 0,78 7,41

Stabilitas nilai mata uang

0,96 0,12 0,92 7,94

Tersedianya pasar 0,81 0,10 0,75 7,66 Pulihnya sektor ekonomi dari krisis global

1,30 0,16 1,73 10,96

Page 234: KARAKTERISTIK DAN PERMASALAHAN PEDAGANG KAKI … · KARAKTERISTIK DAN PERMASALAHAN PEDAGANG KAKI LIMA (PKL) ... construct street vendor database, (2) economic empowerment for the

216

Kekuatan VE VP VA VB λ-Max CI RI CR

Penciptaan lapang kerja baru

1,38 0,17 2,00 11,92

Mengurangi masalah sosial

0,99 0,12 0,98 8,23

Kemudahan sistem registrasi

0,65 0,08 0,42 5,40

8,24 1,00 70,87 Sumber : Data primer, 2011 (diolah), n = 8 responden Keterangan : CR = Konsistensi rasio, CR < 0,1 menunjukkan konsistensi yang baik, CR > 0.1 menunjukkan

data perlu direvisi VE = Perkalian baris VP = Vektor prioritas atau vektor Eigen. VA = Vektor antara VB = Vektor baris λmax

Di sisi lain Disnakersostrans juga harus membuat jejaring kerja dengan

semua lini ketenagakerjaan di antaranya bursa khusus yang ada di swasta seperti

di sekolah-sekolah, lembaga latihan swasta yang pada dasarnya untuk

= Nilai Eigen maksimum CI = Indeks konsistensi CR = Rasio Konsistensi

Hasil penilaian terhadap bobot relatif (VP) menunjukkan bahwa penciptaan

lapangan kerja baru (0,17) serta kebijakan dan komitmen Pemda (0,16)

merupakan kekuatan utama dalam mengelola PKL di kota Bogor. Urutan bobot

berikutnya adalah pulihnya sektor ekonomi dari krisis global (0,16), stabilitas nilai

mata uang (0,12), mengurangi masalah sosial (0,12), perkembangan sistem

teknologi dan informasi (0,11), tersedianya pasar (0,10), dan kemudahan sistem

registrasi (0,08).

Berbagai upaya telah dilakukan Pemerintah Kota Bogor untuk menciptaan

lapangan kerja baru (0,17) bagi penduduk. Dinas Tenaga Kerja Sosial dan

Transmigrasi (Disnakersostrans) Kota Bogor secara rutin setiap tahun menggelar

bursa kerja untuk menyalurkan angkatan kerja pada perusahaan-perusahaan

sesuai dengan kompetensinya. Bursa kerja digelar sebagai salah satu upaya

mempertemukan pengguna jasa dan pencari kerja sehingga dapat mengurangi

jumlah angka pengangguran di kota Bogor. Dari jumlah penduduk kota Bogor

sebanyak 973.113 jiwa, sebanyak 42.475 adalah penganggur dan 16.876 adalah

pencari kerja.

Page 235: KARAKTERISTIK DAN PERMASALAHAN PEDAGANG KAKI … · KARAKTERISTIK DAN PERMASALAHAN PEDAGANG KAKI LIMA (PKL) ... construct street vendor database, (2) economic empowerment for the

217

menciptakan lapangan kerja baru bagi masyarakat Bogor. Upaya ini dapat menjadi

kekuatan dalam mengelola PKL dimana salah satu faktor penyebab tumbuh dan

berkembangnya PKL adalah terbatasnya lapangan kerja.

Kebijakan dan komitmen dari Pemda (0,16) adalah kekuatan dalam

pengelolaan PKL di kota Bogor. Pemda bersama-sama Dewan Perwakilan Rakyat

Daerah harus menyatukan visi dalam merumuskan kebijakan-kebijakan yang

kondusif bagi upaya terkait, mencakup perumusan dan revisi perda PKL,

penertiban, dan fasilitasi kepentingan PKL. Tanpa komitmen yang jelas dan

tegas, maka upaya ini hanya sebatas konsep yang tidak pernah terealisasi.

Komitmen Pemda Bogor ditunjukkan dengan memasukkan penertiban atau

pengelolaan PKL dan Rencana Strategis kota Bogor. Isu strategis ini meliputi

masalah transportasi dan kemacetan lalu lintas kota Bogor, PKL, kebersihan

kota dan lingkungan hidup, dan kemiskinan yang masih melanda sebagian warga

kota Bogor.

Perkembangan sistem teknologi dan informasi (0,11) menjadi kekuatan lain

dalam pengelolaan PKL di kota Bogor. Perkembangan sistem teknologi dan

informasi yang pesat membuat arus informasi berjalan sangat cepat dan dapat

diakses oleh semua lapisan masyarakat. Kondisi ini semakin membuka wawasan

masyarakat tentang berbagai hal, seperti peraturan daerah terkait PKL, sumber-

sumber lapangan kerja alternatif selain PKL, sumber-sumber pembiayaan untuk

usaha formal, dan sebagainya.

Pengelolaan PKL akan semakin prospektif bila stabilitas nilai mata uang

terjaga (0,12). Nilai tukar rupiah terhadap dolar AS pada tahun 2011

diproyeksikan relatif stabil dengan kecenderungan relatif melemah seperti yang

diproyeksikan oleh Pjs Gubernur Bank Indonesia (BI) Darmin Nasution saat rapat

kerja dengan Badan Anggaran DPR. Asumsi nilai tukar rupiah RAPBN 2011

sebesar Rp 9.300,- per dolar AS dan masih menjadi daya tarik bagi arus modal

yang masuk ke Indonesia. Hal ini juga didukung oleh fundamental makro

Indonesia dan sovereign credit rating yang membaik. Kondisi ini bisa tercapai

bila pemerintah pusat dan daerah mampu menjalankan sistem perekonomian

dengan tepat, masyarakat mendukung pemerintahan, dan pada akhirnya

kepercayaan investor semakin bertambah sehingga arus investasi meningkat.

Page 236: KARAKTERISTIK DAN PERMASALAHAN PEDAGANG KAKI … · KARAKTERISTIK DAN PERMASALAHAN PEDAGANG KAKI LIMA (PKL) ... construct street vendor database, (2) economic empowerment for the

218

Upaya ini memerlukan waktu yang panjang terutama bila dikaitkan dengan

kenyataan krisis ekonomi dan politik baru di Indonesia.

Ketersediaan pasar (0,10) bagi produk domestik juga menjadi kekuatan dalam

pengelolaan PKL. Kota Bogor merupakan sentra bagi beberapa UKM seperti

sandal, sepatu, dan tas. Penyediaan pasar bagi produk lokal akan membuat

sektor UKM tumbuh positif dan dapat menyerap tenaga kerja lokal lebih besar

sehingga mampu mengurangi angka pengangguran dan menciptakan lapangan

kerja alternatif selain menjadi PKL. Ini merupakan kekuatan dalam kaitannya

dengan pengelolaan PKL di kota Bogor. Penyediaan pasar diperlukan untuk

menampung hasil produksi dari masyarakat sehingga ekonomi tumbuh, daya beli

meningkat dan perputaran uang semakin meningkat.

Krisis ekonomi yang melanda Indonesia pada pertengahan tahun 1987

memberikan implikasi jangka panjang bagi sektor riil dan dampaknya masih

tersisa hingga sekarang. Krisis ekonomi yang disertai dengan PHK besar-besaran

telah meningkatkan jumlah pelaku sektor informal (termasuk PKL) di Indonesia.

Upaya pemulihan krisis ekonomi telah membawa hasil yang cukup signifikan bagi

pertumbuhan ekonomi. Krisis tersebut memberi pelajaran penting bagi Indonesia

akan pentingnya stabilitas ekonomi sehingga krisis global tahun 2008 tidak terlalu

berimbas pada perekonomian Indonesia.

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), pertumbuhan ekonomi pada

2009 dii Bogor mencapai 6,02 %, meningkat dibanding tahun sebelumnya 5,98 %.

Pulihnya sektor ekonomi dari krisis (0,16) akan menjadi kekuatan lain dalam

pengelolaan PKL.

Keberadaan PKL yang menjadi alternatif pekerjaan bagi mereka yang tidak

terserap sektor formal dapat mengurangi masalah sosial (0,12). PKL memiliki

aspek sosial yang bagus yaitu adanya hubungan baik antara PKL dengan warga

setempat dalam merespon kegiatan kemasyarakatan (keagamaan maupun

nasional). Kondisi ini harus selalu dijaga dan dipelihara agar menjadi kekuatan

dalam mengelola PKL. Mitullah (2003) menemukan bahwa PKL memberikan

peluang yang dapat meminimalkan dampak sosial. Slack (2005) menemukan

bahwa jejaring dan norma sosial timbal-balik berperan penting dalam

memfasilitasi ekonomi informal.

Page 237: KARAKTERISTIK DAN PERMASALAHAN PEDAGANG KAKI … · KARAKTERISTIK DAN PERMASALAHAN PEDAGANG KAKI LIMA (PKL) ... construct street vendor database, (2) economic empowerment for the

219

Kemudahan sistem registrasi (0,08) sangat diperlukan dalam mengelola PKL.

Perda No. 13 Tahun 2005 telah mengatur tata cara sistem registrasi seperti

mengatur mekanisme perizinan dan persyaratan permohonan izin menjadi PKL.

Kemudahan sistem registrasi akan membuat pelaku PKL secara sukarela

mendaftar ke Disperindagkop.

b. Kelemahan (Weakness)

Beberapa kelemahan yang diidentifiksikan terkait dengan pengelolaan PKL di

kota Bogor mencakup pertumbuhan angka pengangguran, perilaku free rider

PKL, sektor informal inferior dibandingkan sektor lain, keinginan menggunakan

lahan secara permanen, pertumbuhan ekonomi yang rendah, sektor “abu-abu”

lahan korupsi, ketidakberpihakan dinas/institusi terkait, kemacetan dan

kekumuhan wajah kota, dan perbedaan persepsi aktor. Hasil perhitungan bobot

(VP) terhadap faktor-faktor kelemahan disajikan pada Tabel 128.

Tabel 128. Hasil Perhitungan Bobot Faktor Internal Kelemahan

Kelemahan VE VP VA VB λ-max CI RI CR

Pertumbuhan angka pengangguran

0,99 0,11 1,07 9,86 9.86 0.11 1.40 0.08

Perilaku free rider dari PKL

1,10 0,12 1,29 10,70

Sektor informal inferior dibandingkan sektor lain

1,20 0,13 1,51 11,40

Keinginan menggunakan lahan secara permanen

0,80 0,09 0,72 8,19

Pertumbuhan ekonomi yang rendah

0,95 0,10 0,96 9,18

sektor abu-abu lahan korupsi

1,11 0,12 1,36 11,12

Ketidakberpihakan dinas/institusi terkait

1,01 0,11 1,07 9,69

Kemacetan dan kekumuhan wajah kota

0,77 0,08 0,62 7,35

Perbedaan persepsi aktor

1,17 0,13 1,45 11,27

Total 9,10 1,00 88,75 Sumber : Data primer, 2011 (diolah), n= 8 responden

Page 238: KARAKTERISTIK DAN PERMASALAHAN PEDAGANG KAKI … · KARAKTERISTIK DAN PERMASALAHAN PEDAGANG KAKI LIMA (PKL) ... construct street vendor database, (2) economic empowerment for the

220

Keterangan : CR = Konsistensi rasio, CR < 0,1 menunjukkan konsistensi yang baik, CR > 0.1 menunjukkan data perlu direvisi VE = Perkalian baris VP = Vektor prioritas atau vektor Eigen. VA = Vektor antara VB = Vektor baris λmax

Sektor informal inferior dibandingkan sektor lain (0,13). Keberadaan PKL

khususnya di perkotaan dianggap sebelah mata oleh pemerintah daerah setempat

karena mereka menjalankan aktivitas usaha bukan pada tempat dan menyebabkan

kesemerawutan, kemacetan, yang merupakan salah satu problematika

pembangunan kota maupun modernisasi kota, padahal salah satu image dari suatu

kota yang baik adalah tertib dan nyaman bagi masyarakat kota itu. PKL juga

dianggap merupakan salah satu penyakit kota yang harus bisa disembuhkan oleh

kebijakan / Perda yang diusulkan oleh pemerintah daerah dan disetujui oleh wakil

rakyat (anggota DPRD) tanpa mendengar serta memperhatikaan keinginan atau

= Nilai Eigen maksimum CI = Indeks konsistensi CR = Rasio Konsistensi

Pertumbuhan angka pengangguran (0,11) dapat menjadi ancaman dalam

pengelolaan PKL di kota Bogor. Dengan meningkatnya angka pengangguran,

masyarakat yang masuk dalam angkatan kerja akan mencari sumber-sumber

pekerjaan alternatif dan usaha sebagai PKL prospektif untuk dimasuki karena

kemudahannya untuk entry. PKL membutuhkan modal, skill, dan pengetahuan

yang relatif rendah dan dapat dimasuki semua jenjang pendidikan.

Akintoye (2008) dalam studi mengenai sektor informal di Nigeria

menemukan bahwa sektor informal sebagai media dalam menurunkan

pengangguran di Nigeria. Mitullah (2003) menemukan bahwa PKL penting

sebagai sumber pendapatan dan lapangan kerja.

Kelemahan lain adalah perilaku free rider PKL sendiri (0,12). Perilaku free

rider adalah pelaku PKL yang memanfaatkan fasilitas publik tanpa kepedulian

terhadap lingkungan sekitar seperti kebersihan, keindahan, dan ketertiban.

Sebagian PKL bahkan membangun bangunan semi dan permanen di tempat

tersebut dan merasa memiliki sehingga melakukan perlawanan bila ditertibkan .

Sebagian mereka juga memanfaatkan usaha PKL untuk menghindari pajak,

menjual barang-barang hasil pencurian, dan sebagainya.

Page 239: KARAKTERISTIK DAN PERMASALAHAN PEDAGANG KAKI … · KARAKTERISTIK DAN PERMASALAHAN PEDAGANG KAKI LIMA (PKL) ... construct street vendor database, (2) economic empowerment for the

221

kebutuhan dari PKL dan masyarkatnya. Pemerintah kota harus menyadari bahwa

tidak mungkin PKL dapat hidup tanpa adanya konsumen sehingga dalam

pembuatan kebijakan tentang PKl terlebih dulu pemerintah harus melihat,

mencermati dan mengkaji lebih dalam dari berbagai aspek (Ekonomi, Sosial dan

Politik) yang melatarbelakanginya.

Banyak PKL yang memiliki keinginan menggunakan lahan secara permanen

(0,09). Di beberapa lokasi publik (lapangan Sempur, Papandayan, Gunung Gede)

PKL membangun lahan semi permanen untuk aktivitas usaha, bahkan sebagai

tempat tinggal. Kondisi tersebut akan mengancam pengelolaan PKL karena tidak

jarang terjadi bentrok fisik antara Satpol PP dengan PKL ketika dilakukan

penertiban dan pembongkaran.

Gambar 18. Pembongkaran Kios PKL Semi Permanen di Pomad oleh Satpol PP

Sumber : BogorNews.com (2011)

Pertumbuhan ekonomi rendah juga mengancam pengelolaan PKL.

Berdasarkan data BPS (Biro Pusat Statistik) laju pertumbuhan ekonomi kota

Bogor tahun 2009 berada pada kisaran 6,02 %, lebih baik dari tahun 2008 yang

mencapai 5,98 %. Pertumbuhan ekonomi kota Bogor juga tergambar dari

pertumbuhan angka PDRB atas dasar harga yang berlaku tahun 2009 yang

mencapai Rp 12,294 triliyun. Peningkatan makro pembangunan tergambar dari

total investasi tahun 2009 yang mencapai Rp 869,51 miliar, naik sebesar Rp 1,09

miliar dari tahun 2008 yang mencapai Rp 868,42 miliar. Inflasi berhasil ditekan

pada tingkat 6 % dibandingkan tahun 2008 sebesar 14,20 %.

Dari gambaran di atas, perekonomian kota Bogor mengalami pertumbuhan,

namun belum mampu menekan angka pengangguran.

Page 240: KARAKTERISTIK DAN PERMASALAHAN PEDAGANG KAKI … · KARAKTERISTIK DAN PERMASALAHAN PEDAGANG KAKI LIMA (PKL) ... construct street vendor database, (2) economic empowerment for the

222

Dengan dikeluarkannya Perda No. 13 Tahun 2005, maka sejak 30 September

2009 legalitas PKL di Kota Bogor sudah dicabut. Dinas Pendapatan, Pengelolaan

Keuangan dan Aset Daerah (DPPKAD) Kota Bogor tak lagi memungut retribusi

PKL sehingga kontribusi mereka untuk PAD adalah nihil. Berdasarkan

pengakuan para PKL, mereka dikenakan setoran Rp 2.000,- sampai Rp 3.000,-

setiap hari, tetapi mereka tak tahu penggunaan dana tersebut. Ini menunjukkan

bahwa pada sektor PKL terdapat sektor abu-abu lahan korupsi bagi oknum-oknum

tertentu. Kondisi ini akan melemahkan upaya pengelolaan PKL, karena oknum-

oknum tersebut tentu tidak mau kehilangan lahan.

Ketidak berpihakan dinas atau institusi terkait (0,11) juga menjadi kelemahan

dalam upaya pengelolaan PKL di kota Bogor. Berbagai institusi terlibat dalam

pengelolaan PKL. Dalam prakteknya, pengelolaan lebih diterjemahkan sebagai

penggusuran tanpa solusi bagi PKL. Dinas Perindustrian, Perdagangan dan

Koperasi Kota Bogor tidak pernah melakukan upaya pembinaan PKL yang telah

digusur atau ditertibkan.

Tidak dapat dipungkiri bahwa PKL menyebabkan kemacetan dan kekumuhan

wajah kota (0,08) meski tidak sepenuhnya demikian. Keberadaaan angkutan

umum dan kendaraan pribadi yang melebihi kapasitas jalan juga turut menjadi

penyebab kemacetan. Persepsi terhadap penyebab kemacetan dan kekumuhan

kota adalah kelemahan dalam mengelola PKL. PKL cenderung ditindak represif

tanpa memperhatikan hak-hak mereka untuk mendapatkan pekerjaan yang layak.

Dari sisi aktor yang terlibat dalam masalah PKL, perbedaan persepsi aktor

(0,13) dapat menjadi sumber kelemahan dalam pengelolaannya. Pemerintah Kota

berpersepsi bahwa PKL perlu ditertibkan karena menempati ruang publik.

DLLAJ memandang bahwa PKL menyebabkan kemacetan. Toko-toko formal

memandang PKL menyebabkan berkurangnya pendapatan dan menjadi pesaing

usaha. LSM memandang PKL sebagai sumber mata pencaharian bagi rakyat kecil

sehingga perlu diperlakukan manusiawi. Oknum-oknum pelaku pungli

memandang PKL sebagai ”sumber basah” untuk korupsi, dan sebagainya.

Perbedaan pandangan ini akan menyebabkan benturan-benturan kepentingan

dalam pengelolaan PKL sehingga akan memperlemah upaya pengelolaan PKL di

kota Bogor.

Page 241: KARAKTERISTIK DAN PERMASALAHAN PEDAGANG KAKI … · KARAKTERISTIK DAN PERMASALAHAN PEDAGANG KAKI LIMA (PKL) ... construct street vendor database, (2) economic empowerment for the

223

Selanjutnya, identifikasi faktor-faktor internal dan eksternal ini digunakan

untuk merumuskan strategi penataan dan pemberdayaan PKL di kota Bogor

dengan menggunakan analisis SWOT. Analisis SWOT merupakan cara sistematis

untuk mengidentifikasi faktor-faktor eksternal dan internal dan merumuskan

strategi yang menggambarkan kecocokan yang paling baik di antara faktor-faktor

tersebut. Analisis ini didasarkan pada asumsi bahwa suatu strategi yang efektif

akan memaksimalkan kekuatan dan peluang yang ada serta meminimalkan

kelemahan dan ancaman yang dimiliki. Bila diterapkan secara akurat, asumsi ini

mempunyai dampak yang sangat besar bagi keberhasilan rancangan suatu strategi

(Pearce & Robinson, 1997).

8.2. Strategi Penataan dan Pemberdayaan PKL

Perumusan strategi penataan dan pemberdayaan PKL menggunakan beberapa

asumsi karena kompleknya permasalahan PKL. Beberapa Asumsi atau batasan

dalam perumusan strategi ini adalah :

PKL :

- Berusaha memperoleh keuntungan maksimal.

- Berusaha meminimalkan biaya.

- Bersedia untuk ditata dan diberdayakan.

Masyarakat dan konsumen :

- Memaksimalkan kepuasan.

- Meminimalkan pengeluaran.

Pemerintah Kota Bogor :

- Memaksimalkan manfaat bagi masyarakat banyak.

- Meminimalkan pengorbanan dan biaya.

- Dalam setiap kebijakan lebih mengedepankan/ berpihak pada kepentingan

masyarakat banyak (pro rakyat banyak) dari pada pemilik modal

(kapitalis).

- Memiliki komitmen kuat dalam melaksanakan strategi yang diusulkan.

Strategi penataan dan pemberdayaan PKL di kota Bogor dirumuskan dengan

mengindentifikasi faktor internal dan eksternal, kemudian merumuskannya

menjadi strategi menggunakan matrik SWOT. Hasil perumusan strategi

menggunakan matrik SWOT disajikan pada Tabel 129.

Page 242: KARAKTERISTIK DAN PERMASALAHAN PEDAGANG KAKI … · KARAKTERISTIK DAN PERMASALAHAN PEDAGANG KAKI LIMA (PKL) ... construct street vendor database, (2) economic empowerment for the

224

Tabel 129. Matrik SWOT untuk Perumusan Strategi Penataan dan Pemberdayaan PKL di Kota Bogor

INTERNAL EKSTERNAL

Kekuatan (Strength) : 1. Penciptaan lapang

kerja baru (0,17) 2. Kebijakan dan

komitmen Pemda (0,16)

3. Pulihnya sektor ekonomi dari krisis global (0,16)

4. Stabilitas nilai mata uang (0,12)

5. Mengurangi masalah sosial (0,12)

6. Perkembangan sistem teknologi dan informasi (0,11)

7. Tersedianya pasar (0,10)

8. Kemudahan sistem registrasi (0,08)

Kelemahan (Weakness) : 1. PKL inferior

dibandingkan sektor lain (0,13)

2. Perbedaan persepsi aktor(0,13)

3. Perilaku free rider dari PKL (0,12)

4. sektor abu-abu lahan korupsi (0,12)

5. Pertumbuhan angka pengangguran (0,11)

6. Ketidakberpihakan dinas/institusi terkait (0,11)

7. Pertumbuhan ekonomi yang rendah (0,10)

8. Keinginan menggunakan lahan permanen (0,09)

9. Kemacetan dan kekumuhan wajah kota (0,08)

Peluang (Opportunity) : 1. Keberadaan Perda tentang

PKL (0,29) 2. Kontribusi PKL pada PAD

(0,24) 3. Kontribusi terhadap

pengentasan kemiskinan (0,22) 4. Ketersediaan SDM (0,12) 5. Ketersediaan barang dan jasa

dengan harga terjangkau (0,07) 6. Ketersediaan lembaga

keuangan mikro (0,06)

Strategi S – O : • Penundaan penggusuran

& dialog dengan pemda (S1,2,7,8 : O1,2,3,5)

• Pemberdayaan ekonomi pelaku PKL (S1,2,3,4,5,7: O2,3,6)

• Konsolidasi Program pemodalan dan perkreditan (S1, 2,3,7 : O2,3,6)

Strategi W – O : • Penataan lokasi PKL

(W5,8, 9 : O1,2,4,5) • Pembatasan jumlah

pedagang dalam satu lokasi (W1,2,3,4,6, 8,9 : O1,2,3)

• Perubahan Persepsi terhadap PKL (W1,2,6 : O1,2,3,4)

• Pengendalian dan pengawasan berkesinambungan dan terpadu (W1,2, 8,9 : O1,2,3,4)

Ancaman (Threat) : 1. Terbatasnya kesempatan kerja

lain yang lebih baik (0,14) 2. Kurangnya alokasi tempat

untuk relokasi PKL (0,14) 3. Lemahnya penegakan hukum

(0,13) 4. Kebijakan Tata ruang kurang

konsisten (0,12) 5. Lemahnya kerjasama lintas

badan/institusi (0,11) 6. Kebijakan intervensi pemda

yang tidak konsisten (0,11) 7. Terbatasnya dana operasional

(0,09) 8. Belum adanya registrasi pelaku

PKL (0,08) 9. Lemahnya posisi politis PKL

(0,07)

Strategi S – T : • Pelatihan-pelatihan

ekonomi, hukum, kesejahteraan sosial dan lain-lain (S1,2,3,5,6,7 : T1,2,3,4,6)

• Registrasi dan pembuatan database PKL (S1,2,3,4,5,6,7,8 :T2,4, 8, 9)

• Penguatan kelembagaan PKL (S1,2, 5 : T6, 7,8,9)

Strategi W – T : • Penguatan sektor riil

(W5,7 : T1, 2,7) • Menyatukan persepsi

dalam pengelolaan PKL (W1,2,6,7, 8, 9 : T4,5,6)

• Pembangunan pasar sentra kaki lima (W1, 3, 4, 6, 8,9 : T1,2,3,4)

• Mensyaratkan setiap pengelola gedung/ pabrik/kompleks perumahan untuk menyediakan lokasi tertentu bagi PKL (W1,3,4,5,7,8,9 : T1,2,4,6)

Page 243: KARAKTERISTIK DAN PERMASALAHAN PEDAGANG KAKI … · KARAKTERISTIK DAN PERMASALAHAN PEDAGANG KAKI LIMA (PKL) ... construct street vendor database, (2) economic empowerment for the

225

Dari hasil analisis SWOT pada Tabel 125, dirumuskan empat strategi kunci

untuk penataan dan pemberdayaan PKL di kota Bogor. Pearce dan Robinson

(1997) dan Hunger & Thomas (2003) menyatakan bahwa dalam matrik SWOT

terdapat empat strategi utama yaitu strategi agresif (S-O) yang berorientasi pada

pertumbuhan, strategi diversifikasi (S-T), strategi berbenah diri (W-O), dan

strategi defensif (W-T).

Strategi agresif menunjukkan situasi yang paling disukai suatu organisasi.

Organisasi memiliki banyak peluang lingkungan dan banyak kekuatan yang

mendorong dimanfaatkannya peluang tersebut. Situasi ini menyarankan strategi

yang berorientasi pada pertumbuhan (growth oriented strategy) untuk

memanfaatkan situasi yang menguntungkan ini. Dalam matrik SWOT di atas

strategi agresif yang berhasil dirumuskan adalah penundaan penggusuran &

dialog dengan Pemda (S1,2,7,8 : O1,2,3,5), pemberdayaan ekonomi pelaku PKL

(S1,2,3,4,5,7: O2,3,6), dan konsolidasi program pemodalan dan perkreditan (S1,2,3,7 :

O2,3,6).

Strategi diversifikasi adalah kondisi organisasi dengan kekuatan-kekuatan

tertentu menghadapi lingkungan yang tidak menguntungkan (ancaman). Dalam

situasi ini strateginya akan memanfaatkan kekuatan yang ada untuk

meminimalkan ancaman. Dalam matrik SWOT di atas strategi diversifikasi yang

dirumuskan adalah pelatihan-pelatihan ekonomi, hukum, kesejahteraan sosial dan

lain-lain (S1,2,3,5,6,7 : T1,2,3,4,6), registrasi dan pembuatan database PKL (S1,2,6,8 :

T2,3,4,8,9), dan penguatan kelembagaan PKL (S1,2,5 : T6,7, 8,9).

Strategi berbenah diri adalah kondisi dimana organisasi menghadapi peluang

yang impresif tetapi terkendala oleh kelemahan-kelemahan internal sehingga

fokus strateginya adalah menjadikan kendala internal untuk mengefektifkan

peluang yang ada. Strategi berbenah diri yang dirumuskan dalam analisis SWOT

di atas mencakup penataan lokasi PKL (W5,8,9 : O1,2,4,5), pembatasan jumlah

pedagang dalam satu lokasi (W3,4,8,9 : O1,2,3,4,5), perubahan persepsi terhadap PKL

(W1,2,6 : O1,2,3,4) dan pengendalian dan pengawasan berkesinambungan dan

terpadu (W1,2,8,9 : O1,2,3,4).

Page 244: KARAKTERISTIK DAN PERMASALAHAN PEDAGANG KAKI … · KARAKTERISTIK DAN PERMASALAHAN PEDAGANG KAKI LIMA (PKL) ... construct street vendor database, (2) economic empowerment for the

226

Terakhir, strategi defensif adalah kondisi yang paling tidak disukai suatu

organisasi. Organisasi menghadapi ancaman lingkungan yang besar dan

kelemahan internal yang kritis sehingga fokus strateginya adalah dengan

meminimalkan kelemahan dalam menghadapi ancaman lingkungan. Strategi

defensif yang dirumuskan dari analisis SWOT di atas adalah penguatan sektor riil

(W5,7 : T1,2,7), menyatukan persepsi dalam pengelolaan PKL (W1,2,6,7, 8,9 : T4,5,6),

pembangunan pasar sentra kaki lima (W1,3,4,6,8,9 : T1,2,3,4,6,7), dan mensyaratkan

setiap pengelola gedung/pabrik/kompleks perumahan untuk menyediakan lokasi

tertentu bagi PKL (W1,3,4,5,7,8,9 : T1,2,4,6

Alternatif Strategi

).

Strategi-strategi yang dirumuskan di atas perlu diprioritaskan dalam konteks

kepentingan relatifnya. Banyak cara dilakukan dalam memprioritaskan strategi

seperti penilaian subyektif (judgement) dari peneliti, focos group discussion

(FGD) yang melibatkan banyak aktor dalam penetapan prioritas, atau penggunaan

matriks QSPM (Quantitive Strategic Planning Matrix). Dalam penelitian ini,

prioritasi strategi menggunakan matrik QSPM dengan menjumlahkan nilai total

dari penggabungan faktor penentu internal dan eksternal pada matrisk SWOT.

Hasil penyusunan prioritas alternatif strategi untuk penataan dan pemberdayaan

PKL di kota Bogor disajikan pada Tabel 130.

Tabel 130. Prioritas Alternatif Strategi untuk Penataan dan Pemberdayaan PKL di kota Bogor

Nilai Prioritas

• Registrasi dan pembuatan database PKL (S1,2,3,4,5,6,7,8 :T2,4, 8, 9)

0,59 1

• Pemberdayaan ekonomi pelaku PKL (S1,2,3,4,5,7: O2,3,6)

0,31 2

• Menyatukan persepsi dalam pengelolaan PKL (W1,2,6,7, 8, 9 : T4,5,6) 0,30 3 • Penundaan penggusuran & dialog dengan pemda

(S1,2,3,4,5,6,7,8 : O1,2,3) 0,27 4

• Pembatasan jumlah pedagang dalam satu lokasi (W1,2,3, 4, 6, 8,9 : O1, 2, 3)

0,24 5

• Mensyaratkan setiap pengelola gedung/pabrik/kompleks perumahan untuk menyediakan lokasi tertentu bagi PKL (W1,3,4,5,7,8,9 : T1,2,4,6)

0,24 6

• Penataan lokasi PKL (W5,8, 9 : O1, 2, 4, 5)

0,18 7

• Pembangunan pasar sentra kaki lima W1, 3, 4, 6, 8,9 : T1,2,3,4)

0,13 8

• Perubahan Persepsi terhadap PKL (W1,2,6 : O1, 2,3,4)

0,10 9

Page 245: KARAKTERISTIK DAN PERMASALAHAN PEDAGANG KAKI … · KARAKTERISTIK DAN PERMASALAHAN PEDAGANG KAKI LIMA (PKL) ... construct street vendor database, (2) economic empowerment for the

227

Alternatif Strategi Nilai Prioritas

• Konsolidasi Program pemodalan dan perkreditan (S1, 2, 3, 7 : O2, 3,6)

0,07 10

• Pengendalian dan pengawasan berkesinambungan dan terpadu (W1, 2, 8,9 : O1,2,3,4)

-0,44 11

• Pelatihan-pelatihan ekonomi, hukum, kesejahteraan sosial dan lain-lain

(S1,2,3,5,6,7 : T1,2,3,4,6)

-0,53 12

• Penguatan kelembagaan PKL (S1,2, 5 : T6, 7, 8,9)

-0,44 13

• Penguatan sektor riil (W5,7 : T1, 2,7)

-0,16 14

Agar upaya penataan dan pemberdayaan PKL di kota Bogor lebih terfokus

maka strategi yang telah disusun menggunakan matrik SWOT dibagi menjadi

strategi prioritas dan strategi alternatif. Sebanyak 7 strategi dengan nilai tertinggi

ditetapkan sebagai strategi prioritas dan sebanyak 7 strategi ditetapkan sebagai

strategi alternatif

8.2.1 Strategi Prioritas

Sesuai dengan tujuan penelitian ini yaitu memperoleh strategi penataan dan

pemberdayaan PKL di Kota Bogor sehingga peneliti membatasi pembahasan

hanya sampai pada strategi. Peneliti tidak membahas mendalam sampai dengan

tehnis pelaksanaan., karena untuk keperluan tersebut penulis menganggap masih

perlu adanyaa penelitian lanjutan.

Untuk menentukan strategi prioritas ini peneliti mendasarkan kepada hasil analisis

ASWOT yang pembobotan untuk masing-masing strategi tidak dilakukan secara

kualitatip oleh peneliti tetapi atas dasar pilihan para responden dengan

menggunakan metode perbandingan berpasangan yang selanjutnya diolah dengan

menggunaakaan matrix QSPM..

Hasil pembobotan menggunakan matrik QSPM menunjukkan bahwa terdapat

tujuh strategi yang dapat dijadikan strategi prioritas dalam pengelolaan dan

pemberdayaan PKL yaitu : Registrasi dan pembuatan database PKL,

Pemberdayaan ekonomi pelaku PKL, Menyatukan persepsi dalam pengelolaan

PKL, Penundaan penggusuran & dialog dengan pemda, Pembatasan jumlah

Page 246: KARAKTERISTIK DAN PERMASALAHAN PEDAGANG KAKI … · KARAKTERISTIK DAN PERMASALAHAN PEDAGANG KAKI LIMA (PKL) ... construct street vendor database, (2) economic empowerment for the

228

pedagang dalam satu lokasi, Mensyaratkan setiap pengelola

gedung/pabrik/kompleks perumahan untuk menyediakan lokasi tertentu bagi PKL,

dan Penataan lokasi PKL.

Mengingat bahwa masing-masing strategi ini merupakan seperangkat

formulasi yang komprehensif, sehingga dalam implementasinya strategi-strategi

ini tidak dilakukan satu persatu atau tidak dapat berdiri sendiri, melainkan harus

bersamaan agar dapat memperoleh hasil yang optimal.

Untuk lebih jelasnya di bawah ini diuraikan masing-masing strategi tersebut

Strategi registrasi dan pembuatan database PKL.

Strategi ini layak mendapatkan prioritas utama karena registrasi dan database

yang ada saat ini belum seperti yang diharapkan. Keputusan Walikota Bogor No.

511.23.45.23 tahun 2007 tentang penunjukan Kepala Dinas Perindustrian dan

Perdagangan Kota Bogor untuk menandatangani penggunaan ijin lokasi

pembinaan dan penataan usaha PKL. Disperindag mencatat hanya sebanyak 267

PKL yang teregistrasi sampai 29 Juli 2008, sementara database PKL yang ada di

Disperindag adalah data tahun 2005 yang tentunya telah mengalami perubahan

signifikan. Database tersebut masih berbentuk hardcopy dan belum dibuatkan

softcopy-nya. Untuk dapat menata dan memberdayakan PKL diperlukan data

dasar yang valid yang merupakan hasil survei komprehensif dan selalu di-update

setiap tahun.

Strategi ini dapat dilakukan dengan beberapa program sebagai berikut :

1. Sosialisasi syarat-syarat registrasi sesuai Perda No. 13 Tahun 2005.

2. Melakukan sistem jemput bola dengan mendatangi PKL untuk melakukan

registrasi agar mendapatkan ijin sebagai PKL sambil melakukan survei PKL

secara komprehensif.

3. PKL yang sudah diregistrasi diwajibkan memasang foto dan Surat Ijin Usaha

di tempat usahanya. Bila tidak, maka dianggap sebagai PKL ilegal.

4. Membuat hardcopy dan softcopy hasil survei PKL. Untuk selanjutnya

dilakukan update per tahun untuk mendapatkan data yang valid mengenai

jumlah PKL, khususnya PKL yang masuk dan keluar.

5. Registrasi PKL juga perlu memasukkan mereka sebagai wajib pajak melalui

pembuatan NPWP.

Page 247: KARAKTERISTIK DAN PERMASALAHAN PEDAGANG KAKI … · KARAKTERISTIK DAN PERMASALAHAN PEDAGANG KAKI LIMA (PKL) ... construct street vendor database, (2) economic empowerment for the

229

Hasil yang diharapkan dari strategi ini adalah didapatkan data PKL yang up

to date sehingga pergerakan PKL selalu dapat diamati dan dikontrol. Dengan

memasukkan mereka sebagai wajib pajak, PKL akan mampu memberikan

kontribusi positif bagi pembangunan kota Bogor. Dari sisi kebijakan, Henley et

al, (2009) menyarankan pengambil kebijakan harus jelas mengenai sub-group

dalam sektor informal untuk mendesain kebijakan yang tepat.

Strategi pemberdayaan ekonomi pelaku PKL.

Dengan adanya database PKL maka dapat disusun strategi pemberdayaan

ekonomi PKL, dengan memberikan pelatihan-pelatihan kepada pelaku PKL

terkait masalah usaha seperti pelatihan pembukuan, manajemen, pasar, dan

investasi. Tabel 82 menunjukkan bahwa PKL lemah dalam hal pembukuan

sehingga diperlukan pelatihan pembukuan agar akuntansi keuangan usahanya

lebih baik. Mitullah (2002) menemukan bahwa PKL menghadapi masalah pasar

dan investasi sehingga diperlukan pelatihan pemasaran dan investasi.

Akharuzama (2010) menemukan bahwa PKL menjalankan usaha secara temporer

tanpa sistem manajemen berkelanjutan sehingga diperlukan pelatihan manajemen

usaha. Walsh (2010) menemukan bahwa mayoritas PKL lemah dalam konsep

marketing atau nilai tambah produk sehingga diperlukan pelatihan pemasaran dan

nilai tambah produk.

Hasil yang diharapkan dari strategi ini adalah pelaku PKL yang sudah

teregistrasi semakin kuat dari sisi kewirausahaan sehingga mereka mampu

menjalankan usahanya secara lebih efektif dan efisien. Melalui pemberdayaan

ekonomi, ada harapan bahwa dengan berkembangnya usaha, pelaku PKL akan

bertransformasi dari informal menjadi formal, misalnya mereka mampu menyewa

kios resmi di dinas-dinas pasar. Gonec and Tanrivermis (2007) menemukan

bahwa transformasi struktur informal menjadi formal dapat dilakukan dengan

memfasilitasi integrasi usaha dengan pasar.

Menyatukan persepsi dalam pengelolaan PKL.

Prioritas strategi berikutnya adalah menyatukan persepsi dalam pengelolaan

PKL. Strategi ini menjadi prioritas mengingat banyaknya stakeholder yang

berhubungan langsung dengan penataan dan pemberdayaan PKL. Para

stakeholder harus duduk bersama dengan pelaku PKL (atau wakilnya) sehingga

Page 248: KARAKTERISTIK DAN PERMASALAHAN PEDAGANG KAKI … · KARAKTERISTIK DAN PERMASALAHAN PEDAGANG KAKI LIMA (PKL) ... construct street vendor database, (2) economic empowerment for the

230

ditemukan kesamaan persepsi dalam mengelola PKL. Nitisudarmo (2009)

menyarankan perlunya kerjasama antar stakeholder termasuk Pemkot, LSM,

universitas, komunitas PKL dan pemimpin lokal. Akintoye (2008) menyarankan

bahwa pemerintah dan semua stakeholder yang relevan harus berusaha

menurunkan pengangguran dengan memberikan dukungan keberadaan sektor

informal.

Dalam penyatuan persepsi terhadap penataan dan pemberdayaan PKL, perlu

dipikirkan langkah yang lebih berani. Pemerintah kota Bogor perlu

merestrukturisasi lembaga/dinas yang selama ini mengkoordinasikan pengelolaan

PKL. Penataan kelembagaan dapat dilakukan dengan beberapa cara yaitu: (1)

menyederhanakan dan mengkonsolidasikan badan atau institusi yang mengurusi

kegiatan fasilitasi PKL, (2) membentuk komite yang berfungsi sebagai think tank

untuk tugas-tugas policy formulation, yang wewenang keputusan akhimya berada

di Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, dan (3) merevisi peraturan daerah PKL

yang benar-benar serius menangani sektor informal di level lokal.

Strategi ini diharapkan menghasilkan upaya yang lebih fokus dalam penataan

dan pemberdayaan PKL, menghindari pemborosan dana dan duplikasi program.

Dinas Perindustrian, Perdagangan dan Koperasi lebih difungsikan sebagai

pelaksana kebijakan (bukan sekedar koordinasi) dengan fokus pada penataan dan

pemberdayaan PKL.

Penundaan penggusuran & dialog dengan Pemda.

Strategi ini perlu dilakukan karena pemerintah belum mampu menurunkan

angka pengangguran dan menciptakan lapangan kerja yang mencukupi.

Akaruzama (2009) menyatakan bahwa penggusuran dan kekerasan dalam

pengelolaan PKL. tidak akan menyelesaikan masalah, bahkan menciptakan

pengangguran-pengangguran baru karena hilangnya pekerjaan di sektor formal.

Greenidge et al, (2009) menyarankan untuk tidak menghilangkan sektor informal

(melalui penggusuran atau penertiban), tetapi perlahan-lahan memformalkannya.

Rahmawati (2007) menemukan bahwa PKL kembali ke lokasi yang sama

beberapa saat setelah penggusuran dan penertiban. Ini menunjukkan bahwa

penggusuran hanya efektif sementara waktu, namun tidak efektif jika digunakan

sebagai program jangka panjang. Hasil ini sesuai dengan Takim (2011) yang

Page 249: KARAKTERISTIK DAN PERMASALAHAN PEDAGANG KAKI … · KARAKTERISTIK DAN PERMASALAHAN PEDAGANG KAKI LIMA (PKL) ... construct street vendor database, (2) economic empowerment for the

231

menemukan bahwa kebijakan jangka pendek bukanlah penyelesaian permanen

untuk ekonomi informal. Semua hasil penelitian tersebut menjustifikasi perlunya

penundaan penggusuran dan dialog antara Pemerintah Kota dan PKL.

Melalui dialog diharapkan tercipta penyelesaian yang memberikan manfaat

bagi semua pihakyang berkepentingan. Penyelesaian ini akan dapat

mengakomodasi kepentingan Pemerintah Kota Bogor dan kepentingan PKL.

Konsensus yang dicapai harus dihormati bersama dan secara konsekuen

dijalankan sehingga tidak ada lagi pihak-pihak yang merasa dirugikan. Patut

kiranya keberhasilan Pemda Solo dalam merelokasi PKl dijadikan pembelajaran,

dimana sebelumnya Walikota Solo telah melakukan puluhan kali dialog dengan

PKL kota Solo. Pelaksaanaan dialog inipun diperlukan sejak sebelum pendataan

dilakukan agar dapat dicegah kemungkinan salah pengertian dari PKl dan fihak-

fihak terkait yang dapat merugikan semua fihak.

Pembatasan jumlah pedagang dalam satu lokasi.

PKL merupakan aktivitas yang dapat mengurangi pengangguran dan

terbatasnya lapangan kerja di sektor formal. Akan tetapi jika pertumbuhannya

melebihi daya tampung kota, akan berdampak buruk juga bagi perkembangan

perkotaan. Schneider (2002) menemukan bahwa besaran ekonomi informal di

sebagian besar negara transisi dan OECD cenderung meningkat selama dekade

terakhir. Greenidge et al, (2009) menemukan bahwa sektor informal cukup besar

dan tumbuh sepertiga dari besaran ekonomi formal.

Pertumbuhan sektor informal, khususnya PKL, perlu dicermati dan dikontrol.

Kontrol dilakukan terkait dengan beberapa hasil penelitian. Widodo (2006)

menemukan bahwa kontribusi positif sektor informal mempunyai batas tertentu.

Jika batas itu sudah terlewati maka kontribusinya akan menurun. Nitisudarmo

(2009) menyimpulkan bahwa penempatan PKL di pedestrian tidak sesuai dengan

konsep place for people dan PKL yang beroperasi di ruang publik tidak

mendukung dan memotivasi pembangunan landskap urban yang berimbang dalam

hal elemen alami lingkungan urban. Takim (2011) menyatakan bahwa untuk

mengontrol ekonomi informal, terlebih dahulu harus dibangun kebijakan yang

mengarah kepada penurunan volume ekonomi informal sampai pada level

minimum yang dapat diterima.

Page 250: KARAKTERISTIK DAN PERMASALAHAN PEDAGANG KAKI … · KARAKTERISTIK DAN PERMASALAHAN PEDAGANG KAKI LIMA (PKL) ... construct street vendor database, (2) economic empowerment for the

232

Strategi pembatasan jumlah PKL dalam satu lokasi dapat dikaitkan dengan

strategi prioritas pertama yaitu registrasi dan pembuatan database PKL.

Tersedianya database PKL pada lokasi tertentu membuat jumlah PKL dapat

dikelola dan dipantau. Selain itu, perlu dilakukan kajian tentang daya tampung

suatu lokasi sehingga jumlah PKL tidak melebihi ambang batas yang berdampak

negatif bagi perkembangan perkotaan. Registrasi tidak akan dikeluarkan lagi jika

jumlah PKL sudah melebihi ambang batas yang ditetapkan.

Hasil yang diharapkan dari strategi ini adalah pemerintah kota akan

mendapatkan kontribusi positif dari keberadaan PKL, untuk Pendapatan Asli

Daerah. Di sisi lain, dampak negatif seperti kemacetan, kekumuhan, dan

kesremawutan dapat dihindari. PKL akan lebih nyaman berusaha, kompetisi

berlebihan tidak terjadi, dan tingkat profit dapat terjaga.

Mensyaratkan setiap pengelola gedung/pabrik/kompleks perumahan untuk

menyediakan lokasi tertentu bagi PKL.

Harus ada keberanian Pemkot untuk mensyaratkan setiap pengelola

gedung/ruko memberikan ruang bagi PKL. Alternatif strategi ini akan

memberikan tiga keuntungan, yaitu: PKL tetap dapat menjalankan usaha, ruang

publik yang digunakan PKL akan berkurang, dan masalah utama kemacetan

dapat diturunkan.

Strategi ini diperlukan bukan saja untuk menampung konsumen dari luar,

tetapi terutama adalah untuk menampung kebutuhan atau permintaan dari pegawai

atau penduduk dari lokasi itu sendiri. Sebagai contoh di depan garment di jalan

Sudirman yang menjadi macet pada saat-saat waktu istirahat dan waktu pulang

pegawainya. Demikian pula disekitar lokasi Botanic Square di Baranang Siang

tumbuh PKL kuliner yang kebanyakan adalah menampung permintaan dari

karyawan pertokoan serta hotel di Botanic Square sendiri, hal ini dikarenakan

tidak mungkin para karyawan tersebut setiap makan atau berbelanja di restauran

atau di toko yang ada di Botanic Square sendiri. Dengan demikian terjadi

simbiosis mutualistis antara sektor informal (PKL) dengan sektor formal.

Patut dicontoh penampungan pedagang kecil yang ada di dalam kampus IPB

Dramaga dan Universitas Ibn Khaldun Bogor.

Page 251: KARAKTERISTIK DAN PERMASALAHAN PEDAGANG KAKI … · KARAKTERISTIK DAN PERMASALAHAN PEDAGANG KAKI LIMA (PKL) ... construct street vendor database, (2) economic empowerment for the

233

Penataan lokasi PKL.

Strategi ini dicapai dengan penetapan kawasan-kawasan khusus yang

diperbolehkan untuk aktivitas PKL. Berdasarkan Keputusan Walikota Bogor No.

511.23.45.146 Tahun 2008 tanggal 19 Mei 2008 telah ditetapkan daftar lokasi

pembinaan dan penataan usaha PKL, namun belum mencantumkan jumlah PKL

maksimal yang diperbolehkan di kawasan tersebut. Konsistensi pelaksanaan

strategi ini sangat diperlukan sehingga ada kepastian bahwa apa yang sudah

diputuskan benar-benar dijalankan.

Lokasi sebagaimana dimaksud dalam keputusan Walikota Bogor di atas,

masih menceminkan lokasi yang umum terjadi untuk sebuah lokasi PKL, yaitu

kumuh, kotor becek dan semrawut. Dengan demikian penetapan lokasi tersebut

perlu ditindak lanjuti dengan penataan ruang dan infrastrukturnya. Disamping itu

perlu di bentuk suatu entitas sendiri yang dapat mengelola masing-masing lokasi

tersebut dan dapat mereduksi penambahan PKL yang terus menerus (Over

capacity). Hal sama untuk lokasi-lokasi yang tidak termasuk dalam Keputusan

Walikota di atas, namun di bawah kapasitas, dan masih bisa ditolerir keberadaan

PKL perlu dilakukan penataan ruang dan infrastrukturnya.

Sedangkan untuk lokasi yang sudah tidak bisa ditolelir lagi maka tidak ada

jalan lain harus di relokasi , apakah ketempat yang sudah ada atau ke tempat yang

baru. Strategi ini akan terlaksana dengan baik apabila pemda sudah punya data

PKL serta melakukan dialog yang intensif.

8.2.2 Alternatif Strategi Lainnya

Selain strategi yang telah diuraikan di atas, terdapat strategi-strategi lain

sebagai alternatif, yaitu :

Pembangunan pasar sentra kaki lima.

Strategi ini dihadapkan pada kendala terbatasnya alokasi lahan untuk PKL di

kota Bogor. Alternatif strategi ini dapat dicapai apabila Pemkot Bogor

mengalokasikan dana khusus untuk pembelian lokasi pembangunan pasar sentra

kaki lima. Lokasi yang potensial adalah eks gedung Muria atau eks Gedung Film

Merdeka.

Strategi ini harus disertai dengan relokasi ke tempat tersebut dengan

mekanisme yang berpihak pada PKL. Mekanisme tersebut dapat berupa

Page 252: KARAKTERISTIK DAN PERMASALAHAN PEDAGANG KAKI … · KARAKTERISTIK DAN PERMASALAHAN PEDAGANG KAKI LIMA (PKL) ... construct street vendor database, (2) economic empowerment for the

234

penyediaan angkutan gratis (seperti yang dilakukan di Solo, Jawa Tengah),

kepastian PKL mendapatkan lapak, bantuan dana untuk memulai usaha di tempat

baru, dan penyediaan sarana dan prasarana yang mendukung usaha PKL (seperti

yang dilakukan di Blitar).

Konsolidasi program pemodalan dan perkreditan.

Strategi ini adalah peran yang harus dimainkan secara intensif oleh

Pemerintah Kota Bogor. Pemikiran yang mendasarinya adalah sebagai berikut :

Pertama, dalam melakukan upaya pemberdayaan ekonomi rakyat, terdapat tiga

pelaku ekonomi yaitu masyarakat, pemerintah, sektor swasta atau privat.

Ketiganya harus dapat bekerja sama, saling membagi fungsi. Fungsi pemerintah

adalah menfasilitasi kegiatan usaha kerakyatan. Kedua, rendahnya akses PKL

pada kredit perbankan atau lembaga finansial disebabkan oleh faktor internal

perbankan, internal PKL, dan regulasi yang menyebabkan derajat keleluasaan

perbankan dalam menyalurkan kredit kepada PKL tidak begitu besar. Ketiga,

meskipun dalam beberapa media massa sering diungkapkan bahwa usaha mikro

akan menjadi target perbankan, dalam kenyataan perbankan masih menganggap

usaha mikro mempunyai resiko yang tinggi. Keempat, aspek lain yang

menyebabkan tingginva resiko penyaluran kredit pada usaha mikro berkaitan

dengan regulasi Bank Indonesia. Perbankan hanya dapat menerima sertifikat tanah

dan bangunan sebagai bentuk agunan yang dapat menjadi pengurang PPAP

(Penghapusan Penyusutan Aktiva Produktif). Di sisi lain, sebagian besar usaha

mikro di Indonesia tidak merniliki agunan seperti yang dipersyaratkan oleh

regulasi Bank Indonesia. Perbankan lebih memilih menyimpan dalam bentuk

Sertifikat Bank Indonesia (SBI).

Dari empat dasar pemikiran di atas jelas bahwa pemerintah mempunyai peran

signifikan dalam mengkoordinasikan program permodalan dan kredit bagi usaha

mikro, khususnya PKL. Untuk menjalankan strategi tersebut, beberapa program

yang dapat dilakukan adalah : (1) penyediaan informasi sumber-sumber

pembiayaan, (2) menjembatani akses ke sumber pembiayaan tersebut, (3)

menyediakan pendampingan (advisory role), baik dari segi penyusunan kelayakan

usaha, kewirausahaan, pemasaran maupun dari aspek teknis-manajerial, (4)

menjaga iklim eksternal yang kondusif untuk dunia usaha.

Page 253: KARAKTERISTIK DAN PERMASALAHAN PEDAGANG KAKI … · KARAKTERISTIK DAN PERMASALAHAN PEDAGANG KAKI LIMA (PKL) ... construct street vendor database, (2) economic empowerment for the

235

Pengendalian dan pengawasan berkesinambungan dan terpadu.

Konsistensi dalam pengendalian dan pengawasan terhadap aktivitas PKL

diperlukan agar aktivitas tersebut dapat ter-managable. Upaya ini dapat dilakukan

apabila ada keseriusan dari pihak-pihak terkait dalam mengelola PKL sehingga

tidak menjadikannya sebagai komoditas untuk kepentingan politis praktis dan

lahan korupsi melalui pungutan liar. Harus ada kejelasan tugas dan wewenang

setiap stakeholder dalam mengawasi PKL sehingga tidak ada tumpang-tindih

dalam pelaksanaannya. Takim (2011) menemukan bahwa kontrol yang efektif

berperan penting dalam menyelesaikan permasalahan klasik sektor informal.

Pelatihan-pelatihan ekonomi, hukum, kesejahteraan sosial dan lain-lain.

Alternatif strategi ini akan membantu kelemahan PKL dalam permasalahan

ekonomi, hukum dan kesejahteraan sosial. Mehrotra and Mario (2002)

menemukan bahwa rendahnya level pendidikan dan masalah kesehatan pekerja

informal memerlukan intervensi publik yang dapat berupa pelatihanl-pelatihan

bagi sektor ini. Takim (2011) menemukan perlunya peningkatan kesadaran sosial

melalui pelatihan dalam mengekang sektor informal.

Penguatan kelembagaan PKL.

Alternatif strategi ini diperlukan terkait dengan lemahnya komunikasi antara

PKL dan otoritas urban. Mitullah (2002) menemukan bahwa komunikasi yang

lemah antara PKL, otoritas urban, dan asosiasi PKL menyebabkan perlunya

fasilitasi dalam berorganisasi. Pemerintah kota perlu memperkuat kelembagaan

PKL yang berfungsi bukan hanya mewakili kepentingan PKL tetapi juga menjadi

mitra kerja pemerintah kota dalam mengelola dan mengontrol PKL. Dengan

demikian asosiasi ini seharusnya tidak dipandang sebagai ancaman yang

memperkuat posisi PKL tetapi sebagai partner dalam penataan dan pemberdayaan

PKL. Asosiasi PKL akan lebih baik bila sifatnya lokasional, bukan menurut

tipologi barang dagangan karena mereka akan dapat mewakili dan mengontrol

setiap lokasi PKL.

Apapun strategi yang dipilih oleh Pemerintah Kota Bogor dalam menata dan

memberdayakan PKL, harus ada persepsi pada pemerintah kota bahwa PKL dapat

Page 254: KARAKTERISTIK DAN PERMASALAHAN PEDAGANG KAKI … · KARAKTERISTIK DAN PERMASALAHAN PEDAGANG KAKI LIMA (PKL) ... construct street vendor database, (2) economic empowerment for the

236

berkontribusi signifikan dan positif dalam pembangunan kota Bogor apabila

mampu ditata dan diberdayakan secara manusia.

8.3. Usulan Penataan dan Relokasi PKL

Penataan dan relokasi PKL tidak dapat dipisahkan dari teori lokasi karena

berdimensi spasial. Usulan penataan dan relokasi PKL di kota Bogor dapat dibagi

menjadi usulan jangka pendek (mendesak dilaksanakan) dan usulan jangka

panjang.

Beberapa usulan jangka pendek yang dapat dilakukan adalah sebagai berikut :

- Penataan ulang Pasar Jambu Dua

Pasar sayur malam di Jalan Juanda, Jalan Surya kencana, Jalan Roda, dan

Jalan Otista seharusnya dikembalikan ke Pasar Jambu Dua, sesuai dengan

janji pemerintah, bahwa tidak akan ada pasar sayur malan di daerah sekitar

Pasar Bogor

- Pasar tumpah di Jalan Pedati seharusnya dikembalikan ke Pasar Bogor sesuai

janji pemerintah bahwa pasar tumpah di Jalan Pedati bersifat sementara.

Dengan demikian pengusaha di Jalan Pedati dan Lawang Saketeng kembali

hidup.

- Tata kembali pasar-pasar tradisional lama.

- Penataan ulang Pasar Yasmin.

- Penataan lokasi yang sudah sangat sulit untuk dihindari dengan

memperhatikan daya dukung spatial.

- Pembebasan lokasi-lokasi yang peruntukannya bukan untuk PKL sesuai Perda

untuk direlokasi ke tempat baru. Dalam hal ini, satu-satunya opsi yang

tersedia bagi PKL adalah pindah ke lokasi baru.

- Penataan lokasi yang berpotensi akan menjadi lahan keberadaan PKL di waktu

yang akan datang.

Usulan jangka panjang adalah penyediaan lokasi baru untuk sentra PKL.

Relokasi PKL adalah salah satu bentuk intervensi pembangunan perkotaan

(menciptakan ruang kota yang lebih nyaman dengan memindahkan sebagian PKL)

yang harus dilakukan oleh pemerintah kota Bogor. Pemerintah Kota Bogor harus

merubah konsep dan strategi pembangunan yang bias kota dan mengedepankan

Page 255: KARAKTERISTIK DAN PERMASALAHAN PEDAGANG KAKI … · KARAKTERISTIK DAN PERMASALAHAN PEDAGANG KAKI LIMA (PKL) ... construct street vendor database, (2) economic empowerment for the

237

aglomerasi pembangunan di pusat-pusat pertumbuhan. Friedman (1968)

berpendapat bahwa hanya pertumbuhan kota-kota kecil di kawasan peripheri

(hinterland) yang dapat menandingi kecenderungan aglomerasi yang berlebihan di

pusat-pusat kota.

Keterbatasan lahan di kota Bogor dikaitkan dengan rencana pembangunan

jangka panjang kota Bogor membuat pilihan lokasional untuk relokasi PKL

menjadi terbatas. Salah satu lokasi yang paling memungkinkan adalah relokasi ke

dekat rencana lokasi terminal baru di daerah tanah baru. Tanah adalah wilayah

periphey (hinterland) dari Kota Bogor yang berdekatan dengan lokasi pedesaan

baik wilayah Kabupaten maupun Kota. Usulan relokasi PKL ke jalan baru

diharapkan dapat menciptakan hubungan desa-kota yang lebih kuat atau

keterkaitan sinergis dalam arti dapat mendorong perkembangan secara berimbang

baik pedesaan maupun perkotaan.

Menurut Douglas (1998) keterkaitan desa-kota (rural-urban linkage)

setidaknya dapat dideskripsikan dalam lima bentuk keterkaitan atau aliran utama

yaitu : 1) Orang/penduduk; 2) Produksi; 3) Komoditas; 4) Modal dan informasi.

Keterkaitan penduduk/orang adalah berwujud aliran migrasi, dalam hal ini migrasi

tidak lagi terkonsentrasi ke pusat kota tetapi menyebar ke pinggiran. Aliran

produksi dan komoditas berujud aliran barang dalam sistem bisnis. Pemindahan

PKL ke lokasi baru ini akan mendekatkan aliran produksi pertanian dan home

industri dari desa ke kota dan sebaliknya. Aliran modal berlangsung karena

terjadi aliran yang meningkatkan nilai tambah dan juga melalui perputaran uang

di usaha PKL dan terakhir aliran informasi akan menjembatani informasi dari kota

ke desa dan sebaliknya.

Usulan relokasi PKL ke tanah baru ini juga tidak dapat dipisahkan dari

pertimbangan teori lokasi karena berdimensi spasial. Untuk merelokasi PKL ke

lokasi yang tepat dapat dikaji dari beberapa teori lokasi seperti yang dikemukakan

oleh von Thunen, Weber, Christaller dan Losch.

Teori Lokasi von Thunen. Von Thunen menggunakan model zona konsentris

yang didasarkan pada economic rent dimana setiap penggunaan lahan akan

menghasilkan hasil bersih per unit areal yang berbeda-beda. Rustiadi et al, (2009)

menyatakan bahwa konsep land rent yang dikembangkan von Thunen untuk

Page 256: KARAKTERISTIK DAN PERMASALAHAN PEDAGANG KAKI … · KARAKTERISTIK DAN PERMASALAHAN PEDAGANG KAKI LIMA (PKL) ... construct street vendor database, (2) economic empowerment for the

238

aplikasi landuse perkotaan menghadapi sejumlah kendala karena : 1) Penggunaan

lahan perkotaan terbesar untuk sektor perumahan, bukan untuk aktivitas produksi;

2) Kota mempunyai struktur sangat kompleks, tidak hanya berdimensi horisontal

tetapi juga vertikal sehingga landuse perkotaan juga bercampur baur; dan 3)

Masih ada kota-kota besar yang mempunyai aksesibilitas tunggal terhadap pasar.

Oleh karenanya di kota tidak ditemukan pola konsentris yang rapi, tidak seperti di

lokasi pertanian. Dengan demikian pola konsentris von Thunen tidak dapat

diterapkan namun konsep land rent dapat diaplikasikan pada lokasi baru untuk

PKL dalam bentuk sewa lapak kepada pelaku PKL

Teori lokasi Alferd Weber. Untuk tujuan relokasi PKL, teori lokasi

industri yang dikemukan oleh Alfred Weber dapat digunakan. Weber

mendasarkan teorinya bahwa pemilihan lokasi industri didasarkan atas prinsip

minimisasi biaya. Weber menyatakan lokasi setiap industri tergantung pada total

biaya transportasi dan tenaga kerja dimana penjumlahan keduanya harus

minimum. Tempat dimana total biaya transportasi dan tenaga kerja yang

minimum adalah identik dengan tingkat keuntungan yang maksimum. Konsep ini

dapat diaplikasikan dalam pemilihan lokasi untuk relokasi PKL yaitu penyediaan

lokasi dengan biaya transportasi termurah bagi pelaku PKL sehingga dapat

diperoleh keuntungan maksimum bagi PKL

Teori lokasi industri Agust Losch. Losch melihat persoalan pemilihan lokasi

dari sisi permintaan pasar. Losch mengatakan bahwa lokasi penjual berpengaruh

terhadap jumlah konsumen yang dapat dijaringnya karena berhubungan dengan

biaya transportasi. Produsen harus memilih lokasi yang menghasilkan penjualan

terbesar. Disisi lain Losch juga mengemukakan bagaimana economic landscape

terjadi, yang merupakan keseimbangan (equillibrium) antara supply dan demand.

Terkait dengan teori ini, untuk menentukan lokasi PKL maka terdapat beberapa

syarat yaitu : 1) lokasi tersebut harus menjamin keuntungan maksimum bagi

penjual (PKL) maupun pembeli (konsumen); 2) Terdapat free entry dan tak ada

PKL yang memperoleh super-normal propfit sehingga tak ada rangsangan bagi

PKL dari luar untuk masuk dan menjual barang yang sama di daerah tersebut;

3) Daerah penawaran adalah sedemikian hingga memungkinkan PKL yang ada

untuk mencapai besar optimum; dan 4) Konsumen bersikap indifferent terhadap

Page 257: KARAKTERISTIK DAN PERMASALAHAN PEDAGANG KAKI … · KARAKTERISTIK DAN PERMASALAHAN PEDAGANG KAKI LIMA (PKL) ... construct street vendor database, (2) economic empowerment for the

239

penjual manapun dan satu-satunya pertimbangan untuk membeli adalah harga

yang rendah.

Dari konsep-konsep teoritis lokasi di atas, pemilihan relokasi PKL adalah di

dekat/bersebelahan dengan lokasi terminal bis antar kota yang akan dipindahkan

dari Baranangsiang ke lokasi antar Tanah Baru dan Cimahpar (Gambar 19)

Pemindahan terminal ini akan membawa konsumen yang besar bagi PKL di lokasi

baru, sesuai dengan teori Losch yang mendekatkan penjual ke pembeli.

Sentralisasi PKl ini sesuai dengan teori Aglomerasi Weber dimana aglomerasi

PKL akan memberikan beberapa manfaat diantaranya Aglomerasi memberikan

keuntungan antara lain berupa : fasilitas seperti tenaga listrik, air, perbengkelan,

pemondokan, dan lain-lain. Sering kali pada lokasi seperti ini sudah terdapat pula

tenaga kerja yang terlatih. Fasilitas ini akan menurunkan biaya

produksi/kebutuhan modal karena kalau terpisah jauh semua fasilitas harus

dibangun sendiri. Penggunaan ruang oleh aktivitas PKL dapat menciptakan land

rent (von Thunen) yang berupa sewa lahan/tempat/lapak bagi pelaku PKL. Ini

dapat menciptakan tambahan pendapatan bagi pemerintah kota Bogor.

Page 258: KARAKTERISTIK DAN PERMASALAHAN PEDAGANG KAKI … · KARAKTERISTIK DAN PERMASALAHAN PEDAGANG KAKI LIMA (PKL) ... construct street vendor database, (2) economic empowerment for the

240

Gambar 19. Peta Usulan Lokasi PKL di Terminal Baru Sumber: Google map

Namun demikian, beberapa hal perlu diperhatikan dalam mempersiapkan

lokasi relokasi PKL adalah sebagai berikut:

- Lokasi yang dipersiapkan diarahkan dapat berfungsi sebagi pasar PKL, sarana

olahraga ringan atau massal, sarana wisata belanja dan hiburan. Hal ini

dimaksudkan untuk mengantisipasi kegagalan relokasi PKL seperti kegagalan

kasus pemindahan PKL di Nairobi. Kamunyori (2007) dalam studi relokasi

PKL di Nairobi menyatakan bahwa kegagalan relokasi PKL dari pusat kota

Nairobi (Central Business District, CBD) dikarenakan lokasi baru memiliki lalu

lintas pejalan kaki yang rendah dan atau konsumen memiliki daya beli yang

rendah dibandingkan dengan di CBD.

- Ada jaminan dari pemerintah bahwa tidak ada PKL lain yang menempati lokasi

asal PKL setelah lokasi tersebut ditinggalkan

Lokasi relokasi yang diusulkan

Page 259: KARAKTERISTIK DAN PERMASALAHAN PEDAGANG KAKI … · KARAKTERISTIK DAN PERMASALAHAN PEDAGANG KAKI LIMA (PKL) ... construct street vendor database, (2) economic empowerment for the

241

- Tempat usaha PKL tidak dalam bentuk kios-kios permanen ataupun semi

permanen.

- Pembuatan tempat usaha diserahkan kepada PKL dengan ketentuan harus

portable. Pemerintah atau pengelola hanya menyediakan gambar model, aturan

warna atau jenis bahan yang dipergunakan.

- Sarana prasarana yang disediakan dalam bentuk jalan yang berputar-putar

(mempunyai aksesibilitas tinggi), sarana toilet, sarana ibadah, kantor pengelola,

prasarana parkir, sarana hiburan dalam bentuk panggung massal, dan sarana

lain yang benar-benar diperlukan.

- Pengaturan waktu berjualan.

- Jangan menghilangkan ciri khas PKL.

- Persiapkan akses angkutan umum dari banyak arah (angkutan umum hanya

diizinkan lewat, bukan parkir ataupun terminal).

- Lakukan sosialisasi dan promosi yang intensif.

8.4. Langkah-langkah Strategis

Untuk memperoleh hasil yaang optimal, langkah-langkah yang sangat

diperlukan dalam implementasi usulan strategi adalah sebagia berikut :

- Melakukan studi kelayakan menyeluruh sehingga dapat menampung keinginan

atau harapan PKL, masyarakat, pemerintah, dan pengelola.

- Prioritas utama penempatan adalah untuk pedagang lama. Apabila masih

terdapat tempat kosong, pemberian izin bisa diberikan kepada pedagang atau

PKL baru.

- Pedagang atau PKL tidak diperkenankan membeli atau mengontrak tempat

untuk jangka waktu lama, melainkan diberlakukan sewa harian jika mereka

berjualan. Jika dalam jangka waktu tertentu pedagangatau PKL tidak

beroperasi maka tempat tersebut dapat diberikan kepada pedagang atau PKL

lain yang memerlukan.

- Untuk jangka waktu tertentu pedagang dibebaskan dari sewa tempat. Ini

belajar dari kasus keberhasilan relokasi di Singapura dimana pada tahap awal

biaya sewa tempat sudah termasuk pada biaya perijinan (Azhar, 2011)

- Lakukan pendekatan persuasif, bijak, dan tegas kepada tokoh pedagang atau

oknum yang menjadi backing pedagang di tempat lama, karena mereka

Page 260: KARAKTERISTIK DAN PERMASALAHAN PEDAGANG KAKI … · KARAKTERISTIK DAN PERMASALAHAN PEDAGANG KAKI LIMA (PKL) ... construct street vendor database, (2) economic empowerment for the

242

diperlukan oleh PKL. Selama tidak melanggar hukum maka keberadaan

mereka tidak perlu dihilangkan, tetapi diatur dan dibatasi.

- Pemerintah harus konsekuen, konsisten, tegas, dan bijak. Pemerintah harus

mau belajar dari kegagalan masa lalu. Jangan semua kesalahan ditimpakan

hanya kepada PKL.

Page 261: KARAKTERISTIK DAN PERMASALAHAN PEDAGANG KAKI … · KARAKTERISTIK DAN PERMASALAHAN PEDAGANG KAKI LIMA (PKL) ... construct street vendor database, (2) economic empowerment for the

BAB IX

KESIMPULAN DAN SARAN

9.1. Kesimpulan

Beberapa kesimpulan yang dapat diambil dari hasil analisis dalam

penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Karakteristik Umum. PKL Kota Bogor dapat dikarakteristikkan sebagai

berikut : (a) berpendidikan rendah, tidak dapat dikategorikan miskin karena

mereka bukan penerima BLT dan mampu mendapatkan pendapatan bersih di

atas UMR kota, mayoritas tidak memiliki usaha sebelum menjadi PKL, sudah

lama menjadi PKL dan mereka memilih berlokasi di tempat strategis

menempati badan jalan dan trotoar dengan luasan rata-rata 4m2; (b) Bekerja

dalam lingkungan kotor dengan jam kerja rata-rata 10 jam perhari dan tanpa

hari libur, pekerjanya tidak memiliki jaminan sosial dan sebagian besar

belum terdaftar di pemerintah kota; (c) Diperlukan modal kecil untuk

menjadi PKL (antara Rp 1.000.000,- – Rp 5.000.000,-) dengan mayoritas

bersumber dari modal sendiri, mereka harus membayar untuk mendapatkan

lapak kepada paguyuban atau oknum. Dari sisi biaya, komponen biaya resmi

(kebersihan dan restribusi) lebih kecil dibandingkan biaya tidak resmi

(keamanan).

Harapan PKL. Secara umum PKL mengharapkan akses memperoleh

pinjaman, bantuan memperoleh suplai dan penataan usaha atau tempat. PKL

menyadari bahwa usaha mereka di ruang publik atau privat

menyalahi/melanggar aturan Pemerintah Kota dan menunjukkan keinginan

untuk ditata dan dikelola di tempat usaha sekarang.

Persepsi Masyarakat, Pemasok, dan Pesaing. Baik pemasok dan pesaing

memandang PKL tidak mengganggu usaha mereka. Pemasok menyatakan

bahwa keberadaan PKL menambah rantai pemasaran. Dari sisi manfaat

keberadaan PKL, pesaing menyatakan bahwa keberadaan PKL dapat

menurunkan jumlah pengangguran yang ada di masyarakat. Pemasok dan

masyarakat umum menyatakan bahwa keberadaan PKL membuat mereka

Page 262: KARAKTERISTIK DAN PERMASALAHAN PEDAGANG KAKI … · KARAKTERISTIK DAN PERMASALAHAN PEDAGANG KAKI LIMA (PKL) ... construct street vendor database, (2) economic empowerment for the

244

mudah mendapatkan kebutuhan dan memperpendek rantai pemasaran.

Faktor-faktor yang mempengaruhi Pendapatan PKL. Hasil analisis

menunjukkan bahwa variabel X1 (omzet, Sig-t= 0.062), X2

3. Analisis kebijakan menunjukkan sudah ada perangkat legal pengelolaan PKL

di kota Bogor dalam bentuk Perda No. 13 tahun 2005 dan Surat Keputusan

Walikota Bogor No. 511.23.45.146. Tahun 2008. Implementasi dari dua

bentuk regulasi tersebut masih belum optimal dan belum mengakomodasi

kepentingan bersama antara PKL dan Pemerintah Kota.

(modal awal,

Sig-t = 0.056) dan D4 (dummy lokasi, Sig-t = 0.07) berpengaruh positif dan

signifikan terhadap pendapatan PKL pada taraf 10 %. Peningkatan omzet

Rp.1 000,-/bulan akan meningkatan pendapatan bersih pedagang sebesar

Rp.12,-/bulan, cateris paribus. Peningkatan modal awal Rp.1 000,- akan

meningkatkan pendapatan bersih Rp.2,-/bulan. Variabel asal pedagang (D3)

meski berpengaruh signifikan (Sig-t = 0.007) tetapi menunjukkan tanda

negatif. Dummy kebersihan juga berpengaruh signifikan (sig-t = 0.091).

2. PKL berkontribusi terhadap ekonomi kota Bogor karena telah menjadi mata

pencaharian utama dan menciptakan peluang dan lapangan kerja. Potensi

kontribusi PKL terhadap PAD dikumpulkan melalui retribusi penggunaan

kekayaan daerah, retribusi sampah dan kebersihan dan pajak restoran untuk

pedagang makanan dan minuman. Hasil analisis regresi menunjukkan bahwa

pendapatan PKL tidak berpengaruh nyata terhadap pendidikan dan kesehatan

tetapi berpengaruh nyata terhadap konsumsi rumah tangga, hal ini berarti

bahwa kontribusi PKL terhadap perekonomian/pembangunan wilayah

terutama dari sisi belanja konsumsi.

4. Dari hasil analisis A’WOT menunjukkan bahwa seperangkat strategi prioritas

yang perlu dilakukan secara komprehensip adalah :

a. Registrasi dan pembuatan database PKL.

b. Pemberdayaan ekonomi pelaku PKL.

c. Menyatukan persepsi dalam pengelolaan PKL.

d. Penundaan penggusuran & dialog dengan pemda.

e. Pembatasan jumlah pedagang dalam satu lokasi.

f. Mensyaratkan setiap pengelola gedung/pabrik/kompleks perumahan

Page 263: KARAKTERISTIK DAN PERMASALAHAN PEDAGANG KAKI … · KARAKTERISTIK DAN PERMASALAHAN PEDAGANG KAKI LIMA (PKL) ... construct street vendor database, (2) economic empowerment for the

245

untuk menyediakan lokasi tertentu bagi PKL,

g. Melakukan penataan lokasi PKL.

9.2. Saran

Terkait dengan hasil penelitian ini, beberapa saran yang dapat diajukan

adalah sebagai berikut :

1. Pemerintah kota Bogor disarankan untuk melakukan hal-hal sebagai berikut :

a. Melakukan pemetaan ulang jumlah PKL sebagai database yang valid

untuk keberadaan PKL yang di-update per 6 bulan sehingga jumlah dan

kondisi PKL akan selalu terkontrol dan terkelola.

b. Pembuatan Sistem Informasi Manajemen PKL dari hasil pemetaan ulang

dan pemetaan spasial menggunaan GIS untuk lebih mengetahui sebaran

PKL di kota Bogor.

c. Pemerintah kota Bogor seharusnya menjadikan lokasi tertentu sebagai pilot

project pengelolaan PKL dan akan lebih baik bila didasarkan pada

tipologi tertentu.

d. Ada kebutuhan bagi Pemerintah Kota untuk membeli lokasi-lokasi tertentu

yang nantinya digunakan sebagai sentra PKL agar mampu memberikan

kontribusi riil bagi pembangunan kota Bogor.

e. Pemerintah kota Bogor harus konsisten, konsekuen, tegas dan bijak dalam

mengimplementasikan kebijakan atau peraturan yang sudah dibuat dan

disepakati bersama dengan PKL.

2. Perlu dilakukan penelitian lanjutan terkait dengan hal-hal berikut :

a. Kapasitas PKL pada suatu jalan sehingga tidak melebihi daya dukung

lingkungan.

b. Penelitian studi kelayakan (ekonomi, sosial dan lingkungan) apabila

pemerintah akan membeli lokasi-lokasi baru untuk sentra PKL.

c. Penelitian dengan pendekatan input-ouput untuk mengetahui multiplier

effect dari PKL dan batas optimum jumlah PKL yang masih mampu

memberikan kontribusi positif bagi pembangunan wilayah kota Bogor.

Page 264: KARAKTERISTIK DAN PERMASALAHAN PEDAGANG KAKI … · KARAKTERISTIK DAN PERMASALAHAN PEDAGANG KAKI LIMA (PKL) ... construct street vendor database, (2) economic empowerment for the

DAFTAR PUSTAKA

Buku dan Handbook Apip A., 2006. Pembebanan pajak Pendapatan Perseroan (Inkomsbelsting)

terhadap badan Koperasi di Indonesia,Wawasan Tridharma nomor 2 tahun XIX September 2006, Kopertis Wilayah IV

Arifin B dan Didik J. Rachbini., 2004. Ekonomi Politik dan Kebijakan Publik : Di balik Krisis Ekonomi Di Indonesia Resensi Buku oleh M. Muzamil (Universitas Terbuka) Penerbit:Indef & FISIP UI. 294 hal.

Arsyad L.. 1999. Ekonomi Pembangunan. Edisi 4. Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi. Yayasan Keluarga Pahlawan Indonesia. Yogyakarta

Asian Development Bank and BPS-Statistics Indonesia, 2011, The informal sector and informal employment in Indonesia. Mandaluyong City, Philippines: Asian Development Bank.

Assauri S., 1999. Manajemen Produksi dan Operasi. Edisi Revisi. Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia. Jakarta.

Bintarto R. dan Surastopo H., 1991, Metode Analisa Geografi, LP3ES, Bogor

Blunt, P dan D.M. Warren., 1996 Indigenous Organization and Development. Intermediete Technology Publications Ltd, London.

[BPS], Biro Pusat Statistik, 1998, Sakernas 1998. Jakarta. BPS [BPS], Biro Pusat Statistik, 2002, Sakernas 2002. Jakarta. BPS

Daldjoeni N., 1998, Geografi Kota dan Desa, PT. Alumni Bandung. David F., Robinson , 1999, Strategic Management : Concept and Case. Seventh

Edition. Prentice Hall International Inc. Upper Saddle River, New Jersey. [Disperindakop Kota Bogor] Dinas Perindustrian Perdagangan dan Koperasi Kota

Bogor, 2005, Data Base Pedagang Kaki Lima Kota Bogor. Disperindakop Kota Bogor. Bogor.

Durianto D., Sugiarto dan Tony S., 2001, Strategi Menaklukkan Pasar Melalui Riset Ekuitas dan Perilaku Merek. Penerbit PT Gramedia Pustaka Utama. Jakarta

Edgcomb, E dan Tamrat H. 2004. The informal economy : making it in america. FIELD (Microenterprise Fund for Innovation,Effectiveness, Learning and Dissemination) The Aspen Institute One Dupont Circle, NW, Suite 700 Washington, DC.

Engel, J.F, R.D. Blackwell dan P.W. Miniard. 1994. Consumer Behavior. Edisi 8. Forth Worth: The Dryden Press.

Firdaus, M dan Farid, 2008. Aplikasi metode kuantitatif terpilih untuk manajemen dan bisnis. Seri metode kuantitatif. IPB Press, Bogor.

Page 265: KARAKTERISTIK DAN PERMASALAHAN PEDAGANG KAKI … · KARAKTERISTIK DAN PERMASALAHAN PEDAGANG KAKI LIMA (PKL) ... construct street vendor database, (2) economic empowerment for the

248

Gaspersz, V. 1997, Manajemen Kualitas Jasa dalam Industri Jasa. Terjemahan. Gramedia. Jakarta.

Hayami, Y. 2001, Development Economics From The Poverty to The Wealth of Nation, Second Edition.

Hendar dan Kusnadi, 2005, Ekonomi Koperasi, Lembaga Penerbit FEUI, Jakarta

[ILO], 2004, The Informal Economy & Workers in Nepal, International Labour Organization (ILO), Series 1, Kathmandu, Nepal.

Jauch, L.R. dan W.F. Glueck, 1995, Manajemen Strategis dan Kebijakan Perusahaan. Edisi ketiga. Penerbit Erlangga, Jakarta.

Jhingan M L, 2008, Ekonomi Pembangunan dan Perencanaan, Edisi keenambelas, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta.

Juanda B, 2007, Metodologi Penelitian Ekonomi dan Bisnis, IPB Press, Bogor. Juanda B, 2009, Ekonometrika Permodelan dan Pendugaan, IPB Press, Bogor.

Koestoer R.H., 1997, Prespektif Lingkungan Desa dan Kota, Teori dan Kasus, UI Press, Jakarta.

Korten D.C. 1986, Introduction : Community Based Resources Management. In Community Management : Asian Experiences and Perspective. Pp 1- 15, West Hartford CT : Kumarian Press.

Kotler P., 2000. Marketing Management : The Millenium Edition. Upper Saddle River, New Jersey: Prentice-Hall, Inc.

Kunctjoro D, Ed. 1986, Kemiskinan di Indonesia. Yayasan Obor Indonesia, Jakarta.

Mangara T, 2002. Strategi Industrialisasi Berbasis Usaha Kecil dan Menengah : sebuah rekonstruksi pada masa pemulihan dan pasca krisis ekonomi. Orasi Ilmiah Guru Besar Ilmu Ekonomi Pertanian dan Sumberdaya. Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Marimin. 2004, Teknik dan Aplikasi Pengambilan Keputusan kriteria majemuk. Grassindo, Jakarta.

Pearce, J.A. dan R.B. Robinson, 1997, Manajemen Strategik, Formulasi, Implementasi dan Pengendalian. Jilid I. Bina Rupa Aksara Jakarta.

Raharja P dan Manurung M, 2004,Pengantar Ilmu Ekonomi . Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, Jakarta, edisi revisi.

Rangkuti, F, 1999, Analisis SWOT Teknik Membedah Kasus Bisnis, PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta,

Rustiadi E, Saefulhakim S, Panuju D R, 2009, Perencanaan dan Pengembangan Wilayah, Yayasan Obor Indonesia, Jakarta.

Saaty, T.L. 1993, Pengambilan Keputusan bagi para Pemimpin. Seri Manajemen No. 134. PT. Pustaka Binaman Pressindo. Jakarta

Sam Landon, 1998, Community-Based natural Resources Management. The International Development Research Center, Ontario; Kanada.

Page 266: KARAKTERISTIK DAN PERMASALAHAN PEDAGANG KAKI … · KARAKTERISTIK DAN PERMASALAHAN PEDAGANG KAKI LIMA (PKL) ... construct street vendor database, (2) economic empowerment for the

249

Soemitro R, 1987, Asas dan Dasar Perpajakan 1, PT.Eresco Bandung

Stanton, W. J., Michael, J.E dan B.J. Walker, 1994, Fundamentals of Marketing. Tenth Edition. McGraw Hill Inc.

Stoner J.A.F, Freeman R.E., and Gilbert D.R., Jr, 1996, Manajemen. Jilid I, Jakarta, PT. Buana Ilmu Populer.

Sumodiningrat, 1999, PemberdayaanMasyarakatdanJaringPengamanSosial, PT Gramedia, Jakarta.

Sumodiningrat G. ,2004, Strategi Pemberdayaan masyarakat dalam Pelaksnaaan Otonomi Daerah, PT. Gramedia Jakarta

Sumodiningrat G., 2007, Pemberdayaan Sosial, Penerbit Kompas, Jakarta.

Tarigan R, 2005, Ekonomi Regional: Teori dan Aplikasi. Edisi Revisi. PT Bumi Aksara, Jakarta.

Tinker I., 1997, Street Foods: Urban Food and Employment in Developing Countries, New York: Oxford University Press.

Todaro M. dan Smith S.C, 2006, Economic Development, edisi IX,Pearson Education Limited, United Kingdom

Umar H., 2005, Studi Kelayakan Bisnis ,Edisi 3, PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.

Uphoff N., Esman M.J. dan Khrisna A., 1998, Reason for Success : Learning from Instructive Experiences in Rural Development. Kumarian Press, Kanada.

Walpole R.E., 1995, Pengantar Statistika. Edisi Ke-3. PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.

Makalah, Paper dan Jurnal

Akharuzzaman, M dan Atsushi D., 2010, Public Management for Street Vendor Problems in Dhaka City, Bangladesh. Proc. of International Conference on Environmental Aspects of Bangladesh (ICEAB10), Japan, Sept. 2010

Akintoye I.R., 2008, Reducing Unemployment Through the Informal Sector: A Case Study of Nigeria. European Journal of Economics, Finance and Administrative Sciences ISSN 1450-2275 Issue 11 (2008)

Anonimius, 2000, Kota Bogor Dalam Angka Tahun 1999, Badan Pusat Statistik Kota Bogor.

Anwar A, 2001, Pembangunan Wilayah Pedesaan dengan Desentralisasi Spasial Melalui Pembangunan Agropolitan yang Mereplikasi Kota-Kota Menengah dan Kecil, Makalah Disampaikan Pada Pembahasan Proyek Perintisan Pengembangan Wilayah Pedesaan, Jakarta 15 November 2001.

Aswindi, W., 2002, Perilaku Politis Pemanfaatan Ruang di Pusat Kota. Studi Kasus : Pedagang Kaki Lima di Pusat Kota Majalaya. Jurnal Analisis Sosial Vol.7 No. 2 Juni 2002. Akatiga. Bandung. 2002

Page 267: KARAKTERISTIK DAN PERMASALAHAN PEDAGANG KAKI … · KARAKTERISTIK DAN PERMASALAHAN PEDAGANG KAKI LIMA (PKL) ... construct street vendor database, (2) economic empowerment for the

250

Ayub H., 2004, Analisis Industri Rumah Tangga untuk Penentuan Strategi Pemberdayaannya (Studi Kasus Industri Rumah Tangga Sepatu dan Sandal di Kecamatan Ciomas, Kabupaten Bogor). Thesis. Program Magister Ilmu Administrasi Universitas Muhammadiyah Jakarta

Azhar G., 2014, A Receipt For Success; How Singapore Hawker Come To Be. Institue Of Policy Studies, Sngapore.

Bhowmik S. K., 2005, 'Street Vendors in Asia: A Review', Economic and Political Weekly, May 28-June 4 pp.2256-2264.

Brown A., 2005, 'Claming Rights to the Street: the Role of Public Space and Diversity in Governance of the Street Economy', School of City and Regional Planning, Cardiff University.

Casanova Dorotan, Phoebe F.G, Maria CT dan Maria A.M., 2010, Informal Economy Budget Analysis in Philippines and Quezon City. Women in Informal Employment: Globalizing and Organizing (WIEGO) under the Inclusive Cities Project. Research Report No. 6.

Commander S., Natalia I. dan Yulia R., 2009, A model of the informal economy with an application to Ukraine. paper were presented at LIRT-HSE’s seminar in the spring of 2009.

Davies R. dan James T., 2009, Formal–Informal Economy Linkages and Unemployment in South Africa. IFPRI Discussion Paper 00943, International Food Policy Research Institute December 2009.

Douglas M., 1998, A regional network strategy for reciprocal rural-urban linkage. A agenda for policy research with reference to Indonesia. TWPR, 20(1).

Elías Osuna E. dan Aranda A ., 2007, Combining Swot And Ahp Techniques For Strategic Planning. ISAHP 2007. Viña del Mar, Chile, August 2-6.

Ester, 2003, Pengarahan Lokasi Pedagang Kaki Lima Sebagai Dasar Pertimbangan Kebijakan Sidoarjo (Studi Kasus : Jl Gajah Mada). ITS Digital Library. Surabaya. 2003

Firnandy , 2002, Studi Profil Pekerja Di Sektor Informal Dan Arah Kebijakan Ke Depan. Direktorat Ketenagakerjaan Dan Analisis Ekonomi, Jakarta.

Flouris T dan A. Kucuk Y., 2010, The Risk Management Framework to Strategic Human Resource Management. International Research Journal of Finance and Economics, Issue 36 .

Friedman J., 1968, The Strategy to deliberate urbanization. AIP Journal. No. 364-71.

Gonec, S dan Harun T., 2007, Factor that affecting informal economy of rural turkey. Journal of Applied Sciences, 7(21) :3138-3153, 2007, Asian Network for scientific information.

Gottdiener M., and Budd L., 2005, Key Concepts in Urban Studies, Sage Publication, Thousand Oaks and India.

Page 268: KARAKTERISTIK DAN PERMASALAHAN PEDAGANG KAKI … · KARAKTERISTIK DAN PERMASALAHAN PEDAGANG KAKI LIMA (PKL) ... construct street vendor database, (2) economic empowerment for the

251

Greenidge, K., Carlos H dan Stuart M., 2009, Estimating The Size Of The Informal Economy In Barbados. Business, Finance & Economics In Emerging Economies Vol. 4 No. 1 .

Gunadi Brata A., 2008, Vulnerability Of Urban Informal Sector: Street Vendors In Yogyakarta, Indonesia. Paper prepared for the International Conference on Social, Development and Environmental Studies: Global Change and Transforming Spaces, November 18-19th , 2008, School of Social, Development and Environmental Studies, Faculty of Social Sciences and Humanities, University Kebangsaan Malaysia

Hart K., 1973, Informal Income Opportunities and Urban Employment in Ghana. Journal of Modern African Studies 11(1): 61-89.

Henley A.G., Reza A dan Francisco G. Carneiro, 2009, On Defining and Measuring the Informal Sector: Evidence from Brazil. World Development Vol. 37, No. 5, pp. 992–1003.

Ishizaka A, dan L. Ashraf. 2009, Analytic Hierarchy Process and Expert Choice: Benefits and Limitations, ORInsight, 22(4), p. 201-220, 2009.

Jungho Suh dan N.F. Emtage. 2005, Identification of Strengths, Weaknesses, Opportunities and Threats of the Community-based Forest Management Program. Annals of Tropical Research 27(1): 55-66 (2005)

Kamunyori, S.W. 2007, A Growing Space For Dialogue: The Case Of Street Vending In Nairobi’s Central Business District. Department Of Urban Studies And Planning, Massachusetts Institute Of Technology.

Kangas, Pesonen J. M., Kurttila M., dan Kajanus M., 2001, A'wot: Integrating The Ahp With Swot Analysis. Isahp. Berne, Switzerland, August 2-4. Kevin Greenidge, Carlos Holder And Stuart Mayers, 2009, Estimating The Size Of The Informal Economy In Barbados. Business, Finance & Economics In Emerging Economies Vol. 4 No. 1.

Korompis Fransiska R.,2005, Pemberdayaan Sektor Informal : Studi Tentang Pengelolaan Pedagang Kaki Loma dan Kontribusinya Terhadap Penerimaan PAD di Kota Manado. Tesis. Program Pasca Sarjana Universitas Sam Ratulangi. Manado.

Kosasih K., 2007, Potensi Dan Masalah Perdagangan Kaki Lima Sebagai Bagian Dari Ekonomi Informal Perkotaan. Bandung

Krisnamurthi B., 2002, RUU Keuangan Mikro : Rancangan Keberpihakan Terhadap Ekonomi Rakyat, www.bmm-online.org , Februari.

Kuncoro E.A., 2003, Peran Ikopin Membangun UKM. ARTIKEL dalam Kompas. Kamis, 24 Juli 2003, Jakarta

Laboratorium Hukum Fak. Hukum Universitas Sriwijaya, 2004, Laporan Regulatory Impact Assessment (Ria) Di Palembang.

Lynch O.J. dan Emily H., 2002, Whose Natural Resources ?. Whose Common Good ? : Toward A New Paradigm of Environmental Justice And National Interest In Indonesia. Center for International Environment Law (CIEL). Jakarta.

Page 269: KARAKTERISTIK DAN PERMASALAHAN PEDAGANG KAKI … · KARAKTERISTIK DAN PERMASALAHAN PEDAGANG KAKI LIMA (PKL) ... construct street vendor database, (2) economic empowerment for the

252

Marzuki L., 1999, Penerapan Sistem Ekonomi Kerakyatan Dalam Kerangka Paradigma Pembangunan Kemandirian Lokal. Paper dalam Seminar Penyusunan Aspirasi Masyarakat Sebagai Bahan Penyusunan Kerangka Penyusunan GBHN Tahun 2000 – 2002. Kerjasama MPR-RI Dengan Universitas Hasanudin.

McGee, Terry G., 1975, Hawkers in Selected Southeast Asian Cities: the Comparative Research Study Outline, Findings and Policy Recommendations, A report to be presented at a conference on the Role of Marginal Distribution Systems in Development sponsored by the International Development Research Centre, Canada, to be held in Kuala Lumpur, Malaysia, September 23-26.

McGee, Terry G. and T. Firman, 2000, “Labour Market Adjustment in the Time of Krismon: Changes in Employment Structure in Indonesia,1997-98”, Singapore Journal of Tropical Geography, Vol.21, No.3, pp.316-335.

McGee, Terry G. and Yeung Y.M., 1977, Hawkers in Southeast Asian Cities:Planning for the Bazaar Economy, Canada: International Development Research Centre.

Mehrotra, S dan Mario B., 2002, Social Protection in the Informal Economy: Home Based Women Workers and OutsourcedManufacturing in Asia. UNICEF Innocenti Research Centre and Department of Economics, University of Florence.

Meikle S., 2002, 'The Urban Context and Poor People', in Urban Livelihood: A PeopleCenter Approach to Reducing Poverty, edited by Rakodi, C. and Lloyd-Jones, T. , Earthscan Publications London.

Mitullah W.V., 2003, Street Vending In African Cities: A Synthesis Of Empirical Findings From Kenya, Cote D’ivoire, Ghana, Zimbabwe, Uganda And South Africa. Background Paper for the 2005 World Development Report, 16

August 2003

Nugroho, R.D., 2004, Kebijakan Publik, Formulasi, implementasi dan evaluasi, Elex Media Komputindo, Jakarta

Purwanugraha, Heribertus A, Harsiwi Th. Agung M., 2000, Dampak Krisis Ekonomi Terhadap Keberadaan Pedagang Kaki Lima di Kawasan Malioboro : Studi Pada Aspek Manajemen dan Pengelolaan Modal. Laporan Penelitian Fakultas Ekonomi Universitas Atma Jaya. Yogyakarta.

Rahardjo B., 1999, Aplikasi Teknologi Informasi Bagi Industri Kecil Menengah. Pusat Penelitian Antar Universitas (PPAUME) Mikroelektronika, Institut Teknologi Bandung, Bandung

Richardson, H.W., 1984, The role of the urban informal sector. An Overview. Regional Development Dialoque, 5:2.

Rustiadi, E. Saefulhakim dan Dyah P., 2009, Perencanaan dan Pengembangan Wilayah, yayasan Obor Indonesia, Jakarta.

Ruston P., 1999, Shopping The Future of Retailing, The British Library, London

Page 270: KARAKTERISTIK DAN PERMASALAHAN PEDAGANG KAKI … · KARAKTERISTIK DAN PERMASALAHAN PEDAGANG KAKI LIMA (PKL) ... construct street vendor database, (2) economic empowerment for the

253

Schneider F., 2002, Size And Measurement Of The Informal Economy In 110 countries Around The World. Paper, disajikan pada Workshop of Australian National Tax Centre, ANU, Canberra, Australia, July 17, 2002

Singh A., 2000, Organising Street Vendors' in www.india-seminar.com, accessed on 28-09-06.

Slack T., 2005, Work, Welfare, and the Informal Economy : An Examination of Family Livelihood Strategies in Rural Pennsylvania. Manuscript disiapkan untuk presentasi pada Northeastern U.S. Rural Poverty Conference May 3-4, 2005 State College, PA

Stiglitz J.E., 1998, Towards a New Paradigm for Development : Strategies, Policies, and Processes Given as the 1998 Prebisch Lecture at UNCTAD, Geneva in October 19.

Straub S., 2003, Informal Sector: The Credit Market Channel. Paper for seminar in University of Edinburgh, November 13.

Suharto E., 2003, Accommodating the Urban Informal Sector in the Public Policy Process, New Zealand Journal of Asian Studies 4, 2, pp.115-133.

Suryadi, 2004, Paradigma Pembangunan dan Kapabilitas Aparatur. Swara Diklat. Badan Pendidikan dan Pelatihan, Propinsi Jawa Timur.

Suwal R dan Bishnu P., 2009, Measuring Informal Sector Economic Activities in Nepal. Paper Prepared for the Special IARIW-SAIM Conference on “Measuring the Informal Economy in Developing Countries” Kathmandu, Nepal, September 23-26.

Takim A., 2011, Effectıveness of the In formal Economy in Tu rk ey. European Journal of Social Sciences – Volume 19, Number 2 (2011)

The Ford Foundation. 2010, Roundtable On Microinsurance Services In The Informal Economy: The Role Of Microfinance Institutions. International Coalition On Women And Credit, And Annette Krauss, Special Unit For Microfinance Of UNCDF

Thomas L. Saaty, 2008, Relative Measurement and Its Generalization in Decision Making Why Pairwise Comparisons are Central in Mathematics for the Measurement of Intangible Factors. The Analytic Hierarchy/Network Process. Rev. R. Acad. Cien. Serie A. Mat. Vol. 102 (2), 2008, pp. 251-318

Timalsina K. P., 2002, Impact of Bhimdhunga- Lamidanda-Road on the Livelihood Strategy of Rural People: A Case Study of Jivanpur VDC, Dhading District, M. A. Thesis in Georaphy, Central Department of Geography, Tribhuvan University, Kathmandu, Nepal

Venida V.S., 1998, Employment, Productivity And The Informal Sector In The Philippines, 1974-88: An Input-Output Analysis, Paper presentation at the Twelfth International Conference on Input-Output Techniques, New York City, May.

Page 271: KARAKTERISTIK DAN PERMASALAHAN PEDAGANG KAKI … · KARAKTERISTIK DAN PERMASALAHAN PEDAGANG KAKI LIMA (PKL) ... construct street vendor database, (2) economic empowerment for the

254

Walsh J., 2010., The Street Vendors of Bangkok: Alternatives to Indoor Retailers at a Time of Economic Crisis. American Journal of Economics and Business Administration 2 (2): 185-188, 2010

Widodo T., 2006, Peran sektor informal terhadap perekonomian daerah : pendekatan delphi-IO dan aplikasi. Jurnal Ekonomi dan Bisnis Indonesia vol 21, no.3, 2006, 254-267

Women in Informal Employment : Globalizing and Organizing (WIEGO), 2009. A Policy Response to the Informal Economy , Addressing Informality, Reducing Poverty .www.wiego.org/publication/ policy booklet.pdf diunduh 8 Januari 2009)

World Bank, 2003, Poverty Reduction and Economic Management, Report Document South Asia Region, World Bank, 2003.

Yahya, K, Suwondo dan Rijadi S. Pemberdayaan Masyarakat Sektor Informal Di Perkotaan (Studi Kasus Pelaksanaan Proyek Penanggulangan Kemiskinan di Perkotaan [P2KP] di Kelurahan Kasin Kecamatan Klojen Kota Malang), Fakultas Ilmu Administrasi, Universitas Brawijaya, Malang

Thesis dan Desertasi Budi AS., 2006, Kajian Lokasi Pedagang Kaki Lima Berdasarkan Preferensi

PKL Serta Persepsi Masyarakat Sekitar Di Kota Pemalang. Thesis. Program Pascasarjana, Universitas Diponegoro, Semarang

Rachmanu W., 2004, Analisa Sikap Dan Perilaku Karyawan Terhadap Budaya Kerja Perusahaan. Studi Kasus Pada PT. Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk Kantor Cabang Utama Bogor. Thesis. Program Pascasarjana, Sekolah Tinggi IMMI.

Tohar A., 2003, Profil Dan Strategi Pengembangan Sektor Informal Di Kota Medan. Thesis. Program Pascasarjana, Universitas Sumetera Utara

Wahyu B S, 2003, Distribusi Lokasi dan Tipe Pedagang Kaki Lima Kota Bogor 2002. Thesis Program Pascasarjana, Universitas Indonesia, Jakarta.

Widjajanti R., 2000, Penataan Fisik Kegiatan PKL Pada Kawasan Komersial di Pusat Kota (Studi Kasus : Simpang Lima Semarang) Tesis tidak diterbitkan. Bidang Khusus Perencanaan Kota, Program Magister Perencanaan Wilayah dan Kota , ITB, Bandung

Zahrah S., 2003, Sektor informal kota: analisis ekonomi rumah tangga pekerja sektor informal kota. Thesis. Program Pascasarjana, Universitas Sumetera Utara, Medan.

Surat Kabar dan Majalah Tamba H, Sijabat S, 2006, Infokop Tempointeraktif.com.,2005, Pedagang Kaki Lima Bisa Menata Diri. Jakarta. 14

Maret 2005. Harian Kompas, 2003, Penertiban PKL di Surabaya Parsial dan Diskriminatif. 13

Februari.

Page 272: KARAKTERISTIK DAN PERMASALAHAN PEDAGANG KAKI … · KARAKTERISTIK DAN PERMASALAHAN PEDAGANG KAKI LIMA (PKL) ... construct street vendor database, (2) economic empowerment for the

255

Internet dan Homepage http//www.google.maps.co.id http://www.kota-bogor.go.id

http://www.Kota-bogor.go.id http://en.wikipedia.org/wiki/Subsidy

http://id.wikipedia.org/wiki/Retribusi http//www.wiego.org/publication/ policy booklet.pdf,

http://pusatbahasa.diknas.go.id/kbbi/index.php http://staf.unp.ac.id/yusranrdy/media/isu_kebijakan.pdf

http://www.djpk.depkeu.go.id/ http://www.scribd.com/doc/8524602/ringkasan-kebijakan-publik,

http//www.wiego.org/publication/ policy booklet.pdf http://tnp2k.wapresri.go.id/data/ketenagakerjaan-indnesia.html

http://www.tempo.co/read/news/2009/01/05/056153874/Jumlah-Pengangguran

Page 273: KARAKTERISTIK DAN PERMASALAHAN PEDAGANG KAKI … · KARAKTERISTIK DAN PERMASALAHAN PEDAGANG KAKI LIMA (PKL) ... construct street vendor database, (2) economic empowerment for the

Lampiran 1. Hasil Analisis Regresi untuk semua Tipologi

Variables Entered/Removedb

Model Variables Entered Variables Removed Method

1 D5, X2, X4, D2, X3, X10, D3, X5, X6, D4, D1, X9, X1a

. Enter

2 . X2 Backward (criterion: Probability of F-to-remove >= .100). 3 . D1 Backward (criterion: Probability of F-to-remove >= .100). 4 . D3 Backward (criterion: Probability of F-to-remove >= .100). 5 . D2 Backward (criterion: Probability of F-to-remove >= .100). 6 . X9 Backward (criterion: Probability of F-to-remove >= .100). 7 . X6 Backward (criterion: Probability of F-to-remove >= .100). 8 . X10 Backward (criterion: Probability of F-to-remove >= .100). 9 . X5 Backward (criterion: Probability of F-to-remove >= .100). 10 . X4 Backward (criterion: Probability of F-to-remove >= .100). 11 . D5 Backward (criterion: Probability of F-to-remove >= .100). a. All requested variables entered. b. Dependent Variable: Y

Model Summary

Model R R Square Adjusted R Square Std. Error of the Estimate 3 .652c .425 .354 58658.63682 c. Predictors: (Constant), D5, X4, D2, X3, X10, D3, X5, X6, D4, X9, X1

ANOVAModel

l Sum of Squares df Mean Square F Sig.

3 Regression 2.266E11 11 2.060E10 5.987 .000c Residual 3.062E11 89 3.441E9 Total 5.329E11 100 c. Predictors: (Constant), D5, X4, D2, X3, X10, D3, X5, X6, D4, X9, X1 l. Dependent Variable: Y

Coefficientsa

Model

Unstandardized Coefficients Standardized Coefficients

t Sig. B Std. Error Beta

3 (Constant) 102773.132 61217.025 1.679 .097

X1 .012 .006 .364 1.889 .062

X2 .002 .001 .162 1.936 .056

X3 -20465.543 21994.718 -.080 -.930 .355

X4 .014 .018 .154 .806 .422

X5 -.055 .065 -.074 -.858 .393

X6 .004 .006 .065 .590 .557

X7 -541.408 714.749 -.062 -.757 .451

D1 11460.455 35000.169 .027 .327 .744

D2 -4004.710 23917.428 -.014 -.167 .867

D3 -36458.094 13237.683 -.235 -2.754 .007

D4 24706.292 14455.625 .145 1.709 .091

c. Predictors in the Model: (Constant) : X1, X2, X3, X4, X5, X6, X7 D1, D2, D2, D4 k. Dependent Variable: Y

Page 274: KARAKTERISTIK DAN PERMASALAHAN PEDAGANG KAKI … · KARAKTERISTIK DAN PERMASALAHAN PEDAGANG KAKI LIMA (PKL) ... construct street vendor database, (2) economic empowerment for the

258

Descriptive Statistics

N Minimum Maximum Mean Std. Deviation

Y 103 20000.00 500000.00 78796.1165 73328.21184 X1 103 100000.00 19500000.00 1369223.3010 2189190.44009 X2 103 3.00 17.00 9.6748 2.43112 X3 103 50000.00 60000000.00 2325339.8058 6402434.40458 X4 103 1.00 2.00 1.9126 .28377 X5 103 10000.00 7000000.00 449708.7379 779646.98687 X6 103 .00 960000.00 35058.2524 96360.51844 X9 103 150000.00 8280000.00 1373610.6796 1284143.83242 X10 101 .25 35.00 9.0751 8.33463 Valid N (listwise) 101

Page 275: KARAKTERISTIK DAN PERMASALAHAN PEDAGANG KAKI … · KARAKTERISTIK DAN PERMASALAHAN PEDAGANG KAKI LIMA (PKL) ... construct street vendor database, (2) economic empowerment for the

259

Lampiran 2. Hasil Analisis Regresi untuk Setiap Tipologi PKL 1. Tipologi Pasar Sayur Malam : Pendidikan Tertinggi vs Pendapatan SUMMARY OUTPUT

Regression Statistics Multiple R 0.18692526 R Square 0.03494105 Adjusted R Square 0.00954477 Standard Error 1.13135888 Observations 40 ANOVA

df SS MS F Significance

F Regression 1 1.761029151 1.76103 1.3758331 0.24811262 Residual 38 48.63897085 1.27997 Total 39 50.4

Coefficients Standard

Error t Stat P-value Lower 95% Upper 95% Intercept 1.94417562 0.352170818 5.52055 2.588E-06 1.23124307 2.65710816 X Variable 1 6.8925E-06 5.87615E-06 1.17296 0.2481126 -5.003E-06 1.8788E-05

2. Tipologi Pasar Sayur Malam : Kesehatan vs Pendapatan

SUMMARY OUTPUT

Regression Statistics Multiple R 0.144611 R Square 0.020912 Adjusted R Square -0.00485 Standard Error 0.439592 Observations 40 ANOVA

df SS MS F Significance

F Regression 1 0.156843 0.156843 0.811643 0.373309 Residual 38 7.343157 0.193241 Total 39 7.5

Coefficients Standard

Error t Stat P-value Lower 95% Upper 95% Intercept 1.64381 0.136837 12.01293 1.65E-14 1.366798 1.920821 X Variable 1 2.06E-06 2.28E-06 0.900912 0.373309 -2.6E-06 6.68E-06

Page 276: KARAKTERISTIK DAN PERMASALAHAN PEDAGANG KAKI … · KARAKTERISTIK DAN PERMASALAHAN PEDAGANG KAKI LIMA (PKL) ... construct street vendor database, (2) economic empowerment for the

260

3. Tipologi Pasar Sayur Malam : Konsumsi vs Pendapatan

SUMMARY OUTPUT

Regression Statistics Multiple R 0.42364072 R Square 0.17947146 Adjusted R Square 0.1578786 Standard Error 14322.4347 Observations 40 ANOVA

df SS MS F Significance

F Regression 1 1704978840 1.705E+09 8.3116126 0.00645016 Residual 38 7795021160 205132136 Total 39 9500000000

Coefficients Standard

Error t Stat P-value Lower 95% Upper 95%

Intercept 18928.3607 4458.305516 4.2456401 0.0001353 9902.99308 27953.728 X Variable 1 0.21446275 0.074389085 2.8829867 0.0064502 0.06386992 0.3650556

4. Tipologi Pasar Kuliner : Pendidikan Tertinggi vs Pendapatan

SUMMARY OUTPUT

Regression Statistics Multiple R 0.10638812 R Square 0.01131843 Adjusted R Square -0.0146995 Standard Error 1.08324001 Observations 40 ANOVA

df SS MS F Significance F Regression 1 0.510461306 0.51046 0.4350242 0.51351162 Residual 38 44.58953869 1.17341 Total 39 45.1

Coefficients Standard

Error t Stat P-value Lower 95% Upper 95% Intercept 2.73372826 0.245788373 11.1223 1.638E-13 2.23615572 3.231301 X Variable 1 1.1344E-06 1.71986E-06 0.65956 0.5135116 -2.347E-06 4.62E-06

Page 277: KARAKTERISTIK DAN PERMASALAHAN PEDAGANG KAKI … · KARAKTERISTIK DAN PERMASALAHAN PEDAGANG KAKI LIMA (PKL) ... construct street vendor database, (2) economic empowerment for the

261

5. Tipologi Pasar Kuliner : Kesehatan vs Pendapatan

SUMMARY OUTPUT

Regression Statistics

Multiple R 0.08325978 R Square 0.00693219 Adjusted R Square -0.0192012 Standard Error 0.50864555 Observations 40 ANOVA

df SS MS F Significance

F Regression 1 0.068628687 0.0686287 0.265262 0.609511042 Residual 38 9.831371313 0.2587203 Total 39 9.9

Coefficients Standard

Error t Stat P-value Lower 95% Upper 95%

Intercept 1.40736703 0.115412246 12.194261 1.05E-14 1.173727152 1.641007 X Variable 1 4.1593E-07 8.07577E-07 0.515036 0.609511 -1.2189E-06 2.05E-06

6. Tipologi Pasar Kuliner : Konsumsi vs Pendapatan

SUMMARY OUTPUT

Regression Statistics Multiple R 0.672082921 R Square 0.451695452 Adjusted R Square 0.437266385 Standard Error 13729.46049 Observations 40 ANOVA

df SS MS F Significance

F Regression 1 5900847760 5.9E+09 31.3046 2.04569E-06 Residual 38 7162927240 1.9E+08 Total 39 13063775000

Coefficients Standard

Error t Stat P-value Lower 95% Upper 95%

Intercept 19923.84989 3115.229983 6.39563 1.6E-07 13617.39654 26230.3 X Variable 1 0.12196244 0.021798287 5.59505 2E-06 0.077834115 0.166091

Page 278: KARAKTERISTIK DAN PERMASALAHAN PEDAGANG KAKI … · KARAKTERISTIK DAN PERMASALAHAN PEDAGANG KAKI LIMA (PKL) ... construct street vendor database, (2) economic empowerment for the

262

7. Tipologi Pasar Tumpah : Pendidikan Tertinggi vs Pendapatan SUMMARY OUTPUT

Regression Statistics Multiple R 0.2365169 R Square 0.0559403 Adjusted R Square 0.0310966 Standard Error 0.9703481 Observations 40 ANOVA

df SS MS F Significance

F Regression 1 2.12013572 2.12014 2.2516899 0.141732 Residual 38 35.77986428 0.94158 Total 39 37.9

Coefficients Standard

Error t Stat P-value Lower 95% Upper 95%

Intercept 2.2959341 0.228487421 10.0484 2.985E-12 1.833386 2.758483 X Variable 1 3.047E-06 2.03075E-06 1.50056 0.1417324 -1.1E-06 7.16E-06

8. Tipologi Pasar Tumpah : Kesehatan vs Pendapatan SUMMARY OUTPUT

Regression Statistics Multiple R 0.12322 R Square 0.01518 Adjusted R Square -0.01073 Standard Error 0.44088 Observations 40 ANOVA

df SS MS F Significance

F Regression 1 0.113882 0.1139 0.5859 0.44873696 Residual 38 7.386118 0.1944 Total 39 7.5

Coefficients Standard

Error t Stat P-value Lower 95% Upper 95%

Intercept 1.80888 0.103813 17.424 1E-19 1.59872529 2.019041 X Variable 1 -7.1E-07 9.23E-07 -0.7654 0.44874 -2.574E-06 1.16E-06

Page 279: KARAKTERISTIK DAN PERMASALAHAN PEDAGANG KAKI … · KARAKTERISTIK DAN PERMASALAHAN PEDAGANG KAKI LIMA (PKL) ... construct street vendor database, (2) economic empowerment for the

263

9. Tipologi Pasar Tumpah : Konsumsi vs Pendapatan

SUMMARY OUTPUT

Regression Statistics Multiple R 0.4955635 R Square 0.2455832 Adjusted R Square 0.2257301 Standard Error 18961.191 Observations 40 ANOVA

df SS MS F Significance

F Regression 1 4447358253 4.4E+09 12.37 0.001148054 Residual 38 13662016747 3.6E+08 Total 39 18109375000

Coefficients Standard

Error t Stat P-value Lower 95% Upper 95% Intercept 23988.684 4464.783015 5.37287 4.1E-06 14950.20301 33027.1642 X Variable 1 0.139566 0.039682061 3.51711 0.00115 0.059233881 0.21989815

Page 280: KARAKTERISTIK DAN PERMASALAHAN PEDAGANG KAKI … · KARAKTERISTIK DAN PERMASALAHAN PEDAGANG KAKI LIMA (PKL) ... construct street vendor database, (2) economic empowerment for the

264

Lampiran 3. Matrik Pendapat Gabungan untuk Faktor Internal dan

Eksternal

1. Matrik Pendapat Gabungan untuk Faktor Eksternal –Peluang

Faktor Eksternal-Peluang 1 2 3 4 5 6

1 Keberadaan Perda tentang PKL 1.00 3.45 1.25 3.63 4.44 1.09

2 Ketersediaan SDM 0.29 1.00 0.59 1.09 4.73 0.45

3 Kontribusi PKL pada PAD 0.80 1.68 1.00 3.34 4.86 1.09

4 Ketersediaan barang dan jasa dengan harga terjangkau 0.28 0.92 0.30 1.00 0.32 0.44

5 Ketersediaan lembaga keuangan mikro 0.23 0.21 0.21 3.08 1.00 0.25

6 Kontribusi terhadap pengentasan kemiskinan 0.92 2.20 0.92 2.28 4.00 1.00

2. Matrik Pendapat Gabungan untuk Faktor Eksternal – Ancaman

Faktor Eksternal-Ancaman 1 2 3 4 5 6 7 8 9

1 Kebijakan Tata ruang kurang konsisten 1.00 0.96 0.65 1.12 0.56 1.00 2.00 2.00 2.10

2 Terbatasnya kesempatan kerja lain yang lebih baik 1.04 1.00 0.96 1.93 1.76 0.90 1.71 2.04 0.99

3 Kurangnya alokasi tempat untuk relokasi PKL 1.54 1.04 1.00 1.83 1.62 1.77 1.51 0.81 1.02

4 Terbatasnya dana operasional 0.89 0.52 0.55 1.00 0.66 0.33 0.65 2.36 2.25

5 Lemahnya kerjasama lintas badan/institusi 1.78 0.57 0.62 1.51 1.00 0.73 1.19 1.93 1.00

6 Lemahnya penegakan hukum 1.00 1.11 0.57 3.00 1.36 1.00 0.83 1.60 2.00

7 Kebijakan intervensi pemda yang tidak konsisten 0.50 0.59 0.66 1.54 0.84 1.21 1.00 1.65 1.68

8 Lemahnya posisi politis PKL 0.50 0.49 1.23 0.42 0.52 0.63 0.61 1.00 1.26

9 Belum adanya registrasi pelaku PKL 0.48 1.01 0.98 0.44 1.00 0.50 0.59 0.79 1.00

3. Matrik Pendapat Gabungan untuk Faktor Internal –Peluang

Faktor Internal-Kekuatan 1 2 3 4 5 6 7 8

1 Kebijakan dan komitmen Pemda

1.00 1.80 0.94 2.06 0.56 1.00 2.00 2.00

2 Perkembangan sistem teknologi dan informasi 0.56 1.00 0.65 1.15 1.03 0.53 0.95 1.55

3 Stabilitas nilai mata uang

1.06 1.54 1.00 0.77 0.54 0.92 0.97 1.13

4 Tersedianya pasar

0.49 0.87 1.30 1.00 0.66 0.33 0.65 2.36

5 Pulihnya sektor ekonomi dari krisis global

1.78 0.97 1.85 1.51 1.00 0.73 1.19 1.93

6 Penciptaan lapang kerja baru

1.00 1.89 1.08 3.00 1.36 1.00 0.99 1.60

7 Mengurangi masalah sosial

0.50 1.05 1.03 1.54 0.84 1.01 1.00 1.25

8 Kemudahan sistem registrasi

0.50 0.65 0.88 0.42 0.52 0.63 0.80 1.00

Page 281: KARAKTERISTIK DAN PERMASALAHAN PEDAGANG KAKI … · KARAKTERISTIK DAN PERMASALAHAN PEDAGANG KAKI LIMA (PKL) ... construct street vendor database, (2) economic empowerment for the

265

4. Matrik Pendapat Gabungan untuk Faktor Eksternal – Ancaman

Faktor Eksternal-Ancaman 1 2 3 4 5 6 7 8 9

1 Pertumbuhan angka pengangguran 1.00 0.57 0.65 1.12 0.56 1.00 2.00 2.00 0.96

2 Perilaku free rider dari PKL 1.77 1.00 0.92 1.30 1.76 0.90 1.14 1.53 0.39

3 Sektor informal inferior dibandingkan sektor lain 1.54 1.09 1.00 1.41 1.62 1.77 1.51 0.81 0.64

4 Keinginan menggunakan lahan secara permanen 0.89 0.77 0.71 1.00 0.66 0.33 0.65 2.36 0.81

5 Pertumbuhan ekonomi yang rendah 1.78 0.57 0.62 1.51 1.00 0.73 1.19 0.96 0.82

6 sektor abu-abu lahan korupsi 1.00 1.11 0.57 3.00 1.36 1.00 0.83 1.28 0.97

7 Ketidakberpihakan dinas/institusi terkait 0.50 0.88 0.66 1.54 0.84 1.21 1.00 1.65 1.41

8 Kemacetan dan kekumuhan wajah kota 0.50 0.65 1.23 0.42 1.04 0.78 0.61 1.00 1.12

9 Perbedaan persepsi aktor 1.04 2.57 1.57 1.23 1.22 1.03 0.71 0.90 1.00

Page 282: KARAKTERISTIK DAN PERMASALAHAN PEDAGANG KAKI … · KARAKTERISTIK DAN PERMASALAHAN PEDAGANG KAKI LIMA (PKL) ... construct street vendor database, (2) economic empowerment for the

266

Lampiran 4. Kuisioner untuk Pelaku PKL

Nama surveyor : ……..……………

Tgl survei : …………………..

Lokasi : ……………………

Tanda Tangan : ……………………

A. IDENTIFIKASI RESPONDEN

A.1. Nama Responden : ………………………………………………

A.2. Alamat : ………………………………………………

A.3. Jenis Kelamin : 1 Laki-laki 2 Perempuan A.4. Umur Bapak/Ibu : ………….Tahun A.5. Status Perkawinan 1 Belum menikah 2 Sudah menikah A.6. Pendidikan terakhir Bapak/Ibu :

1 SD atau sederajat 2 SMP atau sederajat 3 SMA atau sederajat

4 Akademi atau sederajad 5 Sarjana 6 Pascasarjana

A.7. Tempat asal :

1 Kota Bogor 2 Luar Kota Bogor

A.8. Suku Bangsa :

1 Jawa 2 Sunda 3 Batak

4 Padang 5 Lainnya : …….

A.9. Status dalam Keluarga

1 Kepala Keluarga 2 Anggota keluarga

A.10. Jumlah tanggungan keluarga sekarang : .......orang

A.11. Jumlah tanggungan keluarga sebelumnya (1 bulan yang lalu) : ........ orang

A.12. Pendidikan tertinggi yang sudah dicapai oleh tanggungan keluarga sekarang atau

sebelumnya :

1 Tidak sekolah 2 Tamat SD : .......orang

3 Tamat SLTP :.......orang 4 Tamat SLTA : .......orang

5 Sarjana : .......orang 6 Pascasarjana : .......orang

A.13 Dalam 3 bulan terakhir, adakah salah satu anggota keluarga anda yang sakit:

1 Ya : ........orang 2 Tidak 2 (→A.15)

A.14 Jika Ya, berapa rata-rata pengeluaran kesehatan anda per bulan : Rp ......................

A.15 Frekuensi rata-rata sakit per bulan untuk anda dan keluarga anda ..................... kali

A.16. Apakah keluarag anda sekarang termasuk yang mendapatkan BLT ?

1 Ya 2 Tidak

Page 283: KARAKTERISTIK DAN PERMASALAHAN PEDAGANG KAKI … · KARAKTERISTIK DAN PERMASALAHAN PEDAGANG KAKI LIMA (PKL) ... construct street vendor database, (2) economic empowerment for the

267

B. KARAKTERISTIK USAHA

B.1. Apa usaha/pekerjaan anda sebelum menjadi PKL ?

1 Tidak Punya usaha 2 Karyawan swasta

3 Pedagang kios pasar 4 Usaha dirumah

5 Lainnya, sebutkan ...............

B.2. Apakah penyebab atau dorongan ( motivasi) terhadap anda untuk menjadi PKL?

1 Karena menganggur 2 Karena PHK

3 Karena Usaha yang lebih menguntungkan 4 merintis usaha lebih besar

4 Modal usaha ringan atau kecil 5 Lainnya, sebutkan ...............

B.3. Sudah berapa lama anda Menjadi PKL ditempati ini ? ...............tahun

B.4. Apakah sebelum ditempat ini anda sudah berusaha/ berjualan ditempat lain?

1 Ya 2 Tidak

B.5. Apakah alasan Anda untuk memilih lokasi ini sebagai tempat berdagang ? jawaban dapat

lebih dari satu

1 Ramai / sering dikunjungi pembeli 2 Pendapatan memuaskan

3 Biaya transportasi murah/dekat rumah 4 Berkumpul dengan usaha sejenis

5 Tidak mampu beli kios 6 Kios resmi Penuh

7 Lainnya, sebutkan : ……………….

B.6. Apa jenis barang dagangan anda ?

1 Sayur- mayur 2 Makanan/ Lauk Pauk mentah

3 Bumbu dapur 4 Makanan/ Minuman jadi

5 Acessories 6 Lain-lain : ...............................

B.7. Usaha Bapak/ Ibu/ Sdr, termasuk kelompok jenis usaha ? ( diisi petugas ) .

1 Pasar Tumpah (menawarkan macam-macam barang/jasa)

2 Pasar sayur mayur malam

3 Usaha Kuliner ( Makanan/Minuman)

B.8. Jenis sarana usaha yang anda gunakan :

1 Warung Tenda 2 Gerobak/kereta dorong 3 Pikulan/keranjang

4 Gelaran/hamparan 5 Kios 6 sementara

7 Lainnya, sebutkan : …………………………

B.9. Bagaimana pengelompokan dagangan anda saat ini :

1 Berkelompok dengan usaha sejenis 2 Bercampur dengan usaha jenis lain

B.10. Waktu berjualan mulai pukul : ..................... s.d. pukul ......................

B.11. Lokasi usaha saat ini (nama jalan/tempat) : …………………

B.12. Tempat usaha :

1 Trotoar 2 Lahan Parkir

3 Badan Jalan 4 Lainnya, sebutkan : ………………

B.13. Berapa luas tempat yang Anda gunakan untuk berdagang? ……………..……m

2

Page 284: KARAKTERISTIK DAN PERMASALAHAN PEDAGANG KAKI … · KARAKTERISTIK DAN PERMASALAHAN PEDAGANG KAKI LIMA (PKL) ... construct street vendor database, (2) economic empowerment for the

268

B.14. (Diisi petugas) Penilaian terhadap kondisi kebersihan ?

1 Bersih 2 Kotor

B.15. Menurut anda, bagaimana lokasi berusaha anda saat ini ?

1 Strategis 2 Tidak strategis

(cat : indikator :ada tidaknya kerumunan atau dekat dengan pasar)

B.16. Apakah anda mempunyai tempat usaha lain dimana anda juga menjalankan kegiatan

yang sama?

1 Ya 2 Tidak (→ B.18)

B.17. Jika “Ya” berapa jumlah lapak yang anda miliki ? …….buah

B.18. Apakah usaha anda terdaftar di salah satu intitusi di bawah ini ?

Ya Tidak tidak tahu

B.18.1. Kantor pajak 1 2 3

B.18.2. Pemerintah Daerah 1 2 3

B.18.3. Koperasi 1 2 3

B.18.4. Paguyuban 1 2 3

B.18.5. Ormas / LSM 1 2 3

C. PEKERJA DAN KOMPENSASI

C.1. Berapa orang termasuk anda, yang bekerja dalam usaha anda ? …….…orang

C.2. Berapa jam kerja usaha anda dalam sehari ? .................Jam

C.3. Berapa hari usaha berjalan dalam seminggu ? …………………..Hari

C.4. Berapa hari rata-rata anda libur usaha dalam seminggua : ..................Hari

C.5. Karakteristik pekerja (tidak termasuk anda) :

No Nama Jenis kelamin

Umur (tahun)

Status pekerjaan

Kontrak kerja

Jumlah Jam kerja

Jumlah Hari kerja

Dasar pembayaran

Gaji & pendapatan

(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) (10)

Kode Kolom

Kolom 3 Kolom 5 Kolom 6 Kolom 9 Laki-laki 1 Pemilik yang mempekerjakan

orang lain 1 Pemilik 1 Per minggu

Perempuan 2 Usaha sendiri 2 Kontrak tertulis tanpa jangka waktu 2 Per bulan 3 Buruh/karyawan 3 Kontrak tertulis dengan jangka waktu 3 Setiap hari kerja 4 Pekerja keluarga yang dibayar 4 Perjanjian lisan 4 Per pekerjaan 5 Pekerja keluarga tidak dibayar 5 Masa percobaan 5 Komisi 6 Rekan kerja/ usaha 6 Tanpa kontrak 6 Bagi hasil 7 Kerja sama lisan 7 Tidak dibayar

C.6. Adakah tunjangan dan bonus yang dibayarkan ke pekerja?

1 Ada (→ C. 7 ) 2 Tidak ada (→ D )

Page 285: KARAKTERISTIK DAN PERMASALAHAN PEDAGANG KAKI … · KARAKTERISTIK DAN PERMASALAHAN PEDAGANG KAKI LIMA (PKL) ... construct street vendor database, (2) economic empowerment for the

269

C.7. Tunjangan atau bonus yang diberikan

1 Tunjangan sakit 2 Tunjangan hari raya

3 Bonus keuntungan 4 Jaminan sosial lainnya : ...................

D. KEUANGAN DAN LAIN-LAIN

D.1. Jumlah modal awal yang diperlukan dalam memulai usaha : Rp .......……….…

D.2. Jumlah modal kerja harian /operasional yang diperlukan dalam berusaha :

Rp. .............../Hr

D.3. Jumlah pendapatan harian dari hasil usaha (omzet) :

D.3.1 penjualan/pendapatan minimum : Rp. …………………/Hr

D.3.2 penjualan/pendapatan rata-rata : Rp. …………………/Hr

D.3.3 penjualan/pendapatan maksimum : Rp. …………………/Hr

D.4. Apa jenis pembukuan yang anda lakukan pada usaha ini ?

1 Tidak ada pembukuan 2 Pembukuan untuk kepentingan pribadi

3 Pembukuan sederhana untuk pajak 4 Pembukuan format yang rinci

5 Lainnya, sebutkan : ……............

D.5. Darimana anda memperoleh modal awal dalam berusaha:

1 Modal sendiri (→ D8) 2 Sebagian Pinjaman 3 Seluruhnya pinjaman

D.6. Jika anda melakukan pinjaman, dari mana pinjaman anda peroleh ?

1 Saudara sendiri 2 Teman

3 Bank/lembaga keuangan pemerintah 4 Rentenir / Bank Keliling

5 Lainnya :......................................

D.7. Jika anda melakukan pinjaman untuk modal , berapa lama biasanya anda mampu

melunasinya ? ..........bulan

D.8. Apakah anda membayar untuk memperoleh tempat usaha disini ?

1 Ya ( Rp. ...............) 2 Tidak ( → D.11)

D. 9 Untuk jangka waktu berapa lama pembayaran tersebut berlaku ?

1 Harian 2 Mingguan

3 Bulanan 4 Tahunan

D.10. Kepada siapa anda membayar uang tersebut ?

1 Pemerintah (resmi) 2 Koperasi

3 Paguyuban 4 LSM/ Ormas

5 Oknum 6 PKL Sebelumnya

D.11. Bagaimana fluktuasi kegiatan usaha anda selama 12 bulan terakhir ?

Variabel Bulan

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12

Kode 0 = Tidak ada kegiatan 1 = Minimum 2 = Rata-rata 3 = Maksimum

Page 286: KARAKTERISTIK DAN PERMASALAHAN PEDAGANG KAKI … · KARAKTERISTIK DAN PERMASALAHAN PEDAGANG KAKI LIMA (PKL) ... construct street vendor database, (2) economic empowerment for the

270

D.12. Bagaimana fluktuasi kegiatan usaha anda selama 12 bulan terakhir ?

Variabel Bulan (hijriah)

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12

Kode 0 = Tidak ada kegiatan 1 = Minimum 2 = Rata-rata 3 = Maksimum

Keterangan : 1. Muharam 2. Shafar 3. Rabi’ul Awwal (Mulud) 4. Rabi’ul Akhir/ Silih Mulud 5. Jumadil Awwal 6. Jumadil Akhir 7. Rajab 8. Sya’ban /Ruwah 9. Ramadhan/Puasa 10. Syawwal 11. Dzulqa’dah / Hapit 12. Dzulhijjah/ Haji

D.13 Pengeluaran

No Item Pengeluaran Per Hari (RP Per bulan (Rp) Biaya Operasional: 1 Upah dan gaji pekerja 2 Jaminan sosial (asuransi yang berhubungan dengan pekerja,

misalnya : jamsostek, asuransi jiwa dan kesehatan ) jika ada

3 Bonus pekerja 6 Minyak Tanah/LPG 7 Air 8 Listrik 9 Sewa tempat (lapak) dan peralatan 10 Transportasi 11 Makan 12 Komunikasi (HP, Telp) 13 kuli angkut 14 Biaya perbaikan dan pemeliharan fasilitas usaha Biaya lainya yang resmi : 15 Kebersihan 16 Lainya sebutkan ........................... 17 Lainya sebutkan ........................... 18 Lainya sebutkan ........................... 19 Biaya tidak langsung (izin usaha) Biaya lainnya yang tidak resmi : 20 sebutkan ........................... 21 sebutkan ........................... 22 sebutkan ........................... 23 sebutkan ...........................

D.14 Apakah anda mengikuti arisan sesama pedagang kaki lima :

1 Ya (→D.15) 2 Tidak

D.15 Bentuk arisan yang diikuti :

1 Harian (Rp …………….) 2 Mingguan (Rp …………….)

3 Bulanan (Rp …………….)

D.16 Penghasilan yang dibawa ke rumah per hari dari usaha PKL : Rp ……………………

D.17 Rata-rata biaya konsumsi keluarga per hari : Rp. …………………….

E. PERMASALAHAN DAN PROSPEK

E.1 Apakah anda mempunyai masalah/kesulitan terkait dengan aspek-aspek berikut :

Jawaban dapat lebih dari satu

Page 287: KARAKTERISTIK DAN PERMASALAHAN PEDAGANG KAKI … · KARAKTERISTIK DAN PERMASALAHAN PEDAGANG KAKI LIMA (PKL) ... construct street vendor database, (2) economic empowerment for the

271

Permasalahan Ya Tidak 1. Pasokan bahan baku 2. Penjualan produk – kekurangan pelanggan 3. Penjualan produk – terlalu banyak pesaing 4. Kesulitan keuangan 5. Tempat usaha sempit 6. Kekurangan perlengkapan 7. Kesulitan mengatur usaha 8. Terlalu banyak biaya resmi 9. Terlalu banyak biaya tidak resmi 10. Penggusuran 11. Pendapatan kecil 12. Ketidakamanan (preman, pencurian dll) 13. Ketidak pastian tempat usaha : ………. 14. Lainnya, sebutkan : ………. 15. Lainnya, sebutkan : ………. 16. Lainnya, sebutkan : ……….

E.2 Untuk menyelesaikan masalah tersebut, apakah anda ingin dibantu dalam hal :

Bentuk bantuan yang diinginkan Ya Tidak 1. Pelatihan teknis 2. Pelatihan manajemen & keuangan 3. Bantuan memperoleh suplai 4. Akses memperoleh pinjaman 5. Akses informasi pasar 6. Penataan usaha / tempat 7. Pendaftaran usaha 8. Iklan produk/layanan baru 9. Lainnya, sebutkan : ………. 10. Lainnya, sebutkan : ………. 11. Lainnya, sebutkan : ……….

E.3. Apakah anda menyadari bahwa usaha ditempat ini menyalahi/ melanggar aturan?

1 Ya 2 Tidak

E.4. Bersediakah anda, jika kegiatan PKL di tata ?

1 Ya (→E. 5) 2 Tidak

E.5. Jika bersedia, maka bentuk penataan yang diharapkan berupa :

1 Ditempatkan dipasar yang telah ada 2 Tetap ditempat sekarang dan diatur

3 Direlokasi ke tempat baru 4 Lainnya, ……………

E.6. Jika bersedia bagaimana system pembayaran yang anda harapkan per lapak standar:

1 Harian : Rp……………. 2 Mingguan : Rp…………….

3 Bulanan : Rp……………. 4 Tahunan : Rp…………….

5 Beli Permanen : Rp…………….

Diisi Petugas :

Catatan Lain : ..........................................................................................................................

..........................................................................................................................

SEKIAN DAN TERIMA KASIH ATAS PARTISIPASINYA

Page 288: KARAKTERISTIK DAN PERMASALAHAN PEDAGANG KAKI … · KARAKTERISTIK DAN PERMASALAHAN PEDAGANG KAKI LIMA (PKL) ... construct street vendor database, (2) economic empowerment for the

272

Lampiran 5. Kuisioner Persepsi Pemasok terhadap PKL

Nama surveyor : ………………………………………………………. Tgl survei : ………………………………………………………. Kota : ………………………………………………………. Kecamatan : ………………………………………………………. Desa/Kelurahan : ……………………………………………………….

A. IDENTIFIKASI RESPONDEN

A.1. Nama Responden : ………………………………………………

A.2. Alamat : ………………………………………………

A.3. Jenis Kelamin : 1 Laki-laki 2 Perempuan A.4. Umur Bapak/Ibu : ………….Tahun

A.5. Pendidikan terakhir Bapak/Ibu :

1 SD atau sederajat 2 SMP atau sederajat 3 SMA atau sederajat 4 Akademi atau sederajad 5 Sarjana 6 Pascasarjana

B. PERSEPSI PEMASOK

B.1. Apakah keberadaan PKL mengganggu anda dalam berusaha ? 1 Ya 2 Tidak (→B3)

B.2. Jika ”Ya” dalam bentuk apa gangguan PKL terhadap usaha anda ? 1 Mengganggu pasokan barang ke ritel 2 Menyaingi penjualan barang dari ritel 3 Menyediakan produk sejenis dengan harga murah 4 Lainnya, sebutkan : ………………………………

B.3. Jika ”Tidak”, apa manfaat aktivitas PKL terhadap usaha anda ? 1 Menambah rantai pemasaran 2 Meningkatkan jumlah barang yang dipasok (diversifikasi produk) 3 Lainnya : ......................

B.4. Menurut Bapak/ibu, apa manfaat aktivitas PKL di sekitar anda bagi masyarakat

secara umum : 1 Tidak Ada 2 Lokasi menjadi lebih ramai 3 Mudah mendapatkan kebutuhan 4 Meningkatkan perekonomian

masyarakat kecil 5 Mengurangi pengangguran 6 Lainnya, sebutkan :

……………………

B.5. Keberadaan PKL sering dianggap mengganggu kepentingan umum. Permasalahan apa yang bapak/ibu rasakan dengan adanya aktivitas PKL di sekitar anda ? 1 Tidak Ada 2 Mengganggu aktivitas pejalan kaki

Page 289: KARAKTERISTIK DAN PERMASALAHAN PEDAGANG KAKI … · KARAKTERISTIK DAN PERMASALAHAN PEDAGANG KAKI LIMA (PKL) ... construct street vendor database, (2) economic empowerment for the

273

3 Parkir menjadi sulit 4 Lingkungan menjadi kotor dan kurang rapi

5 Jalanan menjadi sesak dan macet 6 Merasa kurang aman 7 Lainnya, sebutkan : ………………………

B.6. Menurut bapak/ibu, apakah perlu dilakukan pengaturan khusus untuk aktivitas PKL ?. 1 Ya 2 Tidak

B.7. Jika “Ya”, hal-hal apa saja yang menurut bapak/ibu perlu diatur untuk aktivitas PKL ? . 1 Pengelompokan Usaha 2 Sarana dan Prasarana Usaha 3 Waktu usaha 4 Relokasi usaha 5 Registrasi usaha 6 Lainnya, sebutkan :

………………………

B.8. Menurut bapak/ibu, apakah pemda perlu melakukan tindakan penggusuran pada lokasi-lokasi tertentu yang peruntukannya memang bukan untuk aktivitas PKL ? 1 Ya 2 Tidak B.8.1. Jika “Ya” bagaimana mekanisme yang seharusnya ? 1 Tanpa sosialisasi dan tanpa kompensasi 2 Dengan sosialiasi tapi tanpa kompensasi 3 Dengan sosialiasi, dengan kompensasi, tanpa relokasi 4 Dengan sosialisasi, dengan kompensasi dan relokasi 5 Lainnya : …………………….

Diisi Petugas :

Catatan Lain : ..........................................................................................................................

..........................................................................................................................

..........................................................................................................................

..........................................................................................................................

SEKIAN DAN TERIMA KASIH ATAS PARTISIPASINYA

Page 290: KARAKTERISTIK DAN PERMASALAHAN PEDAGANG KAKI … · KARAKTERISTIK DAN PERMASALAHAN PEDAGANG KAKI LIMA (PKL) ... construct street vendor database, (2) economic empowerment for the

274

Lampiran 6. Kuisioner Persepsi Pesaing terhadap PKL

Nama surveyor : ………………………………………………………. Tgl survei : ………………………………………………………. Kota : ………………………………………………………. Kecamatan : ………………………………………………………. Desa/Kelurahan : ……………………………………………………….

A. IDENTIFIKASI RESPONDEN

A.1. Nama Responden : ………………………………………………

A.2. Alamat : ………………………………………………

A.3. Jenis Kelamin : 1 Laki-laki 2 Perempuan A.4. Umur Bapak/Ibu : ………….Tahun

A.5. Pendidikan terakhir Bapak/Ibu :

1 SD atau sederajat 2 SMP atau sederajat

3 SMA atau sederajat 4 Akademi atau sederajad 5 Sarjana 6 Pascasarjana

B. PERSEPSI PESAING

B.1. Apakah keberadaan PKL mengganggu anda dalam berusaha ? 1 Ya 2 Tidak (→B4)

B.2. Jika ”Ya” dalam bentuk apa gangguan PKL terhadap usaha anda ? 1 Menurunkan omzet penjualan (→B3) 2 Menyebabkan konsumen enggan berbelanja 3 Mengganggu parkir konsumen 4 Menyebabkan tempat usaha kurang bisa dilihat konsumen 5 Lingkungan menjadi kotor dan kurang rapi 6 Jalanan menjadi sesak dan macet 7 Merasa kurang aman 8 Lainnya, sebutkan : ………………………………

B.3. Berapa kira-kira penurunan omzet anda per bulan dengan adanya PKL sejenis dengan usaha anda ? Rp. ........................

B.4. Menurut Bapak/ibu, apa manfaat aktivitas PKL di sekitar anda :

1 Tidak Ada 2 Lokasi menjadi lebih ramai 3 Mudah mendapatkan kebutuhan 4 Meningkatkan perekonomian

masyarakat kecil 5 Mengurangi pengangguran 6 Lainnya, sebutkan :

…………………………

Page 291: KARAKTERISTIK DAN PERMASALAHAN PEDAGANG KAKI … · KARAKTERISTIK DAN PERMASALAHAN PEDAGANG KAKI LIMA (PKL) ... construct street vendor database, (2) economic empowerment for the

275

B.5. Keberadaan PKL sering dianggap mengganggu kepentingan umum. Permasalahan apa yang bapak/ibu rasakan dengan adanya aktivitas PKL di sekitar anda ?

1 Tidak Ada 2 Mengganggu aktivitas pejalan kaki 3 Parkir menjadi sulit 4 Lingkungan menjadi kotor dan

kurang rapi 5 Jalanan menjadi sesak dan macet 6 Merasa kurang aman 7 Lainnya, sebutkan : ………………………………

B.6. Menurut bapak/ibu, apakah perlu dilakukan pengaturan khusus untuk aktivitas PKL ?.

1 Ya 2 Tidak

B.7. Jika “Ya”, hal-hal apa saja yang menurut bapak/ibu perlu diatur untuk aktivitas PKL ? .

1 Pengelompokan Usaha 2 Sarana dan Prasarana Usaha 3 Waktu usaha 4 Relokasi usaha 5 Registrasi usaha 6 Lainnya, sebutkan : ………………………

B.8. Menurut bapak/ibu, apakah pemda perlu melakukan tindakan penggusuran pada lokasi-lokasi tertentu yang peruntukannya memang bukan untuk aktivitas PKL ?

1 Ya 2 Tidak

B.9. Jika “Ya” bagaimana mekanisme yang seharusnya ? 1 Tanpa sosialisasi dan tanpa kompensasi 2 Dengan sosialiasi tapi tanpa kompensasi 3 Dengan sosialiasi, dengan kompensasi, tanpa relokasi 4 Dengan sosialisasi, dengan kompensasi dan relokasi 5 Lainnya : …………………….

Diisi Petugas :

Catatan Lain : ..........................................................................................................................

..........................................................................................................................

..........................................................................................................................

..........................................................................................................................

SEKIAN DAN TERIMA KASIH ATAS PARTISIPASINYA

Page 292: KARAKTERISTIK DAN PERMASALAHAN PEDAGANG KAKI … · KARAKTERISTIK DAN PERMASALAHAN PEDAGANG KAKI LIMA (PKL) ... construct street vendor database, (2) economic empowerment for the

276

Lampiran 7. Kuisioner Persepsi Masyarakat terhadap PKL

Nama surveyor : ………………………………………………………. Tgl survei : ………………………………………………………. Kota : ………………………………………………………. Kecamatan : ………………………………………………………. Desa/Kelurahan : ……………………………………………………….

A. IDENTIFIKASI RESPONDEN

A.1. Nama Responden : ………………………………………………

A.2. Alamat : ………………………………………………

A.3. Jenis Kelamin : 1 Laki-laki 2 Perempuan A.4. Umur Bapak/Ibu : ………….Tahun

A.5. Pendidikan terakhir Bapak/Ibu :

1 SD atau sederajat 2 SMP atau sederajat 3 SMA atau sederajat 4 Akademi atau sederajad 5 Sarjana 6 Pascasarjana

B. PREFERENSI RESPONDEN

B,1. Seberapa sering bapak/ibu berbelanja di PKL dalam sebulan ? ..................kali

B.2. Apa alasan Bapak/Ibu memilih berbelanja/makan di lokasi PKL : 1 Harganya lebih murah dibanding 2 Lokasinya dekat toko/Mall/swalayan 3 Suasana lebih santai 4 Produk/jasa beragam 5 Kualitas produk/jasa sesuai 6 Lebih Familiar 7 Harga dapat ditawar 8 Lainnya, sebutkan : ……….

B.3. Menurut Bapak/ibu, apa manfaat aktivitas PKL di sekitar anda : 1 Tidak Ada 2 Lokasi menjadi lebih ramai 3 Mudah mendapatkan kebutuhan 4 Meningkatkan perekonomian masyarakat kecil 5 Mengurangi pengangguran 6 Lainnya, sebutkan : ………………………

B.4. Keberadaan PKL sering dianggap mengganggu kepentingan umum. Permasalahan apa yang bapak/ibu rasakan dengan adanya aktivitas PKL ?

1 Tidak Ada 2 Mengganggu aktivitas pejalan kaki 3 Parkir menjadi sulit 4 Lingkungan menjadi kotor dan kurang rapi 5 Jalanan menjadi sesak 6 Merasa kurang aman dan macet 7 Lainnya, sebutkan : ………………………………

Page 293: KARAKTERISTIK DAN PERMASALAHAN PEDAGANG KAKI … · KARAKTERISTIK DAN PERMASALAHAN PEDAGANG KAKI LIMA (PKL) ... construct street vendor database, (2) economic empowerment for the

277

B.5. Menurut bapak/ibu, apakah perlu dilakukan pengaturan khusus untuk aktivitas PKL ?.

1 Ya 2 Tidak

B.6. Jika “Ya”, hal-hal apa saja yang menurut bapak/ibu perlu diatur untuk aktivitas PKL ? .

1 Pengelompokan Usaha 2 Sarana dan Prasarana Usaha 3 Waktu usaha 4 Relokasi usaha 5 Registrasi usaha 6 Lainnya, sebutkan : ………………………

B.7. Menurut bapak/ibu, apakah pemda perlu melakukan tindakan penggusuran pada lokasi-lokasi tertentu yang peruntukannya memang bukan untuk aktivitas PKL ?

1 Ya 2 Tidak

B.8. Jika “Ya” bagaimana mekanisme yang seharusnya ? 1 Tanpa sosialisasi dan tanpa kompensasi 2 Dengan sosialiasi tapi tanpa kompensasi 3 Dengan sosialiasi, dengan kompensasi, tanpa relokasi 4 Dengan sosialisasi, dengan kompensasi dan relokasi 5 Lainnya : …………………….

Diisi Petugas :

Catatan Lain : ..........................................................................................................................

..........................................................................................................................

..........................................................................................................................

..........................................................................................................................

SEKIAN DAN TERIMA KASIH ATAS PARTISIPASINYA

Page 294: KARAKTERISTIK DAN PERMASALAHAN PEDAGANG KAKI … · KARAKTERISTIK DAN PERMASALAHAN PEDAGANG KAKI LIMA (PKL) ... construct street vendor database, (2) economic empowerment for the

278

Lampiran 8. Kuisioner Untuk AHP-SWOT Nama Responden : ................................................................................... Umur : ................................................................................... Alamat : ................................................................................... Posisi /Jabatan : ................................................................................... Bidang Keahlian : ................................................................................... Petunjuk Pengisian Kuisioner Untuk Perbandingan Berpasangan 1. Untuk memberikan judgment (penilaian) terhadap elemen-elemen

permasalahan dari setiap level yang sedang diteliti prioritasnya, penilaian dinyatakan secara numerik (skala 1 hingga 9), dengan menggunakan skala sebagai berikut :

Skala

Perbandingan Numerik

Definisi (verbal) Penjelasan

1 3 5 7 9

2,4,6,8

Sama penting (equal importance) Sedikit lebih penting (moderate importance) Lebih penting (esensial/ strong importance) Sangat lebih penting (very strong importance) Mutlak sangat penting (extreme importance) Merupakan angka kompromi diantara penilaian diatas

Dua elemen menyumbang sama besar terhadap tujuan Pengalaman dan judgement agak menyukai sebuah elemen dari pada yang lainnya Pengalaman dan judgment kuat lebih menyukai sebuah elemen daripada yang lainnya Sebuah elemen sangat kuat lebih disukai daripada yang lainnya; dominasinya kelihatan nyata dalam keadaan yang sebenarnya Fakta sebuah elemen lebih disukai dari lainnya berada pada kemungkinan yang tertinggi Bila kompromi diperlukan antara dua penilaian

Page 295: KARAKTERISTIK DAN PERMASALAHAN PEDAGANG KAKI … · KARAKTERISTIK DAN PERMASALAHAN PEDAGANG KAKI LIMA (PKL) ... construct street vendor database, (2) economic empowerment for the

279

2. Dalam penilaian kepentingan relatif dua elemen, berlaku aksioma resiprokal

artinya jika elemen i dinilai 3 kali lebih penting dibanding elemen j, maka elemen j 1/3 kali lebih penting dibanding elemen i.

Contoh Pengisian Kuisioner

Berikan tanda (←) atau (→) penilaian Bapak/Ibu terhadap pertanyaan-pertanyaan di bawah ini dengan berpedoman pada petunjuk pengisian angket kuesioner. Bandingkan elemen-elemen pada kolom 1 dengan elemen-elemen pada kolom 2

Kolom 1 1 2 3 4 5 6 7 8 9 Kolom 2

Ketersediaan SDM ← Regulasi dan Birokrasi

Ketersediaan SDM → Rencana Tata Ruang

Regulasi dan birokrasi

Rencana Tata Ruang

Penjelasan : a. Tanda arah panah ke kiri (←) menunjukan bahwa kolom 1 lebih penting dari

kolom 2. b. Tanda arah panah ke kanan (→) menunjukan bahwa kolom 2 lebih penting

dari kolom 1. c. Ketersediaan sumberdaya manusia (kolom1) 5 kali lebih penting

dibandingkan regulasi dan Biokrasi (kolom 2), d. Cara penulisan : tanda arah panah kekiri (←) ditulis dibawah angka 5. e. Jika Tata ruang 3 kali lebih penting dibandingkan Ketersediaan SDM, f. Cara penulisan : tanda arah panah kekanan (→) ditulis dibawah angka 3. g. Lanjutkan sampai selesai.

Catatan : Jika kolom 1 lebih penting daripada kolom, maka penilaian (←) diisikan dibawah Angka prioritas. Jika kolom 2 lebih penting daripada kolom 1, maka penilaian (→) diisikan dibawah Angka prioritas

Page 296: KARAKTERISTIK DAN PERMASALAHAN PEDAGANG KAKI … · KARAKTERISTIK DAN PERMASALAHAN PEDAGANG KAKI LIMA (PKL) ... construct street vendor database, (2) economic empowerment for the

280

PENENTUAN RATING CRITICAL SUCCESS FACTOR

1. Faktor Internal berikut diidentifikasi memberikan kekuatan dalam perumusan strategi pemberdayaan PKL di kota bogor Faktor-faktor kekuatan mana yang lebih penting untuk diperhatikan. (Bandingkan masing-masing elemen pada baris yang sama pada kolom 1 dengan kolom 2)

Kolom 1 1 2 3 4 5 6 7 8 9 Kolom 2

Keberadaan Perda tentang PKL

Ketersediaan SDM

Keberadaan Perda tentang PKL

Kontribusi PKL pada PAD

Keberadaan Perda tentang PKL

Ketersediaan barang dan jasa dengan harga terjangkau

Keberadaan Perda tentang PKL

Ketersediaan lembaga keuangan mikro

Keberadaan Perda tentang PKL

Kontribusi terhadap pengentasan kemiskinan

Ketersediaan SDM Kontribusi PKL pada PAD

Ketersediaan SDM Ketersediaan barang dan jasa dengan harga terjangkau

Ketersediaan SDM Ketersediaan lembaga keuangan mikro

Ketersediaan SDM Kontribusi terhadap pengentasan kemiskinan

Page 297: KARAKTERISTIK DAN PERMASALAHAN PEDAGANG KAKI … · KARAKTERISTIK DAN PERMASALAHAN PEDAGANG KAKI LIMA (PKL) ... construct street vendor database, (2) economic empowerment for the

281

Kolom 1 1 2 3 4 5 6 7 8 9 Kolom 2 Kontribusi PKL pada PAD

Ketersediaan barang dan jasa dengan harga terjangkau

Kontribusi PKL pada PAD

Ketersediaan lembaga keuangan mikro

Kontribusi PKL pada PAD

Kontribusi terhadap pengentasan kemiskinan

Ketersediaan barang dan jasa dengan harga terjangkau

Ketersediaan lembaga keuangan mikro

Ketersediaan barang dan jasa dengan harga terjangkau

Kontribusi terhadap pengentasan kemiskinan

Ketersediaan lembaga keuangan mikro

Kontribusi terhadap pengentasan kemiskinan

2. Faktor Internal berikut diidentifikasi memberikan kelemahan dalam perumusan strategi pemberdayaan PKL di kota bogor. Faktor-faktor kelemahan apa yang lebih penting untuk diperhatikan. (Bandingkan masing-masing elemen pada baris yang sama pada kolom 1 dengan kolom 2)

Kolom 1 1 2 3 4 5 6 7 8 9 Kolom 2

Kebijakan Tata ruang kurang konsisten

Terbatasnya kesempatan kerja lain

Kebijakan Tata ruang kurang konsisten

Kurangnya alokasi tempat untuk relokasi PKL

Kebijakan Tata ruang kurang konsisten

Terbatasnya dana

Page 298: KARAKTERISTIK DAN PERMASALAHAN PEDAGANG KAKI … · KARAKTERISTIK DAN PERMASALAHAN PEDAGANG KAKI LIMA (PKL) ... construct street vendor database, (2) economic empowerment for the

282

Kolom 1 1 2 3 4 5 6 7 8 9 Kolom 2 operasional

Kebijakan Tata ruang kurang konsisten

Lemahnya kerjasama lintas badan/institusi

Kebijakan Tata ruang kurang konsisten

Lemahnya penegakan hukum

Kebijakan Tata ruang kurang konsisten

Kebijakan intervensi pemda yang tidak konsisten

Kebijakan Tata ruang kurang konsisten

Lemahnya posisi politis PKL

Kebijakan Tata ruang kurang konsisten

Belum adanya registrasi pelaku PKL

Terbatasnya kesempatan kerja lain

Kurangnya alokasi tempat untuk relokasi PKL

Terbatasnya kesempatan kerja lain

Terbatasnya dana operasional

Terbatasnya kesempatan kerja lain

Lemahnya kerjasama lintas badan/institusi

Terbatasnya kesempatan kerja lain

Lemahnya penegakan hukum

Terbatasnya kesempatan kerja lain

Kebijakan intervensi pemda yang tidak konsisten

Terbatasnya kesempatan kerja lain

Lemahnya posisi politis

Page 299: KARAKTERISTIK DAN PERMASALAHAN PEDAGANG KAKI … · KARAKTERISTIK DAN PERMASALAHAN PEDAGANG KAKI LIMA (PKL) ... construct street vendor database, (2) economic empowerment for the

283

Kolom 1 1 2 3 4 5 6 7 8 9 Kolom 2 PKL

Terbatasnya kesempatan kerja lain

Belum adanya registrasi pelaku PKL

Kurangnya alokasi tempat untuk relokasi PKL

Terbatasnya dana operasional

Kurangnya alokasi tempat untuk relokasi PKL

Lemahnya kerjasama lintas badan/institusi

Kurangnya alokasi tempat untuk relokasi PKL

Lemahnya penegakan hukum

Kurangnya alokasi tempat untuk relokasi PKL

Kebijakan intervensi pemda yang tidak konsisten

Kurangnya alokasi tempat untuk relokasi PKL

Lemahnya posisi politis PKL

Kurangnya alokasi tempat untuk relokasi PKL

Belum adanya registrasi pelaku PKL

Terbatasnya dana operasional

Lemahnya kerjasama lintas badan/institusi

Terbatasnya dana operasional

Lemahnya penegakan hukum

Terbatasnya dana operasional

Kebijakan intervensi pemda yang tidak konsisten

Terbatasnya dana operasional

Lemahnya posisi politis

Page 300: KARAKTERISTIK DAN PERMASALAHAN PEDAGANG KAKI … · KARAKTERISTIK DAN PERMASALAHAN PEDAGANG KAKI LIMA (PKL) ... construct street vendor database, (2) economic empowerment for the

284

Kolom 1 1 2 3 4 5 6 7 8 9 Kolom 2 PKL

Terbatasnya dana operasional

Belum adanya registrasi pelaku PKL

Lemahnya kerjasama lintas badan/institusi

Lemahnya penegakan hukum

Lemahnya kerjasama lintas badan/institusi

Kebijakan intervensi pemda yang tidak konsisten

Lemahnya kerjasama lintas badan/institusi

Lemahnya posisi politis PKL

Lemahnya kerjasama lintas badan/institusi

Belum adanya registrasi pelaku PKL

Lemahnya penegakan hukum

Kebijakan intervensi pemda yang tidak konsisten

Lemahnya penegakan hukum

Lemahnya posisi politis PKL

Lemahnya penegakan hukum

Belum adanya registrasi pelaku PKL

Kebijakan intervensi pemda yang tidak konsisten

Lemahnya posisi politis PKL

Kebijakan intervensi pemda yang tidak konsisten

Belum adanya registrasi pelaku PKL

Lemahnya posisi politis PKL

Belum adanya registrasi pelaku PKL

Page 301: KARAKTERISTIK DAN PERMASALAHAN PEDAGANG KAKI … · KARAKTERISTIK DAN PERMASALAHAN PEDAGANG KAKI LIMA (PKL) ... construct street vendor database, (2) economic empowerment for the

285

3. Faktor Eksternal berikut diidentifikasi memberikan peluang dalam perumusan strategi pemberdayaan PKL di kota bogor Faktor-faktor Peluang apa yang lebih penting untuk diperhatikan. (Bandingkan masing-masing elemen pada baris yang sama pada kolom 1 dengan kolom 2)

Kolom 1 1 2 3 4 5 6 7 8 9 Kolom 2 Kebijakan dan komitmen Pemda

Perkembangan sistem teknologi dan informasi

Kebijakan dan komitmen Pemda

Stabilitas nilai mata uang

Kebijakan dan komitmen Pemda

Tersedianya pasar

Kebijakan dan komitmen Pemda

Pulihnya sektor ekonomi dari krisis global

Kebijakan dan komitmen Pemda

Penciptaan lapang kerja baru

Kebijakan dan komitmen Pemda

Mengurangi masalah sosial

Kebijakan dan komitmen Pemda

Kemudahan sistem registrasi

Perkembangan sistem teknologi dan informasi

Stabilitas nilai mata uang

Perkembangan sistem teknologi dan informasi

Tersedianya pasar

Perkembangan sistem teknologi dan informasi

Pulihnya sektor ekonomi dari krisis global

Perkembangan sistem teknologi dan informasi

Penciptaan lapang kerja baru

Perkembangan sistem teknologi dan informasi

Mengurangi masalah sosial

Page 302: KARAKTERISTIK DAN PERMASALAHAN PEDAGANG KAKI … · KARAKTERISTIK DAN PERMASALAHAN PEDAGANG KAKI LIMA (PKL) ... construct street vendor database, (2) economic empowerment for the

286

Kolom 1 1 2 3 4 5 6 7 8 9 Kolom 2 Perkembangan sistem teknologi dan informasi

Kemudahan sistem registrasi

Stabilitas nilai mata uang

Tersedianya pasar

Stabilitas nilai mata uang

Pulihnya sektor ekonomi dari krisis global

Stabilitas nilai mata uang

Penciptaan lapang kerja baru

Stabilitas nilai mata uang

Mengurangi masalah sosial

Stabilitas nilai mata uang

Kemudahan sistem registrasi

Tersedianya pasar Pulihnya sektor ekonomi dari krisis global

Tersedianya pasar Penciptaan lapang kerja baru

Tersedianya pasar Mengurangi masalah sosial

Tersedianya pasar Kemudahan sistem registrasi

Pulihnya sektor ekonomi dari krisis global

Penciptaan lapang kerja baru

Pulihnya sektor ekonomi dari krisis global

Mengurangi masalah sosial

Pulihnya sektor ekonomi dari krisis global

Kemudahan sistem registrasi

Penciptaan lapang kerja baru

Mengurangi masalah

Page 303: KARAKTERISTIK DAN PERMASALAHAN PEDAGANG KAKI … · KARAKTERISTIK DAN PERMASALAHAN PEDAGANG KAKI LIMA (PKL) ... construct street vendor database, (2) economic empowerment for the

287

Kolom 1 1 2 3 4 5 6 7 8 9 Kolom 2 sosial

Penciptaan lapang kerja baru

Kemudahan sistem registrasi

Mengurangi masalah sosial

Kemudahan sistem registrasi

4. Faktor Eksternal berikut diidentifikasi memberikan ancaman dalam perumusan strategi pemberdayaan PKL di kota bogor. Faktor-faktor ancaman apa yang lebih penting untuk diperhatikan. (Bandingkan masing-masing elemen pada baris yang sama pada kolom 1 dengan kolom 2)

Kolom 1 1 2 3 4 5 6 7 8 9 Kolom 2 Pertumbuhan angka pengangguran

Perilaku free rider dari PKL

Pertumbuhan angka pengangguran

Sektor informal inferior dibandingkan sektor lain

Pertumbuhan angka pengangguran

Keinginan menggunakan lahan secara permanen

Pertumbuhan angka pengangguran

Pertumbuhan ekonomi yang rendah

Pertumbuhan angka pengangguran

Sektor abu-abu lahan korupsi

Pertumbuhan angka pengangguran

Ketidakberpihakan dinas/institusi terkait

Pertumbuhan angka pengangguran

Kemacetan dan kekumuhan wajah kota

Pertumbuhan angka pengangguran

Perbedaan persepsi

Page 304: KARAKTERISTIK DAN PERMASALAHAN PEDAGANG KAKI … · KARAKTERISTIK DAN PERMASALAHAN PEDAGANG KAKI LIMA (PKL) ... construct street vendor database, (2) economic empowerment for the

288

Kolom 1 1 2 3 4 5 6 7 8 9 Kolom 2 aktor

Perilaku free rider dari PKL

Sektor informal inferior dibandingkan sektor lain

Perilaku free rider dari PKL

Keinginan menggunakan lahan secara permanen

Perilaku free rider dari PKL

Pertumbuhan ekonomi yang rendah

Perilaku free rider dari PKL

Sektor abu-abu lahan korupsi

Perilaku free rider dari PKL

Ketidak-berpihakan dinas/institusi terkait

Perilaku free rider dari PKL

Kemacetan dan kekumuhan wajah kota

Perilaku free rider dari PKL

Perbedaan persepsi aktor

Sektor informal inferior dibandingkan sektor lain

Keinginan menggunakan lahan secara permanen

Sektor informal inferior dibandingkan sektor lain

Pertumbuhan ekonomi yang rendah

Sektor informal inferior dibandingkan sektor lain

Sektor abu-abu lahan korupsi

Sektor informal inferior dibandingkan sektor lain

Ketidak-berpihakan dinas/institusi terkait

Page 305: KARAKTERISTIK DAN PERMASALAHAN PEDAGANG KAKI … · KARAKTERISTIK DAN PERMASALAHAN PEDAGANG KAKI LIMA (PKL) ... construct street vendor database, (2) economic empowerment for the

289

Kolom 1 1 2 3 4 5 6 7 8 9 Kolom 2 Sektor informal inferior dibandingkan sektor lain

Kemacetan dan kekumuhan wajah kota

Sektor informal inferior dibandingkan sektor lain

Perbedaan persepsi aktor

Keinginan menggunakan lahan secara permanen

Pertumbuhan ekonomi yang rendah

Keinginan menggunakan lahan secara permanen

Sektor abu-abu lahan korupsi

Keinginan menggunakan lahan secara permanen

Ketidak-berpihakan dinas/institusi terkait

Keinginan menggunakan lahan secara permanen

Kemacetan dan kekumuhan wajah kota

Keinginan menggunakan lahan secara permanen

Perbedaan persepsi aktor

Pertumbuhan ekonomi yang rendah

Sektor abu-abu lahan korupsi

Pertumbuhan ekonomi yang rendah

Ketidak-berpihakan dinas/institusi terkait

Pertumbuhan ekonomi yang rendah

Kemacetan dan kekumuhan wajah kota

Pertumbuhan ekonomi yang rendah

Perbedaan persepsi aktor

Sektor abu-abu lahan korupsi

Ketidak-berpihakan dinas/institusi terkait

Page 306: KARAKTERISTIK DAN PERMASALAHAN PEDAGANG KAKI … · KARAKTERISTIK DAN PERMASALAHAN PEDAGANG KAKI LIMA (PKL) ... construct street vendor database, (2) economic empowerment for the

290

Kolom 1 1 2 3 4 5 6 7 8 9 Kolom 2 Sektor abu Kemacetan

dan kekumuhan wajah kota

Sektor abu Perbedaan persepsi aktor

Ketidakberpihakan dinas/institusi terkait

Kemacetan dan kekumuhan wajah kota

Ketidakberpihakan dinas/institusi terkait

Perbedaan persepsi aktor

Kemacetan dan kekumuhan wajah kota

Perbedaan persepsi aktor

Page 307: KARAKTERISTIK DAN PERMASALAHAN PEDAGANG KAKI … · KARAKTERISTIK DAN PERMASALAHAN PEDAGANG KAKI LIMA (PKL) ... construct street vendor database, (2) economic empowerment for the

291

Lampiran 9. Perda PKL di Kota Bogor

LEMBARAN DAERAH KOTA BOGOR

TAHUN 2005 NOMOR 9 SERI E PERATURAN DAERAH KOTA BOGOR

NOMOR 13 TAHUN 2005

TENTANG

PENATAAN PEDAGANG KAKI LIMA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

WALIKOTA BOGOR, Menimbang : a. bahwa keberadaan Pedagang Kaki Lima di Kota Bogor

pada dasarnya adalah hak masyarakat dalam rangka memenuhi kebutuhan hidup;

b. bahwa kegiatan perdagangan yang dilakukan oleh Pedagang

Kaki Lima merupakan usaha ekonomi kerakyatan yang perlu pembinaan dan penataan dalam melaksanakan usahanya sehingga sejalan dengan upaya mewujudkan kota yang bersih, indah, tertib, dan aman dengan sarana dan prasarana perkotaan yang memadai dan berwawasan lingkungan sesuai dengan visi Kota Bogor Kota Jasa yang Nyaman dengan Masyarakat Madani dan Pemerintahan Amanah;

c. bahwa dalam rangka peningkatan upaya perlindungan,

pemberdayaan, pengendalian, dan pembinaan terhadap Pedagang Kaki Lima serta perlindungan terhadap hak-hak pihak lain perlu dilakukan penataan dan pengaturan;

d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana

dimaksud dalam huruf a, huruf b, dan huruf c, maka perlu membentuk Peraturan Daerah tentang Penataan Pedagang Kaki Lima;

Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 16 Tahun 1950 tentang

Pembentukan Daerah-daerah Kota Besar dalam Lingkungan Propinsi Jawa Timur, Jawa Tengah, Jawa Barat dan dalam Lingkungan Daerah Istimewa Yogyakarta sebagaimana telah diubah dengan Undang-

Page 308: KARAKTERISTIK DAN PERMASALAHAN PEDAGANG KAKI … · KARAKTERISTIK DAN PERMASALAHAN PEDAGANG KAKI LIMA (PKL) ... construct street vendor database, (2) economic empowerment for the

292

Undang Nomor 13 Tahun 1954 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1954 Nomor 40, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 551);

2. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum

Acara Pidana (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1981 Nomor 76, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3215);

3. Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1992 tentang Lalu

lintas dan Angkutan Jalan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1992 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3480);

4. Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1995 tentang Usaha Kecil (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1995 Nomor 74, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3611);

5. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1997 tentang Pajak

Daerah dan Retribusi Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 41, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3685) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2000 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 246, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4048);

6. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang

Pengelolaan Lingkungan Hidup (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 41, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3685);

7. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 53, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4389);

8. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437);

9. Undang-Undang Nomor 38 Tahun 2004 tentang Jalan

(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 132, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4444);

Page 309: KARAKTERISTIK DAN PERMASALAHAN PEDAGANG KAKI … · KARAKTERISTIK DAN PERMASALAHAN PEDAGANG KAKI LIMA (PKL) ... construct street vendor database, (2) economic empowerment for the

293

10. Peraturan Pemerintah Nomor 66 Tahun 2001 tentang

Retribusi Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2001 Nomor 119, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4139);

11. Peraturan Daerah Kota Bogor Nomor 1 Tahun 1990

tentang Kebersihan, Keindahan dan Ketertiban di Wilayah Kotamadya Daerah Tingkat II Bogor (Lembaran Daerah Kota Bogor Tahun 1990 Nomor 01 Seri C);

12. Peraturan Daerah Kota Bogor Nomor 4 Tahun 1999 tentang Retribusi Pelayanan Persampahan/Kebersihan (Lembaran Daerah Kota Bogor Tahun 1999 Nomor 2 Seri B);

13. Peraturan Daerah Kota Bogor Nomor 5 Tahun 2000

tentang Penyidik Pegawai Negeri Sipil (Lembaran Daerah Kota Bogor Tahun 2000 Nomor 5 Seri D);

14. Peraturan Daerah Kota Bogor Nomor 1 Tahun 2001

tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Bogor (Lembaran Daerah Kota Bogor Tahun 2001 Nomor 1 Seri C);

15. Peraturan Daerah Kota Bogor Nomor 2 Tahun 2001

tentang Retribusi Pemakaian Kekayaan Daerah (Lembaran Daerah Kota Bogor Tahun 2001 Nomor 1 Seri B);

16. Peraturan Daerah Kota Bogor Nomor 16 Tahun 2002 tentang Pajak Restoran (Lembaran Daerah Kota Bogor Tahun 2002 Nomor 2 Seri A);

17. Peraturan Daerah Kota Bogor Nomor 13 Tahun 2004

tentang Organisasi Perangkat Daerah (Lembaran Daerah Kota Bogor Tahun 2004 Nomor 4 Seri D);

18. Peraturan Daerah Kota Bogor Nomor 6 Tahun 2005

tentang Penyelenggaraan Lalu lintas dan Angkutan Jalan (Lembaran Daerah Kota Bogor Tahun 2005 Nomor 3 Seri E);

19. Peraturan Daerah Kota Bogor Nomor 7 Tahun 2005

tentang Penyelenggaraan Pasar (Lembaran Daerah Kota Bogor Tahun 2005 Nomor 4 Seri E);

Page 310: KARAKTERISTIK DAN PERMASALAHAN PEDAGANG KAKI … · KARAKTERISTIK DAN PERMASALAHAN PEDAGANG KAKI LIMA (PKL) ... construct street vendor database, (2) economic empowerment for the

294

Dengan Persetujuan Bersama

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KOTA BOGOR

dan

WALIKOTA BOGOR

MEMUTUSKAN :

Menetapkan : PERATURAN DAERAH TENTANG PENATAAN

PEDAGANG KAKI LIMA.

BAB I KETENTUAN UMUM

Pasal 1 Dalam Peraturan Daerah ini yang dimaksud dengan : 1. Daerah adalah Kota Bogor. 2. Pemerintah Daerah adalah Walikota dan perangkat daerah sebagai unsur

penyelenggara pemerintahan daerah. 3. Walikota adalah Walikota Bogor. 4. Pedagang Kaki Lima yang dapat disingkat PKL adalah penjual barang dan

atau jasa yang secara perorangan dan atau kelompok berusaha dalam kegiatan ekonomi yang tergolong dalam skala usaha kecil yang menggunakan fasilitas umum dan bersifat sementara/tidak menetap dengan menggunakan peralatan bergerak maupun tidak bergerak dan atau menggunakan sarana berdagang yang mudah dipindahkan dan dibongkar pasang.

5. Jalan adalah prasarana transportasi darat yang meliputi segala bagian jalan,

termasuk bangunan pelengkap dan perlengkapannya yang diperuntukan bagi lalu lintas, yang berada pada permukaan tanah, di atas permukaan tanah, di bawah permukaaan tanah, dan atau air, serta diatas permukaan air, kecuali jalan kereta api, jalan lori, dan jalan kabel.

6. Jalan umum adalah jalan yang diperuntukkan bagi lalu lintas umum. 7. Jalan khusus adalah jalan yang dibangun oleh instansi, badan usaha,

perseorangan, atau kelompok masyarakat untuk kepentingan sendiri.

Page 311: KARAKTERISTIK DAN PERMASALAHAN PEDAGANG KAKI … · KARAKTERISTIK DAN PERMASALAHAN PEDAGANG KAKI LIMA (PKL) ... construct street vendor database, (2) economic empowerment for the

295

8. Trotoar adalah bagian dari jalan yang fungsi utamanya diperuntukan bagi

lalu lintas pejalan kaki. 9. Jalur Hijau adalah setiap jalur tanah yang terbuka tanpa bangunan yang

diperuntukkan untuk pelestarian lingkungan sebagai salah satu sarana dalam pengadaan Taman Kota.

10. Fasilitas Umum adalah lahan, bangunan dan peralatan atau perlengkapan

yang disediakan oleh Pemerintah, Pemerintah Daerah dan atau pihak lain. 11. Lokasi adalah batasan-batasan wilayah atau kawasan tertentu sesuai dengan

pemanfaatan wilayah atau kawasan tersebut yang dapat digunakan untuk melakukan kegiatan usaha bagi PKL.

12. Izin adalah penggunaan lokasi pedagang kaki lima yang diberikan oleh

Walikota. 13. Retribusi Daerah, yang selanjutnya disebut retribusi, adalah pungutan

daerah sebagai pembayaran atas jasa atau pemberian izin tertentu yang khusus disediakan dan atau diberikan oleh Pemerintah Daerah untuk kepentingan usaha bagi orang pribadi atau kelompok.

14. Penyidik Pegawai Negeri Sipil yang dapat disingkat PPNS adalah pejabat

Pegawai Negeri Sipil tertentu di lingkungan Pemerintah Daerah yang diberi wewenang khusus oleh Undang-Undang untuk melakukan penyidikan terhadap pelanggaran Peraturan Daerah.

BAB II

PENATAAN DAN PENGATURAN

Bagian Pertama Penunjukan Lokasi

Pasal 2

(1) Kegiatan usaha PKL dapat dilakukan di Daerah. (2) Usaha PKL sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya dapat dilakukan pada

tempat yang ditetapkan oleh Walikota. (3) Lokasi yang tidak dapat ditetapkan sebagai tempat usaha PKL adalah sebagai

berikut:

Page 312: KARAKTERISTIK DAN PERMASALAHAN PEDAGANG KAKI … · KARAKTERISTIK DAN PERMASALAHAN PEDAGANG KAKI LIMA (PKL) ... construct street vendor database, (2) economic empowerment for the

296

a. di dalam lingkungan instansi pemerintah; b. di dalam lingkungan Sekolah; c. di dalam lingkungan tempat peribadatan; d. di sekitar lokasi pasar; e. menempati parit dan tanggul; f. menempati taman kota dan jalur hijau; g. di sekitar monumen dan taman pahlawan; h. di sekeliling Kebun Raya dan Istana Bogor; i. di seluruh badan jalan.

(4) Penetapan lokasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan dengan

memperhatikan ketentuan peraturan perundang-undangan serta mempertimbangkan kepentingan umum, sosial, budaya, pendidikan, kesehatan, ekonomi, keamanan, dan ketertiban serta kebersihan lingkungan sekitarnya.

(5) Walikota dalam menetapkan lokasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat

melibatkan masyarakat di sekitar lokasi PKL.

Pasal 3

Setiap orang dilarang melakukan transaksi perdagangan dengan PKL pada lokasi yang dilarang digunakan untuk tempat usaha PKL.

Bagian Kedua Jenis Komoditi

Pasal 4

(1) Jenis komoditi yang diperdagangkan oleh PKL berupa barang dan atau jasa,

kecuali : a. daging, ikan, dan telur; b. palawija dan bumbu; c. sayuran, tahu, dan tempe; d. sembako; e. pakan ternak; serta f. unggas dan atau ternak kecil.

(2) Jenis komoditi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh Walikota.

Page 313: KARAKTERISTIK DAN PERMASALAHAN PEDAGANG KAKI … · KARAKTERISTIK DAN PERMASALAHAN PEDAGANG KAKI LIMA (PKL) ... construct street vendor database, (2) economic empowerment for the

297

Bagian Ketiga

Bangunan dan Jenis Tempat Usaha

Pasal 5

(1) Bentuk bangunan tidak permanen/sementara yang bentuk dan jenisnya diatur oleh Walikota.

(2) Jenis tempat usaha terdiri dari lesehan, gelaran, tenda, gerobak beroda,

motor, dan mobil.

Bagian Keempat Waktu Berjualan

Pasal 6

Penetapan waktu berjualan PKL diatur oleh Walikota. BAB III

MEKANISME IZIN

Bagian Pertama Perizinan

Pasal 7

(1) Setiap PKL yang akan menggunakan tempat usaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) wajib mendapat izin tertulis Walikota atau Pejabat yang ditunjuk.

(2) Setiap PKL hanya dapat memiliki satu izin. (3) Izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan dalam jangka waktu 1

(satu) tahun dan dapat diperpanjang.

Page 314: KARAKTERISTIK DAN PERMASALAHAN PEDAGANG KAKI … · KARAKTERISTIK DAN PERMASALAHAN PEDAGANG KAKI LIMA (PKL) ... construct street vendor database, (2) economic empowerment for the

298

Bagian Kedua Permohonan Izin

Pasal 8

(1) Setiap permohonan izin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) diajukan secara tertulis kepada Walikota.

(2) Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus melampirkan:

a. kartu tanda penduduk Kota Bogor; b. pas photo terbaru ukuran 4 x 6 cm sebanyak dua lembar; c. mengisi formulir yang memuat tentang:

1) nama; 2) alamat/tempat tinggal/lama tinggal; 3) jenis usaha yang dimohon; 4) tempat usaha yang dimohon; 5) luas tempat usaha; 6) waktu usaha; 7) perlengkapan yang digunakan; 8) surat pernyataan persetujuan dari pemilik tanah; 9) jumlah modal usaha.

d. membuat surat pernyataan belum memiliki tempat usaha; e. membuat surat pernyataan kesanggupan untuk menjaga ketertiban,

keamanan, kesehatan, kebersihan, dan keindahan serta fungsi fasilitas umum;

f. membuat surat pernyataan yang berisi : 1) tidak akan memperdagangkan barang ilegal; 2) tidak akan merombak, menambah, dan mengubah fungsi serta

fasilitas yang ada ditempat atau lokasi PKL; 3) kesanggupan mengosongkan atau mengembalikan atau menyerahkan

lokasi PKL kepada Pemerintah Daerah tanpa syarat apapun apabila: a) lokasi dimaksud sewaktu-waktu dibutuhkan oleh Pemerintah

Daerah; b) lokasi usaha tidak ditempati selama satu bulan.

(3) Tata cara untuk mendapatkan izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan Peraturan Walikota.

(4) Bentuk dan isi formulir permohonan izin beserta lampiran-lampirannya

sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) ditetapkan dengan Peraturan Walikota.

Page 315: KARAKTERISTIK DAN PERMASALAHAN PEDAGANG KAKI … · KARAKTERISTIK DAN PERMASALAHAN PEDAGANG KAKI LIMA (PKL) ... construct street vendor database, (2) economic empowerment for the

299

Bagian Ketiga Penerbitan Izin

Pasal 9

(1) Izin diterbitkan setelah pemohon memenuhi kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8.

(2) Permohonan izin yang diterima, Walikota menerbitkan izin paling lambat 5

(lima) hari kerja. (3) Permohonan izin yang ditolak, Walikota memberikan alasan yang jelas

secara tertulis paling lambat 5 (lima) hari kerja setelah pemohon mengajukan permohonan izin.

Bagian Keempat Pencabutan Izin

Pasal 10

Izin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8, dicabut apabila: a. pemegang izin melanggar ketentuan yang terdapat di dalam Surat Izin; b. lokasi usaha yang bersangkutan tidak lagi ditetapkan sebagai tempat usaha

PKL; c. pemegang izin melanggar ketentuan perundang-undangan; d. berakhir masa berlaku izin; e. tidak memperpanjang izin; f. tidak melakukan usaha PKL lagi; g. melanggar ketentuan jenis komoditi yang telah ditetapkan; h. memperjual-belikan izin PKL.

Bagian Kelima Perpanjangan Izin

Pasal 11

(1) Setiap permohonan perpanjangan izin harus diajukan secara tertulis kepada Walikota paling lambat 1 (satu) bulan sebelum berakhirnya masa izin.

(2) Persetujuan perpanjangan izin merupakan kewenangan Walikota.

Page 316: KARAKTERISTIK DAN PERMASALAHAN PEDAGANG KAKI … · KARAKTERISTIK DAN PERMASALAHAN PEDAGANG KAKI LIMA (PKL) ... construct street vendor database, (2) economic empowerment for the

300

BAB IV

PAJAK DAN RETRIBUSI

Pasal 12 PKL wajib membayar pajak dan/atau retribusi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

BAB V

HAK, KEWAJIBAN, DAN LARANGAN

Bagian Pertama

Hak

Pasal 13 Setiap PKL mempunyai hak: a. melakukan kegiatan usaha di lokasi yang telah diizinkan; b. mendapatkan pelayanan perizinan; c. mendapatkan pengaturan, penataan, dan pembinaan, supervisi dan

pendampingannya dalam pengembangan usahanya. Bagian Kedua

Kewajiban

Pasal 14 Setiap PKL mempunyai kewajiban:

a. mematuhi ketentuan perundang-undangan; b. mematuhi jam buka dan jam tutup kegiatan usaha yang ditetapkan oleh

Walikota; c. memelihara kebersihan, keindahan, ketertiban, keamanan dan kesehatan

lingkungan tempat usaha; d. menempatkan dan menata barang dagangan dan atau jasa serta peralatan

dagangan dengan tertib dan teratur serta tidak mengganggu lalu lintas dan kepentingan umum;

e. mencegah kemungkinan timbulnya bahaya kebakaran; f. menyerahkan tempat usaha atau lokasi usaha tanpa menuntut ganti rugi

dalam bentuk apapun, apabila sewaktu-waktu lokasi tersebut dibutuhkan oleh pemerintah daerah atau lokasi usaha tidak ditempati selama 1 (satu) bulan;

g. menempati tempat atau lokasi usaha yang telah ditentukan oleh pemerintah daerah sesuai izin yang dimiliki PKL;

Page 317: KARAKTERISTIK DAN PERMASALAHAN PEDAGANG KAKI … · KARAKTERISTIK DAN PERMASALAHAN PEDAGANG KAKI LIMA (PKL) ... construct street vendor database, (2) economic empowerment for the

301

h. melaksanakan kewajiban-kewajiban lainnya sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

Bagian Ketiga Larangan

Pasal 15 PKL dilarang: a. melakukan kegiatan usahanya di dalam lingkungan instansi pemerintah,

sekolah dan tempat peribadatan serta di sekitar lokasi pasar, menempati parit, tanggul, taman kota, jalur hijau, monumen dan taman pahlawan;

b. melakukan kegiatan usahanya di ruas-ruas jalan tertentu yang tidak ditetapkan untuk lokasi PKL;

c. merombak, menambah, dan mengubah fungsi serta fasilitas yang ada di tempat atau lokasi usaha PKL yang telah disediakan dan atau ditentukan Walikota;

d. menempati lahan atau lokasi PKL untuk kegiatan tempat tinggal (hunian); e. berpindah tempat atau lokasi dan atau memindahtangankan izin tanpa

sepengetahuan dan seizin Walikota; f. menelantarkan dan atau membiarkan kosong tanpa kegiatan secara terus

menerus selama 1 (satu) bulan; g. mengganti jenis komoditi dan atau memperdagangkan barang ilegal; h. melakukan kegiatan usaha dengan cara merusak dan atau mengubah bentuk

trotoar, fasilitas umum, dan/atau bangunan di sekitarnya; i. menggunakan badan jalan untuk tempat usaha, kecuali yang dikhususkan

untuk lokasi PKL; j. PKL yang menggunakan kegiatan usaha dengan menggunakan kendaraan

dilarang berdagang di tempat-tempat larangan parkir, pemberhentian sementara, atau trotoar;

k. membuat bangunan tempat usaha yang bersifat permanen; l. memperjualbelikan tempat usaha PKL kepada pedagang lainnya.

BAB VI

PEMBINAAN, PEMBERDAYAAN, DAN PENGEMBANGAN

Pasal 16 (1) Pembinaan, pemberdayaan, dan pengembangan usaha PKL dilakukan

untuk meningkatkan usaha dari PKL menjadi Pedagang Kecil di dalam pasar yang dilaksanakan oleh Pemerintah Daerah dan atau bekerja sama dengan pihak lain.

(2) Bentuk pembinaan, pemberdayaan, dan pengembangan, meliputi : a. pembinaan manajemen usaha; b. penguatan modal usaha; c. peningkatan kualitas dan kuantitas usaha PKL;

Page 318: KARAKTERISTIK DAN PERMASALAHAN PEDAGANG KAKI … · KARAKTERISTIK DAN PERMASALAHAN PEDAGANG KAKI LIMA (PKL) ... construct street vendor database, (2) economic empowerment for the

302

d. peningkatan kualitas alat peraga PKL; e. pengembangan usaha melalui kemitraan dan pelaku ekonomi yang

lain; f. pembinaan kesehatan lingkungan usaha.

BAB VII

PENGAWASAN

Pasal 17 (1) Pengawasan terhadap usaha PKL dilakukan baik secara langsung maupun

tidak langsung oleh Walikota. (2) Walikota dalam melaksanakan pengawasan terhadap PKL dapat meminta

bantuan kepada komponen masyarakat dan/atau instansi yang terkait.

BAB VIII

PERAN SERTA MASYARAKAT

Pasal 18 (1) Masyarakat berhak:

a. berperan serta dalam penataan PKL; b. memperoleh informasi mengenai penataan PKL; c. memperoleh manfaat atas penataan PKL; d. dapat membentuk paguyuban PKL.

(2) Masyarakat dapat ikut menjaga ketertiban PKL. BAB IX

KETENTUAN PIDANA

Pasal 19 (1) Setiap orang yang melanggar ketentuan-ketentuan dalam Pasal 2 ayat

(2), Pasal 3, Pasal 4, Pasal 5, Pasal 6, Pasal 7, Pasal 8, Pasal 11, Pasal 12, Pasal 14, dan Pasal 15, dipidana dengan pidana kurungan paling lama 3 (tiga) bulan atau denda paling banyak Rp 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) dan dibayarkan langsung ke rekening kas daerah setelah ditetapkan oleh Hakim Sidang Pengadilan Negeri Bogor.

(2) Tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah pelanggaran.

Page 319: KARAKTERISTIK DAN PERMASALAHAN PEDAGANG KAKI … · KARAKTERISTIK DAN PERMASALAHAN PEDAGANG KAKI LIMA (PKL) ... construct street vendor database, (2) economic empowerment for the

303

(3) Selain tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1), tindakan yang menyebabkan perusakan dan pencemaran lingkungan hidup, serta mengakibatkan kerugian bagi pihak lain diancam hukuman pidana sesuai peraturan perundang-undangan.

BAB X

SANKSI ADMINISTRASI

Pasal 20

(1) Selain diancam pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (1), terhadap pelanggaran ketentuan dalam Pasal 2 ayat (2), Pasal 3, Pasal 4, Pasal 5, Pasal 6, Pasal 7, Pasal 8, Pasal 11, Pasal 12, Pasal 14, dan Pasal 15 Walikota atau pejabat yang ditunjuk berwenang untuk :

a. Mencabut ijin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10; b. Menutup usaha Pedagang Kaki Lima yang tidak mempunyai izin

dan/atau menempati lokasi selain yang telah diizinkan.

(2) Walikota atau pejabat yang ditunjuk selain mempunyai kewenangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), juga mempunyai kewenangan untuk mencabut izin penggunaan lokasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10, apabila : a. Lokasi yang dipergunakan oleh Pedagang Kaki Lima, digunakan oleh

Pemerintah Daerah untuk kepentingan umum yang lebih luas; b. 30 (tiga puluh) hari berturut-turut lokasi tidak dipergunakan tanpa

keterangan yang dapat dipertanggungjawabkan; c. Pedagang Kaki Lima melanggar ketentuan peraturan perundang-undangan

yang berlaku.

Pasal 21

Tindakan pencabutan izin dan menutup usaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 dapat dilaksanakan tanpa harus menunggu adanya Keputusan Pengadilan yang mempunyai kekuatan hukum tetap. BAB XI

PENYIDIKAN

Pasal 22 Selain oleh penyidik umum, penyidikan atas tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 dilaksanakan oleh Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) di lingkungan Pemerintah Daerah.

Page 320: KARAKTERISTIK DAN PERMASALAHAN PEDAGANG KAKI … · KARAKTERISTIK DAN PERMASALAHAN PEDAGANG KAKI LIMA (PKL) ... construct street vendor database, (2) economic empowerment for the

304

Pasal 23

Dalam melaksanakan tugas penyidikan, Penyidik Pegawai Negeri Sipil

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 berwenang:

a. menerima, mencari, mengumpulkan dan meneliti keterangan atau laporan berkenaan dengan tindak pidana;

b. meneliti, mencari dan mengumpulkan keterangan mengenai orang pribadi dan atau kelompok tentang kebenaran perbuatan yang dilakukan sehubungan dengan tindak pidana;

c. meminta keterangan dan barang bukti dari orang pribadi dan atau kelompok sehubungan dengan tindak pidana;

d. memeriksa buku-buku, catatan-catatan dan dokumen-dokumen lain berkenaan dengan tindak pidana;

e. melakukan penggeledahan untuk mendapatkan barang bukti pembukuan, pencatatan dan dokumen-dokumen lain, serta melakukan penyitaan terhadap barang bukti tersebut;

f. meminta bantuan tenaga ahli dalam rangka pelaksanaan tugas penyidikan tindak pidana;

g. menyuruh berhenti, melarang seseorang meninggalkan ruangan atau tempat pada saat pemeriksaan sedang berlangsung dan memeriksa identitas orang dan atau dokumen yang dibawa sebagaimana dimaksud pada huruf e;

h. mengambil sidik jari dan memotret seseorang yang berkaitan dengan tindak pidana;

i. memanggil orang untuk didengar keterangannya dan diperiksa sebagai tersangka atau saksi;

j. menghentikan penyidikan setelah mendapatkan petunjuk dari penyidik POLRI bahwa tidak terdapat cukup bukti atau peristiwa tersebut bukan merupakan tindak pidana dan selanjutnya melalui penyidik POLRI memberitahukan hal tersebut kepada penuntut umum, tersangka atau keluarganya.

BAB XII

KETENTUAN PERALIHAN Pasal 24

(1) Dengan berlakunya Peraturan Daerah ini, PKL yang melakukan kegiatan

usaha di luar tempat atau lokasi yang ditetapkan oleh Walikota sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2, paling lama 2 (dua) tahun terhitung sejak berlakunya Peraturan Daerah ini wajib menempati lokasi yang telah ditentukan.

(2) Pedagang Kaki Lima yang telah melakukan usaha sebelum Peraturan Daerah ini ditetapkan tetap dapat melaksanakan usahanya dan diberikan hak lebih

Page 321: KARAKTERISTIK DAN PERMASALAHAN PEDAGANG KAKI … · KARAKTERISTIK DAN PERMASALAHAN PEDAGANG KAKI LIMA (PKL) ... construct street vendor database, (2) economic empowerment for the

305

dahulu untuk memperoleh izin dari Walikota sepanjang tempat usahanya ditetapkan sebagai lokasi atau tempat usaha Pedagang Kaki Lima.

(3) Semua peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan penataan PKL sepanjang belum diganti dan tidak bertentangan dengan Peraturan Daerah ini dinyatakan tetap berlaku.

BAB XIII KETENTUAN PENUTUP

Pasal 25

Hal-hal yang belum diatur dalam Peraturan Daerah ini mengenai pelaksanaannya ditetapkan dengan Peraturan Walikota paling lama 1 (satu) tahun sejak Peraturan Daerah ini diundangkan. Pasal 26

Peraturan Daerah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Daerah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Daerah Kota Bogor.

Ditetapkan di Bogor pada tanggal 20 Desember 2005

WALIKOTA BOGOR,

t.t.d DIANI BUDIARTO

Diundangkan di Bogor pada tanggal 21 Desember 2005 SEKRETARIS DAERAH KOTA BOGOR,

t.t.d DODY ROSADI

LEMBARAN DAERAH KOTA BOGOR TAHUN 2005 NOMOR 9 SERI E PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KOTA BOGOR

NOMOR 13 TAHUN 2005

TENTANG

PENATAAN PEDAGANG KAKI LIMA

Page 322: KARAKTERISTIK DAN PERMASALAHAN PEDAGANG KAKI … · KARAKTERISTIK DAN PERMASALAHAN PEDAGANG KAKI LIMA (PKL) ... construct street vendor database, (2) economic empowerment for the

306

I. PENJELASAN UMUM

Sebagai upaya untuk mewujudkan kesejahteran masyarakat berdasarkan prinsip demokrasi ekonomi, masyarakat Kota Bogor perlu diikutsertakan dan berperan aktif dalam kegiatan ekonomi. Namun demikian disadari bahwa kemampuan Pemerintah Daerah dalam menyediakan fasilitas tempat berusaha disektor formal sangat terbatas, disisi lain masyarakat berharap mendapatkan peluang usaha yang disediakan oleh Pemerintah Daerah, sehingga terjadi ketidakseimbangan antara permintaan dengan fasilitas yang tersedia. Oleh karena itu perlu diciptakan iklim yang mendorong kegiatan usaha oleh masyarakat, termasuk didalamnya yang dilaksanakan oleh Pedagang Kaki Lima (PKL) dengan tetap memperhatikan hubungan yang saling menguntungkan dan persaingan usaha yang sehat dengan usaha lainnya dengan membentuk Peraturan Daerah tentang Penataan Pedagang Kaki Lima.

Tujuan dibentuknya Peraturan Daerah ini adalah untuk memberikan

jaminan tempat usaha yang layak serta menjadikan sektor usaha PKL tersebut sebagai suatu usaha yang lebih produktif dalam membangun perekonomian daerah. Dengan demikian PKL, masyarakat, dan Pemerintah Daerah dapat memperoleh manfaat yang maksimal. Peraturan Daerah ini merupakan dasar hukum bagi Pemerintah Kota untuk memfasilitasi, membina, mengatur, dan menertibkan PKL.

Selain hal tersebut diatas tujuan Penataan PKL juga untuk mewujudkan

sistem perkotaan Kota Bogor yang seimbang, aman, tertib, lancar, bersih, dan sehat. Dengan demikian, disamping PKL diberi kesempatan untuk dikembangkan, keseimbangan terhadap kebutuhan bagi kegiatan lainnya juga harus tetap terjaga.

II. PENJELASAN PASAL DEMI PASAL

Pasal 1 : cukup jelas

Pasal 2 ayat (1) : cukup jelas ayat (2) : cukup jelas ayat (3) : cukup jelas ayat (4) : cukup jelas ayat (5) : yang dimaksud masyarakat di sekitar lokasi PKL antara

lain LSM, LPM, RT, RW, Paguyuban PKL, dan Kelompok masyarakat lainnya

Pasal 3 : cukup jelas Pasal 4 ayat (1) : yang tidak termasuk dalam komoditi yang dilarang adalah

Talas Bogor dan yang dimaksud dengan barang dan jasa antara lain:

Page 323: KARAKTERISTIK DAN PERMASALAHAN PEDAGANG KAKI … · KARAKTERISTIK DAN PERMASALAHAN PEDAGANG KAKI LIMA (PKL) ... construct street vendor database, (2) economic empowerment for the

307

a. perlengkapan rumah tangga atau kelontong; b. aksesoris; c. alat-alat elektronik; d. sandang dan pakaian; e. buah-buahan; f. komoditi campuran; g. makanan dan minuman; h. Percetakan, Reklame; i. Cukur Rambut; j. Tukang Semir Sepatu; k. Jasa BPKB, STNK; l. Salon Motor.

ayat (2) : cukup jelas

Pasal 5 ayat (1) : Bentuk bangunan tidak permanen adalah bangunan yang

bersifat tidak tetap dan mudah dibongkar pasang. ayat (2) : Adanya penyeragaman dalam bentuk dan warna

bangunan

Pasal 6 : cukup jelas Pasal 7 :

ayat (1) : cukup jelas ayat (2) : cukup jelas

ayat (3) : cukup jelas

Pasal 8 ayat (1) : cukup jelas

ayat (2) : Telah tinggal di Kota Bogor dan memiliki KTP Kota Bogor minimal 5 tahun ke belakang setelah Peraturan Daerah ini diberlakukan.

ayat (3) : cukup jelas

ayat (4) : cukup jelas

Pasal 9 ayat (1) : cukup jelas

ayat (2) : cukup jelas ayat (3) : cukup jelas

Page 324: KARAKTERISTIK DAN PERMASALAHAN PEDAGANG KAKI … · KARAKTERISTIK DAN PERMASALAHAN PEDAGANG KAKI LIMA (PKL) ... construct street vendor database, (2) economic empowerment for the

308

Pasal 10 : cukup jelas

Pasal 11

ayat (1) : cukup jelas ayat (2) : cukup jelas

Pasal 12 : Jenis pungutan yang dipungut bagi yang melakukan kegiatan PKL

adalah retribusi pemakaian kekayaan daerah, retribusi pelayanan persampahan/kebersihan dan pajak restoran atau pajak rumah makan

Pasal 13 : cukup jelas

Pasal 14 : Ketentuan pada pasal ini dimaksudkan untuk tetap menjaga kebersihan, keindahan, ketertiban, dan kesehatan lingkungan tempat usaha.

Pasal 15 : cukup jelas

Pasal 16 : ayat (1) : Yang dimaksud dengan penyelenggaraan

pembinaan adalah bimbingan, penyuluhan, dan pelaksanaan penataan tempat kepada PKL agar dapat tetap terjaga keamanan, ketertiban, keindahan dan kesehatan lingkungan.

ayat (2) : cukup jelas

Pasal 17 ayat (1) : cukup jelas

ayat (2) : cukup jelas

Pasal 18 ayat (1) : cukup jelas

ayat (2) : cukup jelas

Pasal 19 ayat (1) : cukup jelas

Page 325: KARAKTERISTIK DAN PERMASALAHAN PEDAGANG KAKI … · KARAKTERISTIK DAN PERMASALAHAN PEDAGANG KAKI LIMA (PKL) ... construct street vendor database, (2) economic empowerment for the

309

ayat (2) : cukup jelas

ayat (3) : cukup jelas

Pasal 20 ayat (1) : cukup jelas

ayat (2) : cukup jelas

Pasal 21 : cukup jelas Pasal 22 : cukup jelas

Pasal 23 : cukup jelas

Pasal 24 ayat (1) : Khusus lokasi Jl. MA. Salmun, Jl. Nyi Raja Permas, dan

Jl. Dewi Sartika berakhir sampai akhir bulan Oktober 2007

ayat (2) : cukup jelas ayat (3) : cukup jelas

Pasal 25 : cukup jelas

Pasal 26 : cukup jelas

Page 326: KARAKTERISTIK DAN PERMASALAHAN PEDAGANG KAKI … · KARAKTERISTIK DAN PERMASALAHAN PEDAGANG KAKI LIMA (PKL) ... construct street vendor database, (2) economic empowerment for the

310

Lampiran 10. Dokumentasi Aktivitas Penelitian

A. PKL dan Wajah Kota

Aktivitas PKL yang tidak teratur menyebabkan kemacetan dan kekumuhan wajah kota

Ketidakkonsistenan penataan PKL menyebabkan

kesremawutan wajah kota

Page 327: KARAKTERISTIK DAN PERMASALAHAN PEDAGANG KAKI … · KARAKTERISTIK DAN PERMASALAHAN PEDAGANG KAKI LIMA (PKL) ... construct street vendor database, (2) economic empowerment for the

311

B. Pasar Kuliner

Aktivitas Pasar Kuliner di Sekitar Terminal Baranangsiang

Aktivitas Pasar Kuliner di Jalan Pajajaran

Aktivitas Pasar Kuliner di Sekitar

Sukasari Aktivitas Pasar Kuliner di Warung

Jambu

Aktivitas Pasar Kuliner di Sekitar

Sukasari Aktivitas Pasar Kuliner di Air Mancur

Page 328: KARAKTERISTIK DAN PERMASALAHAN PEDAGANG KAKI … · KARAKTERISTIK DAN PERMASALAHAN PEDAGANG KAKI LIMA (PKL) ... construct street vendor database, (2) economic empowerment for the

312

C. Pasar Tumpah

Aktivitas Pasar Tumpah di sekitar

Taman Topi Aktivitas Pasar Tumpah depan Bioh

Aktivitas Pasar Tumpah di Djuanda Aktivitas Pasar Tumpah di Dewi Sartika

Aktivitas Pasar Tumpah di dekat masjid

raya Aktivitas Pasar Tumpah di Merdeka

Page 329: KARAKTERISTIK DAN PERMASALAHAN PEDAGANG KAKI … · KARAKTERISTIK DAN PERMASALAHAN PEDAGANG KAKI LIMA (PKL) ... construct street vendor database, (2) economic empowerment for the

313

D. Pasar Sayur Malam

Aktivitas Pasar Sayur Malam di Pasar

Bogor Aktivitas Pasar Sayur Malam di Pasar

Bogor

Aktivitas Pasar Sayur Malam di dekat

BTM Aktivitas Pasar Sayur Malam di

Merdeka

Aktivitas Pasar Sayur Malam di dekat

BTM Aktivitas Pasar Sayur Malam di

Merdeka

Page 330: KARAKTERISTIK DAN PERMASALAHAN PEDAGANG KAKI … · KARAKTERISTIK DAN PERMASALAHAN PEDAGANG KAKI LIMA (PKL) ... construct street vendor database, (2) economic empowerment for the

314

E. Propil salah seorang PKL di Taman Topi

Catatan : Lokasi Taman Topi Luas Tempat Usaha : 1 x 1,5 m2

Usia PKL : 26 Tahun Status perkawinan : Belum Menikah Pendidikan : SMP Tanggungan Keluarga : 4 orang ( seorang Ibu, seorang Kakak, seorang adik, seorang keponakan ) Lama berjualan : 3 Tahun Keeterangan lain : Komoditi yang dijual : kaus kaki Modal awal Rp. 2 Juta , diperoleh dengan pinjaman dari teman, Pinjaman lunas kurang lebih setelah 3 bulan . Nilai barang jualan sekarang sekitar Rp, 3 juta, uang sendiri. Mampu memberi uang belanja kepada orang tua rata-rata sekitar Rp. 40.000,-/ hari. Adik baru selesai SMA, keponakan di SD menjadi tanggungannya. Mampu membayar cicilan motor sekitar Rp. 500.000,- per bulan ( sudah satu tahun lebih)

Page 331: KARAKTERISTIK DAN PERMASALAHAN PEDAGANG KAKI … · KARAKTERISTIK DAN PERMASALAHAN PEDAGANG KAKI LIMA (PKL) ... construct street vendor database, (2) economic empowerment for the

315

Lampiran 11 Peta Kota Bogor dan Persebaran PKL

Sumber : Wahyu (2003)

Page 332: KARAKTERISTIK DAN PERMASALAHAN PEDAGANG KAKI … · KARAKTERISTIK DAN PERMASALAHAN PEDAGANG KAKI LIMA (PKL) ... construct street vendor database, (2) economic empowerment for the

316

Lokasi kerumunan PKL = kerumunan PKL

Daerah PasarAnyar , J Merdeka dan Jembatan Merah 2/4

Page 333: KARAKTERISTIK DAN PERMASALAHAN PEDAGANG KAKI … · KARAKTERISTIK DAN PERMASALAHAN PEDAGANG KAKI LIMA (PKL) ... construct street vendor database, (2) economic empowerment for the

317

Daerah Psr. Bogor, Suryakencana, Jl.Roda ,Otosta, Pajajaran dan Tanjakan Empang, Jl Juanda 3/4

Air Mancur Jambu Dua Sempur, Tmn. Kencana

4/4

Page 334: KARAKTERISTIK DAN PERMASALAHAN PEDAGANG KAKI … · KARAKTERISTIK DAN PERMASALAHAN PEDAGANG KAKI LIMA (PKL) ... construct street vendor database, (2) economic empowerment for the

124