karakterisasi morfologi dan barkoding...

61
KARAKTERISASI MORFOLOGI DAN BARKODING DNA Globba atrosanguinea Teijsm. & Binn. (ZINGIBERACEAE) AKSESI KALIMANTAN NURKHOLIDAH PROGRAM STUDI BIOLOGI FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2019 M / 1441 H

Upload: others

Post on 14-Feb-2020

13 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

Page 1: KARAKTERISASI MORFOLOGI DAN BARKODING DNArepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48315/...dan ukuran signifikan perhiasan bunga seperti benang sari rudimenter samping dan

KARAKTERISASI MORFOLOGI DAN BARKODING DNA

Globba atrosanguinea Teijsm. & Binn. (ZINGIBERACEAE)

AKSESI KALIMANTAN

NURKHOLIDAH

PROGRAM STUDI BIOLOGI

FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

2019 M / 1441 H

Page 2: KARAKTERISASI MORFOLOGI DAN BARKODING DNArepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48315/...dan ukuran signifikan perhiasan bunga seperti benang sari rudimenter samping dan

KARAKTERISASI MORFOLOGI DAN BARKODING DNA

Globba atrosanguinea Teijsm. & Binn. (ZINGIBERACEAE)

AKSESI KALIMANTAN

SKRIPSI

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Sains

Pada Program Studi Biologi Fakultas Sains dan Teknologi

Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta

NURKHOLIDAH

11150950000059

PROGRAM STUDI BIOLOGI

FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

2019 M / 1441 H

Page 3: KARAKTERISASI MORFOLOGI DAN BARKODING DNArepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48315/...dan ukuran signifikan perhiasan bunga seperti benang sari rudimenter samping dan
Page 4: KARAKTERISASI MORFOLOGI DAN BARKODING DNArepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48315/...dan ukuran signifikan perhiasan bunga seperti benang sari rudimenter samping dan
Page 5: KARAKTERISASI MORFOLOGI DAN BARKODING DNArepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48315/...dan ukuran signifikan perhiasan bunga seperti benang sari rudimenter samping dan
Page 6: KARAKTERISASI MORFOLOGI DAN BARKODING DNArepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48315/...dan ukuran signifikan perhiasan bunga seperti benang sari rudimenter samping dan

v

KATA PENGANTAR

Bismillahirarahmanirrahim

Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh

Segala puji bagi Allah Subhanahu wa Ta’ala atas rahmat dan karunia-Nya

sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Karakterisasi

Morfologi dan Barkoding DNA Globba atrosanguinea Teijsm. & Binn.

(Zingiberaceae) Aksesi Kalimantan” dalam rangka Tugas Akhir sebagai syarat

untuk memperoleh gelar Sarjana Sains pada Program Studi Biologi di Fakultas

Sains dan Teknologi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

Penulis ingin mengucapkan terima kasih karena adanya dukungan dari

banyak pihak yang terkait, untuk itu penulis berterimakasih kepada :

1. Prof. Dr. Lily Surayya Eka Putri, M.Env.Stud. selaku Dekan Fakultas Sains

dan Teknologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Dr. Priyanti, M.Si. selaku Ketua Program Studi Biologi Fakultas Sains dan

Teknologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dan selaku Dosen pembimbing II.

3. Dr. Marlina Ardiyani, M.Sc. selaku Dosen pembimbing I dan Kepala

Laboratorium Sistematika Molekuler Tumbuhan, Pusat Penelitian Botani-LIPI

Cibinong.

4. Dr. Megga Ratnasari Pikoli, M.Si. dan Agustina Senjayani, M.Si, M.Si. selaku

Dosen penguji seminar proposal dan seminar hasil penelitian.

5. Kepala Pusat Penelitian Biologi-LIPI dan Kepala Herbarium Bogoriense,

Bidang Botani-LIPI beserta para staff.

6. Semua pihak yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan penulisan

Skripsi yang tidak dapat disebutkan satu persatu.

Penulis menyadari tulisan ini jauh dari sempurna, oleh karena itu Penulis

mengharapkan kritik dan saran yang konstruktif untuk perbaikan tulisan ini.

Wassalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh

Jakarta, November 2019

Penulis

Page 7: KARAKTERISASI MORFOLOGI DAN BARKODING DNArepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48315/...dan ukuran signifikan perhiasan bunga seperti benang sari rudimenter samping dan

vi

ABSTRAK

Nurkholidah. Karakterisasi Morfologi dan Barkoding DNA Globba

atrosanguinea Teijsm. & Binn. (Zingiberaceae) Aksesi Kalimantan. Skripsi.

Program Studi Biologi. Fakultas Sains dan Teknologi. 2019. Dibimbing oleh

Marlina Ardiyani dan Priyanti.

Globba atrosanguinea Teijsm. & Binn. merupakan tumbuhan suku Zingiberaceae

yang dikenal sebagai etnomedisin suku Dayak dan memiliki potensi ornamen yang

tinggi karena perbungaannya yang indah. Habitat alami G. atrosanguinea di

Kalimantan menjadi terancam disebabkan oleh degradasi Daerah Aliran Sungai

(DAS). Karakterisasi morfologi G. atrosanguinea dari Kalimantan penting

dilakukan karena menunjukkan adanya variasi. Karakterisasi molekuler dengan

barkoding DNA menggunakan region Internal Transcribed Spacer (ITS) dari

genom inti juga dilakukan untuk melihat kekerabatan antar aksesi. Sebanyak 33

spesimen herbarium G. atrosanguinea aksesi Kalimantan yang tersimpan di

Herbarium Bogoriense (BO) diobservasi untuk dilakukan karakterisasi morfologi.

Namun, hanya dipilih 4 sampel untuk pengerjaan barkoding DNA dikarenakan

keterbatasan sampel material DNA. Sebanyak 18 sekuens ITS G. atrosanguinea

dan spesies lain yang berkerabat dekat ditambahkan dari NCBI GenBank untuk

analisis filogenetik. Analisis filogenetik menggunakan metode Neighbor-Joining

dengan model p-distance diimplementasikan dengan pairwise distance calculation

dalam MEGA 7.026. Hasil karakterisasi morfologi menghasilkan 3 kelompok yang

memiliki perbedaan bentuk helaian daun. Hasil karakterisasi molekuler

menggunakan barkoding DNA region ITS dapat mengungkapkan hubungan

filogenetik G. atrosanguinea dengan spesies lainnya, tetapi tidak dapat

membedakan antar aksesi karena variasi nukleotida yang sangat rendah. Hasil

persebaran G. atrosanguinea aksesi Kalimantan berdasarkan data spesimen di BO

terdistribusi di setiap provinsi di Pulau Kalimantan.

Kata kunci: Barkoding DNA, Internal Transcribed Spacer (ITS), Globba

atrosanguinea, Pohon Filogenetik

Page 8: KARAKTERISASI MORFOLOGI DAN BARKODING DNArepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48315/...dan ukuran signifikan perhiasan bunga seperti benang sari rudimenter samping dan

vii

ABSTRACT

Nurkholidah. Morphological Characterization and DNA Barcoding Globba

atrosanguinea Teijsm. & Binn. (Zingiberaceae) Accessions Kalimantan.

Undergraduate Thesis. Department of Biology. Faculty of Science and

Technology. Syarif Hidayatullah State Islamic University Jakarta. 2019.

Advised by Marlina Ardiyani dan Priyanti.

Globba atrosanguinea Teijsm. & Binn. is a species in the family Zingiberaceae,

which is known as an etnomedicine of Dayak ethnic and has a high ornamental

potential due to its beautiful inflorescence. The natural habitat of G. atrosanguinea

in Kalimantan becomed threatened because of watershed degradation.

Morphological studies of G. atrosanguinea from Kalimantan are important because

they show variations. Molecular characterization using DNA barcoding Internal

Transcribed Spacer (ITS) region from nuclear DNA is done to understand the

relationship among the accessions of G. atrosanguinea. A total of 33 specimens

Herbarium Bogoriense (BO) of G. atrosanguinea were examined for the

morphological characterization. However only 4 samples of G. atrosanguinea from

Kalimantan were available for the DNA barcoding because of limited DNA

material. An addition of 18 ITS sequences of G. atrosanguinea and other closely

related species from NCBI were analyzed. Phylogenetic analysis used Neighbor-

Joining method with p-distance, implemented to pairwise distance calculation in

MEGA 7.026. Morphological observations can be grouped into 3 clusters according

to leaf shape variations. Molecular characterization using DNA barcoding can be

used to reveal the phylogenetic relationship of G. atrosanguinea but was not able

to distinguish between accessions due to very low variations of the nucleotides. The

distribution of G. atrosanguinea accessions to Kalimantan based on specimen data

(BO) in the are distributed in each province of Kalimantan.

Keywords: DNA Barcoding, Internal Transcribed Spacer (ITS), Globba

atrosanguinea, Phylogenetic tree

Page 9: KARAKTERISASI MORFOLOGI DAN BARKODING DNArepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48315/...dan ukuran signifikan perhiasan bunga seperti benang sari rudimenter samping dan

viii

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.....................................................................................................v

ABSTRAK ................................................................................................................... vi

ABSTRACT ................................................................................................................ vii

DAFTAR ISI .............................................................................................................. viii

DAFTAR GAMBAR ......................................................................................................x

DAFTAR TABEL ......................................................................................................... xi

DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................................ xii

BAB I PENDAHULUAN .............................................................................................1

1.1. Latar Belakang ..........................................................................................1

1.2. Rumusan Masalah .....................................................................................3

1.3. Tujuan Penelitian ......................................................................................3

1.4. Manfaat Penelitian ....................................................................................3

1.5. Kerangka Berfikir .....................................................................................4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ...................................................................................5

2.1. Botani Globba atrosanguinea ...................................................................5

2.1. Ayat Al Qur’an mengenai Tumbuhan Obat-obatan ....................................6

2.2. Barkoding DNA ........................................................................................8

2.3. Internal Transcribed Spacer (ITS) ............................................................9

2.4. Filogenetika Molekuler ........................................................................... 10

BAB III METODE PENELITIAN ............................................................................ 12

3.1. Waktu dan Tempat Penelitian.................................................................. 12

3.2. Alat dan Bahan ....................................................................................... 12

3.3. Prosedur Penelitian ................................................................................. 13

3.3.1. Koleksi Sampel ....................................................................................... 13

3.3.2. Sterilisasi Alat dan Bahan ....................................................................... 13

3.3.3. Persiapan Buffer CTAB 2x ..................................................................... 13

3.3.4. Ekstraksi DNA ........................................................................................ 14

3.3.5. Amplifikasi DNA dengan Teknik Polymerase Chain Reaction (PCR) ..... 15

3.3.6. Analisis Kualitatif Hasil Ekstraksi DNA Genom Total dan Amplifikasi

DNA Region ITS .................................................................................... 15

3.3.7. Sekuensing DNA .................................................................................... 16

3.3.8. Pengamatan Morfologi ............................................................................ 17

3.3.9. Pemetaan Distribusi Globba atrosanguinea berdasarkan data Herbarium

Bogoriense (BO) ..................................................................................... 17

3.4. Analisis In silico ..................................................................................... 17

Page 10: KARAKTERISASI MORFOLOGI DAN BARKODING DNArepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48315/...dan ukuran signifikan perhiasan bunga seperti benang sari rudimenter samping dan

ix

3.4.1. Analisis Sekuens DNA ............................................................................ 17

3.4.2. Rekonstruksi Pohon Filogenetik .............................................................. 19

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ..................................................................... 20

4.1. Karakterisasi Morfologi Globba atrosanguinea ....................................... 20

4.1.1. Kelompok Pertama G. atrosanguinea aksesi Kalimantan ......................... 23

4.1.2. Kelompok Kedua G. atrosanguinea aksesi Kalimantan ........................... 25

4.1.3. Kelompok Ketiga G. atrosanguinea aksesi Kalimantan ........................... 26

4.1.4. Distribusi Globba atrosanguinea............................................................. 26

4.2. Hasil Karakterisasi Molekuler Globba atrosanguinea .............................. 29

4.2.1. Analisis Filogenetik berdasarkan Region ITS .......................................... 29

4.2.2. Jarak Genetik Sekuens DNA Globba atrosanguinea ................................ 32

BAB V PENUTUP ....................................................................................................... 36

5.1. Kesimpulan ............................................................................................. 36

5.2. Saran ...................................................................................................... 36

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................... 37

LAMPIRAN ................................................................................................................. 42

Page 11: KARAKTERISASI MORFOLOGI DAN BARKODING DNArepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48315/...dan ukuran signifikan perhiasan bunga seperti benang sari rudimenter samping dan

x

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1. Alur Kerangka Berfikir ............................................................................. 4

Gambar 2. Morfologi Globba atrosanguinea: A. Habitus B. Spesimen untuk

Herbarium C. Perbungaan terminal D. Kapsul buah verukosa E. Bunga dengan

4 embelan (Dokumentasi: Marlina Ardiyani, unpublished) ......................................... 6

Gambar 3. Ilustrasi DNA Barkode (https://earthsky.org/)............................................ 9

Gambar 4. Posisi relatif region ITS (Takano & Okada, 2002) ..................................... 10

Gambar 5. Spesimen Globba atrosanguinea aksesi Kalimantan (BO-1518989)

Koleksi Herbarium Bogoriense (BO) (Dokumentasi Pribadi, 2019) ............................ 22

Gambar 6. Bentuk helaian daun Globba atrosanguinea aksesi Kalimantan Koleksi

Herbarium Bogoriense (BO) A. Bulat telur menjorong B. Bulat panjang melanset

C. Panjang melanset ((Dokumentasi Pribadi, 2019) .................................................... 23

Gambar 7. Peta Persebaran Globba atrosanguinea aksesi Kalimantan berdasarkan

data Spesimen di Herbarium Bogoriense (BO) ........................................................... 27

Gambar 8. Pohon filogenetik marga Globba dengan metode Neighbor-Joining (NJ)

berdasarkan region ITS .............................................................................................. 29

Page 12: KARAKTERISASI MORFOLOGI DAN BARKODING DNArepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48315/...dan ukuran signifikan perhiasan bunga seperti benang sari rudimenter samping dan

xi

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1. Pengelompokan Globba atrosanguinea berdasarkan hasil pengamatan

karakterisasi morfologi ............................................................................................. 20

Tabel 2. Matriks Jarak genetik sekuens DNA Globba atrosanguinea dengan spesies lain

dari NCBI GenBank ................................................................................................. 34

Page 13: KARAKTERISASI MORFOLOGI DAN BARKODING DNArepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48315/...dan ukuran signifikan perhiasan bunga seperti benang sari rudimenter samping dan

xii

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1. Diagram Alir Penelitian Karakterisasi Molekuler .................................. 42

Lampiran 2. Tahap Ekstraksi DNA (Doyle & Doyle 1990) yang dimodifikasi .......... 43

Lampiran 3. Penyatuan sekuens forward dan reverse Globba atrosanguinea

menggunakan program ChromasPro ver 1.7.4 .......................................................... 44

Lampiran 4. Alur Kerja Proses Barkoding DNA ....................................................... 45

Lampiran 5. Hasil BLAST Sekuens DNA Globba atrosanguinea region ITS dari

NCBI GenBank ........................................................................................................ 46

Lampiran 6. Matriks posisi nukleotida sekuens DNA Region ITS yang

menunjukkan variasi ................................................................................................. 47

Lampiran 7. Lanjutan Matriks posisi sekuens DNA Region ITS yang menunjukkan

variasi ....................................................................................................................... 48

Page 14: KARAKTERISASI MORFOLOGI DAN BARKODING DNArepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48315/...dan ukuran signifikan perhiasan bunga seperti benang sari rudimenter samping dan

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki kekayaan alam berupa

plasma nutfah tumbuhan obat. Sekitar 30.000 spesies tumbuhan, 9.600 spesies

berpotensi sebagai tumbuhan obat (Salimi & Bialangi, 2014). Suku yang banyak

dimanfaatkan sebagai tumbuhan obat adalah Zingiberaceae (Washikah, 2016).

Marga Globba dapat dimanfaatkan untuk pengobatan tradisional (Sam & Ibrahim,

2016). Kandungan fitokimia daun Globba memiliki flavonoid pinostrobin chalcone

sebanyak 75,63% (Andila & Tirta, 2019) dan aktivitas farmakologis antihistamin,

antipiretik, antispasmodik dan hipotensi (Lemmens & Bunyapraphatsara, 2003).

Globba atrosanguinea Teijsm. & Binn. adalah spesies yang dimanfaatkan oleh

suku Dayak di Kalimantan. Daun G. atrosanguinea berpotensi untuk mengobati

sakit panas, luka oleh serangga dan penstimulasi (Heyne, 1987). Selain itu, G.

atrosanguinea juga memiliki bunga dengan potensi ornamental. Spesies ini

memiliki daun gagang merah yang mencolok dan bunga jingga pucat, membuatnya

mudah dibedakan dari spesies lain (Takano & Okada, 2001).

Selain di Kalimantan G. atrosanguinea banyak ditemukan di wilayah

Sumatra (Lamb, Gobilik, Ardiyani, & Poulsen, 2013). Hasil penelitian yang

dilakukan terkait identitas dan status taksonomi G. atrosanguinea (Gambar 1)

mencakup penelitian analisis morfologi untuk mempertelakan varietas baru yaitu

G. atrosanguinea var. sumatrana. Adanya variasi pembeda morfologi G.

atrosanguinea var. atrosanguinea yaitu adanya lobus pada bibir yang menyebar

dan ukuran signifikan perhiasan bunga seperti benang sari rudimenter samping dan

tabung mahkota (Takano & Okada, 2001, 2003). Penelitian lain adalah analisis

filogenetika molekuler menggunakan sekuens DNA dari region ITS (Williams,

Kress, & Manos, 2004) dan trnK-matK untuk studi formasi triploid (Takano &

Okada, 2002). Hasil penelitian tersebut dapat mengungkap identitas dan status

taksonomi G. atrosanguinea aksesi Sumatra, namun penelitian untuk aksesi

Kalimantan khususnya karakterisasi morfologi dan molekuler sejauh ini belum

dilakukan.

Page 15: KARAKTERISASI MORFOLOGI DAN BARKODING DNArepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48315/...dan ukuran signifikan perhiasan bunga seperti benang sari rudimenter samping dan

2

Globba atrosanguinea dapat tumbuh di hutan dataran rendah hingga

ketinggian 1000 mdpl (Lemmens & Bunyapraphatsara, 2003). Persebaran G.

atrosanguinea berdasarkan data spesimen di Herbarium Bogoriense (BO) penting

untuk diketahui di tiap-tiap provinsi di Kalimantan. Berdasarkan informasi di label

herbarium, beberapa lokasi tumbuhnya G. atrosanguinea di Kalimantan berada di

hutan primer Dipterokarpa yang dekat dengan Daerah Aliran Sungai (DAS). Di

Indonesia terdapat 60 DAS kritis 3 diantaranya terdapat di Kalimantan (Status

Lingkungan Hidup Ekoregion Kalimantan, 2011). Berdasarkan Badan Pengelolaan

Daerah Aliran Sungai (BPDAS) Mahakam Berau (2009) kegiatan seperti

pembukaan wilayah yang tidak terarah, eksploitasi hutan dan kebakaran hutan dapat

menjadi permasalahan pokok DAS di Kalimantan. Kerusakan habitat G.

atrosanguinea di alam dapat menyebabkan penurunan populasi.

Kajian karakterisasi morfologi sangat penting dilakukan untuk mengenal dan

mengonfirmasikan identitas suatu spesies, tetapi tidak mudah untuk memecahkan

spesies kompleks (Zein & Prawiradilaga, 2013). Selain diatur oleh genetik, karakter

morfologi juga dipengaruhi oleh lingkungan sehingga karakternya kurang spesifik

(Hikmah, Retnoningsih, & Habibah, 2016). Di samping itu, dilakukan juga kajian

karakterisasi molekuler menggunakan teknik barkoding DNA. Barkoding DNA

merupakan teknik yang menggunakan satu atau beberapa buah region DNA berupa

sekuens pendek untuk mengidentifikasi suatu spesies (Hebert, Cywinska, Ball, &

DeWaard, 2003; Hebert, Stoeckle, Zemlak, & Francis, 2004). Barkoding DNA

tidak hanya bermanfaat untuk mengidentifikasi spesies, namun juga dapat

digunakan untuk merekonstruksi pohon filogenetik (Utami & Ardiyani, 2015).

Region barkode yang sering digunakan pada tumbuhan dan berprospek untuk

barkoding adalah Internal Transcribed Spacer (ITS) (Techen, Parveen, Pan, &

Khan, 2014) Region ITS dipilih karena memiliki tingkat keberhasilan tinggi dalam

amplifikasi Polymerase Chain Reaction (PCR), sekuensing dua arah dan

kemampuan diskriminatif sempurna (Zhang, Duan, & Zhou, 2013). Selain itu,

region ITS juga memiliki tingkat variasi yang tinggi bahkan di antara spesies yang

berkaitan erat (Letchuman, 2018). Dengan dilakukannya barkoding DNA

menggunakan region ITS ini diharapkan dapat memberikan kejelasan informasi

karakter molekuler G. atrosanguinea.

Page 16: KARAKTERISASI MORFOLOGI DAN BARKODING DNArepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48315/...dan ukuran signifikan perhiasan bunga seperti benang sari rudimenter samping dan

3

1.2. Rumusan Masalah

Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah :

1. Apakah terdapat variasi morfologi G. atrosanguinea aksesi Kalimantan yang

diduga berkorelasi dengan karakter molekuler?

2. Apakah pohon filogenetik yang direkonstruksi menggunakan region ITS

dapat membedakan aksesi G. atrosanguinea di Kalimantan?

3. Bagaimanakah persebaran G. atrosanguinea aksesi Kalimantan berdasarkan

data spesimen di Herbarium Bogoriense (BO)?

1.3. Tujuan Penelitian

Tujuan dalam penelitian ini adalah :

1. Mengetahui variasi morfologi G. atrosanguinea aksesi Kalimantan dan

korelasinya dengan karakter molekuler.

2. Mengetahui hubungan filogenetik G. atrosanguinea aksesi Kalimantan

berdasarkan region ITS.

3. Mengetahui persebaran G. atrosanguinea aksesi Kalimantan berdasarkan

data spesimen di Herbarium Bogoriense (BO).

1.4. Manfaat Penelitian

Manfaat dalam penelitian ini adalah :

1. Informasi karakterisasi morfologi G. atrosanguinea dapat menjadi acuan

untuk studi marga Globba spp.

2. Membantu dalam menghasilkan data region barkode ITS yang potensial

untuk identifikasi tumbuhan terutama suku Zingiberaceae.

3. Informasi hubungan filogenetik G. atrosanguinea dapat berguna untuk

proyek filogenetika (tree of life) sehingga dapat dimanfaatkan untuk studi

selanjutnya.

Page 17: KARAKTERISASI MORFOLOGI DAN BARKODING DNArepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48315/...dan ukuran signifikan perhiasan bunga seperti benang sari rudimenter samping dan

4

1.5. Kerangka Berfikir

Kerangka berfikir dalam penelitian ini adalah :

Gambar 1. Alur Kerangka Berfikir

Indonesia memiliki kekayaan

alam berupa tumbuhan obat

dan ornamental

Globba atrosanguinea

Penelitian terkait

Aksesi Sumatra Aksesi Kalimantan

Habitat terancam akibat

degradasi DAS

Belum adanya kajian

karakterisasi

Sudah adanya kajian

Status taksonomi

Kajian Morfologi

(Takano & Okada

2001;2003)

Kajian Morfologi Molekuler dengan

Barkoding DNA

Kajian filogenetika

molekuler dan studi

formasi triploid (Takano

& Okada, 2002)

Rekonstruksi filogenetik Globba

atrosanguinea (Zingiberaceae)

Region ITS (Internal

Transcribed Spacer) dari

Genom inti

Page 18: KARAKTERISASI MORFOLOGI DAN BARKODING DNArepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48315/...dan ukuran signifikan perhiasan bunga seperti benang sari rudimenter samping dan

5

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Botani Globba atrosanguinea

Secara etimologi Globba atrosanguinea; Globba berasal dari kata Galoba

(tanaman asli Indonesia berupa bumbu dari Ambon) dan atrosanguinea berasal dari

kata ater (hitam atau sangat gelap) dan sanguinea (merah darah) (Clay & James,

1987). Globba atrosanguinea secara taksonomi termasuk anggota Kingdom

Plantae, Divisi Magnoliophyta, Kelas Liliopsida, Bangsa Zingiberales, Suku

Zingiberaceae, Marga Globba, Spesies Globba atrosanguinea Teijsm. & Binn

(1864) (Boldsystems, 2019). G. atrosanguinea memiliki nama lokal Indonesia yaitu

Susu perada (Palembang, Sumatra), Tubo bala (Kenyah Dayak, Kalimantan), Tubu

bayung atau Baku bayung (Lundayeh, Kalimantan) (Heyne, 1987; Lamb et al.,

2013; Lemmens & Bunyapraphatsara, 2003).

Spesies ini termasuk tumbuhan herba yang dapat mencapai tinggi 65 cm

(Gambar 2), memiliki bentuk helaian daun Bulat telur menjorong, ujung daun

bertaring melancip dan pangkal daun runcing menirus (Takano & Okada, 2003).

Teruk berdaun hingga 10-12 daun, menghasilkan tunas kuncup, biasanya berwarna

kemerahan di bagian bawah, perbungaan hampir tegak, agak kompak, dengan

adanya banyak ikalan pendek, daun gagang luas dan merah terang, bunga kuning

ke jingga, tak bertangkai, benang sari rudimenter lebih pendek daripada tabung

mahkota lateral, memiliki kelopak merah dengan bibir kuning-jingga dan kepala

sari dengan 4 embelan 2 di setiap sisi dan kapsul buah bersifat verukosa (Lamb et

al., 2013; Lemmens & Bunyapraphatsara, 2003). Saat ini, dilaporkan terdapat 2

varietas yaitu: Globba atrosanguinea var. atrosanguinea dan Globba

atrosanguinea var. sumatrana yang dibedakan karena adanya perbedaan karakter

morfologi: lobus pada bibir yang menyebar dan adanya perbedaan ukuran

signifikan perhiasan bunga seperti benang sari rudimenter samping dan tabung

mahkota (Takano & Okada, 2001).

Marga Globba terdiri dari sekitar 100 spesies yang tersebar di Asia Tenggara.

Page 19: KARAKTERISASI MORFOLOGI DAN BARKODING DNArepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48315/...dan ukuran signifikan perhiasan bunga seperti benang sari rudimenter samping dan

6

Wilayah yang memiliki banyak spesies endemik lokal tersebar di Himalaya timur

dari Myanmar ke Indo-Cina dan Thailand (Lemmens & Bunyapraphatsara, 2003).

Marga ini umumnya terdistribusi di wilayah hutan Asia tropis monsoon. Di hutan

hujan, spesies ini ditemukan dari Semenanjung Malaya dan hingga ke New Guinea.

Tigabelas taksa telah tercatat di Borneo sejauh ini. G. atrosanguinea dilaporkan

banyak ditemukan di Sumatra dan Kalimantan. Spesies ini umumnya dapat

ditemukan di hutan dataran rendah hingga ketinggian 1000 mdpl dan sering berada

dekat lokasi basah (Lamb et al., 2013).

Gambar 2. Morfologi Globba atrosanguinea: A. Habitus B. Spesimen untuk

Herbarium C. Perbungaan terminal D. Kapsul buah verukosa E. Bunga dengan 4

embelan (Dokumentasi: Marlina Ardiyani, 2017)

2.1. Ayat Al Qur’an mengenai Tumbuhan Obat-obatan

Al-Qur'an adalah kitab suci yang menggambarkan pentingnya tumbuhan

yang digunakan untuk berbagai macam manfaat. Nabi Muhammad Shalallaahu

'Alayhi Wasallam menggunakan dan merekomendasikan tanaman obat untuk

berbagai penyakit dan makanan sejalan dengan kutipan seorang dokter Yunani

Page 20: KARAKTERISASI MORFOLOGI DAN BARKODING DNArepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48315/...dan ukuran signifikan perhiasan bunga seperti benang sari rudimenter samping dan

7

kuno Hippocrates berkata “Biarkan makanan menjadi obat dan obatmu menjadi

makananmu”.

Manfaat tumbuhan sebagai bahan makanan dan obat-obatan sesungguhnya

telah dijelaskan Allah SWT dalam Firman-Nya:

“Dan apakah mereka tidak memperhatikan bumi, berapakah banyaknya Kami

tumbuhkan di bumi itu pelbagai macam tumbuh-tumbuhan yang baik?

Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat suatu tanda kekuasaan

Allah. Dan kebanyakan mereka tidak beriman” (Asy – Syu’ara (26) : 7-8).

Secara umum tumbuhan suku Zingiberaceae telah tertulis didalam Al-

Qur’an pada Surah Al-Insan (Manusia) ayat 17. Ayat ini lebih mengacu kepada

tumbuhan Zingiber officinale ( َزْنَجبِيل).

“Di dalam syurga itu mereka diberi minum segelas (minuman) yang campurannya

adalah jahe” (Al – Insan (76) : 17).

Zingiber officinale yang umumnya dikenal sebagai jahe, anggota suku

Zingiberaceae adalah rempah-rempah yang dikenal dengan beberapa potensi

sebagai obat. Z. officinale memiliki sejarah panjang dapat mengobati penyakit

seperti mual, gangguan pernapasan, kesehatan jantung dan gangguan rematik. Sama

halnya dengan G. atrosanguinea yang termasuk famili Zingiberaceae secara umum

memiliki kemampuan sebagai obat-obatan dan memiliki potensi sebagai

ornamental atau tanaman hias karena perbungaannya yang indah. Berdasarkan

pengetahuan masyarakat setempat spesies ini memiliki kekuatan magis dapat

menenangkan hewan liar, berteman dan menarik pasangan (Lamb et al., 2013).

Spesies ini dilaporkan terdapat di Muaradua (Palembang) di daerah tersebut

dibudidayakan dan dimanfaatkan bagian tumbuhan berupa rimpang dan daun.

Page 21: KARAKTERISASI MORFOLOGI DAN BARKODING DNArepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48315/...dan ukuran signifikan perhiasan bunga seperti benang sari rudimenter samping dan

8

Rebusan daun tersebut memiliki khasiat digunakan untuk mengobati sakit panas,

dan memiliki efek mendinginkan dan menyegarkan (Heyne, 1987). Kegunaan

tumbuhan ini berbeda dari setiap daerah, Di Sumatra rebusan daun digunakan untuk

mengobati demam karena dianggap sebagai pendingin dan penstimulasi. Di Borneo

rimpang di bungkus daun atau dipanggang dengan bara lalu diaplikasikan sebagai

tapal untuk luka yang disebabkan oleh serangga (Lemmens & Bunyapraphatsara,

2003).

2.2. Barkoding DNA

Barkoding DNA diusulkan pertama kali oleh Hebert et al. (2003) dari

Universitas Guelph, Kanada yang yang berhasil mengidentifikasi dan

mendiferensiasi spesies hanya menggunakan sekuens dari gen tertentu yang cukup

pendek. Gen yang posisinya di dalam genom telah terstandarisasi atau disepakati

bersama disebut sebagai DNA Barcode. Pengembangan teknik barkoding DNA

bermula dari suatu ide untuk melakukan proses identifikasi spesies secara cepat,

dapat dipercaya, biaya efektif dan dapat diakses oleh masyarakat banyak (Rahayu

& Nugroho, 2015).

Berdasarkan Zein & Prawiradilaga (2013) teknik DNA barkoding terbukti

dapat digunakan dengan cepat dalam mengidentifikasi spesies yang sulit, teknik ini

dapat dilakukan secara mudah dan relatif murah dalam mengidentifikasi spesies.

Pada tanggal 9-12 Maret 2003 diadakannya workshop dengan tema “Taxonomy and

DNA” di Cold Spring Harbor Laboratory di New York oleh Aflred P. Sloan

Foundation yang juga mendirikan Consortium for the Barcode of Life (CBOL)

dengan misi utama memajukan eksplorasi dan pengembangan barkoding DNA

sebagai standar global untuk identifikasi spesies dan saat itu disepakatinya Gen

Cytochrome Oxydase I (COI) sebagai gen representatif dalam barkoding DNA.

Teknik barkoding DNA yang menggunakan sekuens pendek dari genom ini

diibaratkan seperti mesin scanner genggam yang biasa digunakan di supermarket

untuk mengetahui identitas dari suatu barang dengan proses cepat dan tepat

(Gambar 3).

Proses barkoding DNA pada tumbuhan dilakukan dengan mengekstraksi dan

mengamplifikasi DNA dari gen-gen genom kloroplas maupun genom inti

menggunakan satu region maupun gabungan dari beberapa region barkode. Region

Page 22: KARAKTERISASI MORFOLOGI DAN BARKODING DNArepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48315/...dan ukuran signifikan perhiasan bunga seperti benang sari rudimenter samping dan

9

yang sering digunakan pada tumbuhan dan berprospek untuk barkoding adalah ITS,

rbcL, matK, trnH-psbA, rpl16 dan trnL-F (Chen et al., 2010; De Groot et al., 2011;

Techen et al., 2014; Zhang et al., 2013).

Gambar 3. Ilustrasi DNA Barkode (https://earthsky.org/)

Barkoding DNA tidak hanya bermanfaat untuk mengidentifikasi dan

mengklasifikasi spesies, namun juga dapat dipergunakan untuk merekonstruksi

hubungan kekerabatan antar spesies (filogenetik) salah satunya berguna untuk

memecahkan masalah yang berkaitan dengan proses evolusi, diantaranya asal-usul

(Utami & Ardiyani, 2015). Selain itu, dapat membedakan antara spesies yang

memiliki kemiripan morfologi, mempercepat penamaan spesies dan memberikan

informasi genetik secara detail (Zein & Prawiradilaga, 2013). Berdasarkan Kress

(2017) barkoding DNA dapat digunakan untuk menjawab pertanyaan dasar dalam

bidang sistematika, ekologi, biologi dan konservasi evolusioner, termasuk

perakitan komunitas, jaringan interaksi spesies, penemuan taksonomi, menilai area

prioritas untuk perlindungan lingkungan dan sebagai botani forensik dalam

pengaturan lalu lintas pada spesies yang terancam punah serta untuk pemantauan

produk komersial, seperti makanan dan suplemen herbal.

2.3. Internal Transcribed Spacer (ITS)

Region barkode yang sering digunakan pada tumbuhan dan berprospek untuk

barkoding salah satunya adalah Internal Transcribed Spacer (ITS) (Techen et al.,

2014). Menurut Ekasari et al. (2012) Region ITS sering digunakan dalam

menganalisis filogenetika molekuler karena region ITS memiliki karakteristik

unggul dengan memiliki panjang kurang lebih 700 bp dan memiliki salinan yang

banyak di dalam genom inti. Region ITS dipilih karena memiliki tingkat

keberhasilan yang tinggi dalam amplifikasi PCR, sekuensing dua arah (forward dan

reverse) dan tingkat variasi yang tinggi bahkan di antara spesies yang berkaitan erat

Page 23: KARAKTERISASI MORFOLOGI DAN BARKODING DNArepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48315/...dan ukuran signifikan perhiasan bunga seperti benang sari rudimenter samping dan

10

(Letchuman, 2018; Zhang et al., 2013). Region ITS juga biasanya mengalami

perubahan atau mutasi sehingga dapat bervariasi di antara spesies (Mulyatni,

Priyatmojo, & Purwantara, 2011). Region ITS1 terletak diantara 18S dan 5.8S

rRNA, sementara ITS2 berada diantara 5.8S dan 25S rRNA (Takano & Okada,

2002) (Gambar 4).

Gambar 4. Posisi relatif region ITS (Takano & Okada, 2002)

Aplikasi barkoding DNA pada tumbuhan telah banyak dilakukan oleh para

peneliti diantaranya pada tumbuhan berbunga menggunakan beberapa region

barkode (Kress, Wurdack, Zimmer, Weigt, & Janzen, 2005). Penerapan

menggunakan region ITS telah digunakan pada identifikasi spesies Amomum

(Zingiberaceae) (Segersäll, 2011), megidentifikasi spesies Taxus L. (Taxaceae)

(Gao et al., 2010), benih di petak hutan tropis Amazon (Gonzalez et al., 2009),

spesies berry dalam makanan (Jaakola, Suokas, & Häggman, 2010), spesies invasif

Cardamine di danau Constance (Bleeker, Klausmeyer, Peintinger, & Dienst, 2008)

dan identifikasi tanaman obat Cina (Fabaceae) (Gao et al., 2010), mengetahui

status taksonomi Roscoea cautleoides var. pubescens (Zingiberaceae) (Zhang et al.,

2013).

2.4. Filogenetika Molekuler

Filogenetika molekuler merupakan studi yang mempelajari hubungan

evolusioner antar organisme dengan menggunakan data molekuler berupa urutan

nukleotida atau asam amino (Graur & Li, 2000). Perkembangan teknik-teknik

molekuler di dalam biologi molekuler berkembang pesat, seperti PCR (Polymerase

Chain Reaction) dan sekuensing DNA, penggunaan sekuens DNA dalam penelitian

filogenetik telah dilakukan pada semua tingkatan taksonomi, misalnya suku, marga

dan spesies evolusi (Aprilyanto & Sembiring, 2015). Filogenetik molekuler

mengkombinasikan teknik biologi molekuler dengan statistik untuk merekonstruksi

Page 24: KARAKTERISASI MORFOLOGI DAN BARKODING DNArepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48315/...dan ukuran signifikan perhiasan bunga seperti benang sari rudimenter samping dan

11

hubungan filogenetik. Analisis filogenetik adalah suatu pendekatan logis untuk

menunjukkan hubungan evolusi antara organisme (Schmidt, 2003). Studi

filogenetika bertujuan untuk rekonstruksi hubungan kekerabatan antara organisme

(hubungan genealogikal), estimasi waktu divergensi, dan pemetaan urutan kejadian

dalam proses evolusi (Aprilyanto & Sembiring, 2015).

Penggunaan sekuens DNA dalam merekonstruksi filogenetik dengan

menggunakan analisis bioinformatika telah meningkat secara pesat. Bioinformatika

sebagai ilmu yang mengkaji biologi pada tatanan makromolekul dan kemudian

menerapkan teknologi informasi untuk memahami dan menata informasi yang

terkait dengannya dalam skala besar (Luscombe, Greenbaum, & Gerstein, 2001).

Dasar penggunaan sekuens DNA dalam studi filogenetik adalah terjadi perubahan

basa nukleotida menurut waktu sehingga kecepatan evolusi akan dapat diperkirakan

(Aprilyanto & Sembiring, 2015). Berbagai teknik berdasarkan materi genetik DNA

telah banyak dikembangkan dan berpotensi menjadi penanda gen. Dengan

pengetahuan ini, rekonstruksi pohon evolusi antara organisme dapat dilakukan

(Karmana, 2009). Analisis filogenetik dari sekuens nukleotida dilakukan antara lain

untuk menentukan hubungan kekerabatan diturunkan selama proses evolusi

(Aprilyanto & Sembiring, 2015). Analisis sekuens yang memiliki kedekatan dan

kekerabatan dapat diidentifikasi dengan menempati cabang yang bertetangga pada

pohon filogenetik (Dharmayanti, 2011).

Page 25: KARAKTERISASI MORFOLOGI DAN BARKODING DNArepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48315/...dan ukuran signifikan perhiasan bunga seperti benang sari rudimenter samping dan

12

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1. Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret sampai dengan bulan Oktober

2019 di Laboratorium Sistematika Molekuler Tumbuhan, Herbarium Bogoriense,

Bidang Botani, Pusat Penelitian Biologi LIPI-Cibinong.

3.2. Alat dan Bahan

Alat yang digunakan dalam penelitian ini antara lain: autoklaf (labo Sanyo),

dry sterilier/oven (Sanyo), electrophoresis printgraph (gel doc), ice maker (Sanyo),

inkubator (Sanyo), lemari asam (fumehood), microwave (Bompani), mikropipet

(Gilson), refrigerator centrifuge (Kubota 6800), submarine electrophoresis system

(Mufid-exu), PCR thermal cycler (Wealtec SEDI G), thermomagnestir (Sibata

mgh-320), timbangan analitik (Adam nimbus nbl), vortex genie 2tm (Scientific

industries, inc), waterbath shaker (Taitec personal 11), spindown (Wealtec e-

centrifuge), water purification apparatus (Suac-21oe), lemari es (Toshiba, Sanyo),

tip putih, tip kuning, tip biru, rak tabung, mikrotube 1,5 ml dan 0,2 ml, mortar dan

alu, spatula, botol reagen schott, erlenmeyer, gelas beaker, komponen

elektroforesis, label indikator, alumunium foil dan mikroskop lengan (Amscope 7x-

45x trinocular stereo).

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain: sampel jaringan daun,

dH2O (deionized water), alkohol 70%, akuades (distilled water), TBE 1x (tris HCl,

asam borat dan EDTA), kloroform-isoamilalkohol, 2-mercaptoethanol, gel silika,

kantong teh, isopropanol, polyvinylpyrrolidone (PVP) 1%, pasir kuarsa, CTAB,

NaCl, gel agarosa (Vivantis), gel-red (visafe red gel strain) (Vivantis), DNA ladder

(1Kb Geneaid dan 100bp Promega), nuclease free water (Promega), go-taq

polymerase (Promega), loading dye (KAPA2G), MgCl2 (Promega), dNTPs

(Promega), primer ITS5P sebagai forward (5'-

GGAAGGAGAAGTCGTAACAAGG-3') dan primer ITS8P sebagai reverse (5'

CACGCTTCTCCA GACTACA- 3') dari Möller & Cronk (1997).

Page 26: KARAKTERISASI MORFOLOGI DAN BARKODING DNArepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48315/...dan ukuran signifikan perhiasan bunga seperti benang sari rudimenter samping dan

13

3.3. Prosedur Penelitian

Karakterisasi molekuler dilakukan dengan teknik barkoding DNA region ITS

(Lampiran 4) dilakukan dengan tahap: persiapan koleksi sampel, ekstraksi DNA,

PCR, elektroforesis, sekuensing dan analisis filogenetik (Lampiran 1).

Karakterisasi morfologi G. atrosanguinea dilakukan dengan mengamati karakter

morfologi yang terlihat pada setiap lembar Herbarium.

3.3.1. Koleksi Sampel

Sampel G. atrosanguinea yang digunakan dalam penelitian ini

menggunakan voucher spesimen yang tersimpan di Cibinong Science Center,

Herbarium Bogoriense (BO). Percobaan awal terbaik dalam riset barkoding DNA

adalah menggunakan spesimen terpercaya (spesimen voucher) (Schander &

Willassen, 2005). Spesimen yang digunakan untuk studi morfologi adalah semua

spesimen G. atrosanguinea aksesi Kalimantan yang berasal dari hasil eksplorasi

dan survei dari Kalimantan sebanyak 33 spesimen. Sampel yang dipilih untuk

pengambilan material DNA G. atrosanguinea yaitu sampel yang tersimpan dalam

silika gel di Laboratorium Sistematika Molekuler Tumbuhan. Sampel yang

digunakan sebanyak 4 sampel dengan No. Koleksi MA 621, MA 639, MA 643 dan

WEKBOE 40 yang dikoleksi oleh Marlina Ardiyani pada tahun 2011 dan 2017.

3.3.2. Sterilisasi Alat dan Bahan

Semua alat dan bahan yang akan digunakan disterilisasi dengan autoklaf

pada suhu 121°C dan tekanan sebesar 1 bar selama 15 menit. Alat seperti mortar

dan alu dibungkus plastik tahan panas dan diikat dengan karet. Selain itu, spatula

dibungkus dengan alumunium foil hingga tertutup seluruh bagiannya dan alat-alat

gelas ditutup dengan menggunakan alumunium foil. Untuk bahan seperti akuades

dan akuabides langsung dimasukkan kedalam wadah. Tips ditata di dalam dan

diberi label indikator sebagai informasi atau keterangan sudah dilakukan sterilisasi.

3.3.3. Persiapan Buffer CTAB 2x

Larutan CTAB 2x dengan volume total sebanyak 500 ml disiapkan. Proses

pertama adalah menyiiapkan larutan CTAB 2x yang terdiri dari 2% CTAB, 1,4 M

NaCl, 100 mM Tris-HCl pH 8,20 mM EDTA dan akuabides sebanyak 500 ml.

Kemudian masing-masing zat ditimbang (10 g CTAB, 40,908 g NaCl, 6,055 g NaCl

Page 27: KARAKTERISASI MORFOLOGI DAN BARKODING DNArepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48315/...dan ukuran signifikan perhiasan bunga seperti benang sari rudimenter samping dan

14

dan 3,0722 g EDTA). Seluruh zat dicampurkan ke dalam gelas beaker dan

ditambahkan dH2O sebanyak 300 ml. Setelah itu, dihomogenisasi dengan kecepatan

sedang. Larutan ditambahkan kembali dengan akuabides sebanyak 200 ml untuk

mencapai total larutan 500 ml. Larutan yang telah siap dimasukkan ke dalam botol

reagen Schott kemudian dilakukan sterilisasi menggunakan autoklaf. Setelah itu

larutan dapat disimpan pada suhu ruang dan siap untuk digunakan.

3.3.4. Ekstraksi DNA

Jaringan daun yang disimpan dalam silika gel kemudian digunakan untuk

ekstraksi DNA total menggunakan metode yang berbasis CTAB (Cetyl Trimethyl

Ammonium Bromide) mengacu pada metode ekstraksi oleh Doyle & Doyle (1990)

yang dimodifikasi (Lampiran 2). Tahap pertama ekstraksi diawali dengan

memanaskan 600 μL larutan CTAB pada suhu 60oC selama 1 jam. Sampel daun

seberat 0,02 g ditimbang menggunakan neraca analitik, kemudian dimasukkan ke

dalam mortar dan ditambahkan 1 sendok spatula 1% PVP dan pasir kuarsa. Sampel

yang sudah digerus halus dimasukkan ke dalam mikrotube 1,5 ml dan ditambahkan

CTAB hangat sebanyak 600 µl. Sampel ditambahkan 2-mercaptoethanol 2% yaitu

sebanyak 12 µl. Penambahan 2-mercaptoethanol dilakukan di dalam fumehood

karena 2-mercaptoethanol bersifat toksik. Sampel kemudian dipanaskan di dalam

penangas air 60oC selama 1 jam. Setelah itu, sampel diangkat dari penangas air dan

dibiarkan selama 10 menit pada suhu ruang. Selanjutnya sampel tersebut

dihomogenisasi dengan kecepatan 13.000 rpm, pada suhu 20 oC selama 15 menit.

Lalu supernatan dipindahkan ke dalam mikrotube 1,5 ml sebanyak 500 µl.

Selanjutnya ditambahkan kloroform-isoamilalkohol sebanyak 1x volume yaitu 500

µl dan dihomogenisasi selama 10-15 menit menggunakan shaker.

Sampel tersebut dihomogenisasi lagi dengan kecepatan 13.000 rpm pada suhu

20oC selama 15 menit. Lalu supernatan dipindahkan ke dalam mikrotube 1,5 ml

sebanyak 500 µl. Kemudian ditambahkan kloroform-isoamilalkohol lagi sebanyak

1x volume yaitu 500 µl dan dihomogenisasi selama 10-15 menit. Selanjutnya

ditambahkan isopropanol dingin sebanyak 2/3 volume yaitu 200 µl dan didiamkan

satu malam di dalam freezer -20oC. Larutan kemudian dihomogenisasi dengan

kecepatan 13.000 rpm pada suhu 20oC selama 10 menit. Kemudian supernatan

dibuang dan ditambahkan alkohol 70% sebanyak 500 µl. Larutan kembali

Page 28: KARAKTERISASI MORFOLOGI DAN BARKODING DNArepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48315/...dan ukuran signifikan perhiasan bunga seperti benang sari rudimenter samping dan

15

dihomogenisasi dengan kecepatan 13.000 rpm pada suhu 20oC selama 5 menit. Lalu

supernatan dibuang dan pelet dikeringkan di dalam inkubator selama 30 menit.

Selanjutnya, pelet ditambahkan nuclease free water sebanyak 30-50 µl dan

dilakukan spindown. Hasil ekstraksi DNA genom total ini siap untuk digunakan

pada analisis selanjutnya. DNA genom total dapat disimpan untuk jangka waktu

cukup lama di dalam lemari pendingin atau freezer pada suhu -20oC.

3.3.5. Amplifikasi DNA dengan Teknik Polymerase Chain Reaction (PCR)

Amplifikasi bertujuan untuk memperbanyak DNA region ITS. Seluruh

region ITS1-5.8S-ITS2 diamplifikasi melalui Polymerase Chain Reaction (PCR)

menggunakan primer ITS5P (5'-GGAAGGAGAAGTCGTAACAAGG-3 ') dan

ITS8P (5' CACGCTTCTCCA GACTACA- 3') dari dari Möller & Cronk (1997).

Sampel DNA sebelum dilakukan PCR harus dilakukan spindown terlebih dahulu.

Campuran PCR atau disebut PCR mix atau PCR cocktail disiapkan sesuai dengan

jumlah sampel yang akan diamplifikasi. Komposisi campuran PCR per-sampel

adalah: 7,93 µl dH2O, 1,25 µl 5x Buffer, 1,5 µl MgCl2 25 µM, 0,25 µl dNTPs 10

µM, 0,25 µl Primer ITS5P 10 µM, 0,25 µl Primer ITS8P 10 µM dan 0,07 µl Gotaq

Polymerase 5u/µl. Parameter PCR untuk amplifikasi region ITS adalah sebagai

berikut: predenaturasi pada suhu 94oC selama 3 menit dilanjutkan dengan 30 siklus

dengan kondisi tiap-tiap siklus yaitu: 1 menit tahap pemisahan rantai DNA

(denaturasi) pada suhu 94oC, 1 menit tahap penempelan primer (annealing) pada

suhu 54oC, 90 detik tahap pemanjangan (elongasi) pada suhu 72oC, 5 menit tahap

final elongasi (pemanjangan berikutnya) pada suhu 72oC dan tahap penyimpanan

pada suhu 4oC.

3.3.6. Analisis Kualitatif Hasil Ekstraksi DNA Genom Total dan Amplifikasi

DNA Region ITS

Analisis kualitatif bertujuan untuk melihat kualitas dari hasil ekstraksi DNA

genom total maupun hasil dari amplifikasi DNA. Analisis dilakukan dengan

menggunakan elektroforesis gel agarosa. Tahap pertama pembuatan gel agarosa 1%

adalah dengan menimbang 0,2 g serbuk gel agarosa. Gel agarosa dilarutkan dalam

40 ml TBE 1x di dalam erlenmeyer 50 ml. Kemudian dipanaskan dan

dihomogenisasi menggunakan microwave hingga mendidih selama 1 menit.

Page 29: KARAKTERISASI MORFOLOGI DAN BARKODING DNArepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48315/...dan ukuran signifikan perhiasan bunga seperti benang sari rudimenter samping dan

16

Kemudian ditunggu hingga hangat-hangat kuku dan ditambahkan pewarna Gel Red

sebanyak 1 µl. Kemudian digoyang-goyangkan hingga tercampur. Setelah itu,

cetakan gel disiapkan dengan memasang gel comb, kemudian gel dituang ke dalam

cetakan gel hingga menyeluruh. Lalu ditunggu hingga mengeras. Setelah mengeras

gel comb dapat diangkat dan terlihat cetakan sumur yang terbentuk. Selanjutnya,

Buffer TBE 1x dituang ke dalam chamber sampai tanda maksimum. Gel

dimasukkan ke dalam casting tray pada submarine electrophoresis system.

Sebanyak 2 µl sampel hasil ekstraksi atau amplifikasi dimasukkan ke dalam sumur

gel. Kemudian DNA ladder 1 Kb sebanyak 2 µl dimasukkan juga ke dalam sumur

gel untuk visualisasi hasil ekstraksi DNA genom total. Untuk visualisasi hasil

amplifikasi digunakan 2 µl DNA ladder 100 bp. Setelah sampel dimasukkan ke

dalam sumur, mesin elektroforesis dilakukan proses running selama 30 menit

dengan voltase sebesar 100 V.

Proses visualisasi DNA hasil elektroforesis menggunakan Electrophoresis

Printgraph (Gel Doc). Agar yang telah dilakukan proses running dimasukkan ke

dalam alat yang akan disinari ultraviolet (UV). Posisi, fokus kamera dan perbesaran

diatur sesuai dengan yang diinginkan. Kemudian sinar UV dimatikan dan dipiih

tombol freeze. Selanjutnya dipilih ok dan save, kemudian dokumentasi foto yang

telah didapatkan selanjutnya dicetak.

3.3.7. Sekuensing DNA

Tahapan ini diawali dengan proses PCR yang dinamakan cycle sequencing.

Perbedaan dengan PCR biasa terletak pada penambahan ddNTP di samping dNTP

pada campuran PCR. ddNTP mengandung komponen pewarna (big dye) yang dapat

dibaca oleh mesin sekuenser. Reaksi sekuensing otomatis dilakukan menggunakan

ABI Prism® BigDyeTM Terminator Ready Cycle Sequencing kit pada Biosystems

Terapan HITACHI 3100 Genetic Analyzer Automated Sequencer menggunakan

primer PCR region ITS dengan protokol tahapan kerja sesuai instruksi produsen.

Pengerjaan DNA sekuensing dalam penelitian ini dilakukan oleh jasa Laboratorium

First Base (1ˢᵗ Base) Pte Ltd Malaysia.

Page 30: KARAKTERISASI MORFOLOGI DAN BARKODING DNArepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48315/...dan ukuran signifikan perhiasan bunga seperti benang sari rudimenter samping dan

17

3.3.8. Pengamatan Morfologi

Spesimen herbarium kering di Herbarium Bogoriense (BO) dari G.

atrosanguinea yang digunakan dalam penelitian ini semua informasi yang ada pada

setiap label specimen dicatat. Morfologi dari setiap lembar spesimen satu persatu

diamati dan diukur dengan terperinci menggunakan penggaris dan Mikroskop

lengan (Amscope 7X-45X trinocular stereo). Karakter morfologi yang diamati

adalah teruk berdaun, helaian daun dan perbungaan yang meliputi ukuran, bentuk

dan permukaan.

3.3.9. Pemetaan Distribusi Globba atrosanguinea berdasarkan data

Herbarium Bogoriense (BO)

Informasi lokasi tumbuhnya G. atrosanguinea yang didapatkan dari label

semua koleksi Herbarium. Terdapat 33 spesimen Herbarium yang informasi di

dalam labelnya adalah berupa titik koordinat atau nama lokasinya saja. Kemudian,

lokasi disesuaikan pada Google earth Pro untuk mengetahui secara detail lokasi

persebarannya. Peta dibuat dengan menggunakan perangkat lunak ArcGis 10.3 dan

menggunakan lisensi ArchMap dan ArchCatalog untuk mengatur unit peta yang

akan dibuat, menentukan skala tampilan, menentukan sistem koordinat dan

mengatur grid koordinat pada layout.

3.4. Analisis In silico

3.4.1. Analisis Sekuens DNA

Purifikasi dan sekuensing DNA menghasilkan elektroferogram berupa

grafik hasil pembacaan basa nukleotida dalam format .ab1. Perbedaan basa

ditunjukkan dengan perbedaan warna yang tertera mewakili setiap jenis basa. Setiap

puncak yang terbentuk diterjemahkan menjadi basa andenin (A), guanine (G),

sitosin (C), atau timin (T) (Dale & Park, 2010). Elektroferogram merupakan grafik

hasil pembacaan mesin sekuens Automated Capillary Sequencer dengan

menggunakan metode Dye-Terminator Sequencing dengan melabel ddNTP

menggunakan empat label fluorescent yang berbeda-beda. Untuk lebih memberikan

tingkat akurasi yang tinggi pada hasil pembacaan basa, setiap puncak diperiksa

kembali secara manual. Pengolahan data penyatuan (contig) sekuens dilakukan

menggunakan program ChromasPro versi 1.7.4 (Technelysium Pty Ltd., Tewantin,

Page 31: KARAKTERISASI MORFOLOGI DAN BARKODING DNArepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48315/...dan ukuran signifikan perhiasan bunga seperti benang sari rudimenter samping dan

18

Australia) untuk mendapatkan sekuens konsensus dari sekuens DNA reverse dan

forward (Lampiran 3). Langkah awal dari proses contig adalah dengan melakukan

pemotongan (trimming) dari sekuens forward maupun reverse pada bagian ujung

setiap sekuens yang memiliki kualitas puncak yang kurang bagus. Puncak yang

rusak dapat menyebabkan tingkat akurasi menjadi rendah dan tidak representatif

untuk dijadikan data. Setelah dipotong, sekuens DNA amplikon ITS 5P dan ITS 8P

digabungkan (assemble) sehingga menghasilkan satu buah sekuens utuh yang

merupakan sekuens konsensus dari masing-masing sekuens forward dan reverse.

Analisis ini bertujuan untuk mencari daerah overlapping dari kedua sekuens

sehingga dapat menghasilkan satu unit sekuens.

Penyejajaran (alignment) sekuens DNA dilakukan menggunakan program

MUSCLE yang terintegrasi pada program MEGA versi 7.0.26 (Kumar, Stecher, &

Tamura, 2016). Penyejajaran MUSCLE secara default akan melakukan

penyejajaran dengan target akurasi yang tinggi (Aprilyanto & Sembiring, 2015).

Penyejajaran sekuens DNA dilakukan dengan melihat kesamaan dari setiap urutan

basa terhadap data sekuens spesies Zingiberaceae lain khususnya G. atrosanguinea

yang terdapat pada GenBank National Centre for Biotechnology Information

(NCBI) berdasarkan region ITS. Data sekuens tambahan diambil dari NCBI

Genbank setelah dilakukan Basic Local Alignment Search Tools Nucleotide

(BLASTN). BLASTN bertujuan untuk mencari urutan dengan kemiripan sekuens

DNA tertinggi. Tingkat kesamaan 80-100% menunjukkan bahwa spesies yang

diperoleh adalah berdekatan atau sama. Penyejajaran sekuens DNA sampel G.

atrosanguinea region ITS disejajarkan bersama dengan sekuens spesies marga

Globba spp. lain yang diambil dari NCBI GenBank (Lampiran 5). Beserta 2 spesies

dari genus lain sebagai outgroup yang diambil dari NCBI Genbank. Region DNA

yang diperbandingkan yaitu dimulai dari region ITS1, region 5.8S, dan region ITS2.

Setelah itu, dilakukan analisis homologi dari sekuens basa nukleotida keempat

sampel G. atrosanguinea dengan sister taxa pada penelitian ini dapat dievaluasi

dengan berbagai parameter statistik seperti jumlah panjang karakter yang

konservatif, karakter konstan, karakter singleton dan karakter bersifat informatif

parsimoni untuk mengetahui variasi nukleotida.

Page 32: KARAKTERISASI MORFOLOGI DAN BARKODING DNArepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48315/...dan ukuran signifikan perhiasan bunga seperti benang sari rudimenter samping dan

19

3.4.2. Rekonstruksi Pohon Filogenetik

Hasil penyejajaran sekuens DNA region ITS kemudian di rekonstruksi

pohon filogenetik menggunakan distance method dengan Metode Neighbor-Joining

(NJ) dengan model p-distance dalam program MEGA versi 7.0.26 (Kumar et al.,

2016). Menurut Tamura et al., (2011) Rekonstruksi pohon menggunakan Metode

Neighbor-Joining (NJ) dapat memberikan representasi grafis dari perbedaan

genetik antara spesies. Setelah itu, untuk melihat matriks jarak genetik dari sampel

yang dianalisis bersama dengan sekuens spesies marga Globba spp. lain yang

diambil dari NCBI GenBank diimplementasikan pada pairwise distance

calculation. Evaluasi pohon filogenetik dilakukan dengan menggunakan analisis

bootstrap sebanyak 1000 ulangan (Sulistyaningsih, Ardiyani, Abinawanto, &

Salamah, 2018). Nilai bootstrap dikategorikan kuat (>85%), sedang (70% – 85%),

lemah (50% –69%) atau buruk (<50%) (Kress, Prince, & Williams, 2002).

Bootstrap >50% ditampilkan pada pohon filogenetik.

Page 33: KARAKTERISASI MORFOLOGI DAN BARKODING DNArepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48315/...dan ukuran signifikan perhiasan bunga seperti benang sari rudimenter samping dan

20

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Karakterisasi Morfologi Globba atrosanguinea

Pengamatan karakter morfologi G. atrosanguinea dilakukan pada seluruh

koleksi herbarium (spesimen voucher) yang disimpan di Herbarium Bogoriense

(BO). Sebanyak 33 spesimen G. atrosanguinea aksesi Kalimantan dikelompokkan

menjadi 3 kelompok berdasarkan kemiripan karakter morfologi (Tabel 1).

Tabel 1. Pengelompokan Globba atrosanguinea berdasarkan hasil pengamatan

karakterisasi morfologi

No. Karakter Kelompok pertama Kelompok kedua Kelompok ketiga

1.

Tinggi teruk berdaun

(cm) 12 – 50.5 12.5 – 34 28.5 – 33

2.

Panjang helaian daun

(cm) 13 – 21 8.6 – 11.5 14 – 25

3.

Lebar helaian daun

(cm) 2.6 – 10.5 3.9 – 5.7 2.3 – 5

4. Bentuk helaian daun

Bulat panjang

melanset Bulat telur menjorong Panjang melanset

5. Bentuk ujung daun Bertaring melancip Meruncing Meruncing

6. Bentuk pangkal daun Meruncing Menumpul Meruncing

7. Permukaan atas daun Gundul Gundul Gundul

8.

Permukaan bawah

daun Gundul, Berambut Gundul Gundul

9.

Panjang tangkai

daun (mm) 1 – 5 2 – 4 2 – 3

10.

Lebar tangkai daun

(mm) 1 – 2.2 1 – 2 1

11.

Permukaan tangkai

daun Gundul, Berambut Gundul Gundul

12.

Panjang lidah daun

(mm) 0.1 – 4 1 – 3 1 – 1.3

13.

Permukaan lidah

daun Gundul, Berambut Berambut Berambut

14.

Panjang gagang

permukaan(cm) 0.2 – 1.5 1 – 2 0.8 – 2

15.

Panjang daun gagang

(mm) 10 – 19 6 – 10 9 – 10

16.

Lebar daun gagang

(mm) 2 – 12 4 3 – 5

17. Bentuk daun gagang Memanjang Memanjang Memanjang

18. Warna daun gagang

Jingga – kemerahan,

Merah n.a Merah

19. Panjang ikalan (cm) 0.2 – 0.4 0.2 0.2

20. Warna bibir bunga Kuning – kemerahan Merah Kuning – kemerahan

Page 34: KARAKTERISASI MORFOLOGI DAN BARKODING DNArepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48315/...dan ukuran signifikan perhiasan bunga seperti benang sari rudimenter samping dan

21

21.

Warna mahkota

bunga Merah n.a n.a

22.

Warna kelopak

bunga Jingga n.a n.a

22.

Panjang kelopak

bunga (mm) 7 n.a n.a

n.a. = not available

Berdasarkan data yang diperoleh hasil pengelompokan dari 33 spesimen

hasil pengelompokan pertama sebanyak 24 spesimen, pengelompokan kedua

sebanyak 6 spesimen dan pengelompokan ketiga sebanyak 3 spesimen, Tujuan

pengamatan karakter morfologi ini adalah untuk mengetahui kelompok variasi dari

morfologi G. atrosanguinea. Karakter morfologi yang diamati adalah: teruk

berdaun, helaian daun dan perbungaan meliputi ukuran, bentuk dan permukaan

(Gambar 5). Karakterisasi morfologi yang diamati pada penelitian ini

memperlihatkan terdapat bentuk helaian daun yang sedikit berbeda yaitu bentuk

helaian daun cenderung bulat panjang melanset, bulat telur menjorong dan panjang

melanset (Gambar 6). Karakter perbungaan seperti bentuk daun gagang, permukaan

tangkai daun dan permukaan atas daun sifatnya stabil di dalam G. atrosanguinea

aksesi ini.

Berdasarkan hasil pengamatan morfologi G. atrosanguinea dikelompokkan

menjadi 3 kelompok. Hasil pengelompokan pertama bentuk helaian daun G.

atrosanguinea berbentuk bulat telur menjorong dengan permukaan helaian daun

atas yang berbulu, tangkai daun dan lidah daun memiliki permukaan bawah daun

ini beberapa spesimen memiliki yang gundul atau berbulu. Selain itu, variasi warna

gagang daun jingga ke kemerahan hingga cenderung merah. Hasil pengelompokan

kedua memperlihatkan bentuk helaian daun berbentuk bulat panjang melanset

dengan warna bibir cenderung merah dibandingkan dengan hasil pengelompokan

pertama dan ketiga yaitu kuning ke kemerahan, sedangkan hasil pengamatan

pengelompokan ketiga memperlihatkan bentuk helaian daun berbentuk panjang

melanset dengan warna gagang daun cenderung merah.

Adanya variasi karakter morfologi ini umum terjadi di dalam suatu spesies

yang tumbuh di beberapa lokasi berbeda. Berdasarkan Aprilyanto & Sembiring

(2015) fenotip suatu organisme merupakan ekspresi dari informasi genetik yang

dibawa dan diturunkan pada generasi berikutnya serta interaksinya dengan faktor

Page 35: KARAKTERISASI MORFOLOGI DAN BARKODING DNArepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48315/...dan ukuran signifikan perhiasan bunga seperti benang sari rudimenter samping dan

22

Gambar 5. Spesimen Globba atrosanguinea aksesi Kalimantan (BO-1518989)

Koleksi Herbarium Bogoriense (BO) (Dokumentasi Pribadi, 2019)

Page 36: KARAKTERISASI MORFOLOGI DAN BARKODING DNArepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48315/...dan ukuran signifikan perhiasan bunga seperti benang sari rudimenter samping dan

23

Gambar 6. Bentuk helaian daun Globba atrosanguinea aksesi Kalimantan Koleksi

Herbarium Bogoriense (BO) A. Bulat telur menjorong B. Bulat panjang melanset

C. Panjang melanset ((Dokumentasi Pribadi, 2019)

lingkungan. Hal ini dikarenakan karakter morfologi selain diatur oleh genetik juga

dipengaruhi oleh lingkungan, sehingga karakter morfologinya kurang spesifik

(Hikmah et al., 2016). Menurut Zein & Prawiradilaga (2013) kajian karakter

morfologi sangat penting dilakukan untuk mengenal dan mengkonfirmasi identitas

suatu spesies, tetapi tidak mudah untuk memecahkan spesies kompleks karena

tingkat objektivitas dari peneliti sangat berpengaruh dan menentukan hasil dalam

observasi. Selain itu, proses identifikasi secara morfologi juga sulit untuk dilakukan

pada kondisi sampel yang tidak utuh (Ubaidillah & Sutrisno, 2009).

Oleh karenanya, karakterisasi molekuler dengan menggunakan teknik

barkoding DNA juga dilakukan. Data molekuler dapat digunakan untuk melengkapi

kekurangan data morfologi salah satunya karakter morfologi berevolusi dengan

pola yang kurang seragam dibandingkan dengan karakter molekuler (Aprilyanto &

Sembiring, 2015). Penyebabnya karena karakter molekuler dianggap lebih mudah

dan menyediakan karakter yang lebih berlimpah dibandingkan morfologi, sitologi

dan informasi karakter lainnya (Graur & Li, 2000).

4.1.1. Kelompok Pertama G. atrosanguinea aksesi Kalimantan

Berdasarkan data yang diperoleh hasil pengelompokan dari kelompok

pertama didapatkan sebanyak 24 spesimen yang diamati berdasarkan data yang

diperoleh dari label herbarium.

Spesimen yang diobservasi: Kalimantan Barat, Bentiang. Di dekat air terjun

Kembayung. 600 m. berbunga, 9 Oktober 1980, Garry Shea. BO-0084402 (BO,

Page 37: KARAKTERISASI MORFOLOGI DAN BARKODING DNArepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48315/...dan ukuran signifikan perhiasan bunga seperti benang sari rudimenter samping dan

24

Canb); Gunung Sekaju. 800 m. berbunga, 6 November 1980, Garry Shea. BO-

0084403 (BO); Gunung Sekaju. Di lereng hutan. 850 m. berbunga, 6 November

1980, Garry Shea. BO-0085211 (BO, Canb, Lv); Gunung Serimbu. Hutan

Dipterokarpa, 0o43’N, 110o6’E, 50-100 m, berbunga, 1 November 1995, T.

Kohyama, T. Yamada, T. Partomihardjo. BO-0118326 (BO, KAG); T. N. Gunung

Palung. Dekat dengan air terjun pertama cabang Panti Research Site, 1o13’S,

110o6’E. 150 m, berbunga, 26 Oktober 1996, T. G. Laman, Ismail. A, Rachman, E.

Mirwanto. BO-1807428 (BO, HUH); Gunung Serimbu. Di dekat aliran sungai

Meruban ke Danau Bangbung, 0o52’N, 110o9’E, 100 m, berbunga, 13 Desember

1996, M. Kato.H. Okada, R. Imaichi, H. Tsukaya, Y. Mori, K. Aso, D. Komara. BO-

1520465 (BO); T.N. Bukit Baka. Hutan Dipterokarpa di tanah lempung merah

sekitar aliran Sungai Ella, 0o 38’N, 112o17’E, 320 m, berbunga, 21 Oktober 1993,

Church, A-C. Mahyar, U.W. Ruskadi, A. Nurdin. BO-1337391 (BO, HUH); Gunung

Senujuh. Hutan dataran rendah, 01o25’967”N, 109o26’719”E, 20 m, berbunga, 31

Mei 2013, M. Magandhi, D. Latifah, A.R. Kartonegoro, Syarifudin, Megawati, H.

Ruswadi, A.F. Hidayat. BO-1908770 (BO); T.N. Betung Kerihun. DAS Embaloh,

01o23’23.8”N, 112o28’24.1”E, 237 m, berbunga, 25 Desember 2011, M. Ardiyani,

D. Darnaedi, H. Okada, H. Tsukaya, A. Sujima, Mustarrudin, Agon, P. Batu,

Junaedi. BO-1895950 (MA639) (BO); T.N. Betung Kerihun. DAS Sibau,

01o13’02.1”N, 113o02’45.8”E, 121 m, berbunga, 28 Desember 2011, M. Ardiyani,

D. Darnaedi, H. Okada, H. Tsukaya, A. Sujima, Mustarrudin, Anong, Edi. BO-

1895905 (MA643) (BO); Gunung Niut. Di hutan primer, 01o05’50.4”N,

109o51’56.8”E, 401 m, berbunga, 12 Juli 2017, M. Ardiyani, B. Sepito, Roni, R.

Agusti. (WEKBOE40) (BO); Kalimantan Timur, Kutai Barat. Daerah basah. 130

m, berbunga, 25 Oktober 1925, F.H Endert. BO-0082656 (BO); Hutan Lindung

Sungai Wain Balikpapan. Tanah lempung berpasir. 60 m. berbunga, 1950,

Kosterar. BO-0084377 (BO); Kalimantan Tengah, Murung Raya. Di belakang

Tumbang Naan. 00o09’03”N, 113o45’04”E. berbunga, 20 Desember 2004, Okada,

H. Nagamasu, H. Tsukaya, H. Takano, A. Naiki, A. BO-1881595 (BO); Murung

Raya. Di sebelah Sungai Joloi aliran atas Sungai Barito, 00o11’00”N, 113o31’59”E.

berbunga, 20 Desember 2004, Okada, H. Nagamasu, H. Tsukaya, H. Takano, A.

Naiki, A. BO-1881596 (BO); Murung Raya. Sungai Joloi di belakang Muara Sopan.

Page 38: KARAKTERISASI MORFOLOGI DAN BARKODING DNArepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48315/...dan ukuran signifikan perhiasan bunga seperti benang sari rudimenter samping dan

25

00o13’35”N, 113o31’39”E. berbunga, 20 Desember 2004, Okada, H. Nagamasu, H.

Tsukaya, H. Takano, A. Naiki, A. BO-1881754 (BO); Bukit Jaya. Hutan

Dipterokarpa. 0o45’S, 112o 47’E, 250-400 m, berbunga, 29 Januari 1983, H.P

Nooteboom, A. Brader, J. Mogea, R.A.A. oldeman, I.G.M. Tantra, J.F. Veldicamp,

W.J.J.O. de wilde, H. Wiriadinata. BO-0082351 (BO, L); Kuala Kuayan. Hutan

primer, diarea terbuka oleh aliran sungai dengan kondisi pohon berguguran (tanah

pasir basah). 2o00’S, 112o28’E, 50 m, berbunga, 6 April 1984,C. Hansen. BO-

0082627 (BO,C); Kalimantan Selatan, Jaro Dam dan Muara Uya. Dataran rendah

basah di hutan Dipterokarpa. 100 m, 10 November 1971, J. Dransfield, D.

Saerudin, BO-0081916 (BO, L). Gunung Meratus. Hutan primer. 800-900 m,

berbunga, 16 Juli 1952, W. Meijer. BO-0082674 (BO); Gunung Meratus. Hutan

primer. 800-850 m, berbunga, 18 Juli 1952, W. Meijer. BO-0082675 (BO);

Kalimantan Utara, Sekatak Tarakan. Hutan hujan tropis, berbunga, 4 Februari

1979, G. Murats, K. Iwatski, M. Hirokato, Y. P. Mogea. BO-0087038 (BO); Pa

Lidio. Sungai di hutan hujan di lereng gunung, 3o 49’N, 115o45’E, 950 m, berbunga,

14 September 2003, A.D Paulsen, D. Darius. BO-1518989 (BO); Camp Seturan

CIFOR. Di hutan rawa, 3o 0’N, 116o 30’E, 125 m, berbunga, 1 September 2003,

A.D Paulsen, D. Daniel. BO-1519175 (BO, WAN, L).

4.1.2. Kelompok Kedua G. atrosanguinea aksesi Kalimantan

Berdasarkan data yang diperoleh hasil pengelompokan dari kelompok

kedua didapatkan sebanyak 6 spesimen yang diamati berdasarkan data yang

diperoleh dari label herbarium.

Spesimen yang diobservasi: Kalimantan Barat, Sukalanting. berbunga, 1893, H.

Hattler. BO-0082687 (BO); Gunung Kenepai. berbunga, 19 Juli 1893, BO-0084379

(BO); T.N. Betung Kerihun. Sungai Tambaloh, anak Sungai Tekelan DAS

Embaloh, 01o23’04.6”N, 112o28’14.4”E, 130 m, berbunga, 23 Desember 2011, M.

Ardiyani, D. Darnaedi, H. Okada, H. Tsukaya, A. Sujima, Mustarrudin, Agon, P.

Batu, Junaedi. BO-1896019 (MA621) (BO); Kalimantan Timur, Kutai Barat.

Daerah basah. 700 m, berbunga, 25 Oktober 1925, F.H Endert. BO-0082658 (BO);

Kutai Barat. berbunga, 25 Oktober 1985, F.H Bandert. BO-0086552 (BO, L); Kutai

Timur region Sungai Menubar. Punggung bukit di tanah lempung berkapur. 20 m,

berbunga, 9 Juni 1951, A. Kostermans. BO-0082663 (BO, L, Kew).

Page 39: KARAKTERISASI MORFOLOGI DAN BARKODING DNArepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48315/...dan ukuran signifikan perhiasan bunga seperti benang sari rudimenter samping dan

26

4.1.3. Kelompok Ketiga G. atrosanguinea aksesi Kalimantan

Berdasarkan data yang diperoleh hasil pengelompokan dari kelompok

ketiga didapatkan sebanyak 3 spesimen yang diamati berdasarkan data yang

diperoleh dari label herbarium.

Spesimen yang diobservasi: Kalimantan Barat, Gunung Sekaju. Di lereng hutan.

850 m. berbunga, 6 November 1980, Garry Shea. BO-1472638 (BO, Canb, Lv);

Gunung Sekaju. Di lereng hutan. 850 m. berbunga, 6 November 1980, Garry Shea.

BO-1472639 (BO, Canb, Lv); Kalimantan Utara, Longbawan Krayan. Di pinggir

aliran sungai, 4o 8’N, 115o45’E, 1,100 m, berbunga, 29 Juli 1981, M. Kato, M.

Okamoto, E.B Walujo. BO-0086732 (BO).

4.1.4. Distribusi Globba atrosanguinea

Data persebaran G. atrosanguinea aksesi Kalimantan berdasarkan spesimen

di Herbarium Bogoriense (BO) menunjukkan habitat spesies ini. Berdasarkan hasil

yang diperoleh G. atrosanguinea aksesi Kalimantan terdistribusi di semua provinsi

di Pulau Kalimantan (Gambar 7). Berdasarkan hasil yang diperoleh, G.

atrosanguinea paling banyak tersebar di provinsi Kalimantan Barat. Lokasi habitat

tumbuhnya G. atrosanguinea berada di pegunungan meliputi: Gunung Kanepai,

Gunung Sekaju, Gunung Serimbu, Gunung Senujuh dan Gunung Niut dan di

beberapa Taman Nasional (TN) seperti T.N. Gunung Palung, T.N. Bukit Baka dan

T.N. Betung Kerihun dengan habitat alaminya tumbuh di hutan Dipterokarpa

dataran rendah dengan ketinggian <850 mdpl dekat dengan Daerah Aliran Sungai

(DAS) dengan kondisi tanah lempung.

Beberapa hal yang memungkinkan G. atrosanguinea banyak tersebar di

Kalimantan Barat adalah eksplorasi dan survei tumbuhan yang lebih banyak dan

intensif dilakukan di Kalimantan Barat. Selain itu, habitat di wilayah ini

kemungkinan cukup mendukung pertumbuhan dan perkembangan G.

atrosanguinea dikarenakan provinsi ini banyak memiliki DAS. Provinsi

Kalimantan Barat memiliki julukan “Seribu Sungai” karena di wilayahnya terdapat

ratusan sungai besar dan kecil (Kalbarprov.go.id, 2015). DAS Sungai Kapuas

tersebut merupakan salah satu habitat G. atrosanguinea di Kalimantan Barat.

Sungai Kapuas memiliki kondisi geografis yang luas dan termasuk sungai

terpanjang di Indonesia dengan jumlah 9 DAS yang menaungi sungai tersebut

Page 40: KARAKTERISASI MORFOLOGI DAN BARKODING DNArepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48315/...dan ukuran signifikan perhiasan bunga seperti benang sari rudimenter samping dan

27

Gambar 7. Peta Persebaran Globba atrosanguinea aksesi Kalimantan berdasarkan

data Spesimen di Herbarium Bogoriense (BO)

(Susilowati, Leksono, & Harsono, 2012). Semua grup hasil pengelompokan

morfologi ditemukan di provinsi ini. Hal ini dikarenakan banyaknya jumlah G.

atrosanguinea yang temukan di provinsi ini. Provinsi Kalimantan Timur juga

merupakan lokasi tumbuhnya G. atrosanguinea. Jenis ini pun tumbuh disekitar

DAS Menubar dan DAS Wain di wilayah Kutai Barat dan Kutai Timur dengan

ketinggian <700 mdpl. Kondisi tanahnya yang berlempung adalah syarat tempat

tumbuh G. atrosanguinea dengan kondisi sedikit berkapur dan berpasir. Di provinsi

ini dijumpai 2 variasi morfologi yaitu bentuk helaian daun berbentuk bulat panjang

melanset dan bulat telur menjorong. Provinsi Kalimantan Tengah G. atrosanguinea

Page 41: KARAKTERISASI MORFOLOGI DAN BARKODING DNArepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48315/...dan ukuran signifikan perhiasan bunga seperti benang sari rudimenter samping dan

28

ditemukan di beberapa kabupaten yaitu: Murung Raya, Bukit Jaya dan Kuala

Kuayan. Lokasi tumbuhnya jumlah terbanyak yaitu di Kabupaten Murung Raya.

Murung raya merupakan salah satu kabupaten yang di lewati khatulistiwa dan

berada di pedalaman Kalimantan dan di dalamnya terdapat Sungai Joloi yang

merupakan anak Sungai Barito Hulu (Salmani, Fakhrirrazi, & Wahyudi, 2013). Di

provinsi ini dijumpai 1 variasi morfologi yaitu bentuk helaian daun berbentuk bulat

panjang melanset. Lokasi tumbuhnya G. atrosanguinea masih terdapat di hutan

Dipterokarpa dekat dengan area terbuka DAS yang dalam waktu tertentu pohonnya

menggugurkan daun dengan kondisi tanah sedikit berpasir dan basah, spesies ini

berada di ketinggian <400 mdpl. Habitat G. atrosanguinea di Kalimantan Selatan

berada di Gunung Meratus dan dataran rendah hutan primer Dipterokarpa yang

basah dengan ketinggian <900 mdpl. Di provinsi ini dijumpai 1 variasi morfologi

yaitu bentuk helaian daun berbentuk bulat panjang melanset. Di lokasi provinsi

terbaru, Kalimantan Utara ditemukan di Longbawan Krayan, Pa Lidio, Kawasan

Camp. Seturan CIFOR Malinau, lokasi tumbuhnya G. atrosanguinea ini sama

dengan lokasi di provinsi lainnya yaitu dekat DAS dan Hutan di lereng gunung

dengan ketinggian <950 mdpl. Provinsi ini terdapat 1 variasi bentuk helaian daun

yaitu berbentuk panjang melanset.

Oleh karenanya, dapat disimpulkan bahwa G. atrosanguinea tersebar di

semua provinsi di Kalimantan karena habitat alaminya tumbuh dekat dengan DAS

yang banyak ditemukan di provinsi Kalimantan Barat. Kondisi geografis G.

atrosanguinea berupa kondisi tanah lempung dan sedikit berpasir seperti di

beberapa hutan primer Dipterokarpa di Taman Nasional (TN) dan pegunungan

dengan habitat ketinggian <950 mdpl. Pada tiap-tiap provinsi di Kalimantan ini

memiliki satu atau lebih dari variasi morfologi baik pada kelompok 1, 2 atau 3.

Variasi morfologi terbanyak berada di provinsi Kalimantan Barat yang memiliki 3

variasi bentuk helaian daun berbentuk bulat panjang melanset, bulat telur

menjorong dan panjang melanset.

Page 42: KARAKTERISASI MORFOLOGI DAN BARKODING DNArepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48315/...dan ukuran signifikan perhiasan bunga seperti benang sari rudimenter samping dan

29

4.2. Hasil Karakterisasi Molekuler Globba atrosanguinea

4.2.1. Analisis Filogenetik berdasarkan Region ITS

Berdasarkan hasil pohon filogenetik dengan metode kriteria Neighbor-

Jonining (NJ) diperoleh 5 seksi (Gambar 12). Pengelompokan seksi tersebut

disesuaikan berdasarkan literatur yang mengelompokan seksi tersebut berdasarkan

jumlah embelan (appendages) yang berada di kepala sari (anther) (Cao, Newman,

Kirchoff, & Ronse De Craene, 2019; Williams et al., 2004).

Jumlah sekuens yang dianalisis yaitu sekuens terdiri atas 4 sekuens sampel

G. atrosanguinea hasil sekuens sendiri, 18 sekuens Globba spp. (Lampiran 5)

beserta 2 spesies dari genus lain sebagai outgroup yang diambil dari pangkalan data

NCBI Genbank. Rekonstruksi pohon filogenetik dilakukan dengan menempatkan 2

spesies outgroup dari spesies Zingiberaceae. Pemilihan spesies outgroup mengacu

pada penelitian William et al. (2004) yaitu: Hemiorchis rhodorrhachis dan

Hedychium bordelonianum. Penambahan outgroup dalam suatu taksa dilakukan

guna mendapatkan informasi yang lebih meyakinkan dari sekuens yang berdekatan

Gambar 8. Pohon filogenetik marga Globba dengan metode Neighbor-Joining

(NJ) berdasarkan region ITS

Page 43: KARAKTERISASI MORFOLOGI DAN BARKODING DNArepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48315/...dan ukuran signifikan perhiasan bunga seperti benang sari rudimenter samping dan

30

dengan kelompok taksa yang sedang dipelajari. Outgroup ini sangat dibutuhkan

untuk digunakan sebagai pembanding dan dilibatkan dalam analisis kekerabatan

(Rahayu & Nugroho, 2015).

Klad atau kelompok cabang pada pohon filogenetik memperlihatkan nilai

bootstrap yang cukup tinggi. Nilai bootstrap pada seksi Haplanthera dan seksi

Mantisia cukup tinggi yaitu sebesar 100%, seksi Nudae sebesar 59%, seksi

Ceratanthera sebesar 99% dan seksi Globba sebesar 90%. Pohon filogenetik yang

dihasilkan menunjukkan bahwa G. atrosanguinea sampel MA621, MA639 dan

MA643 berada dalam klad seksi Globba dengan nilai bootstrap cukup kuat sebesar

89%. Pohon filogenetik juga menggambarkan sampel G. atrosanguinea

WEKBOE40 dengan nilai bootstrap sebesar 99%. Berdasarkan Kress et al. (2002)

nilai bootstrap dikategorikan kuat jika lebih dari 85%. Nilai bootstrap tersebut

memperlihatkan cukup tingginya tingkat kepercayaan cabang atau simpul yang

terbentuk. Hasil yang dilaporkan Williams et al. (2004) yang melakukan barkoding

DNA region ITS dalam marga Globba (Zingiberaceae) ini memiliki nilai bootstrap

pada seksi Globba sebesar 99%. Selain itu, bootstrap dengan nilai tinggi juga

dihasilkan pada seksi Globba yang di dalamnya terdapat spesies G. atrosanguinea

sebesar 90% (Takano & Okada, 2002).

Pohon filogenetik memperlihatkan G. atrosanguinea memiliki hubungan

kekerabatan yang dekat satu dengan lainnya yaitu G. atrosanguinea (AF478753.1),

G. atrosanguinea var. sumatrana (AB049315.1) dan G. atrosanguinea var.

atrosanguinea (AB049316.1), juga berkerabat dekat (sister taxa) dengan G. fecuda,

G. flavibracteata, G. acehensis, G. talangensia. Sister taxa tersebut merupakan 4

spesies baru marga Globba yang dipertelakan berasal dari aksesi Sumatra (Takano

& Okada, 2000). Hal tersebut menandakan bahwa di dalam penelitian ini, region

ITS belum mampu membedakan aksesi karena cabang dalam satu klad yang

terbentuk belum memisahkan antara spesies G. atrosanguinea aksesi Kalimantan

yang dianalisis terutama pada sampel MA621, MA639 dan MA643. Selain itu juga,

belum dapat membedakan antar spesies sister taxa yang berasal dari aksesi berbeda

yaitu aksesi Sumatra.

Cabang yang dihasilkan pada ketiga sampel MA621, MA639 dan MA643

yang dianalisis membentuk cabang yang politomi, namun pada sampel

Page 44: KARAKTERISASI MORFOLOGI DAN BARKODING DNArepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48315/...dan ukuran signifikan perhiasan bunga seperti benang sari rudimenter samping dan

31

WEKBOE40 mengelompok sendiri. Hubungan cabang pada bagian dalam pohon

merefleksikan tingkatan sekuens berbeda saling berhubungan (Rahayu & Nugroho,

2015). Hal tersebut sejalan dengan hasil pohon filogenetik yang direkonstruksi

William et al. (2004) Seksi Globba membentuk tiga klad (dua klad besar dengan

tambahan spesies G. fragilis) dalam suatu politomi dengan seksi Nudae dan Seksi

Ceratanthera ser. Medioccalcaratae. Namun, dalam penelitian ini tidak melibatkan

seksi Ceratanthera ser. Medioccalcaratae. Seksi Globba yang dihasilkan pada

pohon tersebut menggambarkan tiga seksi Globba yang membentuk polifiletik

tetapi tidak pada penelitian ini yang hanya membentuk seksi Globba dengan satu

klad. Politomi dipengaruhi oleh nodus yang tidak terselesaikan dalam pohon

filogenetik pengaruhnya terhadap matriks filogenetik tertentu seperti ukuran

ketidakseimbangan topologi, tingkat diversifikasi dan ukuran keanekaragaman

filogenetik (Kuhn, Mooers, & Thomas, 2011). Dengan demikian tidak dapat

disimpulkan hubungan kekerabatan antar spesies-spesies dalam klad tersebut.

Hasil karakter molekuler yang dikorelasikan dengan data morfologi juga

belum mendapatkan hasil yang efektif. Pada sampel MA621 yang merupakan

spesimen voucher (BO-1896019) termasuk ke dalam kelompok kedua setelah

dilakukan pengamatan morfologi memiliki bentuk helaian daun yang cenderung ke

bulat telur menjorong (ovate-elliptic) tidak terdiskriminasi pada cabang yang

terbentuk terlihat pada pohon filogenetik yang dihasilkan. Sampel MA639 (BO-

1895950) dan MA643 (BO-189590) dan sampel WEKBOE40 termasuk ke dalam

kelompok pertama memiliki bentuk helaian daun cenderung bulat panjang melanset

(elliptic-lanceolate) tidak terlihat mengelompok bersama pada pohon yang

dihasilkan, hal yang terjadi adalah pohon filogenetik terlihat pada sampel

WEKBOE40 membentuk cabang yang baru.

Oleh karenanya, hasil tersebut menunjukkan bahwa penggunaan region

universal ITS untuk barkoding DNA berhasil untuk dilakukan amplifikasi,

identifikasi dan diskriminasi pada tingkat spesies Globba spp. namun belum dapat

mendiskriminasikan antara spesies G. atrosanguinea, G. fecunda, G.

flavibracteata, G. acehensis, dan G. talangensis dan belum mampu membedakan

antar aksesi. Dalam hal ini region ITS belum mendukung untuk

mendiskriminasikan sempurna pada spesies tertentu terutama pada spesies G.

Page 45: KARAKTERISASI MORFOLOGI DAN BARKODING DNArepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48315/...dan ukuran signifikan perhiasan bunga seperti benang sari rudimenter samping dan

32

atrosanguinea. Di dalam analisis barkoding DNA yang belum mendapatkan hasil

memuaskan dalam rekonstruksi filogenetik, maka sangat diperlukan untuk mencari

kandidat gen lain yang cocok pada taksa ini (Zein & Prawiradilaga, 2013). Namun,

dalam hal ini penggunaan region ITS mampu mengungkap hubungan kekerabatan

(filogenetik) G. atrosanguinea dengan spesies Globba spp. lain.

4.2.2. Jarak Genetik Sekuens DNA Globba atrosanguinea

Berdasarkan hasil penyejajaran terlihat bahwa region ITS memiliki variasi

sekuens diperlihatkan oleh adanya perbedaan basa di daerah tertentu pada sekuens

masing-masing spesies G. atrosanguinea. Matriks data posisi sekuens DNA region

ITS Globba dengan karakter informatif yang dapat menunjukkan urutan divergensi

beberapa spesies (Lampiran 6). Analisis homologi dari sekuens DNA keempat

sampel G. atrosanguinea pada penelitian ini dievaluasi dengan berbagai parameter

statistik yaitu sekuens DNA region ITS yang dianalisis memiliki panjang karakter

sebesar 579 bp dengan 425 bp karakter konstan atau konservatif, 70 karakter

singleton, 79 karakter bersifat informatif parsimoni sehingga persentase variasi

nukleotida pada keseluruhan G. atrosanguinea menunjukan angka 13,65%.

Jarak genetik sekuens G. atrosanguinea dengan spesies lain dari NCBI

GenBank digunakan untuk memperlihatkan hubungan kedekatan dengan spesies

yang sama (intraspesies) maupun spesies lain (interspesies). Nilai matriks jarak

genetik yang nilainya semakin rendah memiliki arti bahwa hubungan kekerabatan

(filogenetik) nya semakin dekat dapat dilihat pada (Tabel 2). Jarak genetik

merupakan metode perhitungan yang diukur berdasarkan derajat dari region gen

antara populasi atau spesies (Anggraini, 2015). Globba atrosanguinea membentuk

lima seksi utama dengan pemilihan sampel jarak genetik yang diuji berdasarkan

hasil rekonstruksi pohon filogenetik dengan masing-masing seksi representasikan.

Keempat sampel G. atrosanguinea dan pangkalan data NCBI Genbank yang

dianalisis memiliki nilai jarak genetik dalam spesies yang sama (intraspesies)

sebesar 0,0-0,07% dan antar spesies dalam beberapa seksi berbeda (interspesies)

sebesar 0,3-0,71%. Nilai matriks dalam spesies yang sama memiliki jarak terendah

ditunjukkan antara: G. atrosanguinea (AF478753.1) dengan G. atrosanguinea var.

sumatrana (AB049315.1), G. atrosanguinea (AF478753.1) dengan G.

atrosanguinea (MA621), G. atrosanguinea (AF478753.1) dengan G.

Page 46: KARAKTERISASI MORFOLOGI DAN BARKODING DNArepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48315/...dan ukuran signifikan perhiasan bunga seperti benang sari rudimenter samping dan

33

atrosanguinea (MA643), G. atrosanguinea (MA621) dengan G. atrosanguinea var.

atrosanguinea (AB049316.1), G. atrosanguinea (MA643) dengan G.

atrosanguinea var. atrosanguinea (AB049316.1) dan G. atrosanguinea (MA643)

dengan G. atrosanguinea (MA621) dengan nilai 0,000 yang artinya dalam 100

urutan basa nukleotida tidak terdapat basa nukleotida yang berbeda, untuk jarak

genetik dalam spesies yang sama dengan nilai terbesar ditunjukkan antara spesies

G. atrosanguinea var. sumatrana (AB049315.1) dengan G. atrosanguinea

(WEKBOE40) sebesar 0,007 yang artinya dalam 100 urutan rantai basa terdapat 7

basa nukleotida yang berbeda. Jarak genetik antar spesies dengan nilai jarak

terendah ditunjukkan antara spesies G. gracilis (AY339669.1) dengan G.

atrosanguinea (AF478753.1), G gracilis (AY339669.1) dengan G. atrosanguinea

var. atrosanguinea (AB049316.1), G. gracilis (AY339669.1) G. atrosanguinea

(MA643) dan G. gracilis (AY339669.1) dengan G. atrosanguinea (WEKBOE40)

dengan nilai 0,030 yang artinya dalam 100 urutan terdapat 30 basa nukleotida yang

berbeda. Untuk jarak genetik antar spesies dengan nilai terbesar ditunjukkan antara

spesies G. wengeri (AF478770.1) dengan G. atrosanguinea var. sumatrana

(AB049315.1) dan G. spathulate (AF478769.1) dengan G. atrosanguinea var.

sumatrana (AB049315.1) ditunjukkan nilai sebesar 0,071 yang artinya dalam 100

urutan rantai basa terdapat 71 basa nukleotida yang berbeda. Hal tersebut masih

relatif rendah dengan perbedaan yang signifikan dalam membentuk seksi yang

berbeda antara seksi Globba dan seksi mantisia. Nilai matriks yang semakin rendah

menunjukkan bahwa kekerabatan setiap spesies semakin dekat dan dibuktikan oleh

bentuk pohon filogenetik (Gambar 12). Faktor yang mempengaruhi perbedaan

genetik antar spesies biasanya dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti genetic drift

dan natural selection (Freeland, 2005). Data jarak genetik dapat digunakan untuk

pengukuran mengenai disimilaritas atau derajat perbedaan antar organisme

(Aprilyanto & Sembiring, 2015).

Nilai jarak genetik menunjukkan kekerabatan dari G. atrosanguinea dengan

sister taxa nya. Semakin tinggi nilai jarak genetik maka semakin jauh hubungan

kekerabatannya, begitu juga dengan sebaliknya semakin rendah nilai jarak genetik

maka semakin dekat hubungan kekerabatannya. Berdasarkan hasil jarak genetik

spesies G. atrosanguinea (MA639) memiliki jarak yang lebih variatif. Hasil yang

Page 47: KARAKTERISASI MORFOLOGI DAN BARKODING DNArepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48315/...dan ukuran signifikan perhiasan bunga seperti benang sari rudimenter samping dan

34

Tabel 2. Matriks Jarak genetik sekuens DNA Globba atrosanguinea dengan spesies lain dari NCBI GenBank

No. Spesies 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14

1. AF478753.1 Globba atrosanguinea 2. AB049315.1 Globba atrosanguinea var. sumatrana 0,004 3. AB049316.1 Globba atrosanguinea var. atrosanguinea 0,000 0,004 4. Globba atrosanguinea MA621 0,000 0,004 0,000 5. Globba atrosanguinea MA639 0,002 0,005 0,002 0,002 6. Globba atrosanguinea MA643 0,000 0,004 0,000 0,000 0,002 7. Globba atrosanguinea WEKBOE 40 0,004 0,007 0,004 0,004 0,005 0,004 8. AY339669.1 Globba gracilis 0,030 0,034 0,030 0,030 0,032 0,030 0,030 9. AB049295.1 Globba franciscii 0,032 0,036 0,032 0,032 0,034 0,032 0,032 0,005 10. AY339677.1 Globba expansa 0,034 0,037 0,034 0,034 0,036 0,034 0,034 0,034 0,032 11. AY339672.1 Globba nuda 0,037 0,041 0,037 0,037 0,039 0,037 0,037 0,036 0,034 0,009 12. AF478755.1 Globba macroclada 0,050 0,053 0,050 0,050 0,052 0,050 0,050 0,062 0,061 0,062 0,062 13. KJ872138.1 Globba multiflora 0,050 0,053 0,050 0,050 0,052 0,050 0,050 0,062 0,061 0,062 0,062 0,007 14. AF478770.1 Globba wengeri 0,068 0,071 0,068 0,068 0,070 0,068 0,064 0,075 0,073 0,075 0,077 0,071 0,071 15. AF478769.1 Globba spathulate 0,068 0,071 0,068 0,068 0,070 0,068 0,064 0,075 0,073 0,073 0,075 0,071 0,071 0,007

Page 48: KARAKTERISASI MORFOLOGI DAN BARKODING DNArepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48315/...dan ukuran signifikan perhiasan bunga seperti benang sari rudimenter samping dan

35

didapatkan jarak genetik G. atrosanguinea (MA639) dengan G. atrosanguinea

(AF478753.1) sebesar 0,002 yang artinya dalam 100 urutan terdapat 2 basa

nukleotida yang berbeda, G. atrosanguinea (MA639) dengan G. atrosanguinea

var. sumatrana (AB049315.1) sebesar 0,004 yang artinya dalam 100 urutan

terdapat 4 basa nukleotida yang berbeda, G. atrosanguinea (MA643) dengan G.

atrosanguinea var. atrosanguinea (AB049316.1) sebesar 0,002 dan G.

atrosanguinea (MA621) dengan, G. atrosanguinea (MA621) sebesar 0,002. Hasil

tersebut mengindikasikan bahwa adanya variasi nukleotida pada sampel MA639

karena jarak genetik tergolong lebih besar dibandingkan dengan spesies G.

atrosanguinea yang dianalisis. Hal tersebut diduga oleh adanya estimasi jumlah

substitusi nukleotida yang pada umumnya dipeoleh dari pembanding pasangan

urutan yang diyakini berdivergensi dari satu leluhur yang sama yang menyebabkan

perbedaan nukleotida antar urutan pada satu spesies (Aprilyanto & Sembiring,

2015).

Page 49: KARAKTERISASI MORFOLOGI DAN BARKODING DNArepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48315/...dan ukuran signifikan perhiasan bunga seperti benang sari rudimenter samping dan

36

BAB V

PENUTUP

5.1. Kesimpulan

Studi karakterisasi morfologi G. atrosanguinea aksesi Kalimantan (BO)

menghasilkan 3 kelompok yang memiliki perbedaan bentuk helaian daun. Hasil

karakter molekuler yang dikorelasikan dengan data morfologi belum mendapatkan

hasil yang mendiskriminasi sempurna. Persebaran G. atrosanguinea berdasarkan

data spesimen di BO terdistribusi di setiap provinsi di pulau Kalimantan. Pohon

filogenetik menunjukkan aksesi G. atrosanguinea dari Kalimantan tertanam di

seksi Globba dengan nilai bootstrap yang tinggi. Keempat aksesi G. atrosanguinea

dari Kalimantan dan dari NCBI Genbank memiliki jarak genetik intraspesies

sebesar 0.0–0.07% dan interspesies sebesar 0.3–0,71%. Barkoding DNA region ITS

dapat digunakan untuk mengungkapkan hubungan filogenetik antara G.

atrosanguinea dengan jenis lainnya, tetapi tidak dapat membedakan antar aksesi G.

atrosanguinea karena variasi nukleotida yang sangat rendah.

5.2. Saran

Disarankan untuk menggunakan region lain selain ITS, Berdasarkan literatur

region DNA yang berpotensi untuk identifikasi tumbuhan dapat menggunakan

DNA dari kloroplas seperti matK dan trnH-psbA maupun beberapa kombinasinya

untuk dapat lebih mengevaluasi efisiensi barkode DNA potensial di G.

atrosanguinea dan dapat pula menggunakan pendekatan molekuler dalam studi

populasi genetik seperti sidik jari DNA (DNA fingerprinting) meliputi RAPD,

ISSR, AFLP atau SRAP.

Page 50: KARAKTERISASI MORFOLOGI DAN BARKODING DNArepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48315/...dan ukuran signifikan perhiasan bunga seperti benang sari rudimenter samping dan

37

DAFTAR PUSTAKA

Andila, P., & Tirta, I. (2019). Distribution and phytocomponent in the ethanol

extract of Globba candida gagnep. (Zingiberaceae) by GC-MS analysis.

Journal of Tropical Life Science, 9(1), 43–51.

https://doi.org/10.11594/jtls.09.01.07

Anggraini, N. P. (2015). Sistematika molekuler DNA barcoding dan

keanekaragaman genetika lamun di Pulau Panggang, Pulau Pramuka dan

Pulau Karya, Kepulauan Seribu, Jakarta. (Skripsi). Institut Pertanian Bogor,

Bogor, Indonesia.

Aprilyanto, V., & Sembiring, L. (2015). Filogenetika Molekuler: Teori dan

Aplikasi. Yogyakarta, Indonesia: Innosain.

Bleeker, W., Klausmeyer, S., Peintinger, M., & Dienst, M. (2008). DNA sequences

identify invasive alien Cardamine at lake Constance. Biological Conservation,

141(3), 692–698. https://doi.org/10.1016/j.biocon.2007.12.015

Boldsystems. (2019). Globba atrosanguinea (species). Retrieved from

http://v3.boldsystems.org/index.php/

BPDAS Mahakam Berau. (2009). Laporan final rencana pengelolaan DAS terpadu

di DAS Mahakam. Samarinda, Indonesia: Departemen Kehutanan, Direktorat

Jendral Rehabilitasi Lahan Dan Perhutanan Sosial.

Cao, L., Newman, M. F., Kirchoff, B. K., & Ronse De Craene, L. P. (2019).

Developmental evidence helps resolve the evolutionary origins of anther

appendages in Globba (Zingiberaceae). Botanical Journal of the Linnean

Society, 189(1), 63–82. https://doi.org/10.1093/botlinnean/boy071

Chen, S., Yao, H., Han, J., Liu, C., Song, J., Shi, L., … Leon, C. (2010). Validation

of the ITS2 region as a novel DNA barcode for identifying medicinal plant

species. PLoS ONE, 5(1), 1–8. https://doi.org/10.1371/journal.pone.0008613

Clay, H., & James, H. (1987). Tropical Exotics. Honolulu, United States: University

of Hawaii Press.

Dale, J. W., & Park, S. F. (2010). Molecular Genetics of Bacteria (5th ed.). Oxford,

United Kingdom: John Wiley and Sons Ltd.

De Groot, G. A., During, H. J., Maas, J. W., Schneider, H., Vogel, J. C., & Erkens,

R. H. J. (2011). Use of rbcl and trnl-f as a two-locus DNA barcode for

identification of NW-European ferns: an ecological perspective. PLoS ONE,

6(1), 1–10. https://doi.org/10.1371/journal.pone.0016371

Dharmayanti, N. L. P. I. (2011). Filogenetika Molekuler: Metode taksonomi

organisme berdasarkan sejarah evolusi. Wartazoa, 21(1), 1–10.

Page 51: KARAKTERISASI MORFOLOGI DAN BARKODING DNArepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48315/...dan ukuran signifikan perhiasan bunga seperti benang sari rudimenter samping dan

38

Doyle, JJ; Doyle, J. (1990). Isolation of plant DNA from fresh tissue. Focus, 12(1),

13–15.

Ekasari, T. W. D., Retnoningsih, A., & Widianti, T. (2012). Analisis

keanekaragaman kultivar pisang menggunakan penanda PCR-RFLP pada

Internal Transcribed Spacer (ITS) DNA ribosom. Jurnal MIPA, 35(1), 21–30.

Gao, T., Yao, H., Song, J., Liu, C., Zhu, Y., Ma, X., … Chen, S. (2010).

Identification of medicinal plants in the family fabaceae using a potential

DNA barcode ITS2. Journal of Ethnopharmacology, 130(1), 116–121.

https://doi.org/10.1016/j.jep.2010.04.026

Gonzalez, M. A., Baraloto, C., Engel, J., Mori, S. A., Pétronelli, P., Riéra, B., …

Chave, J. (2009). Identification of Amazonian trees with DNA barcodes. PLoS

ONE, 4(10). https://doi.org/10.1371/journal.pone.0007483

Graur, B. dan, & Li, W. (2000). Fundamentals of Molecular Evolution.

Massachusetts, United States: Sinauer Associates Inc.

Hebert, P. D. N., Cywinska, A., Ball, S. L., & DeWaard, J. R. (2003). Biological

identifications through DNA barcodes. Proceedings of the Royal Society B:

Biological Sciences, 270(1512), 313–321.

https://doi.org/10.1098/rspb.2002.2218

Hebert, P. D. N., Stoeckle, M. Y., Zemlak, T. S., & Francis, C. M. (2004).

Identification of birds through DNA barcodes. PLoS Biology, 2(10), 1657–

1663. https://doi.org/10.1371/journal.pbio.0020312

Heyne, K. (1987). Tumbuhan Berguna Indonesia Jilid I. Jakarta, Indonesia:

Koperasi karyawan Departemen Kehutanan.

Hikmah, R., Retnoningsih, A., & Habibah, N. (2016). Keragaman durian

berdasarkan fragmen Internal Transcribed Spacers (ITS) DNA ribosomal

melalui analisis PCR-RFLP. Jurnal MIPA, 39(1), 11–18.

Jaakola, L., Suokas, M., & Häggman, H. (2010). Novel approaches based on DNA

barcoding and high-resolution melting of amplicons for authenticity analyses

of berry species. Food Chemistry, 123(2), 494–500.

https://doi.org/10.1016/j.foodchem.2010.04.069

Kalbarprov.go.id. (2015). Gambaran umum aspek geografis Kalimantan Barat.

Retrieved from http://www.kalbarprov.go.id/

Karmana, I. wayan. (2009). Kajian evolusi berbasis urutan nukleotida. GeneC

Swara, 3(3), 75–81.

Kress, W. J. (2017). Plant DNA barcodes: applications today and in the future.

Journal of Systematics and Evolution, 55(4), 291–307.

Page 52: KARAKTERISASI MORFOLOGI DAN BARKODING DNArepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48315/...dan ukuran signifikan perhiasan bunga seperti benang sari rudimenter samping dan

39

https://doi.org/10.1111/jse.12254

Kress, W. J., Prince, L. M., & Williams, K. J. (2002). The phylogeny and a new

classification of the gingers (Zingiberaceae): evidence from molecular data.

American Journal of Botany, 89(10), 1682–1696.

https://doi.org/10.3732/ajb.89.10.1682

Kress, W. J., Wurdack, K. J., Zimmer, E. A., Weigt, L. A., & Janzen, D. H. (2005).

Use of DNA barcodes to identify flowering plants. Proceedings of the

National Academy of Sciences, 102(23), 8369–8374.

https://doi.org/10.1073/pnas.0503123102

Kuhn, T. S., Mooers, A., & Thomas, G. H. (2011). A simple polytomy resolver for

dated phylogenies. Methods in Ecology and Evolution, 2(5), 427–436.

https://doi.org/10.1111/j.2041-210X.2011.00103.x

Kumar, S., Stecher, G., & Tamura, K. (2016). MEGA7: Molecular evolutionary

genetics analysis version 7.0 for bigger datasets brief communication.

Molecular Biology and Evolution, 33(7), 1870–1874.

https://doi.org/10.1093/molbev/msw054

Lamb, A., Gobilik, J., Ardiyani, M., & Poulsen, A. D. (2013). A Guide to Gingers

of Borneo. Sarawak, Malaysia: Natural History Publications (Borneo).

Lemmens, R. H. M. J., & Bunyapraphatsara, N. (2003). Plant Resources of South-

east Asia (12(3)). Leiden, Netherlands: Backhuys Publishers.

Letchuman, S. (2018). Short introduction of DNA barcoding. International Journal

of Research, 05(04), 673–686.

Luscombe, N. M., Greenbaum, D., & Gerstein, M. (2001). A proposed definition

and overview of the field. Methods of Information in Medicine, 40(4), 346–

358.

Möller, M., & Cronk, Q. C. B. (1997). Origin and relationships of Saintpaulia

(Gesneriaceae) based on ribosomal DNA Internal Transcribed Spacer (ITS)

sequences. American Journal of Botany, 84(7), 956–965.

https://doi.org/https://doi.org/10.2307/2446286

Mulyatni, A. S., Priyatmojo, A., & Purwantara, A. (2011). Sekuen Internal

Transcribed Spacer (ITS) DNA ribosomal Oncobasidium theobromae dan

jamur sekerabat pembanding. Menara Perkebunan, 79(1), 1–5.

Rahayu, D. A., & Nugroho, E. D. (2015). Biologi Molekuler dalam Perspektif

Konservasi. Yogyakarta, Indonesia: Plantaxia.

Salimi, Y. K., & Bialangi, N. (2014). Kajian senyawa antioksidan dan antiinflamasi

tumbuhan obat Binahong (Andredera cordifolia (ten.) steenis) asal Gorontalo.

Page 53: KARAKTERISASI MORFOLOGI DAN BARKODING DNArepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48315/...dan ukuran signifikan perhiasan bunga seperti benang sari rudimenter samping dan

40

(Skripsi). Universitas Negeri Gorontalo, Gorontalo, Indonesia.

Salmani, Fakhrirrazi, & Wahyudi, M. (2013). Analisa ketersediaan air Daerah

Aliran Sungai Barito hulu dengan menggunakan debit hasil perhitungan

metode nreca. Jurnal Intekna, 13, 114–118.

Sam, Y. Y., & Ibrahim, H. (2016). A new Globba with large white floral bracts

from Peninsular Malaysia. PhytoKeys, 73, 117–124.

https://doi.org/10.3897/phytokeys.73.9737

Schander, C., & Willassen, E. (2005). What can biological barcoding do for marine

biology? Marine Biology Research, 1(1), 79–83.

https://doi.org/10.1080/17451000510018962

Schmidt, H. A. (2003). Phylogenetic trees from large Datasets. (Dissertation).

Universität of Düsseldorf. Düsseldorf. Germany. Retrieved from

http://citeseerx.ist.psu.edu/viewdoc/download?doi=10.1.1.87.1104&rep=rep1

&type=pdf%5Cnpapers://0bf253c3-7396-4811-afa5-

28e5fa189e15/Paper/p22437

Segersäll, M. (2011). DNA barcoding of commercialized plant; an examination of

amomum (Zingiberaceae) in South-east Asia. Uppsala, Sweden: Uppsala

university.

Status Lingkungan Hidup Ekoregion Kalimantan. (2011). Daerah Aliran Sungai

(DAS). Retrieved from https://docplayer.info/52903430-Daerah-aliran-

sungai-das.html

Sulistyaningsih, L. dwi, Ardiyani, M., Abinawanto, & Salamah, A. (2018). Short

communication: phylogenetic analysis and molecular identification of Canar

(Smilax spp.) in Java, Indonesia based on DNA barcoding analysis.

Biodiversitas Journal of Biological Diversity, 19(2), 364–368.

https://doi.org/10.13057/biodiv/d190202

Susilowati, Y., Leksono, B. E., & Harsono, E. (2012). Potensi sumberdaya air untuk

pembangkit listrik mikrohidro wilayah perbatasan Kalimantan Barat.

Prosiding Pemaparan Hasil Penelitian Pusat Penelitian Geoteknologi LIPI,

137–152.

Takano, A., & Okada, H. (2000). Four new Globba (Zingiberaceae) species from

Sumatra, Indonesia. Nordic Journal of Botany, 20(1), 61–66.

Takano, A., & Okada, H. (2001). A new variety of Globba atrosanguinea

(Zingiberaceae) from Sumatra, Indonesia. Nordic Journal of Botany, 21(2),

161–164. https://doi.org/10.1111/j.1756-1051.2001.tb01353.x

Takano, A., & Okada, H. (2002). Multiple occurrences of triploid formation in

Globba (Zingiberaceae) from molecular evidence. Plant Systematics and

Page 54: KARAKTERISASI MORFOLOGI DAN BARKODING DNArepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48315/...dan ukuran signifikan perhiasan bunga seperti benang sari rudimenter samping dan

41

Evolution, 230(3–4), 143–159. https://doi.org/10.1007/s006060200001

Takano, A., & Okada, H. (2003). Taxonomy of Globba (Zingiberaceae) in Sumatra,

Indonesia. Systematic Botany, 28(3), 524–546. https://doi.org/10.1043/01-

52.1

Tamura, K., Peterson, D., Peterson, N., Stecher, G., Nei, M., & Kumar, S. (2011).

MEGA5: Molecular evolutionary genetics analysis using maximum

likelihood, evolutionary distance, and maximum parsimony methods.

Molecular Biology and Evolution, 28(10), 2731–2739.

https://doi.org/10.1093/molbev/msr121

Techen, N., Parveen, I., Pan, Z., & Khan, I. A. (2014). DNA barcoding of medicinal

plant material for identification. Current Opinion in Biotechnology, 25, 103–

110. https://doi.org/10.1016/j.copbio.2013.09.010

Ubaidillah, R., & Sutrisno, H. (2009). Pengantar Biosistematika: Teori dan

Praktek. Bogor, Indonesia: LIPI Press.

Utami, N., & Ardiyani, M. (2015). Phylogenetic study of Sumatran Impatiens

(Balsaminaceae) using nuclear and plastid DNA sequences. Acta

Phytotaxomoica et Geobotanica, 66(2), 81–90.

https://doi.org/10.18942/apg.KJ00010001422

Washikah. (2016). Tumbuhan Zingiberaceae Sebagai Obat-obatan. Serambi

Saintia, 4(1), 27–34.

Williams, K. J., Kress, W. J., & Manos, P. S. (2004). The phylogeny, evolution, and

classification of the genus Globba and tribe Globbeae (Zingiberaceae):

appendages do matter. American Journal of Botany, 91(1), 100–114.

https://doi.org/10.3732/ajb.91.1.100

Zein, M. S. A., & Prawiradilaga, D. M. (2013). DNA Barcode Fauna Indonesia (1st

ed.). Jakarta, Indonesia: Kencana. Retrieved from

https://books.google.co.id/books/

Zhang, D., Duan, L., & Zhou, N. (2013). Application of DNA barcoding in Roscoea

(Zingiberaceae) and a primary discussion on taxonomic status of Roscoea

cautleoides var. pubescens. Biochemical Systematics and Ecology, 52, 14–19.

https://doi.org/10.1016/j.bse.2013.10.004

Page 55: KARAKTERISASI MORFOLOGI DAN BARKODING DNArepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48315/...dan ukuran signifikan perhiasan bunga seperti benang sari rudimenter samping dan

42

LAMPIRAN

Lampiran 1. Diagram Alir Penelitian Karakterisasi Molekuler

Ekstraksi DNA Globba atrosanguinea (Doyle & Doyle 1990) yang

dimodifikasi

Analisis kualitatif DNA

Proses amplifikasi PCR menggunakan primer ITS

Analisis kualitatif hasil PCR

Purifikasi dan sekuensing DNA

Analisis filogenetik dan Jarak genetik

Page 56: KARAKTERISASI MORFOLOGI DAN BARKODING DNArepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48315/...dan ukuran signifikan perhiasan bunga seperti benang sari rudimenter samping dan

43

Lampiran 2. Tahap Ekstraksi DNA (Doyle & Doyle 1990) yang dimodifikasi

Page 57: KARAKTERISASI MORFOLOGI DAN BARKODING DNArepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48315/...dan ukuran signifikan perhiasan bunga seperti benang sari rudimenter samping dan

44

Lampiran 3. Penyatuan sekuens forward dan reverse Globba atrosanguinea

menggunakan program ChromasPro ver 1.7.4

Page 58: KARAKTERISASI MORFOLOGI DAN BARKODING DNArepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48315/...dan ukuran signifikan perhiasan bunga seperti benang sari rudimenter samping dan

45

Lampiran 4. Alur Kerja Proses Barkoding DNA

Translasi primer DNA (F dan R) ke protein dipastikan tidak ditemukannya

stopkodon

Analisis peak elektroferogram hasil sekuensing

Membuat consensus sequences (menggabungkan primer F dan R)

Mencocokkan kebenaran sekuens gen yang didapat adalah 'benar' gen target

(BLASTn)

Identifikasi spesies dan mengetahui kekerabatan dengan database

Alignment (Penyejajaran sekuens dan translasi protein gen ITS antara sampel

dan kerabatnya)

Rekonstruksi Filogenetik dan matriks Jarak genetik

https://web.expasy.org/

Finch TV dan Chromaspro

http://ncbi.nlm.nih.gov/

MUSCLE MEGA 7.0.26

MEGA 7.0.26

Chromaspro

http://ncbi.nlm.nih.gov/

http://boldsystems.org/

Page 59: KARAKTERISASI MORFOLOGI DAN BARKODING DNArepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48315/...dan ukuran signifikan perhiasan bunga seperti benang sari rudimenter samping dan

46

Lampiran 5. Hasil BLAST Sekuens DNA Globba atrosanguinea region ITS dari

NCBI GenBank

Kode Akses Spesies

Max

total/score

Query

cover

Identity

E-

value

AB049316.1 Globba atrosanguinea var.

atrosanguinea 1053/1053 100% 99.82% 0.0

AB049323.1 Globba flavibracteata 1050/1050 100% 99.82% 0.0

AY339735.1 Globba talangensis 1048/1048 100% 99.82% 0.0

AY339732.1 Globba acehensis 1048/1048 100% 99.82% 0.0

AF478753.1 Globba atrosanguinea 1048/1048 100% 99.82% 0.0

AY339734.1 Globba fecunda 1144/1144 100% 99.65% 0.0

AB049315.1 Globba atrosanguinea var.sumatrana 1042/1042 100% 99.65% 0.0

KX065412.1 Globba marantina 970/970 100% 97.37% 0.0

AY339669.1 Globba gracilis 917/917 100% 95.64% 0.0

AB049295.1 Globba franciscii 911/911 100% 95.47% 0.0

AY339677.1 Globba expansa 907/907 100% 95.30% 0.0

AY339700.1 Globba xantholeuca 880/880 100% 94.43% 0.0

AF478755.1 Globba macroclada 859/859 100% 93.89% 0.0

KJ872138.1 Globba multiflora 859/859 100% 93.89% 0.0

AF478770.1 Globba wengeri 804/804 100% 92.15% 0.0

AF478769.1 Globba spathulata 804/804 100% 92.15% 0.0

Page 60: KARAKTERISASI MORFOLOGI DAN BARKODING DNArepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48315/...dan ukuran signifikan perhiasan bunga seperti benang sari rudimenter samping dan

47

Lampiran 6. Matriks posisi sekuens DNA Region ITS yang menunjukkan variasi

Spesies Posisi nukleotida 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 3

1 3 4 4 5 5 6 7 7 8 8 9 0 0 1 1 1 3 3 3 4 4 5 6 7 7 8 8 2

4 5 0 3 6 9 7 4 6 5 7 4 4 9 1 4 5 0 6 8 2 6 8 8 7 9 0 1 2

1. AF478753.1 Globba atrosanguinea A T G C T C T T A A A C C - A A T A C T G C C C C A G G G

2. AB049315.1 Globba atrosanguinea var. sumatrana . . . . . . . . . . . . . - . . . . . . . . . . . . . . .

3. AB049316.1 Globba atrosanguinea var. atrosanguinea . . . . . . . . . . . . . - . . . . . . . . . . . . . . .

4. Globba atrosanguinea MA621 . . . . . . . . . . . . . - . . . . . . . . . . . . . . .

5. Globba atrosanguinea MA639 . . . . . . . . . . . . . - . . . . . . . . . . . . . . .

6. Globba atrosanguinea MA643 . . . . . . . . . . . . . - . . . . . . . . . . . . . . .

7. Globba atrosanguinea WEKBOE 40 . . . . . . . . . . . . . - . . . . . . . . . . . . . . .

8. AY339669.1 Globba gracilis . C . . C T . C . T C . . A . . . . . . . T . . . C . . .

9. AB049295.1 Globba franciscii . C . . C T . C . T C . . A . . . . . . . T . . . C . . .

10. AY339677.1 Globba expansa . . . T C . C C . . C T . A . . . . . . . . . . . C . . .

11. AY339672.1 Globba nuda . . . T C . C C . . C T . A . . . . . . . . . . . C . . .

12. AF478755.1 Globba macroclada G . . . . . A . G . C . . - C G C G T - . . . . . C A A .

13. KJ872138.1 Globba multiflora G . . . . . A . G . C . . - C G C G T - . . . . . C A . .

14. AF478770.1 Globba wengeri . . C T . . . C . . C . T - . G . . . - C G T T G C . . T

15. AF478769.1 Globba spathulata . . C T . . . C . - - . T - . G . . . - C G T T G C . . T

Page 61: KARAKTERISASI MORFOLOGI DAN BARKODING DNArepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48315/...dan ukuran signifikan perhiasan bunga seperti benang sari rudimenter samping dan

48

Lampiran 7. Lanjutan Matriks posisi sekuens DNA Region ITS yang menunjukkan variasi

Spesies Posisi nukleotida

3 3 3 3 3 3 3 3 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5

3 4 5 6 7 7 8 9 1 1 2 3 4 5 7 7 7 8 8 8 8 8 9 0 0 0 0 0 1 2 3 3 4 4 5 5 5 6 6

1 8 2 7 6 9 6 3 2 7 5 8 8 7 2 4 6 0 2 5 6 7 3 0 3 5 7 9 7 5 0 3 7 8 1 2 8 1 3

1. C G C A T T C A A G T A C C G C C C G T T C C C C T T C T A C C T C G G G C A

2. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .

3. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .

4. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .

5. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .

6. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .

7. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . T . . . . . . . . . . . . . . T .

8. . . . . C . T T . . C . . . . T . . . . . . T . G . . G . . . T . . . . . . .

9. . . . . C . T T T . C . . . . T . . . . . . T . G . . G . . . T . . . . . . .

10. . C . . . . . . T . . T . . . T . . . . . . T . G . C A . . . T G . T . . . .

11. . C . . . . . . T . . T . . . T . . . . . . T . G A C G . . . T G . T . . . .

12. . . . . . . . . T A . . . T . . T . . A A T T T . C . G C G . T . . . . . . G

13. . . . . . . . . T A . . T . . T . . A A T T T . C . G C G . T . . . . . . G

14. T . T G . A . . T A . A . A . T A C A A T T . . . . G . G A T . A . C T T .

15. T A T G . A . . T A . A . A . T A C A A T T . . . . G . G A T . A . C T T .