kamis, 17 maret 2011 demam galian di kaki meratus · gan galian c modern dengan berbagai alat...

1
DENNY SUSANTO L AJU truk-truk pe- ngangkut bebatuan gunung, hasil tam- bang galian C di Desa Awang Bangkal, Kecamatan Karang Intan, Kabupaten Banjar, Kalimantan Selatan, terseok-seok. Jalan yang mereka lintasi penuh dengan lubang dan berlumpur. Hujan yang terus mengguyur menyulitkan sopir truk sebab lubang-lubang jalan itu telah tergenang air. Di kejauhan, seorang ibu yang bersepeda membonceng- kan anaknya sepulang sekolah hanya bisa mengumpat. Baju yang ia kenakan kena cipratan air bercampur lumpur, saat truk-truk batu melintas. Nyaris 7 kilometer panjang jalan provinsi yang meng- hubungkan lokasi wisata Waduk Riam Kanan dengan sejumlah desa di kaki pegunun- gan Meratus, rusak parah. Di beberapa titik, aspal jalan telah lenyap dan berubah men- jadi tempat genangan. Bahkan jalan selebar 4 meter yang mem- belah lereng-lereng perbukitan tersebut telah dijejali tanah dan bebatuan, akibat longsor. Sepanjang perjalanan, tam- pak jelas maraknya aktivitas penambangan batu gunung atau galian C. Sebagian diker- jakan dengan alat berat, sisanya ialah tambang konvensional yang dikerjakan warga. Gunung-gunung batu yang membentang sepanjang kaki pegunungan Meratus ini men- jadi sumber mata pencarian sebagian besar warga desa. “Di wilayah Desa Awang Bangkal dan beberapa desa di Kecamatan Karang Intan, pe- nambangan sudah berlangsung puluhan tahun,” kata Khairil Ahyar, putra asli Karang Intan yang kini menjadi camat. Penambang tradisional Dulunya, aktivitas penam- bangan batu dilakukan secara tradisional. Bebatuan yang menonjol di atas permukaan tanah dibakar sampai retak dan kemudian dipecah meng- gunakan palu godam. Proses ini memakan waktu lama dan hasil yang tidak seberapa. Seiring perkembangan za- man dan pesatnya pembangu- nan, permintaan material bagi pembangunan infrastruktur meningkat. Kini tercatat ada enam perusahaan pertamban- gan galian C modern dengan berbagai alat berat, termasuk mesin pemecah batu. Warga desa tidak mau ke- tinggalan. Dengan payung ko- perasi unit desa (KUD), mereka ikut menjadi penambang batu gunung dan tanah dengan anggota mencapai 700 orang. Diperkirakan jumlah pekerja tambang galian C di Desa Awang Bangkal ini mencapai 2.000 orang. “Tambang batu ini sumber mata pencarian utama warga kami,” imbuh Khairil. Ia tidak menampik, ke- beradaan tambang batu di wilayahnya telah membuat hilangnya kawasan perbukitan dan rusaknya bentang alam. Demikian juga dengan kegiatan pertambangan yang dilakukan tanpa memperhatikan kaidah lingkungan, membuat bencana tanah longsor kerap terjadi. Pasir dan lumpur yang hanyut ke sungai menyebabkan sungai-sungai mendangkal. Menurut Khairil, pihaknya sa- ngat berharap pemerintah dae- rah dapat mengatasi ancaman kerusakan lingkungan akibat aktivitas tambang batu ini. Sementara itu, Camat Aranio Wasis Nugraha mengeluhkan kondisi kerusakan jalan akibat aktivitas angkutan material di Kecamatan Karang Intan. Wilayah Aranio sendiri bera- da di bagian paling ujung, tem- pat ribuan warga dari belasan desa setiap hari harus melalui jalan yang rusak parah untuk pergi ke kota kabupaten. Menekan kerusakan Kondisi kerusakan lingkung- an akibat aktivitas pertam- bangan batu turut dikeluhkan Kepala Badan Lingkungan Hidup Kabupaten Banjar Farid Sofyan. Dia mendesak pemerintah daerah segera menertibkan dan menetapkan wilayah pertam- bangan rakyat tersendiri untuk menekan tingkat kerusakan lingkungan. Sebab selama ini aktivitas pertambangan batu di Desa Awang Bangkal dan beberapa desa lainnya seperti Beruntung Baru, dilakukan secara seram- pangan dan tidak memperha- tikan tata kelola pertambangan yang baik. Manajer Kampanye Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Kalimantan Selatan, Dwitho Prasetyandi, mengata- kan pihaknya telah sejak lama mendesak pemerintah daerah menertibkan perizinan serta aktivitas pertambangan galian C di kaki pegunungan Meratus tersebut. Karena seharusnya, kebijakan pembangunan yang dilakukan pemerintah tidak menyam- pingkan dampak kerusakan lingkungan. “Gunung-gunung banyak yang hilang karena ditambang. Kawasan hutan yang merupa- kan area resapan air dirusak sehingga bencana banjir terus menghantui masyarakat seki- tar,” ucapnya. Toh, Kepala Dinas Pekerjaan Umum Kalimantan Selatan Arsyadi berkomentar dengan datar. “Inilah harga sebuah pembangunan,” katanya. Soal kerusakan lingkungan yang terjadi di Kecamatan Karang Intan dan beberapa lokasi tambang material lain, menurutnya, tidak dapat di- hindari. “Kita adalah pengguna mate- rial saja, dan sudah seharusnya tanggung jawab mencegah kerusakan lingkungan ada pada pemerintah kabupaten, terkait izin ataupun analisis mengenai dampak lingkungan dari perusahaan tambang di- maksud,” ujarnya. Sudah lebih dari tiga dekade terakhir, gunung-gunung batu dicongkel untuk memasok ke- butuhan utama pembangunan infrastruktur jalan dan ba- ngunan, baik milik pemerintah maupun masyarakat umum. Setiap harinya, puluhan bah- kan ratusan kubik batu agregat dipasok untuk proyek pemba- ngunan di berbagai kabupaten/ kota di Kalimantan Selatan dan Kalimantan Tengah. “Material bebatuan gunung Kalimantan Selatan termasuk berkualitas baik dan selama ini juga memasok untuk ke- perluan pembangunan di Kalimantan Tengah,” imbuh Arsyadi. (N-3) denny_susanto@ mediaindonesia.com Demam Galian di Kaki Meratus Gunung-gunung batu yang membentang sepanjang perbukitan nyaris rata akibat maraknya penambangan. MI/DENNY SUSANTO 9 N USANTARA KAMIS, 17 MARET 2011 MENAMBANG BATU: Dua ibu mengumpulkan batu di Desa Awang Bangkal, Kecamatan Karang Intan, Kabupaten Banjar, Kalimantan Selatan, pekan lalu Maraknya penambangan batu menyebabkan kerusakan lingkungan yang cukup parah. MI/DENNY SUSANTO KERUSAKAN LINGKUNGAN: Keberadaan tambang batu membuat hilangnya kawasan perbukitan dan rusaknya bentang alam di pegunungan Meratus, Kalimantan Selatan.

Upload: others

Post on 22-Oct-2019

1 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: KAMIS, 17 MARET 2011 Demam Galian di Kaki Meratus · gan galian C modern dengan berbagai alat berat, termasuk mesin pemecah batu. Warga desa tidak mau ke-tinggalan. Dengan payung

DENNY SUSANTO

LAJU truk-truk pe-ngangkut bebatuan gunung, hasil tam-bang galian C di Desa

Awang Bangkal, Kecamatan Karang Intan, Kabupaten Banjar, Kalimantan Selatan, terseok-seok.

Jalan yang mereka lintasi penuh dengan lubang dan berlumpur. Hujan yang terus mengguyur menyulitkan sopir truk sebab lubang-lubang jalan itu telah tergenang air.

Di kejauhan, seorang ibu yang bersepeda membonceng-kan anaknya sepulang sekolah hanya bisa mengumpat. Baju yang ia kenakan kena ci pratan air bercampur lumpur, saat truk-truk batu melintas.

Nyaris 7 kilometer panjang jalan provinsi yang meng-hubungkan lokasi wisata Waduk Riam Kanan dengan sejumlah desa di kaki pegunun-gan Meratus, rusak parah.

Di beberapa titik, aspal jalan telah lenyap dan berubah men-jadi tempat genangan. Bahkan jalan selebar 4 meter yang mem-belah lereng-lereng perbukitan tersebut telah dijejali tanah dan bebatuan, akibat longsor.

Sepanjang perjalanan, tam-pak jelas maraknya aktivitas penambangan batu gunung atau galian C. Sebagian diker-jakan dengan alat berat, sisanya

ialah tambang konvensional yang dikerjakan warga.

Gunung-gunung batu yang membentang sepanjang kaki pegunungan Meratus ini men-jadi sumber mata pencarian sebagian besar warga desa.

“Di wilayah Desa Awang Bangkal dan beberapa desa di Kecamatan Karang Intan, pe-nambangan sudah berlangsung puluhan tahun,” kata Khairil Ahyar, putra asli Karang Intan yang kini menjadi camat.

Penambang tradisionalDulunya, aktivitas penam-

bangan batu dilakukan secara tradisional. Bebatuan yang menonjol di atas permukaan tanah dibakar sampai retak dan kemudian dipecah meng-gunakan palu godam. Proses ini memakan waktu lama dan hasil yang tidak seberapa.

Seiring perkembangan za-man dan pesatnya pembangu-nan, permintaan material bagi pembangunan infrastruktur meningkat. Kini tercatat ada enam perusahaan pertamban-gan galian C modern dengan berbagai alat berat, termasuk mesin pemecah batu.

Warga desa tidak mau ke-tinggalan. Dengan payung ko-perasi unit desa (KUD), mereka ikut menjadi penambang batu gunung dan tanah dengan anggota mencapai 700 orang. Diperkirakan jumlah pekerja

tambang galian C di Desa Awang Bangkal ini mencapai 2.000 orang. “Tambang batu ini sumber mata pencarian utama warga kami,” imbuh Khairil.

Ia tidak menampik, ke-beradaan tambang batu di wilayahnya telah membuat hilangnya kawasan perbukitan dan rusaknya bentang alam. Demikian juga dengan kegiatan pertambangan yang dilakukan tanpa memperhatikan kaidah

lingkungan, membuat bencana tanah longsor kerap terjadi.

Pasir dan lumpur yang hanyut ke sungai menyebabkan sungai-sungai mendangkal. Menurut Khairil, pihaknya sa-ngat berharap pemerintah dae-rah dapat mengatasi ancam an kerusakan lingkungan akibat aktivitas tambang batu ini.

Sementara itu, Camat Aranio Wasis Nugraha mengeluhkan kondisi kerusakan jalan akibat

aktivitas angkutan material di Kecamatan Karang Intan.

Wilayah Aranio sendiri bera-da di bagian paling ujung, tem-pat ribuan warga dari belasan desa setiap hari harus melalui jalan yang rusak parah untuk pergi ke kota kabupaten.

Menekan kerusakanKondisi kerusakan lingkung-

an akibat aktivitas pertam-bangan batu turut dikeluhkan

Kepala Badan Lingkungan Hidup Kabupaten Banjar Farid Sofyan.

Dia mendesak pemerintah daerah segera menertibkan dan menetapkan wilayah pertam-bangan rakyat tersendiri untuk menekan tingkat kerusakan lingkungan.

Sebab selama ini aktivitas pertambangan batu di Desa Awang Bangkal dan beberapa desa lainnya seperti Beruntung Baru, dilakukan secara seram-pangan dan tidak memperha-tikan tata kelola pertambangan yang baik.

Manajer Kampanye Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Kalimantan Selatan, Dwitho Prasetyandi, mengata-kan pihaknya telah sejak lama mendesak pemerintah daerah menertibkan perizinan serta aktivitas pertambangan galian C di kaki pegunungan Meratus tersebut.

Karena seharusnya, kebijakan pembangunan yang dilakukan pemerintah tidak menyam-pingkan dampak kerusakan lingkungan.

“Gunung-gunung banyak yang hilang karena ditambang. Kawasan hutan yang merupa-kan area resapan air dirusak sehingga bencana banjir terus menghantui masyarakat seki-tar,” ucapnya.

Toh, Kepala Dinas Pekerjaan Umum Kalimantan Selatan

Arsyadi berkomentar dengan datar. “Inilah harga sebuah pembangunan,” katanya.

Soal kerusakan lingkungan yang terjadi di Kecamatan Karang Intan dan beberapa lokasi tambang material lain, menurutnya, tidak dapat di-hindari.

“Kita adalah pengguna mate-rial saja, dan sudah seharusnya tanggung jawab mencegah kerusakan lingkungan ada pada pemerintah kabupaten, terkait izin ataupun analisis mengenai dampak lingkungan dari perusahaan tambang di-maksud,” ujarnya.

Sudah lebih dari tiga dekade terakhir, gunung-gunung batu dicongkel untuk memasok ke-butuhan utama pembangunan infrastruktur jalan dan ba-ngunan, baik milik pemerintah maupun masyarakat umum.

Setiap harinya, puluhan bah-kan ratusan kubik batu agregat dipasok untuk proyek pemba-ngunan di berbagai kabupaten/kota di Kalimantan Selatan dan Kalimantan Tengah.

“Material bebatuan gunung Kalimantan Selatan termasuk berkualitas baik dan selama ini juga memasok untuk ke-perluan pembangunan di Kalima ntan Tengah,” imbuh Arsyadi. (N-3)

[email protected]

Demam Galian di Kaki Meratus Gunung-gunung batu yang membentang sepanjang perbukitan nyaris rata akibat

maraknya penambangan.

MI/DENNY SUSANTO

9NUSANTARA KAMIS, 17 MARET 2011

MENAMBANG BATU: Dua ibu mengumpulkan batu di Desa Awang Bangkal, Kecamatan Karang Intan, Kabupaten Banjar, Kalimantan Selatan, pekan lalu Maraknya penambangan batu menyebabkan kerusakan lingkungan yang cukup parah.

MI/DENNY SUSANTO

KERUSAKAN LINGKUNGAN: Keberadaan tambang batu membuat hilangnya kawasan perbukitan dan rusaknya bentang alam di pegunungan Meratus, Kalimantan Selatan.