kaki diabetik
DESCRIPTION
goodTRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULAUN
A. LATAR BELAKANG
Diabetes mellitus (DM) adalah suatu sindrom klinis kelainan metabolik. Ditandai
oleh adanya hiperglikemia yang disebabkan oleh defek sekresi insulin, defek kerja
insulin atau keduanya. Di dunia, jumlah penderita DM diperkirahkan sebanyak 171
juta jiwa dan keadaan ini dipredeksi akan terus meningkat mencapai 366 juta jiwa
pada tahun 2025. Dari berbagai penelitian, epidemiologis seiring dengan perubahan
pola hidup didapatkan bahwa prevalensi DM meningkat terutama dikota besar. Jika
tidak ditangani dengan baik tentu angka kejadian komplikasi kronik DM juka akan
meningkat, termasuk komplikasi kaki diabetes.1,2 (IPD) (Synder RJ, et al. Consensus recommendations on advancing
the standard of care for treating neuropathic foot ulcers ini patients with diabetes. 2010)
Kaki diabetik merupakan salah satu komplikasi kronik Diabetes Melitus yang
paling ditakuti oleh para penderita Diabetes Melitus karena dapat mengakibatkan
terjadinya cacat bahkan kematian. Hampir sepertiga dari kasus Diabetes Melitus yang
di rawat punya masalah dengan kakinya. Akibatnya hari perawatan lama dan biaya
pengobatan mahal. Belum lagi di hitung tenaga yang hilang akibat kecacatan dan
ketidakhadiran di tempat kerja serta biaya yang perlu dikeluarkan akibat cacat
tersebut. Sekitar 15% penderita diabetes melitus (DM) dalam perjalanan penyakitnya
akan mengalami komplikasi ulkus diabetika terutama ulkus di kaki. Sekitar 14-24%
di antara penderita kaki diabetika tersebut memerlukan tindakan amputasi.2,3,4
Kaki diabetik disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu neuropati, trauma,
deformitas kaki, tekanan tinggi pada telapak kaki dan penyakit vaskuler perifer.
Pemeriksaan dan klasifikasi kaki diabetik yang menyeluruh dan sistematik dapat
membantu memberikan arahan perawatan yang adekuat.3 (perawatan ulkus diabetik)
B. RUANG LINGKUP PEMBAHASAN
Dalam referat ini dibahas tentang apa itu kaki diabetes dan penatalaksanannya.
C. TUJUAN PENULISAN
Informasi bagi para pembaca khususnya dikalangan kesehatan. Agar kita
dapat memahami apa itu luka diabetik dan penatalaksanaanya agar tidak
menimbulkan ke keaadaan yang lebih lanjut seperti amputasi
BAB II
KAKI DIABETIK
A. DEFINISI
Kaki diabetes merupakan salah satu komplikasi kronik DM yang paling ditakuti.
Hasil pengelolaan kaki diabetes sering mengecewakan baik bagi para dokter
pengelola maupun penyandang DM dan keluarganya. Sering kaki diabetes berakhir
dengan kecacatan dan kematian.4 (IPD)
B. EPIDEMIOLOGI
Prevalensi penderita ulkus diabetika di Amerika Serikat sebesar 15-20%, risiko
amputasi 15-46 kali lebih tinggi dibandingkan dengan penderita non DM. Sampai
saat ini, di Indonesia kaki diabetes masih merupakan masalah yang rumit dan tidak
terkelola dengan maksimal. Prevalensi ulkus kaki diabetik pada populasi diabetes
adalah 4 – 10%, lebih sering terjadi pada pasien usia lanjut. Sebagian besar (60-80%)
ulkus akan sembus sendiri, 10-15% akan tetap aktif, dan 5-25% akan berakhir pada
amputasi dalam kurun waktu 6-18 bulan dari evaluasi pertama 3,4,5
Menurut The National Institute of Diabetes and Digestive and Kidney Disease,
diperkirakan 16 juta orang Amerika Serikat diketahui menderita diabetes, dan jutaan
diantaranya beresiko untuk menderita diabetes. Di Negara maju kaki diabetes
memang juga masih merupakan masalah kesehatan masyarakat yang besar, tetapi
dengan kemajuan cara pengelolaan, dan adanya klinik kaki diabetis yang aktif
mengelola sejak pencegahan primer, nasib penyadang kaki diabetes mnejadi lebih
cerah. Angka kematian dan angka amputasi dapat ditekan sampai sangat rendah,
menurun sebanyak 49-85% dari sebelumnya. Tahun 2005 Internasional Diabetes
Federation mengambil tema Tahun Kaki Diabetes mengingat pentingnya pengelolaan
kaki diabetic untuk dikembangkan.(1)IPD
C. ETIOLOGI
Etiologi ulkus diabetik termasuk neuropati, penyakit pembuluh darah
(vaskulopati), tekanan dan deformitas pada kaki. Ada banyak faktor yang
berpengaruh dalam terjadinya kaki diabetik. Secara umum faktor-faktor tersebut
dibagi menjadi:
1. Faktor predisposisi
a. Faktor yang mempengaruhi daya tahan jaringan terhadap trauma seperti
kelainan makrovaskuler dan mikrovaskuler, jenis kelamin, merokok, dan
neuropati otonom.
b. Faktor yang meningkatkan kemungkinan terkena trauma seperti neuropati
motorik, neuropati sensorik, limited joint mobility, dan komplikasi DM
yang lain (seperti mata kabur).3
c. Neuropati sensorik pada kaki bisa menyebabkan terjadinya trauma yang
tidak disadari. Neuropati motorik juga menyebabkan otot intrinsik lemah
ntuk menampung berat badan seseorang dan seterusnya terjadilah trauma
2. Faktor Presipitasi
a. Perlukaan di kulit (jamur).
b. Trauma.
c. Tekanan berkepanjangan pada tumit saat berbaring lama.
3. Faktor Yang Memperlambat Penyembuhan Luka
a. Derajat luka.
b. Perawatan luka.
c. Pengendalian kadar gula darah.
D. KLASIFIKASI KAKI DIABETES
Ada berbagai macam klasifikasi kaki diabetes, mulai dari yang sederhana seperti
klasifikasi Edmonds dari King’s College Hospital London, klasifikasi Liverpool,
klasifikasi Wagner dan juga klasifikasi Texas, dan Klasifikasi oleh International
Working Group on Diabetik Foot (Klasifikasi PEDIS 2003).
a. Klasifikasi berdasar pada perjalanan alamiah kaki diabetes (Edmonds 2004-
2005)
Stage 1 : Normal Foot
Stage 2 : High Risk Foot
Stage 3 : Ulcerated Foot
Stage 4 : Infected Foot
Stage 5 : Necrotic Foot
Stage 6 : Unsalvable Foot
Untuk Stage 1 dan 2, peran pencegahan primer sangat penting, dan semuanya dapat
dikerjakan pada pelayanan kesehatan primer, baik oleh podiatric
Untuk stage 3 dan 4 kebanyakan sudah memerlukan perawatan di tingkat pelayanan
kesehatan yang lebih memadai umumnya sudah memerlukan pelayanan spesialistik
Untuk stage 5, apalagi stage 6, jelas merupakan kasus rawat inap dan jelas sekali
memerlukan suatu kerjasama tim yang sangat erat, di mana harus ada dokter bedah,
utamanya dokter ahli bedah vascular/ahli bedah plastic dan rekonstruksi
b. Klasifikasi Texas
TINGKAT
STADIUM 0 1 2 3A Tanpa tukak
atau pasca tukak, kulitintak/utuhtulang
LukaSuperficial, tidak sampaitendon ataukapsul sendi
Luka sampaitendon ataukapsul sendi
Luka sampaitulang/sendi
B Dengan InfeksiC Dengan IskemiaD Dengan Iskemia Infeksi
c. Klasifikasi Wagner
0 : Kulit intak/utuh
1 : Tukak Superfisial
2 : Tukak Dalam (sampai tendo, tulang)
3 : Tukak Dalam dengan Infeksi
4 : Tukak dengan Gangren pada 1-2 jari kaki
5 : Tukak dengan gangren luas seluruh kaki
Gambar 1. Klasifikasi menurut wegner
d. Klasifikasi Liverpool
Klasifikasi primer
- Vascular
- Neuropati
- Neuroiskemik
Klasifikasi sekunder
- Tukak sederhana, tanpa komplikasi
- Tukak dengan komplikasi
e. Klasifikasi PEDIS (International Consensus on the Diabetic Foot 2003)
Impaired Perfusion 1 None
2 PAD + but not critical
3 Critical limb ischemia
Size/Extent in mm2Tissue Loss/Depth
1 Superficial fullthickness, not deeper than dermis
2 Deep ulcer, below dermis, involving subcutaneous structures, fascia, muscle or tendon
3 All subsequent layers of the foot involved including bone and or joint
Infection 1 No symptoms or sign of infection
2 Infection of skin and subcutaneous tissue only
3 Erythema > 2 cm or infection involving subcutaneous structure. No systemic sign of inflammatory response
4 Infection with systemic manifestacion, fever, leucocytosis, shift to the left metabolic instability
Impaired Sensation 1 Absent
2 Present
E. PATOFISOLOGI KAKI DIABETES
Terjadinya masalah kaki diabetis diawali oleh adanya hiperglikemia pada
penyadang DM yang menyebabkan kelainan neuropati dan kelainan pada pembuluh
darah. Neuropati, baik neuropati sensorik maupun motorik dan autonomic akan
mengakibatkan berbagai perubahan distrbusi tekanan pada telapak kaki dan
selanjutnya akan mempermudah terjadinya ulkus. Adanya kerentanan terhadap
infeksi menyebabkan infeksi mudah merebak menjadi infeksi yang luas. Faktor aliran
darah yang kurang juga akan lebih lanjut menambah rumitnya pengelolaan kaki
diabetes.
(Gambar 1.1. Patofisiologi terjadinya ulkus pada kaki diabetik (Sumber: Sudoyo AW dkk.Kaki
Diabetes.Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam JilidIII.Edisi V. Jakarta: Interna Publishing;2009
F. DIAGNOSIS KLINISPenanganan ulkus diabetes terdiri dari penentuan dan perbaikan penyakit dasar
penyebab ulkus, perawatan luka yang baik, dan pencegahan kekambuhan ulkus.
Penyebab ulkus diabetes dapat ditentukan secara tepat melalui anamnesa riwayat dan
pemeriksaan fisik yang cermat.
a. AnamnesisGejala yang didapatkan saat anamnesis seperti hipesthesia, hiperesthesia,
paresthesia, disesthesia, radicular pain dan anhidrosis. sebagian besar orang
yang menderita penyakit atherosklerosis pada ekstremitas bawah tidak
menunjukkan gejala (asimtomatik), Penderita yang menunjukkan gejala
didapatkan laudicatio, nyeri iskemik saat istirahat, luka yang tidak sembuh
dan nyeri kaki yang jelas. Kram, kelemahan dan rasa tidak nyaman pada kaki
sering irasakan oleh penderita diabetes karena kecenderungannya menderita
oklusiaterosklerosis tibioperoneal.
b. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik pada penderita dengan ulkus diabetes dibagi menjadi 3
bagian yaitu3:
1. Pemeriksaan ulkus dan keadaan umum ekstremitas
2. Penilaian kemungkinan isufisiensi vaskuler
Pemeriksaan fisik rnemperlihatkan hilangnya atau menurunnya nadi
perifer dibawah level tertentu. Penemuan lain yang berhubungan dengan
penyakit aterosklerosis meliputi adanya bunyi bising (bruit) pada arteri
iliaka dan femoralis, atrofi kulit, hilangnya rambut pada kaki, sianosis jari
kaki, ulserasi dan nekrosis iskemia, kedua kaki pucat pada saat kaki
diangkat setinggi jantung selama 1-2 menit.
Pemeriksaan vaskuler noninvasif meliputi pengukuran oksigen
transkutan, anklebrachial index (ABI), tekanan sistolik jari kaki. ABI
merupakan pemeriksaan noninvasif yang dengan mudah dilakukan dengan
menggunakan alat Doppler. Cuff tekanan dipasang pada lengan atas dan
dipompa sampai nadi pada brachialis tidak dapat dideteksi Doppler
(Gambar 5). Cuff kemudian dilepaskan perlahan sampai Doppler dapat
mendeteksi kembali nadi brachialis. Tindakan yang sama dilakukan pada
tungkai, dimana cuff dipasang pada calf distal dan Doppler dipasang pada
arteri dorsalis pedis atau arteri tibialis posterior. ABI didapatkan dari
tekanan sistolik ankle dibagi tekanan sistolik brachialis.
Gambar 2. Pengukuran Angke-Brachial Index (ABI)
3. Penilaian kemungkinan neuropati perifer
Tanda neuropati perifer meliputi hilangnya sensasi rasa getar dan
posisi, hilangnya reflek tendon dalam, ulserasi tropik, foot drop, atrofi
otot, dan pemembentukan calus hipertropik khususnya pada daerah
penekanan misalnya pada tumit. Status neurologis dapat diperiksa dengan
menggunakan monofilament Semmes-Weinsten untuk mengetahui apakah
penderita masih memiliki "sensasi protektif', Pemeriksaan menunjukkan
hasil abnormal jika penderita tidak dapat merasakan sentuhan
monofilamen ketika ditekankan pada kaki dengan tekanan yang cukup
sampai monofilamen bengkok.
Gambar 3. Pemeriksaan dengan monofilamen
Mengingat diabetes mellitus merupakan penyakit sistemik, oleh karena itu.
pemeriksaan fisik secara menyeluruh pada pasien sangat penting untuk
dilakukan.
1. Pemeriksaan Ekstremitas
Ulkus diabetes mempunyai kecenderungan terjadi pada beberapa
daerah yang menjadi tumpuan beban terbesar, seperti tumit, area kaput
metatarsal di telapak, ujung jari yang menonjol (pada jari pertama dan
kedua). Ulkus dapat timbul pada malleolus karena pada daerah ini sering
mendapatkan trauma.
2. Kelainan-kelainan lain yang ditemukan pada pemeriksaa fisik:
Callus hipertropik
Kuku yang rapuh/pecah
Hammer toes
Fissure
c. Pemeriksaan Laboratorium.
1. Pemeriksaan darah: lekositosis mungkin menandakan adanya abses atau
infeksi lainnya pada kaki. Penyembuhan luka dihambat oleh adanya
anemia. Adanya insufisiensi arterial yang telah ada, keadaan anemia
menimbulkan nyeri saat istirahat.
2. Profil metabolik: pengukuran kadar glukosa darah, glikohemoglobin dan
kreatinin serum membantu untuk menentukan kecukupan regulasi glukosa
dan fungsi ginjal
3. Pemeriksaan laboratorium vaskuler noninvasif: Pulse Volume Recording
(PVR), atau plethymosgrafi.
d. Pemeriksaan Radiologis
1. Pemeriksaan foto polos pada kaki diabetik dapat menunjukkan
demineralisasi dan sendi Charcot serta adanya ostomielitis.
2. Computed Tomographic (CT) scan dan Magnetic Resonance Imanging
(MRI): meskipun pemeriksa yang berpengalaman dapat mendiagnosis
abses dengan pemeriksaan fisik, CT scan atau MRI dapat digunakan untuk
membantu diagnosis abses apabila pada pemeriksaan fisik tidak jelas.
3. Bone scaning masih dipertanyakan kegunaannya karena besarnya hasil
false positif dan false negatif. Penelitian mutakhir menyebutkan 99mTc-
IabeIed ciprofloxacin sebagai penanda (marker) untuk osteomielitis.
4. Arteriografi konvensional: apabila direncanakan pembedahan vaskuler
atau endovaskuler, arteriografi diperlukan untuk memperlihatkan luas dan
makna penyakit atherosklerosis. Resiko yang berkaitan dengan injeksi
kontras pada angiografi konvensional berhubungan dengan suntikan dan
agen kontras.
Teknik: secara khusus, kateter dimasukan secara retrograde
melalui tusukan pada femur, kontras disuntikkan melalui aorta
infrarenal. Gambar diambil sejalan dengan kontras ke bawah pada
kedua kaki.
Komplikasi berkaitan dengan tusukan: resiko dapat berupa
perdarahan, terbentuknya pseudoaneurisma, dan pembekuan atau
hilangnya lapisan intima arteri. Saat ini metode terbaru dengan
suntikan secara perkutan dapat mengurangi komplikasi yang
terjadi.
Resiko berkaitan dengan kontras: bahan kontras angiografi
merupakan bahan nefrotoksik. Resiko terjadinya gagal ginjal akut
tinggi pada pasien dengan insufisiensi renal dan pada penderita
diabetes. Pada pasien dengan faktor resiko tersebut 30%
kemungkinan dapat terjadi kegagalan ginjal akut. Oleh karena itu,
pemeriksaan kreatinin serum dilakukan sebelum dilakukan
angiografi.
Untuk mencegah kemungkinan lactic asidosis, penderita diabetes
yang mengkonsumsi Metformin (Glucophage) tidak boleh minum
obat tersebut menjelang dilakukan angiografi dengan kontras.
Pasien dapat kembali mengkonsumsi obat tersebut setelah fungsi
ginjal normal kembali dalam 1-2 hari setelah terpapar kontras.
5. Alternatif selain angiografi konvensional
Magnetic Resonance Angiography (MRA): MRA merupakan
alternatif yang dapat digunakan pada penderita resiko tinggi atau
penderita yang alergi bahan kontras. Kontras yang digunakan
adalah Gadolinum chelates, berpotensi menimbulkan 3 efek
samping pada penderita dengan insufisiensi renal: acute renal
injury, pseudohipokalemia, dan fibrosis nefrogenic sistemik.
Multidetector Computed Tomographic Angiography (MDCT)
menghindari penusukan arteri. Dengan menggunakan injeksi
kontras intravenous, CT scan multidetektor (16 atau 64 channel)
dapat meningkatkan resolusi gambar angiografi dan dengan
kecepatan relatif tinggi. Penggunaan kontras pada MDCT
mempunyai resiko yang sama.
Carbondioxide Angiography merupakan salah satu alternatif pada
penderita dengan insufisiensi renal, tetapi tidak secara luas dapat
digunakan dan masih membutuhkan bahan kontras iodium sebagai
tambahan gas karbondioksida untuk mendapatkan gambar yang
baik.
Plain radiografi tidak digunakan untuk pemeriksaan rutin pada
penyakit arteri perifer oklusif. Hal ini disebabkan kalsifikasi arteri
yang terlihat pada plain radiografi bukan merupakan indikator
spesifik penyakit aterosklerosis. Kalsifikasi pada lapisan media
arteri bukan merupakan diagnosis aterosklerosis, bahkan juga
kalsifikasi pada lapisan intima yang merupakan diagnosis
aterosklerosis, tidak akan menyebabkan stenosis hemodinamik
yang signifikan
G. PENGELOLAAN KAKI DIABETIK
Pengelolaan kaki diabetes dapat dibagi menjadi 2 kelompok besar, yaitu
pencegahan terjadinya kaki diabetes dan terjadinya ulkus (pencegahan primer
sebelum terjadi perlukaan pada kulit) dan pencegahan agar tidak terjadi kecacatan
yang lebih parah. (pencegahan sekunder dan pengelolaan ulkus/gangrene diabetic
yang sudah terjadi)
1. Pencegahan Primer
Penyuluhan mengenai terjadinya kaki diabetes sangat penting untuk
pencegahan kaki diabetes. Penyuluhan ini harus selalu dilakukan pada setiap
kesempatan pertemuan dengan penyandang DM, dan harus selalu diingatkan
kembali tanpa bosan. Anjuran ini berlaku untuk semua pihak terkait pengelolaan
DM, baik para medis, ners, ahli gizi, ahli perawatan kaki, maupun dokter sebagai
dirigen pengelolaan.
Keaadaan kaki penyandang diabetes digolongkan berdasar risiko terjadinya
dan risiko besarnya masalah. 1). Sensasi normal tanpa deformitas, 2). Sensasi
normal dengan deformitas atau tekanan plantar tinggi, 3). Insensibilitas tanpa
deformitas, 4). Iskemia tanpa deformitas, 5). Kombinasi/Complicated: a).
kombinasi insensitivitas, iskemia dan atau tanpa deformitas, b). riwayat adanya
tukak,
Pengelolaan kaki diabetes terutama ditujukan untuk pencegahan terjadinya
tukak, disesuaikan dengan keadaan risiko kaki. Berbagai usaha pencegahan
dilakukan sesuai dengan tingkat besarnya risiko tersebut. Peran ahli rehabilitasi
medis terutama dari segi ortotik sangat besar pada usaha pencegahan terjadinya
ulkus. Dengan memberikan alas kaki yang baik, berbagai hal terkait terjadinya
ulkus karena faktor mekanik akan dapat dicegah.
Penyuluhan diperlukan untuk semua katekori risiko tersebut: untuk kaki yang
kurang merasa/insensitive (kategori 3 dan 5), alas kaki perlu diperhatikan benar,
untuk melindungi kaki yang insensitive tersebut.
Kalau sudah ada deformitas (kategori risiko 2 dan 5), perlu perhatian sepatu/
alas kaki yang dipakai, untuk meratakan penyebaran tekanan pada kaki.
Untuk kasus dengan kategori risiko 4 (permasalahan vaskular), latihan kaki
perlu diperhatikan benar untuk memperbaiki vaskularisasi kaki
Untuk ulkus yang Complicated, tentu saja semua usaha dan dana usaha ini
masuk ke usaha pencegahan sekunder.
2. Pencegahan Sekunder
Pengelolaan Holistik Ulkus/Gangren Diabetik
Dalam pengelolaan kaki diabetes, kerja sama multi-disipliner sangat
diperlukan. Berbagai hal yang harus ditangani dengan baik agar diperoleh hasil
pengelolaan yang maksimal dapat digolongkan sebagai berikut, dan semuanya
perlu dikelola bersama.
a. Mechanical Control-Pressure Control
Jika tetap dipakai untuk berjalan (berarti kaki dipakai untuk menahan
berat badan-weight bearing), luka yang selalu mendapat tekanan tidak akan
sempat menyembuh, apalagi kalau luka tersebut terletak dibagian plantar
seperti pada kaki Charcot. Peran jajaran rehabilitasi medis pada usha pressure
control ini juga sangat mencolok.
b. Wound control
Perawatn luka sejak pertama kali pasien datang merupakan hal yang
harus dikerjakan dengan baik dan teliti. Evaluasi luka harus dikerjakan
secermat mungkin. Klasifikasi ulkus PEDIS dilakukan setelah debridement
yang adekuat. Saat ini terdapat banyak sekali macam dressing (pembalut),
yang masing-masing tentu dapat dimanfaatkan sesuai dengan keadaan luka,
dan juga letak luka tersebut. Dressing yang mengandung komponen zat
penyerap seperti carbonat dressing, alginate dressing akan bermanfaat pada
keadaan luka yang masih produktif. Demikiaan pula hidrofilik fiber dressing
atau silver impregnated dressing akan dapat bermanfaat untuk luka produktif
dan terinfeksi. Tetapi jangan lupa bawah tindakan debridement yang adekuat
merupakan syarat mutlak yang harus dikerjakan dahulu sebelum menilai dan
mengklasifikasikan luka. Debridement yang baik dan adekuat tentu akan
sangat membantu mengurangi jaringan nekrotik yang harus dikeluarkan
tubuh, dengan demikian tentu akan sangat mengurangi produksi pus/cairan
dari ulkus/gangrem.
Berbagai terapi topical dapat dimanfaatkan untuk mengurangi mikroba
pada luka. Seperti cairan salin sebagai pembersi luka, atau yodium encer
senyawa silver sebagai bagian dari dressing, dll. Demikian pula berbagai cara
debridement non surgical dapatt dimanfaatkan untuk mempercepat
pembersihan jaringan nekrotik luka, seperti prearat enzim.
Jika luka sudah baik dan tidak terinfeksi lagi, dressing seperti hydrocolloid
dressing yang dapat dipertahankan beberapa hari dapat digunakan. Tentu saja
untuk kesembuhan luka kronik seperti pada luka kaki diabetes, suasana sekitar
luka yang kondusif untuk penyembuhan harus dipertahankan. Yakinkan
bahwa luka selalu dalam keadaan optimal dengan demikian penyembuhan
luka akan terjadi sesuai dengan tahapan peyembuhan luka yang harus dilewati
dalam rangka proses peyembuhan.
Sebelum proses inflamasi masih ada, penyembuhan luka dapat pula
dipakai kasa yang dibasahi dengan salin. Cara tersebut saat ini dipakai di
banyak sekali tempat perawatan kaki diabetes.
Berbagai sarana dan penemuan baru yang dapat dimanfaatkan untuk
wound control seperti: dermagraft, apligraft, growth factor, protease inhibitor,
dsb. Untuk mempercepat kesembuhan luka. Bahkan ada dilaporkan terapi gen
untuk mendapatkan bakteri E coli yang dapat menghasilkan berbagai faktor
penyembuhan. Ada pula dilaporkan pemakaian maggot (belatung), lalat (lalat
hijau), untuk membantu membersihkan luka. Berbagai laporan tersebut belum
berdasar penelitian besae dan belum cukup terbukti secara luas untuk
diterapkan dalam pengelolaan rutin kaki diabetes.
c. Microbiological Control-Infection Control
Data mengenai pola kuman perlu diperbaiki secara berkala untuk
setiap daerah yang berbeda. Di RSCM data terakhir menunjukan bahwa pada
pasien yang datang dari luar umumnya didapatkan infeksi bakteri yang
multiple, aerob dan anaerob. Antibiotic yang dianjurkan harus selalu
disesuaikan dengan hasil biakan kuman dan resistensinya. Lini pertama
pemberian antibiotic harus diberikan antibiotic dengan spectrum luas,
mencakup kuman gram positif dan gram negative (seperti misalnya golongan
sefalosporin), dikombinasikan dengan obat yang bermanfaat terhadap kuman
anaerob (seperti misalnya metronodazole.)
d. Vaskular Control
Keadaan vascular yang buruk tentu akan menghambat kesembuhan
luka. Berbagai langkah diagnostic dan terapi dapat dikerjakan sesuai keadaan
pasien dan juga sesuai kondisi pasien. Umumnya kelainan pembuluh darah
perifer dapat dikenali melalui berbagai cara sederhana seperti: warna dan suhu
kulit, perabaan arteri Dorsalis Pedis dan arteri Tibialis Posterior serta
ditambah pengukuran tekanan darah. Disamping itu juga tersedia berbagai
fasilitas muktahir untuk mengevaluasi keadaan pembuluh darah dengan cara
non-invasif maupun yang invasive dan semiinvasif, seperti pemeriksaan
Angkle branchial index, angkle pressure, toe pressure, dan pemeriksaan
echodoppler dan kemudian pemeriksaan arterigrafi
. Setelah dilakukan diagnosis keadaan vaskularnya, dapat dilakukan
pengelolaan untuk pembuluh darah perifer dari sudut vascular, yaitu berupa:
Modifikasi Faktor risiko
Stop merokok
Memperbaiki berbagai faktor risiko terkait arterisklerosis seperti:
hiperglikemia, hipertensi, dislipidemia
Walking Program-Latihan kaki merupakan domain usha yang dapat diisi
oleh jajaran rehabilitasi medik.
Terapi farmakologis
Mengacuh pada berbagai penelitian yang sudah dikerjakan pada
kelainan akibat arterisklerosis di tempat lain (jantung, otak), mungkin obat
seperti aspirin dan lain sebagainya yang jelas dikatakan bermanfaat akan
bermanfaat pula untuk pembuluh darah kaki penyandang DM. tetapi
sampai saat ini belum ada bukti yang cukup kuat untuk menganjurkan
pemakaian obat secara rutin guna memperbaiki patensi pada penyakit
pembuluh darah kaki penyangdang DM.
Revaskularisasi
Jika kemugkinan kesembuhan luka rendah atau jikalau ada klaudikasio
intermiten yang hebat, tindakan revaskularisasi dapat dianjurkan. Sebelum
tindakan revaskularisasi diperlukan pemeriksaan arteriografi untuk
mendapatkan gambaran pembuluh darah yang lebih jelas, sehingga dokter
ahli bedah vascular dapat lebih mudah melakukan rencana tindakan dan
mengerjakannya.
Untuk oklusi yang panjang dianjurkan operasi bedah pintas terbuka.
Untuk oklusi yang pendek dapat dipikirkan untuk prosedur endovascular-
PTCA. Pada keadaan sumbatan akut dapat pula dilakukan
tromboarterektomi.
Dengan berbagai teknik bedah tersebut, vaskularisasi daerah distal
dapat diperbaiki, sehingga hasil pengelolaan ulkus diharapkan lebih baik.
Paling tidak faktor vascular sudah lebih memadai, sehingga kesembuhan
luka tinggal bergantung pada berbagai faktor lain yang juga masih banyak
jumlahnya.
Terapihiperbarik dilaporkan bermanfaat untuk memperbaiki
vaskularisasi dan oksigenasi jaringan luka pada kaki diabetes sebagai
terapi ajuvan. Walaupun demikian masih banyak kendala untuk
menerapkan erapi hiperbarik secara rutin pada pengelolaan umum kaki
diabetes.
e. Metabolik Control
Kontrol Metabolik. Keadaan umum pasien harus diperhatikan dan
diperbaiki. Kadar glukosa darah disusahakan agar selalu senormal mungkin,
untuk memperbaiki berbagai faktor terkait hiperglikemia yang dapat
menghambat penyembuhan luka. Umumnya diperlukan insulin untuk
menormalisasikan kadar glukosa darah. Status nutrisi harus diperhatikan dan
diperbaiki. Nutrisi yang baik jelas membantu kesembuhan luka. Berbagai hal
lain harus juga diperhatikan dan diperbaiki, seperti kadar albumin serum,
kadar Hb dan derajat oksigenisasi jaringan. Demikian juga fungsi gnjalnya.
Semua faktor tersebut tentu akan dapat menghambat kesembuhan luka
sekiranya tidak diperhatikan dan tidak diperbaiki.
f. Education Cobtrol
Edukasi dangan penting untuk semua tahap pengelolaan kaki diabetes.
Dengan penyuluhan yang baik, penyandang DM dan ulkus/gangrene diabetic
maupun keluraganya diharapkan akan dapat membantu dan mendukung
berbagai tindakan yang diperlukan untuk kesembuhan luka yang optimal.
Rehabilitasi merupakan program yang sangat penting yang harus dilaksanakan
untuk pengelolaan kaki diabetes. Bahkan sejak pencehan terjadinya ulkus
diabetes dan kemudian setelah segera setelah perawatan. Pemakaian alas
kaki/sepatu khusus untuk mengurangi tekanan plantar akan sangat membantu
mencegah terjadinya ulkus baru. Ulkus yang terjadi berikut memberikan
prognosis yang jauh lebih buruk daripada ulkus yang pertama.
H. PENCEGAHAN
1. Pengawasan dan perawatan penyakit diabetes dapat mencegah ulkus diabetes.
Regulasi kadar gula darah dapat mencegah neuropati perifer atau mencegah
keadaan yang lebih buruk.
2. Penderita diabetes harus memeriksa kakinya setiap hari, menjaga tetap bersih
dengan sabun dan air serta menjaga kelembaban kaki dengan pelembab
topikal.
3. Sepatu dan alas kaki harus dipilih secara khusus untuk mencegah adanya
gesekan atau tekanan pada kaki.
BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
Kaki diabetes merupakan kombinasi dari arterisklerosis ke-2 tersering sesudah
arterisklerosis pembuluh koroner, dan yang terserang pembuluh darah tungkai bawah.
Umunya kelainan ini dikenal sebagai PVD (peripher Vaskular Desease). Ada 3 faktor
yang dapat dipandang sebagai predisposisi kerusakan jaringan pada kaki diabetes,
yaitu neuropati, PVD, dan infeksi jarang sekali infeksi sebagai faktor tunggal, tapi
sering merupakan komplikasi iskemia maupun neuropati. Secara patogenesis ada 3
faktor utama (metabolik, autonom, vaskular) yang dapat dianggap sebagai sebab
terjadinya neuropati pada diabetes melitus. Diabetes melitus bersama faktor genetik
dan lingkungan misalnya (alkohol) akan lewat ke-3 faktor tersebut disebabkan klinis
neuropati. Kelainan mikrovaskuler maupun makrovaskuler terjadi pula pada kaki
pasien DM. Kelainan vaskuler tidak begitu berperan lebih nyata pada penyembuhan
tukak kemudian. Prinsip dasar yuang baik pengelolaan terhadap tukak diabetik
diantaranya: 1). Evaluasi tukak yang baik: keadaan klinis luka, dalam luka, gambaran
radiologi (benda asing, osteomielitis, adanya gas subkutan), lokasi, biopsy jaringan
vaskularisasi. 2). Pengolahan terhadap neuropati diabetik. 3). Pengendalian keadaan
metabolik sebaik-baiknya. 4). Debridement luka yang adekuat. 5). Biakan kuman. 6).
Antibiotik oral-parenteral. 7). Perawawatn luka yang baik. 8). Mengurangi edema. 9).
Perbaikan sirkulasi dan 10).nutrisi
DAFTAR PUSTAKA
1. Alwi Idrus. Infark Miokard Akut dengan Elevasi ST. In: Sudoyo AW,
Setiyohadi S, Alwi I, Simadibrata M, Setiadi S, editors. Buku ajar ilmu
penyakit dalam. Edisi 5. Jilid I. Jakarta: InternaPublishing; 2009. p.1741-64
2.