kajian yuridis pelaksanaan izin alih fungsi lahan ... · sanksi akademik berupa pencabutan...
TRANSCRIPT
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
i
KAJIAN YURIDIS PELAKSANAAN IZIN ALIH FUNGSI
LAHAN PERTANIAN KE NON PERTANIAN
DI KABUPATEN MADIUN
Penulisan Hukum
(Skripsi)
Disusun dan Diajukan untuk Melengkapi Persyaratan
Guna Memperoleh Gelar Sarjana dalam Ilmu Hukum
Pada Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret
Surakarta
Oleh :
Rosianita Dewi Adia Siswi
NIM : E. 1107068
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2011
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
ii
PERSETUJUAN PEMBIMBING
Penulisan Hukum (Skripsi)
KAJIAN YURIDIS PELAKSANAAN IZIN ALIH FUNGSI LAHAN
PERTANIAN KE NON PERTANIAN
DI KABUPATEN MADIUN
Disusun oleh :
ROSIANITA DEWI ADIA SISWI
NIM : E1107068
Disetujui untuk Dipertahankan
Dosen Pembimbing
Lego Karjoko, S.H., M.H.
NIP. 196305191988031001
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
iii
PENGESAHAN PENGUJI
Penulisan Hukum (Skripsi)
KAJIAN YURIDIS PELAKSANAAN IZIN ALIH FUNGSI LAHAN
PERTANIAN KE NON PERTANIAN
DI KABUPATEN MADIUN
Disusun oleh :
ROSIANITA DEWI ADIA SISWI
NIM : E 1107068
Telah diterima dan di sahkan oleh Tim Penguji Penulisan Hukum (Skripsi)
Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta
pada :
Hari : Kamis
Tanggal : 14 April 2011
TIM PENGUJI
1. Pius Tri Wahyudi, S.H., M.Si :
Ketua
2. Purwono, S.R., S.H. :
Sekretaris
3. Lego Karjoko, S.H., M.H. :
Anggota
MENGETAHUI
Dekan,
(Moh. Jamin, S.H., M.Hum.)
NIP. 131570154
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
iv
PERNYATAAN
Nama : Rosianita Dewi Adia Siswi
NIM : E1107068
Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa penulisan hukum (skripsi) berjudul:
KAJIAN YURIDIS PELAKSANAAN IZIN ALIH FUNGSI LAHAN
PERTANIAN KE NON PERTANIAN DI KABUPATEN MADIUN adalah
betul-betul karya sendiri. Hal-hal yang bukan karya saya dalam penulisan hukum
(skripsi) ini diberi tanda citasi dan ditunjukkan dalam daftar pustaka. Apabila
kemudian hari terbukti pernyataan saya tidak benar, maka saya bersedia menerima
sanksi akademik berupa pencabutan penulisan hukum (skripsi) dan gelar yang
saya peroleh dari penulisan hukum (skripsi) ini.
Surakarta, 30 Maret 2011
Yang membuat pernyataan
Rosianita Dewi Adia Siswi
NIM.E1107068
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
v
MOTTO
Gemahripah lohjinawi tata tentrem kertaraharja ( Dengan alam yang asri
warga hidup tentram dan nyaman)
Menjaga kelestarian lingkungan meningkatkan kualitas hidup
Barang siapa yang ingin kebahagiaan dunia harus dengan ilmu dan barang siapa
yang ingin kebahagiaan di akhirat harus dengan ilmu dan siapa yang ingin
bahagia dunia dan akhirat harus berilmu.
(H.R. Tabrani)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
vi
PERSEMBAHAN
Sebuah karya sederhana ini, kupersembahkan kepada:
Allah SWT, Penguasa Alam Semesta, Pencipta Pemikiran Dan Ilmu
Pengetahuan serta
Pelindung Setiap Makhluk
Nabi Muhammad SAW, pemimpinku.
Beliau-beliau tercinta yang selalu menjaga, merawatku dan mendidikku
hingga aku dewasa,
beliau adalah Ibu dan Bapakku..
Kedua kakakku tersayang, yang telah memberikan warna dalam hidupku,
dan
Seseorang yang dengan ijin-Nya kelak akan menjadi bagian terpenting dalam
hidupku. Aku
percaya bahwa kamulah yang terbaik yang dikirimkan Allah untukku.
Sahabat-sahabatku tersayang, kalian adalah penggalan terindah dari
perjalanan hidup ini.
&
Civitas Akademika
Fakultas Hukum UNS.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
vii
ABSTRACT
Rosianita Dewi Adia Siswi. E1107068. 2011. A Juridical Review on the Implementation of the License of land use shift from agricultural to non-agricultural function in Madiun Regency. Law Faculty of Surakarta Sebelas Maret University. Law Writing (skripsi).
Nearly all physical buildings need land. The shift of land use results in decreased land width in Madiun Regency. The most converted land is farmland, namely, rice farmland changed into dry land and into non-agricultural land used for building, store, office, and etc.
The farmland width, particularly the rice farmland, relates to the rice production level. The land use shift of rice farmland occurring, of course, affects the rice production in Madiun Regency. If the rice farmland width decreases continually because of the land use shift from agricultural to non-agricultural function, the rice production would also decrease.
The problems studied in this research are (1) How is the implementation of the license of land use shift from agriculture to non-agriculture in Madiun Regency, (2) How is the Madiun Regency Government’s policy in controlling the land use shift from agricultural to non-agricultural function. This study belongs to a normative research while the analysis technique used was syllogism and interpretation, using deductive thinking pattern as well as juridical review that are logical and systematical in nature. Juridical review is the one adjusted to the writer’s thinking and organized by looking for the relationship of such thinking to the studied theories, all of which are related to the provisions used by Madiun Regency. The interpretation method used by the writer in this research is the processing and elaboration of data obtained from the related institutions relevant to the land use shift from agricultural to non-agricultural function in Madiun Regency.
The result obtained from the research is that the license application of land use shift from agricultural to non-agricultural function in Madiun Regency has been decrease with the enacted legislation, that is, to select the license application of land use shift from agricultural to non-agricultural function filed both administratively and technically. In the attempt of controlling the land use shift from agricultural to non-agricultural function, Madiun Regency has such policies as applying incentive and disincentive to maintain the farmland, so that it can mitigate and nullify the land use shift from agricultural to non-agricultural function. Keywords: Procedure, Policy, Land Use Shift From Agriculture to Non-Agriculture
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
viii
ABSTRAK ROSIANITA DEWI ADIA SISWI. E1107068. 2011. KAJIAN YURIDIS PELAKSANAAN IZIN ALIH FUNGSI LAHAN PERTANIAN KE NON PERTANIAN DI KABUPATEN MADIUN. Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta. Penulisan Hukum (Skripsi).
Tujuan penelitian ini adalah untuk menjawab permasalahan 1) Bagaimana pelaksanaan ijin alih fungsi lahan pertanian ke non pertanian di kabupaten madiun 2) Bagaimana kebijakan pemerintah kabupaten madiun dalam pengendalian alih fungsi lahan pertanian ke non pertanian.
Jenis penelitian yang penulis gunakan adalah normatif dengan sifat penelitian preskriptif yaitu dilakukan untuk menghasilkan argumentasi argumentasi, teori atau konsep baru sebagai preskripsi dalam menyelesaikan masalah yang dihadapi. pendekatan penelitian yang di gunakan adalah pendekatan perundang-undangan (Statute Approach), karena yang akan diteliti adalah berbagai aturan hukum yang digunakan Kabupaten Madiun dalam memproses izin alih fungsi lahan pertanian ke non pertanian serta upayanya dalam mengendalikan alih fungsi. Jenis dan Sumber Bahan Hukum, menggunakan bahan hukum primer dan sekunder. Primer terdiri atas peraturan perundang-undangan yang digunakan Kabupaten Madiun dalam hal alih fungsi lahan pertanian ke non pertanian, sedangkan bahan sekunder terdiri atas catatan-catatan resmi yang berkaitan dengan obyek penelitian dari instansi-instansi terkait yang berhubungan dengan penelitian, antara lain dinas pertanian, pertanahan dan bapeda. Teknik pengumpulan bahan hukum dalam penelitian ini dengan melakukan studi dokumen atau bahan pustaka baik dari buku, media cetak maupun dari media elektronik serta bahan-bahan dari pemerintah Kabupaten Madiun, sedangkan teknik analisis bahan hukum dalam penelitian ini adalah silogisme dan interpretasi dengan pola berfikir deduktif serta tinjauan yuridis.
Simpulan yang diperoleh dari penelitian ini yaitu pertama pengajuan permohonan izin perubahan penggunaan tanah pertanian ke non pertanian di kabupaten madiun kurang sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang digunakan, meskipun penerapan seleksi permohonan alih fungsi lahan pertanian ke non pertanian yang dimohonkan secara administratif maupun secara teknis sesuai dengan peraturan perundang-undangan, namun terdapat pelanggaran terhadap peraturan perundang-undangan mengenai keputusan untuk menentukan dikabulkan atau tidaknya permohonan, hal ini tentunya termasuk dari pelanggaran kebijakan dari pemerintah Kabupaten Madiun dan jangka panjangnya luas lahan pertanian, khususnya lahan sawah yang berhubungan dengan tingkat produksi padi akan mempengaruhi produksi padi dan kelestarian lahan sawah secara nasional dan jangka panjang dari itu adalah akan terjadi krisis pangan di negara agraris indonesia. Kedua dalam mengupayakan pengendalian alih fungsi lahan pertanian ke non pertanian, kabupaten madiun mempunyai kebijakan-kebijakan yaitu menerapkan mekanisme insentif dan disisentif untuk mempertahankan lahan pertanian, sehingga dapat diupayakan alih fungsi lahan pertanian ke non pertanian dapat ditekan atau tidak terjadi. Kata Kunci : Prosedur, Kebijakan, Pengalihan Tanah Pertanian Non Pertanian.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
ix
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis haturkan ke hadirat Allah SWT yang telah
melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan
penyusunan penulisan hukum (skripsi) ini dengan Judul “Kajian Yuridis
Pelaksanaan Ijin Alih Fungsi Lahan Pertanian Ke Non Pertanian Di Kabupaten
Madiun”. Penyusunan penulisan hukum ini disusun sebagai salah satu syarat
untuk menyelesaikan Program Studi Strata Satu (S1) Fakultas Hukum Universitas
Sebelas Maret Surakarta.
Penulis menyadari bahwa dalam proses penyusunan penulisan hukum
(skripsi) ini menemui berbagai rintangan, tantangan, dan hambatan yang harus
penulis lewati dan juga tidak terlepas dari bantuan serta dukungan moril maupun
spirituil dari berbagai pihak, maka dalam kesempatan ini, penulis ingin
menyampaikan ucapan terima kasih kepada :
1. Bapak Moh. Jamin, S.H., M.Hum., selaku Dekan Fakultas Hukum UNS
yang telah memberikan izin dan kesempatan kepada penulis untuk
menyelesaikan Penulisan Hukum (Skripsi) ini.
2. Bapak Prasetyo Hadi P, S.H., M.S selaku Pembantu Dekan 1 Fakultas
Hukum UNS, yang telah memberikan izin dan mempercayakan kepada
penulis untuk turun ke lokasi guna mencari data ke instansi-instansi
terkait.
3. Bapak Lego Karjoko, S.H., M.Hum., selaku pembimbing Penulisan
Hukum (Skripsi) yang telah menyediakan waktu dan banyak memberikan
sumbangan pemikiran, serta dengan sabar telah memberikan bimbingan
dan arahan kepada penulis hingga tersusunnya Penulisan Hukum (Skripsi)
ini.
4. Bapak dan Ibu Dosen Fakultas Hukum UNS yang telah memberikan ilmu
pengetahuan umumnya dan ilmu hukum khususnya kepada penulis
sehingga dapat dijadikan bekal penulis dalam penulisan hukum ini dan
semoga dapat penulis amalkan dalam kehidupan masa depan penulis.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
x
5. Bapak dan Ibu-ibu yang ada dalam pemerintahan Kabupaten Madiun, di
instansi-instansi terkait dimana penulis mencari data-data, terimakasih
karena telah memberikan kemudahan dalam pemberian data, penjelasan,
informasi serta masukan-masukan kepada penulis.
6. Ibu dan Bapak yang dengan tulus telah memberikan doa yang tiada henti,
semangat, cinta dan kasih sayang serta segalanya kepada penulis, semoga
Ananda dapat membalas budi jasa kalian dengan memenuhi harapan kalian
kepada Ananda.
7. Mas Wiwid Mbak Cristi dan Mas Endri, yang selalu mendukung dan
memberiku semangat dalam segala hal, sampai kapanpun kalian akan
selalu menjadi kakak yang terhebat bagi diriku.
8. Mas Errik Bagus Setiawan, yang telah memberikan semua kasih sayang,
dukungan, perhatian dan semangat, semoga Allah SWT meridhoi niat
tulus kita untuk bersama selamanya.
9. Teman-temanku : neri, kiki, ibel, anis, terima kasih atas semua perjalanan
indah yang kita lalui bersama selama kuliah. Persahabatan kita tak akan
pernah berakhir, aku akan selalu merindukan kalian.
10. Seluruh keluarga besar Angkatan 2007 Fakultas Hukum Tercinta, jaga
selalu kekompakan kita ya.
11. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu yang telah
membantu penyusunan skripsi ini.
Penulis sangat menyadari bahwa skripsi ini masih memiliki banyak
kekurangan. Oleh karena itu, saran, teguran, dan kritik yang membangun
sangat diharapkan dari berbagai pihak demi kemajuan di masa yang akan
datang. Akhir kata, semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak.
Surakarta, April 2011
Penulis
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xi
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ............................................................................................................. i
HALAMAN PERSETUJUAN .............................................................................................. ii
HALAMAN PENGESAHAN................................................................................................ iii
HALAMAN PERNYATAAN……………………………………………………………… iv
HALAMAN MOTTO ............................................................................................................ v
HALAMAN PERSEMBAHAN ............................................................................................ vi
ABSTRACT………………………………….……………………………………..……… vii
ABSTRAK………………………………………………………………………………….. viii
KATA PENGANTAR ........................................................................................................... ix
DAFTAR ISI.......................................................................................................................... xi
DAFTAR RAGAAN.............................................................................................................. xiii
DAFTAR GAMBAR……………………………………………………………………….. xiv
DAFTAR TABEL……………………………………………….……………………….....
DAFTAR LAMPIRAN……………………………………………………………………..
BAB I PENDAHULUAN
xv
xvi
A. Latar Belakang Masalah ................................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah ............................................................................................................. 6
C. Tujuan Penelitian .............................................................................................................. 6
D. Manfaat Penelitian ............................................................................................................ 7
E. Metode Penelitian .............................................................................................................. 7
F. Sistematika Skripsi ............................................................................................................ 11
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Kerangka Teori ................................................................................................................. 13
1. Tinjauan Tentang Penataan Ruang ……..……………….................................................. 13
2. Tinjauan Tentang Perizinan …………............................................................................... 18
B. Kerangka Pemikiran .......................................................................................................... 30
BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Gambaran Obyek ……….................................................................................................. 32
1. Wilayah dan Geografis …….............................................................................................. 32
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xii
2. Jumlah Penduduk, Tingkat Pendidikan dan Pekerjaan di Kabupaten Madiun .................. 34
3. Karakteristik Kabupaten Madiun ....................................................................................... 37
4. Penggunaan Lahan di Kabupaten Madiun ......................................................................... 37
B. Pelaksanaan Izin Alih Fungsi Lahan Pertanian ke Non Pertanian di Kabupaten
Madiun…………………………………………...……………………………………..
43
C. Kebijakan Pemerintah Kabupaten Madiun Dalam Mengupayakan Pengendalian Alih
Fungsi Lahan Pertanian Ke Non Pertanian……………………………………………
65
BAB IV SIMPULAN DAN SARAN
A. Simpulan ........................................................................................................................... 85
B. Saran ................................................................................................................................. 87
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................................ 88
LAMPIRAN .......................................................................................................................... 91
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xiii
DAFTAR RAGAAN
RAGAAN 1. Kerangka Pemikiran
RAGAAN 2. Cakupan Manfaat Lahan Pertanian dan Konstelasinya
RAGAAN 3. Alur Pengajuan Permohonan Alih Fungsi Lahan.
RAGAAN 4. Alur Mekanisme Insentif
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xiv
DAFTAR GAMBAR
GAMBAR 1. Geografis Kabupaten Madiun
GAMBAR 2. Penggunaan Lahan Kabupaten Madiun
GAMBAR 3. Peta Penggunaan Tanah Kabupaten Madiun
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xv
DAFTAR TABEL
TABEL 1 Perkembangan Jumlah Penduduk Kabupaten Madiun Tahun 2006-
2010 Di Tiap Kecamatan
TABEL 2 Luas Total Lahan Pertanian Kabupaten Madiun Tahun 2006-2010
TABEL 3 Perubahan Luas Lahan Sawah Beririgasi Kabupaten Madiun Tahun 2006-2010
TABEL 4 Luas Perubahan Penggunaan Tanah Pertanian Ke Non Pertanian
Kabupaten Madiun Tahun 2006-2010
TABEL 5 Grafik Perubahan Penggunaan Lahan Pertanian Ke Non Pertanian
Kabupaten Madiun Tahun 2006-2009
TABEL 6 Realisasi IPPT (Ijin Perubahan Penggunaan Tanah) Kabupaten
Madiun Tahun 2009
TABEL 7 Perkembangan Hasil Produksi Padi Kabupaten Madiun Tahun 2006-
2010
TABEL 8 Perkembangan Luas Panen, Produksi, Produktvitas dan Kelebihan
Setara Beras Tanaman Padi Di Kabupaten Madiun Tahun 2006-2010
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xvi
DAFTAR LAMPIRAN
LAMPIRAN 1 Pertimbangan Teknis Pertanahan di Kabupaten Madiun
LAMPIRAN 2 Surat Persetujuan Perubahan Penggunaan Tanah
LAMPIRAN 3 Kelengkapan Permohonan Persetujuan Perubahan Penggunaan Tanah
LAMPIRAN 4 Peta Lokasi/Letak Tanah Yang dimohon Perubahan Penggunaannya
LAMPIRAN 5 Laporan Hasil Penelitian Lapang Dalam Pertimbangan Teknis
Penatagunaan Tanah
LAMPIRAN 6 Data Dinas Pertanian, Tanaman Pangan dan Holtikultura Kabupaten
Madiun “Perkembangan Luas Panen, Produksi dan Kelebihan Setara
Beras Tanaman Padi”
LAMPIRAN 7 Data Neraca Penggunaan Tanah 1992 s/d 2010
LAMPIRAN 8 Daftar RTRW Kabupaten/Kota dan RUTRK/RDTRK/RTRK
Kecamatan di Kabupaten Madiun
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Sejak manusia pertama kali menempati bumi, tanah sudah menjadi
salah satu unsur utama dalam menunjang kelangsungan kehidupan.
Konkritnya, tanah difungsikan sebagai tempat manusia beraktivitas untuk
mempertahankan eksistensi. Aktivitas yang pertama kali dilakukan adalah
pemanfaatan lahan untuk bercocok tanam (pertanian). Sektor pertanian adalah
sektor yang paling dominan di Indonesia sebagai negara yang berbasis agraris,
sektor ini juga telah lama menjadi bagian terbesar dari penduduk miskin di
negeri ini. Perlu adanya penyuluhan untuk menyadarkan kembali kepada
masyarakat arti pentingnya pertanian, salah satunya dengan memberdayakan
kemampuan pertanian tersebut. Sebagai negara yang sedang berkembang, kita
tidak dapat menghindar dari dampak globalisasi. Globalisasi menyebabkan
pertanian di Indonesia menghadapi masalah-masalah eksternal, yang
menyebabkan sektor pertanian semakin terkucil. Pembaharuan-pembaharuan
sebagai dampak globalisasi juga menyebabkan lahirnya modernisasi pertanian.
Pembangunan-pembangunan di perkotaan berimbas terhadap kehidupan di
pedesaan.
Isu dalam alih fungsi tanah pertanian menjadi non pertanian tidak
sekedar wacana, apakah negara ingin mempertahankan tanah pertanian atau
tidak, akan tetapi lebih kepada menentukan dan mengimplementasikan
program-program yang efektif dalam mempertahankan tanah pertanian.
(William M. Rivera, 2004: 65). Alih fungsi lahan pertanian ke non pertanian
tersebut disebabkan oleh dua faktor. Pertama, sejalan dengan pembangunan
kawasan perumahan atau industri di suatu lokasi alih fungsi lahan, maka
aksesibilitas di lokasi tersebut menjadi semakin kondusif untuk pengembangan
industri dan pemukiman yang akhirnya mendorong meningkatnya permintaan
lahan oleh investor lain atau spekulan tanah sehingga harga lahan di sekitarnya
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
2
meningkat. Kedua, peningkatan harga lahan selanjutnya dapat merangsang
petani lain di sekitarnya untuk menjual lahan. (Irawan, 2005: 32)
Dalam Pasal 33 ayat (3) UUD 1945, disebutkan bahwa “Bumi, air dan
kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan
dipergunakan sebesar-besarnya kemakmuran rakyat”. Dari pasal tersebut dapat
kita ketahui bahwa negara merupakan sebuah organisasi terbesar yang
menguasai tanah dan mempunyai wewenang sebagai berikut: ( Pasal 2 UUPA )
1. Mengatur dan menyelenggarakan peruntukan, penggunaan, persediaan
bumi, air, dan ruang angkasa serta, menentukan dan mengatur hubungan-
hubungan hukum antara orang-orang dengan bumi,air dan ruang angkasa.
2. Menentukan dan mengatur hubungan-hubungan hukum antara orang-orang
dengan bumi, air dan ruang angkasa.
3. Menentukan dan mengatur hubungan-hubungan hukum antara orang-orang
dan perbuatan-perbuatan hukum yang mengenai bumi, air dan ruang
angkasa.
Seiring dengan peningkatan jumlah penduduk dan perkembangan
struktur perekonomian, kebutuhan lahan untuk kegiatan non pertanian
cenderung terus meningkat. Kecenderungan tersebut menyebabkan alih fungsi
lahan pertanian ke non pertanian sulit dihindari. Beberapa kasus menunjukkan
jika di suatu lokasi terjadi alih fungsi lahan, maka dalam waktu yang tidak
lama lahan di sekitarnya juga beralih fungsi secara progresif.
Pertumbuhan penduduk yang terus bertambah dan perkembangan
pembangunan yang terus meningkat akan berdampak pada perubahan
penggunaan tanah. Perubahan penggunaan tanah tesebut akan mengakibatkan
pergeseran penggunaan tanah dari tanah pertanian ke non pertanian yang akan
mempengaruhi produksi pangan. Tanah yang semula berfungsi sebagai tempat
bercocok tanam (pertanian), berangsur-angsur berubah menjadi multifungsi
pemanfaatan. Perubahan dari penggunaan tanah untuk pertanian ke
pemanfaatan bagi non pertanian semakin mengalami peningkatan. Pada
awalnya, tujuan utama dari perubahan penggunaan tanah pertanian ke non
pertanian yaitu untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat serta
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
3
perekonomian bangsa. Namun pada pelaksanaannya dapat mengancam
kapasitas penyediaan pangan apabila tidak terkendali. Bahkan dalam jangka
panjang, perubahan penggunaan tanah pertanian ke non pertanian dapat
mengakibatkan kerugian sosial. Tanah pertanian pada umumnya adalah semua
tanah yang menjadi hak orang, selain tanah untuk perumahan dan perusahaan.
Yang termasuk tanah pertanian adalah semua tanah perkebunan, tambak untuk
perikanan, tanah tempat penggembalaan ternak, tanah belukar bekas ladang
dan hutan yang menjadi tempat mata pencaharian bagi yang berhak.
Manajemen pertanahan dalam pengendalian perubahan penggunaan
tanah pertanian ke non pertanian perlu dioptimalkan dengan sejumlah
pertimbangan. Pertama, hingga kini secara nyata belum ada peraturan
perundang-undangan yang secara khusus mencegah perubahan penggunaan
tanah pertanian ke non pertanian. Kedua, diperlukan penetapan lahan pertanian
yang melindungi. Ketiga, saat ini proses administrasi pertanahan untuk lahan
pertanian mengacu kepada arahan peruntukan dalam Rencana Tata Ruang
Wilayah, dengan memberikan persyaratan penggunaan dan pemanfaatan lahan
yang sesuai dengan Penatagunaan Tanah (www.suaramerdeka.com> (20
Oktober 2010 pukul 14:30).
Untuk menghindari pergeseran penggunaan tanah pertanian ke non
pertanian yang tidak terkendali, perlu adanya peraturan khusus yang mengatur
izin perubahan penggunaan tanah pertanian ke non pertanian. Dengan
pertimbangan tersebut, pada tanggal 24-10-1984 Menteri Dalam Negeri
mengeluarkan Surat Edaran yang selanjutnya disebut dengan SE MENDAGRI
dengan nomor 590/11108/SJ/1984 tentang perubahan penggunaan tanah
pertanian ke non pertanian. Isi Surat Edaran tersebut adalah memerintahkan
kepada Gubernur Kepala Daerah Tingkat I untuk membuat peraturan yang
bertujuan untuk mengendalikan perubahan penggunaan tanah pertanian ke non
pertanian dan juga menggunakan Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 2004
tentang Penatagunaan Tanah.
Lahan harus dapat dimanfaatkan secara efisien dalam setiap aktivitas
pemanfaatannya dengan memperhatikan Rencana Tata Ruang Wilayah yang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
4
bersangkutan. Instansi pemerintah yang berwenang dalam masalah pengaturan
izin peralihan fungsi tanah pertanian ke non pertanian adalah Unit Pelayanan
Terpadu (UPT) yang merupakan instansi pemroses pemberi izin, Badan
Pertanahan Nasional (BPN), instansi ini juga termasuk instansi yang
berwenang mengeluarkan izin di bidang pertanahan, baik izin pengubahan
penggunaan tanah maupun izin lokasi yang dikeluarkan oleh komponen
penatagunaan tanah. BAPEDA, instansi ini bertugas mengawasi perkembangan
serta pembangunan yang terjadi di daerah, termasuk pengawasan terhadap
peralihan fungsi tanah pertanian ke non pertanian. Selain itu adanya campur
tangan dari Dinas Pekerjaan Umum (DPU), instansi ini bertugas menilai serta
meneliti layak atau tidaknya konstruksi dan sekaligus yang berkitan langsung
dengan tata ruang daerah, instansi yang berkaitan dengan peralihan fungsi
tanah pertanian ke non pertanian selanjutnya tentu saja adalah Dinas Pertanian,
instansi ini bertugas untuk menganalisis.
Tekanan-tekanan dan kebijakan pembangunan daerah yang
mengakibatkan derasnya erosi perubahan penggunaan tanah pertanian untuk
menanam padi menjadi lahan untuk kegiatan industri, kegiatan properti dan
tanaman perkebunan, menurut hasil Sensus Pertanian, jumlah petani dalam
kurun waktu 1983-2003 memang meningkat., tetapi sayangnya peningkatan ini
tidak dibarengi oleh kepemilikan lahan pertanian. Rata-rata kepemilikan lahan
pertanian telah menurun drastis dari 1,30 ha menjadi 0,70 ha per petani
(www.businessenvironment.wordpress.com> (20 Oktober 2010 pukul 15:00).
Berdasarkan data nasional, laju pertumbuhan penduduk Indonesia adalah 1,3%-
1,5%. Maka apabila luas lahan pertanian tidak mengalami penambahan,
dikhawatirkan 10-20 tahun mendatang krisis pangan akan melanda Indonesia
(Kapti Rahayu K, Solopos: April 2010). Dengan kondisi ini, maka tujuan
pembangunan agraria yang tercantum dalam Pasal 2 ayat 3 Undang-Undang
Pokok Agraria, yaitu untuk mencapai sebesar-besar kemakmuran rakyat, dalam
arti kebahagiaan, kesejahteraan dan kemerdekaan dalam masyarakat dan
Negara hukum Indonesia yang merdeka, berdaulat, adil dan makmur tidak
dapat tercapai.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
5
Izin perubahan penggunaan tanah diberikan untuk perorangan atau
badan hukum yang dimaksudkan untuk mengubah tanah pertanian ke non
pertanian. Sedangkan izin lokasi merupakan sarana perizinan yang dikeluarkan
oleh perusahaan bagi yang membutuhkan tanah berdasarkan peraturan Menteri
Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor. 2 tahun 1993.
Sistem perizinan di bidang pertanahan, dalam hal ini perubahan dan
penggunaan tanah serta izin lokasi yang dikeluarkan oleh bagian penatagunaan
tanah, baik yang ada di kantor pertanahan tingkat kabupaten/kota maupun yang
ada di kantor wilayah Badan Pertanahan Nasional tingkat provinsi harus
berpedoman pada Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten/Kota
masing-masing.
Tercatat mulai dari tahun 1981-1998 di Indonesia dalam kurun waktu 8
tahun (1992-2000), luas lahan sawah telah berkurang dari 8,2 juta hektar
menjadi 7,8 juta hektar sedangkan di daerah jawa telah terjadi pengurangan
lahan sawah akibat konversi, hingga mencapai satu juta hektar atau sekitar 55
ribu hektar per tahun, sedangkan Perubahan ini paling cepat dibandingkan
dengan daerah lainnya (www.suaramerdeka.com> (20 Oktober 2010).
Kabupaten Madiun beberapa tahun ini menunjukkan adanya perkembangan
pembangunan yang cukup pesat. Perkembangan fisik ini terlihat pada
munculnya berbagai fasilitas umum dan pelayanan baik di daerah yang
merupakan simpul-simpul kegiatan maupun yang bukan, misalnya munculnya
berbagai fasilitas perdagangan dan perumahan. Kebutuhan lahan untuk
memenuhi fungsi-fungsi perkotaan telah menyebabkan perluasan kota ke arah
daerah pinggiran, dan pada akhirnya akan terjadi perubahan penggunaan tanah
pertanian menjadi non pertanian. Luas lahan pertanian akan semakin menurun
dengan semakin berkembangnya sektor-sektor jasa, industri, komersial,
perdagangan, serta pembukaan kawasan pemukiman baru yang memerlukan
lahan yang tidak sedikit.
Mengingat selama ini penerapan perundang-undangan dan peraturan
pengendalian alih fungsi lahan kurang berjalan efektif serta berpijak pada
acuan pendekatan pengendalian, maka perlu diwujudkan suatu kebijakan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
6
alternatif. Kebijakan alternatif tersebut diharapkan mampu memecahkan
kebutuhan pengendalian alih fungsi lahan. Adapun komponennnya antara lain
instrumen hukum dan ekonomi, zonazi dan inisiatif masyarakat. Namun sejauh
ini perubahan penggunaan tanah pertanian ke non pertanian di Kabupaten
Madiun dapat dikendalikan oleh Kantor Pertanahan Kabupaten Madiun melalui
Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, Undang-
Undang Nomor 41 Tahun 2009 tentang Perlindungan Lahan Pertanian
Berkelanjutan, Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 2004 tentang
Penatagunaan Tanah, Peraturan Daerah Kabupaten Madiun Nomor 4 Tahun
2002 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah. Peraturan Daerah Kabupaten
Madiun tentang Irigasi dan Peraturan Pelaksana lain yang terkait dengan
perubahan penggunaan tanah pertanian ke non pertanian.
Berdasarkan uraian di atas, penulis bermaksud untuk menmbahas lebih
lanjut dalam penulisan hukum (skripsi) dengan judul “ KAJIAN YURIDIS
PELAKSANAAN IZIN ALIH FUNGSI LAHAN PERTANIAN KE NON
PERTANIAN DI KABUPATEN MADIUN ”
B. Rumusan Masalah
Untuk mencapai sasaran penelitian yang terarah dan jelas serta
mengingat latar belakang masalah maka peneliti merumuskan beberapa pokok
permasalahan sebagai berikut:
1. Bagaimana pelaksanaan izin alih fungsi lahan pertanian ke non
pertanian di kabupaten madiun?
2. Bagaimana kebijakan pemerintah Kabupaten Madiun dalam
pengendalian alih fungsi lahan pertanian ke non pertanian?
C. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian merupakan sasaran yang ingin dicapai sebagai
jawaban atas permasalahan yang dihadapi (tujuan obyektif) maupun untuk
memenuhi kebutuhan (tujuan subyektif). Tujuan penelitian dirumuskan secara
deklaratif dan merupakan pernyataan-pernyataan tentang apa yang hendak
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
7
dicapai dengan penelitian tersebut (Soerjono Soekanto, 1986: 118). Secara
garis besar tujuan yang ingin dicapai penulis dari penelitian ini, yaitu :
1. Tujuan Obyektif:
a. Untuk mengetahui pelaksanaan izin alih fungsi lahan pertanian ke non
pertanian di Kabupaten Madiun
b. Untuk mengetahui bagaimana kebijakan yang dilakukan pemerintah
Kabupaten Madiun dalam hal mengendalikan alih fungsi lahan
pertanian ke non pertanian.
2. Tujuan Subyektif:
a. Untuk memenuhi persyaratan akademis guna memperoleh gelar
kesarjaanaan dalam bidang Ilmu Hukum di Fakultas Hukum
Universitas Sebelas Maret Surakarta.
b. Untuk menambah pengetahuan penulis di bidang Hukum Agraria dalam
hal pelaksanaan izin alih fungsi lahan pertanian ke non pertanian di
Kabupaten Madiun.
c. Untuk menerapkan ilmu dan teori-teori hukum yang telah penulis
peroleh agar dapat memberi manfaat bagi penulis sendiri pada
khususnya serta bagi masyarakat pada umumnya.
D. Manfaat Penelitian
Suatu penelitian diharapkan akan memberikan manfaat yang berguna,
khususnya bagi ilmu pengetahuan bidang penelitian tersebut. Adapun manfaat
yang diharapkan dari penelitian ini antara lain:
1. Manfaat Teoritis:
a. Bagi mahasiswa penelitian ini bermanfaat untuk menambah
pengalaman, pengetahuan, dan wawasan mengenai alih fungsi lahan,
dari lahan pertanian ke lahan non pertanian.
b. Bagi Universitas Sebelas Maret, penelitian ini dapat digunakan sebagai
referensi mengenai pengalihan fungsi lahan pertanian ke non pertanian
serta untuk memberikan sumbangan pemikiran bagi pengembangan ilmu
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
8
hukum di bidang Hukum Administrasi Negara khususnya di bidang
Hukum Agraria mengenai alih fungsi lahan pertanian ke non pertanian.
c. Penelitian ini diharapkan dapat di gunakan untuk reverensi bagi
penelitian selanjutnya, yang berkaitan dengan permasalahan yang sama.
2. Manfaat Praktis:
a. Penelitian ini diharapkan dapat mengembangkan penalaran, pola pikir
dinamis dan untuk mengetahui kemampuan penulis dalam menerapkan
ilmu hukum yang diperoleh selama menjalani perkuliahan di Fakultas
Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta.
b. Penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai bahan masukan yang
dapat digunakan dan memberikan sumbangan pemikiran bagi pihak-
pihak yang terkait dan terlibat dengan bidang agraria.
c. Memberikan masukan bagi pemerintah untuk menyempurnakan regulasi
fungsi lahan pertanian ke non pertanian.
d. Memberi informasi kepada masyarakat tentang prosedur pengalihan
fungsi lahan pertanian ke non pertanian.
E. Metode Penelitian
“Penelitian hukum adalah suatu proses untuk menemukan aturan
hukum, prinsip-prinsip hukum, maupun doktrin-doktrin hukum guna menjawab
isu hukum yang dihadapi” (Peter Mahmud Marzuki, 2009:35). Dalam
penelitian hukum perlu adanya metode penelitian yang harus digunakan, agar
penelitian tersebut dapat terarah sesuai dengan tujuan dan tidak keluar dari
maksud dan tujuannya.
Adapun metode yang penulis gunakan dalam penelitian ini adalah jenis
penelitian hukum normatif.
1. Jenis Penelitian
Jenis penelitian adalah penelitian hukum normatif atau doktrinal.
Adapun yang dimaksud metode penelitian hukum normatif adalah suatu
prosedur penelitian ilmiah untuk menemukan kebenaran berdasarkan logika
keilmuan hukum dari sisi normatifnya (Johnny Ibrahim, 2005:57).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
9
2. Sifat Penelitian
Ilmu hukum mempunyai karakteristik sebagai ilmu yang bersifat
preskriptif dan terapan (Peter Mahmud Marzuki, 2009:22). Dari hasil telaah
dapat dibuat opini atau pendapat hukum. Opini atau pendapat hukum yang
dikemukakan oleh ahli hukum merupakan suatu preskripsi. Untuk dapat
memberikan preskripsi itulah guna keperluan praktik hukum dibutuhkan
penelitian hukum (Peter Mahmud Marzuki, 2009:37). Dalam penelitian ini
penulis menggambarkan mengenai bagaimana seharusnya pelaksanaan izin alih
fungsi lahan pertanian ke non pertanian di Kabupaten Madiun serta kebijakan
yang dilakukan pemerintah Kabupaten Madiun, dalam mengupayakan
pengendalian alih fungsi lahan pertanian ke non pertanian.
3. Pendekatan Penelitian
Di dalam penelitian hukum terdapat beberapa pendekatan. Dengan
pendekatan tersebut, peneliti akan mendapatkan informasi dari berbagai aspek
mengenai isu yang sedang dicoba utuk dicari jawabannya. Pendekatan-
pendekatan yang dapat digunakan dalam penelitian hukum adalah pendekatan
undang-undang (statute approach), pendekatan kasus (case approach),
pendekatan historis (historical approach), pendekatan comparatif (comparative
approach) dan pendekatan konseptual (conceptual approach). (Peter Mahmud
Marzuki, 2009:93)
Adapun pendekatan yang penulis gunakan dalam penelitian ini adalah
pendekatan Undang-Undang (statute approach). Suatu penelitian normatif
tentu harus menggunakan pendekatan perundang-undangan, karena yang akan
diteliti adalah berbagai aturan hukum yang menjadi fokus sekaligus tema
sentral (Johnny Ibrahim, 2005:302). Menurut Peter Mahmud Marzuki dalam
bukunya Metode Penelitian Hukum menjelaskan bahwa pendekatan
perundang-undangan (statute approach) dilakukan dengan menelaah semua
undang-undang dan regulasi yang bersangkut paut dengan isu hukum yang
sedang ditangani.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
10
4. Jenis dan Sumber Bahan Hukum
Di dalam penelitian hukum tidak mengenal adanya data, yang ada
dalam penelitian hukum adalah bahan hukum, maka dalam hal ini penulis
mengguanakan istilah bahan hukum. Peter Mahmud Marzuki menjelaskan
bahwa untuk memecahkan isu hukum dan sekaligus memberikan preskripsi
mengenai apa yang seyogyanya diperlukan adanya sumber-sumber penelitian.
Sumber-sumber penelitian hukum dapat dibedakan menjadi sumber-sumber
penelitian yang berupa bahan-bahan hukum primer dan bahan-bahan hukum
sekunder. (Peter Mahmud Marzuki, 2009:141)
Dalam penelitian hukum ini penulis menggunakan bahan hukum primer
yang terdiri dari peraturan perundang-undangan, bahan hukun sekunder,
catatan-catatan resmi atau risalah dalam pembuatan perundang-undangan yang
berkaitan dengan obyek penelitian, yang dalam penelitian hukum ini adalah
adanya alih fungsi lahan pertanian ke non pertanian di Kabupaten Madiun.
5. Teknik Pengumpulan Bahan Hukum
Pengumpulan bahan hukum dalam suatu penelitian merupakan hal
yang sangat penting dalam penelitian. Teknik pengumpulan bahan hukum yang
digunakan dalam penelitian ini adalah menggunakan teknik studi dokumen
atau bahan pustaka baik dari media cetak maupun elektronik serta bahan-bahan
dari pemerintah Kabupaten Madiun yang berhubungan dengan penelitian
hukum ini, yang kemudian dikategorisasi menurut jenisnya. Teknik
pengumpulan bahan hukum tersebut selanjutnya disebut sebagai studi pustaka.
6. Teknik Analisis Bahan Hukum
Mengingat jenis penelitian ini adalah normatif, maka teknik analisis
yang penulis gunakan adalah dengan metode silogisme dan interpretasi dengan
menggunakan pola berpikir deduktif serta suatu tinjauan yuridis yang bersifat
logis dan sistematis. Yuridis yaitu suatu tinjauan yang disesuaikan dengan
pemikiran penulis dan disusun dengan mencari hubungan antara pemikiran dan
teori-teori yang telah diteliti semuanya itu dihubungkan dengan ketentuan-
ketentuan yang berlaku.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
11
Interpretasi atau penafsiran merupakan salah satu metode penemuan
hukum yang memberi penjelasan yang gamblang mengenai teks undang-
undang agar ruang lingkup kaidah dapat ditetapkan sehubungan dengan
peristiwa tertentu. Metode interpretasi yang akan digunakan oleh penulis dalam
penelitian ini merupakan pengolahan serta penjabaran data yang diperoleh dari
instansi-instansi terkait yang berhubungan dengan alih fungsi lahan pertanian
ke non pertanian.
Silogisme yang penulis gunakan adalah silogisme dengan menggunakan
pendekatan deduktif. Pendekatan deduktif adalah proses penalaran yang
bermula dari keadaan umum ke keadaan khusus sebagai pendekatan pengajaran
yang bermula dengan menyajikan aturan, prinsip umum diikuti dengan
penerapan aturan.
Sedangkan berpikir deduktif disebut juga berpikir dengan menggunakan
silogisme terdiri dari tiga preposisi statement yang terdiri dari “premise” yaitu
dasar penarikan kesimpulan sebagai pernyataan akhir yang mengandung suatu
kebenaran. Berpikir deduktif prosesnya berlangsung umum dan yang menuju
ke khusus.
F. Sistematika Skripsi
Untuk memberikan gambaran secara menyeluruh tentang sistematika
penulisan hukum yang sesuai dengan aturan baru dalam penulisan hukum,
maka penulis menggunakan sistematika penulisan hukum. Adapun sistematika
penulisan hukum ini terdiri dari 4 (empat) bab yang tiap bab terbagi dalam sub-
sub bagian yang dimaksudkan untuk memudahkan pemahaman terhadap
keseluruhan hasil penelitian ini. Sistematika keseluruhan penulisan hukum ini
adalah sebagai berikut:
Dalam Bab I penulis akan mengemukakan tentang latar belakang
terjadinya alih fungsi lahan pertanian ke non pertanian di Kabupaten Madiun,
dimana dari latar belakang tersebut akan penulis kerucutkan atau khususkan
menjadi dua rumusan masalah yang di dasarkan dengan dasar-dasar teori.
Dasar-dasar teori yang penulis maksud tersebut, kemudian akan dibahas dalam
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
12
Bab II. Secara khusus Bab II tersebut akan memaparkan sejumlah landasan
teori yang digunakan dalam penulisan hukum ini, antara lain mengenai tata
ruang, perizinan dan teori berlakunya perundang-undangan baik dari para pakar
dan doktrin hukum maupun berdasarkan literatur-literatur yang berhubungan
dengan permasalahan penelitian yang diangkat.
Dari landasan-landasan teori tersebut akan dikombinasikan dengan
bahan-bahan yang penulis dapatkan berkaitan dengan penelitian ini. Dimana
akan masuk dalam Bab III, dalam bab ini penulis akan mencoba untuk
menyajikan pembahasan berupa jawaban atas pertanyaan dalam perumusan
masalah. Setelah penulis melakukan pembahasan dalam Bab III tersebut,
kemudian dalam Bab IV, penulis akan mengemukakan dari hasil penelitian
serta memberikan saran yang relevan dengan penelitian terhadap pihak-pihak
yang terkait dengan penelitian tersebut.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
13
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Kerangka Teori
1. Tinjauan Tentang Penataan Ruang
a. Pengertian Tata Ruang
Dalam Pasal 14 undang-undang Pokok Agraria yang berbunyi
”Pemerintah dalam rangka sosialisme Indonesia, membuat suatu
rencana umum mengenai persediaan, peruntukan dan penggunaan bumi,
air dan ruang angkasa serta kekayaan alam yang terkandung di
dalamnya”. Ketentuan ini menegaskan perlunya suatu perencanaan tata
ruang. Oleh karena itu maka dibuat undang-undang Penataan Ruang
yang pertama kalinya pada tahun 1992 yaitu undang-undang Nomor 24
Tahun 1992 tentang Penataan Ruang. Selanjutnya, undang-undang
Penataan Ruang Tahun 1992 diganti oleh undang-undang Nomor 26
Tahun 2007.
Menurut Pasal 1 Ayat 2 undang-undang Nomor 26 Tahun 2007
tentang Penataan Ruang menyebutkan tata ruang adalah “wujud
struktural ruang dan pola ruang”. Adapun yang dimaksud dengan wujud
struktural pemanfaatan ruang adalah susunan unsur-unsur pembentuk
rona lingkungan alam, lingkungan sosial, lingkungan buatan yang
secara hirarkis berhubungan satu dengan lainnya. Sedang yang
dimaksud dengan pola pemanfaatan ruang meliputi pola lokasi, sebaran
permukiman, tempat kerja, industri, pertanian serta pola penggunaan
tanah perkotaan dan pedesaan; dimana tata ruang tersebut adalah tata
ruang yang direncanakan, sedangkan tata ruang yang tidak
direncanakan adalah tata ruang yang terbentuk secara alami, seperti
aliran sungai, gunung dan lain-lain (www.google.com< Makalah Temu
Pakar tentang Penataan Ruang, diakses pada tanggal 18 oktober 2010).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
14
Sebagaimana disebutkan dalam Pasal 2 undang-undang Nomor
26 Tahun 2007 Tentang Penataan Ruang, penyelenggaraan penataan
ruang harus didasarkan pada asas :
1) Keterpaduan
Penataan ruang yang diselenggarakan dengan mengintegrasikan
berbagai kepentingan yang bersifat lintas sektor, lintas wilayah, dan
lintas pemangku kepentingan (stakeholders).
2) Keserasian, keselarasan, dan keseimbangan
Penataan ruang diselenggarakan dengan mewujudkan keserasian
antara struktur ruang dan pola ruang, keselarasan antara kehidupan
manusia dengan lingkungannya, keseimbangan pertumbuhan dan
perkembangan antardaerah serta antara kawasan perkotaan dan
kawasan perdesaan.
3) Keberlanjutan
Penataan ruang diselenggarakan dengan menjamin kelestarian dan
kelangsungan daya dukung dan daya tampung lingkungan dengan
memperhatikan kepentingan generasi mendatang.
4) Keberdayagunaan dan keberhasilgunaan
Penataan ruang diselenggarakan dengan mengoptimalkan manfaat
ruang dan sumber daya yang terkandung di dalamnya serta
menjamin terwujudnya tata ruang yang berkualitas.
5) Keterbukaan
Penataan ruang diselenggarakan dengan memberikan akses yang
seluas-luasnya kepada masyarakat untuk mendapatkan informasi
yang berkaitan dengan penataan ruang.
6) Kebersamaan dan Kemitraan
Penataan ruang diselenggarakan dengan melibatkan seluruh
pemangku kepentingan.
7) Perlindungan kepentingan umum
Penataan ruang diselenggarakan dengan mengutamakan
kepentingan masyarakat
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
15
8) Kepastian hukum dan keadilan
Penataan ruang diselenggarakan dengan berlandaskan hukum atau
ketentuan peraturan perundang-undangan dan bahwa penataan
ruang dilaksanakan dengan mempertimbangkan rasa keadilan
masyarakat serta melindungi hak dan kewajiban semua pihak
secara adil dengan jaminan kepastian hukum.
9) Akuntabilitas
Penyelenggaraan penataan ruang harus dapat
dipertanggungjawabkan, baik prosesnya, pembiayaannya, maupun
hasilnya.
Pasal 3 Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 disebutkan
bahwa penataan ruang bertujuan untuk mewujudkan ruang wilayah
nasional yang aman, nyaman, produktif, dan berkelanjutan
berlandaskan Wawasan Nusantara dan Ketahanan Nasional dengan:
a. mewujudkan keharmonisan antara lingkungan alam dan
lingkungan buatan;
b. terwujudnya keterpaduan dalam penggunaan sumber daya
alam dan sumber daya buatan dengan memperhatikan
sumber daya manusia; dan
c. terwujudnya perlindungan fungsi ruang dan pencegahan
dampak negative terhadap lingkungan akibat pemanfaatan
ruang.
Mengenai rencana tata ruang yang penyusunannya dilakukan
pemerintah pada hakekatnya dapat pula digambarkan sebagai
penjabaran dari instrument kebijakan Tata Guna Tanah, yang harus
merupakan pelaksanaan rencana tata ruang. Rencana Tata Guna Tanah
harus diserasikan dengan Rencana Tata Ruang Wilayah, sehingga
pengguanaan tanah sesuai dengan tujuan penataan ruang.
Rencana Umum Tata Ruang secara hirarki terdiri atas : Rencana
Tata Ruang Wilayah Nasional, Rencana Tata Ruang Wilayah Propinsi,
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
16
Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten / Rencana Tata Ruang
Wilayah Kota.
Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten memuat :
a. tujuan, kebijakan dan strategi penataan ruang wilayah
kabupaten;
b. rencana struktur ruang wilayah kabupaten yang meliputi
sistem perkotaan di wilayahnya yang terkait dengan
kawasan perdesaan dan system jaringan prasarana wilayah
kabupaten;
c. rencana pola ruang wilayah kabupaten yang meliputi
kawasan lindung kabupaten dan kawasan budi daya
kabupaten;
d. penetapan kawasan strategis kabupaten;
e. arahan pemanfaatan ruang wilayah kabupaten yang berisi
indikasi program utama jangka menengah lima tahunan;
f. ketentuan pengendalian pemanfaatan ruang wilayah
kabupaten yang berisi ketentuan umum peraturan zonasi,
ketentuan perizinan, ketentuan insentif dan disinsentif, serta
arahan sanksi.
Ketentuan perencanaan tata ruang wilayah kabupaten berlaku
mutatis mutandis untuk perencanaan tata ruang wilayah kota, dengan
ketentuan tambahan, yaitu :
a. rencana penyediaan dan pemanfaatan ruang terbuka hijau;
b. rencana penyediaan dan pemanfaatan ruang terbuka non
hijau;
c. rencana penyediaan dan pemanfaatan prasarana dan sarana
jaringan pejalan kaki, angkutan umum, kegiatan informal,
dan ruang evakuasi bencana, yang dibutuhkan untuk
menjalankan fungsi wilayah kota sebagai pusat pelayanan
sosial ekonomi dan pusat pertumbuhan wilayah.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
17
Menurut UU Nomor 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang,
Indonesia memberlakukan sistem zonasi guna mengendalikan
pemanfaatan ruang. Ketentuan ini dijabarkan dalam Pasal 35 dan 36:
Pasal 35
Pengendalian pemanfaatan ruang dilakukan melalui penetapan
peraturan zonasi, perizinan, pemberian insentif dan disinsentif, serta
pengenaan sanksi.
Pasal 36
(1) Peraturan zonasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35
disusun sebagai pedoman pengendalian pemanfaatan ruang.
(2) Peraturan zonasi disusun berdasarkan rencana rinci tata
ruang untuk setiap zona pemanfaatan ruang.
(3) Peraturan zonasi ditetapkan dengan:
a. peraturan pemerintah untuk arahan peraturan zonasi
sistem nasional;
b. peraturan daerah provinsi untuk arahan peraturan zonasi
sistem provinsi; dan
c. peraturan daerah kabupaten/kota untuk peraturan zonasi.
Zonasi pada tingkat nasional akan diatur lebih lanjut dengan
Peraturan Pemerintah. Zonasi pada tingkat provinsi akan diatur lebih
lanjut dengan Peraturan Daerah Provinsi. Zona tingkat kabupaten/kota
diatur lebih lanjut dalam Peraturan Daerah Kabupaten/Kota (Deborah
Oktavia, 2010: 48).
Diadakannya suatu perencanaan tata ruang bertujuan untuk
dapat menyerasikan berbagai kegiatan pembangunan antar sektor dalam
pembangunan daerah, sehingga dalam pemanfaatan ruang dan lahan
dapat dilakukan seoptimal dan seefisien mungkin. Dan tujuan dari
dilaksanakannya suatu perencanaan tata ruang adalah untuk
mengarahkan struktur dan lokasi pembangunan yang serasi dan
seimbang dalam rangka pemanfaatan sumber daya alam dan sumber
daya manusia, sehingga dapat tercapainya suatu pembangunan yang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
18
optimal. Selain hal tersebut, perencanaan tata ruang dapat mencegah
kegiatan pembangunan yang akan merusak lingkungan hidup, penataan
ruang yang sesuai akan berguna sekali dalam hal perlindungan
lingkungan hidup, agar dalam penggunaan lingkungan hidup sampai
kapanpun tetap pada fungsinya serta tidak terkontaminasi.
b. Rencana Tata Ruang
Perencanaan merupakan suatu komponen yang penting dalam
setiap keputusan. Pada negara hukum dewasa ini, suatu rencana tidak
dapat dihilangkan dari hukum administrasi. Rencana dapat dijumpai
pada berbagai bidang kegiatan pemerintahan, misalnya dalam
pengaturan tata ruang. Rencana merupakan keseluruhan tindakan yang
saling berkaitan dari tata usaha negara yang mengupayakan
terlaksanakannya keadaan tertentu yang tertib dan teratur. Dengan
rencana maka semua akan lebih tertata dan akan sesuai dengan
pengalokasiannya, karena sudah di sesuaikan dengan tata ruang yang
digunakan.
Dalam kamus tata ruang dikemukakan yang dimaksud dengan
rencana tata ruang adalah “rekayasa atau metode pengaturan
perkembangan tata ruang dikemudian hari.” Demikian juga menurut
Pasal 1 Ayat 16 Undang-undang Nomor 26 Tahun 2007 Tentang
Penataan Ruang.
Selanjutnya, dalam Keputusan Menteri Pemukiman dan
Prasarana Wilayah No.327/KPTS/2002 tentang Penetapan Enam
Pedoman Bidang Penataan Ruang, yang dimaksud dengan rencana tata
ruang adalah “hasil perencanaan struktur dan pola pemanfaatan ruang”.
Adapun yang dimaksud dengan struktur pemanfaatan ruang adalah
susunan unsur-unsur pembentuk lingkungan secara hirarkis dan saling
berhubungan dengan satu sama lainnya.
Maksud diadakannnya perencanaan tata ruang adalah untuk
menyerasikan berbagai kegiatan sektor pembangunan, sehingga dalam
memanfaatkan lahan dan ruang dapat dilakukan secara optimal, efisien
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
19
dan serasi. Sedangkan tujuan diadakannya suatu perencanaan tata ruang
adalah untuk mengarahkan struktur dan lokasi beserta hubungan
fungsionalnya yang serasi dan seimbang dalam rangka pemanfaatan
sumber daya manusia, sehingga tercapainya hasil pembangunan yang
optimal dan efisien bagi peningkatan kualitas manusia dan kualitas
lingkungan hidup secara berkelanjutan.
Dalam buku Juniarso Ridwan dan Achmad Sodik yang berjudul
“Hukum Tata Ruang”, Saul M.Katz mengemukakan alasan atau dasar
dari diadakannya suatu perencanaan adalah:
1) Dengan adanya suatu perencanaan diharapkan terdapat suatu
pengarahan kegiatan, adanya pedoman bagi pelaksanaan
kegiatan-kegiatan yang ditujukan kepada pencapaian sauatu
perkiraan;
2) Dengan perencanaan daiharapkan terdapat sauatu perkiraan
terhadap hal-hal dalam masa pelaksanaan yang akan dilalui;
3) Perencanaan memberikan kesempatan untuk memilih
berbagai alternatif tentang cara atau kesempatan untuk
memilih kombinasi terbaik;
4) Dengan perencanaan dilakukan penyusunan skala prioritas.
Memilih urutan-urutan dari segi pentingnya suatu tujuan,
saran maupun kegiatan usahanya dan
5) Dengan adanya rencana, maka aka nada suatu alat pengukur
atau standar untuk mengadakan pengawasan atau evaluasi.
(Saul M.Katz, 2007:25)
Tujuan penyusunan rencana tata ruang menurut Buyung Azhari
adalah:
1) terselenggaranya pemanfaatan ruang yang berwawasan
lingkungan berlandaskan Wawasan Nusantara dan
Ketahanan Nasional;
2) terselenggaranya pengaturan pemanfaatan ruang kawasan
lindung dan kawasan budidaya;
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
20
3) tercapainya pemanfaatan ruang yang berkualitas untuk:
a. mewujudkan kehidupan bangsa yang cerdas, berbudi
luhur, dan sejahtera;
b. mewujudkan keterpaduan dalam penggunaaan sumber
daya alam dan sumber daya buatan dengan
memperhatikan sumber daya manusia;
c. meningkatkan pemanfaatan sumber daya alam dan
sumber daya buatan untuk meningkatkan kualitas
sumber daya manusia;
d. mewujudkan perlindungan fungsi ruang dan
mencegah serta menanggulangi dampak negatif
terhadap lingkungan (contoh yang paling sering kita
alami adalah banjir, erosi dan sedimentasi); dan
e. mewujudkan keseimbangan kepentingan
kesejahteraan dan keamanan
Mengenai rencana tata ruang yang penyusunannya dilakukan
pemerintah pada hakekatnya dapat pula digambarkan sebagai
penjabaran dari instrument kebijakan Tata Guna Tanah, yang harus
merupakan pelaksanaan rencana tata ruang. Rencana Tata Guna Tanah
harus diserasikan dengan Rencana Tata Ruang Wilayah, sehingga
pengguanaan tanah sesuai dengan tujuan penataan ruang. Rencana
Umum Tata Ruang secara hirarki terdiri atas : Rencana Tata Ruang
Wilayah Nasional, Rencana Tata Ruang Wilayah Propinsi, Rencana
Tata Ruang Wilayah Kabupaten/Rencana Tata Ruang Wilayah Kota.
Dalam Peraturan Daerah Kabupaten Madiun Nomor 4 Tahun
2002 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Madiun,
dikatakan bahwa tujuan pemanfaatan ruang wilayah untuk peningkatan
kesejahteraan masyarakat dan pertahanan keamanan yang diwujudkan
melalui strategi pemanfaatan ruang wilayah untuk tercapainya
pemanfaatan ruang yang berkualitas. Dari pasal tersebut dapat dilihat
bahwa tujuan daripada rencana tata ruang wilayah adalah untuk pemanfaatan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
21
masyarakat, bertujuan untuk mensejahterakan masyarakat pada khususnya dan
ikut menjaga pertahanan keamanan Negara pada umumnya, yang dapat
diwujudkan dengan cara penggunaan strategi pemanfaatan ruang wilayah yang
berkualitas, tidak merugikan dan berdaya guna. Dan dengan pemanfaatan
ruang tanah yang berkualitas, maka penggunaan lahan dapat dilakukan secara
maksimal tanpa mengganggu penggunaan tanah yang lain. Untuk itulah dalam
pelaksanaannya pengadaan penataan ruang perlu adanya pengendalian
pemanfaatan ruang, agar dalam setiap penataan ruang yang tentunya
menggunakan lahan atau tanah dapat diperuntukkan dengan baik dan sesuai
dengan fungsinya, sehingga tidak ada suatu pembangunan yang menggunakan
lahan atau tanah tidak sesuai dengan tata ruangnya, untuk daerah kabupaten
madiun diatur dalam Peraturan Daerah Kabupaten Madiun Nomor 4
Tahun 2002 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Madiun.
2. Tinjauan Tentang Perizinan
a. Pengertian Perizinan
Menurut Sjachran Basah yang dikutip dalam bukunya Ridwan HR
( 2010: 207) izin adalah perbuatan hukum administrasi negara bersegi
satu yang mengaplikasikan peraturan dalam hal kongkrit berdasarkan
persyaratan dan prosedur sebagaimana ditetapkan oleh kekuatan
peraturan perundang-undangan. Sedangkan Bagir Manan menyebutkan
bahwa izin dalam arti luas berarti suatu persetujuan dari penguasa
berdasarkan peraturan perundang-undangan untuk memperbolehkan
melakukan tindakan atau perbuatan yang secara umum dilarang.
N,M Spelt dan J.B.J.M ten Berge dalam bukunya Ridwan HR (
2010 . Hal 208) membagi pengertian izin dalam arti luas dan sempit
adalah sebagai berikut. Izin merupakan suatu instrumen yang banyak
digunakan dalam hukum administrasi negara sebagai sarana yudikatif
yang digunakan untuk mengendalikan warganya, dengan adanya izin
pemerintah memperkenankan orang yang memohonnya untuk
melakukan tindakan-tindakan tertentu yang sebenarnya dilarang.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
22
Izin merupakan salah satu instrumen hukum yang berfungsi
mengendalikan perilaku orang atau lembaga (badan usaha) yang
bersifat proventif. Izin dimaksudkan dalam memberikan kontribusi
positif bagi kegiatan perekonomian, terutama dalam hal pendapatan
daerah dan investasi. Suatu izin yang diberikan oleh pemerintah
memiliki maksud untuk menciptakan kondisi yang aman dan tertib agar
setiap kegiatan sesuai dengan peruntukannya. Hukum perizinan timbul
karena adanya hubungan yang terjalin antara penguasa dengan
masyarakat. Pada suatu sisi, masyarakat mempengaruhi penguasa dalam
menjalankan tugasnya, pada sisi lain penguasa memberi pengaruh
tertentu pada masyarakat (Hery Listyawati, 2010: 49 ).
Perizinan merupakan salah satu perwujudan tugas mengatur dari
pemerintah. “Izin merupakan salah satu instrumen yang paling banyak
digunakan dalam hukum administrasi. Hal ini dikarenakan pemerintah
menggunakan izin sebagai instumen untuk mempengaruhi hubungan
dengan para warganya agar mau mengikuti cara yang dianjurkan oleh
pemerintah guna mencapai tujuan yang konkrit”. (Toto T Suruaatmadja,
2007: 82 )
Izin adalah salah satu instrumen yang digunakan dalam hukum
administrasi. Pemerintah menggunakan izin sebagai sarana yuridis
untuk mengemudikan tingkah laku warga negara. Izin adalah
persetujuan dari penguasa berdasarkan undang-undang atatu peraturan
pemerintah untuk dalam keadaan tertentu menyimpang dari ketentuan-
ketentuan larangan perundang-undangan. Dengan memberi izin
penguasa memperkenankan orang yang memohonnya untuk melakukan
tindakan-tindakan tertentu yang sebenarnya dilarang. Ini merupakan
perkenaan sauatu tindakan yang demi kepentingan umum
mengharuskan pengawasan khusus atasnya. (Hery Listyawati, 2010: 49-
50).
Dalam arti sempit, izin adalah memberi perkenaan, tetapi
tindakan-tindakan yang diperkenankan harus dilakukan dengan cara-
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
23
cara tertentu yang dicantumkan dalam ketentuan-ketentuan. Penolakan
izin hanya dilakukan jika kriteria yang diterapkan oleh penguasa tidak
dipenuhi atau karena suatu alasan tidak mungkin memberi izin kepada
semua orang yang memenuhi kriteria. Ini disebut izin restriktif, karena
alasan-alasan kesesuaian tujuan (doelmatigheid), penguasa dapat
menganggap perlu untuk menjalankan kebijakan izin restriktif dan
membatasi jumlah pemegang izin. (Philipus M.Hadjon, 2002: 2-3 )
Menurut Prajudi Admosoedirjo, izin atau vergunning adalah
dispensasi dari suatu larangan. Rumusan yang demikian menumbuhkan
dispensasi dengan izin . “Dispensasi beranjak dari ketentuan yang pada
dasarnya melarang suatu perbuatan, sebaliknya izin beranjak dari
ketentuan yang pada dasarnya tidak melarang suatu perbuatan tetapi
untuk untuk dapat melakukannya disyaratkan prosedur tertentu harus
dilalui.” (Philipus M Hadjon, 2002:143). Perizinan adalah kegiatan
tertentu pemerintah daerah dalam rangka pemberian izin kepada orang
pribadi atau badan yang dimaksudkan untuk pembinaan, pengaturan,
pengendalian dan pengawasan atas kegiatan, pemanfaatan ruang,
penggunaan sumber daya alam, barang, prasarana, sarana atau fasilitas
tertentu, guna melindungi kepentingan umum dan menjaga kelestarian
lingkungan. Perizinan bertujuan untuk mengatur, membina dan
mengendalikan serta mengawasi kegiatan masyarakat yang beraneka
ragam sehingga tercipta ketertiban dan ketentraman dalam masyarakat.
Ateng Syafrudin mengatakan, izin bertujuan dan berarti
menghilangkan halangan. Hal yang dilarang menjadi boleh. Penolakan
atas permohonan izin memerlukan perumusan limitatif (2007: 73).
Beberapa pendapat para sarjana tentang pengertian izin, antara lain
yaitu:
1) E Utrecht mengemukakan izin (vergunning) ialah bilamana pembuat
peraturan tidak umumnya melarang sauatu perbuatan, tetapi masih
juga memperkenankannya, asal saja diadakan secara yang ditentukan
untuk masing-masing hal konkrit (sikap pembuat peraturan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
24
“indifferent”), maka keputusan administrasi negara yang
memperkenankan perbuatan tersebut bersifat izin (vergunning)
(E.Utrecht, 1986:187).
2) W.F Prins mendefinisikan izin yaitu biasanya yang menjadi
persoalan bukan perbuatan yang berbahaya bagi umum, yang pada
dasarnya harus dilarang, melainkan bermacam-macam usaha yang
pada hakekatnya tidak berbahaya, tapi berhubung dengan satu dan
lain sebab dianggap baik untuk diawasi oleh administrasi negara.
(W.F Prins-R. Kosim Adisapotra, 1983: 73-74).
3) Prajudi Atmosudirdjo dalam buku Philipus M.Hadjon mengartikan
izin ialah beranjak dari ketentuan yang pada dasarnya tidak melarang
sauatu perbuatan tetapi untuk dapat melakukannya disyaratkan
prosedur tertentu harus dilalui. (Philipus M.Hadjon, 2002:143).
Ateng Syafrudin membedakan perizinan menjadi 4 (empat)
macam, yakni:
1) Izin bertujuan dan berarti menghilangkan halangan, hal dilarang
menjadi boleh dan penolakan atas permohonan izin memerlukan
perumusan yang limitatif;
2) Dispensasi, bertujuan untuk menembus rintangan yang sebenarnya
secara formal tidak diizinkan, dispensasi merupakan hal yang
khusus;
3) Lisensi adalah izin yang memberikan hal untuk menyelenggarakan
sauatu perusahan dan
4) Konsensi merupakan sauatu izin sehubungan dengan pekerjaan besar
berkenaan dengan kepentingan umum yang seharusnya menjadi
tugas pemerintah, namun oleh pemerintah diberikan hak
penyelenggaraannya kepada pemegang izin yang bukan pejabat
pemerintah (Ateng Syafrudin, 2007: 106).
Lain halnya apa yang dikemukakan oleh Sjachan Basah yang
menyatakan “izin adalah perbuatan hukum administrasi negara bersegi
satu yang menghasilkan peraturan dalam hal konkrit berdasarkan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
25
persyaratan dan prosedur sebagaimana ditetapkan oleh ketentuan
perundang-undangan yang berlaku.”
Fungsi dari sebuah izin adalah selaku ujung tombak instrumen
hukum sebagai pengarah , perekayasa dan perancang masyarakat adil
dan makmur itu dijelmakan ( Ridwan HR . 2010 . Hal 217-218). Dalam
hal ini persyaratan dalam sebuah izin merupakan pengendali dalam
memfungsikan izin itu sendiri. Sedangkan tujuan dari perizinan adalah :
a. Keinginan mengarahkan aktivitas-aktivitas tertentu
b. Izin mencegah bahaya lingkungan
c. Keinginan melindingi obyek-obyek tertentu
d. Izin hendak membagi benda-benda yang sedikit
e. Izin memberikan pengarahan dengan menyeleksi orang-orang
dan aktivitas-aktivitas.
Dengan adanya kelonggaran yang tidak diatur dalam undang-
undang ini akan semakin banyak perusahaan yang mempekerjakan
wanita pada malam hari, karena mereka menganggap mudahnya
prosedur yang harus dilakukan, tanpa melakukan kewajiban-kewajiban
yang harus dilaksanakannya, sedangkan bagi pekerja sendiri yang
seharusnya dilindungi hak-haknya oleh adanya izin tersebut akan
semakin melemahkan kedudukannya, hal tersebut senada dengan apa
yang dikatakan Adrian Sutendi ( 2010 : 284-285 ) bahwa perizinan
memuat Kepentingan buruh, pekerja dan pemerintah, perizinan
merupakan instrumen pemerintah untuk mengatur Kepentingan
masyarakat secara umum, sedangkan bagi pengusaha perizinan
merupakan instrumen untuk melegalkan berbagai aktivitas yang ada.
Untuk para pekerja sendiri merupakan instrumen untuk melindungi
dirinya dari eksploitasi pengusaha dan kondisi kerja yang tidak
memadai. .
Berdasarkan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 24 Tahun
2006 tentang Pedoman Penyelenggaran Pelayanan Terpadu Satu Pintu,
izin adalah dokumen yang dikeluarkan oleh pemerintah daerah
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
26
berdasarkan peraturan daerah atau peraturan lainnya yang merupakan
bukti legalitas, menyatakan sah atau diperbolehkannya seseorang atau
badan untuk melakukan usaha atau kegiatan tertentu. Sedangkan
perizinan adalah pemberian legalitas kepada seseorang atau pelaku
usaha atau kegiatan tertentu, baik dalam bentuk izin maupun tanda
daftar usaha.
Kaitan izin dalam perubahan penggunaan tanah pertanian ke non
pertanian adalah dalam pemberian izin perubahan penggunaan tanah
pertanian ke non pertanian harus mempertimbangkan aspek tata guna
tanah. Penatagunaan tanah adalah sama dengan pola pengelolaan tata
guna tanah yang meliputi penguasaan, penggunaan, dan pemanfaatan
tanah yang berwujud konsolidasi pemanfaatan tanah melalui pengaturan
kelembagaan yang terkait dengan pemanfaatan tanah sebagai satu
kesatuan sistem untuk kepentingan masyarakat secara adil (pasal 1
Peraturan Pemerintah no. 16 tahun 2004).
Izin perubahan penggunaan tanah diberikan untuk perorangan
atau badan hukum yang dimaksudkan untuk mengubah tanah pertanian
ke non pertanian. Sedangkan izin lokasi merupakan sarana perizinan
yang dikeluarkan oleh perusahaan bagi yang membutuhkan tanah
berdasarkan peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan
Pertanahan Nasional No. 2 tahun 1993. Pelaksanaannya diatur dengan
keputusan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional
no. 22 tahun 1993. Sistem perizinan di bidang pertanahan, dalam hal ini
perubahan dan penggunaan tanah serta izin lokasi yang dikeluarkan
oleh bagian penatagunaan tanah, baik yang ada di kantor pertanahan
tingkat kabupaten/ propinsi maupun yang ada di kantor wilayah Badan
Pertanahan Nasional/tingkat propinsi harus berpedoman pada Rencana
Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten/kotamadya.
b. Tujuan Pemerintah mengeluarkan izin
Sistem perizinan muncul karena tugas mengatur dari
pemerintah, karena perizinan akan dibuat dalam bentuk peraturan yang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
27
harus dipatuhi masyarakat yang berisikan larangan dan perimtah.
Dengan demikian izin ini akan digunakan oleh penguasa sebagai
instrumen untuk mempengaruhi hubungan dengan para warga agar mau
mengikuti cara yang dinajurkan, guna mencapai tujuan yang konkrit.
Adapun tujuan pemerintah mengatur sesuatu hal dalam
peraturan perizinan ada berbagai sebab yaitu:
1) Keinginan mengarahkan atau mengendalikan aktifitas-aktifitas
tertentu (misalnya izin mendirikan bangunan, termasuk izin alih
fungsi);
2) Keinginan mencegah bahaya bagi lingkungan (misalnya izin
lingkungan);
3) Keinginan melindungi obyek-obyek tertentu (misalnya izin tebang,
izin membongkar monument);
4) Keinginan membagi benda-benda yang sedikit jumlahnya
(misalnya izin menghuni di daerah padat penduduk);
5) Keinginan untuk menyeleksi orang-orang dan aktifitas-aktifitasnya
(misalnya pengurus organisasi harus memenuhi syarat-syarat
tertentu) (Prajudi Atmosudirjo, 2007:11).
Toto T Suruaatmadja menyatakan bahwa dengan izin seseorang
telah mempunyai hak untuk melakukan sesuatu perbuatan hukum sesuai
dengan isinya yang secara definitif dapat menimbukan akibat hukum
tertentu. Sehingga dengan perizinan ada sesuatu yang dituju, yaitu:
1) Keinginan mengarahkan aktivitas tertentu;
2) Mencegah bahaya yang mungkin akan timbul;
3) Untuk melindungi obyek-obyek tertentu;
4) Membagi benda-benda yang sedikit dan
5) Mengarahkan orang-orang tertentu untuk dapat melakukan
aktivitas.
Berdasarkan uraian di atas, dapat disebutkan bahwa izin
merupakan suatu perangkat hukum administrasi yang digunakan oleh
pemerintah untuk mengendalikan warganya. Adanya kegiatan perizinan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
28
yang dilaksanakan atau diselenggarakan oleh pemerintah, baik itu
pemerintah pusat maupun pemerintah daerah, pada intinya adalah untuk
menciptakan kondisi aman, tertib. Di samping tujuannya melalui sistem
perizinan, diharapkan dapat tercapainya tujuan-tujuan tertentu, yang
diantaranya adalah:
1) Adanya sauatu kepastian hukum;
2) Perlindungan kepentingan umum;
3) Pencegahan kerusakan atau pencemaran lingkungan dan
4) Pemerataan distribusi barang tertentu.
c. Bentuk dan Isi Izin
Izin merupakan salah satu bentuk keputusan tata usaha negara.
Keputusan tata usaha negara adalah penetapan tertulis yang dikeluarkan
oleh badan atau pejabat tata usaha negara yang berisi tindakan hukum
tata usaha negara yang berdasarkan peraturan perundang-undangan
yang berlaku, yang bersifat konkrit, individual dan final yang
menimbulkan akibat hukum bagi seseorang atau badan hukum perdata.
(UU No.5 Tahun 1986 Pasal 1 ayat (3))
Berdasarkan hal tersebut di atas, maka izin akan selalu
berbentuk tertulis dan berisikan beberapa hal sebagai berikut:
1) Organ pemerintah yang memberikan izin;
2) Siapa yang memperoleh izin;
3) Untuk apa izin digunakan;
4) Alasan yang mendasari pemberiannya;
5) Ketentuan pembatasan dan syarat-syarat dan
6) Pemberitahuan tambahan. (Sarjita, 2004: 12)
Ketentuan nomor 1 sampai dengan nomor 3 wajib ada untuk
bisa dikategorikan sebagai keputusan perizinan, sedangkan ketentuan
nomor 4 sampai dengan nomor 6 tidak wajib ada, tetapi dalam
prakteknya biasanya akan ada. (Sarjita, 2004: 12)
Dikarenakan keputusan perizinan adalah termasuk salah satu
bentuk perwujudan keputusan tata usaha Negara, maka izin adalah juga
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
29
merupakan norma penutup dari semua norma yuridis yang ada. Hal ini
dikarenakan lahirnya izin pasti akan didahului dengan adanya norma
abstrak terlebih dahulu atau norma yang sifatnya masih umum belum
ditunjuk subyeknya, waktunya, tempatnya dan izin akan terletak pada
deretan paling akhir dari semua norma abstrak yang mendahuluinya dan
tentang hal yang dituju atau sudah bersifat konkrit, individual dan final
sehingga akan langsung digunakan untuk melakukan aktifitas tertentu.
(Philipus M.Hadjon, 2002: 2-3)
d. Prosedur Penerbitan Izin
Prosedur penerbitan izin secara umum akan meliputi tahap-
tahapan sebagai berikut:
1) Acara Permulaan
Acara permulaan ini berupa kegiatan pengajuan permohonan dari
pihak yang berkepentingan kepada pihak pemerintah yang harus
diajukan secara tertulis, berisikan identitas dari pemohon, izin yang
diminta dan data/surat yang tertentu sesuai dengan persayaratan
yang ada.
2) Acara Persiapan dan Peran serta (inspraak)
Dalam tahapan ini pemerintah akan mengadakan pemeriksaan
terhadap permohonan izin, yang mana ini harus dilakukan secara
tertib dan teliti serta mendengarkan penjelasan dari pemohon
ataupun masukan dari pihak ketiga.
3) Acara Persiapan Luas
Dalam tahapan ini pemerintah akan mengumumkan keputusan
perizinan dengan secara luas melalui kantor organ pemerintah atau
media masa. Macam keputusan perizinan ini bisa berisi pernyataan
tidak dapat diterima, penolakan izin atau pemberian izin.
(www.umy.ac.id/hukum. Perijinan. Nurwigati< 5 Oktober 2010,
pukul 17:30 WIB).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
30
B. Kerangka Pemikiran
Agar penelitian ini bisa dilaksanakan secara lancar, dan mengarahkan
analisisnya pada tujuan, di sini perlu dikembangkan kerangka berpikir yang
akan digunakan dalam penelitian ini. Secara singkat kerangka berpikir
digambarkan dengan skema sebagai berikut:
Ragaan I: Kerangka Pemikiran
Peraturan Perundang-undangan Alih Fungsi Lahan Pertanian Ke non
Pertanian
1. Undang-undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang Perlindungan Lahan Pangan Berkelanjutan
2. Peraturan Pemerintah No.16 Tahun 2004 tentang Penatagunaan Tanah
3. Peraturan Daerah Kabupaten Madiun Nomor 4 Tahun 2002 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah
Fakta Hukum (Adanya alih fungsi lahan pertanian ke non pertanian di Kabupaten Madiun).
1. Pelaksanaan izin alih fungsi lahan pertanian ke non pertanian
2. Kebijakan yang dilakukan dalam mengupayakan pengendalian alih fungsi lahan
Peristiwa Hukum
1. Pelaksanaan izin alih fungsi lahan pertanian ke non pertanian di Kabupaten Madiun
2. Kebijakan Pemerintah Kabupaten Madiun dalam mengendalikan alih fungsi lahan pertanian ke non pertanian
KESIMPULAN
1. Dalam pelaksanaan izin alih fungsi lahan mengalami kendala atau tidak
2. Kebijakan yang dilakukan pemerintah Kabupaten Madiun dalam mengendalikan alih fungsi lahan pertanian ke non pertanian berhasil atau tidak
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
31
Keterangan Kerangka Pemikiran
Menemukan hukum tidak hanya sekedar dengan mencari Undang-
Undangnya untuk dapat diterapkan pada peristiwa konkrit yang berupa alih
fungsi lahan pertanian ke non pertanian di Kabupaten Madiun dengan
permasalahan mengenai prosedur ijin alih fungsi lahan pertanian ke non
pertanian di Kabupaten Madiun dan ketentuan perundang-undangan perizinan
yang dapat mencegah alih fungsi lahan pertanian ke non pertanian.
Peristiwa konkrit ini harus diarahkan kepada peraturan perundang-
undangan alih fungsi lahan pertanian ke non pertanian. Sebaliknya undang-
undang pun harus disesuaikan dengan peristiwa konkrit. Peristiwa konkrit
diarahkan kepada undang-undang agar dapat diterapkan pada peristiwanya
yang konkrit.
Dengan menggunakan metode-metode penulisan dalam penelitian
hukum ini, diharapkan dapat memperoleh jawaban atas permasalahan
penelitian nomor 1 dan 2 yang merupakan peristiwa hukum. Untuk
memperoleh jawaban atas permasalahan penelitian yaitu apakah ketentuan
perundang-undangan mengenai izin alih fungsi lahan dapat mengendalikan
terjadinya alih fungsi lahan pertanian ke non pertanian, maka dengan begitu
akan memperoleh kesimpulan apakah ketentuan perundang-undangan yang
mengatur alih fungsi lahan tersebut sudah efektif atau belum dalam
mengendalikan terjadinya alih fungsi lahan pertanian ke non pertanian.
Hal-hal tersebut diatas yang menjadi alur pemikiran penulis dalam
menyususn penelitian ini, yakni meneliti kajian yuridis mengenai prosedur
ijin alih fungsi lahan pertanian ke non pertanian di daerah kabupaten,
khususnya Kabupaten Madiun.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
32
BAB III
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Gambaran Obyek
1. Wilayah dan Geografis
Bentuk permukaan lahan wilayah Kabupaten Madiun sebagian
besar (67.576 Ha) relatif datar dengan tingkat kemiringan lereng 0-15%.
Secara rinci kemiringan lereng Kabupaten Madiun sebagai berikut :
a. 0 – 2 % seluas 44.278,375 Ha (43,80 %)
b. 2 – 15 % seluas 23.298,92 Ha (23,05 %)
c. 15 – 40 % seluas 15.585,00 Ha (15,59 %)
d. dan > 40 % seluas 17.140,005 Ha (16,85 %)
Berdasarkan penggunaan lahan Wilayah Kabupaten Madiun, terinci
sebagai berikut:
a. Pemukiman/Pekarangan : 15.322,26 Ha (15,16 %)
b. Sawah : 30.951 Ha (30,62 %)
c. Tegal : 7.091,54 Ha ( 7,02 %)
d. Perkebunan : 2.472 Ha ( 2,45 %)
e. Hutan Negara : 40.511 Ha (40,08 %)
f. Perairan : 836 Ha ( 0,83 %)
g. Lain-lain (jalan,sungai,makam) : 3.0902,2 Ha ( 3,86%)
Wilayah Kabupaten Madiun, secara administratif terdiri dari 15
wilayah kecamatan dan terdiri dari 216 Desa dan 8 kelurahan yang terbagi
dalam 715 dusun. Luas wilayah Kabupaten Madiun adalah 7 ̊ 12’ - 7̊ 48’3”
Lintang Selatan dan 111̊ 25’45”-111̊ 51” Bujur Timur salah satu
Kabupaten dari 39 Kabupaten di Jawa Timur terletak di bagian barat ± 175
dari ibukota propinsi. Sebagian besar (42,13 Persen) wilayahnya terletak di
dataran rendah 21-100 m dpl dan 43,80 persen berlereng 0-2 Persen.
Secara administratif Kabupaten Madiun memiliki batas wilayah:
Ø Sebelah Barat: Kabupaten Magetan
Ø Sebelah Utara: Kabupaten Bojonegoro dan Kabupaten Ngawi
Ø Sebelah Selatan: Kabupaten Ponorogo
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
33
Ø Sebelah Timur: Kabupaten Nganjuk
Gambar 1: Geografis Kabupaten Madiun
Sumber: Kantor Pertanahan Kabupaten Madiun
Kantor Pertanahan Kabupaten Madiun merupakan badan pelaksana
perubahan penggunaan tanah pertanian ke non pertanian. Para pemohon
yang ingin merubah penggunaan tanahnya dari tanah pertanian ke non
pertanian harus mengajukan permohonan izin perubahan penggunaan
tanah pertanian ke non pertanian melalui Kantor Pertanahan Kabupaten
Madiun, yang nantinya akan diproses lebih lanjut sesuai dengan prosedur
yang telah ditetapkan oleh Kantor Pertanahan Kabupaten Madiun.
Pelaksanaan perubahan penggunaan tanah pertanian ke non pertanian di
Kabupaten Madiun selain didasarkan pada peraturan-peraturan yang
N
EW
S
Kabupaten Ngawi
Pilangkenceng
Saradan
GemarangMejayan
Kare
Dagangan
Dolopo
Kebonsari
Geger
Jiwan
SawahanMadiun
Wungu
Balerejo
Wonoasri
Kabupaten Bojonegoro
Kabupaten Magetan
Kabupaten Ponorogo
Kabupaten Nganjuk
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
34
berkaitan dengan perubahan penggunaan tanah pertanian ke non pertanian,
tetapi juga didasari peraturan-peraturan lain yang berkaitan secara tidak
langsung dengan perubahan penggunaan tanah pertanian ke non pertanian,
antara lain :
a. Undang-Undang Nomor 5 tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-
Pokok Agraria;
b. Undang-Undang nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan
Pembangunan Nasional;
c. Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang;
d. Peraturan Pemerintah Nomor 11 Tahun 2010 tentang Penertiban dan
Pendayagunaan Tanah Terlantar;
e. Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 2004 tetang Penatagunaan
Tanah;
f. Keputusan Presiden Nomor 34 Tahun 2003 tentang Pelimpahan
Kewenangan Pertanahan Kepada Pemerintah Kabupaten/Kota;
g. Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik
Indonesia/Menteri Negara Agraria Nomor 2 Tahun 1999 tentang izin
Lokasi;
h. Surat Keputusan Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik
Indonesia Nomor 2 Tahun 2003 tentang Norma dan Standar Mekanisme
Ketatalaksanaan Kewenangan Pemerintah di Bidang Pertanahan yang
dilaksanakan oleh Pemerintah Kabupaten/Kota;
i. Peraturan Daerah Kabupaten Madiun Nomor 4 Tahun 2002 tentang
Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Madiun.
2. Penduduk, Tingkat Pendidikan dan Pekerjaan di Kabupaten Madiun
Dinamika perubahan jumlah penduduk berasal dari faktor alami
(kelahiran dan kematian) serta faktor perpindahan penduduk (migrasi masuk
dan migrasi keluar). Kepadatan penduduk cenderung meningkat dari tahun ke
tahun. Kecamatan dengan tingkat kepadatan penduduk paling tinggi adalah
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
35
Kecamatan Geger, sedangkan tingkat kepadatan penduduknya yang paling
rendah adalah Kecamatan Sawahan. Dibawah ini adalah:
Tabel 1: Perkembangan Jumlah Penduduk Kabupaten Madiun Tahun
2006-2010 Di Tiap Kecamatan
No Kecamatan 2006 2007 2008 2009 2010
1 Kebonsari 53.688 53.688 61.016 60.948 51.111
2 Geger 59.312 59.769 67.528 67.604 57.229
3 Dolopo 52.448 52.847 62.787 62.831 51.530
4 Dagangan 49.235 49.511 53.657 53.822 44.357
5 Wungu 51.716 52.005 62.596 62.907 54.406
6 Kare 31.964 33.046 34.940 35.130 29.472
7 Gemarang 32.442 32.486 35.696 35.869 30.809
8 Saradan 62.345 62.304 75.218 75.331 62.021
9 Pilangkenceng 54.464 54.290 58.711 58.636 50.116
10 Mejayan 42.980 43.250 50.810 50.984 41.772
11 Wonoasri 32.681 32.750 35.034 34.897 31.353
12 Balerejo 44.578 44.480 45.184 45.171 40.971
13 Madiun 37.965 38.041 39.696 39.803 36.800
14 Sawahan 25.867 25.845 26.487 26.267 23.689
15 Jiwan 55.210 55.222 60.253 60.240 56.250
Jumlah 686.875 689.534 769.613 770.440 661.886
Sumber: Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Kabupaten Madiun
Komposisi penduduk Kabupaten Madiun di dominasi oleh penduduk
muda/dewasa usia produktif. Dari data di atas, dapat dikatakan bahwa tingkat
pertumbuhan penduduk Kabupaten Madiun tergolong rendah, namun meski
perkembangan jumlah penduduk tergolong rendah, tidak dapat dipungkiri
bahwa dengan luas wilayah 1.010,86 km2, Kabupaten Madiun termasuk padat
penduduk dengan penyebaran wilayah di tiap kacamatan yang merata, dari
jumlah penduduk yang banyak tersebut tentu saja akan berimbas pada
tingginya kebutuhan untuk mendapatkan pekerjaan yang layak dan dapat
mencukupi kebutuhan diri serta keluarga.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
36
Penduduk Kabupaten Madiun sebagian besar tinggal di daerah
pedesaan, sehingga sesuai potensi daerah yang agraris maka mata
pencaharian penduduk Kabupaten Madiun sebagian besar adalah bekerja di
bidang pertanian, baik sebagai petani pemilik lahan maupun petani penggarap
lahan milik orang lain (buruh tani). Data dari Dinas Transmigrasi dan Tenaga
Kerja mencatatkan pencari kerja terbanyak berdasarkan kartu kuning adalah
lulusan SLTA kejuruan. Sementara untuk jenis kelamin pencari kerja
terbanyak adalah laki-laki. Hasil survei Tenaga Kerja Nasional dari BPS
menyebutkan jumlah angkatan kerja usia 15 tahun ke atas sebesar 2,7 persen.
Sementara sektor usaha dengan jumlah pekerja usia 15 tahun ke atas tebanyak
tahun 2009 adalah sektor pertanian. Disusul kemudian sektor PILK
pertambangan, Industri, Listrik, Konstruksi) dan yang paling sedikit adalah
sektor PJTK (Perdagangan, Jasa, Transportasi dan Keuangan).
Total penduduk usia kerja (15 tahun ke atas) tahun 2008 sekitar dua
pertiga penduduk Kabupaten Madiun termasuk dalam angkatan kerja. Tingkat
partisipasi angkatan kerja mengalami fluktuasi selama periode 2007-2009
dari 66,44% menjadi 62,24%. Pasar tenaga kerja di Kabupaten Madiun juga
ditandai dengan tingginya angka kesempatan kerja. Hal ini dapat dilihat pada
tingginya presentase penduduk usia kerja yang bekerja, yang besarnya
mencapai lebih dari 90 persen pada tahun 2009 terakhir. Tingkat
pengangguran semakin menurun selama kurun waktu 2007-2009. Pada tahun
2007 pengangguran terbuka tercatat sebesar 10,1 persen angka ini menurun
menjadi 6,1 persen pada tahun 2009.
Berdasarkan perbandingan menurut tiga sektor utama pilihan, bekerja
di sektor pertanian masih mendominasi pasar kerja di Kabupaten Madiun
dengan presentase sebesar 48,55 persen pada tahun 2009 dan diikuti dengan
sektor perdagangan dengan presentase sebesar 22,05 persen, sementara
pekerja di sektor-sektor jasa sebanyak 11,29 persen. Komposisi tersebut
tampaknya tidak banyak mengalami perubahan sampai dengan 2010. Upah
minimum kabupaten (UMK) Kabupaten Madiun terus mengalami
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
37
peningkatan. Selama periode 2007-2011 UMK Kabupaten Madiun meningkat
dari Rp.560 ribu menjadi Rp.740 ribu per bulan.
3. Karakteristik Kabupaten Madiun
Kabupaten Madiun merupakan salah satu kabupaten penyangga
pangan Jawa Timur. Oleh karena itu produktivitas tanaman pangan,
khususnya padi perlu terus ditingkatkan. Jika dibandingkan dengan kabupaten
lain, produksi padi di Kabupaten Madiun mencapai sekitar 4 persen dari
seluruh produksi padi di Jawa Timur dan merupakan produksi kesembilan
terbesar setelah Kabupaten Tuban dan Nganjuk. Dari sisi produktivitas data,
produktivitas padi di Kabupaten Madiun setiap tahun selalu meningkat dan
melebihi produktivitas padi di Jawa Timur. Pada tahun 2009 produktivitas
padi Kabupaten Madiun mencapai 6,35 ton per Ha, sementara produktivitas
padi Jawa Timur hanya 5,91 ton per Ha.
4. Penggunaan Lahan di Kabupaten Madiun
Penduduk Kabupaten Madiun sebagian besar tinggal di daerah
pedesaan, sehingga sesuai potensi daerah yang agraris maka mata
pencaharian penduduk Kabupaten Madiun sebagian besar adalah bekerja di
bidang pertanian, baik sebagai petani pemilik lahan maupun petani penggarap
(buruh tani). Pendekatan pembangunan yang lebih banyak menonjolkan
pertumbuhan ekonomi secara cepat tidak bisa dipungkiri telah mengakibatkan
pertumbuhan diperkotaan melampaui kawasan lainnya atau dengan kata lain
telah mendorong percepatan urbanisasi. Proses urbanisasi yang tidak
terkendali semakin mendesak produktifitas pertanian. Secara lebih mikro
tingginya urbanisasi ditunjukkan dengan terjadinya konversi lahan kawasan
pertanian menjadi kawasan perkotaan. Konsekuensi logis dari kondisi ini
adalah terjadinya migrasi penduduk perdesaan ke perkotaan akibat semakin
menyempitnya lapangan pekerjaan di bidang pertanian.
Tanah pertanian pada umumnya adalah semua tanah yang menjadi hak
orang, selain tanah untuk perumahan dan perusahaan. Yang termasuk tanah
pertanian adalah semua tanah perkebunan, tambak untuk perikanan, tanah
tempat penggembalaan ternak, tanah belukar bekas ladang dan hutan yang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
38
menjadi tempat mata pencaharian bagi yang berhak. Instruksi Bersama
Menteri Dalam Negeri dan Otonomi Daerah dengan Menteri Agraria tanggal
5 Januari 1961 No. Sekra 9/ 1/ 12 tentang Pengertian Tanah Pertanian,
diberikan penjelasan sebagai berikut : “Yang dimaksud dengan “tanah
pertanian” ialah juga semua tanah perkebunan, tambak untuk perikanan, tanah
tempat penggembalaan ternak, tanah belukar bekas ladang dan hutan yang
menjadi tempat mata pencaharian bagi yang berhak. Pada umumnya tanah
pertanian adalah semua tanah yang menjadi hak orang, selain tanah untuk
perumahan dan perusahaan. Bila atas sebidang tanah berdiri rumah tempat
tinggal seseorang, maka pendapat setempat itulah yang menentukan, berapa
luas bagian yang dianggap halaman rumah dan berapa yang merupakan tanah
pertanian”.
Pertanian merupakan suatu jenis kegiatan produksi yang berlandaskan
proses pertumbuhan dari tumbuh-tumbuhan dan hewan. Pertanian dalam arti
sempit dinamakan pertanian rakyat, sedangkan pertanian dalam arti luas
meliputi pertanian dalam arti sempit, kehutanan, peternakan dan perikanan.
Semua itu merupakan hal yang penting. Secara garis besar pengertian
pertanian dapat diringkas menjadi proses produksi, petani dan pengusaha,
tanah tempat usaha dan usaha pertanian(farm bussines). Pertanian yang baik
ialah pertanian yang dapat memberikan produk jauh lebih baik daripada
apbila tanaman, ternak atau ikan tersebut dibiarkan secara alami.
Sedangkan yang dimaksud dengan tanah non pertanian adalah tanah
yang dipergunakan untuk usaha/kegiatan selain usaha pertanian. Penggunaan
tanah non pertanian adalah untuk sebagai berikut:
1) Tanah perumahan (misal penggunaan tanah untuk tempat tinggal/rumah,
lapangan, tempat rekreasi, pemakaman dll)
2) Tanah Perusahaan (misal penggunaan tanah untuk pasar, pertokoan,
gudang, bank, bioskop, hotel, stasiun dll)
3) Tanah Industri ( misal penggunaan tanah untuk Pabrik, percetakan dll)
4) Tanah untuk jasa ( misal penggunaan tanah untuk kantor-kantor
pemerintah, tempat ibadah, rumah sakit, sekolah dan sarana umum)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
39
5) Tanah kosong yang sudah diperuntukkan (siap bangun).
Lahan pertanian mempunyai manfaat yang sangat luas secara
ekonomi, sosial dan lingkungan. Secara ekonomi, lahan pertanian adalah
masukan paling esensial dari berlangsungnya proses produksi, kesempatan
kerja, pendapatan, devisa, dan lain sebagainya. Secara sosial, eksistensi lahan
pertanian terkait dengan eksistensi kelembagaan masyarakat petani dan aspek
budaya lainnya. Dari aspek lingkungan, aktivitas pertanian pada umumnya
lebih kompatibel dengan prinsip-prinsip pelestarian lingkungan. Adapun
luasan penggunaan tanah atau lahan yang ada di Kabupaten Madiun adalah
sebagai berikut:
Gambar 2. Penggunaan Lahan Kabupaten Madiun
Sumber: Kantor Pertanahan Kabupaten Madiun, 2010
Dari data di atas dapat diketahui bahwa peruntukkan lahan yang
paling besar adalah di dominasi oleh hutan Negara dan kawasan persawahan,
yaitu 40,08% untuk hutan dan 30,62% untuk kawasan persawahan, sedangkan
untuk pemukimannya sendiri adalah 15,16%. Maka dapat di katakana bahwa,
kabupaten madiun masih merupakan kawasan hjau, karena lebih banyak
lahan yang digunakan untuk hutan dan persawahan. Untuk lebih jelasnya
3,86%0,83%
40,08%
2,45%
7,02% 30,62%
15,16%
Pemukiman/Pekarangan Sawah TegalPerkebunan Hutan Negara PerairanLain-lain (Jalan,Sungai dsb)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
40
dengan peta bentuk geografis Kabupaten Madiun, akan penulis jelaskan
penggunaan tanah di Kabupaten Madiun.
Gambar 3. Peta Penggunaan Tanah Kabupaten Madiun
Sumber: Kantor Pertanahan Kabupaten Madiun, 2010
Semakin jelas bahwa kawasan hutan dan persawahan adalah lahan
yang mendominasi dan menyebar di Kabupaten Madiun. Hal ini sesuai
dengan penataan ruang, Pasal 26 mengenai Rencana Tata Ruang Kabupaten,
yaitu rencana struktur ruang wilayah kabupaten yang meliputi sistem
perkotaan di wilayahnya yang terkait dengan kawasan perdesaan dan sistem
jaringan prasarana wilayah kabupaten serta rencana pola ruang wilayah
kabupaten yang meliputi kawasan lindung kabupaten dan kawasan budi daya
kabupaten. Kabupaten madiun berdasarkan pasal 26 tersebut telah memenuhi
tujuan, kebijakan serta strategi penataan ruang wilayah kabupaten. Dapat
dilihat dari gambar 1 dan 2 wilayah Kabupaten Madiun lebih banyak kawasan
lindung (yang dalam hal ini adalah hutan) dan kawasan budidaya (sawah).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
41
Ragaan 2. Cakupan Manfaat Lahan Pertanian dan Konstelasinya
Sumber: Dinas Pertanian, Tanaman Pangan dan Holtikultura Kabupaten Madiun.
INDIRECT USE VALUES (Manfaat Tidak Langsung)
Total Manfaat Lahan Pertanian
NON USE VALUES (Manfaat Bawaan)
USE VALUES ( Manfaat Penggunaan)
Direct Use Values (Manfaat Langsung)
Marketed Output
Padi, Palawija, Sayuran, Ternak, dll
Kayu, Daun, Jerami, dll
Unpriced Benefit
Menyediakan Bahan Pangan
Menyediakan Lapangan Kerja
Sarana Rekreasi
Mengurangi Laju Urbanisasi
Mengurangi Pencemaran Lingkungan
Mencegah/Mengurangi Terjadinya Banjir
Berkontribusi Dalam Pengendalian erosi
Pengendalian Tata Air
Mempertahankan Keragaman Hayati
Pendidikan Lingkungan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
42
Pola konversi lahan dapat ditinjau dari beberapa aspek. Menurut
pelaku konversi, maka dapat dibedakan menjadi dua. Pertama, alih fungsi
secara langsung oleh pemilik lahan yang bersangkutan. Motif pada
umumnya adalah untuk pemenuhan kebutuhan tempat tinggal,
meningkatkan pendapatan melalui alih usaha, atau kombinasinya. Kedua,
alih fungsi yang diawali dengan alih penguasaan yaitu pemilik menjual
kepada pihak lain.
Tercatat mulai dari tahun 1981-1998 (18 tahun) di daerah jawa
telah terjadi pengurangan lahan sawah akibat konversi hingga mencapai
satu juta hektar atau sekitar 55 ribu hektar per tahunnya. Sedangkan di
Indonesia dalam kurun waktu 8 tahun (1992-2000), luas lahan sawah telah
berkurang dari 8,2 juta hektar menjadi 7,8 juta hektar. Perubahan ini
terjadi paling cepat adalah di daerah Jawa yang notabene memiliki
pembangunan paling cepat dibandingkan dengan daerah lainnya.
Disebutkan dalam Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2009 (Pasal 44) dan
Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 2006 (Pasal 82) tentang ketentuan
dalam pengalih fungsian lahan sawah beririgasi bahwa untuk menjamin
kelestarian fungsi dan manfaat irigasi, Bupati sesuai dengan
kewenangannya mengupayakan ketersediaan lahan beririgasi dan atau
mengendalikan alih fungsi lahan di wilayahnya.
Selain berpijak pada acuan pendekatan pengendalian sebagaimana
dikemukakan di atas, perlu pula diwujudkan suatu kebijakan alternatif.
Kebijakan alternatif tersebut diharapkan mampu memecahkan kebuntuan
pengendalian alih fungsi lahan sebeumnya. Adapun komponennya antara
lain instrumen hukum dan ekonomi, zonasi dan inisiatif masyarakat.
Pada instrumen hukum, yaitu meliputi penerapan perundang-
undangan dan peraturan yang mengatur mekanisme alih fungsi lahan.
Mengatur mengenai hak, kewajiban serta sanksi-sanksi yang mengikat
tegas kepada semua pihak yang terkait, serta menyempurnakan aturan
perundang-undangan yang berlaku sebelumnya. Kedua, instrumen
ekonomi yang mencakup insentif, disisentif dan kompensasi. Kebijakan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
43
pemberian insentif untuk diberikan kepada pihak-pihak yang
mempertahankan lahan dari alih fungsi. Pola pemberian insentif ini antara
lain dalam bentuk pemberian subsidi input, keringanan pajak bumi dan
bangunan serta kemudahan sarana produksi pertanian. Sebaliknya
disisentif diberikan kepada pihak-pihak yang melakukan alih fungsi lahan
yang implementasinya berlawanan dengan perundang-undangan dan
peaturan yang berlaku. Memberikan kompensasi untuk pihak-pihak yang
dirugikan akibat alih fungsi lahan untuk kegiatan pembangunan atau
kepada yang mecegah terjadinya alih fungsi demi kelestarian lahan sebagai
sumber produksi pertanian (pangan).
Kemudian yang ketiga adalah kebijakan zonasi yang berhubungan
dengan ketatalaksanaan tata ruang wilayah melalui pengelompokkan lahan
menjadi tiga kategori zona pengendalian, yaitu lahan yang dilindungi
(tidak boleh dialih fungsikan), alih fungsi terbatas dan tidak boleh dialih
fungsikan. Zonasi diatur berdasarkan kriteria klasifikasi irigasi, intensitas
tanam dan produktivitas lahan sawah. Kriteria irigasi dibedakan atas lahan
sawah beririgasi dan non irigasi. Kriteria intensitas tanam adalah satu
hingga dua kali tanam per tahun, sedangkan kriteria produktivitas yaitu
dibawah 4,5 ton/Hektar/Panen.
B. Pelaksanaan Izin Alih Fungsi Lahan Pertanian ke Non Pertanian di
Kabupaten Madiun
Penetapan kawasan pertanian sebagai kawasan budidaya terutama
kawasan pertanian lahan basah di Kabupaten Madiun dikembangkan
berdasarkan fungsi kawasan dan potensinya di setiap wilayah kecamatan.
Pengembangan kawasan pertanian lahan basah diarahkan untuk
meningkatkan peran, efisiensi, produktivitas yang berkelanjutan, peluang
ekstensifikasi, mempertahankan saluran irigasi teknis dan peningkatan
irigasi sederhana dalam skala wilayah. Untuk memaksimalkan tujuan
daripada pengembangan kawasan lahan pertanian tersebut, Kabupaten
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
44
Madiun melakukan strategi kebijakan penataan dan pengembangan
kawasan pertanian, yaitu:
1. Mempertahankan dan meningkatkan keberadaan sawah beririgasi
teknis, meningkatkan sawah beririgasi setengah teknis menjadi sawah
beririgasi teknis, sawah beririgasi sederhana menjadi sawah beririgasi
setengah teknis serta sawah beririgasi lainnya menjadi sawah
beririgasi sederhana;
2. Saluran irigasi tidak boleh diputus atau disatukan dengan drainase dan
penggunaan bangunan sepanjang saluran irigasi harus dihindari;
3. Lahan pertanian tanaman yang dikelola masyarakat harus diberikan
insentif dan tidak diperbolehkan terjadi ali fungsi untuk peruntukan
lain;
4. Pembagian hasil produksi hortikultura dan pengolahan hasil serta
diupayakan menjadi komoditas ekspor;
5. Upaya pelestarian kawasan hortikultura dengan mengembangkan
sebagian lahan untuk tanaman tegakan tinggi yang memiliki fungsi
lindung;
6. Peningkatan ketrampilan masyarakat untuk menjaga areal persawahan
dai ancaman banjir dan hama melalui penyuluhan.
Seperti yang diuraikan di atas, maka pelaksanaan izin alih fungsi
lahan pertanian ke non pertanian di Kabupaten Madiun tidak serta merta
setiap permohonan selalu dikabulkan, permohonan izin alih fungsi lahan
pertanian ke non pertanian harus memenuhi syarat, baik secara
administratif maupun teknis. Secara administratif dalam Peraturan
Pemeritah Nomor 13 Tahun 2010 Tentang Jenis dan Tarif Atas Jenis
Penerimaan Negara Bukan Pajak, proses administrasi meliputi biaya,
tarif penerimaan bukan pajak, secara rinci syarat administratif yang
harus dipenuhi pemohon adalah sebagai berikut:
1. Formulir permohonan yang sudah di isi dan ditandatangani pemohon
atau kuasanya di atas materai cukup;
2. Surat kuasa apabila dikuasakan;
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
45
3. Foto copy identitas (KTP, KK) pemohon dan kuasa apabila
dikuasakan yang telah dicocokkan dengan aslinya oleh petugas loket;
4. Foto copy NPWP, Akta pendirian dan pengesahan Badan Hukum
yang telah dicocokkan dengan aslinya oleh petugas loket bagi Badan
Hukum
5. Proposal rencana kegiatan tekhnis pada lokasi yang akan dilakukan
pengalihan fungsi lahan;
6. Sket lokasi yang dimohon;
7. Foto copy dasar penguasaan tanah;
8. Foto copy SPPT PBB tahun berjalan yang telah dicocokan dengan
aslinya oleh petugas loket.
Formulir permohonan memuat:
1. Identitas diri;
2. Luas, letak dari penggunaan tanah yang dimohon;
3. Pernyataan tanah tidak sedang bersengketa/tanah sengketa;
4. Pernyataan tanah dikuasai secara fisik.
Selain itu pemohon harus melampirkan:
1. Alasan: berisi mengenai alasan pemohon mengajukan permohonan,
akan diperuntukkan untuk apa lahan yang akan dikeringkan atau alih
fungsi tersebut;
2. Sertifikat Tanah: serifikat tanah pertanian dari pemohon yang
tanahnya aan dikeringkan menjadi lahan non pertanian;
3. Identitas Subyek dan Obyek: identitas subyek merupakan identitas
jelas pemohon yang mengajukan permohonan alih fungsi lahan
tersebut, sedangkan identitas obyek merupakan data mengenai letak,
wilayah dan luas dari lahan pertanian yang akan dialih fungsikan
menjadi lahan non pertanian;
4. Rencana Penggunaan: berisi mengenai tujuan dari alih fungsi lahan
pertanian ke non pertanian yang dimohonkan, missal untuk toko,
rumah makan ataupun tempat tinggal.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
46
Setelah semua syarat-syarat lengkap, mekanisme pengajuan
permohonan izin perubahan penggunaan tanah pertanian ke non
pertanian di Kabupaten Madiun adalah sebagai berikut:
1. Pemohon mengajukan permohonan perubahan penggunaan tanah
pertanian ke non pertanian kepada Bupati/Walikota Kepala Daerah
setempat lewat Kepala Kantor Pertanahan dengan mengisi formulir
permohonan dan pernyataan yang telah disediakan di Kantor
Pertanahan, masing-masing rangkap 3 (tiga).
2. Pada saat mengajukan permohonan, maka pemohon sudah
membayar biaya untuk kebutuhan antara lain :
(a) Pembelian blanko/pengetikan/pembukuan/administrasi.
(b) Perjalanan/transport Panitia dalam pemeriksaan ke tanah lapang.
(c) Honorarium sidang, peninjauan lapang Panitia.
3. Selambat-lambatnya 6 (enam) hari setelah menerima permohonan
dan telah membayar biaya di atas maka panitia melakukan sidang
dan pemeriksaan tanah yang dimohon ke lapangan.
4. Berdasarkan Berita Acara Sidang Pemeriksaan Panitia Pertimbangan
Perubahan Penggunaan Tanah Pertanian ke Non Pertanian dan Tata
Guna Tanah yang diterbitkan Kantor Pertanahan setempat, maka
Bupati/Walikota mengeluarkan Surat Keputusan tentang diterima
atau tidaknya permohonan tersebut dan memberikan rekomendasi
kepada Gubernur atau Kepala Direktorat Agraria yang
kewenangannya sesuai dengan luas tanahnya pada Propinsi.
5. Surat Keputusan dan Rekomendasi yang sebagaimana tersebut di
atas sudah diterbitkan selambat-lambatnya 3 (tiga) hari sesudah
Berita Acara dimaksud telah diterima Bupati/Walikota Kepala
Daerah Tingkat II setempat.
6. Selanjutnya 2 (dua) hari setelah Surat Keputusan diterima oleh
Panitia Pertimbangan Perubahan Penggunaan Tanah Pertanian ke
Non Pertanian, maka sudah dikirim surat panggilan kepada
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
47
pemohon, mengenai keputusan atas permohonan ijin Perubahan
Penggunaan Tanah Pertanian ke Non Pertanian.
Namun jika lahan yang diajukan untuk alih fungsi lahan pertanian
tersebut merupakan kawasan pertanian beririgasi teknis, maka
permohonannya tidak dapat dikabulkan karena adanya pertimbangan-
pertimbangan tertentu yang mendasarinya, antara lain:
1. Lahan yang dimohonkan izin perubahan penggunaan tanah pertanian
ke non pertanian tersebut berupa lahan sawah beririgasi teknis yang
merupakan lahan produktif. Sehingga apabila permohonan
perubahan penggunaan tanah pertanian ke non pertanian dikabulkan,
akan berdampak pada berkurangnya jumlah produksi pertanian.
2. Adanya keinginan menjaga kelestarian lahan, karena merupakan
sumber produksi pertanian yang menjadi pertimbangan untuk tidak
mengabulkan permohonan perubahan penggunaan tanah pertanian ke
non pertanian tersebut, mengingat di sekitar lahan yang dimohonkan
izin perubahan penggunaan tanah pertanian ke non pertanian tersebut
merupakan lahan sawah beririgasi teknis sehingga kontur tanahnya
tidak memungkinkan untuk digunakan sebagai area pemukiman dan
merupakan kawasan irigasi teknis yang sayang sekali apabila
dilakukan alih fungsi lahan.
Akan tetapi dalam kenyataan yang terjadi di Kabupaten Madiun,
berdasarkan wawancara dengan Ibu Lilik Sulistiyani salah satu staff di
dinas pertanian, tanaman pangan dan holtikultura Kabupaten Madiun,
pada tahun 2010 akhir, terjadi alih fungsi lahan pertanian beririgasi
teknis di Kelurahan Bagi Kecamatan Balerejo. Pada saat permohonan
masuk dan tim teknis melakukan rapat koordinasi untuk memberikan
pertimbangan-pertimbangan tekhnis kepada Bupati perihal permohonan
tersebut, hasil daripada BAP dari panitia pertimbangan perubahan
penggunaan tanah pertanian ke non pertanian adalah tidak mengabulkan
permohonan untuk dilakukannya IPPT (Izin Perubahan Penggunaan
Tanah) dari tanah pertanian ke non pertanian. Semua tim teknis
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
48
bermaksud untuk mempertahankan tanah tersebut, karena tanah tersebut
termasuk dalam kawasan lahan beririgasi tekhnis.
Namun yang terjadi adalah meski semua tim teknis tidak
menyetujui perubahan penggunaan tanah pertanian ke non pertanian
tersebut, Bupati Madiun selaku kepala daerah Kabupaten Madiun
menyetujui perubahan penggunaan tanah petanian ke non pertanian itu,
bupati menandatangani permohonan dari pemohon, yang artinya
permohonan perubahan penggunaan tanah pertanian ke non pertanian
terhadap tanah beririgasi teknis tersebut dikabulkan, bahkan yang terjadi
sekarang adalah tanah yang awalnya merupakan lahan sawah beririgasi
tersebut, sekarang telah berubah menjadi lahan kering, karena telah
dilakukan pengeringan terhadap lahan tersebut. Dalam hal ini Bupati
telah melanggar Pasal 44 undang-undang Nomor 41 Tahun 2009,
mengabaikan pertimbangan dari tim teknis dan mengabaikan kebijakan-
kebijakan mengenai perlindungan lahan yang ada di Kabupaten Madiun
dan melanggar Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 2006 (Pasal 82)
tentang ketentuan dalam pengalih fungsian lahan sawah beririgasi bahwa
untuk menjamin kelestarian fungsi dan manfaat irigasi, Bupati sesuai
dengan kewenangannya mengupayakan ketersediaan lahan beririgasi dan
atau mengendalikan alih fungsi lahan di wilayahnya.
Meskipun perubahan penggunaan lahan sawah beririgasi teknis
tersebut tidak mempengaruhi hasil dari pertanian Kabupaten Madiun,
namun keputusan Bupati Kabupaten Madiun untuk menyetujui
permohonan perubahan penggunaan lahan tersebut, sangat
mempengaruhi terhadap kebutuhan beras secara nasional. Mengingat
bahwa Kabupaten Madiun merupakan salah satu lumbung padi provinsi
Jawa Timur.
Dengan kasus demikian, untuk mewujudkan penggunaan dan
pemanfaatan tanah, maka perlu disusun ketentuan dan syarat-syarat
dalam menggunakan dan memanfaatkan tanah, yang disusun dalam
bentuk Pedoman Teknis Penggunaan dan Pemanfaatan Tanah. Pedoman
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
49
Teknis Penggunaan dan Pemanfaatan Tanah ini menjadi pedoman dalam
menyusun dan menerbitkan Pertimbangan Teknis Pertanahan, dengan
tetap memperhatikan kekhususan karakteristik dan kondisi wilayah
masing-masing. Penggunaan dan pemanfaatan tanah harus memenuhi
ketentuan dan syarat sebagai berikut (undang-undang Nomor 41 Tahun
2009):
1. Lahan yang ditetapkan sebagai sebagai lahan beririgasi teknis
dilindungi dan dilarang di alih fungsikan;
2. Dapat dialih fungsikan apabila sesuai dengan ketentuan
perundang-undangan (Pasal 44)
Apabila terjadi pengalih fungsian lahan terhadap lahan pertanian
beririgasi teknis tersebut, maka:
1. Pihak yang mengalih fungsikan memberikan ganti rugi kepada
pemilik;
2. Mengganti nilai investasi infrastruktur serta menyiapkan lahan
pengganti.
Persediaan lahan pengganti terhadap lahan pertanian beririgasi teknis
yang dialih fungsikan untuk kepentingan umum, mempunyai ketentuan
sebagai berikut:
1. Paling sedikit 3x luas lahan apabila yang dialih fungsikan adalah
lahan sawah beririgasi;
2. Paling sdikit 2x luas lahan apabila yang dialih fungsikan adalah
tanah rawa (pasang surut);
3. Paling sedikit 1x luas lahan apabila yang dialih fugsikan adalah
lahan tidak beririgasi (Pasal 46)
Sesuai dengan Peraturan Presiden Nomor 36 Tahun 2005 yang
diubah menjadi Peraturan Presiden Nomor 65 Tahun 2006, dalam Pasal 5
yang dimaksud dengan lahan untuk kepentingan umum, meliputi:
1. jalan umum, jalan tol, rel kereta api (di atas tanah, di ruang atas
tanah, ataupun di ruang bawah tanah), saluran air minum/air
bersih, saluran pembuangan air dan sanitasi;
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
50
2. waduk, bendungan, irigasi, dan bangunan pengairan lainnya;
3. rumah sakit umum dan pusat kesehatan masyarakat;
4. pelabuhan, bandar udara, stasiun kereta api dan terminal;
5. peribadatan;
6. pendidikan atau sekolah;
7. pasar umum;
8. fasilitas pemakaman umum;
9. fasilitas keselamatan umum;
10. pos dan telekomunikasi;
11. sarana olah raga;
12. stasiun penyiaran radio, televisi dan sarana pendukungnya;
13. kantor Pemerintah, pemerintah daerah, perwakilan negara asing,
Perserikatan Bangsa- Bangsa, dan atau lembaga-lembaga
internasional di bawah naungan Perserikatan Bangsa-Bangsa;
14. fasilitas Tentara Nasional Indonesia dan Kepolisian Negara
Republik Indonesia sesuai dengan tugas pokok dan fungsinya;
15. lembaga pemasyarakatan dan rumah tahanan;
16. rumah susun sederhana;
17. tempat pembuangan sampah;
18. cagar alam dan cagar budaya;
19. pertamanan;
20. panti sosial;
21. pembangkit, transmisi, distribusi tenaga listrik.
Tujuan daripada penyediaan lahan pengganti terhadap lahan
pertanian teknis yang dialih fungsikan adalah menjamin bahwa lahan
pengganti tersebut akan dimanfaatkan, sehingga meski terjadi alih fungsi
lahan di daerahnya, tidak mempengaruhi hasil pertanian, karena adanya
lahan pengganti, lahan pengganti tersebut merupakan lahan bekas hutan,
tanah rawa atau tanah terlantar, yang kemudian dirubah menjadi lahan
potensial baik secara irigasi maupun teknis, sehingga dengan dibukanya
lahan pengganti pasca terjadinya alih fungsi lahan lahan sawah beririgasi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
51
teknis tersebut, diharapkan tetap dapat memberikan keuntungan serta
manfaat bagi masyarakat sekitar, sehingga adanya alih fungsi lahan
pertanian ken non pertanian tersebut, tidak mempengaruhi hasil serta
pendapatan dari hasil pertanian. Penyediaan lahan pengganti terhadap
Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan yang dialihfungsikan untuk
infrastruktur ataupun untuk kepentingan umum lainnya, dilakukan paling
lama 24 (dua puluh empat) bulan setelah alih fungsi dilakukan.
Sedangkan syarat teknis yang harus dipenuhi pemohon adalah:
1. Tidak boleh mengorbankan kepentingan umum;
2. Tidak boleh saling mengganggu penggunaan tanah sekitarnya;
3. Harus memenuhi azas keberlanjutan;
4. Memperhatikan azas keadilan; dan
5. Memenuhi ketentuan peraturan perundangan.
Praktek daripada seleksi teknis yaitu melakukan peninjauan
lapangan secara langsung dan rapat koordinasi, rapat koordinasi ini
terdiri dari beberapa tim koordinasi atau yang disebut dengan tim teknis
yang terdiri dari tim tetap dan tim tidak tetap. Tim tetap adalah Kantor
Pertanahan sendiri, BAPPEDA, Dinas Pekerjaan Umum Bina Marga,
Pengairan dan Pertanian sedangkan tim tidak tetap adalah Kepala
Kecamatan, Kepala Desa di daerah obyek atau daerah alih fungsi lahan
tersebut, sedangkan instansi teknis tidak tetap yang diundang dalam
koordinasi tergantung dengan peruntukkan alih fungsi lahan pertanian ke
non pertanian tersebut.
Dalam Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional, susunan
keanggotaan Tim Pertimbangan Teknis Pertanahan Kabupaten/Kota
sebagaimana dimaksud, terdiri atas:
1. Penanggung jawab : Kepala Kantor Pertanahan;
2. Ketua merangkap anggota : Kepala Seksi Pengaturan dan Penataan
Pertanahan;
3. Sekretaris merangkap anggota : Kepala Subseksi Penatagunaan
Tanah dan Kawasan Tertentu; dan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
52
4. Anggota : Unsur teknis di lingkungan Kantor Pertanahan dan diluar
Kantor Pertanahan.
Dalam melaksanakan tugasnya, Tim Pertimbangan Teknis Pertanahan
dalam Penerbitan Izin Lokasi, Penetapan Lokasi dan Izin Perubahan
Penggunaan Tanah dibantu oleh petugas sekretariat dan petugas lapangan
yang jumlah dan kualifikasinya disesuaikan dengan luas dan jenis
kegiatan yang dimohon. Jika secara teknis tidak memenuhi syarat atau
tidak sesuai dengan tata ruang Kabupaten Madiun, pemohon mendapat
kebijakan untuk mengajukan permohonannya kembali jika memindahkan
obyek lokasi, namun kebijakan tersebut dapat pula ditolak kembali
apabila bertabrakan dengan kepentingan kebijakan Pemerintah Daerah
Kabupaten Madiun, dapat pula permohonan tersebut ditolak apabila salah
satu atau lebih tim tekhnis tidak menyetujui alih fungsi lahan tersebut.
Panitia Pertimbangan Perubahan Penggunaan Tanah Pertanian
ke Non Pertanian akan turun ke lapangan untuk meneliti lokasi yang
dimohonkan perubahan penggunaan tanah pertanian ke non pertanian,
apakah telah sesuai dengan Rencana Umum Tata Ruang Kota/Rencana
Detail Tata Ruang Kota/Ibukota Kecamatan (RUTRK/RDTRK/IKK),
apabila lokasi terletak di Kota/Ibukota Kecamatan, serta Pola Tata Ruang
Desa (PTRD), apabila lokasi terletak di pedesaan, yang telah ditetapkan
oleh Pemerintah Daerah Kabupaten Madiun.
Tugas pokok panitia pertimbangan Perubahan Tanah Pertanian
ke Non Pertanian tersebut adalah membantu Bupati dalam menyelesaikan
permohonan izin perubahan Tanah Pertanian ke Non Pertanian dengan
menyajikan bahan-bahan pertimbangan tentang tanah yang dimohon,
sebagai hasil-hasil kegiatan:
1. Mengadakan peninjauan ke lokasi terhadap keadaan tanah yang
bersangkutan;
2. Mengadakan musyawarah guna menentukan disetujui atau tidaknya
tanah tersebut diadakan perubahan status dari pertanian ke non
pertanian;
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
53
3. Membuat/menandatangani Berita Acara Perubahan Tanah disertai
pertimbangan-pertimbangan;
4. Menyiapkan persyaratan administrasi oleh seketaris panitia dalam
Kabupaten Madiun;
5. Melaporkan dan bertanggung jawab kepada Bupati Kepala Daerah
Madiun.
Dalam proses peninjauan lokasi, masing-masing anggota panitia
Pertimbangan Perubahan Penggunaan Tanah Pertanian ke Non Pertanian
akan memberikan pertimbangan-pertimbangan yang berkaitan dengan
keadaan fisik tanah yang dimohonkan perubahan penggunaan tanah
pertanian ke non pertanian dan lingkungan sekitar yang
mempengaruhinya, antara lain keterangan mengenai kepemilikan tanah
yang diajukan perubahan penggunaan tanah pertanian ke non pertanian
oleh pemohon:
1. Kesesuaian izin permohonan perubahan penggunaan tanah pertanian
ke non pertanian dengan Undang-Undang yang terkait.
2. Keadaan fisik tanah yang dimohon, apakah merupakan tanah sawah
atau tanah tegalan.
3. Kesesuaian lokasi yang dimohon dengan RUTRK/RDTRK/IKK serta
PTRD.
4. Pertimbangan mengenai kondisi saluran pengairan yang ada di
sekitarnya, apakah beririgasi sederhana atau beririgasi teknis.
Pertimbangan-pertimbangan yang diberikan tersebut akan
mempengaruhi dikabulkan atau tidaknya permohonan perubahan
penggunaan tanah pertanian ke non pertanian. Pertimbangan yang telah
diberikan oleh masing-masing anggota Panitia Pertimbangan Perubahan
Penggunaan Tanah Pertanian ke Non Pertanian akan dituangkan dalam
Berita Acara Pemeriksaan (BAP) tentang perubahan penggunaan tanah
pertanian ke non pertanian tersebut yang ditandatangani oleh semua
anggota Panitia Pertimbangan Perubahan Penggunaan Tanah Pertanian
ke Non Pertanian/tim teknis.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
54
Setiap perubahan penggunaan tanah pertanian ke non pertanian
di wilayah Kabupaten Madiun harus mendapat izin terlebih dahulu dari
Bupati Kabupaten Madiun. Namun dalam hal pemutusan pemberian
izin, tidak serta merta semua permohonan yang masuk dikabulkan oleh
Pemerintah Kabupaten Madiun. Adapun dasar-dasar yang menjadi
pertimbangan dikabulkannya permohonan perubahan penggunaan tanah
pertanian ke non pertanian tersebut adalah :
1. Rencana penggunaan tanah telah jelas.
2. Permohonan tersebut telah mendapatkan persetujuan dari Panitia
Pertimbangan Perubahan Penggunaan Tanah Pertanian ke Non
Pertanian.
3. Permohonan tersebut telah mendapatkan Surat Keputusan Izin
Perubahan Pemanfaatan Lahan dari Bupati Madiun
4. Permohonan tersebut telah mendapatkan Surat Keputusan
Perubahan Pola Tata Ruang Desa oleh Bupati Madiun.
5. Perubahan penggunaan tanah pertanian ke non pertanian perlu
ditetapkan dengan Surat Keputusan Kepala Kantor Pertanahan
Kabupaten Madiun.
Jika permohonan perubahan penggunaan lahan pertanian ke
non pertanian tersebut dikabulkan, maka kewajiban pemohon setelah
menerima Surat Keputusan Izin Perubahan Penggunaan Tanah
Pertanian ke Non Pertanian tersebut yaitu :
1. Menggunakan Surat Keputusan segera mungkin dalam jangka
waktu 12 (dua belas) bulan dan harus sesuai dengan
permohonannya.
2. Mengajukan Izin Mendirikan Bangunan dan perijinan lainnya.
3. Pencatatan perubahan penggunaan tanah pada Sertifikat atau
pemindahan hak belum boleh dilakukan apabila fisik tanah
secara nyata belum berubah penggunaannya.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
55
Dasar-dasar yang menjadi pertimbangan tidak dikabulkannya
permohonan izin perubahan penggunaan tanah pertanian ke non
pertanian tersebut adalah :
1. Rencana penggunaan tanah tidak jelas.
2. Permohonan tersebut tidak mendapatkan persetujuan dari Panitia
Pertimbangan Perubahan Penggunaan Tanah Pertanian ke Non
Pertanian.
3. Permohonan tersebut tidak mendapatkan Surat Keputusan Izin
Perubahan Pemanfaatan Lahan dari Bupati Kabupaten Madiun
4. Permohonan tersebut tidak mendapatkan Surat Keputusan Perubahan
Pola Tata Ruang Desa oleh Bupati Kabupaten Madiun
Permohonan yang ditolak oleh Panitia Pertimbangan Perubahan
Penggunaan Tanah Pertanian ke Non Pertanian karena tidak sesuai
dengan RUTRK/RDTRK/IKK serta PTRD, pemerintah Kabupaten
Madiun memberikan kesempatan untuk merubah zonasi agar sesuai
dengan permohonan awal (sesuai dengan tata ruang Kabupaten Madiun)
yaitu dengan cara memindahkan obyek lokasi.
Permohonan dapat juga ditolak pada saat proses administrasi,
karena pemohon tidak dapat memenuhi syarat-syarat administrasi,
adapun alurnya sebagai berikut:
Ragaan 3: Alur Pengajuan Permohonan Alih Fungsi Lahan. Sumber: Kantor Pertanahan Kabupaten Madiun
Penerimaan dan Pemeriksaan Dokumen Permohonan
Penerimaan Pembayaran Biaya Pelayanan
Peninjauan Lapangan (Pemohon Harus Hadir)
Proses Penelitian, Pengolahan Data dan Penerbitan Pertimbangan Teknis Pertanahan
Penyerahan Pertimbangan Teknis Pertanahan
Pemohon
Pemohon
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
56
Pada saat proses penerimaan dan pemeriksaan dokumen
permohonan, pemohon sudah tidak memenuhi syarat, sehingga secara
sah permohonan ditolak pada langkah pertama tersebut, namun pemohon
tetap dapat mengajukan permohonan dan permohonannnya akan diproses
jika pemohon telah melengkapi syarat-syarat administratifnya.
Dalam pemberian izin alih fungsi lahan pertanian ke non
pertanian tersebut, Kantor Pertanahan Kabupaten Madiun, mempunyai
ketentuan-ketentuan tersendiri. Jika pengajuan permohonan alih fungsi
lahan tersebut diperuntukkan untuk tempat tinggal hanya diperkenankan
seluas kurang dari 1 Ha, jika lebih dari 1 Ha Kantor Pertanahan
Kabupaten Madiun memprediksikan lahan tersebut tidak digunakan
untuk tempat tinggal atau rumah, menghadapi seperti ini, Kantor
Pertanahan Kabupaten Madiun secara tegas menolak ijin perubahan
penggunaan lahan, dasar yang digunakan adalah disposisi langsung dari
Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten Madiun.
Berdasarkan BAP yang telah disetujui oleh Panitia Pertimbangan
Perubahan Penggunaan Tanah Pertanian ke Non Pertanian, maka Kantor
Pertanahan Kabupaten Madiun akan segera mengeluarkan ketetapan
berupa Surat Keputusan Kepala Kantor Pertanahan yang menyatakan
bahwa permohonan izin perubahan penggunaan tanah pertanian ke non
pertanian yang diajukan oleh pemohon dikabulkan atau ditolak.
Apabila terjadi kelalaian atau pelanggaran terhadap isi Surat
Keputusan Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten Madiun, maka dapat
berakibat batalnya Surat Keputusan Kepala Kantor Pertanahan tersebut.
Surat Keputusan berlaku sampai dengan 12 (dua belas) bulan sejak
tanggal ditetapkan dan atas permohonan yang bersangkutan, ijin dapat
diperpanjang 1 (satu) kali.
Luasan kawasan pertanian lahan basah di Kabupaten Madiun
adalah 31.171,79 Ha, dimana diarahkan di setiap kecamatan dan untuk
pengembangannya dialokasikan di Kecamatan Kebonsari, Geger,
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
57
Dolopo, Sawahan, Jiwan, Madiun, Mejayan, Balerejo, Pilangkenceng,
Wonosari, Wungu.
Penyebaran lahan sawah di Kabupaten Madiun terpusat di bagian
tengah wilayah Kabupaten Madiun. Berdasarkan dari data baku sawah
per DKP tahun 2009/2010, diketahui luas lahan sawah beririgasi teknis di
Kabupaten Madiun adalah 19.704 Ha, tabel berikut menjelaskan tentang
luasan sawah dan luas lahan beririgasi teknis di Kabupaten Madiun.
Tabel 2. Luas Total Lahan Pertanian Tahun 2006-2010 (Ha)
No Kecamatan 2006 2007 2008 2009 2010
1 Kebonsari 3.029,32 3.029,32 3.029,32 3.029,32 3.029,32
2 Geger 2.284,00 2.284,00 2.242,00 2.242,00 2.242,00
3 Dolopo 1.871,00 1.871,00 1.820,00 1.820,00 1.830,00
4 Dagangan 2.567,00 2.567,00 2.480,00 2.480,00 2.480,00
5 Wungu 2.352,00 2.352,00 2.341,00 2.341,00 2.319,00
6 Kare 1.114,48 1.114,48 1.146,00 1.146,00 1.114,00
7 Gemarang 773,05 773,05 716,00 716,00 716,00
8 Saradan 2.902,00 2.902,00 2.459,00 2.469,00 2.886,00
9 Plngknceng 3.009,94 3.009,94 3.069,00 3.069,00 2.998,00
10 Mejayan 1.994,11 1.994,11 1.942,00 1.942,00 1.942,00
11 Wonoasri 1.455,70 1.455,70 1.455,00 1.456,00 1.455,70
12 Balerejo 3.746,93 3.746,93 3.759,00 3.759,00 3.759,00
13 Madiun 1.890,00 1.890,00 1.890,00 1.890,00 1.890,00
14 Sawahan 1.458,38 1.458,38 1.409,00 1.409,00 1.409,00
15 Jiwan 1.795,00 1.795,00 1.800,36 1.800,36 1.795,00
Jumlah 32.184,31 32.184,31 31.559,68 31.559,68 31.856,02
Sumber: Dinas Pertanian, Tanaman Pangan dan Holtikultura Kabupaten
Madiun.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
58
Tabel 3. Perubahan Luas Lahan Sawah Beririgasi Teknis Tahun
2006-2010 (%)
No Kecamatan 2006 2007 2008 2009 2010
1 Kebonsari 0.000 0.000 0.000 -0.298 0.000
2 Geger 0.000 0.000 0.000 -1.461 0.000
3 Dolopo 0.000 0.000 0.000 -4.525 0.880
4 Dagangan 0.000 0.000 0.000 -3.418 0.000
5 Wungu 0.000 0.000 0.000 0.149 -1.508
6 Kare 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000
7 Gemarang 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000
8 Saradan 0.000 0.000 0.000 4.303 -4.497
9 Pilangkenceng 0.000 0.000 0.000 4.050 -4.303
10 Mejayan 0.000 0.000 0.000 5.563 0.000
11 Wonoasri 0.000 0.000 0.000 2.198 -2.248
12 Balerejo 0.000 0.000 0.000 -7.275 0.000
13 Madiun 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000
14 Saradan 0.000 0.000 0.000 -0.382 0.000
15 jiwan 0.000 0.000 0.000 0.298 -0.243
Jumlah 0.000 0.000 0.000 -0.340 -0.916
Sumber : Dinas Pertanian, Tanaman Pangan dan Holtikultura
Kabupaten Madiun.
Dari tabel di atas dapat dilihat mulai dari tahun 2006 tercatat tidak
ada peningkatan luas lahan sawah beririgasi teknis yang berarti. Hanya di
tahun 2009 terjadi peningkatan luas lahan sawah beririgasi teknis di
beberapa kecamatan seperti kecamatan Saradan, Pilangkenceng, Mejayan
dan Wonoasri. Akan tetapi di selain kecamatan tersebut tidak terjadi
peningkatan luas lahan sawah beririgasi teknis, bahkan cenderung
berkurang hingga tahun 2010.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
59
Tabel 4. Data Luas Perubahan Penggunaan Tanah Dari Pertanian ke Non
Pertanian tahun 2006-2010.
NO. KECAMATAN 2006 2007 2008 2009 2010
JUMLAH ( M2 ) ( M2 ) ( M2 ) ( M2 ) ( M2 )
1 BALEREJO 1.053 1.260 18.511 8.541 6.540 41.652
2 DAGANGAN - 4.666 - 11.373 2.210 34.350
3 DOLOPO - 1.489 1.098 7.612 106.550 127.283
4 GEGER 10.344 6.608 12.613 107.144 8.597 175.180
5 GEMARANG - - - - 217 3.092
6 JIWAN - 182 1.488 2.928 15.819 38.804
7 KARE - - - 3.827 - 8.088
8 KEBONSARI 2.806 1.346 605 - 875 24.269
9 MADIUN 1.275 280 5.100 2.707 5.048 36.488
10 MEJAYAN 2.729 2.764 2.586 20.176 2.957 125.303
11 PILANGKENCENG 2.505 2.405 9.090 - 15.272 53.412
12 SARADAN - 1.380 4.503 12.387 1.315 39.559
13 SAWAHAN 3.493 199 895 2.446 1.820 14.021
14 WONOASRI 1.047 1.566 1.455 10.243 3.190 21.314
15 WUNGU 43.233 7.883 75.902 26.994 8.941 198.901
J U M L A H 68.485 32.028 133.846 216.378 179.351 941.716
Sumber: Kantor Pertanahan Kabupaten Madiun
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
60
Tabel 5. Grafik Perubahan Penggunaan Lahan Pertanian Ke Non Pertanian
Kabupaten Madiun Tahun 2006-2009
Sumber: Kantor Pertanahan Kabupaten Madiun.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
61
Dari data serta grafik di atas terlihat bahwa perubahan
penggunaan lahan pertanian ke non pertanian di Kabupaten Madiun,
dalam kurun waktu 2006-2009 adalah masih dengan batasan wajar.
Dapat dikatakan demikian, karena dilihat perkembangan terjadi tidak
begitu meningkat (belum sampai mengalami lonjakkan yang signifikan
dalam luasan meter persegi secara signifikan). Hal tersebut menurut nara
sumber adalah karena Kabupaten Madiun ketat dalam melakukan
penyeleksian permohonan lokasi yang akan dilakukan pengalihan fungsi
dari lahan pertanian ke non pertanian.
Kenaikan yang terbilang tinggi dari kurun waktu 2006-2009
adalah terjadi pada tahun 2009, yaitu 216,378 M2 dari yang semula pada
tahun 2008, 133,846 M2. Menurut narasumber yang penulis temui, pada
tahun 2009 tersebut, Kabupaten Madiun melakukan pembangunan
infrastruktur baik meliputi sarana maupun pra sarana untuk
mempermudah mobilitas masyarakat daerah Kabupaten Madiun seta agar
perekonomian daerah kabupaten madiun lebih meningkat daripada tahun-
tahun sebelumnya, terlihat dari data bahwa penggunaan terbanyak
diperuntukkan untuk perumahan, mini market, SPBU, ruko dan pabrik,
hal ini menadakan bahwa perkembangan kabupaten madiun makin pesat,
adapun data penggunaan lahan pada tahun 2009 adalah sebagai berikut:
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
62
Tabel 6: Realisasi IPPT Tahun 2009
No Desa Kecamatan Luas Penggunaan Tanah
1 Bangunsari Mejayan 6,938 Perumahan
2 Sumberejo Geger 400 Rumah Tinggal
3 Sidorejo saradan 10,876 SPBE
4 Mejayan Mejayan 190 Rumah Tangga
5 Munggut Wungu 3,300 Perumahan
6 Sumberejo Geger 2,570 RT/Bahan Bangunan
8 Karangrejo Wungu 1,490 Gudang Air Minum
9 Klitik Wonoasri 1,752 RT/Cuci Mobil
10 Kaibon Geger 100,000 Perumahan
11 Klitik Wonoasri 1,221 Kavling
12 Mejayan Mejayan 1,500 Kayu Glugu
13 Sangen Geger 2,675 Perumahan
14 Buduran Wonoasri 2,800 Perumahan
15 Sidomulyo Wonoasri 4,530 SPBU
16 Pacinan Balerejo 6,585 Huller
17 Mlilir Dolopo 5,186 Gudang Pupuk
18 Banjarsari Dagangan 6,640 Gudang Hasil Bumi
19 Munggut Wungu 10,465 Perumahan
20 Sewulan Dagangan 3,843 Kavling
21 Kajang Sawahan 1,446 RT/Bidan
22 Kradinan Dolopo 250 RT/Toko Buah
23 Mojopurno Wungu 225 Tower Axis
24 Cermo Kare 284 Ruko
Sumber : Kantor Pertanian, Tanaman Pangan dan Holtikultura
Kabupaten Madiun.
Namun setelah tahun 2009, perubahan penggunaan lahan
pertanian ke non pertanian di Kabupaten Madiun terkendali kembali, dari
tabel 3 tampak bahwa pada tahun 2010, perubahan penggunaan tanah
dari pertanian ke non pertanian sudah menurun, bahkan sangat menurun,
yaitu yang pada tahun 2009, 216.378 M2, pada tahun 2010 menjadi
179.351 M2.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
63
Meski demikian adanya pengalihan lahan pertanian menjadi non
pertanian tersebut, tetap saja memberikan dampak pada hasil produksi
padi di Kabupaten Madiun, adapun untuk memperjelas mengenai dampak
pada hasil produksi padi yang timbul akibat konversi lahan adalah
sebagai berikut:
Tabel 7. Perkembangan Hasil Produksi Padi Di Kabupaten Madiun
Tahun 2006-2010 (%).
No Kecamatan 2006 2007 2008 2009 2010
1 Kebonsari 13.5907 -3.5095 3.3905 9.6209 -5.2764
2 Geger 0.8000 5.8805 -6.2479 16.1366 -9.8796
3 Dolopo -8.2140 -7.8050 7.2399 2.4661 1.2209
4 Dagangan -10.4272 14.7523 -17.3052 -17.9173 33.9080
5 Wungu 0.4832 -1.6198 1.5940 -28.2661 -8.5481
6 Kare -31.9759 8.9368 -9.8139 -14.4759 26.0807
7 Gemarang -16.2450 8.8205 -9.6738 33.5974 70.4265
8 Saradan -15.8135 5.2948 -5.5908 -0.5493 -10.3708
9 Pilangkenceng 11.7520 0.2787 -0.2795 0.5605 -16.0713
10 Mejayan -11.3729 -5.4353 5.1551 -0.8324 3.5382
11 Wonosari 3.8557 4.6479 -4.8744 -1.6683 5.2199
12 Balerejo 12.0246 -2.1670 2.4076 5.1607 -3.7599
13 Madiun 14.2908 -4.8171 4.5957 -6.0609 -11.7193
14 Sawahan -2.7984 -1.8337 1.8007 -3.7618 1.1317
15 Jiwan -10.9501 1.5791 -1.6044 0.7673 16.2594
Jumlah 0.3516 0.2611 -0.2618 0.7127 1.0423
Sumber : Kantor Pertanian, Tanaman Pangan dan Holtikultura Kabupaten
Madiun
Dari tabel tersebut dapat dilihat bahwa perkembangan hasil produksi
padi di Kabupaten Madiun tidak mengalami peningkatan yang berarti, bahkan
cenderung menurun hingga tahun 2008. Namun pada tahun 2010, terlihat bahwa
peningkatan hasil produksi menjadi nampak lebih meningkat daripada 4 tahun
sebelumnya.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
64
Tabel 8. Perkembangan Luas Panen, Produksi, Produktvitas dan Kelebihan Setara Beras Tanaman Padi Di Kabupaten Madiun Tahun 2006-2010
Sumber: Dinas Pertanian, Tanman Pangan dan Holtikultura Kabupaten Madiun.
Dari data di atas dapat diketahui bahwa, lahan di Kabupaten
Madiun meningkat dari tahun ke tahun, menurut wawancara yang penulis
lakukan di Dinas Pertanian, Tanaman Pangan dan Holtikulutura
Kabupaten Madiun, lahan tersebut meningkat karena adanya peralihan
lahan yaitu yang mulanya merupakan hutan, dirubah menjadi lahan
pertanian (terjadi di daerah Kecamatan Saradan), selain itu adanya
pengoptimalan lahan yang dilakukan Kabupaten Madiun, yaitu
mengubah tanah terlantar menjadi tanah produksi, sehingga dapat
menghasilkan dan mendatangkan keuntungan untuk kesejahteraan
masyarakat. Selain itu Kantor Pertanian, Tanaman dan Holtikultura
Kabupaten Madiun melakukan ubinan atau tekhnologi tepat guna yang
bekerjasama dengan BPS. Tekhnologi tepat guna ini dilakukan untuk
mengoptimalkan hasil pertanian, yaitu dengan adanya bantuan dari
pemerintah pusat dan dari Dinas Pertanian Kabupaten Madiun.
Dari pemerintah pusat tersebut dapat berupa bantuan sarana,
pemberian traktor di kelurahan, diesel dan pupuk yang murah, sedangkan
dari dinas pertanian sendiri adalah melakukan sosialisasi penggunaan
pupuk yang baik, cara menanam yang baik serta pemberantasan hama
dan sebagainya. Dengan adanya upaya tersebut, produksi padi di
Kabupaten Madiun terus meningkat meskipun penduduk di Kabupaten
Madiun terus bertambah, hal itu dapat dibuktikan dengan adanya sisa
No Tahun Luas
lahan
(Ha)
Luas
Panen
(Ha)
Produkti
vitas
(Kwt/Ha)
Produksi
Beras (Ton)
Jumlah
Penduduk
(Jiwa)
Kebutuhan
Penduduk
(Ton)
Sisa Produksi
Beras (Ton)
1 2006 62.963 62.962 59.20 242.491,85 686.875 86.546,25 155.945,60
2 2007 62.966 62.965 59.37 243.243,14 689.534 86.881,28 156.361,86
3 2008 62.985 62.982 62.17 254.821,08 769.497 96.956,62 157.864,46
4 2009 65.171 65.165 64.15 265.873,20 770.440 97.075,44 168.797,76
5 2010 75.627 75.617 64.17 308.614,15 771.203 97.171,58 211.442,57
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
65
produksi beras Kabupaten Madiun di tiap tahunnya. Adanya IPPT atau
Perubahan Penggunaan Lahan Pertanian Ke Non Pertanian, tidak
berpengaruh terhadap hasil produksi padi di Kabupaten Madiun. Meski
demikian sebagai negara yang berbasis agraris, Indonesia selayaknya
tetap mengendalikan atau menjaga lahan pertanian. Sehingga di beberapa
tahun yang akan datang dan untuk seterusnya Indonesia tetap menjadi
salah satu negara penghasil beras terbesar.
Ada berbagai alasan untuk melindungi pertanian. Pertama, bahwa
tanah pertanian harus dilindungi untuk menjamin produksi pangan yang
cukup, dan untuk memenuhi persyaratan tumbuh masyarakat nasional
dan dunia populasi, tanah harus dilindungi untuk menjamin kelanjutan
produksi pertanian di daerah geografis tertentu. Kedua, melindungi lahan
pertanian dipandang perlu untuk memastikan lebih rapi pembangunan
perkotaan. Pertanian zonasi disarankan sebagai salah satu cara untuk
meningkatkan efisiensi penggunaan tanah. dengan melindungi pertanian.
Melindungi lahan pertanian adalah dibenarkan atas dasar manfaat
ekonomi lokal yang berasal dari industri pertanian yang layak.
"Pentingnya pertanian dan agribisnis terhadap perekonomian suatu
daerah merupakan salah satu masalah utama dalam perencanaan
penggunaan lahan untuk daerah pedesaan. Teori kesejahteraan
Konvensional menunjukkan bahwa lahan pertanian dan sumberdaya
tanah harus dipertahankan (E.C Pasour, 2007: 18).
C. Kebijakan Pemerintah Kabupaten Madiun Dalam Pengendalian
Alih Fungsi Lahan Pertanian Ke Non Pertanian
Secara semantic, istilah "pengendalian" mengandung makna
"melakukan suatu tindakan tertentu dengan tujuan agar proses, output,
dan outcomes" yang terjadi sesuai dengan yang diharapkan dan secara
normatif langkah-langkah yang harus dilakukan dalam pengendalian
alih fungsi lahan pertanian ke non pertanian mencakup lima aspek
yaitu:
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
66
1. penentuan cakupan, tujuan dan sasaran
2. penentuan pendekatan dan metode
3. identifikasi instrumen kebijakan
4. implementasi kebijakan, dan
5. evaluasi.
Penentuan cakupan, tujuan, dan sasaran pengendalian lahan
sangat penting dengan adanya kompetisi penggunaan lahan untuk
tujuan konsumsi (perumahan), produksi dan pelestarian lingkungan
sehingga diperlukan pengaturan yang ditujukan untuk menjamin
ketersediaan lahan untuk berbagai penggunaan. Dengan demikian,
pengendalian lahan juga berfungsi untuk mengamankan kepentingan
publik. Mengingat pengendalian lahan bersifat spatial maka perlu
adanya harmonisasi antar wilayah administrasi sehingga pengendalian
lahan merupakan kebijakan berlingkup nasional.
Penentuan pendekatan dan metode. Pendekatan dan metode
yang diterapkan untuk mengendalikan alih fungsi lahan pertanian
tergantung pada tiga aspek secara simultan yaitu: cakupan, tujuan, dan
sasaran pengendalian alih fungsi lahan pertanian itu sendiri,
permasalahan empiris yang terkait dengan penyebab, pola, dan dampak
alih fungsi lahan pertanian, dan sumberdaya yang dimiliki yang
diperkirakan dapat dipergunakan untuk mendukung pendekatan atau
metode pengendalian yang akan diterapkan. Pertimbangan untuk
menentukan pendekatan dan metode yang akan diterapkan harus
mengacu pada azas efisiensi dan efektivitasnya. Efisiensi mengacu pada
seberapa banyak sumberdaya (waktu, tenaga, dana) yang diperlukan
untuk mencapai tujuan dan sasaran yang telah ditetapkan; sedangkan
efektivitas mengacu pada sejauhmana sasaran dicapai dalam konteks
cakupan, kualitas dan peluang keberlanjutannya.
Identifikasi instrumen kebijakan. Pendekatan dan metode
yang berbeda berimplikasi pada instrumen kebijakan yang akan
diterapkan. Sebagai contoh, jika pendekatan yang ditempuh adalah
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
67
regulasi dan metode yang akan diterapkan adalah zonasi, maka
instrumen yang sesuai adalah peraturan perundang-undangan beserta
kelembagaan pendukungnya, dana yang diperlukan untuk sosialisasi,
kontrol terhadap pelaksanaan perundang-undangan, dan sebagainya.
Jika pendekatan yang digunakan berupa incentive and charges dan
metode yang diterapkan adalah peningkatan insentif kepada petani
untuk mempertahankan usahataninya. Penentuan instrumen kebijakan
harus mempertimbangkan kelayakan teknis, ekonomi, sosial, dan
politik.
Implementasi kebijakan. Jika langkah-langkah di atas telah
dilaksanakan, maka tahap paling krusial tentu saja implementasi dari
strategi kebijakan yang telah ditentukan.
Evaluasi. Diperlukan untuk mengukur sejauh mana strategi
kebijakan yang diterapkan tersebut mencapai sasarannya dan sangat
diperlukan untuk memperoleh masukan yang bermanfaat
penyempurnaan lebih lanjut. Hal ini mempertimbangkan bahwa secara
empiris alokasi lahan merupakan hasil interaksi berbagai faktor yang
sangat kompleks. Sejumlah perbaikan harus selalu dilakukan untuk
meningkatkan efektivitasnya maupun dalam rangka mengantisipasi
dinamika yang dihadapi di lapangan (Makalah Kantor Pertanahan
Kabupaten Madiun, 2008)
Pemerintah Kabupaten Madiun memiliki strategi-strategi
tertentu dalam usahanya untuk mengendalikan laju perubahan
penggunaan tanah pertanian ke non pertanian, antara lain :
a. Adanya RUTRK/RDTRK/IKK dan Pola Tata Ruang Desa (PTRD).
b. Setiap permohonan perubahan zonasi/perubahan penggunaan tanah
pertanian ke non pertanian maupun perubahan pemanfaatan lahan
perkotaan tidak semuanya dikabulkan.
c. Setiap permohonan ijin perubahan penggunaan tanah pertanian ke
non pertanian menjadi rumah tinggal, hanya diberikan ijin seluas
500m2 untuk setiap pemohon, meskipun berada pada zonasi
pemukiman.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
68
d. Setiap ijin perubahan pemanfaatan lahan perkotaan dimohon untuk
menyediakan akses jalan selebar 2,5m x panjang tanah yang
dimohon.
Adanya RUTRK/RDTRK/IKK dan PTRD merupakan sarana
pengendali yang utama bagi pemerintah Kabupaten Madiun.
RUTRK/RDTRK/IKK dan PTRD berperan sebagai faktor penentu
dikabulkan atau tidaknya terhadap permohonan perubahan penggunaan
tanah pertanian ke non pertanian yang telah diajukan oleh pemohon.
Apabila tidak sesuai dengan zonasi-zonasi yang telah ditetapkan dalam
RUTRK/RDTRK/IKK dan PTRD, maka permohonan perubahan
penggunaan tanah pertanian ke non pertanian tidak dapat dikabulkan
meskipun tetap tidak menutup kemungkinan untuk dapat dikabulkan,
antara lain dengan mengajukan permohonan ijin perubahan
pemanfaatan lahan perkotaan dan dengan ijin perubahan PTRD.
Adapun pengendalian ahli fungsi lahan yang dimaksud adalah
bagaimana bentuk, cara melindungi lahan sawah di Kabupaten Madiun
agar tidak dikonversi oleh pemilik lahan atau pihak lain. Bentuk
perlindungan pertanian tersebut, tentunya tidak mengabaikan norma-
norma hak manusia sebagai pemilik lahan, maka perlindungan yang
dimaksud terbagi atas dua macam yaitu perlindungan berupa pemberian
insentif dan disisentif. Penghargaan atau pemberian insentif dan
perlindungan berupa sanksi atau pemberian disisentif merupakan suatu
upaya awal, dengan harapan timbul kesadaran masyarakat akan
pentingya menjaga luasan dan keberadaan lahan sawah.
Penentuan kategori perlindungan sawah mengacu pada
ketentuan Undang-undang Nomor 41 Tahun 2009 Tentang
Perlindungan Lahan Pengan Berkelanjutan, Peraturan Pemerintah
Nomor 20 Tahun 2006 Tentang Irigasi, Peraturan Daerah Kabupaten
Madiun Nomor 4 Tahun 2002 Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah,
yang menyatakan perlu adanya perlindungan terhadap lahan sawah.
Penentuan perlindungan lahan sawah adalah dengan pertimbangan
sebagai berikut:
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
69
a. Luas kawasan pertanian pangan;
b. Produktivitas kawasan pertanian pangan; dan
c. Keandalan infrastruktur.
1. Bentuk dan Mekanisme Insentif
a) Bentuk Insentif
Bentuk insentif terhadap lahan pertanian merupakan
upaya untuk mencegah terjadinya alih fungsi lahan pertanian
menjadi non pertanian dengan cara memberikan penghargaan
bagi petani pemilik lahan pertanian khususnya sawah, warga
yang turut mempertahankan lahan pertanian sawah, lembaga
pertanian dan pemerintah. Diupayakan jika terjadi alih fungsi
lahan pertanian sawah menjadi pertanian lainnya, agar tidak
terjadi alih fungsi. Maka insentif yang diberikan tepat guna,
efektif dan efisien.
b) Mekanisme Insentif
Penyaluran insentif yang akan diterapkan berawal dari
BAPPEDA diteruskan ke instansi yang berkepentingan dengan
informasi dari Dinas Pertanian. Sasaran pemberian bentuk
insentif adalah petani dengan pendapatan rendah, petani
pemilik lahan yang memiliki lahan maksimal 2 Ha, Kepala
Desa dan atau Lurah, Camat, Amggota Kelompok Tani dan
Petani difungsikan sebagai pengawas dan pengontrol
pemberian insentif.
1) Kelancaran Subsidi Input, diarahkan kepada petani,
yaitu dengan cara subsidi langsung dan subsidi tidak
langsung. Subsidi langsung, dimana petani menerima
langsung besaran subsidi dalam bentuk uang tunai.
Subsidi tidak langsung yaitu melalui harga, dimana
petani membeli pupuk dibawah harga pasar.
2) Insentif Bantuan Modal Usaha, pemberian bantuan
modal usaha kepada petani, dengan jaminan lahan
pertanian mereka atau hasil panen. Tujuannya adalah
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
70
agar petani bisa mendapatkan kemudahan dalam
pencarian modal untuk tanam pertanian.
3) Asuransi Bidang Pertanian, merupakan kegiatan
penjaminan petani dari kegiatan pertanian yang
mengalami gagal panen. Asuransi pertanian perlu
dilakukan dengan tujuan agar petani memiliki jaminan
hidup ketika mengalami gagal panen, sehingga mampu
untuk melakukan kegiatan pertanian kembali.
4) Kemudahan Sertifikasi, pemerintah Kabupaten Madiun
bekerjasama dengan Kantor Pertanahan (baik pusat,
provinsi maupun kabupaten) untuk membuat program
kemudahan dan keringanan pengurusan sertifikat tanah
sawah. Mekanisme pelaksanaan sertipikasi tanah petani
dilakukan melalui Surat Perjanjian Kerjasama (SPKS)
antara Dinas Pertanian Kabupaten/Kota dengan Kantor
Pertanahan.
5) Keringanan Pajak, mekanisme insentif keringanan
pajak dilakukan dengan menurunkan nilai Pajak Bumi
dan Bangunan (PBB) lahan pertanian dengan nilai
pajak yang lebih rendah dibandingkan dengan PBB
penggunaan lahan jenis lainnya.
6) Fasilitasi Pendidikan dan Pelatihan, mekanisme bentuk
insentif fasilitas pendidikan dan pelatihan dilakukan
oleh pemerintah khususnya Dinas Pertanian dengan
cara mengadakan pendidikan dan pelatihan bidang
pertanian pada sawah, dengan tujuan agar petani
memiliki informasi, pengetahuan dan teknik bertani
dengan teknologi yang tepat guna.
7) Jaminan Kesehatan Dasar, mekanisme bentuk insentif
jaminan kesehatan dasar dilakukan oleh pemerintah
khususnya Dinas Kesehatan, berupa potongan biaya
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
71
pengobatan, pemeriksaan kesehatan secara gratis dan
obat-obatan gratis bagi petani dan keluarga petani.
8) Penghargaan, mekanisme bentuk insentif penghargaan
adalah kegiatan pemberian hadiah bidang pertanian
oleh pemerintah daerah kepada petani. Penghargaan ini
diberikan kepada petani pemilik lahan yang mampu
mempertahankan fungsi lahan sawah selama 5 tahun,
memiliki produktifitas padi paling tinggi secara
kuantitas maupaun kualitas.
Ragaan 4: Alur Mekanisme Insentif
Sumber: Kantor Pertanahan Kabupaten Madiun
2. Bentuk dan Mekanisme Disisentif
a) Bentuk Disisentif
BAPPEDA
· Kantor Pelayanan pajak
· Badan Pertanahan Nasional Dinas Kesehatan Dinas Pertanian
· Keringanan Pajak
· Kemudahan Sertifikasi
Jaminan Kesehatan Dasar
· Kelancaran subsidi input
· Insentif bantuan modal usaha
· Asuransi bidang pertanian
· Fasilitas pendidikan dan pelatihan
· Penghargaan
Kelompok Tani
PETANI
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
72
Penentuan bentuk disisentif yang akan ditawarkan
berdasarkan Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang
Penataan Ruang, Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2009
Tentang Perlindungan Lahan Pangan Berkelanjutan dan
Peraturan Daerah Nomor 9 Tahun 2007, maka bentuk disisentif
yang akan ditawarkan adalah sebagai berikut:
1) Tidak mengeluarkan izin mendirikan bangunan;
2) Tidak mengeluarkan surat izin usaha;
3) Penerapan ganti rugi lahan;
4) Pencabutan insentif yang diberikan dan
5) Penerapan pajak tinggi.
b) Mekanisme Disisentif
Penerapan mekanisme disisentif memiliki acuan yang
dapat dijadikan sebagai syarat-syarat yang dimaksud, didasari
oleh perbedaan sarana irigasi berupa irigasi teknis, semi teknis
dan non teknis. Sehingga syarat-syarat izin perubahan
penggunaan lahan berdasarkan perbedaan jenis irigasi. Adapun
mekanismenya adalah sebagai berikut:
1) Irigasi Teknis
Lahan yang termasuk dalam klasifikasi irigasi teknis
tidak boleh dikonversi menjadi penggunaan jenis lain. Jika
ada sekelompok orang dan atau individu yang akan
merubah fungsi penggunaan lahan sawah beririgasi bukan
untuk kepentingan umum, maka pemerintah tidak akan
mengeluarkan surat izin mendirikan bangunan (IMB) dan
izin usaha juga tidak diberikan.
Perubahan penggunaan lahan boleh dilakukan untuk
kegiatan kepentinangan umum, diperbolehkan dengan
syarat-syarat tertentu. Kategori kepentingan umum tersebut
adalah kepentingan sebagian besar masyarakat yang
meliputi kepentingan untuk pembuatan jalan umum, waduk,
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
73
bendungan, irigasi, saluran air minum atau air bersih,
drainase dan sanitasi, stasiun, jalan kereta, jaringan listrik,
dan lain-lain. Adapun syarat-syarat alih fungsi tersebut
adalah:
a. Adanya ganti rugi bagi pelaku konversi, yang
ditetapkan sesuai dengan perundang-undangan yang
digunakan;
b. Pajak bumi dan bangunan dikenankan menyesuaikan
dengan fungsi penggunaan lahan dan bangunan
penggantinya;
c. Pelaku alih fungsi lahan pertanian tersbut, harus
mengganti biaya infrastruktur yang telah di
investasikan pada sawah irigasi teknis yang telah di alih
fungsikan. Besarnya biaya yang harus diganti
ditentukan oleh Dinas Pekerjaan Umum Pengairan.
Jika syarat-syarat tersebut terpenuhi maka secara
otomatis hak insentif pada lahan tersebut dihapus atau
ditiadakan.
2) Irigasi Semi Teknis
Perubahan penggunaan fungsi lahan boleh dilakukan
untuk kegiatan kepentingan umum, diperbolehkan dengan
syarat-syarat tertentu. Kategori kepentingan umum tersebut
adalah kepentingan sebagian besar masyarakat yang
meliputi kepentingan untuk pembuatan jalan umum, irigasi,
drainase dan sanitasi, bangunan perairan, stasiun, jaringan
listrik dan lain-lain.
Syarat-syarat merubah fungsi lahan beririgasi semi
teknis adalah sebagai berikut:
a. Pelaku alih fungsi lahan sawah beririgasi semi teknis
harus menyediakan lahan sebagai pengganti lahan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
74
sawah beririgasi dua kali luas dari lahan yang akan di
alih fungsikan.
b. Pelaku alih fungsi lahan beririgasi semi teknis harus
merubah sarana irigasi semi teknis menjadi saranan
irigasi teknis.
Jika syarat-syarat tidak terpenuhi, maka Pemerintah
daerah mempersulit pengurusan Izin Mendirikan bangunan
(IMB), Surat izin Usaha, dikenakan pajak sebanyak 3 kali
lipat dari biasanya, pencabutan insentif yang telah dan akan
diberikan dan wajib mengganti lahan seluas dua kali lipat
dari lahan yang dikonversikan.
3) Irigasi Non Teknis
Syarat-syarat merubah fungsi lahan sawah beririgasi
non teknis adalah sebagai berikut:
a. Pelaku alih fungsi lahan sawah beririgasi non teknis
harus menyediakan lahan sebagai pengganti lahan sawah
beririgasi non teknis seluas lahan yang akan di alih
fungsikan.
b. Pelaku alih fungsi lahan beririgasi non teknis harus
merubah sarana irigasi non teknis menjadi irigasi semi
teknis.
Jika syarat-syarat tidak terpenuhi, maka Pemerintah
daerah mempersulit pengurusan Izin Mendirikan Bangunan
(IMB) dan tidak menerbitkan Surat Izin Usaha, jika alih
fungsi tersebut akan diperuntukkan untuk usaha, dikenakan
pajak sebanyak 2 (dua) kali lipat dari biasanya, pencabutan
insentif yang telah dan akan diberikan wajib mengganti
lahan seluas 2 (dua) kali lipat dari lahan yang
dikonversikan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
75
Dari tiga klasifikasi lahan berdasarkan jenis sarana
irigasi, maka mekanisme pemberian disisentif oleh pemerintah
adalah sebagai berikut:
a. Melakukan cek lahan yang akan dan atau telah dilakukan
alih fungsi lahan berdasarkan peta zoning regulation dan
Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Terbaru;
b. Berkoordinasi dengan departemen dan atau instansi terkait
dengan pengenaan pajak dan pertahanan;
c. Mengeluarkan surat keputusan berkaitan dengan penerapan
bentuk disisentif yang akan diberikan.
Jika pemerintah Kabupaten Madiun (dalam hal ini adalah
instansi atau lembaga dan atau individu yang mengeluarkan izin) yang
berwenang menerbitkan izin pengalihfungsian Lahan Pertanian Pangan
Berkelanjutan tetap memberikan izin alih fungsi lahan pertanian selain
untuk kepentingan umum dan tidak sesuai dengan perundang-undangan,
maka pihak-pihak tersebut diberikan sanksi berupa dipidana dengan
pidana minimal penjara 1(satu) tahun dan paling lama 5 (lima) tahun
dan denda paling sedikit Rp.1.000.000.000 (satu miliar rupiah) dan
paling banyak Rp.5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah). Selain sanksi
pidana, pelaku dapat dikenai pidana tambahan berupa pemberhentian
secara tidak dengan hormat dari jabatannya (Pasal 73 UU 41 2009)
Sikap pemilik lahan akan selalu berusaha memaksimumkan land
rent, sementara itu pemerintah akan berusaha memaksimumkan net
social benefit atau jumlah surplus konsumen dan produsen dari lahan
tersebut. Inti persoalannya adalah, total land rent yang dilihat oleh
petani tidak sama nilainya dengan net social benefit yang ada.
Dalam rangka pelaksanaan pengendalian perubahan penggunaan
tanah pertanian ke non pertanian yang dilakukan oleh pemerintah
Kabupaten Madiun, ada faktor-faktor pendorong yang mendukung
terjadinya pelaksanaan perubahan penggunaan tanah pertanian ke non
pertanian di Kabupaten Madiun dengan baik, sehingga menurut penulis
merupakan faktor dari sulitnya melakukan pengendalian alih fungsi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
76
lahan pertanian, menurut hasil penelitian, faktor-faktor pendorongnya
tersebut adalah :
a. Adanya persyaratan yang relatif mudah dipenuhi bagi
pemohon yang ingin mengajukan permohonan ijin
perubahan penggunaan tanah pertanian ke non pertanian.
b. Adanya keinginan Pemerintah Daerah untuk berusaha
mengatasi masalah pengangguran di Kabupaten Madiun
sehingga kebijakan pembangunan diarahkan pada sektor
industri/manufaktur yang dapat menyerap tenaga kerja yang
lebih banyak.
Kemudahan persyaratan dalam pengajuan permohonan ijin
perubahan penggunaan tanah pertanian ke non pertanian bagi pemohon
mengakibatkan proses pelaksanaan perubahan penggunaan tanah
pertanian ke non pertanian menjadi lancar. Apabila persyaratan
dinyatakan lengkap, diakui kebenarannya dan sesuai dengan zonasi
yang telah ditetapkan dalam RUTRK/RDTRK/IKK, maka Panitia
Perubahan Penggunaan Tanah Pertanian harus mengabulkan
permohonan ijin perubahan penggunaan tanah pertanian ke non
pertanian.
Adanya keinginan Pemerintah Daerah untuk berusaha mengatasi
masalah pengangguran di Kabupaten Madiun merupakan faktor yang
mendorong terjadinya perubahan penggunaan tanah pertanian ke non
pertanian. Pemerintah Daerah menganggap dengan pembangunan
sektor industri, maka dapat merekrut tenaga kerja sebanyak-banyaknya
sehingga dapat mengurangi tingkat pengangguran di Kabupaten
Madiun. Berdasarkan uraian diatas dapat diketahui bahwa faktor-faktor
pelaksanaan hukum yang mempunyai pengaruh terhadap faktor
pendorong terjadinya perubahan penggunaan tanah pertanian ke non
pertanian di Kabupaten Madiun, yaitu :
1) Faktor administrasi yang relatif mudah dipenuhi dalam
pengajuan permohonan ijin perubahan penggunaan tanah
pertanian ke non pertanian.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
77
2) Faktor sosial, yaitu adanya upaya Pemerintah Daerah untuk
menyediakan lapangan kerja bagi masyarakat untuk
mengatasi masalah pengangguran di Kabupaten Madiun.
Dalam rangka pelaksanaan pengendalian perubahan penggunaan
tanah pertanian ke non pertanian yang dilakukan oleh Pemerintah
Kabupaten Madiun, tidak selalu sesuai dengan apa yang diharapkan,
namun juga timbul berbagai hambatan-hambatan yang mempengaruhi.
Menurut hasil penelitian, faktor-faktor penghambat tersebut adalah :
1) Adanya kebijakan Pemerintah Daerah yang bersifat
dualisme, yaitu kebijakan untuk melarang terjadinya
perubahan penggunaan tanah pertanian ke non pertanian,
dan kebijakan untuk menumbuhkan sektor
industri/manufaktur serta sektor lainnya.
2) Kurangnya sosialisasi terhadap masyarakat tentang
RUTRK/RDTRK/IKK sebagai instrumen utama
pengendalian perubahan penggunaan tanah pertanian ke non
pertanian di Kabupaten Madiun.
Kebijakan pemerintah yang bersifat dualisme ini, memberikan
pengaruh pada upaya untuk mengendalikan perubahan penggunaan
lahan pertanian ke non pertanian di Kabupaten Madiun, di lain sisi
pemerintah ingin mempertahankan lahan agar tidak terjadi perubahan
fungsinya, namun di lain sisi pemerintah ingin mengurangi tingkat
pengangguran dan kemiskinan di Kabupaten Madiun. Pemerintah
seolah-olah justru mendorong terjadinya alih fungsi lahan tersebut
melalui kebijakan pertumbuhan industri ataupun manufaktur dan sektor
non pertanian lainnya, yang dalam kenyatannya lebih banyak
menggunakan lahan pertanian.
Pemerintah seakan lupa akan dampak negatif akibat perubahan
penggunaan tanah pertanian ke non pertanian sebagai persoalan yang
perlu ditangani secara serius dan konsisten. Pemerintah daerah lebih
mengoptimalkan sektor industri dan sektor non pertanian lainnya,
karena dianggap mampu meningkatkan kemakmuran dan tingkat
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
78
perekonomian daerah. Padahal apabila diteliti lebih dalam, optimalisasi
sektor industri dan sektor non pertanian lainnya justru menekan sektor
pertanian karena pembangunan industri pasti akan menggunakan lahan
pertanian sehingga akan berdampak pada produksi pertanian di
Kabupaten Madiun. Jangka panjang dari alih fungsi lahan pertanian
yang tidak terkendali dapat mengancam kapasitas penyediaan pangan,
dan bahkan dapat menimbulkan kerugian sosial. Di sisi lainnya,
efektifitas implementasi instrumen pengendalian alih fungsi selama ini
belum berjalan optimal sesuai dengan yang diharapkan.
Kurangnya dukungan data dan minimnya sikap proaktif yang
memadai ke arah pengendalian alih fungsi lahan sawah tersebut yang
terkait dengan itu, terdapat tiga kendala mendasar yang menjadi alasan
mengapa peraturan pengendalian alih fungsi lahan sulit terlaksana,
yaitu:
1) Kendala Koordinasi Kebijakan. Di satu sisi pemerintah
berupaya melarang terjadinya alih fungsi lahan, tetapi di sisi
lain justru mendorong terjadinya alih fungsi lahan tersebut
melalui kebijakan pertumbuhan industri/manufaktur dan
sektor non pertanian lainnya yang dalam kenyataannya
menggunakan tanah pertanian.
2) Kendala Pelaksanaan Kebijakan. Peraturan-peraturan
pengendaliah alih fungsi lahan baru menyebutkan ketentuan
yang dikenakan terhadap perusahaan-perusahaan atau badan
hukum yang akan menggunakan lahan dan atau akan
merubah lahan pertanian ke non pertanian. Oleh karena itu,
perubahan penggunaan lahan sawah ke non pertanian yang
dilakukan secara individual/perorangan belum tersentuh
oleh peraturan-peraturan tersebut, dimana perubahan lahan
yang dilakukan secara individual diperkirakan sangat luas.
3) Kendala Konsistensi Perencanaan. RTRW yang kemudian
dilanjutkan dengan mekanisme pemberian izin lokasi,
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
79
merupakan instrumen utama dalam pengendalian untuk
mencegah terjadinya alih fungsi lahan sawah beririgasi
teknis. Namun dalam kenyataannya, banyak RTRW yang
justru merencanakan untuk mengalih fungsikan lahan sawah
beririgasi teknis menjadi non pertanian.
Salah satu persoalan mendasar yang menyebabkan gagalnya
berbagai upaya yang pernah dilakukan dalam pengendalian alih fungsi
lahan, terutama di lahan sawah adalah belum terbentuknya komitmen
yang kuat dan persamaan persepsi tentang tingkat alih fungsi lahan
sawah dan perlu tidaknya upaya khusus dalam pengendalian alih fungsi
lahan tersebut. Selain itu, persepsi tentang kerugian akibat konversi
lahan sawah yang cenderung bias ke bawah (under estimate)
menyebabkan dampak negatifnya tidak dianggap sebagai persoalan
yang perlu ditangani secara serius dan konsisten.
Hal lain yang menyulitkan dalam upaya pengendalian alih
fungsi lahan sawah adalah belum adanya instrumen kebijakan yang
dapat dioperasionalkan di tingkat lapangan, bahwa efektivitas instrumen
hukum masih sangat rendah, demikian juga instrumen ekonomi dan
zonasi.
Selain ketepatan dalam memilih instrumen kebijakan, efektivitas
instrument kebijakan untuk pengendalian alih fungsi lahan sawah
dipengaruhi oleh bagaimana penjabarannya secara operasional. Dalam
hal ini ternyata penjabaran secara operasional dari peraturan tentang
zonasi masih belum berhasil diwujudkan dengan baik. Sedangkan perlu
disadari dan dipahami bahwa keberadaan zonasi yang cukup rinci dan
terarah dapat melindungi alih fungsi lahan sawah, yang sampai
sekarang belum berhasil dirumuskan.
Upaya pengendalian alih fungsi lahan pertanian ke non
pertanian ini tidak mungkin hanya dilakukan melalui satu pendekatan
saja. Mengingat nilai keberadaan lahan pertanian bersifat multifungsi,
maka keputusan untuk melakukan pengendaliannya harus
memperhitungkan berbagai aspek yang- melekat pada eksistensi lahan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
80
itu sendiri. Hal tersebut mengingat lahan yang ada mempunyai nilai
yang berbeda, baik ditinjau dari segi jasa (service) yang dihasilkan
maupun beragam fungsi yang melekat di dalamnya. Strategi
pengendalian alih fungsi lahan pertanian yang dipengaruhi oleh
partisipasi masyarakat adalah dengan melibatkan peran serta aktif
segenap pemangku kepentingan (stakeholders) sebagai entry point
perencanaan, pelaksanaan, pengawasan, dan penilaian (fokus analisis)
perundang-undangan dan peraturan yang ada. Namun partisipasi
masyarakat ini tidak akan terwujud bila tidak diiringi dengan
pendekatan dalam bentuk sosialisasi dan advokasi dari pemerintah
daerah.
Dalam melaksanakan pengendalian alih fungsi lahan pertanian
ke non pertanian, Kabupaten Madiun tentunya menggunakan peraturan
perundang-undangan yang digunakan sebagai dasar daripada
pelaksanaan pengendaliannya. Adapun peraturan perundang-undangan
yang digunakan adalah:
a. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar
Pokok-Pokok Agraria;
b. Undang-Undang nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem
Perencanaan Pembangunan Nasional;
c. Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang;
d. Peraturan Pemerintah Nomor 11 Tahun 2010 tentang Penertiban
dan Pendayagunaan Tanah Terlantar;
e. Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 2004 tetang Penatagunaan
Tanah;
f. Keputusan Presiden Nomor 34 Tahun 2003 tentang Pelimpahan
Kewenangan Pertanahan Kepada Pemerintah Kabupaten/Kota;
g. Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik
Indonesia/Menteri Negara Agraria Nomor 2 Tahun 1999 tentang
izin Lokasi;
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
81
h. Surat Keputusan Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik
Indonesia Nomor 2 Tahun 2003 tentang Norma dan Standar
Mekanisme Ketatalaksanaan Kewenangan Pemerintah di Bidang
Pertanahan yang dilaksanakan oleh Pemerintah Kabupaten/Kota;
i. Peraturan Daerah Kabupaten Madiun Nomor 4 Tahun 2002 tentang
Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Madiun.
Menurut hasil wawancara yang dilakukan dengan Kasubsi
Penatagunaan Tanah & Kawasan Tertentu, Bapak Sucipto, dinyatakan
bahwa peraturan perundang-undangan tersebut sudah efektif dalam
pengendalian alih fungsi lahan yang terjadi di Kabupaten Madiun.
Selain itu juga terbukti dari data-data yang penulis lampirkan di atas,
terlihat bahwa dari waktu ke waktu alih fungsi lahan yang terjadi di
Kabupaten Madiun semakin menurun atau dapat dikendalikan.
Meskipun ada penyimpangan dari Bupati Kabupaten Madiun sendiri
terhadap salah satu izin permohonan. Namun hal tersebut tidak
mempengaruhi produktivitas Kabupaten Madiun, hanya saja jangka
panjangnya akan mempengaruhi kelestarian tanah pertanian nasional.
Undang-Undang No. 5 Tahun 1960 tentang peraturan-peraturan
pokok-pokok Agraria, terutama pasal 14 yang berbunyi:
1) Dengan mengingat ketentuan-ketentuan dalam pasal 2 ayat 2 dan 3,
pasal 9 ayat 2 serta pasal 10 ayat 1 dan 2 Pemerintah dalam rangka
Sosialisasi Indonesia, membuat suatu rencana umum mengenai
persediaan, peruntukan, dan penggunaan bumi, air, dan ruang
angkasa serta kekayaan alam yang terkandung di dalamnya:
a. Untuk keperluan Negara
b. Untuk keperluan peribadatan dan keperluan-keperluan suci
lainnya, sesuai dengan dasar Ketuhanan Yang Maha Esa
c. Untuk keperluan-keperluan pusat kehidupan masyarakat,
sosial, kebudayaan, dan lain-lain kesejahteraan
d. Untuk keperluan memperkembangkan produksi pertanian,
peternakan dan perikanan serta sejalan dengan itu
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
82
e. Untuk keperluan memperkembangkan industri, transmigrasi,
dan pertambangan.
2) Berdasarkan rencana umum tersebut pada ayat 1 pasal ini dapat
mengingat peraturan-peraturan yang bersangkutan, Pemerintah
Daerah mengatur persediaan, peruntukan, penggunaan bumi, air
serta ruang angkasa untuk daerahnya, sesuai dengan keadaan
daerah masing-masing.
Undang-Undang No. 24 Tahun 1992 tentang Penataan Ruang
Dalam izin Perubahan dan penggunaan tanah, baik yang ada di kantor
pertanahan tingkat kabupaten/propinsi maupun yang ada di kantor
wilayah Badan Pertanahan Nasional tingkat provinsi harus berpedoman
pada Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten/kotamadya.
Peraturan Pemerintah No. 16 Tahun 2004 tentang Penatagunaan
Tanah. Penatagunaan tanah adalah sama dengan pola pengelolaan tata
guna tanah yang meliputi penguasaan, penggunaan, dan pemanfaatan
tanah yang berwujud konsolidasi pemanfaatan tanah melalui pengaturan
kelembagaan yang terkait dengan pemanfaatan tanah sebagai satu
kesatuan sistem untuk kepentingan masyarakat secara adil.
Disebutkan pula dalam pasal 28 ayat 1 Undang-Undang Nomor
25 Tahun 2004 Tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional,
bahwa pengendalian pelaksanaan rencana pembangunan dilakukan oleh
masing-masing pimpinan. Kementerian/Lembaga/Satuan Kerja
Perangkat Daerah. Dari pasal tersebut dapat diketahui bahwa semua
keputusan yang berkenaan dengan pembangunan diputuskan oleh
Kepala Daerah, dalam hal ini adalah Bupati yang berkaitan dengan
pembangunan. Pada intinya Tim Teknis, Kepala Kantor Pertanahan dan
Bupati ikut andil dalam pengendalian alih fungsi lahan yang terjadi.
Pengendalian pemanfaatan ruang dilakukan melalui penetapan
peraturan zonasi, perizinan, pemberian insentif dan disinsentif, serta
pengenaan sanksi, pasal 35 Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007
Tentang Penataan Ruang ini jelas menjelaskan bahwa penataan ruang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
83
dikendalikan seperti yang disebutkan di atas, Kabupaten Madiun telah
mempunyai kesemuanya, sehingga dalam pelaksanaan pengendalian
pembangunan dan pengendalian alih fungsi tersebut dapat berjalan
dengan efektif, karena Kabupaten Madiun telah menerapkan zonasi
dalam tiap proses izin pembangunan, jika tidak sesuai zonasinya, maka
surat izin pembangunannya tidak akan keluar dan Kabupaten Madiun
telah melaksanakan pemberian insentif dan disentif kepada petani yang
lebih mempertahankan lahan pertaniannya untuk digunakan sebagai
lahan pangan, sehingga dengan begitu peralihan fungsi lahan pertanian
ke non pertanian dapat di kendalikan.
Dalam pasal 50 ayat (3) Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2009
Tentang Perlindungan Lahan Pangan Berkelanjutan, yang menjelaskan
bagi setiap orang yang memiliki Lahan Pangan Berkelanjutan dan
kemudian menjual atau mengalihkan hak miliknya, maka fungsi
daripada lahan tersebut tidak boleh diubah. Jika mengubah dan
menyebabkan saluran irigasi, infrastruktur serta mengurangi kesuburan
tanah, maka sesuai dengan Pasal 51 ayat (2), orang tersebut berkewajian
untuk melakukan rehabilitasi lahan, dengan cara penyempurnaan sarana
dan prasarana mencakup irigasi, jalan usaha tani, ketersediaan alat
pengolahan tanah mekanis dan membangun saluran irigasi kembali agar
tanah disekitar lahan yang dilakukan alih fungsi tersebut, masih tetap
berfungsi dengan baik sebagai tanah pertanian yang produktif.
Lebih lanjut mengenai sanksi yang harus diterima bagi pelaku
alih fungsi lahan yang menyimpang dari aturan, diatur dalam Pasal 72
Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2009 tentang Lahan Pangan
Berkelanjutan:
(1) Orang perseorangan yang melakukan alih fungsi Lahan Pertanian
Pangan Berkelanjutan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 44
ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima)
tahun dan denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar
rupiah).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
84
(2) Orang perseorangan yang tidak melakukan kewajiban
mengembalikan keadaan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan
ke keadaan semula sebagaimana dimaksud dalam Pasal 50 ayat
(2) dan Pasal 51 dipidana dengan pidana penjara paling lama 3
(tiga) tahun dan denda paling banyak Rp3.000.000.000,00 (tiga
miliar rupiah).
(3) Dalam hal perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan
ayat (2) dilakukan oleh pejabat pemerintah, pidananya ditambah
1/3 (satu pertiga) dari pidana yang diancamkan.
Sedangkan sanksi yang akan diterima bagi pejabat pemerintah
yang berwenang mengeluarkan izin atas permohonan alih fungsi lahan
pertanian ke non pertanian, namun meberikan izin atas permohonan
yang tidak sesuai dengan tata ruang, tidak memenuhi syarat-sayarat
baik administratif maupun teknis dan melanggar semua ketentuan yang
digunakan Kabupaten Madiun dalam upaya pengendalian alih fungsi
lahan pertanian ke non pertanian, maka sesuai dengan pasal 73, pejabat
tersebut dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun
dan paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling sedikit
Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) dan paling banyak
Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah).
Dari pasal-pasal tersebut dapat diketahui bahwa perundang-
undangan yang digunakan Kantor Pertanahan Kabupaten Madiun dalam
mengupayakan pengendalian alih fungsi lahan pertanian ke non
pertanian, sangat lengkap, karena selain mengatur tentang pengajuan
permohonan, zonasi wilayah, tim teknis, pengambilan keputusan
permohonan hingga ketentuan pidana. Sehingga aturan perundang-
undangan yang digunakan dapat digunakan untuk mencegah dan/atau
mengendalikan alih fungsi lahan pertnaian ke non pertanian di
Kabupaten Madiun.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
85
BAB IV
SIMPULAN DAN SARAN
A. Simpulan
Berdasarkan penelitian dan pembahasan, maka dapat diambil
kesimpulan, yaitu :
1. Bahwa pelaksanaan izin alih fungsi lahan pertanian ke non pertanian
di Kabupaten Madiun kurang sesuai dengan peraturan perundang-
undangan yang digunakan. Dapat dikatakan demikian karena pada
tahun 2010 akhir terjadi perubahan penggunaan lahan sawah
beririgasi untuk dilakukan pengeringan, hal ini tentunya telah
melanggar dari peraturan perundang-undangan yang digunakan
Kabupaten Madiun dalam mengupayakan pengendalian alih fungsi
lahan, salah satunya dalam Pasal 44 UU Nomor 41 Tahun 2009.
Meskipun akibat perubahan penggunaan lahan tersebut tidak
mempengaruhi terhadap hasil beras Kabupaten Madiun terlihat
sampai kurun waktu 2006-2010 produksi beras di Kabupaten
Madiun tidak berkurang, bahkan cenderung meningkat, namun
perubahan penggunaan lahan tersebut kedepannya akan
mempengaruhi kebutuhan beras nasional, mengingat Kabupaten
Madiun merupakan salah satu lumbung padi di Provinsi Jawa Timur.
Dikabulkannya perubahan penggunaan lahan pertanian ke non
pertanian tersebut, juga telah melanggar ketentuan dalam RUTRK
Kabupaten Madiun, karena lahan yang diajukan untuk dirubah
penggunaannya menjadi lahan non pertanian tersebut, tidak sesuai
dengan zonasi-zonasi yang telah ditetapkan dalam RUTRK
Kabupaten Madiun.
2. Pemerintah Kabupaten Madiun menerapkan mekanisme insentif dan
disisentif dalam hal pengupayaan pengendalian alih fungsi lahan
pertanian ke non pertanian, antara lain:
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
86
a) Mekanisme Insentif merupakan upaya pertama
Kabupaten Madiun, yaitu dengan cara memberikan
penghargaan bagi pemilik lahan pertanian sawah atau
warga yang turut serta mempertahankan lahan
pertanian sawah, penghargaan tersebut diberikan agar
pemilik sawah menjadi terpacu untuk
mempertahankan sawahnya agar tidak terjadi alih
fungsi lahan. Bentuk mekanisme insentif yang
diberikan Kabupaten Madiun adalah memberikan
kelancaran subsidi input, Insentif Bantuan Modal
Usaha, Asuransi Bidang Pertanian, Kemudahan
Sertifikasi, Keringanan Pajak, Fasilitasi Pendidikan
dan Pelatihan, Jaminan Kesehatan Dasar,
Penghargaan, mekanisme bentuk insentif
penghargaan adalah kegiatan pemberian hadiah
bidang pertanian oleh pemerintah daerah kepada
petani.
b) Mekanisme Disisentif Penerapan mekanisme
disisentif memiliki acuan yang dapat dijadikan
sebagai syarat-syarat yang dimaksud, didasari oleh
perbedaan sarana irigasi berupa irigasi teknis, semi
teknis dan non teknis. Lahan yang termasuk dalam
klasifikasi irigasi teknis tidak boleh dikonversi
menjadi penggunaan jenis lain. Irigasi Semi Teknis,
erubahan penggunaan fungsi lahan boleh dilakukan
untuk kegiatan kepentingan umum, diperbolehkan
dengan syarat-syarat tertentu. Kategori kepentingan
umum tersebut adalah kepentingan sebagian besar
masyarakat yang meliputi kepentingan untuk
pembuatan jalan umum, irigasi, drainase dan sanitasi,
bangunan perairan, stasiun, jaringan listrik dan lain-
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
87
lain. Irigasi non teknis, pelaku alih fungsi lahan
beririgasi non teknis harus merubah sarana irigasi non
teknis menjadi irigasi semi teknis.
B. SARAN
1. Agar dalam pemberian izin pengalihan fungsi tanah pertanian
ke non pertanian benar-benar dapat disesuaikan berdasarkan
aspek penatagunaan tanah dan rencana tata ruang wilayah
sehingga penggunaannya dapat optimal tanpa mengganggu
pemanfaatan tanah.
2. Dilakukannya sosialisasi yang lebih menyeluruh kepada
masyarakat Kabupaten Madiun mengenai
RUTRK/RDTRK/IKK agar masyarakat mengetahui zonasi-
zonasi daerah masing-masing sehingga akan menimbulkan
kesadaran diri masyarakat untuk turut serta mengendalikan
perubahan penggunaan tanah pertanian ke non pertanian.