kajian utama - mitimiti.or.id/mahasiswa/wp-content/uploads/2015/11/akselerasi-november.pdfmonyet,...

9
Kebakaran hutan tidak hanya berdampak terhadap ekologi dan mengakibatkan kerusakan lingkungan saja, namun dampak dari kebakaran hutan ternyata mencakup bidang-bidang lain. Menurut Rully Syumanda (2003), menyebutkan ada 4 aspek yang terindikasi sebagai dampak dari kebakaran hutan. Keempat dampak tersebut mencakup dampak terhadap kehidupan sosial, budaya, dan ekonomi, dampak terhadap ekologis dan kerusakan lingkungan, dampak terhadap hubungan antar negara, serta dampak terhadap perhubungan dan pariwisata. Terganggunya aktivitas manusia akibat kebakaran hutan dapat mempengaruhi tingkat produktivitas dan penghasilan. Hilangnya sejumlah mata pencaharian masyarakat di dan sekitar hutan, hilangnya hutan berarti hilang pula area kerja tempat mereka menggantungkan hidupnya. Kebakaran hutan akan memusnahkan sebagian spesies dan merusak keseimbangan alam sehingga spesies-spesies yang berpotensi menjadi hama tidak terkontrol. Selain itu, terbakarnya hutan akan membuat sebagian binatang kehilangan habitat yang kemudian memaksa mereka untuk keluar dari hutan dan menjadi hama seperti gajah, monyet, harimau dan lainnya. Kebakaran hutan berakibat pada pencemaran udara oleh debu, gas SOx, NOx, COx, dan lain-lain dapat menimbulkan dampak negatif terhadap kesehatan manusia, antara lain infeksi saluran pernafasan, sesak nafas, iritasi kulit, iritasi mata, dan lain-lain. Tersedotnya kas negara, karena hampir setiap tahun dibutuhkan biaya yang besar untuk menangani dan menghentikan kebakaran hutan. Pun untuk merehabilitasi hutan yang terbakar serta berbagai dampak lain semisal kesehatan masyarakat dan bencana alam yang diambil dari kas negara. Menurunnya devisa negara. Hutan telah menjadi salah satu sumber devisa negara baik dari kayu maupun produk-produk non kayu lainnya, termasuk pariwisata. Dengan terbakarnya hutan sumber devisa akan musnah. Bekantan atau Proboscis Monkey, adalah primata endemik kalimantan atau dalam bahasa ilmiah dikenal sebagai nasalis larvatus yang sejak tahun 2011 sudah dikategorikan langka (endangered) oleh International Union for Conservation of Nature and Natural Resources (IUCN), di Indonesia primata yang satu ini lebih dulu dilindungi oleh peraturan perundang-undangan seperti UU No. 5/1990 tentang konservasi sumberdaya hayati dan ekosistemnya, SK Menteri Kehutanan No.301/Kpts- II/1991 (10 Juni 1991). Keprihatinan ini mendorong Pusat Studi & Konservasi Keanekaragaman Hayati Indonesia (Biodiversitas Indonesia) untuk mendirikan Komunitas Sahabat Bekantan Tim Redaksi Buletin Akselerasi MITI Klaster Mahasiswa Penanggung Jawab : Min Fadli Darain Pemimpin Redaksi : Rahayu Dian Eka Putri Redaktur Pelaksana: Marsudin Gou, Yusuf, Aria Fandaly Idrus Dama, Auliya Nusyura, Aidil G. Rasyid, Nanang Tri Kritik & Saran : 08983002551 / 087867130601 Email : [email protected] Website : http://mahasiswa.miti.or.id/ Edisi 3: November 2015 AKSELERASI 1 Masyarakat Ilmuwan dan Teknolog Indonesia Klaster Mahasiswa LIPUTAN KAJIAN UTAMA DARI PEMBACA Ÿ Kembalikan Langit Biru Kami Ÿ Asap Adalah Kita Ÿ MITI Klaster Mahasiswa Melawan Asap di Palangkaraya Ÿ Temu Wilayah Sulawesi Ÿ Selamatkan Hewan Endemik Kalimantan Dari Kepunahan Akibat Dampak Pembakaran Hutan Selamatkan Hewan Endemik Kalimantan Dari Kepunahan Akibat Dampak Pembakaran Hutan oleh : Amalia Rezeki, S.Pd, M.Pd (Dosen S2 Pendidikan Biologi Universitas Lambung Mangkurat, Ketua Sahabat Bekantan Indonesia) KAJIAN UTAMA

Upload: others

Post on 29-Dec-2019

25 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

  • Kebakaran hutan tidak hanya berdampak terhadap ekologi dan mengakibatkan kerusakan lingkungan saja, namun dampak dari kebakaran hutan ternyata mencakup bidang-bidang lain. Menurut Rully Syumanda (2003), menyebutkan ada 4 aspek yang terindikasi sebagai dampak dari kebakaran hutan. Keempat dampak tersebut mencakup dampak terhadap kehidupan sosial, budaya, dan ekonomi, dampak terhadap ekologis dan kerusakan lingkungan, dampak terhadap hubungan antar negara, serta dampak terhadap perhubungan dan pariwisata.

    Terganggunya aktivitas manusia akibat kebakaran hutan dapat mempengaruhi tingkat produktivitas dan penghasilan. Hilangnya sejumlah mata pencaharian masyarakat di dan sekitar hutan, hilangnya hutan berarti hilang pula area kerja tempat mereka menggantungkan hidupnya.

    Kebakaran hutan akan memusnahkan sebagian spesies dan merusak keseimbangan alam sehingga spesies-spesies yang berpotensi menjadi hama tidak terkontrol. Selain itu, terbakarnya hutan akan membuat sebagian binatang kehilangan habitat yang kemudian memaksa mereka untuk keluar dari hutan dan menjadi hama seperti gajah, monyet, harimau dan lainnya.

    Kebakaran hutan berakibat pada pencemaran udara oleh debu, gas SOx, NOx, COx, dan lain-lain dapat menimbulkan dampak negatif terhadap kesehatan manusia, antara lain infeksi saluran pernafasan, sesak nafas, iritasi kulit, iritasi mata, dan lain-lain.

    Tersedotnya kas negara, karena hampir setiap tahun dibutuhkan biaya yang besar untuk menangani dan menghentikan kebakaran hutan. Pun untuk merehabilitasi hutan yang terbakar serta berbagai dampak lain semisal kesehatan masyarakat dan bencana alam yang diambil dari kas negara.

    Menurunnya devisa negara. Hutan telah menjadi salah satu sumber devisa negara baik dari kayu maupun produk-produk non kayu lainnya, termasuk pariwisata. Dengan terbakarnya hutan sumber devisa akan musnah.

    Bekantan atau Proboscis Monkey, adalah primata endemik kalimantan atau dalam bahasa ilmiah dikenal sebagai nasalis larvatus yang sejak tahun 2011 sudah dikategorikan langka (endangered) oleh International Union for Conservation of Nature and Natural Resources (IUCN), di Indonesia primata yang satu ini lebih dulu dilindungi oleh peraturan perundang-undangan seperti UU No. 5/1990 tentang konservasi sumberdaya hayati dan ekosistemnya, SK Menteri Kehutanan No.301/Kpts-II/1991 (10 Juni 1991).

    Keprihatinan ini mendorong Pusat Studi & Konservasi Keanekaragaman Hayati Indonesia (Biodiversitas Indonesia) untuk mendirikan Komunitas Sahabat Bekantan

    Tim Redaksi Buletin AkselerasiMITI Klaster Mahasiswa

    Penanggung Jawab : Min Fadli Darain

    Pemimpin Redaksi : Rahayu Dian Eka Putri

    Redaktur Pelaksana:Marsudin Gou, Yusuf, Aria FandalyIdrus Dama, Auliya Nusyura, Aidil G. Rasyid, Nanang Tri

    Kritik & Saran :08983002551 / 087867130601

    Email :[email protected]

    Website :http://mahasiswa.miti.or.id/

    Edisi 3: November 2015

    AKSELERASI 1

    Masyarakat Ilmuwan dan Teknolog IndonesiaKlaster Mahasiswa

    LIPUTAN

    KAJIAN UTAMA

    DARI PEMBACAŸ Kembalikan Langit Biru Kami

    Ÿ Asap Adalah Kita

    Ÿ MITI Klaster Mahasiswa Melawan Asap di Palangkaraya

    Ÿ Temu Wilayah Sulawesi

    Ÿ Selamatkan Hewan Endemik Kalimantan Dari Kepunahan Akibat Dampak Pembakaran Hutan

    Selamatkan Hewan Endemik Kalimantan Dari Kepunahan Akibat Dampak Pembakaran Hutanoleh : Amalia Rezeki, S.Pd, M.Pd (Dosen S2 Pendidikan Biologi Universitas Lambung

    Mangkurat, Ketua Sahabat Bekantan Indonesia)

    KAJIAN UTAMA

  • Indonesia (SBI). Komunitas ini dibentuk dalam rangka membantu pemerintah dalam upaya perlindungan Bekantan di Kalimantan Selatan. Guna menjalankan misi menyelamatkan fauna maskot provinsi Kalimantan selatan ini.

    Agar Misi “Save Our Mascot“ bisa terealisasi, Sahabat bekantan menggalakan upaya sosialisasi, perlindungan habitat serta pengehentian perburuan bekantan. Sedangkan kegiatan konservasinya sendiri di pusatkan di Pulau Bakut – Barito Kuala, Kalimantan Selatan. Misi menyelamatkan Bekantan dari ancaman kepunahan memang bukanlah pekerjaan mudah. Selain dengan menjalin kemitraan, dukungan para relawan sangat diharapkan untuk membantu terwujudnya misi "Selamatkan Maskot Kita". Ancaman pada kelestarian bekantan (Nasalis larvatus), primata endemik Kalimantan, sangat besar karena mayoritas bekantan ada di luar kawasan konservasi. Untuk melindungi bekantan dari kepunahan, kawasan konservasi Pulau Bakut di Kabupaten Barito Kuala, Kalimantan Selatan, dji adikan pusat konservasi bekantan.

    “Populasinya cenderung turun akibat deforestasi dan alih fungsi hutan, perburuan, perdagangan satwa, serta kebakaran hutan dan lahan,” kata Kepala BKSDA Kalsel Lukito Andi. Untuk itu, Lukito dan pihaknya berupaya meningkatkan populasi bekantan di kawasan konservasi sebesar 10 persen dalam waktu lima tahun. Saat ini, jumlah bekantan di 10 kawasan konservasi di Kalsel ada 526 ekor. Sebanyak 325 ekor di antaranya di empat kawasan konservasi di Barito Kuala, yakni Pulau Bakut, Pulau Kembang, Pulau Kaget, dan Kuala Lupak.

    Tahun 2015 difokuskan pada tahap penyelamatan dan rehabilitasi. Dalam tahap penyelamatan, BKSDA memberikan bantuan kandang angkut rescue, keperluan peralatan bius, biaya sarana mobilitas dan transportasi rescue, biaya karantina hingga biaya pelepasliaran bekantan. Sedangkan untuk tahap rehabilitasi, BKSDA memberikan bantuan kandang karantina, kandang habituasi, program edukasi kepada masyarakat tentang Bekantan, dan pelestarian lingkungan yang menjadi habitatnya dengan melibatkan peran serta masyarakat untuk menyukseskan program konservasi Bekantan.

    Maraknya alih fungsi lahan dan kawasan hutan untuk kegiatan perkebunan, pertambangan, dan pertanian membuat habitat primata endemis Pulau Kalimantan itu semakin terdesak. Populasi bekantan di kawasan hutan Rawa Gelam, Kabupaten Tapin, Kalimantan Selatan, tersisa sekitar 300 ekor.

    Dengan tetap konsisten melakukan pengembangan dalam lima tahun kedepan dan menjaga koordinasi intensif yang telah terjalin antara Sahabat Bekantan Indonesia, BKSDA, BLHD, Kepolisian, dan seluruh masyarakat, diharapkan masyarakat juga turut aktif peduli bahwa manusia dan lingkungan harus hidup berdampingan. Kegiatan yang dilaksanakan tidak hanya berupa perlindungan bekantan tetapi juga akan mengarah pada pemberdayaan masyarakat lokal mengenai manfaat areal konservasi bagi kehidupan yang kemudian dapat meningkatkan kemandirian dan kesejahteraan masyarakat setempat,

    Banyak keunikan dari bekantan yang dapat menjadi daya tarik bagi para peniliti ataupun wisatawan. Sebagai contoh, mengapa hidung kera yang sering disebut sebagai kera belanda ini begitu mancung, dan mengapa perut kera ini besar atau buncit. Kemudian kera yang berbadan kuning kemerahan ini

    beratnya bisa 10 kg, 20 kg, bahkan 30 kg, tetapi mudah saja melompat-lompat di dahan pohon maupun di daratan. Lalu, kera ini tak pernah kena penyakit malaria walaupun berada di hutan berawa-rawa yang merupakan kawasan nyamuk malaria.

    Apakah mungkin makanan mereka yang berasal dari dedaunan di hutan rawa galam yang menyebabkan satwa ini kuat terhadap serangan malaria. Maka, diperlukan penelitian-penelian lagi. Bekantan berperut besar dan buncit bagaikan orang hamil karena di dalam perut menyimpan banyak makanan berupa dedaunan. Bekantan termasuk binatang herbevora murni, dan di dalam perut binatang ini ada cairan hitam yang kemungkinan yang bermanfaat bagi kera jenis ini. Riset perlu dilakukan sebab siapa tahu akan memberikan manfaat bagi kehidupan lainnya pada masa mendatang.

    Saat ini, para bekantan tersebut, kembali hidup dan berkembang biak, di kawasan hutan galam yang ada di sepanjang pinggiran sungai di wilayah Muning, Kabupaten Tapin, tetapi saat kemarau ini kembali terjadi kebakaran lahan di sekitar itu yang dikhawatirkan merembes ke wilayah hunian binatang tersebut. [red]

    Kebakaran hutan tidak hanya berdampak terhadap ekologi dan mengakibatkan kerusakan lingkungan saja, namun dampak dari kebakaran hutan ternyata mencakup bidang-bidang lain. Menurut Rully Syumanda (2003), menyebutkan ada 4 aspek yang terindikasi sebagai dampak dari kebakaran hutan. Keempat dampak tersebut mencakup dampak terhadap kehidupan sosial, budaya, dan ekonomi, dampak terhadap ekologis dan kerusakan lingkungan, dampak terhadap hubungan antar negara, serta dampak terhadap perhubungan dan pariwisata.

    Terganggunya aktivitas manusia akibat kebakaran hutan dapat mempengaruhi tingkat produktivitas dan penghasilan. Hilangnya sejumlah mata pencaharian masyarakat di dan sekitar hutan, hilangnya hutan berarti hilang pula area kerja tempat mereka menggantungkan hidupnya.

    Kebakaran hutan akan memusnahkan sebagian spesies dan merusak keseimbangan alam sehingga spesies-spesies yang berpotensi menjadi hama tidak terkontrol. Selain itu, terbakarnya hutan akan membuat sebagian binatang kehilangan habitat yang kemudian memaksa mereka untuk keluar dari hutan dan menjadi hama seperti gajah, monyet, harimau dan lainnya.

    Kebakaran hutan berakibat pada pencemaran udara oleh debu, gas SOx, NOx, COx, dan lain-lain dapat menimbulkan dampak negatif terhadap kesehatan manusia, antara lain infeksi saluran pernafasan, sesak nafas, iritasi kulit, iritasi mata, dan lain-lain.

    Tersedotnya kas negara, karena hampir setiap tahun dibutuhkan biaya yang besar untuk menangani dan menghentikan kebakaran hutan. Pun untuk merehabilitasi hutan yang terbakar serta berbagai dampak lain semisal kesehatan masyarakat dan bencana alam yang diambil dari kas negara.

    Menurunnya devisa negara. Hutan telah menjadi salah satu sumber devisa negara baik dari kayu maupun produk-produk non kayu lainnya, termasuk pariwisata. Dengan terbakarnya hutan sumber devisa akan musnah.

    Bekantan atau Proboscis Monkey, adalah primata

    AKSELERASI2

    KAJIAN UTAMA

  • endemik kalimantan atau dalam bahasa ilmiah dikenal sebagai nasalis larvatus yang sejak tahun 2011 sudah dikategorikan langka (endangered) oleh International Union for Conservation of Nature and Natural Resources (IUCN), di Indonesia primata yang satu ini lebih dulu dilindungi oleh peraturan perundang-undangan seperti UU No. 5/1990 tentang konservasi sumberdaya hayati dan ekosistemnya, SK Menteri Kehutanan No.301/Kpts-II/1991 (10 Juni 1991).

    Keprihatinan ini mendorong Pusat Studi & Konservasi Keanekaragaman Hayati Indonesia (Biodiversitas Indonesia) untuk mendirikan Komunitas Sahabat Bekantan Indonesia (SBI). Komunitas ini dibentuk dalam rangka membantu pemerintah dalam upaya perlindungan Bekantan di Kalimantan Selatan. Guna menjalankan misi menyelamatkan fauna maskot provinsi Kalimantan selatan ini.

    Agar Misi “Save Our Mascot“ bisa terealisasi, Sahabat bekantan menggalakan upaya sosialisasi, perlindungan habitat serta pengehentian perburuan bekantan. Sedangkan kegiatan konservasinya sendiri di pusatkan di Pulau Bakut – Barito Kuala, Kalimantan Selatan. Misi menyelamatkan Bekantan dari ancaman kepunahan memang bukanlah pekerjaan mudah. Selain dengan menjalin kemitraan, dukungan para relawan sangat diharapkan untuk membantu terwujudnya misi "Selamatkan Maskot Kita". Ancaman pada kelestarian bekantan (Nasalis larvatus), primata endemik Kalimantan, sangat besar karena mayoritas bekantan ada di luar kawasan konservasi. Untuk melindungi bekantan dari kepunahan, kawasan konservasi Pulau Bakut di Kabupaten Barito Kuala, Kalimantan Selatan, dji adikan pusat konservasi bekantan.

    “Populasinya cenderung turun akibat deforestasi dan alih fungsi hutan, perburuan, perdagangan satwa, serta kebakaran hutan dan lahan,” kata Kepala BKSDA Kalsel Lukito Andi. Untuk itu, Lukito dan pihaknya berupaya meningkatkan populasi bekantan di kawasan konservasi sebesar 10 persen dalam waktu lima tahun. Saat ini, jumlah bekantan di 10 kawasan konservasi di Kalsel ada 526 ekor. Sebanyak 325 ekor di antaranya di empat kawasan konservasi di Barito Kuala, yakni Pulau Bakut, Pulau Kembang, Pulau Kaget, dan Kuala Lupak.

    Tahun 2015 difokuskan pada tahap penyelamatan dan rehabilitasi. Dalam tahap penyelamatan, BKSDA memberikan bantuan kandang angkut rescue, keperluan peralatan bius, biaya sarana mobilitas dan transportasi rescue, biaya karantina hingga biaya pelepasliaran bekantan. Sedangkan untuk tahap rehabilitasi, BKSDA memberikan bantuan kandang karantina, kandang habituasi, program edukasi kepada masyarakat tentang Bekantan, dan pelestarian lingkungan yang menjadi habitatnya dengan melibatkan peran serta masyarakat untuk menyukseskan program konservasi Bekantan.

    Maraknya alih fungsi lahan dan kawasan hutan untuk kegiatan perkebunan, pertambangan, dan pertanian membuat habitat primata endemis Pulau Kalimantan itu semakin terdesak. Populasi bekantan di kawasan hutan Rawa Gelam, Kabupaten Tapin, Kalimantan Selatan, tersisa sekitar 300 ekor.

    Dengan tetap konsisten melakukan pengembangan dalam lima tahun kedepan dan menjaga koordinasi intensif yang telah terjalin antara Sahabat Bekantan Indonesia, BKSDA, BLHD, Kepolisian, dan seluruh masyarakat, diharapkan masyarakat juga turut aktif peduli bahwa manusia dan

    lingkungan harus hidup berdampingan. Kegiatan yang dilaksanakan tidak hanya berupa perlindungan bekantan tetapi juga akan mengarah pada pemberdayaan masyarakat lokal mengenai manfaat areal konservasi bagi kehidupan yang kemudian dapat meningkatkan kemandirian dan kesejahteraan masyarakat setempat,

    Banyak keunikan dari bekantan yang dapat menjadi daya tarik bagi para peniliti ataupun wisatawan. Sebagai contoh, mengapa hidung kera yang sering disebut sebagai kera belanda ini begitu mancung, dan mengapa perut kera ini besar atau buncit. Kemudian kera yang berbadan kuning kemerahan ini beratnya bisa 10 kg, 20 kg, bahkan 30 kg, tetapi mudah saja melompat-lompat di dahan pohon maupun di daratan. Lalu, kera ini tak pernah kena penyakit malaria walaupun berada di hutan berawa-rawa yang merupakan kawasan nyamuk malaria.

    Apakah mungkin makanan mereka yang berasal dari dedaunan di hutan rawa galam yang menyebabkan satwa ini kuat terhadap serangan malaria. Maka, diperlukan penelitian-penelian lagi. Bekantan berperut besar dan buncit bagaikan orang hamil karena di dalam perut menyimpan banyak makanan berupa dedaunan. Bekantan termasuk binatang herbevora murni, dan di dalam perut binatang ini ada cairan hitam yang kemungkinan yang bermanfaat bagi kera jenis ini. Riset perlu dilakukan sebab siapa tahu akan memberikan manfaat bagi kehidupan lainnya pada masa mendatang.

    Saat ini, para bekantan tersebut, kembali hidup dan berkembang biak, di kawasan hutan galam yang ada di sepanjang pinggiran sungai di wilayah Muning, Kabupaten Tapin, tetapi saat kemarau ini kembali terjadi kebakaran lahan di sekitar itu yang dikhawatirkan merembes ke wilayah hunian binatang tersebut. [red]

    Kebakaran hutan tidak hanya berdampak terhadap ekologi dan mengakibatkan kerusakan lingkungan saja, namun dampak dari kebakaran hutan ternyata mencakup bidang-bidang lain. Menurut Rully Syumanda (2003), menyebutkan ada 4 aspek yang terindikasi sebagai dampak dari kebakaran hutan. Keempat dampak tersebut mencakup dampak terhadap kehidupan sosial, budaya, dan ekonomi, dampak terhadap ekologis dan kerusakan lingkungan, dampak terhadap hubungan antar negara, serta dampak terhadap perhubungan dan pariwisata.

    Terganggunya aktivitas manusia akibat kebakaran hutan dapat mempengaruhi tingkat produktivitas dan penghasilan. Hilangnya sejumlah mata pencaharian masyarakat di dan sekitar hutan, hilangnya hutan berarti hilang pula area kerja tempat mereka menggantungkan hidupnya.

    Kebakaran hutan akan memusnahkan sebagian spesies dan merusak keseimbangan alam sehingga spesies-spesies yang berpotensi menjadi hama tidak terkontrol. Selain itu, terbakarnya hutan akan membuat sebagian binatang kehilangan habitat yang kemudian memaksa mereka untuk keluar dari hutan dan menjadi hama seperti gajah, monyet, harimau dan lainnya.

    Kebakaran hutan berakibat pada pencemaran udara oleh debu, gas SOx, NOx, COx, dan lain-lain dapat menimbulkan dampak negatif terhadap kesehatan manusia, antara lain infeksi saluran pernafasan, sesak nafas, iritasi kulit, iritasi mata, dan lain-lain.

    AKSELERASI 3

    KAJIAN UTAMA

  • Tersedotnya kas negara, karena hampir setiap tahun dibutuhkan biaya yang besar untuk menangani dan menghentikan kebakaran hutan. Pun untuk merehabilitasi hutan yang terbakar serta berbagai dampak lain semisal kesehatan masyarakat dan bencana alam yang diambil dari kas negara.

    Menurunnya devisa negara. Hutan telah menjadi salah satu sumber devisa negara baik dari kayu maupun produk-produk non kayu lainnya, termasuk pariwisata. Dengan terbakarnya hutan sumber devisa akan musnah.

    Bekantan atau Proboscis Monkey, adalah primata endemik kalimantan atau dalam bahasa ilmiah dikenal sebagai nasalis larvatus yang sejak tahun 2011 sudah dikategorikan langka (endangered) oleh International Union for Conservation of Nature and Natural Resources (IUCN), di Indonesia primata yang satu ini lebih dulu dilindungi oleh peraturan perundang-undangan seperti UU No. 5/1990 tentang konservasi sumberdaya hayati dan ekosistemnya, SK Menteri Kehutanan No.301/Kpts-II/1991 (10 Juni 1991).

    Keprihatinan ini mendorong Pusat Studi & Konservasi Keanekaragaman Hayati Indonesia (Biodiversitas Indonesia) untuk mendirikan Komunitas Sahabat Bekantan Indonesia (SBI). Komunitas ini dibentuk dalam rangka membantu pemerintah dalam upaya perlindungan Bekantan di Kalimantan Selatan. Guna menjalankan misi menyelamatkan fauna maskot provinsi Kalimantan selatan ini.

    Agar Misi “Save Our Mascot“ bisa terealisasi, Sahabat bekantan menggalakan upaya sosialisasi, perlindungan habitat serta pengehentian perburuan bekantan. Sedangkan kegiatan konservasinya sendiri di pusatkan di Pulau Bakut – Barito Kuala, Kalimantan Selatan. Misi menyelamatkan Bekantan dari ancaman kepunahan memang bukanlah pekerjaan mudah. Selain dengan menjalin kemitraan, dukungan para relawan sangat diharapkan untuk membantu terwujudnya misi "Selamatkan Maskot Kita". Ancaman pada kelestarian bekantan (Nasalis larvatus), primata endemik Kalimantan, sangat besar karena mayoritas bekantan ada di luar kawasan konservasi. Untuk melindungi bekantan dari kepunahan, kawasan konservasi Pulau Bakut di Kabupaten Barito Kuala, Kalimantan Selatan, dji adikan pusat konservasi bekantan.

    “Populasinya cenderung turun akibat deforestasi dan alih fungsi hutan, perburuan, perdagangan satwa, serta kebakaran hutan dan lahan,” kata Kepala BKSDA Kalsel Lukito Andi. Untuk itu, Lukito dan pihaknya berupaya meningkatkan populasi bekantan di kawasan konservasi sebesar 10 persen dalam waktu lima tahun. Saat ini, jumlah bekantan di 10 kawasan konservasi di Kalsel ada 526 ekor. Sebanyak 325 ekor di antaranya di empat kawasan konservasi di Barito Kuala, yakni Pulau Bakut, Pulau Kembang, Pulau Kaget, dan Kuala Lupak.

    Tahun 2015 difokuskan pada tahap penyelamatan dan rehabilitasi. Dalam tahap penyelamatan, BKSDA memberikan bantuan kandang angkut rescue, keperluan peralatan bius, biaya sarana mobilitas dan transportasi rescue, biaya karantina hingga biaya pelepasliaran bekantan. Sedangkan untuk tahap rehabilitasi, BKSDA memberikan bantuan kandang karantina, kandang habituasi, program edukasi kepada masyarakat tentang Bekantan, dan pelestarian lingkungan yang menjadi habitatnya dengan melibatkan peran serta masyarakat untuk

    menyukseskan program konservasi Bekantan.

    Maraknya alih fungsi lahan dan kawasan hutan untuk

    kegiatan perkebunan, pertambangan, dan pertanian membuat

    habitat primata endemis Pulau Kalimantan itu semakin terdesak.

    Populasi bekantan di kawasan hutan Rawa Gelam, Kabupaten

    Tapin, Kalimantan Selatan, tersisa sekitar 300 ekor.

    Dengan tetap konsisten melakukan pengembangan

    dalam lima tahun kedepan dan menjaga koordinasi intensif yang

    telah terjalin antara Sahabat Bekantan Indonesia, BKSDA,

    BLHD, Kepolisian, dan seluruh masyarakat, diharapkan

    masyarakat juga turut aktif peduli bahwa manusia dan

    lingkungan harus hidup berdampingan. Kegiatan yang

    dilaksanakan tidak hanya berupa perlindungan bekantan tetapi

    juga akan mengarah pada pemberdayaan masyarakat lokal

    mengenai manfaat areal konservasi bagi kehidupan yang

    kemudian dapat meningkatkan kemandirian dan kesejahteraan

    masyarakat setempat,

    Banyak keunikan dari bekantan yang dapat menjadi daya

    tarik bagi para peniliti ataupun wisatawan. Sebagai contoh,

    mengapa hidung kera yang sering disebut sebagai kera belanda

    ini begitu mancung, dan mengapa perut kera ini besar atau

    buncit. Kemudian kera yang berbadan kuning kemerahan ini

    beratnya bisa 10 kg, 20 kg, bahkan 30 kg, tetapi mudah saja

    melompat-lompat di dahan pohon maupun di daratan. Lalu,

    kera ini tak pernah kena penyakit malaria walaupun berada di

    hutan berawa-rawa yang merupakan kawasan nyamuk malaria.

    Apakah mungkin makanan mereka yang berasal dari

    dedaunan di hutan rawa galam yang menyebabkan satwa ini

    kuat terhadap serangan malaria. Maka, diperlukan penelitian-

    penelian lagi. Bekantan berperut besar dan buncit bagaikan

    orang hamil karena di dalam perut menyimpan banyak makanan

    berupa dedaunan. Bekantan termasuk binatang herbevora

    murni, dan di dalam perut binatang ini ada cairan hitam yang

    kemungkinan yang bermanfaat bagi kera jenis ini. Riset perlu

    dilakukan sebab siapa tahu akan memberikan manfaat bagi

    kehidupan lainnya pada masa mendatang.

    Saat ini, para bekantan tersebut, kembali hidup dan

    berkembang biak, di kawasan hutan galam yang ada di sepanjang

    pinggiran sungai di wilayah Muning, Kabupaten Tapin, tetapi saat

    kemarau ini kembali terjadi kebakaran lahan di sekitar itu yang

    dikhawatirkan merembes ke wilayah hunian binatang tersebut.

    [red]

    Kebakaran hutan tidak hanya berdampak terhadap ekologi

    dan mengakibatkan kerusakan lingkungan saja, namun dampak

    dari kebakaran hutan ternyata mencakup bidang-bidang lain.

    Menurut Rully Syumanda (2003), menyebutkan ada 4 aspek

    yang terindikasi sebagai dampak dari kebakaran hutan. Keempat

    dampak tersebut mencakup dampak terhadap kehidupan sosial,

    budaya, dan ekonomi, dampak terhadap ekologis dan kerusakan

    lingkungan, dampak terhadap hubungan antar negara, serta

    dampak terhadap perhubungan dan pariwisata.

    Terganggunya aktivitas manusia akibat kebakaran hutan

    dapat mempengaruhi tingkat produktivitas dan penghasilan.

    Hilangnya sejumlah mata pencaharian masyarakat di dan

    sekitar hutan, hilangnya hutan berarti hilang pula area kerja

    tempat mereka menggantungkan hidupnya.

    AKSELERASI4

    KAJIAN UTAMA

  • Kebakaran hutan akan memusnahkan sebagian spesies

    dan merusak keseimbangan alam sehingga spesies-spesies yang

    berpotensi menjadi hama tidak terkontrol. Selain itu,

    terbakarnya hutan akan membuat sebagian binatang kehilangan

    habitat yang kemudian memaksa mereka untuk keluar dari

    hutan dan menjadi hama seperti gajah, monyet, harimau dan

    lainnya.

    Kebakaran hutan berakibat pada pencemaran udara oleh

    debu, gas SOx, NOx, COx, dan lain-lain dapat menimbulkan

    dampak negatif terhadap kesehatan manusia, antara lain infeksi

    saluran pernafasan, sesak nafas, iritasi kulit, iritasi mata, dan

    lain-lain.

    Tersedotnya kas negara, karena hampir setiap tahun

    dibutuhkan biaya yang besar untuk menangani dan

    menghentikan kebakaran hutan. Pun untuk merehabilitasi hutan

    yang terbakar serta berbagai dampak lain semisal kesehatan

    masyarakat dan bencana alam yang diambil dari kas negara.

    Menurunnya devisa negara. Hutan telah menjadi salah

    satu sumber devisa negara baik dari kayu maupun produk-

    produk non kayu lainnya, termasuk pariwisata. Dengan

    terbakarnya hutan sumber devisa akan musnah.

    Bekantan atau Proboscis Monkey, adalah primata

    endemik kalimantan atau dalam bahasa ilmiah dikenal sebagai

    nasalis larvatus yang sejak tahun 2011 sudah dikategorikan

    langka (endangered) oleh International Union for

    Conservation of Nature and Natural Resources (IUCN), di

    Indonesia primata yang satu ini lebih dulu dilindungi oleh

    peraturan perundang-undangan seperti UU No. 5/1990 tentang

    konservasi sumberdaya hayati dan ekosistemnya, SK Menteri

    Kehutanan No.301/Kpts-II/1991 (10 Juni 1991).

    Keprihatinan ini mendorong Pusat Studi & Konservasi

    Keanekaragaman Hayati Indonesia (Biodiversitas Indonesia)

    untuk mendirikan Komunitas Sahabat Bekantan Indonesia (SBI).

    Komunitas ini dibentuk dalam rangka membantu pemerintah

    dalam upaya perlindungan Bekantan di Kalimantan Selatan.

    Guna menjalankan misi menyelamatkan fauna maskot provinsi

    Kalimantan selatan ini.

    Agar Misi “Save Our Mascot“ bisa terealisasi, Sahabat

    bekantan menggalakan upaya sosialisasi, perlindungan habitat

    serta pengehentian perburuan bekantan. Sedangkan kegiatan

    konservasinya sendiri di pusatkan di Pulau Bakut – Barito Kuala,

    Kalimantan Selatan. Misi menyelamatkan Bekantan dari

    ancaman kepunahan memang bukanlah pekerjaan mudah. Selain

    dengan menjalin kemitraan, dukungan para relawan sangat

    diharapkan untuk membantu terwujudnya misi "Selamatkan

    Maskot Kita". Ancaman pada kelestarian bekantan (Nasalis

    larvatus), primata endemik Kalimantan, sangat besar karena

    mayoritas bekantan ada di luar kawasan konservasi. Untuk

    melindungi bekantan dari kepunahan, kawasan konservasi Pulau

    Bakut di Kabupaten Barito Kuala, Kalimantan Selatan, dji adikan

    pusat konservasi bekantan.

    “Populasinya cenderung turun akibat deforestasi dan alih

    fungsi hutan, perburuan, perdagangan satwa, serta kebakaran

    hutan dan lahan,” kata Kepala BKSDA Kalsel Lukito Andi. Untuk

    itu, Lukito dan pihaknya berupaya meningkatkan populasi

    bekantan di kawasan konservasi sebesar 10 persen dalam waktu

    lima tahun. Saat ini, jumlah bekantan di 10 kawasan konservasi

    di Kalsel ada 526 ekor. Sebanyak 325 ekor di antaranya di empat

    kawasan konservasi di Barito Kuala, yakni Pulau Bakut, Pulau

    Kembang, Pulau Kaget, dan Kuala Lupak.

    Tahun 2015 difokuskan pada tahap penyelamatan dan

    rehabilitasi. Dalam tahap penyelamatan, BKSDA memberikan

    bantuan kandang angkut rescue, keperluan peralatan bius,

    biaya sarana mobilitas dan transportasi rescue, biaya karantina

    hingga biaya pelepasliaran bekantan. Sedangkan untuk tahap

    rehabilitasi, BKSDA memberikan bantuan kandang karantina,

    kandang habituasi, program edukasi kepada masyarakat tentang

    Bekantan, dan pelestarian lingkungan yang menjadi habitatnya

    dengan melibatkan peran serta masyarakat untuk

    menyukseskan program konservasi Bekantan.

    Maraknya alih fungsi lahan dan kawasan hutan untuk

    kegiatan perkebunan, pertambangan, dan pertanian membuat

    habitat primata endemis Pulau Kalimantan itu semakin terdesak.

    Populasi bekantan di kawasan hutan Rawa Gelam, Kabupaten

    Tapin, Kalimantan Selatan, tersisa sekitar 300 ekor.

    Dengan tetap konsisten melakukan pengembangan

    dalam lima tahun kedepan dan menjaga koordinasi intensif yang

    telah terjalin antara Sahabat Bekantan Indonesia, BKSDA,

    BLHD, Kepolisian, dan seluruh masyarakat, diharapkan

    masyarakat juga turut aktif peduli bahwa manusia dan

    lingkungan harus hidup berdampingan. Kegiatan yang

    dilaksanakan tidak hanya berupa perlindungan bekantan tetapi

    juga akan mengarah pada pemberdayaan masyarakat lokal

    mengenai manfaat areal konservasi bagi kehidupan yang

    kemudian dapat meningkatkan kemandirian dan kesejahteraan

    masyarakat setempat,

    Banyak keunikan dari bekantan yang dapat menjadi daya

    tarik bagi para peniliti ataupun wisatawan. Sebagai contoh,

    mengapa hidung kera yang sering disebut sebagai kera belanda

    ini begitu mancung, dan mengapa perut kera ini besar atau

    buncit. Kemudian kera yang berbadan kuning kemerahan ini

    beratnya bisa 10 kg, 20 kg, bahkan 30 kg, tetapi mudah saja

    melompat-lompat di dahan pohon maupun di daratan. Lalu,

    kera ini tak pernah kena penyakit malaria walaupun berada di

    hutan berawa-rawa yang merupakan kawasan nyamuk malaria.

    Apakah mungkin makanan mereka yang berasal dari

    dedaunan di hutan rawa galam yang menyebabkan satwa ini

    kuat terhadap serangan malaria. Maka, diperlukan penelitian-

    penelian lagi. Bekantan berperut besar dan buncit bagaikan

    orang hamil karena di dalam perut menyimpan banyak makanan

    berupa dedaunan. Bekantan termasuk binatang herbevora

    murni, dan di dalam perut binatang ini ada cairan hitam yang

    kemungkinan yang bermanfaat bagi kera jenis ini. Riset perlu

    dilakukan sebab siapa tahu akan memberikan manfaat bagi

    kehidupan lainnya pada masa mendatang.

    Saat ini, para bekantan tersebut, kembali hidup dan

    berkembang biak, di kawasan hutan galam yang ada di sepanjang

    pinggiran sungai di wilayah Muning, Kabupaten Tapin, tetapi saat

    kemarau ini kembali terjadi kebakaran lahan di sekitar itu yang

    dikhawatirkan merembes ke wilayah hunian binatang tersebut.

    [red]

    AKSELERASI 5

    KAJIAN UTAMA

  • Padang, 22 Oktober 2015

    Langit tampak semakin kelabu. Jalan raya yang biasanya berdebu, sekarang tampak semakin kelabu, bercampur antara debu, kabut, dan asap. Entah mana yang mendominasi. Langit yang dahulu tampak biru bertemankan awan putih menggantung, sekarang berganti dengan kabut putih yang menghiasi seluruh langit sampai ke bumi. Peristiwa ini sudah memasuki bulan ketiga saat langit dipenuhi oleh kabut asap.

    Hari ini kabut asap di Padang mencapai puncaknya, paling tebal. Matahari benar-benar hilang tertutupi oleh kabut. Kebakaran lahan gambut yang mungkin dilakukan sengaja oleh sekelompok orang ini, sejenak membawa pikiran kembali dengan Pasal 33 Ayat 2, yang menyatakan bahwa “bumi, air, dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh Negara, dan dipergunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat”. Namun, bencana yang seharusnya menjadi isu nasional ini, seolah tampak tidak 'separah ini'. Saat ini, negara hji au Indonesia menjadi penyumbang emisi gas terbesar untuk rumah kaca.

    Padang sekarang kekurangan oksigen, berganti dengan karbon. Walaupun demikian, kesadaran penggunaan masker masyarakat masih rendah meskipun aksi membagi-bagikan masker telah dilakukan oleh organisasi-organisasi kemahasiswaan. Murid-murid sekolahan masih tetap menjalani hari-hari biasa tanpa menggunakan penutup hidung. Badan menjadi lebih mudah lelah dan udara terasa panas meskipun langit terlihat mendung. Hujan yang sekali-kali turun pun tidak mampu menghapus pekatnya kabut asap.

    Sebenarnya ini bukan hanya masalah seorang mahasiswa yang tidak jadi presentasi penelitiannya ke Thailand karena asma kambuh akibat asap, atau masalah seorang pengusaha yang gagal berangkat untuk meeting akibat tak adanya penerbangan sama sekali di bandara, ataupun bukan karena iritasi tenggorokan yang membuat kesulitan untuk berbicara. Namun ini karena ketidakmampuan masyarakat untuk menghilangkan kabut asap hanya dengan meniupnya bersama kuat-kuat. [red]

    Kuntum Khairu Ummah, Univeristas Andalas

    70 ribu jiwa dan telah merenggut beberapa nyawa. Kabut asap sangat merugikan dari bagi kesehatan dan lingkungan.

    Aspek pendidikan juga terkena imbas kabut asap. Aktivitas belajar mengajar di sekolah terganggu dan anak-anak sekolah diliburkan. Sampai saat ini proses belajar mengajar di provinsi Riau khususnya Pekanbaru dan sekitarnya masih belum berjalan dengan maksimal, bahkan masih didominasi oleh libur, akibat dari kualitas udara yang sangat berbahaya.

    Dibidang ekonomi juga terkena imbas dari kabut asap, banyak para pedagang pengusaha dan penggerak ekonomi mengeluh akibat menurunya secara drastis omset mereka. Bahkan jalur transportasi udara dan laut juga mengalami gangguan. Di Pekanbaru sendiri transportasi udara sampai saat ini belum jelas kapan akan beroperasi kembali.

    Kondisi diatas dapat dibayangkan bagaimana kondisi kehidupan masyarakat yang berada di provinsi Riau dan provinsi-provinsi lain yang terkena bencana asap. Aktivitas sangat terganggu dan tak maksimal untuk dikerjakan. Sampai akhirnya provinsi-provinsi dengan julukan negeri diatas awan ini sudah tidak peduli dengan asap lagi. Karena ASAP ADALAH KITA. Jadi jika ada yang sempat mengunjungi Riau dan melihat anak-anak kecil tidak menggunakan masker walau setebal apapun itu asap, itu karena Asap Adalah Kita. Begitu juga dengan para orang tua, bukan karena mereka tidak tahu bahaya dan dampak dari bencana kabut asap, tetapi karena masyarakat sudah lelah menunggu tindakan nyata dari pihak berwenang untuk menyelesaikan pemasalahan kabut asap ini. Karena masyarakat sudah lelah maka jadilah masyarakat Riau dan provinsi lainnya menjadi bagian dari Asap Adalah Kita. [red]

    Muhammad Rokim, Universitas Riau

    Kembalikan Langit Biru Kami

    Asap Adalah Kita

    Tagline ADALAH KITA dulu sangat terkenal ketika masa-masa kampanye dan itulah yang digunakan oleh pemimpin negeri ini saat proses pesta demokrasi. Saat ini tagline ini rasanya sangat cocok digunakan untuk masyarakat yang ada di Provinsi Riau, Jambi, Sumatera Selatan dan beberapa Provinsi lain di pulau Kalimantan, bahkan lebih fenomenal lagi tagline juga bisa dipakai oleh negara tetangga seperti Malaysia dan Singapura, ya ini tag line ASAP ADALAH KITA.

    Kondisi asap yang naik turun di beberapa provinsi di Sumatera dan Kalimantan sudah terjadi sejak dimulainya musim kemarau sekitaran bulan Agustus dan terus berlanjut di tiga bulan terakhir. Dengan dampak yang sangat luar biasa, data menunjukkan masyarakat yang terserang ISPA meningkat lebih dari 100% dibanding tahun-tahun sebelumnya di masing-masing provinsi yang terkena dampak pembakaran lahan. Berbagai macam media cetak maupun elektronik menyebutkan penderita ISPA akibat kabut asap terkhusus di Riau sudah mencapai

    Kondisi Komplek Perumahan Mulya Tarai Gading I Pekanbaru 22 Oktober 2015 6.30 WIB

    AKSELERASI6

    DARI PEMBACA

  • MITI Klaster Mahasiswa Melawan Asap di Palangka Raya

    AKSELERASI 7

    Palangka Raya – Kabut asap yang melanda Kalimantan Tengah sudah menipis semenjak Kalteng diguyur hujan yang dimulai dari akhir bulan Oktober. Kabut asap yang mecapai angka 3.700 dari akhir bulan Juli hingga akhir bulan Oktober tidak membuat masyarakat kota Palangka Raya terlepas dari kabut asap. Pasalnya kabut asap akan selalu ada dan menjadi musim tahunan jika pemerintah dan masyarakat tidak memeliki kepedulian untuk menyelesaikan persoalan bencana ini.

    Kabut asap yang diakibatkan pembakaran lahan untuk bukaan perkebunan dan hutan yang terbakar dengan tersendirinya diakibatkan dari gambut (peat) terpapar panas matahari terus menerus dan gambut (peat) dalam keadan kering sehingga mudah untuk terbakar.

    “Maka dari pada itu kami dari MITI KM (Masyarakat Ilmuan dan Teknolog Indonesai Klaster Mahasiswa) melakukan simulasi dan pembagian alat bantu pernafasan gratis kepada masyarakat kota Palangka Raya yang berada di Jalan Riau (2/11) untuk mewanti jika akan ada kabut asap kembali mewabah Kalteng khususnya kota Palangka Raya”, ucap Yeni Saro selaku Penanggung Jawab MITI KM Melawan Asap Kota Palangka Raya.

    Simulasi dan pembagian alat bantu pernafasan ini disambut baik oleh masyarakat Kota Palangka Raya terlihat dari antusiasme yang tinggi dari masyarakat tersebut untuk menyimak cara pembuatan alat bantu pernafasan tersebut.

    Alat bantu pernafasan ini yang dibuat dari bahan sekitar dan mudah untuk didapatkan. Seperti botol air mineral 600 ml dan 1 liter serta handuk dan aerator. Alat bantu pernafasan terdiri dari dua type. Satu type

    secara manual sedangkan type yang kedua menggunakan arus listrik.

    Type satu cara pembuatannnya sederhana air mineral yang dilubangi kemudian dimasukkan handuk basah setelah itu di rekatkan dengan botol air mineral ukuran 1 liter yang sudah dibuat sedemikian rupa untuk menutup mulut dan hidung.

    Sedangkan type 2 yang menggunakan aerator yang memerlukan arus listrik. Air mineral 600 ml diisi dengan sepertiga air kemudian di lubangi ukuran selang 62 ccj di tutupnya sebanyak 2 lobang dan satu lobang di atas sisi botol. Setelah itu hubungkan 2 selang ke aerator dan selang satunya lagi dihubungkan dengan botol air mineral 1 liter yang dibuat sedemikian rupa untuk menutupi hidung dan mulut.

    “Alat bantu pernafasan type manual berfungsi untuk menyaring asap yang masuk ke botol air mineral sehingga jika dihirup udara sudah bersih. Sedangkan yang menggunakan aerator 2 lubang fungsinya seperti tabung oksigen”, jelas Yeni. [red]

    Koordinator MITI KM Melawan Asap Kota Palangka Raya, Yeni (kerudung merah muda) membagikan alat bantu pernafasan kepada warga

    Relawan MITI KM Melawan Asap Palangka Raya berfoto bersama anak-anak dan warga

    Warga antusias mendatangi posko MITI KM Melawan Asap untuk mendapatkan alat bantu pernafasan gratis

    liputan

  • AKSELERASI8

    liputan

    Pada tanggal 23-25 Oktober 2015, MITI KM Wilayah Sulawesi menyelenggarakan Temu Wilayah (Temwil). Temwil ini diawali dengan Seminar nasional yang bertemakan “Optimalisasi Kearifan Lokal Sociopreneurship menuju Indonesia Madani 2020”. Dengan narasumber dari 3 latar belakang yang berbeda, yakni dari pemerintah, pemerhati sosial, dan pengusaha muda.

    Narasumber pertama diwakili dari Kepala dinas Perikanan dan Kelautan Kota Makassar, menyampaikan materi tentang sociopreneurship yang berbasis kearifan lokal. “Indonesia adalah negara maritim yang kaya akan hasil laut. Namun, masih belum bisa memaksimalkan potensi hasil laut yang kaya tersebut. Penyebabnya yaitu karena kurangnya inovasi. Entrepreneurship sesungguhnya adalah mereka yang mampu melihat peluang yang ada dan dapat menggunakan sumber daya alam dengan bji aksana” terang pemateri pertama.

    Narasumber ke dua, dari pemerhati sosial diwakili oleh Ketua Yayasan Fatimah Az-Zahra, Dra. Nuraeni yang berbicara tentang bagaimana membangun kemandirian nelayan dan pemberdayaan nelayan tersebut dapat d ilakukan melalu i pemberdayaan istri nelayan

    Narasumber ke tiga, dari HIPMI PT Sulawesi Selatan. Meyampaikan bahwa pemuda hari ini harus memiliki mindset wirausaha. Karena tantangan MEA yang sudah didepan mata menantang kesiapan kita dalam menghadapinya.

    Pada hari kedua, Workshop beasiswa dengan tema “get your dream” bertempat di gedung training center UIN Alaudin Makassar, Materi yang dibawakan oleh Retno Widyastuti, S.IP, M.Si, MA bercerita mengenai tips jitu meraih beasiswa S1,S2, S3 dan Muh. Fadli Thahir, S.S yang membawakan materi seputar menyeimbangkan akademik dan organisasi.

    Setelah mengikuti workshop hingga siang hari,

    peserta dan pengurus MITI KM langsung diarahkan menuju kampus unhas untuk mengikut training kelembagaan yang dibawakan langsung oleh ketua MITI KM, Achmad Fahmi Basyaiban, S.S, yang diawali membahas kondisi kelembagaan, dan iklim kampus yang berbeda-beda. Peserta sangat antusias dengan banyaknya pertanyaan seputar kelembagaan. Kegiatan kemudian ditutup dengan pemberian cinderamata dari MITI Sulawesi kepada Ketua MITI KM

    Materi training selanjutnya dibawakan oleh dosen MIPA Unhas ibu DR. Irma Adriyani, S.Pi, M.Si yang mengajak peserta bagaimana memuncul ide riset serta strategi pelaksanaan dan membentuk kelompok riset yang solid. Pada training ini diasakan simulasi dengan membagi peserta menjadi 3 kelompok dan mencari ide riset seputar permasalahan sosial, k e m u d i a n m a s i n g - m a s i n g k e l o m p o k mempersentasikan hasil diskusi mereka.

    Materi terakhir yaitu tentang community development, dibawakan kembali oleh Retno Widyastuti S.IP, M.Si. MA. Training ini membahas tentang pemberdayaan masyarakat. Salah satu contoh profil comdev yang telah berjalan seperti RCDC gorontalo dengan produknya yaitu Ola Mita yang diprakarsai oleh Windarti Yalida (Staff MITI KM 2015)

    Setelah training selesai, korwil Sulawesi Saifullah Said memberi penjelasan singkat mengenai hubungan kemitraan MITI KM dengan mengajak untuk menandatangani MoU yang telah disiapkan. Dari perwakilan yang hadir 7 diantaranya sepakat menandatangai MoU, yaitu LSIP UHO, KSM UNG, Fosei UNG, MSC UNG, LPPM al-Khindi UIN Alaudin, dan LDK Al-Jami' UIN Alaudin. Acara kemudian ditutup dengan foto bersama mitra dan calon mitra.

    Hari terakhir peserta diajak ke tempat wisata Bantimurung, Kab Maros yang memakan waktu 1,5 jam untuk sampai ke lokasi. Kegiatan field trip berlangsung hingga siang hari, sekaligus penutupan dari semua agenda acara temu wilayah sulawesi 2015. [red]

    Temu Wilayah MITI KM Sulawesi

  • Page 1Page 2Page 3Page 4Page 5Page 6Page 7Page 8Page 9