kajian struktural dan sosiologi sastra cerpen “darah pembasuh luka”

65
Kajian Struktural dan Sosiologi Sastra Cerpen “Darah Pembasuh Luka” karya Made Adnyana Ole Makalah Diajukan untuk memenuhi salahsatu tugas matakuliah Kajian Prosa Fiksi Indonesia (IN205) dosen pengampu Halimah, S.Pd. (2321) oleh Yury Purnana Indah 1301191 Dik-B 2013 JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA

Upload: yury-purnama-indah

Post on 31-Jan-2016

346 views

Category:

Documents


35 download

DESCRIPTION

ini merupakan kajian struktural dan sosiologi sastra dari cerpen darah pembasuh luka yang saya kaji sendiri.

TRANSCRIPT

Page 1: Kajian Struktural Dan Sosiologi Sastra Cerpen “Darah Pembasuh Luka”

Kajian Struktural dan Sosiologi Sastra Cerpen “Darah

Pembasuh Luka”

karya Made Adnyana Ole

Makalah

Diajukan untuk memenuhi salahsatu tugas matakuliah Kajian Prosa Fiksi Indonesia

(IN205)

dosen pengampu Halimah, S.Pd. (2321)

oleh

Yury Purnana Indah

1301191

Dik-B 2013

JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA

FAKULTAS PENDIDIKAN BAHASA DAN SENI

UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA

BANDUNG

2014

Page 2: Kajian Struktural Dan Sosiologi Sastra Cerpen “Darah Pembasuh Luka”

Pendahuluan

Sastra sangat erat kaitannya dengan kehidupan kita sebagai manusia. Setiap

orang dapat mengungkapkan perasaannya lewat bersastra. Namun, sastra tidak hanya

sekadar digunakan untuk mengungkapkan perasaan kita saja tetapi sastra juga dapat

kita kaji lebih dalam dan menyeluruh. Sehingga suatu karya sastra tidak hanya dat

kita nikmati dan kita apresiasi tetai sebuah karya sastra pun dapat kita kaji secara

ilmiah berdasarkan teori-teori para ahli.

Kajian karya sastra (termasuk mengkaji prosa) adalah suatu kegiatan yang

dilakukan guna mempelajari dan menyelidiki latar belakang sebuah karya sastra itu

muncul. Baik dikaji hanya teks sastranya saja ataupun beserta pengarangnya.

Dalam mengkaji sebuah karya sastra banyak sekali teori yang telah

dikemukakan para ahli dan sastrawan diantaranya berbagai macam teori Struktural,

teori Sosiologi Sastra, Psikoanalisis, Semiotik, Fenimisme dan masih banyak lagi

teori lainnya yang dapat kita gunakan dalam mengkaji sebuah teks sastra.

Kali ini saya akan mencoba mengkaji sebuah karya sastra yaitu sebuah cerpen

yang berjudul “Darah Pembasuh Luka” karya Made Adnyana Ole. Beliau adalah

seorang penulis asal pulau dewata, Bali. Dalam cerpennya ini, beliau juga mengambil

latar sesauai dengan daerah asalnya, Bali.

Cerpen ini akan dikaji dengan dua teori pengkajian yakni teori Struktural dan

Sosiologi Sstra. Teori yang digunakan dalam menganaisis cerpen “Darah Pembasuh

Luka” ini dikaji dengan menggunakan Struktural A. J. Greimas dan Sosiologi sastra.

Kajian Struktural A. J. Greimas terdiri dari analisis aspek sintaksis (terdiri dari

analisis skema aktan dan model fungsional), analisis aspek semantik (terdiri dari

analisis tokoh dan analisis latar), dan analisis aspek pragmatik (terdiri dari analisis

bahasa dan sudut pandang).

Selain kajian Struktural A. J. Greimas, cerpen ini juga akan dikaji dengan

Sosiologi Sastra yang mengacu pada teori Ian Watt yang mencakup tiga hal, yakni 1)

Page 3: Kajian Struktural Dan Sosiologi Sastra Cerpen “Darah Pembasuh Luka”

konteks sosial pengarang, 2) sastra sebagai cermin masyarakat di mana konteks

sosial teks tersebut akan dikaitkan dengan konteks sosial dunia nyata/Zamannya,

dan 3) fungsi sosial sastra guna mendeskripsikan bagaimana nilai sosial/ fungsi

sosial karya dalam masyarakat.

Teori Struktural Algirdas Julien Greimas

Naratologi Greimas (dalam Ratna, 2004: 77) merupakan kombinasi antara model

paradigmatis Levi-Strauss dengan model sintagmatis Propp. Dengan memanfaatkan

fungsi-fungsi yang hampir sama, Greimas memberikan perhatian pada relasi,

menawarkan konsep yang lebih tajam, dengan tujuan yang lebih umum, yaitu tata

bahasa naratif universal. Tidak ada subjek di balik wacana, yang ada hayalan subjek,

manusia semu yang dibentuk oleh tindakan, yang disebut actans dan acteurs.

Aktan (Actans) merupkan peran-peran abstrak yang dapat di,ainkan oleh seorang

atau sejumlah pelaku. Aktan merupakan struktur dalam, sedangkan aktor merupakan

struktur luar, dengan kalimat lain, aktor merupakan manifestasi kongkret dari actans

(Ratna, 2004: 137).

Pada umumnya pejuang (subjek) terdiri atas pelaku sebagai manusia, sedangkan

tujuan (objek) terdiri atas berbagai kehendak yang mesti dicapai, seperti kebebasan,

keadilan, kekayaan, dan sebagainya. Suatu perjuangan pada umunya dialangi oleh

kekuasaan (pengirim), tetapi apabila berhasil maka pelaku (Penerima) menerima

sebagai hadiah.

Penolong dan penentang tidak selalu merupakan manusia, misalnya senjata

pusaka atau benda-benda lain yang memiliki pelaku. Maka kesimpukannya di antara

subjek dan objek ada tujuan, di antara pengirim dan penerima ada komunikasi,

sedangkan di antara penolong dan penentang ada bantuan atau tentangan. Rimmon-

Kenan (dalam Ratna, 2004: 78) merupakan hubungan keenam faktor tersebut sebagi

berikut,

Pengirim

Penolong

Penerima Objek

Penentang Subjek

Page 4: Kajian Struktural Dan Sosiologi Sastra Cerpen “Darah Pembasuh Luka”

Sinopsis

Kini, luka di lutut kiri Tantri tumbuh lagi. Awalnya hanya sebintik kecil

dengan bunga nanah yang anggun, tapi kemudian membesar. Bintik itu mengembang

seperti gunung kecil dengan kawah nanah yang siap meledak jadi borok.

Tantri merasa ngeri karena luka sekecil apa pun yang muncul pada lutut

kirinya adalah soal amat besar bagi hari-hari yang akan dilewatinya. Bukan hanya

hebatnya sakit yang akan dirasakannya, namun lebih karena luka pada lutut kiri akan

menyeret ingatannya kepada sebuah gumpalan waktu yang teramat kelam dan akan

memberi Tantri rasa sakit melebihi luka yang paling parah. Gumpalan waktu yang

kelam itu memang memberi tanda-tanda akan muncul kembali. Saat luka di lutut kiri

Tantri benar-benar jadi borok.

Suatu hari Bontoan, suami Tantri pamit dari rumah sembari menjinjing

sebilah pedang yang dibalut sarung dari kulis sapi. Bontoan pergi dengan mobil

pinjaman dari seorang tokoh partai dan Bontoan dijanjikan boleh memiliki seutuhnya

mobil itu jika tokoh tersebut berhasil menjadi anggota Dewan pada pemilu tahun ini.

Bontoan pergi ke pusat kota di Jalan Pahlawan untuk memperbaiki spanduk

dan gambar partai yang dirusak massa. Belakangan ini lelaki itu berperilaku seperti

preman kampung yang siap menyerang siapa saja. Sikap itu muncul saat ia bertikai

dengan tamu di tempat ia bekerja kemudian ia dipecat oleh bosnya. Pernah suatu saat

setelah dipecat, ia mencoba mengancam bekas bosnya dengan todongan pedang,

tetapi ia malah dikeroyok oleh sepuluh orang yang diketahui merupakan anggota

salahsatu ormas yang cukup ditakuti di Bali.

Suatu saat Bontoan diajak oleh teman-temannya untuk masuk suatu ormas

yang ada di Denpasar. Ia pun langsung masuk dengan niat ingin membalas dendam

pada ormas yang dahulu mengeroyaknya, karena ormas yang dimasukinya adalah

musuh besar ormas yang dulu mengeroyoknya. Sejak masuk ormas, Bontoan kerap

Page 5: Kajian Struktural Dan Sosiologi Sastra Cerpen “Darah Pembasuh Luka”

keluar rumah tanpa kenal waktu, kadang pamit kadang pergi begitu saja. Apalagi

menjelang pemilu, Bontoan selalu keluar rumah membawa senjata tajam. Alasannya

bermacam-macam tapi lebih sering alasannya berhubungan dengan partai. Ini karena

ormas Bontoan memang disewa oleh sebuah partai politik dengan tugas mengawal

tokoh-tokoh partai, mengamankan kegiatan partai sekaligus menjaga atribut-

atributnya. Lelaki itu bersemangat dan selalu terkesan terburu-buru, karena ormas

yang dulu pernah mengeroyoknya kini disewa oleh partai politik lain, sebuah partai

yang menjadi saingan dari partai yang dibela Bontoan.

Kenyataan itulah yang membuat Tantri makin ngeri ketika Bontoan pergi

membawa pedang untuk membetulkan spanduk dan gambar partai yang dirusak

massa. Terutama karena situasi itu terjadi bersamaan dengan borok yang terus

mengembang di lutut kirinya. Partai politik, massa, pedang, dan luka di lutut kiri

adalah hal-hal yang berhubungan dengan satu titik waktu paling kelam dalam riwayat

hidup Tantri. Tahun 1965 luka di lutut kiri Tantri juga muncul untuk yang pertama

kalinya saat itu ia sedang duduk di kelas 4 SD. Luka aneh dan misterius itu muncul

dan Tantri pun kehilangan ayahnya yang ia sangat sanyangi.

(Kompas, 23 Februari 2014)

Page 6: Kajian Struktural Dan Sosiologi Sastra Cerpen “Darah Pembasuh Luka”

Kajian Struktural A. J. Greimas

1. Analisis Aspek Sintaksis

a. Analisis Skema aktan Utama

1) Subjek

Subjek dalam cerpen ini adalah Tantri. Tantri menjadi tokoh utama

yang ingin menyembuhkan luka aneh dan misterius di lutut kaki kirinya. Ia

banyak terlibat dalam setiap adengan dalam cerpen “Darah Pembasuh Luka”

ini, karena cerpen ini menceritakan kisah yang berpusan pada kejadian yang

menimpanya.

2) Objek

Objek yang terdapat dalam cerpen ini adalah sembuhnya luka yang

ada pada lutut kaki kiri Tantri yang sulit untuk disembuhkan. Tantri telah

berobat ke berbagai mantri kesehatan dan juga ke dokter kulit, tapi luka itu

masih tetap ada dan sulit untuk disembuhkan. Hingga suatu saat ia berobat

pada seorang dukun. Menurut sang dukun satu-satunya cara agar luka itu

sembuh adalah dengan mengusap/membasuh luka itu menggunakan darah

manusia yang meninggal tidak wajar.

Subjek Tantri

Objek Sembuhnya luka

di lutut kiri Tantri

Penerima Tantri

PengirimLuka di lutut kiri

Tantri yang tumbuh lagi secara tiba-tiba

Penolong Darah manusia yang meninggal dengan cara tidak wajar

Penentang Sulit untuk

mendapatkan darah manusia yang

matinya tak wajar

Page 7: Kajian Struktural Dan Sosiologi Sastra Cerpen “Darah Pembasuh Luka”

3) Pengirim

Pengirim pada cerpen ini adalah luka di lutut kaki kiri Tantri yang

tiba-tiba tumbuh lagi setelah sekian lama luka itu sembuh. Luka itu sangat

aneh dan misterius karena tumbuh begitu saja tanpa diawali luka ataupun

goresan. Luka itu bukan luka biasa, luka yang menakutkan. Luka itu adalah

luka yang meminta korban. Luka itu dapat menguak masa lalu Tantri yang

kelam dan akan memberikan rasa sakit yang dahsyat padanya.

4) Penerima

Penerima dalam cerpen ini adalah Tantri, karena Tantri berupaya

mendapatkan kesembuhan dan agar luka yang tumbuh di lutut kirinya itu

tidak pernah datang lagi.

5) Penolong

Penolong dalam cerpen “Darah Pembasuh Luka” ini adalah darah

manusia yang meninggal secara tak wajar sehingga luka misterius dan aneh

yang ada di lutut kaki kiri akan sembuh. Tantri mengetahui obat yang dapat

menyembuhkan luka di kaki kirinya itu setelah ia dan ayahnya (Ganggas)

datang untuk bertanya pada seorang dukun yang tinggal di kaki gunung

Batukaru. Dukun itu berkata bahwa luka yang diderita Tantri adalah

kiriman/guna-guna dari seseorang yang iri pada keluarganya.

6) Penentang

Dalam cerpen ini yang menjadi penentang adalah sebuah

keadaan/kondisi dimana Tantri sulit mendapatkan darah dari manusia yang

meninggal dengan cara yang tak wajar.

Page 8: Kajian Struktural Dan Sosiologi Sastra Cerpen “Darah Pembasuh Luka”

b. Model Fungsional Utama

Page 9: Kajian Struktural Dan Sosiologi Sastra Cerpen “Darah Pembasuh Luka”

c. Analisis Skema Aktan Bawahan

Situasi Awal Transformasi Situasi AkhirTahap uji kecakapan Tahap utama Tahap

keberhasilanSetelah sekian lama, kini luka di lutut Tantri tumbuh lagi.

Luka itu mulanya

sebintik kecil yang dihiasi nanah yang

anggun. Luka itu muncul bertepatan

dengan masa kampanye yang akan

menyambut perhelatan

pemilu. Bontoan,

suami Tantri kini

berperilaku seperti preman

setelah ia di pecat dari

pekerjaannya sebagai satpam saat bertengkar dengan tamu di sebuah tempat hiburan malam di Kuta, Bali.

Setelah ia dipecat, Bontoan mengancam bekas bosnya dengan

todongan sebuah pedang. Tapi ia malah

dikeroyok sepuluh orang yang diketahui

bahwa mereka anggota ormas yang cukup

ditakuti di Denpasar. Dengan alasan ingin membalas dendam

kepada anggota ormas yang pernah

mengeroyaoknya, Bontoan kemudian

masuk salahsatu ormas yang biasa disewa oleh partai politik

untuk mengawal dan menjaga para anggota

partai politik itu. Ormas yang ia masuki bertugas menggawal anggota partai politik yang menjadi saingan dari partai politik yang

dikawal ormas yang pernah

mengeroyokknya

Saat Bontoan memabawa

sebilah pedang dan melenggang keluar rumah

untuk membetulkan spanduk dan

gambar partai yang

dirusak massa.

Bertepatan dengan

kepergian Bontoan itu luka di lutut kiri Tantri semakin

tumbuh dan membesar

serta nanahnya

pun semakin banyak.

Puncak kengerian

Tantri saat luka di lutut kirinya yang semakin membesar dan menimbulkan rasa sakit yang teramat sangat.

Lalu ia mendengar

bahwa Bontoan tewas dikeroyok

massa saat sedang

mengamankan atribut partai.Kejadian itu

mengingatkan akan kejadian

pada tahun 1965 saat

ayahnya pun menjadi korban pengeroyokkan

oleh massa.

Bontoan terbunuh

ketika sedang

mengamankan atribut partai. Ia dikeroyok

massa. Mayatnya diseret di

jalan. Darah mengucur deras dari

lubang luka di kepala.

Tantri mencoba menahan

tangisannya dan ia

menatap tajam luka

di lutut kirinya yang

sudah menjadi

borok. Dan ia

membayangkan darah suaminya.

Page 10: Kajian Struktural Dan Sosiologi Sastra Cerpen “Darah Pembasuh Luka”

1) Subjek

Subjek dalam cerpen ini adalah Tantri. Tantri menjadi tokoh utama

yang ingin menyembuhkan luka aneh dan misterius di lutut kaki kirinya.

2) Objek

Objek yang terdapat dalam cerpen ini adalah kesembuhan atas luka

yang ada pada lutut kaki kiri Tantri yang sulit disembuhkan. Padahal Tantri

dan ayahnya trlah mencoba berobat ke mantri kesehatan dan juga ke dokter

kulit tetapi luka itu masih belum sembuh juga.

3) Pengirim

Pengirim pada cerpen ini adalah luka di lutut kaki kiri Tantri yang

tiba-tiba tumbuh saat ia bersekolah di kelas 4 SD. Luka itu muncul bersamaan

dengan masa pemilu yang terjadi di Bali. Luka itu sangat aneh dan misterius

karena tumbuh begitu saja tanpa diawali luka ataupun goresan. Luka yang

sulit untuk disembuhkan dan luka yang tidak diketahui asalnya darimana

sehingga luka itu bisa muncul.

4) Penerima

Penentang Kejanggalan obat penyembuh luka dilutut kiri tantri

Penolong Ayah Tantri

(Ganggas), ibu Tantri, Uwak Kajeng, dan Dukun Batukaru

PengirimLuka di lutut kiri

Tantri yang aneh dan misterius

Penerima Tantri

Objek Sembuhnya luka di lutut kiri Tantri

Subjek Tantri

Page 11: Kajian Struktural Dan Sosiologi Sastra Cerpen “Darah Pembasuh Luka”

Penerima dalam cerpen ini adalah Tantri, karena Tantri berupaya

mendapatkan obat untuk menyembuhkan luka di lutut kirinya.

5) Penolong

Penolong dalam skema aktan bawahan ini adalah Ganggas (Ayah

Tantri), ibu Tantri, Uwak Kajeng, dan dukun dari Gunung Batukaru.

Ayah Tantri berupaya menyembuhkan Tantri dengan mengantarnya

berobat ke mantri kesehatan dan ke dokter kulit hingga pada seorang dukun di

kaki Gunung Batukaru.

Ibu Tantri menolong Tantri dengan mengoleskan ramuan obat rempah-

rempah pada lukanya sembari menenukan obat luka Tantri yang belum

diketahui apa obatnya.

Uwak Kajeng ikut menolong agar Tantri segera sembuh dengan

memberi pinjaman uang dan mobil untuk digunakan Tantri berobat. Ia juga

merekomendasikan tempat dukun yang bisa mengobati luka di lutut kiri

Tantri.

Dukun dari kaki Gunung Batukaru juga tanpa sengaja membantu

Tantri mengetahui obat apa yang dapat menyembuhkan lukanya.

6) Penentang

Penentang dalam skema aktan bawahan cerpen ini adalah kejanggalan

obat yang dapat menyembuhkan luka di lutut kiri kaki Tantri yang aneh, yakni

luka tersebut hanya bisa sembuh dengan dioleskan darah manusia yang

matinya secara tidak wajar. Asumsi itu dianggap gila oleh Ganggas (ayah

Tantri) dan pada kenyataanyapun memang tidak masuk akal mengapa setitik

luka yang kecil hanya bisa di sembuhkan dengan darah dari manusia yang

mati secara tidak wajar.

Page 12: Kajian Struktural Dan Sosiologi Sastra Cerpen “Darah Pembasuh Luka”

d. Model Fungsional Bawahan

Situasi Awal Transformasi Situasi AkhirTahap uji kecakapan

Tahap utama Tahap keberhasilan

Pada tahun 1965, saat itu Tantri duduk

di kelas 4 SD. Itulah

awal munculnya luka aneh

dan misterius yang ada di

lutut kiti Tantri.

Luka di lutut Tantri membesar dan

menimbulkan rasa sakit yang teramat sangat sehingga menyulitkannya

dalam berjalan dan akhirnya setiap ia pergi ke sekolah ia selalu digendong

oleh ayahnya, Ganggas.

Karena merasa

kasihan dan tak tega kepada ayahnya

yang selalu mengantar

dan menjemputnya ke sekolah

setiap hari tanpa kenal lelah, Tantri

pun ingin berhenti sekolah.

Dengan modal yang dipinjamkan

Uwak Kajeng, Ganggas mengantar

Tantri berobat ke mantri kesehatan

tapi hasilnya nihil, belum ada obat

yang bisa menyembuhkan

luka itu. Sementara itu, Ibu Tantri pun selalu memberikan ramuan rempah-

rempah yang dioleskan ke luka Tantri tapi luka itu

tak kunjungg sembuh.

Suatu hari Uwak Kajeng

merekomendasikan agar

Ganggas (ayah Tantri)

membawa anaknya

untuk berobat ke

seorang dukun yang

berada di kaki Gunung

Batukatu.

Page 13: Kajian Struktural Dan Sosiologi Sastra Cerpen “Darah Pembasuh Luka”

2.  Analisis Aspek Semantik

a. Analisis Tokoh

a) Tantri

Tantri adalah tokoh utama dalam cerpen ini. Ia adalah wanita Bali

yang telah menikah dengan Bontoan. Tokoh Tantri memiliki sifat yang tidak

ingin menyusahkan orang tua, bersemangat, dan pantang menyerah. Tetapi

suatu ketika Tantri mendapatkan luka yang aneh dan misterius di lutut kirinya.

Luka di lutut kirinya itu begitu aneh karena luka tersebut muncul dengan

sendirinya dan tumbuh begitu saja. Luka itu tumbuh tanpa diawali dengan

goresan benda runcing semisal ranting kayu kering atau sisi pipih rumput

ilalang. Tanpa dimulai dengan sayatan benda tajam semacam pisau dapur atau

hulu kapak besi. Luka itu muncul begitu saja. Sungguh aneh dan misterius.

Berikut kutipan tokoh dan penokohan Tantri,

‘Ketika luka itu jadi borok, Tantri seakan mengawali

derita panjang di tengah kubang kutuk yang tak

terelakkan. Awalnya ia masih bisa memaksa diri berjalan

kaki ke sekolah, menempuh jarak tiga kilometer, dengan

menyeberangi dua sungai berbatu, mendaki tiga bukit

kecil dan menuruni tiga jurang di tengah-tengah hutan

bambu. Meski ia harus menyeret paksa kaki kirinya,

namun ia bisa melewati jalan-jalan sulit dengan hati

gembira’

‘Seminggu berlalu, kaki kiri Tantri tak bisa digerakkan.

Namun ia tetap ke sekolah’

‘Saat siang, ayahnya kembali ke sekolah, menjemputnya

dari atas bangku lalu menggendongnya pulang. Namun

Page 14: Kajian Struktural Dan Sosiologi Sastra Cerpen “Darah Pembasuh Luka”

lama-lama Tantri kasihan dan akhirnya minta berhenti

sekola’

(Ole, 2014)

b) Bontoan

Bontoan adalah suami Tantri yang berperilaku dingin dan sering

terlibat masalah, terutama setelah ia dipecat dari pekerjaannya yang dulu

sebagai seorang satpam di sebuah tempat hiburan malam di Kuta, Bali karena

terlibat pertengkaran dengan seorang tamu. Kini perilaku Bontoan seperti

preman kampung yang sering membawa senjata tajam. Bontoan merupakan

laki-laki yang telah menemani hidup Tantri selama kurang lebih tiga puluh

tahun. Berikut kutipan tokoh dan penokohan dari seorng Bontoan,

‘ ”Ke mana, Kak?” tanya Tantri.

‘ ”Ke Jalan Pahlawan. Ada spanduk dan gambar partai

dirusak massa,” sahut Bontoan dingin. Lelaki itu

melompat ke jok depan, menginjak gas dan mobil melesat

di jalan menuju pusat kota. Belakangan ini lelaki yang

sudah tiga puluh tahun hidup bersamanya itu memang

seperti preman kampung yang selalu siap membalas

dendam, entah kepada siapa’

‘Bontoan masuk rumah sakit. Keluar dari rumah sakit ia

masuk penjara. Pengadilan memutuskan ia bersalah

membawa senjata tajam dan melakukan pengancaman’

‘Bontoan selalu keluar rumah membawa senjata tajam.

Alasannya macam-macam tapi lebih sering berhubungan

dengan partai. Kenyataan itulah yang membuat Tantri

makin ngeri ketika Bontoan pergi membawa pedang

Page 15: Kajian Struktural Dan Sosiologi Sastra Cerpen “Darah Pembasuh Luka”

untuk membela spanduk partai yang dirusak massa.

Terutama karena situasi itu terjadi bersamaan dengan

borok yang terus mengembang di lutut kirinya’

(Ole, 2014)

c) Ganggas/Ayah Tantri

Ganggas adalah ayah Tantri yang berprofesi sebagai pelatih bela diri.

Ia merupakan seorang ayah yang perhatian kepada anaknya, penyayang

keluarga, dan seorang ayah yang giat bekerja. Ganggas merupakan sosok ayah

yang kuat dari segi fisik dan mental. Tetapi, ia juga ayah yang lebih sering

menyelesaikan masalah dengan otot/kekuatannya daripada dengan pikiran dan

hatinya. Berikut kutipan tokoh dan penokohan Ganggas,

‘Ganggas–ayah Tantri–harus menggendongnya setiap

pagi ke sekolah dan setiap siang saat pulang ke rumah.

Ganggas seorang ayah yang kuat secara fisik dan mental

sekaligus penyayang keluarga. Kekuatan tubuhnya

membuat banyak orang takut, apalagi ia dikenal sebagai

pelatih di sebuah perguruan bela diri milik Uwak Kajeng.

Ayahnya yang ditakuti kini justru mengabdi sepenuh hari

pada dirinya. Saat pagi, Tantri digendong ayahnya

hingga masuk kelas. Ayahnya terkadang menunggu

hingga Tantri duduk di bangku dengan nyaman. Begitu

pelajaran dimulai, ayahnya pulang karena harus bekerja

di sawah. Saat siang, ayahnya kembali ke sekolah,

menjemputnya dari atas bangku lalu menggendongnya

pulang’

‘Ganggas terhenyak. Keinginan Tantri membuatnya sadar

bahwa selama ini ia lebih sering menyelesaikan

Page 16: Kajian Struktural Dan Sosiologi Sastra Cerpen “Darah Pembasuh Luka”

persoalan dengan kekuatan tubuh, dan jarang

menggunakan pikiran dan hati. Ia sadar betapa malu

Tantri digendong setiap hari, meski sebagai ayah ia

bangga bisa pamer kasih sayang kepada anak sekaligus

pamer kekuatan tubuh di hadapan warga desa’

(Ole, 2014)

d) Ibu Tantri

Dalam cerpen ini Tantri dikisahkan memiliki seorang ibu yang

menyayanginya dan selalu merawatnya saat Tantri sakit dan luka di lututnya

tak kunjung sembuh. Berikut kutipan dari tokoh ibu,

‘Ibunya selalu rajin mengolesi luka Tantri dengan ramuan

rempah dicampur tumbukan daun-daun semak. Bahkan

Tantri sempat dibawa ke rumah mantri kesehatan di desa

tetangga’

‘Di rumah, Tantri melewati hari-hari dengan terbaring saja di

kamar. Ibunya tetap rajin mengobati luka Tantri dengan

ramuan rempah-rempah dan tumbukan daun semak. Namun

borok itu tetap ada’

(Ole, 2014)

e) Massa/partisipan pemilu

Massa atau Partisipan pemilu dalam cerpen ini tidak banyak dituliskan

bagaimana karakternya karena partisipan tersebut bukan tokoh utama

melaikan hanya tokoh sampingan, tetapi karakternya penokohannya dapat kita

ketahui dari narasi penulis cerpen ini. Massa/partisipan pemilu memiliki sifat

yang suka main hakim sendiri, kejam, dan keroyokan. Berikut kutipan

penokohannya,

Page 17: Kajian Struktural Dan Sosiologi Sastra Cerpen “Darah Pembasuh Luka”

‘Ganggas diburu massa’

‘Sebenarnya ia tak tahu politik. Namun sebagai pelatih

bela diri di perguruan milik Uwak Kajeng, ia dianggap

antek-antek Uwak Kajeng yang partainya tiba-tiba dicap

pengkhianat bangsa. Uwak Kajeng sendiri menyerah lalu

dijemput massa dan digiring entah ke mana. Sedangkan

Ganggas menolak untuk menyerah. Ketika massa

menyerbu perguruan, Ganggas sudah siap dengan

pedang di tangan. Seorang diri ia hadapi massa yang

jumlahnya lebih dari seratus orang’

‘Mayatnya diseret massa di jalan. Kepalanya pecah

ditumbuk benda tumpul. Darah mengucur deras dan

berceceran di jalan’

‘Dan kengerian itu mencapai puncak ketika seseorang

mengabarkan bahwa Bontoan terbunuh ketika sedang

mengamankan atribut partai. Ia dikeroyok massa’

(Ole, 2014)

f) Uwak kajeng

Tokoh Uwak Kajeng merupakan tokoh sampingan yang memiliki

perguruan bela diri dan ikut dalam sebuah pertain politik/anggota parpol.

Apabila dilihat dari narasi penulis, Uwak Kajeng memiliki karakter yang baik

dan sering membantu Ganngas (ayah Tantri) dengan meminjamkan sejumlah

uang untuk dipakai pengobatan Tantri dan sewa mobil. Tetapi entah mengapa

pada suatu hari terjadi konflik politik dan Uwak Kajeng serta perguruannya

Page 18: Kajian Struktural Dan Sosiologi Sastra Cerpen “Darah Pembasuh Luka”

dianggap penghianat bangsa. Berikut kutipan tokoh dan penokohan dari Uwak

Kajeng,

‘Ganggas kemudian menemui Uwak Kajeng, tokoh partai

yang juga pemilik perguruan bela diri tempat ia menjadi

pelatih. Selain memberi uang untuk biaya sewa mobil

dan berobat, Uwak Kajeng juga memberi petunjuk untuk

mengantar Tantri ke rumah dokter ahli penyakit kulit di

Mengwi’

‘Ganggas mengantar Tantri ke dokter itu. Tapi berkali-kali

diobati, borok di lutut kiri Tantri tak juga sembuh.

Ganggas datang lagi ke rumah Uwak Kajeng. Dengan

mudah Ganggas mendapat uang dan ia disarankan

mengantar Tantri ke rumah dukun di kaki Gunung

Batukaru’

(Ole, 2014)

g) Dukun

Dukun di kaki Gunung Batukaru merupakan tokoh sampingan yang

melengkapi jalan cerita dari cerpen ini. Karakter dukun pada cerpen ini adalah

serba tahu, karena pada umumnya dukun bisa merngetahui hal-hal tertentu

yang berkaitan dengan hal-hal yang mistis. Berikut kutipan dari penokohan

Dukun,

‘ ”Ini bukan luka biasa. Luka ini dikirim dengan

kekuatan gaib oleh seseorang yang iri pada keluarga

Bapak. Obatnya susah. Luka ini bisa sembuh jika

dibasuh dengan darah manusia!” papar si dukun setelah

memeriksa luka Tantri dengan cara aneh.

”Darah manusia?” Ganggas kaget. Tantri hanya

mendengar.

Page 19: Kajian Struktural Dan Sosiologi Sastra Cerpen “Darah Pembasuh Luka”

”Ya. Itu pun darah dari manusia yang terluka atau mati

tidak wajar!” tegas si dukun’

(Ole, 2014)

b. Analisis Latar

Cerpen ini memiliki latar tempat di daerah Bali, tepatnya di rumah Tantri

dan Berikut kutipan latar yang terdapat dalam Cerpen “Darah Pembasuh Luka”,

1) Latar Tempat

Latar tempat yang ada di dalam cerpen ini adalah rumah dan kamar Tantri,

sekolah Tanri, Rumah dukun, dan jalan.

a) Rumah dan kamar

Rumah dan kamar Tantri menjadi salahsatu latar dalam cerpen ini.

Rumah adalah latar saat Bontoan, suami Tantri bergi dari rumah. Di

rumah, tepatnya di kamar Tantri juga merupakan latar saat Tantri terbaring

di kamarnya karena masih belum bisa menemukan obat yang dapat

menyembuhkan luka di lutut kirinya. Berikut kutipan latar rumah dan

kamar Tantri,

‘Bontoan tiba-tiba pamit dari rumah sembari menjinjing

sebilah pedang. Hulu pedang yang dibalut sarung dari

kulit sapi itu sempat diacungkan ke arah langit sebelum

diselipkan di bawah jok mobil merah jenis jip tanpa atap’

‘Di rumah, Tantri melewati hari-hari dengan terbaring

saja di kamar. Ibunya tetap rajin mengobati luka Tantri

dengan ramuan rempah-rempah dan tumbukan daun

semak. Namun borok itu tetap ada’

‘Tantri yang terbaring di kamar kemudian mendengar

kabar ayahnya terbunuh.

Page 20: Kajian Struktural Dan Sosiologi Sastra Cerpen “Darah Pembasuh Luka”

Ketika mayat Ganggas digotong warga desa ke rumahnya,

darah segar masih mengalir dari lubang luka di kepala’

(Ole, 2014)

b) Sekolah Tantri

Sekolah merupakan salahsatu latar dari cerpen ini, dimana digunakan

saat Ganggas mengantarkan Tantri ke sekolahnya dan menjemputnya lagi

untuk pulang ke rumah. Berikut kutipan latar di sekolah Tantri,

‘Awalnya ia masih bisa memaksa diri berjalan kaki ke

sekolah, menempuh jarak tiga kilometer, dengan

menyeberangi dua sungai berbatu, mendaki tiga bukit kecil

dan menuruni tiga jurang di tengah-tengah hutan bambu’

‘Seminggu berlalu, kaki kiri Tantri tak bisa digerakkan.

Namun ia tetap ke sekolah. Ganggas–ayah Tantri–harus

menggendongnya setiap pagi ke sekolah dan setiap siang

saat pulang ke rumah’

‘Saat pagi, Tantri digendong ayahnya hingga masuk

kelas. Ayahnya terkadang menunggu hingga Tantri duduk

di bangku dengan nyaman. Begitu pelajaran dimulai,

ayahnya pulang karena harus bekerja di sawah. Saat

siang, ayahnya kembali ke sekolah, menjemputnya dari

atas bangku lalu menggendongnya pulang’

(Ole, 2014)

c) Rumah Dukun

Rumah dukun di kaki Gunung Batukaru menjadi salahsatu latar tempat

di dalam cerpen ini. Latar di rumah dukun digunakan saat Ganggas

Page 21: Kajian Struktural Dan Sosiologi Sastra Cerpen “Darah Pembasuh Luka”

mengantar Tantri berobat ke dukun itu atas saran dari Uwak Kajeng.

Berikut kutipan yang dapat memperlihatkan bahwa latar cerpen ada di

Rumah dukun,

‘Di rumah dukun itu Ganggas mendapatkan penjelasan

yang susah diterima nalar’

‘Dukun gila! Ganggas menyumpah dalam hati. Tanpa

ingin mendengar penjelasan lebih lengkap lagi, Ganggas

langsung mengajak Tantri pulang’

(Ole, 2014)

d) Jalan

Jalan merupakan salahsatu latar dari cerpen ini. Latar jalan digunakan

di dalam cerpen saat massa menyeret mayat Ganggas (ayah Tantri) dan

mayat Bontoan (suami Tantri) setelah mereka mengeroyoknya. Berikut

kutipan latar jalan yang terdapat pada cerpen ini,

‘Lelaki itu melompat ke jok depan, menginjak gas dan

mobil melesat di jalan menuju pusat kota’

‘Tantri yang terbaring di kamar kemudian mendengar

kabar ayahnya terbunuh. Mayatnya diseret massa di jalan.

Kepalanya pecah ditumbuk benda tumpul. Darah

mengucur deras dan berceceran di jalan’

‘Ia dikeroyok massa. Mayatnya diseret di jalan. Darah

mengucur deras dari lubang luka di kepala’

(Ole, 2014)

2) Latar waktu

Page 22: Kajian Struktural Dan Sosiologi Sastra Cerpen “Darah Pembasuh Luka”

Latar waktu yang digunakan dalam cerpen ini adalah pagi, siang hari,

dan pada tahun 1965.

a) Pada tahun 1965

Kejadian luka di ltutut Tantri muncul pada tahun 1965. Saat itu

Tantri duduk di kelas 4 SD. Tahun itu merupakan tahun yang

kelam bagi Tantri, karena di tahun itu ia mendapatkan luka

aneh dan misterius yang tumbuh di lutut kirinya. Berikut

kutipan tentang latar waktu yakni tahun 1965,

‘Luka di lutut kiri Tantri pernah muncul sekira tahun

1965. Saat itu ia baru kelas empat SD. Seperti saat ini,

luka itu juga muncul dan tumbuh begitu saja’

(Ole, 2014)

b) Pagi dan siang hari

‘Saat pagi, Tantri digendong ayahnya hingga masuk

kelas. Ayahnya terkadang menunggu hingga Tantri duduk

di bangku dengan nyaman. Begitu pelajaran dimulai,

ayahnya pulang karena harus bekerja di sawah. Saat

siang, ayahnya kembali ke sekolah, menjemputnya dari

atas bangku lalu menggendongnya pulang’

(Ole, 2014)

3) Latar suasana

Latar suasana yang ada pada cerpen ini adalah haru, sedih, merasa bersalah,

ngeri, dan mencekam.

a) Haru

Page 23: Kajian Struktural Dan Sosiologi Sastra Cerpen “Darah Pembasuh Luka”

Suasana haru timbul saat Tantri mengatakan keinginannya

untuk sembuh kepada sang ayah, Bontoan. Berikut kutipan

suasana haru yang terdapat pada cerpen ini,

‘ ”Tantri malu. Tantri ingin sembuh!” kata Tantri. Ia

memegangi kaki kirinya sembari mendongakkan kepala

memandang ayahnya. Mata bocah itu berkaca-kaca’

(Ole, 2014)

b) Sedih dan merasa bersalah

Suasana sedih dan bersalah terjadi saat Tantri mengetahui

bahwa Ayahnya (Ganggas) meninggal dikeroyok massa.

Kemudian ia harus mengoleskan darah ayahnya ke luka di lutut

kirinya. Selain itu, suasana sedihpun dirasakan oleh Tantri saat

mendengar kabar suaminya (Bontoan) merasakan halyang

sama seperti ayah Tantri yakni dikeroyok massa sampai tewas.

Berikut kutipan suasana sedih dalam cerpen ini,

‘ ”Maaf, Ayah! Maaf, Ayah!” kata Tantri berkali-kali

sembari terus menangis. Warga desa, termasuk ibu Tantri,

tak mengerti, dan hanya Tantri yang paham tentang apa

yang sedang dilakukannya’

‘Namun Tantri merasakan sesak seakan dipukul rasa

bersalah yang tak kunjung enyah hingga kini’

‘Tantri berusaha menahan tangis. Ia memandang borok

di lutut kirinya dengan tajam. Dan ia membayangkan

darah suaminya’

(Ole, 2014)

Page 24: Kajian Struktural Dan Sosiologi Sastra Cerpen “Darah Pembasuh Luka”

c) Ngeri dan mencekam

‘Tantri yang terbaring di kamar kemudian mendengar

kabar ayahnya terbunuh. Mayatnya diseret massa di jalan.

Kepalanya pecah ditumbuk benda tumpul. Darah

mengucur deras dan berceceran di jalan. Mendengar

kabar itu, Tantri tersedu. Ia ingat kata-kata si dukun.

Dan ia membayangkan darah ayahnya. Ketika mayat

Ganggas digotong warga desa ke rumahnya, darah segar

masih mengalir dari lubang luka di kepala’

‘Dan kengerian itu mencapai puncak ketika seseorang

mengabarkan bahwa Bontoan terbunuh ketika sedang

mengamankan atribut partai. Ia dikeroyok massa.

Mayatnya diseret di jalan. Darah mengucur deras dari

lubang luka di kepala’

(Ole, 2014)

Page 25: Kajian Struktural Dan Sosiologi Sastra Cerpen “Darah Pembasuh Luka”

3. Analisis Aspek Pragmatik

a. Analisis Bahasa

Bahasa yang digunakan dalam cerpen ini adalah bahasa sehari-hari

yang ringan sehingga mudah dimengerti oleh pembaca. Selain itu bahasa

dalam cerpen ini dibumbui oleh majas ironi, sehingga apa yang buruk seolah-

olah terlihat baik. Namun, dengan ditambahkannya majas-majas tersebut

dapat menambah keindahan cerpen ini.

Bahasa yang digunakan juga disesuaikan dengan peristiwa yang terjadi

di cerpen itu. Ketika muncul peristiwa tragis maka pengarang menggunakan

bahasa yang dapat menimbulkan suasana mencekam. Berikut kutipan

salahsatu penggunaan majas ironi dalam cerpen ini,

‘LUKA di lutut kiri Tantri tumbuh lagi. Mula-mula hanya

bintik kecil dengan bunga nanah yang anggun. Tapi

kemudian membesar. Bintik itu mengembang seperti

gunung kecil dengan kawah nanah yang siap meledak jadi

borok’

(Ole, 2014)

b. Sudut Pandang

Sudut pandang yang digunakan pengarang dalam cerpen ini adalah

sudut pandang orang ketiga serba tahu karena disini pengarang tidak ikut

langsung dalam cerita dan mengarang hanya menuntun pembaca untuk

mengetahui bagaimana runtutan peristiwa dalam cerpen ini terjadi. Berikut

kutipan sudut pangang orang ketiga serba tahu yang terdapat dalam cerpen,

‘ Tantri ngeri. Karena luka sekecil apa pun yang muncul

pada lutut kiri adalah soal amat besar bagi hari-hari yang

akan dilewatinya’

Page 26: Kajian Struktural Dan Sosiologi Sastra Cerpen “Darah Pembasuh Luka”

‘ Saat luka di lutut kiri Tantri benar-benar jadi borok,

Bontoan tiba-tiba pamit dari rumah sembari menjinjing

sebilah pedang’

‘ Bontoan masuk rumah sakit. Keluar dari rumah sakit ia

masuk penjara. Pengadilan memutuskan ia bersalah

membawa senjata tajam dan melakukan pengancaman.

Sedangkan para pengeroyoknya bebas karena dianggap

membela diri’

‘ Sejak masuk ormas, Bontoan kerap keluar rumah tanpa

kenal waktu. Kadang pamit kadang pergi begitu saja’

‘ Kenyataan itulah yang membuat Tantri makin ngeri

ketika Bontoan pergi membawa pedang untuk membela

spanduk partai yang dirusak massa’

‘ Luka di lutut kiri Tantri pernah muncul sekira tahun

1965. Saat itu ia baru kelas empat SD. Seperti saat ini,

luka itu juga muncul dan tumbuh begitu saja’

‘ Ketika luka itu jadi borok, Tantri seakan mengawali

derita panjang di tengah kubang kutuk yang tak

terelakkan. Awalnya ia masih bisa memaksa diri berjalan

kaki ke sekolah, menempuh jarak tiga kilometer, dengan

menyeberangi dua sungai berbatu, mendaki tiga bukit

kecil dan menuruni tiga jurang di tengah-tengah hutan

bambu’

(Ole, 2014)

Page 27: Kajian Struktural Dan Sosiologi Sastra Cerpen “Darah Pembasuh Luka”

Kajian Sosiologi Sastra

A. Teori Sosiologi Sastra

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia Offline kata ”Sosiologi” diartikan

sebagai pengetahuan atau ilmu tentang sifat, perilaku, dan perkembangan

masyarakat; ilmu tentang struktur sosial, proses sosial, dan perubahannya. Sementara

kata “Sosiologi Sastra” diartikan sebagai sastra karya para kritikus dan sejarawan

yang terutama mengungkapkan pengarang yang dipengaruhi oleh status lapisan

masyarakat tempat ia berasal, ideologi politik dan sosialnya, kondisi ekonomi serta

khalayak yang ditujunya.

Secara bahasa, Ratna Nyoman K. (2003:1) menguraikan istilah sosiologi

sastra sebagai berikut.

”Sosiologi sastra berasal dari kata sosiologi dan sastra.

Sosiologi berasal dari akar kata sosio (Yunani) (socius ber-

arti bersama-sama, bersatu, kawan, teman) dan logi (logos

berarti sabda, perkataan, perumpamaan). Perkembangan

berikutnya mengalami perubahan makna, sosio/socius berarti

masyarakat, logi/logos berarti ilmu. Jadi, sosiologi berarti

ilmu mengenai asal-usul dan pertumbuhan (evolusi)

masyarakat, ilmu pengetahuan yang mempelajari keselu-

ruhan jaringan hubungan antar manusia dalam masyarakat,

sifatnya umum, rasional, dan empiris. Sastra dari akar kata

sas (Sansekerta) berarti mengarahkan, mengajar, memberi

petunjuk dan instruksi. Akhiran tra berarti alat, sarana. Jadi,

sastra berarti kumpulan alat untuk mengajar, buku petunjuk

atau buku pengajaran yang baik. Makna kata sastra bersifat

Page 28: Kajian Struktural Dan Sosiologi Sastra Cerpen “Darah Pembasuh Luka”

lebih spesifik sesudah terbentuk menjadi kata jadian, yaitu

kesusastraan, artinya kumpulan hasil karya yang baik.”

Sosiologi sastra merupakan ilmu yang dapat digunakan untuk menganalisis

karya sastra dengan mempertimbangkan aspek-aspek kemasyarakatannya.

Paradigma sosiologi sastra berakar dari latar belakang historis dua gejala, yaitu

masyarakat dan sastra: karya sastra ada dalam masyarakat, dengan kata lain, tidak

ada karya sastra tanpa masyarakat.

Sosiologi sastra bertolak dari orientasi kepada semesta, namun bisa juga

bertolak dari orientasi kepada pengarang dan pembaca. Wilayah sosiologi sastra

cukup luas. Welek dan Weren (1993: 111) mengklasifikasi sosiologi sastra menjadi

tiga bagian: 1) sosiologi pengarang yang mempermasalahkan status sosial, ideologi

sosial, dan yang menyangkut pengarang sebagai penghasil sastra; 2) sosiologi karya

sastra yang mengetengahkan permasalahan karya sastra itu sendiri, yang menjadi

pokok permasalahannya adalah apa yang tersifat dalam karya sastra dan apa yang

menjadi tujuannya; dan 3) sosiologi yang mempermasalahkan pembaca dan

pengaruh sosial karya sastra.

Klasifikasi tersebut tidak jauh berbeda dengan bagan yang dibuat oleh Ian

Watt. Telaah suatu karya sastra menurut Ian Watt akan mencakup tiga hal, yakni

konteks sosial pengarang, sastra sebagai cermin masyarakat, dan fungsi sosial sastra.

Hal ini dijelaskan Damono sebagai berikut:

”Ian Watt menjelaskan hubungan timbal balik sastrawan, sastra

dan masyarakat sebagai berikut: 1) Konteks sosial pengarang

yang berhubungan antara posisi sosial sastrawan dalam

masyarakat dengan masyarakat pembaca. Termasuk faktor-faktor

sosial yang bisa mempengaruhi si pengarang sebagai

perseorangan selain mempengaruhi karya sastra. 2) Sastra

sebagai cermin masyarakat, yang dapat dipahami untuk

mengetahui sampai sejauh mana karya sastra dapat

Page 29: Kajian Struktural Dan Sosiologi Sastra Cerpen “Darah Pembasuh Luka”

mencerminkan keadan masyarakat ketika karya sastra itu ditulis,

sejauh mana gambaran pribadi pengarang mempengaruhi

gambaran masyarakat atau fakta sosial yang ingin disampaikan,

dan sejauh mana karya sastra yang digunakan pengarang dapat

dianggap mewakili masyarakat. 3) Fungsi sosial sastra, untuk

mengetahui sampai berapa jauh karya sastra berfungsi sebagai

perombak, sejauh mana karya sastra berhasil sebagai penghibur

dan sejauh mana nilai sastra berkaitan dengan nilai sosial”

(Damono, 2004:3).

Junus (1985: 84-86) mengemukakan, bahwa yang menjadi pembicaraan dalam

telaah sosiologi sastra adalah karya sastra dilihat sebagai dokumen sosial budaya. Ia

juga menyangkut penelitian mengenai penghasilan dan pemasaran karya sastra.

Termasuk pula penelitian tentang penerimaan masyarakat terhadap sebuah karya

sastra seorang penulis tertentu dan apa sebabnya. Selain itu juga berkaitan dengan

pengaruh sosial budaya terhadap penciptaan karya sastra, misalnya pendekatan Taine

yang berhubungan dengan bangsa, dan pendekatan Marxis yang berhubungan dengan

pertentangan kelas. Tak boleh diabaikan juga dalam kaitan ini pendekatan

strukturalisme genetik dari Goldman dan pendekatan Devignaud yang melihat

mekanisme universal dari seni, termasuk sastra. Sastra bisa dilihat sebagai dokumen

sosial budaya yang mencatat kenyataan sosio-budaya suatu masyarakat pada suatu

masa tertentu. Pendekatan ini bertolak dari anggapan bahwa karya sastra tidak lahir

dari kekosongan budaya. Bagaimanapun karya sastra itu mencerminkan

masyarakatnya dan secara tidak terhindarkan dipersiapkan oleh keadaan masyarakat

dan kekuatan-kekuatan pada zamannya.

Dengan demikian, sosiologi sastra menaruh perhatian pada aspek dokumenter

sastra, dengan landasan suatu pandangan bahwa sastra merupakan gambaran atau

potret fenomena sosial. Pada hakikatnya, fenomena sosial itu bersifat konkret, terjadi

di sekeliling kita sehari-hari, bisa diobservasi, difoto, dan didokumentasikan. Oleh

Page 30: Kajian Struktural Dan Sosiologi Sastra Cerpen “Darah Pembasuh Luka”

pengarang, fenomena itu diangkat kembali menjadi wacana baru dengan proses

kreatif (pengamatan, analisis, interpretasi, refleksi, imajinasi, evaluasi, dan

sebagainya) dalam bentuk karya sastra.

Tujuan sosiologi satra adalah meningkatkan pemahaman terhadap sastra

dalam kaitannya dengan masyarakat, menjelaskan bahwa rekaan tidak berlawanan

dengan kenyataan. Karya sastra jelas dikonstruksikan secara imajinatif, tetapi

kerangka imajinatifnya tidak bisa dipahami di luar kerangka empirisnya. Karya sastra

bukan semata-mata gejala individual, tetapi juga gejala sosial (Ratna, 2013: 11).

Berdasarkan uraian di atas, analisis prosa fiksi dengan menggunakan teori

sosiologi sastra dapat dilakukan atas tiga langkah. Langkah pertama adalah

menganalisis struktur suatu karya sastra. Analisis struktur tidak berbeda dengan

analisis pada kajian lainnya. Langkah kedua mendeskripsikan bagaimana

konteks sosial teks tersebut. Konteks sosial teks tersebut harus dikaitkan dengan

konteks sosial dunia nyata/Zamannya. Langkah ketiga mendeskripsikan

bagaimana nilai sosial/ fungsi sosial karya dalam masyarakat. Artinya, kita harus

melihat bagaimana masyarakat memandang karya sastra itu. Yang terpenting

dalam kajian ini adalah langkah utama, yaitu dalami masalah sekaitan dengan

hal yang terjadi di masyarakat.

Pendekatan Sosiologi Sastra

Banyak pendekatan yang dapat digunakan dalam menelaah sosiologi sastra.

Salah satu diantaranya adalah pendekatan yang dikemukakan oleh Damono (dalam

Faruk, 2005: 4). Pendekatan tersebut terdiri dari tiga macam yaitu :

1) konteks sosial pengarang, yakni hubungan posisi sosial sastrawan dalam

masyarakat dan kaitannya dengan masyarakat. Selain itu, faktor kepengarangan

dengan karya sastranya;

2) sastra sebagai cermin masyarakat, yang diperlihatkan dari segi waktu penulisan,

sifat pribadi yang mempengaruhigambaran masyarakat, dan mewakili seluruh

masyarakat;

Page 31: Kajian Struktural Dan Sosiologi Sastra Cerpen “Darah Pembasuh Luka”

3) fungsi sosial sastra, yang memberikan fungsi terhadap sastra itu sendiri dalam

masyarakat.

Analisis Struktural pada cerpen ini telah dibahas pada awal makalah, kini

penulis akan mengkaji cerpen ”Darah Pembasuh Luka” ini dengan teori

Sosiologi Sastra.

Beberapa istilah yang berhubungan dengan Cerpen ”Darah Pembasuh

Luka” ini akan dipaparkan sebagai berikut,

1. Partai Politik

Pengertian Partai Politik di Indonesia menurut pendapat Mac. Iver (dalam

Busroh, 2009 dalam Serizawa, 2014) merumuskan partai politik sebagai perkumpulan

yang diorganisasikan untuk mendukung suatu asas atau perumusan kebijaksanaan

yang menurut saluran-saluran konstitusi dicoba menjadikannya sebagai dasar penentu

bagi pemerintahan.

Sedangkan R.H Salton mengemukakan Pengertian Partai Politik adalah suatu

golongan rakyat yang tersusun yang bertindak sebagai suatu kesatuan politik dan

dengan penggunaan kekuasaan hak dan memberikan suara bertujuan untuk

mengawasi pemerintah dan melaksanakan politik untuk mereka.

Sigmund Neumann memberikan gambaran mengenai Pengertian Partai

Politik ialah sebagai oraganisasi-organisasi artikulatif yang terdiri dari pelaku-pelaku

politik yang aktif dalam masyarakat yaitu mereka yang memusatkan perhatiannya

pada pengendalian pemerintah dan yang bersaing untuk memperoleh dukungan

rakyat, dengan beberapa kelompok lain yang mempunyai pandangan yang berbeda.

Secara umum Pengertian Partai Politik adalah sekelompok anggota

masyarakat yang terorganisir secara teratur berdasarkan ideologi/ program dimana

ada keinginan para pimpinannya untuk merebut kekuasaan negara terutama eksekutif

melalui yang terbaik.

2. Pemilihan Umum/Pemilu

Page 32: Kajian Struktural Dan Sosiologi Sastra Cerpen “Darah Pembasuh Luka”

Pemilu merupakan salah satu usaha untuk memengaruhi rakyat secara

persuasif (tidak memaksa) dengan melakukan kegiatan retorika, public relations,

komunikasi massa, lobby dan lain-lain kegiatan. Meskipun agitasi dan propaganda di

Negara demokrasi sangat dikecam, namun dalam kampanye pemilihan umum, teknik

agitasi dan teknik propaganda banyak juga dipakaioleh para kandidat atau politikus

selalu komunikator politik.Menurut (Ramlan, 1992:181) Pemilu diartikan sebagai “

mekanisme penyeleksian dan pendelegasian atau penyerahan kedaulatan kepada

orang atau partai yang dipercayai.

Menurut Ali Moertopo pengertian Pemilu sebagai berikut: “Pada

hakekatnya, pemilu adalah sarana yang tersedia bagi rakyat untuk menjalankn

kedaulatannya sesuai dengan azas yang bermaktub dalam Pembukaan UUD 1945.

Pemilu itu sendiri pada dasarnya adalah suatu Lembaga Demokrasi yang memilih

anggota-anggota perwakilan rakyat dalam MPR, DPR, DPRD, yang pada gilirannya

bertugas untuk bersama-sama dengan pemerintah, menetapkan politik dan jalannya

pemerintahan negara”.

Menurut Suryo Untoro “Bahwa Pemilihan Umum (yang selanjutnya

disingkat Pemilu) adalah suatu pemilihan yang dilakukan oleh warga negara

Indonesia yang mempunyai hak pilih, untuk memilih wakil-wakilnya yang duduk

dalam Badan Perwakilan Rakyat, yakni Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Dewan

Perwakilan Rakyat Daerah Tingkat I dan Tingkat II (DPRD I dan DPRD II)”.Dari

beberapa definisi diatas maka dapat disimpulkan mengenai pengertian pemilihan

umum secara luas yaitu sebagai sarana yang penting dalam kehidupan suatu negara

yang menganut azas Demokrasi yang memberi kesempatan berpartisipasi politik bagi

warga negara untuk memilih wakil-wakilnya yang akan menyuarakan dan

menyalurkan aspirasi mereka.

(dikutip dari Rahayu, 2014 tersedia

http://seputarpengertian.blogspot.com/2014/04/Pengertian-Makna-Sistem-Jenis-

Tahapan-Tujuan-Dan-Manfaat-Pemilu.html )

Page 33: Kajian Struktural Dan Sosiologi Sastra Cerpen “Darah Pembasuh Luka”

A. Konteks Sosial Pengarang Cerpen “Darah Pembasuh

Luka”

Made Adnyana Ole adalah seorang sastrawan yang lahir di Marga, Tabanan,

Bali.  Sempat bergabung dengan sejumlah penyair Bali di Sanggar Minum Kopi

(SMK) dan kemudian mendirikan Yayasan Selakunda di Tabanan.

Lulusan Fakultas Ilmu Komunikasi, Universitas Dwijendra, Denpasar, ini

pernah bekerja di Jakarta menjadi wartawan Nusa Bali Beberapa kali memenangkan

lomba penulisan puisi dan cerpen di Bali maupun tingkat nasional.

Puisi dan cerpennya dimuat di sejumlah media massa, seperti Bali Post, Nusa,

Suara Karya, Jawa Pos, Koran Tempo, Kompas, Horison, Minggu Pagi dan

rumahlebah ruangpuisi.

Puisinya terkumpul dalam berbagai antologi puisi, antara lain Antologi Puisi

Indonesia (Komunitas Sastra Indonesia, 1997), Amsal Sebuah Patung (Yayasan

Borobudur, 1997), Bunga Rampai Puisi Bali (Bali Mangsi, 1999), Datang dari Masa

Depan (Sanggar Satra Tasik, 2000), Bali The Morning After (Darma Printing

Australia, 2000), Art and Peace (Buratwangi, 2000), 100 Puisi Terbaik Indonesia

(GPU, 2008), Singa Ambara Raja dan Burung-Burung Utara (Mahima Institute

Indonesia, 2013), serta Dendang Denpasar Nyiur Sanur (Arti Foundation dan Pemkot

Denpasar, 2012).

Buku kumpulan cerpen tunggalnya, Padi Dumadi, diterbitkan Arti

Foundation, 2007. Bersama buku kumpulan cerpennya itu, tahun 2007, ia mendapat

penghargaan Widya Pataka di bidang kepenulisan dari Gubernur Bali.

Page 34: Kajian Struktural Dan Sosiologi Sastra Cerpen “Darah Pembasuh Luka”

Beberapa kali terlibat dalam acara Ubud Writers and Readers sebagai

pemateri, pembaca puisi dan kurator untuk penulis Indonesia. 

(Dikutip dari http://penyairbali.blogspot.com/2014/10/made-adnyana-ole.html )

B. Konteks Sosial Masyarakat dalam Cerpen “Darah

Pembasuh Luka”

1) Intrepretasi Sosial-Politik Indonesia dan kaitannya

dengan beberapa kasus

a) Konteks Sosial-Politik: di balik Tahun 1965

Dalam cerpen ini pengarang mencantumkan sebuah tahun

yang merupakan tahun-tahun kelam bagi rakyat Indonesia.

Tahun itu adalah tahun 1965 di mana di dalam cerpen tahun itu

merupakan tahun yang mengawali tumbuhnya luka aneh dan

misterius di lutut kiri Tantri yang dapat memberikannya masa-

masa kelam dan rasa sakit yang luar biasa. Tahun yang juga

berkaitan dengan pemilu yanag akan segera berlangsung pada

saat itu. Berikut kutipan dalam cerpen,

‘Partai politik, massa, pedang dan luka di lutut kiri adalah hal-hal

yang berhubungan dengan satu titik waktu paling kelam dalam

riwayat hidup Tantri.

Luka di lutut kiri Tantri pernah muncul sekira tahun 1965. Saat

itu ia baru kelas empat SD. Seperti saat ini, luka itu juga muncul

dan tumbuh begitu saja. Tanpa diawali dengan goresan benda

Page 35: Kajian Struktural Dan Sosiologi Sastra Cerpen “Darah Pembasuh Luka”

runcing semisal ranting kayu kering atau sisi pipih rumput ilalang.

Tanpa dimulai dengan sayatan benda tajam semacam pisau dapur

atau hulu kapak besi. Luka itu muncul begitu saja’

Sedangkan dalam sejarah Indonesia tercatat bahwa

tahun 1965 merupakan tahun di mama terjadi peristiwa

pembantaian terhadap rakyat Indonesia di berbagai

pulai termasuk pulau Bali yang dilakukan saat Rezim

Soeharto berkuasa dan diduga pembantaian tersebut

terjadi dengan keterlibatan PKI. Berikut kutipan

beritanya,

“KKP-HAM 65 Sumut menuntut pertanggungjawaban dan

pengakuan negara atas peristiwa pembantaian massal.

Peristiwa Gerakan 30 September 1965 terjadi setelah

Suharto melakukan kudeta terhadap pemerintahan yang sah

dibawah Presiden Sukarno. Selama 32 tahun rezim Soeharto

berkuasa, masyarakat telah dikelabui dengan informasi dan

sejarah yang melegitimasi tindakan kebiadaban rezim orde baru

terutama atas terjadinya pembantaian sebagaimana pengakuan

Sarwo Edhie Wibowo “seba-nyak tiga juta orang terbunuh

dalam peristiwa 1965”. Terjadinya penangkapan, penahanan

dan wajib lapor terhadap puluhan ribu orang selama bertahun-

tahun bahkan puluhan tahun tanpa pernah menjalani proses

hukum dan peradilan dengan tuduhan “terlibat PKI”. Jutaan

Page 36: Kajian Struktural Dan Sosiologi Sastra Cerpen “Darah Pembasuh Luka”

rakyat kehilangan harta benda karena dirampas, anak istri

diperkosa, pemutusan hubungan kerja yang dilakukan oleh

instansi pemerintah (PNS), TNI, BUMN, perkebunan tanpa

pernah diberikan pesangon, pemberangusan hak untuk

berkarya, tidak dapat melanjutkan sekolah karena tidak bersih

lingkungan dan diskriminasi yang terus terjadi hingga kini”

(Kompas, Jumat 30 September 2005)

Pembantaian di Bali

‘ Seperti halnya sebagian Jawa Timur, Bali mengalami keadaan

nyaris terjadi perang saudara ketika orang-orang komunis

berkumpul kembali. Keseimbangan kekuasaan beralih pada

orang-orang Anti-komunis pada Desember 1965, ketika Angkatan

Bersenjata Resimen Para-Komando dan unit Brawijaya tiba di

Bali setelah melakukan pembantaian di Jawa. Komandan militer

Jawa mengizinkan skuat Bali untuk membantai sampai dihentikan.

Berkebalikan dengan Jawa Tengah tempat angkatan bersenjata

mendorong orang-orang untuk membantai "Gestapu", di Bali,

keinginan untuk membantai justru sangat besar dan spontan

setelah memperoleh persediaan logistik, sampai-sampai militer

harus ikut campur untuk mencegah anarki. Serangkaian

pembantaian yang mirip dengan peristiwa di Jawa Tengah dan

Jawa Timur dipimpin oleh para pemuda PNI berkaus hitam.

Selama beberapa bulan, skuat maut milisi menyusuri desa-desa

dan menangkap orang-orang yang diduga PKI. Antara Desember

1965 dan awal 1966, diperkirakan 80,000 orang Bali dibantai,

sekitar 5 persen dari populasi pulau Bali saat itu, dan lebih

banyak dari daerah manapun di Indonesia’

Page 37: Kajian Struktural Dan Sosiologi Sastra Cerpen “Darah Pembasuh Luka”

(http://id.wikipedia.org/wiki/

Pembantaian_di_Indonesia_1965%E2%80%931966 )

‘ Saat meletusnya G30S, Bali menjadi salah satu daerah dengan

"penyembelihan" terganas terhadap orang-orang yang dituduh

simpatisan dan anggota PKI, penuh dengan jejak darah

pembantaian dan kuburan massal yang ada di hampir semua

jengkal desa-desa di Bali. Soe Hok Gie dalam sebuah essainya di

Zaman Peralihan, menuliskan gambaran tentang Bali saat hari-

hari mencekam 1965-1966 di Bali sbb.;

"Bali menjadi sebuah mimpi buruk pembantaian. Jika di antara

pembaca ada yang mempunyai teman orang Bali, tanyakan

apakah dia mempunyai teman yang menjadi korban pertumbuhan

darah itu. Ia pasti akan mengiyakan, karena memang demikianlah

keadaan di Bali. Tidak seorang pun yang tinggal di Bali pada

waktu itu yang tidak mempunyai tetangga yang dibunuh atau tidak

dikuburkan oleh setan hitam berbaret merah yang berkeliaran di

mana-mana pada waktu itu." ‘

(dikutip dari http://www.balipost.co.id/Balipostcetak/2007/8/12/bud4.html)

b) Kerusuhan yang muncul jelang Masa Pemilihan Umum

(Pemilu)

Dalam cerpen ini disajikan contoh bagaimana rusuhnya

bentrokan massa antarpendukung parpol ataupun bentrokan massa

pendukung parpol dengan aparat penertiban massa. Bentrokan

yang terjadi penuh dengan anarkisme dan kekerasan yang bahkan

bisa sampai membuat masyarakat terluka ataupun kehilangan

nyawanya sendiri. Berikut kutipan yang terdapat dalam cerpen,

Page 38: Kajian Struktural Dan Sosiologi Sastra Cerpen “Darah Pembasuh Luka”

‘Ganggas putus asa. Ia jarang pulang dan lebih banyak mengurus

perguruan bela diri. Saat ia sibuk merekrut murid dari berbagai

desa, terjadi konflik politik. Ganggas diburu massa’

‘Ganggas menolak untuk menyerah. Ketika massa menyerbu

perguruan, Ganggas sudah siap dengan pedang di tangan.

Seorang diri ia hadapi massa yang jumlahnya lebih dari seratus

orang’

‘Tantri yang terbaring di kamar kemudian mendengar kabar

ayahnya terbunuh. Mayatnya diseret massa di jalan. Kepalanya

pecah ditumbuk benda tumpul’

‘ Dan kengerian itu mencapai puncak ketika seseorang

mengabarkan bahwa Bontoan terbunuh ketika sedang

mengamankan atribut partai. Ia dikeroyok massa. Mayatnya

diseret di jalan. Darah mengucur deras dari lubang luka di

kepala’

(Ole, 2014)

Sementara fakta yang terjadi di Indonesia pun

hampir sama dengan apa yang teerjadi di dalam cerpen

ini. Saat menjelang pemilu banyak sekali terjadi konflik dan

bentrokan antara sesama pendukung parpol. Anarkisme

dan kekerasan tak terelakkan lagi hingga banyak warga

menjadi korban dari bentrokan tersebu. Berikut kutipan

bentrokan yang mewarnai pergelatan pemilu yang

berlangsung di berbagai daerah di Indonesia, diantaranya;

Page 39: Kajian Struktural Dan Sosiologi Sastra Cerpen “Darah Pembasuh Luka”

‘ Memang, kekerasan dan anarkisme bukan hal baru dalam

pilkada, atau sistem pemerintahan di negeri ini. Sepanjang

sejarah perjalanan bangsa, kekerasan dan anarkisme itu acap

kali menyembul ke permukaan. Bukan hanya terjadi dalam

kegiatan politik praktis, tetapi juga terkait kegiatan pemerintahan.

Bukan hanya kekerasan yang berlangsung antarkelompok

masyarakat, tetapi juga kekerasan aparatur pemerintah terhadap

warga masyarakat.

Kekerasan dan anarkisme yang mengawali pergantian

pemerintahan sebagaimana disebutkan, sangat dimungkinkan

lantaran kondisi kultural dan sistem struktur sosial belum tertata

secara demokratis. Maka kesan yang muncul, entah pilkada,

pemilihan presiden (pilpres), sekadar formalitas atau pemanis

bibir saja ’

(dikutipdarihttp://www.balipost.co.id/mediadetail.php?module=detailopiniindex&kid=1&id=945)

‘ Liputan6.com, Jakarta: Suhu politik menjelang Pemilihan

Umum 2004 memanas. Penyulutnya adalah gesekan antarmassa

pendukung Partai Golongan Karya dan Partai Demokrasi

Indonesia Perjuangan di Bali. Dua kader dan simpatisan partai

tersebut bentrok. Akibatnya, dua orang tewas, belasan

kendaraan hangus terbakar, dan puluhan orang luka-luka.

‘ Bentrokan pertama terjadi saat massa Partai Golkar bergerak

dari Jembrana menuju Lapangan Kapten Jaya, Padanggalak,

Denpasar, Sabtu pekan silam. Mereka ingin mengikuti hari ulang

tahun ke-39 Partai Beringin. Namun, perjalanan tak berlangsung

mulus. Sebab di ruas jalan menuju Sanur, kawasan Tabanan,

rombongan dihadang massa pendukung Partai Banteng.

Page 40: Kajian Struktural Dan Sosiologi Sastra Cerpen “Darah Pembasuh Luka”

Bentrokan fisik tak terhindarkan. Di sini, enam pendukung

Golkar terluka, sehingga harus dirawat di Rumah Sakit

Tabanan. Selain itu, sembilan mobil dan tiga sepeda motor

pendukung Golkar juga dirusak [baca: Massa Golkar dan PDIP

Bentrok di Tabanan] ’

(http://news.liputan6.com/read/65272/bara-pemilu-dari-bali)

2) Kehidupan Sosial Masyarakat Bali

Kehidupan masyarakat Bali sangat menjunjung tinggi nilai adat

dan budaya nenek moyangnya. Terbukti dengan masih bayaknya

masyarakat bali melakukan doa di Pura, masih merayakan tradisi

nyepi dan masih banyak lagi budaya Bali yang tetap lestari hingga

kini.

C. Fungsi Cerpen “Darah Pembasuh Luka”

a) Fungsi Pendidikan

Dalam cerpen ini banyak hal yang dapat kita ambil sebagai bahan

pembelajaran untuk kehudipan yang lebih baik diantaranya adalah jangan main

keroyokkan dan main hakim sendiri, haruslah bermusyawarah dalam mengambil

keputusan dan jangan gegabah atau tergesa-gesa dalam bertindak karena bila tidak

makan akan ada nyawa yang melayang dengan mudahnya. Berikut kutipan yang

dapat kita jadikan pelajaran agar kita tidak main keroyok yang amain hakim sendiri

serta agar kita dapat memecahkan persoalan ndengan kepala yang dingin bukan

dengan hawa nafsu,

‘ Dan kengerian itu mencapai puncak ketika seseorang

mengabarkan bahwa Bontoan terbunuh ketika sedang

mengamankan atribut partai. Ia dikeroyok massa. Mayatnya

diseret di jalan. Darah mengucur deras dari lubang luka di

kepala ’

Page 41: Kajian Struktural Dan Sosiologi Sastra Cerpen “Darah Pembasuh Luka”

b) Fungsi Religius

Dalam cerpen ini tidak banyak fungsi religius yang di kemukakan, tetapi

dapat kita simpulkan bahwa kita sebagai masyarakat yang beragama dan yakin akan

adanya keberadaan Allah Swt. haruslah lebih mendekatkan diri pada Tuhan kita dan

jangan percaya pada Dukun karena boleh jadi ini adalah hal yang membuat kita jauh

dari Allah Swt. Sang Pencipta Alam Semesta beserta isinya.

D. Nilai Sastra dalam Cerpen “Darah Pembasuh Luka”

a) Nilai Budaya

Dalam cerpen ini disajikan budaya masyarakat tradisional yang masih

percaya pada hal-hal gaib dan mistis. Dalam salah satu adegan, tokoh Tantri dan

Ganggas (ayahnya) mencoba untuk berobat kepada seorang dukun. Berikut

kutipan yang ada dalam cerpen ini,

‘ Ganggas datang lagi ke rumah Uwak Kajeng. Dengan mudah

Ganggas mendapat uang dan ia disarankan mengantar Tantri ke

rumah dukun di kaki Gunung Batukaru. Ganggas menurut. Di

rumah dukun itu Ganggas mendapatkan penjelasan yang susah

diterima nalar.

”Ini bukan luka biasa. Luka ini dikirim dengan kekuatan gaib oleh

seseorang yang iri pada keluarga Bapak. Obatnya susah. Luka ini

bisa sembuh jika dibasuh dengan darah manusia!” papar si dukun

setelah memeriksa luka Tantri dengan cara aneh.

”Darah manusia?” Ganggas kaget. Tantri hanya mendengar.

”Ya. Itu pun darah dari manusia yang terluka atau mati tidak

wajar!” tegas si dukun ’

b) Nilai Sosial

Nilai sosial yang terdapat pada cerpen ini adalah hubungan dan interaksi

masyarakatnya yang masih baik dan saling menolong. Seperti saat Tantri

Page 42: Kajian Struktural Dan Sosiologi Sastra Cerpen “Darah Pembasuh Luka”

kesulitan berjalan karena luka di lututnya semakin membesar temen-temannya

senantiasa menghiburnya, lalu saat Ganggas tidak memiliki uang untuk biaya

berobat Tantri ia meminta tolong kepada Uwak Kajeng dan beliau pun

memberinya pinjaman. Berikut kutipan yang terdapat di dalam cerpen,

‘ Meski ia harus menyeret paksa kaki kirinya, namun ia bisa

melewati jalan-jalan sulit dengan hati gembira. Itu karena teman-

teman sekolahnya selalu siap membantu sekaligus menghiburnya

dengan lagu-lagu dolanan sepanjang perjalanan.

Seminggu berlalu, kaki kiri Tantri tak bisa digerakkan. Namun ia

tetap ke sekolah ’

‘ Ganggas kemudian menemui Uwak Kajeng, tokoh partai yang

juga pemilik perguruan bela diri tempat ia menjadi pelatih. Selain

memberi uang untuk biaya sewa mobil dan berobat, Uwak Kajeng

juga memberi petunjuk untuk mengantar Tantri ke rumah dokter

ahli penyakit kulit di Mengwi’

‘ Ganggas datang lagi ke rumah Uwak Kajeng. Dengan mudah

Ganggas mendapat uang dan ia disarankan mengantar Tantri ke

rumah dukun di kaki Gunung Batukaru’

(Ole, 2014)

Page 43: Kajian Struktural Dan Sosiologi Sastra Cerpen “Darah Pembasuh Luka”

Simpulan

Kajian struktural A. J. Greimas pada cerpen ini memiliki skaema aktan yang

cukup lengkap yakni terdiri dari satu Skema Aktan Utama dan satu Skema Aktan

Bawahan. Dalam skema aktan utam subjek yang ada pada novel ini adalah Tantri,

objeknya adalah kesembuhan yang diinginkan Tantri dan agar luka misterius di lutut

kiri Tantri tak pernah muncul lagi, pengirim dalam skema aktan utama adalah luka di

lutut kiri Tantri yang aneh dan misterius karena muncul secara tiba-tiba, sementara

penerimanya adalah Tantri yang menginginkan kesembuhan, lalu penolongnya adalah

obat yang dapat menyembuhkan luka di lutut kiri Tantri yang misterius yakni darah

manusia yang meninggal dengan cara tidak wajar, dan penentang dari skema aktan

utama adalah sulitnya mendapatkan darah manusia itu dan bila ia berhasil

mendapatkan maka aka nada konsekuensi yang sangat pahit yang harus didapatkan

olehnya.

Kajian cerpen “Darah Pembasuh Luka” ini dengan menggunakan teori Sosiologi

Sastra dapat diketahui bahwa pengarang mencoba mengungkapkan apa yang pernah

terjadi pada tahun yang ia cantumkan sebagai salahsatu latar waktu pada cerpennya

ini dengan menelusuri latar belakang pengarang dan hal-hal yang pernah terjadi pada

masa itu.

Konteks sosial diangkat dalam novel ini adalah: intrepretasi

sosial-politik Indonesia dan kaitannya dengan beberapa kasus yakni

di balik tahun 1965 (kejadian pembantaian terhadap rakyat

Indonesia) dan maraknya kerusuhan dan anarkisme yang terjadi

selam masa pemilu berlangsung.

Page 44: Kajian Struktural Dan Sosiologi Sastra Cerpen “Darah Pembasuh Luka”

Daftar Pustaka

Damono, D.S. (2004). “Teori dan aplikasi sosiologi sastra”. Makalah Pelatihan teori

dan Kritik Sastra, 27-30 Mei.

Faruk. (2005). Pengantar sosiologi sastra. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Junus, U. (1985). Sosiologi sastra: Persoalan teori dan metode. Kuala Lumpur:

Dewan Bahasa dan Pustaka.

Kamus Besar Bahasa Indonesia offline

Liputan 6. (2003). [Online] Tersedia: http://news.liputan6.com/read/65272/bara-

pemilu-dari-bali pada 27 Oktober 2003. (diakses pada 21 Desember 2014)

Ole, Made Adnyana. (2014). Darah pembasuh luka. Koran Kompas, edisi 23

Februari 2014.

Rahayu, Srikandi. (2014). Seputar pengertian, makna, sistem, jenis tahapan, tujuan

dan manfaat pemilu . [Online] Tersedia:

http://seputarpengertian.blogspot.com/2014/04/Pengertian-Makna-Sistem-Jenis-

Tahapan-Tujuan-Dan-Manfaat-Pemilu.html (diakses pada 26 Desember 2014)

Ratna, Nyoman Kuntha. (2003). Paradigma sosiologi sastra. Yogyakarta: Pustaka

Pelajar.

Ratna, Khuta Nyoman. (2013). Paradigma sosiologi sastra. Yogyakarta: Pustaka

Pelajar.

Serizawa, Ali. (2014). Pengertian partai politik menurut para ahli. [Online]

Tersedia: http://www.hukumsumberhukum.com/2014/06/apa-itu-pengertian-

partai-politik.html (diakses pada 26 Desember 2014)

Suardana, Made. (2007). Segores kisah kelam di Bali. [Online] Tersedia:

http://www.balipost.co.id/Balipostcetak/2007/8/12/bud4.html (diakses pada 21

Desember 2014)

Welek, R. & Warren , A. (1993). Teori kesusastraan. Jakarta: PT Gramedia.

Page 45: Kajian Struktural Dan Sosiologi Sastra Cerpen “Darah Pembasuh Luka”

(tanpa nama) .(2014). Made Adnyana Ole. [Online] Tersedia:

http://penyairbali.blogspot.com/2014/10/made-adnyana-ole.html (diakses pada

25 Desember 2014)

Wibowo, Agus. [Online] Tersedia: http://www.balipost.co.id/mediadetail.php?module=detailopiniindex&kid=1&id=945 (diakses pada 21 Desember 2014)

Wikipedia. [Online] Tersedia:

http://id.wikipedia.org/wiki/Pembantaian_di_Indonesia_1965%E2%80%9319

66 (diakses pada 21 Desember 2014)