kajian strategi penyiapan infrastruktur perizinan …

12
Prosiding Seminar Nasional Teknologi Energi Nuklir 2014 Pontianak, 19 Juni 2014 241 ISSN: 2355-7524 KAJIAN STRATEGI PENYIAPAN INFRASTRUKTUR PERIZINAN PADA RENCANA PEMBANGUNAN REAKTOR DAYA EKSPERIMENTAL DI INDONESIA Endiah Puji Hastuti Pusat Teknologi dan Keselamatan Reaktor Nuklir (PTKRN) - BATAN Gedung 80, Kawasan PUSPIPTEK, Serpong, Tangerang 15310 Telp/Fax: 021-7560912/021-7560913 email: [email protected] ABSTRAK KAJIAN STRATEGI PENYIAPAN INFRASTRUKTUR PERIZINAN PADA RENCANA PEMBANGUNAN REAKTOR DAYA EKSPERIMENTAL DI INDONESIA. Kebijakan energi nasional (KEN) yang tertuang dalam peraturan presiden No 5 tahun 2006, telah menentukan bahwa pada tahun 2025, kontribusi energi baru dan terbarukan sebesar 5%. BATAN merencanakan membangun reaktor daya eksperimental (RDE), yang dapat membangkitkan listrik, beroperasi secara aman, dan meningkatkan penerimaan masyarakat terhadap pembangunan PLTN di masa depan. Pembangunan reaktor nuklir memerlukan izin yang mencakup persyaratan yang harus dipenuhi untuk setiap tahap pelaksanaan. Kajian ini dilakukan untuk memahami persyaratan dan mencari strategi perizinan agar tepat waktu. Pada umumnya pembangunan dan pengoperasian harus mengikuti proses perizinan multi step. Dalam PP No. 43/2006 perizinan dapat dilakukan melalui proses perizinan tiga tahap (combined licensing), untuk mendapatkan izin tapak, izin gabungan (konstruksi, komisioning dan operasi) dan izin dekomisioning. Strategi yang perlu dilakukan agar perizinan tepat waktu antara lain adalah: pemilihan jenis reaktor yang telah memiliki izin operasi dari badan regulasi negara vendor, pengajuan combined lisencing atau pengajuan izin secara paralel, serta komunikasi yang intens antara BATAN dan BAPETEN. Kata kunci: reaktor daya eksperimental, persyaratan, perizinan, strategi ABSTRACT THE STRATEGY ASSESSMENT OF LISENCING INFRASTRUCTURE PREPARATION FOR DEVELOPMENT OF EXPERIMENTAL POWER REACTOR IN INDONESIA. National energy policy (KEN) as stipulated in Presidential Decree No. 5 of 2006, has determined that by 2025, the contribution of new and renewable energy is 5%. Correspondingly, BATAN plans to build an experimental power reactor (RDE), which can generate electricity, operate safely, and increasing the public acceptance of nuclear power plant construction in the future. Nuclear reactor development require license, covers the requirements, which must be fulfilled for each phase of implementation. This study was conducted to understand the requirements and licensing strategy on time. Generally the construction and operation must comply with the multi-step licensing process. Regarding to president act No. 43/2006 it is enable to follow a three-phase licensing process (combined licensing) to get site license, combined license (construction, commissioning and operation) and the decommissioning license. In order to fulfill the time table, hence the strategy that necessary to be establish are: reactor candidate selection, the reactor should have operating license from regulatory body of the vendor, submit the combined lisencing or paralell lisencing, and intens communications between BATAN and BAPETEN. Keywords: experimental power reactor, requirement, licensing, strategy

Upload: others

Post on 01-Jan-2022

7 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Prosiding Seminar Nasional Teknologi Energi Nuklir 2014

Pontianak, 19 Juni 2014

241

ISSN: 2355-7524

KAJIAN STRATEGI PENYIAPAN INFRASTRUKTUR PERIZINAN

PADA RENCANA PEMBANGUNAN REAKTOR DAYA

EKSPERIMENTAL DI INDONESIA

Endiah Puji Hastuti

Pusat Teknologi dan Keselamatan Reaktor Nuklir (PTKRN) - BATAN

Gedung 80, Kawasan PUSPIPTEK, Serpong, Tangerang 15310

Telp/Fax: 021-7560912/021-7560913 email: [email protected]

ABSTRAK KAJIAN STRATEGI PENYIAPAN INFRASTRUKTUR PERIZINAN PADA RENCANA

PEMBANGUNAN REAKTOR DAYA EKSPERIMENTAL DI INDONESIA. Kebijakan energi

nasional (KEN) yang tertuang dalam peraturan presiden No 5 tahun 2006, telah menentukan bahwa

pada tahun 2025, kontribusi energi baru dan terbarukan sebesar 5%. BATAN merencanakan

membangun reaktor daya eksperimental (RDE), yang dapat membangkitkan listrik, beroperasi secara

aman, dan meningkatkan penerimaan masyarakat terhadap pembangunan PLTN di masa depan.

Pembangunan reaktor nuklir memerlukan izin yang mencakup persyaratan yang harus dipenuhi

untuk setiap tahap pelaksanaan. Kajian ini dilakukan untuk memahami persyaratan dan mencari

strategi perizinan agar tepat waktu. Pada umumnya pembangunan dan pengoperasian harus

mengikuti proses perizinan multi step. Dalam PP No. 43/2006 perizinan dapat dilakukan melalui

proses perizinan tiga tahap (combined licensing), untuk mendapatkan izin tapak, izin gabungan

(konstruksi, komisioning dan operasi) dan izin dekomisioning. Strategi yang perlu dilakukan agar

perizinan tepat waktu antara lain adalah: pemilihan jenis reaktor yang telah memiliki izin operasi dari

badan regulasi negara vendor, pengajuan combined lisencing atau pengajuan izin secara paralel, serta

komunikasi yang intens antara BATAN dan BAPETEN.

Kata kunci: reaktor daya eksperimental, persyaratan, perizinan, strategi

ABSTRACT THE STRATEGY ASSESSMENT OF LISENCING INFRASTRUCTURE PREPARATION

FOR DEVELOPMENT OF EXPERIMENTAL POWER REACTOR IN INDONESIA. National

energy policy (KEN) as stipulated in Presidential Decree No. 5 of 2006, has determined that by 2025,

the contribution of new and renewable energy is 5%. Correspondingly, BATAN plans to build an

experimental power reactor (RDE), which can generate electricity, operate safely, and increasing the

public acceptance of nuclear power plant construction in the future. Nuclear reactor development

require license, covers the requirements, which must be fulfilled for each phase of implementation.

This study was conducted to understand the requirements and licensing strategy on time. Generally

the construction and operation must comply with the multi-step licensing process. Regarding to

president act No. 43/2006 it is enable to follow a three-phase licensing process (combined licensing) to

get site license, combined license (construction, commissioning and operation) and the

decommissioning license. In order to fulfill the time table, hence the strategy that necessary to be

establish are: reactor candidate selection, the reactor should have operating license from regulatory

body of the vendor, submit the combined lisencing or paralell lisencing, and intens communications

between BATAN and BAPETEN.

Keywords: experimental power reactor, requirement, licensing, strategy

Kajian Strategi Penyiapan Infrastruktur...

Endiah Puji Hastuti

242

ISSN: 2355-7524

1. PENDAHULUAN Sesuai dengan rencana strategis (RENSTRA) 2015-2019, Badan Tenaga Nuklir

Nasional (BATAN) merencanakan untuk membangun reaktor daya eksperimental (RDE).

Hal ini sejalan dengan kebijakan energi nasional (KEN) dalam dekrit presiden No 5 tahun

2006 yang telah menentukan bahwa pada tahun 2025, kontribusi energi baru dan terbarukan

(EBT) termasuk biomasa, nuklir, hidroelektrik, energi matahari, energi angin, sebesar 5%[1].

RPP KEN menargetkan kontribusi EBT sebesar 23% (2025), maka energi nuklir merupakan

alternatif yang tidak terhindarkan, meskipun masih merupakan opsi terakhir[2]. Rencana

pembangunan dan pengoperasian reaktor daya eksperimental bertujuan untuk

mendemonstrasikan pengoperasian reaktor yang dapat membangkitkan listrik, beroperasi

secara aman, dan meningkatkan penerimaan masyarakat terhadap pembangunan PLTN di

masa depan. Reaktor daya eksperimental akan dibangun dalam skala laboratorium dan

tidak bersifat komersial.

Indonesia telah memiliki dan berpengalaman mengoperasikan 3 (tiga) reaktor riset

yaitu 2 reaktor jenis TRIGA berdaya 100 KW dan 2 MW serta 1 reaktor serbaguna dengan

daya menengah 30 MW, dengan aman. Ketiga reaktor ini digunakan untuk memanfaatkan

neutron yang dihasilkan guna memenuhi berbagai kebutuhan seperti: produksi isotop,

penelitian ilmu bahan, penelitian lingkungan melalui analisis aktivasi neutron, pendidikan,

pewarnaan batu berharga (gemstone) dan lain-lain. Pengalaman tersebut merupakan salah

satu modal dasar yang diperlukan dalam pengoperasian RDE. BATAN telah menyiapkan

jadwal induk pembangunan RDE seperti ditunjukan pada Gambar 1. Aspek perizinan yang

dikeluarkan BAPETEN menjadi perhatian di dalam makalah ini karena menyangkut

keselamatan nuklir. Dalam peta jalan tersebut terlihat bahwa diperlukan12 bulan untuk izin

tapak, 24 bulan untuk izin konstruksi, 12 bulan untuk izin komisioning, dan 24 bulan untuk

izin operasi serta 12 bulan untuk izin komisioning. Permasalahan yang harus dihadapi

adalah bagaimana strategi yang harus dilakukan agar waktu yang direncanakan dapat tepat

waktu, sesuai peraturan perizinan BAPETEN.

Gambar 1. Jadwal Induk Pembangunan RDE[2]

Prosiding Seminar Nasional Teknologi Energi Nuklir 2014

Pontianak, 19 Juni 2014

243

ISSN: 2355-7524

Sesuai dengan PP No 2/2014 mengenai Perizinan Instalasi Nuklir dan Pemanfaatan

Bahan Nuklir, reaktor daya eksperimental termasuk kategori reaktor daya non komersial.

Pemilik dan pemegang izin adalah badan pelaksana, dalam hal ini adalah BATAN.

Pembangunan reaktor nuklir memerlukan izin yang mencakup persyaratan yang harus

dipenuhi untuk setiap tahap pelaksanaan[3]. BATAN sebagai badan pelaksana untuk

pembangunan, pemilik dan pemegang izin reaktor riset (reaktor non daya non komersil)

dan RDE wajib mengetahui persyaratan yang diperlukan guna perizinan sehingga dapat

menyiapkan strategi yang tepat agar perencanaan pembangunan dan pengoperasian RDE

dapat terlaksana sesuai jadwal. Sebagai pemegang izin reaktor riset berdaya rendah seperti

TRIGA Kartini, TRIGA 2000, maupun reaktor riset dengan daya tinggi seperti RSG-GA

Siwabessy di Serpong, BATAN telah memiliki pengalaman dalam pengajuan izin sejak

tahap izin tapak, komisioning dan pengoperasian reaktor. Meskipun demikian perlu diakui

ketika pengajuan izin-izin tersebut Badan Pengawas Tenaga Atom (BPTA) masih menjadi

satu di dalam struktur organisasi BATAN. Akan tetapi berdasarkan Undang-undang No.

10/1997 tentang ketenaganukliran pada saat ini badan pelaksana (BATAN) dan badan

pengawas (BAPETEN) terpisah, sehingga terdapat independensi antara keduanya[4]. Sebagai

insentif pemerintah, BATAN telah melakukan penyiapan infrastruktur yang diperlukan

untuk rencana pembangunan PLTN seperti penyiapan tapak, penyiapan persyaratan

pengguna (user requirement document PWR) dll.

Dimasukkannya RDE sebagai kategori reaktor daya, meskipun dengan daya rendah

dibandingkan dengan RSG-GAS, mengharuskan perizinan mengikuti peraturan yang sesuai

dengan kategori tersebut. Untuk memahami persyaratan perizinan yang diperlukan guna

memperoleh izin pada setiap tahapan, dalam makalah ini dipaparkan hirarki peraturan dan

standar IAEA, BAPETEN, dan kajian terhadap peraturan BAPETEN selaku badan regulasi

tenaga nuklir di Indonesia, serta langkah-langkah yang harus disiapkan agar jadwal dapat

terpenuhi. Kajian ini diharapkan dapat membantu penyiapan dokumen persyaratan dan

strategi yang perlu dilakukan agar perizinan dapat diperoleh tepat waktu.

2. TEORI DAN POKOK BAHASAN

2.1. Reaktor Daya Eksperimental

Pembangunan dan pengoperasian reaktor daya eksperimental merupakan bagian dari

kegiatan penelitian di Indonesia. RDE berdaya kecil yaitu 10 MWe, hingga saat ini salah satu

tipe reaktor yang dipilih adalah reaktor berpendingin gas. Dengan adanya reaktor ini maka

SDM Indonesia akan dapat memiliki pengalaman dalam menguasai teknologi PLTN jenis

pendingin gas dan melaksanakan proyek pembangunan PLTN yang memerlukan persiapan

yang matang dan kompleks karena menyangkut keselamatan. Salah satu desain reaktor

yang akan digunakan dalam dokumen persyaratan (URD) adalah high temperature gas cooled

reactor dengan tujuan selain untuk pembangkitan listrik, juga akan menjadi reaktor

eksperimen aplikasi panas proses dalam kerangka konsep kogenerasi, dan riset untuk

pengembangan bahan bakar HTGR. Pemilihan reaktor jenis ini antara lain karena[5,6]:

- Memiliki bahan bakar dengan kemampuan mengungkung hasil fisi radioaktif di

dalam lapisan pengungkung bahan bakar (coated fuel particles) untuk rentang operasi

daya nominal dan kondisi kecelakaan dengan fraksi kegagalan yang sangat rendah.

- Menggunakan pendingin fasa tunggal yang bersifat inert (gas helium)

- Memiliki kerapatan daya yang rendah didalam teras

- Memiliki kapasitas panas yang besar

Kajian Strategi Penyiapan Infrastruktur...

Endiah Puji Hastuti

244

ISSN: 2355-7524

- Memiliki konduktivitas termal yang tinggi

- Memiliki margin termal yang besar

- Memiliki koefisien temperatur moderator bahan bakar negatif yang cukup untuk

memadamkan reaktor untuk setiap kejadian penyisipan reaktivitas yang tidak

diinginkan (baik saat startup maupun operasi daya).

- Memiliki sistem pemindahan panas peluruhan pasif (passive decay heat removal) yang

berbasis konveksi alamiah.

2.2. Peraturan IAEA

International Atomic Energy Agency mempunyai hirarki standar keselamatan nuklir

yang harus dipatuhi oleh negara anggota. Hirarki standar keselamatan tersebut dapat

digambarkan pada diagram berikut ini:

Gambar 2. Diagram Hierarki Standar Keselamatan IAEA[7]

Di puncak piramida adalah landasan keselamatan (SF=Safety Fundamentals), yang

mempresentasikan tujuan, konsep dan prinsip keselamatan. SF digunakan sebagai landasan

untuk pengembangan konvensi keselamatan nuklir dan konvensi pada keselamatan limbah

radioaktif dan bahan bakar bekas. Landasan keselamatan diikuti dengan persyaratan

keselamatan (Safety Requirements) yang harus dipenuhi untuk menjamin keselamatan. Ini

merupakan landasan bagi hukum dan peraturan nasional. Setiap persyaratan keselamatan

dilengkapi oleh sejumlah Panduan Keselamatan yang menyajikan tindakan yang

direkomendasikan untuk memenuhi Persyaratan Keselamatan. Panduan keselamatan ini

setara dengan panduan regulasi nasional. Pada prinsipnya persyaratan keselamatan dan

panduan mencerminkan best practices dari negara-negara anggota. Standar Keselamatan

perlu dilengkapi dengan infrastruktur nasional dan standar industri. IAEA juga

mengembangkan publikasi keselamatan terkait lainnya, dalam mendukung standar-standar

yang ada.

2.3. Peraturan BAPETEN Terkait Pengawasan Energi Nuklir

BAPETEN selaku badan pengawas yang harus dipatuhi oleh pemegang izin, telah

mengajukan ke pemerintah dan mengeluarkan berbagai peraturan, perundang-undangan

dan pedoman terkait pemanfaatan bahan radioaktif, termasuk tenaga nuklir. Hirarki

peraturan dan pedoman BAPETEN terkait dengan pembangunan pengoperasian dan

dekomisioning PLTN adalah sebagai berikut [8]:

Prosiding Seminar Nasional Teknologi Energi Nuklir 2014

Pontianak, 19 Juni 2014

245

ISSN: 2355-7524

Gambar 3. Hirarki Peraturan dan Pedoman BAPETEN

Di puncak piramida adalah undang-undang No. 10/1997 yang merupakan hirarki

tertinggi di bidang ketenaga nukliran di Indonesia. Undang-undang tersebut disahkan

terutama untuk pemanfaatan tenaga nuklir, pembangunan, pengoperasian dan

dekomisioning reaktor, termasuk PLTN di seluruh wilayah Indonesia. Undang-Undang ini

dengan jelas menunjukkan adanya independensi antara badan pengawas (BAPETEN) dan

badan pelaksana (BATAN). Peraturan yang lebih teknis diturunkan dari undang-undang

tersebut dalam bentuk peraturan pemerintah (PP), contoh PP yang terkait dengan ketenaga

nukliran ditunjukkan pada pustaka[9-13]. Dari undang-undang dapat dibuat peraturan

presiden (Perpres), dimana level hirarkinya sedikit lebih rendah daripada PP. Perpres

mengatur hal yang sangat spesifik tetapi memerlukan kekuatan hukum yang lebih tinggi,

sebagai contoh adalah Perpres No. 74/2012 tentang Pertanggung-jawaban kerugian nuklir[14].

Peraturan kepala (Perka) Bapeten merupakan peraturan yang dibuat di bawah PP, Perka

seperti ditunjukkan pada pustaka[15-19]. Perka BAPETEN bersifat mengikat atau wajib diikuti,

selain itu terdapat berbagai pedoman yang bersifat tidak wajib, merupakan arahan yang

dapat diikuti dalam rangka memenuhi ketentuan di dalam Perka maupun peraturan yang

lebih tinggi.

3. METODOLOGI

Peraturan yang dikaji dalam metodologi ini antara lain adalah PP 2/2014 tentang

Perizinan Reaktor Nuklir dan Pemanfaatan Bahan Nuklir; Perka BAPETEN 3/2014 tentang

tentang Penyusunan Dokumen Mengenai Analisis Dampak Lingkungan Bidang

Ketenaganukliran; Perka BAPETEN 3/2011 tentang Keselamatan Desain Reaktor Daya serta

peraturan terkait lainnya. Variabel peraturan yang dikaji adalah persyaratan yang harus

dipenuhi, waktu pemeriksaan dokumen, waktu pemeriksaan teknis dan waktu perbaikan

dokumen. Metodologi yang dilakukan dalam kajian ini antara lain adalah melakukan kajian

terhadap:

- Peraturan perundang-undangan terkait tahapan perizinan instalasi nuklir.

- Alur dan tenggat waktu perizinan.

- Strategi yang perlu dilakukan oleh pemegang izin agar tepat waktu dan

- Best practice dari negara yang membangun reaktor serupa.

Cara analisis dilakukan dengan membuat kajian terhadap persyaratan dan alur perizinan.

Kajian Strategi Penyiapan Infrastruktur...

Endiah Puji Hastuti

246

ISSN: 2355-7524

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Peraturan Perundang-Undangan Terkait Tahapan Perizinan Instalasi Nuklir

Sesuai PP No. 2/2014, dalam pelaksanaan pembangunan dan pengoperasian reaktor

nuklir terdapat tahapan yang harus dilalui, yaitu: Tahap evaluasi tapak, Tahap konstruksi,

Tahap komisioning dan Tahap operasi.

Setiap tahapan ini memerlukan izin sesuai tahapannya. Pada umumnya

pembangunan dan pengoperasian harus mengikuti proses perizinan multi step (multi-step

licensing) dan mengajukan izin untuk setiap tahap pembangunan. Kecuali untuk desain

reaktor yang telah memiliki sertifikat desain dari badan pengawas dari negara vendor,

dimungkinkan untuk mengikuti proses perizinan tiga tahap (combined licensing), pada PP

No. 43/ 2006 hal ini dimungkinkan untuk mendapatkan izin tapak, izin gabungan

(konstruksi, komisioning dan operasi) dan izin dekomisioning[8]. Sedangkan pada PP No. 2/

2014 secara eksplisit tidak terlihat, akan tetapi pada aturan tambahan (masa peralihan)

masih berlaku sepanjang tidak bertentangan. Secara garis besar izin Pembangunan dan

Pengoperasian Reaktor Nuklir serta Dekomisioning memerlukan pemenuhan terhadap

a. persyaratan administratif; b. persyaratan teknis; dan c. persyaratan finansial.

Persyaratan yang diminta untuk penilaian perizinan sesuai dengan tahapannya.

Dalam tahap evaluasi tapak antara lain diperlukan dokumen mengenai laporan Evaluasi

tapak, laporan AMDAL (Analisis mengenai dampak lingkungan), Daftar informasi desain,

dan Laporan Pelaksanaan Sistem Manajemen Keselamatan Evaluasi tapak. Evaluasi tapak

diperlukan untuk memeroleh karakteristika tapak atas kemungkinan terjadinya kejadian

alam seperti angin, banjir, badai, longsor, gempa bumi, dll. Gempa bumi dianggap paling

berbahaya karena goncangannya tidak hanya berpengaruh pada gedung/pengungkung saja,

melainkan juga pada semua sistem dan komponen reaktor sehingga dapat menggagalkan

fungsinya. Apabila reaktor daya eksperimental akan dibangun di dalam kawasan

PUSPIPTEK maka analisis tapak dapat menggunakan pendekatan studi kawasan[20], dimana

data yang dimiliki RSG-GAS masih relevan, karena masih dalam satu kawasan yang telah

teruji dan selalu diperbaharui secara periodik seperti ditunjukkan dalam LAK RSG-GAS,

kecuali data perkembangan demografi penduduknya untuk perencanaan kedaruratan

nuklir. Izin tapak hanya berlaku selama 4 tahun, apabila tidak dilakukan

pembangunan/konstruksi maka izin harus diperbaharui.

Dokumen yang harus disiapkan pada tahap konstruksi antara lain adalah Laporan

Analisis Keselamatan Pendahuluan (LAK-P), Desain Rinci Reaktor, Program dan Jadwal

Konstruksi, dan Sistem Manajemen Keselamatan Konstruksi. LAK pendahuluan merupakan

dokumen teknis yang berisi desain keselamatan secara rinci, dokumen ini harus dibuat oleh

vendor dan dievaluasi oleh kedua belah pihak, Pemilik dan BAPETEN. Ini merupakan

pekerjaan yang tidak mudah karena penilaian dokumen akan bergantung pada tingkat

kemampuan analisis. Oleh karena itu di dalam penyusunan URD yang merupakan dasar

penyusunan dokumen lelang, harus dengan tegas diuraikan permintaan back-up

penyusunan LAK oleh pihak vendor.

Prosiding Seminar Nasional Teknologi Energi Nuklir 2014

Pontianak, 19 Juni 2014

247

ISSN: 2355-7524

Tabel 1. Jenis Perizinan dan Persyaratan Dokumen

No Jenis

Perizinan Dokumen Persyaratan Teknis

Persyaratan Tahap

Perizinan

1. Izin Tapak a. laporan pelaksanaan Evaluasi Tapak;

b. laporan pelaksanaan sistem manajemen

Evaluasi Tapak;

c. DID; dan

d. dokumen yang memuat data utama Reaktor

Nuklir.

Kegiatan Evaluasi Tapak

harus dilakukan oleh

Pemohon sebelum

mengajukan permohonan

izin Tapak.

2. Izin

Konstruksi

a. laporan analisis keselamatan;

b. dokumen batasan dan kondisi operasi;

c. dokumen sistem manajemen;

d. DID;

e. program proteksi dan keselamatan radiasi;

f. dokumen sistem Safeguards;

g. dokumen rencana proteksi fisik;

h. program manajemen penuaan;

i. program Dekomisioning;

j. program kesiapsiagaan nuklir;

k. program Konstruksi; dan

l. izin lingkungan dari menteri yang

menyelenggarakan urusan pemerintahan di

bidang perlindungan dan pengelolaan

lingkungan hidup.

Pemegang Izin Tapak harus

memperoleh persetujuan

desain dari Kepala

BAPETEN sebelum

mengajukan permohonan

izin Konstruksi.

3. Izin

Komisioning

a. laporan analisis keselamatan;

b. dokumen batasan dan kondisi operasi;

c. program Komisioning;

d. program perawatan;

e. program proteksi dan keselamatan radiasi;

f. dokumen sistem Safeguards;

g. dokumen rencana proteksi fisik;

h. dokumen sistem manajemen;

i. program manajemen penuaan;

j. program Dekomisioning;

k. program kesiapsiagaan nuklir;

l. laporan pelaksanaan izin lingkungan sesuai

ketentuan peraturan perundang-undangan di

bidang perlindungan dan pengelolaan

lingkungan hidup;

m. laporan hasil kegiatan Konstruksi; dan gambar

teknis Reaktor Nuklir terbangun.

Pemegang Izin Konstruksi

dapat mengajukan

permohonan izin

Komisioning kepada Kepala

BAPETEN:

a. Pada saat memulai

pelaksanaan uji fungsi

struktur, sistem, dan

komponen Reaktor

Nuklir tanpa Bahan

Nuklir;

b. Setelah memiliki izin

pemanfaatan Bahan

Nuklir; dan

c. Setelah memiliki surat

izin bekerja bagi

petugas Instalasi Nuklir

dan Bahan Nuklir.

4. Izin Operasi a. laporan analisis keselamatan;

b. dokumen batasan dan kondisi operasi;

c. program proteksi dan keselamatan radiasi;

d. program perawatan;

e. dokumen sistem Safeguards;

f. dokumen rencana proteksi fisik;

g. dokumen sistem manajemen;

h. program Dekomisioning;

i. program kesiapsiagaan nuklir; dan

j. laporan pelaksanaan izin lingkungan sesuai

ketentuan peraturan perundang- undangan di

bidang perlindungan dan pengelolaan

lingkungan hidup.

Pemegang Izin Komisioning

dapat mengajukan

permohonan izin operasi

kepada Kepala BAPETEN

pada saat pelaksanaan

Komisioning.

Kajian Strategi Penyiapan Infrastruktur...

Endiah Puji Hastuti

248

ISSN: 2355-7524

Tahap komisioning memerlukan dokumen-dokumen utama antara lain: Program dan

jadwal komisioning, Gambar sesuai terbangun (as built drawing), Program Kesiapsiagaan

Nuklir, Sistem Keamanan Nuklir, Sistem Manajemen Keselamatan Komisioning dan Bukti

Finansial untuk Pertanggung-jawaban Kerugian Nuklir, BATAN selaku badan pelaksana

milik pemerintah tidak perlu menyampaikan dokumen bukti finansial ini[3].

Dokumen yang diperlukan pada perizinan tahap pengoperasian reaktor adalah LAK

akhir, Rencana Pemantauan dan Pengelolaan Lingkungan dan Sistem manajemen

Keselamatan Operasi. Dokumen teknis ini telah lengkap berisi persyaratan analisis

keselamatan termasuk Batas Kondisi Operasi yang merupakan nilai batas pengoperasian

reaktor. Apabila desain reaktor dan izin operasi telah diperoleh dari badan regulasi negara

vendor, maka akan dapat mengakselerasi perizinan. Persyaratan yang diperlukan untuk

setiap tahap perizinan dapat dilihat pada Tabel 1.

Permohonan izin ini dapat disederhanakan dengan menggabungkan beberapa tahap

yaitu tahap konstruksi, komisioning dan operasi menjadi satu perizinan. Izin dimintakan

secara sekaligus di depan sebelum masuk pada tahap konstruksi. Tujuannya adalah untuk

mempersingkat administrasi perizinan dan mengurangi biaya. Dokumen persyaratan yang

diperlukan merupakan gabungan dari dokumen ketiga tahapan di atas, ditambah dengan

sertifikat desain reaktor yang dikeluarkan oleh badan pengawas dari negara vendor.

Dengan demikian maka dokumen yang diperlukan adalah: Sertifikat desain dari badan

pengawas negara vendor, LAK, Program dan jadwal konstruksi, Sistem keamanan nuklir,

Sistem manajemen keselamatan konstruksi-operasi.

4.2. Alur Dan Tenggat Waktu Perizinan

Diagram alir permohonan izin ditunjukkan pada Gambar 3. Gambar tersebut

menunjukkan alur permohonan izin, mulai dari permohonan evaluasi tapak hingga izin

komisioning. Pada setiap tahapan perizinan, tampak dalam alur tersebut pemohon harus

melengkapi dokumen pengajuan izin dan dilakukan pemeriksaan kelengkapannya oleh

BAPETEN dengan tenggat waktu maksimum 30 hari. Apabila data lengkap maka pemohon

izin akan diberikan surat mengenai kelengkapan data dan dapat langsung dilakukan

penilaian teknis, sebaliknya apabila data tidak lengkap maka pemohon izin akan dikirimi

surat mengenai hal tersebut dan harus diperbaiki secepatnya. Tenggat waktu BAPETEN

dalam melakukan penilaian teknis beragam untuk setiap perizinan, waktu penilaian teknis

bergantung pada kecepatan pemohon izin dalam melengkapi data.

Tahap penilaian teknis cukup memakan waktu, dan hal ini akan sangat bergantung

pada komunikasi antara BATAN dan BAPETEN, dimana pemohon izin harus dapat

menjelaskan detil teknis yang diminta. Waktu maksimum evaluasi tapak hingga izin tapak

2,5 tahun setelah data lengkap. Untuk izin tapak dapat diajukan dan dijelaskan oleh

BATAN. Pemilihan lokasi calon tapak RDE di kawasan PUSPIPTEK seharusnya akan

menghemat waktu dengan cukup signifikan, mengingat BATAN telah memiliki data tapak

RSG-GA Siwabessy di kawasan yang sama. Permohonan persetujuan desain memerlukan

waktu penilaian teknis maksimum 1 tahun setelah data lengkap. Pemohon izin memperbaiki

hasil penilaian teknis dan dapat dilakukan secara berulang dengan waktu maksimum 18

bulan. Selanjutnya dilakukan izin konstruksi yang harus dilakukan maksimum 4 tahun

setelah izin tapak disetujui, sesuai masa berlakunya.

Permohonan izin konstruksi meliputi waktu penyelesaian kelengkapan dokumen dan

penilaian teknis dengan waktu maksimum 2 tahun, perbaikan hasil penilaian teknis

maksimum 2 tahun, dan dapat berulang hingga 4 tahun sejak dokumen dinyatakan lengkap.

Prosiding Seminar Nasional Teknologi Energi Nuklir 2014

Pontianak, 19 Juni 2014

249

ISSN: 2355-7524

Izin konstruksi dikeluarkan apabila memenuhi penilaian persyaratan konstruksi. Waktu

yang diperlukan untuk penilaian teknis perubahan desain selama maksimum 6 bulan,

sedangkan perbaikan berulang dapat dilakukan oleh pemohon selama maksimum 1 tahun

sejak dokumen permohonan dinyatakan lengkap.

Gambar 4. Alur Perizinan[3]

Keterangan gambar:

------------- = kegiatan berulang

TL = dokumen tidak lengkap

L-SMKD = lengkap surat mengenai kelengkapan data

TMS = Tidak memenuhi syarat

* = Dapat dilakukan perubahan desain; izin pemanfaatan bahan nuklir; SIB

untuk PIN bahan nuklir.

** = Dapat dilakukan izin modifikasi

Kajian Strategi Penyiapan Infrastruktur...

Endiah Puji Hastuti

250

ISSN: 2355-7524

4.3. Strategi Tepat Waktu

Rekapitulasi prakira waktu yang diperlukan dari tahap evaluasi tapak hingga izin

komisioning dengan proses multi step licensing sangat tidak reasonable, seperti ditunjukkan

pada Tabel 2. Hasil penilaian teknis bergantung pada kecepatan BATAN dalam merevisi

dan kecepatan BAPETEN dalam menilai dokumen apakah akan menggunakan waktu

penilaian yang maksimum ataukah lebih cepat.

Apabila pengajuan izin dilakukan secara seri mengikuti proses perizinan multi step

licensing, maka dari proses evaluasi tapak hingga tahap komisioning dapat memakan waktu

yang cukup lama, dengan waktu maksimum 15 tahun. Hal ini tentu akan sangat

menghambat pembangunan RDE. Apabila tanpa perubahan desain dan modifikasi serta

tanpa perbaikan yang dapat dilakukan secara berulang diperkirakan memakan waktu 6,5

tahun. Apabila permohonan izin dilakukan serentak pada awal konstruksi, dengan asumsi

penilaian dilakukan secara paralel maka waktu yang diperkirakan secara keseluruhan lebih

moderate, ≤3,5 tahun, hal ini dengan asumsi penilaian dilakukan secara paralel, tidak ada

perubahan desain dan modifikasi, serta penilaian dan perbaikan dokumen oleh pemohon

berjalan dengan effisien maka perizinan akan lebih cepat. Best practise yang dapat dipelajari

dari China yang membangun reaktor HTGR 10 MW menunjukkan bahwa perlunya

review/dialog pertemuan, penjelasan teknis, general conference, yang intens antara pemohon

dan badan regulasi yang membahas: isu-isu penting, lembar kerja berisi executive summary,

laporan analisis tambahan bila diperlukan, serta adanya safety advisory commitee[20].

Tabel 2. Prakira Waktu Penilaian Dokumen Perizinan Multi Step[3]

Revisi

dokumen

Penilaian

teknis

BAPETEN

Revisi

Teknis Pemohon No Tahap perizinan Kelengkapa

n dokumen

Min. Max. Min. Max. Max. Max. ulang

1. Evaluasi tapak ≤30 hari - - - ≤6 bl ≤6 bl ≤1 th

2. Izin tapak ≤30 hari - - - ≤2 th ≤3 th ≤5 th

3. Izin Desain ≤30 hari - - - ≤12 bl ≤6 bl ≤1,5 th

4. Izin konstruksi ≤30 hari - - - ≤2 th ≤2 th ≤4 th

5. Izin komisioning ≤30 hari - - - ≤12 bl ≤6 bl ≤1,5 th

Dari hasil kajian tersebut dapat dinyatakan bahwa:

1. Untuk mempersingkat waktu penilaian teknis sebaiknya diajukan proses tiga tahap

combined lisencing, karena pada kenyataannya materi persyaratan perizinan ketiga

tahap ini memang berbeda kompetensi, sehingga penilaian dapat dilakukan secara

paralel.

2. Pada proses kelengkapan dokumen hendaknya dilakukan dengan memperhatikan

persyaratan dokumen sesuai tahapan, data yang tidak lengkap akan menyebabkan

penambahan waktu untuk merevisi.

3. Jenis reaktor yang dipilih juga berpengaruh pada proses penilaian, reaktor yang

telah proven atau memiliki izin operasi dari negara vendor akan menyingkat waktu

perizinan. Selain itu tidak adanya modifikasi karena desain reaktor telah establish

sehingga tidak perlu ada penambahan waktu penilaian teknis.

4. Belajar dari pengalaman China, perlu adanya review/dialog pertemuan, penjelasan

teknis, general conference, yang intens antara BATAN dan BAPETEN yang

membahas isu-isu penting, lembar kerja berisi executive summary, laporan analisis

tambahan bila diperlukan, serta adanya safety advisory commitee.

Prosiding Seminar Nasional Teknologi Energi Nuklir 2014

Pontianak, 19 Juni 2014

251

ISSN: 2355-7524

5. KESIMPULAN

Dari hasil kajian strategi penyiapan infrastruktur perizinan reaktor daya

eksperimental di Indonesia, yang juga merupaka reaktor daya pertama penghasil listrik,

perlu dilakukan berbagai terobosan agar izin dari tahap evaluasi tapak hingga komisioning

tepat waktu. Strategi yang harus dilakukan antara lain adalah pemilihan jenis reaktor yang

telah memiliki izin operasi dari negara vendor, tidak ada perubahan desain dan modifikasi,

pengajuan izin melalui proses izin gabungan, penyiapan kelengkapan dokumen yang teliti,

dan proses revisi yang cepat. Serta adanya review/ pertemuan, penjelasan teknis, general

conference, yang intens antara BATAN dan BAPETEN yang membahas isu-isu penting,

lembar kerja berisi executive summary, laporan analisis tambahan bila diperlukan, serta

adanya safety advisory commitee.

DAFTAR PUSTAKA

[1]. _______, Peraturan Presiden No. 5/2006 tentang Kebijakan Energi Nasional (KEN).

[2]. BATAN, “Cetak Biru Pembangunan Reaktor Daya Eksperimen (RDE) 2014 – 2020”,

No. CB-RDE BATAN,Rev. 0., 8 Maret 2014.

[3]. _______, Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No 2/2014 tentang Perizinan

Reaktor Nuklir dan Pemanfaatan Bahan Nuklir.

[4]. _______, Undang-undang No. 10/1997 tentang Ketenaganukliran.

[5]. BATAN, “URD 10 MW Electric Experimental Nuclear Power Plant”, 2014.

[6]. _______, PTRKN-BATAN-2010, Dokumen Pertimbangan Pengguna, SEN Kogenerasi

[7]. SYED ARIF AHMAD, “ Applications of Nuclear Science & Technology in Pakistan”,

SASSI , Conference 12-13 July 2012, Islamabad. http://www.sassi.org/. Diakses tanggal

10 April 2014.

[8]. KHOIRUL HUDA, Sistem Pengawasan PLTN di Indonesia, BAPETEN, Jakarta,2010.

[9]. _______, Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 63/2000 tentang Keselamatan

dan Kesehatan Terhadap Pemanfaatan Radiasi Pengion.

[10]. _______, Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 26/2002 tentang Keselamatan

Pengangkutan zat Radioaktif.

[11]. _______, Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 27/2002 tentang Pengelolaan

Limbah Radioaktif

[12]. _______, Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 134/2000 tentang Biaya Izin

Pemanfaatan Tenaga Nuklir

[13]. _______, Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 54/2012 tentang Keselamatan

dan Keamanan Instalasi Nuklir

[14]. _______, Perpres No. 74/2012 tentang Pertanggung-jawaban Kerugian Nuklir

[15]. _______, Perka BAPETEN No. 3/2011 tentang Keselamatan Desain Reaktor Daya

[16]. _______, Perka BAPETEN No. 4/2011 tentang Proteksi dan Keselamatan Radiasi

Dalam Pemanfaatan Tenaga Nuklir

[17]. _______, Perka BAPETEN No. 6/2011 tentang Izin Bekerja Petugas Instalasi dan Bahan

Nuklir

[18]. _______, Perka BAPETEN No. 7/2011 tentang Nilai Batas Radioaktivitas Lingkungan

[19]. _______, Perka BAPETEN No. 3/2014 tentang Penyusunan Dokumen Mengenai

Analisis Dampak Lingkungan Bidang Ketenaganukliran.

[20]. FU LI, "HTGR Safety and Licensing Approaches", Tsinghua University, disampaikan

pada IAEA Meeting, BATAN-Serpong, 2-6 September 2013.

Kajian Strategi Penyiapan Infrastruktur...

Endiah Puji Hastuti

252

ISSN: 2355-7524

DISKUSI/TANYA JAWAB:

1. PERTANYAAN: June Mellawati (PKSEN-BATAN)

Izin tapak 1 tahun, bagaimana bila mundur karena BAPETEN mundur. Tentunya

akan mempengaruhi perizinan yang berikutnya. Apakah semua jadi mundur juga?

Bila Negara vendor belum memberikan “Proven”. Apakah mungkin di ambil

langkah-langkah 3 perizinan (tapak, konstruksi dan komisioning).

Bagaimana kiat-kiat supaya dalam 3,5 tahun “on time”?.

JAWABAN: Endiah PH (PTKRN-BATAN)

Apabila salah satu izin mengalami kemunduran akan berpotensi mempengaruhi perizinan

berikutnya.

Kemungkinan tersebut bedasarkan perka BAPETEN no. 2/ 2014 tentang perizinan reactor

daya tidak dapat dilakukan.

Kiat-kiat seperti pada makalah.

2. PERTANYAAN: Hadi Suntoko (PKSEN-BATAN)

Izin tapak yang direncanakan RDE dengan kapasitas 10 MWt dan bila terjadi

perubahan dalam hal desain dan kapasitas. Apakah izin juga tetap.

Izin konstruksi harus memenuhi SER dan SER harus dilengkapi SDR. Apakah SDR

Serpong sudah lengkap?

JAWABAN: Endiah PH (PTKRN-BATAN)

Prosedur izin sesuai peraturan BAPETEN adalah sama tidak tergantung pada daya yang

ditampilkan, prosedur tetap.

SDR Serpong menggunakan peralatan studi kawasan, sudah ada, akan tetapi perlu di up-

date terutama untuk demografi lingkungan dan perlu dilengkapi dengan data pengeboran

calon tapak reactor.

3. PERTANYAAN: Basuki Wibowo (PKSEN-BATAN)

Apa kelebihan compound lisensi dari pada parsial lisensi?

JAWABAN: Endiah PH (PTKRN-BATAN)

Combined licensing pada izin konstruksi, izin komisioning dan izin operasi diajukan secara

bersama sehingga menghemat waktu. Dapat dilakukan dengan persyarat tertentu seperti

desain reactor yang telah mendapat izin operasi dari Negara vendor dan tidak ada modifikasi

desain.