kajian pemanfaatan bantuan perkuatan oleh usaha

61
KAJIAN PEMANFAATAN BANTUAN PERKUATAN OLEH USAHA MIKRO, KECIL DAN MENENGAH (UMKM) DEPUTI BIDANG PENGKAJIAN SUMBERDAYA UKMK KEMENTERIAN NEGARA KOPERASI DAN UKM JAKARTA 2006

Upload: tranhanh

Post on 13-Jan-2017

240 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: KAJIAN PEMANFAATAN BANTUAN PERKUATAN OLEH USAHA

KAJIAN PEMANFAATAN BANTUAN PERKUATAN OLEH USAHA MIKRO,

KECIL DAN MENENGAH (UMKM)

DEPUTI BIDANG PENGKAJIAN SUMBERDAYA UKMK KEMENTERIAN NEGARA KOPERASI DAN UKM

JAKARTA 2006

Page 2: KAJIAN PEMANFAATAN BANTUAN PERKUATAN OLEH USAHA

KAJIAN PEMANFAATAN

BANTUAN PERKUATAN OLEH USAHA MIKRO, KECIL DAN MENENGAH

(UMKM)

Tim Pengkajian

Narasumber ;

Ir. Wayan Suarja. AR. MBA Drs. Neddy Rafinaldy

Tim Penulis

Ir. Teuku Syarif, MS Ir. Yoseva, MM

Pelaksana

Ir. Yoseva, MM (koordinator) Ir. Jannes Situmorang Drs. Pardiwibowo, MS

Adriana Laykota Agus Salim, SE

Hartutik, SE

Page 3: KAJIAN PEMANFAATAN BANTUAN PERKUATAN OLEH USAHA

ii

KATA PENGANTAR

Perwakilan Bank Dunia (world Bank) untuk Indonesia tanggal 7 Desember 2006

yang lalu mengungkapkan data tentang kemiskinan di Indonesia dengan standar Bank

dunia US $ 2 /man/day. Berdasarkan data tersebut, diperkirakan sekarang ini terdapat

sebanyak seratus juta orang Indonesia, atau lebih kurang 40 % dari rakyat Indonesia

tergolong miskin dan sangat miskin (BPS per Oktober 2006 mengatakan 17,5 %). Yang

jelas kemiskinan dan pengangguran di Indonesia masih menjadi masalah klasik yang

setelah lebih dari 60 tahun merdeka belum dapat diatasi oleh berbagai rezim yang

berkuasa.

Untuk mengatasi masalah kemiskinan dan pengangguran pemerintah

mengeluarkan Perpres nomor 007 tahun 2005 tentang Rancangan Pembangunan

Jangka Menengah (RPJM tahun 2005 s/d 2009) yang memprioritaskan pemberdayaan

UMKM dan koperasi melalui program perkuatan. Program perkuatan dilaksanakan oleh

berbagai instasi secara sektoral maupun terkoordinasi. Salah satu instansi yang

mendapat tugas untuk melaksanakan program tersebut adalah Kementerian Negara

Koperasi dan UKM. Program perkuatan yang dilaksanakan oleh Kementerian Negara

Koperasi dan UKM terdiri dari berbagai ragam jenis yang sebenarnya sudah

dilaksanakan sejak tahun 2000 yang lalu. Yang menjadi permasalahan adalah sampai

sekarang ini belum diketahui dengan jelas seberapa jauh dan seberapa besar

pemanfaatan program tersebut baik bagi UMKM, maupun bagi koperasi dan

pembangunan daerah.

Berbagai evaluasi dan penelitian telah dilakukan untuk mengetahui pemanfatan

dari program tersebut, tetapi karena tolok ukur dari evaluasi dan kajian tersebut belum

menyinggung permasalahan yang hakiki dari tujuan program, maka hasilnya juga belum

mampu menjawab permasalahan yang dihadapi, dan pemerintah masih terus

mengeluarkan berbagai program baru, sedangkan program yang lama belum diketahui

tingkat keberhasilannya.

Page 4: KAJIAN PEMANFAATAN BANTUAN PERKUATAN OLEH USAHA

iii

Untuk mengetahui tingkat keberhasilan program-program perkuatan yang telah

dilaksanakan oleh Kementerian Negara Koperasi dan UKM tersebut, maka kajian ini

dilaksanakan.

Oleh karena disatu sisi sumberdaya yang tersedia untuk kajian ini sangat

terbatas dan disisi yang lain berbagai jenis program yang sudah pernah dilaksanakan

belum diketahui keberadaannya, maka kajian ini dibatasi pada dua jenis program yang

baru dilaksanakan yaitu Program perkuatan KSP/USP, dan Program perkuatan

sektoral.

Hasil kajian ini memang relatif belum sepenuhnya mampu menjawab semua

permasalahan yang dihadapi, tetapi dengan mengandalkan tolok ukur yang lebih

mendekati kebenaran, sasaran program (mengurangi kemiskinan dan pengangguran),

sistematika dan dan model analisis yang sesuai, maka diharapkan hasil kajian ini dapat

menjadi masukan awal yang bermanfaat bagi para pengambil kebijakan.

Akhir kata, Tim pengkajian mengucapkan banyak terimakasih kepada Bapak

Deputi Bidang Pengkajian Sumberdaya UKMK, Bapak Asisten Deputi Urusan Penelitian

UKM, Bapak Pejabat Pembuat Perikatan/Kontrak, yang telah memberikan kepercayaan

kepada Tim untuk melaksanakan kajian ini. Terimakasih juga di ucapkan kepada semua

pihak baik di tingkat pusat maupun di daerah yang telah memberikan bantuannya.

Jakarta, akhir Desember 2006

Tim Pengkajian

Page 5: KAJIAN PEMANFAATAN BANTUAN PERKUATAN OLEH USAHA

iv

DAFTAR ISI

Halaman Kata Pengantar ....................................................................................

Daftar Isi ............................................................................................

Daftar Tabel ............................................................................................

Daftar Bagan .........................................................................................

Daftar Lampiran ...................................................................................

BAB . I. PENDAHULUAN .......................................................................

1.1. Latar Belakang .......................................................................

1.2. Permasalahan .......................................................................

1.3. Tujuan Pengkajian ......................................................................

1.4. Manfaat Pengkajian ......................................................................

1.5. Output Kajian .......................................................................

BAB II. TINJAUN PUSTAKA ............................................................

2.1. Konsepsi Pembangunan Berkeadilan ......................................

2.2. Kebutuhan Kredit Bagi Kelompok miskin .....................................

2.3. Pendekatan Sasaran Dan Konsep Perkreditan ..........................

2.4. Konsep Dasar Program Perkuatan UMKM ............................

BAB III.KERANGKA PEMIKIRAN ...........................................................

3.1. Kerangka Dasar Penelitian ...............................................................

3.2. Kerangka Operasional ..............................................................

BAB IV. RUANG LIPKUP DAN METODA PENELITIAN ......................

4.1. Ruang Lingkup Substansi Pengkajian ...................................

4.2. Lokasi kajian dan Penetapan Sampel ...................................

4.3. Asumsi-Asumsi ………………………………..………………….

4.4. Hipótesis ………………………………………..………………….

ii

iv

viii

ix

x

1

1

5

9

10

10

11

11

17

21

24

31

31

37

42

42

42

43

43

Page 6: KAJIAN PEMANFAATAN BANTUAN PERKUATAN OLEH USAHA

v

4.5. Metoda Penelitian …..………………………..………………….

4.5.1. Data …………………………………………………………

4.5.2. Metode Penarikan sampel

4.6. Metodel Analisis ………………………………………..………….

4.6.1. Model-model Analisis Deskriptif

BAB V.HASIL PENGAMATAN DAN ANALISIS ……………….……....

5.1. Deskripsi Hasil Pengamatan Lapang …………………….…….

5.1.1. Profil Perkuatan di Kabupaten Contoh ……………

5.1.2. Dampak Program Perkuatan terhadap Kondisi dan Kinerja

Bisnis UMKM …………………………………………………

5.1.3. Dampak Program Perkuatan Terhadap Perekonomian

Daerah ...........................................................................

5.1.4. Dampak Program Perkuatan Terhadap Pengembangan

Koperasi .........................................................................

5.2. Kondisi dan Tingkat Pengaruh dari Faktor-faktor Penentu ........

5.2.1 Kondisi Awal UMKM ……..………………………………..

5.2.2 Pendekatan dan Pola Pelaksanaan Program Perkuatan

5.2.3 Kebutuhan Modal bagi UKM .....................................

5.2.4 Lembaga yang Berperan Dalam Pelaksanaan Program

5.2.5 Pengaturan Pelaksanaan Program ..........................

5.2.6 Pemanfaatan Bantuan Perkuatan oleh UMKM ...............

5.2.7 Sistem Pendukung Usaha UMKM ………………………….

5.2.8 Bantuan Perkuatan dari pihak lain ..........................

5.2.9 Keperluan Modal Bagi UKM ………………………….

BAB VI. ALISIS EVALUATIF ………………………………………….

6.1. Analisis Pengaruh Faktor-Faktor Strategis ……………………….....

6.1.1. Faktor-faktor yang berpengaruh Terhadap Omset Usaha

UMKM ..............................................................................

6.1.2. Analisis Faktor Laba UMKM ………………………….

43

43

44

44

46

51

51

51

54

58

61

64

64

66

71

72

74

75

78

81

82

84

84

84

86

Page 7: KAJIAN PEMANFAATAN BANTUAN PERKUATAN OLEH USAHA

vi

6.1.3. Pengaruh Tetap (independent variable) Terhadap

Penyerapan Tenaga Kerja ………………………………….

6.2. Analisis Hubungan Antar Faktor …………………………………..

6.2.1. Hubungan Antara Omset Usaha Dan Laba ………….

6.2.2. Hubungan Antara Volume Usaha Dan Penyerapan Tenaga

Kerja Oleh UMKM ……………………………………………

BAB VII.PEMBAHASAN HASIL ANALISIS …………………………..

7.1. Omset usaha UMKM …………………………………………………..

7.1.1. Ketersediaan Bahan Baku …………………………………..

7.1.2. Prosedur Pinjaman …………………………………………..

7.1.3. Jumlah Pinjaman …………………...................................

7.1.4 Kebebasan Penggunaan Pinjaman ……………………

7.1.5 Jenis usaha Peminjam ………………………….............

7.1.6 Pinjaman dari Pihak ke Tiga ……………………………….

7.1.7 Peubah-peubah yang tidak berpengaruh terhadap

peningkatan omzet UMKM ………………………………….

7.2. Laba UMKM ………………………………………………………….

7.2.1. Manajemen Usaha ………………………………………….

7.2.2. Prosedur pinjaman ………………………………………….

7.2.3. Jumlah Pinjaman ………………………………………….

7.2.4 Kebebasan Penggunaan Pinjaman…………………………

7.2.5. Jenis Usaha Yang dilaksanakan UMKM ………………….

7.2.6. Pinjaman dari pihak ke tiga ………………………….

7.2.7. Pengaruh Peubah lainnya ………………………………….

7.3 Penyerapan Tenaga Kerja Oleh UMKM ………………………….

7.3.1 Pemilikan asset ………………………………………….

7.3.2 Jenis Kelamin peminjam ………………………………….

7.3.3 Jumlah Pinjaman ………………………………………….

7.3.4 Kebebasan penggunaan pinjaman ………………….

7.3.5 Jenis Usaha UMKM ………………………………………….

88

90

90

92

94

94

94

96

97

98

99

100

101

102

102

102

102

103

103

103

105

105

106

106

106

107

Page 8: KAJIAN PEMANFAATAN BANTUAN PERKUATAN OLEH USAHA

vii

7.3.6 Peubah yang tidak berpengaruh nyata ……………….....

7.4. Hubungan Antar Faktor Keberhasilan UMKM ……………….....

7.4.1 Hubungan Antara Omset Usaha Dan Laba ………….

7.4.2 Hubungan Omset Usaha Dan Penyerapan Tenaga Kerja

Oleh UMKM ………………………………………………….

7.5. Hubungan Omzet Usaha dan Penyerapan Tenaga Verja Oleh

UMKM …………………………………………………………

7.5.1 Omset Usaha UMKM secara langsung dan nyata positif

mempengaruhi kemampuan penyerapan tenaga verja oleh

UMKM ………………………………………

7.5.2 Pengaruh faktor-faktor lanilla ………………………………

BAB VIII. KESIMPULAN DAN IMPLEMENTASI KEBIJAKAN…………

8.1. Kesimpulan ………………………………………………………….

8.2. Saran Tindak ………………………………………………….

108

109

109

111

112

112

114

114

116

116

117

Page 9: KAJIAN PEMANFAATAN BANTUAN PERKUATAN OLEH USAHA

viii

DAFTAR TABEL Tabel 1: Profil Bantuan perkuatan UMKM menurut Jenisnya pada lima

Propinsi Contoh ...................................................................

Tabel 2 : Realisasi Bantuan perkuatan Bagi UMKM Di Lima Propinsi

Contoh .................................................................................

Tabel 3 : Kinerja UKM Berbantuan (yang menerima bantuan ) Dari

aspek Aset dan Permodalan .................................................

Tabel 4 : Kinerja UKM Berbantuan (yang menerima bantuan) Dari

Aspek Volume Usaha dan Laba ………………………………

Tabel 5 : Kinerja UKM Berbantuan (yang menerima bantuan )............

Tabel 6 : Jumlah Tenaga Kerja dan Kinerja UKM Berbantuan (yang

menerima bantuan ) …………………………………………….

Tabel 7 : Pertumbuhan Sumbangan UMKM terhadap Total

Pendapatan Kotor Daerah (Regional Domestic Bruto) serta

Jumlah dan Kinerja Koperasi Penyalur ..................................

Tabel 8 : Dampak Program Perkuatan terhadap Kinerja Koperasi......

Tabel 9 : Dampak Pelaksanaan Program Perkuatan terhadap ?.........

Tabel 10: Kondisi Awal UMKM...............................................................

Tabel 11 : Persyaratan Mendapatkan pinjaman......................................

Tabel 12 : Pihak - pihak yang terlibat dalam proses perkreditan.............

Tabel 13 : Kebutuhan Modal bagi UKM....................................................

Tabel 14: Keragaan Peminjam dari Aspek Pemilikan Aset dan

Permodalan.............................................................................

Tabel 15: Pihak pihak yang terlibat dalam proses perkreditan...............

Tabel 16 : Pengaturan Pelaksaaan Program...........................................

Tabel 17 : Pemanfaatan Program Bantuan perkuatan...........................

Tabel 18 : Tingkat Kesulitan dalam Proses Pemanfaatan Program

Perkuatan..............................................................................

Tabel 19 : Bantuan Perkuatan yang diterima UMKM.............................

Tabel 20 : Dana Yang diperlukan untuk memberdayakan UMKM ........

Dan Pembukaan Lapangan Kerja bagi Pencari Kerja

51

53

54

55

57

59

60

61

63

65

67

69

70

72

73

74

75

76

81

82

Page 10: KAJIAN PEMANFAATAN BANTUAN PERKUATAN OLEH USAHA

ix

Tabel 21 : Analisis pengaruh peubah tetap (Independent Variable)

Terhadap Omset usaha UMKM (Y1).......................................

Tabel 22 : Analisis Pengaruh Peubah Tetap (Independent Variable)

Terhadap laba UMKM (Y2).....................................................

Tabel 23 : Analisis Pengaruh Peubah tetap (Independent Variable)

Terhdap Penyerapan Tenaga Kerja (Y3)...............................

Tabel 24 : Hubungan Antara Volume Usaha Dengan laba UMKM (Y4)..

Tabel 25 : Hubungan Antara Volume Usaha Dan Penyerapan Tenaga

Kerja Oleh UMKM……………………………………………...

DAFTAR BAGAN

Bagan 1: Kerangka Analisis Kajian Pemanfaatan Bantuan Perkuatan Untuk UMKM

84

86

89

91

92

38

Page 11: KAJIAN PEMANFAATAN BANTUAN PERKUATAN OLEH USAHA

x

DAFTAR LAMPIRAN

Tabel Lampiran 1 : Rata-rata Skor Ketersediaan Bahan Baku, Dan

Kemudahan Pemberian Pinjaman

Tabel Lampiran 2 : Rata-rata Skor Manjemen Usaha dan Kebebasan

Penggunaan Pinjaman

Tabel Lampiran 3 : Rata-rata Pinjaman Dari Pihak Ketiga Dan

Kemampuan Penyerapan Tenaga Kerja

Tabel Lampiran 4 : Rata-rata Margin Usaha UKM

Tabel Lampiran 5 : Rata-rata, Pengalaman Dan Kelamin Peminjam

120

120

121

121

122

Page 12: KAJIAN PEMANFAATAN BANTUAN PERKUATAN OLEH USAHA

1

BAB . I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 007 tahun 2005 Tentang Rencana

Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) tahun 2005-2009, menetapkan prioritas

pembangunan diarahkan pada pengurangan angka kemiskinan dan penggaguran.

Target yang ingin dicapai adalah mengurangi angka kemiskinan dari 9,9 % tahun

2004 menjadi 5,1 % pada tahun 2009, serta mengurangi jumlah pengangguran dari

16,6 % tahun 2004 menjadi 8,2 % tahun 2009. Untuk mencapai tujuan tersebut,

salah satu cara yang ditempuh adalah dengan memberdayakan kelompok usaha

mikro, kecil dan menengah (UMKM), serta meningkatkan peran serta koperasi dalam

proses pemberdayaan UMKM.

Sebagai derivasi dari kebijaksanaan yang dituangkan dalam Perpres nomor 07

tahun 2005 tersebut, Kementerian Negara Koperasi dan UKM mengeluarkan

Rencana Tindak Jangka Menengah (RTJM) 2005 -2009, yang menetapkan kerangka

dasar pelaksanaan program pengembangan koperasi dan UMKM, dalam bentuk

pelaksanaan berbagai program perkuatan KUMKM. Program ini dirancang secara

komprehensif dari semua aspek usaha Koperasi dan UMKM (KUMKM), sejak dari

penyiapan SDM, sampai dengan pemasaran produk UMKM. Program perkuatan

KUMKM yang dirancang di tingkat pusat dan dilaksanakan disemua daerah ini,

diharapkan dapat menjadi stimulan bagi UMKM maupun pemangku kepentingan

(stake holder) lainnya untuk meningkatkan produktifitas UMKM.

Program perkuatan UMKM menggunakan berbagai sumber pendanaan antara

lain dari APBN, dari dana Surat Utang Pemerintah Nomor rekening 005 (SUP-005)

dan dari Program kompensasi pengurangan subsidi BBM (PKPS-BBM). Pihak-pihak

yang dilibatkan dalam program ini juga cukup banyak, baik instansi pemerintah, pihak

perbankan, Pemerintah Daerah (Pemda), maupun pihak pengusaha swasta besar.

Untuk mengawasi pelaksanaan program perkuatan, telah dirancang sistem

Page 13: KAJIAN PEMANFAATAN BANTUAN PERKUATAN OLEH USAHA

2

monitoring dan evaluasi, tetapi program tersebut hanya menggunakan tolok ukur

yang hanya terbatas untuk melihat keberhasilan penyaluran dana perkuatan,

sehingga kegiatan monitoring dan evaluasi tersebut juga hanya melaporkan

keberhasilan penyaluran baku pinjaman yang disediakan.

Program perkuatan dari aspek konsepsi perkreditannya tetap merupakan

kredit murah (cheaps money credit), yang ditujukan untuk kelompok masyarakat

miskin, dengan persyaratan yang ditetapkan berdasarkan pendekatan sektoral. Di

samping itu juga unsur legalitas peminjam masih menjadi persyaratan utama program

ini. Jenis program perkreditan seperti ini memang secara umum telah dilaksanakan

diberbagai negara berkembang dengan tingkat keberhasilan yang relatif rendah.

Menurut Sondakh (1986) kredit mikro yang bersifat sektoral dengan subsidi bunga

bagi pengembangan tanaman jagung di Brazil merupakan puncak keberhasilan

program perkreditan seperti tersebut (program kredit mikro untuk orang miskin).

Pengembalian kredit tersebut mencapai 32,6 % dan kredit tersebut mampu

meningkatkan produksi sebesar 21,4 %. Sedangkan program sejenis ditempat

lainnya termasuk di Indonesia (KCK, KUK, KUT dan sebagainya), tidak pernah

diketahui kesudahannya, atau hilang begitu saja. Dari aspek politis kejadian seperti

itu memang bukan masalah, karena setiap rezim yang berkuasa di negara

berkembang pada umumnya memang berkeinginan untuk menunjukkan komitmen-

nya dalam mengangkat harkat orang miskin. Kegagalan ini baru menjadi masalah

kalau dianalisis dari aspek ekonomi dan sosial.

Terkait dengan upaya pemerintah untuk menumbuh-kembangkan UMKM

melalui program perkuatan, perlu dikemukakan pendapat Muhammad Yunus (2006)

pendiri Grameen Bank di Bangladesh, tentang kemiskinan. Yunus berpendapat

bahwa ’Pengentasan kemiskinan haruslah merupakan suatu proses bertahap

yang berkelanjutan dalam menciptakan asset oleh masyarakat miskin sendiri.

Peran pemerintah hanyalah sebagai triger (pemicu) atau perangsang (stimulant), dan

bukan sebagai lembaga sosial. Lebih lanjut dikatakan ’Masyarakat miskin tahu apa

yang harus mereka lakukan, tapi para pembuat keputusan tidak mau percaya

Page 14: KAJIAN PEMANFAATAN BANTUAN PERKUATAN OLEH USAHA

3

kalau mereka mampu.’ ’Kemiskinan menutupi seseorang, sehingga membuat

mereka terlihat bodoh dan tidak punya inisiatif. Jika mereka dihargai maka

kerangka kerja yang paling sederhanapun akan mampu memberikan

kesempatan dan memotivasi mereka untuk memperbaiki kehidupannya sendiri.

Setiap orang memiliki kemampuan terpendam’, yang disebutnya sebagai

kemampuan mempertahankan hidup. Kenyataan bahwa kaum miskin tetap hidup

membuktikan bahwa mereka memiliki kemampuan. Jadi para pengambil kebijakan

tidak perlu mengajari mereka bagaimana untuk bertahan hidup, sedangkan para

pengambil keputusan sendiri tidak banyak memahami kehidupan mereka.

Yang banyak terlihat dalam mengurangi kemiskinan di negara-negara

berkembang menurut Stukey (1995), adalah bila pemerintah sering kali melupakan

potensi yang ada pada kelompok miskin tersebut. Sebagian besar program kredit

mikro dilaksanakan berdasarkan pendekatan sektoral dengan memasukkan unsur

subsidi bunga. Menurut Anwar (1992) konsepsi perkreditan yang demikian sepertinya

hanya merupakan obat penghilang rasa sakit (analgesic), yang tidak pernah

menghilangkan penyakitnya dan jika dipakai terlalu lama malah bisa menimbulkan

penyakit lain. Gopar. A.Helmawi (2006) malah mengatakan kebijakan kredit masal

bersubsidi merupakan moral Hazard (pengeroposan moral), yang cepat atau lambat

dapat berdampak negatif bagi para peminjamnya, maupun pemerintah yang

merancang dan melaksanakan program tersebut. Hal ini antara lain terlihat dari

banyaknya jumlah peminjam kredit KUT yang sekarang terjerat hutang dari program

yang juga dilaksanakan oleh Departemen Koperasi dan UMKM pada awal masa

reformasi beberapa tahun yang lalu.

Beberapa indikator kelemahan dan ketidak-berhasilan kredit mikro bersubsidi

juga pernah dikemukakan oleh Gonzales 1982 antara : a) Penetapan tujuan

penggunaan ditingkat makro (Pusat) yang dilaksanakan di tingkat mikro (regional),

menyebabkan timbulnya bias dalam pendistribusian kredit. Akibatnya banyak alokasi

kredit yang jatuh pada perorangan, kelompok atau daerah yang tidak potensial.

Sebaliknya para peminjam perorangan, kelompok atau daerah yang berpotensi besar

Page 15: KAJIAN PEMANFAATAN BANTUAN PERKUATAN OLEH USAHA

4

untuk memanfaatkan sumberdaya tersebut tidak mendapatkannya ; b) Pagu kredit

yang ditetapkan secara agregat dalam jumlah tertentu menyebabkan terbatas

kesempatan bagi peminjam untuk menyesuaikan kebutuhan dengan jumlah kredit

yang diterima, sedangkan di tempat lain orang atau kelompok lain mungkin terjadi

kelebihan pinjaman, dan hal ini menyebabkan terjadinya pemborosan dalam

penggunaan pinjaman ; c) Subsidi bunga dapat mengundang kelompok yang bukan

menjadi target sasaran untuk ikut menikmati pinjaman tersebut dan ; d) Persyaratan

ketat yang ditetapkan dapat menjadi kendala bagi kelompok potensial yaitu

masyarakat miskin yang berpengetahuan rendah, untuk mendapatkan kredit tersebut.

Dari berbagai kelemahan program perkreditan yang dirancang oleh

pemerintah di negara-negara berkembang, Yunus (2006) berpendapat penghambat

terbesar bagi masyarakat miskin di daerah untuk meningkatkan pendapatannya

adalah tidak adanya akses ke lembaga perkreditan formal terutama perbankan. Bank

komersial tidak pernah percaya pada kemampuan orang-orang lemah tersebut.

Konsepsi kredit perbankan yang bersandar pada prinsip 5C (The five C of credit),

yaitu Caracter, colateral, capital, Capacity of repaymen dan Condition of

economics, tidak akan pernah dapat dipenuhi oleh kelompok UMKM. Lebih lanjut

dikatakan oleh Yunus ”jika mereka (kelompok miskin)” disediakan kredit dengan

persyaratan yang sesuai, maka mereka sendiri bisa menentukan bagaimana cara

yang terbaik untuk meningkatkan pendapatannya. Sebenarnya mereka (orang

miskin) sangat pintar dan ahli dalam bertahan hidup. Hal ini telah dibuktikan dari

eksistensi mereka yang mampu bertahan dalam situasi yang tidak terfikirkan

kesulitannya dari generasi-ke generasi. Pada akhirnya dikatakan kredit dan

kesempatan (peluang) kerja merupakan kunci untuk membangunkan kesadaran

mereka akan kemampuannya. ’Meminjamkan uang saja tidak akan membantu orang

miskin,’ kecuali bila pada saat yang sama kepada mereka juga diberikan kesempatan

untuk mengembangkan potensi yang dimiliki, yang akan membantu mereka

mengatasi berbagai masalah yang sepertinya tidak ada habisnya.’

Page 16: KAJIAN PEMANFAATAN BANTUAN PERKUATAN OLEH USAHA

5

Selama 40 tahun terakhir ini mungkin sudah lebih dari 50 Triliun Rupiah dana

yang dihabiskan untuk melaksanakan berbagai program kredit mikro dengan

pendekatan sektoral dan subsidi bunga yang dilaksanakan di Indonesia (Hasibuan

2005) . Yang terlihat sekarang ini pada lapisan masyarakat miskin masih seperti dulu.

Angka kemiskinan masih lebih dari 2 digit, bahkan Bank Dunia (Wordl Bank ) tanggal

7 Desember 2006, mengatakan jumlah orang miskin di Indonesia sekarang ini sudah

mencapai 100 juta orang, atau antara 40 sampai dengan 50 % dari penduduk

Indonesia berpenghasilan kurang dari 2 USD per hari per orang. Lalu bagaimana

keberhasilan berbagai program perkreditan termasuk program perkuatan KUMKM

yang dilaksanakan oleh pemerintah sekarang ini ?.

Untuk program-program perkreditan yang dilaksanakan pada waktu-waktu

yang lalu seperti KCK, KUK, dan KUT memang tidak perlu dijawab lagi keberhasilan

dan keberadaannya, karena sudah menjadi bagian kelam dari kebijakan rezim yang

berkuasa pada waktu itu. Tetapi bagaimana dengan program perkuatan yang

dilaksanakan selama 6 tahun terakhir ini ?. Untuk program tahun 2000 sampai

dengan tahun 2004, juga tidak perlu dipermasalahkan lagi karena tingkat

keberhasilannya tidak pernah diketahui dan keberadaannya juga sudah hilang tak

tentu rimbanya. Yang perlu diperhatikan adalah program-program yang dilaksanakan

selama tahun 2005 dan tahun 2006, karena sebagian uang tersebut masih ada, baik

di masyarakat (UMKM), di koperasi atau di instansi / bank penyalur.

1.2. Permasalahan

Seperti dikemukan di atas, program perkuatan UMKM ini dilaksanakan dengan

melibatkan banyak pihak, baik sektoral maupun instusional. Dalam beberapa

kegiatan bahkan Kementerian Negara Koperasi dan UKM, kewenangannya sangat

terbatas seperti misalnya dalam program subsidi pupuk dan benih, program

perkuatan kelompok masyarakat miskin di daerah tertinggal dan program penyaluran

dana yang bersumber dari SUP-005. Untuk penyaluran subsidi pupuk dan

pembangunan masyarakat di daerah tertinggal, Kementerian Negara Koperasi dan

UKM sama sekali tidak memiliki kewenangan walaupun sasarannya adalah juga

Page 17: KAJIAN PEMANFAATAN BANTUAN PERKUATAN OLEH USAHA

6

UMKM. Sedangkan pada program perkuatan yang bersumber dari dana SUP-005,

Kementerian Negara Koperasi dan UKM hanya memiliki kewenangan sebatas

memberikan rekomendasi untuk institusi penyalurnya saja (perbankan). Kewenangan

penuh hanya diberikan kepada Kementerian Negara Koperasi dan UKM pada

penyaluran dana perkuatan yang bersumber dari APBN, melalui program-program

perkuatan yang dirancang oleh Kementerian Negara Koperasi dan UKM sendiri,

seperti program-program perkuatan sektoral dan program perkuatan melalui

pengembangan unit simpan pinjam koperasi (USP Koperasi) dan program perkuatan

melalui Koperasi simpan pinjam (KSP).

Secara kumulatif sejak tahun 2004 sampai dengan bulan Oktober tahun 2006

jumlah penyaluran dana program-program perkuatan dari Kementerian Negara

Koperasi dan UKM yang bersumber dari APBN telah mencapai 2,35 Triliun Rupiah.

Hasil monitoring yang diberikan sampai sekarang ini hanya berupa informasi jumlah

penyaluran dan jumlah koperasi serta UMKM yang mendapatkan bantuan pinjaman

perkuatan tersebut saja, sedangkan sejauh mana manfaat yang dirasakan oleh para

peminjam dan bagi koperasi belum terukur dengan baik.

Informasi tentang kemampuan penyaluran saja tentunya tidak cukup untuk

menilai keberhasilan suatu program perkreditan. Sesuai dengan output yang akan

dicapai yaitu mengurangi angka kemiskinan dan pengangguran, idealnya untuk

menilai keberhasilan program tersebut harus dilakukan secara komprehensif, dengan

memperhatikan banyak faktor, baik faktor output maupun faktor inputnya. Kalau

pengurangan angka kemiskinan dan pengangguran yang ingin dijadikan output akhir

maka ada tujuan antara yang juga perlu dikaji lebih dulu yaitu ; a) Apakah sasaran

program sudah dicapai dengan baik (tepat sasaran), yaitu penerima kredit adalah

benar-benar orang yang memerlukan dan memiliki potensi untuk menggunakan kredit

tersebut ; b) Apakah yang bersangkutan benar-benar telah menggunakan kredit yang

diterima untuk menjalankan usaha yang sesuai dengan potensi diri dan

lingkungannya ; c) apakah dengan menjalankan usaha tersebut ada peningkatan

penghasilannya. Kalau tadinya penganggur apakah sekarang telah mendapatkan

Page 18: KAJIAN PEMANFAATAN BANTUAN PERKUATAN OLEH USAHA

7

pekerjaan, dan jika dia sudah berusaha apakah dengan adanya bantuan perkuatan

terhadap usahanya sudah ada peningkatan pendapatannya serta ; d) jika program

perkuatan melibatkan koperasi, apakah koperasi yang melakukan penyaluran

tersebut menerima dampak positif dari kegiatan ini .

Walaupun program perkuatan dirancang dan dilaksanakan oleh Kementerian

Negara Koperasi dan UKM, tetapi kegiatan usaha UMKM merupakan kegiatan usaha

ekonomi yang keberhasilannya melibatkan banyak unsur sejak dari hulu (penyediaan

bahan baku), sampai dengan hilirnya (pemasaran pada konsumen). Seperti layaknya

program multidimensional lainnya, yang melibatkan banyak pihak. maka peluang

timbulnya permasalahan dalam pelaksanaan program tersebut juga menjadi cukup

besar. Satu hal penting yang harus mendapat perhatian adalah tolok ukur

keberhasilan program tersebut seharusnya sudah ditetapkan secara sistematis

sesuai dengan tujuan dan ouput yang akan dicapai. Dari berbagai petunjuk

operasional yang dikeluarkan oleh Kementerian Negara Koperasi dan UKM, terlihat

bahwa orientasi pencapaian tujuan hanya dibatasi sampai dengan keberhasilan

penyalurannya (nilai, dan jumlah UKM yang mendapatkan bantuan) saja. Akibatnya

pemanfaatan dan kemanfatan program tersebut bagi peminjam, yang merupakan

sasaran pencapaian ouput akhir yang paling diharapkan yaitu ”seberapa besar

kemampuan program-program perkuatan tersebut dapat mengurangi angka

kemiskinan dan pengangguran, tidak dimasukkan dalam kalkulus perencanaan.

Dengan demikian adalah wajar jika sampai sekarang ini tidak pernah diketahui

dengan pasti sejauh mana tingkat keberhasilan program tersebut mampu mengurangi

angka kemiskinan dan pengangguran.

Kajian dari aspek dasar kebijakan memperlihatkan bahwa di satu sisi program

ini merupakan stimulator bagi pemberdayaan UMKM, yang secara langsung menjadi

pembuka jalan untuk dilaksanakannya berbagai program pendukung lainnya.

Sedangkan di sisi yang lain harus diakui bahwa ada kemungkinan bahwa program ini

dapat bernasib sama dengan program-program lainnya yang bersifat dari atas ke

bawah (top down). Untuk mengantisipasi segala kemungkinan terburuk yang mungkin

Page 19: KAJIAN PEMANFAATAN BANTUAN PERKUATAN OLEH USAHA

8

terjadi, maka perlu diwaspadai asumsi bahwa ”pelaksanaan program perkuatan

belum sesuai dengan harapan”. Kegagalan program perkuatan dapat saja terjadi

akibat timbulnya berbagai permasalahan dan kendala, baik kendala dalam hal proses

seleksi penyaluran dan pemanfaatannya, maupun kendala internal UMKM dalam

melaksanakan kegiatan usaha yang mendapat bantuan perkuatan tersebut. Demikian

juga dapat dimaklumi bahwa walaupun bantuan perkuatan yang diberikan sudah

cukup banyak bentuk dan jenisnya, tetapi bila dicermati akan terlihat jenis dan jumlah

bantuan yang diberikan tersebut masih jauh dari mencukupi. Dengan perkataan lain

bantuan yang diberikan belum sesuai dengan jumlah dan kebutuhan UMKM, karena

jumlah dan kebutuhan UMKM sangat banyak dan sangat beragam, baik antar aspek,

antar sektor maupun antar daerah.

Kekhawatiran di atas tampaknya cukup beralasan karena selama ini

Kementerian Negara Koperasi dan UKM hanya menetapkan para penerima

bantuan perkuatan berdasarkan pada kebutuhan agregatif, dan kriteria yang

terangkum dalam petunjuk pelaksanaan bantuan perkuatan UMKM. Oleh sebab itu

mengingat proses penunjukan itu sendiri hanya didasarkan pada kriteria yang

ditetapkan dalam petunjuk pelaksanaan, maka bukan tidak mungkin akan ada bias

akurasi penunjukan, yang secara langsung maupun tidak langsung dapat

mempengaruhi tingkat keberhasilan program tersebut. Demikian juga alokasi pagu

kredit per peminjam yang bersifat top down, dapat saja menimbulkan bias dalam

pemanfaatannya.

Sejalan dengan uraian di atas maka pertanyaan mendasar yang perlu

dicarikan jawabannya melalui kajian ini, yaitu : 1.) Seberapa jauh tingkat ketepatan

penunjukan UMKM penerima bantuan perkuatan, dan 2.) Bagaimana dampak

pemanfaatan Bantuan Perkuatan tersebut terhadap pengembangan kinerja bisnis

UMKM. Demikian juga mengingat program perkuatan UMKM sudah berjalan lebih

dari 5 (lima) tahun, maka sejalan dengan pertanyaan diatas, timbul pertanyaan lain

yang perlu dikemukakan adalah ; 3) Seberapa jauh dan seberapa besar tingkat

Page 20: KAJIAN PEMANFAATAN BANTUAN PERKUATAN OLEH USAHA

9

keberhasilan dari Program tersebut dalam mencapai tujuan akhirnya, atau output

yang diharapkan yaitu mengurangi angka kemiskinan dan pengangguran.

Layaknya program yang sudah berjalan cukup lama tentunya kegiatan

tersebut sudah mengindikasikan keberhasilan, kendala dan permasalahan yang

dihadapi. Indikasi yang terlihat secara visual di lapang antara lain adalah ”Adanya

pertumbuhan usaha dari beberapa KUMKM yang mendapatkan bantuan perkuatan,

sesuai dengan indikator keberhasilan yang ditetapkan yaitu peningkatan omset

usaha dan laba serta penyerapan tenaga kerja. Namun demikian indikasi-indikasi

visual seperti itu tampaknya belum dapat sepenuhnya dijadikan bahan acuan yang

relevan dalam upaya penyempurnaan kebijakan perkuatan KUMKM, karena belum

mengarah pada output akhir yang diharapkan yaitu peningkatan pendapatan dan

peningkatan kemampuan penyerapan tenaga kerja dari KUMKM tersebut”. Untuk

mengukur kedua tolok ukur terakhir ini memang sulit untuk dapat dilakukan dengan

metoda evaluasi sederhana. Kegiatan ini harus juga dapat menjawab berbagai

penyebab dari output yang terukur tersebut, untuk itu maka diperlulan adanya kajian

yang komprehensif, agar keabsahannya dapat dipertanggung jawabkan.

1.3. Tujuan Pengkajian

Sejalan dengan permasalahan di atas maka tujuan kajian ini ditujukan untuk :

a) Menganalisis kinerja UMKM yang menerima bantuan perkuatan khususnya di

bidang produksi dan permodalan serta faktor-faktor yang mempengaruhi

keberhasilan program ;

b) Menemukenali pemanfaatan dan berbagai permasalahan yang dihadapi

UMKM dalam program perkuatan dan ;

c) Mengetahui seberapa jauh program perkuatan dibutuhkan UMKM

Page 21: KAJIAN PEMANFAATAN BANTUAN PERKUATAN OLEH USAHA

10

1.4. Manfaat Pengkajian

Adapun manfaat yang diharapkan dari kajian ini adalah ; didapatkannya

kesimpulan hasil kajian yang menggambarkan dampak program perkuatan bagi

perkembangan UMKM, serta permasalahan-permasalahan dalam pelaksanaannya,

sehingga dapat menjadi bahan masukan bagi para pengambil kebijaksanaan dalam

rangka menyempurnakan kebijakan perkuatan ke depannya. Selain itu kajian ini

diharapkan mampu menyajikan alternatif model evaluasi dan monitoring program-

program perkuatan yang dilakukan Kementerian Negara Koperasi dan UKM.

1.5. Output Kajian 1. Pelaksanaan program perkuatan yang dilaksanakan antara tahun 2004 sampai

dengan tahun 2005 khusus untuk dua jenis program utama yaitu Program

Sektoral, dan KSU/USP ;

2. Kinerja UMKM penerima bantuan perkuatan dilihat dari aspek pemilikan aset,

permodalan, omset usaha, produktifitas, penggunaan teknologi dan laba yang

diperoleh ;

3. Kemanfaatan program dari aspek peningkatan pendapatan dan penyerapan

kerja serta daya dukungnya dalam mengurangi pengangguran ;

4. Kemanfaatan program terhadap pemberdayaan Koperasi melaui peningkatkan

omset usaha dan pelayanan serta partisipasi anggotanya ;

5. Permasalahan yang dihadapi UMKM serta kondisi dan tingkat pengaruh dari

faktor-faktor dominan yang mempengaruhi keberhasilan program dalam

mencapai tujuannya serta :

6. Paparan program dari aspek pendekatan, konsepsi, prinsip dan pola

pelaksanaan yang dilalukan oleh UMKM.

Page 22: KAJIAN PEMANFAATAN BANTUAN PERKUATAN OLEH USAHA

11

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Konsepsi Pembangunan Berkeadilan

Slogan-slogan pemberdayaan ekonomi rakyat yang didengungkan pada akhir

kekuasaaan rezim orde baru (tahun 1990-an), oleh sebagian kalangan dianggap

sebagai program terpojok atau program dadakan. Banyak ekonom yang menilai

bahwa pemberdayaan ekonomi rakyat pada era tersebut hanya dijadikan komoditas

politik untuk menutupi kenyataan besarnya peran pemerintah dalam mendukung

sistem ekonomi kapitalis, yang dibangun oleh kelompok konglomerat. Komitmen

pemerintah yang dinilai semu dicirikan dengan tumbuh dan berkembangnya

konglomerasi yang sedemikian cepat, serta korupsi dan nepotisme khususnya di

bidang ekonomi yang malah lebih banyak menyengsarakan kehidupan masyakat

banyak (Nasution dan Syarif 2002).

Dengan terjadinya krisis moneter yang berkembang menjadi krisis multi-

dimensional mulai awal tahun 1997, semakin nyata terlihat bahwa konglemerasi yang

dibangun atas kerja sama (baca dengan KKN) antara pejabat pemerintah dengan

para pengusaha besar, tidak memiliki kemampuan sama sekali untuk

mempertahankan perekonomian nasional dari gejolak perekonomian dunia. Usaha

bisnis para konglomerat sebagian hancur dan sebagian lagi terpaksa ditopang oleh

pemerintah dengan dana pinjaman dari luar negeri (dengan dana BLBI). Ironisnya

dalam kondisi keuangan negara yang sangat terpuruk tersebut, para konglomerat

atau kelompok kapitalis semu ini malah membawa lari sebagian besar asset

negara/bangsa dalam bentuk Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI). BLBI

sebenarnya merupakan pinjaman atau hutang pemerintah dari luar negeri yang

sekarang harus dibayar kembali oleh negara dengan uang rakyat.

Page 23: KAJIAN PEMANFAATAN BANTUAN PERKUATAN OLEH USAHA

12

Era reformasi yang diharapkan dapat membawa angin segar bagi

pemberdayaaan ekonomi rakyat yang sebagian besar (99,9 %) dibangun oleh

kelompok usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM), dalam kenyataannya sampai

sekarang ini belum memenuhi harapan. Sistem perekonomian nasional ternyata

belum memberikan kesempatan yang signifikan (keberpihakan) pada kelompok

UMKM, walaupun kelompok usaha ekonomi ini telah secara nyata memberikan

sumbangan yang cukup besar dalam proses penyembuhan perekonomian nasional

(National Economics Recovery) dimasa krisis ekonomi beberapa tahun yang lalu. Hal

yang demikian menimbulkan pertanyaan, apakah pembangunan di era reformasi

yang cenderung masih menggunakan pendekatan pertumbuhan, akan diandalkan

lagi untuk mampu mengangkat taraf hidup dan kesejahteraan rakyat Indonesia, yang

sebagian besar adalah UMKM?. Sedangkan diketahui bahwa konsepsi yang

bersandar pada faham neoklasik tersebut nyata-nyata hanya mampu menciptakan

keberhasilan semu, yang hancur terkena resesi ekonomi dunia dan gagal total dalam

menciptakan pemerataan (Syarif, 2006).

Keterikatan para perencana pembangunan pada konsepsi pembangunan yang

bersandar pada faham ekonomi Neoklasik memang banyak menimbulkan pertanyaan

dari kelompok ekonom yang lebih reformis. Mereka pada umumnya menghendaki

adanya perubahan pendekatan dengan menggunakan berbagai pendekatan

pembangunan yang lebih sesuai dengan potensi fisik dan kondisi ekonomi sosial

budaya dan politik Indonesia sebagai negara berkembang yang sebelumnya telah

mengalami masa penjajahan yang cukup panjang. Dalam hal ini banyak pihak

mencoba menyodorkan ide yang bersumber dari berbagai konsepsi pembagunan

untuk negara berkembang yang telah banyak dikemukakan baik oleh kelompok-

kelompok ekonom strukturalis, kelompok ekonom social democrat, bahkan kelompok

ekonom penganut paham ekonomi kiri baru. Kesemuanya seharusnya perlu

dipertimbangkan dalam penyusunan konsep pembangunan nasional (Tjondronegoro,

1986)

Page 24: KAJIAN PEMANFAATAN BANTUAN PERKUATAN OLEH USAHA

13

Dalam sistem perekonomian yang menggunakan pendekatan pertumbuhan,

memang pemberdayaan UMKM sering terlupakan karena sebagian besar UMKM

bergerak pada bidang-bidang usaha yang produktifitasnya rendah seperti sektor

pertanian dan jasa informal. Kekeliruan semacam inilah sebenarnya yang telah

membangun jebakan ekonomi (economic traps) dalam era orde baru. Kekeliruan

tersebut nampaknya tidak terlepas dari kepercayaan yang berlebihan (sindroma) dari

para ekonom yang terlibat langsung dalam perencanaan pembangunan dimasa itu,

terhadap keberhasilan pembangunan negara-negara barat diawal abat ke sembilan

belas yang menerapkan konsepsi pembangunan dari paham neoklasik (Adam smith

dan Ricardo). Sidroma tersebut antara lain terlihat dari istilah tinggal landas (take

off), yang dipopulerkan oleh (Rustow (1967), sedangkan diketahui bahwa Rustow

bukan ekonomi tetapi hanya ahli sejarah ekonomi. Lebih aneh lagi sebagian dari

mereka mempercayai apa yang dikatakan oleh Rustow tersebut, sebagai suatu

konsep pembangunan ekonomi yang membagi proses pembangunan dalam

beberapa tahapan dan berakhir dengan tahapan tinggal landas (take of).

Dengan memperhatikan berbagai hal yang diuraikan di atas dapat dimaklumi

bahwa perencanaan pembangunan yang lebih diarahkan pada usaha mengejar

pertumbuhan ekonomi semata, sering mengabaikan atau mengesampingkan

pertimbangan dari berbagai aspek lainnya termasuk aspek moral. Dalam hal ini

Sweezi (1978) menjelaskan bahwa pengabaian aspek moral dalam perencanaan

pembangunan yang berorientasi pada pemahaman yang ekstrim dari tiori-tiori

ekonomi klasik merupakan gambaran nyata dari kelemahan konsep ekonomi pasar

yang dimotori oleh Ricardo. Ricardo merupakan pengikut (murud) Adam smith yang

pandangan-pandangannya lebih liberal dari Adam Smith sendiri (Ricardo), cenderung

menganggap manusia sebagai Homo economicus. Dalam konsepsi yang demikian

kedudukan moral hanyalah mozaik dalam kehidupan manusia yang tidak relevan jika

dimasukan dalam kalkulus pembangunan ekonomi, tetapi akan lebih baik jika

dipisahkan dulu dan dikalkulasikan dalam pembangunan bidang-bidang sosial yang

menjadi penyeimbang pembangunan di bidang ekonomi.

Page 25: KAJIAN PEMANFAATAN BANTUAN PERKUATAN OLEH USAHA

14

Satu hal penting lainnya yang terlupakan oleh para perencana pembangunan

tersebut adalah kenyataan bahwa sebagian besar negara berkembang seperti Mesir,

Pakistan, Argentina dan Filipina telah lebih dulu mengalami kegagalan dalam

mereplikasikan konsep pembangunan yang bersumber dari penganut paham pasar

bebas. Dalam hal ini Linberg (1988) mengemukakan beberapa alasan ketidak

mampuan faham neoklasik dalam mendukung pembangunan di banyak negara

berkembang antara lain ; a) Mengagregatkan pembangunan disemua sektor dan

daerah yang mempunyai potensi berbeda ; b) mengabaikan peran kelembagaan

(institusional) sebagai unsur regulator pembangunan serta ; c) menjadikan manusia

sebagai obyek pembangunan.

Dengan adanya kegagalan pembangunan yang menerapkan konsep

Neoklasik tersebut, beberapa pakar ekonomi dan Regional sience antara lain Wibber,

Isard, termasuk Mosher menyarankan pembangunan ekonomi dari negara-negara

yang bersandar pada produk-produk primer dan SDM, akan lebih berhasil jika

menggunakan pendekatan potensi regional. Dengan konsepsi yang bersandar pada

optimasi sumberdaya potensial ditiap daerah, atau nilai keunggulan komparatif

daerah ini, sebagian besar negara berkembang ternyata mampu menggerakkan

semua kelompok masyarakatnya untuk turut berperan aktif dalam mendukung

pembangunan. Berbagai negara yang dinyatakan berhasil menerapkan konsepsi

tersebut seperti Chili, Costarica Pantai Gading Thailand dan Malaysia ternyata tidak

menghadapi banyak kendala dan juga tidak mengganggu stabilitas ekonomi dan

politiknya. Ciri keberhasilan penerapan konsepsi tersebut juga sangat spesifik, yaitu

meninggkatnya produksi dan pendapatan nasional secara perlahan (antara 1 sampai

2 % per tahun), serta berkurangnya pengangguran yang diimbangi dengan

meningkatnya indeks kesejahteran secara merata, yang secara langsung mengurangi

kemiskinan.

Keberhasilan pembangunan yang bersandar pada pendekatan potensi

regional dinegara-negara berkembang tersebut diatas, pada umumnya

mengutamakan pemanfaatan sumberdaya manusia melalui berbagai kegiatan padat

Page 26: KAJIAN PEMANFAATAN BANTUAN PERKUATAN OLEH USAHA

15

karya yang merupakan ladang usaha dari kelompok UMKM. Konsepsi ini juga

sekaligus memungkinkan pembangunan dilakukan secara merata dan tidak terpusat

di daerah center, sehingga masalah ketimpangan pembangunan antar daerah

seperti yang terjadi Indonesia yang terpusat di Pulau Jawa, Bali dan kota-besar diluar

kedua daerah tersebut seperti Makasar dan Medan, secara langsung juga akan

dapat teratasi.

Dari data Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2006, diketahui bahwa Usaha

Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) masih menjadi sandaran utama dari 86,7 %

rumah tangga yang ada di Indonesia. Dalam hal penyerapan tenaga kerja diketahui

bahwa kelompok usaha ini mampu menyerap 99,9 % dari jumlah tenaga kerja

produktif yang tersedia. Ironisnya peran UMKM dalam mendukung pendapatan

nasional (GNP) relatif kecil yaitu pada tahun 2005 baru mencapai 54,47 %. Demikian

juga dalam pemilikan modal, jumlah modal yang dimiliki oleh kelompok UMKM hanya

sebesar Rp 149,27 triliun atau 4,19 % dari jumlah modal yang digunakan dunia

usaha dalam perekonomian nasional. Demikian juga laba yang diperoleh UMKM

masih relatif sangat kecil yaitu Rp 211,53 Triliun dibandingkan dengan jumlah UMKM

yang sedemikian besar sehingga rata-rata pendapatan per kepala (income per

capita) kelompok masyarakat yang tergolong UMKM masih sangat kecil yaitu lebih

kurang 3.929.440. atau lebih kurang 435, Dolar AS (Laporan Bank Indonesia tahun

2006)

Kondisi UMKM yang masih marjinal baik dalam hal permodalan maupun

pendapatan per kepala seperti diuraikan di atas adalah hampir sama dengan kondisi

UMKM dalam struktur perekonomian nasional di era orde baru, yang memang tidak

berbasis pada ekonomi rakyat dan sumberdaya nasional. Kurang berperannya

UMKM dalam perekonomian nasional pada waktu sebelum krisis moneter tampaknya

menjadi salah satu sebab porak porandanya perekonomian nasional. Sebaliknya,

membesarnya peran UMKM setelah krisis moneter telah mempercepat proses

penyembuhan perekonomian nasional (national economics recovery), sehingga

dalam waktu kurang dari lima tahun perekonomian kita berangsur-angsur membaik.

Page 27: KAJIAN PEMANFAATAN BANTUAN PERKUATAN OLEH USAHA

16

Namun demikian dalam struktur dan sistem perekonomian nasional yang belum

mampu menumbuh kembangkan UMKM dengan sewajarnya, tampaknya juga

menyebabkan perekonomian kita masih rawan terhadap goncangan perekonomian

dunia.

Kondisi struktur dan kebijakan perekonomian nasional yang belum menem-

patkan UMKM dalam posisi yang kuat tidak akan mendukung keberhasilan pem-

bangunan perekonomian nasional, serta sulit untuk terhindarkan dari goncangan

perekonomian dunia. Demikian juga keterbatasan sumberdaya yang dimiliki UMKM

khususnya modal dan teknologi merupakan kendala klasik yang selama ini dihadapi

UMKM dalam memperluas kegiatan bisnisnya / usahanya. Sementara peran

perbankan / lembaga keuangan formal lainnya dalam mendukung pemberdayaan

UMKM masih sangat terbatas dan terlalu hati-hati. Idealnya semua kendala tersebut

sejak lama sudah dapat diatasi melalui regulasi perbankan terutama Undang-Undang

perbankan yang menjadi dasar kebijakan pemerataan pemilikan modal (capital

reform). Namun Ironisnya UU perbankan nomor 14 tahun 1967 yang diperbaharui

dengan UU perbankan no 29 tahun 1992 cenderung dalam pemberian kredit masih

mengutamakan unsur Capital dan Colateral (berbau Liberal) dengan konsep The five

C of Creditnya yang sangat memberatkan UMKM .

Perkuatan UMKM merupakan salah satu alternatif untuk memperkokoh basis

perekonomian nasional, namun disadari bahwa agar perkuatan tersebut dapat dilak-

sanakan dengan baik, dperlukan perencanaan yang komprehensif, serta kesiapan

penyediaan sumberdaya dan waktu. Sebagaimana diketahui bahwa kelemahan

UMKM masih sangat banyak antara lain ditandai dengan : a) Ketidakpastian

ketersedian bahan baku utama dan bahan tambahan : b) Peralatan dan teknologi

produksi yang digunakan sangat sederhana sampai dengan setengah modern,

sehingga produktifitas UMKM relatif rendah ; c) Keahlian/keterampilan SDM belum

berkembang sesuai dengan tuntutan perkembangan teknologi dan produktifitas

usaha : d) rata-rata pemilikan modal sangat terbatas : d) Sebagian besar pasar

produk UMKM bersifat oligopoli bahkan ada yang cenderung monopoli : f) Kebijakan

Page 28: KAJIAN PEMANFAATAN BANTUAN PERKUATAN OLEH USAHA

17

fiskal dan moneter belum sepenuhnya mendukung pengembangan produksi,

keahlian, teknologi dan pasar KUKM : g) Prasarana tidak selalu tersedia atau tidak

sesuai dengan yang diperlukan dalam rangka pengembangan produksi dan pasar

KUKM; g) kebijakan pemerintah dalam upaya perkuatan UMKM terlihat kurang

komprehensif dan sering tidak konsisten seperti peraturan perbankan (Banyak

dipengaruhi unsur Politis) demikian juga kebijakan di bidang perdaganggan dan

perindutrian.

Dengan kondisi awal UMKM serta kondisi lingkungan ekonomi baik mikro

maupun makro yang belum sepenuhnya kondusif bagi pemgembangan peran UMKM,

maka adalah wajar jika program perkuatan yang dilaksanakan sekarang ini pada

dasarnya adalah ditujukan untuk memperbaiki kondisi internal UMKM (ekternalnya

belum dilakukan). Namun dalam banyak hal baik dari aspek jenis dan jumlah bantuan

perkuatan yang diprogramkan, maupun kebijaksanaan dasar (pendekatan dan

petunjuk pelaksanaannya) masih memperlihatkan adanya celah-celah yang

dikhawatirkan dapat mengurangi tingkat keberhasilan program tersebut, maka kondisi

inilah seharusnya menadapat perhatian lebih banyak untuk dikaji.

2.2. Kebutuhan Kredit Bagi Kelompok miskin

Tidak terlepas konsepsi pembangunan nasional seperti diuraikan di atas,

adalah sangat ironis jika dalam era reformasi sekarang ini UMKM dan koperasi tidak

juga dapat ditumbuh-kembangkan, sesuai dengan potensi dan perannya dalam

perekonomian nasional. Tetapi kondisi tersebut merupakan kenyataan. Jika

diperhatikan selama delapan tahun reformasi sudah berjalan, kedudukan UMKM

dalam mengurangi pengangguran dan sumbangannya terhadap PDB memang

semakin membaik. Hal tersebut dapat diperlihatkan dari semakin membesarnya

peran UMKM dalam penyerapan tenaga kerja (hampir 87 % rumah tangga) dan

sumbangannya terhadap PDB yang mencapai 54,7 %. Tetapi disisi lain terlihat

bahwa kondisi UMKM sendiri semakin memburuk, seperti rata rata permodalan yang

dimiliki oleh usaha mikro hanya sebesar Rp 1.123.000, Usaha kecil hanya sebesar

Rp 29.430.000 dan Usaha menengah hanya sebesar Rp 3.435.212.000 (BPS 2006).

Page 29: KAJIAN PEMANFAATAN BANTUAN PERKUATAN OLEH USAHA

18

Demikian juga dalam hal kemampuan penyerapan modal dari bank-bank nasional.

Kelompok usaha mikro yang jumlahnya mencapai 44.240.000 rumah tangga hampir

tidak pernah tersentuh bantuan permodalan dari bank-bank komersial, kelompok

usaha kecil hanya mampu menyerap modal sebesar 11,76 Triliun (dari total kredit

yang disalurkan oleh perbankan nasional tahun 2004 sebesar Rp728,3 triliun) dan

usaha menengah hanya mampu menyerap 40,6 triliun saja (Syarif, 2006).

Bank Indonesia dari hasil penelitiannya tahun 2004 mengemukakan bahwa

kelompok UMKM memang tidak, atau kurang berminat untuk memperoleh bantuan

dana dari perbankan. Hanya 32 % dari mereka yang masuk dalam kelompok usaha

mikro dan usaha kecil yang menyatakan memerlukan bantuan modal dari pinjaman

bank dan hanya 76 % dari 32 % yang membutuhkan tersebut menyatakan pernah

meminta pinjaman kredit dari perbankan. Hal ini adalah sangat kontroversial

dibandingkan dengan kenyataan di lapang yang antara lain pernah di kemukakan

oleh Sondakh, Hafiz dan Mubyarto tahun 1987, bahwa kebutuhan kredit (demand of

kredit) di lingkungan usaha kecil dan mikro di pedesaan adalah sangat besar,

mencapai 97,8 %. Ironisnya 67 % dari kebutuhan kredit usaha mikro dan usaha kecil

tersebut didapatkan dari pinjaman para pelepas uang (rentenir). Dari sini timbul

pameo bahwa “rentenir bukan lintah darat tetapi “malaikat penolong” yang

memberikan kehidupan perekonomian masyarakat kecil terutama di perdesaan”.

Memang banyak orang tidak dapat mengerti dengan hasil penelitian yang

dilakukan oleh Bank Indonesia (BI) tersebut, tetapi mungkin saja metoda dan asumsi

yang digunakan oleh BI tidak valid. Dalam hal ini Hafidz dan Sondakh (1987) dari

hasil penelitiannya di 27 Propinsi di Indonesia secara tegas menyatakan bahwa

kelompok miskin memerlukan bantuan pinjaman modal. Bank komersial tidak dapat

dijadikan sandaran oleh kelompok miskin karena kelompok ini tidak akan mampu

memenuhi persyaratan yang diminta oleh pihak Bank (The Five C of Credit). Hal ini

juga telah dikemukakan oleh Yunus (2002) bahwa ”Bank komersial mengharuskan

adanya jaminan dan berbagai persyatan adminidtratif alinnya, yang tidak mungkin

dipenuhi oleh mereka (kaum miskin). ”Yang sangat diperlukan adalah bagaimana

Page 30: KAJIAN PEMANFAATAN BANTUAN PERKUATAN OLEH USAHA

19

menghubungkan pekerjaan yang mereka lakukan dengan ketersediaan modal agar

memungkinkan kelompok ini meningkatkan kemampuan ekonomi mereka, dan

memperoleh sumber pendapatan”. Isini sebenarnya peran pemerintah beralaku adil

untuk berpihak kepada kelompok masayarakat yang jumlahnya paling (UMKM), tetapi

keberpihakan tersebut sampai sekarang belum juga terlihat.

Lebih lanjut dikatakan oleh Yunus, masyarakat miskin memiliki kemampuan

untuk menciptakan kekayaan sama seperti orang lain. Akses pada kredit memberikan

mereka kesempatan untuk keluar dari perangkap lemahnya permodalan yang

menjebak mereka dalam lingkaran setan kemiskinan (The Vicious Circle of Poverty).

Berikan kesempatan kepada mereka untuk mencoba kemampuannya dan

menciptakan kekayaan dalam jumlah besar. Dengan pinjaman kredit, pelanggan

(orang miskin) dapat menciptakan lapangan kerja sendiri, dan kebanyakan juga

mempekerjakan seluruh keluarganya atau orang lain (mengurangi peangangguran).

Young Chul Kim (1971) berpendapat perekonomian masyarakat miskin ini

ditandai dengan akumulasi modal yang rendah. Sejumlah kecil uang dan surat

berharga beredar dan berpindah tangan dengan cepat dan membentuk ilusi ekonomi.

Bahwa ada tersedia banyak uang untuk semua orang. tetapi padahal sistem tersebut

tidak memberikan kesempatan untuk terbentuknya akumulasi modal dan investasi

dalam jumlah besar karena terikat dengan sejumlah besar uang yang beredar dalam

sistem itu sendiri. Hal inilah yang mempersulit posisi orang miskin untuk

mendapatkan kredit, bahkan sebaliknya ada kecenderungan akumulasi dana

dikalangan bawah untuk ditarik keatas seperti yang dilakukan melalui berbagai

bentuk tabungan oleh perbankan sekarang ini. Tabungan-tabungan itu sendiri

cenderung memberikan tingkat bunga yang relatif sangat kecil (lebih kecil dari

sertifikat Bank Indonesia) sehingga dapat dikatakan sebagai strategi perbankan untuk

mendapatkan dana murah dari masyarakat untuk membiayai keperluan usaha

konglomerasinya.

Page 31: KAJIAN PEMANFAATAN BANTUAN PERKUATAN OLEH USAHA

20

Agar bisa berhasil masyarakat miskin membutuhkan bantuan yang terorganisir

untuk meningkatkan pendapatan dan produktivitas mereka. Tapi penyediaan bantuan

seperti itu akan sangat mahal bagi lembaga yang juga membutuhkan percobaan

untuk menentukan metode kerja dan mekanisme pelaksanaan yang cocok.

Masyarakat miskin tidak akan bisa menanggung seluruh biaya yang berkaitan

dengan penerapan dan pelaksanaan program-program tersebut. Keberhasilan

replikasi bergantung pada adanya dana subsidi pada tahap awal dan yang terutama

sekali pada kreatifitas dan komitmen pemimpinnya (Muhammad Yunus 2006).

Apa yang dikatakan oleh Yunus telah dibuktikan dengan keberhasilan

Grameen Bank bukan hanya menjadi sumber permodalan bagi kelompok

miskin,tetapi berperan sebagai lembaga pendidikan, lembaga informasi dan lembaga

kekerabatan dari para anggotanya. Grameen Bank (GB) bukan bank konvensional

yang hanya berhubungan dengan nasabah terbatas dari aspek ekonomi, tetapi

bersifat multidimensil dari segala aspek kehidupan kelompok miskin, serta

memasukan unsur sosial budaya “Grameen Bank adalah loncatan budaya manusia

yang meninggalkan teori ekonomi klasik dan terbebas dari unsur politis”.

Grameen Bank menugaskan dirinya untuk terutama sekali memberikan

pinjaman kepada yang paling miskin. Dan perempuan merupakan jumlah terbanyak

dari kelompok yang terpinggirkan diantara yang paling miskin dari yang miskin.

Pemberdayaan ekonomi perempuan memiliki dampak yang sangat besar terhadap

terbentuknya keluarga yang stabil. Kamaruddin (1998) mengemukakan bahwa Dua

hal yang menyolok dari konsep perkreditan yang diprakarsai oleh Muhammad Yunus

yaitu ; yang pertama sebagian besar pelanggannya adalah perempuan dan ; yang

kedua misinya bukan bergerak dibidang keuangan saja, tetapi dari semua aspek

kesejahteraan anggotanya. Grameen Bank merupakan satu-satunya bank di dunia ini

yang mendorong pendidikan, kesehatan, keluarga berencana, sanitasi dan

lingkungan yang bersih.

Page 32: KAJIAN PEMANFAATAN BANTUAN PERKUATAN OLEH USAHA

21

2.3. Pendekatan Sasaran Dan Konsep Perkreditan

Pendekatan program perkuatan sebagai program perkreditan adalah

pemerataan pemilikan asset dalam rangka memperkuat potensi usaha kelompok

UMKM agar dapat meningkatkan produksi dan pendapatannya. Tujuan akhir (output)

dari program ini adalah meningkatkan pendapatan UMKM dan perluasan lapangan

kerja dalam rangka menanggulangi masalah kemiskinan dan pengangguran. Sasaran

program perkuatan terutama adalah kelompok mikro dan usaha kecil. Dari

pendekatan dan dan sasaran program ini maka idealnya program perkuatan sebagai

bentuk kredit mikro yang titujuakan untuk kelompok masyarakat miskin harus

memperhatikan karakteristik atau ciri-ciri dari kelompok tersebut dari aspek ekonomi

dan sosial.

Menurut Hayami dan Kikuchi (1967) dalam Syarif (1990) kelompok ini memiliki

ciri-ciri sebagai berikut ;

1) Berpendidikan rendah sehingga sulit untuk dapat memahami prosedur

perkreditan dari perbankan yang relatif rumit ;

2) Tidak memiliki harta atau kekayaan yang dapat dijadikan agunan sehingga tidak

memenuhi syarat perbankan yang menerapkan prinsip kehati-hatian dengan

konsep The Five C of Credit.

3) Keperluan kredit tidak hanya untuk biaya produksi, tetapi juga sebagaian sering

digunakan untuk biaya konsumsi sebelum berproduksi ;

4) Kegiatan usaha tradisional yang lebih didominansi penggunaan tenaga kerja

(Labour intensive), sedangkan investasi dan modal kerja yang digunakan relatif

kecil, maka mereka masuk dapat dimasukan dalam kelompok usaha mikro dan

atau usaha kecil ;

5) Sebagian besar kegiatan UMKM dapat dilaksanakan (perdagangan, industri

kerajianan, penggalian, angkutan dan sektor informal) dalam waktu yang singkat

sehingga turn over dari kegiatan usahanya sangat cepat (antara 1 sampai 7 hari

per satu kali putaran), kecuali untuk kegiatan di sektor pertanian

6. Sangat tergantung pada kesempatan (opportunity) yang relatif sempit dengan

time lag yang relatif sempit ;

Page 33: KAJIAN PEMANFAATAN BANTUAN PERKUATAN OLEH USAHA

22

7. Margin yang diperoleh dibandingkan dengan modal yang digunakan relatif

besar, yang bervariasi (di Indonesia antara 3,8-87,6 % per bulan) tergantung

pada jenis kegiatan yang diusahakan ;

8. Solidaritas dalam kelompok relatif besar ;

Oleh karena program-program kredit mikro yang dilaksanakan oleh pemerintah

pada umumnya ditujukan untuk masyarakat miskin dengan ciri-ciri seperti disebutkan

di atas, maka idealnya program-program perkreditan tersebut memiliki prinsip dasar

sebagai berikut :

a) Tidak menggunakan agunan, atau agunan dapat digantikan dengan social

capital yang ada dikalangan kelompok itu sendiri, seperti yang digunakan

dalam konsep perkreditan Grameen Bank di Bangladesh ;

b) Prosedur peminjaman dibuat sesederhana mungkin agar lebih mudah

dipahami ;

c) Penggunaan kredit tidak dibatasi pada satu atau beberapa jenis kegiatan

uasaha saja, mengingat jenis kegiatan dan keperluaan kelompok miskin ini

sangat beragam ;

d) Waktu proses pengajuan kredit sampai pencaiaran kreditnya singkat (cepat) ;

e) Jumlah yang diberikan sesuai atau mencukupi dan .

f) Tingkat bunga diperhitungkan berdasarkan jenis sektor kegiatan yang

dilaksanakan karena setiap sektor kegiatan usaha memiliki besar margin yang

berbeda. Untuk menghindari terjadinya manipulasi kredit oleh kelompok

pelaksana maupun kelompok lain yang ingin mengambil kesempatan dari

adanya subsidi bunga, maka subsidi bunga harus ditiadakan atau tingkat

bunga minimal adalah sama dengan bunga Bank komersial

Dengan memperhatikan berbagai program perkreditan bagi kelompok UMKM

yang telah dilaksanakan di Indonesia sejak era orde baru yang lalu, nampaknya

kelima prinsip dasar kredit untuk kelompok miskin seperti disebutkan di atas hampir

tidak pernah ada. Kalaupun ada, hanya satu prinsip saja yang sering digunakan yaitu

tidak menggunakan agunan. Sebagai kompensasi dari tidak disyaratkannya agunan

Page 34: KAJIAN PEMANFAATAN BANTUAN PERKUATAN OLEH USAHA

23

maka dibuat prosedur perkreditan yang sangat tertutup, sehingga sangat menyulitkan

bagi UMKM dan menyebabkan cost of credit menjadi tinggi, tetapi membuka peluang

terjadinya manipulasi dana ditingkat penyalur. Dalam hal ini para perancang program

kredit mikro masih terkungkung pada dogma bahwa kredit untuk orang miskin harus

dengan bunga yang rendah. Pendapat ini sangat tidak realistis dan telah dibantah

oleh puluhan pakar, termasuk oleh Muhammad Yunus sebagai pendiri Grameen.

Terkait dengan dogma atau mitos bahwa kredit untuk orang miskin harus

dengan bunga rendah atau bersubsidi, Gonzalaes (1982) malah merumuskan Hukum

Besi perkreditan yang dinamakan The iron law of credit atau Hukum besi Gonzales.

Disini Gonzales mengumpamakan bunga yang besar sebagai besi, sedangkan bunga

ringan (bersubsidi) sebagai kapas. Hanya besi yang akan turun kebawah atau

dikonsumsi oleh orang miskin, sedangkan kapas akan ditangkap di atas oleh orang

tertentu, baik penyalur kredit maupun pihak-pihak lainnya.

Dalam hal bunga kredit ini Syarif (1990) dari hasil penelitiannya terhadap

Kredit Candak Kulak (KCK) di kabupaten Subang Jawa Barat (1987), mengatakan

bahwa bunga kredit tidak berpengaruh nyata terhadap effektifitas dan efisiensi

penggunaan kredit, tetapi sangat besar pengaruhnya terhadap ketepatan

sasaran pemberiann kredit (bunga yang rendah dapat menyebabkan salah

sasaran). Sebaliknya biaya untuk mendapatkan kredit sampai dengan

pengembaliannya (cost of credit), berpengaruh nyata (pemborosan) terhadap

efektifitas dan efisiensi penggunaan kredit. Pada kredit-kredit bersubsidi, karena

persyaratan yang sedemikian ketat menyebabkan cost of credit menjadi tinggi. Biaya

yang tinggi ini harus ditanggung oleh peminjam, yang dalam hal ini adalah UKM,

sehingga manfaat yang diperoleh menjadi berkurang. Bagaimana kesesuaian pola

perkreditan dalam program perkuatan UMKM yang telah dilaksanakan oleh

Kementerian Negara Koperasi dan UKM dibandingkan dengan kriteria pola kredit

mikro yang dikembangkan dari hasil penelitian dan yang telah dikemukakan oleh para

ahli kredit mikro, merupakan bahan yang perlu dibahas mendalam dalam kajian ini.

Page 35: KAJIAN PEMANFAATAN BANTUAN PERKUATAN OLEH USAHA

24

2.4. Konsep Dasar Program Perkuatan UMKM

Yang dimaksud dengan kelompok UKM dalam tulisan ini adalah kelompok

usaha mikro yaitu kelompok masyarakat yang bergerak pada berbagai kegiatan

ekonomi rakyat berskala kecil dan bersifat tradisional dan informal, dalam arti belum

terdaftar, atau tercatat sebagai pengusaha pada instansi pemerintah dan belum

berbadan hukum, dengan hasil penjualan tahunan paling banyak Rp 100.000.000,

atau kekayaan bersih paling banyak Rp 50.000.000 usaha kecil adalah kegiatan

usaha ekonomi rakyat yang memenuhi kriteria ; a) memiliki kekayaan bersih paling

banyak Rp.200.000.000 tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha; b)

memiliki hasil penjualan tahunan paling banyak Rp 1.000.000.000 ; c) milik

warganegara Indonesia ; d) berdiri sendiri, bukan merupakan anak perusahaan atau

cabang perusahaan yang dimiliki atau dikuasai, atau berafiliasi baik langsung

maupun tidak langsung dengan usaha menengah atau usaha besar dan ; e)

Berbentuk usaha orang perseorangan, badan usaha yang tidak berbadan hukum,

atau badan usaha yang berbadan hukum termasuk koperasi.

Yang dimaksud dengan usaha menengah adalah kegiatan ekonomi yang

memenuhi kriteria ; memiliki kekayaan bersih lebih besar dari Rp.200.000.000 sampai

dengan paling banyak Rp 10.000.000.000 tidak termasuk tanah dan bangunan

tempat usaha. Sesuai dengan ketentuan Inpres nomor 10 tahun 1999, para menteri

sesuai dengan lingkup tugasnya masing-masing dapat menetapkan kriteria usaha

menengah secara sektoral dengan ketentuan bahwa kekayaan bersih paling banyak

Rp 10.000.000.000,- ; milik warganegara Indonesia ; c) berdiri sendiri, bukan

merupakan anak perusahaan atau cabang perusahaan yang dimiliki atau dikuasai,

atau berafiliasi baik langsung maupun tidak langsung dengan usaha menengah atau

usaha besar dan d) Berbentuk usaha orang perseorangan, badan usaha yang tidak

berbadan hukum, atau badan usaha yang berbadan hukum termasuk koperasi.

Berbagai komitmen yang berkaitan dengan upaya memberdayakan UMKM

sangat banyak dan hampir terjadi setiap hari diperdengarkan di banyak tempat dan

disegala aspek pembangunan. Tetapi komitmen tersebut nyaris hanya merupakan isu

Page 36: KAJIAN PEMANFAATAN BANTUAN PERKUATAN OLEH USAHA

25

yang pada akhirnya tidak mendapat tanggapan yang signifikan baik dari kalangan

pemerintah, lembaga legislatif, para ekonomi maupun masyarakat luas. Komitmen

pemberdayaan UMKM dari berbagai aspek dan bentuknya, biasanya hanya

diperdengarkan dilingkungan diskusi-diskusi ilmiah atau pidato-pidato politis. Sifat

komitmen itu sendiri lebih sering hanya berupa kesimpulan diatas kertas, tanpa diikuti

dengan program-program nyata di lapang. Hal yang demikian tampaknya juga

mewarnai program perkuatan yang dilaksanakan sekarang ini. Komitmen untuk

memberdayakan UMKM lebih bersifat slogan, yang diindikasikan dari rendahnya

dana yang disediakan untuk program perkuatan tersebut yaitu hanya sebesar Rp

2,35 triliun untuk tiga tahun terakhir ini (2004 sampai dengan 2006). Dana tersebut

sangat kecil dibandingkan dengan UMKM yang jumlahnya lebih kurang 44 juta rumah

tangga. Dengan perkataan lain setiap UMKM baru dihargai sebesar Rp 53.440 per

orang. Bandingkan dengan pengusaha besar yang perorangan bisa mendapat

pinjaman triliunan rupiah

Kajian dari aspek positif / logis mengindikasikan bahwa keperluan menjadikan

UKMK sebagai sektor usaha prioritas dan pelaku utama kegiatan ekonomi nasional

didasarkan pada pemikiran bahwa kelompok usaha ini memiliki keunggulan di bidang

penyediaan lapangan kerja, dapat berperan sebagai unsur pengembangan ekonomi

lokal, penciptaan pasar baru dan juga mampu mendukung inovasi baru, baik dibidang

teknologi produksi maupun pemasaran produknya. UKM memiliki potensi untuk

menjadi pendukung potensial neraca pembayaran melalui pengembangan berbagai

komoditas ekspor. UKM dengan kemampuannya dalam penyerapan tenaga kerja

akan mampu menjadi penyelaras struktur perekonomian, sedangkan UMKM yang

dibangun oleh sebagian besar warga masyarakat secara langsung mapu berperang

dalam mengurangi pengangguran, menurunkan tingkat kemiskinan,

mendinamisasikan sektor riil, memperbaiki pemerataan pendapatan.

Urgensi pemberdayaan UMKM juga dapat diperhatikan dari berbagai

keunggulan UMKM yang selama era orde baru kurang mendapat perhatian antara

lain ;

Page 37: KAJIAN PEMANFAATAN BANTUAN PERKUATAN OLEH USAHA

26

1) Tingkat ketergantungan UMKM terhadap pengusaha besar relatif berimbang,

yaitu ketergantungan usaha mikro dan usaha kecil terhadap usaha besar

hanya 14,9 %. Sebaliknya ketergantungan usaha besar terhadap produk-

produk usaha kecil adalah sebesar 11,3 %. Data ini mengindikasikan bahwa

kaitan kerjasama yang saling mendukung antara usaha kecil dengan usaha

besar relatif belum signifikan karena hanya kurang dari 20 %.

2) Saling mendukung dari kedua kelompok yang merupakan komponen

pembangunan ekonomi tersebut sangat diperlukan.

3) Keunggulan dari kelompok UKM dalam mendukung perekomian nasional juga

terindikasi dari setiap perubahan permintaan terhadap komoditas yang

dihasilkan UMKM akan memiliki dampak peningkatan ouput ekonomi nasional

yang lebih besar dari pada perubahan permintaan terhadap usaha besar.

Dengan output UKMK terhadap pertumbuhan ekonomi nasional lebih besar

dibandingkan dengan elastisitas produk usaha besar. Hal yang demikian

dimungkinkan karena umumnya sektor UMKM memiliki daya penyebaran dan

indeks daya kepekaan yang relatif tinggi. Beberapa bidang kegiatan UKMK

yang memiliki elastisitas relatif tinggi antara lain : industri sepeda, barang

perhiasan, minyak, penggilingan padi, hasil pengolahan kedelai, bambu rotan,

jasa restoran, industri pakaian jadi, unggas dan hasil-hasilnya. Sedangkan

UKMK yang mempunyai daya kepekaan yang tinggi antara lain adalah UKMK

yng bergerak pada kegiatan usaha ; jasa perdagangan, bangunan, kayu dan

hasil hutan, jasa lembaga keuangan, sewa bangunan, tebu karet, dan industri

tekstil.

4) Dari aspek penyerapan investasi, kelompok UMKM memiliki nilai indeks yang

relatif paling rendah yaitu 18,58 %, sedangkan usaha menengah 23,05 % dan

usaha besar 58,37 %. Rata-rata investasi usaha mikro dan usaha kecil,

adalah Rp.1,467 juta, usaha menengah 1,29 miliar dan usaha besar 91,42

miliar. Usaha kecil memiliki ICOR dan selang waktu (lag) yang relatif rendah,

sehingga sangat efisien dalam memanfaatkan investasi.

Page 38: KAJIAN PEMANFAATAN BANTUAN PERKUATAN OLEH USAHA

27

5) Dari aspek produktifitas UKM ditandai dengan rendahnya ; produktifitas usaha

dan produktifitas tenaga kerja. Selain itu, kelompok UKM dengan jumlah

investasi, nilai tambah, pangsa pasar, dan terbatasnya jangkauan pasar,

permodalan akses terhadap pembiayaan, manajemen profesionalisme dan

kualitas SDM, serta belum adanya batasaan yang tegas antara keuangan

pribadi dengan keuangan perusahaan,

6) Walaupun produktivitas perusahaan maupun produktivitas perorangan

kelompok UMKM nilai indeks yang relatif rendah, tetapi memiliki tren laju

pertumbuhan yang positif. UMKM yang memiliki produktivitas tertinggi adalah

mereka yang bergerak di sektor keuangan, persewaan, dan perusahaan.

Usaha menengah yang paling produktif adalah mereka yang bergerak disektor

pertanian, perikanan, peternakan dan kehutanan sedangkan kelompok usaha

besar yang paling produktif adalah mereka yang bergerak di sektor

pengolahan hasil, listrik gas dan air bersih.

Perkuatan sumberdaya UMKM idealnya memang sangat diperlukan

mengingat banyaknya kendala / permasalahan yang dihadapi oleh UMKM dalam

mengembangkan usahanya dari hulu sampai ke hilir. Namun demikian juga perlu

diingat bahwa pembangunan UMKM sejak lama sudah terjebak dalam lingkaran

pemasalahan, mulai dari permodalan, ketersedian bahan baku, teknologi produksi

dan kualitas hasil, sampai dengan pemasarannya. Pengembangan usaha UMKM

juga menghadapi kesulitan dalam hal modernisasi usaha baik dibidang teknik

produksi maupun manajemennya. Untuk itu juga perlu diwaspadai akan terjadinya

kemungkinan bahwa pelaksanaan program perkuatan sumberdaya UMKM juga

dapat terjebak dalam lingkaran permasalahan UMKM sendiri. Sebagai antisipasi

seharusnya program ini sudah disertai dengan sistem perencanaan, monitoring/

pengawasan dan sistem evaluasi yang solit, apalagi mengingat bentuk bantuan

yang diberikan banyak bersifat parsial yang seharusnya benar-benar mengenai

sasaran kebutuhan UMKM yang bersangkutan.

Page 39: KAJIAN PEMANFAATAN BANTUAN PERKUATAN OLEH USAHA

28

Program perkuatan yang dilaksanakan oleh Kementerian Negara UMKM

dalam beberapa tahun terakhir ini dapat dikelompokkan menjadi 5 aspek kegiatan

bisnis (bahan baku, modal, teknologi, pasar, dan manajemen) yang meliputi berbagai

sektor dan jenis kegiatan UMKM. Pada tahun 2005 ada 12 Jenis kegiatan yang

diprogramkan yaitu : program penjaminan kredit, pengembangan usaha KSP/USP,

perkuatan dibidang produksi seperti pengadaan bibit sapi perah dan perahu nelayan,

kredit pola syariah, perkreditan untuk pengembangan program agribisnis, kemitraan

usaha, program modal awal dan padanan (MAP) kredit modal ventura, penyediaan

sarana usaha pedagang kaki lima, pengembangan pasar tradisional, dan dan

program pengembangan usaha distribusi retail. Dari aspek perencanaan tampaknya

program-program yang dilaksanakan tersebut akan dapat berjalan dengan baik,

karena semua aspek bisnis UMKM (bahan baku, modal, peralatan / teknologi, serta

pasar) sudah tercakup di dalamnya, namun perlu diingat bahwa program tersebut

disebarkan dibanyak daerah dan tidak ada disatu lokasipun juga yang memiliki ke

lima bentuk program tersebut secara bersamaan. Pada umumnya satu daerah hanya

diprogram satu atau paling banyak dua kegiatan, padahal daerah tersebut

memerlukan tiga atau empat jenis perkuatan.

Jika diperhatikan pada dasarnya bantuan perkuatan (empowering) yang

disalurkan pemerintah melalui Kementerian Negara Koperasi dan UKM, maupun

melalui instansi lainnya adalah usaha untuk menstimulir pertumbuhan ekonomi

masyarakat, untuk mendukung kebijakan dalam pemberdayaan dan pengembangan

peran UMKM. Oleh sebab itu secara umum program bantuan perkuatan diharapkan

akan memberi dampak bagi : a) meningkatkan aktivitas ekonomi pedesaaan, b)

meningkatkan volume usaha UMKM dan koperasi, c) meningkatkan penyerapan

tenaga kerja, d) meningkatkan semangat berusaha dan berkoperasi, e) meningkatkan

pendapatan UMKM baik koperasi maupun anggotanya ; serta f) membangkitkan etos

kerja. Dalam program-program perkuatan ini koperasi dapat berfungsi ganda yaitu,

koperasi sebagai penyalur dan koperasi sebagai badan usaha yang juga merupakan

UKM.

Page 40: KAJIAN PEMANFAATAN BANTUAN PERKUATAN OLEH USAHA

29

Dari uraian di atas terlihat bahwa baik dari jumlah maupun jenis program

perkuatan yang telah disalurkan sudah cukup banyak, namun jumlah tersebut masih

relatif sedikit dan terbatas bila dibandingkan dengan jenis kegiatan serta jumlah

UMKM yang sangat banyak. Sebagai gambaran dapat dikemukakan jika 30 % saja

dari UMKM membutuhkan kredit yang besarnya Rp 5 juta, maka dana yang

diperlukan oleh UMKM mencapai Rp 66 Triliun, sedang semua jumlah dana

perkuatan yang disalurkan untuk UMKM pada program ini pada antara tahun 2004

sampai dengan tahun 2006 baru lebih kurang 2,35 Triliun Rupiah atau baru

mencukupi untuk 3,56 % UMKM yang membutuhkannya. Dengan perkataan lain

jumlah tersebut relatif masih sangat kecil walaupun digunakan dengan pola bergulir

(model ventura).

Idealnya bantuan perkuatan dari program pemerintah ini memang dapat

berfungsi sebagai stimulator bagi pengembangan bisnis UMKM sekaligus

membantu pembangunan koperasi. Niat pemerintah untuk turut membangun

koperasi terlihat dengan ditetapkannya penyaluran melalui dua jalur yang salah

satunya adalah melalui koperasi. Walaupun penyaluran dilakukan melalui dua jalur,

tetapi pada dasarnya pola bantuan perkuatan ini relatif adalah sama yakni

disalurkan kepada UMKM (yang sebagian adalah anggota koperasi). Perbedaan

diantara keduanya terletak pada sasaran penerima, pemanfaatan dan besar alokasi

dana yang ditentukan oleh jenis unit bisnis yang dikelola oleh UMKM

Selain bantuan perkuatan dari Kementerian Negara KUKM, ada juga bantuan

perkuatan yang bersumber dari instansi dan pihak-pihak lain yang memiliki maksud

dan tujuan yang sama, yaitu dalam upaya pemberdayaan UMKM, antara lain

bantuan perkuatan dari Departemen kelautan dan perikanan, serta Pemerintah

daerah. setempat.

Disamping jumlahnya yang relatif belum memadai, pola perkreditan dalam

program perkuatan ini juga perlu mendapat perhatian karena ; a) masih

menggunakan subsidi bunga yang berarti masih membuka peluang terjadinya

Page 41: KAJIAN PEMANFAATAN BANTUAN PERKUATAN OLEH USAHA

30

manipulasi dalam sistem penyaluran ; b) pengalokasian kredit baik dari aspek

jumlah maupun jenisnya dirancang secara agregat di tingkat pusat ; c) prosedur

mendapatkan kredit yang masih pekat dengan sistem birokrasi ; d) Tolok ukur

keberhasilan kredit belum memasukkan unsur kemafaatan kredit bagi peminjam,

bagi koperasi sebagai dan dampak program tersebut terhadap pembangunan

daerah dan ; e) ketepatan saran belum masuk dalam tolok ukur keberhasilan

program.

Page 42: KAJIAN PEMANFAATAN BANTUAN PERKUATAN OLEH USAHA

31

BAB III

KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Dasar Pengkajian

Banyak orang berpendapat perekonomian bangsa Indonesia sekarang ini

memang sudah terlepas dari dampak krisis moneter, tetapi pembangunan ekonomi

cenderung mengalami stagnasi yang dicirikan dari rendahnya angka pertumbuhan

dan semakin rendahnya tingkat kesejahteraan dari sebagian besar masyarakat.

Ketimpangan produksi dan pendapatan diantara kelompok masayarakat memang

sudah tidak terlihat lagi karena memang produktifitas bangsa ini sudah sangat rendah

dan usaha besar juga tidak berkembang seperti pada era orde baru. Yang jadi

permasalahan untuk lima atau sepuluh tahun kedepan adalah rendahnya tingkat

pendapatan dari sebagain besar masyarakat yang diindikasikan dari tingginya angka

kemiskinan (menurut Bank Dunia per bulan Oktober 2006 angka kemiskinan

mencapai 100 juta orang atau 40 % dari rakyat Indonesia), serta pengangguran.

Sejarah telah membuktikan bahwa kedua kondisi ini (kemiskinan dan pengangguran

merupakan faktor utama kehancuran suatu bangsa, oleh sebab itu masalah ini harus

secepatnya dapat diatasi.

Rencana Tindak Jangka Menengah Koperasi dan UKM (RTJM) 2005-2009

merekomendasikan tiga strategi pengembangan UKM yang akan dilaksanakan

secara bertahap. Rekomendasi ini merupakan bentuk pendekatan keterpaduan

dalam program pengembangan UKM. Tiga strategi pengembangan UKM dalam

RTJM adalah :

(i) menciptakan lingkungan usaha yang kondusif bagi UKM,

(ii) menguatkan daya saing UKM dengan meningkatkan akses kepada dan

kualitas dari jasa non keuangan, dan

(iii) meningkatkan akses UKM pada jasa keuangan.

Page 43: KAJIAN PEMANFAATAN BANTUAN PERKUATAN OLEH USAHA

32

Rekomendasi bagi komponen lingkungan usaha pada MTAP diarahkan pada

penciptaan lingkungan usaha yang kondusif melalui perbaikan tata kelembagaan

untuk perumusan kebijakan UMKM dan implementasinya, perbaikan kerangka

pengaturan di tingkat nasional maupun daerah dan peningkatan akses UMKM dan

stakeholder terkait ke informasi.

Konsepsi di atas masih bersifat normatif, oleh sebab itu harus ditindak lanjuti

dalam berbagai pola operasional positif yang akan dilaksanakan di lapang. Untuk

membangun pola yang demikian masih diperlukan berbagai pemikiran strategis

sesuai dengan kondisi ekonomi, sosial politik dan budaya yang berkembang pada

masa lima tahun kedepan (terhitung tahun 2005). Dalam hal ini Eugene dan Morce

(1965) dalam Tambunan (2001), mengatakan ada 4 (empat) tipe kebijakan

pemerintah yang sangat menentukan pertumbuhan UMKM. Yaitu :

(1) Kebijakan do nothing policy pemerintah apapun alasannya sadar tidak perlu

berbuat apa-apa dan membiarkan UKM begitu saja ;

(2) kebijakan memberi perlindungan (protection policy) terhadap UKM: kebijakan

ini bersifat melindungi UKM dari kompetisi dan bahkan memberi subsidi,

(3) kebijakan berdasarkan ideology pembangunan (developmentalist): kebijakan

ini memilih industri yang potensial (picking the winner) namun tidak diberi

subsidi dan ;

(4) kebijakan yang semakin popular adalah apa yang disebut “market friendly

policy” dengan penekanan pada pilihan brood based, tanpa subsidi dan

kompetisi.

Pada masa lalu, pemerintah memilih kebijakan tipe kedua (protection) akan

tetapi kerangka tujuan jatuh pada pilihan ketiga, yakni developmentalist. Hasilnya

baik industri besar dan kecil menengah tidak berhasil. Ketidak berhasilan ini

disebabkan oleh lingkungan yang diciptakan oleh kebijakan tersebut pada dasarnya

membuat UMKM masuk usaha yang tumbuh secara distorsif. Oleh karena itu pilihan

kebijakan yang menempatkan UMKM sebagai entitas yang perlu diproteksi dan

subsidi perlu dievaluasi dalam konteks mempersiapkan UMKM menghadapi pasar

bebas. Apalagi kalau pemerintah sudah berketetapan menjadikan UMKM sebagai

Page 44: KAJIAN PEMANFAATAN BANTUAN PERKUATAN OLEH USAHA

33

salah satu sektor ekonomi andalan penghela pertumbuhan setelah keberhasilannya

menjadi safety net pada saat krisis.

Dalam hubungan ini, dewasa ini, semakin jelas bahwa UMKM secara

dikotomis dibagi ke dalam dua jenis definisi. UMKM dengan definisi usaha mikro

dibedakan dengan usaha kecil dan menengah yang dianggap potensial dapat

dikembangkan. Akan tetapi sesungguhnya distribusi UMKM yang pincang, dimana

usaha mikro dalam jumlah yang sangat besar (melebihi 2,5 juta unit) sedangkan

usaha kecil potensial mungkin tidak lebih dari 300 ribu unit dan usaha menengah di

Indonesia sama sekali belum jelas. Kaitannya dengan kebijakan yang terbangun

dalam persepsi yang popular adalah usaha kecil mikro cocok untuk “welfare policy”

sedangkan untuk UMKM adalah competitive business policy. Persepsi ini

sebenarnya justru menimbulkan bias dalam pengembangan UKM dan kekaburan

kebijakan pengembangan UKM. Di sini terlihat UU No.9/1995 tentang UKM tidak

dapat memberi jalan keluar, kecuali hanya mampu mengakomodasi semua pendapat.

Kalau dibangun kebijakan bersifat kategorial target, maka UU No.9, 1995 kurang

dapat memberi jawaban.

Sebenarnya, kalau diamati secara mendalam ketahanan UMKM dalam

menghadapi krisis ekonomi bukanlah ditentukan oleh kebijakan pemerintah,

melainkan ditentukan oleh lingkungan ekonomi dan daya adaptasi dari UMKM itu

sendiri terhadap iklim mekanisme ekonomi pasar persaingan selama ini. Berbagai

penelitian yang disponsori The Asia Foundation (TAF) dan Swisscontact

menunjukkan bahwa daya survival dari UKM cukup tinggi. Menarik untuk dikaji hasil

statistik dua sensus BPS (Kusnadi Saleh dan R. Heriawan, 1999)1, tentang

perkembangan (jumlah) industri manufaktur antara tahun 1986 dengan 1996

(sebelum krisis). Jumlah industri pengolahan berskala kecil tahun 1986 tumbuh dari

1,5 menjadi 2,8 juta unit atau tumbuh dari sekitar 13 menjadi 23% atau tumbuh

sekitar 80%. Di sisi penyerapan tenaga kerja untuk periode yang sama nampak

pertumbuhan absorbsi indsutri besar lebih cepat dari industri kecil, tercatat tumbuh

dari 3,5 menjadi 6,6 juta (tumbuh sekitar 89%) sedangkan industri besar dan sedang

1 Kusnadi Saleh, R. Heriawan. 1999. Indonesia Small Business Statistics. Conference on: ”The Economic

Issues Facing The New Government”. Jointly organized by LPEM-UI and PEG-USAID!

Page 45: KAJIAN PEMANFAATAN BANTUAN PERKUATAN OLEH USAHA

34

tumbuh dari 1,7 menjadi 4,2 juta atau tumbuh 1,49%. Sedangkan sumbangan nilai

tambah industri kecil lebih kecil dibanding dengan industri berskala besar. Tiap

penciptaan nilai tambah sebesar Rp 100 juta nilai tambah, industri kecil menciptakan

lapangan kerja 11 kali lipat lebih besar dari industri besar dan menengah.

Kunci perkembangan di atas, disebabkan UMKM berada pada mekanisme

pasar yang kompetitif. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa industri kecil

dapat diandalkan untuk mengejar pertumbuhan ekonomi terutama menciptakan

lapangan kerja. Implikasinya dalam transformasi struktur ekonom Indonesia,

kombinasi usaha besar dan kecil harus dapat dipadukan dalam desentralisasi

(pembangunan ekonomi daerah) dan pasar global mendatang.

Ditengah pasar yang semakin terliberalisasi dimasa mendatang, UMKM bukan

selalu menjadi entitas bisnis yang akan menjadi korban sebagaimana kekhawatiran

yang akan terjadi perekonomian Indonesia dalam globalisasi. UMKM juga bukan tidak

memiliki potensi keunggulan yang membuatnya mampu menjadi pemenang dalam

pertarungan pasar bebas. Studi Supriyanto (2002) pada industri kecil makanan, kayu

dan tekstil mengungkapkan sisi lain keunggulan UMKM. Dengan melihat sumber

pertumbuhan UMKM dari total factor productivity (TFP) dan input factor, studi

tersebut menemukan bahwa industri makanan dan kayu yang merupakan jenis

industri berbasis input lokal dan padat tenaga kerja memperlihatkan peranan TFP

yang semakin besar sebagaimana yang terlihat pada Tabel 1. Artinya, pada industri

tersebut, aspek teknologi, efisiensi teknis dan skala usaha menunjukkan peran yang

lebih besar dalam pertumbuhan UMKM dibanding penggunaan tenaga kerja, kapital

dan bahan baku. Implikasi temuan tersebut adalah ketika krisis melanda ekonomi

Indonesia, dimana harga input semakin mahal, UMKM pada kedua sektor tersebut

dapat terhindar dari goncangan eksternal.

Proposisi berikutnya dari keunggulan UMKM adalah bahwa UMKM lebih

efisien dan produktif daripada usaha besar sehingga memiliki tingkat kompetisi yang

baik. Stigler (1968) mengemukakan teori yang menarik untuk mengetahui tingkat

kompetisi, efisiensi dan produktivitas yang diukur dari trend pangsa output dalam satu

kurun waktu tertentu. Jika pangsa dari satu skala industri tertentu menurun, berarti

Page 46: KAJIAN PEMANFAATAN BANTUAN PERKUATAN OLEH USAHA

35

industri pada skala tersebut tidak efisien, demikian pula sebaliknya. Gambar 1.

memperlihatkan share usaha besar (UB) yang mengalami trend penurunan dari

60.0% pada tahun 1996 menjadi 45.7% pada tahun 2000. Bahkan pada saat krisis,

pangsa output usaha besar ini mengalami penurunan yang tajam dari 58.4% pada

1997 menjadi hanya 49.8% pada 1998. Sebaliknya pangsa output usaha ecil dan

usaha menengah justru mengalami peningkatan dari 17.7% (usaha kecil/UK) dan

20.3% (usaha menengah/UM) pada tahun 1996 menjadi 29.0% (UK) dan 25.3% (UM)

pada tahun 2000. Kenaikan paling signifikan bahkan ditunjukkan oleh kelompok

usaha kecil. Hal ini menegaskan bahwa UKM sesungguhnya memiliki tingkat

kompetisi yang lebih baik daripada UB terutama pada saat krisis ekonomi. Realitas

tersebut sekaligus menunjukkan UMKM khususnya kelompok UK memiliki tingkat

efisiensi dan produktivitas yang lebih baik daripada UB.

Dua kondisi realistis diatas seharusnya menjadi bahan pemikiran sekaligus

perenungan untuk tidak terus menerus menganggap UMKM sebagai kelompok bisnis

yang harus selalu diproteksi dan diberi bantuan. Kebijakan yang selalu memposisikan

UMKM sebagai kelompok yang perlu dibantu pada dasarnya didasarkan pada

anggapan bahwa UMKM adalah kelompok usaha yang lemah dalam segala hal dan

tidak mampu bersaing dengan usaha besar. Sayangnya kebijakan tersebut

cenderung berlanjut terus hingga saat ini. Bahkan tantangan pasar global yang akan

segera datang direspon dengan anggapan UKM akan habis terlindas dan tidak

mampu bersaing. Globalisasi dan pasar bebas (melalui WTO, APEC, AFTA) menjadi

momok yang menyeramkan bagi UMKM tanpa memberikan alternatif dan strategi

bagimana seharusnya UMKM menghadapi pasar bebas.

Menciptakan iklim usaha yang kondusif bagi pengembangan UMKM yang

berdaya saing memang hal mutlak dalam konteks perekonomian yang makin terbuka.

Namun harus disadari bahwa ketika pemerintah berusaha menciptakan iklim usaha

yang kondusif maka sebenarnya kondisi itu bukan hanya berlaku dan

menguntungkan bagi UMKM tapi juga akan berlaku dan menguntungkan bagi semua

pelaku usaha termasuk untuk produk luar negeri yang masuk Indonesia. Artinya, iklim

usaha yang semakin kondusif akan semakin memperketat persaingan antara pelaku

Page 47: KAJIAN PEMANFAATAN BANTUAN PERKUATAN OLEH USAHA

36

usaha yang bersaing secara sehat. Dengan demikian tetap dibutuhkan keunggulan

kompetitif dari produk UMKM untuk mampu memenangkan persaingan dalam iklim

usaha yang semakin kondusif. Disamping itu, sebagaimana yang disampaikan dalam

RTJM, upaya mendorong penciptaan iklim usaha yang kondusif tidak bisa dilakukan

sekaligus apalagi jika sampai pada aspek penataan kelembagaan dan koordinasi

kebijakan di tingkat nasional. Diperlukan usaha yang bertahap dan komitmen semua

pihak untuk mendorong terciptanya iklim usaha yang kondusif. Dalam jangka pendek,

UMKM tidak dapat menunggu waktu yang demikian panjang untuk mendapatkan pra

kondisi yang baik dalam rangka merebut pasar ditengah persaingan ketat

Perkuatan UMKM merupakan salah satu alternatif untuk memperkokoh basis

perekonomian nasional, namun disadari bahwa agar perkuatan tersebut dapat

dilaksanakan dengan baik maka diperlukan perencanaan yang komprehensif, serta

kesiapan dalam penyediaan sumberdaya dan waktu. Sebagaimana diketahui bahwa

kelemahan UMKM masih sangat banyak antara lain ditandai dengan : a) Ketidak-

pastian ketersedian bahan baku utama dan bahan tambahan (penolong) : b)

Peralatan dan teknologi produksi yang digunakan sangat sederhana sampai

dengan setengah modern, sehingga produktifitasnya relatif rendah ; c)

Keahlian/keterampilan SDM belum berkembang sesuai dengan tuntutan

perkembangan teknologi dan produktifitas usaha : d) rata-rata pemilikan modal

UMKM sangat terbatas : e) Sebagian besar pasar produk UMKM bersifat oligopoli,

bahkan ada yang cenderung monopoli : f) Kebijakan fiskal dan moneter belum

sepenuhnya mendukung pengembangan produksi, keahlian, teknologi dan pasar bagi

KUKM : g) Prasarana tidak selalu tersedia atau tidak sesuai dengan yang diperlukan

dalam rangka pengembangan produksi dan pasar KUKM; g) Adanya kebijakan yang

kurang sesuai dengan kepentingan pemberdayaan KUMKM

Page 48: KAJIAN PEMANFAATAN BANTUAN PERKUATAN OLEH USAHA

37

3.2. Kerangka Operasional

Sesuai dengan permasalahan yang dihadapi, masalah pokok yang harus

dijawab dalam kajian ini adalah pertanyaan ; Pertama ”seberapa jauh dan seberapa

besar tingkat keberhasilan pemanfaatan program perkuatan oleh UMKM untuk

mengurangi angka kemiskinan dan pengangguran ; kedua permasalahan-

permasalahan yang dihadapi oleh Koperasi dan UMKM, serta aparat pelaksana di

lapang, ketiga bagaimana ketepatan penunjukan, jenis dan besar bantuan

perkuatan yang diberikan, keempat apa dampak program ini terhadap perekonomian

perdesaan serta, ke lima bagaimana prospek pengembangan program ini di masa

mendatang”. Disamping itu juga program ini diharapkan akan berdampak pada

peningkatan minat berkoperasi dan meningkatkan etos kerja masyarakat. Untuk

tujuan tersebut maka disimulasikan indikator keberhasilan program bantuan

perkuatan sebagai berikut:

Dengan kondisi awal UMKM serta kondisi lingkungan ekonomi baik mikro

maupun makro yang belum sepenuhnya kondusif bagi pemgembangan peran UMKM,

maka program perkuatan yang dilaksanakan sekarang ini pada dasarnya ditujukan

untuk memperbaiki kondisi internal dan lingkungan UMKM. Namun dalam banyak hal

baik dari aspek jenis dan jumlah bantuan perkuatan yang diprogramkan, maupun

kebijaksanaan dasar (pendekatan dan petunjuk pelaksanaannya) masih

memperlihatkan adanya celah-celah yang dikhawatirkan dapat mengurangi tingkat

keberhasilan program tersebut. Dari pemikiran yang demikian maka esensi dasar

pengkajian ini adalah ”Mengetahui tingkat keberhasilan pemanfaatan bantuan

perkuatan oleh UMKM melalui pendekatan ekonomi dan sosial yang tidak normatif ,

khususnya terhadap upaya mengurangi kemiskinan dan pengangguran”. Untuk

tujuan tersebut maka dibangun kerangka kajian dan model analisis seperti

diperlihatkan pada bagan 1 di bawah ini.

Page 49: KAJIAN PEMANFAATAN BANTUAN PERKUATAN OLEH USAHA

38

Bagan 1: Kerangka Analisis Kajian

Pemanfaatan Bantuan Perkuatan Oleh UMKM

Modal Kerja

Investasi

Koperasi (KSP/USP)

UMKM/Anggota Koperasi

• Kemanfaatan Program • Keragaan usaha (modal, omzet, laba) • Penyerapan Tenaga Kerja • Peningkatan Pendapatan UMK • Perkembangan Etos kerja dan

Semangat berkoperasi

Faktor Internal 6 Umur /kelamin 7 Ketersediaan tenaga 8 Pemilikan aset 9 Pemilikan modal 10 Keahlian/Pengalaman 11 Manajemen usaha

Faktor External 1 Prinsip dan Pola

Kredit Perkuatan 2 Sistem Pendukung

usaha UMKM 3 Kemajuan Teknologi 4 Kebijakan Pemerintah 5 Ketersedaian Prasana

dan Sarana

PROGRAM PERKUATAN

1. Pengurangan angka Kemiskinan 2. Pengurangan Pengangguran 3. Peningkatan Sumbangan UMKM Terhadap PDB

Keberhasilan Program Perkuatan

Page 50: KAJIAN PEMANFAATAN BANTUAN PERKUATAN OLEH USAHA

39

Dari bagan 1, terlihat bahwa kajian ini diarahkan untuk mengetahui secara

benar tentang kondisi dari berbagai faktor yang mempengaruhi keberhasilan program

dalam mencapai sasarannya. Untuk maksud ini diperlukan penggunaan model

analisis regresi peubah ganda berdasarkan pendekatan yang sesuai dengan tujuan

akhirnya (output), yaitu seberapa jauh kemampuan program perkuatan UMKM akan

dapat mengurangi angka kemiskinan dan pengangguran melalui peningkatan

produktifitas usaha UMKM. Untuk sampai pada tujuan tersebut langkah awal yang

diperlukan adalah kesepakatan tentang faktor-faktor analisis, baik untuk tujuan

analisis kualitatif maupun kuantitatif

Dari bagan 1 diatas, dapat dikemukakan bahwa:

A Output akhir yang diharapkan dari pelaksanaan program perkuatan UMKM

adalah keberhasilan Program Perkuatan dalam

1) Meningkatkan pendapatan UMKM melalui peningkatan produksi yang

berdampak omset atau volume usaha UMKM ;

2) Pertumbuhan Laba atau keuntungan UMKM :

3) Peningkatan kemampuan UMKM dalam mengurangi pengangguran melalui

peningkatan peran UMKM dalam penyerapan tenaga kerja ;

Ketiga indikator keberhasilan program perkuatan terhadap peningkatan

pendapatan dan kemampuan penyerapan tenaga kerja UMKM ini akan

dianalisis dengan model deskriptif kualitatif dan model analisis Evaluatif

Kuantitatif. Karena keterbatasan sumberdaya (waktu, tenaga dan biaya) maka

indikator keberhasilan program perkuatan terhadap pembangunan daerah dan

koperasi hanya akan dianasis secara deskriptif yaitu ;

1) Pertumbuhan sumbangan UMKM terhadap total pendapatan kotor daerah

(regional domestic Bruto) dan pertumbuhan pendapatan perorangan

(income per capita) dari UMKM penerima bantuan dibandingkan dengan

income per capita regional .

2) Pertumbuhan volume dan sisa hasil usaha Koperasi penyalur dari kegiatan

penyaluran kredit program perkuatan serta pertumbuhan jumlah anggota.

Page 51: KAJIAN PEMANFAATAN BANTUAN PERKUATAN OLEH USAHA

40

3) Beberapa indikator keberhasilan lainnya yang bersifat non parametrik juga

dapat dilihat dengan menggunakan pendekatan tertentu seperti peningkatan

etos kerja (melalui pendekatan pertambahan jam kerja UMKM) dan

peningkatan kesadaran berkoperasi (melalui pendekatan partisipasi UMKM

sebagai anggota koperasi)

B. Faktor faktor Strategis

Beberapa faktor yang diduga berpengaruh baik langsung maupun tak langsung

terhadap keberhasilan UMKM dalam memanfaatkan bantuan program perkuatan

adalah ;

1) Kondisi awal UMKM antara lain umur dan jenis kelamin, keahlian dan

pengalaman dibidang usaha yang ditekuni, aset dan modal yang dimiliki

UMKM sebelum mendapatkan bantuan, serta tenaga kerja keluarga yang

tersedia ;

2) Sistem, prinsip, pola dan prosedur pelaksanaan program kredit yang

mencakup masalah pendekatan dan sasaran kredit, ketepatan jenis, jumlah

bantuan yang diberikan ketepatan waktu pemberian bantuan, persyaratan

untuk mendapatkan bantuan, tingkat bunga (interest rate) dan kebebasan

penggunaan bantuan pinjaman ;

3) Ketersediaan Sistem Pendukung Usaha UMKM mencakup aspek

prasarana dan sarana pendukung, antara lain, jalan dan jembatan, fasilitas

angkutan, irigasi/pengairan, listrik dan sumber enerji lainnya, sarana

komunikasi dan ketersedian bahan baku di tingkat lokal baik yang

besumber dari daerah sendiri maupun yang didatangkan dari daerah lain ;

4) Penggunaan dan perkembangan teknologi produksi dari produk yang

dihasilkan oleh UMKM

5) Kondisi ekonomi mikro (regional) yang diukur dari PDRB dan rata-rata

pendapatan regional

6) Kebijakan pemerintah dan kondisi perekonomian makro yaitu tingkat suku

bunga, pajak dan subsidi atas kegiatan usaha dan produk KUMKM, inflasi,

nilai tukar rupiah

Page 52: KAJIAN PEMANFAATAN BANTUAN PERKUATAN OLEH USAHA

41

7) Jenis usaha UMKM

8) Pola manajemen usaha UMKM

9) Bantuan perkuatan dari pihak lain dan pinjaman dari pihak lain ;

10) Kebijakan-kebijakan (peraturan perundang-undangan) yang mempengaruhi

usaha KUMKM termasuk kebijaksanaan daerah

Kesepuluh faktor strategis diatas, diturunkan dalam 15 (peubah tetap

independen variabel yaitu ; Modal Awal, Pengalaman, Pemilikan Aset, Jenis

Kelamin, Bahan Baku Lokal Tenaga kerja Lokal, Teknologi Produksi,

Manajemen Usaha, Prasana Pendukung, Prosedur Pinjaman, Jumlah Pinjaman,

Tingkat Bunga, Kebebasan penggunaan, Pinjaman Pihak ke tiga dan Jenis

Usaha

Page 53: KAJIAN PEMANFAATAN BANTUAN PERKUATAN OLEH USAHA

42

BAB IV

METODA PENELITIAN

4.1. Ruang Lingkup Substansi Pengkajian

Sesuai kerangka pemikiran di muka maka ditetapkan ruang lingkup kegiatan

yaitu mengumpulkan, mengindentifikasi dan menganalisis ; a) Pemanfaatan berbagai jenis bantuan perkuatan yang diterima oleh UMKM yang

bersumber dari Pemerintah yang diprogramkan oleh Kementerian Negara

Koperasi dan UKM ;

c) Berbagai permasalahan dan kendala yang dihadapi UMKM dan aparat

pelaksana di lapang dalam upaya meningkatkan kemampuan usahanya ;

d) Merumuskan berbagai indikator keberhasilan program bantuan perkuatan, baik

bagi UMKM, bagi koperasi penyalur dan dampaknya terhadap pembangunan

ekonomi.

e) Menetapkan dan menganalisis kondisi berbagai faktor, baik faktor internal

maupun faktor eksternal yang diduga mempengaruhi keberhasilan UMKM dalam

memanfaatkan bantuan perkuatan selama tahun 2004 sampai dengan tahun

2005

f) Menginventarisir jenis bantuan perkuatan yang dibutuhkan oleh UMKM dari ke

lima aspek bisnis / usaha UMKM (teknologi/ peralatan, penyediaan bahan baku,

modal usaha/investasi, manajemen ), yang diperlukan oleh Koperasi dan UKM,

sesuai dengan skala prioritas dan waktu pemberian bantuan perkuatan tersebut

4.2. Lokasi Kajian dan Penetapan Sampel

Kajian ini dilaksanakan di lima propinsi contoh yaitu Sumatera Barat, Jawa

Barat, Bali, Kalimantan Barat, dan Sulawesi Selatan. Di tiap propinsi contoh

ditetapkan 2 Kabupaten/Kodya contoh dan di tiap kabupaten contoh ditetapkan 3

koperasi contoh dengan metoda acak terpilih. Di tiap Koperasi contoh ditetapkan 10

UKM contoh yang juga dilakukan dengan teknik acak terbatas, (stratified random

Page 54: KAJIAN PEMANFAATAN BANTUAN PERKUATAN OLEH USAHA

43

sampling) dan untuk UMKM dilakukan dengan metoda acak lengkap ( fully random

sampling).

4.3. Asumsi-Asumsi

a) UMKM merupakan usaha bisnis yang dalam kegiatan usahanya mengikuti

berbagai hukum dalam pasar bebas ;

b) Bantuan perkuatan yang diberikan oleh pemerintah hanya berdasarkan

pendekatan ekonomi sehingga tidak menimbulkan suatu ketergantungan yang

bersifat politis dan atau sosial ;

c) Koperasi sebagai usaha bisnis dalam melaksanakan usaha juga merupakan

UMKM ;

d) UMKM sudah menerima bantuan perkuatan satu atau beberapa jenis

4.4. Hypotesis

Hithesis awal (H0) adalah bahwa bantuan perkuatan yang diberikan oleh

pemerintah dan sumber-sumber lainnya tidak bermanfaat baik bagi

pengembangan Usaha UMKM, bagi pemberdayaan Koperasi maupun bagi

pembangunan ekonomi daerah

4.5. Metoda Penelitian

4.5.1. Data

Kajian ini merupakan penelitian eksploratif dengan menggunakan metoda

sample terbatas. Penetapan jumlah sample dan kriteria sample dilakukan

berdasarkan pertimbangan ;

1) keragaman jenis program perkuatan,

2) keragaman permasalahan yang dihadapi di lapang serta ketersedian

sumberdaya untuk pengkajian, baik SDM, waktu dan biaya yang

diperlukan.

Berdasarkan kriteria tersebut maka ditetapkan 2 Kabupaten Contoh.. Di tiap

kabupaten contoh ditetapkan 3 koperasi, dan di setiap koperasi contoh dipilih

Page 55: KAJIAN PEMANFAATAN BANTUAN PERKUATAN OLEH USAHA

44

10 UMKM contoh. Dengan demikian dari kajian ini akan didapatkan data dari

dan dinas Koperasi Tk II atau lembaga yang membidangi pembinaan UMKM

Koperasi sebanyak 10 sample, Koperasi sebanyak 30 sample, dan UMKM

yang mendapat bantuan perkuatan dari kementerian negara KUKM sebanyak

300 orang.

4.5.2. Metoda Penarikan sampel

Lokasi contoh ditetapkan berdasarkan metoda stratifikasi sample (sample

dengan pembatasan). Di tiap propinsi contoh ditetapkan 2 Kabupaten contoh

dan ditiap kabupaten contoh ditetapkan 3 Koperasi contoh dengan metoda

yang sama (acak terstratifikasi). Di tiap Koperasi contoh ditetapkan 10 UMKM

contoh yang juga dilakukan dengan teknik acak lengkap Fully random

sampling.

Penetapan lokasi contoh didasarkan pada pertimbangan ;

1) Keragaman jenis program perkuatan yang dilaksanakan, serta

keragaman potensi ekonomi dan jenis sosial dari daerah yang

bersangkutan ;

2) Penjenisan koperasi usaha UKM

3) Keragaman permasalahan yang ada didaerah

4) Ketersedaian sumberdaya (waktu, tenaga dan dana)

4.6. Metode Analisis

Data hasil penelitian akan dianalisisi dengan menggunakan ;

a) Model analisis Diskriptif (kualitatif)

Analisis deskriptif kualitatif ditujukan untuk mendapatkan informasi tentang

berbagai kondisi lapang yang bersifat tanggapan dan pandangan terhadap

pelaksanaan program perkuatan serta kondisi lingkungan sosial ekonomi dan

daerah sample. Hasil analisis kualitatif berupa perbandingan kondisi riil di

lapang yang diperoleh dari pendapat-pendapat berbagai unsur yang terlibat

Page 56: KAJIAN PEMANFAATAN BANTUAN PERKUATAN OLEH USAHA

45

langsung dalam pelaksanaan program perkuatan UMKM dengan kondisi ideal

yang diperoleh dari studi pustaka.

b) Analisis Evaluatif (kuantitatif) :

Analisis evaluatif (kuantitatif ) diperlukan untuk mengetahui tingkat

keberhasilan bantuan program perkuatan dari tiga aspek keluaran yaitu

1) Dampaknya terhadap peningkatan pendapatan yang diindikasikan dari

peningkatan omset usaha UMKM. Dalam analisis regresi dilambangkan

dengan Y1

2) Dampaknya terhadap peningkatan pendapatan (keuntungan bersih) UKM

yang dalam analaisis regresi akan dilambangkan dengan Y2

3) Dampak terhadap penyerapan tenaga kerja dengan output akhir

pengurangan angka pengangguran, melalui tambahan keperluan tenaga

kerja karena adanya peningkatan kapasitas produksi UMKM (Y3)

4) Prediksi dampak terhadap peningkatan pendapatan kotor daerah, melalui

peningkatan nilai tambah yang dihasilkan UMKM dari adanya

peningkatan produksi UMKM. Oleh karena keterbatasan sumberdaya

dalam pengkajian ini maka dampak kebelakang (back word) dan dampak

kedepan dari adanya peningkatan kegiatan UMKM belum dapat dihitung.

(harus dengan model analisis Input output

5) Dampak pelaksanaan program perkuatan terhadap pemberdayaan

koperasi penyalur yang diindikasikan dari pertumbuhan volume dan sisa

hasil usaha koperasi dari kegiatan penyaluran kredit program perkuatan

serta pertumbuhan jumlah anggota dan partisipasi anggota

6) Dampak pelaksanaan program perkuatan terhadap beberapa indikator

keberhasilan lainnya yang bersifat non parametrik, yang akan dilihat

dengan menggunakan pendekatan tertentu seperti peningkatan etos kerja

(melalui pendekatan pertambahan jam kerja UMKM).

Page 57: KAJIAN PEMANFAATAN BANTUAN PERKUATAN OLEH USAHA

46

4.6.1. Model-Model Analisis Deskriptif

Analisis deskriptif ditujukan untuk mengetahui dampak program

perkuatan terhadap ke enam indikator keberhasilan program tersebut seperti

dikemukakan di atas. Untuk tujuan ini akan digunakan model-model analisis

statistik sederhana, nilai rata-rata tengah (mean dilambangkan dengan U) dan

untuk menghitung bias kesimpulannya digunakan koefisien deviasi populasi V

(variance). Model kecenderungan digunakan untuk mengetahui manfaat suatu

bantuan perkuatan ,serta teknik uji beda untuk melihat dampak bantuan

perkuatan terhadap UMKM dengan membandingkan kinerja bisnis UMKM

sebelum dan sesudah mendapat bantuan perkuatan. Analisis distribusi

frekwensi digunakan untuk melihat profil kecenderungan variabel yang

dianalisis.

U = E /n

V =

Dimana ; U adalah

E adalah

N adalah jumlah populasi

V adalah

Untuk analisis evaluatif digunakan model analisis regresi berjenjang (step wise

analisys) dengan 3 faktor tidak bebas (dependent variable) dan 15 variable

bebas (X) .

Model dasar analisis regresi berganda

Y ij = a +Bxij + e

Dimana : Yij = Keragaan Dependent Variabel yang dianalisis

a = Intersep

B = Constanta

Xij = Variabel Independent

e = Galat (kesalahan baku).

Page 58: KAJIAN PEMANFAATAN BANTUAN PERKUATAN OLEH USAHA

47

Variable tidak bebas di atas yaitu ;

Y1. Dampak program perkuatan terhadap peningkatan

omset usaha UMKM

Y2. Dampak program perkuatan terhadap peningkatan laba /

pendapatan UMKM

Y3. Dampak program perkuatan terhadap peningkatan

penyerapan tenaga kerja

Sedangkan faktor-faktor yang diduga mempengaruhi kemanfaatan bantuan

perkuatan atau Independent Variable terdiri dari ;

X1 Modal Awal yang dimiliki UMKM

Adalah sejumlah modal yang dimiliki UMKM untuk melaksanakan suatu

kegiatan usaha, sebelum menerima bantuan program perkuatan, baik

yang bersumber dari modal sendiri maupun modal pinjaman dari orang

lain dengan satuan nilai uang (rupiah)

X2 Pengalaman UMKM

Adalah lama UMKM dalam melaksanakan kegiatan usaha yang

mendapat bantuan program perkuatan, sebelum UMKM tersebut

mendapat bantuan program perkuatan, dengan satuan tahun ;

X3 Pemilikan Aset

Adalah kekayaan asset yang dimiliki UMKM dan digunakan untuk

mendukung suatu kegiatan usaha yang mendapat bantuan perkuatan.

Bentuk kekayaan bisa berupa lahan, gedung, alat-alat produksi dan

kendaraan. Aset dinilai dalam satuan uang (rupiah)

X4 Jenis Kelamin UKM penerima bantuan

Adalah jenis kelamin UMKM yang menerima bantuan perkuatan yaitu

laki-laki dan perempuan

Page 59: KAJIAN PEMANFAATAN BANTUAN PERKUATAN OLEH USAHA

48

X5 Ketersediaan bahan baku lokal

Tersedianya sejumlah bahan baku yang diperlukan dalam proses

produksi UMKM yang mendapat bantuan perkuatan, baik yang

merupakan produksi daerah atau yang didatangkan dari luar daerah.

Ketersedian bahan baku dari aspek kemudahan mendapatkannya

dinilai dengan menggunakan metoda point skor, dimana ; a) sangat sulit

nilai skor (0), b) sulit nilai skor (1) ; c) agak sulit nilai skor (2), d) mudah

nilai skor (3) dan sangat mudah nilai skor (4). Dari aspek harga dinilai

dengan ; a) sangat mahal nilai skor (0), b) mahal nilai skor (1), c) agak

mahal nilai skor (2), d) murah nilai skor (3) dan e) sangat murah nilai

skor (4). Hasil akhir adalah perkalian antara tingkat kesulitan dengan

harga.

X6 Tenaga kerja lokal yang tersedia

Ketersediaan sejumlah tenaga yang diperlukan dalam proses produksi

UMKM yang mendapat bantuan perkuatan, baik yang berasal dari

daerah setempat atau didatangkan dari luar daerah. Ketersedian tenaga

dari aspek kemudahan mendapatkannya dinilai dengan menggunakan

metoda point skor, dimana ; a) sangat sulit nilai skor (0), sulit nilai skor

(1), b) agak sulit nilai skor (2), c) mudah nilai skor (3) ; d) sangat mudah

nilai skor (4). Dari aspek tingkat upah dinilai dengan ;

X7 Teknologi Produksi yang digunakan

Adalah teknologi yang digunakan dalam proses produksi UMKM yang

dinilai dengan menggunakan metoda skoring dimana ; a) tradisional

nilai skor (0), b) semi modern nilai skor (1), c) modern nilai skor (2), dan

; d) sangat modern nilai skor (3)

X8 Manajemen Usaha yang diterapkan

Adalah system manajemen yang digunakan dalam proses produksi

UMKM yang dinilai dengan menggunakan metoda skoring dimana ; a)

Page 60: KAJIAN PEMANFAATAN BANTUAN PERKUATAN OLEH USAHA

49

manajemen tradisional nilai skor (0), b) manajemen semi modern nilai

skor (1), c) manajemen modern nilai skor (2), dan ; d) manajemen

sangat modern nilai skor (3)

X9 Prasana Pendukung yang tersedia

Prasarana yang tersedia untuk mendukung proses produksi UMKM

yang dinilai dari ketersediaannya dengan menggunakan metoda skoring

dimana ; a) sangat kurang nilai skor (0), b) kurang nilai skor (1), c)

cukup nilai skor (2), dan ; d) sangat cukup nilai skor (3)

X10 Prosedur Pinjaman

Prosedur yang digunakan dalam pengajuan pinjaman sampai dengan

proses pengembalian yang diterapkan dalam pelaksanakan dalam

program perkuatan yang dinilai dengan menggunakan metoda skoring

dimana ; a) sangat sulit nilai skor (0), b) sulit nilai skor (1), c) agak sulit

nilai skor (2), mudah nilai skor (3) dan ; e) sangat mudah nilai skor (3) ;

X11 Jumlah Pinjaman

Jumlah pinjaman yang diberikan dalam program perkuatan yang dinilai

dengan menggunakan metoda scoring yaitu ; a) sangat tidak memadai

nilai skor (0), b) tidak memadai nilai skor (1) ; c) cukup nilai skor (2),

dan ; d) sangat cukup nilai skor (3)

X12 Tingkat Bunga

Adalah tingkat bunga (interest rate) yang ditetapkan dalam program

perkuatan yang dinilai dari ketetapan jumlah bunga dalam satuan

persen terhadap jumlah pinjaman yang diberikan

X13 Kebebasan penggunaan dalam program perkuatan

Tingkat kebebasan penggunaan pinjaman oleh peminjam untuk

menggunakan dalam program perkuatan yang dinilai dengan

Page 61: KAJIAN PEMANFAATAN BANTUAN PERKUATAN OLEH USAHA

50

menggunakan metoda skoring dimana ; a) sangat terikat pada

ketentuan nilai skor (0), b) terikat pada ketentuan nilai skor (1), c) tidak

terikat nilai skor (2), dan ; d) sangat bebas nilai skor (3)

X14 Pinjaman Pihak ke tiga yang diterima

Adalah sejumlah uang yang dipinjam oleh UMKM dari pihak-pihak lain

sesudah atau sebelum UMKM tersebut menerima pinjaman dana dari

program perkuatan. Satuan pinjaman ini dinilai dengan uang (rupiah).

X15 Jenis Usaha Peminjam

Adalah kesesuian jenis usaha yang dilaksanakan oleh UMKM yang

menggunakan modal pinjaman dari program perkuatan sesuai dengan

potensi pribadi dan potensi daerahnya, yang dinilai dengan

menggunakan metoda skoring dari aspek potensi pribadi ; a) sangat

tidak sesuai nilai skor (0), b) kurang sesuai nilai skor (1), c) sesuai skor

(2), dan ; d) sangat sesuai nilai skor (3). Dengan potensi daerah ; a)

sangat tidak sesuai nilai skor (0), b) kurang sesuai nilai skor (1), c)

sesuai nilai skor (2), dan ; d) sangat sesuai nilai skor (3). Nilai akhir

adalah hasil perkalian antara potensi pribadi dengan potensi daerahnya.