kajian liturgis mengenai rendahnya partisipasi kaum bapak
TRANSCRIPT
i
Kajian Liturgis mengenai Rendahnya Partisipasi Kaum Bapak dalam Ibadah di
GMIT Getsemani Oelbubuk
Oleh,
NORMA SELFI TANAEM
(712015051)
TUGAS AKHIR
Diajukan kepada Program Studi: Teologi, Fakultas Teologi guna memenuhi
sebagian dari persyaratan untuk mencapai gelar Sarjana Sains Teologi
(S.Si-Teol)
FAKULTAS TEOLOGI
UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA
SALATIGA
2019
ii
iii
iv
v
vi
KATA PENGANTAR
Puji Syukur patut dipanjatkan kehadiran Tuhan Yang Maha Esa, karena
dengan pertologan-Nya serta hikmat dan kesehatan yang diberikan, penulis dapat
menyelesaikan Tugas Akhir ini dengan baik. Meskipun banyak rintangan dan
hambatan yang penulis alami dalam proses pengerjaannya, tetapi pada akhirnya
berhasil menyelesaikan dengan baik. Tentunya ada hal-hal yang ingin penulis
sampaikan lewat Tugas Akhir ini. Karena itu penulis berharap Tugas Akhir ini dapat
menjadi sesuatu yang berguna bagi kita bersama.
Tugas Akhir ini adalah bukti dari segala kebaikan Tuhan bagi penulis dan
merupakan akhir dari sebagian perjuangan yang telah penulis lakukan dalam
menyelesaikan tugas dan kewajiban sebagai Mahasiswa selama berada di Fakultas
Teologi Universitas Kristen Satya Wacana. Tugas Akhir ini dibuat selain sebagai
persyaratan mencapai gelar sarjana sains dalam bidang Teologi (S.Si-Teol), penulis
pun berharap agar karya tulis ini dapat bermanfaat dan menjadi berkat untuk
menambah wawasan dari para pembaca. Dalam kesempatan ini penulis juga ingin
mengucapkan terimakasih kepada lembaga UKSW yang menjadi rumah ternyaman
untuk belajar. Terima kasih juga kepada orang-orang yang telah memberikan
dukungan kepada penulis sehingga tulisan ini dapat diselesaiakan tepat pada
waktunya. Mereka diantaranya ialah:
1. Tuhan Yesus Kristus Sang pemilik kehidupan yang senantiasa memampukan
penulis dalam menjalani pendidikan di Universitas Kristen Satya Wacana, sejak
tahun 2015-2019, sehingga penulis dapat menyelesaikan studi S1 di Fakultas
Teologi dengan memperoleh gelar Sarjana Sains Teologi (S.Si-Teol).
2. Kedua orang tua dan juga Nenek terkasih, Bapak Daniel Tanaem, Mama Hana
Adolfina Metkono dan Nenek Nelci Nome yang selalu memberikan dukungan
doa dan kasih sayang yang tulus. Kelima saudara/i saya, kakak terkasih
Maxyacob Tanaem dan kakak Ipar Agripina Lory Rafu, serta adik-adik tersayang
Metry Deniati Tanaem, Srineldo Tanaem, Mondri Tanaem, Marlin Tanaem dan
vii
juga Antonius Abednego Metkono serta ponaan Zanoa Mirachel Menzzen
Tanaem yang selalu menghibur dengan segala canda tawa, dan juga keluarga
besar Bapak Felipus Tanaem beserta keluarga, Bapak Simon Tanaem dan Istri,
Bapak Matias Tanaem beserta keluarga, Bapak Jornimus Metkono beserta
keluarga, Bapak Nitanel Tefa beserta keluarga dan juga Mama Marce Metkono
dan seluruh keluarga besar Tanaem, Metkono, Laos, Nome atas segala dukungan
baik moril maupun materil yang diberikan kepada penulis dalam menyelesaikan
pandidikan di UKSW.
3. Untuk kedua Dosen wali Pdt. Kristanto, M. Th dan Pdt. Dr. Rama Tulus
Pilakoannu dan Ibu, yang menjadi orang tua selama di Salatiga.
4. Kedua Dosen Pembimbing Pdt. Dr. Ebenhaizer I. Nuban Timo dan Pdt. Gunawan
Y. A. Suprabowo, D. Th yang selalu membantu penulis dan dengan sabar
membimbing dan mengarahkan penulis untuk dapat menyusun dan
menyelesaikan tugas akhir ini.
5. Seluruh Dosen Fakultas Teologi, Ibu Budi selaku TU singkatnya seluruh staff atas
segala pelayanan, dukungan dan kerja sama bagi kami mahasiswa/i.
6. Pdt. Raharjo Widhipangreksa, S.T., M. Div, berserta keluarga selaku supervisor
lapangan dalam menjalani PPL I-VIII, dan Pdt. Nahum D. E. Bilaut, S.Si-Teol
beserta keluarga, selaku supervisor lapangan untuk PPL X atas segala dukungan,
pelajaran di lapangan, serta pengalaman yang telah dibagikan kepada penulis
melalui praktek pendidikan lapangan ini.
7. Sinode GMIT yang menjadi wadah pendukung dalam melakukan Praktek
Pendidikan Lapangan di wilayah GMIT.
8. Kepada seluruh Majelis dan warga jemaat Getsemani Oelbubuk, yang merupakan
lokasi penulis dalam melakukan Prakek Pendidikan Lapangan X dan juga
penelitian. Terima Kasih untuk kerja sama, dukungan dan doa yang diberikan.
9. Kepada Pdt. Lay Abdy Wenyi, M.Si dan Pdt. Norman M. Nenohai M.Si yang
memperkenalkan Kampus UKSW dan yang senantiasa mendukung penulis dalam
menyelesaikan pendidikan.
viii
10. Bapak Amad Suri dan Ibu Anna Setyawati selaku bapak dan ibu kos dan juga
orang tua selama di tanah rantau.
11. Jellyan Aviani Awang S.Si-Teol dan Akwila Priska Ibu S.Si-Teol yang selalu
menemani penulis dari awal perkuliahan dengan segala pengorbanan yang tidak
dapat dibalas, serta Sry Yulianti Bertha Atacay S.Si-Teol dan Yosua Makisyo
Kbarek S.Si-Teol yang juga menjadi teman seperjuangan dalam menulis Tugas
Akhir.
12. Teman-teman Praktek Pendidikan Lapangan I-VIII Rezky Pah, Krisna Yoga
Amerta, Doni Popoko dan Christian Tandibua yang sudah menemani penulis
selama masa praktek.
13. Untuk pacar tercinta “Ardi El Leokuna” terima kasih untuk kasih dan sayang serta
doa, sehingga penulis dapat menyelesaikan Tugas Akhir dengan baik.
14. Kedua orang tua asuh, Bapak, Yunias Pay dan Mama Yosina Fobia yang menjadi
orang tua selama melakukan penelitian.
15. Kakak Forena Keys, Sofia Lasfeto dan adik Jeni Sanam yang sudah menjadi
teman selama masa penelitian berlansung.
16. Teman-teman Pemuda Doni Fobia, Daud Lasfeto, dan Martinus Taboen yang
sudah antar-jemput selama penelitian berlansung.
17. Teman-teman kos Anasifra sekaligus adik di tanah rantau, Beki Nubatonis, Lely
Benu, Nadya Nakamnanu, Yesti Maubanu, Tesa Warbung, Moni Metkono, Rian
Nubatonis, Aldo Metkono, Betty Mau, Rani Peni, Ella Saefatu, Rely Anunut, Ani
Suan, Etha Bimusu dan Rishel Pantaow dengan segala canda tawa, kasih sayang
yang mereka berikan kepada penulis.
18. Teman-teman squad uno, Chory, Unyil, Agy, Julio dan si kecil Juna sekaligus
teman antar-jemput selama di Salatiga.
19. Keluarga Teologi 2015 yang dengan keunikan masing-masing membawa warna-
warni dalam perkuliahan.
20. Kakak dan juga saudara di tanah rantau, Swingly Metkono dan Gerson Metkono
yang juga mendukung penulis baik moril maupun materil.
ix
21. Bapak Mel Penu beserta istri dan adik-adik Ian, Juan, Rido dan saudara-saudari
Marce, Rina, Even, Stenly, Semry, Sofri, Yuyung, Lena, Frengki dan Kakak
Yabes yang selalu antar-jemput di saat pulang dan kebersamaannya selama di
Kupang.
22. Terima kasih untuk orang-orang terdekat yang pernah hadir memberikan
dukungan, motivasi dan doa dalam menyelesaikan tugas akhir ini.
x
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ................................................................................................... i
LEMBAR PENGESAHAN ....................................................................................... ii
PERNYATAAN TIDAK PLAGIAT ....................................................................... iii
PERNYATAAN PERSETUJUAN AKSES ............................................................ iv
PERNYATAAN BEBAS ROYALTI DAN PUBLIKASI .. .....................................
v
KATA PENGANTAR .............................................................................................. vi
DAFTAR ISI ............................................................................................................ ix
MOTTO ...................................................................................................................... x
ABSTRAK ............................................................................................................... xi
1. Pendahuluan ................................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang ......................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah ................................................................................... 5
1.3 Tujuan Penelitian .................................................................................... 5
1.4 Metode Penelitian .................................................................................... 7
2. Landasan Teori .............................................................................................. 8
2.1 Pengertian Liturgi ................................................................................... 8
2.2 Makna Liturgi ........................................................................................ 10
2.3 Pertumbuhan Gereja ............................................................................ 12
2.4 Ciri-ciri Gereja yang Sehat ................................................................... 13
3. Hasil Penelitian ............................................................................................ 14
3.1 Lokasi dan Gambaran Umum Tempat Penelitian……………....... 14
3.2 Jenis-jenis Ibadah GMIT Getsemani Oelbubuk ................................. 17
3.3 Keterlibatan Jemaat atau Kaum Bapak…………………............... 18
4. Analasis ......................................................................................................... 23
5. Penutup.......................................................................................................... 25
5.1 Kesimpulan ............................................................................................. 25
5.2 Saran ..................................................................................................... 25
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................... 27
xi
Motto
“There is no limit of struggling”
“serahkanlah perbuatanmu kepada Tuhan,
maka terlaksanalah segala rencanamu”
Amsal 16:3
“Janganlah hendaknya kamu kuatir tentang
apa pun juga, tetapi nyatakanlah dalam segala
hal keinginanmu kepada Allah dalam doa dan
permohonan dengan ucapan syukur”
Filipi 4:6
Abstrak
xii
Tujuan yang ingin dicapai oleh penulis dalam tulisan ini adalah menganalisa
dan mendeskripsikan Kaum Bapak yang dalam berbagai aspek kehidupan mempunyai
peranan penting untuk membangun kehidupan keluarga, sebelum melakukan sesuatu
untuk pemerintahan. Metode penelitian yang digunakan adalah pendekatan kualitatif
dengan metode observasi dan wawancara mendalam. Data yang dianalisis adalah
hasil wawancara dan observasi dengan pengurus Kaum Bapak di Jemaat Getsemani
Oelbubuk. Hasil penelitian menunjukan bahwa ketidakhadiran Kaum Bapak
disebabkan oleh karena ketidakhadiran Pengurus dalam memimpin Ibadah Kaum
Bapak. Oleh karena itu, penulis mengambil ini sebagai suatu masalah yang ada dalam
organisasi gereja yang merupakan bagian dari masyarakat dapat kita teliti dengan
baik, yang memiliki tugas sebagai Kepala Keluarga dalam mengaktualisasi konsep
diri anak-anak dalam pertumbuhan Iman, sehingga anak-anak mengerti Iman yang
sesungguhnya.
Kata Kunci : Liturgi, Pertumbuhan Gereja, GMIT, Kaum Bapak.
1
Pendahuluan
Pertumbuhan sebuah gereja kita tidak terlepas dari berbagai kategori yang ada
dalam gereja yakni: Kaum Bapak, Kaum Ibu, Pemuda, dan PAR (Pelayanan Anak
Remaja). Kaum Bapak merupakan salah satu Kategori yang ada dalam Jemaat
Getsemani Oelbubuk, Kaum Bapak juga dibagi dalam berbagai kategori perkerjaan,
yaitu Petani dan juga Pegawai Negri Sipil, kategori-kategori pelayanan ini di
persekutukan gereja untuk bersama-sama membangun hubungan jemaat. Dengan
berbagai karunia-karunia yang diberikan Tuhan kepada mereka. Menurut Dr. Peter
Wongso, yang dimaksud dengan pertumbuhan gereja ialah perkembangan dan
perluasan tubuh Kristus baik dalam kualitas, dalam bentuk yang nampak maupun
isinya yang tidak nampak.1
Pertumbuhan gereja merupakan suatu kerinduan bagi setiap gereja. Setiap
orang memiliki keinginan agar gerejanya mengalami pertumbuhan yang sehat.
Pertumbuhan gereja meliputi dua dimensi, yaitu pertumbuhan secara kuantitas dan
pertumbuhan secara kualitas. Pertumbuhan secara kuantitas ditandai dengan
bertambahnya jumlah anggota gereja secara signifikan. Sedangkan pertumbuhan
secara kualitas ditandai dengan banyaknya jemaat gereja yang memiliki kedewasaan
rohani di mana mereka bukan hanya ingin dilanyani namun mereka memiliki
kerinduan untuk melayani. Oleh karena itu, dengan pertumbuhan dua dimensi ini,
dapat dikatakan berjalan dengan baik jika kualitas dan kuantitasnya berjalan bersama-
sama maka itu dikatakan gereja itu berkata dengan sehat.
Agar menjadi yakin bahwa sumber pertumbuhan kita adalah Allah dan bahwa
usaha manusia sia-sia tanpa berkat-Nya, kita harus memahami peranan Roh Kudus
dalam gereja. Dengan demikian, melihat dua cara yang khusus di mana Roh Kudus
bekerja berkenaan dengan gereja, maka kita akan memahami dengan jelas siapa yang
sebenarnya bertanggung jawab atas pertumbuhan gereja.2 Dalam pertumbuhan gereja
1 Peter Wongso, Tugas gereja dan misi masa kini,(Malang: SAAT Malang, 1999), 96.
2 Ron Jeson dan Jim Stevens, Dinamika Pertumbuhan Gereja,(Yogyakarta: Yayasan Penerbit Gandum
Mas, 1996), 23.
2
tidak terlepas dengan peranan roh kudus yang menuntun kita untuk memahami
pertumbuhan gereja secara tidak sia-sia, begitupun manusia, jika bertumbuh tanpa roh
kudus maka tidak akan menerima berkat dari Allah.
Alkitab mencatat dalam kitab Kisah Para Rasul bagaimana jemaat mula-mula
bertumbuh dengan pesat, baik secara kuantitas maupun secara kualitas.3 Dapat kita
lihat dalam pertumbuhan jemaat yang di mana tidak terlepas dari peranan Roh Kudus,
sehingga kita dapat melakukan kehendak-Nya. Karena kita perlu mengetahui prinsip-
prinsip pertumbuhan gereja sebagaimana sudah tercantum dalam Firman Tuhan yang
kita gunakan sebagai pengangan bagi setiap individu, yang sudah ada pada gereja
mula-mula. karena itu, perlu juga untuk mengimplementasikan prinsip-prinsip yang
sudah ada dalam pertumbuhan gereja bagi gereja masa kini.
Gereja disebut sebagai sebuah organisasi yang hidup, bukan mati sehingga bisa
kita lihat bahwa jika kita ingin untuk gereja menjadi sehat, secara alami pasti
mengalami pertumbuhan. Christian schwars mengatakan “ Gereja punya potensi
pertumbuhan dengan dirinya dan potensi ini adalah pemberian Allah”. 4 Gereja tidak
hanya sebagai gedung yang kosong tetapi, bagaimana gereja mengalami pertumbuhan
baik itu dalam pelayanan, dan juga dalam pertumbuhan jemaat. Oleh karena itu,
orang-orang yang ada dalam gereja yang membutuhkan potensi yang sudah diberikan
Allah untuk dapat menjadi organisasi yang hidup.
Sebagai organisasi, gereja ibarat makluk hidup yang mempunyai kemampuan
untuk pertumbuhan secara alamiah, bahkan pertumbuhan alamiah ini bukan suatu
upaya pertumbuhan yang dapat dilakukan oleh kemampuan manusia. Rick Warren
berkata, “Gereja adalah organisasi yang hidup, dan semua yang hidup alamiah
bertumbuh.” Tugas kita adalah menyingkirkan keringanan yang menghalangi
pertumbuhan. Gereja-gereja yang tidak memerlukan taktik untuk bertumbuh, mereka
3 Jesson dan Stevens, Pertumbuhan Gereja, 24
4 Christiaan A. Schwars, Ringkasan Pertumbuhan Gereja Alamiah, (Jakarta: Yayasan Media Buana
Indonesia, 1999), 34.
3
bertumbuh secara wajar.5 Karena itu, gereja benar-benar hidup di dalam tugas dan
pelayanan sebagaimana organisasi-organisasi yang ada didalamnya juga dapat
bertumbuh.
Pertumbuhan gereja tidak terlepas dari majelis jemaat dengan karunia-karunia
yang Tuhan kasih dan karunia yang ada berbeda-beda yang melahirkan orang banyak
supaya talenta-talenta dan karunia disinerginkan kepada jemaat.
Kaum Bapak merupakan salah satu simpul penting dalam kehidupan iman baik
anak-anak, dalam keluarga maupun kesaksian iman di tengah masyarakat. Yesus
membentuk kelompok Kaum Bapak dengan maksud agar mereka menghidupkan
nilai, pengajaran, perbuatan dan karya-karya pembebasan Yesus.6 Kaum Bapak
ketika hadir dalam sebuah lingkup masyarakat benar-benar penting bagi kehidupan,
dan juga Kaum Bapak dapat memberikan suatu nilai yang membawa keluarga dan
masyarakat berada dalam pengajaran, perbuatan dan karya-karya pembebasan Yesus,
sehingga dapat mengabarkan kabar baik dan juga kehidupan beriman. Hal tersebut
yang dapat kita lihat bahwa Kaum Bapak memiliki banyak potensi baik dalam
hubungan keluarga, ketrampilan dan pengalaman, kepemimpinan dan juga psikologis
karena itu Kaum Bapak memang memiliki potensi yang banyak dalam hal apapun.
Oleh karena itu, peranan Kaum Bapak sangat penting dalam pertumbuhan
sebuah gereja, karena Kaum Bapak adalah orang-orang yang sangat dibutuhkan oleh
Gereja. Menurut Yusuf Nakmofa (Pdt. GMIT) “Gereja membutuhkan orang-orang
produktif dan kreatif, bukan orang-orang yang lemah dan murung dan membiarkan
gereja digilas oleh zaman. Karena itu kaum bapak harus tampil sebagai orang-orang
yang kreatif yang mampu membantu gereja menciptakan inovasi-inovasi dalam
5 Rick Werren, Pertumbuhan Gereja Masa Kini yang Mempunyai Visi dan Tujuan (Malang: Gandum
Mas, 2000), 21-22.
6 Ebenhaizer I Nuban Timo, Kaum Bapak, Gereja Kota & Kesadaran Ekologi - Menyoal
Kontribusi Kaum Bapak Di Keluarga, Gereja dan Masyarakat (Salatiga: Fakultas Teologi UKSW,
2019), 5-7.
4
pelayanan.”7 Sehingga dapat kita lihat bahwa gereja membutuhkan orang-orang yang
membawa perubahan. Kaum Bapak juga memiliki peranan dalam rumah tangga
karena mereka adalah Kepala Keluarga dan juga sebagai seorang imam.
Namun dalam jemaat Getsemani Oelbubuk banyak karunia tetapi yang aktif
justru anak-anak dan Kaum Ibu. Kaum Bapak jarang ada dalam berbagai kegiatan
gereja mereka hanya menunggu ketika Natal dan Paskah. Kaum Bapak tidak
berkembang yang berkembang hanya kaum ibu dan anak-anak.
Jika kita hubungkan dengan jemaat mula-mula apa yang terjadi di jemaat
Getsemani Oelbubuk itu Kaum Bapak tidak aktif justru bertentangan dengan sejarah
perkembangan gereja, kita melihat dari masa ke masa Kaum Bapak justru menjadi
peranan penting dalam pertumbuhan gereja. Misalnya rasul-rasul yang niat bagi
pekerjaan perluasan Gereja justru Bapak-bapak, dalam Perjanjian Baru ada Petrus,
Yakobus, Andreas, Felipus, Timotius, Priskila, Paulus dan sebagainya. Di masa
gereja mula-mula peranan Bapak-bapak sangat dominan ada Irenius, Origenes,
Atanasius sampai dengan abad reformasi ada Calvin, Luter, Swingly dan juga
Melanton semuanya Kaum Bapak. Oleh karena itu, harus melihat kembali bagaimana
perjuangan Para Bapak Gereja sampai sekarang Kaum Bapak yang ada seharusnya
menjadi contoh untuk semua Kategori yang ada dalam gereja, karena Kaum Bapak
punya peranan penting.
Berdasarkan observasi awal di Jemaat Getsemani Oelbubuk kehadiran Kaum
Bapak dalam ibadah sangat minim. Hal tersebut dikarenakan kesibukan pekerjaan
yakni, baik di kebun, di kantor dan sebagainya. Hal tersebut menjadi alasan bagi
mereka untuk tidak menghadiri ibadah dan alasan lainnya ialah ibadah Kaum Bapak
kurang menarik atau dengan kata lain membosankan. Apa yang terjadi di jemaat
Getsemani Oelbubuk ini ternyata tidak mendukung pertumbuhan gereja karena itu
gereja bertumbuh harus atas karunia-karunia yang dipakai. Jemaat Getsemani
Oelbubuk merupakan salah satu Jemaat yang bernaung dalam Sinode GMIT yang
7 Manto Wenda, Kaum Bapak Sinode GMIT Gelar Konven Perdana, diunduh jam 14:5
tanggal 9 April 2019.
5
berada di pinggiran Kota SoE yang Jemaatnya memiliki berbagai latar belakang
kehidupan sosial. Yang pada masanya membangun atau berperan aktif dalam gereja
adalah Kaum Bapak, karena dilihat dari sejarah gereja, yang aktif adalah Kaum
Bapak.
Oleh karena itu, melihat dari asumsi-asumsi ini maka penulis tertarik untuk
menggunakan kajian Liturgi sebagai usaha untuk melihat peran Kaum Bapak dalam
petumbuhan gereja. Menurut Emanuel Martasudjita, Kata Liturgi (Bahasa latin:
liturgia) berasal dari Bahasa Yunani leitourgia. Secara harafiah, leitourgia berarti
karya atau pelayanan yang dibaktikan bagi kepentingan bangsa. Kata leitourgia
berarti, karya publik, yakni pelayanan dari rakyat untuk rakyat.8 Oleh karena itu,
dapat kita lihat bahwa liturgi bisa kita lakukan untuk semua kalangan yang ada
dalam gereja. Liturgi dimaknai berbeda-beda yakni perjanjian lama dan perjanjian
baru, dalam perjanjian lama leitourgia baru muncul sejak abad ke-2 SM.9 Dalam arti
kultis, liturgis berarti pelayanan ibadah. Oleh karena itu, dapat kita lihat bahwa liturgi
sudah ada sejak zaman perjanjian lama sehingga tugas kita adalah melanjutkan apa
yang sudah ada pada perjanjian lama, karena itu juga untuk para kaum Lewi yakni
yang berpelanyanan di Bait Allah di Yerusalem.
Liturgi dalam Perjanjian Baru dapat diartikan sebagai ibadat atau doa kristiani,
sehingga dalam perjanjian baru disebut sebagai Yesus Kristus melalui pelayanan
pemberitaan Injil Allah.10
Oleh karena itu, dalam Perjanjian Baru berbeda dengan
Perjanjian Lama, karena perjanjian baru mengenai ibadat dan doa yang dilakukan
oleh setiap individu dengan keberadaan mereka. Sehingga dapat disimpulkan bahwa
kata liturgi, dalam Perjanjian Baru dihubungkan dengan pelayanan kepada Allah dan
sesama. Seperti yang sudah kita lihat bahwa dalam liturgi kita belajar tentang
bagaimana pelayanan itu sendiri sehingga kita dapat mengerti tentang perbedaan
8 Emanuel Martasudjita, Liturgi Pengantar dan untuk Studi dan Praktis Liturgy, (Yogyakarta:
Kanisius, 2011), 13-15. 9 Martasudjita, Liturgi, 16.
10 Martasudjita, Liturgi, 17.
6
pelayanan itu seperti apa yang dapat kita ketahui, untuk membedakan ibadah dan doa
yang sesungguhnya.
Berdasarkan latar belakang diatas, Kaum Bapak tidak menghadiri ibadah
dengan berbagai kesibukan. Tidak hanya itu, penulis melihat yang pertama,
kesibukan mereka yang bersamaan dengan waktu untuk beribadah, yang kedua
mereka tidak memiliki kecakapan dalam memimpin ibadah dan yang ketiga mereka
bilang ibadah tidak menarik. Sehingga melihat dari asumsi-asumsi ini penulis
mengambil studi tentang faktor-faktor apa yang mempengaruhi kurangnya minat
Kaum Bapak dalam kegiatan di gereja. Maka dirumuskanlah pokok masalah sebagai
berikut: Bagaimana upaya meningkatkan kehadiran Kaum Bapak dalam Ibadah Kaum
Bapak di GMIT Getsemani Oelbubuk?. Hal itu dilakukan dengan tujuan
Mendeskripsikan upaya Majelis Jemaat dalam meningkatkan kehadiran Kaum Bapak
dalam ibadah di GMIT Getsemani Oelbubuk.
Berdasarkan tujuan penelitian itu, maka diharapkan penelitian ini bermanfaat
dalam dua aspek, teoritis dan praktis. Secara teoritis: dapat memberikan wawasan
kedepan serta sumbangsih bagi Kaum Bapak dan juga Pemuda yang mendukung
pertumbuhan Gereja. Secara praktis: dapat dijadikan sebagai bahan acuan dan
pertimbangan bagi Gereja dalam mencari informasi bagi penelitian yang lebih lanjut.
Metode Penelitian
Penelitian Kualitatif adalah penelitian yang ditujukan untuk mendeskripsikan
dan menganalisan fenomena, peristiwa, aktivitas sosial, sikap, kepercayaan, persepsi,
pemikiran orang secara individual maupun kelompok.11
Penelitian ini hendak
dilakukan dengan baik dan benar jika demikian peneliti dapat melihat fenomena,
peristiwa, sikap, dan persepsi orang-orang yang akan menjadi informan bagi peneliti.
Penelitian Kualitatif merupakan sebuah metode penelitian yang digunakan
dalam mengungkapkan permasalahan dalam kehidupan kerja organisasi pemerintah,
11 Backtiar S, Jurnal teknologi pendidikan (2010), 50-51.
7
swasta, kemasyarakatan, kepemudaan, perempuan, olah raga, seni dan budaya,
sehingga dapat dijadikan suatu kebijakan untuk kesejahteraan bersama. Sehingga
penelitian ini menekankan analisis proses dari proses berpikir secara induktif yang
berkaitan dengan dinamika hubungan antarfenomena yang diamati, dan senantiasa
logika ilmiah.12
Oleh karena itu, semua yang berkaitan dengan organisasi, baik dalam
gereja dan kaum bapak yang merupakan bagian dari masyarakat dapat kita teliti
dengan baik, sehingga apa yang akan penulis teliti itu menjadi sesuatu yang berguna.
Dan penelitian ini akan dilakukan secara mendalam untuk mengetahui pembahasan
mengenai Kaum Bapak dan pertumbuhan Gereja. Jenis penelitian yang akan
digunakan dalam penelitian ini ialah secara deskriptif. Data yang akan dikumpulkan
berupa kata-kata, gambar yang kemungkinan akan menjadi kunci terhadap apa yang
sudah diteliti dan juga data tersebut mungkin akan berasal dari wawancara, data
lapangan, dan dokumen penunjang lainnya13. Untuk mengumpulkan data penulis
menggunakan dua metode yaitu Observasi dan wawancara.
Dalam Observasi pengamat akan menggunakan alat bantu sebagai penunjang
penelitian yaitu kamera dan rekaman suara. Secara umum, observasi harus dilakukan
dengan fungsinya sebagai pengumpulan data, maka observasi harus dilakukan secara
sistematis dan terarah, bukan secara kebetulan saja. Dalam hal ini, observasi dan
pencatatannya sedapat mungkin dilakukan menurut prosedur dan aturan-aturan
tertentu sehingga hasil observasi memberi kemungkinan untuk ditafsirkan secara
ilmiah14
. Oleh karena itu, kegiatan observasi dilakukan dengan sebaik mungkin agar
tidak menimbulkan sesuatu yang disengaja untuk mempengaruhi, mengatur dan
memanipulasi situasi dan kondisi yang sedang amati. Untuk wawancara dilakukan
lewat Tanya jawab dengan narasumber dan juga pertanyaan yang diberikan sesuai
dengan fokus dan pertanyaan yang terstruktur penelitian dan meminta keterangan
atau pendapat tentang suatu hal yang dengan alat bantu rekaman suara, atau gambaran
12 Gunawan Imam, Metode penelitian kualitatif teori dan praktik (Jakarta: Bumi Aksara, 2016), 79-82. 13
Lexi J. Moleong. Metode Penelitian Kualtatif (Bandung :Remaja Rosdakarya, 1989) hal V (dalam
kata sambutan). 14 Nasution, Metode Research (Jakarta: Bumi Aksara, 2000), 106.
8
pada saat wawancara berlangsung15
. Penelitian ini menggunakan teknik pengumpulan
data melalui wawancara. Wawancara ini dilakukan dengan mewawancarai 5-7 orang
kaum bapak yang akan penulis jadikan sebagai informan dalam melengkapi tulisan
ini yang berkaitan dengan kaum bapak.
Untuk menjelaskan pokok-pokok diatas, penjelasan dalam jurnal ini dibagi
dalam lima bagian. Bagian Pertama, pendahuluan yang berisi latar belakang
penelitian, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat Penelitian, metode penelitian,
dan sistematika penulisan. Bagian Kedua, landasan teori, yang berisi teori liturgi, dan
teori pertumbuhan gereja dan Kaum Bapak. Bagian Ketiga, akan membahas hasil
penelitian, dari data dilapangan yang telah dikumpulkan yaitu mengenai semua
penelitian yang akan dilakukan untuk kemudian dijadikan sebagai sebuah data yang
bermanfaat. Bagian keempat, akan berisi tentang analisa dari data lapangan. Bagian
kelima, yaitu penutup yang akan berisi tentang kesimpulan serta saran-saran yang
akan menjadi kontribusi bagi penelitian mendatang.
Liturgi, Makna, Fungsi dan Pertumbuhan Gereja
Menurut Emanuel Martasudjita, Kata “liturgy” (Bahasa latin: liturgia) berasal
dari Bahasa Yunani leitourgia. Leitourgia terbentuk dari kata leitos (yang merupakan
kata sifat dari laos= rakyat atau bangsa) dan kata ergon (pekerjaan atau karya
pelayanan) jadi leitourgia berarti suatu pekerjaan yang dilakukan oleh rakyat atau
jemaat secara bersama-sama.16
Dalam konteks ibadah Kristen, liturgi adalah kegiatan
peribadatan seluruh anggota jemaat terlibat secara aktif dalam pekerjaan bersama
menyembah dan memuliakan Tuhan.
Liturgi adalah sebuah perayaan kehidupan. Perayaan adalah pesta untuk
merayakan suatu peristiwa. Kehidupan manusia sering ditandai dengan perayaan-
15 Michael H. Walizer, Aruef Sadiman, Paul L. Wiener, Metode dan Analisa Penelitian Mencari
Hubungan Jilid 1, (Jakarta: Erlangga, 1993), 277. 16 Emanuel Martasudjita, Liturgi Pengantar dan untuk Studi dan Praktis Liturgy, (Yogyakarta: Kanisius, 2011),
13-15.
9
perayaan seperti pesta perkawinan, pesta ulang tahun, pesta syukuran, pesta kelahiran
dan lain-lain. Bisa dipahami bahwa gagasan menunjuk kepada tiga hal pokok.
1) Liturgi bukan tindakan perseorangan, melainkan tindakan bersama.
2) Liturgi menuntut partisipasi seluruh umat beriman secara sadar dan aktif.
3) Liturgi merangkum keterlibatan hati dan pengalaman hidup konkret umat
secara penuh, dan bukan sekedar suatu upacara yang menekankan rutinitas dan
kewajiban.
Hidup manusia adalah karunia yang berasal dari Allah agar manusia
mengambil bagian dalam hidup Allah dan terarah kepada Allah. Dalam kitab suci
dipahami bahwa hanya Allah yang mempunyai kehidupan (Mazmur 21:5) dan
memanggil segala sesuatu kepada kehidupan (Kej. 1). Dalam injil Yohanes 1:3-4,
“Segala sesuatu dijadikan oleh Dia dan tanpa Dia tidak ada suatupun yang telah jadi
dari segala yang telah dijadikan. Dalam Dia ada hidup dan hidup itu adalah terang
manusia”. Hidup mengalir dari Allah Bapa Sang Putra memiliki hidup itu diri-Nya
(Yoh 5:26). Hanya dengan percaya kepada Sang Putra dan melalui Dia, manusia akan
memperoleh hidup (Yoh 14:6). Secara sederhana bisa diartikan bahwa hidup adalah
kebersamaan dengan Allah.
Kebersamaan dengan Allah terlaksana dalam kehidupan sehari-hari.
Kebersamaan itu bisa kita hayati dalam setiap saat dalam hidup sehari-hari itu
dirayakan, disadari, diakui, dinyatakan, dan disyukuri serta dimohon dalam perayaan
liturgi. Dengan titik hubung: kebersamaan dengan Allah itu, perayaan liturgi menjadi
perayaan kehidupan. Kehidupan adalah kehidupan dalam arti nyata sehari-hari. Suka
duka kehidupan yang kita alami sehari-hari dirayakan dan dimasukan dalam perayaan
liturgi itu sendiri.
Liturgi pada umumnya memiliki bagian yang bersifat tetap (disebut:
ordinarium) sehingga tidak perlu dicarikan penggantinya, kecuali dalam ibadah-
ibadah khusus. Ordinarium, ada bagian yang bisa berubah (disebut: propium). Oleh
karena pada liturgi minggu-minggu biasa menggunakan liturgi yang tetap, hal ini
10
sering menimbulkan kesan ibadah hanya sebuah rutinitas dan kewajiban saja. Ibadah
kreatif dalam bentuk penyesuaian liturgi dalam budaya sekitar sangat diperlukan. Hal
ini dilakukan agar jemaat merasakan pengalaman rohani yang berbeda dalam setiap
ibadah. Anscar dalam bukunya Penyesuaian Liturgi dalam Budaya (1987)
menyatakan bahwa sejarah memberikan alasan yang menyakinkan yang mendukung
adanya penyesuaian liturgi. Sejarah juga menyakinkan bahwa penyesuaian terhadap
bermacam ragam kebudayaan merupakan ciri abadi liturgi Kristen. Penyesuaian
dalam liturgi merupakan bagian yang tak terpisahkan dari tradisi gereja. Penyesuaian
liturgi dengan bermacam-macam budaya penduduk asli dan tradisi setempat,
bukanlah suatu hal yang baru melainkan suatu bukti kesetiaan terhadap terdisi
gereja.17
Liturgi dimaknai berbeda-beda yakni Perjanjian Lama dan perjanjian baru,
dalam Perjanjian Lama makna kultis untuk kata leitourgia baru muncul sejak abad
ke-2 SM. Dalam arti kultis, liturgi berarti pelayanan ibadah.18
Oleh karena itu, dapat
kita lihat bahwa liturgi sudah ada sejak zaman perjanjian lama sehingga tugas kita
adalah melanjutkan apa yang sudah ada pada perjanjian lama, karena itu merujuk
pada para kaum Lewi yakni yang berpelanyanan di Bait Allah di Yerusalem.
Liturgi dalam Perjanjian Baru dapat diartikan sebagai ibadat atau doa kristiani,
sehingga dalam perjanjian baru disebut sebagai Yesus Kristus melalui pelayanan
pemberitaan Injil Allah.19
Oleh karena itu, dalam Perjanjian Baru berbeda dengan
Perjanjian Lama, karena perjanjian baru mengenai ibadat dan doa yang dilakukan
oleh setiap individu dengan keberadaan mereka. Sehingga dapat disimpulkan bahwa
kata liturgi, dalam Perjanjian Baru dihubungkan dengan pelayanan kepada Allah dan
sesama. Seperti yang sudah kita lihat bahwa dalam liturgi kita belajar tentang
bagaimana pelayanan itu sendiri sehingga kita dapat mengerti tentang perbedaan
17
Anscar J Chupungco, Penyesuaian Liturgi dalam Budaya, (Yogyakarta: Kanisius, 1987), 22. 18
Emanuel Martasudjita, Liturgi Pengantar dan untuk Studi dan Praktis Liturgy, (Yogyakarta:
Kanisius, 2011), 16. 19
Martasudjita, Liturgi, 17.
11
pelayanan itu seperti apa yang dapat kita ketahui, untuk membedakan ibadah dan doa
yang sesungguhnya.
Liturgi adalah istilah Teologis, biasanya mengacu kepada “ibadah gereja atau
tata kebaktian”. Tapi bila kita lihat apa makna kata liturgi dalam Alkitab, maka kita
dapat menyimpulkan sebenarnya tidak ada dasar Alkitabiah untuk menggunakan
liturgi dalam arti “ibadah gereja atau tata kebaktian”. Karena liturgi berarti bekerja
untuk kepentingan rakyat.20
Makna Liturgi
Makna liturgi yang lebih dalam dan yang lebih penting lagi adalah bahwa di
dalam ibadah ditunjukkan kesatuan jemaat yang baik dengan Tuhannya maupun
dengan sesamanya. Dengan demikian maka dalam liturgi ada dua unsur yang selalu
hadir: dengan bahasa Latin actus a parte dei actus a porte populi. Keduanya, adalah
kegiatan dari Tuhan dan kegiatan dari pihak manusia harus jelas di dalam liturgi
supaya tampak pertemuan yang sangat indah di antara Tuhan dengan umat-Nya.
Implikasi praksisnya, ibadah adalah alat imaniah yang memperlihatkan secara
kelihatan keyakinan adanya pertemuan dialogis antara jemaat dengan Allah.21
Liturgi dapat dipahami dari macam-macam pengertian. Di sini disampaikan
pertama-tama pandangan populer atau pandangan umat pada umumnya mengenai
liturgi. Ternyata pandangan populer ini tidak selalu sesuai dengan makna istilah
liturgi dari sisi sejarah dan perkembangannya. Tetapi bagaimanapun juga, pengertian
liturgi mesti dijadikan acuan ialah apa yang diajarkan oleh Gereja. Dalam arti ini,
berliturgi berarti melaksanakan tindakan kultis, yakni melakukan tindakan
penghormatan dan penyembahan kepada Tuhan dengan serangkaian tata upacara
yang serba teratur dan kurang lebih tetap. Dengan demikian pandangan yang lebih
memahami liturgi sebagai kumpulan aturan beribadah beriringan pula dengan
pengertian ilmu liturgi dalam sejarah Gereja. Dalam pemahaman seperti ini, ilmu
20
Gerrit Riemer, Cermin Injil Ilmu Liturgi (Jakarta: Yayasan Komunikasi Bina Kasih, 2013), 9 21
Jarot Kristianto, Jurnal Theologia Alethea, 12/21 (september 2010) 20-35.
12
liturgi tidak hanya merupakan ilmu tentang rubrik, ilmu tentang aturan. Ilmu liturgi
hanya menjadi ilmu mengenai bagaimana orang melaksanakan ibadah secara benar
sehingga ibadah itu “sah” dan “manjur”.22
Fungsi dasar Gereja adalah liturgi yang juga didekati dari asal-usul istilah
Gereja sendiri, yang berasal dari Bahasa Yunanin ekklesia. Ekklesia berarti
pertemuan, rapat atau sidang umat. Gereja adalah pertemuan umat yang panggil dari
dunia ini oleh Allah melalui Kristus dalam Roh Kudus bagi pelayanan Allah atau
bagi liturgi. Liturgi sebagai fungsi dasar Gereja juga mengandung makna bahwa
liturgi merupakan puncak dan sumber kehidupan Gereja yang berarti bahwa semua
kegiatan dan fungsi Gereja memiliki arah tujuan satu dan sama, yakni perayaan
liturgy.23
Sejarah penyesuaian liturgi pada abad ke-20 tiba pada pergumulan
kontekstualisasi. Kontekstualisasi berkaitan dengan penilaian kita terhadap konteks-
konteks dalam dunia ketiga. Kotentekstualisasi dengan tidak mengabaikan konteks-
konteks budaya, memperhitungkan juga proses sekularisasi, teknologi dan perjuangan
manusia demi keadilan, yang menjadi ciri saat ini dalam sejarah bangsa-bangsa dunia
ketiga. Oleh karena itu, kita dapat melihat dua macam pola pikir dalam
kontekstualisasi: pertama, sikap Gereja penerima, ialah merelevankan pergumulan
teologis bagi gereja-gereja di daerah bekas misi. Timbulnya pemahaman untuk untuk
mendahulukan ritus setempat. Gereja penerima memikirkan lebih dahulu hal-hal yang
relevan locus-Nya, sebelum tiba giliran menyesuaikan dengan pola liturgi oikumeni.
Kedua, sikap Gereja pengirim, ada kesadaran bahwa kontekstualisasi bukan seperti
mengganti baju luar tanpa mengganti jiwa. Gereja penerima memulai kontekstualisasi
dengan mempertimbangkan pola liturgi secara oikumenis, kemudian menyesuaikan
dengan Gereja penerima berpijak. Kontekstualisasi adalah usaha menempatkan
sesuatu sehingga tidak asing lagi, tetapi terjalin dan menyatu dengan keseluruhan
22
Martasudjita, Liturgi, 13-15. 23
Martasudjita, Liturgi, 40-42.
13
seperti benang dengan tekstil. Dalam hal ini tidak hanya tradisi kebudayaan yang
menentukan, tetapi situasi dan kondisi sosial pun ikut berbicara.24
Prinsip yang fundamental bagi semua kehidupan adalah bahwa organisasi
hidup itu tumbuh. Pertumbuhan itu alamiah, sebagai pernyataan kehidupan yang
spontan. Satu-satunya cara yang menghentikan pertumbuhan adalah penyakit atau
kematian. Dengan demikian kesehatan mempengaruhi perkembangan dan
pertumbuhan. Gereja terutama merupakan sebuah organisme hidup dan yang kedua
sebagai organisasi. Segala sesuatu tentang gereja melibatkan kehidupan. Yesus
Kristus, kepala Gereja adalah Juruselamat yang hidup. Gereja termasuk individu yang
dihidupkan secara rohani sebagai akibat dari kelahiran baru (Yoh. 3:3; Ef. 2:1-3).
Baik secara individu atau secara lembaga Gereja di diami oleh Roh yang hidup (Yoh.
14:1 Kor. 3:16-17), dan pekerjaannya dipimpin oleh sebuah buku kehidupan (Ibrani
4:12).25
Pertumbuhan Gereja
Pertumbuhan Gereja adalah kenaikan yang seimbang dalam kuantitas, kualitas
dan kompleksitas organisasi sebuah Gereja lokal. Defenisi ini merupakan kunci untuk
memahami proses yang menyebabkan Gereja bertumbuh. Jika ketiga komponen
kenaikan ini tidak terjadi secara seimbang, sebuah Gereja tidak akan
mempertahankan kesehatan yang baik. Apabila, misalnya pertumbuhan gereja terjadi
hanya sebagai kenaikan jumlah, dengan mengorbankan perkembangan kualitas dan
organisasi, maka mutasi yang tidak sehat akan berkembang dalam tubuh yang semula
sehat. Oleh karena itu, penginjilan dan pemuridan, dengan demikian adalah bagian
dari satu proses, pertumbuhan kuantatif dan kualitatif harus berkembang secara
simultan dan dalam keseimbangan yang baik. Sebaliknya, jika perkembangan
kualitatif tidak mencakup perkembangan kuantitaf, produknya akan merupakan
mutasi yang tidak sehat. Dengan demikian jika perkembangan organisasi struktural
24
Rasid Rachman, Pembimbing Ke dalam Sejarah Liturgi, (Jakarta: Gunung Mulia, 2012), 193-195. 25
Ron Jenson dan Jim Stevens, Dinamika Pertumbuhan Gereja (Malang: Yayasan Penebit Gandum
Mas, 1996), 7.
14
diabaikan sementara fokus Gereja pada kuantitas dan kualitas, pertumbuhan akan
terbatas.26
Dengan demikian, dalam liturgi, makna fungsi dan pertumbuhan gereja kita
melihat bagaimana peran kita sebagai pelayan Gereja, petugas yang berpatisipasi
membentuk anggota-anggota yang aktif dalam semua bagian yang ada dalam liturgi
karena ini membutuhkan jiwa-jiwa yang semangat dalam melakukan organisasi
dalam Gereja. Karena sebagai seorang pemimpin punya peranan dalam membangun
jemaatnya baik dalam spiritulitas dan juga kepemimpinan dalam sebuah pelayanan.
Sehingga bisa mengembangkan dan juga melibatkan orang-orang yang ada di
dalamnya untuk dapat bertumbuh aktif.
Ciri-ciri Gereja yang Sehat
1. Memiliki Kesamaan dan Kristus
2. Menikmati kehadiran gereja yang mengembangkan pelayanan yang
diatur sedemikian rupa,yang melibatkan peran anggota
3. Gereja yang aktif, bertumbuh dengan kehadiran tiap anggota
4. Memusatkan pada apa yang diungkapkan Alkitab
5. Gereja yang sehat memiliki pandangan yang luas tentang
kepemimpinan.
6. Gereja yang sehat mengembangkan anggota-anggota dan
organisasinya
7. Gereja yang sehat mengembangkan pelayanan yang diatur sedemikian
rupa sehingga melibatkan anggota-anggotanya
8. Mempertahankan Persyaratan Alkitabiah
9. Mengikuti Prinsip-prinsip Alkitabiah.
Peran Kaum Bapak dan Pertumbuhan Gereja
26
Jenson dan Stevens, Pertumbuhan Gereja, 8-9.
15
Sebagai bagian dari tubuh Kristus yang hidup, kaum laki-laki tidak punya
pilihan lain selain dari menghidupi panggilan perannya secara benar dan maksimal,
sesuai fungsi dimana Kristus telah ditetapkan. Dari kesadaran dan komitmen
menghidupi peran dan fungsi secara benar dan maksimal inilah, maka pertumbuhan
gereja akan menjadi satu dinamika yang terus berjaya menembus masa disepanjang
masa.27
Peran Kaum Bapak dan Liturgi
Secara khusus, liturgi merupakan wujud pelaksanaan tugas Kristus sebagai
Imam Agung. Dalam hal ini liturgi merupakan penyembahan Kristus kepada Allah
Bapa, namun dalam melakukan penyembahan ini, Kristus melibatkan TubuhNya,
yaitu Gereja, sehingga liturgi merupakan karya bersama antara Kristus(Sang Kepala)
dan Gereja (Tubuh Kristus). Oleh karena itu, melihat dari Bapa sebagai Kepala
Gereja memang tidak terlepas dari peranan para Kaum Bapak.28
Lokasi dan Gambaran Umum GMIT Getsemani Oelbubuk
Gereja Masehi Injili di Timor Jemaat Getsemani Oelbubuk terletak di Desa
Oelbubuk Kecamatan Mollo Tengah Kabupaten Timor Tengah Selatan, Provinsi
Nusa Tenggara Timur. Luas wilayah Pelayanan GMIT Getsemani Oelbubuk yaitu 4
Km² dengan kepadatan jumlah jemaat 1622 orang, wilayah pelayanan Jemaat
Getsemani Oelbubuk berada dideretan pengunungan Mollo, hal inilah yang membuat
kondisi alamnya cukup subur, sedangkan sebelah Utara berbatasan dengan Jemaat
Meo Desa Netpala Mollo Utara, Sebelah Selatan berbatasan dengan Jemaat Binaus
Mollo Barat, Sebelah Timur berbatasan dengan Jemaat Kualeu Mollo Barat, Sebelah
Barat berbatasan dengan Jemaat Nekemunifeto Mollo Barat. Secara Geografis Jemaat
Getsemani Oelbubuk berada pada ketinggian 1.100 km diatas permukaan air laut dan
memiliki suhu 20-30 celsius, hal ini membuat disekitar lingkungan tersebut terasa
27
http://mpgpps.org/index.php?pg=view-artikel-rohani&artikel=12-peran-kaum-laki-laki-dalam-
pertumbuhan-gereja tgl 22 oktober 2019 jam 19:32 WIB. 28
http://www.katolisitas.org/apa-yang-harus-kuketahui-tentang-liturgi/ tgl 28 oktober 2019 jam 15:45
WIB.
16
dingin. Adapun waktu tempuh dari Pusat Kabupaten Kota SoE dengan perjalanan ±
20 km.
Gambaran Umum Pelayanan Jemaat Getsemani Oelbubuk, memiliki 12
rukun/rayon antara lain: rayon I berjumlah 31 KK , rayon II berjumlah 19 KK, rayon
III berjumlah 35 KK, rayon IV berjumlah 30 KK, rayon V berjumlah 26 KK, rayon
VI berjumlah 38 KK, rayon VII berjumlah 23 KK, rayon VIII berjumlah 25 KK,
rayon IX berjumlah 36 KK, rayon X berjumlah 32 KK, rayon XI berjumlah 18 KK,
rayon XII berjumlah 24 KK dengan jumlah jiwa 1622 jiwa. Antara lain jumlah
anggota Sidi dan Baptis berjumlah 930 jiwa. Mata pencaharian Jemaat Getsemani
Oelbubuk dominan adalah Petani 75%, dan juga Pegawai Negeri Sipil (PNS) 25%.
Dengan Petani dikategorikan dalam berbagai pekerjaan yakni Petani kebun yang
hanya bekerja pada saat masa menanam tiba, yang disebut dengan Petani kering, dan
petani pengarap. Dengan jadwal penelitian dari tanggal 17 agustus sampai dengan 1
september 2019.
Sejarah Singkat GMIT Getsemani Oelbubuk
Oelbubuk tergolong dalam daerah swapraja yakni Amanatun, Amanuban dan
Mollo yang kemudian bergabung menjadi satu suku di seluruh Timor Tengah Selatan.
Pada saat itu di daerah swapraja Mollo, Gereja Kristen Protestan dibawa dan
disebarkan pertama kali oleh seorang Pendeta Belanda yang bernama Pdt. Piter
Middelkop yang berdomisili di Wilayah Kapan dan membentuk Wilayah Pelayanan
Binaus yang terdiri dari Oelbubuk, Sakteo, Kualeu, Biloto dan Nekemunifeto.
Oelbubuk adalah daerah perang (bael makenat) dan karena saat itu masih
dalam suasana perang maka Pdt. Piter Middelkop yang membawa masuk Agama
Kristen Protestan tidak langsung diterima karena penduduk masih sangat terisolir dan
protektif terhadap orang atau budaya asing yang masuk.
Pada tahun ± 1916 gereja dikenal sebagai Gereja Rumah. Karena Wilayah
Oelbubuk pada waktu itu berpusat di Bibnoko atau Sumlili dan saat itu Oelbubuk
17
dalam suasana perang maka orang-orang yang berperang bersembunyi di Bibnoko
sambil menyebarkan ajaran tentang cara berdoa, menghafal Pengakuan Iman Rasuli
dan Sepuluh Hukum Taurat.
Oelbubuk pada waktu itu ada dalam perang dan selama masa perang Fatuenon
dikenal sebagai Benteng Perang namun setelah tidak ada Perang Firman Allah juga
diterima dan dibawa masuk melalui Fatuenon yang tadinya adalah Pintu Perang.
Dengan demikian merupakan pintu “Gelap” sekaligus pintu “Terang”.
Kemudian Tuhan memberikan satu mujizat melalui seorang pahlawan perang
di Oelbubuk yang oleh masyarakat Mollo dikenal sebagai “Meo Makenat” yaitu Ena
Na’U. Kemudian Ia menyerahkan diri untuk dibaptis dengan Nama Nasrani Noh
Na’U sehingga Ia dianggap sebagai Imam. Imam Noh Na’U mempunyai seorang
anak dengan nama kafir Felo Na’U.
Suatu ketika Felo Na’U sakit berat maka orang tuanya Noh Na’U meminta
seorang dukun untuk menyembuhkan anaknya dengan mencari petunjuk melalui telur
yang menurut tradisi orang Mollo disebut (Ote Naus).
Karena kurang percaya kepada Tuhan maka dalam petunjuk, telur yang
pertama berwarna gelap, setelah diulangi untuk kedua kalinya maka telur itu
berwarna terang terlihat Alkitab terbuka dalam telur tersebut sehingga para dukun
menafsirkan bahwa Allah tidak menginginkan supaya tetap hidup di dalam kekafiran.
Dalam kisah penyembuhan ini Pahlawan Perang Ena Na’U adalah orang pertama
yang menerima Agama Kristen, lalu Ena’ Na’U mengajak saudara-saudaranya untuk
menerima Agama Kristen (terang Firman Allah).
Sebagai tanda bagi orang yang menyerahkan diri untuk dibaptis adalah
mengunting rambut dan mengganti nama kafirnya. Orang kedua yang menyerahkan
diri untuk dibaptis dan menerima Agama Kristen adalah “Foan Na’U” yang dibaptis
dengan nama Felipus Na’U.
18
Untuk memudahkan Penyebaran Injil maka Gereja Rumah membuka sayap ke
Besana (Mollo Barat) dengan mengangkat Tleu Sanam dengan nama baptisan Tadius
Sanam dan Felipus Na’U sebagai Penatua lalu mengutus Mateos Na’U, Hagai Pai dan
Felipus Tein untuk mengikuti sekolah penatua di Kupang ± tahun 1921.
Sekembalinya mereka maka Gereja dipindahkan dari Bibnoko ke Fatu Mollo dan
pada saat itu mereka mulai mengenal Hari Minggu sebagai hari isterahat Penuh
untuk Beribadah kepada Tuhan. Kemudian Gereja dipindahkan dari Fatu Mollo ke
Lete Naek. Tetapi karena perkembangan dan pertumbuhan Gereja semakin meluas
maka gereja dipindahkan dari Lete Naek ke Oelbubuk sejak ± tahun 1928 hingga
sekarang lalu diberi Nama Gereja Getsemani sampai sekarang yang dirintis oleh Bpk.
Lefinus Sanam selaku pemimpin wilayah yang pada zaman kerajaan disebut
Tamukung (Kepala Desa). Pelayan yang pernah melayani sejak tahun 1928 sampai
sekarang dapat dilihat pada tabel dibawah ini:
Tabel Pemimpin Gereja Getsemani Oelbubuk sejak tahun 1928 sampai
sekarang.
N
o.
Nama
Jabatan
Masa Jabatan
Ket
1
.
Mikhael Rihel
Toineno
Utusa
n Injil
± 1950-1973
2
.
Samuel Viktor Nitty,
S. Th
Pende
ta
1973-1978
3
.
Yahya R. Luakusa Pende
ta
1978-1995
4 S. J. Summa, S. Th Pende
ta
1995-2001
5 Tamar E. Djahimo-
Nahum S. Si
Pende
ta
2001-2010
6 Nahum D. E. Bilaut, Pende 2010 sampai
19
. S. Si ta sekarang
Sumber : Data Sejarah Gereja Getsemani Oelbubuk
Jenis-jenis Ibadah GMIT Getsemani Oelbubuk
Berdasarkan hasil penelitian maka dalam Jemaat Getsemani Oelbubuk, dibagi
dalam berbagai ibadah, baik itu Ibadah Rayon, Ibadah Kategorial, Ibadah Minggu,
PAR(Pelayanan Anak Remeja) dan lain-lain. Dalam Jemaat Getsemani ada 12 rayon
yang Kaum Bapaknya dibagi dalam 3 pos, termasuk Ibadah Kaum Ibu, Ibadah
Rayon, Ibadah kategorial dalam hal ini Kaum Bapak. Yang memimpin Ibadah Kaum
Bapak adalah Para Pengurus yang sudah dipilih dan teguhkan sebagai Penatua dan
diaken Kaum Bapak dan juga Majelis Harian, jika diminta untuk memimpin dan itu
adalah Kaum Bapak.
Liturgi yang digunakan dalam kebaktian minggu pada umumnya, yang
membedakan dengan Ibadah-ibadah kategorial adalah Kebaktian Minggu
menggunakan alat musik berupa keyboard yang digunakan untuk mengiringi pujian,
sedangkan dalam ibadah rayon hanya biasa saja dan yang menyusun liturginya adalah
pemimpin yang akan memimpin ibadah tersebut terlebih lagu-lagu yang akan
dinyanyikan, dan yang dipersiapkan gereja hanya bacaan yang terdapat dalam kitab
apa yang akan dikhotbahkan tetapi khotbahnya kita sebagai pemimpin yang
mempersiapkan sendiri. Dengan jumlah kehadiran dalam ibadah Kaum Bapak yang
jika diinventalisir yang masing-masing pos ada 30-40 orang yang hadir hanya 10
orang dari jumlah Bapak-bapak.29
Kaum Bapak adalah Ibadah Kategorial
Kaum Bapak merupakan salah Kategorial yang ada dalam Jemaat GMIT
Getsemani Oelbubuk yang mempunyai peranan penting dalam gereja, masyarakat
dan pemerintah.
29
Bpk. Nahum, (Pendeta), wawancara, 1 september 2019.
20
Pengurus Kaum Bapak mengusulkan agar akhir tahun ini, akan ada program
baru yang ditetapkan untuk pelayanan di tahun ajaran baru sehingga dapat berjalan
dengan baik, jika kehadiran dalam setiap ibadah masih minim. Oleh karena itu,
berpengaruh juga jika wilayah Pelayanan yang pengurusnya hanya 2 orang yakni
Penatua dan Diaken harus melayani 4 sampai 5 rayon dengan jumlah Kepala
Keluarga yang cukup banyak, sehingga tidak dapat melayani setiap Kepala Keluarga
yang dengan jadwal pelayanan hanya dua kali dalam sebulan.30
Pelayanan Ibadah untuk Kaum Bapak memang pelayan yang tidak
mempersiapkan diri untuk melayani, walaupun sebagai tuan rumah sudah
mempersiapkan diri menanti dan menunggu pelayan untuk datang melayani tetapi
tidak ada yang datang untuk melayani. sementara untuk Kaum Ibu, PAR dan Pemuda
sebagai orang tua terus mendukung untuk tetap berjalan.31
Pada dasarnya Kaum
Bapak ini malas untuk menghadiri Ibadah, karena sebagai seorang Penatua rayon
penilaian sebagai majelis setempat tidak saja kehadiran dalam Ibadah Kaum Bapak
tetap juga dalam ibadah Kaum Bapak tetapi juga dalam setiap Ibadah rumah tangga,
semua sibuk dengan kesibukan pribadi mereka dan itu yang mereka utamakan dari
pada Ibadah.32
Dalam 1 kategori terdapat 2 orang pengurus yakni Penatua dan
Diaken, tetapi tidak diteguhkan untuk menjadi seorang pelayan karena Diaken hanya
bertugas membantu atau dapat dikatakan orang belakang layar. Dan hanya memimpin
jika ada permintaan dari Penatua untuk memimpin.33
Keterlibatkan Jemaat atau Kaum Bapak dalam Pertumbuhan Gereja
Pertumbuhan Gereja adalah kenaikan yang seimbang dalam kuantitas, kualitas
dan kompleksitas organisasi sebuah Gereja lokal. Oleh karena itu, penginjilan dan
pemuridan, dengan demikian adalah bagian dari satu proses, pertumbuhan kuantatif
dan kualitatif harus berkembang secara simultan dan dalam keseimbangan yang baik.
Sebaliknya, jika perkembangan kualitatif tidak mencakup perkembangan kuantitatif,
30
Bpk. Melkior, (Pnt. Kaum Bapak Pos 3), wawancara, 30 agustus 2019. 31
Bpk. Albert, (Jemaat), wawncara, 29 agustus 2019. 32
Bpk. Yunias (Penatua rayon 3), wawancara, 27 agustus 2019. 33
Bpk. Ferdinan, (Penatua rayon 4), wawancara, 27 agustus 2019.
21
produknya akan merupakan mutasi yang tidak sehat. Dengan demikian jika
perkembangan organisasi struktural diabaikan sementara fokus Gereja pada kuantitas
dan kualitas, pertumbuhan akan terbatas.34
Peran mereka sangat kelihatan untuk hal lain mereka mempunyai partisipasi,
tetapi dalam ibadah dalam hal kehadiran itu harus mendapat perhatian lebih, dan
mendapat motivasi-motivasi khusus dalam hal beribadah, bersekutu memang harus
ada motivasi untuk para bapak-bapak dan menjadi satu hal yang harus terus
melayankan caranya, metodenya untuk kemudian bisa menjadi sebuah alasan untuk
mereka terlibat secara aktif. Organisasinya ada tetapi mekanismenya yang tidak
berjalan. Misalnya ada pengurus Kaum Bapak ada Penatua dan Diaken dalam hal ini
organisme setiap individu yang tidak cukup aktif dalam peran pelayanan. Banyak
sekali alasan yang mendasari kenapa bapak-bapak tidak menghadiri Ibadah atau tidak
cukup terlibat dalam ibadah salah satunya kesibukan dalam kaitannya dengan
tanggungjawab sebagai seorang suami sebagai Kepala Keluarga, pekerjaan-pekerjaan
dalam kaitan tanggungjawab laki-laki sebagai seorang Kepala Keluarga itu selalu
menjadi alasan untuk kemudian membuat bapak-bapak tidak banyak yang aktif untuk
terlibat dalam Persekutuan-persekutuan.35
Kaum Bapak lebih untuk melaksanakan tanggungjawab sebagai suami dan
Kepala Keluarga. Sehingga ada kaitannya dengan hidup berkeluarga dan hidup
bersosial, praktek sosial ada 2 yakni praktek sosial sebagai jemaat dan praktek sosial
sebagai masyarakat dan praktek sosial sebagai gereja. Yang selama ini menjadi fokus
adalah bagaimana menghidupi keluarga, dan dalam konteks sosial sebagai
pemerintahan Bapak-bapak lebih banyak berperan disana tetapi kemudian dalam
gereja disitu terlihat sekali bahwa bapak-bapak sangat memliki banyak situasi yang
dibandingkan dengan anak-anak sedikit berbeda dan juga Ibu-ibu memang kaum
bapak agak sedikit kurang dan minim, dan sekarang ibadah tetap tidak maksimal.36
34
Jenson dan Stevens, Pertumbuhan Gereja, 8-9. 35
Bpk. Nahum (Pendeta), wawancara, 1 september 2019. 36
Bpk. Nahum (Pendeta), wawancara, 1 september 2019.
22
Kaum Bapak punya pengaruh dalam pertumbuhan iman, oleh karena santainya
maka datang iman juga begitu, tidak bertumbuh secara normal hanya biasa saja mau
dibilang asal nama menjadi orang gereja yang beriman yang imannya bisa diukur
oleh manusia. Jika dilahat dalam Keluarga tidak tetapi pengaruhnya sampai kepada
masayarakat pada intinya lebih mengutamakan kepentingan pribadi dari pada umum.
Padahal kalau sesuai dengan pemahaman pendidikan seharusnya lebih
mengutamakan umum baru pribadi, sehingga lebih mengutamakan jasmani
dibandingkan dengan rohani.37
Sehingga dari Jemaat mereka mengusulkan agar pengurus Kaum Bapak, jika
ingin untuk memilih pengurus yang baru bisa diberikan kepada para Bapak-bapak
yang memiliki jiwa pelayanan yang untuk melayani, karena ini juga mengenai
panggilan untuk melayani dengan jadwal pelayanan yang terbatas dua kali dalam satu
bulan.38
Kaum Bapak disini semua petani hanya satu atau dua orang yang PNS, jadi
yang diketahui selama ini bahwa Kuam Bapak lancar-lancar saja hanya karena
mereka punya kesibukan maka kehadiran dalam Ibadah minim. Sehingga semua
waktu yang ada seperti terbagi untuk semua pekerjaan baik di Pemerintah, Keluarga
dan Gereja. Jadi kendala yang dialami adalah bahwa mereka lebih mementingkan
tugas mereka sebagai seorang bapak.39
Dari setiap orang yang diwawancara didapatkan bahwa yang bermasalah
adalah pengurus Kaum Bapak yang tidak hadir dalam Ibadah Kaum Bapak walaupun
sudah ada pengumuman di gereja. Dan ketika pengurus tidak hadir maka pelayanan
tidak berjalan.40
37
Bpk. Yunias (Penatua Rayon 3), wawancara, 27 agustus 2019. 38
Opa Sefnat, (Jemaat), wawancara, 29 agustus 2019. 39
Bpk. Nitanel, (Jemaat), wawancara, 30 agustus 2019. 40
Opa Yesaya, (Jemaat), wawncara, 26 agustus 2019.
23
Analisa Pertumbuhan Gereja GMIT Getsemani Oelbubuk
Pertumbuhan Gereja adalah kenaikan yang seimbang dalam kuantitas, kualitas
dan kompleksitas organisasi sebuah Gereja lokal. Defenisi ini merupakan kunci untuk
memahami proses yang menyebabkan Gereja bertumbuh. Jika ketiga komponen
kenaikan ini tidak terjadi secara seimbang, sebuah Gereja tidak akan
mempertahankan kesehatan yang baik.41
Oleh karena itu, Gereja bisa saja hidup dan
bertumbuh sekalipun angka keanggotaan atau kehadiran tidak berubah. Tetapi orang-
orang dalam Gereja itu bertumbuh dalam kasih karunia dan pengenalan akan Tuhan
Yesus, tunduk pada kehendakNya dalam kehidupan mereka, baik secara pribadi
maupun bersama-sama, itulah Gereja yang mengalami pertumbuhan yang sejati.
Tetapi yang terjadi dijemaat Getsemani Oelbubuk justru tidak mendukung
pertumbuhan jemaat karena ada banyak kegiatan yang disepakati bersama untuk
mendukung pertumbuhan jemaat dalam hal iman tidak berjalan dengan baik, karena
Kepala Keluarga tidak membuat suatu hal yang dapat membangun pertumbuhan iman
dalam keluarga.
Ibadah Kategorial yang ada dalam Jemaat Getsemani Oelbubuk yang
memimpin adalah orang-orang yang sudah diteguhkan sebagai Majelis Jemaat yang
siap melayani jemaat yang ada, dalam hal ini Ibadah-ibadah Kategorial bagi Kaum
Bapak, Kaum Ibu, Pemuda dan PAR yang sebagaimana adanya, dan untuk Ibadah
Kaum Bapak yang memimpin adalah pengurus yang menghendel pelayanan yang ada
begitu juga Ibadah rayon, Kaum Ibu, Pemuda dan PAR, sehingga Ketua Majelis
Jemaat hanya mengontrol apakah Ibadah-ibadah berjalan atau tidak. Dan para
pengurus umum mereka tidak berperan langsung didalamnya.
Selain itu dengan jadwal kebaktian yang ditetapkan sebagai berikut: kebaktian
minggu jam 08:00 WITA sampai selesai dan Ibadah Rayon setiap hari selasa dan
jum’at dengan jadwal yang berbeda-beda untuk rayon 4,5,6,7 dan 8 jam 07:00 WITA
dan rayon 1,2,3,9,10,11,12 jam 15:00 WITA, sedangkan untuk Ibadah-ibadah
41
Jenson dan Stevens, Pertumbuhan Gereja, 8-9.
24
Kategorial ada Ibadah Kaum Bapak yang berlangsung di hari sabtu jam 16:00 WITA
dan ibadah Kaum Ibu yang dibagi dalam beberap dengan jadwal hari senin, rabu dan
sabtu jam 15:00 WITA untuk Pemuda hari sabtu jam 17:00 WITA dan
PAR(Pelayanan Anak Remeja) hari kamis jam 15:00 WITA.
Jika melihat dari kehadiran memang tidak lebih dari 10 orang dan menurut
penulis itu sangat minim dengan jumlah kehadiran yang hanya 10 orang, sehingga
hasil penelitian membuktikan bahwa benar kehadiran memang minim, setelah kita
melihat dari jumlah Kepala Keluarga yang ada dimasing-masing rayon 30-40 orang.
Disini Para pengurus umum dalam gereja mereka tidak terjun langsung untuk
memimpin tetapi yang memimpin hanyalah pengurus perpos. Terlebih Pendeta
sebagai Ketua Majelis Ia tidak pernah diminta untuk memimpin ibadah-ibadah
Kategorial seperti ibadah Kaum Bapak, Kaum Ibu, Pemuda dan PAR hanya
memimpin di ibadah rayon jika diminta oleh Penatua yang bersangkutan karena ada
halangan.
Berdasarkan hasil penelitian Kaum Bapak sangat banyak jumlahnya untuk 12
rayon yang ada dalam Jemaat Getsemani Oelbubuk, tetapi jika dilihat dari
pertumbuhan gereja, gereja memang bertumbuh secara kaulitas gereja tidak
bertumbuh tetapi secara kuantitas gereja bertumbuh dalam hal ini bahwa geraja
memang ada orangnya tetapi imannya tidak terlalu dipertanggungjawabkan, oleh
karena itu, geraja yang adalah Tubuh Kristus harus dibentuk dengan Iman yang baik
dengan adanya pengurus dalam Gereja baik itu, Penatua dan Diaken rayon dan juga
kategorial yang ada harus membuat sesuatu yang membangun Iman para Kepala
Keluarga atau Bapak-bapak untuk bisa menjadi contoh yang baik bagi Keluarga
terlebih anak-anak yang akan menjadi penerus pertumbuhan gereja. Dengan demikian
akan terus berjalan sebagaimana adanya gereja, dengan pertumbuhan yang begitu
pesat baik dalam hal Iman.
Oleh karena itu, Liturgi sebagai fungsi dasar Gereja juga mengandung makna
bahwa liturgi merupakan puncak sumber kehidupan dan sumber kehidupan Gereja
25
yang berarti bahwa semua kegiatan dan fungsi Gereja memiliki arah tujuan satu dan
sama yakni perayaan liturgy.42
Dalam penelitian yang dilakukan penulis menemukan
bahwa di Jemaat Getsemani Oelbubuk, penulis menemukan bahwa Liturgi yang
digunakan oleh Jemaat Getsemani Oelbubuk masih Liturgi yang biasa dan tidak
menjawab konteks di Jemaat tersebut. Tetapi untuk saat ini pergumulan Ketua
Majelis Jemaat untuk bisa mewujudkan suatu liturgi yang kontekstual untuk
digunakan oleh semua Kategori yang ada dalam Jemaat Getsemani Oelbubuk. Dalam
liturgi yang digunakan memang kurang menarik dan hanya monoton, seperti ibadah
pada umumnya, sehingga ini membuat Bapak-bapak justru tidak memiliki motivasi
untuk mengikuti ibadah.
Kesimpulan
Kaum Bapak merupakan salah satu Kategorial yang ada dalam Jemaat
Getsemani Oelbubuk yang memiliki peranan penting dalam Gereja, Pemeritahan dan
masyarakat yang juga sebagai Kepala Keluarga dalam Keluarga yang membangun
Iman anak-anak sebelum gereja mengajarkan hal-hal tersebut, Sehingga dalam
pertumbuhan gereja kehadiran Kaum Bapak yang kurang ini sangat berpengaruh
karena dalam keluarga dan masayakat Kaum Bapak sangat penting.
Saran
Memberi manfaat bagi pemuda dan pemudi yang ada dalam membuat suatu
ibadah ini menjadi dokumen dan juga Kaum Bapak dalam membuat ibadah yang
mendukung kualitas dan kauntitas bagi pertumbuhan gereja.
Pentingnya kreatifitas dalam membuat ibadah Kaum Bapak agar ibadah
berjalan tidak berjalan monoton, ibadah tidak hanya tepusat pada liturgi saja bisa
dilakukan ditempat-tempat terbuka untuk lebih bisa membuka spirit/semangat Kaum
Bapak lebih aktif.
Membuat kegiatan-kegiatan yang menciptakan kebersamaan agar
meningkatkan partisipasi Kaum Bapak. Misalnya Kaum Bapak diajak bermain
42
Martasudjita, Liturgi, 40-42.
26
games, sehingga Kaum Bapak yang tidak pernah berpartisipai dalam Ibadah bisa
berpartisipasi, sehingga pada saat mereka hadir kita bisa merangkul mereka.
Membentuk kelompok dan membangun komunikasi yang berkaitan dengan
pastoral.
27
Daftar Pustaka
Anscar J Chupungco, Penyesuaian Liturgi dalam Budaya, Yogyakarta:
Kanisius, 1987.
Gerrit Riemer, Cermin Injil Ilmu Liturgi Jakarta: Yayasan Komunikasi Bina
Kasih, 2013.
Imam, Gunawan Metode Penelitian Kualitatif Teori dan Praktik. Jakarta: Bumi
Aksara, 2016.
Lexi J. Moleong. Metode Penelitian Kualtatif Bandung: Remaja Rosdakarya,
1989.
Martasudjita, Emanuel. Liturgi Pengantar dan untuk Studi dan Praktis Liturgy.
Yogyakarta: Kanisius, 2011.
Michael H. Walizer, Aruef Sadiman, Paul L. Wiener, Metode dan Analisa
Penelitian Mencari Hubungan Jilid 1, Jakarta: Erlangga, 1993
Nasution, Metode Research. Jakarta: Bumi Aksara, 2000.
Rasid Rachman, Pembimbing Ke dalam Sejarah Liturgi, Jakarta: Gunung
Mulia, 2012.
Ron Jenson dan Jim Stevens, Dinamika Pertumbuhan Gereja Malang: Yayasan
Penebit Gandum Mas, 1996.
Schwars, Christiaan A. Ringkasan Pertumbuhan Gereja Alamiah.Jakarta:
Yayasan Media Buana Indonesia, 1999.
S, Backtiar. Jurnal Teknologi Pendidikan, 2010.
Timo, Ebenhaizer I Nuban. Kaum Bapak, Gereja Kota & Kesadaran Ekologi -
Menyoal Kontribusi Kaum Bapak di keluarga, gereja & Masyarakat. Salatiga:
Fakultas Teologi UKSW, 2019.
28
Werren, Rick. Pertumbuhan Gereja Masa Kini yang Mempunyai Visi dan
Tujuan. Malang: Gandum Mas, 2000.
Wongso, Peter. Tugas Gereja dan Misi Masa Kini. Malang: SAAT, 1999.
WEBSITE
http://mpgpps.org/index.php?pg=view-artikel-rohani&artikel=12-peran-kaum-
laki-laki-dalam-pertumbuhan-gereja tgl 22 oktober 2019 jam 19:32 WIB.
http://www.katolisitas.org/apa-yang-harus-kuketahui-tentang-liturgi/ tgl 28
oktober 2019 jam 15:45 WIB.
Jurnal Online
Wenda, Manto Kaum Bapak Sinode GMIT Gelar Konven Perdana, diunduh
tanggal 9 april 2019.
Jarot Kristianto, Jurnal Theologia Alethea, 12/21 (september 2010).