kajian kritis revisi acacia 9-10 juli 2010

95
KAJIAN KRITIS BBM/KAJIAN KRITIS 13 BAHAN BELAJAR MANDIRI PB /IDENTIFIKASI MASALAH/09/IPA BBM/KAJIAN KRITIS

Upload: jajangsubagja

Post on 27-Jun-2015

622 views

Category:

Documents


6 download

TRANSCRIPT

Page 1: Kajian Kritis Revisi Acacia 9-10 Juli 2010

KAJIAN KRITIS

BBM/KAJIAN KRITISBBM/KAJIAN KRITIS 13

BAHAN BELAJAR MANDIRI

PB /IDENTIFIKASI MASALAH/09/IPA

BBM/KAJIAN KRITIS

Page 2: Kajian Kritis Revisi Acacia 9-10 Juli 2010

KAJIAN KRITIS

BBM/KAJIAN KRITISBBM/KAJIAN KRITIS 13

PB /IDENTIFIKASI MASALAH/09/IPA

TopikKajian KritisJumlah jam 4 jam tatap muka(4 x 50 menit)

4 jam tugas terstruktur(4 x 60 menit)

4 jam tugas mandiri

(4 x 60 menit)Pertemuan Ke-10

Page 3: Kajian Kritis Revisi Acacia 9-10 Juli 2010

KAJIAN KRITIS

BBM/KAJIAN KRITISBBM/KAJIAN KRITIS 13

Agar guru, kepala sekolah, dan pengawas

sekolah di kelompok kerja masing-masing

dapat membuat kajian kritis, sebaiknya

mereka telah memahami dan terampil dalam

mengakses informasi dari internet. Hal

tersebut dikarenakan dalam mengkaji kritis

suatu artikel atau bahan bacaan diperlukan

berbagai sumber belajar termasuk dari

internet. Informasi yang terkait dengan

artikel yang akan dikaji dapat diperoleh

dengan mudah dari internet.

PB /IDENTIFIKASI MASALAH/09/IPA

Page 4: Kajian Kritis Revisi Acacia 9-10 Juli 2010

KAJIAN KRITIS

BBM/KAJIAN KRITISBBM/KAJIAN KRITIS 13

A. PENGANTAR

Model Belajar BERMUTU dirancang dengan mengintegrasikan

pendekatan Penelitian Tindakan Kelas, Lesson Study, dan Studi

Kasus. Ketiga pendekatan ini digunakan dalam program belajar

BERMUTU dengan tujuan untuk mendorong guru, kepala

sekolah, dan pengawas yang belajar di kelompok kerja untuk

selalu mengembangkan profesionalismenya secara

berkelanjutan dengan cara selalu memperbaiki kinerjanya.

Dalam program belajar BERMUTU, salah satu indikator

keberhasilan program belajar di kelompok kerja adalah guru,

kepala sekolah, dan pengawas dapat melaksanakan penelitian

tindakan kelas (PTK) atau penelitian tndakan sekolah (PTS) dan

menyusun laporannya. Untuk menyusun proposal dan atau

laporan PTK, diperlukan kemampuan untuk memilih atau

menilai suatu bahan bacaan dalam bentuk artikel, buku atau

yang lain dari berbagai sumber yang layak untuk dirujuk dalam

rangka menyusun tinjauan pustaka pada bab II laporan PTK

atau dalam rangka menulis makalah atau artikel ilmiah.

Kemampuan menilai suatu bahan bacaan dapat dilatih melalui

kajian kritis. Kajian kritis dapat berfungsi sebagai penguat

wawasan maupun sebagai pembuka wawasan, keduanya

dapat memberi konstribusi positif dalam pengembangan

gagasan untuk keperluan pengorganisasian tulisan. Dalam

Bahan Belajar Mandiri (BBM) ini, guru, kepala sekolah, dan

pengawas pemandu dapat mempelajari konsep kajian

kritis dan penerapannya.

1. Kedudukan Topik Kajian KritisKajian kritis didiskusikan di kelompok kerja

setelah membahas BBM PTK Mata Pelajaran

PB /IDENTIFIKASI MASALAH/09/IPA

Page 5: Kajian Kritis Revisi Acacia 9-10 Juli 2010

KAJIAN KRITIS

BBM/KAJIAN KRITISBBM/KAJIAN KRITIS 13

dengan topik Identifikasi Masalah atau sebelum

pembahasan topik Penyusunan Proposal PTK.

2. Pentingnya mempelajari Kajian KritisKemampuan melakukan kajian kritis sangat

diperlukan oleh guru, kepala sekolah, dan

pengawas sekolah untuk melakukan kajian

kritis terhadap berbagai aspek yang

berkaitan dengan tugas dan tanggung

jawabnya, seperti kajian kritis terhadap

kurikulum, strategi pembelajaran, artikel

dan tulisan ilmiah lainnya. Kemampuan

melakukan kajian kritis, dapat digunakan

untuk membuat laporan dan memilih materi

atau bahan ajar.

3. Ruang LingkupRuang lingkup pembahasan BBM kajian kritis meliputi:

Persiapan melakukan kajian kritis

Langkah-langkah meringkas bacaan

Menetapkan kriteria kajian kritis

Mengevaluasi bacaan

Laporan hasil kajian kritis

Memanfaatkan hasil kajian kritis

4. Petunjuk Kegiatan

PB /IDENTIFIKASI MASALAH/09/IPA

Page 6: Kajian Kritis Revisi Acacia 9-10 Juli 2010

KAJIAN KRITIS

BBM/KAJIAN KRITISBBM/KAJIAN KRITIS 13

Kegiatan mempelajari BBM kajian kritis ini

difokuskan pada pemahaman konsep kajian kritis

yang meliputi pengertian, tujuan, alasan

perlunya melakukan kajian kritis, dan cara

melakukan kajian kritis serta latihan melakukan

kajian kritis.

5. Penilaian Penilaian terhadap pencapaian hasil belajar

peserta belajar dilakukan berdasarkan

pemahaman konsep kajian kritis dan produk

berupa hasil kajian kritis terhadap suatu bahan

bacaan.

B. Kompetensi dan Indikator Pencapaian

KompetensiKompetensi dan indikator pencapaian kompetensi yang ingin dicapai

dari kegiatan belajar di kelompok kerja BERMUTU adalah sebagai

berikut.

Kompetensi Indikator Pencapaian Kompetensi

Memahami kajian kritis

dan menerapkannya

dalam melaksanakan

PTK

a. Memahami langkah-langkah meringkas

bacaan.

b. Memahami kriteria kajian kritis.

c. Mampu mengevaluasi bacaan

d. Mampu membuat laporan hasil kajian

kritis.

e. Menerapkan hasil kajian kritis dalam

laporan.

C. PERSIAPANPB /IDENTIFIKASI MASALAH/09/IPA

Page 7: Kajian Kritis Revisi Acacia 9-10 Juli 2010

KAJIAN KRITIS

BBM/KAJIAN KRITISBBM/KAJIAN KRITIS 13

Untuk membelajarkan kajian kritis kepada peserta belajar di

kelompok kerja, pemandu hendaknya melakukan persiapan sebagai

berikut.

Mempelajari kegiatan belajar yang dirancang dalam BBM ini.

Mempelajari bahan bacaan yang terdapat dalam BBM ini dan bahan bacaan yang disarankan.

Menyiapkan contoh-contoh hasil kajian kritis.

D. SUMBER BELAJAR

Sumber belajar yang dapat digunakan guru

peserta dalam kegiatan ini antara lain sebagai

berikut.

No Judul Keterangan

1Berpikir Kritis dan Membaca Kritis

Lampiran 1

2Kajian Kritis terhadap artikel atau Buku

Lampiran 2

3 Cara Menulis Kajian Kritis terhadap suatu Artikel atau Buku

Lampiran 3

4 Kajian Kritis terhadap Laporan Hasil

PTKLampiran 4

PB /IDENTIFIKASI MASALAH/09/IPA

Page 8: Kajian Kritis Revisi Acacia 9-10 Juli 2010

KAJIAN KRITIS

BBM/KAJIAN KRITISBBM/KAJIAN KRITIS 13

5 Contoh-1 Hasil Kajian Kritis terhadap

ArtikelLampiran 5

6 Contoh-2 Hasil Kajian Kritis terhadap

ArtikelLampiran 6

7 Contoh Artikel Hasil Kajian Kritis

dalam Mata Pelajaran MatematikaLampiran 7

E. KEGIATAN BELAJAR

Kegiatan pembahasan topik Kajian Kritis dialokasikan selama 1 x pertemuan (@ 200 menit). Kegiatan belajar dapat dialurkan seperti dalam bagan berikut.

PB /IDENTIFIKASI MASALAH/09/IPA

Kegiatan 1:

10 menit

PENDAHULUAN

Fasilitator/Guru Pemandu menggali pengetahuan awal peserta belajar dalam topik kajian kritis.

Kegiatan 1:

10 menit

PENDAHULUAN

Fasilitator/Guru Pemandu menggali pengetahuan awal peserta belajar dalam topik kajian kritis.

Kegiatan 2: 30 menit

MENGKAJI BAHAN BACAAN:

Berpikir Kritis dan Membaca Kritis

Kegiatan 2: 30 menit

MENGKAJI BAHAN BACAAN:

Berpikir Kritis dan Membaca Kritis

Kegiatan 3: 30 menit

MENGKAJI BAHAN BACAAN :

Kajian Kritis terhadap Artikel atau Buku

Kegiatan 3: 30 menit

MENGKAJI BAHAN BACAAN :

Kajian Kritis terhadap Artikel atau Buku

Kegiatan 4:

40 menit

MENGKAJI BAHAN BACAAN:

Cara Menulis Kajian Kritis

Kegiatan 4:

40 menit

MENGKAJI BAHAN BACAAN:

Cara Menulis Kajian Kritis

Kegiatan 5:

30 menit

MENGKAJI BAHAN BACAAN:

Kajian Kritis terhadap Laporan Hasil PTK

Kegiatan 5:

30 menit

MENGKAJI BAHAN BACAAN:

Kajian Kritis terhadap Laporan Hasil PTK

Kegiatan 6:

40 menit

MENGKAJI BAHAN BACAAN:

Contoh-contoh Kajian Kritis

Kegiatan 6:

40 menit

MENGKAJI BAHAN BACAAN:

Contoh-contoh Kajian Kritis

Page 9: Kajian Kritis Revisi Acacia 9-10 Juli 2010

KAJIAN KRITIS

BBM/KAJIAN KRITISBBM/KAJIAN KRITIS 13

Penjelasan Alur Kegiatan

Kegiatan 1. Pendahuluan (10 menit)Pada kegiatan pendahuluan pemandu

menginformasikan kompetensi, indikator

pencapaian kompetensi, kegiatan belajar yang

akan dilakukan, dan hasil belajar yang

diharapkan dalam pertemuan ini. Selanjutnya

ajukan pertanyaan-pertanyaan untuk menggali

pengetahuan awal peserta. Pertanyaan yang

dapat diajukan, misalnya:

Apakah Ibu/Bapak pernah melakukan suatu kajian terhadap buku atau karya ilmiah lainnya?

Pernahkah Ibu/Bapak membaca suatu tulisan yang mengulas kelebihan dan

PB /IDENTIFIKASI MASALAH/09/IPA

Kegiatan 7:

PENUTUP (20 menit)

Refleksi , Review, dan pemberian tugas

Kegiatan 7:

PENUTUP (20 menit)

Refleksi , Review, dan pemberian tugas

Page 10: Kajian Kritis Revisi Acacia 9-10 Juli 2010

KAJIAN KRITIS

BBM/KAJIAN KRITISBBM/KAJIAN KRITIS 13

kekurangan suatu tulisan ? Pernahkan Ibu/Bapak menulis hal yang serupa?

Apa yang dimaksud kajian kritis atau

telaah kritis (Critical review) terhadap

artikel atau buku?

Bagaimana melakukan kajian kritis

terhadap artikel atau buku?

Untuk menyamakan pemahaman tentang Kajian

Kritis

ajaklah peserta mengkaji bahan bacaan yang

terdapat pada lampiran 1 sampai dengan 7

BBM ini.

Kegiatan 2. Mengkaji Bahan Bacaan (30 menit)

Guru/kepala sekolah/pengawas peserta di

kelompok kerja duduk per kelompok. Satu

kelompok terdiri dari 4-5 orang. Peserta belajar

secara individual membaca bahan bacaan

pada lampiran 1 tentang Berpikir Kritis dan

Membaca Kritis. Setelah selesai membaca

mereka diminta menjawab pertanyaan dalam

bagian tugas dan latihan dan membahasnya

dalam kelompok kecil.

Kegiatan 3. Mengkaji Bahan Bacaan (30 menit)

Setelah peserta memahami konsep berpikir kritis

dan membaca kritis, ajaklah peserta melanjutkan

kegiatan mempelajari bahan bacaan yang

terdapat pada lampiran 2 tentang Kajian

Kritis terhadap artikel atau buku. Ajaklah

peserta menjawab pertanyaan-pertanyaan yang

PB /IDENTIFIKASI MASALAH/09/IPA

Page 11: Kajian Kritis Revisi Acacia 9-10 Juli 2010

KAJIAN KRITIS

BBM/KAJIAN KRITISBBM/KAJIAN KRITIS 13

ada dalam bagian tugas dan latihan pada akhir

paparan bacaan.

Kegiatan 4. Mengkaji Bahan Bacaan (40 menit)

Pemandu menginformasikan bahwa hasil belajar

yang diharapkan dari pembahasan kajian kritis

ini adalah melakukan kajian kritis terhadap suatu

bacaan, bisa artikel, buku, atau bahan ajar.

Untuk memperoleh kemampuan itu, ajaklah

peserta mempelajari bahan bacaan yang

terdapat dalam lampiran 3 tentang Cara

Menulis Kajian Kritis terhadap Suatu Artikel

atau Buku.

Kegiatan 5. Mengkaji Bahan Bacaan (30 menit)

Setelah peserta memahami konsep berpikir kritis

dan membaca kritis, ajaklah peserta melanjutkan

kegiatan mempelajari bahan bacaan yang

terdapat pada lampiran 4 tentang Kajian

Kritis terhadap laporan hasil PTK. Ajaklah

peserta menjawab pertanyaan-pertanyaan yang

ada dalam bagian tugas dan latihan pada akhir

paparan bacaan.

Kegiatan 6. Mengkaji Bahan Bacaan (40 menit)

Untuk memantapkan pemahaman peserta

tentang kajian kritis, ajaklah peserta mempelajari

PB /IDENTIFIKASI MASALAH/09/IPA

Page 12: Kajian Kritis Revisi Acacia 9-10 Juli 2010

KAJIAN KRITIS

BBM/KAJIAN KRITISBBM/KAJIAN KRITIS 13

contoh-contoh kajian kritis yang terdapat

pada lampiran 5, 6, dan 7.

Kegiatan 7. Penutup (20 menit)

Pemandu meminta peserta untuk merefleksikan

hasil belajar pada pertemuan ini. Berikan review

dan penguatan Jika masih diperlukan.

Selanjutnya, pemandu menginformasikan tugas

terstruktur dan tugas mandiri.

F. PENILAIAN

Penilaian terhadap pencapaian hasil belajar

peserta meliputi aspek pemahaman konsep

kajian kritis dan produk tugas terstruktur.

G. TUGAS TERSTURUKTUR dan MANDIRI

1. Tugas Terstruktur

Carilah sebuah artikel. Tugas Anda adalah

mengkritisi dan mendiskusikannya dengan

teman sejawat!

2. Tugas Mandiri

Bacalah contoh-contoh kajian kritis dari berbagai

sumber.

PB /IDENTIFIKASI MASALAH/09/IPA

Page 13: Kajian Kritis Revisi Acacia 9-10 Juli 2010

KAJIAN KRITIS

BBM/KAJIAN KRITISBBM/KAJIAN KRITIS 13

Lampiran 1:

BERPIKIR KRITIS DAN MEMBACA KRITIS

A. Pendahuluan

1. Apa yang dimaksud berpikir kritis?

2. Apakah maksud membaca kritis?

3. Apakah kemampuan berpikir kritis dan membaca kritis

diperlukan guru?

4. Bagaimana cara berpikir dan membaca secara kritis?

Untuk membahas keempat pertanyaan di atas, maka

perhatikan ilustrasi berikut ini!

Dalam suatu forum (KKG/MGMP), salah seorang guru baru saja menjadi peserta seminar dan berbagi informasi mengenai suatu metode pembelajaran, misalkan metode Jigsaw. Ia menjelaskan bahwa menurut pemakalah dalam seminar tersebut, metode Jigsaw merupakan metode yang ampuh dan telah diterapkan di Eropa. Dengan menggunakan metode tersebut para siswa menjadi aktif dan kompetensi belajar siswa tercapai dengan baik. Guru tersebut menyarankan para guru menggunakannya. Untuk menguatkan sarannya, guru tersebut melampirkan langkah atau tahapan menerapkan metode Jigsaw .

Berdasarkan ilustrasi di atas, bagaimana sikap Anda yang

kebetulan menjadi peserta dalam forum KKG/MGMP tersebut?

Apakah menerima saran guru tersebut? Apakah langsung

menolak? Apakah menunggu guru lain mencoba dan melihat

hasilnya? Atau Anda akan melakukan tindakan lainnya?

Untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan dan menyikapi

kasus di atas, Anda sebaiknya mempelajari keterampilan

berpikir kritis dan membaca kritis.

PB /IDENTIFIKASI MASALAH/09/IPA

Page 14: Kajian Kritis Revisi Acacia 9-10 Juli 2010

KAJIAN KRITIS

BBM/KAJIAN KRITISBBM/KAJIAN KRITIS 13

Dalam hidup ini seseorang tidak lepas dari berpikir tetapi

apakah semua yang dipikirkan dapat dikatakan kritis?

Jawabannya tentu tidak. Seseorang dapat dikatakan berpikir

kritis diantaranya ketika ia banyak membaca dan menyimak

informasi yang berimbas pada ketajaman dalam menelaah suatu

tulisan. Jadi, seorang pendidik seharusnya dapat berpikir kritis

(Critical thinking) dan membaca kritis (Critical reading). Dengan

berpikir kritis, kita tidak saja memahami apa yang didengar atau

dilihat, tetapi juga dapat memberi penilaian dan perbaikan yang

dianggap perlu. Demikian juga dengan membaca kritis, kita

dapat menilai dengan membandingkan berbagai hasil bacaan

dan memaparkan tulisan dengan mengacu pada pendapat yang

kita anggap sesuai dengan apa yang sedang ditulis.

B. Pengertian dan Cara Berpikir Kritis

Perhatikan ilustrasi berikut ini!

Pengalaman mengajar beberapa tahun yang lalu, pembelajaran

bahasa Indonesia sebagai bahasa asing tidak perlu diajarkan dengan

metode diskusi.Belajar bahasa Indonesia sangatlah mudah dipelajari,

cukup dengan belajar melalui buku saja.

Cobalah berpikir sejenak setelah membaca ilustrasi di atas!

Anda akan menjawab”Belajar bahasa Indonesia sebagai bahasa asing

tidak mungkin hanya dengan menggunakan buku saja, tetapi harus

dilatih dengan cara lain, misalnya berdiskusi. Materi diskusi dapat

dikaitkan dengan lingkungan keluarga. Pada pelaksanaan diskusinya

antara lainterdapat kegiatan seseorang ditunjuk menyajikan apa yang

ditulis oleh orang tersebut. Sebelumnya karangan yang disusunnya

dibagikan kepada teman-temannya, dan kepada guru atau

instrukturnya.

Ilustrasi di atas adalah kasus sederhana yang menggambarkan

bahwa kajian kritis perlu dilakukan dalam menghadapi suatu masalah.

Kita harus bersikap kritis terhadap data yang ada, termasuk

PB /IDENTIFIKASI MASALAH/09/IPA

Page 15: Kajian Kritis Revisi Acacia 9-10 Juli 2010

KAJIAN KRITIS

BBM/KAJIAN KRITISBBM/KAJIAN KRITIS 13

kesimpulan yang disajikan. Sikap “kritis” diperlukan agar dapat

mengambil suatu kesimpulan yang tepat dan akurat.

1. Pengertian Berpikir Kritis

Beberapa ahli mengungkapkan definisi berpikir kritis beragam

tetapi ada beberapa komponen yang mengandung kesamaan. Krulik &

Rudnick dalam Sumardyono dan Ashari S (2010:9) mendefinisikan

berpikir kritis sebagai berpikir yang menguji, menghubungkan, dan

mengevaluasi semua aspek dari situasi masalah. Termasuk di dalam

berpikir kritis adalah mengelompokkan, mengorganisasikan,

mengingat, dan menganalisis informasi. Sejalan dengan di atas, Norris

dan Ennis dalam Alec Fisher dalam Sumardyono dan Ashari S (2010)

menyatakan, berpikir kritis adalah berpikir yang beralasan dan

reflektif yang fokus untuk memutuskan apa yang dapat dipercaya dan

apa yang tidak dapat dipercaya.

Lebih lanjut Sumardyono dan Ashari S mendeskripsikan bahwa

berpikir kritis memerlukan kemampuan membaca, memahami, dan

mengidentifikasi masalah serta kemampuan mengklasifikasi dan

membandingkan, sehingga dapat menggambarkan kesimpulan dengan

lebih baik dari yang diberikan, serta dapat menentukan

ketidakonsistenan dan kontradiksi dari informasi tersebut. Tidak semua

informasi yang diterima dapat dijadikan pengetahuan yang diyakini

kebenarannya untuk dijadikan panduan dalam tindakan. Demikian

halnya dengan informasi yang dihasilkan, tidak selalu informasi yang

benar. Keputusan atau kesimpulan yang dilakukan dengan berpikir

kritis merupakan informasi terbaik setelah melalui pengkajian dari

berbagai sumber informasi, termasuk mengkaji kesimpulan yang

dihasilkan dengan memberikan bukti-bukti pendukung.

Berpikir kritis menurut Gega dalam Sumardyono dan Ashari S

(2010:9) adalah berpikir yang menggunakan bukti-bukti untuk

mengukur kebenaran kesimpulan, serta dapat menunjukkan pendapat

yang terkadang kontradiktif, bahkan mau mengubah pendapatnya jika

ternyata ada bukti lebih kuat yang bertentangan dengan pendapatnya.

Ada dua langkah berpikir kritis, yaitu; melakukan proses penawaran

PB /IDENTIFIKASI MASALAH/09/IPA

Page 16: Kajian Kritis Revisi Acacia 9-10 Juli 2010

KAJIAN KRITIS

BBM/KAJIAN KRITISBBM/KAJIAN KRITIS 13

yang diikuti dengan pengambilan keputusan atau pemecahan

masalah.

Berdasarkan pendapat di atas maka dapat disimpulkan bahwa

berpikir kritis adalah kegiatan berpikir yang mendalam, komprehensif,

argumentatif, logis, dan evaluatif.

2. Ciri Orang Berpikir Kritis

Ciri orang berpikir kritis menurut Raymon S. Nickerson dalam

Didin dalam Sumardyono dan Ashari S (2010:10) adalah

sebagai berikut.

a. menggunakan bukti yang kuat dan tidak memihak;

b. dapat mengungkapkan secara ringkas dan masuk akal;

c. dapat membedakan secara logis antara simpulan yang valid

dan tidak valid;

d. menggunakan penilaian, bila tidak ada bukti yang cukup

untuk mendukung sebuah keputusan;

e. mampu mengantisipasi kemungkinan konsekkuensi dari

suatu tindakan;

f. dapat mencari kesamaan dan analogi (kemiripan);

g. dapat belajar secara mandiri;

h. menerapkan teknik pemecahan masalah (problem solving);

i. menyadari fakta bahwa pemahaman seseorang selalu

terbatas;

j. mengakui kekurangan terhadap pendapatnya sendiri.

3. Cara Berpikir Kritis

Browne Keeley dalam buku Asking the Right Questions: A Guide

to Critical Thinking dalam Sumardyono dan Ashari S (2010:11)

menyarankan beberapa pertanyaan yang dapat membantu dan

dapat kita ikuti sebagai strategi atau cara berpikir kritis. Berikut

ini ada beberapa pertanyaan yang dapat membimbing untuk

berpikir kritis sehingga dapat menarik kesimpulan secara tepat.

a. Apa yang menjadi berita dan apa yang menjadi simpulannya?

b. Apa yang menjadi alasan atau argumentasinya?

PB /IDENTIFIKASI MASALAH/09/IPA

Page 17: Kajian Kritis Revisi Acacia 9-10 Juli 2010

KAJIAN KRITIS

BBM/KAJIAN KRITISBBM/KAJIAN KRITIS 13

c. Apa ada kata atau pertanyaan atau tindakan yang ambigu

(membingungkan)?

d. Apa yang menjadi nilai yang dikemukakan?

e. Apa yang menjadi asumsi?

f. Apakah ada kesalahan dalam pemberian alasan?

g. Apakah bukti-bukti yang disajikan sudah benar?

h. Apakah ada sebab lain yang mungkin?

i. Apakah data-datanya akurat?

j. Apakah ada informasi penting yang diabaikan?

k. Apakah mungkin terdapat simpulan lain yang beralasan?

C. Pengertian dan Cara Membaca Kritis

Perhatikan pernyataan di bawah ini!

Karena diketahui hasilnya sangat efektif, maka cara memperoleh (acquiring) bahasa seperti diadopsi ke dalam pembelajaran (learning) bahasa. Munculah cara pembelajaran kontekstual, di mana materi bahasa dirakit dalam suatu konteks, dipilih sesuai dengan tingkat keseringan kemunculannya, dan dipilih berdasarkan konteks fungsional. Itulah sebabnya, pemilihan materi bahasa harus juga mendasarkan faktor sosiolinguistis dan pragmatis. Faktor sosiaolinguistis menentukan pilihan-pilihan variasi sosiolinguistis: siapa mitra bicara, dalam konteks apa berbicara, saluran apa yang dipilih, tujuan apa yang dicapai. Faktor pragmatis menentukan pilihan-pilihan variasi kebahasaan berdasarkan tingkat keresmian komunikasi.

Contoh di atas menggambarkan betapa pentingnya membaca

secara kritis. Ketika si pembaca tidak mencermati dengan saksama

apakah ia mampu membuat keputusan, simpulan, atau penilaian?

Tentu sulit bukan? Oleh karena itu membaca kritis membutuhkan

konsentrasi.

1. Pengertian Membaca Kritis

Soedarsono (1994) mengatakan bahwa membaca kritis (critical

reading) adalah cara membaca dengan melihat motif penulis dan

menilainya. Pembaca tidak sekedar menyerap apa yang ada,

tetapi ia bersama-sama penulis berpikir tentang masalah yang

dibahas. Membaca secara kritis berarti kita harus mampu

membaca secara analisis dengan melakukan penilaian. Dalam

PB /IDENTIFIKASI MASALAH/09/IPA

Page 18: Kajian Kritis Revisi Acacia 9-10 Juli 2010

KAJIAN KRITIS

BBM/KAJIAN KRITISBBM/KAJIAN KRITIS 13

membaca harus ada interaksi penulis dengan pembaca yang

saling mempengaruhi sehingga terbentuk pengertian baru.

Jika kita ingin membaca dengan baik, kita harus membaca

dengan pikiran yaitu berpikir, menilai, dan membuat batasan.

Kesemuanya ini harus dilakukan secara serentak.

2. Tujuan Membaca Kritis

Menurut Sumardyono dan Ashari S (2010:14), secara umum

tujuan membaca kritis adalah untuk:

a. Mengetahui tujuan penulis membuat tulisan;

b. Memahami bagian-bagian yang diyakinkan dan yang

ditekankan oleh penulis; dan

c. Mendapatkan bagian-bagian mana penulis melakukan bias

(penyimpangan dari maksud sebenarnya).

3. Langkah-langkah Membaca Kritis

Menurut Soedarsono (1994), proses membaca kritis dapat

dilakukan sebagai berikut.

a. Mengerti isi bacaan yaitu; ide pokok, fakta dan detail penting,

dan dapat membuat kesimpulan dan interpretasi dari ide-ide

itu.

b. Menguji sumber penulis; apakah dapat dipercaya?, cukup

akuratkah?, dan kompeten di bidangnya?.

c. Ada interaksi antara penulis dan pembaca; tidak hanya

mengerti maksud penulis tetapi harus membandingkan

dengan pengetahuan yang kita miliki, serta dari penulis

lainnya.

d. Menerima atau menolak; mempercayai, mencurigai,

meragukan, mempertanyakan, atau tidak percaya.

Menurut Vincent Ryan Ruggiero dalam Sumardyono dan Ashari S

(2010:14), adapun langkah-langkah strategi membaca kritis sebagai

berikut.

Tanyakanlah pertanyaan-pertanyaan tersebut pada diri kita sendiri.

PB /IDENTIFIKASI MASALAH/09/IPA

Page 19: Kajian Kritis Revisi Acacia 9-10 Juli 2010

KAJIAN KRITIS

BBM/KAJIAN KRITISBBM/KAJIAN KRITIS 13

a. Apa topiknya?

b. Kesimpulan apa yang diambil oleh pengarang tentang topik

tersebut?

c. Alasan-alasan apa yang diutarakan pengarang agar dapat

dipercaya?

Perhatikan alasan-alasan tidak obyektif yang dapat

mengecoh pembaca, misalnya; iba, ketakutan, dan data

statistik yang tidak sesuai.

d. Apakah pengarang menggunakan kata netral atau tidak?

Muhadi Sugiono dalam Sumardyono dan Ashari S (2010:15)

mengatakan, untuk membantu pengembangan kemampuan

membaca kritis, berikut ini pertanyan-pertanyaan yang dapat

diajukan.

a. Apa yang ingin disampaikan penulis?

- Tentang apakah tulisan yang kita baca?

- Mengapa penulis ingin menulis hal itu?

b. Apa alasan penulis?

Selain mengetahui apa yang sedang dibaca, perlu juga diketahui

alasan yang mendorong penulis menuliskannya dalam sebuah

tulisan. Selain itu perlu juga mengatahui sudut pandang penulis

melalui alasan yang dibuat atau upaya penulis untuk meyakinkan

pembacanya berpikir agar pembaca percaya.Alasan tersebut

dapat ditemukan dengan mudah atau sulit karena dapat terletak

di awal, tengah, akhir, ataupun menyebar di berbagai tempat

atau paragraf.

c. Apa ada alasan atau sudut pandang yang berbeda?

Pembaca kritis harus memulai dari keyakinan bahwa pasti ada

alasan berbeda dari alasan pengarang. Semua itu untuk

meyakinkan pembaca mengapa alasan tersebut tidak memadai

atau bahkan salah. Tetapi terkadang tidak mengemukakan

alasan alternatif, sehingga pembaca harus mencari sendiri.

d. Apakah bukti yang ditampilkan penulis?

Alasan yang kuat merupakan cara meyakinkan pembaca. Tetapi,

pembaca terkadang tidak cukup diyakinkan hanya dengan alasan

semata, melainkan harus dengan bukti-bukti yang mendukung

PB /IDENTIFIKASI MASALAH/09/IPA

Page 20: Kajian Kritis Revisi Acacia 9-10 Juli 2010

KAJIAN KRITIS

BBM/KAJIAN KRITISBBM/KAJIAN KRITIS 13

alasan misalnya; pengalaman, logika, emosi, sejarah, pernyataan

ahli atau pakar, dsb.

e. Apakah bukti yang ditampilkan penulis sangat mendukung?

Bukti-bukti yang ditampilkan penulis tidak selalu mendukung.

Sebagai pembaca kritis, harus mencoba memahami upaya

penulis untuk mendukung alasan dengan bukti-bukti yang

mendukung sudut pandang obyektif, tidak langsung melalui

sudut pandang kita sendiri. Misalnya; apakah bukti yang

disampaikan masuk akal? Jika bukti berupa fakta, apakah bukti

tersebut dapat diandalkan? Apakah sumbernya dapat dipercaya?

Apakah data statistik memperkuat alasan dan mendukung bukti

lain yang diajukan penulis? Pertanyaan-pertanyaan ini mungkin

tidak mudah untuk dijawab, bahkan pembaca kritis dituntut

berpikir keras untuk melakukannya.

f. Apa pendapat kita?

Setelah semua proses di atas selesai, bagian akhir yang tidak

kalah pentingnya adalah pendapat kita terhadap tulisan yang

dibaca. Setelah memahami alasan penulisan dan bukti-bukti

yang diajukan penulis, saatnya melihat pandangan kita. Apakah

penulis berhasil meyakinkan kita dengan mengacu pada bukti-

bukti. Pada awal tulisan, kita sepaham dengan gagasan penulis

tetapi hingga akhir tulisan yang dibaca, kita menyimpulkan

bahwa penulis tidak dapat memenuhi apa yang dijanjikannya.

Sebagai pembaca kritis, tidak perlu menyesal telah membaca

suatu tulisan karena tidak paham, sebab dalam membaca tulisan

ada tulisan yang isinya kurang bagus dan juga cara penyajiannya

juga membingungkan pembecanya.

D. Bahan Refleksi

Setelah Anda membaca dan mencermati pembahasan tentang

kajian kritis, cermati, renungkan dan jawablah pertanyaan-

pertanyaan berikut ini.

1. Sebutkanlah hal-hal penting yang merupakan ciri berpikir kritis!

2. Apakah berpikir kritis selalu menghasilkan simpulan yang selalu

berbeda dan tak terduga?

PB /IDENTIFIKASI MASALAH/09/IPA

Page 21: Kajian Kritis Revisi Acacia 9-10 Juli 2010

KAJIAN KRITIS

BBM/KAJIAN KRITISBBM/KAJIAN KRITIS 13

3. Bagaimanakah cara berpikir kritis untuk menarik suatu

kesimpulan?

4. Dari ciri-ciri berpikir kritis, apakah semua karakteristik dapat

mendukung semua mata pelajaran? Sebutkan alasan Anda

5. Perhatikan ilustrasi berikut ini. Apakah tindakan guru tersebut

lemah? Untuk itu ajukan beberapa pertanyaan dan jawabannya

untuk memperoleh suatu kesimpulan.

6. Setelah Anda mempelajari pengertian membaca kritis, apakah

dalam membaca kritis diperlukan keterampilan berpikir kritis?

Jelaskan pendapat Anda!

7. Dalam membaca kritis, kadang-kadang kita hanya membaca

tulisan saja tanpa kehadiran penulis. Dalam situasi seperti itu,

apakah kita terlebih dahulu mengkonfirmasi kepada penulis

sebelum mengkritisi isi tulisan?

8. Bagian penting dalam membaca kritis adalah memahami alasan

penulis apakah benar-benar masuk akal. Jelaskan!

9. Dalam membaca kritis salah satu bagian yang penting adalah

bukti yang ditampilkan penulis. Jelaskan maksudnya!

Jika Anda sudah berhasil menjawab pertanyaan di atas, maka silakan

Anda melanjutkan membaca dan membahas kegiatan belajar

berikutnya. Apabila belum berhasil menjawab pertanyaan, baca dan

pahami kembali materi pada lampiran 1 ini dan diskusikanlah dengan

rekan sejawat Anda.

Lampiran 2:

KAJIAN KRITIS TERHADAP ARTIKEL ATAU BUKU

Pernahkah Anda membaca suatu tulisan yang mengulas kelebihan dan kekurangan suatu tulisan ? Pernahkah Anda menulis hal serupa? Apa yang dimaksud dengan kajian kritis atau telaah kritis (critical review) terhadap artikel atau buku? Bagaimana cara melakukannya?

PB /IDENTIFIKASI MASALAH/09/IPA

Page 22: Kajian Kritis Revisi Acacia 9-10 Juli 2010

KAJIAN KRITIS

BBM/KAJIAN KRITISBBM/KAJIAN KRITIS 13

Dalam bahan bacaan ini, Anda dapat mempelajari bentuk

ulasan kajian kritis. Bagaimana caranya? Silakan dibaca dan

dibahas dengan saksama. Setelah mempelajari bahan bacaan

ini, Anda diharapkan mampu memahami konsep kajian kritis

terhadap artikel atau buku dan terampil melakukan kajian kritis

terhadap artikel atau buku.

Banyak tulisan berbentuk buku atau artikel. Dalam

menganalisisnya dibutuhkan kompetensi yang kritis karena

dibutuhkan simpulan mengenai layak tidaknya artikel atau buku

tersebut dijadikan sebagai sumber kepustakaan untuk digunakan

dalam kajian tertentu.

A. Konsep Kajian Kritis terhadap Suatu Artikel atau Buku

Ketika Anda membaca sebuah artikel atau buku terkadang

muncul satu masalah yaitu keraguan dari isi artikel atau buku

yang dibaca. Sementara Anda membutuhkannya sebagai bahan

rujukan untuk tulisan Anda. Apa yang harus dilakukan? Anda

harus melakukan kajian kritis dengan cara mengaitkan

pengalaman dan pengetahuan yang pernah dibaca. Setelah

mengkaji secara kritis, maka Anda akan yakin bahwa bagian

mana yang dijadikan sebagai bahan rujukan dan bagian mana

yang meragukan sehingga tidak layak dijadikan sebagai bahan

rujukan.

Kajian kritis sangat erat kaitannya dengan membaca kritis.

Seseorang dapat melakukan kajian apabila ia sudah membaca

beberapa buku atau artikel terkait dengan pembahasan yang

sama. Oleh karena itu, keterampilan berpikir kritis dan membaca

kritis adalah sebagai prasyarat seseorang dalam melakukan

kajian kritis secara sempurna dan berkualitas.

B. Apakah Kajian Kritis itu?

PB /IDENTIFIKASI MASALAH/09/IPA

Page 23: Kajian Kritis Revisi Acacia 9-10 Juli 2010

KAJIAN KRITIS

BBM/KAJIAN KRITISBBM/KAJIAN KRITIS 13

Dalam bahasa Inggris, istilah yang digunakan adalah “Critical

Review”, sementara dalam bahasa Indonesia menggunakan istilah

“Kajian Kritis” atau “ Telaah Kritis”, atau “Tinjauan Kritis”.

Dalam glosarium BBM PTK Generik dikemukakan bahwa kajian

kritis merupakan suatu kegiatan membaca, menelaah, menganalisis

suatu bacaan/artikel untuk memperoleh ide-ide, penjelasan, data-data

pendukung yang mendukung pokok pikiran utama, serta memberikan

komentar terhadap isi bacaan secara keseluruhan dari sudut pandang

kepentingan pengkaji. Berdasarkan pengertian ini dapat dinyatakan

bahwa kegiatan utama yang dilakukan dalam kajian kritis adalah

pemahaman akan makna yang tertuang dalam suatu teks.

Kata kunci yang dijumpai dalam pengertian kajian kritis di atas

adalah membaca, menelaah, menganalisis, ide-ide, data pendukung,

memberi komentar, dan sudut pandang kepentingan pengkaji. Ada

poin utama dari kata kunci ini, yaitu aktifitas kajian, objek kajian, dan

kepentingan pengkaji. Aktivitas kajian merupakan prosedur yang

dilakukan dalam melakukan pengkajian, objek kajian merupakan isi

teks atau wacana, artikel, buku yang hendak dikaji, dan kepentingan

pengkaji merupakan tujuan yang hendak dicapai oleh subjek pengkaji.

Ketiga hal ini berpilin menjadi satu membangun suatu aktivitas yang

disebut dengan kajian kritis.

Adapun yang harus dikaji dalam kajian kritis adalah kejelasan

(clarity), mutu (quality), dan keaslian (originality). Selain itu perlu juga

diperhatikan relevansi (kemanfaatan dan keyakinan) dan tampilan.

C. Tujuan Kajian Kritis (Terhadap Artikel atau Buku)

Tujuan kajian kritis adalah untuk menilai dan memberi

masukan terhadap tulisan. Oleh sebab itu dibutuhkan membaca

baik artikel atau buku. Dalam membaca terkadang si pembaca

hanya membaca bagian tertentu saja sesuai dengan kebutuhan

tulisannya. Hal ini kurang baik dilakukan karena kemungkinan

pendapat si penulis masih berhubungan dengan informasi

selanjutnya.

PB /IDENTIFIKASI MASALAH/09/IPA

Page 24: Kajian Kritis Revisi Acacia 9-10 Juli 2010

KAJIAN KRITIS

BBM/KAJIAN KRITISBBM/KAJIAN KRITIS 13

Tujuan kajian kritis lainnya adalah untuk memperoleh

informasi sesuai dengan apa yang ditulis artinya, Anda dapat

membandingkan hasil kajian sebelumnya dengan apa yang

sedang Anda kaji.

D. Prinsip Kajian Kritis

1. Kajian Ilmiah/Objektif

Kajian ilmiah/objektif berupa; 1) menyajikan data, fakta

dan opini secara objektif dan logis, 2) pernyataan dalam

kalimat tulus, benar, sesuai aturan dan norma yang berlaku

serta sesuai dengan kaidah bahasa yang berlaku, dan 3)

tidak memuat pandangan-pandangan tanpa dukungan

fakta, tidak emosional atau menonjolkan emosi.

2. Sikap Ilmiah/Prediktif

Ada beberapa sikap kritis dalam bentuk sikap ilmiah yang

meliputi a) sikap ingin tahu, kritis, terbuka, dan objektif, b)

menghargai karya orang lain, c) berani mempertahankan

kebenaran, dan d) mempunyai pandangan luas dan jauh ke

depan.

3. Sistematis dan Holistik

Sistematis menuntut kajian dilakukan secara berurutan

dan terpadu sehingga satu aspek dengan aspek lainnya

membentuk suatu keseluruhan yang tertata rapi.

E.Aspek Kajian Kritis

Dalam kajian kritis terdapat 5 (lima) aspek yang harus

diperhatikan. Kelima aspek tersebut adalah aspek bahasa,

membaca, konteks, keutuhan bacaan dan aspek pembaca.

1. Aspek bahasa ; dalam menggali suatu artikel ataupun buku

perlu diperhatikan penggunaan bahasa baik dari segi pilihan

kata, kalimat, hubungan antar kalimat dan paragraf.

PB /IDENTIFIKASI MASALAH/09/IPA

Page 25: Kajian Kritis Revisi Acacia 9-10 Juli 2010

KAJIAN KRITIS

BBM/KAJIAN KRITISBBM/KAJIAN KRITIS 13

2. Aspek pembacaan teks; dalam membaca, pembaca

berusaha menemukan ide yang ada dalam bacaan.Ada dua

hal penting yang mempengaruhi pembaca yaitu (1) skemata

pembaca (membandingkan apa yang dibaca dengan apa

yang telah dimilikinya baik melalui hasil bacaan dan

pengalamannya), dan (2) strategi penyajian ada dua yaitu

wacana yang bentuknya tertutup; bahasanya cenderung

menggunakan bahasa bidang ilmu serumpun yang hanya

dipahami oleh orang tertentu saja. Wacana bentuknya

terbuka yaitu bahasa yang digunakan bersifat umum dan

mudah dipahami.

3. Aspek konteks; yaitu penyampaian isi atau informasi si

penulis kepada pembacanya sesuai dengan tema yang

ditulis. Si pembaca akan mudah memahami isinya apabila

yang dibacanya sesuai dengan latar belakang ilmu dan

pengalaman yang dimilikinya.

4. Aspek keutuhan bacaan; aspek keutuhan bacaan yang perlu

dikaji secara cermat dari sebuah bacaan meliputi:siapa

penulisnya, rujukan yang digunakan, relevansi rujukan yang

diacu, ketepatan cara merujuk, akurasi/ketelitian data,

Kedalaman analisis dan pembahasan, Kejelasan dan

kemudahan uraian, Kelengkapan informasi, dan Kesesuaian

isi artikel dengan gagasan yang akan ditulis.

5. Aspek pembaca; Aspek pembaca terutama terkait dengan

niat pembaca dan kesesuaian isi bacaan dengan kebutuhan

pembaca.

F. Pemilihan Bahan dalam Kajian Kritis

Menurut Sumardyono dan Ashari S (2010:26), sumber-

sumber bacaan yang dapat dirujuk sebagai dasar untuk

perbaikan pembelajaran, menulis proposal dan laporan

PB /IDENTIFIKASI MASALAH/09/IPA

Page 26: Kajian Kritis Revisi Acacia 9-10 Juli 2010

KAJIAN KRITIS

BBM/KAJIAN KRITISBBM/KAJIAN KRITIS 13

penelitian, atau menulis makalah atau artikel ilmiah antara lain

sebagai berikut.

1. Makalah ilmiah yang disampaikan dalam forum resmi seperti

seminar, lokakarya, atau diskusi panel.

2. Artikel populer atau artikel ilmiah dalam surat kabar harian

maupun majalah.

3. Artikel dalam jurnal ilmiah, khususnya terkait jurnal dunia

pendidkan matematika.

4. Artikel dalam jurnal ilmiah online di internet.

5. Artikel ilmiah dari web-web resmi organisasi.

6. Artikel ilmiah yang disajikan secara perorangan dalam

weblog atau situs pertemuan.

7. Buku-buku terpublikasi (khususnya yang ber-ISSN) terutama

mengenai atau yang terkait dengan pendidikan bahasa,

IPA,IPS.

Beberapa pertimbangan yang dapat dijadikan bahan

kajian/rujukan;

1. Memiliki tingkat keilmiahan tinggi meliputi artikel dalam

jurnal ilmiah, laporan penelitian, dan buku bacaan.

2. Artikel yang terbaru (up to date), minimal 5 tahun terakhir.

Untuk buku bacaan yang sesuai masih dimungkan yang

terbit 10 tahun terakhir.

3. Kesesuaian bahan bacaan yang akan dikaji dan dirujuk

dengan kepentingan gagasan yang akan diteliti atau ditulis

oleh penelaah.

G. Mengapa Pendidik (Guru) Perlu Melakukan Kajian

Kritis?

Beberapa hal yang menjadi pertimbangan mengapa

pendidik/guru perlu melakukan kajian kritis adalah:

1. untuk meningkatkan kompetensi pendidik/guru dalam

berpikir kritis dan membaca kritis sebab untuk melakukan

PB /IDENTIFIKASI MASALAH/09/IPA

Page 27: Kajian Kritis Revisi Acacia 9-10 Juli 2010

KAJIAN KRITIS

BBM/KAJIAN KRITISBBM/KAJIAN KRITIS 13

kajian kritis diperlukan keterampilan berpikir kritis dan

membaca kritis;

2. mendapatkan keuntungan yang banyak dari bahan

kepustakaan dan tidak terjebak pada opini atau pendapat

yang keliru dari suatu tulisan. Selain itu, dengan kajian kritis

diharapkan terhindar dari persepsi dan konsepsi yang salah

terhadap suatu tema tertentu.

3. Untuk melatih keterampilan dasar penelitian (research)

dalam menelaah, menganalisis, dan memilih bahan

kepustakaan.

H. Struktur Tulisan Kajian Kritis Terhadap Artikel atau

Buku

Menurut Sumardyono dan Ashari S (2010:24), dalam

menulis kajian kritis tidak ada contoh baku yang dapat dianut,

baik kajian kritis tentang artikel ataupun buku. Cara yang mudah

adalah mengikuti struktur artikel atau buku yang dikaji disertai

dengan analisis dan penilaian. Jika tulisan kajian kritis yang akan

dibuat ditujukan untuk diterbitkan pada suatu jurnal tertentu,

maka sebaiknya kita mengikuti aturan struktur tulisan yang

ditetapkan oleh jurnal tersebut.

Lebih lanjut menurut Sumardyono dan Ashari S (2010:25-

26) ada lima bagian yang harus dipenuhi dalam menulis kajian

kritis.

1.Pendahuluan

Isi pendahuluan menerangkan apa judul, siapa pengarang,

penjelasan umum mengenai topik artikel/buku, tujuan

penulisan artikel/buku, ringkasan mengenai apa yang

disimpulkan dari artikel/buku, argumentasi serta alasannya,

serta diakhiri dengan pernyataan umum mengenai penilaian

terhadap artikel/buku.

PB /IDENTIFIKASI MASALAH/09/IPA

Page 28: Kajian Kritis Revisi Acacia 9-10 Juli 2010

KAJIAN KRITIS

BBM/KAJIAN KRITISBBM/KAJIAN KRITIS 13

Umumnya bagian pendahuluan menghabiskan maksimal satu

halaman untuk kajian terhadap artikel dan maksimal tiga

halaman untuk kajian terhadap buku.

2. Rangkuman

Memaparkan ringkasan dari point-point pokok artikel/buku

beserta contoh-contohnya. Selain itu dapat juga memuat

penjelasan mengenai maksud penulis artikel/buku dan

bagaimana artikel/buku disusun/diorganisasi. Panjang bagian

rangkuman artikel/buku sekitar sepertiga dari tulisan kajian

kritis.

3. Kritik

Pemaparan kritik harus seimbang antara diskusi dengan

penilaian terhadap kelebihan, kelemahan, dan hal-hal krusial

(penting) dari artikel/buku. Dasar pertimbangan pada kriteria

yang khusus, dan sertakan literatur lain untuk mendukung

penilaian Anda. Berikut beberapa saran dalam menyusun

kritik.

a. Mulai dari simpulan terpenting baru pada simpulan yang

kurang penting.

b. Bila penilaian Anda lebih bersifat positif, maka mulailah

dari penilaian yang negatif kemudian baru dikemukakan

yang bersifat positif. Sebaliknya bila penilaian Anda

bersifat negatif, maka mulailah dari penilaian positif baru

dilanjutkan dengan penilaian negatif.

c. Anda dapat juga menulis rekomendasi agar artikel/buku

tersebut dapat dikembangkan terkait dengan gagasan dan

pendekatan penelitian/kajian; kerangka teori yang

digunakan untuk mengkaji juga dapat dimuat pada bagian

ini.

4. Simpulan

Bagian ini hanya terdiri dari beberapa paragraf saja. Paparkan

kembali secara umum keseluruhan penilaian terhadap

PB /IDENTIFIKASI MASALAH/09/IPA

Page 29: Kajian Kritis Revisi Acacia 9-10 Juli 2010

KAJIAN KRITIS

BBM/KAJIAN KRITISBBM/KAJIAN KRITIS 13

artikel/buku dan nyatakan secara umum rekomendasi yang

diusulkan. Jika perlu, beberapa penjelasan tentang penilaian

kita dapat ditulis sehingga tampak bahwa kritik kita cukup adil

dan beralasan.

5. Referensi

Jika Anda menggunakan sumber kepustakaan lain dalam

kajian tersebut, maka harus dinyatakan sebagai daftar

pustaka pada bagian ini secara jelas.

I. Bahan Refleksi

Setelah Anda mempelajari uraian materi kajian kritis,

selanjutnya cermati, renungkan dan jawablah pertanyaan-

pertanyaan berikut ini!

1. Sebutkan dan jelaskan berapa kata kunci yang mewakili

konsep kajian kritis?

2. Pilihlah majalah dan carilah judul yang terkait dengan

“resensi buku”. Cermatilah isi resensi buku tersebut. Apakah

resensi buku tersebut termasuk kajian kritis?

3. Carilah beberapa artikel yang merupakan hasil kajian kritis,

yaitu tulisan yang memiliki bagian judul; kajian kritis, telaah

kritis, atau tinjauan kritis. Cermati struktur organisasi

penulisan yang dipergunakan, lalu temukan perbedaan dan

kesamaannya!

4. Sebut dan jelaskan struktur tulisan kajian kritis terhadap

artikel atau buku.

5. Apakah perbedaan antara tulisan hasil kajian kritis dengan

artikel pada umumnya? Jelaskan masing-masing dengan

singkat!

PB /IDENTIFIKASI MASALAH/09/IPA

Page 30: Kajian Kritis Revisi Acacia 9-10 Juli 2010

KAJIAN KRITIS

BBM/KAJIAN KRITISBBM/KAJIAN KRITIS 13

PB /IDENTIFIKASI MASALAH/09/IPA

Page 31: Kajian Kritis Revisi Acacia 9-10 Juli 2010

KAJIAN KRITIS

BBM/KAJIAN KRITISBBM/KAJIAN KRITIS 13

Lampiran 3:

CARA MENULIS KAJIAN KRITIS TERHADAP

SUATU ARTIKEL ATAU BUKU

Dalam kajian kritis, selain diperlukan pemahaman

mengenai kajian kritis, diperlukan juga cara atau tahap-tahap

bagaimana menulis suatu kajian kritis. Uraian dalam bacaan

berikut ini disadur dari Modul Suplemen Matematika Program

BERMUTU Tahun 2010 dengan judul “Kajian Kritis dalam

Pembelajaran Matematika di SD” oleh Sumardyono dan Ashari S,

halaman 27-30, diterbitkan oleh PPPPTK Matematika Yogyakarta.

A.Meringkas dan menyatakan kembali isi artikel/buku

Meringkas berarti menciutkan isi artikel/buku dengan cara

menentukan hal-hal penting atau inti utama dari isi. Tulisan

yang berisi ringkasan sebaiknya sekitar seperempat atau

sepertiga dari tulisan kajian kritis. Berikut ini salah satu cara

untuk mendapatkan ringkasan yang baik.

1. Lihat bagian judul, pendahuluan, dan simpulan (baca

abstrak jika ada) pada artikel/buku untuk mendapatkan

gambaran umum mengenai hal /inti yang penting atau

tema utama artikel/buku.

2. Baca artikel/buku tanpa membuat cacatan sendiri, secara

sepintas untuk mendapatkan gambaran umum dari tujuan

dan ide dasar artikel/buku.

3. Baca kembali artikel/buku dengan hati-hati, garisbawahi

kalimat yang terkait dengan tema dan inti dari informasi

(buat cacatan).

4. Contoh dan bukti dalam artikel/buku tidak perlu dalam

tahap meringkas, tetapi mungkin diperlukan pada saat

menuliskan kritik untuk memperkuat penilaian kita.

PB /IDENTIFIKASI MASALAH/09/IPA

Page 32: Kajian Kritis Revisi Acacia 9-10 Juli 2010

KAJIAN KRITIS

BBM/KAJIAN KRITISBBM/KAJIAN KRITIS 13

5. Terakhir, berdasarkan catatan sendiri atau kalimat-kalimat

pokok pada artikel/buku yang kita garisbawahi, buat

ringkasan dengan cara menyatakan kembali apa yang telah

dikaji dengan menggunakan bahasan pengkaji sendiri

(parafrase).

Berikut ini beberapa saran dalam melakukan parafrase:

1. Kaji ringkasan Anda terhadap artikel/buku.

2. Tulis kembali dengan kata-kata Anda dengan

menggunakan kalimat yang lengkap.

3. Gunakan bahasa reportase atau informasi tentang apa

yang ditulis oleh penulis artikel/buku, misalnya; “Penulis

buku ini beranggapan bahwa ...”, atau “Armando

menyimpulkan....”

4. Jangan lupa, apabila menggunakan kalimat khusus dari

artikel/buku, berikan tanda petik. Usahakan sesedikit

mungkin mengutip redaksi secara langsung dari

artikel/buku.

B. Melakukan kritik (perangkuman dan penilaian

mendalam)

Tahapan inilah yang menjadi bagian utama dari kajian kritis.

Pada tahap ini yang perlu diidentifikasi adalah:

1. Asumsi-asumsi yang sesungguhnya perlu tetapi belum

digunakan oleh penulis.

2. Argumentasi penulis yang tidak logis atau bias (tidak jelas).

3. Kegunaan atau maksud tambahan dari artikel/buku yang

belum jelas atau tidak dinyatakan oleh penulis.

4. Penilaian baik kelebihan dan kelemahan dari artikel/buku

berdasarkan kriteria yang khusus/jelas.

5. Berikut ini ada beberapa langkah lebih rinci yang dapat

dijadikan pedoman dalam melakukan kajian kritis.

PB /IDENTIFIKASI MASALAH/09/IPA

Page 33: Kajian Kritis Revisi Acacia 9-10 Juli 2010

KAJIAN KRITIS

BBM/KAJIAN KRITISBBM/KAJIAN KRITIS 13

a. Signifikansi (keberartian) dan kontribusi (sumbangan)

terhadap topik kajian.

1) Apa yang menjadi tujuan penulisan artikel/buku

2) Apa yang menjadi nilai tambah artikel/buku ini? (Baik

terhadap teori, data, maupun kepentingan praktis)

3) Apa hubungan tulisan ini dengan literatur lain pada

bidang kajian yang sama?

4) Hal apa yang terlupakan atau tidak dinyatakan oleh

penulis?

5) Apakah tema yang dibahas oleh penulis merupakan

suatu masalah penting?

6) Pendekatan apa yang dipergunakan oleh penulis? Bila

hasil penelitian, pendekatan penelitian apa? Seberapa

objektif pendekatan yang dipergunakan?

7) Apakah hasil atau kesimpulan yang disuguhkan valid

(tepat) dan reliabel (dapat dipercaya)?

8) Kerangka analisis yang bagaimana yang dipergunakan

untuk mendiskusikan hasil atau data oleh penulis?

b. Alasan dan penggunaan bukti/data

1) Apakah masalah, pernyataan, dan hipotesis (jika ada)

telah dinyatakan secara jelas?

2) Apakah ada klaim (dugaan) yang dibuat penulis?

3) Apakah alasan yang dikemukakan penulis konsisten

dengan hasil atau data?

4) Data jenis apa yang sesungguhnya menjadi dasar

penulisan oleh penulis? Apakah data faktual atai

teoritis? Aktual atau kadaluarsa?

5) Apakah bukti yang disuguhkan sudah valid dan reliabel?

6) Simpulan apa yang dirumuskan? Apakah sudah jelas?

7) Apakah simpulan yang dikemukakan memiliki alasan

yang kuat?

PB /IDENTIFIKASI MASALAH/09/IPA

Page 34: Kajian Kritis Revisi Acacia 9-10 Juli 2010

KAJIAN KRITIS

BBM/KAJIAN KRITISBBM/KAJIAN KRITIS 13

c. Gaya penulisan dan struktur tulisan

1) Apakah gaya penulisan cocok dengan pembaca yang

dituju?

2) Apakah topik telah diorganisasi dengan baik dalam

struktur tulisan?

Dari uraian di atas, Anda tidak perlu menghapal tahap demi

tahap tetapi yang perlu adalah Anda memahami bagian utama

dari petunjuk atau rambu-rambu di atas. Dalam mengajukan

pertanyaan akan berlangsung dengan alami.

C. Bahan Refleksi

1. Menurut Anda, hal apakah yang paling penting

menggambarkan suatu hasil kajian yang kritis?

2. Menurut Anda, manakah hal yang penting ketika

mengkritisi buku/artikel apakah memaparkan kelebihan

atau kelemahannya?

3. Ketika mengkaji artikel/buku, hal apakah yang paling

penting untuk dikritisi?

4. Apabila pakar atau ahli mengatakan suatu buku itu baik,

menurut pendapat Anda apakah buku tersebut tidak tidak

perlu dikritisi lagi? Jelaskan dengan singkat!

PB /IDENTIFIKASI MASALAH/09/IPA

Page 35: Kajian Kritis Revisi Acacia 9-10 Juli 2010

KAJIAN KRITIS

BBM/KAJIAN KRITISBBM/KAJIAN KRITIS 13

Lampiran 4:

KAJIAN KRITIS TERHADAP LAPORAN HASIL PENELITIAN

TINDAKAN KELAS

Uraian dalam bacaan berikut ini disadur dari Modul Suplemen

Matematika Program BERMUTU Tahun 2010 dengan judul

“Kajian Kritis dalam Pembelajaran Matematika di SD” oleh

Sumardyono dan Ashari S, halaman 49-57, diterbitkan oleh

PPPPTK Matematika Yogyakarta.

A. Konsep Dasar PTK dan Laporan Hasil PTK

1. Apa komponen dari laporan hasil PTK?

2. Bagaimana mengkaji secara kritis terhadap laporan PTK?

Kemampuan dalam melakukan kegiatan penelitian kelas atau PTK

merupakan salah satu komponen dalam peningkatan profesional

secara berkelanjutan atau Continuous Proffesional Development (CPD).

Agar dapat melakukan penelitian jenis PTK, para guru seharusnya

memiliki pemahaman yang mendalam mengenai PTK dan memiliki

pengalaman dalam melakukan kegiatan penelitian jenis PTK.

PB /IDENTIFIKASI MASALAH/09/IPA

Page 36: Kajian Kritis Revisi Acacia 9-10 Juli 2010

KAJIAN KRITIS

BBM/KAJIAN KRITISBBM/KAJIAN KRITIS 13

Salah satu usaha dalam rangka mengasah dan meningkatkan

pemahaman mengenai PTK adalah mendiskusikan secara intensif

laporan penelitian tindakan kelas yang telah ada atau yang dibuat oleh

teman sejawat. Kegiatan ini secara sistematis dapat terwadahi dalam

aktivitas melakukan secara kritis terhadap laopran PTK Selain itu, bagi

pengkritisi kegiatan kritis terhadap laporan PTK akan menjadi bahan

masukan yang berarti untuk perbaikan bahan pijakan melakukan

penelitian PTK. Untuk itu di bawah ini akan dijabarkan konsep-konsep

tentang PTK.

1. Konsep dasar PTK dan laporan hasil PTK

a. Bagaimana asal mula penelitian tindakan kelas?

Konsep penelitian tindakan kelas bermula dari ide Kurt Lewin tahun

1946. Lwein menggunakan pendekatan penelitian tindakan setelah

usianya perang dunia kedua dalam usaha menyelesaikan berbagai

masalah sosial. Ide tersbut kemudian disempurnakan dan

dikembangkan untuk tindakan kelas oleh para ahli sesudahnya,

antara lain oleh Stephen Corey tahun 1953 dan John Elliot tahun

1976.

b. Apa yag Anda ketahui tentang penelitian kelas?

PTK merupakan salah satu jenis penelitian tindakan action research

(AR) adalah bentuk penelaahan atau inkuiri melalui refleksi diri

yang dilakukan oleh peserta kegiatan pendidikan tertentu dalam

situasi sosial (termasuk pendidikan) untuk memperbaiki rasionalitas

dan kebenar dari (a)praktik sosial atau pendidikan yang mereka

lakukan sendiri, (b) pemahaman mereka terhadap praktik tersebut,

dan (c) situasi di tempat praktik itu dilaksanakan. Dari uraian

tersebut maka jelas bahwa karena pelaksanaan di kelas mana

disebut penelitian tindakan kelas (PTK) atau Classroom Action

Research (CAR). Dalam PTK ada beberapa kata kunci yang harus

diperhatikan adalah: “Penelitian”, “Tindakan”, dan “Kelas”. Konsep

dari penelitian ini adalah mengandung makna bahwa kegiatan

tersebut merupakan kegiatan sistematis, logis/rasional, dan

berdasarkan suatu metodologi atau cara yang dapat

dipertanggungjawabkan. Ciri khas dari PTK adalah suatu rangkaian

PB /IDENTIFIKASI MASALAH/09/IPA

Page 37: Kajian Kritis Revisi Acacia 9-10 Juli 2010

KAJIAN KRITIS

BBM/KAJIAN KRITISBBM/KAJIAN KRITIS 13

kegiatan yang berulang (siklus) yang meliputi: perencanaan, aksi, ,

pemantauan dan pengumpulan data, serta refleksi atau evaluasi.

Atau evaluasi. Selain itu, konsep tindakan juga mengandung

mengertian bahwa proses penelitian dilakukan pada setting yang

alami dalam pengertian siswa, guru, kurikulum, dan tujuan

pembelajaran berjalan seperti apa adanya. Usaha tindakan yang

dilakukan semata-mata untuk memecahkan masalah nyata terkait

proses dan hasil pembelajaran. Konsep “kelas” bukan dimalsud

sebagai proses kegiatan tetapi lebih pada sekelompok siswa

dalam waktu yang sama menerima pelajaran dari guru yang sama.

Oleh karena itu masalah PTK sangat beragam antara lain dapat

berhubungan dengan kualitas pembelajaran, prestasi siswa, kinerja

guru, efektifitas media pembelajaran, metode pembelajaran, materi

pembelajaran, dan banyak lagi masalah lainnya yang dapat diteliti

terkait dengan hasil proses pembelajaran itu sendiri.Kajian dalam

proses pembelajaran merupakan ciri atau hal penting dan ini pula

yang melahirkan pentinya kegiatan “Refleksi” sebab yang

melakukan aksi adalah peneliti sendiri. Tetapi guru juga dapar

berkolaborasi dengan dengan sejawatnya, yang penting adalah guru

mata pelajaran serumpun. (Suhardjono, 2009).

c. Apakah Tujuan PTK?

Tujuan PTK adalah memecahkan masalah yang terjadi di kelas

sekaligus mencari jawaban ilmiah (rasional) mengapa masalah

tersebut dapat dipecahkan dengan aksi atau tindakan yang dipilih.

Dengan demikian PTK diharapkan dapat meningkatkan kualitas

pembelajaran. Manfaat PTK bagi guru adalah untuk meningkatkan

kegiatan nyata dalam pengembangan profesi.

d. Bagaimana kerangka umum laporan PTK?

Secara umum laporan PTK mengikuti kerangka sebagai berikut.

1. Halaman judul

2. Halaman pengesahan atau pernyataan dari kepala sekolah yang

menegaskan keaslian tulisan dari si penulis

3. Abstrak atau ringkasan

4. Kata pengantar

PB /IDENTIFIKASI MASALAH/09/IPA

Page 38: Kajian Kritis Revisi Acacia 9-10 Juli 2010

KAJIAN KRITIS

BBM/KAJIAN KRITISBBM/KAJIAN KRITIS 13

5. Daftar isi, dan

6. Daftar tabel, daftar gambar, daftar lampiran (bila ada)

Bagian isi, umumnya terdiri atas beberapa bab sebagai berikut.

Bab I Pendahuluan yang menjelaskan tentang latar belakang masalah,

perumusan masalah, dan cara pemecahan masalah (melalui

rencana tindakan yang dilakukan), tujuan manfaat hasil penelitian

(terutama: potensi untuk memperbaiki atau meningkatkan

kualitas isi, proses, masukan, atau hasil pembelajaran).

Bab II Kajian teoritik atau tinjauan pustaka yang menumbuhkan

gagasan mendasari ulasan rancangan penelitian tindakan

(khususnya kajian teori yang berkaitan dengan tindakan yang

akan dilakukan), prtunjuk proses tindakan, serta landasan

berpijak dan operasional dalam melaksanakan tindakan. Pada

intinya kajian teoritik diperlukan untuk membangun suatu

kerangka berpikir bahwa tindakan yang dipilih memungkinkan

untuk memecahkan masalah yang dihadapi. Pada akhir bab,

dikemukakan hipotesis tindakan apabila diperlukan.

Bab III Metodologi penelitian yang menjelaskan fakta dan kerangka

kerja mengenai, apa, siapa, di mana, dan bagaimana tindakan

dilakukan. Dalam bab ini dijelaskan tentang setting (tempat,

waktu, dan kondisi) penelitian, tentang prosedur penelitian

(terutama: prosedur perencanaan tindakan, prosedur

pelaksanaan tindakan, prosedur pelaksanaan observasi dan

pengumpulan data beserta instrumen yang digunakan, dan

prosedur pelaksanaan refleksi. Yang harus dikemukakan secara

jelas dalam bagian ini adalah langkah-langkah tindakan secara

rinci.

Bab IV Hasil penelitian dan pembahasan yang menyajikan gambaran

riil dan rinci mengenai pelaksanaan tindakan, dimulai dari

pengaturan siswa, penjelasan jalannya pembelajaran siklus demi

siklus disertai data yang lengkap dan cacatan atau rekaman.

Yang adalah diulas sebagai bagian dari refleksi dan perubahan

tindakan siklus berikutnya. Akhir dari bab ini pembahasan

memuat tentang pendapat peneliti berhasil dan tidaknya proses

tindakan yang telah dilakukan untuk keseluruhan siklus.

PB /IDENTIFIKASI MASALAH/09/IPA

Page 39: Kajian Kritis Revisi Acacia 9-10 Juli 2010

KAJIAN KRITIS

BBM/KAJIAN KRITISBBM/KAJIAN KRITIS 13

Bab V Simpulan dan saran yang memuat simpulan dari pembahasan di

Bab IV terkait dengan tujuan PTK serta saran-saran yang terkait

berhasil tidaknya tindakan tersebut serta tundak lanjut atau

kemungkinan untuk memperoleh hasil yang maksimal.

Bagian penunjang

Bagian ini terdiri atas daftar pustaka dan lampiran-lampiran yang

diperlukan untuk menunjang isi laporan. Daftar pustaka ditulis

menurut sistem penulisan yang dianut atau yang berlaku. Lampiran

harus ada adalah semua instrumen yang digunakan dalam

penelitian. Contoh hasil kerja dalam pengisian/pengerjaan instrumen

baik oleh guru guru maupun siswa, dokumen pelaksanaan penelitian

yang lain seperti foto-foto kegiatan, daftar hadir , dan lain-lain.

B. Kajian Kritis terhadap Laporan Hasil PTK

Berdasarkan konsep dasar yang telah dibahas pada kegiatan

belajar sebelumnya, maka dapat disusun kerangka kajian

kritis terhadap laporan PTK. Berikut ini hal-hal yang perlu

dicermati terkait kerangka tersebut.

Apakah laporan PTK memuat sifat-sifat khas PTK

berikut ini?

1. Memecahkan masalah nyata yang terjadi dalam

pembelajaran

2. Berkenaan dengan perbaikan mutu praktik

pembelajaran

3. Berfokus pada proses pembelajaran

4. Ada tindakan nyata yang jelas yang dilakukan dengan

sengaja

5. Berdasarkan jawaban ilmiah (rasional dan terpercaya)

dalam memilih tindakan

6. Tindakan yang diberikan bersifat kreatif dan inovatif

PB /IDENTIFIKASI MASALAH/09/IPA

Page 40: Kajian Kritis Revisi Acacia 9-10 Juli 2010

KAJIAN KRITIS

BBM/KAJIAN KRITISBBM/KAJIAN KRITIS 13

7. Tindakan yang diberikan berbeda dari yang biasa

dilakukan dalam praktik pembelajaran sebelumnya

8. Tindakan yang dilakukan tidak mengubah setting kelas

(siswa, guru, kurikulum, tempat).

9. Dilakukan minimal dua siklus kegiatan

Apakah laporan hasil PTK telah sesuai dengan kriteria

laporan hasil PTK yang menggambarkan situasi proses

tindakan serta paparan analisis yang logis dan terjalin

runtut?

1. Bab I

a. Apakah latar belakang telah memuat situasi nyata di

kelas yang menjadi sumber permasalahan?

b. Apakah latar belakang telah memuat alternatif solusi

melalui suatu tindakan?

c. Apakah argumentasi logis pemilihan tindakan yang

diusulkan tersebut telah dikemukakan?

d. Apakah perumusan masalah telah dinyatakan

dengan jelas dan menggunakan kalimat tanya?

e. Apakah cara pemecahan masalah telah diungkapkan

dalam bentuk suatu tindakan?

f. Apakah tujuan penelitian telah dinyatakan sesuai

dengan perumusan masalah?

g. Apakah manfaat penelitian telah dinyatakan secara

eksplisit bagi subjek kelas, yaitu guru dan siswa?

2. Bab II

a. Apakah teori tentang variabel-variabel penelitian

telah dikaji dan dikemukakan dengan cukup jelas?

b. Apakah teori dari kepustakaan tentang uraian proses

dari tindakan yang dipilih telah dikemukakan dengan

cukup jelas?

PB /IDENTIFIKASI MASALAH/09/IPA

Page 41: Kajian Kritis Revisi Acacia 9-10 Juli 2010

KAJIAN KRITIS

BBM/KAJIAN KRITISBBM/KAJIAN KRITIS 13

c. Apakah hasil-hasil penelitian yang relevan yang

mendukung pemilihan tindakan telah dikemukakan?

d. Apakah terdapat uraian tentang kerangka teori yang

membangun justifikasi (pembenaran) pemilihan

tindakan?

e. Apakah pada bagian akhir telah dikemukakan

pernyataan yang merupakan hipotesis tindakan?

3. Bab III

a. Apakah prosedur penelitian telah dinyatakan secara

jelas?

b. Apakah setting penelitian dinyatakan secara jelas?

(kondisi dan karakteristik tempat, subjek - guru dan

siswa, dan waktu penelitian)

c. Apakah variabel-variabel penelitian telah dijelaskan

secara rinci?

d. Apakah rencana tindakan telah dirumuskan dengan

jelas dan operasional?

e. Apakah siklus penelitian telah dirinci teknis

pelaksanaannya?

f. Apakah teknik dan instrumen pengumpulan data

cukup beragam dan dinyatakan dengan jelas?

g. Apakah instrumen pengumpulan data telah dijamin

validitas dan reliabilitasnya, termasuk aspek

kemudahan dan ekonomisnya?

h. Apakah perangkat pembelajaran yang diperlukan

(RPP, skenario, media, tes, dan lain-lain) telah

diidentifikasi dengan jelas?

i. Apakah teknik analisis data yang digunakan sudah

sesuai dan memadai?

j. Apakah interpretasi (penafsiran) data yang diperoleh

telah dijelaskan?

PB /IDENTIFIKASI MASALAH/09/IPA

Page 42: Kajian Kritis Revisi Acacia 9-10 Juli 2010

KAJIAN KRITIS

BBM/KAJIAN KRITISBBM/KAJIAN KRITIS 13

k. Apakah indikator kinerja tindakan (kriteria

keberhasilan di mana siklus dapat dihentikan) telah

dirumuskan secara proposional dan logis?

4. Bab IV

a. Apakah deskripsi (uraian) kejadian tiap siklus

dinyakan dengan jelas dan rinci?

b. Apakah perencanaan siklus berikutnya merupakan

hasil refleksi siklus sebelumnya?

c. Apakah tindakan yang dilakukan sudah sesuai

dengan perencanaan?

d. Apakah observasi dan pengumpulan data telah

sesuai dengan yang diharapkan?

e. Apakah data hasil observasi dan pengumpulan data

telah memadai?

f. Apakah refleksi dilakukan dengan baik dan

g. Apakah waktu pelaksanaan tindakan dikelola secara

maksimal?

h. Apakah kelemahan dan kelebihan tindakan (proses)

dibahas secara jelas (melebihi penjelasan hasil tindakan

(produk))?

i. Apakah prestasi dan kondisi siswa telah dipaparkan

dengan jelas dan logis?

j. Apakah terdapat interpretasi atau penafsiran tentang

layak tidaknya tindakan serupa diterapkan oleh pihak

lain? Jika ada, apa kondisi atau syarat yang perlu

dipertimbangkan?

5. Bab V

a. Apakah simpulan benar-benar terkait dengan

permasalahan penelitian?

b. Apakah saran telah dinyatakan sesuai dengan

temuan penelitian?

PB /IDENTIFIKASI MASALAH/09/IPA

Page 43: Kajian Kritis Revisi Acacia 9-10 Juli 2010

KAJIAN KRITIS

BBM/KAJIAN KRITISBBM/KAJIAN KRITIS 13

Apakah laporan PTK sudah memenuhi kriteria:APIK

(Asli, Perlu, Ilmiah, Konsisten), penggunaan bahasa

yang jelas dan benar, informasi tambahan yang

lengkap, dan azas kepatutan dalam penelitian (ijin,

keaslian, dan lain-lain)?

1. Apakah uraian dari bab yang satu menuju bab berikutnya

memiliki kaitan yang berkelanjutan?

2. Apakah ada penjelasan tentang tim peneliti (apakah guru

sebagai peneliti tunggal, ataukah terdapat peneliti selain

guru baik sebagai kolaboran maupun asisten)?

3. Apakah terdapat penjelasan mengenai jadwal kegiatan

penelitian?

4. Apakah daftar pustaka telah cukup memadai dan lengkap

keterangan setiap pustaka/buku?

5. Apakah terdapat surat ijin terkait penelitian ini?

6. Apakah terdapat lampiran yang memperlihatkan rekaman

data hasil observasi dan pengumpulan data?

7. Apakah laporan menggunakan bahasan yang jelas, baik

dan benar menurut kaidah yang resmi?

PB /IDENTIFIKASI MASALAH/09/IPA

Page 44: Kajian Kritis Revisi Acacia 9-10 Juli 2010

KAJIAN KRITIS

BBM/KAJIAN KRITISBBM/KAJIAN KRITIS 13

Lampiran 5:

CONTOH HASIL KAJIAN KRITIS TERHADAP SUATU TULISAN/ARTIKEL

A. Tulisan yang Dikaji

Belajar Bahasa Indonesia dengan Diskusi

Oleh: A.M. Slamet SoewandiUniversitas Sanata Dharma

1. Pendahuluan

Pembelajaran (learning) bahasa harus dibedakan dengan pemerolehan (acquiring) bahasa. Jika pemerolehan bahasa terjadi secara tidak disengaja, maka pembelajaran bahasa diperoleh dengan sengaja. Jika pemerolehan bahasa terjadi karena kehendak kuat untuk menjadi bagian (bersoialisasi dengan) atau kehendak kuat untuk dianggap sebagai warga pemilik bahasa itu, maka pembelajaran bahasa terjadi karena "keinginan" untuk mengenali kehidupan orang-orang yang mempergunakan bahasa itu. Jika pemerolehan bahasa terjadi secara tidak direncanakan, dirancang, disistematisasikan, maka pembelajaran bahasa terjadi karena pihak lain merancangnya tahap demi tahap, bahan demi bahan, tujuan demi tujuan. Rancangan dari pihak lain dapat saja wujud konkretnya menjadi suatu modul atau program pembelajaran, yang tanpa bantuan orang lain--tanpa guru-- dapat dikuasainya. Jika pemerolehan bahasa terjadi melalui intake (bahan bahasa yang meaningful/contextual/functional), maka pembelajaran bahasa dapat saja terjadi melalui bahan-bahan bahasa tanpa konteks.

Karena diketahui hasilnya sangat efektif, maka cara memperoleh (acquiring) bahasa seperti disebutkan di atas diadopsi ke dalam pembelajaran (learning) bahasa. Muncullah karena itu cara pembelajaran kontekstual, di mana materi bahasa dirakit dalam suatu konteks, dipilih sesuai dengan tingkat keseringan kemunculannya, dan dipilih berdasarkan konteks fungsional. Itulah sebabnya, pemilihan

PB /IDENTIFIKASI MASALAH/09/IPA

Page 45: Kajian Kritis Revisi Acacia 9-10 Juli 2010

KAJIAN KRITIS

BBM/KAJIAN KRITISBBM/KAJIAN KRITIS 13

materi bahasa harus juga mendasarkan faktor sosiolinguistis dan pragmatis. Faktor sosiaolinguistis menentukan pilihan-pilihan variasi sosiolinguistis: siapa mitra bicara, dalam konteks apa berbicara, saluran apa yang dipilih, tujuan apa yang dicapai. Faktor pragmatis menentukan pilihan-pilihan variasi kebahasaan berdasarkan tingkat keresmian komunikasi.

Mempelajari bahasa berdasarkan ciri-ciri seperti yang terjadi pada pemerolehan bahasa itulah yang secara khusus disebut mempelajari bahasa dengan pendekatan komunikatif. Tujuan pokok dari belajar bahasa dengan pendekatan itu adalah dicapainya kemampuan berkomunikasi pada diri pembelajar. Oleh karena itu, fungsi-fungsi bahasa menjadi pandom (penuntun) pemilihan variasi-variasi bahasa, yang meliputi variasi ucapan, pilihan kosa kata, pilihan bentuk kata, pilihah frasa, klausa, jenis kalimat, urutan unsur-unsur kalimat, bahkan pilihan jenis wacana tertentu. Karena fungsi bahasa harus menuntun pilihan variasi bahasa, maka mau tidak mau konteks ( wacana) menjadi pandon penting.

2. Tujuan Belajar Bahasa Indonesia sebagai Bahasa Asing Mempelajari bahasa Indonesia sebagai bahasa asing (termasuk

mempelajari bahasa lain sebagai bahasa asing) memiliki tujuan, yaitu tercapainya keterampilan berbahasa pada diri si belajar (learner). Ia menjadi dapat berbahasa, dapat berhubungan dengan masyarakat pemakai bahasa tersebut. Namun demikian, perlu dibedakan adanya dua jenis tujuan, yaitu umum dan khusus. Jika seseorang mempelajari bahasa asing semata-mata untuk dapat berkomunikasi keseharian dengan penutur bahasa itu, maka tujuan yang tercapai adalah tujuan umum. Tercapainya tujuan umum seperti ini mempersyaratkan tercapainya keterampilan yang disebut BICS (basic interpersonal communication skills). Oleh karena itu, tekanan penguasaan adalah bahasa sehari-hari sehingga dapat dipergunakan untuk kepentingan praktis, misalnya bagaimana si belajar menyapa, menawar, menolak, mempersilakan, mengucapkan terima kasih, menyatakan penyesalan, mengajak, meminta izin, memintakan izin, menyela, menyudahi percakapan, berpamitan, memperkenalkan diri, memperkenalkan temannya, mengeluh, memuji, memberi dan membalas salam, berobat, menelepon, pergi ke bank, dan sebagainya.

Sebaliknya, jika seseorang ingin mempelajari konsep-konsep dan prinsip-prinsip yang diungkapkan dalam bahasa itu, maka tujuan yang tercapai adalah tujuan khusus. Misalnya, ia ingin mempelajari kepercayaan yang dianut suatu suku bangsa, atau mempelajari kebudayaan suatu suku bangsa. Tercapainya tujuan seperti ini mempersyaratkan tercapainya keterampilan yang disebut CALP (cognitive/academic language proficiency).

PB /IDENTIFIKASI MASALAH/09/IPA

Page 46: Kajian Kritis Revisi Acacia 9-10 Juli 2010

KAJIAN KRITIS

BBM/KAJIAN KRITISBBM/KAJIAN KRITIS 13

Tentu saja, bahan yang diajarkan untuk dua jenis tujuan itu berbeda meskipun pendekatan yang dipergunakan sama; bahkan ciri-ciri kebahasaan bahasa Indonesia yang diajarkan juga berbeda. Soewandi (1993) menyingkat ciri khas bahasa untuk tujuan tercapainya BICS menjadi lima kecenderungan: (1) dipergunakannya bentuk- bentuk kata yang tidak formal, (2) dipergunakannya kosa kata tidak baku, (3) dihilangkannya imbuhan-imbuhan kata (afiks) dan kata-kata tugas yang tidak menimbulkan salah tafsir, (4) penulisan yang tidak baku, dan (5) dipakainya susunan kalimat yang sederhana dan lebih cenderung tidak lengkap. Sebaliknya, ciri khas bahasa untuk tujuan tercapainya CALP ada lima kecenderungan, yaitu ditekankannya penggunaan: (1) bentuk-bentuk kata yang baku, (2) kosa kata teknis dan baku, (3) imbuhan dan kata-kata tugas secara lengkap, (4) kaidah-kaidah penulisan, dan (5) susunan kalimat yang baku, lengkap unsurnya, dan pada umumnya lebih kompleks.

Pembelajar bahasa Indonesia sebagai bahasa asing dapat memilih salah satu dari kedua tujuan itu meskipun dapat saja keduanya. Hanya saja, untuk dapat.menguasai CALP, dituntut dimiliknya BICS lebih dahulu. Mengapa? Karena mereka yang mempelajari bahasa dengan tujuan CALP pada umunya mereka yang ingin mendalami salah satu aspek dari kegiatan manusia Indonesia, entah mendalami kebudayaannya, kehidupan sosialnya, atau politiknya, atau manusianya sebagai paguyupan tertentu (antropologis). Untuk dapat mencapai tujuan itu, secara metodologis ia harus menjadi bagian dari kehidupan yang ingin dikenali. Oleh karena itu, mau tidak mau, penguasaan BICS menjadi penolong yang penting dalam penemuan data yang diinginkan. Karena pada umumnya pembelajaran bahasa dibedakan menjadi tiga tingkat--permulaan, tengahan dan lanjutan--kiranya pembelajaran dengan diskusi hanya cocok diterapkan pada pembelajaran bahasa dengan tujuan tercapainya CALP; berarti hanya cocok bagi mereka yang sudah ada di tingkat lanjutan.

Judul makalah itu mengacu, tentu saja, pada tercapainya tujuan belajar bahasa pada tingkat CALP. Mengapa? Karena belajar dengan diskusi mengandaikan "penguasaan bahasa" sudah terpenuhi. Pada tingkat CALP ini, pada umumnya kursus-kursus bahasa Indonesia bagi orang asing menuntut tercapainya profil kompetensi : (1) mampu berbicara tentang topik-topik tertentu sesuai dengan bidang minatnya dengan bahasa Indonesia yang baik dan benar; (2) mampu mendengarkan pembicaraan dalam seminar, mendengarkan berita-berita dari radio dan televisi; (3) mampu membaca teks-teks asli (di majalah, atau surat kabar, terutama untuk memahami ide-ide yang ada di dalamnya), dan (4) mampu mengungkapkan gagasannya secara tertulis dalam bentuk karangan ilmiah. Jika pembelajaran pada tingkat BICS si belajar masih lebih berkutat pada penguasaan bahasa sebagai

PB /IDENTIFIKASI MASALAH/09/IPA

Page 47: Kajian Kritis Revisi Acacia 9-10 Juli 2010

KAJIAN KRITIS

BBM/KAJIAN KRITISBBM/KAJIAN KRITIS 13

bekalnya, maka tekanan pembelajaran pada tingkat CALP lebih-lebih pada bagaimana dengan bekal bahasanya itu ia dapat memahami dan mengungkapkan idenya kepada mitra diskusi. Ini tidak berarti bahwa bekal bahasanya sudah dikuasainya secara sempurna. Si belajar masih tetap mempelajari bahasanya, tetapi boleh dikatakan sudah pada tingkat "menyempurnakan/memperbaiki".

3. Diskusi sebagai Salah Satu Bentuk Pembelajaran Bahasa Asing

Istilah diskusi di sini berupa suatu konstruk yang oleh penulis diisi pengertian yang sedikit berbeda dengan istilah diskusi dalam kaitannya dengan debat, dan diskusi dalam kaitannya dengan bentuk pembelajaran pada umumnya. Pengertian umum diskusi adalah membicarakan suatu masalah oleh para peserta diskusi dengan tujuan untuk menemukan pemecahan yang paling baik berdasarkan berbagai masukan. Sebaliknya, debat adalah pembicaraan tentang suatu masalah dengan tujuan untuk memenangkan atau mempertahankan pendapat yang dimiliki oleh peserta debat. Sangat mungkin, pendapat yang dimenangkan bukan yang terbaik.

Diskusi sebagai suatu bentuk pembelajaran umum adalah suatu cara pembelajaran di mana peserta didik (murid, mahasiswa) mendiskusikan (membicarakan, mencari jawaban bersama) dengan cara saling memberikan pendapatnya, kemudian disaring untuk ditemukan kesimpulan. Tentu saja persyaratan terjadinya pembelajaran dengan diskusi adalah bahwa bahasa benar-benar sudah sangat dikuasai oleh peserta didik. Guru tidak lagi memberikan perhatian pada bahasa, melainkan pada isi atau materi diskusi.

Diskusi di dalam makalah ini diberi pengertian sebagai bentuk pembelajaran bahasa asing, di mana para peserta diskusi mengemukakan pendapatnya tentang suatu masalah (topik). Seseorang mempersiapkan pendapatnya secara tertulis dalam bentuk karangan pendek, kemudian disajikan di kelas. Yang lain memberikan tanggapan secara lesan. Kebenaran pendapat yang disampaikan, baik oleh penyaji makalah maupun teman-temannya, memang perlu diperhatikan, tetapi yang lebih ditekankan adalah bahasa yang dipergunakan benar atau tidak. Di samping itu, kesimpulan pendapat tidak perlu dituntut. Maka, tugas guru (instruktur) lebih pada merekam (mencatat) kesalahan-kesalahan bahasa apa saja yang dibuat oleh peserta diskusi.

Konteks diskusi di dalam makalah ini mirip dengan apa yang terjadi pada pelaksanaan perkuliahan seminar bahasa dan sastra, atau perkuliahan seminar pengajaran bahasa dan sastra di program studi atau jurusan bahasa dan sastra. Dalam pelaksanaan perkuliahan jenis ini, di samping diperhatikan tercapainya kompetensi sebagai

PB /IDENTIFIKASI MASALAH/09/IPA

Page 48: Kajian Kritis Revisi Acacia 9-10 Juli 2010

KAJIAN KRITIS

BBM/KAJIAN KRITISBBM/KAJIAN KRITIS 13

pemakalah dalam menulis makalah, menyajikan makalah, menjawab pertanyaan; dan tercapainya kompetensi sebagai pemandu, penambat, dan pembahas tertunjuk, juga masih diperhatikan bagaimana pembahasaan (cara mengungkapkan dengan bahasa) dalam makalah, bagaimana pemakaian bahasa dalam bertanya jawab, dan menuliskan tambatan.

Pembelajaran bahasa asing dengan diskusi jarang terjadi hanya dengan satu pertemuan, tanpa didahului oleh pertemuan-pertemuan pendahuluan. Mengapa? Karena untuk dapat berdiskusi diperlukan bahan diskusi. Oleh karena itu, sebelum bentuk pembelajaran diskusi dapat diterapkan perlu ada pembelajaran-pembelajaran dengan bentuk pembelajaran lain untuk tujuan membekali bahan, baik bahan diskusi maupun bahan bahasanya sebagai alat diskusi. Menurut pengalaman, dalam suatu kursus bahasa---berarti terjadi secara terencana, dari pertemuan ke pertemuan yang lain--pelaksanaan pembelajaran bahasa asing dengan diskusi menjadi efektif jika diawali dengan pertemuan-pertemuan sebelumnya dengan topik-topik yang berhubungan; baru pada awal pertemuan-pertemuan berikutnya (konkretnya pada awal minggu berikutnya) dilaksanakan pembelajaran dengan diskusi. Bahan diskusi berupa perpaduan (ramuan atau olahan) dari topik-topik yang dipelajari pada pertemuan-pertemuan sebelumnya..

Mengapa bentuk diskusi cocok untuk pencapaian bahasa tingkat CALP? Menurut pengalaman, belajar bahasa Indonesia sebagai bahasa asing dengan bentuk diskusi memiliki keuntungan-keuntungan berikut. Pertama, dengan diskusi, memang materi bahasa bagi pembelajar "tidak" menjadi fokus perhatian mereka. (Materi bahasa menjadi perhatian pada waktu persiapan diskusi, yaitu pada waktu pertemuan-pertemuan pendahuluan). Yang menjadi fokusnya justru bagaimana pembelajar mengemukakan pendapatnya dengan logika, data, dan gagasannya. Bagi pembelajar tingkat lanjutan, berarti pada tingkat dicapainya CALP, kemampuan berbahasa "sudah" mereka miliki. Jadi, rasa takut salah dalam berbahasa sudah berkurang, atau bahkan dapat dihindari. Kedua, dengan diskusi, pembelajar "dipaksa" mengemukakan pendapatnya. Keterpaksaan itu justru mendorong pembelajar--tanpa "takut" salah dalam berbahasa--dengan sekuat tenaga dan sebanyak yang dimiliki untuk digunakan pada waktu menjadi pemakalah, atau pembahas, atau pemandu, atau notulis (penambat). Ketiga, semua keterampilan--mendengarkan, berbicara, membaca, dan menulis--dipelajari. Keempat, bagi pembelajar lanjut, yang pada umumnya adalah mereka yang duduk di perguruan tinggi, karena terjadinya transfer of learning, apa yang pernah diperolehnya--dalam hal ini penguasaan tentang aturan-aturan membuat makalah, dan sebagainya--dengan mudah dapat dimanfaatkan.

PB /IDENTIFIKASI MASALAH/09/IPA

Page 49: Kajian Kritis Revisi Acacia 9-10 Juli 2010

KAJIAN KRITIS

BBM/KAJIAN KRITISBBM/KAJIAN KRITIS 13

4. Pelaksanaan Pembelajaran Bahasa dengan Diskusi Dengan memakai pengalaman mengajar beberapa tahun yang

lalu, maka pembelajaran bahasa Indonesia sebagai bahasa asing dengan diskusi perlu melalui pertemuan-pertemuan pendahuluan dengan materi diskusi yang saling berkaitan, dan dengan materi bahasa yang berkelanjutan. Pada pelaksanaan diskusinya sendiri terdapat kegiatan sebagai berikut. Seseorang ditunjuk menyajikan apa yang ditulis. Sebelumnya karangan yang disusunnya dibagikan kepada teman-temannya, dan kepada guru atau instrukturnya.

Karena diskusi di sini merupakan bentuk pembelajaran dan masih tetap ditekankan pada penyempurnaan penguasaan bahasa, maka tidak diperlukan pemandu khusus. Instruktur sendiri yang mengatur jalannya "diskusi", di samping tugasnya yang pokok, yaitu mencatat--syukur dapat merekam-- kesalahan yang dibuat, baik oleh pemakalah maupun oleh yang lain, terutama kesalahan pada pemilihan kosa kata, penulisan kata, pemakaian dan pemilihan bentuk kata, pengucapan kata dan kalimat, penyusuna kata menjadi kalimat, dan menjadi paragraf. Kesalahan-kesalahan bahasa yang dibicarakan lebih ditekankan pada penyimpangannya dari kebakuan bahasa seperti yang diuraikan di muka sebagai ciri diperolehnya kompetensi CALP. Unsur sosiolinguistis dan pragmatis dari penggunaan bahasa itu juga perlu diperhatikan. Jika dianggap perlu dapat ditambahkan cultural notes dan etika berdiskusi. Tentu saja, karena dalam kursus-kursus bahasa asing terkandung unsur promosi, instruktur perlu juga bercerita sebagai pelengkap (pengayaan) terhadap topik-topik itu. (sayang tidak tersimpan satu contoh makalah yang peserta waktu itu).

Poedjosoedarmo (2001) memberikan data yang menarik., yang terjadi di Amerika serikat sebagai berikut.

“ To attain an advanced level of competence, for example in the USA, where English is a native language, in most universities students are required to take a test on English, and it means a test on writing essay. This is why, books on Essay Writing and Thesaurus are important for college students. Students need to consult to a dictionary of synonyms or a thesaurus to make them able to chose the right words in their essays. In Indonesia, to well known intellectuals also spent a lot of times publishing their writings before they become famous. Good writing skill seems to be very important in developing advanced language competence”.

5. Penutup

Benang merah gagasan di muka dapat disampaikan sebagai berikut. Pertama, mempelajari BI sebagai bahasa asing

PB /IDENTIFIKASI MASALAH/09/IPA

Page 50: Kajian Kritis Revisi Acacia 9-10 Juli 2010

KAJIAN KRITIS

BBM/KAJIAN KRITISBBM/KAJIAN KRITIS 13

memiliki dua tujuan: umum dan khusus. Kompetensi yang akan diperoleh oleh keduanya berbeda. Mempelajari BI dengan tujuan umum ingin memperoleh BICS, sedangkan dengan tujuan khusus ingin memperoleh CALP. Bagi mereka yang mempelajari BI dengan tujuan khusus, tentu saja, perlu memiliki kompetensi kebahasaan dalam tingkat BICS juga sebagai sarana untuk, misalnya, memperoleh data. Kedua, Kebahasaan untuk tingkat BICS cenderung bercirikan sebagai bahasa yang tidak standar, sebaliknya untuk tingkat CALP bercirikan sebagai bahasa standar. Ketiga, diskusi sebagai suatu bentuk pembelajaran bahasa Indonesia sebagai bahasa asing tidak sama pengertiannya dengan diskusi sebagai bentuk pembelajaran pada umumnya, dan tidak sama dengan pengertian dengan istilah diskusi dalam pasangannya dengan debat. Tujuan yang ingin dicapai terutama adalah tercapainya kompetensi kebahasaan, lebih-lebih pada tingkat CALP. Oleh karena itu, bentuk pembelajaran ini kiranya cocok untuk pembelajaran bahasa asing pada tingkat lanjut. Keempat, karena pembelajaran bahasa tidak terjadi hanya dengan satu pertemuan, melainkan dari pertemuan yang satu ke pertemuan yang lain dalam periode terttentu, maka bentuk pembelajaran dengan diskusi hanya mungkin dilaksanakan setlah pembelajar memperoleh bahan diskusi dan bertambah penguasaan bahasasanya. Oleh karena itu, seyogyanya pembelajaran dengan diskusi perlu didahului oleh pembelajaran-pembelajaran dengan bentuk lain dengan materi yang saling berkaitan.

Daftar Pustaka

Poedjosoedarmo, Soepomo. 2001. “Language Teaching Approaches and Advanced Level of Language Competence”. Makalah dalam Seminar on Language and Culture, Sanata Dharma University, August 25.

Soewandi, A.M. Slamet. 1994. “Pengajaran Bahasa Indonesia sebagai Bahasa Asing: Tujuan, Pendekatan, Bahan Pengajaran dan Pengurutannya”. Makalah pada Konferensi Internasional Pengajaran bahasa Indonesia bagi Penutur Asing di Universitas Kristen satya Wacana, 20-23 Januari.

------------. 1993. “Pembelajaran Bahasa Indonesia di Program SEASSI”,

di Seattle, Universitas Washington.

B. Contoh Laporan Hasil Kajian Kritis atas Tulisan/Artikel

Belajar Bahasa Indonesia dengan DiskusiKarya A. M. Slamet Soewandi(Universitas Sanata Darma)

Oleh Tim Kajian Kritis

PB /IDENTIFIKASI MASALAH/09/IPA

Page 51: Kajian Kritis Revisi Acacia 9-10 Juli 2010

KAJIAN KRITIS

BBM/KAJIAN KRITISBBM/KAJIAN KRITIS 13

I. PENDAHULUAN

Secara umum kajian kritis ini bertujuan menelusuri tulisan tertentu untuk keperluan pengembangan gagasan dalam sebuah PTK. Secara khusus kajian kritis ini bertujuan untuk pemerkayaan konsep dan model-model pengembangan gagasan yang telah dilakukan oleh penulis tertentu.

Pilihan tulisan jatuh kepada tulisan A. M. Slamet Soewandi dari Universitas Sanata Darma dengan judul Belajar Bahasa Indonesia dengan Diskusi. Tulisan ini diperoleh dari hasil download dari internet pada tanggal 31 Desember 2008 pukul 5.41. Alasan pemilihan tulisan ini adalah topik yang disajikan bersifat sederhana dan telah lumrah dikenali oleh guru, bahkan sudah biasa mereka lakukan. Tulisan Soewandi ini dapat memberi kesempatan kepada kita untuk mengaitkan antara bentuk diskusi yang selama ini dilakukan dengan isi tulisan ini.

Sejumlah manfaat yang dapat diperoleh dengan melakukan kajian kritis pada tulisan Soewandi adalah (1) bagi peserta kegiatan BERMUTU yang belum memilki topik PTK, hasil kajian kritis ini dapat membentangkan jalan menuju identifikasi masalah, (2) bagi mereka yang sedang menulis, hasil kajian kritis ini dapat menjadi sumber pengembangan gagasan dalam pengembangan kajian pustaka, dan (3) bagi mereka yang telah melaksanakan penelitian dan sedang dalam proses mengembangkan laporan, kajian kritis ini dapat menjadi bahan perbandingan temuannya.

II. KAJIAN KRITIS

1. PerformansiTulisan Soewandi dibagi ke dalam lima bagian, yaitu (1)

Pendahuluan, (2) Tujuan Belajar Bahasa Indonesia sebagai Bahasa Asing, (3) Diskusi sebagai Salah Satu Bentuk Pembelajaran Bahasa Asing, (4) Pelaksanaan Pembelajaran Bahasa dengan Diskusi, dan (5) penutup. Tulisan disajikan dalam sembilan halaman dengan spasi satu tipe huruf font 12 times new roman.

2. Pengembangan gagasanSoewandi mengembangkan tulisan ini dengan sejumlah tipe

pengembangan gagasan, Setidaknya ada empat model pengembangan gagasan yang digunakan Beliau. Pola pengembangan yang digunakannya adalah perbandingan, analisis, perincian, definisi, dan ilustrasi. Pola analisis di temukan pada paragraph kedua, ketiga, dan ketigabelas, dan ketujuh belas. Pola perincian ditemukan pada paragraf kelima dan kesembilan. Pola definisi ditemukan pada paragraph kesepuluh. Pola ilustrasi ditemukan pada paragraph

PB /IDENTIFIKASI MASALAH/09/IPA

Page 52: Kajian Kritis Revisi Acacia 9-10 Juli 2010

KAJIAN KRITIS

BBM/KAJIAN KRITISBBM/KAJIAN KRITIS 13

kedelapan belas. Paragraf yang variatif yang digunakan Soewandi dalam tulisan ini membuat tulisan ini menjadi menarik.

3. Fokus PembahasanBagian awal tulisan ini membedakan dua hal dalam penguasaan

keterampilan berbahasa. Pertama, penguasaan melalui pemerolehan dan penguasaan melalui pembelajaran. Tulisan ini mengurai lebih lanjut mengenai pembelajaran. Dua tujuan yang berbeda yang ingin dicapai bagi mereka yang belajar bahasa melalui pembelajaran, yaitu tujuan BICS (basic interpersonal communication skills) dan tujuan CALP (Cognitif/academic language proficiency). BICS bertujuan mempelajarai bahasa asing untuk dapat berkomunikasi keseharian dengan penutur bahasa, sedangkan CALP bertujuan untuk mempelajari budaya dalam masyarakat bahasa yang dipelajari. Kedua tujuan memiliki cirri masing-masing, BICS bercirikan bahasa yang tidak formal sedangkan CALP bersifat formal.

Selanjutnya, Soewandi mengurai penerapan strategi diskusi sebagai salah satu bentuk pembelajaran bahasa asing. Strategi ini diurai sebagai penjabaran lebih lanjut dari tujuan CALP.

Pembelajaran bahasa Indonesia di Indonesia merupakan pembelajaran bahasa asing karena peserta didik sebelumnya telah menguasai bahasa daerah sebagai bahasa pertamanya. Kondisi ini menunjukkan bahwa tulisan Soewandi ini sesuai dengan kondisi di Indonesia. Pikiran yang disajikan Beliau cocok diterapkan di Indonesia.

Soewandi memberi pengertian diskusi sebagai bentuk pembelajaran bahasa asing, di mana para peserta diskusi mengemukakan pendapatnya tentang suatu masalah. Dalam diskusi kompetensi yang dilatihkan adalah kompetensi menulis makalah, menyajikan makalah, menulis tambatan, dan menjawab pertanyaan. Selain itu dilatihkan pula kompetensi sebagai pemandu, penambat, dan pembahas tertunjuk, Penyajian strategi diskusi disajikan dalam lebih dari satu pertemuan. Pertemuan pertama berupa persiapan yang diisi dengan penyediaan wacana dan kesepakatan pembagian tugas dalam diskusi. Dengan cara ini proses diskusi dapat berlangsung dengan lancar.

Soewandi menambahkan bahwa proses diskusi dimaksudkan untuk penekanan penyempurnaan penguasaan bahasa. Kesalahan bahasa dicatat sebaik-baiknya untuk dibenarkan nantinya, utamanya kesalahan dari sudut kebakuan bahasa sesuai dengan tujuan kompetensi CALP,

Menarik untuk dicermati lebih lanjut bahwa strategi diskusi jika dilakukan sesuai rambu-rambu yang dikemukakan oleh Soewandi akan dapat membawa peserta didik ke pembelajaran bahasa dengan tingkat

PB /IDENTIFIKASI MASALAH/09/IPA

Page 53: Kajian Kritis Revisi Acacia 9-10 Juli 2010

KAJIAN KRITIS

BBM/KAJIAN KRITISBBM/KAJIAN KRITIS 13

praktik berbahasa yang tinggi. Hal ini sesuai dengan prinsip pembelajaran bahasa Indonesia di Indonesia yang menekankan kepada penguasaan keterampilan berbahasa.

Tulisan Soewandi di atas lebih bersifat teoretis. Tulisan ini belum didukung oleh data yang menunjukkan bahwa sstrategi diskusi benar-benar dapat meningkatkan keterampilan berbahasa peserta didik. Gagasan yang dibangun dalam tulisan ini sudah terstruktur dengan baik. Beberapa paragraph yang ada dapat digunakan dalam membangun teori yang ada dalam sebuah kajian teori suatu penelitian. Poin-poin yang layak dipertimbangkan adalah pemilahan tujuan belajar bahasa, pengertian diskusi, dan tahapan diskusi,

Menindaklanjuti tulisan Soewandi ini dipandang penting untuk mencobakannya dalam sebuah penelitian. Perlu diperoleh informasi secara nyata melalui fakta lapangan sejauh mana konsep-konsep strategi diskusi ini dapat diimplementasikan dengan baik di dalam kelas. Tawaran Soewandi yang menyekat strategi diskusi ke dalam beberapa pertemuan menarik untuk dicobakan. Selama ini diskusi hanya didisain dalam satu kali pertemuan saja. Dengan menyekat ke dalam beberapa kali pertemuan dapat melahirkan kualitas berbahasa secara terpadu dapat dicapai. Pelaksanaan diskusi yang diawali dengan pelatihan penulisan bahan diskusi dalam bentuk makalah, disain diskusi dalam bentuk penyiapan personalitas yang terlibat dan pengamatan praktik berbahasa dalam proses diskusi serta diakhiri dengan penyusunan laporan diskusi membawa peserta didik benar-benar memiliki kompetensi berbahasa yang holistik.

4. PENUTUP

Berdasarkan kajian terhadap tulisan Soewandi di atas dapat ditarik suatu manfaat, yakni perlunya diadakan sebuah PTK dengan topik peningkatan kemampuan berbahasa secara holistik melalui penerapan strategi diskusi. (Hasri)

PB /IDENTIFIKASI MASALAH/09/IPA

Page 54: Kajian Kritis Revisi Acacia 9-10 Juli 2010

KAJIAN KRITIS

BBM/KAJIAN KRITISBBM/KAJIAN KRITIS 13

Lampiran 6:

CONTOH HASIL KAJIAN KRITIS TERHADAP SUATU TULISAN/ARTIKEL

A. Artikel yang Dikaji

AWAS BAHAYA LKS BAGI SISWA SD!

Oleh Muh Muslih

Ada sebuah kisah nyata, Afi seorang anak kelas II SD, tiba-tiba menangis keras-keras ketika ayahnya meminta mengerjakan PR. Sambil sesenggukan ia mengatakan bahwa Pr-nya sangat banyak hari itu. Dengan heran bercampur dongkol ayanya menanyai anaknya, berapa PR yang harus dikerjakan? Katanya sehari itu gurunya memberinya tiga PR untuk mata pelajaran yang berbeda. Tak puas dengan jawaban itu, ayahnya mulai membuka PR anaknya. Ternyata semua PR bersumber pada tiga buku LKS (Lembar Kerja Siswa) terbitan semua perusahaan swasta yang diberikan guru pada awal semester. “Pantas saja anak itu menangis” pikir sang ayah ketika melihat PR setiap mata pelajaran yang terdiri dari minimal empat bagian (A, B, C, dan D) dengan jumlah soal tiap bagian5 – 10 soal. Jadi kalau dijumlah soal untuk ketiga PR itu ada 60 soal. “Wah ini bukan lagi bertujuan agar anak jadi rajjin belajar, namun justru menyiksa dan membebani anak”, pikir sang ayah.

PERAN PEKERJAAN RUMAH BAGI SISWASebenarnya, apa yang salah dengan PR? Menurut ahli pendidikan, PR berfungsi untuk melatih dan meriew kemampuan siswa secara mandiri di rumah setelah mendapat proses pembelajaran di sekolah. Selan itu, PR juga memiliki tujuan agar siswa rajin belajar di rumah, karena sudah menjadi rahasia umum bahwa banyak siswa merasa tak perlu membuka pelajaran bila tak ada PR dari guru. Oleh karena itu, agar berjalan efektif, biasanya jumlah soal untuk PR hanya sedikit. Jadi, PR sesungguhnya baik apabila dilakukan dan disiapkan dengan cermat oleh guru. Dari kasus di atas kemungkinan masalahnya adalah guru tidak merencanakan PR dengan baik. Selain membebani siswa dengan jumlah PR yang terlalu banyak, ia

PB /IDENTIFIKASI MASALAH/09/IPA

Page 55: Kajian Kritis Revisi Acacia 9-10 Juli 2010

KAJIAN KRITIS

BBM/KAJIAN KRITISBBM/KAJIAN KRITIS 13

juga asal-asalan memberikan tugas Prnya dengan mengambil sumber dari LKS sehingga memberi kesan bahwa sangguru malas mempersiapkan tugasnya.

Menurut Piaget dalam buku The Language and the Tought of the Child pada dasarnya setiap anak merupakan pembelajar aktif. Ia mendapat pengetahuan lewat lingkungannya, baik secara fisik maupun penjelasan orang lain. Pieget membagi perkembangan cara berpikir anak menjadi empat tahap: tahap sensormotorik (dari lahir – 2tahun), tahap operasional kongkret (concret operational stage) artinya mulai usia 7 tahun anak mampu berpikirlogis seperti cara berpikir orang dewasa. Kemampuan penerapan logis seperti berpikir orang dewasa. Kemampuan penerapan logika dalam beberapa pengetahuan seperti; matematika sains, atau membaca berkembang dalam waktu yang sama. Tetapi, Pieget mengingatkan bahwa kemampuan tersebut dibatasi oleh pengalaman mereka yang masih minim. Oleh karenanya aak usia SD sangat memerlukan bantuan guru untuk memahami konsep-konsep yang dimiliki anak menjadi utuh.

LKS bagi Anak SDDalam kasus PR di atas, penulis memandang bahwa penggunaan LKS sebagai media pembelajaran pada usia SD sangat berbahaya bagi perkembangan berpikir anak. Mengapa? Pertama, LKS hanya melatih siswa menjawab soal, ia tidak akan efektif tanpa adanya pemahaman konsep materi secara benar. Pemaparan konsep kita dapatkan dari buku teks. Untuk itu sudah sangat tepat bila pemerintah mengatur standar mutu buku teks lewat Pusat Perbukuan Depdiknas. Hal ini berarti buku yang telah lolos dari lembaga tersebut sudah layak digunakan di sekolah. Apalagi dengan adanya program buku elektronik dari pemerintah, saat ini sangatlah mudah untuk mendapatkan buku teks bermutu. Tugas guru adalah membantu siswa memahami konsep dalam buku-buku tersebut secara menyeluruh sebagaimana teori Pieget di atas. Untuk mengecek pemahaman dan kemampuan siswa , guru dapat memberi latihan atau PR berdasarkan apa yang telah dipelajari. Pemakaian LKS buatan pihak lain bisa menimbulkan ketidaksesuaian antara yang diterangkan dan yang dilatihkan. Hal ini sangat mungkin karena ibarat makanan, bahan makanan yang sama bisa jadi lain hasilnya bila dimasak oleh koki yang berbeda. Maka paling ideal, LKS yang baik adalah buatan guru itu sendiri karena dialah yang mestinya tahu persis akan kebutuhan siswanya.

Kedua, hal yang penulis khawatirkan adalah penggunaan LKS sebagai pengganti buku ajar. Dengan beberapa pertimbangan pragmatis

PB /IDENTIFIKASI MASALAH/09/IPA

Page 56: Kajian Kritis Revisi Acacia 9-10 Juli 2010

KAJIAN KRITIS

BBM/KAJIAN KRITISBBM/KAJIAN KRITIS 13

berupa; praktis, tak repot, harga yang murah, bahkan adanya diskon yang cukup mengiurkan, dll. Ada beberapa guru yang lebih mengutamakan penggunaan LKS dalam pembelajaran di kelas ketimbang menggunakan buku teks. Nampaknya belum ada penelitian tentang dominasi LKS menggeser keberadaan buku teks atau buku ajar. Namun sangat masuk akal untuk mempertanyakan apa yang sesungguhnya terjadi di dalam kelas atas penggunaan LKS dan buku ajar karena sudah menjadi semacam “Ritual” bahwa setiap penggantian semester ada pembagian (baca:penjualan) buku LKS oleh pihak guru dan sekolah. Memang dari pengamatan penulis terhadap beberapa LKS terbitan swasta pada umumnya sudah mencakup rangkaian materi, contoh-contoh penerapan konsep, dan latihan. Akan tetapi karena LKS memang dirancang sebagai latihan, maka penggunaan LKS memang dirancang sebagai latihan, maka penggunaan LKS sebagai bahan pembelajaran di kelas sama sekali tidak benar.

Pembelajaran pada jenang SD sangat menentukan keberhasilan di jenjang berikutnya. Pembentukan konsep yang tidak mapan pada usia ini akan menjadi sandungan besar pada perkembangan masa berikutnya. Tentu kita tak ingin anak-anak kita mahir menjawab soal pilihan ganda, karena sudah dilatih lewat LKS namun gagal menjelaskan dan mengaplikasikan konsep dalam kondisi kehidupan yang nyata. Kalau itu terjadi, anak sangat bergantung pada latihan-latihan soal tanpa pernah mampu berpikir untuk berusaha membuat soal sendiri atau bersama temannya. Padahal belajar yang berhasil ditandai oleh kemampuan pembelajar untuk mau belajar mandiri tanpa arahan dan paksaan orang lain.

Alih-alih menjelaskan konsep, beberapa LKS justru hanya mencantumkan rumus-rumus dalam pelajaran matematika, misalnya. Hal ini karena yang menjadi pertimbangan penerbit adalah nilai ekonomisnya alias keuntungan semata, semakin tebal LKS, semakin mahal dan kurang sporfektif pemasarannya.Oleh karenanya buku LKS cenderung tipis dan miskin ilustrasi tetapi pada pasa sampul depannya terpampang tulisan besar-besar, SESUAI DENGAN KTSP. Biasanya LKS buatan penerbit hanya dipakai para guru sebagai bahan latihan di rumah alias PR, dengan catatan mereka yang memakainya biasanya berdalih demi kepraktisan karena tidak cukup waktu untuk menyiapkan tugas bikinan sendiri, dan kalau bisa kata para guru itu, para seles buku LKS, tolong sekalian disertakan Promes (program semester) dan RPP (Rencana Program Pembelajaran). Ah! ada-ada saja!

LKS SD Bisa Mematikan Potensi Anak

PB /IDENTIFIKASI MASALAH/09/IPA

Page 57: Kajian Kritis Revisi Acacia 9-10 Juli 2010

KAJIAN KRITIS

BBM/KAJIAN KRITISBBM/KAJIAN KRITIS 13

Penulis tidak apriori akan keberadaan buku LKS, terutama bila memang memenuhi kualitas standar. Namun penggunaan yang tidak tepat terhadap LKS akan mematikan kemampuan anak sebagai pembelajar aktif dan menjadikan LKS sebagai beban yang menyiksa anak, maka sekali lagi penulis menegaskan bahwa pada usia SD lebih membutuhkan pemahaman konsep secara utuh, dan untuk mengecek kemampuan siswa, guru tidak perlu menggunakan LKS buatan penerbit. Lebih baik para guru memaksimalkan penggunaan buku ajar untuk pemahaman siswanya. Buatlah LKS sendiri yang lebih membumi dan sesuai dengan kebutuhan anak didiknya. Tentu untuk jumlah soal guru yang paling mampu memperkirakan ketuntasan belajar dari masing-masing bab. Tidak harus banyak yang penting tuntas pemahaman materinya. Semoga dengan pencanangan sertifikasi guru akan menambah semangat guru untuk menunjukkan profesionalisme mereka. Selamat mencoba!(Dikutip dari: http//bumisegoro.wordpress.com/2009/04/29/awas-bahaya-lks-bagisiswa-sd, diaksestanggal 8 April 2010)

B. Contoh Laporan Hasil Kajian Kritis terhadap Suatu Artikel

Kajian Kritis:APA SALAHNYA LKS UNTUK SD?

(Suatu Kajian Kritis Terhadap Artikel Berjudul: Awas Bahaya LKS bagi Siswa SD!, Tulisan: Muh. Muslih)

Oleh: Sumardyono, M.Pd.

PendahuluanTulisan yang berjudul Awas Bahaya LKS bagi Siswa SD! Dapat diakses di internet pada alamat http//bumisegoro.wordpress.com/2009/04/29/awas-bahaya-lks-bagisiswa-sd, diaksestanggal 8 April 2010).Tulisan ini merupakan karya ilmiah populer yang ditulis oleh Muh Muslih yang juga pemilik blok (situs internet) seorang mahasiswa S2 UPI Bandung dan mengaku sebagai peneliti pada Maarif Center.

Tema yang diangkat Sdr. Muskih cukup relevan dan yang penting untuk dipapar dan dikaji saat ini. Hanya saja judul artikel menggunakan tanda baca seru (!) seakan-akan merupakan masalah krusial dan darurat. Artikel Sdr. Muslih sepertinya ditujukan untuk semua kalangan yang memiliki perhatian terhadap pendidikan SD, khususnya kepada orang tua dan guru SD. Walaupun demikian,

PB /IDENTIFIKASI MASALAH/09/IPA

Page 58: Kajian Kritis Revisi Acacia 9-10 Juli 2010

KAJIAN KRITIS

BBM/KAJIAN KRITISBBM/KAJIAN KRITIS 13

melalui “Penerbitan” pada media internet maka setiap orang mendapat kesempatan untuk membaca dan menanggapi (langsung) terhadap artikel tersebut. Jelas dengan pemilihan judul artikel, Sdr. Muslih bertujuan memberikan semacam Warning kepada para orang tua dan guru tentang kemanfaatan LKS di SD. Pembahasan dalam artikel telah menyuguhkan beberapa alasan berupa fakta, dugaan, dan argumentasi logis mengapa keberadaan LKS ini perlu diwaspadai. Menurut Sdr. Muslih, LKS saat ini hanya memberi beban yang berlebihan kepada siswa, sehingga bukannya menambah pemahaman konsep tetapi malah dapat mematikan potensi siswa.

Sebagai pembahasan yang mengangkat isu penting dan relevan dengan perkembangan pendidikan, maka artikel ini memiliki arti penting dan perlu dibaca. Namun demikian, fakta, data, dan argumentasi yang disuguhkan belumlah cukup dan sesungguhnya dapat dipertajam sehingga dapat objektif. Selain itu pemilihan kurang selektif dan terdeskripsi dengan benar.

Rangkuman

Dalam memaparkan gagasannya, Sdr. Muslih mengorganisasi isi artikelnya ke dalam beberapa bagian, yaitu: Pendahuluan dalam bentuk narasi tanpa judul, Peran pekerjaan Rumah bagi Siswa, LKS bagi Anak SD, dan LKS SD Bisa Mematikan Potensi Anak. Pada bagian Pendahuluan, Sdr. Muslih menceritakan sebuah kisah nyata tentang banyaknya PR (Pekrjaan Rumah) pada LKS (Lembar Kerja Siswa) yang dibebankan pada seorang siswa SD, dalam sebuah dialog antara sang anakdengan ayahnya. Pada subjudul peran pekerjaan rumah bagi siswa, penulis artikel menyuguhkan tujuan diadakannya PR yaitu untuk melatih dan mereview kemampuan secara mandiri di rumah. Tetapi, saat usia SD yang termasuk tahap operasional konkrit menurut Pieget, anak SD sebaiknya tidak diberikan PR yang terlalu banyak karena pengalaman mereka masih minim. Pada sub judul LKS anak SD, Sdr. Muslih mengemukakan mengapa LKS dipandang sangat berbahaya bagi perkembangan berpikir siswa dengan 3 alasan yaitu; bahwa LKS hanya melatih siswa menjawab soal sehingga tidak efektif tanpa pemahaman konsep, penggunaan LKS sebagai pengganti buku, dan mutu soal dalam LKS yang dianggap rendah.

Pada sun judul terakhir, LKS SD bisa mematikan potensi anak, penulis artikel menyatakan bahwa LKS perlu dibuat dengan kualitas standar dan digunakan secara tepat. Hal yang paling penting adalah pemahaman konsep secara utuh, sementara soal LKS sebaiknya proposional dengan kebutuhan siswa dan harusnya dibuat sendiri oleh guru.

Kritik

PB /IDENTIFIKASI MASALAH/09/IPA

Page 59: Kajian Kritis Revisi Acacia 9-10 Juli 2010

KAJIAN KRITIS

BBM/KAJIAN KRITISBBM/KAJIAN KRITIS 13

Deskripsi kisah “nyata” pada bagian pendahuluan seharusnya tidak perlu, apalagi dengan menggarisbawahi itu adalah sebuah kisah nyata. Bagaimana orang dapat diyakinkan bahwa itu sebuah kisah nyata? Akan lebih baik apabila penulis cukup memberi gambaran tentang deskripsi mengenai LKS yang saat ini beredar secara luas. Akan lebih baik lagi, bila didukung dengan data-data yang valid berdasarkan sampel, survey atau hasil penelitian. Pada sub judul peran pekerjaan rumah bagi siswa, penulis hanya mengulas sangat singkat mengenai peran PR, sebagian besar paragraf lebih membahas mengenai “bahaya PR” dari sudut pandang teori Pieget. Kelihatan bahwa Sdr. Sdr. Muslih begitu fokus pada penilaian terhadap PR atau LKS tanpa memperhatikan sub tema yang akan dibahas. Seharusnya dengan sub judul tersebut, Sdr. Muslih lebih mengulas mengenai apa peran PR sesungguhnya bagi siswa. Selai itu perlu didefinisikan apa yang dimaksud dengan PR. Pada sub judul LKS bagi anak SD, penulis artikel lebih banyak mengemukakan tenatng mengapa LKS berbahaya bagi siswa. Hampir semua paragraf membahas mengenai hal tersebut, sehingga sub judulnya adalah”Mengapa LKS Berbahaya bagi Siswa” atau “Mengapa LKS saat ini berbahaya bagi siswa”. Sekali lagi, tampaknya Sdr. Muslih kurang peka dengan pemilihan sub judul.

Pada sub judul “LKS SD Bisa Mematikan Potensi Anak” lagi-lagi penulis tidak memberikan deskripsi yang jelas. LKS yang bagaimana yang mematikan anak, lalu potensi yang mana? Penulis artikel menyatakan “Penulis tidak apriori akan keberadaan buku LKS, terutama bila memang memenuhi kualitas standar”. Yang menjadi pertanyaan kemudian, bagaimana kualitas standar yang dimaksud. Terkesan bahwa penulis artikel agak antipati terhadap keberadaan LKS terutama LKS yang diterbitkan.

Dalam keseluruhan tulisannya, penulis artikel terkesan tidak cermat dalam menggunakan istilah LKS dan PR. Seharusnya penulis artikel menyampaikan pengertian sesungguhnya dari LKS dan PR. Selanjutnya mengapa LKS yang sekarang banyak beredar berbahaya. Apakah kebanyakan “LKS” yang banyak beredar telah memenuhi standar dan apakah LKS telah dimanfaatkan dengan semestinya.

Van de Walle, John A. Dalam Elementry School Mathematics: Teaching Developmentally (1990, H.368) menegaskan bahwa “Secara tradisional PR (homework) dimaksudkan untuk menyediakan latihan dan pekerjaan tambahan pada prosedur yang telah dibelajarkan hari itu”. Selain peran tersebut, PR juga merupakan cara efektif dalam mengkomunikasikan pentingnya pemahaman konsep kepada siswa dan orang tua siswa. Selain itu, PR berperan sebagai cara guru untuk membangun percaya diri siswa dalam memahami konsep atau menyelesaikan masalah. (Van de Walle, 1990: 387). Inilah beberapa

PB /IDENTIFIKASI MASALAH/09/IPA

Page 60: Kajian Kritis Revisi Acacia 9-10 Juli 2010

KAJIAN KRITIS

BBM/KAJIAN KRITISBBM/KAJIAN KRITIS 13

peran PR bagi siswa. Bagaimana dengan LKS? LKS yang merupakan singkatan Lembar Kerja Siswa atau Lembar Kegiatan Siswa merupakan lembaran atau kumpulan lembaran yang memuat tugas baik berupa pertanyaan konseptual meupun prosedural sekaligus bagian kosong yang seharusnya diisi siswa dalam menjawab tugas atau masalah. Dalam tradisi berbahasa Inggris, LKS disebut dengan Studen Worksheet). LKS dapat dipergunakan baik di dalam kelas , maupun di luar kelas sebagai PR

Berikut ini beberapa pengertian LKS.

“a sheet of paper containing exercises to be completed by a

pupil or student” (lembaran kertas yang memuat latihan atau

soal untuk dilengkapi penyelesaiannya oleh siswa) (Collins

Discovery Encyclopedia)

“A sheet of paper on which work records are kept” (lembaran

kertas di mana rekaman pekerjaan disimpan) (Dictionary of the

English Language)

“Lembar kegiatan siswa (student worksheet ) adalah lembaran‐

lembaran berisi tugas yang harus dikerjakan oleh siswa. Lembar

kegiatan berisi petunjuk, langkah‐langkah untuk menyelesaikan

suatu tugas. Tugas‐tugas yang diberikan kepada siswa dapat

berupa teori dan atau praktik“ (BSNP).

Masih menurut BSNP, Struktur LKS secara umum adalah sebagai

berikut:

- Judul, mata pelajaran, semester, tempat

- Petunjuk belajar

- Kompetensi yang akan dicapai

- Indikator

- Informasi pendukung

- Tugas‐tugas dan langkah‐langkah kerja

- Penilaian

PB /IDENTIFIKASI MASALAH/09/IPA

Page 61: Kajian Kritis Revisi Acacia 9-10 Juli 2010

KAJIAN KRITIS

BBM/KAJIAN KRITISBBM/KAJIAN KRITIS 13

Tampak jelas dari pengertian‐pengertian di atas, bahwa LKS

begitu penting dalam pembelajaran. LKS merupakan portofolio

siswa dan merupakan perangkat yang dapat digunakan di dalam

kelas sebagai media pembelajaran maupun di luar kelas sebagai

eksplorasi dan review pemahaman. LKS merupakan salah satu

media agar siswa dapat membangun pengetahuannya sendiri

sesuai paradigma konstruktivisme. LKS merupakan bagian

penting dari model‐model pembelajaran kooperatif (cooperative

learning) maupun individual termasuk pembelajaran

investigasi/inquiri. Singkatnya, LKS memegang peran dalam

meningkatkan peran aktif siswa (student centered). Karena itu,

tidaklah mengherankan bila di dunia internet begitu banyak situs

yang menyediakan worksheet bagi guru maupun orang tua untuk

membina pengetahuan dan pemahaman siswa.

Dalam kerangka demikian, apakah benar “LKS“ yang kini beredar

sudah merupakan LKS yang sesungguhnya? Lebih dari itu,

apakah adil untuk memvonis LKS yang sekarang beredar

sementara guru sendiri tidak memberikan pemahaman yang

cukup kepada siswa? Sesungguhnya peran gurulah yang perlu

dipertanyakan. Jadi, akan lebih tepat bila judul tulisan yang

diangkat Sdr.Muslih adalah “Bahaya dalam pemanfaatan LKS“.

Selain itu, penggunaan kata LKS tanpa mendeskrisikan lebih jauh

mengenai LKS yang bagaimana, seakan‐akan telah merendahkan

peran penting LKS sebagai media dalam proses pembelajaran

dan belajar siswa.

Penulis artikel menyatakan, “...untuk mengecek kemampuan

siswa, guru tidak perlu menggunakan LKS buatan penerbit. Lebih

baik para guru memaksimalkan penggunaan buku ajar untuk

pemahaman siswanya“. Agaknya Sdr. Muslih lupa bahwa LKS

PB /IDENTIFIKASI MASALAH/09/IPA

Page 62: Kajian Kritis Revisi Acacia 9-10 Juli 2010

KAJIAN KRITIS

BBM/KAJIAN KRITISBBM/KAJIAN KRITIS 13

adalah LKS, ia tidak sama dengan buku teks atau buku panduan

guru. Jadi, peran LKS sejauh yang dimaksudkan untuk mereview

pemahaman dan kemampuan, tidak dapat dibandingkan dengan

buku ajar atau proses pemahaman dalam kelas di bawah

bimbingan langsung guru. Bagaimana mungkin siswa mampu

mengerjakan tugas dalam LKS, bila siswa sendiri tidak mendapat

pemahaman yang benar dari kelas? Lebih dari itu, apa salahnya

LKS buatan penerbit? Barangkali memang LKS tersebut dibuat

dalam hal sebagai latihan bagi siswa. Jika ternyata soal dalam

LKS terlalu banyak atau kurang sesuai dengan keinginan guru,

maka peran gurulah yang harus memilih LKS atau bagian LKS

yang sesuai.

Selain itu, di samping menyampaikan teori perkembangan

Piaget, penulis artikel seyogyanya juga menyampaikan bahwa

siswa SD berdasarkan perkembangan intelektualnya masih

dalam tarap operasional konkrit sehingga pemahaman terhadap

konsep (yang notabene abstrak) ditempuh melalui latihan

prosedural (yang konkrit). Oleh karena itu, perlunya latihan soal

merupakan salah satu cara siswa mendapatkan pemahaman

konsep yang benar dan komprehensif.

Dari keseluruhan pembahasan dalam artikel, tampak bahwa apa

yang sesungguhnya digugat oleh Sdr.Muslih bukanlah LKS yang

sesungguhnya, yang menyediakan ruang bagi siswa untuk

menulis. Buku LKS yang mungkin banyak beredar dan

dipergunakan oleh guru lebih merupakan “Buku Kumpulan Soal“.

Inilah mengapa kemudian Sdr.Muslih menyarankan adanya uji

validitas dan reliabilitas terhadap soal‐soal LKS. Tetapi, jelas

tidaklah tepat bila kemudian buku semacam ini lantas disebut

atau mewakili LKS, walaupun menggunakan judul LKS pada

bagian kovernya. Jadi, sebaiknya Sdr.Muslih memilah‐milah

PB /IDENTIFIKASI MASALAH/09/IPA

Page 63: Kajian Kritis Revisi Acacia 9-10 Juli 2010

KAJIAN KRITIS

BBM/KAJIAN KRITISBBM/KAJIAN KRITIS 13

terlebih dahulu mana yang merupakan LKS dan mana yang

bukan LKS tetapi bertopeng LKS.

Terlepas dari seluruh kritik di atas, apa yang telah dipaparkan

oleh Sdr.Muslih memberi nilai positif bagi guru untuk merefeksi

diri, apakah proses pembelajarannya sudah maksimal atau

belum. Terhadap LKS buatan penerbit, guru sudah selayaknya

selektif dalam memanfaatkannya. Tidak semua LKS buatan

penerbit merupakan LKS yang layak. Oleh karena itu, saran dari

Sdr.Muslih berikut perlu untuk dilakukan guru, “Buatlah LKS

sendiri yang lebih membumi dan sesuai dengan kebutuhan anak

didiknya. Tentu untuk jumlah soal guru yang paling mampu

memperkirakan ketuntasan belajar dari masing‐masing bab.

Tidak harus banyak yang penting tuntas pemahaman

materinya.”

Simpulan

Akhirnya, tulisan Sdr.Muslih sebagai sebuah warning agar para

guru perlu lebih selektif dan berhati‐hati dalam memanfaatkan

buku LKS buatan penerbit, patut untuk diapresiasi. Namun

demikian, tanpa membedakan “LKS yang sesungguhnya” dengan

“LKS yang digugat” agaknya telah memberikan judgment yang

kurang tepat.

Referensi

BSNP. 2008. Pengembangan Bahan Ajar. slide presentasi

berbentuk powerpoint produksi BSNP dalam rangka sosialisasi

KTSP. Jakarta: BSNP.

Van de Walle, Joh A.1990. Elementary School Mathematics:

Teaching Developmentally. New York: Longman

PB /IDENTIFIKASI MASALAH/09/IPA

Page 64: Kajian Kritis Revisi Acacia 9-10 Juli 2010

KAJIAN KRITIS

BBM/KAJIAN KRITISBBM/KAJIAN KRITIS 13

‐ . Collins Discovery Encyclopedia. 2005. Edisi 1. HarperCollins

Publishers, dalam

http://encyclopedia.thefreedictionary.com/Worksheets

diakses 8 April 2010.

‐ . 2009. Dictionary of the English Language. Edisi 4. Houghton

Mifflin Company. dalam

http://dictionary.reference.com/cite.html?qh

=worksheet&ia=ahd4 diakses 8 April 2010.

Catatan Lampiran:

1. Pada kajian kritis di atas diberi judul sendiri, tetapi hal ini

bukanlah merupakan suatu keharusan.

2. Kajian Kritis di atas merupakan contoh yang dapat ditiru atau

menjadi perbandingan. Anda dapat membuat sebuah kajian

kritis terhadap artikel yang sama, dengan substansi yang

mungkin kurang atau lebih dari contoh di atas.

(Disadur dari Modul Suplemen Matematika Program BERMUTU Tahun 2010 dengan judul “Kajian Kritis dalam Pembelajaran Matematika di SD” oleh Sumardyono dan Ashari S, halaman 68-76, diterbitkan oleh PPPPTK Matematika Yogyakarta)

PB /IDENTIFIKASI MASALAH/09/IPA

Page 65: Kajian Kritis Revisi Acacia 9-10 Juli 2010

KAJIAN KRITIS

BBM/KAJIAN KRITISBBM/KAJIAN KRITIS 13

Lampiran 7:

CONTOH TULISAN/ARTIKEL HASIL KAJIAN KRITIS

LUAS LINGKARAN DENGAN PENDEKATAN LUAS SEGITIGA:

Kasus SALAH TAFSIR pada Kurikulum?

oleh: Sumardyono

Tulisan ini menyajikan sebuah kajian yang lebih mendalam tentang kurikulum 2004 kaitannya dengan tema geometri dan pengukuran, serta metode menemukan rumus luas lingkaran dengan pendekatan rumus luas segitiga.

Berikut ini peragaan untuk menemukan rumus lingkaran dengan pendekatan rumus luas segitiga, yang cukup banyak dipraktikkan oleh para guru.

Misal K = keliling lingkaran

Perhatikan peragaan di samping.

Luas lingkaran Luas segitiga

= ½. Alas. Tinggi

= ½. (1/3.K).(3.r) diketahui K = 2r

= ½. 2r2

= r2

Secara umum, alas segitiga = dan Tinggi segitiga =

PB /IDENTIFIKASI MASALAH/09/IPA

3r

1/3. K

Page 66: Kajian Kritis Revisi Acacia 9-10 Juli 2010

KAJIAN KRITIS

BBM/KAJIAN KRITISBBM/KAJIAN KRITIS 13

Dengan demikian untuk n yang sangat besar (matematis: tak hingga),

Luas lingkaran = Luas segitiga

= ½. Alas. Tinggi

= ½. .

= ½. K. r.

= ½. 2r.r

= r2

Perhatikan, tidak sebarang banyak juring dapat membentuk pola segitiga, hanya yang merupakan bilangan kuadrat, seperti ditunjukkan bentuk akar pada uraian di atas. Bagaimana memahami n sebagai bilangan kuadrat? Siswa harus memahami lebih dulu jumlah deret bilangan ganjil.

Hingga di sini, persoalannya belum terlihat. Peragaan tersebut sesungguhnya dapat menjadi suatu soal bagi siswa yang termasuk problem-solving.

Tetapi dari pengalaman penulis ternyata cara tersebut malah digunakan untuk menjawab persoalan pada salah satu indikator pada Kurikulum 2004.

Berikut ini penulis sajikan isi kurikulum 2004 yang mungkin menjadi “dasar hukum” penggunaan metode di atas.

Kelas 5

Geometri dan Pengukuran

PB /IDENTIFIKASI MASALAH/09/IPA

Page 67: Kajian Kritis Revisi Acacia 9-10 Juli 2010

KAJIAN KRITIS

BBM/KAJIAN KRITISBBM/KAJIAN KRITIS 13

Perhatikan indikator ke-2 yang dicetak tebal dan dilingkari. Inilah yang menjadi dasar penggunaan peragaan di atas.

Sebenarnya, selain masalah luas lingkaran, luas bangun-bangun datar lainnya, relatif tidak sulit ditemukan dengan memanfaatkan rumus luas segitiga.

Contoh.

Untuk luas trapesium:

Luas trapesium = Luas segitiga I + Luas segitiga II

= .a.t + .b.t

= . (a + b).t

Walaupun kesemua peragaan di atas menarik, tetapi sesungguhnya merupakan kesalahan (bahkan kesalahan fatal) dalam penggunaan konteksnya. Kesemua peragaan di atas cukup menarik menjadi soal problem-solving, tetapi menjadi tidak tepat menjadi cara untuk pemahaman konsep. Penulis menduga hal ini dikarenakan SALAH TAFSIR terhadap isi Kurikulum 2004.

PB /IDENTIFIKASI MASALAH/09/IPA

a

b

t

a

b

t t

Page 68: Kajian Kritis Revisi Acacia 9-10 Juli 2010

KAJIAN KRITIS

BBM/KAJIAN KRITISBBM/KAJIAN KRITIS 13

Mari sekali lagi melihat pada isi Kurikulum 2004 yang disajikan di depan.

Judul materinya adalah Geometri dan Pengukuran. Jadi bukan geometri semata, tetapi juga ada pengukuran, pengukuran yang terkait dengan geometri. Kompetensi dasarnya juga berbunyi: Melakukan pengukuran dan menggunakannya dalam pemecahan masalah. Bahkan materi pokoknya jelas-jelas menyatakan : Pengukuran. Karena itu fokus utama dari indikator ke-2 di atas tidak lain adalah PENGUKURAN. Sayangnya, mungkin kita sudah terbiasa dengan bermain aljabar semata-mata bahkan ada kesan suatu masalah bukan masalah matematika kalau tidak dapat ditemukan di atas kertas. Celakanya cara berpikir seperti hanya cara berpikir formalis (atau matematikawan murni) bukan cara berpikir yang akan dibelajarkan di sekolah, lebih-lebih di sekolah dasar. Sekali lagi, fokusnya adalah geometri dan pengukuran, bukan geometri an sich.

Mari kita lanjutkan. Logikanya, setelah siswa memahami rumus luas bangun datar (trapesium, jajargenjang, belahketupat, layang-layang) pada indikator sebelumnya, maka yang dimaksud bangun datar pada indikator ke-2 adalah bangun-bangun datar yang tidak termasuk pada indikator pertama, yaitu bangun-bangun datar yang belum diketahui rumusnya oleh siswa.

Contohnya adalah bangun datar segiempat sebarang, segilima, segienam, dan lain-lain.

Katakanlah siswa diminta untuk menentukan luas bangun datar di samping ini. Bagaimana pekerjaan yang diharapkan dari mereka?

Di sinilah sesungguhnya yang diharapkan dari Kompetensi Dasar di atas, pada Hasil Belajar ke-5 dan Indikator ke-2. Lalu, bagaimana mereka dapat memanfaatkan rumus luas segitiga?

Berikut caranya.

Dengan membagi daerah bangun tersebut menjadi dua bangun segitiga, maka

PB /IDENTIFIKASI MASALAH/09/IPA

alas

alas

tinggi

tinggi

I

II

Page 69: Kajian Kritis Revisi Acacia 9-10 Juli 2010

KAJIAN KRITIS

BBM/KAJIAN KRITISBBM/KAJIAN KRITIS 13

persoalannya adalah MENGUKUR alas dan tinggi tiap-tiap bangun segitiga yang terbentuk. Dengan demikian luas bangun segiempat tak teratur di atas sama dengan jumlah luas kedua segitiga.

Persoalan ini menjadi menarik lagi, bila kita terapkan pada siswa. Mungkin saja ada siswa yang menggunakan cara yang berbeda.

Contohnya,

Menarik, dalam hal ini siswa mencari luas segitiga II dengan memilih garis tinggi yang jatuhnya dari puncak tidak pada alas segitiga. Jika siswa berhasil menyelesaikan masalah ini, berarti siswa tidak memiliki miskonsepsi tentang apa yang dikenal sebagai Wertheimer parallelogram, suatu masalah pembelajaran matematika yang diperkenalkan tahun 1945 oleh Wertheimer.

Bahkan, bisa jadi siswa mendapatkan luas bangun tersebut dengan cara sebagai berikut. Di mana, luas segiempat diperoleh sebagai selisih dari luas-luas segitiga. Perhatikan gambar di bawah.

Luas bangun segiempat = luas segitiga I – luas segitiga II

Bagaimana dengan lingkaran? Bukankah lingkaran tidak disebut pada indikator pertama? Ya, tetapi lingkaran lebih khusus sifatnya. Kenyataannya, pada indikator ke-3 baru

PB /IDENTIFIKASI MASALAH/09/IPA

alas

alas

tinggi

tinggi

I

II

alas

tinggi

II

tinggi

I

A

B

C

D

Page 70: Kajian Kritis Revisi Acacia 9-10 Juli 2010

KAJIAN KRITIS

BBM/KAJIAN KRITISBBM/KAJIAN KRITIS 13

diperkenalkan tentang bilangan pi atau . Pengenalan bilangan pi adalah tahap awal untuk memasuki “dunia berhitung”nya lingkaran. Jadi, bagaimana mungkin membahas luas lingkaran sementara materi bilangan pi dan keliling lingkaran saja baru diberikan sesudahnya (indikator ke-3 dan indikator ke-4)?

Materi rumus luas lingkaran baru diberikan pada indikator ke-5: Menemukan secara praktis rumus luas lingkaran.

Bagaimana cara yang praktis itu? Menurut hemat penulis, bukan dengan menggunakan cara yang sulit, apalagi dengan menggunakan prasyarat yang malah lebih sulit.

Salah satu cara yang dapat ditempuh adalah dengan menggunakan pasir atau tali. Lagi-lagi, ini merupakan kegiatan pengukuran (bukan geometri lambang-lambang saja).

[Disadur dari Modul Suplemen Matematika Program BERMUTU Tahun 2010 dengan judul “Kajian Kritis dalam Pembelajaran Matematika di SD” oleh Sumardyono dan Ashari S, halaman 63-67, diterbitkan oleh PPPPTK Matematika Yogyakarta]

PB /IDENTIFIKASI MASALAH/09/IPA

Page 71: Kajian Kritis Revisi Acacia 9-10 Juli 2010

KAJIAN KRITIS

BBM/KAJIAN KRITISBBM/KAJIAN KRITIS 13

PB /IDENTIFIKASI MASALAH/09/IPA

Page 72: Kajian Kritis Revisi Acacia 9-10 Juli 2010

KAJIAN KRITIS

BBM/KAJIAN KRITISBBM/KAJIAN KRITIS 13

GLOSARIUM

Artikel : Tulisan yang memuat suatu gagasan atau suatu topik bersifat semipopuler

Kajian Kritis : Telaah yang dilakukan terhadap suatu bacaan dengan maksud memahami lebih dalam pada bentuk dan isi bacaan tersebut

Kajian Kritis Praktis

: Telaah yang dilakukan terhadap suatu bacaan dengan tujuan untuk dimanfaatkan dalam menghasilkan suatu tulisan.

Kajian Kritis Teoritis

Kelompok Kerja :

: Telaah yang dilakukan terhadap suatu bacaan dengan tujuan untuk mengapresia lebih jauh bentuk dan isi.

Kelompok belajar para guru/kepala sekolah/ pengawas di KKG/MGMP/KKKS/MKKS/KKPS/MKPS

Pengkritis : Orang yang melakukan pengkajian kritis terhadap suatu bacaan dalam.

PTK : Singkatan dari penelitian tindakan kelas, yaitu suatu jenis penelitian yang didesain untuk memperbaiki pembelajaran di dalam kelas dengan ciri utama pelaksanaan dilakukan lebih dari satu siklus dan tiap siklus terdiri atas perencanaan, pelaksanaan, observasi dan refleksi.

Telaah Isi : Kajian yang dilakukan untuk menangkap informasi dalam suatu bacaan

Telaah Bentuk : Kajian yang dilakukan dengan penekanan pada cara penyajian gagasan.

PB /IDENTIFIKASI MASALAH/09/IPA

Page 73: Kajian Kritis Revisi Acacia 9-10 Juli 2010

KAJIAN KRITIS

BBM/KAJIAN KRITISBBM/KAJIAN KRITIS 13

DAFTAR PUSTAKA

Baedowi, A. (2009), Mencari (cari) Relevansi Ujian Nasional, Media Indonesia, 30 November 2009).

Connors, R. dan Glenn, C. (1999), The New St. Martin’s Guide to Teaching Writing, Bedford, N.Y.

Habermas, J. (1972, terj. dari teks Jerman 1968, Appendix , 1978, 1981), Knowledge and Human Intersets, Heinemann Ed., London.

Habermas, J. (1984), The Theory of Communicative Action, Heinemann Ed., London.

Kleden, I. (2001), Menulis Politik: Indonesia sebagai Utopia, Penerbit Buku Kompas, Jakrta.

Severin, W.J. dan Tankard, J. W.(1988) 2nd, Communication Theories: Origins, Methods, Uses, Longman, N.Y.

Soedarsono. 1994. Membaca Cepat dan Efektif. Jakarta: Gramedia

Pustaka Utama

Suharjono. (2007) Karya Tulis Ilmiah (KTI) pada Kegiatan Pengembangan Profesi Guru. Jakarta: Depdiknas.

Suhardjono. 2009. Tanya Jawab di Sekitar Karya Tulis Ilmiah dalam Kegiatan Pengembangan Profesi Guru. Makalah Bahan Diskusi pada Rapat Koordinasi KTI Online, 17-20, Februari, Hotel Sahid Surabaya.

Sumardyono dan Ashari S. (2010), Kajian Kritis Dalam Pembelajaran Matematika. Pusat Pengembangan dan Pemberdayaan Pendidik dan Tenaga Kependidikan (PPPPTK) Matematika, Yogyakarta.

Thoha, M. (2005), Birokrasi Politik di Indonesia, PT RajaGrafindo, Jakarta.

http://wwwdocs.fce.unsw.edu.au/fce/EDU/eduwritingcritreview.pdf,

PB /IDENTIFIKASI MASALAH/09/IPA

Page 74: Kajian Kritis Revisi Acacia 9-10 Juli 2010

KAJIAN KRITIS

BBM/KAJIAN KRITISBBM/KAJIAN KRITIS 13

http://www.monash.edu.au/lls/llonline/quickrefs/26-critical-review.xml

PB /IDENTIFIKASI MASALAH/09/IPA

Page 75: Kajian Kritis Revisi Acacia 9-10 Juli 2010

KAJIAN KRITIS

BBM/KAJIAN KRITISBBM/KAJIAN KRITIS 13

PB /IDENTIFIKASI MASALAH/09/IPA