kajian hikam

33
http://alfithrahgp.blogspot.com/2012/11/unit-usaha.html Selasa, November 20, 2012 alfithrah gp No comments Sudah banyak Ulama’-ulama’ besar mensyarahkan karya besar ini, “Kitab Al-Hikam”, buah karya seorang Ulama’ besar zamannya, yaitu Asy-Syekh Al-Imam Al-Arif Billah, Abi Fadil Tajuddin Ahmad bin Muhammad bin Abdul Karim Ibnu Athaillah Al-Assakandary Radliyallaahu ‘Anhum. baik dalam bahasa arab maupun secara terjemahan dan pensaduran dari syarahnya ke dalam bahasa Indonesia. Sebuah karya tulis yang sarat berisi tentang pendidikan akhlakul karimah yang amat tinggi. Dengan kalimat-kalimat yang singkat dan sederhana tapi mengandung arti yang sangat dalam dan sangat luas. Bagaikan lautan yang tidak bertepi, buah karya yang relevansinya abadi untuk sepanjang zaman, baik yang berkaitan dengan hubungan antara sesama hamba lebih-lebih tentang hubungan antara seorang hamba kepada Ma’budnya. Isi kitab Hikam itu merupakan konsep-konsep kehidupan yang logis dan masuk akal serta rambu-rambu jalan yang cemerlang. Kemanfaatan isi kitab ini sudah tidak diragukan lagi, bahkan hampir-hampir tidak ada seorangpun yang mendalami ilmu tasawuf dan menjalani kehidupan alam kesufian kecuali pasti telah menyelami lautannya, menenggak air susu dan madunya dan bahkan tidak sedikit yang menjadi mabuk dengan arak murninya. Penulis mencoba ikut mensyarahkan dalam bahasa Indonesia, semata- mata untuk memenuhi kewajiban sebagai seorang hamba Allah yang dhoif, untuk belajar bersama-sama para santri dan teman-teman serta jamaah di pesantren. Dalam forum kajian ini penulis berharap mendapat masukan dari para pengunjung dan pembaca web yang terhormat, silahkan Anda mengomentari dan berdiskusi di forum ini semoga menambah manfaat

Upload: joejunkis

Post on 24-Oct-2015

126 views

Category:

Documents


3 download

TRANSCRIPT

Page 1: KAJIAN HIKAM

http://alfithrahgp.blogspot.com/2012/11/unit-usaha.html

Selasa, November 20, 2012  alfithrah gp  No comments

Sudah banyak Ulama’-ulama’ besar mensyarahkan karya besar ini, “Kitab Al-Hikam”, buah karya seorang Ulama’ besar zamannya, yaitu Asy-Syekh Al-Imam Al-Arif Billah, Abi Fadil Tajuddin Ahmad bin Muhammad bin Abdul Karim Ibnu Athaillah Al-Assakandary Radliyallaahu ‘Anhum. baik dalam bahasa arab maupun secara terjemahan dan pensaduran dari syarahnya ke dalam bahasa Indonesia.

Sebuah karya tulis yang sarat berisi tentang pendidikan akhlakul karimah yang amat tinggi. Dengan kalimat-kalimat yang singkat dan sederhana tapi mengandung arti yang sangat dalam dan sangat luas. Bagaikan lautan yang tidak bertepi, buah karya yang relevansinya abadi untuk sepanjang zaman, baik yang berkaitan dengan hubungan antara sesama hamba lebih-lebih tentang hubungan antara seorang hamba kepada Ma’budnya.Isi kitab Hikam itu merupakan konsep-konsep kehidupan yang logis dan masuk akal serta rambu-rambu jalan yang cemerlang. Kemanfaatan isi kitab ini sudah tidak diragukan lagi, bahkan hampir-hampir tidak ada seorangpun yang mendalami ilmu tasawuf dan menjalani kehidupan alam kesufian kecuali pasti telah menyelami lautannya, menenggak air susu dan madunya dan bahkan tidak sedikit yang menjadi mabuk dengan arak murninya.

Penulis mencoba ikut mensyarahkan dalam bahasa Indonesia, semata-mata untuk memenuhi kewajiban sebagai seorang hamba Allah yang dhoif, untuk belajar bersama-sama para santri dan teman-teman serta jamaah di pesantren.

Dalam forum kajian ini penulis berharap mendapat masukan dari para pengunjung dan pembaca web yang terhormat, silahkan Anda mengomentari dan berdiskusi di forum ini semoga menambah manfaat untuk kita semua, amiinSumber: www.ponpesalfithrahgp.wordpress.com Posted in: Kajian Hikam

Page 2: KAJIAN HIKAM

JANGAN PUTUS ASA KEPADA ALLAH

Minggu, Desember 09, 2012  alfithrah gp  No comments

لك ض*م,ن* ف*ه0و* *أس,ك* ,ي ل 7ا ب م0و:ج, الد<ع*اء, ف,ى :ح*اح, ,ل اال م*ع* الع*ط*اء, *م*د, ا *خ<ر0 *أ ت 0ن: *ك ي ال**ك* ل ه0 *ار0 ت *خ: ي :م*ا ف,ي *ة* اب ,ج* ال* اال 0ر,د0 ي Vذ,ى ال الو*ق:ت, و*ف,ى *ف:س,ك* ,ن ل *ار0 ت *خ: ت :م*ا ف,ي ال*

:د0 0ر,ي ت Vذ,ى ال الو*ق:ت, ف,ى

“Tertundanya pemberian setelah do’a itu dipanjatkan dengan berulang-ulang jangan menimbulkan putus asamu kepada Allah, sebab Allah telah menjamin

diterimanya do’a, akan tetapi mengikuti pilihan Allah untukmu bukan mengikuti pilihanmu untuk dirimu dan di dalam waktu yang dikehendaki Allah bukan di

dalam waktu yang engkau kehendaki”.

Berdo’a adalah salah satu kewajiban seorang hamba kepada Tuhannya dan Allah Swt berjanji akan mengabulkan do’a-do’a tersebut sebagaimana firmanNya: "Berdo`alah kepada-Ku, niscaya akan Kuperkenankan bagimu. Sesungguhnya orang-orang yang menyombongkan diri dari menyembah-Ku akan masuk neraka Jahannam dalam keadaan hina dina". (QS. 40; 60)

Ketika seorang hamba berdo’a kepada Allah, terlebih apabila do’a itu dilakukan secara istiqamah, maka pasti do’a itu akan dikabulkan. Karena Allah sudah berjanji, dan sedikitpun Allah tidak akan mengingkari janji-janji-Nya. Namun demikian, do’a-do’a yang dipanjatkan itu haruslah memenuhi syarat sebagai do’a yang dikabulkan. Rasulullah Saw menegaskan dalam sabdanya: “Setiap do’a yang dipanjatkan oleh seorang hamba kepada Allah asal tidak tercampur dengan dosa dan memutuskan tali silaturrahmi, do’a itu akan dikabulkan dalam tiga pilihan:(1) Diturunkan seketika di dunia dalam bentuk pemberian sesuai dengan permintaan; (2) Dijadikan simpanan di akhirat sebagai kafarat dari dosa-dosanya; (3) Digantikan sebagai ganti musibah yang tidak jadi diturunkan demi keselamatannya.” (atau yang searti dengannya).

Oleh karena itu, setelah do’a-do’a tersebut dipanjatkan, hendaknya seorang hamba yakin bahwa do’a-do’anya akan dikabulkan Allah, walau dalam tiga pilihan yang masih dirahasiakan tersebut. Hanya Allah yang Memilih, Menghendaki dan Mengetahuinya. Allah berfirman: “Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang Aku, maka (jawablah), bahwasanya Aku adalah dekat. Aku mengabulkan

Page 3: KAJIAN HIKAM

permohonan orang yang berdo`a apabila ia memohon kepada-Ku, maka hendaklah mereka itu memenuhi (segala perintah)-Ku dan hendaklah mereka beriman kepada-Ku, agar mereka selalu berada dalam kebenaran.” (QS. al-Baqoroh; 2/186)

As-Syaikh Ibnu Athaillah Ra meneruskan:

ن�ه� ل م� ز� ت�ع�ين� ا�ن و� د� و ع�و الم� و ع� و�ق� ع�د�م� الو�ع د� ف�ى ك�ك�نك� ي�ش� �ات�ك� ي ر� ر� س� ل�ن�و ر� اد%ا م� ا�خ و� ت�ك� ي ر� ب�ص� ف�ى ا د ح% ق� ذ�ل�ك� ي�ك�و ن� � ل�ئ�ال+

“Jangan sekali-kali meragukan janji Allah karena belum terpenuhinya janji itu walau batas pelaksanaannya sudah sangat dekat, supaya yang demikian itu tidak menjadikan redupnya sinar mata hatimu dan memadamkan cahaya rahasia batinmu”.

Allah Lebih Mengetahui akan keadaan hamba-hamba-Nya, baik urusan dunia, agama maupun akhirat, terlebih urusan rizki-rizki bagi mereka, karena dengan urusan rizki-rizki itu manusia akan menjadi selamat atau tidak. Allah tidak mengingkari janji-Nya bahwa setiap hamba-Nya yang berdo’a dengan benar kepada-Nya pasti dikabulkan. Sebagaimana ditegaskan oleh firman-Nya: “Allah tidak akan menyalahi janji-Nya, tapi kebanyakan manusia tak mengetahui”. (QS. 30; 6)

Namun demikian, bagi hamba-hamba beriman—berkat kasih sayang-Nya yang dalam kepada mereka—apa saja yang diberikan kepadanya haruslah yang menjadikan mereka lebih baik. dalam hal ini Allah adalah yang lebih mengetahuinya. Allah menegaskan dengan firman-Nya : “Dan jikalau Allah melapangkan rizki kepada hamba-hamba-Nya tentulah mereka akan melampaui batas di muka bumi, tetapi Allah menurunkan apa yang dikehendaki-Nya dengan ukuran. Sesungguhnya Dia Maha Mengetahui (keadaan) hamba-hamba-Nya lagi Maha Melihat”. (QS. 42; 27)

Oleh karena itu, jika ada janji Allah yang seakan-akan belum terpenuhi, padahal menurut pengetahuan dan perasaan seorang hamba yang sedang terdesak, seharusnya saat terpenuhinya janji itu sudah sangat mendesak, bahkan sudah tidak ada waktu lagi untuk tertunda. Meskipun keadaannya demikian, janganlah menjadikan hati seorang hamba ragu kepada Allah .

Siap Menerima Kenyataan

Bagaimanapun keadaan yang akan dan sedang terjadi, hati seorang hamba yang beriman hendaknya tetap yakin serta siap menghadapinya, bahwa apa saja yang dikehendaki Allah pastilah yang terbaik untuk dirinya. Supaya matahati dan cahaya rahasia batin tidak menjadi redup dan padam. Sebab, ketika ujian-ujian hidup itu sudah cukup menurut pandangan Allah, dan ketika seorang hamba telah melewatinya dengan nilai yang baik, maka problematika kehidupan dan bahkan konflik-konflik horizontal yang telah berlalu, sesungguhnya merupakan proses masuknya ilmu pengetahuan dalam hati yang tinggi nilainya. Itulah ilmu rasa, ilmu pengetahuan yang dapat mematangkan jiwa manusia. Ilmu pengetahuan yang mampu menebalkan keyakinan, membakar lapisan kabut hati sehingga menjadikan matahati seorang hamba semakin cemerlang dengan Nur Ma’rifat kepada Allah.

Hanya dengan cara seperti itulah Allah memperjalankan kehidupan para hamba pilihan-Nya dan bahkan para nabi dan rasul-Nya. Diperjalankan dengan realita kehidupan yang sesungguhnya, menghadapi kesulitan dan tantangan serta goncangan-goncangan hidup yang berat: “Apakah kamu mengira bahwa kamu akan masuk surga, padahal belum datang kepadamu (cobaan) sebagaimana halnya orang-orang terdahulu sebelum kamu?. Mereka ditimpa oleh malapetaka dan kesengsaraan, serta digoncangkan (dengan bermacam-macam cobaan) sehingga berkatalah Rasul dan orang-orang yang beriman bersamanya: "Bilakah datangnya pertolongan Allah?". Ingatlah, sesungguhnya pertolongan Allah itu amat dekat”. (QS. al Baqoroh; 214) Namun demikian, ketika keadaan benar-benar telah mendesak baru pertolongan-Nya diturunkan, karena sungguh sedikitpun Allah tidak akan mengingkari janji-Nya.

Oleh : Muhammad Luthfi GhozaliPosted in: Kajian Hikam

Page 4: KAJIAN HIKAM

ANTARA JAMINAN DAN KEWAJIBAN

Rabu, Desember 05, 2012  alfithrah gp  No comments

د�ل�ي ل. ن ك� م� ط�ل�ب� ي م�ا ف� ي ر�ك� ص� ت�ق و� ل�ك� م�ن� ض� ي م�ا ف� اد�ك� ت�ه� ا�جن ك� م� ة� ي ر� الب�ص� �ن ط�م�اس� ا ع�ل�ى

“Kesungguhan dalam mengusahakan sesuatu yang sudah terjamin bagimu dan keteledoran dalam menjaga apa yang diwajibkan bagimu, menunjukkan

tanda-tanda bahwa mata hatimu dalam keadaan tertutup”.

Sungguh seluruh makhluk baik yang di langit maupun di bumi hanya tercipta untuk manusia bukan sebaliknya. Artinya hikmah penciptaan Alam dan isinya hanya diperuntukkan bagi kebutuhan hidup manusia: “Dan Dia menundukkan untukmu apa yang ada di langit dan apa yang ada di bumi semuanya, (sebagai rahmat) daripada-Nya.” (QS. al-Jatsiyah; 13)

Manusia bukan diciptakan untuk malaikat dan jin tapi malaikat dan jinlah diciptakan untuk manusia. Nabi Muhammad Saw bukan diciptakan untuk melayani malaikat Jibril, tapi sebaliknya malaikat Jibril tercipta untuk melayani Nabi Muhammad Saw. Terlebih lagi makhluk yang ada di muka bumi, sungguh mereka semua tercipta hanya untuk kebutuhan hidup manusia, bukan sebaliknya. Di udara dengan aneka macam burung-burung dan di bumi dengan tumbuhan dan hewan, demikian juga di laut dengan ikan-ikannya. Semua itu ditebarkan dengan melimpah ruah hanya untuk memenuhi kebutuhan hidup manusia.

Kalau seluruh makhluk tercipta untuk manusia maka manusia sesungguhnya hanya tercipta untuk mengabdi kepada Allah Swt: “Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembah-Ku”. (QS. Adz Dzariyat; 56) Artinya, dengan rizki-rizki yang sudah dikuasai, bagaimana manusia dapat mempergunakannya untuk mengabdi kepada Allah Swt.

Tiga Jenis Rizki dan Tiga Jenis Kebutuhan HidupSecara umum rizki yang disediakan Allah bagi manusia ada tiga macam:

Page 5: KAJIAN HIKAM

1.    Rizki yang dijamin. Rizki yang dijamin ini bukan hanya untuk manusia saja, namun juga seluruh makhluk yang ada. Yaitu rizki-rizki yang sudah tersedia dan ditebarkan Allah di muka bumi, meski cara mendapatkannya harus dengan jalan usaha (ikhtiar). Allah telah ditegaskan dengan firman-Nya: “Dan tidak ada sesuatupun melainkan pada sisi Kami-lah khazanahnya; dan Kami tidak menurunkannya melainkan dengan ukuran yang tertentu”. (QS. 15; 21) Betapapun kerasnya orang berusaha dan kemudian mendapatkan hasil dari usahanya, rizki yang didapat itu sesungguhnya sudah disiapkan baginya. Seandainya rizki-rizki tersebut tidak tersedia sebelumnya, mustahil bagi orang tersebut bisa mendapatkannya? Seperti orang menanam benih dan tumbuh menjadi tanaman misalnya, seandainya tanah yang ditanami benih itu tidak terlebih dahulu tercipta dapat menumbuhkan tanaman, dapatkah para petani itu manuai hasil tanamannya? Demikianlah sunnah yang sudah ditetapkan-Nya (sunnatullah). Tidak hanya itu saja, bahkan cara mengusahakan rizki-rizki tersebut sesungguhnya merupakan bagian dari sunnah yang sudah ditetapkan pula. Dengan sunnah-sunnah itu, setiap makhluk hidup akan mendapatkan bagian yang sudah ditetapkan baginya.

2.      Rizki yang ditambahkan. Rizki ini bisa didapatkan ketika seorang hamba sudah mampu bersyukur kepada Allah dari rizki yang pertama. Hal itu sebagaimana yang telah dinyatakan dalam firman-Nya; “Dan (ingatlah juga), tatkala Tuhanmu memaklumkan: "Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), maka sesungguhnya azab-Ku sangat pedih". (QS. 14; 7) Jadi, kalau manusia belum bisa bersyukur, padahal rizkinya melimpa, betapapun besarnya kekayaan tersebut, sejatinya harta benda itu didatangkan dari jenis “rizki yang dijamin”, bukan dari jenis “rizki yang ditambahkan”. Jenis rizki yang pertama bukan yang kedua, hanya saja dia mendapatkan pembagian yang lebih besar dibandingkan orang lain.

3.    Rizki yang dijanjikan. Yaitu rizki yang didatangkan dari rahasia (buah) ibadah yang dijalani. Sebagaimana yang dinyatakan dalam firman-Nya: “Barangsiapa yang mengerjakan amal shalih, baik laki-laki maupun perempuan dalam keadaan beriman, maka sesungguhnya akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang baik dan sesungguhnya akan Kami beri balasan kepada mereka dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan". (QS. 16; 97)

Adapun kebutuhan hidup manusia juga terdapat tiga macam. Pertama kebutuhan untuk kecukupan hidup (primer). Kedua kebutuhan untuk kesempurnaan hidup (sekunder) dan ketiga kebutuhan untuk kesenangan hidup (tersier). Kebutuhan untuk kecukupan hidup, boleh jadi semua orang hidup sudah mendapatkannya. Buktinya, bagaimanapun susahnya hidup seseorang, rata-rata masih bisa makan minimal dua kali sehari. Sedangkan kebutuhan untuk hidup sempurna, oleh karena tingkat kesempurnaan hidup ada batasnya, maka kebutuhan hidup yang kedua ini tentunya bisa direncanakan dan dibatasi. Berbeda apabila yang dibutuhkan hidup adalah memperturutkan kesenangan, terlebih hanya berdasarkan kemauan hawa nafsu, kebutuhan hidup inilah yang tidak terbatas, karena batasan senang hanyalah kematian.

Jika ketiga rizki tersebut dikaitkan dengan ketiga jenis kebutuhan hidup, maka cara mengusahakannya menjadi variatif. Jalan ikhtiar untuk mendapatkan rizki-rizki tersebut akan mengikuti jenis kebutuhan hidup tersebut. Saat itulah “iman dan tawakkal” seorang hamba diuji. Apabila dalam mengusahakan “rizki yang sudah dijamin” tersebut menjadikan sebab keteledorannya terhadap kuwajiban sebagai seorang hamba untuk mengabdi kepada Allah, maka berarti itu menunjukkan tanda-tanda bahwa matahati orang tersebut sedang tertutup.

Sarana Ibadah

Page 6: KAJIAN HIKAM

Seringkali orang berdalih, rizki yang dicari-cari dalam hidupnya itu sesungguhnya hanya untuk mencukupi kebutuhan sarana ibadah, bukan untuk menumpuk-numpuk kekayaan. Kalau memang benar-benar demikian, maka pastinya usaha tersebut juga termasuk ibadah. Jika benar demikian, seperti orang mengerjakan shalat misalnya, maka tentunya setiap ibadah pasti ada syarat dan rukunnya, maka dalam mengusahakan rizki untuk ibadah itupun harus demikian, orang beriman harus mampu memilih jalan usaha yang dibenarkan dan dihalalkan oleh Agama, tidak dengan korupsi dan manipulasi.

Dalam kaitan tersebut, keadaan hati manusia dapat terbaca dari bagaimana cara mensikapi harta yang sudah didapatkan. Kalau harta-harta itu ternyata memudahkan mereka melaksanakan ibadah dan ringan dibelanjakan di jalan Allah, berarti pengakuannya tersebut benar, usahanya benar-benar termasuk ibadah. Apabila tidak, bahkan usahanya dalam mencari rizki-rizki itu ternyata justru mengalahkan kewajibannya dalam melaksanakan ibadah, apalagi dengan melakukan korupsi dan manipulasi maka yang terjadi malah sebaliknya, ibadah yang dilakukan itu sesungguhnya hanyalah dijadikan sebagai sarana untuk mendapatkan rizki dunia, dzikir dan wiritnya supaya bisa mendatangkan tambahan rizki dan bahkan dijadikan pesugihan. Jika kenyataannya demikian, maka berarti matahati manusia itu sedang dalam keadaan buta.

Oleh : Muhammad Luthfi GhozaliPosted in: Kajian Hikam

1. TANDA-TANDA LEMAHNYA YAKIN

Selasa, November 20, 2012  alfithrah gp  No comments

يم� ح� الر م�ن� ح الر الله� م� ب�س

BAB 1, TANDA-TANDA LEMAHNYA YAKIN

ن د� ع� اء� ج� الر+ ان� ص� ن�ق ال� الع�م� ع�لى اد� اإلع ت�م� م�ات� ع�ال� م�نلل� الز� د� و و�ج�

 “Tanda-tanda bergantung kepada amal, kurangnya pengharapan ketika terjadi lemahnya amal”.

Sebagai seorang hamba Allah SWT, manusia wajib mengabdi kepada-

Page 7: KAJIAN HIKAM

Nya, karena untuk itulah ia diciptakan. Pengabdian itu harus dijadikan sebagai landasan segala aktifitas kehidupan di jalan-Nya. Supaya pengabdian itu bisa berjalan dengan baik, maka manusia harus

melandasi pengabdiannya dengan dua sifat; Pertama sifat raja’ atau berharap dan kedua sifat khauf atau takut. Allah SWT yang

mengajarkannya dalam firmanNya:Allah SWT berfirman: “Kabarkanlah kepada hamba-hamba-Ku, bahwa

Sesungguhnya Aku-lah Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang, - dan bahwa sesungguhnya azab-Ku adalah azab yang sangat pedih”. 

(QS. Al-Hijr; 15/49-50)

Ayat diatas menyatakan dengan tegas, bahwa kedua sifat tersebut harus diterapkan manusia dalam hidupnya secara seimbang, tidak

boleh berat sebelah. Maksudnya manusia tidak boleh menggantungkan harapan dan menyandarkan rasa takut kecuali hanya kepada Allah

SWT.

Sifat raja’ diperlukan agar manusia tidak terjerumus ke dalam lembah putus asa. Karena sebesar apapun dosa seorang hamba,

pengampunan Allah kepada yang dikehendaki-Nya lebih besar dan lebih luas tak terhingga.  Sedangkan dengan sifat khauf dimaksudkan agar seorang hamba tidak sembrono dan tidak mudah lepas kontrol. Sebab, sekecil apapun dosa yang sudah diperbuat, oleh karena tidak ada seorangpun yang pernah mengadakan perjanjian dengan Allah

SWT sehingga mendapatkan jaminan dimasukkan ke surga, maka tidak ada jaminan bagi seseorang untuk selamat dari dosa yang sudah

diperbuatnya.

Amal Batin Adalah Buah Amal Lahir    Amal ibadah lahir, baik shalat, puasa, zakat shadaqah, dzikir, fikir, mujahadah maupun riyadlah, apabila dilaksanakan dengan benar,

semata-mata mengharapkan ridla Allah, akan membuahkan amal batin yakni ketakwaan di dalam hati dan keyakinan kepada Allah. Jika

amaliyah tersebut dapat dilaksanakan secara istiqamah, sehingga iman dan yakin semakin meningkat, maka seorang hamba akan mendapatkan ma’rifatullah, yakni mengenal kepada Allah SWT.

Yang demikian itu telah disimpulkan Allah dalam suatu ayat tentang “hikmah yang terkandung” dalam perintah ibadah puasa di bulan

Ramadhan. Allah SWT berfirman yang artinya: “Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa”. (QS.Al-Baqoroh(2);

183).

Maksudnya, ibadah puasa, seperti juga ibadah-ibadah vertikal yang lainnya, apabila dilaksanakan dengan dasar iman serta semata-mata hanya menjalankan perintah-Nya, akan membentuk manusia menjadi

seorang hamba yang bertakwa, artinya ibadah fertikal merupakan sarana latihan bagi manusia agar karakternya bisa berubah menjadi

lebih baik. Manakala hikmah terbesar “puasa” bisa menjadikan seorang hamba bertakwa kepada Tuhannya, maka dengan ayat ini dapat

disimpulkan bahwa amal lahir, apabila dilaksanakan dengan benar dapat membuahkan amal batin yaitu ma’rifatullah.

Namun demikian, apabila tumbuhnya kekuatan yakin atau ma’rifat itu selalu berkaitan dengan amalan lahir, dan ketika suatu saat amal lahir

itu sedang lemah menjadikan keyakinan atau ma’rifatnya lemah, sehingga pengharapan kepada Allah menjadi lemah pula, maka

melemahnya pengharapan kepada Allah itu merupakan tanda bahwa sesungguhnya orang tersebut hakekatnya belum bertawakkal kepada Allah, melainkan baru bertawakkal kepada amal ibadahnya. Akibatnya,

Page 8: KAJIAN HIKAM

ketika ia sedang jauh dari amaliyah yang di jalani itu, ia kembali akan kehilangan kepercayaan diri lagi.

Oleh karena itu, hati seorang hamba harus selalu siap menghadapi kepastian takdir-Nya, baik dalam keadaan sedang jalan wiridnya maupun tidak. Seorang SALIK harus siap di dalam hatinya, bahwa

selain yang keluar dari kehendaknya (irodah) sendiri, pasti itu adalah kehendak Tuhannya. Untuk itu, apapun bentuknya—yang terjadi di dalam realita dan dari siapapun datangnya—kalau kehendak Tuhan

sudah datang di hadapannya, seorang hamba yang ber-ma’rifat akan sanggup menyongsong realita tersebut dengan hati selamat. Mereka

mampu berprasangka baik (husnudh-dhon), walau sedang dihadapkan dengan kematian sekalipun.

Jadi, istiqamah itu bukan hanya dalam amal perbuatan lahir dan wirid-wirid khusus saja, namun juga dan yang utama itu adalah istiqamah hati. Yakni, dalam keadaan yang bagaimanapun, baik sedang wirid

maupun tidak, hatinya tetap hanya bersandar kepada Allah. Berharap dan takut hanya kepada “pemeliharaan” Sang Pemelihara Alam

Semesta: Sesungguhnya orang-orang yang mengatakan: "Tuhan kami ialah Allah" kemudian mereka meneguhkan pendirian mereka, maka

malaikat akan turun kepada mereka (dengan mengatakan): "Janganlah kamu merasa takut dan janganlah kamu merasa sedih; dan

bergembiralah kamu dengan (memperoleh) surga yang telah dijanjikan Allah I kepadamu". (QS. Fush Shilat; 30)

HATI YANG TIDAK SYIRIK, DO"ANYA DIKABULKANSenin, November 19, 2012 alfithrah gp No comments

Setiap orang beriman pasti percaya bahwa Allah adalah Dzat yang Mengabulkan do’a-do’a hambaNya. Itu mereka yakini dari firman-Nya:

�ال� ك�م� و�ق �ب �ي ر �ج�ب� اد�ع�ون ت س� ل��ك�م� أ�Dan Tuhanmu berfirman: "Berdo`alah kepada-Ku, niscaya akan Kuperkenankan bagimu”.(QS.al-Mu’min(40)60)

Mereka juga percaya bahwa seorang hamba berpotensi dapat melaksanakan interaksi dua dzikir kepada-Nya sebagaimana yang mereka yakini dari firman-Nya:

Page 9: KAJIAN HIKAM

�ي �ون �ر �اذ�ك �م� ف �ك �ر ذ�ك �وا أ� �ر ك �ي و�اش� �ا ل �ون� و�ل ف�ر �ك� ت“Karena itu, ingatlah kamu kepada-Ku niscaya Aku ingat (pula) kepadamu, dan bersyukurlah kepada-Ku, dan janganlah kamu mengingkari (ni`mat) –Ku”. (QS.al-Baqoroh(2)152)

Namun yang ada dalam kenyataan tidak demikian. Yang banyak terjadi, justru sebagian dari orang-orang yang sudah melaksanakan sholat dan puasa itu tidak mampu begitu saja mempercayai do’a mereka sendiri. Mereka tidak kuat hati untuk menyerahkan persoalan kehidupan hanya kepada Tuhan yang mereka sembah setiap hari. Terbukti, dalam mencari penyelesaian dan jalan keluar dari masalah hidup yang sedang mereka hadapi, seringkali mereka tidak percaya diri hingga terpaksa harus mendatangi dukun-dukun dan paranormal untuk mencari bantuan dalam menyelesaikan romantika kehidupan yang mereka hadapi. Fenomena membuktikan hal itu, sehingga dunia perdukunan dan paranormal akhir-akhir ini marak menjadi ajang bisnis yang menjanjikan.

Seandainya mereka benar-benar beriman dan yakin bahwa Allah Maha Mendengar dan Maha Mengetahui keadaan mereka yang saat itu sedang susah dan membutuhkan pertolongan, maka upaya penyelesaian dengan mendatangi dukun dan paranormal itu pasti tidak akan mereka lakukan. Ilmu pengetahuan dan iman ternyata tidak mampu menjawab kebutuhan hidup yang sedang mendesak itu. Hati mereka tidak yakin bahwa do’anya akan mendapatkan ijabah dari-Nya hingga masalah yang sedang dihadapi mendapatkan jalan keluar yang benar. Apabila hal tersebut dilakukan, berarti itu menunjukkan dalam hati itu masih ada penyakit syirik yang tersembunyi.

Jika hati orang-orang beriman bersih dari syirik, maka jiwa suci mereka pasti dekat dengan rahasia sistem distribusi perbendaharaan rahmat Allah sehingga matahati mereka dapat bertatap muka secara ruhaniah dan indera batin mereka dapat berkomunikasi setiap saat dengan Dzat yang mereka imani. Itulah hati para hamba Allah yang sholeh. Setiap saat mereka dapat berjumpa dan berdialog dengan Tuhannya melalui munajat yang disampaikan pada setiap pagi dan petang.

Dengan kedekatan hubungan secara ruhaniah itu, maka do’a-do’a mereka selalu mendapatkan ijabah. Tanda-tandanya, mereka tidak pernah merasa takut dan kuatir dalam segala kesulitan hidup. Hal itu tergambar dari air muka yang jernih dan damai, yang memancar dari raut wajah mereka. Itu bisa terjadi, karena dalam rongga dada mereka ada jalinan mesra secara berkesinambunag antara amal yang dilakukan dengan janji-janji Allah yang tidak pernah teringkari. Allah menyatakan keberadaan mereka itu dengan firmanNya:

.ن .ذ�ين� إ/ �وا ال �وا آم�ن �ل �م �ات� و�ع ح ال� .�وا الص �ام ق � و�أ� �اة ل .�ا الص �و � و�آت ك�اة . �م� الز �ه �م� ل �ه ر ج� �د� أ� �م� ع�ن �ه �ا ر�ب �م� خ�و�فP و�ل �ي�ه �ل �ا ع �م� و�ل �ون� ه �ن �ز ح ي�“Sesungguhnya orang-orang yang beriman, mengerjakan amal saleh, mendirikan sembahyang dan menunaikan zakat, mereka mendapat pahala di sisi Tuhannya. Tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati”.(QS.al-Baqoroh(2)277).

Dalam ayat yang lain Allah berfirman:

�ا ل ن. أ� �اء� إ/ �ي ل و� � أ� ه . �ا الل �م� خ�و�فP ل �ي�ه �ل �ا ع �م� و�ل �ون� ه �ن �ز ح .ذ�ين�( 62 )ي� �وا ال �وا آم�ن ق�ون� و�ك�ان . �ت �م�( 63 )ي �ه �ش�ر�ى ل �ب �ي ال � ف �اة �ي ح �ا ال� �ي ن �ي الد � و�ف �ة ال�آخ�ر �ا �د�يل� ل �ب �ات� ت �م �ك�ل � ل ه . �ك� الل � ذ�ل �و � ه �ف�و�ز � ال �ظ�يم �ع ال“Ingatlah, sesungguhnya wali-wali Allah itu, tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati (62) (Yaitu) orang-orang yang beriman dan mereka selalu bertakwa (63) Bagi mereka berita gembira di dalam kehidupan di dunia dan (dalam kehidupan) di akhirat. Tidak ada perobahan bagi kalimat-kalimat (janji-janji) Allah. Yang demikian itu adalah kemenangan yang besar”(64) (QS.Yunus(10)62-64)

Page 10: KAJIAN HIKAM

Siapapun orang beriman dan bertakwa tanpa kecuali, sesungguhnya mampu malakukan hal seperti itu. Berjumpa dan berkomunikasi dengan Allah Ta’ala pada setiap munajat yang mereka lakukan. Menikmanti lezatnya makanan spiritual, mencicipi manisnya arak surga yang dicurahkan di dunia. Kenikmatan ruhaniah yang terkadang bisa menjadikan para pengembara di jalan Allah mabuk kepayang di tengah perjalanan.Setiap hamba Allah yang beriman pasti berpotensi menikmati kelezatan makanan spiritual yang dapat dirasakan setiap saat, baik disaat sedang sholat ataupun berdzikir, bahkan sekalipun mereka sedang sibuk dengan urusan dagang di pasar dan bekerja di kantor. Itu bisa terjadi, asal dalam pengabdian hidup yang mereka lakukan, baik secara fertikal maupun horizontal, mereka sanggup membersihkan rongga dada mereka dari segala penyakit manusiawi yang tidak terpuji dan dari setiap anasir virus syirik yang paling tersembunyi. Dengan itu matahati mereka menjadi cemerlang dan tembus pandang, sehingga indera batin itu hanya memelototi rahasia urusan takdir Ilahi yang azaliah meski akal dan pikiran mereka saat itu sedang sibuk dengan urusan duniawi. Itulah kenikmatan hakiki yang hanya bisa dicicipi oleh hati yang suci dan bersih dari segala karakter duniawi yang tidak terpuji.

Adapun pertemuan yang dijanjikan itu, sesungguhnya itu adalah potensi yang disediakan sejak zaman azali. Sebagai sunnahtullah yang tidak akan terjadi perubahan untuk selama-lamanya. Diturunkan kepada seorang hamba di dunia sebagai balasan amal ibadah dan pengabdian yang dilakukan dengan benar. Menjadi tanda-tanda bahwa amal ibadah itu diterima di sisiNya. Sebagai buah ibadah yang dapat dipetik dan dimakan setiap saat ketika para pengembara itu sedang kehausan di tengah perjalanan panjang. Potensi interaksi dua dzikir itu dinyatakan Allah SWT. dengan firmanNya:

�ل� �ا ق م . ن �ا إ/ ن �رP أ� �ش �ل��ك�م� ب �وح�ى م�ث �ي. ي ل �ا إ/ م . ن �ك�م� أ� �ه ل P إ/ �ه ل �ن� و�اح�دP إ/ �م �ر�ج�و ك�ان� ف �ق�اء� ي � ل �ه �ب �ع�م�ل� ر �ي �ل �ا ف �ل �م �ا ع ح �ا ص�ال� �ر�ك� و�ل �ش � ي �اد�ة �ب �ع � ب �ه �ب ح�د�ا ر أ�“Barangsiapa mengharap perjumpaan dengan Tuhannya maka hendaklah ia mengerjakan amal yang saleh dan janganlah ia mempersekutukan seorangpun dalam beribadat kepada Tuhannya”.(QS.al-Kahfi(18)110)

Meskipun Ijabah itu merupakan hak mutlah Allah Taala, namun demikian,  yang dimaksud dengan istilah ijabah itu sesungguhnya merupakan sistem yang sudah ditetapkan Allah sejak zaman azali, yakni rahasia urusan takdir Allah yang tercipta antara huruf KAF dan huruf NUN dari kalimat KUN FAYAKUN, barangsiapa mampu memasuki sistem tersebut dengan cara yang benar maka mereka pasti akan mendapatkan Ijabah dari-Nya. Seperti orang memasuki situs di internet, untuk men-download progam yang ada di server yang tersedia guna meningkatkan kinerja computernya, maka siapa saja bisa melakuannya asal mempunyai dan menguasai tehnologinya serta mengetahui password-nya.

Adapun urusan rahasia huruf KAF dan NUN tersebut berada di dalam  setiap hati yang selamat dari  hati hamba-hamba Allah yang sholeh yang setiap saat dikehendaki untuk hadir di haribaan-Nya, mereka itu adalah para kekasih yang dikasihi, dengan izin-Nya setiap berdo'a untuk umatnya selalu mendapat ijabah dari-Nya, karena doa-doa tersebut mampu dipancarkan dari hati yang sudah dipenuhi dengan rahmat Allah, hati yang rahmatan lil alamiin, Allahu A'lam.   )malfiali, 2011(

sumber : ponpesalfithrahgp.wordpress.com

Posted in: Kajian Hikam

Page 11: KAJIAN HIKAM

2. MAQOM SEORANG HAMBA DI DUNIA

Selasa, November 20, 2012  alfithrah gp  No comments

BAB  2, MAQOM SEORANG HAMBA DI DUNIA

�l اد�ت�ك� ر�ي د� ار� ع� التج ة� م� ام� �يك� الله� ا�ق� ب�اب� ف�ى ا ن� األ�س ة� م� و� ه ية� الش ف� , الخ� اد�ت�ك� ا�ر� و� ب�اب� ع� اال�س ة� م� ام� �يك� الله� ا�ق� ر�ي د� ف�ى ا ط�اط. التج �ن ح� ن� ا ة� م� م الع�ل�ية� ال ه�

 “Kehendakmu untuk menggapai maqom tajrid padahal kehendak Allah SWT mendudukkanmu di maqom asbab adalah merupakan kehendak syahwat yang halus. Dan kehendakmu untuk menduduki maqom asbab padahal Allah

SWT mendudukkanmu di maqom tajrid, berarti engkau telah turun dari tingkat derajat yang tinggi”.

Maqom hidup manusia di dunia yang pertama adalah tajrid dan yang kedua adalah asbab. Yang dimaksud maqom tajrid adalah kondisi hidup atau kedudukan manusia dalam menjalani kehidupannya di dunia, di mana dengan maqom itu sumber rizkinya dimudahkan oleh Allah SWT. Sumber rizki tersebut didatangkan dengan tanpa harus dicari dan diikhtiari. Meskipun datangnya melalui sebab-sebab, namun sebab-sebab sumber rizki itupun merupakan hal yang didatangkan dengan mudah.Sebagaimana contoh kehidupan para Ulama suci lagi mulia, yang setiap hari aktifitas hidupnya hanyamengurus santri, jama’ah dan masyarakatnya, sehingga tidak kebagian waktu untuk memikirkan sumber rizki secara lahir. Namun ternyata kebutuhan hidupnya mendapatkan kecukupan. Bahkan terkadang melebihi kecukupan hidup orang-orang yang setiap hari sibuk mencari nafkah. Dengan maqom tajrid itu, seorang hamba Allah yang ‘arifin hanya membaca sebab-sebab yang datang, kemudian menindaklanjutinya dengan amal

(ikhtiar).

Adapun maqom asbab, dimana rizki seseorang tidak didatangkan kecuali melalui sebab-sebab yang diusahakan dan diikhtiari sendiri. Mereka tidak mendapatkan sumber kehidupan kecuali dari jalan ikhtiar yang dilakukan. Oleh karenanya mereka harus berikhtiar dan berusaha. Mencari dan menciptakan peluang supaya terbuka baginya sebab-sebab untuk

Page 12: KAJIAN HIKAM

mendapatkan kecukupan hidup. Setelah sebab-sebab itu terbangun baru ditindaklanjuti dangan amal dan usaha. Seperti itulah keadaan yang dialami kebanyakan manusia pada umumnya.

Oleh karena itu, sejak awal hidupnya seseorang yang menduduki maqom asbab itu harus mampu menciptakan sebab-sebab itu. Sejak mencari ilmu pengetahuan di bangku sekolah, melamar pekerjaan dan menciptakan sumber-sumber penghasilan. Setelah itu mereka harus menindaklanjuti lagi dengan usaha sampai mendapatkan apa-apa yang diharapkan.Apabila kedua maqom hidup tersebut dikaitkan “usaha dan tawakkal”, sebagaimana yang diperintahkan Allah SWT dalam sebuah firman-Nya: “Kemudian apabila kamu telah membulatkan tekad (ber’azam), maka bertawakkallah kepada Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertawakkal kepada-Nya” (QS. Ali Imran; 159).

Maka orang yang melaksanakan maqom tajrid adalah orang yang bertawakkal terlebih dahulu baru berusaha, sedangkan maqom asbab harus ber-azam terlebih dahulu untuk menciptakan sebab-sebab baru setelah itu bertawakkal.

Jangan Ingin Pindah Dari Satu Maqom Ke Maqom Yang LainAsy-Syekh Ibnu Ath-Tho’illah RA berkata: “Kehendakmu untuk menggapai maqom tajrid padahal kehendak Allah mendudukkanmu di maqom asbab adalah merupakan kehendak syahwat yang halus. Dan kehendakmu untuk menduduki maqom asbab padahal kehendak Allah mendudukkanmu di maqom tajrid, berarti engkau telah turun dari tingkat derajat yang

tinggi”.

Maqom tajrid, sungguhpun merupakan maqom mulia, sebagai karunia besar yang dianugerahkan Allah kepada hamba-hamba pilihan-Nya, namun demikian, selama pemiliknya masih hidup di dunia, baik dari yang berkaitan dengan urusan ukhrawi maupun duniawi, keadaan orang tersebut akan mengalami pasang surut sebagaimana sifat kehidupan dunia pada umumnya. Ketika tajridnya sedang naik, maka berarti rizki orang tajrid itupun akan ikut naik. Rizki itu didatangkan seperti air laut yang sedang pasang. Sumbernya memancar terus-menerus seakan tidak bisa putus lagi. Namun ketika tajridnya sedang turun, mereka terkadang mengalami kekeringan yang amat sangat. Seperti musim kemarau panjang yang seakan tidak dapat hujan lagi. Keadaan seperti ini bagi seorang tajrid merupakan bentuk ujian yang sangat berat.

Betapa tidak, ketika seorang tajrid harus menghadapi desakan kebutuhan realita yang tidak terelakkan. Harus memenuhi tuntutan hidup sebagai seorang kepala rumah tangga misalnya. Menghadapi kesulitan hidup yang dialami anak-anak dan istri yang terkadang bahkan dihadapkan pada masalah yang berat. Anaknya sedang sakit keras misalnya, padahal sedikitpun dia tidak dapat berusaha untuk membawa anaknya itu ke rumah sakit karena saat itu sedang tidak tersedia sarana dan dana. Dalam keadaan seperti itu, konsekwensi seorang tajrid tetap tidak boleh mengusahakan sebab yang dapat melepaskan dirinya dari kesulitan tersebut namun tetap harus menunggu, meski dihadapkan dengan kematian anaknya misalnya.Seandainya dia masih menduduki maqom asbab seperti dahulu, barangkali dia masih dapat berusaha, walau hanya untuk mendapatkan pinjaman dari tetangga misalnya. Akan tetapi di maqom tajrid tidaklah demikian.

Ketika sebab yang pertama tidak berada di tangan, datangnya sebab itu tidak boleh diharapkan dari makhluk. Apabila hal tersebut dilakukam berarti akan menurunkannya pada derajat maqom asbab.Seorang maqom tajrid hanya dapat menunggu kepastian yang akan terjadi. Apapun kejadiannya, yang demikian itu lebih baik baginya daripada harus menyandarkan harapan mendapat pertolongan dari makhluk. Untuk itu,

Page 13: KAJIAN HIKAM

dalam keadaan yang bagaimanapun seorang tajrid harus mampu memilih mana yang boleh diusahakan dan mana yang tidak.

Jika dikarenakan menghadapi ujian seperti itu lantas mereka ingin kembali turun ke maqom asbab, berarti mereka telah turun dari cita-cita yang tinggi. Apabila seorang tajrid mampu menjalani ujian itu dengan sempurna. Mereka mampu melewatinya dengan hati yang selamat dan tawakkal. Setelah melewati titik kulminasi yang sudah ditetapkan, Allah akan merubah kesusahan tersebut menjadi kegembiraan yang besar.

Sumber: www.ponpesalfithrahgp.wordpress.com Posted in: Kajian Hikam

3. MAQOM SEORANG HAMBA PART 2

Sabtu, November 24, 2012  alfithrah gp  No comments

Perjalanan Sang Musafir

Seorang maqom asbab, ketika Allah menghendaki mengangkat maqomnya naik ke maqom tajrid, ia akan diperjalankan melalui proses kehidupan yang logis. Hanya Allah SWT yang menghendaki. Perpindahan antara dua maqom itu akan berjalan melalui sebab-sebab yang logis. Dalam kaitan hal tersebut, seorang hamba yang matahatinya cemerlang dan tanggap mengikuti proses perpindahan maqom tersebut dengan membaca dan mengikuti tanda-tandanya.

Sebelum sampai di maqom tajrid, biasanya seorang hamba terlebih dahulu akan didudukkan di maqom “asbabut tajrid”. Keadaan dimana meski sumber rizkinya tercukupi dari sebab usaha, namun usaha itu merukapan usaha yang dimudahkan. Usaha apapun dalam bidang ekonomi yang dilakukan, selalu mendapatkan kemudahan dan lancar tanpa hambatan. Dalam maqom asbabut tajrid ini rizki seorang hamba melimpah ruah, hingga rizki itu tidak tertampung dalam pengelolaan hidup baik secara rasional terlebih secara

spiritual.

Hal itu bukan dari banyaknya rizki sehingga tidak tertampung di dalam kantong-kantong uang dan rekening di Bank, akan tetapi karena ruangan dalam hati sudah terlebih dahulu dipenuhi dengan urusan akhirat sehingga urusan dunia hanya mendapatkan bagian yang kecil. Akibatnya,  dengan mengurusi harta yang sedikit saja, seakan-akan kesibukan hatinya menjadi

Page 14: KAJIAN HIKAM

terganggu, bahkan merasa tidak membutuhkan lagi kepada harta benda tersebut.

Seorang maqom “asbabut tajrid”, hatinya selalu merasa cukup dengan hartanya sekedar yang dapat dimanfaatkan untuk keperluan ibadah. Padahal urusan ibadah yang dibutuhkan saat itu hanya untuk memenuhi kebutuhan diri sendiri dan keluarganya saja—belum untuk kebutuhan masyarakat dan lingkungan. Oleh karena itu, mereka merasa berat ngurus hartanya karena merasa terbebani dengan menjaga harta itu. Merasa repot dengan hartanya seperti repotnya seorang pengembala dengan domba-domba

majikannya.

Hal itu disebabkan, karena hatinya tidak merasa memiliki atas pemilikan tersebut, meski harta itu sesungguhnya didapatkan dari hasil usaha yang diusahakan sendiri Juga karena mereka merasa yakin bahwa dengan segala kenikmatan itu akan dituntut dan untuk mempertanggungjawabkan di hadapan pemilik yang sesungguhnya

Dia takut mati dengan meninggalkan warisan harta benda. Hal itu disebabkan, karena dengan harta peninggalan itu bisa jadi akan berakibat buruk kepadanya. Akibatnya, sedikitpun tidak ada harta benda yang diatasnamakan pribadi. Semuanya sudah diserahkan kepada yang berhak sebelum ajal kematiannya tiba

Suatu saat, ketika Allah SWT berkehendak menyempurnakan kedudukannya pada maqom tajrid, Allah mengabulkan segala harapannya. Harta yang masih dimiliki dihabiskan dari penguasaannya, sehingga orang lain yang melihatnya menjadi susah dan bingung. Namun dirinya menerima kenyataan itu dengan senang hati dan damai bahkan seperti budak belian yang telah dimerdekakan oleh majikannya.

Ketika sedikit demi sedikit keadaannya dirubah. Yang asalnya jelek menjadi baik, yang asalnya kurang baik menjadi lebih baik. Teman-temannya, yang dahulu hanya yang berkaitan dengan urusan dunia kini diganti dengan teman-teman baru yang berkaitan dengan urusan akhirat.

Bahkan anggota keluarganya—karena dahulu rumah tangga itu hanya dibangun dengan landasan dunia saja—ketika sudut pandang hatinya sudah berubah, maka berubah pula orientasinya, dari yang dulunya hanya untuk  dunia saja kini yang utama adalah akhiratnya. Perbedaan sudut pandang antar anggota keluarga menjadi persoalan ketika mereka tidak berhasil menyatukan sudut pandangnya itu.

Ketika yang asalnya palsu menjadi asli, maka secara naluriah yang asli pasti akan mengajak dan menuntut supaya yang asalnya palsu juga menjadi asli. Ketika yang palsu ternyata tidak juga mau menjadi asli, maka yang palsu itu akhirnya akan terpental dan terpaksa meninggalkan diri. Itulah konsekuensi maqom kehidupan yang harus dijalani. Proses kejadian-kejadian alamlah yang telah menyeleksi. Sehingga melalui realita yang logis, satu demi satu anggota keluarga yang kurang sejalan itu meninggalkan dirinya dan akhirnya berganti menjadi anggota keluarga baru yang lebih dapat saling mengerti:

”Jika Nabi menceraikan kamu, boleh jadi Tuhannya akan memberi ganti kepadanya dengan isteri-isteri yang lebih baik daripada kamu, yang patuh, yang beriman, yang ta`at, yang bertaubat, yang mengerjakan ibadat, yang berpuasa, yang janda dan yang perawan”. (QS. at-Tahrim; 5)

Ketika saatnya Allah SWT berkehendak memindahkan hamba-Nya itu ke alam kehidupan yang lebih kekal. Allah benar-benar mematikannya

dalam keadaan hati yang bersih dari kepemilikan dunia. Bukan berarti mati dalam keadaan ketiadaan harta, akan tetapi justru sedang berlimpah, namun

Page 15: KAJIAN HIKAM

seluruh kekayaan itu sebelumnya telah terlebih dahulu dikeluarkan dari hak kepemilikan dalam hatinya dan diserahkan kepada pemiliknya yang hakiki,  Allah SWT.

Oleh: Muhammad Luthfi Ghozali   

Posted in: Kajian Hikam

4. GARIS KEPASTIAN DAN TAKDIR Part.1

Senin, Desember 03, 2012  alfithrah gp  No comments

د�ار� ا ألق ار� و� ا�س ق� ر� ت�خ ال� م�م� ال ه� اب�ق� و� س�

“Kemauan yang menggelora (sekalipun) tidak akan mampu menembus tirai takdir”.

Seorang SALIK (pengembara) di jalan Allah, dalam menggapai cinta dan citanya, mereka mengadakan pengembaraan ruhaniah, melaksanakan mujahadah dan riyadlah di jalan-Nya. Hal itu dilakukan disamping sebagai pelaksanaan pengabdian hakiki kepada Junjungannya, juga untuk melatih diri guna meningkatkan iman dan yakin. Mereka melaksanakan perintah Kitab Suci yang dinyatakan dalam firman-Nya:

“Dan orang-orang yang berjihad untuk (mencari keridlaan) Kami, benar-benar akan Kami tunjukkan kepada mereka jalan-jalan Kami. Dan sesungguhnya Allah benar-benar beserta orang-orang yang berbuat baik”. (QS. 29; 69)

Sejak dahulu sampai sekarang, para salik itu melaksanakan mujahadahnya dengan bersungguh-sungguh, terkadang bahkan kesannya dengan cara berlebih-lebihan. Mereka seakan melupakan urusan yang lain dan mengorbankan kepentingan duniawi yang ada, yakni untuk sementara meninggalkan hak dan kewajiban sebagai anggota keluarga dan anggota masyarakat.

Page 16: KAJIAN HIKAM

Hal tersebut dilakukan baik dengan sendirian maupun dalam kelompok kecil, mereka beri’tikaf dengan bersafari dari satu masjid kepada masjid yang lain, dan terkadang juga dengan menyepi dan mengasingkan diri dari dunia ramai, tinggal di dalam gua-gua di tengah hutan bahkan bermukim dalam waktu-waktu tertentu di komplek-komplek makam para waliyullah.

Namun demikian, betapapun kerasnya usaha seorang hamba untuk menggapai segala cita-cita dan harapannya, baik yang berkaitan dengan urusan agama, dunia maupun akhirat, sesungguhnya mereka tidak akan mampu melewati batas yang sudah digariskan oleh takdir Allah baginya. Demikianlah yang dimaksud oleh asy-Syekh, dalam konsepnya di atas: “Kemauan yang menggelora tidak akan mampu menembus tirai takdir”.

Memang seorang hamba harus memulainya dengan bekerja dan berusaha. Menyingsingkan lengan baju, mencangkul dan membajak sawah, memilih benih unggul, membaca pergantian musim dan mengalirkan air dari sumber mata airnya. Akan tetapi ketika benih di tangan akan ditanam, hendaknya ditanam di tanah yang tepat serta cocok. Kalau tidak, betapapun telah dilakukan dengan memeras keringat darah sekalipun, kalau tidak ditanam di tanah yang tepat, benih itu tidak akan dapat tumbuh dengan sempurna. Kalaupun bisa tumbuh, pohon itu tidak akan dapat berbuah dengan baik. Jika terjadi demikian, berarti pekerjaan tersebut menjadi sia-sia. Amaliyah itu hanya seperti debu bertebaran yang kemudian akan hilang sama sekali.

Setiap jenis tanah pasti punya sifat khusus yang tidak dimiliki tanah lain sehingga bijian khusus dapat tumbuh secara khusus pula di tanah tersebut. Di situlah awal mula indikator rahasia takdir dapat dibaca oleh matahati yang ‘arifin. Adapun tanah yang dimaksud bukan hanya tanah yang ada dipermukaan bumi saja, namun juga yang berada di dalam dada seorang hamba yang beriman.

Allah telah menetapkan sunnah-Nya, dengan menciptakan garis-garis batas dan tanda-tanda yang jelas—terhadap setiap jenis makhluk yang diciptakan-Nya: “Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal”. (QS. Ali Imran; 190) Yang sejak diciptakan-Nya, tidak akan ada perubahan lagi baginya.

Seorang petani yang baik, tidaklah hanya mampu mengenali jenis benih unggul saja, namun juga harus mampu mengenali sifat tanah dan gejala pergantian musim serta jenis-jenis penyakit dan obat-obatan. Hal itu agar apa yang diusahakan minimal dapat mendekati kebenaran. Pekerjaan itu tidak melenceng dari suratan takdir yang tidak dapat ditembus oleh usaha yang bagaimanapun dari seorang hamba.

Oleh Muhammad Luthfi GhozaliPengasuh Ponpes Assalafi Al-FithrahSumurrejo Gunungpati SemarangJawa Tengah INDONESIAPosted in: Kajian Hikam

Page 17: KAJIAN HIKAM

GARIS KEPASTIAN DAN TAKDIR Part 2 (Menyatukan Dua Kehendak yang Berbeda)

Senin, Desember 03, 2012  alfithrah gp  No comments

Menanam benih itu tidak hanya di tanah orang lain saja, namun juga dan yang lebih penting adalah di tanah sendiri, yakni hati kita sendiri. Dengan dzikir misalnya, ketika dzikir itu diniatkan untuk melaksanakan mujahadah kepada Allah guna membangun sebab-sebab untuk mendapatkan akibat yang baik. Dengan amaliyah itu seorang hamba berharap dibukakan pintu hatinya untuk menerima Nur Ma’rifat serta Rahasia-rahasia kebesaranNya, maka hendaklah seorang hamba ingat bahwa Allah telah berfirman dalam Al-Qur’an Al-Karim: “Padahal Allah-lah yang menciptakan kamu dan apa yang kamu perbuat itu". (QS. 37/96)

Artinya; apapun yang dikerjakan oleh manusia, sesungguhnya—seperti dirinya juga—pekerjaan itu adalah ciptaan Allah pula. Oleh karenanya, sejak pertamakali amaliah itu dilakukan, hendaknya diberangkatkan dengan pemahaman yang kuat, bahwa dzikir yang sedang dilakukan itu hanyalah sebuah pelaksanaan (taqdir) yang sudah ditetapkan-Nya sejak zaman azali.

Orang yang sedang berdzikir itu harus mampu meredam kemauan basyariyah dan mengembalikan kepada ketetapan takdir azaliah serta menjiwai lafat-lafat dzikir yang sedang dibaca dengan dasar keyakinan, bahwa seorang hamba hanya sebagai pelaksana sedangkan Allah adalah Perencana yang Maha Perkasa. Dengan yang demikia itu maka irodah hadits akan menyatu dengan irodah azaliah.

Ketika irodah hadits dan irodah azali sudah menyatu dalam kesatuan semangat. Seorang hamba berdzikir dengan usahanya dan Sang Junjungan berdzikir dengan kekuasaan dan izin-Nya, maka yang asalnya lemah—karena dilaksanakan pada dimensi hadits—akan menjadi kuat karena dilaksanakan dalam nuansa kebersamaan dengan dimensi qadim. Buahnya , maka terjadilah apa yang disebut dengan istilah “Tauhidul Fi’li” atau satu dalam

Page 18: KAJIAN HIKAM

perbuatan. Yang satu merupakan perbuatan seorang hamba secara majazi dan yang satunya adalah perbuatan Sang Junjungan secara hakiki.

Selanjutnya, seorang hamba hendaknya mengingat lagi, bahwa Allah pernah berfirman: “Dan kamu tidak dapat menghendaki (menempuh jalan itu) kecuali bila dikehendaki Allah, Tuhan semesta alam”. (QS. 81; 29).

Artinya: Sesungguhnya apa saja yang sudah dilakukan tersebut semata-mata hanya berangkat dari kehendak yang satu, yaitu kehendak Allah Tuhan Yang Menciptakan Alam Semesta. Bahwa kehendak-Nya adalah merupakan sebab pertama, kemudian dari sebab itu timbullah kehendak-kehendak berikutnya yang tersusun sesuai skenario yang tertib—sebagai sebab-sebab sampai kemudian timbullah suatu akibat yang baik—yakni kehendak seorang hamba untuk melaksanakan dzikir kepada Tuhannya.

Dengan yang demikian itu, apabila kehendak yang hadits telah menyatu dengan kehendak yang qadim, maka sesungguhnya tidak ada lagi yang berkehendak kecuali hanyalah kehendak Allah Rabbul ‘Alamin.

Oleh Muhammad Luthfi GhozaliPosted in: Kajian Hikam

5. TADBIR DAN CARA MENYIKAPINYA

Selasa, Desember 04, 2012  alfithrah gp  No comments

التد ب�ي ر� م�ن� ك� س� ن�ف , ا�ر�حك� س� ل�ن�ف ب�ه� م ت�ق� ال� ع�ن ك� ك� غ�ي ر� ب�ه� ام� ق� ا م� ف�

“Lambaikan hatimu dari apa yang sudah dalam pengaturan, apa saja yang sudah diatur oleh selainmu maka kamu jangan mengaturnya untuk dirimu”.

Mengatur diri untuk mengikuti apa yang sudah diatur Allah, menentukan pilihan terhadap apa yang sudah dipilihkan Allah, adalah merupakan kewajiban seorang hamba dalam melaksanakan pengabdian secara hakiki kepada-Nya. Allahlah satu-satunya yang sudah terlebih dahulu mengatur segala kehidupan alam semesta, sebagaimana firman-Nya: “Dan Tuhanmu menciptakan apa yang Dia kehendaki dan memilihnya. Sekali-kali tidak ada pilihan bagi mereka”. (QS. 28; 68)

Page 19: KAJIAN HIKAM

Apabila ada pengaturan dari selain-Nya yang tidak sejalan dengan aturan Rabbul Alamin, maka pengaturan tersebut akan sia-sia dan ketika masa tangguhnya telah lewat, maka aturan itu pasti akan hancur tanpa tersisa.

Merupakan kewajiban yang tidak kalah pentingnya dari ibadah, mengatur dan memilih jenis ibadah yang minimal mendekati terhadap ketentuan Allah untuk dirinya. Menghadapi realita, baik senang maupun susah, dengan hati yang pasrah. Melenturkan hasrat dan semangat, mengikuti apa yang sedang dihadapi, karena yang sudah terjadi pasti sesuai dengan kehendak Allah, dengan keyakinan hati bahwa Allah tidak pernah salah di dalam berbuat.

Adakah orang yang mencintai akan memberikan yang tidak layak kepada yang dicintainya? maka tinggal bagaimana kekuatan iman seorang hamba dalam menyikapi realita. Ketika sedang menghadapi sesuatu yang tidak sama dengan kehendak hatinya, menghadapi musibah umpamanya, sanggupkah hatinya tetap yakin bahwa dengan musibah tersebut sesungguhnya Allah sedang menguji iman dan cintanya.

Allah adalah Sang Pencipta dan Sang Pengatur Alam Semesta, sebagaimana firman-Nya: “Sesungguhnya Tuhan kamu ialah Allah Yang menciptakan langit dan bumi dalam enam masa, kemudian Dia bersemayam di atas `Arsy untuk mengatur segala urusan. Tiada seorangpun yang akan memberi syafa`at kecuali sesudah ada izin-Nya. (Dzat) yang demikian itulah Allah, Tuhan kamu, maka sembahlah Dia. Maka apakah kamu tidak mengambil pelajaran?.” (QS. 10; 3)

Segala yang di langit maupun di bumi, Allah adalah pengaturnya. Adapun merupakan salah satu aturan-Nya, Allah berkehendak mentarbiyah hati hamba-Nya. Dengan tarbiyah itu supaya iman mereka menjadi tumbuh berkembang, jadi yakin dan ma’rifatullah. Oleh sebab itu, terhadap seorang hamba yang dicintai, realita itu senantiasa dijadikan sarana, supaya dengan realita tersebut Allah dapat menyampaikan segala kehendak-Nya: “Kami akan menguji kamu dengan keburukan dan kebaikan sebagai cobaan (yang sebenar-benarnya). Dan hanya kepada Kamilah kamu dikembalikan”. (QS. 21; 35)

Dengan keburukan dan kebaikan itu, Allah berkehendak supaya seorang hamba sadar bahwa ia harus kembali kepada-Nya. Matahatinya kembali cemerlang seperti saat dilahirkan oleh ibunya, kembali sebagaimana fithrahnya. Untuk itu keburukan dan kebaikan dijadikan sebagai fitnah atau ujian. Dalam menghadapi realita hidup tersebut, kekuatan iman adalah hal yang sangat menentukan supaya seorang hamba mampu menyikapinya dengan tepat. Kalau iman dalam hati sudah kuat, kalau hati yakin bahwa kedua hal tersebut hanyalah sekedar batu ujian, maka apapun yang sedang dihadapi sesungguhnya secara hakiki dia berhadapan dengan Allah sebagai kehendak dan pilihan-Nya.

Oleh karenanya, seorang hamba beriman harus mencintai Allah dengan sungguh-sungguh, tidak boleh setengah-setengah. Apabila yang paling dicintai hanya Allah, sedangkan selain Allah hanyalah merupakan sarana untuk mengaktualisasikan cinta tersebut, maka bagi orang tersebut tidak ada pilihan lagi, baik susah maupun senang pasti akan dirasakan sama.

Bahkan ketika sedang susah hatinya malah senang. Sebab, disamping yakin bahwa di balik susah itu pasti ada senang, juga dengan susah itu ia dapat menunjukkan kepada kekasihnya bahwa walau sedang menerima pemberian yang tidak disukai, dia dapat menerima dengan senang hati karena yang memberi adalah Dzat yang dicintainya. Sebaliknya, ketika sedang mendapatkan senang, hatinya bahkan jadi prihatin, karena ia tahu bahwa di balik senang itu pasti adalah susah. Maka senang itu tidak

Page 20: KAJIAN HIKAM

dihabiskan sendiri, melainkan dibagi kepada sesama yang membutuhkan. Allah telah menegaskan yang demikian itu dengan firman-Nya: “Dan tidaklah patut bagi laki-laki yang mukmin dan tidak (pula) bagi perempuan yang mukmin, apabila Allah dan Rasul-Nya telah menetapkan suatu ketetapan, akan ada bagi mereka pilihan (yang lain) tentang urusan mereka. Dan barangsiapa mendurhakai Allah dan Rasul-Nya maka sungguhlah dia telah sesat, sesat yang nyata”. (QS. 33; 36)

Asy Syekh ra berkata: “Lambaikan hatimu dari apa yang sudah dalam pengaturan, apa saja yang sudah diatur oleh selainmu maka kamu jangan mengaturnya untuk dirimu”.

Oleh ; Muhammad Luthfi Ghozali Posted in: Kajian Hikam

Syarah Hikam Bab 7, TERBUKANYA MATAHATI UNTUK MENERIMA MA’RIFATULLAH

Kamis, Desember 20, 2012  alfithrah gp  No comments

 م*ا Vه0 ,ن ف*ا ع*م*ل0ك* Vق*ل ,ن: ا م*ع*ه*ا *ل, 0ب ت ف*ال* ف, Vع*ر< الت م,ن* ه*ة7 و,ج: ل*ك* *ح* ف*ت ,ذ*ا اه0و* ف* Vع*ر< الت Vن* ا *م: *ع:ل ت *م: *ل ا :ك* *ي ,ل ا ف* Vع*ر* *ت ي *ن: ا :د0 0ر,ي ي و*ه0و* Vال, ا *ك* ل ه*ا *ح* ف*تم,مVا , :ه, *ي ,ل ا :ه, 0ه:د,ي ت م*ا :ن* *ي و*ا :ه, *ي ,ل ا :ه*ا م0ه:د,ي :ت* *ن ا *ع:م*ال0 و*األ :ك* *ي ع*ل م0و:ر,د0ه0

:ك* *ي ع*ل م0و:ر,د0ه0 ه0و*

Apabila Allah berkehendak membukakan wijhah hatimu untuk menerima ma’rifat, maka tidak peduli lagi walau amalmu sedikit, karena sesungguhnya

apabila Allah telah membukanya semata-mata karena Allah berkehendak memperkenalkan diri-Nya kepadamu. Ketahuilah bahwa sesungguhnya

ma’rifat itu didatangkan untukmu dan amalmu adalah bentuk persembahan untuk-Nya, maka mana yang lebih tinggi nilainya bagimu, apa yang datang

darimu atau apa yang didatangkan kepadamu?.

Wijhah adalah buah ibadah seorang hamba. Meski buah ibadah, wijhah semata hanya didatangkan Allah atas kehendak-Nya dan kepada yang dikehendaki-Nya, bukan sebab ilmu dan amal seorang hamba. Dengan wijhah seorang hamba dapat melaksanakan tawajjuh (menghadap dan wushul) kepadaNya hingga doa-doa dan permohonannya mendapatkan ijabah dari-Nya :

Page 21: KAJIAN HIKAM

Allah Swt berfirman:

م,ن* *ا *ن أ و*م*ا ,يف7ا ن ح* ر:ض** و*األ: م*او*ات, Vالس ف*ط*ر* Vذ,ي ,ل ل و*ج:ه,ي* و*جVه:ت0 �ي ,ن إ

,ين* ر,ك :م0ش: ال"Sesungguhnya aku menghadapkan hadapanku kepada Tuhan yang menciptakan langit dan bumi dengan tidak menoleh kepada yang selain-Nya (hanifa) dan aku bukanlah termasuk orang-orang yang menyekutukan Tuhan". (QS. al-An’am; 6/79)

Dengan wijhah seorang hamba akan mendapatkan kemuliaan dan kedekatan di sisi Tuhannya: “Seorang terkemuka (mempunyai wijhah) di dunia dan di akhirat dan termasuk orang-orang yang didekatkan (kepada Allah)”. (QS. Ali Imran; 45). Apabila pintu wijhah dalam hati sudah dibuka atau seorang hamba telah mendapatkan futuh ( terbukanya matahati), maka orang tersebut akan ber-ma’rifat dengan-Nya.

Ma’rifat artinya mengenal dan yang dimaksud adalah mengenal Allah Swt. (ma’rifatullah). Orang yang ma’rifatullah adalah orang yang kenal kepada Allah. Kenal nama-namaNya, sifat-sifatNya, kenal kepada kekuasaan dan pengaturan-Nya, kenal akhlak dan perbuatan-Nya. Mengenal baik secara rasional (teori ilmiah) maupun spiritual (perasaan dalam hati). Namun yang dimaksud ma’rifatullah dominan kepada kenal secara spiritualitas.

Seorang hamba yang ma’rifat adalah seorang hamba yang bertakwa kepada Tuhannya. Seorang hamba yang ma’rifat adalah seorang hamba sanggup berbuat benar dan tidak salah di hadapan Tuhannya. Karena ia tahu apa yang dikehendaki oleh Tuhannya untuk dirinya.

Semakin seorang hamba ber-ma’rifat kepada-Nya berarti menjadi semakin mencintai-Nya karena semakin mengenali dan merasakan kebaikan dan kasih sayang Allah kepada dirinya: “Dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik kepadamu”. (QS. Al- Qoshosh; 77)

Semakin seorang hamba mencintai Tuhannya berarti semakin mampu melaksanakan pengabdian yang hakiki. Karena hanya kepada yang dicintai, orang akan mampu melaksanakan pengabdian dengan benar. Ketika semakin mampu melaksanakan pengabdian hakiki berarti derajatnya di sisi Allah akan menjadi semakin tinggi. Oleh karena itu, orang yang paling ber-ma’rifat dan paling bertakwa dan paling mulia di sisi Allah adalah Rasulullah Saw. karena Beliaulah orang paling mencintai Allah dan dicintai oleh-Nya.

Untuk mencapai ma’rifatullah. Secara teori, seorang salik akan diperjalankan oleh tarbiyah Allah dengan dua cara:

1.   Kehendak dari atas ke bawah. Artinya, semata-mata atas kehendaknya, wijhah dalam hati—yang asalnya tertutup—dibuka oleh Allah. Hijab-hijab manusiawi yang menyelimuti matahati dihapuskan. Penutup pintu rahasia ketuhanan dibukakan. Seperti orang menyalakan lampu, yang asalnya gelap menjadi terang, yang asalnya tidak kenal menjadi kenal. Bagaikan mendung ketika sirna, matahari seakan berada di atas kepala. Karena Allah memang berkehendak mengenalkan diri kepada hamba-Nya, tidak dengan sebab yang lain, tidak dengan sebab amal ibadah yang sudah dikerjakan. Seorang hamba menjadi mengenal kepada-Nya semata-mata karena Allah adalah Dzat Yang Maujud;

ي�ل ع�ب�ون� م ه� و ض� خ� ف�ي ه�م ذ�ر ث�م الله� ل� ق� “Katakanlah : "Allah-lah” kemudian biarkanlah mereka bermain-main dalam kesesatannya.” (QS. al-An’am; 6/91).

2.     Kehendak dari bawah kemudian ke atas. Artinya proses datangnya ma’rifatullah itu, terlebih dahulu seorang salik dikenalkan kepada makhluk-

Page 22: KAJIAN HIKAM

makhluk-Nya baru kemudian dikenalkan kepada Al-Khalik (penciptanya), Sebagaimana firman-Nya:

*ج:ر,ي   ت ,ي Vت ال :ك, :ف0ل و*ال Vه*ار, و*الن :ل, Vي الل ف, ,ال* ت و*اخ: ر:ض,* و*األ: م*او*ات, Vالس :ق, ل خ* ف,ي Vن, إ

ض* ر:* األ: ,ه, ب *ا ي ح:

* ف*أ م*اء� م,ن: م*اء, Vالس م,ن* Vه0 الل ل* :ز* *ن أ و*م*ا Vاس* الن :ف*ع0 *ن ي ,م*ا ب *ح:ر, :ب ال ف,ي:ن* *ي ب خVر, :م0س* ال ح*اب, Vو*الس *اح, ي الر� *ص:ر,يف, و*ت Vة� د*اب 0ل� ك م,ن: ف,يه*ا Vث* و*ب ,ه*ا م*و:ت *ع:د* ب

0ون* *ع:ق,ل ي � ,ق*و:م ل *ات� *ي آل* ر:ض,* و*األ: م*اء, Vالس

“Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, silih bergantinya malam dan siang, bahtera yang berlayar di laut membawa apa yang berguna bagi manusia, dan apa yang Allah turunkan dari langit berupa air, lalu dengan air itu Dia hidupkan bumi sesudah mati (kering) -nya dan Dia sebarkan di bumi itu segala jenis hewan, dan pengisaran angin dan awan yang dikendalikan antara langit dan bumi; Sungguh (terdapat) tanda-tanda (keesaan dan kebesaran Allah) bagi kaum yang memikirkan”. (QS. 2; 164)

Pengenalan seorang hamba kepada Sang Pencipta langit dan bumi, silih bergantinya malam dan siang, bahtera yang berlayar serta kemanfaatan-kemanfaatan yang dapat dimanfaatkan bagi manusia, dan apa yang Allah turunkan dari langit berupa air, lalu dengan air itu Allah hidupkan bumi sesudah matinya dan Dia sebarkan di bumi itu segala jenis hewan, dan pengisaran angin dan awan yang dikendalikan antara langit dan bumi.

Perhatian dan penelitian seorang hamba terhadap semua itu menghasilkan suatu kesimpulan, betapa Allah telah banyak berbuat baik kepada manusia, namun betapa pula banyak manusia yang tidak mengetahui, tidak menyadari bahkan ingkar dan kafir kapada-Nya. Hal tersebut menjadikan tumbuhnya rasa cinta yang mendalam kepada-Nya hingga mendorongnya untuk bertaubat dengan taubatan nasuha dan meningkatkan pengabdian kepada-Nya.

Ma’rifat pertama adalah ma’rifat yang langsung memancar dari hati dan ruh (rasa/spiritual) yang kemudian dipancarkan di dalam akal dan fikir (rasional ilmiah), hingga dapat teraktualisasikan melalui akhlak dan perbuatan. Karena seorang hamba telah terlebih dahulu dicintai Allah kemudian ia mencintainya. Ma’rifat pertama ini jauh lebih kuat dibandingkan ma’rifat yang kedua karena lebih hakiki.

Ma’rifat yang kedua sesungguhnya ma’rifat hati (spiritualitas) juga, namun masuknya terlebih dahulu melalui akal dan fikir (rasionalitas). Pengenalan seorang hamba kepada kejadian-kejadian yang ada di bumi dan yang ada di langit menjadikannya mengenal kepada Sang Pencipta. Seperti orang mengenal tulis, akhirnya ingin mengenali penulisnya.

Meskipun jalan masuknya ma’rifat yang kedua ini melalui akal dan fikiran atau rasionalitas ke dalam rasa atau spiritualitas, namun demikian ketika sudah menduduki hati, masuknya ma’rifat hati tersebut semata-mata hanya atas kehendak Allah juga. Hanya saja kehendak yang terakhir itu didahului oleh kehendak-kehendak yang sebelumnya, sebagai proses untuk terjadinya hukum sebab dan akibat hingga seorang salik mendapatkan buah yang dipetik dari amal ibadah yang sudah dilakukan.

Masuknya ma’rifat hati itu bukan disebabkan adanya amal ibadah yang dilakukan, akan tetapi amal ibadah itulah yang dijadikan sebab untuk terpenuhi suatu proses pematangan ilmu dan amal hingga akhirnya sampai kepada akibat yang baik, yaitu pendewasaan akhlak mulia.

Amal ibadah adalah persembahan seorang hamba kepada Tuhannya sedangkan ma’rifat adalah pemberian dari-Nya, mana yang lebih tinggi nilainya? Oleh karenanya, apabila Allah berkehendak membukakan pintu

Page 23: KAJIAN HIKAM

wijhah hati seorang hamba untuk menerima Nur Ma’rifat, Allah tidak perduli walau hamba-Nya sedang lemah dan sedang sedikit amal ibadahnya. Oleh Muhammad Luthfi GhozaliPosted in: Kajian Hikam

Syarah Hikam Bab 8, JENIS AMAL MENENTUKAN JENIS WARID

Kamis, Desember 20, 2012  alfithrah gp  No comments

, د� و و�ج� ها� و�اح� ا�ر و� ة. ائ�م� ق� و�ر. ص� األ�ع م�ال� و�ال� األ�ح و�ار�د�ات� ل�ت�ن�و�ع� ال� األ�ع م� ن�اس� ا�ج ت�ن�وع�تا ي ه� ف� ص� ال� اال�خ �ر س�

Beraneka macamnya jenis amal supaya terjadi beraneka macamnya jenis warid yang masuk (dalam hati), maka beberapa amal adalah yang

membentuk keadaan dan ruhnya adalah adanya ikhlas yang dirahasiakan dalam amal.

Warid adalah buah wirid. Jika wirid ibarat menanam pohon, maka warid adalah buah yang bisa dipetik dari pohon tersebut. Seperti orang menanam mangga misalnya, orang tersebut tidak mungkin dapat menuai buah nanas atau buah yang lainnya. Bahkan dengan jenis bibit mangga tertentu, sampai kapanpun orang tersebut akan menuai buah mangga sejenisnya, tidak bisa menuai jenis mangga yang berbeda. Kalau ada rasa yang berbeda, itu semata karena beda jenis tanah dan musimnya, tapi jenis buahnya tetap sama. Jika sifat menanam bibit di tanah bumi seperti itu keadaannya, maka menanam bibit di tanah hati seorang salik juga demikian.

Dengan wirid jenis amal tertentu, salik akan mendapatkan jenis warid tertentu pula. Kalau ada hasil warid yang beda kuwalitas, itu disebabkan karena beda kuwalitas hati dan niat pelakunya. Orang wirid manaqib misalnya, dia akan mendapatkan warid dari SIRRnya manaqib, orang wirid maulid akan mendapatkan warid dari SIRRnya maulid, masing-masing salik akan mendapatkan jenis warid sesuai dengan jenis wirid yang dilakukan, kalau ada beda kuwalitas warid padahal orang melakukan wirid yang sama, itu karena beda kuwalitas manusia dan hatinya.

Allah adalah Dzat Yang Maha Esa, tidak ada sekutu bagi-Nya. Meskipun demikian, jalan masuk menuju terbukanya pintu wijhah dalam hati seorang

Page 24: KAJIAN HIKAM

hamba untuk mendapatkan ma’rifatullah banyak pilihan. Melalui sembilan puluh sembilan nama-nama-Nya, seorang salik mampu mempergunakannya sebagai landasan wirid guna mendapatkan warid dari-Nya. Dengan landasan Nama-Nama tersebut, akan menimbulkan nuansa dan rasa yang khusus di dalam hati pengendaranya. Dengan wirid Ar-Rohman misalnya salik bisa mendapatkan warid rasa welas kepada manusia dan dengan Al-Jabbar, salik bisa mendapatkan warid perkasa dalam hatinya.

Hati manusia hanya satu, berada di dalam rongga yang satu, secara khusus juga hanya mampu menerima warid yang satu. Namun demikian, yang satu itu boleh dimasuki dengan jenis wirid dengan banyak pilihan, namun akhirnya warid yang masuk secara khusus hanya satu, yaitu yang menyatu dengan Yang Satu.

Adapun pilihan amal, bagaikan pilihan kendaraan yang akan dinaiki hati menuju Yang Satu. Tinggal hati memilih amal mana yang dapat bersesuaian dengan kondisi hatinya. Oleh karena itu, shalat, zakat, puasa dan haji adalah bagaikan kendaraan yang dikendarai hati untuk menuju keharibaan-Nya. Memasuki istana-Nya, mendengarkan musik-Nya, makan buah-buahan-Nya, minum arak dan air susu-Nya.

Masing-masing kendaraan dengan kondisi yang serasi akan menghantarkan hati merasakan kenikmatan hakiki, manakala perjalanan salik benar-benar sampai (wushul) kepada Yang Satu secara hakiki. Itulah kenikmatan berinteraksi dan berkomunikasi secara pribadi dengan Kekasih yang dirindui.

Seorang hamba boleh memilih diantara kendaraan yang tersedia tersebut, mencicipi secara bergantian untuk menentukan mana yang paling cocok bagi keadaan hati, asal harus sadar, masing-masing kendaraan, untuk dapat mengantarkan perjalanan sampai kepada tujuan, haruslah hanya dengan berlandasan satu, yaitu rahasia keikhlasan hati dalam beramal, karena kekhususan amal akan membentuk kekhususan warid sedangkan rahasia keikhlasan hati, adalah ruh yang menghidupkan amal.

Jadi, memilih jalan mengabdi kepada Allah itu boleh dengan berbagai pilihan, boleh dengan shalat, puasa, haji, shadaqah, dzikir dan perjuangan serta pengabdian. Jika semua itu dilaksanakan dengan landasan hati ikhlas, masing-masing kendaraan akan menumbuhkan keyakinan, meski jenis keyakinan itu bisa berbeda. Keyakinan hati itu menurut istilah sufi dinamakan khususiyah. Oleh karenanya, setiap hamba yang sholeh atau para waliyullah pasti mempunyai khususiah yang berbeda dengan yang lainnya.

Jadi, orang berthorioqh hanya boleh mengikuti satu jalan, mengikuti satu guru Mursyid yang dicocoki hati dan perasan, tidak boleh mengikuti thoriqoh dan guru mursyid lebih dari satu, karena dengan thoriqoh lebih dari satu, mustahil salik bisa mendapatkan warid dari wirid yang dilakukan. Oleh karena yang dituju hanya satu maka mustahil orang bisa mencapainya dengan jalan lebih dari satu :

*ص,ف0ون* ي ع*مVا :ع*ر:ش, ال ب� ر* Vه, الل :ح*ان* ب ف*س0 *ا د*ت *ف*س* ل Vه0 الل Vال, إ ,ه*ة¥ *ل آ ف,يه,م*ا *ان* ك *و: لSekiranya ada di langit dan di bumi tuhan-tuhan selain Allah, tentulah

keduanya itu telah rusak binasa. Maka Maha Suci Allah yang mempunyai Arasy daripada apa yang mereka sifatkan. (QS.Al-Anbiya’/22)

Oleh Muhammad Luthfi Ghozali.Posted in: Kajian Hikam

Page 25: KAJIAN HIKAM

Syarah Hikam Bab 9, MENUTUP DIRI AGAR TUMBUH KUAT

Jumat, Desember 21, 2012 alfithrah gp No comments

  م�ا ن�ب�ت� م�ما ل�م م�و ل� ف� �د ف�ن و�ج�و د�ك� ف�ى ا�ر ض� الخ� ا

ه� ي�ت�م� ن�ت�ائ�ج� ن ال� .ي�د ف� Tanamlah wujud dirimu di dalam tanah yang dalam, segala yang tumbuh dari yang

tidak ditanam, pertumbuhannya tidak akan menjadi sempurna.

Allah berfirman:

ا  ,ي§§7 اب د7ا ر* ب§* :ل0 ز* ي V§ل* الس *م§* ت د*ر,ه*ا ف*اح: ,ق§§* ة¥ ب و:د,ي§** *ت: أ ال م*اء, م*اء7 ف*س§* Vل* م,ن* الس :ز* *ن أ

ر,ب0 *ض§§: ,ك* ي ذ*ل ه0 ك§§* :ل§§0 د¥ م,ث ب§§* اع� ز* و: م*ت§§** *ة� أ :ي ل ,غ*اء* ح, :ت Vار, اب :ه, ف,ي الن *ي 0وق,د0ون* ع*ل و*م,مVا ي

*م:ك0ث0 اس* ف*ي V§§ع0 الن :ف§§* *ن ا ي ا م§§* V§§م* *ذ:ه*ب0 ج0ف*اء7 و*أ *د0 ف*ي ب Vا الزVم

* *اط,ل* ف*أ :ب :ح*قV و*ال Vه0 ال الل*ال* *م:ث Vه0 األ: *ض:ر,ب0 الل ,ك* ي *ذ*ل ر:ض, ك

* ف,ي األ:

“Allah telah menurunkan air (hujan) dari langit, maka mengalirlah air di lembah-lembah menurut ukurannya, maka arus itu membawa buih yang mengembang. Dan dari apa (logam) yang mereka lebur dalam api untuk membuat perhiasan atau alat-alat, ada (pula) buihnya seperti buih arus itu. Demikianlah Allah membuat perumpamaan (bagi) yang benar dan yang bathil. Adapun buih itu, akan hilang sebagai sesuatu yang tak ada harganya; adapun yang memberi manfaat kepada manusia, maka ia tetap di bumi. Demikianlah Allah membuat perumpamaan-perumpamaan”. )QS. ar-Ra’d; 13/17(

Dengan ayat di atas, Allah membuat perumpamaan terhadap ilmu pengetahuan dan pemahaman hati yang diturunkan-Nya di dalam dada seorang hamba. Bagaikan air hujan diturunkan dari langit memenuhi lembah-lembah, hati seorang hamba menampung ilmu dan pemahaman dari Allah sesuai kemampuan, seperti lembah-lembah di bumi menampung air hujan sesuai kadar ukurannya. Ilmu dan pemahaman itu di dalam jiwa seorang hamba akan menimbulkan arus atau reaksi, yakni gejolak di alam fikir untuk mencari kebenaran hakiki. Adapun yang di luar dada akan menimbulkan buih. Yaitu ingin dilihat dan ingin dipuji, merasa berjasa dan ingin diakui dan bahkan merasa benar sendiri. Seperti logam yang mereka lebur di dalam api untuk membuat perhiasan atau peralatan, di situ juga mengeluarkan buih. Demikianlah Allah membuat perumpamaan bagi yang benar dan yang batal.

Apa-apa yang kelihatan di permukaan dari amal yang dilakukan akan menjadi buih dan batil sedangkan gejolak ilmu pengetahuan yang ada di dalam alam fikir adalah benar. Adapun buih itu akan hilang sebagai sesuatu yang tidak ada harganya, sedangkan pemahaman dalam hati, atau ma’rifat dengan Allah akan bermanfaat bagi manusia apabila keberadaannya tetap dirahasiakan di dalam hati.

Page 26: KAJIAN HIKAM

Oleh karena itu, tanamlah wijhahmu di dalam tanah yang dalam dan rahasiakan potensi-potensi kebaikan dari pengakuan basyariyah, bagaikan menanam benih, tanamlah seaman mungkin supaya tidak dimakan binatang liar sebelum tumbuh.

Kalau harus ada amal yang terpaksa dilihatkan kepada orang, maka yang kelihatan itu hanya sekedar buih, sebagai tanda-tanda bahwa di dalam sedang ada arus dan arus itu adalah proses pematangan iman dan keyakinan. Oleh karenanya, tampakkan yang tampak dan rahasiakan yang rahasia, dan masing-masing akan membawa manfat asal dapat terjaga dan terpelihara dengan semestinya. Namun demikian, seorang hamba tetap harus sadar, yang akan membawa manfaat hanya yang dirahasiakan. Karena segala yang tumbuh dari yang tidak ditanam pasti tidak akan dapat tumbuh secara sempurna.

Orang boleh menampakkan amalnya, tapi jangan berharap amal yang tampak itu membawa manfaat. Sebab, yang tampak itu telah menjadi buih yang kemudian akan segera hilang dengan tanpa membekas, bagaikan debu yang berterbangan dihembus angin. Angin itu boleh bermacam-macam wujudnya, ada yang disebut riya’, ada yang disebut menyebut-nyebut kembali, berbangga-banggaan, sombong dan lain sebagainya.

Hati manusia tidak selalu mampu diam ketika kebaikannya dilihat orang. Hati cenderung ingin berbicara, karena sekarang ia sedang berbuat kebaikan, maka hati sering berkata sendirian: “Lihatlah, aku saat ini memang pantas dipuji, paling tidak harus diakui, aku telah berbuat untuk menolongmu, aku telah berjasa, seandainya tidak ada aku, siapa yang menolongmu? Oleh karena itu, apabila tidak ada yang memperhatikan amalnya, terlebih ketika kebaikannya tidak diterima dengan baik di hati orang, maka jadi kecewa dan marah.

Berdamai dengan diri sendiri, baik menghadapi senang maupun susah, memutus tali sandaran hati kepada selain yang menghidupi, baik sedang longgar maupun sempit, menanam hasrat, memendam keinginan, tenggelam dalam rasa kearifan samudera kehidupan yang tidak terbatas sampai hilang wajah dan muncul wajah lagi, ketika wajah bulan meredup maka segera sinar mentari membuka kehidupan.

Sungguh yang rapuh bukan amal yang kelihatan, tapi hati yang ingin dipuji dan diakui. Oleh karena hati telah menonjolkan diri, maka menjadi ringkih. Bagaikan benih padi ketika ditanam di tanah padas, walau setiap hari disiram dengan air hujan, tetap saja padi tersebut tidak akan tumbuh dan berkembang. Oleh karenanya biarkanlah yang kelihatan menjadi hilang, asal di dalamnya masih ada yang tersimpan, yaitu kasih sayang yang dibungkus dengan amal perbuatan.

Oleh Muhammad Luthfi Ghozali

Posted in: Kajian Hikam