kajian etnolinguistik terhadap peribahasa dalam bahasa

14
92 SENASBASA (4) (2020) (E-ISSN 2599-0519) PROSIDING SEMINAR BAHASA DAN SASTRA INDONESIA (SENASBASA) http://research-report.umm.ac.id/index.php/SENASBASA Kajian etnolinguistik terhadap peribahasa dalam bahasa Thailand Suhainee Sa-ah Universitas Muhammadiyah Malang [email protected] Info Artikel Abstrak Sejarah Artikel Diterima 20/10/2020 Direvisi 25/10/2020 Dipublikasikan 27/10/2020 Penelitian ini bertujuan untuk mendiskripsikan nilai budaya yang terkandung dalam peribahasa Thailand. Pembahasan dalam penelitian ini adalah merumuskan nilai-nilai budaya yang terkandung dalam peribahasa Thailand 1) Peribahasa Berkaitan dengan Agama dan Kepercayaan, 2) Peribahasa Berkaitan dengan Tradisi Budaya, 3) Peribahasa Berkaitan dengan Peristiwa dalam Kisah Dongeng, Legenda dan Sastra, 4) Peribahasa Berkaitan dengan Alat atau Benda, dan 5) Peribahasa Berkaitan dengan Permainan Tradisional. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kulaitatif. Data dalam penelitian ini adalah berupa kata-kata dan kalimat yang terdapat dalam buku Peribahasa Thai karya IQ Plus dan internet. Sumber data dalam penelitian ini adalah buku Peribahasa Thai karya IQ Plus dan internet. Teknik pengumpulan data menggunakan teknik baca catat dan riset kepustakaan. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa dalam peribahasa Thailand mengadung data kebudayaan masyarakat Thailand diwujudkan dalam tradisi kesantunan orang Thailand, acara pernikahan, keagamaan, kepercayaan dan upacara ritual kematian. Kata Kunci: Peribahasa Thailand, Budaya Thailand, Etnoliguistik This study aims to describe the cultural values contained in Thai proverbs. The discussion in this study is to formulate cultural values contained in Thai proverbs 1) Proverbs Relating to Religion and Beliefs, 2) Proverbs Relating to Cultural Traditions, 3) Proverbs Relating to Events in Fairy Tales, Legends and Literature, 4) Proverbs Regarding Tools or Objects, and 5) Proverbs Regarding Traditional Games. This research uses descriptive qualitative method. The data in this study are in the form of words and sentences contained in the book Thai Proverbs by IQ Plus and the internet. Data sources in this study are Thai Proverbs by IQ Plus and the internet. Data collection techniques using literacy and library research. The results of this study show that in Thai proverbs the cultural data of the Thai people is manifested in the tradition of Thai politeness, weddings, religions, beliefs and rituals of death.

Upload: others

Post on 16-Oct-2021

12 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: Kajian etnolinguistik terhadap peribahasa dalam bahasa

92

SENASBASA (4) (2020) (E-ISSN 2599-0519)

PROSIDING SEMINAR

BAHASA DAN SASTRA INDONESIA (SENASBASA)

http://research-report.umm.ac.id/index.php/SENASBASA

Kajian etnolinguistik terhadap peribahasa dalam bahasa Thailand

Suhainee Sa-ah

Universitas Muhammadiyah Malang [email protected]

Info Artikel Abstrak

Sejarah Artikel Diterima 20/10/2020 Direvisi 25/10/2020 Dipublikasikan 27/10/2020

Penelitian ini bertujuan untuk mendiskripsikan nilai budaya yang terkandung dalam peribahasa Thailand. Pembahasan dalam penelitian ini adalah merumuskan nilai-nilai budaya yang terkandung dalam peribahasa Thailand 1) Peribahasa Berkaitan dengan Agama dan Kepercayaan, 2) Peribahasa Berkaitan dengan Tradisi Budaya, 3) Peribahasa Berkaitan dengan Peristiwa dalam Kisah Dongeng, Legenda dan Sastra, 4) Peribahasa Berkaitan dengan Alat atau Benda, dan 5) Peribahasa Berkaitan dengan Permainan Tradisional. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kulaitatif. Data dalam penelitian ini adalah berupa kata-kata dan kalimat yang terdapat dalam buku Peribahasa Thai karya IQ Plus dan internet. Sumber data dalam penelitian ini adalah buku Peribahasa Thai karya IQ Plus dan internet. Teknik pengumpulan data menggunakan teknik baca catat dan riset kepustakaan. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa dalam peribahasa Thailand mengadung data kebudayaan masyarakat Thailand diwujudkan dalam tradisi kesantunan orang Thailand, acara pernikahan, keagamaan, kepercayaan dan upacara ritual kematian.

Kata Kunci: Peribahasa Thailand, Budaya Thailand, Etnoliguistik

This study aims to describe the cultural values contained in Thai proverbs. The discussion in this study is to formulate cultural values contained in Thai proverbs 1) Proverbs Relating to Religion and Beliefs, 2) Proverbs Relating to Cultural Traditions, 3) Proverbs Relating to Events in Fairy Tales, Legends and Literature, 4) Proverbs Regarding Tools or Objects, and 5) Proverbs Regarding Traditional Games. This research uses descriptive qualitative method. The data in this study are in the form of words and sentences contained in the book Thai Proverbs by IQ Plus and the internet. Data sources in this study are Thai Proverbs by IQ Plus and the internet. Data collection techniques using literacy and library research. The results of this study show that in Thai proverbs the cultural data of the Thai people is manifested in the tradition of Thai politeness, weddings, religions, beliefs and rituals of death.

Page 2: Kajian etnolinguistik terhadap peribahasa dalam bahasa

93

PENDAHULUAN Manusia di negara manapun membutuhkan bahasa sebagai alat komunikasi sehari-hari.

Sering kali pada saat manusia berkomunikasi terselip ungkapan-ungkapan peribahasa untuk memperhalus maksud kepada lawan bicara. Karena masing-masing negara memiliki budaya dan bahasa yang berbeda-beda, maka peribahasa yang dimiliki juga berbeda. Begitu juga dengan Negara Thailand. Peribahasa sebagai bagian dari bahasa dapat menjadi media yang digunakan oleh kelompok tertentu untuk mengunggulkan diri dan sekaligus membedakannya dengan lain (Mujianto, 2018: 157)

Pada umumnya, dalam masyarakat Thailand peribahasa masih digunakan sebagai salah satu alat untuk menyampaikan isi hati dan pikiran seseorang. Peribahasa Thai dapat digolongkan sebagai salah satu sastra lisan Thailand. Sebagai sastra lisan, peribahasa Thai sering dipakai seperti dalam komunikasi sehari-hari. Peribahasa Thai sering dipakai dalam acara-acara adat, pertemuan-pertemuan, dan rapat-rapat resmi serta rapat-rapat keluarga. Sebagai sastra lisan peribahasa Thai merupakan bagian dari kebudayaan yang mempunyai nilai-nilai positif yang patut dilestarikan, dikembangkan, dan dimasyarakatkan dalam kehidupan orang Thailand.

Peribahasa Thai adalah kalimat atau kelompok perkataan yang tetap susunan dan biasanya mengkiaskan sesuatu maksud tertentu. Peribahsa Thai berisi nasihat, penggambaran kehidupan, dan petuah yang bermanfaat bagi hidup dan kehidupan. Peribahasa mengandung nilai-nilai sosial, budaya, ekonomi, religiositas, pandangan hidup, kepemimpinan, bahkan nilai-nilai politik. Peribahasa, antara lain, berfungsi sebagai nasihat, kritik, prinsip hidup, atau aturan tingkah laku. Dalam peribahasa juga terkandung nilai-nilai kearifan, misalnya: rendah hati, sopan santun, tidak pamrih, tidak berputus asa, menjaga kehormatan, dan nilai gotong royong. Bentuk bahasa ini dapat merepresentasikan mental mental lexicon (kosakata mental) yang dimiliki oleh seseorang sekaligus sebagai media pendidikan karakter (Prihatini, 2019-431; Iswatiningsih, 2019: 159).

Hal tersebut menarik untuk penulis meneliti peribahasa Thailand dengan alasan untuk memahami budaya, mengetahui adat istiadat, mempelajari pandangan dunia dan cara hidup yang tercermin dari peribahasa negara Thailand. Salah satu cara untuk memahami budaya suku atau etnik adalah dengan mempelajari dan memahami ungkapan-ungkapan atau peribahasa-peribahasa yang terdapat dalam bahasa. Ungkapan yang digunakan sehari-hari ini juga dapat mengimplikasikan kognitif masyarakatnya karena penutur bahasa tersebut berbicara sambil berpikir secara simultan atau terus-menerus (Pangesti, 2019: 6).

Dalam penelitian ini menggunakan pendekatan etnolinguistik. Etnolinguistik adalah ilmu yang mengkaji sistem bahasa dalam perspektif kebudayaan. Etnolinguistik disebut juga Linguistik Antropologi atau Antropological Linguistics yang merupakan kajian bahasa dan budaya sebagai sub bidang utama dari Antropologi (Duranti, 1997).

Peribahasa Thailand adalah kata-kata yang dikompilasi menjadi kata yang bersifat taktik atau kata yang memiliki karakteristik khusus. Peribahasa tersebut memiliki makna tersembunyi, dari arti asli atau mungkin memiliki arti yang serupa dengan makna (Pra’Theang Khlai Suban, 1986 : 1 - 5).

Dapat disipulkan bahwa peribahasa Thailand adalah ungkapan idiomatis yang tetap penggunaannya, berstruktur beku dan berbentuk ringkas, memiliki makna ditaktik, mengandung nilai luhur berisi nasihat, penggambaran kehidupan, dan petuah yang bermanfaat bagi hidup dan kehidupan. Para orang tua biasanya menasihati anak-anaknya secara tidak langsung dengan peribahasa, sebagai bahan refleksi dalam memaknainya. Peribahasa juga digunakan oleh masyarakat secara luas melalui transfer budaya dari generasi ke generasi.

Page 3: Kajian etnolinguistik terhadap peribahasa dalam bahasa

94

Phenkhae Wanchonthon (1980: 12-15) menyatakan bahwa peribahasa Thailand muncul dari berbagai sebab seperti dari alam, tindakan, lingkungan, kecelakaan, tradisi, moral, agama, perilaku, permainan, fiksi, mitologi dan sejarah. Peribahasa yang dihasilkan dari lingkungan sosial dan budaya dapat dibagi menjadi enam kelompok sebagai berikut; 1) Kondisi kehidupan, tindakan dan perilaku orang, seperti makan nasi panas, bangun terlambat

(Thai: กนิขา้วรอ้น นอนตืน่สาย Kin-Khau-Ron-Non-ten-Sai), artinya hidup nyaman bahagia. 2) Agama atau ritual yang berhubungan dengan agama, seperti bertanya kepada biksu sebelum

memberi makanan (Thai: ตกับาตรถามพระ Tak-Bak-Tham-Prak) artinya adalah apa yang harus diberikan kepada seseorang, seharusnya tidak bertanya. Ungkapan ini datang dari menawarkan makanan kepada para bhikkhu. 3) Tradisi-tradisi budaya dalam masyarakat,

seperti makan bergula (Thai: กนิสีถ่ว้ย Kin-Si-Thuai) berarti makanan dalam acara ritul seperti acara pernikahan. 4) Peristiwa dalam kisah dongeng, legenda, sastra, atau sejarah, seperti

seni tidak dapat dipadukan (Thai: ศรศลิป์ไม่กนิกนั Son-Sin-Mai-Kin-Kan) artinya adalah sama-sama tidak suka, tidak dapat bekerja bersama. 5) Alat atau benda digunakan dalam

kehidupan sehari-hari, seperti dekat dengan garam tetapi tak terlihat (Thai: ใกลเ้กลอืกนิดา่ง Klai-Kle-Kin-Tang), adalah hal-hal yang mudah ditemukan atau dekat. 6) Permainan

tradisional, seperti ular makan ekur (Thai: งูกนิหาง Ngu-Kin-Hang), merujuk pada keterhubungan.

Wattana Tham atau budaya secara etimologis berasal dari dua kata, yaitu kata "Wattana" yang berarti kemakmuran, dan kata "Tham" berarti tindakan. Jadi budaya dalam arti Thailand yaitu mempraktikkan untuk mencapai kemakmuran. Undang-Undang Kebudayaan Nasional B.E. 2010 memberikan definisi bahwa budaya merupakan cara hidup, ide, kepercayaan, nilai-nilai kebiasaan ritual dan kebijaksanaan yang telah diciptakan diolah oleh kelompok masyarakat dan mewarisi mempelajari meningkatkan dan berubah untuk mencapai kemakmuran baik secara mental dan obyektif.

Tradisi budaya Thailand adalah melakukan aktivitas yang diwariskan bersama-sama dalam kehidupan dan masyarakat dari komunitas termasuk tradisi agama tradisi dan siklus hidup kesantunan.

Tradisi agama, seperti Hari Budha (Thai: วนัพระ) adalah hari pertemuan bagi umat Buddha untuk melakukan kegiatan keagamaan dalam agama Buddha, acara ini diadakan setiap minggu. Hari Budha merupakan perayaan ketaatan kepada Tuhan (Thamma Sawana berarti mendengarkan dharma). Hari Buddha ditentukan oleh kalender lunar, dengan 4 hari sebulan, terdiri dari 8 hari lunar, 15 hari lunar (Wan Phen), 8 hari lunar dan 15 hari lunar.

Tradisi yang berkaitan dengan siklus hidup sejak lahir hingga mati, seperti upacara

kematian (Thai: งานศพ) biasanya mengikuti upacara penguburan Buddha, dengan variasi dalam praktik tergantung pada budaya daerah. Orang-orang dari kelompok agama dan etnis tertentu juga memiliki praktik khusus mereka sendiri. Pemakaman Buddha Thailand pada umumnya terdiri dari upacara mandi, menyisir rambut, mengenakan pakaian, berdoa oleh biksu Buddha, masuk peti dan penutupan peti, pemakaman dan sesudah pemakaman.

Upacara pernikahan (Thai: งานแตง่งาน) merupakan hal yang amat sakral. Upacara ini, umumnya dilakukan sekali seumur hidup, sampai menempuh hari tua yang bahagia. Agar prosesi berjalan lancar, upacara pun dilakukan secara normal dan menyesuaikan dengan kaidah yang berlaku. Berikut ini adalah upacara pernikahan Thailand: 1) Phithi Sang dianggap sebagai upacara keagamaan, acara tersebut merupakan sifat yang sangat penting, terutama bagi umat Buddha karena upacara ritual tersebut untuk keberuntungan dan kemakmuran bagi pasangan pengantin, 2) upacara memakai cincin, untuk menerima pengantin wanita untuk memasuki upacara cincin pertunangan atau cincin kawin, 3) upacara resepsi orang tua, untuk meminta pengampunan atas hal-hal yang telah dilakukan, 4)

Page 4: Kajian etnolinguistik terhadap peribahasa dalam bahasa

95

upacara penyiraman air dianggap penting bagi masyrakat Thailand yang beragama Budha. Tujuan adalah untuk memberi kerabat, teman, dan kenalan kesempatan untuk mengucapkan selamat dan memberkati pasangan pengantin untuk menemukan hanya kebahagiaan kemakmuran sampai seumur hidup, 5) upacara pengiriman pengantin masuk kamar tidur, ini adalah upacara terakhir langkah terakhir (Kementerian Kebudayaan Thailand, 2016: 16).

Tradisi kesantunan orang Thailand (Thai: มารยาทไทย) merupakan sopan santun Thailand berupa kata-kata yang diucapkan, seperti berdiri, berjalan, duduk, berbaring, dan menerima dan mengirimkan barang. Menghormat, memberi menerima salam, perilaku dalam berbagai upacara yang sopan dan tertib sesuai dengan aturan dan peraturan yang

sesuai untuk masyarakat Thailand. seperti 1) penghormatan (การแสดงความเคารพ) adalah menghormati orang yang lebih tua, terdapat beberapa cara penghormatan diantaranya menghormat dengan membungkukkan badan dan Wai yaitu dengan menyatukan kedua telapak tangan dan diletakkan di depan dada atau wajah. Etiket berpakaian

(มารยาทการแตง่กาย) merupakan kostum nasional Thailand yang memiliki sejarah dan identitas yang panjang dapat berpakaian di segala usia. Pakaian pria mengenakan jubah kerajaan atau jubah kerajaan Cawat dan pakai sepatu, sedangkan untuk wanita berpakaian, kenakan selendang atau kenakan blus dan mengenakan jubah atau cawat sarung. Pakaian tersebut akan dipakai oleh masyarakat Thailand ketika mengadakan upacara pernikahan dan

lain sebagainya. Cara memberi salam (การมสีมัมาคารวะ) pada umumnya dengan mengucapkan salam (ucapannya: Sa Wat Di Krab/Kaa) sambil menghormat dan membungkukkan badannya. Perilaku ini adalah bagian dari kultur umumnya orang Thai menghormati orang

lain. Dalam istilah Thai ini disebut dengan “Wai” (ไหว)้, yaitu cara unik orang Thai dalam menyambut dan menghormati orang lain. (Kementerian Kebudayaan Thailand, 2016:12-13).

Etnolinguistik adalah ilmu yang mengkaji sistem bahasa dalam perspektif kebudayaan. Etnolinguistik disebut juga Linguistik Antropologi atau Antropological Linguistics yang merupakan kajian bahasa dan budaya sebagai sub bidang utama dari Antropologi (Duranti, 1997). Sejalan dengan itu, Richards, Platt, Weber (1990:13) mengemukakan bahwa linguistik antropologi adalah cabang linguistik yang mengkaji hubungan antara bahasa dan kebudayaan dalam suatu masyarakat. Fenomena bahasa itu akan tampak dalam tataran fonologi, sintaksis, morfologi maupun semantiknya.

Penelitian terkait dengan masalah peribahasa telah dilakukan oleh beberapa peneliti. Pertama, Muthia dan Andini (2017) dengan judul “Analisis Makna Kotowaza yang Terbentuk dari Kata Anjing (犬) serta Padanannya dalam Peribahasa Bahasa Indonesia”. Penelitian ini

membahas mengenai peribahasa dalam bahasa Jepang atau disebut dengan kotowaza. Dalam penelitian ini dijelaskan makna denotasi dan konotasi dari kotowaza yang terbentuk dari kata anjing. Untuk mencari padanan peribahasa Indonesia. Hasil dari penelitian ini adalah dari 36 kotowaza yang ditemukan hanya 16 kotowaza yang memiliki padanan peribahasa bahasa Indonesia. Anjing dalam kotowaza lebih banyak diibaratkan untuk perumpamaan yang negatif seperti pekerjaan yang tidak membuahkan hasil, hal yang sia-sia, dan penyesalan. Namun juga ada kotowaza anjing yang menunjukkan anjing adalah seekor binatang yang gigih dan rela berkorban.

Bernardus Bura (2016) dengan judul “Penggunaan Leksem Burung dalam Peribahasa Sikka: Kajian Sosiolinguistik”. Penelitian ini membahas mengenai penggunaan leksem burung dalam peribahasa Sikka. Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan dan mengklasifikasikan ranah penggunaan leksem burung dalam peribahasa Sikka. Hasil penelitian membuktikan bahwa leksem burung dalam peribahasa Sikka terbagi ke dalam empat ranah penggunaan, yaitu digunakan dalam ranah kehidupan keluarga, kehidupan masyarakat, kehidupan spiritual, dan lingkungan kerja. Dalam peribahasa Sikka yang

Page 5: Kajian etnolinguistik terhadap peribahasa dalam bahasa

96

menggunakan leksem burung ditemukan delapan makna yang muncul, yaitu (1) hukum alam, (2) prinsip hidup, (3) perumpamaan, (4) tabu/larangan, (5) sindiran, (6) menggambarkan watak atau kepribadian, (7) hiperbola, dan (8) eufemisme.

Siriporn Maneechukate (2018) dengan judul “Karakter Masyarakat Indonesia Berdasarkan Peribahasa”. Tujuan dari penelitian Siriporn adalah untuk menggambarkan pandangan dunia terhadap masyarakat Indonesia yang tercermin dari peribahasa. Pandangan yang dimaksud, meliputi: manusia, alam, dan kekuatan supranatural. Penelitian Siriporn mengkaji karakter masyarakat Indonesia melalui peribahasa. Hasil penelitian Siriporn menunjukkan bahwa kondisi masyarakat Indonesia sebagai manusia di tingkat tertinggi. Peribahasa mencerminkan karakteristik yang luar biasa dari masyarakat Indonesia. Masyarakat Indonesia memiliki kelebihan dari Belanda. Temuan ini menunjukkan eksploitasi Belanda selama 301 tahun di Indonesia.

Agnes Adhani (2016) dengan judul “Peribahasa, Maknanya, dan Sumbangannya Terhadap Pendidikan Karakter” berikut ini adalah hasil penelitian dari Agnes yaitu: Hasil penelitian ini (1) Peribahasa dibedakan ke dalam tiga bentuk, yaitu pepatah (158 data), pemeo (152 data), dan perumpamaan (8 data). Susunan kata dan kalimat dalam peribahasa menunjukkan keajegan dengan pola (a) empat kata: dua-dua, (b) enam kata: tiga-tiga, (c) delapan kata: empat-empat, dan (d) kalimat dengan tiga klausa, (2) Peribahasa mengandung nasihat dan ungkapan yang bernilai positif. Penelitian ini termasuk penelitian deskriptif kualitatif berdasarkan 318 data yang dikumpulkan dari dua kamus peribahasa, dianalisis untuk menjawab tiga permasalahan penelitian.

Kingkin Puput Kinanti dan Anita Kurnia Rachman (2018) dengan judul “Padi bagi Masyarakat Indonesia: Kajian Semantik Inkuisitif pada Peribahasa Indonesia” hasil penelitian ini mengfokuskan bagaimana padi menurut pandangan masyarakat Indonesia yang terdapat dalam peribahasa. Pencipta peribahasa yang merupakan leluhur dari bangsa Indonesia menggunakan peribahasa sebagai sarana menyampaikan nasihat, sindiran ataupun larangan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa peribahasa padi dalam peribahasa berkombinasi dengan tumbuhan lainnya dan tidak berkombinasi. Kombinasi yang muncul adalah padi-illang dan padi-jagung. Padi bagi masyarakat Indonesia adalah, 1) kebaikan, 2) keutamaan, 3) kemakmuran, dan 4) kekayaan. METODE

Penelitian ini dilakukan dengan metode kualitatif dengan menggunakan strategi deskriptif. Data dalam penelitian ini adalah tuturan dalam bahasa Thailand yang terdapat dalam teks-teks peribahasa bahasa Thailand yakni naskah-naskah tertulis dalam bahasa Thailand seperti buku-buku pelajaran peribahasa bahasa Thailand atau bacaan umum. Sumber data dalam penelitian ini adalah buku

สภุาษิตค าพงัเพยและส านวนไทย เขยีนโดย ไอควิ พลสั (buku Peribahasa Thai karya IQ Plus) dan internet. Teknik pengumpulan data menggunakan teknik baca catat dan riset kepustakaan. Teknik baca catat adalah teknik yang digunakan untuk memperoleh data dengan cara membaca teks atau literatur yang menjadi sumber penelitian dengan memberi tanda-tanda pada teks buku Peribahasa Thai karya IQ Plus. Penelitian kepustakaan dimaksudkan untuk menyatakan suatu cara mengadakan penelitian berdasarkan naskah-naskah yang sudah diterbitkan, baik yang berupa buku, majalah maupun surat kabar.

Page 6: Kajian etnolinguistik terhadap peribahasa dalam bahasa

97

HASIL DAN PEMBAHASAN Peribahasa Thailand adalah kata-kata yang dikompilasi menjadi kata yang bersifat

taktik atau kata yang memiliki karakteristik khusus. Peribahasa tersebut memiliki makna tersembunyi, dari arti asli atau mungkin memiliki arti yang serupa dengan makna (Pra’Theang Khlai Suban, 1986: 1 - 5).

Dapat disipulkan bahwa peribahasa Thailand adalah ungkapan idiomatis yang tetap penggunaannya, berstruktur beku dan berbentuk ringkas, memiliki makna ditaktik, mengandung nilai luhur berisi nasihat, penggambaran kehidupan, dan petuah yang bermanfaat bagi hidup dan kehidupan. Para orang tua biasanya menasihati anak-anaknya secara tidak langsung dengan peribahasa, sebagai bahan refleksi dalam memaknainya. Peribahasa juga digunakan oleh masyarakat secara luas melalui budaya dari generasi ke generasi.

Berikut ini adalah jenis-jenis peribahasa Thailand terdapat dua jenis, yaitu: 1) Peribahasa jenis kata ataupun kalimat yang terdapat pada peribahasa mempunyai pola yang konstan, maksudnya kata atau kalimat dalam peribahasa telah jelas dan selalu memahami tanpa menafsirkan makna atau maksud dalam peribahasa tersebut. Contoh:

ท าดไีดด้ ี ท าช ัว่ไดช้ ัว่ (Tham-di-dai-di-tham-cua-dai-cua) yang artinya berbuat baik akan mendapatkan kebaikkan, berbuat jahat akan mendapatkan kejahatan. 2) Peribahasa jenis kata ataupun kalimat yang terdapat pada peribahasa mempunyai pola dan konten, yang tidak jelas harus menafsirkan makna atau maksud dalam peribahasa tersebut.

Contoh: ผบีา้นไม่ด ีผป่ีาก็พลอย (Phi-ban-mai-di-phi-pa-ko-ploy) yang artinya hantu rumah tidak baik hantu hutan juga ikutan (Warawan khung Ma Nuson, 2006: 10).

Pembahasan mengenai peribahasa berkaitan erat dengan kiasan yang muncul di dalam banyak peribahasa. Sebagaimana dikemukakan oleh Mieder bahwa peribahasa adalah kalimat umum yang mengandung nilai-nilai kebijaksanaan, kebenaran, moral, dan pandangan tradisional yang muncul dalam bentuk kiasan dan diketahui oleh masyarakat luas secara turun-temurun karena bersifat tetap dan mudah diingat. Pendapat lain mengenai peribahasa juga disampaikan oleh Winick bahwa peribahasa merupakan penggambaran keadaan sosial masyarakat dengan cara yang cerdik, sehingga tidak heran jika peribahasa mempunyai hubungan yang erat dengan bentuk kebudayaan dan cara andangan masyarakat tertentu. Hasil pembahasan dari penelitian ini sebagai berikut: Peribahasa Berkaitan dengan Agama atau Ritual

Makan besi artinya Sangat kuat กนิเหล็กกนิไหล (Kin-Lek-Kin-Lai), artinya dengan kesabaran yang luar biasa.

Asal usul ungkapan tersebut berasal dari logam, diyakini bahwa logam tersebut adalah logam yang luar biasa dengan karakteristik khusus dalam kekebalannya menyebabkan kekuatan luar biasa. Masyarakat Thailand yang beragama Buddha mempercayai bahwa besi tersebut membuat kulit keras, tajam, tombak, atau berbagai benda tajam tidak dapat membahayakan kulit bagi mereka yang memilikinya dan percaya bahwa besi lek lai tidak sulit dicarikan, tetapi sesiapa yang memiliki orang tersebut adalah orang terpilih, dan kebanyakan orang itu ada di hutan misterius.

Chantak Araman mengatakan besi lek lai sebenarnya tidak bisa dimakan, tetapi karena besi tersebut memiliki ciri yang kuat dan keras maka muncullah ungkapan “makan besi”, untuk menunjukkan bahwa orang tersebut memiliki kekuatan yang luar biasa.

Page 7: Kajian etnolinguistik terhadap peribahasa dalam bahasa

98

Jatuh dalam sungai tidak mengalir jatuh dalam api tidak terbakar ตกน้ําไม่ไหล

ตกไฟไม่ไหม ้(Tok-Nam-Mai-Lai-Tok-Fai-Mai-Mai) Peirbahasa tersebut memiliki arti orang yang bertuah dan baik, jika melakukan apa saja baik dalam keadaan seburuk apa pun akan selamat dan tidak berbahaya baginya.

Ungkapan tersebut berasal dari kepercayaan pada orang Thailand yang beragama Buddha. Bagi orang yang memiliki jimat atau memiliki mantra jimat akan menjaga mereka tidak lain karena jimat memiliki kekuatan-kekuatan membantu mencegah orang tersebut dari bahaya atau kendala. Contoh Ela akan selamat dari celakaan itu karena Ela adalah seorang yang jatuh dalam sungai tidak mengalir jatuh dalam api tidak terbakar.

Makan patung untuk bicara อมพระมาพูด (Om-Prak-Ma-Phut)

Peribahasa tersebut artinya orang yang suka berbohong jika suatu nanti ingin berbicara atau memberi tahukan sesuatu kepada orang lain tidak ada yang percaya perkataanya. Seperti walau kamu makan patung untuk bicara aku tak akan percaya kata-kata mu.

Ungkapan tersebut berasal dari masyarakat Thailand yang beragama Buddha yang memiliki kepercayaan patung atau dipanggil “Prak”. Prak adalah gambar Buddha kecil atau besar yang biasa digunakan sebagai jimat agar tetap kebal, kasih sayang, popularitas besar, dan maharaja. Terkadang digunakan dengan kepercayaan bahwa akan mencegah bahaya dan melakukan apa pun akan berhasil.

Menanam gambar menanam bekas ฝังรปูฝังรอย (Fang-Rup-Fang-Roi) Makna peribahasa di atas adalah memikat cinta kepada seseorang dengan

melakukan dengan mantra. Ungkapan tersebut berasal dari takhayul jenis mantra yang disebut penanaman gambar atau patung yaitu dengan menulis gambar pada objek seperti kain atau logam lalu tambahkan huruf-huruf atau angka pada patung tersebut dan menanamnya di makam hutan.

Hal ini sudah terjadi pada zaman kuno, dan sekarang juga ada yang mempercayai dan menggunakan mantra tersebut untuk memikat suaminya lebih mencintai padanya.

Angkat awan ยกเมฆ (Yuk-Mek)

Artinya menebak, membayangkan, memikir sendiri seperti itu, seperti ini. Ungkapan tersebut berasal dari takhayul memandang awan, melihat bentuk awan untuk melakukan kemusuhan, seperti mobilisasi, jika awan dipandang sebagai patung Phra Narai (Tuhan) dianggap sebagai hari yang terbaik untuk dapat bergerak atau berlawan, tetapi jika pasukan melihat awan dalam bentuk kematian, maka seharusnya tidak bepergian untuk bermusuh, dengan pesan tersebut akan terjadi pertempuran semua orang akan mati.

Peribahasa tersebut sekarang sudah diganti maksudnya karena zaman sekarang sudah tidak ada lagi peperangan jadi artinya adalah seorang yang suka berbohong, suka mengarang. Dibandingkan dengan angkat awan karena sebenarnya orang tidak dapat mengankat awan.

Page 8: Kajian etnolinguistik terhadap peribahasa dalam bahasa

99

Peribahasa Berkaitan dengan Tradisi Budaya

Ranting emas daun giok กิง่ทองใบหยก (King-Tong-Bai-Yuk) Peribahasa ini sering digunakan untuk membandingkan wanita dengan pria yang

penampilannya bagus. Statusnya sama-sama kaya, cantik, dan cocok untuk menikah menjadi pasangan. Berdasarkan peribahasa di atas menunjukan bahwa masyarakat Thailand untuk mencocokan anak perempuan atau lelaki menikah selalu melihat di statusnya dan rupa fisiknya, yaitu dengan sama-sama cantik dan kaya. Menikah adalah salah satu tradisi budaya Thailand yang merupakan hal yang amat sakral. Upacara ini, umumnya dilakukan sekali seumur hidup, sampai menempuh hari tua yang bahagia. Agar prosesi berjalan lancar, upacara pun dilakukan secara normal dan menyesuaikan dengan kaidah yang berlaku.

Menanam akar ฝังรก ฝังราก (Fang-Ruk-Fang-Rak) Artinya adalah penduduk yang tetap tidak kemana-mana lagi. Peribahasa tersebut

bermaksud perempuan dan lelaki pengantin baru menetap secara permanen di suatu tempat. Ungkapan tersebut berasal dari tradisi budaya acara menghibur bayi yang baru lahir tiga hari. Caranya adalah siapkan air untuk memandikan bayi dan didalam air tersebut dikasih uang receh dan cincin. Hal tersebut dianggap untuk jika suatu nanti bayi besar dapat menjadi orang yang baik, pintar dan kaya. Tradisi tersebut digunakan sampai sekarang.

Orang mati menjual orang hidup คนตายขายคนเป็น (Khun-Tai-Khai-Khun-Pen) Artinya adalah melakukan upacara penguburan Buddha secara besar tanpa melihat

situasi keluarganya bahwa ada uang atau tidak sampai meminjamkan uang orang lain untuk melakukan acara tersebut. Setelah pemakaman selesai harus membayar hutang dan mengalami kesulitan.

Ungkapan tersebut berasal dari acara ritual kematian, adat kematian orang Thailand yang beragama buddha menarik. Karena secara konsep, kematian hanya dianggap sebagai mati jasad dan nafsu di dunia. Sebagai peralihan dari alam dunia menuju alam gaib. Pada penjelasan tersebut dapat diartikan bahwa upacara pemakaman orang Thailand dianggap sebagai tradisi atau ritual bagi masyarakat Thailand yang beragama Buddha. Acara tersebut bertujuan untuk menghormati dan memperingati kebaikan orang mati ketika masih hidup.

Makan mangkuk perhiasan sirih กนิขนัหมาก (Kin-Khan-Mak) Artinya menikah dengan bergengsi. Ungkapan tersebut berasal dari tradisi

pernikahan Thailand yang telah ada sejak zaman kuno. Berarti melamarkan seorang wanita untuk menjadi seorang istri, lelaki harus mengatur mangkuk perhiasan sirih untuk menempatkan pertunangan terlebih dahulu.

Mangkuk perhiasan sirih terdiri daging babi kukus, mie beras, minuman keras, dan kelapa muda. Mangkuk perhiasan sirih itu yang menerima adalah wanita sebagai hadiah untuk memberi makan kepada para tamu dan membagikannya kepada penduduk desa untuk menunjukkan bahwa putri mereka telah menikah sebagai barang bukti. Siapa pun yang memiliki anak menikah, maka dinamakan "Khan-Man".

Page 9: Kajian etnolinguistik terhadap peribahasa dalam bahasa

100

Makan mangkuk กนิถว้ย (Kin-Thuai) Artinya makan bersama di acara pesta seperti acara pernikahan. Pada zaman kuno,

ketika ada pesta besar dan tamu datang di acara tersebut makanan yang selalu dihidangi yaitu manisan atau kolak makanan penutup, ada empat makanan yaitu selasih, cendol, nasi kering, dan nasi rebus jeli makanan tersebut adalah makanan penutup untuk makan dengan sirup dan lain-lain.

Makanan empat jenis tersebut adalah tradisi budaya bagi masyarakat Thailand yang beragama Buddha sejak zaman kuno sampai sekarang, ketika ada pesta atau acara pernikahan selalu ada makanan empat jenis atau dipanggil “Si-Thuai” di hidangan untuk memberi keberkahan.

Masuk lewat pintu keluar lewat pintu เขา้ตามตรอกออกตามประตู (Khau-Tam-Trok-Ok-Tang-Prak-Tu)

Artinya melakukan apa saja harus bersopan santun dan melihat kesesuaiannya.

Melakukan sesuatu yang sesuai dengan tradisi atau ajaran orang tua. Ungkapan tersebut berasal dari masyarakat Thailand zaman kuno seseorang yang tidak dikenal atau baru kenal sebelum memasuk rumahnya harus bertanya terlebih dahulu bahwa lewat pintu yang mana, pintu kecil atau pintu utama. Lalu masuk dan keluar melalui gerbang utama.

Ungkapan tersebut untuk menasihati anak-anak perempuan dan lelaki untuk melakukan hal yang sopan dan mengikuti ajaran orang tua. Seperti perempuan dan lelaki bercinta kasih saying, seharusnya memberitahu kepada orang tuanya dan melakukan hal yang sesuai dengan tradisi-tradisinya.

Pasangan bantal คูเ่รยีงเคยีงหมอน (Khu-Reang-Kheang-Mon)

Artinya pasangan suami isteri. Ungkapan tersebut berasal dari tradisi Pernikahan orang Thailand, tradisi ini sudah ada sejak zaman kuno. Setelah menyirami tangan pengantin, pengantin perempuan dikirim ke rumah pengantin lelaki dan mengadakan acara “peraturan bantal” acara tersebut untuk meletakkan bantal pengantin ditempatkan berdampingan.

Ungkapan tersebut digunakan ketika ada pengantin baru dan dapat dipakai untuk memberi ucapan seperti semoga Patwan dan Jirayu selalu bersama seperti pasangan bantal.

Peribahasa Berkaitan dengan Peristiwa dalam Kisah Dongeng, Legenda, Sastra, atau Sejarah

Melihat mesin besi menjadi bunga teratai เห็นกงจกัรเป็นดอกบวั (Hen-Kung-Cak-Pen-Dok-Bua)

Artinya melihat apa yang salah atau buruk menganggap bahwa hal tersebut adalah

hal yang baik. Ungkapan ini sering digunakan oleh orang-orang yang suka melakukan kejahatan, tetapi menganggap bahwa hal tersebut baik dan benar. Ungkapan tersebut dibandingkan dengan kata "kongchak atau mesin besi" karena mesin besi tajam dan berbahaya. Sedangkan “bunga teratai” adalah bunga yang indah. Ungkapan tersebut

Page 10: Kajian etnolinguistik terhadap peribahasa dalam bahasa

101

diambil dari dongeng มติตวนิทกุชาดก (Mit-ta’-win-thuk-cha-duk). Ceritanya adalah seorang anak yang tidak mendengar ajaran dari orang tuanya dan selalu memlakukan hal yang tidak baik dan dianggap bahwa hal tersebut adalah hal yang baik. Contoh dia suka minum minuman keras dan dianggap bahwa minuman keras akan membuat dia lebih sehat dan kuat.

Sekarang ungkapan tersebut sering digunakan dalam film atau pemetasan drama untuk memnasihati seseorang bahwa jangan terlalu ego dan harus mendengar ajara-ajaran orang yang berpengalaman.

Kelinci berdiri kaki tiga ยนืกระตา่ยสามขา (Yen-Kra’-Tai-Sam-Kha) Artinya Mengkonfirmasikan satu kata tanpa mengubah kata-kata atau ide yang lain,

tetap tidak mau berubah. Ungkapan tersebut berasal dari cerita “seorang bhikkhsu dengan pengawal bikhsu”. Ceritanya adalah suatu ketika pengawal bhikkhsu pergi di hutan menacari kelinci untuk memasak buat bhikkhsu, dan ketika dia sedang memasak dia merasa kelaparan lalu dia mencobet kaki kelinci untuk dia. Setelah dia pulang di kuil untuk membawa makanan tersebut, bhikkhsu bertanya kepadanya bahwa kaki kelinci satu lagi di mana kok ada Cuma tiga kaki?. Pengawal bhikkhsu menjawab tidak hilang sebenarnya kaki kelinci ada tiga kaki bukan empat dia selalu tetap perkataannya sampai bhikkhsu mengalah. Ungkapan di atas sering digunakan ketika seseorang tidak mau kalah dan tetap percaya diri. Kondisi tersebut dapat memakai kata kelinci berdiri kaki tiga.

Naik gajah menangkap belalang ขีช่า้งจบัตัก๊แตน (Khi-Cang-Cab-Tak-Ka-Ten)

Artinya menginvestasikan sesuatu dengan tinggi modalnya, padahal kegiatan tersebut tidak harus menginvestasi terlalu tinggi seperti ungkapan naik gajah menangkap belalang. Menangkap belalang tidak perlu naik gajah, berjalan untuk menangkapnya juga mendapat belalang.

Ungkapan tersebut berasal dari cerita rakyat yang berkaitan dengan seorang nenek Yam memiliki cucu yang disayangi bernama Yongyuth Ketika Yongyuth sudah cukup umur, untuk ditahbiskan sebagai bhikkhu. Dengan fakta bahwa ia sangat mencintai keponakan ini, oleh karena itu berinvestasi dalam sebuah pesta, mengundang penyanyi band nasional terkenal untuk tampil dan menyewa film untuk ditonton sepanjang hari sepanjang malam. Acara tersebut merupakan acara pesta besar di kota itu. Sedangkan keponankan atau Yongyuth mengtahbis hanya 7 hari.

Ungkapan tersebut sering digukanakan dalam masyarakat sekarang untuk membandingkan dan menasihati kepada seseorang yang melakukan hal yang mudah tetapi menyulitkan dirinya sendiri.

Serigala dengan sekelopok domba หมาป่ากบัฝูงแกะ (Ma-Pa-Kab-Fung-Kek)

Artinya sulit bagi pemusuh yang buruk untuk menjadi teman yang baik. Ungkapan tersebut berasal dari dongeng “serigala dengan domba” ceritanya adalah Sekawanan domba hidup dengan kedamaian, pada suatu hari sekelompok serigala mengunjung dan berharap untuk menangkap domba oleh karena itu dirancang agen untuk menegosiasikan perdamaian dengan domba. Sekelompok domba percaya apa yang dikatakan oleh srigala dan terakhir domba ditepu oleh serigala.

Page 11: Kajian etnolinguistik terhadap peribahasa dalam bahasa

102

Ungkapan tersebut sering digunakan dalam situasi contoh ada seorang yang tidak menyukai kita selalu memburukan kita, dan tiba-tiba berbuat baik kepada kita, perilaku seperti ini serupa dengan “serigala dengan sekelompok domba”.

Kelinci berlompat กระตา่ยตืน่ตมู (Kra’-Tai-Ten-Tua)

Artinya mudah ditakuti tanpa terlebih dahulu menyelidiki apa yang terjadi. Ungkapan tersebut berasal dari cerita dongeng “kelinci berlompat” yaitu seekur kelinci sedang tidur di bawah pohon kelapa, tiba-tiba mendengar suara seperti guruh, kelinci terbangun dan langsung lari memberi tahu kepada hewan-hewan dalam hutan, semua hewan terkejut dan berlari. Seekur singa bertanya ke kelinci apa yang terjadi, kelinci menjawab dan membawa singa ke tempat kejadian, singa melihat buah kelapa jatuh di bawah pohon terus mengambil dan mencoba jatuhkan, kelinci mengatakan bahwa suanya seperti ini dan akhirnya kelinci yang salah paham.

Ungkapan di atas sering dipakai oleh orang tua atau guru untuk menasihati anak-anaknya supaya tidak terjadi seperti kelinci. Seperti Ela kamu harus menjadi seorang hati yang tenang berfikir terlebih dahulu sebelum melakukan apa-apa, jangan menjadi kelinci berlompat.

Peribahasa Berkaitan dengan Alat atau Benda

Masuk benang dalam jarum เขา้ดา้ยเขา้เข็ม (Khau-Dai-Khau-Khem) Artinya kegiatan penting yang akan segera berakhir, tetapi ada yang menganggunya

sampai kegiatan tersebut tidak berhasil. Ungkapan tersebut diperoleh dari penusuk jarum yang perlu berkonsentrasi dengan kuat agar dapat memasukkan benang ke dalam lubang jarum. Jika ada yang mengganggu sedikit saja tidak akan berhasil. Contoh diskusi hari ini berjalan dengan baik seperti masukan benang dalam jarum, tetapi sayangnya ada yang mengganggu acara hari ini tidak berhasil seratus pesen.

Sekarang ungkapan tersebut sering digunakan oleh kalangan remaja karena sering dipakai ketika teman jatuh cinta atau sedang bercinta seperti Ela dan Jirayu hampir bisa bertemu tetapi ada yang menganggu.

Pelan-pelan mendapat parang yang tajam ชา้ๆไดพ้รา้สองเล่มงาม (Cha-Cha-Dai-Pra-Lem-ngam)

Artinya melakukan sesuatu harus dilakukan dengan hati-hati. Jangan terburu-buru

cepat selesai, simpan detail yang bagus akan mendapatkan hasil yang bagus. Ungkapan tersebut bersal dari besi tempa untuk dibuat parang jika tergesa-gesa untuk memukul, akan membuat parang tersebut tidak rapi, kulit tidak mulus dan tidak tajam, namun jika secara bertahap pelan-pelan untuk melakukannya, akan mendapatkan parang yang lebih tajam dan tahan lama.

Ungkapan tersebut sering diucapkan oleh orang tua untuk menasihat mengajar anaknya untuk bertenang hati, tidak berburu-buru ketika melakukan apa pun. Contoh ketika bergambar atau melukis jangan berburu-buru cepat selesai tetapi berpelan-pelan dan teliti untuk mendapatkan hasil yang baik.

Harang lama ถา่นไฟเกา่ (Than-Fan-Kau)

Page 12: Kajian etnolinguistik terhadap peribahasa dalam bahasa

103

Artinya kekasih lama ketika mereka telah berputus, dan bertemu lagi akan miliki kesempatan untuk kembali bersama lagi karena mereka dulu terhubung. Ungkapan tersebut berasal dari Secara kiasan, arang yang telah dinyalakan kemudian padam Jika terkena api lagi, akan lebih mudah terbakar daripada baterai baru yang belum pernah dinyalakan sebelumnya.

Lap bungkus emas ผา้ขีร้ ิว้ห่อทอง (Pha-Khi-Riu-Ho-Tong) Artinya bahwa di luar mungkin tampak tidak berharga. Namun interiornya indah,

berharga, seperti orang yang kaya, tetapi merendahkan diri mengenakan pakaian yang sederhana. Ungkapan tersebut sering dipakai oleh orang dewasa dan tua karena ungkapan tersebut menunjukan seorang yang kaya tetapi suka merendah diri dan suka memakai pakaian yang sederhana. Contoh orang kaya saat ini tidak benar-benar berpakaian yang mahal namun mengenakan pakaian yang sederhana seperti lap bungkus emas.

Menari jelek menyalahkan alat musik ร าไม่ดโีทษป่ีโทษกลอง (Ram-Mai-Di-Thod-Pi-Thod-Klong)

Artinya bahwa seseorang melakukan kesalahan tetapi malah menyalahkan orang lain karena penyebabnya. Ungkapan berasal dari masyarakat Thailand dahulu, menari di masa lalu harus menari mengikuti irama drum ketukan tetapi ketika ada seorang wanita menari dalam irama yang salah sebaliknya menyalahkan bagpipe atau drum karena meniup dalam waktu yang salah.

Sekarang ungkapan tersebut masih digunakan oleh masyarakat Thailand karena maksud dalam peribahasa tersebut dapat menasihati atau menegur seseorang yang selalu menyalahkan orang. Contoh orang yang melakukan kesalahan dan menunduh orang lain seperti ungkapan bahasa Thailand "menari jelek, menyalahkan alat musik", perilaku seperti ini tidak ada yang ingin berteman. Peribahasa Berkaitan dengan Permainan Tradisional

Menjadi wayang untuk bergerak เป็นหุ่นใหเ้ชดิ (Pen-Hun-Hai-Ced) Artinya berada dalam posisi atau dalam kekuasaan bagi orang lain untuk digunakan

sebagai pelindung baginya. Ungkapan tersebut berasal dari permainan tradisional Thailand yaitu hun krak bok (wayang krak bok) , wayang krak bok adalah seni pertunjukkan asli Thailand yang berkembang pesat di Thailand tengah. Cara Permainan tersebut adalah satu tangan memegang tongkat bagian bawah wayang krak boknya lalu satu tangan lagi pegang penggerak tangan wayang tersebut lalu digerakkan dengan cara digoyang, jika lebih menarik menggunakan suara agar indah.

Ungkapan tersebut masih digunakan oleh masyarakat Thailand untuk membandingkan seorang yang selalu menyuruhkan orang lain untuk melakukan sesuatu baginya.

Tangan siapa panjang dapat mengambilnya มอืใครยาวสาวไดส้าวเอา (Me-Krai-Yau-Sau-Dai-Sau-Au)

Artinya memiliki kekuatan atau kemampuan dapat mendapatkan terlebih dahulu. Ungkapan tersebut beasal dari lagu tradisional yaitu membuat lingkaran dan letakan

Page 13: Kajian etnolinguistik terhadap peribahasa dalam bahasa

104

boneka ditengah lingkaran dan bernyanyi bersama-sama. Setelah selesai bernyanyi semua harus merebutkan boneka tersebut, dan bagi siapa yang mendapatkannya maka orang itu menang.

Ular makan ekur งูกนิหาง (Ngu-Kin-Hang)

Artinya ada keterkaitan bersama sampai tidak dapat mengakhiri seperti kecelakaan terjadi ketika sebuah truk gas meledak di pusat kota. Hingga menyebabkan traffic berhenti menyebabkan kemacetan lalu lintas seperti ular makan ekur. Ungkapan tersebut berasal dari permainan tradisional namanya “Ngu Kin Hang) atau dalam bahasa Indonesia ular naga. Caranya adalah ada 8-10 pemain, bagi pemain menjadi 2 kelompok. Divisi 1 harus "Bapa Ular" 1 orang. Pihak ke-2 memiliki "Ibu Ular". 1 orang yang tersisa adalah "Anak Ular", di mana pemainnya adalah bayi ular, harus menempel pada pinggang, pemainnya adalah ibu ular. Setelah para pemain dimainkan, bapak ular dan ibu ular akan berdiri saling berhadapan. Untuk ibu ular, akan ada bayi memeluk pinggang ular di garis ke belakang dan Ayah ular akan mulai meminta ibu ular mengucapkan “Mae ngu ei”.

SIMPULAN

Hasil penelitian ini bermanfaat bagi pembaca untuk menambahkan ilmu pengetahuan tentang peribahasa Thailand dan budaya Thailand. Berdasarkan pembahasan yang disajikan di atas, dapat disimpulan bahwa peribahasa Thailand adalah ungkapan idiomatis yang tetap penggunaannya, berstruktur beku dan berbentuk ringkas. Peribahasa yang dihasilkan dari lingkungan sosial dan budaya dapat dibagi menjadi enam kelompok sebagai yaitu; 1) Peribahasa Berkaitan dengan Agama dan Kepercayaan, 2) Peribahasa Berkaitan dengan Tradisi Budaya, 3) Peribahasa Berkaitan dengan Peristiwa dalam Kisah Dongeng, Legenda, Sastra, atau Sejarah, 4) Peribahasa Berkaitan dengan Alat atau Benda, dan 5) Peribahasa Berkaitan dengan Permainan Tradisional. Kebudayaan merupakan ukuran bagi tingkah laku serta kehidupan manusia. Kebudayaan pun menyimpan nilai-nilai bagaimana tanggapan manusia terhadap dunia, lingkungan serta masyarakatnya.

DAFTAR PUSTAKA Agnes Adhani. (2016). “Peribahasa, Maknanya, Dan Sumbangannya Terhadap

Pendidikan Karakter” Magistra No. 97 Th. XXVIII. ISSN 0215-9511. Prodi PBSI, FKIP, Unika Widya Mandala Madiun

Bernardus Bura. (2016). “Penggunaan Leksem Burung Dalam Peribahasa Sikka: Kajian Sosiolinguistik” Kembara Volume 1, Nomor 3, hlm 1-11. Bahasa, Sastra, dan Pengajarannya

Duranti, A. (1997). Linguistic Anthropology. New York: Cambridge University Press. Iswatiningsih, Daroe. 2019. Penguatan Pendidikan Karakter Berbasis Nilai-Nilai Kearifan

Lokal di Sekolah. JURNAL SATWIKA, Vol. 3 (2), 155-164.

IQ, Plus. 2019. สภุาษิตค าพงัเพยและส านวนไทย. Thailand.

Kementerian Kebudayaan Thailand. (2016). วฒันธรรม วถิชีวีติและภมูปัิญญา. Thailand: Bangkok.

Kingkin Puput, Anita Kurnia. (2018). “Padi Bagi Masyarakat Indonesia: Kajian Semantik Inkuisitif Pada Peribahasa Indonesia”. Terakreditasi Kemenristekdikti No. 34. Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia: IKIP Budi Utomo Malang

Page 14: Kajian etnolinguistik terhadap peribahasa dalam bahasa

105

Mujianto, Gigit. 2018. Analisis Wacana Kritis Pemberitaan Tentang Ormas Islam pada Situs Berita Online. Jurnal KEMBARA, vol 4(2), 155-172.

Muthia Hanindar, Rizki Andin. (2017). “Analisis Makna Kotowaza yang Terbentuk dari Kata Anjing (犬) serta Padanannya dalam Peribahasa Bahasa Indonesia” Japanology, Vol. 5, No. 2. Program Studi Sastra Jepang Fakultas Ilmu Budaya Universitas Airlangga

Pangesti, Fida. 2019. Senyapan dan Kilir Lidah Berdampingan dalam Produksi Ujaran. Jurnal Hasta Wiayat, Vol 2 (1), 8-17.

Phenkhae Wanchonthon. (1980). คา่นิยมในส านวนไทย. กรงุเทพฯ : โอเดยีนสโตร,์ Thailand 2523.

Prak Teang Klaisuban. (1086). ส านวนไทย. กรงุเทพฯ : สทุธสิารการพมิพ,์ Thailand 2529. Prihatini, Arti. 2019. Semantic Network Of The Word Association In The Field Of Lawi.

LITERA Vol 18 (3), 430-446. Siriporn Maneechukate. (2018). “Karakter Masyarakat Indonesia Berdasarkan

Peribahasa”. Indonesian Language Education and Literature Vol. 4, No. 1. Faculty of Liberal Arts: Maejo University, Thailand.