kajian ekonomi regional provinsi bali - bi.go.id · diterapkannya otonomi daerah pada tahun 2001....
TRANSCRIPT
■ Kata Pengantar
Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas rahmat dan
karunia-Nya, maka Laporan Kajian Ekonomi Regional Provinsi Bali Triwulan II-2009 dapat
diselesaikan dengan baik. Laporan ini disusun untuk memenuhi kebutuhan baik intern Bank
Indonesia maupun pihak ekstern (external stakeholders) akan informasi perkembangan
ekonomi regional, maupun perkembangan moneter, perbankan, dan sistem pembayaran serta
isu-isu seputar pembangunan ekonomi regional.
Bank Indonesia menilai bahwa perekonomian regional mempunyai posisi dan peran
yang strategis dalam konteks pembangunan ekonomi nasional dan upaya menstabilkan nilai
rupiah. Hal ini didasari oleh fakta semakin meningkatnya proporsi inflasi regional dalam
menyumbang inflasi nasional. Selain itu, dinamika ekonomi regional semakin meningkat sejak
diterapkannya otonomi daerah pada tahun 2001. Oleh sebab itu, Bank Indonesia memiliki
perhatian yang besar dalam rangka ikut mendorong pertumbuhan ekonomi regional karena
berimplikasi pada pertumbuhan ekonomi nasional.
Pada kesempatan ini kami menyampaikan ucapan terima kasih kepada seluruh pihak
yang telah membantu dalam penyediaan data dan informasi yang diperlukan khususnya
Pemerintah Daerah Provinsi Bali, Badan Pusat Statistik (BPS), perbankan, akademisi, dan
instansi pemerintah lainnya. Kami menyadari bahwa cakupan dan analisis dalam Kajian
Ekonomi Regional masih jauh dari sempurna, sehingga saran, kritik dan dukungan
informasi/data dari Bapak/Ibu sekalian sangat diharapkan guna peningkatan kualitas analisis
kajian.
Akhir kata, kami berharap semoga Kajian Ekonomi Regional ini bermanfaat bagi para
pembaca. Denpasar, Agustus 2009
BANK INDONESIA DENPASAR
Viraguna Bagoes Oka Pemimpin
|Triwulan II 2009
■ DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR GRAFIK 4
DAFTAR TABEL 6
DAFTAR BOKS 7
Ringkasan Eksekutif 8
BAB 1. MAKRO EKONOMI REGIONAL 11
1.1 SISI PENAWARAN 11
1.1.1. Pertanian 12
1.1.2. Industri 12
1.1.3. Listrik, Gas dan Air 13
1.1.4. Bangunan 14
1.1.5. Perdagangan, Hotel dan Restoran 15
1.1.6. Pengangkutan dan Komunikasi 16
1.1.7. Keuangan dan Persewaan 17
1.1.8. Jasa – Jasa 17
1.2. SISI PERMINTAAN 18
1.2.1. Konsumsi 19
1.2.2. Investasi 21
1.2.3. Ekspor Impor 21
BAB 2. INFLASI REGIONAL 27
2.1 KONDISI UMUM 27
2.2 INFLASI BULANAN 29
2.3 INFLASI TAHUNAN 31
BAB 3. KINERJA PERBANKAN DAERAH 33
3.1. PERKEMBANGAN KEGIATAN BANK UMUM 33
3.1.1. Penghimpunan Aset Bank Umum 33
3.1.2. Pelaksanaan Fungsi Intermediasi 35
3.1.2.1. Penghimpunan Dana 36
3.1.2.2. Penyaluran Kredit 38
3.2. PERKEMBANGAN BANK PERKREDITAN RAKYAT 41
2
|Triwulan II 2009
Halaman
BAB 4. PERKEMBANGAN SISTEM PEMBAYARAN 50
4.1. PERKEMBANGAN TRANSAKSI PEMBAYARAN TUNAI 50
4.1.1. Perkembangan Aliran Masuk/Keluar dan Kegiatan Penukaran 50
4.1.2. Perkembangan Pemberian Tanda Tidak Berharga 52
4.2. PERKEMBANGAN TRANSAKSI PEMBAYARAN NON TUNAI 52
BAB 5. KEUANGAN DAERAH 55
5.1. ANGGARAN PENDAPATAN 55
5.2. ANGGARAN BELANJA 56
5.3. PROGRAM PEMERINTAH DAERAH 56
BAB 6. OUTLOOK 59
6.1. MAKRO EKONOMI REGIONAL TRIWULAN III-2009 59
6.2. INFLASI REGIONAL TRIWULAN III-2009 59
6.3. KINERJA PERBANKAN DAERAH TRIWULAN III-2009 59
6.4. REKOMENDASI 60
3
|Triwulan II 2009
■ DAFTAR GRAFIK Halaman
Grafik 1.1. Konsumsi Listrik Industri dan Jumlah Pelanggan Industri 13
Grafik 1.2. Perkembangan Volume Ekspor Manufaktur 13
Grafik 1.3. Konsumsi Listrik di Bali 14
Grafik 1.4. Jumlah Pelanggan Listrik 14
Grafik 1.5. Kredit Sektor Listrik, Gas dan Air 14
Grafik 1.6. Konsumsi Semen 15
Grafik 1.7. Kredit Sektor Bangunan 15
Grafik 1.8. Kunjungan Wisman 16
Grafik 1.9. Tingkat Penghunian Kamar 16
Grafik 1.10. Penerimaan VoA 16
Grafik 1.11. Konsumsi Listrik Bisnis dan Jumlah Pelanggan Bisnis 16
Grafik 1.12. Jumlah Penumpang Pesawat 17
Grafik 1.13. Jumlah Pos Melalui Udara 17
Grafik 1.14. Pembiayaan LPD 17
Grafik 1.15. Kredit Perbankan 17
Grafik 1.16. Kredit Sektor Jasa 18
Grafik 1.17. Penjualan Mobil 19
Grafik 1.18. Konsumsi Listrik Rumah Tangga dan Jumlah Pelanggan
Rumah Tangga 19
Grafik 1.19. Komponen Indeks Kondisi Ekonomi Saat Ini 19
Grafik 1.20. Indeks Keyakinan Konsumen 19
Grafik 1.21. Kredit Konsumsi 20
Grafik 1.22. Konsumsi Semen 20
Grafik 1.23. Nilai Tukar Petani 20
Grafik 1.24. Penjualan Motor 20
Grafik 1.25. Konsumsi Semen 21
Grafik 1.26. Impor Barang Modal 21
Grafik 1.27. Kredit Investasi 21
Grafik 1.28. Perkembangan Nilai Ekspor Bali 22
Grafik 1.29. Perkembangan Volume Ekspor 22
Grafik 1.30. Pertumbuhan Nilai Ekspor Komoditi Utama Bali 23
Grafik 1.31. Komposisi Ekspor Bali 23
4
|Triwulan II 2009
Halaman
Grafik 1.32. Perkembangan Nilai Impor Bali 23
Grafik 1.33. Komposisi Impor Bali 23
Grafik 2.1. Perkembangan Inflasi Denpasar 27
Grafik 2.2. Harga Komoditas Minyak Goreng 29
Grafik 2.3. Harga Komoditas Beras 29
Grafik 2.4. Harga Komoditas Bumbu-bumbuan 29
Grafik 2.5. Inflasi Tahunan 31
Grafik 3.1. Pertumbuhan Tahunan Aset, Dana, Kredit 35
Grafik 3.2. Komposisi, Kredit, DPK dan Aset Menurut Kelompok Bank 35
Grafik 3.3. Loan to Deposit Ratio 36
Grafik 3.4. Perkembangan Dana dan Kredit 36
Grafik 3.5. Pertumbuhan Tahunan Dana 37
Grafik 3.6. Komposisi Dana 37
Grafik 3.7. Perkembangan Jumlah Dana Pihak Ketiga 38
Grafik 3.8. Komposisi Dana 38
Grafik 3.9. Pertumbuhan Tahunan Kredit Menurut Jenisnya 39
Grafik 3.10. Perkembangan Nominal Kredit 39
Grafik 3.11. Komposisi Kredit Menurut Jenisnya 40
Grafik 3.12. Kredit Sektor PHR dan Sektor Lain-Lain 40
Grafik 3.13. Pertumbuhan Aset, Kredit, dan LDR 42
Grafik 3.14. Komposisi Kredit terhadap Aset dan Pertumbuhan Kredit 42
Grafik 3.15. Komposisi Penyaluran Menurut Sektor 42
Grafik 3.16. Komposisi Penyaluran Kredit Menurut Sektor 43
Grafik 4.1. Perkembangan Uang Kartal di Bali 51
Grafik 4.2. Perkembangan Uang Kartal di Bali 51
Grafik 4.3. Perkembangan Uang Kartal di Bali 52
Grafik 4.4. Perkembangan Kliring dan RTGS 54
Grafik 4.5. Perkembangan Transaksi Kliring 54
Grafik 4.6. Perkembangan Tolakan Transaksi Kliring 54
Grafik 4.7. Perkembangan Transaksi RTGS 54
5
|Triwulan II 2009
■ DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 1.1. Pertumbuhan PDRB dari Sisi Penawaran, 2008-2009 11
Tabel 1.2. Perbandingan Produksi Padi dan Palawija per Subround di Bali,
2008-2009 12
Tabel 1.3. Pertumbuhan PDRB dari Sisi Permintaan, 2008 – 2009 18
Tabel 2.1. Inflasi Bulanan Menurut Kelompok Barang 30
Tabel 2.2. Inflasi Tahunan Menurut Kelompok Barang 32
Tabel 3.1. Perkembangan Usaha Bank Umum di Bali 34
Tabel 3.2. Kinerja Bank Perkreditan Rakyat di Bali 42
Tabel 4.1. Perkembangan Uang Kartal di Bali 51
Tabel 4.2. Perkembangan Perputaran Kliring, Cek/BG Kosong di Bali 53
Tabel 5.1. APBD 2009 57
6
|Triwulan II 2009
■ DAFTAR BOKS
Halaman
BOKS A. UMKM Bertahan Dari Goncangan Krisis Keuangan Global 24
BOKS B. Respon Perbankan Terhadap Perubahan BI Rate 45
BOKS C. Sinergi Penyaluran Kredit Sehat untuk Kinerja BPR di Bali 48
7
|Triwulan II 2009
■ Ringkasan Eksekutif
MAKRO EKONOMI REGIONAL
Perekonomian Bali pada triwulan II-2009 diperkirakan tumbuh sebesar 6,03% (y-o-y),
melambat dibanding triwulan sebelumnya yang tumbuh sebesar 7,75%. Krisis keuangan
global diperkirakan masih memberikan tekanan terhadap perekonomian Bali meskipun
terbatas. Di sisi penawaran, pertumbuhan ekonomi masih didominasi oleh sektor
perdagangan, hotel dan restoran serta sektor jasa. Di sisi permintaan, peran konsumsi,
terutama konsumsi rumah tangga, diperkirakan masih cukup besar di dalam mendorong
pertumbuhan ekonomi. Sedangkan beberapa komoditi ekspor mengalami penurunan seiring
dengan melemahnya permintaan di negara tujuan ekspor.
INFLASI REGIONAL
Perkembangan harga-harga di Bali pada triwulan II-2009 menunjukkan kecenderungan
menurun yang tercermin dari pencapaian inflasi yang relatif lebih rendah dibandingkan
triwulan-triwulan sebelumnya, yakni mencapai -0,61% (q-t-q) yang lebih rendah dibanding
pencapaian inflasi sebelumnya triwulan sebelumnya yang mencapai 2,13% (q-t-q) maupun
triwulan II-2008 yang mencapai 3,07% (q-t-q). Dengan perkembangan inflasi tersebut, secara
tahunan inflasi di Kota Denpasar lebih rendah dibandingkan inflasi pada triwulan I-2009
sebesar 8,93% (y-o-y), serta inflasi pada triwulan II-2008 sebesar 7,71% (y-o-y). Namun
demikian inflasi Kota Denpasar masih lebih tinggi dibandingkan inflasi nasional triwulan II-
2009 sebesar 3,65% (y-o-y).
KINERJA PERBANKAN DAERAH
Kinerja keuangan perbankan di Bali pada triwulan II 2009 menunjukkan terjadinya
pelambatan dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Indikator utama kinerja perbankan
yang sempat menguat pada I 2009, kembali melambat pada triwulan II 2009. Aset perbankan
secara tahunan tumbuh 18,15% melambat dibandingkan pertumbuhan pada triwulan I 2009
sebesar 23,45%. Seiring dengan pelambatan aset, kredit dan dana pihak ketiga (DPK), juga
mengalami pelambatan dengan arah yang sama. Secara umum pelambatan ini diperkirakan
8
|Triwulan II 2009 sebagai dampak dari pelambatan sektor riil. Meskipun terjadi pelambatan pada penyaluran
ekspansi kredit, rasio kredit bermasalah (NPL) sampai dengan triwulan II 2009 masih terjaga
pada kisaran 2,03%. Demikian pula fungsi intermediasi bank masih berjalan cukup baik
ditunjukkan dengan rasio kredit dibandikan dana (LDR) yang berada pada kisaran 58,53%.
PERKEMBANGAN SISTEM PEMBAYARAN
Sistem pembayaran sebagai pendorong dan urat nadi perekonomian regional pada
triwulan II 2009 berjalan dengan lancar. Walaupun terjadi pelambatan pada kegiatan
perekonomian namun transaksi keuangan menunjukkan peningkatan dibandingkan dengan
triwulan sebelumnya baik dalam volume maupun nilai transaksi. Peningkatan tersebut terjadi
baik dari transaksi tunai maupun transaksi non tunai.
KEUANGAN DAERAH
Pada tahun anggaran 2009, Anggaran Pendapatan Daerah Pemerintah Provinsi Bali
mencapai sebesar Rp 1,41 triliun meningkat 1,51% dibandingkan dengan anggaran
pendapatan tahun sebelumnya. Realisasi Pendapatan Daerah sampai dengan triwulan satu
mencapai 18,50%. Sementara itu, Anggaran Belanja Daerah pada tahun ini tercatat sebesar
Rp 1,64 triliun menurun 1,15% dibandingkan anggaran belanja sebelumnya. Realisasi Belanja
Daerah sampai dengan triwulan 1 mencapai 12,71%. Hal ini menunjukkan realisasi belanja
daerah masih belum maksimal dan lebih rendah daripada realisasi pendapatannya.
OUTLOOK
Pada triwulan III-2009 pertumbuhan ekonomi Bali diperkirakan masih akan dibayangi
oleh tekanan eksternal. Pertumbuhan ekonomi pada triwulan III-2009 diperkirakan berkisar
pada 5% - 6% (y-o-y). Pertumbuhan ekonomi di triwulan II-2009 ini dari sisi penawaran
didominasi oleh sektor perdagangan, hotel dan restoran, sektor angkutan, dan sektor industri.
Sementara dari sisi permintaan pertumbuhan ekonomi secara umum masih digerakkan oleh
konsumsi.
9
|Triwulan II 2009
Laju inflasi regional Bali (q-t-q) diperkirakan akan meningkat dibandingkan dengan
triwulan sebelumnya. Secara triwulanan angka inflasi diperkirakan mencapai 1,59% (q-t-q) dan
sampai dengan akhir triwulan II-2009 berada pada kisaran 3,13% (y-t-d). Tekanan inflasi di
triwulan III-2009 diperkirakan berasal dari kelompok pendidikan, rekreasi, dan olahraga seiring
dengan masuknya tahun ajaran baru dan liburan musim panas bagi wisatawan asing.
Kinerja perbankan pada triwulan III 2009, secara nominal diperkirakan akan terus
meningkat, baik aset, DPK dan kredit. Peningkatan kinerja perbankan ini diperkirakan didorong
oleh peningkatan kinerja perekonomian nasional dan regional. Kinerja perbankan juga
diperkirakan akan didorong oleh realisasi kinerja keuangan pemerintah daerah. Selain itu
kinerja perbankan juga diperkirakan akan didorong oleh membaiknya kinerja pasar modal
pada triwulan III dan kecenderungan turunya suku bunga kredit.
Kredit perbankan diperkirakan akan tetap tumbuh dengan kecepatan yang lebih tinggi
dibandingkan pertumbuhan triwulan II, sejalan dengan kondisi ekonomi makro regional yang
diperkirakan akan mengalami ekspansi. Ekspansi kredit pada triwulan II diperkirakan tumbuh
pada kisaran 20%.
Dari sisi dana, penghimpunan dana masyarakat oleh perbankan diperkirakan masih
akan tumbuh walaupun masih rendah pada level 15%. Pertumbuhan dana diperkirakan akan
dibayangi oleh peningkatan kegiatan perekonomian, sehingga terjadi pergerakan dana ke
sektor riil. Selain itu kecenderungan penurunan suku bunga juga diperkirakan akan
mempengaruhi minat menabung masyarakat.
Tekanan NPL yang diperkirakan akan meningkat sebagai akibat pelambatan
perekonomian pada triwulan sebelumnya. NPL diperkirakan akan didorong dari penyaluran
kredit jenis modal kerja dan kredit skim khusus yang tidak menggunakan jaminan tambahan
dalam persetujuan realisasinya. Hal ini diperkirakan akan meningkatkan rasio NPL pada kisaran
2,5%. Namun demikian dengan pengawasan dan pembinaan yang ketat dari perbankan
diharapkan NPL dapat ditekan.
10
|Triwulan II 2009
Makro Ekonomi Regional Bab 1
Perekonomian Bali pada triwulan II-2009 diperkirakan tumbuh sebesar 6,03% (y-o-y),
melambat dibanding triwulan sebelumnya yang tumbuh sebesar 7,75%. Krisis keuangan
global diperkirakan masih memberikan tekanan terhadap perekonomian Bali meskipun
terbatas. Di sisi penawaran, pertumbuhan ekonomi masih didominasi oleh sektor
perdagangan, hotel dan restoran serta sektor jasa. Di sisi permintaan, peran konsumsi,
terutama konsumsi rumah tangga, diperkirakan masih cukup besar di dalam mendorong
pertumbuhan ekonomi. Sedangkan beberapa komoditi ekspor mengalami penurunan seiring
dengan melemahnya permintaan di negara tujuan ekspor.
1.1. SISI PENAWARAN
Pertumbuhan ekonomi Bali pada triwulan II-2009 diperkirakan tumbuh sebesar
6,03%, melambat dibandingkan triwulan I-2009 yang tumbuh sebesar 7,75%. Namun
angka pertumbuhan tersebut lebih tinggi dibanding triwulan yang sama pada tahun
sebelumnya yang tumbuh 5,08%. Di sisi penawaran atau sektoral, pada triwulan laporan
sebagian besar sektor mengalami pelambatan, kecuali sektor pertanian, sektor listrik, dan
sektor jasa-jasa yang meningkat dibanding triwulan sebelumnya.
Tabel 1.1. Pertumbuhan PDRB dari sisi Penawaran, 2008-2009 (% y-o-y)
Sektor
2008 Q2-2008 Q3-2008 Q4-2008 Q1-2009 Q2-2009P
Pertanian 0,61 -4,01 2,78 7,75 4,24 7,38Pertambangan 3,52 4,23 10,48 21,98 12,87 12,32Industri 8,17 9,20 13,13 14,05 11,08 4,03Listrik, Gas & Air 8,98 10,52 8,25 4,62 4,61 5,05Bangunan 6,71 8,31 7,68 4,28 1,61 1,40Perdg, Hotel & Rest. 8,62 8,43 11,39 13,68 10,09 7,37Pengangkutan & Kom. 8,92 6,79 13,77 14,12 12,82 6,67Keuangan & Persewaan 4,28 7,08 6,30 6,99 4,36 1,26Jasa-Jasa 4,66 4,94 3,58 4,44 4,85 5,63PDRB 5,97 5,08 8,33 10,28 7,75 6,03
Sumber: BPS Keterangan: * Angka Ramalan
11
|Triwulan II 2009 1.1.1. Pertanian
Sektor pertanian pada triwulan II-2009 diperkirakan tumbuh 7,38%, lebih tinggi
dibandingkan triwulan sebelumnya yang tumbuh 4,24%. Pertumbuhan di sektor
pertanian ini utamanya didorong oleh pertumbuhan pada subsektor tanaman perkebunan dan
perikanan. Sementara itu, untuk subsektor tanaman bahan makanan (tabama) diperkirakan
mengalami tekanan produksi karena siklus panen yang mundur waktunya. Meski demikian,
diramalkan produksi dan luas panen komoditas padi dan palawija pada tahun 2009 mengalami
peningkatan dibanding tahun lalu.
Tabel 1.2. Produksi dan Luas Panen Padi dan Palawija per Subround di Bali, 2008-2009
Sumber: BPS Keterangan: * Angka Ramalan
1.1.2. Industri
Pada triwulan II-2009, sektor industri diperkirakan tumbuh sebesar 4,03% atau
lebih rendah dibandingkan triwulan I-2009 yang tumbuh sebesar 11,08%.
Melambatnya pertumbuhan sektor industri pada triwulan laporan dipengaruhi oleh kondisi
perekonomian global yang masih dibayangi tekanan. Turunnya permintaan barang ekspor di
sisi permintaan direspon dengan penurunan utilisasi kapasitas produksi di sektor industri.
Namun demikian, dengan kondisi pariwisata yang masih tumbuh positif, sektor industri
ini masih dapat mampu tumbuh positif. Utamanya didorong oleh industri makanan minuman
(mamin) dan kayu.
Pertumbuhan tersebut juga dikonfirmasi dengan pertumbuhan konsumsi listrik dan
jumlah pelanggan untuk golongan industri. Namun demikian, tampaknya pasar utama untuk
produk-produk sektor industri ini pada triwulan II-2009 adalah pasar domestik. Hal ini
12
|Triwulan II 2009 dikonfirmasi dengan masih tertekannya volume ekspor produk manufaktur pada triwulan
laporan.
Industri kerajinan Bali saat ini tengah mengalami tekanan yang semakin berat, selain
karena dampak krisis dan persaingan antar daerah, tekanan lain berasal dari persaingan antar
negara berkembang Asia lainnya Vietnam, Thailand, India, Malaysia dan Cina. Pada negara
pesaing mereka lebih memaksimalkan besarnya skala produksi (massal) dengan memanfaatkan
teknologi industri, sedangkan di Bali industri kerajinan masih mempertahankan keterampilan
tangan (hand made) sehingga terdapat kendala pada pemenuhan kuantitas produksi.
Sumber: PLN Distribusi Bali Sumber: Bank Indonesia
1.1.3. Listrik, Gas, dan Air
Pertumbuhan sektor listrik, gas, dan air pada triwulan II-2009 diperkirakan
tumbuh 5,05%, lebih tinggi dibanding triwulan sebelumnya yang tumbuh sebesar
4,61%. Pertumbuhan sektor ini dikonfirmasi oleh pertumbuhan pada konsumsi dan jumlah
pelanggan listrik di Bali. Prompt indicator lainnya yang mengindikasikan pertumbuhan sektor
ini adalah pertumbuhan pada pembiayaan di sektor ini. Kredit sektor listrik, gas, dan air pada
triwulan II-2009 tumbuh 5,9% dibanding periode yang sama tahun lalu.
13
|Triwulan II 2009 Sumber: PLN Distribusi Bali Sumber: PLN Distribusi Bali
Sumber: Bank Indonesia
1.1.4. Bangunan
Sektor bangunan pada triwulan II-2009 diperkirakan tumbuh sebesar 1,40%,
melambat dibanding triwulan I-2009 yang tumbuh 1,69 %. Melambatnya pertumbuhan
sektor ini dikonfirmasi dengan prompt indicators yakni konsumsi semen dan kredit sektor
bangunan. Pertumbuhan konsumsi semen mengalami kontraksi 11,3% dan pertumbuhan
kredit sektor bangunan pada triwulan laporan mengalami kontraksi 2,1%. Hal ini
mengindikasikan bahwa pembangunan pembangunan fisik infrastruktur maupun properti
pada triwulan laporan mengalami penurunan dibandingkan periode yang sama tahun lalu.
Khusus untuk properti residensial, faktor yang mempengaruhi adalah relatif masih tingginya
suku bunga Kredit Kepemilikan Rumah (KPR) perbankan.
14
|Triwulan II 2009
Sumber: Asosiasi Semen Indonesia Sumber: Bank Indonesia
1.1.5. Perdagangan, Hotel, dan Restoran
Sektor perdagangan, hotel, dan restoran pada triwulan II-2009 diperkirakan
tumbuh sebesar 7,37%, lebih rendah dibanding triwulan I-2009 yang tumbuh 10,09%.
Pertumbuhan itu utamanya didorong oleh mulai memasukinya musim ramai kunjungan (high
season) wisatawan ke Bali. Tidak hanya wisatawan mancanegara (wisman) tetapi juga
wisatawan domestik (wisdom). Kunjungan wisman pada triwulan II-2009 diperkirakan
mencapai 527.932 orang, naik 13,4% dibanding periode yang sama tahun lalu.
Secara siklus, pada triwulan II memang merupakan musim ramai kunjungan, namun
untuk tahun ini terjadi perbedaan spesifik karena pada triwulan I yang biasanya musim sepi
kunjungan pada tahun ini justru kunjungan wisman mengalami peningkatan yang signifikan
pada triwulan I. Hal tersebut diduga adanya pengalihan destinasi wisman ke Bali karena
beberapa destinasi wisata lain seperti Thailand dan Malaysia sedang diliputi masalah politik.
Peningkatan kunjungan wisman pada triwulan laporan ini juga diikuti dengan pertumbuhan
penerimaan Visa on Arrival (VoA) sebesar 7,9%.
Sementara itu, konsumsi dan jumlah pelanggan listrik untuk golongan bisnis seperti
mal, pasar, pertokoan, dan pusat bisnis lainnya menunjukkan pertumbuhan meskipun tidak
signifikan. Konsumsi listrik pada triwulan laporan mencapai 110.430 MWH dengan jumlah
pelanggan sebanyak 65.410 unit.
15
|Triwulan II 2009
Sumber: Dinas Pariwisata Daerah Bali Sumber: Dinas Pariwisata Daerah Bali
Sumber: PT Bank Negara Indonesia Kanwil 08 Sumber: PT PLN Distribusi Bali
1.1.6. Pengangkutan dan Komunikasi
Pertumbuhan sektor pengangkutan dan komunikasi pada triwulan II-2009
diperkirakan sebesar 6,67%, lebih rendah dibanding triwulan sebelumnya yang
tumbuh 12,82%. Pertumbuhan di sektor ini dikonfirmasi dengan jumlah penumpang pesawat
di Bandara Ngurah Rai dan jumlah pos melalui udara.
16
|Triwulan II 2009 Sumber: BPS, diolah Sumber: BPS, diolah
1.1.7. Keuangan dan Persewaan
Pada triwulan II-2009, sektor keuangan dan persewaan diperkirakan mengalami
pertumbuhan sebesar 1,26%, lebih rendah dibandingkan dengan triwulan I-2009
yang tumbuh sebesar 4,36%. Pertumbuhan nilai tambah sektor ini pada triwulan laporan
dikonfirmasi dengan pertumbuhan pembiayaan oleh lembaga keuangan non bank dan bank.
Outstanding pembiayaan yang disalurkan oleh Lembaga Perkreditan Desa (LPD) pada
triwulan laporan mencapai Rp 2,7 triliun, tumbuh 42% dibanding periode yang sama tahun
sebelumnya. Sementara itu, outstanding kredit perbankan di Bali pada triwulan laporan
tercatat mencapai sebesar Rp 17,2 triliun atau naik 18,8% dibanding triwulan II-2008.
Sumber: PT BPD Bali Sumber: Bank Indonesia
17
|Triwulan II 2009 1.1.8. Jasa-Jasa
Pada triwulan II-2009, sektor jasa-jasa diperkirakan tumbuh sebesar 5,63%, naik
dibanding triwulan I-2009 yang tumbuh sebesar 4,84%. Pertumbuhan di ini dikonfirmasi
dengan pertumbuhan pada kredit perbankan untuk sektor jasa-jasa. Outstanding kredit
perbankan untuk sektor jasa pada triwulan II-2009 tercatat mencapai sebesar Rp 1,5 triliun,
atau tumbuh 13,4% dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya.
Sumber: Bank Indonesia
1.2. SISI PERMINTAAN
Di sisi permintaan, utamanya masih didorong oleh konsumsi. Selama ini konsumsi
memiliki pangsa mencapai lebih dari 60% dalam pembentukan pertumbuhan ekonomi dari sisi
permintaan.
Tabel 1.3. Pertumbuhan PDRB dari sisi Permintaan, 2008-2009 (% y-o-y) Komponen
2008 Q2-2008 Q3-2008 Q4-2008 Q1-2009 Q2-2009P
Konsumsi Rumah Tangga 3,03 -10,00 4,28 23,16 20,69 15,35Konsumsi Pemerintah 7,98 11,07 3,68 -0,14 5,22 13,20Investasi/PMTB 23,16 21,99 29,38 40,52 7,10 5,92Ekspor 16,98 20,21 14,83 16,19 8,40 15,13Impor 36,44 52,87 31,78 51,15 31,63 10,73PDRB 5,97 5,08 8,33 10,28 7,75 6,03
Sumber: BPS Keterangan: * Angka Ramalan
18
|Triwulan II 2009 1.2.1. Konsumsi
Konsumsi rumah tangga pada triwulan II-2009 tercatat sebesar 15,35%, lebih
rendah dibanding triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar 20,69%. Pertumbuhan
konsumsi tersebut antara lain dipengaruhi oleh masuknya musim ramai kunjungan wisman
(high season). Pertumbuhan konsumsi ini dikonfirmasi dengan sejumlah data prompt
indicators. Penjualan mobil dan motor diperkirakan masih mengalami pertumbuhan. Begitu
pula halnya dengan konsumsi dan jumlah pelanggan listrik rumah tangga. Namun demikian,
konsumsi semen mengalami kontraksi yang menunjukkan bahwa pengeluaran masyarakat
untuk membangun properti residensial pada triwulan laporan mengalami penurunan.
Sumber: PT Toyota Astra Motor Sumber: PT PLN Distribusi Bali
Sumber: Bank Indonesia Sumber: Bank Indonesia
19
|Triwulan II 2009
Dilihat dari sisi konsumen, tampak pada triwulan laporan konsumen menilai bahwa
pendapatan saat ini lebih baik dibanding triwulan sebelumnya. Namun demikian, dari sisi
pembelian barang tahan lama dan ketersediaan lapangan kerja lebih rendah dibanding
triwulan sebelumnya. Secara umum, keyakinan konsumen terhadap kondisi perekonomian
masih optimis.
Sementara itu, kredit konsumsi masih menunjukkan pertumbuhan dan didominasi oleh
kredit kepemilikan kendaraan bermotor. Outstanding kredit konsumsi pada triwulan laporan
mencapai Rp 7,3 triliun, naik 26,9% dibanding periode yang sama tahun sebelumnya.
Sumber: Bank Indonesia Sumber: Asosiasi Semen Indonesia
Data prompt indicator lainnya yang mempengaruhi konsumsi adalah Nilai Tukar Petani
(NTP). NTP pada Mei 2009 tercatat sebesar 103,83, lebih tinggi dari NTP Desember 2008 yang
mencapai 102,05. Ini menunjukkan bahwa masyarakat di pedesaan masih memiliki kekuatan
daya beli yang cukup baik.
Sumber: BPS, diolah Sumber: PT Asaparis
20
|Triwulan II 2009 1.2.2. Investasi
Nilai tambah investasi yang merupakan representasi dari Pembentukan Modal
Tetap Bruto (PMTB) pada triwulan II-2009 diperkirakan tumbuh sebesar 5,92%, lebih
rendah dibanding triwulan I-2009 yang tumbuh 7,10%. Melambatnya pertumbuhan
investasi tersebut dikonfirmasi dengan data prompt indicators seperti konsumsi semen dan
pertumbuhan pada impor barang modal.
Sumber: Asosiasi Semen Indonesia Sumber: Bank Indonesia
Sementara itu, outstanding kredit investasi pada triwulan II-2009 sebesar Rp 2,6 triliun,
naik 27,7% dibanding periode yang sama tahun lalu.
Sumber: Bank Indonesia
1.2.3. Ekspor Impor
Nilai tambah ekspor dari Bali pada triwulan II-2009 diperkirakan tumbuh
sebesar 15,13%, naik dibanding triwulan sebelumnya yang tumbuh sebesar 8,4%.
Faktor yang mempengaruhi pertumbuhan ekspor ini adalah pertumbuhan ekspor produk-
21
|Triwulan II 2009 produk pertanian, sementara untuk produk manufaktur pada triwulan laporan mengalami
pertumbuhan negatif. Hal ini menunjukkan bahwa ekspor pada triwulan laporan didominasi
oleh produk-produk yang memiliki kandungan impor (import content) rendah.
Jika dilihat dari ekspor per komoditi utama, terlihat bahwa hanya komoditi ikan dan
udang yang tumbuh positif sementara komoditi lainnya seperti kayu, pakaian jadi, perhiasan,
dan perabot rumah mengalami kontraksi. Meskipun pada awal triwulan II-2009 kondisi cuaca
kurang mendukung untuk penangkapan ikan, namun pada pertengahan hingga akhir triwulan
laporan cuaca menjadi lebih baik dan mendukung penangkapan ikan di laut lepas.
Sementara itu, informasi dari dunia usaha terungkap bahwa permintaan terhadap
produk ekspor unggulan Bali seperti tekstil dan produk tekstil (TPT) atau garmen dipekirakan
mengalami penurunan 15-20%. Daya beli yang masih lemah di negara tujuan ekspor imbas
dari krisis keuangan menjadi determinan turunnya volume dan nilai ekspor produk TPT
tersebut. Pasar ekspor produk garmen yang lesu tidak hanya di pasar Amerika Serikat tapi juga
di pasar Eropa seperti Rusia dan Perancis. Untuk mengatasi hal tersebut eksportir berupaya
untuk mengalihkan pasar ke dalam negeri dan mencari pasar baru seperti Australia dan Afrika
Selatan.
Sumber: Bank Indonesia Sumber: Bank Indonesia
22
|Triwulan II 2009 Sumber: Bank Indonesia Sumber: Bank Indonesia
Sementara itu, nilai tambah impor Bali pada triwulan II-2009 diperkirakan tumbuh
sebesar 10,73%. Faktor utama yang mendorong pertumbuhan tersebut adalah pertumbuhan
impor pada triwulan laporan yang diperkirakan mencapai 11,1%. Impor pada triwulan laporan
didominasi oleh produk manufaktur dengan pangsa 89,8%, sementara produk pertanian
hanya memiliki pangsa 10,2%.
Sumber: Bank Indonesia Sumber: Bank Indonesia
23
|Triwulan II 2009
BOKS A.
UMKM BERTAHAN DARI GONCANGAN KRISIS KEUANGAN GLOBAL
Krisis keuangan global yang bermula dari krisis perumahan di Amerika Serikat menyebabkan terganggunya perekonomian di banyak negara termasuk Indonesia. Episentrum krisis global yang berada di negara-negara maju seperti Amerika Serikat dan Eropa Barat menyebabkan dampak krisis tersebut terhadap perekonomian Bali sebagai daerah tujuan wisata utama dunia terganggu. Selain berpengaruh terhadap permintaan barang ekspor, turunnya pendapatan negara-negara maju juga dikawatirkan berdampak terhadap kunjungan wisatawan mancanegara ke Bali. Krisis ini juga dikawatirkan mengancam kelangsungan usaha mikro kecil dan menengah (UMKM) di Bali. Sensus ekonomi Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2006 menunjukkan jumlah usaha mikro di Bali mencapai 298.227 perusahaan, usaha kecil 74.727 perusahaan dan menengah mencapai 4.294 perusahan. Total jumlah UMKM di Bali adalah 377.248 perusahaan atau 99,59 persen dari seluruh usaha yang ada di Bali. Sehingga apabila perekonomian Bali terguncang akan berpengaruh terhadap sektor usaha di Bali termasuk UMKM. Analisis mengenai kemampuan UMKM menghadapi krisis diperlukan untuk menentukan kebijakan selanjutnya dalam meningkatkan kinerja UMKM di tengah goncangan krisis keuangan global.
Survey terhadap 32 UMKM di Bali dilakukan untuk membantu analisis ketahanan UMKM terhadap krisis keuangan global. Pemilihan sampel dilakukan dengan metode cluster sampling yang memperhatikan masalah sebaran sampel yang didasarkan atas sebaran wilayah dan sektor usaha. Sampel hampir mencakup seluruh Kabupaten di Bali kecuali Kabupaten Buleleng, Jembrana dan Karangasem. UMKM yang dijadikan sampel bergerak pada sektor pertanian, sektor industri pengolahan, sektor perdagangan, hotel dan restoran serta pengangkutan dan komunikasi.
Hasil survei menunjukkan proporsi responden UMKM yang merasakan dampak krisis ternyata lebih kecil daripada yang tidak merasakan dampak krisis yaitu 44% merasakan dan 56% tidak merasakan dampak krisis. Besarnya porporsi UMKM yang tidak merasakan dampak krisis paling tindak merupakan indikasi awal dari mampu bertahannya UMKM di Bali dalam menghadapi krisis. Apabila dilihat lebih detail, maka UMKM yang mengalami dampak krisis keuangan global sebagian besar bergerak di sektor perdagangan, hotel dan restoran (phr) sebesar 70% dari total responden yang bergerak di sektor phr diikuti dengan UMKM yang bergerak di sektor industri pengolahan sebesar 60% dari total responden di sektor industri pengolahan (lihat Gambar 1A). Penulusuran di lapangan menunjukkan bahwa UMKM yang bergerak di sektor industri pengolahan dan mengalami dampak krisis memproduksi barang-barang kerajinan untuk keperluan pariwisata. Fenomena ini merupakan sinyal bagi kegiatan usaha yang bergerak di industri pariwisata untuk menentukan strategi mengantisipasi dampak krisis keuangan global. Sementara untuk UMKM yang tidak merasakan dampak krisis keuangan global didominasi oleh UMKM yang bergerak di sektor pertanian sebesar 89% dari total responden di sektor pertanian. Produk pertanian biasanya merupakan produk dengan permintaan yang inelastis sehingga permintaannya relatif stabil sepanjang waktu.
24
|Triwulan II 2009
Gambar 1A Dampak Krisis Keuangan Global terhadap UMKM dalam Sektor Usaha
0
2
4
6
8
Pertanian Pengolahan PHR Transpor Lainnya
Sektor Usaha yang Merasakan Dampak Krisis
0
2
4
6
8
Pertanian Pengolahan PHR Transpor Lainnya
Sektor Usaha yang Tidak Merasakan Dampak Krisis
Sumber : Hasil Survey
Ketahanan UMKM Bali dalam menghadapi krisis keuangan global juga terlihat dari
beberapa indikator seperti perubahan omset, keuntungan, kapasitas produksi dan penggunaan tenaga kerja. Hasil survey menunjukkan bahwa omset dan keuntungan UMKM selama masa krisis keuangan global tidak banyak mengalami penurunan (lihat Gambar 2A). Hanya 44% responden menyatakan omsetnya menurun dan sisanya 47% responden menyatakan omsetnya tetap dan 9% responden mengalami kenaikan omset. Sejalan dengan omset, 44% responden menyatakan keuntungannya turun sementara 43% responden menyatakan keuntungannya tetap dan 13% keuntungannya meningkat. Proporsi responden yang mengalami peningkatan lebih besar dari pada proporsi responden yang mengalami kenaikan omset menunjukkan terdapat UMKM yang mampu memperbaiki kinerja keuntungan tanpa harus meningkatkan omset penjualan. UMKM tersebut bergerak di sektor perdagangan.
25
|Triwulan II 2009
Gambar 2A
Kinerja UMKM pada Masa Krisis Keuangan Global Omzet UMKM
Tetap47%
Turun44%
Naik9%
Keuntungan UMKM
Tetap43%
Turun44%
Naik13%
Sumber : Hasil Survey
Pemanfaatan kapasitas produksi UMKM selama masa krisis keuangan global juga tidak banyak mengalami perubahan. Hampir semua responden (87% dari total responden) tidak menurunkan penggunaan kapasitas produksinya. Beberapa UMKM lebih memilih menggunakan strategi pengurangan biaya dengan cara efisiensi pembelian bahan baku daripada menurunkan pemanfaatan kapasitas produksinya. Upaya mempertahankan penggunaan kapasitas produksi juga memberikan manfaat yaitu minimnya pengurangan tenaga kerja pada UMKM akibat krisis keuangan global. Hanya 9% responden yang mengurangi tenaga kerjanya. Hasil survey bahkan menunjukkan proporsi responden yang menyerap tenaga kerja baru semasa krisis keuangan global sebesar 19%. Masih bagusnya kinerja UMKM selama masa krisis keuangan global menunjukkan ketahanan UMKM cukup kokoh dan mampu menjadi jaring pengaman ekonomi Bali di tengah krisis keuangan global.
26
|Triwulan II 2009
Perkembangan Inflasi Bab 2
Secara umum perkembangan harga-harga di Bali pada triwulan II-2009 menunjukkan
kecenderungan menurun yang tercermin dari pencapaian inflasi yang relatif lebih rendah
dibandingkan triwulan-triwulan sebelumnya, yakni mencapai -0,61% (q-t-q) yang lebih rendah
dibanding pencapaian inflasi sebelumnya triwulan sebelumnya yang mencapai 2,13% (q-t-q)
maupun triwulan II-2008 yang mencapai 3,07% (q-t-q). Dengan perkembangan inflasi
tersebut, secara tahunan inflasi di Kota Denpasar lebih rendah dibandingkan inflasi pada
triwulan I-2009 sebesar 8,93% (y-o-y), serta inflasi pada triwulan II-2008 sebesar 7,71% (y-o-
y). Namun demikian inflasi Kota Denpasar masih lebih tinggi dibandingkan inflasi nasional
triwulan II-2009 sebesar 3,65% (y-o-y).
Secara umum perkembangan harga-harga di Bali pada triwulan II-2009 menunjukkan
kecenderungan menurun yang tercermin dari pencapaian inflasi yang relatif lebih rendah
dibandingkan triwulan-triwulan sebelumnya, yakni mencapai -0,61% (q-t-q) yang lebih rendah
dibanding pencapaian inflasi sebelumnya triwulan sebelumnya yang mencapai 2,13% (q-t-q)
maupun triwulan II-2008 yang mencapai 3,07% (q-t-q). Dengan perkembangan inflasi
tersebut, secara tahunan inflasi di Kota Denpasar lebih rendah dibandingkan inflasi pada
triwulan I-2009 sebesar 8,93% (y-o-y), serta inflasi pada triwulan II-2008 sebesar 7,71% (y-o-
y). Namun demikian inflasi Kota Denpasar masih lebih tinggi dibandingkan inflasi nasional
triwulan II-2009 sebesar 3,65% (y-o-y).
2.1. KONDISI UMUM 2.1. KONDISI UMUM
Pada triwulan II-2009, perkembangan harga-harga di Kota Denpasar menunjukkan
kecenderungan menurun dan relatif stabil. Perkembangan inflasi Kota Denpasar pada
triwulan II-2009 secara triwulanan (q-t-q) mencapai -0,61%, menurun cukup signifikan
dibanding inflasi triwulan sebelumnya di tahun yang sama mencapai 2,13% (q-t-q). Sedangkan
secara tahunan (y-o-y), inflasi di Kota Denpasar tercatat sebesar 5,80%, mengalami penurunan
dibandingkan inflasi triwulan I-2009 sebesar 8,93% (y-o-y).
Pada triwulan II-2009, perkembangan harga-harga di Kota Denpasar menunjukkan
kecenderungan menurun dan relatif stabil. Perkembangan inflasi Kota Denpasar pada
triwulan II-2009 secara triwulanan (q-t-q) mencapai -0,61%, menurun cukup signifikan
dibanding inflasi triwulan sebelumnya di tahun yang sama mencapai 2,13% (q-t-q). Sedangkan
secara tahunan (y-o-y), inflasi di Kota Denpasar tercatat sebesar 5,80%, mengalami penurunan
dibandingkan inflasi triwulan I-2009 sebesar 8,93% (y-o-y).
Grafik 2. 1. Perkembangan Inflasi Denpasar (%)
-2.00
0.00
2.00
4.00
6.00
8.00
10.00
12.00
Jan
Feb
Mar
Apr
Mei
Jun Jul
Agu
stSe
pO
ktN
op Des Jan
Feb
Mar
Apr
Mei
Jun Jul
Agu
stSe
pO
ktN
op Des Jan
Feb
Mar
Apr
Mei
Juni
2007 2008 2009
m-t-mq-t-qy-o-y
Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah
27
|Triwulan II 2009 Tekanan inflasi pada triwulan II-2009 terutama diakibatkan oleh kelompok makanan
jadi, rokok dan tembakau, serta kelompok perumahan, air, listrik, gas, dan bahan bakar. Relatif
stabilnya tekanan inflasi selama triwulan II-2009 lebih diakibatkan pada lancarnya distribusi
pasokan dari dan keluar Bali, serta faktor cuaca yang mendukung suksesnya panen pada bulan
April-Mei. Selain itu tren penguatan nilai mata uang Rupiah diperkirakan juga berperan dalam
pembentukan inflasi terutama untuk komoditas impor, maupun komoditas lokal dengan
kandungan impor yang tinggi. Komoditas-komoditas yang memberikan pengaruh terhadap
inflasi pada triwulan II-2009 antara lain gula pasir, tongkol pindang, sewa rumah, dan upah
pembantu rumah tangga.
Laju inflasi bulanan (m-t-m) tertinggi pada triwulan II-2009 terjadi pada bulan Juni 2009
sebesar 0,17%, sementara pada bulan April dan Mei justru terjadi deflasi masing-masing
sebesar 0,61% dan 0,17%. Rendahnya inflasi Provinsi Bali pada triwulan II-2009 seperti yang
ditunjukkan pada Grafik 2.1 diakibatkan lancarnya distribusi pasokan dari dan keluar Bali, serta
faktor cuaca dan musim hujan yang mempengaruhi produktivitas pertanian.
Apabila di breakdown berdasarkan kelompok barang, kecenderungan peningkatan
harga secara kumulatif terjadi pada hampir seluruh kelompok, kecuali kelompok Transportasi,
Komunikasi, dan Jasa Keuangan yang justru mengalami deflasi sebesar 3,02%. Sedangkan
kelompok barang/jasa dengan inflasi terbesar pada triwulan II-2009 adalah kelompok
Kesehatan sebesar 18,01% diakibatkan dengan adanya penyesuaian biaya rawat inap Rumah
Sakit di Denpasar, diikuti kelompok Makanan Jadi, Rokok, dan Tembakau sebesar 3,96%, serta
kelompok Perumahan, Air, Listrik, Gas, dan Tembakau dengan inflasi mencapai 1,89%.
Perkembangan harga minyak goreng pada triwulan II-2009 relatif stabil, kecuali
minyak goreng curah sawit yang justru mengalami tren menurun seperti terlihat pada grafik
2.2. Perkembangan harga minyak goreng curah diperkirakan mengikuti perkembangan harga
CPO dunia yang mengalami tren menurun semenjak Mei 2009. Sedangkan untuk komoditi
bumbu-bumbuan seperti cabe rawit, cabe merah, dan bawang merah, perkembangan harga
hingga akhir triwulan relatif stabil dan cenderung mengalami penurunan harga.
28
|Triwulan II 2009
Grafik 2.2 Harga Komoditas Minyak Goreng Grafik 2.3 Harga Komoditas Beras
4800
5000
5200
5400
5600
5800
6000
6200
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV V I II
Des-08 Jan-09 Feb-09 Mar-09 Apr-09 Mei-09 Juni-09 Juli-09
IR 64 TABANAN
IR 64 PUTRI SEJATI
IR 64 KERETA
IR 64 RATU
Rp
Rp
Grafik 2.4 Harga Komoditas Bumbu-bumbuan
0
5000
10000
15000
20000
25000
30000
35000
40000
45000
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV V I II
Des-08 Jan-09 Feb-09 Mar-09 Apr-09 Mei-09 Juni-09 Juli-09
BAWANG MERAH
CABE MERAH
CABE RAWIT
Rp
2.2. INFLASI BULANAN M-T-M
Inflasi bulanan di kota Denpasar pada triwulan II-2009 menunjukkan kecenderungan
lebih rendah dibanding triwulan sebelumnya. Bulan April 2009 perkembangan harga barang
dan jasa mengalami penurunan harga. Deflasi bulan Januari tercatat sebesar 0,61% (m-t-m).
Kelompok bahan makanan menjadi faktor pendorong deflasi utama yang mencapai 4,17%.
Faktor pendorong penurunan harga diakibatkan oleh telah masuknya masa panen yang
mendorong kelancaran distribusi bahan makanan, terutama pada komoditas cabe rawit,
daging babi, dan daging ayam ras. Sedangkan komoditas yang mengalami inflasi adalah
kelompok perumahan, air, listrik, gas, dan bahan bakar yang mengalami inflasi 0,49%.
Komoditas yang memberikan sumbangan inflasi terbesar adalah bahan bakar rumah tangga,
tarif sewa rumah, dan upah pembantu rumah tangga.
Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah
0
4000
8000
12000
16000
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV
Des-08 Jan-09 Feb-09 Mar-09 Apr-09 Mei-09 Juni-09
Bimoli TropicalFilma Curah SawitSania
Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah
29
|Triwulan II 2009 Sementara itu perkembangan harga barang dan jasa pada bulan Mei 2009 kembali
mengalami penurunan harga, dengan deflasi mencapai 0,17% (m-t-m). Adapun kelompok
yang mengalami deflasi tertinggi adalah kelompok sandang dengan deflasi sebesar 1,81%.
Komoditas dengan sumbangan deflasi terbesar antara lain adalah kaos laki-laki, emas
perhiasan, dan celana panjang sersim wanita. Pada bulan ini kelompok yang mengalami inflasi
tertinggi adalah kelompok makanan jadi, rokok, dan tembakau dengan inflasi sebesar 0,32%,
dengan komoditas yang memberikan sumbangan inflasi terbesar adalah pepes, gula pasir, dan
air kemasan.
Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah
Tabel 2.1 Inflasi Bulanan Menurut Kelompok Barang
II-2009 No.
Kelompok Barang April Mei Juni
1 Bahan Makanan -4.17 -0.73 -0.312 Makanan Jadi, Minuman, Rokok, dan Tembakau -0.03 0.32 1.833 Perumahan, Air, Lisrik, Gas, dan Bahan Bakar 0.49 0.10 0.144 Sandang 0.00 -1.81 -0.185 Kesehatan 0.61 0.17 -0.416 Pendidikan, Rekreasi, dan Olahraga 0.18 0.23 -0.067 Transportasi, Komunikasi, dan Jasa Keuangan 0.64 -0.22 -0.23 Umum -0.61 -0.17 0.17
Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah
Inflasi yang terjadi di bulan Juni 2009 merupakan inflasi tertinggi selama triwulan II-
2009 yaitu sebesar 0,17% (m-t-m). Inflasi terbesar terjadi pada kelompok makanan jadi,
minuman, rokok, dan tembakau dengan inflasi sebesar 1,83% yang dipicu oleh peningkatan
harga pada komoditas nasi, teh manis, rokok putih, dan rokok kretek. Tekanan inflasi juga
terjadi pada kelompok perumahan, air, listrik, gas, dan bahan bakar yang terutama didorong
oleh peningkatan harga di komoditas bahan bakar rumah tangga. Kenaikan ini antara lain
diakibatkan ditariknya minyak tanah bersubsidi oleh pemerintah yang mengakibatkan kenaikan
harga pasaran minyak tanah yang mencapai Rp 7.000 per liter. Sedangkan kelompok lainnya
mengalami justru mengalami penurunan harga atau deflasi.
30
|Triwulan II 2009
2.3. INFLASI TAHUNAN Y-O-Y
Inflasi Kota Denpasar pada triwulan II-2009 secara tahunan mengalami tren menurun
dibandingkan triwulan sebelumnya, dari sebesar 8,93% (y-o-y) pada triwulan I-2009 menjadi
5,90% (y-o-y) pada triwulan berjalan, namun masih lebih tinggi bila dibandingkan dengan
inflasi nasional periode triwulan II-2009 yang mencapai 3,65% (y-o-y). Tekanan harga terbesar
pada triwulan berjalan terjadi pada kelompok kesehatan dan makanan jadi. Sedangkan penurunan
harga dialami oleh komoditas yang termasuk kedalam kelompok Transpor, Komunikasi, dan Jasa
Keuangan. Dari grafik di bawah ini dapat dilihat bahwa kecenderungan inflasi Denapsar selalu lebih
rendah bila dibandingan dengan inflasi Nasional, namun semenjak bulan Maret 2009 inflasi Kota
Denpasar selalu berada diatas inflasi Nasional.
Grafik 2.5 Inflasi Tahunan Denpasar dan Nasional (%)
0.00
2.00
4.00
6.00
8.00
10.00
12.00
14.00
Jan
Feb
Mar
Apr
May Jun Jul
Aug Se
pO
ctN
ovD
ec Jan
Feb
Mar
Apr
May Jun Jul
Aug Se
pO
ctN
ovD
ec Jan
Feb
Mar
Apr
May Jun
2007 2008 2009
Denpasar
Nas ional
Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah
Jika dibreakdown ke masing-masing kelompok barang, pada triwulan II-2009 secara tahunan
hampir seluruh kelompok barang mengalami inflasi kecuali yang termasuk kedalam kelompok
Transportasi, Komunikasi, dan Jasa Keuangan yang justru mengalami deflasi sebesar 4,17% (y-
o-y). Tekanan inflasi tertinggi pada triwulan berjalan berasal dari kelompok Kesehatan dengan
inflasi mencapai 18,82% (y-o-y), diikuti dengan kelompok Makanan Jadi, Minuman, Rokok, &
Tembakau dengan inflasi mencapai 12,52% (y-o-y).
31
|Triwulan II 2009
Tabel 2.2
Inflasi Tahunan Menurut Kelompok Barang (%)
I-2009 II-2009No. Kelompok Barang Inflasi Inflasi
1 Bahan Makanan 16,03 8,332 Makanan Jadi, Minuman, Rokok, & Tembakau 11,00 12,523 Perumahan, Air, Listrik, Gas, & Bahan Bakar 6,52 6,264 Sandang 6,22 4,815 Kesehatan 19,02 18,826 Pendidikan, Rekreasi, & Olahraga 7,14 6,197 Transportasi, Komunikasi, dan Jasa Keuangan 2,73 -4,17
UMUM 8,93 5,80Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah
32
|Triwulan II 2009
Kinerja Perbankan Daerah Bab 3
Kinerja keuangan perbankan di Bali pada triwulan II 2009 menunjukkan terjadinya
pelambatan dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Indikator utama kinerja perbankan
yang sempat menguat pada I 2009, kembali melambat pada triwulan II 2009. Aset perbankan
secara tahunan tumbuh 18,15% melambat dibandingkan pertumbuhan pada triwulan I 2009
sebesar 23,45%. Seiring dengan pelambatan aset, kredit dan dana pihak ketiga (DPK), juga
mengalami pelambatan dengan arah yang sama. Secara umum pelambatan ini diperkirakan
sebagai dampak dari pelambatan sektor riil. Meskipun terjadi pelambatan pada penyaluran
ekspansi kredit, rasio kredit bermasalah (NPL) sampai dengan triwulan II 2009 masih terjaga
pada kisaran 2,03%. Demikian pula fungsi intermediasi bank masih berjalan cukup baik
ditunjukkan dengan rasio kredit dibandikan dana (LDR) yang berada pada kisaran 58,53%.
3.1. PERKEMBANGAN KEGIATAN USAHA BANK UMUM
3.1.1. Perkembangan Aset Bank Umum
Aset bank umum pada triwulan II 2009 mengalami pelambatan secara tahunan yang
cukup signifikan. Setelah menguat pada triwulan I 2009, yang tercatat tumbuh sebesar
23,45%, aset bank umum di Bali tumbuh melambat sebesar 18,15%, atau Rp 5.395 miliar
dari Rp 29.727 miliar pada triwulan II 2008 menjadi Rp 35.121 miliar pada triwulan II 2009
(lihat Tabel 3.1). Pelambatan yang terjadi pada triwulan laporan merupakan pelambatan
terbesar sejak pertengahan tahun 2007. Dilihat secara komulatif, pertumbuhan tahun 2009
tercatat sebesar 6,37% atau tumbuh sebesar Rp 2.103 miliar (Januari sampai dengan Juni),
dan merupakan yang terendah dibandingkan dengan periode yang sama tahun 2008 dan
2007 yang tercatat sebesar 10,50% (y-t-d) dan 9,58% (y-t-d).
Pertumbuhan aset terutama di dorong oleh ekspansi kredit yang walaupun melambat
namun tetap mengalami pertumbuhan signifikan. Pertumbuhan kredit yang disalurkan
perbankan pada triwulan II 2009 sebesar 18,76% (y-o-y), sedangkan kredit UMKM tumbuh
17,99% (y-o-y). Pertumbuhan kredit secara tahunan yang tinggi tersebut sangat didorong oleh
pertumbuhan kredit triwulanannya khususnya pertumbuhan pada triwulan I 2009. Secara
33
|Triwulan II 2009 nominal total kredit meningkat Rp 2.731 miliar (y-o-y) sedangkan secara triwulanan kredit
tumbuh sebesar Rp 520 miliar (q-t-q). Sementara kredit UMKM meningkat sebesar Rp 2.232
miliar (y-o-y). Tingginya pertumbuhan kredit dibandingkan dengan laju pertumbuhan DPK
menyebabkan LDR perbankan Bali pada triwulan II 2009 meningkat dibandingkan triwulan
sebelumnya dari 57,03% menjadi 58,53%.
Aset perbankan di Bali sangat dipengaruhi oleh pembentukan aset pada bank-bank
pemerintah yang mencapai Rp.21.666 miliar atau 60,5% dari total aset seluruh bank. Besarnya
pembentukan aset bank pemerintah di Bali, terutama di karenakan jumlah kantor dan jaringan
kantor yang relatif lebih besar dibandingkan dengan kolompok bank yang lain. Sementara
pembentukan aset pada kelompok bank swasta pada triwulan II 2009 mencapai Rp12.231
miliar atau 34,8% dari total aset. Pembentukan aset kelompok bank swasta pada triwulan II
2009 merupakan pertumbuhan yang terendah yang diperkirakan sebagai dampak dari
kontraksi pada penghimpuanan DPK. Sementara kelompok bank asing campuran yang
memiliki jaringan kantor terkecil memiliki share pembentukan aset sebesar 4.6%, dengan total
aset sebesar Rp1.625 miliar (lihat Grafik 3.2).
2007
TABEL 3.1. Perkembangan Usaha Bank Umum Di Bali (Rp milyar)
2008 2009 INDIKATOR Dec Jun Sep Dec Mar Jun
Asset 26,902 29,727 30,963 33,018 34,264 35,121 Dana Pihak Ketiga 23,522 25,675 26,576 28,006 29,365 29,503 Deposito 7,589 7,975 8,361 8,872 9,683 9,643 Giro 5,331 6,011 6,062 6,332 6,793 6,807 Tabungan 10,602 11,688 12,152 12,802 12,889 13,053 Kredit Umum 12,592 14,537 15,661 15,568 16,747 17,268 Modal Kerja 5,619 6,282 6,769 6,551 7,082 7,208 Investasi 1,794 2,241 2,391 2,504 2,606 2,621 Konsumsi 5,179 6,013 6,501 6,513 7,059 7,438 Kredit UMKM 10,857 12,410 13,270 13,087 14,101 14,642 Pangsa kredit UMKM 86.22% 85.37% 84.74% 84.06% 84.20% 84.79%NPL (Gross)% 3.02% 2.40% 2.15% 1.54% 2.30% 2.03%LDR 53.54% 56.62% 58.93% 55.59% 57.03% 58.53%
Sumber : Bank Indonesia
34
|Triwulan II 2009
Sumber : Bank Indonesia Sumber : Bank Indonesia
3.1.2. Pelaksanaan Fungsi Intermediasi
Kemampuan bank dalam melaksanaan fungsi intermediasi, yang dapat dilihat dari Loan
to Deposit Ratio (LDR), menunjukkan terjadinya peningkatan. Waluapun tidak setinggi pada
triwulan III 2008, LDR perbankan Bali pada triwulan II 2009 meningkat dibandingkan posisi
triwulan I 2009 yaitu dari posisi 57,03% menjadi 58,53% (lihat Grafik 3.4). Peningkatan LDR
pada triwulan II 2009 ini diperkirakan lebih dipengaruhi oleh pelambatan pada
penghimpuanan DPK. Selain itu pertumbuhan kredit pada triwulan II 2009 juga diperkirakan
dipengaruhi oleh kecenderungan penurunan suku bunga. Peningkatan LDR ini juga
mengindikasikan perbankan mulai melakukan ekspansi kredit dan melihat kondisi
perekonomian yang telah layak untuk dibiayai. Namun demikian dilihat dari kelompok bank
penyumbang LDR, masih terdapat kesenjangan yang cukup dalam antara bank pemerintah,
swasta dan asing. LDR tertinggi dibentuk oleh bank pemerintah dengan rasio sebesar 69,10%,
diikuti oleh bank swasta sebesar 45,34% dan bank asing dengan LDR 15,99%. Tingginya LDR
bank pemerintah mengindikasikan bahwa bank pemerintah lebih mampu melihat peluang
ekspansi kredit di daerah, selain alasan luasnya jangkauan dan jaringan kantor bank
pemerintah. Sementara itu pada bank swasta dan asing, yang umumnya hanya berkantor di
Kota Denpasar kurang mampu bersaing dalam penyaluran kredit, dan disinyalir beberapa bank
swasta lebih fokus pada penghimpunan dana.
35
|Triwulan II 2009
Sumber : Bank Indonesia Sumber : Bank Indonesia
Walaupun terjadi peningkatan rasio LDR, namun dapat dikatakan bahwa LDR
perbankan di Bali masih cukup rendah, artinya masih terdapat cukup ruang untuk
menyalurkan kredit atau melakukan ekspansi kredit. Rendahnya rasio LDR selain disebabkan
oleh a) permasalahan administratif seperti i) keterbatasan wewenang memutus pemberi kredit
pada kantor cabang, ii) lokasi kantor debitur yang tidak sama dengan lokasi proyek debitur,
khususnya untuk perusahaan perhotelan yang memiliki kantor pusat di luar Bali, sehingga
pembiayaan dilakukan di luar Bali; b) permasalahan persaingan, baik bersaing dengan holdning
company perusahaan yang biasanya melakukan pembiayaan sendiri, bersaing dengan koperasi,
lembaga pinjaman daerah (LPD) dan pegadaian dengan prosedur yang lebih mudah khususnya
untuk kredit UMKM; c) kondisi perekonomian yang sedang lesu; juga disebabkan oleh d)
karakteristik ekonomi Bali. Karakteristik perekonomian Bali dimana perekonomian sebagian
besar digerakkan oleh usaha UMKM, sementara usaha dalam skala besar masih sangat
terbatas. Hal ini menyebabkan ekspansi kredit perbankan terkonsentrasi pada kredit golongan
UMKM.
3.1.2.1. Penghimpunan Dana
Dana pihak ketiga (DPK) pada triwulan II – 2009, mengalami peningkatan dibanding
periode yang sama tahun sebelumnya yaitu sebesar 14.91%. Sebagian besar DPK berupa
penempatan simpanan dalam bentuk tabungan atau sebesar 44,24%. Pertumbuhan tahunan
tabungan pada triwulan II 2009 melambat dari 19,89% pada triwulan sebelumnya menjadi
11.67 % dengan total sebesar Rp13.053milyar (lihat Grafik 3.5). DPK cenderung didominasi
oleh dana-dana jangka pendek, jumlah dana jangka pendek pada triwulan II 2009 tercatat
36
|Triwulan II 2009 sebesar 67,31% sedangkan DPK dalam jangka panjang sebesar 32,69% (lihat Grafik 3.6).
Dana jangka pendek, dalam bentuk tabungan dan giro pada bulan Juni 2008 tumbuh sebesar
12,21% dibanding periode yang sama tahun sebelumnya. Hal tersebut menunjukkan bahwa
likuiditas perbankan masih memiliki risiko yang cukup tinggi. Lain halnya dengan dana jangka
panjang, deposito memiliki pertumbuhan tahunan yang cenderung lebih rendah daripada
triwulan sebelumnya. Hal tersebut berpotensi menciptakan maturity mismatch, karena kredit
yang disalurkan perbankan jangka waktunya relatif lebih panjang.
Pertumbuhan penyerapan dana dari masyarakat pada triwulan II 2009 menunjukkan
kenaikan dibandingkan triwulan sebelumnya. Bahkan tren peningkatan pertumbuhan deposito
sudah terjadi pada akhir tahun 2007. Hal ini kemungkinan terjadi karena adanya konversi
bentuk simpanan masyarakat dari tabungan ke deposito. Dilihat dari pangsa dana pihak ketiga
dari tahun ke tahun menunjukkan kecenderungan yang ralatif sama, share terbesar pada
simpanan dalam bentuk tabungan, diikuti deposito dan giro, pada Juni 2009 share masing-
masing simpanan berturut-turut adalah 44,24%, 32,69%, dan 23,07%.
Indikasi konversi bentuk simpanan dari tabungan ke deposito didukung oleh
pertumbuhan secara tahunan simpanan dalam bentuk deposito yang memiliki pola yang
berlawanan dengan pola pertumbuhan simpanan giro dan tabungan (lihat Grafik 3.6). Pola ini
menunjukkan bahwa terdapat kecenderungan penggantian atau pemindahan dana dari
simpanan dalam bentuk giro dan tabungan ke dalam bentuk deposito dan sebaliknya. Lebih
jauh dilihat dari data empiris komposisi DPK, tabungan dan deposito memiliki pola yang
berbanding terbalik. Hal ini menunjukkan bahwa perpindahan dana DPK yang sering dilakukan
oleh masyarakat dari simpanan dalam bentuk tabungan menjadi simpanan dalam bentuk
deposito dan sebaliknya.
Sumber : Bank Indonesia Sumber : Bank Indonesia
37
|Triwulan II 2009
Sumber : Bank Indonesia Sumber : Bank Indonesia
3.1.2.2 Penyaluran Kredit
Walaupun tercatat melambat, pertumbuhan tahunan kredit pada triwulan II 2009
tercatat cukup besar, yaitu 18,79% melambat dibandingkan triwulan sebelumnya yang
mencapai 29,91% (y-o-y). Seiring usaha memulihkan kondisi keuangan baik global maupun
nasional, maka perbankan mulai malakukan ekspansi kredit. Ekspansi kredit perbankan juga
didorong oleh kecenderungan penurunan tingkat suku bunga dan deversifikasi konsentrasi
sektor kredit. Hal ini ditunjukkan dengan pertumbuhan kredit yang lebih tinggi dari
pertumbuhan DPK (lihat Gambar 3.1). Kondisi ini juga menunjukkan bahwa perbankan secara
berkesinambungan mampu menyalurkan kredit sejalan dengan pertumbuhan dana pihak
ketiga.
Pertumbuhan kredit ditopang oleh kredit modal kerja dan kredit konsumsi (lihat
Gambar 3.11). Dilihat dari pertumbuhannya, kredit konsumsi adalah kredit dengan
pertumbuhan tertinggi pada triwulan II 2009 mencapai 23,70% dibandingkan dengan kredit
investasi dan modal kerja masing-masing hanya sebesar 16,96% dan 14,73% (lihat Gambar
3.9). Pola pertumbuhan ini menunjukkan peranan investasi di perekonomian mulai tampak
meskipun masih dalam level yang relatif kecil.
Penyaluran kredit bank umum pada triwulan II 2009 sebesar Rp17.268 miliar
meningkat sebesar 18,79% atau Rp 2.731 miliar dibanding posisi periode yang sama tahun
sebelumnya. Jenis kredit yang menjadi konsentrasi oleh perbankan saat ini adalah untuk jenis
kredit yang potensial dengan risiko kredit yang rendah, selain itu perbankan juga lebih
38
|Triwulan II 2009 cenderung memberikan kredit untuk kredit jangka pendek. Hal ini disesuaikan dengan
karakteristik perekonomian Bali yang masing didorong oleh konsusmi, sementara sampai saat
ini tidak terdapat industri pengolahan yang dengan skala ekonomi besar yang dapat dibiayai
oleh bank. Segmen pasar yang menjadi primadona bagi kredit perbankan adalah segmen
pasar konsumer dan segmen untuk modal kerja usaha. Komposisi kredit konsumsi sedikit
lebih besar daripada kredit modal kerja pada penyaluran kredit bank umum di Bali periode Juni
2008. Penyaluran kredit konsumsi sebesar 43,01% atau sebesar Rp7.438 milyar diikuti dengan
kredit modal kerja sebesar 41,74% atau sebesar Rp7.208 milyar, dan kredit investasi 15,18%
atau sebesar Rp2.621 milyar. Pola sebaran kredit yang relatif sama setiap tahun menunjukkan
bakwa share untuk kredit investasi masih sangat terbatas. Hal ini terjadi karena nilai kedit
investasi yang jauh lebih kecil dibandingkan dengan kredit lain sehingga perubahnya lebih
cepat. Tingginya ekspansi kredit investasi pada beberapa triwulan terakhir mengindikasikan
bahwa makro perekonomian cukup mendukung iklim usaha di Bali, sehingga perbankan
cukup berani ekspansi di sektor investasi.
Penyaluran kredit di Bali cenderung di dominasi oleh kredit modal kerja dan konsumsi
dengan total share kedua jenis kredit tersebut sebesar 84,81%. Kondisi ini dapat
mengindikasikan bahwa kredit di Bali umumnya memiliki jangka pendek dan menengah.
Penyaluran kredit berjangka pendek dan menengah ini disesuaikan dengan penyerapan dana
yang umumnya jangka pendek.
Sumber : Bank Indonesia Sumber : Bank Indonesia
39
|Triwulan II 2009
Sumber : Bank Indonesia
Sementara itu, kredit secara sektoral masih didominasi oleh sektor lain-lain dan sektor
perdagangan, hotel dan restoran (PHR). Porsi pembentukan kredit sektor PHR pada posisi Juni
2009 mengalami penurunan sementara kredit sektor lain-lain tumbuh sangat tinggi. Porsi
kredit sektor lain-lain dan sektor PHR masing-masing tercatat sebesar Rp 7.498 miliar atau
43,42% dari total kredit dan Rp6.689 miliar atau 38,74% dari total kredit. Pola penyebaran
kredit tersebut relatif tidak berubah dibandingkan pada periode-periode sebelumnya,
mengingat karakteristik perekonomian Bali yang digerakkan oleh industri pariwisata.
Komposisi untuk kredit sektor lain-lain dan PHR cenderung konstan walaupun cukup fluktuatif.
Kondisi ini mengindikasikan bahwa keduanya tetap menjadi sektor primadona bagi perbankan.
Sumber : Bank Indonesia
40
|Triwulan II 2009
Pertumbuhan kredit sampai dengan pada Juni 2009 yang cukup tinggi, juga diikuti
dengan meningkatnya kualitas kredit, rasio non performing loan (NPL) pada Juni 2009 sebesar
2,03% tercatat lebih rendah dari NPL pada triwulan I 2009 sebesar 2,30%. Secara nominal,
sektor ekonomi yang paling besar menyumbang NPL adalah kredit sektor PRH sebesar Rp 209
milyar dengan atau 59,82% dari total NPL, rasio NPL sektor PRH sebesar 3,13%. Sementara
share NPL kredit sektor lain-lain sebesar 18,07% dengan rasio NPL sebesar 0,84%. Hal
tersebut menunjukkan bahwa penyaluran kredit sektor lain-lain relatif lebih aman
dibandingkan sektor lainnya terutama PRH, yang dikarenakan kredit sektor lain-lain sebagian
besar adalah kredit jenis konsumsi yang sebagian besar krediturnya adalah pegawai (baik
negeri maupun swasta) sehingga tingkat kolektibilitas sangat baik karena pembayaran atau
pelunasan dilakukan dengan pemotongan gaji secara langsung. Sementara itu untuk kredit
sektor lainnya relatif lebih berisiko karena kredit tersebut untuk membiayai sektor produktif
yang pengembalian atau pelunasannya sangat tergantung pada kemampuan usaha dari
kreditur.
3.2. PERKEMBANGAN BANK PERKREDITAN RAKYAT (BPR)
Pertumbuhan usaha BPR pada triwulan II 2009 menunjukan peningkatan yang
cenderung tetap dari tahun ke tahun. Dalam lima tahun terakhir rata-rata pertumbuhan
tiwulanan aset BPR tercatat sebesar 24,33% (q-t-q), demikian pula kredit secara triwulanan
tumbuh rata-rata sebesar 25,40% (q-t-q). Kegiatan penghimpunan dana dari masyarakat juga
menunjukkan pertumbuhan yang konstan, rata-rata pertumbuhan dalam lima tahun terakhir
tercatat sebesar 22,49% (q-t-q), sementara LDR berkisar pada 79%. Walaupun secara umum
kinerja BPR menunjukkan peningkatan yang cukup signifikan, namun dibandingkan dengan
pertumbuhan pada triwulan I 2009 kinerja ini sedikit mengalami pelambatan. Aset pada
triwulan II 2009 tumbuh sebesar 19,85% melambat dibanding pertumbuhan pada triwulan
sebelumnya sebesar 24,92%.
41
|Triwulan II 2009
Tabel 3.2. Kinerja Bank Perkreditan Rakyat (BPR) di Bali (milyar Rp)
2007 2008 2009 INDIKATOR DES Jun Sep Dec Mar Jun
1. Total Aset 1,875 2,076 2,235 2,352 2,385 2,488 2. Dana Pihak Ketiga 1,179 1,324 1,388 1,455 1,527 1,615 a. Tabungan 426 491 497 532 537 570 b. Deposito 753 833 891 924 989 1,045 3. Kredit 1,348 1,567 1,740 1,777 1,843 1,934 4. LDR (%) 74,82 77,80 80,71 79,51 79,09 81.35. NPLs gross (%) 5,82 5,22 4,74 3,97 4,65 6.87
Sumber : Bank Indonesia
Sumber : Bank Indonesia
Sumber : Bank Indonesia
Sumber : Bank Indonesia
42
|Triwulan II 2009
Fungsi intermediasi yang dilaksanakan oleh BPR sampai triwulan II 2009 masih berjalan
dengan cukup baik, terbukti dari peningkatan jumlah kredit yang disalurkan dan dana yang
berhasil dihimpun. DPK dalam bentuk tabungan dan deposito pada triwulan II 2009 tumbuh
sebesar Rp 88 miliar atau 21,98%, namun mengalami pelambatan dibandingkan triwulan
sebelumnya yang tumbuh sebesar 23,01%. Sementara kredit tumbuh sebesar Rp 91 miliar
atau naik 23,44% dibanding triwulan I 2008. Walaupun kredit yang disalurkan mengalami
peningkatan namun tercatat mengalami pelambatan dibandingkan dengan pertumbuhan pada
triwulan sebelumnya sebesar 29,22%. Dilihat dari komposisi kredit terhadap aset BPR, dalam
lima tahun terakhir rata-rata komposisi kredit terhadap aset secara triwulanan mencapai
75,61%.
Tingginya pertumbuhan kredit pada PBR mampu meningkatkan rasio LDR yang
dibentuk oleh BPR dari 79,1% pada triwulan I menjadi 81,3% pada triwulan II 2009. Namun
demikian peningkatan kredit dan LDR pada triwulan II juga diikuti dengan peningkatan NPL
yang tercatat sebesar 6,87% meningkat dari 4,65% dari triwulan I 2009. Penigkatan LDR yang
cukup tinggi tersebut, salah satunya diperkirakan sebagai dampak dari krisis global yang
berakibat pada pelambatan perekonomian daerah.
Seperti halnya konsentrasi penyaluran kredit pada bank umum pada sektor
perdagangan dan kelompok lain-lain, konsentrasi ekspansi kredit BPR juga difokuskan pada
sektor perdangan dan lain-lain. Penyaluran kredit terbesar dilakukan untuk sektor
perdagangan sebesar 46%, diikuti sektor lain-lain sebesar 40% (lihat grafik 3.16.). Hal ini
mengindikasikan walaupun terjadi terdapat perbedaan antara BPR dengan bank umum dalam
volume kredit dimana BPR sebagai pelayan jasa keuangan mikro, namun terdapat kesamaan
dalam sektor penyaluran kredit.
Sumber : Bank Indonesia
43
|Triwulan II 2009
Penyaluran kredit pada triwulan II 2009 apabila dibandingkan dengan penghimpunan
dana pihak ketiga yang dilakukan oleh BPR pada periode yang sama maka rasionya (LDR)
adalah sebesar 81,3%. Tingginya rasio LDR BPR tersebut menunjukkan bahwa penyaluran
kredit dilakukan tidak hanya dari penghimpunan dana tetapi juga dari modal bank, maupun
program lingkage dengan bank umum. Peningkatan penyaluran kredit ini antara lain didorong
oleh linkage program antara bank umum dan BPR serta sudah beroperasinya Lembaga Dana
Apex (LDA Apex) yang berperan di dalam membantu BPR anggotanya yang mengalami
liquidity mismatch. Kondisi ini menunjukkan bahwa BPR masih dapat berperan dalam
pembiayaan walaupun persaingan dalam pembiayaan mikro semakin ketat.
44
|Triwulan II 2009
BOKS B.
Respon Perbankan terhadap Perubahan BI rate
Krisis keuangan global yang berawal dari krisis keuangan di Amerika telah berimbas ke Indonesia. Salah satu imbas krisis dapat ditransmisikan melalui kanal finansial. Dampak langsung akan muncul apabila bank memiliki aset bermasalah atau memiliki kaitan dengan lembaga keuangan yang memiliki aset bermasalah, dampak langsung juga akan muncul melalui aktivitas deleveraging, di mana investor yang mengalami kesulitan likuiditas menarik kembali dananya yang ditanamkan di Indonesia, serta pengalihan portfolio dari aset yang dipandang berisiko ke aset yang lebih aman. Sedangkan dampak tidak langsung akan muncul melalui terjadinya hambatan terhadap ketersediaan ekonomi, baik yang bersumber dari domestik maupun luar negeri. Sementara melalui kanal perdagangan, dampak krisis terjadi karena pelemahan daya beli pasar global seiring dengan lesunya perekonomian global.
Dampak langsung dari kanal finansial yang dirasakan oleh sistem perbankan di Indonesia adalah terjadinya deleveraging, dimana investor asing menarik kembali dana atau asetnya yang ditanamkan di Indonesia. Dampak dari deleveraging yang paling dirasakan oleh sistem keuangan khususnya perbankan adalah tersendatnya mekanisme pasar uang antar bank, yang menyebabkan industri perbankan mengalami keketatan likuiditas. Hal ini dapat dilihat dari beberapa indikasi antara lain, peningkatan suku bunga dana dan kredit pada kuartal terakhir 2008, dimana rata-rata suku bunga deposito rupiah meningkat dari 7,00 % pada Januari 2008 menjadi 10,71% pada Desember 2008, demikian pula rata-rata suku bunga kredit modal kerja menigkat dari 12,60% menjadi 14,63% untuk periode yang sama. Bank Indonesia selaku otoritas moneter mulai menekan suku bunga acuan atau BI Rate untuk mendorong penurunan suku bungan perbankan dan mendorong kredit. Sayangnya respon perbankan dalam menurunkan suku bunga lambat sehingga peningkatan kinerja sektor riil agak terhambat.
KBI Denpasar melakukan survey terhadap pengambil keputusan di bank umum di Provinsi Bali untuk mengetahui pembentuk utama penentuan suku bunga simpanan dan kredit. Survey dilakukan terhadap seluruh (populasi) 42 bank umum yang ada di Provinsi Bali. Hasil survey ini diharapkan dapat memberikan informasi penyebab lambatnya respon perbankan dalam mengikuti perubahan suku bunga acuan BI rate serta perkembangan kredit di masa depan.
Hasil survei menunjukkan bahwa target laba bank merupakan faktor penentu tingkat suku bunga kredit yang paling dominan, dari seluruh bank yang disurvei sebanyak 37% bank menyatakan hal tersebut (lihat Gambar 1B). Tingkat laba dapat merepresentasikan risk appetite bank, sebab dalam persaingan yang sempurna pembentukan suku bunga sangat erat kaitannya dengan segmentasi pasar. Sehingga semakin besar target laba yang diharapkan, maka bank akan cenderung mengambil segmen pasar yang relatif lebih berisiko dengan imbal yang lebih tinggi. Hanya 33% persen responden yang menyatakan bahwa BI rate merupakan faktor penentu tingkat suku bunga kredit. Apabila BI rate meningkat 85,2% responden akan menyesuaikan suku bunga kreditnya kurang dari 30 hari. Sementara apabila BI rate menurun 44,4% responden akan
45
|Triwulan II 2009
sementara laba bank hanya dinyatakan oleh 26% responden. Apabila BI rate meningkat 81,5% responden akan menyesuaikan suku bunga simpanannya kurang dari 30 hari. Sementara apabila BI rate menurun 70,4% responden akan menyesuaikan suku bunga simpanannya kurang dari 30 hari. Fakta ini paling tidak menjelaskan lambatnya respon perbankan dalam menurunkan suku bunga kreditnya.
Gambar 1B
Faktor Penentu Tingkat Suku Bunga Kredit dan Simpanan Bank Umum di Provinsi Bali
Faktor Penentu Tingkat Suku Bunga KreditBiaya
Adminsitrasi0%
Laba Bank37%
BI rate33%Suku bunga
simpanan26%
Pendapatan Lain4%
Faktor Penentu Suku Bunga Simpanan
Biaya Adminsitrasi
0%
BI rate67%
Laba Bank26%
Suku bunga bank lain
7%
Sumber : hasil survey
Namun demikian, masih tingginya suku bunga tidak menurunkan permintaan kredit.
Tingginya permintaan kredit menunjukkan masih bergeraknya perekonomian Bali. Hasil survei menunjukkan permintaan kredit untuk triwulan mendatang meningkat (66% responden). Bahkan 19% responden menyatakan kredit pada triwulan mendatang meningkat tajam (lihat Gambar 2B).
46
|Triwulan II 2009
Gambar 2B
Permintaan Kredit Triwulan III – 2009 Bank Umum di Provinsi Bali
Meningkat tajam19%
Sama7%
Menurun4%
Menurun Tajam4%
Meningkat66%
Sumber : hasil survey
Peningkatan permintaan kredit juga dikonfirmasi oleh peningkatan kredit baru yang
dinyatakan oleh 73% responden. Hanya 23% responden yang menyatakan perkembangan kredit barunya menurun. Peningkatan kredit ini didukung oleh makin cerahnya prospek usaha nasabah (64% responden) diikuti oleh makin rendahnya suku bunga kredit (24% responden). Peningkatan kredit ini juga didominasi oleh kredit modal kerja (59% responden) diikuti oleh kredit konsumsi (26% responden) dan kredit investasi (15% responden). Hasil survey ini mengindikasikan sulit turunnya suku bunga kredit perbankan salah satunya disebabkan oleh masih tingginya permintaan kredit perbankan meskipun suku bunga kreditnya dianggap tinggi. Masih dominannya peran perbankan dalam pembiayaan kegiatan-kegiatan ekonomi menyebabkan nasabah pengguna kredit kesulitan memperoleh pembiayaan-pembiayaan lain yang lebih murah selain dari pembiayaan perbankan.
47
|Triwulan II 2009
BOKS C.
SINERGI PENYALURAN KREDIT SEHAT UNTUK KINERJA BPR DI BALI
Penyaluran kredit BPR kepada masyarakat di Bali terlihat mengalami peningkatan dari tahun ke tahun (lihat Gambar 1C). Dari data yang dihimpun, dari tahun 2005 hingga tahun 2008 penyaluran kredit BPR secara rata-rata meningkat 20-24 % (Simwas BPR, Juli 2009). Peningkatan penyaluran kredit ini mengindikasikan kepercayaan masyarakat kepada pihak perbankan, khususnya BPR mulai meningkat terutama sejak dibuktikan oleh kuatnya struktur perbankan tanah air ketika gejolak ekonomi global merambat hampir ke seluruh negara.
Gambar 1C Perkembangan Loan dan Deposit BPR di Provinsi Bali Tahun 2005 - 2009
Sumber : Simwas BPR, Juli 2009
Namun demikian, upaya peningkatan penyaluran kredit kepada masyarakat melalui
BPR perlu memperhatikan beberapa hal, seperti pengenaan suku bunga yang wajar dan pengendalian intern yang memadai agar kualitas kredit yang disalurkan dapat dipertahankan kinerjanya.
Sejalan dengan hal tersebut, pada bulan Maret 2009 lalu, dilakukan penelitian mengenai pengaruh LDR, suku bunga kredit, dan rata-rata proporsi kepemilikan komisaris terhadap kualitas aktiva produktif pada BPR se-Bali oleh KBI Denpasar. Penelitian ini mengambil sample berupa responden BPR konvensional di Bali yang dimiliki oleh individu atau perorangan. Dengan teknik purposive sampling dalam pengambilan samplenya, maka diperoleh sebanyak 125 BPR. Seluruh data yang digunakan dalam penelitian ini bersumber dari data keuangan BPR, seperti neraca, KAP, suku bunga, dan proporsi kepemilikan yang diperoleh dari sistem informasi pengawasan BPR dan bagian Informasi dan Administrasi Bank (IdAB) per posisi data bulan Februari 2009.
Penggunaan alat analisis inferensial regresi berganda digunakan untuk melihat pengaruh ekspansi kredit yang diwakili oleh LDR, suku bunga kredit dan proporsi kepemilikan BPR oleh komisaris sebagai proksi dari independensi komisaris pada potensi gagal bayar nasabah peminjam yang ditunjukkan oleh variabel KAP. Hasil penelitian menunjukkan pada tingkat signifikansi alpha 5%, peningkatan LDR dan suku bunga kredit berpengaruh signifikan terhadap peningkatan kemungkinan gagal bayar kredit nasabah (lihat Tabel 1C). Sementara itu proporsi kepemilikan saham BPR oleh komisaris tidak berpengaruh terhadap kemungkinan gagal bayar.
48
|Triwulan II 2009
Tabel 1C
Hasil Regresi Berganda Α Variabel Bebas Pengaruh thd KAP Hubungan Signifikansi
LDR Ya Positif 0.044 5%Suku Bunga Kredit Ya Positif 0.001 5%Rata-2 Proporsi Kepemilikan Komisaris Tidak Signifikan - 0.238 5%
Sumber : hasil olah data
Tingginya suku bunga kredit jelas akan menimbulkan kemungkinan gagal bayar
yang lebih besar. Oleh karena itu BPR hendaknya dapat melakukan langkah-langkah yang dapat membuka ruang yang lebih besar bagi penurunan suku bunga kredit. Suku bunga kredit pada dasarnya ditentukan oleh dua faktor utama yaitu cost of fund (bunga tabungan, deposito dan antar bank passiva) dan biaya operasional. Penurunan suku bunga kredit dapat dilakukan dengan mencari sumber-sumber dana yang murah melalui diversifikasi produk sehingga suka bunga kreditnya tidak terlalu tinggi. Selain itu BPR seharusnya dapat melakukan efeisiensi biaya operasional sehingga spread bunga antara bunga simpanan dan bunga kredit dapat dikecilkan.
Ekspansi kredit yang ditunjukkan oleh LDR memang akan meningkatkan kemungkinan gagal bayar kredit yang diberikan. Hal ini bukan berarti bahwa bank harus memperkecil Loan to Deposit Ratio. Sebagai lembaga intermediasi, bank harus menjalankan fungsinya dengan tepat di masyarakat dengan tetap menyalurkan dana yang diterima dalam bentuk kredit. Akan tetapi, bank juga harus tetap menjalankan prinsip kehati-hatian dalam hal penyaluran kredit sehingga LDR bank tetap dalam proporsi yang optimal namun risiko kredit dan risiko likuiditas bank tetap terkendali.
Tidak signifikannya pengaruh kepemilikan BPR oleh komisaris tidak dapat diterjemahkan sebagai pengabaian independensi komisaris dalam pengawasan pengelolaan BPR. independensi komisaris tidak hanya bisa dilihat dari proporsi kepemilikan pada BPR, namun juga dapat dilihat dari ada/tidaknya hubungan darah antara komisaris dengan pemegang saham karena pada kenyataannya, banyak komisaris yang memiliki hubungan darah dengan Pemegang Saham Pengendali. Selain itu, terdapat beberapa BPR yang telah menghapusbukukan kredit yang berkualitas buruk sehingga kualitas aktiva produktif BPR tersebut terlihat lebih baik dari yang sebenarnya. Peran aktif komisaris dalam melakukan pengawasan juga mempengaruhi kualitas aktiva produktif karena meskipun komisaris merupakan komisaris independen, namun jika fungsi pengawasan tidak dijalankan dengan baik, maka kemungkinan fraud akan tetap lebih besar.
49
|Triwulan II 2009
Perkembangan Sistem Pembayaran Bab 4
Sistem pembayaran sebagai pendorong dan urat nadi perekonomian regional pada
triwulan II 2009 berjalan dengan lancar. Walaupun terjadi pelambatan pada kegiatan
perekonomian namun transaksi keuangan menunjukkan peningkatan dibandingkan dengan
triwulan sebelumnya baik dalam volume maupun nilai transaksi. Peningkatan tersebut terjadi
baik dari transaksi tunai maupun transaksi non tunai.
Sistem pembayaran sebagai pendorong dan urat nadi perekonomian regional pada
triwulan II 2009 berjalan dengan lancar. Walaupun terjadi pelambatan pada kegiatan
perekonomian namun transaksi keuangan menunjukkan peningkatan dibandingkan dengan
triwulan sebelumnya baik dalam volume maupun nilai transaksi. Peningkatan tersebut terjadi
baik dari transaksi tunai maupun transaksi non tunai.
4.1 Perkembangan Transaksi Pembayaran Tunai 4.1 Perkembangan Transaksi Pembayaran Tunai
4.1.1 Perkembangan Aliran Masuk/Keluar Dan Kegiatan Penukaran 4.1.1 Perkembangan Aliran Masuk/Keluar Dan Kegiatan Penukaran
Aliran inflow atau aliran uang masuk ke kas Bank Indonesia yang berasal dari setoran
bank-bank umum dan dari kegiatan penukaran pada triwulan II 2009 mengalami penurunan
yang cukup signifikan. Inflow tercatat sebesar Rp 323 miliar dengan rata-rata harian sebesar
Rp 5,3 miliar, turun 67,0% dari triwulan sebelumnya yang sebesar Rp 979,7 miliar. Sementara
itu, outflow atau aliran uang keluar dari kas Bank Indonesia karena adanya penarikan oleh
bank-bank umum, tercatat sebesar Rp 529,0 miliar atau meningkat 12,2% dibanding triwulan
I-2009 yang tercatat sebesar Rp 471 miliar. Net outflow yang terjadi pada triwulan II 2009
sebesar Rp206 miliar. Kondisi net outflow, dengan karekteristik outflow tinggi yang dibarengi
dengan rendahnya inflow pada triwulan laporan, mengindikasikan bahwa terjadi peningkatan
kebutuhan dana segar dimasyarakat. Hal ini diperkirakan terjadi seiring dengan peningkatan
kegiatan pariwisata pada triwulan II yang cenderung mengalami peningkatan, sehingga
perputaran uang kartal menjadi lebih cepat. Hal ini selaras dengan kondisi dan karakteristik
makro ekonomi Provinsi Bali, dimana pada pertengahan tahun umumnya industri pariwisata
melakukan ekspansi. Faktor lain yang diperkirakan ikut mempengaruhi kecepatan perputaran
uang adalah mulainya musim panen beberapa komoditas utama pada sektor pertanian.
Aliran inflow atau aliran uang masuk ke kas Bank Indonesia yang berasal dari setoran
bank-bank umum dan dari kegiatan penukaran pada triwulan II 2009 mengalami penurunan
yang cukup signifikan. Inflow tercatat sebesar Rp 323 miliar dengan rata-rata harian sebesar
Rp 5,3 miliar, turun 67,0% dari triwulan sebelumnya yang sebesar Rp 979,7 miliar. Sementara
itu, outflow atau aliran uang keluar dari kas Bank Indonesia karena adanya penarikan oleh
bank-bank umum, tercatat sebesar Rp 529,0 miliar atau meningkat 12,2% dibanding triwulan
I-2009 yang tercatat sebesar Rp 471 miliar. Net outflow yang terjadi pada triwulan II 2009
sebesar Rp206 miliar. Kondisi net outflow, dengan karekteristik outflow tinggi yang dibarengi
dengan rendahnya inflow pada triwulan laporan, mengindikasikan bahwa terjadi peningkatan
kebutuhan dana segar dimasyarakat. Hal ini diperkirakan terjadi seiring dengan peningkatan
kegiatan pariwisata pada triwulan II yang cenderung mengalami peningkatan, sehingga
perputaran uang kartal menjadi lebih cepat. Hal ini selaras dengan kondisi dan karakteristik
makro ekonomi Provinsi Bali, dimana pada pertengahan tahun umumnya industri pariwisata
melakukan ekspansi. Faktor lain yang diperkirakan ikut mempengaruhi kecepatan perputaran
uang adalah mulainya musim panen beberapa komoditas utama pada sektor pertanian.
Faktor lain yang diperkirakan berperan mendorong outflow pada triwulan II 2009
adalah konsumsi politik yang terjadi sehubungan dengan pemilihan calon legislatif dan calon
presiden yang berlangsung pada bulan April dan Juli. Selain itu outflow juga didorong oleh
komitmen Bank Indonesia dalam mengimplementasikan kebijakan clean money policy.
Faktor lain yang diperkirakan berperan mendorong outflow pada triwulan II 2009
adalah konsumsi politik yang terjadi sehubungan dengan pemilihan calon legislatif dan calon
presiden yang berlangsung pada bulan April dan Juli. Selain itu outflow juga didorong oleh
komitmen Bank Indonesia dalam mengimplementasikan kebijakan clean money policy.
50
|Triwulan II 2009
Selain dari arus inflow-outflow, kebutuhan uang kartal di Bali juga tercermin dari
besarnya penukaran. Kegiatan penukaran uang pecahan kecil dan uang yang sudah dicabut,
yang dilakukan oleh Bank Indonesia, dilakukan dengan membuka loket penukaran di kantor
dan dengan menggunakan sarana kas keliling. Kas keliling tersebut dilakukan untuk melayani
penukaran di daerah yang relatif jauh dari kantor Bank Indonesia, serta dilakukan langsung di
pusat-pusat transaksi yang terdapat pada suatu daerah. Frekuensi kas keliling yang dilakukan
oleh Bank Indonesia pada triwulan II adalah sebanyak 21 kali dengan jumlah penukaran
sebesar Rp 5,8 miliar. Total kegiatan penukaran dan kas keliling pada triwulan II 2009
mencapai Rp 72,1 miliar dengan rata-rata penukaran sebesar Rp1,2 miliar perhari. Besarnya
penukaran ini lebih tinggi 54,5% dibandingkan triwulan I 2009 yang mencapai Rp 48 miliar.
Tingginya penukaran di Bali menujukkan bahwa kebutuhan uang pecahan tertentu (khususnya
pecahan kecil) mengalami peningkatan. Hal ini juga mengindikasikan bahwa kegiatan
perekonomian masyarakat telah mengalami peningkatan.
Tabel 4.1. Perkembangan Uang Kartal di Bali (Miliar Rp)
2007 2008 2009
Tr. IV Tr. II Tr. III Tr. IV Tr. I Tr. II INDIKATOR Inflow 638 466 325 687 980 323 Outflow 1,817 1,264 1,559 1,207 471 529 Net flow (1,179) (798) (1,235) (520) 508 (206)Penukaran 83 84 95 56 41 68 Uang Palsu (dlm lembar) 966 539 632 487 622 669
Sumber: Bank Indonesia Denpasar Sumber: Bank Indonesia Denpasar
51
|Triwulan II 2009 4.1.2 Perkembangan Pemberian Tanda Tidak Berharga
Pemberian tanda tidak berharga (PTTB) pada uang yang telah dicabut dan tidak layak
edar pada triwulan II 2009, tercatat menurun dibandingkan dengan triwulan I 2009.
Penurunan jumlah PTTB diindikasikan sebagai dampak dari semakin meningkatnya kesadaran
masyarkat untuk menjaga kondisi fisik uang kartal. Kesadaran masyarakat ini berakibat pada
usia uang kartal yang lebih panjang.
Sumber: Bank Indonesia Denpasar
4.2. Perkembangan Transaksi Pembayaran Non Tunai
Kebijakan yang ditempuh Bank Indonesia pada pembayaran transaksi non tunai
diarahkan pada terciptanya sistem pembayaran yang efektif, efisien, aman, dan handal. Tujuan
tersebut dapat dicapai antara lain melalui kebijakan untuk mengurangi risiko pembayaran dan
peningkatan kualitas serta kapasitas pelayanan sistem pembayaran. Jumlah lembar warkat
kliring yang digunakan pada triwulan laporan tercatat sebanyak 433 ribu lembar, meningkat
26,6% dibandingkan dengan triwulan sebelumnya, namun nilai transaksi sebesar Rp 6,291
miliar tercatat meningkat 26,9%. Rata-rata perputaran kliring per hari tercatat sebanyak 6.982
lembar dengan rata-rata nominal per hari sebesar Rp 101,4 miliar. Penolakan cek/bilyet giro
kosong tercatat sebanyak 7.048 lembar dengan nominal Rp 173 miliar. Nominal penolakan
kliring tersebut berkisar 2,7% dibandingkan dengan total kliring yang dilakukan, jumlah
lembar yang ditolak adalah sebesar 1,7%. Rendahnya tingkat tolakan ini mengindikasikan
bahwa sistem pembayaran yang diselenggarakan selama ini dapat dikatakan handal.
Kegiatan penyelesaian transaksi keuangan bernilai besar dengan menggunakan piranti
RTGS pada triwulan II 2009 menunjukkan mengalami peningkatan dibandingkan triwulan
52
|Triwulan II 2009 sebelumnya. Peningkatan RTGS terjadi baik untuk transfer keluar maupun masuk ke Bali.
Nominal RTGS to, yang menunjukkan pengiriman uang ke Bali meningkat 11,9% atau sebesar
Rp 887 miliar. Demikian pula dengan RTGS from mengalami peningkatan 28,91% atau
sebesar Rp 3.760 miliar. Peningkatan yang cukup besar pada transaksi RTGS terjadi seiiring
dengan peningkatan kebutuhan uang kartal, yang diperkirakan terjadi sebagai dampak
peningkatan kegiatan industri pariwisata daerah.
Tabel 4.2. Perkembangan Perputaran Kliring, cek/BG Kosong, dan RTGS (Miliar Rp)
2007 2008 2009
Tr. III Tr. II Tr. III Tr. IV Tr. I Tr. II INDIKATOR PERPUTARAN KLIRING - Lembar (Ribuan Lembar) 452 255 249 387 342 433 - Nominal Kliring 5,712 3,605 3,987 6,271 4,959 6,291 - Rata-rata lembar per hari (Satuan) 7,283 4,045 4,077 6,554 5,805 6,982
- Rata-rata nominal per hari 92.13 57.22 65.36 106.28 84 101 TOLAKAN CEK/BG KOSONG - Lembar (Satuan) 1,850 1,540 2,174 6,455 7,344 7,048 - Nominal Cek/ BG kosong 151 28 53 212 227 173 - Rata-rata lembar per hari (Satuan) 30 24.44 35.64 36.47 41 71 - Rata-rata nominal per hari 2.43 0.44 0.87 1.20 1.28 1.80 RTGS From
- Volume
12,462 13,743 13,125 12,166 15,5489,772
- Nominal RTGS (From) 7,086 12,770 13,893 11,408 13,005 16,765 To - Nominal RTGS (To) 7,459 9,075 9,979 8,154 7,473 8,360- Volume 10,303 12,384 13,248 13,507 11,815 15,209
Sumber: Bank Indonesia Denpasar
53
|Triwulan II 2009
Sumber: Bank Indonesia Denpasar Sumber: Bank Indonesia Denpasar
Sumber: Bank Indonesia Denpasar Sumber: Bank Indonesia Denpasar
54
|Triwulan II 2009
Keuangan Daerah Bab 5
Pada tahun anggaran 2009, Anggaran Pendapatan Daerah Pemerintah Provinsi Bali
mencapai sebesar Rp 1,41 triliun meningkat 1,51% dibandingkan dengan anggaran
pendapatan tahun sebelumnya. Realisasi Pendapatan Daerah sampai dengan triwulan satu
mencapai 18,50%. Sementara itu, Anggaran Belanja Daerah pada tahun ini tercatat sebesar Rp
1,64 triliun menurun 1,15% dibandingkan anggaran belanja sebelumnya. Realisasi Belanja
Daerah sampai dengan triwulan 1 mencapai 12,71%. Hal ini menunjukkan realisasi belanja
daerah masih belum maksimal dan lebih rendah daripada realisasi pendapatannya.
5.1. REALISASI PENDAPATAN
Anggaran Pendapatan Pemerintah Provinsi Bali (Pemprov) pada tahun 2009
mencapai sebesar Rp 1,41 triliun bersumber dari Pendapatan Asli Daerah (PAD) dan
Dana Perimbangan yang masing-masing memberikan kontribusi sebesar 60,38% dan
39,5%. Realisasi pendapatan daerah sampai dengan triwulan I-2009 mencapai
18,50%. Realisasi pendapatan daerah pada triwulan I-2009 mencapai Rp0,26 triliun atau
18,50% sebagian besar disumbangkan oleh pajak daerah sebesar Rp0,23 triliun (realisasinya
mencapai 31%). Realisasi retribusi daerah mencapai 26,23% dan hasil dari perusahaan daerah
serta pengelolaan keuangan daerah baru mencapai 0,83% dari yang diencanakan. Hal ini
kemungkinan disebabkan belum banyaknya porsi keuntungan perusahaan daerah yang disetor
kepada anggaran pemerintah daerah. Sementara untuk dana perimbangan baru terealisasikan
2,61% atau Rp14,6 miliar dari Rp556,9 miliar yang dianggarkan. Sebagian besar dana
perimbangan yang sudah terealisasikan adalah Dana Alokasi Khusus (DAK) dengan realisasi
mencapai Rp10 miliar atau 50,07% dari yang direncanakan. Sementara bagi hasil pajak dan
bukan pajak baru direalisasikan sebesar Rp3,72 miliar atau 4,27% dari yang direncanakan.
Komposisi realisasi anggaran pendapatan menunjukkan bahwa pendapatan pemerintah
daerah masih bertumpu pada pajak daerah dan retribusi daerah. Pengelolaan keuangan
daerah sebagai alternatif perolehan pendapatan yang tidak membebani masyarakat belum
dapat dioptimalkan sampai dengan triwulan I-2009. Diharapkan realisasi pendapatan pada
55
|Triwulan II 2009 triwulan berukutnya dapat meningkat khususnya untuk pendapatan selain pajak dan retribusi
daerah.
5.2 REALISASI BELANJA
Anggaran belanja daerah mencapai 1,64 triliun rupiah menurun -1,15%
dibandingkan anggaran periode sebelumnya. Realisasi belanja daerah masih dibawah
realisasi pendapatan yaitu hanya sebesar Rp208,9 miliar atau 12,71% dari yang
direncanakan. Realisasi belanja daerah terbesar adalah belanja operasi mencapai Rp208,3
miliar atau 17,34% dari yang direncanakan. Sebagian besar belanja operasi digunakan untuk
belanja pegawai dengan realisasi sebesar Rp86,54 miliar atau 18,26% dari yang direncanakan
dan untuk bantuan keuangan kepada provinsi/kab/kota/desa sebesar Rp33,05 miliar atau
47,4% dari yang direncanakan. Sayangnya realisasi anggaran belanja modal masih jauh dari
optimal yaitu hanya 0,17% atau Rp263 juta dari Rp157 miliar yang direncanakan. Hal ini
menunjukkan realisasi anggaran sampai dengan triwulan I – 2009 masih digerakkan oleh
anggaran-anggaran yang sifatnya rutin.
5.3. REALISASI PEMBIAYAAN
Sampai dengan triwulan I-2009 realisasi pembiayaan baru sebesar 3,14% dari yang
direncanakan yaitu sebesar Rp750 juta dari Rp23,9 miliar yang direncanakan. Realisasi ini
berasal dari penyertaan modal (investasi) pemerintah daerah.
Meskipun secara persentase realisasi pendapatan maupun belanja sampai dengan
triwulan I-2009 ini masih belum optimal, namun diperkirakan pada triwulan-triwulan
mendatang realisasi akan lebih besar lagi, karena jika melihat data historis pada tahun-tahun
sebelumnya biasanya pencapaian realisasi di triwulan II, III dan triwulan IV akan jauh lebih besar
dibanding triwulan I. Hal tersebut antara lain didukung oleh sudah berjalannya proyek-proyek
pemerintah yang ditunjukkan dengan meningkatnya realisasi pos belanja modal.
56
|Triwulan II 2009
57
Tabel 5.1. APBD Provinsi Bali 2009 (ribu Rp)
URAIAN APBD TAHUN 2009
REALISASI APBD TW 1-2009 %
A PENDAPATAN DAERAH 1.409.543.102 260.817.066 18,50
1 PEND. ASLI DAERAH (PAD) 851.117.844 254.647.865 28,86
- Pajak Daerah 750.000.000 232.503.907 31,00
- Retribusi Daerah 18.405.493 4.828.279 26,23
- Hsl PMD dan Hsl Pengel. Kek. Daerah yg dipisahkan 47.236.980 392.577 0,83
- Lain-Lain PAD yg Sah 35.475.369 7.923.102 22,33
2 DANA PERIMBANGAN 556.948.660 14.556.082 2,61
- Bagi hasil pajak dan bukan pajak 87.127.240 3.723.682 4,27
- Dana Alokasi Umum (DAU) 448.187.420 0 0
- Dana Alokasi Khusus (DAK) 21.634.000 10.832.400 50,07
3 LAIN-LAIN PENDAPATAN YG SAH 1.476.598 613.120 41,52
- Pendapatan Hibah 1.476.598 613.120 41,52
B BELANJA DAERAH 1.643.973.077 208.902.651 12,71
4 BELANJA OPERASI 1.201.463.638 208.294.834 17,34
- Belanja Pegawai 474.027.156 86.539.006 18,26
- Belanja Barang 315.731.109 9.255.455 2,93
- Belanja Subsidi 4.569.507 0 0
- Belanja Hibah 16.738.000 0 0
- Belanja Bantuan Sosial 320.684.300 79453395 24,78
- Belanja Bantuan Keuangan kpd Provinsi/Kab/Kota/Desa 69.713.565 33.046.978 47,40
5 BELANJA MODAL 156.991.439 262.995 0,17
Belanja Tanah 2.400.000 0 0
Belanja Peralatan dan Mesin 60.162.217 258.020 0,43
Belanja Bangunan dan Gedung 30.609.222 0 0
Belanja Jalan, Irigasi dan Jaringan 54.389.974 0 0
Belanja Jalan, Irigasi dan Jaringan 9.430.027 4.975 0,05
6 BELANJA TAK TERDUGA 10.000.000 344.823 3,45
Belanja Tak Terduga 10.000.000 344.823 3,45
7 TRANSFER 275.518.000 0 0
Transfer Bagi Hasil ke KAB/KOTA/DESA 275.518.000 0 0
Bagi Hasil Pajak 275.518.000 0 0
C SURPLUS/(DEFISIT) (234.429.976) 51.914.415 22,14
|Triwulan II 2009
D PEMBIAYAAN
8 PENERIMAAN DAERAH 258.329.976 0 0
Penggunaan Sisa Lebih Perhitungan Anggaran (SILPA) 258.329.976 0 0
9 PENGELUARAN DAEARAH 23.900.000 750.000 3,14
Penyertaan Modal (Investasi) Pemerintah Daerah 23.900.000 750.000 3,14
10 PEMBIAYAAN NETTO 234.429.976 (750.000) 0
SISA LEBIH PEMBIAYAAN ANGGARAN E (SILPA) 0 51.164.415 0
Sumber : Pemda Provinsi Bali
58
|Triwulan II 2009
Outlook Bab 6
6.1. MAKRO EKONOMI REGIONAL TRIWULAN III-2009
Pada triwulan III-2009 pertumbuhan ekonomi Bali diperkirakan masih akan dibayangi
oleh tekanan eksternal. Pertumbuhan ekonomi pada triwulan III-2009 diperkirakan berkisar
pada 5% - 6% (y-o-y).
Pertumbuhan ekonomi di triwulan II-2009 ini dari sisi penawaran didominasi oleh sektor
perdagangan, hotel dan restoran, sektor angkutan, dan sektor industri. Sementara dari sisi
permintaan pertumbuhan ekonomi secara umum masih digerakkan oleh konsumsi.
6.2. INFLASI REGIONAL TRIWULAN III-2009
Pada triwulan III-2009, laju inflasi regional Bali (q-t-q) diperkirakan akan meningkat
dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Secara triwulanan angka inflasi diperkirakan
mencapai 1,59% (q-t-q) dan sampai dengan akhir triwulan II-2009 berada pada kisaran 3,13%
(y-t-d). Tekanan inflasi di triwulan III-2009 diperkirakan berasal dari kelompok pendidikan,
rekreasi, dan olahraga seiring dengan masuknya tahun ajaran baru dan liburan musim panas
bagi wisatawan asing.
6.3. KINERJA PERBANKAN DAERAH TRIWULAN III-2009
Kinerja perbankan pada triwulan III 2009, secara nominal diperkirakan akan terus
meningkat, baik aset, DPK dan kredit. Peningkatan kinerja perbankan ini diperkirakan didorong
oleh peningkatan kinerja perekonomian nasional dan regional. Kinerja perbankan juga
diperkirakan akan didorong oleh realisasi kinerja keuangan pemerintah daerah. Selain itu
kinerja perbankan juga diperkirakan akan didorong oleh membaiknya kinerja pasar modal
pada triwulan III dan kecenderungan turunya suku bunga kredit.
Kredit perbankan diperkirakan akan tetap tumbuh dengan kecepatan yang lebih tinggi
dibandingkan pertumbuhan triwulan II, sejalan dengan kondisi ekonomi makro regional yang
diperkirakan akan mengalami ekspansi. Ekspansi kredit pada triwulan II diperkirakan tumbuh
pada kisaran 20%. Secara umum, penyebab tumbuhnya kredit adalah dari kegiatan konsumsi
59
|Triwulan II 2009 yang diperkirakan akan mendorong jenis kredit konsumsi. Dari jenisnya, kredit konsumsi
diperkirakan masih tumbuh pesat dan mendominasi pangsa kredit perbankan sejalan dengan
terus meningkatnya konsumsi masyarakat dan masih dominannya peran konsumsi sebagai
pendorong pertumbuhan ekonomi. Kredit jenis konsumsi diperkirakan akan menjadi ujung
tombak pertumbuhan kredit di Bali. Kredit modal kerja diperkirakan juga akan tumbuh
walaupun diperkirakan akan lebih tinggi dibandingkan dengan penyaluran tahun 2008.
Sementara kredit jenis investasi diperkirakan akan mengalami peningkatan, sehubungan
dengan kondisi perekonomian yang diperkirakan semakin mambaik dan mulai realisasinya
belanja pembangunan pemerintah. Peningkatan juga akan didorong oleh tingkat suku bunga
investasi yang juga diperkirakan akan turun.
Dari sisi dana, penghimpunan dana masyarakat oleh perbankan diperkirakan masih
akan tumbuh walaupun masih rendah pada level 15%. Pertumbuhan dana diperkirakan akan
dibayangi oleh peningkatan kegiatan perekonomian, sehingga terjadi pergerakan dana ke
sektor riil. Selain itu kecenderungan penurunan suku bunga juga diperkirakan akan
mempengaruhi minat menabung masyarakat.
Hal yang cukup mengkuatirkan yang mungkin timbul pada industri perbankan adalah
tekanan NPL yang diperkirakan akan meningkat sebagai akibat pelambatan perekonomian
pada triwulan sebelumnya. NPL diperkirakan akan didorong dari penyaluran kredit jenis modal
kerja dan kredit skim khusus yang tidak menggunakan jaminan tambahan dalam persetujuan
realisasinya. Hal ini diperkirakan akan meningkatkan rasio NPL pada kisaran 2,5%. Namun
demikian dengan pengawasan dan pembinaan yang ketat dari perbankan diharapkan NPL
dapat ditekan.
6.4. REKOMENDASI
Mempertimbangkan perkembangan perekonomian di Provinsi Bali saat ini, maka
rekomendasi yang dapat disampaikan kepada pemerintah daerah yaitu:
1. Meskipun masih terjadi tren peningkatan kunjungan wisman, namun patut diwaspadai
untuk beberapa bulan mendatang terdapat ancaman penurunan karena mewabahnya virus
flu babi (swine flu) di sejumlah negara sehingga mereka sementara melarang penduduknya
untuk bepergian ke negara lain. Oleh karena itu, perlu dukungan dari semua pihak, para
60
|Triwulan II 2009
stakeholder, untuk menjaga agar virus tersebut tidak sampai melanda Bali. Selain itu,
pemerintah pusat dan daerah harus terus melakukan tindakan-tindakan pencegahan
(precautionary actions).
2. Dinas-dinas terkait harus meningkatkan koordinasi dengan asosiasi pengusaha dan
stakeholder lainnya untuk mengetahui ketersediaan pasokan dan pembentukan harga di
pasar. Dengan demikian, gejolak kenaikan harga dapat diantisipasi dengan lebih baik lagi
dimana salah satunya adalah meningkatkan efektivitas Tim Koordinasi Pemantauan Inflasi
Daerah (TKPID). Selain itu, pemerintah daerah juga harus memiliki data akurat mengenai
jumlah kebutuhan komoditas per bulan atau per tahun agar ketersediaan komoditas tetap
aman dan terjaga dan jika terjadi potensi kelangkaan dapat mengambil tindakan antisipatif
yang lebih cepat.
61