kajian ekonomi dan keuangan regional provinsi sulawesi selatan · melambatnya pertumbuhan ekonomi...

98
KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SULAWESI SELATAN Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan TRIWULAN I 2015

Upload: vokien

Post on 19-Aug-2019

217 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan · melambatnya pertumbuhan ekonomi Sulsel triwulan I 2015. Sementara itu, tekanan inflasi tercatat menurun di triwulan

KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA

PROVINSI SULAWESI SELATAN

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional

Provinsi Sulawesi Selatan

TRIWULAN I 2015

Page 2: Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan · melambatnya pertumbuhan ekonomi Sulsel triwulan I 2015. Sementara itu, tekanan inflasi tercatat menurun di triwulan

Publikasi ini beserta publikasi Bank Indonesia yang lain dapat diakses secara online pada:

www.bi.go.id/web/id/Publikasi/

Salinan publikasi ini juga dapat diperoleh dengan menghubungi:

Divisi Advisory dam Pengembangan Ekonomi Daerah

Kantor Perwakilan Bank Indonesia

Provinsi Sulawesi Selatan

Jl. Jenderal Sudirman No. 3

Makassar 90113, Indonesia

Telepon: 0411 – 3615188/3615189

Faksimili: 0411 – 3615170

Page 3: Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan · melambatnya pertumbuhan ekonomi Sulsel triwulan I 2015. Sementara itu, tekanan inflasi tercatat menurun di triwulan

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Triwulan I 2015

Sektor Sekunder Menahan Perlambatan Ekonomi iii

KATA PENGANTAR

Kata Pengantar

Laporan Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional (KEKR) Provinsi Sulawesi Selatan (Sulsel) disusun dan disajikan setiap

triwulan oleh Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Sulawesi Selatan, mencakup aspek pertumbuhan ekonomi,

keuangan pemerintah, inflasi, sistem keuangan dan pengembangan akses keuangan, sistem pembayaran dan pengelolaan

uang, ketenagakerjaan dan kesejahteraan masyarakat, serta prospek perekonomian ke depan. Kajian ekonomi daerah

disamping bertujuan untuk memberikan masukan bagi Kantor Pusat Bank Indonesia dalam merumuskan kebijakan

moneter maupun makroprudensial, juga diharapkan dapat menjadi salah satu referensi bagi para stakeholders di daerah

dalam membuat keputusan. Keberadaan Kantor Perwakilan Bank Indonesia (KPw BI) di daerah diharapkan dapat semakin

berperan sebagai strategic partner bagi stakeholders di wilayah kerjanya.

Perekonomian Sulsel tumbuh 5,23% (yoy) lebih rendah dari pertumbuhan triwulan IV 2014 (7,71%; yoy). Melambatnya

perekonomian Sulsel di Triwulan I 2015 disebabkan oleh menurunnya kinerja di dua sektor ekonomi utama Sulsel, yaitu

pertanian dan industri pengolahan. Dari sisi kelompok pengeluaran, penurunan kinerja ekspor menjadi penyebab utama

melambatnya pertumbuhan ekonomi Sulsel triwulan I 2015. Sementara itu, tekanan inflasi tercatat menurun di triwulan

laporan, sebesar 7,13% (yoy), dibandingkan dengan triwulan IV 2014 (8,61%, yoy). Dengan hasil evaluasi tersebut,

perekonomian kedepan masih memiliki tantangan-tantangan yang memerlukan sinergi bersama, antara lain dalam hal

peningkatan produktivitas untuk mendorong konsumsi domestik, investasi dan produksi industri berbasis sektor primer

(hilirisasi), peningkatan produksi tanaman pangan beserta infrastruktur pendukung, serta kerjasama antar TPID untuk

mengatasi gejolak harga.

Dalam penyusunan laporan ini, Bank Indonesia memanfaatkan data serta informasi dari berbagai institusi baik secara

langsung yaitu melalui survei dan liaison maupun dari data yang sudah tersedia. Sehubungan dengan hal tersebut, pada

kesempatan ini, kami menyampaikan terima kasih dan penghargaan kepada semua pihak yang telah berkontribusi baik

berupa pemikiran maupun penyediaan data/informasi secara kontinyu, tepat waktu, dan reliable. Saran serta masukan

dari para pengguna sangat kami harapkan untuk menghasilkan laporan yang lebih baik ke depan.

Makassar, Mei 2015

Kantor Perwakilan Bank Indonesia

Provinsi Sulawesi Selatan

Mokhammad Dadi Aryadi Direktur Eksekutif

Page 4: Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan · melambatnya pertumbuhan ekonomi Sulsel triwulan I 2015. Sementara itu, tekanan inflasi tercatat menurun di triwulan

iv Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan|Triwulan I 2015

Sektor Sekunder Menahan Perlambatan Ekonomi

VISI BANK INDONESIA Menjadi lembaga bank sentral yang kredibel dan terbaik di regional

melalui penguatan nilai-nilai strategis yang dimiliki serta pencapaian

inflasi yang rendah dan nilai tukar yang stabil.

MISI BANK INDONESIA 1. Mencapai stabilitas nilai rupiah dan menjaga efektivitas transmisi

kebijakan moneter untuk mendorong pertumbuhan ekonomi yang

berkualitas.

2. Mendorong sistem keuangan nasional bekerja secara efektif dan

efisien serta mampu bertahan terhadap gejolak internal dan

eksternal untuk mendukung alokasi sumber pendanaan/pembiayaan

dapat berkontribusi pada pertumbuhan dan stabilitas perekonomian

nasional.

3. Mewujudkan sistem pembayaran yang aman, efisien, dan lancar yang

berkontribusi terhadap perekonomian, stabilitas moneter, dan

stabilitas sistem keuangan dengan memperhatikan aspek perluasan

akses dan kepentingan nasional.

4. Meningkatkan dan memelihara organisasi dan SDM Bank Indonesia

yang menjunjung tinggi nilai-nilai strategis dan berbasis kinerja, serta

melaksanakan tata kelola (governance) yang berkualitas dalam

rangka melaksanakan tugas yang diamanatkan UU.

NILAI-NILAI STRATEGIS Merupakan nilai-nilai yang menjadi dasar Bank Indonesia, manajemen,

dan pegawai untuk bertindak dan atau berperilaku, yang terdiri

atas:Trust and Integrity – Professionalism – Excellence – Public Interest –

Coordination and Teamwork.

Page 5: Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan · melambatnya pertumbuhan ekonomi Sulsel triwulan I 2015. Sementara itu, tekanan inflasi tercatat menurun di triwulan

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Triwulan I 2015

Sektor Sekunder Menahan Perlambatan Ekonomi v

DAFTAR ISI

Daftar Isi

KATA PENGANTAR III

DAFTAR ISI V

RINGKASAN EKSEKUTIF 1

TABEL INDIKATOR EKONOMI 5

1. PERTUMBUHAN EKONOMI DAERAH 11

1.1. PERTUMBUHAN EKONOMI 12

1.2. SISI PENGELUARAN 12

1.3. SISI LAPANGAN USAHA 19

2. KEUANGAN PEMERINTAH 29

2.1. STRUKTUR ANGGARAN 30

2.2. PERKEMBANGAN REALISASI ANGGARAN APBD PROVINSI 30

2.3. PERKEMBANGAN REALISASI BELANJA ANGGARAN APBD KABUPATEN/KOTA SE-SULSEL 33

2.4. PERKEMBANGAN REALISASI BELANJA INSTANSI VERTIKAL DI SULSEL 34

2.5. PERAN REALISASI KEUANGAN PEMERINTAH DALAM PDRB 35

3. INFLASI DAERAH 37

3.1. INFLASI KELOMPOK BARANG DAN JASA 38

3.2. INFLASI MENURUT KOTAIHK 43

3.3. DISAGREGASI INFLASI 44

3.4. KOORDINASI PENGENDALIAN INFLASI 44

4. SISTEM KEUANGAN DAN PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN 49

4.1. KONDISI UMUM PERBANKAN 50

4.2. STABILITAS SISTEM KEUANGAN 53

4.3. PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN 56

5. SISTEM PEMBAYARAN DAN PENGELOLAAN UANG 63

5.1. PERKEMBANGAN SISTEM PEMBAYARAN 64

5.2. PENGELOLAAN UANG TUNAI 65

Page 6: Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan · melambatnya pertumbuhan ekonomi Sulsel triwulan I 2015. Sementara itu, tekanan inflasi tercatat menurun di triwulan

DAFTAR ISI

vi Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan|Triwulan I 2015

Sektor Sekunder Menahan Perlambatan Ekonomi

6. KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN 67

6.1. TENAGA KERJA 68

6.2. PENDUDUK MISKIN 69

6.3. RASIO GINI 70

6.4. NILAI TUKAR PETANI 70

7. PROSPEK PEREKONOMIANDAN REKOMENDASI KEBIJAKAN 73

7.1. PROSPEK PERTUMBUHAN EKONOMI 74

7.2. PROSPEK INFLASI 78

7.3. REKOMENDASI KEBIJAKAN 81

LAMPIRAN 83

DAFTAR BOKS

BOKS 1.A. 26

KETERKAITAN NILAI TUKAR RUPIAH TERHADAP EKSPOR SULSEL

BOKS 3.A. 47

KOMODITAS PENYUMBANG INFLASI DI SULAWESI SELATAN

BOKS 4.A. 58

PEMETAAN DAERAH POTENSIAL DALAM RANGKA IMPLEMENTASI LAYANAN KEUANGAN DIGITAL (LKD)

BOKS 4.B. 60

MENGENAL KEBIJAKAN MAKROPRUDENSIAL

BOKS 7.A. 82

KARAKTERISTIK EKSPOR RUMPUT LAUT SULSEL

Page 7: Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan · melambatnya pertumbuhan ekonomi Sulsel triwulan I 2015. Sementara itu, tekanan inflasi tercatat menurun di triwulan

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Triwulan I 2015

Sektor Sekunder Menahan Perlambatan Ekonomi 1

RINGKASAN EKSEKUTIF

Ringkasan Eksekutif

Sektor Sekunder Menahan Perlambatan Ekonomi

Gambaran Umum

Perekonomian Sulawesi Selatan

triwulan I 2015

tumbuhmelambat, searah

dengan perlambatan ekonomi

Nasional.

Perekonomian Sulsel tumbuh 5,23% (yoy) lebih rendah dari pertumbuhan triwulan IV

2014 (7,71%; yoy). Melambatnya perekonomian Sulsel di Triwulan I 2015 disebabkan

oleh menurunnya kinerja di dua sektor ekonomi utama Sulsel, yaitu pertanian dan

industri pengolahan. Dari sisi kelompok pengeluaran, penurunan kinerja ekspor

menjadi penyebab utama melambatnya pertumbuhan ekonomi Sulsel triwulan I 2015.

Sementara itu, tekanan inflasi tercatat menurun di triwulan laporan, sebesar 7,13%

(yoy), dibandingkan dengan triwulan IV 2014 (8,61%, yoy). Penurunan tekanan inflasi

pada beberapa kelompok barang/jasa seperti penurunan harga BBM bersubsidi,

masuknya musim panen pada beberapa komoditas diperkirakan menjadi faktor

pendorong penurunan tekanan inflasi. Selain itu, faktor cuaca yang membaik

mempengaruhi pasokan komoditas dan distribusi barang lebih lancar. Kondisi sistem

keuangan yang diwakili oleh indikator perbankan tetap menunjukkan penguatan dan

tetap dalam risiko yang terjaga. Di sisi lain, sistem pembayaran menunjukan

perlambatan. Beberapa indikator sistem pembayaran tunai dan non tunai menunjukan

trend penurunan di awal tahun.

Perekonomian kedepan masih memiliki tantangan-tantangan antara lain dalam hal

peningkatan produktivitas untuk mendorong investasi dan produksi industri berbasis

sektor primer (hilirisasi). Dari stabilitas harga dan ketahanan pangan, peningkatan

produksi tanaman pangan beserta infrastruktur pendukung (waduk, irigasi), serta

kerjasama antar TPID untuk mengatasi gejolak harga karena ketimpangan pasokan dan

permintaan kiranya perlu diperkuat. Pola kebijakan seperti penentuan tarif batas atas

angkutan dan penetapan harga eceran tertinggi untuk LPG sudah mulai diintrodusir

oleh Pemerintah Daerah.

Pertumbuhan Ekonomi Daerah

Sektor perdagangan dan

konstruksi menjadi penahan

pertumbuhan ekonomi

Perekonomian Sulawesi Selatan (Sulsel) di triwulan I 2015 melambat, searah dengan

perlambatan ekonomi nasional. Pada triwulan pelaporan, ekonomi Sulsel tumbuh

sebesar 5,23% (yoy)lebih rendah dibandingkan triwulan IV 2014 (7,71%; yoy).

Melambatnya perekonomian Sulsel di Triwulan I 2015 disebabkan oleh menurunnya

kinerja di sektor primer (sektor pertanian) dan sektor sekunder (sektor industri

pengolahan). Yang mampu menahan laju perlambatan adalah pertumbuhan sektor

sekunder lainnya (sektor konstruksi dan sektor perdagangan). Sementara di sisi

pengeluaran, pelemahan terjadi sebagai dampak dari melemahnya kondisi lokal dan

permintaan global yang belum pulih. Hal ini terindikasi dari perlambatan konsumsi

rumah tangga, investasi, dan ekspor. Hanya stimulus fiskal (konsumsi pemerintah),

satu-satunya komponen yang masih kuat.

Page 8: Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan · melambatnya pertumbuhan ekonomi Sulsel triwulan I 2015. Sementara itu, tekanan inflasi tercatat menurun di triwulan

RINGKASAN EKSEKUTIF

2 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan|Triwulan I 2015

Sektor Sekunder Menahan Perlambatan Ekonomi

Keuangan Pemerintah

Realisasikan pendapatan

maupun belanja fiskal daerah

cenderung masih rendah

Persentase realisasi pendapatan maupun belanja keuangan daerah relatif masih

belum optimal. Persentase realisasi pendapatan APBD Provinsi Sulsel triwulan I 2015

relatif sama dengan triwulan I 2014. Faktor pendorong adalah optimalisasi

pemungutan pajak dan retribusi daerah, serta kenaikan lain-lain pendapatan asli

daerah yang sah. Sementara di sisi persentase realisasi belanja untuk APBD Provinsi,

APBD Kabupaten Kota, maupun instansi vertikal, pada triwulan I 2015, cenderung lebih

rendah dibandingkan periode yang sama pada tahun 2014. Faktor penyebab adalah

karena faktor pola awal tahun dan kendala teknis.

Inflasi Daerah

Penurunan harga BBM dan

terjaganya pasokan pangan

mendorong penurunan inflasi di

triwulan I 2015.

Tekanan inflasi di triwulan laporan menurun. Laju inflasi Sulsel pada triwulan I 2015

tercatat sebesar 7,13% (yoy) lebih rendah dari triwulan IV 2014 (8,61%, yoy) yang

disebabkan oleh penurunan tekanan inflasi pada beberapa kelompok barang/jasa

seperti penurunan harga BBM bersubsidi, masuknya musim panen pada beberapa

komoditas dan faktor cuaca yang membaik mempengaruhi pasokan komoditas dan

distribusi barang lebih lancar. Melimpahnya pasokan ikan akibat membaiknya cuaca

yang mendukung kegiatan penangkapan ikan juga menjadi salah satu penyebab

menurunnya tekanan inflasi di triwulan laporan. Terkendalinya inflasi juga tidak

terlepas dari kontribusi TPID. Kondisi perkembangan koordinasi pengendalian inflasi

menunjukkan perkembangan yang lebih baik lagi dari sisi kerjasama dan koordinasi

TPID di sepanjang periode laporan

Sistem Keuangan dan Pengembangan Akses Keuangan

Intermediasi perbankan tetap

tinggi, diiringi dengan risiko

masih dalam batas aman

Kinerja perbankan cenderung meningkat. Dari indikator utama yaitu aset, dana pihak

ketiga (DPK), dan kredit/pembiayaan yang disalurkan, memperlihatkan peningkatan

yang lebih baik pada triwulan laporan. Peningkatan pertumbuhan aset bank umum

didorong oleh peningkatan aset kelompok bank pemerintah. Sementara itu, kegiatan

intermediasi masih tinggi tercermin dari rasio LDR sebesar 128,43% disebabkan

penyaluran kredit lebih besar dibandingkan penghimpunan DPK, meskipun pada

triwulan laporan akselerasi pertumbuhan DPK lebih tinggi daripada kredit. Sementara

itu, risiko kredit perbankan secara umum masih terjaga dengan baik tercermin dari

Rasio nonperforming loan (NPL) yang masih berada pada level aman, khususnya sektor

rumah tangga. Kkualitas kredit UMKM dan korporasi perlu mendapatkan perhatian

khususnya sektor pertambangan dan konstruksi dimana NPL pada triwulan laporan

sudah melewati batas aman 5%.

Di triwulan I 2015, penyaluran kredit korporasi masih didominasi oleh sektor

perdagangan. Kredit korporasi (bukan lembaga keuangan dan sektor swasta lainnya)

pada triwulan I 2015 tercatat sebesar Rp18,85, dengan pangsa terbesar adalah sektor

perdagangan yaitusebesar 50,14%. Adapun untuk porsi kredit yang ditujukan pada

sektor pertanian dan pertambangan masih relatif kecil dimana masing-masing tercatat

sebesar 0,82%, dan 1,78%.Di sisi lain, Penyaluran kredit bagi UMKM pada triwulan I

2015 tumbuh melambat dibandingkan triwulan sebelumnya. Kredit UMKM tercatat

tumbuh melambat sebesar 10,49% (yoy) pada triwulan laporan setelah sebelumnya

sebesar 12,11% (yoy).

Page 9: Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan · melambatnya pertumbuhan ekonomi Sulsel triwulan I 2015. Sementara itu, tekanan inflasi tercatat menurun di triwulan

RINGKASAN EKSEKUTIF

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Triwulan I 2015

Sektor Sekunder Menahan Perlambatan Ekonomi 3

Sistem Pembayaran dan Pengelolaan Uang

Pada akhir tahun terjadi net

inflow, berbeda dengan pola

biasanya, kemungkinan terkait

tekanan harga yang kuat di

akhir tahun

Perkembangan kinerja sistem pembayaran menunjukkan perlambatan pada triwulan

I 2015. Transaksi keuangan non-tunai melalui Real Time Gross Settlement (BI-RTGS)

menunjukkan tren pertumbuhan yang menurun. Sejalan dengan menurunnya

pertumbuhan transaksi keuangan melalui RTGS, transaksi keuangan melalui Sistem

Kliring Nasional Bank Indonesia (SKNBI) juga mengalami perlambatan di triwulan I

2015.

Faktor musiman menunjukkan pengaruh terhadap pergerakan aliran uang kartal net

inflow pada triwulan I 2015. Terjadi tren yang sama dari tahun-tahun sebelumnya yang

cenderung inflow di awal tahun, yang berarti terjadi kegiatan penyetoran uang ke Bank

Indonesia. Sementara itu, langkah Bank Indonesia dalam mewujudkan clean money

policy juga senantiasa terus dilakukan melalui kegiatan pengelolaan uang tunai oleh

Bank Indonesia melalui pembukaan layanan penukaran uang, kas keliling, remise,

pemusnahan uang tidak layak edar, dan edukasi ciri-ciri keaslian mata uang.

Ketenagakerjaan dan Kesejahteraan

Tingkat pengangguran dan

kesejahteraan relatif tidak

berubah signifikan

Kondisi kesejahteraan belum menunjukkan perubahan signifikan. Penyerapan tenaga

kerja relatif baik, terpantau dari tingkat pengangguran terbuka (TPT) Sulawesi Selatan

yang mencapai 5,80% (dataFebruari 2015) atau relatif tidak berubah dari tahun

sebelumnya (Februari 2013). Sementara tingkat kesejahteraan petani yang diukur dari

Nilai Tukar Petani (NTP) hingga akhir Maret 2015 terpantau melemah dari triwulan

I2015. Jumlah penduduk miskin di Sulsel hingga September 2014 menurun dibanding

Maret 2014 baik di kota maupun di desa. Persentase penduduk miskin di Sulsel 9,5%

atau relatif baik dibandingkan Sulampua maupun nasional.

Prospek Perekonomian

Pertumbuhan ekonomi Sulsel

pada triwulan I 2015

diperkirakan melemah dengan

tingkat inflasi yang terkendali

Perekonomian Sulsel pada triwulan II 2015 dan untuk keseluruhan tahun 2015,

masing-masing diperkirakan akan tumbuh pada kisaran 7,9% - 8,9% (yoy) dan 7,5% -

8,5% (yoy). Jika dibandingkan dengan ekonomi nasional, pertumbuhan ekonomi Sulsel

2015 akan tetap lebih tinggi. Di sisi permintaan, pertumbuhan ekonomi ditopang oleh

permintaan domestik (konsumsi dan investasi), sementara ekspor luar negeri

cenderung masih lemah. Di sisi lapangan usaha, hampir semua sektor meningkat,

didukung oleh kebijakan pemerintah dan faktor musiman.

Tekanan harga akhir tahun 2015 diprakirakan akan tetap terkendali, dengan besaran

masuk dalam rentang target inflasi nasional. Faktor yang mendorong adalah volatile

food karena terkait peningkatan produksi bahan pangan. Namun demikian, perlu

diwaspadai untuk tekanan dari sisi administered prices dan inflasi inti, masing-masing

karena potensi harga minyak dunia dan peningkatan permintaan masyarakat

Rekomendasi kebijakan yang

ditawarkan sebagai hasil kajian

perkembangan ekonomi dan

inflasi triwulan I 2015

Bank Indonesia menawarkan beberapa rekomendasi kebijakan untuk mendorong

realisasi potensi ekonomi Sulsel yang masih besar serta untuk memperkuat peran

Sulsel sebagai ‘simpul utama’ perekonomian Kawasan Timur Indonesia serta

implementasi Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) 2015, antara lain: (1) Memperkuat

konsumsi lokal dengan mendorong penggunaa penggunaan produk-produk lokal di

setiap event yang dilaksanakan pemerintah, (2) Mendorong pertumbuhan ekonomi

yang inklusif, melalui peningkatan kualitas SDM, peningkatan produksi sektor primer,

hilirasi industri, dan peningkatan iklim investasi, (3) Percepatan stimulus fiskal yang

berupa belanja rutin atau modal, secara tepat waktu dan tepat sasaran, (4) Mendorong

dan memfasilitas komoditas ekspor yang masih mengalami peningkatan.

Page 10: Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan · melambatnya pertumbuhan ekonomi Sulsel triwulan I 2015. Sementara itu, tekanan inflasi tercatat menurun di triwulan

RINGKASAN EKSEKUTIF

4 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan|Triwulan I 2015

Sektor Sekunder Menahan Perlambatan Ekonomi

Sementara untuk mendukung kegiatan pengendalian harga yang telah mencapai

banyak kemajuan dan prestasi, maka untuk penguatan ke depan kami menyarankan

kepada pemerintah daerah, antara lain: (1) Mempercepat Rencana pembangunan

infrastruktur pertanian (waduk, saluran irigasi, dan perluasan area tanam) untuk

meningkatkan ketersediaan pasokan bahan makanan di Sulsel (2) Penguatan

kelembagaan kelompok tani, pembiayaan (Koperasi), dan lembaga penjamin stok

pangan (Bulog) untuk menjaga ketahanan pangan di provinsi Sulsel

Page 11: Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan · melambatnya pertumbuhan ekonomi Sulsel triwulan I 2015. Sementara itu, tekanan inflasi tercatat menurun di triwulan

TABEL INDIKATOR EKONOMI

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Triwulan I 2015

Sektor Sekunder Menahan Perlambatan Ekonomi 5

TABEL INDIKATOR EKONOMI

Tabel Indikator Ekonomi

A. INFLASI DAN PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO (PDRB)

I II III IV I II III IV I II III IV I

MAKRO

- Sulawesi Selatan 132.89 133.44 135.69 136.14 139.01 139.26 145.51 144.60 109.16 109.71 111.72 116.89 116.95

- Sulawesi Utara 128.11 129.75 131.57 133.73 136.86 136.16 141.73 144.59 109.39 110.28 110.90 118.61 118.13

- Gorontalo 134.65 136.07 137.85 139.32 141.62 140.95 142.53 147.46 108.24 109.32 109.62 115.26 113.96

- Papua 126.38 127.28 129.07 132.71 133.82 135.00 140.14 143.68 113.54 112.66 114.05 121.17 121.30

- Papua Barat 144.28 149.65 152.64 152.79 155.28 158.31 167.44 163.87 108.41 109.26 113.93 115.18 116.00

- Maluku 137.57 142.05 142.03 140.74 141.12 144.46 156.03 153.14 110.38 111.97 112.31 115.86 120.40

- Sulawesi Tengah 135.20 137.53 141.14 142.34 143.27 142.88 151.42 153.12 111.45 113.64 115.12 120.21 117.34

- Sulawesi Tenggara 137.27 138.93 141.02 141.15 141.41 144.15 151.32 149.50 108.00 109.77 111.72 117.67 116.43

- Sulawesi Barat 134.57 134.98 137.56 138.24 140.21 140.78 145.61 146.41 108.92 110.28 112.54 116.85 116.20

- Maluku Utara 133.20 134.73 135.68 136.87 138.49 138.68 148.77 150.25 112.16 114.28 117.01 122.30 121.04

- Sulawesi Selatan 4.06 3.84 4.48 4.41 4.61 4.36 7.24 6.21 5.88 5.92 3.72 8.61 7.14

- Sulawesi Utara 0.95 3.73 5.23 6.04 6.83 4.94 7.72 8.12 5.67 6.26 4.00 9.67 7.99

- Gorontalo 5.91 5.95 5.40 5.31 5.18 3.59 3.39 5.84 5.10 5.82 3.59 6.14 5.28

- Papua 1.94 1.80 2.94 4.52 5.89 6.07 8.58 8.27 9.57 7.40 4.51 9.11 6.83

- Papua Barat 2.07 4.11 5.52 5.07 7.62 5.79 9.70 7.25 5.77 5.27 5.32 6.56 7

- Maluku 8.65 6.25 7.07 6.73 2.58 1.70 9.86 8.81 8.95 8.85 2.79 7.19 9.08

- Sulawesi Tengah 2.50 4.99 6.78 5.87 5.97 3.89 7.28 7.57 8.42 10.37 5.46 8.84 5.28

- Sulawesi Tenggara 5.10 4.65 2.03 5.25 3.02 3.76 7.30 5.92 5.60 4.84 1.83 8.45 7.81

- Sulawesi Barat 3.81 3.24 3.71 3.28 4.19 4.30 5.85 5.91 6.24 6.65 4.46 7.89 6.68

- Maluku Utara 4.54 4.30 3.87 3.29 3.97 2.93 9.65 9.78 8.80 9.75 5.40 9.35 7.92

14,142 15,057 15,545 14,974 15,304 15,995 16,828 6,936 -

1. Pertanian 3,787 4,095 4,321 3,329 3,831 4,059 4,491 3,765

2. Pertambangan dan Penggalian 875 1,116 1,091 1,209 1,123 1,181 1,230 1,153

3. Industri Pengolahan 1,948 1,990 2,033 2,079 2,108 2,187 2,210 2,199

4. Listrik, Gas, dan Air Bersih 157 159 164 168 169 173 178 181

5. Konstruksi/Bangunan 841 868 903 955 913 964 1,022 1,058

6. Perdagangan, Hotel, dan Restoran 2,509 2,616 2,738 2,798 2,797 2,876 2,966 3,022

7. Angkutan dan Komunikasi 1,436 1,459 1,502 1,553 1,544 1,613 1,660 1,663

8. Keuangan, Persewaan, Jasa Perusahaan 1,129 1,240 1,272 1,338 1,323 1,414 1,468 1,480

9. Jasa-jasa 1,460 1,514 1,522 1,544 1,494 1,529 1,604 1,636

55,239 58,217 62,188 58,439 58483.6

Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan 12,293 13,015 14,950 10,826 12550.5

Pertambangan dan Penggalian 3,108 3,792 4,039 3,810 3542.59

Industri Pengolahan 7,648 8,213 8,631 8,941 8110.64

Pengadaan Listrik, Gas 51 55 56 59 55.17

Pengadaan Air 75 77 77 73 75.12

Konstruksi 6,494 6,789 7,044 7,301 6924.4

Perdagangan Besar dan Eceran, dan Reparasi Mobil dan Sepeda Motor 7,775 8,088 8,620 7,881 8211.51

Transportasi dan Pergudangan 2,072 2,105 2,193 2,272 2146.48

Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum 765 797 806 815 809.84

Informasi dan Komunikasi 3,492 3,592 3,733 3,743 3748.6

Jasa Keuangan 1,956 2,021 2,013 2,116 2135.69

Real Estate 2,068 2,124 2,164 2,209 2251.9

Jasa Perusahaan 245 249 252 254 256.32

Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib 2,510 2,550 2,653 2,686 2571.68

Jasa Pendidikan 2,916 2,929 3,105 3,523 3176.01

Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial 1,065 1,093 1,107 1,169 1143.69

Jasa lainnya 707 728 747 761 773.39

14,142 15,057 15,545 14,974 15,304 15,995 16,828 16,157

1. Konsumsi 9,586 9,767 9,984 10,142 10,136 10,336 10,675 10,852 35,255 37,975 38,926 42,129 37129.7

2. Investasi 4,070 4,797 4,557 3,387 4,666 5,153 4,323 4,052 21,026 23,641 24,033 17,449 23506.7

3. Ekspor 4,755 5,323 5,659 6,158 5,322 5,634 6,169 6,176 14,794 14,295 15,704 16,429 13407.7

4. Impor 4,269 4,830 4,655 4,713 4,820 5,128 4,339 4,923 15,497 17,694 16,474 17,658 15560.5

14,142 15,057 15,545 14,974 15,304 15,995 16,828 16,157 55,577 58,217 62,188 58,349 78,496

7.90 8.06 8.70 8.88 8.21 6.23 8.26 7.90 7.71 5.23

269.15 334.64 425.37 526.60 403.02 389.29 417.56 386.19 360.34 452.96 490.63 444.80 344.16

223.29 193.78 152.34 245.36 171.92 198.44 499.94 230.41 167.44 182.55 193.36 209.93 163.96

155.07 186.72 254.70 219.18 300.72 404.72 218.82 123.23 139.10 181.87 149.05 129.39 163.07

280.95 500.79 246.48 215.54 160.04 472.75 216.69 271.11 221.11 258.82 266.39 217.60 326.28

114.08 147.92 170.67 307.42 102.30 (15.43) 198.75 262.96 221.25 271.09 341.58 315.40 181.09

*) Angka sementara untuk data PDRB; data IHK menggunakan tahun dasar 2007**) Angka sangat sementara untuk data PDRB; data IHK menggunakan tahun dasar 2012

***) Tahun 2014 menggunakan Tahun Dasar 2010

2015**

Catatan:

Total PDRB (Rp Miliar)

Pertumbuhan PDRB (%, yoy)

Nilai Ekspor (X) Luar Negeri Non-migas (US$ Juta)

Volume Ekspor Luar Negeri Non-migas (Ribu Ton)

Nilai Impor (M) Luar Negeri Non-migas (US$ Juta)

Sumber : BPS & Dirjen Bea Cukai

2014**

PDRB Penawaran - Harga Konstan (Rp Miliar) Tahun Dasar 2010 & SNA 2008

Volume Impor Luar Negeri Non-migas (Ribu Ton)

Neraca Perdagangan (X - M) Non-migas (US$ Juta)

2012* 2013*

Laju Inflasi Tahunan (%, yoy)

PDRB Penawaran - Harga Konstan (Rp Miliar) Tahun Dasar 2000 & SNA 1993

PDRB Permintaan - Harga Konstan (Rp Miliar) ***

INDIKATOR

Indeks Harga Konsumen

Page 12: Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan · melambatnya pertumbuhan ekonomi Sulsel triwulan I 2015. Sementara itu, tekanan inflasi tercatat menurun di triwulan

TABEL INDIKATOR EKONOMI

6 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan|Triwulan I 2015

Sektor Sekunder Menahan Perlambatan Ekonomi

B. PERBANKAN (KREDIT LOKASI BANK, DPK LOKASI BANK PELAPOR)

I II III IV I II III IV I II III IV I

Total Aset (Rp Miliar) 67,573 72,554 74,754 79,307 80,876 86,366 90,288 90,932 90,909 97,572 99,571 101,351 104,945 -

45,734 48,024 49,917 53,717 52,302 53,457 57,359 60,444 58,162 61,402 64,339 66,112 66,420

Giro 7,471 7,282 7,257 7,345 7,770 8,092 9,221 7,845 7,990 9,730 9,693 7,995 10,154

Tabungan 25,004 27,206 28,545 31,466 29,321 30,068 32,076 35,007 32,446 33,168 34,828 37,428 34,147

Deposito 13,259 13,536 14,115 14,907 15,211 15,297 16,062 17,592 17,726 18,504 19,819 20,690 22,118 -

54,585 59,035 61,090 66,221 68,371 72,937 75,014 75,388 75,874 79,336 80,463 83,560 85,304

- Modal Kerja 20,516 22,850 22,385 25,506 25,980 26,659 26,160 27,231 27,257 29,062 29,847 31,442 32,776

- Investasi 10,025 10,588 10,997 11,380 12,232 14,486 15,769 14,494 14,642 15,467 15,457 16,241 16,482

- Konsumsi 24,044 25,597 27,707 29,335 30,158 31,793 33,085 33,663 33,974 34,807 35,159 35,877 36,045

119.35% 122.93% 122.38% 123.28% 130.72% 136.44% 130.78% 124.72% 130.45% 129.21% 125.06% 126.39% 128.43%

54,585 59,035 61,090 66,221 68,371 72,937 75,014 75,388 75,874 79,336 80,463 83,560 85,304

- Pertanian 906 1,128 1,171 1,215 1,403 1,396 1,385 1,400 1,405 1,499 1,435 1,506 1,630

- Pertambangan 312 363 375 399 447 449 444 397 377 560 537 509 427

- Industri pengolahan 3,468 3,904 4,008 5,250 5,335 5,579 5,631 4,186 3,918 4,210 4,283 4,747 5,035

- Listrik, Gas, dan Air 137 124 135 141 133 116 121 191 218 245 232 350 382

- Konstruksi 2,065 2,448 2,582 2,674 2,565 2,780 2,966 3,034 3,043 3,666 4,173 4,366 4,746

- Perdagangan 15,459 17,631 17,741 19,027 19,933 22,957 23,360 24,132 24,334 25,587 25,748 27,033 27,920

- Pengangkutan 1,744 1,730 1,794 2,321 2,631 2,763 2,864 2,923 2,960 2,950 2,951 2,820 2,782

- Jasa Dunia Usaha 2,917 3,178 3,131 3,105 3,240 3,433 3,414 3,550 3,747 3,598 3,581 3,662 3,733

- Jasa Sosial Masyarakat 1,570 1,485 1,372 1,404 1,619 1,650 1,733 1,780 1,828 1,968 2,115 2,340 2,473

- Lain-lain 26,007 27,045 28,781 30,684 31,065 31,814 33,096 33,794 34,043 35,053 35,408 36,226 36,174 -

18,349 19,582 18,240 20,270 21,818 24,162 24,221 24,684 24,823 26,489 26,768 27,675 27,428 -

3,533 3,939 3,628 3,672 3,994 4,211 4,412 4,499 4,648 5,114 5,297 5,883 6,221

- Modal Kerja 3,151 3,489 3,159 3,206 3,484 3,558 3,648 3,768 3,827 4,088 4,249 4,479 4,674

- Investasi 382 449 469 467 510 653 764 731 821 1,027 1,048 1,404 1,548

- Konsumsi - - - - - - - - - - - - - -

8,932 8,933 8,433 8,938 9,290 9,819 9,877 10,037 10,123 10,329 10,885 11,035 10,893

- Modal Kerja 5,564 5,848 5,455 5,760 5,678 6,492 5,624 5,750 5,862 6,076 6,408 6,683 6,596

- Investasi 3,369 3,085 2,978 3,178 3,612 3,328 4,253 4,287 4,261 4,253 4,478 4,353 4,296

- Konsumsi - - - - - - - - - - - - -

5,884 6,710 6,180 7,660 8,534 10,132 9,932 10,148 10,052 11,046 10,586 10,757 10,313

- Modal Kerja 4,759 5,478 4,833 5,644 6,186 7,205 6,872 7,278 7,079 7,822 7,680 7,802 7,488

- Investasi 1,125 1,232 1,347 2,016 2,349 2,927 3,060 2,870 2,972 3,224 2,906 2,954 2,825

- Konsumsi - - - - - - - - - - - -

3.05% 3.08% 2.87% 2.74% 2.94% 2.83% 2.91% 2.85% 3.14% 3.54% 3.57% 3.13% 3.36%

4.12% 4.23% 4.18% 3.96% 4.25% 3.95% 4.57% 4.38% 4.87% 4.98% 5.42% 4.81% 5.21%

BANK UMUM SYARIAH

3,377 3,689 3,977 4,524 4,802 5,085 5,420 5,576 5,586 5,580 5,619 5,906 6,000 0

1,578 1,635 1,817 2,063 2,138 2,138 2,594 2,884 2,742 2,795 2,878 2,991 3,187

Giro 196 199 200 296 253 232 243 338 221 262 346 380 547

Tabungan 756 803 844 984 969 974 1,162 1,307 1,261 1,261 1,337 1,479 1,488

Deposito 626 633 773 783 916 932 1,188 1,239 1,260 1,272 1,195 1,132 1,153 0

2,759 2,953 3,076 3,502 3,870 4,157 4,265 4,374 4,453 4,869 4,926 5,141 5,239

- Modal Kerja 647 645 656 674 673 688 651 631 684 776 985 1,135 1,292

- Investasi 224 212 228 284 329 362 359 438 488 670 670 825 865

- Konsumsi 1,887 2,096 2,192 2,544 2,868 3,107 3,255 3,304 3,282 3,423 3,270 3,181 3,081

174.80% 180.63% 169.33% 169.77% 181.04% 194.41% 164.44% 151.65% 162.40% 174.20% 171.16% 171.91% 164.36%

Catatan:* (<Rp50 juta)** (Rp50 < X < Rp500 juta)*** (Rp500 juta < X < Rp5 miliar)**** Angka sementara

2015****

NPL Total gross - Lokasi Bank (%)

Kredit Mikro* (Rp Miliar)

Kredit - Lokasi Bank (Rp Miliar)

Kredit Kecil ** (Rp Miliar)

FDR

Total Aset (Rp Miliar)

DPK - Lokasi Bank Pelapor (Rp Miliar)

Pembiayaan - Lokasi Bank (Rp Miliar)

Kredit Menengah *** (Rp Miliar)

Kredit - Lokasi Bank (Rp Miliar)

INDIKATOR

BANK UMUM :

DPK - Lokasi Bank Pelapor (Rp Miliar)

LDR

NPL UMKM gross - Lokasi Bank (%)

Kredit UMKM - Lokasi Bank (Rp Miliar)

2014****20132012

Page 13: Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan · melambatnya pertumbuhan ekonomi Sulsel triwulan I 2015. Sementara itu, tekanan inflasi tercatat menurun di triwulan

TABEL INDIKATOR EKONOMI

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Triwulan I 2015

Sektor Sekunder Menahan Perlambatan Ekonomi 7

C. SISTEM PEMBAYARAN

I II III IV I II III IV I II III IV I

KAS

Inflow (Rp Miliar) 3,872 2,754 3,925 3,200 4,410 3,236 4,872 4,075 5,299 4,069 5,562 4,304 6,184

Uang Kertas 3,871 2,754 3,925 3,200 4,410 3,236 4,872 4,075 5,299 4,069 5,561 4,304 6,184

Uang Logam 0.15 0.13 0.02 0.05 0.03 0.08 0.08 0.10 0.14 0.04 0.23 0.01 0.004

Outflow (Rp Miliar) 1,860 3,174 3,575 3,214 1,715 2,885 5,313 4,162 2,346 3,829 5,641 4,098 2,248

Uang Kertas 1,859 3,171 3,574 3,214 1,715 2,885 5,310 4,159 2,343 3,826 5,637 4,096 2,247

Uang Logam 1.80 2.53 0.86 0.34 0.28 0.78 2.51 2.63 2.20 3.22 3.93 2.07 1.74

Pemusnahan Uang (Rp Miliar) 893 158 51 272 350 502 989 708 748 620 269 403 925

TRANSAKSI RTGS

From / Outgoing (Rp Miliar) 11,504 15,473 15,421 19,880 14,448 17,402 18,770 20,540 15,660 21,374 22,719 25,647 19,951

To / Incoming (Rp Miliar) 29,147 37,788 34,631 40,648 32,767 36,120 37,614 41,480 27,887 33,669 38,096 41,348 21,897

From - To (Rp Miliar) 4,578 4,355 4,424 5,049 4,245 4,921 6,755 7,299 4,748 9,765 10,970 11,845 3,778

TRANSAKSI KLIRING

Nominal Kliring* (Rp Miliar) 9,296 9,439 9,466 10,139 9,737 9,976 10,239 10,670 9,483 9,616 9,716 11,198 9,757

Volume Kliring* (Lembar) 281,461 283,706 285,156 294,745 284,030 285,559 280,922 290,332 260,069 266,025 260,914 280,987 262,477

Kliring Kredit

Nominal Kliring Kredit (Rp Miliar) 558 569 579 605 557 576 874 1,050 675 637 675 805 887

Volume Kliring Kredit (Lembar) 37,461 38,646 39,105 40,567 36,457 34,774 37,895 41,130 29,191 28,625 30,355 32,940 34,547

RRH** Nominal Kliring Kredit (Rp Miliar) 9 9 9 10 9 10 15 17 11 11 11 13 15

RRH Nominal Kliring Kredit (Lembar) 595 613 621 644 608 580 632 663 487 477 490 515 566

Nominal Kliring Debet (Rp Miliar) 8,737 8,870 8,887 9,534 9,180 9,400 9,365 9,620 8,809 8,978 9,041 10,393 8,870

Volume Kliring Debet (Lembar) 244,000 245,060 246,051 254,178 247,573 250,785 243,027 249,202 230,878 237,400 230,559 248,047 227,930

RRH Nominal Kliring Debet (Rp Miliar) 139 141 141 151 153 157 156 155 147 150 146 162 145

RRH Nominal Kliring Debet (Lembar) 3,873 3,890 3,906 4,035 4,126 4,180 4,050 4,019 3,848 3,957 3,719 3,876 3,737

Nominal Kliring Pengembalian (Rp Miliar) 294 305 296 292 322 352 402 325 317 387 287 343 341

Volume Kliring Pengembalian (Lembar) 7,013 7,732 7,412 7,623 7,549 7,531 7,092 6,659 7,114 7,119 6,765 6,008 6,571

RRH Nominal Kliring Pengembalian (Rp Miliar) 5 5 5 5 5 6 7 5 5 6 5 5 6

RRH Nominal Kliring Pengembalian (Lembar) 111 123 118 121 126 126 118 107 119 119 109 94 108

Cek/BG Kosong

Nominal Kliring Cek/BG Kosong (Rp Miliar) 208 234 208 206 221 259 307 251 230 328 231 270 239

Volume Kliring Cek/BG Kosong (Lembar) 5,563 6,349 6,033 6,020 5,904 6,187 5,674 5,411 5,695 5,832 5,313 4,552 5,185

RRH Nominal Kliring Cek/BG Kosong (Rp Miliar) 3 4 3 3 4 4 5 4 4 5 4 4 4

RRH Nominal Kliring Cek/BG Kosong (Lembar) 88 101 96 96 98 103 95 87 95 97 86 71 85

*) Jumlah transaksi kliring kredit dan kliring debet penyerahan**) Rata-Rata harian: jumlah rata-rata transaksi setiap hari***) Angka sementara

2015***INDIKATOR

Kliring Debet Penyerahan

Kliring Debet Pengembalian

2014***2012*** 2013***

Page 14: Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan · melambatnya pertumbuhan ekonomi Sulsel triwulan I 2015. Sementara itu, tekanan inflasi tercatat menurun di triwulan

TABEL INDIKATOR EKONOMI

8 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan|Triwulan I 2015

Sektor Sekunder Menahan Perlambatan Ekonomi

D. GRAFIK INDIKATOR

Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah *) PDRB TD 2010

Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah *) PDRB TD 2010

Pangsa Perekonomian (PDRB ADHB) Pertumbuhan Ekonomi (PDRB ADHK)

Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah

Sumbangan Komponen Penggunaan bagi Pertumbuhan Ekonomi Sulsel

Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah

Sumbangan SektorEkonomi bagi Pertumbuhan Ekonomi Sulsel

Kontribusi Pertumbuhan per Triwulan (%-yoy) Kontribusi Pertumbuhan per Tahun (%-yoy)

7.71

5.23

8.40 8.39 8.04 8.138.87

7.63 7.57 7.56

-6.00

-4.00

-2.00

0.00

2.00

4.00

6.00

8.00

10.00

12.00

14.00

-6.00

-4.00

-2.00

0.00

2.00

4.00

6.00

8.00

10.00

12.00

14.00

2014-Q4 2015-Q1P 2015-Q2P 2015-Q3P 2015-Q4P 2011 2012 2013 2014 2015P

Konsumsi Investasi Ekspor Impor PDRB

Page 15: Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan · melambatnya pertumbuhan ekonomi Sulsel triwulan I 2015. Sementara itu, tekanan inflasi tercatat menurun di triwulan

TABEL INDIKATOR EKONOMI

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Triwulan I 2015

Sektor Sekunder Menahan Perlambatan Ekonomi 9

Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah Sumber: Laporan Bank, diolah

Inflasi dan BI Rate Perbankan Sulsel

Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah

Pengangguran Terbuka Persentase Penduduk Miskin

0%

2%

4%

6%

8%

10%

12%

14%

700

750

800

850

900

950

1000

2009 2010 2011 2012 2013 2014

(Ribu Orang)

% Penduduk Miskin - Skala Kanan

Jumlah Penduduk Miskin

Page 16: Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan · melambatnya pertumbuhan ekonomi Sulsel triwulan I 2015. Sementara itu, tekanan inflasi tercatat menurun di triwulan

TABEL INDIKATOR EKONOMI

10 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan|Triwulan I 2015

Sektor Sekunder Menahan Perlambatan Ekonomi

HALAMAN INI SENGAJA DIKOSONGKAN

Page 17: Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan · melambatnya pertumbuhan ekonomi Sulsel triwulan I 2015. Sementara itu, tekanan inflasi tercatat menurun di triwulan

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Triwulan I 2015

Sektor Sekunder Menahan Perlambatan Ekonomi 11

1. PERTUMBUHAN EKONOMI DAERAH

Bab 1 Pertumbuhan Ekonomi Daerah

Perekonomian Sulsel yang diukur berdasarkan PDRB di triwulan I 2015

mencapai Rp78.496 milyar (ADHB) atau Rp58.484 milyar (ADHK), tumbuh

5,23% (yoy) lebih rendah dari pertumbuhan triwulan IV 2014 (7,71%; yoy).

Melambatnya perekonomian Sulsel di Triwulan I 2015 disebabkan oleh

menurunnya kinerja di dua sektor ekonomi utama Sulsel, yaitu pertanian dan

industri pengolahan.

Dari sisi kelompok pengeluaran, penurunan kinerja ekspor menjadi

penyebab utama melambatnya pertumbuhan ekonomi Sulsel triwulan I 2015.

Ekspor Sulsel di triwulan I 2015 tercatat mengalami kontraksi sebesar -

9,37% (yoy) jauh menurun dibandingkan triwulan IV 2014 yang

mencatatkan pertumbuhan sebesar 14,73% (yoy). Konsumsi rumah tangga

dan investasi (PMTB) yang menjadi peendorong utama ekonomi Sulsel juga

mengalami perlambatan di triwulan I 2015.

Page 18: Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan · melambatnya pertumbuhan ekonomi Sulsel triwulan I 2015. Sementara itu, tekanan inflasi tercatat menurun di triwulan

BAB 1 PERTUMBUHAN EKONOMI DAERAH

12 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan|Triwulan I 2015

Sektor Sekunder Menahan Perlambatan Ekonomi

1.1. Pertumbuhan Ekonomi

Perekonomian Sulawesi Selatan (Sulsel) di triwulan I 2015 melambat, searah dengan perlambatan ekonomi nasional.

Pada triwulan pelaporan, ekonomi Sulsel tumbuh sebesar 5,23% (yoy) lebih rendah dibandingkan triwulan IV 2014

(7,71%; yoy). Melambatnya perekonomian Sulsel di Triwulan I 2015 disebabkan oleh menurunnya kinerja di sektor primer

(sektor pertanian) dan sektor sekunder (sektor industri pengolahan). Sektor yang mampu menahan laju perlambatan

adalah pertumbuhan sektor sekunder lainnya (sektor konstruksi dan sektor perdagangan). Sementara di sisi pengeluaran,

menunjukkan kondisi lokal maupun yang terkait dengan global semuanya melemah, terindikasi dari perlambatan

konsumsi rumah tangga, investasi, dan ekspor. Tercatat hanya stimulus fiskal (konsumsi pemerintah), satu-satunya

komponen yang masih kuat di triwulan I 2015.

Sumber: Badan Pusat Statistik

*) Angka sementara **) Angka sangat sementara Grafik 1.1. Pertumbuhan Ekonomi Sulawesi Selatan

1.2. Sisi Pengeluaran Dari semua komponen permintaan, kontraksi dikomponen ekspor menjadi penyebab utama lesunya ekonomi Sulsel di

periode laporan. Ditriwulan I 2015, ekspor tercatat mengalami kontraksi sebesar -9,37% (yoy) jauh lebih rendah

dibandingkan dengan periode sebelumnya yang mampu tumbuh hingga 14,73% (yoy). Selain karena produksi di sektor

primer yang melemah, permintaan dari negara mitra dagang juga masih rendah.

Selain ekspor, komponen konsumsi rumah tangga dan investasi (PMTB) juga tercatat pengalami perlambatan.

Konsumsi Rumah tangga tercatat mengalami perlambatan dari 5,49% (yoy) di triwulan IV 2014 menjadi 5,32% (yoy) di

triwulan I 2015. Komponen investasi mengalami perlambatan yang lebih dalam, dimana di triwulan I 2015 tercatat

tumbuh 7,13% (yoy) lebih rendah dari triwulan IV 2014 yang tercatat sebesar 9,03% (yoy). Konsumsi rumah tangga

tertekan karena masih tingginya harga di semua kebutuhan dasar masyarakat (energi dan pangan). Sementara investasi,

diperkirakan karena hanya faktor siklus awal tahun.

Tabel 1.1. Pertumbuhan (yoy) Ekonomi Menurut Komponen Pengeluaran (triwulanan)*

Sumber: Badan Pusat Statistik *) Angka sementara

1.2.1 Konsumsi

Secara umum, konsumsi di triwulan I 2015 mengalami peningkatan dibandingkan triwulan IV 2014. Peningkatan

konsumsi didorong oleh peningkatan konsumi pemerintah yang mampu tumbuh 6,99% (yoy), lebih tinggi dari triwulan

sebelumnya mengalami kontraksi sebesar -2,92% (yoy). Di sisi lain, konsumsi rumah tangga dan konsumi LNPRT

mengalami penurunan dari 5,49% (yoy) di triwulan IV 2014 menjadi 5,32% (yoy). Penurunan yang lebih dalam terjadi di

komponen konsumsi LNPRT yang mengalami kontraksi -2,50% (yoy).

I II III IV TOTAL I

1 Pengeluaran Konsumsi Rumah Tangga 6.63 6.36 6.2 5.49 5.92 5.32

2 Pengeluaran Konsumsi LNPRT 14.66 15.04 15.41 4.93 11.26 -2.50

3 Pengeluaran Konsumsi Pemerintah 4.66 4.55 3.89 -2.92 1.88 6.99

4 Pembentukan Modal Tetap Bruto 11.48 8.39 5.32 9.03 9.4 7.13

5 Perubahan Inventori -126.3 -47.60 -609 -18.99 -125.2 -175.33

6 Ekspor 14.6 11.56 7.62 14.73 11.85 -9.37

7 Impor -9.32 -1.06 6.73 9.35 -1.64 0.41

PDRB 8.03 7.34 8.23 7.71 7.57 5.23

KomponenTahun Dasar 2000 Tahun Dasar 2010

2014 2015

Page 19: Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan · melambatnya pertumbuhan ekonomi Sulsel triwulan I 2015. Sementara itu, tekanan inflasi tercatat menurun di triwulan

BAB 1 PERTUMBUHAN EKONOMI DAERAH

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Triwulan I 2015

Sektor Sekunder Menahan Perlambatan Ekonomi 13

Konsumsi rumah tangga melambat di triwulan I 2015, disebabkan oleh penurunan daya beli masyarakat. Pemicu utama

penurunan daya beli antara lain masih tingginya harga kebutuhan dasar masyarakat (harga bahan bakar minyak/BBM dan

harga pangan). Sejak diterapkannya floating price system di bulan November 2014, volatilitas harga BBM berpengaruh

signifikan terhadap tingkat konsumsi masyarakat. Hal ini terjadi mengingat peningkatan harga BBM, juga diikuti oleh

second round effect(tarif angkutan umum dan harga di berbagai komoditas utama). Dengan peningkatan harga tersebut,

inflasi triwulan I 2015 mencapai 7,13% (yoy), meskipun lebih rendah dari inflasi triwulan IV 2014 (8,61%, yoy).

Sumber: Pertamina, diolah Sumber: BPS, diolah

Grafik 1.2. Perkembangan Harga BBM Bersubsidi Grafik 1.3. Perkembangan Inflasi Sulsel

Perlambatan konsumsi rumah tangga tersebut, terindikasi dengan penurunan indeks keyakinan konsumen, indeks

penjualan eceran, dan kredit konsumsi. Hasil Survei Konsumen Bank Indonesia menunjukkan bahwa rata-rata Indeks

Keyakinan Konsumen (IKK) di Makassar pada periode triwulan laporan mengalalami penurunan, meskipun masih berada

pada level optimis (> 100)(Grafik 1.6). Selain itu, pergerakan Indeks Penjualan Eceran, hasil Survei Penjualan Eceran Bank

Indonesia, juga menunjukkan penurunan (Grafik 1.7). Perlambatan konsumsi rumah tangga juga dikonfirmasi dari

perlambatan pertumbuhan penyaluran kredit konsumsi (Grafik 1.8).

Sumber: Survei Konsumen Sumber: Survei Penjualan Eceran

Grafik 1.4. Indeks Keyakinan Konsumen Grafik 1.5. Indeks Penjualan Eceran

Sumber: Laporan Bank, diolah

Grafik 1.6. Penyaluran Kredit Konsumsi

Di sisi lain, konsumsi pemerintah menjadi pendorong peningkatan konsumsi di triwulan I 2015. Kenaikan konsumsi

pemerintah ini didorong oleh peningkatan nominal realisasi APBD Sulsel. Di triwulan I 2015, realisasi belanja instansi

vertikal di Sulsel (APBN) dan APBD Provinsi Sulsel tumbuh 6,70% (yoy), lebih tinggi dari realisasi di triwulan IV 2014 yang

Page 20: Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan · melambatnya pertumbuhan ekonomi Sulsel triwulan I 2015. Sementara itu, tekanan inflasi tercatat menurun di triwulan

BAB 1 PERTUMBUHAN EKONOMI DAERAH

14 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan|Triwulan I 2015

Sektor Sekunder Menahan Perlambatan Ekonomi

mengalami kontraksi sebesar -0,82% (yoy). Peningkatan tersebut, terutama didorong oleh realisasi belanja APBN

mencapai Rp2,084 triliun atau meningkat 15,2% (yoy) yang sebagian besar berasal dari belanja pegawai.

Sumber: DJPbN, diolah

Grafik 1.7. Realisasi APBD Sulsel

1.2.2 Investasi

Trend perlambatan diawal tahun kembali terjadi di sektor investasi. Investasi yang tercermin dari Pembentukan Modal

Tetap Bruto (PMTB) menunjukan perlambatan pertumbuhan, yaitu dari 9,03% (yoy) di triwulan IV 2014 menjadi 7,13%

(yoy) di triwulan pelaporan. Penurunan juga terjadi di perubahan inventori, dimana di triwulan pelaporan komponen ini

mengalami kontraksi sebesar -175,33% (yoy) lebih dalam dari kontraksi di triwulan IV 2014 yang mencapai 18,99% (yoy).

Berkurangnya nilai dan jumlah proyek infrastruktur, mendorong perlambatan investasi di triwulan I 2015. Total nilai

proyek yang dimulai di triwulan I 2015 mengalami kontraksi sebesar -62,61% (yoy) dibandingkan triwulan sebelumnya,

menjadi senilai Rp988,71 miliar.1 Penurunan terjadi pada proyek infrastruktur yang diinisiasi oleh pemerintah dan pihak

swasta untuk keperluan komersial. Penurunan investasi juga terkonfirmasi oleh penurunan impor barang modal

sepanjang triwulan I 2015. Dirjen Bea Cukai Makassar mencatat penurunan laju impor barang modal yang signifikan, dari

91,22% (yoy) di triwulan IV 2014 menjadi 9,01% (yoy) di triwulan I 2015.Beberapa proyek pemerintah dan swasta

diperkirakan akan dimulai pada triwulan I 2015 senilai Rp981,11 miliar (turun 62,88% (yoy) dibandingkan triwulan IV 2014

yang tercatat tumbuh 4,92% (yoy)). Pada triwulan I 2015, proyek pemerintah yang akan mulai berjalan diperkirakan

mencapai Rp264 miliar dengan beberapa proyek besar seperti Perumahan Magnolia Residences, Jalan Batas Kabupaten

Barru dan Kabupaten Marros, Jalan tepi pantai Bantaeng, Jalan Bau Massepe (batas Kota Pinrang), RSUD Sultan DG Radja

Bulukumba dan Kantor pusat Pelindo Makassar. Selain itu, proyek swasta yang diperkirakan ada 38 proyek akan mulai

berjalan ditriwulan I 2015 dengan total nilai proyek Rp264 miliar. Beberapa proyek besar yang dikelola oleh swasta

tersebut antara lain Nipah Auto Mall di Makassar, Princewood Hotel, Bantaeng Smelter – Electrical Station, Perumahan

Bukit Baruga , dan Pembangkit listrik Bolangi (150 KV).

Sumber: BCI Asia, diolah Sumber: Bea Cukai, diolah

Grafik 1.8. Nilai Proyek Investasi Infrastruktur Sulsel Grafik 1.9. Impor Barang Modal

1Sumber : BCI Asia, 2015

-10%

0%

10%

20%

30%

40%

50%

60%

0

5

10

15

20

25

I II III IV I II III IV I II III IV I

2012 2013 2014 2015

%, yoyRp triliun

p : perkiraan realisasi triwulan II (data historis)

Page 21: Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan · melambatnya pertumbuhan ekonomi Sulsel triwulan I 2015. Sementara itu, tekanan inflasi tercatat menurun di triwulan

BAB 1 PERTUMBUHAN EKONOMI DAERAH

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Triwulan I 2015

Sektor Sekunder Menahan Perlambatan Ekonomi 15

Trend berbeda terjadi pada indikator pembiayaan, kredit untuk tujuan investasi tercatat mengalami percepatan

pertumbuhan meski dalam rentang yang rendah. Pertumbuhan kredit investasi tercatat mengalami percepatan

pertumbuhan dari 9,03% (yoy) di triwulan IV 2014 menjadi 11,88% (yoy) di triwulan I 2015. Pertumbuhan kredit investasi

infrastruktur diperkirakan didorong oleh investasi yang diinisasi oleh perorangan dan non lembaga keuangan.

Sumber: Laporan Bank, diolah Sumber: BCI Asia, diolah

Grafik 1.10. Penyaluran Kredit Investasi Grafik 1.11. Trend Investasi Sulsel per Kelompok Inisiator Proyek

Di sisi lain, perubahan inventori di triwulan I 2015 juga mengalami penurunan yang salah satu penyebabnya adalah

penurunan inventori nikel. Kontraksi perubahan inventory di periode pelaporan sebesar -175,33% (yoy) lebih dalam

dibandingkan triwulan IV 2014 (-125,2%, yoy). Posisi inventory nikel, yang merupakan parameter perubahan stok, tercatat

mengalami kontraksi sebesar -9,84% (yoy) lebih dalam dari kondisi di triwulan IV 2014 (-10,11%, yoy).

Sumber: Produsen, diolah

Grafik 1.12. Perubahan Inventori Produsen Nikel

1.2.3 Ekspor dan Impor

Ekspor Sulsel di triwulan I 2015 mengalami kontraksi sebesar -9,37% (yoy). Nilai ini jauh lebih rendah dibandingkan

dengan angka di triwulan IV 2014 yang mampu mencatatkan pertumbuhan sebesar 11,85% (yoy). Penurunan ekspor

terjadi baik pada ekspor dengan tujuan luar negeri (LN) maupun dalam negeri (DN). Ekspor LN yang sebagian besar

ditopang dari ekspor non migas, mengalami kontraksi sebesar -4,49% (yoy) turun tajam dibandingkan dengan triwulan IV

2014 (15,13%; yoy). Ekspor antar daerah juga mengalami penurunan di triwulan pelaporan, hal ini terlihat dari

menurunnya volume muat barang dalam negeri di pelabuhan Makassar. Kantor administrasi pelabuhan mencatat

kontraksi 15,17% (yoy) sepanjang triwulan I 2015 turun dibandingkan triwulan IV 2014 yang masih mencatatkan

pertumbuhan positif sebesar 13,24% (yoy).

Page 22: Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan · melambatnya pertumbuhan ekonomi Sulsel triwulan I 2015. Sementara itu, tekanan inflasi tercatat menurun di triwulan

BAB 1 PERTUMBUHAN EKONOMI DAERAH

16 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan|Triwulan I 2015

Sektor Sekunder Menahan Perlambatan Ekonomi

Sumber: Bea Cukai, diolah Sumber: Kantor Administrasi Pelabuhan

Grafik 1.13. Volume Ekspor Nonmigas Grafik 1.14. Volume Barang yang Dimuat

Penurunan ekspor di triwulan I 2015 tidak lepas dari penurunan kinerja industri pengolahan nikel di Sulsel. Berdasarkan

data yang dirilis oleh produsen nikel terbesar di Sulsel, diketahui bahwa produksi dan penjualan nikel matte mengalami

kontraksi di triwulan I 2015. Produksi nikel matte diperiode pelaporan mengalami kontraksi sebesar -10,12% (yoy) dan

penjualan mengalami kontraksi sebesar -7,12% (yoy). Secara nominal, tingkat produksi dan nilai penjualan di triwulan I

2015 ini merupakan terendah dalam 2 tahun terakhir. Selain nikel, beberapa komoditas ekspor utama Sulsel juga

mengalami penurunan ditriwulan I 2015. Tercatat ekspor rumput laut dan kayu olahan mengalami perlambatan. Biji

kakao juga masih tercatat mengalami kontraksi meski tidak sedalam di periode sebelumnya. Salah satu penyebab

turunnya nominal ekspor Sulsel adalah penurunan harga komoditas yang terjadi hampir di seluruh komoditas, termasuk

harga Nikel dan Coklat yang menjadi komoditas unggulan ekspor Sulel.

Sumber: Produsen Nikel Matte Sumber: Kantor Administrasi Pelabuhan

Grafik 1.15. Produksi Nikel dalam Matte Grafik 1.16. Penjualan Nikel dalam Matte

Selain penurunan harga komoditas, belum pulihnya kondisi ekonomi negara tujuan ekspor menjadi penyebab

penurunan kinerja ekspor Sulsel. Dari data yang dirilis oleh World Bank, kondisi ekonomi negara tujuan ekspor Sulsel

masih belum menunjukan pemulihan yang berarti. Hal ini terlihat dari kinerja industri manufaktur para negara mitra

dagang Sulsel yang menurun diperiode pelaporan. Tercatat hanya Korea Selatan yang menunjukan peningkatan signifikan,

sedangkan Jepang, Tiongkok, Amerika Serikat, dan Zona Eropa menunjukan tendensi penurunan kinerja ekonomi.

Sumber: Bea Cukai, diolah Sumber: Bloomberg

Grafik 1.17. Pertumbuhan Volume Ekspor Komoditas Grafik 1.18. Purchasing Managers Index

Page 23: Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan · melambatnya pertumbuhan ekonomi Sulsel triwulan I 2015. Sementara itu, tekanan inflasi tercatat menurun di triwulan

BAB 1 PERTUMBUHAN EKONOMI DAERAH

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Triwulan I 2015

Sektor Sekunder Menahan Perlambatan Ekonomi 17

Di sisi lain, Impor Sulsel di triwulan I 2015 juga mengalami peningkatan dibandingkan triwulan sebelumnya. Impor di

periode pelaporan tercatat tumbuh sebesar 0,41% (yoy) membaik setelah ditriwulan sebelumnya mengalami kontraksi (-

1,64%, yoy). Peningkatan impor terkonfirmasi dari peningkatanvolume impor non migas luar negeri di triwulan I 2015.

Dirjen Bea Cukai melaporkan peningkatan impor yang signifikan, dari -19,79% (yoy) menjadi 47,56% (yoy). Peningkatan

impor tertahan oleh penurunan impor DN. Hal ini tercermin dari kontraksi volume bongkar muat barang dalam negeri di

pelabuhan Makassar yang mencapai -3,13% (yoy) sepanjang triwulan I 2015.

Sumber: Kantor Administrasi Pelabuhan Sumber: Bea Cukai, diolah

Grafik 1.19. Volume Barang yang Dibongkar Grafik 1.20. Volume Impor Nonmigas

Pada triwulan I 2015, struktur ekspor maupun impor luar negeri Sulsel relatif tidak mengalami perubahan

dibandingkan periode sebelumnya. Produk industri masih menjadi komoditas yang dominan dalam komposisi barang

dari Sulsel yang dijual ke luar negeri yang diikuti komoditas pertanian. Sementara itu, impor bahan baku mencatat pangsa

terbesar dari total nilai impor Sulsel di triwulan laporan yang kemudian diikuti oleh impor barang modal dan barang

konsumsi.

Sumber: Bea Cukai, diolah Sumber: Bea Cukai, diolah

Grafik 1.21. Pangsa Ekspor Menurut Komoditas Grafik 1.22. Pangsa Impor Menurut Kategori

Jika dilihat secara lebih rinci, nikel matte masih merupakan komoditas dengan pangsa terbesar dalam struktur ekspor,

sedangkan gandum kembali menjadi komoditas impor dengan pangsa terbesar. Pada triwulan IV 2014, komoditas nikel

matte mengambil pangsa sebesar 61,56% dalam struktur ekspor luar negeri Sulsel. Selanjutnya, makanan olahan dan

bahan nabati dengan pangsa terbesar yaitu masing-masing sebesar 11,63 dan 8,18%. Untuk impor luar negeri, komoditas

yang tergolong hasil pertanian lainnya, termasuk didalamnya gandum, mengambil pangsa 26,83% pada triwulan I 2015

dan berada pada urutan teratas dalam struktur impor. Setelah gandum, komoditas yang tergolong hasil industri lainnya

dan makanan ternak lainnya dengan pangsa impor yaitu masing-masing 15,71% dan 13,42%.

Page 24: Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan · melambatnya pertumbuhan ekonomi Sulsel triwulan I 2015. Sementara itu, tekanan inflasi tercatat menurun di triwulan

BAB 1 PERTUMBUHAN EKONOMI DAERAH

18 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan|Triwulan I 2015

Sektor Sekunder Menahan Perlambatan Ekonomi

Tabel 1.2. Peringkat Ekspor Menurut Komoditas Tabel 1.3. Peringkat Impor Menurut Komoditas

Sumber: Bea Cukai, diolah Sumber: Bea Cukai, diolah

Neraca perdagangan Sulsel kembali mengalami defisit di triwulan I 2015. Menurunnya kinerja ekspor menjadi

pendorong penurunan neraca perdagangan Sulsel di triwulan pelaporan. Ekspor Sulsel mengalami kontraksi-9,37% (yoy)

lebih rendah dibandingkan triwulan IV 2014 yang tercatat mengalami pertumbuhan sebesar 11,85% (yoy). Dari sisi impor,

terjadi peningkatan pertumbuhan sebesar -1,64% (yoy) dibandingkan tahun 2013 (5,36%, yoy). Deaselerasi ekspor pada

ditriwulan I 2015 yang dibarengi dengan akselerasi impor membuat defisit perdagangan atas dasar harga konstan (ADHK)

menjadi lebih dalam dibandingkan dengan triwulan Iv 2014.

Sumber: BPS Sumber: Bea Cukai, diolah

Grafik 1.23. Neraca Perdagangan Bersih PDRB Grafik 1.24. Neraca Perdagangan Bersih Luar Negeri

KomoditasNilai Ekspor

Triwulan I 2015

(US$ Juta)

Pangsa

Nikel 211,882,088 61.56%

Makanan Olahan 40,023,389 11.63%

Bahan Nabati 28,145,840 8.18%

Udang Segar/Beku 11,833,541 3.44%

Biji Cokelat 9,422,067 2.74%

Kayu Olahan 7,201,440 2.09%

Ikan dan Lain-Lain 6,965,713 2.02%

Makanan Ternak 6,125,248 1.78%

Hasil Industri Lainnya 4,441,347 1.29%

Kopi 3,290,067 0.96%

KomoditasNilai Impor

Triwulan I 2015

(USD)

Pangsa

Hasil Pertanian Lainnya 43,748,347 26.83%

Hasil Industri Lainnya 25,623,333 15.71%

Makanan Ternak Lainnya 21,885,058 13.42%

Kapal Laut dan Sejenisnya 13,900,000 8.52%

Besi/Baja 10,636,327 6.52%

Kendaraan Bermotor Roda 4 dan Lebih 9,836,268 6.03%

Alat Listrik 4,915,267 3.01%

Bahan Kimia Anorganik 4,555,470 2.79%

Kertas dan Barang Dari Kertas 4,179,207 2.56%

Produk Keramik 3,353,013 2.06%

Page 25: Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan · melambatnya pertumbuhan ekonomi Sulsel triwulan I 2015. Sementara itu, tekanan inflasi tercatat menurun di triwulan

BAB 1 PERTUMBUHAN EKONOMI DAERAH

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Triwulan I 2015

Sektor Sekunder Menahan Perlambatan Ekonomi 19

1.3. Sisi Lapangan Usaha

Melambatnya perekonomian Sulsel di Triwulan I 2015 disebabkan oleh menurunnya kinerja di dua sektor ekonomi

utama Sulsel, yaitu pertanian dan industri pengolahan. Sektor pertanian tercatat melambat dari 10,40% (yoy) di triwulan

IV 2014 menjadi 2,09% (yoy) di triwulan I 2015, sedangkan sektor industri pengolahan tercatat mengalami penurunan

yang lebih dalam dari 15,20% (yoy) di triwulan IV 2014 menjadi 6,05% (yoy) di triwulan I 2015. Di sisi lain, pertumbuhan di

sektor konstruksi dan perdagangan menjadi penahan ekonomi Sulsel sehingga tidak terdeselerasi lebih lanjut.

Tabel 1.4. Pertumbuhan Ekonomi Menurut Sektor Ekonomi*

Sumber: Badan Pusat Statistik

*) Angka sementara

Sumber: Badan Pusat Statistik

*) Angka sementara **) Angka sangat sementara

Grafik 1.25. SharePDRB Menurut Lapangan Usaha

Bila dilihat dari andil terhadap PDRB, Lapangan Usaha

pertanian masih menjadi penyumbang terbesar di

triwulan I 2015. Share sektor pertanian terhadap total

PDRB di periode pelaporan mencapai 21,46 tertinggi

dibandingkan 16 sektor ekonomi lainnya. Sektor lainnya

yang menjadi tumpuan perekomian Sulsel adalah Industri

Perdagangan, Pengolahan, dan Konstruksi. Ketiga sektor ini

memiliki share terhadap total PDRB sebesar 14,04%,

13,87%, dan 11,84%.

1.3.1 Lapangan Usaha Pertanian

Pergeseran musim tanam pada beberapa komoditas tanaman bahan makanan, sehingga terjadi penurunan produksi

pada triwulan I 2015 dan berdampak pada melambatnya kinerja lapangan usaha pertanian secara keseluruhan.

Lapangan usaha pertanian tercatat mengalami perlambatan dari 10,40% (yoy) di triwulan IV 2014 menjadi2,09% (yoy)

ditriwulan I 2015. Keterbatasan pasokan dampak dari mundurnya musim tanam pada beberapa komoditas tabama

seperti padi dan palawija lainnya diakhir tahun 2014 mengakibatkan penurunan yang besar pada sektor pertanian. Panen

raya yang harusnya berlangsung mulai di bulan Maret 2015 mundur ke akhir April dan awal Mei 2015.

I II III IV TOTAL I

1 Pertanian A Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan 11.80 12.03 10.83 10.40 9.98 2.09

2 Pertambangan dan Penggalian B Pertambangan dan Penggalian 8.34 2.54 -0.10 9.60 11.43 2.83

3 Industri Pengolahan C Industri Pengolahan 3.51 8.03 10.27 15.20 9.45 6.05

4 Listrik, Gas, dan Air Bersih 8.87 11.75 10.73

D Pengadaan Listrik, Gas 15.00 10.56 7.52

E Pengadaan Air -1.20 2.13 0.58

5 Bangunan F Konstruksi 7.98 7.40 5.75 5.10 6.14 6.63

6 Perdagangan, Hotel, dan Restoran 8.28 9.15 11.41

G Perdagangan Besar dan Eceran, dan Reparasi Mobil dan Sepeda Motor 3.40 7.20 5.62

I Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum 4.80 2.14 5.81

7 Pengangkutan dan Komunikasi 6.34 3.01 3.56

H Transportasi dan Pergudangan 5.60 7.77 3.60

J Informasi dan Komunikasi 6.60 5.75 7.34

8 Keuangan, Persewaan, dan Jasa Perusahaan 11.23 7.38 4.57

K Jasa Keuangan 11.90 5.91 9.18

L Real Estate 9.00 7.97 8.88

9 Jasa-jasa 6.72 6.10 6.97

M,N Jasa Perusahaan 7.40 6.76 4.77

O Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib 0.70 1.03 2.47

P Jasa Pendidikan 3.10 4.65 8.90

Q Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial 3.30 10.23 7.41

R,S,T,U Jasa lainnya 9.40 7.57 9.42

8.03 7.34 8.23 7.71 7.57 5.23

Sektor Berdasarkan Tahun Dasar 2000 Sektor Berdasarkan Tahun Dasar 2010Tahun Dasar 2000

2014

PDRB PRDB

Tahun Dasar 2010

2015

Page 26: Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan · melambatnya pertumbuhan ekonomi Sulsel triwulan I 2015. Sementara itu, tekanan inflasi tercatat menurun di triwulan

BAB 1 PERTUMBUHAN EKONOMI DAERAH

20 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan|Triwulan I 2015

Sektor Sekunder Menahan Perlambatan Ekonomi

Perlambatan pertumbuhan juga dialami subsektor perikanan dampak dari cuaca di awal periode pelaporan dan adanya

regulasi dari pemerintah terkait kegiatan penangkapan ikan. Saat ini pemerintah melalui kementrian kelautan dan

perikanan telah menerbitkan empat kebijakan, yaitu permen no 56/PERMEN/KP/2014 tentang moratorium penghentian

perizinan kapal eks asing, Permen No.57/PERMEN/KP/2014 tentang larangan transhipment dan penggunaan ABK asing,

Permen No.1/PERMEN/KP/2015 tentang larangan penangkapan lobster, kepiting dan rajungan dengan ukuran tertentu.

dan Permen No.2/PERMEN/KP/2015 tentang larangan penggunaan alat tangkap pukat hela dan pukat tarik. Tujuan dari

keempat kebijakan ini adalah mengurangi praktik Illegal, Unreported, and Unregulated (IUU) di wilayah RI, menjaga

kelestarian sumber daya perikanan, membuka kesempatan kerja bagi nelayan lokal. Namun pada praktiknya, keempat

kebijakan tersebut mengakibatkan penurunan kinerja perikanan hampir diseluruh wilayah KTI. Hal ini tercermin dari

menurunnya hasil tangkapan ikan hampir diseluruh wilayah KTI, tidak terkecuali Sulawesi Selatan. Berdasarkan hasil

liaison, dampak kebijakan lebih terasa bagi beberapa wilayah dengan sektor ekonomi utama di bidang perikanan, dimana

beberapa perusahaan telah merumahkan sebagian dari karyawan akibat penurunan pendapatan. Khusus di Sulsel,

penurunan kinerja perikanan juga terlihat dari masih terkontraksinya ekspor udang beku di triwulan I 2015.

Sumber: Kementrian Kelautan dan Perikanan Sumber: Bea Cukai, diolah

Grafik 1.26. Perkembangan Hasil Tangkapan Ikan Grafik 1.27. Volume Ekspor Udang

Subsektor Perkebunan masih mengalami kontraksi di triwulan I 2015. Penurunan pasokan setelah lewatnya masa panen

ditambah produktivitas pohon kakao yang terus menurun dan memasuki masa replacement pohon kakao mengakibatkan

tambahan tekanan di subsektor perkebunan. Selain itu, harga kakao di pasar global yang terus tumbuh melambat juga

menambah tekanan produksi kakao pada triwulan laporan sehingga subsektor perkebunan tidak dapat melaju lebih

cepat. Penurunan produksi kakao pada akhirnya menurunkan pasokan ke industri (saat ini daya serap Industri sekitar 80%

produksi) dan ekspor. Program Dinas Perkebunan Sulsel berupa rehabilitasi, ekstensifikasi dan pembagian 1,2 juta bibit

sambung pucuk diharapkan dapat menjadi sumber penguatan kembali produksi kakao Sulsel.

Sumber: Bea Cukai, diolah Sumber: World Bank

Grafik 1.28. Volume Ekspor Biji Kakao Grafik 1.29. Harga Internasional Kakao

1.3.2 Lapangan Usaha Pertambangan dan Penggalian

Lampangan usaha pertambangan dan penggalian mengalami perlambatan di triwulan I 2015. Lapangan usaha ini

tercatat melambat dari 9,6% (yoy) di triwulan IV 2014 menjadi 2,83% (yoy) di periode pelaporan. Dampak pelarangan

ekspor bahan tambang mentah dan pelemahan harga komoditas diperkirakan masih menjadi penyebab utama penurunan

Page 27: Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan · melambatnya pertumbuhan ekonomi Sulsel triwulan I 2015. Sementara itu, tekanan inflasi tercatat menurun di triwulan

BAB 1 PERTUMBUHAN EKONOMI DAERAH

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Triwulan I 2015

Sektor Sekunder Menahan Perlambatan Ekonomi 21

kinerja lapangan usaha pertambangan. Hampir seluruh komoditas tambang termasuk nikel terus mengalami penurunan

harga sejak pertengahan tahun 2014. Sebagai contoh, harga komoditas nikel turun USD1.467 per metrik ton atau turun

1,83% (yoy) dibandingkan periode yang sama di tahun sebelumnya. Penurunan harga komoditas tambang diperkirakan

masih akan berlanjut hingga akhir tahun 2015 seiring dengan penurunan permintaan konsumen utama barang tambang

seperti China dan Jepang. Penurunan lapangan usaha pertambangan juga terlihat dari perkembangan ekspor

pertambangan yang masih mengalami kontraksi di triwulan I 2015. Ekspor pertambangan tercatat mengalami kontraksi

sebesar -9,63% (yoy).

Sumber: Bea Cukai, diolah Sumber: World Bank

Grafik 1.30. Volume Ekspor Pertambangan Grafik 1.31. Harga Komoditas Tambang

1.3.3 Lapangan Usaha Industri Pengolahan

Lapangan usaha industri pengolahan mengalami perlambatan di triwulan I 2015. Setelah di triwulan sebelumnya

tumbuh paling tinggi diantara lapangan usaha lainnya, di triwulan pelaporan lapangan usaha industri pengolahan tercatat

mengalami perlambatan dari 15,20% (yoy) menjadi 6,05% (yoy). Penurunan di lapangan usaha ini sejalan dengan

penurunan kinerja Industri Mikro dan Kecil (IMK) maupun Industri Besar dan Sedang (IBS). Selain tren penurunan di awal

tahun, penurunan kinerja industri pengolahan tidak lepas dari penurunan permintaan dari negara mitra dagang. Selain

itu, penurunan daya beli masyarakat pasca kenaikan harga BBM juga menurunkan permintaan produk industri dipasar

domestik. Salah satu subsektor industri yang mengalami penurunan adalah industri pengolahan semen. Di triwulan I

2015, realisasi pengadaan semen mengalami kontraksi sebesar -0,63% (yoy) menurun dibandingkan triwulan sebelumnya

yang mampu tumbuh positif sebesar 5,45% (yoy). Industri pengolahan lain yang tercatat mengalami penurunan adalah

industri pengolahan nikel yang tercatat mengalami kontraksi sebesar -10,85% (yoy).

Sumber: Badan Pusat Statistik Sumber: Asosiasi Semen Indonesia, diolah

Grafik 1.32. Pertumbuhan Industri Grafik 1.33. Realisasi Pengadaan Semen

Penurunan dilapangan usaha industri pengolahan juga tercermin dari penurunan realisasi harga jual sektor industri di

triwulan I 2014. Pada triwulan pelaporan, realisasi harga jual sektor industri mengalami koreksi jauh lebih rendah

dibandingkan perkiraan. Pertumbun realisasi harga jual sektor industri mencapai 0,76% (yoy), lebih rendah dibandingkan

triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar 6,67%. Di sisi lain, subsektor industri kayu olahan serta makanan olahan juga

menunjukkan perlambatan. Hal ini dikonfirmasi oleh penurunan pertumbuhan volume ekspor komoditas kayu olahan dan

makanan olahan yang triwulan laporan.

Page 28: Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan · melambatnya pertumbuhan ekonomi Sulsel triwulan I 2015. Sementara itu, tekanan inflasi tercatat menurun di triwulan

BAB 1 PERTUMBUHAN EKONOMI DAERAH

22 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan|Triwulan I 2015

Sektor Sekunder Menahan Perlambatan Ekonomi

Sumber: Bea Cukai, diolah Sumber: Survei Kegiatan Dunia Usaha

Grafik 1.34. Volume Ekspor Hasil Industri Grafik 1.35. Harga Jual Sektor Industri Pengolahan

1.3.4 Lapangan Usaha Listrik, Gas, dan Air Bersih (LGA)2

Pada lapangan usaha Pengadaan Listrik dan Gas mengalami pertumbuhan sebesar 7,52% (yoy), sedangkan lapangan

usaha Pengadaan Air mengalami pertumbuhan sebesar 0,58% (yoy). Bila dibandingkan dengan periode sebelumnya,

kedua lapangan usaha ini tercatat mengalami perlambatan. Penurunan daya beli masyarakat diperkirakan menjadi faktor

penyebab penurunan pertumbuhan seiring dengan stagnannya harga jual usaha sektor LGA. Hal ini diperkuat dengan

menurunnya kapasitas produksi terpakai sektor LGA dibandingkan periode sebelumnya.

Sumber: Survei Kegiatan Dunia Usaha Sumber: Survei Kegiatan Dunia Usaha

Grafik 1.36. Harga Jual Sektor Industri Pengolahan Grafik 1.37. Kapasitas Produksi Terpakai Sektor LGA

1.3.5 Lapangan Usaha Konstruksi

Pada triwulan I 2015, Lapangan Usaha Konstruksi kembali menunjukan peningkatan kinerja. Di triwulan pelaporan,

sektor ini mampu bertumbuh hingga 6,63% (yoy) lebih tinggi dari pertumbuhan di periode sebelumnya yang

mencapai5,75% (yoy). Pertumbuhan di sektor ini sejalan dengan pertumbuhan pada komponen investasi, khususnya yang

dihitung dari PMTB yang mencatatkan pertumbuhan diatas 5% di triwulan laporan. Percepatan dipengaruhi oleh realisasi

beberapa proyek multiyears dan beberapa proyek infrastruktur komersil baru yang sudah direncanakan di mulai pada

awal tahun 2015. Peningkatan kinerja di lapangan usaha konstruksi diimbangi dengan peningkatan penyaluran

pembiayaan ke sektor konstruksi. Kredit yang disalurkan ke sektor konstruksi tercatat mengalami pertumbuhan sebesar

34,02% (yoy) meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar 22,18% (yoy).

2Berdasarkan pembagian SNA 2008 menggunakan tahun dasar 2010, perkembangan sektor LGA dapat di lihat dari lapangan usaha Pengadaan Listrik dan Gas dan lapangan usahan Pengadaan Air (Berita Resmi Statistik Provinsi Sulawesi Selatan No. 13/02/73/Th. V, 5 Februari 2015).

Page 29: Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan · melambatnya pertumbuhan ekonomi Sulsel triwulan I 2015. Sementara itu, tekanan inflasi tercatat menurun di triwulan

BAB 1 PERTUMBUHAN EKONOMI DAERAH

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Triwulan I 2015

Sektor Sekunder Menahan Perlambatan Ekonomi 23

Sumber: Survei Penjualan Eceran Sumber: Laporan Bank, diolah

Grafik 1.38. Penjualan Eceran Perlengkapan Konstruksi Grafik 1.39. Kredit kepada Sektor Konstruksi

1.3.6 Lapangan Usaha Perdagangan, Hotel, dan Restoran (PHR)3

Kategori Perdagangan Besar dan Eceran dan Reparasi Kendaraan mengalami pertumbuhan sebesar 5,62% (yoy),

sedangkan kategori Penyediaan Akomodasi Makan Minum tumbuh sebesar 5,81% (yoy). Bila dibandingkan dengan

periode sebelumnya, kedua lapangan usaha ini tercatat mengalami percepatan pertumbuhan di triwulan I 2015. Hal ini

searah dengan peningkatan penyaluran pembiayaan ke sektor perdagangan. Kredit ke sektor perdagangan tercatat

tumbuh 13,92% (yoy) lebih tingi dari pertumbuhan di triwulan IV 2014 yang tercatat mencapai 12,60% (yoy).

Pertumbuhan perdagangan diperkirakan ditopang oleh peningkatan penjualan dikomoditas bahan makanan dan

beberapa produk kebutuhan tersier seperti suku peralatan elektronik, bahan bakar, dan suku cadang kendaraan. Hal ini

terlihat dari kenaikan indeks penjualan eceran di keempat kelompok barang tersebut.

Sumber: Laporan Bank, diolah Sumber: Survei Penjualan Eceran

Grafik 1.40. Perkembangan Kredit Perdagangan Grafik 1.41. Penjualan Barang Eceran Riil

Lapangan usaha Penyediaan Akomodasi Makan Minum mendukung arah penurunan Lapangan Usaha PHR pada

triwulan laporan seiring. Di triwulan I 2015, lapangan usaha ini mengalami pertumbuhan 5,81% (yoy), lebih tinggi dari

periode sebelumnya yang tercatat tumbuh sebesar 4,80% (yoy). Peningkatan permintaan akomodasi makan minum

diperkirakan berasal dari domestik, mengingat indikator pariwisata seperti tingkat penghunian kamar hotel dan jumlah

wisman mengalami penurunan di periode pelaporan.

3Berdasarkan pembagian SNA 2008 menggunakan tahun dasar 2010, perkembangan sektor PHR dapat di lihat dari kategoriPerdagangan Besar dan

Eceran dan Reparasi Kendaraan serta kategoriPenyediaan Komodasi Makan Minum(Berita Resmi Statistik Provinsi Sulawesi Selatan No. 13/02/73/Th. V, 5 Februari 2015).

Page 30: Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan · melambatnya pertumbuhan ekonomi Sulsel triwulan I 2015. Sementara itu, tekanan inflasi tercatat menurun di triwulan

BAB 1 PERTUMBUHAN EKONOMI DAERAH

24 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan|Triwulan I 2015

Sektor Sekunder Menahan Perlambatan Ekonomi

Sumber: Badan Pusat Statistik Sumber: Badan Pusat Statistik

Grafik 1.42. Tingkat Penghunian Kamar Hotel Grafik 1.43. Jumlah Kunjungan Wisatawan Mancanegara

1.3.7 Lapangan Usaha Angkutan dan Komunikasi4

Di triwulan laporan, lapangan usaha transportasi dan pergudangan tumbuh melambat sebesar 3,60% (yoy), sedangkan

kelompok informasi dan komunikasi tumbuh meningkat sebesar 7,34% (yoy). Pertumbuhan lapangan usaha transportasi

dan pergudangan terkonfirmasi dari peningkatan penyaluran kredit ke sektor pengangkutan. Selain itu, kinerja lapangan

usaha transportasi dan pergudangan juga terlihat dari aktivitas penumpang di Bandara Sultan Hasanudin. Jumlah

penumpang yang berangkat tercatat dari Bandara Sultan Hasanudin sepanjang triwulan I 2015 relatif masih rendah,

mencapai 731 ribu orang, atau masih tumbuh negatif (-6,08%) dibandingkan dengan triwulan sebelumnya (-7,05%).

Sementara trafik jaringan telekomunikasi salah satu provider telepon di Makassar mengalami peningkatan sampai dengan

15% dibanding hari normal5 pada triwulan I 2015, terutama saat perayaan Imlek.

Sumber: Angkasa Pura Sumber: Laporan Bank, diolah

Grafik 1.44. Lalu Lintas Penumpang Pesawat Udara Grafik 1.45. Kredit Sektor Pengangkutan

1.3.8 Lapangan Usaha Keuangan, Persewaan, dan Jasa Perusahaan6

Di triwulan pelaporan, lapangan usaha jasa keuangan tumbuh sebesar 9,18% (yoy). Sedangkan lapangan usaha real

estate tumbuh sebesar 8,88% (yoy). Bila dibandingkan dengan periode sebelumnya, kedua lapangan usaha ini tercatat

mengalami perlambatan. Faktor penyebab perlambatan salah satunya datang dari peningkatan penurunan kinerja

subsektor perbankan. Deselerasi penghimpunan DPK dan penyaluran kredit mengakibatkan penurunan nilai tambah

bruto perbankan di Sulsel pada triwulan I 2015. Di sisi lain, penurunan di lapangan usaha real estate terlihat dari

melambatnya penjualan properti di wilayah Sulsel sepanjang triwulan I 2015. Indeks Harga Properti Residensial (IHPR)

menunjukan tendensi perlambatan melanjutkan tren yang sudah berlangsung sejak pertengahan tahun 2014.

4 Berdasarkan pembagian SNA 2008 menggunakan tahun dasar 2010, perkembangan sektor Angkutan dan Komunikasi dapat dilihat dari pendekatan

kategoriTransportasi dan Pergudangan dan kategoriInformasi Dan Komunikasi(Berita Resmi Statistik Provinsi Sulawesi Selatan No. 13/02/73/Th. V, 5 Februari 2015).

5 Kenaikan trafik pada layanan voice kurang dari 5%, SMS sekitar 5%, dan paket data sekitar 10-15% dari trafik hari normal.

6 Berdasarkan pembagian SNA 2008 menggunakan tahun dasar 2010, perkembangan sektor Keuangan, Persewaan, dan Jasa Perusahaan dapat dilihat

dari pendekatan kategoriJasa Keuangan dan kategori Real Estate(Berita Resmi Statistik Provinsi Sulawesi Selatan No. 13/02/73/Th. V, 5 Februari 2015).

Page 31: Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan · melambatnya pertumbuhan ekonomi Sulsel triwulan I 2015. Sementara itu, tekanan inflasi tercatat menurun di triwulan

BAB 1 PERTUMBUHAN EKONOMI DAERAH

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Triwulan I 2015

Sektor Sekunder Menahan Perlambatan Ekonomi 25

Sumber: Laporan Bank, diolah Sumber: Perusahaan Properti

Grafik 1.46. Nilai Tambah Bank Grafik 1.47. Penjualan Properti

1.3.9 Lapangan Usaha Jasa-jasa7

Di triwulan pelaporan, kategori jasa perusahaan; kategori administrasi pemerintah; kategori jasa pendidikan; kategori

jasa kesehatan & kegiatan sosial; dan kategori jasa lainnya, secara berturut-turut tumbuh sebesar 4,77% (yoy); 2,47%

(yoy); 8,90% (yoy); 7,41% (yoy); dan 9,42% (yoy). Secara agregat, bila dibandingkan dengan pertumbuhan sektor jasa-

jasa triwulan IV 2014, maka terjadi akselerasi pertumbuhan di periode pelaporan. Hal ini sejalan dengan perkembangan

penyaluran kredit ke sektor jasa sosial masyarakat. Di triwulan I 2015, kredit jasa sosial masyarakat tumbuh 29,92% (yoy)

lebih tinggi dari pertumbuhan di triwulan sebelumnya yang tercatat mencapai 20,03% (yoy).

Sumber: Laporan Bank, diolah

Grafik 1.48. Kredit Sektor Jasa Sosial Masyarakat

7Berdasarkan pembagian SNA 2008 menggunakan tahun dasar 2010, perkembangan sektor Jasa-Jasa Perusahaan dapat dilihat dari pendekatan

lapanganusaha yang baru antara lain kategoriJasa Perusahaan, kategoriAdministrasi Pemerintah, kategoriJasa Pendidikan, kategoriJasa Kesehatan & Kegiatan Sosial, dan kategoriJasa Lainnya(Berita Resmi Statistik Provinsi Sulawesi Selatan No. 13/02/73/Th. V, 5 Februari 2015).

Page 32: Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan · melambatnya pertumbuhan ekonomi Sulsel triwulan I 2015. Sementara itu, tekanan inflasi tercatat menurun di triwulan

BAB 1 PERTUMBUHAN EKONOMI DAERAH

26 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan|Triwulan I 2015

Sektor Sekunder Menahan Perlambatan Ekonomi

Boks 1.A. Keterkaitan Nilai Tukar Rupiah Terhadap Ekspor Sulsel Dari akhir tahun 2014, nilai tukar rupiah mengalami

pelemahan terendah semenjak tahun 1998 dan terus

berlanjut hingga beberapa waktu terakhir ini. Pelemahan

nilai tukar Rupiah khususnya terhadap mata uang USD

terjadi lebih pada penguatan ekonomi Amerika Serikat

yang berdampak pada penguatan USD terhadap seluruh

mata uang negara lain, termasuk Rupiah. Bila dibandingkan

dengan valas lainnya, seperti Yen (JPY), Rupiah relatif

menguat. BI meyakini, depresiasi rupiah saat ini berbeda

dengan depresiasi di tahun 1998 mengingat saat ini kondisi

fundamental ekonomi RI jauh lebih kuat dibandingkan

dengan tahun 1998 silam.

Grafik 1.A.1 Perkembangan Nilai Tukar

NIKEL Biji Cokelat

Ganggang Laut Ikan Olahan

Udang Segar Cokelat Olahan

Rp100

Rp105

Rp110

Rp115

Rp120

Rp125

Rp8.000

Rp9.000

Rp10.000

Rp11.000

Rp12.000

Rp13.000

Rp14.000

USD SGD JPY-rhs

Correl : USD - SGD = 0,939Correl : USD - JPY = 0,932

Correl : USD - SGD = 0,399Correl : USD - JPY = -0,388

Page 33: Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan · melambatnya pertumbuhan ekonomi Sulsel triwulan I 2015. Sementara itu, tekanan inflasi tercatat menurun di triwulan

BAB 1 PERTUMBUHAN EKONOMI DAERAH

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Triwulan I 2015

Sektor Sekunder Menahan Perlambatan Ekonomi 27

Kayu Lapis Dedak/Bekatul

Industri Lainnya Ikan Lainnya

Grafik 1.A.2 Perkembangan Ekspor Komoditas terhadap Nilai Tukar

Di sisi lain, secara teori depresiasi harusnya berdampak positif terhadap kinerja ekspor suatu negara. Hal yang berbeda

terjadi di ekspor Indonesia, termasuk Sulsel di dalamnya. Data menunjukan tidak ada korelasi yang kuat antara depresiasi

dan peningkatan nilai Ekspor komoditas unggulan di Sulsel. Dari 10 komoditas utama ekspor Sulsel, hanya ganggang laut

(rumput laut) dan cokelat olahan yang memiliki korelasi positif cukup tinggi terhadap depresiasi rupiah. Rendahnya

pengaruh nilai tukar terhadap ekspor di Sulsel. Salah satu faktor penyebabnya adalah komoditas ekspor utama Sulsel

yang berupa komoditas hasil pengolahan produk pertambangan cenderung dipengaruhi harga komoditas internasional

dan kontrak jual beli yang bersifat jangka panjang. Di atas adalah beberapa hasil uji korelasi perkembangan nilai ekpor

Sulsel terhadap pergerakan nilai tukar.

Sementara itu, valuta asal untuk ekspor di Sulsel secara garis besar masih menggunakan US dollar. Valuta asal dengan

US dollar mencapai 98,2% dari total ekspor selama 2015. Selebihnya adalah Poundsterling, Yen, dan Singapura Dollar.

Poundsterling digunakan pada ekspor biji coklat, sedangkan Singapura Dollar digunakan untuk produk ikan olahan, udang

segar/beku, dan ikan lainnya. Perkembangan pergerakan nilai tukar USD yang cenderung berkorelasi minimal terhadap

peningkatan ekspor, diperkirakan akibat bentuk ekspornya masih berbentuk mentah, yang cenderung dipengaruhi oleh

harga internasional. Oleh karena itu, perlu didorong hilirisasi komoditas-komoditas tersebut, menjadi produk setengah

jadi hingga produk jadi.

Grafik 1.A.3 Penggunakan Mata Uang Asal dalam Ekspor

JPY -JAPANESE

YEN0,1%

SGD -SINGAPORE

$0,0%

USD - US$98,2%

GBP -POUND

STERLING1,8%

Page 34: Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan · melambatnya pertumbuhan ekonomi Sulsel triwulan I 2015. Sementara itu, tekanan inflasi tercatat menurun di triwulan

BAB 1 PERTUMBUHAN EKONOMI DAERAH

28 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan|Triwulan I 2015

Sektor Sekunder Menahan Perlambatan Ekonomi

HALAMAN INI SENGAJA DIKOSONGKAN

Page 35: Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan · melambatnya pertumbuhan ekonomi Sulsel triwulan I 2015. Sementara itu, tekanan inflasi tercatat menurun di triwulan

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Triwulan I 2015

Sektor Sekunder Menahan Perlambatan Ekonomi 29

2. KEUANGAN PEMERINTAH

Bab 2 Keuangan Pemerintah

Persentase realisasi pendapatan APBD Provinsi Sulsel triwulan I 2015

relatif sama dengan triwulan I 2014. Faktor pendorong adalah

optimalisasi pemungutan pajak dan retribusi daerah, serta kenaikan

lain-lain pendapatan asli daerah yang sah.

Sementara di sisi persentase realisasi belanja untuk APBD Provinsi,

APBD Kabupaten Kota, maupun instansi vertikal, pada triwulan I

2015, cenderung lebih rendah dibandingkan periode yang sama

pada tahun 2014. Faktor penyebab adalah karena faktor pola

awal tahun dan kendala teknis.

Page 36: Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan · melambatnya pertumbuhan ekonomi Sulsel triwulan I 2015. Sementara itu, tekanan inflasi tercatat menurun di triwulan

BAB 2 KEUANGAN PEMERINTAH

30 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan|Triwulan I 2015

Sektor Sekunder Menahan Perlambatan Ekonomi

2.1. Struktur Anggaran

Keuangan Pemerintah di Sulsel terbagi atas keuangan pemerintah daerah (Anggaran Pendapatan dan Belanja

Daerah/APBD) dengan keuangan pemerintah pusat di daerah, dengan porsi terbesar adalah APBD Kabupaten/Kota .

Keuangan pemerintah daerah terdiri atas APBD Provinsi Sulsel dengan seluruh APBD Kabupaten dan Kota. Sementara

keuangan pemerintah pusat di daerah, merupakan anggaran instansi vertikal yang berada di Sulsel. Anggaran tahun 2015,

jumlah anggaran belanja keuangan pemerintah daerah dan pemerintah pusat di daerah mencapai sekitar Rp48,5 triliun

dengan proporsi masing-masing yaitu APBD Provinsi 12,7%, APBD Kabupaten/Kota sekitar 53,4%, dan instansi vertikal

senilai 33,9%.

Grafik 2.1. Struktur Anggaran Belanja Keuangan Pemerintah di Sulsel

Tahun 2015 Grafik 2.2. Struktur Realisasi Belanja Keuangan Pemerintah di Sulsel

Triwulan I 2015

Porsi realisasi instansi vertikal triwulan I 2015 (grafik 2.2) meningkat dibandingkan porsi anggaran tahun 2015 (grafik

2.1). Realisasi instansi vertikal menunjukkan peningkatan yang paling tinggi dibandingkan realisasi APBD Provinsi maupun

APBD Kabupaten dan Kota. Porsi realisasi instansi vertikal menjadi 39,75% mencapai Rp2,08 triliun pada triwulan I 2015,

dibandingkan porsi anggarannya (33,9%). Hal ini terkait instruksi optimalisasi penyerapan anggaran APBN untuk

mendukung pertumbuhan ekonomi dari sisi konsumsi pemerintah.

2.2. Perkembangan Realisasi Anggaran APBD Provinsi

2.2.1 Pendapatan 2.2.1.1. Struktur Realisasi Pendapatan

Porsi realisasi pendapatan asli daerah (PAD) menunjukkan peningkatan nilai dan persentase terhadap total

pendapatan APBD Provinsi Sulsel. Pada triwulan I 2015, porsi dana perimbangan mengalami penurunan, sementara PAD

meningkat, yang menunjukkan tingkat ketergantungan Provinsi kepada anggaran pusat semakin menurun. Porsi realisasi

PAD triwulan I 2015 mencapai 48,71%, atau secara nominal mencapai Rp 663,54 miliar, lebih tinggi dari triwulan I 2014

(40,86%). Hal ini justru positif, di saat pertumbuhan ekonomi Sulsel mengalami perlambatan pada triwulan I 2015.

Grafik 2.3. Proporsi Realisasi Pendapatan APBD

APBD Provinsi

12,7%

APBD

Kabupaten/Kota53,4%

Anggaran Instansi Vertikal

33,9%

Rp6,17 triliun

Rp16,45 triliun

Rp25,93 triliun

APBD Provinsi12,04%

APBD

Kabupaten/Kota48,21%

Anggaran Instansi

Vertikal39,75%

Rp2,08 triliun

Rp0,63 triliun

Rp2,53 triliun

Rp324 Rp394 Rp474 Rp512Rp597 Rp664

Rp261 Rp159

Rp636Rp383

Rp634Rp393

Rp232

Rp215

Rp231

Rp305

-

200

400

600

800

1.000

1.200

1.400

1.600

Tw I-2010 Tw I-2011 Tw I-2012 Tw I-2013 Tw I-2014 Tw I-2015

Rp miliar

Transfer Pemerintah Pusat-Lainnya Dana Perimbangan Pendapatan Asli Daerah

Page 37: Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan · melambatnya pertumbuhan ekonomi Sulsel triwulan I 2015. Sementara itu, tekanan inflasi tercatat menurun di triwulan

BAB 2 KEUANGAN PEMERINTAH

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Triwulan I 2015

Sektor Sekunder Menahan Perlambatan Ekonomi 31

2.2.1.2. Perkembangan Realisasi Pendapatan

Nominal dan persentase8 realisasi pendapatan relatif meningkat hingga triwulan I 2015. Nilai realisasi anggaran

pendapatan daerah hingga triwulan I 2015 mencapai Rp 1.362,36 miliar atau 22,08% dari total target pendapatan sebesar

Rp6.170,18 miliar. Peningkatan terutama didorong oleh realisasi PAD, antara lain pendapatan pajak daerah sebesar

Rp578,72 miliar (19,01% dari target), pendapatan retribusi daerah Rp12,72miliar (14,16% dari target), dan lain-lain PAD

yang sah Rp72,11 miliar (43,34% dari target). Masih relatif stabilnya pencapaian pada triwulan I 2015 ini, selain karena

pelemahan ekonomi, juga pola awal tahun yang masih dalam proses pengadaan dan rekonsiliasi.

Tabel 2.1. Anggaran dan Realisasi Pendapatan APBD Provinsi (Rp Miliar)

Keterangan: angka sementara (APBD Provinsi Sulawesi Selatan Unaudited) Sumber: Badan Pengelola Keuangan dan Aset Provinsi Sulsel

Realisasi persentase dana perimbangan (DAU) relatif sama dibanding persentase realisasi tahun sebelumnya.

Persentase realisasi subkomponen dana alokasi umum (DAU) yang sebesar Rp393,34 miliar (33,33%), relatif sama dengan

pola triwulan I 2014. Namun demikian, transfer pemerintah pusat lainnya, persentasenya relatif rendah dibandingkan

tahun lalu, yaitu mencapai Rp305,43 miliar (24,47%). Sementara itu, untuk dana bagi hasil (DBH) pajak dan bukan pajak,

serta dana alokasi khusus (DAK) realisasinya masih nihil.

2.2.2 Belanja

2.2.2.1. Struktur Realisasi Belanja

Porsi realisasi belanja modal menunjukkan penurunan, dari sisi nilai maupun persentase. Pada triwulan I 2015, porsi

belanja modal turun, sesuai dengan siklus awal tahun. Porsi realisasi belanja modal triwulan I 2015 sebesar 0,26%, atau

sebesar Rp1,44 miliar, jauh lebih rendah dari porsi capaian realisasi triwulan I 2014 yang sebesar Rp8,81 miliar (1,51%).

Grafik 2.4. Proporsi Realisasi Belanja APBD

8Persentase realisasi menunjukkan kinerja (performance) realisasi dibandingkan dengan anggaran (perencanaan).

Nominal % REALISASI Nominal % REALISASI

1. PENDAPATAN

1.1. PENDAPATAN ASLI DAERAH 3.107,04 597,25 19,22% 3.380,99 663,54 19,63%

- Pendapatan Pajak Daerah 2.822,47 556,91 19,73% 3.044,55 578,72 19,01%

- Pendapatan Retribusi Daerah 74,28 12,51 16,84% 89,85 12,72 14,16%

- Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah yg Dipisahkan 71,85 - 0,00% 80,23 - 0,00%

- Lain-lain PAD yang Sah 138,44 27,83 20,11% 166,37 72,11 43,34%

1.2. DANA PERIMBANGAN 2.473,37 633,80 25,62% 2.779,07 393,34 14,15%

- Dana Bagi Hasil Pajak dan Bukan Pajak 292,49 - 0,00% 272,35 - 0,00%

- DAU 1.209,60 403,20 33,33% 1.180,01 393,34 33,33%

- DAK 72,98 - 0,00% 78,36 0,00%

Transfer Pemerintah Pusat-Lainnya 898,31 230,60 25,67% 1.248,35 305,43 24,47%

1.3. Lain-lain Pendapatan yang Sah 13,52 0,11 0,82% 10,12 0,06 0,61%

JUMLAH PENDAPATAN 5.593,93 1.231,16 22,01% 6.170,18 1.362,36 22,08%

Realisasi s/d TRIWULAN I 2015ANGGARAN

2015NO. U R A I A N

ANGGARAN

PERUBAHAN

2014

Realisasi s/d TRIWULAN I-2014

Rp291

Rp198

Rp488Rp527

Rp574 Rp54282,83

-

100

200

300

400

500

600

700

Tw I-2010 Tw I-2011 Tw I-2012 Tw I-2013 Tw I-2014 Tw I-2015

Rp miliar

Belanja Tidak Terduga Belanja Modal Belanja Operasional

(55,0%)(44,6%)(41,3%)

(63,2%)

(15,0%)

Page 38: Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan · melambatnya pertumbuhan ekonomi Sulsel triwulan I 2015. Sementara itu, tekanan inflasi tercatat menurun di triwulan

BAB 2 KEUANGAN PEMERINTAH

32 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan|Triwulan I 2015

Sektor Sekunder Menahan Perlambatan Ekonomi

2.2.2.2. Perkembangan Realisasi Belanja

Persentase penyerapan belanja APBD pada triwulan I 2015 relatif masih rendah, dan tidak setinggi triwulan I 2014.

Persentase realisasi anggaran belanja daerah sampai dengan triwulan I 2015 baru sebesar 10,23%, atau jauh lebih rendah

jika dibandingkan dengan capaian pada triwulan I 2014 yang sebesar 13,42%. Secara nominal, realisasi anggaran belanja

APBD hingga triwulan I 2015 sebesar Rp631,09 miliar lebih rendah dibanding realisasi triwulan I 2014 sebesar Rp783,5

miliar atau turun Rp 152,40 miliar.

Realisasi belanja operasional yang bersifat rutin, secara persentase tercatat lebih rendah dari periode yang sama tahun

sebelumnya. Total pos belanja operasional terealisasi Rp542,47 miliar (12,98%) dengan persentase penyerapan terbesar

pada belanja hibah yaitu sebesar 23,41% dan terkecil adalah belanja bunga (6,51%). Sementara untuk belanja rutin yang

terdiri dari belanja pegawai dan belanja barang, persentasenya juga relatif rendah, yaitu masing-masing sebesar 16,13%

dan 4,25%.

Sementara itu, belanja modal yang digunakan untuk pembangunan infrastruktur, penyerapannya masih belum optimal

dibandingkan tahun sebelumnya. Realisasi pos belanja modal hingga triwulan I 2015 baru mencapai Rp1,44 miliar

(0,22%), terutama untuk belanja peralatan dan mesin;belanja aset tetap lainnya; belanja aset lainnya; belanja jalan,

irigasi, dan jaringan; serta belanja gedung dan bangunan. Belanja jalan, irigasi, dan jaringan dengan porsi yang cukup

besar, tentunya memberikan dampak yang lebih baik, karena terkait pembangunan infrastruktur yang dapat berperan

sebagai multiplier effect dalam pertumbuhan investasi dan ekonomi Sulsel.

Tabel 2.2. Anggaran dan Realisasi BelanjaAPBD Provinsi (Rp Miliar)

Keterangan: angka sementara (APBD Provinsi Sulawesi Selatan Unaudited) Sumber: Badan Pengelola Keuangan dan Aset Provinsi Sulsel

Pada triwulan I 2015, transfer yang merupakan bentuk hubungan vertikal dengan kabupaten/kota, secara persentase

maupun nominal, terealisasi lebih rendah dibanding triwulan I 2014. Persentase transfer pada periode laporan

terealisasi sebesar 6,66%, lebih rendah dibandingkan tahun sebelumnya 18,30%. Demikian pula secara nominal pada

triwulan I 2015 (Rp87,19 miliar) terealisasi lebih rendah dari triwulan I 2014 (Rp201,06 miliar). Berdasarkan perbandingan

antara realisasi belanja dan pendapatan daerah pada triwulan IV 2014, masih terjadi surplus (selisih lebih) anggaran

sebesar Rp731,27 miliar. Kemudian, pengeluaran pembiayaan daerah pada triwulan IV 2014, APBD Sulsel mencatatkan

jumlah pembiayaan sebesar Rp119,24 miliar.

Nominal % REALISASI Nominal % REALISASI

2. BELANJA

2.1. BELANJA OPERASI 3.971,42 573,64 14,44% 4.179,71 542,47 12,98%

- Belanja Pegawai 1.058,29 173,22 16,37% 1.166 188,08 16,13%

- Belanja Barang 1.301,75 81,82 6,29% 1.221 51,87 4,25%

- Belanja Bunga 39,50 2,11 5,34% 40 6,51 16,49%

- Belanja Hibah 930,60 233,38 25,08% 1.265 296,00 23,41%

- Belanja Bantuan Keuangan 641,28 83,11 12,96% 489,40 - 0,00%

2.2. BELANJA MODAL 754,20 8,81 1,17% 658,61 1,44 0,22%

- Belanja Tanah 0,01 - 0,00% 136,52 - 0,00%

- Belanja Peralatan & Mesin 67,91 16,29 23,99% 88,39 1,13 1,28%

- Belanja Gedung dan Bangunan 42,57 3,04 7,15% 155,84 0,05 0,03%

- Belanja Jalan, Irigasi dan Jaringan 811,99 33,46 4,12% 271,13 0,02 0,01%

- Belanja Aset Tetap Lainnya 1,22 0,19 15,85% 1,03 0,00 0,03%

- Aset Lainnya 0,09 - 0,00% 5,71 0,23 4,06%

2.3. BELANJA TIDAK TERDUGA 15,00 - 0,00% 20,00 - 0,00%

JUMLAH BELANJA 4.740,61 582,44 12,29% 4.858,31 543,90 11,20%

TRANSFER 1.098,76 201,06 18,30% 1.308,80 87,19 6,66%

TOTAL BELANJA 5.839,38 783,50 13,42% 6.167,12 631,09 10,23%

SURPLUS / (DEFISIT) (245,44) 447,67 -182,39% 3,06 731,27 23896,83%

3. PEMBIAYAAN

3.1. PENERIMAAN PEMBIAYAAN DAERAH 296,44 98,40 33,19% 132,93 153,24 115,27%

3.2. PENGELUARAN PEMBIAYAAN DAERAH 51,00 - 0,00% 136,00 34,00 25,00%

JUMLAH PEMBIAYAAN 245,44 98,40 40,09% (3,07) 119,24 -3887,55%

Realisasi s/d TRIWULAN I 2015ANGGARAN

2015NO. U R A I A N

ANGGARAN

PERUBAHAN

2014

Realisasi s/d TRIWULAN I-2014

Page 39: Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan · melambatnya pertumbuhan ekonomi Sulsel triwulan I 2015. Sementara itu, tekanan inflasi tercatat menurun di triwulan

BAB 2 KEUANGAN PEMERINTAH

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Triwulan I 2015

Sektor Sekunder Menahan Perlambatan Ekonomi 33

2.3. Perkembangan Realisasi Belanja Anggaran APBD Kabupaten/Kota se-Sulsel9

2.3.1 Struktur Realisasi Belanja

Di tingkat kabupaten dan kota, realisasi belanja operasional mendominasi dibanding komponen lainnya. Porsi belanja

operasional triwulan I 2015 porsinya sebesar 94,12% (Rp1.756 miliar). Sementara belanja modal, belanja tidak terduga,

dan transfer, masing-masing baru terealisasi Rp108 miliar; Rp268 juta; dan Rp1,05 miliar, dengan porsi 5,81%; 0,01%; dan

0,06%.

Grafik 2.5. Proporsi Belanja APBD Kabupaten/Kota di Sulsel

2.3.2 Perkembangan Realisasi Belanja

Hingga triwulan I 2015, persentase realisasi APBD Kabupaten/Kota juga relatif masih rendah. Persentase realisasi

anggaran sampai dengan triwulan I 2015 baru mencapai 7,20% atau baru sekitar 7,20%. Pendorong masih rendahnya

persentase realisasi tersebut juga berasal dari realisasi belanja modal yang masih rendah, atau baru sekitar 2,28%. Bahkan

persentase realisasi belanja operasional juga baru mencapai 10,58%. Diharapkan realisasi APBD Kabupaten dan Kota akan

semakin meningkat pada triwulan II 2015, untuk membantu meningkatkan ekonomi Sulsel yang cenderung melambat di

awal tahun 2015.

Tabel 2.3.Pagu Realisasi Anggaran Per Jenis Belanja Triwulan I 2015 APBD Kabupaten dan Kota se-Sulsel8

Sumber: Badan Pengelola Keuangan dan Aset Provinsi Sulsel

9 Realisasi untuk 18 Kabupaten dan Kota di Sulsel, antara lain Kab. Bantaeng, Kab. Barru, Kab. Bone, Kab. Bulukumba, Kab. Enrekang, Kab. Jeneponto,

Kab. Luwu Utara, Kab. Pangkajene Kepulauan, Kab. Kepulauan Selayar, Kab. Sinjai, Kab. Soppeng, Kab. Takalar, Kab. Wajo, Kota Pare-Pare, Kota Makassar, Kota Palopo, Kab. Luwu Timur, dan Kab. Toraja Utara.

Belanja OperasiRp1.756 94,12%

Belanja ModalRp108 5,81%

Belanja tidak

terdugaRp0

0,01%

TransferRp1

0,06%

Belanja

Operasi

Belanja

ModalTotal Belanja

Belanja

Operasi

Belanja

ModalTotal Belanja

Belanja

Operasi

Belanja

ModalTotal Belanja

Kota Palopo 618,99 102,76 722,75 100,05 2,80 102,85 16,16% 2,73% 14,23%

Kab. Sinjai 579,26 135,73 717,98 84,82 3,97 88,86 14,64% 2,92% 12,38%

Kab. Wajo 971,56 254,77 1.227,82 142,53 8,73 151,38 14,67% 3,43% 12,33%

Kab. Barru 654,53 154,90 809,43 66,47 32,60 99,07 10,16% 21,05% 12,24%

Kab. Bantaeng 602,39 79,96 683,35 79,26 3,43 82,69 13,16% 4,29% 12,10%

Kab. Bone 1.365,68 237,34 1.766,10 200,09 9,80 210,95 14,65% 4,13% 11,94%

Kab. Luwu Utara 834,32 186,13 1.021,45 114,84 4,43 119,27 13,76% 2,38% 11,68%

Kota Pare-Pare 390,74 137,96 530,20 58,78 0,76 59,54 15,04% 0,55% 11,23%

Kota Makassar 2.576,40 681,04 3.263,87 331,09 20,45 351,54 12,85% 3,00% 10,77%

Kab. Jeneponto 759,39 200,63 965,93 101,24 - 101,24 13,33% 0,00% 10,48%

Kab. Takalar 780,40 119,85 908,31 87,68 1,62 89,29 11,23% 1,35% 9,83%

Kab. Pangkep 777,34 325,22 1.127,76 103,67 2,35 106,02 13,34% 0,72% 9,40%

Kab. Kepulauan Selayar 568,45 161,42 732,03 61,83 4,69 66,52 10,88% 2,91% 9,09%

Kab. Enrekang 637,10 191,14 858,33 77,15 0,13 77,28 12,11% 0,07% 9,00%

Kab. Toraja Utara 584,55 159,96 747,86 57,28 0,28 57,63 9,80% 0,18% 7,71%

Kab. Bulukumba 1.013,76 319,56 1.337,75 48,40 7,61 56,01 4,77% 2,38% 4,19%

Kab. Soppeng 773,91 162,22 937,73 26,42 - 26,42 3,41% 0,00% 2,82%

Kab. Luwu Timur 639,99 455,67 1.105,90 14,48 4,80 19,28 2,26% 1,05% 1,74%

Total 16.598,68 4.754,90 25.931,59 1.756,08 108,44 1.865,84 10,58% 2,28% 7,20%

Kabupaten/Kota

Anggaran 2015 (Rp miliar) Realisasi Triwulan I 2015 (Rp miliar) Realisasi Triwulan I 2015

Page 40: Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan · melambatnya pertumbuhan ekonomi Sulsel triwulan I 2015. Sementara itu, tekanan inflasi tercatat menurun di triwulan

BAB 2 KEUANGAN PEMERINTAH

34 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan|Triwulan I 2015

Sektor Sekunder Menahan Perlambatan Ekonomi

Baru sekitar sepertiga jumlah kabupaten dan kota yang persentase realisasi APBD-nya melebihi persentase realisasi

APBD Provinsi. Dengan persentase realisasi APBD Provinsi yang mencapai 10,23%, hanya sekitar 10 kabupaten dan kota

dengan persentase realisasi APBD-nya lebih tinggi. Persentase realisasi APBD tertinggi dicapai oleh Kota Palopo, sebesar

14,23%, sementara realisasi yang terendah dicapai oleh kabupaten Luwu Timur. Ruang Kabupaten dan Kota untuk

mendorong ekonomi Sulsel lebih tinggi lagi sangat terbuka dengan melakukan optimalisasi realisasi penyerapan belanja

APBD, mulai triwulan berikutnya.

2.4. Perkembangan Realisasi Belanja Instansi Vertikal di Sulsel

2.4.1 Struktur Realisasi Belanja

Porsi realisasi komponen belanja pegawai, barang, dan belanja modal triwulan I 2015 relatif turun dibandingkan

triwulan I 2014. Peningkatan porsi hanya terjadi pada belanja bantuan sosial yang menjadi 15,13% (Rp315,41 miliar)

dibandingkan triwulan I 2014 (7,35%). Penurunan porsi triwulan I 2015 terjadi pada realisasi belanja pegawai menjadi

sebesar 58,85% (Rp1,23 triliun), belanja barang menjadi sebesar 20,25% (Rp421,96 miliar), belanja modal 5,77%

(Rp120,36 miliar), dibandingkan triwulan I 2014 yang masing-masing 61,02%; 24,95%; dan 6,68%.

Grafik 2.6. Proporsi Belanja Instansi Vertikal di Sulsel

2.4.2 Perkembangan Realisasi Belanja Hingga triwulan I 2015, persentase realisasi anggaran belanja instansi vertikal Provinsi Sulsel dan Kabupaten/Kota lebih

rendah dibanding triwulan I 2014. Namun, nilai realisasi belanja triwulan I 2015 untuk instansi vertikal mencapai Rp2,08

triliun, lebih tinggi daripada realisasi belanja APBD Provinsi Sulsel (Rp631,09 miliar) maupun APBD Kabupaten dan Kota

(Rp1,87 triliun). Realisasi anggaran sampai dengan triwulan I 2015 sebesar 11,00% atau lebih rendah jika dibandingkan

dengan triwulan I 2014 (11,21%). Namun demikian, secara nominal, realisasi anggaran per jenis belanja instansi vertikal di

pada periode berjalan sebesar Rp2,08 triliun, lebih tinggi dari triwulan I 2014 sebesar Rp1,81 triliun. Rendahnya realisasi

belanja instansi vertikal cenderung didorong oleh kendala teknis, karena adanya perubahan nomenklatur Kementerian

dan Lembaga untuk dokumen pencairan anggaran.

Secara nominal, realisasi anggaran per jenis belanja instansi vertikal di kab/kota masih didorong oleh belanja pegawai.

Pada triwulan I 2015, realisasi belanja pegawai instansi vertikal sebesar Rp1,23 triliun (20,17%) atau lebih tinggi dibanding

triwulan I 2014 sebesar Rp1,10 triliun (19,75%). Di sisi lain, persentase realisasi belanja modal dan belanja bantuan sosial

justru lebih rendah, masing-masing 7,45% dan 2,26%.

Tabel 2.4.Pagu Realisasi Anggaran Per Jenis Belanja Triwulan I Instansi Vertikal se-Sulsel

Sumber: Kanwil Ditjen Perbendaharaan Provinsi Sulawesi Selatan

Rp756,51Rp886,22 Rp978,42

Rp1.104,11 Rp1.226,54

Rp207,01

Rp390,42 Rp304,79

Rp451,39Rp421,96

Rp116,59

Rp204,06 Rp280,56

Rp120,85Rp120,36

Rp30,58

Rp166,48 Rp49,89

Rp132,93Rp315,41

0

300

600

900

1.200

1.500

1.800

2.100

2011 2012 2013 2014 2015

Rp miliar

Belanja Lain Belanja Bantuan Sosial Belanja Modal

Belanja Barang Belanja Pegawai

Nominal % Realisasi Nominal % Realisasi

Belanja Pegawai 5.589,88 1.104,11 19,75% 6.082,32 1.226,54 20,17%

Belanja Barang 4.769,18 451,39 9,46% 5.664,97 421,96 7,45%

Belanja Modal 4.485,40 120,85 2,69% 5.323,78 120,36 2,26%

Belanja Bantuan Sosial 1291,76833 132,92829 10,29% 1.869,59 315,41 16,87%

JUMLAH BELANJA 16.136,24 1.809,27 11,21% 18.940,66 2.084,28 11,00%

Anggaran 2015Realisasi s/d Triwulan I 2015

Anggaran 2014Realisasi s/d Triwulan I 2014

U R A I A N

Page 41: Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan · melambatnya pertumbuhan ekonomi Sulsel triwulan I 2015. Sementara itu, tekanan inflasi tercatat menurun di triwulan

BAB 2 KEUANGAN PEMERINTAH

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Triwulan I 2015

Sektor Sekunder Menahan Perlambatan Ekonomi 35

2.5. Peran Realisasi Keuangan Pemerintah Dalam PDRB

Peran realisasi komponen pendapatan pendapatan terhadap ekonomi daerah10

pada triwulan I 2015 relatif menurun

dibandingkan tahun sebelumnya. Dana perimbangan per PDRB ADHB, rasio triwulan I 2015 sebesar 0,50%, lebih rendah

daripada triwulan I 2014 sebesar 0,92%. Rasio PAD terhadap PDRB atas dasar harga berlaku (ADHB) juga memperlihatkan

peranan yang sedikit menurun pada triwulan I 2015 (0,85%) dibandingkan triwulan I 2014 (0,85%) (Grafik 2.7).

Pertumbuhan ekonomi yang melambat pada triwulan I 2015 di Sulsel, mendorong penurunan peran PAD terhadap

ekonomi Sulsel. Untuk meningkatkan nilai tambah bagi pendapatan APBD, dapat dilakukan antara lain melalui perluasan

basis penerimaan pajak, meningkatkan efisiensi dan penekanan biaya pemungutan, ataupun pemberdayaan Badan Usaha

Milik Daerah (BUMD).

Pada triwulan I 2015, peran realisasi komponen belanja APBD dan instansi vertikal untuk stimulus ekonomi

daerah11

menurun. Rasio belanja modal terhadap PDRB atas dasar harga berlaku (ADHB), terlihat menurun pada triwulan I

2015 menjadi sebesar 0,16%, sementara triwulan I 2014 sebesar 0,19%. Rasio belanja operasional triwulan I 2015 hanya

sebesar 2,79%, lebih rendah dari triwulan I 2014, yang sebesar 3,09%. Turunnya rasio belanja operasional dan belanja

modal searah dengan perlambatan ekonomi Sulsel di triwulan I 2015.

Grafik 2.7. Rasio Realisasi Pendapatan APBD Terhadap PDRB ADHB Grafik 2.8. Rasio Realisasi Belanja APBD Terhadap PDRB ADHB

10 Dihitung dengan rumus realisasi komponen pendapatan APBD dibagi dengan PDRB ADHB kumulatif 11 Dihitung dengan rumus realisasi komponen belanja APBD dibagi dengan PDRB ADHB kumulatif

0,82

0,85

0,88

0,86 0,87

0,85

0,66

0,34

1,18

0,65

0,92

0,50

-

0,20

0,40

0,60

0,80

1,00

1,20

Tw I-2010 Tw I-2011 Tw I-2012 Tw I-2013 Tw I-2014 Tw I-2015

%

Pendapatan Asli Daerah Dana Perimbangan

3,07

2,52

3,29

3,05 3,09

2,79

0,11

0,28

0,39

0,47

0,19 0,16

-

0,05

0,10

0,15

0,20

0,25

0,30

0,35

0,40

0,45

0,50

-

0,50

1,00

1,50

2,00

2,50

3,00

3,50

Tw I-2010 Tw I-2011 Tw I-2012 Tw I-2013 Tw I-2014 Tw I-2015

%%

Belanja Operasi Belanja Modal - sisi kanan

Page 42: Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan · melambatnya pertumbuhan ekonomi Sulsel triwulan I 2015. Sementara itu, tekanan inflasi tercatat menurun di triwulan

BAB 2 KEUANGAN PEMERINTAH

36 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan|Triwulan I 2015

Sektor Sekunder Menahan Perlambatan Ekonomi

HALAMAN INI SENGAJA DIKOSONGKAN

Page 43: Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan · melambatnya pertumbuhan ekonomi Sulsel triwulan I 2015. Sementara itu, tekanan inflasi tercatat menurun di triwulan

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Triwulan I 2015

Sektor Sekunder Menahan Perlambatan Ekonomi 37

3. INFLASI DAERAH

Bab 3 Inflasi Daerah

Laju inflasi Sulsel pada triwulan I 2015 tercatat sebesar 7,13% (yoy) lebih

rendah dari triwulan IV 2014 (8,61%, yoy) yang disebabkan oleh

penurunan tekanan inflasi pada beberapa kelompok barang/jasa seperti

penurunan harga BBM bersubsidi dan faktor cuaca yang membaik

mempengaruhi pasokan komoditas dan distribusi barang lebih lancar.

Melimpahnya pasokan ikan akibat membaiknya cuaca yang mendukung

kegiatan penangkapan ikan juga menjadi salah satu penyebab menurunnya

tekanan inflasi di triwulan laporan.

Terkendalinya inflasi juga tidak terlepas dari kontribusi koordinasi anggota

TPID. Koordinasi pengendalian inflasi sepanjang periode laporan telah

dilakukan secara intens untuk merespons beberapa kebijakan di bidang

energi, yang melibatkan sinergi Pemerintah Provinsi, Kabupaten, dan instansi

lainnya.

Page 44: Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan · melambatnya pertumbuhan ekonomi Sulsel triwulan I 2015. Sementara itu, tekanan inflasi tercatat menurun di triwulan

BAB 3 INFLASI DAERAH

38 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan|Triwulan I 2015

Sektor Sekunder Menahan Perlambatan Ekonomi

3.1. Inflasi Kelompok Barang dan Jasa12

Laju inflasi Sulsel pada triwulan I 2015 tercatat lebih rendah dari triwulan sebelumnya yang disebabkan oleh

menurunnya harga BBM jenis premium, solar dan harga komoditas hortikultura.Inflasi di triwulan I tercatat sebesar

7,13% (yoy) menurun dibandingkan triwulan IV 2014 yang tercatat sebesar 8,61% (yoy). Faktor utama penyebab

penurunan inflasi adalah penurunan harga BBM jenis premium dan solar masing-masing sebesar Rp1.200 dan Rp600 per

liter atau 14,12% untuk premium dan 8,00% untuk solar. Bila dilihat per kelompok, diketahui bahwa kelompok bahan

makanan dan transport mengalami perlambatan inflasimasing-masing sebesar 12,87% (yoy) dan 4,35% (yoy) setelah pada

triwulan sebelumnya kelompok ini mengalami peningkatan inflasi terbesar (Tabel 3.1).

Tabel 3.1. Inflasi Kelompok Barang danJasa

Sumber: Badan Pusat Statistik

Sementara itu, kelompok barang lainnya yaitu kelompok makanan jadi, perumahan, sandang, kesehatan, dan

pendidikan mengalami kenaikan tekanan inflasi.Pada triwulan I 2015, kelompok tersebut mengalami inflasi sebesar

6,34% (yoy), 7,33% (yoy), 4,51% (yoy), 5,75% (yoy) dan 2,81% (yoy) lebih tinggi dibandingkan triwulan I 2015 yang tercatat

sebesar 6,21% (yoy), 6,87% (yoy), 3,24% (yoy), 5,08% (yoy) dan 1,85% (yoy).

Sumber: Badan Pusat Statistik

Grafik 3.1. Perkembangan Inflasi Sulawesi Selatan

12 Terdapat 7 (tujuh) kelompok barang dan jasa dalam perhitungan inflasi

Bahan

Makanan

Makanan

JadiPerumahan Sandang Kesehatan Pendidikan Transpor UMUM

I 2.68 6.22 3.48 2.16 2.98 7.08 1.18 3.45

I I 7.64 5.23 4.11 7.56 2.73 7.08 1.06 5.00

I I I 13.43 6.21 4.13 7.65 2.92 4.07 1.76 6.58

IV 14.27 5.90 4.14 7.35 3.06 1.80 1.75 6.56

I 13.96 4.47 4.16 8.30 3.08 1.48 1.84 6.32

I I 12.10 5.27 4.57 8.83 6.41 2.43 2.08 6.37

I I I 1.43 4.40 3.70 10.96 7.60 3.00 0.77 3.37

IV 0.24 4.40 3.67 8.69 7.67 2.90 0.73 2.88

I 4.04 4.49 4.18 9.57 7.53 2.94 0.57 4.06

I I 4.94 4.29 3.98 6.99 4.53 2.12 0.47 3.85

I I I 7.81 4.97 3.41 6.51 3.18 1.37 0.63 4.48

IV 6.56 5.03 3.35 7.08 2.83 3.41 1.16 4.40

I 8.01 4.57 3.43 6.03 2.28 3.54 0.89 4.61

I I 6.22 4.63 3.60 2.61 1.99 3.33 3.96 4.36

I I I 10.76 4.70 4.76 2.77 3.23 3.66 12.01 7.24

IV 6.97 4.47 6.06 2.36 3.71 1.39 11.58 6.22

I 4.76 5.39 6.25 3.73 3.79 1.33 10.31 5.88

I I 6.15 5.38 5.96 5.65 5.22 1.38 7.91 5.92

I I I 1.97 5.80 6.32 4.12 5.28 1.97 0.87 3.72

IV 16.02 6.21 6.87 3.24 5.08 1.85 10.15 8.61

2015 I 12.87 6.34 7.33 4.51 5.75 2.81 4.35 7.13

TAHUN

2012

2013

2011

2010

2014

(2)

0

2

4

6

8

10

I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I

2010 2011 2012 2013 2014 2015

Nasional (yoy)

Sulawesi Selatan (yoy)

Sulawesi Selatan (qtq)

%

6,38

7,13

0,06

Page 45: Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan · melambatnya pertumbuhan ekonomi Sulsel triwulan I 2015. Sementara itu, tekanan inflasi tercatat menurun di triwulan

BAB 3 INFLASI DAERAH

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Triwulan I 2015

Sektor Sekunder Menahan Perlambatan Ekonomi 39

3.1.1 Kelompok Bahan Makanan

Pada triwulan I 2015, inflasi di kelompok bahan makanan

mengalami penurunan yang signifikan dibandingkan

triwulan sebelumnya. Penurunan inflasi terjadi dari

16,02% (yoy) pada triwulan IV 2014 menjadi 12,87% (yoy)

pada triwulan I 2015 (Grafik 3.2). Penurunan tingkat inflasi

terutama didorong oleh penyesuaian harga terhadap tarif

angkutan umum yang berdampak pada harga tarif angkut

bahan makanan. Selain itu, faktor musiman dimana

beberapa sentra tanaman hortikultura seperti bawang

merah dan cabai merah memasuki musim panen juga

menjadi salah satu penyebab penurunan inflasi di

kelompok bahan makanan.

Sumber: Badan Pusat Statistik

Grafik 3.2. Inflasi Kelompok Bahan Makanan

Fakor cuaca menjadi salah satu faktor penyebab penurunan tekanan inflasi. Intensitas hujan yang semakin rendah pada

awal tahun 2015 dan di perkirakan akan berkurang pada triwulan selanjutnya. Penurunan intensitas hujan ini

mengakibatkan peningkatan hasil tangkap ikan oleh para nelayan.Selain itu, intensitas hujan yang semakin rendah juga

berpengaruh pada produktifitas ikan budidaya.Kondisi keasaman air kolam budidaya yang stabil mengakibatkan ikan yang

dibudidayakan dapat tumbuh secara optimal. Pengaruh cuaca terhadap inflasi komoditas perikanan terkonfirmasi dari

inflasi beberapa komoditas hasil budidaya sepanjang triwulan I 2015 seperti ikan kembung yang mengalami deflasi pada

bulan Februari 2015 dan ikan bandeng (bolu) yang mengalami penurunan andil inflasi, sedangkan pada ikan laut

sepertiikan teri dan udang basah juga mengalami deflasi pada triwulan laporan. Cuaca yang membaik juga berpengaruh

positif terhadap harga sayur-sayuran.Beberapa jenis tanaman hortikultura seperti cabai rawit, tomat sayur, dan kacang

panjang menjadi salah satu penahan inflasi pada triwulan laporan.

Komoditas daging-dagingan menjadi menjadi salah satu penahan inflasi tidak terakselerasi lebih lanjut.Daging ayam ras

mengalami deflasi sebesar -0,1175% (yoy). Pendorong deflasi adalah produksi daging ayam ras yang meningkat, antaran

lain pasokan dari sentra produksi ayam potong di wilayah Sulawesi selatan seperti Sidrap, Maros, Gowa, Wajo, Luwu,

Bulukumba, Bone, Makassar, Pangkep dan Barru.

3.1.2 Kelompok Makanan Jadi, Minuman, Rokok, dan Tembakau

Inflasi kelompok makanan jadi, minuman, rokok,

dan tembakau pada triwulan I 2014 tercatat

mengalami peningkatan dibandingkan triwulan

sebelumnya. Kelompok ini mencatat laju inflasi

tahunan sebesar 6,34% (yoy) pada triwulan laporan

(Grafik 3.3). Pada triwulan sebelumnya, inflasi yang

tercatat adalah 6,21% (yoy). Naiknya tekanan inflasi

pada kelompok ini dipengaruhi oleh kelompok

makanan jadi dan minuman tidak beralkohol. Di sisi

lain, pergerakan inflasi pada kelompok tembakau

dan minuman beralkohol terpantau cukup stabil

pada triwulan laporan sehingga dapat menahan laju

inflasi kelompok ini.

Sumber: Badan Pusat Statistik

Grafik 3.3. Inflasi Kelompok Makanan Jadi

Peningkatan laju inflasi terjadi di seluruh sub kelompok, baik sub kelompok makanan jadi, sub kelompok minuman

yang tidak beralkohol maupun sub kelompok tembakau & minuman beralkohol. Peningkatan laju inflasi terbesar terjadi

pada sub kelompok makanan jadi yang pada periode ini mengalami inflasi sebesar 7,64% (yoy), sedangkan sub

kelompokminuman yang tidak beralkohol dan sub kelompok tembakau & minuman beralkohol mengalami inflasi sebesar

(10)

(5)

0

5

10

15

20

I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I

2011 2012 2013 2014 2015%

yoy qtq

0

1

2

3

4

5

6

7

I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I

2011 2012 2013 2014 2015%

yoy qtq

Page 46: Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan · melambatnya pertumbuhan ekonomi Sulsel triwulan I 2015. Sementara itu, tekanan inflasi tercatat menurun di triwulan

BAB 3 INFLASI DAERAH

40 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan|Triwulan I 2015

Sektor Sekunder Menahan Perlambatan Ekonomi

3,88% (yoy) dan 5,26% (yoy). Peningkatan tersebut diperkirakan dipengaruhi oleh dampak kenaikan harga BBM dan

agenda tahun baru Imlek, yang memengaruhi permintaan kelompok ini. Selain itu, inflasi yang terjadi hampir diseluruh

komoditas bahan makanan dinilai menjadi salah satu pendorong inflasi tahunan di sub kelompok makanan jadi.

3.1.3 Kelompok Perumahan, Air, Listrik, Gas, dan Bahan Bakar

Pada triwulan I 2015, laju inflasi kelompok perumahan, air, listrik, gas, dan bahan bakar meningkat dibandingkan

triwulan IV 2014.Laju inflasi tercatat sebesar 7,33% (yoy), lebih tinggi dari triwulan sebelumnya (6,87%, yoy) (Grafik 3.4).

Naiknya laju inflasi tahunan didiorong terutama oleh sub kelompok penyelenggaraan rumah tangga yang meningkat dari

6,56% (yoy) di triwulan IV 2014 menjadi 8,02% (yoy) di periode pelaporan. Dua sub kelompok lainnya yaitu sub kelompok

biaya tempat tinggal dan sub kelompok perlengkapan rumah tangga mengalami kenaikan tekanan inflasi. Tercatat pada

periode pelaporan kedua sub kelompok ini secara berturut-turut mengalami inflasi sebesar 4,56% (yoy) dan 5,56% (yoy)

lebih tinggi dibandingkan triwulan IV 2014. Sedangkan sub kelompok bahan bakar, penerangan dan air mengalami

penurunan inflasi sebesar 15,46% pada triwulan laporan lebih rendah dibandingkan triwulan sebelumnya (16,18% yoy)

Peningkatan harga properti (Grafik 3.5) menjadi salah satu faktor penyebab inflasi tahunan sub kelompok biaya tempat

tinggal.

Penerapan kebijakan penyesuaian harga BBM jenis Premium dan Solar sesuai harga keekonomiannya menjadi salah

satu penyebabutama penurunan tekanan inflasi. Kedua jenis bahan bakar ini turun sebesar Rp 1.200 per liter atau

14,12% untuk premium dan 8,0% untuk solar dari triwulan sebelumnya.Turunnya harga BBM jenis Premium dan Solar

sejalan dengan penurunan harga minyak internasional khususnya MOPS (Mid Oil Platts Singapore) yang menjadi rujukan

dalam penetapan harga BBM.

Sumber: Badan Pusat Statistik Sumber: Survei Harga Properti Residensial

Grafik 3.4. Inflasi Kelompok Perumahan, Air, Gas, dan Bahan Bakar Grafik 3.5. Indeks Harga Properti Residensial

3.1.4 Kelompok Sandang

Inflasi kelompok sandang mengalami peningkatan dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Pada triwulan I 2015,

inflasi tercatat sebesar 4,51% (yoy) meningkat dibandingkan inflasi di triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar 3,24%

(yoy) (Grafik 3.6). Peningkatan laju inflasi terjadi diseluruh sub kelompok. Peningkatan terbesar terjadi pada subkelompok

barang pribadi dan sandang lain sebesar 3,68% atau dari 0,28% (yoy) di triwulan IV 2014 menjadi 3,96% (yoy) di periode

pelaporan. Subkelompok lain yang mengalami peningkatan diatas 1% adalah subkelompok sandang anak-anak yang

mengalami peningkatan sebesar 1,01% atau dari 5,51% (yoy) di triwulan IV 2014 menjadi 6,52% (yoy) di periode

pelaporan. Sementara itu, inflasi di dua subkelompok lainnya yaitu subkelompok sandang laki-laki dan subkelompok

sandang wanita pada triwulan IV 2014 tercatat sebesar 4,94% (yoy) dan 3,12% (yoy) meningkat stabil pada triwulan

laporan sebesar 4,97% (yoy) dan 3,58% (yoy).Peningkatan kelompok sandang diperkirakan disebabkan oleh tahun baru

Imlek yang terjadi pada bulan Februari 2015 sehingga menyebabkan konsumsi sandang meningkat.

Peningkatan harga emas juga menjadi faktor penyebab meningkatnya tekanan inflasi di kelompok sandang.Pada

triwulan I 2015, harga emas dunia menunjukan penguatan setelah sebelumnya sempat menurun pada tahun 2014.

Tercatat pada triwulan IV 2014 rata-rata harga emas dunia mencapai 1,218.82 USD/troy oz naik sebesar 1,16% (qtq)

0

1

2

3

4

5

6

7

8

I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I

2011 2012 2013 2014 2015%

yoy qtq

Page 47: Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan · melambatnya pertumbuhan ekonomi Sulsel triwulan I 2015. Sementara itu, tekanan inflasi tercatat menurun di triwulan

BAB 3 INFLASI DAERAH

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Triwulan I 2015

Sektor Sekunder Menahan Perlambatan Ekonomi 41

dibandingkan periode sebelumnya. Peningkatan harga emas dunia tersebut mengakibatkan peningkatan harga emas

perhiasan yang merupakan salah satu komoditas yang diperhitungkan pada inflasi kelompok sandang.

Sumber: Badan Pusat Statistik Sumber: World Bank

Grafik 3.6 Inflasi Kelompok Sandang Grafik 3.7. Perubahan Harga Emas Internasional

3.1.5 Kelompok Kesehatan

Inflasi kelompok kesehatan mengalami peningkatan pada triwulan I 2015. Pada triwulan laporan, kelompok ini

mencatat inflasi sebesar 5,75% (yoy) lebih tinggi dibandingkan triwulan IV 2014 yang mencapai 5,08% (yoy). Sumber

utama peningkatan tersebut berasal dari peningkatan tekanan inflasi pada subkelompok jasa perawatan jasmani dan jasa

kesehatan. Pada triwulan pelaporan kedua kelompok tersebut secara berturut-turut mengalami inflasi sebesar 12,06%

(yoy) dan 3,49% (yoy) lebih tingi dari triwulan sebelumnya yang secara berturut-turut mengalami inflasi sebesar 7,60%

(yoy) dan 2,07% (yoy). Sedangkan sub kelompok obat-obatan dan sub kelompok perawatan jasmani dan kosmetika

menjadi faktor penahan inflasi sehingga tidak terakselerasi lebih lanjut. Pada triwulan pelaporan, inflasi sub kelompok

obat-obatan dan perawatan jasmani dan kosmetika masing-masing sebesar 2,58% (yoy) dan 7,26% (yoy) menurun dari

triwulan sebelumnya sebesar 3,77% (yoy) dan 7,60% (yoy).

Melemahnya nilai tukar rupiah terhadap USD menjadi faktor utama penyebab peningkatan tekanan inflasi di kelompok

kesehatan. Dampak penyesuaian harga produk impor dipengaruhi oleh nilai tukar mata uang rupiah terhadap uang dollar

Amerika Serikat (US$) yang melemah sehingga membuat harga komoditas berbagai jenis obat maupun produk perawatan

jasmani yang lainnya ikut mengalami penyesuaian (imported inflation). Terkait dengan harga obat, saat ini telah berlaku

ketentuan pencantuman harga eceran tertinggi (HET) obat sebagimana tercantum dalam keputusan mentri kesehatan no

069/Menkes/SK/II/2006 tentang Pencantuman Harga Eceran Tertinggi (HET) pada Label Obat, namun peraturan ini baru

mengikat harga obat yang di produksi dalam Negeri. Untuk harga obat-obatan impor, belum ada aturan HET yang

mengikat, sehingga fluktuasi harga obat impor di pasaran terkadang tidak terkendali.

3.1.6 Kelompok Pendidikan, Rekreasi, dan Olahraga

Kelompok pendidikan, rekreasi, dan olahraga mengalami peningkatan tekanan inflasi pada triwulan I 2015. Pada

triwulan laporan, inflasi kelompok ini tercatat sebesar 2,81% (yoy), lebih tinggi dari triwulan sebelumnya yang mencapai

1,85%(yoy) (Grafik 3.9). Naiknya laju inflasi tersebut didorong oleh peningkatan inflasi di hampir seluruh subkelompok

kecuali sub kelompok kursus/pelatihan yang mengalami penurunan inflasi. Di triwulan pelaporan, sub kelompok

pendidikan, perlengkapan/peralatan pendidikan, rekreasi dan olahraga mengalami inflasi sebesar 2,78% (yoy), 2,60%

(yoy), 0,71% (yoy) dan 2,56% (yoy) lebih tinggi dibandingkan triwulan IV 2014 yang tercatat mencapai 2,53% (yoy), 2,15%

(yoy), 0,43% (yoy) dan 1,67% (yoy). Dimulainya semester baru dan budaya masyarakat dalam membeli

perlengkapan/peralatan pendidikan baru diduga menjadi salah satu penyebab inflasi kelompok pendidikan, rekreasi dan

olahraga. Akan tetapi, inflasi subkelompok kursus/pelatihan menjadi satu-satunya subkelompok yang mengalami

penurunan inflasi, dari 2,27% (yoy) di triwulan IV 2014 menjadi 1,73% (yoy) di triwulan I 2015 sehingga inflasi kelompok

ini tidak terakselerasi lebih lanjut.

(4)

(2)

0

2

4

6

8

10

12

I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I

2011 2012 2013 2014 2015%

yoy qtq

-15%

-10%

-5%

0%

5%

10%

15%

20%

0

200

400

600

800

1,000

1,200

1,400

1,600

1,800

2,000

I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I

2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015

%, qtq$/troy oz Emas gHarga - Skala Kanan

Page 48: Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan · melambatnya pertumbuhan ekonomi Sulsel triwulan I 2015. Sementara itu, tekanan inflasi tercatat menurun di triwulan

BAB 3 INFLASI DAERAH

42 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan|Triwulan I 2015

Sektor Sekunder Menahan Perlambatan Ekonomi

Sumber: Badan Pusat Statistik Sumber: Badan Pusat Statistik

Grafik 3.8. Inflasi Kelompok Kesehatan Grafik 3.9. Inflasi Kelompok Pendidikan

3.1.7 Kelompok Transpor, Komunikasi, dan Jasa Keuangan

Pada triwulan I 2015, tekanan inflasi kelompok transpor, komunikasi, dan jasa keuangan mengalami penurunan

signifikan dibandingkan triwulan sebelumnya. Laju inflasi tercatat sebesar 4,35% (yoy), turun tajam dari 10,15% (yoy)

pada triwulan IV 2014 (Grafik 3.10). Subkelompok transpor menjadi penyumbang penurunan inflasi terbesar. Inflasi pada

subkelompok ini mengalami inflasi sebesar 5,37% (yoy) setelah di triwulan sebelumnya inflasi pada subkelompok ini

tercatat sebesar 14,61% (yoy). Sub kelompok lain yang mencatatkan penurunan inflasi adalah subkelompok jasa

keuangantercatat mengalami inflasi sebesar 8,56% (yoy) lebih rendah dibandingkan triwulan IV 2014 yang tercatat

sebesar 8,92% (yoy). Sementara itu, subkelompok komunikasi & pengiriman dan Sarana & Penunjang Transpor

mengalami kenaikan inflasi di triwulan pelaporan dari 0,04% (yoy) dan 2,95%(yoy) di triwulan IV 2014 menjadi 0,08%

(yoy) dan 7,91% (yoy).

Penurunan harga bensin dan tarif angkutan umum menjadi faktor utama penyebab turunnya inflasi kelompok

transpor, komunikasi & keuangan di triwulan I 2015.Penyesuaiantarif angkutan umum dilakukan pemerintah daerah

Sulawesi Selatan pada triwulan I 2015 menindaklanjuti penurunan BBM jenis Premium dan Solar yang terjadi di triwulan

sebelumnya.Tarif angkutan antar kota mengalami penurunanrata-rata berkisar sebesar 10% hingga20%, yaitu sebesar Rp

10.000 hingga Rp 20.000. Sedangkan tarif angkutan dalam kota mengalami penurunan sebesar 10% hingga 20% yaitu

sebesar Rp 500 hingga Rp 1.000. Di sisi lain, inflasi pada kelompok sarana & penunjang transportmengalami kenaikan

yang diindikasikan oleh pertumbuhan harga karet yang meningkat pada triwulan laporan (Grafik 3.11).

Sumber: Badan Pusat Statistik Sumber: World Bank

Grafik 3.10. Inflasi Kelompok Transpor Grafik 3.11. Perubahan Harga Karet Internasional

0

1

2

3

4

5

6

7

8

9

I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I

2011 2012 2013 2014 2015%

yoy qtq

(0.5)

0.0

0.5

1.0

1.5

2.0

2.5

3.0

3.5

4.0

I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I

2011 2012 2013 2014 2015%

yoy qtq

(6)

(4)

(2)

0

2

4

6

8

10

12

14

I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I

2011 2012 2013 2014 2015%

yoy qtq

-60%-50%-40%-30%-20%-10%0%10%20%30%40%50%

0.0

1.0

2.0

3.0

4.0

5.0

6.0

I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I

2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015

%, qtq$/kgKaret

gHarga - Skala Kanan

Page 49: Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan · melambatnya pertumbuhan ekonomi Sulsel triwulan I 2015. Sementara itu, tekanan inflasi tercatat menurun di triwulan

BAB 3 INFLASI DAERAH

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Triwulan I 2015

Sektor Sekunder Menahan Perlambatan Ekonomi 43

3.2. Inflasi Menurut Kota IHK13

Pada triwulan I 2015, tekanan inflasi Sulsel yang menurundidorong oleh penurunan inflasi yang terjadi di seluruh kota

IHK di Sulawesi Selatan (Watampone, Makassar Palopo,Parepare dan Bulukumba). Penurunan inflasi terjadi di

Watampone, Makassar, Palopo, Parepare dan Bulukumba pada triwulan I 2015, secara berurutan tercatat sebesar 5,66%

(yoy);7,34% (yoy);6,95% (yoy);6,53% (yoy) dan 6,21% (yoy). Pada triwulan sebelumnya, laju inflasi di seluruh kota IHK

tersebut tercatat sebesar 8,22% (yoy), 8,51% (yoy), 8,95% (yoy), 9,38% (yoy) dan 9,45% (yoy) (Tabel 3.2).

Tabel 3.2. Inflasi Sulawesi Selatan Menurut Kota

Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah

Sumber: Badan Pusat Statistik

Grafik 3.12. Inflasi Sulawesi Selatan Menurut Kota

Penyesuaian harga BBM jenis Premium dan Solarmengikuti harga keekonomiannya serta efek lanjutannya pada

kenaikan harga komoditas lainnya menjadi faktor utama penyebab tingginya inflasi di seluruh kota pada periode

pelaporan. Selain itu, perkembangan harga minyak dunia yang berpengaruh besar terhadap penetapan harga BBM di

dalam negeri dan tariff adjustment Tarif Tenaga Listrik (TTL) menjadi salah satu penyebab tekanan inflasi.Bila dilihat dari

sumbangan inflasi, Kota Makassar menjadi penyumbang peningkatan terbesar diantara kota IHK di Sulsel, dimana pada

periode pelaporan tercatat sebesar 5,73%. Selain itu, empat kota penyumbang inflasi lainnya yaitu Palopo,Parepare,

Watampone, dan Bulukumba memberikan sumbangan inflasi sebesar 0,44%,0,46%, 0,33% dan 0,17%. (Tabel 3.2).

Tabel 3.3. Sumbangan Inflasi Sulawesi Selatan Menurut Kota

Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah

13Mulai Januari 2014, inflasi Sulawesi Selatan dihitung dari agregasi lima kabupaten/kota yaitu Makassar, Palopo, Parepare, Watampone (Bone), dan Bulukumba

2015

I II III IV I II III IV I II III IV I

Watampone 5.69 4.42 3.94 3.65 2.90 3.28 6.72 6.86 7.86 8.14 4.55 8.22 5.66

Makassar 4.10 3.91 4.61 4.57 4.76 4.54 7.41 6.24 5.46 5.38 3.57 8.51 7.34

Palopo 4.27 3.99 4.15 4.11 4.34 3.03 5.33 5.25 6.22 7.36 4.03 8.95 6.95

Parepare 2.00 2.54 3.78 3.49 4.67 4.49 7.41 6.31 5.58 5.57 3.04 9.38 6.53

Bulukumba 13.94 14.10 7.30 9.45 6.21

Sulawasi Selatan 4.06 3.85 4.48 4.40 4.61 4.36 7.24 6.22 5.88 5.92 3.72 8.61 7.13

2014Kota

2012 2013

0

2

4

6

8

10

12

14

16

I II III IV I II III IV I II III IV I

2012 2013 2014 2015

Sulawasi Selatan Bulukumba

Makassar Palopo

Parepare Watampone

%, yoy

2015

I II III IV I II III IV I II III IV I

Watampone 0.20% 0.19% 0.22% 0.22% 0.23% 0.22% 0.36% 0.31% 0.45% 0.47% 0.26% 0.47% 0.33%

Makassar 3.42% 3.24% 3.77% 3.71% 3.88% 3.68% 6.10% 5.25% 4.27% 4.20% 2.79% 6.65% 5.73%

Palopo 0.22% 0.21% 0.25% 0.24% 0.25% 0.24% 0.40% 0.34% 0.40% 0.47% 0.26% 0.57% 0.44%

Parepare 0.22% 0.21% 0.24% 0.24% 0.24% 0.23% 0.39% 0.33% 0.39% 0.39% 0.21% 0.66% 0.46%

Bulukumba 0.38% 0.39% 0.20% 0.26% 0.17%

Sulawasi Selatan 4.06% 3.85% 4.48% 4.40% 4.61% 4.36% 7.24% 6.22% 5.88% 5.92% 3.72% 8.61% 7.13%

2014Kota

2012 2013

Page 50: Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan · melambatnya pertumbuhan ekonomi Sulsel triwulan I 2015. Sementara itu, tekanan inflasi tercatat menurun di triwulan

BAB 3 INFLASI DAERAH

44 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan|Triwulan I 2015

Sektor Sekunder Menahan Perlambatan Ekonomi

3.3. Disagregasi Inflasi14

Melemahnya tekanan inflasi di Sulsel pada triwulan I 2015 terutama bersumberdari komponen administered prices

danvolatile food.Komponen administered prices menjadi faktor terbesar yang mendorong penurunan tingkat inflasi pada

periode laporan ini. Tercatat pada triwulan I 2015 laju inflasi dari komponen administered prices sebesar 8,96% (yoy),

menurun signifikan dibandingkan periode sebelumnya yang mencapai 16,44% (yoy). Menurunnya inflasi administered

prices terkait dengan penurunan harga BBM jenis Premium dan Solar masing-masingdari Rp8.500 dan Rp7.500 pada bulan

November 2014 menjadi Rp7.600dan Rp7.250 pada bulan Januari 2015, kemudian bulan Februari 2015 sebesar Rp6.800

dan Rp6.400, dan bulan Maret 2015 sebesar Rp7.300 dan Rp6.900.

Inflasi volatile food menurun pada triwulan I 2015 seiring penurunan harga bahan bakar jenis premium dan solar.

Inflasi komponen volatile food di triwulan I 2015 mencapai 13,66% (yoy), menurun dibandingkan periode sebelumnya

yang mencapai 16,88% (yoy). Selain efek rambat dari penurunan BBM, penurunan di komponen volatile food juga di

akibatkan oleh faktor cuaca membaik. Menurunnya intensitas hujan di awal tahun 2015 mempengaruhi kelancaran

distribusi barang. Curah hujan dan gelombang laut yang tidak setinggi akhir triwulan sebelumnya dan terus berangsur

membaik hingga akhir triwulan I 2015 mendukung kegiatan penangkapan ikan laut. Meski masih terdapat kendala

distribusi terkait infrastruktur yang masih menghambat pasokan ke beberapa daerah, pasokan bahan pangan secara

umum masih mencukupi kebutuhan. Selain itu, tingkat konsumsi masyarakat yang kembali ke pola normalnya pasca natal

dan tahun baru menyebabkan harga barang kebutuhan kembali normal.

Sumber: Pertamina, diolah Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah

Grafik 3.13. Pergerakan Harga Premium dan Solar Grafik 3.14. Inflasi Sulawesi Selatan Menurut Komponen Disagregasi

Pada inflasi inti (core inflation), peningkatan terjadi dalam level yang rendah.Tercatat pada triwulan I 2015, inflasi pada

komponen intimengalami peningkatan dari 4,15% (yoy) menjadi 4,74% (yoy). Inflasi pada komponen core inflation

dipengaruhi oleh masih kuatnya permintaan pada beberapa subkelompok seperti subkelompok makanan jadi,

perumahan, kesehatan, dan pendidikan. Naiknya harga emas internasional mempengaruhi harga acuan emas nasional.

Sementara itu, harga makanan jadi meningkat yang dipengaruhi oleh tepung terigu yang juga berasal dari luar negeri,

dimana kurs rupiah terhadap dollar sedang melemah sehingga harga bahan baku terigu mengalami kenaikan harga.

3.4. Koordinasi Pengendalian Inflasi

Koordinasi Perkembangan koordinasi pengendalian inflasi di Sulsel menunjukkan perkembangan yang lebih baik lagi

dari sisi kerjasama dan koordinasi TPID kabupaten/kota. Selama triwulan I 2015 terdapat beberapa kegiatan yang

mencakup penguatan kerjasama dan koordinasi di TPID Provinsi Sulawesi Selatan, TPID Kabupaten Bulukumba, TPID Kota

Palopo, dan TPID Kabupaten Parepare (Tabel 3.4).

14Analisis disagregasi membagi inflasi menjadi inflasi inti (core inflation) dan inflasi noninti (volatile food dan administered prices). Hal ini dilakukan untuk menghasilkan indikator inflasi yang lebih menggambarkan pengaruh dari faktor yang bersifat fundamental.

0

2

4

6

8

10

12

14

16

18

I II III IV I II III IV I II III IV I

2012 2013 2014 2015

%, yoy

Inflasi IHK Administered Price Core Volatile Food

18,96

7,13

13,66

4.74

Page 51: Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan · melambatnya pertumbuhan ekonomi Sulsel triwulan I 2015. Sementara itu, tekanan inflasi tercatat menurun di triwulan

BAB 3 INFLASI DAERAH

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Triwulan I 2015

Sektor Sekunder Menahan Perlambatan Ekonomi 45

Tabel 3.4. Kegiatan TPID Triwulan I 2015

NO TPID KEGIATAN

KET TEMPAT TANGGAL

1 Provinsi Sulawesi Selatan Rujab Gubernur 20 Januari 2015 HLM

2 Kabupaten Bulukumba Rujab Bupati 27 Januari 2015 HLM

3 Kota Palopo Rujab Walikota 30 Januari 2015 HLM

4 Kota Pare-Pare Rujab Walikota 26 Maret 2015 HLM

High Level Meeting (HLM) TPID Provinsi Sulsel & Kabupaten/Kota se Sulsel dilaksanakan pada tanggal 20 Januari 2015

di Rumah Jabatan Gubernur Sulawesi Selatan. Agenda HLM tersebut adalah Evaluasi Inflasi Sulsel 2014, Penguatan

Koordinasi dan Program 2015, Strategi dan Kebijakan Daerah dalam menyikapi pola kebijakan pemerintah di bidang

energi (BBM dan LPG), Prospek perkembangan produksi dan harga pangan dan Hal-hal lain yang dinggap perlu terkait

pengendalian inflasi di kawasan Sulawesi Selatan. HLM tersebut dipimpin langsung oleh Gubernur Sulawesi Selatandan

dihadiri oleh seluruh anggota TPID Provinsi dan TPID Kabupaten/Kota se Sulsel dengan total peserta mencapai 160 orang.

Pertemuan tersebut menghasilkan beberapa kesimpulan, antara lain:

1. Inflasi pada tahun 2014 lebih banyak dipengaruhi oleh faktor psikologi publik atau ekspektasi terutama disebabkan

oleh kenaikan harga BBM sehingga mendorong inflasi yang cukup tinggi di bulan November dan Desember 2014.

2. Kabupaten/Kota akan segera melakukan High Level Meeting (HLM) TPID di masing-masing daerahnya untuk

menentukan program dan menetapkan kebijakan dalam pengendalian harga.

3. FKPD/MUSPIDA akan membuat surat edaran kepada Polsek/Polres untuk turun membantu TPID.

4. FKPD/MUSPIDA akan diperbantukan sepenuhnya dalam menurunkan inflasi dan tarif angkutan serta membantu

transportasi dan infrastruktur yang menghambat distribusi.

5. Dinas Perindustrian dan Perdagangan, Dinas Pertanian dan Dinas Perhubungan Provinsi Sulawesi Selatan akan

membentuk desk bekerjasama dengan TPID dan melakukan pemantauan harga, pasokan dan distribusi serta

melaporkannnya secara mingguan kepada Gubernur dan Bupati/Walikota.

6. Wakil Gubernur Sulawesi Selatan bersama dengan FKPD/Muspida akan turun langsung kedaerah dan melaksanakan

pemantauan serta rapat koordinasi High Level Meeting (HLM) Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID).

7. Pemprov akan melakukan patokan harga terendah/tertinggi untuk LPG 3 kg maupun tarif angkutan kota dan telah

ditandatangani pada saat HLM tersebut (20 Januari 2015).

8. Pedoman inflasi Sulsel adalah 4%, dimana sasaran inflasi akan diarahkan pada level tersebut, sehingga apabila

terjadi peningkatan maka akan dilakukan upaya untuk menurunkan pada level 4%. Kabupate/Kota diharapkan untuk

dapat melakukan penetapan sasaran inflasi masing-masing daerahnya sehingga inflasi dapat diarahkan pada level

yang ditetapkan.

9. Dinas Perindustrian dan instansi terkait akan membuat Standard Operation Procedure (SOP) pengendalian harga

sehingga kepolisian dapat dimungkinkan turun tangan melakukan tindakan tegas kepada pelaku usaha yang nakal

(seperti menimbung, memainkan harga, dll).

10. Pemerintah Daerah dan TPID agar siap melakukan operasi pasar sewaktu-waktu apabila dibutuhkan, terutama

terkait dengan harga dan ketersediaan LPG, BBM, dan komiditas lainnya.

11. BPS diharapkan untuk melakukan quick survey pada minggu depan untuk memantau pergerakan harga dan

melaporkannya kepada Gubernur Sulawesi Selatan.

Pada tanggal 27 Januari 2015, High Level Meeting (HLM) TPID Kabupaten Bulukumba dilaksanakan di Rumah Jabatan

Bupati Bulukumba. Agenda HLM tersebut adalah evaluasi inflasi 2014 dan perkembangan inflasi 2015, kebijakan

pemerintah daerah di bidang energi (BBM, LPG dan TTL), penguatan TPID ke depan, dan rekomendasi kebijakan. HLM

tersebut dipimpin langsung oleh Wakil Gubernur Sulawesi Selatan dan Bupati Bulukumba, Ir. H. Agus Arifin Nu’mang, MS

dan H. Zainuddin H serta dihadiri oleh seluruh SKPD di Pemerintah Kabupaten Bulukumba dan TPID Provinsi Sulawesi

Selatan dengan total peserta. Pertemuan tersebut menghasilkan beberapa kesimpulan, antara lain:

Page 52: Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan · melambatnya pertumbuhan ekonomi Sulsel triwulan I 2015. Sementara itu, tekanan inflasi tercatat menurun di triwulan

BAB 3 INFLASI DAERAH

46 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan|Triwulan I 2015

Sektor Sekunder Menahan Perlambatan Ekonomi

1. Proaktif melakukan pemantauan harga sehingga pergerakan harga dan ketersediaan pasokan dapat dideteksi sejak

dini. Disamping itu, diperlukan manajemen stok secara real time, serta kerjasama antar daerah surplus dengan daerah

defisit.

2. Kabupaten Bulukumba mencanangkan sebagai Gerakan Menanam Cabai seluas-luasnya. Bupati akan mengirim surat

kepada seluruh kecamatan, desa, dan lurah untuk melaksanakan instruksi/program tersebut.

3. Bupati Bulukumba akan berdiskusi dengan nelayan terkait dengan mekanisme penentuan harga dan distribusi ikan

bandeng.

4. Provinsi Sulsel akan membantu polybag maupun bibit cabai kepada rumah tangga di Bulukumba untuk mendukung

Gerakan Menanam Cabai.

5. Mekanisme penentuan tarif angkutan telah ditetapkan oleh Dinas Perhubungan Provinsi Sulsel. Kabupaten/Kota

diharapkan turut memantau implementasi kebijakan tersebut di daerah masing-masing.

Selanjutnya, pada tanggal 30 Januari 2015 High Level Meeting (HLM) Kota Palopo dilaksanakan di Rumah Jabatan

Walikota Palopo dan dihadiri oleh seluruh SKPD Kota Palopo dan stakeholders lain.Agenda dari kegiatan tersebut

adalah evaluasi inflasi 2014 dan tindak lanjut pengendalian inflasi di Kota Palopo.Kesimpulan dari pertemuan tersebut

adalah:

1. Pada tahun 2014, inflasi Kota Palopo (8,95% yoy) lebih tinggi dari inflasi Sulawesi Selatan (8,61% yoy) sehingga dapat

dikatakan bahwa Kota Palopo merupakan salah satu penyumbang inflasi tinggi di Sulawesi Selatan.

2. BPS diharapkan untuk melaksanakan pendataan warga miskin.

3. Setiap SKPD diharapkan menyiapkan langkah-langkah yang dapat ditempuh untuk menekan laju inflasi agar dapat

memperoleh hasil yang maksimal.

4. Bulog dapat melaksanakan operasi pasar guna menstabilkan harga beras di pasar.

Kegiatan terakhir selama triwulan I 2015 adalah High Level Meeting (HLM) Kota Parepare yang dilaksanakan di Rumah

Jabatan Walikota Parepare pada tanggal 26 Maret 2015.HLM yang dipimpin langsung oleh Walikota Pareparedihadiri

oleh DPRD Kota Parepare, SKPD dan stakeholders menghasilkan rekomendasi dan tindak lanjut sebagai berikut:

1. Inflasi tidak hanya disebabkan oleh ketersediaan barang dan pasokan, namun juga ekspektasi masyarakat. Untuk

menghindari spekulasi dan informasi asimetri, diperlukan komunikasi secara rutin kepada masyarakat. Oleh karena

itu, perlu dilakukan edukasi dan penyebaran informasi secara rutin.

2. Terkait dengan perdagangan antar wilayah/pulau, pemerintah diharapkan dapat memberikan perhatian khusus pada

aktivitas pengijon yang mengirimkan hasil panen ke daerah Jawa.

3. Usulan dari Asisten Ekonomi dan Pembangunan Kota Parepare mengarahkan untuk melakukan koordinasi dan

pemantauan harga, stok dan distribusi, Dinas Perindustrian dan Perdagangan melakukan penghitungan surplus-defisit

pangan, serta melaksanakan pemantauan dan pembinaan gudang dalam rangka pemantauan stok beras petani.

4. Dalam pengendalian inflasi, diperlukan adanya rencana kerja dan target yang jelas sehingga diperlukan adanya

roadmap.

Page 53: Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan · melambatnya pertumbuhan ekonomi Sulsel triwulan I 2015. Sementara itu, tekanan inflasi tercatat menurun di triwulan

BAB 3 INFLASI DAERAH

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Triwulan I 2015

Sektor Sekunder Menahan Perlambatan Ekonomi 47

Boks 3.A. Komoditas Penyumbang Inflasi di Sulawesi Selatan

Komoditas yang mempengaruhi inflasi di Provinsi Sulawesi Selatan dari tahun 2012-2014 dibagi menjadi tiga kelompok

yaitu kelompok volatile food, administered price dan core. Pada kelompok volatile food yaitu inflasi yang berasal dari

kenaikan harga komoditas pangan, penyumbang tertinggi berasal dari cabai rawit, beras, cabai merah, ikan bandeng, dan

daging sapi. Sedangkan pada kelompok administered price yaitu kenaikan harga yang berasal dari kebijakan pemerintah

seperti bensin, angkutan dalam kota, tarif listrik, rokok kretek filter dan bahan bakar rumah tangga (LPG). Dan pada

kelompok inti yang merupakan kelompok barang dengan harga yang cenderung stabil seperti tukang bukan mandor, mie,

ayam goreng, besi beton dan ikan bakar (Gambar 3.A.1).

Tantangan pada komoditas volatile food dapat dibagi menjadi tantangan jangka pendek dan tantangan struktural.

Tantangan jangka pendek terutama bersumber dari biaya transportasi, faktor musiman, sifat komoditas yang mudah

rusak dan tidak tahan lama. Sedangkan tantangan struktural terutama bersumber pada pola distribusi, manajemen stok,

ketergantungan pasokan dari luar daerah, struktur pasar oligopoli, dan pengaturan harga ditentukan oleh pedagang

dominan. Sementara itu, pada kelompok administered price tantangan lebih bersifat jangka pendek. Tantangan jangka

pendek yaitu belum ada rentang yang jelas akibat dampak kenaikan harga BBM pada tarif angkutan.

Dalam menjaga inflasi Sulawesi Selatan, Tim Pengendalian Inflasi Daerah telah melakukan beberapa langkah-langkah

strategis. Melakukan mapping komoditas antar daerah, pemetaan Surplus/Defisit pangan kabupaten/kota, melakukan

kegiatan pasar murah sebagai pasar penyeimbang, meningkatkan koordinasi antar sentra pemasok dalam menjaga stok

dan distribusi, pengembangan akses informasi harga pangan (PIHPS) untuk referensi harga, dan perluasan pemanfaatan

pekarangan rumah dengan menanam beberapa komoditas penyumbang inflasi seperti cabai.

*) Data Januari-Desember 2013, dan Februari-Desember 2014

Gambar 3.A.1. Komoditas Penyumbang Inflasi

Oleh karena itu, komoditas penyumbang inflasi di suatu daerah perlu diidentifikasi lebih lanjut agar ke depan dapat

menahan laju inflasi di Sulawesi Selatan. Tim Pengendalian Inflasi Daerah memerlukan suatu acuan dalam identifikasi

permasalahan, rencana kerja, target yang jelas, dan langkah-langkah strategis yang dilakukan sehingga diperlukan

roadmap pengendalian inflasi daerah. Diharapkan dalam roadmap tersebut dapat mencakup beberapa aspek yang selama

ini menjadi perhatian TPID Sulawesi Selatan seperti yaitu (1) Komunikasi dan Informasi; (2) Kualitas SDM; (3) Infrastruktur

TPID; dan (4) Kelembagaan dan Koordinasi. Roadmap dapat juga menjadi salah satu langkah dalam mencapai inflasi yang

rendah dan stabil pada kisaran 3,5% ±1% tahun 2019.

Page 54: Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan · melambatnya pertumbuhan ekonomi Sulsel triwulan I 2015. Sementara itu, tekanan inflasi tercatat menurun di triwulan

BAB 3 INFLASI DAERAH

48 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan|Triwulan I 2015

Sektor Sekunder Menahan Perlambatan Ekonomi

HALAMAN INI SENGAJA DIKOSONGKAN

Page 55: Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan · melambatnya pertumbuhan ekonomi Sulsel triwulan I 2015. Sementara itu, tekanan inflasi tercatat menurun di triwulan

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Triwulan I 2015

Sektor Sekunder Menahan Perlambatan Ekonomi 49

4. SISTEM KEUANGAN DAN PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN

Bab 4 Sistem Keuangan dan

Pengembangan Akses Keuangan

Kinerja perbankan di Sulsel pada triwulan I 2015, dari indikator utama

yaitu aset, dana pihak ketiga (DPK), dan kredit/pembiayaan yang

disalurkan, memperlihatkan peningkatan yang lebih baik pada triwulan

laporan. Peningkatan pertumbuhan aset bank umum didorong oleh

peningkatan aset kelompok bank pemerintah.

Sementara itu, kegiatan intermediasi masih tinggi tercermin dari rasio LDR

sebesar 128,43% disebabkan penyalurankredit lebih besar dibandingkan

penghimpunan DPK, meskipun pada triwulan laporan akselerasi

pertumbuhan DPK lebih tinggi daripada kredit.

Di sisi lain, risiko kredit perbankan secara umum masih terjaga dengan baik

tercermin dari Rasio nonperforming loan (NPL) yang masih berada pada

level aman, khususnya sektor rumah tangga. Kualitas kredit UMKM dan

korporasi perlu mendapatkan perhatian, khususnya sektor pertambangan

dan konstruksi, dimana NPL pada triwulan laporan sudah melewati batas

aman 5%.

Page 56: Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan · melambatnya pertumbuhan ekonomi Sulsel triwulan I 2015. Sementara itu, tekanan inflasi tercatat menurun di triwulan

BAB 4 SISTEM KEUANGAN DAN PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN

50 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan|Triwulan I 2015

Sektor Sekunder Menahan Perlambatan Ekonomi

4.1. Kondisi Umum Perbankan15

4.1.1 Perkembangan Kelembagaan

Dari sisi kelembagaan, pada triwulan I 2015, jumlah bank umum di Sulsel relatif tidak mengalami banyak perubahan

dari triwulan sebelumnya yaitu sebanyak 48 bank. Kemudian, jumlah BPR juga tercatat masih tetap sama seperti periode

sebelumnya yaitu sebanyak 29 BPR. Terjadi penambahan kantorpada bank konvensional sehingga jumlah kantor cabang

(KC) bertambah 1, sementara kantor cabang pembantu (KCP), kantor kas (KK) maupun kantor fungsional (KF) tidak

berubah (Tabel 4.1).

Tabel 4.1. Perkembangan Kelembagaan Bank Umum dan BPR

4.1.2 Aset Perbankan

Total aset bank umum pada triwulan I 2015 mengalami peningkatan dibandingkan triwulan sebelumnya. Aset

perbankan tercatat tumbuh sebesar 15,41% (yoy) atau menjadi Rp104,94 triliun, lebih tinggi dibandingkan triwulan IV

2014 yang tumbuh sebesar 12,25% (yoy) (Tabel 4.2). Peningkatan pertumbuhan aset perbankan pada periode laporan

disebabkan oleh meningkatnya pertumbuhan aset pada kelompok bank pemerintah dan swasta nasional masing-masing

dari 9,13% (yoy) dan 16,84% (yoy) pada triwulan sebelumnya, menjadi sebesar 16,46% (yoy) dan 14,41% (yoy) pada

triwulan laporan. Sementara itu, bank asing dan campuran justru menunjukan penurunan aset yaitu dari 11,76% (yoy)

pada triwulan sebelumnya menjadi -9,54% (yoy) pada triwulan laporan.

Tabel 4.2. Aset Bank Umum Menurut Kelompok Bank

4.1.3 Intermediasi Perbankan

Dana Pihak Ketiga (DPK) yang dihimpun oleh bank umum pada triwulan I 2015 mengalami peningkatan dibanding

dengan triwulan sebelumnya. Dana yang dihimpun mencapai Rp66,41 triliun atau tumbuh sebesar 14,20% (yoy),

meningkat dibandingkan dengan pertumbuhan pada triwulan sebelumnya sebesar 9,38% (yoy) (Tabel 4.3). Peningkatan

pertumbuhan DPK disebabkan oleh meningkatnya kinerja komponen simpanan yaitu giro dan deposito ditengah

pertumbuhan tabungan yang melambat. Giro tumbuh meningkat dari 1,89% (yoy) pada triwulan I 2015 menjadi 27,09%

15 Dimulai dengan publikasi pada triwulan I 2014, asesmen perkembangan indikator perbankan menggunakan data lokasi bank untuk kredit yang disalurkan serta menggunakan data lokasi bank pelapor untuk DPK yang dihimpun

2015*

I II III IV I II III IV I II III IV I

Bank Umum (Konv. + Syariah) 41 41 41 41 42 44 45 46 46 47 47 48 48

Konvensional 35 35 35 35 36 38 39 40 40 41 41 41 41

UUS 5 5 5 5 5 5 5 5 5 7 7 7 7

Syariah 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 7 7

Jumlah Kantor* 848 895 925 936 940 950 959 971 974 979 980 972 973**

BPR 27 27 28 28 28 29 29 29 29 29 29 29 29

2013 2014

*) Termasuk Kanwil, KP, KC, KCP, BRI Unit, KK, KF (data sementara)

**) Data Bulan Maret 2015

RINCIAN2012

2015 2015

I II III IV I I II III IV I

Total Aset 12.41 12.97 10.28 12.25 15.41 90,909 97,572 99,571 101,350 104,944

Bank Pemerintah 8.97 11.72 9.76 9.13 16.46 52,670 57,579 58,500 58,165 61,182

Bank Swasta Nasional 17.82 14.87 11.16 16.84 14.41 37,606 39,391 40,398 42,462 43,112

Bank Asing dan Bank Campuran 2.01 12.12 3.98 11.76 (9.54) 633 602 673 723 649

20142014Aset Menurut Kelompok Bank

Nominal (Rp Miliar)Pertumbuhan (%, yoy)

Page 57: Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan · melambatnya pertumbuhan ekonomi Sulsel triwulan I 2015. Sementara itu, tekanan inflasi tercatat menurun di triwulan

BAB 4 SISTEM KEUANGAN DAN PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Triwulan I 2015

Sektor Sekunder Menahan Perlambatan Ekonomi 51

(yoy), deposito tumbuh meningkat dari 17,61% (yoy) menjadi 24,78% (yoy) sedangkan tabungan tumbuh melambat dari

6,92% (yoy) menjadi 5,24% (yoy) pada triwulan laporan.

Kredit yang disalurkan perbankan tercatat mengalami peningkatan pertumbuhan pada triwulan I 2015. Kredit tercatat

tumbuh sebesar 12,43% (yoy) menjadi Rp85,30 triliun setelah triwulan sebelumnya tumbuh sebesar tumbuh 10,84%

(yoy). Akselerasi pertumbuhan kredit didorong oleh tingginya penyaluran untuk modal kerja dan investasi ditengah kredit

konsumsi yang tumbuh melambat sebesar 6,10% (yoy) dibandingkan triwulan sebelumnya yang tumbuh sebesar 6,58%

(yoy) (Tabel 4.3). Secara sektoral, penyaluran kredit juga tumbuh meningkat pada sebagian besar sektor terutama pada

sektor pertanian, industri pengolahan, konstruksi, perdagangan, dan jasa sosial masyarakat. Adapun sektor

pertambangan dan LGA mengalami perlambatan sementara sektor pengangkutan dan jasa dunia usaha mengalami

penurunan masing-masing sebesar -6,00% dan -0,37% (yoy) (Tabel 4.4).

Tabel 4.3. Penghimpunan Dana dan Penyaluran Kredit Bank Umum

Dengan pertumbuhan kredit yang meningkat, indikator intermediasi perbankan juga tercatat lebih tinggi melanjutkan

tren sebelumnya, yang tercermin dari angka Loan to Deposit Ratio (LDR). LDR menjadi 128,43% pada triwulan I 2015,

lebih tinggi dari triwulan IV 2014 yang tercatat sebesar 126,39% (Tabel 4.3). Sesuai pola historisnya, perkembangan

intermediasi perbankan selalu tinggi, lebih dari 100%. Penyaluran kredit dengan pangsa yang besar terutama diberikan

kepada sektor perdagangan, sektor industri pengolahan, sektor konstruksi dansektor jasa dunia usaha.

Tabel 4.4. Kredit Bank Umum Menurut Sektor Ekonomi

Meningkatnya kinerja penyaluran kredit diikuti dengan risiko kredit yang secara umum tetap terkendali. Ditinjau dari

sisi manajemen risiko, kondisi perbankan Sulsel pada triwulan I 2015 masih menunjukkan kinerja yang baik. Hal ini

tercermin dari rasio non performing loan (NPL) bank umum yang masih terjaga pada level aman (di bawah 5%), yaitu

2015 2015

I II III IV I I II III IV I

DPK 11.20 14.86 12.17 9.38 14.20 58,162 61,402 64,339 66,112 66,419

a. Giro 2.83 20.24 5.11 1.89 27.09 7,990 9,730 9,693 7,994 10,154

b. Tabungan 10.66 10.31 8.58 6.92 5.24 32,446 33,168 34,828 37,428 34,147

c. Deposito 16.53 20.97 23.39 17.61 24.78 17,726 18,504 19,819 20,689 22,118

Kredit 10.97 8.77 7.26 10.84 12.43 75,874 79,336 80,463 83,560 85,303

a. Modal Kerja 4.92 9.01 14.09 15.46 20.25 27,257 29,062 29,847 31,442 32,776

b. Investasi 19.70 6.77 (1.98) 12.04 12.57 14,642 15,467 15,457 16,240 16,482

c. Konsumsi 12.65 9.48 6.27 6.58 6.10 33,974 34,807 35,159 35,877 36,045

LDR (%) 130.45 129.21 125.06 126.39 128.43

NPLs Gross (%) 3.14 3.54 3.57 3.13 3.36

Komponen 2014 2014

Pertumbuhan (%, yoy) Nominal (Rp Miliar)

2015 2015

I II III IV I I II III IV I

Kredit 10.97 8.77 7.26 10.84 12.43 75,874 79,336 80,463 83,560 85,303

Pertanian 0.18 7.37 3.59 7.60 16.01 1,405 1,499 1,435 1,506 1,630

Pertambangan (15.62) 24.84 21.10 28.39 13.16 377 560 537 509 427

Industri Pengolahan (26.55) (24.54) (23.94) 13.41 28.49 3,918 4,210 4,283 4,747 5,035

Listrik, Gas, Air 63.77 111.80 91.49 83.27 75.06 218 245 232 350 382

Konstruksi 18.62 31.89 40.69 43.92 55.97 3,043 3,666 4,173 4,366 4,746

Perdagangan 22.08 11.45 10.23 12.02 14.73 24,334 25,587 25,748 27,033 27,920

Pengangkutan 12.48 6.76 3.02 (3.52) (6.00) 2,960 2,950 2,951 2,820 2,782

Jasa Dunia Usaha 15.65 4.79 4.88 3.17 (0.37) 3,747 3,598 3,581 3,662 3,733

Jasa Sosial Masyarakat 12.94 19.27 22.03 31.42 35.29 1,828 1,968 2,115 2,340 2,473

Lain-lain 9.58 10.18 6.99 7.19 6.26 34,043 35,053 35,408 36,226 36,173

20142014Komponen

Pertumbuhan (%, yoy) Nominal (Rp Miliar)

Page 58: Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan · melambatnya pertumbuhan ekonomi Sulsel triwulan I 2015. Sementara itu, tekanan inflasi tercatat menurun di triwulan

BAB 4 SISTEM KEUANGAN DAN PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN

52 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan|Triwulan I 2015

Sektor Sekunder Menahan Perlambatan Ekonomi

sebesar 3,36%. Angka ini tercatat mengalami sedikit peningkatan dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang

tercatat sebesar 3,13% (Tabel 4.3).

Pertumubuhan kredit diperkirakan akan menjadi salah satu pendorong pertumbuhan ekonomi di triwulan yang akan

datang. Pada triwulan pelaporan, kredit memiliki arah pertumbuhan yang berbeda dengan PDRB. Dampak peningkatan

kredit terhadap pertumbuhan PDRB diperkirakan baru akan terlihat pada periode yang akan datang, mengingat transisi

tambahan pembiayaan menjadi peningkatan pendapatan memerlukan waktu yang cukup lama, khususnya pembiayaan

yang di tujukan pada barang modal. Peningkatan kredit masih dalam kondisi normal dikarenakan berada dibawah batas

atas (treshold) pertumbuhan kredit. Terdapat ruang akselerasi pertumbuhan yang lebih tinggi dengan tetap

memperhatian prinsip kehati-hatian serta pemilihan sektor ekonomi yang prospektif kedepan.

Grafik 4.1. Pertumbuhan ekonomi, Pertumbuhan Kredit & NPL Grafik 4.2. Treshold pertumbuhan kredit

4.1.4 Bank Syariah

Aset perbankan syariah pada triwulan I 2015 tumbuh lebih tinggi dari capaian di triwulan sebelumnya. Aset perbankan

syariah tercatat tumbuh sebesar 7,42% menjadi Rp6,00 triliun, lebih tinggi dari pertumbuhan di triwulan IV 2014 yang

tumbuh sebesar 5,92% (Tabel 4.5). Peningkatan pertumbuhan aset perbankan syariah pada periode triwulan laporan

terutama didorong oleh meningkatnya pertumbuhan aset milik bank swasta nasional dibandingkan dengan triwulan

sebelumnya.

Tabel 4.5. Perkembangan Indikator Bank Umum Syariah

5

10

15

20

25

30

35

2

3

4

5

6

7

8

9

10

I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I

2011 2012 2013 2014 2015

%, yoy%, yoy

g. PDRB NPL g. Kredit - rhs

0

5

10

15

20

25

30

35

40

I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I

2011 2012 2013 2014 2015

%, yoy

Kredit Upper Lower

2015 2015

I II III IV I I II III IV I

Aset 16.31 9.72 3.68 5.92 7.42 5,586 5,580 5,619 5,906 6,000

Bank Pemerintah 15.27 9.78 6.81 9.93 4.65 1,052 1,051 1,103 1,149 1,101

Bank Swasta Nasional 16.55 9.71 2.94 4.99 8.06 4,534 4,529 4,516 4,758 4,899

DPK 28.28 30.73 10.96 3.70 16.22 2,742 2,795 2,878 2,991 3,187

a. Giro (12.64) 12.69 42.14 12.31 147.17 221 262 346 380 547

b. Tabungan 30.17 29.51 15.06 13.13 18.01 1,261 1,261 1,337 1,479 1,488

c. Deposito 37.60 36.51 0.56 (8.60) (8.54) 1,260 1,272 1,195 1,132 1,153

Pembiayaan 15.07 17.14 15.49 17.55 17.63 4,453 4,869 4,926 5,141 5,239

FDR (%) 162.40 174.20 171.16 171.91 164.36

NPF Gross (%) 1.65 2.97 3.27 2.74 3.80

Komponen 2014 2014

Nominal (Rp Miliar)Pertumbuhan (%, yoy)

Page 59: Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan · melambatnya pertumbuhan ekonomi Sulsel triwulan I 2015. Sementara itu, tekanan inflasi tercatat menurun di triwulan

BAB 4 SISTEM KEUANGAN DAN PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Triwulan I 2015

Sektor Sekunder Menahan Perlambatan Ekonomi 53

Kinerja indikator perbankan syariah Sulsel pada triwulan I 2015 menunjukkan peningkatan dibandingkan dengan

triwulan sebelumnya. Hal ini terutama dilihat dari indikator pertumbuhan pembiayaan dan DPK yang mengalami

akselerasi pertumbuhan. Pertumbuhan pembiayaan tercatat meningkat sebesar 17,63% (yoy) dari triwulan sebelumnya

yang mengalami pertumbuhan sebesar 17,55% (yoy). Penghimpunan dana tumbuh positif signifikan sebesar 16,22% (yoy)

dibandingkan triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar 3,70% (yoy). Financing to Deposit Ratio (FDR) tercatat masih

cukup tinggi sebesar 164,36% meskipun mengalami penurunan dibandingkan triwulan sebelumnya (171,91%). Hal ini

menunjukkan masih belum berimbangnya penghimpunan DPK dibandingkan pembiayaan seiring minat masyarakat untuk

menyimpan dana di perbankan syariah yang masih lebih rendah dari pembiayaan. Sementara itu, kualitas pembiayaan

tetap terjaga pada level aman meskipun mengalami peningkatan yang tercermin dari non performing financing (NPF)

sebesar 3,80% pada triwulan laporan, meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya (2,74%).

4.1.5 Bank Perkreditan Rakyat

Di triwulan I 2015, kinerja BPR (termasuk BPR Syariah) tetap tumbuh dengan cukup baik meskipun terdapat indikator

yang menunjukkan perlambatan. Fungsi intermediasi BPR masih sangat tinggi namun sedikit menurun dibanding

triwulan sebelumnya, tercermin dari menurunnya rasio Loan to Deposit Ratio (LDR) dari triwulan IV 2014 sebesar

150,76%menjadi 143,56% pada triwulan I 2015. Menurunnya rasio LDR ditopang oleh peningkatan jumlah DPK dari Rp682

miliar menjadi Rp714 miliar. Sementara pada sisi penyaluran dana, kredit BPR mengalami kontraksi dari 6,08% (yoy)

menjadi 1,56% (yoy) pada triwulan laporan (Grafik 4.1 dan Grafik 4.2). Adapun aset BPR tumbuh melambat sebesar 9,79%

(yoy) pada triwulan laporan dari 14,99% (yoy) pada triwulan IV 2014.

Grafik 4.3. Perkembangan Aset BPR Grafik 4.4. Perkembangan Intermediasi BPR

4.2. Stabilitas Sistem Keuangan

4.2.1 Ketahanan Sektor Korporasi Daerah

Di triwulan I 2015, penyaluran kredit korporasi masih didominasi oleh sektor perdagangan. Kredit korporasi (bukan

lembaga keuangan dan sektor swasta lainnya) pada triwulan I 2015 tercatat sebesar Rp18,85 triliun, dengan pangsa

terbesar adalah sektor perdagangan yaitu sebesar 50,14%. Adapun untuk porsi kredit yang ditujukan pada sektor

pertanian dan pertambangan masih relatif kecil dimana masing-masing tercatat sebesar 0,82%, dan 1,78%. Rendahnya

porsi sektor pertanian dan sektor pertambangan menunjukkan bahwa peran perbankan bagi sektor utama, khususnya

sektor primer, masih memiliki ruang untuk ditingkatkan (Grafik 4.5).

Terkait aspek pertumbuhan, total kredit tercatat tumbuh 25,71% (yoy), lebih tinggi dari triwulan IV 2014 20,36% (yoy).

Faktor pendorong akselerasi kredit tersebut adalah kredit sektor konstruksi, dan industri yang masih-masing tumbuh

sebesar 64,22% (yoy), dan 49,60% (yoy), lebih tinggi daripada pertumbuhan pada triwulan sebelumnya yang tercatat

sebesar 55,02% (yoy) dan 29,01% (yoy). Pertumbuhan yang tinggi pada sektor konstruksi terutama untuk menunjang

proyek infrastruktur di Sulsel serta pembiayaan bagi konstruksi perumahan. Tingginya pembiayaan konstruksi perumahan

merupakan salah satu indikasi awal adanya shifting sumber pendanaan dari developer perumahan yang semula lebih

banyak mengandalkan dana KPR dari konsumen beralih sebagian ke kredit konstruksi. Sebaliknya kredit pada sektor

pertanian dan pertambangan menahan laju pertumbuhan kredit korporasi lebih tinggi. Kredit pertambangan melanjutkan

tren perlambatan dimana pada triwulan laporan tumbuh sebesar 14,72% (yoy) lebih rendah daripada pertumbuhan

(10)

0

10

20

30

40

50

60

70

80

0

200

400

600

800

1,000

1,200

1,400

I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I

2011 2012 2013 2014 2015

%, yoyRp Miliar Aset

gAset - Skala Kanan

0

50

100

150

200

250

0

200

400

600

800

1,000

1,200

I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I

2011 2012 2013 2014 2015

%Rp Miliar

DPK Kredit LDR - Skala Kanan

Page 60: Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan · melambatnya pertumbuhan ekonomi Sulsel triwulan I 2015. Sementara itu, tekanan inflasi tercatat menurun di triwulan

BAB 4 SISTEM KEUANGAN DAN PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN

54 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan|Triwulan I 2015

Sektor Sekunder Menahan Perlambatan Ekonomi

triwulan sebelumnya (27,99%, yoy). Sementara kredit sektor pertanian justru mengalami kontraksi atau mengalami

pertumbuhan sebesar -8,73% (yoy).

Grafik 4.5. Pangsa Kredit Menurut Sektor Korporasi Grafik 4.6. Pertumbuhan Kredit Korporasi

Dari sisi kualitas, penyaluran kredit korporasi melanjutkan trend perbaikan dibandingkan triwulan sebelumnya. Pada

triwulan laporan, kualitas penyaluran kredit yang diukur dari NPL tercatat sebesar 5,71% setelah sebelumnya tercatat

sebesar 5,97% (Grafik 4.7). Meskipun mengalami perbaikan, NPL korporasi tetap perlu diwaspadai karena lebih tinggi

diatas treshold 5%. Kondisi tersebut didorong oleh kualitas kredit sektor pertambangan dan konstruksi yang perlu

mendapatkan perhatian khusus dikarenakan memiliki NPL yang cukup tinggi, masing-masing sebesar 24,76% dan 6,98%.

Tingginya NPL kredit sektor pertambangan salah satunya disebabkan oleh kebijakan hilirisasi Minerba atau larangan

ekspor bijih mineral yang berdampak terhadap penurunan penjualan sehingga repayment capacity sektor korporasi

mengalami penurunan. Adapun untuk NPL sektor konstruksi salah satunya disebabkan oleh adanya mismatch antara cash

flow pembayaran angsuran dan bunga dari developer perumahan dengan penghasilan yang diperoleh dari penjualan

rumah. Pertumbuhan kredit konstruksi yang tinggi perlu diiringi dengan pengelolaan cash flow yang lebih baik sehingga

tidak berdampak terhadap NPL.

Sementara NPL kredit sektor pertanian dan perdagangan masih relatif aman. NPL kedua sektor tersebut tercatat

sebesar 4,53% dan 4,90% atau mengalami perbaikan kualitas dibandingkan triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar

21,20% dan 5,15% . Adapun kredit sektor industri meskipun mengalami peningkatan NPL dari 2,88% pada triwulan IV-

2014 menjadi 3,28% pada triwulan laporan, namun masih relatif aman atau dibawah ambang psikologis 5%.

Grafik 4.7. NPL Kredit Korporasi Grafik 4.8. Pangsa Jenis Kredit Rumah Tangga

Sejalan dengan kinerja kredit, penghimpunan dana pihak ketiga dari sektor korporasi juga mengalami akselerasi

pertumbuhan. DPK sektor korporasi pada triwulan I 2015 tercatat sebesar Rp4,67 triliun atau tumbuh sebesar 27,74%

(yoy) lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan triwulan sebelumnya (6,03%, yoy). Pertumbuhan tersebut terutama

didorong oleh giro dan deposito yang mengalami pertumbuhan cukup tinggi yaitu sebesar 34,09% (yoy) dan 25,27% (yoy),

lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan periode sebelumnya (5,59%, yoy dan 10,97%, yoy). Komposisi DPK dari sektor

korporasi relatif tidak mengalami perubahan dengan kontributor terbesar adalah giro (58,68%) diikuti deposito (28,20%)

dan tabungan (13,12%). Tingginya penempatan sektor korporasi di perbankan dalam bentuk giro mengindikasikan dana

lebih banyak dimanfaatkan untuk mendukung transaksi usaha dibandingkan memperoleh keuntungan dari pendapatan

bunga.

Pangsa Triwulan I - 2015

Pertanian (0,82%)

Pertambangan (1,78%)

Industri (9,60%)

Konstruksi (21,37%)

PHR (50,14%)

Jasa Dunia Usaha (8,39%)

Lain-lain (7,90%)-120

-100

-80

-60

-40

-20

0

20

40

60

80

100

120

(40)

(30)

(20)

(10)

0

10

20

30

40

50

60

70

I II III IV I II III IV I II III IV I

2012 2013 2014 2015

%, yoy%, yoy

Total Pertanian Industri Konstruksi PHR Pertambangan - rhs

(5)

0

5

10

15

20

25

30

0

2

4

6

8

10

12

14

16

I II III IV I II III IV I II III IV I

2012 2013 2014 2015

%%

Total Industri Konstruksi PHR Pertanian - rhs Pertambangan - rhs

Pangsa Triwulan I 2015

Kredit PemilikanRumah, KPR (34.7%)

Kredit KendaraanBermotor, KKB (11.2%)

Kredit Multiguna(39.7%)

Kredit Rumah TanggaLainnya (2.0%)

Kredit Lain-lain (12.3%)

Page 61: Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan · melambatnya pertumbuhan ekonomi Sulsel triwulan I 2015. Sementara itu, tekanan inflasi tercatat menurun di triwulan

BAB 4 SISTEM KEUANGAN DAN PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Triwulan I 2015

Sektor Sekunder Menahan Perlambatan Ekonomi 55

Grafik 4.9. Pertumbuhan DPK Korporasi Grafik 4.10. Komposisi DPK Korporasi

4.2.2 Ketahanan Sektor Rumah Tangga Daerah

Kredit mutiguna dan kredit pemilikan rumah (KPR) masih menjadi pangsa yang terbesar dalam struktur kredit rumah

tangga pada triwulan I 2015. Dari total kedit yang disalurkan kepada rumah tangga sebesar Rp35,87 triliun, kredit

multiguna dan KPR memiliki pangsa mencapai lebih dari 30%, disusul kredit kendaraan bermotor (KKB) dan terakhir kredit

rumah tangga lainnya (termasuk di dalamnya adalah kredit untuk perlengkapan/peralatan rumah tangga maupun

kebutuhan rumah tangga lainnya) yang memiliki pangsa terkecil (Grafik 4.8). Adapun kredit lain-lain merupakan kredit

bukan lapangan usaha, serta kredit yang belum diklasifikasikan secara jelas.

Penyaluran kredit kepada sektor rumah tangga mencatat perlambatan kinerja pada triwulan I 2015. Kredit kepada

sektor rumah tangga pada triwulan sebelumnya tumbuh 6,16% (yoy) turun menjadi 5,88% (yoy) pada triwulan laporan.

Penurunan terjadi dikredit pemilikan rumah, kredit rumah tangga lainnya dan kredit lain-lain dari 10,57% (yoy), -22,28%

(yoy) dan -44,91% (yoy) menjadi 8,86% (yoy), -23,49% (yoy) dan -45,57% (yoy) pada triwulan I-2015. Sementara itu, KKB

dan kredit multiguna mengalami peningkatan yaitu masing-masing 36,32% (yoy) dan 33,75% (yoy) pada triwulan IV 2014

menjadi 38,23% (yoy) dan 36,22% (yoy) pada triwulan I 2015 (Grafik 4.11).

Kualitas kredit ke sektor rumah tangga tetap terjaga pada tingkat yang aman. Seluruh jenis kredit rumah tangga

memiliki NPL di bawah batas aman 5%. Rasio NPL tercatat sedikit meningkat dari 1,72% menjadi 1,98% pada triwulan

laporan. KPR yang mencatat angka NPL tertinggi tetap memiliki rasio yang masih aman sebesar 3,84%. Berdasarkan

kondisi ini, dapat dikatakan bahwa ketahanan sektor rumah tangga Sulsel masih cukup baik hingga triwulan I 2015 (Grafik

4.12).

Grafik 4.11. Pertumbuhan Kredit Rumah Tangga Grafik 4.12. NPL Kredit Rumah Tangga

Penghimpunan dana pihak ketiga (DPK) dari sektor rumah tangga mengalami akselerasi pertumbuhan didorong oleh

deposito dan tabungan. Ditengah perlambatan kredit kepada sektor rumah tangga, penghimpunan dana pihak ketiga

pada triwulan I 2015 tumbuh sebesar 11,76% (yoy) lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan triwulan sebelumnya (10,18%,

yoy). Pertumbuhan tersebut didorong oleh deposito dan giro yang mengalami pertumbuhan yang cukup tinggi, masing-

masing sebesar 26,93% (yoy) dan 22,82% (yoy). Adapun untuk tabungan mengalami perlambatan pertumbuhan dari

7,06% (yoy) pada triwulan IV 2014, menjadi tumbuh sebesar 4,42% (yoy) pada triwulan laporan. Meskipun mengalami

perlambatan komposisi DPK sektor rumah tangga masih didominasi oleh tabungan (62,21%), diikuti deposito (32,96%)

dan giro (4,82%).

(20)

0

20

40

60

80

100

120

140

I II III IV I II III IV I II III IV I

2012 2013 2014 2015

%, yoy

DPK Giro Tabungan Deposito

0102030405060708090

100

I II III IV I II III IV I II III IV I

2012 2013 2014 2015

%

Deposito Tabungan Giro

(50)

50

150

250

350

450

(60)

(40)

(20)

0

20

40

60

I II III IV I II III IV I

2013 2014 2015

%, yoy%, yoy Total KPRKKB RT Lainnya - Skala KananMultiguna - Skala Kanan

0,0

0,5

1,0

1,5

2,0

2,5

3,0

3,5

4,0

4,5

I II III IV I II III IV I II III IV I

2012 2013 2014 2015

%

Total KPR KKB RT Lainnya Multiguna

Page 62: Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan · melambatnya pertumbuhan ekonomi Sulsel triwulan I 2015. Sementara itu, tekanan inflasi tercatat menurun di triwulan

BAB 4 SISTEM KEUANGAN DAN PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN

56 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan|Triwulan I 2015

Sektor Sekunder Menahan Perlambatan Ekonomi

Grafik 4.13. Pertumbuhan DPK Rumah Tangga Grafik 4.14. Komposisi DPK Rumah Tangga

Pengeluaran rumah tangga untuk konsumsi mengalami peningkatan. Berdasarkan Survei Konsumen Bank Indonesia pada

triwulan I 2015, mayoritas pengeluaran rumah tangga pada triwulan I 2015 digunakan untuk konsumsi (68,30%),

kemudian untuk pembayaran cicilan pinjaman (pokok dan bunga) sebesar 20,06% dan sisanya ditabung sebesar 11,63%.

Hasil Survei juga menunjukkan komposisi pengeluaran untuk konsumsi lebih tinggi dibandingkan dengan komposisi

pengeluaran untuk konsumsi periode yang sama tahun sebelumnya (67,54%). Kenaikan barang-barang sebagai dampak

dari kebijakan harga BBM ditengarai menjadi salah satu faktor meningkatknya komposisi pengeluaran untuk konsumsi.

Kemampuan rumah tangga untuk membayar kembali hutangnya masih cukup terjaga. Meskipun pengeluaran untuk

konsumsi meningkat sebagai akibat kenaikan harga barang/jasa, porsi pengeluaran untuk cicilan pinjaman (debt service

ratio) yaitu sebesar 20,06%, masih lebih rendah dibandingkan dengan persyaratan yang biasa ditetapkan bank bagi calon

debitur yaitu sekitar 30% dari penghasilan. Peningkatan pengeluaran untuk konsumsi direspon dengan pengurangan

porsi untuk tabungan, sehingga kewajiban untuk membayar cicilan hutan dan bunga masih relatif terjaga.

Grafik 4.15. Komposisi Pengeluaran Rumah Tangga Tw I - 2014 Grafik 4.16 Komposisi Pengeluaran Rumah Tangga Tw I - 2015

4.3. Pengembangan Akses Keuangan

Penyaluran kredit bagi UMKM pada triwulan I 2015 tumbuh melambat dibandingkan triwulan sebelumnya. Kredit

UMKM tercatat tumbuh melambat sebesar 10,49% (yoy) pada triwulan laporan setelah sebelumnya sebesar 12,11%

(yoy). Pangsa kredit UMKM (produktif) terhadap total kredit adalah 32,15% atau sebesar Rp27,42 triliun. Dari nilai

tersebut, sekitar 68% merupakan kredit UMKM yang digunakan untuk modal kerja sedangkan sisanya digunakan untuk

investasi (Grafik 4.10). Angka NPL kredit UMKM meningkat melewati batas aman (5%) pada triwulan I 2015 sebesar 5,21%

setelah pada triwulan sebelumnya mencapai 4,81% (Grafik 4.17). Peningkatan NPL kredit UMKM didorong oleh

Peningkatan NPL pada hampir semua sektor terutama sektor pertambangan, industri pengolahan, konstruksi,

perdagangan, pengangkutan dan jasa sosial masyarakat. UMKM sektor konstruksi mencatat NPL tertinggi pada periode

laporan.

(40)

(20)

0

20

40

60

80

I II III IV I II III IV I II III IV I

2012 2013 2014 2015

%, yoy

DPK Giro Tabungan Deposito

0

10

20

30

40

50

60

70

80

90

100

I II III IV I II III IV I II III IV I

2012 2013 2014 2015

%

Deposito Tabungan Giro

Konsumsi67,54%

Cicilan20,02%

Tabungan12,44%

Konsumsi68,30%

Cicilan20,06%

Tabungan11,63%

Page 63: Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan · melambatnya pertumbuhan ekonomi Sulsel triwulan I 2015. Sementara itu, tekanan inflasi tercatat menurun di triwulan

BAB 4 SISTEM KEUANGAN DAN PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Triwulan I 2015

Sektor Sekunder Menahan Perlambatan Ekonomi 57

Grafik 4.17. Pertumbuhan dan NPL Kredit UMKM Grafik 4.18. Pangsa Kredit UMKM

Upaya pengembangan akses keuangan memiliki peran penting dalam menjaga stabilitas sistem keuangan dan

mendorong pertumbuhan ekonomi Sulawesi Selatan. Oleh karena itu, KPw BI Provinsi Sulawesi Selatan berupaya

memberikan dan memfasilitasi kegiatan edukasi keuangan yang bertujuan untuk memberikan informasi mengenai produk

dan jasa keuangan serta untuk menumbuhkan kesadaran masyarakat pada umumnya untuk menabung dan melakukan

pengelolaan keuangan. Pada Maret 2015, telah dilakukan kegiatan edukasi keuangan, elektronifikasi dan keuangan

inklusif kepada petugas penyuluh lapangan dan petani di Kabupaten Bone yang diikuti oleh 120 orang. Selain itu pada

tanggal 17-19 November 2014 telah dilakukan pelatihan kewirausahaan di Kota Palopo yang diikuti oleh 60 UMKM

terpilih. Kegiatan ini bertujuan untuk mendukung perkembangan sektor perdagangan, mengembangkan wirausaha

mandiri di sektor riil dan UMKM melalui penguatan pembiayaan inklusif dan inovatif.

Indikator akses keuangan di Sulsel terutama dari sisi penghimpunan dana mengalami peningkatan, sementara sisi

kredit cenderung stagnan. Rasio jumlah rekening DPK terhadap penduduk angkatan kerja di Sulsel tetap menunjukkan

tren peningkatan, dimana pada triwulan laporan rasio tersebut tercatat sebesar 138,77%. Rasio yang lebih besar dari

100% menunjukkan bahwa terdapat penduduk angkatan kerja di Sulsel yang memiliki rekening simpanan lebih dari satu.

Meskipun memiliki rasio yang tinggi, namun akses keuangan di Sulsel belum merata terlihat dari adanya ketimpangan

dimana terdapat kab/kota yang memiliki rasio yang tinggi seperti Makassar, Parepare dan Palopo. Adapun Luwu, Luwu

Timur, Gowa dan Tana Toraja merupakan Kab/Kota yang memiliki rasio yang cukup rendah. Sementara itu, rasio jumlah

rekening kredit terhadap penduduk angkatan kerja di Sulsel cenderung tidak mengalami perubahan dan masih rendah di

hampir semua Kabupaten/kota terkecuali Parepare dan Makassar.

Grafik 4.13. Perkembangan Akses Keuangan Sulsel Grafik 4.4. Akses Keuangan di Kab/Kota di Sulsel

0

5

10

15

20

25

30

35

0

1

2

3

4

5

6

I II III IV I II III IV I

2013 2014 2015

%, yoy%

NPLs UMKM Pertumbuhan Kredit UMKM - Skala Kanan

Total Kredit Non-UMKM

68%

Total Kredit UMKM

Produktif + Konsumtif

32%69%

31%

Pangsa Kredit UMKM

Modal Kerja Investasi

15

17

19

21

23

25

27

15

35

55

75

95

115

135

155

Feb Agust Feb Agust Feb Agust Feb Agust Feb Agust Feb

2010 2011 2012 2013 2014 2015

%%

Rasio kredit thd penduduk angk kerja yg bekerja - rhsRasio DPK thd penduduk angk kerja yg bekerja

0

50

100

150

200

250

300

350

400

450

Kep

. Sel

ayar

Bu

luku

mb

a

Ban

taen

g

Jen

epo

nto

Taka

lar

Go

wa

Sin

jai

Mar

os

Pan

gkep

Bar

ru

Bo

ne

Sop

pen

g

Waj

o

Sid

rap

Pin

ran

g

Enre

kan

g

Luw

u

Tan

a To

raja

Luw

u U

tara

Luw

u T

imu

r

Mak

assa

r

Par

e-P

are

Pal

op

o

%

Rasio kredit thd penduduk angk kerja yg bekerja

Rasio DPK thd penduduk angk kerja yg bekerja

Page 64: Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan · melambatnya pertumbuhan ekonomi Sulsel triwulan I 2015. Sementara itu, tekanan inflasi tercatat menurun di triwulan

BAB 4 SISTEM KEUANGAN DAN PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN

58 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan|Triwulan I 2015

Sektor Sekunder Menahan Perlambatan Ekonomi

Boks 4.A. Pemetaan Daerah Potensial Dalam Rangka Implementasi Layanan Keuangan Digital (LKD)

Bank Indonesia mencatat bahwa sekitar 52 persen penduduk Indonesia hidup di daerah pedesaan dan sekitar 60

persennya tidak memiliki akses ke jasa keuangan formal pada tahun 2014. Dari sekitar 12,49% penduduk yang berada di

bawah garis kemiskinan, sekitar 64 persen tinggal di daerah pedesaan. Angka-angka ini, ditambah dengan kondisi sebaran

geografis dari kepulauan Indonesia, menunjukkan pentingnya bagi strategi nasional keuangan inklusif untuk memberi

perhatian khusus kepada masyarakat di daerah-daerah terpencil. Kesenjangan akses ke jasa keuangan untuk kategori ini

sebagian dapat diatasi dengan penggunaan teknologi informasi dan komunikasi (misalnya, mobile money untuk

memfasilitasi transfer dan transaksi pembayaran antar pulau, serta antar pedesaan dan perkotaan).

Jaringan perbankan masih perlu dikembangkan untuk menjangkau daerah terpencil. Nurtjipto (2012) menginformasikan

bahwa di Indonesia kondisi layanan keuangan jasa dan produk perbankan kepada 237 juta jiwa penduduk di 253

Kabupaten, 91 Kotamadya di 33 Provinsi, dilayani oleh 122 Bank dengan jaringan Bank sebanyak 41.989 buah yang terdiri

atas Kantor Cabang (KC) sebanyak 3.165 kantor, KCP sebanyak 11.135 kantor, Kantor Kas (KK) sejumlah 4.544 kantor, dan

mesin ATM sebesar 21.415 mesin. Jumlah jaringan pelayanan Bank Umum dirasakan masih kurang, karena 1 jaringan (KC,

KCP, KK, dan ATM) rata-rata melayani 5.528 orang. Terlebih lagi masih banyaknya daerah remote yang tidak terjangkau

oleh jaringan perbankan.

Bank Indonesia melakukan inovasi untuk meningkatkan keterjangkauan layanan keuangan oleh masyarakat. Dalam

rangka memperluas jangkauan layanan keuangan, khususnya bagi masyarakat unbanked dan underbanked, Bank

Indonesia melakukan inovasi dengan menyelenggarakan Layanan Keuangan Digital (LKD) yang dahulu di sebut dengan

Aktivitas Jasa Sistem Pembayaran dan Perbankan Terbatas melalui Unit Perantara Layanan Keuangan (UPLK) atau

branchless banking. LKD ini akan memberikan kesempatan kepada masyarakat marjinal untuk mendapatkan layanan

keuangan dengan aman dan biaya terjangkau, serta tanpa menggunakan kantor cabang bank tradisional. Melalui LKD,

akses layanan keuangan yang sesuai kebutuhan masyarakat dapat diperoleh melalui Agen Digital (Agen LKD) atau dengan

teknologi menggunakan telepon genggam.

Implementasi LKD di awali dengan uji coba branchless banking melaui UPLK yang berlangsung sejak bulan Mei hingga

November 2013. Uji coba dilakukan oleh 5 bank (Mandiri, BRI, BTPN, BSHB dan CIMB Niaga) dan 2 telco (Indosat dan XL

Axiata) di 28 Kecamatan dari 5 Provinsi (Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Bali dan Sumatera Selatan). Hasil evaluasi

uji coba tersebut menunjukan hasil yang cukup memuaskan baik dari penyelenggara uji coba maupun nasabah yang

menggunakan layanan yang dimaksud. Jumlah agen LKD yang di digunakan bank dan telco dalam melakukan LKD

meningkat pesat hingga 150 agen, dengan jumlah nasabah mencapai 2.833 oang (rekening) dalam periode uji coba.

Bank Indonesia memperluas LKD ke selain wilayah uji coba. Agar akses terhadap layanan keuangan pada akhirnya dapat

dinikmati oleh seluruh lapisan masyarakat di Indonesia, maka LKD harus dapat dilakukan di seluruh daerah dan tidak

terbatas hanya pada wilayah uji coba saja. Untuk mewujudkan hal tersebut, sebelumnya di perlukan identifikasi daerah

yang memungkinkan LKD dapat diimplementasikan. Pemetaan ini akan menjadi pertimbangan implementasi LKD pada

prioritas daerah yang membutuhkan, sehingga pemanfataannya dapat tepat sasaran dan lebih optimal. Adapun tujuan

dilakukan identifikasi potensi daerah dalam rangka implementasi LKD adalah:

1. Mengukur variabel-variabel yang menentukan potensi suatu daerah dapat mengimplementasikan LKD.

2. Melakukan identifikasi dan menentukan priorotas daerah (skala Kabupaten atau Kecamatan) yang berpotensi

dijadikan sebagai daerah implementasi LKD.

3. Melakukan identifikasi unit ekonomi lokal/setempat yang berpotensi menjadi agen LKD.

4. Pada akhirnya identifikasi daerah ini akan mendukung peningkatan akses masyarakat terhadap layanan keuangan.

Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Sulawesi Selatan telah melakukan identifikasi dalam rangka mempercepat

implementasi Layanan Keuangan Digital (LKD) di Sulawesi Selatan. Dari hasil pemetaan dapat disimpulkan bahwa

terdapat 3 (tiga) Kabupaten yang memiliki potensi relatif tinggi sebagai target pengembangan LKD, yaitu: Kabupaten

Bulukumba (skor nilai 81,63); Kabupaten Pinrang (skor nilai 81,14) dan Kabupaten Luwu (skor nilai 74,58). Adapun faktor

yang dipergunakan sebagai bahan pertimbangan dalam menentukan atau menilai tingkat potensi dari suatu wilayah

adalah sebagai berikut:

1. Dimensi penetrasi (bank dan komunikasi)

2. Dimensi penggunaan (kredit dan tabungan)

Page 65: Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan · melambatnya pertumbuhan ekonomi Sulsel triwulan I 2015. Sementara itu, tekanan inflasi tercatat menurun di triwulan

BAB 4 SISTEM KEUANGAN DAN PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Triwulan I 2015

Sektor Sekunder Menahan Perlambatan Ekonomi 59

3. Dimensi ketersediaan layanan (jumlah kantor cabang bank, jumlah penduduk dewasa, jumlah ATM, jumlah BPR,

jumlah koperasi dan luas wilayah)

4. Dimensi aktivitas ekonomi (jumlah total PDRB daerah)

5. Dimensi infrastruktur (transportasi, telekomunikasi, dan ketersediaan unit ekonomi lokal)

Page 66: Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan · melambatnya pertumbuhan ekonomi Sulsel triwulan I 2015. Sementara itu, tekanan inflasi tercatat menurun di triwulan

BAB 4 SISTEM KEUANGAN DAN PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN

60 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan|Triwulan I 2015

Sektor Sekunder Menahan Perlambatan Ekonomi

Boks 4.B. Mengenal Kebijakan Makroprudensial

Kebijakan makroprudensial merupakan fenomena baru dalam kebansentralan, dimana sasaran utamanya ditujukan

untuk mencegah dan mengurangi risiko sistemik di suatu sistem keuangan. Berbeda dengan kebijakan moneter yang

sudah jauh lebih dulu berkembang dan memiliki transmisi kebijakan yang telah teridentifikasi dengan baik, kebijakan

makroprudensial masih dalam tahap awal pengembangan dan transmisi risiko sistemik masih harus terus diidentifikasi

dan dibuktikan secara empiris. Terdapat beberapa literatur yang mencoba mendifinisikan kebijakan makroprudensial,

salah satunya adalah BIS (Bank for International Settlements) yang mengartikan kebijakan makroprudensial adalah

kebijakan yang ditujukan untuk membatasai risiko dan biaya krisis sistemik. Sementara ECB (European Central Bank)

mendifinisikan kebijakan makroprudensial adalah kebijakan yang ditujukan untuk menjaga stabilitas sistem keuangan

secara keseluruhan, termasuk dengan memperkuat ketahanan sistem keuangan dan mengurangi penumpukan risiko

sistemik, sehingga memastikan keberlanjutan kontribusi sektor terhadap pertumbuhan ekonomi.

Sejalan dengan definisi dari ECB maupun BIS, Bank Indonesia mendefinisikan kebijakan makroprudensial adalah

kebijakan yang ditetapkan untuk mencegah dan mengurangi risiko sistemik, mendorong fungsi intermediasi yang

seimbang dan berkualitas, serta meningkatkan efisiensi sistem keuangan dan akses keuangan dalam menjaga stabilitas

sistem keuangan, serta mendukung stabilitas moneter dan stabilitas sistem pembayaran. Implementasi kebijakan

makroprudensial dilakukan melalui instrumen makroprduensial dapat berupa ketentuan maupun pedoman yang

melibatkan indikator makroprudensial dengan proses yang dijalankan oleh institusi keuangan baik dalam mengelolan

usahan maupun interaksi dengan otoritas dan sektor riil.

Pengaturan makroprudensial dilakukan dengan menggunakan instrumen pengaturan, antara lain untuk:

1. Memperkuat ketahanan permodalan dan mencegah leverageyang berlebihan.

2. Mengelola fungsi intermediasi dan mengendalikan kredit, resiko likuiditas, risiko nilai tukar, dan risiko suku bunga,

serta risiko lainnya yang berpotensi menjadi risiko sistemik.

3. Membatasi konsentrasi eksposur

4. Memperkuat ketahanan infrastruktur keuangan

5. Meningkatkan efisiensi sistem keuangan dan akses keuangan

Terdapat beberapa negara yang telah mengimplementasikan instrumen makroprudensial untuk menjaga stabilitas sistem

keuangan. Contoh negara dan instrumen yang telah diterapkan di negara lain adalan sebagai berikut:

Instrumen Negara Yang Menerapkan

Mitigasi Risiko Kredit 1. Pembatasan pertumbuhan 2. Pembatasan LDR 3. LTV 4. Dynamic Provisioning

1. Brazil, Kuwait, UK 2. Bulgaria, Kroasia, Hongkong, Kuwait, Indonesia 3. Tiongkok, Hongkong, Korea, Hungaria, Indonesia’ 4. Kolombia, Bolivia, Uruguay, Peru, Spanyol

Mitigasi Insolvency 1. Pembatsan debt to income ratio 2. Leverage Ratio 3. Permodalan

1. Korea 2. Kanada 3. Brazil, Saudi Arabia, Bulgaria

Mitigasi Resiko Pasar 1. Pembatasan posisi valas 2. Pembatasan kredit valas

1. Brazil, Kolombia, Mexico, Peru, Indonesia 2. Hungaria

Mitigasi Riskiko Likuiditas 1. Minimun liquidity mismatch ratio 2. Minimun core funding ratio 3. Reserve requirement 4. Pematasan eksposur interbank

1. New Zealand 2. New Zealand 3. Bulgaria, Kolombia, Peru, Romania 4. Euro area

Page 67: Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan · melambatnya pertumbuhan ekonomi Sulsel triwulan I 2015. Sementara itu, tekanan inflasi tercatat menurun di triwulan

BAB 4 SISTEM KEUANGAN DAN PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Triwulan I 2015

Sektor Sekunder Menahan Perlambatan Ekonomi 61

Di Indonesia telah dikeluarkan beberapa instrumen makroprudensial seperti loan to value (LTV), GWM LDR, posisi devisa

netto (PDN), Transparansi Suku Bunga Dasar Kredit (SBDK), dan rasio kredit UMKM. Aspek/tujuan dan target dari

pengaturan tersebut adalah sebagai berikut:

No. Instrumen Pengaturan Aspek Makroprudensial

1. Loan To Value (LTV) 1. Mengurangi build-up risiko sistemik dari peningkatan harga aset (properti/rumah) dan

terkonsentrasinya kredit pada sektor tertentu. 2. Penetapan LTV diharapkan mampu:

a. mengurangi excessive risk taking pada sektor/konsentrasi tertentu (menghambat credit cycle) sehingga mengurangi perilaku prosiklikalitas.

b. Meningkatkan ketahanan bank melalui loss given default yang lebih rendah.

2. GWM LDR Bertujuan mengurangi build-up risiko sistemik melalui pengendalian fungsi intermediasi

perbankan sesuai dengan kapasitas dan target pertumbuhan perekonomian serta

menjaga likuiditas perbankan.

3. Posisi Devisi Netto

(PDN)

Bertujuan mengurangi perilaku ambil risiko yang berlebihan serta build-up risiko sistemik

yang bersumber dari currency mismatch yang berlebihan pada industri perbankan. Selain

itu, ketentuan PDN juga sejalan dengan tujuan bank sentral menjaga stabilitas Rupiah.

4. Transparansi SBDK Pengaturan persyaratan transparansi SBDK merupakan upaya untuk meningkatkan

efisiensi perbankan dengan mendorong kompetisi yang sehat antar bank dalam

menentukan tingkat bunga kredit.

5. Rasio Kredit UMKM Bertujuan untuk mendorong intermediasi yang seimbang dan inklusif.

Page 68: Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan · melambatnya pertumbuhan ekonomi Sulsel triwulan I 2015. Sementara itu, tekanan inflasi tercatat menurun di triwulan

BAB 4 SISTEM KEUANGAN DAN PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN

62 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan|Triwulan I 2015

Sektor Sekunder Menahan Perlambatan Ekonomi

HALAMAN INI SENGAJA DIKOSONGKAN

Page 69: Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan · melambatnya pertumbuhan ekonomi Sulsel triwulan I 2015. Sementara itu, tekanan inflasi tercatat menurun di triwulan

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Triwulan I 2015

Sektor Sekunder Menahan Perlambatan Ekonomi 63

5. SISTEM PEMBAYARAN DAN PENGELOLAAN UANG

Bab 5 Sistem Pembayaran dan

Pengelolaan Uang

Perkembangan kinerja sistem pembayaran menunjukkan perlambatan pada

triwulan I 2015. Transaksi keuangan non-tunai melalui Real Time Gross

Settlement (BI-RTGS) menunjukkan tren pertumbuhan yang menurun, sejalan

kebijakan pembatasan nominal transaksi keuangan melalui RTGS. Namun

demikian, transaksi keuangan melalui Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia

(SKNBI) juga mengalami perlambatan di triwulan I 2015. Hal ini sebagai

indikasi bahwa ekonomi cenderung melemah pada triwulan I 2015.

Sementara di sisi layanan uang tunai, terjadi peningkatan inflow ke Bank

Indonesia. Faktor musiman memengaruhi terhadap pergerakan aliran uang

kartal net inflow pada triwulan I 2015, sebagaimana tren yang sama dari

tahun-tahun sebelumnya yang cenderung inflow di awal tahun. Hal ini

mengindikasikan ekonomi cenderung belum berputar secara optimal.

Untuk meningkatkan layanan ketersediaan uang layak edar, Langkah Bank

Indonesia dalam mewujudkan clean money policy juga senantiasa terus

dilakukan melalui kegiatan pengelolaan uang tunai oleh Bank Indonesia

melalui pembukaan layanan penukaran uang, kas keliling, remise,

pemusnahan uang tidak layak edar, dan edukasi ciri-ciri keaslian mata

uang.

Page 70: Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan · melambatnya pertumbuhan ekonomi Sulsel triwulan I 2015. Sementara itu, tekanan inflasi tercatat menurun di triwulan

BAB 5 SISTEM PEMBAYARAN DAN PENGELOLAAN UANG

64 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan|Triwulan I 2015

Sektor Sekunder Menahan Perlambatan Ekonomi

5.1. Perkembangan Sistem Pembayaran

5.1.1 Perkembangan Transaksi RTGS

Pada triwulan I 2015, transaksi non-tunai melalui sarana RTGS mengalami tren pertumbuhan yang menurun. Secara

total, nilai transaksi BI-RTGS Sulsel di triwulan I 2015 sebesar Rp51,51 triliun atau tumbuh hingga 6,6% (yoy), lebih rendah

jika dibandingkan triwulan IV 2014 sebesar Rp78,90 triliun yang mencatat pertumbuhan 6,66% (yoy). Transaksi BI-RTGS

pada periode laporan masih didominasi aliran transaksi yang masuk (to/incoming) ke perbankan Sulsel dengan nilai

Rp32,77 triliun, lebih tinggi dari aliran transaksi yang keluar (from/outgoing) dari perbankan Sulsel yang tercatat sebesar

Rp14,45 triliun maupun dari aliran transaksi antarbank yang ada di Sulsel (from-to) sebesar Rp4,29 triliun. Penurunan

secara tahunan ini merupakan dampak dari diberlakukannya kebijakan pembatasan nominal transaksi RTGS per 15

Desember 2014.

Pertumbuhan aliran transaksi RTGS baik yang masuk ke Sulsel, yang keluar dari Sulsel, serta antara bank-bank di Sulsel

menunjukkan perlambatan pada triwulan laporan. Transaksi RTGS dari perbankan di Sulsel kepada perbankan di luar

Sulsel mengalami kontraksi pada awal triwulan 2015 yaitu dari 24,93% (yoy) menjadi -7,73% (yoy) (Grafik 5.1).

Perlambatan juga terjadi pada transaksi antarbank di Sulsel yakni sebesar -9,65% (Grafik 5.2). Sementara transaksi RTGS

yang masuk ke perbankan Sulsel dari perbankan di luar Sulsel mengalami ekspansi pada triwulan I-2015 yaitu sebesar

17,51% (yoy) setelah sebelumnya tercatat melambat sebesar -0,27% (yoy) (Grafik 5.2).

Grafik 5.1. Transaksi RTGS From/Outgoing (dari Bank di Sulsel) Grafik 5.2. Transaksi RTGS From-To (antarbank di Sulsel)

Grafik 5.3. Transaksi RTGS To/Incoming (ke Bank di Sulsel) Grafik 5.4. Aliran Uang Kartal Inflow

5.1.2 Perkembangan Transaksi Kliring

Transaksi non-tunai melalui sarana kliring yaitu kliring debet penyerahan serta kliring kredit mengalami penurunan,

pada triwulan pertama tahun 2015. Nilai kliring pada triwulan laporan mengalami penurunan pertumbuhan yaitu sebesar

2,9% (yoy) setelah triwulan sebelumnya mengalami pertumbuhan sebesar 5,0% (yoy). Penurunan ini terindikasi dari

menurunnya rata-rata perputaran harian transaksi kliring pada triwulan I 2015 dibandingkan dengan triwulan yang sama

tahun sebelumnya. Penurunan rata-rata perputaran harian tersebut terjadi baik secara nominal maupun volume lembar

transaksi (Tabel 5.1). Sementara itu, secara nominal, penolakan warkat (Cek/Bilyet Giro atau BG) menunjukkan

peningkatan pada triwulan I 2015 yaitu dari 2,60% menjadi 2,69%. Hal ini sejalan dengan peningkatan dari sisi rasio

(10)

(5)

0

5

10

15

20

25

30

0

5

10

15

20

25

30

I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I

2011 2012 2013 2014 2015

%, yoyRp TriliunRTGS From

gRTGS From - Skala Kanan

(40)

(20)

0

20

40

60

80

100

120

0

2

4

6

8

10

12

14

I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I

2011 2012 2013 2014 2015

%, yoyRp Triliun

RTGS From-To gRTGS From-To - Skala Kanan

(20)

(10)

0

10

20

30

40

50

0

5

10

15

20

25

30

35

40

45

I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I

2011 2012 2013 2014 2015

%, yoyRp TriliunRTGS To gRTGS To - Skala Kanan

(100)

(50)

0

50

100

150

200

250

300

0

1

2

3

4

5

6

7

I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I

2011 2012 2013 2014 2015

%, yoyRp Triliun Inflow gInflow - Skala Kanan

Page 71: Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan · melambatnya pertumbuhan ekonomi Sulsel triwulan I 2015. Sementara itu, tekanan inflasi tercatat menurun di triwulan

BAB 5 SISTEM PEMBAYARAN DAN PENGELOLAAN UANG

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Triwulan I 2015

Sektor Sekunder Menahan Perlambatan Ekonomi 65

penolakan jumlah warkat yaitu dari 1,84% menjadi 2,27%. Hal ini menunjukkan bahwa rata-rata nilai transaksi yang

warkatnya ditolak pada triwulan I 2015 lebih tinggi dibandingkan dengan triwulan sebelumnya.

Tabel 5.1. Perputaran Kliring dan Cek/BG Kosong

5.2. Pengelolaan Uang Tunai

5.2.1 Perkembangan Aliran Uang Kartal

Pada triwulan I 2015, perkembangan aliran uang kartal di Sulsel menunjukkan net inflow sebesar Rp3,92 triliun. Aliran

uang masuk (inflow) tercatat sebesar Rp6,18 triliun pada triwulan laporan, lebih tinggi dibandingkan triwulan

sebelumnya, yang tercatat sebesar Rp5,08 triliun (Grafik 5.4). Selanjutnya, aliran uang yang keluar (outflow) dari Bank

Indonesia mengalami penurunan dari Rp3,87 triliun pada triwulan IV 2014 menjadi Rp2,26 triliun pada triwulan laporan

(Grafik 5.5).

Grafik 5.5. Aliran Uang Kartal Outflow Grafik 5.6. Selisih Inflow dan Outflow

5.2.2 Penyediaan Uang Layak Edar

Bank Indonesia secara berkala terus menjaga ketersediaan uang layak edar (ULE) di masyarakat. Selama triwulan I

2015, dalam rangka penerapan clean money policy, di samping membuka layanan penukaran uang terpusat di gedung

Kantor Perwakilan Bank Indonesia, telah dilakukan juga kas keliling yang menjangkau seluruh wilayah di Sulselbar, bahkan

hingga wilayah terpencil yang cukup sulit dijangkau. Berdasarkan administrasi kegiatan yang ada, dari Januari hingga

Maret 2015, kegiatan kas keliling di luar kota Makassartelah dilakukan di Kabupaten Jeneponto, Bantaeng, Bulukumba,

Sinjai, Tana Toraja, Maros, Wajo, Bone dan Soppeng. Berdasarkan data administrasi Bank Indonesia, kegiatan kas keliling

di luar kota Makassar pada triwulan I 2015, per bulan masing-masing telah melayani penukaran uang kepada masyarakat

sebanyak Rp3,74 miliar; Rp1,44 miliar; dan Rp5,08 miliar.

Di samping itu, kegiatan remise ke luar dari Sulsel juga ditempuh Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Sulawesi

Selatan dalam melakukan distribusi uang ke daerah lain. Selama periode triwulan I 2015, telah dilakukan sebanyak 3

(tiga) kali kegiatan remise ke daerah lain di Kawasan Timur Indonesia (KTI) yaitu, Ambon (2 Februari 2015), Kendari (17

Februari 2015), dan ke Kupang (2 Maret 2015). Bank Indonesia juga melakukan kegiatan pemusnahan uang tidak layak

2015

I II III IV I II III IV I II III IV I

Total Perputaran Kliring Kredit dan Kliring Debet Penyerahan

- Nominal (triliun rupiah) 9,30 9,44 9,47 10,14 9,74 9,98 10,24 10,67 9,48 9,62 9,72 11,20 9,76

- Lembar (ribuan) 281 284 285 295 284 286 281 290 260 266 261 281 262

Rata-rata Harian Total Perputaran Kliring Kredit dan Debet

Penyerahan

- Nominal (triliun rupiah) 0,15 0,15 0,15 0,16 0,16 0,17 0,17 0,17 0,16 0,16 0,16 0,18 0,16

- Lembar (ribuan) 4,47 4,50 4,53 4,68 4,73 4,76 4,68 4,68 4,33 4,43 4,21 4,53 4,30

Nisbah Rata-rata Penolakan Cek/BG Kosong (terhadap Kliring Debet

Penyerahan)

- Nominal (%) 2,38 2,63 2,34 2,16 2,41 2,75 3,28 2,60 2,61 3,66 2,56 2,60 2,69

- Lembar (%) 2,28 2,59 2,45 2,37 2,38 2,47 2,33 2,17 2,47 2,46 2,30 1,84 2,27

2013URAIAN

2012 2014

(50)

0

50

100

150

200

250

300

350

400

0

1

2

3

4

5

6

I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I

2011 2012 2013 2014 2015

%, yoyRp Triliun Outflow gOutflow - Skala Kanan

(4,0)

(3,0)

(2,0)

(1,0)

0,0

1,0

2,0

3,0

4,0

5,0

I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I

2011 2012 2013 2014 2015

Rp Triliun

Page 72: Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan · melambatnya pertumbuhan ekonomi Sulsel triwulan I 2015. Sementara itu, tekanan inflasi tercatat menurun di triwulan

BAB 5 SISTEM PEMBAYARAN DAN PENGELOLAAN UANG

66 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan|Triwulan I 2015

Sektor Sekunder Menahan Perlambatan Ekonomi

edar (UTLE). Kegiatan pemusnahan UTLE pada triwulan I 2015 tercatat sebesar Rp0,92 triliun, meningkat dibandingkan

triwulan sebelumnya sebesar Rp0,40 triliun (Grafik 5.7).

5.2.3 Perkembangan Temuan Uang Palsu

Pecahan besar masih mendominasi peredaran uang palsu yang ditemukan sebanyak 362 lembar pada triwulan I 2015.

Pecahan uang palsu yang paling banyak ditemukan pada triwulan laporan adalah pecahan Rp50.000 (54,70%), diikuti

Rp100.000 (39,50%), Rp20.000 (3,87%), Rp10.000 (0,28%) dan Rp5.000 (1,66%) (Grafik 5.8). Sebagai upaya untuk

mengantisipasi peredaran uang palsu sekaligus memberikan edukasi bagi masyarakat mengenai ciri-ciri keaslian uang

rupiah, Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Sulawesi Selatan juga telah senantiasa melakukan kegiatan sosialisasi

ciri-ciri keaslian uang rupiah.

Grafik 5.7. Pemusnahan Uang Tidak Layak Edar Grafik 5.8. Temuan Uang Palsu

(500)

0

500

1.000

1.500

2.000

0,00,20,40,60,81,01,21,41,61,82,0

I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I

2011 2012 2013 2014* 2015

%, yoyRp Triliun Nominal UTLE

39%

55%

6% Pecahan 100.000

Pecahan 50.000

Pecahan Lainnya

Page 73: Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan · melambatnya pertumbuhan ekonomi Sulsel triwulan I 2015. Sementara itu, tekanan inflasi tercatat menurun di triwulan

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Triwulan I 2015

Sektor Sekunder Menahan Perlambatan Ekonomi 67

6. KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN

Bab 6 Ketenagakerjaan dan Kesejahteraan

Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) Sulawesi Selatan mencapai 5,80%

(Sakernas Februari 2015) atau relatif tidak berubah dari tahun sebelumnya

(Februari 2014). Kemudian, tingkat kesejahteraan petani yang diukur dari

Nilai Tukar Petani (NTP) hingga triwulan I 2015 terpantau melemah

dibandingkan triwulan IV 2014.

Sementara itu, jumlah penduduk miskin di Sulsel hingga September 2014

menurun dibanding Maret 2014 baik di kota maupun di desa. Persentase

penduduk miskin di Sulsel (9,5%), relatif lebih baikdibandingkan Sulampua

maupun nasional.

Page 74: Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan · melambatnya pertumbuhan ekonomi Sulsel triwulan I 2015. Sementara itu, tekanan inflasi tercatat menurun di triwulan

BAB 6 KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN

68 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan|Triwulan I 2015

Sektor Sekunder Menahan Perlambatan Ekonomi

6.1. Tenaga Kerja

Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) diSulsel mencapai 5,80% (Sakernas Februari 2015) atau stabil dibandingkan

periode yang sama di tahun 2014 (Februari 2014). Secara nominal jumlah pengangguran terbuka Sulsel naik dari 212,57

ribu orang per Februari 2014 menjadi 218,311 ribu orang per Februari 2015 (Tabel 6.1). Namun demikian, karena jumlah

angkatan kerja juga meningkat pada Februari 2015 yang mencapai 3.755,87 ribu orang dari 3.677,57 ribu orang pada

Februari 2014 atau naik 78,29 ribu orang. Sementara itu, pertumbuhan ekonomi Sulsel yang masih tergolong tinggi telah

mengakibatkan terjadinya perubahan pola penyerapan tenaga kerja.

Sektor pertanian, industri, sektor perdagangan, dan sektor jasa berhasil menyerap tenaga kerja yang lebih besar.

Secara sektoral, penyerapan tenaga kerja pada sektor primer (sektor pertanian) lebih tinggi hampir 50 ribu pekerja

dibandingkan tahun 2013, yang disebabkan oleh meningkatnya aktivitas sektor pertanian. Secara pangsa, sektor

pertanian masih memegang peranan penting karena menyerap 41,80% dari tenaga kerja produktif di Sulsel pada Agustus

2014, meskipun secara persentase menurun dibandingkan periode yang sama tahun lalu. Sektor industri mengalami

kenaikan penyerapan 6 (enam) ribu pekerja atau sebesar 2,89% (yoy) menjadi 202 ribu orang di bulan Agustus 2014.

Sementara itu, sektor perdagangan, hotel, dan restoran mengalami kenaikan sebesar 70 ribu pekerja atau sebesar 11,58%

(yoy) menjadi sekitar 673,73 ribu orang. Kenaikan tertinggi dicatat oleh sektor jasa yaitu sebesar 105 ribu pekerja atau

sebesar 19,90% (yoy) menjadi sekitar 703,90 ribu orang (Tabel 6.2).

Tabel 6.1. Penduduk Usia 15 Tahun Ke Atas Menurut Kegiatan Utama

Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah

Tabel 6.2. Persentase Tenaga Kerja Menurut Lapangan Pekerjaan Utama

Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah

Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) Sulsel tercatat meningkat karena kenaikan jumlah angkatan kerja yang

bekerja lebih tinggi dari kenaikan jumlah penduduk usia kerja. TPAK naik dari 62,0% pada Februari 2014 menjadi 62,2%

pada Februari 2015. Jumlah angkatan kerja pada Februari 2015mencapai 3,75 juta orang, lebih tinggi daripada periode

setahun sebelumnya sejumlah 3,67 juta orang (Tabel 6.1). Secara sektoral, ditengarai peningkatan TPAK terjadi karena

peningkatan angkatan kerja di sektor pertanian, perdagangan, dan sektor lainnya. Sementara itu, hasil Survei Konsumen

Bank Indonesia untuk ketersediaan lapangan kerja, menunjukkan hasil yang berbeda. Rata-rata pertumbuhan Indeks

Ketersediaan Lapangan Kerja Saat Ini (IKLK) menurun sebesar -7,65% (yoy). Sementara itu, Indeks Penghasilan Saat Ini

Dibanding 6 Bulan Lalu (IPD6) juga mengalami penurunan dibandingkan periode sebelumnya (Grafik 6.2). IPD6 di triwulan

Iturun sebesar -6,82% (yoy).

Februari Februari

2014 2015

Angkatan Kerja 3,677,576 3,755,870

a. Bekerja 3,464,719 3,537,559

b. Pengangguran 212,570 218,311

Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja 62.0% 62.2%

Tingkat Pengangguran Terbuka 5.80% 5.80%

KEGIATAN UTAMA

Jumlah Pangsa Pertumbuhan Jumlah Pangsa Pertumbuhan

Pertanian 1,408,447 40.66% -0.17% 1,449,458 40.97% 2.91%

Industri 231,974 6.70% 2.23% 212,802 6.02% -8.26%

Perdagangan 729,346 21.05% 6.22% 738,999 20.89% 1.32%

Jasa 644,253 18.60% 2.82% 617,087 17.44% -4.22%

Lainnya 450,253 13.00% -1.68% 519,213 14.68% 15.32%

Total 3,464,273 100.00% 1.62% 3,537,559 100.00% 2.12%

Februari 2014KEGIATAN UTAMA

Februari 2015

Page 75: Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan · melambatnya pertumbuhan ekonomi Sulsel triwulan I 2015. Sementara itu, tekanan inflasi tercatat menurun di triwulan

BAB 6 KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Triwulan I 2015

Sektor Sekunder Menahan Perlambatan Ekonomi 69

Sumber: Survei Konsumen, diolah Sumber: Survei Konsumen, diolah

Grafik 6.1. Indeks Ketersediaan Lapangan Kerja Saat Ini Grafik 6.2. Indeks Penghasilan Saat Ini

6.2. Penduduk Miskin16

Berdasarkan data terakhir, Jumlah penduduk miskin di Sulsel hingga September 2014 menurun dibanding Maret 2014,

yang terjadi baik di kota maupun di desa. Jumlah penduduk miskin di Sulsel mengalami penurunan menjadi 806,35 ribu

pada September 2014, dari 864,3 ribu per Maret 2014, atau turun sebesar -7,56% (yoy). Persentase tersebut turun

seiring dengan berkurangnya jumlah penduduk miskin di kota maupun di desa. Jumlah penduduk miskin kota mengalami

penurunan sebesar -3,82% (yoy) menjadi 154,4 ribu orang (Grafik 6.3). Hal yang sama juga dialami oleh penduduk

pedesaan yang mengalami penurunan sebesar -6,45% (yoy), menjadi 651,95 ribu orang (Grafik 6.3). Penduduk miskin di

pedesaan menyumbang 80,85% dari total penduduk miskin yang ada, sedangkan sisanya sebesar 19,15% disumbang oleh

penduduk kota.

Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah

Grafik 6.3. Jumlah Penduduk Miskin Sulawesi Selatan Grafik 6.4. Persentase Jumlah Penduduk Miskin Sulampua Menurut Provinsi September 2014

Pertumbuhan garis kemiskinan pada September 2014 baik di kota maupun di desa mengalami perlambatan di

bandingkan dengan Maret 2014. Perlambatan tersebut sejalan dengan perlambatan inflasi pada September 2014

menjadi sebesar 3,72% (yoy) dari yang sebelumnya sebesar 5,88% (yoy) pada Maret 2014. Turunnya inflasi didorong oleh

pelemahan tekanan inflasi kelompok bahan makanan, kelompok transpor, serta kelompok pendidikan. Pelemahan

tekanan inflasi kelompok bahan makanan terjadi pada komponen volatile food yang didukung membaiknya kondisi cuaca

hingga akhir triwulan III 2014 sehingga aktivitas penangkapan ikan juga ikut membaik. Namun demikian, kondisi

kemiskinan di atas belum mencerminkan dampak setelah kenaikan harga bahan bakar minyak pada November 2014,

sehingga mendorong inflasi pada akhir 2014 meningkat menjadi 8,61% (yoy).

16 BPS menggunakan konsep kemampuan memenuhi kebutuhan dasar (basic needs approach). Dengan pendekatan ini, kemiskinan dipandang sebagai ketidakmampuan dari sisi ekonomi untuk memenuhi kebutuhan dasar makanan dan bukan makanan yang diukur dari sisi pengeluaran. Jadi, penduduk miskin adalah penduduk yang memiliki rata-rata pengeluaran per kapita per bulan di bawah garis kemiskinan.

152.8 150.8 129,2 133,6 148,0 160,5 162,49 154,40

930.3

880.9696,6

672,3639,7

696,9701,81

651,95

10,3%10,3%

10,1%

9,8%

9,5%

10,3% 10,3%

9,5%

9,0%

9,2%

9,4%

9,6%

9,8%

10,0%

10,2%

10,4%

0

100

200

300

400

500

600

700

800

900

1000

Mar-11 Sep-11 Mar-12 Sep-12 Mar-13 Sep-13 Mar-14 Sep-14

ribu orang

Desa Kota % Total Penduduk Miskin - kanan

7,48,3

9,5

12,1 12,813,6

17,418,4

26,327,8

0

5

10

15

20

25

30

0%

10%

20%

30%

40%

50%

60%

70%

80%

90%

100%

Malut Sulut Sulsel Sulbar Sultra Sulteng Gor Maluku Irjabar Papua

Desa Kota % Total Penddk Miskin - kanan

Page 76: Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan · melambatnya pertumbuhan ekonomi Sulsel triwulan I 2015. Sementara itu, tekanan inflasi tercatat menurun di triwulan

BAB 6 KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN

70 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan|Triwulan I 2015

Sektor Sekunder Menahan Perlambatan Ekonomi

Tabel 6.3. Garis Kemiskinan Sulsel

Garis Kemiskinan (Rp/kapita/bln) Pertumbuhan YoY Inflasi YoY

Sep-12 Mar-13 Sep-13 Mar-14 Sep-14 Sep-13 Mar-14 Sep-14 Sep-13 Mar-14 Sep-14

Kota 215.790 221.892 235.488 240.276 246.416 9,13% 8,29% 4,64% 7,24% 5,88% 3,72%

Desa 183.959 192.161 207.023 211.271 219.109 12,54% 9,94% 5,84%

Sumber : Badan Pusat Statistik, diolah

Persentase jumlah penduduk miskin di Sulawesi Selatan relatif cukup rendah jika dibandingkan dengan provinsi lain se-

Sulampua. Jumlah penduduk miskin Sulawesi Selatan berada pada urutan ketiga terendah (9,5%) setelah Provinsi Maluku

Utara (7,4%) dan Sulawesi Utara (8,3%) (Grafik 6.4). Urutan Provinsi Maluku Utara dan Sulawesi Utara tersebut juga tidak

mengalami perubahan dibandingkan kondisi pada Maret 2014. Sedangkan persentase jumlah penduduk miskin tertinggi

di Sulampua tercatat sebesar 27,8% dan masih terdapat di Provinsi Papua.

6.3. Rasio Gini17

Gini ratio Provinsi Sulawesi Selatan cenderung meningkat dan lebih tinggi dari provinsi lain di Sulampua. Nilai gini ratio

selama lima tahun terakhir (2010 sampai dengan 2014) cenderung terus membesar yang menunjukkan ketimpangan

pendapatan penduduk yang semakin besar (Tabel 6.4). Pada 2012, gini ratio Sulsel masih sama dengan nasional yakni

0,41. Namun demikian, pada 2014, gini ratio Sulsel justru meningkat menjadi 0,45 atau lebih tinggi daripada nasional

(0,41). Dibandingkan provinsi lain di Sulampua, nilai gini ratio Sulawesi Selatan termasuk tinggi. Angka gini ratio tertinggi

terjadi di Papua (0,46). Sulsel dan Gorontalo tercatat sebagai provinsi dengan gini ratio kedua terbesar se Sulampua.

Sementara itu, nilai gini ratio terendah (0,32) terjadi di Provinsi Maluku Utara.

Tabel 6.4. Nilai Gini Ratio

Sumber: BookletData Sosial Ekonomi, BPS

6.4. Nilai Tukar Petani18

Indikator kesejahteraan sektor unggulan (pertanian) relatif melemah, tercermin dari turunnya pertumbuhan Nilai

Tukar Petani (NTP) pada triwulan I 2015 dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Rata-rata NTP Sulsel pada triwulan

I 2015 menurun menjadi sebesar 104,23 lebih rendah dibandingkan rata-rata NTP pada triwulan sebelumnya (105,33)

(Grafik 6.5). Penurunan NTP tersebut didorong oleh kenaikan indeks harga barang dan jasa yang dikonsumsi oleh rumah

tangga maupun keperluan produksi pertanian yang lebih tinggi bila dibandingkan dengan indeks harga hasil produksi

pertanian. Meskipun rata-rata Indeks yang Diterima Petani naik sebesar 6,78% (yoy) dari sebesar 114,19 pada triwulan I

2014 menjadi sebesar 121,93 pada triwulan I 2015 (Grafik 6.7), namun rata-rata Indeks yang Dibayar Petani pada triwulan

I 2015 juga tumbuh tinggi sebesar 7,76% (yoy) dari 108,56 pada triwulan I 2014 menjadi 116,98 pada triwulan I 2015

(Grafik 6.6).

17 Angka koefisien gini adalah ukuran kemerataan pendapatan yang dihitung berdasarkan kelas pendapatan. Angka koefisien gini terletak antara 0 (nol) dan 1 (satu). Nol mencerminkan kemerataan sempurna dan satu menggambarkan ketidakmeraaan sempurna. 18NTP merupakan keseimbangan antara indeks harga yang diterima petani (It) dengan yang dibayar petani (Ib).

Provinsi 2010 2011 2012 2013 2014

Gorontalo 0.43 0.46 0.44 0.44 0.45

Papua 0.41 0.42 0.44 0.44 0.46

Sulawesi Selatan 0.40 0.41 0.41 0.43 0.45

Sulawesi Tenggara 0.42 0.41 0.40 0.43 0.40

Papua Barat 0.38 0.40 0.43 0.43 0.41

Sulawesi Utara 0.37 0.39 0.43 0.42 0.44

Sulawesi Tengah 0.37 0.38 0.40 0.41 0.35

Maluku 0.33 0.41 0.38 0.37 0.33

Sulawesi Barat 0.36 0.34 0.31 0.35 0.38

Maluku Utara 0.34 0.33 0.34 0.32 0.32

Indonesia 0.38 0.41 0.41 0.41 0.41

Page 77: Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan · melambatnya pertumbuhan ekonomi Sulsel triwulan I 2015. Sementara itu, tekanan inflasi tercatat menurun di triwulan

BAB 6 KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Triwulan I 2015

Sektor Sekunder Menahan Perlambatan Ekonomi 71

Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah

Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah

Grafik 6.5. Perkembangan Rata-rata Nilai Tukar Petani Grafik 6.6. Perkembangan Rata-rata Indeks yang Dibayar Petani

Peningkatan harga komoditas pangan (inflasi) tidak selalu diikuti perbaikan nilai tukar petani. Keterkaitan (korelasi)

antara inflasi dan nilai tukar petani justru negatif (bertolak belakang) (Grafik 6.8). Bahkan pada periode tahun 2012 hingga

2014, negatif dari korelasi tersebut semakin besar, mencapai -0,672 dibandingkan periode tahun 2009 - 2011. Gap antara

kenaikan inflasi dan perbaikan NTP semakin meningkat, pada saat terjadi peningkatan harga pangan seperti terjadi pada

Januari 2009 (kenaikan harga cabe merah, daging ayam ras, dan bawang merah) dan Juni 2010 (kenaikan harga beras dan

cabe merah). Demikian pula saat kenaikan harga bahan bakar minyak bersubsidi di Juli 2013 dan November 2014, gap

antara inflasi dan perkembangan NTP semakin besar.

Sumber: Badan Pusat Statistik

Grafik 6.7. Perkembangan Rata-rata Indeks yang Diterima Petani

Sumber: Badan Pusat Statistik

Grafik 6.8. Perkembangan Rata-rata Indeks yang Diterima Petani

Page 78: Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan · melambatnya pertumbuhan ekonomi Sulsel triwulan I 2015. Sementara itu, tekanan inflasi tercatat menurun di triwulan

BAB 6 KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN

72 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan|Triwulan I 2015

Sektor Sekunder Menahan Perlambatan Ekonomi

HALAMAN INI SENGAJA DIKOSONGKAN

Page 79: Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan · melambatnya pertumbuhan ekonomi Sulsel triwulan I 2015. Sementara itu, tekanan inflasi tercatat menurun di triwulan

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Triwulan I 2015

Sektor Sekunder Menahan Perlambatan Ekonomi 73

7. PROSPEK PEREKONOMIANDAN REKOMENDASI KEBIJAKAN

Bab 7 Prospek Perekonomian dan

Rekomendasi Kebijakan

Perekonomian Sulsel pada triwulan II 2015 dan untuk keseluruhan tahun

2015, masing-masing diperkirakan akan tumbuh pada kisaran 7,9% - 8,9%

(yoy) dan 7,0% - 8,0% (yoy). Jika dibandingkan dengan ekonomi nasional,

pertumbuhan ekonomi Sulsel 2015 akan tetap lebih tinggi. Di sisi

permintaan, pertumbuhan ekonomi masih akan ditopang oleh permintaan

domestik (konsumsi dan investasi), sementara ekspor luar negeri cenderung

masih lemah. Di sisi lapangan usaha, hampir semua sektor meningkat,

didukung oleh kebijakan pemerintah dan faktor musiman.

Tekanan harga akhir tahun 2015 diprakirakan akan tetap terkendali,

dengan besaran masuk dalam rentang target inflasi nasional. Faktor yang

mendorong adalah volatile food karena terkait peningkatan produksi bahan

pangan. Namun demikian, perlu diwaspadai untuk tekanan dari sisi

administered prices dan inflasi inti, masing-masing karena potensi harga

minyak dunia dan peningkatan permintaan masyarakat.

Page 80: Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan · melambatnya pertumbuhan ekonomi Sulsel triwulan I 2015. Sementara itu, tekanan inflasi tercatat menurun di triwulan

BAB 7 PROSPEK PEREKONOMIAN DAN REKOMENDASI KEBIJAKAN

74 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan|Triwulan I 2015

Sektor Sekunder Menahan Perlambatan Ekonomi

7.1. Prospek Pertumbuhan Ekonomi

Perekonomian Sulsel di triwulan II 2015 diperkirakan akan kembali meningkat, didorong oleh aktivitas semua

komponen PDRB (Produk Domestik Regional Bruto). Pertumbuhan ekonomi Sulsel pada triwulan II 2015 diperkirakan

kembali dalam arah meningkat dalam kisaran 7,9% - 8,9% (yoy). Dari sisi permintaan, permintaan konsumsi rumah tangga

tetap kuat, yang terpantau dari optimisme ekspektasi konsumen dan pedagang (hasil survei penjualan eceran). Investasi

meningkat, terutama investasi yang dibiayai pemerintah dan komersial. Dari sisi lapangan usaha, peningkatan di tahun

2015 akan terjadi pada hampir semua lapangan usaha, terutama untuk sektor pertanian, industri pengolahan,

perdagangan, dan penyediaan akomodasi. Faktor pendorong sisi sektoral adalah kebijakan pemerintah dan faktor

musiman.

Dengan mempertimbangkan kondisi global dan domestik serta perkembangan indikator ekonomi lainnya,

perekonomian Sulsel pada tahun 2015 diperkirakan tumbuh pada kisaran 7,0% - 8,0% (yoy), atau cenderung stabil jika

dibandingkan pertumbuhan tahun 2014 (7,57%, yoy). Pertumbuhan ekonomi 2015, diperkirakan masih diwarnai dengan

perlambatan permintaan komoditas dari negara mitra dagang yang menyebabkan pelemahan ekspor. Ekonomi global

sudah mulai membaik namun tidak secepat prakiraan sebelumnya. Perbaikan berasal dari ekonomi negara maju (Amerika

Serikan dan Kawasan Eropa), sementara ekonomi negara berkembang (Asia dan ASEAN) melambat. Dari sisi domestik,

kategori utama yang diperkirakan menopang pertumbuhan antara lain pertambangan, konstruksi, perdagangan

besar/eceran, transportasi, penyediaan akomodasi, informasi/komunikasi, real estate, dan jasa-jasa. Peningkatan

beberapa sektor tersebut terkait beroperasinya tambahan smelter dan kegiatan pendukungnya, mulai beroperasinya

hotel di Makassar, serta pembangunan infrastruktur transportasi dan distribusi.

Grafik 7.1. Perkembangan PDRB Sulsel dan Proyeksinya

7.1.1 Prospek Sisi Pengeluaran

Komponen sisi konsumsi triwulan II 2015 diperkirakan lebih baik dibandingkan triwulan I 2015. Komponen permintaan

yang berasal dari komponen konsumsi, baik konsumsi rumah tangga maupun konsumsi pemerintah, terkoreksi meningkat

setelah melemah pada triwulan I 2015. Indikator meningkatnya konsumsi rumah tangga pada triwulan II 2015 adalah

tendensi ekspektasi konsumen yang kembali membaik (indeks 107,7), disertai dengan peningkatan rencana pembelian

barang tahan lama (durable) dengan indeks masih diatas 100. Jenis barang tahan lama yang diperkirakan meningkat (hasil

Survei Penjualan Eceran - Bank Indonesia Sulsel), antara lain jenis barang suku cadang/aksesori serta perlengkapan rumah

tangga lainnya (semen, pasir, bahan konstruksi, dan alat elektronik). Di sisi lain, konsumsi pemerintah diperkirakan juga

cenderung meningkat seiring optimalisasi penyerapan anggaran oleh Pemerintah daerah maupun instansi vertikal di

Sulsel. Diperkirakan nominal realisasi belanja rutin pemerintah, belanja modal, maupun dana desa, meningkat signifikan.

Dengan perkembangan tersebut, untuk keseluruhan tahun 2015, konsumsi rumah tangga dan pemerintah, masing-

masing akan tumbuh dalam kisaran 6,0%-7,0% dan 4,6%-5,6%.

4

5

6

7

8

9

10

20

12

Q1

20

12

Q2

20

12

Q3

20

12

Q4

20

13

Q1

20

13

Q2

20

13

Q3

20

13

Q4

20

14

Q1

20

14

Q2

20

14

Q3

20

14

Q4

20

15

Q1

20

15

Q2

20

15

Q3

20

15

Q4

%, yoy

2014:7,57%

2015:7,5% - 8,5%

2012:7,61%

2013:8,37%

Page 81: Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan · melambatnya pertumbuhan ekonomi Sulsel triwulan I 2015. Sementara itu, tekanan inflasi tercatat menurun di triwulan

BAB 7 PROSPEK PEREKONOMIAN DAN REKOMENDASI KEBIJAKAN

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Triwulan I 2015

Sektor Sekunder Menahan Perlambatan Ekonomi 75

Sumber: Badan Pusat Statistik

p) Perkiraan BPS

Sumber: Survei Penjualan Eceran – BI

P) Ekspektasi Pedagang

Grafik 7.2. Indeks Tendensi Konsumen Grafik 7.3. Indeks Penjualan Eceran

Sumber: Kanwil Perbendaharaan Negara Sulsel dan

Badan Pengelola Keuangan Daerah Provinsi Sulsel (Realisasi s.d. Maret 2015)

Grafik 7.4. Persentase Realisasi Pagu Anggaran Pemerintah Pusat di Daerah

Komponen investasi Sulsel diprakirakan akan membaik pada triwulan II 2015 dan meningkat pada keseluruhan 2015.

Beberapa proyek pemerintah dan swasta, sesuai rencana akan dimulai pelaksanaannya pada triwulan II 2015 yaitu senilai

Rp5,74 triliun atau tumbuh -7,4% (yoy), mulai membaik jika dibandingkan triwulan I 2015 yang tumbuh -62,6% (yoy).

Mulai triwulan II 2015, beberapa proyek pemerintah dijadwalkan mulai berjalan dengan nilai Rp694,22 miliar (tumbuh

113,4%), yaitu antara lain :

1. Pembangunan Jalan (Rp372,55 miliar) berlokasi di Tana Toraja, Watampone, Takalar, Makassar, Luwu Utara, Luwu

Selatan.

2. Gedung perkantoran(Rp152,01 miliar) berlokasi di Maros, Pangkep, Palopo, Gowa, Bulukumba.

3. Rumah Susun (Rp63 miliar) berlokasi di Soppeng, Enrekang, Makassar, Barru, Pinrang, Parepare, Maros, Bantaeng,

Sengkang, Palopo, Gowa, Bone.

4. Gedung Universitas Hasanuddin (Rp50miliar) berlokasi di Makassar.

5. Tempat Pembuangan Sampah (Rp20 miliar) berlokasi di Bantaeng, Rantepao.

6. Bandara Pongtiku (Rp14,7miliar) berlokasi di Tana Toraja.

7. Pembangkit listrik (90 Kw) (Rp11,96 miliar) berlokasi di Gowa.

8. Pusat Kesehatan (Rp10 miliar) berlokasi di Makassar.

Sementara proyek swasta yang dimulai pada triwulan II 2015 diperkirakan senilai Rp5,05 triliun (tumbuh -14,1%) antara

lain :

1. Pembangkit listrik/power plant sebesar 2 X 2,3 MW; 1 X 1,5 MW; dan 2 X 60 MW senilai Rp2,47 triliun berlokasi di

Enrekang, Bantaeng, Palopo, dan Luwu Timur.

2. Pabrik smelter Cinta Jaya (Rp800miliar) berlokasi di Bantaeng.

3. Pusat perbelanjaan (Rp725 miliar) berlokasi di Makassar.

4. Hotel dan resort (Rp460miliar) berlokasi di Makassar.

5. Rumah Residensial dan Apartemen (Rp280 miliar) berlokasi di Makassar, Gowa, dan Maros

6. Pergudangan (Rp90 miliar) berlokasi di Makassar.

7. Perkantoran (Rp36,9 miliar) berlokasi di Makassar dan Maros.

105,5108,1

111,8 110,1 111,1 110,1 110,7108,2

96,3

107,7

90

95

100

105

110

115

120

I II III IV I II III IV I IIp

2013 2014 2015

Indeks Tendensi Konsumen Perkiraan Pendapatan RT

Rencana pembelian barang durableSum

be

r :

BP

S

-20

-15

-10

-5

0

5

10

15

20

I II III IV I II III IV I II III IV I IIP

2012 2013 2014 2015

%, yoy

Suku cadang dan aksesori Perlengkapan rumah tangga lainnya

10,8%

30,9%

52,1%

89,8%

10,0%

29,5%

49,6%

86,4%

11,7%

32,4%

52,8%

86,4%

11,02%

29,24%

-10%

0%

10%

20%

30%

40%

50%

60%

0%

10%

20%

30%

40%

50%

60%

70%

80%

90%

100%

I II III IV I II III IV I II III IV I II-P

2012 2013 2014 2015

p : perkiraan realisasi triwulan II (data historis)

Page 82: Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan · melambatnya pertumbuhan ekonomi Sulsel triwulan I 2015. Sementara itu, tekanan inflasi tercatat menurun di triwulan

BAB 7 PROSPEK PEREKONOMIAN DAN REKOMENDASI KEBIJAKAN

76 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan|Triwulan I 2015

Sektor Sekunder Menahan Perlambatan Ekonomi

Tabel 7.1. Daftar Pembangunan Proyek Oleh Pemerintah dan Swasta

Sumber : BCI Asia, 2015

Kinerja ekspor dan impor diprakirakan membaik, termasuk untuk perdagangan antar pulau. Penurunan ekspor Sulsel

pada triwulan I 2015 diperkirakan akan membaik pada triwulan II-2015. Rendahnya harga komoditas andalan ekspor

disikapi Pemda dengan melaksanakan kebijakan akselerasi ekspor melalui diversifikasi produk dan Negara tujuan ekspor.

Untuk mendukung kebijakan tersebut, Gubernur Sulsel telah mencanangkan kenaikan nilai ekspor non-migas menjadi 3

kali lipat dari kondisi sekarang, kepada setiap Kabupaten diminta agar mempunyai komoditi andalan ekspor. Beberapa

indikasi positif berupa mulai pulihnya permintaan negara-negara partner dagang utama Sulsel (Jepang, Tiongkok)

memberikan optimisme kenaikan ekspor daerah. Menurut proyeksi World Economic Outlook (IMF) (Tabel 7.1),

perkembangan perekonomian tahun 2015 untuk Jepang dan Tiongkok masing-masing tumbuh 1,0% dan 6,8% (proyeksi

April 2015), terkoreksi ke atas dibandingkan proyeksi Januari 2015 (masing-masing 0,6% dan 6,8%).

Dari sisi domestik, seiring dengan datangnya musim panen sektor pertanian serta persiapan bulan Ramadhan, maka arus

perdagangan antar pulau diyakini akan meningkat sesuai pola musimannya. Peran Sulsel sebagai pemasok beras bagi 23

provinsi lainnya serta memasok komoditas pangan lainnya diperkirakan akan meningkat.

Tabel 7.2. Perkiraan Pertumbuhan Ekonomi Beberapa Negara

Pertumbuhan Ekonomi (%, yoy)

WEO (IMF) WEO (IMF)

Jan-15 Apr-15

2014 2015p 2016p 2014 2015p 2016p

Amerika Serikat 2,4 3,6 3,3 2,4→ 3,1↓ 3,1↓

Kawasan Eropa 0,8 1,2 1,4 0,9↑ 1,5↑ 1,6↑

Kawasan Asia 6,5 6,4 6,2 6,8↑ 6,6↑ 6,4↑

China 7,4 6,8 6,3 7,4→ 6,8→ 6,3→

Jepang 0,1 0,6 0,8 –0,1↓ 1,0↑ 1,2↑

Kawasan ASEAN* 4,5 5,2 5,3 4,6↑ 5,2→ 5,3→

Output Dunia 3,3 3,5 3,7 3,4↑ 3,5→ 3,8↑

*) Terdiri dari Indonesia, Malaysia, Filipina, Thailand, dan Vietnam p) Proyeksi Keterangan: ↑ Lebih tinggi dari perkiraan sebelumnya → Sama dengan perkiraan sebelumnya ↓ Lebih rendah dari perkiraan sebelumnya

Di sisi harga, harga internasional komoditas pertanian dan pertambangan masih melanjutkan trend pelemahan. Tren

harga internasional tersebut diperkirakan mulai membaik pada akhir tahun 2015 dan secara langsung berimbas positif

pada peningkatan ekspor. Harga komoditas ekspor utama, yaitu nikel dan kakao yang trennya masih terus menurun,

masing-masing tumbuh sebesar -30,52% (yoy) dan -6,0% (yoy), hingga April 2015. Melemahnya harga nikel, karena

berkurangnya permintaan industri besi/baja, terutama dari Tiongkok yang merupakan konsumen separuh pasokan logam

seluruh dunia. Sementara penurunan harga kakao terkait dengan membaiknya pasokan dunia sepanjang 2015. Harga biji-

Perkembangan

Kepemilikan Nilai Kepemilikan Nilai (yoy)

Total 2.644.492 Total 988.706 -62,6%

Pemerintah 1.034.610 Pemerintah 264.570 -74,4%

Commercial 1.608.682 Commercial 716.536 -55,5%

Perseorangan 1.200 Perseorangan 7.600 533,3%

Total 6.202.288 Total 5.741.914 -7,4%

Pemerintah 325.388 Pemerintah 694.222 113,4%

Commercial 5.873.900 Commercial 5.047.692 -14,1%

Perseorangan 3.000 Perseorangan - -100,0%

Total 1.467.001 Total 9.895.253 574,5%

Pemerintah 565.481 Pemerintah 790.040 39,7%

Commercial 897.320 Commercial 9.102.963 914,5%

Perseorangan 4.200 Perseorangan 2.250 -46,4%

Total 680.663 Total 6.842.080 905,2%

Pemerintah 208.613 Pemerintah 770.080 269,1%

Commercial 469.050 Commercial 6.071.000 1194,3%

Perseorangan 3.000 Perseorangan 1.000 -66,7%

Total 10.994.444 Total 23.467.953 113,5%

Pemerintah 2.134.092 Pemerintah 2.518.912 18,0%

Commercial 8.848.952 Commercial 20.938.191 136,6%

Perseorangan 11.400 Perseorangan 10.850 -4,8%

Total 2014

Proyek dimulai

Tw I 2015

Proyek dimulai

Tw II 2015

Proyek dimulai

Tw III 2015

Proyek dimulai

Tw IV 2015

Total 2015

KeteranganSulsel Sulsel

Keterangan

Proyek dimulai

Tw I 2014

Proyek dimulai

Tw II 2014

Proyek dimulai

Tw III 2014

Proyek dimulai

Tw IV 2014

Page 83: Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan · melambatnya pertumbuhan ekonomi Sulsel triwulan I 2015. Sementara itu, tekanan inflasi tercatat menurun di triwulan

BAB 7 PROSPEK PEREKONOMIAN DAN REKOMENDASI KEBIJAKAN

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Triwulan I 2015

Sektor Sekunder Menahan Perlambatan Ekonomi 77

bijian, sebaliknya sepanjang 2015 akan menurun sekitar 5%, lebih rendah dari tahun 2014 yang turun 4,5%. Selain itu,

adanya rencana kebijakan pelarangan ekspor rumput laut, diperkirakan akan ikut menekan perkembangan ekspor di

Sulsel (lihat boks).

Sumber: World Bank

Sumber: World Bank

Grafik 7.5. Perkembangan Harga Internasional Nikel Grafik 7.6. Perkembangan Harga Internasional Coklat

Perdagangan dalam negeri (antarpulau) diperkirakan lebih tinggi seiring meningkatnya permintaan menjelang

Ramadhan/Lebaran, serta membaiknya fasilitas dan pelayanan antar pulau. Infrastruktur yang semakin membaik akan

mendukung perhubungan antar pulau19

dan memudahkan lalu lintas pengiriman barang antarpulau yang saat ini

menggunakan truk20

dan fasilitas kapal ro-ro. Selain itu, produksi di sektor tradable (pertanian, pertambangan, dan

industri pengolahan), diperkirakan meningkat. Stok komoditas pangan di Sulsel cukup memadai untuk satu semester ke

depan, yang pada umumnya dikirimkan ke beberapa provinsi.

7.1.2 Prospek Sisi Lapangan usaha

Pada triwulan II 2015, hampir semua kategori lapangan usaha (sektor) cenderung meningkat. Lapangan usaha primer,

yaitu sektor pertanian dan sektor pertambangan cenderung mengalami peningkatan. Demikian pula dengan

perkembangan lapangan usaha sekunder (industri pengolahan), yang meningkat karena mengantisipasi permintaan pada

saat ramadhan dan lebaran. Dengan perkembangan di sisi sektoral tersebut, pertumbuhan ekonomi Sulsel triwulan II

2015 akan berkisar 7,9%-8,9% (yoy). Sehingga dengan perkembangan yang akan terjadi sampai dengan kuartal kedua

tersebut, maka pertumbuhan keseluruhan tahun 2015 akan berada pada kisaran 7,0% - 8,0% (yoy).

Lapangan usaha pertanian, terutama tanaman bahan makanan, diprakirakan akan meningkat pada triwulan II 2014.

Curah hujan yang cenderung rendah hingga menengah, diperkirakan akan memengaruhi peningkatan produksi sektor

pertanian. Dari sisi subsektor perkebunan, tren harga internasional untuk kopi dan coklat mengalami perbaikan sampai

dengan triwulan I 2015, sehingga ekspor kedua komoditas tersebut juga terpantau meningkat.

Lapangan usaha pertambangan diprakirakan akan tumbuh stabil, seiring strategi perusahaan tambang yang hanya

menargetkan peningkatan sedikit produksi21

. Perusahaan tambang di Sulsel pada tahun 2015, untuk menyiasati

penurunan permintaan pasar dunia akan lebih fokus pada pemeliharaan alat produksi, penghematan biaya, dan perluasan

wilayah konsesi. Dari sisi harga internasional nikel, hingga April 2015, harga nikel turun -30,52% (yoy) hingga level harga

USD 12830,92 per metrik ton.

Lapangan usaha industri pengolahan diprakirakan akan meningkat pada triwulan II 2015. Berdasarkan pola historisnya,

menjelang Ramadhan/Lebaran, industri pengolahan bahan makanan meningkatkan produksinya. Faktor cuaca

mendukung lancarnya pasokan bahan baku ke industri pengolahan, khususnya industri dengan bahan dasar hasil laut.

Selain itu, harga komoditas hasil olahan ikan mengalami peningkatan, diiringi dengan peningkatan ekspor. Nilai ekspor

19 Penambahan dermaga peti kemas, serta mulai beroperasinya lintas penyeberangan Pelabuhan Paciran, Jawa Timur dengan Pelabuhan Garongkong di

Kabupaten Barru. 20 Pengiriman barang untuk pengiriman dalam partai kecil,dengan metode tersebut mengurangi biaya bongkar muat barang. 21 Setelah mencapai rekor produksi tahun 2014 sebesar 78.726 ton nikel, tahun ini PT Vale Indonesia Tbk. (INCO) membidik target produksi tumbuh tipis

1,6% menjadi 80.000 ton nikel.

-40%

-30%

-20%

-10%

0%

10%

20%

30%

40%

0

5.000

10.000

15.000

20.000

25.000

30.000I II III IV

I II III IV

I II III IV

I II III IV

I

II*

20

15

-p

2011 2012 2013 2014 2015Proyeksi

yoy$/mt

Harga Internasional Nikel g.Harga Internasional Nikel - sisi kanan

-40%

-30%

-20%

-10%

0%

10%

20%

30%

40%

0

0,5

1

1,5

2

2,5

3

3,5

4

I II III IV

I II III IV

I II III IV

I II III IV

I

II*

20

15

-p

2011 2012 2013 2014 2015Proyeksi

yoyUSD/kg

Harga Internasional Coklat g.Harga Internasional Coklat - sisi kanan

Page 84: Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan · melambatnya pertumbuhan ekonomi Sulsel triwulan I 2015. Sementara itu, tekanan inflasi tercatat menurun di triwulan

BAB 7 PROSPEK PEREKONOMIAN DAN REKOMENDASI KEBIJAKAN

78 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan|Triwulan I 2015

Sektor Sekunder Menahan Perlambatan Ekonomi

hasil olahan ikan pada triwulan I 2015 mencapai 9,9 juta USD mengalami peningkatan 12,46%(yoy), di saat komoditas

ekspor yang lain melambat.

Lapangan usaha perdagangan besar/eceran kategori diprakirakan masih akan tumbuh meningkat pada triwulan II

2015. Kegiatan perdagangan diperkirakan relatif meningkat terkait factor musiman yanitu datangnya bulan Ramadhan

dan Lebaran. Indikasi tersebut sesuai dengan hasil survei penjualan eceran yang dilakukan Bank Indonesia. Indeks

penjualan eceran pada triwulan II 2015 meningkat, terutama untuk barang berupa suku cadang/aksesori kendaraan

(0,86%; yoy) dan perlengkapan rumah tangga lainnya (3,47%; yoy).

Lapangan usaha penyediaan akomodasi diperkirakan meningkat seiring pencabutan kebijakan pelarangan kegiatan di

hotel bagi pegawai negeri sipil. Larangan22

untuk melakukan kegiatan dinas dan penyelenggaraan di hotel untuk pegawai

negeri sipil, yang diterapkan pada triwulan IV 2014, telah dicabut pada awal triwulan II 201523

. Dengan adanya revisi

aturan tersebut, maka diperkirakan akan memulihkan kembali tingkat okupansi hotel, terutama dengan kategori bintang

dua ke bawah. Kenaikan tersebut meskipun positif namun tidak akan memulihkan seperti kondisi sebelum peraturan

pemerintah tersebut terbit. Besaran anggaran pemerintah untuk kegiatan rapat diluar kantor yang jauh lebih rendah dari

tahun sebelumnya, tetap akan menjadi pembatas kenaikan kegiatan di hotel tersebut. Berdasarkan perkiraan

Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI), peningkatan tingkat okupansi akan berada di kisaran 40% sampai

50%.

Sementara itu, lapangan usaha jasa keuangan diperkirakan sedikit melambat, sebagaimana ekspektasi pelaku

perbankan. Hasil Survei Perbankan Bank Indonesia triwulan I 2015, memperkirakan perlambatan pertumbuhan kredit

triwulan II 2015, seiring permintaan pembiayaan yang masih rendah pada awal tahun dan kebijakan perbankan yang lebih

selektif dalam penyaluran kredit baru. Meskipun demikian, hasil dari survei tersebut untuk keseluruhan tahun 2015,

kredit akan sebesar 17,1% (yoy) lebih tinggi dari hasil survei sebelumnya (15,7%; yoy)24

. Perlambatan sektor keuangan

tahun 2014 sesuai perkiraan Bank Indonesia, untuk mengantisipasi ketidakpastian ekonomi global dan domestik, sehingga

Bank Indonesia25

pun hanya memperkirakan pertumbuhan kredit/DPK nasional tahun 2015 berkisar antara 15% - 17%

(yoy) sebagaimana dari tahun 2014.

7.2. Prospek Inflasi

Laju inflasi triwulan II 2015 secara umum diperkirakan melambat dalam rentang 6,0% - 7,0% (yoy), dibandingkan

triwulan I 2015 sebesar 7,1% (yoy) dengan asumsi harga bakar minyak dalam tren stabil atau turun. Tekanan inflasi

yang relatif mereda berasal dari komponen volatile food dan administered prices. Relatif stabilnya inflasi karena pasokan

bahan makanan cukup dan distribusi yang lancar, antara lain terpantau dari turunnya harga komoditas daging ayam ras,

ikan segar, dan bumbu-bumbuan. Bank Indonesia bersama Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID) se-Sulsel senantiasa

akan melakukan berbagai langkah koordinasi akan dilakukan untuk meminimalisasi tekanan inflasi.

Kegiatan untuk menjaga ketersediaan barang dan kelancaran distribusi terus dilakukan oleh Tim Pengendalian Inflasi

Daerah (TPID) Provinsi Sulsel maupun TPID di tingkat kabupaten/kota. Pada triwulan II 2015, TPID akan melakukan

koordinasi di tingkat Provinsi untuk mengatisipasi tekanan inflasi menjelang Ramadhan dan Idul Fitri. Pemerintah Provinsi

Sulsel berkomitmen untuk mencapai tingkat inflasi 2015 sekitar 4%. Seiring dengan upaya tersebut, realisasi bulan April

2015, terjadi inflasi sebesar 0,33% (mtm) atau inflasi 7,10% (yoy).

22 Surat Edaran Mendagri dan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi,menginstruksikan kepada semua kepala daerah, mulai

dari gubernur, wali kota, hingga bupati, untuk menggelar rapat di kantor masing-masing. 23 PermenPan RB Nomor 6/2015, yang mempersyaratkan rapat di luar kantor dan dibiayai APBN/APBD dapat dilaksanakan di luar kantor, tetapi harus

secara selektif dengan memenuhi beberapa kriteria, antara lain bersifat internasional, memiliki urgensi tinggi, terkait pembahasan materi bersifat strategis, atau memerlukan koordinasi lintas sektoral.

24 Statistik Perbankan Indonesia Triwulan I 2015 25 Sambutan akhir tahun Gubernur Bank Indonesia, Pertemuan Tahunan Perbankan, 14 November 2014

Page 85: Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan · melambatnya pertumbuhan ekonomi Sulsel triwulan I 2015. Sementara itu, tekanan inflasi tercatat menurun di triwulan

BAB 7 PROSPEK PEREKONOMIAN DAN REKOMENDASI KEBIJAKAN

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Triwulan I 2015

Sektor Sekunder Menahan Perlambatan Ekonomi 79

Grafik 7.7. Perkembangan Laju Inflasi Sulsel dan Proyeksinya

Tekanan inflasi volatile food diperkirakan cenderung turun didukung oleh pasokan yang mencukupi. Dari sisi stok,

kecukupan beras akan tersedia untuk 11 bulan ke depan. Ditambah pula hasil prognosa Dinas Pertanian, pada triwulan II

2015, akan terjadi peningkatan produksi dan terjadi surplus untuk komoditas beras, cabai besar, cabai rawit, dan bawang

merah. Faktor cuaca pada triwulan II 2015 juga relatif optimal (menengah) untuk penanaman tanaman bahan makanan.

April 2015 Mei 2015 Juni 2015

Sumber: Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika

Grafik 7.8. Prakiraan Curah Hujan Sulawesi Selatan

Inflasi administered prices triwulan II tahun 2015 diperkirakan akan mengalami tekanan inflasi. Risiko inflasi terutama

yang bersumber dari administered prices masih perlu diwaspadai, terutama terkait perkembangan harga minyak dunia

yang berpengaruh besar terhadap penetapan harga BBM di dalam negeri dan tarif penyesuaian Tarif Tenaga Listrik (TTL).

Harga minyak dunia khususnya MOPS (Mid Oil Platts Singapore) yang menjadi rujukan dalam penetapan harga BBM

cenderung naik di awal bulan April 2015. Hal ini juga dikonfirmasi oleh perkembangan harga futures minyak Brent yang

dalam tren meningkat hingga akhir tahun 2015. Oleh karena itu, pengendalian harga perlu lebih difokuskan pada respon

kebijakan dalam mengantisipasi dampak peningkatan harga BBM terhadap inflasi, khususnya penetapan tarif angkutan.

Tekanan inflasi komponen core inflation diperkirakan juga meningkat, didorong oleh ekspektasi konsumen dan

pedagang yang cenderung meningkat. Ekspektasi konsumen terhadap harga 3 bulan yang akan datang melambat, yang

tercermin dari hasil Survei Konsumen (SK) (Grafik 7.9) dan survei pedagang eceran (SPE) (Grafik 7.10). Survei Konsumen

indeksnya relatif meningkat menjadi 179,67 di triwulan II 2015 dan 188,50 di triwulan III 2015, dari triwulan I 2015

sebelumnya (180,83). Demikian pula, indeks ekspektasi pedagang terhadap harga 3 (tiga) bulan yang akan datang relatif

meningkat, menjadi 100,17 di triwulan II 2015 dan 100,07 di triwulan III 2015, dibandingkan dari triwulan I 2015 (100,10).

Selain itu, harga emas diperkirakan juga dalam tren meningkat sampai dengan akhir tahun 2015.

0%

1%

2%

3%

4%

5%

6%

7%

8%

9%

10%

1 2 3 4 5 6 7 8 9101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9101112 1 2 3 4 . 12

2011 2012 2013 2014 2015

Infl

asi T

ahu

nan

Nasional Sulsel

Sasaran Inflasi 2013: 4,5% + 1Sulsel 2013: 6,22%Nasional 2013: 8,38%

Sasaran Inflasi 2011: 5% + 1Sulsel 2011: 2,87%Nasional 2011: 3,79%

Sasaran Inflasi 2012: 4,5% + 1Sulsel 2012: 4,41%Nasional 2012: 4,30%

Sasaran Inflasi 2015:

4% + 1

Sasaran Inflasi 2014: 4,5% + 1Sulsel 2014: 8,61%Nasional 2014: 8,36%

Page 86: Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan · melambatnya pertumbuhan ekonomi Sulsel triwulan I 2015. Sementara itu, tekanan inflasi tercatat menurun di triwulan

BAB 7 PROSPEK PEREKONOMIAN DAN REKOMENDASI KEBIJAKAN

80 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan|Triwulan I 2015

Sektor Sekunder Menahan Perlambatan Ekonomi

Sumber: Survei Konsumen Sumber: Survei Penjualan Eceran

Grafik 7.9. Indeks Ekspektasi Konsumen terhadap Harga Grafik 7.10. Indeks Ekspektasi Pedagang terhadap Harga

Sumber: World Bank

Grafik 7.11. Perkembangan Harga Internasional Emas

Tabel 7.3. Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi dan Inflasi Provinsi Sulawesi Selatan (Tahun Dasar 2010)

160

165

170

175

180

185

190

195

200

I II III IV I II III IV I II III IV I II III*

2012 2013 2014 2015

Indeks perubahan harga umum 3 bulan yad

99,5

99,6

99,7

99,8

99,9

100,0

100,1

100,2

100,3

100,4

100,5

I II III IV I II III IV I II III IV I II III*

2012 2013 2014 2015

Ekspektasi Harga Umum 3 bln yad

-30%

-20%

-10%

0%

10%

20%

30%

40%

50%

1000

1100

1200

1300

1400

1500

1600

1700

1800

I II III IV

I II III IV

I II III IV

I II III IV

I

II*

2015

-p

2011 2012 2013 2014 2015Proyeksi

yoyUSD/troy onz

Emas g.Emas - sisi kanan

IV Total I IIP Total-P

Sisi Pengeluaran

Konsumsi Rumah Tangga 6,51 6,98 5,96 5,49 5,92 5,32 6,3-7,3 6,0-7,0

Konsumsi LNPRT 6,61 7,14 10,36 4,93 11,26 (2,50) 4,2-5,2 2,5-3,5

Konsumsi Pemerintah 4,70 4,20 2,70 (2,92) 1,88 6,99 6,6-7,6 4,6-5,6

Pembentukan Modal Tetap Bruto 12,73 15,67 13,19 9,03 9,40 7,13 9,3-10,3 8,5-9,5

Ekspor (9,49) (2,04) 3,06 14,73 11,85 (9,37) 6,4-7,4 1,9-2,9

Impor (7,08) 6,11 5,36 9,35 (1,64) 0,41 5,7-6,7 6,1-7,1

Sisi Lapangan Usaha

Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan 6,89 4,58 4,93 10,40 10,00 2,09 7,8-8,8 5,7-6,7

Pertambangan dan Penggalian (3,80) 5,32 5,63 9,60 11,40 2,83 6,6-7,6 6,0-7,0

Industri Pengolahan 9,03 8,66 9,22 15,20 9,50 6,05 8,9-9,9 7,7-8,7

Pengadaan Listrik, Gas 10,08 16,24 8,19 15,00 10,60 7,52 7,1-8,1 6,9-7,9

Pengadaan Air 12,63 3,54 5,50 (1,20) 2,10 0,58 4,9-5,9 3,8-4,8

Konstruksi 6,92 9,86 10,57 5,10 6,10 6,63 6,7-7,7 7,1-8,1

Perdagangan Besar dan Eceran, dan Reparasi Mobil dan Sepeda Motor 10,35 11,86 7,23 3,40 7,10 5,62 8,4-9,4 7,7-8,7

Transportasi dan Pergudangan 13,05 13,45 6,45 4,80 2,10 3,60 8,0-9,0 7,0-8,0

Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum 8,70 11,40 6,76 5,60 7,80 5,81 6,6-7,6 6,8-7,8

Informasi dan Komunikasi 11,81 20,60 14,07 6,60 5,80 7,34 8,2-9,2 7,7-8,7

Jasa Keuangan 19,78 15,88 9,28 11,90 5,90 9,18 7,7-8,7 7,5-8,5

Real Estate 11,13 10,50 8,98 9,00 8,00 8,88 8,0-9,0 8,5-9,5

Jasa Perusahaan 9,00 8,02 6,97 7,40 6,80 4,77 8,5-9,5 7,1-8,1

Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib 6,52 2,23 3,07 0,70 1,00 2,47 7,8-8,8 6,5-7,5

Jasa Pendidikan 10,44 7,50 7,72 3,10 4,70 8,90 8,7-9,7 8,3-9,3

Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial 9,04 10,67 8,25 3,30 10,20 7,41 7,8-8,8 7,7-8,7

Jasa lainnya 6,69 8,11 7,14 9,40 7,60 9,42 8,7-9,7 8,5-9,5

PDRB 8,13 8,87 7,63 7,71 7,57 5,23 7,9-8,9 7,0-8,0

Inflasi 2,87 4,41 6,21 8,61 8,61 7,13 6,0-7,0 4,0±1,0

Sumber: Badan Pusat Statistik, diolahp proyeksi Bank Indonesia

2015Pertumbuhan Ekonomi dan

Inflasi Provinsi Sulsel201320122011

2014

Page 87: Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan · melambatnya pertumbuhan ekonomi Sulsel triwulan I 2015. Sementara itu, tekanan inflasi tercatat menurun di triwulan

BAB 7 PROSPEK PEREKONOMIAN DAN REKOMENDASI KEBIJAKAN

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Triwulan I 2015

Sektor Sekunder Menahan Perlambatan Ekonomi 81

7.3. Rekomendasi Kebijakan

Untuk mendorong realisasi potensi ekonomi Sulsel yang masih besar serta untuk memperkuat peran Sulsel sebagai

‘simpul utama’ perekonomian Kawasan Timur Indonesia serta implementasi Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) 2015,

berikut kebijakan yang disarankan kepada pemerintah daerah, antara lain:

a. Mendorong pertumbuhan ekonomi daerah yang inklusif melalui:

Mendorong peningkatan ekonomi lokal, antara lain menerapkan kebijakan pemakaian seragam batik/tenun

khas Sulsel pada hari-hari tertentu, mengkonsumsi makanan-makanan lokal/tradisional termasuk minuman

lokal (seperti markisa dll), dsb.

Meningkatkan produksi sektor primer,

Menjaga dan meningkatkan iklim investasi daerah

Mendorong hilirisasi industri pengolahan, dan

Mendorong dan memfasilitasi peningkatan ekspor melalui kebijakan yang mendorong peningkatan produksi,

akses pasar/diversifikasi tujuan ekspor, dan peningkatan nilai tambah (misalkan dari sisi standar higienis,

kemasan, dsb)

Melakukan percepatan stimulus fiscal, berupa belanja rutin atau modal, secara tepat waktu dan tepat sasaran.

Meningkatkan kualitas SDM, melalui berbagai jalur latihan dan pendidikan yang tepat kebutuhan.

Untuk kegiatan pengendalian harga telah dicapai banyak kemajuan dan prestasi, untuk penguatan kedepan maka yang

disarankan kepada pemerintah daerah, antara lain:

b. Percepatan pembangunan infrastruktur pertanian (waduk, saluran irigasi, dan perluasan area tanam) akan lebih

meningkatkan ketersediaan/kedaulatan pangan di Sulsel. Dengan demikian, Sulsel akan lebih mampu menjadi buffer

stock penopang ketersediaan bahan makanan bagi provinsi lainnya.

c. Mengingat posisi Sulsel yang surplus pangan dan memasok banyak propinsi diluar Sulsel (faktor disparitas harga) dan

sering mengakibatkan kekurangan stok pangan, maka perlu dipikirkan kebijakan antisipatifnya, misalkan kebijakan

kabupaten untuk pengadaan stok pangan daerah (diluar yang telah dilakukan Bulog) dengan harga yang dapat

diterima petani, penguatan kelembagaan kelompok tani untuk memperkuat posisi terhadap para tengkulak,

penguatan sektor pembiayaan petani (melawan godaan ijon), dan penguatan lembaga penjamin stok pangan (Bulog).

Page 88: Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan · melambatnya pertumbuhan ekonomi Sulsel triwulan I 2015. Sementara itu, tekanan inflasi tercatat menurun di triwulan

BAB 7 PROSPEK PEREKONOMIAN DAN REKOMENDASI KEBIJAKAN

82 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan|Triwulan I 2015

Sektor Sekunder Menahan Perlambatan Ekonomi

Boks 7.A. Karakteristik Ekspor Rumput Laut Sulsel

Sebagian besar produksi rumput laut di Sulsel untuk konsumsi domestik. Produksi rumput laut Sulsel lebih dari 2 juta

ton selama 3 tahun berturut-turut, dan mencapai 2,74 juta ton tahun 2014. Untuk pangsa pasarnya, lebih dari 50%

produksi rumput laut di Sulsel, cenderung digunakan untuk konsumsi domestik. Sementara ekspor berkisar 27,5% di

tahun 2014. Porsi ekspor terbesar terjadi pada tahun 2013, sebesar 45,49%, sebagian besar rumput laut dikirim ke

negara China (71,11%), ASEAN (8,49%), Amerika (6,83%), Hongkong (4,98%), dan Korea Selatan 4,15%.

Tabel 7.A. 1 Pangsa Ekspor Rumput Laut terhadap Produksi Sulawesi Selatan

Perkembangan ekspor rumput laut dalam tren melambat mulai triwulan I 2015. Selama kurun waktu tahun 2012

sampai dengan 2014, perkembangan volume ekspor terhadap produksi relatif fluktuatif, dengan pertumbuhan tertinggi

terjadi pada triwulan I 2014 (63,21%; yoy). Memasuki triwulan I 2015, volume ekspor hanya mencapai 28,24 ribu ton

atau tumbuh 1,66%, jauh di bawah pertumbuhan di triwulan IV 2014 (46,80%; yoy).

Grafik 7.A. 1 Perkembangan Ekspor Rumput Laut Sulawesi Selatan

Pemerintah mewacanakan peningkatan bea ekspor hingga penghentian ekspor rumput laut. Sulawesi Selatan

merupakan provinsi dengan nilai ekspor terbesar untuk komoditas rumput laut, dengan nilai 415,26 juta USD selama 5

tahun terakhir, dengan porsi 57,61% terhadap keseluruhan ekspor rumput laut Indonesia. Diperkirakan dapat

penghentian ekspor rumput laut, akan berdampak terhadap turunnya ekspor Indonesia sekitar 0,1%. Sementara

implikasi penghentian ekspor rumput laut terhadap Sulsel, diperkirakan akan menurunkan ekspor Sulsel sekitar 5,72%.

Sebelu penerapan kebijakan penghentian ekspor rumput laut, sebaiknya perlu didorong terlebih dahulu pasar rumput

laut domestik di wilayah Sulsel, dengan industri pengolahan rumput laut menjadi produk turunan yang bisa langsung

menyasar konsumen domestik.

Tabel 7.A. 2 Pangsa Ekspor Rumput Laut Tahun 2011 – Maret 2015

Produksi

(Juta Ton)

Ekspor

(Juta Ton)

Pangsa

Ekspor

2012 2,10 0,81 38,80%

2013 2,42 1,10 45,49%

2014 2,74 0,75 27,50%

-20

-10

0

10

20

30

40

50

60

70

0

5

10

15

20

25

30

35

40

I II III IV I II III IV I II III IV I

2012 2013 2014 2015

%, yoyribu ton

Volume Rumput Laut g.Rumput Laut - sisi kanan

KategoriTotal Nilai Ekspor

(Juta USD)

Total Nilai Ekspor

Rumput Laut

(Juta USD)

Pangsa Ekspor Provinsi

thd Total Ekspor

Indonesia

Pangsa Ekspor Rumput

Laut thd Ekspor Rumput

Laut Indonesia

Pangsa Ekspor Rumput

Laut thd Total Ekspor

Indonesia

Pangsa Ekspor Rumput

Laut thd Total Ekspor

Provinsi

Indonesia 641.803,46 720,86

Sulawesi Selatan 7.255,15 415,26 1,13% 57,61% 0,06% 5,72%

Jawa Timur 66.941,60 277,28 10,43% 38,47% 0,04% 0,41%

Bali 2.403,10 12,97 0,37% 1,80% 0,00% 0,54%

Jawa Tengah 23.409,40 4,58 3,65% 0,64% 0,00% 0,02%

Jakarta 48.006,59 3,55 7,48% 0,49% 0,00% 0,01%

Jawa Barat 110.343,99 2,67 17,19% 0,37% 0,00% 0,00%

Kepulauan Riau 41.676,24 1,34 6,49% 0,19% 0,00% 0,00%

Lampung 15.703,89 0,65 2,45% 0,09% 0,00% 0,00%

Kalimantan Tengah 5.419,59 0,58 0,84% 0,08% 0,00% 0,01%

Kalimantan Timur 74.582,16 0,53 11,62% 0,07% 0,00% 0,00%

Page 89: Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan · melambatnya pertumbuhan ekonomi Sulsel triwulan I 2015. Sementara itu, tekanan inflasi tercatat menurun di triwulan

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Triwulan I 2015

Sektor Sekunder Menahan Perlambatan Ekonomi 83

LAMPIRAN

Lampiran

A. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB)

Tabel A.1. PDRB Menurut Lapangan Usaha Provinsi Sulawesi Selatan Atas Dasar Harga Konstan TD 2010 (Rp Miliar)

Tabel A.2. PDRB Menurut Lapangan Usaha Provinsi Sulawesi Selatan Atas Dasar HargaBerlaku TD 2010(Rp Miliar)

Tabel A.3. PDRB Menurut Penggunaan Provinsi Sulawesi Selatan Atas Dasar Harga Konstan TD 2010 (Rp Miliar)

Tabel A.4. PDRB Menurut Penggunaan Provinsi Sulawesi Selatan Atas Dasar Harga Berlaku TD 2010 (Rp Miliar)

Tabel A.5. Pendapatan Per Kapita Provinsi Sulawesi Selatan Atas Dasar Harga Berlaku TD 2010 (Rp Juta)

Sumber : Badan Pusat Statistik

I II III IV Total I

A Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan 39,599 42,326 44,263 46,447 12,293 13,015 14,950 10,826 51,084 12,551

B Pertambangan dan Penggalian 12,366 11,897 12,530 13,236 3,108 3,792 4,039 3,810 14,748 3,543

C Industri Pengolahan 23,604 25,737 27,966 30,545 7,648 8,213 8,631 8,941 33,433 8,111

D Pengadaan Listrik, Gas 145 159 185 200 51 55 56 59 221 55

E Pengadaan Air 240 271 280 296 75 77 77 73 302 75

F Konstruksi 20,042 21,430 23,542 26,030 6,494 6,789 7,044 7,301 27,628 6,924

G Perdagangan Besar dan Eceran, dan Reparasi Mobil dan Sepeda Motor 22,809 25,170 28,155 30,190 7,775 8,088 8,620 7,881 32,363 8,212

H Transportasi dan Pergudangan 6,197 7,006 7,948 8,461 2,072 2,105 2,193 2,272 8,641 2,146

I Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum 2,285 2,484 2,767 2,954 765 797 806 815 3,183 810

J Informasi dan Komunikasi 8,951 10,008 12,070 13,768 3,492 3,592 3,733 3,743 14,560 3,749

K Jasa Keuangan 5,046 6,044 7,004 7,654 1,956 2,021 2,013 2,116 8,106 2,136

L Real Estate 5,927 6,587 7,279 7,933 2,068 2,124 2,164 2,209 8,565 2,252

M,N Jasa Perusahaan 744 811 876 937 245 249 252 254 1,001 256

O Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib 9,172 9,769 9,987 10,293 2,510 2,550 2,653 2,686 10,399 2,572

P Jasa Pendidikan 9,320 10,293 11,064 11,919 2,916 2,929 3,105 3,523 12,473 3,176

Q Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial 3,078 3,357 3,715 4,021 1,065 1,093 1,107 1,169 4,433 1,144

R,S,T,U Jasa lainnya 2,214 2,362 2,554 2,736 707 728 747 761 2,943 773

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO 171,741 185,708 202,185 217,618 55,239 58,217 62,188 58,439 234,084 58,484

20152011 2012 2013

2014Kategori Uraian 2010

I II III IV Total I

A Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan 39,599 44,974 51,415 57,367 15,942 17,186 20,210 15,099 68,437 17,293

B Pertambangan dan Penggalian 12,366 14,647 16,178 17,837 4,580 5,915 5,940 6,073 22,508 5,603

C Industri Pengolahan 23,604 26,936 30,799 35,371 9,295 10,015 10,696 11,273 41,279 10,444

D Pengadaan Listrik, Gas 145 158 177 178 48 52 51 42 193 41

E Pengadaan Air 240 286 306 355 87 90 90 87 355 90

F Konstruksi 20,042 22,888 26,581 31,516 8,226 8,676 9,246 9,816 35,963 9,416

G Perdagangan Besar dan Eceran, dan Reparasi Mobil dan Sepeda Motor 22,809 26,493 30,654 33,633 8,893 9,292 9,984 9,455 37,624 9,944

H Transportasi dan Pergudangan 6,197 7,318 8,961 10,473 2,904 3,150 3,402 3,888 13,345 3,546

I Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum 2,285 2,647 3,145 3,564 963 1,013 1,048 1,081 4,106 1,083

J Informasi dan Komunikasi 8,951 10,048 12,129 13,785 3,550 3,605 3,750 3,689 14,594 3,702

K Jasa Keuangan 5,046 6,423 8,241 9,597 2,571 2,676 2,697 2,933 10,877 2,998

L Real Estate 5,927 7,020 8,322 9,904 2,720 2,769 2,833 3,201 11,523 3,224

M,N Jasa Perusahaan 744 863 999 1,148 312 319 328 337 1,297 350

O Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib 9,172 10,698 11,451 12,203 2,936 3,171 3,466 3,720 13,294 3,564

P Jasa Pendidikan 9,320 10,893 12,096 13,886 3,381 3,570 4,129 4,418 15,498 3,996

Q Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial 3,078 3,549 4,079 4,682 1,236 1,304 1,448 1,521 5,509 1,506

R,S,T,U Jasa lainnya 2,214 2,447 2,752 3,184 858 906 949 1,009 3,722 1,033

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO 171,741 198,289 228,285 258,683 68,504 73,709 80,270 77,642 300,124 78,496

20132014 2015

Kategori Uraian 2010 2011 2012

I II III IV Total I

1 Pengeluaran Konsumsi Rumah Tangga 99,847 106,351 113,779 120,561 31,164 31,538 32,358 32,641 127,700 32,822

2 Pengeluaran Konsumsi LNPRT 2,080 2,218 2,376 2,622 728 737 721 731 2,918 710

3 Pengeluaran Konsumsi Pemerintah 20,578 21,545 22,451 23,058 3,363 5,700 5,846 8,582 23,492 3,598

4 Pembentukan Modal Tetap Bruto 57,270 64,562 74,678 84,528 21,564 22,582 23,516 24,809 92,472 23,101

5 Perubahan Inventori 2,866 2,564 5,431 5,452 (661) 1,059 517 (2,289) (1,375) 405

6 Ekspor 58,195 52,674 51,598 53,179 14,700 14,295 15,704 14,782 59,481 13,408

7 Impor 69,096 64,205 68,129 71,783 15,618 17,694 16,474 20,818 70,603 15,561

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO 171,741 185,708 202,185 217,618 55,239 58,217 62,188 58,439 234,084 58,484

20132014 2015

Kategori Uraian 2010 2011 2012

I II III IV Total I

1 Pengeluaran Konsumsi Rumah Tangga 99,847 113,547 129,688 149,121 41,513 42,547 44,533 46,146 174,739 47,452

2 Pengeluaran Konsumsi LNPRT 2,080 2,314 2,601 3,083 912 954 985 1,013 3,864 1,015

3 Pengeluaran Konsumsi Pemerintah 20,578 23,491 26,124 28,719 4,245 7,456 8,354 11,640 31,695 4,816

4 Pembentukan Modal Tetap Bruto 57,270 66,698 82,677 96,584 26,603 28,541 30,177 32,737 118,057 30,826

5 Perubahan Inventori 2,866 2,498 5,661 6,395 (1,016) 1,999 854 (3,388) (1,551) 896

6 Ekspor 58,195 57,273 58,288 58,243 17,005 17,412 19,350 19,411 73,178 16,846

7 Impor 69,096 67,533 76,754 83,463 20,759 25,200 23,983 29,917 99,859 23,356

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO 171,741 198,289 228,285 258,683 68,504 73,709 80,270 77,642 300,124 78,496

2015Kategori Uraian 2010 2011 2012 2013

2014

Penduduk (jiwa) 8,060,401 8,156,129 8,250,018 8,342,047 8,432,163

PDRB per kapita (Juta Rp.) 21.31 24.31 27.67 31.01 35.59

2014*Kategori 2010 2011 2012 2013*

Page 90: Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan · melambatnya pertumbuhan ekonomi Sulsel triwulan I 2015. Sementara itu, tekanan inflasi tercatat menurun di triwulan

LAMPIRAN

84 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan|Triwulan I 2015

Sektor Sekunder Menahan Perlambatan Ekonomi

B. Indeks Harga Konsumen (IHK)

Tabel B.1. IHK Provinsi Sulawesi Selatan Menurut Kelompok Pengeluaran

Tabel B.2. IHK Provinsi Sulawesi Selatan Menurut Kota IHK

Tabel B.3. Angka Inflasi Provinsi Sulawesi Selatan Menurut Kota IHK

Umum Bahan

Makanan

Makanan

Jadi,

Minuman,

Rokok, dan

Tembakau

Perumahan,

Air, Listrik,

Gas, dan

Bahan Bakar

Sandang Kesehatan

Pendidikan,

Rekreasi, dan

Olahraga

Transpor dan

Komunikasi

126.75 148.73 131.96 122.00 135.79 119.24 116.86 104.73

130.39 149.06 137.77 126.48 147.55 128.36 120.24 105.50

Triwulan I 132.89 156.33 139.19 128.22 149.63 129.86 120.33 105.61

Triwulan II 133.44 156.50 140.33 129.03 150.10 130.61 120.60 105.92

Triwulan III 135.69 161.48 143.21 129.73 154.94 130.98 121.38 106.22

Triwulan IV 136.14 158.86 144.70 130.72 158.05 132.02 124.35 106.72

Triwulan I 139.01 168.84 145.55 132.61 158.64 132.82 124.59 106.55

Triwulan II 139.26 166.24 146.83 133.67 154.02 133.21 124.61 110.11

Triwulan III 145.51 178.85 149.93 135.89 159.22 135.20 125.82 118.97

Triwulan IV 144.60 169.92 151.18 138.64 161.74 136.89 126.08 119.08

Triwulan I 109.16 111.25 108.80 109.10 108.00 105.49 103.66 110.65

Triwulan II 109.71 111.33 109.77 109.58 108.46 107.25 103.72 111.33

Triwulan III 111.72 114.94 112.34 111.74 110.06 108.51 105.35 111.29

Triwulan IV 116.89 125.03 114.11 114.88 110.82 109.25 105.45 121.49

Triwulan I 116.94 125.83 115.15 117.40 114.32 112.29 105.70 115.08

2015

2014

IHK

(Akhir Periode)

2010

2011

2012

2013

I II III IV I II III IV I

Makassar 129.02 134.91 137.86 138.15 144.29 143.33 143.33 108.94 109.26 111.45 116.50 116.94

Pa lopo 136.61 142.22 144.84 144.26 150.25 149.68 149.68 108.84 110.28 111.34 116.54 116.40

Parepare 130.22 134.76 137.33 137.57 144.44 143.26 143.26 108.29 109.33 110.89 117.71 115.36

Bone (Watampone) 143.59 148.83 151.29 151.92 159.23 159.04 159.04 109.81 111.58 112.81 117.35 116.02

Bulukumba** 117.21 118.31 119.99 125.61 124.49

Sumber: Badan Pusat Statis tik

*) Sejak tahun 2014 data IHK menggunakan tahun dasar 2012 **) Dihitung sebagai Kota Inflas i sejak tahun 2014

2015*20132011 2012

2013Kota Inflasi

2014*

I II III IV I II III IV I

Makassar 2.87 4.57 4.76 4.54 7.41 6.24 6.24 5.46 5.38 3.57 8.51 7.34

Pa lopo 3.35 4.11 4.34 3.03 5.33 5.25 5.25 6.22 7.36 4.03 8.95 6.95

Parepare 1.60 3.49 4.67 4.49 7.41 6.31 6.31 5.58 5.57 3.04 9.38 6.53

Bone (Watampone) 3.94 3.65 2.90 3.28 6.72 6.86 6.86 7.86 8.14 4.55 8.22 5.66

Bulukumba** 13.94 14.10 7.30 9.45 6.21

Sumber: Badan Pusat Statis tik

*) Sejak tahun 2014 data IHK menggunakan tahun dasar 2012 **) Dihitung sebagai Kota Inflas i sejak tahun 2014

2015*Kota Inflasi

2014*20132011 2012

2013

Page 91: Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan · melambatnya pertumbuhan ekonomi Sulsel triwulan I 2015. Sementara itu, tekanan inflasi tercatat menurun di triwulan

LAMPIRAN

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Triwulan I 2015

Sektor Sekunder Menahan Perlambatan Ekonomi 85

C. Perbankan

Tabel C.1. Dana Pihak Ketiga (Lokasi Bank Pelapor) dan Kredit (Lokasi Bank) Bank Umum (Rp Miliar)

Tabel C.2. Penyaluran Kredit (Lokasi Bank) Menurut Sektor Ekonomi (Rp Miliar)

Tabel C.3. Suku Bunga Kredit Rupiah Menurut Kelompok Bank

Giro Tabungan Deposito Jumlah Modal Kerja Investasi Konsumsi Jumlah

6,275 26,446 13,085 45,807 20,074 9,626 23,198 52,898 115.48%

Triwulan I 7,471 25,004 13,259 45,734 20,516 10,025 24,044 54,585 119.35%

Triwulan II 7,282 27,206 13,536 48,024 22,850 10,588 25,597 59,035 122.93%

Triwulan III 7,257 28,545 14,115 49,917 22,385 10,997 27,707 61,090 122.38%

Triwulan IV 7,345 31,466 14,907 53,717 25,506 11,380 29,335 66,221 123.28%

Triwulan I 7,770 29,321 15,211 52,302 25,980 12,232 30,158 68,371 130.72%

Triwulan II 8,092 30,068 15,297 53,457 26,659 14,486 31,793 72,937 136.44%

Triwulan III 9,221 32,076 16,062 57,359 26,160 15,769 33,085 75,014 130.78%

Triwulan IV 7,845 35,007 17,592 60,444 27,231 14,494 33,663 75,388 124.72%

Triwulan I 7,990 32,446 17,726 58,162 27,257 14,642 33,974 75,874 130.45%

Triwulan II 9,730 33,168 18,504 61,402 29,062 15,467 34,807 79,336 129.21%

Triwulan III 9,693 34,828 19,819 64,339 29,847 15,457 35,159 80,463 125.06%

Triwulan IV 7,995 37,428 20,690 66,112 31,442 16,241 35,877 83,560 126.39%

Triwulan I 10,154 34,147 22,118 66,420 32,776 16,482 36,045 85,304 128.43%

2015

LDRDPK KREDIT

Periode

2014

2013

2011

2012

Pertanian TambangIndustri

Pengolahan

Listrik, Gas,

dan AirKonstruksi Perdagangan Angkutan

Jasa Dunia

Usaha

Jasa Sosial

MasyarakatLain-lain

869 309 3,460 144 2,155 15,072 1,629 2,770 1,555 24,935 52,898

Triwulan I 906 312 3,468 137 2,065 15,459 1,744 2,917 1,570 26,007 54,585

Triwulan II 1,128 363 3,904 124 2,448 17,631 1,730 3,178 1,485 27,045 59,035

Triwulan III 1,171 375 4,008 135 2,582 17,741 1,794 3,131 1,372 28,781 61,090

Triwulan IV 1,215 399 5,250 141 2,674 19,027 2,321 3,105 1,404 30,684 66,221

Triwulan I 1,403 447 5,335 133 2,565 19,933 2,631 3,240 1,619 31,065 68,371

Triwulan II 1,396 449 5,579 116 2,780 22,957 2,763 3,433 1,650 31,814 72,937

Triwulan III 1,385 444 5,631 121 2,966 23,360 2,864 3,414 1,733 33,096 75,014

Triwulan IV 1,400 397 4,186 191 3,034 24,132 2,923 3,550 1,780 33,794 75,388

Triwulan I 1,405 377 3,918 218 3,043 24,334 2,960 3,747 1,828 34,043 75,874

Triwulan II 1,499 560 4,210 245 3,666 25,587 2,950 3,598 1,968 35,053 79,336

Triwulan III 1,435 537 4,283 232 4,173 25,748 2,951 3,581 2,115 35,408 80,463

Triwulan IV 1,506 509 4,747 350 4,366 27,033 2,820 3,662 2,340 36,226 83,560

Triwulan I 1,630 427 5,035 382 4,746 27,920 2,782 3,733 2,473 36,174 85,304

2015

2014

Kredit (Lokasi Bank)

Periode Total

2011

2012

2013

Modal

KerjaInvestasi Konsumsi

Modal

KerjaInvestasi Konsumsi

Modal

KerjaInvestasi Konsumsi

Modal

KerjaInvestasi Konsumsi

13.55 11.83 12.83 13.34 13.61 14.09 10.62 6.81 28.61 13.45 12.84 13.32

Triwulan I 13.49 11.69 12.79 13.16 13.60 14.56 8.50 7.29 27.35 13.30 12.77 13.46

Triwulan II 13.24 11.34 12.70 12.74 13.62 14.36 9.32 7.91 27.67 13.00 12.60 13.35

Triwulan III 13.21 11.11 12.54 12.55 13.36 14.31 9.53 8.36 26.16 12.90 12.39 13.19

Triwulan IV 12.63 10.92 12.23 12.28 13.09 14.01 8.85 8.07 23.83 12.47 12.19 12.88

Triwulan I 12.56 10.74 12.20 12.31 12.89 14.04 7.21 8.21 23.67 12.40 12.05 12.85

Triwulan II 12.77 10.57 12.12 12.01 12.71 13.89 8.12 8.37 20.92 12.38 11.65 12.74

Triwulan III 12.94 10.79 12.11 12.72 12.99 13.83 9.14 9.16 21.14 12.80 12.02 12.72

Triwulan IV 13.00 11.08 12.18 13.04 13.53 13.91 10.20 10.06 20.92 12.99 12.57 12.78

Triwulan I 13.10 11.15 12.24 13.23 13.67 14.06 10.49 10.68 22.14 13.13 12.71 12.86

Triwulan II 13.26 11.44 12.41 13.51 13.53 14.05 10.08 10.72 22.94 13.33 12.75 12.97

Triwulan III 13.48 11.61 12.44 13.62 13.53 14.10 10.26 10.81 23.49 13.50 12.81 13.00

Triwulan IV 13.46 11.57 12.61 13.48 13.78 14.17 10.77 11.14 23.13 13.44 12.93 13.13

Triwulan I 13.81 12.12 11.45 14.04 15.29 14.74 10.03 11.38 23.11 13.25 13.13 13.59

2015

2013

Bank Pemerintah Bank Swasta Nasional Bank Asing dan Campuran

2014

Bank Umum

Periode

2011

2012

Page 92: Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan · melambatnya pertumbuhan ekonomi Sulsel triwulan I 2015. Sementara itu, tekanan inflasi tercatat menurun di triwulan

LAMPIRAN

86 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan|Triwulan I 2015

Sektor Sekunder Menahan Perlambatan Ekonomi

D. Sistem Pembayaran

Tabel D.1. Perkembangan Jumlah Aliran Uang Kertas di Depo KPw BI Provinsi Sulsel (Rp Triliun)

Tabel D.2. Perkembangan Jumlah Aliran Uang Logam di Depo KPw BI Provinsi Sulsel (Rp Miliar)

Tabel D.3. Perkembangan Transaksi Nontunai Melalui Real Time Gross Settlement (Rp Triliun)

Inflow Outflow Net Flow Inflow Outflow Net Flow

I 3.87 1.86 2.01 66.24% 48.52% 86.83%

II 2.75 3.17 (0.42) 31.17% 66.32% 316.30%

III 3.93 3.57 0.35 5.71% 9.93% -23.94%

IV 3.20 3.21 (0.01) 30.62% 25.87% 87.00%

13.75 11.82 1.93 29.83% 31.86% 18.68%

I 4.41 1.71 2.69 13.90% -7.74% 33.88%

II 3.24 2.88 0.35 17.51% -9.03% 184.18%

III 4.87 5.31 (0.44) 24.12% 48.58% 224.77%

IV 4.07 4.16 (0.08) 27.33% 29.43% -531.87%

16.59 14.07 2.52 20.66% 19.06% 30.49%

I 5.30 2.34 2.96 20.17% 36.67% 9.67%

II 4.07 3.83 0.24 25.76% 32.62% -30.61%

III 5.56 5.64 (0.08) 14.15% 6.16% 82.72%

IV 4.30 4.10 0.20 5.53% -1.43% 336.39%

19.23 15.91 3.32 15.90% 13.06% 31.72%

I 6.18 2.25 3.94 16.71% -4.13% 33.23%2015

2014

2014

PeriodeJumlah yoy

2013

2012

2012

2013

Inflow Outflow Net Flow Inflow Outflow Net Flow

I 0.15 1.80 (1.65) -69.71% 714.38% 720.99%

II 0.13 2.53 (2.40) 0.09% 60.57% -65.80%

III 0.02 0.86 (0.84) 200.52% -75.69% 76.17%

IV 0.05 0.34 (0.29) -72.94% -86.00% 87.11%

0.34 5.53 (5.19) -57.62% -28.79% 25.43%

I 0.03 0.28 (0.25) -80.04% -84.46% 84.86%

II 0.08 0.78 (0.70) -39.81% -69.23% 70.77%

III 0.08 2.51 (2.43) 335.68% 192.39% -189.28%

IV 0.10 2.63 (2.53) 95.78% 670.88% -772.95%

0.29 6.20 (5.91) -16.80% 12.07% -13.98%

I 0.14 2.20 (2.05) 388.70% 685.69% -720.65%

II 0.04 3.22 (3.18) -47.69% 314.31% -353.25%

III 0.23 3.93 (3.70) 186.11% 56.42% -52.18%

IV 0.13 2.07 (1.94) 29.30% -21.19% 23.20%

0.54 11.42 (10.88) 89.84% 84.31% -84.05%

I 0.00 1.74 (1.73) -97.54% -20.95% 15.58%

2014

2014

2015

2012

2012

2013

2013

PeriodeJumlah yoy

From To From-To From To From-To

52.23 117.78 21.45 5.19% 26.86% 13.94%

I 11.50 29.15 4.58 3.26% 24.82% -1.96%

II 15.47 37.79 4.35 27.09% 45.01% -18.06%

III 15.42 34.63 4.42 17.91% 1.86% -17.49%

IV 19.88 40.65 5.05 25.54% 18.28% -17.24%

62.28 142.21 18.41 19.24% 20.75% -14.18%

I 14.45 32.77 4.25 25.59% 12.42% -7.28%

II 17.40 36.12 4.92 12.46% -4.41% 13.00%

III 18.77 37.61 6.75 21.72% 8.61% 52.66%

IV 20.54 41.48 7.30 3.32% 2.05% 44.57%

71.16 147.98 23.22 14.26% 4.06% 26.15%

I 15.66 27.89 4.75 8.39% -14.89% 11.85%

II 21.37 33.67 9.76 22.83% -6.79% 98.44%

III 22.72 38.10 10.97 21.04% 1.28% 62.41%

III 25.65 41.35 11.85 24.87% -0.32% 62.29%

85.40 141.00 37.33 20.01% -4.72% 60.76%

I 19.95 21.90 3.78 27.41% -21.48% -20.43%2015

2014

2013

2012

2013

2011

2012

PeriodeJumlah yoy

2014

Page 93: Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan · melambatnya pertumbuhan ekonomi Sulsel triwulan I 2015. Sementara itu, tekanan inflasi tercatat menurun di triwulan

LAMPIRAN

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Triwulan I 2015

Sektor Sekunder Menahan Perlambatan Ekonomi 87

E. Ekspor dan Impor

Tabel E.1. Perkembangan Komoditas Ekspor Non-migas Provinsi Sulawesi Selatan (US$ Juta)

Tabel E.2. Perkembangan Ekspor Non-migas Provinsi Sulawesi Selatan Menurut Negara Tujuan (US$ Juta)

Tabel E.3. Perkembangan Komoditas Impor Non-migas Provinsi Sulawesi Selatan (US$ Juta)

Tabel E.4. Perkembangan Impor Non-migas Provinsi Sulawesi Selatan Menurut Negara Asal (US$ Juta)

I II III IV I II III IV I

1 Nikel 1,271.61 967.33 258.41 247.29 215.37 200.77 921.84 213.11 269.36 289.82 266.27 1039 211.88

2 Biji Coklat 186.73 132.48 50.60 28.35 59.06 39.02 177.03 19.95 35.04 27.08 20.08 102 9.42

3 Rumput Laut 78.71 69.87 15.88 21.04 27.43 26.94 91.29 33.32 35.92 38.83 39.18 147 28.15

4 Coklat Olahan 71.62 39.02 4.70 14.72 17.22 28.38 65.02 29.33 34.26 47.81 37.19 149 21.14

5 Udang Segar/Beku 52.89 43.07 11.81 13.91 16.46 19.58 61.76 14.59 18.01 23.09 12.77 68 11.83

6 Ikan Olahan 31.61 65.68 11.11 10.33 15.23 14.38 51.05 8.80 12.16 17.76 15.59 54 9.90

7 Kayu Lapis 41.84 35.63 9.27 8.84 7.77 9.93 35.81 10.53 9.18 8.25 8.58 37 6.24

8 Biji Mete 17.46 17.71 6.75 6.10 6.66 5.54 25.06 5.91 7.81 6.22 5.42 25 8.27

9 Semen 11.81 8.37 2.53 2.44 13.55 3.28 21.80 1.71 0.92 3.35 1.49 7 2.58

10 Makanan Ternak 17.26 26.84 5.97 4.84 4.62 3.93 19.38 4.60 5.23 4.32 3.87 18 6.13

1980.92 1555.76 403.02 389.29 417.56 386.34 1596.21 366.41 460.02 499.05 452.63 1,778 276.24

2015*2014*

2014*2013*

2013*KOMODITAS EKSPOR UTAMA

NILAI EKSPOR SULSEL

2011 2012

I II III IV I II III IV I

1 Jepang 1,350.43 1,047.31 222.27 236.10 265.50 276.92 1,000.78 229.81 285.80 311.42 282.42 1,109.45 225.14

2 Malaysia 146.55 94.45 46.97 49.65 20.35 37.19 154.15 31.36 43.73 37.87 22.78 135.74 22.40

3 Tiongkok 96.75 76.40 35.10 30.38 21.97 15.54 102.99 28.28 38.25 40.90 44.01 151.44 28.20

4 Amerika Serikat 95.47 97.70 24.96 26.97 23.79 15.90 91.62 26.41 32.15 39.09 35.25 132.90 16.13

5 Singapura 33.51 37.50 4.89 13.67 6.51 10.75 35.82 5.23 8.68 12.43 5.54 31.88 7.96

6 Korea Selatan 28.33 25.90 5.03 5.96 4.22 2.71 17.93 5.46 5.99 10.53 7.10 29.08 6.97

7 Vietnam 22.30 24.20 5.51 3.65 5.41 7.42 21.99 6.54 3.61 2.05 4.48 16.68 3.01

8 Taiwan 10.51 7.91 2.56 2.90 2.55 1.20 9.21 1.14 1.43 2.57 1.26 6.40 0.76

9 Jerman 36.04 17.60 5.85 3.09 4.27 3.06 16.27 6.49 9.62 7.58 6.19 29.88 4.41

10 Belanda 11.52 9.08 2.98 3.25 2.73 2.04 11.00 3.12 4.08 3.27 5.64 16.11 7.36

1980.92 1555.76 386.34 417.56 389.29 403.02 1596.21 366.41 460.02 499.05 452.63 1,778 322.34

Sumber: Bea Cukai

* Angka sementara

2015*2014*

2014*2013*

NILAI EKSPOR SULSEL

NEGARA TUJUAN EKSPOR 2011 20122013*

I II III IV I II III IV I

1 Gandum 242.33 251.76 37.23 56.62 29.66 62.32 185.84 55.11 48.14 59.15 30.29 192.68 43.75

2 Mesin Khusus Industri 83.49 52.65 36.08 18.15 6.78 8.89 69.90 21.57 19.54 20.07 6.17 67.35 13.57

3 Makanan Ternak 39.33 65.17 14.07 16.68 19.66 20.16 70.56 11.10 41.00 16.90 27.56 96.56 21.89

4 Pesawat dan Komponen 7.33 0.05 152.31 246.87 121.34 0.00 520.52 3.50 0.00 0.00 0.00 3.50 0.00

5 Mesin Industri Umum 50.00 129.09 12.75 28.18 7.66 7.75 56.34 13.74 30.79 10.83 5.18 60.55 8.03

6 Besi dan Baja 36.19 11.76 2.41 2.27 1.38 3.22 9.28 6.20 4.64 1.42 8.50 20.77 10.64

7 Pupuk 6.17 38.35 0.00 0.00 7.18 6.25 13.43 1.66 2.51 7.44 5.08 16.69 11.18

8 Bahan Kimia 13.88 15.24 4.85 4.75 2.83 0.00 12.42 3.02 0.84 0.04 4.83 8.73 4.95

9 Mesin Listrik 31.82 11.87 10.91 5.01 0.78 2.39 19.08 0.94 1.69 2.93 1.92 7.48 4.54

10 Mesin Pembangkit Listrik 109.14 63.64 9.83 0.92 0.95 1.97 13.67 2.32 3.85 2.38 0.44 8.99 1.85

702.15 815.69 300.72 404.72 218.82 126.06 1050.31 139.10 181.88 149.05 129.39 599.42 163.07

Sumber: Bea Cukai

2015*2014*2013*

NILAI IMPOR SULSEL

KOMODITAS IMPOR UTAMA 2011 20122013* 2014*

I II III IV I II III IV I

1 Australia 145.69 183.47 31.07 42.16 30.08 29.35 132.66 40.26 37.22 41.23 19.41 138.12 59.17

2 Tiongkok 188.78 126.69 28.37 2.95 11.29 15.46 58.07 24.59 36.51 29.47 20.99 111.56 29.42

3 Thailand 18.10 54.29 11.31 5.84 3.31 3.16 23.62 9.38 3.38 2.54 7.11 22.41 2.48

4 Malaysia 3.42 3.54 1.47 3.14 2.01 4.15 10.77 5.03 10.68 3.83 1.81 21.35 0.30

5 Argentina 35.90 56.43 12.57 15.63 13.19 17.78 59.17 10.14 34.03 13.58 19.52 77.27 19.97

6 Amerika Serikat 71.98 48.03 9.77 2.43 7.88 12.16 32.24 25.35 13.44 6.13 8.70 53.62 1.77

7 Jerman 49.19 36.51 14.31 9.19 0.39 0.75 24.64 0.42 10.07 10.24 2.47 23.20 0.98

8 Singapura 37.86 32.42 13.59 11.96 9.63 3.09 38.26 7.90 4.38 8.40 10.86 31.54 26.56

9 Rusia 18.50 8.80 151.25 248.15 121.33 11.98 532.71 0.59 0.56 6.33 2.07 9.55 0.95

10 Kanada 26.48 157.33 12.05 25.18 3.91 12.16 53.29 2.80 15.38 10.27 15.52 43.97 5.29

702.15 815.69 300.72 404.72 218.82 126.06 1050.31 139.10 181.88 149.05 129.39 599.42 163.07

Sumber: Bea Cukai

* Angka sementara

2015*2014*2013*

NILAI IMPOR SULSEL

NEGARA ASAL IMPOR 2011 20122013*

2014*

Page 94: Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan · melambatnya pertumbuhan ekonomi Sulsel triwulan I 2015. Sementara itu, tekanan inflasi tercatat menurun di triwulan

LAMPIRAN

88 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan|Triwulan I 2015

Sektor Sekunder Menahan Perlambatan Ekonomi

F. Inklusi Keuangan

Tabel F. Perkembangan Rasio Jumlah Rekening terhadap Jumlah Penduduk Provinsi Sulawesi Selatan

2012 2013 2014** 2012 2013 2014** 2012 2013 2014**

4,070 4,794 4,959 8,207 8,309 8,408 49.59 57.70 58.98

2012 2013 2014** 2012 2013 2014** 2012 2013 2014**

934 986 1,030 8,207 8,309 8,408 11.38 11.86 12.25

*) Jumlah penduduk merupakan proyeksi dari proporsi jumlah penduduk miskin berdasarkan hasil Survei Sosial Ekonomi Nasional, BPS

**) Data terkini perbankan dan jumlah penduduk miskin

Rasio Jumlah Rekening Kredit

terhadap Jumlah Penduduk (%)Jumlah Penduduk (Ribu Orang)*

Jumlah Rekening Kredit Lokasi

Proyek (Ribu Rekening)

Jumlah Rekening DPK Lokasi

KC/KCP (Ribu Rekening)Jumlah Penduduk (Ribu Orang)*

Rasio Jumlah Rekening DPK

terhadap Jumlah Penduduk (%)

Page 95: Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan · melambatnya pertumbuhan ekonomi Sulsel triwulan I 2015. Sementara itu, tekanan inflasi tercatat menurun di triwulan

LAMPIRAN

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Triwulan I 2015

Sektor Sekunder Menahan Perlambatan Ekonomi 89

G. Daftar Istilah

Istilah Keterangan

Administered prices Komponen inflasi berupa harga-harga barang dan jasa yang diatur pemerintah

Abenomics Mencakup serangkaian langkah-langkah kebijakan yang dirancang untuk mengatasi masalah ekonomi makro Jepang dari

resesi berkepanjangan di negara itu, isu-isu seperti kebijakan moneter, kebijakan fiskal, dan investasi swasta untuk

meningkatkan konsumsi dalam negeri sekaligus meningkatkan ekspor

Austerity program Program kebijakan ekonomi yang bertujuan mengurangi defisit atau belanja pemerintah

Bail out Injeksi dana talangan bagi pihak yang mengalami kesulitan dana/likuiditas

Balance sheet Neraca

Banking union Kerangka kerja perbankan yang terintegrasi dengan tujuan menjaga stabilitas perbankan

Barrel Satuan pengukur volume yang biasa digunakan dalam perdagangan minyak internasional

Basel III Standar regulasi global mengenai tingkat kesehatan bank yang didasarkan pada kecukupan modal bank, stress testing, dan

risiko likuiditas pasar; disepakati oleh ang gota Basel Committee on Banking Supervision dan akan diimplementasikan 2013-

2018

BI rate Suku bunga kebijakan yang mencerminkan sikap atau stance kebijakan moneter yang ditetapkan oleh Bank Indonesia

Branchless banking Strategi pemberian pelayanan jasa keuangan perbankan tanpa bergantung pada keberadaan kantor cabang

Bullish Kecenderungan harga untuk meningkat

Clean money policy Kebijakan penggantian uang rusak dengan uang layak edar

Consensus forecast Prediksi masa depan yang dibuat dengan menggabungkan bersama beberapa perkiraan terpisah yang sering dibuat

menggunakan metodologi yang berbeda

Core-deposit Sumber dana andalan bank yang bersifat stabil sebagai basis pinjaman bank

Cost push inflation Inflasi yang disebabkan oleh kenaikan biaya

Cost of capital Biaya riil yang harus dikeluarkan oleh perusahaan untuk memperoleh dana baik hutang, saham preferen, saham biasa,

maupun laba ditahan untuk mendanai suatu investasi perusahaan

Credit Limit Batas kredit

Credit rating Sebuah penaksiran kelayakan kredit dari individu atau korporasi

Crisis management

protocol

Prosedur manajemen krisis ini menetapkan protokol penggelaran tim manajemen dan mendefinisikan peran dan tanggung

jawab anggota tim itu

Debt ceiling Pagu hutang

Debt service ratio Rasio beban pembayaran utang terhadap penerimaan ekspor suatu negara

Debt swap Serangkaian transaksi yang mempertukarkan pembayaran utang oleh dua entitas ekonomi

Deflasi Penurunan harga-harga barang dan jasa secara umum

Dependency ratio Rasio ketergantungan penduduk usia nonproduktif terhadap penduduk yang produktif

Deposit facility Fasilitas deposit untuk membuat deposito overnight dengan bank sentral

Deposit rate Tingkat suku bunga simpanan

Deposito Produk bank sejenis jasa tabungan yang memiliki jangka waktu penarikan, berdasarkan kesepakatan antara bank dengan

nasabah

Depresiasi rupiah Penurunan nilai tukar rupiah terhadap mata uang asing

Devisa Semua barang yang dapat digunakan sebagai alat pembayaran internasional

Disposable income Jumlah pendapatan pribadi individu memiliki setelah pajak dan biaya pemerintah, yang dapat dihabiskan pada kebutuhan,

atau non-penting, atau diselamatkan

Double-dip recession Peristiwa dimana resesi menimpa suatu negara setelah sempat membaik dari resesi sebelumnya dalam waktu yang pendek

Double taxation Pengenaan pajak oleh suatu yurisdiksi lebih dari satu kali

Down payment Pembayaran awal sebelum melunasi pembelian

Page 96: Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan · melambatnya pertumbuhan ekonomi Sulsel triwulan I 2015. Sementara itu, tekanan inflasi tercatat menurun di triwulan

LAMPIRAN

90 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan|Triwulan I 2015

Sektor Sekunder Menahan Perlambatan Ekonomi

Istilah Keterangan

Dropshot Pembayaran uang layak edar (ULE) setoran dari bank kepada bank yang sama (bank penyetor) atau kepada bank berbeda,

dimana terhadap setoran ULE dari bank tersebut, Bank Indonesia tidak melakukan perhitungan rinci dan penyortiran

Ekspansi fiskal Kebijakan peningkatan fiskal dengan cara menambah pengeluaran pemerintah

Emerging market Kelompok negara-negara dengan ekonomi yang berkembang pesat yang antara lain tercermin dari perkembangan pasar

keuangan dan industrialisasi

E-money Uang elektronik

Exchange rate pass

through

Persentase perubahan dalam mata uang lokal harga impor akibat perubahan satu persen dalam nilai tukar antara negara-

negara pengekspor dan pengimpor

External imbalance Keseimbangan eksternal terjadi ketika transaksi berjalan tidak terlalu positif atau negatif berlebihan

Fee based income Pendapatan bank yang berasal dari transaksi jasa-jasa bank selain dari selisih bunga

Financial sophistication Kecang gihan dalam pengelolaan keuangan financial exclusion pemberian layanan keuangan dengan biaya terjangkau

untuk bagian segmen yang kurang beruntung dan berpenghasilan rendah masyarakat

Fiscal space Ruang ekspansi kebijakan fiskal

Flight to quality Istilah yang digunakan untuk menyatakan fenomena di pasar keuangan, dimana investor menjual apa yang mereka anggap

sebagai investasi berisiko dan membeli investasi yang lebih aman

Fiscal sustainability Kemampuan pemerintah untuk menjaga kesinambungan belanja, pajak, dan kebijakan lainnya dalam jangka panjang tanpa

risiko gagal bayar

Giro Simpanan pada bank yang penarikannya dapat dilakukan setiap saat dengan menggunakan cek atau surat perintah

pembayaran lain atau dengan pemindahbukuan

Good corporate

governance

Tata kelola yang baik

Growth-supporting

funding facility

Fasilitas pendanaan yang disediakan untuk mendukung pertumbuhan ekonomi

Hedging Strategi untuk melindung nilai dengan membatasi risiko atau probabilitas kerugian yang dapat ditimbulkan

Holding company Perusahaan induk dari beberapa perusahaan

Idle money Uang yang tidak terpakai

Imported inflation Inflasi yang disebabkan kenaikan harga barang-barang impor

Indeks kedalaman

kemiskinan

Ukuran rata-rata kesenjangan pengeluaran masing-masing penduduk miskin terhadap batas miskin

Indeks keparahan

kemiskinan

Ukuran penyebaran pengeluaran diantara penduduk miskin

Industrial upgrading Peningkatan industri produk nonkomoditas

Inflasi Kenaikan harga-harga barang dan jasa secara umum

Inflasi inti

Komponen inflasi yang cenderung menetap atau persisten (persistent component) di dalam pergerakan inflasi dan

dipengaruhi oleh faktor fundamental, seperti interaksi permintaan-penawaran, nilai tukar, harga komoditas internasional,

inflasi mitra dagang dan ekspektasi Inflasi

Inter-bank lending Penempatan dana bank pada bank lain

Intercompany loans Pinjaman yang dilakukan oleh suatu departemen kepada departemen lain dalam satu struktur organisasi

Intra-regional trade Perdagangan internasional negara-negara dalam satu kawasan

Investasi portofolio Investasi dalam bentuk surat-surat berharga yang diperdagangkan di pasar keuangan

Investment grade Peringkat layak investasi

Leading indicator Indikator penuntun yang menunjukkan arah variabel acuan ke depan

Lending facility Sebuah mekanisme yang digunakan saat bank sentral meminjamkan dana kepada dealer utama

Less cash society Masyarakat yang terbiasa memakai alat pembayaran nontunai

Long-term financing Skema fasilitas pinjaman murah (bunga 1%) dari ECB bagi perbankan eropa dalam rangka mencegah keketatan likuiditas

Page 97: Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan · melambatnya pertumbuhan ekonomi Sulsel triwulan I 2015. Sementara itu, tekanan inflasi tercatat menurun di triwulan

LAMPIRAN

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Triwulan I 2015

Sektor Sekunder Menahan Perlambatan Ekonomi 91

Istilah Keterangan

operation Credit crunch dengan jangka waktu 3 tahun

M1 Uang dalam arti sempit (uang kartal dan giral)

M2 Uang dalam arti luas (uang kartal, giral, dan deposito)

Makroprudensial Pendekatan regulasi keuangan yang bertujuan memitigasi risiko sistem keuangan secara keseluruhan

Margin Selisih

Mikroprudensial Kehati-hatian yang terkait dengan pengelolaan lembaga keuangan secara individu agar tidak membahayakan kelangsungan

usahanya

Monetary union Penggunaan satu mata uang tunggal dalam satu kawasan

Monetisasi Proses konversi/perubahaan sesuatu (aset) menjadi uang

Moral hazard Kecenderungan untuk melakukan kecurangan

Mtm Month-to-month growth: perubahan atau pertumbuhan suatu besaran pada suatu titik waktu tertentu (hari, minggu, atau

bulan) terhadap satu bulan sebelumnya

Online banking Transaksi keuangan yang dilakukan dengan memanfaatkan koneksi internet

Operation twist Kebijakan The Fed pada akhir 2011, dimana The Fed mengambil inisiatif membeli surat berharga jangka panjang dan secara

simultan menjual yang jangka pendek untuk menurunkan tingkat suku bunga jangka panjang

Operasi Pasar Kegiatan transaksi di pasar uang yang dilakukan oleh Bank Indonesia dengan bank dan pihak lain dalam rangka

pengendalian moneter

Pagu hutang / debt

ceiling

Jumlah total utang pemerintah Amerika Serikat yang boleh diterbitkan dalam periode tertentu

Pasar obligasi Tempat diperdagangkannya obligasi

Pendapatan disposibel Bagian dari pendapatan yang siap untuk dibelanjakan

Price taker Pengambil harga

Primary reserves Cadangan utama, bisanya bersifat likuid (dapat diuangkan sewaktu-waktu)

Push factor Faktor pendorong

Quantitative easing Kebijakan dimana The Fed mencetak uang baru dan menyalurkannya pada bank untuk memberikan dukungan

pembiayaan/pendanaan usaha/bisnis dengan bunga terjangkau

Qtq Quarter-to-quarter growth: perubahan atau pertumbuhan suatu besaran pada suatu titik waktu tertentu (hari, minggu,

bulan, atau kuartal) terhadap titik waktu yang sama tiga bulan (1 kuartal) sebelumnya

Rasio gini Suatu ukuran yang biasa digunakan untuk memperlihatkan tingkat ketimpangan pendapatan

Second round effect Dampak lanjutan

Short-term liquidity Likuiditas jangka pendek

Sistem pembayaran Sistem yang berkaitan dengan pemindahan sejumlah nilai uang dari satu pihak ke pihak lain

Solvabilitas Kemampuan perusahaan untuk membayar segala kewajibannya

Sovereign debt crisis Krisis timbul akibat kegagalan pemerintah negara penerbit surat berharga untuk memenuhi kewajibannya (bunga dan

pokoknya)

Stimulus fiskal Kebijakan fiskal pemerintah yang ditujukan untuk mempengaruhi permintaan agregat (aggregate demand) yang

selanjutnya (diharapkan) akan berpangaruh pada aktivitas perekonomian dalam jangka pendek

Sukuk Suatu surat berharga jangka panjang berdasarkan prinsip syariah yang dikeluarkan emiten kepada pemegang obligasi

syariah

Tenor Masa pelunasan pinjaman, dinyatakan dalam hari, bulan atau tahun

Term of trade Perbandingan harga ekspor suatu negara terhadap impornya

Unbanked Orang-orang atau bisnis yang tidak memiliki akses terhadap layanan keuangan utama biasanya ditawarkan oleh bank-bank

ritel

Velositas uang Kecepatan perputaran uang yang beredar

Page 98: Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan · melambatnya pertumbuhan ekonomi Sulsel triwulan I 2015. Sementara itu, tekanan inflasi tercatat menurun di triwulan

LAMPIRAN

92 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan|Triwulan I 2015

Sektor Sekunder Menahan Perlambatan Ekonomi

Istilah Keterangan

Volatile food Inflasi yang dominan dipengaruhi oleh shocks (kejutan) dalam kelompok bahan makanan seperti panen, gangguan alam,

atau faktor perkembangan harga komoditas pangan domestik maupun perkembangan harga komoditas pangan

internasional

Yield Imbal hasil

Yoy Year-on-year growth: perubahan atau pertumbuhan suatu besaran pada suatu titik waktu tertentu (hari, minggu, bulan,

triwulan, semester, atau tahun) terhadap titik waktu yang sama satu tahun sebelumnya

Ytd Year-to-date growth: perubahan atau pertumbuhan suatu besaran pada suatu titik waktu tertentu (hari, minggu, bulan,

triwulan, semester) terhadap titik waktu terakhir pada tahun sebelumnya (31 Desember). Ytd biasanya untuk mengukur

pertumbuhan secara akumulatif.

Yuan Mata uang Tiongkok