kajian ekonomi dan keuangan regional provinsi jawa barat · iii tabel 1.1 struktur pdrb provinsi...

193
MEI 2017 KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT MEI 2017

Upload: ngokhanh

Post on 20-Mar-2019

238 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT · iii Tabel 1.1 Struktur PDRB Provinsi Jawa Barat Berdasarkan Komponen Pengeluaran Atas Dasar Harga Berlaku (ADHB) 5 Tabel

MEI 2017

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

PROVINSI JAWA BARAT

MEI 2017

Page 2: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT · iii Tabel 1.1 Struktur PDRB Provinsi Jawa Barat Berdasarkan Komponen Pengeluaran Atas Dasar Harga Berlaku (ADHB) 5 Tabel
Page 3: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT · iii Tabel 1.1 Struktur PDRB Provinsi Jawa Barat Berdasarkan Komponen Pengeluaran Atas Dasar Harga Berlaku (ADHB) 5 Tabel

MEI 2017

Page 4: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT · iii Tabel 1.1 Struktur PDRB Provinsi Jawa Barat Berdasarkan Komponen Pengeluaran Atas Dasar Harga Berlaku (ADHB) 5 Tabel
Page 5: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT · iii Tabel 1.1 Struktur PDRB Provinsi Jawa Barat Berdasarkan Komponen Pengeluaran Atas Dasar Harga Berlaku (ADHB) 5 Tabel

KATA PENGANTAR

FEBRUARI 2017

KATA PENGANTAR

Puji serta syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena dengan rahmat dan

ridha- Mei 2017

diterbitkan. Buku ini merupakan asesmen terhadap perkembangan ekonomi Jawa Barat terkini

yang berisi mengenai pertumbuhan ekonomi, inflasi, perbankan dan sistem pembayaran, keuangan

daerah, ulasan perkembangan kesejahteraan masyarakat serta mencakup pula prospek

perekonomian ke depan.

Dalam penyusunan buku ini, data dan informasi selain dari internal Bank Indonesia, juga

bersumber dari berbagai instansi terkait, seperti Pemerintah Provinsi Jawa Barat dan dinas-dinas

terkait, BPS Jawa Barat, BULOG Divre III, Kementerian Keuangan c.q. DJP Jawa Barat I, Kanwil

Ditjen Perbendaharaan Provinsi Jawa Barat, PLN, berbagai perusahaan, asosiasi dan akademisi.

Sehubungan dengan hal tersebut, perkenankanlah kami mengucapkan terima kasih yang sebesar-

besarnya kepada pihak-pihak yang telah membantu penyusunan buku ini.

Akhir kata, kami berharap semoga buku ini dapat bermanfaat bagi pembaca. Semoga

Tuhan Yang Maha Esa senantiasa melimpahkan ridha-Nya dan menerangi setiap langkah kita.

Bandung, 6 Juni 2017

Kepala Perwakilan

Bank Indonesia Provinsi Jawa Barat

Ttd

Wiwiek Sisto Widayat

Direktur Eksekutif

Page 6: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT · iii Tabel 1.1 Struktur PDRB Provinsi Jawa Barat Berdasarkan Komponen Pengeluaran Atas Dasar Harga Berlaku (ADHB) 5 Tabel

ii

KATA PENGANTAR ............... i

ii

DAFTAR TABEL iii

iv

... vii

TABEL INDIKATOR EKONOMI PROVINSI JAWA BARA ........... x

BAB I EKONOMI MAKRO REGIONAL

1.1 Pertumbuhan Ekonomi Jawa Barat Triwulan I 2017 2

1.1. Sisi Pengeluaran .. . 6

1.1.1. Konsumsi .... ... 8

1.1.2. Investasi 16

1.2 1.1.3. Ekspor Impor . 21

1.2 Sisi Lapangan Usaha 27

1.2.1 Industri Pengolaha 29

1.2.2 Perdagangan Besar-Eceran dan Reparasi Mobil- .......... 33

1.2.3 Pertanian, Kehutanan dan 37

1.1.2.4 Konstruksi ... 39

1.1. Tracking Perkembangan Ekonomi Makro Regional Triwulan II 41

BOKS 1. Diversifikasi Sumber Pertumbuhan Ekonomi Jawa Barat 46

BAB II KEUANGAN PEMERINTAH

2.1 2.1. ..................................................... 55

2.2. 56

57

2.2.2 Realisasi Pendapatan Provinsi Jawa Barat Triwulan I 2017 .......................................................... 58

2.2.3 Anggaran Belanja Provinsi Jawa Barat ............................................................................................ 61

2.2.4 Realisasi Belanja Provinsi Jawa Barat Triwulan I 2017 .................................................................. 62

2.2 2.3. ... 64

2.3 2.4. Belanja APBN di .. 66

BAB III PERKEMBANGAN INFLASI

Kondisi Umum

3.1 3.1. Perkembangan Inflasi Periode Triwulan I 2017 72

3.1.1 Inflasi Bulanan (mtm) ..... 72

Page 7: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT · iii Tabel 1.1 Struktur PDRB Provinsi Jawa Barat Berdasarkan Komponen Pengeluaran Atas Dasar Harga Berlaku (ADHB) 5 Tabel

iii

3.1.2 Inflasi Triwulanan (qtq) 77

3.1.3 Inflasi Tahunan (yoy) 79

3.2. Perkembangan Inflasi Menurut Kota 81

3.3. Perkembangan Inflasi Berdasarkan Disagregasi ............................. 83

3.4. Perkembangan Inflasi Triwulan I 2017......................................................................................... 87

3.5. Program Pengendalian Inflasi Daerah 89

91

3.5.2 Tantangan Dalam Pelaksanaan Pengendalian Inflasi 94

BOKS 2 Pengendalian Inflasi Menghadapi Bulan Ramadhan 95

BAB IV STABILITAS KEUANGAN DAERAH, PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN DAN UMKM

4.1 4.1. Perkembangan Kinerja Bank Umum 100

4.1.1 Aset dan Aktiva Produktif .. 100

4.1.2 Dana Pihak Ketiga

4.1.3 Kredit dan Risiko Kredit

4.1.3.1 Penyaluran Kredit di Sektor Utama Penopang Perekonomian Jawa Barat

4.1.3.2 Penyaluran Kredit Menurut Kota/Kabupaten di Jawa Barat

4.1.4 Kredit Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM)

4.1.4.1 Penyaluran Kredit UMKM di Jawa Barat

4.1.4.2 Penyaluran Kredit UMKM Menurut Kabupaten/Kota

4.2. Asesmen Sektor Korporasi

4.2.1 Sumber-Sumber Kerentanan Sektor Korporasi

4.2.2 Kinerja Korporasi dan Penilaian Risiko

4.2.3 Eksposur Perbankan pada Sektor Korporasi

4.3. Asesmen Sektor Rumah Tangga

4.3.1 Sumber Kerentanan dan Kondisi Sektor Rumah Tangga

4.3.2. Kinerja Keuangan Rumah Tangga

4.3.3 Eksposur Perbankan pada Sektor Rumah Tangga

BOKS 3

100

102

104

106

107

107

108

109

109

110

111

112

112

114

115

117

BAB V PENYELENGGARAAN SISTEM PEMBAYARAN DAN PENGELOLAAN UANG RUPIAH

5.1 5.1 Sistem Pembayaran Non Tunai .. ... 122

5.2 5.1.1 Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia (SKNBI) 122

Page 8: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT · iii Tabel 1.1 Struktur PDRB Provinsi Jawa Barat Berdasarkan Komponen Pengeluaran Atas Dasar Harga Berlaku (ADHB) 5 Tabel

iv

5.1.2 Upaya Menjaga Kelancaran Sistem Pembayaran

5.1.3

5.1.4 Upaya Pengembangan Layanan Keuangan Non Tunai dan Elektronifikasi

5.2 Pengelolaan Uang Rupiah

5.2.1 Penarikan dan Penyetoran Perbankan

5.2.2 Upaya Penyediaan Uang Layak Edar

5.2.3 Temuan Uang yang Tidak Sesuai Dengan Ciri Keaslian Rupiah

5.2.4 Upaya Menekan Peredaran Uang Palsu

BOKS 4

123

126

128

129

129

130

132

133

135

137

BAB VI KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN

6.1 6.1 .... 140

6.2 6.2 145

6.3 6.3 147

BAB VII PROSPEK PEREKONOMIAN

7.1. Prospek Perekonomian .......................... 152

152

154

7.2. Prospek Perekonomian Provinsi Jawa Barat ............................................................................................. 155

7.2.1. Prospek Pertumbuhan Ekonomi ............... ............................................ 155

7.2. Prospek Inflasi ............................................................................................................................. 163

164

TIM PENYUSUN ............................................................................................................................................................ 167

Page 9: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT · iii Tabel 1.1 Struktur PDRB Provinsi Jawa Barat Berdasarkan Komponen Pengeluaran Atas Dasar Harga Berlaku (ADHB) 5 Tabel

iii

Tabel 1.1 Struktur PDRB Provinsi Jawa Barat Berdasarkan Komponen Pengeluaran Atas Dasar Harga Berlaku (ADHB) 5

Tabel 1.2 Laju Pertumbuhan PDRB Provinsi Jawa Barat Berdasarkan Pengeluaran (% yoy) . 6

Tabel 1.3 Sumber Pertumbuhan Ekonomi Jawa Barat Berdasarkan Komponen Pengeluaran (%) . 6

Tabel 1.4 Struktur Konsumsi Rumah Tangga Provinsi Jawa Barat Atas Dasar Harga Berlaku (ADHB) . 8

Tabel 1.5 Struktur Komponen Investasi Provinsi Jawa Barat (% yoy) . 15

Tabel 1.6 Struktur Ekspor-Impor Provinsi Jawa Barat (%) ................................................ 21

Tabel 1.7 Perkembangan Nilai Ekspor Komoditas Utama Jawa Barat (HS 2 Digit) ................................. 24

Tabel 1.8 Struktur PDRB Provinsi Jawa Barat Berdasarkan Lapangan Usaha Atas Dasar Harga Berlaku (ADHB) 27

Tabel 1.9 Laju Pertumbuhan PDRB Provinsi Jawa Barat Berdasarkan Lapangan Usaha (% yoy) ... 27

Tabel 1.10 Sumber Pertumbuhan Ekonomi Jawa Barat Berdasarkan Lapangan Usaha (%) . 28

Tabel 1.11 Perkembangan Industri Mikro dan Kecil 32

Tabel 2.1 Ringkasan Realisasi APDB Provinsi Jawa Barat Triwulan I 2017 .. 49

Tabel 2.2 Anggaran Pendapatan Daerah Perubahan Provinsi Jawa Barat 2016 dan 2017 50

Tabel 2.3 Realisasi Pendapatan Provinsi Jawa Barat Hingga Triwulan I 2017 52

Tabel 2.4 Anggaran Belanja Daerah Provinsi Perubahan Jawa Barat Tahun 2016 dan 2017 54

Tabel 2.5 Realisasi Belanja Provinsi Jawa Barat Hingga Triwulan I 2017 55

Tabel 2.6 Anggaran Belanja APBN di Provinsi Jawa Barat 59

Tabel 2.7 Realisasi Belanja APBN di Provinsi Jawa Barat Hingga Triwulan I 2017 60

Tabel 2.8 Realisasi Komponen Belanja APBN Berdasarkan Fungsi di Provinsi Jawa Barat 61

Tabel 3.1 Perkembangan Andil Investasi Tarif Listrik (%, mtm) . 69

Tabel 3.2 Perkembangan Inflasi Berdasarkan Disagregasi (%, mtm) .. 70

Tabel 3.3 Sumbangan Inflasi &Deflasi Komoditas Penyumbang Utama (%, mtm) 70

Tabel 3.4 Perkembangan Inflasi Triwulanan Jawa Barat Serta Andilnya (%, qtq) 71

Tabel 3.5 Inflasi & Andil Inflasi Tahunan Jawa Barat Menurut Kelompok Barang & Jasa (%, yoy) .......... 73

Tabel 3.6 Sumbangan Inflasi & Deflasi Komoditas Penyumbang Utama (%, yoy) .. 75

Tabel 3.7 Perkembangan Inflasi dan Andil Inflasi Kota Terhadap Inflasi IHK Jawa Barat (%, yoy) 77

Tabel 3.8 Komoditas Penyumbang Inflasi & Deflasi Kelompok Administered Prices di Jawa Barat Triwulan I 2017

(%, yoy) .

78

Tabel 3.9 Komoditas Penyumbang Inflasi & Deflasi Kelompok Volatile Food di Jawa Barat Triwulan I 2017 (%,yoy) 79

Tabel 3.10 Komoditas Penyumbang Inflasi & Deflasi Kelompok Core Inflation di Jawa Barat Triwulan I 2017 (%,

81

Tabel 4.1 Dana Rumah Tangga Untuk Membayar Cicilan dan Perubahannya Berdasarkan Tingkat Pengeluaran

115

Tabel 4.2 Dana Rumah Tangga Untuk Menabung dan Perubahannya Berdasarkan Tingkat Pengeluaran/Bulan 115

Page 10: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT · iii Tabel 1.1 Struktur PDRB Provinsi Jawa Barat Berdasarkan Komponen Pengeluaran Atas Dasar Harga Berlaku (ADHB) 5 Tabel

Tabel 5.1 Sebaran KUPVA-BB di wilayah kerja Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provisi Jawa Barat 125

Tabel 5.2 Rasio Penetrasi Bank Kabupaten/Kota di Jawa Barat 126

Tabel 5.3 Rasio Ketersediaan Layanan Bank Kabupaten/Kota di Jawa Barat 127

Tabel 6.1 Penduduk Usia 15 Tahun Ke Atas Menurut Jenis Kegiatan Utama (Juta Orang) 141

Tabel 6.2 Jenjang Pendidikan TPK ............. 142

Tabel 6.3 Jumlah Penduduk Bekerja Menurut Tingkat Pendidikan (Juta Orang) 142

Tabel 6.4 Klasifikasi Penduduk Bekerja (Juta Orang) .. . 143

Tabel 6.5 Penduduk Bekerja Menurut Lapangan Usaha (Juta Orang) 143

Tabel 6.6 Perbandingan Kinerja lapangan Usaha dan Penyerapan Tenaga Kerjanya 144

Tabel 6.7 Penduduk Bekerja Menurut Status Kegiatan Pekerja (Juta Orang) 144

Tabel 7.1 Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi Dunia 153

Tabel 7.2 Asumsi Dasar Ekonomi Makro APBN 154

Tabel 7.3 Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi Jawa Barat Sisi Permintaan .. 156

Tabel 7.4 Daftar Proyek Infrastruktur Strategis di Jawa Barat 159

Tabel 7.5 Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi Jawa Barat - Sisi Permintaan ... 162

Tabel 7.6 Upward dan Downward Risk Inflasi Jawa Barat Tahun 2017 163

Page 11: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT · iii Tabel 1.1 Struktur PDRB Provinsi Jawa Barat Berdasarkan Komponen Pengeluaran Atas Dasar Harga Berlaku (ADHB) 5 Tabel

iv

Grafik 1.1 Pertumbuhan Ekonomi 3

Grafik 1.2 Share Perekonomian Provinsi di Jawa Terhadap Nasional (Triwulan I 2016 dam Triwulan I

2017)

3

Grafik 1.3 Andil Pertumbuhan Komponen Utama PDRB Sisi Pengeluaran Triwulan I 2017........................ 4

Grafik 1.4 4

Grafik 1.5 Pertumbuhan Ekonomi dan Penyaluran Kredit ....... 5

Grafik 1.6 Pertumbuhan Ekonomi dan Outflow Uang Kartal ............. 5

Grafik 1.7 Pertumbuhan Komponen Konsumsi RT .......... 8

Grafik 1.8 10

Grafik 1.9 Indek 10

Grafik 1.10 Penggunaan Pendapatan Rumah Tangga 10

Grafik 1.11 10

Grafik 1.12 Perkembanga 12

Grafik 1.13 Pertumbuhan Harga Properti Per Tipe 12

Grafik 1.14 ............................. 12

Grafik 1.15 Perkembangan Permintaan Domestik...................................................................................... 12

Grafik 1.16 Perkembangan Lalu Lintas Tol Purbaleunyi.... ...................................... 12

Grafik 1.17 Pendaftaran .................. ....................... . 13

Grafik 1.18 Perkembangan NIlai Tukar Petani (Rata- 13

Grafik 1.19 Perkembangan Pendaftaran Ken 13

Grafik 1.20 Konsumsi 13

Grafik 1.21 Perkembangan 14

Grafik 1.22 14

Grafik 1.23 Perkembangan KPR Berdasarkan Kategori dan Timeline Penerapan LTV 14

Grafik 1.24 Perkembangan Suku Bunga Kredit Konsumsi dan Rumah Tangga................................ 14

Grafik 1.25 Realisasi Belanja Operasional-APBN Provinsi ................................ 15

Grafik 1.26 Realisasi Belanja Operasional-APBD Provinsi Jawa Barat .......................................................... 15

Grafik 1.27 Simpanan Pemda di Perbankan 16

Grafik 1.28 .......................................................... 17

Grafik 1.29 Perkembangan Realisasi PMA dan PMDN di Jawa Barat Berdasarkan Laporan Wajib LKPM...... 17

Page 12: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT · iii Tabel 1.1 Struktur PDRB Provinsi Jawa Barat Berdasarkan Komponen Pengeluaran Atas Dasar Harga Berlaku (ADHB) 5 Tabel

v

Grafik 1.30 Perkembangan Andil Pertumbuhan PMA ke Sektor Utama di Jawa Barat ................................ 18

Grafik 1.31 Perkembangan Andil Pertumbuhan PMDN ke Sektor Utama di Jawa Barat.............................. 18

Grafik 1.32 Perkem 18

Grafik 1.33 19

Grafik 1.34 19

Grafik 1.35 ............................ 19

Grafik 1.36 20

Grafik 1.37 . 20

Grafik 1.38 Penjualan Semen Jawa Barat ................................................................................................. 20

Grafik 1.39 Perkembangan Investasi Pelaku Usaha Liaison ...................................................... 21

Grafik 1.40 Perkembangan Kredit Investasi Jawa Barat . .......... ............ 21

Grafik 1.41 .... . 21

Grafik 1.42 Perkembangan Neraca Perdagangan Luar Negeri Jawa 23

Grafik 1.43 Perkembangan Neraca Perdagangan Antar Daerah Jawa Barat .............................................. 23

Grafik 1.44 Keyakinan Konsumen Provinsi Mitra Dagang Jawa Barat.... 23

Grafik 1.45 Perkembang 23

Grafik 1.46 Struktur Komoditas Ekspor Jawa Barat ..................... ............ 24

Grafik 1.47 Pertumbuhan Ekspor Manufaktur Jawa Barat 24

Grafik 1.48 Ekspor Jawa Barat ke Negara/Kawasan Tujuan Utama . 25

Grafik 1.49 Perkembangan PMI Negara Mitra Dagang Utama .. ... .. 25

Grafik 1.50 Perkembangan Nilai Volume Impor Jawa Barat. ... 26

Grafik 1.51 Perkembangan Nilai Tukar Rupiah (USD/IDR) 26

Grafik 1.52 .. 27

Grafik 1.53 Perkembangan Impor Jenis Penggunaan ............................. 27

Grafik 1.54 30

Grafik 1.55 PMI Negara Mitra Dagang Utama............................................................................................ 30

Grafik 1.56 Pangsa Ekspor Manufaktur Jawa Barat.................................................................................... 30

Grafik 1.57 Ekspor Manufaktur Jawa Barat........ ....................... 30

Grafik 1.58 Ekspor CKD Set..................................................................... .................... 31

Grafik 1.59 Ekspor Komponen...................... ............................................. . 31

Page 13: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT · iii Tabel 1.1 Struktur PDRB Provinsi Jawa Barat Berdasarkan Komponen Pengeluaran Atas Dasar Harga Berlaku (ADHB) 5 Tabel

vi

Grafik 1.60 Produksi Mobil - GAIKINDO.............................. 31

Grafik 1.61 Provinsi MItra Dagang Jabar Berdasarkan Lalu Lintas Transaksi SKNBI ... 32

Grafik 1.62 Laju Pertumbuhan Ekonomi Provinsi Mitra Dagang Jawa Barat.................... 32

Grafik 1.63 Likert Scale Penjualan Domestik............................................................................................... 32

Grafik 1.64 Perkembangan Industri Mikro dan Kecil......................... ... 31

Grafik 1.65 Perkembangan Kredit Industri Pengolahan 33

Grafik 1.66 Perkembangan NPL Industri Pengolahan ........................ . 33

Grafik 1.67 ............................ . ..... 34

Grafik 1.68 Indeks Keyakinan Konsumen 34

Grafik 1.69 Indeks Kondisi Ekonomi Saat Ini........................ . ..... 35

Grafik 1.70 35

Grafik 1.71 ..................................................................................... 35

Grafik 1.72 Likert Scale Harga Jual dan Margin ......................................................................................... 36

Grafik 1.73 Likert Scal ........................................................................................... 36

Grafik 1.74 Pendaftaran Kendaraan Bermotor................................................................................................. 36

Grafik 1.75 IMpor Barang Konsumsi.............................................................................................................. 36

Grafik 1.76 Perkembangan Kredit Perdagangan............................................................................................... 37

Grafik 1.77 Perkembangan Kredit Rumah Tangga............................................................................................ 37

Grafik 1.78 Kapasitas Produksi Pertanian - SKDU............................................................................................. 37

Grafik 1.79 Perkembangan Kredit Pertanian.................................................................................................... 37

Grafik 1.80 Perkembangan NPL Kredit........................................................................................................... 38

Grafik 1.81 Likert Scale Penjualan Domestik.................................................................................................... 38

Grafik 1.82 Likert Scale Penggunaan Tenaga Kerja........................................................................................... 38

Grafik 1.83 .................................................................................................... 39

Grafik 1.84 Indeks Realisasi Keg Usaha Konstruksi............................................................................................ 39

Grafik 1.85 Perkembangan Kredit LU Konstruksi.............................................................................................. 40

Grafik 1.86 Perkembangan NPL, Kredit LU Konstruksi....................................................................................... 40

Grafik 1.87 Perkembangan KPR.................................................................................................................... 40

Grafik 1.88 Perkembangan NPL, KPR............................................................................................................. 40

Grafik 1.89 Indeks Ekspektasi Konsumen (IEK) Jawa Barat................................................................................. 42

Page 14: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT · iii Tabel 1.1 Struktur PDRB Provinsi Jawa Barat Berdasarkan Komponen Pengeluaran Atas Dasar Harga Berlaku (ADHB) 5 Tabel

vii

Grafik 1.90 Perkiraan Indeks Tendensi Konsumen Jawa Barat............................................................................. 42

Grafik 1.91 Perkiraan Investasi Dunia Usaha.................................................................................................... 43

Grafik 2.1 Perkembangan APBD Provinsi Jawa Barat .............................................................................. 57

Grafik 2.2 Perkembangan Pendapatan dan Belanja Pemerintah Provinsi Jawa Barat ............................... 57

Grafik 2.3 Pangsa Komponen Pendapatan Asli Daerah Provinsi Jawa Barat ........................................... 58

Grafik 2.4 Pangsa Realisasi Pajak Daerah TW I 2017................................................................................. 59

Grafik 2.5 Proporsi Anggaran Belanja Provinsi Jawa Barat........................................................................ 61

Grafik 2.6 Persentase Realisasi Anggaran Belanja Per Triwulan (%).......................................................... 62

Grafik 2.7 Perkembangan Belanja Operasi dan Modal.............................................................................. 63

Grafik 2.8 Pangsa Realisasi Belanja Operasi (%)....................................................................................... 63

Grafik 2.9 Pertumbuhan Komponen Belanja Operasi................................................................................ 63

Grafik 2.10 Pangsa Anggaran Belanja Kab/Kota 2017 (%)......................................................................... 65

Grafik 2.11 Struktur Belanja APBD Kab/Kota 2016 dan 2017..................................................................... 65

Grafik 2.12 Perkembangan Realisasi Belanja 24 Kab/kota di Jawa Barat Triwulan ............................... 66

Grafik 2.13 Pangsa Realisasi Belanja APBN di Jawa Barat ......................................................................... 67

Grafik 2.14 Perkembangan Belanja APBN di Jawa Barat............................................. 67

Grafik 2.15 67

Grafik 3.1 Inflasi Jawa Barat dan Nasional 70

Grafik 3.2 Inflasi Tahunan Provinsi di Kawasan Jawa . 70

Grafik 3.3 Ringkasan Perkembangan Inflasi Jawa Barat (yoy) .. 71

Grafik 3.4 Rata-Rata I ... 72

Grafik 3.5 Inflasi B .. 72

Grafik 3.6 Perkembangan Disagregasi Inflasi Jawa Barat Bulanan (mtm). 74

Grafik 3.7 Perkembangan Konsumsi Listrik (Rp Juta) .. 75

Grafik 3.8 Inflasi Triwulanan Kelompok Perumahan, Air, Listrik, Gas dan Bahan Bakar . 77

Grafik 3.9 Inflasi Triwulanan Subkelompok Bahan Bakar, Penerangan, dan Air . 77

Grafik 3.10 Inflasi Triwulanan Kelompok Transportasi, Komunikasi, dan Jasa Keuangan 78

Grafik 3.11 Inflasi Triwulanan Subkelompok Sarana dan Penunjang Transpor 78

Grafik 3.12 Perkembangan Disagregasi Inflasi Jawa Barat Triwulanan (qtq) . 79

Grafik 3.13 Inflasi Tahunan Kelompok Perumahan, Air, Listrik, Gas dan Bahan Bakar . 79

Page 15: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT · iii Tabel 1.1 Struktur PDRB Provinsi Jawa Barat Berdasarkan Komponen Pengeluaran Atas Dasar Harga Berlaku (ADHB) 5 Tabel

viii

Grafik 3.14 Inflasi Tahunan Kelompok Transpor, Komunikasi, dan Jasa Keuangan ... 79

Grafik 3.15 Perkembangan Disagregasi Inflasi Jawa Barat Tahunan (yoy) 80

Grafik 3.16 Inflasi Kota di Jawa Barat Triwulan I 2017 (yoy 82

Grafik 3.17 82

Grafik 3.18 Inflasi Tahunan Kota Inflasi ..... 82

Grafik 3.19 82

Grafik 3.20 Disagregasi Inflasi . 83

Grafik 3.21 .. 83

Grafik 3.22 Perkembangan Tarif Listrik Berdasarkan ................................ 84

Grafik 3.23 Inflasi Administered prices Kelompok Energi dan Non Energi (yoy) ........................................ 84

Grafik 3.24 Perkembangan Inflasi Core Traded dan Non Traded (yoy) .................................................... 86

Grafik 3.25 Disagregasi Inflasi Core Traded . 86

Grafik 3.26 Perkembangan Indeks Harga Properti Residensial 86

Grafik 3.27 Perkembangan Nilai Tukar Rupiah 87

Grafik 3.28 87

Grafik 3.29 Perkembangan Disagregasi Inflasi . 88

Grafik 3.30 Indeks Ekspektasi Harga (IEH) 3 Bulan ... 89

Grafik 4.1

Grafik 4.2

Grafik 4.3

Grafik 4.4

Grafik 4.5

Grafik 4.6

Grafik 4.7

Grafik 4.8

Grafik 4.9

Grafik 4.10

Grafik 4.11

Grafik 4.12

Grafik 4.13

Pertumb ...

Pangsa Aset Perbankan Per Kel

Pertumbuhan DPK dan .

Pertumbuhan

Struktur D .. .

DPK Be .. ..

Perkembangan Kredit Per

Proporsi Kredit Menurut Jenis Penggunaan ..

Perkembangan Suku Bunga

Proporsi Kredit Menurut Lapangan Usaha ........

Perkembangan Kredit Menurut Lapangan Usaha .

Perkembangan LDR

NPL, Per Jenis Penggunaan .

100

100

101

101

101

101

102

102

103

103

103

104

104

Page 16: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT · iii Tabel 1.1 Struktur PDRB Provinsi Jawa Barat Berdasarkan Komponen Pengeluaran Atas Dasar Harga Berlaku (ADHB) 5 Tabel

ix

Grafik 4.14

Grafik 4.15

Grafik 4.16

Grafik 4.17

Grafik 4.18

Grafik 4.19

Grafik 4.20

Grafik 4.21

Grafik 4.22

Grafik 4.23

Grafik 4.24

Grafik 4.25

Grafik 4.26

Grafik 4.27

Grafik 4.28

Grafik 4.29

Grafik 4.30

Grafik 4.31

Grafik 4.32

Grafik 4.33

Grafik 4.34

Grafik 4.35

Grafik 4.36

Grafik 4.37

Grafik 4.38

Grafik 4.39

Grafik 4.40

Grafik 4.41

Grafik 4.42

Grafik 4.43

NPL, Per Lapangan Usaha Penyaluran Kredit .

Proporsi Kredit Sektoral . ..

Kredit Industri Pengolahan

Kredit Sektor Perdagangan .

NPL dan Kredit Industri Pengolahan . ..

NPL dan Kredit .

Sebaran Kredit Kota/Kabupaten .

NPL Kredit per Kota/Kab .............

Perkembangan Kredit UMKM .

NPL Kedit UMKM .

Proporsi Kredit UMKM .

Kredit UMKM Kota/Kabupaten ..

NPL Kredi ...

Perkembangan Ekspor Manufaktur ..

PMI Negara MItra Dagang Utama .

Pertumbuhan Komponen Konsumsi RT .

Inde .

Perkembangan Kegiatan Usaha ..

Likert Ss .

Like .

Perk

Kredit Koporasi Se .........

..

Persepsi Rumah Tangga Jawa Barat Terhadap Pe .

Ekspektasi Rumah Tangga Jawa Barat Terhadap Kondisi Ekonomi 6 Bulan Mendatang .

Perubahan Penghasilan Saat Ini Diba ...

Ekspektasi Perubahan Harga Oleh Rumah ...

Ekspektasi Perubahan Harga 3 Bulan Mentan ..

Perkembangan Kredit RT ..

NPL Kredit RT ..

104

105

105

105

106

106

106

107

107

107

108

108

108

109

109

110

110

110

111

111

112

112

112

113

113

113

114

114

115

115

Page 17: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT · iii Tabel 1.1 Struktur PDRB Provinsi Jawa Barat Berdasarkan Komponen Pengeluaran Atas Dasar Harga Berlaku (ADHB) 5 Tabel

x

Grafik 4.44

Grafik 4.45

Grafik 5.1

Grafik 5.2

Grafik 5.3

Grafik 5.4

Grafik 5.5

Grafik 5.6

Grafik 5.7

Grafik 5.8

Perkembangan Kredit Kendaraan Bermotor .

Perkembangan Kredit Kepemilikan Rumah ...

Perkembangan SKNBI Nominal ...

Perkembangan SKNBI-Volume

Spasial Kliring

Provinsi Tujuan Kliring Jawa Barat .

Asal Provinsi Kliring ke Jawa Barat ..

Penarikan dan Penyetoran Perbankan

Pemusna

.

115

115

122

122

122

123

123

130

130

132

Grafik 6.1 Indeks Penggunaan Tenaga Kerja . 140

Grafik 6.2 Indeks Penggunaan Tenaga Kerja . 140

Grafik 6.3 Indeks Kondisi Ketenagakerjaan dan Penghasilan Saat Ini ........ 145

Grafik 6.4 Indeks Ekspektasi Ketenagakerjaan, dan Penghasilan Saat Ini .. 145

Grafik 6.5 NTP Jawa Barat dan Komponen Penyusunnya . 146

Grafik 6.6 NTP Berdasarkan Subsektor di Jawa Barat . 146

Grafik 6.7 Indeks yang Diterima Petani Jawa Barat .... 147

Grafik 6.8 Indeks yang Dibayar Petani Jawa Barat .. . . 147

Grafik 6.9 Nilai Tukar Usaha Petani Jawa Barat 147

Grafik 6.10 Perkembangan Indikator Kesejahteraan Jawa Barat 148

Grafik 6.11 Pertumbuhan Sektor Primer, Sekunder dan Tersier 149

Grafik 6.12 Struktur Perekonomian Berdasarkan Penggunaan ........... 149

Grafik 7.1 Fe 154

Grafik 7.2 Indeks Ekspektasi Konsumen Jawa Barat . 156

Grafik 7.3 Indeks Pengeluaran 3 Bulan Mendatang . 156

Grafik 7.4 Perkembangan Impor Barang Konsumsi . 157

Grafik 7.5 Plotting Pertumbuhan Ekspor LN Jawa Barat d 161

Page 18: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT · iii Tabel 1.1 Struktur PDRB Provinsi Jawa Barat Berdasarkan Komponen Pengeluaran Atas Dasar Harga Berlaku (ADHB) 5 Tabel
Page 19: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT · iii Tabel 1.1 Struktur PDRB Provinsi Jawa Barat Berdasarkan Komponen Pengeluaran Atas Dasar Harga Berlaku (ADHB) 5 Tabel

RINGKASAN EKSEKUTIF

vii

LAJU PERTUMBUHAN EKONOMI

Pertumbuhan ekonomi Jawa

Barat mencatatkan

pertumbuhan sebesar 5,24%

(yoy) pada triwulan I 2017,

lebih rendah dibanding

triwulan IV 2016 yang

tumbuh sebesar 5,45% (yoy)

Perekonomian Jawa Barat pada triwulan I 2017 tumbuh melambat

dibanding triwulan sebelumnya, yakni dari 5,45% (yoy) pada triwulan

IV 2016 menjadi 5,24% (yoy) pada triwulan I 2017. Namun demikian,

realisasi ini lebih tinggi dibanding rata-rata LPE triwulan I pada kurun waktu

2014-2016 yang tercatat sebesar 4,90%. Hal ini menandakan bahwa

perbaikan kinerja perekonomian Jawa Barat yang berlangsung sejak tahun

2016 masih terus berlanjut. LPE Jawa Barat kembali tercatat lebih tinggi

dari nasional (5,01%).

Dari sisi pengeluaran, perlambatan laju pertumbuhan ekonomi Jawa

Barat pada triwulan I 2017 disebabkan oleh melambatnya

pertumbuhan konsumsi pemerintah dan pembentukan modal tetap

bruto (PMTB). Perlambatan ini didorong oleh beberapa faktor antara lain:

(1) efek base year, di mana pada triwulan I 2016 belanja Pemerintah

mengalami akselerasi dalam rangka persiapan penyelenggaraan acara PON

Pekan Olahraga Nasional (PON) ke-19 dan Pekan Paralimpik Nasional

(Peparnas) ke-15; dan (2) wait and see investor terkait perekonomian

regional khususnya di tengah berlangsungnya Pilkada di sejumlah daerah.

Dari sisi lapangan usaha, perlambatan laju pertumbuhan ekonomi Jawa

Barat pada triwulan I 2017 didorong oleh melambatnya laju

pertumbuhan mayoritas lapangan usaha di Jawa Barat khususnya

lapangan usaha utama yakni perdagangan, pertanian dan konstruksi.

Namun demikian, industri pengolahan masih tumbuh cukup kuat. Sejalan

dengan pola historisnya, pada triwulan I 2017 bertepatan dengan

berlalunya libur akhir tahun, lapangan usaha perdagangan mengalami

perlambatan. Lapangan usaha pertanian juga mengalami perlambatan

setelah sebelumnya tumbuh cukup tinggi di triwulan IV 2016. Sementara

itu, lapangan usaha industri pengolahan tumbuh cukup signifikan.

Peningkatan pertumbuhan lapangan usaha industri pengolahan terutama

didorong oleh menguatnya permintaan global.

Pertumbuhan ekonomi Jawa Barat diperkirakan akan mengalami

peningkatan yang cukup signifikan pada triwulan II 2017. Dari sisi

pengeluaran, peningkatan konsumsi rumah tangga diperkirakan menjadi

pendorong utama pertumbuhan ekonomi pada triwulan I 2017,

dipengaruhi oleh faktor seasonal yakni pergeseran momen Ramadhan dan

Lebaran menjadi sepenuhnya berlangsung pada triwulan II 2017, di mana

pada tahun 2016 sebagian momen Ramadhan serta Lebaran berlangsung

pada awal triwulan III 2016. Selain itu, pada triwulan II 2017 juga

berlangsung sejumlah periode libur panjang. Telah diselesaikannya

perbaikan Jembatan Cisomang yang kembali beroperasi normal pada awal

triwulan II 2017 juga diperkirakan dapat mendorong kegiatan ekonomi

yang lebih efisien dan kondusif.

Sementara dari sisi lapangan usaha, pertumbuhan ekonomi Jawa Barat

triwulan II 2017 diperkirakan didorong oleh pertumbuhan ketiga lapangan

usaha Jawa Barat yakni industri pengolahan, perdagangan besar-eceran

dan reparasi kendaraan serta pertanian, kehutanan dan perikanan.

Menguatnya permintaan ekspor diperkirakan masih berlanjut sedangkan

permintaan domestik juga akan meningkat karena momen Ramadhan dan

Lebaran sehingga mendorong kinerja lapangan usaha industri pengolahan

serta perdagangan.

Page 20: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT · iii Tabel 1.1 Struktur PDRB Provinsi Jawa Barat Berdasarkan Komponen Pengeluaran Atas Dasar Harga Berlaku (ADHB) 5 Tabel

RINGKASAN EKSEKUTIF

viii

Inflasi Jawa Barat pada

triwulan I 2017 terkendali

walau mencatatkan sedikit

peningkatan dibandingkan

triwulan sebelumnya. Berdasarkan disagregasi

kelompok, peningkatan

tekanan inflasi tahunan ini

disebabkan baik oleh faktor

fundamental pada kelompok

core serta faktor non

fundamental dari kelompok

administered prices. Di sisi

lain, menurunnya tekanan

inflasi pada kelompok

volatile food turut menjaga

level inflasi pada kisaran

4%±1%.

PERKEMBANGAN INFLASI

Inflasi IHK Jawa Barat pada triwulan I 2017 tercatat sebesar 3,37%

(yoy), meningkat dibandingkan triwulan IV 2016 sebesar 2,75% (yoy).

Namun realisasi ini masih lebih rendah dibanding rata-rata historis inflasi

triwulan IV sebesar 5,11% (yoy).

Berdasarkan disagregasi kelompok, tekanan inflasi pada triwulan I

2017 disumbang oleh kelompok core dan administered prices dengan

andil masing-masing sebesar 1,66% (yoy) dan 1,04% (yoy). Sementara

itu, kelompok volatile food memberikan andil inflasi yang lebih rendah

yakni 0,67% (yoy). Dibandingkan triwulan sebelumnya, peningkatan

tekanan inflasi tercermin dari andil inflasi kelompok core dan administered

prices yang meningkat. Sementara itu, andil inflasi kelompok volatile food

yang menurun menjadi faktor penahan tekanan inflasi di triwulan I 2017.

Peningkatan inflasi core dari 2,28% (yoy) menjadi 2,67% (yoy) pada

triwulan I 2017 disebabkan oleh beberapa faktor antara lain : (1)

pelemahan nilai tukar rupiah sebesar 0,76% (qtq) akibat adanya kenaikan

Fed Fund Rate pada tanggal 15 Maret 2017; (2) meningkatnya harga emas

di domestik yang tercermin dari kenaikan harga emas Antam; serta (3)

penyelesaian proyek infrastruktur sebelum momen Lebaran antara lain

seperti Jalan Tol Soroja dan perbaikan Jembatan Cisomang menyebabkan

peningkatan harga semen.

Inflasi kelompok administered prices juga tercatat meningkat tajam yakni

dari -0,0 4% (yoy) menjadi 5,20% (yoy) pada triwulan I 2017. Peningkatan

ini khususnya terjadi pada sub kelompok energi seiring dengan adanya

kebijakan pemerintah menaikkan tarif listrik pelanggan golongan 900VA

secara bertahap pada tahun 2017. Dari sub kelompok non energi, tekanan

inflasi disumbang oleh kenaikan cukai rokok tahunan yang meningkat pada

bulan Februari 2017. Di sisi lain, inflasi volatile food juga tercatat menurun

tajam yakni dari 7,58% (yoy) menjadi 3,72% (yoy) pada triwulan I 2017.

Penurunan ini terutama disebabkan oleh mulai berlangsungnya masa panen

untuk komoditas padi di sejumlah sentra di Jawa Barat yang tercermin pada

harga beras di pasar tradisional yang terpantau menurun. Selain itu harga

komoditas cabai yang tinggi dari awal tahun 2017, pada akhir triwulan I

2017 mengalami penurunan seiring dengan bertambahnya pasokan dari

berbagai sentra produksi cabai seperti Kabupaten Garut, Kabupaten

Wonosobo, Banjarnegara dan Banyumas.

Inflasi IHK tahunan Jawa Barat pada triwulan II 2017 diperkirakan berada

pada rentang 3,9% - 4,3% (yoy), meningkat dibanding realisasi inflasi

triwulan I 2017 sebesar 3,37% (yoy). Peningkatan tekanan inflasi ini

terutama didorong oleh kebijakan pemerintah menaikkan tarif administered

prices yaitu kenaikan tarif listrik untuk pelanggan golongan 900VA tahap 3

pada triwulan II 2017, selain itu juga terdapat momen bulan Ramadhan dan

Lebaran yang terjadi penuh di triwulan II 2017.

Page 21: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT · iii Tabel 1.1 Struktur PDRB Provinsi Jawa Barat Berdasarkan Komponen Pengeluaran Atas Dasar Harga Berlaku (ADHB) 5 Tabel

RINGKASAN EKSEKUTIF

ix

STABILITAS KEUANGAN DAERAH, PENGEMBANGAN AKSES

KEUANGAN DAN UMKM

Tekanan risiko korporasi

terindikasi menurun sebagai

dampak menguatnya

permintaan ekspor. Risiko di

sisi rumah tangga juga

berada di level aman terlihat

dari konsumsi dan

kemampuan membayar yang

masih cukup solid.

Kinerja pembiayaan perbankan tercatat meningkat diiringi dengan non

performing loan yang stabil. Peningkatan terjadi baik di sisi kredit untuk

korporasi maupun rumah tangga. Di sisi lain, menguatnya permintaan

global mendorong peningkatan kinerja korporasi sedangkan dari sisi rumah

tangga, baik pembiayaan perbankan di sektor rumah tangga maupun

kemampuan membayar (DSR) rumah tangga masih stabil.

PERKEMBANGAN SISTEM PEMBAYARAN DAN PENGELOLAAN

UANG RUPIAH

Terjadi peningkatan

netinflow karena efek

seasonal awal tahun serta

perlambatan kinerja transaksi

kliring baik volume maupun

nilai karena dampak

perubahan kebijakan kliring

Sementara itu, pada sistem pembayaran tunai, perputaran uang di Jawa

Barat pada triwulan I 2017 mengalami peningkatan dibandingkan periode

yang sama tahun sebelumnya. Selain itu, net inflow yang dihasilkan lebih

besar dibandingkan periode triwulan IV 2016 karena adanya efek seasonal

awal tahun (dropping anggaran negara, pembayaran pajak, dsb).

Sedangakn di sisi sistem pembayaran non tunai, baik volume maupun nilai

transaksi kliring mengalami perlambatan dibandingkan triwulan IV 2016.

Hal ini lebih disebabkan base year effect karena perubahan kebijakan

caping kliring.

PERKEMBANGAN KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN

Melambatnyaa kinerja

perekonomian Jawa Barat

pada triwulan I 2017

berdampak pada

bertambahnya jumlah

pengangguran terbuka pada

triwulan laporan

Melambatnya kinerja perekonomian Jawa Barat pada triwulan I 2017

berdampak pada penurunan kondisi ketenagakerjaan pada triwulan

laporan. Tingkat pengangguran terbuka tercatat meningkat menjadi

8,89%. Berdasarkan hasil Survei Kegiatan Dunia Usaha, kondisi

ketenagakerjaan di Jawa Barat yang tercermin dari indeks perkembangan

penggunaan tenaga kerja menunjukkan pelemahan dengan penurunan

Saldo Bersih Tertimbang (SBT) dari triwulan IV 2016 sebesar 1,73 menjadi -

2,03 pada triwulan I 2017.

PRAKIRAAN PEREKONOMIAN KE DEPAN

Pada triwulan III 2017,

perekonomian Jawa Barat

diperkirakan tumbuh

melambat dibanding

triwulan II 2017. Namun

untuk keseluruhan tahun

2017, LPE Jawa Barat

diperkirakan meningkat

terbatas dibanding tahun

2016.

Pada triwulan III 2017, perekonomian Jawa Barat diperkirakan tumbuh

meningkat dibanding triwulan I 2017 yakni pada kisaran 5,6% - 6,0%

(yoy). Perlambatan terutama disebabkan oleh konsumsi rumah tangga

akibat faktor seasonal yakni bergesernya momen Ramadhan dan Lebaran

menjadi sepenuhnya berlangsung pada triwulan II 2017, di mana pada

tahun 2016 berlangsung pada awal triwulan III 2016. Selain itu, mulai

berlakunya tarif non subsidi untuk pelanggan listrik 900 VA Rumah Tangga

Mampu per 1 Juli 2017 juga berpotensi menahan daya beli masyarakat.

Pertumbuhan konsumsi Pemerintah juga diperkirakan tertahan pada

triwulan III 2017, disebabkan oleh efek penyelenggaraan PON ke-19 pada

akhir triwulan III 2016 (September 2016).

Untuk keseluruhan tahun 2017, akselerasi pertumbuhan diperkirakan

terjadi pada seluruh komponen PDRB. Konsumsi rumah tangga

diperkirakan meningkat seiring dengan peningkatan upah serta stimulus

baik dari sisi fiskal maupun moneter. Investasi untuk keseluruhan tahun

juga diperkirakan meningkat khususnya dari sisi pemerintah seiring dengan

percepatan penyelesaian berbagai proyek infrastruktur strategis. Dari aspek

eksternal, prospek positif pada kinerja ekonomi mitra dagang utama seperti

Amerika Serikat diperkirakan menjadi faktor pendorong, sejalan dengan

prospek positif dari kerjasama dengan negara-negara di kawasan ASEAN.

Page 22: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT · iii Tabel 1.1 Struktur PDRB Provinsi Jawa Barat Berdasarkan Komponen Pengeluaran Atas Dasar Harga Berlaku (ADHB) 5 Tabel

RINGKASAN EKSEKUTIF

x

Di sisi lain, tekanan inflasi diperkirakan sedikit meningkat pada tahun

2017 dibanding tahun 2016, namun masih berada dalam kisaran

sasaran inflasi tahun 2017 sebesar 4%±1%. Dampak kenaikan tarif yang

diatur pemerintah (administered prices) serta second round effect-nya perlu

diantisipasi agar tidak menimbulkan gejolak khususnya memasuki periode

Ramadhan dan Lebaran pada triwulan II 2017. Selain itu, potensi

peningkatan harga minyak dunia serta dampaknya kepada harga BBM di

dalam negeri juga perlu diwaspadai.

Page 23: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT · iii Tabel 1.1 Struktur PDRB Provinsi Jawa Barat Berdasarkan Komponen Pengeluaran Atas Dasar Harga Berlaku (ADHB) 5 Tabel

x

I. EKONOMI MAKRO REGIONAL

Sumber: BPS Provinsi Jawa Barat ( r) Angka Revisi)

Ket : Data IHK menggunakan Tahun Dasar 2012.

2017

Ir)

Ir)

IIr) III IV I

Produk Domestik Regional Bruto (%, yoy) 4.93 5.04 5.20 6.06 5.97 5.45 5.67 5.24

Berdasarkan Permintaan/ Penggunaan Konsumsi Rumah Tangga 5.23 5.07 5.78 5.92 5.90 4.81 5.60 5.03

Konsumsi LNPRT -21.60 -8.13 7.90 5.61 6.11 2.48 5.48 2.07

Konsumsi Pemerintah -0.71 8.10 2.81 10.57 -7.82 9.19 3.76 4.95

PMTB 6.49 4.16 0.79 5.33 4.02 7.98 4.59 3.97

Perubahan Inventori -30.27 -16.51 -8.98 -14.00 23.34 26.84 3.99 1.79

Ekspor 10.38 5.46 0.66 0.46 1.98 9.80 3.34 15.19

Impor 4.35 2.20 -4.11 -3.10 -0.95 12.92 1.66 14.66

Berdasarkan Penawaran/ Lapangan Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan 4.59 0.16 -1.51 5.21 11.10 9.39 5.80 5.75

Pertambangan dan Penggalian -8.44 0.41 -0.39 -6.84 0.42 3.04 -0.97 0.95

Industri Pengolahan 4.02 4.39 5.14 5.29 4.64 4.03 4.77 4.75

Pengadaan Listrik, Gas -11.54 -6.80 4.86 -1.79 5.38 4.93 3.37 6.33

Pengadaan Air 9.84 5.88 2.46 5.62 9.43 7.65 6.33 7.84

Konstruksi 6.41 6.43 6.27 7.06 2.70 4.35 5.02 4.08

Perdagangan Besar dan Eceran, dan

Reparasi Mobil dan Sepeda Motor 3.62 3.71 2.48 4.18 5.52 5.42 4.44 5.33

Transportasi dan Pergudangan 10.24 8.90 7.74 6.46 13.18 7.79 8.84 6.06

Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum 8.24 8.10 9.39 6.59 9.66 11.56 9.31 9.42

Informasi dan Komunikasi 17.96 16.31 16.71 14.43 13.66 12.50 14.27 10.37

Jasa Keuangan 8.88 7.36 10.13 18.40 10.25 9.34 11.89 1.41

Real Estate 7.21 5.46 8.15 7.06 6.60 4.29 6.51 4.50

Jasa Perusahaan 6.44 8.15 7.71 6.61 9.67 8.58 8.16 7.80

Administrasi Pemerintahan, Pertahanan

dan Jaminan Sosial Wajib 0.80 5.53 3.57 17.20 -7.68 0.51 2.98 0.84

Jasa Pendidikan 7.94 10.17 10.69 9.12 5.85 5.18 7.61 8.03

Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial 14.71 14.14 11.86 7.33 9.52 9.25 9.48 7.73

Jasa lainnya 8.03 8.96 10.88 7.81 9.75 6.67 8.73 8.96

Nilai Ekspor Non Migas (USD juta) 6,132 24,791 5,891 6,500 5,992 6,545 24,927 6,866

Volume Ekspor Non Migas (ribu ton) 1,605 6,661 1,622 1,669 1,568 2,028 6,887 1,660

Nilai Impor Non Migas (USD juta) 2,826 10,928 2,735 2,924 2,587 2,823 11,068 2,646

Volume Impor Non Migas (ribu ton) 468 1,961 521 591 499 525 2,136 568

Jawa Barat 117.33 121.03 121.77 122.49 123.13 124.36 124.36 125.87

Kota Bandung 117.33 121.71 122.42 123.23 123.67 125.28 125.28 126.35

Kota Bekasi 116.79 121.20 120.68 121.13 121.86 123.07 123.07 124.55

Kota Depok 117.80 120.15 121.94 122.89 123.64 124.35 124.35 126.19

Kota Bogor 118.09 121.69 122.98 123.58 124.37 126.07 126.07 128.32

Kota Sukabumi 119.09 121.96 122.62 123.03 123.99 125.09 125.09 126.87

Kota Cirebon 116.00 118.94 119.28 120.10 120.61 121.16 121.16 122.55

Kota Tasikmalaya 116.74 121.10 122.01 123.07 123.44 124.43 124.43 125.73

Jawa Barat 5.46 2.73 3.78 3.22 2.54 2.75 2.73 3.37

Kota Bandung 6.26 3.93 4.34 3.54 2.54 2.93 3.93 3.21

Kota Bekasi 5.04 2.22 3.33 2.75 2.09 2.47 2.22 3.21

Kota Depok 5.09 1.87 3.51 3.49 2.90 2.60 1.87 3.49

Kota Bogor 5.03 2.70 4.14 3.02 2.53 3.60 2.70 4.34

Kota Sukabumi 6.09 2.20 2.96 2.70 2.52 2.57 2.20 3.47

Kota Cirebon 4.52 1.56 2.83 2.12 1.95 1.87 1.56 2.74

Kota Tasikmalaya 5.90 3.53 4.51 4.14 3.62 2.75 3.53 3.05

Ekspor

Impor

Indeks Harga Konsumen (IHK)

Laju Inflasi Tahunan (%, yoy)

2015INDIKATOR 2015

20162016

Page 24: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT · iii Tabel 1.1 Struktur PDRB Provinsi Jawa Barat Berdasarkan Komponen Pengeluaran Atas Dasar Harga Berlaku (ADHB) 5 Tabel

xi

2017

I I II III IV I

Total Aset 435.18 472.30 478.61 496.02 500.71 517.14 517.14 522.21

Dana Pihak Ketiga (DPK) - Lokasi Bank Pelapor* 314.06 343.94 346.71 358.29 360.02 370.65 370.65 373.56

Kredit - Lokasi Bank Pelapor 279.83 306.13 308.24 322.24 325.53 335.19 335.19 335.91

Kredit - Lokasi Proyek 454.75 489.93 486.83 506.80 510.52 521.54 521.54 522.92

Loan to Deposit Ratio (LDR) (%) 89.10 89.01 88.91 89.94 90.42 90.44 90.44 89.92

Total Aset 32.49 36.78 36.90 38.32 39.27 41.84 41.84 42.11

Dana Pihak Ketiga (DPK) - Lokasi Bank Pelapor 22.78 26.40 26.14 27.37 28.32 29.56 29.56 29.86

Pembiayaan - Lokasi Bank Pelapor 26.03 28.40 28.38 28.76 29.53 30.30 30.30 30.76

Pembiayaan - Lokasi Proyek 34.12 36.38 36.17 39.39 40.49 42.09 42.09 44.03

Financing to Deposit Ratio (FDR) 114.27 107.60 108.57 105.08 104.27 102.48 102.48 103.00

Total Aset 467.67 509.07 515.52 534.34 539.98 558.98 558.98 564.32

Dana Pihak Ketiga (DPK) - Lokasi Bank Pelapor 336.83 370.33 372.85 385.66 388.35 400.21 400.21 403.42

Giro 63.86 64.17 74.77 72.83 76.43 71.50 71.50 74.42

Tabungan 132.06 155.41 148.82 162.59 161.42 174.21 174.21 168.12

Deposito 140.91 150.75 149.26 150.24 150.50 154.50 154.50 160.88

Kredit/Pembiayaan - Lokasi Bank Pelapor 305.86 334.54 336.62 351.00 355.06 365.49 365.49 366.67

Kredit/Pembiayaan - Lokasi Proyek** 488.87 526.31 523.01 546.19 551.01 563.63 563.63 566.94

Modal Kerja 200.74 213.97 206.52 215.90 215.91 219.90 219.90 216.61

Investasi 102.34 107.18 106.56 111.69 110.22 110.67 110.67 111.79

Konsumsi 185.78 205.15 209.93 218.59 224.87 233.06 233.06 238.55

Kredit UMKM - Lokasi Proyek 95.23 100.54 100.50 107.86 109.88 113.12 113.12 123.93

Loan to Deposit Ratio (LDR) (%) 90.80 90.33 90.28 91.01 91.43 91.33 91.33 90.89

Rasio Non Performing Loan (NPL) Gross 2.73 2.45 2.81 3.51 3.57 3.24 3.24 3.26

Bank Umum Konvensional

Bank Umum Syariah

Total Bank Umum

INDIKATOR

(dalam Rp Triliun kecuali dinyatakan lain)

20152015 2016

2016

2017

I I II III IV I

Inflow (Rp Triliun) 20.33 81.30 22.30 17.36 29.46 18.92 88.04 21.55

Outflow (Rp Triliun) 6.58 47.06 7.00 21.57 8.47 12.36 49.40 8.34

Netflow (Rp Triliun) 13.75 34.24 15.30 -4.22 20.99 6.56 38.63 13.22

Nominal (Rp Triliun) 43.96 207.01 81.51 89.51 97.22 76.36 341.19 78.11

Volume 1.30 5.77 2.15 2.30 2.01 2.18 8.64 2.02

INDIKATOR

Transaksi Tunai

Transaksi Non Tunai (Kliring)

20152015 2016

2016

II. PERBANKAN

Sumber: Bank Indonesia

* Lokasi bank pelapor : pencatatan berdasarkan transaksi perbankan (baik penghimpunan dana maupun penyaluran kredit) yang dilakukan

oleh bank-bank yang berkantor di Jawa Barat

* Lokasi proyek : pencatatan berdasarkan realisasi kredit yang disalurkan di wilayah Jawa Barat (tidak terbatas kepada penyaluran oleh

bank yang berkantor di Jawa Barat

III. SISTEM PEMBAYARAN DAN PENGELOLAAN UANG RUPIAH

Sumber: Bank Indonesia

Page 25: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT · iii Tabel 1.1 Struktur PDRB Provinsi Jawa Barat Berdasarkan Komponen Pengeluaran Atas Dasar Harga Berlaku (ADHB) 5 Tabel

BAB I

Page 26: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT · iii Tabel 1.1 Struktur PDRB Provinsi Jawa Barat Berdasarkan Komponen Pengeluaran Atas Dasar Harga Berlaku (ADHB) 5 Tabel

EKONOMI

MAKRO REGIONAL

2

MEI 2017

Pertumbuhan Ekonomi Jawa Barat Triwulan I 2017

Perekonomian Jawa Barat pada triwulan I 2017 tumbuh melambat dibanding triwulan IV 2016. Laju

pertumbuhan ekonomi (LPE) Jawa Barat melambat dari 5,45% (yoy) pada triwulan IV 2016 menjadi 5,24%

(yoy) pada triwulan I 2017. Namun demikian, realisasi ini lebih tinggi dibanding rata-rata LPE triwulan I pada

kurun waktu 2014-2016 yang tercatat sebesar 4,90%. Hal ini menandakan bahwa perbaikan kinerja

perekonomian Jawa Barat yang berlangsung sejak tahun 2016 masih terus berlanjut.

Perkembangan LPE Jawa Barat ini berbeda dengan kawasan Jawa yang pada triwulan I 2017 tumbuh

meningkat menjadi 5,66% (yoy). Meningkatnya pertumbuhan ekonomi kawasan Jawa terutama ditopang

oleh peningkatan pertumbuhan DKI Jakarta dan Banten (Gambar 1.1). Tingginya realisasi pertumbuhan DKI

Jakarta antara lain didorong oleh berlangsungnya Pemilihan Gubernur yang berlangsung dua putaran

dengan tingkat partisipasi masyarakat yang tinggi, serta meningkatnya laju pertumbuhan investasi.

Sumber : BPS Indonesia dan Provinsi

Gambar 1.1 Perbandingan Pertumbuhan Ekonomi Provinsi di Pulau Jawa (%, yoy)

Di sisi lain, pertumbuhan ekonomi Jawa Barat pada triwulan I 2017 kembali tercatat mengungguli

perekonomian Nasional yang tumbuh sebesar 5,01% (Grafik 1.1). Pada triwulan I 2017, Jawa Barat masih

menjadi salah satu penopang utama perekonomian nasional dengan pangsanya yang mencapai 13,18%,

tertinggi ketiga setelah DKI Jakarta (17,79%) dan Jawa Timur (14,88%). Adapun sumbangan PDRB Jawa

Barat terhadap nasional ini mengalami penurunan dibanding triwulan I 2016 (13,48%), demikian halnya

dengan Jawa Timur. Menurunnya pangsa PDRB Jawa Barat terhadap nasional disebabkan terutama oleh

menurunnya laju pertumbuhan industri pengolahan pada triwulan I 2017 dibanding triwulan I 2016. Secara

umum, relatif besarnya kontribusi Jawa Barat terhadap perekonomian nasional disebabkan karena Jawa

Barat merupakan kontributor sektor industri pengolahan terbesar terhadap nasional dengan pangsa

mencapai 27,5%.

Page 27: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT · iii Tabel 1.1 Struktur PDRB Provinsi Jawa Barat Berdasarkan Komponen Pengeluaran Atas Dasar Harga Berlaku (ADHB) 5 Tabel

EKONOMI

MAKRO REGIONAL

3

MEI 2017

Sumber: BPS, Tahun Dasar 2010 (diolah)

Sumber: BPS, Tahun Dasar 2010 (diolah)

Dari sisi pengeluaran, perlambatan laju pertumbuhan ekonomi Jawa Barat pada triwulan I 2017

disebabkan oleh melambatnya pertumbuhan konsumsi pemerintah dan pembentukan modal tetap

bruto (PMTB). Perlambatan laju pertumbuhan konsumsi pemerintah dibanding triwulan sebelumnya

terutama disebabkan oleh efek base year, di mana pada triwulan I 2016 belanja Pemerintah mengalami

akselerasi dalam rangka persiapan penyelenggaraan acara PON ke-19 dan Peparnas ke-15 di Jawa Barat.

Sebagaimana diketahui, mayoritas dana yang digunakan untuk acara PON dan Peparnas bersumber dari

APBD Pemerintah Provinsi Jawa Barat. Selanjutnya, perlambatan laju pertumbuhan PMTB/investasi

khususnya terjadi investasi yang bersifat non bangunan yang tercermin melalui melambatnya impor barang

modal setelah sebelumnya terus mengalami ekspansi sepanjang tahun 2016. Mulai beroperasinya pabrik

otomotif baru serta optimalisasi pemanfaatan barang modal yang telah diimpor sebelumnya pada tahun

2016 diperkirakan menjadi faktor yang melatarbelakangi perkembangan ini.

Namun demikian, perlambatan yang lebih dalam ditahan oleh masih meningkatnya laju pertumbuhan

komponen konsumsi rumah tangga serta net ekspor luar negeri. Meningkatnya pertumbuhan konsumsi

rumah tangga di tengah tantangan berupa kenaikan sejumlah tarif yang diatur Pemerintah di awal tahun

(TTL 900 VA, bensin, biaya STNK, dan cukai rokok) menunjukkan resiliensi daya beli rumah tangga Jawa

Barat serta optimisme konsumen yang masih terjaga. Adapun kenaikan laju pertumbuhan net ekspor luar

negeri didorong oleh ekspor luar negeri yang pada triwulan I 2017 mencapai titik pertumbuhan tertinggi

sejak triwulan IV 2014. Hal ini sejalan dengan membaiknya perekonomian global, khususnya

negara/kawasan mitra dagang utama Jawa Barat yakni Amerika Serikat, ASEAN, dan Eropa. Berdasarkan

jenis barangnya, peningkatan tertinggi terjadi pada pertumbuhan ekspor otomotif khususnya ke Filipina

dan beberapa negara di kawasan ASEAN lainnya.

Dari sisi lapangan usaha (LU), perlambatan laju pertumbuhan ekonomi Jawa Barat pada triwulan I

2017 didorong oleh melambatnya laju pertumbuhan mayoritas lapangan usaha di Jawa Barat

khususnya LU utama yakni Perdagangan, Pertanian dan Konstruksi. Namun demikian, Industri

Pengolahan masih tumbuh cukup kuat. Sejalan dengan pola historisnya, pada triwulan I 2017 bertepatan

dengan berlalunya libur akhir tahun serta adanya tekanan daya beli dari kenaikan harga-harga yang diatur

pemerintah, LU Perdagangan tumbuh 5,33%, melambat dari triwulan IV 2016 sebesar 5,42% (yoy).

Perlambatan LU Perdagangan terkonfirmasi dari melambatnya pertumbuhan indeks penjualan riil di Jawa

Grafik 1.1 Pertumbuhan Ekonomi Jabar & Nasional

Grafik 1.2 Share Perekonomian Provinsi di Jawa Terhadap

Nasional (Triwulan I 2016 & Triwulan I 2017)

Page 28: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT · iii Tabel 1.1 Struktur PDRB Provinsi Jawa Barat Berdasarkan Komponen Pengeluaran Atas Dasar Harga Berlaku (ADHB) 5 Tabel

EKONOMI

MAKRO REGIONAL

4

MEI 2017

Barat dari 14,77% menjadi 2,59% (yoy). Sementara itu, LU Pertanian tumbuh 5,75%, melambat dari

triwulan sebelumnya sebesar 9,39%. Petani Jawa Barat yang menerapkan panen tidak serentak diindikasi

menyebabkan pertumbuhan pertanian di triwulan ini tidak setinggi perkiraan sebagaimana pola panen raya

dua triwulan sekali. Namun demikian, panen gadu lanjutan pada triwulan II 2017 diharapkan menjaga

kinerja lapangan usaha pertanian sepanjang tahun 2017. Sejalan dengan hal tersebut, dikarenakan belum

masifnya proses pembangunan proyek infrastruktur pemerintah yang sebagian masih menyelesaikan tahap

lelang, LU Konstruksi juga menunjukkan perlambatan dari 4,35% menjadi 4,08% di triwulan I 2017.

Namun demikian, lapangan usaha industri pengolahan tumbuh cukup signifikan dari 4,03% menjadi

4,75% (yoy). Peningkatan pertumbuhan lapangan usaha industri pengolahan terutama didorong oleh

menguatnya permintaan ekspor dan mulai berakhirnya konsolidasi korporasi. Hal ini terkonfirmasi dengan

meningkatnya pertumbuhan ekspor produk manufaktur Jawa Barat dari 5,3% menjadi 16,7%. Kenaikan

ekspor terjadi pada mayoritas produk dengan kenaikan paling tinggi pada ekspor produk otomotif.

Pada triwulan I 2017, pertumbuhan ekonomi Jawa Barat dari sisi pengeluaran masih ditopang oleh

komponen utamanya yakni konsumsi rumah tangga dengan andil mencapai 3,21% (Grafik 1.3).

Selanjutnya, net ekspor luar negeri memberikan andil terbesar kedua yakni mencapai 1,38% seiring dengan

peningkatan laju pertumbuhan ekspor luar negeri yang lebih besar dibanding impor luar negeri. PMTB yang

memberikan pangsa terbesar kedua pada struktur PDRB Jawa Barat memberikan andil terbesar ketiga

(0,94%) akibat adanya perlambatan pada investasi khususnya yang bersifat non bangunan. Tingginya

impor komoditas sebagai bahan baku industri Jawa Barat menyebabkan neraca perdagangan antar daerah

kembali defisit.

Sejalan dengan sisi pengeluaran, pertumbuhan ekonomi Jawa Barat dari sisi lapangan usaha juga

masih ditopang lapangan usaha utama yakni industri pengolahan yang memberikan andil mencapai

2,06% (Grafik 1.4). Selanjutnya, lapangan usaha (LU) perdagangan yang merupakan LU terbesar kedua

di Jawa Barat juga memberikan andil pertumbuhan terbesar kedua (0,81%). Masih tingginya andil LU

perdagangan terhadap pertumbuhan ekonomi Jawa Barat sejalan dengan pertumbuhan konsumsi rumah

tangga yang juga masih mengalami peningkatan. Selanjutnya, LU pertanian memberikan andil terbesar

ketiga (0,45%) dan LU informasi & komunikasi memberikan andil terbesar keempat (0,39%).

Sumber: BPS (diolah)

Sumber: BPS (diolah)

Grafik 1.3 Andil Pertumbuhan Komponen Utama PDRB Sisi

Pengeluaran Triwulan I 2017

Grafik 1.4 Andil Pertumbuhan Komponen Utama PDRB Sisi

Lapangan Usaha Triwulan I 2017

Page 29: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT · iii Tabel 1.1 Struktur PDRB Provinsi Jawa Barat Berdasarkan Komponen Pengeluaran Atas Dasar Harga Berlaku (ADHB) 5 Tabel

EKONOMI

MAKRO REGIONAL

5

MEI 2017

Dari aspek intermediasi perbankan, di tengah perlambatan laju pertumbuhan ekonomi Jawa Barat pada

triwulan I 2017, pertumbuhan penyaluran kredit kembali mengalami peningkatan, yakni dari 7,09% (yoy)

pada triwulan IV 2016 menjadi 8,40% (yoy) pada triwulan I 2017 (Grafik 1.5). Mulai meningkatnya

penyaluran kredit ini setelah sebelumnya perbankan melakukan konsolidasi di tahun 2016 menghadapi

peningkatan risiko kredit dan mengacu kepada tingkat NPL pada triwulan I 2017 yang masih relatif stabil

dibanding triwulan IV 2016. Selain itu, pelonggaran kebijakan moneter oleh Bank Indonesia baik melalui

penetapan suku bunga kebijakan yang akomodatif serta pelonggaran ketentuan LTV turut berperan dalam

mendorong peningkatan intermediasi perbankan. Seiring dengan berlangsungnya sejumlah periode libur

panjang yang lebih banyak dibanding triwulan I 2016, pertumbuhan outflow uang kartal di Jawa Barat

mengalami peningkatan pada triwulan I 2017 dibanding triwulan sebelumnya (Grafik 1.6).

Pertumbuhan ekonomi Jawa Barat diperkirakan akan mengalami peningkatan pada triwulan II 2017.

Hal ini ditopang oleh optimisme konsumen Jawa Barat yang masih terjaga dan terus meningkat tercermin

dari Indeks Ekspektasi Konsumen (IEK) yang meningkat dari 138,53 menjadi 139,90 pada triwulan II 2017.

Berdasarkan komponen penyusunnya, peningkatan ekspektasi tersebut terutama didorong oleh

meningkatnya indeks ekspektasi penghasilan serta indeks kegiatan usaha. Hal ini juga sejalan dengan survei

BPS yang memperkirakan Indeks Tendeksi Konsumen (ITK) Jawa Barat pada triwulan II 2017 sebesar 116,50,

meningkat cukup signifikan dibanding triwulan I 2017 sebesar 104,50. Meningkatnya perkiraan ITK di

triwulan II 2017 ini terutama didorong oleh peningkatan perkiraan pendapatan rumah tangga mendatang

yakni menjadi 123,01 dari realisasi pada triwulan I 2017 sebesar 104,30.

Secara umum, perkiraan meningkatnya laju pertumbuhan ekonomi pada triwulan II 2017 terutama

dipengaruhi oleh faktor seasonal yakni pergeseran momen Ramadhan dan Lebaran menjadi

sepenuhnya berlangsung pada triwulan II 2017, di mana pada tahun 2016 sebagian momen Ramadhan

serta Lebaran berlangsung pada awal triwulan III 2016. Selain itu, meningkatnya perkiraan penghasilan

didorong oleh kembali diberikannya gaji ke-13 bagi PNS serta pemberian THR kepada pegawai secara

umum dengan nilai yang diperkirakan meningkat dibanding tahun 2016. Selain itu, selama triwulan II juga

terdapat serangkaian periode libur panjang dengan rincian 2 kali di bulan April, tiga kali di bulan Mei, dan

dua kali di bulan Juli. Untuk satu kali periode libur panjang dapat berdurasi tiga hingga empat hari.

Mengingat Jawa Barat (khususnya Kota Bandung dan Kota Bogor) merupakan wilayah tujuan wisata utama

masyarakat ibukota pada momen-momen liburan, hal ini juga berpotensi mendorong pertumbuhan

konsumsi serta perdagangan yang lebih tinggi di Jawa Barat pada triwulan II 2017. Berlanjutnya transmisi

Grafik 1.5 Pertumbuhan Ekonomi dan Penyaluran Kredit

Grafik 1.6 Pertumbuhan Ekonomi dan Outflow Uang Kartal

Page 30: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT · iii Tabel 1.1 Struktur PDRB Provinsi Jawa Barat Berdasarkan Komponen Pengeluaran Atas Dasar Harga Berlaku (ADHB) 5 Tabel

EKONOMI

MAKRO REGIONAL

6

MEI 2017

suku bunga kebijakan yang akomodatif terhadap suku bunga pinjaman di daerah serta pelonggaran LTV

juga diharapkan dapat menjadi faktor pendorong belanja konsumsi masyarakat, kegiatan usaha serta

investasi pelaku usaha.

Dari sisi investasi, masih berlangsungnya pembangunan proyek infrastruktur strategis pemerintah hingga

triwulan II 2017 diharapkan menjadi faktor pendorong kegiatan investasi bersifat bangunan. Sebagaimana

diketahui, pembangunan infrastruktur strategis di Jawa Barat antara lain meliputi : Tol Soreang Pasir Koja

(Soroja), Tol Cileunyi Sumedang Dawuan (Cisumdawu), Tol Cimanggis Cibitung, Bogor Outer Ring Road,

Tol Bogor Ciawi Sukabumi (Bocimi), Bandung Intra Urban Toll Road (BIUTR), Kereta Cepat Jakarta-Bandung,

LRT Terintegrasi Jabodebek, serta Bandara Internasional Kertajati.

Dari sisi lapangan usaha, momen Ramadhan dan Lebaran diperkirakan juga menjadi pendorong utama

pertumbuhan berbagai lapangan usaha utama di Jawa Barat yakni Industri Pengolahan dan Perdagangan

Besar-Eceran serta Reparasi Kendaraan. Selain itu, menguatnya permintaan global yang tercermin dengan

meningkatnya permintaan ekspor berbagai produk manufaktur Jawa Barat khususnya otomotif

diperkirakan masih menjadi pendorong utama peningkatan kinerja Lapangan Usaha Industri Pengolahan.

Lapangan Usaha Konstruksi juga diperkirakan meningkat sejalan dengan mulai berjalannya proyek

pemerintah yang pada triwulan ini masih dalam tahap lelang. Selain itu beberapa proyek multi years yang

ditargetkan selesai pada tahun 2017 diperkirakan juga menjadi pendorong kinerja lapangan usaha ini.

Namun demikian, Lapangan Usaha Pertanian, Kehutanan dan Perikanan diperkirakan melambat pada

triwulan II 2016 karena mulai masuknya masa tanam di sebagian besar wilayah Jawa Barat.

1.1. Sisi Pengeluaran

Dari sisi pengeluaran, perlambatan ekonomi Jawa Barat pada triwulan I 2017 dibanding triwulan

sebelumnya disebabkan oleh melambatnya laju pertumbuhan pembentukan modal tetap bruto

(PMTB)/investasi dan konsumsi pemerintah. Melambatnya laju pertumbuhan investasi khususnya

bersumber dari investasi yang bersifat non bangunan antara lain seperti impor barang modal. Sementara

itu, melambatnya laju pertumbuhan konsumsi pemerintah selain disebabkan oleh kecenderungan belanja

Pemerintah yang semakin besar menjelang akhir tahun, juga disebabkan karena pada triwulan I 2016

belanja Pemerintah didorong oleh adanya belanja hibah dalam rangka persiapan PON.

Page 31: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT · iii Tabel 1.1 Struktur PDRB Provinsi Jawa Barat Berdasarkan Komponen Pengeluaran Atas Dasar Harga Berlaku (ADHB) 5 Tabel

EKONOMI

MAKRO REGIONAL

7

MEI 2017

Tabel 1. 1. Struktur PDRB Provinsi Jawa Barat Berdasarkan Komponen Pengeluaran Atas Dasar

Harga Berlaku (ADHB)

Sumber: BPS Provinsi Jawa Barat. Perhitungan Staff BI

Ket: *Angka Sementara ; **Angka Sangat Sementara; r) Angka Revisi

Pada struktur perekonomian Jawa Barat, konsumsi rumah tangga masih menjadi penopang utama

perekonomian Jawa Barat, dengan pangsa mencapai 66,76% terhadap PDRB Jawa Barat pada triwulan I

2017 (Tabel 1.1). Secara umum, pangsa konsumsi rumah tangga terus mengalami peningkatan sejak tahun

2015, di mana hal ini menjelaskan resiliensi perekonomian Jawa Barat serta ekspansi pertumbuhan pada

tahun 2016 yang mampu mengungguli mayoritas provinsi lainnya di Pulau Jawa. Pada posisi kedua, PMTB

atau investasi memberikan pangsa sebesar 23,87%, menurun dibandingkan pangsa pada triwulan

sebelumnya, di mana hal ini sejalan dengan melambatnya pertumbuhan investasi pada triwulan I 2017.

Pangsa investasi pada triwulan ini juga tercatat lebih rendah dibanding historis tahun 2014 dan 2015.

Perkembangan yang positif tercermin pada pangsa net ekspor total yang membaik dari -6,38% pada

triwulan IV 2016 menjadi -0,13% pada triwulan I 2017. Hal ini ditopang oleh meningkatnya sumbangan

baik pada net ekspor luar negeri (dari 10,69% menjadi 10,96%) maupun net ekspor antar daerah (dari -

17,07% menjadi -11,10%). Hal ini turut mengindikasikan perbaikan baik pada permintaan domestik

maupun ekspor terhadap output dari Jawa Barat, yang terutama dipengaruhi oleh membaiknya

perekonomian dan harga komoditas global.

Tabel 1. 2. Laju Pertumbuhan PDRB Provinsi Jawa Barat Berdasarkan Pengeluaran (% yoy)

Sumber: BPS Provinsi Jawa Barat, Perhitungan Staff BI

Ket: *Angka Sementara ; **Angka Sangat Sementara; r) Angka Revisi

2017Ir) IIr) IIIr) IV I

Konsumsi Rumah Tangga 63.58 64.51 66.16 64.66 64.94 66.51 65.56 66.76Konsumsi LNPRT 0.66 0.58 0.59 0.57 0.57 0.58 0.58 0.58Konsumsi Pemerintah 5.86 6.45 4.81 6.21 5.96 8.52 6.40 4.84PMTB 24.97 25.12 24.09 24.77 24.49 26.39 24.95 23.87Perubahan Inventori 5.61 5.02 4.96 4.15 4.06 4.38 4.38 4.07Ekspor 36.39 36.71 35.11 34.54 36.64 41.06 36.88 39.28Impor 37.07 38.39 35.73 34.90 36.66 47.44 38.74 39.41PDRB 100.00 100.00 100.00 100.00 100.00 100.00 100.00 100.00

Komponen Penggunaan 2014r) 2015* 2016** 2016**

2017Ir) IIr) IIIr) IV I

Konsumsi Rumah Tangga 3.95 5.07 5.78 5.92 5.90 4.81 5.60 5.03Konsumsi LNPRT 3.49 -8.13 7.90 5.61 6.11 2.48 5.48 2.07Konsumsi Pemerintah 3.64 8.10 2.81 10.57 -7.82 9.19 3.76 4.95PMTB 7.11 4.16 0.79 5.33 4.02 7.98 4.59 3.97Perubahan Inventori -2.15 -16.51 -8.98 -14.00 23.34 26.84 3.99 1.79Ekspor 5.64 5.46 0.66 0.46 1.98 9.80 3.34 15.19Impor 3.68 2.20 -4.11 -3.10 -0.95 12.92 1.66 14.66PDRB 5.09 5.04 5.20 6.06 5.97 5.45 5.67 5.24

2014r)Komponen Penggunaan 2016**2015* 2016**

Page 32: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT · iii Tabel 1.1 Struktur PDRB Provinsi Jawa Barat Berdasarkan Komponen Pengeluaran Atas Dasar Harga Berlaku (ADHB) 5 Tabel

EKONOMI

MAKRO REGIONAL

8

MEI 2017

Tabel 1. 3. Sumber Pertumbuhan Ekonomi Jawa Barat Berdasarkan Komponen Pengeluaran (%)

Sumber: BPS Provinsi Jawa Barat, Perhitungan Staff BI

Ket: *Angka Sementara ; **Angka Sangat Sementara; r) Angka Revisi

Di tengah melambatnya laju pertumbuhan PMTB/investasi dan konsumsi pemerintah, pertumbuhan

komponen pengeluarannya yakni konsumsi rumah tangga dan ekspor tercatat mengalami peningkatan

(Tabel 1.2). Berdasarkan sub komponennya, peningkatan laju pertumbuhan konsumsi rumah tangga

terutama terjadi pada konsumsi yang berbasis jasa serta kebutuhan sekunder (kesehatan & pendidikan,

transportasi & komunikasi, perumahan, serta restoran & hotel). Hal ini merupakan sinyal positif bahwa di

tengah tantangan meningkatnya sejumlah tarif di awal tahun yang berpotensi menggerus daya beli

masyarakat, optimisme serta ekspansi konsumsi masyarakat terus meningkat bahkan untuk kebutuhan-

kebutuhan yang tidak lagi bersifat primer semata. Sejalan dengan perkembangan ini, andil pertumbuhan

konsumsi rumah tangga (3,21%) menempati posisi pertama dan meningkat dibanding triwulan

sebelumnya (Tabel 1.3). Pada posisi kedua, andil pertumbuhan terbesar diberikan oleh PMTB yakni sebesar

0,94%, walaupun andil tersebut menurun dibanding triwulan sebelumnya seiring dengan melambatnya

laju pertumbuhan investasi.

Sejalan dengan perubahan struktur yang telah dijelaskan sebelumnya, net ekspor memberikan andil

terbesar ketiga pada triwulan I 2017 yakni mencapai 0,80%. Andil net ekspor meningkat cukup signifikan

jika dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang bahkan mendorong deselerasi dengan andil sebesar

-1,05%. Meningkatnya kondisi perekonomian serta permintaan baik dari domestik maupun ekspor menjadi

faktor pendorong meningkatnya andil positif dari net ekspor. Perbaikan ekonomi global serta meningkatnya

harga komoditas selain berpengaruh kepada meningkatnya permintaan ekspor luar negeri, juga

berpengaruh kepada meningkatnya permintaan ekspor antar daerah seiring dengan meningkatnya

pendapatan dari daerah-daerah mitra dagang yang perekonomiannya berbasis SDA (Sumatera dan

Kalimantan).

1.1.1. Konsumsi

Konsumsi Rumah Tangga

Laju pertumbuhan konsumsi rumah tangga pada triwulan I 2017 tercatat sebesar 5,03% (yoy),

meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya yang tumbuh sebesar 4,81% (yoy). Berdasarkan

struktur komponen penyusunnya, konsumsi rumah tangga di Jawa Barat didominasi oleh konsumsi

2017Ir) IIr) IIIr) IV I

Konsumsi Rumah Tangga 2.51 3.19 3.66 3.69 3.68 3.07 3.52 3.21Konsumsi LNPRT 0.02 -0.05 0.05 0.03 0.04 0.01 0.03 0.01Konsumsi Pemerintah 0.20 0.43 0.12 0.52 -0.45 0.63 0.21 0.21PMTB 1.74 1.04 0.20 1.31 0.99 2.02 1.14 0.94Perubahan Inventori -0.10 -0.74 -0.35 -0.61 0.73 0.77 0.14 0.06Ekspor 1.95 1.90 0.23 0.16 0.69 3.55 1.17 5.02Dikurangi Impor 1.24 0.73 -1.30 -0.96 -0.30 4.59 0.54 4.21PDRB 5.09 5.04 5.20 6.06 5.97 5.45 5.67 5.24

Komponen Penggunaan 2014r) 2015* 2016** 2016**

Page 33: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT · iii Tabel 1.1 Struktur PDRB Provinsi Jawa Barat Berdasarkan Komponen Pengeluaran Atas Dasar Harga Berlaku (ADHB) 5 Tabel

EKONOMI

MAKRO REGIONAL

9

MEI 2017

makanan dan minuman selain restoran dengan pangsa sebesar 41,77% dan diikuti oleh transportasi dan

komunikasi (26,01%) serta perumahan dan perlengkapan rumah tangga (11,54%) (Tabel 1.4). Khususnya

pangsa konsumsi makanan dan minuman tercatat menurun dibanding triwulan sebelumnya, diimbangi

dengan meningkatnya pangsa konsumsi yang bersifat jasa seperti transportasi dan komunikasi serta

perumahan dan perlengkapan rumah tangga.

Peningkatan laju pertumbuhan konsumsi rumah tangga terutama disebabkan oleh meningkatnya

pertumbuhan konsumsi kelompok transportasi dan komunikasi (dari 4,82% menjadi 5,29%) serta

kelompok perumahan dan perlengkapan rumah tangga (dari 0,13% menjadi 0,84%) (Grafik 1.7). Pada

kelompok transportasi dan komunikasi, hal ini turut dipengaruhi oleh berlangsungnya beberapa periode

libur panjang selama triwulan I 2017 yang meningkatkan kegiatan wisata serta transportasi pendukungnya

ke daerah-daerah tujuan wisata warga ibukota yang mayoritas tersebar di Jawa Barat. Sementara

peningkatan pada pertumbuhan kelompok perumahan dan perlengkapan rumah tangga diperkirakan

dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain berlanjutnya transmisi pelonggaran LTV serta nilai tukar rupiah

yang stabil di mana beberapa jenis peralatan rumah tangga khususnya elektronik mayoritas diperoleh

melalui impor.

Tabel 1. 4. Struktur Konsumsi Rumah Tangga Provinsi Jawa Barat Atas Dasar Harga Berlaku (ADHB)

Sumber: BPS Provinsi Jawa Barat. Perhitungan Staff BI

Ket: *Angka Sementara; **Angka Sangat Sementara; r) Angka Revisi

Peningkatan pada pertumbuhan konsumsi rumah tangga tercermin dari peningkatan keyakinan konsumen

Jawa Barat pada triwulan I 2017 dibanding triwulan sebelumnya. Berdasarkan Survei Konsumen (SK) Bank

Indonesia, meningkatnya optimisme konsumen terjadi dari peningkatan Indeks Keyakinan Konsumen

(121,18 pada triwulan IV 2016 menjadi 121,66 pada triwulan I 2017) serta Indeks Kondisi Ekonomi Saat Ini

(dari 102,45 menjadi 106,29) (Grafik 1.8). Adapun peningkatan keyakinan konsumen terhadap kondisi

2017Ir) IIr) IIIr) IV I

Makanan dan Minuman, Selain Restoran 38.96 39.40 40.51 41.24 41.52 42.01 41.33 41.77Pakaian dan Alas Kaki 4.11 4.19 4.10 4.14 4.11 4.08 4.11 4.04Perumahan dan Perlengkapan Rumah Tangga 11.86 12.11 12.11 11.77 11.61 11.49 11.74 11.54Kesehatan dan Pendidikan 5.95 5.78 5.66 5.56 5.59 5.54 5.59 5.57Transportasi dan Komunikasi 26.82 26.80 26.33 26.19 26.09 25.83 26.11 26.01Restoran dan Hotel 6.49 6.02 5.86 5.73 5.72 5.67 5.74 5.69Lainnya 5.81 5.71 5.43 5.36 5.35 5.38 5.38 5.37Konsumsi Rumah Tangga 100.00 100.00 100.00 100.00 100.00 100.00 100.00 100.00

Komponen Konsumsi Rumah Tangga 2015* 2016**2014r) 2016**

Grafik 1.7 Pertumbuhan Komponen Konsumsi RT

Page 34: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT · iii Tabel 1.1 Struktur PDRB Provinsi Jawa Barat Berdasarkan Komponen Pengeluaran Atas Dasar Harga Berlaku (ADHB) 5 Tabel

EKONOMI

MAKRO REGIONAL

10

MEI 2017

ekonomi saat didorong oleh peningkatan indeks dari seluruh komponen penyusunnya, terutama indeks

konsumsi barang kebutuhan tahan lama dan indeks penghasilan saat ini (Grafik 1.9). Meningkatnya indeks

penghasilan saat ini diperkirakan sejalan dengan meningkatnya kegiatan usaha khususnya yang terkait

dengan pemenuhan permintaan ekspor baik luar negeri maupun antar daerah.

Sumber: Survei Penjualan Eceran Bank Indonesia

Sumber: Survei Konsumen Bank Indonesia

Selain itu, Survei Konsumen juga menunjukkan adanya peningkatan pada pangsa pengeluaran untuk

konsumsi dari total pendapatan masyarakat (Marginal Propensity to Consume) dari 64,6% menjadi 64,7%

(Grafik 1.10). Peningkatan tendensi konsumsi ini diiringi dengan menurunnya pangsa pendapatan yang

dialokasikan untuk tabungan (Marginal Propensity to Saving) yakni dari 22,9% menjadi 16,4%. Sejalan

dengan masih melambatnya konsumsi untuk kelompok makanan dan minuman, Survei Penjualan Eceran

(SPE) Bank Indonesia juga menunjukkan adanya penurunan pada pertumbuhan Indeks Penjualan Riil (IPR)

kelompok makanan & minuman dari 12,99% (yoy) pada triwulan IV 2016 menjadi -0,07% (yoy) pada

triwulan I 2017 (Grafik 1.11).

Sumber: Survei Penjualan Eceran Bank Indonesia

Sumber: Survei Konsumen Bank Indonesia

Mulai pulihnya kegiatan konsumsi masyarakat di Jawa Barat juga tercermin dari pertumbuhan Indeks Harga

Properti Residensial (IHPR) yang secara triwulanan mengalami peningkatan dari 0,81% (qtq) pada triwulan

IV 2016 menjadi 1,77% (qtq) pada triwulan I 2017. Walau demikian, secara tahunan IHPR masih tumbuh

melambat dibandingkan triwulan sebelumnya (Grafik 1.12). Berdasarkan tipe rumahnya, perlambatan IHPR

secara tahunan terutama terjadi pada rumah tipe kecil dan besar, sementara indeks harga rumah tipe

menengah masih konsisten tumbuh meningkat secara bertahap (Grafik 1.13).

Grafik 1.10 Penggunaan Pendapatan Rumah Tangga Grafik 1.11 Perkembangan Indeks Penjualan Eceran Riil

(IPR)

Grafik 1.8 Indeks Keyakinan Konsumen

Grafik 1.9 Indeks Kondisi Ekonomi Saat Ini

Grafik Error! No text of specified style in document. 1.

Page 35: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT · iii Tabel 1.1 Struktur PDRB Provinsi Jawa Barat Berdasarkan Komponen Pengeluaran Atas Dasar Harga Berlaku (ADHB) 5 Tabel

EKONOMI

MAKRO REGIONAL

11

MEI 2017

Sumber: Survei Harga Properti Residensial Bank Indonesia

Sumber: Survei Harga Properti Residensial Bank Indonesia

Sebagaimana disampaikan sebelumnya, masih meningkatnya laju pertumbuhan konsumsi rumah

tangga antara lain didukung oleh meningkatnya penghasilan saat ini (Survei Konsumen Bank

Indonesia). Dari sisi dunia usaha, hal ini dikonfirmasi oleh Survei Kegiatan Dunia Usaha (SKDU) yang

menunjukkan peningkatan yang cukup signifikan pada indeks kegiatan dunia usaha. Indeks kegiatan

dunia usaha meningkat dari 7,24% SBT menjadi 22,10% SBT pada triwulan I 2017 (Grafik 1.14).

Berdasarkan lapangan usaha, peningkatan ini khususnya terjadi pada lapangan usaha industri pengolahan

(dari 2,83% SBT menjadi 9,63% SBT) dan pertanian (dari -1,90% SBT menjadi 2,12% SBT). Peningkatan

pada kegiatan usaha industri pengolahan sejalan dengan pertumbuhan yang cukup signifikan pada ekspor

luar negeri serta peningkatan permintaan ekspor antar daerah. Sejalan dengan hal tersebut, wawancara

liaison yang dilakukan oleh Kantor Perwakilan BI Provinsi Jawa Barat kepada 45 (empat puluh lima)

perusahaan di Jawa Barat secara umum menyampaikan bahwa penjualan domestik tumbuh terbatas

dibandingkan triwulan sebelumnya, tercermin dari likert scale permintaan domestik yang meningkat dari

0,69 pada triwulan IV 2016 menjadi 0,70 pada triwulan I 2017 (Grafik 1.20). Sejalan dengan hasil survei

SKDU, peningkatan permintaan domestik terjadi pada contact di lapangan usaha industri pengolahan (LS

meningkat dari 0,65 menjadi 0,81) dan lapangan usaha pertanian (LS meningkat dari 0,33 menjadi 0,89).

Pada lapangan usaha industri pengolahan, peningkatan permintaan domestik secara khusus dikonfirmasi

oleh contact liaison pada sub lapangan usaha industri makanan & minuman, industri tekstil & produk tekstil

(TPT), industri kayu dan barang dari kayu, serta industri kertas.

Sumber: Survei Kegiatan Dunia Usaha Bank Indonesia

Sumber: Liaison Bank Indonesia

Grafik 1.12 Perkembangan Harga Properti Residensial Grafik 1.13 Pertumbuhan Harga Properti Per Tipe

Grafik 1.14 Indeks Perkembangan Dunia Usaha Grafik 1.15 Perkembangan Permintaan Domestik

Page 36: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT · iii Tabel 1.1 Struktur PDRB Provinsi Jawa Barat Berdasarkan Komponen Pengeluaran Atas Dasar Harga Berlaku (ADHB) 5 Tabel

EKONOMI

MAKRO REGIONAL

12

MEI 2017

Meningkatnya kegiatan konsumsi rumah tangga di

Jawa Barat antara lain juga dikonfirmasi oleh

perkembangan arus lalu lintas kendaraan di 11

gerbang tol1 ruas Purbaleunyi yang secara total

tumbuh meningkat dari 2,04% (yoy) pada triwulan

IV 2016 menjadi 4,17% (yoy) pada triwulan I 2017

(Grafik 1.16). Adapun lalu lintas kendaraan

golongan I (jenis sedan, jip, truk kecil, dan bus)

yang mendominasi penggunaan ruas tol

Purbaleunyi dengan pangsa mencapai 88% juga tumbuh meningkat dari 2,60% menjadi 3,75% pada

triwulan I 2017. Hal ini seiring dengan berlangsungnya serangkaian periode libur panjang yang

meningkatkan arus wisata ke kota Bandung dari ibukota. Kenaikan pertumbuhan tertinggi pada triwulan I

2017 khususnya terjadi pada kendaraan golongan V (kendaraan truk dengan 5 gandar) di mana pasca

larangan melintas selama perbaikan Jembatan Cisomang yang sempat menciptakan kemacetan dan

inefisiensi transportasi pada triwulan IV, mulai membaik pada triwulan I 2017.

Di tengah meningkatnya berbagai indikator di atas, terdapat sejumlah aktivitas konsumsi rumah tangga

yang tumbuh melambat dibanding triwulan sebelumnya. Dari aspek eksternal, di tengah keputusan The

Fed kembali terhadap US

Dollar terpantau relatif stabil dan aman dari gejolak, dengan depresiasi dibanding triwulan sebelumnya

hanya sebesar 0,75% (qtq). Namun di tengah stabilnya nilai tukar Rupiah tersebut, impor barang konsumsi

terpantau tumbuh melambat yakni dari 16,4% (yoy) pada triwulan IV 2016 menjadi -2,7% (yoy) pada

triwulan I 2017 (Grafik 1.17). Secara spesifik, perlambatan yang paling dalam terjadi pada impor barang

konsumsi bersifat non-durable dan impor makanan & minuman yang telah diproses (siap konsumsi oleh

rumah tangga). Hal ini sejalan dengan perkembangan konsumsi rumah tangga kelompok makanan &

minuman di Jawa Barat yang melambat pada triwulan I 2017, diimbangi oleh meningkatnya konsumsi

berbagai kelompok jasa serta kebutuhan sekunder lainnya.

Dari segmen konsumsi masyarakat pedesaan atau petani, terdapat indikasi penurunan konsumsi yang

tercermin dari penurunan indeks Nilai Tukar Petani dari 104,0 pada triwulan IV 2016 menjadi 102,7 pada

triwulan I 2017 (Grafik 1.18). Hal ini disebabkan oleh percepatan masa panen ke triwulan I 2017 serta

masih terjaganya stok beras dari masa panen sebelumnya, sehingga pasokan terjaga dan harganya jual ke

masyarakat relatif stabil. Sementara di sisi lain, peningkatan tarif yang diatur oleh Pemerintah di awal tahun

(listrik, bensin, biaya STNK, dan cukai rokok) berdampak kepada meningkatnya beban pengeluaran

masyarakat di pedesaan yang cenderung lebih sensitif terhadap kenaikan tarif ini dibanding masyarakat di

perkotaan. Sebagai akibatnya, ruang untuk meningkatkan konsumsi rumah tangga petani menjadi

terbatas.

1 Ruas tol Purbaleunyi mencakup gerbang tol Sadang, Jatiluhur, Cikamuning, Padalarang, Baros, Pasteur, Pasirkoja,

Kopo, Moh. Toha, Buah Batu, Cileunyi

Sumber : PT. Jasa Marga Cabang Purbaleunyi

Grafik 1.16 Perkembangan Lalu Lintas Tol Purbaleunyi

Page 37: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT · iii Tabel 1.1 Struktur PDRB Provinsi Jawa Barat Berdasarkan Komponen Pengeluaran Atas Dasar Harga Berlaku (ADHB) 5 Tabel

EKONOMI

MAKRO REGIONAL

13

MEI 2017

Sumber: Survei Konsumen Bank Indonesia

Adapun laju pertumbuhan pendaftaran kendaraan baru (BKKBN 1) yang tercatat di Badan Pendapatan

Daerah Provinsi Jawa Barat terpantau mengalami perlambatan. Pertumbuhan pendaftaran mobil pribadi

baru tumbuh melambat dari 17,51% (yoy) pada triwulan IV 2016 menjadi -2,72% (yoy) pada triwulan I

2017, sementara pendaftaran sepeda motor baru melambat dari -5,08% (yoy) menjadi -17,72% (yoy)

(Grafik 1.19). Namun demikian, perlambatan ini diperkirakan lebih disebabkan oleh keputusan rumah

tangga untuk menunggu pembelian kendaraan baru menjelang Lebaran, sebab terdapat kecenderungan

masyarakat di Jawa Barat untuk mengganti kendaraannya dengan model yang lebih baru menjelang masa

Lebaran. Selain itu, kenaikan biaya STNK di awal tahun juga diperkirakan berdampak kepada keputusan

masyarakat baik untuk membeli maupun mendaftarkan kendaraan bermotor barunya. Sejalan dengan hal

tersebut, pertumbuhan konsumsi listrik rumah tangga juga terpantau melambat yakni dari 0,33% (yoy)

pada triwulan IV 2016 menjadi -1,13% (yoy) pada triwulan I 2017 (Grafik 1.20). Kontraksi pada

pertumbuhan konsumsi listrik rumah tangga ini diperkirakan sebagai dampak dari kebijakan Pemerintah

melakukan penyesuaian bertahap pada tarif listrik rumah tangga golongan 900VA dalam rangka

pencabutan subsidi untuk pelanggan rumah tangga mampu di golongan ini. Rumah tangga diperkirakan

merespon kenaikan sebanyak dua tahap pada triwulan I 2017 ini dengan melakukan efisiensi pada

penggunaan listriknya.

Sumber: Dinas Pendapatan Daerah Jawa Barat, diolah

Sumber: PT. PLN Distribusi Jawa Barat

Dari indikator perbankan, pertumbuhan kredit konsumsi dan rumah tangga terpantau relatif stabil

dibandingkan triwulan sebelumnya. Pertumbuhan kredit konsumsi meningkat terbatas dari 13,60% (yoy)

pada triwulan IV 2016 menjadi 13,63% pada triwulan I 2017 (Grafik 1.21). Dari kelompok kredit rumah

tangga, Kredit Pemilikan Rumah (KPR) masih memegang pangsa terbesar yakni mencapai 51,62%, diikuti

kredit multiguna (27,62%) dan kredit kendaraan bermotor (13,99%). Dari segmen kredit rumah tangga,

Grafik 1.17 Perkembangan Impor Barang Konsumsi Grafik 1.18 Perkembangan Nilai Tukar Petani (Rata-rata)

Grafik 1.19 Perkembangan Pendaftaran Kendaraan Baru Grafik 1.20 Konsumsi Listrik Rumah Tangga Jawa Barat

Page 38: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT · iii Tabel 1.1 Struktur PDRB Provinsi Jawa Barat Berdasarkan Komponen Pengeluaran Atas Dasar Harga Berlaku (ADHB) 5 Tabel

EKONOMI

MAKRO REGIONAL

14

MEI 2017

ketiga kelompok jenis kredit mengalami peningkatan pertumbuhan, dengan peningkatan terbesar pada

pertumbuhan kredit multiguna (dari 4,27% menjadi 6,01%), diikuti Kredit Kendaraan Bermotor (dari

3,08% menjadi 3,73%) dan Kredit Pemilikan Rumah/KPR (dari 14,70% menjadi 14,90%) (Grafik 1.22).

Peningkatan pada ketiga jenis kredit ini terjadi pasca konsolidasi yang telah dilakukan perbankan pada

tahun sebelumnya serta semakin solidnya optimisme masyarakat terhadap kondisi perekonomian yang

diikuti dengan ekspansi pembiayaan baik untuk konsumsi jangka pendek (multiguna) maupun jangka

panjang (KPR).

Jika dianalisa secara lebih spesifik, pemberlakuan pengetatan LTV (LTV I) pada September 2013 telah

berhasil memperlambat pertumbuhan KPR (Grafik 1.23). Adapun pelonggaran KPR yang mulai diterapkan

pada akhir Agustus 2016 telah meningkatkan pertumbuhan penyaluran KPR secara terbatas dari 14,22%

(yoy) pada triwulan III menjadi 14,90% pada akhir triwulan I 2017. Berdasarkan tipe rumahnya, ekspansi

penyaluran KPR khususnya terlihat pada rumah tipe menengah, sementara KPR ke rumah tipe kecil dan

besar masih menurun. Hal ini sejalan dengan perkembangan Indeks Harga Properti Residensial (IHPR) yang

juga meningkat pada rumah kelas menengah. Secara umum, penurunan suku bunga kebijakan oleh Bank

Indonesia sejak Januari 2016 hingga Maret 2017 sebesar 150 bps juga telah diikuti oleh penurunan suku

bunga kredit perbankan walaupun dalam persentase yang lebih kecil, yakni antara lain suku bunga kredit

konsumsi (40 bps), KPR (61 bps) dan KKB (50 bps) (Grafik 1.24).

Konsumsi Pemerintah

Pertumbuhan konsumsi pemerintah pada triwulan I 2017 melambat dibanding triwulan sebelumnya,

seiring dengan masih terbatasnya progress belanja Pemerintah di awal tahun. Konsumsi pemerintah

Grafik 1.24 Perkembangan Suku Bunga Kredit Konsumsi

dan Rumah Tangga

Grafik 1.23 Perkembangan KPR Berdasarkan Kategori

dan Timeline Penerapan LTV

Grafik 1.21 Perkembangan Kredit Konsumsi Grafik 1.22 Perkembangan KPR, KKB, dan Multiguna

Page 39: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT · iii Tabel 1.1 Struktur PDRB Provinsi Jawa Barat Berdasarkan Komponen Pengeluaran Atas Dasar Harga Berlaku (ADHB) 5 Tabel

EKONOMI

MAKRO REGIONAL

15

MEI 2017

pada triwulan I 2017 tercatat tumbuh sebesar 4,95% (yoy), melambat dibanding triwulan sebelumnya yang

tumbuh sebesar 9,19% (yoy). Hal ini sejalan dengan pola historis belanja Pemerintah Daerah yang

umumnya relatif terbatas di awal tahun mengacu kepada masih berlangsungnya lelang proyek-proyek

maupun pengadaan di tahun berjalan. Belanja pemerintah diperkirakan mulai terakselerasi memasuki

triwulan kedua hingga akhir tahun.

Pada triwulan I 2017 realisasi belanja operasional Pemerintah Pusat di Jawa Barat yang terdiri dari belanja

pegawai, belanja barang, dan belanja bantuan sosial melalui APBN sebesar Rp5,09 Triliun, lebih tinggi

dibanding realisasi pada triwulan I 2016 sebesar Rp4,87 Triliun. Dengan demikian, realisasi belanja

operasional Pemerintah Pusat di Jawa Barat pada triwulan I 2017 tumbuh 4,46% (yoy), meningkat

dibanding triwulan IV 2016 yang tumbuh sebesar 0,17% (yoy) (Grafik 1.25). Peningkatan ini terutama

terjadi pada pertumbuhan belanja barang (dari 11,45% menjadi 27,50%), di mana pangsa belanja barang

terhadap total belanja APBN di Jawa Barat pada triwulan I 2017 mencapai 34%. Di sisi lain, belanja pegawai

yang menyumbang 57% terhadap total realisasi belanja APBN di Jawa Barat tumbuh melambat dari 6,99%

menjadi -5,66% pada triwulan I 2017. Hal ini terkait dengan implementasi UU No. 23 Tahun 2014 tentang

Pemerintah Daerah yang berimplikasi kepada pengalihan sebagian wewenang ke Pemerintah Provinsi,

termasuk di dalamnya beban gaji pegawai dari badan yang mengalami pengalihan wewenang. Secara

umum, persentase realisasi belanja operasional APBN di Jawa Barat pada triwulan I 2017 sebesar 15,91%,

sedikit meningkat dibanding triwulan I 2016 sebesar 15,23% terhadap pagu.

Sumber: Kanwil Perbendaharaan Jawa Barat

Sumber: Biro Keuangan Pemprov Jawa Barat

Berbeda halnya dengan realisasi belanja APBN, adapun realisasi belanja operasi pemerintah daerah melalui

APBD Provinsi Jawa Barat pada triwulan I 2017 tercatat sebesar Rp2,68 Triliun, menurun dibanding triwulan

I 2016 sebesar Rp3,59 Triliun. Dengan demikian, pertumbuhan belanja operasi APBD Provinsi hingga

triwulan I 2017 sebesar -25,45% (yoy), melambat dibanding triwulan sebelumnya yang tumbuh sebesar

16,77% (Grafik 1.26). Berdasarkan komponennya, perlambatan laju pertumbuhan disebabkan oleh

melambatnya pertumbuhan belanja hibah & bantuan keuangan dari 20,96% (yoy) pada triwulan IV 2016

menjadi -55,04% (yoy) pada triwulan I 2017. Adapun belanja hibah & bantuan keuangan memberikan

kontribusi terbesar pada realisasi belanja Pemerintah Provinsi pada triwulan I 2017 yakni mencapai 52,19%.

Perlambatan belanja hibah & bantuan keuangan ini disebabkan oleh efek base year di mana pada triwulan

I 2016 belanja hibah mengalami akselerasi yang cukup signifikan karena menjadi sumber pendanaan untuk

Grafik 1.25 Realisasi Belanja Operasional APBN di Jawa

Barat

Grafik 1.26 Realisasi Belanja Operasional APBD

Provinsi Jawa Barat

Page 40: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT · iii Tabel 1.1 Struktur PDRB Provinsi Jawa Barat Berdasarkan Komponen Pengeluaran Atas Dasar Harga Berlaku (ADHB) 5 Tabel

EKONOMI

MAKRO REGIONAL

16

MEI 2017

persiapan penyelenggaraan PON di Jawa Barat. Di sisi lain, peningkatan laju pertumbuhan belanja

dibanding triwulan sebelumnya terjadi pada belanja pegawai (dari 8,60% menjadi 139,42%) dan belanja

barang (dari 5,22% menjadi 202,85%) masih mengalami peningkatan dibanding triwulan sebelumnya. Hal

ini khususnya sebagai implikasi dari pengalihan wewenang dari Pemerintah Kab/Kota ke Provinsi yang

meningkatkan beban belanja Pemerintah Provinsi, baik untuk belanja pegawai maupun belanja barang.

Sebagaimana diketahui, terdapat sekitar 28.000 PNS yang dialihkan dari Pemerintah Kab/Kota ke

Pemerintah Provinsi. Secara umum, persentase realisasi belanja operasi pada APBD Pemerintah Provinsi

terhadap pagunya pada triwulan I 2017 sebesar 11,31%, menurun dibanding triwulan I 2016 sebesar

19,28%.

Realisasi belanja pemerintah yang masih terbatas di awal tahun tercermin dari simpanan pemerintah pada

perbankan di daerah yang terpantau meningkat, yakni dari Rp36,64 Triliun pada triwulan IV 2016 menjadi

Rp49,39 Triliun pada triwulan I 2017 (Grafik 1.27). Selain itu, pertumbuhan deposito juga terpantau

meningkat yakni dari -22,66% (yoy) menjadi 3,03% (yoy) pada triwulan I 2017. Adapun melambatnya

pertumbuhan giro pemerintah pada awal tahun 2017 disebabkan oleh adanya pembayaran belanja-belanja

rutin seperti belanja pegawai dan belanja barang yang meningkat secara tahunan.

1.1.2. Investasi

Pertumbuhan komponen Penanaman Modal Tetap Bruto (PMTB) mengalami perlambatan

dibandingkan triwulan sebelumnya, yakni dari 7,98% (yoy) pada triwulan IV 2016 menjadi 3,97%

(yoy) pada triwulan I 2017. Perlambatan terdalam khususnya terjadi pada investasi yang bersifat non-

bangunan. Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi perlambatan investasi di Jawa Barat pada

triwulan I 2017, antara lain meliputi : (1) telah dilakukannya investasi melalui impor barang modal yang

ekspansif sepanjang tahun 2016, sehingga memasuki tahun 2017 pelaku usaha fokus kepada optimalisasi

barang modal yang telah diakuisisi; (2) kondisi cuaca dengan curah hujan yang tinggi menghambat proses

pengerjaan proyek infrastruktur di Jawa Barat. Melalui hasil liaison diketahui bahwa kapasitas terpasang di

pabrik saat ini masih berada di bawah kondisi optimalnya sehingga pelaku usaha belum melakukan

ekspansi investasi.

Adapun investasi di Jawa barat didominasi oleh investasi bangunan dengan pangsa sebesar 74,38% (Tabel

1.5). Perlambatan laju pertumbuhan investasi pada triwulan I 2017 disebabkan terutama oleh melambatnya

Grafik 1.27 Simpanan Pemda di Perbankan

Page 41: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT · iii Tabel 1.1 Struktur PDRB Provinsi Jawa Barat Berdasarkan Komponen Pengeluaran Atas Dasar Harga Berlaku (ADHB) 5 Tabel

EKONOMI

MAKRO REGIONAL

17

MEI 2017

laju pertumbuhan investasi non bangunan (dari 21,26% menjadi 3,61%) maupun perlambatan terbatas

pada investasi bangunan (dari 4,35% menjadi 4,08%) (Grafik 1.28). Mulai melambatnya pertumbuhan

investasi non bangunan ini terjadi setelah sebelumnya konsisten mengalami peningkatan sepanjang tahun

2016.

Tabel 1. 5. Struktur Komponen Investasi Provinsi Jawa Barat (% yoy)

Melambatnya laju pertumbuhan investasi tersebut

juga dikonfirmasi oleh data Badan Koordinasi

Penanaman Modal (BKPM) RI yang menunjukkan

bahwa pada triwulan I 2017 terjadi perlambatan

baik pada pertumbuhan realisasi PMA dan PMDN

di Jawa Barat. Nilai realisasi PMA pada triwulan I

2017 sebesar USD1,52 miliar atau tumbuh

sebesar -5,96% (yoy), melambat dibanding

triwulan sebelumnya yang tumbuh sebesar

97,39% (yoy) (Grafik 1.29). Secara umum, Jawa

Barat masih menjadi provinsi tujuan PMA utama secara nasional, sejalan dengan banyaknya industri dan

kawasan industri yang berkembang di Jawa Barat. Pada triwulan I 2017, Jawa Barat menempati posisi

pertama sebagai tujuan PMA dengan pangsa terhadap nasional mencapai 20,8%, diikuti DKI Jakarta

dengan pangsa sebesar 12,8%. Dukungan implementasi Paket Kebijakan Ekonomi khususnya dalam

mempermudah kegiatan investasi dan pengurusan perijinan juga menjadi salah satu penarik PMA ke Jawa

Barat. Terkait implementasi salah satu Paket Kebijakan yakni pendirian KLIK (Kemudahan Investasi Langsung

Konstruksi) di kawasan industri, dari semula terdapat 5 KLIK di Jawa Barat, kini telah ditambah menjadi

total berjumlah 11 KLIK yang tersebar di 11 kawasan industri di Jawa Barat. Dengan demikian, Jawa Barat

menjadi provinsi dengan jumlah KLIK terbanyak secara nasional.

2017Ir) IIr) IIIr) IV I

Investasi Bangunan 75.22 75.43 74.98 74.38 74.79 74.37 74.62 74.38Investasi Non Bangunan 24.78 24.57 25.02 25.62 25.21 25.63 25.38 25.62Total 100.00 100.00 100.00 100.00 100.00 100.00 100.00 100.00

Struktur

Komponen Investasi 2014r) 2015* 2016**2016**

Sumber: BKPM RI, diolah Staff BI

Grafik 1.28 Pertumbuhan Komponen Investasi

Grafik 1.29 Perkembangan Realisasi PMA dan PMDN di

Jawa Barat Berdasarkan Laporan Wajib LKPM

Page 42: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT · iii Tabel 1.1 Struktur PDRB Provinsi Jawa Barat Berdasarkan Komponen Pengeluaran Atas Dasar Harga Berlaku (ADHB) 5 Tabel

EKONOMI

MAKRO REGIONAL

18

MEI 2017

Sementara itu, realisasi PMDN di Jawa Barat pada triwulan I 2017 mencapai Rp9,1 Triliun atau tumbuh

sebesar 49,58% (yoy), melambat dibandingkan triwulan sebelumnya yang tumbuh sebesar 261,87% (yoy).

Secara nasional, PMDN ke Jawa Barat juga menempati posisi tertinggi ketiga dengan pangsa sebesar

13,2%, setelah DKI Jakarta (17,2%) dan Jawa Timur (13,7%).

Sumber: BKPM RI, diolah Staff BI

Sumber: BKPM RI, diolah Staff BI

Secara sektoral, perlambatan PMA ke Jawa Barat disebabkan oleh melambatnya pertumbuhan PMA ke

seluruh sektor utama. Hal ini tercermin dari penurunan andil pertumbuhan dibandingkan triwulan

sebelumnya, khususnya pada industri otomotif (dari 32,8% menjadi -19,9%), industri elektronik (dari

24,6% menjadi 4,0%), industri makanan (dari 25,7% menjadi -6,7%) dan industri karet & plastik (dari

12,4% menjadi -2,7%) (Grafik 1.30). Melambatnya pertumbuhan PMA ke industri-industri utama Jawa

Barat pada awal tahun diperkirakan karena investor yang pada umumnya merupakan pemodal dari industri-

industri yang ada di Jawa Barat masih mengantisipasi uncertainty pada perekonomian Jawa Barat secara

khususnya serta perekonomian nasional secara umum. Mempertimbangkan investasi besar yang telah

masuk sepanjang tahun 2016, pada awal tahun 2017 diperkirakan pelaku usaha masih fokus kepada

mengoptimalkan investasi yang telah diakuisisi pada tahun sebelumnya.

Di sisi PMDN, perlambatan pada triwulan I 2017 disumbang oleh mayoritas industri utama. Hal ini tercermin

dari penurunan andil pertumbuhan dibandingkan triwulan sebelumnya, khususnya pada industri elektronik

(dari 153,9% menjadi 7,0%), industri makanan

(dari 42,6% menjadi -9,5%), dan industri kertas

(dari 67,1% menjadi 20,1%) (Grafik 1.31). Namun

demikian, perlambatan yang lebih dalam ditahan

oleh masih meningkatnya laju pertumbuhan PMDN

ke sektor konstruksi dan industri kimia.

Berdasarkan negara asalnya, perlambatan PMA

terjadi dari seluruh negara asal utama. Hal ini

tercermin dari penurunan andil pertumbuhan

dibandingkan triwulan sebelumnya pada PMA dari Jepang (dari 62,2% menjadi -16,9%), Hongkong (dari

18,4% menjadi -7,5%), Belanda (dari 20,2% menjadi 6,5%) dan Singapura (dari 12,2% menjadi 9,7%)

(Grafik 1.32). Pada triwulan I 2017, PMA terbesar ke Jawa Barat bersumber dari Jepang dengan pangsa

mencapai 43,78%. PMA dari Jepang ini mayoritas masuk ke industri otomotif dan industri elektronik.

Grafik 1.32 Perkembangan Andil Pertumbuhan PMA

Dari Negara Asal Utama di Jawa Barat

Grafik 1.30 Perkembangan Andil Pertumbuhan PMA ke

Sektor Utama di Jawa Barat

Grafik 1.31 Perkembangan Andil Pertumbuhan PMDN

ke Sektor Utama di Jawa Barat

Page 43: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT · iii Tabel 1.1 Struktur PDRB Provinsi Jawa Barat Berdasarkan Komponen Pengeluaran Atas Dasar Harga Berlaku (ADHB) 5 Tabel

EKONOMI

MAKRO REGIONAL

19

MEI 2017

Secara spasial, pangsa penyaluran terbesar baik untuk PMA maupun PMDN pada triwulan I 2017 ditujukan

ke Kab. Karawang dengan pangsa PMA sebesar 41,0% dan pangsa PMDN sebesar 34,5%. Hal ini sejalan

dengan karakteristik Kab. Karawang yang kini telah berkembang menjadi pusat kawasan industri utama di

Jawa Barat setelah Kab. Bekasi. Adapun jenis industri yang beroperasi di Kab. Bekasi ini sangat beragam,

terutama didominasi industri otomotif dan elektronik. Di posisi kedua, penyaluran PMA terbesar adalah ke

Kab. Bekasi (30,3%), sejalan karakteristiknya sebagai basis wilayah industri dan memberikan sumbangan

terbesar terhadap output sektor industri pengolahan Jawa Barat. Secara historis, umumnya Kab. Bekasi

menjadi wilayah utama penerima PMA di Jawa Barat, namun pada triwulan I 2017 pangsanya menurun

dibandingkan Kab. Karawang seiring dengan penurunan laju pertumbuhan PMA ke Kab. Bekasi yang juga

cukup signifikan.

Sumber: BKPM RI, diolah Staff BI

Sumber: BKPM RI, diolah Staff BI

Melambatnya pertumbuhan PMA ke Jawa Barat juga tercermin melalui penurunan andil pertumbuhan PMA

ke wilayah-wilayah utama di Jawa Barat, antara lain Bekasi (dari 59,9% menjadi -40,8%), Kab. Purwakarta

(dari 13,9% menjadi 4,2%), dan Kab. Bogor (dari 13,1% menjadi 2,5%) (Grafik 1.33). Sejalan dengan hal

tersebut, perlambatan PMDN ke Jawa Barat pada triwulan I 2017 juga tercermin pada penurunan andil

pertumbuhan PMDN ke wilayah-wilayah utama, yakni Kab. Bekasi (dari 123,7% menjadi -12,9%), Kab.

Karawang (dari -11,5% menjadi -14,7%), dan Kota Bekasi (dari 21,4% menjadi -4,2%) (Grafik 1.34).

Sebagaimana telah disebutkan sebelumnya,

melambatnya laju pertumbuhan investasi di Jawa

Barat pada triwulan I 2017 terutama disebabkan

oleh perlambatan pada investasi non-bangunan.

Hal ini dikonfirmasi oleh pertumbuhan impor

barang modal Jawa Barat yang melambat dari

16,2% (yoy) pada triwulan IV 2016 menjadi 7,9%

(yoy) pada triwulan I 2017 (Grafik 1.35). Secara

spesifik, perlambatan terjadi pada impor barang

modal kecuali untuk transport equipment yakni dari 15,99% (yoy) menjadi 7,75% (yoy) pada triwulan I

2017. Di sisi lain, impor barang modal untuk kebutuhan industri alat angkutan (transport equipment) masih

tumbuh meningkat dari 460,8% (yoy) menjadi 564,4% (yoy). Tingginya impor barang modal pada industri

alat angkutan ini didorong salah satunya oleh akan beroperasinya pabrik otomotif baru di Jawa Barat pada

Grafik 1.33 Perkembangan Andil Pertumbuhan PMA ke

Kab/Kota Utama di Jawa Barat

Grafik 1.34 Perkembangan Andil Pertumbuhan PMDN

ke Kab/Kota Utama di Jawa Barat

Grafik 1. 35 Impor Barang Modal Jawa Barat

Page 44: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT · iii Tabel 1.1 Struktur PDRB Provinsi Jawa Barat Berdasarkan Komponen Pengeluaran Atas Dasar Harga Berlaku (ADHB) 5 Tabel

EKONOMI

MAKRO REGIONAL

20

MEI 2017

triwulan I 2017. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa menurunnya pertumbuhan impor barang

modal di Jawa Barat pada triwulan I 2017 terutama terjadi pada industri non-otomotif. Diperkirakan para

investor asing yang mayoritas memiliki usaha di Jawa Barat tersebut masih menahan investasi ekspansif

barang modal untuk menambah kapasitas pabrik mempertimbangkan ketidakpastian yang masih

mewarnai di awal tahun seiring dengan berlangsungnya Pilkada di sejumlah daerah termasuk di Jawa Barat

(Kab. Bekasi, Kota Cimahi, dan Kota Tasikmalaya).

Di sisi lain, pertumbuhan investasi bangunan pada

triwulan I 2017 mengalami perlambatan yang

terbatas (dari 4,35% menjadi 4,08%).

Sebagaimana diketahui, belanja modal Pemerintah

umumnya realtif terbatas di awal tahun karena

masih berlangsungnya proses lelang proyek,

khususnya untuk proyek yang tidak bersifat

multiyear. Hal ini dikonfirmasi oleh pertumbuhan

belanja modal APBD Provinsi Jawa Barat yang

melambat dari 17,15% (yoy) pada triwulan IV 2016 menjadi -1,38% (yoy) pada triwulan I 2017 (Grafik

1.36). Di sisi lain, pertumbuhan belanja modal APBN di Jawa Barat tercatat membaik yakni dari -18,89%

(yoy) menjadi -2,38% (yoy) pada triwulan I 2017. Adapun pangsa belanja modal APBN terhadap total

belanja modal di Jawa Barat (provinsi dan APBN tanpa kab/kota) mencapai 97,7%. Membaiknya

pertumbuhan belanja APBN di Jawa Barat ini sejalan dengan arahan Presiden untuk mempercepat

penyelesaian berbagai proyek infrastruktur strategis. Adapun beberapa proyek infrastruktur strategis yang

sedang berjalan di Jawa Barat antara lain meliputi Tol Cileunyi-Sumedang-Dawuan (Cisumdawu), Tol

Soreang-Pasir Koja (Soroja), Tol Cimanggis Cibitung, Kereta Cepat Jakarta-Bandung, Bandara Internasional

Kertajati, dan LRT Terintegrasi Jabodebek.

Relatif stabilnya perkembangan investasi bangunan ini juga tercermin pada tingkat inflasi kelompok bahan

bangunan, khususnya bahan bangunan barang yang stabil dibandingkan triwulan IV 2016 (Grafik 1.37).

Adapun inflasi bahan bangunan jasa terpantau meningkat yakni dari 1,12% (yoy) menjadi 1,28% (yoy)

pada triwulan I 2017. Masih meningkatnya belanja modal APBN seiring dengan berjalannya pembangunan

Grafik 1. 36 Perkembangan Belanja Modal Pemerintah

di Jawa Barat

Grafik 1. 37 Perkembangan Inflasi Kelompok Bahan

Bangunan

Grafik 1. 38 Penjualan Semen Jawa Barat

Page 45: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT · iii Tabel 1.1 Struktur PDRB Provinsi Jawa Barat Berdasarkan Komponen Pengeluaran Atas Dasar Harga Berlaku (ADHB) 5 Tabel

EKONOMI

MAKRO REGIONAL

21

MEI 2017

sejumlah proyek infrastruktur strategis kemudian mendorong penjualan semen di Jawa Barat pada triwulan

I 2017 tumbuh meningkat (dari -16,9% menjadi -0,4%) (Grafik 1.38).

Melambatnya kegiatan investasi pada triwulan I

2017 dibanding triwulan sebelumnya juga

dikonfirmasi oleh hasil wawancara liaison yang

menunjukkan penurunan likert scale investasi

pelaku usaha dari 1,19 pada triwulan IV 2016

menjadi 0,52 pada triwulan I 2017 (Grafik 1.39).

Secara sektoral, perlambatan investasi tersebut

terjadi pada sektor industri pengolahan dan

perdagangan. Berdasarkan hasil liaison, hanya 14%

dari total contact liaison yang merealisasikan investasi bersifat ekspansif pada triwulan I 2017. Sementara

itu, 22% merealisasikan investasi yang bersifat rutin. Sedangkan beberapa investasi ekspansif mencakup

realisasi bertahap pembangunan pabrik baru subsektor mamin; pembelian mesin dengan teknologi yang

baru pada subsektor elektronik; serta perluasan pabrik pada subsektor TPT.

Pada sisi kredit, meskipun investasi tumbuh melambat, penyaluran kredit investasi di Jawa Barat

tumbuh meningkat. Kredit investasi untuk lokasi proyek di Jawa Barat pada triwulan I 2017 tercatat

sebesar Rp111,79 Triliun atau tumbuh 4,9% (yoy) (Grafik 1.40). Laju pertumbuhan kredit investasi pada

triwulan ini meningkat dibanding triwulan sebelumnya (3,3%). Dengan demikian, ekspansi kredit investasi

mulai berjalan di Jawa Barat, setelah sebelumnya sejak triwulan II 2016 konsisten melambat. Mulai

meningkatnya laju pertumbuhan kredit investasi ini, selain dilatarbelakangi oleh konsolidasi yang telah

dilakukan perbankan pada tahun sebelumnya, juga didorong oleh terus menurunnya suku bunga kredit

investasi, yakni dari 10,22% pada triwulan IV 2016 menjadi 10,06% pada triwulan I 2017 (Grafik 1.41).

Hal ini mengindikasikan berjalannya stimulus kebijakan moneter pada sektor riil melalui suku bunga

perbankan.

1.1.3. Ekspor Impor

Neraca perdagangan Jawa Barat pada triwulan I 2017 secara total masih mencatatkan defisit (ADHB),

yakni sebesar Rp556,68 Miliar, menurun dibandingkan defisit pada triwulan IV 2016 sebesar Rp26,84

Grafik 1. 40 Perkembangan Kredit Investasi Jawa Barat Grafik 1. 41 Perkembangan Suku Bunga Kredit Investasi

Grafik 1. 39 Perkembangan Investasi Pelaku Usaha -

Liaison

Page 46: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT · iii Tabel 1.1 Struktur PDRB Provinsi Jawa Barat Berdasarkan Komponen Pengeluaran Atas Dasar Harga Berlaku (ADHB) 5 Tabel

EKONOMI

MAKRO REGIONAL

22

MEI 2017

Triliun. Kondisi defisit ini disebabkan oleh karakteristik neraca perdagangan antar daerah yang selalu

mengalami defisit. Namun demikian, defisit neraca perdagangan antar daerah ini sudah menurun dari

Rp71,77 Triliun pada triwulan IV 2016 menjadi Rp47,20 Triliun pada triwulan I 2017, yang menyebabkan

penurunan defisit neraca perdagangan total pada triwulan I 2017. Di sisi lain, neraca perdagangan luar

negeri Jawa Barat sesuai dengan karakteristiknya masih konsisten mencatatkan surplus, di mana surplus

neraca perdagangan luar negeri pada triwulan I 2017 meningkat dari Rp44,93 Triliun menjadi Rp46,64

Triliun. Adapun struktur neraca ekspor Jawa Barat pada triwulan I 2017 didominasi oleh ekspor luar negeri

(56,51%). Di sisi lain, neraca impor Jawa Barat didominasi oleh impor antar provinsi (71,50%) (Tabel 1.6).

Tabel 1. 6. Struktur Ekspor-Impor Provinsi Jawa Barat (%)

Kinerja pertumbuhan net ekspor baik luar negeri maupun antar daerah pada triwulan I 2017 tercatat

meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya. Net ekspor luar negeri Jawa Barat pada triwulan I 2017

tumbuh sebesar 15,49% (yoy), meningkat cukup signifikan dibanding triwulan sebelumnya yang tumbuh

sebesar 0,18% (yoy) (Grafik 1.42). Hal ini disebabkan oleh peningkatan laju pertumbuhan ekspor luar

negeri yang jauh lebih tinggi dibandingkan impor luar negeri. Sejalan dengan hal tersebut, net ekspor antar

daerah pada triwulan I 2017 tumbuh sebesar 12,48% (yoy), juga meningkat dibanding triwulan

sebelumnya yang tumbuh sebesar 10,70% (yoy) (Grafik 1.43). Kinerja yang sangat baik pada perdagangan

luar negeri terutama didorong oleh membaiknya kinerja seluruh negara/kawasan mitra dagang, baik

Amerika Serikat, ASEAN, maupun Eropa. Perbaikan pada Eropa terutama memberikan dorongan pada

kinerja ekspor, setelah sebelumnya ekspor ke Eropa terus melambat selama semester II 2016 pasca Brexit.

Dari antara seluruh negara/kawasan mitra dagang tersebut, pertumbuhan tertinggi adalah pada ekspor ke

ASEAN, khususnya untuk produk otomotif. Khususnya pada net ekspor antar daerah, peningkatan

didorong oleh membaiknya pertumbuhan ekonomi sejumlah provinsi mitra dagang utama khususnya yang

perekonomiannya berbasis SDA (Sumatera dan Kalimantan) sebagai implikasi dari meningkatnya harga

komoditas global. Adapun perbaikan wilayah-wilayah berbasiskan SDA tersebut diperkirakan mendorong

ekspor antar daerah untuk produk makanan & minuman (seiring dengan membaiknya pendapatan

masyarakat setempat) serta alat angkutan (sebagai barang modal untuk industri pertambangan/penggalian)

dari Jawa Barat.

2017Ir) IIr) IIIr) IV I

EksporEkspor Luar Negeri 65.31 62.07 59.91 63.15 52.37 53.32 56.88 56.51Ekspor Antar Provinsi 34.69 37.93 40.09 36.85 47.63 46.68 43.12 43.49ImporImpor Luar Negeri 36.17 31.19 31.98 33.19 28.39 23.62 28.78 28.50Impor Antar Provinsi 63.83 68.81 68.02 66.81 71.61 76.38 71.22 71.50

2016**Komponen 2014r) 2015* 2016**

Page 47: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT · iii Tabel 1.1 Struktur PDRB Provinsi Jawa Barat Berdasarkan Komponen Pengeluaran Atas Dasar Harga Berlaku (ADHB) 5 Tabel

EKONOMI

MAKRO REGIONAL

23

MEI 2017

Ekspor-Impor Antar Daerah

Pertumbuhan ekspor antar daerah pada triwulan I

2017 sebesar 27,45% (yoy) meningkat dibanding

triwulan sebelumnya yang tumbuh sebesar

27,44%. Peningkatan ini terutama didorong oleh

membaiknya kondisi perekonomian dari wilayah

mitra dagang. Berdasarkan Survei Konsumen Bank

Indonesia, peningkatan keyakinan konsumen

terjadi di sejumlah daerah yang menjadi mitra

dagang utama Jawa Barat, antara lain Sumatera

Selatan (dari 109,67 menjadi 125,23), DKI Jakarta (dari 106,10 menjadi 121,10), Jawa Tengah (dari 128,87

menjadi 134,03), dan Jawa Timur (dari 117,63 menjadi 117,83) (Grafik 1.44).

Ekspor-Impor Luar Negeri

Ekspor Luar Negeri

Pertumbuhan ekspor luar negeri Jawa Barat

kembali mengalami peningkatan yang cukup

signifikan yakni dari -0,76% (yoy) pada

triwulan IV 2016 menjadi 8,04% (yoy) pada

triwulan I 2017. Pertumbuhan pada triwulan ini

merupakan yang tertinggi sejak triwulan IV 2014.

Sejalan dengan hal tersebut, nilai ekspor barang

FOB (freight on board) pada triwulan ini juga

meningkat dari 5,61% (yoy) pada triwulan IV

2016 menjadi 16,56% (yoy) pada triwulan I 2017 (Grafik 1.45). Total nilai ekspor FOB Jawa Barat pada

triwulan ini mencapai USD6.866 juta, meningkat dibanding triwulan IV sebesar USD6.545 juta. Berlanjutnya

perbaikan kinerja ekspor luar negeri Jawa Barat selama dua triwulan terakhir dipengaruhi oleh

Sumber: Survei Konsumen Bank Indonesia, diolah

Grafik 1. 42 Perkembangan Neraca Perdagangan Luar

Negeri Jawa Barat

Grafik 1. 43 Perkembangan Neraca Perdagangan Antar

Daerah Jawa Barat

Grafik 1. 44 Keyakinan Konsumen Provinsi Mitra Dagang

Jawa Barat

Grafik 1.45 Perkembangan Nilai & Volume Ekspor Jawa

Barat

Page 48: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT · iii Tabel 1.1 Struktur PDRB Provinsi Jawa Barat Berdasarkan Komponen Pengeluaran Atas Dasar Harga Berlaku (ADHB) 5 Tabel

EKONOMI

MAKRO REGIONAL

24

MEI 2017

perekonomian global yang juga terus membaik serta harga komoditas yang secara bertahap terus

meningkat sejak akhir tahun lalu.

Berdasarkan pangsanya, komoditas ekspor terbesar dari Jawa Barat pada triwulan I 2017 adalah dari

subkelompok Tekstil dan Produk Tekstil (20,1%), diikuti oleh Kendaraan (17,1%), Elektronik (15,3%), dan

Kimia (7,5%) (Grafik 1.46). Pangsa ekspor kendaraan mengalami kenaikan cukup signifikan bahkan

mencapai dua kali lipat dari pangsanya pada triwulan I 2016 (8,2%). Dengan perkembangan tersebut,

ekspor otomotif telah menggeser posisi ekspor elektronik yang selama ini memegang pangsa terbesar

kedua pada total ekspor Jawa Barat. Terus meningkatnya ekspor otomotif dari Jawa Barat berlangsung

seiring dengan terus penurunan kinerja ekspor elektronik selama beberapa tahun terakhir. Pesatnya

perkembangan ekspor otomotif dari Jawa Barat tercermin dari pertumbuhannya yang mencapai 142,5%

(yoy) pada triwulan I 2017, kembali meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya yang tumbuh sebesar

98,2% (yoy) (Grafik 1.47). Secara spesifik, pertumbuhan yang signifikan ini terjadi pada ekspor otomotif

Jawa Barat ke Filipina yang tumbuh dari 560,13% (yoy) pada triwulan IV 2016 menjadi 671,09% (yoy) pada

triwulan I 2016, khususnya untuk kelas mobil SUV (Sport Utility Vehicle). Dengan demikian, akselerasi

pertumbuhan ekspor otomotif menjadi faktor utama pendorong akselerasi ekspor luar negeri Jawa Barat

pada triwulan I 2017.

Selain otomotif, pertumbuhan ekspor manufaktur utama lainnya juga tercatat mengalami peningkatan

pada triwulan I 2017 seiring terus membaiknya perekonomian global, yakni pertumbuhan ekspor industri

kimia (dari -4,20% menjadi 16,50%), industri elektronik (dari -5,35% menjadi 10,05%), dan industri tekstil

& produk tekstil/TPT (dari -5,38% menjadi 1,99%). Selain ekspor otomotif, ekspor kimia juga mengalami

peningkatan pertumbuhan yang cukup signifikan sehingga pada triwulan I 2017 pangsa ekspor kimia

menempati posisi keempat terbesar, menggeser posisi ekspor mesin dan ekspor karet & plastik yang pada

triwulan I 2016 memberikan pangsa lebih besar. Peningkatan ekspor kimia Jawa Barat pada triwulan I 2017

terutama bersumber dari ekspor yang ditujukan ke negara-negara di kawasan Asia yakni Turki, Filipina,

China, Thailand, dan Vietnam.

Grafik 1. 46 Struktur Komoditas Ekspor Jawa Barat Grafik 1. 47 Pertumbuhan Ekspor Manufaktur Jawa Barat

Page 49: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT · iii Tabel 1.1 Struktur PDRB Provinsi Jawa Barat Berdasarkan Komponen Pengeluaran Atas Dasar Harga Berlaku (ADHB) 5 Tabel

EKONOMI

MAKRO REGIONAL

25

MEI 2017

Tabel 1. 7. Perkembangan Nilai Ekspor Komoditas Utama Jawa Barat (HS 2 Digit)

Sementara itu dari sisi negara tujuan, meningkatnya pertumbuhan ekspor luar negeri terjadi ke semua

negara mitra dagang utama dengan peningkatan tertinggi pada ekspor ke ASEAN. Nilai ekspor barang

FOB dari Jawa Barat ke ASEAN, Amerika Serikat, dan Eropa tercatat masing-masing sebesar USD1.664 juta,

USD1.296 juta dan USD881 juta. Pertumbuhan ekspor ke ASEAN meningkat dari 23,85% (yoy) pada

triwulan IV 2016 menjadi 33,98% pada triwulan I 2017 (Grafik 1.48). Secara spesifik, peningkatan

pertumbuhan terbesar terjadi pada ekspor ke Vietnam (dari 11,00% menjadi 41,49%), Singapura (dari -

6,52% menjadi 15,95%) dan Thailand (dari 19,09% menjadi 24,83%). Peningkatan pertumbuhan ekspor

Jawa Barat ke ASEAN ini terutama didorong oleh ekspor otomotif (dari 126,31% menjadi 166,69%).

Selanjutnya, pertumbuhan ekspor Jawa Barat ke Amerika Serikat juga membaik dari -0,13% (yoy) pada

triwulan IV 2016 menjadi 11,83% (yoy) pada triwulan I 2017. Peningkatan pertumbuhan ekspor ke Amerika

Serikat pada triwulan I 2017 terutama terjadi pada ekspor elektronik (dari -3,42% menjadi 33,24%) dan

ekspor garmen (dari 0,01% menjadi 19,49%). Setelah mengalami perlambatan sejak triwulan III 2016,

pada triwulan I 2017 ekspor Jawa Barat ke Eropa mulai membaik dengan tumbuh dari -3,77% (yoy) menjadi

1,83% (yoy). Peningkatan ekspor Jawa Barat ke Eropa terutama terjadi pada ekspor elektronik (dari -

15,31% menjadi -6,05%) dan ekspor makanan & minuman (dari 17,65% menjadi 121,04%).

Meningkatnya permintaan dari mitra dagang utama ini sejalan dengan perkembangan Purchasing Manager

Komoditas (HS 2 Digit) Nilai Ekspor (Juta USD)

Pangsa (%)

Komoditas (HS 2 Digit) Nilai Ekspor (Juta USD)

Pangsa (%)

87 - Vehicles other than railway 808 12.34 87 - Vehicles other than railway 1,066 15.5285 - Elect. machinery, sound rec., tvetc. 1,027 15.70 85 - Elect. machinery, sound rec., tvetc. 973 14.1784 - Nuclear react.,boilers,mech. appli. 695 10.62 84 - Nuclear react.,boilers,mech. appli. 707 10.2961 - Articles of apparel accessories 493 7.53 61 - Articles of apparel accessories 536 7.8162 - Articles of apparel acces. not knit 319 4.88 62 - Articles of apparel acces. not knit 362 5.2764 - Footwear; part of such articles 378 5.77 64 - Footwear; part of such articles 360 5.2440 - Rubber and articles thereof 337 5.15 40 - Rubber and articles thereof 338 4.9255 - Man-made staple fibres 225 3.43 55 - Man-made staple fibres 295 4.2939 - Plastics and articles thereof 194 2.96 39 - Plastics and articles thereof 205 2.9948 - Paper and paperboard 175 2.67 48 - Paper and paperboard 205 2.9854 - Man-made filaments.32 182 2.79 54 - Man-made filaments.32 198 2.89

Lainnya 1,712 26.16 Lainnya 1,622 23.62

Total 6,545 Total 6,866

Tw I 2017Tw IV 2016

Grafik 1. 48 Ekspor Jawa Barat ke Negara/Kawasan Tujuan

Utama

Grafik 1. 49 Perkembangan PMI Negara Mitra Dagang

Utama

Page 50: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT · iii Tabel 1.1 Struktur PDRB Provinsi Jawa Barat Berdasarkan Komponen Pengeluaran Atas Dasar Harga Berlaku (ADHB) 5 Tabel

EKONOMI

MAKRO REGIONAL

26

MEI 2017

Index (PMI) yang meningkat dibanding triwulan sebelumnya. Adapun PMI Amerika Serikat meningkat dari

53,87 pada triwulan IV 2016 menjadi 54,17 pada triwulan I 2017, sementara PMI Eropa meningkat 54,03

menjadi 55,57 (Grafik 1.49). Poin penting yang perlu dicermati adalah bahwa PMI dari mayoritas negara

mitra dagang utama Jawa Barat saat ini sudah berada di atas level 50 yang berarti berada di area optimis.

Impor Luar Negeri

Pertumbuhan impor luar negeri Jawa Barat juga mengalami perbaikan seiring dengan ekspor namun

dalam persentase kenaikan yang lebih rendah dibandingkan ekspor, yakni dari -1,58% (yoy) pada

triwulan IV 2016 menjadi 2,50% (yoy) pada triwulan I 2017. Di sisi lain, pertumbuhan impor barang

CIF (Cost, Insurance, and Freight) juga mengalami perlambatan yakni dari 5,92% (yoy) pada triwulan IV

2016 menjadi -3,23% (yoy) pada triwulan I 2017 (Grafik 1.50). Hal ini terjadi di tengah berlangsungnya

depresiasi terbatas Rupiah pada triwulan I 2017 sebesar 0,75% (qtq) seiring dengan kebijakan The Fed

menaikkan suku bunga kebijakannya (FFR) pada bulan Maret 2017 (Grafik 1.51). Walau demikian, dampak

kenaikan FFR terhadap volatilitas nilai tukar pada triwulan I 2017 tergolong sangat terbatas karena minim

gejolak. Hal ini mengindikasikan bahwa perlambatan laju pertumbuhan impor barang pada triwulan I 2017

disebabkan oleh faktor selain pergerakan nilai tukar Rupiah. Mengacu kepada pertumbuhan perubahan

inventori yang melambat dari 26,84% (yoy) pada triwulan IV 2016 menjadi 1,79% (yoy) pada triwulan I

2017, diperkirakan perusahaan masih memanfaatkan persediaan bahan baku yang dimiliki untuk

mendukung kegiatan produksinya di awal tahun sehingga kegiatan impor barang masih terbatas.

Berdasarkan jenis penggunaannya, impor ke Jawa Barat didominasi oleh impor bahan baku (79,7%),

sedangkan impor barang modal dan barang konsumsi masing-masing memiliki pangsa 14,2% dan 6,1%

(Grafik 1.52). Secara umum, perlambatan laju pertumbuhan impor luar negeri didorong oleh perlambatan

ketiga jenis barang, baik impor barang konsumsi (dari 16,38% menjadi -2,65%), impor barang modal (dari

16,24% menjadi 7,94%) dan impor bahan baku (dari 3,32% menjadi -5,03%) (Grafik 1.53). Adapun impor

barang modal untuk pertama kalinya mengalami perlambatan setelah sebelumnya konsisten mengalami

peningkatan sepanjang tahun 2016.

Grafik 1. 50 Perkembangan Nilai Volume Impor Jawa Barat Grafik 1. 51 Perkembangan Nilai Tukar Rupiah (USD/IDR)

Page 51: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT · iii Tabel 1.1 Struktur PDRB Provinsi Jawa Barat Berdasarkan Komponen Pengeluaran Atas Dasar Harga Berlaku (ADHB) 5 Tabel

EKONOMI

MAKRO REGIONAL

27

MEI 2017

1.2 Sisi Lapangan Usaha

Perlambatan ekonomi Jawa Barat pada triwulan I 2017 dibandingkan triwulan IV 2016 disebabkan

oleh melambatnya sebagian lapangan usaha di Jawa Barat, khususnya lapangan usaha dengan

pangsa besar seperti Perdagangan, Pertanian dan Konstruksi. Namun demikian, Industri Pengolahan

yang merupakan sektor ekonomi utama di Jawa Barat meningkat seiring menguatnya permintaan

ekspor.

Sejalan dengan pola historisnya, pada triwulan I 2017 bertepatan dengan berlalunya libur akhir tahun,

Lapangan Usaha Perdagangan mengalami perlambatan mencapai 5,33%, dibandingkan triwulan IV 2016

sebesar 5,42% (yoy). Perlambatan Lapangan Usaha Perdagangan terkonfirmasi dari melambatnya

pertumbuhan indeks perdagangan riil di Jawa Barat dari 14,77% menjadi 2,59% (yoy). Sementara itu,

Lapangan Usaha pertanian mengalami perlambatan di triwulan I 2017 menjadi 5,75% (yoy) setelah triwulan

sebelumnya tumbuh tinggi 9,39%. Pola panen yang tidak serentak khususnya untuk komoditas beras

diindikasi menyebabkan pertumbuhan lapangan usaha pertanian di triwulan ini tidak setinggi perkiraan

sebagaimana pola panen raya dua triwulan sekali.

Sejalan dengan banyaknya proyek pemerintah yang masih dalam tahap lelang menyebabkan Lapangan

Usaha Konstruksi tumbuh melambat dari 4,35% menjadi 4,08% (yoy) pada triwulan I 2017. Hal ini

sebagaimana pola historis belanja pemerintah. Selain lapangan usaha utama, mayoritas lapangan usaha

lainnya yakni Transportasi dan Pergudangan; Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum; Informasi dan

Komunikasi; Jasa Keuangan; Jasa Kesehatan dan lainnya juga mengalami perlambatan pada triwulan I

2017.

Sementara itu, Lapangan Usaha Industri Pengolahan masih menunjukkan perkembangan yang

menggembirakan yakni tumbuh cukup signifikan dari 4,03% menjadi 4,75% (yoy). Peningkatan

pertumbuhan Lapangan Usaha Industri Pengolahan terutama didorong oleh menguatnya permintaan

ekspor dan mulai berakhirnya konsolidasi korporasi. Hal ini terkonfirmasi dengan membaiknya

pertumbuhan ekspor produk manufaktur Jawa Barat dari 5,3% menjadi 16,7% pada triwulan I 2017,

dengan peningkatan pada hampir semua kelompok produk dan kenaikan paling tinggi pada ekspor produk

Grafik 1. 52 Pangsa Komoditas Impor Berdasarkan Jenis

Penggunaan

Grafik 1. 53 Perkembangan Impor Jenis Penggunaan

Page 52: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT · iii Tabel 1.1 Struktur PDRB Provinsi Jawa Barat Berdasarkan Komponen Pengeluaran Atas Dasar Harga Berlaku (ADHB) 5 Tabel

EKONOMI

MAKRO REGIONAL

28

MEI 2017

otomotif. Selain Lapangan Usaha Industri Pengolahan, Lapangan Usaha Pengadaan Listrik dan Gas;

Pengadaan Air, Jasa Pendidikan serta Jasa lainnya juga mengalami peningkatan laju pertumbuhan di

triwulan I 2017.

Tabel 1.8. Struktur PDRB Provinsi Jawa Barat Berdasarkan Lapangan Usaha Atas Dasar Harga

Berlaku (ADHB)

Sumber: BPS Provinsi Jawa Barat. Perhitungan Staff BI

Ket: *Angka Sementara ; **Angka Sangat Sementara; r) Angka Revisi

Tabel 1. 9. Laju Pertumbuhan PDRB Provinsi Jawa Barat Berdasarkan Lapangan Usaha (% yoy)

Sumber: BPS Provinsi Jawa Barat, Perhitungan Staff BI

Ket: *Angka Sementara ; **Angka Sangat Sementara; r) Angka Revisi

Berdasarkan sumber pertumbuhan, Lapangan Usaha Industri Pengolahan masih menjadi penyumbang

pertumbuhan terbesar yakni 2,06%, dan meningkat dibanding triwulan sebelumnya. Hal ini sejalan

2017Ir) IIr) IIIr) IV I

Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan 8.72 8.69 9.26 9.95 9.64 6.78 8.90 9.03Pertambangan dan Penggalian 2.43 1.71 1.43 1.47 1.60 1.62 1.53 1.54Industri Pengolahan 43.64 43.03 43.03 42.39 41.65 42.91 42.49 42.66Pengadaan Listrik, Gas 0.79 0.75 0.71 0.66 0.72 0.79 0.72 0.75Pengadaan Air 0.07 0.08 0.08 0.08 0.08 0.09 0.08 0.09Konstruksi 8.09 8.26 7.87 8.03 7.98 8.56 8.12 7.74Perdagangan Besar dan Eceran, dan Reparasi Mobil dan Sepeda Motor 15.26 15.24 14.76 14.81 15.30 15.69 15.15 14.91

Transportasi dan Pergudangan 4.79 5.50 5.62 5.40 6.10 5.76 5.72 5.70Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum 2.43 2.50 2.58 2.53 2.59 2.70 2.60 2.70Informasi dan Komunikasi 2.46 2.60 2.81 2.70 2.68 2.82 2.75 2.94Jasa Keuangan 2.56 2.61 2.78 2.74 2.77 2.88 2.79 2.75Real Estate 1.04 1.02 1.06 1.01 1.00 1.00 1.02 1.04Jasa Perusahaan 0.39 0.40 0.40 0.39 0.40 0.41 0.40 0.41Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib 2.32 2.41 2.17 2.59 2.19 2.40 2.34 2.09

Jasa Pendidikan 2.55 2.66 2.71 2.65 2.65 2.81 2.70 2.81Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial 0.63 0.70 0.75 0.69 0.72 0.77 0.73 0.77Jasa lainnya 1.82 1.85 1.97 1.89 1.92 2.02 1.95 2.07PDRB 100.00 100.00 100.00 100.00 100.00 100.00 100.00 100.00

2016**2016**Lapangan Usaha 2014r) 2015*

2017Ir) IIr) IIIr) IV I

Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan 0.58 0.16 -1.51 5.21 11.10 9.39 5.80 5.75Pertambangan dan Penggalian 1.57 0.41 -0.39 -6.84 0.42 3.04 -0.97 0.95Industri Pengolahan 5.11 4.39 5.14 5.29 4.64 4.03 4.77 4.75Pengadaan Listrik, Gas 4.79 -6.80 4.86 -1.79 5.38 4.93 3.37 6.33Pengadaan Air 5.94 5.88 2.46 5.62 9.43 7.65 6.33 7.84Konstruksi 5.45 6.43 6.27 7.06 2.70 4.35 5.02 4.08Perdagangan Besar dan Eceran, dan Reparasi Mobil dan Sepeda Motor 3.30 3.71 2.48 4.18 5.52 5.42 4.44 5.33

Transportasi dan Pergudangan 7.78 8.90 7.74 6.46 13.18 7.79 8.84 6.06Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum 6.00 8.10 9.39 6.59 9.66 11.56 9.31 9.42Informasi dan Komunikasi 17.47 16.31 16.71 14.43 13.66 12.50 14.27 10.37Jasa Keuangan 4.36 7.36 10.13 18.40 10.25 9.34 11.89 1.41Real Estate 4.46 5.46 8.15 7.06 6.60 4.29 6.51 4.50Jasa Perusahaan 6.92 8.15 7.71 6.61 9.67 8.58 8.16 7.80Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib 0.46 5.53 3.57 17.20 -7.68 0.51 2.98 0.84

Jasa Pendidikan 14.42 10.17 10.69 9.12 5.85 5.18 7.61 8.03Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial 15.78 14.14 11.86 7.33 9.52 9.25 9.48 7.73Jasa lainnya 8.82 8.96 10.88 7.81 9.75 6.67 8.73 8.96PDRB 5.09 5.04 5.20 6.06 5.97 5.45 5.67 5.24

2016** 2016**Lapangan Usaha 2014r) 2015*

Page 53: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT · iii Tabel 1.1 Struktur PDRB Provinsi Jawa Barat Berdasarkan Komponen Pengeluaran Atas Dasar Harga Berlaku (ADHB) 5 Tabel

EKONOMI

MAKRO REGIONAL

29

MEI 2017

dengan pertumbuhan laju pertumbuhan Industri Pengolahan yang meningkat. Di posisi kedua, Lapangan

Usaha Perdagangan Besar-Eceran dan Reparasi Kendaraan memberikan andil pertumbuhan terbesar kedua

yang mencapai 0,81%, menurun dibanding triwulan sebelumnya (0,87%). Lapangan usaha penyumbang

pertumbuhan terbesar ketiga adalah Pertanian, Kehutanan dan Perikanan dengan andil sebesar 0,45%.

Pada tahun 2016 khususnya sejak triwulan II 2016, Lapangan Usaha Pertanian, Kehutanan dan Perikanan

konsisten memberikan andil pertumbuhan yang tinggi di kisaran 0,4% 0,9% didorong oleh laju

pertumbuhannya yang meningkat signifikan sejak triwulan II 2016.

Selanjutnya, Lapangan Usaha Informasi dan Komunikasi memberikan andil pertumbuhan sebesar 0,39%

atau terbesar keempat. Meskipun laju pertumbuhannya melambat namun angka pertumbuhan lapangan

usaha ini yang konsisten mencapai double digit di kisaran 10% - 17% sejak tahun 2014 mampu

memberikan andil pertumbuhan yang positif dan besar terhadap pertumbuhan ekonomi Jawa Barat.

Lapangan usaha penyumbang pertumbuhan berikutnya (diurutkan berdasarkan penyumbang terbesar)

adalah Konstruksi, Transportasi dan Pergudangan, Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum serta Jasa

Pendidikan. Secara umum, keseluruhan lapangan usaha memberikan andil pertumbuhan positif pada

triwulan laporan.

Tabel 1. 10. Sumber Pertumbuhan Ekonomi Jawa Barat Berdasarkan Lapangan Usaha (%)

Sumber: BPS Provinsi Jawa Barat, Perhitungan Staff BI

Ket: *Angka Sementara ; **Angka Sangat Sementara; r) Angka Revisi

1.2.1 Industri Pengolahan

Industri Pengolahan sebagai lapangan usaha utama perekonomian Jawa Barat tumbuh cukup

signifikan pada triwulan I 2017, meningkat dari 4,03% menjadi 4,75% (yoy). Peningkatan kinerja

Industri Pengolahan terutama didorong oleh membaiknya permintaan ekspor ke negara mitra dagang

seiring dengan menguatnya perekonomian global. Selain itu, menguatnya perekonomian beberapa provinsi

mitra perdagangan dalam negeri Jawa Barat juga turut mendorong peningkatan permintaan untuk

keluaran produk manufaktur (Industri Pengolahan) Jawa Barat.

Survei Kegiatan Dunia Usaha (SKDU) yang dilakukan Bank Indonesia kepada pelaku-pelaku usaha di Jawa

Barat mengindikasikan adanya peningkatan kinerja Lapangan Usaha (LU) Industri Pengolahan di triwulan I

2017Ir) IIr) IIIr) IV I

Industri Pengolahan 2.26 1.92 2.24 2.29 1.99 1.78 2.07 2.06Perdagangan Besar dan Eceran, dan Reparasi Mobil dan Sepeda Motor 0.54 0.59 0.39 0.65 0.87 0.87 0.70 0.81Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan 0.02 0.01 -0.13 0.45 0.89 0.54 0.45 0.45Informasi dan Komunikasi 0.49 0.51 0.57 0.49 0.47 0.45 0.50 0.39Konstruksi 0.44 0.52 0.49 0.56 0.22 0.38 0.41 0.32Transportasi dan Pergudangan 0.33 0.40 0.36 0.30 0.62 0.36 0.41 0.29Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum 0.14 0.19 0.23 0.16 0.24 0.29 0.23 0.24Jasa Pendidikan 0.34 0.26 0.28 0.24 0.16 0.15 0.20 0.22Jasa lainnya 0.16 0.17 0.22 0.15 0.19 0.14 0.17 0.19Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial 0.10 0.10 0.09 0.05 0.07 0.07 0.07 0.06Real Estate 0.05 0.06 0.09 0.08 0.07 0.05 0.07 0.05Jasa Keuangan 0.10 0.18 0.25 0.42 0.25 0.24 0.29 0.04Jasa Perusahaan 0.03 0.03 0.03 0.03 0.04 0.04 0.03 0.03Pengadaan Listrik, Gas 0.03 -0.04 0.02 -0.01 0.03 0.03 0.02 0.03Pertambangan dan Penggalian 0.04 0.01 -0.01 -0.16 0.01 0.07 -0.02 0.02Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib 0.01 0.11 0.07 0.34 -0.17 0.01 0.06 0.02Pengadaan Air 0.00 0.00 0.00 0.00 0.01 0.01 0.00 0.01

Lapangan Usaha 2014r) 2015* 2016** 2016**

Page 54: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT · iii Tabel 1.1 Struktur PDRB Provinsi Jawa Barat Berdasarkan Komponen Pengeluaran Atas Dasar Harga Berlaku (ADHB) 5 Tabel

EKONOMI

MAKRO REGIONAL

30

MEI 2017

2017, terlihat dari peningkatan Saldo Bersih Tertimbang (SBT) indeks realisasi usaha Industri Pengolahan

dari 2,83 menjadi 9,63 SBT (Grafik 1.54). Selain peningkatan pada indeks realisasi kegiatan usaha, indeks

investasi dan penggunaan tenaga kerja Industri Pengolahan juga mengalami peningkatan di triwulan I 2017

yakni masing-masing dari 0,73 menjadi 1,49 SBT untuk investasi dan dari -1,84 menjadi 4,41 SBT di indeks

penggunaan tenaga kerja. Peningkatan kinerja Industri Pengolahan ini disebebkan oleh menguatnya

permintaan global sehingga meningkatkan permintaan ekspor produk manufaktur Jawa Barat.

Sumber: Survei Kegiatan Dunia Usaha BI Sumber: Berbagai Sumber, diolah oleh Staf BI

Hingga Maret 2017, Purchasing Manager Index (PMI) dari beberapa negara mitra dagang utama Jawa Barat

terpantau meningkat, khususnya Eropa (Grafik 1.55). Sejalan dengan peningkatan PMI negara mitra

dagang, ekspor manufaktur Jawa Barat mengalami peningkatan dari 5,3% menjadi 16,7% (Grafik 1.57).

Peningkatan terutama didorong meningkatnya ekspor otomotif, namun demikian peningkatan juga terjadi

pada semua subsektor kecuali kulit dan mamin. Peningkatan ekspor otomotif Jawa Barat terkonfirmasi

dengan data peningkatan ekspor otomotif nasional dari GAIKINDO yang menyebutkan bahwa terdapat

kenaikan sangat signifikan untuk ekspor khususnya ekspor tipe CKD Set (Complete Knock Down) (Grafik

1.58) dan ekspor untuk komponen (Grafik 1.59). Namun demikian, data GAIKINDO tidak menunjukkan

peningkatan pada produksi kendaraan yang diindikasi karena adanya perbedaan klasifikasi antara produksi

mobil dengan CKD Set dan komponen (Grafik 1.60). Sebagai provinsi dengan pangsa Industri Pengolahan

Kendaraan terbesar, maka data GAIKINDO menjadi proksi yang dapat menggambarkan kinerja sub-

Lapangan Usaha Kendaraan di Jawa Barat.

Grafik 1.54 SKDU Industri Pengolahan Grafik 1.55 PMI Negara Mitra Dagang Utama

Grafik 1.56 Pangsa ekspor Manufaktur Jawa Barat

Grafik 1.57 Ekspor Manufaktur Jawa Barat

Page 55: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT · iii Tabel 1.1 Struktur PDRB Provinsi Jawa Barat Berdasarkan Komponen Pengeluaran Atas Dasar Harga Berlaku (ADHB) 5 Tabel

EKONOMI

MAKRO REGIONAL

31

MEI 2017

Sumber: GAIKINDO, diolah oleh staf BI Sumber: GAIKINDO, diolah oleh staf BI

Sumber: GAIKINDO, diolah oleh staf BI

Selain didorong oleh peningkatan permintaan ekspor, meningkatnya kinerja LU Industri Pengolahan juga

didorong oleh meningkatnya permintaan domestik khususnya yang berasal dari beberapa provinsi mitra

dagang domestik Jawa Barat, seiring dengan meningkatnya pertumbuhan ekonomi provinsi-provinsi

dimaksud (grafik 1.62). Peningkatan permintaan domestik ini terindikasi dari informasi contact liaison Bank

Indonesia yang menyebutkan adanya kenaikan penjualan domestik dengan peningkatan likert scale dari

0,65 menjadi 0,76 (Grafik 1.63). Jika dilihat dari lalu lintas transaksi keuangan melalui Sistem Kliring

Nasional Bank Indonesia (SKNBI), maka indikasi konsumen domestik tersebesar dari output Industri

Pengolahan di Jawa barat adalah DKI Jakarta, Jawa Tengah, Jawa Timur, Sumatera Barat dan Sumatera

Utara (Grafik 1.61). Sebagian besar dari provinsi-provinsi tersebut menggunakan produksi atau keluaran

final dari Industri Pengolahan di Jawa Barat sebagai input konsumsi. Oleh karena itu, peningkatan laju

pertumbuhan ekonomi di provinsi tersebut akan mendorong produksi Industri Pengolahan di Jawa Barat.

Grafik 1.58 Ekspor CKD Set

Grafik 1.59 Ekspor Komponen

Grafik 1.60 Produksi Mobil - GAIKINDO

Page 56: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT · iii Tabel 1.1 Struktur PDRB Provinsi Jawa Barat Berdasarkan Komponen Pengeluaran Atas Dasar Harga Berlaku (ADHB) 5 Tabel

EKONOMI

MAKRO REGIONAL

32

MEI 2017

Sumber: SKNBI Sumber: BPS, diolah oleh staf BI

Sumber: Liaison Bank Indonesia Sumber: BPS, diolah oleh staf BI

Sejalan dengan peningkatan kinerja Industri Pengolahan tersebut, berdasarkan data Produksi Industri

Manufaktur Badan Pusat Statitik (BPS) Provinsi Jawa Barat yang dirilis pada triwulan I 2017, produksi Industri

Manufaktur Mikro dan Kecil tercatat mengalami peningkatan pertumbuhan dibandingkan pertumbuhan

triwulan IV 2016, dari -1,54% menjadi 2,38% (yoy) (Grafik 1.64). Peningkatan pada industri manufaktur

mikro dan kecil khususnya terjadi pada sub-Lapangan Usaha Industri Peralatan Listrik, Pengolahan

Tembakau, Farmasi, Produk Kimia dan Obat Tradisional serta Alat Angkut Lainnya (Tabel 1.11). Peningkatan

produksi Industri Mikro dan Kecil Alat Angkut sejalan dengan peningkatan industri otomotif secara umum

dimana hal ini mengindikasikan bahwa peningkatan kinerja otomotif telah mampu mendorong

peningkatan industri hulu berskala UMK (Usaha Mikro dan Kecil).

Grafik 1.61 Provinsi mitra dagang Jabar berdasarkan

lalu lintas transaksi SKNBI

Grafik 1.62 Laju Pertumbuhan Ekonomi Provinsi Mitra

Dagang Jawa Barat

Grafik 1.63 Likert Scale Penjualan Domestik

Grafik 1.64 Perkembangan Industri Mikro dan Kecil

Page 57: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT · iii Tabel 1.1 Struktur PDRB Provinsi Jawa Barat Berdasarkan Komponen Pengeluaran Atas Dasar Harga Berlaku (ADHB) 5 Tabel

EKONOMI

MAKRO REGIONAL

33

MEI 2017

Tabel 1. 11. Perkembangan Industri Mikro dan Kecil

Sumber: BPS Jawa Barat, diolah oleh Staf BI

Namun demikian dari segi pembiayaan, perkembangan kredit atau pembiayaan dari perbankan pada

Lapangan Usaha Industri Pengolahan pada triwulan I 2017 kembali menunjukkan perlambatan. Laju

pertumbuhan kredit Industri Pengolahan pada triwulan I 2017 melambat dari -4,32% di triwulan IV 2016

menjadi -4,78% pada triwulan I 2017 (Grafik 1.65). Namun demikian repayment capacity Industri

Pengolahan pada triwulan I 2017 menunjukkan perbaikan dengan menurunnya Non Performing Loan (NPL)

dari 4,82% menjadi 4,15% (Grafik 1.66). Industri Makanan Minuman masih menjadi penyumbang NPL

tertinggi namun mulai menujukkan penurunan sedangkan industri alat angkutan masih konsisten

menunjukkan NPL yang rendah.

1.2.2 Perdagangan Besar-Eceran dan Reparasi Mobil-Motor

Lapangan Usaha Perdagangan Besar-Eceran dan Reparasi dengan pangsa terbesar kedua (14,9%)

melambat dibandingkan triwulan sebelumnya dari tumbuh sebesar 5,42% menjadi 5,33% (yoy).

Perlambatan Lapangan Usaha Perdagangan sejalan dengan berlalunya momen Hari Besar Keagamaan

Nasional (Natal dan Libur Akhir Tahun). Meski konsumsi rumah tangga meningkat cukup signifikan, namun

tidak kemudian menjadi pendorong permintaan di Lapangan Usaha Perdagangan, karena peningkatan

2017

IV I II II IV I

Industri Peralatan Listrik -5.58 -6.90 -10.88 -8.10 39.30 47.40

Industri Pengolahan Tembakau 31.70 2.88 11.85 15.99 -4.73 9.84 14.57

Industri Farmasi, Produk Obat Kimia dan Obat Tradisional -23.30 -10.98 -15.49 -16.60 -14.84 -1.24 13.60

Industri Alat Angkutan Lainnya -3.34 -11.71 -15.07 -7.79 -20.23 -10.02 10.21

Industri Pengolahan Lainnya 1.79 -2.97 -5.93 -4.96 0.29 9.15 8.86

Industri Makanan 9.32 0.65 0.28 5.36 5.77 14.32 8.55

Industri Kulit, Barang dari Kulit dan Alas Kaki -12.11 -16.41 -3.27 -13.10 -0.17 8.36 8.53

Industri Furnitur -6.22 -2.95 1.43 -2.79 7.78 14.55 6.77

Industri Bahan Kimia dan Barang dari Kimia 18.76 1.33 14.62 -16.77 -14.61 -7.96 6.65

Industri Karet, Barang dari Karet dan Plastik 17.60 10.98 0.79 1.54 2.00 5.55 3.55

Industri Minuman 5.68 3.47 4.67 6.96 1.92 5.30 3.38

Industri Pakaian Jadi 7.58 4.57 6.72 -6.77 -5.91 -3.07 2.84

Industri Barang Galian Bukan Logam -10.08 -10.44 2.13 -5.32 2.14 4.65 2.51

Industri Tekstil -4.89 -0.65 -1.11 -7.29 -26.86 -26.31 0.55

Industri Kayu, Barang dari Kayu, Barang dari Kayu dan Gabus

(Tidak Termasuk Furnitur) dan Barang Anyaman dari Bambu,

Rotan dan Sejenisnya

-3.45 -1.46 -1.37 -3.04 1.82 -0.22 -2.04

Industri Kertas dan Barang dari Kertas -17.01 -23.17 -12.80 -14.40 -18.09 -3.69

Industri Percetakan dan Reproduksi Media Rekaman 41.93 29.47 23.14 63.10 34.36 28.62 -5.74

Industri Logam Dasar 11.23 -0.54 -10.94 -5.79 -23.58 -30.23 -6.65

Industri Barang Logam, Bukan Mesin dan Peralatannya -12.68 -5.00 -2.79 -2.01 -2.49 -11.79 -9.30

JENIS INDUSTRI KECIL & MENENGAH2015 2016

Grafik 1.65 Perkembangan Kredit Industri Pengolahan

Grafik 1.66 Perkembangan NPL Industri Pengolahan

Page 58: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT · iii Tabel 1.1 Struktur PDRB Provinsi Jawa Barat Berdasarkan Komponen Pengeluaran Atas Dasar Harga Berlaku (ADHB) 5 Tabel

EKONOMI

MAKRO REGIONAL

34

MEI 2017

konsumsi lebih banyak didorong oleh konsumsi jasa seperti pendidikan. Hal ini sejalan dengan peningkatan

kinerja Lapangan Usaha Jasa Pendidikan dan Jasa Lainnya di Jawa Barat.

Perlambatan pada pertumbuhan Lapangan Usaha Perdagangan tercermin dari perkembangan penjualan

riil yang melambat di tengah optimisme konsumen yang secara keseluruhan masih relatif terjaga.

Berdasarkan Survei Penjualan Eceran (SPE) Bank Indonesia, Indeks Penjualan Riil Jawa Barat tumbuh

melambat dari 14,77% (yoy) pada triwulan IV menjadi 2,59% pada triwulan I 2017 (Grafik 1.67).

Perlambatan ini terutama terjadi baik pada kelompok makanan, minuman, dan tembakau, peralatan rumah

tangga, peralatan komunikasi dan rekreasi. Berlalunya momen Natal dan Libur Akhir Tahun serta kenaikan

beberapa administred prices seperti tarif dasar listrik dan bahan bakar minyak membuat masyarakat

mengurangi konsumsi barang retail.

Meski demikian, secara umum keyakinan konsumen masih terjaga dengan baik. Berdasarkan Survei

Konsumen (SK) Bank Indonesia, Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) dan Indeks Kondisi Ekonomi saat ini

(IKE) masih terus meningkat hingga periode laporan. Indeks Kondisi Ekonomi Saat Ini (IKE) meningkat dari

102,45 pada triwulan IV 2016 menjadi 106,29 pada triwulan I 2017 (Grafik 1.68). Dengan demikian, IKE

Jawa Barat masih terjaga di level optimis (>100) di mana sejak triwulan II 2015 konsisten berada pada level

pesimis hingga triwulan III 2016. Berdasarkan komponen penyusunnya, hal ini didorong oleh peningkatan

indeks konsumsi barang kebutuhan lama (dari 88,96 menjadi 96,51) dan indeks penghasilan saat ini (dari

112,46 menjadi 117,25). Selain itu, dari sisi alokasi pendapatan rumah tangga, perkembangan pangsa

alokasi pendapatan untuk konsumsi tercatat meningkat (dari 64,60% menjadi 64,70%), yang diikuti

dengan penurunan pangsa pada alokasi tabungan (dari 22,9% menjadi 16,44%) (Grafik 1.69). Peningkatan

alokasi pendapatan untuk konsumsi dan penurunan alokasi tabungan mengindikasikan kesediaan untuk

melakukan konsumsi atau dalam hal ini penggunaan output Lapangan Usaha Perdagangan lebih besar.

Sumber: Survei Penjualan Eceran BI Sumber: Survei Konsumen BI

Grafik 1.67 Indeks Penjualan Riil

Grafik 1.68 Indeks Keyakinan Konsumen

Page 59: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT · iii Tabel 1.1 Struktur PDRB Provinsi Jawa Barat Berdasarkan Komponen Pengeluaran Atas Dasar Harga Berlaku (ADHB) 5 Tabel

EKONOMI

MAKRO REGIONAL

35

MEI 2017

Sumber: Survei Konsumen BI

Survei Kegiatan Dunia Usaha (SKDU) oleh Bank Indonesia juga mengkonfirmasi adanya penurunan di

Lapangan Usaha Perdagangan, terlihat dari penurunan Saldo Bersih Tertimbang (SBT) dari 1,13 SBT menjadi

-0,61 SBT (Grafik 1.70). Penurunan juga terjadi pada indeks investasi dan penggunaan tenaga kerja yang

masing-masing menurun dari 2,46 SBT menjadi 2,19 SBT untuk komponen investasi dan dari 0,27 SBT

menjadi 0,20 SBT untuk komponen tenaga kerja. Selain SKDU, informasi liaison juga mengindikasikan

bahwa penjualan lapangan usaha perdagangan pada triwulan I 2017 mencatatkan penurunan dibanding

triwulan IV 2016. Hal ini ditunjukkan dengan likert scale penjualan, baik penjualan domestik maupun

ekspor yang mengalami penurunan masing masing dari 1,22 menjadi 0,5 untuk penjualan domestik dan

dari 0,25 menjadi -0,5 untuk penjualan ekspor (Grafik 1.71). Sejalan dengan penurunan penjualan,

informasi liaison mengindikasikan penurunan harga jual dan margin per unit output yang menunjukkan

adanya penurunan output Lapangan Usaha Perdagangan. Likert scale harga jual juga menurun dari 1,44

menjadi 0,43 sementara likert scale margin per unit output menurun dari 1,22 menjadi 0,07 (Grafik 1.72)).

Penurunan penjualan pada contact liaison juga terkonfirmasi dari penurunan penggunaan tenaga kerja dan

upah dengan penurunan likert scale dari 0,56 menjadi 0,14 untuk komponen tenaga kerja dan dari 1,50

menjadi 1,33 untuk komponen upah (Grafik 1.73).

Sumber: Survei Kegiatan Dunia Usaha BI Sumber: Liaison BI

Grafik 1.69 Indeks Kondisi Ekonomi Saat Ini

Grafik 1.70 SKDU Perdagangan Grafik 1.71 Likert Scale Penjualan

Page 60: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT · iii Tabel 1.1 Struktur PDRB Provinsi Jawa Barat Berdasarkan Komponen Pengeluaran Atas Dasar Harga Berlaku (ADHB) 5 Tabel

EKONOMI

MAKRO REGIONAL

36

MEI 2017

Sumber: Liaison BI Sumber: Liaison BI

Penurunan kinerja Lapangan Usaha Perdagangan terindikasi terjadi pada sub-Lapangan Usaha

Perdagangan Besar seperti penjualan kendaraan bermotor. Pada triwulan I 2017, terjadi perlambatan

penjualan kendaraan di Jawa Barat. Melambatnya penjualan kendaraan tersebut dikonfirmasi oleh data

pendaftaran kendaraan bermotor di Dispenda Jabar serta penjualan kendaraan roda empat di Jabar.

Pertumbuhan pendaftaran kendaraan bermotor yang terlihat dari pendaftaran (Biaya Balik Nama

Kendaraan Bermotor (BBBNKB) 1 melambat baik untuk mobil pribadi maupun sepeda motor baru dengan

perlambatan terdalam pada sepeda motor yakni dari -5,08% menjadi -17,72% (yoy) (Grafik 1.74). Di

tengah kondisi keptidakpastian khususnya kenaikan berbagai tarif yang diatur Pemerintah, masyarakat

diperkirakan menahan ekspansi konsumsinya khususnya untuk barang kebutuhan tidak mendesak/tahan

lama. Selain itu, impor barang konsumsi juga tercatat melambat yang mengindikasikan bahwa masyarakat

menahan konsumsi untuk barang-barang yang sifatnya tersier. Impor barang konsumsi hingga triwulan I

2017 tercatat tumbuh melambat dari 16,4% menjadi -1,6% (yoy) (Grafik 1.75). Penurunan ini terutama

terjadi pada impor barang konsumsi yang bersifat non-durable serta makanan dan minuman yang telah

diproses. Penurunan daya beli masyarakat akibat kenaikan harga di awal tahun diperkirakan mendorong

melambatnya permintaan impor barang konsumsi.

Sumber: Dispenda Jabar, diolah oleh staf BI

Grafik 1.72 Likert Scale Harga Jual dan Margin Grafik 1.73 Likert ScaleTenaga Kerja

Grafik 1.74 Pendaftaran Kendaran Bermotor Grafik 1.75 Impor Barang Konsumsi

Page 61: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT · iii Tabel 1.1 Struktur PDRB Provinsi Jawa Barat Berdasarkan Komponen Pengeluaran Atas Dasar Harga Berlaku (ADHB) 5 Tabel

EKONOMI

MAKRO REGIONAL

37

MEI 2017

Dari segi perbankan, pembiayaan perbankan pada Lapangan Usaha Perdagangan melalui kredit mengalami

peningkatan pada triwulan I 2017 dari 7,94% menjadi 10,25% (yoy) (Grafik 1.76). Selain itu, peningkatan

kredit ini juga disertai dengan membaiknya repayment capacity sektor perdagangan yang terlihat dengan

menurunnya NPL dari 4,34% menjadi 4,19% (Grafik 1.76). NPL ini mulai terlihat menurun dibandingkan

periode sebelumnya yang sejak awal tahun 2016 meningkat bahkan pernah melebihi 5%. Sementara itu,

pertumbuhan pada kredit rumah tangga tercatat stabil cenderung meningkat. Kredit multiguna tercatat

meningkat dari 1,05% menjadi 1,22% (yoy), sedangkan kredit kepemilikan kendaraan bermotor tercatat

stabil dari 1,27% menjadi 1,26% (yoy). Demikian halnya dengan kredit konsumsi yang tercatat meningkat

dari 13,60% menjadi 13,63% (Grafik 1.77).

1.2.3 Pertanian, Kehutanan dan Perikanan

Kinerja Lapangan Usaha Pertanian, Kehutanan dan Perikanan pada triwulan laporan tumbuh sebesar

5,75% melambat dibandingkan pertumbuhan di triwulan IV 2016 sebesar 9,35%. Hal ini sejalan

dengan berlalunya musim panen raya di triwulan III dan IV 2016. Panen yang berjalan tidak serentak

mengakibatkan panen raya yang sekiranya terjadi di triwulan ini terbagi di triwulan berikutnya. Perlambatan

kinerja Lapangan Usaha Pertanian, Kehutanan dan Perikanan ini terkonfirmasi dari hasil Survei Kegiatan

Dunia Usaha (SKDU) oleh Bank Indonesia yang mengindikasikan terdapat penurunan kapasitas produksi

terpakai Lapangan Usaha Pertanian dari 84,5% menjadi 81,8% (Grafik 1.78).

Sumber: Survei Kegiatan Dunia Usaha BI

Sementara itu, perkembangan kredit atau pembiayaan dari perbankan pada Lapangan Usaha Pertanian

Grafik 1.76 Perkembangan Kredit Perdagangan Grafik 1.77 Perkembangan Kredit Rumah Tangga

Grafik 1.78 Kapasitas Produksi Pertanian - SKDU

Grafik 1.79 Perkembangan Kredit Pertanian

Page 62: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT · iii Tabel 1.1 Struktur PDRB Provinsi Jawa Barat Berdasarkan Komponen Pengeluaran Atas Dasar Harga Berlaku (ADHB) 5 Tabel

EKONOMI

MAKRO REGIONAL

38

MEI 2017

juga mengalami perlambatan dibanding triwulan

sebelumnya. Penyaluran kredit perbankan terhadap

Lapangan Usaha Pertanian triwulan I 2017 masih

mengalami penurunan dibandingkan triwulan IV 2016,

dengan pertumbuhan kredit tercatat dari -0,62% menjadi

-1,00% (yoy) (Grafik 1.79). Hal ini mengindikasikan petani

yang menahan pengajuan kredit karena memperkirakan

produksi yang tidak setinggi triwulan sebelumnya. Namun

demikian kredit pertanian mengalami perbaikan kualitas

kredit yang terlihat dari menurunnya NPL kredit pertanian dari 5,52% di triwulan IV 2016 menjadi 4,64%

pada triwulan I 2017 (Grafik 1.80).

Perlambatan lapangan usaha pertanian juga terkonfirmasi dari liaison yang dilakukan oleh Bank Indonesia.

Berdasarkan hasil liaison dengan beberapa Gapoktan diperoleh informasi bahwa panen beras yang bergeser

menjadi bulan Oktober sebenarnya mendorong peningkatan produksi pada triwulan ini. Namun,

peningkatan produksi pangan itu tertahan oleh tingginya curah hujan pada triwulan ini yang menyebabkan

serangan hama penyakit pada aneka tanaman hortikultura. Akibatnya produksi cabai mengalami

penurunan hingga 30% dibandingkan kondisi normalnya yang berdampak pada agregat produksi

pertanian keseluruhan di triwulan I 2017.

Sementara itu, pada komoditas daging ayam, sejumlah peternakan besar pada triwlan I 2017 melakukan

percepatan panennya untuk menghindari gagal panen akibat serangan penyakit di kondisi cuaca dengan

curah hujan tinggi. Walaupun di ujung triwulan mengalami penurunan produksi akibat kerugian yang

dialami beberapa bulan sebelumnya. Informasi liaison mengindikasikan bahwa penjualan produk Lapangan

Usaha Pertanian pada triwulan I 2017 mencatatkan penurunan dibanding triwulan IV 2016. Hal ini

ditunjukkan dengan likert scale penjualan domestik yang mengalami penurunan dari 1,10 menjadi 0,33

SBT. Selain itu, likert scale penggunaan tenaga kerja di lapangan usaha ini juga menurun dari -0,10 menjadi

-0,40 SBT.

Sumber: Liaison BI Sumber: Liaison BI

Grafik 1.81 Likert Scale Penjualan Domestik

Grafik 1.82 Likert Scale Penggunaan Tenaga Kerja

Grafik 1.80 Perkembangan NPL Kredit

Pertanian

Page 63: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT · iii Tabel 1.1 Struktur PDRB Provinsi Jawa Barat Berdasarkan Komponen Pengeluaran Atas Dasar Harga Berlaku (ADHB) 5 Tabel

EKONOMI

MAKRO REGIONAL

39

MEI 2017

Sejumlah penyakit tercatat menyerang produksi pertanian di Jawa Barat, diantaranya adalah penyakit busuk

leher yang menyerang produksi gabah di Purwakarta dan menyebabkan menurunnya produksi, penyakit

patek yang melanda produksi cabai di Sukabumi, dan hama wereng di Karawang. Selain itu bencana juga

menyebabkan berkurangnya produksi seperti banjir di Pantura Indramayu akibat jebolnya Bendungan

Sumur Watu yang merendam lahan pertanian dan areal tambak. Pada triwulan I 2017 terdapat penurunan

indeks yang diterima petani dari 104,0 pada triwulan IV 2016 menjadi 102,7 pada triwulan I 2017. Hal ini

mengindikasikan berkurangnya produksi pertanian pada triwulan ini.

Sumber: BPS Jawa Barat, diolah oleh staf BI

1.2.4 Konstruksi

Lapangan Usaha Konstruksi pada triwulan laporan tumbuh sebesar 4,08% melambat dibandingkan

pertumbuhan di triwulan IV 2016 sebesar 4,35%. Lapangan Usaha Konstruksi merupakan lapangan

usaha dengan pangsa ekonomi terbesar keempat di Jawa Barat yaitu sebesar 7,7%. Pada triwulan I 2017,

Lapangan Usaha Konstruksi tercatat mengalami perlambatan dengan tumbuh pada level 4,08% setelah

triwulan sebelumnya tumbuh pada level 4,35% (yoy),

baru dimulainya lelang proyek pemerintah mendorong

perlambatan di lapangan usaha ini. Melambatnya kinerja

Lapangan Usaha Konstruksi terkonfirmasi antara lain dari

hasil Survei Kegiatan Dunia Usaha (SKDU) Bank Indonesia

yang menunjukkan adanya penurunan indeks realisasi

kegiatan usaha Lapangan Usaha Konstruksi dari 0,70

menjadi -1,56 SBT (Saldo Bersih Tertimbang) (Grafik 1.84).

Perlambatan perkembangan kegiatan usaha tersebut

didukung oleh melambatnya indeks harga jual dan

penggunaan tenaga kerja yang masing-masing melambat dari 0,88 menjadi 0,52 SBT untuk komponen

harga jual dan dari 0,53 menjadi -0.78 SBT.

Grafik 1.83 Indeks Yang Diterima Petani

Grafik 1.84 Indeks Realisasi Keg Usaha Konstruksi

Sumber: Survei Kegiatan Dunia Usaha BI

Page 64: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT · iii Tabel 1.1 Struktur PDRB Provinsi Jawa Barat Berdasarkan Komponen Pengeluaran Atas Dasar Harga Berlaku (ADHB) 5 Tabel

EKONOMI

MAKRO REGIONAL

40

MEI 2017

Selain faktor lelang proyek pemerintah yang baru berjalan, kondisi cuaca diperkirakan cukup menghambat

penyelesaian proyek-proyek infrastruktur di awal tahun. Sebagai contoh, penyelesaian perbaikan Jembatan

Cisomang yang ditargetkan selesai pada Maret 2017 mengalami kemunduran karena tigginya curah hujan.

Namun demikian, terdapat beberapa proyek pembangunan multi years swasta maupun pemerintah yang

dapat mendorong kinerja Lapangan Usaha Konstruksi di triwulan berikutnya, sebagai contoh adalah

pembangunan pabrik mobil asal China yaitu Wuling di Cikarang, Bekasi. Hingga akhir tahun 2016

pembangunan pabrik sudah mencapai 70% dan diperkirakan akan diresmikan serta beroperasi pada awal

triwulan II 2017.

Indikasi akan meningkatnya kinerja Lapangan Usaha Konstruksi juga terlihat dari meningkatnya kredit atau

pembiayaan yang disalurkan oleh perbankan kepada LU Konstruksi, yang tumbuh cukup tinggi dari 18,13%

pada triwulan IV 2016 menjadi 24,28% (yoy) pada triwulan I 2017 (Grafik 1.85). Namun demikian,

meskipun mengalami peningkatan kredit, risiko repayment capacity Lapangan Usaha Konstruksi juga

meningkat cukup tinggi tercermin dari peningkatan NPL dari 3,98% menjadi 7,05% pada triwulan I 2017

(Grafik 1.86). Sementara dari sisi kredit perumahan, terjadi peningkatan pada kredit kepemilikan rumah

(KPR) dari 2,42% mejadi 2,73% didorong oleh peningkatan kredit kepemilikan rumah pada semua tipe

baik kecil, menengah maupun besar (Grafik 1.87). Namun sama halnya dengan kredit konstruksi secara

umum, NPL KPR juga meningkat dari 2,42% menjadi 2,73% pada triwulan I 2017 (Grafik 1.88). Namun

demikian NPL KPR masih terjaga pada level rendah.

Grafik 1.85 Perkembangan Kredit LU Konstruksi

Grafik 1.86 Perkembangan NPL Kredit LU Konstruksi

Grafik 1.87 Perkembangan KPR

Grafik 1.88 Perkembangan NPL KPR

Page 65: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT · iii Tabel 1.1 Struktur PDRB Provinsi Jawa Barat Berdasarkan Komponen Pengeluaran Atas Dasar Harga Berlaku (ADHB) 5 Tabel

EKONOMI

MAKRO REGIONAL

41

MEI 2017

Tracking Perkembangan Ekonomi Makro Regional Triwulan II 2017

Pertumbuhan ekonomi Jawa Barat pada triwulan I I 2017 diperkirakan meningkat dibandingkan

triwulan I 2017, dengan perkiraan pertumbuhan pada rentang 5,7% - 6,1% (yoy). Dari sisi

pengeluaran, peningkatan diperkirakan terjadi pada seluruh komponen dengan akselerasi konsumsi rumah

tangga masih menjadi menjadi penopang utama pertumbuhan ekonomi pada triwulan II 2017. Perkiraan

peningkatan laju pertumbuhan ekonomi Jawa Barat pada triwulan II 2017 didorong oleh beberapa faktor

antara lain :

1. Faktor seasonal yakni terjadi pergeseran momen Ramadhan dan Lebaran menjadi seluruhnya

berlangsungnya pada triwulan II 2017, sementara pada tahun 2016 sebagian momen Ramadhan serta

momen Lebaran berlangsung pada awal triwulan III.

2. Pemberian baik Tunjangan Hari Raya (THR) maupun gaji ke-13 (bagi PNS) pada akhir triwulan II 2016

3. Berlangsungnya serangkaian momen libur panjang pada triwulan II 2016 yang lebih banyak

dibandingkan triwulan II 2016 juga menjadi faktor pendorong utama meningkatnya konsumsi dan

kegiatan perdagangan, mengingat Jawa Barat merupakan wilayah tujuan wisata utama oleh warga

ibukota

4. Telah diselesaikannya perbaikan Jembatan Cisomang yang kembali beroperasi normal pada April 2017

juga diperkirakan turut mendorong perokonomian tumbuh lebih baik dibanding triwulan I 2017 saat

perbaikan masih berlangsung dan lalu lintas kendaraan golongan II-V masih dialihkan ke jalur alternatif

5. Berlanjutnya perbaikan ekonomi global termasuk negara/kawasan mitra dagang Jawa Barat (ASEAN,

Amerika Serikat, dan Eropa) serta kenaikan harga komoditas global yang mendorong permintaan

terhadap ekspor dari Jawa Barat

6. Meningkatnya belanja pegawai Pemerintah Provinsi akibat pengalihan wewenang pengelolaan 28.000

PNS dari Pemerintah Kab/Kota ke Pemerintah Provinsi

Namun demikian, terdapat beberapa faktor yang berpotensi menahan peningkatan pertumbuhan ekonomi

Jawa Barat pada triwulan II 2017, yakni :

1. Kenaikan tarif listrik tahap III untuk golongan 900VA berpotensi menahan daya beli rumah tangga

2. Konsumsi Pemerintah Daerah tercatat melambat jika dibandingkan dengan triwulan II 2016 pada saat

persiapan pelaksanaan PON dan Peparnas.

Page 66: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT · iii Tabel 1.1 Struktur PDRB Provinsi Jawa Barat Berdasarkan Komponen Pengeluaran Atas Dasar Harga Berlaku (ADHB) 5 Tabel

EKONOMI

MAKRO REGIONAL

42

MEI 2017

Perkiraan Pertumbuhan Ekonomi Triwulan II 2017 - Sisi Pengeluaran

Sumber : Survei Konsumen Bank Indonesia

Sumber : BPS Jawa Barat, diolah

Perkiraan peningkatan konsumsi rumah tangga pada triwulan berjalan sesuai dengan optimisme

konsumen yang tercermin dari hasil Survei Konsumen yang dilakukan Bank Indonesia, di mana Indeks

Ekspektasi Konsumen (IEK) pada triwulan II 2017 sebesar 139,90 meningkat dibanding triwulan sebelumnya

sebesar 138,53 (Grafik 1.83). Peningkatan IEK ini terutama didorong oleh peningkatan indeks ekspektasi

kegiatan usaha (dari 143,96 menjadi 147,51) dan indeks ekspektasi penghasilan (dari 149,11 menjadi

151,76). Peningkatan ekspektasi kegiatan usaha ini juga dikonfirmasi oleh Survei Kegiatan Dunia Usaha

(SKDU) yang memperkirakan SBT kegiatan usaha di triwulan II 2017 sebesar 57,44 meningkat dibandingkan

triwulan I 2017 sebesar 22,10. Adapun ekspektasi peningkatan penghasilan selain sebagai imbas dari

meningkatnya kegiatan usaha, juga disebabkan oleh adanya pencairan THR dan gaji ke-13 bagi PNS. Selain

itu, survei yang dilakukan BPS Jawa Barat juga menunjukkan perkiraan yang sejalan. Indeks Tendensi

Konsumen (ITK) pada triwulan II 2017 diperkirakan sebesar 116,50 atau meningkat cukup signifikan jika

dibandingan ITK triwulan I 2017 sebesar 104,50.

Transmisi pelonggaran kebijakan moneter diperkirakan berlanjut dan semakin dirasakan dampaknya pada

triwulan II 2017. Hal ini sejalan dengan perkembangan kredit yang mulai menunjukkan sinyal perbaikan

sejak akhir tahun 2016 hingga triwulan I 2017. Bank Indonesia telah mempertahankan suku bunga 7 Days

Repo Rate (RR) di level 4,75% sejak awal tahun 2017 untuk menjaga momentum perbaikan ekonomi.

Selain itu, relaksasi kebijakan LTV sejak Agustus 2016 diperkirakan terus mendorong permintaan

masyarakat terhadap KPR.

Pertumbuhan konsumsi pemerintah diperkirakan mengalami peningkatan pada triwulan II 2017,

sejalan dengan pola spending pemerintah mulai meningkat memasuki triwulan II. Pada konsumsi

Pemerintah Provnsi, peningkatan terbesar diperkirakan terjadi pada pertumbuhan belanja pegawai dan

belanja barang. Hal ini sebagai implikasi lanjutan dari diterapkannya UU No. 23 Tahun 2014 tentang

Pemerintah Daerah sejak awal tahun 2017 yang menyebabkan beralihnya beberapa kewenangan kota-

kabupaten ke provinsi, provinsi ke nasional, maupun sebaliknya. Beberapa kewenangan yang beralih dari

sebelumnya di kota/kabupaten ke provinsi adalah pendidikan menengah, ketenagakerjaan, ESDM,

perhubungan dan kehutanan sehingga berdampak pada dialihkannya PNS kota/kabupaten ke provinsi

sebanyak 28 ribu orang, dengan proporsi terbesar adalah tenaga guru termasuk honorer. Dengan

Grafik 1. 89 Indeks Ekspektasi Konsumen (IEK) Jawa Barat Grafik 1. 90 Perkiraan Indeks Tendensi Konsumen Jawa

Barat

Page 67: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT · iii Tabel 1.1 Struktur PDRB Provinsi Jawa Barat Berdasarkan Komponen Pengeluaran Atas Dasar Harga Berlaku (ADHB) 5 Tabel

EKONOMI

MAKRO REGIONAL

43

MEI 2017

demikian, pemerintah provinsi juga harus mengeluarkan belanja tambahan untuk THR pegawai-pegawai

yang dialihkan tersebut.

Pertumbuhan investasi juga diperkirakan

mengalami peningkatan pada triwulan II 2017

dibandingkan triwulan sebelumnya. Survei

Kegiatan Dunia Usaha (SKDU) menunjukkan

adanya peningkatan perkiraan kegiatan investasi

dunia usaha yakni dari dari 15,40% SBT pada

triwulan I 2017 menjadi 26,41% SBT pada triwulan

II 2017 (Grafik 1.85). Secara sektoral, peningkatan

terjadi pada seluruh sektor utama Jawa Barat.

Berdasarkan jenisnya, peningkatan investasi

bangunan diperkirakan menjadi faktor utama pendorong peningkatan laju investasi pada triwulan II 2017.

Hal ini terutama didorong oleh percepetan penyelesaian pembangunan sejumlah proyek infrastruktur

strategis di Jawa Barat, antara lain meliputi pembangunan jalan Tol Cisumdawu, Tol Soroja, Bandung Intra

Urban Toll Road, Tol Cimanggis-Cibitung, Bogor Ring Road, Tol Cikarang-Tj. Priok, Tol Cileunyi-Nagreg-

Tasikmalaya, LRT Terintegrasi Jabodebek serta Bandara Internasional Kertajati. Selain itu, kembali normalnya

operasionalisasi Jembatan Cisomang juga diperkirakan mendorong pelaku usaha untuk kembali

meningkatkan kegiatan investasinya, didukung proses logistik yang kembali lancar. Investasi non-bangunan

diperkirakan juga berpotensi kembali meningkat, khususnya untuk mendukung peningkatan kapasitas

produksi dalam memenuhi permintaan menjelang Ramadhan & Lebaran. Sebagaimana perkembangan

pada triwulan I 2017, investasi non bangunan di industri otomotif diperkirakan akan kembali meningkat,

khususnya mengingat strategi pelaku industri otomotif dalam mengeluarkan mobil tipe terbaru menjelang

Lebaran sehingga biasanya membutuhkan mesin dengan spesifikasi baru.

Pertumbuhan ekspor luar negeri juga diperkirakan kembali meningkat pada triwulan I 2017 setelah

menunjukkan perbaikan yang sangat positif selama beberapa triwulan terakhir. Pendorong utama

perkiraan peningkatan ekspor Jawa Barat terutama bersumber dari ASEAN dan Eropa. Prospek positif pada

ASEAN sama halnya dengan mayoritas negara berkembang lainnya, terutama didorong oleh kekuatan

konsumsi domestiknya yang masih solid. Kinerja Eropa pada triwulan I 2017 bahkan berada di atas prediksi

di awal tahun, di mana PMI Eropa pada bulan Maret 2017 bahkan mencatatkan level tertingginya sejak

April 2011. Prospek Eropa ke depan juga diperkirakan membaik seiring dengan terpilihnya Presiden baru

Perancis yang dipercaya mampu berpartisipasi mendorong perbaikan kinerja Eropa. Adapun perekonomian

Amerika Serikat yang menunjukkan sinyal terus membaik turut memberikan prospek positif pada kinerja

ekspor Jawa Barat, namun perlu diwaspadai masih adanya tendensi kebijakan proteksionis yang akan

diambil Presiden Amerika Serikat khususnya terhadap negara-negara yang menciptakan defisit neraca

perdagangan yang cukup besar bagi Amerika Serikat. Berlanjutnya prospek kenaikan harga komoditas

global juga memberikan dampak positif baik kepada harga jual produk ekspor Jawa Barat di pasar global

Sumber : Survei Kegiatan Dunia Usaha Bank Indonesia

Grafik 1. 91 Perkiraan Investasi Dunia Usaha

Page 68: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT · iii Tabel 1.1 Struktur PDRB Provinsi Jawa Barat Berdasarkan Komponen Pengeluaran Atas Dasar Harga Berlaku (ADHB) 5 Tabel

EKONOMI

MAKRO REGIONAL

44

MEI 2017

maupun peningkatan permintaan ekspor antara daerah dari wilayah-wilayah yang pendapatannya

meningkat karena perekonomiannya berbasis sumber daya alam/SDA (seperti Sumatera dan Kalimantan).

Sejalan dengan pertumbuhan ekspor, pertumbuhan impor juga diperkirakan meningkat

dibandingkan triwulan sebelumnya dengan persentase peningkatan yang lebih rendah dibanding

ekspor, sehingga memberikan ruang bagi peningkatan net ekspor luar negeri Jawa Barat . Impor

barang konsumsi diperkirakan meningkat seiring dengan meningkatnya permintaan menjelang momen

Ramadhan dan Lebaran, khususnya untuk kelompok makanan & minuman, alat komunikasi, serta furniture.

Impor bahan baku juga diperkirakan meningkat setelah pada triwulan I 2017 mengalami perlambatan.

Peningkatan impor bahan baku diperkirakan untuk mendukung kegiatan produksi yang juga meningkat

menjelang Ramadhan dan Lebaran. Adapun impor barang modal juga diperkirakan meningkat terbatas,

khususnya untuk barang modal pendukung industri otomotif dalam rangka memproduksi jenis/tipe mobil

terbaru.

Perkiraan Pertumbuhan Ekonomi Triwulan II 2017 - Sisi Lapangan Usaha

Laju pertumbuhan Lapangan Usaha Industri Pengolahan diperkirakan meningkat dibanding triwulan

sebelumnya. Hal ini terindikasi dari peningkatan indeks prakiraan kegiatan usaha SKDU untuk Lapangan

Usaha Industri Pengolahan yang meningkat dari 9,75 menjadi 17,22 SBT. Selain itu meningkatnya

keyakinan konsumen atas kondisi ekonomi ke depan yang terlihat dari meningkatnya IEK pada triwulan I

2017 juga menjadi demand pull factor bagi kinerja industri pengolahan khususnya menyambut momen

Ramadhan dan Lebaran. Peningkatan ekspor khususnya ekspor otomotif yang sangat signifikan diindikasi

masih akan berlanjut di triwulan II 2017 karena peningkatan ini diindikasi didorong oleh membaiknya

permintaan global yang terlihat dari meningkatnya purchasing index negara-negara mitra dagang Jawa

Barat. Purchasing Manager Index (PMI) Eropa mencatatkan level tertingginya sejak April 2011. Prospek

Eropa ke depan juga diperkirakan membaik seiring dengan terpilihnya Presiden baru Perancis yang

dipercaya mampu berpartisipasi mendorong perbaikan kinerja Eropa. Namun demikian PMI beberapa mitra

dagang lainnya khususnya Amerika justru mengalami penurunan. Sudah beroperasinya Jembatan

Cisomang untuk kendaraan golongan II ke atas juga memperlancar arus barang baik bahan baku maupun

distribusi produk. Namun demikian risiko kemampuan bayar (repayment capacity) industri pengolahan yang

cukup tinggi dibandingkan lapangan usaha utama lainnya perlu diwaspadai.

Laju pertumbuhan Lapangan Usaha Perdagangan Besar-Eceran & Reparasi Kendaraan diperkirakan

meningkat dibanding triwulan sebelumnya sesuai pola historis Ramadhan dan Lebaran. Keyakinan

konsumen Jawa Barat yang tercermin dari indeks keyakinan konsumen mengalami peningkatan pada

triwulan II 2017 dibandingkan triwulan I 2017. Indeks Kondisi Ekonomi saat ini (IKE) pada triwulan I 2017

menunjukkan peningkatan, khususnya untuk komponen penyusunannya yakni durable goods. Peningkatan

indeks ini mengindikasikan peningkatan konsumsi masyarakat atas durable goods yang merupakan salah

satu sub Lapangan Usaha Perdagangan Besar. Indeks Tendeksi Konsumen (ITK) yang dirilis BPS

menunjukkan peningkatan prakiraan pada triwulan II 2017 dari 104,5 menjadi 116,5. Selain itu, Indeks

Penjuaal Riil (IPR) tumbuh meningkat dari 2,59% menjadi 3,67% pada awal triwulan II 2017. Berdasarkan

Page 69: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT · iii Tabel 1.1 Struktur PDRB Provinsi Jawa Barat Berdasarkan Komponen Pengeluaran Atas Dasar Harga Berlaku (ADHB) 5 Tabel

EKONOMI

MAKRO REGIONAL

45

MEI 2017

kelompok barangnya, peningkatan terutama pada kelompok makanan minuman, tembakau dan bahan

bakar. Dari hasil Survei Kegiatan Dunia Usaha (SKDU), terindikasi adanya peningkatan indeks prakiraan

kegiatan usaha SKDU untuk Lapangan Usaha Perdagangan yang meningkat dari 8,41 menjadi 11,28 SBT.

Sementara itu dari segi risiko, dampak kenaikan tarif-tarif yang diatur pemerintah di awal tahun telah mulai

dapat disesuaikan oleh masyarakat sehingga dampaknya terhadap pengurangan daya beli masyarakat telah

dapat diminimalisir.

Sementara itu, kinerja lapangan usaha pertanian pada triwulan II 2017 diperkirakan melambat

dibandingkan triwulan sebelumnya seiring kembali masuknya masa tanam. Hal ini tercermin dari

penurunan indeks prakiraan kegiatan usaha SKDU untuk lapangan usaha pertanian yang menurun dari

6,48 menjadi 5,28 SBT. Pergeseran masa tanam sejak akhir tahun 2015 menyebabkan masa panen raya

telah terjadi pada triwulan I 2017 sehingga pada triwulan II panen raya telah berakhir. Pola seasonal ini

menyebabkan menurunnya produksi pertanian khususnya beras pada triwulan II 2017 dibandingkan

dengan triwulan I 2017. Beberapa produksi pertanian hingga April 2017 mengindikasikan penurunan

contohnya produksi beras di Priangan Timur yang sudah berlangsung secara kontinyu setiap bulan tetapi

pada bulan Mei 2017 ini, produksi beras lebih rendah dibandingkan triwulan I dan April karena telah

berakhirnya puncak panen sehingga secara keseluruhan Lapangan Usaha Pertanian menurun.

Pertumbuhan Lapangan Usaha Konstruksi diperkirakan mengalami peningkatan dibanding triwulan

sebelumnya, sejalan dengan mulai berlangsungnya proyek-proyek pemerintah seiring dengan upaya

percepatan realisasai anggaran. Peningkatan indeks prakiraan kegiatan usaha SKDU untuk Lapangan

Usaha Perdagangan yang meningkat dari 0,88 menjadi 2,34 SBT. Hal ini juga diperkuat dengan data

penjualan semen di Jawa Barat yang hingga awal triwulan II 2017 terus tumbuh meningkat, yakni dari -

0,4% (yoy) pada triwulan I 2017 menjadi 9,2% (yoy) pada April 2017. Beberapa proyek infrastruktur

pemerintah diperkirakan menjadi pendorong kenaikan kinerja Lapangan Usaha Konstruksi antara lain:

Dimulainya konstruksi jalur kereta api cepat Jakarta-Bandung pada awal tahun 2017 serta dampaknya

berupa pembangunan beberapa pabrik precast beton di sepanjang jalur kereta yang dibangun

Mulai dilakukan pembangunan jalan dan jembatan akses menuju Geopark Cileteuh dengan dana total

sebesar Rp 200 miliar hingga akhir tahun 2017

Pembangunan jalan tol Bogor-Ciawi-Sukabumi (Bocimi) dan dimulainya proyek Tol Bandung Intra

Urban Tol Road (BIUTR)

Pembangunan jembatan layang yang menghubungkan Tegal Danas dengan Tegal Gede di Cikarang

Selatan

Page 70: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT · iii Tabel 1.1 Struktur PDRB Provinsi Jawa Barat Berdasarkan Komponen Pengeluaran Atas Dasar Harga Berlaku (ADHB) 5 Tabel

EKONOMI

MAKRO REGIONAL

46

MEI 2017

Melambatnya perekonomian global yang diiringi dengan penurunan harga komoditas khususnya

sepanjang tahun 2014 hingga 2016 turut berdampak kepada penurunan kinerja ekonomi nasional serta

Jawa Barat. Walaupun pada tahun 2016 Jawa Barat sudah mulai menunjukkan recovery dengan tumbuh

sebesar 5,67% (yoy), namun tingkat pertumbuhan tersebut masih di bawah rata-rata pertumbuhan

sebelum terjadinya deselerasi yakni pada tahun 2010-2013 sebesar 6,50% (yoy). Membaiknya

perekonomian Jawa Barat di tahun 2016 antara lain didorong oleh faktor insidentil yakni

diselenggarakannya PON dan Peparnas di Jawa Barat.

Pada tahun 2016, sebesar 66,53% perekonomian Jawa Barat ditopang oleh 3 (tiga) sektor ekonomi

utama, yakni industri pengolahan (pangsa 42,49%), perdagangan besar & eceran (pangsa 15,15%), serta

pertanian, kehutanan & perikanan (pangsa 8,90%). Secara sederhana, dapat dikatakan bahwa struktur

perekonomian Jawa Barat cukup terkonsentrasi pada ketiga sektor ekonomi tersebut. Namun demikian,

khususnya pertumbuhan sektor industri pengolahan dan perdagangan terpantau relatif melambat dan

stagnan selama beberapa tahun terakhir. Pertumbuhan industri pengolahan pada tahun 2016 sebesar

4,77% lebih rendah dibanding rata-rata pertumbuhan 5 (lima) tahun terakhir sebesar 5,39%. Demikian

juga halnya dengan pertumbuhan perdagangan pada tahun 2016 sebesar 4,44% yang juga lebih rendah

dibanding rata-rata 5 (lima) tahun terakhir sebesar 6,44%. Hal ini mengindikasikan bahwa perbaikan

ekonomi Jawa Barat pada tahun 2016 turut ditopang oleh sektor-sektor lainnya di luar sektor ekonomi

utama.

Untuk mendorong akselerasi pada pertumbuhan ekonomi, diversifikasi sumber pertumbuhan ekonomi

menjadi salah satu agenda penting untuk dilaksanakan. Di tengah berbagai tantangan baik dari sisi global

maupun domestik, perekonomian Jawa Barat sebaiknya tidak lagi bergantung pada beberapa sektor

ekonomi tertentu saja. Sama halnya

dengan portfolio investasi, diversifikasi

pada sumber-sumber pendapatan dan

pertumbuhan membangun

perekonomian yang semakin resilien

terhadap shock serta meng-cover sektor-

sektor utama yang sudah mulai tumbuh

stagnan. Penghitungan tingkat

kosentrasi ekonomi di Jawa Barat

menggunakan Hirschman-Herfindahl Index (HHI2) menunjukkan bahwa perekonomian Jawa Barat lebih

2 Indeks yang digunakan untuk mengukur konsentrasi pasar berdasarkan pangsa setiap pemain di dalam pasar.

Dalam hal ini, HHI digunakan untuk mengukur konsentrasi sektor ekonomi berdasarkan pangsa masing-masing

sektor terhadap total Produk Domestik Regional Bruto (PDRB). HHI di atas 2.500 dikategorikan sangat terkosentrasi.

0

500

1000

1500

2000

2500

3000

IND

ON

ES

IA

JAT

EN

G

DIY

JAT

IM

BA

NT

EN

DK

I

JAW

A

JAB

AR

HHI (Hirschman-Herfindahl Index)

BOKS 1

DIVERSIFIKASI SUMBER PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA BARAT

Page 71: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT · iii Tabel 1.1 Struktur PDRB Provinsi Jawa Barat Berdasarkan Komponen Pengeluaran Atas Dasar Harga Berlaku (ADHB) 5 Tabel

EKONOMI

MAKRO REGIONAL

47

MEI 2017

terkonsentrasi jika dibandingkan dengan

nasional maupun provinsi lainnya di

Jawa (Grafik 1). Namun index HHI Jawa

Barat

terkons Jika dianalisa lebih mendalam, tingginya konsentrasi ini disebabkan oleh pangsa sektor

industri pengolahan yang cukup tinggi. Namun secara spesifik, konsentrasi di sektor industri pengolahan

cukup rendah dengan nilai index HHI sebesar 1.376 yang mencerminkan sebaran pangsa di subsektor

industri pengolahan lebih merata.

nilai index HHI di atas 2.500 terdiri dari Kab. Bekasi, Kab. Karawang, Kab. Purwakarta, Kab. Bogor, Kab.

Bandung, Kab. Cimahi, dan Kab. Indramayu (Grafik 2). Jika ditelusuri, Kab/Kota tersebut merupakan

wilayah yang perekonomiannya sangat terkonsentrasi pada sektor industri pengolahan dengan rata-rata

pangsa mencapai 58,63% (khususnya Kab. Bekasi dan Kab. Karawang masing-masing mencapai 78,36%

dan 71,39%).

Grafik Perbandingan Konsentrasi Sektor Ekonomi Antar Kab/Kota di Jawa Barat

Secara umum, kab/kota dengan tingkat

konsentrasi ekonomi yang lebih rendah

dan moderat (di bawah 2.500) memiliki

fluktuasi pertumbuhan ekonomi yang

lebih rendah atau stabil sebagaimana

terlihat pada kotak yang diarsir (Grafik

3). Namun demikian, terdapat anomali

pada beberapa daerah di mana tingkat

konsentrasi ekonomi yang relatif

moderat disertai dengan volatilitas

pertumbuhan ekonomi yang juga tinggi, yakni di Kota Depok, Kota Cirebon, dan Kota Sukabumi.

0

1000

2000

3000

4000

5000

6000

Kab

. B

ekasi

Kab

. K

ara

wan

g

Kab

. P

urw

akart

a

Kab

. B

og

or

Kab

. B

an

du

ng

Ko

ta C

imah

i

Kab

. In

dra

mayu

Kab

. Tasi

km

ala

ya

Kab

. G

aru

t

Kab

. B

an

du

ng

Bara

t

Ko

ta B

ekasi

Ko

ta S

ukab

um

i

Ko

ta D

ep

ok

Kab

. C

ian

jur

Ko

ta C

ireb

on

Kab

. P

an

gan

dara

n

Ko

ta B

an

du

ng

Kab

. M

aja

len

gka

Kab

. Su

ban

g

Kab

. C

iam

is

Kab

. Su

kab

um

i

Ko

ta B

an

jar

Kab

. K

un

ing

an

Kab

. Su

med

an

g

Ko

ta T

asi

km

ala

ya

Kab

. C

ireb

on

Ko

ta B

og

or

HHI (Hirschman-Herfindahl Index)

Grafik Perbandingan Konsentrasi Sektor Ekonomi

Antar Daerah

Grafik Perbandingan Konsentrasi Ekonomi Dengan Fluktuasi

Pertumbuhan Ekonomi

y = -5E-05x + 0.6606R² = 0.0251

0.0

0.2

0.4

0.6

0.8

1.0

1.2

1.4

1.6

1.8

2.0

0 1000 2000 3000 4000 5000 6000 7000

Standar Deviasi Pertumbuhan Ekonomi

HHI

Kota Depok

Kota Cirebon

Kota Sukabumi

Page 72: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT · iii Tabel 1.1 Struktur PDRB Provinsi Jawa Barat Berdasarkan Komponen Pengeluaran Atas Dasar Harga Berlaku (ADHB) 5 Tabel

EKONOMI

MAKRO REGIONAL

48

MEI 2017

Berbeda dengan struktur PDRB sektoral, sebaran pangsa produk ekspor Jawa Barat lebih merata atau

tidak terlalu terkonsentrasi pada jenis produk tertentu. Hal ini tercermin dari index HHI produk ekspor

Jawa Barat sebesar 661 (lebih rendah dibanding HHI PDRB sektoral sebesar 2.256) dan merupakan yang

terendah jika dibandingkan provinsi lainnya di Pulau Jawa (Grafik 4). Jika dilakukan perbandingan antar

provinsi, ditemukan bahwa provinsi dengan konsentrasi produk ekspor lebih rendah cenderung memiliki

fluktuasi pertumbuhan ekspor yang juga lebih rendah (Grafik 5). Dengan demikian, berdasarkan plotting

sederhana ini dapat diindikasikan bahwa diversifikasi jenis produk ekspor mendorong terciptanya

pertumbuhan ekspor yang lebih stabil di suatu provinsi.

Grafik Perbandingan Konsentrasi Produk Ekspor

Antar Daerah

Grafik Perbandingan Konsentrasi Ekonomi Dengan

Fluktuasi Pertumbuhan Ekonomi

Untuk mengetahui tahapan atau stages pertumbuhan ekonomi yang sudah dicapai oleh masing-masing

kabupaten/kota di Jawa Barat, dilakukan pemetaan berdasarkan Tipologi Klassen3. Dengan mengadaptasi

proses pengukuran dari Tipologi Klassen, economic stages dibagi ke dalam empat kategori tahapan, yakni

: (1) factor driven, di mana perekonomian setempat masih relatif underdeveloped dan cenderung

bergantung kepada sumber daya alam; (2) factor to efficiency, di mana perekonomian setempat sudah

mulai berkembang dari basis sumber daya alam ke sektor yang lebih efisien dicerminkan dengan tingkat

pertumbuhan di atas rata-rata, namun pendapatan per kapita rendah; (3) efficiency driven, di mana

perekonomian setempat sudah sepenuhnya bergantung kepada sektor yang efisien atau bernilai tambah

lebih tinggi tercermin dari pendapatan per kapita di atas rata-rata, namun dengan tingkat pertumbuhan

yang sudah mulai stagnan; dan terakhir tahap (4) efficiency to innovation, di mana perekonomian

setempat bahkan sudah beranjak dari sektor yang bersifat teknikal efisien ke berbasis jasa yang

berlandaskan inovasi, sehingga baik pendapatan per kapita maupun tingkat pertumbuhannya berada di

atas rata-rata.

3 Tipologi Klassen merupakan salah satu alat analisis ekonomi regional yang dapat digunakan untuk mengetahui

klasifikasi stages suatu wilayah. Perhitungan dalam rangka pengelompokan tipologi klassen dapat menggunakan

perbandingan berbagai variabel seperti tingkat pertumbuhan, kontribusi, maupun pendapatan per kapita.

0200400600800

10001200140016001800

IND

ON

ES

IA

JAW

A

DK

I

JAB

AR

JAT

EN

G

DIY

JAT

IM

BA

NT

EN

HHI (Hirschman-Herfindahl Index)

0

20

40

60

80

100

120

140

160

0 2000 4000 6000 8000 10000

Standar Deviasi Pertumbuhan

Ekspor

HHI

Sulawesi

Utara

Sulawesi

Tenggar

a

AcehJawa

Tengah

Jawa

Bara

t

Page 73: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT · iii Tabel 1.1 Struktur PDRB Provinsi Jawa Barat Berdasarkan Komponen Pengeluaran Atas Dasar Harga Berlaku (ADHB) 5 Tabel

EKONOMI

MAKRO REGIONAL

49

MEI 2017

Grafik Pemetaan Economic Stages Kab/Kota di Jawa Barat Berdasarkan Tipologi Klassen

Berdasarkan pemetaan tipologi klassen di Jawa Barat, diketahui bahwa mayoritas kab/kota di Jawa Barat

yakni mencapai 14 kab/kota masih berada di stage 1 yakni perekonomian yang bersifat factor driven

(Grafik 6). Sesuai dengan klasifikasinya, tercermin bahwa kab/kota yang tergolong ke dalam stage ini

perekonomiannya mayoritas masih bergantung kepada sektor primer dengan rata-rata pangsa sektor

pertanian sebesar 22,5% (terbesar di Kab. Garut dan Kab. Tasikmalaya dengan pangsa masing-masing

sebesar 38,92% dan 38,34%). Selanjutnya, 6 (enam) kab/kota termasuk ke dalam klasifikasi stage 2

(factor to efficiency driven) di mana sektor yang mulai mendominasi antara lain adalah perdagangan dan

konstruksi. Terdapat 4 (empat) kab/kota yang tergolong ke dalam stage 3 (efficiency driven) di mana

pangsa yang mulai mendominasi adalah sektor industri pengolahan. Terakhir, hanya terdapat 3 kab/kota

yang tergolong ke dalam stage paling maju atau bersifat efficiency to innovation, di mana karakteristik

perekonomiannya selain ditopang terutama oleh industri pengolahan, juga mengalami peningkatan

pangsa sektor-sektor tersier atau jasa dibandingkan stage sebelumnya. Dari aspek kesejahteraan, terlihat

bahwa semakin tinggi economic stage suatu daerah umumnya diikuti dengan pendapatan per kapita

serta pertumbuhan ekonomi yang semakin tinggi serta tingkat kemiskinan yang semakin rendah (Gambar

1). Adapun yang menjadi tugas Pemerintah Daerah adalah mendorong agar daerah-daerah yang masih

berdalam dalam kategori stage 1 (bergantung kepada sumber daya alam/factor driven) dapat didorong

agar mulai mengalihkan sumber-sumber pertumbuhan ekonominya ke sektor-sektor yang

berkarakteristik efisiensi serta inovasi (seperti industri pengolahan dan jasa-jasa) sehingga dapat beranjak

ke economic stage berikutnya.

0

1

2

3

4

5

6

7

8

9

0 10 20 30 40 50 60 70 80

1 3

Rerata Pendapatan/kapita

Rerata Pertumbuhan (%)42

EFFICIENCY TO

INNOVATION

EFFICIENCY

DRIVEN

FACTOR TO

EFFICIENCY

FACTOR DRIVEN

Page 74: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT · iii Tabel 1.1 Struktur PDRB Provinsi Jawa Barat Berdasarkan Komponen Pengeluaran Atas Dasar Harga Berlaku (ADHB) 5 Tabel

EKONOMI

MAKRO REGIONAL

50

MEI 2017

Gambar Pemetaan Economic Stages Kab/Kota di Jawa Barat Berdasarkan Tipologi Klassen

Selanjutnya, pemetaan stages dari sektor-sektor ekonomi di Jawa Barat dilakukan menggunakan alat

analisis Boston Consulting Group (BCG) Matrix4. Melalui matriks ini, dilakukan pemetaan dengan

membandingkan rata-rata pertumbuhan serta rata-rata pangsa masing-masing sektor ekonomi selama 5

tahun terakhir. Adapun klasifikasi sektor dengan mengadaptasi BCG matrix terdiri dari : (1) sektor

pendukung, dengan tingkat pertumbuhan serta pangsa di bawah rata-rata atau cenderung stagnan; (2)

sektor utama, dengan pangsa yang besar di atas rata-rata namun tingkat pertumbuhan relatif stagnan;

(3) sektor potensial, yakni sektor-sektor dengan tingkat pertumbuhan tinggi namun pangsa yang masih

relatif rendah; dan sektor high performer yakni (4) sektor inovasi, dengan tingkat pertumbuhan tinggi

serta pangsa besar di atas rata-rata. Dari ke-17 sektor ekonomi, sektor konstruksi merupakan satu-

satunya top performer yang tergolong ke dalam sektor inovasi, di mana pangsanya terus meningkat

seiring dengan pertumbuhan yang konsisten cukup tinggi selama beberapa tahun terakhir.

4 BCG Matrix dibangun oleh Bruce Henderson pada awal tahun 1970 yang bertujuan untuk mengklasifikasikan suatu

bisnis atau produk sebagai low atau high performer dengan membandingkan tingkat pertumbuhannya dan market

share. Dalam analisis ini, BCG Matrix digunakan untuk mengklasifikasikan performance sektor ekonomi Jawa Barat.

Page 75: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT · iii Tabel 1.1 Struktur PDRB Provinsi Jawa Barat Berdasarkan Komponen Pengeluaran Atas Dasar Harga Berlaku (ADHB) 5 Tabel

EKONOMI

MAKRO REGIONAL

51

MEI 2017

Sumber : Kalkulasi Staf BI, diadaptasi dari Boston Consulting Group Matrix, Bruce Henderson (1970)

Gambar Pemetaan Stages Sektor Ekonomi Jawa Barat

Adapun sektor-sektor yang perlu didorong dan berpotensi menjadi fokus pengembangan dalam

diversifikasi sumber pertumbuhan ekonomi baru di Jawa barat adalah sektor-sektor yang berada dalam

kelompok sektor potensial. Sektor-sektor ini menunjukkan pertumbuhan yang cukup tinggi di atas rata-

rata selama beberapa tahun terakhir, namun pangsanya masih relatif kecil sehingga andilnya terhadap

pertumbuhan ekonomi Jawa Barat juga masih terbatas. Adapun sektor-sektor potensial ini umumnya

berbasis jasa. Secara spesifik, sektor yang dapat difokuskan pengembangannya oleh Pemerintah adalah

jasa pariwisata yang dalam hal ini terkait dengan sektor penyediaan akomodasi & makanan minuman,

mengingat sektor ini menyerap banyak tenaga kerja serta multiplier dengan sektor-sektor terkait lainnya.

Berdasarkan sebaran spasialnya, mayoritas sektor-sektor potensial ini umumnya tersebar di Kab/Kota

dengan pangsa besar di Jawa Barat (Kota Bandung, Kab. Bogor, Kab. Bekasi, Kota Bekasi, Kota Bogor,

dan Kab. Karawang) (Tabel 1). Adapun daerah-daerah ini mayoritas tersebar di wilayah Jawa Barat bagian

utara. Hal ini juga perlu menjadi perhatian Pemerintah bahwa dalam usahanya mendorong sektor-sektor

potensial ini ke depannya, perlu diwaspadai risiko meningkatnya ketimpangan antara Jawa Barat bagian

utara dan selatan mengingat mayoritas sektor-sektor ini terutama tersebar di bagian utara.

Page 76: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT · iii Tabel 1.1 Struktur PDRB Provinsi Jawa Barat Berdasarkan Komponen Pengeluaran Atas Dasar Harga Berlaku (ADHB) 5 Tabel

EKONOMI

MAKRO REGIONAL

52

MEI 2017

Tabel Sebaran Wilayah Penyumbang Terbesar PDRB Sektor-Sektor Potensial

Keterangan : Kab/Kota di atas menyumbang 60% terhadap PDRB masing-masing sektor

Berdasarkan informasi dari Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (BAPPEDA) Provinsi Jawa Barat,

arah kebijakan pemerintah masih fokus kepada sektor-sektor utama di Jawa Barat, seperti sektor

Pertanian dan sektor Industri. Untuk sektor pertanian arah kebijakan pemerintah adalah:

1. Produk pangan harus jadi perhatian dan komitmen karena jumlah penduduk besar yang berimplikasi

terhadap ketersediaan pangan yang harus memadai;

2. Berdasarkan hasil kajian Tabel Input Output Jabar, sektor pertanian memiliki nilai backward linkage

yang besar namun relative kecil untuk angka forward linkage. Artinya,potensi pertanian Jabar perlu

didorong untuk industrialisasi (agroindustri);

3. Penekanan pembangunan sektor pertanian seyogianya tidak hanya di aspek produksi, tetapi

pengolahan dan pemasaran. Selain itu juga harus dibangun institusi pasar sebagai option market

yang akan meningkatkan pendapatan petani dan menjamin redistribusi pendapatan antara

pedagang dengan petani yang lebih adil.

Sedangkan untuk sektor industri, pemerintah fokus terhadap peningkatan daya saing industri dengan

memberikan insentif insentif bagi industri yang menggunakan komponen lokal relatif tinggi (diatas 60%).

Dari sisi penanaman modal, pemerintah Provinsi Jawa Barat mengarahkan agar pelaksanaannya lebih

kepada sektor prioritas.

Jika dilihat dari arah kebijakan di atas, pemerintah Provinsi Jawa Barat belum mengarahkan fokusnya

kepada sektor potensial yaitu sektor pariwisata. Seperti penjelasan di atas, sektor pariwisata memiliki

potensi yang cukup besar untuk dapat dikembangkan di Jawa Barat, antara lain:

1. Pasar yang menjanjikan, dimana Jawa Barat merupakan daerah dengan jumlah penduduk dan

jumlah wisatawan domestic terbanyak di Indonesia;

2. Transportasi yang memadai, Jawa Barat memiliki Bandara Internasional, Jalan Tol terpanjang se-

Indonesia dan aksesibilitas pendukung lainnya;

3. Menggabungkan Bisnis dan Wisata, Jawa Barat memiliki 2.687 restoran, 561 objek dan daya Tarik

wisata, 391 jenis kesenian, 1.739 benda cagar budaya;

Informasi dan

KomunikasiReal Estate

Penyediaan

Akomodasi &

Mamin

Transportasi dan

Pergudangan

Jasa Keuangan &

Usaha

Jasa Lainnya

(Kesehatan,

Pendidikan,

Sosial)

Kota Bandung Kota Bandung Kota Bandung Kota Bandung Kota Bandung Kota Bandung

Kab. Bogor Kab. Bogor Kab. Bogor Kota Bekasi Kota Bogor Kab. Bogor

Kab. Bekasi Kota Bekasi Kota Bekasi Kab. Bogor Kab. Bekasi Kab. Bandung

Kota Bogor Kab. Bekasi Kab. Bandung Kota Bogor Kota Bekasi Kota Bekasi

Kab. Karawang Kab. Bandung Kab. Cianjur Kab. Bandung Kota Depok Kab. Bekasi

Kota Bekasi Kab. Cirebon Kota Depok Kab. Sukabumi Kota Cirebon Kab. Cirebon

Kota Depok Kab. Bdg Barat Kab. Karawang Kab. Karawang Kota Depok

Kota Bogor Kab. Karawang Kab. Ciamis Kota Tasikmalaya Kab. Garut

Kab. Ciamis Kota Bogor Kab. Cianjur Kab. Cirebon Kab. Sukabumi

Kab. Garut Kab. Cirebon Kab. Purwakarta Kab. Karawang

Kab. Bekasi Kab. Garut Kab. Cianjur

Kab. Kuningan

Page 77: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT · iii Tabel 1.1 Struktur PDRB Provinsi Jawa Barat Berdasarkan Komponen Pengeluaran Atas Dasar Harga Berlaku (ADHB) 5 Tabel

EKONOMI

MAKRO REGIONAL

53

MEI 2017

4. Daerah tujuan investasi di Indonesia, penyerapan tenaga kerja dari realisasi investasi di Jawa Barat

merupakan yang paling banyak di Indonesia;

5. Smart Region Maturity, Jawa Barat merupakan daerah terbaik dalam menghadapi era pemerintahan

berbasis teknologi informasi dan komunikasi di Indonesia;

6. Beragam tempat kegiatan, Jawa Barat memiliki hotel dan convention centre bertaraf nasional

maupun internasional;

7. Tenaga dan vendor profesional, Jawa Barat memiliki vendor exhibition, event organizer, tour and

travel dan tenaga pendukung yang melimpah;

8. Pelaku sejarah hosting nasional dan internasional, Jawa Barat merupakan daerah yang telah

menjadi penyelenggara Konferensi/Event/Exhibisi tingkat Internasional.

Berdasarkan potensi di atas, diharapkan kebijakan pemerintah Provinsi Jawa Barat tidak hanya fokus

kepada sektor-sektor utama namun juga sektor-sektor potensial yang jika dikembangkan akan

meningkatkan perekonomian Jawa Barat.

Page 78: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT · iii Tabel 1.1 Struktur PDRB Provinsi Jawa Barat Berdasarkan Komponen Pengeluaran Atas Dasar Harga Berlaku (ADHB) 5 Tabel
Page 79: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT · iii Tabel 1.1 Struktur PDRB Provinsi Jawa Barat Berdasarkan Komponen Pengeluaran Atas Dasar Harga Berlaku (ADHB) 5 Tabel

MEI 2017

KEUANGAN PEMERINTAH

54

BAB II BAB II

Page 80: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT · iii Tabel 1.1 Struktur PDRB Provinsi Jawa Barat Berdasarkan Komponen Pengeluaran Atas Dasar Harga Berlaku (ADHB) 5 Tabel

MEI 2017

KEUANGAN PEMERINTAH

55

2.1. Gambaran Umum

Total anggaran belanja fiskal Jawa Barat untuk tahun 2017 mencapai Rp171,94 Triliun, meliputi belanja

APBD Provinsi Jawa Barat sebesar Rp32,43 Triliun (pangsa 20,96%), belanja APBD kabupaten/kota di Jawa

Barat1 sebesar Rp83,92 Triliun (pangsa 54,25%) dan belanja APBN sebesar Rp38,35 Triliun (pangsa

24,79%). Dibandingkan tahun 2016, terjadi peningkatan belanja fiskal Jawa Barat sebesar 0,73% (yoy), di

mana peningkatan terbesar terjadi pada belanja Provinsi yakni sebesar 9,95% (yoy) dan APBN sebesar

0,43% (yoy). Di sisi lain, total belanja fiskal kabupaten/kota pada tahun 2017 justru mengalami penurunan

dengan tumbuh sebesar -2,31% (yoy). Secara spasial, anggaran belanja APBD kabupaten/kota tertinggi

dimiliki oleh Kota Bandung yang mencapai Rp7,36 Triliun (pangsa 8,1%) dan terendah adalah Kota Banjar

sebesar Rp711,16 Miliar (pangsa 0,85%).

Pada triwulan I 2017, realisasi belanja untuk anggaran belanja Pemerintah Provinsi dan Kab/Kota yang

tercermin melalui persentase realisasi belanja terhadap pagu mengalami penurunan dibanding triwulan I

2016, sedangkan belanja APBN mengalami peningkatan. Persentase realisasi anggaran belanja APBD

Provinsi Jawa Barat pada triwulan I 2017 sebesar 8,27% (triwulan I 2016 sebesar 12,59%) (Tabel 2.1),

APBD gabungan 24 kab/kota sebesar 7,85% (triwulan I 2016 sebesar 10,15%). Di sisi lain, persentase

realisasi APBN sebesar 14,48% (triwulan I 2016 sebesar 14,13%). Sejalan dengan hal tersebut, realisasi

gabungan belanja fiskal di Jawa Barat pada triwulan I 2017 yang mencapai Rp14,22 Triliun juga mengalami

kontraksi pertumbuhan sebesar -15,81% (yoy).

Kontraksi pertumbuhan belanja ini khususnya terjadi pada APBD Provinsi yang tumbuh -25,38% (yoy) dan

APBD Kab/Kota yang tumbuh -24,71% (yoy). Secara spasial, persentase realisasi belanja terhadap pagu

tertinggi terjadi di Kota Cimahi (19,90% dari pagu) dan terendah di Kab. Bandung Barat (1,54% dari pagu).

Sementara itu, pertumbuhan belanja tertinggi pada triwulan I 2017 dialami oleh Kota Depok (55,87%, yoy)

dan terendah di Kab. Bandung Barat (-83,38%, yoy). Adapun realisasi APBN di Jawa Barat masih mengalami

ekspansi dengan tumbuh sebesar 3,84% (yoy).

Dari sisi pendapatan, realisasi penerimaan APBD Provinsi Jawa Barat pada triwulan I 2017 sebesar Rp7,08

Triliun atau 23,19% dari target. Persentase realisasi ini lebih tinggi dibandingkan triwulan I 2016 sebesar

15,28% dari target. Tingginya realisasi pendapatan pada APBD Provinsi ini terutama didorong oleh transfer

dana perimbangan yang mencapai 25,57% dari target (triwulan I 2016 sebesar 6,51% dari target).

Tingginya realisasi transfer dana perimbangan ini secara khusus didorong oleh pencairan Dana Alokasi

Khusus (DAK) Fisik periode triwulan I 2017 dari Kementerian Keuangan. Selain itu, melalui DAK juga telah

dilakukan pencairan sebagian dana desa tahap pertama.

1 Data APBD Kab/Kota mencakup 27 kab/kota yang ada di Jawa Barat, di mana data diambil dari situs Tim Evaluasi dan Pengawasan

Realisasi Anggaran (TEPRA) : monev.lkpp.go.id

Page 81: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT · iii Tabel 1.1 Struktur PDRB Provinsi Jawa Barat Berdasarkan Komponen Pengeluaran Atas Dasar Harga Berlaku (ADHB) 5 Tabel

MEI 2017

KEUANGAN PEMERINTAH

56

Tabel 2.1. Ringkasan Realisasi APDB Provinsi Jawa Barat Triwulan I 2017

Sumber : Biro Keuangan Provinsi Jawa Barat, diolah

2.2. APBD Provinsi Jawa Barat

Dukungan fiskal Provinsi Jawa Barat untuk tahun 2017 (APBD) mencapai Rp30,54 Triliun untuk anggaran

pendapatan dan Rp32,43 Triliun untuk anggaran belanja dan transfer (Grafik 2.1). Anggaran pendapatan

meningkat 15,29% (yoy) dibanding tahun 2016 sebesar Rp26,49 Triliun. Peningkatan target ini seiring

dengan berlanjutnya prospek perbaikan ekonomi di tahun 2017 serta kenaikan sejumlah tarif maupun

pajak yang menjadi sumber pendapatan daerah (contoh : biaya STNK, harga BBM, dll). Di sisi lain, anggaran

belanja tahun 2017 meningkat sebesar 9,95% (yoy) dibanding tahun 2016 sebesar Rp29,49 Triliun.

Peningkatan pada anggaran belanja ini terutama didorong oleh peningkatan yang signifikan pada pos

belanja pegawai (140,1%, yoy) sehubungan dengan mulai diterapkannya UU No. 23 Tahun 2014 tentang

Pemerintah Daerah yang berimplikasi pada beralihnya beberapa kewenangan kota-kabupaten ke provinsi,

provinsi ke nasional, maupun sebaliknya. Beberapa kewenangan yang beralih dari sebelumnya di

kota/kabupaten ke provinsi adalah pendidikan menengah, ketenagakerjaan, ESDM, perhubungan dan

kehutanan yang berdampak kepada dialihkannya PNS kota/kabupaten ke provinsi sebanyak 28 ribu orang,

dengan proporsi terbesar adalah tenaga guru termasuk honorer. Sebaliknya, PNS provinsi yang dialihkan

ke kabupaten/kota maupun nasional hanya sebesar 162 orang. Adapun pengalihan wewenang yang cukup

besar ke Pemerintah Provinsi tersebut tidak dibarengi dengan pengalihan/penambahan DAU/DAK. Hal ini

berdampak pada proporsi anggaran Pemerintah Provinsi di tahun 2017, di mana beberapa dinas/SKPD

mengalami pengurangan anggaran untuk mengkompensasi peningkatan biaya gaji di tahun 2017.

Secara ringkas, persentase realisasi baik pada anggaran belanja maupun pendapatan Pemerintah Provinsi

pada triwulan I 2017 lebih rendah dibanding triwulan I 2016. Persentase realisasi belanja pada triwulan I

tahun 2017 sebesar 8,29% dari pagu, lebih rendah dari triwulan I 2016 sebesar 12,59%. Sebaliknya,

realisasi pendapatan menunjukkan pencapaian yang jauh lebih baik, yakni mencapai 23,19% dari target

pada triwulan I 2017, lebih tinggi dibanding triwulan I 2016 sebesar 15,28%.

Jika ditinjau dari segi pertumbuhan tahunan, terjadi perlambatan khususnya pada sisi belanja Pemerintah

Provinsi (Grafik 2.2). Pertumbuhan belanja pada triwulan I 2017 sebesar -25,38% (yoy) lebih rendah jika

Realisasi

(Rp Miliar)

% Realisasi

thd APBD

Realisasi

(Rp Miliar)

% Realisasi

thd APBD

I Pendapatan 26.491 4.097 15,3 30.541 7.084 23,2

1 Pendapatan Asli Daerah 16.267 3.402 21,0 16.524 3.497 21,2

2 Dana Perimbangan 10.196 690 6,5 13.987 3.576 25,6

3 Lain-lain Pendapatan 29 5 15,8 30 11 37,0

II Belanja 29.493 3.601 12,6 32.429 2.687 8,3

1 Belanja Operasi 19.566 3.590 19,3 23.668 2.676 11,3

2 Belanja Modal 3.328 11 0,3 2.292 11 0,5

3 Belanja Tidak terduga 27 - - 61 - -

4 Belanja Transfer 6.572 - - 6.409 - -

Surplus/ (Defisit) (3.002) 495 2,7 (1.888) 4.396 14,9

S.d. Triwulan I 2017APBD 2016 P

(Rp Miliar)

S.d. Triwulan I 2016

No. UraianAPBD 2017

(Rp Miliar)

Page 82: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT · iii Tabel 1.1 Struktur PDRB Provinsi Jawa Barat Berdasarkan Komponen Pengeluaran Atas Dasar Harga Berlaku (ADHB) 5 Tabel

MEI 2017

KEUANGAN PEMERINTAH

57

dibandingkan dengan pertumbuhan pada triwulan I 2016 sebesar 86,13% (yoy). Secara spesifik, kontraksi

pada pertumbuhan belanja Pemerintah Provinsi terjadi pada pos belanja hibah yang tumbuh -55,32% (yoy)

dan belanja modal yang tumbuh -1,38% (yoy). Kontraksi pertumbuhan ini salah satunya disebabkan

karena pada tahun 2016 terdapat penyelenggaraan kegiatan PON dan Peparnas yang dalam rangka

persiapannya telah menyerap anggaran sejak triwulan I 2016.

Di sisi lain, pendapatan Pemerintah Provinsi pada triwulan I 2017 mengalami ekspansi dengan tumbuh

sebesar 72,92% (yoy), lebih tinggi jika dibandingkan dengan triwulan I 2016 yang tumbuh sebesar -

23,25% (yoy). Secara spesifik, peningkatan ini didorong oleh transfer dana perimbangan yakni pencairan

Dana Alokasi Khusus (DAK) fisik maupun pencairan sebagian dana desa tahap pertama.

Berdasarkan perkembangan-perkembangan di atas, pada triwulan I 2017 neraca APBD Provinsi Jawa Barat

meraih surplus anggaran sebesar Rp4,40 Triliun, lebih tinggi dibanding triwulan I 2016 yang mengalami

surplus anggaran sebesar Rp495 Miliar.

Sumber: Biro Keuangan Pemprov Jabar (diolah staf BI)

Sumber: Biro Keuangan Pemprov Jabar (diolah staf BI)

2.2.1. Anggaran Pendapatan Provinsi Jawa Barat

Pada tahun 2017, kenaikan anggaran pendapatan daerah Provinsi Jawa Barat terutama ditopang oleh

kenaikan pada anggaran transfer dana perimbangan yang naik cukup signifikan hingga 37,19% (yoy),

khususnya didorong oleh peningkatan pada pagu Dana Alokasi Umum (DAU) yang meningkat dari Rp1,02

Triliun pada tahun 2016 menjadi Rp2,99 Triliun pada tahun 2017 atau tumbuh 192,98% (yoy) (Tabel 2.2).

Peningkatan transfer DAU ke Pemerintah Provinsi ini antara lain merupakan implikasi dari pengalihan

urusan pendidikan SMA/SMK dan urusan lainnya dari Pemerintah Kab/Kota ke Provinsi. Sejalan dengan hal

tersebut, pagu Dana Alokasi Khusus (DAK) juga mengalami peningkatan sebesar 19,19% (yoy).

Peningkatan ini khususnya terjadi pada pagu DAK Non Fisik seiring dengan adanya penambahan jenis DAK

Non Fisik yakni : (1) dana pelayanan administrasi kependudukan dan (2) tunjangan khusus guru pegawai

negeri sipil daerah (PNSD) di desa sangat tertinggal. Anggaran pendapatan asli daerah (PAD) yang menjadi

penopang utama pendapatan daerah tumbuh terbatas yakni sebesar 1,58% (yoy) pada tahun 2017,

terutama didorong oleh peningkatan target pendapatan pajak daerah tahun 2017 sebesar 1,50% (yoy).

Grafik 2.1. Perkembangan APBD Provinsi Jawa Barat

Grafik 2.2. Perkembangan Pendapatan dan Belanja

Pemerintah Provinsi Jawa Barat

Page 83: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT · iii Tabel 1.1 Struktur PDRB Provinsi Jawa Barat Berdasarkan Komponen Pengeluaran Atas Dasar Harga Berlaku (ADHB) 5 Tabel

MEI 2017

KEUANGAN PEMERINTAH

58

Tabel 2.2. Anggaran Pendapatan Daerah Perubahan Provinsi Jawa Barat 2016 dan 2017

Sumber : Biro Keuangan Provinsi Jawa Barat (angka sementara), perhitungan staf BI

Rasio derajat otonomi fiskal (DOF) Provinsi Jawa Barat masih dalam kategori baik, tercermin dari 54,10%

anggaran pendapatan pada tahun 2017 bersumber dari Pendapatan Asli Daerah (PAD). Namun demikian,

DOF ini mengalami sedikit penurunan dibanding tahun 2016 sebesar 61,40% seiring dengan meningkatnya

pangsa dana perimbangan. Pajak daerah masih menjadi komponen terbesar PAD dengan pangsa mencapai

92,2%, relatif tidak berubah dibanding tahun 2016 (Grafik 2.3). Pertumbuhan target penerimaan pajak

daerah tahun 2017 sebesar 1,50% (yoy) lebih rendah dibanding pertumbuhan target penerimaan pajak

tahun 2016 sebesar 5,16% (yoy). Secara spesifik, penurunan pada tahun 2017 terjadi pada target Pajak

Bahan Bakar Kendaraan Bermotor/PBBKB yang terkontraksi sebesar -2,71% (yoy) serta target Bea Balik

Nama Kendaraan Bermotor/BBNKB yang terkontraksi sebesar -2,79% (yoy). Adanya penurunan pada target

BBNKB diperkirakan salah satunya sebagai dampak dari kenaikan biaya STNK. Sementara itu, penurunan

target PBBKB diperkirakan memperhitungkan kebijakan Pemerintah yang kembali tidak menaikkan harga

BBM subsidi khususnya sepanjang semester I 2017.

2.2.2. Realisasi Pendapatan Provinsi Jawa Barat Triwulan I 2017

Pada triwulan I 2017, realisasi pendapatan APBD Provinsi Jawa Barat sebesar Rp27,74 Triliun atau 104,73%

terhadap target, lebih tinggi dibanding tahun 2015 sebesar Rp24,20 Triliun atau 101,08% terhadap target

(Tabel 2.3). Adapun komponen pendapatan dengan persentase realisasi tertinggi pada tahun 2016 adalah

I PAD 16.267 16.524 1,58

a. Pajak Daerah 15.013 15.238 1,50

b. Retribusi Daerah 70 58 (16,73)

c. Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah 335 323 (3,35)

d. Lain-lain PAD 849 904 6,49

II Dana Perimbangan 10.196 13.987 37,19

a. Bagi Hasil Pajak 1.396 1.724 23,49

b. Dana Alokasi Umum 1.021 2.992 192,98

c. Dana Alokasi Khusus 7.779 9.271 19,19

III Lain-lain Pendapatan 29 30 3,57

a. Bantuan Keuangan (Hibah) 24 22 (6,24)

b. Lain-lain Penerimaan 0 0 0,00

c. Dana Penyesuaian dan Otsus 5 8 50,00

26.491 30.541 15,29Total Pendapatan

No. UraianAPBD 2017 (Rp

Miliar)

APBD 2016 P (Rp

Miliar)

% Perubahan

(yoy)

Grafik 2.3. Pangsa Komponen Pendapatan Asli Daerah Provinsi Jawa Barat

Page 84: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT · iii Tabel 1.1 Struktur PDRB Provinsi Jawa Barat Berdasarkan Komponen Pengeluaran Atas Dasar Harga Berlaku (ADHB) 5 Tabel

MEI 2017

KEUANGAN PEMERINTAH

59

Pendapatan Asli Daerah (105,08%), diikuti oleh dana perimbangan (104,19%). Ditinjau dari sisi

pertumbuhan tahunan, maka komponen yang mengalami pertumbuhan tertinggi adalah dana

perimbangan yang mencapai 323,74% (yoy). Sebagaimana telah disebutkan sebelumnya, peningkatan ini

disebabkan oleh adanya peralihan pos anggaran penerimaan Dana Bos dari semula melalui Dana

Penyesuaian & Otsus menjadi melalui Dana Alokasi Khusus.

Tabel 2.3. Realisasi Pendapatan Provinsi Jawa Barat Triwulan I 2017

Sumber : Biro Keuangan Provinsi Jawa Barat (angka sementara), diolah

Pendapatan Asli Daerah (PAD)

Pada triwulan I 2017, realisasi Pendapatan Asli

Daerah (PAD) Provinsi Jawa Barat mencapai Rp3,50

Triliun atau tumbuh sebesar 2,78% (yoy), meningkat

dibanding triwulan I 2016 yang tumbuh sebesar

0,69% (yoy). Peningkatan pertumbuhan terjadi

pada seluruh komponen PAD, kecuali retribusi

daerah. Adapun komponen pajak daerah sebagai

komponen dengan pangsa terbesar (92,2%)

tercatat tumbuh sebesar 1,43% (yoy) pada triwulan

I 2017. Penerimaan pajak daerah ini terutama bersumber dari Pajak Kendaraan Bermotor/PKB (48,5%), Bea

Balik Nama Kendaraan Bermotor/BBNKB (21,8%), dan Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor/ PBBKB

(12,0%) (Grafik 2.4). Tingginya pangsa penerimaan dari PKB tidak terlepas dari upaya pemerintah

meningkatkan partisipasi wajib pajak melalui pembebasan BBNKB dan denda BBNKB dari luar provinsi Jawa

Barat yang melakukan mutasi masuk ke Provinsi Jawa Barat pada semester II 2016 lalu.

Dana Perimbangan

Pada triwulan I 2017, realisasi transfer dana perimbangan mencapai Rp3,58 Triliun atau 25,57% terhadap

pagu anggaran, lebih tinggi dibanding triwulan I 2016 yang terealisasi sebesar Rp690 Miliar atau 6,51%

Realisasi

(Rp Miliar)

% Realisasi

thd APBD

Realisasi

(Rp Miliar)

% Realisasi

thd APBD

I PAD 16.267 3.402 21,03 16.524 3.497 21,16

a. Pajak Daerah 15.013 3.275 21,93 15.238 3.321 21,80

b. Retribusi Daerah 70 14 20,79 58 11 19,72

c. Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah 335 0 0,00 323 1 0,22

d. Lain-lain PAD 849 113 12,99 904 163 18,03

II Dana Perimbangan 10.196 690 6,51 13.987 3.576 25,57

a. Bagi Hasil Pajak 1.396 378 23,61 1.724 749 43,47

b. Dana Alokasi Umum 1.021 312 25,00 2.992 960 32,08

c. Dana Alokasi Khusus 7.779 0 0,00 9.271 1.867 20,14

III Lain-lain Pendapatan 29 5 15,76 30 11 37,04

a. Bantuan Keuangan (Hibah) 24 0 0,00 22 3 15,76

b. Lain-lain Penerimaan 0 0 0,00 0 0 0,00

c. Dana Penyesuaian dan Otsus 5 5 100,00 8 8 100,00

26.491 4.097 15,28 30.541 7.084 23,19Total Pendapatan

No. UraianAPBD 2017

(Rp Miliar)

S.d Tw I 2016APBD 2016 P

(Rp Miliar)

S.d Tw I 2017

Sumber: Biro Keuangan Pemprov Jabar (diolah staf BI)

Grafik 2.4. Pangsa Realisasi Pajak Daerah Tw I 2017

Page 85: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT · iii Tabel 1.1 Struktur PDRB Provinsi Jawa Barat Berdasarkan Komponen Pengeluaran Atas Dasar Harga Berlaku (ADHB) 5 Tabel

MEI 2017

KEUANGAN PEMERINTAH

60

terhadap pagu anggaran. Peningkatan ini terjadi pada ketiga komponen dana perimbangan. Dana Alokasi

Khusus (DAK) ke Jawa Barat pada triwulan I 2017 terealisasi sebesar Rp1,87 Triliun atau 20,14% terhadap

pagu anggaran, lebih tinggi dibanding triwulan I 2016 yang belum terealisasi sama sekali. Peningkatan DAK

ini terutama didorong oleh adanya tambahan dua pos anggaran pada DAK Non Fisik. Berdasarkan data

Dirjen Perimbangan Kementerian Keuangan RI, DAK triwulan I 2017 telah disalurkan pada Februari 2017

sebesar total Rp15,4 Triliun (secara nasional) atau 87,5% dari pagu anggaran triwulan I 2017. Selain itu,

pencairan dana desa tahap pertama yang secara nasional sebesar 36,7% dari pagu anggaran juga telah

disalurkan pada Maret 2017.

Adapun Dana Alokasi Umum (DAU) ke Jawa Barat pada triwulan I 2017 terealisasi sebesar Rp960 Miliar

atau 32,08% terhadap pagu, lebih tinggi dibanding triwulan I 2016 yang terealisasi sebesar Rp312 Miliar

atau 25% terhadap pagu. Peningkatan ini salah satunya merupakan kompensasi Pemerintah Pusat

terhadap meningkatnya beban belanja pegawai Pemerintah Provinsi pasca pengalihan sekitar 28.000 PNS

dari wewenang Pemerintah Kab/Kota.

Dilihat dari sumbernya, komponen Dana Alokasi Khusus (DAK) memberikan kontribusi terbesar yakni

mencapai 52,21%, disusul oleh Dana Alokasi Umum (26,84%) dan Dana Bagi Hasil (20,95%). Sebagian

dana dari DAK ini ditujukan bagi alokasi dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS). Dana Alokasi Umum

(DAU) sangat penting bagi daerah karena dana yang bersumber dari APBN ini merupakan bagian dari

perwujudan desentralisasi dan dialokasikan untuk pemerataan kemampuan keuangan antar daerah

(horizontal) dalam rangka mendanai kebutuhan daerah. Pengalokasian DAU tersebut didasarkan atas fiscal

gap2 dan alokasi dasar

3. Dana Bagi Hasil (DBH) ditujukan untuk mengatasi ketimpangan fiskal vertical

(antara pemerintah pusat dan daerah), dengan fokus alokasi kepada daerah penghasil. Dana Alokasi Khusus

(DAK) ditujukan untuk mengatasi ketimpangan penyediaan infrastruktur layanan publik (DAK fisik) serta

mendukung operasional penyelenggaraan layanan publik (DAK non fisik).

Lain-lain Pendapatan

Pada komponen lain-lain pendapatan, realisasi pada triwulan I 2017 sebesar Rp11 Miliar atau 37,04%

terhadap pagu anggaran. Realisasi ini meningkat dibanding triwulan I 2016 sebesar Rp5 Miliar atau 15,76%

terhadap pagu anggaran. Berdasarkan komponennya, realisasi ini terdiri dari bantuan keuangan (hibah)

sebesar Rp3 Miliar atau 15,76% terhadap pagu dan Dana Penyesuaian & Otsus sebesar Rp 8 Miliar atau

100% terhadap pagu.

2.2.3. Anggaran Belanja Provinsi Jawa Barat

Anggaran belanja Pemerintah Provinsi Jawa Barat terdiri dari anggaran belanja dan transfer pada APBD

2017 mencapai Rp32,43 Triliun atau meningkat sebesar 9,95% (yoy) dibanding tahun 2016 (Tabel 2.4).

2 Fiscal gap adalah kebutuhan fiskal (meliputi jumlah penduduk, luas wilayah, indeks kemahalan konstruksi, PDRB

per kapita, dan indeks pembangunan manusia (IPM)) dikurangi dengan kapasitas fiskal daerah (terdiri dari

Pendapatan Asli Daerah (PAD) dan Dana Bagi Hasil (DBH).

3 Alokasi dasar dihitung berdasarkan atas jumlah gaji pegawai negeri sipil daerah.

Page 86: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT · iii Tabel 1.1 Struktur PDRB Provinsi Jawa Barat Berdasarkan Komponen Pengeluaran Atas Dasar Harga Berlaku (ADHB) 5 Tabel

MEI 2017

KEUANGAN PEMERINTAH

61

Peningkatan terbesar terjadi pada anggaran belanja yang meningkat dari Rp22,92 Triliun pada tahun 2016

menjadi Rp26,02 Triliun pada tahun 2017 (13,52%, yoy). Di sisi lain, anggaran transfer menurun dari

Rp6,57 Triliun pada tahun 2016 menjadi Rp6,41 Triliun pada tahun 2017 (-2,49%, yoy). Penurunan

anggaran transfer yakni bagi hasil pajak salah satunya mempertimbangkan kenaikan beban belanja

Pemerintah Provinsi akibat pengalihan wewenang yang cukup besar dari Kab/Kota ke Provinsi.

Secara nominal, komponen belanja yang mengalami peningkatan terbesar adalah belanja operasi yakni

sebesar Rp4,10 Triliun (20,97%, yoy). Secara spesifik, komponen belanja operasi yang meningkat signifikan

adalah belanja pegawai yakni dari Rp2,22 Triliun pada 2016 menjadi Rp5,34 Triliun pada 2017 (140,1%,

yoy). Berdasarkan strukturnya, komponen belanja operasi masih mendominasi alokasi belanja APDB

Pemerintah Provinsi Jawa Barat dengan pangsa yang mencapai 91,0% (Grafik 2.5).

Tabel 2.4. Anggaran Belanja Daerah Provinsi Perubahan Jawa Barat Tahun 2016 dan 2017

Sumber : Biro Keuangan Provinsi Jawa Barat, perhitungan staf BI

Sumber : Biro Keuangan Provinsi Jawa Barat, perhitungan staf BI

Peningkatan belanja operasi ini diimbangi dengan penurunan pada anggaran belanja modal sebesar Rp1,04

Triliun (-31,14%, yoy). Sama halnya dengan belanja transfer, penurunan pada anggaran belanja modal

pada tahun 2017 merupakan bentuk kompensasi terhadap meningkatnya komponen belanja pegawai

pada belanja operasi seiring dengan pengalihan 28.000 PNS dari wewenang Kab/Kota ke Provinsi.

1 Belanja Operasi 19.566 23.668 20,97

a. Belanja Pegawai 2.225 5.342 140,10

b. Belanja Barang 3.097 3.641 17,55

c. Belanja Bunga 0 0 0,00

d. Belanja Subsidi 15 15 0,00

e. Belanja Hibah 10.181 10.382 1,98

f. Belanja Bantuan Sosial 18 38 109,35

g. Belanja Bantuan Keuangan 4.029 4.249 5,46

2 Belanja Modal 3.328 2.292 (31,14)

3 Belanja Tidak Terduga 27 61 125,14

4 Belanja Transfer 6.572 6.409 (2,49)

a. Bagi hasil pajak 6.572 6.409 (2,49)

b. Bagi hasil retribusi 0 0 0,00

29.493 32.429 9,95Total Belanja

No. UraianAPBD 2017

(Rp Miliar)

APBD 2016 P

(Rp Miliar)

% Perubahan

(yoy)

Grafik 2.5. Proporsi Anggaran Belanja Provinsi Jawa Barat

Page 87: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT · iii Tabel 1.1 Struktur PDRB Provinsi Jawa Barat Berdasarkan Komponen Pengeluaran Atas Dasar Harga Berlaku (ADHB) 5 Tabel

MEI 2017

KEUANGAN PEMERINTAH

62

2.2.4. Realisasi Belanja Provinsi Jawa Barat Triwulan I 2017

Realisasi belanja dan transfer APBD Provinsi Jawa Barat pada triwulan I 2017 mencapai Rp2,69 Triliun atau

8,29% terhadap pagu yang ditetapkan (Tabel 2.5). Secara tahunan, realisasi belanja pada triwulan I 2017

menurun dibandingkan triwulan I 2016 dengan pertumbuhan sebesar -25,38% (yoy). Adapun komponen

belanja yang mengalami penurunan realisasi dibanding periode yang sama tahun 2016 adalah belanja

hibah dan belanja modal.

Tabel 2.5. Realisasi Belanja Provinsi Jawa Barat Hingga Triwulan I 2017

Sumber : Biro Keuangan Provinsi Jawa Barat, perhitungan staf BI

Jika mengevaluasi pola realisasi anggaran

Pemerintah Provinsi yang memiliki

kecenderungan backloading, setelah

mengalami sedikit perbaikan pola pada tahun

2016, pada triwulan I 2017 pola serapan

anggaran kembali terhambat sebagaimana

yang terjadi pada tahun 2013-2015 (Grafik 2.6).

Pada triwulan I 2017, realisasi belanja sebesar

8,29% menurun dibanding tahun 2016

(12,59%), namun setara dengan rata-rata

serapan triwulan I periode 2013-2015 sebesar 8,28%. Walau demikian, perlu diperhatikan bahwa

perbaikan pola serapan anggaran di awal tahun pada 2016 antara lain didorong oleh persiapan

penyelenggaraan acara PON dan Peparnas di Jawa Barat.

Penurunan persentase serapan belanja operasi pada triwulan I 2017 dibanding triwulan I 2016 terutama

disebabkan oleh belanja operasi yang terealisasi sebesar 11,31% terhadap pagu, menurun dibanding

triwulan I 2016 (19,28%). Satu-satunya komponen belanja operasi yang menjadi penyebab penurunan

Realisasi

(Rp Miliar)

% Realisasi

thd APBD

Realisasi

(Rp Miliar)

% Realisasi

thd APBD

1 Belanja Operasi 19.566 3.590 19,28 23.668 2.676 11,31

a. Belanja Pegaw ai 2.225 291 12,24 5.342 696 13,03

b. Belanja Barang 3.097 193 6,36 3.641 583 16,02

c. Belanja Bunga 0 0 0,00 0 0 0,00

d. Belanja Subsidi 15 0 0,00 15 0 0,00

e. Belanja Hibah 10.181 3.107 32,17 10.382 1.388 13,37

f. Belanja Bantuan Sosial 18 0 0,00 38 0 0,00

g. Belanja Bantuan 4.029 0 0,00 4.249 9 0,21

2 Belanja Modal 3.328 11 0,31 2.292 11 0,47

3 Belanja Tidak Terduga 27 0 0,00 61 0 0,00

4 Belanja Transfer 6.572 0 0,00 6.409 0 0,00

a. Bagi hasil pajak 6.572 0 0,00 6.409 0 0,00

b. Bagi hasil retribusi 0 0 0,00 0 0 0,00

29.493 3.601 12,59 32.429 2.687 8,29Total Belanja

No. Uraian

s.d Tw I 2017APBD 2017

(Rp Miliar)

APBD 2016 P

(Rp Miliar)

s.d Tw I 2016

Grafik 2.6. Persentase Realisasi Anggaran Belanja Per

Triwulan (%)

Page 88: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT · iii Tabel 1.1 Struktur PDRB Provinsi Jawa Barat Berdasarkan Komponen Pengeluaran Atas Dasar Harga Berlaku (ADHB) 5 Tabel

MEI 2017

KEUANGAN PEMERINTAH

63

persentase realisasi ini adalah belanja hibah, di mana pada tahun 2016 pos belanja hibah merupakan

sumber anggaran untuk persiapan penyelenggaraan PON.

Sejalan dengan penurunan persentase realisasinya, pertumbuhan realisasi belanja Pemerintah Provinsi Jawa

Barat (-25,38%, yoy) juga tercatat menurun baik dibandingkan dengan triwulan IV 2016 (12,4%, yoy)

maupun triwulan I 2016 (86,1%, yoy) (Grafik 2.7). Penurunan pertumbuhan belanja yang terdalam juga

terjadi pada belanja operasi, yakni komponen belanja hibah.

Belanja Operasi

Realisasi belanja operasi pada triwulan I 2017

mencapai Rp2,68 Triliun atau sebesar 11,31%

terhadap pagu anggaran serta tumbuh sebesar -

25,45% (yoy). Realisasi pertumbuhan belanja yang

mengalami kontraksi ini merupakan yang terendah

selama lima tahun terakhir. Kontributor utama dari

realisasi belanja operasi tersebut masih didominasi

oleh komponen belanja hibah dengan pangsa

mencapai 51,9%, diikuti oleh belanja barang

(21,8%), dan belanja pegawai (26,0%) (Grafik 2.8).

Dari sisi pertumbuhan, komponen dengan pertumbuhan terendah pada triwulan I 2017 adalah belanja

hibah (-55,32%, yoy), sementara belanja barang dan belanja pegawai mengalami ekspansi dengan

pertumbuhan masing-masing sebesar 202,85% (yoy) dan 139,42% (yoy) (Grafik 2.8).

Sumber : Biro Keuangan Provinsi Jawa Barat

Sumber : Biro Keuangan Provinsi Jawa Barat

Seperti yang telah disebutkan sebelumnya, kontraksi pada pertumbuhan belanja hibah disebabkan karena

pada triwulan I 2016 terjadi realisasi belanja hibah yang cukup besar dalam rangka persiapan PON dan

Peparnas. Sebaliknya, meningkatnya laju pertumbuhan realisasi belanja pegawai disebabkan karena sejak

awal tahun 2017 terdapat pengalihan wewenang dari kab/kota ke provinsi yang menambah beban gaji

atau belanja pegawai pada triwulan I 2017.

Grafik 2.8. Pangsa Realisasi Belanja Operasi (%)

Grafik 2.9. Pertumbuhan Komponen Belanja Operasi

Grafik 2.7. Perkembangan Belanja Operasi dan Modal

Sumber : Biro Keuangan Prov.Jawa Barat, diolah staf BI

Page 89: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT · iii Tabel 1.1 Struktur PDRB Provinsi Jawa Barat Berdasarkan Komponen Pengeluaran Atas Dasar Harga Berlaku (ADHB) 5 Tabel

MEI 2017

KEUANGAN PEMERINTAH

64

Adapun rincian alokasi belanja hibah APBD Provinsi Jawa Barat adalah sebagai berikut:

a. Sebanyak 54,19% dari anggaran belanja hibah adalah untuk penyaluran Dana BOS bagi jenjang SD (di

mana hingga akhir tahun seluruh dana telah tersalurkan)

b. Sebanyak 24,25% merupakan alokasi hibah untuk lembaga berbadan hukum (umumnya koperasi)

c. Sebanyak 20,32% merupakan hibah dalam bentuk penyaluran Dana BOS untuk jenjang SMP

d. Sebesar 1,23% merupakan hibah kepada pemerintah pusat yakni umumnya dalam rangka kegiatan

pengamanan di daerah (contoh : KODAM).

Belanja Modal

Realisasi belanja modal Pemerintah Provinsi Jawa Barat pada triwulan I 2017 sebesar Rp10,87 Miliar atau

terealisasi 0,47% dari pagunya. Realisasi ini lebih rendah dibanding triwulan I 2016 yang terealisasi sebesar

Rp11,01 Miliar atau dengan kata lain tumbuh sebesar -1,38% (yoy). Pola backloading masih sangat terlihat

pada pos belanja modal, khususnya jika dibandingkan dengan belanja operasi. Terdapat beberapa faktor

yang diperkirakan menyebabkan tertahannya realisasi belanja modal pada triwulan I 2017, antara lain : (1)

berulangnya pola historis di mana proses lelang proyek masih berlangsung pada triwulan I dan baru dapat

mulai bekerja pada triwulan II; dan (2) curah hujan yang tinggi selama triwulan I menghambat proses

penyelesaian pekerjaan dari proyek multiyear.

Terkait proyek pembangunan infrastruktur, penyelesaian Tol Soroja yang dimundurkan dari target awal

pada saat penyelenggaraan PON menjadi ke akhir tahun 2016 dan selanjutnya ke April 2017 ternyata

kembali terlambat dari jadwal. Kendala yang sama yakni faktor cuaca diperkirakan masih menjadi

penghambat utama. Selain Soroja, terdapat beberapa proyek infrastruktur strategis yang sedang

berlangsung di Jawa Barat, yakni antara lain pembangunan Tol Cisumdawu, Tol Soroja, Tol Bogor-Ciawi-

Sukabumi, LRT terintegrasi Jabodebek dan Bandara Internasional Kertajati. Pembebasan lahan masih

menjadi kendala yang kerap muncul dan hal ini juga berpotensi untuk menghambat realisasi penyerapan

belanja modal dari pembangunan fisiknya.

2.3. Belanja APBD Kabupaten/Kota di Jawa Barat

Anggaran belanja untuk 27 kabupaten/kota4 pada tahun 2017 tercatat sebesar Rp83,92 Trilun atau

menurun sebesar -2,31% (yoy) dibanding gabungan anggaran belanja tahun 2016 sebesar Rp85,90 Triliun.

Penurunan anggaran belanja ini salah satunya merupakan implikasi dari pengalihan sebagian wewenang

dari pemerintah kab/kota ke provinsi. Secara spasial, anggaran belanja untuk 5 kab/kota besar di Jawa Barat

memiliki pangsa mencapai 34,43% terhadap total anggaran belanja kab/kota di Jawa Barat. Adapun

anggaran belanja tertinggi dimiliki oleh Kota Bandung dengan pangsa mencapai 8,2%, diikuti oleh Kab.

Bogor (7,8%), Kota Bekasi (6,3%), Kab. Bekasi (6,2%), dan Kab. Bandung (5,9%) (Grafik 2.10). Di sisi lain,

kab/kota dengan pangsa belanja terendah adalah Kota Cirebon (1,62%), Kab. Pangandaran (1,59%), Kota

Sukabumi (1,37%), dan Kota Banjar (0,85%).

4 Data bersumber dari situs TEPRA, menggunakan Anggaran Perubahan

Page 90: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT · iii Tabel 1.1 Struktur PDRB Provinsi Jawa Barat Berdasarkan Komponen Pengeluaran Atas Dasar Harga Berlaku (ADHB) 5 Tabel

MEI 2017

KEUANGAN PEMERINTAH

65

Sumber : TEPRA (monev.lkpp.go.id)

Berdasarkan strukturnya, anggaran belanja kab/kota masih didominasi oleh belanja pegawai (45,0%),

kemudian diikuti oleh belanja barang/jasa (22,2%), belanja modal (19,1%), dan belanja hibah & bantuan

(13,7%) (Grafik 2.11).

Sumber : TEPRA (monev.lkpp.go.id)

Pada triwulan I 2017, realisasi belanja APBD dari 24 kab/kota5 yang ada di Jawa Barat mencapai 7,9%

terhadap pagu anggaran, lebih rendah dibanding triwulan I 2016 yang mencapai 10,15% terhadap pagu

anggaran. Dari data 24 kab/kota yang ada, persentase realisasi terendah dialami oleh oleh Kab. Bandung

Barat (1,54%) sementara realisasi tertinggi dialami oleh Kota Cimahi (19,90%). Secara nominal, realisasi

belanja tertinggi pada triwulan I 2017 diraih oleh Kota Bekasi yang mencapai Rp508,2 Miliar sementara

nilai realisasi terendah dialami oleh Kota Sukabumi sebesar Rp34,4 Miliar (Grafik 2.12). Menurunnya kinerja

realisasi belanja belanja APBD Kab/Kota ini terutama disebabkan oleh berkurangnya beban anggaran

khususnya untuk belanja pegawai dari PNS yang kewenangannya dialihkan ke Provinsi (termasuk guru SMA

dan SMK).

5 Hingga periode penyusunan laporan, data yang tersedia di situs TEPRA untuk realisasi hingga Maret 2017 hanya tersedia untuk 24

kabupaten/kota di Jawa Barat

Grafik 2.11. Struktur Belanja APBD Kab/Kota 2016 dan 2017

Grafik 2.10. Pangsa Anggaran Belanja Kab/Kota 2017 (%)

Page 91: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT · iii Tabel 1.1 Struktur PDRB Provinsi Jawa Barat Berdasarkan Komponen Pengeluaran Atas Dasar Harga Berlaku (ADHB) 5 Tabel

MEI 2017

KEUANGAN PEMERINTAH

66

Sumber : Situs TEPRA (monev.lkpp.go.id)

2.4. Belanja APBN di Jawa Barat

Dalam rangka membiayai belanja serta programnya di daerah, pemerintah pusat mengalokasikan sejumlah

anggaran APBD untuk direalisasikan di Jawa Barat. Anggaran penerimaan APBN tersebut hanya berasal dari

penerimaan dalam negeri yang bersumber dari pajak, Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP), serta hibah.

Selain alokasi ini, belanja APBN juga disalurkan dalam bentuk Belanja Pemerintah Pusat dan Transfer ke

Daerah melalui Dana Perimbangan dan Lain-Lain Pendapatan Daerah yang Sah. Belanja pemerintah pusat

melalui APBN tersebut antara lain digunakan untuk membiayai gaji pegawai Kementerian atau instansi

pemerintah pusat yang berada di Jawa Barat, seperti Kantor Wilayah Perbendaharaan Negara dan Kantor

Wilayah Pajak. Selain itu, anggaran ini juga digunakan untuk membiayai proyek-proyek infrastruktur

strategis yang dicanangkan oleh pemerintah pusat. Berdasarkan strukturnya, belanja APBN di Jawa Barat

terutama dialokasikan untuk belanja pegawai (45,54%) dan belanja barang (37,28%) (Tabel 2.6).

Tabel 2.6. Anggaran Belanja APBN di Provinsi Jawa Barat

Sumber : Ditjen Perbendaharaan Kanwil Jawa Barat (diolah)

Pada triwulan I 2017, realisasi belanja APBN di Jawa Barat adalah sebesar telah mencapai Rp5,55 Triliun

atau 9,99% terhadap total pagu, meningkat dibanding triwulan I 2016 yang terealisasi sebesar Rp5,35

Triliun (Tabel 2.7). Berdasarkan komponennya, komponen belanja barang mengalami peningkatan baik

secara nominal maupun persentase realisasi belanja dibanding triwulan I 2016. Adapun komponen belanja

dengan pangsa realisasi terbesar adalah belanja pegawai (57,5%), diikuti belanja barang (34,0%), dan

belanja modal (8,4%) (Grafik 2.13).

Pagu

(Rp Miliar)

Pangsa

(%)

Pagu

(Rp Miliar)

Pangsa

(%)

1 Belanja Pegawai 16,980 44.47 17,464 45.54 2.85

2 Belanja Barang 14,986 39.25 14,295 37.28 -4.62

3 Belanja Modal 6,000 15.71 6,369 16.61 6.16

4 Belanja Bantuan Sosial 216 0.57 219 0.57 1.35

38,182 100.00 38,347 100.00 0.43

No. Jenis Belanja

Total Belanja

TA 2016 TA 2017% Perubahan

(yoy)

Grafik 2.12. Perkembangan Realisasi Belanja 24 Kab/Kota di Jawa Barat Triwulan 7

Page 92: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT · iii Tabel 1.1 Struktur PDRB Provinsi Jawa Barat Berdasarkan Komponen Pengeluaran Atas Dasar Harga Berlaku (ADHB) 5 Tabel

MEI 2017

KEUANGAN PEMERINTAH

67

Tabel 2.7. Realisasi Belanja APBN di Provinsi Jawa Barat Triwulan I 2017

Sumber : Ditjen Perbendaharaan Kanwil Jawa Barat (diolah)

Berdasarkan nilai pertumbuhannya, terjadi peningkatan laju pertumbuhan realisasi total belanja pada

triwulan I 2017 dibanding triwulan sebelumnya. Pada triwulan I 2017, belanja APBN tumbuh sebesar 3,84%

(yoy) atau meningkat dibanding triwulan sebelumnya yang tumbuh sebesar -3,10% (yoy) (Grafik 2.14), di

mana peningkatan khususnya terjadi pada pertumbuhan belanja barang dan belanja modal.

Sumber : Ditjen Perbendaharaan Jawa Barat (diolah)

Sumber : Ditjen Perbendaharaan Jawa Barat (diolah)

Sumber : Ditjen Perbendaharaan Jawa Barat (diolah)

Berdasarkan fungsinya, alokasi belanja di Jawa Barat terutama ditujukan untuk mendukung fungsi ekonomi

(pangsa 76,30%), diikuti fungsi pendidikan (pangsa 8,88%) dan kesehatan (pangsa 4,23%) (Tabel 2.8).

Pada triwulan I 2017, persentase realisasi tertinggi diraih oleh belanja untuk fungsi perlindungan sosial

(25,87%), diikuti oleh fungsi perumahan dan fasilitas umum (8,80%), dan fungsi lingkungan hidup

(8,16%).

Realisasi

(Rp Miliar)

%

Realisasi

Realisasi

(Rp Miliar)

%

Realisasi

1 Belanja Pegawai 3.384 20,33 3.193 18,28 -5,66

2 Belanja Barang 1.481 9,80 1.888 13,21 27,50

3 Belanja Modal 479 8,17 468 7,34 -2,38

4 Belanja Bantuan Sosial 4 1,84 5 0,03 28,48

5.348 14,13 5.554 9,99 3,84

No. Jenis Belanja

Tw I 2016 Tw I 2017

Total Belanja

%

Pertumbuhan

(yoy)

Grafik 2.13. Pangsa Realisasi Belanja APBN di Jawa Barat Grafik 2.14. Perkembangan Belanja APBN di Jawa Barat

Grafik 2.15. % Realisasi APBN di Jawa Barat Berdasarkan Jenis Belanja Per Triwulan

Page 93: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT · iii Tabel 1.1 Struktur PDRB Provinsi Jawa Barat Berdasarkan Komponen Pengeluaran Atas Dasar Harga Berlaku (ADHB) 5 Tabel

MEI 2017

KEUANGAN PEMERINTAH

68

Tabel 2.8. Realisasi Komponen Belanja APBN Berdasarkan Fungsi di Provinsi Jawa Barat

Sumber : Ditjen Perbendaharaan Jawa Barat

Realisasi

(Rp Miliar)

% Realisasi

thdp pagu

Realisasi

(Rp Miliar)

% Realisasi

thdp pagu

1 Pelayanan Umum 158 5 3,15 193 4 2,11

2 Pertahanan 53 0 0,00 73 0 0,62

3 Ketertiban dan Keamanan 276 3 1,07 83 5 5,71

4 Ekonomi 3973 422 10,63 4860 386 7,94

5 Lingkungan Hidup 91 2 1,83 57 5 8,16

6

Perumahan dan Fasilitas

Umum 375 22 5,94 191 17 8,80

7 Kesehatan 510 2 0,39 269 1 0,55

8 Agama 79 1 0,86 71 1 0,80

9 Pendidikan 683 22 3,20 565 48 8,43

10 Perlindungan Sosial 17 0 2,10 5 1 25,87

6216 479 7,70 6369 468 7,34

No

TOTAL BELANJA MODAL

S.D. Tw I 2016Pagu 2016

(Rp Miliar)Fungsi

Pagu 2017

(Rp Miliar)

S.D. Tw I 2017

Page 94: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT · iii Tabel 1.1 Struktur PDRB Provinsi Jawa Barat Berdasarkan Komponen Pengeluaran Atas Dasar Harga Berlaku (ADHB) 5 Tabel

BAB III BAB III

Page 95: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT · iii Tabel 1.1 Struktur PDRB Provinsi Jawa Barat Berdasarkan Komponen Pengeluaran Atas Dasar Harga Berlaku (ADHB) 5 Tabel

MEI 2017

PERKEMBANGAN INFLASI

70

KONDISI UMUM

Inflasi Jawa Barat pada triwulan I 2017 terkendali walau mencatatkan peningkatan dibandingkan

triwulan sebelumnya. Inflasi IHK Jawa Barat pada triwulan I 2017 tercatat sebesar 3,37% (yoy), meningkat

dibandingkan triwulan IV 2016 sebesar 2,75% (yoy). Namun realisasi ini masih lebih rendah dibanding rata-

rata historis inflasi triwulan I (2012-2016) sebesar 5,11% (yoy).

Perkembangan inflasi Jawa Barat pada triwulan ini kembali mencatatkan realisasi yang lebih rendah

dibanding inflasi nasional sebesar 3,49% (yoy), di mana hal ini telah konsisten terjadi sejak tahun 2014

(Grafik 3.1). Secara spasial di Kawasan Jawa, realisasi inflasi pada triwulan I 2017 Jawa Barat menempati

posisi terendah kedua setelah Jawa Tengah (3,30%, YoY). Inflasi di Jawa Barat terutama disebabkan oleh

kebijakan pemerintah menaikkan beberapa tarif pada awal tahun antara lain, tarif listrik golongan 900VA,

biaya administrasi STNK, cukai dan harga eceran terendah rokok dan BBM non subsidi. Realisasi inflasi

triwulan I tahun 2017 dari provinsi-provinsi di Kawasan Jawa tercatat lebih rendah dibanding tahun 2016

(Grafik 3.2).

Sumber : BPS, Perhitungan Staf BI

Sumber : BPS, Perhitungan Staf BI

Secara triwulanan, inflasi IHK Jawa Barat mengalami peningkatan yakni dari 1,00% (qtq) pada triwulan IV

2016 menjadi sebesar 1,22% (qtq) pada triwulan I 2017, serta lebih tinggi dibanding triwulan I 2016 yang

tercatat sebesar 0,61% (qtq). Peningkatan inflasi triwulanan ini khususnya terjadi pada kelompok

perumahan, air, listrik gas dan bahan bakar seiring dengan kebijakan pemerintah yang menaikkan beberapa

tarif pada triwulan I 2017. Secara historis, realisasi inflasi triwulanan Jawa Barat pada triwulan I 2017 ini

lebih tinggi dibanding rata-rata historis 5 tahun terakhir sebesar 0,95% (qtq).

Grafik 3. 1. Inflasi Jawa Barat dan Nasional Grafik 3. 2. Inflasi Tahunan Provinsi di Kawasan Jawa

Page 96: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT · iii Tabel 1.1 Struktur PDRB Provinsi Jawa Barat Berdasarkan Komponen Pengeluaran Atas Dasar Harga Berlaku (ADHB) 5 Tabel

MEI 2017

PERKEMBANGAN INFLASI

71

Berdasarkan disagregasi kelompok, peningkatan tekanan inflasi tahunan dibanding triwulan

sebelumnya ini disebabkan baik oleh faktor fundamental pada kelompok core serta faktor non

fundamental dari kelompok administered prices. Namun demikian, penurunan tekanan inflasi pada

kelompok volatile food menjadi faktor penahan. Berdasarkan besar andilnya, tekanan inflasi pada

triwulan I 2017 disumbang oleh kelompok core dan administered prices dengan andil masing-masing

sebesar 1,66% (yoy) dan 1,04% (yoy). Sementara itu, kelompok volatile food memberikan andil inflasi yang

lebih rendah yakni 0,67% (yoy). Dibandingkan triwulan sebelumnya, peningkatan tekanan inflasi tercermin

dari andil inflasi kelompok core dan administered prices yang meningkat. Sementara itu, andil inflasi

kelompok volatile food yang menurun menjadi faktor penahan tekanan inflasi di triwulan I 2017.

Peningkatan inflasi core dari 2,28% (yoy) menjadi 2,67% (yoy) pada triwulan I 2017 disebabkan oleh

beberapa faktor antara lain : (1) pelemahan nilai tukar rupiah sebesar 0,76% (qtq) akibat adanya kenaikan

Fed Fund Rate pada tanggal 15 Maret 2017; (2) meningkatnya harga emas di domestik yang tercermin dari

kenaikan harga emas Antam; serta (3) penyelesaian proyek infrastruktur sebelum momen Lebaran antara

lain seperti Jalan Tol Soroja dan perbaikan Jembatan Cisomang menyebabkan peningkatan harga semen

(Grafik 3.3). Dengan demikian, inflasi core tercatat meningkat lebih tinggi dibanding triwulan IV 2016.

Sejalan dengan hal tersebut, inflasi kelompok administered prices juga tercatat meningkat tajam yakni dari

-0,0 4% (yoy) menjadi 5,20% (yoy) pada triwulan I 2017. Peningkatan ini khususnya terjadi pada sub

kelompok energi seiring dengan adanya kebijakan pemerintah menaikkan tarif listrik pelanggan golongan

900VA secara bertahap pada tahun 2017. Dari sub kelompok non energi, tekanan inflasi disumbang oleh

kenaikan cukai rokok tahunan yang meningkat pada bulan Februari 2017. Di sisi lain, inflasi volatile food

juga tercatat menurun tajam yakni dari 7,58% (yoy) menjadi 3,72% (yoy) pada triwulan I 2017. Penurunan

Grafik 3.3. Ringkasan Perkembangan Inflasi Jawa Barat (yoy)

Page 97: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT · iii Tabel 1.1 Struktur PDRB Provinsi Jawa Barat Berdasarkan Komponen Pengeluaran Atas Dasar Harga Berlaku (ADHB) 5 Tabel

MEI 2017

PERKEMBANGAN INFLASI

72

ini terutama disebabkan oleh mulai berlangsungnya masa panen untuk komoditas padi di sejumlah sentra

di Jawa Barat yang tercermin pada harga beras di pasar tradisional yang terpantau menurun. Selain itu

harga komoditas cabai yang tinggi dari awal tahun 2017, pada akhir triwulan I 2017 mengalami penurunan

seiring dengan bertambahnya pasokan dari berbagai sentra produksi cabai seperti Kabupaten Garut,

Kabupaten Wonosobo, Banjarnegara dan Banyumas.

3.1. Perkembangan Inflasi Periode Triwulan I 2017

3.1.1. Inflasi Bulanan (mtm)

Pada triwulan I 2017, rata-rata inflasi bulanan Jawa Barat sebesar 0,40% (mtm), meningkat dibandingkan

rata-rata inflasi bulanan di triwulan IV 2016 sebesar 0,33% (mtm). Realisasi ini juga menunjukkan inflasi

yang lebih tinggi dibanding dengan rata-rata historis inflasi bulanan di triwulan I (periode 2012-2016)

sebesar 0,31%.

Selama triwulan I 2017, tekanan inflasi tertinggi terjadi pada bulan Januari 20117 akibat kebijakan

pemerintah meningkatkan beberapa tarif seperti kenaikan tarif listrik pelanggan golongan 900VA dan

bensin non subsidi , kenaikan tarif pengurusan STNK sebesar 100% untuk kendaraan roda dua dan 167%

untuk kendaraan roda empat, serta kenaikan tarif cukai rokok di tahun 2017 dengan rata-rata sebesar

10,54%. Selain itu, peningkatan inflasi juga bersumber dari meningkatnya fundamental permintaan yang

didorong oleh sejumlah efek seasonal yaitu momen tahun baru, libur sekolah dan tahun baru Imlek. Inflasi

bulanan pada Januari 2017 ini juga tercatat lebih tinggi dibanding rata-rata historis 5 (lima) tahun terakhir

(Grafik 3.4). Inflasi bulan Februari 2017 (0,36%) juga tercatat sedikit lebih tinggi dibanding rata-rata

historisnya (0,16%), di mana hal ini terutama disebabkan oleh dampak dari kenaikan tarif listrik 900VA

dengan pelanggan pascabayar. Di sisi lain, inflasi bulan Maret 2017 (0,08%) tecatat lebih rendah dibanding

rata-rata historisnya (0,27%), terutama disebabkan oleh mulai berlangsungnya panen sejumlah komoditas

pangan.

Sumber : BPS, Perhitungan Staf BI

Sumber : BPS, Perhitungan Staf BI

Jika dibandingkan dengan provinsi lainnya di kawasan Jawa, rata-rata inflasi bulanan Jawa Barat pada

triwulan I 2017 merupakan yang tertinggi kedua setelah Banten. Hal ini terutama didorong oleh realisasi

inflasi periode Maret 2017 yang lebih tinggi dibanding Provinsi lainnya. Secara historis, inflasi provinsi di

Grafik 3. 4. Rata-rata Inflasi Bulanan 5 Tahun Terakhir Grafik 3. 5. Inflasi Bulanan Provinsi di Kawasan Jawa

Page 98: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT · iii Tabel 1.1 Struktur PDRB Provinsi Jawa Barat Berdasarkan Komponen Pengeluaran Atas Dasar Harga Berlaku (ADHB) 5 Tabel

MEI 2017

PERKEMBANGAN INFLASI

73

kawasan Jawa pada triwulan IV 2016 lebih rendah dibanding triwulan I 2016, terutama disebabkan oleh

terkendalinya inflasi pangan pada awal tahun 2017 (Grafik 3.5).

Berdasarkan kelompok barangnya, peningkatan tekanan inflasi rata-rata bulanan dibanding triwulan

sebelumnya terutama disumbang oleh kelompok transportasi, komunikasi dan jasa keuangan dan

kelompok perumahan, air, listrik dan bahan bakar. Rata-rata inflasi bulanan kelompok transportasi,

komunikasi dan jasa keuangan tercatat meningkat dari 0,37% (mtm) pada triwulan IV 2016 menjadi 0,79%

(mtm) pada triwulan I 2017. Sejalan dengan hal tersebut, rata-rata andil inflasi bulanannya juga meningkat

dari 0,07% (mtm) menjadi 0,14% (mtm) pada triwulan I 2017. Hal ini mengikuti pola seasonal di mana

meningkatnya fundamental permintaan yang didorong oleh sejumlah efek seasonal yaitu momen tahun

baru, libur sekolah dan tahun baru Imlek. Secara spesifik, inflasi rata-rata bulanan terbesar selama triwulan

I terjadi pada sub kelompok sarana dan penunjang transpor (4,13%); komunikasi dan pengiriman (1,28%);

dan transpor (0,28%). Beberapa komoditas dari kelompok transportasi, komunikasi dan jasa keuangan

yang memiliki frekuensi tinggi sebagai penyumbang inflasi bulanan utama selama triwulan I 2017 adalah

biaya perpanjangan STNK, tarif pulsa ponsel dan bensin. Komoditas tersebut mengalami kenaikan tarif

akibat dari kebijakan pemerintah yang menaikkan tarif pada bulan Januari 2017. Beberapa faktor yang

melatarbelakangi kenaikan inflasi bulanan dari beberapa komoditas tersebut meliputi:

a. Terhitung 1 Januari 2017, Pemerintah menaikkan biaya pengurusan surat-surat kendaraan bermotor

(STNK) sebesar 100% untuk kendaraan roda dua dan 167% untuk kendaraan roda empat. Kenaikkan

tarif STNK ini secara rata-rata inflasi bulanan pada triwulan I 2017 sebesar 35,82% (mtm).

b. Tarif pulsa ponsel mengalami peningkatan rata-inflasi bulanan dari triwulan IV 2016 sebesar 1,03%

menjadi 2,42% pada triwulan I 2017. Hal ini didorong oleh peningkataan permintaan akibat momen

tahun baru, lbur sekolah dan tahun baru Imlek.

c. Pada bulan Januari, harga BBM non subsidi mengalami kenaikan kembali yaitu Pertamax dan Pertamax

Plus masing-masing Rp300/liter, yang mana mendorong rata-rata inflasi bulanan pada triwulan I 2017

mencapai 1,16%.

Selanjutnya, peningkatan tekanan inflasi juga terjadi pada kelompok perumahan, air, listrik dan

bahan bakar yakni dari rata-rata 0,22% (mtm) pada triwulan IV 2016 menjadi 0,70% (mtm) pada

triwulan I 2017, diikuti peningkatan rata-rata andil inflasi bulanan dari 0,06% menjadi 0,19%. Hal

ini terutama didorong oleh peningkatan rata-rata inflasi bulanan pada sub kelompok bahan bakar,

penerangan dan air (dari 0,45% menjadi 2,69%). Pada tahun 2017, terdapat kebijakan pemerintah untuk

meningkatkan tarif listrik secara bertahap pada pelanggan golongan 900VA. Pada triwulan I 2017,

kenaikan tarif listrik ini terjadi pada bulan Januari dan Maret. Kenaikan tarif listrik ini berlaku bagi semua

pelanggan, baik prabayar maupun pascabayar. Pada bulan Januari 2017, tarif listrik memiliki andil terhadap

inflasi sebesar 0,25% (mtm), hal ini didorong oleh kenaikan pada bulan Januari sebesar 30%. Pada bulan

Februari, andil tarif listrik terhadap inflasi bulanan juga masih terbilang tinggi yaitu sebesar 0,12%,

tingginya andil inflasi ini disebabkan oleh pelanggan pascabayar yang melakukan pembayaran pada bulan

Februari atas kenaikan pada bulan Januari 2017. Begitupun pada bulan Maret 2017, andil inflasi masih

terbilang tinggi walaupun lebih rendah dari bulan sebelumnya yaitu sebesar 0,05%, angka ini masih

Page 99: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT · iii Tabel 1.1 Struktur PDRB Provinsi Jawa Barat Berdasarkan Komponen Pengeluaran Atas Dasar Harga Berlaku (ADHB) 5 Tabel

MEI 2017

PERKEMBANGAN INFLASI

74

terbilang cukup rendah karena ditahan oleh komoditas pangan akibat adanya panen raya. Kenaikan tarif

listrik pada triwulan 1 2017 merupakan penyumbang utama pada inflasi Jawa Barat.

Peningkatan tekanan inflasi bulanan yang lebih tinggi ditahan oleh menurunnya rata-rata inflasi

bulanan pada kelompok bahan makanan (dari 0,65% menjadi -0,10%). Rata-rata inflasi bulanan pada

kelompok bahan makanan dari triwulan I 2017 adalah sebesar -0,02 menurun tajam dari rata-rata inflasi

bulanan triwulan IV 2016 sebesar 0,14%. Komoditas yang paling besaar menyumbang deflasi dari

kelompok bahan makanan adalah cabai dengan rata-rata inflasi bulanan sebesar -8,59%, pada triwulan I

2017. Deflasi komoditas cabai ini dipengaruhi oleh mulai menurunnya harga cabai akibat terus

bertambahnya pasokan dari berbagai sentra produksi cabai seperti kabupaten Garut, kabupaten

Wonosobo, Banjarnegara dan Banyumas. Selain cabai, tomat buah dan tomat sayur juga menjadi

penyumbang deflasi pada triwulan 1 2017 dengan rata-rata inflasi bulanan masing-masing sebesar-9,32%

dan -9,32%.

Berdasarkan disagregasi kelompok, penahan tekanan inflasi bulanan ini terutama disebabkan oleh

penurunan inflasi volatile food dari rata-rata 0,69% (mtm) pada triwulan IV 2016 menjadi -0,16%

(mtm) pada triwulan I 2017 (Grafik 3.6). Sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya, adanya panen raya

untuk komoditas padi di sejumlah sentra di Jawa Barat dan meningkatnya pasokan cabai dari berbagai

sentra produksi cabai seperti Kabupaten Garut, Kabupaten Wonosobo, Banjarnegara dan Banyumas

membuat harga komoditas tersebut menurun.

Sumber : BPS, Perhitungan Staf BI

Inflasi kelompok administered prices mengalami peningkatan dari rata-rata 0,45% (mtm) pada

triwulan IV 2016 menjadi 1,24% (mtm) pada triwulan I 2017. Secara spesifik, peningkatan ini terutama

di dorong oleh subkelompok AP energi yang meningkat dari rata-rata 0,47% (mtm) menjadi 2,17% (mtm)

pada triwulan I 2017. Meningkatnya inflasi subkelompok energi ini terutama didorong oleh kebijakan

pemerintah yang menaiikan beberapa tarif seperti tarif listrik pelanggan golongan 900VA, dan bensin non

subsidi. Dari sub kelompok AP non energi, terdapat peningkatan dari rata-rata 0,44% (mtm) menjadi

0,57% (mtm) yang terutama disebabkan oleh peningkatan tarif administrasi STNK kendaraan bermotor

dan peningkatan cukai rokok tahunan.

Grafik 3. 6. Perkembangan Disagregasi Inflasi Jawa Barat Bulanan (mtm)

Page 100: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT · iii Tabel 1.1 Struktur PDRB Provinsi Jawa Barat Berdasarkan Komponen Pengeluaran Atas Dasar Harga Berlaku (ADHB) 5 Tabel

MEI 2017

PERKEMBANGAN INFLASI

75

Kebijakan kenaikan tarif tenaga listrik (TTL) pelanggan golongan 900VA untuk rumah tangga mampu yang

ditetapkan oleh pemerintah berlaku mulai awal tahun 2017. Kenaikan tersebut dilakukan dalam 3 (tiga)

tahap, yaitu 1 Januari 2017, 1 Maret 2017 dan 1 Mei 2017. Tarif kenaikan yang akan berlaku secara

bertahap dimulai dari Rp605/kWH menjadi Rp791/kWH per 1 Januari 2017, Rp1.034/kWH per 1 Maret

2017 dan Rp1.352/kWH per 1 Mei 2017.

Kemudian akan dilakukan tariff adjustment pada

tanggal 1 Juli 2017 yang disesuaikan dengan 12

golongan tarif lainnya yaitu sebesar

Rp1467/kWH. Kenaikan tarif ini bertujuan untuk

memberikan subsidi secara tepat sasaran.

Dampak dari kenaikan tarif listrik ini tercermin

pada kenaikan konsumsi listrik selama bulan

Januari hingga April 2017. Pada Grafik 3.7

terlihat bahwa konsumsi listrik dalam rupiah

pada periode kenaikan TTL cenderung

meningkat. Kenaikan paling signifikan terjadi pada bulan Maret 2017 dengan kenaikan mencapai 27,46%

dibandingkan bulan Februari 2017. Faktor utama yang membuat penignkatan konsumsi listrik pada

golongan 900VA rumah tangga mampu ini meningkat adalah kenaikan tarif listrik pada bulan Maret yang

mencapai 30,72%.

Tabel 3.1. Perkembangan Andil Inflasi Tarif Listrik (%, mtm)

Meskipun kenaikan terjadi pada bulan Januari dan Maret, andil inflasi bulanan untuk tarif listrik juga cukup

besar terjadi pada bulan Februari dan April. Terlihat pada Tabel 3.1 bahwa periode setelah terjadinya

kenaikan tarif listrik juga terdampak dengan andil pada Februari sebesar 0,12% dan Maret 0,19%. Hal ini

menunjukkan bahwa jumlah pelanggan pascabayar pada pelanggan golongan 900VA untuk rumah tangga

mampu cukup besar. Berdasarkan data dari PLN, sampai dengan April 2017 persentase jumlah pelanggan

prabayar adalah sebesar 41,70% sedangkan pascabayar sebesar 58,30%.

Di sisi lain, kelompok core juga tercatat mengalami peningkatan rata-rata inflasi bulanan dari 0,19%

(mtm) pada triwulan III menjadi 0,30% (mtm) pada triwulan I 2017. Secara spesifik, penurunan

terutama terjadi pada sub kelompok core non traded yang didorong oleh pelemahan nilai tukar rupiah dan

meningkatnya harga emas di domestik. Di sisi lain, pada subkelompok core traded terjadi peningkatan rata-

rata inflasi bulanan pada kelompok food related (dari 0,25% menjadi 0,33%). Hal ini diperkirakan didorong

oleh pengingkatan harga bahan makanan pada awal triwulan 2017. Peningkatan rata-rata inflasi di

kelompok core juga didorong oleh penyelesaian proyek infrastruktur sebelum momen Lebaran seperti Jalan

Tol Soroja dan perbaikan Jemabatan Cisomang.

Jan Feb Mar Apr

0.26 0.12 0.05 0.19

Andil Inflasi Tarif Listrik

Sumber : PLN Jawa Barat

Grafik 3. 7. Perkembangan Konsumsi Listrik (Rp Juta)

Page 101: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT · iii Tabel 1.1 Struktur PDRB Provinsi Jawa Barat Berdasarkan Komponen Pengeluaran Atas Dasar Harga Berlaku (ADHB) 5 Tabel

MEI 2017

PERKEMBANGAN INFLASI

76

Tabel 3.2. Perkembangan Inflasi Berdasarkan Disagregasi (%, mtm)

Secara umum, komoditas yang menjadi penyumbang inflasi bulanan utama selama triwulan I 2017 adalah

tariff listrik (0,14%), biaya perpanjangan STNK (0,06%), tarif pulsa ponsel (0,05%), cabai rawit (0,04%),

dan bensin (0,04%)(Tabel 3.3). Di sisi lain, komoditas yang menjadi penyumbang deflasi bulanan utama

selama triwulan I 2017 meliputi cabai merah (-0,05%), daging ayam ras (-0,03%), dan telur ayam ras (-

0,03). Dapat disimpulkan bahwa kelompok pangan merupakan penaham inflasi pada triwulan I 2017,

akibat masa panen yang mulai berlangsung di awal tahun 2017.

Tabel 3.3. Sumbangan Inflasi & Deflasi Komoditas Penyumbang Utama (%, mtm)

Sumber: BPS, Perhitungan Staf BI

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3Headline 0.59 -0.17 0.20 -0.37 0.25 0.72 0.47 -0.17 0.22 0.09 0.55 0.36 0.77 0.36 0.08

Core 0.22 0.23 0.07 0.09 0.19 0.14 0.14 0.30 0.31 0.09 0.22 0.24 0.40 0.42 0.08

Core Traded 0.27 0.23 0.11 0.11 0.29 0.21 0.15 0.19 0.19 0.14 0.20 0.20 0.21 0.42 0.12

Core Non Traded 0.14 0.24 0.01 0.05 0.04 0.04 0.13 0.48 0.51 0.01 0.26 0.31 0.71 0.42 0.03

Administered Prices -0.64 -0.62 -0.17 -1.50 0.12 0.45 1.43 -0.97 0.52 0.47 0.22 0.66 2.57 0.80 0.34

Energi -1.70 -2.02 -0.83 -3.47 -0.20 0.17 0.61 0.64 0.30 0.67 0.25 0.48 4.27 1.56 0.67

Non Energi 0.19 0.44 0.33 -0.05 0.35 0.65 2.01 -2.08 0.67 0.33 0.21 0.79 1.36 0.25 0.10

Volatile Food 3.22 -1.07 1.09 -0.73 0.52 3.08 0.57 -0.94 -0.36 -0.42 2.09 0.39 0.04 -0.33 -0.19

2016 2017Inflasi (mtm)

Komoditas Sumbangan (%) Komoditas Sumbangan (%) Komoditas Sumbangan (%)

Tarif Listrik 0.26 Tarif Listrik 0.12 Tarif Listrik 0.05

Biaya Perpanjangan

STNK0.17 Bayam 0.04 Bayam 0.03

Tarif Pulsa Ponsel 0.13 Bawang Merah 0.04 Bayam 0.03

Cabai Rawit 0.11 Cabai Rawit 0.04 Caging Ayam Ras 0.02

Bensin 0.09 Kontrak rumah 0.04 Bawang Merah 0.02

Kaso 0.02 Tarif Pulsa Ponsel 0.04 Mas 0.02

Rokok kretek filter 0.01 Kentang 0.03 Bensin 0.01

Konrak Rumah 0.01 Tarip Pulsa Ponsel 0.03 Jengkol 0.01

Sewa Rumah 0.01 Rokok Kretek 0.02 Petai 0.01

Tarif air minum

pikulan0.01 Bensin 0.01 Minyak Goreng 0.01

Komoditas Sumbangan (%) Komoditas Sumbangan (%) Komoditas Sumbangan (%)

Bawang Merah -0.07 Daging Ayam Ras -0.08 Cabai Merah -0.06

Cabai Merah -0.04 Telur Ayam Ras -0.05 Cabai Rawit -0.04

Daging ayam ras -0.03 Cabai Merah -0.04 Telur Ayam Ras -0.02

Tomat sayur -0.03 Jeruk -0.02 Tarif Pulsa Ponsel -0.02

Semen -0.03 Mas -0.01 Kentang -0.01

Angkutan Udara -0.02 Daun Bawang -0.01 Tomat Sayur -0.01

Jengkol -0.01 Tomat Buah -0.01 Jagung Manis -0.01

Telur ayam ras -0.01 Asbes -0.01 Semen -0.01

Tomat Buah -0.01 Semen -0.01 Pisang -0.01

Kacang Panjang -0.01 Angkutan Udara -0.01 Semangka -0.01

Komoditas Penyumbang Inflasi Bulanan Utama (%)

Komoditas Penyumbang Deflasi Bulanan Utama (%)

Januari 2017 Februari 2017 Maret 2017

Januari 2017 Februari 2017 Maret 2017

Page 102: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT · iii Tabel 1.1 Struktur PDRB Provinsi Jawa Barat Berdasarkan Komponen Pengeluaran Atas Dasar Harga Berlaku (ADHB) 5 Tabel

MEI 2017

PERKEMBANGAN INFLASI

77

3.1.2. Inflasi Triwulanan (qtq)

Inflasi triwulan I 2016 sebesar 1,22% (qtq) tercatat lebih tinggi dibanding triwulan sebelumnya sebesar

1,00% (qtq) (Tabel 3.4). Realisasi ini tercatat lebih tinggi jika dibandingkan triwulan I 2016 (0,61%, qtq)

maupun historis 5 tahun terakhir sebesar 0,95% (qtq).

Tabel 3.4. Perkembangan Inflasi Triwulanan Jawa Barat Serta Andilnya (%, qtq)

Peningkatan inflasi triwulanan ini terutama terjadi pada kelompok perumahan, air, listrik dan bahan bakar

(dari 0,67% menjadi 2,12%) dan transportasi, komunikasi, dan jasa keuangan (dari 1,13% menjadi

2,37%). Sejalan dengan hal tersebut, kedua kelompok tersebut juga memberikan andil inflasi triwulanan

terbesar, di mana kelompok perumahan, air, listrik dan bahan bakar memberi andil 0,58% (qtq) dan

kelompok transportasi, komunikasi, dan jasa keuangan memberi andil 0,43% (qtq).

Sumber : BPS, Perhitungan Staf BI

Sumber : BPS, Perhitungan Staf BI

Mencermati perkembangan yang terjadi pada triwulan I 2017, berikut analisis lebih lanjut terhadap dua

kelompok yang menyumbang inflasi terbesar. Inflasi subkelompok bahan bakar, penerangan dan air

meningkat dari 1,35% (qtq) menjadi 8,15% (qtq) (Grafik 3.8). Pendorong inflasi pada subkelompok ini

adalah komoditas tarif listrik, bahan bakar rumah tangga dan Lampo TL/Neon/PL/XL (Grafik 3.9). Inflasi

triwulanan terbesar terutama terjadi pada tarif litrik (dari 2,06% menjadi 13,49%) dan tarif air minum (dari

3,93% menjadi 26,49%). Sementara itu, pada triwulan I 2016 inflasi triwulanan tarif listrik dan tarif air

minum masing-masing tercatat hanya sebesar -2,44% %(qtq) dan 0,00% (qtq), bahkan mengalami deflasi.

Kenaikan inflasi pada tarif listrik merupakan akibat dari kebijakan pemerintah yang menetapkan kenaikan

tarif listrik secara bertahap pada tahun 2017 bagi pelanggan golongan 900VA. Pada triwulan I, kenaikan

2017 2017

Tw II Tw III Tw IV Tw I Tw II Tw III Tw IV Tw I

0.59 0.52 1.00 1.21 0.59 0.52 1.00 1.21

1 Bahan Makanan 2.61 -0.58 1.95 -0.29 0.55 -0.12 0.41 -0.06

2Makanan jadi, minuman, rokok &

tembakau1.14 1.13 0.94 1.17 0.19 0.19 0.16 0.20

3 Perumahan, air, listrik, dan bahan bakar 0.01 0.68 0.67 2.12 0.00 0.18 0.18 0.58

4 Sandang 1.26 0.42 -0.54 0.70 0.06 0.02 -0.02 0.03

5 Kesehatan 0.24 1.51 1.59 0.76 0.01 0.06 0.06 0.03

6 Pendidikan, rekreasi, dan olahraga -0.20 1.94 0.05 0.42 -0.02 0.15 0.00 0.03

7Transportasi, komunikasi, dan jasa

keuangan-1.10 0.10 1.13 2.37 -0.20 0.02 0.20 0.43

Inflasi Triwulanan (%) Andil Inflasi Triwulanan (%)

2016 2016

Umum

No Kelompok

Grafik 3. 8. Inflasi Triwulanan Kelompok Perumahan, Air,

Listrik dan Bahan bakar

Grafik 3.9. Inflasi Triwulanan Subkelompok Bahan Bakar,

Penerangan dan Air

Page 103: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT · iii Tabel 1.1 Struktur PDRB Provinsi Jawa Barat Berdasarkan Komponen Pengeluaran Atas Dasar Harga Berlaku (ADHB) 5 Tabel

MEI 2017

PERKEMBANGAN INFLASI

78

tarif listrik ini terlihat sangat berpengaruh, karena kenaikan terjadi di bulan januari dan Maret 2017.

Kenaikan tarif listrik ini diduga memberikan dampak pada tarif air minum pikulan, dimana proses

produksinya menggunakan listrik, sehingga komoditas ini mengalami inflasi pada triwulan I 2017.

Sumber : BPS, Perhitungan Staf BI

Sumber : BPS, Perhitungan Staf BI

Pada kelompok transportasi, komunikasi, dan jasa keuangan, peningkatan inflasi triwulanan terbesar

adalah pada sub kelompok transpor yakni dari 1,05% (qtq) menjadi 13,65% (qtq) pada triwulan I

2017 (Grafik 3.10). Pendorong inflasi pada subkelompok ini adalah kenaikan inflasi triwulanan pada biaya

perpanjangan STNK (dari 0,00% menjadi 107,45%), pemeliharaan/service (dari 0,00% menjadi 0,72%),

dan helm (dari -0,12% menjadi 0,24%) (Grafik 3.11). Hal ini diakibatkan oleh kebijakan pemerintah yang

menaikkan tarif administrasi STNK untuk kendaraan bermotor, dimana kenaikan 100% untuk kendaraan

roda dua dan 167% untuk kendaraan roda empat. Sedangkan untuk Untuk helm dan pemeliharaan/service,

diduga pada awal tahun terdapat operasi simpatik 2017 yang menyebabkan para pengendara lebih

memperhatikan keselamatan, selain itu juga menjelang bulan Ramadhan dan Lebaran dimana terdapat

aktivitas mudik membutuhkan kendaraan dalam kondisi baik.

Berdasarkan disagregasi triwulanan (qtq), meningkatnya tekanan inflasi didorong oleh peningkatan

inflasi core (dari 0,56% menjadi 0,91%) dan inflasi administered prices (dari 1,37% menjadi 3,75%)

(Grafik 3.12). Peningkatan kelompok core dan administered price ini sejalan dengan permintaan

fundamental yang meningkat akibat banyak hari libur pada awal tahun 2017 dan juga kebijakan

pemerintah yang menetapkan kenaikkan oada beberapa tarif.

Sumber : BPS, Perhitungan Staf BI

Grafik 3. 12. Perkembangan Disagregasi Inflasi Jawa Barat Triwulanan (qtq)

Grafik 3. 10. Inflasi Triwulanan Kelompok Transportasi,

Komunikasi, dan Jasa Keuangan

Grafik 3.11. Inflasi Triwulanan Subkelompok Sarana dan

Penunjang Transpor

Page 104: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT · iii Tabel 1.1 Struktur PDRB Provinsi Jawa Barat Berdasarkan Komponen Pengeluaran Atas Dasar Harga Berlaku (ADHB) 5 Tabel

MEI 2017

PERKEMBANGAN INFLASI

79

3.1.3. Inflasi Tahunan (yoy)

Pada triwulan I 2017, Jawa Barat tercatat mengalami inflasi sebesar 3,37% (yoy) atau berada di bawah

tingkat inflasi nasional (3,49%). Tingkat inflasi tahunan ini meningkat dibanding triwulan IV 2016 sebesar

2,75% (yoy). Perkembangan ini didorong oleh meningkatnya tekanan inflasi tahunan pada kelompok

transportasi, komunikasi, dan jasa serta kelompok perumahan, air, listrik, dan bahan bakar. Berdasarkan

andilnya, kelompok perumahan, air, listrik dan bahan bakar menjadi penyumbang terbesar yakni mencapai

0,95% (yoy), meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya (0,35%). Selanjutnya, andil inflasi yang

meningkat dibanding triwulan sebelumnya adalah kelompok trasnportasi, komunikasi dan jasa (dari -0,24%

menjadi 0,46%)) (Tabel 3.5).

Tabel 3.5. Inflasi & Andil Inflasi Tahunan Jawa Barat Menurut Kelompok

Barang & Jasa (%, yoy)

Sumber: BPS, Perhitungan Staf BI

Pada kelompok perumahan, air, listrik, dan bahan bakar, peningkatan tekanan inflasi tahunan khususnya

terjadi pada sub kelompok bahan bakar, penerangan, dan air (Grafik 3.13). Pada sub kelompok bahan

bakar, penerangan, dan air kenaikan inflasi tahunan disumbang oleh tarif listrik (dari 7,53% menjadi

18,58%), komoditas tarif air minum (dari 17,07% menjadi 31,47%) serta beberapa komoditas bahan

bangunan seperti paku dan daun pintu. Hal ini seiring dengan perbaikan usaha properti yang didorong

oleh kebijakan Bank Indonesia pada awal tahun 2017 yaitu pelonggaran Loan to Value (LTV). Selain itu

dampak positif dari tax amnesty juga menjadi pendorong perbaikan usaha properti.

Sumber : BPS, Perhitungan Staf BI

Sumber : BPS, Perhitungan Staf BI

2017 2017

Tw II Tw III Tw IV Tw I Tw II Tw III Tw IV Tw I

3.22 2.54 2.75 3.37 3.22 2.54 2.75 3.37

1 Bahan Makanan 9.88 6.95 6.92 3.70 1.98 1.41 1.42 0.78

2Makanan jadi, minuman, rokok &

tembakau5.46 5.14 4.63 4.45 0.92 0.86 0.78 0.76

3 Perumahan, air, listrik, dan bahan bakar 0.61 0.95 1.29 3.51 0.17 0.26 0.35 0.95

4 Sandang 2.72 1.99 1.74 1.85 0.12 0.09 0.08 0.08

5 Kesehatan 3.25 3.87 4.06 4.15 0.13 0.15 0.16 0.16

6 Pendidikan, rekreasi, dan olahraga 1.11 1.98 1.96 2.22 0.09 0.16 0.16 0.18

7Transportasi, komunikasi, dan jasa

keuangan-1.04 -2.28 -1.26 2.48 -0.20 -0.43 -0.24 0.46

Inflasi Triwulanan (%) Andil Inflasi Triwulanan (%)

2016 2016

Umum

No Kelompok

Grafik 3. 13. Inflasi Tahunan Kelompok Perumahan, Air,

Listrik, Gas dan Bahan Bakar

Grafik 3. 14. Inflasi Tahunan Kelompok Transpor,

Komunikasi, dan Jasa Keuangan

Page 105: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT · iii Tabel 1.1 Struktur PDRB Provinsi Jawa Barat Berdasarkan Komponen Pengeluaran Atas Dasar Harga Berlaku (ADHB) 5 Tabel

MEI 2017

PERKEMBANGAN INFLASI

80

Pada kelompok transportasi, komunikasi, dan jasa keuangan, peningkatan tekanan inflasi tahunan

khususnya terjadi pada subkelompok komunikasi dan pengiriman serta sarana dan penunjang transpor

(Grafik 3.14). Pada subkelompok transpor, peningkatan andil inflasi tahunan khususnya disumbang oleh

komoditas biaya perpanjangan STNK, tarif kereta api dan angkutan udara. Sebagaimana diketahui,

sepanjang triwulan IV 2016 pemerintah menetapkan kebijakan untuk menaikkan biaya adminitrasi STNK

untuk kendaraan bermotor. Kenaikan yang ditetapkan pemerintah sangat besar yaitu sebesar 100% untuk

kendaraan roda dua dan 167% untuk kendaraan roda empat, sehingga inflasi tahunannya mencapai

107,45%. Komoditas yang mengalami peningkatan inflasi tahunan adalah tarif kereta api dan angkutan

udara, hal ini dikarenakan pada triwulan I 2017 terdapat hari libur yang cukup banyak antara lain, tahun

baru dan Imlek. Hal inilah yang memicu tingginya permintaan kedua komoditas tersebut.

Sumber : BPS, Perhitungan Staf BI

Berdasarkan disagregasinya, peningkatan inflasi tahunan pada triwulan I 2017 didorong oleh

kenaikan inflasi core dan administered prices dibandingkan triwulan sebelumnya (Grafik 3.15).

Administered Price yang memberikan andil terbesar terhadap inflasi Jawa Barat mulai mengalami

peningkatan pada triwulan I 2017 setelah sebelumnya konsisten mengalami deflasi sejak triwulan II 2016

hingga triwulan IV 2016 masih terbilang rendah atau mengalami deflasi. Administered Price mengalami

peningkatan inflasi tahunan dari -0,04% menjadi 3,72%. Kenaikkan beberapa tarif seperti listrik, tarif

STNK, cukai rokok tahunan serta kenaikan tarif angkutan udara yang terjadi selama triwulan I 2017

merupakan beberapa penyebab kenaikan inflasi Administered Price ini.

Sejalan dengan hal tersebut, core inflation juga mengalami peningkatan dari 2,28% pada triwulan IV 2016

menjadi 2,67% padaa triwulan I 2017.Peningkatan ini disebabkan oleh peningktan permintaan

fundamental dari banyak munculnya hari libur selama triwulan I 2017. Selain itu fluktuasi nilai tukar selama

triwulan I 2017 juga mempengaruhi kenaikan inflasi pada kelompok ini, nilai tukar terutama dipengaruhi

oleh pengumuman kenaikan FFD rate pada bulan Januari dan Maret 2017.

Berbeda dengan dua kelompok sebelumnya, inflasi volatile food justru mengalami penurunan signifikan

dari 7,58% (yoy) pada triwulan IV 2016 menjadi 3,36% (yoy) pada triwulan I 2017. Hal ini terutama

disebabkan oleh penurunan haraga cabai pada akhir triwulan I 2017, dimana harga cabai turun hingga

Rp30.000/kg menjadikan harga cabai turun menjadi Rp100.000/kg. Selain itu, komoditas padi juga menjadi

penyumbang rendahnya inflasi pada kelompok volatile food karena terdapat panen yang cukup baik pada

beberapa sentra padi di Jawa Barat.

Grafik 3. 15. Perkembangan Disagregasi Inflasi Jawa Barat Tahunan (yoy)

Page 106: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT · iii Tabel 1.1 Struktur PDRB Provinsi Jawa Barat Berdasarkan Komponen Pengeluaran Atas Dasar Harga Berlaku (ADHB) 5 Tabel

MEI 2017

PERKEMBANGAN INFLASI

81

Berdasarkan komoditasnya, tekanan inflasi pada triwulan I 2017 terutama masih disumbang oleh

komoditas tarif listrik, tarif pulsa ponsel, biaya perpanjangan STNK dan cabai rawit (Tabel 3.6).

Tekanan inflasi yang tinggi pada beberapa tarif tersebut merupakan dampak dari kebijakan pemerintah

untuk menaikkan tarif tersebut. Tarif listrik pelanggan golongan 900VA akan meningkat secara bertahap

sebanyak tiga tahap, dimana masig-masing penigkatan adalah sebesar 30%, dan akan dilakukan

adjustment tarif pada bulan Juli 2017, dimana untuk pelanggan golongan 900VA yang termasuk rumah

tangga mampu (RTM) makan akan diterapkan tarif normal. Selain itu, peningkatan tarif STNK juga menjadi

penyumbang inflasi tahunan yang cukup besar yaitu sebesar 0,17%. Cabai rawit pada awal tahun 2017

mwngalami kenaikan harga yang sangat tinggi, dimana harga tertinggi di Jawa Barat mencapai Rp150.000

Rp160.000 per kg pada bulan Februari 2017yang terjadi di kota Bandung. Hal inilah yang menybabkan

cabai rawit menjadi penyumbang inflasi tahunan hingga 0,19%.

Tabel 3.6. Sumbangan Inflasi & Deflasi Komoditas Penyumbang Utama (%, yoy)

3.2. Perkembangan Inflasi Menurut Kota

Pada triwulan I 2017, terdapat 3 (tiga) kota yang mengalami inflasi tahunan di atas tingkat inflasi Jawa

Barat yaitu Bogor (4,34%), Depok (3,49%) dan Sukabumi (3,47%) (Grafik 3.16). Sementara itu, Cirebon

kembali menjadi kota dengan inflasi terendah di Jawa Barat pada triwulan I 2017 dengan realisasi inflasi

sebesar 2,74% (yoy). Secara umum, tingkat inflasi tahunan dari seluruh kota perhitungan pada triwulan I

2017 mengalami peningkatan dibanding triwulan IV 2016 (Grafik 3.17).

Komoditas Sumbangan (%) Komoditas Sumbangan (%)

Cabai Merah 0.23 Tarif Listrik 0.57

Bawang Merah 0.21 Tarif Pulsa Ponsel 0.24

Rokok Kretek Filter 0.19 Cabai Rawit 0.19

Beras 0.13

Biaya Perpanjangan

STNK0.17

Bawang Putih 0.13 Rokok Kretek filter 0.15

Cabai Rawit 0.12 Kentang 0.10

Rokok Kretek 0.09 Rokok Kretek 0.08

Tarip Pulsa Ponsel 0.09 Bayam 0.08

Sewa Rumah 0.09 Minyak Goreng 0.07

Kentang 0.08 Nasi dengan Lauk 0.07

Komoditas Sumbangan (%) Komoditas Sumbangan (%)

Bensin -0.39 Semen -0.09

Solar -0.10 Cabai Merah -0.06

Semen -0.05 Tomat Sayur -0.05

Telur Ayam Ras -0.05 Telur Ayam Ras -0.06

Wortel -0.03 Daging Ayam Ras -0.02

Laptop/Notebook -0.02 Bensin -0.07

Buncis -0.02 Solar -0.03

Angkutan Dalam Kota -0.02 Angkutan Dalam Kota -0.02

Kacang Panjang -0.02 Laptop/Notebook -0.02

Bahan Bakar RT -0.01 Tarif Taksi -0.01

Tw I 2017

Komoditas Penyumbang Inflasi Tahunan Utama (%)

Komoditas Penyumbang Deflasi Tahunan Utama (%)

Tw IV 2016 Tw I 2017

Tw IV 2016

Page 107: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT · iii Tabel 1.1 Struktur PDRB Provinsi Jawa Barat Berdasarkan Komponen Pengeluaran Atas Dasar Harga Berlaku (ADHB) 5 Tabel

MEI 2017

PERKEMBANGAN INFLASI

82

Sumber : BPS, Perhitungan Staf BI) Sumber : BPS , Perhitungan Staf BI

Terdapat risiko yang perlu diwaspadai khususnya pada kota-kota dengan bobot inflasi yang besar terhadap

Jawa Barat. Jika dilakukan pemetaan dengan menggunakan variabel bobot kota dan tingkat inflasi, dapat

dilihat bahwa kota dengan bobot inflasi tertinggi (Bandung) juga mengalami inflasi yang relatif tinggi

(Grafik 3.18). Meskipun demikian, pada triwulan 1 2017 ini menunjukkan pemetaan dengan menggunakan

data inflasi pangan memperlihatkan bahwa seluruh kota masih dibawah rata-rata inflasinya (Grafik 3.19).

Sumber : BPS, Perhitungan Staf BI Sumber : BPS, : Perhitungan Staf BI

Jika dievaluasi berdasarkan capaian inflasi di kota-kota inflasi dibandingkan dengan inflasi Jawa Barat, kota

Bogor dan Depok memiliki tingkat inflasi yang lebih tinggi dibanding Jawa barat (Tabel 3.7). Sedangkan

kota Tasikmalaya yang konsisten dari triwulan IV 2015 selalu mengalami inflasi di atas Jawa Barat, pada

triwulan I 2017 inflasinya berada di bawah Jawa Barat. Sementara itu berdasarkan andilnya, Kota Depok

masih menjadi pemberi andil inflasi tahunan terbesar di Jawa Barat (0,66%) dan disusul oleh Kota Bogor

(0,59%).

Grafik 3.16. Inflasi Kota di Jawa Barat Triwulan I 2017

(yoy)

Grafik 3.17. Historis Inflasi Tahunan Kota Perhitungan

Inflasi di Jawa Barat

Grafik 3.18. Inflasi Tahunan Kota Inflasi Grafik 3.19. Inflasi Pangan Tahunan Kota Inflasi

Page 108: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT · iii Tabel 1.1 Struktur PDRB Provinsi Jawa Barat Berdasarkan Komponen Pengeluaran Atas Dasar Harga Berlaku (ADHB) 5 Tabel

MEI 2017

PERKEMBANGAN INFLASI

83

Tabel 3.7. Perkembangan Inflasi dan Andil Inflasi Kota Terhadap Inflasi IHK

Jawa Barat (%, yoy)

Sumber : BPS, Perhitungan Staf BI

3.3. Perkembangan Inflasi Berdasarkan Disagregasi

Berdasarkan disagregasi kelompok, peningkatan inflasi tahunan dibanding triwulan lalu terjadi pada

kelompok core dan administered prices, sementara kelompok volatile food mengalami penurunan

(Grafik 3.20). Jika dibandingkan dengan rata-rata historisnya, baik realisasi inflasi IHK, core, administered

prices dan volatile food lebih rendah dibanding historis(Grafik 3.21). Tren inflasi yang rendah ini khususnya

untuk kelompok volatile food terutama disebabkan oleh musim panen raya yang mulai pada awal tahun

2017. Namun untuk kelompok AP dan CI, meskipun masih rendah dibanding rata-rata historisnya, tekanan

inflasi pada triwulan 2017 masih cukup besar, akibat kebijakan kenaikan beberapa tarif dari pemerintah.

Sumber : BPS, Perhitungan Staf BI Sumber : BPS, Perhitungan Staf BI

Administered prices

Perkembangan tekanan inflasi kelompok administered prices pada akhir triwulan I 2017 tercatat mengalami

peningkatan, setelah sebelumnya konsisten mengalami penurunan hingga triwulan IV 2016. Sebagaimana

telah dijelaskan sebelumnya, kenaikan inflasi pada kelompok AP ini terutama didorong oleh kebijakan

pemerintah terkait peningkatan tarif listrik pelanggan golongan 900VA. Sebagai dampaknya, inflasi AP

energi mengalami peningkatan dari -5,07% (yoy) pada triwulan III menjadi 5,95% (yoy) pada triwulan I

2017.

Sepanjang triwulan I 2017, pemerintah menetapkan kenaikan tarif listrik untuk pelanggan golongan 900VA

tepatnya bulan Januari dan Maret 2017 sebesar 30%. Pertumbuhan tarif listrik rata-rata tahunan

2017 2017

Tw I Tw II Tw III Tw IV TW I Tw I Tw II Tw III TW IV TW I

3.78 3.22 2.54 2.75 3.36 3.78 3.22 2.54 2.75 3.36

1 Kota Bandung 4.34 4.22 2.54 2.93 3.21 0.73 0.60 0.43 0.50 0.55

2 Kota Bekasi 3.33 5.22 2.09 2.47 3.21 0.57 0.47 0.36 0.43 0.55

3 Kota Depok 3.51 6.22 2.90 2.60 3.49 0.67 0.66 0.55 0.50 0.66

4 Kota Bogor 4.14 7.22 2.53 3.60 4.34 0.56 0.41 0.34 0.49 0.59

5 Kota Sukabumi 2.96 8.22 2.52 2.57 3.47 0.35 0.31 0.29 0.30 0.40

6 Kota Cirebon 2.83 9.22 1.95 1.87 2.74 0.30 0.23 0.21 0.20 0.29

7 Kota Tasikmalaya 4.51 10.22 3.62 2.75 3.05 0.49 0.45 0.39 0.30 0.33

2016

Inflasi Tahunan (%) Andil Terhadap Inflasi Tahunan Jabar

Jawa Barat

No Kelompok 2016

Grafik 3.21. Perbandingan Inflasi Dengan Historisnya Grafik 3.20. Disagregrasi Inflasi Jawa Barat

Page 109: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT · iii Tabel 1.1 Struktur PDRB Provinsi Jawa Barat Berdasarkan Komponen Pengeluaran Atas Dasar Harga Berlaku (ADHB) 5 Tabel

MEI 2017

PERKEMBANGAN INFLASI

84

meningkat dari -1,76% (yoy) pada triwulan IV 2016 menjadi 7,88% (yoy) pada triwulan I 2017 (Grafik

3.22). Secara spesifik, kenaikan tertinggi adalah pada golongan pelanggan rumah tangga, karena kenaikan

tarif listrik pada tahun 2017 dikhususkan pada pelanggan rumah tangga mampu golongan 900VA.

Sumber : PT. PLN , Perhitungan Staf BI Sumber : BPS, Perhitungan Staf BI

Sejalan dengan AP energi, tingkat inflasi tahunan dari kelompok administered prices non energi juga

meningkat dari 3,87% (yoy) menjadi 4,65% (yoy) pada triwulan I 2017. Kenaikan biaya administrasi STNK

dan berlanjutnya transmisi kenaikan cukai rokok terhadap harga rokok mendorong komoditas ini menjadi

penyumbang inflasi utama pada kelompok administered prices. Hingga akhir triwulan I 2017, biaya

adminitrasi STNK mengalami inflasi sebesar 107,45%, rokok kretek filter mengalami inflasi sebesar 7,97%

(yoy), rokok kretek sebesar 7,11% (yoy), dan rokok putih sebesar 6,83%.

Tabel 3.8. Komoditas Penyumbang Inflasi & Deflasi Kelompok Adminstered Prices

di Jawa Barat Triwulan I 2017 (%, yoy)

Sumber: BPS , Perhitungan Staf BI

Volatile Food

Tekanan inflasi volatile food pada triwulan I 2017 tercatat relatif menurun dari triwulan sebelumnya, yakni

dari 7,58% (yoy) menjadi 3,72%. Namun demikian, realisasi ini masih lebih tinggi dibanding rata-rata

historis 5 (lima) tahun terakhir sebesar 6,97% (yoy). Dengan demikian, untuk triwulan I 2017, menurunnya

inflasi volatile food dibanding triwulan IV 2017 menjadi faktor penahan kenaikan inflasi, di tengah kenaikan

inflasi administered prices dan core pada triwulan ini.

Inflasi Andil Deflasi Andil

Tarip Listrik 18.58 0.57 Bensin -2.10 -0.07

Biaya Perpanjangan

STNK107.45 0.17 Solar -7.38 -0.03

Rokok Kretek Filter 7.97 0.15 Angkutan Dalam Kota -0.38 -0.02

Rokok Kretek 7.11 0.08 Tarif Taksi -4.19 -0.01

Tarip Kereta Api 16.81 0.06

Rokok Putih 6.83 0.03

Tarif Air Minum PAM 6.04 0.03

Tarif Parkir 8.10 0.02

Angkutan Udara 35.01 0.01

Inflasi (%, yoy) Deflasi (%, yoy)Komoditas Komoditas

Grafik 3.22. Perkembangan Tarif Listrik Berdasarkan

Kelompok Pelanggan

Grafik 3.23. Inflasi Administered prices Kelompok Energi

dan Non Energi (yoy)

Page 110: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT · iii Tabel 1.1 Struktur PDRB Provinsi Jawa Barat Berdasarkan Komponen Pengeluaran Atas Dasar Harga Berlaku (ADHB) 5 Tabel

MEI 2017

PERKEMBANGAN INFLASI

85

Menurunnya tekanan inflasi volatile food pada triwulan I 2016 dibanding triwulan sebelumnya disebabkan

oleh mulai berlangsungnya masa panen untuk tanaman padi di sejumlah sentra di Jawa Barat dan juga

peningkatan pasokan cabai dari berbagai sentra produksi cabai.

Beberapa komoditas pangan utama yang tercatat mengalami penurunan inflasi tahunan dibanding triwulan

sebelumnya adalah cabai merah (dari 60,25% menjadi -12,14%), bawang putih (dari 51,01% menjadi

13,62%), bawang merah (dari 36,22% menjadi -0,82%), daun bawang (dari 14,81% menjadi -17,65%),

dan tomat sayur (dari 9,47% menjadi -22,37%). Pada komoditas cabai merah, penignkatan pasokan cabai

dari berbagai sentra produksi cabai seperti Kabupaten Garut, Kabupaten Wonosobo, Banjarnegara dan

Banyumas menjadikan harga cabai di pasaran turun, sehingga penurunan inflasi pada komoditi ini pun

cukup tinggi. Sementara pada komoditas hortikulutra seperti bawang merah, bawang putih, dan sayur-

sayuran seperti daun bawang dan tomat sayur, kondisi kemarau basah (fenomena la nina) sepanjang tahun

2016 justru menambah produktivitas tanaman serta volume panennya yang berawal di tahun 2017.

Di sisi lain, penurunan yang lebih dalam ditahan oleh perkembangan beberapa komoditas yang mengalami

peningkatan inflasi dibanding triwulan sebelumnya. Komoditas bayam merupakan penyumbang kenaikan

andil inflasi tahunan terbesar dari triwulan IV 2016 ke triwulan I 2017. Inflasi bayam meningkat dari 7,73%

(yoy) menjadi 40,45% (yoy) pada triwulan I 2017, komoditas lain seperti kol putih/kubis juga meningkat

dari -8,42% (yoy) menjadi 22,23% (yoy), petai naik dari 73,20% (yoy) menjadi 101,60% (yoy). Selanjutnya,

kenaikan inflasi juga terjadi pada komoditas cabai rawit (dari 75,23% menjadi 98,91%), hal ini disebabkan

oleh gagal p

tanaman, selain itu juga cuaca curah hujan yang tinggi membuat produktivitas pada tanaman ini berkurang.

Tabel 3.9. Komoditas Penyumbang Inflasi & Deflasi Kelompok Volatile food

di Jawa Barat Triwulan I 2017 (%, yoy)

Sumber: BPS , Perhitungan Staf BI

Inflasi Core

Inflasi core pada triwulan I 2017 meningkat, yakni dari 2,28% (yoy) menjadi 2,67% (yoy). Dengan demikian,

inflasi core sudah mulai meningkat setelah sebelumnya konsisten mengalami penurunan sejak triwulan II

2015. Peningkatan ini didorong oleh peningkatan permintaan masyarakat pada awal tahun yang disertai

Inflasi Andil Deflasi Andil

Cabai Rawit 98.91 0.19 Cabai Merah -12.14 -0.06

Kentang 31.31 0.10 Telur Ayam Ras -7.16 -0.06

Bayam 40.45 0.08 Tomat Sayur -22.37 -0.05

Minyak Goreng 7.69 0.07 Daging Ayam Ras -1.46 -0.02

Beras 1.46 0.05 Daun Bawang -17.65 -0.01

Petai 101.60 0.04 Anggur -11.02 -0.01

Jagung Manis 33.67 0.04 Tomat Buah -22.92 -0.01

Bawang Putih 13.62 0.04 Bawang Merah -0.82 -0.01

Cumi-Cumi 26.38 0.03 Pepaya -2.39 -0.01

Mie kering Instant 7.28 0.03 Kacang Panjang -6.96 -0.01

KomoditasInflasi (%, yoy)

KomoditasDeflasi (%, yoy)

Page 111: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT · iii Tabel 1.1 Struktur PDRB Provinsi Jawa Barat Berdasarkan Komponen Pengeluaran Atas Dasar Harga Berlaku (ADHB) 5 Tabel

MEI 2017

PERKEMBANGAN INFLASI

86

dengan banyaknya ghari libur, seperti tahun baru dan Imlek, serta hari besar keagaaman lain selama

triwulan I 2017. Selain itu, peningkatan tarif pulsa ponsel secara konsisten sejak September 2016 yang

dilakukan perusahaan provider untuk mengkompensasi kenaikan biaya investasi pada periode sebelumnya

turut menjadi pendorong.

Jika dianalisis secara lebih dalam, peningkatan ini khususnya didorong oleh meningkatnya tekanan inflasi

pada kelompok core non traded (Grafik 3.24). Kenaikan tarif pulsa ponsel dan sewa rumah menjadi faktor

utama pendorong kenaikan ini. Sejalan dengan hal tersebut, inflasi core traded juga tercatat meningkat

pada triwulan I 2017. Hal ini sejalan dengan pelemahan nilai tukar Rupiah pada triwulan I akibat

pada bulan Januari dan Maret 2017. Adapun kelompok core

traded yang terpantau mengalami sedikit peningkatan secara sepsifik adalah food related (Grafik 3.25).

Banyaknya hari libur membuat penignkatan jumlah wisatawan ke Jawa Barat, hal ini diduga menyebabkan

kenaikan permintaan bahan makan pada kelompok core.

Sumber : BPS, Perhitungan Staf BI Sumber : BPS, Perhitungan Staf BI

Permintaan terhadap properti baik jual maupun sewa terpantau mengalami penurunan. Hal ini tercermin

dari inflasi tahunan dari jasa sewa properti khususnya sewa rumah yang menurun dari 2,02% (yoy) pada

triwulan IV 2016 menjadi 1,34% (yoy) pada triwulan I 2017. Indeks Harga Properti Residensial (IHPR) juga

terpantau menurun untuk selutuh tipe, namun yang paling besar penurunannya adalah tipe rumah besar

(Grafik 3.26). Hal ini mencerminkan permintaan masyarakat terhadap properti baik jual maupun sewa mulai

menurun.

Sumber : Survei Harga Properti Residensial Bank Indonesia

Grafik 3.25. Disagregasi Inflasi Core Traded (yoy) Grafik 3.24. Perkembangan Inflasi Core Traded dan Non

Traded (yoy)

Grafik 3.26. Perkembangan Indeks Harga Properti

Residensial

Page 112: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT · iii Tabel 1.1 Struktur PDRB Provinsi Jawa Barat Berdasarkan Komponen Pengeluaran Atas Dasar Harga Berlaku (ADHB) 5 Tabel

MEI 2017

PERKEMBANGAN INFLASI

87

Terkait faktor eksternal, Rupiah mengalami pelemahan pada triwulan I 2017 (Grafik 3.27). Hal ini turut

berkontribusi kepada meningkatnya tekanan inflasi beberapa komoditas pada kelompok core traded. Di

sisi lain, sejalan dengan tren penguatan dollar Amerika Serikat, harga emas global terpantau mengalami

perlambatan pada triwulan I 2017 (Grafik 3.28). Inflasi pada komoditas emas perhiasan domestik juga

tercatat mengalami penurunan yakni dari 1,57% (yoy) pada triwulan IV 2016 menjadi 1,42% (yoy) pada

triwulan I 2017.

Sumber : Bloomberg, Perhitungan Staf BI Sumber : Bloomberg, Perhitungan Staf BI

Dari sisi sumbangan inflasi core, komoditas core non traded memberikan sumbangan inflasi terbesar pada

triwulan ini, yaitu tarif pulsa ponsel dan sewa rumah. Di sisi lain, beberapa komoditas core traded terpantau

mengalami deflasi yakni semen, laptop, dan kulkas.

Tabel 3.10. Komoditas Penyumbang Inflasi & Deflasi Kelompok Core Inflation

di Jawa Barat Triwulan I 2017 (%, yoy)

Sumber: BPS , Perhitungan Staf BI

3.4. Perkembangan Inflasi Triwulan II 2017

Inflasi IHK tahunan Jawa Barat pada triwulan II 2017 diperkirakan berada pada rentang 3,9% - 4,3% (yoy),

meningkat dibanding realisasi inflasi triwulan I 2017 sebesar 3,37% (yoy). Peningkatan tekanan inflasi ini

terutama didorong oleh kebijakan pemerintah menaikkan tarif administered prices yaitu kenaikan tarif listrik

Inflasi Andil Deflasi Andil

Tarip Pulsa Ponsel 12.19 0.24 Semen -7.00 -0.09

Nasi dengan Lauk 2.88 0.07 Laptop/Notebook -7.30 -0.02

Sewa Rumah 1.34 0.06 Kulkas/Lemari Es -4.43 -0.01

Kontrak Rumah 1.26 0.05

Ketupak/Lontong Sayur 13.37 0.05

Kue Kering Berminyak 7.81 0.05

Tukang Bukan mandor 1.94 0.04

Akademi/Perguruan Tinggi 2.59 0.04

Sekolah Dasar 4.28 0.04

Pasir 4.02 0.04

Deflasi (%, yoy)Komoditas

Inflasi (%, yoy)Komoditas

Grafik 3.27. Perkembangan Nilai Tukar Rupiah Grafik 3.28. Harga Komoditas Emas Global

Page 113: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT · iii Tabel 1.1 Struktur PDRB Provinsi Jawa Barat Berdasarkan Komponen Pengeluaran Atas Dasar Harga Berlaku (ADHB) 5 Tabel

MEI 2017

PERKEMBANGAN INFLASI

88

untuk pelanggan golongan 900VA tahap 3 pada triwulan II 2017, selain itu juga terdapat momen bulan

Ramadhan dan Lebaran yang terjadi penuh di triwulan II 2017.

Pada bulan April 2017, Jawa Barat tercatat

mengalami inflasi sebesar 0,17% (mtm) atau

3,92%(yoy), meningkat dibandingkan Maret 2017.

Secara historis, realisasi inflasi bulanan April 2017 ini

lebih rendah dibanding polanya yaitu rata-rata

periode 2012-2016 sebesar 0,52%. Secara

komponen pembentuknya, tekanan inflasi April

2017 didorong oleh inflasi kelompok administered

prices (AP) sebesar 1,15% (mtm) dan kelompok core

inflation (CI) sebesar 0,17% (mtm) (Grafik 3.29),

kedua kelompok tersebut mengalami inflasi bulanan lebih tinggi dibanding rata-rata historisnya sebesar

0,11% (mtm) dan 0,16% (mtm). Di sisi lain, inflasi kelompok volatile food (VF) mengalami deflasi pada

bulan April 2017 sebesar -1,04% (mtm) tercatat lebih rendah dibanding rata-rata historisnya sebesar -

1,24% (mtm). Rendahnya inflasi kelompok VF ini terutama didorong oleh terjaganya stok pangan sejumlah

komoditas utama seperti bawang merah, cabai rawit dan cabai merah.

Pada kelompok inflasi core, secara bulanan pada April 2017 terjadi peningkatan inflasi dari 0,08% menjadi

0,17% dan secara tahunan dari 2,67% menjadi 2,76%. Tarip pulsa ponsel masih menjadi pendorong

utama inflasi untuk kelompok ini. Komoditas itu telah konsisten mengalami peningkatan sejak September

2016 dan pada Januari 2017 mengalami inflasi sebesar 0,97% (mtm). Hal ini menjadi penyebab utama

peningkatan inflasi core non traded dari 0,03% (mtm) di Maret 2017 menjadi 0,10% (mtm). Selain itu,

penyumbang inflasi lain adalah pada subkelompok core traded dimana terdapat peningkatan harga emas

dunia yang membuat harga emas domestik ikut meningkat. Meski demikian, tekanan pada kelompok ini

tertahan akibat nilai tukar rupiah yang terapresiasi sebesar 0,29% (mtm) sepanjang bulan April 2017 yang

menurunkan tekanan imported inflation (barang impor).

Kelompok bergejolak (volatile food/VF) mengalami deflasi pada bulan April 2017 yakni sebesar -1,04%

(mtm) meningkat dibanding bulan Maret 2017 sebesar -0,19% (mtm). Secara tahunan, inflasi VF pada April

2017 tercatat sebesar 3,39% (yoy) atau menurun dibanding bulan sebelumnya (3,72%) serta lebih rendah

dibanding rata-rata historisnya (7,66%). Penyumbang deflasi kelompok volatile food bersumber dari

komoditas bawang merah, cabai rawit dan cabai merah. Hal ini disebabkan terdapat panen raya sehingga

bulan April mengalami deflasi akibat harga yang sudah terpantau stabil seiring dengan terus bertambahnya

pasokan dari berbagai sentra produksi cabai seperti Kab. Garut, Kab. Wonosobo, Banjarnegara dan

Banyumas. Namun demikian, beberapa komoditas seperti seperti bawang putih, jeruk dan daging ayam ras

mengalami kenaikan harga sehingga menahan deflasi dari bulan sebelumnya.

Kelompok harga diatur pemerintah (administered prices/AP) pada April 2017 tercatat mengalami inflasi

bulanan sebesar 1,15% (mtm), meningkat dibanding Maret 2017 sebesar 0,34% (mtm). Dengan demikian,

kenaikan harga pada kelompok AP menjadi pendorong utama inflasi di bulan ini. Dampak dari kebijakan

Sumber : BPS, diolah

Grafik 3.29. Perkembangan Disagregasi Inflasi

Page 114: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT · iii Tabel 1.1 Struktur PDRB Provinsi Jawa Barat Berdasarkan Komponen Pengeluaran Atas Dasar Harga Berlaku (ADHB) 5 Tabel

MEI 2017

PERKEMBANGAN INFLASI

89

pemerintah menaikkan tarif listrik untuk pelanggan golongan 900VA menjadi pendorong utama kenaikan

di kelompok barang ini. Tarif listrik untuk pelanggan 900VA meningkat dari Rp791/kWh per 1 Januari 2017

menjadi Rp1.034/kwh per 1 Maret 2017, dengan pangsa pemakaian listrik pada golongan ini sebesar

32,08% maka kenaikan tarif sebesar 30,72% tersebut mendorong inflasi pada komoditas ini sebesar

5,36% dan menyumbang kenaikan inflasi bulanan pada Januari 2017 sebesar 0,19%.

Survei Konsumen yang dilakukan oleh Bank Indonesia memperkirakan tekanan harga akan mengalami

peningkatan pada triwulan II 2017. Hal ini ditunjukkan melalui Indeks Ekspektasi Harga (IEH) rata-rata

triwulan II 2017 sebesar 173,58 atau meningkat dibanding rata-rata triwulan I 2017 sebesar 152,30 (Grafik

3.30). Berdasarkan kelompok barang, peningkatan indeks ekspektasi harga terjadi pada kelompok

perumahan, listrik, gas, BB dan bahan makanan (Grafik 3.34).

Sumber : Survei Konsumen Bank Indonesia

Secara ringkas, beberapa upward risk yang berpotensi mendorong kenaikan inflasi pada triwulan II 2017

meliputi :

Terdapat momen Ramadhan dan Lebaran yang terjadi sepenuhnya di triwulan II 2017

Kenaikan tarif listrik tahap 3 untuk pelanggan golongan 900VA untuk rumah tangga mampu.

Kenaikan harga komoditas global yang akan berpengaruh terhadap harga komoditas domestik

Kembali diberikannya gaji ke-13 kepada PNS menjelang Lebaran

Berjalannya proyek pembangunan infrastruktur strategis di Jawa Barat (Tol Cisumdawu, Tol Soroja,

Bandung Intra Urban Toll Road, Tol Cimanggis-Cibitung, Bogor Ring Road, Tol Cikarang-Tj. Priok, Tol

Cileunyi-Nagreg-Tasikmalaya, serta Bandara Internasional Kertajati).

3.5. Program Pengendalian Inflasi Daerah

Sepanjang tahun 2009 s.d 2016, FKPI Jawa Barat telah melakukan banyak upaya baik dalam hal penguatan

kelembagaan maupun dalam upaya pengendalian inflasi di Jawa Barat. Secara ringkas identifikasi masalah

dan kebijakan yang diambil oleh FKPI Jawa Barat setiap tahunnya adalah sebagai berikut:

Grafik 3.30. Indeks Ekspektasi Harga (IEH) 3 Bulan

Mendatang

Page 115: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT · iii Tabel 1.1 Struktur PDRB Provinsi Jawa Barat Berdasarkan Komponen Pengeluaran Atas Dasar Harga Berlaku (ADHB) 5 Tabel

MEI 2017

PERKEMBANGAN INFLASI

90

Pada tahun 2017, komoditas pangan masih merupakan penyumbang utama tingkat inflasi. Kondisi

ketersediaan pangan dan alur distribusinya masih menjadi faktor utama yang mempengaruhi fluktuasi

harga kelompok volatile foods. Melanjutkan fokus pengendalian inflasi tahun 2016, FKPI Provinsi Jawa

Barat pada tahun 2017 mencanangkan pendekatan upaya pengendalian inflasi yang dikemas dalam tajuk

1. Peningkatan produksi komoditas penyumbang inflasi;

2. Antisipasi lonjakan permintaan menjelang peak season;

3. Revitalisasi pasar;

4. Penyusunan kajian pendukung pengendalian inflasi dan peningkatan kompetensi sumber daya

pendukung;

5. Peningkatan kualitas infrastruktur pendukung (irigasi, perbaikan jalan, jembatan) serta penguatan

sistem logistik bahan pangan strategis;

6. Peningkatan jaringan konektivitas, koordinasi dan kerjasama; serta

7. Usaha Tani Mandiri, yaitu penguatan/pemberdayaan petani melalui sinergi dengan pihak terkait.

TAHUN IDENTIFIKASI MASALAH KEBIJAKAN

Kurangnya awareness anggota Edukasi peningkatan awareness pentingnya pengendalian inflasi

Kenaikan harga gula pasir

Jangka pendek: Pasar Murah dan Operasi Pasar;

Jangka panjang: Revitalisasi merin dan pabrik gula, Ekspansi lahan

tebu dan pabrik gula

2010 Potensi kenaikan harga beras

High Level Meeting, percepatan launching raskin, mendorong

pemkab/kota agar mempercepat penyaluran raskin dan pelaksanaan

OP, mengarahkan ekspektasi masyarakat yang diantaranya melalui

kunjungan ke gudang BULOG.

2011 Gangguan produksi bahan pangan

10 langkah strategis pengendalian inflasi.

Contoh: meningkatkan produktivitas padi, memberikan bantuan bibit

ikan dan kapal tangkap, mendorong pembentukan TPID Kota Bekasi,

Depok, Sukabumi serta meningkatkan awareness masyarakat terhadap

inflasi melalui media massa.

2012Kebijakan Pemerintah dan gangguan

produksi bahan pangan

5 Plus 1 Paket Kebijakan Inflasi,

diantaranya mengedukasi masyarakat melalui media massa secara

intensif.

2013Kebijakan Pemerintah Pusat terkait

harga/tarif

3 Plus 1,

Memperkuat upaya stabilisasi melalui peningkatan produksi dan stok,

akses informasi dan kelancaran distribusi serta mengoptimalkan

kerjasama perdagangan antar daerah.

2014 Penguatan infrastruktur 5 Plus 1,

Peningkatan kualitas infrastruktur pendukung

2015

Kebijakan pemerintah mengenai energi,

selain gangguan terhadap produksi

bahan pangan yang dilatari pengaruh

iklim atau cuaca

Paket 5 Plus 1,

Upaya peningkatan produksi komoditas penyumbang inflasi, upaya

menjaga kecukupan stok komoditas pangan strategis saat lonjakan

permintaan, revitalisasi pasar dan kajian yang berhubungan dengan

pengendalian tingkat inflasi serta usaha peningkatan infrastruktur dan

mekanisme kerja sama dan koordinasi antar instansi berwenang

2016 Ketersediaan dan distribusi pangan

PROPER KAHIJI UTAMA,

Upaya pengendalian inflasi dengan fokus pada peningkatan produksi,

antisipasi lonjakan permintaan, penyusunan kajian pendukung,

peningkatan kualitas infrastruktur serta peningkatan jaringan

konektivitas, koordinasi dan kerjasama dan mendorong

pemberdayaan petani

2009

Page 116: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT · iii Tabel 1.1 Struktur PDRB Provinsi Jawa Barat Berdasarkan Komponen Pengeluaran Atas Dasar Harga Berlaku (ADHB) 5 Tabel

MEI 2017

PERKEMBANGAN INFLASI

91

3.5.1. Pelaksanaan Kegiatan FKPI Jawa Barat

Sepanjang triwulan I 2017, berbagai upaya pengendalian inflasi telah dilakukan oleh FKPI Jawa Barat, baik

dari sisi koordinasi, seperti penyelenggaraan pertemuan-pertemuan meliputi Rapat Teknis, High Level

Meeting, Rapat Koordinasi TPID 7 (Tujuh) Kota maupun dari sisi strategis melalui pengembangan

Priangan(Portal Informasi Harga Pangan Strategis) dan sosialisasi e-Priangan. Upaya pengendalian inflasi

tersebut dilakukan melalui Program Kerja FKPI baik Program Rutin dan Program Strategis.

A. Program Rutin FKPI

Program Rutin Tanggal Keterangan

Rapat Teknis 10 Februari 2017

Rapat Teknis FKPI dalam rangka evaluasi program kerja

pengendalian inflasi tahun 2016 dan penajaman roadmap

pengendalian inflasi tahun 2017 serta terkait kelembagaan

sehubungan dengan adanya perubahan nomenklatur

Organisasi Perangkat Daerah (OPD) beberapa anggota

Forum Koordinasi Pengendalian Inflasi (FKPI) Provinsi Jawa

Barat.

Rutin

Rapat Teknis

Rapat HLM

Rakor se-Jawa Barat

Rakor Antar Provinsi/Rakornas

Capacity Building

Kunjungan ke TPID Terbaik

Strategis

Revitalisasi Sistem Resi Gudang

Revitalisasi Priangan

Penyusunan Model Kerjasama

Antar Daerah

Gambar 3.1. Upaya Pengendalian Inflasi Jawa Barat Tahun 2017 (PROPER KAHIJI UTAMA JILID II)

Gambar 2.2. Program Kerja Rutin dan Strategis FKPI Provinsi Jawa Barat

Page 117: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT · iii Tabel 1.1 Struktur PDRB Provinsi Jawa Barat Berdasarkan Komponen Pengeluaran Atas Dasar Harga Berlaku (ADHB) 5 Tabel

MEI 2017

PERKEMBANGAN INFLASI

92

High Level Meeting 14 Maret 2017

High Level Meeting FKPI Provinsi Jawa Barat dibuka dan

dipimpin langsung oleh GUbernur Jawa Barat, Bp. Ahmad

Heryawan. Dalam rapat tersebut dibahas mengenai

pentingnya sinergi seluruh stakeholder agar program kerja

FKPI Provinsi Jawa Barat tahun 2017 yang bertajuk PROPER

KAHIJI UTAMA Jilid II dapat berjalan dengan optimal.

Rakor TPID 7 (Tujuh)

Kota Sampel IHK di

Jawa Barat

19-20 Januari 2017

Rakor TPID 7 (tujuh) Kota Sampel IHK di Jawa Barat dengan

topik bahasan terkait evaluasi pencapaian kinerja inflasi

tahun 2016 serta merumuskan strategi pengendalian inflasi

2017.

Capacity Building FKPI

dan TPID Kab/Kota se-

Jawa Barat

16-17 Maret 2017 Dalam rangka peningkatan kapasitas SDM yang menjadi PIC

TPID di jajaran pemerintah tingkat provinsi maupun

kab/kota, maka telah dilaselenggarakan capacity building di

Kab. Pangandaran.

i materi dipaparkan oleh narasumber

dari internal jabar (Dinas Tanaman Pangan dan Hortikultura,

Dinas Perindustrian dan Perdagangan, TPID Kota Depok

maupun BPS Prov.Jabar) maupun eksternal Jawa Barat

(Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian).

Monitoring/Audiensi

TPID Kab/Kota se-

Jawa Barat

14 Februari 2017

9 Maret 2017

Pembahasan antara KPw BI Prov. jabar dengan TPID kab.

Purwakarta mengenai peran TPID Kab.Purwakarta dalam

pengendalian inflasi Kab.Purwakarta pasca terbentuknya

TPID Kab.Purwakarta pada tahun 2014.

Pembahasan antara KPw BI Prov. Jabar dengan TPID kab.

Purwakarta mengenai penajaman program kerja TPID

Kab.Sumedang agar selaras dengan program kerja FKPI

Provinsi Jawa Barat tahun 2017.

B. Program Strategis FKPI

Program Strategis Tanggal Keterangan

Optimalisasi Portal

Infomasi Harga Pangan

(Priangan)

5 Januari 2017

9 Januari 2017

Pembahasan dengan mitra e-Priangan yang terdiri dari Bulog

Divre Jabar dan PT. Perusahaan Perdagangan Indonesia (PPI)

Regional Bandung sebagai merchant serta PT. Bhanda Ghara

Reksa (BGR) sebagai penyedia jasa logistik pengantaran

barang terkait validasi pengembangan sistem e-PRIANGAN.

Selain itu juga dibahas mengenai rencana pengembangan

Priangan tahun 2017.

KPw BI Provinsi Jawa Barat berkoordinasi dengan Bagian

Perekonomian Kota Bandung menyelenggarakan kegiatan

Sosialisasi e-PRIANGAN kepada jajaran TPID Kota Bandung.

e-PRIANGAN diharapkan dapat menjadi salah satu media

untuk mengendalikan harga pangan di kota Bandung dan

sosialisasi kepada seluruh lapisan masyarakat di kota

Bandung perlu diimplementasikan segera.

Page 118: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT · iii Tabel 1.1 Struktur PDRB Provinsi Jawa Barat Berdasarkan Komponen Pengeluaran Atas Dasar Harga Berlaku (ADHB) 5 Tabel

MEI 2017

PERKEMBANGAN INFLASI

93

29 Januari 2017

2 Februari 2017

13 Februari 2017

22 Februari 2017

13 Maret 2017

Sosialisasi langsung disampaikan kepada masyarakat kota

Bandung di area CFD Dago dengan menekankan bahwa e-

PRIANGAN hadir bukan untuk tujuan komersil, namun

memberikan kemudahan kepada masyarakat untuk

mendapatkan bahan pokok secara mudah, harga murah,

namun demikian kualitas barang tetap terjaga.

Sosialisasi e-Priangan kepada Perkumpulan Pensiunan Bank

Indonesia (PPBI). Sosialisasi ditekankan pada aspek latar

belakang dan tujuan pengembangan e-Priangan, yaitu

untuk menjadi pintu gerbang bagi masyarakat dalam

mengakses kebutuhan pokok secara mudah, harga yang

terjangkau namun kualitasnya tetap terjaga.

Rapat koordinasi dengan konsultan IT pengembang e-

Priangan untuk membahas rencana pengembangan

Priangan di tahun 2017.

Sosialisasi e-Priangan kepada Unsur Kewilayahan dan

Anggota TPID Kota Bandung. e-Priangan diharapkan dapat

menjadi solusi untuk memperpendek / efisiensi rantai

distribusi pangan sehingga dapat meredam gejolak harga

pangan.

Cakupan operasional e-Priangan akan diperluas meliputi

wilayah Bandung Raya (Kab.Bandung, Kab.Bandung Barat,

Kota Cimahi dan Kab.Sumedang) agar pengunaannya lebih

optimal.

Dukungan Kajian

Komprehensif

21 Februari 2017 Pembahasan mengenai mapping isu strategis untuk

diperdalam dalam kajian pangan guna mendukung

pengendalian inflasi.

Optimalisasi Sistem

Resi Gudang (SRG)

24 Januari 2017

25 Januari 2017

31 Januari 2017

14 Februari 2017

9 Maret 2017

10 Maret 2017

Pembahasan mengenai evaluasi kinerja SRG Tasikmalaya

2016 dan Strategi 2017 sebagai tindak lanjut peresmian

integrasi SRG dan Pasar Lelang Komoditas (PLK).

Dilakukan kunjungan ke gudang SRG Kab. Garut dengan

hasil kunjungan didapati bahwa kegiatan SRG di Gudang

SRG Kab. Garut sudah dapat dijalankan secara optimal.

Mitra pembiayaan SRG di Jawa Barat mengungkapkan

optimismenya akan pencapaian target penyaluran kredit

skema SRG di Jawa Barat tahun 2017.

Pembahasan dengan stakeholder terkait mengenai upaya

pengaktifan gudang SRG Kab. Purwakarta.

Pembahasan dengan stakeholder terkait mengenai

optimalisasi SRG Kab. Sumedang.

Pembahasan dengan stakeholder terkait mengenai

optimalisasi SRG Kab. Subang.

Kampung Peduli

Inflasi

7 Februari 2017

Upaya monitoring atas program Kampung Peduli Inflasi yang

diinisiasi oleh KPw BI Prov. Jabar melalui pemantauan

Page 119: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT · iii Tabel 1.1 Struktur PDRB Provinsi Jawa Barat Berdasarkan Komponen Pengeluaran Atas Dasar Harga Berlaku (ADHB) 5 Tabel

MEI 2017

PERKEMBANGAN INFLASI

94

24 Maret 2017

langsung ke lokasi Kampung Peduli Inflasi di Kelurahan

Pelindung Hewan, Kecamatan Astanaanyar, Kota Bandung.

Pemantauan lanjutan ke lokasi Kampung Peduli Inflasi di

Kelurahan Pelindung Hewan, Kecamatan Astanaanyar, Kota

Bandung.

Kerjasama Antar

Daerah

17 Februari 2017

28 Februari 2017

16-17 Maret 2017

Pembahasan untuk mendorong peran strategis Badan Usaha

Milik Daerah (BUMD), terutama dalam kaitan pengendalian

inflasi.

Inisiasi kerjasama antara BUMD DKI Jakarta dengan BUMD

Jawa Barat dalam hal lahan pengembangbiakkan sapi.

Peningkatan kapasitas SDM BUMD Jawa Barat dengan

narasumber BUMD pangan DKI Jakarta sehingga diharapkan

dapat meningkatkan kerja sama antar daerah.

3.5.2. Tantangan Dalam Pelaksanaan Pengendalian Inflasi Daerah

Secara umum, tantangan atau kendala dalam rangka pengendalian inflasi di Jawa Barat masih bersumber

dari faktor cuaca, momen tahunan seperti hari besar keagamaan dan faktor kebijakan pemerintah pusat

terkait harga komponen administered prices. Namun demikian, selain tantangan atau kendala sebagaimana

dijelaskan sebelumnya yang cukup krusial dalam pengendalian inflasi yaitu mengenai distribusi komoditas

pangan strategis yang belum efisien. Selama ini, distribusi komoditas pangan strategis, contohnya saja

cabai merah dan beras, yang sebagian besar dipasok ke luar Jawa Barat. Penguatan kerjasama antar daerah

untuk menjaga kecukupan stok pangan di dalam Jawa Barat itu sendiri menjadi tantangan yang terus

diupayakan melalui sinergi dengan stakeholder.

Page 120: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT · iii Tabel 1.1 Struktur PDRB Provinsi Jawa Barat Berdasarkan Komponen Pengeluaran Atas Dasar Harga Berlaku (ADHB) 5 Tabel

MEI 2017

PERKEMBANGAN INFLASI

95

Bank Indonesia memiliki peran terkait pengendalian inflasi. Dilihat dari disagregasinya, Bank Indonesia

berperan utama dalam hal menjaga inflasi kelompok core, yaitu pengendalian inflasi melalui stabilitas

nilai tukar. Namun, Bank Indonesia juga ikut berperan serta dalam menjaga inflasi dari kelompok

volatile food dan administered prices. Program pengendalian inflasi yang dilakukan Bank Indonesia

khususnya Kantor Perwakilan Bank Indonesia (KPw BI) Provinsi Jawa Barat antara lain Pengendalian

Ekspektasi Masyarakat dan Pasar Murah.

Grafik Perbandingan Inflasi Beberapa Negara Islam

Jika dibandingkan di negara Islam lainnya seperti Jordania, Mesir, Turki dan Saudi Arabia, Indonesia

memiliki kecenderungan peningkatan inflasi pada saat bulan Ramadhan dan menjelang Lebaran,

khususnya pada kelompok volatile food (Grafik 3.1.). Peningkatan inflasi tersebut selalu berulang setiap

tahunnya akibat adanya kenaikan harga kebutuhan pokok. Faktor-faktor yang menyebabkan kenaikan

harga kebutuhan pokok pada bulan Ramadhan dan menjelang Lebaran antara lain:

1. Peningkatan permintaan masyarakat terhadap bahan makanan;

2. Spekulasi pedagang yang menimbun bahan makanan;

3. Kenaikan harga dari produsen karena menjelang Ramadhan permintaan meningkat;

4. Tidak semua daerah menjadi penghasil produk kebutuhan pokok.

Gejolak harga (inflasi) periode Ramadhan-Lebaran di Jawa Barat umumnya mulai terjadi pada saat bulan

puasa (minggu ke-1 Ramadhan), kemudian berlanjut pada saat menjelang Lebaran (minggu ke-4

Ramadhan) (Grafik 3.2.). Beberapa komoditas yang sering menjadi penyebab tingginya inflasi pada saat

periode Ramadhan-Lebaran antara lain beras, daging ayam ras, cabai merah dan bawang merah.

-5.00

0.00

5.00

10.00

15.00

20.00

25.00

30.00

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12

2012 2013 2014 2015 2016

Perbandingan dengan Beberapa Negara Islam

Saudi Arabia Turkey Jordania Egypt Indonesia (Volatile Foods)

Ramadhan-

Idul FItri

Ramadhan-

Idul FItri

Ramadhan-

Idul FItri

Ramadhan-

Idul FItri

Ramadhan-

Idul FItri

BOKS 2

PENGENDALIAN INFLASI MENGHADAPI BULAN RAMADHAN

Page 121: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT · iii Tabel 1.1 Struktur PDRB Provinsi Jawa Barat Berdasarkan Komponen Pengeluaran Atas Dasar Harga Berlaku (ADHB) 5 Tabel

MEI 2017

PERKEMBANGAN INFLASI

96

Grafik Pergerakan Inflasi Sebelum, Saat dan Setelah Ramadhan

Selama lima tahun terkahir, rata-rata inflasi pada seluruh 7 kota perhitungan inflasi di Jawa Barat pada

periode Ramadhan-Lebaran lebih dari 0,50% (mtm). Beberapa program pengendalian inflasi yang

diambil oleh KPw BI Provinsi Jawa Barat diharapkan mampu menekan laju inflasi yang diakibatkan oleh

seasonal factor (Ramadhan-Lebaran).

Tabel Rata-rata Inflasi 7 Kota Perhitungan Inflasi di Jawa Barat

*Exclude tahun 2013

Program pengendalian ekspektasi masyarakat salah satunya adalah melalui Forum Silaturahmi Ulama

yang diselenggarakan oleh KPw BI Provinsi Jawa Barat. Forum ini bertujuan untuk mengikutsertakan

para ulama dengan berkontribusi melalui syiar dan dakwahnya dalam menyampaikan pentingnya

pengendalian inflasi melalui pengaturan pola konsumsi masyarakat dan penetapan margin yang wajar

kepada para pedagang/pengusaha. Selain itu ada program Pasar Murah yang dimotori Dinas

Perindustrian dan Perdagangan Provinsi Jawa Barat dan BULOG Divre Jawa Barat, yang bertujuan untuk

memenuhi kebutuhan pokok di masyarakat dengan harga yang lebih murah. Pasar Murah Pengendalian

Inflasi Jawa Barat juga sinergi dengan perbankan Jawa Barat diharapkan dapat mempengaruhi tingkat

harga yang tinggi di pasar.

4.38 4.90

9.7510.02

6.08

3.71

6.51 6.43

6.57

3.01

3.22

2.89 2.13

7.568.44

17.05 17.36

5.78

1.657.59 7.75

9.50 8.678.19

5.42

0.00

5.00

10.00

15.00

20.00

6 7 8 9 6 7 8 9 5 6 7 8 5 6 7 8 5 6 7 8

2012 2013 2014 2015 2016

Pergerakan Inflasi Sebelum, Saat & Setelah Ramadhan

Umum (yoy) Bahan Makanan

BOGOR SUKABUMI BANDUNG CIREBON BEKASI DEPOK TASIKMALAYA JAWA BARAT

Ramadhan 0.49% 0.55% 0.65% 0.75% 0.66% 0.63% 0.70% 0.57%

Idul Fitri 0.89% 0.53% 0.74% 0.55% 0.79% 0.91% 0.75% 0.63%

Page 122: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT · iii Tabel 1.1 Struktur PDRB Provinsi Jawa Barat Berdasarkan Komponen Pengeluaran Atas Dasar Harga Berlaku (ADHB) 5 Tabel

IV

STABILITAS KEUANGAN DAERAH, PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN DAN UMKM

BAB IV

Page 123: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT · iii Tabel 1.1 Struktur PDRB Provinsi Jawa Barat Berdasarkan Komponen Pengeluaran Atas Dasar Harga Berlaku (ADHB) 5 Tabel

MEI 2017

STABILITAS KEUANGAN DAERAH,

PENGEMBANGAN ASKES KEUANGAN DAN UMKM

100

4.1. Perkembangan Kinerja Bank Umum

4.1.1. Aset dan Aktiva Produktif

Total aset bank umum di Jawa Barat pada triwulan I 2017 adalah sebesar Rp 564,32 triliun, tumbuh 9,5% atau

meningkat dari triwulan sebelumnya yang tumbuh sebesar 6,05% (Grafik 4.1). Pertumbuhan aset perbankan

di Jawa Barat disinyalir terdorong oleh membaiknya pertumbuhan penyaluran kredit oleh perbankan di Jawa

Barat yang tumbuh 9,25% (yoy)1 setelah pada triwulan sebelumnya sempat tumbuh melambat di angka

8,89%. Sejalan dengan pertumbuhan kredit, kualitas kredit pada triwulan IV 2016 juga tercatat membaik

terlihat dari non performing loan yang menurun dari 3,72% menjadi 3,54%2. Di sisi lain, suku bunga DPK

perbankan terpantau menurun yang mengakibatkan menurunnya cost of fund perbankan Jawa Barat. Dilihat

dari kelompok banknya, Bank Pemerintah masih memiliki aset terbesar di antara bank lainnya. Dibandingkan

dengan triwulan IV 2016, aset BPD dan bank asing mengalami penurunan proporsi dibandingkan dengan aset

bank pemerintah dan bank swasta (Grafik 4.2).

4.1.2. Dana Pihak Ketiga

DPK bank umum pada triwulan I 2017 mencapai Rp403,42 triliun atau secara tahunan tumbuh 8,20%,

meningkat dibandingkan triwulan IV 2016 yang tumbuh sebesar 8,07%. Peningkatan didorong oleh

peningkatan deposito (pangsa 41%) yang meningkat signifikan dari 2,49% menjadi 7,78% (yoy) dan

pertumbuhan tabungan (pangsa 42%) yang meningkat dari 12,09% menjadi 12,97%. Sementara itu, giro

melambat dari 11,41% menjadi -0,47% (yoy). Perlambatan pada giro disebabkan perlambatan giro pemerintah

di awal tahun sedangkan pertumbuhan deposito didorong oleh baik deposito pemerintah yang disebabkan

dropping anggaran di awal tahun, maupun swasta yang mengindikasik an membaiknya keyakinan konsumen

tercermin dari meningkatnya instrumen dana jangka panjang.

1 Kredit berdasarkan lokasi bank

2 NPL kredit berdasarkan lokasi bank

Q4

Q1

Grafik 4.1 Pertumbuhan Aset Perbankan Grafik 4.2 Pangsa Aset Perbankan per Kel Bank

Page 124: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT · iii Tabel 1.1 Struktur PDRB Provinsi Jawa Barat Berdasarkan Komponen Pengeluaran Atas Dasar Harga Berlaku (ADHB) 5 Tabel

MEI 2017

STABILITAS KEUANGAN DAERAH,

PENGEMBANGAN ASKES KEUANGAN DAN UMKM

101

Berdasarkan kelompok bank, DPK pada semua kelompok bank meningkat. Pada kelompok BPD, terdapat

peningkatan pertumbuhan giro dan deposito yang signifikan di awal tahun yang diperkirakan didorong oleh

dropping anggaran dari Pemerintah Pusat.

DPK bank pemerintah dan bank asing tumbuh meningkat, masing-masing dari 13,44% menjadi 17,07% dan

dari 3,56% menjadi 5,43%, keduanya didorong oleh peningkatan yang terjadi pada komponen deposito dari

8,37% menjadi 16,02% untuk bank pemerintah dan 5,28% menjadi 8,75% untuk bank asing. Peningkatan

deposito dimaksud khususnya terjadi pada kelompok nasabah pemerintah yang meningkat dari 14,81%

menjadi 15,25%. Kondisi ini salah satunya dipengaruhi oleh peningkatan suku bunga deposito bank

pemerintah dari 6,09% menjadi 6,19% dan peningkatan suku bunga deposito bank asing yang tidak jauh

berbeda yakni dari dari 6,41% menjadi 6,46%. Meski suku bunga tabungan pada bank pemerintah mengalami

penurunan dari 1,33% menjadi 1,25%, namun pertumbuhan komponen tabungan pada bank pemerintah

ternyata masih positif (dari 12,69% menjadi 18,16%).

Sementara itu, DPK bank swasta mengalami peningkatan dari 7,05% menjadi 9,93% terutama dipengaruhi

peningkatan jenis simpanan tabungan dari 12,13% menjadi 20,11%. Sama halnya dengan kondisi di bank

pemerintah, peningkatan tabungan pada bank swasta juga terjadi di tengah penurunan suku bunga tabungan

dari 1,84% menjadi 1,81%. Kondisi ini memang sejalan dengan hasil survei konsumen Bank Indonesia triwulan

IV 2016 yang menunjukkan peningkatan proporsi penghasilan masyarakat untuk ditabung. Meski demikian,

Grafik 4.3 Pertumbuhan DPK dan Komponennya

Grafik 4.4 Pertumbuhan DPK per Kelompok Bank

Grafik 4.5 Struktur DPK berdasarkan jenisnya Grafik 4.6 DPK berdasarkan kelompok Bank

Page 125: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT · iii Tabel 1.1 Struktur PDRB Provinsi Jawa Barat Berdasarkan Komponen Pengeluaran Atas Dasar Harga Berlaku (ADHB) 5 Tabel

MEI 2017

STABILITAS KEUANGAN DAERAH,

PENGEMBANGAN ASKES KEUANGAN DAN UMKM

102

pengaruh suku bunga yang lebih terlihat pada deposito dibandingkan tabungan mengindikasikan bahwa

masyarakat pada dasarnya masih lebih memilih instrumen jangka pendek meski imbal hasil yang diberikan

tidak meningkat. Hal ini menunjukkan masih adanya keraguan dari sebagian masyarakat terhadap pemulihan

kondisi ekonomi ke depan.

4.1.3. Kredit dan Risiko Kredit

Kredit perbankan Jawa Barat pada triwulan I 2017 tumbuh sebesar 8,40%, meningkat dibandingkan

pertumbuhan pada triwulan IV 2016 sebesar 7,09%. Berdasarkan jenis penggunaan, peningkatan kredit bank

umum terjadi pada semua jenis kredit baik Kredit Modal Kerja (KMK), Kredit Investasi (KI) dan Kredit Konsumsi

(KK) dengan peningkatan paling signifikan pada kredit modal kerja. Kredit modal kerja meningkat dari 2,77%

menjadi 4,89% (yoy) pada triwulan I 2017, mengindikasikan peningkatan kinerja pelaku usaha pada triwulan

berjalan. Kredit investasi tumbuh dari 3,26% (yoy) pada triwulan IV 2016 menjadi 4,90% (yoy) pada triwulan

I 2017, didorong oleh peningkatan optimisme pelaku usaha dan persiapan investasi yang umum dilakukan di

awal tahun. Sedangkan kredit konsumsi stabil cenderung meningkat dari 13,60 menjadi 13,63% (yoy).

Peningkatan pertumbuhan kredit modal kerja mengindikasikan adanya pertumbuhan kinerja lapangan usaha

yang diperkirakan terdorong untuk meningkatkan produksi/output guna menghadapi momen Ramadhan dan

Lebaran.

Secara umum, suku bunga kredit turun dari 11,66% (triwulan IV 2016) menjadi 11,56% pada triwulan I 2017,

sejalan dengan peningkatan pertumbuhan kredit. Penurunan suku bunga terbesar terjadi pada Kredit Investasi

dari 10,22% menjadi 10,06%, Kredit Modal Kerja dari 10,82% menjadi 10,73% dan Kredit Konsumsi yang

turun dari 13,14% menjadi 13,03%. Penurunan suku bunga ini sejalan dengan adanya penurunan suku bunga

acuan Bank Indonesia yang diharapkan akan semakin mendorong penyaluran kredit ke depannya.

Empat lapangan usaha terbesar untuk penyaluran kredit di Jawa Barat adalah Industri Pengolahan (24%),

Perdagangan (16%), Jasa Dunia Usaha (4%) dan Konstruksi (4%). Penyaluran kredit di lapangan usaha

konstruksi, perdagangan dan jasa dunia usaha terpantau meningkat, masing-masing dari 18,13% menjadi

24,28% untuk konstruksi; 7,94% menjadi 10,25% untuk perdagangan; dan dari 4,22% menjadi 11,49%

untuk jasa dunia usaha pada triwulan I 2017. Sedangkan kredit industri pengolahan menurun dari -4,32%

menjadi -4,78% (yoy).

Grafik 4.7 Perkembangan Kredit per Jenis Penggunaan Grafik 4.8 Proporsi Kredit menurut Jenis Penggunaan

Page 126: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT · iii Tabel 1.1 Struktur PDRB Provinsi Jawa Barat Berdasarkan Komponen Pengeluaran Atas Dasar Harga Berlaku (ADHB) 5 Tabel

MEI 2017

STABILITAS KEUANGAN DAERAH,

PENGEMBANGAN ASKES KEUANGAN DAN UMKM

103

Sejalan dengan hal tersebut, jika dilihat dari skala usaha

debitur, peningkatan kredit terjadi pada kredit rumah

tangga yang tumbuh dari 7,54% menjadi 8,84% dengan

pangsa sebesar 57,48%. Peningkatan kredit rumah

tangga pada triwulan I 2017 terjadi seiring dengan

penurunan suku bunga dari 13,70% menjadi 13,64%

Sementara itu, kredit korporasi dengan pangsa sebesar

38,66% mengalami peningkatan dari 8,35% menjadi

8,13%, meski demikian suku bunga kredit korporasi tidak

tercatat naik. Peningkatan pertumbuhan kredit korporasi

ini terjadi seiring meningkatnya kinerja lapangan usaha utama Jawa Barat seperti industri pengolahan. Sejalan

dengan peningkatan kredit investasi di triwulan I 2017, hasil Survei Kegiatan Dunia Usaha (SKDU) juga

menunjukkan peningkatan kinerja investasi di Jawa Barat, yang tercermin dari peningkatan angka Saldo Bersih

Tertimbang (SBT) dari 7,63 pada triwulan IV 2016 menjadi 7,91 di triwulan I 2017.

Likuiditas bank umum yang tercermin dari rasio LDR secara kumulatif masih terjaga dengan rasio LDR rata-rata

bank umum di Jawa Barat mencapai 91,33% pada triwulan I 2017. Rasio ini tercatat meningkat dibandingkan

triwulan IV 2016 yang sebesar 90,93%. Peningkatan LDR ini dipengaruhi oleh peningkatan penyaluran kredit

yang lebih tinggi daripada peningkatan pertumbuhan DPK. Dilihat dari kelompok bank, rasio LDR tertinggi

dimiliki oleh kelompok bank pemerintah, yaitu mencapai 104,8% dan telah melewati batas LDR maksimal

sebesar 93.5% (PBI No. l 8/3/PBV2016). Kondisi ini perlu dicermati untuk memitigasi risiko likuditas di masa

mendatang. Peningkatan risiko likuiditas pada periode ini tercermin pula melalui komponen alat likuid yang

didominasi dana jangka pendek yakni tabungan (39,6%), deposito jangka waktu 1 bulan (18,5%}, giro

(17,6%). serta deposito jangka waktu 3 bulan (14,7%).

Risiko penyaluran kredit di awal tahun 2017 menunjukkan perbaikan. Selain kredit yang tumbuh meningkat,

kualitas kredit dimaksud pun masih terjaga dengan NPL di level aman dan cenderung stabil dari 3,24% menjadi

3,26% di triwulan I 2017.

Grafik 4.10 Proporsi Kredit menurut Lapangan Usaha Grafik 4.11 Perkembangan Kredit menurut Lapangan

Usaha

Grafik 4.9 Perkembangan Suku Bunga

Page 127: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT · iii Tabel 1.1 Struktur PDRB Provinsi Jawa Barat Berdasarkan Komponen Pengeluaran Atas Dasar Harga Berlaku (ADHB) 5 Tabel

MEI 2017

STABILITAS KEUANGAN DAERAH,

PENGEMBANGAN ASKES KEUANGAN DAN UMKM

104

Berdasarkan jenis penggunaannya, peningkatan NPL terjadi

pada jenis kredit investasi dan kredit konsumsi sementara itu

NPL kredit modal kerja menurun. NPL kredit modal kerja

turun dari 4,43% menjadi 4,16% sedangkan kredit investasi

meningkat dari 4,28% menjadi 4,63% dan kredit konsumsi

meningkat dari 1,61% menjadi 1,79%. Peningkatan NPL

kredit investasi menunjukkan risiko di balik mulai

ekspansifnya penyaluran kredit dimaksud.

Dari sisi lapangan usaha, kenaikan tertinggi terjadi pada NPL

konstruksi yang memiliki pangsa penyaluran keempat

terbesar di Jawa Barat bahkan tidak jauh beda dengan pangsa kredit jasa dunia usaha. Kenaikan cukup besar

juga terjadi pada NPL jasa dunia usaha yang meningkat menjadi 5,73%. NPL konstruksi naik dari 3,98%

menjadi 7,05% pada triwulan I 2017. Di tengah pertumbuhan kredit konstruksi yang meningkat tajam maka

peningkatan NPL ini menjadi risiko yang perlu diwaspadai. NPL Industri pengolahan tercatat menurun dari

4,82% menjadi 4,15%. Penurunan terutama disumbangkan oleh NPL tekstil dan produk tekstil sedangkan NPL

industri plastik dan karet tercatat meningkat cukup signifikan.

4.1.3.1 Penyaluran Kredit di Sektor Utama Penopang Perekonomian Jawa Barat

Sejalan dengan struktur perekonomian Jawa Barat yang ditopang oleh sektor lndustri Pengolahan, sektor

Perdagangan Besar dan Eceran, serta Sektor Pertanian, kredit perbankan juga didominasi oleh sektor-sektor

tersebut, kecuali sektor Pertanian. Pada triwulan I 2017, penyaluran kredit pada sektor lndustri Pengolahan

sebesar Rp135,76 triliun, mendominasi 24,86% dari total portofolio kredit, dikuti Sektor Perdagangan sebesar

Rp84,85 triliun dengan pangsa 15,53%. Sementara itu, kredit untuk Sektor Pertanian masih relatif kecil, yaitu

hanya Rp8,40 triliun atau 1,54% dari total kredit yang disalurkan.

Grafik 4.13 NPL per Jenis Penggunaan Grafik 4.14 NPL per Lapangan Usaha Penyaluran

Kredit

Grafik 4.12 Perkembangan LDR

Page 128: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT · iii Tabel 1.1 Struktur PDRB Provinsi Jawa Barat Berdasarkan Komponen Pengeluaran Atas Dasar Harga Berlaku (ADHB) 5 Tabel

MEI 2017

STABILITAS KEUANGAN DAERAH,

PENGEMBANGAN ASKES KEUANGAN DAN UMKM

105

Sejalan dengan struktur perekonomian Jawa Barat yang ditopang oleh sektor lndustri Pengolahan, sektor

Perdagangan Besar dan Eceran, serta Sektor Pertanian, kredit perbankan juga didominasi oleh sektor-sektor

tersebut, kecuali sektor Pertanian. Pada triwulan I 2017, penyaluran kredit pada sektor lndustri Pengolahan

sebesar Rp135,76 triliun, mendominasi 24,86% dari total portofolio kredit, dikuti Sektor Perdagangan sebesar

Rp84,85 triliun dengan pangsa 15,53%. Sementara itu, kredit untuk Sektor Pertanian masih relatif kecil, yaitu

hanya Rp8,40 triliun atau 1,54% dari total kredit yang disalurkan.

Kredit sektor lndustri Pengolahan di triwulan I 2017 tumbuh semakin melambat dari triwulan sebelumnya yakni

dari -2,14% pada triwulan IV 2016 menjadi -9,61% di triwulan I 2017, sementara itu kinerja lapangan usaha

industri pengolahan memang menurun namun masih relatif stabil. Hal ini mengindikasikan adanya sumber

pendanaan lain bagi industri pengolahan. Sejalan dengan hal tersebut, informasi liaison menyebutkan bahwa

pembiayaan perusahaan manufaktur lebih banyak berasal dari non-bank (parent company) dengan proporsi

rata-rata pembiayaan investasi sebesar 28,2% (bank) dan 71,70% (non bank) dan pembiayaan modal kerja

28,01% (bank) dan 71,99% (non bank). Dengan demikian, kinerja sektor industri pengolahan dapat tetap

tumbuh meski laju pertumbuhan kredit industri manufaktur melambat, namun hal ini sekaligus

mengimplikasikan adanya eksposure risiko nilai tukar yang lebih besar bagi industri pengolahan Jawa Barat

disebabkan oleh rata-rata parent company yang berasal dari luar negeri.

Sementara itu kredit di sektor perdagangan pada triwulan I 2017 relatif stabil atau hanya sedikit melambat dari

9,45% menjadi 9,22%. Hal ini juga terkonfirmasi dari peningkatan Indeks Keyakinan Konsumen hasil Survei

Grafik 4.15 Proporsi Kredit Sektoral

Grafik 4.16 Kredit Industri Pengolahan Grafik 4.17 Kredit Sektor Perdagangan

Page 129: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT · iii Tabel 1.1 Struktur PDRB Provinsi Jawa Barat Berdasarkan Komponen Pengeluaran Atas Dasar Harga Berlaku (ADHB) 5 Tabel

MEI 2017

STABILITAS KEUANGAN DAERAH,

PENGEMBANGAN ASKES KEUANGAN DAN UMKM

106

Konsumen Bank Indonesia menjadi 118,0 dari 109,4. Demikian halnya dengan kredit yang disalurkan pada

sektor konstruksi yang mengalami perlambatan dari 16,39% menjadi 15,78%, sejalan dengan peningkatan

kinerja lapangan usaha konstruksi yang tumbuh sebagai dampak akselerasi pembangunan proyek infrastruktur

pemerintah dan invetasi bangunan oleh sektor swasta.

Dari sisi kualitas kredit, hampir seluruh sektor utama mengalami peningkatan rasio NPL, kecuali sektor

Pertanian. Sementara itu, rasio NPL sektor utama Jawa Barat meningkat khususnya pada sektor industri

pengolahan, yakni dari 4,80% menjadi 5,48%. Kenaikan NPL yang cukup signifikan ini terutama disebabkan

oleh kenaikan NPL di subsektor industri pengolahan makanan, minuman dan tembakau.

4.1.3.2 Penyaluran Kredit Menurut Kota/Kabupaten di Jawa Barat

Secara spasial penyaluran kredit bank umum masih

terkonsentrasi di 5 (lima) kabupaten/kota di Jawa Barat

yang mencapai pangsa 61,18% dari total kredit yang

disalurkan di Jawa Barat, yaitu meliputi Kabupaten

Bekasi (18,39%), Kota Bandung (17,18%), Kabupaten

Bogor (9,08%), Kabupaten Bandung (9,00%), dan

Kabupaten Karawang (7,53%). Penyaluran kredit di

Jawa Barat masih terkonsentrasi di kota/kabupaten

lokasi kantor atau pabrik industri pengolahan dan

perdagangan. Kelima daerah tersebut juga memiliki

rasio NPL yang terjaga di bawah 5%. Sementara itu, terdapat beberapa dengan NPL di atas ambang batas 5%

yakni Kabupaten Cianjur (5,2%) dan Kabupaten Sumedang (5,9%). NPL Kabupaten Cianjur dan Kabupaten

Sumedang tercatat meningkat daripada triwulan sebelumnya.

Grafik 4.18 NPL dan Kredit Ind Pengolahan Grafik 4.19 NPL dan Kredit Sektor Perdagangan

Grafik 4.20 Sebaran Kredit Kota/Kabupaten

Page 130: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT · iii Tabel 1.1 Struktur PDRB Provinsi Jawa Barat Berdasarkan Komponen Pengeluaran Atas Dasar Harga Berlaku (ADHB) 5 Tabel

MEI 2017

STABILITAS KEUANGAN DAERAH,

PENGEMBANGAN ASKES KEUANGAN DAN UMKM

107

4.1.4. Kredit Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM)

4.1.4.1. Penyaluran Kredit UMKM di Jawa Barat

Penyaluran kredit UMKM di Jawa Barat mengalami peningkatan pada triwulan I 2017 dibandingkan triwulan

IV 2016, dari 8,64% menjadi 9,36% dengan nominal sebesar Rp 117 triliun. Peningkatan terjadi seiring dengan

suku bunga kredit UMKM yang turun yakni dari 13,88% menjadi 13,84%. Berdasarkan skala usahanya, kredit

UMKM didominasi oleh usaha menengah yang mencapai Rp 50,11 triliun, dengan pangsa 46,83%, diikuti

skala usaha kecil sebesar Rp 29,57 triliun (pangsa 27,63%) dan skala usaha mikro sebesar Rp 27,33 triliun

dengan pangsa 25,54%. Peningkatan pertumbuhan penyaluran kredit terjadi pada kelompok usaha mikro

meningkat dari 10,33% menjadi 11,15%. Sementara penyaluran kredit untuk usaha kecil dan menengah

tercatat melambat. Hal ini sejalan dengan peningkatan jumlah debitur usaha mikro. Secara umum, kualitas

kredit UMKM di Jawa Barat mengalami perbaikan dengan penurunan rasio NPL dari 6,33% menjadi 5,49%,

meski demikian rasio tersebut telah melewati ambang batas 5% dan perlu mendapat perhatian lebih lanjut.

Grafik 4.22 Perkembangan Kredit UMKM

Grafik 4.23 NPL Kredit UMKM

Penyaluran kredit UMKM mayoritas ditujukan untuk tiga sektor utama yakni Sektor Perdagangan (56,36%),

lndustri Pengolahan (15,35%), dan Jasa Dunia Usaha (7,52%). Pertumbuhan kredit UMKM ke sektor

Perdagangan Besar dan Eceran melambat dari 17,06% pada triwulan III 2016 menjadi 12,64%, demikian pula

Grafik 4.21 NPL Kredit per Kota/Kab

Page 131: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT · iii Tabel 1.1 Struktur PDRB Provinsi Jawa Barat Berdasarkan Komponen Pengeluaran Atas Dasar Harga Berlaku (ADHB) 5 Tabel

MEI 2017

STABILITAS KEUANGAN DAERAH,

PENGEMBANGAN ASKES KEUANGAN DAN UMKM

108

sektor lndustri Pengolahan yang turut melambat dari

7,48% menjadi 6,99% dan sektor Jasa Dunia Usaha

yang melambat dari 8,89% menjadi 5,86%.

Bank Indonesia terus mendorong penyaluran kredit

UMKM dengan menetapkan target proporsi kredit

UMKM pada perbankan berdasarkan milestone

tertentu. Pada tahun 2015, target yang ditetapkan

Bank Indonesia adalah 5%, tahun 2016 sebesar 10%,

tahun 2017 sebesar 15% dan minimal 20% di tahun

2018 (Peraturan Bank lndonesia No.14/12/PBl/2012).

Selain itu, Bank Indonesia berupaya mendorong peningkatan kinerja kredit UMKM melalui penerbitan

kebijakan insentif memperlonggar batas LFR (Loan to Funding Ratio) menjadi 94% per 1 Agustus 2015 bagi

bank yang sudah memenuhi pencapaian tertentu kredit UMKM dengan kualitas kredit yang baik sesuai

Peraturan Bank Indonesia No.17/11/PBl/2015.

4.1.4.2. Penyaluran Kredit UMKM Menurut Kabupaten/Kota

Secara spasial 54,42% penyaluran kredi UMKM di Jawa Barat terkonsentrasi di 6 daerah, meliputi Kab Bekasi,

Kota Bandung, Kab. Bandung, Kab. Bogor, Kab. Karawang dan Kota Bekasi. Peningkatan paling signifikan

terjadi di kab Bekasi di mana share kredit UMKM yang sbelumnya 10.8% naik menjadi 18.6% (relatif terhadap

kredit UMKM total se-Jawa Barat). Dari sisi kualitas kredit, mayoritas daerah utama penyaluran kredit UMKM

tersebut memiliki rasio rasio NPL kredit UMKM di bawah 5%. Sementara itu, beberapa daerah lain yang masih

memiliki NPL di atas ambang batas 5% adalah Kabupaten Sukabumi (5,0%), Kota Bogor (5,1%), Kabupaten

Bandung (5,2%), and Kabupaten Garut (7,7%).

Grafik 4.25 Kredit UMKM Kota/kabupaten

Grafik 4.26 NPL Kedit UMKM per Kota/Kab

Grafik 4.24 Proporsi Kredit UMKM

Page 132: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT · iii Tabel 1.1 Struktur PDRB Provinsi Jawa Barat Berdasarkan Komponen Pengeluaran Atas Dasar Harga Berlaku (ADHB) 5 Tabel

MEI 2017

STABILITAS KEUANGAN DAERAH,

PENGEMBANGAN ASKES KEUANGAN DAN UMKM

109

4.2. Asesmen Sektor Korporasi

4.2.1 Sumber-Sumber Kerentanan Sektor Korporasi

Salah satu faktor yang dapat memberikan tekanan pada kinerja korporasi Jawa Barat khususnya sektor industri

pengolahan adalah permintaan global atau demand negara mitra dagang. Pada triwulan I 2017, demand

Negara mitra dagang jawa Barat tercatat meningkat. Hal ini mendorong ekspor luar negeri produk manufaktur

yang memegang pangsa sekitar 99,5% terhadap total ekspor luar negeri Jawa Barat mengalami peningkatan

pertumbuhan pada triwulan I 2017. Berdasarkan pangsanya, komoditas ekspor terbesar dari Jawa Barat adalah

dari subkelompok Tekstil dan Produk Tekstil (23%), diikuti oleh Elektronik (15,9%), Mesin (8,9%), serta

Kendaraan (8,5%). Pertumbuhan ekspor luar negeri produk manufaktur Jawa Barat pada triwulan I 2017

tercatat sebesar 16,7%, meningkat dibanding pertumbuhan triwulan sebelumnya sebesar 5,3%. Sementara

itu dari sisi negara tujuan, terlihat bahwa pertumbuhan ekspor Jawa Barat ke kawasan utama yakni Amerika

Serikat, Eropa dan ASEAN mengalami secara konsisten terus mengalami peningkatan.

Grafik 4.27 Perkembangan Ekspor Manufaktur

Grafik 4.28 PMI Negara Mitra Dagang Utama

Permintaan domestik juga merupakan sumber tekanan pada kinerja korporasi manufaktur di Jawa Barat

khususnya subsektor industri pengolahan makanan dan minuman yang banyak bertumpu pada konsumsi

domestik. Di triwulan I 2017 ini, konsumsi rumah tangga tercatat meningkat. Perlambatan pertumbuhan

ekonomi yang cukup dalam ditahan oleh masih meningkatnya laju pertumbuhan konsumsi rumah tangga dan

kinerja ekspor luar negeri. Hal ini tidak terlepas dari berlangsungnya sejumlah momen libur panjang selama

triwulan I 2017 dan berlangsungnya Pilkada serentak yang dijadikan sebagai hari libur nasional.

Laju pertumbuhan konsumsi rumah tangga pada triwulan I 2017 tercatat sebesar 5,03% (yoy), mmeningkat

dibandingkan laju pertumbuhan triwulan sebelumnya sebesar 4,81%. Adapun laju pertumbuhan 2 (dua)

komponen konsumsi rumah tangga utama yakni makanan dan minuman (7,00%) serta perumahan dan

perlengkapan rumah tangga (5,02%) mengalami perlambatan dibanding triwulan sebelumnya. Dari

perkembangan hasil survei konsumen pada triwulan I 2017 dapat disimpulkan bahwa pemulihan keyakinan

masyarakat umum masih berlangsung secara konsisten. Namun demikian, masyarakat masih cenderung

menahan kegiatan konsumsi yang tidak mendesak serta ekspansi konsumsi melalui pengajuan pinjaman

kepada perbankan dalam mengantisipasi ketidakpastian ke depannya.

Page 133: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT · iii Tabel 1.1 Struktur PDRB Provinsi Jawa Barat Berdasarkan Komponen Pengeluaran Atas Dasar Harga Berlaku (ADHB) 5 Tabel

MEI 2017

STABILITAS KEUANGAN DAERAH,

PENGEMBANGAN ASKES KEUANGAN DAN UMKM

110

Grafik 4.29 Pertumbuhan Komponen Konsumsi RT

Grafik 4.30 Indeks Keyakinan Konsumen

4.2.2 Kinerja Korporasi dan Penilaian Risiko

Survei Kegiatan Dunia Usaha (SKDU) Bank Indonesia mengindikasikan adanya peningkatan kinerja korporasi di

triwulan I 2017. Peningkatan kinerja korporasi tersebut tercermin dari peningkatan saldo bersih tertimbang

realisasi kegiatan usaha menjadi 4,27 SBT, meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya sebesar -1,18 SBT.

Peningkatan realisasai kegiatan usaha tersebut terutama didorong meningkatnya kinerja korporasi manufaktur

yang tercermin dari peningkatan indeks realisasi usaha dari -1,84% menjadi 4,41%.

Grafik 4.31 Perkembangan Kegiatan Usaha - SKDU

Walaupun masih dibayangi dengan risiko perekonomian global serta kondisi permintaan domestik yang belum

sepenuhnya pulih, namun konsumsi masyarakat yang masih cukup solid dan meningkatnya permintaan ekspor

memberikan dampak positif pada kinerja keuangan korporasi di Jawa Barat, khususnya korporasi industri

pengolahan yang memiliki share terbesar di Jawa Barat. lndikator kinerja keuangan korporasi yang diukur dari

produktivitas, profitabilitas, solvabilitas, likuiditas dan Debt Equity Ratio (DER) korporasi industri pengolahan

cenderung stabil3.

Rentabilitas perusahaan yang dilihat dari rasio return on asset (ROA) dan return on equity (ROE) cenderung

stabil dari triwulan III 2016 ke triwulan IV 2016 sedangkan profit margin tercatat meningkat dari 6,94%

menjadi 7,39%. Sementara itu, current ratio dan quick ratio yang menunjukkan likuiditas perusahaan juga

tercatat stabil. Rasio solvabilitas jangka panjang yang ditunjukkan dengan solvability ratio dan debt to equity

3 Data 16 korporasi Manufaktur Tbk di Jawa Barat, data terakhir per triwulan IV 2016

Page 134: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT · iii Tabel 1.1 Struktur PDRB Provinsi Jawa Barat Berdasarkan Komponen Pengeluaran Atas Dasar Harga Berlaku (ADHB) 5 Tabel

MEI 2017

STABILITAS KEUANGAN DAERAH,

PENGEMBANGAN ASKES KEUANGAN DAN UMKM

111

ratio menunjukkan peningkatan. Solvability ratio meningkat dari 1,97 menjadi 2,03 sedangkan debt to equity

ratio membaik dari semula 1,03 menjadi 0,97. Demikian halnya dengan, repayment capacity yang ditunjukkan

dengan debt to service ratio yang membaik dari 1,62 menjadi 1,49.

Sementara itu, wawancara liaison oleh Bank Indonesia kepada 39 perusahaan di Jawa Barat secara umum

menyampaikan bahwa laju pertumbuhan penjualan domestik pada triwulan I 2017 stabil dibanding triwulan

sebelumnya dengan likert scale dari 0,69 menjadi 0,70 pada triwulan I 2017. Kondisi penjualan domestik ini

ditunjukkan oleh contact pada mayoritas sektor seperti industri pengolahan, perdagangan, pertanian,

pengangkutan dan komunikasi, dan perhotelan. Sementara itu, kinerja penjualan ekspor pada triwulan I 2017

berdasarkan liasioan justru mengalami perlambatan dibanding triwulan sebelumnya. Perlambatan permintaan

ekspor ini tercermin dari hasil liaison kepada pelaku usaha di Jawa Barat, di mana pada likert scale permintaan

ekspor menurun dari 0,33 pada triwulan IV 2016 menjadi 0,10 pada triwulan I 2017.

Grafik 4.32 Likert scale Permintaan Domestik

Grafik 4.33 Likert Scale Penjualan Ekspor

4.2.3 Eksposur Perbankan pada Sektor Korporasi

Sejalan dengan peningkatan penyaluran kredit secara umum di Jawa Barat, penyaluran kredit korporasi juga

meningkat cukup menngembirakan dengan tumbuh sebesar 3,47% setelah pada triwulan sebelumnya tumbuh

2,97%. Dilihat dari jenisnya, peningkatan kredit korporasi terjadi utamanya pada kredit modal kerja yang

meningkat dari 0,44% ke 1,37% (yoy) sementara kredit investasi tumbuh dari 7,30% menjadi 7,80%.

Peningkatan kredit modal kerja dan kredit investasi korporasi menjadi sinyal ekspansi yang akan dilakukan

korporasi di triwulan/tahun berikutnya.

Peningkatan kredit korporasi diiringi dengan penurunan NPL dari 4,93% menjadi 4,59%. Baik NPL KI maupun

KMK mengalami penurunan dimana NPL KMK kembali terjaga di level aman (di bawah 5%). Secara sektoral,

peningkatan kredit korporasi terjadi pada mayoritas kredit sektor utama yakni perdagangan, jasa dunia usaha

dan konstruksi, dengan kenaikan terbesar pada korporasi yang bergerak di bidang jasa dunia usaha. Namun

kredit koporasi industrinpengolahan tercatat menurun dan masih kontraksi dari -3,78% menjadi -4,51% yoy.

NPL kredit koporasi jasa dunia usaha dan konstruksi tercatat meningkat dan berada di atas 5% sedangkan NPL

industri pengolahan menurun dan berada di bawah 5%.

Page 135: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT · iii Tabel 1.1 Struktur PDRB Provinsi Jawa Barat Berdasarkan Komponen Pengeluaran Atas Dasar Harga Berlaku (ADHB) 5 Tabel

MEI 2017

STABILITAS KEUANGAN DAERAH,

PENGEMBANGAN ASKES KEUANGAN DAN UMKM

112

Grafik 4.34 Perkembangan Kredit Korporasi

Grafik 4.35 Kredit Koporasi Sektor Utama

Grafik 4.36 NPL Kredit Korporasi

4.3. Asesmen Sektor Rumah Tangga

4.3.1 Sumber Kerentanan dan Kondisi Sektor Rumah Tangga

Dalam suatu sistem keuangan, rumah tangga berperan baik sebagai pihak penyedia dana (lender) maupun

penerima pendanaan dari institusi keuangan. Beberapa faktor yang mempengaruhi kondisi keuangan rumah

tangga adalah tingkat pendapatan, tingkat pengangguran, tingkat konsumsi, dan kondisi pembiayaan/kredit

oleh rumah tangga. Secara umum, tingkat pendapatan, tingkat pengangguran dan tingkat konsumsi rumah

tangga dipengaruhi oleh kinerja perekonomian.

Pada triwulan I 2017, kinerja perekonomian Jawa Barat mengalami perlambatan dibanding triwulan

sebelumnya. Dari sisi penggunaan, komponen konsumsi rumah tangga masih menjadi motor pendorong

utama pertumbuhan ekonomi Jawa Barat dengan andil terbesar. Laju pertumbuhan konsumsi rumah tangga

pada triwulan I 2017 tercatat sebesar 5,03% (yoy), meningkat dibandingkan laju pertumbuhan triwulan

sebelumnya sebesar 4,81%. Terlepas dari berlalunya efek seasonal, secara umum daya beli masyarakat masih

terjaga didukung oleh beberapa faktor yakni: (1) tingkat inflasi yang terkendali dan relatif rendah (inflasi

periode Lebaran tahun 2016 merupakan yang terendah selama beberapa tahun terakhir); (2) berlanjutnya tren

penguatan nilai tukar rupiah; (3) penurunan suku bunga kredit sebagai bentuk transmisi dari pelonggaran

kebijakan moneter (penurunan suku bunga kebijakan); dan (4) kembali dilonggarkannya kebijakan LTV yang

Page 136: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT · iii Tabel 1.1 Struktur PDRB Provinsi Jawa Barat Berdasarkan Komponen Pengeluaran Atas Dasar Harga Berlaku (ADHB) 5 Tabel

MEI 2017

STABILITAS KEUANGAN DAERAH,

PENGEMBANGAN ASKES KEUANGAN DAN UMKM

113

berlaku sejak Agustus 2016 dan. Selain itu, tren inflasi yang terkendali di tengah perkembangan harga tarif

dasar listrik serta stimulus moneter berupa pelonggaran suku bunga kebijakan sejak awal tahun turut

berkontribusi dalam menjaga optimisme rumah tangga untuk melakukan kegiatan konsumsi. Di sisi lain, untuk

6 bulan ke depan, membaiknya ekspektasi rumah tangga terhadap kondisi ekonomi terutama didorong oleh

ekspektasi meningkatnya ketersediaan lapangan kerja. Hal ini menjadi faktor yang memperkecil kerentanan

sektor rumah tangga dalam sektor keuangan di Jawa Barat.

Berdasarkan hasil Survei Konsumen yang dilakukan oleh KPw BI Jawa Barat, peningkatan penghasilan rumah

tangga pada triwulan I 2017 dialami oleh 37,22% responden sementara sebanyak 43,15% responden

mengaku bahwa pendapatan mereka sama dengan 6 bulan yang lalu. Sisanya sebanyak 19,63% responden

mengaku bahwa pendapatan mereka menurun dibanding 6 bulan yang lalu. Berdasarkan sektornya,

persentase yang mengalami peningkatan pendapatan terbesar dialami oleh responden yang bekerja di sektor

jasa keuangan dan asuransi (43%), dIIIkuti oleh sektor restoran & hotel (42%), jasa profesional (39%), jasa

pendidikan (38%), dan perdagangan (36%). Di sisi lain, persentase yang mengalami penurunan pendapatan

terbesar terjadi di sektor jasa kesehatan (29%). Meskipun demikian, persentase yang mengalami penurunan

penghasilan pada sektor tersebut masih relatif rendah dibandingkan dengan persentase responden yang

mengalami peningkatan penghasilan.

Grafik 4.39. Perubahan Penghasilan Saat Ini Dibanding 6 Bulan

yang Lalu

Grafik 4.37. Persepsi Rumah Tangga Jawa Barat Terhadap

Perkembangan Ekonomi Saat Ini

Grafik 4.38. Ekspektasi Rumah Tangga Jawa Barat

Terhadap Kondisi Ekonomi 6 Bulan Mendatang

Page 137: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT · iii Tabel 1.1 Struktur PDRB Provinsi Jawa Barat Berdasarkan Komponen Pengeluaran Atas Dasar Harga Berlaku (ADHB) 5 Tabel

MEI 2017

STABILITAS KEUANGAN DAERAH,

PENGEMBANGAN ASKES KEUANGAN DAN UMKM

114

Sumber tekanan lainnya adalah potensi tekanan harga yang berdampak kepada penurunan daya beli

masyarakat. Pada awal triwulan I 2017, rumah tangga di Jawa Barat menghadapi tekanan harga yang relatif

tinggi secara triwulanan yang disebabkan oleh kenaikan beberapa administered prices seperti tarif dasar listrik,

cukai rokok dan bahan bakan minyak. Pada triwulan II mendatang, tekanan harga diperkirakan bergerak dalam

meningkat hingga akhir triwulan, di mana peningktan tekanan harga terbesar diperkirakan terjadi pada

kelompok bahan makanan. Stabilisasi permintaan dan pasokan ke pasar pasca momentum Hari Raya serta

berlanjutnya tren penguatan nilai tukar rupiah menjadi faktor utama yang meredam tekanan harga di triwulan

II 2017 dan berpotensi meningkatkan daya beli rumah tangga.

4.3.2. Kinerja Keuangan Rumah Tangga

Secara umum, alokasi penggunaan pendapatan rumah tangga (disposable income) terbesar masih ditujukan

untuk keperluan konsumsi. Pada triwulan I 2016, pengeluaran untuk konsumsi mencapai 64,5% terhadap

total pengeluaran, meningkat dibanding triwulan sebelumnya dengan pangsa sebesar 63,6%. Selain itu,

pangsa cicilan pinjaman juga sedikit meningkat dari 14,2% menjadi 14,3%. Peningkatan pada kedua segmen

pengeluaran ini dIIIringi dengan penurunan pangsa pengeluaran untuk tabungan dari 22,3% menjadi 21,2%.

Sejalan dengan momentum Hari Raya Idul Fitri dan libur sekolah mendorong masyarakat meningkatkan

pengeluaran konsumsi musimannya di mana pembiayaan untuk konsumsi ini selain berasal dari pendapatan

pribadi juga bersumber dari pinjaman maupun mengambil dana dari tabungan pribadi. Apabila dilihat

berdasarkan golongan pendapatannya, pangsa pengeluaran konsumsi terbesar dimiliki oleh kelompok rumah

tangga golongan menengah ke bawah dengan pengeluaran bulanan >Rp 4 juta. Namun demikian, secara

umum tidak terdapat perbedaan yang signifikan pada porsi pengeluaran untuk konsumsi antar golongan.

Diferensiasi pangsa tercermin pada cicilan pinjaman, di mana terlihat bahwa semakin besar pengeluaran

bulanan rumah tangga maka semakin besar pula cicilan pinjamannya. Porsi pembayaran cicilan pinjaman

terbesar adalah pada rumah tangga yang memiliki pengeluaran lebih dari Rp5 juta.

Sementara itu jika dilihat dari perilaku berutang, terdapat penurunan risiko dari sisi kredit karena secara agregat

terjadi penurunan jumlah rumah tangga yang memiliki debt service ratio lebih dari 30% pendapatannya

(DSR>30%). Pada triwulan I 2017, jumlah rumah tangga dengan DSR>30% turun sebesar 7,32% dibanding

triwulan sebelumnya. Penurunan ini terutama disebabkan oleh menurunnya rasio DSR pada kelompok rumah

Grafik 4.40. Ekspektasi Perubahan Harga Oleh Rumah

Tangga 3 Bulan Mendatang

Grafik 4.41. Ekspektasi Perubahan Harga 3 Bulan

Mentang Berdasarkan Komoditas

Page 138: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT · iii Tabel 1.1 Struktur PDRB Provinsi Jawa Barat Berdasarkan Komponen Pengeluaran Atas Dasar Harga Berlaku (ADHB) 5 Tabel

MEI 2017

STABILITAS KEUANGAN DAERAH,

PENGEMBANGAN ASKES KEUANGAN DAN UMKM

115

tangga dengan golongan pengeluaran di atas Rp4 juta. Institusi keuangan menilai bahwa rumah tangga

dengan DSR>30% memiliki risiko yang tinggi dan berpotensi menjadi penyebab NPL (non performing loan).

Di sisi lain, terjadi peningkatan risiko pada perilaku menabung. Hal ini tercermin dari bertambahnya persentase

rumah tangga yang tidak menabung hingga 30,65% (qtq). Rumah tangga yang paling besar peningkatannya

dalam hal tidak menabung adalah pada kelompok pendapatan Rp3,1 juta s.d. Rp4 juta. Rumah tangga yang

tidak dapat menabung menimbulkan risiko pada stabilitas keuangan daerah karena berpotensi mengganggu

likuiditas insitusi keuangan dari sisi penghimpunan dana.

4.3.3 Eksposur Perbankan pada Sektor Rumah Tangga

Secara umum, kinerja kredit rumah tangga masih menunjukkan keyakinan konsumen dan repayment capacity

yang terjaga. Kredit Kepemilikan Kendaraan Bermotor (KKB), Kredit Kepemilikan Rumah (KPR) dan kredit

multiguna mengalami peningkatan yang walau diiringi dengan kenaikan NPL namun masih dalam level terjaga.

Penyaluran kredit untuk kepemilikan kendaraan bermotor terpantau meningkat di triwulan I 2017

dibandingkan dengan triwulan IV 2016 yakni dari 3,06% menjadi 3,74%. Peningkatan terutama terjadi pada

kredit kepemilikan sepeda motor yang membaik dari -17,4% menjadi -12,15% meskipun masih kontraksi.

Sementara kredit kepemilikan mobil melambat dari 12,06% menjadi 11,90% sejalan dengan melambatnya

>0

-10

%

>1

0%

-20

%

>2

0%

-30

%

>3

0%

Rp 1 - 2 jt 3.52% 2.59% 1.30% 1.11% 14.63%

Rp 2,1 - 3 jt 4.26% 6.85% 2.78% 2.04% 15.93%

Rp 3,1 - 4 jt 2.04% 5.93% 3.89% 1.30% 7.96%

Rp 4,1 - 5 jt 0.56% 1.67% 3.52% 0.56% 5.37%

> Rp 5 jt 1.11% 2.78% 3.33% 2.04% 2.96%

Total 11.48% 19.81% 14.81% 7.04% 46.85%

Pe

ng

elu

ara

n/

bu

lan

Triwulan I 2017

Debt Service Ratio (DSR)

TMP

>0

-10

%

>1

0%

-20

%

>2

0%

-30

%

>3

0%

Rp 1 - 2 jt 4.63% 2.59% 1.48% 1.67% 12.78%

Rp 2,1 - 3 jt 10.56% 4.07% 3.70% 3.52% 10.00%

Rp 3,1 - 4 jt 7.96% 4.44% 2.22% 2.78% 3.70%

Rp 4,1 - 5 jt 4.26% 1.67% 1.85% 1.67% 2.22%

> Rp 5 jt 6.85% 1.67% 1.11% 1.30% 1.30%

Total 34.26% 14.44% 10.37% 10.93% 30.00%

Pe

ng

elu

ara

n/

bu

lan

Triwulan I 2017

Tabungan

TMB

>0

-10

%

>1

0%

-20

%

>2

0%

-30

%

>3

0%

TMP

Rp 1 - 2 jt 171.43% -12.50% 40.00% 50.00% -5.95%

Rp 2,1 - 3 jt 0.00% -7.50% -31.82% 37.50% 16.22%

Rp 3,1 - 4 jt 10.00% 14.29% 0.00% 133.33% 48.28%

Rp 4,1 - 5 jt -57.14% -40.00% 18.75% -70.00% 52.63%

> Rp 5 jt -40.00% -40.00% -43.75% -31.25% 0.00%

Total 8.77% -13.71% -16.67% -7.32% 13.96%

Perubahan DSR* (qtq)

Pe

nge

luar

an/

bu

lan

>0

-10

%

>1

0%

-20

%

>2

0%

-30

%

>3

0%

TMB

Rp 1 - 2 jt -3.85% 100.00% -11.11% -43.75% 18.97%

Rp 2,1 - 3 jt 5.56% -29.03% -9.09% 0.00% 31.71%

Rp 3,1 - 4 jt 13.16% 26.32% -7.69% 50.00% 81.82%

Rp 4,1 - 5 jt -25.81% -35.71% 25.00% 80.00% 33.33%

> Rp 5 jt -31.48% -47.06% 0.00% -58.82% 40.00%

Total -8.87% -11.36% -3.45% -11.94% 30.65%

Pe

nge

luar

an/

bu

lan

Perubahan Tabungan* (qtq)

TMP : Tidak memiliki pinjaman

*Perubahan triwulan I 2017 dibanding triwulan IV 2016

Sumber : Survei Konsumen KPw BI Jawa Barat, diolah

Tabel 4.1. Dana Rumah Tangga Untuk Membayar

Cicilan dan Perubahannya Berdasarkan Tingkat

Pengeluaran/Bulan

Tabel 4.2. Dana Rumah Tangga Untuk

Menabung dan Perubahannya Berdasarkan

Tingkat Pengeluaran/Bulan

TMB : Tidak menabung

*Perubahan triwulan I 2017 dibanding triwulan IV 2016

Sumber : Survei Konsumen KPw BI Jawa Barat, diolah

Page 139: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT · iii Tabel 1.1 Struktur PDRB Provinsi Jawa Barat Berdasarkan Komponen Pengeluaran Atas Dasar Harga Berlaku (ADHB) 5 Tabel

MEI 2017

STABILITAS KEUANGAN DAERAH,

PENGEMBANGAN ASKES KEUANGAN DAN UMKM

116

penjualan mobil di Jawa Barat. Sementara itu, NPL kredit kepemilikan kendaraan masih berada pada level yang

cukup rendah yakni 1,26% dan sedikit menurun dibandingkan triwulan IV 2016.

Grafik 4.42 Perkembangan Kredit RT

Grafik 4.43 NPL Kredit RT

Penyaluran kredit kepemilikan rumah juga meningkat dengan tumbuh di angka 14,91% setelah pada triwulan

IV 2016 tumbuh 14,70%. Peningkatan hanya terjadi pada kredit tipe rumah sedang (tumbuh dari 17,39%

menjadi 18,86%). Sedangkan kredit tipe rumah kecil melambat cukup dalam dari 13,42% menjadi 6,17% dan

kredit rumah besar melambat dari 7.28% menjadi 5,44% yoy. Meningkatnya kredit kepemilikan rumah

dibayangi dengan meningkatnya NPL KPR dari 2,42% menjadi 2,73%. Namun dmikian NPL dimaksud masih

dalam level terkendali. Kredit multiguna terpantau meningkat dari 4,27% menjadi 6,00%. Namun demikian

kenaikan multiguna diiringi dengan kenaikan NPL menjadi 1,22% namun masih dalam level terkendali. Secara

umum, kinerja kredit rumah tangga masih menunjukkan keyakinan konsumen dan kemampuan bayar yang

terjaga.

Grafik 4.44 Perkembangan Kredit Kendaraan Bermotor

Grafik 4.45 Perkembangan Kredit Kepemilikan Rumah

Page 140: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT · iii Tabel 1.1 Struktur PDRB Provinsi Jawa Barat Berdasarkan Komponen Pengeluaran Atas Dasar Harga Berlaku (ADHB) 5 Tabel

MEI 2017

STABILITAS KEUANGAN DAERAH,

PENGEMBANGAN ASKES KEUANGAN DAN UMKM

117

Sejak tahun 2007 sampai dengan tahun 2017, KPw BI Provinsi Jabar telah melakukan pembinaan kebeberapa

klaster, sebagai berikut:

Tabel Pengembangan Klaster Bank Indonesia Jawa Barat

No

Komoditas Program

Pengembangan Klaster

Lokasi Tahun Dimulai

1 Paprika Kec. Cisarua. Kab. Bandung Barat 2007

2 Cabai Merah Kab. Garut 2011

3 Alas Kaki Kec. Cibaduyut, Kota Bandung 2012

4 Sapi Potong Kec. Purabaya, Kab. Sukabumi 2014

5 Sayuran Kac. Pangalengan, Kab. Bandung 2014

6 Sapi Potong Kec. Cikelet, Kab.Garut 2015

7 Sayuran Kec. Lembang, Kab. Bandung Barat 2015

Selain melakukan pembinaan kepada klaster terpilih, Bank Indonesia juga melakukan pembinaan terhadap

UMKM Unggulan di Jawa Barat untuk dikembangkan baik dari sisi produksi ataupun akses pasar.

Pengembangan UMKM Unggulan tersebut dipilih berdasarkan tema/kriteria, antara lain:

a. Daerah perbatasan/tertinggal; perbatasan representasi kedaulatan NKRI, meningkatkan penggunaan

Rupiah melalui peningkatan perekonomian daerah

b. Pemberdayaan perempuan; peran wanita dalam menentukan kesejahteraan keluarga dan dominasi TKI

perempuan, meningkatkan partisipasi wanita dalam kegiatan produktif dan mengurangi pengiriman TKW

low skill ke LN

c. Nelayan ; mengoptimalkan potensi ekonomi sektor kelautan Indonesia

d. Industri kreatif; keragaman budaya dan tingginya kreativitas anak bangsa merupakan potensi utk

tumbuhnya industri kreatif kedepan, meningkatkan kontribusi ekonomi kreatif dalamm perekonomian

e. Komoditi ekspor/subtitusi impor; menekan defisit neraca perdaganan berbasis pada komoditi

ekspor/subtitusi impor, meningkatkan kemandirian ekonomi.

Menindaklanjuti hal tersebut, KPw BI Jawa Barat memilih pengembangan UMKM Unggulan dengan kategori

uran di Lembang, Kab.Bandung Barat.

Pemilihan UMKM dengan kategori sebagaimana dimaksud dengan pertimbangan:

1. Hasil survey KPJU Unggulan tahun 2011, sektor sayuran di Kecamatan Cisarua masuk dalam kategori

komoditas unggulan dengan indeks 3,8 yang merupakan nilai indeks tertinggi persektor;

2. Merupakan komoditi ekspor karena hasil produknya (buncis, tomat) telah masuk akses pasar ke

Singapura;

3.

BOKS 3

UPAYA BANK INDONESIA DALAM PENGEMBANGAN UMKM

Page 141: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT · iii Tabel 1.1 Struktur PDRB Provinsi Jawa Barat Berdasarkan Komponen Pengeluaran Atas Dasar Harga Berlaku (ADHB) 5 Tabel

MEI 2017

STABILITAS KEUANGAN DAERAH,

PENGEMBANGAN ASKES KEUANGAN DAN UMKM

118

4. Sudah mempunyai kelompok tani, sehingga memudahkan proses penguatan/peningkatan kelembagaan

(misal:koperasi)

5. Lokasi yang tidak terlalu jauh sehingga memudahkan untuk pelaksanaan monitoring.

Gambar Program dan Roadmap Pengembangan UMKM Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi

Jawa Barat

Bagan diatas adalah roadmap pengembangan UMKM yang terdiri atas 4 tahapan sesuai dengan arahan dari

Kantor Pusat Bank Indonesia, dimana masing-masing bagian memiliki tahapan-tahapan kembali yang harus

dicapai. Demikian penjelasannya:

Tahap 1, Formulating Activities & Getting Commitment

a. Identifikasi potensi

b. Identifikasi program

c. Koordinasi dengan stakeholders

d. Asesmen, perumusan fokus program dan strategi LED

e. Pembagian peran dan mendapatkan komitmen stakeholders

f. Menetapkan program dan ketentuan pendukung

Tahap 2, Implementing Local Economic Development

a. Pembentukan kelembagaan

b. Pendampingan dan pembinaan

c. Peningkatan kinerja usaha

d. Monev tahapan pelaksanaan LED

e. Asesmen perluasan aktivitas LED

Tahap 3, Expanding the Effort measuring the impact

a. Pelaksanaan perluasan aktivitas LED

Koordinasi kerjasama dan fasilitasi dalam rangka akses pasar dan akses pembiayaan.

b. Monitoring dan evaluasi perluasan aktivitas LED

c. Pengukuran hasil pengembangan

Tahap 4, Phasing out: evaluating & monitoring

a. Pengukuran hasil pengembangan

b. Phasing out ke Pemda

c. Monitoring dan evaluasi oleh BI

Formulating

activities &

getting

commitment

Implementing

Local Economic

Development

Expanding the

effort measuring

the impact

Phasing out :

evaluating &

monitoring

Page 142: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT · iii Tabel 1.1 Struktur PDRB Provinsi Jawa Barat Berdasarkan Komponen Pengeluaran Atas Dasar Harga Berlaku (ADHB) 5 Tabel

MEI 2017

STABILITAS KEUANGAN DAERAH,

PENGEMBANGAN ASKES KEUANGAN DAN UMKM

119

Terkait dengan peningkatan akses pasar dan akses pembiayaan menjadi salah satu indikator kemandirian bagi

klaster, untuk itu Bank Indonesia terus berupaya melakukan pendampingan dan pemberian bantuan untuk

menunjang peningkatan kedua hal tersebut.

Upaya peningkatan akses pasar, antara lain:

1. Pembuatan kajian yang terkait dengan komoditas tersebut, untuk memberikan pedoman dasar

pelaksanaan pengembangan klaster binaan;

2. Peningkatan produktifitas yang dibarengi dengan peningkatan kualitas produk. Hal ini dilakukan melalui

pemberian bantuan:

- Bantuan teknis peralatan tepat guna, seperti rain shelter, mesin cuci sayuran, cultivator, sumur bor

air tanah; dan

- Bantuan pelatihan, seperti perencanaan keuangan, kelembagaan, pengawetan, dll

3. Pendampingan bagi klaster

Terkait dengan peningkatan akses pembiayaan, beberapa upaya yang dilakukan antara lain:

1. Pembuatan kajian terkait dengan Value Chain Financing;

2. Pendampingan koordinasi antara klaster binaan dengan stakeholder lainnya.

Tantangan Dalam Peningkatan Akses Pembiayaan

Secara umum, tantangan atau kendala dalam rangka akses pembiayaan adalah penilaian dari perbankan atau

lembaga keuangan lainnya terhadap profil dari kelompok tani tersebut. Perbankan atau lembaga keuangan

lainnya sesuai dengan ketentuan, akan menilai secara detail kelengkapan dokumen-dokumen atau operasional

produksi dari petani, hal ini terasa cukup memberatkan petani. Kendala dari sisi pembiayaan berkaitan dengan

(1) kesenjangan skala (scale gap) yaitu besarnya pinjaman kredit yang diharapkan pelaku UMKM dan maksimal

kebutuhan kredit mikro oleh bank yang relatif kecil; (2) kesenjangan perizinan (formalization gap) persyaratan

formal bank seperti perizinan usaha, sertifikasi, pajak, dan hal-hal lain yang berkaitan dengan usaha; serta (3)

kesenjangan informasi (information gap) seperti informasi mengenai persyaratan dan prosedur bank.

Gambar Gap Antara Perbankan dengan UMKM

Page 143: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT · iii Tabel 1.1 Struktur PDRB Provinsi Jawa Barat Berdasarkan Komponen Pengeluaran Atas Dasar Harga Berlaku (ADHB) 5 Tabel

MEI 2017

STABILITAS KEUANGAN DAERAH,

PENGEMBANGAN ASKES KEUANGAN DAN UMKM

120

Program Kerja yang mendukung Pengembangan Klaster dan UMKM pada Triwulan IV-2016 di KPw

BI Provinsi Jawa Barat

1. Pekerjaan Penelitian KPJU Unggulan UMKM Tahun 2016 yang bertujuan untuk mengklasifikasikan

UMKM yang dikategorikan sebagai unggulan dan potensial unggulan dimulai dari tingkat kecamatan

sampai dengan tingkat provinsi, telah selesai dilakukan. Kajian ini telah menghasilkan beberapa

komoditas dan/atau potensi dari 27 kabupaten/kota se-Jawa Barat. Hasil dari KPJU Unggulan UMKM

ini juga telah didiseminasikan kepada stakeholder yaitu seluruh pemerintah kab/kota dan provinsi se-

Jawa Barat, akademisi, perbankan, dan juga pengusaha yang dapat masing-masing pihak gunakan

baik sebagai referensi ataupun masukan untuk pengambilan keputusan (contoh) pembuatan

kebijakan untuk mendukung pengembangan komoditas unggulan di suatu wilayah.

2. Pelaksanaan magang bagi kelompok ternak dari klaster sapi potong binaan KPwBI Jawa Barat, yaitu

Kelompok Ternak Garu Harapan Jaya yang berasal dari Kecamatan Cikelet, Kab. Garut. Magang

dilakukan di PT. Karya Anugerah Rumpin, Kecamatan Rumpin Kabupaten Bogor.

3. Pemberian Bantuan PSBI kepada Kelompok Ternak Garu Harapan Jaya berupa Kandang Komunal

untuk Sapi Potong. Bantuan berupa kendang komunal ini bertujuan untuk selain menampung sapi

dari anggota kelompok ternak, juga untuk melindungi sapi-sapi tersebut dari kondisi cuaca

(panas/hujan). Selain kendang, juga terdapat bak penampungan kotoran sapi yang akan diolah untuk

menghasilkan bio gas dan pupuk sehingga pengoperasian klaster sapi potong bisa dilakukan secara

terintegrasi (integrated farming).

4. Rekrutmen WUBI (Wirausaha Bank Indonesia) 2016, yang bertujuan untuk meningkatkan kemandiria,

skill dan akses pasar, yang dapat dilakukan melalui kegiatan keikutsertaan WUBI dalam berbagai

pameran atau pemberian pelatihan. Sampai dengan akhit TRIWULAN IV-2016 telah terpilih sebanyak

47 peserta calon WUBI (dari pendaftar awal sekitar 300 peserta) yang kemudian akan dilakukan

proses validasi lapangan kembali sebelum para peserta mengikuti boothcamp yang berencana

dilakukan Maret 2017 mendatang.

5. Menyelenggarakan Pelatihan Edukasi Keuangan bagi Calon Tenaga Kerja Indonesia (CTKI) dengan

menggunakan modul Pelatihan Edukasi Keuangan untuk Calon TKI di BLKLN (Bank Indonesia, OJK,

Kemnaker, BNP2TKI; 2016). Hal ini penting untuk meningkatkan skala dampak edukasi keuangan

untuk CTKI.

Pelatihan pengawetan produk olahan pangan yang diikuti oleh pelaku usaha UMKM melalui P3UKM Jawa

Barat. Tujuan pelatihan untuk menjadikan produk hasil olahan pangan yang lebih awet dengan tetap

mempertahankan sifat fisik (tekstur, warna) dan zat gizinya serta memperpanjang masa simpan. Selain itu

pelatihan ini diselenggarakan untuk meningkatkan produktivitas dan daya saing mereka dalam menghadapi

persaingan di era Masyarakat Ekonomi Asean (MEA).

Page 144: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT · iii Tabel 1.1 Struktur PDRB Provinsi Jawa Barat Berdasarkan Komponen Pengeluaran Atas Dasar Harga Berlaku (ADHB) 5 Tabel

V

Penyelenggaraan Sistem Pembayaran dan Pengelolaan

Uang Rupiah

BAB V

Page 145: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT · iii Tabel 1.1 Struktur PDRB Provinsi Jawa Barat Berdasarkan Komponen Pengeluaran Atas Dasar Harga Berlaku (ADHB) 5 Tabel

MEI 2017

SISTEM PEMBAYARAN &

PENGELOLAAN UANG RUPIAH

122

5.1. Sistem Pembayaran Non Tunai

5.1.1 Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia (SKNBI)

Pada triwulan I 2017, transaksi kliring melalui Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia (SKNBI) mengalami

perlambatan, baik secara nominal maupun volume. Transaksi SKNBI di Jawa Barat yang secara total

mencapai Rp 78,11 triliun tumbuh melambat menjadi 20,18% (yoy), jauh lebih rendah dibandingkan dengan

triwulan sebelumnya yang tumbuh 48,95% (yoy) (Grafik 5.1). Faktor utama yang menyebabkan perlambatan

tersebut adalah adanya pemberlakuan ketentuan baru atas caping transaksi kliring menjadi Rp100 juta sejak 1

Juli 2016 di mana pada triwulan IV 2015 sempat berlaku caping sebesar Rp500 juta atau lebih besar. Sehingga

terdapat base year effect yang menyebabkan pertumbuhan triwulan ini rendah. Namun demikian transaksi

harian melalui SKNBI masih meningkat dari Rp0,85 triliun menjadi Rp0,87 triliun per harinya.

Pemberlakuan ketentuan baru terkait caping transaksi kliring melalui SKNBI juga berdampak kepada

melambatnya pertumbuhan volume transaksi. Volume transaksi SKNBI tercatat melambat dari 38,78% (yoy)

menjadi 31,05% (yoy) pada triwulan I 2017 atau dari 2,17 juta transaksi menjadi 2,01 juta transaksi (Grafik

5.2). Perlambatan volume transaksi yang relatif tidak sebesar perlambatan pada nominal transaksi

mengindikasikan perlambatan SKNBI memang lebih didorong oleh adanya base year effect karena perubahan

kebijakan caping.

Grafik 5.1 Perkembangan SKNBI Nominal

Grafik 5.2 Perkembangan SKNBI - Volume

Dilihat dari spasialnya, transaksi kliring terutama terjadi di kota Bandung (48%), Kab. Bekasi (11%), Kota

Bogor (11%), Cirebon (10%) dan Tasikmalaya (6%) (Grafik 5.3). Pola ini sesuai dengan karakteristik daerah-

daerah tersebut relatif memiliki usaha kecil menengah lebih banyak dari

daerah lainnya di Jawa Barat. Adapun dari pola transaksi kliring kredit

dengan provinsi lain, selama triwulan I 2017 Jawa Barat lebih besar dalam

mengirimkan dana daripada menerima dana (net outgoing) dengan

pengiriman terkonsentrasi ke DKI Jakarta (82%) yang mengindikasikan

penggunaan SKNBI untuk transaksi industri (Grafik 5.4). Selanjutnya, 16%

pengiriman dana melalui SKNBI di Jawa Barat ditujukan untuk daerah Jawa

Barat sendiri atau transaksi domestik. Diikuti dengan transaksi-transaksi

menuju Jawa Timur, Jawa Tengah, Sumatera Utara, dan seterusnya. Secara Grafik 5.3 Spasial Kliring

Page 146: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT · iii Tabel 1.1 Struktur PDRB Provinsi Jawa Barat Berdasarkan Komponen Pengeluaran Atas Dasar Harga Berlaku (ADHB) 5 Tabel

MEI 2017

SISTEM PEMBAYARAN &

PENGELOLAAN UANG RUPIAH

123

kawasan, pengiriman dana melalui SKNBI di Jawa Barat terkonsentrasi di kawasan Jawa. Dari sisi penerimaan

dana melalui SKNBI, transaksi didominasi oleh transaksi domestik atau yang berasal dari Jawa Barat sendiri

sebesar 54% (Grafik 5.5). Selanjutnya diikuti dengan pengiriman dari provinsi asal DKI Jakarta (33%). Hal ini

semakin memperkuat indikasi hubungan ekonomi yang kuat antara Jawa Barat dengan DKI Jakarta. Sama

halnya dengan pengiriman dana, transaksi penerimaan dana melalui SKNBI juga didominasi dari kawasan Jawa.

Hal ini menunjukkan keterkaitan Jawa Barat yang lebih besar di inter regional Jawa dibandingkan antar

regional.

5.1.2 Upaya Menjaga Kelancaran Sistem Pembayaran

a. RTGS & SKNBI

Dalam rangka menjaga kelancaran penyelenggaraan sistem pembayaran di Jawa Barat, Bank Indonesia

telah melakukan serangkaian upaya. Pada aspek infrastruktur, sejak triwulan IV 2016 telah dilakukan

pemasangan dan operasionalisasi mesin pemrosesan warkat debit baru. Selain itu, dalam rangka

meningkatkan pemahaman perbankan terhadap ketentuan Bank Indonesia, maka telah dilakukan

sosialisasi ketentuan bilyet giro dan sistem pembayaran Bank Indonesia kepada perbankan di wilayah kerja

Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Jawa Barat.

b. Kegiatan Usaha Penukaran Valutas Asing (KUPVA)

Sejak berlakunya Peraturan Bank Indonesia (PBI) Nomor 18/20/PBI/2016 tanggal 7 Oktober 2016, KPwBI

Provinsi Jawa Barat telah melakukan kegiatan pendataan/mapping melalui market intelligence dan

edukasi/sosialiasi kepada Pelaku KUPVA-BB tidak berizin di seluruh kota/kabupaten yang ada wilayah kerja

Pengawasan Kantor Perwakilan Jawa Barat (kota Bandung, Kota Sukabumi, Kota Cimahi, Kabupaten

Bandung, Kabupaten Bandung Barat, Kabupaten Sukabumi, Kabupaten Cianjur, Kabupaten Purwakarta,

kabupaten Garut dan Kabupaten Sumedang) namun belum menjangkau seluruh kecataman-kecamatan

yang ada pada kabupaten-kabupaten tersebut karena jarak tempuh dan keterbatasan waktu.

Berdasarkan kegiatan market intelligence, dapat dipetakan bahwa Pelaku KUPVA BB tidak berizin di

wilayah kerja KPwBI Provinsi Jawa Barat dapat dikelompokkan dalam empat katagori yaitu:

a. Katagori I, memiliki aset/modal dan jumlah transkasi memadai untuk skala bisnis.

Grafik 5.4 Provinsi Tujuan Kliring Jawa Barat Grafik 5.5 Asal Provinsi Kliring ke Jawa Barat

Page 147: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT · iii Tabel 1.1 Struktur PDRB Provinsi Jawa Barat Berdasarkan Komponen Pengeluaran Atas Dasar Harga Berlaku (ADHB) 5 Tabel

MEI 2017

SISTEM PEMBAYARAN &

PENGELOLAAN UANG RUPIAH

124

b. Katagori II, memiliki aset/modal, namun jumlah transaksi belum memadai untuk skala bisnis namun

terdapat prospek yang cukup baik.

c. Katagori III, tidak memiliki aset/modal namun jumlah transaksi cukup memadai untuk skala bisnis

saat ini,

d. Katagori IV, tidak memilik aset/modal dan jumlah transaksi relatif kecil

Untuk kategori I dan ii pada umumnya diakukan oleh toko emas dan travel, untuk kategori III dilakukan

oleh money changer dan kategori IV dilakukan oleh para Pedagang Kali Lima. Pada umumnya pelaku

KUPVA-BB tersebut tidak mengetahui untuk kegiatan usaha tersebut harus memiliki izin dari Bank

Indonesia.

Penanganan KUPVA BB tidak berizizn di wilayah kerja pengawasan Kantor Perwakilan Bank Indonesia

dilakukan bekerja sama dengan instansi terkait yaitu dinas perindustrian/ perdagangan dan Kepolisian di

kota/kabupaten setempat serta melibatkan Asosiasi Pedagang Valuta Asing (APVA). Kegiatan-kegaitan

yang dilakukan dalam penanganan KUPVA-BB tidak berizinan meliputi:

a. Edukasi dan Sosialisasi serta penyampaian Leaflet/Brosur mengenai ketentuan KUPVA-BB

b. Siaran Pers oleh Pimpinan KPwDN dan publikasi media masa pada saat edukasi/sosialisasi di tingkat

kota/kabupaten.

c. Siaran televisi talkshow oleh Pimpinan dan jabar dalam berita melalui TVRI Jawa Barat.

d. Penyampaian Himbauan baik tertulis dan lisan kepada Pelaku KUPVA-BB tidak berizin agar segera

mengajukan permohonan izin

e. Meminta kepada pelaku KUPVA BB tidak berizin untuk menghentikan kegiatan dan mencabut

atribut-atribut sebagai penyelengara KUPVA

f. Memonitor, mendorong dan memberikan layanan konsultansi secara bilateral kepada Pelaku KUPVA-

BB dalam proses perizinan

g. Memberitahukan akan dilaksanakan penertiban lebih lanjut apabila masih terdapat penyelenggara

KUPVA-BB Tidak berizin setelah melewati masa transisi tanggal 7 April 2017. Antara lain

merekomendasi kepada otoritas terkait untuk mencabut izin kegiatan usaha

Setelah dilakukan kegiatan-kegiatan tersebut di atas, Pelaku KUPVA-BB yang memenuhi pesyaratan

administrasi dan kelembagaan mengajukan permohonan perizinan, sedangkan pelaku KUVPA-BB tidak

berizin yang tidak memenuhi pesyaratan diminta untuk menghentikan kegiatannya dan mencabut atribut-

atribut sebagai pelaku KUPVA-BB

Perkembangan keberadaan KUPVA-BB berizin di wilayah kerja pengawasan Kantor Perwakilan Bank

Indonesia Provinsi Jawa Barat menunjukan perkembangan yang memuaskan. Sebelum terbitnya ketentuan

PBI Nomor 18/20/PBI/2016 tanggal 7 Oktober 2016 jumlah KUPVA BB berizin sebanyak 14 (empat belas)

KUPVA-BB dan setelah dilakukan kegiatan edukasi dan sosialisasi jumlah KUPVA-BB sampai dengan saat ini

(19 Mei 2017) berjumlah 31 (tiga puluh satu) KUPVA-BB atau meningkat 120%. Dan saat ini masih diproses

permohonan perizinan terhadap 6 (enam) KUPVA-BB.

Page 148: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT · iii Tabel 1.1 Struktur PDRB Provinsi Jawa Barat Berdasarkan Komponen Pengeluaran Atas Dasar Harga Berlaku (ADHB) 5 Tabel

MEI 2017

SISTEM PEMBAYARAN &

PENGELOLAAN UANG RUPIAH

125

Tabel 5.1 Sebaran KUPVA-BB di wilayah kerja Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provisi Jawa Barat

No Wilayah KUPVA-BB

Dalam Proses

Peizinan

Jumlah

1 Kota Bandung 9 2 11

2 Kabupaten Bandung 1 1

3 Kabupaten Bandung Barat -

4 Kota Cimahi -

5 Kota Sukabumi 6 6

6 Kabupaten Sukabumi 3 1 4

7 Kabupaten Cianjur 4 2 6

8 Kabupaten Purwakarta 4 4

9 Kabupaten Subang 3 3

10 Kabupaten Garut 1 1

11 Kabupaten Sumedang 1 1

Jumlah 31 6 37

Mulai bulan Mei 2017, Kantor Perwakilan Bank Indonesia Jawa Barat bekerja sama Direktorat Reserse

Kriminal Khusus Polda Jawa Barat melalukan pemantauan langsung dan penertiban pelaku KUPVA-BB tidak

berizin:

a. Pada tanggal 17 Mei 2017 dilakukan di wilayah Subang. Ditemukan 3 (tgia) pelaku KUPVA-BB tidak

berizin yang masih melakukan kegiatan secara sembunyi-sembunyi, kepada ketiga KUPVA tersebut

diberikan surat pernyataan ditempel stiker penertiban.

b. Pada tanggal 18 Mei 2017 dilakukan di wilayah Purwakarta. Tidak ditemukan KUPVA-BB tidak berizin

yang masih menjalankan kegiatan.

Kegiatan market intelligence dan Penanganan serta penertiban KUPVA BB tidak berizin akan terus-

meneruskan dilakukan di seluruh wilayah kerja Kantor Perwakilan Provisn Jawa Barat sampai dengan tingkat

kecamatan yang dilakukan secara bertahap dengan memperhatikan skala prioritas.

c. Penyelenggara Tranfer Dana (PTD)

Penyelenggara Transfer Dana (PTD) berizin di wilayah kerja Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Jawa

Barat saat ini berjumlah 5 PTD yaitu

a. PT Pos Indonesia (Bandung)

b. PT Telekomunikasi Indonesia Tbk (Bandung)

c. PT Reyhan Putra Mandiri (Subang)

d. PT Golden Remitance (Bandung)

e. PT Bina Putra Sadaya (Subang)

Pengawasan terhadap PTD dilakukan melalui pengawasan tidak langsung yaitu melalui laporan yang

disampaikan dan pengawasan langsung yaitu melalui pemeriksaan langsung terhadap kegiatan dan

dokumen-dokumen di kantor PTD. Pemeriksaan lansung telah dilakukan terhadap PT. Pos Indonesia.

Page 149: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT · iii Tabel 1.1 Struktur PDRB Provinsi Jawa Barat Berdasarkan Komponen Pengeluaran Atas Dasar Harga Berlaku (ADHB) 5 Tabel

MEI 2017

SISTEM PEMBAYARAN &

PENGELOLAAN UANG RUPIAH

126

5.1.3 Perkembangan Inklusi Keuangan Jawa Barat

Sebagai otoritas sistem pembayaran di Indonesia, salah satu peran Bank Indonesia adalah sebagai fasilitator

pengembangan sistem pembayaran oleh industri. Pelaksanaan peran ini menjadi sangat strategi dalam rangka

mendukung upaya pemerintah, Bank Indonesia maupun otoritas terkait lainnya dalam rangka peningkatan

inklusi keuangan. Terkait inklusi keuangan, hal tersebut dapat didefinisikan sebagai suatu kondisi ketika setiap

anggota masyarakat memiliki akses terhadap berbagai layanan keuangan formal yang berkualitas secara tepat

waktu, lancar, aman dengan biaya terjangkau sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan dalam rangka

meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Menurut Sharma (2010) dalam Index of Financial Inclusion, terdapat

terhadap jumlah penduduk dewasa di suatu wilayah. Sementara itu dimensi of

diwakili oleh rasio jumlah kantor bank per 1.000 penduduk dewasa dan atau rasio jumlah ATM per 1.000

o jumlah volume kredit dan simpanan

terhadap total produk domestik bruto (PDB atau PDRB) suatu wilayah.

Tabel 5.2. Rasio Penetrasi Bank Kabupaten/Kota di Jawa Barat

Sumber: OJK KR 2 dan BPS Jawa Barat, diolah

Kab/Kota

Rasio Jml

Rekening

Simpanan per

Penduduk

Dewasa (Tw

IV '16)

Rasio Jml

Rekening

Simpanan per

Penduduk

Dewasa (Tw I

'17)

Rasio Jml

Rekening

Tabungan per

Penduduk

Dewasa

(Des'16)

Rasio Jml

Rekening

Tabungan per

Penduduk

Dewasa

(Maret '17)

Kab. Bogor 0,46 0,46 0,45 0,45

Kab. Sukabumi 0,55 0,56 0,55 0,55

Kab. Cianjur 0,63 0,62 0,62 0,61

Kab. Bandung 0,70 0,68 0,68 0,67

Kab. Garut 0,64 0,62 0,63 0,61

Kab. Tasikmalaya 0,59 0,57 0,58 0,56

Kab. Ciamis 0,80 0,79 0,79 0,78

Kab. Kuningan 0,97 0,99 0,96 0,98

Kab. Cirebon 0,61 0,59 0,60 0,58

Kab. Majalengka 0,64 0,61 0,63 0,60

Kab. Sumedang 0,75 0,75 0,74 0,74

Kab. Indramayu 0,79 0,78 0,78 0,77

Kab. Subang 0,72 0,72 0,71 0,71

Kab. Purwakarta 0,98 0,98 0,96 0,96

Kab. Karawang 0,83 0,85 0,82 0,84

Kab. Bekasi 1,05 1,08 1,03 1,05

Kab. Bandung Barat 0,16 0,16 0,16 0,16

Kota Bogor 1,93 2,01 1,83 1,91

Kota Sukabumi 3,20 3,32 3,13 3,25

Kota Bandung 2,25 2,32 2,11 2,17

Kota Cirebon 3,44 3,60 3,32 3,48

Kota Bekasi 1,06 1,08 1,01 1,03

Kota Depok 1,00 1,04 0,96 1,00

Kota Cimahi 2,65 2,48 2,59 2,42

Kota Tasikmalaya 1,53 1,57 1,50 1,54

Kota Banjar 1,06 1,16 1,04 1,14

Jawa Barat 0,91 0,91 0,88 0,89

Page 150: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT · iii Tabel 1.1 Struktur PDRB Provinsi Jawa Barat Berdasarkan Komponen Pengeluaran Atas Dasar Harga Berlaku (ADHB) 5 Tabel

MEI 2017

SISTEM PEMBAYARAN &

PENGELOLAAN UANG RUPIAH

127

Dari Tabel 5.1. di atas, terlihat bahwa secara umum penetrasi perbankan di Jawa Barat belum mencapai kondisi

ideal, dimana setidaknya satu orang memiliki satu rekening atau dengan rasio sebesar 1,00. Dari seluruh

kabupaten/kota (Kabupaten Pangandaran masih disatukan dengan Kabupaten Ciamis), hanya terdapat sekitar

10 Kabupaten/kota dengan rasio lebih besar atau sama dengan 1,00. Namun demikian, terlihat banyak daerah

yang mengalami peningkatan rasio tersebut, terutama di kota-kota pilot project bantuan sosial (bansos) non

tunai Program Keluarga Harapan (PKH) dan Bantuan Pangan Non Tunai (BPNT) seperti pada Kota Bandung,

Kota Bogor, Kota Bekasi, Kota Depok, Kota Sukabumi, Kota Tasikmalaya, Kota Banjar dan Kota Cirebon. Selain

daerah tersebut, terdapat kabupaten lain yang mengalami peningkatan yaitu Kabupaten Kuningan, Kabupaten

Karawang dan Kabupaten Bekasi. Secara garis besar, dapat disimpulkan sementara bahwa uji coba program

bansos non tunai membantu meningkatkan inklusi keuangan melalui aspek penetrasi perbankan kepada

masyarakat.

Tabel 5.3. Rasio Ketersediaan Layanan Bank Kabupaten/Kota di Jawa Barat

Sumber: OJK KR 2 dan BPS Jawa Barat, diolah (Ket: *) mencakup ATM/ADM, Payment Point dan layanan kas keliling

Sementara itu, dari Tabel 5.2, terlihat bahwa ketersediaan layanan bank di masing-masing kabupaten/kota di

Jawa Barat pun relatif masih beragam dan masih relatif terpusat di perkotaan. Dari keseluruhan

kabupaten/kota, rasio ketersediaan layanan di Kota Cirebon menempati peringkat paling tinggi diikuti oleh

Kota Bandung dan Kota Bogor. Di sisi lain, peningkatan aspek ini perlu mendapat perhatian terutama di

Kabupaten Bandung Barat, Kabupaten Bogor, Kabupaten Cianjur dan Kabupaten Sukabumi. Dalam rangka

meningkatkan jangkauan bank tersebut, peningkatan program Layanan Keuangan Digital (LKD) dapat menjadi

salah satu alternatif solusi.

Kab/Kota

Rasio Jml Kantor

Bank/100.000

Penduduk

Dewasa

Rasio Jml Kegiatan

Layanan Kas/100.000

Penduduk Dewasa*)

Kab. Bogor 8,62 34,65

Kab. Sukabumi 9,92 17,94

Kab. Cianjur 9,61 21,29

Kab. Bandung 15,13 26,61

Kab. Garut 11,10 16,90

Kab. Tasikmalaya 11,55 16,22

Kab. Ciamis 15,01 14,08

Kab. Kuningan 14,14 21,15

Kab. Cirebon 10,55 19,11

Kab. Majalengka 13,26 20,56

Kab. Sumedang 16,10 25,82

Kab. Indramayu 13,05 22,69

Kab. Subang 13,83 27,58

Kab. Purwakarta 15,38 49,46

Kab. Karawang 15,21 53,26

Kab. Bekasi 14,79 66,10

Kab. Bandung Barat 2,66 5,50

Kota Bogor 35,98 151,87

Kota Sukabumi 36,73 127,69

Kota Bandung 49,54 173,58

Kota Cirebon 59,17 206,23

Kota Bekasi 21,72 135,78

Kota Depok 18,18 94,13

Kota Cimahi 26,99 77,81

Kota Tasikmalaya 20,77 56,69

Kota Banjar 25,00 78,69

Jawa Barat 16,49 52,79

Page 151: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT · iii Tabel 1.1 Struktur PDRB Provinsi Jawa Barat Berdasarkan Komponen Pengeluaran Atas Dasar Harga Berlaku (ADHB) 5 Tabel

MEI 2017

SISTEM PEMBAYARAN &

PENGELOLAAN UANG RUPIAH

128

5.1.4 Upaya Pengembangan Layanan Keuangan Non Tunai dan Elektronifikasi

Upaya peningkatan inklusi keuangan di wilayah Jawa Barat terus dilakukan melalui berbagai bentuk. Salah

satunya yang sedang diupayakan di tahun 2017 adalah mendukung implementasi integrasi penyaluran bansos

secara non tunai melalui Program Keluarga Harapan (PKH) dan Bantuan Pangan Non Tunai (BPNT)

menggunakan 1 (satu) akun pada kartu combo yang merupakan program Kementerian Sosial bekerjasama

dengan berbagai instansi termasuk Bank Indonesia. Salah satu bentuk dukungan yang dilakukan oleh Kantor

Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Jawa Barat adalah melalui pelaksanaan edukasi bekerjasama dengan Dinas

Sosial beberapa kota pilot project dan bank penyelenggara. Kegiatan edukasi tersebut diberikan kepada

Keluarga Penerima Manfaat (KPM), Pendamping penerima bansos non tunai, serta Tenaga Kerja Sosial

Kecamatan (TKSK). Edukasi bertujuan untuk meningkatan awareness mengenai Gerakan Nasional Non Tunai

(GNNT) dan Keuangan Inklusif, serta pengetahuan terhadap mekanisme penyaluran bansos itu sendiri. Melalui

edukasi tersebut diharapkan masyarakat dapat mulai mengubah sikap bertransaksi yang sebelumnya terbiasa

menggunakan tunai menjadi transaksi secara non tunai. Bentuk edukasi yang diberikan adalah Training of

Beneficiary (ToB) khusus kepada KPM, atau Training of Trainer (ToT) dengan harapan materi yang diterima

dapat disampaikan kembali kepada keluarga, tetangga, atau masyarakat di lingkungan sekitar tempat tinggal

masing-masing peserta.

Selain itu, dalam rangka mendukung kesuksesan uji coba implementasi penyaluran bansos non tunai, KPw BI

Provinsi Jawa Barat juga telah melakukan survei monitoring penyaluran bantuan di Kota Bandung dan Kota

Cimahi. Responden survei meliputi penerima bansos, pendamping, agen LKD, bank penyelenggara, serta Dinas

Sosial setempat. Pergeseran kebudayaan masyarakat dari tunai menjadi non tunai merupakan suatu tantangan

yang besar, namun dengan kerjasama antar pihak, edukasi dan sosialisasi kepada masyarakat dapat dilakukan

dengan baik yang tercermin dari perilaku masyarakat saat ini tidak lagi merasa aneh dengan transaksi

menggunakan kartu kombo tersebut. Bahkan sebagian besar responden menyatakan bahwa penyaluran secara

non tunai dirasa lebih menguntungkan bagi KPM karena penggunaan kartu yang mudah, agen bank yang

terjangkau, serta waktu pencairan yang fleksibel dan cepat sehingga tidak menghabiskan sumber daya dari

para KPM tersebut.

Sementara terkait dengan rekomendasi model bisnis bantuan pemerintah secara non tunai pada sektor

pendidikan melalui dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS), telah dilakukan edukasi kepada operator dan

kepala sekolah dari beberapa sekolah pilot project pada tanggal 3 Maret 2017 lalu. Rencana model bisnis yang

akan diterapkan pada prorgam BOS tersebut antara lain:

Operator melakukan penginputan data kebutuhan sekolah

Kepala sekolah menyetujui daftar kebutuhan yang telah diinput oleh operator

Melalui aplikasi mobile yang dimiliki oleh kepala sekolah, aplikasi tersebut akan menerbitkan barcode

untuk kemudian akan dikirimkan kepada rekanan sekolah.

Barcode yang diterima oleh rekanan sekolah akan discan melalui aplikasi mobile khusus untuk rekanan.

Setelah proses scan, akan muncul daftar kebutuhan operasional serta biaya yang dapat diakses oleh

rekanan sekolah.

Page 152: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT · iii Tabel 1.1 Struktur PDRB Provinsi Jawa Barat Berdasarkan Komponen Pengeluaran Atas Dasar Harga Berlaku (ADHB) 5 Tabel

MEI 2017

SISTEM PEMBAYARAN &

PENGELOLAAN UANG RUPIAH

129

Di sisi lain, terkait pengembangan dan perluasan elektronifikasi di KPwDN khususnya di KpwBI Jawa Barat pada

tahun 2017 antara lain mendorong perluasan elektronifikasi transaksi pemerintah, dalam hal ini transaksi

penerimaan pemerintah Kota Bandung melalui Dinas Perhubungan (Dishub) Kota Bandung. Elektronifikasi

pada transaksi penerimaan Dishub Kota Bandung yaitu melalui penerimaan pada Terminal Parkir Elektronik

(TPE), bis Trans Metro Bandung (TMB), bike sharig, serta uji kendaraan bermotor (KIR).

Pengembangan Layanan Keuangan Digital melalui Pondok Pesantren juga telah dilakukan sejak tahun

sebelumnya. Salah satunya yaitu pengembangan Layanan Keuangan Digital (LKD) di kawasan Pondok

Pesantren Misbahunnur Cimahi. Elektronfikasi di kawasan pondok pesantren Misbahunnur melalui program

LKD telah dilaksanakan dari akhir tahun 2016 dengan launching pada triwulan I 2017. Model bisnis yang

dilakukan di kawasan ponpes yaitu memberlakukan elektronifikasi pada jajan santri dengan menggunakan

instrumen uang elektronik. Masing-masing santri akan mendapatkan satu kartu uang elektronik chip based

yang telah diberikan data identitas diri pada bagian depan kartu. Pada akhir hari, kartu akan dikumpulkan ke

masing-masing wali kelas untuk kemudian akan dilakukan top-up uang senilai uang yang disetujui oleh orang

tua santri. kartu tersebut berikutnya dapat digunakan untuk bertransaksi di koperasi ponpes dan sepenuhnya

akan menggunakan non tunai. Pada tahun 2017 akan dilakukan pengembangan model bisnis yang tidak hanya

sebatas uang jajan santri. Pihak pengelola ponpes berencana untuk mengembangkan pembayaran seperti

untuk PPOB yang dibuka kepada masyarakat umum. Target masyarakat yang dituju untuk tahap awal adalah

peserta pengajian yang rutin dilaksanakan pada setiap minggu di ponpes tersebut. Berikutnya, tidak menutup

kemungkinan penggunaan transaksi non tunai oleh masyarakat disekitar ponpes secara umum. Saat ini,

sebagian besar transaksi di Pondok Pesantren tersebut telah dilakukan secara non tunai.

Selain berbagai hal di atas, dalam rangka mendorong pengetahuan masyarakat terhadap manfaat penggunaan

transaksi non tunai, Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Jawa Barat aktif melakukan berbagai kegiatan

edukasi. Pada triwulan laporan, telah dilaksanakan edukasi non tunai kepada pelajar, mahasiswa dan

komunitas wanita Perempuan Kepala Keluarga (PEKKA) di Kabupaten Bandung Barat.

5.2. Pengelolaan Uang Rupiah

5.2.1 Penarikan dan Penyetoran Perbankan Pada triwulan I 2017, Jawa Barat kembali mengalami net-inflow sebesar Rp6,56 triliun sebagaimana

karakteristik provinsi Jawa Barat. Namun net-inflow tersebut lebih rendah dibandingkan net-inflow pada

triwulan sebelumnya sebesar Rp20,98 triliun (Grafik 5.10). Hal ini disebabkan oleh perayaan Natal dan Tahun

Baru serta realisasi APBD di akhir tahun yang mendorong lebih banyak outflow karena meningkatnya

penggunaan uang kartal oleh masyarakat maupun pemerintah.

Page 153: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT · iii Tabel 1.1 Struktur PDRB Provinsi Jawa Barat Berdasarkan Komponen Pengeluaran Atas Dasar Harga Berlaku (ADHB) 5 Tabel

MEI 2017

SISTEM PEMBAYARAN &

PENGELOLAAN UANG RUPIAH

130

Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Jawa Barat senantiasa memastikan ketersediaan uang layak edar

bagi masyarakat di wilayah kerja baik melalui kerjasama dengan perbankan maupun penyelenggaraan layanan

kas keliling. Pada triwulan I tahun 2017, jumlah pemusnahan UTLE mengalami penurunan dari Rp 8,03 triliun,

menjadi Rp 7,69 triliun. Penurunan pemusnahan UTLE sejalan dengan menurunnya net inflow pada triwulan I

2017 serta komitmen Bank Indonesia dalam menjaga kelayakan uang beredar. Hingga triwulan I 2017,

presentase pemusnahan terhadap net penyetoran mengalami penurunan. Perkembangan pemusnahan

dilakukan sejalan dengan perkembangan net penyetoran.

5.2.2 Upaya Penyediaan Uang Layak Edar

Dalam upaya penyediaan uang layak edar terlebih dahulu perlu diketahui kualiatas uang layak edar

yang berada di masyarakat di wilayah kerja KPw BI Provinsi Jawa Barat, sehingga beberapa upaya yang

dilakukan antara lain :

1. Melakukan survei dan analisa terhadap kondisi uang di ATM

2. Melakukan survei dan analisa terhadap kondisi uang di Masyarakat

3. Melakukan analisa terhadap hasil sortasi uang setoran bank

Dari hasil analisa tersebut segera dapat diketahui kondisi uang yang beredar, sehingga beberapa upaya

yang dilakukan oleh KPw BI Provinsi Jawa Barat dalam rangka penyediaan uang layak edar di masyarakat,

adalah sebagai berikut:

1. Efektivitas Distribusi Uang

Melakukan monitoring kecukupan stock uang layak edar secara harian dan bulanan terhadap posisi

kas di masing-masing KPw BI di Depo Kas Bandung dengan mengacu pada posisi Kas Minimum

yang telah ditetapkan DPU.

Melakukan koordinasi dengan Kantor Pusat (DPU) dan KPw BI lainnya di wilayah koordinasi (Depo

Kas Bandung) dan di luar wilayah koordinasi dalam rangka pemenuhan stock uang layak edar.

Merealisasikan Estimasi Kecukupan Uang (EKU) sesuai dengan jadwal yang telah ditentukan oleh

Departemen Pengelolaan Uang (DPU) termasuk memantau realisasi EKU terhadap KPw BI dibawah

koordinasi.

2. Efektivitas Layanan Kas

Upaya yang telah dilakukan terkait efektivitas kegiatan layanan kas dalam rangka meningkatkan kualitas

uang beredar di masyarakat, antara lain :

Grafik 5.6 Penarikan dan Penyetoran Perbankan Grafik 5.7 Pemusnahan UTLE

Page 154: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT · iii Tabel 1.1 Struktur PDRB Provinsi Jawa Barat Berdasarkan Komponen Pengeluaran Atas Dasar Harga Berlaku (ADHB) 5 Tabel

MEI 2017

SISTEM PEMBAYARAN &

PENGELOLAAN UANG RUPIAH

131

a. Layanan Penarikan

Melakukan pembayaran uang ke perbankan dalam kondisi layak edar dengan cara mengutamakan

pembayaran uang HCS dan ULE eks peredaran hasil sortasi dan meminimalkan pembayaran

menggunakan setoran bank ULE kecuali dalam keadaan mendesak.

Melakukan pembayaran kepada nasabah dengan menggunakan uang layak edar dan termasuk

dalam pengisian uang pada mesin ATM.

b. Layanan Penyetoran

Mengoptimalkan layanan Transaksi Uang Kartal Antar Bank (TUKAB) sebelum melaksanakan

penyetoran uang ke Bank Indonesia untuk Uang Layak Edar (ULE) sedangkan untuk Uang Tidak

layak Edar (UTLE) dihimbau kepada perbankan untuk segera disetorkan ke Bank Indonesia.

Melakukan penerimaan setoran atau penukaran uang baik dari nasabahnya atau bukan, khususnya

pada uang tidak layak edar (UTLE), uang rusak, uang ditarik/dicabut dari peredaran baik uang

logam maupun uang kertas.

Melakukan edukasi ke nasabahnya terkait dengan kualitas uang antara ULE dan UTLE dan

bagaimana memperlakukan uang dengan baik sehingga uang yang didapat tetap terjaga

kualitasnya.

c. Layanan Penukaran

Melakukan kerjasama dengan seluruh Bank Umum dengan 153 kantor cabang bank dan 22 BPR

di wilayah kerja KPw. BI Prov. Jabar Untuk melayani penukaran kepada masyarakat dalam rangka

memudahkan masyarakat memperoleh uang yang layak edar.

Melakukan kerjasama dengan perbankan yang mempunyai mobil layanan kas untuk

mendistribusikan uang HCS kepada masyarakat.

Menghimbau kepada perbankan untuk menerima Uang Kertas (UK) dan Uang Logam (UL) tidak

layak edar dari masyarakat dan menghimbau masyarakat untuk menggunakan transaksi uang

elektronik.

d. Layanan Kas Keliling

Meningkatkan frekuensi dan jangkauan layanan kas keliling ke daerah-daerah yang masih banyak

beredar uang yang lusuh, terutama ke pasar-pasar tradisional baik di dalam kota, luar kota maupun

daerah remote area (daerah terpencil). Efektivitas pelaksanaan kegiatan kas keliling, diantaranya

dilakukan dengan dengan :

Membuat jadwal kegiatan kas keliling dan diinformasikan kepada media dan masyarakat,

Menarik uang tidak layak edar di perbankan dengan kas keliling wholesale,

Bekerjasama dengan PD. Pasar Bandung Bermartabat, Perbankan dan Mitra Kerja SP dalam

melakukan kas keliling di pasar-pasar.

Bekerjasama dengan Aprindo mengenai penukaran kepada minimarket diantaranya Alfamart,

Indomart, Circle K, Yomart dan minimarket lainnya.

Page 155: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT · iii Tabel 1.1 Struktur PDRB Provinsi Jawa Barat Berdasarkan Komponen Pengeluaran Atas Dasar Harga Berlaku (ADHB) 5 Tabel

MEI 2017

SISTEM PEMBAYARAN &

PENGELOLAAN UANG RUPIAH

132

e. Layanan Kas Titipan

Dalam rangka mengoptimalkan layanan kas dan clean money policy, maka pada awal bulan November

2016 telah dilakukan pembukaan kas titipan di wilayah Kota Sukabumi, dan ditargetkan selambat-

lambatnya pada bulan Mei 2017 sudah terbentuk lagi Kas Titipan di wilayah Kabupaten Subang.

f. Kegiatan Lainnya

Meningkatkan frekuensi edukasi CIKUR dan Cara Memperlakukan Uang dengan baik kepada

masyarakat, perbankan dan instansi lainnya.

Optimalisasi dalam penyebaran informasi Layanan Bank Indonesia melalui media cetak dan

elektronik serta iklan layanan masyarakat.

3. Efektivitas Pengolahan Uang

a. Meningkatkan kualitas uang dengan tetap memperhatikan soil level yang telah ditetapkan

oleh DPU.

b. Memantau jadwal service mesin secara berkala dan melaporkan segera kepada DPU jika

mengalami kerusakan mesin.

c. Melakukan pembinaan secara berkala kepada perbankan yang kualitas setorannya kurang

baik.

d. Melakukan pemusnahan uang sesuai dengan plafon yang telah ditetapkan DPU dan apabila

melebihi dari plafon maka dilakukan koordinasi dengan DPU.

5.2.3 Temuan Uang yang Tidak Sesuai Dengan Ciri Keaslian Rupiah

Sejalan dengan intensifikasi edukasi CIKUR (Ciri-ciri Keaslian Uang Rupiah) dan koordinasi dengan pihak yang

berwenang, maka penemuan uang yang diragukan keasliannya mengalami kenaikan. Jumlah uang yang

diragukan keasliannya di Jawa Barat yang dilaporkan kepada Bank Indonesia pada triwulan I 2017 sebesar

4.571 lembar (per Februari 2017), atau lebih tinggi dari temuan triwulan IV 2016 yang sebesar 2.734 lembar.

Meningkatnya temuan uang yang diragukan keasliannya tidak terlepas dari edukasi kepada masyarakat terkait

ciri-ciri keaslian uang rupiah dan juga didukung oleh penguatan koordinasi dengan perbankan dan pihak

berwajib mengenai penanganan laporan masyarakat terkait uang yang diragukan keasliannya.

Grafik 5.8 Perkembangan Upal

Page 156: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT · iii Tabel 1.1 Struktur PDRB Provinsi Jawa Barat Berdasarkan Komponen Pengeluaran Atas Dasar Harga Berlaku (ADHB) 5 Tabel

MEI 2017

SISTEM PEMBAYARAN &

PENGELOLAAN UANG RUPIAH

133

5.2.4. Upaya Menekan peredaran uang palsu

Dalam rangka menekan dan menanggulangi peredaran uang rupiah Palsu di wilayah kerja KPw BI Provinsi

Jawa Barat telah dilakukan beberapa upaya, antara lain :

1. Upaya Preventif antara lain dilakukan dengan cara :

Meningkatkan frekuensi kegiatan sosialisasi ciri-ciri keaslian uang Rupiah dengan cara edukasi

kepada Masyarakat Umum, Pedagang, Pegawai Perbankan, Pelajar, Mahasiswa, Pegawai

Instansi Pemerintah/Swasta baik di dalam kota maupun di luar kota termasuk dan di pelosok

daerah (termasuk daerah remote area) guna mempermudah masyarakat mengenali keaslian

uang Rupiah

Edukasi dimaksud dilakukan baik secara langsung yaitu bertatap muka) maupun melalui sarana

media misalnya talkshow di radio, televisi, pembagian brosur, leaflet dan pemasangan baligo

serta iklan layanan masyarakat.

Menyelenggarakan Training for Trainers (workshop) bagi pegawai dari beberapa instansi

penegak hukum seperti pihak Kepolisian, Kejaksaan dan Pengadilan.

Melaksanakan pelatihan secara berjenjang & berkelanjutan kepada seluruh petugas kasir

perbankan sampai ke level supervisor dan pimpinan bank serta meningkatkan kompetensi

petugas kasir BI pasca penemuan uang palsu dan berkoordinasi dengan DHk untuk melakukan

pembekalan hukum, sehingga petugas kasir mampu menjelaskan fungsinya sebagai fisrt line

of defence.

2. Upaya Represif, antara lain :

Bekerjasama dengan Kepolisian dalam mempercepat proses klarifikasi uang palsu maupun

penyerahan bukti uang palsu sehingga dapat mempercepat proses sampai ke pengadilan.

Menyediakan Saksi Ahli Uang Rupiah untuk proses di Kepolisian dan Pengadilan.

Meningkatkan kerjasama dengan aparat Penegak Hukum (Kepolisian, Kejaksaan dan

Pengadilan) untuk mendorong pengenaan sangkaan pasal dengan sanksi yang maksimal

untuk memberikan efek jera bagi pelaku pemalsu uang Rupiah.

3. Upaya lainnya

Melaporkan setiap kasus pemalsuan uang kepada Anggota Dewan Gubernur yang

membidangi

KPw BI Prov. Jabar telah melakukan pemetaan terhadap kasus uang rupiah palsu yang

dilaporkan pihak kepolisian mulai dari bahan uang, tehnik cetak dan nomor seri dan data uang

palsu tersebut telah kami petakan berdasarkan Kota/Kabupaten di Jawa Barat.

Melakukan penginputan data ke dalam aplikasi BI-CAC (Bank Indonesia Counterfeit Analysis

Center) yang dapat membantu KPBI cq. Departemen Pengelolaan Uang (DPU) untuk

melakukan analisis lebih lanjut.

Page 157: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT · iii Tabel 1.1 Struktur PDRB Provinsi Jawa Barat Berdasarkan Komponen Pengeluaran Atas Dasar Harga Berlaku (ADHB) 5 Tabel

MEI 2017

SISTEM PEMBAYARAN &

PENGELOLAAN UANG RUPIAH

134

Melakukan rekonsiliasi data dengan aparat penegak hukum yaitu kepolisian, kejaksaan dan

pengadilan terhadap kasus-kasus yang terjadi di Jawa Barat mulai dari pelaku, kronologi

kejadian, persidangan sampai dengan putusan pengadilan.

Page 158: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT · iii Tabel 1.1 Struktur PDRB Provinsi Jawa Barat Berdasarkan Komponen Pengeluaran Atas Dasar Harga Berlaku (ADHB) 5 Tabel

MEI 2017

SISTEM PEMBAYARAN &

PENGELOLAAN UANG RUPIAH

135

Dalam menjalankan tugas sebagai bank sentral, salah satu pilar tugas Bank Indonesia adalah menetapkan

kebijakan sistem pembayaran dan pengelolaan uang Rupiah yang kredibel dan proaktif. BI bertindak sebagai

regulator serta sekaligus sebagai fasilitator khususnya terkait dengan sistem pembayaran. Sementara itu

perkembangan di era teknologi telah memunculkan inovasi-inovasi di berbagai bidang, termasuk di sektor

keuangan (financial technology). Financial technology (fintech) merupakan fenomena perpaduan antara

teknologi dengan fitur keuangan yang mengubah model bisnis dan melemahnya barrier to entry dimana 56%

dari startup bergerak dalam kategori payment, clearing, dan settlement. Fintech juga akan berdampingan

dengan institusi keuangan konvensional dan tradisional, agar dapat mendorong peningkatan perputaran

produk-produk usaha mikro, kecil, dan menengan (UMKM) dengan tetap memperhatikan upaya mitigasi risiko

stabilitas sistem keuangan dan perekonomian secara menyeluruh.

Namun inovasi harus berada dalam koridor regulasi agar potensi risiko dapat diatasi dengan baik. Oleh karena

itu Bank Indo

pesatnya terobosan teknologi di bidang keuangan dan perniagaan dengan tetap menjaga besarnya potensi

positif yang seiring dengan risiko tinggi. Melalui edukasi dan sosialisasi ketentuan sistem pembayaran yang

diterbitkan oleh Bank Indonesia, diharapkan dapat mendukung perkembangan industri fintech di Jawa Barat

yang tetap selaras dengan ketentuan serta memperhatikan aspek keamanan sistem pembayaran dan

perlindungan konsumen.

Model bisnis Fintech cenderung mereplikasi model bisnis lembaga keuangan formal namun dengan

memberikan fleksibilitas dalam sisi regulasi yang lebih longgar apabila dibandingkan dengan lembaga

keuangan formal. Hal ini merupakan salah satu daya tarik spesial yang mengakibatkan perkembangan fintech

di masyarakat tumbuh dan berkembang dengan pesat. Disamping itu, terdapat pasar yang besar di Indonesia

yang belum sepenuhnya tergarap oleh sektor keuangan formal. hal ini merupakan peluang besar bagi Fintech

untuk mengembangkan area cakupan transaksi.

Kesulitan yang dihadapi oleh para perusahaan startup saat ini adalah regulasi yang semakin ketat untuk dapat

memulai suatu aplikasi berbasis fintech. Walaupun demikian, Bank Indonesia Fintech Office (BI-FTO) yang telah

diresmikan pada tanggal 14 November 2016 memiliki satu solusi yaitu melalui Regulatory Sandbox. Sandbox

adalah laboratorium uji terhadap produk inovatif dan sekaligus memfasilitasi pengembangan inovasi. Bagi

perusahaan startup yang baru saja memulai startup di bidang Fintech, dapat mengajukan aplikasi dan

mensubmit produknya ke BI-FTO untuk kemudian dilakukan evaluasi kelayakan oleh BI-FTO untuk dapat masuk

kedalam regulatory sandbox.

Setelah aplikasi diterima, perusahaan tersebut dapat menjalankan startup yang telah disusun dengan tetap

memberikan laporan perkembangan secara periodik kepada BI-FTO. Apabila perkembangan startup dinilai baik

dan pesat, BI-FTO kemudian akan menfasilitasi dan memberikan informasi kepada startup tersebut dan

diarahkan untuk dapat mengurus perizinan formal kepada lembaga atau instansi terkait lain. Di sisi lain, startup

BOKS 4

MENGHADAPI PERKEMBANGAN TEKNOLOGI DI BIDANG KEUANGAN

Page 159: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT · iii Tabel 1.1 Struktur PDRB Provinsi Jawa Barat Berdasarkan Komponen Pengeluaran Atas Dasar Harga Berlaku (ADHB) 5 Tabel

MEI 2017

SISTEM PEMBAYARAN &

PENGELOLAAN UANG RUPIAH

136

tersebut akan hilang dengan sendirinya apabila perkembangan startup tidak sesuai dengan yang diharapkan

atau apabila terjadi kemunduran. Kebijakan sandbox ini akan sangat membantu para perusahaan startup

khususnya yang memiliki keterbatasan seperti keterbatasan modal awal namun tetap ingin mengembangkan

aplikasi fintech yang telah dirintis sebelumnya.

Page 160: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT · iii Tabel 1.1 Struktur PDRB Provinsi Jawa Barat Berdasarkan Komponen Pengeluaran Atas Dasar Harga Berlaku (ADHB) 5 Tabel

MEI 2017

SISTEM PEMBAYARAN &

PENGELOLAAN UANG RUPIAH

137

Sebagaimana survei yang pernah dilakukan oleh World Bank melalui survei Global Financial Inclusion Index

pada tahun 2014, diketahui bahwa hanya 36% orang dewasa di Indonesia yang memiliki rekening di lembaga

kuangan formal baik menurut gender maupun wilayah. Jumlah tersebut tergolong sangat rendah

dibandingkan dengan negara lain khususnya di ASEAN. Hal tesebut dapat disebabkan oleh sulitnya akses

masyarakat ke kantor layanan keuangan formal, enggannya masyarakat karena adanya pertimbangan akan

status sosial.

Untuk memperluas jangkauan layanan keuangan khususnya kepada masyarakat unbank dan underbank, Bank

Indonesia melakukan inovasi melalui program Layanan Keuangan Digital (LKD). LKD merupakan produk

dengan prosedur yang sederhana yang mudah diakses oleh masyarakat. Kegiatan layanan jasa sistem

pembayaran dan keuangan dilakukan melalui kerjasama dengan pihak ketiga (agen) dan menggunakan sarana

teknologi seperti HP atau uang elektronik registered. Dengan adanya program LKD ini, masyarakat dapat

menggunakan layanan keuangan formal tanpa harus datang ke kantor bank, di sisi lain bank pun terbantu

dengan keberadaan agen yang dapat menggantikan fungsi kantor cabang Bank itu sendiri.

Penyelenggara LKD melalui agen individu hanya dapat dilakukan oleh bank, sementara perusahaan penyedia

layanan telekomunikasi dapat menyelenggarakan LKD melalui agen berbadan hukum Indonesia. Pihak

penyelenggara di wilayah Jawa Barat terdiri dari bank (Bank Mandiri dan BRI) dan perusahaan penyedia layanan

telekomunikasi (Telkomsel, Indosat Ooredoo, dan XL Axiata). Bank Indonesia bersama dengan para

penyelenggara secara berkala melakukan monitoring on-site terhadap implementasi LKD oleh agen LKD dan

masyarkat sekitar agen untuk mengetahui kendala/permasalahan yang dihadapi, mengetahui pengenalan

masyarakat terhadap LKD disekitar lokasi agen, dan menyusun rekomendasi serta langkah tindak lanjut

mendorong peningkatan LKD.

Berdasarkan data yang diperoleh dari Laporan Kantor Pusat Bank Umum (LKPBU) hingga triwulan I 2017, posisi

jumlah agen LKD di Jawa Barat bulan Maret 2017 tercatat 20.401 agen dengan jumlah rekening uang

elektronik mencapai 585.747 unit. Walaupun terdapat cukup banyak jumlah agen LKD, namun keberadaan

progarm LKD itu sendiri belum menjadi produk yang digemari oleh masyarakat. Sementara berdasarkan

informasi yang diperoleh dari masyarakat sekitar yang telah menggunakan layanan tersebut, terdapat beberapa

hal yang merupakan potensi program LKD dapat digemari oleh masyarakat. Diantaranya adalah lokasi agen

yang mudah dijangkau, menabung tanpa ada minimal transaksi, dapat digunakan untuk pembayaran PPOB,

setor dan tarik tunai dapat dilakukan di agen, dan bisa dilakukan di sela perjalanan dari/ke tempat kerja

nasabah LKD.

BOKS 5

LAYANAN KEUANGAN DIGITAL (LKD) DI JAWA BARAT

Page 161: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT · iii Tabel 1.1 Struktur PDRB Provinsi Jawa Barat Berdasarkan Komponen Pengeluaran Atas Dasar Harga Berlaku (ADHB) 5 Tabel

MEI 2017

SISTEM PEMBAYARAN &

PENGELOLAAN UANG RUPIAH

138

Grafik 5.13 Jumlah Agen LKD dan Jumlah Uang Elektronik di Jawa Barat

Agar program LKD dapat lebih dikenal dan digunakan oleh masyarakat, Bank indonesia menerapkan strategi

perluasan penggunaan non tunai melalui segmen masyarakat tertentu salah satunya melalui pondok

pesantren. Hingga saat ini, pondok pesantren yang telah mengimplementasikan program LKD di wilayah kerja

Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Jawa Barat antara lain Pondok Pesantren Daarut Tauhid di Bandung

(Telkomsel, Indosat Ooredoo, XL Axiata), Pondok Pesantren Al-Ittifaq di Kabupaten Ciwidey (BRI), dan Pondok

Pesantren Misbahunnur di Cimahi (BRI).

Page 162: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT · iii Tabel 1.1 Struktur PDRB Provinsi Jawa Barat Berdasarkan Komponen Pengeluaran Atas Dasar Harga Berlaku (ADHB) 5 Tabel

BAB VI BAB VI

Page 163: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT · iii Tabel 1.1 Struktur PDRB Provinsi Jawa Barat Berdasarkan Komponen Pengeluaran Atas Dasar Harga Berlaku (ADHB) 5 Tabel

FEBRUARI 2017

KETENAGAKERJAAN

DAN KESEJAHTERAAN

140

Melambatnya kinerja perekonomian Jawa Barat pada triwulan I 2017 berdampak pada kondisi ketenagakerjaan

dan kesejahteraan pada triwulan laporan. Tingkat kemiskinan Jawa Barat mengalami penurunan dari tahun ke

tahun, namun jumlah penduduk miskin masih relatif besar. Pada September 2016, tingkat kemiskinan

mencapai 8,77% dari total penduduk, atau sebanyak 4,17 juta jiwa. Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK)

Februari 2017 mencapai 60,65%, meningkat 0,31% dibandingkan Februari 2016. Namun, Tingkat

Pengangguran Terbuka (TPT) Jawa Barat juga masih relatif tinggi. Selain memberikan konsekuensi pada tingkat

kemiskinan, tingginya tingkat pengangguran diindikasi berdampak pada meningkatnya ketimpangan

pendapatan. Ketimpangan pendapatan Jawa Barat yang diukur dengan Indeks Gini Ratio tahun 2016 masih

relatif tinggi yakni berada pada kisaran 0,402.

6.1. KETENAGAKERJAAN

Perkembangan ketenagakerjaan di Provinsi Jawa Barat pada triwulan I 2017 menunjukkan kondisi perbaikan

dibanding triwulan sebelumnya. Berdasarkan hasil Survei Kegiatan Dunia Usaha, kondisi ketenagakerjaan di

Jawa Barat yang tercermin dari indeks perkembangan penggunaan tenaga kerja menunjukkan peningkatan

dengan perubahan Saldo Bersih Tertimbang (SBT) dari triwulan IV 2016 sebesar -1,18 menjadi 4,27 SBT pada

triwulan I 2017 (Grafik 6.1). Indeks perkembangan penggunaan tenaga kerja pada triwulan I 2017

menyebutkan bahwa penggunaan tenaga kerja di lapangan usaha utama yakni industri pengolahan mengalami

peningkatan seiring dengan meningkatnya kinerja industri pengolahan karena menguatnya permintaan global,

selain itu tenaga kerja di lapangan usaha konstruksi juga mengalami peningkatan. Sejalan dengan

melambatnya kinerja lapangan usaha perdagangan dan pertanian, SKDU juga menyebutkan bahwa

penggunaan tenaga kerja di lapangan usaha ini juga mengalami penurunan, masing-masing dari 0,21 SBT

menjadi 0,00 SBT untuk pertanian dan 0,27 SBT menjadi 0,20 SBT untuk lapangan usaha perdagangan, hotel

dan restauran. Kondisi peningkatan ketenagakerjaan diperkirakan masih berlanjut bahkan meningkat cukup

signifikan pada triwulan II 2017 sesuai dengan indeks prakiraan perkembangan penggunaan tenaga kerja

SKDU (Grafik 6.2). Hal ini sejalan pertumbuhan ekonomi Jawa Barat di triwulan II 2017 yang diperkirakan

meningkat terdorong oleh momen Ramadhan dan Lebaran.

Grafik 6. 1. Indeks Penggunaan Tenaga Kerja Grafik 6. 2Indeks Penggunaan Tenaga Kerja (Prakiraan)

Page 164: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT · iii Tabel 1.1 Struktur PDRB Provinsi Jawa Barat Berdasarkan Komponen Pengeluaran Atas Dasar Harga Berlaku (ADHB) 5 Tabel

FEBRUARI 2017

141

Potensi pasokan tenaga kerja Jawa Barat yang tersedia pada triwulan laporan mengalami peningkatan,

tercermin dari jumlah penduduk usia kerja Jawa Barat pada Februari 2017 yang mengalami peningkatan

dibandingkan Agutsus 2015. Pada Februari 2017 jumlah penduduk usia kerja atau usia produktif Jawa Barat

sebesar 34,75 juta orang, atau meningkat 1,85% dibandingkan dengan Februari 2016 yang berjumlah

33,79 juta orang (Tabel 6.1). Potensi tenaga kerja di Jawa Barat masih sangat banyak jika dilihat dalam hal

kuantitas penduduk usia produktif.

Dengan jumlah penduduk usia produktif yang meningkat, jumlah penduduk yang menjadi angkatan kerja

juga mengalami peningkatan di triwulan laporan. Jumlah angkatan kerja meningkat 2,37% dibandingkan

dengan periode yang sama tahun sebelumnya, yaitu dari 20,59 juta orang menjadi sebanyak 21,08 juta

orang.

Tabel 6.1 Penduduk Usia 15 Tahun Ke Atas Menurut Jenis Kegiatan Utama (Juta Orang)

Tingkat pengangguran Jawa Barat per Februari 2017 menunjukkan peningkatan dibandingkan dengan

periode yang sama tahun lalu. Pada Februari 2017, dari 21,08 juta angkatan kerja, 1,87 juta diantaranya

masih dalam posisi mencari pekerjaan atau menganggur (belum diserap oleh pasar kerja), angka ini

meningkat 4,40% dari Februari 2016. Dalam setahun terakhir, jumlah angkatan kerja bertambah sekitar

489 ribu orang, jumlah penduduk bekerja bertambah sekitar 410 ribu orang dan jumlah penganggur

bertambah sekitar 78 ribu orang. Presentase kenaikan jumlah penganggur ini lebih besar daripada kenaikan

jumlah angkatan kerja yang bekerja.

Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) pada Februari 2017 juga mengalami penurunan dibandingkan

dengan periode yang sama tahun lalu. TPAK, yang mengindikasikan besarnya persentase penduduk usia

kerja yang aktif secara ekonomi, mengalami penurunan dibandingkan periode yang sama tahun

sebelumnya Berdasarkan hasil Sakernas bulan Februari 2017, Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) di

Provinsi Jawa Barat diperkirakan sebesar 64,43%. Jika dibandingkan dengan Februari 2016 yang sebesar

66,08%, terjadi penurunan TPAK sebesar 1,65 %. Penurunan TPAK menunjukkan adanya peningkatan TPT.

Dalam setahun terakhir, TPT (Tingkat Pengangguran Terbuka) naik sebesar 0,17% dari 8,40% menjadi

8,57%. TPT pada Februari 2017 sebesar 8,57% artinya, dari 100 orang angkatan kerja, sekitar 9 orang

diantaranya tidak bekerja atau sedang mencari pekerjaan atau sedang mempersiapkan usaha. Pada Februari

2017, TPT terendah ada pada penduduk dengan jenjang pendidikan SD ke bawah yaitu sebesar 6,05%,

2015 2016 2017

Februari Februari Februari

Bekerja 19,230,943 18,791,482 19,202,038

Pengangguran 1,775,196 1,794,874 1,873,861

Angkatan Kerja 21,006,139 20,586,356 21,075,899

Sekolah 2,953,193 3,090,504 3,136,149

Mengurus Rumah Tangga 7,828,307 8,555,422 8,725,263

Lainnya 1,677,761 1,885,201 1,810,007

Bukan Angkatan Kerja 12,459,207 13,351,127 13,671,419

Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) 8.45 8.72 8.89

Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) 62.77 60.34 60.65

Total Penduduk Berumur 15 Tahun Ke Atas 33,465,346 34,117,483 34,747,318

Setengah Penganggur Terpaksa (Setengah Penganggur) 1,560,496 1,562,538 1,187,558

Setengah Penganggur Sukarela (Pekerja Paruh Waktu) 3,245,480 2,791,570 2,575,374

Total Setengah Penganggur (Pekerja Tak Penuh) 4,805,976 4,354,108 3,762,932

Jenis Kegiatan

Page 165: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT · iii Tabel 1.1 Struktur PDRB Provinsi Jawa Barat Berdasarkan Komponen Pengeluaran Atas Dasar Harga Berlaku (ADHB) 5 Tabel

FEBRUARI 2017

KETENAGAKERJAAN

DAN KESEJAHTERAAN

142

sementara TPT tertinggi pada jenjang pendidikan Sekolah Menengah Kejuruan sebesar 14,30%. Dalam

setahun terakhir, TPT pada jenjang pendidikan SMK, Diploma dan Universitas mengalami kenaikan, jenjang

pendidikan lainnya mengalami penurunan (Tabel 6.2).

Tabel 6.2 Jenjang Pendidikan TPK

Pendidikan Tertinggi yang

Ditamatkan

TPT (%)

Februari 2016

TPT (%)

Februari 2017

SD Kebawah 6,34 6,05

Sekolah Menengah Pertama 10,77 10,30

Sekolah Menengah Atas 11,54 8,91

Sekolah Menengah Kejuruan 11,67 14,30

Diploma I/II/III 5,50 8,33

Universitas 4,71 8,39

Total 8,72 8,89

Latar belakang pendidikan penduduk yang bekerja di Jawa Barat masih didominasi oleh jenjang pendidikan

rendah (SMP kebawah), namun jenjang pendidikan menengah mengalami kenaikan proporsi dibanding

periode yang sama tahun sebelumnya. Pada Februari 2017, jumlah penduduk yang bekerja dengan tingkat

pendidikan SMP ke bawah tercatat sebanyak 12,41 juta orang atau menurun dibandingkan Februari 2016 yang

tercatat sebanyak 12,97 juta orang. Sedangkan jumlah penduduk yang bekerja dengan tingkat pendidikan

menengah (SMA) tercatat sebanyak 5,71 juta orang atau meningkat dibandingkan Februari 2016 yang tercatat

sebanyak 5,28 juta orang. Sementara itu, jumlah penduduk bekerja dengan pendidikan tinggi (Diploma dan

Universitas) tercatat sebanyak 2,16 juta orang, sedikit menurun dibandingkan periode sebelumnya sebesar 2,21

juta orang (Tabel 6.3). Hal ini menandakan bahwa ketersediaan jumlah tenaga kerja dengan keterampilan yang

lebih tinggi (pendidikan menengah) di Jawa Barat pada tahun 2016 telah mengalami peningkatan.

Tabel 6.3 Jumlah Penduduk Bekerja Menurut Tingkat Pendidikan (Juta Orang)

Tahun

Pendidikan

Rendah Menengah Tinggi

Feb 6

12,97

(63,41%)

5,28

(25,79%)

2,21

(10,80%)

Feb 7

12,41

(61,18%)

5,71

(28,15%)

2,16

(10,67%)

Secara umum, komposisi jumlah penduduk bekerja menurut jam kerja perminggu tidak mengalami perubahan.

Jumlah pekerja penuh waktu Jawa Barat sedikit mengalami penurunan dibandingkan dengan periode yang

sama tahun lalu. Sejalan dengan kinerja ekonomi Jawa Barat triwulan IV 2016 yang melambat dibandingkan

periode yang sama tahun lalu, jumlah pekerja berwaktu penuh Jawa Barat per Februari 2017 tercatat sebanyak

15,48 juta orang atau menurun dibandingkan dengan Februari 2016 yang tercatat sebanyak 16,04 juta orang.

Penyerapan tenaga kerja Jawa Barat pada periode laporan sebesar 76,32% merupakan pekerja berwaktu

penuh (full time worker), yaitu penduduk yang bekerja pada kelompok 35 jam ke atas per minggu. Sementara

Page 166: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT · iii Tabel 1.1 Struktur PDRB Provinsi Jawa Barat Berdasarkan Komponen Pengeluaran Atas Dasar Harga Berlaku (ADHB) 5 Tabel

FEBRUARI 2017

143

untuk jumlah pekerja berwaktu tidak penuh mengalami peningkatan, yaitu dari 4,41 juta menjadi 4,80 juta

orang pada periode yang sama (Tabel 6.4).

Tabel 6.4 Klasifikasi Penduduk Bekerja (Juta Orang)

Penduduk yang Bekerja

Feb 2016 Feb 2017

Jumlah % Jumlah %

Pekerja tidak penuh 4,41 21,58 4,80 23,68

Setengah penganggur 1,54 7,55 1,72 8,49

Pekerja paruh waktu 2,87 14,03 3,08 15,19

Pekerja penuh 16,04 78,42 15,48 76,32

Total 20,46 100,00 20,28 100,00

Struktur lapangan pekerjaan tidak mengalami perubahan. Sektor Perdagangan masih menjadi penyumbang

terbesar penyerapan tenaga kerja di Jawa Barat. Pada Februari 2017, lapangan usaha tersebut menyerap

tenaga kerja sebesar 5,10 juta orang atau 28,58% dari total penduduk yang bekerja di Jawa Barat. Penyerapan

tenaga kerja di lapangan usaha perdagangan mengalami peningkatan dari periode sebelumnya yang sebesar

25,26% (Tabel 6.5). Namun demikian, jumlah penduduk yang bekerja di lapangan usaha pertanian dan industri

pengolahan mengalami penurunan cukup dalam. Penyerapan pekerja di lapangan usaha pertanian menurun

dari 20,37% menjadi 17,47% pada Februari 2017. Demikian halnya dengan pekerja di lapangan usaha industri

pengolahan yang menurun dari 20,88% menjadi 19,64%.

Tabel 6.5 Penduduk Bekerja Menurut Lapangan Usaha (Juta Orang)

Dari aspek ketenagakerjaan, sebaran penyerapan tenaga kerja tidak sejalan dengan distribusi pada PDRB

berdasarkan lapangan usaha, pangsa PDRB Jawa Barat terpusat di lapangan usaha industri pengolahan

(42,91%), lalu diikuti oleh lapangan usaha perdagangan, hotel dan restoran (18,39%), dan lapangan usaha

transportasi, pergudangan dan informasi (8,58%). Hal ini menjadi indikasi awal dari distribusi pendapatan yang

kurang merata, di mana sektor industri pengolahan dengan pangsa terbesar hanya menyerap 17.47% tenaga

kerja. Sementara sektor perdagangan yang menyerap 28,58% tenaga kerja memiliki pangsa PDRB yang relatif

jauh lebih kecil sebesar 17,32%. Kemudian lapangan usaha konstruksi sebagai lapangan usaha terbesar ketiga

justru hanya menyerap 6,98% tenaga kerja, sebaliknya pertanian dengan serapan tenaga kerja sebanyak

2015 2016 2017

Februari Februari Februari

3.85 4.17 3.54

(19,8%) (20,37%) (17,47%)

4.01 4.27 3.98

(20,61%) (20,88%) (19,64%)

1.57 1.45 1.41

(8,07%) (7,10%) (6,98%)

5.09 5.17 5.79

(26,18%) (25,26%) (28,58%)

19.44 20.46 20.28

100% 100% 100%

Lapangan Pekerjaan Utama

Pertanian, Perkebunan,

Kehutanan dan Perburuan

Industri

Konstruksi

Perdagangan, Rumah Makan

dan Jasa Akomodasi

TOTAL

Page 167: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT · iii Tabel 1.1 Struktur PDRB Provinsi Jawa Barat Berdasarkan Komponen Pengeluaran Atas Dasar Harga Berlaku (ADHB) 5 Tabel

FEBRUARI 2017

KETENAGAKERJAAN

DAN KESEJAHTERAAN

144

17,47% justru hanya memiliki pangsa PDRB sebesar 6,78% (Tabel 6.6). Jenis pendidikan dalam rangka

mempersiapkan sumber daya angkatan kerja di Jawa Barat perlu memperhatikan struktur lapangan usaha Jawa

Barat yang lebih terkonsentrasi pada lapangan usaha sekunder seperti industri pengolahan dan perdagangan

serta pergeseran yang cukup cepat ke arah lapangan usaha tersier seperti informasi dan komunikasi.

Tabel 6.6 Perbandingan Kinerja lapangan Usaha dan Penyerapan Tenaga Kerjanya

Jenis pekerjaan yang dominan pada Februari 2017 adalah kelompok orang yang bekerja sebagai

buruh/karyawan sebesar 45,76%. Meski demikian, secara agregat penduduk bekerja di jawa Barat lebih banyak

terjun ke sektor informal. Data pada bulan Februari 2017 mencatat jumlah pekerja sektor formal Jawa Barat

sebanyak 9,92 juta orang atau 48,92% sedangkan pekerja di sektor informal sebesar 10,36 juta atau 51,08%

(Tabel 6.7). Jumlah pekerja di sektor formal mengalami pengingkatan dari periode Februari 2016 sebesar

47,92% sedangkan pekerja di sektor formal mengalami penurunan dari sebelumnya sebesar 52,08%.

Tabel 6.7 Penduduk Bekerja Menurut Status Kegiatan Pekerja (Juta Orang)

Pada triwulan I 2017, konsumen telah memandang kondisi ketenagakerjaan Jawa Barat triwulan I 2017 lebih

baik dibandingkan dengan triwulan IV 2016. Hal tersebut tercermin dari hasil survei konsumen di Jawa Barat

yang menunjukkan bahwa tingkat keyakinan konsumen Jawa Barat terhadap kondisi ketersediaan lapangan

pekerjaan saat ini meningkat dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Indeks keyakinan konsumen

terhadap ketersediaan lapangan kerja pada triwulan I 2017 meningkat dari 93,66 menjadi 94,60. Peningkatan

tersebut sejalan dengan peningkatan tingkat keyakinan konsumen terhadap kondisi penghasilan saat ini. Hal

ini merupakan sinyal positif bahwa kondisi ketenagakerjaan di triwulan I 2017 sudah lebih baik.

Tenaga Kerja

Jumlah Pangsa (%) Nominal (T) Pangsa (%)

Pertanian, Kehutanan dan Perikanan 3,542,464 17.47 28.61 6.78

Pertambagan dan Penggalian 132,939 0.66 6.83 1.62

Industri Pengolahan 3,982,044 19.64 180.42 42.91

Penyediaan Listrik, Gas dan Air 105,856 0.52 3.68 0.87

Konstruksi 1,414,388 6.98 35.98 8.56

Perdagangan, Hotel dan Restoran 5,794,509 28.58 77.34 18.39

Transportasi, Pergudangan dan Informasi 1,011,942 4.99 36.06 8.58

Keuangan, Real Estate, Usaha 792,612 3.91 18.05 7.29

Jasa Kemasyarakatan, Sosial dan Lainnya 3,500,344 17.26 33.6 7.99

TOTAL 20,277,112 100 420.48 100

Lapangan Perkerjaan UtamaPDRB ADHB Tw I 2017

Jumlah % Jumlah %

Formal 9.8 47,92 9.92 48,92

Informal 10.65 52,08 10.36 51,08

Februari 2016 Februari 2017Kegiatan Pekerjaan

Utama

Page 168: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT · iii Tabel 1.1 Struktur PDRB Provinsi Jawa Barat Berdasarkan Komponen Pengeluaran Atas Dasar Harga Berlaku (ADHB) 5 Tabel

FEBRUARI 2017

145

Pada triwulan II 2017, konsumen memandang optimis ketersediaan lapangan pekerjaan, konsumen meyakini

adanya peningkatan kondisi ketenagakerjaan yang akan datang. Berdasarkan hasil survei konsumen di Jawa

Barat, pandangan konsumen melihat kondisi lapangan kerja yang akan datang meningkat. Hal ini terlihat dari

indeks ekspektasi ketersediaan lapangan kerja yang meningkat menjadi 125,43 dari sebelumnya 118,41.

Peningkatan ekspektasi ketersediaan lapangan pekerjaan tersebut diindikasi sebagai dampak keyakinan

konsumen atas peningkatan kondisi ekonomi di triwulan II 2017 yang didorong oleh membaiknya permintaan

global dan domestik sebagai dampak Ramadhan dan Lebaran.

6.2 NILAI TUKAR PETANI

Pertumbuhan tahunan Nilai Tukar Petani (NTP) pada triwulan I 2017 mengalami perlambatan dibandingkan

triwulan IV 2016 sejalan dengan perlambatan kinerja pertumbuhan lapangan usaha pertanian, kehutanan, dan

perikanan pada triwulan laporan. Lapangan usaha tersebut pada triwulan laporan tercatat mengalami

pertumbuhan sebesar 5,75% (yoy) atau melambat dibandingkan triwulan lalu yang tercatat sebesar 9,39%

(yoy). Sementara itu NTP pada triwulan I 2017 tercatat sebesar 98,67% atau melambat -2,73% (yoy)

dibandingkan NTP triwulan sebelumnya yang tumbuh -1,70% (yoy) (Grafik 6.5). Perlambatan pertumbuhan

NTP ini merupakan indikasi kesejahteraan petani mengalami penurunan akibat turunnya daya beli petani di

pedesaan. Hal ini tercermin dari indeks yang diterima petani melambat lebih dalam dibandingkan dengan

indeks yang dibayar petani. Perlambatan NTP tersebut juga dapat disebabkan oleh berkurangnya panen dan

pada triwulan laporan dibandingkan dengan triwulan sebelumnya.

Perlambatan NTP Jawa Barat pada triwulan I 2017 didorong oleh perlambatan NTP pada sub lapangan usaha

tanaman pangan, tanaman perkebunan rakyat dan peternakan. Sedangkan NTP sub lapangan usaha

hortikultura dan perikanan meningkat pada triwulan I 2017. Sub lapangan usaha yang mengalami perlambatan

NTP paling besar adalah sub lapangan usaha tanaman perkebunan rakyat yang melambat dari 4,01% menjadi

-0,47%, perlambatan NTP Tanaman perkebunan rakyat ini diindikasi terjadi pada tanaman teh dan karet yang

mengalami penurunan produksi pada triwulan I 2017 akibat rusaknya areal perkebunan teh di beberapa

wilayah serta berkurangnya produktivitas karet akibat reproduksi karet per pohon yang sudah berkurang atau

bahkan habis (Grafik 6.6). Penurunan selanjutnya terjadi pada sub lapangan usaha tanaman pangan yang

melambat sebesar -10,10% setelah sebelumnya tumbuh -8,07%. Hal ini sejalan dengan berlalunya panen raya

Grafik 6. 3. Indeks Kondisi Ketenagakerjaan dan

Penghasilan Saat ini

Grafik 6. 4. Indeks Ekspektasi Ketenagakerjaan dan

Penghasilan Saat ini

Page 169: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT · iii Tabel 1.1 Struktur PDRB Provinsi Jawa Barat Berdasarkan Komponen Pengeluaran Atas Dasar Harga Berlaku (ADHB) 5 Tabel

FEBRUARI 2017

KETENAGAKERJAAN

DAN KESEJAHTERAAN

146

padi yang terjadi pada triwulan III dan IV 2016 sehingga menyebabkan berkurangnya produksi padi.

Perlambatan selanjutnya terjadi pada sub lapangan usaha peternakan yang tumbuh 1,45%, melambat

dibandingkan pertumbuhan indeks triwulan sebelumnya pada 1,76% yang terindikasi disebabkan

berkurangnya produksi ayam ras di beberapa peternakan. Sementara itu, NTP sub lapangan usaha hortikultura

meningkat dari 4,33% menjadi 6,37% (yoy). Peningkatan ini terjadi seiring dengan kenaikan harga yang sangat

signifikan pada tanaman cabai rawit. Selanjutnya kenaikan juga terjadi pada pertumbuhan NTP perikanan yang

tumbuh dari 0,64% menjadi 1,52% (yoy). Kondisi La Nina lemah pada triwulan I 2017 disinyalir justru

berdampak positif pada produksi perikanan khususnya di daerah Cirebon.

Indeks yang diterima petani (IT) pada triwulan I 2017 tumbuh sebesar 0,91%, melambat dibandingkan triwulan

IV 2016 yang tumbuh sebesar 2,13% (yoy). Perlambatan tersebut terutama didorong oleh perlambatan

pertumbuhan indeks yang diterima untuk sub lapangan usaha tanaman pangan, tanaman perkebunan rakyat

dan peternakan. Indeks yang diterima untuk sub lapangan usaha tanaman pangan pada triwulan I 2017

tercatat terkontraksi sebesar -6,15%, melambat dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang tumbuh

sebesar -3,99%. Kemudian IT sub lapangan usaha tanaman rakyat dan peternakan melambat masing-masing

dari 7,65%menjadi 2,93% (yoy) untuk tanaman perkebunan rakyat dan 4,78% menjadi 4,03% (yoy) untuk

sub lapangan usaha peternakan (Grafik 6.7). Sementara itu, indeks yang diterima petani untuk subsektor

hortikultura dan perikanan mengalami peningkatan pertumbuhan.

Indeks yang dibayar petani (IB) juga tercatat melambat namun tidak sedalam perlambatan pada IT. Indeks yang

dibayar petani pada triwulan I 2017 tumbuh sebesar 3,77%, melambat dibanding triwulan IV 2016 yang

tumbuh sebesar 3,90% (Grafik 6.8). Perlambatan indeks ini terjadi pada seluruh sub lapangan usaha. Namun

demikian, perlambatan pada sub lapangan usaha tanaman pangan dan tanaman perkebunan rakyat tercatat

yang paling kecil. Dengan kondisi indeks yang diterima petani tanaman pangan dan tanaman perkebunan

rakyat melambat paling dalam sedangkan perlambatan pada indeks yang dibayar pada sub lapangan usaha ini

hanya kecil, maka Nilai Tukar Petani (NTP) untuk kedua sub lapangan usaha ini tercatat menurun paling

signifikan dibandingkan sub lapangan usaha yan lain. Hal ini mengindikasikan kesejahteraan petani tanaman

pangan dan tanaman perkebunan rakyat yang paling signifikan menurun pada triwulan I 2017.

Grafik 6. 5. NTP Jawa Barat dan Komponen Penyusunnya Grafik 6. 6. NTP Berdasarkan Subsektor di Jawa Barat

Page 170: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT · iii Tabel 1.1 Struktur PDRB Provinsi Jawa Barat Berdasarkan Komponen Pengeluaran Atas Dasar Harga Berlaku (ADHB) 5 Tabel

FEBRUARI 2017

147

Kemampuan produksi petani pada periode laporan tercatat mengalami penurunan. Kemampuan produksi

petani yang tercermin dari Nilai Tukar Usaha Rumah Tangga Pertanian (NTUP) pada triwulan I 2017 tumbuh

sebesar -1,07%, melambat dibandingkan pertumbuhan di triwulan IV 2016 sebesar -0,13% (yoy) atau dengan

nilai indeks sebesar 113,67% (Grafik 6.9). Perlambatan NTUP pada triwulan laporan terjadi pada sub lapangan

usaha tanaman perkebunan rakyat dan tanaman pangan. Hal ini sejalan dengan berlalunya masa panen raya

untuktanaman pangan yang masih bersifat seasonal serta terjadinya kerusakan lahan pada perkebunan teh

dan menurunnya produksi karet akibat lambatnya reproduksi. Sementaraitu, NTUP sub lapangan usaha

hortikultura, peternakan dan perikanan tumbuh meningkat. Adanya peningkatan signifikan pada indeks yang

diterima petani (IT) sub lapangan usaha holtikultura sementara indeks yang dibayar (IB) mengalami penurunan,

menyebabkan petani di subsektor holtikultura mendapatkan insentif dalam meningkatkan produksinya.

6.3 KESEJAHTERAAN

Angka kemiskinan Jawa Barat pada September 2016 mengalami penurunan bila dibandingkan dengan periode

yang sama tahun lalu. Penurunan tersebut terutama didorong oleh penurunan angka kemiskinan yang ada di

kawasan pedesaan Jawa Barat. Tingkat kemiskinan Jawa Barat per September 2016 tercatat sebanyak 4.170

ribu jiwa atau 8,77% dari jumlah penduduk Jawa Barat, menurun dibandingkan periode yang sama tahun lalu

yang berjumlah 4.562 ribu jiwa atau 9,58% dari jumlah penduduk. Penurunan jumlah penduduk miskin

tersebut terutama didorong oleh penurunan jumlah penduduk miskin yang berada di pedesaan, dari 2.790

ribu jiwa pada September 2015 menjadi 2.716 ribu pada September 2016. Di sisi lain, jumlah penduduk miskin

yang ada di perkotaan mengalami peningkatan bila dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu, dari

1.772 ribu jiwa pada September 2015 menjadi 1.790 ribu pada September 2016.

Grafik 6. 7. Indeks yang Diterima Petani Jawa Barat Grafik 6. 8. Indeks yang Dibayar Petani Jawa Barat

Grafik 6. 9. Nilai Tukar Usaha Petani Jawa Barat

Page 171: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT · iii Tabel 1.1 Struktur PDRB Provinsi Jawa Barat Berdasarkan Komponen Pengeluaran Atas Dasar Harga Berlaku (ADHB) 5 Tabel

FEBRUARI 2017

KETENAGAKERJAAN

DAN KESEJAHTERAAN

148

Dibandingkan dengan kondisi di bulan Maret 2016, angka kemiskinan Jawa Barat pada September 2016 juga

mengalami penurunan sebesar 0,18%, yang terutama didorong oleh penurunan jumlah penduduk miskin di

daerah perkotaan. Apabila dibandingkan dengan periode Maret 2016, jumlah penduduk miskin di perkotaan

turun sebesar 2,59% atau setara dengan 48 ribu orang. Sementara di pedesaan, jumlah penduduk miskin

turun sebesar 0,86% atau setara dengan 24 ribu orang. Jumlah penduduk miskin di pedesaan pada Maret

2016 mencapai 2.716 ribu jiwa sedangkan di perkotaan mencapai 1.790 ribu jiwa atau memiliki porsi sekitar

40% dari total penduduk miskin di Jawa Barat.

Tingkat kemiskinan Jawa Barat mengalami penurunan dari tahun ke tahun, namun jumlah penduduk miskin

masih relatif besar. Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) Februari 2017 mencapai 60,65%, meningkat

0,31 % dibandingkan Februari 2016. Namun, Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) Jawa Barat juga masih

relatif tinggi. TPT Februari 2017 tercatat 8,89%, lebih tinggi 0,17% dibandingkan TPT Februari 2016. Jumlah

setengah penganggur (orang yang bekerja kurang dari 35 jam per minggu) masih relatif tinggi, Februari 2017

mencapai 6,18% penduduk bekerja. Selain memberikan konsekuensi pada tingkat kemiskinan, tingginya

tingkat pengangguran akan berdampak pada meningkatnya ketimpangan pendapatan Ketimpangan

pendapatan Jawa Barat, yang diukur dengan indeks gini ratio tahun 2016 masih relatif tinggi yakni berada

pada kisaran 0,402 (Grafik 6.10).

Pada bulan September 2016 gini ratio Jawa Barat mengalami penurunan dibandingkan September 2015

(0,426). Gini ratio pada September 2016 tercatat sebesar 0,402 atau masih terjadi ketimpangan sedang antar

pendapatan penduduk di Jawa Barat. Tingginya kemiskinan, pengangguran dan ketimpangan distribusi

pendapatan di suatu wilayah tidak terlepas dari strategi pembangunan yang diterapkan. Namun demikian,

sebuah provinsi dengan penopang perekonomian utamanya adalah industri pengolahan akan cenderung

memiliki gini ratio tang lebih tinggi daripada wilayah dengan penopang ekonomi di sektor primer seperti

pertanian, terlebih dengan karakteristik geografi yang luas.

Kinerja perekonomian Jawa Barat periode 2010 2015 menunjukkan tren penurunan, namun pada tahun

2016 menunjukkan adanya perbaikan. Pertumbuhan ekonomi sektor perdagangan dan jasa selalu lebih tinggi

dibandingkan sektor riil, kecuali tahun 2013 (Grafik 6.11), sementara sektor riil masih mendominasi jumlah

penyerapan tenaga kerja sehingga terdapat kecenderungan ketimpangan pendapatan. Komponen

pengeluaran konsumsi rumah tangga juga masih mendorong struktur ekonomi Jawa Barat sedangkan

Grafik 6. 10. Perkembangan Indikator Kesejahteraan Jawa Barat

Page 172: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT · iii Tabel 1.1 Struktur PDRB Provinsi Jawa Barat Berdasarkan Komponen Pengeluaran Atas Dasar Harga Berlaku (ADHB) 5 Tabel

FEBRUARI 2017

149

komponen investasi (PMTB) memiliki share terhadap PDRB yang masih relatif rendah (Grafik 6.12) sedangkan

investasi dibutuhkan untuk membuka lapangan kerja yang lebih luas dan meningkatan jumlah pastisipasi kerja.

Faktor-faktor struktural seperti ini yang perlu diperhatikan karena mempengaruhi kualitas kesejahteraan

masyarakat di masa mendatang.

Sementara itu, garis kemiskinan terus mengalami peningkatan. Peningkatan tersebut terutama didorong oleh

peningkatan garis kemiskinan pedesaan. Berdasarkan pembagian kelompok kemiskinan antara perkotaan dan

pedesaan, garis kemiskinan di perkotaan dalam periode yang sama tercatat mengalami peningkatan tahunan

sebesar 7,74% dari Rp286.014 per kapita/bulan menjadi Rp308.163 per kapita/bulan. Sementara itu, garis

kemiskinan di daerah pedesaan mengalami kenaikan sebesar 11,69%, dari Rp277.802 per kapita/bulan

menjadi Rp310.295 per kapita/bulan.

Dalam satu tahun terakhir, garis kemiskinan kota dan desa meningkat 9,78% dari Rp281.750 perkapita/bulan

pada Maret 2015 menjadi Rp309.314 per kapita/bulan pada Maret 2016. Apabila rata-rata pengeluaran per

kapita per bulan di bawah garis kemiskinan dilapangan usahakan sebagai penduduk miskin maka kenaikan

garis kemiskinan dapat mempengaruhi angka kemiskinan karena ambang nilai kemiskinan turut mengalami

peningkatan.

Grafik 6. 11. Pertumbuhan Sektor Primer, Sekunder dan

Tersier

Grafik 6. 12. Struktur Perekonomian Berdasarkan

Penggunaan

Page 173: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT · iii Tabel 1.1 Struktur PDRB Provinsi Jawa Barat Berdasarkan Komponen Pengeluaran Atas Dasar Harga Berlaku (ADHB) 5 Tabel

BAB VII BAB VII

Page 174: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT · iii Tabel 1.1 Struktur PDRB Provinsi Jawa Barat Berdasarkan Komponen Pengeluaran Atas Dasar Harga Berlaku (ADHB) 5 Tabel

MEI 2017

PROSPEK

PEREKONOMIAN

151

Mengacu kepada realisasi pertumbuhan ekonomi Jawa Barat pada triwulan I 2017 yang masih sejalan

dengan path perbaikan ekonomi di tahun 2017, serta mempertimbangkan kondisi terkini perekonomian

global yang terus membaik dan perekonomian domestik yang masih terjaga, pertumbuhan ekonomi Jawa

Barat pada tahun 2017 diperkirakan meningkat dibandingkan tahun 2016. Pada triwulan III 2017,

pertumbuhan ekonomi Jawa Barat diperkirakan sedikit melambat dibandingkan triwulan II 2017 dengan

tumbuh pada rentang 5,5% - 5,9% (yoy). Perlambatan terutama disebabkan oleh konsumsi rumah tangga

akibat faktor seasonal yakni bergesernya momen Ramadhan dan Lebaran menjadi sepenuhnya berlangsung

pada triwulan II 2017, di mana pada tahun 2016 berlangsung pada awal triwulan III 2016. Selain itu, mulai

berlakunya tarif non subsidi untuk pelanggan listrik 900 VA Rumah Tangga Mampu per 1 Juli 2017 juga

berpotensi menahan daya beli masyarakat. Pertumbuhan konsumsi Pemerintah juga diperkirakan tertahan

pada triwulan III 2017, disebabkan oleh penyelenggaraan PON ke-19 pada akhir triwulan III 2016

(September 2016).

Untuk keseluruhan tahun 2017, akselerasi pertumbuhan diperkirakan terjadi pada seluruh komponen

PDRB. Konsumsi rumah tangga diperkirakan meningkat seiring dengan peningkatan upah serta stimulus

baik dari sisi fiskal maupun moneter. Pada tahun 2017, UMK seluruh kabupaten/kota di Jawa Barat

meningkat sebesar 8,25% (yoy) mengacu kepada Peraturan Gubernur. Stimulus baik dari sisi fiskal

(implementasi paket kebijakan secara lebih komprehensif) maupun moneter (pelonggaran suku bunga

kebijakan, penurunan Giro Wajib Minimum, dan pelonggaran ketentuan loan to value ratio) juga

diperkirakan masih menjadi motor pendorong baik bagi kegiatan investasi maupun konsumsi masyarakat.

Investasi untuk keseluruhan tahun juga diperkirakan meningkat khususnya dari sisi pemerintah seiring

dengan percepatan penyelesaian berbagai proyek infrastruktur strategis, seperti Jalan Tol Cisumdawu yang

merupakan bagian dari proyek Tol Trans Jawa, Bandara Internasional Kertajati di Majalengka, LRT

Terintegrasi Jabodebek, Tol Bogor Ciawi Sukabumi (Bocimi), serta pembangunan tol dalam kota di Bandung

(Bandung Intra Urban Toll Road/BIUTR). Dari aspek eksternal, prospek positif pada kinerja ekonomi mitra

dagang utama seperti Amerika Serikat diperkirakan menjadi faktor pendorong, sejalan dengan prospek

positif dari kerjasama dengan negara-negara di kawasan ASEAN.

Di sisi lain, tekanan inflasi diperkirakan meningkat pada tahun 2017 dibanding tahun 2016, namun Bank

Indonesia bersama-sama Pemerintah dalam forum TPI/TPID berkomitmen untuk menjaga inflasi berada

dalam kisaran sasaran inflasi tahun 2017 sebesar 4%±1%. Potensi peningkatan inflasi tahun 2017

dipengaruhi oleh beberapa upside risk antara lain : (1) berlanjutnya efek La Nina di awal tahun 2017 yang

berdampak kepada produktivitas hortikultura; (2) implementasi rencana Pemerintah melakukan

penyesuaian tarif listrik melalui pencabutan subsidi untuk pelanggan golongan 900VA Rumah Tangga

Mampu (RTM) secara bertahap sepanjang tahun 2017; (3) kenaikan biaya administrasi STNK di awal tahun;

(4) kembali dinaikkannya cukai rokok di tahun 2017; (5) akselerasi pertumbuhan ekonomi regional yang

berpotensi meningkatkan permintaan dan pada akhirnya harga-harga; (6) kenaikan harga komoditas global

terutama minyak dunia yang berpotensi mendorong kenaikan harga BBM di dalam negeri; serta (7) risiko

tekanan di sisi komoditas pangan. Namun demikian, dengan semakin diperkuatnya sinergi dan kerjasama

Page 175: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT · iii Tabel 1.1 Struktur PDRB Provinsi Jawa Barat Berdasarkan Komponen Pengeluaran Atas Dasar Harga Berlaku (ADHB) 5 Tabel

MEI 2017

PROSPEK

PEREKONOMIAN

152

antar daerah dalam rangka pengendalian inflasi, diharapkan risiko-risiko ini dapat diantisipasi termasuk

dampak lanjutannya (second round effect).

7.1. PROSPEK PEREKONOMIAN GLOBAL DAN NASIONAL

7.1.1. Prospek Perekonomian Global

Pertumbuhan ekonomi global pada tahun 2017 diperkirakan meningkat dibandingkan tahun 2016.

Proyeksi pertumbuhan yang dirilis oleh IMF melalui World Economic Outlook (WEO) dan berdasarkan

consensus forecast juga mengindisikan adanya peningkatan kinerja ekonomi global pada tahun 2017

hingga 2018 (Tabel 7.1). Membaiknya perekonomian global diperkirakan masih ditopang oleh kembali

meningkatnya kinerja ekonomi negara berkembang seiring dengan bobotnya terhadap perekonomian

global yang juga terus meningkat. Secara spesifik, perekonomian yang perlu disorot sebagai salah satu

sumber pertumbuhan utama di kelompok negara berkembang adalah Tiongkok dan India. Adapun

perekonomian Tiongkok di tengah masih berlanjutnya agenda rebalancing economy, penurunan laju

pertumbuhan ekonominya berlangsung lebih perlahan dibandingkan perkiraan semula. Sementara

akselerasi pertumbuhan India konsisten setiap tahunnya dilatarbelakangi oleh kesuksesan reformasi

strukturalnya. Selain itu, pertumbuhan ekonomi negara maju juga diperkirakan membaik di tahun 2017,

khususnya ditopang oleh perbaikan kinerja ekonomi Amerika Serikat. Stimulus yang dikeluarkan oleh

pemerintahan baru Amerika Serikat diprediksikan menjadi salah satu pendorong, namun diiringi dengan

adanya kekhawatiran mengenai rencana pengenaan tarif impor khususnya kepada negara-negara yang

ditengarai menimbulkan defisit neraca perdagangan luar negeri yang tinggi dalam transaksinya dengan

Amerika Serikat. Selain itu, akselerasi perekonomian global di tahun 2017 juga ditandai dengan kenaikan

harga komoditas. Adapun harga minyak mentah di tahun 2017 diperkirakan mencapai USD 55,2/barel,

meningkat dibanding tahun 2016 sebesar USD 42,8/barel. Peningkatan pertumbuhan ekonomi global pada

akhirnya mendorong kenaikan volume perdagangan dunia, di mana negara berkembang (terutama

Tiongkok) sebagai negara dengan volume perdagangan terbesar di dunia menjadi sumber utama

perbaikan. Volume perdagangan dunia pada tahun 2017 diperkirakan tumbuh 3,8% (yoy), meningkat

dibandingkan tahun 2016 sebesar 2,2% (yoy).

Page 176: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT · iii Tabel 1.1 Struktur PDRB Provinsi Jawa Barat Berdasarkan Komponen Pengeluaran Atas Dasar Harga Berlaku (ADHB) 5 Tabel

MEI 2017

PROSPEK

PEREKONOMIAN

153

Tabel 7.1. Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi Dunia

Sumber : WEO IMF, Consesus Forecast, Bank Indonesia

Pertumbuhan ekonomi Amerika Serikat yang semakin solid didukung oleh konsumsi dan investasi yang

membaik. Konsumsi yang solid didukung oleh kondisi ketenagakerjaan yang membaik, antara lain

tercermin pada menurunnya tingkat pengangguran dan meningkatnya pertumbuhan upah. Selain itu,

investasi AS juga membaik, bersumber dari investasi nonresiden, terutama di sektor energi seiring dengan

kenaikan harga minyak.

Perekonomian Eropa berpotensi membaik ditopang perbaikan konsumsi dan ekspor. Optimisme

pertumbuhan ekonomi Eropa didukung kinerja manufaktur yang meningkat sejalan perbaikan konsumsi

dan ekspor serta risiko geopolitik Eropa yang mulai menurun. Pada April 2017 Purchasing Manager Index

(PMI) Uni Eropa bahkan meningkat ke level tertingginya sejak tahun 2011. Adapun risiko politik di Perancis

terkait pemilu sudah mereda seiring dengan terpilihnya presiden baru yang dipercaya mampu mendorong

proses pemulihan Eropa. Sejalan dengan hal tersebut, risiko pasca Brexit juga sudah mulai mereda sehingga

secara umum meningkatkan keyakinan investor dan minat investasi ke Uni Eropa.

Sejalan dengan berlangsungnya agenda rebalancing economy, pertumbuhan ekonomi Tiongkok

diperkirakan kembali melambat pada tahun 2017. Namun demikian, perlambatan ini berlangsung lebih

gradual dibanding periode-periode sebelumnya (soft landing). Rebalancing yang bersifat gradual ini

tercermin pada investasi yang melambat (terutama Pemerintah), di tengah investasi swasta yang membaik

pada sektor tersier. (MIC)

intangible assets

produktivitas China. Sumber pertumbuhan ekonomi baru di Tiongkok juga muncul seiring rencana

New Area sebagai Special Economic Zone serta pengembangan Greater Bay Area

untuk mendukung konektivitas Mainland Hongkong yang diumumkan pada tanggal 1 dan 11 April 2017.

Secara umum, perekonomian Tiongkok masih tetap solid didukung oleh konsumsi yang kemudian

ditransmisikan kepada peningkatan kinerja manufaktur yang tercermin dari peningkatan Purchasing

Manager Index (PMI) China sejak awal tahun 2017.

Realisasi

2015 2016 2017 2018 2016 2017 2018 2016 2017 2018Dunia 3,1 3,1 3,5 3,6 3,2 3,6 3,8 3,1 3,4 3,6Negara Maju 1,9 1,7 2,0 2,0 1,7 1,9 1,9 1,6 1,9 1,9 Amerika Serikat 2,5 1,6 2,3 2,5 1,6 2,2 2,4 1,6 2,3 2,4 Kawasan Eropa 1,5 1,7 1,7 1,6 1,7 1,6 1,5 1,6 1,5 1,5 Jepang 0,6 1,0 1,2 0,6 1,0 1,2 1,0 0,8 0,8 0,5Negara Berkembang 4,0 4,1 4,5 4,8 4,6 5,1 5,2 4,1 4,5 4,7 Negara Berkembang Asia 6,6 6,4 6,4 6,4 Tiongkok 6,9 6,7 6,6 6,2 6,7 6,5 6,2 6,7 6,5 6,5 India 7,3 6,8 7,2 7,7 7,0 7,3 7,4 7,4 7,4 7,5Volume Perdagangan Dunia (barang & jasa) (%, yoy)2,6 2,2 3,8 3,9Minyak (Minas & ICP, Dolar AS per barel) 50,9 42,8 55,2 55,1

Bank Indonesia (Feb'17)

WEO IMF (Apr'17)

Consesus Forecast (Mar'17)

Page 177: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT · iii Tabel 1.1 Struktur PDRB Provinsi Jawa Barat Berdasarkan Komponen Pengeluaran Atas Dasar Harga Berlaku (ADHB) 5 Tabel

MEI 2017

PROSPEK

PEREKONOMIAN

154

Proyeksi pertumbuhan ekonomi Jepang tahun 2017 pada bulan Mei direvisi ke atas yakni menjadi 1,2%

(yoy), dari prediksi sebelumnya sebesar 0,8% (yoy). Peningkatan proyeksi ini didorong oleh membaiknya

permintaan domestik dan eksternal. Pada jangka pendek, peningkatan kinerja Jepang didorong oleh cyclical

recovery pada perdagangan dan manufaktur global sejak pertengahan 2016. Menguatnya permintaan ini

tercermin dari perkembangan industrial production (IP) Jepang yang terus meningkat sejak awal tahun

2017.

Namun demikian di tengah berbagai

perkembangan positif tersebut, terdapat beberapa

risiko yang perlu diwaspadai. Risiko pertama adalah

kenaikan suku bunga kebijakan Amerika Serikat

diperkirakan

berlangsung tiga kali lagi sepanjang tahun 2017,

setelah kenaikan pertama yang berlangsung pada

Maret 2017. Perkiraan ini didorong oleh

perkembangan inflasi serta kondisi

ketenagakerjaan di Amerika Serikat yang lebih kuat. Kenaikan FFR diperkirakan kembali terjadi pada Juni

dan September, lebih cepat dari perkiraan sebelumnya pada Juni dan Desember (Grafik 7.1). Risiko lainnya

yang perlu diwaspadai dari perekonomian global adalah wacana penurunan besaran neraca bank sentral

Amerika Serikat serta dampaknya terhadap pasar keuangan global serta perkembangan terkini geopolitik.

7.1.2. Prospek Perekonomian Nasional

Pertumbuhan ekonomi nasional pada tahun 2017 diperkirakan lebih baik dibandingkan tahun 2016.

Dalam asumsi dasar makro APBN 2017, digunakan asumsi pertumbuhan ekonomi tahun 2017 sebesar

5,1% (yoy) (Tabel 7.2), meningkat dibandingkan realisasi pertumbuhan ekonomi Indonesia pada tahun

2016 sebesar 5,02% (yoy). Momentum pemulihan ekonomi diperkirakan terus berlanjut, ditopang oleh

konsumsi swasta yang diperkirakan masih tumbuh kuat; peningkatan konsumsi pemerintah serta perbaikan

investasi, baik swasta maupun pemerintah; serta peningkatan ekspor sejalan dengan prospek perbaikan

ekonomi global.

Tabel 7.2. Asumsi Dasar Ekonomi Makro APBN

Sumber : Kementerian Keuangan RI

Asumsi Makro APBN 2016 2017Pertumbuhan ekonomi (%, yoy) 5,30 5,10Inflasi (%, yoy) 4,70 4,00Nilai Tukar (Rp/USD) 13.900 13.300Tingkat Bunga SPN 3 bulan rata-rata (%) 5,50 5,30Harga Minyak Mentah Indonesia (USD/barel) 50 45Lifting Minyak Bumi (ribu/barel/hari) 830 815Lifting Gas Bumi (ribu/barel/hari) 1.155 1.150

Source : Bloomberg

Grafik 7.1

Page 178: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT · iii Tabel 1.1 Struktur PDRB Provinsi Jawa Barat Berdasarkan Komponen Pengeluaran Atas Dasar Harga Berlaku (ADHB) 5 Tabel

MEI 2017

PROSPEK

PEREKONOMIAN

155

Perkiraan peningkatan investasi salah satunya didorong oleh belanja modal Pemerintah dalam rangka

percepatan penyelesaian pembangunan proyek infrastruktur. Adapun investasi swasta yang bersifat non

bangunan diperkirakan mulai meningkat pada semester kedua sejalan dengan berakhirnya konsolidasi yang

dilakukan oleh korporasi yang kemudian dilanjutkan ke fase ekspansi.

Pertumbuhan ekspor diperkirakan meningkat khususnya sejalan dengan perbaikan ekonomi global serta

peningkatan harga sejumlah komoditas global. Peningkatan ekspor akan didorong oleh peningkatan harga

komoditas utama seperti CPO, batubara, bijih logam, kimia organik dan otomotif yang telah menujukkan

pergerakan positif sejak akhir tahun 2016. Tujuan ekspor utama diperkirakan masih kepada negara-negara

Asia seperti Tiongkok, India, Thailand, dan Jepang. Di sisi lain, kenaikan harga minyak dunia akan

memberikan dampak positif terhadap penerimaan Negara, namun terdapat efek negative yaitu potensi

kenaikan inflasi administered prices.

Dari aspek intermediasi perbankan, ekspansi pembiayaan diperkirakan terjadi pada tahun 2017 setelah

sebelumnya perbankan melakukan konsolidasi di tahun 2016. Ekspansi pembiayaan ini dapat menjadi

motor pendorong kegiatan investasi di domestik.

Adapun inflasi nasional pada tahun 2017 diperkirakan tetap berada pada kisaran sasaran sebesar 4%±1%.

Hal ini didukung oleh semakin kuatnya koordinasi kebijakan Pemerintah dan Bank Indonesia dalam

mengatasi sejumlah risiko. Adapun risiko inflasi yang terutama dihadapi pada tahun 2017 adalah terkait

penyesuaian AP sejalan dengan kebijakan lanjutan reformasi subsidi energi oleh Pemerintah.

Di tengah berbagai faktor yang mendorong perbaikan kondisi ekonomi nasional di atas, Bank Indonesia

tetap mewaspadai sejumlah risiko pada tahun 2017, antara lain arah kebijakan perdagangan Amerika

Serikat, risiko pelemahan nilai tukar Rupiah antara lain akibat kenaikan FFR, kenaikan inflasi akibat

administered prices yang dapat berpengaruh kepada daya beli, serta adanya risiko shortfall pajak.

7.2. PROSPEK PEREKONOMIAN PROVINSI JAWA BARAT

7.2.1. Prospek Pertumbuhan Ekonomi

Kinerja ekonomi Jawa Barat pada triwulan III 2017 diperkirakan tumbuh melambat dibandingkan

triwulan sebelumnya yakni pada kisaran 5,5% - 5,9% (yoy). Hal ini terutama dipengaruhi oleh pola

seasonal di mana sebagian periode Ramadhan dan Lebaran bergeser ke triwulan II 2017, setelah

sebelumnya pada tahun 2016 berlangsung di awal triwulan II 2016. Selain itu, faktor lainnya yang

diperkirakan menahan laju ekonomi Jawa Barat di triwulan III 2017 adalah diselenggarakannya PON ke-19

pada akhir triwulan III 2016 (September 2016).

Sementara itu, untuk keseluruhan tahun 2017 pertumbuhan ekonomi Jawa Barat diperkirakan

membaik dibanding tahun 2016 dengan tumbuh pada rentang 5,5% - 5,9% (yoy). Perbaikan ekonomi

Jawa Barat pada tahun 2017 ini sejalan dengan membaiknya perekonomian nasional dan khususnya

didorong oleh perbaikan ekonomi global. Adapun perkiraan pertumbuhan ekonomi Jawa Barat berada di

atas perkiraan nasional, baik untuk tahun 2016 dan 2017, di mana hal ini sejalan dengan tren realisasi

Page 179: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT · iii Tabel 1.1 Struktur PDRB Provinsi Jawa Barat Berdasarkan Komponen Pengeluaran Atas Dasar Harga Berlaku (ADHB) 5 Tabel

MEI 2017

PROSPEK

PEREKONOMIAN

156

pertumbuhan ekonomi Jawa Barat yang sejak tahun 2010 selalu mencatatkan realisasi pertumbuhan

tahunan di atas nasional.

Tabel 7.3. Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi Jawa Barat Sisi Permintaan

a. Konsumsi Rumah Tangga

Dari sisi permintaan, konsumsi rumah tangga pada triwulan III 2017 diperkirakan tumbuh melambat

dibanding triwulan II 2017, yakni pada kisaran 5,5% - 5,9% (yoy). Perkiraan melambatnya konsumsi

rumah tangga ini terutama dipengaruhi oleh efek seasonal yakni bergesernya momen Ramadhan dan

Lebaran ke triwulan II 2017. Hal ini juga dikonfirmasi oleh Survei Konsumen yang dilakukan oleh Bank

Indonesia, di mana Indeks Ekspektasi Konsumen (IEK) 6 bulan mendatang di Jawa Barat menurun dari rata-

rata 139,9 pada triwulan II 2017 menjadi 137,0 pada triwulan III 2017. Penurunan terbesar khususnya

terjadi pada komponen indeks ekspektasi kegiatan usaha dan indeks ekspektasi penghasilan (Grafik 7.2).

Selain itu, mulai berlakunya tarif non subsidi untuk pelanggan listrik 900 VA Rumah Tangga Mampu per 1

Juli 2017 juga berpotensi menahan daya beli masyarakat.

Sumber: Survei Konsumen Bank Indonesia

Sumber: Survei Konsumen Bank Indonesia

Konsumsi rumah tangga pada tahun 2017 diperkirakan tumbuh pada rentang 5,5% - 5,9% (yoy)

atau relatif stabil dalam level yang cukup tinggi sebagaimana realisasi pada tahun 2016, sehingga

mampu menjadi pendorong utama laju pertumbuhan ekonomi Jawa Barat. Berdasarkan Survei Konsumen

yang dilakukan oleh Bank Indonesia, Indeks Ekspektasi Konsumen (IEK) 6 bulan mendatang tercatat secara

konsisten terus mengalami peningkatan hingga triwulan II 2017 dan walaupun sedikit melambat pada

triwulan III 2017, namun masih berada di area optimis (indeks di atas 100). Berdasarkan komponen

penyusunannya, ekspektasi konsumen yang positif ini didorong oleh kenaikan yang konsisten pada indeks

IIP IIIP Total-pPDRB (%, yoy) 5,04 5,67 5,8 - 6,2 5,5 - 5,9 5,5 - 5,9 Konsumsi Rumah Tangga 5,07 5,60 5,7 - 6,1 5,5 - 5,9 5,4 - 5,8 Konsumsi LNPRT -8,13 5,48 0,7 - 1,1 1,5 - 1,9 1,0 - 1,4 Konsumsi Pemerintah 8,10 3,76 (3,4) - (3,0) 6,5 - 6,9 4,4 - 4,8 Pembentukan Modal Tetap Bruto 4,16 4,59 6,7 - 7,1 7,8 - 8,2 6,8 - 7,2 Ekspor LN 0,53 -3,28 0,4 - 0,8 (0,6) - (0,2) 2,0 - 2,4 Impor LN -3,26 1,42 (1,5) - (1,1) (2,5) - (2,1) (0,8) - (0,4) Net Ekspor Antar Daerah -7,04 -19,69 (7,0) - (6,6) (7,7) - (7,3) 2,9 - 3,3

201620152017

Grafik 7.2. Indeks Ekspektasi Konsumen Jawa Barat Grafik 7.3. Indeks Pengeluaran 3 Bulan Mendatang

Page 180: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT · iii Tabel 1.1 Struktur PDRB Provinsi Jawa Barat Berdasarkan Komponen Pengeluaran Atas Dasar Harga Berlaku (ADHB) 5 Tabel

MEI 2017

PROSPEK

PEREKONOMIAN

157

ekspektasi penghasilan, disusul oleh kenaikan pada indeks ekspektasi kegiatan usaha dan terakhir pada

indeks ekspektasi ketersediaan lapangan kerja. Kenaikan pada indeks ekspektasi penghasilan salah satunya

didasarkan pada kenaikan tahunan UMK, mengacu kepada formula yang ditetapkan oleh Pemerintah

Pusat melalui PP No. 78 tahun 2015 tentang pengupahan.

Percepatan pembangunan infrastruktur yang kembali menjadi fokus pemerintah di tahun 2017 juga

diperkirakan memberikan multiplier effect kepada pendapatan masyarakat. Selain itu, inflasi yang

relatif terkendali juga memberikan dampak positif berupa terjaganya daya beli dan pada akhirnya tingkat

konsumsi masyarakat. Dari sisi moneter, pelonggaran suku bunga kebijakan yang dilakukan sepanjang

tahun 2016 diperkirakan akan terus ditransmisikan kepada penurunan suku bunga kredit di tahun 2017.

Pelonggaran lainnya yakni pada ketentuan LTV (loan to value) berupa penurunan rasio DP (down

payment) untuk pembelian rumah dan kendaraan bermotor yang berlaku sejak Agustus 2016 juga

diperkirakan dapat mendorong konsumsi masyarakat untuk perumahan (KPR) dan kendaraan bermotor di

tahun 2017.

Selain itu, perkiraan penguatan (apresiasi) nilai

tukar rupiah sebagaimana dicantumkan dalam

asumsi dasar ekonomi makro APBN yakni dari

Rp13.500/USD pada APBN-P 2016 menjadi

Rp13.300/USD pada RAPBN 2017 diperkirakan

juga berpotensi mendorong kegiatan konsumsi

masyarakat. Pada Grafik 7.4 di samping, terlihat

bahwa apresiasi nilai tukar rupiah sepanjang

tahun 2016 diikuti oleh peningkatan laju

pertumbuhan impor barang konsumsi di Jawa Barat. Hal ini tidak terlepas dari posisi Jawa Barat sebagai

provinsi dengan jumlah penduduk terbanyak serta semakin meningkatnya porsi masyarakat kelas

menengah di Jawa Barat dengan kualitas jenis barang yang diminta juga turut meningkat dan umumnya

berbasis impor.

Namun demikian, terdapat beberapa risiko yang berpotensi menahan laju pertumbuhan konsumsi rumah

tangga pada tahun 2017, yakni:

1. Kebijakan pemerintah yang kembali tidak menaikkan gaji pegawai negeri sipil (PNS) pada tahun 2017

2. Kebijakan pemerintah melakukan pencabutan subsidi untuk tarif listrik pelanggan daya 900VA

kelompok Rumah Tangga Mampu (RTM) secara bertahap pada Januari, Maret, dan Mei 2017 dan

pada Juli 2017 sepenuhnya menggunakan tarif non-subsidi.

b. Pembentukan Modal Tetap Bruto (PMTB) / Investasi

Investasi pada triwulan III 2017 diperkirakan tumbuh meningkat dibanding triwulan II 2017, yakni

tumbuh pada kisaran 7,8% - 8,2% (yoy). Perkiraan meningkatnya kegiatan investasi tersebut terutama

didorong oleh prospek pembangunan proyek-proyek infrastruktur yang berlangsung di Jawa Barat, salah

Grafik 7.4 Perkembangan Impor Barang Konsumsi Jawa

Barat dan Nilai Tukar

Page 181: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT · iii Tabel 1.1 Struktur PDRB Provinsi Jawa Barat Berdasarkan Komponen Pengeluaran Atas Dasar Harga Berlaku (ADHB) 5 Tabel

MEI 2017

PROSPEK

PEREKONOMIAN

158

satunya Tol Soroja yang diprediksikan dapat mulai dioperasikan pada semester II 2017. Dari sisi swasta,

investasi diperkirakan masih akan terus meningkat khususnya investasi yang bersifat non bangunan atau

barang modal pendukung industri otomotif. Selain untuk memenuhi permintaan dari eksternal (khususnya

negara-negara di kawasan ASEAN), permintaan otomotif diperkirakan juga akan meningkat dari domestik

khususnya dari wilayah-wilayah berbasis SDA seiring dengan meningkatnya pendapatan pasca kenaikan

harga komoditas global.

Sementara itu, untuk keseluruhan tahun 2017 investasi diperkirakan mampu tumbuh pada rentang

6,8% - 7,2% (yoy) atau meningkat dibandingkan realisasi investasi pada tahun 2016. Berdasarkan

komponen penyusunnya, investasi non bangunan yang secara konsisten tumbuh membaik sepanjang

tahun 2016 sejalan dengan terus meningkatnya pertumbuhan impor barang modal, diperkirakan berlanjut

ke tahun 2017 seiring dengan positifnya persepsi pelaku usaha terhadap perekonomian di tahun 2017.

Selain itu, keputusan S&P untuk menaikkan rating Indonesia ke investment grade pada Mei 2017 yang

melengkapi rating sama yang telah diberikan oleh dua lembaga pemeringkat internasional lain sebelumnya

Selain itu, kegiatan pembangunan serta perluasan pabrik yang bersifat multiyears dan diperkirakan

beroperasi pada tahun 2017 juga berpotensi kembali meningkatkan investasi fisik berupa pembelian mesin.

Adapun subsektor industri yang diperkirakan memberikan sumbangan terbesar pada peningkatan investasi

non bangunan ini adalah industri alat angkutan dan industri tekstil & produk tekstil (TPT). Hal ini mengingat

kedua industri ini memiliki kencenderungan untuk menambah varian produknya sebagai bentuk

penyesuaian terhadap perkembangan selera masyarakat. Adapun setiap perubahan model atau varian

produksi membutuhkan mesin dengan spesifikasi yang berbeda.

Di sisi lain, investasi bangunan juga diperkirakan mengalami akselerasi terbatas dengan disertai

dinamika pertumbuhan di setiap triwulannya. Investasi bangunan memberikan pangsa sekitar 70%

terhadap total investasi di Jawa Barat sehingga peningkatannya memberikan daya dorong yang besar

terhadap pertumbuhan ekonomi. Dari sisi pemerintah, penyelesaian berbagai proyek infrastruktur yang

ada di Jawa Barat menjadi pendorong utama pertumbuhan investasi bangunan. Beberapa proyek

infrastruktur strategis ini meliputi Bandara Internasional Kertajati, Tol Cisumdawu sebagai bagian dari Tol

Trans Jawa, Tol Soreang Pasir Koja (Soroja), Tol Bogor Ciawi Sukabumi (Bocimi), kereta cepat Jakarta-

Bandung, LRT Jakarta-Bogor-Depok-Bekasi (Tabel 7.3), serta mulai digarapnya proyek pembangunan

Pelabuhan Patimban sebagai pelabuhan internasional pertama di Jawa Barat. Namun demikian, perlu

diwaspadai tantangan pada kapasitas fiskal khususnya Pemerintah Pusat (mengingat mayoritas proyek

strategis ini merupakan wewenang nasional dan menggunakan anggaran K/L).

Page 182: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT · iii Tabel 1.1 Struktur PDRB Provinsi Jawa Barat Berdasarkan Komponen Pengeluaran Atas Dasar Harga Berlaku (ADHB) 5 Tabel

MEI 2017

PROSPEK

PEREKONOMIAN

159

Tabel 7.4. Daftar Proyek Infrastruktur Strategis di Jawa Barat

Sumber : Pemerintah Provinsi Jawa Barat & Informasi Anekdotal

Sementara itu, investasi bangunan dari pihak swasta diperkirakan cenderung terbatas selain daripada

proyek pembangunan/perluasan pabrik yang bersifat multiyear mengingat saat ini mayoritas

perusahaan masih berfokus untuk meningkatkan kapasitas utilisasinya yang masih berada di bawah

level optimum. Berdasarkan hasil liaison rata-rata kapasitas utilisasi sektor industri pengolahan di Jawa

Barat sepanjang tahun 2016 berada pada rentang 73% - 78%.

Adapun berdasarkan sumbernya, diperkirakan pertumbuhan investasi di tahun 2017 masih akan ditopang

oleh PMA mengingat mayoritas industri yang ada di Jawa Barat bersifat PMA dan cenderung mengandalkan

pembiayaan dari headquarters dalam kegiatan investasi atau ekspansi usahanya.

c. Ekspor dan Impor Luar Negeri

Ekspor luar negeri pada triwulan III 2017 diperkirakan tumbuh pada rentang (-0,06%) - (-0,2%) (yoy),

melambat dibandingkan triwulan sebelumnya. Sejalan dengan hal tersebut, impor luar negeri juga

diperkirakan tumbuh mealmbat dibandingkan triwulan II 2017, dengan tumbuh pada rentang ( -

2,5%) - (-2,1%) (yoy). Perlambatan permintaan ekspor diperkirakan terutama bersumber dari Amerika

Serikat yang diprediksikan akan mulai mengimplementasikan sejumlah kebijakan pembatasannya terutama

terhadap negara-negara yang disinyalir menciptakan neraca perdagangan negatif dengan Amerika Serikat.

Ekspor luar negeri Jawa Barat pada tahun 2017 diperkirakan tumbuh pada rentang 2,0% - 2,4%

(yoy) sementara impor luar negeri diperkirakan tumbuh pada rentang (-0,8%) - (-0,4)% (yoy), di

No RuasPanjang

(km)Target

Penyelesaian

1 Soreang - Pasir Koja 10.57 20182 Bandung Intra Urban Toll Road 27.30 20103 Cisumdawu 60.10 20194 Bogor - Ciawi - Sukabumi 54.00 20205 Cimanggis - Cibitung 25.90 20196 Cikarang (Cibitung) - Tj. Priok (Cilincing) 34.02 20187 Bogor Ring Road 8.44 20198 Depok - Antasari 19.93 20199 Sukabumi - Ciranjang 28.00 202110 Ciranjang - Padalarang 33.00 202311 Cileunyi - Nagreng - Tasikmalaya 70.00 201912 Tasikmalaya - Ciamis - Banjar 70.00 202213 Banjar - Pangandaran 80.00 2023

1 Bandara Internasional Kertajati - 20182 LRT Terintegrasi Jabodebek 181.00 20193 Kereta Cepat Jakarta - Bandung 142.00 2019

Keterangan : : Sedang Dalam Pengerjaan : Sedang Proses Feasibility Study (FS)

PROYEK JALAN TOL

PROYEK INFRASTRUKTUR LAINNYA

Page 183: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT · iii Tabel 1.1 Struktur PDRB Provinsi Jawa Barat Berdasarkan Komponen Pengeluaran Atas Dasar Harga Berlaku (ADHB) 5 Tabel

MEI 2017

PROSPEK

PEREKONOMIAN

160

mana baik perkiraan pertumbuhan ekspor LN ini membaik dibandingkan tahun 2016, sementara

perkiraan impor LN melambat dibandingkan tahun 2016.

Perekonomian global diperkirakan membaik pada tahun 2017, terutama ditopang oleh Amerika Serikat

dan Tiongkok. IMF, Concensus Forecast dan Bank Indonesia memperkirakan pertumbuhan ekonomi global

tahun 2017 pada kisaran 3,4% - 3,6% (yoy) meningkat dibandingkan pertumbuhan tahun 2016 yang

diperkirakan pada kisaran 3,1% - 3,2% (yoy).

Pertumbuhan ekonomi Amerika Serikat tahun 2017 diproyeksikan pada kisaran 2,2% - 2,4% (yoy)

meningkat dibandingkan tahun 2016 sebesar 1,6% (yoy). Perbaikan ekonomi Amerika Serikat ini didukung

oleh konsumsi dan investasi yang meningkat. Konsumsi Amerika Serikat yang solid tercermin dari

pertumbuhannya yang mencapai 2,5% (yoy) pada triwulan IV 2016. Amerika Serikat merupakan negara

tujuan ekspor utama Jawa Barat dengan pangsa pada tahun 2016 mencapai 20,07%, sedikit meningkat

dibanding tahun 2015 sebesar 19,91%. Adapun jenis barang ekspor utama Jawa Barat ke Amerika Serikat

adalah garmen dengan pangsa mencapai 26,42%, diikuti oleh barang elektronik rumah tangga (12,37%).

Prospek konsumsi Amerika Serikat yang masih solid ini memberikan dorongan positif terhadap prospek

kinerja ekspor luar negeri Jawa Barat, mengingat komoditas ekspor utama Jawa Barat ke AS tergolong

sebagai jenis barang konsumsi tahan lama. Selain itu, risiko geopolitik yang berkembang di Eropa

diperkirakan mulai mereda, tercermin dari Purchasing Manager Index (PMI) Eropa pada April 2017 yang

bahkan mencapai titik tertingginya sejak tahun 2011.

WEO IMF pada April 2017 memperkirakan bahwa pertumbuhan negara berkembang Asia pada tahun 2017

sebesar 6,4% (yoy), relatif stabil dibanding tahun 2016 sebesar 6,4%. Secara gabungan, pangsa ASEAN

sebagai negara tujuan ekspor Jawa Barat pada 2016 mencapai 21,69%. Pangsa ini meningkat dibanding

2015 sebesar 20,59%. Seiring dengan masih lemahnya permintaan dari Eropa, berdasarkan informasi yang

diperoleh melalui wawancara liaison Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Jawa Barat, diketahui

bahwa kini sebagian pelaku usaha mulai mengalihkan fokus tujuan ekspornya ke negara-negara

berkembang di kawasan Asia. Sebagai contoh, perusahaan tekstil kini mulai meningkatkan penetrasi

pasarnya ke India, khususnya untuk produk kelas premium. Demikian juga perusahaan-perusahaan

otomotif semakin meningkatkan transaksi perdagangannya dengan negara-negara di kawasan ASEAN

seperti Thailand dan Filipina. Prospek yang positif pada pertumbuhan negara berkembang Asia ini

diperkirakan turut menjadi motor pendorong pertumbuhan Jawa Barat pada tahun 2017.

Harga minyak dunia juga diperkirakan meningkat pada tahun 2017. WEO IMF pada April 2017

memperkirakan bahwa harga minyak (minas & ICP) pada 2017 dapat mencapai 55,2 USD/barel meningkat

dibanding 2016 sebesar 42,8 USD/barel. Berdasarkan regresi sederhana, diketahui bahwa pertumbuhan

harga minyak dunia memiliki korelasi positif yang signifikan dengan pertumbuhan ekspor luar negeri Jawa

Barat (Grafik 7.5). Peningkatan harga minyak dunia menjadi salah satu cerminan dari peningkatan

permintaan dan perdagangan global. Selain itu, harga dari beberapa produk manufaktur Jawa Barat juga

dipengaruhi oleh harga minyak dunia, salah satunya produk tekstil polyester yang bahan bakunya

Page 184: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT · iii Tabel 1.1 Struktur PDRB Provinsi Jawa Barat Berdasarkan Komponen Pengeluaran Atas Dasar Harga Berlaku (ADHB) 5 Tabel

MEI 2017

PROSPEK

PEREKONOMIAN

161

menggunakan produk turunan minyak mentah.

Dengan demikian, prospek positif dari harga

minyak dunia diperkirakan juga turut menjadi

salah satu motor pendorong pertumbuhan Jawa

Barat pada tahun 2017.

Dari sisi lapangan usaha, peningkatan laju

pertumbuhan ekonomi (LPE) Jabar tahun

2017 diperkirakan masih ditopang lapangan

usaha utama Jawa Barat khususnya Industri

Pengolahan serta Perdagangan Besar-Eceran

dan Reparasi Kendaraan. Dalam empat tahun terakhir, industri pengolahan memberikan andil

pertumbuhan rata-rata 2,34% sedangkan Perdagangan memberikan andil rata-rata 0,67%.

Lapangan Usaha Industri Pengolahan pada triwulan III 2017 diperkirakan tumbuh pada rentang 4,6%

- 5,0% (yoy), melambat dibandingkan triwulan sebelumnya. Perlambatan lapangan usaha ini sejalan

dengan pola seasonal Industri Pengolahan yang melambat pada triwulan III 2016 disebabkan berlalunya

momen Ramadhan dan Lebaran yang mendorong permintaan dalam negeri. Namun demikian, menguatnya

permintaan ekspor yang terjadi sejak triwulan I 2017 diperkirakan masih berlangsung seiring dengan

menguatnya perekonomian negara mitra dagang sehingga mampu menahan perlambatan lebih dalam.

Secara keseluruhan tahun, pada tahun 2017, LU Industri Pengolahan diprakirakan tumbuh lebih

tinggi dari tahun 2016 di kisaran 4,7% 5,1%. Prospek pertumbuhan LU Industri Pengolahan didukung

oleh perbaikan permintaan ekspor seiring dengan menguatnya kondisi ekonomi global khususnya ekonomi

negara mitra dagang. Peningkatan ekspor yang signifikan di triwulan I 2017 mempengaruhi optimisme

prospek kinerja LU Industri Pengolahan di keseluruhan tahun 2017. Sejalan dengan kenaikan permintaan

ekspor, permintaan domestik diperkirakan juga meningkat seiring dengan membaiknya harga komoditas

global yang mendorong kenaikan permintaan alat angkutan pendukung industri.

Lapangan Usaha Perdagangan Besar-Eceran dan Reparasi Kendaraan pada triwulan III 2017

diperkirakan tumbuh pada rentang 5,5% - 5,9% (yoy), melambat dibandingkan triwulan sebelumnya.

Perlambatan lapangan usaha ini sejalan dengan pola seasonal LU Perdagangan yang melambat pada

triwulan III 2016 disebabkan berlalunya momen Ramadhan dan Lebaran yang mendorong permintaan

penjualan retail khususnya makanan minuman dan pakaian. Terlebih lagi, adanya even PON XIX dan

PEPARNAS XV di triwulan III tahun 2016 akan mengakibatkan base year effect untuk pertumbuhan

lapangan usaha ini. Secara keseluruhan tahun, LU Perdagangan Besar-Eceran dan Reparasi

diperkirakan tumbuh lebih tinggi di kisaran 5,7% 6,1% pada tahun 2017. Tingginya kegiatan ekspor-

impor seiring dengan membaiknya kinerja industri pengolahan menjadi motor bagi aktivitas di sub-

Lapangan Usaha Perdagangan. Di sisi ritel, persiapan PILKADA serentak pada tahun 2018 khususnya

kegiatan pemilihan Gubernur dan beberapa kepala daerah di Jabar akan mendorong kenaikan lapangan

usaha ini. Semakin solidnya konsumsi masyarakat yang dipengaruhi menguatnya proyeksi nilai tukar dan

inflasi yang terjaga, serta dampak kenaikan UMK untuk buruh diperkirakan juga menjadi pendorong kinerja

Grafik 7.5. Plotting Pertumbuhan Ekspor LN Jawa Barat

dan Harga Minyak Global

Page 185: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT · iii Tabel 1.1 Struktur PDRB Provinsi Jawa Barat Berdasarkan Komponen Pengeluaran Atas Dasar Harga Berlaku (ADHB) 5 Tabel

MEI 2017

PROSPEK

PEREKONOMIAN

162

lapangan usaha ini.Sementara itu, pengaruh tekanan administred prices akan semakin mengecil di akhir

tahun karena penyesuaian yang dilakukan masyarakat.

Lapangan Usaha Pertanian, Kehutanan dan Perikanan pada triwulan III 2017 diperkirakan melambat

dibanding triwulan II 2017, yakni tumbuh pada kisaran 5,5% - 5,9% (yoy). Perkiraan melambatnya

produksi Lapangan Usaha Pertanian, Kehutanan dan Perikanan terutama didorong oleh pola seasonal yakni

belum masuknya masa panen raya serta adanya base year effect akibat pertumbuhan yang sangat tinggi

di triwulan III 2016 dimana beberapa kabupaten di Jawa Barat berhasil mencatatkan rekor produksi beras

yang sangat tinggi di lingkup nasional. Namun demikian Lapangan Usaha Pertanian, Kehutanan dan

Perikanan secara keseluruhan tahun diprakirakan tumbuh stabil. Pertumbuhan lapangan usaha ini

diperkirakan sebesar 5,6% 6,0%, didorong oleh perbaikan sistem irigasi dengan semakin meningkatnya

pengairan dari Waduk Jati Gede, kondisi cuaca yang stabil atau tidak terdapat anomali La Nina maupun El

Nino serta perbaikan harga komoditas karet yang juga dihasilkan oleh perkebunan di Jawa Barat.

Tabel 7.5. Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi Jawa Barat Sisi Pengeluaran

Lapangan Usaha Konstruksi pada triwulan III 2017 diperkirakan meningkat dibanding triwulan II

2017, yakni tumbuh pada kisaran 6,3% - 6,7% (yoy). Peningkatan pertumbuhan konstruksi didorong

oleh penyelesaian proyek infrastruktur pemerintah sejalan dengan realisasi anggaran di tahun 2017 serta

proyek-proyek pembangunan swasta khususnya yang bersifat multiyear. Pada tahun 2017, Lapangan

Usaha Konstruksi diperkirakan akan tumbuh lebih tinggi dari tahun sebelumnya yakni sebesar 5,8%

6,02%. Perkembangan lapangan usaha ini terutama didukung oleh berlanjutnya pembangunan

infrastruktur oleh Pemerintah baik proyek satu tahun (tahun 2017) maupun proyek multiyears khususnya

yang ditargetkan selesai pada tahun 2017 seperti BIJB (Bandara Internasional Jawa Barat) serta konstruksi

IIP IIIP Total-pPDRB (%, yoy) 5.67 5,8 - 6,2 5,5 - 5,9 5,5 - 5,9 Pertanian, Peternakan, Kehutanan 5.80 4,6 - 5,0 6,7 - 7,1 5,6 - 6,0 Pertambangan & penggalian -0.97 2,0 - 2,4 0,5 - 0,9 1,5 - 1,9 Industri pengolahan 4.77 4,8 - 5,2 4,6 - 5,0 4,7 - 5,1 Pengadaan Listrik dan Gas 3.37 6,4 - 6,8 4,5 - 4,9 5,4 - 5,8 Pengadaan Air 6.33 6,5 - 6,9 5,5 - 5,9 6,5 - 6,9 Konstruksi 5.02 6,2 - 6,6 6,3 - 6,7 5,8 - 6,2 Perdagangan Besar & Eceran, Rep. Kendaraan 4.44 6,2 - 6,6 5,5 - 5,9 5,7 - 6,1 Transportasi dan Pergudangan 8.84 7,3 - 7,7 6,6 - 7,0 7,2 - 7,6 Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum 9.31 11,1 - 11,5 8,4 - 8,8 9,6 - 10,0 Informasi dan Komunikasi 14.27 12,4 - 12,8 12,0 - 12,4 11,8 - 12,2 Jasa Keuangan 11.89 4,0 - 4,4 3,8 - 4,2 2,9 - 3,3 Real Estate 6.51 4,6 - 5,0 4,6 - 5,0 4,5 - 4,9 Jasa Perusahaan 8.16 7,8 - 8,2 5,8 - 6,2 6,9 - 7,3 Adm. Pemerintahan, Pertahanan & Jam. Sosial 2.98 1,8 - 2,2 2,2 - 2,6 1,6 - 2,0 Jasa Pendidikan 7.61 8,5 - 8,9 8,5 - 8,9 7,7 - 8,1 Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial 9.48 8,4 - 8,8 6,7 - 7,1 6,6 - 7,0 Jasa lainnya 8.73 9,9 - 10,3 7,3 - 7,7 7,7 - 8,1

20162017

Page 186: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT · iii Tabel 1.1 Struktur PDRB Provinsi Jawa Barat Berdasarkan Komponen Pengeluaran Atas Dasar Harga Berlaku (ADHB) 5 Tabel

MEI 2017

PROSPEK

PEREKONOMIAN

163

swasta seperti pembangunan pabrik otomotif Wuling akan mendorong pertumbuhan di lapangan usaha

ini. Sejalan dengan kondisi fiskal Pemerintah yang membaik dan ekspansi usaha oleh pelaku usaha,

konstruksi diharapkan menyumbang pertumbuhan lebih tinggi di tahun 2017.

Selain beberapa faktor-faktor yang telah dijelaskan di atas, Bank Indonesia tetap mewaspadai beberapa

risiko yang berpotensi menghambat pertumbuhan ekonomi Jawa Barat pada tahun 2017, yakni:

1. Kebijakan Pemerintah menaikkan sejumlah tarif pada tahun 2017 berpotensi meningkatkan inflasi dan

menahan daya beli masyarakat

2. Fund Rate) sebanyak 2 hingga 3 kali sepanjang

tahun 2017 berpotensi mendorong arus modal keluar dan melemahkan nilai tukar Rupiah

3. Adanya risiko shortfall penerimaan pajak Pemerintah Pusat yang berpotensi mendorong kembali

dilakukan kebijakan penghematan anggaran pada tahun 2017.

7.2.2. Prospek Inflasi

Di sisi lain, tekanan inflasi diperkirakan sedikit meningkat pada tahun 2017 dibanding tahun 2016 ,

namun masih berada dalam kisaran sasaran inflasi tahun 2017 sebesar 4%±1%. Secara umum,

perkembangan inflasi Jawa Barat menunjukkan tren penurunan sejak tahun 2013 dan mencapai titik

terendahnya pada tahun 2015 seiring dengan perlambatan ekonomi dan rendahnya harga komoditas

global.

Untuk keseluruhan tahun, tantangan yang berpotensi meningkatkan tekanan inflasi terutama bersumber

dari kelompok administered prices antara lain dengan adanya kebijakan reformasi energi yang dilakukan

Pemerintah melalui pencabutan subsidi tarif listrik 900 VA untuk golongan Rumah Tangga Mampu. Propsek

peningkatan harga minyak dunia yang mulai terlihat sejak akhir triwulan I 2016 menjadi risiko yang juga

perlu diwaspadai. Namun demikian, pada akhir tahun inflasi Jawa Barat diperkirakan dapat berada dalam

rentang sasaran inflasi nasional. Secara ringkas, beberapa faktor pendorong dan penahan laju inflasi Jawa

Barat pada tahun 2017 disajikan dalam tabel berikut.

Tabel 7.6. Upward dan Downward Risk Inflasi Jawa Barat Tahun 2017

Faktor Pendorong (Upside Risk)

Penyesuaian tarif listrik secara bertahap untuk

kelompok pelanggan 900 kVA

Harga minyak dunia yang diperkirakan meningkat

akan mendorong penyesuaian harga BBM

Rencana penerapan skema BBM satu harga

Kenaikan tarif cukai rokok dan biaya administrasi

STNK tahun 2017

Berlanjutnya efek La Nina di awal tahun terhadap

produksi komoditas hortikultura (khususnya aneka

cabai dan bawang merah)

Faktor Penahan (Downside Risk )

Produksi pertanian untuk keseluruhan tahun 2017

diperkirakan lebih baik dibanding tahun 2016 seiring

berlalunya efek La Nina selepas triwulan I 2017

Page 187: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT · iii Tabel 1.1 Struktur PDRB Provinsi Jawa Barat Berdasarkan Komponen Pengeluaran Atas Dasar Harga Berlaku (ADHB) 5 Tabel
Page 188: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT · iii Tabel 1.1 Struktur PDRB Provinsi Jawa Barat Berdasarkan Komponen Pengeluaran Atas Dasar Harga Berlaku (ADHB) 5 Tabel
Page 189: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT · iii Tabel 1.1 Struktur PDRB Provinsi Jawa Barat Berdasarkan Komponen Pengeluaran Atas Dasar Harga Berlaku (ADHB) 5 Tabel
Page 190: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT · iii Tabel 1.1 Struktur PDRB Provinsi Jawa Barat Berdasarkan Komponen Pengeluaran Atas Dasar Harga Berlaku (ADHB) 5 Tabel

PROSPEK

PEREKONOMIAN

165

Daftar Istilah

ADHB Atas Dasar Harga Berlaku, menggambarkan nilai tambah barang dan jasa yang

dihitung menggunakan harga pada setiap tahun pada suatu daerah.

ADHK Atas Dasar Harga Konstan, menggambarkan perkembangan produksi riil barang

dan jasa yang dihasilkan oleh kegiatan ekonomi suatu daerah.

Administered

price

Salah satu disagregasi inflasi, yaitu untuk komoditas yang perkembangan harganya

diatur oleh pemerintah.

Andil inflasi Sumbangan perkembangan harga suatu komoditas/kelompok barang/kota

terhadap tingkat inflasi secara keseluruhan.

APBD Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah. Rencana keuangan tahunan

pemerintah daerah yang dibahas dan disetujui bersama oleh pemerintah daerah

dan DPRD, dan ditetapkan dengan peraturan daerah.

Bobot inflasi Besaran yang menunjukkan pengaruh suatu komoditas terhadap tingkat inflasi

secara keseluruhan, yang diperhitungkan dengan melihat tingkat konsumsi

masyarakat terhadap komoditas tersebut.

Dana

Perimbangan

Sumber pendapatan daerah yang berasal dari APBN untuk mendukung

pelaksanaan kewenangan pemerintah daerah dalam mencapai tujuan pemberian

otonomi daerah.

Faktor

Fundamental

Faktor fundamental adalah faktor pendorong inflasi yang dapat dipengaruhi oleh

kebijakan moneter, yakni interaksi permintaan-penawaran atau output gap,

eksternal, serta ekspektasi inflasi masyarakat

Faktor Non

Fundamental

Faktor non fundamental adalah faktor pendorong inflasi yang berada di luar

kewenangan otoritas moneter, yakni produksi maupun distribusi bahan pangan

(volatile foods), serta harga barang/jasa yang ditentukan oleh pemerintah

(administered price)

Imported inflation Salah satu disagregasi inflasi, yaitu inflasi yang berasal dari pengaruh

perkembangan harga di luar negeri (eksternal)

Indeks Ekspektasi

Konsumen

Salah satu pembentuk IKK. Indeks yang menunjukkan level keyakinan konsumen

terhadap ekspektasi kondisi ekonomi 6 bulan mendatang, dengan skala 1 100.

Indeks Harga

Konsumen (IHK)

Sebuah indeks yang merupakan ukuran perubahan rata-rata harga barang dan jasa

yang dikonsumsi masyarakat pada suatu periode tertentu. Sejak Januari 2014

menggunakan Tahun Dasar 2012 = 100.

Indeks Kondisi

Ekonomi

Salah satu pembentuk IKK. Indeks yang menunjukkan level keyakinan konsumen

terhadap kondisi ekonomi saat ini, dengan skala 1 100.

Indeks Keyakinan

Konsumen (IKK)

Indeks yang menunjukkan level keyakinan konsumen terhadap kondisi ekonomi

saat ini dan ekspektasi kondisi ekonomi enam bulan mendatang. Indeks ini

memiliki skala 1 100.

Investasi Kegiatan meningkatkan nilai tambah suatu kegiatan produksi melalui peningkatan

modal.

Inflasi inti Inflasi inti adalah inflasi yang dipengaruhi oleh faktor fundamental

Liaison Kegiatan pengumpulan data/statistik dan informasi yang bersifat kualitatif dan

kuantitatif yang dilakukan secara periodik melalui wawancara langsung kepada

pelaku ekonomi mengenai perkembangan dan arah kegiatan ekonomi dengan

cara yang sistematis dan didokumentasikan dalam bentuk laporan

Page 191: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT · iii Tabel 1.1 Struktur PDRB Provinsi Jawa Barat Berdasarkan Komponen Pengeluaran Atas Dasar Harga Berlaku (ADHB) 5 Tabel

PROSPEK

PEREKONOMIAN

166

Migas Minyak dan gas. Merupakan kelompok lapangan usaha industri yang mencakup

industri minyak dan gas.

Mtm Month to month. Perbandingan antara data satu bulan dengan bulan sebelumnya.

Omzet Nilai penjualan bruto yang diperoleh dari satu kali proses produksi.

PDRB Produk Domestik Regional Bruto. Pendapatan suatu daerah yang mencerminkan

hasil kegiatan ekonomi yang ada di suatu wilayah tertentu dengan menetapkan

tahun 2010 sebagai Tahun Dasar.

Pendapatan Asli

Daerah (PAD)

Pendapatan yang diperoleh dari aktivitas ekonomi suatu daerah seperti hasil pajak

daerah, retribusi daerah, hasil perusahaan milik daerah dan hasil pengelolaan

kekayaan daerah.

Perceived risk Persepsi risiko yang dimiliki oleh investor terhadap kondisi perekonomian sebuah

negara

Qtq Quarter to quarter. Perbandingan antara data satu triwulan dengan triwulan

sebelumnya.

Saldo Bersih Selisih antara persentase jumlah respondenyang memberikan jawaban

jumlah responden yang memberikan jawaban

SBT Saldo Bersih Tertimbang. Nilai yang diperoleh dari hasil perkalian saldo bersih

lapangan usaha/subkategori usaha yang bersangkutan dengan bobot lapangan

usaha/subkategori usaha yang bersangkutan sebagai penimbangnya.

Lapangan usaha

ekonomi dominan

Lapangan usaha ekonomi yang mempunyai nilai tambah besar sehingga

mempunyai pengaruh dominan pada pembentukan PDRB secara keseluruhan.

Volatile food Salah satu disagregasi inflasi, yaitu untuk komoditas yang perkembangan harganya

sangat bergejolak karena faktor-faktor tertentu.

West Texas

Intermediate

Jenis minyak bumi yang menjadi acuan untuk transaksi perdagangan minyak

dunia.

Yoy Year on year. Perbandingan antara data satu tahun dengan tahun sebelumnya.

Page 192: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT · iii Tabel 1.1 Struktur PDRB Provinsi Jawa Barat Berdasarkan Komponen Pengeluaran Atas Dasar Harga Berlaku (ADHB) 5 Tabel

TIM PENYUSUN

PENANGGUNG JAWAB

Wiwiek Sisto Widayat, Ismet Isnono

KOORDINATOR PENYUSUN

Suarpika Bimantoro

EDITOR

Wahyu Ari Wibowo

TIM PENULIS

Rahma Dewi P, Nur Annisa H, Wahyu Putri Pamungkas

KONTRIBUTOR

Fungsi Data Statistik Ekonomi dan Keuangan

Divisi Sistem Pembayaran, Komunikasi dan Layanan Publik

Divisi Pengembangan Ekonomi Daerah

PRODUKSI DAN DISTRIBUSI

Devy Anggraeni Mulyani

KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI JAWA BARAT

Divisi Advisory Ekonomi dan Keuangan Daerah

Jl. Braga No. 108 Bandung, 40111

No. Telp. (022) 4230223 ext. 8290 No. Fax.(022) 4214326

Email : [email protected]

Softcopy dapat diunduh di http://www.bi.go.id/web/id/Publikasi/Ekonomi_Regional/KER/Jabar/

Page 193: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT · iii Tabel 1.1 Struktur PDRB Provinsi Jawa Barat Berdasarkan Komponen Pengeluaran Atas Dasar Harga Berlaku (ADHB) 5 Tabel