kajian ekonomi dan keuangan regional · grafik 1.17 data pengiriman ternak dari pelabuhan...

110
November 2016 KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Provinsi Nusa Tenggara Timur

Upload: vanquynh

Post on 15-Mar-2019

225 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL · Grafik 1.17 Data Pengiriman Ternak dari Pelabuhan Tenau----- 13 Grafik 1.18

November 2016

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Provinsi Nusa Tenggara Timur

Page 2: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL · Grafik 1.17 Data Pengiriman Ternak dari Pelabuhan Tenau----- 13 Grafik 1.18

Untuk informasi lebih lanjut dapat menghubungi

Unit Asesmen Ekonomi dan Keuangan

KPW BI Provinsi NTT

Jl. Tom Pello No. 2 Kupang NTT

[0380] 832-047 ; fax : [0380] 822-103

www.bi.go.id

Page 3: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL · Grafik 1.17 Data Pengiriman Ternak dari Pelabuhan Tenau----- 13 Grafik 1.18

KAJIAN EKONOMI & KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR November 2016|

ii

Kata Pengantar

Sejalan dengan salah satu tugas pokok Bank Indonesia, Kantor Perwakilan Bank

Indonesia Provinsi Nusa Tenggara Timur di daerah memiliki peran yang sangat penting

dalam memberikan kontribusi secara optimal dalam proses formulasi kebijakan moneter.

Secara triwulanan KPw BI Provinsi NTT melakukan pengkajian dan penelitian terhadap

perkembangan perekonomian daerah sebagai masukan kepada Kantor Pusat Bank

Indonesia dalam kaitan perumusan kebijakan moneter tersebut. Selain itu kajian/analisis ini

dimaksudkan untuk memberikan informasi yang diharapkan dapat bermanfaat bagi

eksternal stakeholder setempat, yaitu Pemda, DPRD, akademisi, masyarakat serta

stakeholder lainnya.

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional (KEKR) Provinsi Nusa Tenggara Timur ini

mencakup Ekonomi Makro Regional, Perkembangan Inflasi, Perkembangan Perbankan dan

Sistem Pembayaran, Keuangan Pemerintah, Kesejahteraan serta Prospek Perekonomian

Daerah pada periode mendatang. Dalam menyusun kajian ini digunakan data yang berasal

dari internal Bank Indonesia maupun dari eksternal, dalam hal ini dinas/instansi terkait.

Kami menyadari bahwa dalam penyusunan kajian ini masih terdapat kekurangan,

oleh karena itu kami mengharapkan masukan dari semua pihak untuk meningkatkan

kualitas isi dan penyajian laporan. Akhirnya kami mengucapkan terima kasih kepada semua

pihak yang telah membantu, baik dalam bentuk penyampaian data maupun dalam bentuk

saran, kritik, dan masukan sehingga kajian ini dapat diselesaikan. Kami mengharapkan

kerjasama yang telah terjalin dengan baik selama ini, kiranya dapat terus berlanjut di masa

yang akan datang.

Kupang, November 2016

Kepala Perwakilan Bank Indonesia

Provinsi Nusa Tenggara Timur

Naek Tigor Sinaga

Deputi Direktur

Page 4: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL · Grafik 1.17 Data Pengiriman Ternak dari Pelabuhan Tenau----- 13 Grafik 1.18
Page 5: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL · Grafik 1.17 Data Pengiriman Ternak dari Pelabuhan Tenau----- 13 Grafik 1.18

KAJIAN EKONOMI & KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR November 2016|

iii

Daftar Isi

Halaman Judul ------------------------------------------------------------------------------------------- i Kata Pengantar ------------------------------------------------------------------------------------------ ii Daftar Isi --------------------------------------------------------------------------------------------------- iii Daftar Grafik --------------------------------------------------------------------------------------------- vi Daftar Tabel ---------------------------------------------------------------------------------------------- ix Daftar Gambar ------------------------------------------------------------------------------------------ ix Ringkasan Umum ---------------------------------------------------------------------------------------- x Tabel Indikator Ekonomi Terpilih Provinsi Nusa Tenggara Timur ------------------------------ xiii

BAB I EKONOMI MAKRO REGIONAL 1.1 Kondisi Umum ----------------------------------------------------------------------------- 1 1.2 Perkembangan Ekonomi Sisi Penggunaan ------------------------------------------- 3 1.2.1. Konsumsi --------------------------------------------------------------------------- 4 1.2.2. Pembentukan Modal Tetap Bruto/Investasi --------------------------------- 7 1.2.3. Ekspor dan Impor ----------------------------------------------------------------- 9 1.2.3.1 Ekspor dan Impor Antar Daerah -------------------------------------- 9 1.2.3.2 Ekspor dan Impor Luar Negeri ---------------------------------------- 10 1.3 Perkembangan Ekonomi Sisi Sektoral ------------------------------------------------- 11 1.3.1. Sektor Pertanian, Kehutanan & Perikanan --------------------------------- 12

1.3.2. Sektor Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial --- 14 1.3.3. Sektor Perdagangan Besar dan Eceran, Reparasi Mobil dan Motor ---- 15 1.3.4. Sektor-Sektor Lainnya ------------------------------------------------------------ 17

BOKS 1. Update Perkembangan Penyediaan Kelistrikan di Provinsi NTT ---------- 21

BAB II KEUANGAN DAERAH 2.1 Kondisi Umum ---------------------------------------------------------------------------- 25 2.2 Pendapatan Daerah ---------------------------------------------------------------------- 26 2.3 Belanja Daerah --------------------------------------------------------------------------- 27

2.3.1. Belanja APBN -------------------------------------------------------------------- 30 2.3.2. Belanja Pemerintah provinsi NTT ---------------------------------------------- 30 2.3.3. Belanja Pemerintah Kabupaten/Kota ---------------------------------------- 31

2.4 Dana Pemerintah di Perbankan ------------------------------------------------------ 32

BAB III PERKEMBANGAN INFLASI 3.1. Kondisi Umum -------------------------------------------------------------------------- 34

3.1.1. Inflasi Bulanan -------------------------------------------------------------------- 35 3.2. Inflasi Berdasarkan Komoditas ------------------------------------------------------- 37

3.2.1. Bahan Makanan ------------------------------------------------------------------ 38 3.2.2. Transportasi, Komunikasi dan Jasa Keuangan ----------------------------- 39 3.2.3. Makanan Jadi, Minuman dan Tembakau ----------------------------------- 40 3.2.4. Komoditas Lainnya --------------------------------------------------------------- 40

3.3. Disagregasi Inflasi NTT ----------------------------------------------------------------- 41 3.3.1 Volatile foods ---------------------------------------------------------------------- 41 3.3.2 Administered prices --------------------------------------------------------------- 42 3.3.3 Inflasi Inti (Core) ------------------------------------------------------------------- 42

Page 6: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL · Grafik 1.17 Data Pengiriman Ternak dari Pelabuhan Tenau----- 13 Grafik 1.18

KAJIAN EKONOMI & KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR November 2016|

iv

3.4. Inflasi NTT Berdasarkan Kota --------------------------------------------------------- 43 3.4.1 Inflasi Kota Kupang --------------------------------------------------------------- 43 3.4.2 Inflasi Kota Maumere ------------------------------------------------------------ 44

3.5. Perkiraan Inflasi NTT Triwulan IV 2016 dan Sepanjang Tahun 2016 --------- 45 3.6. Aktivitas Pengendalian Inflasi oleh TPID -------------------------------------------- 46 BOKS 2. Potensi Inflasi Bahan Makanan dan Mitigasi Resiko ------------------------ 48 BOKS 3. Potensi Ancaman Inflasi Daging Ayam Ras di NTT ------------------------- 50 BOKS 4. Roadmap TPID Provinsi NTT : JUPE RUN 10K ------------------------------- 53

BAB IV STABILITAS KEUANGAN DAERAH 4.1. Kondisi Umum ------------------------------------------------------------------------- 57 4.2. Asesmen Kebutuhan Rumah Tangga --------------------------------------------- 58

4.2.1. Sumber Kerentanan dan Kondisi Sektor Rumah Tangga -------------- 58 4.2.2. Eksposur Rumah Tangga di Perbankan ----------------------------------- 59

4.3. Perkembangan Akses Keuangan dan UMKM ------------------------------------ 61 4.3.1. Kondisi Saat Ini dan Prospek Usaha ---------------------------------------- 61 4.3.2. Perkembangan Penyaluran Kredit UMKM -------------------------------- 62 4.3.3. Perkembangan Risiko Kredit UMKM --------------------------------------- 64

4.4. Asesmen Ketahanan Korporasi------------------------------------------------------ 65 4.5. Asesmen Perbankan ------------------------------------------------------------------- 66

4.5.1. Kinerja Bank Umum ----------------------------------------------------------- 66 4.5.2 Kinerja Bank Perkreditan Rakyat --------------------------------------------- 68

BAB V PENYELENGGARAAN SISTEM PEMBAYARAN DAN PENGELOLAAN UANG RUPIAH 5.1. Kondisi Umum -------------------------------------------------------------------------- 69 5.2. Transaksi Pembayaran Tunai --------------------------------------------------------- 70

5.2.1. Aliran Uang Masuk (Inflow) dan Aliran Uang Keluar (Outflow) ----- 70 5.2.2. Perkembangan Uang Tidak Layak Edar (UTLE) -------------------------- 71 5.2.3. Perkembangan Uang Palsu (UPAL) ----------------------------------------- 72

5.3. Transaksi Pembayaran Non Tunai -------------------------------------------------- 73 5.4. Perkembangan Layanan Keuangan Digital --------------------------------------- 73 BOKS 5. LASIANA ---------------------------------------------------------------------------- 74

BAB VI KESEJAHTERAAN DAN KETENAGAKERJAAN 6.1 Kondisi Umum ---------------------------------------------------------------------------- 77 6.2. PERKEMBANGAN TENAGA KERJA -------------------------------------------------- 77

6.2.1 Perkembangan Tenaga Kerja Umum --------------------------------------- 77 6.2.2 Kondisi Ketenagakerjaaan Berdasarkan Sektor -------------------------- 78 6.2.3 Kondisi Ketenagakerjaaan Berdasarkan Tingkat Pendidikan ---------- 79 6.2.4 Kondisi Ketenagakerjaan Menurut Status Pekerjaan-------------------- 80 6.2.5 Kondisi Tenaga Kerja Sektor Industri Manufaktur Besar dan

Sedang --------------------------------------------------------------------------- 81 6.2.6 Perkembangan Upah Minimum Provinsi (UMP) NTT -------------------- 81 6.2.7 Hasil Survei Kegiatan Dunia Usaha (SKDU) -------------------------------- 79

6.3. PERKEMBANGAN KESEJAHTERAAN ------------------------------------------------ 82 6.3.1 Perkembangan Nilai Tukar Petani (NTP)------------------------------------ 82 6.3.2 Survei Konsumen (SK) dan Indeks Tendensi Konsumen (ITK) --------- 83 ---------------------------------------------------------------------------------------------

BAB VI PROSPEK PEREKONOMIAN DAERAH 7.1 Pertumbuhan Ekonomi Provinsi NTT ------------------------------------------------- 84

Page 7: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL · Grafik 1.17 Data Pengiriman Ternak dari Pelabuhan Tenau----- 13 Grafik 1.18

KAJIAN EKONOMI & KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR November 2016|

v

7.1.1 Pertumbuhan Ekonomi NTT Triwulan I 2017 ----------------------------- 84 7.1.1.1 Pertumbuhan Sisi Penggunaan ------------------------------------ 84 7.1.1.2 Pertumbuhan Sisi Sektoral ----------------------------------------- 86

7.1.2 Pertumbuhan Ekonomi NTT Tahun 2017 --------------------------------- 86 7.2 Inflasi ---------------------------------------------------------------------------------------- 88

7.2.1 Inflasi Triwulan-I Tahun 2017 ------------------------------------------------ 88 7.2.2 Inflasi Tahun 2017 -------------------------------------------------------------- 88

Page 8: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL · Grafik 1.17 Data Pengiriman Ternak dari Pelabuhan Tenau----- 13 Grafik 1.18

KAJIAN EKONOMI & KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR November 2016|

vi

DAFTAR GRAFIK Grafik 1.1 PDRB (ADHB) & Pertumbuhan PDRB Tahunan Provinsi NTT dibandingkan Nasional------ ------------------------------------------ 2 Grafik 1.2 PDRB & Pertumbuhan PDRB Provinsi NTT,Bali, NTB & Nasional----- 2 Grafik 1.3 Survei Penjualan Eceran -- -------------------------------------------------- 5 Grafik 1.4 Perkembangan Konsumsi BBM----- --------------------------------------- 5 Grafik 1.5 Indeks Tendensi Konsumen ------------------------------------------------ 5 Grafik 1.6 Perkembangan Konsumsi Listrik Rumah Tangga ---------------------- 5 Grafik 1.7 Indeks Kegiatan Dunia Usaha ---------------------------------------------- 5 Grafik 1.8 Penyaluran Kredit Konsumsi ----------------------------------------------- 5 Grafik 1.9 Perkembangan Survei Konsumen ----------------------------------------- 7 Grafik 1.10 Perkembangan Survei Penjualan Eceran --------------------------------- 7 Grafik 1.11 Proyeksi Indeks Tendensi Konsumen ------------------------------------- 7 Grafik 1.12 Realisasi Konsumsi Semen Provinsi NTT --------------------------------- 9 Grafik 1.13 Perkembangan Peti Kemas ------------------------------------------------- 10 Grafik 1.14 Aktivitas Bongkar Muat ---- ------------------------------------------------ 10 Grafik 1.15 Perkembangan Ekspor dan Impor ----------------------------------------- 11 Grafik 1.16 Negara Tujuan Ekspor ------------------------------------------------------- 11 Grafik 1.17 Data Pengiriman Ternak dari Pelabuhan Tenau ------------------------ 13 Grafik 1.18 Perkembangan Nilai Tukar Petani ----------------------------------------- 13 Grafik 1.19 Perkembangan Kredit Pertanian ------------------------------------------- 13 Grafik 1.20 Perkembangan SKDU Pertanian ------------------------------------------- 13 Grafik 1.21 Proyeksi SKDU Pertanian ---------------------------------------------------- 14 Grafik 1.22 Realisasi Belanja Konsumsi Pemerintah ---------------------------------- 15 Grafik 1.23 Perkembangan Simpanan Pemerintah di Perbankan ----------------- 15 Grafik 1.24 Perkembangan SKDU Sektor Perdagangan ---------------------------- 16 Grafik 1.25 Perkembangan Survei Konsumen ---------------------------------------- 16 Grafik 1.26 Perkembangan Kredit Sektor Perdagangan ---------------------------- 16 Grafik 1.27 Proyeksi SKDU Perdagangan ---------------------------------------------- 16 Grafik 1.28 Perkembangan Tamu Hotel ----------------------------------------------- 17 Grafik 1.29 Perkembangan Penumpang Bandara ----------------------------------- 17 Grafik Boks 1. 1. Perbandingan Rasio Elektrifikasi dan Konsumsi Listrik per

Kapita ------------------------------------------------------------------- 21 Grafik Boks 1.2. Perbandingan Pertumbuhan PDRB Sektor Listrik dan Gas dengan

PDRB -------------------------------------------------------------------- 21 Grafik 2.1 Realisasi Pendapatan dan Belanja Pemerintah Pusat, Provinsi, dan Kabupaten/Kota di Provinsi NTT -------------------------------------- 25 Grafik 2.2 Pangsa Realisasi Sumber Pendapatan APBN ------------------------------ 26 Grafik 2.3 Pangsa Realisasi Sumber Pendapatan APBD Provinsi/Kab-Kota ------ 26 Grafik 2.4 Realisasi Pendapatan Pemerintah Kabupaten/Kota dan Komponennya

Triwulan-III 2016 -------------------------------------------------------------- 27 Grafik 2.5 Pangsa Belanja Kabupaten/ Kota ------------------------------------------ 28 Grafik 2.6 Perkembangan Realisasi Belanja -------------------------------------------- 29 Grafik 2.7 Perkembangan Realisasi Belanja Modal ----------------------------------- 29 Grafik 2.8 Realisasi Belanja APBN dan APBD Provinsi dan Kab/Kota NTT -------- 29 Grafik 2.9 Pangsa Realisasi Belanja Konsumsi APBN Pemerintah dan APBD ---- 31 Grafik 2.10 Realisasi Belanja dan Komponennya Pemerintah Provinsi, dan Kab/Kota di NTT ----------------------------------------------------------- 32 Grafik 2.11 Dana Pihak Ketiga Pemerintah di Perbankan NTT --------------------- 33

Page 9: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL · Grafik 1.17 Data Pengiriman Ternak dari Pelabuhan Tenau----- 13 Grafik 1.18

KAJIAN EKONOMI & KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR November 2016|

vii

Grafik 3.1 Inflasi Tahunan Provinsi NTT dan Nasional ------------------------------- 35 Grafik 3.2 Perbandingan Inflasi 5 regional di Indonesia ----------------------------- 37 Grafik 3.3 Perbandingan Inflasi di wilayah Bali dan Nusa Tenggara -------------- 37 Grafik 3.4 Inflasi Kelompok Komoditas Bahan Makanan secara Triwulanan, Tahunan dan Bulanan ----------------------------------------- 39 Grafik 3.5 Inflasi Kelompok Komoditas Bahan Makanan per Sub Kelompok Komoditas ---------------------------------------------------------- 39 Grafik 3.6 Inflasi Kelompok Komoditas Transportasi, Komunikasi dan Jasa Keuangan secara Triwulanan, Tahunan dan Bulanan ------ 39 Grafik 3.7 Inflasi Kelompok Komoditas Transportasi, Komunikasi dan Jasa Keuangan per Sub Kelompok Komoditas -------------------- 39 Grafik 3.8 Inflasi Kelompok Komoditas Makanan Jadi,Minuman dan Tembakau secara Triwulanan, Tahunan dan Bulanan ----------------- 40 Grafik 3.9 Inflasi Kelompok Komoditas Komoditas Makanan Jadi,Minuman Dan Tembakau per Sub Kelompok Komoditas ------------------------- 40 Grafik 3.10 Disagregasi Inflasi dan Sumbangan Inflasi Tahunan Provinsi Nusa Tenggara Timur --------------------------------------------- 41 Grafik 3.11 Ekspektasi Harga Konsumen 3 dan 6 Bulan ke Depan --------------- 43 Grafik 3.12 Inflasi Tahunan Kota Kupang --------------------------------------------- 44 Grafik 3.13 Inflasi Tahunan Kota Maumere ------------------------------------------- 45 Grafik Boks 2.1. Pola Pergerakan Inflasi Kelompok Komoditas Bahan Makanan

dalam 7 Tahun terakhir --------------------------------------------- 48 Grafik Boks 2.2. Perbandingan Andil Inflasi 14 Komoditas Bahan Makanan

dibandingkan Inflasi Umum di Provinsi NTT -------------------- 48 Grafik Boks 3.1. Inflasi Daging Ayam Bulanan dibandingkan Data Survei

Pemantauan Harga --------------------------------------------------- 50 Grafik Boks 3.2. Harga Daging Ayam Bulanan SPH dibandingkan Estimasi Harga

Inflasi -------------------------------------------------------------------- 50 Grafik Boks 4.1. 31 Komoditas Penyumbang Inflasi Utama di NTT --------------- 54 Grafik 4.1 Kontribusi Konsumsi RT terhadap Agregat ------------------------------- 58 Grafik 4.2 IKK, IKE dan IEK ---------------------------------------------------------------- 58 Grafik 4.3 Indeks Pengeluaran Berdasarkan Kelompok Komoditas --------------- 59 Grafik 4.4 Indeks Sikap Masyarakat Terhadap Kasus Kejahatan Perbankan ---- 59 Grafik 4.5 Pangsa DPK Rumah Tangga dan Non Rumah Tangga ----------------- 60 Grafik 4.6 Pertumbuhan DPK ------------------------------------------------------------- 60 Grafik 4.7 Preferensi DPK Rumah Tangga ---------------------------------------------- 60 Grafik 4.8 Pertumbuhan DPK Rumah Tangga ----------------------------------------- 60 Grafik 4.9 Kredit Rumah Tangga --------------------------------------------------------- 61 Grafik 4.10 Pertumbuhan DPK Rumah Tangga --------------------------------------- 61 Grafik 4.11 Perkembangan Dunia Usaha ----------------------------------------------- 62 Grafik 4.12 Kondisi Keuangan ------------------------------------------------------------ 62 Grafik 4.13 Pertumbuhan Kredit UMKM ----------------------------------------------- 63 Grafik 4.14 NPL UMKM -------------------------------------------------------------------- 63 Grafik 4.15 Pertumbuhan Kredit UMKM Berdasarkan Jenis Usaha --------------- 63 Grafik 4.16 Pertumbuhan Kredit UMKM 7 Sektor Ekonomi------------------------ 64 Grafik 4.17 NPL UMKM Berdasarkan Jenis Usaha ------------------------------------ 65 Grafik 4.18 NPL UMKM 3 Sektor --------------------------------------------------------- 65 Grafik 4.19 Pertumbuhan Tahunan Kredit Korporasi -------------------------------- 65 Grafik 4.20 NPL Kredit Sektor Korporasi ------------------------------------------------ 65 Grafik 4.21 NPL Kredit 2 Sektor Korporasi --------------------------------------------- 66 Grafik 4.22 Pertumbuhan DPK (yoy) dan Kredit (yoy) -------------------------------- 67

Page 10: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL · Grafik 1.17 Data Pengiriman Ternak dari Pelabuhan Tenau----- 13 Grafik 1.18

KAJIAN EKONOMI & KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR November 2016|

viii

Grafik 4.23 Perkembangan LDR ---------------------------------------------------------- 67 Grafik 4.24 BOPO dan ROA Bank Umum ----------------------------------------------- 68 Grafik 4.25 LDR dan CAR BPR ------------------------------------------------------------ 68 Grafik 4.26 BOPO, ROA, NPL BPR -------------------------------------------------------- 68 Grafik 5.1 Perkembangan Transaksi Tunai --------------------------------------------- 70 Grafik 5.2 Perkembangan Transaksi Kliring -------------------------------------------- 70 Grafik 5.3 Perkembangan Inflow, Outflow dan UTLE -------------------------------- 71 Grafik 5.4 Perkembangan Arus Uang Tunai (Inflow-Outflow) --------------------- 71 Grafik 5.5 Perkembangan UTLE di Provinsi NTT --------------------------------------- 72 Grafik 5.6 Perkembangan UPAL di Provinsi NTT -------------------------------------- 72 Grafik Boks 5.1. Kegiatan Pemusnahan Uang ---------------------------------------- 76 Grafik Boks 5.2. Frekuensi Kegiatan Kas Keliling dan Dropling ------------------- 76 Grafik Boks 5.3. Selisih Lebih dan Kurang Setoran Bank ---------------------------- 76 Grafik 6.1 Perbandingan Tingkat Pengangguran Provinsi NTT dan Nasional --- 78 Grafik 6.2 Sepuluh Provinsi dengan Prosentase Pengangguran Terendah ------ 78 Grafik 6.3 Perbandingan Jumlah Angkatan Kerja, Pekerja dan Penganggur di

Provinsi NTT --------------------------------------------------------------------- 79 Grafik 6.4 Tren Penyerapan Tenaga Kerja Per-Sektor ------------------------------- 79 Grafik 6.5 Struktur Tenaga Kerja di NTT Bulan Agustus 2016 -------------------- 79 Grafik 6.6 Pertumbuhan Tenaga Kerja dan Angkatan Kerja ----------------------- 79 Grafik 6.7 Perkembangan Pengangguran Berdasarkan Tingkat Pendidikan --- 80 Grafik 6.8 Perkembangan Angkatan Kerja dan Pekerja Menurut Tingkat

Pendidikan ---------------------------------------------------------------------- 80 Grafik 6.9 Perkembangan Struktur Tenaga Kerja Menurut Status Pekerjaan - 81 Grafik 6.10 Perkembangan Status Pekerjaan Masyarakat -------------------------- 81 Grafik 6.11 Presentase Penyerapan Tenaga Kerja Industri Manufaktur Sedang dan Besar ------------------------------------------------------------ 81 Grafik 6.12 Perkembangan Produktivitas Industri Manufaktur Besar dan Sedang -------------------------------------------------------------------------- 81 Grafik 6.13 Perkembangan Upah Minimum Provinsi NTT -------------------------- 82 Grafik 6.14 Perkembangan Indeks Tenaga Kerja SKDU ---------------------------- 82 Grafik 6.15 Perkembangan Nilai Tukar Petani ---------------------------------------- 83 Grafik 6.16 Perkembangan Nilai Tukar Petani Per Sektor --------------------------- 83 Grafik 6.17 Perkembangan Survei Konsumen-BI dan Indeks Tendensi

Konsumen-BPS --------------------------------------------------------------- 83 Grafik 7.1 Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi NTT Triwulan-I 2017 --------------- 85 Grafik 7.2 Survei Konsumen -------------------------------------------------------------- 85 Grafik 7.3. Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi NTT Tahun 2017 --------------------- 87

Grafik 7.4 Prediksi Inflasi Tw I 2017 dan 2017 --------------------------------------- 89

Page 11: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL · Grafik 1.17 Data Pengiriman Ternak dari Pelabuhan Tenau----- 13 Grafik 1.18

KAJIAN EKONOMI & KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR November 2016|

ix

DAFTAR TABEL Tabel 1.1 PDRB Provinsi NTT Berdasarkan Pengeluaran Tw-III 2016 ----------- 3 Tabel 1.2 PDRB Komponen Konsumsi Rumah Tangga Provinsi NTT Triwulan III-

2016 ----------------------------------------------------------------------------- 4 Tabel 1.2 PDRB Komponen Konsumsi Rumah Tangga Provinsi NTT Triwulan III-

2016 ----------------------------------------------------------------------------- 4 Tabel 1.3. PDRB Komponen Konsumsi Pemerintah Provinsi NTT Triwulan III

2016 ------------------------------------------------------------------------------ 6 Tabel 1.4. PDRB Komponen PMTB/Investasi Provinsi NTT Triwulan III-2016 --- 8 Tabel 1.5. Realisasi Investasi Modal Asing & Penanaman Modal Dalam Negeri 9 Tabel 1.6. PDRB Provinsi NTT Berdasarkan Sektor Ekonomi Triwulan III-2016 - 12 Tabel Boks 1.1. Progres Pembangunan Pembangkit dan Permasalahan yang

Dihadapi ------------------------------------------------------------------ 23 Tabel 2.1 Realisasi Belanja APBN dan APBD Provinsi dan Kabupaten /Kota di Provinsi NTT ------------------------------------------------------------------ 29 Tabel 2.2. Komposisi DPK Pemerintah di NTT ---------------------------------------- 33 Tabel 2.3 Ringkasan Realisasi Pendapatan dan Belanja Pemerintah Pusat, Provinsi dan Kabupaten/Kota di Provinsi NTT ------------------- 33 Tabel 3.1 10 Komoditas Utama Penyumbang Inflasi Tahunan di Provinsi NTT 35 Tabel 3.2 Komoditas Penyumbang Inflasi Utama di Provinsi NTT --------------- 36 Tabel 3.3 Komoditas Penyumbang Deflasi Utama di Provinsi NTT -------------- 37 Tabel 3.5 Inflasi di Kota Kupang berdasarkan Kelompok Komoditas ---------- 44 Tabel 3.6 Inflasi di Kota Maumere berdasarkan Kelompok Komoditas -------- 45 Tabel Boks 2.1. Rencana Masa Tanam dan Masa Panen Komoditas Utama

Penyumbang Inflasi di Provinsi NTT tahun 2016 ----------------- 49 Tabel 5.1.Perkembangan Kegiatan KPw BI Provinsi NTT --------------------------- 72 Tabel Boks 5.1. Realisasi Kegiatan Perkasan Bank Indonesia di tahun 2016 --- 76

DAFTAR GAMBAR

Gambar Boks 1.1. Peta Penyediaan Listrik dan Rencana Transmisi Kelistrikan di

Provinsi NTT ----------------------------------------------------------- 22 Gambar 2.1. Realisasi Belanja Modal Kabupaten/Kota di Provinsi Nusa Tenggara

Timur -------------------------------------------------------------------------- 32 Gambar 3.1 Kegiatan TPID Provinsi NTT Triwulan III 2016 dan Sebaran Pembentukan TPID ---------------------------------------------------------- 48 Gambar Boks 3.1 Peta Produksi, Distribusi dan Estimasi Kebutuhan Daging Ayam

Ras di NTT -------------------------------------------------------------- 51 Gambar Boks 4.1. Alur Pikir Road Map TPID Provinsi NTT ------------------------- 54 Gambar Boks 4.2. Strategi Pengendalian Inflasi di Provinsi NTT ------------------ 55 Gambar Boks 5.1. Peta Kas Titipan dan Jalur Distribusi Uang di NTT ----------- 74 Gambar Boks 5.2. Bagan Inovasi Perkasan di KPwBI Provinsi NTT ---------------- 75

Page 12: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL · Grafik 1.17 Data Pengiriman Ternak dari Pelabuhan Tenau----- 13 Grafik 1.18
Page 13: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL · Grafik 1.17 Data Pengiriman Ternak dari Pelabuhan Tenau----- 13 Grafik 1.18

KAJIAN EKONOMI & KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR November 2016|

x

Ringkasan Umum

KER Provinsi Nusa Tenggara Timur

November 2016

EKONOMI MAKRO REGIONAL

Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Provinsi NTT pada triwulan III-2016

mencapai Rp 21,98 triliun dengan pertumbuhan tahunan sebesar 5,14% (yoy),

melambat dibandingkan triwulan II-2016 yang sebesar 5,36% (yoy). Namun angka

tersebut masih lebih tinggi dibandingkan nasional yang tumbuh sebesar 5,02% (yoy).

Perlambatan terutama berasal dari konsumsi pemerintah yang mengalami kontraksi

sebesar -29,6% (yoy) seiring dengan adanya penghematan anggaran oleh pemerintah

dan adanya penundaan realisasi Dana Alokasi Umum (DAU). Sementara itu,

pertumbuhan ekonomi triwulan III terutama didukung oleh peningkatan konsumsi

rumah tangga seiring pendapatan masyarakat paska gaji ke-13 dan ke-14 di akhir bulan

Juni, panen komoditas perkebunan dan didukung oleh momen libur keagamaan serta

liburan sekolah. Selain itu didukung pula pertumbuhan investasi yang masih tercatat

tumbuh positif.

Di sisi lain, pertumbuhan ekonomi Provinsi NTT pada triwulan-IV diperkirakan

akan cukup stabil dengan kisaran 5-5,4% (yoy) yang didorong oleh percepatan belanja

pemerintah serta konsumsi masyarakat menjelang natal dan liburan sekolah. Secara

keseluruhan, pertumbuhan ekonomi pada tahun 2016 akan mengalami sedikit

peningkatan dibandingkan tahun 2015 yang sebesar 5,02% (yoy) dan berada pada

rentang 5-5,4% (yoy) terutama berasal dari peningkatan konsumsi masyarakat secara

umum dan pertumbuhan investasi.

KEUANGAN PEMERINTAH DAERAH

Perkembangan realisasi pendapatan pemerintah di Provinsi NTT pada triwulan III-

2016 mencapai Rp 18,41 triliun atau telah mencapai 74,39% dari pagu rencana

pendapatan tahun 2016 sebesar Rp 24,75 triliun. Di sisi lain, terjadi penyesuaian pagu

belanja pemerintah sebesar Rp 975,45 miliar di triwulan III yang terutama didorong

langkah penghematan anggaran APBN oleh pemerintah pusat. Sementara itu, realisasi

belanja pemerintah tercatat baru mencapai Rp 18,21 triliun atau 53,39% dari pagu

belanja tahun 2016 sebesar Rp 34,11 triliun. Pangsa realisasi belanja masih didominasi

oleh belanja pegawai sebesar 46,11% serta belanja barang dan jasa (19,59%),

sementara belanja modal hanya sebesar 17,31%.

Page 14: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL · Grafik 1.17 Data Pengiriman Ternak dari Pelabuhan Tenau----- 13 Grafik 1.18

KAJIAN EKONOMI & KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR November 2016|

xi

PERKEMBANGAN INFLASI

Inflasi Provinsi NTT pada triwulan III 2016 mengalami penurunan yaitu dari 5,02

(yoy) pada triwulan II 2016 menjadi sebesar 3,07% (yoy) di triwulan III 2016. atau relatif

sama dengan inflasi nasional yang sebesar 3,07% (yoy). Pencapaian tersebut terutama

didorong deflasi yang terjadi pada bulan Juli, Agustus dan September 2016 seiring

menurunnya inflasi bahan makanan sebagai dampak peningkatan pasokan komoditas

ikan segar, sayur-sayuran dan bumbu-bumbuan. Penurunan juga didukung oleh

turunnya permintaan angkutan udara paska hari raya Idul Fitri dan libur sekolah.

Berdasarkan perkembangan terakhir pada bulan Oktober 2016, Provinsi NTT

kembali mengalami inflasi namun relatif terjaga yaitu hanya sebesar 0,19% (mtm).

Namun demikian, Potensi inflasi tinggi diperkirakan dapat terjadi pada bulan November

dan Desember 2016 seiring dampak cuaca yang berpotensi mengurangi pasokan ikan

segar, sayur-sayuran, dan bumbu-bumbuan serta potensi kenaikan harga daging ayam

ras seiring Hari Raya Natal dan Tahun baru sebagai dampak lanjutan dari kurangnya

suplai day old chick (DOC) di seluruh NTT. Hingga akhir tahun 2016, inflasi diperkirakan

berada pada kisaran 2,4%-2,8% (yoy).

PERKEMBANGAN STABILITAS KEUANGAN

Kondisi Stabilitas Sistem Keuangan (SSK) Daerah Provinsi NTT pada triwulan

laporan tercatat mengalami penurunan terutama berasal dari beberapa indikator seperti

kredit UMKM yang mengalami peningkatan Non Performing Loan (NPL) serta adanya

penurunan pada kredit korporasi. Namun secara umum kondisi SSK masih cukup

terjaga. Hal ini terlihat dari indikator survei konsumen yang menunjukkan peningkatan

optimisme masyarakat pada ekspektasi ekonomi kedepan serta kinerja industri

perbankan secara umum yang masih positif.

PERKEMBANGAN SISTEM PEMBAYARAN

Transaksi sistem pembayaran tunai pada triwulan III 2016 mengalami

perlambatan antara lain disebabkan oleh selain perlambatan aktivitas ekonomi paska

pemotongan DAU di 5 pemda, juga disebabkan oleh tingginya pembayaran gaji ke-13

dan 14 serta tunjangan hari raya yang persiapan pembayarannya telah dilakukan pada

triwulan sebelumnya. Sementara itu, transaksi pembayaran non tunai masih tumbuh

cukup tinggi walaupun relatif melambat dibanding triwulan sebelumnya.

KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN

Page 15: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL · Grafik 1.17 Data Pengiriman Ternak dari Pelabuhan Tenau----- 13 Grafik 1.18

KAJIAN EKONOMI & KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR November 2016|

xii

Perkembangan ketenagakerjaan dan kesejahteraan di Provinsi NTT menunjukkan

angka perbaikan yang terlihat dari penurunan TPT dan indikator survei Badan Pusat

Statistik (BPS) dan Bank Indonesia (BI) yang menunjukkan peningkatan. Berdasarkan

data BPS, angka pengangguran pada bulan Agustus 2016 tercatat sebesar 76.580

orang menurun dibandingkan Februari 2016 yang sebesar 87.699 orang yang didukung

oleh cukup tingginya penerapan tenaga kerja pada sektor industri dan jasa

kemasyarakatan.

Sementara itu, Indikator kesejahteraan pada triwulan-III 2016 juga menunjukkan

perbaikan melalui peningkatan Nilai Tukar Petani seiring kenaikan pendapatan pada

sektor Tanaman Padi-Palawija serta Tanaman Perkebunan Rakyat. Kenaikan juga

didukung hasil Survei Konsumen-BI yang menunjukkan peningkatan angka indeks

penghasilan yang didapatkan masyarakat.

PROSPEK PEREKONOMIAN

Pertumbuhan ekonomi NTT triwulan-I 2017 diperkirakan didorong oleh sektor

perdagangan dan administrasi pemerintahan seiring kegiatan pilkada di daerah di

Provinsi NTT pada bulan Februari 2017. Sementara itu, peningkatan pertumbuhan

ekonomi pada tahun 2017 didukung oleh pertumbuhan positif pada sektor pertanian,

serta peningkatan pertumbuhan pada sektor konstruksi, perdagangan besar dan eceran

serta administrasi pemerintahan.

Dari sisi inflasi, tren harga yang cukup rendah pada tahun 2016 diperkirakan

berdampak pada peningkatan harga komoditas bahan makanan. Selain itu, kondisi

cuaca yang kurang baik di awal tahun juga dapat berpengaruh pada kondisi pasokan

bahan makanan (sayur-sayuran dan ikan segar) sehingga proyeksi inflasi pada triwulan-I

2017 diperkirakan berada pada rentang 3,5-3,9% (yoy). Sementara itu, inflasi akhir

tahun 2017 berada pada rentang 4,4-4,8% (yoy) seiring dengan kenaikan harga

komoditas bahan makanan dan adanya potensi tekanan inflasi pada kelompok

administered prices, baik listrik maupun bahan bakar minyak.

Page 16: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL · Grafik 1.17 Data Pengiriman Ternak dari Pelabuhan Tenau----- 13 Grafik 1.18

KAJIAN EKONOMI & KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR November 2016|

xiii

Tabel Indikator Ekonomi Terpilih Provinsi Nusa Tenggara Timur

I. EKONOMI MAKRO REGIONAL

2015 2015

%yoy*) III II III % qtq**) %yoy***)

Berdasarkan Sektor/ Lapangan Usaha (Harga Berlaku)

Produk Domestik Regional Bruto (Harga Berlaku) 68,598.5 76,432.5 5.02 20,021.6 20,692.8 21,979.9 5.44 5.14

Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan 20,447.4 22,665.7 2.93 6,039.3 5,975.6 6,368.2 5.21 1.79

Pertambangan dan Penggalian 1,070.3 1,307.6 6.42 350.6 352.8 394.4 11.63 7.14

Industri Pengolahan 843.7 940.9 5.23 243.5 250.9 265.4 5.01 4.83

Pengadaan Listrik dan Gas 31.8 40.0 10.19 9.2 12.7 13.9 3.79 19.08

Pengadaan Air, Pengelolaan Sampah, Limbah dan Daur Ulang 45.5 47.2 2.07 12.3 12.1 12.8 4.15 -1.04

Konstruksi 7,096.0 7,908.2 5.22 2,051.7 2,207.5 2,405.3 8.85 9.90

Perdagangan Besar dan Eceran; Reparasi Mobil dan Sepeda Motor 7,296.7 8,274.0 6.09 2,176.8 2,271.2 2,464.5 8.28 8.48

Transportasi dan Pergudangan 3,566.9 3,976.0 5.49 1,014.8 1,099.2 1,186.0 4.43 8.37

Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum 422.4 487.1 6.17 127.3 137.7 148.2 7.19 11.57

Informasi dan Komunikasi 5,134.4 5,477.4 7.14 1,416.9 1,414.7 1,511.0 7.30 6.41

Jasa Keuangan dan Asuransi 2,698.9 2,995.5 5.76 781.3 843.5 842.2 -1.77 4.38

Real Estate 1,860.9 2,054.3 3.85 539.7 538.5 567.4 5.33 2.21

Jasa Perusahaan 210.9 235.5 4.61 61.3 61.5 66.4 5.04 1.60

Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib 8,392.7 9,399.6 7.09 2,461.3 2,639.6 2,721.1 3.42 4.19

Jasa Pendidikan 6,568.2 7,367.7 4.85 1,904.1 1,989.4 2,107.1 4.13 5.09

Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial 1,414.6 1,616.4 5.52 413.7 448.6 456.3 1.10 5.52

Jasa lainnya 1,497.0 1,639.5 3.72 417.8 437.4 449.9 2.14 3.47

Berdasarkan Permintaan / Penggunaan (Harga Berlaku)

Produk Domestik Regional Bruto (Harga Berlaku) 68,598.5 76,432.5 5.02 20,021.6 20,692.8 21,979.9 5.44 5.14

1. Konsumsi Rumah Tangga 50,952.8 56,027.9 6.33 14,448.8 15,290.1 15,792.4 5.37 7.60

2. Konsumsi Lembaga Non Profit (LNPRT) 2,323.8 2,539.4 4.49 671.5 631.3 677.2 7.83 -2.05

3. Konsumsi Pemerintah 20,592.3 23,705.4 7.97 7,655.1 5,521.4 5,539.7 0.11 -29.46

4. Pembentukan Modal Tetap Bruto 26,693.0 32,505.8 17.19 8,467.2 9,046.6 9,676.6 5.62 3.15

5. Perubahan Inventori 1,024.3 967.6 -15.22 417.2 131.5 136.7 3.14 -69.30

6. Ekspor Luar Negeri 1,382.3 1,608.8 19.99 506.8 354.1 340.4 -3.58 -36.84

7. Impor Luar Negeri 527.2 261.5 -54.99 60.2 74.3 80.3 8.38 40.87

8. Net Ekspor Antar Daerah (Impor) -33,842.9 -40,660.9 18.66 -12,084.8 -10,207.9 -10,102.8 2.81 -16.52

Data Ekspor Impor di Provinsi NTT

Ekspor

Nilai Ekspor Nonmigas (ribu USD) 18,410 24,018 30.46 6,333 6,670 6,977 4.61 10.17

Volume Ekspor Nonmigas (ton) 61,410 83,016 35.18 27,751 24,971 33,102 32.56 19.28

Impor

Nilai Impor Nonmigas (ribu USD) 26,013 5,352 -79.43 93 38 3,388 8835.88 3558.96

Volume Impor Nonmigas (ton) 76,708 3,042 -96.03 511 70 614 770.71 20.23

Ket: Dalam Rp Miliar (ADHB)

*) Total Pertumbuhan 2015 dibandingkan 2014

**) Pertumbuhan Q3 2016 dibandingkan Q2 2016

***) Pertumbuhan Q3 2016 dibandingkan Q3 2015

****) Untuk mengukur pertumbuhan digunakan PDRB Harga Konstan

INDIKATOR 2014 20152016

II. INFLASI

I II III IV I II III IV I II III OKT

Indeks Harga Konsumen

NTT 112.52 113.27 113.15 119.15 118.59 120.07 120.78 125.02 124.56 126.10 124.48 124.72

- Kota Kupang 112.91 113.63 113.50 120.06 119.47 121.09 121.54 126.15 125.64 127.42 125.41 125.63

- Maumere 110.00 110.93 110.85 113.20 112.81 113.42 115.77 117.60 117.50 117.47 118.41 118.72

Laju Inflasi Tahunan (yoy %)

NTT 7.78 8.10 4.13 7.76 5.39 6.01 6.74 4.92 5.04 5.02 3.07 2.93

- Kota Kupang 7.99 8.31 4.27 8.32 5.81 6.57 7.08 5.07 5.16 5.23 3.18 2.98

- Maumere 6.39 6.70 3.19 4.00 2.55 2.24 4.44 3.89 4.16 3.57 2.28 2.59

2016INDIKATOR

2014 2015

Page 17: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL · Grafik 1.17 Data Pengiriman Ternak dari Pelabuhan Tenau----- 13 Grafik 1.18

KAJIAN EKONOMI & KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR November 2016|

xiv

II. PERBANKAN

I II III IV I II III IV I II III

A. Bank Umum Konvensional dan Syariah (dalam Rp. Miliar kecuali dinyatakan lain)

1. Total Aset 25,600 28,602 23,316 26,398 27,114 25,600 29,877 32,778 32,750 28,602 30,931 32,321 30,327

2. DPK 18,367 21,478 16,804 18,465 18,895 18,367 19,648 21,581 22,341 21,478 21,945 23,829 22,405

- Giro 3,634 4,372 3,954 5,310 5,015 3,634 5,412 6,290 6,537 4,372 5,604 6,429 5,059

- Tabungan 10,306 11,933 8,515 8,475 8,959 10,306 9,046 9,106 9,644 11,933 10,449 11,150 11,063

- Deposito 4,427 5,173 4,336 4,680 4,922 4,427 5,190 6,186 6,159 5,173 5,893 6,250 6,283

3. Kredit Berdasarkan Lokasi Proyek 17,698 20,284 15,695 16,587 17,153 17,698 17,843 18,908 19,742 20,284 20,525 21,731 22,383

- Modal Kerja 5,261 6,110 4,385 4,822 5,061 5,261 5,260 5,698 6,072 6,110 6,127 6,693 7,050

- Investasi 1,536 1,650 1,343 1,443 1,443 1,536 1,533 1,641 1,570 1,650 1,567 1,696 1,661

- Konsumsi 10,900 12,524 9,968 10,322 10,649 10,900 11,049 11,569 12,100 12,524 12,830 13,342 13,672

4. Kredit Berdasarkan Lokasi Kantor Cabang 17,094 19,492 15,071 15,947 16,532 17,094 17,226 18,198 18,897 19,492 19,556 20,845 21,508

- Modal Kerja 5,252 5,922 4,322 4,742 5,008 5,252 5,218 5,626 5,848 5,922 5,748 6,409 6,764

- Investasi 1,309 1,381 1,115 1,201 1,235 1,309 1,318 1,359 1,338 1,381 1,317 1,442 1,472

- Konsumsi 10,534 12,189 9,634 10,004 10,289 10,534 10,690 11,212 11,710 12,189 12,491 12,995 13,272

LDR (%) 93.1% 90.8% 89.7% 86.4% 87.5% 93.1% 87.7% 84.3% 84.6% 90.8% 89.1% 87.5% 96.0%

Kredit UMKM 5,329 6,301 4,324 4,922 5,176 5,329 5,422 5,814 6,180 6,301 6,395 6,933 7,308

B. Bank Perkreditan Rakyat (BPR) (dalam Rp. Miliar kecuali dinyatakan lain)

Total Aset 415 510 343 355 374 415 437 454 482 510 535 545 572

Dana Pihak Ketiga 309 381 250 257 275 309 311 331 353 381 403 412 434

Kredit Berdasarkan Lokasi Kantor Cabang 319 366 270 294 306 319 330 349 354 366 368 389 421

LDR (%) 79.4% 76.7% 82.6% 85.6% 84.1% 79.4% 80.5% 82.4% 80.5% 76.70% 77.6% 79.8% 77.9%

C. Grand Total (A+B) (dalam Rp. Miliar kecuali dinyatakan lain)

1. Total Aset 26,016 29,112 23,660 26,753 27,487 26,016 30,314 33,233 33,232 29,112 31,466 32,866 30,900

2. Dana Pihak Ketiga 18,676 21,859 17,055 18,723 19,170 18,676 19,959 21,912 22,694 21,859 22,348 24,241 22,839

3. Pembiayaan berdasarkan Lokasi Kantor Cabang 17,413 19,849 15,341 16,241 16,838 17,413 17,556 18,546 19,250 19,858 19,924 21,235 21,929

D. Pangsa BPR Terhadap Grand Total

1. Total Aset (%) 1.6% 1.8% 1.5% 1.3% 1.4% 1.6% 1.4% 1.4% 1.4% 1.8% 1.7% 1.7% 1.9%

2. Dana Pihak Ketiga (%) 1.7% 1.7% 1.5% 1.4% 1.4% 1.7% 1.6% 1.5% 1.6% 1.7% 1.8% 1.7% 1.9%

3. Pembiayaan berdasarkan Lokasi Kantor Cabang (%) 1.8% 1.8% 1.8% 1.8% 1.8% 1.8% 1.9% 1.9% 1.8% 1.8% 1.8% 1.8% 1.9%

III. SISTEM PEMBAYARAN

I II III IV I II III IV I II III

Transaksi Tunai

Inflow (Rp. Triliun) 3.4 3.7 1.4 0.7 0.8 0.5 1.8 0.5 0.8 0.5 1.8 0.7 0.9

Outflow (Rp. Triliun) 4.6 5.6 0.3 0.8 1.3 2.1 0.4 0.9 1.7 2.6 0.3 1.7 1.3

Uang Palsu (lembar) 72 1098 14 11 39 8 27 966 52 53 25 89 38

Transaksi Non Tunai

Nominal Transaksi BI-RTGS (Rp. Triliun) 92.71 136 14.18 13.05 29.84 35.63 34.61 43.75 41.55 15.84 8.69 6.76 0.00

Volume Transaksi BI-RTGS (lembar warkat) 33,747 21,758 7,809 7,868 8,776 9,294 5,984 6,086 5,877 3,811 323 335 0.00

Kliring

Nominal Kliring Penyerahan (Rp. Triliun) 3.79 6.32 0.84 0.85 0.91 1.19 0.99 0.93 1.38 3.01 3.11 3.36 2.81

Volume Perputaran Kliring Penyerahan (lembar warkat) 152,284 201,975 34,677 36,188 37,809 43,610 39,971 40,708 48,453 72,843 67,315 75,723 73,560

Cek/BG Kosong 897 1,203 179 175 276 267 300 254 342 307 229 247 244

BI-RTGS

To NTT

2016INDIKATOR 2014

20152015

2014

INDIKATOR2014

2014 201520162015

Page 18: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL · Grafik 1.17 Data Pengiriman Ternak dari Pelabuhan Tenau----- 13 Grafik 1.18
Page 19: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL · Grafik 1.17 Data Pengiriman Ternak dari Pelabuhan Tenau----- 13 Grafik 1.18

| Bab I - Ekonomi Makro Regional 1

EKONOMI MAKRO REGIONAL

Pertumbuhan ekonomi Provinsi NTT pada triwulan-III 2016 mengalami

pertumbuhan namun cenderung melambat dibandingkan triwulan II-2016.

Pertumbuhan ekonomi Provinsi NTT triwulan III-2016 tercatat sebesar 5,14% (yoy)

melambat dibandingkan triwulan II-2016 yang sebesar 5,36% (yoy). Namun angka

tersebut masih lebih tinggi dibandingkan nasional yang tumbuh sebesar 5,02%

(yoy).

Dari sisi penggunaan, pertumbuhan terutama didorong oleh konsumsi rumah

tangga, sementara dari sisi sektoral didorong oleh Sektor Kontruksi dan sektor

Perdagangan Besar dan Eceran, Reparasi Mobil dan Sepeda Motor.

Sementara itu, tracking pertumbuhan ekonomi pada triwulan IV diperkirakan

mengalami pertumbuhan yang positif. Di sisi lain secara keseluruhan, pertumbuhan

ekonomi Provinsi NTT tahun 2016 diperkirakan berada pada kisaran 5-5,4% (yoy)

dan berada pada titik lebih tinggi dibandingkan tahun 2015 yang sebesar 5,02%

(yoy).

1.1 Kondisi Umum

Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Provinsi NTT pada triwulan III-

2016 mencapai Rp 21,98 triliun dan mencatat pertumbuhan sebesar 5,14%

(yoy). Dari sisi penggunaan, pertumbuhan ekonomi didorong oleh konsumsi rumah

tangga yang tumbuh sebesar 7,6%(yoy). Pertumbuhan ini terutama disumbang oleh

konsumsi perumahan dan perlengkapan rumah tangga yang tumbuh sebesar 16,55%

(yoy) dan diperkirakan turut disebabkan oleh masih tingginya belanja masyarakat paska

pemberian gaji 13 dan 14 di akhir bulan Juni, adanya panen komoditas perkebunan

seperti jambu mete dan kakao, serta dorongan kegiatan proyek yang membuka

lapangan pekerjaan baru bagi masyarakat. Adanya kegiatan pameran REI Expo 2016 di

kota Kupang juga mendorong belanja di bidang perumahan. Pertumbuhan cukup

tinggi juga terjadi pada komponen restoran dan hotel sebesar 52,05% (yoy) yang

ditunjang beberapa kegiatan bersifat nasional di NTT, seperti Hari Keluarga Nasional

(Harganas), Expo Alor X dan Sunda Kecil Expo. Di sisi lain, pertumbuhan konsumsi

pemerintah yang kontraksi sebesar -29,46% (yoy), secara umum menyebabkan

melambatnya pertumbuhan dibandingkan triwulan-II.

Dari sisi sektoral, sektor kontruksi serta sektor perdagangan besar dan eceran,

reparasi mobil dan sepeda motor menjadi penyumbang utama pertumbuhan ekonomi

Provinsi NTT pada triwulan-III yang diperkirakan turut didorong peningkatan kegiatan

proyek pemerintah dan swasta serta dorongan belanja masyarakat seiring peningkatan

Page 20: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL · Grafik 1.17 Data Pengiriman Ternak dari Pelabuhan Tenau----- 13 Grafik 1.18

| Bab I - Ekonomi Makro Regional 2

pendapatan masyarakat serta panen komoditas perkebunan. Sementara itu,

perlambatan pada sisi sektoral terutama berasal dari sektor administrasi pemerintahan,

pertahanan dan jaminan sosial wajib serta jasa keuangan dan asuransi.

Sementara itu, pertumbuhan ekonomi Provinsi NTT pada triwulan-III

yang sebesar 5,14% tercatat masih lebih tinggi dibandingkan nasional yang

tumbuh sebesar 5,02% (yoy) dan Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) yang

sebesar 3,47%. Pertumbuhan di tingkat nasional terutama didorong oleh konsumsi

rumah tangga, namun secara umum melambat dibandingkan triwulan-II yang terutama

didorong perlambatan sektor konsumsi pemerintah. Hal yang sama juga terjadi pada

Provinsi NTB yang mengalami perlambatan di sektor pertambangan, namun masih

terdorong oleh sektor perdagangan seiring perayaan keagamaan (Idul Fitri dan Idul

Adha). Sementara itu, provinsi Bali masih dapat tumbuh sebesar 6,17% (yoy) dan

tercatat diatas pertumbuhan ekonomi Provinsi NTT walaupun mengalami perlambatan

dibandingkan triwulan-II. Sektor akomodasi dan penyediaan makan minum masih

menjadi penyumbang utama dengan pertumbuhan 7,86% (yoy).

Grafik 1.1. PDRB (ADHB) dan Pertumbuhan PDRB Tahunan Provinsi NTT dibanding Nasional

Grafik 1.2. PDRB dan Pertumbuhan PDRB Provinsi NTT, Bali, NTB dan Nasional

Sumber : BPS, diolah Sumber : BPS, diolah

Pertumbuhan ekonomi Provinsi NTT pada triwulan-IV diperkirakan akan

cenderung stabil dengan kisaran 5-5,4% (yoy). Pertumbuhan ekonomi triwulan IV

diperkirakan didorong oleh percepatan belanja pemerintah yang baru mencapai

53,39% hingga triwulan-III 2016. Meskipun demikian, adanya penundaan realisasi

Dana Alokasi Umum (DAU) oleh Pemerintah Pusat yang diperkirakan baru dapat

ditransfer pada bulan Desember dapat menjadi penghambat optimalisasi realisasi

belanja. Selain itu, pertumbuhan juga diperkirakan dapat didorong oleh konsumsi

rumah tangga seiring libur natal, menjelang tahun baru dan liburan sekolah. Adanya

panen ke-2 komoditas padi dan masih berjalannya proyek-proyek pemerintah dan

swasta diharapkan pula dapat menjaga pertumbuhan ekonomi di triwulan-IV.

Page 21: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL · Grafik 1.17 Data Pengiriman Ternak dari Pelabuhan Tenau----- 13 Grafik 1.18

| Bab I - Ekonomi Makro Regional 3

Di sisi lain, Pertumbuhan ekonomi NTT pada sepanjang tahun 2016

diperkirakan mengalami sedikit peningkatan dibandingkan tahun 2015 dan

berada pada rentang 5-5,4% (yoy). Pertumbuhan terutama disebabkan oleh

dorongan sektor konstruksi seiring perkembangan kegiatan proyek-proyek pemerintah

seperti bendungan, irigasi, jalan, Pos Lintas Batas Negara, gedung pemerintahan dan

sarana publik lainnya (sekolah dan rumah sakit). Selain itu kegiatan konstruksi juga

dilakukan oleh BUMN dan Swasta seperti pengembangan dermaga dan Bandara, serta

pembangunan sarana perbelanjaan dan hotel. Pertumbuhan ekonomi tahun 2016 juga

didorong oleh sektor perdagangan besar dan eceran seiring peningkatan pendapatan

masyarakat di tahun 2016 melalui adanya gaji ke-13 dan ke-14, peningkatan

pendapatan sektor pertanian, perikanan dan perkebunan serta dorongan pembukaan

lapangan kerja baru melalui kegiatan proyek-proyek pemerintah dan swasta. Sektor

lain yang menjadi pendorong di tahun 2016 adalah sektor Administrasi Pemerintahan

seiring dengan realisasi gaji ke-13 dan ke-14 PNS, peningkatan realisasi belanja serta

realisasi anggaran dana desa dan alokasi dana desa. Di sisi lain, adanya penundaan

DAU dan dampak La Nina diperkirakan menjadi resiko penghambat utama pencapaian

proyeksi pertumbuhan ekonomi NTT di penghujung tahun 2016.

1.2 Perkembangan Ekonomi Sisi Penggunaan

Pada triwulan III 2016 pertumbuhan komponen konsumsi rumah tangga

tercatat menjadi pendorong utama perekonomian NTT dengan pertumbuhan

sebesar 7,60% (yoy). Pertumbuhan konsumsi rumah tangga tersebut terutama

berasal dari konsumsi perumahan dan perlengkapan rumah tangga serta konsumsi

restoran dan hotel. Namun secara umum, pertumbuhan tersebut terhambat oleh

kontraksi pada sektor konsumsi pemerintah yang cukup dalam sebesar -29,46% (yoy)

seiring penghematan anggaran pemerintah dan penundaan realisasi DAU.

Tabel 1.1. PDRB Provinsi NTT Berdasarkan Pengeluaran Triwulan III-2016

Sumber: BPS Provinsi NTT (diolah)

2015

2014 2015 TW III TW II TW III1. Pengeluaran Konsumsi Rumah Tangga 50,952,750 56,027,892 14,448,773 15,290,144 15,792,434 71.8 7.60

2. Pengeluaran Konsumsi LNPRT 2,323,762 2,539,408 671,518 631,294 677,222 3.1 -2.05

3. Pengeluaran Konsumsi Pemerintah 20,592,320 23,705,393 7,655,085 5,521,369 5,539,655 25.2 -29.46

4. Pembentukan Modal Tetap Bruto 26,693,029 32,505,797 8,467,247 9,046,634 9,676,617 44.0 3.15

5. Perubahan Inventori 1,024,332 967,562 417,152 131,462 136,664 0.6 -69.30

6. Ekspor Luar Negeri 1,382,328 1,608,842 506,776 354,132 340,422 1.5 -36.84

7. Impor Luar Negeri 527,152 261,549 60,163 74,286 80,328 0.4 40.87

8. Net Ekspor Antar Daerah (33,842,869) (40,660,869) (12,084,768) (10,207,917) (10,102,772) -46.0 -16.52

P D R B 68,598,500 76,432,477 20,021,620 20,692,833 21,979,913 100.0 5.14

UraianYOY

Bobot2016

yoy

Page 22: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL · Grafik 1.17 Data Pengiriman Ternak dari Pelabuhan Tenau----- 13 Grafik 1.18

| Bab I - Ekonomi Makro Regional 4

1.2.1 Konsumsi

Pengeluaran konsumsi secara umum pada triwulan-III 2016 tercatat

mengalami kontraksi sebesar -4,28% (yoy). Kontraksi terutama didorong oleh

penurunan konsumsi pemerintah yang mencapai -29,46% (yoy). Sementara itu,

perkembangan pada setiap komponen pembentuk konsumsi adalah sebagai berikut:

Pertumbuhan konsumsi rumah tangga pada triwulan-III sebesar 7,60%

(yoy) meningkat dibandingkan triwulan II yang sebesar 5,87% (yoy).

Pertumbuhan terutama didorong oleh konsumsi perumahan dan perlengkapan rumah

tangga yang tumbuh sebesar 16,55% (yoy) seiring peningkatan pendapatan

masyarakat paska gaji ke-13 dan ke-14 di akhir bulan Juni, panen komoditas

perkebunan dan didukung pameran perumahan yang diselenggarakan oleh Real

Esatate Indonesia (REI) di Kota Kupang. Dorongan konsumsi juga ditopang oleh

tingginya pertumbuhan komponen konsumsi restoran dan hotel yang mencapai

52,05% seiring adanya beberapa kegiatan bersifat nasional di Provinsi NTT, seperti Hari

Keluarga Nasional, Alor Expo X dan Sunda Kecil Expo serta dorongan liburan sekolah.

Pertumbuhan konsumsi juga terjadi pada konsumsi pakaian dan alas kaki serta

kesehatan dan pendidikan yang diperkirakan seiring dengan peningkatan belanja

menjelang masa ajaran baru pada bulan Juli.

Tabel 1.2. PDRB Komponen Konsumsi Rumah Tangga Provinsi NTT Triwulan III-2016

Sumber: BPS (diolah)

Pertumbuhan konsumsi rumah tangga juga dapat terlihat dari hasil Survei

Penjualan Eceran (SPE) Bank Indonesia yang menunjukkan peningkatan pada periode

triwulan III tahun 2016 yang terutama didorong oleh usaha bahan bakar kendaraan

bermotor dan suku cadang dan aksesori, bahan bakar kendaraan bermotor, serta

makanan, minuman dan tembakau. Pertumbuhan juga terjadi pada konsumsi BBM

(Premium, Pertamax, Minyak Tanah, Solar dan Bio Solar) yang meningkat sebesar 2,5%

(yoy) setelah dilakukan konversi ke dalam rupiah.

2015

2014 2015 TW III TW II TW IIIKons Makanan dan Minuman 20,652,675 22,787,208 5,703,549 6,279,283 6,304,233 39.9 5.64

Kons Pakaian & Alas Kaki 1,981,604 2,221,724 615,414 611,510 724,907 4.6 10.29

Kons Perumahan & Perl RT 9,354,500 9,643,623 2,550,919 2,452,525 3,039,331 19.2 16.55

Kesehatan & Pendidikan 3,717,431 4,358,224 1,086,004 1,163,667 1,289,750 8.2 14.51

Transportasi & Komunikasi 12,226,260 12,900,929 3,584,013 3,632,993 3,191,676 20.2 -4.40

Restoran & Hotel 1,311,689 2,683,934 484,921 720,896 750,470 4.8 52.05

Konsumsi Lainnya 1,708,591 1,432,250 423,953 429,271 492,066 3.1 10.45

Konsumsi 50,952,750 56,027,892 14,448,773 15,290,144 15,792,434 100.0 7.60

UraianYOY 2016

Bobot yoy

Page 23: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL · Grafik 1.17 Data Pengiriman Ternak dari Pelabuhan Tenau----- 13 Grafik 1.18

| Bab I - Ekonomi Makro Regional 5

Grafik 1.3. Survei Penjualan Eceran Grafik 1.4. Perkembangan Konsumsi BBM

Sumber : Bank Indonesia Sumber : PT Pertamina, diolah

Berdasarkan indikator lainnya, yaitu Indeks Tendensi Konsumen (ITK)-

BPS, Survei Kegiatan Dunia Usaha (SKDU)-BI dan konsumsi listrik juga terjadi

kenaikan yang mendukung pertumbuhan ekonomi pada triwulan-III. Angka ITK

tercatat sebesar 106,14 meningkat dibandingkan triwulan-II yang sebesar 103,87.

Sementara itu, konsumsi listrik rumah tangga tercatat mengalami peningkatan sebesar

11,11% (yoy). Pertumbuhan juga terlihat dari indikator Survei Kegiatan Dunia Usaha

(SKDU) yang masih mencatatkan pertumbuhan positif walaupun mengalami

perlambatan. Trend pertumbuhan serupa juga terjadi pada penyaluran kredit konsumsi

yang tumbuh sebesar 11,8% (yoy) pada triwulan-III dengan outstanding sebesar Rp

13,52 triliun dan tercatat melambat dibandingkan pertumbuhan kredit di triwulan-II

yang sebesar 15,3% (yoy).

Grafik 1.5. Indeks Tendensi Konsumen Grafik 1.6. Perkembangan Konsumsi Listrik Rumah Tangga

Sumber : BPS, diolah Sumber : PT PLN, diolah

Grafik 1.7. Indeks Kegiatan Dunia Usaha Grafik 1.8. Penyaluran Kredit Konsumsi

Sumber : SKDU Bank Indonesia, diolah Sumber : Cognos Bank Indonesia, diolah

Page 24: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL · Grafik 1.17 Data Pengiriman Ternak dari Pelabuhan Tenau----- 13 Grafik 1.18

| Bab I - Ekonomi Makro Regional 6

Komponen Konsumsi Lembaga Non Profit yang Melayani Rumah Tangga

(LNPRT) tercatat kontraksi sebesar -2,05% (yoy). Kontraksi tersebut diperkirakan

turut disebabkan oleh tingginya konsumsi LNPRT pada triwulan III-2015 seriring

penyelenggaraan pilkada di 8 kabupaten di Provinsi NTT, yaitu Kab. Manggarai, Kab.

Manggarai Barat, Kab. Ngada, Kab. Sumba Barat, Kab. Sumba Timur, Kab. Timor

Tengah Utara, Kab. Belu, dan Kab. Malaka.

Kontraksi yang cukup dalam terjadi pada konsumsi pemerintah di

triwulan III-2016. Pertumbuhan konsumsi pemerintah tercatat -29,46% (yoy) yang

terutama disebabkan oleh penghematan anggaran dan adanya penundaan DAU yang

cukup berpengaruh pada konsumsi individu dan kolektif pemerintah. Konsumsi individu

tercatat tumbuh negatif yang merupakan pengeluaran pemerintah untuk kepentingan

rumah tangga individu tercatat menurun sebesar -46,2% (yoy). Sementara konsumsi

kolektif yang merupakan pengeluaran pemerintah untuk kepentingan masyarakat

secara umum tercatat menurun -16,4% (yoy).

Tabel 1.3. PDRB Komponen Konsumsi Pemerintah Provinsi NTT Triwulan III-2016

Sumber: BPS (diolah)

Sementara itu, berdasarkan data realisasi belanja konsumsi Pemerintah (APBN,

APBD Kab/Kota, APBD Provinsi) hingga akhir triwulan III-2016 di NTT tercatat telah

mencapai Rp 15,06 triliun atau 59,59% dari pagu anggaran 2016. Jumlah tersebut

mengalami peningkatan sebesar 23,91% (yoy) dari realisasi belanja konsumsi pada

triwulan-III 2015 yang hanya mencapai Rp 12,15 triliun. Berdasarkan komponen belanja

konsumsi terjadi peningkatan 5,4% (yoy) atau Rp 306,05 miliar dari realisasi triwulan III,

namun terdapat beberapa komponen yang mengalami penurunan diantaranya belanja

pegawai -7,6% (yoy) dan bantuan sosial (-89,8%).

Perkembangan pada triwulan berjalan menunjukkan adanya optimisme

stabilnya tingkat pertumbuhan. Berdasarkan hasil survei konsumen-Bank Indonesia

hingga bulan Oktober, terlihat bahwa angka indikator Indeks Keyakinan Konsumen

(IKK), Indeks Ekspektasi Konsumen (IEK) dan Indeks Kondisi Ekonomi Saat Ini (IKE)

masih menunjukkan angka cukup stabil dibandingkan bulan September serta masih

diatas 100 yang mengindikasikan masih positifnya optimism konsumen untuk

menghadapi triwulan III atau IV??. Angka ini juga didukung oleh perkembangan Survei

2015

2014 2015 TW III TW II TW IIIKons Kolektif Pemerintah 11,865,895 13,704,950 4,209,217 3,581,367 3,573,739 64.5 -16.4

Kons Individu Pemerintah 8,726,426 10,000,443 3,445,868 1,940,002 1,965,915 35.5 -46.2

Konsumsi Pemerintah 20,592,320 23,705,393 7,655,085 5,521,369 5,539,655 100.0 -29.5

UraianYOY 2016

Bobot yoy

Page 25: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL · Grafik 1.17 Data Pengiriman Ternak dari Pelabuhan Tenau----- 13 Grafik 1.18

| Bab I - Ekonomi Makro Regional 7

Penjualan Eceran yang masih mengalami trend peningkatan. Sementara itu, Indeks

Tendensi Konsumen (ITK) BPS cenderung menunjukkan proyeksi perlambatan di

triwulan-IV namun masih positif diatas 100. Optimisme ini diperkirakan didukung pula

oleh masih berlangsungnya panen komoditas perkebunan di triwulan-IV, rencana

panen komoditas padi dan kegiatan proyek-proyek yang masih berlangsung. Adanya

momen perayaan natal dan libur sekolah juga diperkirakan dapat mendorong

peningkatan konsumsi masyarakat di akhir tahun. Sementara itu, masih cukup

rendahnya persentase realisasi belanja pemerintah hingga triwulan III diperkirakan

mendorong peningkatan konsumsi pemerintah pada triwulan-IV. Adanya rencana

pencairan DAU di bulan Desember juga diharapkan dapat diantisipasi oleh Pemerintah

Daerah untuk rencana optimalisasi realisasi.

Grafik 1.9. Perkembangan Survei Konsumen

Grafik 1.10. Perkembangan Survei Penjualan Eceran

Sumber : SK Bank Indonesia Sumber: SPE Bank Indonesia

Grafik 1.11. Proyeksi Indeks Tendeksi Konsumen

Sumber : BPS Provinsi NTT

1.2.2 Pembentukan Modal Tetap Bruto (PMTB)/ Investasi

Pertumbuhan PMTB/ Investasi di NTT pada triwulan III-2016 tercatat

mengalami pertumbuhan sebesar 3,15% (yoy) meningkat apabila dibandingkan

triwulan-II yang hanya sebesar 0,67% (yoy). Peningkatan terutama terjadi pada

komponen PMTB bangunan yang meningkat sebesar 13,9% (yoy) seiring dengan

peningkatan kegiatan proyek-proyek pemerintah seperti keberlanjutan pembangunan

bendungan (Raknamo dan Rotiklot), sarana irigasi, jalan negara dan provinsi, jembatan, Sumber : KBI Kupang

Page 26: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL · Grafik 1.17 Data Pengiriman Ternak dari Pelabuhan Tenau----- 13 Grafik 1.18

| Bab I - Ekonomi Makro Regional 8

pengembangan pelabuhan, pembangunan Pos Lintas Batas Negara, sarana publik

(sekolah) dan pembangunan Pasar, diantaranya Lipa di Kab. Alor dan Pasar Larantuka.

Pembangunan investasi BUMN dan swasta seperti sarana belanja, pembangkit listrik

dan hotel juga turut menyumbang pertumbuhan. Sementara itu, PMTB Non Bangunan

mengalami pertumbuhan yang negatif sebesar -31,1% (yoy) yang diperkirakan seiring

penurunan investasi untuk barang-barang investasi seperti mesin-mesin, alat angkutan

dan barang investasi tahan lama lainnya seiring cukup tingginya pertumbuhan PMTB

Non Bangunan pada periode yang sama tahun sebelumnya.

Tabel 1.4. PDRB Komponen PMTB/Investasi Provinsi NTT Triwulan III-2016

Sumber: BPS (diolah)

Data realisasi investasi BKPM dan Penjualan Semen menunjukkan

adanya pertumbuhan investasi yang positif di Provinsi NTT pada triwulan-III

2016. Berdasarkan data BKPMD Provinsi NTT, pada triwulan-III 2016 telah terealisasi

Penanaman Modal Asing (PMA) dan Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) sebesar

US$ 8,76 juta dan Rp 269,59 miliar. Angka ini masih positif meskipun menurun

dibandingkan triwulan II-2016 yang tercatat US$ 22,58 juta dan Rp 505,62 miliar. Total

realisasi investasi NTT hingga triwulan III mencapai US$ 40,78 Juta dan Rp 1,14 triliun.

Secara spasial, realisasi investasi terbanyak tercatat di Kab. Sumba Timur dengan 6

perusahaan dan total investasi mencapai US$ 409.238 dan Rp 152,44 miliar.

Perusahaan-perusahaan tersebut bergerak di bidang perkebunan, pertanian dan hotel.

Di sisi lain Kab. Kupang tercatat 2 investasi (industri logam dan kimia) dengan nilai

investasi US$ 618.840 dan Rp 7,98 miliar, Kab. Rote 3 investasi (hotel dan industri

kimia) dengan nilai investasi US$ 6,48 juta dan Rp 83,83 miliar, Kab. Manggarai Barat 4

investasi (wisata tirta, restoran dan hotel) dengan nilai investasi sebesar US$ 1,25 juta

dan Rp 25,33 miliar serta Kab. Timor Tengah Utara (TTU) dengan satu investasi di

bidang jasa pertambangan dan bernilai investasi US$ 1000 serta Rp 12,9 miliar. Dari

indikator penjualan semen, terlihat adanya pertumbuhan realisasi penjualan semen

sebesar 27,2% (yoy) yang mendukung peningkatan investasi di bidang bangunan pada

triwulan III-2016.

2015

2014 2015 TW III TW II TW IIIPMTB Bangunan 20,049,429 24,648,097 6,447,564 6,558,857 7,776,078 80.4 13.9

PMTB Non Bangunan 6,643,600 7,857,700 2,019,682 2,487,776 1,900,539 19.6 -31.1

PMTB 26,693,029 32,505,797 8,467,247 9,046,634 9,676,617 100.0 3.1

UraianYOY 2016

Bobot yoy

Page 27: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL · Grafik 1.17 Data Pengiriman Ternak dari Pelabuhan Tenau----- 13 Grafik 1.18

| Bab I - Ekonomi Makro Regional 9

Tabel 1.5. Realisasi Investasi Modal Asing & Penanaman Modal Dalam Negeri

Grafik 1.12. Realisasi Konsumsi Semen Provinsi NTT

Sumber : BKPMD NTT, diolah Sumber : Asosiasi Semen Indonesia, diolah

Sementara itu, berdasarkan tracking triwulan berjalan, diperkirakan

perkembangan PMTB/Investasi akan tumbuh postif walaupun sedikit melambat

dibandingkan triwulan-III. Pertumbuhan sektor investasi yang melambat diperkirakan

terjadi karena proses kegiatan proyek-proyek pemerintah dan swasta yang sudah cukup

masif dimulai pada triwulan-III serta adanya penundaan anggaran DAU dan DAK yang

menyebabkan pembatalan kegiatan proyek yang belum dilaksanakan oleh Pemerintah.

Namun, pertumbuhan masih dapat didorong oleh keberlanjutan penyelesaian proyek di

triwulan IV dan beberapa kegiatan investasi baru seperti penambahan dua unit Electric

Rubber Tyred Gantry (E-RTG) baterei senilai Rp 36 miliar dan truk trailer pada PT.

Pelindo III cabang Tenau serta kegiatan BTN Expo yang dapat mendorong peningkatan

penjualan perumahan di NTT.

1.2.3 Ekspor Impor

1.2.3.1 Ekspor-Impor Antar Daerah

Net impor antar daerah di Provinsi NTT pada triwulan III-2016 tercatat

mengalami kontraksi sebesar -16,52% (yoy). Sesuai data BPS, perlambatan impor

didorong oleh adanya penurunan nominal pada komponen PDRB impor antar daerah

sebesar Rp 2,79 triliun atau sebesar -17,47% (yoy), kondisi cuaca yang kurang

mendukung diperkirakan turut menghambat pengiriman barang ke dalam Provinsi NTT.

Selain itu, penurunan kebutuhan masyarakat untuk barang investasi non bangunan

juga diperkirakan mendorong penurunan impor. Di sisi lain, ekspor antar daerah dari

provinsi NTT juga mengalami penurunan sebesar Rp 811,45 miliar atau turun sebesar -

24,02%. Penurunan lebih dalam pada ekspor antar daerah dapat tertahan oleh

pengoperasian kapal ternak, peningkatan kebutuhan sapi memasuki masa Idul Adha di

daerah lain, serta ekspor komoditas utama seperti garam dari Sabu Raijua dan jambu

mete. Sementara itu, berdasarkan kegiatan pengiriman peti kemas di Pelabuhan Tenau

Uraian Tw-I Tw-II TW-III

PMA (US$) 9,440,669 22,578,115 8,763,601

PMA (Rp) (781,708,200)

PMDN (Rp) 505,619,508,200

PMA (US$)

40,782,386 Total

PMA+PMDN (Rp)

1,143,808,020,774

369,374,956,150 269,595,264,624

Page 28: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL · Grafik 1.17 Data Pengiriman Ternak dari Pelabuhan Tenau----- 13 Grafik 1.18

| Bab I - Ekonomi Makro Regional 10

sebagai pelabuhan utama, sebenarnya tercatat adanya peningkatan sebesar 10,9%

(yoy). Namun disisi lain, kegiatan bongkar muat menunjukkan angka penurunan

bongkar sebesar -31,7% (yoy) dan muat sebesar -91,4% (yoy) walaupun net bongkar

masih mencatat peningkatan sebesar 25.755 ton atau 67,4% (yoy). Penurunan

bongkar dan muat ini menjadi indikasi menurunnya kegiatan ekspor dan impor barang

bersifat curah ke Provinsi NTT.

Grafik 1.13. Perkembangan Peti Kemas Grafik 1.14. Aktivitas Bongkar Muat

Sumber : Pelindo III, diolah Sumber : Pelindo III, diolah

Pada triwulan IV diperkirakan net impor akan mengalami pertumbuhan.

Pertumbuhan net impor diperkirakan terjadi seiring peningkatan kebutuhan masyarakat

terutama untuk bahan pokok dalam rangka menyambut natal, tahun baru dan musim

liburan sekolah. Selain itu, keperluan barang-barang modal dan tersier dari daerah lain

juga diperkirakan mendorong peningkatan impor. Sementara dari sisi ekspor,

pengiriman komoditas perkebunan seperti jambu mete dan kakao serta produksi garam

dari Kab. Sabu Raijua dan Kab. Kupang juga akan menopang kegiatan ekspor antar

daerah di Provinsi NTT walaupun secara umum masih terjadi net impor seiring

terbatasnya produksi komoditas lokal yang bernilai tambah tinggi.

1.2.3.2 Ekspor-Impor Luar Negeri

Sementara itu, ekspor luar negeri Provinsi NTT juga masih mengalami

trend kontraksi seperti triwulan-II. Tercatat konstraksi ekspor sebesar -46,01%

(yoy). Berdasarkan data ekspor-impor Bank Indonesia, pada triwulan-III 2016 Provinsi

NTT mengalami net ekspor sebesar US$ 3,59 juta dengan tujuan ekspor utama negara

Timor Leste dan komoditas utama semen, kendaraan bermotor, ikan tuna/tongkol,

garam dan ikan olahan. Sementara impor utama berasal dari Tiongkok yaitu barang-

barang industri lainnya seperti mesin-mesin/pesawat mekanik.

Page 29: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL · Grafik 1.17 Data Pengiriman Ternak dari Pelabuhan Tenau----- 13 Grafik 1.18

| Bab I - Ekonomi Makro Regional 11

Grafik 1.15.Perkembangan Ekspor dan Impor

Grafik 1.16. Negara Tujuan Ekspor

Sumber : Cognos BI, diolah Sumber : Cognos BI, diolah

Aktivitas ekspor luar negeri NTT pada triwulan-IV 2016 diperkirakan

tumbuh positif meskipun masih terbatas. Peningkatan ekspor diperkirakan

ditopang oleh ekspor komoditas ikan serta barang tersier lainnya seperti kendaraan dan

semen ke Timor Leste. Selain itu, panen komoditas perkebunan seperti jambu mete dan

kopi diharapkan dapat turut menyumbang pertumbuhan ekspor.

1.3 Perkembangan Ekonomi Sisi Sektoral

Secara sektoral, pertumbuhan ekonomi triwulan III-2016 terutama

didorong oleh Sektor Konstruksi serta Perdagangan Besar dan Eceran, Reparasi

Mobil dan Sepeda Motor. Sektor konstruksi tercatat tumbuh sebesar 9,9% (yoy)

yang diperkirakan turut didorong oleh peningkatan kegiatan proyek-proyek pemerintah

dan swasta di triwulan-III. Sementara itu, sektor perdagangan tumbuh sebesar 8,48%

(yoy) yang diperkirakan ditunjang oleh peningkatan belanja masyarakat paska gaji ke-

13 dan 14 PNS, panen komoditas perkebunan, musim liburan anak sekolah dan adanya

kegiatan-kegiatan berskala nasional.

Namun, pertumbuhan sektor administrasi pemerintahan, pertahanan dan

jaminan sosial wajib serta sektor jasa keuangan dan asuransi yang melambat

dibandingkan triwulan II menjadi penyebab melambatnya pertumbuhan ekonomi

Provinsi NTT pada triwulan III dibandingkan triwulan II.

Page 30: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL · Grafik 1.17 Data Pengiriman Ternak dari Pelabuhan Tenau----- 13 Grafik 1.18

| Bab I - Ekonomi Makro Regional 12

Tabel 1.6. PDRB Provinsi NTT Berdasarkan Sektor Ekonomi Triwulan III-2016

Sumber: BPS Provinsi NTT (diolah) *Dalam Juta Rp

1.3.1 Sektor Pertanian, Kehutanan dan Perikanan

Secara tahunan, pertumbuhan sektor pertanian pada triwulan-III 2016

sebesar 1,79% (yoy) cenderung meningkat apabila dibandingkan triwulan-II

2016 yang hanya tumbuh 0,36% (yoy). Peningkatan diperkirakan turut didorong

panen komoditas perkebunan seperti kakao dan jambu mete, panen bawang merah di

Kab. Belu dan Kab. Rote Ndao, produksi garam di Kab. Sabu Raijua dan siklus

peningkatan produksi ikan pada periode Agustus sd. Oktober. Selain itu, adanya

dorongan permintaan pengiriman sapi dari daerah seiring perayaan Idul Adha juga

turut mendorong sektor pertanian. Perkembangan pengiriman ternak juga terlihat dari

data Pelindo yang menunjukkan adanya pertumbuhan pengiriman ternak sebesar

23,8% (yoy) dengan jumlah 12.218 ekor pada triwulan III. Di sisi lain, indikasi

pertumbuhan sektor pertanian juga terlihat dari angka Nilai Tukar Petani (NTP) yang

meningkat dari 100,26 (triwulan-II) menjadi 101,2 (triwulan-III). Peningkatan terutama

terjadi pada indeks diterima petani untuk sektor pertanian-holtikultura dan perkebunan

rakyat. Peningkatan NTP tersebut menguatkan asumsi adanya pertumbuhan dalam

sektor pertanian

2015

2014 2015 TW III TW II TW IIIA Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan 20,447,428 22,665,673 6,039,273 5,975,575 6,368,179 29.0 1.79

B Pertambangan dan Penggalian 1,070,349 1,307,566 350,556 352,827 394,377 1.8 7.14

C Industri Pengolahan 843,708 940,862 243,493 250,936 265,424 1.2 4.83

D Pengadaan Listrik dan Gas 31,840 40,001 9,187 12,744 13,903 0.1 19.08

EPengadaan Air, Pengelolaan Sampah,

Limbah dan Daur Ulang45,529 47,150 12,347 12,099 12,814 0.1 -1.04

F Konstruksi 7,095,979 7,908,227 2,051,698 2,207,466 2,405,264 10.9 9.90

GPerdagangan Besar dan Eceran;

Reparasi Mobil dan Sepeda Motor7,296,703 8,273,959 2,176,788 2,271,165 2,464,499 11.2 8.48

H Transportasi dan Pergudangan 3,566,950 3,975,985 1,014,761 1,099,174 1,185,997 5.4 8.37

I Penyediaan Akomodasi dan Makan

Minum422,443 487,091 127,264 137,718 148,181 0.7 11.57

J Informasi dan Komunikasi 5,134,426 5,477,449 1,416,921 1,414,671 1,511,013 6.9 6.41

K Jasa Keuangan dan Asuransi 2,698,906 2,995,475 781,252 843,526 842,199 3.8 4.38

L Real Estate 1,860,878 2,054,341 539,727 538,473 567,351 2.6 2.21

M,N Jasa Perusahaan 210,879 235,528 61,340 61,466 66,388 0.3 1.60

OAdministrasi Pemerintahan, Pertahanan

dan Jaminan Sosial Wajib8,392,732 9,399,572 2,461,309 2,639,585 2,721,056 12.4 4.19

P Jasa Pendidikan 6,568,193 7,367,666 1,904,125 1,989,418 2,107,084 9.6 5.09

Q Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial 1,414,584 1,616,418 413,749 448,574 456,265 2.1 5.52

R,S,T,U Jasa lainnya 1,496,973 1,639,515 417,829 437,416 449,919 2.0 3.47

PDRB 68,598,500 76,432,477 20,021,620 20,692,833 21,979,913 100 5.14

yoyYOY

UraianKategori Bobot2016

Page 31: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL · Grafik 1.17 Data Pengiriman Ternak dari Pelabuhan Tenau----- 13 Grafik 1.18

| Bab I - Ekonomi Makro Regional 13

Grafik 1.17. Data Pengiriman Ternak dari Pelabuhan Tenau

Grafik 1.18. Perkembangan Nilai Tukar Petani

Sumber : Pelindo II, diolah Sumber : BPS, diolah

Di sisi lain, kredit sektor pertanian menunjukkan angka positif. Dari

indikator perbankan, pertumbuhan kredit pertanian pada triwulan-III mencapai Rp

259,48 miliar atau mengalami peningkatan 37,9% (yoy). Sementara itu, indikator

Survei kegiatan Dunia Usaha (SKDU) menunjukkan indikasi perlambatan pada triwulan-

III. Namun, indeks harga jual yang masih positif menunjukkan indikasi optimisme petani

pada triwulan-III 2016.

Grafik 1.19. Perkembangan Kredit Pertanian Grafik 1.20. Perkembangan SKDU Pertanian

Sumber : Cognos Bank Indonesia, diolah Sumber : SKDU Bank Indonesia, diolah

Berdasarkan Survei Kegiatan Dunia Usaha terlihat adanya indikasi

peningkatan pada triwulan IV-2016. Peningkatan terlihat dari indeks perkiraan

untuk tenaga kerja dan kegiatan usaha. Hal ini diperkirakan turut didorong oleh panen

komoditas perkebunan yang masih terjadi pada triwulan-IV serta adanya panen

komoditas bahan makanan seperti padi untuk area persawahan irigasi. Peningkatan

juga diperkirakan turut didorong oleh rencana produksi perdana garam di Bipolo,

Kabupaten Kupang serta pengiriman ternak yang masih dilakukan secara berkelanjutan

terutama ditunjang oleh operasional KM. Camara Nusantara I yang beroperasi setiap 2

minggu sekali. Di sisi lain, potensi hambatan utama pada akhir tahun terutama kondisi

cuaca dan gelombang yang kurang baik yang dapat menghambat produksi komoditas

ikan tangkap.

Page 32: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL · Grafik 1.17 Data Pengiriman Ternak dari Pelabuhan Tenau----- 13 Grafik 1.18

| Bab I - Ekonomi Makro Regional 14

Grafik 1.21. Proyeksi SKDU Pertanian

Sumber : SKDU Bank Indonesia, diolah

1.3.2 Sektor Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib

Pertumbuhan sektor Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan

Jaminan Sosial Wajib pada triwulan III 2016 tercatat sebesar 4,19% (yoy)

melambat dibandingkan triwulan-II yang sebesar 9,79% (yoy). Perlambatan

diperkirakan turut didorong oleh upaya penghematan anggaran pemerintah pusat dan

adanya penundaan Dana Alokasi Umum (DAU), terutama untuk 5 Pemda, yaitu Provinsi

NTT, Kab. Kupang, Kab. Ende, Kab. Sumba Timur, dan Kab. Manggarai Barat. Selain

itu, keterlambatan pencairan dana desa terutama tahap 2 di berbagai daerah seperti

Kab. Kupang dan Kab. Malaka juga mempengaruhi perlambatan realisasi. Sementara

itu, berdasarkan data APBN dan APBD Kab/Kota, terjadi penurunan realisasi belanja

pegawai sebesar -7,64% (yoy) atau Rp 245,81 miliar pada triwulan III. Hal ini

memperkuat argumentasi adanya penghematan belanja konsumsi yang dilakukan

pemerintah. Selain juga, upaya wait and see yang dilakukan pemda untuk

mengantisipasi defisit anggaran akibat penundaan DAU sehingga perlu adanya

penyesuaian kegiatan belanja, terutama belanja yang bersifat non fisik seperti belanja

pegawai, rapat dan kegiatan perjalanan dinas.

Dari indikator perbankan, secara umum simpanan pemerintah mengalami

penurunan dari sebelumnya Rp 6,93 triliun pada triwulan-II menjadi Rp 5,7 triliun pada

triwulan-III, sementara pertumbuhan secara tahunan tercatat tumbuh negatif sebesar -

25,5% (yoy). Hal ini mengindikasikan adanya peningkatan penggunaan dana

pemerintah untuk pembayaran kegiatan pada triwulan-III.

Page 33: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL · Grafik 1.17 Data Pengiriman Ternak dari Pelabuhan Tenau----- 13 Grafik 1.18

| Bab I - Ekonomi Makro Regional 15

Grafik 1.22. Realisasi Belanja Konsumsi Pemerintah

Grafik 1.23. Perkembangan Simpanan Pemerintah di Perbankan

Sumber : SKDU Bank Indonesia, diolah Sumber : Cognos Bank Indonesia, diolah

Pada triwulan-IV 2016 sektor Administrasi Pemerintahan diperkirakan

mengalami peningkatan. Masih terbatasnya belanja konsumsi pemerintah hingga

triwulan-III yang baru mencapai 59,59% diperkirakan akan mendorong peningkatan

realisasi pada triwulan IV. Peningkatan juga diperkirakan berasal dari penyaluran alokasi

dana desa dan dana desa yang sempat terhambat akibat permasalahan administrasi di

tingkat desa. Selain itu, adanya rencana penyaluran kembali DAU kepada Pemerintah

Daerah pada bulan Desember diharapkan dapat pula mendorong penyerapan belanja

pemerintah walaupun diperkirakan tidak optimal karena interval waktu yang cukup

dekat dengan akhir tahun (tutup buku).

1.3.3 Sektor Perdagangan Besar dan Eceran, Reparasi Mobil dan Sepeda Motor

Pertumbuhan sektor perdagangan besar dan eceran, reparasi mobil dan

sepeda motor pada triwulan-III 2016 sebesar 8,48% (yoy) cenderung meningkat

dibandingkan triwulan-II yang sebesar 6,63% (yoy). Peningkatan daya beli

masyarakat seiring adanya pendapatan dari gaji ke-13 dan 14 Pegawai Negeri Sipil

pada akhir bulan Juni serta pendapatan dari panen komoditas perkebuhan dan

dorongan kegiatan proyek-proyek pemerintah dan swasta yang membuka lapangan

kerja baru diperkirakan menjadi beberapa faktor pendorong. Selain itu, adanya momen

libur keagamaan, libur sekolah dan masa ajaran baru juga menjadi faktor peningkatan

belanja masyarakat.

Peningkatan juga terlihat dari Indikator Survei Kegiatan Dunia Usaha

(SKDU) dan Survei Konsumen (SK). Indikator SKDU berupa indeks kegiatan usaha

dan harga jual menunjukkan peningkatan pada triwulan III yang mengambarkan kondisi

positif di sektor perdagangan. Indikasi yang sama juga terlihat pada Survei Konsumen-

Bank Indonesia yang menunjukkan peningkatan Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) dan

Indeks Ekspektasi Konsumen (IEK). Dari sisi indikator perbankan, kredit perdagangan

Page 34: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL · Grafik 1.17 Data Pengiriman Ternak dari Pelabuhan Tenau----- 13 Grafik 1.18

| Bab I - Ekonomi Makro Regional 16

hingga akhir triwulan III-2016 mencapai Rp 5,73 triliun atau tumbuh sebesar 18,2%

(yoy).

Grafik 1.24. Perkembangan SKDU Sektor Perdagangan

Grafik 1.25. Perkembangan Survei Konsumen

Sumber : SKDU Bank Indonesia, diolah Sumber : SK-Bank Indonesia, diolah

Grafik 1.26. Perkembangan Kredit Sektor Perdagangan

Sumber : Cognos Bank Indonesia, diolah

Prospek sektor perdagangan pada triwulan IV diperkirakan mengalami

pertumbuhan positif. Hal ini terindikasi pada angka perkiraan indeks kegiatan usaha

dan tenaga kerja sektor perdagangan pada Survei Kegiatan Dunia Usaha-Bank

Indonesia yang menunjukkan peningkatan. Adanya momen libur keagamaan (natal)

dan libur sekolah diperkirakan menjadi faktor penyebab utama. Sementara dari sisi

pendapatan, terutama didorong adanya panen komoditas pertanian dan perkebunan

seperti padi, jambu mente dan kakao serta dorongan kegiatan proyek di triwulan IV.

Grafik 1.27. Proyeksi SKDU Perdagangan

Sumber : SKDU Bank Indonesia, diolah

Page 35: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL · Grafik 1.17 Data Pengiriman Ternak dari Pelabuhan Tenau----- 13 Grafik 1.18

| Bab I - Ekonomi Makro Regional 17

1.3.4 Sektor-sektor Lainnya

Pertumbuhan sektor konstruksi pada triwulan-III 2016 tercatat 9,90%

(yoy) meningkat dibandingkan triwulan-II yang sebesar 7,32% (yoy). Tingginya

pertumbuhan sektor konstruksi pada triwulan-III terutama ditunjang oleh kegiatan

proyek pemerintah seperti pembangunan jalan, sarana publik (sekolah, rumah sakit dan

pasar) gedung pemerintahan,pembenahan pelabuhan, bandara, bendungan, sarana

irigasi dan Pos Lintas Batas Negara (PLBN). Beberapa proyek tersebut diantaranya pasar

tertib ukur di Alor, Jalan Sabuk Perbatasan, pengembangan bandara komodo dan PLBN

menjadi faktor utama pertumbuhan. Di sisi lain, Tracking untuk triwulan IV diperkirakan

masih terjadi pertumbuhan walaupun melambat yang disebabkan oleh tingginya

kegiatan proyek pada triwulan-III. Beberapa kegiatan konstruksi yang masih

berlangsung pada triwulan-IV diantaranya adalah gedung pemerintahan (kantor

Gubernur NTT), proyek jalan seperti di Kab. Ende dan Kota Kupang serta pembangunan

pasar di Alor.

Sektor penyediaan akomodasi dan makan minum pada triwulan- III 2016

mengalami pertumbuhan sebesar 11,57% (yoy) meningkat dibandingkan

triwulan-II yang sebesar 10,85% (yoy). Peningkatan terutama didorong oleh

beberapa kegiatan bersifat nasional seperti Hari Keluarga Nasional (Harganas) di Kota

Kupang, Expo Alor X dan Sunda Kecil Expo yang turut mendorong okupansi kamar

hotel dan kunjungan di Provinsi NTT. Selain itu, masa liburan sekolah dan high season

kunjungan wisatawan yang terjadi setiap tahunnya pada rentang bulan Juni sd.

September juga menjadi faktor lainnya. Hal ini terlihat dari pertumbuhan tamu hotel

yang mencapai 28,6% (yoy) serta Pertumbuhan penumpang pesawat yang mencapai

29,1% (yoy) atau 924.015 orang pada triwulan-III 2016.

Grafik 1.28. Perkembangan Tamu Hotel Grafik 1.29. Perkembangan Penumpang Bandara

Sumber : BPS, diolah Sumber : BPS, diolah

Page 36: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL · Grafik 1.17 Data Pengiriman Ternak dari Pelabuhan Tenau----- 13 Grafik 1.18

| Bab I - Ekonomi Makro Regional 18

Pada triwulan-IV 2016, pertumbuhan sektor akomodasi dan makan minum

mengalami perlambatan. Hal ini disebabkan oleh menurunnya kegiatan bersifat

nasional di Provinsi NTT yang tercatat hanya terdapat satu kegiatan, yaitu Hari

Nusantara di Kabupaten Lembata. Selain itu, kondisi cuaca yang cenderung kurang baik

di akhir tahun dapat berdampak pada sektor pariwisata di Provinsi NTT yang cenderung

bersifat wisata alam atau ecotourism. Namun, perlambatan diharapkan dapat tertahan

oleh adanya momen libur natal dan masa liburan sekolah.

Sektor Jasa Keuangan dan Asuransi tercatat tumbuh melambat sebesar

4,38% (yoy) pada triwulan-III dibandingkan triwulan-II yang sebesar 16,27%

(yoy). Indikasi perlambatan terlihat dari perlambatan beberapa indikator perbankan

diantaranya DPK dari 10,41% (yoy) di triwulan-II menjadi 0,29% (yoy) di triwulan III,

pertumbuhan kredit juga mengalami penurunan dari 14,93% menjadi 13,37% dan

aset tercatat tumbuh negatif sebesar -7,4% (yoy). Penurunan aset diperkirakan

disebabkan oleh adanya penarikan aset bank ke kantor pusat di Jakarta, selain itu

terdapat pula pertumbuhan giro yang negatif sebesar -22,61% (yoy) yang ditengarai

salah satunya disebabkan oleh pengurangan alokasi dana APBN untuk Provinsi NTT.

Perlambatan juga terlihat dari pertumbuhan kliring yang melambat dari 86% (yoy) pada

triwulan-II menjadi 51,8% (yoy) di triwulan-III serta perputaran kas masuk/keluar di

Bank Indonesia yang mencatat penurunan net keluar sebesar -53,4% (yoy) yang

mengindikasikan adanya perlambatan kegiatan perbankan terutama untuk pemenuhan

kebutuhan uang tunai di masyarakat. Sementara itu, pertumbuhan jasa keuangan dan

asuransi pada triwulan-IV diperkirakan mengalami peningkatan yang terutama

disebabkan oleh kebutuhan layanan perbankan seperti transfer di akhir tahun. Selain

itu, adanya kebutuhan konsumsi untuk perayaan natal di akhir tahun juga diperkirakan

mendorong pertumbuhan kredit dan penggunaan sistem pembayaran tunai dan non

tunai. Berdasarkan data kas, pertumbuhan net outflow pada bulan Oktober tercatat -

19,65% (yoy) dibandingkan Oktober 2016 yang mengindikasikan penurunan

kebutuhan pelayanan terkait pembayaran tunai di awal triwulan-IV.

Sektor transportasi dan pergudangan tercatat mengalami pertumbuhan

sebesar 8,37% (yoy) meningkat dibandingkan triwulan-II yang sebesar 8,21%

(yoy). Beberapa faktor pendorong pertumbuhan adalah adanya pembukaan rute baru

Garuda dari Denpasar-Maumere (4x/minggu) dan rute langsung Jakarta-Kupang (setiap

hari), pembukaan rute perintis pesawat Airfast dengan rute Labuan Bajo-Ruteng,

pembukaan rute Trans Nusa dari Bandara Turelelo, Ngada El Tari, Kupang, pelayanan

Page 37: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL · Grafik 1.17 Data Pengiriman Ternak dari Pelabuhan Tenau----- 13 Grafik 1.18

| Bab I - Ekonomi Makro Regional 19

Kapal Motor Tilongkabila milik Pelni pada jalur wisata Rinca dan Komodo dan

pembukaan 18 Rute Baru oleh ASDP di wilayah NTT, yaitu Kupang-Hansisi Pulau Semau

(PP) Hansisi-Rote (PP), Kupang-Adonara, Kupang-Maumere, Larantuka-Adonara dan

sebaliknya serta Adonara-Maumere dan sebaliknya. Kemudian Maumere-Palue dan

sebaliknya, Maumere-Pemana dan sebaliknya, Maumere-Larantuka, Maumere-Kupang

serta Adonara-Kupang. Selain itu, tercatat adanya peningkatan pengguna pesawat

terbang sebanyak 20% dan kapal laut 10% pada masa liburan sekolah di bulan Juli.

Sementara itu, pertumbuhan pada triwulan IV diperkirakan sedikit melambat karena

berkurangnya pembukaan rute baru pesawat maupun kapal laut. Namun, masih

terdapat pembukaan rute wings air baru pada bulan November dengan tujuan Kupang-

Tambolaka-Ende. Selain itu adanya momen liburan akhir tahun diharapkan dapat

mendorong peningkatan penggunaan transportasi baik darat, laut maupun udara.

Sektor real estate tercatat tumbuh 2,21% (yoy) sedikit melambat

dibandingkan triwulan-II yang sebesar 2,94% (yoy). Pertumbuhan sektor real

estate ditengarai turut terbantu oleh kegiatan Real Estate Indonesia (REI) Expo 2016

pada awal Bulan Juli yang dapat membukukan total transaksi Rp 40,2 miliar. Total

rumah yang terjual pada pameran tersebut adalah sebanyak 201 unit dengan rincian

154 unit rumah FLPP dan 47 unit non FLPP walaupun cenderung melambat

dibandingkan pertumbuhan triwulan II. Sementara itu pertumbuhan pada triwulan IV

diperkirakan sedikit meningkat yang juga ditunjang oleh kegiatan BTN Expo di kota

Kupang pada bulan Oktober. Tercatat total transaksi yang dihasilkan mencapai Rp 31,7

miliar dengan total 163 unit rumah terjual.

Sektor industri pengolahan tercatat tumbuh 4,83% (yoy) melambat

dibandingkan triwulan-II yang sebesar 7,07% (yoy). Perlambatan diperkirakan

turut disebabkan oleh penurunan harga komoditas bahan baku industri seperti rumput

laut dan masih terbatasnya penambahan kegiatan industri di Provinsi NTT. Rencana

pengembangan industri seperti kimia dasar, logam dan tebu masih dalam tahap

pembangunan infrastruktur dan penyelesaian masalah lahan. Permasalahan lahan juga

masih menghambat beberapa rencana pembangunan pabrik pengolahan seperti

smelter oleh PT. Gulf Mining dan Pabrik PT. Semen Kupang III. Sementara itu, prospek

pada triwulan IV diperkirakan masih tumbuh stabil karena belum adanya pembangunan

pabrik pengolahan berskala besar. Pertumbuhan diperkirakan terjadi pada industri

makanan (kue dan makanan kecil) serta minuman seiring peningkatan permintaan

menjelang momen akhir tahun.

Page 38: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL · Grafik 1.17 Data Pengiriman Ternak dari Pelabuhan Tenau----- 13 Grafik 1.18

| Bab I - Ekonomi Makro Regional 20

Sektor pengadaan listrik dan gas tercatat tumbuh 19,08% (yoy)

meningkat dibandingkan triwulan-II yang sebesar 11,25% (yoy). Peningkatan

turut didukung oleh adanya pengembangan sektor kelistrikan dari PLN Area Flores

Bagian Timur (FBT) yang mendatangkan mesin 7 MW untuk mengatasi krisis listrik di

Kab. Sikka. Sementara itu, pertumbuhan sektor listrik pada triwulan-IV diperkirakan

kembali meningkat seiring adanya penambahan kapasitas melalui Kapal Pembangkit

Listrik Marine Vessel Power Plant (MVPP) berkapasitas 60 MW yang masih dikerjakan di

Turki dan direncanakan tiba di kupang pada November atau Desember 2016 serta

adanya penambahan kapasitas melalui PLTU IPP Bolok (2 x 15 MW).

Sektor informasi dan komunikasi tercatat tumbuh 6,41% (yoy) atau

meningkat dibandingkan triwulan-II yang sebesar 6,1% (yoy). Peningkatan turut

didukung oleh cukup masifnya kegiatan promosi dan migrasi pengguna layanan

Telkomsel ke 4G pada triwulan III. Sementara itu pada triwulan IV, pertumbuhan

diperkirakan masih positif seiring dengan masih dilakukannya pembangunan fasilitas

BTS 4G, kegiatan promosi serta migrasi yang masih berlangsung dan mulai

meningkatnya penggunaan telepon genggam di masyarakat.

Sektor lainnya seperti jasa pendidikan mengalami perlambatan pada triwulan III

yang ditengarai sebagai dampak penundaan tunjangan sertifikasi guru. Untuk triwulan

IV diperkirakan jasa pendidikan juga masih tumbuh melambat. Sementara itu, sektor

lainnya seperti Pengadaan Air, Pengelolaan Sampah, Limbah dan Daur Ulang

cenderung mengalami perlambatan, sedangkan sektor Pertambangan, Jasa Perusahaan,

Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial serta Jasa Lainnya diperkirakan mengalami

peningkatan.

Secara umum, tracking untuk sektor lainnya pada triwulan-IV diperkirakan turut

meningkat yang didukung oleh adanya peningkatan realisasi belanja pemerintah,

rencana pencairan DAU dan peningkatan aktivitas masyarakat.

Page 39: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL · Grafik 1.17 Data Pengiriman Ternak dari Pelabuhan Tenau----- 13 Grafik 1.18

Boks 1 | Update Perkembangan Penyediaan Kelistrikan di Provinsi NTT 21

Boks 1. Update Perkembangan Penyediaan

Kelistrikan di Provinsi NTT

Pertumbuhan ekonomi Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) saat ini mencapai 5,14% (yoy) di

triwulan III 2016, lebih tinggi dibanding pertumbuhan ekonomi nasional yang sebesar 5,02%

(yoy). Untuk menjaga pertumbuhan ekonomi tetap di atas nasional, dibutuhkan peningkatan

produksi maupun investasi di NTT. Berdasarkan hasil riset Growth Diagnostik, didapatkan

bahwa permasalahan utama investasi dan pengembangan ekonomi di NTT antara lain

permasalahan sumber daya manusia, kondisi infrastruktur terutama kelistrikan, sumber daya air,

pembebasan lahan dan perijinan (Harmawan, 2016).

Terkait dengan permasalahan kelistrikan dibandingkan provinsi lainnya di Indonesia, rasio

elektrifikasi di NTT menduduki posisi kedua terbawah setelah Provinsi Papua dengan nilai

58,83%. Berdasarkan konsumsi listrik perkapita, konsumsi listrik di NTT menduduki peringkat

terbawah dalam menggunakan listrik di Indonesia dengan rata-rata penggunaan sebesar 139,4

Kwh/kapita. Untuk meningkatkan rasio elektrifikasi, PLN melakukan investasi dan menambah

pelanggan yang terlihat dari rata-rata pertumbuhan PDRB pada pengadaan listrik dan gas yang

selalu tumbuh di atas rata-rata pertumbuhan ekonomi NTT. Pada triwulan III 2016,

pertumbuhan ekonomi sektor pengadaan listrik dan gas mencapai 19,8% (yoy) jauh lebih tinggi

dibanding pertumbuhan ekonomi NTT. Mulai terpenuhinya kebutuhan kelistrikan seiring

dengan lancarnya operasional membuat penggunaan listrik mengalami peningkatan cukup

signifikan.

Grafik Boks 1. 1. Perbandingan Rasio

Elektrifikasi dan Konsumsi Listrik per Kapita

Grafik Boks 1.2. Perbandingan Pertumbuhan

PDRB Sektor Listrik dan Gas dengan PDRB

Sumber : PT PLN, Kementrian ESDM, diolah

Sumber : BPS Provinsi NTT, diolah

Dalam melayani masyarakat, PLN Provinsi NTT membagi wilayah pelayanan dalam 4 area yaitu

PLN Area Kupang, Sumba, Flores Bagian Barat dan Flores Bagian Timur. Area Kupang

membawahi seluruh daratan timor, Rote Ndao, Alor dan Sabu Raijua. Area Sumba membawahi

seluruh daratan Sumba. Area Flores Bagian Barat membawahi Kabupaten Ende ke barat hingga

Manggarai Barat dan Area Flores Bagian Timur membawahi Kabupaten Sikka, Flores Timur dan

Lembata. Adapun total daya yang mampu diproduksi mencapai 187,63 MW dengan Area

Kupang sebagai area dengan pembangkit terbesar mencapai 104 MW, diikuti area Flores

Bagian Barat dengan total pembangkit mencapai 43,5 MW, Flores Bagian Timur sebesar 25,28

MW dan Area Sumba dengan total daya mampu mencapai 14,8 MW.

Dengan sistem transmisi yang sebagian besar masih terisolasi/tertutup, maka adanya

kekurangan daya atau gangguan di satu tempat, daerah lain tidak akan mampu membantu

Page 40: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL · Grafik 1.17 Data Pengiriman Ternak dari Pelabuhan Tenau----- 13 Grafik 1.18

Boks 1 | Update Perkembangan Penyediaan Kelistrikan di Provinsi NTT 22

mengatasi permasalahan tersebut. Hal ini juga berdampak pada mahalnya biaya pokok

penjualan yang hingga tahun 2015 masih sebesar Rp 3.300/kwh jauh lebih tinggi dibanding

harga jual ke masyarakat yang rata-rata hanya sebesar Rp 1.029/kwh. Oleh karena itu, untuk

melakukan efisiensi biaya, PLN melakukan investasi besar berupa pembangunan transmisi trans

Flores, Trans Timor dan Trans Sumba. Dengan adanya integrasi sistem kelistrikan,

pembangunan pembangkit dapat terpusat di beberapa titik saja, sehingga kapasitas

pembangkit yang dibangun dapat lebih besar dan lebih efisien. Selain itu, permasalahan

kekurangan daya yang terjadi dan gangguan ketidakstabilan daya dapat diminimalisir.

Gambar Boks 1.1. Peta Penyediaan Listrik dan Rencana Transmisi Kelistrikan di Provinsi NTT

Sumber : PLN Provinsi NTT, diolah

Berdasarkan progress pembangunan, transmisi Timor saat ini sudah tersambung di wilayah

Kupang hingga Soe, sehingga suplai listrik untuk Kabupaten TTS sudah dipenuhi dari

pembangkit Kupang. Hingga Desember 2016, transmisi kelistrikan diharapkan sudah dapat

tersambung hingga Kabupaten TTU, sehingga kebutuhan listrik dapat langsung dipenuhi dari

Kupang. Hingga akhir 2017, transmisi kelistrikan ditargetkan sudah tersambung hingga

Atambua, sehingga jaringan kelistrikan Pulau Timor dapat terintegrasi dari Kupang hingga

Atambua. Transmisi Flores yang sudah tersambung baru dari pembangkit Ropa ke Ende.

Transmisi kelistrikan lainnya diperkirakan sebagian baru akan selesai di tahun 2017, dan

operasional tahun 2018. Transmisi Sumba kemungkinan baru tersambung dan operasional di

tahun 2018.

Adapun progres pembangunan pembangkit listrik antara lain saat ini dilakukan penyelesaian

pembangunan PLTU IPP 1x15MW dan diperkirakan bisa beroperasi pada awal tahun 2017.

Selain itu, sedang dipersiapkan sistem kelistrikan untuk persiapan kedatangan kapal listrik dari

Turki yang rencananya akan beroperasi di awal tahun 2017 dengan daya mencapai 60MW.

Dengan demikian, sistem Kupang akan mendapat tambahan daya setidaknya sebesar 75MW,

masih lebih besar dibanding perkiraan kebutuhan penambahan jaringan baru yang sebesar

67MW. Potensi penambahan masih terdapat dari penyelesaian pembangunan PLTU IPP

1x15MW dan PLTU Bolok 2 1x13MW yang saat ini masih dalam pengerjaan. Dengan

beroperasinya keempat pembangkit tersebut, dan terintegrasinya sistem kelistrikan di Pulau

Timor, maka PLN dapat melakukan penghematan dengan menghentikan PLTD yang

membutuhkan biaya operasional besar di Soe, Kefamenanu dan Atambua dengan total

Page 41: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL · Grafik 1.17 Data Pengiriman Ternak dari Pelabuhan Tenau----- 13 Grafik 1.18

Boks 1 | Update Perkembangan Penyediaan Kelistrikan di Provinsi NTT 23

kapasitas terpasang sebesar 16MW. PLN juga berharap rencana proyek investasi yang diajukan

dapat segera terealisasi antara lain proyek smelter mangan yang membutuhkan daya hingga

20MW dan proyek pabrik Semen Kupang III dengan total kebutuhan listrik mencapai 30MW.

Selebihnya akan digunakan untuk memenuhi permintaan sambungan baru dan tambah daya

yang saat ini belum dilayani. Adanya surplus produksi listrik ini hendaknya dapat dimanfaatkan

untuk menggiatkan investasi yang saat ini selalu terkendala permasalahan listrik.

Pengembangan kawasan industri Bolok dapat lebih didorong agar lapangan kerja dapat

tersedia.

Kondisi kelistrikan di Pulau Flores saat ini masih mengalami kekurangan daya. Tingginya selisih

beban puncak antara siang dan malam juga masih menjadi kendala utama permasalahan

kelistrik di Pulau Flores. Hingga tahun 2017, permasalahan tersebut diprediksi masih akan

terjadi. Dalam rangka penambahan daya, dalam waktu dekat PLN akan berupaya untuk

membangun PLTMG Maumere dengan kapasitas 40 MW dan PLTMG Flores tahap 1 dengan

kapasitas 20MW yang rencananya akan dibangun di Labuan Bajo dan beroperasi secara

komersial pada tahun 2018. Dengan terselesaikannya dua proyek besar tersebut, maka

kekurangan daya yang terjadi dapat terkurangi dan penghematan anggaran dapat dilakukan.

Terkait besarnya selisih beban puncak antara siang dan malam, hal ini setidaknya dapat

ditangkap oleh pemerintah daerah sebagai peluang untuk mengembangkan industri di Flores

yang di waktu siang masih memiliki cadangan kapasitas listrik hingga 24MW.

Kekurangan daya di Pulau Sumba menurut rencana dapat lebih cepat diatasi seiring dengan

adanya pembangunan pembangkit listrik berenergi terbarukan di Pulau Sumba antara lain

pembangunan 20 PLTM/PLTMH dengan total daya 5,1MW di tahun 2017, PLT Biomasa Sumba

1MW di tahun 2017 IPP PLTS Waingapu dengan kapasitas 1MW. Untuk mengatasi beban

puncak, juga direncanakan dibangun PLTMG Waingapu dengan kapasitas 10MW dan PLTMG

Waingapu 2 dengan daya 30MW yang diperkirakan beroperasi pada tahun 2018 dan 2019. PT

Muria Sumba Manis juga berencana membangun PLT Biomasa sendiri dengan kapasitas

mencapai 25MW. Hasilnya sebesar 20MW akan digunakan untuk operasional pabrik gula dan

5MW akan dijual ke PLN.

Tabel Boks 1.1. Progres Pembangunan Pembangkit dan Permasalahan yang Dihadapi

Sumber : PLN Provinsi NTT, diolah

Nama Project

PLTMG

Kupang

Peaker

PLTMG

RotePLTMG Alor

PLTMG

Waingapu

PLTU Timor

1MPP Flores

PLTMG

Maumere

Kapasitas 50 5 10 10 100 20 40

COD 2017 2017 2017 2017 2019 2017 2017

Feasibility Studies √ √ √ √ √ √ √

Ijin Prinsip Gub NTT √ √ √ √ √ √ √

Ijin RTRW Bupati/Walikota √ √ √ √ √ √ √

UKL-UPL Draft Draft √ √ Draft √ Draft

Tim Pengadaan Tanah Dalam Proses Belum Ada Belum Dalam Proses Dalam Proses Ada

Kendala Lahan Belum bebasBelum

bebasBelum bebas

Belum

bebasBelum bebas Belum bebas -

Tahapan Pembebasan

tanahBentuk Tim

Pelimpahan

wewenang

Proses

Pembebasan

Pelimpahan

wewenangBentuk Tim Bentuk Tim Clear

Tahap Pekerjaan

Pembangkit- - - - - - Lelang

Page 42: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL · Grafik 1.17 Data Pengiriman Ternak dari Pelabuhan Tenau----- 13 Grafik 1.18

Boks 1 | Update Perkembangan Penyediaan Kelistrikan di Provinsi NTT 24

Terkait pembangunan pembangkit listrik tersebut, sebagian besar studi kelayakan sudah

diselesaikan, demikian pula dengan ijin prinsip dari Gubernur NTT dan Ijin rencana tata ruang

wilayah dari Bupati/Walikota. Adapun ijin lingkungan yang sudah diselesaikan baru untuk

pembangunan PLTMG Alor, Waingapu dan PLTMG Flores tahap 1. kendala utama yang masih

dihadapi adalah permasalahan pembebasan lahan yang masih belum selesai, sehingga PLN

belum dapat melanjutkan ke tahap berikutnya. Demikian pula dengan pembangunan transmisi

yang juga mengalami permasalahan yang sama. Peran aktif pemerintah dalam segera

menyukseskan program kelistrikan di NTT sangat diperlukan agar 1.039 desa yang belum teraliri

aliran listrik dapat segera menikmati listrik di rumah mereka.

Page 43: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL · Grafik 1.17 Data Pengiriman Ternak dari Pelabuhan Tenau----- 13 Grafik 1.18

Bab II |Keuangan Daerah 25

KEUANGAN DAERAH Realisasi pendapatan pemerintah di Provinsi NTT pada triwulan III-2016 mencapai Rp

18,41 triliun atau telah mencapai 74,39% dari pagu rencana pendapatan tahun

2016 sebesar Rp 24,75 triliun.

Di sisi lain, realisasi belanja pemerintah tercatat baru mencapai Rp 18,21 triliun atau

53,39% dari pagu belanja tahun 2016 sebesar Rp 34,11 triliun.Untuk pagu belanja,

terjadi penyesuaian di triwulan III dari sebelumnya sebesar Rp 35,08 Triliun yang

terutama disebabkan oleh penghematan anggaran belanja pemerintah pusat.

2.1 Kondisi Umum

Perkembangan realisasi pendapatan pemerintah di Provinsi NTT pada triwulan III

2016 telah mencapai Rp 18,41 triliun atau 74,39% dari total rencana pendapatan tahun

2016 yang sebesar Rp 24,75 triliun. Dari sisi persentase, realiasi pendapatan APBN

Pemerintah Pusat di Provinsi NTT menjadi yang tertinggi sebesar 670,62% atau Rp 1,75

triliun yang terutama berasal dari Pajak Penghasilan (PPh) yang tidak termasuk rencana

pendapatan, namun merupakan pendapatan tertinggi struktur APBN di daerah NTT.

Sementara itu, realisasi belanja pemerintah di NTT telah mencapai Rp 18,21 triliun atau

53,39% dari total pagu belanja tahun 2016 yang sebesar Rp 34,11 triliun. Pencapaian

tersebut tercatat lebih tinggi dibandingkan pencapaian hingga triwulan-III tahun 2015

yang sebesar Rp 15,02 triliun atau hanya 43,53% dari pagu anggaran 2015. Pencapaian

realisasi belanja tertinggi untuk tahun 2016 terutama Pemerintah Provinsi sebesar

63,13%. Di sisi lain, terdapat penurunan pagu belanja sebesar Rp 975,45 miliar pada

triwulan III dibandingkan rencana sebelumnya yang terutama didorong langkah

penghematan anggaran APBN oleh pemerintah pusat sebesar Rp 1,19 triliun.

Grafik 2.1. Realisasi Pendapatan dan Belanja Pemerintah Pusat, Provinsi dan Kabupaten/Kota di Provinsi Nusa Tenggara Timur

Sumber : Kanwil Ditjen Perbendaharaan dan Biro Keuangan Provinsi NTT, diolah

Page 44: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL · Grafik 1.17 Data Pengiriman Ternak dari Pelabuhan Tenau----- 13 Grafik 1.18

Bab II |Keuangan Daerah 26

2.2 Pendapatan Daerah

Total pendapatan pemerintah di Provinsi NTT hingga triwulan-III 2016 tercatat

telah mencapai Rp 18,41 triliun. Jumlah tersebut terdiri dari pendapatan APBN yang

mencapai Rp 1,75 triliun atau 670,62% dari target dengan sumber pendapatan

terbesar dari Pajak Penghasilan sebesar Rp 892,13 miliaratau 51,06% dari total

pendapatan, diikuti oleh Pajak Pertambangan Nilai (Rp 466,54 miliar) dan Penerimaan

Negara Bukan Pajak (Rp 354,10 miliar) yang terutama disumbang oleh Pendapatan

Pendidikan sebesar Rp 159,09 miliar. Pencapaian realisasi pendapatan untuk tingkat

provinsi telah mencapai 70,40% atau Rp 2,73 triliun dengan sumber utama

pendapatan berasal dari Dana Alokasi Khusus (DAK) sebesar Rp 1,01 triliun dan diikuti

oleh Dana Alokasi Umum (DAU) sebesar Rp 993,19 miliar serta Pendapatan Asli Daerah

(Rp 624,87 miliar) yang terutama berasal dari Pajak Daerah (Rp 428,09 miliar).

Sementara itu, realisasi pendapatan pemerintah Kabupaten/Kota telah mencapai Rp

13,94 triliun (67,60%), namun masih didominasi pendapatan DAU sebesar Rp 9,39

triliun (67,4%). Di sisi lain, adanya penundaan DAU untuk 5 (lima) pemerintah daerah,

yaitu Provinsi NTT, Kab. Kupang, Kab. Ende, Kab. Sumba Timur dan Kab. Manggarai

Barat diperkirakan dapat mempengaruhi pencapaian target pendapatan pemerintah di

akhir tahun, walaupun berdasarkan informasi terakhir DAU yang ditunda akan kembali

direalisasikan oleh Pemerintah Pusat pada bulan Desember.

Apabila dilihat berdasarkan data spasial, Kab. Manggarai Timur memiliki

pencapaian realisasi pendapatan tertinggi sebesar 76,5% dari rencana 2016, diikuti

oleh Kab. Rote Ndao (76,4) dan Kab. Lembata (72,1%). Di sisi lain, Kab. Nagekeo

(51,7%) bersama dengan Kab. Sabu Raijua (60,3) serta Kab. Kupang (62,8%) menjadi

daerah dengan realisasi pendapatan terendah hingga triwulan-III 2016. Dominasi

Grafik 2.2 Pangsa Realisasi Sumber Pendapatan

APBN

Grafik 2.3 Pangsa Realisasi Sumber Pendapatan APBD Provinsi/ Kab-Kota

Sumber: Kanwil Ditjen Perbendaharaan Prov. NTT Sumber: Biro Keuangan Provinsi NTT

Page 45: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL · Grafik 1.17 Data Pengiriman Ternak dari Pelabuhan Tenau----- 13 Grafik 1.18

Bab II |Keuangan Daerah 27

realisasi pendapatan yang berasal dari komposisi DAU juga terlihat di masing-masing

daerah dengan rata-rata mencapai 67,7%. Komposisi Pendapatan Asli Daerah tertinggi

dicapai oleh Kota Kupang sebesar 12,1%, sementara komposisi DAK tertinggi ada di

Kab.Nagekeo (21%) yang terutama diperuntukkan bagi pengembangan infrastruktur

dasar. Di sisi lain, pendapatan lain-lain tertinggi diperoleh Kab. Ende (24,34%) yang

terutama disumbangkan oleh pendapatan Dana Penyesuaian dan Otonomi Khusus

sebesar Rp 183,7 miliar.

Grafik 2.4. Realisasi Pendapatan Pemerintah Kabupaten/Kota dan Komponennya Triwulan-III 2016

an

Sumber: Biro Keuangan Setda Provinsi NTT, diolah

2.3 Belanja Daerah

Perkembangan realisasi belanja APBN dan APBD Pemerintah di Provinsi NTT

hingga triwulan-III 2016 mencapai Rp 18,21 triliun atau 53,39% dari pagu belanja

pemerintah tahun 2016 yang sebesar Rp 34,11 triliun. Pagu belanja pemerintah sendiri

mengalami penurunan sebesar 2,78% atau sebesar Rp 975,43 miliar dibandingkan

pagu belanja awal. Penurunan ini merupakan dampak dari upaya penghematan

anggaran pemerintah pusat yang terlihat dari berkurangnya pagu belanja APBN sebesar

Rp 1,19 triliun. Namun, penghematan tersebut lebih diarahkan pada potongan mandiri

dari instansi terkait dan program yang bisa ditunda atau tidak akan dilanjutkan.

Apabila dilihat secara umum, realisasi belanja pemerintah sebesar Rp 18,21

triliun (53,39%) tersebut cenderung lebih tinggi dibandingkan triwulan III-2015 yang

sebesar Rp 15,02 triliun (43,53%). Hal ini turut didorong oleh realisasi gaji ke-13 dan

ke-14 pada triwulan-II serta upaya percepatan kegiatan proyek dan lelang. Namun,

adanya penundaan DAU terhadap 5 (lima) Pemerintah Kabupaten/Kota, penundaan

tunjangan dan sertifikasi, serta pengurangan DAK di beberapa daerah turut

menyebabkan penyerapan yang tidak optimal pada triwulan-III karena adanya proses

Page 46: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL · Grafik 1.17 Data Pengiriman Ternak dari Pelabuhan Tenau----- 13 Grafik 1.18

Bab II |Keuangan Daerah 28

evaluasi dan revisi anggaran yang dilakukan instansi pemerintah. Walaupun demikian,

berdasarkan informasi terakhir, DAU akan kembali dicairkan oleh pemerintah pusat

pada bulan Desember. Terbatasnya waktu realisasi dengan akhir tahun diperkirakan

menyebabkan penyerapan masih tetap akan kurang optimal.

Di sisi lain, berdasarkan pangsa pagu belanja masing-masing pemerintah daerah,

adanya isu penundaan DAU belum berdampak signifikan terhadap rencana belanja. Hal

ini terlihat dari masih samanya komponen belanja untuk 4 (empat) daerah yang

mengalami penundaan, yaitu Kab. Kupang, Kab. Ende, Kab. Sumba Timur dan Kab.

Manggarai Barat. Komponen belanja pegawai tertinggi, masih berada di Kota Kupang

sebesar 56,2%, diikuti Kab. Belu (47,3%) dan Kab.Timor Tengah Utara (47,2%).

Sementara itu, pangsa belanja modal tertinggi juga masih berada di Kab. Sabu Raijua

sebesar 39,2% diikuti Kab. Sumba Barat (33%) dan Kab. Malaka (32%).

Grafik 2.5. Pangsa Belanja Kabupaten/Kota

Sumber: Biro Keuangan Setda Provinsi NTT, diolah

Apabila dibandingkan dengan pencapaian triwulan-III 2015, realisasi belanja

pemerintah, baik belanja secara umum maupun belanja modal cenderung lebih baik.

Belanja modal sendiri pada triwulan III-2016 tercatat 36,21% dari pagu 2016 atau Rp

3,15 triliun dibandingkan pencapaian triwulan-III 2015 yang sebesar 29,74% dari pagu

2015 atau Rp 2,87 triliun. Peningkatan realisasi ini menunjukkan adanya upaya

perbaikan pemerintah untuk melakukan percepatan kegiatan proyek di tahun 2016.

Beberapa kegiatan proyek yang tercatat di tahun 2016, diantaranya proyek multiyears

seperti bendungan serta gedung pemerintah, serta pembangunan berbagai fasilitas

publik, seperti jalan dan Pos Lintas Batas Negara (PLBN) di beberapa tempat seperti

Di sisi lain, meskipun telah terdapat perbaikan dalam

penyerapan belanja modal, namun masih relatif rendahnya realisasi belanja modal yang

sebesar 36,21% menunjukkan masih adanya permasalahan yang dialami pemerintah,

Page 47: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL · Grafik 1.17 Data Pengiriman Ternak dari Pelabuhan Tenau----- 13 Grafik 1.18

Bab II |Keuangan Daerah 29

baik terkait pembayaran termin maupun proses pengesahan anggaran APBD yang

tertunda. Dalam hal belanja modal, realisasi belanja modal APBN menjadi yang tertinggi

sebesar 51,22% dari pagu atau Rp1,32 triliun dari total pagu sebesar Rp 2,58 triliun.

Sementara itu, berdasarkan komposisi belanja secara umum hingga triwulan-III, realisasi

belanja konsumsi masih menjadi komponen tertinggi di Provinsi NTT dengan total

59,6%. Tingginya realisasi belanja tersebut turut didukung realisasi gaji ke-13 dan ke-

14 pada triwulan-II dan pembayaran gaji pegawai serta kegiatan kedinasan. Hal ini juga

terlihat dari realisasi belanja pegawai yang telah mencapai Rp 12,36 triliun atau

46,11% dari pangsa total realisasi belanja pemerintah hingga triwulan-III 2016. Realisasi

belanja konsumsi tertinggi berada di Pemerintah Provinsi sebesar 68,8% atau Rp 2,2

triliun dari total pagu belanja konsumsi sebesar Rp 3,2 triliun.

Grafik 2.8. Realisasi Belanja APBN dan APBD Provinsi dan Kabupaten/Kota di Provinsi NTT

Tabel 2.1 Realisasi Belanja APBN dan APBD Provinsi dan Kabupaten/Kota di Provinsi

NTT

Nominal %

BELANJA DAERAH 34,109.1 18,210.4 53.39 100

Belanja Modal 8,705.5 3,152.6 36.21 17.31

Belanja Konsumsi 25,269.9 15,057.7 59.59 82.69

Belanja Pegawai 12,360.1 8,395.9 67.93 46.11

Belanja Barang dan Jasa 7,816.8 3,566.6 45.63 19.59

Belanja Hibah 1,608.6 1,226.1 76.22 6.73

Belanja Bantuan Sosial 86.5 33.8 39.09 0.19

Belanja Bagi Hasil 666.9 339.6 50.92 1.87

Bantuan Keuangan 2,654.7 1,484.5 55.92 8.15

Konsumsi Lainnya 76.2 11.2 14.71 0.06

Belanja Lainnya 133.7 - - -

URAIAN RENCANAREALISASI PANGSA

(%)

Sumber : Kanwil Ditjen Perbendaharaan Provinsi NTT dan Biro Keuangan Provinsi NTT, diolah

Sumber : Kanwil Ditjen Perbendaharaan Provinsi NTT dan Biro Keuangan Provinsi NTT, diolah (*Miliar Rp)

Berdasarkan perkembangan realisasi belanja dari masing-masing tingkat

pemerintahan, maka dapat diketahui hal-hal berikut:

Grafik 2.6. Perkembangan Realisasi Belanja Grafik 2.7. Perkembangan Realisasi Belanja Modal

Sumber: Ditjen Perbendaharaan Prov. NTT & Biro Keuangan

Sumber: Ditjen Perbendaharaan Prov. NTT & Biro Keuangan

Page 48: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL · Grafik 1.17 Data Pengiriman Ternak dari Pelabuhan Tenau----- 13 Grafik 1.18

Bab II |Keuangan Daerah 30

2.3.1 Belanja APBN

Realisasi belanja APBN hingga triwulan-III mencapai Rp 4,75 triliun atau 27,55%

dari total pagu belanja APBN tahun 2016 sebesar Rp 8,26 triliun. Porsi belanja APBN

pada triwulan-III mengalami penurunan dari sebelumnya sebesar Rp 9,45 triliun yang

terutama terjadi pada belanja modal sebesar Rp 1,12 triliun seiring upaya penghematan

dari pemerintah pusat. Sementara itu, pangsa realisasi belanja tertinggi untuk triwulan-

III terutama dipergunakan bagi belanja pegawai sebesar Rp 1,83 triliun (38,51%) dan

diikuti belanja barang dan jasa sebesar Rp 1,59 triliun (44,54%). Di sisi lain, pangsa

realisasi belanja modal tercatat sebesar Rp 1,32 triliun atau 27,84%yang

dipergunakan bagi pembangunan beberapa infrastruktur utama seperti bendungan,

jalan, Pos Lintas Batas Negara, jembatan, serta pemeliharaan jalan rutin.

2.3.2 Belanja Pemerintah Provinsi NTT

Perkembangan realisasi belanja pemerintah Provinsi NTT hingga triwulan-III 2016

mencapai Rp 2,46 triliun atau 63,13% dari pagu belanja sebesar Rp 3,90 triliun. Dalam

upaya pencapaian realisasi yang optimal, Pemerintah Provinsi NTT turut terkendala

dengan adanya penundaan DAU dari pemerintah pusat. Tercatat DAU Provinsi NTT

pada rentang September hingga Desember yang memiliki kemungkinan ditunda

mencapai Rp 242,1 miliar. Namun, telah terdapat informasi bahwa DAU akan kembali

direalisasikan Pemerintah Pusat pada bulan Desember. Sementara itu, belanja

Pemerintah Provinsi hingga triwulan-III masih didominasi oleh belanja hibah yang

mencapai Rp 1,3 triliun atau 45,98% dari total realisasi belanja yang dipergunakan

untuk penyaluran dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) serta kelanjutan program

dana bergulir pemerintah, seperti Desa Mandiri Anggur Merah. Dari komponen belanja

konsumsi, belanja pegawai memiliki pangsa realisasi tertinggi sebesar Rp 455,35 miliar

atau 18,5% diikuti belanja barang dan jasa yang mencapai Rp 416,69 miliar atau

16,93%. Di sisi lain, realisasi belanja modal pemerintah Provinsi baru mencapai Rp

258,79 miliar atau dengan pangsa hanya 10,52%.

Page 49: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL · Grafik 1.17 Data Pengiriman Ternak dari Pelabuhan Tenau----- 13 Grafik 1.18

Bab II |Keuangan Daerah 31

Grafik 2.9. Pangsa Realisasi Belanja Konsumsi APBN Pemerintah dan APBD

Sumber : Kanwil Ditjen Perbendaharaan dan Biro Keuangan Provinsi NTT, diolah

2.3.3 Belanja Pemerintah Kabupaten/Kota

Realisasi belanja pemerintah Kabupaten/Kota hingga triwulan-III 2016 mencapai

Rp 11 triliun atau 50,09% dari pagu belanja 2016 sebesar Rp 21,95 triliun. Realisasi

terbesar terutama belanja pegawai yang mencapai 66,11% dari target belanja atau

sebesar Rp 6,11 triliun, setara dengan 55,56% dari total belanja pemerintah

kabupaten/kota. Dengan pangsa belanja sebesar 13,34% dari total belanja, bantuan

keuangan menjadi pos belanja dengan realisasi cukup besar hingga 55,92% atau setara

1,47 triliun. Realisasi belanja modal baru tercapai 28,25% dari pagu belanja atau hanya

sebesar Rp 1,57 triliun dengan pangsa 14,28% dari total belanja, dan belanja barang

dan jasa yang sebesar Rp 1,56 triliun (pangsa: 14,15%) juga baru terealisasi sebesar

39,39% dari pagu anggaran. Sementara itu, rata-rata belanja di setiap Kabupaten/Kota

mencapai 50,1% dengan rata-rata belanja modal sebesar 14,7%.

Apabila dianalisis secara spasial, adanya penundaan DAU untuk beberapa daerah

mulai dirasakan dampaknya. Hal ini terlihat dari realisasi daerah-daerah yang

mengalami penundaan, seperti Kab. Kupang (realisasi: 48,42%), Kab. Ende (44,27%),

dan Kab. Sumba Timur (48,42%) yang berada dibawah rata-rata pencapaian belanja

Kabupaten/Kota di NTT kecuali Kab. Manggarai Barat yang masih mampu

merealisasikan belanja hingga sebesar 55,64% dari pagu anggaran. Adapun presentase

belanja pemerintah tertinggi ada di Kabupaten Flores Timur sebesar 62,94%, diikuti

oleh Kab. Rote Ndao (60,32%) dan Kab. Manggarai Timur (58,85%). Namun dari sisi

komponen belanja, sebagian besar realisasi belanja masih digunakan untuk belanja

pegawai yang mencapai lebih dari 60% di beberapa Kota/kabupaten, diantaranya Kota

Kupang, Kab. Timor Tengah Utara, Kab. Belu, Kab. Malaka dan Kab. Ende. Sementara

Page 50: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL · Grafik 1.17 Data Pengiriman Ternak dari Pelabuhan Tenau----- 13 Grafik 1.18

Bab II |Keuangan Daerah 32

itu, belanja terendah berada di Kabupaten Malaka (38,52%) dengan komponen

realisasi terbesar adalah belanja pegawai (64,4%).

Grafik 2.10. Realisasi Belanja dan Komponennya Kabupaten/Kota di Provinsi Nusa Tenggara Timur

Sumber: Biro Keuangan Setda Provinsi NTT, diolah

Di sisi lain, realisasi belanja modal tertinggi ada di Kab. Rote Ndao (53,5%),

diikuti Kab. Flores Timur (49,7%) dan Kab. Manggarai Timur (44,4%), sementara

belanja modal terendah di Kab. Malaka (9,2%) , Ende dan Sumba Barat Daya (14,6%).

Namun porsi realisasi belanja modal dibandingkan total belanja tertinggi ada di Kab.

Sabu Raijua (30,5%) dan Kab. Rote Ndao (24,6%). Porsi belanja modal yang tinggi

tersebut menggambarkan besarnya belanja produktif yang dilakukan pemda.

Gambar 2.1. Realisasi Belanja Modal Kabupaten/Kota di Provinsi Nusa Tenggara Timur

Sumber: Biro Keuangan Setda Provinsi NTT, diolah

2.4 Dana Pemerintah di Perbankan

Berdasarkan data perbankan hingga Triwulan III-2016, tercatat Dana Pihak

Ketiga (DPK) Pemerintah dalam bentuk simpanan pada lembaga perbankan sebesar Rp

5,70 triliun. DPK tersebut menurun -17,8% (qtq) apabila dibandingkan triwulan II-2016

Page 51: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL · Grafik 1.17 Data Pengiriman Ternak dari Pelabuhan Tenau----- 13 Grafik 1.18

Bab II |Keuangan Daerah 33

yang sebesar Rp 6,93 triliun. Penurunan DPK tersebut menguatkan hipotesa

peningkatan realisasi anggaran pada triwulan-III yang digunakan bagi kegiatan

pemerintah. Total DPK pemerintah sendiri paling banyak berada pada komponen Giro

sebesar Rp 3,89 triliun.

Grafik 2.11. Dana Pihak Ketiga Pemerintah di Perbankan NTT

Tabel 2.2. Komposisi DPK Pemerintah di NTT

Sumber: Bank Indonesia, diolah

PEMERINTAH GIRO TABUNGAN DEPOSITO TOTAL DPK

PUSAT 86.40 1.37 - 87.77

PROVINSI 141.36 2.84 204.60 348.80

KOTA 320.47 17.85 196.30 534.62

KABUPATEN 3,340.36 121.91 1,264.51 4,726.78

TOTAL (*Rp Miliar) 3,888.59 143.97 1,665.41 5,697.97

Sumber : Bank Indonesia, diolah

Lampiran:

Tabel 2.3 Ringkasan Realisasi Pendapatan dan Belanja Pemerintah Pusat, Provinsi dan Kabupaten/Kota di Provinsi Nusa Tenggara Timur

Rp jutaan

APBN KAB PROV TOTAL APBN KAB PROV TOTAL

PENDAPATAN DAERAH 260,527 20,617,972 3,876,020 24,754,519 1,747,150 13,938,422 2,728,755 18,414,327

BELANJA DAERAH 8,258,889 21,951,655 3,898,591 34,109,135 4,752,759 10,996,556 2,461,068 18,210,383

Belanja Modal 2,583,085 5,560,241 562,136 8,705,463 1,323,075 1,570,778 258,788 3,152,641

Belanja Konsumsi 5,675,804 16,391,414 3,202,708 25,269,926 3,429,683 9,425,777 2,202,281 15,057,741

Belanja Pegawai 2,443,985 9,242,372 673,780 12,360,137 1,830,505 6,110,070 455,355 8,395,930

Belanja Barang dan Jasa 3,210,303 3,950,686 655,806 7,816,795 1,593,535 1,556,372 416,694 3,566,601

Belanja Hibah - 149,663 1,458,914 1,608,577 - 94,430 1,131,624 1,226,055

Belanja Bantuan Sosial 21,516 43,131 21,830 86,477 5,643 21,872 6,291 33,806

Belanja Bagi Hasil - 309,245 357,699 666,944 - 164,917 174,723 339,641

Bantuan Keuangan - 2,630,066 24,679 2,654,746 - 1,467,058 17,437 1,484,495

Konsumsi Lainnya - 66,250 10,000 76,250 - 11,057 156 11,213

Belanja Lainnya - - 133,746 133,746 - - - -

SURPLUS/DEFISIT (7,998,362) (1,333,684) (22,570) (9,354,616) (3,005,608) 2,941,866 267,686 203,944

PEMBIAYAAN DAERAH

Penerimaan 1,434,969 82,570 1,517,539 2,168,392 162,936 2,331,328

SILPA Tahun Lalu 1,357,552 75,000 1,432,552 2,053,560 158,726 2,212,286

Lainnya 77,417 7,570 84,987 114,832 4,210 119,042

Pengeluaran 102,285 60,000 162,285 63,860 54,459 118,319

Penyertaan Modal 96,200 50,000 146,200 60,500 50,000 110,500

Lainnya 6,085 10,000 16,085 3,360 4,459 7,819

PEMBIAYAAN NETTO 1,332,684 22,570 1,355,254 2,104,532 108,477 2,213,009

SILPA SEKARANG (1,000) - (1,000) 5,046,398 376,164 5,422,562

APBN/APBD REALISASI

Sumber: Kanwil Ditjen Perbendaharaan dan Biro Keuangan Provinsi NTT, diolah

Page 52: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL · Grafik 1.17 Data Pengiriman Ternak dari Pelabuhan Tenau----- 13 Grafik 1.18
Page 53: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL · Grafik 1.17 Data Pengiriman Ternak dari Pelabuhan Tenau----- 13 Grafik 1.18

| Bab III Perkembangan Inflasi Daerah 34

34

Inflasi NTT mengalami penurunan cukup besar di triwulan III 2016 dibanding

inflasi di triwulan II 2016 seiring deflasi yang terjadi di sepanjang triwulan III

2016. Tidak adanya kegiatan besar disertai adanya penurunan permintaan

menjelang tahun ajaran baru sekolah dan universitas, penghematan anggaran

pemerintah dan kondisi cuaca yang relatif baik membuat pasokan komoditas

bahan makanan cukup tersedia, sehingga harga dapat mengalami penurunan.

Kelompok komoditas volatile food menjadi penyumbang deflasi utama, setelah

pada triwulan sebelumnya menjadi penyumbang utama inflasi di NTT. Penurunan

harga ikan segar seiring dengan kondisi cuaca yang membaik ataupun penurunan

harga beras menjadi penyebab utama deflasi kelompok komoditas bahan makanan.

Secara triwulanan, pada triwulan III 2016, Provinsi NTT menjadi provinsi dengan

capaian deflasi terendah di Indonesia.

Sepanjang triwulan IV 2016, inflasi diperkirakan mengalami kenaikan cukup tinggi

seiring dengan adanya libur hari raya Natal dan Tahun Baru, kurangnya pasokan

daging ayam ras dan sayur-sayuran ataupun dikarenakan oleh pembalikan harga

yang saat ini sudah cukup rendah. Adanya peringatan hari nusantara juga

berpotensi meningkatkan inflasi angkutan udara seiring dengan waktu pelaksanaan

yang bertepatan dengan waktu perhitungan inflasi. Adapun capaian inflasi pada

bulan Oktober 2016 sebesar 0,19% (mtm) hanya sedikit lebih besar dibanding

nasional yang sebesar 0,14% (mtm).

Sepanjang tahun 2016, inflasi Provinsi NTT diperkirakan masih akan relatif rendah

pada kisaran 2,4-2,8% (yoy). Potensi inflasi yang cukup tinggi di akhir tahun

diprediksi tidak akan setinggi inflasi di akhir tahun 2015, sehingga nilai inflasi masih

dapat terjaga.

3.1. Kondisi Umum

Inflasi Provinsi NTT pada triwulan III 2016 mengalami penurunan yang

cukup besar mencapai 3,07% (yoy) dibanding triwulan sebelumnya yang

sebesar 5,02% (yoy) atau relatif sama dengan inflasi nasional yang juga

sebesar 3,07% (yoy). Deflasi yang terjadi pada bulan Juli, Agustus dan

September 2016 membuat pencapaian inflasi NTT mengalami penurunan yang

cukup besar. Penurunan inflasi yang cukup signifikan ini terutama disebabkan oleh

penurunan inflasi bahan makanan seiring dengan peningkatan pasokan komoditas ikan

segar, sayur-sayuran dan bumbu-bumbuan karena membaiknya kondisi cuaca,

turunnya permintaan angkutan udara paska hari raya Idul Fitri dan libur sekolah, serta

adanya peningkatan kebutuhan pendidikan yang mendorong penurunan permintaan

pada komoditas yang lain. Adanya hari raya Idul Fitri, libur sekolah maupun hari

Page 54: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL · Grafik 1.17 Data Pengiriman Ternak dari Pelabuhan Tenau----- 13 Grafik 1.18

| Bab III Perkembangan Inflasi Daerah 35

35

keluarga nasional di bulan Juli 2016 ternyata tidak berpengaruh terhadap inflasi NTT

dikarenakan oleh terjaganya pasokan komoditas. Tidak adanya even skala nasional di

bulan Agustus dan September 2016 membuat permintaan relatif normal, sehingga

dengan kondisi pasokan yang terjaga, harga dapat stabil bahkan mengalami

penurunan yang cukup besar. Kembali normalnya harga daging ayam ras juga

membantu deflasi yang terjadi, setelah di triwulan sebelumnya mengalami kenaikan

inflasi yang cukup tinggi.

Grafik 3.1. Inflasi Tahunan Provinsi NTT dan

Nasional Tabel 3.1. 10 Komoditas Utama Penyumbang

Inflasi Tahunan di Provinsi NTT

Pada bulan Oktober 2016, Provinsi NTT kembali mengalami inflasi namun

relatif terjaga yaitu hanya sebesar 0,19% (mtm) membuat inflasi secara tahunan

mengalami penurunan menjadi sebesar 2,93% (yoy). Berdasarkan bulan berjalan,

inflasi NTT hanya sebesar -0,23% (ytd) dan menjadi capaian inflasi terendah

kedua setelah Provinsi Sulawesi Utara. Potensi inflasi tinggi diperkirakan dapat

terjadi pada bulan November dan Desember 2016 seiring majunya musim hujan

yang sudah terjadi yang berpotensi mengurangi pasokan ikan segar, sayur-

sayuran, dan bumbu-bumbuan. Kurangnya suplai DOC di seluruh Provinsi NTT

juga berpotensi meningkatkan harga daging ayam ras seiring tingginya

permintaan selama Hari Raya Natal dan Tahun baru.

3.1.1 Inflasi Bulanan Berbanding terbalik dengan kondisi di triwulan II 2016, Provinsi NTT

sepanjang triwulan III 2016 selalu mengalami deflasi di tiap bulannya. Walaupun

terdapat perayaan Hari Raya Idul Fitri, pembayaran gaji ke-14, libur sekolah dan

perayaan hari keluarga nasional yang berpusat di NTT pada bulan Juli 2016, Inflasi

Provinsi NTT justru dapat mengalami deflasi sebesar -0,32% (mtm) dibanding bulan

sebelumnya. Adanya peningkatan pasokan komoditas sayur-sayuran dan bumbu-

komoditas Inflasi yoysum

yoy

komoditas

Deflasiyoy

sum

yoy

Bawang Merah 102.72 0.40 Bensin (11.77) (0.31)

Rokok Kretek Filter 18.90 0.35 Kembung (19.15) (0.22)

Kangkung 36.95 0.28 Besi Beton (8.99) (0.07)

Pasir 14.04 0.17 Batako (14.00) (0.06)

Rokok Kretek 25.09 0.17 Cabai Rawit (50.73) (0.06)

Pisang 39.10 0.17 Solar (25.36) (0.05)

Nasi Lauk 7.23 0.16 Minyak Goreng (3.88) (0.04)

Gula Pasir 16.71 0.16 Seng (4.55) (0.04)

Semen 5.84 0.14 Daun Singkong (28.83) (0.04)

Tahu Mentah 31.90 0.14 Laptop (9.35) (0.04)

Sumber : BPS, diolah Sumber : BPS, diolah

Page 55: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL · Grafik 1.17 Data Pengiriman Ternak dari Pelabuhan Tenau----- 13 Grafik 1.18

| Bab III Perkembangan Inflasi Daerah 36

36

bumbuan seiring dengan membaiknya kondisi cuaca, dan sudah tingginya harga

komoditas di bulan sebelumnya membuat harga berbalik mengalami penurunan.

Pada bulan Agustus, Provinsi NTT kembali mengalami deflasi -0,80% (mtm)

terutama disebabkan oleh kembali menurunnya permintaan paska libur sekolah dan

Hari Raya Idul Fitri. Tingginya kebutuhan biaya sekolah juga membuat permintaan

komoditas mengalami penurunan. Angkutan udara menjadi penyumbang utama

penurunan harga diikuti komoditas ayam, daging dan telur ayam ras yang kembali

mengalami penurunan setelah sempat mengalami kenaikan signifikan pada triwulan II

2016 karena kekurangan pasokan.

Pada bulan September 2016, Provinsi NTT masih mengalami deflasi -0,17%

(mtm) terutama disebabkan oleh turunnya tarif angkutan udara seiring dengan

menurunnya permintaan paska pengumuman penghematan anggaran yang

disampaikan pemerintah. Membaiknya cuaca berdampak pada meningkatnya pasokan

ikan segar, dan sayur-sayuran. Pasokan gula juga kembali meningkat setelah di Jawa

mulai terdapat panen dan giling tebu.

Tabel 3.23. Komoditas Penyumbang Inflasi Utama Bulanan di Provinsi NTT

Sumber : BPS, diolah

Inflasi pada bulan Oktober 2016 kembali meningkat sebesar 0,19% (mtm).

Kurangnya pasokan DOC membuat pasokan ayam ras berkurang dan harga ayam ras

mengalami kenaikan cukup tinggi. Kekurangan DOC akibat dari pemusnahan indukan

yang terjadi tahun sebelumnya masih terasa dampaknya di tahun 2016 yang terlihat

dari fluktuasi harga daging ayam ras yang cukup besar. Harga sayur-sayuran dan

bumbu-bumbuan mulai meningkat setelah cenderung mengalami deflasi dalam 3 bulan

terakhir. Ikan segar mampu menjadi penghambat inflasi seiring dengan melimpahnya

pasokan di pasar.

Berdasarkan 10 komoditas utama pembentuk inflasi, hanya komoditas tarif listrik

dan kangkung yang persisten sebagai komoditas penyumbang inflasi utama, sedangkan

dari sisi deflasi, terdapat 9 komoditas yang dua kali menjadi penyumbang deflasi utama

KomoditasInflasi

(%)

Andil

(%)Komoditas

Inflasi

(%)

Andil

(%)Komoditas

Inflasi

(%)

Andil

(%)Komoditas

Inflasi

(%)

Andil

(%)

Angkutan Udara 11.00 0.33 Pisang 13.35 0.05 Kakap Merah 37.91 0.08 Daging Ayam Ras 12.95 0.14

Tongkol 35.58 0.17 Sekolah Dasar 5.07 0.05 Kangkung 6.83 0.05 Sawi Putih 20.16 0.11

Tembang 34.99 0.09 Tarip Listrik 1.61 0.04 Tarip Pulsa Ponsel 2.83 0.05 Beras 0.79 0.05

Pasir 4.72 0.05 Sekolah Menengah Atas 2.41 0.03 Tarip Air Minum Pikulan 9.71 0.04 Buncis 74.74 0.05

Gula Pasir 5.00 0.05 Kentang 8.75 0.02 Perguruan Tinggi 1.58 0.04 Tarip Listrik 1.64 0.05

Tarip Listrik 1.37 0.04 Bunga Pepaya 14.13 0.02 Sawi Putih 6.71 0.03 Bayam 12.96 0.03

Mie 2.41 0.03 Kue Basah 5.46 0.02 Ayam Hidup 5.45 0.03 Ayam Hidup 4.03 0.03

Bayam 8.72 0.03 Ekor Kuning 11.15 0.02 Daging Babi 4.35 0.03 Tembang 9.58 0.02

Kangkung 3.59 0.03 Sepatu 6.25 0.02 Daun Singkong 19.11 0.02 Bawang Putih 7.73 0.02

Rokok Putih 3.46 0.03 Batu Bata 7.33 0.01 Tarip Listrik 0.86 0.02 Kubis 33.81 0.02

Juli Agustus September Oktober

Page 56: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL · Grafik 1.17 Data Pengiriman Ternak dari Pelabuhan Tenau----- 13 Grafik 1.18

| Bab III Perkembangan Inflasi Daerah 37

37

antara lain daging ayam ras, angkutan udara, sawi putih, ikan kembung dan tembang,

tomat sayur, bayam, gula pasir dan ayam hidup. Turunnya harga daging ayam ras dan

ayam hidup lebih disebabkan oleh pembalikan harga setelah mengalami kenaikan

signifikan di triwulan sebelumnya. Membaiknya cuaca mampu meningkatkan pasokan

sayuran dan ikan segar, dan sudah tibanya musim giling tebu meningkatkan pasokan

gula.

Tabel 3.3. Komoditas Penyumbang Deflasi Utama Bulanan di Provinsi NTT

Sumber : BPS, diolah

Berdasarkan wilayah, inflasi di wilayah Balinusra mampu menjadi wilayah

dengan inflasi terendah kedua setelah wilayah Jawa secara tahunan dan terendah

kedua setelah Kalimantan secara triwulanan. Di Wilayah Balinusra, Inflasi NTT saat ini

berada di peringkat kedua terendah setelah NTB, dan secara triwulanan, inflasi NTT

mengalami deflasi -1,26% (qtq) dan menjadi inflasi terendah di Indonesia di sepanjang

triwulan III 2016.

Grafik 3.2. Perbandingan Inflasi 5 regional di

Indonesia Grafik 3.3. Perbandingan Inflasi di Wilayah

Balinusra

3.2. Inflasi Berdasarkan Kelompok Komoditas

Setelah menjadi penyebab tingginya inflasi di triwulan II 2016,

komoditas bahan makanan berbalik menjadi komoditas penyumbang deflasi

KomoditasDeflasi

(%)

Andil

(%)Komoditas

Deflasi

(%)

Andil

(%)Komoditas

Deflasi

(%)

Andil

(%)Komoditas

Deflasi

(%)

Andil

(%)

Sawi Putih (38.19) (0.35) Angkutan Udara (8.67) (0.29) Angkutan Udara (7.83) (0.24) Kangkung (11.39) (0.09)

Daging Ayam Ras (14.83) (0.21) Daging Ayam Ras (14.74) (0.18) Kembung (18.02) (0.20) Angkutan Udara (2.92) (0.08)

Tomat Sayur (34.62) (0.15) Sawi Putih (17.45) (0.10) Tongkol (23.16) (0.15) Kembung (5.61) (0.05)

Kubis (53.30) (0.12) Bayam (21.76) (0.08) Tomat Sayur (25.84) (0.08) Kakap Merah (15.62) (0.04)

Kembung (7.76) (0.09) Tembang (17.31) (0.06) Wortel (23.25) (0.04) Tomat Sayur (18.87) (0.04)

Bawang Merah (15.80) (0.07) Tarip Pulsa Ponsel (2.52) (0.05) Gula Pasir (3.72) (0.03) Tarip Pulsa Ponsel (2.01) (0.04)

Sawi Hijau (28.70) (0.05) Ayam Hidup (5.86) (0.04) Tembang (11.49) (0.03) Wortel (22.85) (0.03)

Ayam Hidup (4.56) (0.03) Gula Pasir (3.60) (0.03) Bayam (11.43) (0.03) Ekor Kuning (12.39) (0.02)

Bawang Putih (9.10) (0.03) Telur Ayam Ras (4.21) (0.03) Cabai Rawit (26.41) (0.03) Telur Ayam Ras (2.30) (0.02)

Kentang (10.30) (0.03) Daging Ayam Kampung (13.83) (0.03) Jagung Manis (21.48) (0.02) Gula Pasir (1.92) (0.02)

Juli Agustus September Oktober

Sumber : BPS, diolah Sumber : BPS, diolah

Page 57: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL · Grafik 1.17 Data Pengiriman Ternak dari Pelabuhan Tenau----- 13 Grafik 1.18

| Bab III Perkembangan Inflasi Daerah 38

38

utama di triwulan III 2016. Peningkatan pasokan yang diikuti oleh penurunan

permintaan menjadi penyebab utama penurunan inflasi di triwulan III 2016. Secara

tahunan, komoditas transportasi, komunikasi dan jasa keuangan menjadi satu-satunya

kelompok komoditas yang mengalami penurunan harga dibanding tahun sebelumnya

dengan nilai deflasi sebesar -1,45% (yoy). Walaupun menjadi salah satu penyumbang

inflasi utama di triwulan III 2016, Kenaikan biaya pendidikan relatif rendah yang terlihat

dari nilai inflasi yang hanya 2,36% (yoy) dibanding tahun sebelumnya. Kenaikan inflasi

perumahan, air, listrik, gas dan bahan bakar juga relatif rendah dengan nilai inflasi

sebesar 2,47% (yoy) meskipun terjadi kenaikan tarif listrik sejak bulan Juli hingga saat

ini. Bahan makanan menjadi komoditas dengan penurunan inflasi terbesar yaitu dari

11,03% (yoy) di triwulan II 2016 menjadi hanya 3,07% (yoy) di triwulan III 2016.

Komoditas makanan jadi, minuman dan tembakau menjadi komoditas penyumbang

inflasi utama di NTT terutama disebabkan oleh tingginya kenaikan harga tembakau dan

minuman beralkohol seiring dengan meningkatnya cukai rokok yang terjadi.

Tabel 3.4. Inflasi di Provinsi NTT berdasarkan Kelompok Komoditas

Sumber : BPS, diolah

3.2.1 Bahan Makanan

Komoditas bahan makanan mengalami penurunan inflasi terbesar dalam

3 tahun terakhir hingga 7,19% (qtq) secara triwulanan, sehingga inflasi

tahunan mengalami penurunan signifikan dari 11,03% (yoy) menjadi hanya

3,07% (yoy) di triwulan III 2016. Selain disebabkan posisi harga jual komoditas yang

sudah terlampau tinggi, adanya peningkatan pasokan ikan segar seiring dengan

membaiknya cuaca, meningkatnya produksi sayur-sayuran dan bumbu-bumbuan serta

adanya penurunan permintaan bahan makanan seperti daging ayam karena tingginya

kebutuhan rumah tangga untuk pendidikan telah membuat harga komoditas

mengalami penurunan yang cukup besar. Dari total 21 komoditas yang menjadi 10

besar penyumbang deflasi terbesar di triwulan III 2016, 18 diantaranya adalah

komoditas bahan makanan dengan 8 komoditas berupa sayur-sayuran, 3 komoditas

Jul Aug Sep Oct Tw III Oct

INFLASI UMUM 125.7 124.7 124.5 124.7 3.07 2.93

Bahan Makanan 120.1 117.1 115.6 116.5 3.07 3.38

Makanan Jadi, Minuman dan Tembakau142.7 142.6 143.3 143.7 10.14 9.97

Perumahan, Air, Listrik, Gas dan Bahan Bakar122.3 122.5 122.9 123.2 2.47 2.70

Sandang 123.7 123.3 124.2 124.3 3.89 3.60

Kesehatan 114.1 114.7 115.1 115.3 3.15 3.42

Pendidikan, Rekreasi dan Olah Raga123.6 125.0 126.0 126.1 2.36 2.21

Transportasi, Komunikasi dan Jasa132.3 129.9 128.7 127.8 (1.45) (2.60)

KomoditiIHK 2016 YOY

Page 58: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL · Grafik 1.17 Data Pengiriman Ternak dari Pelabuhan Tenau----- 13 Grafik 1.18

| Bab III Perkembangan Inflasi Daerah 39

39

daging dan hasil-hasilnya, 3 komoditas ikan segar, 3 komoditas bumbu-bumbuan dan

telur ayam ras.

Grafik 3. 4. Inflasi Kelompok Komoditas Bahan

Makanan secara Triwulanan, Tahunan dan

Bulanan

Grafik 3.5. Inflasi Kelompok Komoditas Bahan

Makanan per Sub Kelompok Komoditas

3.2.2 Transportasi, Komunikasi dan Jasa Keuangan

Setelah menjadi salah satu penyumbang inflasi terbesar di tahun 2015,

komoditas transportasi, komunikasi dan jasa keuangan di tahun 2016 berbalik menjadi

penyumbang deflasi terbesar di tahun 2016. Kembali turunnya harga bensin dan solar

hingga 11,74% (yoy) dan 23,65% (yoy) menjadi penyebab utama deflasi pada

kelompok komoditas ini. Selain itu, adanya penambahan frekuensi penerbangan dan

perpanjangan runway bandara yang telah dilakukan pemerintah di tahun sebelumnya

membantu menstabilkan tarif angkutan udara yang sebelumnya relatif lebih

berfluktuasi.

Grafik 3. 6. Inflasi Kelompok Komoditas

Transportasi, Komunikasi dan Jasa Keuangan

secara Triwulanan, Tahunan dan Bulanan

Grafik 3.7. Inflasi Kelompok Komoditas

Transportasi, Komunikasi dan Jasa Keuangan per

Sub Kelompok Komoditas

Setelah hari raya Idul Fitri dan libur sekolah, permintaan angkutan udara relatif

melambat yang berdampak pada penurunan tarif angkutan udara di triwulan III 2016.

Adapun inflasi komoditas transportasi, komunikasi dan jasa keuangan lainnya relatif

stabil.

Sumber : BPS, diolah Sumber : BPS, diolah

Sumber : BPS, diolah Sumber : BPS, diolah

Page 59: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL · Grafik 1.17 Data Pengiriman Ternak dari Pelabuhan Tenau----- 13 Grafik 1.18

| Bab III Perkembangan Inflasi Daerah 40

40

3.2.3 Makanan Jadi, Minuman dan Tembakau

Berbanding terbalik dengan pergerakan harga bahan makanan yang cenderung

menurun, inflasi kelompok komoditas Makanan jadi, Minuman dan Tembakau masih

cenderung mengalami kenaikan di triwulan III 2016. Minimnya persaingan usaha dan

terbatasnya sentra kuliner membuat harga makanan jadi bergerak naik, berlawanan

dengan trend harga komponen pembentuknya seperti komoditas bahan makanan yang

relatif turun ataupun bahan bakar yang relatif tetap. Pembangunan sentra kuliner baru

seperti food corner yang baru dibuka diharap dapat terus didorong agar menumbuhkan

persaingan di industri kuliner, sehingga diharapkan harga makanan jadi dapat ditekan.

Grafik 3. 8. Inflasi Kelompok Komoditas

Makanan Jadi, Minuman dan Tembakau secara

Triwulanan, Tahunan dan Bulanan

Grafik 3.9. Inflasi Kelompok Komoditas Makanan

Jadi, Minuman dan Tembakau per Sub Kelompok

Komoditas

Komoditas minuman tidak beralkohol kembali menunjukkan penurunan, terutama

didorong oleh menurunnya harga gula yang disebabkan oleh mulai meningkatnya pasokan

seiring dengan musim giling yang terjadi di Jawa. Komoditas tembakau dan minuman

beralkohol masih menjadi penyumbang utama inflasi pada kelompok komoditas ini dengan nilai

inflasi hingga 19,32% (yoy) dibanding tahun sebelumnya, yang disebabkan oleh tingginya

kenaikan cukai rokok dan tembakau.

3.2.4 Komoditas Lainnya

Inflasi pada komoditas lainnya seperti komoditas perumahan, air, listrik,

gas dan bahan bakar, komoditas sandang, kesehatan maupun pendidikan

masih relatif stabil. Kenaikan inflasi di triwulan III 2016 terutama hanya terjadi pada

komoditas pendidikan yang disebabkan oleh adanya kenaikan kelas dan tahun ajaran

baru dan kenaikan tarif dasar listrik pada beberapa kategori pelanggan. Beberapa

komoditas juga menunjukkan kenaikan seperti sandang anak-anak, biaya tempat

tinggal ataupun biaya kesehatan namun masih relatif rendah.

Sumber : BPS, diolah Sumber : BPS, diolah

Page 60: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL · Grafik 1.17 Data Pengiriman Ternak dari Pelabuhan Tenau----- 13 Grafik 1.18

| Bab III Perkembangan Inflasi Daerah 41

41

3.3. Disagregasi Inflasi

Seiring dengan turunnya harga komoditas volatile food, maka komoditas

inti beralih menjadi penyumbang utama inflasi berdasarkan disagregasi inflasi.

Inflasi komoditas inti pada triwulan III 2016 mencapai 3,66% (yoy), diikuti oleh

komoditas volatile food sebesar 3,04% (yoy) dan administered price sebesar 2,46%

(yoy). Kondisi cuaca yang membaik, peningkatan pasokan dan subtitusi bahan makanan

menjadi pendorong utama penurunan inflasi sedangkan adanya tahun ajaran baru,

peningkatan kebutuhan pakaian terutama untuk hari raya dan tahun ajaran baru, serta

kenaikan tarif listrik dan cukai menjadi pendorong kenaikan inflasi beberapa komoditas.

Grafik 3. 10. Disagregasi Inflasi dan Sumbangan

Inflasi Tahunan Provinsi Nusa Tenggara Timur

3.3.1 Kelompok Volatile Foods

Inflasi kelompok volatile foods mengalami penurunan signifikan pada

triwulan III 2016 setelah pada triwulan sebelumnya menjadi penyumbang

inflasi utama. Peningkatan pasokan bahan makanan seiring dengan kondisi

cuaca yang membaik dan adanya subtitusi konsumsi daging guna memenuhi

kebutuhan pendidikan selain juga disebabkan oleh kondisi pasokan yang

meningkat menjadi penyebab utama penurunan inflasi kelompok volatile

foods. Nilai inflasi volatile foods turun signifikan menjadi 3,04% (yoy) dibandingkan

kondisi inflasi di triwulan II 2016 yang masih sebesar 11,85% (yoy). Penurunan harga

ikan segar seiring dengan kenaikan pasokan menjadi penyebab utama penurunan

harga. Adanya subtitusi konsumsi daging ayam ras ke lauk pauk yang lebih murah serta

peningkatan pasokan ayam juga mendorong penurunan harga ayam yang cukup

signifikan. Namun demikian, dengan kondisi DOC yang mengalami defisit cukup besar,

diyakini harga akan mampu kembali naik cukup tinggi terutama menjelang akhir tahun

2016. Hujan yang sempat terjadi di tengah tahun akibat anomali cuaca La-Nina cukup

Sumber : BPS, diolah

Page 61: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL · Grafik 1.17 Data Pengiriman Ternak dari Pelabuhan Tenau----- 13 Grafik 1.18

| Bab III Perkembangan Inflasi Daerah 42

42

membantu dalam meningkatkan pasokan sayur-sayuran. Hal ini membuat inflasi sayur-

sayuran mengalami penurunan signifikan, dari 28,34% (yoy) pada triwulan II 2016

menjadi hanya 6,87% (yoy) di triwulan III 2016. Harga bumbu-bumbuan juga

mengalami penurunan walaupun tidak terlalu besar. Hal yang patut diapresiasi adalah

stabilnya harga beras yang disebabkan oleh selain membaiknya cuaca, juga dikarenakan

oleh kembali longgarnya proteksi distribusi beras di daerah penghasil (Makasar dan

Sumbawa), sehingga pasokan beras ke NTT relatif lancar dan harga menjadi stabil.

3.3.2 Kelompok Administered Prices

Inflasi administered price secara tahunan justru menunjukkan sedikit

peningkatan, dari 1,99% (yoy) pada triwulan II 2016 menjadi 2,46% (yoy) di

triwulan III 2016. Walaupun terjadi penurunan inflasi angkutan udara dan

bensin di triwulan III 2016, namun kenaikan tarif listrik beberapa golongan

pelanggan dan kenaikan cukai rokok dan tembakau berhasil menahan

penurunan yang terjadi. Inflasi komoditas transportasi pada triwulan III 2016

mengalami deflasi 2,29% (yoy) dibandingkan tahun sebelumnya. Deflasi tersebut

terutama disebabkan oleh turunnya harga bensin dan solar seiring dengan penurunan

harga minyak dunia di sepanjang tahun 2015 dan 2016. Peningkatan frekuensi

penerbangan juga telah menurunkan fluktuasi tarif angkutan udara yang terjadi,

walaupun belum signifikan.

Tingginya inflasi rokok kemungkinan selain disebabkan oleh rata-rata kenaikan

harga eceran rokok yang mencapai 11,5%, juga diduga disebabkan oleh meningkatnya

profit yang dihasilkan pelaku usaha di Kota Kupang. Hal ini terlihat dari besar kenaikan

inflasi komoditas tembakau dan minuman beralkohol Kota Kupang yang mencapai

21,05% (yoy), jauh lebih tinggi dibanding inflasi kelompok komoditas di Kota Maumere

yang hanya sebesar 8,98% (yoy) ataupun di daerah lainnya di Indonesia. Hanya Kota

Medan dan Palembang yang mengalami inflasi komoditas tembakau dan minuman

beralkohol yang lebih tinggi dibanding Kota Kupang. Adapun kenaikan tarif listrik

terutama disebabkan oleh kenaikan tarif listrik non subsidi dengan daya 1.300 KVA

hingga 6.000 KVA ke atas.

3.3.3 Kelompok Inti (core)

Walaupun secara tahunan inflasi kelompok inti relatif mengalami

penurunan dari 4,05% (yoy) di triwulan II 2016 menjadi 3,66% di triwulan III

2016, namun demikian, secara triwulanan, inflasi inti masih menunjukkan

Page 62: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL · Grafik 1.17 Data Pengiriman Ternak dari Pelabuhan Tenau----- 13 Grafik 1.18

| Bab III Perkembangan Inflasi Daerah 43

43

adanya kenaikan 0,87% (qtq) terutama disumbang oleh kenaikan biaya

pendidikan, makanan jadi, dan minuman tak beralkohol. Walaupun besar

kenaikan tidak terlalu besar, adanya tahun ajaran baru telah meningkatkan biaya

sekolah dari TK hingga perguruan tinggi begitu juga dengan kebutuhan baju sekolah

untuk anak. Makanan jadi dan minuman tak beralkohol juga menjadi salah satu

penyumbang inflasi utama walaupun nilainya tidak terlalu besar. Kenaikan harga

makanan jadi secara bertahap juga telah menyumbang inflasi komoditas inti. Adanya

penurunan harga gula dinilai mampu sedikit memperlambat kenaikan harga komoditas

inti yang terjadi.

Walaupun sedikit berbeda arah, perkiraan inflasi pada triwulan IV 2016

diperkirakan meningkat dan bertahan hingga awal tahun 2017. Adanya hari raya

Natal dan tahun baru diduga mempengaruhi sentimen harga masyarakat yang

terutama disebabkan oleh sentimen peningkatan permintaan dan di saat yang sama

diprediksi terjadi penurunan pasokan hortikultura dan ikan tangkapan seiring dengan

kondisi cuaca yang diperkirakan memburuk.

Grafik 3.11. Ekspektasi Harga Konsumen 3 dan 6

bulan ke Depan

Sumber : Bank Indonesia, diolah

3.4. Inflasi NTT Berdasarkan Kota

3.4.1 Inflasi Kota Kupang

Inflasi Kota Kupang mengalami penurunan cukup besar menjadi 3,18%

(yoy) di triwulan III 2016 menurun dibanding posisi inflasi triwulan II 2016 yang

sebesar 5,23% (yoy) terutama disebabkan oleh inflasi komoditas bahan

makanan yang mengalami penurunan signifikan dibanding triwulan

sebelumnya. Saat ini, inflasi bahan makanan hanya sebesar 3,43% (yoy) turun

signifikan bila dibandingkan nilai inflasi di triwulan sebelumnya yang sebesar 12,04%

(yoy). Membaiknya cuaca menyebabkan pasokan ikan segar dan sayur-sayuran

Page 63: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL · Grafik 1.17 Data Pengiriman Ternak dari Pelabuhan Tenau----- 13 Grafik 1.18

| Bab III Perkembangan Inflasi Daerah 44

44

meningkat, dan tingginya kebutuhan rumah tangga untuk pendidikan berpengaruh

terhadap penurunan permintaan komoditas bahan makanan serta subtitusi asupan

makanan ke komoditas yang lebih murah.

Grafik 3.12. Inflasi Tahunan Kota Kupang Tabel 3.5. Inflasi di Kota Kupang berdasarkan

Kelompok Komoditas

Sumber : BPS, diolah Sumber : BPS, diolah

Secara tahunan, hanya komoditas transportasi, komunikasi dan jasa

keuangan yang mengalami deflasi -0,90% (yoy) terutama disebabkan oleh

menurunnya harga bensin dan solar. Pada triwulan ini, tarif angkutan udara juga

mengalami penurunan seiring dengan adanya penurunan permintaan paska libur

sekolah dan hari raya Idul Fitri. Makanan jadi masih menjadi penyumbang utama inflasi

terutama disebabkan oleh meningkatnya harga rokok dan relatif tingginya kenaikan

harga makanan jadi dan minuman tak beralkohol. Inflasi komoditas lainnya seperti

perumahan dan kesehatan relatif stabil. Sedikit kenaikan terjadi pada komoditas

pendidikan seiring dengan datangnya tahun ajaran baru yang juga berimbas kepada

kenaikan harga sandang anak-anak terutama seragam sekolah.

3.4.2 Inflasi Kota Maumere

Berbeda dengan pola pergerakan inflasi di Kota Kupang, inflasi di Kota

Maumere cenderung lebih rendah dengan nilai inflasi sebesar 2,28% (yoy) lebih

rendah dari inflasi nasional dan NTT yang sebesar 3,07% (yoy). Inflasi bahan

makanan sedikit mengalami kenaikan di triwulan III 2016 terutama disebabkan oleh

cukup rendahnya inflasi yang hanya sebesar 0,49% (yoy) dibanding tahun sebelumnya.

Relatif lancarnya pasokan komoditas bahan makanan dan ketatnya persaingan antar

pelaku usaha justru berdampak positif terhadap stabilnya harga komoditas. Relatif

tingginya harga komoditas daging dan hasil-hasilnya lebih disebabkan oleh adanya

Jul Aug Sep Oct Tw III Okt

INFLASI UMUM 127.0 125.9 125.4 125.6 3.18 2.98

Bahan Makanan 122.6 119.4 117.2 118.1 3.43 3.80

Makanan Jadi, Minuman dan Tembakau142.5 142.4 143.2 143.4 10.69 10.38

Perumahan, Air, Listrik, Gas dan Bahan Bakar123.0 123.1 123.5 123.8 2.00 2.24

Sandang 125.6 125.1 126.1 126.2 4.12 3.73

Kesehatan 114.4 114.9 115.4 115.6 3.15 3.43

Pendidikan, Rekreasi dan Olah Raga121.0 122.7 123.4 123.6 2.47 2.30

Transportasi, Komunikasi dan Jasa135.0 132.3 130.9 130.2 (0.90) (2.37)

KomoditiIHK 2016 YOY

Page 64: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL · Grafik 1.17 Data Pengiriman Ternak dari Pelabuhan Tenau----- 13 Grafik 1.18

| Bab III Perkembangan Inflasi Daerah 45

45

kelangkaan DOC yang berdampak pada kenaikan harga daging ayam ras di Provinsi

NTT.

Inflasi komoditas makanan jadi, minuman, rokok dan tembakau juga relatif lebih

rendah dibanding inflasi di Kota Kupang. Komoditas makanan jadi hanya mengalami

inflasi sebesar 4,93% (yoy), lebih rendah dibanding rata-rata inflasi dalam tiga tahun

terakhir yang mencapai 10,30% (yoy). Adanya pujasera di beberapa titik berhasil

membuat harga makanan jadi relatif terkontrol dikarenakan oleh adanya persaingan

antar pedagang. Begitu pula dengan inflasi tembakau dan minuman beralkohol yang

hanya mengalami kenaikan sebesar 8,98% (yoy), jauh lebih rendah dibanding inflasi

kelompok komoditas yang di Kota Kupang yang mencapai 21,05% (yoy).

Grafik 3.13. Inflasi Tahunan Kota Maumere Grafik 3.6. Inflasi Inflasi di Kota Maumere

berdasarkan Kelompok Komoditas

Sumber : BPS, diolah Sumber : BPS, diolah

Kenaikan tarif listrik di Maumere ternyata berdampak lebih besar terhadap inflasi

Kota Maumere yang terlihat dari nilai inflasi Perumahan, air, listrik, gas dan bahan

bakar yang mencapai 6,64% (yoy). Penambahan frekuensi angkutan udara di Kota

Maumere langsung berdampak pada rata-rata tarif pesawat yang mengalami

penurunan. Dengan adanya penurunan bensin, solar dan angkutan laut, inflasi

transportasi, komunikasi dan jasa keuangan berhasil mengalami deflasi hingga 5,40%

(yoy) dibanding tahun sebelumnya.

3.5. Perkiraan Inflasi NTT Triwulan IV 2016 dan Sepanjang Tahun 2016

Inflasi NTT pada triwulan IV 2016 diperkirakan akan mengalami kenaikan

cukup besar. Namun demikian, adanya pelemahan permintaan diperkirakan

dapat menghambat laju inflasi yang terjadi. Tingginya inflasi terutama disebabkan

oleh adanya potensi lonjakan permintaan komoditas pada saat hari raya Natal dan

tahun baru. Selain itu, adanya kekurangan pasokan DOC juga berpotensi membuat

harga daging ayam meningkat cukup signifikan. Ditambah lagi dengan adanya potensi

Jul Aug Sep Oct Tw II Jul

INFLASI UMUM 117.4 117.0 118.4 118.7 2.28 2.59

Bahan Makanan 103.7 102.4 105.4 105.9 0.49 0.40

Makanan Jadi, Minuman dan Tembakau143.9 143.9 144.2 145.4 6.64 7.34

Perumahan, Air, Listrik, Gas dan Bahan Bakar117.8 118.0 119.0 119.3 5.78 5.92

Sandang 111.0 111.2 111.4 111.8 2.17 2.64

Kesehatan 112.6 113.2 113.2 113.4 3.22 3.35

Pendidikan, Rekreasi dan Olah Raga140.5 140.6 142.6 142.6 1.69 1.70

Transportasi, Komunikasi dan Jasa114.7 114.1 113.8 112.8 (5.40) (4.34)

YOYKomoditi

IHK 2016

Page 65: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL · Grafik 1.17 Data Pengiriman Ternak dari Pelabuhan Tenau----- 13 Grafik 1.18

| Bab III Perkembangan Inflasi Daerah 46

46

penurunan pasokan ikan segar, sayur-sayuran dan bumbu-bumbuan yang disebabkan

oleh kondisi cuaca dan posisi harga pada beberapa komoditas bahan makanan yang

sudah dibawah harga normal berpotensi membuat harga kembali meningkat merespon

peningkatan permintaan yang ada.

Berdasarkan perkembangan inflasi bulan Oktober 2016, inflasi provinsi NTT

meningkat 0,19% (mtm). Kenaikan inflasi di bulan Oktober masih relatif terjaga yang

terlihat dari nilai inflasi tahunan yang sebesar 2,93% (yoy), lebih rendah dibanding

inflasi September yang sebesar 3,07% (yoy). Hal ini menunjukkan kenaikan inflasi di

bulan Oktober 2016 tidak sebesar inflasi di bulan yang sama tahun sebelumnya yang

mencapai 0,32% (mtm). Kenaikan harga daging ayam ras menjadi penyebab utama

inflasi yang terutama disebabkan oleh kembali normalnya permintaan dibarengi dengan

kekurangan pasokan dan sudah cukup rendahnya harga jual di bulan sebelumnya.

Pada bulan November, Provinsi NTT diprediksi akan kembali mengalami inflasi

seiring dengan sudah mulai rutinnya musim hujan yang berpotensi menurunkan

pasokan pangan. Gejala inflasi sudah terlihat pada hasil survei pemantauan harga (SPH)

minggu pertama bulan November yang menunjukkan adanya kenaikan inflasi dengan

penyumbang inflasi terbesar antara lain komoditas daging ayam ras, cabe rawit, cabe

merah besar, tomat sayur, ikan tembang dan bayam. hingga akhir tahun 2016, inflasi

diperkirakan berada pada kisaran 2,4%-2,8% (yoy). Inflasi terutama akan didorong

oleh kenaikan harga bahan makanan di akhir tahun seiring dengan meningkatnya

permintaan untuk memenuhi kebutuhan hari raya dan adanya potensi kenaikan harga

angkutan udara seiring dengan adanya libur akhir tahun dan perayaan hari nusantara

yang dipusatkan di NTT.

3.6. Aktivitas Pengendalian Inflasi oleh TPID

Pada triwulan III 2016, TPID Provinsi NTT telah menyelenggarakan 3 kali

FGD dalam rangka penyusunan Roadmap TPID Provinsi NTT sekaligus finalisasi

pembuatan roadmap TPID. Selain itu, telah diselenggarakan 1 kali rapat

koordinasi pusat dan daerah di Jakarta dan 1 kali rapat koordinasi wilayah di

Ternate. Di tingkat daerah, juga telah dilakukan HLM TPID Kabupaten Rote

Ndao di bulan Oktober 2016. Adapun inti pembahasan dalam rakorpusda di jakarta

meliputi 6 hal antara lain 1). Bagaimana mengatur tata niaga kebutuhan bahan pokok,

2). Bagaimana alokasi anggaran dalam rangka pengendalian inflasi di daerah, 3).

Bagaimana mengalokasikan anggaran dalam rangka membangun infrastruktur pangan

Page 66: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL · Grafik 1.17 Data Pengiriman Ternak dari Pelabuhan Tenau----- 13 Grafik 1.18

| Bab III Perkembangan Inflasi Daerah 47

47

untuk pengendalian inflasi di daerah, 4). Bagaimana mempercepat realisasi anggaran

dan terobosan kebijakan yang dihasilkan dalam rangka pengendalian harga, 5).

Bagaimana kebijakan pengendalian harga yang dilakukan dapat selaras dengan upaya

mencapai pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan inflasi yang stabil, dan 6). Bagaimana

menjaga keselarasan antara pertumbuhan ekonomi dan inflasi melalui deregulasi

peraturan pusat dan daerah yang menghambat agar tersedia barang dalm jumlah

cukup dan harga yang terjangkau.

Dalam rakorwil TPID di ternate, dibahas 3 hal utama terkait daerah antara lain

1). Terobosan kebijakan apa yang bisa dihasilkan oleh pemerintah daerah untuk

mendukung pengendalian harga, 2). Upaya apa yang dilakukan untuk percepatan dan

perluasan pembangunan infrastruktur distribusi dan 3). Kesiapan pemda untuk

mengaitkan roadmap pengendalian inflasi ke dalam Roadmap TPID. Menjawab poin

ketiga tersebut, TPID Provinsi NTT telah berhasil menyusun roadmap TPID yang

menyinergikan kegiatan bersama antar instansi dalam TPID dan kegiatan monitoring

dan evaluasi kegiatan SKPD dalam rangka pengendalian inflasi daerah dalam program

JUPE RUN 10K

program JUPE yang sudah di Revise dan di Update untuk pengendalian harga melalui

kegiatan bersama TPID daN melakukan monitoring program SKPD melalui program

10K.

Gambar 3.1. Kegiatan TPID Provinsi NTT Triwulan III 2016 dan

Sebaran Pembentukan TPID

Sumber : Sekretariat TPID, diolah

Page 67: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL · Grafik 1.17 Data Pengiriman Ternak dari Pelabuhan Tenau----- 13 Grafik 1.18

Boks 2 | Potensi Inflasi Bahan Makanan dan Mitigasi Resiko 48

Boks 2. Potensi Inflasi Bahan Makanan dan

Mitigasi Resiko

Inflasi bahan makanan di setiap akhir tahun di NTT dari tahun ke tahun senantiasa

menunjukkan kenaikan yang cukup signifikan. Data inflasi bahan makanan dalam 9 tahun

terakhir menunjukan bahwa nilai inflasi bahan makanan menjelang hari raya Natal dan tahun

baru tidak pernah di bawah 2% dan selalu cenderung meningkat. Sejak 2011, inflasi bahan

makanan bahkan selalu di atas 3% dengan kenaikan tertinggi pada bulan Desember 2016.

Pergerakan inflasi bahan makanan selalu cenderung mengikuti pola tinggi di awal tahun

kemudian cenderung melambat dan kembali meningkat di akhir tahun. Berdasarkan

penyebabnya, inflasi di awal tahun lebih disebabkan oleh adanya puncak musim penghujan di

NTT, sehingga pasokan bahan makanan cenderung mengalami penurunan yang berdampak

pada kenaikan harga sayur-sayuran, padi-padian, bumbu-bumbuan, ikan segar serta daging

dan telur ayam ras. Selain produksi mengalami penurunan, cuaca buruk juga membuat arus

distribusi terhalang dan nelayan tidak bisa mencari ikan, sehingga pasokan menurun. Harga

akan berangsur-angsur menurun di bulan Februari dan seterusnya lebih dikarenakan selain

harga sudah terlampau tinggi, juga disebabkan oleh adanya peningkatan pasokan bahan

pangan. Libur sekolah dan Hari Raya Idul Fitri tidak terlalu berpengaruh meningkatkan harga

bahan makanan dikarenakan mayoritas penduduk yang non muslim dan banyaknya penduduk

yang justru berlibur ke luar NTT, sehingga konsumsi pangan justru stabil dan sedikit berkurang.

Kondisi permintaan pangan akan cenderung relatif terjaga hingga menjelang hari raya Natal

dan tahun baru. Pada bulan Desember, permintaan pangan mengalami peningkatan signifikan

seiring dengan budaya pesta natal yang dilakukan oleh penduduk NTT. Dengan kondisi hujan

yang sudah mulai sering membuat pasokan pangan juga mengalami penurunan yang berakibat

pada meningkatnya harga bahan makanan secara signifikan.

Grafik Boks 2. 1. Pola Pergerakan Inflasi

Kelompok Komoditas Bahan Makanan dalam 7

Tahun terakhir

Grafik Boks 2.2. Perbandingan Andil Inflasi 14

Komoditas Bahan Makanan dibandingkan Inflasi

Umum di Provinsi NTT

Berdasarkan hasil analisa terhadap 10 komoditas penyumbang inflasi dan deflasi utama

di provinsi NTT selama tahun 2016, didapatkan bahwa terdapat 14 komoditas bahan makanan

yang setidaknya lebih dari tiga kali sebagai penyumbang inflasi atau deflasi utama di NTT antara

lain komoditas beras, cabai rawit, telur ayam ras, wortel, daun singkong, bawang putih, cabai

merah, ayam hidup,tomat sayur, daging ayam ras, kentang, bayam, kangkung dan sawi putih.

Apabila andil inflasi keempat belas komoditas digabungkan, maka hasil inflasi gabungan

tersebut arahnya dapat digunakan untuk menjelaskan arah inflasi NTT terutama di tahun 2016.

Dari komoditas tersebut, hanya terdapat 2 komoditas yang tidak dibudidayakan di NTT yaitu

Page 68: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL · Grafik 1.17 Data Pengiriman Ternak dari Pelabuhan Tenau----- 13 Grafik 1.18

Boks 2 | Potensi Inflasi Bahan Makanan dan Mitigasi Resiko 49

telur ayam ras dan bawang putih, dua komoditas yang pemenuhan barangnya cenderung

impor dari luar yaitu beras dan kentang, satu komoditas yang dapat dipanen sepanjang waktu

yaitu daun singkong, dan satu komoditas yang karakter komoditasnya sama yaitu daging ayam

ras dan ayam hidup. Selebihnya, komoditas tersebut dapat dibudidayakan di NTT, sehingga

penyediaan pasokan untuk komoditas-komoditas tersebut dinilai perlu menjadi prioritas utama

pemerintah dalam usaha menjaga inflasi di daerah.

Tabel Boks 2.1. Rencana Masa Tanam dan Masa Panen Komoditas Utama Penyumbang Inflasi di

Provinsi NTT tahun 2016

Berdasarkan data masa tanam dan masa panen, didapatkan bahwa komoditas wortel

dan cabe rawit setidaknya membutuhkan 3,5 bulan agar bisa dilakukan panen. Demikian pula

komoditas cabe merah yang perlu waktu 3 bulan, bawang merah butuh waktu 2,5 bulan, dan

tomat membutuhkan waktu 2 bulan. Adapun komoditas kangkung, sawi putih dan bayam bisa

ditanam dan panen kurang dari 1 bulan, dan komoditas ayam ras dapat dipanen antara minggu

ke-4 dan ke-5 setelah dibiakkan. Dengan kondisi waktu yang masih di tengah bulan November

2016, masih dimungkinkan untuk membuat sentra sayur-sayuran terutama kangkung, sawi

putih dan bayam. Adapun peningkatan produksi ayam ras saat ini masih sangat tergantung

oleh besarnya pasokan bibit ayam (DOC) dari Surabaya dan Bali. Oleh karena itu, pemerintah

dapat membantu menjaga kecukupan pasokan DOC dengan melakukan komunikasi ke

produsen terutama di Surabaya, pemerintah masih memiliki waktu untuk memfasilitasi

penanaman kangkung, sawi dan bayam, sedangkan komoditas lainnya dapat dipenuhi dengan

menjaga pasokan komoditas di pasar. Dengan menjaga pasokan komoditas utama

penyumbang inflasi di NTT diharapkan inflasi akhir tahun tidak setinggi data historis yang ada,

sehingga tujuan bersama untuk menjaga inflasi di NTT dapat terwujud.

September Oktober November Desember

5 12 19 26 1 10 17 24 31 1 7 14 21 30 1 5 12 19 26 31

Bawang Merah

Cabai Besar

Cabe Rawit

Tomat

Wortel

Ayam Ras

Kangkung

Sawi $ Sawi Putih

Bayam

Komoditas

Page 69: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL · Grafik 1.17 Data Pengiriman Ternak dari Pelabuhan Tenau----- 13 Grafik 1.18

Boks 3 | Potensi Ancaman Inflasi Daging Ayam Ras di NTT 50

Boks 3. Potensi Ancaman Inflasi Daging

Ayam Ras di NTT

Dampak dari pemusnahan 6 juta ekor indukan ayam (Grand Parent Stock - GPS) di

Indonesia hingga saat ini masih terasa dampaknya terutama terlihat dari fluktuasi harga daging

ayam ras yang cukup signifikan. Sebelum dilakukan pemusnahan GPS pada bulan September

2016, fluktuasi harga yang signifikan relatif jarang terjadi. Namun demikian, setelah

pemusnahan indukan dilakukan, pergerakan inflasi menjadi sangat tajam. Inflasi bulanan dapat

mengalami kenaikan hingga lebih dari 40% (mtm) dan kembali turun hingga lebih dari 20%

(mtm).

Grafik Boks 3. 1. Inflasi Daging Ayam Bulanan

dibandingkan Data Survei Pemantauan Harga Grafik Boks 3.2. Harga Daging Ayam Bulanan

SPH dibandingkan Estimasi Harga Inflasi

Sumber : BPS, diolah

Sumber : BPS, diolah

Harga jual daging ayam juga menunjukkan kenaikan hingga lebih dari 50 ribu rupiah

per ekornya dan kembali turun dengan drastis. Fluktuasi harga tersebut lebih disebabkan oleh

minimnya pasokan daging ayam di NTT, sehingga setiap kali terjadi lonjakan permintaan daging

ayam ras, harga selalu mengalami kenaikan tinggi karena ketidakmampuan produsen

memenuhi permintaan pasar yang ada. Berdasarkan data surplus defisit kebutuhan daging

ayam ras, dengan asumsi rasio konsumsi daging ayam di NTT hanya sebesar 3kg per kapita per

tahun atau setara dengan 75% dari rata-rata konsumsi daging ayam ras secara nasional, maka

setidaknya dibutuhkan 8,5 juta ekor ayam per tahun untuk dikonsumsi. Dengan produksi per

tahun hanya sebesar 2,4 juta ekor ayam, maka setidaknya NTT kekurangan lebih dari 6 juta

ekor ayam untuk memenuhi kebutuhan daging ayam ras per tahunnya. Hal ini setara dengan

kekurangan 16 ribu ekor ayam per hari, jauh lebih besar dibanding total produksi ayam harian

di NTT yang hanya sebesar 6.600 ekor ayam ras per hari.

Berdasarkan hasil penelitian lapangan yang dilakukan, didapatkan bahwa impor daging

ayam ras dari luar NTT sangat minim dan hampir tidak ditemukan di pasar. Mayoritas pedagang

eceran memperoleh daging ayam ras atau ayam hidup dari petani inti kemitraan. Adapun impor

dari luar NTT hanya berbentuk DOC, pakan dan obat-obatan terutama berasal dari Surabaya

dan beberapa DOC dari Bali. Saat ini, kebutuhan DOC terutama berasal dari breeding farm

yang ada di Kabupaten Kupang dengan kapasitas harian lebih kurang sebanyak 9.000 ekor.

Kekurangan pasokan DOC akan dipenuhi dari breeding farm di Surabaya ataupun Bali.

Berdasarkan data tersebut dapat dihitung bahwa rata-rata konsumsi daging ayam ras di Provinsi

NTT hanya sebanyak 0,7kg/kapita/tahun, jauh lebih rendah dibanding rata-rata konsumsi

daging ayam ras nasional yang mencapai 3,97kg/kapita/tahun. Walaupun masyarakat lebih

Page 70: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL · Grafik 1.17 Data Pengiriman Ternak dari Pelabuhan Tenau----- 13 Grafik 1.18

Boks 3 | Potensi Ancaman Inflasi Daging Ayam Ras di NTT 51

sering mengkonsumsi ikan dalam kesehariannya, nilai konsumsi kurang dari 1kg/kapita/tahun

tetap menunjukkan rendahnya asupan protein hewani penduduk NTT.

Gambar Boks 3.1. Peta Produksi, Distribusi dan Estimasi Kebutuhan Daging Ayam Ras di NTT

Berdasarkan sebaran peternak, didapatkan bahwa peternak ayam ras pedaging di NTT

terkonsentrasi hanya di empat kabupaten di NTT yaitu Kabupaten Kupang sekaligus

memproduksi DOC, Belu, Nagekeo dan Sikka. Breeding farm di Kabupaten Kupang akan

mendistribusikan DOC ke Kabupaten Kupang sendiri, Kabupaten Belu, Sikka dan Nagekeo.

Kekurangan DOC akan dipenuhi melalui breeding farm di Jawa Timur dan Bali menggunakan

transportasi udara. Hasil ternak di Kabupaten Kupang akan didistribusikan ke Kota Kupang,

Kabupaten Kupang, Timor Tengah Selatan dan Rote Ndao. Hasil ternak di Kabupaten Belu

digunakan untuk memenuhi kebutuhan di Kabupaten Belu sendiri, TTU dan Kabupaten Malaka.

Hasil ternak di Kabupaten Sikka didistribusikan ke Kabupaten Sikka sendiri, Ende, Flores Timur

dan Lembata. Sedangkan hasil ternak ayam di Kabupaten Nagekeo didistribusikan di Wilayah

Nagekeo, Ngada, Manggarai raya hingga ke Sumba. Beberapa daerah yang tidak dilayani

distribusi ayam ras tersebut akan cenderung memenuhi dengan jalan memelihara sendiri dalam

skala kecil seperti di Alor, Sabu Raijua dan sebagian di Sumba. Pemenuhan daging ayam di

wilayah Manggarai Barat sebagian juga dipenuhi dari Bima Nusa Tenggara Barat.

Berdasarkan kondisi tata niaga, sistem peternakan yang cenderung terkonsentrasi

tersebut dirasa sudah cukup efektif dalam menjaga pasokan dan harga daging ayam ras apabila

berada dalam kondisi normal. Permasalahan yang dihadapi saat ini adalah adanya kekurangan

DOC hingga mencapai 17 ribu ekor per hari membuat harga mengalami fluktuasi yang sangat

signifikan apabila terjadi kelangkaan produk. Apalagi menjelang hari raya Natal yang biasanya

permintaan mengalami kenaikan hingga dua kali lipat dari kebutuhan normal.

Untuk memenuhi kekurangan DOC yang ada, pedagang besar atau koperasi biasanya

langsung mendatangkan dari Jawa. Permasalahan yang dihadapi saat ini adalah kurangnya

pasokan DOC di Jawa dan Bali membuat proses mendapatkan DOC juga menjadi relatif sulit.

Pasokan DOC bahkan dibatasi oleh produsen agar semua daerah di Indonesia bisa

mendapatkan pasokan DOC yang ada sehingga berpotensi menimbulkan inflasi tinggi di NTT

terlebih pada akhir tahun 2016. Harga DOC di Kupang dan Maumere juga relatif tinggi hingga

Rp 9.000,- per ekor, jauh lebih tinggi dibanding harga di Jawa saat ini yang sebesar Rp 6.700,-.

Page 71: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL · Grafik 1.17 Data Pengiriman Ternak dari Pelabuhan Tenau----- 13 Grafik 1.18

Boks 3 | Potensi Ancaman Inflasi Daging Ayam Ras di NTT 52

Tingginya harga DOC karena pedagang harus menanggung resiko kematian yang terjadi selama

pengiriman.

Untuk menanggulangi kekurangan pasokan yang ada, pada tahun 2017 sudah

direncanakan untuk dibangun breeding farm di Maumere. Namun demikian hal ini tidak dapat

menyelesaikan permasalahan jangka pendek untuk memenuhi kebutuhan daging ayam ras

pada hari raya Natal yang akan dirayakan. Untuk menanggulangi hal ini, pemerintah seharusnya

dapat bekerjasama dengan pelaku usaha di provinsi produsen untuk meminta penambahan

pasokan DOC, agar kenaikan kebutuhan daging ayam ras yang biasanya meningkat signifikan

pada waktu hari raya dapat dipenuhi. Dengan waktu pembesaran ternak yang masih

mencukupi, permohonan peningkatan pasokan DOC dirasa dapat segera dilakukan agar

potensi inflasi tinggi pada komoditas daging ayam ras dapat diminimalisir.

Page 72: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL · Grafik 1.17 Data Pengiriman Ternak dari Pelabuhan Tenau----- 13 Grafik 1.18

Boks 4 | Roadmap TPID Provinsi NTT : JUPE RUN 10K 53

Boks 4. ROADMAP TPID PROVINSI NTT :

JUPE RUN 10K

Perkembangan inflasi di Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) dalam rentang waktu

2010-2015 mencatat angka rata-rata 6,8% (yoy) atau masih diatas nasional yang sebesar

5,85% (yoy). Dalam kurun waktu tersebut, NTT sempat mencatatkan prestasi dengan mencatat

angka inflasi dibawah nasional pada tahun 2014. Pencapaian tersebut mendapatkan apresiasi

dari pemerintah pusat dengan pemberian penghargaan Kepada Tim Pengendalian Inflasi

Daerah (TPID) Provinsi NTT sebagai TPID Terbaik di Kawasan Timur Indonesia

Sebagai upaya pengendalian inflasi, TPID Provinsi NTT pada tahun 2015 telah menyusun

sebuah roadmap yang berisi upaya-upaya dan rencana kerja pengendalian inflasi untuk periode

2015-2018. Roadmap tersebut akhirnya kembali disempurnakan pada tahun 2016 agar dapat

digunakan sebagai panduan kerja TPID tahun 2016-2018. Alur pikir penyusunan Roadmap TPID

NTT cukup unik dan beda bila dibandingkan Roadmap TPID daerah lain. Selain melakukan

identifikasi permasalahan melalui analisis time series, analisis peristiwa atau data historis,

pemetaan komoditas dan identifikasi masalah, TPID NTT juga berusaha untuk mensinergikan

program kerja yang telah disusun oleh SKPD dalam RPJMD, Rencana Kerja pemerintah daerah

(RKPD) yang disusun secara tahunan, Tujuh Program Pengendalian inflasi (7P) yang sudah ada,

dan Lima Pilar TPID pusat. Proses identifikasi masalah menggunakan 7 pendekatan antara lain

distribusi, produksi, infrastruktur, kelembagaan, konektivitas, regulasi dan SDM, demikian pula

dengan penyusunan alternatif solusi yang menggunakan 10 kategori solusi. Berdasarkan hasil

tersebut maka disusunlah grand desain roadmap TPID Provinsi NTT. Dalam proses perumusan

tersebut didapatkan bahwa untuk mengendalikan inflasi di daerah, diperlukan 2 pendekatan

besar yaitu kegiatan yang dapat dilakukan secara bersama-sama oleh anggota TPID disinergikan

dengan proses monitoring dan evaluasi program kerja SKPD yang bersinggungan dengan

penangangan permasalahan inflasi, baik penanganan permasalahan yang bersifat jangka

pendek maupun struktural. Adapun tujuan dari pembuatan grand desain strategi tersebut

adalah untuk mendukung target pencapaian inflasi nasional sebesar 4±1% (2015-2017) dan

3,5±1% (2018) dan pencapaian target inflasi di Provinsi NTT sesuai RPJMD yaitu 4,4-4,8% di

tahun 2016, 4,3-4,7% di tahun 2017 dan 4,1-4,5 di tahun 2018.

Page 73: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL · Grafik 1.17 Data Pengiriman Ternak dari Pelabuhan Tenau----- 13 Grafik 1.18

Boks 4 | Roadmap TPID Provinsi NTT : JUPE RUN 10K 54

Gambar Boks 4.1. Alur Pikir Road Map TPID Provinsi NTT

Berdasarkan analisis terhadap 430 komoditas perhitungan inflasi di NTT, terdapat 31

komoditas yang memiliki andil cukup besar dalam pembentukan inflasi di rentang 2011-2016.

Dari jumlah tersebut sebanyak 22 komoditas merupakan kewenangan Pemda, 8 komoditas

menjadi kewenangan Pemerintah Pusat dan 1 komoditas menjagi gabungan kewenangan

antara Pemda dan Pemerintah Pusat. Sementara itu, berdasarkan rata-rata andil , komoditas

beras dan angkutan udara menjadi pendorong utama. Berdasarkan kesamaan karakteristik

produk, ke-22 komoditas utama penyumbang inflasi tersebut dapat dikerucutkan menjadi 16

komoditas utama untuk dilakukan analisa permasalahan dan solusi penyelesaian.

Grafik Boks 4.1. 31 Komoditas Penyumbang Inflasi Utama di NTT

Sumber : BPS, diolah

Page 74: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL · Grafik 1.17 Data Pengiriman Ternak dari Pelabuhan Tenau----- 13 Grafik 1.18

Boks 4 | Roadmap TPID Provinsi NTT : JUPE RUN 10K 55

Secara umum, tantangan yang muncul terutama berasal dari kondisi cuaca, kondisi

demografis kepulauan yang menyebabkan tingginya ketergantungan pada transportasi udara

dan laut, masih kurang baiknya ketersediaan infrastruktur, terbatasnya investasi serta hal-hal

yang bersifat sosio-kultural, seperti faktor kelembagaan dan pengetahuan teknologi yang masih

kurang,

Dari kelompok volatile food terdapat beberapa tantangan yang teridentifikasi

diantaranya: (i) kendala cuaca dan alam yang dapat menghambat produksi dan distribusi, (ii)

Kurangnya sarana dan prasarana irigasi, (iii) Ketersediaan sarana dan prasarana produksi yang

masih kurang, (iv) Defisit pasokan (iv) Sarana dan Prasarana distribusi yang masih kurang dan

terbatas serta (v) Fluktuasi permintaan yang relatif besar.

Tantangan pengendalian inflasi dari kelompok inti antara lain (i) Rendahnya pasokan

dan persaingan antar penyedia jasa komoditas, (ii) Minimnya industri pengolahan di daerah, (ii)

Mahalnya biaya distribusi dari dan ke NTT, (iii) Jam operasional gudang yang terbatas serta (iv)

Kurangnya bersaingnya produk dikarenakan skala usaha yang kecil dan hambatan pasokan

listrik.

Dari kelompok administered prices, beberapa tantangan pengendalian inflasi yaitu: (i)

Geografi yang menyebabkan ketergantungan pada angkutan udara, (ii) Hambatan cuaca, (iii)

Kendala sarana dan prasarana bandara yang masih minim, (iv) Regulasi penyesuaian batas atas

pesawat 40%.

Gambar Boks 4.2. Strategi Pengendalian Inflasi di Provinsi NTT

Berdasarkan hasil analisa permasalahan dan solusi kebijakan tersebut, dihasilkan dua

strategi pengendalian inflasi meliputi kegiatan bersama yang akan dilakukan oleh TPID maupun

monitoring program kerja SKPD terkait dengan pengendalian inflasi di daerah. Kegiatan

bersama TPID masih akan tetap menggunakan pendekatan JUPE yang direvisi dan diperbaharui,

sedangkan kegiatan monitoring program kerja SKPD pendekatan 10K, sehingga kebijakan

.

Adapun terkait program kerja bersama, TPID Provinsi NTT masih berpedoman pada 7-P

(Jupe) yang direvisi dan diperbarui, yaitu: i) Pengendalian inflasi melalui program ketahanan

Page 75: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL · Grafik 1.17 Data Pengiriman Ternak dari Pelabuhan Tenau----- 13 Grafik 1.18

Boks 4 | Roadmap TPID Provinsi NTT : JUPE RUN 10K 56

pangan, ii) Penyediaan informasi bagi pelaku ekonomi, iii) Percepatan pelaksanaan

pembangunan infrastruktur di daerah, iv) Pengelolaan ekspektasi masyarakat, serta v)

Pengendalian harga komoditas strategis melalui kebijakan Pemda. Adapun program kerja yang

direvisi meliputi vi) Peningkatan fungsi dan kelembagaan TPID dan vii) Peningkatan kerjasama

dan koordinasi antara TPID dan lembaga terkait lainnya. Perubahan terbesar dapat dilihat pada

sub program di masing-masing program kerja yang mencapai 57 program, menjadi jauh lebih

kaya dan beragam dibandingkan pendekatan JUPE sebelumnya.

Dalam rangka monitoring program kerja SKPD, TPID merancang program 10K yang

isinya antara lain i) Kuatkan Edukasi, ii) Kembangkan Infrastruktur, iii) Kedewasaan

Kelembagaan, iv) Keterpaduan program dan koordinasi, v) Ketersediaan konektivitas yang

handal, vi) Kecermatan dalam melakukan monitoring dan evaluasi, vii) Kembangkan dan

tingkatkan produksi komoditas strategis, viii) Kuatkan regulasi di daerah, ix) Kelola tata niaga, x)

Keterlibatan teknologi dalam proses produksi. Untuk melaksanakan kesepuluh program

monitoring tersebut, maka telah disusun 102 panduan langkah aksi yang akan dilakukan oleh

masing-masing SKPD yang penjabaran programnya akan dilakukan di setiap tahun mengikuti

RKPD yang disusun oleh masing-masing instansi pengampu program.

Harapan dari penyusunan roadmap TPID adalah yang pertama dan utama kelembagaan

TPID dapat semakin diperkuat dan setiap instansi dapat menjalankan program kerja yang

menjadi tanggung jawabnya, sehingga diharapkan inflasi di Provinsi NTT dapat dijaga,

permasalahan struktural dapat diatasi dan pertumbuhan ekonomi dapat meningkat dan

berkualitas yang ditunjukkan oleh indikator kesejahteraan masyarakat yang mengalami

peningkatan.

Page 76: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL · Grafik 1.17 Data Pengiriman Ternak dari Pelabuhan Tenau----- 13 Grafik 1.18
Page 77: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL · Grafik 1.17 Data Pengiriman Ternak dari Pelabuhan Tenau----- 13 Grafik 1.18

| Bab IV Stabilitas Keuangan Daerah 57

STABILITAS KEUANGAN DAERAH

Meskipun kinerja kredit sektor rumah tangga dan UMKM mengalami sedikit

perlambatan, Stabilitas Sistem Keuangan Daerah Provinsi NTT di triwulan III

2016 masih relatif kondusif.

Kredit sektor rumah tangga tumbuh sebesar 5,92% (yoy) dan secara agregat

memiliki rasio NPL sebesar 1,35%.

Walau sedikit melambat, kredit UMKM masih dapat tumbuh 2 digit. Pertumbuhan

tercatat sebesar 18,21% (yoy) dengan rasio NPL yang relatif terjaga yakni sebesar

3,27%

Meski sumbangan kredit korporasi relatif kecil dari keseluruhan kredit yang

disalurkan di Provinsi NTT, perbankan masih perlu mencermati peningkatan risiko

gagal bayar yang dialami oleh beberapa sektor korporasi.

Industri perbankan masih menunjukkan kinerja yang positif.

4.1 Kondisi Umum

Meskipun kinerja kredit di sektor konsumsi dan UMKM mengalami sedikit

perlambatan, Stabilitas Sistem Keuangan (SSK) Daerah Provinsi NTT pada triwulan

laporan masih terjaga. Relaksasi ketentuan rasio Loan To Value (LTV) atau Financing To

Value (FTV) di Agustus 2016 belum berdampak dalam mendorong berjalannya fungsi

intermediasi perbankan NTT terutama di sektor properti hingga triwulan laporan.

Namun demikian, rumah tangga senantiasa optimis terhadap kondisi ekonomi ke

depan sehingga diharapkan dapat memperbaiki kinerja kredit konsumsi selanjutnya.

Sementara itu, perlambatan kinerja kredit UMKM disebabkan oleh melambatnya

pertumbuhan kredit di sektor perdagangan. Beberapa sektor antara lain: pertanian,

perikanan, dan penyediaan akomodasi meningkat cukup signifikan sehingga dapat

menahan perlambatan kredit secara keseluruhan. Perbankan perlu mencermati tekanan

risiko kredit UMKM karena NPL terpantau sedikit meningkat dibandingkan triwulan

sebelumnya. Di sisi lain, kredit korporasi justru mengalami penurunan pertumbuhan

dengan rasio NPL yang juga terpantau turun.

Kinerja industri perbankan secara umum masih positif. Meskipun terjadi

penurunan posisi aset di triwulan laporan, kinerja penyaluran kredit relatif kondusif

dengan rasio LDR yang senantiasa tetap terjaga. Begitu pula halnya dengan kinerja

intermediasi Bank Perkreditan Rakyat yang senantiasa terjaga dengan ditopang rasio

Capital Adequacy Ratio yang cukup tinggi.

Page 78: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL · Grafik 1.17 Data Pengiriman Ternak dari Pelabuhan Tenau----- 13 Grafik 1.18

| Bab IV Stabilitas Keuangan Daerah 58

7.60%

5.37%

-8%-6%-4%-2%0%2%4%6%8%10%

02000400060008000

100001200014000160001800020000

I II III IV I II III IV I II III IV I II III

2013 2014 2015 2016

RT LNPRT Pemerintah g RT (yoy) g RT (qtq)

127.0

120.5

133.5

100

110

120

130

140

150

160

170

I II III IV I II III IV I II III

2014 2015 2016

Indeks Keyakinan Konsumen (IKK)

Indeks Kondisi Ekonomi Saat Ini (IKE)

Indeks Ekspektasi Konsumen (IEK)

4.2 Asesmen Ketahanan Rumah Tangga

4.2.1 Sumber Kerentanan dan Kondisi Sektor Rumah Tangga

Sektor rumah tangga sebagai kontributor utama dalam PDRB mengalami

pertumbuhan sebesar 7,60% (yoy) di triwulan laporan atau sedikit lebih tinggi

dibandingkan tahun sebelumnya yang sebesar 7,36% (yoy). Selain itu, konsumsi RT

juga tumbuh lebih tinggi yakni sebesar 5,37% (qtq) dibandingkan triwulan sebelumnya

yang tercatat sebesar 3,01% (qtq).

Grafik 4.1. Kontribusi Konsumsi RT Terhadap Konsumsi Agregat

Grafik 4.2. IKK, IKE, dan IEK

Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah

Sumber: Bank Indonesia, diolah

Pertumbuhan konsumsi RT tercermin pula dari Indeks Keyakinan Konsumen

(IKK), yang menggambarkan keyakinan konsumen terhadap kondisi perekonomian,

mengalami peningkatan dibandingkan triwulan sebelumnya. Meski sedikit menurun

dibandingkan tahun lalu, ekspektasi konsumen terhadap kondisi ekonomi ke depan

cenderung lebih baik. Kondisi ini didukung oleh optimisme konsumen terhadap

ketersediaan lapangan kerja 6 bulan yang akan datang.

Selain itu, berdasarkan hasil Survei Konsumen bulan September 2016 diperoleh

informasi bahwa pertumbuhan konsumsi secara tahunan diantaranya disebabkan oleh

adanya peningkatan indeks pengeluaran rumah tangga untuk makanan jadi, minuman,

rokok dan tembakau yang naik dari 166,3 di September 2015 menjadi 171,6 di

September 2016. Di samping itu, indeks pengeluaran untuk biaya sandang juga

terpantau meningkat dari 139,4 di September 2015 menjadi 149,7 di September 2016.

Peningkatan tersebut salah satunya karena seiring perayaan Hari Raya Idul Fitri dan

tibanya Tahun Ajaran Baru 2016/2017. Di sisi lain, Indeks kepercayaan masyarakat

terhadap jasa perbankan semakin menunjukkan perbaikan yang terlihat dari penurunan

nilai indeks dari sebelumnya 1,66 di triwulan II 2016 menjadi 1,56 di triwulan laporan.

Page 79: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL · Grafik 1.17 Data Pengiriman Ternak dari Pelabuhan Tenau----- 13 Grafik 1.18

| Bab IV Stabilitas Keuangan Daerah 59

Hal ini menunjukkan bahwa masyarakat masih percaya untuk menyimpan dananya di

perbankan terlebih karena dana mereka masih dalam nilai penjaminan pemerintah.

Grafik 4.3. Indeks Pengeluaran Berdasarkan Kelompok Komoditas

Grafik 4.4. Indeks Sikap Masyarakat Terhadap Kasus Kejahatan Perbankan

Sumber: Bank Indonesia, diolah

Sumber: Bank Indonesia, diolah

Indeks lain yang menggambarkan tingkat ketahanan keuangan sektor rumah

tangga menunjukkan kondisi yang relatif stabil. Indeks keterlambatan rumah tangga

membayar cicilan triwulan laporan masih memperlihatkan kondisi yang cukup baik

yakni sebesar 1,74. Meski lebih tinggi dibandingkan tahun lalu dan triwulan

sebelumnya yang masing-masing sebesar 1,54 dan 1,45; rumah tangga masih

dikategorikan aman dari keterlambatan pembayaran cicilan untuk konsumsi. Hal

tersebut juga didukung oleh indeks kepemilikan dana cadangan rumah tangga untuk

kebutuhan tak terduga yang menunjukkan bahwa rumah rata-rata memiliki dana

cadangan sampai dengan 1 bulan pendapatan. Dengan demikian, kekhawatiran

terjadinya keterlambatan pembayaran cicilan dapat diminimalisasi.

4.2.2 Eksposur Rumah Tangga di Perbankan

Terjadi perlambatan pertumbuhan DPK RT pada triwulan laporan. DPK tumbuh

sebesar 15,05% (yoy) lebih rendah dibandingkan triwulan sebelumnya yang sebesar

20,54% (yoy). Sektor RT masih mendominasi porsi DPK perbankan yakni sebesar

62,08% meningkat dibandingkan posisi triwulan sebelumnya yang sebesar 58,34%

atau lebih tinggi dibandingkan periode yang sama tahun 2015 yang sebesar 54,10%.

Peningkatan DPK rumah tangga ini selain dikarenakan masih mampu meningkatnya

simpanan masyarakat di perbankan walaupun melambat, namun juga disebabkan oleh

adanya penurunan DPK non rumah tangga terutama lebih disebabkan oleh

menurunnya giro pemerintah seiring dengan percepatan realisasi anggaran.

1.52

1.79

1.66 1.56

0.80

1.00

1.20

1.40

1.60

1.80

2.00

I II III IV I II III IV I II III

2014 2015 2016

139.4 137.3 149.7

166.3

178.5 171.6

132.0

117.5

138.1

100

110

120

130

140

150

160

170

180

190

200

I II III IV I II III IV I II III

2014 2015 2016

Sandang Makanan Jadi, Minuman, Rokok, dan Tembakau Kesehatan

Page 80: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL · Grafik 1.17 Data Pengiriman Ternak dari Pelabuhan Tenau----- 13 Grafik 1.18

| Bab IV Stabilitas Keuangan Daerah 60

Grafik 4.5. Pangsa DPK Rumah Tangga dan Non Rumah Tangga

Grafik 4.6. Pertumbuhan DPK

Sumber: Bank Indonesia, diolah

Sumber: Bank Indonesia, diolah Preferensi RT dalam simpanan masih didominasi oleh tabungan dan deposito

masing-masing dengan porsi sebesar 69,90% dan 25,60% pada triwulan laporan.

Pertumbuhan DPK dalam bentuk tabungan mengalami perlambatan dibanding triwulan

sebelumnya dari 21,95% (yoy) menjadi 15,63% tetapi lebih tinggi dari periode yang sama

tahun 2015 yang hanya tumbuh sebesar 6,64%. Selain itu, deposito juga mengalami

perlambatan dibanding triwulan sebelumnya yaitu dari 15,54% (yoy) menjadi 14,09%

(yoy).

Sementara itu, berbeda halnya dengan giro pemerintah daerah yang mengalami

penurunan akibat adanya akselerasi realisasi anggaran, giro rumah tangga masih tetap

tumbuh walau melambat dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya yakni

dari 33,70% (yoy) menjadi 11,69% (yoy).

Grafik 4.7. Preferensi DPK Rumah Tangga Grafik 4.8. Pertumbuhan DPK Rumah Tangga

Sumber: Bank Indonesia, diolah

Sumber: Bank Indonesia, diolah Kredit sektor RT pada triwulan laporan secara agregat mengalami perlambatan

yakni sebesar 5,92%. Pertumbuhan hanya terjadi pada Kredit Kendaraan Bermotor

(KKB) yang meningkat dari sebelumnya turun -1,04% (yoy) menjadi 3,14% (yoy).

Sementara itu, Kredit Pemilikan Rumah (KPR) dan Multiguna melambat cukup

signifikan menjadi masing-masing sebesar 0,74% dan 6,97% (yoy), dari triwulan

sebelumnya yang tercatat sebesar 2,33% dan 16,24% (yoy).

58.42 53.56 54.1067.95 60.56 58.34 62.08

41.58 46.44 45.9032.05 39.44 41.66 37.92

0%10%20%30%40%50%60%70%80%90%

100%

I II III IV I II III

2015 2016

RT/ Perseorangan Non RT

15.05%

-17.17%-20%

-10%

0%

10%

20%

30%

40%

I II III IV I II III

2015 2016

RT/ Perseorangan Non RT

3.52 4.40 5.18 7.46 4.10 4.69 4.50

69.57 69.08 77.85 97.87 69.50 69.88 69.90

26.91 26.52 28.90 29.85 26.40 25.42 25.60

0%

10%

20%

30%

40%

50%

60%

70%

80%

90%

100%

I II III IV I II III

2015 2016

Giro Tabungan Deposito

11.69%

15.63%

14.09%

0%

10%

20%

30%

40%

50%

60%

70%

I II III IV I II III

2015 2016

Giro Tabungan Deposito

Page 81: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL · Grafik 1.17 Data Pengiriman Ternak dari Pelabuhan Tenau----- 13 Grafik 1.18

| Bab IV Stabilitas Keuangan Daerah 61

Grafik 4.9. Kredit Konsumsi Rumah Tangga Grafik 4.10. Pertumbuhan DPK Rumah Tangga

Sumber: Bank Indonesia, diolah

Sumber: Bank Indonesia, diolah Relaksasi ketentuan rasio Loan To Value (LTV) atau Financing To Value (FTV) di

Agustus 2016 tampaknya belum berdampak dalam mendorong berjalannya fungsi

intermediasi perbankan NTT terutama di sektor properti. KPR secara keseluruhan

mengalami tren perlambatan sejak tahun 2014 dan mengalami pertumbuhan paling

kecil pada triwulan laporan yakni sebesar 0,74% lebih rendah dibandingkan tahun lalu

yang tumbuh 13,51%. Adanya pameran perumahan yang cukup gencar dilakukan REI

dalam menyambut adanya relaksasi LTV dan FTV, paket kebijakan ekonomi pemerintah

tentang percepatan pemberian ijin pembangunan perumahan serta insentif pemerintah

untuk pembangunan rumah sederhana sehat dapat kembali meningkatkan kredit

perumahan.

Risiko gagal bayar KKB, KPR, dan kredit multiguna masih relatif sangat terjaga

dengan kisaran rasio NPL sebesar 0,5-1,5%. Selain itu, secara agregat kredit yang

disalurkan pada sektor RT memiliki NPL yang sangat baik yakni hanya sebesar 1,35%.

Namun demikian, NPL harus tetap dicermati mengingat masih rentannya kondisi

perekonomian domestik yang dapat memengaruhi kemampuan membayar sektor RT

atas semua kewajibannya, terutama kepada perbankan.

4.3 Perkembangan Akses Keuangan dan UMKM

4.3.1 Kondisi Saat Ini dan Prospek Usaha

Dunia usaha memandang bahwa kondisi ekonomi saat ini masih cukup

kondusif. Peningkatan kegiatan usaha diantaranya disebabkan oleh sektor industri

pengolahan dengan SBT sebesar 1,57%, sektor LGA (listrik, gas, dan air bersih) sebesar

0,53%, serta sektor perdagangan sebesar 4,30%. Prospek kegiatan dunia usaha di

triwulan IV 2016 diperkirakan akan meningkat sebagaimana tercermin dari nilai SBT

5.92

-10

0

10

20

30

40

50

0

1,000

2,000

3,000

4,000

5,000

6,000

7,000

8,000

9,000

I II III IV I II III IV I II III

2014 2015 2016

Rumah Tinggal KKB Multiguna g total

6.97

0.74

3.14

-40

-20

0

20

40

60

80

100

120

140

160

180

I II III IV I II III IV I II III

2014 2015 2016

g Multiguna g Rumah Tinggal g KKB

Page 82: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL · Grafik 1.17 Data Pengiriman Ternak dari Pelabuhan Tenau----- 13 Grafik 1.18

| Bab IV Stabilitas Keuangan Daerah 62

sebesar 19,75%. Perkiraan peningkatan disebabkan oleh naiknya kegiatan usaha di

hampir seluruh sektor.

Grafik 4.11. Perkembangan Dunia Usaha Grafik 4.12. Kondisi Keuangan

Sumber: Bank Indonesia, 2016

Sumber: Bank Indonesia, diolah Kondisi usaha yang cukup kondusif pada triwulan laporan juga didukung

dengan kondisi keuangan yang relatif baik. SBT kondisi keuangan meningkat menjadi

sebesar 43,06% pada triwulan laporan dari sebelumnya sebesar 38,10%. Pelaku usaha

menganggap bahwa relatif kondusifnya kinerja usaha pada triwulan laporan

berdampak positif pada likuiditas perusahaan sehingga pelaku usaha mampu

memenuhi kewajiban-kewajiban terutama kepada perbankan. Hal tersebut juga

terkonfimasi dari data NPL untuk kredit sektor usaha yang terjaga di bawah 5%.

Namun demikian, perbankan perlu mencermati potensi risiko gagal bayar karena terjadi

sedikit peningkatan NPL dari sebelumnya 3,00% di triwulan II 2016 menjadi 3,27% di

triwulan laporan.

4.3.2 Perkembangan Penyaluran Kredit UMKM

Meski mengalami perlambatan dibanding triwulan II 2016, kredit masih tumbuh

2 digit yakni sebesar 18,21%. Perkembangan penyaluran kredit didukung pula oleh

rasio NPL yang senantiasa terjaga di bawah level 5%. Penyaluran kredit Usaha Mikro,

Kecil, dan Menengah (UMKM) pada triwulan laporan mencapai 7,31 triliun atau

mencapai 32,59% dari total penyaluran kredit perbankan di NTT. Penyaluran kredit

UMKM tersebut tumbuh sebesar 18,21% (yoy), sedikit melambat dibanding triwulan

sebelumnya yang sebesar 19,23% (yoy). Pertumbuhan tersebut juga lebih rendah

dibandingkan pertumbuhan di periode yang sama tahun 2015 yang tercatat sebesar

19,38% (yoy). Relatif terjaganya pertumbuhan UMKM di kisaran 2 digit

mengindikasikan konsistensi geliat positif pada sektor riil di Provinsi NTT.

15.52

19.75

5.44

-6

-4

-2

0

2

4

6

8

-30

-20

-10

0

10

20

30

40

50

60

I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV*

2013 2014 2015 2016

SBT Kegiatan Usaha (skala kiri) % PDRB qtq (skala kanan) %

43.06

3.27

0.00.51.01.52.02.53.03.54.04.5

0

10

20

30

40

50

60

70

I II III IV I II III IV I II III IV I II III

2013 2014 2015 2016

SBT Kondisi Keuangan % (skala kiri) NPL % (skala kanan)

Page 83: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL · Grafik 1.17 Data Pengiriman Ternak dari Pelabuhan Tenau----- 13 Grafik 1.18

| Bab IV Stabilitas Keuangan Daerah 63

Grafik 4.13. Pertumbuhan Kredit UMKM Grafik 4.14. NPL UMKM

Sumber: Bank Indonesia, diolah

Sumber: Bank Indonesia, diolah Perlambatan kredit yang terjadi, utamanya disumbang oleh perlambatan Kredit

Modal Kerja (KMK) yang memiliki pangsa 82,91% dari total kredit. KMK mencatatkan

pertumbuhan sebesar 17,89% atau melambat dibandingkan triwulan II 2016 yang

sebesar 19,76%. Sementara itu, KI mencatatkan pertumbuhan sebesar 19,77% (yoy)

pada triwulan laporan atau lebih tinggi dibanding triwulan sebelumnya yang sebesar

16,65% (yoy) dan periode yang sama tahun 2015 sebesar 13,30% (yoy). Selain itu

berdasarkan jenis usaha, kredit menengah terpantau mengalami perlambatan

dibandingkan tahun sebelumnya, pertumbuhan kredit secara keseluruhan berhasil

ditopang oleh kenaikan pertumbuhan kredit dari usaha mikro dan kecil yang tumbuh

masing-masing sebesar 31,83% dan 16,47% (yoy) atau lebih tinggi dibandingkan

tahun sebelumnya sebesar 14,01% dan 12,79% (yoy).

Grafik 4.15. Pertumbhan Kredit UMKM Berdasarkan Jenis Usaha

Sumber: Bank Indonesia, diolah

Berdasarkan sektor ekonomi, perlambatan pertumbuhan kredit UMKM terjadi di

sektor perdagangan besar dan eceran (pangsa 69,91% dari total kredit UMKM) yang

sedikit melambat dari sebelumnya 22,76% di triwulan II 2016 menjadi 20,08% (yoy) di

triwulan laporan. Beberapa sektor yang mengalami peningkatan cukup signifikan

antara lain sektor pertanian, perikanan, dan penyedia akomodasi. Adapun sektor yang

tercatat mengalami penurunan cukup dalam antara lain sektor jasa kemasyarakatan

18.21%

17.89%

19.77%

0%

10%

20%

30%

40%

50%

60%

0

1,000

2,000

3,000

4,000

5,000

6,000

7,000

8,000

I II III IV I II III IV I II III IV I II III

2013 2014 2015 2016

%, yoyRpmiliar

Modal Kerja Investasi Growth Kredit

g Modal Kerja g Investasi

3.27%

3.18%

3.71%

0.0%

1.0%

2.0%

3.0%

4.0%

5.0%

6.0%

7.0%

I II III IV I II III IV I II III IV I II III

2013 2014 2015 2016

Kredit UMKM Modal Kerja Investasi Batas

1,9

12

3,1

27

2,2

70

10.85%

16.47%

31.83%

0%

10%

20%

30%

40%

50%

60%

70%

0

1,000

2,000

3,000

4,000

5,000

6,000

7,000

8,000

I II III IV I II III IV I II III IV I II III

2013 2014 2015 2016

%, yoyRpmiliar

MIKRO KECILMENENGAH g Menengahg Kecil g Mikro

Page 84: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL · Grafik 1.17 Data Pengiriman Ternak dari Pelabuhan Tenau----- 13 Grafik 1.18

| Bab IV Stabilitas Keuangan Daerah 64

dan sektor administrasi pemerintahan, pertahanan, dan jaminan sosial wajib yang

masing-masing mencatatkan penurunan sebesar -26,23% (yoy) dan -64,22% (yoy).

Grafik 4.16. Pertumbuhan Kredit UMKM 7 Sektor Ekonomi

Sumber: Bank Indonesia, diolah

4.3.3 Perkembangan Risiko Kredit UMKM

Pada triwulan laporan, rasio NPL gross mengalami sedikit peningkatan menjadi

3,27% dari 3,00% pada triwulan sebelumnya. Peningkatan NPL terbesar terjadi pada

kredit menengah yaitu dari 3,88% pada triwulan II 2015 menjadi 5,57% pada triwulan

laporan. Sementara itu, rasio NPL gross kredit usaha mikro terpantau turun dari 1,78%

pada triwulan II 2016 menjadi 1,58% pada triwulan laporan, serta kredit usaha

menengah turun dari 3,09% menjadi 2,64%.

Bila dibandingkan triwulan sebelumnya, sektor yang mengalami peningkatan

NPL antara lain sektor listrik, gas dan air bersih yang mengalami peningkatan NPL

paling tinggi yakni dari sebelumnya sebesar 10,51% di triwulan II 2016 menjadi

23,44% di triwulan laporan. Selain itu, NPL di sektor perdagangan besar dan eceran

juga sedikit mengalami peningkatan dari sebelumnya 2,46% di triwulan II 2016

menjadi 2,57% di triwulan laporan. Tercatat sektor lain yang memiliki NPL tinggi, yakni

sektor konstruksi (9,36%) dan sektor perantara keuangan (7,38%).

Adapun NPL sektor LGA didominasi oleh subsektor ketenagalistrikan lainnya

yang mencatatkan rasio sebesar 31,18% di triwulan laporan. Dari sektor konstruksi,

NPL disumbang oleh subsektor bangunan jalan raya (pangsa 28,01% dari total kredit

konstruksi) dengan NPL sebesar 12,05%. Meski demikian, NPL subsektor tersebut

mengalami penurunan dari triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar 15,82%.

Sementara itu, dari sektor perantara keuangan NPL disumbang oleh subsektor

-26.23%

42.61%

-21.64%

-64.22%

55.00%

57.29%

-100%

-50%

0%

50%

100%

150%

200%

I II III IV I II III IV I II III

2014 2015 2016

Jasa Kemasyarakatan Penyedia Akomodasi perantara keuangan

Administrasi Pemerintahan Pertanian Perikanan

Page 85: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL · Grafik 1.17 Data Pengiriman Ternak dari Pelabuhan Tenau----- 13 Grafik 1.18

| Bab IV Stabilitas Keuangan Daerah 65

perantara keuangan lainnya (non bank) selain leasing yang mencatatkan NPL sebesar

7,77% pada triwulan laporan.

Grafik 4.17. NPL UMKM Berdasarkan Jenis Usaha Grafik 4.18. NPL UMKM 3 Sektor

Sumber: Bank Indonesia, diolah

Sumber: Bank Indonesia, diolah

Secara keseluruhan risiko kredit UMKM masih dalam taraf yang terjaga.

Meskipun demikian, perbankan harus lebih selektif dalam memperhitungkan risiko

debitur untuk mengantisipasi terjadinya peningkatan NPL di masa yang akan datang

terutama untuk sektor yang di triwulan laporan mencatatkan NPL di atas 5%.

4.4 Asesmen Ketahanan Korporasi

4.4.1 Eksposur Perbankan pada Sektor Korporasi

Kredit korporasi menyumbang 6,41% dari keseluruhan penyaluran kredit di

provinsi NTT. Secara tahunan, penyaluran kredit korporasi mengalami penurunan

sebesar -3,24% di triwulan III 2016, namun melambat dibandingkan triwulan

sebelumnya yang sebesar -4,73%. Penurunan nilai kredit kemungkinan besar lebih

disebabkan oleh upaya bank dalam menjaga rasio kesehatan perbanakn yang terlihat

dari rasio NPL secara industri yang juga mengalami penurunan dari sebelumnya 6,07%

di triwulan II 2016 menjadi 4,28% di triwulan III 2016.

Grafik 4.19. Pertumbuhan Tahunan Kredit Korporasi Grafik 4.20. NPL Kredit Sektor Korporasi

Sumber: Bank Indonesia, diolah

Sumber: Bank Indonesia, diolah Kredit perbankan kepada sektor korporasi mengalami penurunan pada hampir

seluruh sektor dengan sektor yang mengalami penurunan cukup dalam antara lain

1.58%

2.64%

5.57%

0.0%

1.0%

2.0%

3.0%

4.0%

5.0%

6.0%

7.0%

8.0%

9.0%

10.0%

I II III IV I II III IV I II III IV I II III

2013 2014 2015 2016

MIKRO KECIL MENENGAH Batas

1,0

24

413

39.56%

-3.24%

-20%

-10%

0%

10%

20%

30%

40%

50%

0

200

400

600

800

1,000

1,200

1,400

1,600

1,800

2,000

I II III IV I II III IV I II III IV I II III

2013 2014 2015 2016

%, yoyRpmiliar

Modal Kerja Investasi Growth Kredit

4.28%

5.48%

1.32%

0%

1%

2%

3%

4%

5%

6%

7%

8%

I II III IV I II III IV I II III IV I II III

2013 2014 2015 2016

Kredit Modal Kerja Investasi Batas

Page 86: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL · Grafik 1.17 Data Pengiriman Ternak dari Pelabuhan Tenau----- 13 Grafik 1.18

| Bab IV Stabilitas Keuangan Daerah 66

sektor sektor transportasi pergudangan sebesar -71,42% (yoy) dan sektor perantara

keuangan sebesar -65,43% (yoy). Sementara itu, berdasarkan pangsa kredit,

penyaluran kredit perbankan didominasi oleh sektor perdagangan sebesar 45,40%,

diikuti sektor konstruksi sebesar 16,91%, dan sektor penyediaan akomodasi sebesar

14,18%.

Grafik 4.21. NPL Kredit 2 Sektor Korporasi

Sumber: Bank Indonesia, diolah

Perlu dicermati potensi risiko gagal bayar yang tercermin dari rasio NPL untuk

sektor korporasi antara lain di sektor konstruksi; pertambangan, serta real estate dan

usaha persewaan. Dari sektor konstruksi, NPL terbesar disumbang oleh perusahaan

swasta/ perseorangan dari subsektor konstruksi bangunan elektrikal dan komunikasi

lainnya yang menyumbang 61,83% dari keseluruhan posisi NPL.

Sementara itu, tingginya NPL di sektor pertambangan dan penggalian sejak

triwulan I 2016 berasal dari Kabupaten Kupang yang ditengarai dipengaruhi oleh

aktivitas pertambangan galian C yang terganggu akibat adanya penolakan warga

terhadap kegiatan eksplorasi. Di samping itu, NPL di sektor real estate, usaha

persewaan, dan jasa perusahaan yang telah melebihi batas 5% di triwulan III 2016,

didominasi oleh perusahaan swasta yang bergerak di subsektor jasa perusahaan.

4.5 Asesmen Perbankan

4.5.1 Kinerja Bank Umum

Total aset industri perbankan pada akhir triwulan laporan tercatat sebesar

Rp.30,33 triliun, mengalami penurunan pertumbuhan dibandingkan triwulan

sebelumnya yaitu dari -1,39% (yoy) menjadi -7,40% (yoy). Penurunan aset dialami oleh

bank pemerintah maupun bank swasta yang masing-masing mencatatkan penurunan

sebesar -8,15% dan -1,72% (yoy).

Page 87: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL · Grafik 1.17 Data Pengiriman Ternak dari Pelabuhan Tenau----- 13 Grafik 1.18

| Bab IV Stabilitas Keuangan Daerah 67

Grafik 4.22. Pertumbuhan DPK (yoy) dan Kredit (yoy)

Grafik 4.23. Perkembangan LDR

Sumber: Bank Indonesia, diolah

Sumber: Bank Indonesia, diolah Kredit perbankan masih tumbuh walau melambat dibandingkan periode yang

sama tahun sebelumnya. Namun demikian, DPK hampir tidak menunjukkan adanya

pertumbuhan yang berdampak pada rasio LDR yang mengalami peningkatan.

Pertumbuhan DPK (yoy) pada triwulan laporan tercatat sebesar 0,29% (yoy), jauh lebih

rendah dibandingkan triwulan yang sama tahun 2015 yang tercatat sebesar 18,23%

(yoy). Sementara itu, pertumbuhan kredit turun tipis dari 14,30% (yoy) pada triwulan

yang sama tahun 2015 menjadi 13,82% (yoy) pada triwulan laporanyang berdampak

pada rasio Loan to Deposit Ratio (LDR) yang terpantau naik dari 84,6% di triwulan III

2015 menjadi 96,0% pada triwulan III 2016.

Berdasarkan jenis simpanan, peningkatan pertumbuhan tabungan dari

sebelumnya 7,65% (yoy) di triwulan III 2015 menjadi 14,71% (yoy) di triwulan III 2016

tampaknya belum dapat menahan perlambatan DPK secara agregat. Hal ini karena

deposito terpantau melambat cukup signifikan dari sebelumnya 25,14% (yoy) di

triwulan III 2015 menjadi 2,02% (yoy) di triwulan laporan. Selain itu, giro juga menurun

sebesar -22,61% (yoy) dari tahun sebelumnya. Penurunan giro secara agregat

disebabkan oleh penurunan giro pemerintah sebesar -30,07% (yoy).

Sementara itu dari sisi kredit, terpantau bahwa seluruh jenis kredit baik modal

kerja, investasi, maupun konsumsi mengalami perlambatan dibandingkan periode yang

sama tahun sebelumnya. Perlambatan pertumbuhan kredit tersebut juga memengaruhi

efisiensi bank umum secara industri pada triwulan laporan yang sedikit mengalami

tekanan dibandingkan tahun sebelumnya (BOPO meningkat dari 66,8% menjadi

68,04%) karena adanya perlambatan pendapatan bunga yang disertai dengan

peningkatan beban operasional. Dengan demikian, profitabilitas bank yang terpantau

18.23%

0.29%

15.10%

13.37%

-1%

4%

9%

14%

19%

24%

I II III IV I II III

2015 2016

DPK Kredit

88.37%

99.90%

80%

82%

84%

86%

88%

90%

92%

94%

96%

98%

100%

102%

0

5,000

10,000

15,000

20,000

25,000

30,000

I II III IV I II III

2015 2016

DPK Kredit LDR

Page 88: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL · Grafik 1.17 Data Pengiriman Ternak dari Pelabuhan Tenau----- 13 Grafik 1.18

| Bab IV Stabilitas Keuangan Daerah 68

melalui ROA juga mengalami penurunan dari sebelumnya 4,2% di triwulan II 2016

menjadi 4,05% di triwulan III 2016.

Grafik 4.24. BOPO dan ROA Bank Umum

Sumber: Bank Indonesia, diolah

4.5.2 Kinerja Bank Perkreditan Rakyat

Rasio LDR yang mencerminkan kinerja intermediasi mengalami penurunan pada

triwulan laporan dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya yakni dari

80,52% menjadi 77,89%. Rasio LDR tersebut dinilai masih baik dengan ditopang rasio

Capital Adequacy Ratio (CAR) yang senantiasa masih terjaga yakni sebesar 29,47%

pada triwulan laporan.

Grafik 4.25. LDR dan CAR BPR Grafik 4.26. BOPO, ROA, NPL BPR

Sumber: Bank Indonesia, diolah

Sumber: Bank Indonesia, diolah Namun demikian, BPR perlu memperhatikan risiko kredit yang sedikit meningkat

dibandingkan triwulan sebelumnya yang ditunjukkan oleh rasio NPL tercatat sebesar

6,56% meningkat dibanding triwulan sebelumnya. Sementara itu, meski profitabilitas BPR

di triwulan laporan secara industri mengalami penurunan dibandingkan triwulan

sebelumnya (ROA turun dari 2,61% menjadi 2,59%), efisiensi BPR yang tercermin dari

rasio BOPO mengalami sedikit perbaikan dibandingkan triwulan sebelumnya (BOPO turun

dari 82,42% menjadi 82,00%).

68.04

4.05

3.4

3.5

3.6

3.7

3.8

3.9

4.0

4.1

4.2

4.3

4.4

63

64

65

66

67

68

69

70

71

72

I II III IV I II III

2015 2016

BOPO (%) ROA (%)

77.89

29.47

24

25

26

27

28

29

30

31

32

72

74

76

78

80

82

84

86

88

I II III IV I II III IV I II III IV I II III

2013 2014 2015 2016

% LDR (skala kiri) % CAR (skala kanan)

82

2.59

6.56

0

1

2

3

4

5

6

7

72

74

76

78

80

82

84

I II III IV I II III IV I II III IV I II III

2013 2014 2015 2016

% BOPO (skala kiri) % ROA (skala kanan)

% NPL (skala kanan)

Page 89: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL · Grafik 1.17 Data Pengiriman Ternak dari Pelabuhan Tenau----- 13 Grafik 1.18

| Bab V Penyelenggaraan Sistem Pembayaran dan Pengelolaan Uang Rupiah 69

Transaksi sistem pembayaran pada triwulan III 2016 mengalami perlambatan

antara lain disebabkan oleh selain perlambatan aktivitas ekonomi paska

pemotongan DAU di 5 pemda, juga disebabkan oleh tingginya pembayaran gaji

ke-13 dan 14 serta tunjangan hari raya yang persiapan pembayarannya telah

dilakukan pada triwulan sebelumnya.

Net transaksi pembayaran tunai menunjukkan adanya net outflow yang melambat

yang berarti perekonomian masih tumbuh namun relatif melambat dibanding

triwulan maupun tahun sebelumnya.

Kondisi kelayakan uang beredar di Provinsi NTT cenderung mengalami peningkatan

sejalan dengan tingginya penarikan uang tidak layak edar yang dilakukan

Sementara itu, transaksi pembayaran non tunai masih tumbuh cukup tinggi walaupun

relatif melambat dibanding triwulan sebelumnya

5.1. KONDISI UMUM

Pada triwulan III 2016, sistem pembayaran tunai menunjukkan adanya net

outlow sebesar 395 miliar melambat dibanding triwulan dan tahun sebelumnya.

Bayaran uang tunai yang dikeluarkan oleh Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi

NTT mengalami penurunan seiring dengan adanya perlambatan belanja pemerintah.

Sementara itu dari sisi setoran mengalami peningkatan lebih tinggi dari tahun

sebelumnya pada periode yang sama terutama disebabkan oleh kembalinya uang yang

beredar kedalam sistem perbankan setelah pada triwulan sebelumnya terjadi

peningkatan yang cukup tinggi untuk pembayaran gaji ke-13 dan 14 serta tunjangan

hari raya pelaku ekonomi lainnya. Temuan uang palsu yang dilaporkan pada Kantor

Perwakilan Bank Indonesia Provinsi NTT pada triwulan ini mengalami penurunan, dari

sebanyak 89 lembar pada triwulan sebelumnya menjadi hanya sebanyak 38 lembar.

Penggunaan sistem pembayaran non tunai fasilitas Sistem Kliring Nasional Bank

Indonesia (SKNBI) di wilayah NTT pada triwulan III 2016 masih cukup tinggi namun

melambat dibanding triwulan sebelumnya. Namun demikian, pertumbuhan

penggunaan fasilitas SKNBI NTT masih berada jauh di atas Nasional. Layanan Keuangan

Digital (LKD) pada triwulan III 2016 baik dari sisi jumlah agen maupun tranksaksi LKD

masih menunjukkan adanya peningkatan.

Page 90: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL · Grafik 1.17 Data Pengiriman Ternak dari Pelabuhan Tenau----- 13 Grafik 1.18

| Bab V Penyelenggaraan Sistem Pembayaran dan Pengelolaan Uang Rupiah 70

Grafik 5.1 Perkembangan Transaksi Tunai Grafik 5.2 Perkembangan Transaksi Kliring

5.2. Transaksi Pembayaran Tunai

Transaksi pembayaran tunai di Bank Indonesia tercermin dari beberapa kegiatan,

diantaranya jumlah aliran uang keluar dari Bank Indonesia ke stakeholder (outflow),

jumlah aliran uang masuk dari perbankan ke Bank Indonesia (inflow), dan kegiatan

pemusnahan Uang Tidak Layak Edar (UTLE), serta temuan uang palsu (UPAL).

5.2.1. Aliran Uang Masuk (Inflow) dan Aliran Uang Keluar (Outflow)

Pada triwulan III 2016, perkembangan aliran uang tunai di Provinsi NTT

mengalami perlambatan baik dibanding triwulan sebelumnya maupun

dibanding tahun sebelumnya. Perlambatan aliran uang ini selain mengkonfirmasi

adanya perlambatan ekonomi di triwulan III 2016 yang salah satunya disebabkan oleh

adanya penghematan anggaran pemerintah, juga disebabkan oleh majunya perayaan

hari raya Idul Fitri yang jatuh di tanggal 6-7 Juli 2016, sehingga pembayaran gaji ke-14

dan tunjangan lainnya sudah dibayarkan di bulan sebelumnya. Hal ini terkonfirmasi

oleh tingginya net outflow di triwulan sebelumnya. Nominal inflow pada triwulan ini

mencapai Rp.944,24 miliar atau tumbuh sebesar 12,29% yoy. Aliran uang masuk ini

menunjukkan kembalinya uang ke sistem perbankan setelah pada triwulan sebelumnya

mengalami outflow yang cukup tinggi. Sementara itu, outflow hanya mencapai

Rp.1.338,80 miliar atau menurun 20,65% yoy, mengkonfirmasi pelambatan

pengeluaran konsumsi pemerintah dan penyaluran kredit oleh perbankan. Namun

demikian, kondisi net outflow yang masih terjadi menunjukkan bahwa pertumbuhan

ekonomi masih terjadi walau tidak sebesar triwulan sebelumnya.

Page 91: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL · Grafik 1.17 Data Pengiriman Ternak dari Pelabuhan Tenau----- 13 Grafik 1.18

| Bab V Penyelenggaraan Sistem Pembayaran dan Pengelolaan Uang Rupiah 71

Grafik 5.3 Perkembangan Inflow, Outflow dan

UTLE

Grafik 5.4 Perkembangan Arus Uang Tunai

(Inflow-Outflow)

5.2.2. Perkembangan Uang Tidak Layak Edar (UTLE)

UTLE yang dimusnahkan di Provinsi NTT pada triwulan III 2016 tumbuh

155,36% lebih tinggi dibandingkan dengan tahun lalu pada periode yang sama.

Tingginya penarikan dan pemusnahan UTLE sejalan dengan komitmen Bank

Indonesia untuk menyediakan uang layak edar bagi masyarakat. Hingga triwulan

III 2016 Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi NTT telah memusnahkan UTLE

sebanyak Rp.1.484,17 miliar, lebih tinggi dibanding tahun lalu. Sementara itu dari

setoran (inflow) yang sebesar Rp.944,24 miliar, sebanyak 48,61% adalah setoran Uang

Tidak Layak Edar.

Setoran UTLE di Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi NTT hingga triwulan

III 2016 meningkat 77,14% yoy lebih tinggi bila dibandingkan dengan tahun 2015

maupun tahun 2014. Tingginya penarikan UTLE lebih disebabkan oleh tingginya

peningkatan aktivitas perkasan yang dilakukan, antara lain melalui gerakan kas keliling,

dropling, gerpultas, gerakan peduli koin maupun melalui kegiatan gerakan cinta rupiah

yang diselenggarakan. Banyaknya kegiatan tersebut sejalan dengan komitmen Bank

Indonesia untuk menyediakan uang yang layak bagi masyarakat. Banyaknya kegiatan

yang dilakukan tersebut sebagai tindak lanjut atas hasil survei ULE yang telah dilakukan

yang menyatakan bahwa uang pecahan kecil yang diedarkan sebagian besar sudah

tidak layak edar.

Page 92: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL · Grafik 1.17 Data Pengiriman Ternak dari Pelabuhan Tenau----- 13 Grafik 1.18

| Bab V Penyelenggaraan Sistem Pembayaran dan Pengelolaan Uang Rupiah 72

Tabel 5.1.Perkembangan Kegiatan KPw BI Provinsi NTT

Pada saat ini Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi NTT telah mempunyai 3

kas titipan yang tersebar di Kabupaten Sikka, Kabupaten Belu dan Kabupaten Sumba

Timur. Pada triwulan IV 2016, Bank Indonesia telah menambah 2 kas titipan baru di

Kabupaten Ende dan Manggarai pada bulan Oktober 2016 dan akan menambah 1 kas

titipan di Kabupaten lembata pada bulan Desember 2016.

5.2.3. Perkembangan Uang Palsu (UPAL)

Pada triwulan III 2016 temuan uang palsu yang tercatat di Kantor

Perwakilan Bank Indonesia Provinsi NTT mengalami penurunan bila

dibandingkan dengan triwulan atau tahun sebelumnya. Jumlah lembar uang

palsu yang awalnya ditemukan sebanyak 89 lembar turun menjadi 38 lembar saja yang

di laporkan pada triwulan ini. Pada triwulan III 2016 uang palsu yang dominan

ditemukan adalah pecahan Rp.100.000,- dan Rp.50.000,-.

Grafik 5.5. Perkembangan UTLE di Provinsi NTT Grafik 5.6. Perkembangan UPAL di Povinsi NTT

Untuk menanggulangi peredaran uang palsu yang beredar, secara aktif,

Bank Indonesia telah melakukan sosialisasi tentang ciri-ciri keaslian uang rupiah

sebanyak 35 kali berupa 6 kali kegiatan CIKUR yang diadakan di pulau flores, timor dan

sumba dan 29 kegiatan CIKUR Modified bersamaan dengan kegiatan kas keliling yang

diadakan.

Periode

Kota/Kab

Indikator *)Sumba Timor Flores Jumlah Sumba Timor Flores Jumlah Sumba Timor Flores Jumlah

Kas Keliling 2 10 7 19 3 23 12 38 1 7 6 14

Kas Titipan 2 1 1 4 4 3 2 9 1 1 1 3

Total 4 11 8 23 7 26 14 47 2 8 7 17

*) Frekuens i

Sumber : KPw BI Provins i NTT diolah

TW3 2016TW1 2016 TW2 2016

Page 93: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL · Grafik 1.17 Data Pengiriman Ternak dari Pelabuhan Tenau----- 13 Grafik 1.18

| Bab V Penyelenggaraan Sistem Pembayaran dan Pengelolaan Uang Rupiah 73

5.3. Transaksi Pembayaran Non Tunai Perkembangan transaksi menggunakan Sistem Kliring Nasional Bank

Indonesia (SKNBI) pada triwulan III 2016 dari sisi volume maupun nominal

mengalami perlambatan dibanding triwulan sebelumnya. Walaupun dari sisi

volume mengalami peningkatan sebesar 51,82% (yoy) atau mencapai 73.560 transaksi

dan berdasarkan nominal mengalami peningkatan sebesar 102,94% (yoy) atau sebesar

2,81 triliun, namun peningkatan tersebut tidak sebesar triwulan II 2016 yang secara

volume meningkat 86,02% (yoy) dan secara nominal meningkat 261,82% (yoy).

Walaupun mengalami perlambatan, pertumbuhan tersebut masih lebih tinggi

dibanding pertumbuhan SKNBI Nasional yang hanya mampu tumbuh secara nominal

sebesar 37% yoy dan volume 16,27% yoy.

5.4. Perkembangan Layanan Keuangan Digital

Jumlah agen maupun transaksi Layanan Keuangan Digital (LKD) di

Provinsi NTT pada triwulan III 2016 mengalami peningkatan yang ditunjukkan

oleh meningkatnya jumlah agen dan transaksi yang dilakukan dibandingkan

triwulan sebelumnya. Pada triwulan III 2016, jumlah agen LKD tumbuh 10,11%

(qtq), lebih tinggi dibanding triwulan II 2016 yang hanya mencapai 6,43% (qtq).

Sementara itu, pertumbuhan jumlah tranksasi menggunakan LKD masih tumbuh

71,22% (qtq) namun melambat dibandingkan pertumbuhan triwulan sebelumnya yang

mencapai 142,00% (qtq). Rata-rata transaksi harian agen LKD juga mengalami

peningkatan dibandingkan triwulan sebelumnya, dari 4,19 transaksi per agen per hari

menjadi 4,32 transaksi per agen per hari. Hal ini menggambarkan bahwa masyarakat

sudah mulai mengenal dan mau menggunakan fasilitas ini sebagai sistem pembayaran

dalam transaksi.

Page 94: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL · Grafik 1.17 Data Pengiriman Ternak dari Pelabuhan Tenau----- 13 Grafik 1.18

Boks 5 | LASIANA (Layanan Kas dalam Bingkai Semangat Nasionalisme 74

Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) adalah salah satu provinsi dengan kondisi geografis yang

cukup menantang dibanding provinsi lain di Indonesia. Apabila Provinsi Papua terkenal sebagai

provinsi dengan kondisi daratan tersulit untuk dijangkau, ataupun Provinsi Maluku yang

terkenal dengan kondisi lautan yang tersulit dijangkau di Indonesia, maka Provinsi NTT

menggabungkan kedua kesulitan tersebut, sehingga menjadikan provinsi dengan gabungan

konektivitas daratan dan lautan tersulit di Indonesia. Sebagai provinsi terluar dan

berbatasan langsung dengan 2 Negara yaitu Australia dan Timor Leste, dan memiliki penduduk

terbesar ke-2 di Indonesia Timur sebanyak 5 juta jiwa serta memiliki 1.192 pulau dengan 44

diantaranya dihuni manusia, dengan total luas wilayah lebih dari 5 kali Luas Provinsi Jawa Timur

atau lebih dari 32 kali luas Provinsi DKI, menjadikan provinsi NTT menjadi tempat yang paling

cocok untuk dijadikan laboratorium peredaran uang di Indonesia.

Dengan kondisi tingkat kelayakan jalan Provinsi dan Kabupaten/kota kurang dari 50%, kondisi

cuaca yang sangat ekstrim terutama dikarenakan adanya musim hujan dan musim angin,

berada di titik terluar perbatasan Negara, tingkat pendidikan masuk dalam 5 provinsi

terendah, perilaku penyimpanan uang yang kebanyakan tidak menggunakan dompet, kondisi

uang pecahan kecil (UPK) yang sebagian besar sudah tidak layak edar (UTLE), kondisi temuan

uang palsu yang kebanyakan sudah tidak layak edar serta kondisi SDM perbankan yang relatif

rendah, menjadikan Provinsi NTT sebagai daerah yang paling menantang dalam peredaran

uang rupiah, edukasi pemeliharaan dan pengenalan keaslian rupiah, monitoring peredaran

uang, serta laboratorium yang tepat dalam pengawasan sistem pembayaran pada

perbankan.

Gambar Boks 5.1. Peta Kas Titipan dan Jalur Distribusi Uang di NTT

Untuk menanggulangi permasalahan tersebut, secara generik Bank Indonesia melakukan 5

kegiatan terkait pengedaran uang yaitu kegiatan remise, kas titipan, kas keliling, CIKUR,

dan yang terbaru adalah kegiatan CCNP. Remise adalah kegiatan pengambilan modal ke

kantor kas BI dalam hal ini ke Makasar. Kas titipan adalah pembukaan kasanah titipan di

Page 95: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL · Grafik 1.17 Data Pengiriman Ternak dari Pelabuhan Tenau----- 13 Grafik 1.18

Boks 5 | LASIANA (Layanan Kas dalam Bingkai Semangat Nasionalisme 75

perbankan yang ditunjuk. Kas Keliling adalah kegiatan melayani penukaran uang di daerah.

CCNP adalah kepanjangan tangan dari kas keliling hanya saja yang melakukan adalah

perbankan yang ditunjuk untuk kerjasama dan CIKUR adalah wahana edukasi dan pengenalan

ciri-ciri keaslian uang rupiah. Dengan banyaknya permasalahan sebagaimana disebut di atas,

dirasakan perlu untuk memperkuat peran dan tugas pengedaran uang agar kehadiran Bank

Indonesia dapat lebih dirasakan oleh masyarakat. Oleh karena itu, sepanjang tahun 2017 telah

dilakukan beberapa inisiatif kegiatan baru antara lain pembukaan 2 kas titipan baru di

Kabupaten Ende dan Manggarai pada bulan Oktober 2016 bersamaan dengan kegiatan

gerakan cinta rupiah yang diadakan. Selain itu, juga akan diinisiasi percepatan pembukaan kas

titipan baru di Kabupaten Lembata untuk mendukung hari nusantara yang menurut rencana

akan dihadiri secara langsung oleh presiden Republik Indonesia.

Gambar Boks 5.2. Bagan Inovasi Perkasan di KPwBI Provinsi NTT

Selain kelima fungsi generik yang ada, Bank Indonesia Provinsi NTT juga menambah 7 kegiatan

inisiatif lainnya dan memodifikasi kegiatan generik yang dilakukan. Kegiatan tersebut meliputi

Dropling dengan dasar kegiatan seperti kas keliling, hanya saja kami menambahkan sasaran

pengedaran tidak hanya masyarakat tetapi juga pelaku usaha dan perbankan, sehingga modal

yang dibawa dapat meningkat. Sidak siram adalah kegiatan monitoring dan evaluasi (monev)

perkasan perbankan. Survei ULE adalah kegiatan monev kelayakan uang di masyarakat.

Gerpultas adalah kegiatan penarikan uang lusuh di perbatasan sebagai respon atas rendahnya

soil level yang ditangkap dalam survei ULE. Peduli koin adalah gerakan menarik uang logam

agar dapat kembali dimanfaatkan oleh masyarakat, GCR adalah gerakan cinta rupiah berupa

edukasi masyarakat untuk mencintai dan menggunakan rupiah sebagai sarana pembayaran

yang sah di Indonesia. Adapun tema GCR tahun ini adalah peduli tepian negeri. Gerabah yaitu

kegiatan monev tingkat kelayakan uang di ATM yang pada pelaksanaannya akan

dikombinasikan dengan sidak siram setelah diketahui pada ATM bank mana yang tingkat

kelusuhan uangnya paling tinggi. Dan terakhir adalah CIKUR Modifikasi yaitu

menggabungkan kegiatan kas keliling dan dropling dengan menambahkan CIKUR, sehingga

edukasi masyarakat dapat diperluas. Dengan adanya kegiatan tersebut di atas, aktivitas sistem

pembayaran mengalami peningkatan signifikan dari 83 kegiatan di tahun 2016 menjadi 272

kegiatan di tahun 2016.

Page 96: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL · Grafik 1.17 Data Pengiriman Ternak dari Pelabuhan Tenau----- 13 Grafik 1.18

Boks 5 | LASIANA (Layanan Kas dalam Bingkai Semangat Nasionalisme 76

Tabel Boks 5.1. Realisasi Kegiatan Perkasan Bank Indonesia di tahun 2016

Adapun dampak dari kegiatan tersebut di atas antara lain meningkatnya kesadaran masyarakat

akan ciri-ciri keaslian uang rupiah, penarikan dan pemusnahan uang tidak layak edar meningkat

signifikan maupun selisih lebih dan kurang dalam setoran perbankan mengalami penurunan

signifikan. Hasil positif dari inisiatif yang telah dilakukan tersebut akan terus dikawal agar tujuan

Bank Indonesia dalam menyediakan uang layak edar baik secara kuantitas maupun kualitas di

seluruh Provinsi NTT dapat tercapai.

Grafik Boks 5.1. Kegiatan

Pemusnahan Uang

Grafik Boks 5.2. Frekuensi

Kegiatan Kas Keliling dan

Dropling

Grafik Boks 5.3. Selisih

Lebih dan Kurang Setoran

Bank

REALISASI REALISASI

2015 KEGIATAN 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12

Kas Titipan Action 15 19 1 2 1 2 2 3 2 2 2 2

Remise Action 7 6 1 1 1 1 1 1

CCNP Action 1 2 2

New Kas Keliling Action 9 86 4 5 9 6 9 16 9 12 8 8

CIKUR Modified Edukasi 11 86 4 5 9 6 9 16 9 12 8 8

Gerakan Cinta Rupiah Edukasi 2 5 1 2 1 1

Dropling Action 30 42 4 2 6 6 6 4 5 4 3 2

Gerpultas Action 0 1 1

Peduli Koin Action 0 5 2 2 1

Sidak Siram Monev 4 -

Gerabah Monev 0 1 1

Survei ULE Monev 4 19 7 4 4 2 2

TOTAL AKTIVITAS 83 272 20 15 29 24 27 40 26 35 30 26 - -

2016INOVASI PERKASAN FUNGSI

Kegiatan Pemusnahan Uang Frekuensi Kas Keliling dan Dropling

9

3025

41

Kaskel Dropling

2015

2016

Kegiatan Pemusnahan Uang Frekuensi Kas Keliling dan Dropling

9

3025

41

Kaskel Dropling

2015

2016

Nominal Kas Keliling dan Dropling Selisih Lebih dan Kurang Setoran

Bank

250

300

2015 2016

Kaskel

2015 2016

Dropling

39.70069.500

406

925

273 294

SELISIH LEBIH SELISIH KURANG

2015 2016

Page 97: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL · Grafik 1.17 Data Pengiriman Ternak dari Pelabuhan Tenau----- 13 Grafik 1.18

| Bab VII Ketenagakerjaan dan Kesejahteraan 77

77

KETENAGAKERJAAN & KESEJAHTERAAN

Perkembangan Sektor Ketenagakerjaan dan Indikator Kesejahteraan Provinsi

NTT terindikasi mengalami perkembangan yang positif. Tingkat Pengangguran

Terbuka (TPT) pada bulan Agustus tercatat sebesar 3,25%, lebih baik

dibandingkan bulan Maret yang sebesar 3,59%. Peningkatan penyerapan

tenaga kerja terutama berasal dari sektor Industri dan Jasa Kemasyarakatan.

Sementara itu, indikator kesejahteraan masyarakat yang terlihat dari Nilai

Tukar Petani (NTP) dan Survei Konsumen-Bank Indonesia menunjukkan adanya

peningkatan pada Triwulan-III 2016.

66..11.. KKOONNDDIISSII UUMMUUMM

Kondisi tenaga kerja dan kesejahteraan di Provinsi NTT menunjukkan

angka perbaikan yang terlihat dari penurunan TPT dan indikator survei Badan

Pusat Statistik (BPS) dan Bank Indonesia (BI). Berdasarkan data BPS, angka

pengangguran pada bulan Agustus 2016 tercatat sebesar 76.580 orang menurun

dibandingkan Februari 2016 yang sebesar 87.699 orang. Penurunan didorong oleh

adanya pergeseran jumlah penduduk usia >15 tahun yang sebelumnya termasuk

angkatan kerja menjadi bukan angkatan kerja yang didorong adanya peningkatan

preferensi masyarakat untuk melanjutkan sekolah dan mengurus rumah tangga.

Sementara itu, sektor industri dan jasa kemasyarakatan menunjukkan peningkatan

penyerapan tenaga kerja yang cukup tinggi.

Disisi lain, indikator kesejahteraan pada triwulan-III juga menunjukkan

perbaikan. Indikator NTP menunjukkan adanya perbaikan dari 100.67 pada bulan Juni

menjadi 102.03 di bulan September 2016. Peningkatan terutama terjadi karena adanya

peningkatan angka indeks pada sektor Tanaman Padi-Palawija serta Tanaman

Perkebunan Rakyat yang menunjukkan adanya peningkatan pendapatan masyarakat

pada sektor tersebut. Hasil Survei Konsumen-BI juga menunjukkan adanya peningkatan

angka indeks penghasilan yang didapatkan masyarakat.

66..22.. PPEERRKKEEMMBBAANNGGAANN TTEENNAAGGAA KKEERRJJAA

66..22..11 PPeerrkkeemmbbaannggaann TTeennaaggaa KKeerrjjaa UUmmuumm

Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) Provinsi NTT tercatat masih lebih

rendah dibandingkan nasional dan berada di peringkat ke-6 terendah dari 34

Provinsi di Indonesia. Presentase TPT NTT pada bulan Agustus 2016 sebesar

3,25% berada di bawah nasional yang sebesar 5,61%. Selain itu, angka TPT NTT

Page 98: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL · Grafik 1.17 Data Pengiriman Ternak dari Pelabuhan Tenau----- 13 Grafik 1.18

| Bab VII Ketenagakerjaan dan Kesejahteraan 78

78

tersebut juga berada di peringkat ke-6 terendah Provinsi di Indonesia, dibawah Bali

(1,89%), Bangka Belitung (2,60%), Daerah Istimewa Yogyakarta (2,72) , Sulawesi

Tenggara (2,72) dan Gorontalo (2,76). Namun, rendahnya angka TPT tersebut cukup

terkontradiksi dengan persentase penduduk miskin di Provinsi NTT yang berada di

peringkat ke-3 tertinggi nasional di bawah Papua dan Papua Barat. Dari sisi komposisi,

banyaknya presentase pekerja tidak dibayar di Provinsi NTT sebesar 25,06% dapat

menunjukkan masih terbatasnya pilihan lapangan kerja dan kualitas Sumber Daya

Manusia, sehingga masih banyak tenaga kerja yang hanya membantu kegiatan usaha

keluarga terutama di sektor pertanian daripada membuka lapangan usaha sendiri atau

menjadi pekerja di sektor formal. Luas lahan garapan pertanian milik keluarga yang

terbatas (petani gurem) dan rendahnya produktivitas lahan menyebabkan pendapatan

masyarakat cenderung tidak besar dan terkadang hanya cukup untuk kebutuhan

makan sehari-hari.

66..22..22 KKoonnddiissii KKeetteennaaggaakkeerrjjaaaaaann BBeerrddaassaarrkkaann SSeekkttoorr

Dari sisi jumlah angkatan kerja dan pengangguran, terjadi penurunan jumlah

angkatan kerja pada Agustus 2016 yaitu menjadi sebanyak 2,35 juta orang dibanding

bulan Februari yang sebesar 2,45 juta orang. Penurunan tersebut terutama didorong

oleh adanya peningkatan kategori orang bukan angkatan kerja yang telah berusia

diatas 15 tahun sebesar 126.770 jiwa seiring dengan kenaikan jumlah orang sekolah

dan jumlah orang yang masuk kategori mengurus rumah. Hal ini mengindikasikan

adanya perkembangan positif pada antusiasme masyarakat NTT untuk melanjutkan

pendidikan ke tingkat yang lebih tinggi.

Jumlah pengangguran menurun dari 87.669 orang (Februari 2016) menjadi

76.580 orang (Agustus 2016) terutama didorong oleh adanya peningkatan penyerapan

tenaga kerja di sektor industri dan jasa kemasyarakatan. Berdasarkan data historis,

Grafik 6.1 Perbandingan Tingkat Pengangguran Provinsi NTT dan Nasional

Grafik 6.2 Sepuluh Provinsi dengan Prosentase Pengangguran Terendah

Sumber : BPS, diolah

Sumber : BPS, diolah

Page 99: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL · Grafik 1.17 Data Pengiriman Ternak dari Pelabuhan Tenau----- 13 Grafik 1.18

| Bab VII Ketenagakerjaan dan Kesejahteraan 79

79

penyerapan tenaga kerja sektor jasa kemasyarakatan mengalami kecenderungan trend

peningkatan selain sektor perdagangan. Hal ini menunjukkan adanya indikasi

pergeseran preferensi masyarakat dari sektor pertanian ke sektor lainnya. Di sisi lain,

apabila dilihat dari sisi siklikal, pola peningkatan tenaga kerja di Provinsi NTT cenderung

terjadi pada bulan Februari seiring adanya panen di awal tahun.

Masih tingginya ketergantungan pada sektor pertanian juga terlihat dari

komposisi tenaga kerja di sektor pertanian yang masih dominan sebesar 53,3% diikuti

oleh sektor jasa kemasyarakatan sebesar 16,4%. Sementara apabila dilakukan analisis

perkembangan angkatan kerja dan tenaga kerja secara tahunan, terlihat bahwa terjadi

perkembangan positif pada bulan Agustus 2016. Hal ini terlihat dari pertumbuhan

penyerapan pekerja secara tahunan yang lebih tinggi dari angkatan kerja.

66..22..33 KKoonnddiissii KKeetteennaaggaakkeerrjjaaaaaann BBeerrddaassaarrkkaann TTiinnggkkaatt PPeennddiiddiikkaann

Berdasarkan tingkat pendidikan yang ditamatkan, jumlah pengangguran yang

berasal dari tamatan SMA/SMK tercatat menjadi yang tertinggi yaitu 31.155 orang

pada bulan Agustus 2016. Namun, jumlah tersebut tercatat menurun dibandingkan

bulan Februari 2016 yang tercatat sebesar 38.280 orang. Peningkatan jumlah

penganggur justru terjadi pada tingkat universitas yang tercatat sebesar 2.358 orang

Grafik 6.3 Perbandingan Jumlah Angkatan Kerja, Pekerja dan Penganggur di Provinsi NTT

Grafik 6.4 Tren Penyerapan Tenaga Kerja Per-Sektor

Sumber : BPS, diolah

Sumber : BPS, diolah

Grafik 6.5 Struktur Tenaga Kerja di NTT Bulan Agustus 2016

Grafik 6.6 Pertumbuhan Tenaga Kerja dan Angkatan Kerja

Sumber : BPS, diolah

Sumber : BPS, diolah

Page 100: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL · Grafik 1.17 Data Pengiriman Ternak dari Pelabuhan Tenau----- 13 Grafik 1.18

| Bab VII Ketenagakerjaan dan Kesejahteraan 80

80

pada bulan Agustus dibanding Februari 2016. Secara tahunan (Agustus 2016 dibanding

Agustus 2015), pertumbuhan jumlah pengangguran di tingkat Universitas tercatat

meningkat sebesar 14,4% (yoy) dibandingkan tingkat pendidikan lain yang cenderung

menurun. Hal ini menunjukkan masih kurangnya lapangan kerja, terutama yang bersifat

formal untuk menampung tenaga kerja terdidik dengan tingkat pendidikan universitas

di Provinsi NTT. Perlu adanya langkah-langkah dari pemerintah untuk tetap menjaga

iklim investasi di Provinsi NTT, serta mengantisipasi hambatan-hambatan investasi

seperti masalah lahan, administrasi maupun infrastruktur yang menyebabkan

terhambatnya pertumbuhan sektor industri ataupun sektor pariwisata yang notabene

dapat menjadi area lapangan kerja baru untuk lulusan terdidik di Provinsi NTT.

Grafik 6.7 Perkembangan Pengangguran Berdasarkan Tingkat Pendidikan

Grafik 6.8 Perkembangan Angkatan Kerja dan Pekerja Menurut Tingkat Pendidikan

Sumber : BPS, diolah

Sumber : BPS, diolah

66..22..44 KKoonnddiissii KKeetteennaaggaakkeerrjjaaaann MMeennuurruutt SSttaattuuss PPeekkeerrjjaaaann

Struktur tenaga kerja berdasarkan status pekerjaan di Provinsi NTT pada bulan

Agustus 2016 cenderung masih didominasi oleh pekerja informal sebanyak 74,8% atau 1,7

juta penduduk. Namun, terjadi peningkatan cukup signifikan untuk pekerja formal yang

pada Agustus 2015 tercatat sebesar 475.028 orang menjadi 573.875 orang pada bulan

Agustus 2016 atau mengalami kenaikan 20,8% (yoy). Adanya pergeseran jumlah tenaga

kerja dari pekerja informal menjadi pekerja formal dengan jumlah cukup signifikan sebesar

98.847 orang menunjukkan adanya peningkatan kualitas angkatan kerja di Provinsi NTT

pada bulan Agustus, walaupun untuk level pendidikan tertinggi seperti universitas jumlah

lapangan kerja masih belum cukup menampung jumlah lulusan setiap tahun. Dari sisi status

pekerjaan formal, peningkatan cukup signifikan terjadi pada buruh/karyawan yang tumbuh

sebesar 21,9% (yoy).

Page 101: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL · Grafik 1.17 Data Pengiriman Ternak dari Pelabuhan Tenau----- 13 Grafik 1.18

| Bab VII Ketenagakerjaan dan Kesejahteraan 81

81

Grafik 6.9 Perkembangan Struktur Tenaga Kerja

Menurut Status Pekerjaan Grafik 6.10 Perkembangan Status Pekerjaan

Masyarakat

Sumber : BPS, diolah

Sumber : BPS, diolah

66..22..55 KKoonnddiissii TTeennaaggaa KKeerrjjaa SSeekkttoorr IInndduussttrrii MMaannuuffaakkttuurr BBeessaarr ddaann SSeeddaanngg

Berdasarkan survei industri manufaktur Besar dan Sedang (IBS) BPS Provinsi NTT pada

triwulan III-2016 diketahui bahwa penyerapan tenaga kerja didominasi oleh sektor Barang

Galian Bukan Logam. Hal tersebut kemungkinan disebabkan oleh peningkatan pekerjaan

proyek pada triwulan-III sehingga permintaan terhadap komoditas-komoditas bukan logam

seperti pasir dan batu kapur turut mengalami peningkatan. Hal ini terlihat dari tingkat

produktivitas sektor barang galian bukan logam yang mencapai Rp 51,84 juta/tenaga kerja

dan merupakan yang tertinggi dibandingkan sektor lain pada triwulan-III 2016.

Grafik 6.11 Persentase Penyerapan Tenaga Kerja Sektor

Industri Manufaktur Sedang dan Besar Grafik 6.12 Perkembangan Produktivitas Sektor Industri

Manufaktur Sedang dan Besar

Sumber : BPS, diolah

Sumber : BPS, diolah

66..22..66 PPeerrkkeemmbbaannggaann UUppaahh MMiinniimmuumm PPrroovviinnssii ((UUMMPP)) NNTTTT

Pada tanggal 31 Oktober 2016, Gubernur Provinsi NTT telah menetapkan Upah

Minimum Provinsi (UMP) tahun 2017 sebesar Rp 1.525.00,- atau meningkat 7,02%

dibandingkan UMP tahun 2016 yang sebesar Rp 1.425.000,-. Penetapan tersebut

tercantum dalam Keputusan Gubernur Nusa Tenggara Timur No. 347/KEP/HK/2016

tertanggal 31 Oktober 2016 dan akan berlaku pada tahun 2017.

Page 102: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL · Grafik 1.17 Data Pengiriman Ternak dari Pelabuhan Tenau----- 13 Grafik 1.18

| Bab VII Ketenagakerjaan dan Kesejahteraan 82

82

66..22..77 HHaassiill SSuurrvveeii KKeeggiiaattaann DDuunniiaa UUssaahhaa ((SSKKDDUU))

Dari hasil SKDU di wilayah NTT, terlihat bahwa indikator ketenagakerjaan masih

menunjukkan indikasi positif pada triwulan III-2016. Hal ini menunjukkan masih adanya

peningkatan penyerapan tenaga kerja pada triwulan tersebut terutama untuk sektor

bangunan serta pengangkutan dan komunikasi. Peningkatan sektor bangunan seiring

dengan tingginya produktivitas sektor barang galian bukan logam pada survei IBS-BPS. Hal

ini diperkirakan terjadi seiring peningkatan kegiatan proyek pemerintah maupun swasta

pada triwulan-III. Sementara itu, berdasarkan perkiraan, penyerapan tenaga kerja triwulan

IV akan ditopang sektor jasa-jasa dan pertanian.

66..33.. PPEERRKKEEMMBBAANNGGAANN KKEESSEEJJAAHHTTEERRAAAANN

66..33..11 PPeerrkkeemmbbaannggaann NNiillaaii TTuukkaarr PPeettaannii ((NNTTPP))

Tingkat kesejahteraan Pedesaan Provinsi NTT yang digambarkan oleh Nilai Tukar

Petani (NTP) menunjukkan adanya peningkatan dari 100,67 (Triwulan II-2016) menjadi

102,02 (Triwulan III-2016). Peningkatan ini terutama disebabkan oleh adanya kenaikan

indeks yang diterima (IT) dibandingkan indeks yang dibayar (IB). Dari sisi sektoral,

Grafik 6.13 Perkembangan Upah Minimum Provinsi NTT

Sumber : Disnakertrans-NTT, diolah

Grafik 6.14 Perkembangan Indeks Tenaga Kerja SKDU

Sumber : SKDU-BI, diolah

Page 103: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL · Grafik 1.17 Data Pengiriman Ternak dari Pelabuhan Tenau----- 13 Grafik 1.18

| Bab VII Ketenagakerjaan dan Kesejahteraan 83

83

peningkatan terutama terjadi pada Tanaman Padi-Palawija dan Tanaman Perkebunan

Rakyat. Telah adanya panen komoditas perkebunan seperti kakao dan jambu mete

diperkirakan turut meningkatkan pendapatan petani.

Grafik 6.15 Perkembangan Nilai Tukar Petani Grafik 6.16 Perkembangan Nilai Tukar Petani Per Sektor

Sumber : BPS, diolah

Sumber : BPS, diolah

66..33..22 SSuurrvveeii KKoonnssuummeenn ((SSKK)) ddaann IInnddeekkss TTeennddeennssii KKoonnssuummeenn ((IITTKK))

Sementara itu, berdasarkan hasil Survei Konsumen (SK)-Bank Indonesia dan Indeks

Tendensi Konsumen (ITK)-Badan Pusat Statistik ditemukan pula adanya indikasi kenaikan.

Indeks penghasilan saat ini masyarakat NTT dibandingkan 6 bulan yang lalu pada SK

menunjukkan kenaikan dari 126,5 (triwulan II-2016) menjadi 142 (triwulan III-2016).

Peningkatan juga terjadi pada angka ITK dari 103,87 menjadi 106,14 yang menunjukkan

peningkatan optimisme masyarakat NTT pada triwulan III 2016. Peningkatan ini diperkirakan

turut disebabkan oleh adanya panen komoditas perkebunan dan kegiatan proyek-proyek

pemerintah dan swasta yang mendorong penyerapan tenaga kerja dan berdampak

langsung pada peningkatan pendapatan masyarakat NTT di triwulan-III.

Grafik 6.17 Perkembangan Survei Konsumen-BI dan Indeks Tendensi Konsumen-BPS

Sumber : SK-BI dan ITK-BPS, diolah

Page 104: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL · Grafik 1.17 Data Pengiriman Ternak dari Pelabuhan Tenau----- 13 Grafik 1.18
Page 105: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL · Grafik 1.17 Data Pengiriman Ternak dari Pelabuhan Tenau----- 13 Grafik 1.18

| Bab VII Outlook Pertumbuhan Ekonomi dan Inflasi Daerah 84

PROSPEK PEREKONOMIAN DAERAH

Berdasarkan perkembangan perekonomian terkini, pertumbuhan ekonomi NTT

triwulan I-2017 diperkirakan pada rentang 5,1-5,5% (yoy) sementara

pertumbuhan sepanjang tahun 2017 diperkirakan pada kisaran 5,2-5,6% (yoy)

atau meningkat dibandingkan prakiraan 2016 yang sebesar 5-5,4% (yoy). Di sisi

lain, inflasi pada triwulan-I 2017 diprediksi berada pada rentang 3,5-3,9% (yoy)

dan inflasi akhir tahun 2017 akan berada pada kisaran 4,4-4,8% (yoy) atau lebih

tinggi dibanding tahun 2016 yang diperkirakan pada rentang 2,4-2,8% (yoy).

Pertumbuhan ekonomi NTT triwulan-I 2017 diperkirakan didorong oleh sektor

perdagangan dan administrasi pemerintahan seiring kegiatan pilkada di daerah di

Provinsi NTT pada bulan Februari 2017. Sementara itu, peningkatan pertumbuhan

ekonomi pada tahun 2017 didukung oleh pertumbuhan sektor pertanian, konstruksi,

perdagangan besar dan eceran serta administrasi pemerintahan, pertahanan dan

jaminan sosial wajib.

Dari sisi inflasi, tren harga yang cukup rendah pada tahun 2016 diperkirakan

berdampak pada peningkatan harga di tahun 2017 sehingga proyeksi inflasi pada

triwulan-I 2017 diperkirakan berada pada rentang 3,5-3,9% (yoy) dan inflasi akhir

tahun 2017 berada pada rentang 4,4-4,8% (yoy).

7.1 Pertumbuhan Ekonomi Provinsi NTT

7.1.1 Pertumbuhan Ekonomi NTT Triwulan I 2017

Sementara itu, proyeksi pertumbuhan ekonomi Provinsi NTT pada triwulan I-

2017 diperkirakan berada pada kisaran 5,1-5,5% (yoy) yang kemungkinan didorong

oleh sektor perdagangan besar dan eceran seiring adanya kegiatan pilkada di 3

Kabupaten/Kota, yaitu Kota Kupang, Kab. Lembata dan Kab. Flores Timur. Selain itu,

adanya pilkada juga diperkirakan dapat mendorong pertumbuhan sektor administrasi

pemerintahan seiring peningkatan belanja bantuan keuangan untuk kegiatan pemilu.

Dari sektor pertanian, adanya La Nina diperkirakan turut mendorong pergeseran masa

panen padi ke triwulan-I 2017.

Page 106: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL · Grafik 1.17 Data Pengiriman Ternak dari Pelabuhan Tenau----- 13 Grafik 1.18

| Bab VII Outlook Pertumbuhan Ekonomi dan Inflasi Daerah 85

Grafik 7.1. Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi NTT Triwulan I 2017

Sumber : BPS dan Bank Indonesia (diolah)

7.1.1.1 Pertumbuhan Sisi Penggunaan

Dari sisi penggunaan, komponen konsumsi pada triwulan I-2017

diperkirakan mengalami peningkatan. Dorongan konsumsi terutama berasal dari

konsumsi pemerintah dan konsumsi Lembaga Non Profit yang Melayani Rumah Tangga

(LNPRT) seiring dengan adanya penyelenggaraan pemilu di 3 Kabupaten/Kota.

Sementara itu, konsumsi rumah tangga diperkirakan tumbuh melambat paska

peningkatan cukup tinggi seiring adanya perayaan akhir tahun. Indikasi tersebut terlihat

dari indikator indeks Ekspektasi Penghasilan 6 bulan yang akan datang, ketersediaan

lapangan kerja 6 bulan yang akan datang serta kondisi ekonomi Indonesia 6 bulan yang

akan datang pada Survei Konsumen Bank Indonesia yang menunjukkan adanya indikasi

perlambatan walaupun masih positif diatas angka 100. Hal ini menunjukkan bahwa

belanja rumah tangga masyarakat pada awal tahun 2017 masih menunjukkan indikasi

pertumbuhan.

Grafik 7.2. Survei Konsumen

100.0

120.0

140.0

160.0

I II III IV I II III IV I II III

2014 2015 2016

Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) Indeks Ekspektasi Konsumen (IEK)Ekspektasi penghasilan 6 bulan y.a.d. Kondisi ekonomi Indonesia 6 bulan y.a.d.Ketersediaan Lapangan Kerja 6 bulan y.a.d

Sumber :Bank Indonesia (diolah)

Kinerja investasi diperkirakan tumbuh melambat pada triwulan-I 2017.

Perlambatan lebih disebabkan oleh siklus perencanaan anggaran pada awal tahun yang

dilakukan swasta dan pemerintah. Di lingkup pemerintah, kegiatan lelang yang masih

Page 107: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL · Grafik 1.17 Data Pengiriman Ternak dari Pelabuhan Tenau----- 13 Grafik 1.18

| Bab VII Outlook Pertumbuhan Ekonomi dan Inflasi Daerah 86

berlangsung menyebabkan secara historis investasi yang dilakukan cenderung terbatas

di triwulan-I. Sementara itu adanya pilkada juga diperkirakan mendorong sikap wait

and see investor untuk berinvestasi di daerah-daerah yang melakukan pemilihan.

Kinerja net impor antar daerah dan ekspor luar negeri NTT pada triwulan

I juga diperkirakan akan melambat. Perlambatan lebih disebabkan oleh siklus

musiman penurunan kebutuhan masyarakat paska peningkatan konsumsi di akhir

tahun dan terbatasnya investasi yang dilakukan sehingga impor kebutuhan dari daerah

lain masih rendah. Di sisi lain, kurang baiknya cuaca di awal tahun juga berpengaruh

pada produksi ikan tangkap untuk ekspor (tuna dan cakalang).

7.1.1.2 Pertumbuhan Sisi Sektoral

Dari sisi sektoral, pertumbuhan sektor pertanian pada triwulan-I 2017

diperkirakan mengalami sedikit peningkatan. Peningkatan diperkirakan disebabkan

oleh adanya pergeseran panen komoditas beras akibat dampak La Nina hingga awal

tahun 2017. Pertumbuhan juga diperkirakan turut ditunjang oleh produksi garam dan

pengiriman ternak yang masih berlangsung. Sementara itu, produksi ikan tangkap

diperkirakan masih cukup terbatas seiring siklus cuaca buruk pada awal tahun.

Sektor Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib

diperkirakan mengalami pertumbuhan cukup tinggi meskipun melambat.

Perlambatan lebih terjadi karena siklus realisasi anggaran yang selalu meningkat tinggi

pada akhir tahun. Sementara itu, pertumbuhan pada triwulan-I 2017 diperkirakan

disumbang oleh belanja bantuan keuangan yang terutama dipergunakan bagi

penyelenggaraan pilkada di 3 daerah.

Sektor Perdagangan Besar dan Eceran, Reparasi Mobil dan Sepeda Motor

diperkirakan mengalami pelambatan pada Triwulan-I 2017. Perlambatan juga

disebabkan oleh siklus tingginya belanja masyarakat pada triwulan IV seiring perayaan

natal dan tahun baru. Namun adanya pilkada diperkirakan dapat mendorong belanja

masyarakat pada triwulan-I untuk tumbuh cukup tinggi.

Sektor konstruksi diperkirakan melambat pada triwulan-I 2017. Proses

pengerjaan proyek-proyek pemerintah yang masih dalam tahap lelang pada triwulan-I

dan investor yang cenderung masih dalam tahap penyusunan rencana bisnis dan

adanya pilkada diperkirakan menjadi beberapa faktor penyebab turunnya kegiatan

konstruksi di triwulan-I 2017.

Page 108: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL · Grafik 1.17 Data Pengiriman Ternak dari Pelabuhan Tenau----- 13 Grafik 1.18

| Bab VII Outlook Pertumbuhan Ekonomi dan Inflasi Daerah 87

7.1.2 Pertumbuhan Ekonomi NTT Tahun 2017

Pertumbuhan ekonomi NTT sepanjang tahun 2017 diperkirakan berada pada

rentang 5,2-5,6% (yoy) yang terutama disebabkan oleh pertumbuhan di sektor

konstruksi, administrasi pemerintahan serta perdagangan besar dan eceran. Sektor

konstruksi kemungkinan masih didorong oleh tingginya investasi infrastruktur publik,

seperti jalan dan sarana perhubungan (pembenahan dermaga dan bandara), selain itu

beberapa infrastruktur sumber daya air seperti bendungan (Rotiklot dan Raknamo)

telah memasuki fase konstruksi serta investasi swasta dan BUMN di bidang pariwisata

melalui pembangunan hotel dan industri pengolahan seperti groundbreaking pabrik PT.

Semen Kupang III. Tren investasi yang terus tumbuh di NTT diperkirakan masih menjadi

pendorong pergerakan sektor konstruksi di NTT. Sementara dari sektor pertanian,

pertumbuhan terutama didukung oleh dampak positif La Nina yang dapat

meningkatkan kecukupan air untuk mendorong peningkatan produksi tanaman

pangan serta adanya perbaikan embung dan saluran irigasi. Dari sektor perdagangan,

pertumbuhan ditandai dengan adanya pilkada di awal tahun 2017, peningkatan

pendapatan melalui kenaikan Upah Minimum Provinsi (UMP) sebesar 7,2% (yoy) serta

pendapatan dari sektor pertanian dan konstruksi. Dari sektor administrasi

pemerintahan, pertumbuhan terutama terindikasi dari adanya rencana peningkatan

dana desa hingga 100% dari alokasi 2016 sehingga setidaknya akan ada lebih dari 3

triliun dana yang mengalir ke pedesaan di NTT.

Grafik 7.3. Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi NTT Tahun 2017

Sumber : BPS dan Bank Indonesia (diolah)

Page 109: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL · Grafik 1.17 Data Pengiriman Ternak dari Pelabuhan Tenau----- 13 Grafik 1.18

| Bab VII Outlook Pertumbuhan Ekonomi dan Inflasi Daerah 88

7.2 Inflasi

7.2.1 Inflasi Triwulan-I Tahun 2017

Pertumbuhan inflasi pada triwulan-I 2017 diperkiran berada pada kisaran

3,5-3,9% (yoy) atau meningkat dibandingkan akhir tahun 2016. Peningkatan

pada awal tahun diperkirakan didorong oleh kelompok volatile food seperti ikan segar

seiring kondisi cuaca yang masih buruk, komoditas bumbu-bumbuan seperti cabai

merah yang telah melewati masa panen, serta sayur-sayuran yang terdorong oleh

penurunan produksi akibat dampak cuaca buruk. Sementara itu, penurunan kegiatan

belanja masyarakat di awal tahun dan ketiadaan even berskala nasional diperkirakan

turut menjaga tingkat inflasi kelompok administered prices dan core.

7.2.2 Inflasi Tahun 2017

Secara tahunan, pertumbuhan inflasi pada akhir tahun 2017 diperkirakan

berada pada kisaran 4,4-4,8% (yoy). Peningkatan inflasi pada tahun 2017 secara

umum diperkirakan berasal dari peningkatan harga bahan makanan yang cenderung

rendah pada tahun 2016 serta potensi kenaikan harga komoditas administered prices

seperti bahan bakar minyak dan tarif dasar listrik. Selain itu, perbaikan ekonomi di

Provinsi NTT tentunya akan menambah daya beli masyarakat sehingga turut berdampak

pada kenaikan harga. Adanya tren peningkatan permintaan minyak yang diperkirakan

akan menyamai produksi minyak dunia, serta potensi kenaikan nilai tukar dolar seiring

trump effect juga dapat mendorong harga beli minyak impor meningkat, sehingga

berdampak pada kenaikan harga minyak di dalam negeri. Selain itu terdapat pula

rencana pengurangan subsidi untuk tarif listrik 900 VA di tahun 2017. Berdasarkan

komoditas, inflasi bahan makanan diperkirakan meningkat seiring rendahnya harga

beberapa komoditas seperti beras, bumbu-bumbuan dan sayur-sayuran di tahun 2016.

Selain itu, potensi terjadinya penyakit unggas seiring dengan buruknya cuaca saat

terjadi La Nina juga dapat mendorong kenaikan inflasi. Namun demikian, dengan

adanya kecukupan pasokan air diperkirakan membuat produksi pertanian relatif terjaga

di tahun 2017. Inflasi pada komoditas transportasi diperkirakan juga meningkat seiring

dengan adanya potensi kenaikan harga minyak bersubsidi seiring dengan membaiknya

ekonomi dunia. Adapun inflasi pada komoditas lainnya masih relatif terjaga.

Page 110: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL · Grafik 1.17 Data Pengiriman Ternak dari Pelabuhan Tenau----- 13 Grafik 1.18

| Bab VII Outlook Pertumbuhan Ekonomi dan Inflasi Daerah 89

Grafik 7.4. Prediksi Inflasi TW-I 2017 dan 2017

Sumber: BPS & BI (diolah)