kajian bunyi bahasa dalam tradisi arab; tokoh, …
TRANSCRIPT
477
KAJIAN BUNYI BAHASA DALAM TRADISI ARAB;
TOKOH, PERAN, DAN PEMIKIRANNYA
Singgih Kuswardono & Ahmad Miftahuddin
UNNES
Abstrak :Kajian bunyi bahasa Arab periode klasik dianggap oleh ilmuan-ilmuan
bahasa dunia sebagai kajian yang sangat cemerlang dengan keasliannya, kerinciannya,
dan kesistematisannya meskipun tanpa didukung oleh peralatan laboratorium. Ilmuan
bunyi bahasa memiliki peran yang sangat besar bagi keterbacaan kitab suci al Quran
khususnya bagi yang bukan penutur Arab. Kajian bunyi bahasa merupakan kajian
keilmuan bahasa yang paling awal yang mendasari kajian leksikografi, gramatika, dan
retorika. Di antara tokoh dan ilmuan terdahulu yang berperan penting dalam kajian
bunyi bahasa Arab adalah Abu al Aswad al Dualiy (w. 69 H/688 M), Nashr bin
„Ashim (w. 89 H/ 707 M), al Khalil bin Ahmad al Farahidiy (w. 170 H/ 786 M),
Sibawayh (w. 180 H/ 796 M), Ibn Jinniy (w. 392 H/ 1001 M), Ibn Sina (w. 428
H/1036 M), dan Ibn Sinan al Khifajiy (w. 469 H/ 1076 M).
Kata kunci: bunyi bahasa, periode klasik, ilmuan, peran
Pendahuluan
Kajian bunyi bahasa dalam tradisi Arab dimulai bersamaan dengan kebangktian
keilmuan pada abad ke-2 hijriyah, yaitu pada masa lahirnya ilmu-ilmu pengetahuan
Arab Islam. Kemunculan kajian bunyi bahasa yang menjadi bagian keilmuan bahasa
dilatarbelakangi kekhawatiran Arab terhadap penyimpangan dan percampuran bunyi
dalam pelafalan al Quran (Qaddur, 2014: 22).
Kajian bunyi bahasa Arab periode klasik dianggap oleh ilmuan-ilmuan bahasa
dunia sebagai kajian yang sangat cemerlang dengan keasliannya, kerinciannya, dan
kesistematisannya meskipun tanpa didukung oleh peralatan laboratorium. Salah seorang
ilmuan barat Bergstrasser mengatakan: “Tidak ada yang mendahului Eropa dalam
bidang Ilmu Bunyi Bahasa kecuali dua kaum, Arab dan India”. Ilmuan lain, Firth
mengatakan: “Kajian bunyi bahasa lahir dan berkembang pada dua bahasa suci, yaitu
bahasa Arab dan bahasa Sansekerta” („Allam, 2006: 76). Ilmuan lain Cairdener berkata:
“Para ilmuan Arab terdahulu telah meletakkan dasar bagi ilmuan bunyi bahasa
kontemporer dalam bidang artikulasi walau dengan pengetahuan yang diperoleh melalui
pengamatan dan pengalaman autodidak, serta uji coba pribadi tanpa bantuan alat-alat
laboratorium” (Al Shaghir, 2000: 23).
Di antara tokoh dan ilmuan terdahulu yang berperan penting dalam kajian bunyi
bahasa Arab adalah Abu al Aswad al Dualiy (w. 69 H/688 M), Nashr bin „Ashim (w. 89
H/ 707 M), al Khalil bin Ahmad al Farahidiy (w. 170 H/ 786 M), Sibawayh (w. 180 H/
796 M), Ibn Jinniy (w. 392 H/ 1001 M), Ibn Sina (w. 428 H/1036 M), dan Ibn Sinan al
Khifajiy (w. 469 H/ 1076 M).
478
Tokoh dan Ilmuan Bunyi Bahasa Arab Generasi Awal
Abu al Aswad al Dualiy (w. 69 H/ 688 M)
Awal pembahasan bunyi bahasa Arab dilakukan oleh seorang tokoh bernama
Abu al Aswad al Dualiy (w. 69 H/ 688 M), yang nama aslinya adalah Dzalim bin „Amr
bin Sufyan. Abu al Aswad al Dualiy berguru kepada Khalifah Ali bin Abi Thalib RA
dan mendapat perintah dari khalifah untuk membuat tanda vokal akhir kata pada
transkrip al Quran.
Kelahiran kajian bunyi bahasa Arab berawal dari upaya yang dilakukan oleh
Abu al Aswad al Dualiy dalam memberikan tanda bunyi vokal berupa titik pada mushaf
al Quran utamanya pada akhir kata sehingga orang-orang dapat melafalkannya dengan
benar tanpa perbedaan bunyi vokal akhir kata. Kajian bunyi bahasa masa Abu al Aswad
al Dualiy masih terbatas pada kajian fisiologis dalam penentuan tanda bunyi vokal yang
menyertai konsonan Arab. Kajian bunyi bahasa terkait dengan fisiologi bibir dalam
pelafalan vokal /a, i, u/. Pelafalan vokal /a/ ditandai dengan titik di atas konsonan yang
disebut fathah (فرحح) atau pembukaan karena terkait dengan keadaan bibir yang terbuka
lebar saat pelafalan vokal /a/. Pelafalan vokal /u/ ditandai dengan titik di antara
konsonan yang disebut dhammah (ػح) atau bulat karena terkait dengan keadaan bibir
yang bulat saat pelafalan vokal /u/. Sedangkan pelafalan vokal /i/ ditandai dengan titik
di bawah konsonan yang disebut kasrah (وغشج) atau bentangan terkait dengan keadaan
bibir lebar membentang saat pelafalan vokal /i/.
Abu al Aswad al Dualiy (w. 69 H/ 688 M) meletakan dasar simbol-simbol
tulisan vokal Arab yang merepresentasikan bentuk bibir saat pelafalannya. Tulisan
bahasa Semit umumnya mengabaikan simbol vokal oleh karenanya dianggap tidak
sempurna sistem alfabetisnya. Ketiadaan simbol vokal ini mengakibatkan munculnya
interferensi dialek-dialek dalam pembacaan al Quran. Karena hal itulah Abu al Aswad
al Dualiy mengambil peran meletakkan dasar simbol-simbol vokal Arab untuk
menghindari terjadinya interferensi dan menjaga kemurnian al Quran. Upaya ini sangat
penting dilakukan sebab vokal Arab memiliki peranan utama dalam menentukan makna
sebuah kata dan variasi maknanya serta membedakan maknanya dengan bentuk-bentuk
lainnya.
Bentuk <ورة> tanpa simbol vokal dapat memuat makna yang beraneka ragam,
dapat berarti: „peristiwa menulis yang telah terjadi yang dilakukan oleh orang ke-3
maskulin tunggal‟ berdiatesis aktif, bila dilafalkan [ ورة]; dapat juga berarti „peristiwa
menulis yang telah terjadi yang dilakukan oleh orang ke-3 maskulin tunggal‟ berdiatesis
pasif, bila dilafalkan [ ورة]; dapat juga berarti „sasaran perbuatan menulis dalam bentuk
jamak‟, bila dilafalkan [ورة]; demikian juga dapat berarti „sasaran perbuatan menulis
dalam bentuk tunggal‟, bila dilafalkan dengan pemanjang vokal /a/ pada konsonan
kedua [وراب]. Ini merupakan gambaran pelafalan pada tingkat leksikal, belum lagi
pelafalan pada tingkat konteks yang dipengaruhi oleh konkordansinya dengan kata
lainnya terkait hubungan fungsionalnya dalam konteks.
Dalam sebuah riwayat disebutkan, bahwa Abu al Aswad mendatangi seorang
penulis dengan meletakkan mushaf al Quran di depannya seraya berkata:
"إذا رأيتني أفتح فمي بالحرؼ، فانقط واحدة فوقو، وإذا رأيتني أضمو، فانقط واحدة بين يديو، وإذا رأيتني أكسره، فاجعل النقطة من تحتو، وإن أتبعت شيئا من ىذه الحركات غنة، فاجعل
النقطة نقطتين. فابتدأ بالمصحف حتى أتى على آخره"
479
“Apabila engkau melihat bibirku terbuka saat melafalkan sebuah huruf maka berilah
tanda sebuah titik di atas huruf tersebut, apabila engkau melihat bibirku bulat saat
melafalkan sebuah huruf maka berilah tanda sebuah titik di antara huruf (pada tubuh
huruf), apabila engkau melihat bibirku terbentang saat melafalkan sebuah huruf maka
berilah sebuah tanda titik di bawah huruf tersebut, dan apabila terdapat bunyi sengau
(nasal) yang mengikuti sebuah huruf maka berilah tanda dua buah titik. Mulailah dari
awal hingga akhir mushaf.” (al Sirafiy, 1985: 168).
Dalam riwayat lain disebutkan, Abu al Aswad al Dualiy berkata:
"خذ المصحف وصبغا يخالف لون المداد، فإذا فتحت شفتي فانقط نقطة واحدة فوؽ الحرؼ، إن فاجعل النقطة إلى جانب الحرؼ، وإذا كسرتها فاجعل النقطة في أسفلو، فوإذا ضممتها
أتبعت شيئا من ىذه الحركات غنة، فانقط نقطتين."“Ambilah mushaf al Quran dan celuplah (pena) dengan warna lain yang berbeda dengan
tulisan mushaf. Apabila aku membuka kedua bibirku maka berilah tanda sebuah titik di
atas huruf tersebut, apabila aku membulatkan kedua bibirku maka berilah tanda sebuah
titik disamping huruf tersebut, apabila aku membentangkan kedua bibirku maka berilah
tanda sebuah titik di bawah huruf tersebut, dan apabila terdapat bunyi sengau (nasal)
yang mengikuti sebuah huruf maka berilah tanda dua buah titik. (al Daniy, 1960: 4).
Tanda-tanda ini kemudian dinamakan haraka:t (حشواخ) atau gerakan didasarkan
pada gerakan-gerakan kedua belah bibir saat melafalkan bunyi vokal Arab. Istilah ini
kemudian hari dipakai dalam keilmuan bahasa Arab untuk menyatakan bunyi vokal
pendek (short vowels) (Mathlabiy, 1983: 15-16).
Dalam pemberian tanda bunyi vokal pada mushaf al Quran, Abu al Aswad al
Dualiy melandaskan upayanya tersebut pada asas bunyi bahasa. Pada dasarnya titik
merupakan representasi gerakan fisiologis bibir. Oleh karena itu Abu al Aswad al
Dualiy dianggap sebagai tokoh yang berperan dalam perkembangan awal kajian bunyi
bahasa. Upaya Abu al Aswad al Dualiy terkait erat dengan pembahasan organ wicara
dan perubahan bentuknya dalam pelafalan bunyi bahasa sehingga melahirkan bunyi
vokal-vokal tertentu meskipun belum dibahas bunyi-bunyi huruf lainnya (Tharfayah,
1987: 30).
Upaya Abu al Aswad al Dualiy meskipun tergolong sederhana namun sangat
bernilai tinggi. Sebab pada masa tersebut telah berkembang interferensi dialek-dialek.
Upayanya merupakan sarana ilmiah yang paling penting dalam membendung
interferensi dan penyimpangan dalam pembacaan kitab suci al Quran dan
penjangaannya kemurniannya dari kesalahan pembacaan maupun interferensi dialek.
Upaya Abu al Aswad al Dualiy telah membuka kesadaran bahwa dalam bahasa
Arab terdapat bunyi vokal yang menyertai huruf Arab yang menyebabkan huruf
berbunyi yang kemudian disebut sebagai huruf mutaharrikah (حشف رحشوح)
disandingkan dengan huruf tak bervokal atau huruf mati karena tak disertai bunyi vokal
yang kemudian disebut huruf sa:kinah (حشف عاوح). Sebelumnya orang Arab
beranggapan bahwa bunyi bahasa Arab adalah konsonan semua. Vokal dan mati atau
sukun (phonetically nothing) kemudian dianggap sebagai sifat huruf Arab („Allam,
2006: 77), (Mahmud, 2000: 59).
Dari Abu al Aswad al Dualiy (w. 69 H/ 688 M) berkembang pemikiran bahwa
vokal bukan bagian atau sifat huruf atau konsonan melainkan bunyi bebas sebagaimana
konsonan yang masing-masing berperan dalam pembentukan kata Arab. Vokal Arab
480
bersifat bebas dari sisi makna, slot (طيغح), dan pelafalan sebagaimana diungkap melalui
kajian analisis bunyi bahasa. Abu al Aswad al Dualiy telah membuka pemikiran bunyi
bahasa Arab untuk mengetahui klasifikasi utama bunyi bahasa, yaitu vokal dan
konsonan („Allam, 2006: 78).
Nashr bin ‘Ashim (w. 89 H/ 707 M)
Upaya pembahasan bunyi bahasa fase awal yang dirintis oleh Abu al Aswad al
Dualiy (w. 69 H/ 688 M) dilanjutkan oleh Nashr bin „Ashim (w. 89 H/ 707 M). Bila
Abu al Aswad al Dualiy berperan pada penandaan bunyi vokal, Nashr bin „Ashim
berperan pada penandaan bunyi konsonan yang serupa tulisannya, seperti konsonan / ،ب
,/ط، ػ/ konsonan ,/د، ر/ konsonan ,/ج، ح، خ/ konsonan ,/س، ص/ konsonan ,/خ، ز، ، ي
konsonan /ص، ع/, konsonan /ؽ، ظ/, konsonan /ف، ق/. Semua konsonan tersebut pada
awalnya tidak ada tanda-tanda titiknya, sehingga bagi orang selain Arab sulit
membedakannya. Pada awalnya abjad Arab memiliki 15 karakter (Janzarliy, 1985: 60-
65). Dari 15 karakter tersebut dikembangkan oleh Nashr bin „Ashim menjadi 28 jenis
huruf yang berbeda-beda dengan penandaan titik-titik di atas maupun di bawah huruf
untuk membedakan huruf-huruf pada sebuah karakter yang sama. Dengan
disempurnakan penandaan bunyi konsonan serupa oleh Nashr bin „Ashim maka orang-
orang semakin terhindar dari kesalahan pelafalan konsonan Arab („Allam, 2006: 78).
Peran Nashr bin „Ashim lainnya adalah menyusun urutan huruf Arab yang
kemudian dikenal dengan urutan alfaba:iyah )افثائيح((Habash, 2010: 10) atau urutan
alfabetis Arab atau disebut juga urutan hija:iyyah (جائيح) yang dipakai hingga saat ini.
Bersama Yahya bin Ya‟mar (w. 129 H/746 M), Nashr bin „Ashim (w. 89 H/ 707 M)
menyusun urutan abjad Arab sebagai berikut yang kemudian dikenal dengan abjad Arab
Timur:
أ، ب، خ، ز، ج، ح، خ، د، ر، س، ص، ط، ػ، ص، ع، ؽ، ظ، ع، غ، ف، ق، ن، ي، ، ، ـ، ، لا، ي
Pada awalnya abjad Arab memiliki urutan yang berbeda dengan abjad Arab sekarang
atau yang disusun oleh Nashr bin „Ashim dan Yahya bin Ya‟mar. Abjad Arab dari
Nabatea terdiri dari 22 abjad dengan urutan yang dikenal dengan urutan abjadiyah
:sebagai berikut (Habash, 2010: 10))أتجذيح(
خأ، ب، ج، د، ـ، ، ص، ح، ؽ، ي، ن، ي، ، ، ط، ع، ف، ص، ق، س، ػ،
al Khalil bin Ahmad al Farahidiy (w. 170 H/ 786 M) Al Khalil bin Ahmad al Farahidiy (w. 170 H/786 M) adalah ilmuan bahasa
generasi awal yang dipandang sebagai pelopor pertama kajian bunyi bahasa secara
sistematis. Al Khalil bin Ahmad menyempurnakan penandaan pada tulisan Arab, fathah
yang awalnya berupa sebuah titik di atas huruf Arab diganti dengan huruf alif /ا/ minor
dengan posisi horisontal di atas huruf, dhammah yang awalnya sebuah titik di antara
huruf Arab diganti dengan huruf // minor di atas huruf, kasrah yang awalnya sebuah
titik di bawah huruf Arab diganti dengan huruf /ي/ minor di bawah huruf. Apabila bunyi
diakhiri dengan nunasi (ذي) maka tanda-tanda bunyi vokal tersebut ditulis rangkap dua
(Nasif, 1985: 66, 76). Dipilihnya tanda tersebut yang merupakan turunan dari huruf / ،ا
karena bunyi vokal berkaitan erat dengan ketiga huruf tersebut, bunyi vokal/، ي
panjang melibatkan ketiga huruf tersebut. Bunyi vokal panjang adalah bunyi vokal
pendek yang disertai huruf tersebut dalam keadaan mati atau suku:n. Cara padang ini
nantinya berdampak luas dalam studi morfologi dan prosodi Arab. Selain itu al Khalil
bin Ahmad adalah ilmuan yang pertama kali membuat tanda bunyi hamzah (ء) yang
diserupakan dengan kepala huruf ‘ayn (ع). Penandaan ini dilandasi sebuah alasan bahwa
481
kedua bunyi tersebut titik artikulasinya berdekatan, yaitu glotal dan pharynx („Allam,
2006: 79-80). Al Khalil bin Ahmad juga merupakan ilmuan yang pertama kali membuat
tanda syiddah atau tasydi:d untuk menandai bunyi konsonan rangkap atau pengulangan
bunyi konsonan atau pemanjangan bunyi konsonan (Al Suyuthiy, 1963: 2).
Penandaan al Khalil bin Ahmad ini dalam transkripsi Arab lebih rinci dan lebih
jelas dari pada tanda titik yang dibuat oleh Abu al Aswad al Dualiy sebelumnya.
Simbol-simbol yang dibuat oleh al Khalil bin Ahmad ini dipakai hingga masa kini
dalam penulisan bahasa Arab (Mathlabiy, 1983: 73). Tanda-tanda tersebut oleh sebagian
ahli bahasa Barat disebut sebagai diakritik (Habash, 2010: 11), (Chacra, 2007: 13), yaitu
tambahan pada huruf yang sedikit banyak mengubah nilai fonetis huruf (Kridalaksana,
2009: 48). Namun ahli bahasa Arab tidak menyebutnya sebagai diakritik. Istilah untuk
diakritik dalam bahasa Arab dinamakan ‘ala:mah mumayyizah ضج()علاح ي , sedangkan
istilah charakat (حشوح) disepadankan dalam istilah linguistik dengan vowel point
(Baalbaki, 1990: 147, 533).
Al Khalil bin Ahmad al Farahidiy (w. 170 H/786 M) adalah ilmuan bahasa Arab
yang pertama kali menyusun sebuah karya fenomenal berupa kamus berjudul Kita:b al
‘Ayn (وراب اعي) yang sekaligus menjadi kamus pertama dalam tradisi Arab. Kamus ini
berbeda dengan kamus umumnya yang susunan entry atau lemanya berdasarkan urutan
alfabetis. Kamus ini disusun dengan landasan keilmuan bunyi bahasa yang dalam
(Bahnasawiy, 2005: 21). Al Khalil bin Ahmad telah menetapkan sebuah standar
keilmuan bunyi bahasa, khususnya bidang fonetik artikulatoris. Pada masanya, al Khalil
bin Ahmad telah mampu mendeskripsikan bunyi bahasa Arab beserta titik-titik
artikulasi dalam organ wicara manusia. Al Khalil bin Ahmad menyusun urutan titik-titik
artikulasi tersebut mulai dari pangkal tenggorokan sebagai urutan awal artikulasi hingga
bibir sebagai akhirnya (Hijaziy, 2014: 11).
Ulasan ini dipaparkan dalam pendahuluan kamusnya yang kemudian
mempengaruhi penyusunan kamus Kita’b al ‘Ayn yang diawali dengan huruf ‘ayn (ع)
yang dianggap sebagai huruf yang titik artikulasinya berada tenggorokan. Meskipun al
Khalil mengetahui bahwa huruf yang titik artikulasinya paling bawah yaitu alif ,
hamzah, dan ha (ا، ء، ـ) namun huruf-huruf tersebut tidak dijadikan awal entry atau
lema dalam kamusnya. Hal ini dikarenakan alif dianggap bukan konsonan sebagaimana
umumnya huruf Arab yang konsonan. Sedangkan bahasa Arab adalah bahasa
konsonantal. Bunyi vokal tidak mengawali konsonan atau selalu berada setelah
konsonan. Oleh karena itu alif tidak dijadikan sebagai entry pertama kamus. Demikian
halnya huruf hamzah (ء) tidak dipilih sebagai entry pertama karena konsonan hamzah
dipandang sebagai konsonan yang mudah berubah-ubah menjadi bunyi vokal karena
termasuk huruf ‘illah atau huruf-huruf yang mudah mengalami perubahan bentuk dalam
derivasi. Huruf ba (ب) juga tidak dipilih, selain urutannya berada pada urutan akhir
pelafalan, menetapkan huruf ba sebagai awal urutan huruf Arab tidak ada alasan
ilmiahnya. Huruf ha (ـ) juga tidak dijadikan awal entry kamus karena al Khalil
menganggap bahwa konsonan ha adalah konsonan yang paling lemah dalam
pelafalannya. Karena hal itu semua, al Khalil bin Ahmad memilih konsonan ‘ayn (ع)
sebagai awal lema kamusnya Kita:b al ‘Ayn (Al Shaghir, 2000: 21-22).
Al Khalil bin Ahmad telah meletakkan dasar-dasar kajian bunyi bahasa secara
sistematis dalam pendahuluan kamusnya. Al Khalil bin Ahmad tidak memakai urutan
alfabetis yang disusun oleh Nashr bin „Ashim dan Yahya bin Ya‟mar. Urutan tersebut
tidak berlandaskan pada sebuah pemikiran logis tertentu dalam bahasa. Al Khalil bin
Ahmad adalah ilmuan pertama kali yang mengaitkan pembahasan bunyi bahasa dengan
482
kajian tatabahasa yang disebut nahw (ح) dan sharf (طشف). Dalam pengantar kamusnya
dibahas beberapa bentuk kata Arab, biliteral (ثائي), triliteral (ثلاثي), quadriliteral
Selain itu dibahas huruf-huruf yang frekuensi .(خاعي) dan quinqueliteral ,(سياعي)
pemakaiannya paling tinggi dalam bahasa Arab, yaitu huruf-huruf yang yang disebut
dzala:qah (رلالح) meliputi / ،س، ي/ dan syafawiyyah (شفيح) meliputi / ،ف، ب/. Keenam
huruf atau konsonan ini paling mudah dilafalkan, paling banyak dipakai dalam tuturan,
dan paling baik menjadi unsur sebuah kata Arab. Al Khalil bin Ahmad lalu membuat
kesimpulan, bahwa kata yang tidak terdapat unsur dari keenam konsonan tersebut
terutama bentuk quadriliteral (سياعي) dan quinqueliteral (خاعي) tidak dianggap sebagai
asli kata Arab, kata tersebut merupakan kata baru yang bukan berasal dari bahasa Arab
(al Aziz, 2009: 46-47), (al Farahidiy, 2003: 38).
Deskripsi bunyi Arab (fonem) kemudian dijelaskan oleh al Khalil bin Ahmad
secara rinci berdasarkan titik artikulasinya. Menurutnya, bunyi bahasa Arab terdiri dari
26 huruf dalam 8 titik artikulasi, yaitu:
1. Bunyi halaqiyyah (حميح) meliputi: /ع، ح، ـ، خ، غ/;
2. Bunyi lahwiyyah (يح) meliputi: /ق، ن/;
3. Bunyi syajariyyah (شجشيح) meliputi: /ج، ػ، ع/;
4. Bunyi asaliyyah (أعيح) meliputi: /ص، ط، ص/;
5. Bunyi nitha’iyyah (طعيح) meliputi: /ؽ، خ، د/;
6. Bunyi dzalaqiyyah (رميح) meliputi: /،س، ي/;
7. Bunyi syafawiyyah (شفيح) meliputi: / ،ف، ب/;
8. Bunyi hawa:iyyah (ائيح) meliputi: /ي، ، ا، ء/ (al Farahidiy, 2003: 41-42).
Al Khalil memberikan perhatian khusus pada huruf /ي، ، ا / sebagai huruf bebas yang
berbeda sifatnya dengan huruf-huruf lainnya. Huruf-huruf ini mempunyai sifat khusus
yang memiliki keterikatan dengan harakat (حشواخ); terdapat keterikatan antara fathah
dan /ا/, dhammah dan //, dan kasrah dan /ي/ (Tharfayah, 1987: 30). Pandangan Al
Khalil bin Ahmad tentang titik artikulasi huruf-huruf Arab ini diikuti sepenuhnya oleh
generasi sesudahnya, yaitu Abu Manshur al Azhariy (w. 380 H/ 990 M) dalam karyanya
Tahdzi:b al Lughah (ذزية اغح) (al Aziz, 2009: 48).
Selain itu, Al Khalil bin Ahmad juga membahas hubungan bunyi bahasa yang
tercipta antarbunyi yang beriringan dalam konteks tuturan. Demikian juga fenomena
bunyi yang tercipta karena hal tersebut yang diklasifikasikan menjadi idgha:m (إدغا),
hadzf (حزف), tarqi:q (ذشليك), mathl (ط), dan isyba’ (إشثاع) (al Aziz, 2009: 48). Secara
umum pembahasan bunyi bahasa dalam pendahuluan kamus al ‘Ayn karya Al Khalil bin
Ahmad oleh Hijaziy (2014: 16) dipandang merupakan bahan dalam kajian leksikologi
dan leksikografi.
Metode observasi, pembahasan, induksi, kesimpulan, dan deskripsi ilmiah Al
Khalil bin Ahmad menjadikannya sebagai ilmuan bunyi bahasa pertama yang
membahas bunyi bahasa dengan sempurna sesuai masanya. Pemikirannya menjadi
landasan pertama kajian bunyi bahasa Arab yang dirujuk oleh ilmuan-ilmuan bahasa
sesudahnya. Oleh sebab itu Al Khalil bin Ahmad al Farahidiy (w. 170 H/786 M)
dianggap sebagai bapaknya ilmuan bunyi bahasa sekaligus bapaknya ilmuan bahasa
Arab („Allam, 2006: 80-81).
Sibawayh (w. 180 H/ 796 M),
Sibawayh (w. 180 H/ 796 M) yang bernama asli „Amru bin „Usman Qanbar
adalah murid Al Khalil bin Ahmad al Farahidiy (w. 170 H/786 M) dan merupakan
ilmuan bunyi bahasa generasi kedua setelahnya. Sebagian besar pemikiran Sibawayh
483
merujuk kepada pemikiran Al Khalil bin Ahmad. Pada satu sisi pembahasan kadang
sepakat dan di sisi lain kadang berseberangan. Pandangan Sibawayh tentang klasifikasi
titik-titik artikulasi sama dengan Al Khalil bin Ahmad diawali dari pangkal tenggorokan
dan berakhir di bibir (Al Shaghir, 2000: 52), (Sibawayh, 2009 J.4: 433).
Sibawayh mewarisi ilmu gurunya Al Khalil bin Ahmad dengan memperdalam
kajiannya dan menambahkan banyak pembahasan deskripsi bunyi bahasa secara rinci,
seperti sifat-sifat bunyi bahasa al jahr-al hams (اجش اظ) dan al syiddah-al
rakha:wah (اشذج اشخاج). Selain itu dijelaskan pula fenomena bunyi bahasa, seperti al
ima:lah (الإاح), al idgaha:m (الإدغا). Sibawayh menjelaskan keteraikatan al haraka:t
yaitu al haraka:t adalah bagian dari huruf al ,/ا، ، ي/ (اذ) dan huruf al madd (احشواخ)
madd. Pernyataan ini yang kemudian dijelaskan secara lebih rinci oleh Ibn Jinniy (w.
392 H/1001 M) sehingga menjadi teori bunyi bahasa Arab yang sangat memukau yang
nilainya terungkap pada kajian bunyi bahasa kontemporer („Allam, 2006: 82).
Sibawayh dianggap sebagai ilmuan pertama yang mendeskripsikan bunyi bahasa
Arab secara sistematis dan rinci. Pembahasan bunyi bahasa dalam karyanya al Kita:b
berada pada bab al Idgaha:m (الإدغا) yang menjadi bagian pembahasan sharf. Selain itu,
pembahasan bunyi bahasa juga terdapat dalam bab al Ima:lah (الإاح), al Waqf (الف),
dan iltiqa:u al sa:kinayni (ارماء اغاوي). Pembahasan bunyi bahasa diawali dengan
deskripsi huruf-huruf (fonem) Arab yang berjumlah 29 dan penataannya sesuai urutan
titik artikulasinya dari tenggorokan hingga bibir sebagaimana urutan yang dibuat oleh
Al Khalil bin Ahmad. Urutan bunyi yang disusun oleh Sibawayh sebagai berikut
(Sibawayh, 2009 J.4: 433):
Tabel 2.4
Titik Artikulasi Bunyi Arab Menurut Sibawayh (w. 180 H/ 796 M)
Artikulator Aktif Artikulator Pasif Huruf Arab
ء، ىػ، ا أقصى الحلق ع، ح أوسط الحلق غ، خ أدنى الحلق
ؽ الحنك الأعلى أقصى اللسان ج، ش، ي وسط الحنك الأعلى وسط اللسان
ض الأضراس أول حافة اللسانحافة اللسان إلى منتهى
ن الحنك الأعلى وفويق الثنايا طرؼ اللسان
ل، ر الحنك الأعلى ظهر اللسان ط، د، ت أصول الثنايا طرؼ اللسان ز، س، ص فويق الثنايا طرؼ اللسان
484
ظ، ذ، ث أطراؼ الثنايا طرؼ اللسان
باطن الشفة السفلى وأطراؼ ؼ الثنايا العلي
ب، م، و الشفتينبين
Sibawayh menyebutkan bunyi bahasa Arab dapat dikelompokkan sifatnya
menjadi al ashwa:t al majhu:rah (الأطاخ اجسج) dan al ashwa:t al mahmu:sah
menurutnya terkait dengan hambatan yang kuat (اجش) Sifat al jahr .(الأطاخ اعح)
terhadap arus udara (pada pangkal tenggorokan/ larynx) saat pelafalan bunyi-bunyi
tertentu sehingga udara terhalang keluar. Sebaliknya sifat al hams (اظ) terkait dengan
ketiadaan hambatan yang kuat terhadap arus udara (pada pangkal tenggorokan/ larynx)
saat pelafalan bunyi-bunyi tertentu sehingga udara keluar tanpa mendapat hambatan
berarti (Sibawayh, 2009 J.4: 434). Berikut huruf-huruf Arab yang dikelompokkan oleh
Sibawayh sebagai al ashwa:t al majhu:rah:
/ء، ا، ع، غ، ق، ج، ي، ع، ي، ، س، ؽ، د، ص، ظ، ر، ب، ، /
Sedangkan al ashwa:t al mahmu:sah menurutnya adalah:
/ـ، ح، خ، ن، ػ، ط، خ، ص، ز، ف/
Selain kedua sifat tersebut, Sibawayh juga mengelompokkan bunyi bahasa Arab
menjadi al ashwa:t al syadi:dah (الأطاخ اشذيذج), dan al ashwa:t al rakhwah ( الأطاخ
menurutnya terkait dengan hambatan penuh (dalam rongga (اشذج) Sifat syiddah .(اشخج
bunyi) terhadap bunyi yang keluar. Sebaliknya sifat rakhawah (سخاج) terkait dengan
hambatan tak penuh (dalam rongga bunyi) terhadap bunyi yang keluar (Sibawayh, 2009
J.4: 434). Berikut huruf-huruf Arab yang dikelompokkan oleh Sibawayh sebagai al
ashwa:t al syadi:dah:
/ء، ق، ن، ج، ؽ، خ، د، ب،/
Sedangkan al ashwa:t al rakhwah menurutnya adalah:
/ط، ظ، ز، ر، فـ، ح، غ، خ، ػ، ص، ع، ص، /
Terkait dengan kedua sifat tersebut, Sibawayh kemudian mengenalkan satu sifat lagi
yang menjadi bentuk tengah dari keduanya disebut al ashwa:t bayna al rakhwah wa al
syadidah (الأطاخ تي اشخج اشذيذج), yaitu:
1. Al munharif (احشف), yaitu bunyi yang mendapat hambatan (oleh lidah) namun bunyi
tersebut keluar dari samping. Bunyi ini dapat dipanjangkan (sebagaimana bunyi
rakhwah). Huruf dengan sifat ini adalah /ي/.
2. Al Ghunnah (اغح), yaitu bunyi yang mendapat hambatan (dalam rongga mulut) namun
bunyi tersebut keluar melalui rongga hidung. Bila rongga hidung tertutup bunyi
ghunnah tidak tercipta. Huruf dengan sifat ini adalah / ،/
3. Al Mukarrar (اىشس), yaitu bunyi yang mendapat hambatan namun bunyi tersebut keluar
karena bergeletar (trill). Bila tidak bergeletar bunyi al mukarrar tidak tercipta. Huruf
dengan sifat ini adalah /س/. (Sibawayh, 2009 J.4: 435).
Sifat lainnya yang disebut oleh Sibawayh adalah al layyinah (ايح), al ha:wiy
) al muthbaqah-al munfatihah ,(ااي) افرحح-اطثمح ). Al layyinah (ايح) adalah sifat
terkait dengan luasnya titik artikulasi pada huruf (semivokal) /ي ،/, tidak ada bunyi
(konsonan) selain keduanya yang memiliki titik artikulasi seluas keduanya. Al ha:wiy
/ا/ adalah sifat terkait dengan sangat luasnya titik artikulasi pada huruf (vokal) (ااي)
485
melebihi luasnya titik artikulasi huruf (semivokal) /ي ،/. al muthbaqah (اطثمح) adalah
bunyi yang tercipta karena naiknya lidah (bagian belakang) ke langit keras, yaitu huruf
maka tidak ada perbedaan pelafalan ,(الإؽثاق) Bila tidak ada ithba:q ./ص، ع، ؽ، ظ/
antara / د-ؽ /, / ط-ص /, dan/ ر-ظ /serta tidak adanya huruf /ع/ dalam bahasa Arab
(Sibawayh, 2009 J.4: 434-435).
Selain itu Sibawayh (w. 180 H/ 796 M) mengkasifikasikan bunyi bahasa Arab
menjadi vokal (احشوح) dan konsonan (اغاو) berdasarkan ciri fisiologisnya yang
menonjol saat pelafalannya dan ciri fungsionalnya dalam pembentukan kata. Vokal
panjang, yaitu (ا، ، ي) merupakan bunyi majhu:rah (جسج) yang titik artikulasinya
luas sepanjang jalur artikulasi tanpa adanya hambatan saat pelafalannya. Oleh sebab itu
memungkinkan untuk durasi pelafalannya diperpanjang. Di antara ketiga bunyi tersebut,
alif (ا) adalah bunyi yang paling lunak dan paling luas tempat pelafalannya sebab tanpa
hambatan sama sekali dalam pembunyiannya kemudian waw () dengan hambatan di
bibir (bulat) dan ya (ي) dengan (sedikit) hambatan lidah pada langit-langit (Sibawayh,
2009 J.4: 435-436).
Sibawayh juga menerangkan varian bunyi pada huruf waw () dan ya (ي), yaitu
(1) waw dan ya yang sifatnya seperti konsonan pada umumnya saat disertai bunyi vokal
atau mutaharrikah (رحشوح), seperti <عذ، ي غش >, dan (2) waw dan ya yang sifatnya seperti
vokal saat tidak disertai bunyi vokal atau sa:kinah (عاوح), seperti < س، ف ي >. Varian
yang pertama dinamakan harf al layyin (حشف اي) sedangkan varian kedua dinamakan
harf ghayr al layyin (حشف غيش اي) atau disebut juga ghayr al mu’tal (غيش اعر)
(Sibawayh, 2009 J.4: 241-242).
Pembahasan bunyi yang mengawali bab idgha:m atau asimilasi dalam karyanya,
dimaksudkan oleh Sibawayh untuk mengetahui sifat-sifat bunyi Arab yang dapat
menjadi bagian dari proses asimilasi atau sebaliknya yang tidak memungkinkan menjadi
bagian dari proses asimilasi. Dalam pandangannya, idgha:m adalah pelafalan dua huruf
konsonan; yang pertama tidak diikuti bunyi vokal (عاوح) dan satunya diikuti bunyi
vokal (رحشوح) dari satu titik artikulasi yang sama sehingga dilafalkan dalam satu kali
pengucapan.
Pembahasan bunyi bahasa pada karya Sibawayh dipandang sebagai sarana untuk
bahan analisis morfologis kata-kata Arab. Dalam bahasa Arab terdapat banyak bentuk
morfologis yang tidak memungkinkan intepretasinya tanpa melibatkan pembahasan
bunyi bahasa Arab (Hijaziy, 2014: 16).
Ibn Jinniy (w. 392 H/ 1001 M),
Ibn Jinniy (w. 392 H/ 1001 M) yang bernama lengkap Abu al Fatah „Usman bin
Jinniy adalah ilmuan bahasa generasi ketiga yang muncul di penghujung abad keempat
hijriyah setelah Sibawayh (w. 180 H/ 796 M). Ibn Jinniy adalah ilmuan Arab pertama
yang mendefinisikan bahasa adalah bunyi, yaitu bunyi yang dipakai sebagai media
ekspresi suatu kelompok sosial tertentu guna mencapai tujuan-tujuannya (Ibn Jinniy,
2008: J.1: 87). Tidak satupun ilmuan dari zamannya hingga saat ini yang menentang
definisi ini. Bahkan definisi ini dipakai hingga saat ini oleh ilmuan-ilmuan bahasa
kontemporer. Ibn Jinniy pulalah yang pertama kalinya meletakkan dasar mengenai
konsep bunyi bahasa, yaitu gelombang yang muncul beriringan dengan hembusan nafas
melalui rongga tenggorokan, rongga mulut dan kedua bibir dengan hambatan-hambatan
sepanjang jalur yang dilaluinya. Setiap hambatan tesebut adalah huruf. Bunyi masing-
masing huruf sesuai tempat dihambatnya (Ibn Jinniy, 2012 J.1: 19). Dialah pula yang
486
pertama kali menciptakan istilah ilmu bunyi bahasa yang disebut ‘ilm al ashwa:t ( ع
.(Ibn Jinniy, 2012 J.1: 19, 22) (الأطاخ
Ibn Jinniy dianggap sebagai ilmuan bahasa Arab pertama yang membahas bunyi
bahasa secara terperinci. Pembahasan bunyi bahasa Arab tersebut diuraikan dalam
sebuah buku karyanya yang berjudul Sir Shina’ah al ‘I’ra:b (عش طاعح الإعشاب). Buku ini
merupakan buku yang khusus membahas tentang bunyi bahasa Arab sebagai disiplin
keilmuan mandiri (Umar, 2010: 100), („Allam, 2006: 82). Buku ini dianggap sebagai
rujukan paling otoritatif untuk mengetahui pemikiran Arab dibidang bunyi bahasa
(Hijaziy, 2014: 18).
Kata al i’rab (الإعشاب) dalam <عش طاعح الإعشاب> maknanya tidak terkait dengan
bidang nachw atau sintaksis. Arti kata al i’rab (الإعشاب) tersebut adalah „terang dan jelas
dalam bertutur‟. Dalam buku ini terhimpun pembahasan bunyi bahasa yang luas
meliputi deskripsi bunyi dan sifat huruf Arab dan berbagai fenomena bunyi bahasa
meliputi ibda:l (إتذاي), idgha:m (إدغا), naql (ام), dan hadzf (حزف), serta tala:um (ذلاؤ)
yang menyebabkan keserasian bunyi (Dhaif, 2005: 276). Selain itu pembahasan bunyi
bahasa juga diuraikan dalam karyanya lain berjudul al Khashaish (اخظائض) yang
merupakan rujukan bidang ilmu fiqh al lughah (فم اغح) (al Aziz, 2009: 277).
Dalam karyanya tersebut yang khusus membahas bunyi bahasa Arab, yaitu Sir
Sina:’ah al I’ra:b, Ibn Jinniy (w. 392 H/ 1001 M) menyatukan pemikiran-pemikiran
para ilmuan sebelumnya kemudian menjelaskannya, mendeskripsikannya,
menganalisanya, dan memperdalam atau memperinci pembahasannya. Kajian bunyi
bahasa Ibn Jinniy merupakan bentuk pembaharuan dalam kajian bunyi bahasa.
Pandangannya tentang bunyi bahasa bersifat rinci demikian pembahasan permasalahan
bunyi bahasa beraneka ragam sebagaimana pembahasan bunyi bahasa masa
kontemporer. Menurut „Allam, istilah kajian bunyi bahasa yang lahir di Eropa dengan
nama phonetic dalam tradisi Arab telah dibahas secara rinci oleh Ibn Jinniy („Allam,
2006: 23, 82).
Di antara pemikiran Ibn Jinniy yang menonjol dalam karyanya tersebut adalah
pandangannya tentang proses terjadinya bunyi bahasa yang ia ibaratkan seperti proses
pembunyian pada alat musik sejenis seluring atau gitar. Proses fonasi terjadi pada tahap
awal yang ia contohkan seperti pelafalan huruf alif. Selanjutnya pada proses artikulasi
terjadi hambatan-hambatan yang ia ibaratkan seperti jari-jari tangan menghambat
lobang-lobang melodi tertentu pada alat musik seruling sehingga menimbulkan bunyi
yang berbeda-beda. Bunyi-bunyi yang berbeda tersebut pada organ wicara merupakan
huruf-huruf bahasa Arab (Ibn Jinniy, 2012 J.1: 21-22).
Pemikiran Ibn Jinniy lainnya yang terkenal adalah pandangannya bahwa bunyi
vokal pendek atau disebut haraka:t (حشواخ) adalah bagian dari bunyi vokal panjang
yang disebut huru:f al madd (حشف اذ). Huruf al madd ia sebut sebagai huruf
„perluasan dan penyempurna‟ (ا وا vokal Arab. Keterkaitan vokal pendek (حشف
dan vokal panjang tersebut diuraikan secara rinci sebagaimana berikut:
واللين، وىي الألف والياء والواو، فكما أن ىذه الحروؼ "اعلم الحركات أبعاض حروؼ المد ثلاثة، فكذلك الحركات ثلاث، وىي الفتحة، والكسرة، والضمة، فالفتحة بعض الألف، والكسرة بعض الياء، والضمة بعض الواو، وقد كان متقدمو النحويين يسمون الفتحة الألف
لصغيرة، وقد كانوا في ذلك على طريق الصغيرة، والكسرة الياء الصغيرة، والضمة الواو ا
487
مستقيمة. يدل على أن الحركات أبعاض لهذه الحروؼ أنك متى أشبعت واحدة منهن، حدث بعدىا الحرؼ الذي ىي بعضو. فقد ثبت بما وصفناه من حال ىذه الأحرؼ )حرؼ المد( أنها
أن الألف: فتحة مشبعة، توابع للحركات، منتشئة عنها، وأن الحركات أوائل لها، وأجزاء منها، و ، ألا ترى أن الألف والياء والواو اللواتي ىن حروؼ نوام والياء كسرة مشبعة والواو ضمة مشبعة
". كوامل.“Ketahuilah bahwasanya haraka:t (bunyi vokal pendek) adalah bagian (sub) dari huru:f
al madd wa al layyin (huruf vokal panjang dan lunak), yaitu alif, ya, dan waw. Karena
keberadaan ketiga huruf ini maka ketiga haraka:t menjadi ada. Fathah merupakan
bagian alif, kasrah merupakan bagian ya, dan dhammah merupakan bagian dari waw.
Oleh karena itulah para ilmuan bahasa menyebut fathah sebagai alif minor, kasrah
sebagai ya minor, dan dhammah sebagai waw minor. Pandangan para ilmuan tersebut
logis. Bukti bahwa haraka:t (bunyi vokal pendek) adalah bagian dari huru:f al madd wa
al layyin (huruf vokal panjang dan lunak) adalah saat engkau memanjangkan (durasi
pelafalan) salah satu dari haraka:t tersebut maka haraka:t akan disertai dengan huruf
yang menjadi bagiannya (superordinat). Maka kami tetapkan bahwa (1) huruf huruf ini
(huruf madd) senantiasa menyertai haraka:t dan memunculkannya; (2) haraka:t
senantiasa mengawali huruf mad dan menjadi bagiannya; (3) alif adalah (representasi)
fathah panjang, ya adalah kasrah panjang, dan waw adalah dhammah panjang.
Tidakkah engkau perhatikan bahwa alif, waw dan ya adalah huruf perluasan dan
penyempurna (vokal)” (Ibn Jinniy, 2012 J.1: 38).
Pemikiran Ibn Jinniy lainnya yang fenomenal adalah pandangannya bahwa letak
vokal selalu berada setelah konsonan dalam sistem bahasa Arab. Bunyi vokal tidak
mungkin mendahului bunyi konsonan Arab. Konsonan Arab merupakan landasan atau
dasar bagi dilekatkannya atau disertakannya bunyi vokal. Hal ini dikatakan Ibn Jinniy
sebagaimana berikut:
"واعلم أن الحركة التي يتحملها الحرؼ لا تخلو أن تكون في المرتبة قبلو أو معو أو بعده. فمحال الحرؼ كالمحل للحركة وىي كالعرض فيو فهي أن تكون الحركة في المرتبة قبل الحرؼ وذلك أن
لذلك محتاجة إليو"“Ketahuilah bahwa haraka:t (vokal pendek) yang terdapat pada huruf selalu ada pada
urutan sebelum, bersamaan atau sesudahnya. (Namun pada dasarnya) Tidaklah mungkin
haraka:t itu berada pada urutan sebelum huruf karena huruf ibarat tempat atau landasan
dilekatkannya atau disertakannya haraka:t. Oleh sebab itu haraka:t membutuhkan
keberadaan huruf.”(Ibn Jinniy, 2012 J.1: 43).
Pandangan Ibn Jinniy ini saat ini menjadi landasan kajian bunyi bahasa Arab
kontemporer terutama dalam analisis unsur bunyi yang membedakan bunyi konsonan
dan vokal. Vokal menjadi bunyi bebas sebagaimana konsonan yang urutannya selalu
berada setelah konsonan, seperti kata < ورة> yang digambarkan unsur-unsurnya sebagai
berikut: (ن+فرحح+خ+فرحح+ب+فرحح) („Allam, 2006: 86).
488
Menurut Ibn Jinniy bunyi vokal pada dasarnya berfungsi untuk mengkatifkan
bunyi konsonan, sebagaimana ia katakan:
"عثيه إرا أسدخ اعرثاس طذ احشف أ ذأذي ت عاوا لا رحشوا لأ احشوح ذمك احشف ع ػع
"غرمش
“Cara engkau mengetahui titik artikulasi huruf lafalkanlah dalam keadaan sa:kin (tidak disertai vokal/
phonetically nothing) bukan mutaharrik (disertai vokal) karena vokal berfungsi menggerakkan
(mengaktifkan) bunyi huruf konsonan dari tempatnya.” (Ibn Jinniy, 2012 J.1: 19).
Pandangan Ibn Jinniy ini diikuti hingga saat ini oleh ilmuan kontemporer, di antaranya
adalah Kamal Basyar yang mengatakan bahwa bunyi vokal pendek dinamakan haraka:t
atau gerakan karena sebagaimana dikatakan Ibn Jinniy berfungsi menggerakkan atau
mengaktifkan huruf (konsonan) sebab vokal pendek menyatakan pelafalan huruf
konsonan sehingga menjadikannya hidup (aktif/ nyaring) dari sebelumnya mati (pasif/
hening) (Basyar, 2000: 423).
Selain itu menurut Ibn Jinniy, bunyi vokal juga berfungsi sebagai pemisah
antarbunyi konsonan dan antarbunyi yang sama atau berdekatan sifatnya. sebagaimana
yang ia katakan berikut ini:
"... فالذي يدل على أن حركة الحرؼ في المرتبة بعده أنك تجدىا فاصلة بين المثلين أو فالمثلان نحو قولك قصص ومضض وطلل وسرر المتقاربين إذا كان الأول منهما متحركا
وحضض ومرر وقدده فلولا أن حركة الحرؼ الأول من ىذين المثلين بعده لما فصلت بينو وبين وأما المتقاربان فنحو قولك في وتد إذا ... الذي ىو مثلو بعده ولو لم تفصل لوجب الإدغام
ل إسكانها فاصلة بينها وبين الدال سكنت التاء لإرادة الإدغام ود فكانت الحركة في التاء قب فوجب لذلك الإظهار ..."
“... dan yang menjadi bukti bahwa bunyi vokal letaknya berada setelah konsonan adalah
engkau menemukan vokal sebagai pemisah antara bunyi huruf yang sama atau yang
berdekatan sifatnya. Pada bunyi konsonan yang sama seperti < ،عشس ، ؼغ، ؽ لظض،
شس، لذد bila tidak terdapat bunyi vokal maka kedua bunyi konsonan yang sama <حؼغ،
tersebut tidak dapat dipisahkan sehingga harus dilesapkan pada konsonan berikutnya ...
Sedangkan pada konsonan yang berdekatan sifatnya seperti <ذذ bila konsonan /خ، د/ <
Maka bunyi ./د/ tidak disertai bunyi vokal maka akan dilesapkan pada konsonan /خ/
vokal yang menyertai konsonan /خ/ merupakan pemisah huruf yang berdekatan sifatnya
...” (Ibn Jinniy, 2012 J.1: 43-44).
Pokok-pokok pembahasan bunyi bahasa Arab Ibn Jinniy dalam karyanya Sir
Shina’ah al I’ra:b dan al Khashaish disebutkan oleh al Shaghir sebagai berikut; dalam
kitab Sir Shina’ah al I’ra:b terdapat pokok-pokok pemabasan: (1) perbedaan antara
bunyi dan huruf, (2) pelafalan bunyi huruf, (3) analogi proses produksi bunyi, (4) varian
bunyi huruf, (5) vokal pendek bagian dari huruf madd, (6) keterkaitan pembahasan
mutasi dengan kajian bunyi bahasa, (7) istilah-istilah bunyi bahasa dan padanannya, (8)
bunyi ujung lidah dan lawannya, (9) penciptaan bunyi kata yang bagus berlandasan
unsur-unsurnya berupa bunyi yang berjauhan, dan (10) karakteristik setiap bunyi huruf
bahasa Arab. Adapun dalam bukunya al Khashaish terdapat pokok-pokok pembahasan
bunyi bahasa: (1) Bunyi konsonan dan vokal, (2) keterkaitan pembahasan dialek dengan
kajian bunyi bahasa, (3) keterkaitan pembahasan penanda gramatikal dengan kajian
489
bunyi bahasa, (4) inversi atau permutasi pada kata dan pengaruhnya pada bunyi bahasa,
(5) keterkaitan pembahasan verba dengan bunyi bahasa, (6) keterkaitan bunyi bahasa
dan makna, (7) perubahan bunyi dan pengaruhnya terhadap perubahan makna (al
Shaghir, 2000: 58-59). Adapun dalam pandangan Musa, pokok-pokok pembahasan
bunyi bahasa dalam kitab al Khashaish adalah (1) bunyi-bunyi yang maknanya mirip,
(2) bunyi konsonan aktif (ارحشن) dan konsonan pasif (اغاو), (3) kuantitas vokal, (4)
bunyi vokal panjang, (5) bunyi konsonan panjang, dan (5) asimilasi (الإدغا) (Musa,
2012: 9).
Seiring berjalannya abad ke-4 hijriyah melalui karya Ibn Jinniy (w. 392 H/1001
H) lengkaplahlah pembahasan ilmu bahasa Arab khususnya pada bunyi bahasa yang
menjadi disiplin ilmu mandiri, yaitu studi bunyi bahasa meliputi fenoma-fenomenanya,
sifat-sifatnya, dan teknik pelafalannya. Pembahasannya berlandaskan metode deskripsi,
historis, perbandingan, dan eksperimen aplikatif. Tujuannya implementasi perbaikan
ekspresi bahasa Arab dalam hal pemakaian bahasa dan pemertahanan bahasa Arab dari
perkembangan dan perubahan (luar). Semenjak itu bangsa Arab memiliki pemikiran
bahasa bidang bunyi bahasa yang sistematis yang tidak kalah sempurna dengan bangsa-
bangsa sebelumnya yang membahasnya seperti bangsa India, Yunani, dan Romawi
(„Allam, 2006: 86-87).
Ibn Sina (w. 428 H/1036 M)
Ibn Sina (w. 428 H/1036 M) yang bernama lengkap Abu Ali Al Husayn bin
Abdillah bin Sina adalah ilmuan bunyi bahasa yang muncul setelah Ibn Jinniy (w. 392
H/1001 M). Ibn Sina mengerahkan segala upayanya dalam memahami pemikiran-
pemikiran bunyi bahasa ilmuan-ilmuan bunyi bahasa yang mendahuluinya sehingga
mendapatkan pemahaman yang sangat dalam (Tharfayah, 1987: 39).
Pada awal abad ke-5 hijriyah tampak adanya upaya pembaharuan kajian bunyi
bahasa yang dilakukan oleh Ibn Sina. Kajian bunyi bahasa dilatarbelakangi oleh
pengetahuannya tentang kedokteran dan berlandaskan metode ilmiah anatomi. Ibn Sina
membuat definisi yang lebih umum tentang bunyi daripada Ibn Jinniy, sebagaimana
yang dikatakannya:
بب كان""إن الصوت تدوج الهواء ودفعو بقوة وسرعة من أي س“Bunyi menciptakan gelombang udara yang terjadi karena daya yang kuat dan cepat oleh sebab
tertentu”(Ibn Sina, 1978: 7).
Definisi Ibn Sina dapat dipandang sebagai definisi fisika terhadap bunyi, sedangkan
definisi bunyi Ibn Jinniy merupakan definisi bunyi dalam sudut pandang bahasa bahasa.
Pembahasan bunyi bahasa diuraikan dalam karyanya berjudul asba:b hudu:ts al
huru:f (أعثاب حذز احشف). Terdapat 6 pokok pembahasan bunyi bahasa dalam karyanya
tersebut, yaitu (1) sebab terjadinya bunyi, (2) sebab terjadinya huruf, (3) anatomi larynx
(kotak suara) dan lidah, (4) sebab pengelompokkan huruf Arab, (5) huruf selain Arab
yang serupa dengan huruf Arab, (6) bunyi yang dihasilkan bukan dari proses artikulasi
(„Allam, 2006: 88).
Di antara pemikiran Ibn Sina adalah pendapatnya bahwa tidak terdapatnya
hubungan sempurna antara organ wicara dengan bunyi-bunyi dalam sebuah pelafalan.
Dalam sebuah proses yang sama dapat melahirkan bunyi yang kuat dan sebaliknya
bunyi yang lemah, bunyi keras dan sebaliknya bunyi lembut. Titik artikulasi yang sama
dapat memunculkan perbedaan kekuatan hubungan antara organ wicara dan bunyi,
seperti huruf /خ/ dan /ؽ/ titik artikulasinya sama namun keduanya mempunyai kekuatan
yang berbeda dalam artikulasi. Demikian halnya tekanan arus udara dan volumenya
490
yang keluar dari paru-paru berbeda-beda pada setiap huruf yang dihasilkan, ada yang
besar dan sebaliknya ada yang kecil, seperti huruf /ؽ/membutuhkan tekanan dan volume
udara yang lebih besar daripada /خ/(Ibn Sina, 1978: 19-23).
Menurut Ibn Sina, bunyi /ء/dan /ـ/keluar dari larynx (kotak suara), bunyi /ق/dan
-keluar dari uvula (anak tekak) dan palate (langit/ح، ع/ keluar dari velum, bunyi/خ/
langit), bunyi / ، نغ /keluar dari sebelah kiri uvula dan palate, bunyi /ج/keluar dari
tempat yang mendapat hambatan penuh kemudian terpisah sedikit (lidah dan langit-
langit) lalu udara keluar pada rongga yang sangat sempit di antara keduanya dengan
cara yang berbeda sama sekali dari cara keluarnya buny-bunyi yang lainnya. Sebab
pengulangan (trill) yang terjadi pada bunyi /س/karena getaran ringan atau lemah ujung
lidah. Udara saat pelafalan bunyi // dan // keluar melalui rongga mulut dan sebagian
lain melalui hidung. Oleh karena itu dua bunyi ini menyebabkan terjadinya idgha:m
(asimilasi) pada rongga mulut dan keluar melalui rongga hidung sebagai akibat
peristiwa yang terjadi pada udara dalam rongga hidung (Ibn Sina, 1978: 16-21).
Ibn Sina menamakan bunyi letupan dengan al ashwa:t al mufradah ( الأطاخ
sedangkan bunyi geseran dan bunyi pertengahan dengan al ashwa:t al ,(افشدج
murakkabah (الأطاخ اشوثح). Ibn Sina juga menciptakan istilah al sha:mit (اظاد)
untuk bunyi // dan /ي/ yang berperan sebagai unsur pembentuk kata dan meciptakan
istilah al mashu:tah (اظذح) untuk kedua bunyi tersebut yang berperan sebagai bunyi
vokal panjang atau bunyi vokal rangkap (diftong) (Ibn Sina, 1978: 21).
Ibn Sina (w. 428 H/1036 M) menopang kajian ilmu bunyi bahasa dengan ilmu
anatomi tubuh dan ilmu pengetahuan alam. Dialah yang pertama kalinya mengenalkan
larynx (kotak suara) yang disebut al hanjarah (احجشج) dan fungsinya dalam pelafalan
bunyi berikut bagian-bagian organ tersebut. Dialah juga yang pertama kali mengaitkan
pembahasan bunyi bahasa dengan fisika. Menurutnya, bunyi-bunyi ada yang tajam
Bunyi tajam adalah bunyi yang memiliki gelombang panjang .(اثمي) dan berat (احاد)
berkelanjutan, sedangkan bunyi berat adalah bunyi yang memiliki gelombang pendek
terputus. Bunyi-bunyi tersebut tercipta akibat pergerakan tertentu pada kotak suara. Ibn
Sina juga mencurahkan perhatiannya pada bagaimana bunyi ditangkap oleh organ
pendengaran yang menjadi pokok pembahasan fonetik auditoris (Ibn Sina, 1978: 9-12).
Selain itu, Ibn Sina juga membahas perbandingan bunyi bahasa Arab dengan
bahasa-bahasa lainnya, yaitu bunyi-bunyi bahasa Arab yang ada dalam bunyi-bunyi
bahasa lainnya. Ibn Sina menjelaskan bagaimana bunyi-bunyi tersebut dilafalkan dan
berkesimpulan bahwa bunyi-bunyi bahasa asing tersebut telah dilafalkan juga oleh
bangsa Arab pada masanya (Ibn Sina, 1978: 17, 25).
Ibn Sina (w. 428 H/1036 M) dianggap sebagai pelopor pembahasan bunyi
bahasa dengan metode baru yang menjadi rujukan bangsa Eropa dalam kajian bunyi
bahasa secara umum dan rujukan dalam mengatasi gangguan berbicara („Allam, 2006:
88).
Ibn Sinan al Khifajiy (w. 469 H/ 1076 M).
Ibn Sinan al Khifajiy (w. 469 H/ 1076 M) yang bernama lengkap Abu
Muhammad Abd Allah bin Muhammad bin Sinan al Khifajiy adalah ilmuan yang
menerapkan kajian bunyi bahasa pada bidang ilmu balaghah (retorika) dalam karyanya
Sir al Fasha:hah (عش افظاحح). Kajian bunyi bahasa menjadi landasan pembahasan
kefasihan ungkapan (فظاحح افشد) dan kefasihan wacana (فظاحح اىلا) serta menjadikan
kesesuaian atau harmoni bunyi landasan utama kefasihan sebuah kata dan syarat pokok
kefasihan wacana.
491
Dalam karyanya dibahas makna leksikal bunyi dan huruf serta makna istilahnya.
Dijelaskan pula titik-titik artikulasi huruf-huruf Arab dan sifat-sifatnya. Selain itu
diuraikan pula bunyi-bunyi khusus yang dimiliki bahasa Arab serta bunyi-bunyi asing
tertentu yang tidak terdapat dalam bahasa Arab (al Khifajiy, 1953: 5, 25, 56).
Generasi setelahnya mengikuti pemikirannya dalam pembahasan kefasihan
ungkapan dan wacana. Dalam pembahasan ketidakselaran huruf-huruf, kata-kata
tertentu dianggap tidak fasih karena tidak selaras bunyi-bunyinya, seperti kata <عخع <ا
dan kata < Generasi setelahnya memegang pendapat Ibn Sinan bahwa kesesuaian .<ذىأوأذ
atau harmoni bunyi pada ungkapan dan wacana menjadi landasan utama kefasihan dan
retorika („Allam, 2006: 87-88).
Setelah Ibn Sinan al Khifajiy (w. 469 H/ 1076 M), muncul ilmuan retorika
berikutnya „Abd al Qahir al Jurjaniy (w. 471 H/ 1078 M) memperdalam pembahasan
yang disampaikan pendahulunya Ibn Sinan al Khifajiy dalam karyanya Dala:il al I’jza:z
Karya ini kemudian mempengaruhi ilmuan sesudahnya al Sikakiy (w. 628 .(دلائ الإعجاص)
H/1230 M) dalam karyanya al Mifta:h fi: ‘Ulu:m al Bala:ghah (افراح في ع اثلاغح).
Dalam kitab yang disusun awal abad ke-7 hijriyah tersebut diuraikan secara terperinci
pembagian bunyi bahasa Arab dengan bantuan gambar organ wicara („Allam, 2006: 88).
Penutup
Kajian bunyi bahasa dalam tradisi Arab periode awal sangat kompleks dan
komprehensif. Selain titik artikulasi fonem dijelaskan secara rinci, sifat-sifat bunyi
bahasa Arab juga dideskepsikan secara tepat walau tidak tidak didukung dengan
laboratorium. Peran fonem konsonan dan vokal juga dipaparkan dalam sistem bunyi
bahasa Arab. Kajian yang luas ini mendasari lahirnya ilmu bahasa lainnya dalam tradisi
Arab sekaligus mewarisi kekayaan kajian bunyi bahasa dalam keilmuan bahasa Arab.
Daftar Pustaka
„Allam, Abd al Aziz Ahmad. 2006. Fi: ‘Ilm al Lughah al ‘A:m. Damam-Kingdom of
Saudi Arabia: Maktabah Al Mutanabi.
al Aziz, Muhammad Hasan Abd. 2009. Masha:dir al Bahts al Lughawiy fi: al Ashwa:t
wa al Sharf wa al Nahw wa al Mu’jam wa Fiqh al Lughah. Cairo-Egypt:
Maktabah al Adab.
al Daniy, Abu Umar „Ustman bin Sa‟id. 1960. Al Muhkam fi: Naqth al Mashahif.
Damascus-Syiria: Wizarah al Tsaqafah wa al Irsyad al Qawmiy.
al Farahidiy, al Khalil bin Ahmad. 2003. Kita:b al ‘Ayn. Tahqiq: Abd al Hamid
Handawiy. Beirut-Lebanon: Dar al Kutub al „Ilmiyah.
al Khifajiy, Ibn Sinan. 1953. Sir al Fashahah. Tahqiq: Abd al Muta‟al al Sha‟idiy.
Cairo-Egypt.
al Shaghir, Muhammad Husayn Ali. 2000. Al Shawt al Lughawiy fi: al Qur’a:n.
Lebanon: Dar al Mu‟arrikh al „Arabiy.
al Sirafiy, Abu Sa‟id. 1985. Akhbar al Nahwiyyin al Bashariyyin wa Mara:tibuhum
wa Akhdz Ba’dhihim ‘an Ba’dh. Tahqiq: Muhammad Ibrahim al Bana. Cairo-
Egypt.
al Suyuthiy, Jalaluddin Abd al Rahman. 1963. Bughyat al Wi’a:’ fi: Thabaqa:t al
Lughawiyyin wa al Nuha:t. Tahqiq: Muhammad Abu al Fashl. Cairo-Egypt.
Baalbaki, Ramzi Munir. 1990. Dictionary of Linguistic Terms English-Arabic. Beirut:
Dar lil Malayin.
492
Bahnasawiy, Hisam. 2005. Al Dira:sat al Shawtiyyah ‘inda ‘Ulama:’ al ‘Arab wa al
Dars al Shawtiy al Hadist. Cairo-Egypt: Maktabah Zahra al Syarq.
Chacra, Faruk Abu. 2007. Arabic An Essential Grammar. New York: Routledge.
Dhaif, Syauqiy. 2005. Al Mada:ris al Nahwiyyah al Thab’ah al Ta:si’ah. Cairo-Egypt:
Dar al Ma‟arif.
Habash, Nizar Y. 2010. Introduction to Arabic Natural Language Prosessing.
Toronto: University of Toronto.
Hijaziy, Mahmud Fahmiy. 2014. Al Bahts al Lughawiy. Cairo-Egypt: Dar al Gharib li
al Thiba‟ah wa al Tawzi‟.
Ibn Jinniy, Abu al Fatah „Usman. 2008. al Khashaish. Beirut-Lebanon: Dar Kutub al
„Ilmiyah.
Ibn Jinniy, Abu al Fatah „Usman. 2012. Sir Shina:’ah al I’rab. Tahqiq: Muhammad
Hasan Muhammad Hasan. Beirut-Lebanon: Dar Kutub al „Ilmiyah.
Ibn Sina, Abu Ali Al Husayn bin Abdillah. 1978. Asba:b Huduts al Huruf. Tahqiq:
Thaha Abd al Rauf. Cairo-Egypt.
Janazarliy, Riyadh Shalih. 1985. al Marja’ fi: al Kita:bah al ‘Arabiyah. Mekah:
Jami‟ah Umm al Quran.
Kridalaksana, Harimurti. 2009. Kamus Linguistik Edisi Keempat. Jakarta: PT
Gramedia Pustaka Utama.
Mahmud, Abd Allah Rabi‟. 2000. Al Mukhta:r min ‘Ilm al Shawtiyya:t wa al Tajwi:d.
Cairo-Egypt: Dar al Busyriy li al Thiba‟ah wa al Nashr.
Mathlabiy, Ghalib Fadhil. 1983. Fi: al Ashwat al Lughawiyyah Dira:sah fi: Ashwa:t al
Mad al ‘Arabiyyah. Republic Iraq: Dairah al Shu‟un al Tsaqafiyyah wa al Nasyr.
Musa, Samirah. 2012. Mala:mih al Shawtiyya:t al Tarki:biyyah ‘ind Ibn Jinniy min
Khila:l Kutubuhi al Khashaish, Sir Shina:’at al I’ra:b, al Munshif. Tesis
Magister Sastra Arab pada Universitas Qashidiy Miryah.
Nasif, Hifniy. 1985. Haya:t al Lughah al ‘Arabiyyah. Cairo-Egypt: Matba‟ah Jami‟ah.
Qaddur, Ahmad Muhammad. 2014. Dira:sat fi: ‘Ilm al Ashwa:t ‘inda al ‘Arab. Cairo-
Egypt: Dar al Qalam al „Arabiy.
Sibawayh („Amru bin „Usman Qanbar). 2009. Al Kita:b. Cairo-Egypt: Maktabah al
Khanjiy.
Tharfayah, Ahmad Abd al Tawab Abd Allah. 1987. “Al Buhuts al Shawtiyyah fi al
Sharhay al Ridha li al Sya:fiyah wa al Kafiyah fi Dhaw’ Fikr al Shawtiy al
Hadist.” Disertasi Program Doktoral diajukan pada Fakultas Bahasa Arab
Universitas al Azhar Cairo-Egypt.
Umar, Ahmad Mukhtar. 2010. Al Bahts al Lughawiy ‘ind al ‘Arab ma’a Dirasah
liqadhiyati al Ta’tsi;r wa al Ta’atsur. Cairo-Egypt: „Alam al Kutub.