kajian banjir bandang (studi kasus sub das tengku das kreung aceh kabupaten aceh besar)
TRANSCRIPT
i
KAJIAN BANJIR BANDANG(Studi Kasus Sub Das Tengku Das Kreung Aceh
Kabupaten Aceh Besar)
Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata KuliahLembaga dan Kemitraan dalam Mitigasi Bencana
Oleh:KELOMPOK I
Firdaus, Indra Syahputra, Intan Maslida, IrwansyahPocut Zairiana Finzia, Sabaruddin
Dosen PengasuhDr. Azmeri, ST, M.T
PROGRAM PASCA SARJANA
PROGRAM STUDI MAGISTER KEBENCANAANUNIVERSITAS SYIAH KUALA
BANDA ACEH
2013
i
KATA PENGANTAR
Bismillahirahmanirrahim
Dengan mengucapkan Puji dan Syukur Kehadirat Allah SWT Karena atas
Rahmat dan HidayahNya kami dari Kelompok I telah dapat menyelesaikan
penulisan Makalah/Paper ini dengan judul “Kajian Banjir Bandang Studi
Kasus SUB DAS Tengku DAS Krueng Aceh Kabupaten Aceh Besar”
kami mengucapkan banyak terima kasih kepada dosen pengasuh mata
kuliah Gempa Bumi, Tsunami dan Banjir atas bimbingannya.
Makalah/paper ini disusun berdasarkan panduan bahan referensi dari
internet yang berhubungan dengan bencana banjir. Makalah/paper ini dibuat agar
pembaca dapat mengetahui dan memahami tentang proses terjadi nya bencana
banjir dan penyebabnya serta cara penanganannya.
kami menyadari bahwa penyusunan makalah/paper ini masih jauh dari
kata sempurna oleh karena itu penulis mengharapkan saran dan kritik yang
bersifat membangun untuk kesempurnaan selanjutnya.
ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR .................................................................................. iDAFTAR ISI ................................................................................................. iiDAFTAR GAMBAR .................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN ........................................................................ 1
1.1 Latar Belakang ........................................................................ 1
1.2 Tujuan Penelitian ................................................................... 1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ............................................................... 2
2.1 Pengertian Banjir .................................................................... 2
2.2 Jenis Banjir dan Penyebab Utamanya .................................... 2
2.3 Dampak Banjir ........................................................................ 4
2.4 Manajemen Bencana Banjir ..................................................... 4
BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN ..................................................... 9
3.1 Penutupan Lahan .................................................................... 9
3.2 Upaya Mitigasi Bencana Banjir Sungai ................................. 22
BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN ..................................................... 29
4.1 Kesimpulan ........................................................................... 29
4.2 Saran ...................................................................................... 29
REFERENSI .................................................................................................. 30
iii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Peta Tutupan Lahan Pada Sub DAS Tengku Seulimum
Kecamatan Aceh Besar ................................................................. 10
Gambar 2. Peta Kelas Kekritisan Lahan Pada Sub DAS Tengku
Kec. Seulimum Kab. Aceh Besar ................................................. 11
Gambar 3. Peta Potensi Bencana Pada Sub DAS Tengku
Kec. Seulimum Kabupaten Aceh Besar ...................................... 14
Gambar 4. Peta Kelas Kemiringan Lahan Pada Sub DAS Tengku
Kec. Seulimum Kabupaten Aceh Besar ...................................... 15
Gambar 5. Peta Jenis Tanah Pada Sub DAS Tengku
Kec. Seulimum Kabupaten Aceh Besar ...................................... 17
Gambar 6. Tingkat Kedalaman Tanah .......................................................... 18
Gambar 7. Peta Sebaran DAS dan Sub DAS Pada Kabupaten Aceh Besar .. 20
Gambar 8. Aktifitas Normalisasi Sub DAS Tengku .................................... 22
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Secara geografis Sub DAS Krueng Teungku terletak pada 950 35’ 00 – 950
40’ LU dan 50 27’ – 50 37’ BT, secara administratif Desa Beurenuet terletak di
Mukim Lamteuba Kecamatan Lembah Seulawah (Seulimuem) dan Kecamatan
Mesjid Raya Kabupaten Aceh Besar. Sub DAS Krueng Teungku terdiri atas
penggunaan lahan yaitu pemukiman, kebun campuran, perkebunan, semak belukar
dan hutan sekunder dengan luas ± 619 Km2.
Pada tanggal 3 Januari 2013, Desa Beurenuet dilanda banjir yang
diakibatkan hujan yang melanda daerah tersebut, tercatat banjir tersebut juga
melanda sampai kea rah pesisir Krueng Raya.
Dari data sekunder, banjir yang terjadi akibat luapan sungai Krueng Cut
Aya melanda Desa Beurenuet, Desa Meunasah Keude, sebagian Meunasah Mon,
Meunasah Kulam, dan Paya Kameng. Sekitar 300 kepala keluarga atau sekira 800
jiwa terpaksa mengungsi ke desa tetangga, Meunasah Mon. Mereka terkonsentrasi
di meunasah (surau) atau rumah-rumah warga.
Maka melihat permasalahan yang ada, maka dianggap perlu untuk mencari
tahu penyebab banjir yang terjadi di Sub DAS Teungku yang merupakan bagian
dari DAS Krueng Aceh. Sehingga disusunlah paper dengan judul “Pengendalian
Banjir di Sub DAS Tengku”.
1.2 Tujuan Penelitian
2. Mengidentifikasi Penyebab banjir di Sub DAS Krueng Tengku
tepatnya Krueng Cut Aya.
3. Mencari solusi penanganan banjir di Sub DAS Krueng Tengku DAS
Krueng Aceh.
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengertian Banjir
Banjir adalah peristiwa yang terjadi ketika aliran air yang berlebihan
merendam daratan. Dalam arti "air mengalir", kata ini juga dapat berarti
masuknya pasang laut. Banjir diakibatkan oleh volume air di suatu badan air
seperti sungai atau danau yang meluap atau menjebol bendungan sehingga air
keluar dari batasan alaminya.
Ukuran danau atau badan air terus berubah-ubah sesuai perubahan curah
hujan dan pencairan salju musiman, namun banjir yang terjadi tidak besar kecuali
jika air mencapai daerah yang dimanfaatkan manusia seperti desa, kota, dan
permukiman lain.
Banjir juga dapat terjadi di sungai, ketika alirannya melebihi kapasitas
saluran air, terutama di kelokan sungai. Banjir sering mengakibatkan kerusakan
rumah dan pertokoan yang dibangun di dataran banjir sungai alami. Meski
kerusakan akibat banjir dapat dihindari dengan pindah menjauh dari sungai dan
badan air yang lain, orang-orang menetap dan bekerja dekat air untuk mencari
nafkah dan memanfaatkan biaya murah serta perjalanan dan perdagangan yang
lancar dekat perairan. Manusia terus menetap di wilayah rawan banjir adalah bukti
bahwa nilai menetap dekat air lebih besar daripada biaya kerusakan akibat banjir
periodic (http://id.wikipedia.org/wiki/Banjir).
2.2 Jenis Banjir dan Penyebab Utamanya
a. Banjir Sungai
Lama: Endapan dari hujan atau pencairan salju cepat melebihi kapasitas
saluran sungai. Diakibatkan hujan deras monsun, hurikan dan depresi
tropis, angin luar dan hujan panas yang mempengaruhi salju. Rintangan
drainase tidak terduga seperti tanah longsor, es, atau puing-puing dapat
mengakibatkan banjir perlahan di sebelah hulu rintangan.
3
Cepat: Termasuk banjir bandang akibat curah hujan konvektif (badai petir
besar) atau pelepasan mendadak endapan hulu yang terbentuk di belakang
bendungan, tanah longsor, atau gletser
b. Muara
Biasanya diakibatkan oleh penggabungan pasang laut yang diakibatkan
angin badai. Banjir badai akibat siklon tropis atau siklon ekstratropis
masuk dalam kategori ini.
c. Pantai
Diakibatkan badai laut besar atau bencana lain seperti tsunami atau
hurikan). Banjir badai akibat siklon tropis atau siklon ekstratropis masuk
dalam kategori ini.
d. Malapetaka
Diakibatkan oleh peristiwa mendadak seperti jebolnya bendungan atau
bencana lain seperti gempa bumi dan letusan gunung berapi).
e. Manusia
Kerusakan tak disengaja oleh pekerja terowongan atau pipa.
f. Lumpur
Banjir lumpur terjadi melalui penumpukan endapan di tanah pertanian.
Sedimen kemudian terpisah dari endapan dan terangkut sebagai materi
tetap atau penumpukan dasar sungai. Endapan lumpur mudah diketahui
ketika mulai mencapai daerah berpenghuni. Banjir lumpur adalah proses
lembah bukit, dan tidak sama dengan aliran lumpur yang diakibatkan
pergerakan massal.
g. Lainnya1) Banjir dapat terjadi ketika air meluap di permukaan kedap air
(misalnya akibat hujan) dan tidak dapat terserap dengan cepat
(orientasi lemah atau penguapan rendah).
2) Rangkaian badai yang bergerak ke daerah yang sama.
3) Berang-berang pembangun bendungan dapat membanjiri wilayah
perkotaan dan pedesaan rendah, umumnya mengakibatkan kerusakan
besar. (http://id.wikipedia.org/wiki/Banjir)
4
2.3 Dampak Dari Banjir
a. Dampak primer
Kerusakan fisik - Mampu merusak berbagai jenis struktur, termasuk
jembatan, mobil, bangunan, sistem selokan bawah tanah, jalan raya, dan
kanal.
b. Dampak sekunder
1) Persediaan air – Kontaminasi air. Air minum bersih mulai langka.
2) Penyakit - Kondisi tidak higienis. Penyebaran penyakit bawaan air.
3) Pertanian dan persediaan makanan - Kelangkaan hasil tani disebabkan
oleh kegagalan panen. Namun, dataran rendah dekat sungai
bergantung kepada endapan sungai akibat banjir demi menambah
mineral tanah setempat.
4) Pepohonan' - Spesies yang tidak sanggup akan mati karena tidak bisa
bernapas.
5) Transportasi - Jalur transportasi hancur, sulit mengirimkan bantuan
darurat kepada orang-orang yang membutuhkan.
c. Dampak tersier/jangka panjang
Ekonomi - Kesulitan ekonomi karena penurunan jumlah wisatawan, biaya
pembangunan kembali, kelangkaan makanan yang mendorong kenaikan
harga, (http://id.wikipedia.org/wiki/Banjir).
2.4 Manajemen Bencana Banjir
a. Pengendalian Banjir
Pengendalian banjir dimaksudkan untuk memperkecil dampak negatif dari
bencana banjir, antara lain: korban jiwa, kerusakan harta benda, kerusakan
lingkungan, dan terganggunya kegiatan sosial ekonomi.
b. Prinsip Pengendalian Banjir
1) Menahan air sebesar mungkin di hulu dengan membuat waduk dan
konservasi tanah dan air.
5
2) Meresapkan air hujan sebanyak mungkin ke dalam tanah dengan
sumur resapan atau rorak dan menyediakan daerah terbuka hijau.
3) Mengendalikan air di bagian tengah dengan menyimpan sementara di
daerah retensi.
4) Mengalirkan air secepatnya ke muara atau ke laut dengan menjaga
kapasitas wadah air.
5) Mengamankan penduduk, prasarana vital, dan harta benda.
c. Strategi Pengendalian Banjir
Dalam melakukan pengendalian banjir, perlu disusun strategi agar dapat
dicapai hasil yang diharapkan. Berikut ini strategi pengendalian banjir.
1) Pengendalian tata ruang
Pengendalian tata ruang dilakukan dengan perencanaan penggunaan
ruang sesuai kemampuannya dengan mepertimbangkan permasalahan
banjir, pemanfaatan lahan sesuai dengan peruntukannya, dan
penegakan hukum terhadap pelanggaran rencana tata ruang yang telah
memperhitungkan Rencana Induk Pengembangan Wilayah Sungai.
2) Pengaturan debit banjir
Pengaturan debit banjir dilakukan melalui kegiatan pembangunan dan
pengaturan bendungan dan waduk banjir, tanggul banjir, palung
sungai, pembagi atau pelimpah banjir, daerah retensi banjir, dan
sistem polder.
3) Pengaturan daerah rawan banjir
a) pengaturan tata guna lahan dataran banjir (flood plain
management).
b) penataan daerah lingkungan sungai, seperti: penetapan garis
sempadan sungai, peruntukan lahan di kiri kanan sungai, dan
penertiban bangunan di sepanjang aliran sungai.
6
4) Peningkatan peran masyarakat
Peningkatan peran serta masyarakat diwujudkan dalam:
a) pembentukan forum peduli banjir sebagai wadah bagi masyarakat
untuk berperan dalam pengendalian banjir.
b) bersama dengan Pemerintah dan pemerintah daerah dalam
menyusun dan menyosialisasikan program pengendalian banjir.
c) menaati peraturan tentang pelestarian sumber daya air, antara lain
tidak melakukan kegiatan kecuali dengan ijin dari pejabat yang
berwenang untuk:
d) mengubah aliran sungai;
e) mendirikan, mengubah atau membongkar bangunan-bangunan di
dalam atau melintas sungai;
f) membuang benda-benda atau bahan-bahan padat dan/atau cair
ataupun yang berupa limbah ke dalam maupun di sekitar sungai
yang diperkirakan atau patut diduga akan mengganggu aliran; dan
g) pengerukan atau penggalian bahan galian golongan C dan/atau
bahan lainnya.
5) Pengaturan untuk mengurangi dampak banjir terhadap masyarakat
a) Penyediaan informasi dan pendidikan.
b) Rehabilitasi, rekonstruksi, dan/atau pembangunan fasilitas umum.
c) Melakukan penyelamatan, pengungsian, dan tindakan darurat
lainnya
d) Penyesuaian pajak; dan
e) Asuransi banjir.
6) Pengelolaan daerah tangkapan air
a) Pengaturan dan pengawasan pemanfaatan lahan (tata guna hutan,
kawasan budidaya, dan kawasan lindung);
b) Rehabilitasi hutan dan lahan yang fungsinya rusak;
c) Konservasi tanah dan air, baik melalui metoda vegetatif, kimia,
maupun mekanis;
d) Perlindungan/konservasi kawasan–kawasan lindung.
7
7) Penyediaan dana
a) pengumpulan dana banjir oleh masyarakat secara rutin dan
dikelola sendiri oleh masyarakat yang tinggal di daerah rawan
banjir;
b) penggalangan dana oleh masyarakat umum di luar daerah yang
rawan banjir; dan
c) penyediaan dana pengendalian banjir oleh Pemerintah dan
pemerintah daerah.
d. Kesiapsiagaan Menghadapi Bencana Banjir
1) Tahap sebelum terjadi banjir
Kegiatan yang dilakukan adalah meningkatkan kesiapsiagaan
menghadapi ancaman bahaya banjir, meliputi:
a) penyebarluasan peraturan perundang-undangan atau informasi-
informasi, baik dari Pemerintah maupun pemerintah daerah,
berkaitan dengan masalah banjir;
b) pemantauan lokasi-lokasi rawan (kritis) secara terus-menerus;
c) optimasi pengoperasian prasarana dan sarana pengendali banjir;
d) penyebarluasan informasi daerah rawan banjir, ancaman/bahaya,
dan tindakan yang harus diambil oleh masyarakat yang tinggal di
daerah rawan bencana;
e) peningkatan kesiapsiagaan organisasi dan manajemen
pengendalian banjir dengan menyiapkan dukungan sumber daya
yang diperlukan dan berorientasi kepada pemotivasian individu
dalam masyarakat setempat agar selalu siap sedia mengendalikan
ancaman/bahaya;
f) Persiapan evakuasi ke lokasi yang lebih aman;
g) penyediaan bahan-bahan banjiran untuk keadaan darurat, seperti:
karung plastik, bronjong kawat, dan material-material pengisinya
(pasir, batu ,dan lain-lain), dan disediakan pada lokasi-lokasi yang
diperkirakan rawan/kritis;
8
h) enyediaan peralatan berat (backhoe, excavator, truk, buldozer, dan
lain-lain) dan disiapsiagakan pada lokasi yang strategis, sehingga
sewaktu-waktu mudah dimobilisasi;
i) penyiapan peralatan dan kelengkapan evakuasi, seperti: speed
boat, perahu, pelampung, dan lain-lain.
2) Saat terjadi banjir
Kegiatan yang dilakukan dititikberatkan pada:
a) Penyelenggaraan piket banjir di setiap posko.
b) Pengoperasian sistem peringatan banjir (flood warning system)
Pemantauan tinggi muka air dan debit air pada setiap titik
pantau.
Melaporkan hasil pemantauan pada saat mencapai tingkat
siaga kepada dinas/instasi terkait, untuk kemudian
diinformasikan kepada masyarakat sesuai dengan Standar
Prosedur Operasional Banjir.
c) Peramalan
Peramalan banjir dapat dilakukan dengan cara:
analisa hubungan hujan dengan banjir (rainfall – runoff
relationship),
metode perambatan banjir (flood routing),
metode lainnya.
d) Komunikasi
Sistim komunikasi digunakan untuk kelancaran penyampaian
informasi dan pelaporan, dapat menggunakan radio komunikasi,
telepon, faximili, dan sarana lainnya.
e) Gawar/Pemberitaan Banjir (Pemberitaan)
Gawar/pemberitaan banjir dilakukan dengan sirine, kentongan,
dan/atau sarana sejenis lainnya dari masing-masing pos
pengamatan berdasarkan informasi dari posko banjir.
9
BAB III
HASIL DAN PEMBAHASAN
3.1 Penutupan Lahan
Vegetasi penutup lahan memegang peranan penting dalam proses
intersepsi hujan yang jatuh dan transpirasi air yang terabsorpsi oleh akar. Lahan
dengan penutupan yang baik memiliki kemampuan meredam energi kinetis hujan,
sehingga memperkecil terjadinya erosi percik ('splash erosion'), memperkecil
koefisien aliran sehingga mempertinggi kemungkinan penyerapan air hujan,
khususnya pada lahan dengan solum tebal ('sponge effect'). Beberapa kelas
penggunaan lahan yang perlu diidentifikasi dalam melakukan analisis masalah
hidrologi adalah:
a. Persentase tanaman pertanian
b. Persentase rumput dan padang penggembalaan
c. Persentase hutan
d. Persentase pemukiman dan jalan kedap air
e. Persentase padang rumput dan pohon yang tersebar
f. Persentase lahan kosong
g. Persentase rawa dan waduk
10
Gambar 1. Peta Tutupan Lahan Pada Sub DAS Tengku Seulimum KecamatanAceh Besar (SIMDAS KEMENHUT,2012)
11
Berdasarkan peta dapat dilihat tingkat tutupan lahan terbesar yang terdapat
pada Sub DAS Tengku terdiri dari sawah dan lahan pertanian kering, dengan
kondisi ini menyebabkan proses serapan air tanah oleh tanaman menjadi sangat
lemah.
a. Tingkat Kekritisan Lahan Pada Sub Das Tengku
Sub DAS Tengku memiliki topografi landai hingga curam telah
mengalami peralihan fungsi lahan untuk pertanian sehingga menyebabkan
terbukanya areal tutupan lahan yang mengakibatkan kondisi lahan menjadi kritis.
Gambar 2. Peta Kelas Kekritisan Lahan Pada Sub DAS Tengku Kec. SeulimumKab. Aceh Besar (Sumber Peta, SIMDAS KEMENHUT, 2012)
12
b. Prediksi Erosi dan Potensi Bencana
Pendugaan erosi Sub DAS Krueng Cut Aya dianalisis pada setiap titik
yang terdapat pada masing-masing satuan lahan homogen yang menggunakan
beberapa nilai parameter.
Parameter-parameter yang ditentukan dalam perhitungan erosi adalah
erovitas hujan (R), erodibilitas tanah (K), lereng (LS), pengelolaan tanaman (C),
dan pengelolaan Tanah (P). produksi pertanian yang cukup tinggi secara terus
menerus dapat dipertahankan apabila erosi pada masing-masing satuan lahan
homogen tersebut lebih kecil dari erosi yang dapat ditoleransi (ETol), dan bila
erosi lebih besar dari ETol maka produktivitas lahan akan segera menurun,
sehingga produksi yang tinggi hanya dapat dipertahankan beberapa tahun saja
yang akhirnya lahan pertanian tersebut menjadi tidak produktif atau bahkan
menjadi lahan kritis.
Faktor iklim terpenting yang menyebabkan terdispersinya agregat tanah,
aliran permukaan dan erosi adalah hujan. Air hujan yang jatuh menimpa tanah
yang terbuka akan menyebabkan tanah terdispersi dan sebagian dari air hujan
yang jatuh tersebut akan mengalir di atas permukaan tanah nilai erosivitas hujan
(R) dihitung berdasarkan curah hujan sepuluh tahunan di Sub DAS Krueng Cut
Aya, dikarenakan tidak ada data hujan harian dari penangkar otomatik maka
untuk menghitung nilai erosivitas hujan ditentukan berdasarkan persamaan
Lenvain (1975 dalam Asdak 1995) :
EI30 = 2,21 (CHm)1,36
Dimana :
EI30 = Intensitas hujan maksimum 30 menit
(CHm) = Curah hujan bulanan
Erodibilitas tanah (K) merupakan ukuran kepekaan tanah tererosi oleh air.
Nilai erodibilitas tanah sangat dipengaruhi oleh tekstur, kandungan bahan organic,
permeabilitas dan kemantapan struktur tanah. Faktor panjang lereng (L) dan faktor
kemiringan lereng (S) dapat dihitung terpisah atau dihitung sekaligus sebagai
13
faktor LS. Kedua unsure topografi tersebut (nilai LS) sangat mempengaruhi erosi
dan aliran permukaan. Panjang lereng (L) merupakan jarak dari titik awal aliran
sampai titik dimana mulai ada pengendapan atau aliran permukaan masuk ke
saluran.
Makin panjang lereng permukaan tanah, makin tinggi potensial erosi
karena akumulasi air aliran permukaan semakin tinggi. Kemiringan lereng (S)
sangat berpengaruh terhadap aliran permukaan, dimana makin curam lereng maka
kecepatan aliran permukaan semakin besar, dan jumlah butir-butir tanah yang
terpercik ke atas oleh tumbukan butiran hujan juga semakin banyak.
Nilai prediksi erosi yang didapat lebih besar dari nilai Etol dikarenakan
oleh faktor lereng yaitu lereng yang curam. Semakin curamnya lereng
mengakibatkan kecepatan aliran permukaan meningkat sehingga kekuatan
mengangkut partikel-partikel tanah juga akan meningkat. Factor lain yang
mengakibatkan nilai prediksi erosi actual lebih besar dari nila ETol adalah
penggunaan lahan yang tidak disertai dengan teknik konservasi tanah seperti
pergiliran tanaman, pemakaian tanaman penutup tanah atau pupuk hijau,
pengolahan tanah minimum, penggunaan mulsa atau kombinasi dari teknik
konservasi. Untuk itu diperlukan perubahan pola tanam dan penerapan
agroteknologi alternative untuk memperkecil nilai prediksi erosi yang akan
terjadi.
14
Gambar 3. Peta Potensi Bencana Pada Sub DAS Tengku Kec. SeulimumKabupaten Aceh Besar (Sumber Peta, SIMDAS KEMENHUT, 2012)
Dari gambar 3 di atas dapat dilihat bahwa tingkat potensi bencana yang
akan terjadi pada SUB DAS Tengku terdiri badan air, rendah sampai tinggi
dengan kemiringan lahan berkisar 18 – 25 % sesuai dengan peta kemiringan lahan
yang telah diukur menggunakan aplikasi GIS.
15
Gambar 4. Peta Kelas Kemiringan Lahan Pada Sub DAS Tengku Kec. SeulimumKabupaten Aceh Besar (Sumber Peta, SIMDAS KEMENHUT, 2012)
sehingga diperlukan penanganan yang serius dalam upaya penyelamatan
areal Sub DAS guna mencegah terjadinya bencana yang lebih besar di kemudian
hari.
16
c. Jenis Tanah
Tanah merupakan bahan hasil pelapukan batuan. Karakteristik tanah dan
sebaran jenisnya dalam DAS sangat menentukan besarnya infiltrasi limpasan
permukaan ('overland flow') dan aliran bawah permukaan ('subsurface flow').
Karakteristik tanah yang penting untuk diketahui antara lain berat isi, tekstur,
kedalaman, dan pelapisan tanah (horison), kondisi jenis tanah pada SUB DAS
Tengku terdiri dari 1) Tanah Aluvial, 2) Latosol dan 3) Andosol.
1) Berat isi tanah (BI)
Berat isi tanah merupakan ukuran masa per volume tanah (gr/cm ),
termasuk di dalamnya volume pori-pori tanah. Berat isi tanah bersama
dengan tekstur dan bahan organik tanah menentukan besarnya infiltrasi.
Semakin tinggi nilai BI, tanah tersebut semakin padat yang berarti semakin
sulit meneruskan air. Berat isi tanah dapat dikategorikan sebagai berikut:
a) Rendah: < 0.9
b) Sedang: 0.9-1.1
c) Tinggi: > 1.1
2) Tekstur tanah
Tekstur merupakan perbandingan komposisi (%) butir-butir penyusun
tanah yang terdiri dari fraksi pasir (50μm - 2mm), debu (50 m - 2 m), dan liat
(<2μm). Semakin halus tekstur tanah, semakin tinggi kapasitas infiltrasinya. Kelas
tekstur tanah dikategorikan menjadi:
a) Sangat halus (sh) : liat
b) Halus (h) : liat berpasir, liat berdebu
c) Agak halus (ah) : lempung berliat, lempung liat berpasir, lempung liat
berdebu
d) Sedang (s) : lempung berpasir sangat halus, lempung, lempung
berdebu, debu
e) Agak kasar (ak) : lempung berpasir
f) Kasar (k) : pasir berlempung
17
Persentase kandungan pasir, debu dan liat dari masing-masing kategori
kelas tekstur.
Gambar 5. Peta Jenis Tanah Pada Sub DAS Tengku Kec. Seulimum KabupatenAceh Besar (Sumber Peta, SIMDAS KEMENHUT, 2012)
18
3) Kedalaman Tanah
Kedalaman tanah atau solum (cm) merupakan ukuran ketebalan lapisan
tanah dari permukaan sampai atas lapisan bahan induk tanah. Pada profil tanah
solum tersebut mencakup horison A dan B. Ketebalan solum mempengaruhi
kapasitas penyimpanan air, yang secara umum dapat dibedakan menjadi:
a) Sangat dangkal: < 20cm
b) Dangkal: 20 - 50cm
c) Sedang: 50 - 75cm
d) Dalam: > 75 cm
Gambar 6. Tingkat Kedalaman Tanah
4) Horizontal tanah
Horizonisasi tanah merupakan bentukan lapisan tanah secara vertikal.
Horison tanah berbeda dengan lapisan tanah. Horison tanah dinyatakan dengan
symbol A, B dan C, sedangkan lapisan tanah dinyatakan dengan simbol I, II, III
dst. Bentukan tanah ini merupakan cerminan perkembangan tanah yang
dipengaruhi oleh kondisi iklim, topografi, bahan induk, vegetasi, organism dan
waktu. Beberapa hal yang perlu diperhatikan saat melihat penampang tanah
adalah kedalaman horizon, baik pada horison atas maupun horizon bawah,
keberadaan lapisan kedap air, dan permeabilitasnya. Pada jenis tanah tertentu
19
terdapat hambatan perkembangan yang ditandai dengan adanya horison kedap air.
Horison ini dapat menyebabkan proses infiltrasi terhambat.
d. Morfometri DAS
Morfometri DAS merupakan ukuran kuantitatif karakteristik DAS yang
terkait dengan aspek geomorfologi suatu daerah. Karakteristik ini terkait dengan
proses pengatusan (drainase) air hujan yang jatuh di dalam DAS. Parameter
tersebut adalah luas DAS, bentuk DAS, jaringan sungai, kerapatan aliran, pola
aliran, dan gradien kecuraman sungai.
e. Bentuk SUB DAS Tengku
Bentuk SUB DAS mempengaruhi waktu konsentrasi air hujan yang
mengalir menuju outlet. Dimana pada SUB DAS tengku berbentuk bulu ayam
yang memiliki debit banjir sekuensial dan berurutan yang memerlukan waktu
lebih pendek untuk mencapai mainstream, memiliki topografi yang lebih curam
dibandingkan dengan bentuk DAS lainnya..
f. Jaringan Sungai
Jaringan sungai dapat mempengaruhi besarnya debit aliran sungai yang
dialirkan oleh anak-anak sungainya. Parameter ini dapat diukur secara kuantitatif
dari nisbah percabangan yaitu perbandingan antara jumlah alur sungai orde
tertentu dengan orde sungai satu tingkat di atasnya. Nilai ini menunjukkan bahwa
semakin tinggi nisbah percabangan berarti sungai tersebut memiliki banyak anak-
anak sungai dan fluktuasi debit yang terjadi juga semakin besar.
Orde sungai adalah posisi percabangan alur sungai di dalam urutannya
terhadap induk sungai pada suatu DAS. Semakin banyak jumlah orde sungai,
semakin luas dan semakin panjang pula alur sungainya. Orde sungai dapat
ditetapkan dengan metode Horton, Strahler, Shreve, dan Scheidegger. Namun
pada umumnya metode Strahler lebih mudah untuk diterapkan dibandingkan
dengan metode yang lainnya. Berdasarkan metode Strahler, alur sungai paling
hulu yang tidak mempunyai cabang disebut dengan orde pertama (orde 1),
pertemuan antara orde pertama disebut orde kedua (orde 2), demikian seterusnya
20
sampai pada sungai utama ditandai dengan nomor orde yang paling besar. Sebaran
sungai pada Das Krung Aceh dan Sub Das pendukungnya dapat dilihat pada Peta
Berikut :
Gambar 7. Peta Sebaran DAS dan Sub DAS Pada Kabupaten Aceh Besar(Sumber Peta. SIMDAS KEMENHUT, 2012)
g. Pengolahan Data Peta Sub DAS Tengku.
Peta-peta yang terdapat pada paper ini di olah dengan menggunak aplikasi
GIS dengan menggunakan beberapa sumber peta pendukung yang di overlay
menjadi peta yang di inginkan. Peta-peta pendukung bersumber di Peta
21
BakoSutanal Tahun 2011 dan Peta Vektor pada Aplikasi DAS yang dikeluarkan
oleh Kementerian Kehutanan Tahun 2012 sebagai berikut :
a) Peta Adminitrasi Aceh
b) Peta Batas Kecamatan aceh Besar
c) Peta DAS Besar Kabupaten Aceh Besar
d) Peta Sub DAS Kabupaten Aceh Besar
e) Peta Jenis Tanah
f) Peta Topografi untuk melihat kelas lereng dan kemiringan tanah
g) Peta Tutupan Lahan pada Vektor SIMDAS
h. Penyebab Terjadinya Banjir Sub DAS Tengku.
Penyebab utama terjadinya banjir pada Sub DAS Tengku adalah akibat
tertutupnya aliran air yang berada pada anak-anak sungai yang terdapat pada hulu
Sub DAS di akibatkan oleh erosi dan sampah-sampah akibat pembukaan lahan
yang dikarenakan peralihan fungsi lahan hutan menjadi lahan pertanian kering.
Besarnya luasan peralihan lahan yang terdapat di Sub Das Tengku dapat dilihat
pada Peta Tutupan Lahan Pada Gambar 1.
i. Pengendalian Banjir Sub DAS Tengku Kec. Seulimum
Penanggulangan banjir tidak bisa hanya diselaikan dengan metode-metode
konvesional akan tetapi perlu adanya kegiatan normalisasi, pembuatan tanggul,
pembuatan talud dan segala macam kontruksi sipil dan perlu adanya upaya
rehabilitasi bagian hulu berupa rehabilitasi hutan dan lahan seperti penanaman
sepadan sungai, penanaman areal terbuka dan mengurangi kegiatan perladangan
berpindah.
Sub DAS Tengku telah dilakukan upaya pengendalian banjir berupa
normalisasi sungai, namun hal ini belum cukup mengingat areal terbuka pada
bagian hulu Sub DAS Sudah sangat kritis maka diharapkan pemerintah maupun
masyarakat perlu melakukan upaya rehabilitasi hutan dan lahan kawasan hulu.
22
Gambar 8. Aktifitas Normalisasi Sub DAS Tengku (Sumber Gambar, BPBDKab. Aceh Besar, 2013)
3.2 Upaya Mitigasi Banjir Sungai.
a. Penanggulangan Bencana Banjir
1) Mitigasi
Mitigasi ancaman bahaya banjir dilakukan agar keadaan darurat
yang ditimbulkan oleh bahaya banjir dapat diringankan atau
dijinakan efeknya melalui:
a) Pengoperasian dan pemeliharaan sarana dan prasarana
pengendalian banjir.
b) Perlindungan sumberdaya air dan lingkungan.
2) Tanggap Darurat
Tanggap darurat ditujukan untuk meningkatkan kemampuan
mengatasi keadaan darurat akibat banjir, dilakukan dengan cara:
23
a) Mengerahkan sumber daya seperti: personil, bahan banjiran,
peralatan, dana dan bantuan darurat menggerakkan
masyarakat dan petugas satuan tugas penanggulangan
bencana banjir.
b) Mengamankan secara darurat sarana dan prasarana
pengendali banjir yang berada dalam kondisi kritis dan
c) Mengevakuasi penduduk dan harta benda.
3) Pemulihan
Pemulihan dilakukan terhadap sarana dan prasarana sumber daya
air serta lingkungan akibat bencana banjir kepada fungsi semula,
melalui:
a) Inventarisasi dan dokumentasi kerusakan sarana dan
prasarana sumber daya air, kerusakan lingkungan, korban
jiwa, dan perkiraan kerugian yang ditimbulkan;
b) Merencanakan dan melaksanakan program pemulihan,
berupa: rehabilitasi, rekonstruksi atau pembangunan baru
sarana dan prasarana sumberdaya air; dan
c) Penataan kembali kondisi sosial ekonomi masyarakat yang
terkena bencana banjir.
4) Pengawasan
Salah satu tugas dinas dan/atau badan hukum yang mengelola
wilayah sungai adalah melaksanakan pengendalian banjir. Agar
tugas tersebut dapat terlaksana sebagaimana mestinya, maka
diperlukan pengawasan oleh BPBD provinsi (atau Satkorlak) dan
BPBD kabupaten/kota (Satlak) yang meliputi:
a) Pengawasan terhadap dampak dari banjir
b) Pengawasan terhadap upaya penanggulangannya.
24
5) Kelembagaan
Pengaturan
Pengendalian banjir di suatu wilayah sungai diselenggarakan oleh
Pemerintah, pemerintah daerah, atau badan hukum sesuai
kewenangan masing-masing, yang pelaksanaannya
dikoordinasikan oleh BNPB, BPBD provinsi (atau Satkorlak), dan
BPBD kabupaten/kota (Satlak).
6) Organisasi
Pengendalian banjir merupakan sebagian tugas yang diemban
oleh pengelola sumber daya air wilayah sungai. Untuk
melaksanakan tugas tersebut, di dalam struktur organisasi
pengelola sumber daya air wilayah sungai terdapat unit yang
menangani pengendalian banjir.
Tugas-tugas unit yang menangani pengendalian banjir adalah:
a) Melaksanakan pengumpulan data, pembuatan peta banjir,
penyusunan rencana teknis pengendalian banjir;
b) Melaksanakan analisis hidrologi dan penyebab banjir;
c) Melaksanakan penyusunan prioritas penanganan daerah
rawan banjir;
d) Melaksanakan pengendalian bahaya banjir, meliputi tindakan
darurat pengendalian dan penanggulangan banjir;
e) Menyusun dan mengoperasikan sistem peramalan dan
peringatan dini banjir;
f) Melaksanakan persiapan, penyusunan, dan penetapan
pengaturan dan petunjuk teknis pengendalian banjir; dan
g) Menyiapkan rencana kebutuhan bahan untuk penanggulangan
banjir.
25
Sumber Daya Pendukung
Personil
a) Kelompok tenaga ahli
Tenaga ahli yang diperlukan adalah tenaga ahli yang
memenuhi kualifikasi di bidang sumber daya air, antara lain:
bidang hidrologi, klimatologi, hidrolika, sipil, elektro
mekanis, hidrogeologi, geologi teknik, dan tenaga ahli
lainnya yang berhubungan dengan masalah banjir.
b) Kelompok tenaga lapangan
Dalam pelaksanaan pengendalian banjir, dibutuhkan petugas
lapangan dalam jumlah cukup, utamanya untuk kegiatan
pemantauan dan tindakan turun tangan.
Sarana dan Prasarana
Peralatan dan bahan dalam rangka pengendalian banjir terdiri
dari:
c) Peralatan hidrologi dan hidrometri (antara lain: peralatan
klimatologi, AWLR, ARR, extensometer);
d) Peralatan komunikasi (antara lain: radio komunikasi, telepon,
faksimili);
e) Alat-alat berat dan transportasi (antara lain: bulldozer,
excavator, truk);
f) Perlengkapan kerja penunjang (antara lain: sekop, gergaji,
cangkul, pompa air);
g) Perlengkapan untuk evakuasi (antara lain: tenda darurat,
perahu karet, dapur umum, obat obatan);
h) Bahan banjiran (a.l. karung plastik, bronjong kawat, bambu,
dolken kayu).
26
Dana
Dalam pengendalian banjir, diperlukan alokasi dana yang
diupayakan selalu tersedia. Dana yang diperlukan tersebut harus
dialokasikan sebagai dana cadangan yang bersumber dari APBN,
APBD, atau sumber dana lainnya. Dana cadangan disediakan
sesuai ketentuan yang berlaku.
Koordinasi
Lembaga Koordinasi
Berkaitan dengan pengendalian banjir, lembaga koordinasi yang
ada adalah Tim Penanggulangan Bencana Alam. Pada tingkat
nasional adalah Badan Nasional Penanggulangan Bencana
(BNPB), pada tingkat provinsi adalah BPBD provinsi (jika belum
dibentuk dikoordinir oleh Satkorlak PB), dan pada tingkat
kabupaten/kota adalah BPBD kabupaten/kota (jika tidak dibentuk
dikoordinir oleh Satlak PB).
Obyek yang dikoordinasikan dalam pengendalian serta
penanggulangan banjir dapat dipisahkan menjadi tahapan sebelum
banjir, saat banjir, dan sesudah banjir.
a) Sebelum Banjir
o Perencanaan rute evakuasi dan tempat penampungan
penduduk.
o Perencanaan program penyelamatan dan pertolongan
kepada masyarakat.
o Perencanaan rute pengiriman material penanggulangan
pada tempat-tempat kritis.
o Perencanaan rute pengiriman logistik kepada
masyarakat.
o Perencanaan jenis dan jumlah bahan serta peralatan
banjiran.
27
o Penyiapan sarana dan prasarana pendukung serta
Sumberdaya Manusia.
b) Saat Banjir
o Evakuasian penduduk sesuai dengan prosedur.
o Memberikan bantuan kepada penduduk.
c) Sesudah Banjir
o Pemulihan kembali pemukiman penduduk, prasarana
umum, bangunan pengendali banjir, dan lain-lain.
o Pengembalian penduduk ke tempat semula.
o Pengamatan, pendataan kerugian dan kerusakan banjir.
d) Mekanisme Koordinasi
Koordinasi dalam pengendalian banjir dilakukan secara
bertahap melalui BPBD kabupaten (Satlak PB), BPBA, dan
BNPB. Dalam forum koordinasi tersebut, dilakukan
musyawarah untuk memutuskan sesuatu yang sebelumnya
mendengarkan pendapat dari anggota yang mewakili instansi
terkait.
e) Sistem Pelaporan
Dinas/Instansi/Badan hukum pengelola wilayah sungai
melaporkan hal-hal sebagai berikut:
o Karakteristik banjir (antara lain: hidrologi banjir, peta
daerah rawan banjir, banjir bandang);
o Kejadian banjir (antara lain: waktu, lokasi, lama dan luas
genangan banjir);
o Kerugian akibat banjir (antara lain: korban jiwa, harta
benda, sosial ekonomi);
28
o Kerusakan (antara lain: sarana dan prasarana,
permukiman, pertanian, perikanan, lingkungan);
o Penanggulangan darurat; dan
o Usulan program pemulihan secara menyeluruh.
Laporan tersebut di atas disampaikan kepada
Bupati/Walikota/Gubernur/Menteri sesuai dengan jenis dan
tingkatannya (http://piba.tdmrc.org)
29
BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN
4.1 Kesimpulan.
Berdasarkan pembahasan yang telah diuraikan maka dapat diambil
kesimpulan :
1. Sub DAS Tengku bermuara pada Sungai Krueng Raya Kecamatan
Masjid Raya Kabupaten Aceh Besar.
2. Tingkat tutupan lahan pada Sub DAS Tengku telah mengalami
pengurangan yang diakibatkan oleh aktivitas masyarakat membuat
perladangan berpindah.
3. Persentase kerusakan lahan akibat banjir ± 62.37 Ha. Dari Luasan
Sub DAS Tengku ± 619 KM2
4. Konsep penanggulangan banjir Sub DAS Tengku dilakukan hanya
menggunakan metode normalisasi semata tanpa memperhatikan
struktur ekologis.
4.2 Saran
1. Pengembangan konsep pengendalian banjir diharapkan
memperhatikan kondisi ekologis hulu sungai.
2. Adanya upaya peningkatan kesadaran masyarakat terhadap
kelestarian lingkungan.
3. Adanya kebijakan dati pemerintah untuk mengaplikasikan konsep
pengendalian berbasis sadar lingkungan.
30
REFFERENSI
1. http://www.portalkbr.com/nusantara/acehdansumatera/2418858_4264.ht
ml (dikutip pada 14 Mei 2013, jam 10.00 WIB)
2. http://aceh.tribunnews.com/2013/01/03/banjir-luapan-rendam-beureuneut
(dikutip pada 14 Mei 2013, jam 10.30 WIB)
3. http://www.acehkita.com/berita/sejumlah-desa-di-aceh-besar-banjir/
(dikutip pada 14 Mei 2013, jam 11.00 WIB)
4. http://www.tempo.co/read/news/2013/01/05/058452236/Banjir-di-Aceh-
Besar-Satu-Tewas (dikutip pada 14 Mei 2013, jam 20.00 WIB)
5. http://id.wikipedia.org/wiki/Banjir (dikutip pada 15 Mei 2013, jam 14.00
WIB)
6. http://piba.tdmrc.org (dikutip pada 15 Mei 2013, jam 15.00 WIB)
7. Badan Penanggulangan Bencana Daerah Kab. Aceh Besar
8. SIMDAS KEMENHUT, 2012