ka q
TRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Indonesia dikenal memiliki luas perkebunan kelapa terbesar di dunia yakni
3,712 juta Ha, sebagian besar merupakan perkebunan rakyat (96,6%) sisanya milik
negara (0,7%) dan swasta (2,7%). Dari potensi produksi sebesar 15 milyar butir
pertahun hanya dimanfaatkan sebesar 7,5 milyar butir pertahun atau sekitar 50% dari
potensi produksi. Masih banyak potensi kelapa yang belum dimanfaatkan karena
berbagai kendala terutama teknologi, permodalan, dan daya serap pasar yang belum
merata. Selain sebagai salah satu sumber minyak nabati, tanaman kelapa juga sebagai
sumber pendapatan bagi keluarga petani, sebagai sumber devisa negara, penyedia
lapangan kerja, pemicu dan pemacu pertumbuhan sentra-sentra ekonomi baru, serta
sebagai pendorong tumbuh dan berkembangnya industri hilir berbasis minyak kelapa
dan produk ikutannya di Indonesia. Banyaknya pohon kelapa yang tumbuh di
Indonesia, khususnya di daerah dekat pantai, menyebabkan Indonesia diberi julukan
sebagai negeri nyiur melambai.
Tanaman kelapa (Cocos nucifera L.) merupakan tanaman yang serbaguna,
baik untuk keperluan pangan maupun nonpangan. Setiap bagian dari tanaman kelapa,
dari akar hingga pucuk daun, dapat dimanfaatkan untuk kepentingan manusia.
Penelitian terbaru mengenai turunan produk yang dihasilkan dari tanaman kelapa
adalah Asap Cair.
Asap Cair merupakan larutan hasil dispersi asap yang melalui proses
pirolisis pada batok kelapa yang sehingga menghasilkan cairan yang dapat
diaplikasikan pada karet sebagai bahan koagulan yang baik dan ramah lingkungan.
Asap cair ini dapat digunakan sebagai koagulan lateks dengan sifat fungsional asap
cair seperti antijamur, antibakteri dan antioksidan sehingga dapat memperbaiki
kualitas produk karet yang dihasilkan.
Masalah utama yang terjadi dalam pengolahan karet (bokar) adalah mutu
bokar yang rendah dan bau busuk yang menyengat sejak dari kebun. Mutu bokar
yang rendah ini disebabkan petani menggunakan bahan pembeku lateks (getah karet)
yang tidak dianjurkan dan merendam bokar di dalam kolam/sungai selama 7-14 hari.
Hal ini akan memacu berkembangnya bakteri perusak antioksidan alami di dalam
bokar, sehingga nilai plastisitas awal (Po) dan plastisitas setelah dipanaskan selama
30 menit pada suhu 140 °C (PRI) menjadi rendah. Bau busuk menyengat terjadi juga
disebabkan oleh pertumbuhan bakteri pembusuk yang melakukan biodegradasi
protein di dalam bokar menjadi amonia dan sulfida. Kedua hal tersebut terjadi karena
bahan pembeku lateks yang digunakan saat ini tidak dapat mencegah pertumbuhan
bakteri.
Dari uraian diatas jelas bahwasanya mutu bokar juga dipengaruhi pada
perlakuan awal pada saat proses pembekuannya, dimana bahan pembeku yang biasa
digunakan para petani karet umumnya tidak bersifat antijamur, antioksidan dan
antibakteri karena itu penulis tertarik memilih judul :
“PEMANFAATAN BATOK KELAPA MENJADI ASAP CAIR
SEBAGAI BAHAN KOAGULAN PADA KARET DI CV. MARI MAJU
SAHABAT JOHOR MEDAN”
B. Maksud dan Tujuan
1. Maksud
Adapun maksud dari penelitian ini adalah untuk mengetahui teknik
pengolahan asap cair yang dihasilkan dari proses pirolisis batok kelapa di
CV. Mari Maju Sahabat.
2. Tujuan
Adapan tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui aplikasi dari
penggunaan asap cair terhadap karet sebagai bahan koagulan.
C. Kegunaan dan Manfaat
1. Kegunaan
Dapat menambah pengetahuan penulis mengenai proses pengolahan asap cair
dari batok kelapa serta aplikasi penggunaan asap cair pada karet.
2. Manfaat
a. Menambah wawasan dan pengetahuan tentang proses pirolisis batok
kelapa menjadi asap cair.
b. Dengan mengetahui teknik untuk menghasilkan asap cair dari batok
kelapa, penulis berharap mudah-mudahan ini dapat diterapkan nantinya
menjadi suatu peluang usaha setelah selesai kontrak dari Tenaga
Penyuluh Lapangan.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Kelapa
Kelapa adalah satu jenis tumbuhan dari suku aren-arenan atau Arecaceae dan
adalah anggota tunggal dalam marga Cocos. Tumbuhan ini dimanfaatkan hampir
semua bagiannya oleh manusia sehingga dianggap sebagai tumbuhan serba guna,
khususnya bagi masyarakat pesisir. Kelapa juga adalah sebutan untuk buah yang
dihasilkan tumbuhan ini.
Kelapa adalah pohon serba guna bagi masyarakat tropika. Hampir semua
bagiannya dapat dimanfaatkan orang. Batangnya, yang disebut glugu dipakai
orang sebagai kayu dengan mutu menengah, dan dapat dipakai sebagai papan
untuk rumah. Daunnya dipakai sebagai atap rumah setelah dikeringkan. Daun
muda kelapa, disebut janur, dipakai sebagai bahan anyaman dalam pembuatan
ketupat atau berbagai bentuk hiasan yang sangat menarik, terutama oleh
masyarakat Jawa dan Bali dalam berbagai upacara, dan menjadi bentuk kerajinan
tangan yang berdiri sendiri (seni merangkai janur). Tangkai anak daun yang sudah
dikeringkan, disebut lidi, dihimpun menjadi satu menjadi sapu.
Salah satu bagian yang terpenting dari tanaman kelapa adalah buah kelapa. Buah
kelapa terdiri dari beberapa komponen yaitu kulit luar (epicarp), sabut
(mesocarp), tempurung kelapa (endocarp), daging buah (endosperm), dan air
kelapa (Palungkun, 2001). Adapun komposisi buah kelapa disajikan pada tabel
dibawah ini,
Tabel 2.1. Komposisi Buah Kelapa
Sumber : Palungkun 2001
Komponen penyusun buah kelapa dapat dilihat pada gambar dibawah ini :
Keterangan gambar :
1. Kulit luar ( epicarp)
2. Sabut ( mesocarp )
3. Tempurung (endocarp)
4. Daging buah (endosperm)
5. Air kelapa
Gambar 2.1 : Penampang membujur buah kelapa
Bagian buah Jumlah berat (%)
Sabut
Tempurung
Daging buah
Air kelapa
35
12
28
25
a. Tempurung Kelapa
Tempurung kelapa merupakan bagian buah kelapa yang fungsinya secara
biologis adalah pelindung inti buah dan terletak di bagian sebelah dalam
sabut dengan ketebalan berkisar antara 3–6 mm. Tempurung kelapa
dikategorikan sebagai kayu keras tetapi mempunyai kadar lignin yang lebih
tinggi dan kadar selulosa lebih rendah dengan kadar air sekitar enam sampai
sembilan persen (dihitung berdasarkan berat kering) dan terutama tersusun
dari lignin, selulosa dan hemiselulosa (Tilman, 1981). Adapun komposisi
kimia dari tempurung kelapa dapat dilihat dari tabel dibawah ini,
Tabel 2.2. Komposisi Kimia Tempurung Kelapa
Komponen Persentase
Selulosa
Hemiselulosa
Lignin
Abu
Komponen ekstraktif
Uronat anhidrat
Nitrogen
Air
26,6 %
27,7 %
29,4 %
0,6 %
4,2 %
3,5 %
0,1 %
8,0 %
Sumber : Suhardiyono, 1988
Apabila tempurung kelapa dibakar pada temperatur tinggi dalam
ruangan yang tidak berhubungan dengan udara maka akan terjadi rangkaian
proses peruraian penyusun tempurung kelapa tersebut dan akan menghasilkan
arang selain destilat, tar dan gas. Destilat ini merupakan komponen yang
sering disebut sebagai asap cair.
B. Asap Cair
Asap diartikan sebagai suatu suspensi partikel-partikel padat dan cair dalam
medium gas (Girard, 1992). Sedangkan asap cair menurut Darmadji (1997)
merupakan campuran larutan dari dispersi asap kayu dalam air yang dibuat
dengan mengkondensasikan asap hasil pirolisis kayu. Produksi asap cair
merupakan hasil pembakaran yang tidak sempurna yang melibatkan reaksi
dekomposisi karena pengaruh panas, polimerisasi, dan kondensasi (Girard, 1992).
Gambar 2.2 : Asap Cair dari batok kelapa
Asap cair merupakan suatu hasil kondensasi atau pengembunan dari uap hasil
pembakaran secara langsung maupun tidak langsung dari bahan-bahan yang
banyak mengandung lignin, selulosa, hemiselulosa serta senyawa karbon lainnya
Bahan baku yang banyak digunakan antara lain berbagai macam jenis kayu,
bongkol kelapa sawit, tempurung kelapa, sekam, ampas atau serbuk gergaji kayu
dan lain sebagainya. Selama pembakaran, komponen dari kayu akan mengalami
pirolisa menghasilkan berbagai macam senyawa antara lain fenol, karbonil, asam,
furan, alkohol, lakton, hidrokarbon, polisiklik aromatik dan lain sebagainya. Asap
cair mempunyai berbagai sifat fungsional, seperti ; untuk memberi aroma, rasa
dan warna karena adanya senyawa fenol dan karbonil ; sebagai bahan pengawet
alami karena mengandung senyawa fenol dan asam yang berperan sebagai
antibakteri dan antioksidan, sebagai bahan koagulan lateks pengganti asam format
serta membantu pembentukan warna coklat pada produk sit.
Untuk memperoleh asap cair yang baik pada waktu pembakaran sebaiknya
menggunakan jenis kayu yang keras seperti tempurung kelapa, sehingga diperoleh
hasil pengasapan yang baik. Asap yang dihasilkan dari pembakaran kayu keras
mempunyai komposisi yang berbeda dengan hasil pembakaran kayu lunak. Kayu
keras menghasilkan aroma yang lebih baik, lebih kaya kandungan aromatik dan
lebih banyak mengandung senyawa.
1. Komposisi Asap Cair
Asap cair mengandung berbagai senyawa yang terbentuk karena terjadinya
pirolisis tiga komponen kayu yaitu selulosa, hemiselulosa dan lignin. Lebih
dari 400 senyawa kimia dalam asap telah berhasil diidentifikasi. Komponen-
komponen tersebut ditemukan dalama jumlah yang bervariasi tergantung jenis
kayu, umur tanaman sumber kayu, dan kondisi pertumbuhan kayu seperti
iklim dan tanah.
Selain itu Fatimah (1998) menyatakan golongan-golongan senyawa penyusun
asap cair adalah air (11-92%), Fenol (0,2-2,9%), asam (2,8-9,5%), karbonil
(2,6-4,0 %) dan tar (1-7 %). Komposisi dan sifat organoleptik asap cair sangat
tergantung pada sifat kayu, temperature pirolisis, jumlah oksigen, kelembaban
kayu, ukuran partikel kayu serta alat pembuatan asap cair. Adapun komponen
penyusun asap cair meliputi :
1.1 Senyawa-senyawa Fenol
Senyawa-senyawa fenol yang terdapat dalam asap kayu umumnya
hidrokarbon aromatik yang tersusun dari cincin benzene dengan jumlah
gugus hidroksil yang terikat. Senywa-senyawa fenol ini juga dapat
mengikat gugus-gugus lain seperti aldehid, keton, asam dan ester (Maga,
1987).
1.2 Senyawa-senyawa karbonil
Senyawa-senyawa karbonil dalam asap memiliki pernanan pada
pewarnaan dan citarasa produk asapan. Golongan senyawa ini mempunyai
aroma seperti aroma karamel yang unik. Jenis senyawa karbonil yang
terdapat dalam asap cair antara lain adalah vanillin dan siringaldehida.
1.3 Senyawa-senyawa asam
Senyawa-senyawa asam mempunyai peranan sebagai antibakteri dan
membentuk citarasa produk asapan. Senyawa asam ini antara lain adalah
asam asetat, propionat, butirat dan valerat.
1.4 Senyawa hidrokarbon polisiklis aromatis
Senyawa hidrokarbon polisklis aromatis (HPA) dapat terbentuk pada
proses pirolisis kayu. Senyawa hidrokarbon aromatik seperti
benzo(a)pirena merupakan senyawa yang memiliki pengaruh buruk karena
bersifat karsinogen(Girard, 1992).
Girard (1992) menyatakan bahwa pembentukan berbagai senyawa HPA
selama pembuatan asap tergantung dari beberapa hal, seperti temperatur
pirolisis, waktu dan kelembaban udara pada proses pembuatan asap serta
kandungan udara dalam kayu. Dikatakan juga bahwa semua proses yang
menyebabkan terpisahnya partikel-partikel besar dari asap akan
menurunkan kadar benzo(a)pirena. Proses tersebut antara lain adalah
pengendapan dan penyaringan.
2. Keuntungan dan sifat fungsional asap cair
Keuntungan penggunaan asap cair menurut Maga (1987) antara lain lebih
intensif dalam pemberian citarasa, kontrol hilangnya citarasa lebih mudah,
dapat diaplikasikan pada berbagai jenis bahan pangan, lebih hemat dalam
pemakaian kayu sebagai bahan asap, polusi lingkungan dapat diperkecil dan
dapat diaplikasikan kedalam bahan dengan berbagai cara seperti
penyemprotan, pencelupan, atau dicampur langsung kedalam makanan. Selain
itu keuntungan lain yang diperoleh dari asap cair adalah seperti diterangkan
dibawah ini :
2.1 Keamanan Produk Asapan
Penggunaan asap cair yang diproses dengan baik dapat mengeiliminasi
komponen-komponen asap berbahaya yang berupa hidrokarbon polisiklis
aromatis. Komponen ini tidak diharapkan karena beberapa diantaranya
terbukti bersifat karsinogen pada dosis tinggi. Melalui pembakaran
terkontrol dan teknik pengolahan yang semakin baik, tar dan fraksi
minyak berat dapat dipisahkan sehingga produk asapan yag dihasilkan
mendekati bebas HPA (Pszczola dalam Astuti, 2000).
2.2 Aktivitas Antioksidan
Adanya senyawa fenol dalam asap cair memberikan sifat antioksidan
terhadap fraksi minyak dalam produk asapan. Dimana senyawa fenolat ini
dapat berperan sebagai donor hydrogen dan efektif dalam jumlah sangat
kecil untuk menghambat autooksidasi lemak.
2.3 Aktivitas Antibakterial
Peran bakteriostatik dari asap cair semula hanya disebabkan karena
adanya formaldehid saja tetapi aktivitas dari senyawa ini saja tidak cukup
sebagai penyebab semua efek yang diamati. Kombinasi antara komponen
fungsional fenol dan asam-asam organik yang bekerja secara sinergis
mencegah dan mengontrol pertumbuhan mikrobia (Pszczola dalam Astuti,
2000). Adanya fenol dengan titik didih tinggi dalam asap juga merupakan
zat antibakteri yang tinggi (Astuti, 2000).
2.4 Potensi pembentukan warna cokelat
Menurut Ruiter (1979) karbonil mempunyai efek terbesar pada terjadinya
pembentukan warna coklat pada produk asapan. Jenis komponen karbonil
yang paling berperan adalah aldehid glioksal dan metal glioksal sedangkan
formaldehid dan hidroksiasetol memberikan peranan yang rendah. Fenol
juga memberikan kontribusi pada pembentukan warna coklat pada produk
yang diasap meskipun intensitasnya tidak sebesar karbonil.
2.5 Kemudahan dan variasi penggunaan
Asap cair bias digunakan dalam bentuk cairan, dalam fasa pelarut minyak
dan bentuk serbuk sehingga memungkinkan penggunaan asap cair yang
lebih luas dan mudah untuk berbagai produk.
3. Manfaat Asap Cair
Asap cair memiliki banyak manfaat dan telah digunakan pada berbagai
industri, antara lain :
3.1 Industri pangan
Asap cair ini mempunyai kegunaan yang sangat besar sebagai pemberi
rasa dan aroma yang spesifik juga sebagai pengawet karena sifat
antimikroba dan antioksidannya. Dengan tersedianya asap cair maka
proses pengasapan tradisional dengan menggunakan asap secra langsung
yang mengandung banyak kelemahan seperti pencemaran lingkungan,
proses tidak dapat dikendalikan, kualitas yang tidak konsisten serta
timbulnya bahaya kebakaran, yang semuanya tersebut dapat dihindari.
3.2 Industri Perkebunan
Asap cair dapat digunakan sebagai koagulan lateks dengan sifat fungsional
asap cair seperti antijamur, antibakteri, dan antioksidan tersebut dapat
memperbaiki kualitas karet. Dimana selama ini permasalahan yang
dihadapi oleh para petani karet adalah mutu bokar yang kurang bagus,
disebabkan tidak tepatnya perlakuan terhadap bokar seperti menggunakan
penggumpal yang tidak dianjurkan dan merendam bokar didalam sungai
selama 7-14 hari sehingga merusak kualitas karet dan menyebabkan
terjadinya bau yang tidak sedap pada bokar.
3.3 Industri Kayu
Kayu yang diolesi dengan asap cair mempunyai ketahanan terhadap
serangan rayap daripada kayu yang tanpa diolesi asap cair.
4. Jenis Asap Cair
Asap cair yang dihasilkan dari proses pirolisis perlu dilakukan proses
pemuurnian dimana proses ini menentukan jenis asap cair yang dihasilkan.
Adapun pembagian jenis asap cair yaitu :
4.1 Asap Cair grade 3
Asap cair grade 3 ini merupakan pemurnian asap cair dari tar dengan cara
penampungan tar pada saat proses pirolisis awal, dimana pada pipa
penyalur uap sebelum kondensor terdapat penampung tar dan melakukan
pengendapan pada produk asap cair yang dihasilkan selama ± 3 hari. Asap
cair ini memiliki ciri yaitu berwana cokelat pekat, bau tajam. Asap cair
grade 3 ini diaplikasikan sebagai bahan koagulan pada karet.
4.2 Asap Cair grade 2
Asap cair grade 2 ini merupakan asap cair yang dihasilkan dengan cara
mendestilasi asap cair grade 3. Dimana destilasi merupakan suatu cara
untuk memisahkan campuran berdasarkan perbedaan titik didihnya.
Caranya asap cair yang diperkirakan masih mengandung tar dimasukkan
kedalam tungku destilasi yang dilengkapi dengan suhu dan tekanan. Cara
kerjanya sama dengan proses pirolisis. Bedanya pada proses pirolisis
sampel berupa tempurung kelapa, tapi pada proses destilasi ini sampel
adalah asap cair yang masih mengandung tar dan suhu pada destilasi
sekitar 150 oC. Asap cair ini memiliki warna kuning kecoklatan, aroma
kurang kuat dan diorientasikan untuk pengawetan bahan makanan mentah
seperti daging, ayam, dan ikan.
4.3 Asap Cair grade 1
Asap cair ini memiliki warna kuning pucat, aroma tidak kuat dan
diperoleh dengan cara destilasi fraksinasi yang dilanjutkan penyaringan
dengan karbon aktif. Asap cair ini diaplikasikan sebagai bahan pengawet
makanan siap saji seperti mie basah, bakso, tahu yang aman digunakan.
Dengan adanya asap cair ini ke khawatiran akan adanya pengawet yang
berbahaya seperti formalin dan boraks pada akhir-akhir ini dapat diatasi,
karena asap cair ini dapat digunakan sebagai pengawet alami yang aman
dikonsumsi.
5. Pembuatan Asap Cair
Asap cair dihasilkan dari pembakaran kayu atau tempurung kelapa.
Tempurung kelapa termasuk golongan kayu keras, dengan kadar air sekitar
6% - 9% (dihitung berdasar berat kering), dan terutama tersusun dari lignin =
36,51 %, Selulosa = 33,61 %, dan hemiselulosa = 19,21 %.
Tempurung kelapa dibersihkan dari sabut dan bungkilnya, kemudian
diperkecil ukurannya untuk memudahkan proses pirolisis, selanjutnya
penimbangan bahan baku. Tempurung kelapa yang sudah ditimbang
dimasukkan kedalam reaktor pirolisis dan ditutup rapat. Tahap selanjutnya
adalah tahap pirolisis.
Pirolisis merupakan penguraian senyawa-senyawa organik yang disebabkan
oleh pemanasan tanpa berhubungan langsung dengan udara luar dengan suhu
400 oC – 600 oC. Istilah lain dari pirolisis adalah penguraian yang tidak teratur
dari bahan-bahan organik yang disebabkan oleh adanya pemanasan tanpa
berhubungan dengan udara luar. Hal tersebut mengandung pengertian bahwa
apabila tempurung dipanaskan tanpa berhubungan dengan udara dan diberi
suhu yang cukup tinggi, maka akan terjadi reaksi penguraian dari senyawa-
senyawa kompleks yang menyusun tempurung kelapa tersebut dan
menghasilkan zat dalam tiga bentuk yaitu padatan, cairan dan gas. Komposisi
cairan didalam proses pirolisis ini yang disebut dengan Asap Cair.
Menurut Tahir (1992), pada proses pirolisis dihasilkan tiga macam
penggolongan produk yaitu :
5.1 Gas-gas yang dihasilkan pada proses karbonisasi ini sebagian besar berupa
gas CO2 dan sebagian lagi berupa gas-gas yang mudah terbakar seperti
CO, CH4, H2 dan hidrokarbon tingkat rendah lain. Komposisi rata-rata dari
total gas yang dihasilkan pada proses karbonisasi kayu disajikan pada
tabel 2.3 dibawah ini :
Tabel 2.3 Komposisi rata-rata dari total gas yang dihasilkan pada
proses karbonisasi kayu.
N0 Komponen gas Persentase (%)
1
2
3
4
5
6
Karbondioksida
Karbonmonoksida
Metana
Hidrogen
Etana
Hidrokarbon tak jenuh
50,77
27,88
11,36
4,21
3,09
2,72
(Panshin,1950)
5.2 Destilat berupa asap asap cair dan tar
Komposisi utama dari produk yang tertampung adalah metanol dan asam
asetat. Bagian lainnya merupakan komponen minor yaitu fenol, metal
asetat, asam format, asam butirat dan lain-lain.
5.3 Residu (Karbon)
Tempurung kelapa dan kayu mempunyai komponen-komponen yang
hampir sama. Kandungan selulosa, hemiselulosa dan lignin dalam kayu
berbeda-beda tergantung dari jenis kayu. Pada umumnya kayu
mengandung dua bagian selulosa dan satu bagian hemiselulosa, serta satu
bagian lignin.
Adapun pada proses pirolisis terjadi dekomposisi senyawa-senyawa
penyusunnya yaitu :
a. Pirolisis selulosa
Selulosa adalah makromolekul yang dihasilkan dari kondensasi linear
struktur heterosiklis molekul glukosa. Selulosa terdiri dari 100 – 1000 unit
glukosa. Selulosa terdekomposisi pada temperatur 280oC dan berakhir
pada 300 - 350oC.
b. Pirolisis hemiselulosa
Hemiselulosa merupakan polimer dari beberapa monosakarida seperti
pentosan (C5H8O4) dan heksosan (C6H10O5). Pirolisis pentosan
menghasilkan furfural, furan dan derivatnya beserta satu seri panjang
asam-asam karboksilat. Pirolsis heksosan terutama menghasilkan asam
asetat dan homolognya. Hemiselulosa akan terdekomposisi pada
temperatur 200 – 250 oC.
c. Pirolisis lignin
Lignin merupakan sebuah polimer kompleks yang mempunyai berat
molekul tinggi dan tersusun atas unit-unit fenil propana. Senyawa-
senyawa yang diperoleh dari pirolisis struktur dasar lignin berperan
penting dalam memberikan aroma asap produk asapan. Lignin mulai
mengalami dekomposisi pada temperature 300-350 oC.
Komponen-komponen dominan yang mendukung sifat-sifat fungsional
dari senyawa asap cair adalah senyawa fenolat, karbonil, dan asam. Titik didih
dari komponen-komponen pendukung sifat fungsional asap cair dapat dilihat
pada tabel 2.4
Tabel 2.4 : Titik didih senyawa pendukung sifat fungsional asap cair
Senyawa Titik didih ( oC, 760 mmHg )
Fenol
Guaikol
4-metilguaikol
Eugenol
Siringol
Furfural
Pirokatekol
Hidrokuinun
Isoeugenol
205
211
244
267
162
240
285
266
Karbonil
Glioksal
Metilglioksal
Glikoaldehid
Diasetil
Formaldehid
51
72
97
88
-21
Asam
Asam asetat
Asam butirat
118
162
Asam propionat
Asam isovalerat
141
176
C. Karet
Karet adalah polimer hidrokarbon yang terkandung pada lateks beberapa jenis
tumbuhan. Indonesia merupakan negara produsen karet alam kedua terbesar di
dunia setelah Thailand. Pada tahun 2006, produksi karet alam mencapai 2,64 juta
ton, lebih dari 90% nya (2,45 juta ton) adalah jenis Crumb Rubber yang
dihasilkan oleh sekitar 115 pabrik Crumb Rubber di seluruh Indonesia. Industri
Crumb Rubber (karet remah) memiliki arti yang sangat penting bagi perolehan
devisa sekaligus penyerapan tenaga kerja. Tenaga kerja yang terserap di bidang
produksi crumb rubber mencapai ± 100.000, sedangkan dibidang penyediaan
bahan baku (petani karet) lebih dari 6 juta orang, belum termasuk para pedagang
pengumpul. Luas areal tanaman karet di Indonesia pada saat ini 3,309 juta ha,
dimana 84,49% (2,796 ha) merupakan perkebunan rakyat. Oleh karena itu, maju
mundurnya kinerja industri karet alam di dalam negeri akan memberikan dampak
yang cukup luas bagi kesejahteraan rakyat.
Karet alam (polyisoprene) termasuk ke dalam elastomer yaitu bahan yang dapat
direnggangkan dan dapat kembali seperti bentuk semula. Elastomer memiliki
potensi yang besar dalam dunia industri karena memiliki sifat kelekatan yang
tinggi, elatisitas tinggi, daya tarik yang kuat, daya lengket yang baik dan daya
pegas yang tinggi. Karena sifat-sifat tersebut polyisoprene banyak dimanfaatkan
untuk membuat sepatu boot tahan air, bola dan peluru karet.
Karet alam dihasilkan dari tanaman karet Hevea brasiliensis. Tanaman karet
termasuk tanaman tahunan yang tergolong dalam famili Euphorbiaceae, tumbuh
baik di dataran rendah hingga menengah (0-400 dpl) dengan curah hujan 1500-
2500 mm/tahun dan mampu hidup di lahan dengan keasaman tinggi (pH 4.0-4.5),
pada tanah bersolum dalam dan miskin hara.
Untuk mendapatkan karet alam, dilakukan penyadapan terhadap batang pohon
tanaman karet hingga dihasilkan getah kekuning-kuningan yang disebut dengan
lateks. Lateks merupakan cairan atau sitoplasma yang berisi ±30% partikel karet.
Pada tanaman karet, lateks dibentuk dan terakumulasi dalam sel-sel pembuluh
lateks yang tersusun pada setiap jaringan bagian tanaman, seperti pada bagian
batang dan daun. Penyadapan lateks dapat dilakukan dengan mengiris sebagian
dari kulit batang. Penyadapan ini harus dilakukan secara hati-hati karena
kesalahan dalam penyadapan dapat membahayakan bahkan mematikan pohon
karet.
Klasifikasi botani tanaman karet adalah sebagai berikut:
Divisi : Spermatophyta
Sub divisi : Angiospermae
Kelas : Dicotyledonae
Keluarga : Euphorbiaceae
Genus : Hevea
Spesies : Hevea brasiliensis.
Karet merupakan politerpena yang disintesis secara alami melalui polimerisasi
enzimatik isopentilpirofosfat. Rumus empiris karet adalah C10H16 dan ini adalah
polimer yang tinggi.
.
D. Koagulasi
Koagulasi adalah proses penggumpalan partikel koloid karena penambahan bahan
kimia sehingga partikel-partikel tersebut bersifat netral dan membentuk endapan
karena adanya gaya grafitasi.
a. Mekanisme Koagulasi
1. Secara fisika
Koagulasi dapat terjadi secara fisik seperti :
- Pemanasan, Kenaikan suhu sistem koloid menyebabkan tumbukan
antar partikel-partikel sol dengan molekul-molekul air bertambah
banyak. Hal ini melepaskan elektrolit yang teradsorpsi pada
permukaan koloid. Akibatnya partikel tidak bermuatan. contoh: darah
- Pengadukan, contoh: tepung kanji
- Pendinginan, contoh: agar-agar
2. Secara kimia
Sedangkan secara kimia seperti penambahan elektrolit, pencampuran
koloid yang berbeda muatan, dan penambahan zat kimia koagulan. Ada
beberapa hal yang dapat menyebabkan koloid bersifat netral, yaitu:
- Menggunakan Prinsip Elektroforesis. Proses elektroforesis adalah
pergerakan partikel-partikel koloid yang bermuatan ke elektrode
dengan muatan yang berlawanan. Ketika partikel ini mencapai
elektrode, maka sistem koloid akan kehilangan muatannya dan bersifat
netral.
- Penambahan koloid, dapat terjadi sebagai berikut:
Koloid yang bermuatan negatif akan menarik ion positif (kation),
sedangkan koloid yang bermuatan positif akan menarik ion negatif
(anion). Ion-ion tersebut akan membentuk selubung lapisan kedua.
Apabila selubung lapisan kedua itu terlalu dekat maka selubung itu
akan menetralkan muatan koloid sehingga terjadi koagulasi. Makin
besar muatan ion makin kuat daya tariknya dengan partikel koloid,
sehingga makin cepat terjadi koagulasi.
- Penambahan Elektrolit. Jika suatu elektrolit ditambahkan pada sistem
koloid, maka partikel koloid yang bermuatan negatif akan
mengadsorpsi koloid dengan muatan positif (kation) dari elektrolit.
Begitu juga sebaliknya, partikel positif akan mengadsorpsi partikel
negatif (anion) dari elektrolit. Dari adsorpsi diatas, maka terjadi
koagulasi.
Dalam proses koagulasi,stabilitas koloid sangat berpengaruh.stabilitas
merupakan daya tolak koloid karena partikel-partikel mempunyai
muatan permukaan sejenis (negatip).
b. Faktor – faktor yang mempengaruhi koagulasi :
1. Pemilihan bahan kimia
Untuk melaksanakan pemilihan bahan kimia, perlu pemeriksaan terhadap
karakteristik bahan baku yang akan diolah yaitu :
- S u h u : berpengaruh terhadap daya koagulasi dan memerlukan
pemakaian bahan kimia berlebih, untuk mempertahankan hasil yang
dapat diterima.
- pH : Nilai ekstrim baik tinggi maupun rendah, dapat berpengaruh
terhadap koagulasi. pH optimum bervariasi tergantung jenis koagulan
yang digunakan.
- Alkalinitas yang rendah membatasi reaksi ini dan menghasilkan
koagulasi yang kurang baik.
- Kekeruhan : Makin rendah kekeruhan, makin sukar pembentukkan
flok. Makin sedikit partikel, makin jarang terjadi tumbukan antar
partikel/flok, oleh sebab itu makin sedikit kesempatan flok
berakumulasi.
- Warna zat organik: Warna berindikasi kepada senyawa organik
yang bereaksi dengan koagulan, menyebabkan proses koagulasi
terganggu selama zat organik tersebut berada di dalam bahan baku dan
proses koagulasi semakin sukar tercapai.
2. Penentuan dosis optimum koagulan
Untuk memperoleh koagulasi yang baik, dosis optimum koagulan harus
ditentukan. Dosis optimum mungkin bervariasi sesuai dengan karakteristik
dan seluruh komposisi kimiawi di dalam bahan baku, tetapi biasanya
dalam hal ini fluktuasi tidak besar, hanya pada saat-saat tertentu dimana
terjadi perubahan kekeruhan yang drastis (waktu musim hujan/banjir)
perlu penentuan dosis optimum berulang-ulang.
c. Koagulasi dalam Kehidupan Sehari-hari dan Industri
Beberapa contoh koagulasi dalam kehidupan sehari-hari dan industri:
- Pembentukan delta di muara sungai terjadi karena koloid tanah liat dalam
air sungai mengalami koagulasi ketika bercampur dengan elektrolit dalam
air laut.
- Pada pengolahan karet, partikel-partikel karet dalam lateks digumpalkan
dengan penambahan asam asetat atau asam format sehingga karet dapat
dipisahkan dari lateksnya.
- Lumpur koloidal dalam air sungai dapat digumpalkan dengan
menambahkan tawas. Sol tanah liat dalam air sungai biasanya bermuatan
negatif sehingga akan digumpalkan oleh ion Al3+ dari tawas (alumunium
sulfat).
- Asap dan tebu dari pabrik/ industri dapat digumpalkan dengan alat
koagulasi listrik dari Cottrel.
BAB III
PERMASALAHAN POKOK
A. Gambaran Permasalahan
Dalam mengelola suatu industri dibutuhkan suatu sistem yang dapat
memajukan industri tersebut. Sehingga dapat meningkatkan mutu produksi
perusahaan itu.
Pada Industri Mari Maju Sahabat di daerah Medan Johor yang bergerak
dibidang industri asap cair di peroleh dengan cara Pirolisis dan kondensasi pada
suhu tertentu sehingga menghasilkan asap cair yang baik. Asap cair yang
dihasilkan oleh industri Mari Maju Sahabat dapat digunakan sebagai bahan
koagulan pada karet.
Dalam proses pengolahan batok kelapa sehingga menjadi asap cair,
banyak faktor-faktor yang mempengaruhi perolehan hasil asap cair yang
dihasilkan. Diantaranya adalah jenis tangki pirolisis yang digunakan, kebersihan
batok kelapa yang digunakan, kekeringan daripada batok kelapa, air kondensasi,
serta pengaruh temperatur dan lamanya pembakaran.
Oleh karena itu pengamat ingin menggambarkan secara umum tentang
Industri Mari Maju Sahabat dalam pemanfaatan batok kelapa menjadi asap cair
sebagai bahan koagulan pada karet, serta faktor-faktor yang mempengaruhi hasil
asap cair.
B. Perumusan Masalah
Dari uraian yang diterangkan dalam gambaran masalah diatas, jelaslah
bahwasanya untuk menghasilkan asap cair yang baik perlu memperhatikan
beberapa faktor, seperti suhu pirolisis, serta waktu proses pembakaran guna
menghindari terjadinya pemborosan terhadap bahan bakar yang digunakan.
Adapun rumusan pokok permasalahan yang diambil adalah sebagai berikut :
1. Bagaimana pengaruh suhu pirolisis serta lamanya waktu pirolisis dalam
perolehan hasil asap cair.
2. Bagaimana perbandingan asap cair yang baik digunakan sebagai bahan
koagulan pada karet.
BAB IV
MATERI DAN METODA
A. Materi
1. Peralatan
a. Tangki pirolisis
b. Kondensor
c. Pompa
d. Kunci
e. Martil
f. Timbangan gantung
g. Bak penampung asap cair
2. Bahan-bahan
a. Batok kelapa
b. Gas LPG 12 kg
c. Air
B. Metoda Kerja
1. Metode kerja untuk memperoleh data-data
Metode kerja merupakan suatu cara kerja yang digunakan untuk
memperoleh data-data yang diperlukan. Cara untuk memperoleh data
sehubungan dengan proses pengolahan batok kelapa sehingga
menghasilkan asap cair adalah meliputi beberapa langkah kerja, yaitu :
a. Pengenalan lapangan
b. Mempelajari proses permasalahan pada industri asap cair
c. Analisa masalah
d. Melakukan diskusi dengan pihak pengusaha asap cair mengenai judul
yang akan dianalisa, dengan keadaan yang ditemui dilapangan.
e. Mempelajari teori ilmiah yang mendukung dengan judul yang
dianalisa.
2. Metode kerja uraian proses pengolahan
Adapun metode kerja yang dilakukan dalam proses pengolahan batok
kelapa menjadi asap cair adalah :
a. Bahan baku berupa batok kelapa terlebih dahulu dibersihkan dari
bungkil dan sabutnya. Setelah itu diperkecil dengan menggunakan
martil, ukurannya kira-kira 3-4 cm. Ukuran tersebut tidak harus semua
seperti itu, hal tersebut dilakukan untuk memudahkan saat proses
pirolisis.
b. Setelah ukuran batok kelapa diperkecil kemudian dilakukan
penjemuran kira-kira selama 4-5 jam untuk menurunkan kadar air
yang terdapat dalam batok kelapa.
c. Batok kelapa hasil penjemuran ditimbang sebanyak 300 kg, dan
dimasukkan kedalam tangki pirolisis.
d. Tangki pirolisis dikunci rapat, sehingga tidak ada celah untuk
keluarnya uap pada saat proses pembakaran.
e. Kemudian menghidupkan pompa air yang digunakan untuk sirkulasi
pada tangki kondensasi, dan menjaga suhu air kondensasi agar tetap
stabil (30-40) o C sehingga proses kondensasinya berjalan dengan
baik.
f. Selanjutnya tahap pembakaran. Pembakaran dilakukan dengan
menggunakan gas LPG sebagai bahan bakarnya. Pembakaran
dilakukan kira-kira 6-8 jam dengan suhu berkisar antara 300oC –
500oC.
g. Pembakaran berakhir ditandai dengan habis atau berkurangnya gas
methana yang keluar dari pipa penyaluran gas, dimana gas methana ini
dapat digunakan sebagai pembantu proses pembakaran.