ka q

48
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia dikenal memiliki luas perkebunan kelapa terbesar di dunia yakni 3,712 juta Ha, sebagian besar merupakan perkebunan rakyat (96,6%) sisanya milik negara (0,7%) dan swasta (2,7%). Dari potensi produksi sebesar 15 milyar butir pertahun hanya dimanfaatkan sebesar 7,5 milyar butir pertahun atau sekitar 50% dari potensi produksi. Masih banyak potensi kelapa yang belum dimanfaatkan karena berbagai kendala terutama teknologi, permodalan, dan daya serap pasar yang belum merata. Selain sebagai salah satu sumber minyak nabati, tanaman kelapa juga sebagai sumber pendapatan bagi keluarga petani, sebagai sumber devisa negara, penyedia lapangan kerja, pemicu dan pemacu pertumbuhan sentra-sentra ekonomi baru, serta sebagai pendorong tumbuh dan

Upload: edison

Post on 19-Jun-2015

658 views

Category:

Documents


3 download

TRANSCRIPT

Page 1: KA Q

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Indonesia dikenal memiliki luas perkebunan kelapa terbesar di dunia yakni

3,712 juta Ha, sebagian besar merupakan perkebunan rakyat (96,6%) sisanya milik

negara (0,7%) dan swasta (2,7%). Dari potensi produksi sebesar 15 milyar butir

pertahun hanya dimanfaatkan sebesar 7,5 milyar butir pertahun atau sekitar 50% dari

potensi produksi. Masih banyak potensi kelapa yang belum dimanfaatkan karena

berbagai kendala terutama teknologi, permodalan, dan daya serap pasar yang belum

merata. Selain sebagai salah satu sumber minyak nabati, tanaman kelapa juga sebagai

sumber pendapatan bagi keluarga petani, sebagai sumber devisa negara, penyedia

lapangan kerja, pemicu dan pemacu pertumbuhan sentra-sentra ekonomi baru, serta

sebagai pendorong tumbuh dan berkembangnya industri hilir berbasis minyak kelapa

dan produk ikutannya di Indonesia. Banyaknya pohon kelapa yang tumbuh di

Indonesia, khususnya di daerah dekat pantai, menyebabkan Indonesia diberi julukan

sebagai negeri nyiur melambai.

Tanaman kelapa (Cocos nucifera L.) merupakan tanaman yang serbaguna,

baik untuk keperluan pangan maupun nonpangan. Setiap bagian dari tanaman kelapa,

dari akar hingga pucuk daun, dapat dimanfaatkan untuk kepentingan manusia.

Page 2: KA Q

Penelitian terbaru mengenai turunan produk yang dihasilkan dari tanaman kelapa

adalah Asap Cair.

Asap Cair merupakan larutan hasil dispersi asap yang melalui proses

pirolisis pada batok kelapa yang sehingga menghasilkan cairan yang dapat

diaplikasikan pada karet sebagai bahan koagulan yang baik dan ramah lingkungan.

Asap cair ini dapat digunakan sebagai koagulan lateks dengan sifat fungsional asap

cair seperti antijamur, antibakteri dan antioksidan sehingga dapat memperbaiki

kualitas produk karet yang dihasilkan.

Masalah utama yang terjadi dalam pengolahan karet (bokar) adalah mutu

bokar yang rendah dan bau busuk yang menyengat sejak dari kebun. Mutu bokar

yang rendah ini disebabkan petani menggunakan bahan pembeku lateks (getah karet)

yang tidak dianjurkan dan merendam bokar di dalam kolam/sungai selama 7-14 hari.

Hal ini akan memacu berkembangnya bakteri perusak antioksidan alami di dalam

bokar, sehingga nilai plastisitas awal (Po) dan plastisitas setelah dipanaskan selama

30 menit pada suhu 140 °C (PRI) menjadi rendah. Bau busuk menyengat terjadi juga

disebabkan oleh pertumbuhan bakteri pembusuk yang melakukan biodegradasi

protein di dalam bokar menjadi amonia dan sulfida. Kedua hal tersebut terjadi karena

bahan pembeku lateks yang digunakan saat ini tidak dapat mencegah pertumbuhan

bakteri.

Page 3: KA Q

Dari uraian diatas jelas bahwasanya mutu bokar juga dipengaruhi pada

perlakuan awal pada saat proses pembekuannya, dimana bahan pembeku yang biasa

digunakan para petani karet umumnya tidak bersifat antijamur, antioksidan dan

antibakteri karena itu penulis tertarik memilih judul :

“PEMANFAATAN BATOK KELAPA MENJADI ASAP CAIR

SEBAGAI BAHAN KOAGULAN PADA KARET DI CV. MARI MAJU

SAHABAT JOHOR MEDAN”

Page 4: KA Q

B. Maksud dan Tujuan

1. Maksud

Adapun maksud dari penelitian ini adalah untuk mengetahui teknik

pengolahan asap cair yang dihasilkan dari proses pirolisis batok kelapa di

CV. Mari Maju Sahabat.

2. Tujuan

Adapan tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui aplikasi dari

penggunaan asap cair terhadap karet sebagai bahan koagulan.

C. Kegunaan dan Manfaat

1. Kegunaan

Dapat menambah pengetahuan penulis mengenai proses pengolahan asap cair

dari batok kelapa serta aplikasi penggunaan asap cair pada karet.

2. Manfaat

a. Menambah wawasan dan pengetahuan tentang proses pirolisis batok

kelapa menjadi asap cair.

b. Dengan mengetahui teknik untuk menghasilkan asap cair dari batok

kelapa, penulis berharap mudah-mudahan ini dapat diterapkan nantinya

menjadi suatu peluang usaha setelah selesai kontrak dari Tenaga

Penyuluh Lapangan.

Page 5: KA Q

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Kelapa

Kelapa adalah satu jenis tumbuhan dari suku aren-arenan atau Arecaceae dan

adalah anggota tunggal dalam marga Cocos. Tumbuhan ini dimanfaatkan hampir

semua bagiannya oleh manusia sehingga dianggap sebagai tumbuhan serba guna,

khususnya bagi masyarakat pesisir. Kelapa juga adalah sebutan untuk buah yang

dihasilkan tumbuhan ini.

Kelapa adalah pohon serba guna bagi masyarakat tropika. Hampir semua

bagiannya dapat dimanfaatkan orang. Batangnya, yang disebut glugu dipakai

orang sebagai kayu dengan mutu menengah, dan dapat dipakai sebagai papan

untuk rumah. Daunnya dipakai sebagai atap rumah setelah dikeringkan. Daun

muda kelapa, disebut janur, dipakai sebagai bahan anyaman dalam pembuatan

ketupat atau berbagai bentuk hiasan yang sangat menarik, terutama oleh

masyarakat Jawa dan Bali dalam berbagai upacara, dan menjadi bentuk kerajinan

tangan yang berdiri sendiri (seni merangkai janur). Tangkai anak daun yang sudah

dikeringkan, disebut lidi, dihimpun menjadi satu menjadi sapu.

Salah satu bagian yang terpenting dari tanaman kelapa adalah buah kelapa. Buah

kelapa terdiri dari beberapa komponen yaitu kulit luar (epicarp), sabut

(mesocarp), tempurung kelapa (endocarp), daging buah (endosperm), dan air

Page 6: KA Q

kelapa (Palungkun, 2001). Adapun komposisi buah kelapa disajikan pada tabel

dibawah ini,

Tabel 2.1. Komposisi Buah Kelapa

Sumber : Palungkun 2001

Komponen penyusun buah kelapa dapat dilihat pada gambar dibawah ini :

Keterangan gambar :

1. Kulit luar ( epicarp)

2. Sabut ( mesocarp )

3. Tempurung (endocarp)

4. Daging buah (endosperm)

5. Air kelapa

Gambar 2.1 : Penampang membujur buah kelapa

Bagian buah Jumlah berat (%)

Sabut

Tempurung

Daging buah

Air kelapa

35

12

28

25

Page 7: KA Q

a. Tempurung Kelapa

Tempurung kelapa merupakan bagian buah kelapa yang fungsinya secara

biologis adalah pelindung inti buah dan terletak di bagian sebelah dalam

sabut dengan ketebalan berkisar antara 3–6 mm. Tempurung kelapa

dikategorikan sebagai kayu keras tetapi mempunyai kadar lignin yang lebih

tinggi dan kadar selulosa lebih rendah dengan kadar air sekitar enam sampai

sembilan persen (dihitung berdasarkan berat kering) dan terutama tersusun

dari lignin, selulosa dan hemiselulosa (Tilman, 1981). Adapun komposisi

kimia dari tempurung kelapa dapat dilihat dari tabel dibawah ini,

Tabel 2.2. Komposisi Kimia Tempurung Kelapa

Komponen Persentase

Selulosa

Hemiselulosa

Lignin

Abu

Komponen ekstraktif

Uronat anhidrat

Nitrogen

Air

26,6 %

27,7 %

29,4 %

0,6 %

4,2 %

3,5 %

0,1 %

8,0 %

Sumber : Suhardiyono, 1988

Apabila tempurung kelapa dibakar pada temperatur tinggi dalam

ruangan yang tidak berhubungan dengan udara maka akan terjadi rangkaian

Page 8: KA Q

proses peruraian penyusun tempurung kelapa tersebut dan akan menghasilkan

arang selain destilat, tar dan gas. Destilat ini merupakan komponen yang

sering disebut sebagai asap cair.

B. Asap Cair

Asap diartikan sebagai suatu suspensi partikel-partikel padat dan cair dalam

medium gas (Girard, 1992). Sedangkan asap cair menurut Darmadji (1997)

merupakan campuran larutan dari dispersi asap kayu dalam air yang dibuat

dengan mengkondensasikan asap hasil pirolisis kayu. Produksi asap cair

merupakan hasil pembakaran yang tidak sempurna yang melibatkan reaksi

dekomposisi karena pengaruh panas, polimerisasi, dan kondensasi (Girard, 1992).

Gambar 2.2 : Asap Cair dari batok kelapa

Asap cair merupakan suatu hasil kondensasi atau pengembunan dari uap hasil

pembakaran secara langsung maupun tidak langsung dari bahan-bahan yang

banyak mengandung lignin, selulosa, hemiselulosa serta senyawa karbon lainnya

Bahan baku yang banyak digunakan antara lain berbagai macam jenis kayu,

Page 9: KA Q

bongkol kelapa sawit, tempurung kelapa, sekam, ampas atau serbuk gergaji kayu

dan lain sebagainya. Selama pembakaran, komponen dari kayu akan mengalami

pirolisa menghasilkan berbagai macam senyawa antara lain fenol, karbonil, asam,

furan, alkohol, lakton, hidrokarbon, polisiklik aromatik dan lain sebagainya. Asap

cair mempunyai berbagai sifat fungsional, seperti ; untuk memberi aroma, rasa

dan warna karena adanya senyawa fenol dan karbonil ; sebagai bahan pengawet

alami karena mengandung senyawa fenol dan asam yang berperan sebagai

antibakteri dan antioksidan, sebagai bahan koagulan lateks pengganti asam format

serta membantu pembentukan warna coklat pada produk sit.

Untuk memperoleh asap cair yang baik pada waktu pembakaran sebaiknya

menggunakan jenis kayu yang keras seperti tempurung kelapa, sehingga diperoleh

hasil pengasapan yang baik. Asap yang dihasilkan dari pembakaran kayu keras

mempunyai komposisi yang berbeda dengan hasil pembakaran kayu lunak. Kayu

keras menghasilkan aroma yang lebih baik, lebih kaya kandungan aromatik dan

lebih banyak mengandung senyawa.

1. Komposisi Asap Cair

Asap cair mengandung berbagai senyawa yang terbentuk karena terjadinya

pirolisis tiga komponen kayu yaitu selulosa, hemiselulosa dan lignin. Lebih

dari 400 senyawa kimia dalam asap telah berhasil diidentifikasi. Komponen-

komponen tersebut ditemukan dalama jumlah yang bervariasi tergantung jenis

kayu, umur tanaman sumber kayu, dan kondisi pertumbuhan kayu seperti

iklim dan tanah.

Page 10: KA Q

Selain itu Fatimah (1998) menyatakan golongan-golongan senyawa penyusun

asap cair adalah air (11-92%), Fenol (0,2-2,9%), asam (2,8-9,5%), karbonil

(2,6-4,0 %) dan tar (1-7 %). Komposisi dan sifat organoleptik asap cair sangat

tergantung pada sifat kayu, temperature pirolisis, jumlah oksigen, kelembaban

kayu, ukuran partikel kayu serta alat pembuatan asap cair. Adapun komponen

penyusun asap cair meliputi :

1.1 Senyawa-senyawa Fenol

Senyawa-senyawa fenol yang terdapat dalam asap kayu umumnya

hidrokarbon aromatik yang tersusun dari cincin benzene dengan jumlah

gugus hidroksil yang terikat. Senywa-senyawa fenol ini juga dapat

mengikat gugus-gugus lain seperti aldehid, keton, asam dan ester (Maga,

1987).

1.2 Senyawa-senyawa karbonil

Senyawa-senyawa karbonil dalam asap memiliki pernanan pada

pewarnaan dan citarasa produk asapan. Golongan senyawa ini mempunyai

Page 11: KA Q

aroma seperti aroma karamel yang unik. Jenis senyawa karbonil yang

terdapat dalam asap cair antara lain adalah vanillin dan siringaldehida.

1.3 Senyawa-senyawa asam

Senyawa-senyawa asam mempunyai peranan sebagai antibakteri dan

membentuk citarasa produk asapan. Senyawa asam ini antara lain adalah

asam asetat, propionat, butirat dan valerat.

1.4 Senyawa hidrokarbon polisiklis aromatis

Senyawa hidrokarbon polisklis aromatis (HPA) dapat terbentuk pada

proses pirolisis kayu. Senyawa hidrokarbon aromatik seperti

benzo(a)pirena merupakan senyawa yang memiliki pengaruh buruk karena

bersifat karsinogen(Girard, 1992).

Girard (1992) menyatakan bahwa pembentukan berbagai senyawa HPA

selama pembuatan asap tergantung dari beberapa hal, seperti temperatur

pirolisis, waktu dan kelembaban udara pada proses pembuatan asap serta

kandungan udara dalam kayu. Dikatakan juga bahwa semua proses yang

menyebabkan terpisahnya partikel-partikel besar dari asap akan

Page 12: KA Q

menurunkan kadar benzo(a)pirena. Proses tersebut antara lain adalah

pengendapan dan penyaringan.

2. Keuntungan dan sifat fungsional asap cair

Keuntungan penggunaan asap cair menurut Maga (1987) antara lain lebih

intensif dalam pemberian citarasa, kontrol hilangnya citarasa lebih mudah,

dapat diaplikasikan pada berbagai jenis bahan pangan, lebih hemat dalam

pemakaian kayu sebagai bahan asap, polusi lingkungan dapat diperkecil dan

dapat diaplikasikan kedalam bahan dengan berbagai cara seperti

penyemprotan, pencelupan, atau dicampur langsung kedalam makanan. Selain

itu keuntungan lain yang diperoleh dari asap cair adalah seperti diterangkan

dibawah ini :

2.1 Keamanan Produk Asapan

Penggunaan asap cair yang diproses dengan baik dapat mengeiliminasi

komponen-komponen asap berbahaya yang berupa hidrokarbon polisiklis

aromatis. Komponen ini tidak diharapkan karena beberapa diantaranya

terbukti bersifat karsinogen pada dosis tinggi. Melalui pembakaran

terkontrol dan teknik pengolahan yang semakin baik, tar dan fraksi

minyak berat dapat dipisahkan sehingga produk asapan yag dihasilkan

mendekati bebas HPA (Pszczola dalam Astuti, 2000).

2.2 Aktivitas Antioksidan

Adanya senyawa fenol dalam asap cair memberikan sifat antioksidan

terhadap fraksi minyak dalam produk asapan. Dimana senyawa fenolat ini

Page 13: KA Q

dapat berperan sebagai donor hydrogen dan efektif dalam jumlah sangat

kecil untuk menghambat autooksidasi lemak.

2.3 Aktivitas Antibakterial

Peran bakteriostatik dari asap cair semula hanya disebabkan karena

adanya formaldehid saja tetapi aktivitas dari senyawa ini saja tidak cukup

sebagai penyebab semua efek yang diamati. Kombinasi antara komponen

fungsional fenol dan asam-asam organik yang bekerja secara sinergis

mencegah dan mengontrol pertumbuhan mikrobia (Pszczola dalam Astuti,

2000). Adanya fenol dengan titik didih tinggi dalam asap juga merupakan

zat antibakteri yang tinggi (Astuti, 2000).

2.4 Potensi pembentukan warna cokelat

Menurut Ruiter (1979) karbonil mempunyai efek terbesar pada terjadinya

pembentukan warna coklat pada produk asapan. Jenis komponen karbonil

yang paling berperan adalah aldehid glioksal dan metal glioksal sedangkan

formaldehid dan hidroksiasetol memberikan peranan yang rendah. Fenol

juga memberikan kontribusi pada pembentukan warna coklat pada produk

yang diasap meskipun intensitasnya tidak sebesar karbonil.

2.5 Kemudahan dan variasi penggunaan

Asap cair bias digunakan dalam bentuk cairan, dalam fasa pelarut minyak

dan bentuk serbuk sehingga memungkinkan penggunaan asap cair yang

lebih luas dan mudah untuk berbagai produk.

Page 14: KA Q

3. Manfaat Asap Cair

Asap cair memiliki banyak manfaat dan telah digunakan pada berbagai

industri, antara lain :

3.1 Industri pangan

Asap cair ini mempunyai kegunaan yang sangat besar sebagai pemberi

rasa dan aroma yang spesifik juga sebagai pengawet karena sifat

antimikroba dan antioksidannya. Dengan tersedianya asap cair maka

proses pengasapan tradisional dengan menggunakan asap secra langsung

yang mengandung banyak kelemahan seperti pencemaran lingkungan,

proses tidak dapat dikendalikan, kualitas yang tidak konsisten serta

timbulnya bahaya kebakaran, yang semuanya tersebut dapat dihindari.

3.2 Industri Perkebunan

Asap cair dapat digunakan sebagai koagulan lateks dengan sifat fungsional

asap cair seperti antijamur, antibakteri, dan antioksidan tersebut dapat

memperbaiki kualitas karet. Dimana selama ini permasalahan yang

dihadapi oleh para petani karet adalah mutu bokar yang kurang bagus,

disebabkan tidak tepatnya perlakuan terhadap bokar seperti menggunakan

penggumpal yang tidak dianjurkan dan merendam bokar didalam sungai

selama 7-14 hari sehingga merusak kualitas karet dan menyebabkan

terjadinya bau yang tidak sedap pada bokar.

3.3 Industri Kayu

Page 15: KA Q

Kayu yang diolesi dengan asap cair mempunyai ketahanan terhadap

serangan rayap daripada kayu yang tanpa diolesi asap cair.

4. Jenis Asap Cair

Asap cair yang dihasilkan dari proses pirolisis perlu dilakukan proses

pemuurnian dimana proses ini menentukan jenis asap cair yang dihasilkan.

Adapun pembagian jenis asap cair yaitu :

4.1 Asap Cair grade 3

Asap cair grade 3 ini merupakan pemurnian asap cair dari tar dengan cara

penampungan tar pada saat proses pirolisis awal, dimana pada pipa

penyalur uap sebelum kondensor terdapat penampung tar dan melakukan

pengendapan pada produk asap cair yang dihasilkan selama ± 3 hari. Asap

cair ini memiliki ciri yaitu berwana cokelat pekat, bau tajam. Asap cair

grade 3 ini diaplikasikan sebagai bahan koagulan pada karet.

4.2 Asap Cair grade 2

Asap cair grade 2 ini merupakan asap cair yang dihasilkan dengan cara

mendestilasi asap cair grade 3. Dimana destilasi merupakan suatu cara

untuk memisahkan campuran berdasarkan perbedaan titik didihnya.

Caranya asap cair yang diperkirakan masih mengandung tar dimasukkan

kedalam tungku destilasi yang dilengkapi dengan suhu dan tekanan. Cara

kerjanya sama dengan proses pirolisis. Bedanya pada proses pirolisis

sampel berupa tempurung kelapa, tapi pada proses destilasi ini sampel

Page 16: KA Q

adalah asap cair yang masih mengandung tar dan suhu pada destilasi

sekitar 150 oC. Asap cair ini memiliki warna kuning kecoklatan, aroma

kurang kuat dan diorientasikan untuk pengawetan bahan makanan mentah

seperti daging, ayam, dan ikan.

4.3 Asap Cair grade 1

Asap cair ini memiliki warna kuning pucat, aroma tidak kuat dan

diperoleh dengan cara destilasi fraksinasi yang dilanjutkan penyaringan

dengan karbon aktif. Asap cair ini diaplikasikan sebagai bahan pengawet

makanan siap saji seperti mie basah, bakso, tahu yang aman digunakan.

Dengan adanya asap cair ini ke khawatiran akan adanya pengawet yang

berbahaya seperti formalin dan boraks pada akhir-akhir ini dapat diatasi,

karena asap cair ini dapat digunakan sebagai pengawet alami yang aman

dikonsumsi.

5. Pembuatan Asap Cair

Asap cair dihasilkan dari pembakaran kayu atau tempurung kelapa.

Tempurung kelapa termasuk golongan kayu keras, dengan kadar air sekitar

6% - 9% (dihitung berdasar berat kering), dan terutama tersusun dari lignin =

36,51 %, Selulosa = 33,61 %, dan hemiselulosa = 19,21 %.

Tempurung kelapa dibersihkan dari sabut dan bungkilnya, kemudian

diperkecil ukurannya untuk memudahkan proses pirolisis, selanjutnya

penimbangan bahan baku. Tempurung kelapa yang sudah ditimbang

Page 17: KA Q

dimasukkan kedalam reaktor pirolisis dan ditutup rapat. Tahap selanjutnya

adalah tahap pirolisis.

Pirolisis merupakan penguraian senyawa-senyawa organik yang disebabkan

oleh pemanasan tanpa berhubungan langsung dengan udara luar dengan suhu

400 oC – 600 oC. Istilah lain dari pirolisis adalah penguraian yang tidak teratur

dari bahan-bahan organik yang disebabkan oleh adanya pemanasan tanpa

berhubungan dengan udara luar. Hal tersebut mengandung pengertian bahwa

apabila tempurung dipanaskan tanpa berhubungan dengan udara dan diberi

suhu yang cukup tinggi, maka akan terjadi reaksi penguraian dari senyawa-

senyawa kompleks yang menyusun tempurung kelapa tersebut dan

menghasilkan zat dalam tiga bentuk yaitu padatan, cairan dan gas. Komposisi

cairan didalam proses pirolisis ini yang disebut dengan Asap Cair.

Menurut Tahir (1992), pada proses pirolisis dihasilkan tiga macam

penggolongan produk yaitu :

5.1 Gas-gas yang dihasilkan pada proses karbonisasi ini sebagian besar berupa

gas CO2 dan sebagian lagi berupa gas-gas yang mudah terbakar seperti

CO, CH4, H2 dan hidrokarbon tingkat rendah lain. Komposisi rata-rata dari

total gas yang dihasilkan pada proses karbonisasi kayu disajikan pada

tabel 2.3 dibawah ini :

Page 18: KA Q

Tabel 2.3 Komposisi rata-rata dari total gas yang dihasilkan pada

proses karbonisasi kayu.

N0 Komponen gas Persentase (%)

1

2

3

4

5

6

Karbondioksida

Karbonmonoksida

Metana

Hidrogen

Etana

Hidrokarbon tak jenuh

50,77

27,88

11,36

4,21

3,09

2,72

(Panshin,1950)

5.2 Destilat berupa asap asap cair dan tar

Komposisi utama dari produk yang tertampung adalah metanol dan asam

asetat. Bagian lainnya merupakan komponen minor yaitu fenol, metal

asetat, asam format, asam butirat dan lain-lain.

5.3 Residu (Karbon)

Tempurung kelapa dan kayu mempunyai komponen-komponen yang

hampir sama. Kandungan selulosa, hemiselulosa dan lignin dalam kayu

berbeda-beda tergantung dari jenis kayu. Pada umumnya kayu

mengandung dua bagian selulosa dan satu bagian hemiselulosa, serta satu

bagian lignin.

Page 19: KA Q

Adapun pada proses pirolisis terjadi dekomposisi senyawa-senyawa

penyusunnya yaitu :

a. Pirolisis selulosa

Selulosa adalah makromolekul yang dihasilkan dari kondensasi linear

struktur heterosiklis molekul glukosa. Selulosa terdiri dari 100 – 1000 unit

glukosa. Selulosa terdekomposisi pada temperatur 280oC dan berakhir

pada 300 - 350oC.

b. Pirolisis hemiselulosa

Hemiselulosa merupakan polimer dari beberapa monosakarida seperti

pentosan (C5H8O4) dan heksosan (C6H10O5). Pirolisis pentosan

menghasilkan furfural, furan dan derivatnya beserta satu seri panjang

asam-asam karboksilat. Pirolsis heksosan terutama menghasilkan asam

asetat dan homolognya. Hemiselulosa akan terdekomposisi pada

temperatur 200 – 250 oC.

c. Pirolisis lignin

Lignin merupakan sebuah polimer kompleks yang mempunyai berat

molekul tinggi dan tersusun atas unit-unit fenil propana. Senyawa-

senyawa yang diperoleh dari pirolisis struktur dasar lignin berperan

penting dalam memberikan aroma asap produk asapan. Lignin mulai

mengalami dekomposisi pada temperature 300-350 oC.

Komponen-komponen dominan yang mendukung sifat-sifat fungsional

dari senyawa asap cair adalah senyawa fenolat, karbonil, dan asam. Titik didih

Page 20: KA Q

dari komponen-komponen pendukung sifat fungsional asap cair dapat dilihat

pada tabel 2.4

Tabel 2.4 : Titik didih senyawa pendukung sifat fungsional asap cair

Senyawa Titik didih ( oC, 760 mmHg )

Fenol

Guaikol

4-metilguaikol

Eugenol

Siringol

Furfural

Pirokatekol

Hidrokuinun

Isoeugenol

205

211

244

267

162

240

285

266

Karbonil

Glioksal

Metilglioksal

Glikoaldehid

Diasetil

Formaldehid

51

72

97

88

-21

Asam

Asam asetat

Asam butirat

118

162

Page 21: KA Q

Asam propionat

Asam isovalerat

141

176

C. Karet

Karet adalah polimer hidrokarbon yang terkandung pada lateks beberapa jenis

tumbuhan. Indonesia merupakan negara produsen karet alam kedua terbesar di

dunia setelah Thailand. Pada tahun 2006, produksi karet alam mencapai 2,64 juta

ton, lebih dari 90% nya (2,45 juta ton) adalah jenis Crumb Rubber yang

dihasilkan oleh sekitar 115 pabrik Crumb Rubber di seluruh Indonesia. Industri

Crumb Rubber (karet remah) memiliki arti yang sangat penting bagi perolehan

devisa sekaligus penyerapan tenaga kerja. Tenaga kerja yang terserap di bidang

produksi crumb rubber mencapai ± 100.000, sedangkan dibidang penyediaan

bahan baku (petani karet) lebih dari 6 juta orang, belum termasuk para pedagang

pengumpul. Luas areal tanaman karet di Indonesia pada saat ini 3,309 juta ha,

dimana 84,49% (2,796 ha) merupakan perkebunan rakyat. Oleh karena itu, maju

mundurnya kinerja industri karet alam di dalam negeri akan memberikan dampak

yang cukup luas bagi kesejahteraan rakyat.

Karet alam (polyisoprene) termasuk ke dalam elastomer yaitu bahan yang dapat

direnggangkan dan dapat kembali seperti bentuk semula. Elastomer memiliki

potensi yang besar dalam dunia industri karena memiliki sifat kelekatan yang

tinggi, elatisitas tinggi, daya tarik yang kuat, daya lengket yang baik dan daya

pegas yang tinggi. Karena sifat-sifat tersebut polyisoprene banyak dimanfaatkan

untuk membuat sepatu boot tahan air, bola dan peluru karet.

Page 22: KA Q

Karet alam dihasilkan dari tanaman karet Hevea brasiliensis. Tanaman karet

termasuk tanaman tahunan yang tergolong dalam famili Euphorbiaceae, tumbuh

baik di dataran rendah hingga menengah (0-400 dpl) dengan curah hujan 1500-

2500 mm/tahun dan mampu hidup di lahan dengan keasaman tinggi (pH 4.0-4.5),

pada tanah bersolum dalam dan miskin hara.

Untuk mendapatkan karet alam, dilakukan penyadapan terhadap batang pohon

tanaman karet hingga dihasilkan getah kekuning-kuningan yang disebut dengan

lateks. Lateks merupakan cairan atau sitoplasma yang berisi ±30% partikel karet.

Pada tanaman karet, lateks dibentuk dan terakumulasi dalam sel-sel pembuluh

lateks yang tersusun pada setiap jaringan bagian tanaman, seperti pada bagian

batang dan daun. Penyadapan lateks dapat dilakukan dengan mengiris sebagian

dari kulit batang. Penyadapan ini harus dilakukan secara hati-hati karena

kesalahan dalam penyadapan dapat membahayakan bahkan mematikan pohon

karet.

Klasifikasi botani tanaman karet adalah sebagai berikut:

Divisi : Spermatophyta

Sub divisi : Angiospermae

Kelas : Dicotyledonae

Keluarga : Euphorbiaceae

Genus : Hevea

Spesies : Hevea brasiliensis.

Page 23: KA Q

Karet merupakan politerpena yang disintesis secara alami melalui polimerisasi

enzimatik isopentilpirofosfat. Rumus empiris karet adalah C10H16 dan ini adalah

polimer yang tinggi.

.

D. Koagulasi

Koagulasi adalah proses penggumpalan partikel koloid karena penambahan bahan

kimia sehingga partikel-partikel tersebut bersifat netral dan membentuk endapan

karena adanya gaya grafitasi.

a. Mekanisme Koagulasi

1. Secara fisika

Koagulasi dapat terjadi secara fisik seperti :

- Pemanasan, Kenaikan suhu sistem koloid menyebabkan tumbukan

antar partikel-partikel sol dengan molekul-molekul air bertambah

banyak. Hal ini melepaskan elektrolit yang teradsorpsi pada

permukaan koloid. Akibatnya partikel tidak bermuatan. contoh: darah

- Pengadukan, contoh: tepung kanji

- Pendinginan, contoh: agar-agar

2. Secara kimia

Sedangkan secara kimia seperti penambahan elektrolit, pencampuran

koloid yang berbeda muatan, dan penambahan zat kimia koagulan. Ada

beberapa hal yang dapat menyebabkan koloid bersifat netral, yaitu:

Page 24: KA Q

- Menggunakan Prinsip Elektroforesis. Proses elektroforesis adalah

pergerakan partikel-partikel koloid yang bermuatan ke elektrode

dengan muatan yang berlawanan. Ketika partikel ini mencapai

elektrode, maka sistem koloid akan kehilangan muatannya dan bersifat

netral.

- Penambahan koloid, dapat terjadi sebagai berikut:

Koloid yang bermuatan negatif akan menarik ion positif (kation),

sedangkan koloid yang bermuatan positif akan menarik ion negatif

(anion). Ion-ion tersebut akan membentuk selubung lapisan kedua.

Apabila selubung lapisan kedua itu terlalu dekat maka selubung itu

akan menetralkan muatan koloid sehingga terjadi koagulasi. Makin

besar muatan ion makin kuat daya tariknya dengan partikel koloid,

sehingga makin cepat terjadi koagulasi.

- Penambahan Elektrolit. Jika suatu elektrolit ditambahkan pada sistem

koloid, maka partikel koloid yang bermuatan negatif akan

mengadsorpsi koloid dengan muatan positif (kation) dari elektrolit.

Begitu juga sebaliknya, partikel positif akan mengadsorpsi partikel

negatif (anion) dari elektrolit. Dari adsorpsi diatas, maka terjadi

koagulasi.

Dalam proses koagulasi,stabilitas koloid sangat berpengaruh.stabilitas

merupakan daya tolak koloid karena partikel-partikel mempunyai

muatan permukaan sejenis (negatip).

Page 25: KA Q

b. Faktor – faktor yang mempengaruhi koagulasi :

1. Pemilihan bahan kimia

Untuk melaksanakan pemilihan bahan kimia, perlu pemeriksaan terhadap

karakteristik bahan baku yang akan diolah yaitu :

- S u h u : berpengaruh terhadap daya koagulasi dan memerlukan

pemakaian bahan kimia berlebih, untuk mempertahankan hasil yang

dapat diterima.

- pH : Nilai ekstrim baik tinggi maupun rendah, dapat berpengaruh

terhadap koagulasi. pH optimum bervariasi tergantung jenis koagulan

yang digunakan.

- Alkalinitas yang rendah membatasi reaksi ini dan menghasilkan

koagulasi yang kurang baik.

- Kekeruhan : Makin rendah kekeruhan, makin sukar pembentukkan

flok. Makin sedikit partikel, makin jarang terjadi tumbukan antar

partikel/flok, oleh sebab itu makin sedikit kesempatan flok

berakumulasi.

- Warna zat organik: Warna berindikasi kepada senyawa organik

yang bereaksi dengan koagulan, menyebabkan proses koagulasi

terganggu selama zat organik tersebut berada di dalam bahan baku dan

proses koagulasi semakin sukar tercapai.

2. Penentuan dosis optimum koagulan

Page 26: KA Q

Untuk memperoleh koagulasi yang baik, dosis optimum koagulan harus

ditentukan. Dosis optimum mungkin bervariasi sesuai dengan karakteristik

dan seluruh komposisi kimiawi di dalam bahan baku, tetapi biasanya

dalam hal ini fluktuasi tidak besar, hanya pada saat-saat tertentu dimana

terjadi perubahan kekeruhan yang drastis (waktu musim hujan/banjir)

perlu penentuan dosis optimum berulang-ulang.

c. Koagulasi dalam Kehidupan Sehari-hari dan Industri

Beberapa contoh koagulasi dalam kehidupan sehari-hari dan industri:

- Pembentukan delta di muara sungai terjadi karena koloid tanah liat dalam

air sungai mengalami koagulasi ketika bercampur dengan elektrolit dalam

air laut.

- Pada pengolahan karet, partikel-partikel karet dalam lateks digumpalkan

dengan penambahan asam asetat atau asam format sehingga karet dapat

dipisahkan dari lateksnya.

- Lumpur koloidal dalam air sungai dapat digumpalkan dengan

menambahkan tawas. Sol tanah liat dalam air sungai biasanya bermuatan

negatif sehingga akan digumpalkan oleh ion Al3+ dari tawas (alumunium

sulfat).

- Asap dan tebu dari pabrik/ industri dapat digumpalkan dengan alat

koagulasi listrik dari Cottrel.

Page 27: KA Q

BAB III

PERMASALAHAN POKOK

A. Gambaran Permasalahan

Dalam mengelola suatu industri dibutuhkan suatu sistem yang dapat

memajukan industri tersebut. Sehingga dapat meningkatkan mutu produksi

perusahaan itu.

Pada Industri Mari Maju Sahabat di daerah Medan Johor yang bergerak

dibidang industri asap cair di peroleh dengan cara Pirolisis dan kondensasi pada

suhu tertentu sehingga menghasilkan asap cair yang baik. Asap cair yang

dihasilkan oleh industri Mari Maju Sahabat dapat digunakan sebagai bahan

koagulan pada karet.

Dalam proses pengolahan batok kelapa sehingga menjadi asap cair,

banyak faktor-faktor yang mempengaruhi perolehan hasil asap cair yang

dihasilkan. Diantaranya adalah jenis tangki pirolisis yang digunakan, kebersihan

batok kelapa yang digunakan, kekeringan daripada batok kelapa, air kondensasi,

serta pengaruh temperatur dan lamanya pembakaran.

Oleh karena itu pengamat ingin menggambarkan secara umum tentang

Industri Mari Maju Sahabat dalam pemanfaatan batok kelapa menjadi asap cair

sebagai bahan koagulan pada karet, serta faktor-faktor yang mempengaruhi hasil

asap cair.

Page 28: KA Q

B. Perumusan Masalah

Dari uraian yang diterangkan dalam gambaran masalah diatas, jelaslah

bahwasanya untuk menghasilkan asap cair yang baik perlu memperhatikan

beberapa faktor, seperti suhu pirolisis, serta waktu proses pembakaran guna

menghindari terjadinya pemborosan terhadap bahan bakar yang digunakan.

Adapun rumusan pokok permasalahan yang diambil adalah sebagai berikut :

1. Bagaimana pengaruh suhu pirolisis serta lamanya waktu pirolisis dalam

perolehan hasil asap cair.

2. Bagaimana perbandingan asap cair yang baik digunakan sebagai bahan

koagulan pada karet.

Page 29: KA Q

BAB IV

MATERI DAN METODA

A. Materi

1. Peralatan

a. Tangki pirolisis

b. Kondensor

c. Pompa

d. Kunci

e. Martil

f. Timbangan gantung

g. Bak penampung asap cair

2. Bahan-bahan

a. Batok kelapa

b. Gas LPG 12 kg

c. Air

Page 30: KA Q

B. Metoda Kerja

1. Metode kerja untuk memperoleh data-data

Metode kerja merupakan suatu cara kerja yang digunakan untuk

memperoleh data-data yang diperlukan. Cara untuk memperoleh data

sehubungan dengan proses pengolahan batok kelapa sehingga

menghasilkan asap cair adalah meliputi beberapa langkah kerja, yaitu :

a. Pengenalan lapangan

b. Mempelajari proses permasalahan pada industri asap cair

c. Analisa masalah

d. Melakukan diskusi dengan pihak pengusaha asap cair mengenai judul

yang akan dianalisa, dengan keadaan yang ditemui dilapangan.

e. Mempelajari teori ilmiah yang mendukung dengan judul yang

dianalisa.

2. Metode kerja uraian proses pengolahan

Adapun metode kerja yang dilakukan dalam proses pengolahan batok

kelapa menjadi asap cair adalah :

a. Bahan baku berupa batok kelapa terlebih dahulu dibersihkan dari

bungkil dan sabutnya. Setelah itu diperkecil dengan menggunakan

martil, ukurannya kira-kira 3-4 cm. Ukuran tersebut tidak harus semua

seperti itu, hal tersebut dilakukan untuk memudahkan saat proses

pirolisis.

Page 31: KA Q

b. Setelah ukuran batok kelapa diperkecil kemudian dilakukan

penjemuran kira-kira selama 4-5 jam untuk menurunkan kadar air

yang terdapat dalam batok kelapa.

c. Batok kelapa hasil penjemuran ditimbang sebanyak 300 kg, dan

dimasukkan kedalam tangki pirolisis.

d. Tangki pirolisis dikunci rapat, sehingga tidak ada celah untuk

keluarnya uap pada saat proses pembakaran.

e. Kemudian menghidupkan pompa air yang digunakan untuk sirkulasi

pada tangki kondensasi, dan menjaga suhu air kondensasi agar tetap

stabil (30-40) o C sehingga proses kondensasinya berjalan dengan

baik.

f. Selanjutnya tahap pembakaran. Pembakaran dilakukan dengan

menggunakan gas LPG sebagai bahan bakarnya. Pembakaran

dilakukan kira-kira 6-8 jam dengan suhu berkisar antara 300oC –

500oC.

g. Pembakaran berakhir ditandai dengan habis atau berkurangnya gas

methana yang keluar dari pipa penyaluran gas, dimana gas methana ini

dapat digunakan sebagai pembantu proses pembakaran.