k o n s e n t r a s i p e r a d i l a n a g a m a...

88
IZIN POLIGAMI DENGAN ALASAN ISTERI MENGALAMI GANGGUAN JIWA (Studi Analisis Terhadap Putusan Perkara Nomor 0284/Pdt.G/2008/PA.JT. di Pengadilan Agama Jakarta Timur) Skripsi Diajukan kepada Fakultas Syariah dan Hukum untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Syariah (S.Sy) Oleh: Fauziah Fitriani 106044101368 K O N S E N T R A S I P E R A D I L A N A G A M A PROGRAM STUDI AHWAL AL-SYAKHSHIYAH FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM UIN SYARIF HIDAYATULLAH J A K A R T A 2010M/1431H

Upload: nguyenhuong

Post on 25-Mar-2019

223 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: K O N S E N T R A S I P E R A D I L A N A G A M A ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2053/1...K O N S E N T R A S I P E R A D I L A N A G A M A PROGRAM STUDI AHWAL

IZIN POLIGAMI DENGAN ALASAN ISTERI MENGALAMI

GANGGUAN JIWA

(Studi Analisis Terhadap Putusan Perkara Nomor 0284/Pdt.G/2008/PA.JT.

di Pengadilan Agama Jakarta Timur)

Skripsi

Diajukan kepada Fakultas Syariah dan Hukum untuk Memenuhi Salah Satu

Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Syariah (S.Sy)

Oleh:

Fauziah Fitriani 106044101368

K O N S E N T R A S I P E R A D I L A N A G A M A

PROGRAM STUDI AHWAL AL-SYAKHSHIYAH

FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM

UIN SYARIF HIDAYATULLAH

J A K A R T A

2010M/1431H

Page 2: K O N S E N T R A S I P E R A D I L A N A G A M A ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2053/1...K O N S E N T R A S I P E R A D I L A N A G A M A PROGRAM STUDI AHWAL

v

KATA PENGANTAR

��� ا ا�� �� ا�� ���

Segala puji bagi Allah SWT, yang telah memberikan rahmat, karunia,

hidayah dan inayah-Nya, sehingga sampai saat ini hamba masih diberi

kesempatan untuk dapat hidup di muka bumi ini. Dengan rahmat, karunia,

hidayah dan inayahNya kepada hamba dalam menyelesaikan penulisan skripsi ini.

Shalawat serta salam selalu hamba curahkan kepada Nabi Muhammad

SAW., beliau sebagai seorang suri tauladan bagi seluruh umat manusia di muka

bumi ini sepanjang hayat. Nabi Muhammad SAW., yang telah membawa umat

manusia dari tidak mengenal Allah SWT., sampai mengenal-Nya, serta

menjalankan seluruh perintah dan meninggalkan larangan-Nya.

Selama penulisan skripsi ini, penulis menyadari tanpa bantuan moril

dan materil, penulisan ini akan sulit untuk dapat diselesaikan. Maka dalam

kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada

semua pihak yang telah membantu membimbing sehingga dapat menyelesaikan

skripsi ini, antara lain:

1. Prof. Dr. H. Muhammad Amin Suma, SH., MA., MM., selaku Dekan Fakultas

Syariah dan Hukum.

2. Drs. H. A. Basiq Djalil, SH., MA., selaku Ketua Program Studi Ahwal

Syakhshiyyah dan Bapak Kamarusdiana, S. Ag., MH., selaku sekertaris.

3. Drs. H. A. Basiq Djalil, SH., MA., selaku dosen pembimbing yang telah

dengan sabar membimbing sampai penulisan skripsi ini dapat terselesaikan.

Page 3: K O N S E N T R A S I P E R A D I L A N A G A M A ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2053/1...K O N S E N T R A S I P E R A D I L A N A G A M A PROGRAM STUDI AHWAL

vi

4. keluarga besar Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

beserta segenap dosen, karyawan dan seluruh staf yang telah banyak

membantu dan memberikan fasilitas bagi penulis dalam rentang waktu selama

studi di Kampus tercinta ini.

5. Terima kasih yang tak terhingga untuk keluarga terutama Ibuku, Samilah dan

Ayahku, Zulherzal atas dukungan, perjuangan dan doa yang telah menjadikan

saya seperti sekarang ini. Semoga Allah senantiasa melimpahkan rahmat-Nya

untuk kalian semua.

6. Terima kasih untuk Makhsus Bilmajdi atas segala dukungan, waktu dan doa

yang ditujukan kepada saya selama dalam proses penulisan skripsi ini sampai

selesai.

7. Teman-teman alumni PP. Darul Arqam, khususnya angkatan 11 & 23, Nenden

(temen never gone), maju terus!.

8. Terakhir, untuk teman-teman seperjuangan di jurusan PA angkatan 2006,

Sa’dah, Lulu, Ewi, Hesti, Anis, Stephy, Eli, Aminah, Arud, Maul and all

friends of Peradilan Agama, moga kita semua menjadi insan yang bermanfaat,

jangan pernah berhenti belajar, keep our friendship and sukses!.

9. Penulis berharap skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi penulis

khususnya dan bagi pembaca umumnya. Oleh karena itu, kritik dan sarannya

senantiasa penulis harapkan untuk kesempurnaan skripsi ini.

Jakarta, 24 Mei 2010

Penulis

Page 4: K O N S E N T R A S I P E R A D I L A N A G A M A ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2053/1...K O N S E N T R A S I P E R A D I L A N A G A M A PROGRAM STUDI AHWAL

vii

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR............................................................................................v

DAFTAR ISI.........................................................................................................vii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah............................................................1

B. Perumusan dan Pembatasan Masalah........................................7

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian..................................................8

D. Studi Review Terdahulu..........................................................10

E. Metode dan Teknik Penelitian.................................................11

F. Sistematika Penulisan .............................................................14

BAB II POLIGAMI DAN GANGGUAN JIWA

A. Pengertian dan Dasar Hukum Poligami …………....…..........16

B. Sebab-Sebab Terjadinya Poligami…………………………...22

C. Teori Umum Gangguan Jiwa……………………………..….24

D. Pengaruh Gangguan Jiwa Terhadap Kewajiban Sebagai

Isteri.........................................................................................30

BAB III POLIGAMI DALAM FIKIH DAN UNDANG-UNDANG

PERKAWINAN

A. Ketentuan Poligami dalam Fikih……………..……………...40

B. Poligami dalam Undang-Undang Perkawinan.........................50

Page 5: K O N S E N T R A S I P E R A D I L A N A G A M A ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2053/1...K O N S E N T R A S I P E R A D I L A N A G A M A PROGRAM STUDI AHWAL

viii

BAB IV PUTUSAN PERKARA IZIN POLIGAMI DENGAN ALASAN

ISTERI MENGALAMI GANGGUAN JIWA

A. Perkara-Perkara di Pengadilan Agama Jakarta Timur.............57

B. Pertimbangan Hakim Pada Perkara Nomor.

0284/Pdt.G/2008/Pa.Jt.............................................................60

C. Analisis Penulis………………………..……………………..67

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan..............................................................................75

B. Saran-Saran..............................................................................76

DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................77

LAMPIRAN

1. Surat Keterangan........................................................................................81

2. Laporan Perkara Tahun 2008.....................................................................83

3. Laporan Perkara Tahun 2009.....................................................................85

4. Laporan Faktor-Faktor Penyebab Terjadinya Perceraian Tahun 2008…..87

5. Laporan Faktor-Faktor Penyebab Terjadinya Perceraian Tahun 2009…..88

6. Pedoman Wawancara.................................................................................89

7. Putusan.......................................................................................................92

Page 6: K O N S E N T R A S I P E R A D I L A N A G A M A ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2053/1...K O N S E N T R A S I P E R A D I L A N A G A M A PROGRAM STUDI AHWAL

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG MASALAH

Segala sesuatu di alam wujud ini, diciptakan oleh Allah berpasang-

pasangan. Al-Qur’an menjelaskan, bahwa manusia (pria) secara naluriah, di

samping mempunyai keinginan terhadap anak keturunan, harta kekayaan

dan lain-lain, juga sangat menyukai lawan jenisnya. Demikian juga

sebaliknya wanita mempunyai keinginan yang sama. Untuk memberikan

jalan keluar yang terbaik mengenai hubungan manusia yang berlainan jenis

itu. Islam menetapkan suatu ketentuan yang harus dilalui, yaitu

perkawinan.1

Tujuannya adalah agar manusia itu tidak seperti makhluk lainnya,

yang hidup bebas mengikuti nalurinya dan berhubungan antara lawan

jenisnya secara anarki dan tidak ada satu aturan. maka demi menjaga

kehormatan dan martabat kemuliaan manusia, Allah adakan hukum sesuai

dengan martabatnya, bentuk perkawinan ini telah memberikan jalan yang

aman pada naluri (seks).2

Perkawinan adalah suatu akad suci yang mengandung serangkaian

perjanjian di antara dua belah pihak, yakni suami isteri. Kedamaian dan

1 M.Ali Hasan, Pedoman Hidup berumah Tangga dalam Islam, (Jakarta: Prenada

Media, 2003), cet .ke-1, h.266. 2 Sayyid Sabiq, Fikih Sunnah 6, (Bandung: PT.Alma’arif, t.th), cet.ke-20, h.8.

Page 7: K O N S E N T R A S I P E R A D I L A N A G A M A ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2053/1...K O N S E N T R A S I P E R A D I L A N A G A M A PROGRAM STUDI AHWAL

2

kebahagiaan suami isteri sangat bergantung pada pemenuhan ketentuan

dalam perjanjian tersebut.3

Tujuan perkawinan dalam Islam adalah membentuk keluarga dengan

maksud melanjutkan keturunan serta mengusahakan agar dalam rumah

tangga dapat diciptakan ketenangan berdasarkan cinta dan kasih sayang.

Ketenangan yang menjadi dasar kebahagiaan hidup dapat diperoleh melalui

kesadaran bahwa seseorang dengan ikhlas telah menunaikan kewajibannya

sebagai suami maupun istri dan anggota keluarga lainnya dalam membina

rumah tangga yang bahagia.4

Undang-Undang Nomor 1 tahun 1974 tentang Perkawinan

(selanjutnya disebut Undang-Undang Perkawinan) menyebutkan bahwa

yang dimaksud dengan perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang

pria dengan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk

keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan ketuhanan

Yang Maha Esa.5

Maksud dari “ikatan lahir” ialah bahwa hubungan suami isteri tidak

hanya berupa ikatan lahiriah saja, dalam arti hubungan suami istri hanya

sebatas ikatan formal, tetapi kedua-duanya harus membina ikatan batin.

Jalinan ikatan lahir dan batin itulah yang menjadi fondasi yang kokoh dalam

membangun dan membina keluarga yang bahagia dan kekal. Kemudian

3 Musdah Mulia, Pandangan Islam Tentang Poligami, (Jakarta: LKAJ-SP, 1999),

h.9. 4 Muhammad Daud Ali, Hukum Islam dan Peradilan Agama: Kumpulan Tulisan,

(Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 2002), h. 27-28. 5 Undang-Undang Nomor 1 tahun 1974 tentang Perkawinan, pasal (1).

Page 8: K O N S E N T R A S I P E R A D I L A N A G A M A ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2053/1...K O N S E N T R A S I P E R A D I L A N A G A M A PROGRAM STUDI AHWAL

3

dilihat dari kalimat “berdasarkan ketuhanan Yang Maha Esa” ini berarti

bahwa norma-norma (hukum) agama harus menjiwai perkawinan dalam

pembentukan keluarga.

Dapat disimpulkan bahwa perkawinan menurut Undang-Undang

Perkawinan (baik arti maupun tujuan) tidak semata-mata hubungan hukum

antara seorang pria dengan seorang wanita, tetapi juga mengandung aspek-

aspek lainnya seperti agama, biologis, sosial dan adat istiadat.

Pada praktiknya perjalanan suami isteri dalam membina rumah tangga

tidak selalu harmonis, karena menyamakan persepsi antara dua karakter

yang berbeda tidaklah mudah. Terlebih lagi jika terjadi hal-hal yang dapat

menyebabkan ketidakseimbangan antara hak dan kewajiban dari suami isteri

dalam kehidupan rumah tangga tersebut, maka akibatnya akan

memunculkan konflik yang dapat mengganggu keharmonisan kehidupan

rumah tangga. Kemudian jika konflik tersebut berkelanjutan dan tak

kunjung ada penyelesaian secara tuntas maka umumnya munculah dua

pilihan, yaitu perceraian atau poligami. Dari dua pilihan tersebut, penulis

menjadikan poligami sebagai fokus permasalahan dalam penelitian ini.

Menurut Musdah Mulia poligami adalah ikatan perkawinan yang salah

satu pihak (suami) mengawini beberapa (lebih dari satu) isteri dalam waktu

yang bersamaan. Laki-laki yang melakukan bentuk perkawinan seperti itu

dikatakan bersifat poligami.6

6 Musdah Mulia, Pandangan Islam Tentang Poligami, h.2.

Page 9: K O N S E N T R A S I P E R A D I L A N A G A M A ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2053/1...K O N S E N T R A S I P E R A D I L A N A G A M A PROGRAM STUDI AHWAL

4

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia dikatakan bahwa poligami

adalah sistem perkawinan yang salah satu pihak memiliki atau mengawini

beberapa lawan jenisnya dalam waktu yang bersamaan.7

Poligami tidak dilarang dan tidak diperintahkan, hanya dibolehkan

dengan syarat yang ketat. Meminjam istilah M.Quraish Shihab, poligami

ibarat emergency exit dalam pesawat yang hanya boleh dibuka dalam

keadaan emergency saja. Dia hanyalah pintu kecil yang hanya dapat dilalui

oleh mereka yang menginginkannya ketika mengalami kasus atau keadaan

darurat.8

Dalam Islam syarat mutlak poligami yang harus diperhatikan terdapat

dalam Al-Quran surat An-nisa ayat 3, yakni berlaku adil. Dalam ayat ini

terdapat kata “khiftum”, yang biasa diartikan “takut” dan juga bisa berarti

“mengetahui”, menunjukkan bahwa siapa saja yang yakin atau menduga

keras atau bahkan menduga dirinya tidak akan bisa berlaku adil, tidak

diperkenankan untuk berpoligami.

Meskipun Islam telah mengatur masalah poligami, namun kerap kali

timbul permasalahan dari sebagian orang yang berpoligami. Hal ini bisa

terjadi karena kesalahan para pelaku poligami dalam penerapannya,

disebabkan karena kekurangfahaman mereka terhadap ajaran agama atau

keburukan akhlaq mereka. Dengan demikian yang salah bukan hukum

7 Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai

Pustaka, 1998), h.885. 8 Ustad Ansori Fahmie, Siapa Bilang Poligami itu Sunnah?, (Depok, Pustaka Iman,

2007), h.40.

Page 10: K O N S E N T R A S I P E R A D I L A N A G A M A ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2053/1...K O N S E N T R A S I P E R A D I L A N A G A M A PROGRAM STUDI AHWAL

5

Islamnya, tetapi para pelaku poligami yang dalam penerapannya tidak sesuai

dengan syari’at Islam.

Sedangkan pelaksanaan poligami di Indonesia harus berdasarkan pada

ketentuan yang terdapat dalam peraturan perundang-undangan Indonesia

salah satunya yaitu Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang

Perkawinan (Undang-Undang Perkawinan) dan Peraturan Pemerintah

Nomor 9 Tahun 1975 tentang Peraturan Pelaksana Undang-Undang

Perkawinan.

Seorang suami yang akan berpoligami harus memenuhi salah satu

syarat alternatif dan ketiga syarat kumulatif, syarat alternatif di antaranya

apabila isteri tidak dapat menjalankan kewajibannya sebagai isteri, isteri

mendapat cacat badan atau penyakit yang tidak dapat disembuhkan dan

isteri tidak dapat melahirkan keturunan. Sedangkan syarat kumulatif yang

harus dipenuhi adalah persetujuan isteri/isteri-isteri, ada kepastian bahwa

suami mampu akan berlaku adil terhadap isteri-isteri dan anak-anak mereka

serta ada jaminan bahwa suami akan berlaku adil terhadap isteri-isteri dan

anak-anak mereka.9

Dalam Undang-Undang Perkawinan (UUP) prinsip monogami tetap

dianut. Prinsip tersebut diungkapkan dalam kalimat Pada azasnya dalam

suatu perkawinan seorang pria hanya boleh mempunyai seorang isteri.

9 Undang-Undang Nomor 1 tahun 1974 tentang Perkawinan, pasal (4) dan pasal (5).

Page 11: K O N S E N T R A S I P E R A D I L A N A G A M A ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2053/1...K O N S E N T R A S I P E R A D I L A N A G A M A PROGRAM STUDI AHWAL

6

Seorang wanita hanya boleh mempunyai seorang suami. Demikianlah yang

tertuang dalam pasal 3 ayat (1) UUP tersebut. 10

Monogami menjadi salah satu azas tapi dengan pengecualian yang

ditujukan kepada orang yang menurut hukum dan agamanya mengizinkan

seorang suami boleh beristeri lebih dari satu. Tentang pengecualian itu

selanjutnya Undang-Undang Perkawinan memberikan batasan perkawinan

yang cukup berat, yakni berupa suatu pemenuhan syarat dengan suatu alasan

tertentu dan izin pengadilan.11

Dari uraian di atas, mengenai syarat-syarat yang harus dipenuhi untuk

dapat dikabulkannya permohonan izin poligami dari Pengadilan Agama,

maka yang menjadi perhatian penulis yaitu putusan hakim yang

mengabulkan izin poligami dengan alasan isteri mengalami gangguan

kejiwaan.

Pada kasus ini isteri mengidap penyakit skizofrenia, sejenis penyakit

gangguan jiwa di mana penderita menunjukkan berbagai gejala terpecahnya

kepribadian sehingga “kerjasama” antara pikiran, perasaan dan tingkah laku

tidak serasi lagi.

Mengingat Undang-Undang Perkawinan tidak menyebutkan gangguan

jiwa sebagai alasan poligami maka yang menjadi pertanyaan penulis adalah

apakah gangguan jiwa tersebut dapat diqiyaskan dengan syarat yang ada

dalam pasal 4 ayat (2) Undang-Undang Perkawinan yaitu “isteri tidak dapat

10 Sayuti Thalib, Hukum Kekeluargaan Indonesia Berlaku Bagi Umat Islam,

(Jakarta: UI-Press, 1986), h.60-61. 11 K. Wantjik Saleh, Hukum Perkawinan Indonesia, h.22.

Page 12: K O N S E N T R A S I P E R A D I L A N A G A M A ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2053/1...K O N S E N T R A S I P E R A D I L A N A G A M A PROGRAM STUDI AHWAL

7

menjalankan kewajibannya sebagai isteri” atau “isteri mendapat cacat

badan atau penyakit yang tidak dapat disembuhkan”

Berdasarkan kasus tersebut, maka penulis tertarik untuk mengetahui

keadaan sebenarnya dalam menyelesaikan perkara tersebut, untuk itu

diperlukan penelitian dan analisa terhadap hasil putusan dari Pengadilan

Agama dalam bentuk skripsi dengan judul “Izin Poligami dengan Alasan

Isteri Mengalami Gangguan Jiwa (Studi Analisis Putusan Perkara Nomor

0284/Pdt.G/2008/PA.JT di Pengadilan Agama Jakarta Timur)”

B. PEMBATASAN DAN PERUMUSAN MASALAH

1. Pembatasan Masalah

Dalam pembahasan skripsi ini penulis memilih putusan Pengadilan

Agama Jakarta Timur sebagai obyek penelitian, mengingat banyaknya

perkara yang diputus oleh Pengadilan Agama tersebut, maka penulis

melakukan pembatasan yakni hanya pada putusan mengenai izin poligami

dengan perkara Nomor: 0284/Pdt.G/2008/PA.JT yang berkaitan dengan

alasan isteri mengalami gangguan jiwa.

Sehubungan dengan beraneka ragamnya alasan yang menjadi latar

belakang untuk melakukan poligami, maka pada pembahasan skripsi ini

penulis membatasi hanya pada alasan yang disebabkan isteri mengalami

gangguan jiwa.

Page 13: K O N S E N T R A S I P E R A D I L A N A G A M A ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2053/1...K O N S E N T R A S I P E R A D I L A N A G A M A PROGRAM STUDI AHWAL

8

2. Perumusan Masalah

Menurut Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan

dan Peraturan lainnya, gangguan jiwa bukan menjadi salah satu alasan

diizinkannya poligami, tetapi pada kenyataannya terdapat kasus di mana

hakim mengabulkan permohonan poligami dengan alasan isteri mengalami

gangguan jiwa.

Rumusan masalah di atas penulis rinci ke dalam bentuk pertanyaan

sebagai berikut:

a. Bagaimana tinjauan Undang-Undang Perkawinan terhadap

perkara izin poligami dengan alasan isteri mengalami gangguan

jiwa?

b. Bagaimana tinjauan fikih terhadap izin poligami dengan alasan

isteri mengalami gangguan jiwa?

c. Apa dasar hukum pertimbangan hakim dalam mengabulkan

permohonan izin poligami karena isteri mengalami gangguan

jiwa?

C. TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN

1. Tujuan Penelitian

Berdasarkan latar belakang dan perumusan masalah yang telah penulis

uraikan di atas, maka tujuan diadakan penelitian ini adalah:

Page 14: K O N S E N T R A S I P E R A D I L A N A G A M A ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2053/1...K O N S E N T R A S I P E R A D I L A N A G A M A PROGRAM STUDI AHWAL

9

a. Untuk mengetahui tinjauan Undang-Undang Perkawinan terhadap

perkara izin poligami dengan alasan isteri mengalami gangguan

jiwa.

b. Untuk mengetahui tinjauan fikih terhadap izin poligami dengan

alasan isteri mengalami gangguan jiwa.

c. Untuk mengetahui dasar hukum pertimbangan hakim dalam

mengabulkan permohonan izin poligami karena isteri mengalami

gangguan jiwa.

2. Manfaat Penelitian

a. Manfaat teoritis : untuk mengembangkan ilmu pengetahuan

mengenai ketentuan izin poligami dalam peraturan Perundang-

Undangan.

b. Manfaat praktis : sebagai bahan referensi bagi praktisi hukum serta

memberikan informasi bagi masyarakat pada umumnya tentang

ketentuan hukum dan perundang-undangan yang mengatur tentang

izin poligami.

Page 15: K O N S E N T R A S I P E R A D I L A N A G A M A ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2053/1...K O N S E N T R A S I P E R A D I L A N A G A M A PROGRAM STUDI AHWAL

10

D. STUDI REVIEW TERDAHULU

No Nama Penulis/

Judul/Tahun Substansi Pembeda

1

Restyaningrum, Izin

Poligami (Kajian

terhadap putusan

Pengadilan Agama

Jakarta Pusat),

Fakultas Syariah

dan Hukum, 1430

H/2009 M

Skripsi ini menjelaskan

pertimbangan hakim

dalam permohonan izin

poligami ditinjau dari

hukum Islam dan

peraturan Perundang-

Undangan.

Di sini alasan yang

digunakan dalam

permohonan izin

poligami adalah

isteri kurang dapat

menjalankan

kewajibannya untuk

memenuhi

kebutuhan biologis

sedangkan penulis

membahas poligami

dengan alasan isteri

mengalami ganguan

jiwa.

2

Ahmad Faozi, izin

poligami “ Kasus

Putusan Pengadilan

Agama Cianjur No:

290/Pdt.G/2008/PA.

Cjr, fakultas Syariah

Skripsi ini menjelaskan

pertimbangan hakim

dalam permohonan izin

poligami ditinjau dari

fiqh dan Hukum Islam

(KHI)

Di sini alasan suami

ingin berpoligami

adalah isteri masih

sehat tetapi kurang

mampu memenuhi

kebutuhan

Page 16: K O N S E N T R A S I P E R A D I L A N A G A M A ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2053/1...K O N S E N T R A S I P E R A D I L A N A G A M A PROGRAM STUDI AHWAL

11

dan Hukum

1430/2009 M

biologisnya.

Sedangkan penulis

mengkaji mengenai

poligami dengan

alasan isteri

mengalami

gangguan jiwa.

E. METODE DAN TEKNIK PENELITIAN

1. Jenis dan Pendekatan Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah

penelitian deskriptif (deskriptif research). Penelitian yang dimaksudkan

untuk mengeksplorasi dan mengklarifikasi suatu fenomena atau kenyataan

sosial dengan cara mendeskripsikan sejumlah varibel yang berkenaan

dengan masalah dan unit yang diteliti12. Sedangkan Pendekatan penelitian

yang digunakan adalah pendekatan kualitatif yaitu prosedur penelitian yang

menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-

orang atau perilaku yang diamati.

Penelitian ini dilakukan untuk memperoleh gambaran yang baik, jelas

dan dapat memberikan data seteliti mungkin tentang obyek yang diteliti.

12 Faisal Sanapiah, Format-Format Penelitian Sosial, Dasar-Dasar dan Aplikasinya, (Jakarta: PT. Rajawali Pers, 2003), cet. ke-6, hlm. 20.

Page 17: K O N S E N T R A S I P E R A D I L A N A G A M A ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2053/1...K O N S E N T R A S I P E R A D I L A N A G A M A PROGRAM STUDI AHWAL

12

2. Data Penelitian

Data yang digunakan dalam skripsi ini terbagi menjadi dua sumber

yaitu data primer yang diperoleh dari lapangan dengan mengadakan tinjauan

langsung pada obyek yang diteliti berupa berkas putusan perkara izin

poligami di Pengadilan Agama Jakarta Timur dan pihak Pengadilan Agama

Jakarta Timur yang memeriksa, menyelesaikan dan memutus perkara

mengenai izin poligami tersebut. Untuk menjelaskan data primer maka

dibutuhkan data-data pendukung atau data sekunder. Data-data sekunder

diperoleh melalui studi pustaka berupa peraturan perundang-undangan,

buku-buku atau kitab-kitab yang memuat ketentuan poligami, kumpulan

tulisan serta lain-lain yang berkaitan dengan penelitian.

Adapun metode pengumpulan data yang dipakai dalam penulisan

skripsi ini adalah:

a. Studi dokumentasi

Metode ini digunakan untuk mengumpulkan data sekunder

mengenai permasalahan yang ada relevansinya dengan obyek yang

diteliti, dengan cara membaca dan menelaah buku literatur,

peraturan perundang-undangan, kumpulan tulisan serta lain-lain

yang berhubungan dengan permasalahan yang dibahas.

b. Interview/wawancara

Wawancara dilakukan untuk mendapatkan data yang dibutuhkan

untuk menjawab semua permasalahan penelitian. Data yang

diperoleh dari wawancara ini akan disinergikan dengan data-data

Page 18: K O N S E N T R A S I P E R A D I L A N A G A M A ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2053/1...K O N S E N T R A S I P E R A D I L A N A G A M A PROGRAM STUDI AHWAL

13

yang diperoleh dari studi dokumentasi. Wawancara akan dilakukan

terhadap hakim Pengadilan Agama Jakarta Timur yang memeriksa,

menyelesaikan dan memutus perkara mengenai izin poligami yang

dimaksud.

3. Tekhnik Pengolahan Data

a. Seleksi data: setelah memperoleh data dan bahan-bahan penelitian

baik melalui studi dokumentasi maupun wawancara, lalu diperiksa

kembali satu persatu agar tidak terjadi kekeliruan.

b. Klasifikasi data: setelah data dan bahan diperiksa lalu

diklasifikasikan dalam bentuk dan jenis tertentu, kemudian diambil

kesimpulan.

4. Analisis Data

Tekhnik analisis yang digunakan adalah content analysist. Dalam hal

ini, penulis mempelajari putusan perkara nomor:

0284/Pdt.G/2008/PA.JT, mengungkapkan pertimbangan hakim dalam

memutuskan perkara tersebut kemudian dipadukan dengan peraturan

perundang-undangan yang menjadi sumber hukum terkait dalam

memutuskan perkara, disimpulkan kemudian digunakan untuk

menjawab permasalahan yang ada.

5. Pedoman Penulisan Skripsi

Tekhnik penulisan skripsi ini berpedoman pada ‘Pedoman Penulisan

Skripsi tahun 2007’ yang diterbitkan oleh Fakultas Syariah dan

Page 19: K O N S E N T R A S I P E R A D I L A N A G A M A ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2053/1...K O N S E N T R A S I P E R A D I L A N A G A M A PROGRAM STUDI AHWAL

14

Hukum UIN Syarif Hidayatullah dengan beberapa pengecualian

sebagai berikut:

a. Dalam daftar pustaka al-Qur’an ditempatkan pada urutan pertama

b. Terjemahan al-Quran dan Hadits ditulis 11/2 spasi walaupun

kurang dari enam baris.

F. SISTEMATIKA PENULISAN

Sistematika digunakan untuk memahami alur pemikiran dalam skripsi

ini, penulis membagi pembahasan menjadi lima bab, di mana antara bab

yang satu dengan bab yang lain saling berkaitan. Masing-masing bab akan

diuraikan lagi menjadi beberapa sub bab. Adapun sistematika penulisan

dalam skripsi ini selengkapnya adalah sebagai berikut:

Bab pertama berisi pendahuluan yang meliputi latar belakang masalah,

identifikasi masalah, maksud dan tujuan penelitian, studi review terdahulu,

metode dan teknik penelitian dan sistematika penulisan.

Bab kedua ini memuat konsep dasar yang berkenaan dengan pokok

masalah yaitu poligami, didalamnya meliputi pengertian dan dasar hukum

poligami, sebab-sebab terjadinya poligami dan juga berisi tentang teori

umum gangguan jiwa yang meliputi pengertian, macam-macamnya dan

pengaruhnya terhadap pemenuhan kewajiban isteri.

Bab ketiga berisi mengenai ketentuan poligami dalam fikih dan dalam

Undang-undang Perkawinan yang meliputi syarat-syarat kebolehan

poligami dan aturan-aturan hukumnya.

Page 20: K O N S E N T R A S I P E R A D I L A N A G A M A ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2053/1...K O N S E N T R A S I P E R A D I L A N A G A M A PROGRAM STUDI AHWAL

15

Bab keempat membahas tentang analisis terhadap putusan perkara di

Pengadilan Agama Jakarta Timur tentang izin poligami yang merupakan

inti pembahasan dalam skripsi ini yakni deskripsi dan analisis yang

meliputi gambaran umum perkara, dasar pertimbangan hakim dalam

memutuskan perkara kemudian analisa penulis terhadap putusan tersebut.

Bab kelima merupakan penutup yang berisi tentang kesimpulan dan saran.

Kesimpulan tersebut diperoleh setelah menganalisis data yang diperoleh

dan merupakan jawaban pada rumusan masalah, sedangkan saran adalah

harapan penulis terhadap jalan keluar pada pokok permasalahan ini.

Page 21: K O N S E N T R A S I P E R A D I L A N A G A M A ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2053/1...K O N S E N T R A S I P E R A D I L A N A G A M A PROGRAM STUDI AHWAL

16

BAB II

POLIGAMI DAN GANGGUAN JIWA

A. Pengertian dan Dasar Hukum Poligami

a. Pengertian

Ada tiga bentuk poligami, yang pertama poligini, yaitu sistem

perkawinan yang membolehkan seorang pria memiliki beberapa wanita

sebagai isterinya di waktu yang bersamaan. Kedua, poliandri yaitu sistem

perkawinan yang membolehkan seorang wanita mempunyai suami lebih dari

satu orang dalam waktu yang bersamaan dan ketiga, poligami yaitu sistem

perkawinan yang salah satu pihak memiliki atau mengawini beberapa lawan

jenisnya dalam waktu yang bersamaan.1

Walaupun dalam pengertian di atas ditemukan kalimat “salah satu

pihak”, akan tetapi istilah perempuan yang mempunyai banyak suami dikenal

dengan poliandri, maka yang dimaksud poligami di sini adalah ikatan

perkawinan seorang suami yang mempunyai beberapa orang isteri sebagai

pasangan hidupnya dalam waktu yang bersamaan. Kata poligami berasal dari

bahasa yunani, poly atau polus yang berarti banyak dan gamein atau gamos

yang berarti kawin atau perkawinan. Jadi secara bahasa, poligami berarti

“suatu perkawinan yang banyak” atau “suatu perkawinan yang lebih dari

seorang”, baik pria maupun wanita. Dalam bahasa Arab poligami dikenal

1 Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai

Pustaka, 2007), Edisi Ketiga, h. 885.

Page 22: K O N S E N T R A S I P E R A D I L A N A G A M A ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2053/1...K O N S E N T R A S I P E R A D I L A N A G A M A PROGRAM STUDI AHWAL

17

dengan istilah Ta’adudu Zaujah yang artinya berbilangnya isteri.2 Adapun

kebalikan dari bentuk perkawinan seperti ini adalah monogami yaitu

perkawinan di mana suami hanya memiliki satu orang isteri.

b. Dasar Hukum

Islam membolehkan poligami berdasarkan Firman Allah SWT

÷βÎ)uρ ÷Λäø�Åz āωr& (#θ äÜÅ¡ø)è? ’Îû 4‘uΚ≈ tGu‹ ø9$# (#θ ßsÅ3Ρ$$ sù $tΒ z>$ sÛ Νä3s9 zÏiΒ Ï !$ |¡ÏiΨ9$# 4 o_ ÷WtΒ

y]≈ n=èOuρ yì≈ t/â‘uρ ( ÷βÎ*sù óΟ çF ø�Åz āωr& (#θ ä9ω÷ès? ¸οy‰Ïn≡ uθ sù ÷ρr& $ tΒ ôM s3n=tΒ öΝä3ãΨ≈ yϑ÷ƒ r& 4 y7 Ï9≡sŒ

#’ oΤ÷Šr& āωr& (#θä9θ ãès? )٣: النساء(

Artinya : “Dan jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil

terhadap (hak-hak) perempuan yang yatim (bilamana kamu mengawininya),

Maka kawinilah wanita-wanita (lain) yang kamu senangi : dua, tiga atau

empat. Kemudian jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil, Maka

(kawinilah) seorang saja, atau budak-budak yang kamu miliki. yang demikian

itu adalah lebih dekat kepada tidak berbuat aniaya”. (QS. An-Nisa:3)

Ayat tersebut diturunkan segera setelah perang Uhud usai (3H/628M),

ketika itu laki-laki muslim banyak berguguran di medan perang. Tujuannya

adalah untuk melindungi kaum perempuan dan anak-anak yatim yang

ditinggal wafat oleh suami dan ayah yang merawat mereka serta memelihara

mereka dari perbuatan yang tidak diinginkan. Pada saat itu para pengasuh

2 Abdul Aziz Dahlan, dkk, Ensiklopedi Islam, (Jakarta: PT. Ichtiar Baru Van Hoeve,

1999), cet.ke-5, h.107.

Page 23: K O N S E N T R A S I P E R A D I L A N A G A M A ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2053/1...K O N S E N T R A S I P E R A D I L A N A G A M A PROGRAM STUDI AHWAL

18

anak yatim mengawini anak-anak yang mereka asuh bukan karena

menyayangi atau mencintai anak yatim tersebut, melainkan hanya tertarik

pada kecantikan atau harta mereka, inilah yang memicu para pengasuh anak

yatim tidak dapat berlaku adil kepada mereka (anak yatim). Maka itulah

Allah SWT membolehkan untuk mengawini mereka, tetapi jika merasa takut

akan menelantarkan mereka dan tidak sanggup memelihara harta anak yatim

tersebut, maka dibolehkan mencari perempuan lain untuk dikawini sampai

empat orang.3

Dalam ringkasan Ibnu Katsir dikatakan bahwa maksud dari “Apabila

kamu takut tidak akan dapat berlaku adil…” adalah jika ada perempuan

yatim dalam perlindunganmu dan kamu khawatir tidak dapat memberinya

mahar yang memadai maka beralihlah kepada wanita lainnya, sebab wanita

lain juga masih banyak dan Allah tidak mempersulitnya. Sedangkan “dua,

tiga atau empat” nikahilah wanita yang kamu kehendaki selain anak yatim.

Jika kamu mau nikahilah dua, tiga atau empat. Sunnah Rasulullah SAW yang

menerangkan informasi dari Allah SWT menunjukkan bahwa seorangpun

tidak boleh selain Rasulullah SAW, menikahi lebih dari empat orang wanita,

sebab yang demikian itu merupakan kekhususan untuk Rasulullah SAW.4

Imam Asy-Syafi’i berkata, “sunnah Rasulullah SAW yang

memberikan penjelasan dari Allah menunjukkan bahwa tidak diperbolehkan

3 Ensiklopedi Hukum Islam, (Jakarta: PT. Ichtiar Baru Van Voeve, 1999), jilid I,

cet.ke-3, h.1187.

4 Muhammad Nasib Ar-Rifai, Kemudahan dari Allah: Ringkasasan Tafsir Ibnu Katsir, Penerjemah Syihabuddin, (Jakarta: Gema Insani Press, 1999), cet-1, h. 649.

Page 24: K O N S E N T R A S I P E R A D I L A N A G A M A ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2053/1...K O N S E N T R A S I P E R A D I L A N A G A M A PROGRAM STUDI AHWAL

19

bagi seseorang selain Rasulullah untuk menghimpun lebih dari empat isteri”.

Pendapat yang dikemukakan oleh Asy-Syafi’i ini telah disepakati oleh para

ulama kecuali pendapat dari sebagian penganut Syi’ah yang menyatakan

bolehnya menggabung isteri lebih dari empat hingga sembilan orang. Bahkan

sebagian mereka berpendapat tanpa batas.5

Menurut Quraish Shihab ayat poligami ini tidak membuat peraturan

baru tentang poligami karena poligami telah dikenal dan dilaksanakan oleh

penganut berbagai syari’at agama serta adat-istiadat masyarakat sebelum

turunnya ayat ini. Ayat ini tidak juga menganjurkan apalagi mewajibkan

poligami, tetapi ia hanya berbicara tentang bolehnya poligami dan itupun

merupakan pintu kecil yang hanya dapat dilalui oleh siapa yang sangat amat

membutuhkan dan dengan syarat yang tidak ringan.6

s9uρ (#þθãè‹ ÏÜtF ó¡n@ βr& (#θ ä9ω÷ès? t ÷ t/ Ï !$ |¡ÏiΨ9$# öθ s9uρ öΝçF ô¹t� ym ( Ÿξ sù (#θ è=ŠÏϑs? ¨≅ à2

È≅øŠyϑø9$# $ yδρâ‘x‹ tGsù Ïπ s)‾=yèßϑø9$$ x. 4 βÎ)uρ (#θ ßsÎ=óÁ è? (#θ à)−Gs?uρ �χ Î*sù ©! $# tβ%x. #Y‘θ à�xî

$VϑŠÏm§‘)١٢٩: النسا(

Artinya : “Dan kamu sekali-kali tidak akan dapat berlaku adil di

antara isteri-isteri(mu), walaupun kamu sangat ingin berbuat demikian,

5

Hartono Ahmad Jaiz, Wanita Antara Jodoh, Poligami dan Perselingkuhan, (Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2007), h. 144-145.

6 Setiawan Budi Utomo, Fiqh Aktual: Jawaban Tuntas Masalah Kontemporer, (Jakarta: Gema Insani Press, 2003), cet-1, h. 270.

Page 25: K O N S E N T R A S I P E R A D I L A N A G A M A ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2053/1...K O N S E N T R A S I P E R A D I L A N A G A M A PROGRAM STUDI AHWAL

20

Karena itu janganlah kamu terlalu cenderung (kepada yang kamu cintai),

sehingga kamu biarkan yang lain terkatung-katung. dan jika kamu

mengadakan perbaikan dan memelihara diri (dari kecurangan), Maka

Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang”. (QS. An-

Nisa:129)

Firman Allah Ta’ala “dan sekali-kali tidak akan dapat berlaku

adil…” menurut penafsiran Ibnu Abbas dan sejumlah tabi’in, bahwa manusia

tidak akan mampu berlaku secara sama terhadap isteri-isterinya dalam segala

aspek walaupun gambaran lahiriahnya sama, misalnya setiap isteri mendapat

giliran satu malam untuk masing-masing, pastilah hal itu mengandung

perbedaan dalam hal cinta, syahwat dan jimak.7

Quraish Shihab menafsirkan, ayat ini memberikan kelonggaran

kepada para suami sehingga keadilan yang dituntut bukanlah keadilan mutlak.

Ditegaskan juga bahwa para suami sekali-kali tidak akan dapat berlaku adil,

yakni tidak dapat mewujudkan dalam hatinya secara terus-menerus, keadilan

dalam hal cinta di antara isteri-isteri, walaupun sangat ingin berbuat demikian,

karena cinta di luar kemampuan manusia untuk mengaturnya, karena itu

berbuat adillah sekuat kemampuan yakni dalam hal-hal yang bersifat material

dan kalaupun hati lebih mencintai salah seorang di antara mereka (isteri),

maka sedapat mungkin suami mengatur perasaan, sehingga tidak terlalu

cenderung kepada isteri yang lebih dicintai, dan membiarkan isteri yang lain

terkatung-katung, sehingga tidak merasa dilakukan sebagai isteri dan tidak

7 Muhammad Nasib Ar-Rifai, Kemudahan dari Allah: Ringkasasan Tafsir Ibnu Katsir, h. 813.

Page 26: K O N S E N T R A S I P E R A D I L A N A G A M A ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2053/1...K O N S E N T R A S I P E R A D I L A N A G A M A PROGRAM STUDI AHWAL

21

juga dicerai. Jika suami setiap saat berkesinambungan mengadakan perbaikan

dengan menegakkan keadilan yang diperintahkan Allah dan bertakwa, yakni

menghindari aneka kecurangan serta memelihara diri dari segala dampak

buruk, maka Allah akan mengampuni pelanggaran-pelanggaran kecil yang dia

lakukan, karena sesungguhnya Allah selalu Maha Pengampun lagi Maha

Penyayang.8

Selain terdapat dalam Al-Qur’an, ketentuan poligami juga terdapat

dalam hadits Nabi, salah satunya mengenai batas jumlah isteri adalah sampai

empat orang saja.

نا علم س ناب عيضي هعنه اهللا ر ان النغي نة ابلمس لماس و له شرع ةوسن

نلمفاس هعفا مهرم لى النبياهللا ص هليع و لمس ان تخيير ننها معبار

)9ىوترمذ حمدا هارو(

Artinya : “Dari Salim dari ayahnya RA bahwasannya Ghailan binti

Salamah masuk Islam sedang ia mempunyai sepuluh orang isteri dan mereka

pun masuk Islam bersamanya maka Nabi SAW menyuruh agar ia memilih

empat orang dari isteri-isterinya.”

8 M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah: Pesan, Kesan dan Keserasian Al-Qur’an,

(Ciputat: Lentera Hati, 2000), cet-1, h. 581.

9 Muhammad bin Ismail Shan’ani, Subulu al-Salam, al-Maram min Jami’adillah al-Hakam, (Kairo: Dar Ibnu Jauziyah, 2008), juz 6, h. 66.

Page 27: K O N S E N T R A S I P E R A D I L A N A G A M A ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2053/1...K O N S E N T R A S I P E R A D I L A N A G A M A PROGRAM STUDI AHWAL

22

B. Sebab-Sebab Terjadinya Poligami

Ketika poligami telah menjadi suatu pilihan maka sudah dipastikan

adanya beberapa hal yang menyebabkan poligami tersebut dilakukan. Hal-hal

umum yang menyebabkan timbulnya poligami adalah sebagai berikut10:

1. Isteri mandul, kadang-kadang wanita tidak sanggup memenuhi kebutuhan

hidup suami isteri, karena dia mandul atau tidak bisa melahirkan anak

sehingga tidak bisa memberikan keturunan. Dalam situasi seperti ini,

poligami akan lebih dapat diterima daripada suami menceraikan isteri

tersebut dan mencari wanita lain. Dengan demikian, isteri yang mandul

tersebut tetap menjadi isteri yang sah dan tetap berada dalam pemeliharaan

suami sehingga terpenuhi hak-haknya sebagai isteri.

2. Adanya keinginan seorang laki-laki untuk menikah lagi dengan wanita lain

karena isteri terkena penyakit kronis yang lama sembuhnya atau penyakit

menular sehingga tidak dapat memenuhi kewajibannya sebagai seorang

isteri. Dalam kasus ini, poligami jauh lebih baik daripada menceraikan

isteri yang sedang sakit dan sangat membutuhkan perlindungan serta

pertolongan dari suaminya itu. Hal ini juga akan lebih bisa diterima

daripada laki-laki tersebut memiliki “affair” dengan wanita lain di luar

ikatan perkawinan.

10 Haifaa A. Jawad, Otentisitas Hak-Hak Perempuan Perspektif Islam atas

Kesetaraan Jender, h. 157-158. Lihat juga Abuttawab Haikal, Rahasia Perkawinan Rasulullah dalam Islam VS Monogami Barat, (Jakarta: CV Pedoman Ilmu Jaya, 1993), cet-1, h. 57-64, Lihat juga Abdul Natsir Taufiq al-Atthar, Polygamy dan Eksisistensinya, (Bekasi: LIPP Riyadhus Sholihin, 2004), h. 25-37.

Page 28: K O N S E N T R A S I P E R A D I L A N A G A M A ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2053/1...K O N S E N T R A S I P E R A D I L A N A G A M A PROGRAM STUDI AHWAL

23

3. Sebagai kebutuhan sosial, ketika jumlah kaum perempuan melebihi jumlah

kaum laki-laki sebagai akibat dari suatu perang. Karena bukan hanya

banyak wanita yang kehilangan suaminya tetapi juga banyak anak yatim

yang membutuhkan kehadiran seorang ayah. Atau banyaknya jumlah

wanita yang tidak menikah, janda dan wanita-wanita yang diceraikan

suaminya sehingga menyebabkan terjadinya semacam kekosongan hidup

berkeluarga dikalangan sejumlah besar kaum wanita. Dan kekosongan ini

mengakibatkan ekses-ekses yang membahayakan, yang kadang-kadang

menjurus kepada merosotnya moral masyarakat secara merata.

4. Adanya suatu sebab yang bersifat ekonomis, seperti yang terdapat pada

masyarakat yang agraris sifatnya, maka kebutuhan untuk mempunyai

banyak isteri dan banyak anak lebih membantu dalam usaha memperoleh

pendapatan demi memenuhi kebutuhan hidup suatu keluarga.

5. Sebab-sebab yang ada pada laki-laki itu sendiri, misalnya ia seorang yang

mempunyai kemauan seksual yang sangat kuat sehingga tidak cukup

hanya seorang isteri, ataupun dua orang isteri. Maka ia memilih poligami

karena dianggap dapat menjaganya agar tidak terjerumus dalam kesesatan

dan beberapa malapetaka yang akan timbul darinya untuk menimpa diri,

keluarga dan masyarakatnya. Atau ia seorang yang mempunyai keinginan

yang sangat besar untuk memperbanyak keturunan dan ia sanggup serta

mampu memenuhi kebutuhan dan pendidikan mereka.

Sebagaimana sebab-sebab poligami yang disebutkan di atas maka

semuanya itu merupakan suatu kemungkinan yang tidak aneh. Poligami

Page 29: K O N S E N T R A S I P E R A D I L A N A G A M A ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2053/1...K O N S E N T R A S I P E R A D I L A N A G A M A PROGRAM STUDI AHWAL

24

ketika itu adalah jalan yang ideal, tetapi sekali perlu diingat bahwa ini bukan

seperti anjuran apalagi kewajiban kerena semuanya diserahkan menurut

pertimbangan masing-masing. Al-Qur’an hanya memberi wadah bagi mereka

yang menginginkannya, masih banyak kondisi-kondisi selain yang disebut ini,

yang juga merupakan syarat yang tidak ringan.11

C. Teori Umum Gangguan Jiwa

Gangguan jiwa adalah kumpulan dari keadaan-keadaan yang tidak

normal, baik yang berhubungan dengan fisik, maupun dengan mental.

Keabnormalan tersebut tidak disebabkan oleh sakit atau rusaknya bagian-

bagian anggota badan, meskipun kadang-kadang gejalanya terlihat pada fisik.

Keabnormalan dapat dibagi atas dua golongan yaitu: gangguan jiwa (neurose)

dan sakit jiwa (psychose).12

Menurut Zakiah Daradjat terdapat perbedaan antara neurose dan

psychose yaitu orang yang kena neurose masih mengetahui dan merasakan

kesukarannya, sebaliknya yang kena psychose tidak. Di samping itu orang

yang kena neurose kepribadiannya tidak jauh dari realitas, sedangkan orang

yang kena psychose, kepribadiannya dari segala segi (tanggapan, perasaan

atau emosi dan dorongan-dorongannya) sangat terganggu, tidak ada integritas

dan ia hidup jauh dari alam kenyataan. Neurose merupakan gangguan

kepribadian yang ringan sebagai akibat ketegangan psikis karena terjadi

11 M. Quraish Shihab, Wawasan Al-Qur’an: Tafsir Maudhu’i atas Pelbagai

Persoalan Umat, h. 199.

12 Tristiadi Ardi Ardani, Psikiatri Islam, (Malang: UIN-MALANG, 2008), h. 45.

Page 30: K O N S E N T R A S I P E R A D I L A N A G A M A ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2053/1...K O N S E N T R A S I P E R A D I L A N A G A M A PROGRAM STUDI AHWAL

25

konflik terus-menerus dalam pribadi orang yang bersangkutan. Contoh dari

beberapa jenis gangguan jiwa (neurose) di antaranya sebagai berikut13 :

1) Neurasthenia

Penyakit Neurasthenia adalah penyakit yang membuat penderitanya

merasa payah. Penderita tidak sanggup berfikir tentang sesuatu persoalan,

sukar mengingat dan memusatkan perhatian. Ia juga apatis, acuh tak acuh

terhadap persoalan luar karena ia merasa seolah-olah akan ambruk saja

sewaktu-waktu, sangat sensitif terhadap cahaya dan suara sehingga detik

jam bisa menyebabkan tidak bisa tidur. Sebab terpenting dari penyakit

Neurasthenia adalah ketidaktenangan jiwa, kegelisahan, tekanan,

pertentangan batin dan persaingan.

2) Hysteria

Seperti gangguan jiwa lainnya hysteria juga terjadi akibat

ketidakmampuan seseorang menghadapi kesukaran-kesukaran, tekanan

perasaan, kegelisahan, kecemasan dan pertentangan batin. Dalam

menghadapi kesukaran itu orang tidak mampu menghadapinya dengan

cara yang wajar, lalu melepaskan tanggung jawab dan lari secara tidak

sadar kepada gejala-gejala hysteria yang tidak wajar.

13 Zakiah Daradjat, Kesehatan Mental, (Jakarta: PT. Gunung Agung, 1985), h. 33-

50.

Page 31: K O N S E N T R A S I P E R A D I L A N A G A M A ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2053/1...K O N S E N T R A S I P E R A D I L A N A G A M A PROGRAM STUDI AHWAL

26

3) Psychastenia

Gangguan jiwa yang bersifat paksaan, yang berarti kurangnya kemampuan

jiwa untuk tetap dalam integrasi yang normal. Gangguan ini memiliki

beberapa bentuk yaitu phobia, obsesi dan kompulsi.

4) Psychopath

Psychopath ialah apabila penderita mempunyai kepribadian menyimpang

sehingga selalu bertentangan dengan dunia luar dan dirinya sendiri. Dalam

bahasa jawa penyakit semacam ini disebut gendeng. Macam Psychopath

yang kini banyak terdapat dalam masyarakat ialah insania moralis. In yaitu

tidak, sania yaitu sehat, moralis yaitu akhlaq, insania moralis adalah tidak

sehat akhlaqnya. Penderita tidak dapat mengendalikan nafsunya dan

penyakit ini dinamai sesuai nafsunya. Misalnya tidak dapat menahan nafsu

untuk menyiksa atau membunuh disebut sadisme. Pada saat ini sadisme

sedang merajalela di dalam masyarakat Indonesia. Perlu dicatat, meskipun

penyakit jiwa tetapi para psychopat dapat dikenai hukuman.14

Sedangkan psychose adalah gangguan jiwa yang bersifat menyeluruh

atau gangguan jiwa berat yang meliputi seluruh kepribadian penderita,

sehingga kehilangan orientasi terhadap lingkungannya, bahkan penderita

tidak dapat memahami tingkah lakunya sendiri (terjadi disorientasi pikiran,

gangguan dalam emosionalitas, disorientasi waktu, ruang dan orang).15

14 Su’dan R.H, Al Qur’an dan Panduan Kesehatan Masyarakat, (Jakarta: Dana

Bhakti Prima Yasa, 1997), h. 93.

15 Henry Narendrany Hidayati dan Andi Yudiantoro, Psikologi Agama, (Jakarta: UIN Jakarta Press, 2007), h. 168.

Page 32: K O N S E N T R A S I P E R A D I L A N A G A M A ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2053/1...K O N S E N T R A S I P E R A D I L A N A G A M A PROGRAM STUDI AHWAL

27

Adapun ciri-ciri dari psychose ini adalah:16

1. Delusi atau waham yaitu timbulnya suatu fantasi atau khayalan yang

diyakini penderita sebagai kenyataan. Contoh: merasa dirinya diawasi,

diejek atau dimusuhi.

2. Halusinasi: penderita seolah-olah mendengar, mencium atau melihat

sesuatu yang sebenarnya tidak ada. Ia seakan-akan mendengar orang lain

membicarakannya atau melihat sesuatu yang menakutkannya.

3. Tidak dapat berkomunikasi seperti biasanya, contoh: tidak mampu

mengurus rumah tangga, bekerja dan bergaul dalam masyarakat.

4. Tidak menyadari bahwa dirinya menderita gangguan jiwa (lack of illness

insight).

Kemudian terdapat dua macam faktor penyebab penyakit jiwa

(psychose), yaitu17:

Pertama, yang disebabkan pada kerusakan pada anggota tubuh

misalnya otak, saraf pusat atau hilangnya kemampuan berbagai kelenjar,

saraf-saraf atau anggota fisik lainnya untuk menjalankan tugasnya. Hal ini

mungkin disebabkan oleh keracunan akibat minuman keras, obat-obat

perangsang atau narkotik atau karena penyakit kotor dan lain-lain.

Kedua, disebabkan oleh gangguan-gangguan jiwa yang telah berlarut-

larut sehingga mencapai puncaknya tanpa suatu penyelesaian yang wajar.

16 Syidat Zubair, Gangguan Jiwa (Mental Disorder), artikel diakses 19 Maret 2010,

dari http://medicblueprint.blogspot.com/2009/06/gangguan-jiwa-mental-disorder.html.

17 Tristiadi Ardi Ardani, Psikiatri Islam, h. 56.

Page 33: K O N S E N T R A S I P E R A D I L A N A G A M A ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2053/1...K O N S E N T R A S I P E R A D I L A N A G A M A PROGRAM STUDI AHWAL

28

Dapat pula disebabkan hilangnya keseimbangan mental secara menyeluruh

akibat suasana lingkungan yang sangat menekan dan adanya ketegangan batin.

Di antara penyakit jiwa yang terkenal salah satunya adalah schizophrenia.

Mengingat kasus yang diangkat penulis dalam penulisan skripsi ini

adalah permohonan izin poligami yang dilakukan seseorang dengan alasan

isteri mengalami sejenis penyakit gangguan jiwa yaitu schizophrenia, maka

penjelasan mengenai penyakit ini sedikit lebih luas.

Skizofrenia (schizophrenia) merupakan gangguan psikosis atau

psikotik yang ditandai terutama oleh distorsi-distorsi mengenai realitas, juga

sering terlihat adanya perilaku menarik diri dari interaksi sosial, serta

disorganisasi dan fragmentasi dalam hal persepsi, pikiran dan kognisi. Pada

suatu saat, orang-orang dengan skizofrenia berpikir dan berkomunikasi

dengan sangat jelas, memiliki pandangan yang tepat atas realitas, dan

berfungsi secara baik dalam kehidupan sehari-hari. Pada saat yang lain,

pemikiran dan kata-kata mereka terbalik-balik, mereka kehilangan sentuhan

dengan realita, dan mereka tidak mampu memelihara diri mereka sendiri,

bahkan dalam banyak cara yang mendasar.18

Skizofrenia menyentuh setiap aspek kehidupan dari orang yang

terkena. Episode akut dari skizofrenia ditandai dengan waham, halusinansi,

pikiran yang tidak logis, pembicaraan yang tidak koheren, dan perilaku aneh.

Di antara episode-episode akut, orang yang mengalami skizofrenia mungkin

tetap tidak dapat berfikir secara jernih dan mungkin kehilangan respon

18 Sutardjo A. Wiramihardja, Pengantar Psikologi Abnormal, (Bandung: PT. Refika Aditama, 2005), h. 134.

Page 34: K O N S E N T R A S I P E R A D I L A N A G A M A ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2053/1...K O N S E N T R A S I P E R A D I L A N A G A M A PROGRAM STUDI AHWAL

29

emosional yang sesuai terhadap orang-orang dan peristiwa-peristiwa dalam

hidupnya. Mereka mungkin berbicara dengan nada yang mendatar dan

menunjukkan sedikit (jika ada) ekspresi.19

Schizophrenia adalah penyakit jiwa yang paling banyak terjadi

dibandingkan dengan penyakit jiwa lainnya. Skizofrenia juga merupakan

gangguan mental yang cukup luas yang dialami di Indonesia, di mana sekitar

99% pasien di rumah sakit jiwa di Indonesia adalah penderita skizofrenia.

Skizofrenia tidak hanya menimbulkan penderitaan bagi individu penderitanya,

tapi juga bagi orang-orang yang terdekat kepadanya. Biasanya keluargalah

yang paling terkena dampak dari hadirnya skizofrenia di keluarga mereka.20

Sampai sekarang belum diketahui dengan pasti apa sesungguhnya

yang menimbulkan penyakit Schizophrenia itu. Ada yang berpendapat karena

keturunan atau kerusakan kelenjar-kelenjar tertentu dari tubuh mulai

menyerang setelah orang menghadapi satu peristiwa yang menekan, yang

akibatnya muncul penyakit yang mungkin tersembunyi di dalam diri orang

itu.21

Demikianlah antara lain gejala-gejala gangguan dan penyakit jiwa

yang membuktikan betapa besar akibatnya bila terganggunya kesehatan

mental seseorang, yang akan menghilangkan kebahagiaan dan ketenangan

hidupnya.

19 Jeffrey S. Nevid, dkk, Psikologi Abnormal, judul asli: Abnormal Psychology in a Changing World, Alih bahasa: Tim Fakultas Psikologi UI, (Jakarta: Erlangga, 2005), jilid 2, h. 103

20 Iman Setiadi Arif, Skizofrenia: Memahami Dinamika Keluarga Pasien, (Bandung: PT. Rafika Aditama, 2006), cet-1, h. 4.

21 Tristiadi Ardi Ardani, Psikiatri Islam, h. 57.

Page 35: K O N S E N T R A S I P E R A D I L A N A G A M A ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2053/1...K O N S E N T R A S I P E R A D I L A N A G A M A PROGRAM STUDI AHWAL

30

D. Pengaruh Gangguan Jiwa terhadap Kewajiban sebagai Isteri

Seseorang yang mengalami kesehatan mental yang buruk berbeda

dalam hal tingkat kesehatan dibandingkan dengan seseorang yang memiliki

kesehatan mental yang baik. Pada orang yang mengalami kesehatan mental

yang buruk, perasaan-perasaaan bersalah kadang-kadang menguasainya,

kecemasan-kecemasan tidak produktif sangat mengancamnya. Ia biasanya

tidak mampu menangani krisis-krisis dengan baik dan ketidakmampuan ini

mengurangi kepercayaan dan harga dirinya. Terkadang ancaman-ancaman

dari dalam dan dari luar begitu kuat sehingga ia mengembangkan gangguan

tingkah laku.22

Para ahli psikologi Eropa mengatakan bahwa segala sesuatu harus

dilihat dari pangkal atau yang melandasi tingkah laku, yaitu jiwanya (psyche).

Kalau jiwanya rusak, maka perilakunya pun terganggu, sebaliknya kalau

perilakunya rusak maka pasti kerusakan itu hanya akibat dari jiwanya yang

kacau.23

Gangguan kesehatan jiwa dapat mempengaruhi perasaan, fikiran,

tingkah laku dan kesehatan tubuh. Pengaruh terhadap perasaan misalnya

berupa cemas, takut, iri, dengki dan lain sebagainya. Juga sedih tak beralasan,

bimbang, marah oleh hal-hal remeh, merasa diri rendah dan sebagainya.

Demikian pula sombong, tertekan, pesimis, putus asa dan apatis. Pengaruh

terhadap fikiran misalnya berupa kemampuan berfikir berkurang, sukar

22 Yustinus Semiun, Kesehatan Mental 1, Yogyakarta: Kanisius, 2006), h. 10.

23 Sutardjo A. Wiramihardja, Pengantar Psikologi Abnormal, h. 58.

Page 36: K O N S E N T R A S I P E R A D I L A N A G A M A ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2053/1...K O N S E N T R A S I P E R A D I L A N A G A M A PROGRAM STUDI AHWAL

31

memusatkan fikiran, mudah lupa, tidak dapat melanjutkan rencana dan

sebagainya.24

Sedangkan pengaruh terhadap perbuatan misalnya menganiaya diri

atau menyakiti orang atau hatinya dan berbagai kelakuan yang menyimpang,

perbuatan ini disebabkan oleh ketidakharmonisan fungsi-fungsi jiwa yaitu

tidak ada keserasian dan kerjasama antara pikiran, perasaaan dan sikap jiwa

manusia. Terakhir, pengaruh terhadap kesehatan tubuh, penyakit ini

dinamakan psychosomatic yaitu kesehatan mental dapat menentukan

kesehatan tubuh. Jika jiwa berada dalam kondisi kurang normal seperti cemas,

gelisah, takut, putus asa dan lain-lain maka dapat menimbulkan terjadinya

gangguan pada organ-organ tubuh seperti gangguan pada jantung, lambung,

kadar gula, tekanan darah dan lain-lain. Begitu pula sebaliknya, jika jiwa

dalam kondisi normal maka badan juga sehat.25

Apabila gangguan jiwa dialami oleh salah satu anggota keluarga,

dalam kasus ini yaitu isteri, maka akan berpengaruh terhadap keharmonisan

antar anggota keluarga, terutama dalam hubungan suami isteri. Karena isteri

yang mengalami gangguan jiwa, dalam hal ini Schizophrenia, secara umum

tidak mampu menjalankan kewajibannya secara total seperti ketika dia dalam

keadaan sehat baik fisik maupun mental. Hal seperti ini jika tidak dihadapi

dengan bijaksana maka akan menimbulkan konflik yang berakibat fatal

terhadap kehidupan keluarga selanjutnya.

24 Su’dan R.H, Al Qur’an dan Panduan Kesehatan Masyarakat, h. 100.

25 Henry Narendrany Hidayati dan Andi Yudiantoro, Psikologi Agama, h. 155-156.

Page 37: K O N S E N T R A S I P E R A D I L A N A G A M A ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2053/1...K O N S E N T R A S I P E R A D I L A N A G A M A PROGRAM STUDI AHWAL

32

Dalam hubungan suami isteri, seorang suami mempunyai hak dan

begitu pula isteri mempunyai hak. Di balik itu suami mempunyai beberapa

kewajiban dan begitu pula si isteri mempunyai beberapa kewajiban. Adanya

hak dan kewajiban antara suami isteri dalam kehidupan rumah tangga itu

dapat dilihat dalam beberapa ayat al-Qur’an, umpamanya pada surat al-

Baqarah ayat 228:

.... £ åκçJs9θ ãèç/uρ ‘,ymr& £ ÏδÏjŠt� Î/ ’Îû y7Ï9≡ sŒ ÷βÎ) (#ÿρߊ#u‘r& $ [s≈n=ô¹Î) 4 £çλ m; uρ ã≅ ÷WÏΒ “Ï%©!$#

£Íκö� n=tã Å∃ρá�÷èpR ùQ $$Î/ 4 ÉΑ$ y_Ìh�=Ï9uρ £ Íκö� n=tã ×πy_u‘yŠ 3 ª! $#uρ  Í•tã îΛ Å3ym )٢٢٨: البقرة(

Artinya : “…. dan para suami mereka lebih berhak kembali kepada

mereka dalam (masa) itu, jika mereka menghendaki perbaikan. Dan para

wanita mempunyai hak yang seimbang dengan kewajibannya menurut cara

yang ma'ruf. Akan tetapi para suami, mempunyai satu tingkatan kelebihan

daripada isterinya dan Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana” (QS. al-

Baqarah:228)

Ayat ini menjelaskan bahwa isteri mempunyai hak dan juga

mempunyai kewajiban. Kewajiban isteri merupakan hak bagi suami. Hak

isteri semisal hak suami yang dikatakan dalam ayat ini mengandung arti hak

dan kedudukan isteri semisal atau setara atau seimbang dengan hak dan

kedudukan suami. Meskipun demikian, suami mempunyai kedudukan

Page 38: K O N S E N T R A S I P E R A D I L A N A G A M A ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2053/1...K O N S E N T R A S I P E R A D I L A N A G A M A PROGRAM STUDI AHWAL

33

setingkat lebih tinggi yaitu sebagai kepala keluarga sebagaimana diisyaratkan

oleh ujung ayat tersebut di atas.26

Ketika perempuan menyatakan bersedia untuk menikah, dia yakin

bahwa dia akan mendapatkan perlindungan dan pembelaan dari laki-laki yang

akan menjadi suaminya nanti, tetapi bukan hanya perempuan saja yang

membutuhkan perlindungan, laki-laki juga membutuhkannya. Dalam

kehidupan rumah tangga nanti, bukan saja pada waktu suami sakit, tetapi

suami juga membutuhkan bantuan dan perlindungan isterinya pada saat ia

menghadapi aneka kesulitan dalam pekerjaannya. Di sini, suami

membutuhkan dukungan dan kasih sayang dari isteri yang dapat menjadi

perisai kesulitan yang ia hadapi. Sekaligus pendorong untuk mencapai sukses

dalam segala perjuangannya, ia juga memerlukan ketenangan lahir dan batin

yang seharusnya ia peroleh dalam rumah tangganya.27

Kewajiban isteri sebenarnya sebagai konsekuensi logis dari hak yang

diterimanya dari suami. Kewajiban isteri kepada suami mempunyai kaitan

yang tak terpisahkan dengan kewajiban suami terhadap isteri. Di antara

kewajiban isteri terhadap suami adalah28:

26 Amir Syarifudin, Hukum Perkawinan Islam di Indonesia Antara Fiqih Munakahat

dan Undang-Undang Perkawinan, (Jakarta: Prenada Media, 2006), h. 159.

27 M. Quraish Shihab, Perempuan: dari Cinta Sampai Seks, dari Nikah Mut’ah Sampai Nikah Sunnah, dari Bias Lama Sampai Bias Baru, (Jakarta: Lentera Hati, 2005), cet.ke-4, h. 129.

28 Abdul Qadir Djaelani, Keluarga Sakinah, (Surabaya: PT. Bina Ilmu, 1995), h.

143-158.

Page 39: K O N S E N T R A S I P E R A D I L A N A G A M A ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2053/1...K O N S E N T R A S I P E R A D I L A N A G A M A PROGRAM STUDI AHWAL

34

1. Taat kepada Allah SWT dan suami

Kewajiban seorang isteri untuk taat kepada Allah dan taat kepada suami,

antara lain tertuang dalam firman Allah SWT:

ãΑ%y Ìh�9$# šχθãΒ≡ §θs% ’ n? tã Ï !$ |¡ÏiΨ9$# $ yϑÎ/ Ÿ≅āÒ sù ª!$# óΟßγ ŸÒ ÷èt/ 4’n? tã <Ù÷èt/ !$ yϑÎ/uρ

(#θ à)x�Ρr& ô ÏΒ öΝÎγ Ï9≡uθ øΒ r& 4 àM≈ysÎ=≈ ¢Á9$$ sù ìM≈ tGÏΖ≈ s% ×M≈ sàÏ�≈ ym É=ø‹ tóù=Ïj9 $ yϑÎ/ xáÏ�ym

ª!$# 4 ÉL≈ ©9$#uρ tβθ èù$ sƒrB �∅èδ y—θà±èΣ �∅èδθÝà Ïèsù £èδρã� àf÷δ $#uρ ’Îû ÆìÅ_$ŸÒ yϑø9$#

£èδθç/Î�ôÑ $#uρ ( ÷βÎ*sù öΝà6 uΖ÷èsÛr& Ÿξsù (#θäóö7 s? £Íκö� n=tã ¸ξ‹ Î6y™ 3 ¨βÎ) ©! $# šχ%x. $ wŠÎ=tã

#Z�� Î6Ÿ2 )٣٤:ءالنسا(

Artinya : "Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh

Karena Allah Telah melebihkan sebahagian mereka (laki-laki) atas

sebahagian yang lain (wanita), dan Karena mereka (laki-laki) Telah

menafkahkan sebagian dari harta mereka. sebab itu Maka wanita yang

saleh, ialah yang taat kepada Allah lagi memelihara diri ketika suaminya

tidak ada, oleh Karena Allah Telah memelihara (mereka). wanita-wanita

yang kamu khawatirkan nusyuznya, Maka nasehatilah mereka dan

pisahkanlah mereka di tempat tidur mereka, dan pukullah mereka.

Kemudian jika mereka mentaatimu, Maka janganlah kamu mencari-cari

jalan untuk menyusahkannya. Sesungguhnya Allah Maha Tinggi lagi

Maha besar." (An-Nisa:34)

Page 40: K O N S E N T R A S I P E R A D I L A N A G A M A ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2053/1...K O N S E N T R A S I P E R A D I L A N A G A M A PROGRAM STUDI AHWAL

35

Wanita yang baik yaitu wanita yang taat kepada Allah dan suaminya,

yang senantiasa menunaikan hak-hak suaminya, memelihara diri mereka dari

kekejian, dan menjaga harta suaminya dari pemborosan.

2. Menjaga kehormatan suami.

Seorang isteri harus menjaga kehormatan dirinya, baik di saat suaminya

berada di rumah, lebih-lebih apabila suaminya tidak ada di rumah.

3. Melayani kebutuhan biologi suami dengan baik.

Salah satu dorongan kuat laki-laki untuk mengadakan perkawinan ialah

agar dapat menyalurkan nafsu birahinya (nafsu seksnya) secara sah dan

terhormat. Dalam kondisi objektif, baik biologis maupun psikologis,

syariat Islam telah mewajibkan kepada setiap isteri untuk melayani

suaminya dengan baik, apabila diajak bersenggama. Isteri dilarang

menolak ajakan itu, kecuali ketika haid, nifas, dan shaum (puasa) bulan

Ramadhan.

4. Mengurus rumah tangga dengan baik.

Perbedaan fisiologi dan fungsi antara suami dan isteri, menyebabkan

perbedaan kewajiban dan tanggung jawab. Apabila suami bertanggung

jawab terhadap kehidupan keluarga secara keseluruhan, baik ke luar

maupun ke dalam, maka isteri bertanggung jawab terhadap kehidupan

rumah tangga secara intern. Ketentuan ini terdapat dalam hadits Nabi

Muhammad SAW:

Page 41: K O N S E N T R A S I P E R A D I L A N A G A M A ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2053/1...K O N S E N T R A S I P E R A D I L A N A G A M A PROGRAM STUDI AHWAL

36

رعيته عن مسئول وكلكم راع فكلكم وولده، زوجها بيت على راعية المرأة

29)البخارى رواه(

Artinya : “Tiap-tiap wanita (isteri) adalah pengurus bagi rumah tangga

suaminya dan akan ditanyakan (diminta pertanggungjawaban) tentang

kepemimpinaanya itu” (H.R. al-Bukhari)

Selain yang disebutkan sebelumnya, perlu diketahui juga bahwa

gangguan jiwa yang berlangsung dalam jangka waktu yang lama, dapat

menimbulkan pengaruh pada aktivitas hidup sehari-hari. Penderita dengan

gangguan jiwa kronis tidak mampu melakukan fungsi dasar secara mandiri,

misalnya pada aktivitas kebersihan diri, penampilan dan sosialisasi.

Penderita seperti ini banyak yang ditolak oleh keluarga dan masyarakat.

Pengucilan penderita dari lingkungan, kurangnya dukungan keluarga, dan

gangguan fungsi dari penderita dapat menyebabkan kurangnya kesempatan

menyelesaikan masalah dengan tepat dalam menghadapi stres pada

kehidupannya. Hal ini dapat menyebabkan penderita mudah kambuh dan

masuk ke rumah sakit lagi. Selanjutnya penderita mempunyai kebutuhan

pengobatan yang lama. Sebagian penderita gangguan jiwa tidak lepas dari

obat untuk membantu menjaga keseimbangan dalam tubuhnya. Banyak di

antara mereka yang bosan sehingga putus obat yang akhirnya menurun

kondisinya setelah ada di rumah. Selain itu penderita gangguan jiwa

mempunyai harga diri rendah, khususnya dalam hal identitas dan perilaku.

29 Al-bukhari, Shohih Bukhori, (Libanon: Baitul al-Afkar ad-Dauliyah, 2008), h.607,

hadits no: 5200.

Page 42: K O N S E N T R A S I P E R A D I L A N A G A M A ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2053/1...K O N S E N T R A S I P E R A D I L A N A G A M A PROGRAM STUDI AHWAL

37

Penderita menganggap dirinya tidak mampu untuk mengatasi

kekurangannya, tidak ingin melakukan sesuatu untuk menghindari

kegagalan (takut gagal), dan tidak berani mencapai sukses.30

Diketahui dari beberapa pengaruh gangguan jiwa terhadap fikiran,

perasaan, tingkah laku penderita, maka dapat disimpulkan bahwa orang

yang menderita gangguan jiwa tidak dapat melakukan aktivitas apapun

secara normal. Begitu juga dengan isteri yang mengalami gangguan

kejiwaan, ia tidak mampu untuk melakukan kewajibannya sebagai seorang

isteri. Hal ini disebabkan karena seseorang yang terkena penyakit jiwa,

kepribadiannya akan terganggu sehingga penderita kurang mampu

menyesuaikan diri dengan wajar dan tidak sanggup memahami problemnya.

Penyakit ini juga mengganggu akalnya, sehingga akal tidak mampu

menangkap suatu objek dengan benar dan disertai oleh kebingungan dan

kekacauan fikiran, orang yang akalnya tertutup atau terganggu, tidak dapat

membedakan antara yang benar dan yang salah atau antara yang baik dan

yang buruk.31

Pada orang yang keadaan akalnya terganggu, maka dirinya tidak

mampu untuk menerima beban hukum. Artinya , ia tidak mampu dikenai

hukum dan berbuat hukum karena adanya halangan yaitu keadaan akalnya

yang terganggu. Halangan tersebut dalam istilah ushul fiqh disebut dengan

‘awaridh al-ahliyah atau halangan taklif. Halangan taklif itu dapat

30Juliansyah, Peran Keluarga Menangani Penderita Gangguan Jiwa, artikel diakses

19 Maret 2010, dari http://www.pontianakpost.com/index.php?mib=berita.detail&id=30254.

31 Ensiklopedi Hukum Islam, (Jakarta: PT. Ichtiar Baru Van Voeve, 1999), jilid I, cet.ke-3, h. 406.

Page 43: K O N S E N T R A S I P E R A D I L A N A G A M A ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2053/1...K O N S E N T R A S I P E R A D I L A N A G A M A PROGRAM STUDI AHWAL

38

dibedakan menjadi dua kelompok. Pertama, ‘awaridh samawiyah yaitu

halangan yang timbul dari luar dirinya yang ia sendiri tidak mempunyai

daya dan kehendak menghadapinya. Kedua, ‘awaridh muktasabah atau

‘awaridh ikhtiyari, yaitu halangan yang timbul dari dirinya atau tersebab

kehendaknya sendiri. Di sini pengertian kelainan yang terdapat pada akal

yang menghalangi ucapan dan perbuatan seseorang menurut yang

semestinya disebut dengan gila. Gila termasuk salah satu macam dari

‘awaridh samawiyah. Keadaan gila dapat dipisahkan pada dua hal, yaitu

gila yang lama dan berketerusan atau muabbad dan gila sementara atau

ghair muabbad yang terjadi dalam waktu tertentu dan tidak berketerusan.32

Melihat dari pembagian gila tersebut, keadaan isteri pada kasus dalam

pembahasan skripsi ini, maka termasuk pada gila sementara atau ghair

muabbad. Pada satu saat ia dapat berfungsi secara baik dalam kehidupan

sehari-hari, tapi pada saat lain ia tidak dapat berkomunikasi dengan baik dan

berperilaku aneh serta jauh dari realita.

Keadaan akal yang terganggu menyebabkan ia terhalang sebagai

subjek hukum, di mana syarat subjek hukum yang pertama adalah “baligh

dan berakal”. Orang yang tidak memenuhi persyaratan ini tidak berlaku

padanya tuntutan hukum atau taklif hal ini sesuai dengan sabda Nabi SAW:

32 Amir Syarifudddin, Ushul Fiqh, (Jakarta: Kencana, 2008), jilid 1, cet-3, h. 400.

Page 44: K O N S E N T R A S I P E R A D I L A N A G A M A ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2053/1...K O N S E N T R A S I P E R A D I L A N A G A M A PROGRAM STUDI AHWAL

39

نع يلع يضر الله نهع أن لى النبيص الله هليع لمسقال و عفر القلم نع

ثلاثة نتى النائم عظ حقتيسي نعو توهعالم نون قال أوجتى المل حقعي

نعير وغالص تىح بش33ي

“Dari Ali ra., sesunguhnya Nabi SAW bersabda: Diangkat tuntutan

dari tiga hal, yaitu dari orang tidur sampai ia terjaga, dari orang yang

kurang akal atau gila sampai ia berakal (waras), dari anak kecil sampai ia

dewasa”

33 Abi Isa Muhammad bin Isa bin Saurah, Sunan al-Tirmidzi al-Jami’ al-Shahih,

(Beirut: Dar- eL-Marefah, 2004), hadits no: 1423, h. 597.

Page 45: K O N S E N T R A S I P E R A D I L A N A G A M A ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2053/1...K O N S E N T R A S I P E R A D I L A N A G A M A PROGRAM STUDI AHWAL

40

BAB III

POLIGAMI DALAM FIKIH DAN UNDANG-UNDANG PERKAWINAN

A. Poligami dalam Fikih

Poligami sejak dulu telah dilakukan dan tidak ada pembatasan jumlah

perempuan yang boleh dijadikan isteri oleh seorang laki-laki. Seorang laki-

laki diperbolehkan menikah dengan setiap wanita yang dikehendakinya

berapapun jumlahnya. Praktek poligami ini dilakukan baik oleh kalangan

kaum Hindu, bangsa Persia, bangsa Arab jahiliah, bangsa Romawi, maupun

bangsa di berbagai daerah Eropa dan Asia Barat. Sebagai salah satu sistem

perkawinan tertentu, poligami membawa nasib yang menyedihkan bagi kaum

wanita. Derajat wanita dianggap jauh lebih rendah dari derajat pria.1

Pada abad ke-7, agama Islam datang dengan Muhammad SAW

sebagai Nabi yang membawa berita gembira antara lain dengan membawa

perbaikan terhadap masalah poligami. Kedatangan Islam mengubah konsep

poligami dan didefinisikan ulang sampai keakar-akarnya. Beberapa bentuk

poligami yang lazim berlaku di Arabia dilarang oleh Islam, seperti menikahi

dua orang perempuan yang bersaudara secara bersamaan atau menikahi

seorang perempuan dengan bibinya secara bersamaan dan sebagainya.2

1Abdul Aziz Dahlan, dkk, Ensiklopedi Islam, (Jakarta: PT. Ichtiar Baru Van Hoeve,

1999), cet.ke-5, h.107. 2 Haifaa A. Jawad, Otentisitas Hak-Hak Perempuan Perspektif Islam atas

Kesetaraan Jender, (Yogyakarta: Fajar Pustaka Baru, 2002), cet-1, h.149.

Page 46: K O N S E N T R A S I P E R A D I L A N A G A M A ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2053/1...K O N S E N T R A S I P E R A D I L A N A G A M A PROGRAM STUDI AHWAL

41

Berdasarkan hadits Nabi SAW

أن رسول اهللا ص م نهى عن أربع :هريرة رضي اهللا عنه قالعن ابى

ننهيب عمجي أن ةوسا: نخا لته أة ورالما وتهمع أ ة ورالم. 3ـ رواه الجماعةـ

Artinya: “Dari Abu Hurairah ra. meriwayatkan bahwa Rasulullah

SAW melarang empat wanita untuk berpoligami. yaitu, seorang wanita

dengan bibinya dari jalur ayah dan seorang bibinya dari jalur ibu.”

(HR.Jamaah).

Islam membatasi jumlah isteri yang boleh dinikahi paling banyak

empat orang saja (itupun dengan beberapa persyaratan tertentu) dan

mengenalkan monogami sebagai salah satu bentuk perkawinan yang ideal.4

Allah SWT berfirman:

÷βÎ)uρ ÷Λä ø�Åz āωr& (#θ äÜÅ¡ø)è? ’Îû 4‘uΚ≈tGu‹ ø9$# (#θ ßsÅ3Ρ$$ sù $ tΒ z>$ sÛ Νä3s9 z ÏiΒ Ï !$ |¡ÏiΨ9$# 4 o_ ÷WtΒ

y]≈ n=èOuρ yì≈ t/â‘uρ ( ÷βÎ*sù óΟçF ø�Åz āωr& (#θ ä9ω÷ès? ¸οy‰Ïn≡uθ sù ÷ρr& $ tΒ ôM s3n=tΒ öΝä3ãΨ≈ yϑ÷ƒ r& 4 y7 Ï9≡sŒ

#’ oΤ÷Šr& āωr& (#θ ä9θ ãès? )٣: النساء(

Artinya : “Dan jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil

terhadap (hak-hak) perempuan yang yatim (bilamana kamu mengawininya), Maka kawinilah wanita-wanita (lain) yang kamu senangi : dua, tiga atau empat. Kemudian jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil, Maka (kawinilah) seorang saja, atau budak-budak yang kamu miliki. yang demikian itu adalah lebih dekat kepada tidak berbuat aniaya”. (QS. An-Nisa:3)

3 Abi al-Hasan Muslim bin al-Hijaj al-Qusyairi an-Naisaburi, Shahih Muslim,

(Bierut: Dar al-Kutub al-‘Arabi, 2004), h. 562. 4 Haifaa A. Jawad, Otentisitas Hak-Hak Perempuan Perspektif Islam atas

Kesetaraan Jender, h. 149.

Page 47: K O N S E N T R A S I P E R A D I L A N A G A M A ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2053/1...K O N S E N T R A S I P E R A D I L A N A G A M A PROGRAM STUDI AHWAL

42

Di antara keagungan ayat ini tampak jelas bahwa bolehnya poligami

dan pembatasannya dengan empat orang, datang dan dibarengi kekhawatiran

berlaku zhalim kepada perempuan yatim.5 Ketika turunnya ayat ini

Rasulullah memerintahkan semua yang memiliki lebih dari empat orang isteri,

agar segera menceraikan isterinya sehingga maksimal setiap orang hanya

memperisterikan empat orang wanita. Sebagaimana hadits yang diriwayatkan

oleh Abu Daud dan Ibnu Majah.

قالع ارثن الحس بقي ت النبي صلى : نفأتي ،ةوسن انى ثمندع ت ولماس

6 .احتر منهن ار بعا: الاهللا عليه وسلم فذكرت ذالك له، فق

Artinya : “Dari Qais bin al-Harits, Ia berkata: Aku masuk Islam

sedangkan aku mempunyai delapan isteri. Lalu aku datang mengunjungi

Nabi SAW Dan menyampaikan hal itu kepada beliau. Beliau bersabda,

‘Pilihlah di antara mereka itu empat’ ”.

Sabda Nabi SAW Kepada Ghailan bin Salamah pada waktu masuk

Islam sementara isterinya berjumlah sepuluh:

نهائرفا رق س ا وعبأ ر كس7 أم

Artinya : “Pertahankanlah yang empat dan ceraikanlah yang lain

Menurut Wahbah az-Zuhaili, alasan pembatasan poligami sampai

empat orang adalah karena pada lahirnya kemampuan suami dalam berlaku

5 Karam Hilmi Farhat, Poligami dalam Pandangan Islam, Nasrani dan Yahudi,

(Jakarta: Darul Haq, 2007), h.20. 6 Abdillah Muhammad bin Yazin Ibnu Majah al-Qozwi, Sunan Ibnu Majah, (Beirut:

Baitul al-Afkar ad-Dauliyah, 2004), hadits nomor 195, h. 2122. 7 Abdul ‘Azhim bin Badawi Al-Khalafi, Al-Wajiz, Ensiklopedi Fiqih Islam dalam

Al-Qur’an dan As-Sunnah As-Shahih, (Jakarta: Pustaka As-Sunnah, 2006), cet-1, h.567.

Page 48: K O N S E N T R A S I P E R A D I L A N A G A M A ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2053/1...K O N S E N T R A S I P E R A D I L A N A G A M A PROGRAM STUDI AHWAL

43

adil, membayar nafkah, pembagian waktu dan sebagainya hanya sampai

empat orang isteri dengan pengaturan mingguan dalam satu bulan. Lebih dari

itu, disangsikan suami tidak mampu memberi perhatian sempurna dan tidak

sanggup menunaikan hak-hak isteri-isterinya. Karena itu kebolehan

berpoligami setidaknya harus memenuhi dua persyaratan. Pertama, berlaku

adil antara isteri-isteri dan anak-anaknya. Kedua, kesanggupan membayar

nafkah atau belanja nikah rumah tangganya, sesuai dengan Sabda Rasulullah

SAW tentang perlunya biaya nikah (al-ba’ah) bagi calon suami. (HR.al-

Bukhari dan Muslim dari Ibnu Mas’ud)8

Islam juga membatasi alasan poligami, di mana poligami hanya

dibolehkan dalam keadaan darurat dan dengan syarat-syarat yang berat serta

dilakukan berdasarkan keadilan, bukan dalam kerangka memuaskan nafsu

biologis semata.9

Muhammad Abduh, seorang ilmuwan Mesir berpendapat bahwa

mengambil isteri lebih dari satu orang itu diperbolehkan dalam Islam, namun

kebolehan tersebut diikuti oleh adanya kewajiban bahwa suami harus

memperlakukan para isterinya secara adil. Beliau menyatakan, “Hukum Islam

itu memperbolehkan seorang laki-laki untuk memiliki isteri sampai berjumlah

empat orang ketika dia memperkirakan akan mampu memperlakukan isteri-

isterinya secara adil. Akan tetapi kalau dia merasa tidak mampu memenuhi

8 Ensiklopedi Hukum Islam, h.1187.

9 Musdah Mulia, Pandangan Islam Tentang Poligami, (Jakarta: LKAJ-PSP dan The

Asian Fondation, 1999), cet-1, h.9.

Page 49: K O N S E N T R A S I P E R A D I L A N A G A M A ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2053/1...K O N S E N T R A S I P E R A D I L A N A G A M A PROGRAM STUDI AHWAL

44

kondisi seperti itu, maka dia dilarang beristeri dengan lebih dari satu

orang”.10

Jika ia memiliki lebih dari satu isteri dan ternyata ia lebih

mengutamakan salah satu di antara mereka, maka ia terkena ancaman keras

yang termaktub dalam sabda Nabi SAW:

ابى نصلى اهللا عليه و سلمع النبي ة انريرأتان : هرما كانت له نقال م

11الى احداهما جاء يوم القيامة وشقه مائلفمال

Artinya : “Barang siapa punya dua orang isteri lalu memberatkan

salah satunya, maka ia akan datang di hari kiamat nanti dengan bahunya

miring”.

Hadits di atas menunjukkan adanya keharusan bagi suami membagi

giliran secara adil dan merata kepada isteri-isterinya. Dan diharamkan

baginya pilih kasih di antara isteri-isterinya itu. Berkenaan dengan hal

tersebut, Allah Ta’ala berfirman:

s9uρ (#þθãè‹ ÏÜtF ó¡n@ βr& (#θ ä9ω÷ès? t ÷ t/ Ï !$ |¡ÏiΨ9$# öθ s9uρ öΝçF ô¹t� ym ( Ÿξ sù (#θ è=ŠÏϑs? ¨≅ à2

È≅øŠyϑø9$# $ yδρâ‘x‹ tGsù Ïπ s)‾=yèßϑø9$$ x. 4 βÎ)uρ (#θ ßsÎ=óÁ è? (#θ à)−Gs?uρ �χ Î*sù ©! $# tβ%x. #Y‘θ à�xî

$ VϑŠÏm§‘ )١٢٩ :النساء(

10 Haifaa A. Jawad, Otentisitas Hak-Hak Perempuan Perspektif Islam atas

Kesetaraan Jender, h. 150-151. 11 Abdul ‘Azhim bin Badawi Al-Khalafi, Al-Wajiz, Ensiklopedi Fiqih Islam dalam

Al-Qur’an dan As-Sunnah As-Shahih, h.565.

Page 50: K O N S E N T R A S I P E R A D I L A N A G A M A ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2053/1...K O N S E N T R A S I P E R A D I L A N A G A M A PROGRAM STUDI AHWAL

45

Artinya : “Dan kamu sekali-kali tidak akan dapat berlaku adil di

antara isteri-isteri(mu), walaupun kamu sangat ingin berbuat demikian,

Karena itu janganlah kamu terlalu cenderung (kepada yang kamu cintai),

sehingga kamu biarkan yang lain terkatung-katung. dan jika kamu

mengadakan perbaikan dan memelihara diri (dari kecurangan), Maka

Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang”. (QS. An-

Nisa:129)

Kecenderungan di sini adalah dalam hal memberikan giliran dan

nafkah, bukan dalam hal cinta, karena cinta di luar kekuasaan manusia.

Pemahaman terhadap firman-Nya “kullal mail (terlalu cenderung)” berarti

bahwa kecenderungan yang kecil dibolehkan.12

Allah SWT tidak menciptakan dua hati dalam jasad seorang manusia.

Firman-Nya dalam Al-Qur’an:

)٤:األحزاب( ..........جوفه في قلبين من لرجل الله جعل ما

Artinya : “ Allah sekali-kali tidak menjadikan bagi seseorang dua

buah hati dalam rongganya…”(al-Ahzaab: 4)

Dalam sebuah kesempatan, Aisyah ra. berkata: Pada saat itu,

Rasulullah berusaha untuk menentukan giliran untuk isteri-isterinya dan

kemudian mencoba berlaku adil. Setelah itu beliau bersabda:

: كان رسول الله ص م يقسم لنسائه، فيعدل، ويقول:عن عائشة رض قا لت

ميف يمسذا قه مالللهكلال أمو كلا تمميى فنال تلمو ،كل13ا أم

Artinya : “Ya Allah, inilah hasil pembagianku dari apa yang aku

miliki. Maka, janganlah engkau membebankanku dengan sesuatu yang

12 Syaikh Hasan Ayyub, Fiqh Keluarga, (Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2006), cet-5, h.176.

Page 51: K O N S E N T R A S I P E R A D I L A N A G A M A ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2053/1...K O N S E N T R A S I P E R A D I L A N A G A M A PROGRAM STUDI AHWAL

46

Engkau miliki tapi tidak dapat ku miliki”. Dan yang dimaksud di sini adalah

hati (al-qalbu).13

Abdullah Ibn Abbas, dalam penafsirannya menjelaskan bahwa adil

yang dimaksud adalah adil dalam hubb (cinta) dan jima’ (hubungan intim

suami-isteri). Mengomentari pandangan Ibn Abbas, Quraish Shihab

menegaskan bahwa keadilan yang dimaksudkan adalah keadilan di bidang

immaterial (cinta). Itu sebabnya, orang yang berpoligami dilarang

memperturutkan suasana hati dan berkelebihan dalam kecenderungan kepada

yang dicintai.14

Perlu diketahui bahwa poligami yang mengakibatkan dampak buruk

seperti terjadinya pelanggaran terhadap ketentuan hukum bukanlah alasan

yang tepat untuk membatalkan ketentuan hukum itu. Apalagi bila pembatalan

tersebut justru mengakibatkan dampak buruk bagi masyarakat seperti

munculnya wanita simpanan serta pernikahan di bawah tangan dan dampak

buruk lainnya, lebih-lebih terhadap perempuan.15

Praktek poligami Rasulullah SAW merupakan praktek poligami

perspektif Islam yang senantiasa menjadi panutan yang ditiru oleh umatnya.

Tidak sedikit pula orang Islam yang keliru memahami praktek poligami

tersebut. Ada anggapan bahwa Nabi berpoligami dengan tujuan memuaskan

13 Al-‘asqalani, Bulughul Maram, h. 180. 14 M. Quraish Shihab, Wawasan Al-Qur’an: Tafsir Maudhu’I atas Pelbagai

Persoalan Umat, (Bandung: Mizan, 1998), h.201. 15 M. Quraish Shihab, Perempuan: dari Cinta Sampai Seks, dari Nikah Mut’ah

Sampai Nikah Sunnah, dari Bias Lama Sampai Bias Baru, (Jakarta: Lentera Hati, 2005), cet.ke-4, h. 177.

Page 52: K O N S E N T R A S I P E R A D I L A N A G A M A ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2053/1...K O N S E N T R A S I P E R A D I L A N A G A M A PROGRAM STUDI AHWAL

47

nafsu seksualnya seperti kebanyakan yang dilakukan pada umumnya. Padahal

dari isteri Rasul hanya Aisyah yang masih gadis ketika dinikahi, selainnya

adalah para janda tua. Maka dari itu kekeliruan ini harus diluruskan, karena

poligami Nabi sering dijadikan dalil pembenaran bagi kebolehan poligami

dalam masyarakat muslim.16

Poligami yang dilakukan Rasulullah SAW adalah upaya transformasi

sosial. Artinya, mekanisme poligami yang diterapkan Nabi SAW merupakan

strategi untuk meningkatkan kedudukan perempuan dalam tradisi feodal Arab

pada abad ke-7 Masehi. Saat itu, nilai sosial seorang perempuan dan janda

sedemikian rendah sehingga seorang laki-laki dapat beristeri sebanyak

mereka suka. Sebaliknya, yang dilakukan Nabi Muhammad SAW adalah

membatasi praktek poligami, mengkritik perilaku sewenang-wenang dan

menegaskan keharusan berlaku adil dalam berpoligami.17

Amiur Nuruddin dan Azhari Akmal Tarigan berpendapat bahwa dari

segi pandangan normatif al-Quran yang selanjutnya diadopsi oleh para ulama

fikih setidaknya menjelaskan dua persyaratan yang harus dimiliki suami.

Pertama, seorang laki-laki yang akan berpoligami harus memiliki

kemampuan dana yang cukup untuk membiayai berbagai keperluan dengan

bertambahnya isteri yang dinikahi. Kedua, seorang lelaki harus

16 Hasan Aedy, Poligami Syariah dan Perjuangan Kaum Perempuan, (Bandung:

Alfabeta, 2007) h. 24. 17 Zaitunah Subhan, Menggagas Fiqh Pemberdayaan Perempuan, (Ciputat: el-

KAHFI, 2008), cet.ke-1, h. 195.

Page 53: K O N S E N T R A S I P E R A D I L A N A G A M A ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2053/1...K O N S E N T R A S I P E R A D I L A N A G A M A PROGRAM STUDI AHWAL

48

memperlakukan semua isterinya dengan adil. Tiap isteri harus diperlakukan

sama dalam memenuhi hak perkawinan serta hak-hak lain.18

Berkenaan dengan syarat adil, Ibrahim Hosen menyatakan bahwa

syarat adil bagi kebolehan berpoligami merupakan syarat agama, bukan

sebagai syarat hukum. Adil tidak dapat dijadikan syarat hukum sahnya

poligami, karena adil itu belum dapat diwujudkan sebelum terwujudnya

poligami. Syarat hukum mengakibatkan batalnya hukum ketika syarat

tersebut batal, tetapi syarat agama hanya mengakibatkan dosa kepada Tuhan.

Syarat agama ialah syarat yang dituntut agama dan tidak mesti menjadi syarat

hukum, sedangkan syarat hukum adalah sesuatu yang dituntut adanya

sebelum adanya hukum, artinya syarat tersebut tidak dapat berpisah dari

hukum.19

Begitu beratnya syarat berlaku adil sehingga wajarlah bila ada

sementara ulama yang tidak membolehkan poligami hanya kecuali dalam

keadaan darurat. Artinya, menurut pendapat ini, pembolehan poligami oleh

Al-Qur’an hanya dimaksudkan untuk keadaan darurat. Muhammad Abduh

misalnya, membolehkan poligami hanya kalau sang isteri tidak mampu

memberikan keturunan.20

18 Amiur Nuruddin dan Azhari Akmal Tarigan, Hukum Perdata Islam di Indonesia,

Studi Kritis Perkembangan Hukum Islam dari Fikih, UU No. 1/1974 sampai KHI. (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, Juli 2006), cet.ke-3.h. 159.

19 Ibrahim Hosen, Fiqh Perbandingan dalam Masalah Nikah, Talaq, Rujuk dan Hukum Kewarisan, (Jakarta: Yayasan Ihya ‘Ulumuddin, 1971), h. 149-150.

20 Ustad Ansori Fahmie, Siapa Bilang Poligami itu Sunnah?, (Depok: Pustaka Iman,

2007), h.26.

Page 54: K O N S E N T R A S I P E R A D I L A N A G A M A ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2053/1...K O N S E N T R A S I P E R A D I L A N A G A M A PROGRAM STUDI AHWAL

49

Berkenaan dengan alasan-alasan darurat yang membolehkan poligami,

menurut Abdurrahman21 setelah merangkum pendapat fuqaha, setidaknya ada

delapan keadaan, yaitu:

1) Isteri mengidap suatu penyakit yang berbahaya dan sulit untuk

disembuhkan.

2) Isteri terbukti mandul dan dipastikan secara medis tidak dapat

melahirkan.

3) Isteri sakit ingatan (gila).

4) Isteri lanjut usia sehingga tidak dapat memenuhi kewajiban sebagai

isteri.

5) Isteri memiliki sifat buruk.

6) Isteri minggat dari rumah.

7) Ketika terjadi ledakan perempuan (jumlah perempuan yang

banyak) misalnya dengan sebab perang,

8) Kebutuhan suami beristeri lebih dari satu, dan jika tidak dipenuhi

menimbulkan kemadharatan di dalam kehidupan dan pekerjaannya.

Mengenai hikmah diizinkan berpoligami dalam keadaan darurat

dengan syarat berlaku adil antara lain, sebagai berikut:22

1. Untuk mendapat keturunan bagi suami yang sabar dan isteri yang

mandul;

21 Amiur Nuruddin dan Azhari Akmal Tarigan, Hukum Perdata Islam di Indonesia,

Studi Kritis Perkembangan Hukum Islam dari Fikih, UU No. 1/1974 sampai KHI, h. 159.

22 M. Abdul Mujieb, dkk, Kamus Istilah Fiqih, (Jakarta: PT. Pustaka Firdaus, 1994),

h. 261.

Page 55: K O N S E N T R A S I P E R A D I L A N A G A M A ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2053/1...K O N S E N T R A S I P E R A D I L A N A G A M A PROGRAM STUDI AHWAL

50

2. Untuk menjaga keutuhan keluarga tanpa menceraikan isteri,

sekalipun isteri tidak dapat menjalankan tugasnya sebagai isteri

atau ia mendapat cacat badan atau penyakit yang tidak dapat

disembuhkan;

3. Untuk menyelamatkan suami yang hypersex dari perbuatan zina

dan krisis akhlak lainnya. Data-data statis menunjukkan bahwa di

beberapa Negara Barat yang melarang poligami mengalami akibat

merajalelanya prostitusi dan freesex (kumpul kebo), yang

mengakibatkan pula anak-anak zina mencapai jumlah yang cukup

tinggi;

4. Untuk menyelamatkan kaum wanita dari krisis akhlak yang tinggal

di Negara atau masyarakat yang jumlah wanitanya jauh lebih

banyak dari kaum pria, misalnya akibat peperangan yang cukup

lama.

B. Poligami dalam Undang-Undang Perkawinan

Peraturan poligami di Indonesia telah diatur oleh pemerintah dalam

rangka melindungi warga Negara khususnya kaum perempuan dari tindak

ketidakadilan, salah satunya melalui Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974

Tentang Perkawinan ( selanjutnya disebut Undang-Undang Perkawinan ).23

Pada dasarnya Undang-Undang Perkawinan menganut adanya asas

monogami dalam perkawinan. Hal ini disebut dengan tegas dalam pasal 3

23 Zaitunah Subhan, Menggagas Fiqh Pemberdayaan Perempuan, h. 201.

Page 56: K O N S E N T R A S I P E R A D I L A N A G A M A ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2053/1...K O N S E N T R A S I P E R A D I L A N A G A M A PROGRAM STUDI AHWAL

51

ayat 1 yang menyebutkan bahwa pada asasnya dalam suatu perkawinan

seorang pria hanya boleh mempunyai seorang isteri. Seorang wanita hanya

boleh mempunyai seorang suami, akan tetapi asas monogami tidak bersifat

mutlak, artinya hanya bersifat pengarahan pada pembentukan perkawinan

monogami, mono dengan jalan mempersulit dan mempersempit penggunaan

lembaga poligami dan bukan menghapus sama sekali sistem poligami.

Klausul kebolehan poligami dalam Undang-Undang Perkawinan sebenarnya

hanyalah pengecualian dan untuk itu pasal-pasalnya mencantumkan alasan-

alasan yang membolehkan poligami.24

Dalam pasal 4 dinyatakan25:

Seorang suami yang akan beristeri lebih dari seorang apabila:

a. Isteri tidak dapat menjalankan kewajibannya sebagai isteri;

b. Isteri mendapat cacat badan atau penyakit yang tidak dapat

disembuhkan;

c. Isteri tidak dapat melahirkan keturunan.

Apabila diperhatikan alasan pemberian izin melakukan poligami

dalam UUP dapat dipahami alasannya dengan mengacu kepada tujuan pokok

pelaksanaan perkawinan, yaitu membentuk rumah tangga yang bahagia dan

kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Jika tiga alasan yang

disebutkan UUP tersebut menimpa suami isteri maka dapat dianggap rumah

24 M. Yahya Harahap, Hukum Perkawinan Nasional Berdasarkan Undang-Undang

No. 1 tahun 1974 dan PP No. 9 Tahun 1975, (Medan: CV. Zahir Trading, 1975), cet-1, h. 26. 25 Tim Redaksi FOKUSMEDIA, Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang

Perkawinan, (Bandung, Fokus Media, 2005), h. 2.

Page 57: K O N S E N T R A S I P E R A D I L A N A G A M A ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2053/1...K O N S E N T R A S I P E R A D I L A N A G A M A PROGRAM STUDI AHWAL

52

tangga tersebut tidak mampu menciptakan keluarga bahagia (mawaddah dan

rahmah).26

Di samping itu, lembaga poligami tidak semata-mata merupakan

kewenangan penuh suami, tetapi dilakukan atas dasar izin dari hakim

(Pengadilan). Oleh sebab itu pada pasal 3 ayat 2 ada pernyataan:

Pengadilan dapat memberi izin kepada seorang suami untuk beristeri

lebih dari seorang apabila dikehendaki oleh pihak-pihak yang

bersangkutan.

Dengan adanya ayat ini, jelas sekali UUP telah melibatkan Pengadilan

Agama sebagai institusi yang cukup penting untuk mengabsahkan kebolehan

poligami bagi seorang, sesuatu yang tidak ada preseden historisnya di dalam

kitab-kitab fikih. Di dalam penjelasan pasal 3 ayat 2 tersebut dinyatakan27:

Pengadilan Agama dalam memberikan putusan selain memeriksa apakah syarat yang tersebut pada pasal 4 dan 5 telah dipenuhi harus mengingat pula apakah ketentuan-ketentuan hukum perkawinan dari calon suami mengizinkan adanya poligami.

Prosedur permohonan izin seperti yang tersebut dalam pasal 3 ayat 2

di atas harus diajukan kepada Pengadilan di daerah tempat tinggalnya si

pemohon. Permohonan dilakukan secara tulisan dengan syarat-syarat yang

terdapat dalam pasal 5 ayat (1) dan (2)28:

26 Zainuddin Ali, Hukum Perdata Islam di Indonesia, (Jakarta: Sinar Grafika, 2006),

h. 47.

27 Amiur Nuruddin dan Azhari Akmal Tarigan, Hukum Perdata Islam di Indonesia, Studi Kritis Perkembangan Hukum Islam dari Fikih, UU No. 1/1974 sampai KHI, h. 162.

28 M. Yahya Harahap, Hukum Perkawinan Nasional Berdasarkan Undang-Undang

No. 1 tahun 1974 dan PP No. 9 Tahun 1975, h. 26.

Page 58: K O N S E N T R A S I P E R A D I L A N A G A M A ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2053/1...K O N S E N T R A S I P E R A D I L A N A G A M A PROGRAM STUDI AHWAL

53

Ayat (1) :

1. Adanya persetujuan dari isteri/isteri-isteri;

2. Adanya kepastian bahwa suami mampu menjamin keperluan hidup isteri-

isteri dan anak-anak mereka;

3. Adanya jaminan bahwa suami akan berlaku adil terhadap isteri dan anak-

anak mereka.

Ayat (2) :

Persetujuan yang dimaksud pada ayat (1) huruf a pasal ini tidak diperlukan

bagi seorang suami apabila isteri-isterinya tidak mungkin dimintai

persetujuannya dan tidak dapat menjadi pihak dalam perjanjian, atau apabila

tidak ada kabar dari isterinya selama sekurang-kurangnya 2 (dua) tahun, atau

karena sebab-sebab lainnya yang perlu mendapat penilaian dari hakim

Pengadilan.

Perbedaan pada pasal 4 dan 5 adalah bahwa pada pasal 4 disebut

dengan persyaratan alternatif yang artinya salah satu harus ada untuk dapat

mengajukan permohonan poligami. Sedangkan pasal 5 adalah persyaratan

kumulatif di mana seluruhnya harus dapat dipenuhi suami yang akan

melakukan poligami.29

Seperti yang disebut dalam pasal 5 dan diulang kembali dalam pasal

41 huruf (b), (c) dan (d) Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 Tentang

29 Tim Redaksi FOKUSMEDIA, Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang

Perkawinan, h. 46-47.

Page 59: K O N S E N T R A S I P E R A D I L A N A G A M A ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2053/1...K O N S E N T R A S I P E R A D I L A N A G A M A PROGRAM STUDI AHWAL

54

Perkawinan (selanjutnya disebut PP No. 9/1975) dengan tambahan penjelasan

bahwa30:

b. Ada atau tidaknya persetujuan isteri, baik persetujuan lisan maupun tetulis,

apabila persetujuan itu merupakan persetujuan lisan, persetujuan itu harus

diucapkan di depan sidang Pengadilan;

c. Ada atau tidak adanya kemampuan suami untuk menjamin keperluan hidup

isteri-isteri dan anak-anak, dengan memperlihatkan:

i. Surat keterangan mengenai penghasilan suami yang ditandatangani oleh

bendahara tempat bekerja; atau

ii. Surat keterangan pajak penghasilan; atau

iii. Surat keterangan lain yang dapat diterima oleh Pengadilan.

d. Ada atau tidak adanya jaminan bahwa suami akan berlaku adil terhadap

isteri-isteri dan anak-anak mereka dengan pernyataan atau janji dari suami

yang dibuat dalam bentuk yang ditetapkan itu.

Selain tentang alasan dan syarat seperti tersebut di atas, PP No. 9/1975

hanya memberikan tiga macam ketentuan tentang tata cara pemeriksaan dan

pemberian izin itu, seperti dapat disimpulkan dari pasal 42 dan 43 sebagai

berikut:31

Pasal 42 ayat (1) :

(1) Dalam melakukan pemeriksaan mengenai hal-hal pada pasal 40 dan 41,

Pengadilan harus memanggil dan mendengar isteri yang bersangkutan.

30 Amiur Nuruddin dan Azhari Akmal Tarigan, Hukum Perdata Islam di Indonesia,

Studi Kritis Perkembangan Hukum Islam dari Fikih, UU No. 1/1974 sampai KHI, h. 162. 31 K. Wantjik Saleh, Hukum Perkawinan Indonesia, (Jakarta: Ghalia Indonesia,

1976), h.23

Page 60: K O N S E N T R A S I P E R A D I L A N A G A M A ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2053/1...K O N S E N T R A S I P E R A D I L A N A G A M A PROGRAM STUDI AHWAL

55

(2) Pemeriksaan Pengadilan untuk itu dilakukan oleh Hakim selambat-

lambatnya 30 (tiga puluh) hari setelah diterimanya, surat permohonan

beserta lampiran-lampirannya.

Pasal 43 :

Apabila Pengadilan berpendapat bahwa cukup alasan bagi pemohon untuk

beristeri lebih dari seorang, maka Pengadilan memberikan putusannya yang

berupa izin untuk beristeri lebih dari seorang.

Adapun seorang suami yang melanggar ketentuan poligami yaitu

melakukan poligami dengan tidak melalui izin Pengadilan Agama, maka

perbuatan tersebut termasuk perbuatan yang melanggar ketentuan yang

berlaku yang termasuk tindakan pidana dan dapat dikenakan sanksi sesuai

dengan Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 Tentang Perkawinan

pasal 45 yaitu hukuman denda setinggi-tingginya Rp. 7.500,- (tujuh ribu lima

ratus rupiah) dan bagi pegawai pencatat yang melanggar ketentuan yang

dimaksud, dihukum dengan hukuman kurungan selama-lamanya tiga bulan

atau denda setinggi-tingginya Rp. 7.500,- (tujuh ribu lima ratus rupiah).

Tindak pidana yang dimaksud merupakan pelanggaran.32

Pelaksanaan poligami tanpa dibatasi oleh peraturan yang

membatasinya secara ketat, akan menimbulkan hal-hal yang bersifat negatif

dalam menegakkan rumah tangganya, seperti hubungan antar isteri menjadi

tegang, sementara itu anak-anak yang berlainan ibu menjurus kepada

32 Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 Tentang Pelaksanaan Undang-

Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan, Bab IX Ketentuan Pidana, Pasal 45 ayat (1) dan (2).

Page 61: K O N S E N T R A S I P E R A D I L A N A G A M A ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2053/1...K O N S E N T R A S I P E R A D I L A N A G A M A PROGRAM STUDI AHWAL

56

pertentangan yang membahayakan kelangsungan hidupnya, hal ini biasanya

terjadi setelah ayah meninggal dunia. Agar hal-hal yang bersifat negatif itu

tidak terjadi dalam rumah tangga pelaku poligami, maka Undang-Undang

Perkawinan ini membatasi secara ketat pelaksanaan perkawinan yang

demikian itu, dengan mengantisipasi lebih awal membatasi kawin lebih dari

satu orang itu dengan alasan-alasan dan syarat-syarat tertentu. Undang-

Undang Perkawinan memberikan suatu harapan bahwa perkawinan yang

dilaksanakan itu benar-benar membawa manfaat kepada mereka yang

melaksanakannya.33

33Abdul Manan, Aneka Masalah Hukum Perdata Islam di Indonesia, (Jakarta:

Kencana, 2008), cet-2, h. 10.

Page 62: K O N S E N T R A S I P E R A D I L A N A G A M A ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2053/1...K O N S E N T R A S I P E R A D I L A N A G A M A PROGRAM STUDI AHWAL

57

BAB IV

PUTUSAN PERKARA IZIN POLIGAMI DENGAN ALASAN ISTERI

MENGALAMI GANGGUAN JIWA

A. Perkara-Perkara di Pengadilan Agama Jakarta Timur

Pasal 1 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2004 Tentang Kekuasaan

Kehakiman menyatakan, bahwa kekuasaan kehakiman adalah kekuasaan

kehakiman negara yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan guna

menegakkan hukum dan keadilan berdasarkan Pancasila demi

terselenggaranya negara Republik Indonesia. Oleh karena itu, Pengadilan

Agama adalah sebagai salah satu pelaksana kekuasaan kehakiman di

samping tiga peradilan lainnya.

Selanjutnya, Pengadilan Agama juga memiliki kewenangan absolut

sebagaimana yang disebutkan dalam pasal 49 Undang-Undang Nomor 50

tahun 2009 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun

1989 tentang Peradilan Agama yaitu Pengadilan Agama bertugas dan

berwenang memeriksa, memutus dan menyelesaikan perkara-perkara di

tingkat pertama antara orang-orang yang beragama Islam di bidang

perkawinan, kewarisan, wasiat, hibah, wakaf, zakat, infak, sedekah dan

ekonomi Syariah.

Adapun perkara yang paling banyak masuk ke Pengadilan Agama

Jakarta Timur adalah masalah perkawinan, terutama dalam perceraian.

Berikut penulis paparkan perkara-perkara yang masuk ke Pengadilan Agama

Page 63: K O N S E N T R A S I P E R A D I L A N A G A M A ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2053/1...K O N S E N T R A S I P E R A D I L A N A G A M A PROGRAM STUDI AHWAL

58

Jakarta Timur tahun 2008-2009. Perkara yang diterima Pengadilan Agama

Jakarta Timur pada tahun 2008 dari bulan Januari sampai Desember yaitu

sebanyak 2126 perkara, dengan perincian sebagaimana daftar terlampir:

LAPORAN TAHUN 2008 TENTANG PERKARA YANG DITERIMA1

Perkara yang diterima pada tahun 2008 didominasi oleh perkara

perkawinan, terutama jenis perkara cerai gugat dengan 1303 perkara dan

cerai thalak dengan 640 perkara. Di sini yang faktor yang mendominasi

penyebab perceraian adalah terus menerus berselisih. Sedangkan untuk

perkara izin poligami hanya 13 perkara saja, yang pada umumnya

1 Hasil Penelitian di Pengadilan Agama Jakarta Timur pada tanggal 31 Maret 2010

Page 64: K O N S E N T R A S I P E R A D I L A N A G A M A ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2053/1...K O N S E N T R A S I P E R A D I L A N A G A M A PROGRAM STUDI AHWAL

59

didasarkan pada alasan isteri tidak dapat melaksanakan kewajibannya

sebagai isteri.2

Selanjutnya perkara yang diterima Pengadilan Agama Jakarta Timur

pada tahun 2009, berikut perinciannya:

LAPORAN TAHUN 2009 TENTANG PERKARA YANG DITERIMA3

Tidak jauh berbeda dengan perkara yang diterima tahun 2008, pada

tahun 2009 perkara perceraian masih lebih banyak dibandingkan perkara-

perkara lainnya yaitu sebanyak 1546 untuk cerai gugat dan 855 untuk cerai

thalak. Pada tahun ini faktor yang mendominasi penyebab terjadinya

perceraian adalah gangguan pihak ketiga. Sedangkan untuk perkara izin

2 Hasil Penelitian di Pengadilan Agama Jakarta Timur

3 Hasil Penelitian di Pengadilan Agama Jakarta Timur pada tanggal 31 Maret 2010

Page 65: K O N S E N T R A S I P E R A D I L A N A G A M A ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2053/1...K O N S E N T R A S I P E R A D I L A N A G A M A PROGRAM STUDI AHWAL

60

poligami lebih sedikit dari tahun 2008, yaitu sebanyak 6 perkara saja dan

rata-rata alasan poligami didasarkan karena isteri tidak mampu lagi

melaksanakan kewajibannya sebagai isteri. Demikian data yang penulis

peroleh dari hasil penelitian di Pengadilan Agama Jakarta Timur, yang mana

dapat disimpulkan kasus perceraian lebih banyak disidangkan dari pada

perkara poligami.4

B. Pertimbangan Hakim Pada Perkara Nomor. 0284/Pdt.G/2008/Pa.Jt

Dari sekian banyak perkara yang masuk ke Pengadilan Agama, yang

menjadi perhatian penulis adalah perkara nomor 0284/Pdt.g/2008/Pa. Jt

mengenai perkara izin poligami di mana alasan suami ingin berpoligami

adalah isteri telah mengalami sejenis penyakit gangguan jiwa. Dalam

perkara ini yang membuat penulis tertarik untuk mengkaji lebih dalam

adalah, putusan hakim yang menetapkan dikabulkannya izin poligami

tersebut. Padahal dalam Undang-Undang Perkawinan tidak disebutkan

gangguan jiwa sebagai alasan dibolehkannya poligami. Dan mengapa hakim

mengizinkan poligami pada saat kondisi isteri yang seharusnya

membutuhkan perawatan ataupun perhatian yang lebih besar dari suami

untuk mempercepat kesembuhannya. Berikut di bawah ini pemaparan

deskripsi perkara tersebut:

4 Hasil Penelitian di Pengadilan Agama Jakarta Timur

Page 66: K O N S E N T R A S I P E R A D I L A N A G A M A ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2053/1...K O N S E N T R A S I P E R A D I L A N A G A M A PROGRAM STUDI AHWAL

61

a. Pihak-pihak yang berperkara

Berdasarkan surat yang terdaftar di kepaniteraan Pengadilan Agama

Jakarta Timur tanggal 28 Februari 2008 dengan nomor perkara

0284/Pdt.G/PA.JT, bahwa Dr. Zulkifli Amin bin H. Amin Rachmani, agama

Islam, selanjutnya disebut sebagai “PEMOHON” , dalam hal ini memberi

kuasa kepada Eliman Harefa, S.H seorang advokat di Jakarta yang beralamat

di Jl. Daan Mogot Km. 11 Komp. Dep. Agama No. 35, Jakarta Barat,

melawan Erna Veronica binti Abdul Wahab, agama Islam, selanjutnya

disebut sebagai “TERMOHON”. Pemohon dan termohon, keduanya adalah

suami isteri yang sah dan berdomisili di Jl. Bumi Pratama IX Blok N-9 Rt.

005/006, Kelurahan Dukuh, Kecamatan Kramatjati, Jakarta Timur. Dalam

perkara ini pemohon mengajukan permohonan izin beristeri lebih dari satu

orang ke Pengadilan Agama Timur.

b. Duduk perkara

Pemohon adalah suami sah dari termohon yang menikah pada tanggal

17 Februari 1980 sesuai dengan kutipan akta nikah nomor 50/122/1980

tertanggal 18 Februari 1980 yang dikeluarkan oleh Kantor Urusan Agama

kecamatan Kebayoran Baru, Kabupaten/Kotamadya Jakarta Selatan. Dari

pernikahan tersebut, mereka dikarunia tiga orang anak, yaitu Lukman ZA

(26 tahun), Firman ZA (23 tahun) dan Hilman ZA (18 tahun). Kehidupan

rumah tangga pemohon dan termohon sejak awal pernikahan sampai

pertengahan tahun 1998 berjalan normal, rukun dan harmonis. Tetapi pada

pertengahan tahun 1998 sampai permohonan ini diajukan kehidupan rumah

Page 67: K O N S E N T R A S I P E R A D I L A N A G A M A ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2053/1...K O N S E N T R A S I P E R A D I L A N A G A M A PROGRAM STUDI AHWAL

62

tangga pemohon dan termohon mulai berubah dan berjalan tidak normal lagi.

Hal ini menurut pemohon disebabkan karena termohon mulai menunjukkan

sikap dan tingkah laku yang tidak normal lagi yaitu menjadi pendiam, sulit

diajak berkomunikasi, suka mengurung diri dan bersikap seakan-akan

memiliki dunianya sendiri.

Karena perubahan sikap yang terjadi pada isterinya (termohon) maka

pemohon berkonsultasi dengan rekan-rekan sejawatnya yang berprofesi

sebagai dokter. Setelah konsultasi, diketahui bahwa termohon mengidap

penyakit yang disebut skizofrenia yaitu sejenis penyakit gangguan jiwa di

mana penderita menunjukkan berbagai gejala terpecahnya kepribadian

sehingga kerjasama antara pikiran, perasaan dan tingkah laku tidak serasi

lagi. Pemohon sudah berusaha untuk memberikan perawatan secara khusus

terhadap termohon tetapi selalu gagal karena termohon selalu memberikan

reaksi penolakan secara keras setiap kali dibawa ke psikiater sehingga

sampai saat ini pemohon hanya dapat memberikan obat-obatan dengan resep

dari beberapa dokter spesialis jiwa dan karena termohon tidak berhasil

dibawa untuk perawatan khusus maka pemohon juga tidak berhasil

mendapat surat keterangan dari dokter ahli jiwa mengenai kondisi termohon

tersebut.

Sejak termohon menderita penyakit tersebut yang sudah berlangsung

kurang lebih 10 tahun terakhir. Maka pemohon tidak dapat lagi menjalani

kehidupannya secara normal, kebutuhan pemohon sebagai seorang suami

tidak terpenuhi karena isteri tidak dapat memenuhi kewajibannya. Dengan

Page 68: K O N S E N T R A S I P E R A D I L A N A G A M A ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2053/1...K O N S E N T R A S I P E R A D I L A N A G A M A PROGRAM STUDI AHWAL

63

keadaan demikian pemohon berkeinginan untuk menikah lagi dengan

seorang wanita yang bernama Prafithrie Avialita Shanti binti Moh. Nasir

Rahawi, selanjutnya disebut sebagai calon isteri pemohon. Karena kondisi

kejiwaan termohon saat ini maka pemohon tidak dapat meminta izin untuk

menikah lagi dengan calon isteri tersebut.

Antara pemohon dan calon isteri, sudah saling mencintai dan tidak ada

hubungan hukum yang melarang mereka untuk menikah. Pemohon juga

menyatakan bahwa ia sanggup berlaku adil terhadap isteri-isteri serta anak-

anak pemohon, pemohon juga memiliki penghasilan tetap sebagai dokter

serta penghasilan tambahan dari praktek pada beberapa rumah sakit yang

rata-rata perbulannya sebesar Rp. 10.000.000,- (sepuluh juta rupiah).

Berdasarkan alasan-alasan tersebut di atas, maka pemohon

mengajukan permohonan kepada ketua Pengadilan Agama Jakarta Timur/

Majelis Hakim untuk memeriksa dan memutuskan permohonan dengan

amar putusan sebagai berikut:

a. Mengabulkan permohonan pemohon seluruhnya.

b. Menetapkan memberi izin kepada pemohon untuk menikah lagi dengan

calon isteri pemohon.

c. Membebankan biaya perkara sesuai dengan aturan perundang-undangan

yang berlaku.

Atau apabila pengadilan berpendapat lain. Mohon putusan yang seadil-

adilnya.

Page 69: K O N S E N T R A S I P E R A D I L A N A G A M A ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2053/1...K O N S E N T R A S I P E R A D I L A N A G A M A PROGRAM STUDI AHWAL

64

Adapun alat-alat bukti untuk memperkuat dalil-dalilnya, pemohon

telah mengajukan bukti tertulis berupa:

1. Surat permintaan izin untuk beristeri lebih dari seorang kepada instansi

tempat pemohon bekerja, tertanggal 2 Juni 2008, asli diberi tanda P.1.

2. Surat jaminan berlaku adil tanggal 2 Juni 2008, asli diberi tanda P.2.

3. Surat keterangan dari RSUP Cipto Mangunkusumo Departemen Psikiatri

tanggal 7 April 2008, asli diberi tanda P.3.

4. Surat izin atasan pemohon tanggal 2 Juni 2008, asli diberi tanda P.4.

Selanjutnya pemohon juga mengajukan dua orang saksi dari pihak

keluarga untuk memberikan keterangan kepada Majelis Hakim.

c. Pertimbangan

Menimbang, bahwa karena termohon tidak datang menghadap di

persidangan atau tidak mengutus kuasa atau wakilnya meskipun telah

dipanggil dengan cara yang sepatutnya dan tidak terdapat alasan yang sah

atas ketidakhadirannya, maka termohon dinyatakan tidak hadir dan perkara

diputus tanpa hadirnya termohon, sesuai dengan pasal 125 HIR.

Menimbang, bahwa pemohon telah menguatkan dalil-dalil tersebut

dengan bukti tertulis P.1, P.2, P.3, P.4 dan keterangan saksi-saksi yang

dinilai oleh Majelis Hakim dapat menguatkan alasan-alasan tersebut di atas

sehingga bukti-bukti tersebut dapat dipertimbangkan.

Page 70: K O N S E N T R A S I P E R A D I L A N A G A M A ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2053/1...K O N S E N T R A S I P E R A D I L A N A G A M A PROGRAM STUDI AHWAL

65

d. Putusan

a. Kepala putusan

Putusan Pengadilan Agama Jakarta Timur Nomor

0284/Pdt.G/2008/PA.JT dengan kepala putusan yang didahului dengan

kalimat BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM, DEMI KEADILAN

BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA.

Di bawah kepala putusan dilanjutkan dengan identitas dari pihak

pemohon dan termohon.

b. Pertimbangan hukum dan amar putusan

Sebelum Majelis Hakim Pengadilan Agama Jakarta Timur menjatuhkan

putusannya, Majelis Hakim mengemukakan pertimbangan hukum yang

pada pokoknya sebagai berikut:

1. Pemohon adalah suami sah dari termohon terbukti pada kutipan akta

nikah No. 50/122/1980 tertanggal 18 Februari yang dikeluarkan oleh

Kantor Urusan Agama.

2. Menyatakan termohon tidak hadir, karena termohon tidak datang

dalam persidangan, walaupun telah dipanggil dengan cara yang

sepatutnya, maka perkara ini diputus tanpa hadirnya termohon

sesuai dengan maksud pasal 125 HIR.

3. Diketahui bahwa alasan pemohon untuk berpoligami adalah karena

isteri mengalami gangguan jiwa yang sudah berlangsung selama

kurang lebih sepuluh tahun sehingga kebutuhan pemohon sebagai

Page 71: K O N S E N T R A S I P E R A D I L A N A G A M A ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2053/1...K O N S E N T R A S I P E R A D I L A N A G A M A PROGRAM STUDI AHWAL

66

suami tidak terpenuhi lagi karena termohon tidak mampu

melaksanakan kewajibannya sebagai isteri.

4. Adanya bukti tertulis yang dihadirkan pemohon untuk menguatkan

dalil-dalilnya, ditandai dengan kode P.1, P.2, P.3, dan P.4 .

5. Adanya keterangan dua saksi yang dihadirkan pemohon, keterangan

saksi pertama yang pada pokoknya menyatakan saksi ada hubungan

saudara, saksi mengetahui kondisi termohon yang sakit karena

gangguan kejiwaan sejak lima tahun yang lalu dan termohon

kadang-kadang bisa diajak berkomunikasi oleh pemohon, kadang

tidak bisa.

6. Adanya keterangan saksi kedua yang pada pokoknya menyatakan,

saksi adalah saudara pemohon, saksi mengetahui kondisi termohon

sejak lima tahun yang lalu, saksi mengetahui termohon tidak banyak

berkomunikasi dan suka mengurung diri serta termohon juga sudah

diobati baik secara medis maupun alternatif.

7. Menyatakan permohonan pemohon sudah sesuai dengan maksud dan

ketentuan pada pasal 4 dan pasal 5 Undang-Undang Nomor 1 Tahun

1974 jo pasal 40 dan pasal 41 Peraturan Pemerintah nomor 9 Tahun

1975.

8. Menyatakan bahwa calon isteri pemohon tidak keberatan untuk

dimadu dan antara pemohon dengan calon isterinya tidak ada

Page 72: K O N S E N T R A S I P E R A D I L A N A G A M A ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2053/1...K O N S E N T R A S I P E R A D I L A N A G A M A PROGRAM STUDI AHWAL

67

halangan perkawinan sebagaimana dengan yang dimaksud pada

pasal 39 dan pasal 40 Kompilasi Hukum Islam (KHI).

Berdasarkan pertimbangan-pertimbangan di atas, maka Majelis Hakim

mengambil kesimpulan akhir dalam menyelesaikan perkara ini yaitu dengan

amar putusan yang berbunyi:

1) Menyatakan termohon dipanggil dengan sepatutnya untuk

menghadap di persidangan, tidak hadir.

2) Mengabulkan permohonan pemohon dengan verstek.

3) Menetapkan memberi izin kepada pemohon untuk menikah lagi

yang kedua (poligami) dengan calon isteri yang bernama Dr.

Prafithrie Avialita Shanti binti Moh. Nasir Rahawi.

4) Membebankan pemohon untuk membayar biaya perkara ini

sejumlah Rp. 681.000,- (enam ratus delapan puluh satu ribu rupiah).

Putusan dibacakan dalam sidang terbuka untuk umum oleh Majelis

Hakim, dengan dihadiri oleh pemohon dan tanpa hadirnya termohon pada

hari Rabu tanggal 23 Juli 2008.

C. ANALISIS PENULIS

Pada perkara ini karena termohon tidak hadir di persidangan dan tidak

mewakilkan kepada orang lain atau kuasa hukumnya tanpa alasan yang sah

walaupun Pengadilan telah memanggil termohon dengan patut, maka

Majelis Hakim menjatuhkan perkara ini dengan putusan verstek, yaitu

putusan yang dijatuhkan karena tergugat atau termohon tidak hadir dan tidak

Page 73: K O N S E N T R A S I P E R A D I L A N A G A M A ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2053/1...K O N S E N T R A S I P E R A D I L A N A G A M A PROGRAM STUDI AHWAL

68

mewakilkan kepada orang lain meskipun telah dipanggil secara patut.

Putusan ini sudah sesuai dengan pasal 125 HIR.

Dalam hal persyaratan yang harus dipenuhi pemohon untuk dapat

mengajukan permohonan beristeri lebih dari seorang ke Pengadilan Agama,

di sini pemohon sudah memenuhi syarat-syarat yang terdapat dalam

Undang-Undang. Perundang-undangan yang dijadikan acuan Majelis Hakim

dalam menyelesaikan perkara ini selain Undang-Undang Nomor 1 tahun

1974 Tentang Perkawinan dan Kompilasi Hukum Islam (KHI), juga

mengacu pada Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1983 Tentang Izin

Perkawinan dan Perceraian bagi Pegawai Negeri Sipil.

Adapun syarat-syarat yang dipenuhi pemohon, mencakup syarat

alternatif dan syarat kumulatif. Syarat alternatif yang dipenuhi pemohon

adalah terpenuhinya salah satu dari apa yang disebutkan dalam pasal 4 ayat

(2) poin (a) Undang-Undang Nomor 1 tahun 1974 yaitu isteri tidak dapat

menjalankan kewajibannya sebagai isteri, alasan pemohon untuk beristeri

lebih dari satu didasarkan pada kondisi isteri (termohon) yang mengalami

sejenis gangguan kejiwaan yaitu skizofrenia, di mana penderita skizofrenia

sulit untuk berkomunikasi dengan baik dan bertingkah laku aneh karena

terpecahnya kepribadian dan ketidaksesuaian kerjasama antara pikiran,

perasaan dan tingkah laku5 Sehingga sejak saat itu isteri tidak dapat

menjalankan kewajibannya sebagai isteri secara penuh.

5 Sutardjo A. Wiramihardja, Pengantar Psikologi Abnormal, (Bandung: PT. Refika

Aditama, 2005), h. 134.

Page 74: K O N S E N T R A S I P E R A D I L A N A G A M A ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2053/1...K O N S E N T R A S I P E R A D I L A N A G A M A PROGRAM STUDI AHWAL

69

Adapun syarat kumulatif yang telah dipenuhi pemohon yaitu dengan

adanya bukti-bukti, diantaranya surat permohonan izin untuk beristeri lebih

dari seorang kepada instansi tempat pemohon bekerja, tertanggal 2 Juni

2008, surat jaminan berlaku adil tertanggal 2 Juni 2008, surat keterangan

dari RSUP Cipto Mangunkusumo Departemen Psikiatri tertanggal 7 April

2008 dan surat izin atasan tertanggal 2 Juni 2008. Di sini pemohon tidak

dapat menunjukkan izin isteri baik secara lisan maupun tulisan, karena

kondisi isteri yang sedang mengalami gangguan jiwa. Maka dengan

demikian izin isteri dalam perkara ini tidak diperlukan lagi. Seperti yang

terdapat dalam pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 yang

berbunyi :

Persetujuan yang dimaksud pada ayat (1) huruf a pasal ini tidak diperlukan

lagi bagi seorang suami apabila isteri/isteri-isterimya tidak mungkin

dimintai persetujuannya dan tidak dapat menjadi pihak dalam perjanjian,

atau apabila tidak ada kabar dari isterinya selama sekurang-kurangnya 2

(dua) tahun, atau karena sebab-sebab lainnya yang perlu mendapat

penilaian dari Hakim Pengadilan.

Bukti-bukti di atas selain sudah sesuai dengan ketentuan yang terdapat

dalam Undang-Undang Nomor 1 tahun 1974 juga sudah sesuai dengan

Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1983. Di samping bukti-bukti

tertulis di atas, pemohon juga membawa 2 orang saksi yang masih ada

hubungan saudara dengan pemohon untuk dapat dimintai keterangannya

oleh Majelis Hakim.

Page 75: K O N S E N T R A S I P E R A D I L A N A G A M A ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2053/1...K O N S E N T R A S I P E R A D I L A N A G A M A PROGRAM STUDI AHWAL

70

Menurut penulis, persyaratan yang terdapat pada pasal 4 Undang-

Undang Nomor 1 tahun 1974 bersifat diskriminatif. Di dalamnya,

kelemahan isteri baik fisik maupun non fisik dijadikan alasan kebolehan

suami untuk berpoligami. Sehingga seolah-olah isteri hanya dianggap

sebagai ”pelayan” suami, yang ketika sudah tidak berfungsi lagi, maka

suami dapat mencari wanita lain untuk dapat melayaninya sesuai dengan

keinginannya. Tampak tidak manusiawi, terutama melihat dari sisi psikis

isteri yang mengalami keadaan sebagaimana yang disebutkan dalam pasal

tersebut. Undang-Undang ini juga bisa menjadi faktor pendukung seseorang

untuk berpoligami yang merasa kondisi rumah tangganya memenuhi kriteria

persyaratan untuk bepoligami. Akan tetapi walau bagaimanapun Undang-

Undang ini sudah berusaha untuk meminimalisir ekses negatif atau mafsadat

pada praktek poligami demi terciptanya kemaslahatan bagi isteri, suami

maupun anak-anak.

Perlunya peninjauan kembali terhadap Undang-Undang Nomor 1

tahun 1974 tentang Perkawinan ini dalam perspektif relasi yang lebih adil

antara laki-laki dan perempuan dan ditetapkannya suatu peraturan mengenai

sanksi terhadap pelaku poligami yang terbukti menimbulkan dampak negatif

dalam kehidupan rumah tangganya terutama terhadap isteri/ isteri-isteri dan

anak-anak.

Mengenai saksi, menurut penulis, Majelis Hakim lebih baik untuk

meminta juga keterangan dari orang-orang yang hidup dalam satu ruang

lingkup dengan pemohon, sehingga orang tersebut benar-benar telah melihat,

Page 76: K O N S E N T R A S I P E R A D I L A N A G A M A ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2053/1...K O N S E N T R A S I P E R A D I L A N A G A M A PROGRAM STUDI AHWAL

71

mendengar dan mengalami sendiri terhadap apa yang disaksikannya secara

langsung. Seperti kesaksian dari anak-anak pemohon dan termohon yang

masih tinggal satu rumah atau siapa saja yang berada dalam rumah tersebut

agar dapat diperoleh pengetahuan tentang kondisi rumah tangga pemohon

dan termohon dengan jelas dan terang.

Di lingkungan Peradilan Agama, permohonan untuk beristeri lebih

dari seorang merupakan jenis perkara yang mempunyai produk Pengadilan

Agama berupa penetapan bukan dalam bentuk volunteria murni, sehingga

penetapannya harus dianggap putusan dan pemohon dan termohon harus

dianggap sebagai penggugat dan tergugat.6 Secara keseluruhan permohonan

pemohon untuk beristeri lebih dari seorang sudah sejalan dengan maksud

yang terdapat dalam pasal 4 dan pasal 5 Undang-Undang Nomor 1 tahun

1974 jo pasal 40 dan pasal 41 Peraturan Pemerintah Nomor 9 tahun 1975,

maka demikian Majelis Hakim mengabulkan permohonan pemohon dengan

amar putusan yang berbunyi:

1. Menyatakan termohon dipanggil dengan sepatutnya untuk menghadap di

persidangan, tidak hadir.

2. Mengabulkan permohonan pemohon dengan verstek.

3. Menetapkan memberi izin kepada pemohon untuk menikah lagi yang

kedua (poligami) dengan calon isteri yang bernama Dr. Prafithrie Avialita

Shanti binti Moh. Nasir Rahawi.

6 Roihan A, Rasyid, Hukum Acara Peradilan Agama, (Jakarta: PT. RajaGrafindo,

2002), h.205

Page 77: K O N S E N T R A S I P E R A D I L A N A G A M A ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2053/1...K O N S E N T R A S I P E R A D I L A N A G A M A PROGRAM STUDI AHWAL

72

4. Membebankan pemohon untuk membayar biaya perkara ini sejumlah Rp.

681.000,- (enam ratus delapan puluh satu ribu rupiah).

Putusan dibacakan dalam sidang yang dinyatakan terbuka untuk umum,

sesuai dengan asas putusan. Karena pada prinsipnya pemeriksaan dan

putusan harus diucapkan secara terbuka, ketentuan ini terdapat dalam pasal

18 Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1970 sebagaimana diubah dengan

Undang-Undang Nomor 35 Tahun 1999 sekarang dalam pasal 20 Undang-

Undang Nomor 4 Tahun 2004 yang berbunyi7:

Semua putusan pengadilan hanya sah dan mempunyai kekuatan hukum

apabila diucapkan dalam sidang terbuka untuk umum.

Untuk memperkuat penelitian ini, penulis juga telah melakukan

wawancara terhadap salah satu hakim Pengadilan Agama Jakarta timur yang

menangani langsung perkara ini.8 Dari hasil wawancara tersebut, dapat

diketahui bahwa gangguan jiwa yang dijadikan sebagai alasan oleh

pemohon untuk dapat menikah lagi memang tidak disebutkan secara tekstual

dalam Undang-Undang Nomor 1 tahun 1974 Tentang perkawinan, tetapi di

sini hakim melakukan interpretasi terhadap apa yang dimaksud oleh pasal 4

ayat (2) point a yang menyatakan istri tidak dapat menjalankan

kewajibannya sebagai istri. Dilihat dari kondisi istri yang pada saat itu

mengalami gangguan jiwa.

7 Yahya Harahap, Hukum Acara Perdata, (Jakarta: Sinar Grafika, 2008), cet-7, h.804.

8 Lihat wawancara dengan Hakim Pengadilan Agama Jakarta Timur.

Page 78: K O N S E N T R A S I P E R A D I L A N A G A M A ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2053/1...K O N S E N T R A S I P E R A D I L A N A G A M A PROGRAM STUDI AHWAL

73

Hal-hal yang dijadikan pertimbangan oleh hakim tidak hanya berpaku

pada peraturan perundang-undangan, tetapi juga melihat dari sisi maslahat

dan mafsdat dari para pihak yang terkait. Seperti pada perkara ini yang

menjelaskan bahwa kehidupan suami yang sudah tidak normal lagi selama

kurang lebih sepuluh tahun terakhir karena isterinya mengidap penyakit

gangguan jiwa, sehingga tidak dapat lagi memenuhi kewajibannya sebagai

isteri. Menurut Majelis Hakim agar kehidupan suami kembali normal,

terjaga dari perbuatan zina serta isteri tetap dalam pemeliharaan suami

terutama dalam proses kesembuhannya, sehingga menolak kemafsadatan di

sini yaitu dengan memelihara suami dari zina serta menarik kemaslahatan

yaitu dengan tetap terpeliharanya isteri yang pertama sebagai tanggung

jawab suami, maka Majelis Hakim menetapkan untuk mengabulkan

permohonan tersebut.

Penulis setuju dengan penetapan hakim yang mengabulkan

permohonan izin poligami tersebut, karena dengan berpoligami kehidupan

suami terselamatkan dan terpelihara dari perbuatan zina dan isteri pertama

juga tetap terlindungi hak-haknya karena masih menjadi isteri yang sah

sehingga pemeliharaan, perawatan dan perlindungan masih dalam tanggung

jawab suami. Sedangkan menurut fiqh, ketentuan poligami hanya

ditekankan pada keyakinan seorang muslim pada dirinya untuk bisa berlaku

adil diantara para isterinya dalam masalah makan, minum,

berpakaian,tempat tinggal, menginap dan nafkah, kecuali dalam masalah

hati, karena hati adalah diluar kendali manusia. Maka barang siapa yang

Page 79: K O N S E N T R A S I P E R A D I L A N A G A M A ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2053/1...K O N S E N T R A S I P E R A D I L A N A G A M A PROGRAM STUDI AHWAL

74

tidak yakin terhadap kemampuannya untuk memenuhi hak-hak tersebut

dengan adil maka diharamkan baginya untuk menikah lebih dari seorang,

juga kebolehan poligami terbatas hanya pada empat orang isteri.

seperti dalam Firman Allah SWT:

÷βÎ)uρ ÷Λä ø�Åz āωr& (#θ äÜÅ¡ø)è? ’ Îû 4‘uΚ≈ tGu‹ ø9$# (#θßsÅ3Ρ$$ sù $ tΒ z>$ sÛ Νä3s9 z ÏiΒ Ï !$ |¡ÏiΨ9$# 4 o_ ÷WtΒ

y]≈ n=èOuρ yì≈ t/â‘uρ ( ÷βÎ*sù óΟ çF ø�Åz āωr& (#θ ä9ω÷ès? ¸οy‰Ïn≡ uθ sù ÷ρr& $ tΒ ôMs3n=tΒ öΝä3ãΨ≈ yϑ÷ƒ r& 4 y7Ï9≡ sŒ

#’ oΤ÷Šr& āωr& (#θ ä9θ ãès? )٣ :النساء(

Artinya : “Dan jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil terhadap

(hak-hak) perempuan yang yatim (bilamana kamu mengawininya), Maka

kawinilah wanita-wanita (lain) yang kamu senangi : dua, tiga atau empat.

Kemudian jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil, Maka (kawinilah)

seorang saja, atau budak-budak yang kamu miliki. yang demikian itu adalah

lebih dekat kepada tidak berbuat aniaya”. (QS. An-Nisa:3)

Poligami yang dibangun pemohon itu sangat wajar dan sesuai dengan

apa yang diimpikan tujuan berpoligami yaitu terciptanya ketenangan lahir

dan batin dalam suatu kehidupan rumah tangga. Meninjau kembali kepada

tujuan perkawinan dengan menunjang kebaikan harus selalu merupakan

tujuan utama. Di sini poligami sebagai jalan darurat dan pencegahan yang

penting untuk memelihara nilai-nilai kehidupan masyarakat serta

melindungi masyarakat dari kekacauan, maka dengan begitu terwujudlah

hikmah dari poligami yang mengandung kemaslahatan bagi para pihak yang

terkait.

Page 80: K O N S E N T R A S I P E R A D I L A N A G A M A ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2053/1...K O N S E N T R A S I P E R A D I L A N A G A M A PROGRAM STUDI AHWAL

75

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. KESIMPULAN

Berdasarkan pembahasan yang telah penulis uraikan pada bab

terdahulu, maka pada bab ini penulis akan menguraikan beberapa

kesimpulan, yaitu:

1. Pada perkara ini permohonan izin poligami sudah sejalan dengan

maksud yang terdapat dalam pasal 4 dan pasal 5 Undang-Undang

Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan jo pasal 40 dan pasal 41

Peraturan Pemerintah Nomor 9 tahun 1975.

2. Poligami dalam fikih merupakan kebolehan yang bersyarat, yaitu

ditekankan pada syarat kemampuan untuk bersikap adil pada isteri-

isteri dan anak-anaknya serta terbatas pada empat orang isteri. Pada

kasus ini permohonan untuk poligami dianggap sudah sejalan

dengan ketentuan yang terdapat dalam fikih.

3. Hakim Pengadilan Agama dalam memutus perkara selain

berpedoman pada peraturan perundangan-undangan, al-Qur’an dan

al-Hadits juga lebih memprioritaskan faktor maslahat dan

mafsadah para pihak dengan menjunjung tinggi asas keadilan.

Page 81: K O N S E N T R A S I P E R A D I L A N A G A M A ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2053/1...K O N S E N T R A S I P E R A D I L A N A G A M A PROGRAM STUDI AHWAL

76

B. SARAN

1. Perlu adanya peninjauan kembali pada ketentuan poligami yang

terdapat dalam peraturan perundang-undangan agar tidak bertentangan

dengan hak asasi manusia serta tidak juga memberi ruang yang

menyebabkan perilaku poligami tidak sehat dan menimbulkan dampak

negatif atau bahaya.

2. Majelis Hakim dalam menyelesaikan perkara permohonan untuk

berisiteri lebih dari seorang, hendaknya tidak hanya berpaku pada

perundang-undangan saja atau law in book, tapi juga harus

mempertimbangkan dari sisi maslahat dan mafsadah atau manfaat dan

bahaya dari kedua belah pihak yang berperkara.

3. Mengenai pengetahuan poligami, agar dapat dilaksanakan sesuai

Syariat dan lebih hati-hati dalam pelaksanaannya hendaknya

dimasukkan dalam kurikulum fikih Aliyah.

4. Perlu adanya sosialisasi melalui khutbah jum’at, ceramah subuh dan

pengajian sebagai media sosialisasai berkenaan dengan hukum

kekeluargaan yang ditujukan kepada masyarakat luas.

Page 82: K O N S E N T R A S I P E R A D I L A N A G A M A ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2053/1...K O N S E N T R A S I P E R A D I L A N A G A M A PROGRAM STUDI AHWAL

77

DAFTAR PUSTAKA

Al-Qur’an dan Tafsirnya Aedy, Hasan, Poligami Syariah dan Perjuangan Kaum Perempuan, Bandung:

Alfabeta, 2007. Ahmad Jaiz, Hartono, Wanita Antara Jodoh, Poligami dan Perselingkuhan,

Jakarta: Pustaka Al-Kautsar,2007. Al-‘asqalani, Bulughul Maram, Kairo: Dar al-Hadits, 2003. Al-Atthar, Abdul Natsir Taufiq, Polygamy dan Eksisistensinya, Bekasi: LIPP

Riyadhus Sholihin, 2004. Al-bukhari, Shohih Bukhori, Libanon: Baitul al-Afkar ad-Dauliyah, 2008. Ali, Muhammad Daud, Hukum Islam dan Peradilan Agama: Kumpulan Tulisan,

Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 2002. Ali, Zainuddin, Hukum Perdata Islam di Indonesia, Jakarta: Sinar Grafika, 2006. Al-Khalafi, Abdul ‘Azhim bin Badawi, Al-Wajiz, Ensiklopedi Fiqih Islam dalam

Al -Qur’an dan As-Sunnah As-Shahih, (Jakarta: Pustaka As-Sunnah, April 2006.

Al-Qozwi, Abdillah Muhammad bin Yazin Ibnu Majah, Sunan Ibnu Majah,

Beirut: Baitul al-Afkar ad-Dauliyah, 2004. Ardani, Tristiadi Ardi, Psikiatri Islam, Malang: UIN-MALANG, 2008. Arif, Iman Setiadi, Skizofrenia: Memahami Dinamika Keluarga Pasien, Bandung:

PT. Rafika Aditama, 2006, cet-1. Ar-Rifai, Muhammad Nasib, Kemudahan dari Allah: Ringkasasan Tafsir Ibnu

Katsir, Penerjemah Syihabuddin, Jakarta: Gema Insani Press, 1999, cet-1. Dahlan, Abdul Aziz, dkk, Ensiklopedi Islam, Jakarta: PT. Ichtiar Baru Van Hoeve,

1999, cet.ke-5. Daradjat, Zakiah, Kesehatan Mental, Jakarta: PT. Gunung Agung, 1985. Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai

Pustaka, Edisi ketiga, 2007.

Page 83: K O N S E N T R A S I P E R A D I L A N A G A M A ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2053/1...K O N S E N T R A S I P E R A D I L A N A G A M A PROGRAM STUDI AHWAL

78

Djaelani, Abdul Qadir, Keluarga Sakinah, Surabaya: PT. Bina Ilmu, 1995. Ensiklopedi Hukum Islam, Jakarta: PT. Ichtiar Baru Van Voeve, 1999, jilid I,

cet.ke-3. Fahmie , Ustad Ansori, Siapa Bilang Poligami itu Sunnah?, Depok, Pustaka

Iman,2007Thalib, Sayuti, Hukum Kekeluargaan Indonesia Berlaku Bagi Umat Islam, Jakarta: UI-Press, 1986.

Farhat, Karam Hilmi, Poligami dalam Pandangan Islam, Nasrani dan Yahudi,

Jakarta: Darul Haq, Februari 2007. Gangguan Jiwa (Mental Disorder),

http://medicblueprint.blogspot.com/2009/06/gangguan-jiwa-mental-disorder.html

Haikal, Abuttawab, Rahasia Perkawinan Rasulullah dalam Islam VS Monogami

Barat, Jakarta: CV Pedoman Ilmu Jaya, 1993, cet-1. Harahap, M.Yahya, Hukum Perkawinan Nasional Berdasarkan Undang-Undang

No. 1 tahun 1974 dan PP No. 9 Tahun 1975, Medan: CV. Zahir Trading, 1975.

_______________, Hukum Acara Perdata, Jakarta: Sinar Grafika, 2008, cet-7. Hasan, M.Ali, Pedoman Hidup berumah Tangga dalam Islam, Jakarta: Prenada

Media, 2003, cet .ke-1. Hidayati, Henry Narendrany dan Yudiantoro, Andi, Psikologi Agama, Jakarta:

UIN Jakarta Press, 2007. Hosen, Ibrahim, Fiqh Perbandingan dalam Masalah Nikah, Talaq, Rujuk dan

Hukum Kewarisan, Jakarta: Yayasan Ihya ‘Ulumuddin, 1971. Ibnu Saurah, Abi Isa Muhammad bin Isa, Sunan al-Tirmidzi al-Jami’ al-Shahih,

Beirut: Dar- eL-Marefah, 2004. M. Quraish Shihab, Perempuan: dari Cinta Sampai Seks, dari Nikah Mut’ah

Sampai Nikah Sunnah, dari Bias Lama Sampai Bias Baru, (Jakarta: Lentera Hati, 2005), cet.ke-4, h. 129.

Manan, Abdul, Aneka Masalah Hukum Perdata Islam di Indonesia, Jakarta:

Kencana, 2008, cet-2. Mujieb, M. Abdul, dkk, Kamus Istilah Fiqih, Jakarta: PT. Pustaka Firdaus, 1994.

Page 84: K O N S E N T R A S I P E R A D I L A N A G A M A ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2053/1...K O N S E N T R A S I P E R A D I L A N A G A M A PROGRAM STUDI AHWAL

79

Mulia, Musdah, Pandangan Islam Tentang Poligami, Jakarta: LKAJ-SP, 1999. Nevid, Jeffrey S, dkk, Psikologi abnormal, judul asli: Abnormal Psychology in a

Changing World, Alih bahasa: Tim Fakultas Psikologi UI, Jakarta: Erlangga, 2005, jilid 2.

Nuruddin, Amiur dan Tarigan, Azhari Akmal, Hukum Perdata Islam di Indonesia,

Studi Kritis Perkembangan Hukum Islam dari Fikih, UU No. 1/1974 sampai KHI. Jakarta: Kencana Prenada Media Group, Juli 2006), cet.ke-3.

Peran Keluarga Menangani Penderita Gangguan Jiwa,

http://www.pontianakpost.com/index.php?mib=berita.detail&id=30254. Rasyid, Roihan A, Hukum Acara Peradilan Agama, Jakarta: PT. RajaGrafindo,

2002. Sabiq, Sayyid, Fikih Sunnah 6, Bandung: PT.Alma’arif, cet.ke-20. Saleh, K. Wantjik, Hukum Perkawinan Indonesia, Jakarta: Ghalia Indonesia,

1976. Sanapiah, Faisal, Format-Format Penelitian Sosial, Dasar-Dasar dan

Aplikasinya, Jakarta: PT. Rajawali Pers, 2003, cet. ke-6. Semiun, Yustinus, Kesehatan Mental 1, Yogyakarta: Kanisius, 2006. Shan’ani, Muhammad bin Ismail, Subulu al-Salam, al-Mausilah ila al-Maram min

Jami’adillah al-Hakam, Kairo: Dar Ibnu Jauziyah, 2008 , juz 6. Shihab, M. Quraish, Tafsir Al-Misbah: Pesan, Kesan dan Keserasian Al-Qur’an,

Ciputat: Lentera Hati, 2000, cet-1. Su’dan R.H, Al Qur’an dan Panduan Kesehatan Masyarakat, Jakarta: Dana

Bhakti Prima Yasa, 1997. Subhan, Zaitunah, Menggagas Fiqh Pemberdayaan Perempuan, Ciputat: el-

KAHFI, 2008, cet.ke-1. Syarifudin, Amir, Hukum Perkawinan Islam di Indonesia Antara Fiqih

Munakahat dan Undang-Undang Perkawinan, Jakarta: Prenada Media, 2006.

_______________, Ushul Fiqh, Jakarta: Kencana, 2008, jilid 1, cet-3. Tim Redaksi FOKUSMEDIA, Kompilasi Hukum Islam, Bandung: Fokus Media,

2000.

Page 85: K O N S E N T R A S I P E R A D I L A N A G A M A ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2053/1...K O N S E N T R A S I P E R A D I L A N A G A M A PROGRAM STUDI AHWAL

80

Tim Redaksi FOKUSMEDIA, Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, Bandung, Fokus Media, 2005.

Utomo, Setiawan Budi, Fiqh Aktual: Jawaban Tuntas Masalah Kontemporer, Jakarta: Gema Insani Press, 2003, cet-1.

Wiramihardja, Sutardjo A, Pengantar Psikologi Abnormal, Bandung: PT. Refika

Aditama, 2005. Wawancara dengan Hakim Pengadilan Agama Jakarta Timur

Page 86: K O N S E N T R A S I P E R A D I L A N A G A M A ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2053/1...K O N S E N T R A S I P E R A D I L A N A G A M A PROGRAM STUDI AHWAL

89

Pedoman Wawancara

Nama : Dra. Hj. Saniyah KH

Jabatan : Hakim

Hari/tanggal : Selasa, 13 April 2010

Waktu/tempat : 13.00, Ruang Meditasi

1) Pertanyaan : Pada perkara permohonan izin poligami yang masuk ke

PA JT, hal2 apa saja yang memicu suami ingin memiliki

isteri lebih dari satu?

Jawaban : Pada umumnya hal-hal yang memicu suami berpoligami

tidak jauh dari apa yang terdapat dalam UUP, yaitu isteri

tidak dapat menjalani kewajibannya sebagai isteri, isteri

mempunyai penyakit atau cacat badan, dan tidak dapat

melahirkan keturunan. Ditambah lagi misalnya

kebutuhan biologis suami yang tidak terpenuhi dan

menghindari dari dosa (berzina), tetapi yang paling

banyak adalah isteri tidak bisa melaksanakan

kewajibannya dengan berbagai macam alasan.

2) Pertanyaan : Pada putusan PA JT nomor 0284/Pdt.G/2008, hakim

mengabulkan permohonan izin poligami dikarenakan

isteri mengalami gangguan jiwa, padahal dalam Undang-

Undang tidak ditemukan gangguan jiwa sebagai alasan

dibolehkannya berpoligami. Bagaimana pertimbangan

hakim dalam memutuskan perkara tersebut? Dasar

Page 87: K O N S E N T R A S I P E R A D I L A N A G A M A ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2053/1...K O N S E N T R A S I P E R A D I L A N A G A M A PROGRAM STUDI AHWAL

90

hukum apa yang digunakan?

Jawaban : Pertimbangan ini merupakan interpretasi dari pasal 4

ayat (2) point (a) yaitu isteri tidak dapat menjalankan

kewajibannya sebagai isteri. Dikarenakan kondisi isteri

yang telah mengalami gangguan jiwa, maka isteri tidak

mampu lagi menjalankan kewajibannya. Bagaimana bisa

ia mengurus suaminya sedangkan ia sendiri tidak

mampu mengurus dirinya sendiri. Disini yang diambil

adalah dari segi kemaslahatan.

3) Pertanyaan Menurut ibu, apakah ada perbedaan antara fikih dan

UUP dalam pengaturan perkawinan poligami ini?

Jawaban Sama saja, secara keseluruhan tidak ada yang berbeda

4) Pertanyaan Apakah izin poligami di Pengadilan Agama merupakan

syarat sahnya perkawinan selanjutnya?

Jawaban Perkawinan tersebut tetap sah, tetapi perkawinan

tersebut tidak mendapat perlidungan hukum, karena

pelaksanaannya tidak sesuai dengan UUP dan Kantor

Urusan Agama tidak akan menikahkan tanpa ada surat

izin poligami dari Pengadilan Agama.

5) Pertanyaan Sanksi apa yang dikenakan terhadap pelaku poligami

diluar izin Pengadilan Agama?

Page 88: K O N S E N T R A S I P E R A D I L A N A G A M A ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2053/1...K O N S E N T R A S I P E R A D I L A N A G A M A PROGRAM STUDI AHWAL

91

Jawaban Sanksi bagi pihak pelaku poligami diluar izin Pengadilan

Agamamaupun pegawai pencatat perkawian yang

mencatatkan perkawinan tersebut maka sesuai dengan

PP nomor 9 tahun 1975 Bab IX Ketentuan Pidana Pasal

45, yaitu denda setingi-tinginya Rp.7500,- atau dihukum

dengan hukuman kurungan selama-lamanya 3 bulan.

Atau sebagaimana yang terdapat dalam Kompilasi

Hukum Islam pasal 71 dan pasal 72 yaitu pihak yang

merasa dirugikan dapat mengajukan permohonan

pembatalan perkawinan ke Pengadilan Agama.

6) Pertanyaan Menurut ibu apakah alasan-alasan kebolehan poligami

yang terdapat dalam UUP sudah mencakup alasan-alasan

poligami yang terjadi dalam masyarakat?

Jawaban Iya, terkecuali hal-hal lain yang menjadi pertimbangan

hakim untuk dapat dikabulkannya poligami, seperti

dikhawatirkan terjerumus dalam perzinahan atau suami

sudah terlanjur menghamili perempuan lain misalnya.

Dan hal-hal lain yang bersifat kasuistik, karena hakim

dalam memutuskan suatu perkara tidak terpaku pada

Undang-Undang saja, tetapi melihat maslahat dari setiap

kasus itu sendiri.