jurnalisme presisi pada media online (studi kasus...
TRANSCRIPT
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Penelitian
Seperti halnya negara-negara di berbagai belahan dunia, Indonesia kini telah
memasuki masa konvergensi media. Konvergensi media bisa didefiniskan sebagai
arus atau aliran konten yang terjadi di berbagai platform media, kooperasi antara
sejumlah industri media, dan perilaku para audiens media yang akan selalu pergi
ke manapun dalam usahanya mencari pengalaman hiburan yang mereka
inginkan1. Dengan adanya konvergensi media, audiens menjadi memiliki peran
yang krusial dalam membentuk dan mendistribusikan konten, dikarenakan
munculnya sifat interaktivitas yang sebelumnya tidak hadir dalam media
tradisional.
Konvergensi media merupakan sebuah proses yang berkelanjutan, pun
demikian dengan apa yang terjadi di Indonesia. Proses ini ditandai dengan
munculnya Detik.com sebagai portal berita online pertama di Indonesia pada 9
Juli 1998. Seiring dengan meningkatnya teknologi serta makin tingginya minat
dan kebutuhan terhadap berita yang cepat, satu per satu kantor media massa turut
meluncurkan portal berita online-nya masing-masing; misalnya Kompas dengan
Kompas.com, Tempo dengan Tempo.co, Harian Tribun dengan Tribun.com, dan
lain sebagainya. Sekarang, portal berita merajai daftar 50 situs internet dengan
pengunjung terbanyak di Indonesia dengan 21 entry2.
Perkembangan dalam lanskap media ini berpengaruh dalam bentuk
perubahan paradigma media. Media tidak lagi menjadi penghimpun dan penyalur
informasi yang dapat dipercaya dan dipertanggungjawabkan sebagai upaya untuk
memenuhi kebutuhan informasi publik. Dalam perjalanannya, melalui wujud
1Henry Jenkins. 2006. Convergence Culture: Where Old and New Media Collide. New York:
NYU Press. Hal 3. 2http://www.alexa.com/topsites/countries/IDdiakses pada 10 April 2017.
Jurnalisme Presisi pada Media Online (Studi Kasus Manajemen Redaksional Tirto.id ditinjau dariJurnalisme Presisi)NIZZA NURMALIA ZULVAUniversitas Gadjah Mada, 2018 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
2
portal berita online, ia pun memposisikan diri sebagai penyedia konten berita,
informasi, hiburan, dan produk media lain yang akan menarik minat audiens3.
Salah satu permasalahan yang paling disorot dalam era konvergensi media adalah
kredibilitas portal berita online.Hal ini dikemukakan oleh Hargreaves4:
“Jurnalisme di era konvergensi dituding mengorbankan akurasi demi kecepatan,
investigasi bermanfaat untuk selingan murahan, dan reliabilitas untuk hiburan.
Media berita yang „memperbodoh diri‟ didakwa mendahulukan sensasi ketimbang
signifikansi, dan selebritas daripada pencapaian.”
Kecepatan dalam memproduksi konten menjadi hal yang diutamakan dalam
operasional portal berita online, mengingat ia menjadi faktor krusial dalam
persaingan untuk memperebutkan view dari para pengguna. Flanagin dan
Metzger5 menjelaskan bahwa media konvensional menjalani proses verifikasi
serta melakukan cek dan ricek terlebih dahulu sebelum sampai kepada publik,
namun situs internet tidak selalu melakukan langkah-langkah tersebut. Maka, tak
mengherankan apabila muncul anggapan bahwa ketika surat kabar menjadi
online, peran gatekeeper menghilang dan digantikan oleh tirani kecepatan6.
Saat kecepatan unggah berita menjadi hal yang paling diutamakan, maka isi
berita bukan lagi menjadi hasil akhir dari sebuah disiplin verifikasi jurnalistik, tapi
produk dari proses verifikasi7 alias truth in the making, suatu kebenaran yang
belum final. Hal tersebut sangat disayangkan, mengingat truth, kebenaran
jurnalistik, memiliki makna yang spesifik, yaitu sebuah proses penuh kedisiplinan
untuk menemukan, menyambung, dan melakukan verifikasi terhadap berbagai
fakta yang menjadi bahan pokok sebuah berita8. Untuk mencapainya, maka
seorang jurnalis harus mengumpulkan fakta peristiwa atau pernyataan, serta
3Gracie Lawson-Borders. 2006. Media Organizations and Convergence: Case Studies of Media
Convergence Pioneers.New Jersey: Lawrence Erlbaum Association, Inc. 4Stuart Allan. 2009. The Routledge Companion to News and Journalism. New York: Routledge.
5Andrew J. Flanagin, Miriam J. Metzger. 2000. Perceptions of Internet Information Credibility.
Journalism and Mass Communication Quarterly, 77, hal 515-540. 6Jane B. Singer. 2001. The Metro Wide Web: Changes in Newspaper's Gatekeeping Role Online.
Journalism Quarterlyedisi 78. hal 65-80 7J. Heru Margianto, Asep Syaefullah. 2014. Media Online: Antara Pembaca, Laba dan Etika.
Jakarta: Aliansi Jurnalis Independen (AJI). Hal 5. 8Kuskridho Ambardi. 2015. “Truth in the Making”. Dikutip dari situs http://digi-
journalism.or.id/truth-in-the-making/ diakses pada 10 April 2017
Jurnalisme Presisi pada Media Online (Studi Kasus Manajemen Redaksional Tirto.id ditinjau dariJurnalisme Presisi)NIZZA NURMALIA ZULVAUniversitas Gadjah Mada, 2018 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
3
memverifikasi dan validasi pada sumber-sumber yang dapat dipercaya,
memastikan akurasi mengenai proses peristiwa, juga merangkum sudut pandang
yang majemuk.
Saat ini kita hidup dalam kultur berita online instan, yang tidak hanya
menggabungkan penyebaran berita secara instan, tapi juga reaksi dan komentar
langsung terhadap peristiwa yang diberitakan tersebut9. Saat sebuah peristiwa
terjadi, sekarang kita memiliki keinginan untuk segera mengetahui informasi
terkait peristiwa tersebut. Keberadaan media sosial dengan kemampuannya untuk
mengalirkan berita interaktif, entah itu dari jurnalis profesional maupun warga,
memicu perubahan dalam tatanan pelaporan peristiwa yang dikenal dengan istilah
‘news now10
’. Dalam situasi ini, hubungan sekuensial yang tradisional antara
peristiwa dan reportase menjadi terbalik. Peliputan sebuah peristiwa tak lagi
mengikuti peristiwa tersebut, namun beriringan dan terkadang bahkan mendahului
proses terungkapnya peristiwa secara lengkap. Tak jarang pula, media memberi
bumbu sensasionalitas untuk memancing para user.
Peristiwa terorisme yang bertempat di Jalan MH Thamrin, Sudirman, Jakarta
Pusat pada Januari 2016 adalah contoh yang nyata dari permasalahan jurnalisme
konvergensi. Melalui akun Twitter @tvOneNews, TV One menginfokan bila
selain Sarinah, ledakan bom juga terjadi di 3 lokasi lain. Ketiganya adalah Slipi,
Kuningan, dan Cikini. Padahal, menurut akun Divisi Humas Mabes Polri,
@DivHumasPolri, ledakan hanya terjadi di Sarinah.TV One abai melakukan
verifikasi ulang atas berbagai informasi yang diterimanya. Kelalaian ini berakibat
timbulnya anggapan bahwa teror terjadi di banyak tempat, kesan yang terbangun
adalah Jakarta dikepung oleh teror11
. Pemberitaan bermasalah dari TV One ini pun
terlanjur menyebar dan bahkan sempat dilansir oleh BBC World News.Viva.co.id
pun menyadur dan turut menyebarluaskan berita tersebut.
9Michael Karlsson. 2010. Rituals of Transparency: Evaluating online news outlets' uses of
transparency rituals in the United States, United Kingdom and Sweden. Journalism
Studies.Volume 11, 2010 - Issue 4: The Future of Journalism 10
Mimi Sheller. 2015. “News Now.” Journalism Studies. 16 (1): 12–26. 11
Remotivi. 2016. Jurnalisme Teror, Teror Jurnalisme. Diakses dari
tautan:http://www.remotivi.or.id/meja-redaksi/249/Jurnalisme-Teror,-Teror-Jurnalisme pada 3 Mei
2017.
Jurnalisme Presisi pada Media Online (Studi Kasus Manajemen Redaksional Tirto.id ditinjau dariJurnalisme Presisi)NIZZA NURMALIA ZULVAUniversitas Gadjah Mada, 2018 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
4
Portal berita Warta Kota Online pun tersandung masalah serupa. Mereka,
tanpa melakukan verifikasi sama sekali, memuat cerita yang tengah hangat
diperbincangkan di media sosial mengenai satpam yang turut menjadi korban.
Setelah isu tersebut viral, muncul klarifikasi dari direktur utama Sarinah yang
menyatakan bahwa tidak ada petugas keamanan gedung Sarinah yang tewas
karena peristiwa tersebut. Sementara itu, JPNN membumbui beritanya dengan
sensasionalisme pada berita “NGERI! Masih Ada Lima Bom Aktif di Badan
Pelaku yang Sudah Mampus Itu” dan berita “SELESAI! Pelaku Bom Sarinah
Sudah Mampus Semua”. Selain didewakannya kecepatan dan penggunaan click
bait dalam wujud sensasionalisme, fenomena derasnya peredaran berita palsu, atau
yang lebih dikenal dengan istilah hoax, di media sosial pun jadi salah satu
permasalahan utama di era konvergensi media.
Penulis merasa tertarik saat menemukan fakta bahwa belum lama ini muncul
Tirto, portal berita online Indonesia yang menyatakan bahwa mereka memilih
untuk beroperasi di jalur jurnalisme presisi. Jurnalisme presisi adalah jurnalisme
saintifik, yang berarti memperlakukan jurnalisme sebagai sains, mengadopsi
metode saintifik, objektivitas saintifik dan standar saintifik dalam seluruh proses
komunikasi massa12
. Jurnalisme presisi biasanya dilakukan dengan memanfaatkan
survei atau poling, analisis isi dan eksperimen lapangan untuk mengkonversikan
kejadian, karakteristik, perilaku dan sikap menjadi angka untuk kemudian
dianalisis13
. Jurnalisme presisi kembali relevan di era keterbukaan dan banjir
informasi seperti sekarang ini. Data publik memang dapat diperoleh dengan
mudah, akan tetapi data yang masih mentah tidak akan cukup untuk menjadi
sebuah berita. Untuk dapat disebut berguna dan dapat dipahami oleh khalayak,
data tersebut harus diproses, diabstraksikan dan disusun dalam sebuah struktur.
Pada posisi inilah peran lembaga pers yang menjadikan konsep jurnalisme presisi
sebagai pakemnya berada.
12
Philip Meyer. 2002. Precision Journalism: A Reporter's Introduction to Social Science Methods
(4th ed.). Langham, Maryland: Rowman & Littlefield 13
David Pearce Demers & Suzanne Nichols. 1987. Precision Journalism: A Practical Guide.
Beverly Hills: Sage Publication. Hal 10.
Jurnalisme Presisi pada Media Online (Studi Kasus Manajemen Redaksional Tirto.id ditinjau dariJurnalisme Presisi)NIZZA NURMALIA ZULVAUniversitas Gadjah Mada, 2018 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
5
Mengingat praktik jurnalisme presisi bisa dikatakan memakan waktu yang
tidak sebentar, tentu menjadi suatu hal yang menarik saat muncul satu lembaga
pers berbasis online yang mempraktikkannya. Hal ini menggugah rasa ingin tahu
penulis akan manajemen redaksional yang diterapkan Tirto. Menurut George R.
Terry, manajemen merupakan proses khas yang terdiri dari tindakan-tindakan
perencanaan, pengorganisasian, penggerakkan dan pengawasan yang dilakukan
untuk menentukan serta mencapai sasaran-sasaran yang telah ditetapkan melalui
pemanfaatan sumber daya manusia serta sumber-sumber lain. Konsep tersebut
dapat diterapkan dalam manajemen sebuah media dan ruang redaksinya.
Manajemen redaksional mengambil fokus kepada preparasi perangkat manajerial
usaha pemberitaan, bagaimana sebuah berita diproduksi dari awal sampai akhir,
dari tahap perancangan, persiapan, pelaksanaan, sampai evaluasi dan kontrol hasil
akhirnya14
. Pilihan Tirto untuk menerapkan konsep jurnalisme presisi jelas akan
berpengaruh pada praktik manajemen redaksionalnya.
Sebelumnya, Tjok Khresna Wijaya Putra dari Universitas Gadjah Mada
telah melakukan penelitian terkait hal tersebut. Dalam skripsinya yang berjudul
Jurnalisme Presisi Pada Media Online (Studi Kasus Manajemen Redaksional
Pandit Football Ditinjau Dari Konsep Jurnalisme Presisi Tahun 2015), ditemukan
fakta bahwa penerapan jurnalisme presisi pada Pandit Football memiliki
pengaruh pada waktu produksi artikel dan manajemen sumber daya manusia.
Selain itu, alur kerja redaksi Pandit Football menyerupai alur kerja media cetak
daripada media online pada umumnya, ditandai dengan kehadiran editor yang
bertugas mengedit tulisan sebelum dipublikasikan sekaligus melakukan proses
gatekeeping. Dijelaskan pula mengenai tahapan riset dan pengembangan cerita
yang didedikasikan khusus untuk melakukan kerja jurnalisme presisi yang
melibatkan metode penelitian kuantitatif di dalamnya, serta strategi mereka untuk
mengatasi keterlambatannya dalam mengunggah berita.
Berangkat dari penelitian terdahulu tersebut, penulis merasa tertarik untuk
meneliti manajemen redaksional Tirto ditinjau dari konsep jurnalisme presisi.
14
George R. Terry. 2009. Dasar-DasarManajemen. Jakarta: Bumi Aksara.
Jurnalisme Presisi pada Media Online (Studi Kasus Manajemen Redaksional Tirto.id ditinjau dariJurnalisme Presisi)NIZZA NURMALIA ZULVAUniversitas Gadjah Mada, 2018 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
6
Penulis meyakini dengan segmentasi pembaca, cakupan tema yang lebih luas, dan
susunan organisasi yang berbeda, akan muncul perbedaan dalam manajemen
redaksional Tirto.
B. Rumusan Masalah
Bagaimana proses manajemen redaksional Tirto ditinjau dari konsep
jurnalisme presisi?
C. Tujuan Penelitian
1. Mengetahui proses manajemen redaksional Tirto sebagai portal berita yang
menggunakan konsep jurnalisme presisi.
2. Mengetahui peran dan fungsi manajemen redaksi Tirto dalam pengelolaan
portal berita.
3. Menganalisis bagaimana Tirto, dengan manajemen redaksional yang
mereka lakukan, mampu berkembang pesat menjadi salah satu portal berita
online paling populer di Indonesia.
D. Manfaat Penelitian
1. Memetakan aspek-aspek redaksional media dalam era media berbasis
internet (online).
2. Memaparkan aspek-aspek redaksional dalam pengelolaan institusi media,
terutama media yang menerapkan jurnalisme presisi dalam kontennya.
3. Memperkaya kajian jurnalisme presisi.
4. Memperkaya kajian new media.
Jurnalisme Presisi pada Media Online (Studi Kasus Manajemen Redaksional Tirto.id ditinjau dariJurnalisme Presisi)NIZZA NURMALIA ZULVAUniversitas Gadjah Mada, 2018 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
7
E. Kerangka Pemikiran
1. Jurnalisme Online
Pada medio pertengahan tahun 1990-an, media mulai memanfaatkan
potensi world wide web (WWW) untuk mengilustrasi berita yang dulunya
ditampilkan di majalah, surat kabar dan program berita di televisi. Organisasi
pers dan jaringan televisi membangun newsstand virtual yang menampilkan
headline terkini15
. Fenomena tersebut merukpakan perwujudan edia sebagai
suatu organisasi atau lembaga ekonomi. Mereka mengimplementasikan
teknologi dalam perkembangannya, sejalan dengan perspektif teknosentrik
yang dinyatakan oleh Tornatzky dan Fleischer16
. Perspektif ini menempatkan
teknologi sebagai kekuatan yang mendorong terjadinya suatu perubahan.
Teknologi dianggap sebagai faktor dominan dalam proses implementasi
teknologi komunikasi. Dalam kasus ini, komputer dan internetlah yang
menjadi faktor dominan dalam perubahan yang terjadi dalam media dan turut
serta melahirkan media baru.
Internet menyediakan platform multimedia sebagai kanal distribusi
konten, yang kemudian memicu konvergensi antara media konvensional dan
baru17
. Media konvensional sendiri dapat didefinisikan sebagai medium yang
menggunakan komunikasi satu arah dengan audiensnya, misalnya surat kabar,
majalah, broadband, dan gambar bergerak; media konvensional terdiri dari
empat sektor media, yaitu penerbitan, radio, film dan televisi18
. Sementara itu,
Logan mendefinisikan new media sebagai istilah yang mengarah pada media
digital yang interaktif, menjembatani komunikasi dua arah, dan melibatkan
sejumlah wujud penggunaan komputer – berlainan dengan old media seperti
15
J.D. Lasica. 1996. Net Gain. American journalism Review, 78(9), 20-37 16
Louis G. Tornatzksy dan Mitchel Fleischer. 1990. The Process of Technological. Dalam Ana
Nadhya Abrar. 2003. Teknologi Komunikasi: Perspektif Ilmu Komunikasi. Yogyakarta: LESFI.
Hal 33. 17
Sheng Zhang. 2012. The Convergence of Conventional Media and New Technology in the Cases
of The New York Times and National Broadcasting Company (NBC). Research Papers. Hal
1.Diakses dari
https://pdfs.semanticscholar.org/0741/9675cea89e9d2234494e9c4e58a58adc7834.pdf 18
Ibid. Hal 3.
Jurnalisme Presisi pada Media Online (Studi Kasus Manajemen Redaksional Tirto.id ditinjau dariJurnalisme Presisi)NIZZA NURMALIA ZULVAUniversitas Gadjah Mada, 2018 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
8
telepon, radio, dan TV19
. Karakteristik media baru ini dikemukakan oleh
McQuail20
:
a. Desentralisasi: pengadaan dan pemilihan berita/informasi tidak lagi
sepenuhnya di tangan komunikator.
b. Berkemampuan tinggi: pengaturan melalui media kabel dan satelit
mengatasi hambatan komunikasi yang disebabkan oleh pemancar siaran
lainnya.
c. Interaktif: setiap pelaku komunikasi yang terlibat di dalamnya dapat
melakukan proses komunikasi timbal balik di mana mereka dapat
memilih, menjawab kembali, menukar informasi dan dihubungkan
dengan lainnya secara langsung.
d. Fleksibel: fleksibel dalam hal ini meliputi bentuk, isi, dan
penggunaannya.
Deuze memandang jurnalisme online sebagai jurnalisme yang yang
lebih banyak atau secara eksklusif memproduksi konten untuk world wide
web (sebagai wajah grafis dari internet). Jurnalisme online bisa dibedakan
secara fungsional dari jenis-jenis jurnalisme lainnya berdasarkan komponen
teknologi sebagai faktor penentu dalam hal definisi operasional. Para jurnalis
yang bergelut di dunia online harus membuat keputusan mengenai format
media macam apa yang mampu menyampaikan suatu kisah dengan baik
(multimediality), mempertimbangkan opsi bagi publik untuk meresponnya,
berinteraksi atau bahkan memodifikasi suatu kisah (interactivity), dan
memikirkan cara untuk menghubungkan kisah tersebut pada kisah lain, arsip,
sumber daya lain dan sebagainya melalui hyperlinks (hypertextuality)21
.
19
Robert K. Logan. 2010. Understanding New Media: Extending Marshall McLuhan. New York:
Peter Lang Publishing. 20
Denis McQuail. 1992. Media Performance: Mass Communication and The Public Interest. 21
Mark Deuze. 2003.The web and its journalisms: considering the consequences of different types
of newsmedia online. New Media & Society.5(2). Hal. 206.
Jurnalisme Presisi pada Media Online (Studi Kasus Manajemen Redaksional Tirto.id ditinjau dariJurnalisme Presisi)NIZZA NURMALIA ZULVAUniversitas Gadjah Mada, 2018 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
9
Menurut Foust22
, ada beberapa keuntungan yang bisa didapat dengan
kehadiran jurnalisme online ini, yaitu:
a. Audiences Control: Audiens memiliki kekuasaan untuk memilih
informasi mana yang mereka inginkan. Mereka tidak lagi pasif atau
hanya menerima berita, melainkan juga mampu aktif mencari informasi
di media online yang ia telusuri. Keleluasaan ini membuat audiens media
online disebut sebagai user.
b. Non-linearity: Informasi bergerak efektif di internet dalam bentuk tidak
linier atau independen. Dalam satu topik berita, user dapat memilih
berita-berita yang menurutnya menarik. Misalnya berita mengenai
penggusuran di Jakarta, user dapat memilah sub topik apa yang menarik
minatnya, misal terkait proses berjalannya penggusuran dan tanggapan
warga sekitar. Keping-keping informsi tersebut terhubung melalui tautan
yang dikenal dengan istilah „berita terkait‟.
c. Storage and Retrieval: Berita yang sudah diterbitkan akan terarsip di
internet dan bisa diakses kembali (retrieve).
d. Unlimited Space: Internet, dengan ruang pemberitaan yang tidak terbatas,
memberi kebebasan pada media massa untuk memuat berita tanpa
batasan luas kolom atau jumlah kata yang ditulis.
e. Immediacy: Keberadaan internet membuat aktualitas sebuah berita akan
semakin tinggi. Pembaca tak perlu menunggu berita terbit pada pagi hari,
karena segala informasi dapat diakses melalui portal berita selama 24
jam.
f. Multimedia Capability: Internet memungkinkan sebuah media online
menampilkan informasi dalam beberapa format seperti tulisan, gambar,
ilustrasi, animasi, suara, dan video.
22
James C. Foust. 2009. Online Journalism: Principles and Practices of News for the Web.
Scottsdale: Holcomb Hathaway Publishers. Hal 7-12.
Jurnalisme Presisi pada Media Online (Studi Kasus Manajemen Redaksional Tirto.id ditinjau dariJurnalisme Presisi)NIZZA NURMALIA ZULVAUniversitas Gadjah Mada, 2018 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
10
g. Interactivity and User-Generated Content: Pada akhirnya, internet akan
membuat user memiliki partisipasi audiens yang lebih besar atau yang
biasa disebut interaktivitas. Dengan adanya forum, boks komentar, blog,
hingga citizen journalism, para user bisa terlibat aktif dalam memperoleh
dan mengolah informasi. Dalam hal ini, jurnalisme online akan memiliki
komunikasi interpersonal beralur give-and-take dan sudah bukan lagi
one-way seperti media massa konvensional.
Jurnalisme online hadir di Indonesia sebagai jawaban industri media
massa terhadap tantangan perubahan skema konsumsi informasi yang
disebabkan oleh Internet. Menurut Aliansi Jurnalis Independen (AJI),
bersama dengan Republika Online, ada tempointeraktif.co, Bisnis Indonesia,
Harian Waspada dan Kompas Online yang termasuk dalam generasi pertama
media online di Indonesia23
. Konten generasi pertama tersebut hanya
memindahkan halaman edisi cetak ke internet, kecuali tempointeraktif yang
tidak lagi memiliki edisi cetak karena diberedel pemerintah. Pada periode
awal ini, berita-berita yang tayang di situs-situs media online itu masih
bersifat statis dan media-media tersebut belum memiliki orientasi bisnis.
Seiring berjalannya waktu, media massa mampu memanfaatkan fitur-
fitur teknis yang ada di internet dengan memproduksi konten orisinal yang
didesain khusus untuk diunggah di internet. Para jurnalis pun mengkonstruksi
berita mereka melalui pemakaian fitur-fitur interaktif dalam internet. Tidak
berhenti di sana, mereka menawarkan para pembaca lebih dari sekadar
membaca, namun turut berpartisipasi, berbagi dan bahkan bergabung dalam
proses memproduksi kisah berita24
.
23
Margianto, Syaifullah. Op cit. Hal 16. 24
Septiawan Santana K. 2005. Jurnalisme Kontemporer. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia. Hal
183.
Jurnalisme Presisi pada Media Online (Studi Kasus Manajemen Redaksional Tirto.id ditinjau dariJurnalisme Presisi)NIZZA NURMALIA ZULVAUniversitas Gadjah Mada, 2018 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
11
2. Jurnalisme Presisi
Jurnalisme presisi merupakan salah satu jenis jurnalisme yang
berkembang sejak 1935. Istilah tersebut dipopulerkan oleh Philip Meyer,
Guru Besar Jurnalisme di Indiana University, pada tahun 1973 melalui
bukunya Precision Journalism: A Reporter's Introduction to Social Research
Methods25
. Akan tetapi, dalam praktiknya, eksistensi jurnalisme presisi di
Amerika Serikat telah tercatat jauh sebelum itu, yaitu pada tahun 1935,
tepatnya saat majalah Fortune mengadakan polinguntuk mengetahui jenis
rokok yang dikonsumsi masyarakat Amerika. Jurnalisme presisi, tak ubahnya
peliputan konvensional, merupakan metode penyelidikan atau pencarian
kebenaran. Hal yang membedakannya dengan metode penyelidikan lain
adalah penggunaan metode penelitian kuantitatif ilmu sosial dalam pencarian
informasi untuk membuat berita. Melalui metode kuantitatif ini, kejadian,
karakteristik, perilaku, atau sikap dapat dikonversikan menjadi angka-angka
untuk kemudian dianalisis26
. Beberapa metode yang digunakan dalam
jurnalisme presisi ini adalah survei, analisis isi, dan studi lapangan.
Meyer memperbaharui konsep jurnalisme presisi pada tahun 1991. Ia
memandang zaman telah berubah, dunia semakin rumit, dan pertumbuhan
akan data yang tersedia sangat eksplosif. Jurnalis tak cukup hanya bermodal
dedikasi untuk mengungkap kebenaran, banyak energi, dan talenta dalam
penulisan. Kini, mereka dituntut sebagai filter sekaligus pemancar,
pengorganisir dan penerjemah, juga sosok yang mengumpulkan dan
menyajikan fakta. Sebagai pelengkap pengetahuan akan cara menempatkan
informasi dalam wujud cetak maupun mengudara, mereka pun harus tahu
caranya untuk menanamkannya di dalam kepala sang penerima. Singkatnya,
seorang jurnalis harus mampu menjadi manajer database, pemroses dan
penganalisa data27
.
25
Demers & Nichols. Op.Cit., Hal 11. 26
Ibid. Hal 10. 27
Philip Meyer. 1991. The New Precision Journalism. Bloomington: Indiana University Press. Hal.
1.
Jurnalisme Presisi pada Media Online (Studi Kasus Manajemen Redaksional Tirto.id ditinjau dariJurnalisme Presisi)NIZZA NURMALIA ZULVAUniversitas Gadjah Mada, 2018 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
12
Lebih jauh lagi, Meyer menyebut jurnalisme presisi sebagai jawaban
atas kritik yang kerap ditujukan berbagai pihak terhadap jurnalisme di era
moden. Jurnalisme kini memang kerap melewatkan kisah yang penting,
terlalu bergantung pada rilis pers, mudah dimanipulasi oleh para politisi dan
pihak yang memiliki kepentingan, serta tidak mengkomunikasikan apa yang
diketahuinya melalui cara yang efektif. Kritik tersebut dibenarkan, dan
penyebabnya bukanlah minimnya energi, talenta, atau dedikasi terhadap
kebenaran, melainkan karena ada keterlambatan dalam penerapan sains
informasi –sebuah tubuh pengetahuan – pada beragam permasalahan dalam
melaporkan berita di era banjir informasi.
Pada era di mana jumlah informasi terus berlipat ganda, diperlukan
sosok spesialis untuk memahami informasi, terlebih mengkomunikasikannya.
Tubuh pengetahuan jurnalistik sendiri harus mencakup elemen:
1. Bagaimana cara mencari informasi;
2. Bagaimana cara mengevaluasi dan menganalisa informasi;
3. Bagaimana cara mengkomunikasikannya sehingga mampu
menembus kebisingan banjir informasi dan mencapai orang-orang
yang memerlukan dan menginginkannya.
Pada jurnalisme presisi, jurnalis tidak lagi menjadi sosok passive
innocent yang memegang teguh prinsip objektivitas, karena konsep tersebut
utopis; hanya dapat diterapkan pada dunia yang sederhana, di mana fakta-
fakta yang ada dapat terungkap dengan sendirinya. Konsep objektivitas
digantikan oleh perpaduan disiplin saintifik, lengkap beserta perangkat
pengumpulan dan analisis data yang kuat, dengan integritas dalam pencarian
kebenaran yang ada pada disiplin jurnalistik28
.
Seperti yang telah disampaikan sebelumnya, data yang masih mentah
tidak akan cukup untuk menjadi sebuah berita. Untuk dapat disebut berguna
dan dapat dipahami oleh khalayak, data tersebut harus diproses,
28
Meyer. 1991. Op Cit. Hal 3.
Jurnalisme Presisi pada Media Online (Studi Kasus Manajemen Redaksional Tirto.id ditinjau dariJurnalisme Presisi)NIZZA NURMALIA ZULVAUniversitas Gadjah Mada, 2018 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
13
diabstraksikan dan disusun dalam sebuah struktur. Jurnalis akan memulai
liputannya dengan sebuah stereotipe atau hipotesis mengenai isu tertentu.
Stereotipe itu lah yang akan menjadi model teoritis. Hipotesis diperlukan
karena pada dasarnya, kita tidak akan bisa meneliti sebuah permasalahan
tanpa sebuah kerangka teoritis. Proses dari penyusunan hipotesis dalam
metode saintifik membuat bingkai penelitian berada pada level kesadaran, di
mana hipotesis itu dapat dievaluasi secara objektif. Meyer menekankan
pentingnya pengutaraan hipotesis dan mengevaluasinya di muka publik,
sehingga pihak lain yang ingin menginvestigasinya pun dapat turut serta
melakukannya.
Dalam melakukan pengujian realitas, jurnalisme presisi menggunakan
metode saintifik modern. Pada jurnalisme tradisional, jurnalis terbilang pasif
karenaumumnya hanya melakukan pengecekan fakta dengan menanyai
beragam otoritas yang tentunya memiliki pandangan dan kepentingan yang
berbeda, bukan dengan observasi, deduksi dan eksperimen. Kekurangan dari
penerapan metode ini adalah ada kemungkinan sang jurnalis tidak memiliki
basis yang baik untuk mengevaluasi beragam sumber yang tidak selaras. Hal
tersebut memungkinkan ia mengarah pada pandangan objektivis tradisional,
yang mana menuntut asumsi bahwa semua suara memiliki klaim setara
terhadap kebenaran –sebuah hal dengan peluang kecil. Jurnalis yang
mengadaptasi perangkat metode saintifik dapat melakukan evaluasi yang
berguna dengan objektivitas sains yang lebih kuat posisinya.
Seiring berkembangnya zaman, nafas ideologis jurnalisme presisi terus
berhembus, salah satunya dalam wujud jurnalisme data, yang populer dengan
singkatan DDJ (data-driven journalism). Istilah DDJ mulai digunakan sejak
2009. Istilah ini menggambarkan proses jurnalistik berdasar pada analisis dan
penyaringan „set data‟ untuk membuat berita (news story)29
. Menurut Mirko
Lorenz, pimpinan proyek DDJ roundtable perdana yang diselenggarakan di
29
Aditya Rizki Yudiantika. 2016. Jurnalisme Data dan „Big Data‟. Diakses dari
http://pindai.org/2016/06/27/jurnalisme-data-dan-big-data/ pada 2 November 2017.
Jurnalisme Presisi pada Media Online (Studi Kasus Manajemen Redaksional Tirto.id ditinjau dariJurnalisme Presisi)NIZZA NURMALIA ZULVAUniversitas Gadjah Mada, 2018 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
14
Amsterdam, sekarang ini DDJ dapat didefinisikan sebagai sebuah alur kerja,
di mana data menjadi basis dari analisis, visualisasi dan, yang terpenting,
penyampaian kisah30
. Dengan adanya teknologi cloud computing, komputer
personal yang berkekuatan tinggi dan bandwidth yang tinggi pula, kini para
jurnalis memiliki potensi yang dibutuhkan untuk menggunakan teknologi
guna memfilter dan memproses data yang sulit untuk dilakukan pada kurun
waktu 15, 10 atau bahkan 5 tahun lalu.
Gambar 1.1 Proses pembuatan berita dalam DDJ31
Hal yang membedakan DDJ dari jurnalisme yang telah eksis
sebelumnya adalah jurnalisme data memiliki pendekatan lebih luas. Ia
tumbuh seiring semakin tersedianya data terbuka (open data) yang bisa
diakses oleh publik dan dapat diolah lewat peranti lunak terbuka (open
source). DDJ bertujuan menciptakan layanan baru di ranah publik, membantu
konsumen, manajer, dan politisi untuk memahami pola dan membuat
keputusan dari temuan-temuan yang ada. Dengan demikian, DDJ diharapkan
dapat membantu menempatkan wartawan ke dalam peran yang lebih relevan
bagi masyarakat dengan pendekatan baru.
30
Mirko Lorenz, “Data-Driven Journalism Five Ws (and One H)”, dipresentasikan dalam An
Introduction To The Roundtable, Amsterdam, 24 Agustus 2010. Diakses dari
https://www.slideshare.net/mirkolorenz/data-driven-adam pada 2 November 2017.
31 Ibid.
Jurnalisme Presisi pada Media Online (Studi Kasus Manajemen Redaksional Tirto.id ditinjau dariJurnalisme Presisi)NIZZA NURMALIA ZULVAUniversitas Gadjah Mada, 2018 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
15
Paul Bradshaw, seorang penulis sekaligus pelatih dalam bidang
jurnalisme data, memperkenalkan model penulisan DDJ, yang disebutnya
sebgai „Piramida Terbalik Jurnalisme Data‟, dengan langkah-langkah sebagai
berikut32
:
1. Find: Mencari data di web
2. Clean: Proses untuk memfilter dan mentransformasi data, sebagai
persiapan untuk visualisasi
3. Visualisasi: Menunjukkan pola, baik dalam wujud visual statis
maumun dinamis
4. Publish: Mengintegrasi visual, melampirkan data pada teks kisah
5. Distribute: Menyediakan akses pada beragam piranti, seperti web,
tablet, dan telepon genggam
6. Measure: Memantau penggunaan kisah data dari waktu ke waktu
dan dalam penggunaan lintas spektrum
3. Jurnalisme Perlahan
Istilah jurnalisme perlahan sebenarnya muncul sejak satu dekade silam,
namun keberadaannya yang masih berbentuk konsep „kasar‟ lebih banyak
diperbincangkan di media ketimbang ranah ilmiah. Konsep ini memiliki
sebuah daya tarik tersendiri. Tak sedikit ilmuwan dan praktisi mengkritisi
beragam permasalahan yang disebabkan oleh kecepatan, dan mereka
memanfaatkan konsep pergerakan “perlahan” untuk menjelaskan sebuah cara
baru untuk meninjau dan memproduksi jurnalisme. Jurnalisme perlahan
kemudian digunakan untuk merujuk pada hal yang lebih luas dari konteks
sekadar temporalitas produksi.
Susan Greenberg menjadi sosok pertama yang memperkenalkan istilah
jurnalisme perlahan. Ia mendefinisikan jurnalisme perlahan sebagai tulisan
32
Paul Bradshaw. The inverted pyramid of data journalism. Diakses dari
https://onlinejournalismblog.com/2011/07/07/the-inverted-pyramid-of-data-journalism/ pada 30
September 2017.
Jurnalisme Presisi pada Media Online (Studi Kasus Manajemen Redaksional Tirto.id ditinjau dariJurnalisme Presisi)NIZZA NURMALIA ZULVAUniversitas Gadjah Mada, 2018 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
16
esai, reportase, dan karya non-fiksi lainnya yang membutuhkan banyak waktu
untuk dikerjakan, memberikan perhatian pada cerita-cerita yang dilewatkan
kebanyakan media, dan memiliki standar kualitas tulisan yang tinggi33
.
Greenberg menyebutnya serupa dengan slow food movement yang menjadi
perlawanan terhadap keberadaan fast food. Apa yang dinyatakan oleh
Greenberg tersebut, menurut Le Masurier, bukanlah hal yang baru. Definisi
tersebut dapat mendeskripsikan beragam karya jurnalisme long form yang
diterbitkan selama kurun waktu satu abad terakhir, mulai dari karya Dickens,
Twain, Hemmingway, hingga Hunter S. Thompson dan Anna Funder.
Setelah merangkum sejumlah argumentasi dari para ilmuwan yang ada
dalam paper Le Masurier, Neveu menarik garis besar bahwa paper tersebut
menerjemahkan istilah jurnalisme perlahan ke dalam tujuh elemen dimensi34
dan mempertanyakan satu dimensi, yaitu:
a. Perlahan
Jurnalisme memerlukan waktu untuk memeriksa fakta,
mengumpulkan dan memproses data. Sejumlah kelompok sosial atau
aktivitas tertentu resisten terhadap investigasi, yang mungkin saja
disebabkan oleh rasa takut terhadap stigmatisasi tertentu, ilegalitas, atau
kebutuhan akan kerahasiaan dalam berkembang. Waktu perlahan juga bisa
menjadi harga yang harus dibayar untuk mendapatkan pemahaman yang
cukup mengenai sebuah proses yang
Dimensi perlahan ini dapat pula dipahami sebagai reaksi terhadap
fenomena informational whirlwind dalam ruang berita di masa
konvergensi, di mana istilah deadline menjadi tidak bermakna karena
33
Megan Le Masurier. 2015. What Is Slow Journalism?. Journalism Practice Vol. 9:2. Hal 141-
142.
34Erik Neveu. 2016. On not going too fast with slow journalism. Journalism Practice Volume 10:
4. Hal 452-453.
Jurnalisme Presisi pada Media Online (Studi Kasus Manajemen Redaksional Tirto.id ditinjau dariJurnalisme Presisi)NIZZA NURMALIA ZULVAUniversitas Gadjah Mada, 2018 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
17
website atau kanal televisi yang aktif selama 24 jam per hari terus
menuntut perkembangan berita terkini.
b. Investigatif
Dalam konsep ini, investigatif berarti menganggap jurnalisme
sebagai praktik mengumpulkan dan memproduksi berita, bukan mendaur
ulang atau mengomentarinya. Hal ini menjadi kritik dari praktik
jurnalisme masa kini yang lebih banyak membuat para jurnalis untuk
bekerja terbatas di ruang redaksi. Kondisi ini membuat mereka terhubung
dengan dunia luar hanya melalui layar komputer dan telepon seluler.
Menyusun berita yang bernilai lebih dari sekadar rilis perusahaan atau
pemerintah dan mengecek data beserta fakta jelas membutuhkan waktu
yang lebih lama.
c. Selektif
Jurnalisme perlahan memberi reaksi terhadap banjir informasi yang
didapat dari beragam kanal breaking news, layar ponsel pintar, dan media
lain. Kritik pun ditujukan pada trivialitas yang dilabeli sebagai berita,
dengan sorotan utama pada selebritas dan situasi yang sensasional.
Jurnalisme perlahan dalam praktiknya selektif dan eksplanatoris, sehingga
besar kemungkinan jumlah artikel yang diproduksi media penganutnya
tidak sebanyak media arus utama.
d. Naratif dan long form
Jurnalisme perlahan cenderung mengarah pada gaya penulisan
naratif dan kerap berbentuk tulisan panjang. Semakin panjang dan
kompleks penulisan sebuah artikel, maka semakin lama pula waktu yang
dibutuhkan untuk menulisnya.
Jurnalisme Presisi pada Media Online (Studi Kasus Manajemen Redaksional Tirto.id ditinjau dariJurnalisme Presisi)NIZZA NURMALIA ZULVAUniversitas Gadjah Mada, 2018 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
18
e. Adil
Masurier mengingatkan bahwa jurnalisme perlahan berangkat dari
slow food movement, di mana mereka menginstitusionalisasi hubungan
yang adil antara produser –yang akan dibayar lebih dan diminta untuk
memperhatikan kualitas dan perlakuan mereka pada hewan dan bumi-
dengan konsumer yang seharusnya mendapat akses pada santapan sehat
dan lezat dengan harga yang adil. Dalam logika yang sama, jurnalisme
perlahan membentuk ekologi produksi informasi yang baru, di mana
jurnalisme mengklaim kembali otonomi dari serbuan materi public
relation yang diutus para sumber yang berkuasa.Jurnalisme perlahan
menjanjikan konten yang lebih menonjolkan empati dan responsibilitas.
Berita yang ditampilkan pun harus dapat dilacak dan mengandung
penjelasan yang lebih transparan dari sumber informasi.
f. Komensalitas atau komunitas
Elemen ini menurut konseptualisasi Masurier lebih merujuk pada
varian ketimbang elemen yang wajib dipenuhi. Konsep ini mengklaim
bahwa jurnalisme perlahan dapat menyertakan elemen komensalitas atau
komunitas sebagai wujud baktinya pada komunitas tertentu. Berita dapat
dibuat untuk mendukung forum-forum dan ruang publik yang ada pada
komunitas tersebut.
g. Partisipasi
Penekanan pada peranan jurnalisme perlahan di tengah suatu
komunitas membawanya pada dimensi terakhir, yaitu partisipasi.
Jurnalisme perlahan mengubah audiensnya menjadi partner.
Satu dimensi yang dipertanyakan dalam paper Le Masurier adalah
kemungkinan untuk mempraktikkan jurnalisme perlahan dalam isu atau
peristiwa apa pun, atau apakah definisi yang ada memiliki topik yang masuk
Jurnalisme Presisi pada Media Online (Studi Kasus Manajemen Redaksional Tirto.id ditinjau dariJurnalisme Presisi)NIZZA NURMALIA ZULVAUniversitas Gadjah Mada, 2018 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
19
dalam pengecualian. Ia menyebut jurnalisme perlahan menghindari
sensasionalisme dan herd reporting –kondisi di mana para jurnalis di
berbagai media berebut memberitakan satu topik dikarenakan adanya
tendensi untuk menyerah pada konformitas- , serta „selebritas‟35
. Karenanya,
jurnalisme perlahan memiliki dimensi kedelapan, yaitu „mendalam‟, „untold’
atau ‘backstage’, yang berarti berwujud seperti pengamatan etnografi, visi
masyarakat dari sudut pandang bawah ke atas.
Neveu sendiri memandang definisi multi lapis ini sebagai indikasi
kekayaan konsep jurnalisme perlahan. Hanya saja, ia melihat akan ada
keberatan dari sudut pandang “Popperian”. Apabila seluruh dimensi definisi
diperlukan untuk mengidentifikasi jurnalisme perlahan, maka hanya akan ada
sedikit kasus empiris yang akan memenuhi daftar tersebut. Meski begitu, ia
mengakui bahwa apabila para ilmuwan telah mencapai konsensus yang jelas
mengenai status dan kegunaannya, konsep jurnalisme presisi akan menjadi
alat penting untuk memahami keunikan dari perubahan praktik jurnalisme
saat ini. Sejauh ini, kegunaan konsep yang sementara telah terbentuk ini
adalah apabila dikatgorikan sebagai konsep „ideal-type’ Weber.
4. Jurnalisme Long-form Digital
Istilah jurnalisme long-form kerap digunakan dengan pemaknaan serupa
dengan jurnalisme sastrawi36
. Mengingat tidak adanya definisi resmi istilah
ini, kriteria yang mencakupnya adalah panjang artikel (Longform.org
mensyaratkan minimal 2000 kata) dan kualitasnya. Pada praktiknya,
jurnalisme sastrawi sebenarnya dipandang hanya sebagai salah satu tipe yang
masuk dalam cakupan „the long-form’; tipe lain di antaranya jurnalisme
investigasi dan imersi37
.
35
Neveu, Ibid. Hal 454. 36
Susan Jacobson, Jacqueline Marino,Robert E. Gusche Jr. The Digital Animation of Literary
Journalism. Journalism. Hal 2-3. 37
Isabelle Meuret. 2013. A short history of long-form journalism. Diakses dari
Jurnalisme Presisi pada Media Online (Studi Kasus Manajemen Redaksional Tirto.id ditinjau dariJurnalisme Presisi)NIZZA NURMALIA ZULVAUniversitas Gadjah Mada, 2018 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
20
Jurnalisme long-form digital adalah genre terbaru dari jurnalisme
digital yang mencoba menarik pembacanya dengan mengkombinasikan teks,
foto, video looping, peta yang dinamis dan visualisasi data dalam satu
kesatuan38
. Sekarang ini, keberadaan jenis jurnalisme ini semakin sering
ditemui dan mendapat pengakuan sebagai penyampaian cerita jurnalistik yang
memiliki pengaruh kuat39
. Sebagai sebuah genre, long-form menampilkan
sejumlah fitur unik seperti nagivasi yang tersimplifikasi dan tampilan muka
yang disertai transisi mulus di antara konten multimedia.
Praktik jurnalisme long-form digital mendapat sorotan pada medio 2012
silam. Kala itu, New York Times melalui website-nya merilis kisah long-form
multimedia dengan judul Snow Fall: The Avalanche at Tunnel Creek. Artikel
tersebut menjadi representasi populer dari jurnalisme online yang
mengintegrasikan multimedia ke dalam naratif dengan mulus. Karya yang
mengisahkan sekelompok pemain ski yang terperangkap dalam longsoran
salju ini disampaikan melalui perpaduan kata-kata dan multimedia, termasuk
animasi dari salju yang longsor di sepanjang gunung dan gambaran komputer
dari flyover yang menjadi tempat peristiwa itu. Snow Fall menarik lebih dari
3 juta kunjungan user dan berhasil memenangkan anugerah Pulitzer Prize
tahun 2013 untuk kategori feature writing.
5. Manajemen Redaksional
Adanya kontrol penuh yang dimiliki user dalam memilih konten media
yang mereka konsumsi membuat media harus beradaptasi dan berkembang
untuk memenuhi kebutuhan user. Keleluasaan user ini juga menciptakan
segmentasi user, yang pada akhirnya harus meracik strateginya masing-
masing untuk menarik perhatian khalayak dan mempertahankannya sebagai
http://www.inaglobal.fr/en/press/article/short-history-long-form-journalism pada 20 Juli 2017. 38
Jacobson, Marino, Gusche. Op cit. Hal 4 39
Tuomo Hiipala. 2017. The Multimodality of Digital Longform Journalism.Digital Journalism
5(4). Hal 422.
Jurnalisme Presisi pada Media Online (Studi Kasus Manajemen Redaksional Tirto.id ditinjau dariJurnalisme Presisi)NIZZA NURMALIA ZULVAUniversitas Gadjah Mada, 2018 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
21
pembaca setia. Salah satu cara yang digunakan untuk mencapai tujuan
tersebut adalah dengan menerapkan manajemen redaksional yang khas atau
berkarakter.
Dengan persaingan antar media yang semakin kompetitif, maka
manajemen media menjadi satu hal yang harus benar-benar diperhatikan.
George R. Terry mendefinisikan manajemen sebagai suatu proses yang khas
yang terdiri dari tindakan-tindakan perencanaan, pengarahan dan
pengendalian yang dilakukan untuk menentukan serta mencapai sasaran-
sasaran yang telah ditentukan melalui pemanfaatan sumber daya manusia dan
sumber-sumber lainnya40
. Prinsip tersebut dapat pula diterapkan dalam
manajemen media.
Manajemen media adalah sebuah ilmu yang mempelajari bagaimana
pengelolaan media dengan prinsip-prinsip dan seluruh proses manajemennya
dilakukan, baik sebagai industri yang bersifat komersial maupun sosial, serta
media sebagai institusi komersial maupun sebagai institusi sosial. Manajemen
media mempelajari media secara secara lengkap mulai dari karakteristik,
posisi, peranannya dalam lingkungan, sistem ekonomi, sosial, politik, dan
juga perkembangan teknologi yang mempengaruhi dan harus diantisipasi.
Manajemen media juga mempelajari pengelolaan media yang meliputi aspek-
aspek filosofis, metodologis dan praktis, baik sebagai institusi komersial
maupun sosial41
.
Pareno mendefinisikan manajemen redaksi sebagai penerapan fungsi-
fungsi manajemen melalui tindakan planning, organizing, actuating, dan
controlling dalam pengelolaan materi berita yang mencakup proses peliputan,
penulisan sampai dengan penyuntingan42
. Jika dijabarkan, berikut penerapan
konsep fungsi manajemen redaksional dalam mengelola kerja ruang berita:
40
George R. Terry. 2009. Op Cit. 41
Amir Effendi Siregar. 2010. Potret Manajemen Media di Indonesia. Yogyakarta: Total Media
kerjasama dengan Program Studi Ilmu Komunikasi, Universitas Islam Indonesia. 42
Sam Abede Pareno. 2004. Manajemen Berita Antara Idealisme dan Realita. Surabaya: Papyrus.
Hal. 45
Jurnalisme Presisi pada Media Online (Studi Kasus Manajemen Redaksional Tirto.id ditinjau dariJurnalisme Presisi)NIZZA NURMALIA ZULVAUniversitas Gadjah Mada, 2018 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
22
a. Planning (Perencanaan)
Tahap perencanaan dalam manajemen redaksional adalah tahap
penentuan kebijakan isian pemberitaan untuk esok, dan membahas berita-
berita yang perlu ditindaklanjuti. Berita yang baik adalah hasil
perencanaan yang baik. Prinsip ini berlaku bagi berita yang sifatnya
diduga. Proses pencarian dan penciptaan berita dimulai di ruang redaksi
melalui forum rapat proyeksi atau rapat perencanaan berita. Pada tahapan
perencanaan ini yang menjadi poin penting adalah rapat dan diskusi.
Untuk mengadakan rapat, biasanya dilakukan aktivitas diskusi terlebih
dahulu. Hal-hal yang dibahas pada rapat redaksi diantaranya:
Menentukan rencana tema
Rencana Desain
Pembagian kerja
b. Organizing (Pengorganisasian)
Pengorganisasian merupakan tahap penentuan, pengelompokan dan
penyusunan beragam aktivitas yang dilakukan untuk mencapai tujuan dan
penempatan orang-orang yang dianggap tepat untuk melakukan aktivitas
tersebut. Proses redaksional mencakup tahapan staffing, yaitu proses
penempatan orang-orang yang terlibat langsung ke dalam unit kerja bidang
redaksional, yang merupakan fungsi vital karena menyangkut „sang
pelaksana‟43
.
c. Actuating (Penggerakan)
Tahap penggerakan dalam manajemen redaksional adalah aktivitas
yang menggerakkan orang-orang beserta fasilitas penunjangnya untuk
mencapai tujuan yang telah ditentukan, yaitu menghasilkan produk
jurnalistik. Aktivitas tersebut mencakup:
43
Ibid, Hal. 96.
Jurnalisme Presisi pada Media Online (Studi Kasus Manajemen Redaksional Tirto.id ditinjau dariJurnalisme Presisi)NIZZA NURMALIA ZULVAUniversitas Gadjah Mada, 2018 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
23
Peliputan
Proses peliputan dalam manajemen redaksional adalah mencari
berita (news hunting), atau meliput bahan berita. Aktivitas meliput berita
dilakukan setelah melewati proses perencanaan dalam rapat proyeksi
redaksi. Dalam meliput berita terdapat tiga teknik, yaitu reportase,
wawancara, dan riset kepustakaan (studi literatur).
Penulisan
Berita sebagai produk jurnalistik memiliki jenis yang beragam,
diantaranya: straight news (berita langsung), investigative news (berita
investigasi), interpretative news (penjelasan berita), depth news
(pengembangan berita), serta feature news.
Penyuntingan
Penyuntingan naskah atau editing adalah sebuah proses memperbaiki
atau menyempurnakan tulisan secara redaksional dan substansial.
Pelakunya disebut editor atau redaktur. Secara redaksional, editor
memperbaiki kata dan kalimat supaya lebih logis, mudah dipahami, dan
tidak rancu. Selain kata dan kalimat harus benar ejaan atau cara
penulisannya, juga harus benar-benar mempunyai arti dan enak dibaca.
Sedangkan secara substansial, editor harus memperhatikan fakta dan
data agar tetap terjaga keakuratan dan kebenarannya. Selain itu harus
memperhatikan sistematika penulisan dan memperhatikan apakah isi
tulisan dapat dipahami pembaca atau malah membingungkan. Wajah atau
gaya pemberitaan sebuah penerbitan pers umumnya bergantung pada
keahlian dan kreativitas para redakturnya dalam proses menyunting.
Dengan demikian, menyunting tidak semata-mata memotong (cutting)
naskah agar cukup "pas" masuk dalam kolom (space) yang tersedia,
tetapi juga membuat tulisan yang enak dibaca, menarik, dan tidak
mengandung kesalahan faktual.
Jurnalisme Presisi pada Media Online (Studi Kasus Manajemen Redaksional Tirto.id ditinjau dariJurnalisme Presisi)NIZZA NURMALIA ZULVAUniversitas Gadjah Mada, 2018 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
24
Ada lima nilai fundamental berita yang menjadi pakem keputusan
para editor mengenai peliputan dan penulisan, yaitu: (a) consequence,
mempertimbangkan topik yang memiliki nilai sosial penting; (b)
timeliness, topik yang tengah hangat atau sudut pandang baru terkait
topik tersebut; (c) proximity, suatu hal yang terjadi dalam jangkauan
sekitar; (d) interest, pemilihan topik yang unik, menghibur, atau
mengundang pembaca untuk berpikir lebih dalam; dan (e) prominence,
yaitu pengutamaan beragam topik yang memiliki kaitan atau fokus pada
sosok atau institusi yang terkenal44
.
d. Controlling (Pengawasan)
Tahap pengawasan dalam manajemen redaksional adalah kegiatan
untuk mengetahui apakah pelaksanaan kerja bidang redaksional telah
sesuai dengan rencana semula atau tidak. Pengawasan merupakan fungsi
yang krusial pada sisi redaksional, mengingat adanya evaluasi akhir
sebelum berita naik cetak.
F. Kerangka Konsep
Manajemen redaksional merupakan salah satu bagian yang penting dari
keseluruhan skema manajemen suatu media. Manajemen redaksional pada
dasarnya merupakan aktivitas bagaimana mengatur dan mengelola ruang berita
untuk memproduksi dan menghasilkan media, dalam bentuk informasi atau berita.
Pada penelitian ini, penulis akan melihat bagaimana manajemen Tirto bagian
redaksi beserta unit-unit di dalam kesatuan redaksi mengakomodasi penerapan
konsep jurnalisme presisi yang mereka angkat.
Peneliti menjadikan konsep manajemen George R. Terry, yang mengartikan
manajemen suatu proses yang khas yang terdiri dari tindakan-tindakan
perencanaan, pengarahan dan pengendalian yang dilakukan untuk menentukan
44
Ros F. Collins. 2013. Editing Across Media: Content and Process for Print and Online
Publication. North Carolina: McFarland and Company.
Jurnalisme Presisi pada Media Online (Studi Kasus Manajemen Redaksional Tirto.id ditinjau dariJurnalisme Presisi)NIZZA NURMALIA ZULVAUniversitas Gadjah Mada, 2018 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
25
serta mencapai sasaran-sasaran yang telah ditentukan melalui pemanfaatan
sumber daya manusia dan sumber-sumber lainnya45
. Kemudian, peneliti merujuk
konsep manajemen redaksional yang dicetuskan oleh Pareno, yaitu penerapan
fungsi-fungsi manajemen melalui tindakan planning, organizing, actuating, dan
controlling dalam pengelolaan materi berita yang mencakup proses peliputan,
penulisan sampai dengan penyuntingan46
.
Pemantauan dan penelitian akan dilakukan di setiap fungsi manajemen
yang melalui tindakan-tindakan planning, organizing, actuating, dan controlling
dalam pengelolaan materi pemberitaan. Hasil temuan dari kegiatan tersebut
kemudian akan akan menunjukkan keunikan redaksi Tirto yang berusaha
memanfaatkan jurnalisme presisi dalam produksi kontennya. Konsep manajemen
redaksional Tirto ini selanjutnya dijabarkan dengan indikator berikut:
1. Planning
Merupakan proses menentukan tujuan-tujuan yang ingin dicapai dalam
pemberitaan dan membuat strategi yang cocok untuk mencapai tujuan
tersebut. Aktivitas yang dilakukan antara lain:
a. Perencanaan terhadap Departemen Redaksi
b. Perencanaan terhadap isi media
Dalam bagian ini, penulis akan mempelajari bagaimana terbentuknya
Tirto beserta tujuan-tujuan yang ingin mereka raih melalui produk
pemberitaannya, termasuk kedua perencanaan yang telah disebutkan dalam
dua poin di atas. Kemudian, penulis akan meninjau hasil temuan berdasarkan
studi literatur mengenai jurnalisme presisi.
2. Organizing
Dalam pengelolaan sebuah organisasi, terdapat empat elemen yang
harus dikelola, yaitu sumber daya manusia (SDM), keuangan (dana
45
Terry, George R.. 2009. Op Cit.
46Sam Abede Pareno. 2004. Op Cit. Hal. 45
Jurnalisme Presisi pada Media Online (Studi Kasus Manajemen Redaksional Tirto.id ditinjau dariJurnalisme Presisi)NIZZA NURMALIA ZULVAUniversitas Gadjah Mada, 2018 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
26
operasional), serta sumber daya eksternal. Penyusunan struktur organisasi,
pembagian tugas pekerjaan dan penempatan awak beserta jabatannya di
dalam organisasi pun turut jadi bagiannya. Pada bagian ini, penulis akan
menjabarkan bagaimana konsep jurnalisme yang diterapkan sebagai pedoman
dalam ruang redaksi mempengaruhi pengelolaan empat elemen tersebut
dalam ruang berita Tirto.
3. Actuating
Dalam manajemen redaksional, tahapan penggerakan merupakan
aktivitas pengaturan dan pengelolaan yang menggerakkan orang-orang
beserta fasilitas penunjangnya unt`uk mencapai tujuan yang telah ditentukan,
yaitu menghasilkan produk jurnalistik. Pada bagian ini, peneliti akan
menjelaskan bagaimana berjalannya proses peliputan, penulisan dan
penyuntingan berita yang terjadi di ruang berita Tirto, per rubrik yang diteliti
agar lebih mendetail.
4. Controlling
Pada proses ini, dilakukan pemantauan dan penilaian terhadap proses
kerja redaksional secara keseluruhan. Hal yang disorot dalam hal ini adalah
kesesuaian antara rencana yang telah disusun dengan hasil akhir yang terlihat.
Pada bagian ini, peneliti akan melihat bagaimana Tirto mengelola situs dan
pemberitaannya agar terus berjalan sesuai dengan rencana yang telah
ditetapkan.
G. Metodologi Penelitian
Penulis akan menggunakan metodologi studi kasus intrinsik dalam
penelitian ini. Studi kasus bisa diartikan sebagai metode riset yang menggunakan
berbagai sumber data yang bisa digunakan untuk meneliti, menguraikan, dan
Jurnalisme Presisi pada Media Online (Studi Kasus Manajemen Redaksional Tirto.id ditinjau dariJurnalisme Presisi)NIZZA NURMALIA ZULVAUniversitas Gadjah Mada, 2018 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
27
menjelaskan secara komprehensif berbagai aspek individu, kelompok, suatu
program, organisasi, atau peristiwa secara sistematis47
.
Studi kasus menjadi pilihan yang paling tepat untuk penelitian dengan
pokok pertanyaan yang berkaitan dengan how dan why, serta apabila letak fokus
penelitian ada pada fenomena kontemporer (masa kini) dalam konteks kehidupan
nyata48
. Dengan analisis menggunakan studi kasus single case embedded, penulis
dapat menguraikan manajemen redaksional yang dilakukan oleh Tirto melalui
sejumlah unit analisis.
H. Teknik Pengumpulan Data
Penulis menggunakan data primer dan data sekunder dalam memenuhi
kebutuhan data penelitian. Teknik pengambilan data seperti wawancara,
observasi, serta telaah dokumen akan digunakan untuk menggali data penelitian
dari objek penelitian. Sementara data sekunder akan dipenuhi dari berbagai
sumber di luar objek penelitian seperti data dari literatur buku, jurnal, internet dan
hasil penelitian lain yang pernah dilakukan. Data sekunder ini akan nantinya akan
melengkapi dan menguatkan data primer.
Penelitian ini menggunakan beberapa teknik pengambilan data, berikut
adalah penjelasan detailnya:
1. Wawancara Mendalam
Penelitian ini menggunakan teknik wawancara mendalam (in depth
interview) dalam bentuk wawancara semi terstruktur. Apabila dibandingkan
dengan wawancara terstruktur,wawancara semi terstruktur lebih bebas dalam
pelaksanaannya49
. Tujuan penggunaan wawancara jenis ini adalah untuk
menemukan permasalahan secara lebih terbuka, karena pihak yang
diwawancarai dapat dimintai pendapat beserta ide-idenya. Dalam melakukan
47
Rahmat Krisyantoro. 2008. Teknik Praktik Riset Komunikasi. Jakarta: Kencana Prenada Media. 48
Robert K. Yin. 2013. Studi Kasus: Desain & Metode. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada. Hal 18.
49Sugiyono. 2012. Memahami Penelitian Kualitatif. Bandung: Alfabeta. Hal 73.
Jurnalisme Presisi pada Media Online (Studi Kasus Manajemen Redaksional Tirto.id ditinjau dariJurnalisme Presisi)NIZZA NURMALIA ZULVAUniversitas Gadjah Mada, 2018 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
28
wawancara, peneliti menggunakan pedoman wawancara untuk mempermudah
jalannya wawancara dan menjadi pegangan agar fokus pertanyaan tidak
bergeser. Untuk mempermudah proses pengolahan data, peneliti akan
menggunakan alat bantu rekam.
Dalam penelitian ini, wawancara dilakukan dengan staf redaksiTirto
dari berbagai macam lapisan jabatan memberikan informasi yang menunjang
data penelitian. Berikut anggota redaksi yang penulis wawancarai:
No. Narasumber Jabatan Tanggal
1. Zen Rachmat Sugito Editor at large 11 Oktober 2017
2. Fahri Salam Redaktur Senior 10 Oktober 2017
3. Maulida Sri Handayani Redaktur Senior 11 Oktober 2017
4. Windu Jusuf Redaktur Senior 11 Oktober 2017
5. Mawa Kresna Penulis indepth 10 Oktober 2017
6. Jay Akbar Koordinator Liputan 12 Oktober 2017
7. Dinda Purnamasari Pimpinan Tim Riset
Redaksi 12 Oktober 2017
8. Sabda Armandio Alif Art Director 11 Oktober 2017
9. Arlian Buana Manajer media sosial 11 Oktober 2017
Tabel H-1.1 Jadwal Wawancara dengan awak Tirto.id
2. Observasi
Observasi adalah mengumpulkan data atau keterangan yang harus
dijalankan dengan melakukan usaha-usaha pengamatan secara langsung ke
tempat yang akan diselidiki . Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan
observasi non partisipan. Observasi nonpartisipan adalah suatu prosedur yang
dengannya peneliti mengamati tingkah laku orang lain dalam keadaan
alamiah, tetapi peneliti tidak melakukan partisipasi terhadap kegiatan di
lingkungan yang diamati .
Jurnalisme Presisi pada Media Online (Studi Kasus Manajemen Redaksional Tirto.id ditinjau dariJurnalisme Presisi)NIZZA NURMALIA ZULVAUniversitas Gadjah Mada, 2018 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
29
3. Studi Dokumentasi
Studi dokumentasi adalah salah satu metode pengumpulan data
kualitatif dengan cara melihat atau menganalisis dokumen-dokumen yang
dibuat oleh subjek sendiri atau oleh orang lain tentang subjek . Data yang
diperoleh dari studi dokumentasi ini nantinya akan melengkapi data yang
telah diperoleh melalui wawancara mendalam dan observasi.
I. Teknik Analisis Data
Proses analisis dilakukan dengan cara dibaca, dikaji dan diklasifikasikan
menurut konsepnya. Penelitian ini akan menggunakan analisis dan interpretasi
dengan dasar teori yang digunakan. Selain menganalisis data yang diperoleh,
analisis juga akan dilakukan terhadap output yang dihasilkan oleh manajemen.
Keseluruhan hasil penelitian ini akan dilaporkan dalam bentuk narasi untuk
memudahkan dalam membaca dan memahami alur peneliti.
Jurnalisme Presisi pada Media Online (Studi Kasus Manajemen Redaksional Tirto.id ditinjau dariJurnalisme Presisi)NIZZA NURMALIA ZULVAUniversitas Gadjah Mada, 2018 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/