jurnal - tugas akhir , teknik kelautan (2010) analisa...
TRANSCRIPT
Jurnal - Tugas Akhir , Teknik Kelautan (2010)
1
ANALISA TEGANGAN PONTOON PADA MONO COLUMN HULL TENSION LEG PLATFORM
SEBAGAI STRUKTUR PENDUKUNG TURBIN ANGIN
Alvin Sebastian Pandy(1), Murdjito (2), Rudy Walujo Prastianto (3)
1Mahasiswa Teknik Kelautan, 2,3Staf Pengajar Teknik Kelautan
Jurusan Teknik Kelautan-Fakultas Teknologi Kelautan-Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya
Email: [email protected]
ABSTRAK
Dalam kasus Tugas Akhir ini, jenis TLP yang dijadikan kajian mengenai gerakan dan kekuatan struktur dalam
menerima beban-beban lingkungan yang bekerja adalah struktur jenis mono column hull. Data struktur yang
digunakan sebagai acuan pemodelan struktur MCH-TLP adalah TLP hasil desain MIT dengan Metode Pareto
Optimal. Data lingkungan yang berupa data kecepatan arus, angin dan gelombang adalah data untuk perairan
NTT. Untuk pemodelan ada 8 model MCH-TLP, dengan 2 tipe yang berbeda yaitu Seastar (3 pontoon) dan
Fourstar (4 pontoon) masing-masing dengan panjang pontoon yang berbeda-beda. Analisanya menggunakan 2
software secara bertahap, yakni pemodelan dengan menggunakan software MOSES untuk mendapatkan RAO
motion yang dilanjutkan untuk mendapatkan gaya tarik tiap tendon untuk 4 arah pembebanan dominan tersebut.
Berikutnya pemodelan dengan menggunakan software ANSYS 11.0 untuk mendapatkan stress pada sambungan
pontoon-hull. Dari hasil analisa gerakan didapat bahwa variasi hasil pemanjangan pontoon terhadap gerakan
MCH-TLP Seastar dan Fourstar pada 6 derajat kebebasan, variasi pemanjangan pontoon berpengaruh secara
signifikan terhadap gerakan surge , roll dan yaw untuk Seastar. Sedangkan pada Fourstar variasi pemanjangan
pontoon hanya berpengaruh signifikan terhadap gerakan roll dan yaw. Tetapi pada analisa gerakan rotasional
(roll, pitch dan yaw), variasi pemanjangan pontoon memberikan pengaruh yang signifikan terhadap perubahan
momen inersia dan jari-jari girasi, yang mana gerakan rotasional sangat dipengaruhi oleh panjang lengan
momen (jari-jari girasi). Hasil analisa lokal menunjukkan bahwa tegangan von mises maksimum pada model
Fourstar TLP-1 sebesar 1320 Mpa, Model Fourstar 1 sebesar 1347 Mpa, Model Fourstar 2 sebesar 1371 Mpa,
dan model Fourstar 3sebesar 1396 Mpa. Dari analisa lokal tersebut dapat diketahui bahwa semakin panjang
variasi pemanjangan pontoon, semakin besar pula tegangan yang terjadi pada sambungan pontoon dan hull.
Karena jika terjadi deformasi yang semakin besar maka semakin besar pula tegangan yang terjadi.
Kata kunci: Seastar, Fourstar, stress, RAO motion, motion response, mono column hull, pontoon
1. Pendahuluan
Pemakaian Offshore Wind Conversion dengan turbin
angin horizontal di masa mendatang menjadikan
daerah lepas pantai khususnya perairan dalam,
sebagai usaha pencarian sumber energi baru setelah
produksi minyak dan gas di daratan hingga perairan
dangkal mulai menurun. Adanya kemajuan
teknologi dan kecenderungan meningkatnya harga
minyak dunia juga mendorong bertambahnya
aktifitas di perairan dalam, sehingga kebutuhan jenis
struktur lepas pantai sebagai struktur pendukung
untuk turbin angin semakin dikembangkan.
Salah satu jenis struktur pendukung yang bisa
menjadi alternatif adalah Tension Leg Platform
karena efektivitas biaya dan station keeping yang
sangat sesuai untuk operasi di laut dalam. Struktur
Tension Leg Platform terdiri atas semisubmersible
yang dijaga agar terapung pada saat operasi
(operational draft) dengan cara diikat dengan tali-
tali tambat vertikal yang berpenegang (tension lines)
ke ―jangkar gravitasi ― (gravity anchor) di dasar laut. Pada TLP juga terkena gaya-gaya horizontal dan
vertikal akibat beban lingkungan (environmental
loads). Oleh karena itu TLP harus direntang dan
dibuat lebih berat serta lebih kuat terutama guna
penyebaran tegangan (stress distribution).
Gambar 1 Model Struktur Seastar TLP yang dijadikan
struktur pendukung turbin angin dan letak sambungan
pontoon yang akan dikaji
Dalam kasus Tugas Akhir ini, jenis TLP yang
dijadikan kajian adalah jenis mono column hull,
dengan konfigurasi 3 - 4 pontoon menempel
bersilangan pada hull sehingga seperti berbentuk
seperti tanda palang. Dengan konfigurasi tersebut
maka perlu dilakukan kajian mengenai gerakan
struktur akibat pengaruh variasi ukuran panjang
pontoon dan kekuatan struktur akibat pengaruh
variasi ukuran panjang pontoon dalam menerima
Jurnal - Tugas Akhir , Teknik Kelautan (2010)
2
Fixe
d
body
ty
0y
cos2
H
0nd
beban-beban lingkungan yang bekerja pada struktur,
khususnya distribusi tegangan pada sambungan hull
dan pontoon.
Sebagai studi kasus data struktur TLP yang
digunakan sebagai acuan Pemodelan struktur Mono
column hull TLP adalah TLP hasil desain Metode
Pareto Optimal. Lalu digunakan data lingkungan
tersebut berupa data kecepatan arus, angin dan
gelombang yang semuanya diperoleh dari data di
perairan Nusa Tenggara Timur karena daerah
tesebut termasuk daerah dengan potensi kecepatan
angin yang baik untuk turbin. Similarisasi model
Mono column hull TLP dengan TLP hasil desain
Metode Pareto Optimal dilakukan berdasarkan pada
kondisi draft sama untuk parameter volume hull,
displacement, penampang dan pontoon
2. Dasar Teori
2.1. Struktur Turbin Angin Lepas Pantai
Energi angin adalah energi yang memanfaatkan
kecepatan dan aliran angin untuk memutar turbin
lalu menggerakkan motor generator sehingga dapat
menghasilkan listrik. Struktur turbin angin terdiri
atas dua bagian utama yaitu turbin dan struktur
pendukungnya (tower). Terdiri dari pondasi, struktur
tiang, dan sitem kincirnya yang terdiri dari hub,
nacelle dan blade.
Gambar 2 Turbin angin dan komponen-komponennya.
Beban angin merupakan beban dinamis, tetapi
beberapa struktur akan meresponnya pada model
statis yang paling mendekati. Besarnya gaya angin
sangat dipengaruhi oleh kecepatan dan luas
(projected area) peralatan dan member yang terkena
pengaruh gaya angin.
2.2 Tension Leg Platform
Struktur Tension leg platform ( TLP ) merupakan
salah satu struktur anjungan lepas pantai dengan
tipe compliant structures yang terdiri dari struktur
hull, column top frame, topside deck ,sistem tendon
(tendon system) dan sistem pondasi (foundation
system) (ABS, 2003). Struktur hull terdiri dari
pontoon dan column yang memiliki gaya buoyancy.
Tendon merupakan vertical mooring system yang
menghubungkan struktur hull dan foundation
system, dengan tujuan membatasi gerakan struktur
TLP.
Teknologi laut dalam (deepsea technology) di masa
sekarang adalah teknologi terbaru dalam industri
lepas pantai. Begitu juga dengan TLP yang
mengalami 2 generasi, Conventional TLP dan
generasi berikutnya Seastar TLP. Pada
perkembangan berikutnya, Seastar TLP dimodifikasi
sehingga hanya terdapat 1 column (mono column
hull) utntuk mengurangi biaya investasinya (biasa
disebut Mini TLP)
2.3. Beban Lingkungan yang Bekerja pada TLP
Dalam proses perancangan struktur lepas pantai
(offshore structure), penentuan kemampuan kerja
struktur dipengaruhi oleh beban yang bekerja pada
struktur tersebut terutama beban lingkungan
(environmental load).
2.3.1 Gelombang
Menurut API RP 2T (1987), beban gelombang yang
dibangkitkan oleh angin merupakan beban
lingkungan yang terbesar bangunan lepas pantai.
Beban gelombang pada hull TLP harus
diperhitungkan dengan seksama, dua pendekatan
yang digunakan adalah dengan menggunakan teori
difraksi dan teori Morison.
Syarat-syarat berlakunya persamaan Morison yang
dimaksud adalah sebagai berikut:
= Gelombang mendekati pemantulan
murni, persamaan Morison tidak valid
= Difraksi gelombang perlu
diperhitungkan, persamaan Morison
tidak valid
= Persamaan Morison valid
Kondisi batas yang digunakan dalam teori difraksi :
Gambar 3. Kondisi batas untuk teori difraksi
(Chakrabarti, 2004)
Jurnal - Tugas Akhir , Teknik Kelautan (2010)
3
Kondisi batas dinamis
02
1222
zyxg
t
………...... (1)
dimana : η = elevasi gelombang
g = percepatan gravitasi
Kondisi batas kinematis
0yzzxxt
……... (2)
diasumsikan permukaan dasar laut adalah rata
sehingga kecepatan partikel sama dengan kecepatan
pada permukaan.
Kondisi batas permukaan dasar laut
0y
…………………………………... (3)
diasumsikan bahwa permukaan dasar laut bersifat
impermiabel sehingga air tidak menembus sea bed.
Kondisi batas permukaan benda
0n
…………………………………… (4)
apabila benda dianggap impermiabel maka tidak ada
normal flux dari fluida yang menembus
permukaannya.
Untuk gaya gelombang time series dapat
dibangkitkan dari spektrum gelombang sebagai first
order dan second order.
Berikut adalah persamaan gaya gelombang first
order:
iii
N
i
iwvwv aFtF cos1
11 ............. (5)
dimana :
tFwv
1 = gaya gelombang first order terhadap t
1
wvF = gaya exciting gelombang first order per
unit amplitudo gelombang
i = sudut fase komponen gelombang first order
ia = amplitudo komponen gelombang first order
( dS2 )
S = fungsi spektra gelombang
Berikut adalah persamaan gaya gelombang second
order:
)()(cos11
1
jiji
N
j
ijji
N
i
wv tDaatF (6)
dimana :
ijD = drift force per unit amplitudo gelombang
2.3.2 Angin
API RP 2A WSD 21st edition merumuskan
perhitungan kecepatan angin sebagai berikut:
.................................................... (7)
dengan :
F = gaya angin
w = densitas berat udara, (0.0023668 slugs/ft3
untuk standart P dan T)
V = kecepatan angin, (m/s)
Cs = koefisien bentuk
A = luas area, (m2)
Sedangkan kecepatan angin dirumuskan sebagai
berikut;
.......................................... (8)
dengan:
Vy = kecepatan angin
V10 = kecepatan angin pada ketinggian 10m
y = ketinggian kecepatan angin dihitung
x = faktor eksponen
2.3.3 Arus
Selain gelombang, arus laut juga memberikan gaya
terhadap struktur lepas pantai. Arus akibat pasang
surut memiliki kecepatan yang semakin berkurang
seiring dengan bertambahnya kedalaman sesuai
fungsi non-linear.
Kecepatan arus tersebut dirumuskan dalam
formulasi matematis berikut (Dawson,1983):
............................................................ (9)
.......................................... (10)
dengan :
UT = kecepatan arus pasng surut (m/detik)
UoT = kecepatan arus pasang surut di permukaan
(m/detik)
Uw = kecepatan arus akibat angin (m/detik)
U0w= kecepatan arus akibat angin di permukaan
(m/detik)
Y = jarak dari dasr laut
H = kedalaman laut (m)
Gaya arus yang bekerja pada suatu struktur
dirumuskan sebagai berikut:
..... (11)
dengan :
ρ = massa jenis air(kg/m3)
Ūc(z) = kecepatan arus pada ketinggian z di atas
dasar laut (m/s2)
CD = koefisien drag
D = diameter struktur (m)
Jurnal - Tugas Akhir , Teknik Kelautan (2010)
4
2.4. Respons Struktur TLP
2.4.1 Persamaan Gerak TLP
Pada dasarnya gerakan pada struktur TLP adalah
sama dengan gerakan floating structures atau
compliant structures lainnya, yaitu memiliki enam
(6) derajat kebebasan :
1. Gerakan Translasi
- Surge, gerakan transversal arah sumbu x
- Sway, gerakan transversal arah sumbu z
- Heave, gerakan transversal arah sumbu y
2. Gerakan Rotasional
- Roll, gerakan rotasional arah x
- Pitch, gerakan rotasional arah z
- Yaw, gerakan rotasional arah y
Gambar 4. Derajat Kebebasan Gerak TLP (API RT 2T)
Faktor yang menentukan pada analisa gerakan TLP
adalah massa, redaman dan kekakuan. Pada
penelitian ini faktor redaman diabaikan karena
redaman yang terjadi pada TLP sangat kecil sekali
sebesar 1%, sehingga faktor yang berpengaruh pada
analisa dinamis hanya disebabkan oleh massa dan
kekakuan.
Persamaan gerak dari surface paltform pada 6
derajat kebebasan dapat ditulis sebagai berikut :
…. (12)
Dengan :
X= percepatan motion 6 DOF
X= kecepatan motion 6 DOF
X = dispalcement motion 6 DOF
M = massa struktur TLP
MA = massa tambah struktur
BV = drag induced viscous damping Bp = potential damping struktur
K = kekakuan hidrostatik
Km = kekakuan dari tendon dan riser
F (t) = Gaya eksitasi
Massa struktur untuk gerakan translasi :
m11 = surge = p.V............................................(13)
m22 = sway = pV ............................................(14)
m33 = heave = p.V ....................................... ..(15)
Massa struktur untuk gerakan rotasi :
m44 = roll = p.V Jxx 2 ....................................(16)
m55 = pitch = p.V.Jyy 2 ...................................(17)
m66 = yaw = p.V.Jzz 2 .....................................(18)
Dengan :
V : volume struktur (m3)
Jxx : Jari-jari girasi arah roll
Jyy : Jari-jari girasi arah pitch
Jzz : Jari-jari girasi arah yaw
Gerakan platform mengakibatkan partikel air yang
berada disekeliling platform mengalami percepatan
sehingga menimbulkan gaya inersia hidrodinamis.
Besar gaya ini proporsional dengan percepatan yang
ditimbulkannya dan koefisien proporsionalitasnya
dikenal sebagai massa tambah (added mass).
Sementara itu, koefisien massa tambahsilinder yang
dipercepat secara aksial, efek permukaan bebas dan
interaksi antar member yang berdekatan diabaikan.
Untuk massa tambah pada hull dikelompokan
member yang menjadi column dan pontoon, untuk
mempermudah perhitungannya .
Persamaan berikut adalah persamaan gerak dari
surface paltform pada 6 derajat kebebasan.
Dispalcemen (X) dapat dicari dengan menggunakan
persamaan sbb :
............................(19)
......................................................(20)
Dimana :
ωn = frekuensi natural dari struktur yang ditinjau
K = kekakuan dari struktur
M = massa dari struktur
Mengambil displacement (X) dengan t = 0, dan
kecepatan dengan t = 0, maka akan didapatkan :
……………..........(21)
Sehingga persamaan (2.23) dapat ditulis lagi sebagai
berikut :
.......(22)
Dengan :
dan ....................(23)
2.4.2 Stabilitas
Kebutuhan utama dalam perancangan floating
structures adalah bagaimana menjaga supaya
struktur tetap mempunyai stabilitas positif pada saat
mengapung. Stabilitas adalah fungsi langsung dari
Jurnal - Tugas Akhir , Teknik Kelautan (2010)
5
titik berat bangunan (KG), titik apung (KB) dan luas
garis air dari kaki-kaki bangunan (column), dan
dapat ditulis:
..........................(24)
Stabilitas juga banyak dipengaruhi oleh jarak antara
column. Perancangan column harus sedemikian rupa
sehingga tujuan untuk mendapatkan stabilitas yang
baik dan gaya eksitasi gelombang yang kecil dapat
dicapai, meskipun kadang-kadang kedua hal tersebut
seringkali tidak dapat dicapai bersama secara
optimum.
2.4.3 Respons Amplitude Operator
Response-Amplitude Operator (RAO) atau sering
disebut sebagai Transfer Function adalah fungsi
response yang terjadi akibat gelombang dalam
rentang frekuensi yang mengenai struktur offshore.
RAO disebut sebagai Transfer Function karena
RAO merupakan alat untuk mentransfer beban luar
(gelombang) dalam bentuk response pada suatu
struktur. (Chakrabarti, 1987). Dalam praktiknya,
RAO sering di-definisikan sebagai response
amplitude per unit wave height.. Dalam perhitungan
RAO gelombang selalu dianggap sebagai gelombang
reguler dan frekuensi gelombang yang dipilih
dimasukkan kedalam range frekuensi yang dipakai
dalam membuat spektrum gelombang (Battacharyya,
1978).
Persamaan RAO dirumuskan sebagai berikut :
......................................... (25)
Dengan :
Xp ( ) = amplitudo struktur
( ) = amplitudo gelombang
2.4.4 Response Spektra
Response spectra didefinisikan sebagai response
energy density pada struktur akibat gelombang,
dalam hal ini berupa energy density spectrum. Untuk
sistem linier, fungsi dari RAO merupakan fungsi
kuadrat. Response spectra itu sendiri merupakan
perkalian antara spektrum gelombang dengan RAO
kuadrat. Persamaan dari response spectra adalah
(Chakrabarti, 1987) sebagai berikut :
.................................(26)
dengan :
SR = spektrum respons (m2-sec)
S(ω) = spektrum gelombang (m2-sec)
RAO(ω) = transfer function
(ω) = ferkuensi gelombang (rad/sec)
Response spectra dapat digunakan untuk mengetahui
besarnya respon maksimum yang mungkin terjadi
dalam suatu rentang waktu tertentu.
2.4.5 Spektrum Gelombang
Spektrum gelombang yang dipakai dalam tugas
akhir ini adalah spektrum JONSWAP. Persamaan
spektrum JONSWAP merupakan modifikasi dari
persamaan spektrum Pierson-Morkowitz yang
disesuaikan dengan kondisi laut yang ada.
Persamaan spektrum JONSWAP dapat ditulis
sebagai berikut :
20
2
20
ω2τ
ωωEXP
4
0
52γ
ω
ω1,25EXPωgαωS (27)
0,33
0
ω
0 XU
g2πω .................... (28)
ω
0U
XgX .................... (29)
dimana :
= parameter puncak (peakedness parameter)
= parameter bentuk (shape parameter)
untuk 0 = 0,07 dan
0= 0,09. Harga =
0,0076 (X0)-0,22, untuk X0 tidak diketahui =
0,0081
2.5. Metode Elemen Hingga
Tahapan dalam perumusan metode elemen hingga
dalam menyelesaikan persoalan-persoalan struktur
secara mendekati detail, akan diuraikan secara
singkat sebagai berikut:
Tahap I: Tahap ini merupkan tahap
pendiskriditan dan pemilihan jenis elemen yang
meliputi pembagian objek menjadi sebuah
sistem ekivalen yang terdiri dari elemen-elemen
hingga yang saling dihubungkan dengan simpul
serta pemilihan jenis elemen yang tepat.
Tahap II: Tahap ini merupakan tahap pemilihan
displacemen. Fungsi tersebut didefinisikan
untuk tiap elemen dengan menggunakan nilai
parameter pada simpul dari elemen tersebut.
.
Tahap III: Tahap ini merupkan tahap
pendefinisian hubungan regangan ( ) -
displacemen (u) dan tegangan ( ) – regangan
( )
Tahap IV: Tahap ini merupakan tahap
penurunan matriks kekakuan elemen dan
persamaan elemen.
Jurnal - Tugas Akhir , Teknik Kelautan (2010)
6
Tahap V: Pada tahap ini dilakukan
penggabungan persamaan elemen untuk
mendapatkan persamaan global dan penentuan
kondisi batas.
Tahap VI: Tahap ini bertujuan menyelesaikan
derajat kebebasan yang belum diketahui dengan
persamaan global. Dimana persamaan global
diselesaikan untuk mendapat nilai {d} dengan
metode eliminasi atau iterasi.
Tahap VII: Tahap selanjutnya adalah
menentukan tegangan dan regangan elemen
Tahap VII: Tahap akhir adalah
mengintreprestasikan dan menganalisis hasil
yang akan digunakan dalam proses
perancangan. Penentuan lokasi struktur dimana
terjadi deformasi dan tegangan terbesar
biasanya sangat penting dalam mengambil
keputusan di dalam perancangan
2.5.1 Tegangan Von Misses
Pada elemen tiga dimensi, bekerja tegangan
tegangan searah sumbu x,y dan z. Pada tiap-tiap
sumbu dapat diketahui tegangan utama ( 1, 2, 3)
yang dihitung dari komponen tegangan.
Penggabungan tegangan-tegangan utama pada suatu
elemen merupakan suatu cara untuk mengetahui
nilai tegangan maksismum yang terjadi pada node
tersebut. Salah satu cara mendapatkan tegangan
tersebut adalah dengan menggunakan formula
tegangan Von Misses, yaitu:
………………………………………….... (30)
dengan : e = Tegangan Maksimum
1 = Tegangan utama 1
2 = Tegangan utama 2
3 = Teganagan utama 3
3. Metodologi Penelitian
Pengerjaan tugas akhir ini dimulai dengan proses
pengumpulan data struktur data lingkungan. Data
struktur Seastar TLP-1 yang digunakan sebagai
acuan dalam Pemodelan struktur Mono column hull
TLP adalah data struktur Seastar TLP-1 hasil desain
metode Pareto Optima.
Lalu dilanjutkan dengan perhitungan dimensi ke-6
model Mono Column Hull TLP Seastar dan
Fourstar. Kemudian melakukan pemodelan struktur
pada MOSES 6 dengan memasukkan seluruh data
geometri.
Sebelum melakukan analisa dinamis dengan 4 arah
pembebanan yang dominan, dilakukan pengecekan
kestabilan struktur dengan wind turbin diatasnya.
Analisa kemudian dilanjutkan dengan mencari RAO,
motion dan wave drift force struktur pada saat
kondisi free floating. Kemudian dilakukan analisa
dinamis untuk gerakan rotasional dan translasional.
Dengan input tambahan untuk menentukan gaya taik
pada tendon dan output pada kondisi free floating,
dilakukan pemodelan struktur dengan tendon atau
kondisi tertambat. Hasilnya berupa RAO, motion
dan gaya tarik pada kondisi tertambat.
Verifikasi hasil output gaya taik tiap tendon utuk cek
tegangan ijin dan UC dilakukan berdasarkan API RP
2T. Apabila memenuhi maka dilanjutkan pemodelan
dengan ANSYS 11 pada sambungan hull dan
pontoon untuk tiap model Fourstar saja, karena
model struktur ini yang mengalami penambahan 1
pontoon dan variasi pemanjangan pontoon . Setelah
pemodelan, meshing, pemberian constraint dan
pembebanan selesai dilakukan analisa tegangan
dengan me-running. Output yang dihasilkan berupa
plot hasil deformasi dan tegangan von misses yang
terjadi pada daerah yang ditinjau.
3.1 Data Struktur dan Lingkungan
Tabel 1. Data struktur turbin angin. No. Specification Value
1. Rotor Orientaion Upwind
2. Rotor Diameter / Hub
diameter 126 m / 3 m
3. Hub Height 90 m
4. Max Rotor / Generator
Speed
12,1 rpm / 1.173,7
rpm
5. Max Tip speed 80 m/s
6. Rotor Mass 110.000 kg
7. Nacelle Mass 240.000 kg
8. Tower Mass 347.460 kg
Table 2. Data struktur TLP-1.
No. Dimension Value
1. Hull Diameter 18 m
2. Hull Height 47.29 m
3. Pontoon Radius 35.05 m
4. Pontoon Height 12.6 m
5. Platform Draft 47.89 m
6. Tendon Six / eight with 26-in
(OD)
7. Payload 697 MT
8. Total Displacement 29682.98 MT
Jurnal - Tugas Akhir , Teknik Kelautan (2010)
7
Tabel 3. Data kecepatan angin & gelombang di
NTT. (10 tahunan)
Item 60 o 90
o 120
o 270
o
Kec. Angin (m/s) 8.8 8.8 8.31 8.31
HS (m) 3.78 3.78 3.41 3.41
TS (s) 7.51 7.51 7.13 7.13
Data Arus :
Kecepatan arus di permukaan = 2 knot (1.03 m/s)
Kecepatan arus di dasar laut = 0.97 knot (0.5m/s)
Kedalaman = 120 m
Gambar 5. Arah Pembebanan Struktur MCH TLP Seastar
dengan turbin angin terhadap beban linkungan
Arah turbin angin yang menjadi topsides TLP
Seastar dan Fourstar dapat menyesuaikan dengan
arah datang angin (upwind) karena pada nacelle
terdapat yaw system yang dapat mengatur posisi
turbin untuk dapat menangkap angin dengan
otomatis. Sehingga dengan 4 arah pembebanan
posisi MCH-TLP hingga tower tetap hanya nacelle,
rotor, hub dan blade yang berubahah menyesuaikan
arah pembebanan.
Gambar 6. Arah Pembebanan Struktur MCH TLP
Fourstar dengan turbin angin terhadap beban lingkungan
3.2 Pemodelan
Pada tahap pemodelan ini akan dilakukan variasi
terhadap panjang pontoon seperti yang tertulis pada
batasan masalah. Sehingga nantinya ada 6 model
Mono column hull TLP (Seastar & Fourstar), yang
memiliki dimensi pontoon dan hull yang berbeda-
beda dan akan dianalisa. Rencananya dalam Tugas
akhir ini akan dilakukan dengan menggunakan 2
software secara bertahap, yakni :
3.2.1 Pemodelan dengan MOSES 6 .
Software MOSES yang merupakan analysis
software yang tepat digunakan untuk Pemodelan,
simulasi dan analisa stress untuk permasalahan pada
struktur offshore.
Pemodelan dilakukan 2 kali secara bertahap ,yaitu :
1. Struktur Mono column Hull TLP dimodelkan
tanpa tendon. Pemodelan ini hanya berupa
pontoon, column, tower dan turbin angin.
Gambar 7. Pemodelan Autocad untuk Seastar TLP &
Fourstar TLP.
Gambar 8. Pemodelan Seastar & Fourstar pada Moses.6.0
Pemodelan ini diawali dengan membuat model solid
struktur pada Autocad untuk menghasilkan titik
pusat gravitasi, titik pusat buoyancy dan radius
girasi. Dimana hasil tersebut digunakan sebagai
acuan data stabilitas dan input analisa. Setelah itu
dilakukan pemodelan pada Moses dengan membuat
surface geometri Hull Seastar dan Fourstar TLP.
kemudian surface tersebut diberi sarat air, serta input
heading pressure, jari-jari girasi dan titik pusat
gravitasi serta titik acuan RAO motion.
Jurnal - Tugas Akhir , Teknik Kelautan (2010)
8
Pemodelan MOSES 6 ini dilakukan untuk
mendapatkan RAO motion pada kondisi free floating
pada gerak surge, sway, heave, roll, pitch dan yaw
dalam arah 90o dan 270 o serta wave drift force dari
kesemua model mono column hull TLP.
Gambar 9. Pemodelan Seastar - Fourstar dengan Turbin
Angin pada MOSES 6
2. Struktur mono column hull TLP dengan turbin
angin dimodelkan dengan tendon dan dijangkar
pada sea bed.
Gambar 10. Hasil running Seastar TLP-1 dengan Turbin
Angin dengan tendon pada MOSES 6
Pada Pemodelan ini, model struktur mono
column hull TLP yang telah dibuat pada Pemodelan
Moses pertama ditambah dengan input tendon dan
dijangkar pada sea bead. Dari Pemodelan ini akan
didapat RAO motion mono column hull TLP pada
kondisi tertambat dan seberapa besar efektifitas dan
pengaruh tendon dalam mereduksi gerakan mono
column hull TLP jika digunakan sebagai struktur
pendukung Turbin Angin. Selain itu pada input
dilakukan pendefinisian tendon dan posisi tendon
untuk mengeleuarkan output gaya tarik tendon.
3.1 Pemodelan dengan menggunakan software
ANSYS 11.0 Pemodelan yang digunakan untuk melakukan analisa
lokal pada struktur berbasis Metode Elemen Hingga.
Penggunaan ANSYS untuk menentukan distribusi
tegangan stress pada sambungan hull dan pontoon .
Adapun langkah pemodelan pada ANSYS 11 adalah
:
1. Membuat pemodelan hull- dan pontoon beserta
stiffner dan girder yang mengacu pada
konfigurasi penampang pontoon struktur TLP-A
West Seno.Lalu model diberi material
properties berdasarkan Manual of Stress
Construction (1989) :
a. Tegangan Luluh : 250 Mpa
b. Modulus Young : 2.005E+10 kg/m2
c. Poisson Ratio : 0.32
d. Mass density : 7862.7 kg/m2
2. Setelah model diberi material properties maka
dilakukan meshing pada model.
3. Selanjutnya pemberian constraint pada model.
Dari output pemodelan MOSES diketahui gaya
reaksi Z yang kemudian dijadikan load pada
pemodelan local.
Sealanjutnya dilakukan analisa dengan me-
running , sehingga stetlah diplot ,
dapatdiketahui teg kritis yang terjadi
4. Analisa Hasil dan Pembahasan
4.1 Dimensi Mono Column Hull TLP
Dari hasil perhitungan manual berdasarkan
kesamaan sarat air (draft) dan wetted surface
area (WSA) dengan struktur TLP -1, maka
didapatkan dimensi model Mono Column Hull
TLP model Seastar & Fourstar .
Dengan data struktur tersebut berupa geometri,
displacemen, WSA dan sarat air akan
divariasikan panjang pontoonnya. Pemanjangan
pontoon dilakukan sebanyak 3 kali untuk 3
model variasi Seastar yaitu sebesar 5%, 10%
dan 15%. Adapun perhitungan dimensi
selengkapnya berupa perhitungan Gross
Volume, luas area perpotongan (area antara hull
dengan tiap pontoon), volume per potongan dan
Net Volume.
Begitu juga pada struktur TLP Fourstar yang
mendapat penambahan 1 pontoon dengan
interval sudut 90o yang divariasikan panjang
pontoonnya berdasarkan Seastar TLP-1 (5%,
10% dan 15%). Adapun data WSA,
displacement dan sarat air mengacu pada
Seastar TLP-1. Adapun perhitungan dimensi
selengkapnya berupa perhitungan Gross
Volume, luas area perpotongan (area antara hull
dengan tiap pontoon), volume per potongan dan
Net Volume.
Setelah perhitungan dimensi tiap model dilakukan
analisa hidrodinamis, tetapi perlu dilakukan
pengecekan stabilitas terlebih dahulu untuk semua
model Mono column Hull TLP sesuai dengan syarat
stabilitas benda apung. Berikut ini merupakan hasil
Output Autocad dengan hasil command mass
properties untuk mencari titik pusat gravitasi dan
Jurnal - Tugas Akhir , Teknik Kelautan (2010)
9
buoyancy ke-semua model Mono column Hull TLP,
yang juga dibuat input analisa hidrostatis MOSES
untuk menunjukkan nilai GM (gravity to
metacentre) .
X Y Z
CG (m) 0.00 0.00 15.74
CB (m) 0.00 0.00 13.67
Rad Girasi (m) 29.77 29.82 21.59
GM (m) 1.90
X Y Z
CG (m) 0.00 0.00 15.47
CB (m) 0.00 0.00 13.45
Rad Girasi (m) 29.84 29.89 22.58
GM (m) 1.85
Dalam hasil analisa hidrostatis diatas, terlihat semua
model struktur diatas menunjukkan letak titik M
diatas G, atau KM > KG. Terlihat juga nilai GMT
dan GML yang sama dikarenakan geometri struktur
TLP Seastar dan Fourstar simetris sehingga berada
di satu titik. Sehingga semua model Seastar dan
Fourstar dengan turbin angin diatasnya berada pada
keseimbangan yang baik (stabil).
4.2 Hasil Efektifitas Tendon (perbandingan Free
floating dan Tertambat)
Sebelum menganalisa perbandingan
perilaku motion untuk 8 model MCH-TLP baik itu
Seastar dan Fourstar. Terlebih dahulu dilakukan
analisa untuk mengetahui seberapa besar tendon
dapat mereduksi semua gerakan MCH-TLP. Di
bawah ini merupakan perbandingan grafik RAO
motion hasil running model Seastar pada software
MOSES 6 untuk arah pembebanan 90o karena
termasuk arah yang mempunyai nilai tinggi
gelombang signifikan (HS) dan tinggi gelombang
signifikan (TS) lebih besar daripada arah lainnya.
Sehingga diharapkan dapat terjadi respons yang
maksimum pada arah pembebanan ini.
Gambar 11 Grafik RAO ke-4 Model TLP Seastar gerakan
surge arah 90o
Gambar 12 Grafik RAO ke-4 Model TLP Seastar
gerakan sway arah 90o
Gambar 13 Grafik RAO ke-4 Model TLP Seastar gerakan
heave arah 90o
Gambar 14 Grafik RAO ke-4 Model TLP Seastar gerakan
roll arah 90o
Gambar 1.5 Grafik RAO ke-4 Model TLP Seastar
gerakan pitch arah 90o
Jurnal - Tugas Akhir , Teknik Kelautan (2010)
10
Gambar 16 Grafik RAO ke-4 Model TLP Seastar gerakan
roll arah 90o
Dari grafik RAO motion untuk Seastar
dengan turbin angin diketahui bahwa dengan kondisi
tertambat atau diberi tendon, tidak banyak
mempengaruhi gerakan Seastar dalam arah surge,
sway, dan yaw. Adapun pada arah surge, sway, dan
yaw terlihat penurunan nilai RAO pada semua model
dengan kondisi tertambat. Tetapi dari grafik diatas
terlihat mempunyai pengaruh yang signifikan dalam
arah heave, roll dan pitch yaitu semakin besar
frekuensinya maka nilai RAO semakin mendekati
nol. Khususnya pada grafik gerakan roll, dimana
puncak RAO terjadi dua kali pada kisaran frekuensi
0.35 rad/sec dan 0.75 rad/sec.
Di bawah ini merupakan perbandingan grafik RAO
motion hasil running model Fourstar pada software
MOSES 6 untuk arah pembebanan 60o karena juga
termasuk arah yang mempunyai nilai tinggi
gelombang signifikan (HS) dan tinggi gelombang
signifikan (TS) lebih besar daripada arah lainnya.
Sehingga diharapkan dapat terjadi respons yang
maksimum pada arah pembebanan ini.
Gambar 17 Grafik RAO ke-4 Model TLP Fourstar
gerakan surge arah 60o
Gambar 18 Grafik RAO ke-4 Model TLP Fourstar
gerakan sway arah 60o
Gambar 19 Grafik RAO ke-4 Model TLP Fourstar
gerakan heave arah 60o
Gambar 20 Grafik RAO ke-4 Model TLP Fourstar
gerakan roll arah 60o
Gambar 21 Grafik RAO ke-4 Model TLP Fourstar
gerakan pitch arah 60o
Jurnal - Tugas Akhir , Teknik Kelautan (2010)
11
Gambar 22 Grafik RAO ke-4 Model TLP Fourstar
gerakan pitch arah 60o
Dari grafik RAO motion untuk Fourstar
dengan turbin angin diketahui bahwa dengan kondisi
tertambat atau diberi tendon, tidak banyak
mempengaruhi gerakan Fourstar dalam arah surge,
sway, dan yaw. Adapun pada arah surge, sway, dan
yaw terlihat nilai RAO sama pada semua model
dengan kondisi tertambat. Tetapi dari grafik diatas
terlihat mempunyai pengaruh yang signifikan dalam
arah heave, roll dan pitch yaitu semakin besar
frekuensinya maka nilai RAO semakin mendekati
nol. Khususnya pada grafik gerakan roll dan pitch,
dimana puncak RAO terjadi dua kali pada kisaran
frekuensi 0.35 rad/sec dan 0.9 rad/sec.
4.3 Perbandingan Respons ke-4 Model MCH-
TLP Seastar kondisi tertambat
Gambar 23 Grafik RAO Surge untuk keempat model
Seastar TLP untuk arah 90o
Gambar 24 Grafik pengaruh variasi panjang pontoon
terhadap gerakan surge arah 90o
Pada grafik RAO gerakan surge untuk 4 model
Seastar terdapat kenaikan pada motion response
surge untuk tiap pertambahan panjang pontoon, ini
berarti semakin bertambahnya Wetted Surface Area
maka semakin bertambah besar nilai motion
response surge. Dari grafik diatas terlihat nilai
surge response (signifikan dan maksimum) pada
setiap pertambahan panjang pontoon semakin besar
dengan mengikuti pola trendline linear.
Gambar 25 Grafik RAO Sway untuk keempat model
Seastar TLP untuk arah 90o
Gambar 26 Grafik pengaruh variasi panjang pontoon
terhadap gerakan surge arah 90o
Pada grafik RAO gerakan sway untuk 4 model
Seastar tidak terdapat kenaikan pada motion
response sway untuk tiap pertambahan panjang
pontoon, ini berarti bertambahnya Wetted Surface
Area tidak mempengaruhi pertambahan nilai
motion response sway. Dari grafik diatas terlihat
nilai sway response (rata-rata, signifikan dan
maksimum) pada setiap pertambahan panjang
Jurnal - Tugas Akhir , Teknik Kelautan (2010)
12
pontoon semakin menurun dengan mengikuti pola
trendline linear.
Gambar 27 Grafik RAO Heave untuk keempat
model Seastar TLP untuk arah 90o
Gambar 28 Grafik pengaruh variasi panjang
pontoon terhadap gerakan heave arah 90o
Pada grafik RAO gerakan heave untuk 4 model
Seastar tidak terdapat kenaikan pada motion
response heave untuk tiap pertambahan panjang
pontoon, ini berarti bertambahnya Wetted Surface
Area tidak mempengaruhi pertambahan nilai motion
response heave. Dari grafik diatas terlihat nilai
heave response (rata-rata, signifikan dan
maksimum) pada setiap pertambahan panjang
pontoon adalah sama.
Gambar 29 Grafik RAO Roll untuk keempat model
Seastar TLP untuk arah 90o
Pada grafik RAO gerakan roll untuk 4 model
Seastar terdapat penurunan pada motion response
roll untuk tiap pertambahan panjang pontoon, ini
berarti bertambahnya Wetted Surface Area
mempengaruhi penurunan nilai motion response
roll.
Gambar 30 Grafik pengaruh variasi panjang
pontoon terhadap gerakan roll arah 90o
Dari grafik diatas terlihat nilai roll response (rata-
rata, signifikan dan maksimum) pada setiap
pertambahan panjang pontoon semakin menurun
dengan mengikuti pola trendline linear.
Gambar 31 Grafik RAO Pitch untuk keempat model
Seastar TLP untuk arah 90o
Gambar 32 Grafik pengaruh variasi panjang
pontoon terhadap gerakan pitch arah 90o
Pada grafik RAO gerakan pitch untuk 4
model Seastar terdapat kenaikan pada motion
response pitch untuk tiap pertambahan panjang
pontoon, ini berarti bertambahnya Wetted Surface
Area mempengaruhi pertambahan nilai motion
response pitch. Dari grafik diatas terlihat nilai
Jurnal - Tugas Akhir , Teknik Kelautan (2010)
13
pitch response (signifikan dan maksimum) pada
setiap pertambahan panjang pontoon semakin
meningkat dengan mengikuti pola trendline
eksponensial.
Gambar 33 Grafik RAO Yaw untuk keempat model
Seastar TLP untuk arah 90o
Gambar 34 Grafik pengaruh variasi panjang
pontoon terhadap gerakan yaw arah 90o
Pada grafik RAO gerakan yaw untuk 4
model Seastar terdapat kenaikan pada puncak
frekuensinya pada motion response yaw untuk tiap
pertambahan panjang pontoon, ini berarti
bertambahnya Wetted Surface Area mempengaruhi
pertambahan nilai motion response yaw. Dari
grafik diatas terlihat nilai yaw response (rata-rata,
signifikan dan maksimum) pada setiap
pertambahan panjang pontoon semakin meningkat
dengan mengikuti pola trendline linear.
Dalam perhitungan analisa gelombang
menggunakan teori gelombang Airy , untuk HS=
3.78 m, TS=7.51 dan kedalaman 120 m didapatkan
frekuensi gelombangnya adalah 0.837 sec-1.
Sehingga berdasarkan grafik motion response
diatas, respons maksimum untuk model Seastar dan
Fourstar adalah respons maksimum gerakan yaw
terjadi pada frekuensi yang sama dengan frekuensi
gelombang dimana struktur beroperasi. Makah hal
ini dapat mengakibatkan resonansi dan dapat
memperbesar gaya yang bekerja terhadap kedua
jenis MCH-TLP tersebut.
Dari statistik gerakan dan seluruh grafik
pengaruh variasi hasil pemanjangan pontoon
terhadap gerakan MCH-TLP Seastar dan Fourstar
pada 6 derajat kebebasan , dapat disimpulkan bahwa
variasi pemanjangan pontoon berpengaruh
signifikan terhadap gerakan surge , pitch dan yaw
untuk Seastar, sedangkan pada Fourstar variasi
pemanjangan pontoon berpengaruh signifikan
terhadap gerakan heave dan yaw. Untuk gerakan
yang lain, adanya variasi pemanjangan pontoon
tidak terlalu berpengaruh secara signifikan. Hal ini
dapat disebabkan karena pada analisa gerakan
translasi struktur MCH-TLP diasumsikan sebagai
sebuah titik massa (lumped mass), sehingga variasi
pemanjangan pontoon pada Seastar dan Fourstar
tidak memberikan pengaruh yang signifikan
terhadap keseluruhan gerakan translasi MCH-TLP.
Tetapi hal sebaliknya terjadi pada analisa gerakan
rotasional (pitch dan yaw), variasi pemanjangan
pontoon memberikan pengaruh yang signifikan
terhadap perubahan momen inersia dan jari-jari
girasi, dimana gerakan rotasional sangat
dipengaruhi oleh panjang lengan momen (jari-jari
girasi).
4.4 Spektra Gelombang
Dalam Tugas akhir ini, digunakan spektra
gelombang JONSWAP, sedangkan analisa spektrum
gelombang dilakukan terhadap 2 arah pembebanan
(90o dan 120o) yang mempunyai HS dan TS yang
berbeda .
Gambar 35 Grafik Spektrum JONSWAP dengan HS= 3.78
m dan TS= 7.51 s
4.6 Gaya Tarik Tiap Tendon Pada MCH-TLP
Fourstar
Pemodelan MCH-TLP pada MOSES 6 secara
simplifikasi dapat menghitung semua pengaruh
tendon terhadap perilaku dan seluruh sistem secara
global. Pengaruhnya dapat menghasilkan beberapa
output pada seperti massa tambah, redaman,
kekakuan sistem, gaya tarik tendon pada frekuensi
rendah hingga tinggi, dimana semuanya berubah
terhadap waktu, kedalaman air, serta arah datang
pembebanan (heading).
Model struktur Fourstar TLP dengan turbin angin
yang divariasikan panjang pontoon-nya dimodelkan
dengan input material properties, properties tendon,
posisi tendon, kedalaman dan lainnya. Gerakan
model tersebut diperhitungkan dari respons gerakan
yang didapatkan dari analisa difraksi 3D pada
Jurnal - Tugas Akhir , Teknik Kelautan (2010)
14
MOSES 6. Beban yang dianalisa pada tahapan ini
adalah beban hidrostatik dan hidrodinamis. Beban
hidrostatik adalah beban yang timbul akibat struktur
itu sendiri, yaitu displacement, buoyancy,
waterplane area, centre of gravity dan jari-jari girasi
saat kondisi free floating . Sedangkan beban
hidrodinamis adalah beban yang timbul akibat
adanya interaksi antara air laut dengan struktur
TLP. Beban hidrodinamis yang diperhitungkan
dalam analisa kedua ini melibatkan beban
gelombang, beban angin dan beban arus.
Dengan input dari data .cif saat kondisi free
floating, diberi penambahan input pendefinisian
tendon hingga posisinya lalu pemberian command
F_CONNECT dan plot hasil command exforce.
Maka dihasilkan output MOSES 6, berupa gaya
tension global pada tiap tendon untuk ke-4 model
Fourstar pada summary force acting on TLP dan
connector forces yang telah diplot pada tabel
dibawah ini :
Tabel 4 Gaya Tarik Tendon pada Model Fourstar
TLP-1 (dalam kN)
Tendon Arah Pembebanan
60o 90o 120o 270o
SA 6256.9 7248.9 5848.3 5777.2
SB 6235.9 7326.6 5847.1 5762.5
SC 6308.5 6018.7 6119.8 5651.5
SD 6337.9 5971.2 6149.2 5654.1
SE 6511.9 6843.2 6148.2 5790.1
SF 6503.4 6992.9 6119.9 5802.5
SG 6367.3 5923.7 5764.7 6609.5
SH 6396.7 5876.2 5901.7 6727.9
Sebagai verifikasi apakah hasil gaya tarik yang
terjadi pada tendon memenuhi batas aman yang
disyaratkan, maka dilakukan pengecekan terhdap
nilai UC pada masin-masing tendon berdasarkan
API RP-2T. Langkah awal yang dilakukan adalah
mendapatkan tegangan tendon adalah membagi gaya
tarik tendon hasil output pada MOSES 6 dengan luas
area tendon sebagai berikut:
dan
Keterangan :
A = Luas area tendon yang terkena tension (0.066
m2)
D = Diameter luar tendon (26 inch)
t = Ketebalan tendon (27 mm)
P = Tension hasil konversi dari gaya tarik (kN)
= Tegangan global (kN/ m2)
Tabel 5. Tegangan Tendon pada Model Fourstar TLP-1
(dalam Mpa)
Tendon Arah Pembebanan
60o 90o 120o 270o
SA 112.012 129.770 104.697 103.424
SB 111.636 131.161 104.675 103.161
SC 112.935 107.747 109.557 101.174
SD 113.462 106.897 110.083 101.220
SE 116.577 122.508 110.066 103.655
SF 116.424 125.187 109.559 103.877
SG 113.988 106.047 103.200 118.324
SH 114.514 105.196 105.653 120.443
Setelah mendapatkan tegangan pada tendon, maka
kita bisa mendapatkan Unity Check tiap tendon
berdasarkan API RP 2T sebagai berikut:
,
Dengan tegangan yield = 413.7 Mpa.
Dari tabel-tabel yang lain diatas , dapat diketahui
bahwa Unity Check tiap tendon masih kurang dari 1
atau aman. Setelah verifikasi diatas masih memenuhi
maka analisis dapat dilakukan ke tahapan
selanjutnya , yaitu analisa tegangan lokal pada
sambungan pontoon dengan hull akibat variasi
perpanjangan pontoon .
Tabel 6 Ringkasan gaya tarik maksimum pada Ke-4
model Fourstar TLP
Model Gaya Tarik Maksimum
(kN) UC Kriteria
Fourstar TLP-1 7326.60 0.528 Aman
Fourstar 1 7294.10 0.526 Aman
Fourstar 2 7142.20 0.515 Aman
Fourstar 3 6987.70 0.504 Aman
Gambar 36 Grafik gaya tarik maksimum ke-4 model
Fourstar TLP
Dari tabel diatas dapat diketahui bahwa ke-4 model
Fourstar TLP, gaya tarik pada maksimum pada
pembebanan 10 tahunan mengalami penurunan yang
Jurnal - Tugas Akhir , Teknik Kelautan (2010)
15
cukup signifikan pada ke-3 model variasi
perpanjangan pontoon . Tetapi akibat pemanjangan
pontoon 5% untuk Fourstar 1(model 2), perubahan
gaya tarik yang terjadi relatif tetap. Hal ini
dikarenakan respons gerakan yang semakin kecil
nilainya bila pertambahan panjang pontoon
mencapai 15% . Sedangkan pola grafik mempunyai
trendline eksponensial seperti penurunan hingga
Fourstar 3 (model 4).
Tabel 7 Presentase penurunan gaya tarik pada Ke-4 model
Fourstar TLP
Model Penurunan Tarik (kN)
%
Fourstar TLP-1 0.00 100.00 0
Fourstar 1 32.50 99.68 0.33
Fourstar 2 184.40 98.16 1.84
Fourstar 3 338.90 96.61 3.39
Nilai gaya tarik maksimum pada tendon yang terjadi
pada masing-masing model Fourstar TLP ini yang
kemudian akan dipakai sebagai input force pada
pemodelan analisa lokal distribusi tegangan pada
sambungan pontoon dengan hull menggunakan
ANSYS 11.
4 Analisa Tegangan Pontoon dengan Hull
Tahap pertama dalam analisa tegangan pada ANSYS
11 adalah dengan melakukan pemodelan yang sebisa
mungkin dapat mewakili keadaan struktur yang
sebenarnya. Karena keterbatasan data konfigurasi
struktur Fourstar TLP pada pontoon dan hull maka
simplifikasi model dilakukan dengan mengacu pada
data konfigurasi struktur TLP A West Seno,
terutama untuk konfigurasi girder dan stiffner di
sepanjang pontoon. Tetapi pemodelan tetap
mengacu data dimensi dari Fourstar TLP-1 hingga
model struktur yang divariasikan panjang pontoon-
nya.
Gambar 37 Permodelan girder dan stiffner pada
pontoon dan hull
Setelah pemodelan selesai dilakukan meshing
terhadap model yang telah dibuat.
Gambar 38 Meshing terhadap model
Langkah ketiga adalah pemberian constraint
yang berupa displacement jika pada ANSYS
dan pembebanan pada model sesuai dengan
keadaan struktur saat terdistribusi beban dari
tendon akibat gaya tarik. Constraint pada model
yang akan dianalisa adalah bagian samping pada
hull dan bagian atas hull (kolom)
Gambar 39 Pemberian constraint terhadap model
Gaya yang bekerja pada struktur merupakan
gaya tarik (tension) pada tendon porch yang
terdapat di dalam pontoon. Gaya yang diberikan
pada model dalam bentuk gaya terpusat kearah
sumbu –Z. Input gaya tarik berupa force
didapatkan dari output MOSES 6 saat struktur
kondisi tertambat.
Dari hasil running ANSYS 11, maka didapatkan
hasil tegangan von misses yang maksimum
yang terjadi pada sambungan hull dan pontoon.
Gambar 40 Tegangan Von Misses Fourstar TLP-1
Jurnal - Tugas Akhir , Teknik Kelautan (2010)
16
Tabel 8 Summary harga tegangan maksimum
Model
Tegangan
Maksimum
(Mpa)
Defleksi
(m)
Fourstar TLP-1 1320.015 0.67
Fourstar 1 1347.023 0.7
Fourstar 2 1371.071 0.74
Fourstar 3 1396.038 0.82
Gambar 41 Grafik perubahan tegangan pada daerah hull-
pontoon
Dari grafik diatas dapat diketahui bahwa
semakin panjang variasi pemanjangan pontoon,
semakin besar pula tegangan yang terjadi pda
pontoon dan sambungannya pada hull Dari
grafik diatas menunjukkan bahwa tren
perubahan tegangan terhadap perubahan
panjang pontoon relative linear. Pada Fourstar 3
(model 4) terdapat tegangan paling besar
dikarenakan pertambahan panjang pontoon
paling panjang hingga terdeformasi paling
besar. Hal ini berkaitan dengan hukum Hooke
bahwa jika terjadi deformasi yang semakin
besar maka semakin besar pula tegangan yang
terjadi.
5 Kesimpulan dan Saran
5.1 Kesimpulan
Dari Tugas akhir ini yang telah dilakukan,
dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:
1. Dari statistik gerakan dan seluruh grafik
pengaruh variasi hasil pemanjangan pontoon
terhadap gerakan MCH-TLP Seastar dan
Fourstar pada 6 derajat kebebasan , dapat
disimpulkan bahwa variasi pemanjangan
pontoon berpengaruh signifikan terhadap
gerakan surge , roll dan yaw untuk Seastar,
sedangkan pada Fourstar variasi pemanjangan
pontoon berpengaruh signifikan terhadap
gerakan roll dan yaw. Untuk gerakan yang lain,
adanya variasi pemanjangan pontoon tidak
terlalu berpengaruh secara signifikan. Hal ini
dapat disebabkan karena pada analisa gerakan
translasi struktur MCH-TLP diasumsikan
sebagai sebuah titik massa (lumped mass),
sehingga variasi pemanjangan pontoon pada
Seastar dan Fourstar tidak memberikan
pengaruh yang signifikan terhadap keseluruhan
gerakan translasi MCH-TLP. Tetapi hal
sebaliknya terjadi pada analisa gerakan
rotasional (roll, pitch dan yaw), variasi
pemanjangan pontoon memberikan pengaruh
yang signifikan terhadap perubahan momen
inersia dan jari-jari girasi, dimana gerakan
rotasional sangat dipengaruhi oleh panjang
lengan momen (jari-jari girasi).
5.2 Saran Saran yang dapat diberikan untuk penelitian
lebih lanjut , antara lain:
1. Perlu dilakukan penelitian lebih mendalam
untuk mengetahui parameter apa saja yang
berpengaruh terhadap gerakan MCH-TLP
Seastar dan Fourstar, juga distribusi
tegangan selain pemanjangan ukuran
panjang pontoon.
2. Perlunya detail yang lebih akurat pada
komponen struktur eperti tebal plat,
stiffner, girder dan penguat yang lain pada
pontoon dan hull untuk pendisrtibusian
tegangan .
3. Perlunya dilakukan analisa respons dinamis
untuk variasi draft hingga kondisi extreme.
DAFTAR PUSTAKA
ABS MODU .2001. Rules for BUILDING and
CLASSING MOBILE OFFSHORE
DRILLING UNIT part 3. American
Bureau of Shipping. Houston
API RP 2T. 1987. Recommended Practice for
Planning, Designing, and Constructing
Tension Leg Platforms. American
Petroleum Institute.
Adrezin, Ron & Haym B.1999.Response of a
Tension Leg Paltform to Stocastic Wave
Forces. Journal of Probabilistic
Engineering Mechanic
Bhattacharyya, R. (1972). Dynamics of Marine
Vehicles. John Wileys & Sons. New york
Capanoglu, C.(1979).Tension Leg Paltform Design:
Interction of Naval Architectural and
Structural Design Considerations. Journal
of Ocean Engineering.2001
Jurnal - Tugas Akhir , Teknik Kelautan (2010)
17
Chakrabarti, S.K.(1986). Hydrodynamics of
Offshore Structure. Computational
Mechanics Publ. Berlin
Chandrasekaran, S., dan Jain, A. K. 2002. Dynamic
behaviour of square and triangular
offshore tension leg platforms under
regularwave loads. Elsevier : Ocean
Engineering. 29: 279—313
Djatmiko,E.B.(2003). Dynamic Analysis. Kursus
Singkat Offshore Struktur Design
Modelling.Ocean EngineeringTraining
Center.Surabaya
DNV–OS-J101.(2004). Design of Offshore Wind
Turbine Structure. Det Norske Veritas
Faltinsen, Odd M., (1979). Sea Load and Motion of
Marine Structures. The Norwegian
Institute of Technology.
Faltinsen,Odd M and Zeki Demirbilek .
(1989).Hydrodynamics analysis of TLPs
(Tension Leg Platform: A State Of The
Art Review). American Society of Civil
Engineers.New York
Indiyono, P. (2004). Hidrodinamika Bangunan
Lepas Pantai. Penerbit SIC. Surabaya
Litton, Richard W. (1989). TLP’s and other
deepwater platforms. (Tension Leg
Platform: A State of the Art Review ).
American society of civil engineers. New
York
Murdjito. (2003). Conceptual Design and Offshore
Structure. Kursus Singkat Offshore
Struktur Design and Modelling. Ocean
Engineering Training Center. Surabaya
Popov, E.P (1978). Mekanika Teknik edisi 2.
Prentice-Hall. New Jersey. USA
Soegiono. (2004). Teknologi Produksi dan
Perawatan Bangunan Laut. Airlangga
University Press. Surabaya
Sutomo, J. 1999. Handout Hidrodinamika II.
Surabaya : FTK – ITS.
Cahyono, E. R .(2008). Analisa Tegangan
Extended Pontoon Pada Triangular
Tension Leg Platform. Tugas Akhir. JTK-
FTK ITS . Surabaya
Ramadhani, L.(2007). Studi Komparasi Dinamis
Square Tension Leg Platform dan Mono
Column Hull Tension Leg Platform. Tugas Akhir. JTK-FTK ITS . Surabaya