jurnal ta
TRANSCRIPT
5/10/2018 JURNAL TA - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/jurnal-ta-55a0bae50b255 1/9
1
IMPLEMENTASI ALGORITMA FUZZY EVOLUSI UNTUK PENENTUAN POSISI
BASE TRANSCEIVER STATION (BTS)
STUDI KASUS PENEMPATAN BTS DI KOTA YOGYAKARTA
Muhammad Fachrie1, Sri Widowati2, Ahmad Tri Hanuranto3
1,2Fakultas Informatika Institut Teknologi Telkom, Bandung3Fakultas Elektro dan Komunikasi Institut Teknologi Telkom, Bandung
[email protected], [email protected], [email protected]
Abstrak
Jumlah penduduk yang semakin meningkat berpengaruh pada penambahan jumlah pelanggan
komunikasi seluler. Oleh karena itu, perencanaan jaringan komunikasi seluler harus dilakukan dengan
cermat seiring dengan bertambahnya jumlah pengguna layanan seluler. Salah satu hal penting dalam
perencanaan komunikasi seluler adalah penempatan Base Transceiver Station (BTS) agar mampu
melayani pelanggan seluler dengan optimal.
Algoritma Genetika (AG) adalah salah satu algoritma optimasi di dalam Evolutionary Algorithms (EAs)yang sering digunakan untuk mencari solusi optimal dari suatu permasalahan. Kemampuan AG yang
mengadopsi prilaku ‘evolusi’ dan ‘genetika’ digunakan untuk menentukan posisi-posisi BTS agar
mampu menghasilkan coverage area yang luas dan melayani trafik yang besar.
Untuk meningkatkan performa AG, digunakanlah Sistem Fuzzy (SF) untuk mengatur nilai Probabilitas
rekombinasi (Pc) dan Probabilitas mutasi (Pm) pada proses evolusi AG, guna menghindari konvergensi
prematur pada AG. Gabungan dari AG dan SF ini disebut Algoritma Fuzzy Evolusi.
Algoritma Fuzzy Evolusi diimplementasikan untuk menentukan posisi BTS di Kota Yogyakarta, sehingga
mampu menghasilkan coverage area terluas dan mampu melayani trafik yang terbesar. Pada penelitian
ini, ruang solusinya sebesar 5,011 x 1034. Solusi yang dihasilkan mampu meng- cover Kota Yogyakarta
sebesar 90,57%.
Kata kunci: Algoritma Genetika, Sistem Fuzzy, Base Transceiver Station, konvergensi prematur.
Abstract
The number of people that always increases, makes the amount of cellular customer increases. So, the
cellular network’s planning must be created effectively to give better service to customers. An important thing
in this planning is the placement of Base Transceiver Station (BTS), so that, it can serve the customers
optimally.
Genetic Algorithm (GA) is one of optimization algorithm in Evolutionary Algorithms (EAs) which is often
used to find the optimum solution from a problem. GA’s performance which adopts the ’evolution’ and
’genetical’ habits can be used to decide the positions of BTS, so that it can produce maximum coverage area
and traffic service.
To increase the performance of GA, then Fuzzy Systems (FS) is used to control the values of Pc and Pm inevolution process in GA, so that it can avoid the premature convergence in GA.
Fuzzy Evolution Algorithm is implemented to decide the optimum position of Base Transceiver Station (BTS)
in Yogyakarta City, so that it can produce the largest coverage area and the largest traffic service. In this
research, solution space is 5,011 x 10 34 . Solution which is produced can cover 90,57% from all area in
Yogyakarta City.
Keywords: Genetic Algorithm, Fuzzy Systems, Base Transceiver Station, premature convergence.
1. Pendahuluan
Sistem komunikasi seluler saat ini tengah
mengalami perkembangan yang sangat pesat di
dunia, khususnya di Indonesia. Sejak diciptakannya
telepon seluler yang memiliki fitur-fitur canggih,
operator-operator seluler di Indonesia semakin
gencar menawarkan produk-produk seluler yang
diminati oleh masyarakat. Hal ini tentunya harus
diiringi dengan perkembangan infrastruktur
komunikasi seluler. Salah satu aspek penting dalam
sistem komunikasi seluler adalah Base Transceiver
5/10/2018 JURNAL TA - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/jurnal-ta-55a0bae50b255 2/9
2
Station (BTS), yaitu suatu pemancar sinyal telepon
seluler.
Performa komunikasi seluler dinilai melalui
daya cakup wilayah (coverage area) dan tingkat
layanan trafik suatu BTS. Untuk memaksimalkan
fungsi BTS tersebut, maka setiap BTS harus
ditempatkan di posisi yang tepat, sehingga mampumemaksimalkan daya cakup wilayah dan pelayanan
trafiknya.
Penentuan posisi BTS selama ini
menggunakan cara manual. Namun, hal tersebut
cukup sulit dilakukan, terlebih lagi jika daerah
yang dijadikan basis perancangan memiliki luas
yang sangat besar. Beberapa penelitian telah
dilakukan untuk menentukan posisi BTS secara
otomatis menggunakan Algoritma Genetika (AG).
AG merupakan salah satu teknik optimasi dalam
bidang Evolutionary Computation (EC), yaitu suatu
metode komputasi yang meniru proses evolusi dan
genetika pada makhluk hidup. Namun, AGmemiliki beberapa kelemahan, di antaranya adalah
AG terkadang terjebak dalam kondisi konvergensi
prematur. Artinya, solusi yang dihasilkan bukanlah
solusi yang optimal. Hal ini diakibatkan karena AG
diinisialisasi dengan nilai-nilai yang random, selain
itu, parameter-parameter AG yang diset di awalproses tidak dapat berubah menyesuaikan dengan
kondisi pada saat tertentu.
Untuk mengatasi masalah tersebut, diperlukan
suatu metode tambahan yang mampu menutupi
kelemahan-kelemahan pada AG. Pada penelitian
Tugas Akhir ini, Sistem Fuzzy (SF) digunakan pada
AG. Kombinasi antara SF dan AG inimenghasilkan sebuah algoritma baru yang disebut
Fuzzy EAs atau Algoritma Fuzzy Evolusi.
Di dalam Algoritma Fuzzy Evolusi, SF akan
digunakan untuk menentukan parameter-parameter
AG, yakni probabilitas mutasi (Pm) danprobabilitas rekombinasi (Pc) [7]. Kemampuan SF
yang dapat mengadopsi intuisi manusia, mampu
menghasilkan suatu keputusan akurat dari
sekumpulan data yang nilainya samar/ kurang
presisi, sehingga parameter-parameter Pc dan Pmpada AG dapat selalu diperbarui sesuai dengan
kondisi populasi pada tiap generasinya.
2. Algoritma Fuzzy Evolusi Algoritma Fuzzy Evolusi adalah nama lain dari
Fuzzy EAs, yaitu penggunaan Sistem Fuzzy (SF) ke
dalam EAs untuk menentukan parameter-parameter
AG yang optimal pada suatu kondisi tertentu. EAs
berawal dari sekumpulan solusi (populasi) yangdibangkitkan secara acak, dan proses evolusi yang
terjadi kemungkinan besar mengakibatkan
perubahan kondisi populasi. Sedangkan, nilai
parameter seperti Pc dan Pm tidak berubah sejak
ditentukan pada awal proses evolusi. Sehingga,
pada generasi tertentu, mungkin saja parameter-parameter tersebut sudah tidak lagi relevan dengan
kondisi populasi yang sudah berubah. Dengan
demikian, dapat disimpulkan bahwa EAs
memerlukan supervisi manusia untuk melakukan
setting parameter, mendeteksi kemunculan solusi,
memonitor proses evolusi agar tidak terjebak pada
konvergensi prematur maupun konvergensi yang
sangat lambat [3,4]. Untuk itu, diperlukan sebuah
teknik tambahan yang mampu melakukan settingparameter EAs agar mampu berubah-ubah secara
otomatis menyesuaikan dengan kondisi populasi
saat itu. Salah satu teknik yang dapat digunakan
untuk mengatasi masalah ini adalah dengan
menggunakan Sistem Fuzzy yang di dalamnya
terdapat Fuzzy Government (FG).
Fuzzy Government (FG) adalah kumpulan
fuzzy rules dan routines yang berfungsi untuk
mengontrol proses evolusi, mendeteksi kemunculan
solusi, mengubah-ubah (tuning) parameter EAs
pada saat running sehingga dapat mencegah
konvergensi prematur maupun konvergensi yang
sangat lambat [4].
Gambar 1: Interaksi antara EAs dan FG
SF akan mengatur nilai probabilitas
rekombinasi (Pc), dan probabilitas mutasi (Pm).
Pengaturan parameter ini dilakukan untuk mendapatkan nilai Pc dan Pm yang akan digunakan
sebagai parameter pada AG.
Inisialisasi
Po ulasi
Evaluasi
Individu
Tampilkan
Hasil
Terminasi
Seleksi
Oran Tua
Mutasi
Rekombinasi
Y
Tida
Fuzzy
Load Ukuran
Populasi dan
Jumlah Generasi
Fuzzification
Inference
Defuzzification
Nilai Pc
dan Pm
5/10/2018 JURNAL TA - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/jurnal-ta-55a0bae50b255 3/9
3
2.1 Algoritma Genetika Algoritma Genetika (AG) merupakan salah
satu teknik yang ada di dalam EAs. AG merupakan
teknik yang paling populer dan banyak digunakan
[5]. AG pertama kali dipublikasikan oleh John
Holland sekitar tahun 1975 di Amerika Serikat.
Pada saat itu, AG memiliki bentuk yang sangatsederhana, sehingga disebut Simple Genetic
Algorithm (SGA). Ciri utama SGA adalah tidak
terlalu cepat dalam menemukan solusi optimal,
tetapi memiliki heuristik yang baik untuk masalah
kombinatorial [4].
AG diinisialisasi untuk sebuah populasi
dengan N kromosom. Gen-gen yang mengisi
kromosom dibangkitkan secara random, biasanya
menggunakan distribusi seragam (uniform
distribution). Masing-masing kromosom akan
dikodekan menjadi individu dengan nilai fitness
tertentu, yaitu nilai yang digunakan sebagai
parameter dalam pemilihan orang tua [4]. Sebuahpopulasi baru dihasilkan dengan menggunakan
mekanisme seleksi alam, yaitu memilih individu-
individu secara proporsional terhadap nilai fitness-
nya dan genetika alamiah, yakni rekombinasi dan
mutasi. Secara umum, proses yang terjadi pada AG
adalah sebagai berikut [5]:
Pada algoritma di atas, terjadi proses
penggantian populasi yang disebut generational
replacement . Artinya, sebanyak N kromosom dari
suatu generasi digantikan sekaligus oleh N
kromosom baru hasil rekombinasi dan mutasi.
2.2 Sistem Fuzzy
Sistem Fuzzy (SF) merupakan inti dari Soft
Computing (SC). Ide dasar SF adalah fuzzy set dan
fuzzy logic. Dengan menggunakan FS, kita dapat
merepresentasikan dan menangani masalah
ketidakpastian yang dalam hal ini bisa berarti
keraguan, ketidaktepatan, kebenaran parsial, dan
kekuranglengkapan informasi.
Suatu sistem yang berbasis aturan fuzzy terdiri
dari tiga komponen utama: Fuzzification, Inference,
dan Defuzzification [3]. Berikut diagram blok dari
FS:
Gambar3: Diagram blok sistem berbasis aturan fuzzy [3]
Di dalam SF ini, hal penting yang harus
dipahami adalah mengenai variabel linguistik dan
fungsi keanggotaan. Variabel linguistik adalah
suatu interval numeric dan mempunyai nilai-nilai
linguistik, yang semantiknya didefinisikan oleh
fungsi keanggotaan. Misalnya, Suhu adalah
variabel linguistic yang bisa didefinisikan pada
interval [-10oC, 40oC], maka variabel linguistic
tersebut bisa mempunyai nilai-nilai linguistik,
seperti ‘Dingin’, ‘Hangat’, dan ‘Panas’ [3].
Fuzzification adalah proses yang berfungsi
untuk mengubah masukan-masukan yang nilai
kebenarannya bersifat pasti (crisp input ) ke dalam
bentuk fuzzy input yang berupa nilai linguistic yangsemantiknya ditentukan bedasarkan fungsi
keanggotaan tertentu. Inference adalah proses
penalaran menggunakan fuzzy input dan fuzzy rules
yang telah ditentukan, sehingga menghasilkan fuzzy
output . Sedangkan Defuzzification (penegasan)
berfungsi untuk mengubah fuzzy output menjadi
crisp value (nilai pasti) berdasarkan fungsi
keanggotaan yang telah ditentukan [2,3].
Untuk membangun sebuah fuzzy government
(FG), dapat digunakan pengetahuan seorang pakar.
Pada penelitian ini, FG yang digunakan berasal dari
pengetahuan pakar yang bernama Xu beserta
koleganya. FG yang diusulkan oleh Xu inimenggunakan dua parameter masukan, yaitu
ukuran populasi dan generasi, serta menghasilkan
dua nilai keluaran, yaitu nilai probabilitas
rekombinasi (Pc) dan nilai probabilitas mutasi
(Pm). Berikut fuzzy rule yang diusulkan oleh Xudan koleganya:
Tabel 1: Himpunan aturan fuzzy untuk pengaturan
Pc [3,7]Pc Ukuran Populasi
Generasi Kecil Sedang Besar
Singkat Sedang Kecil Kecil
Sedang Besar Besar Sedang
Lama Sangat besar Sangat besar Besar
Inisialisasi populasi awal, N kromosom
LOOP
LOOP untuk N kromosom
Dekodekan kromosom
Evaluasi individu
END
Buat satu atau dua kopi kromosom terbaik (elitisme)
LOOP sampai didapatkan N kromosom baru
Pilih dua kromosom
Rekombinasi
Mutasi
END
END
Gambar 2: Pseudo code Algoritma Genetika
5/10/2018 JURNAL TA - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/jurnal-ta-55a0bae50b255 4/9
4
Tabel 2: Himpunan aturan fuzzy untuk pengaturan
Pm [3,7]
Pm Ukuran Populasi
Generasi Kecil Sedang Besar
Singkat Besar Sedang Kecil
Sedang Sedang Kecil Sangat kecil
Lama Kecil Sangat kecil Sangat kecil
Pada model yang diusulkan oleh Xu ini, proses
inference-nya menggunakan Metode Mamdani,
atau yang juga dikenal dengan metode Max-Min.
Selanjutnya, pada proses defuzzification,digunakan metode centroid method , yaitu metode
untuk menghitung crisp value berdasarkan titik
berat dari kurva hasil proses inference [11]. Metode
ini menghitung crisp value dengan rumus [3]:
∑∑
=
)(
)(*
y
y y y
R
R
µ
µ
3. Sistem Komunikasi Seluler Sistem komunikasi seluler merupakan sistem
komunikasi yang digunakan untuk memberikan
pelayanan jasa telekomunikasi bagi pelanggan
bergerak. Disebut sistem komunikasi seluler karena
daerah layanannya dibagi-bagi menjadi daerah-
daerah yang kecil yang disebut cell (sel). Sistem
komunikasi seluler memiliki sifat/ karakteristik
bahwa pelanggan mampu bergerak secara bebas di
dalam area layanan sambil berkomunikasi tanpa
harus terjadi pemutusan hubungan.
Sel merupakan suatu area cakupan (coverage
area) dari suatu Radio Base Station. Sel memiliki
beberapa jenis berdasarkan luas cakupan areanya:
Macro Cell (radius > 5 km), Micro Cell (3 km <
radius < 5 km), dan Pico Cell (radius < 1 km).
Sedangkan, dari cara pemodelan/ penggambaran,
sel dapat dibagi menjadi tiga macam [14]:
Gambar 7: Tiga macam bentuk sel dari cara
pemodelan/ penggambaran jaringan BTS
Dalam Tugas Akhir ini, sistem komunikasi
seluler yang digunakan adalah jaringan Universal
Mobile Telecommunication System (UMTS), yang
merupakan produk teknologi WCDMA (Wideband
Code Division Multiple Access), yang mempunyai
kecepatan akses data hingga 2 Mbps.
3.1 Base Transceiver Station Base Transceiver Station (BTS) merupakan
salah satu komponen yang sangat penting dalam
suatu jaringan komunikasi seluler. BTS adalah
suatu perangkat yang menyediakan koneksi dari
suatu user equipment (UE) ke dalam suatu jaringankomunikasi melalui perantara udara [16]. UE
merupakan perangkat yang dapat berkomunikasi
dengan menggunakan jaringan UMTS. Di dalam
BTS terdapat radio penerima dan pengirim dengan
telepon pelanggan [17].
Suatu wilayah bisa memiliki banyak BTS.
Sekumpulan BTS yang berada dalam suatu wilayah
tertentu dikontrol oleh suatu perangkat khusus yang
disebut BSC ( Base Station Controller ), dimana satuBSC dapat terhubung dengan beberapa BTS.
Lokasi BTS setiap BTS akan tersebar di berbagai
tempat, sesuai dengan coverage area yang
diinginkan oleh provider jaringan. Performansi
BTS ditentukan oleh luas coverage area dan
tingkat layanan trafik pada satu wilayah.
3.2 Alur Perancangan Jaringan UMTS
Untuk membangun suatu jaringan UMTS di
suatu wilayah, diperlukan suatu prosedur yang
sistematis agar tidak terjadi kesalahan dalam
menentukan rancangan infrasturktur jaringannya.
Dalam hal ini, ada beberapa prosedur yang harusdikerjakan, yaitu:
a. Penentuan daerah layanan
Hal pertama yang tentunya harus dilakukan
adalah mendapatkan informasi mengenai letak
geografis, koordinat, luas area, serta pembagian
wilayah yang akan menjadi fokus perencanaanpembangunan jaringan UMTS.
b. Perhitungan Offered Bit Quantity
Offered Bit Quantity (OBQ) merupakan
estimasi kepadatan trafik total pada jam-jam sibuk.
∑ =
3600
BWBHCA xxdxpxOBQ
σ
c. Perhitungan kapasitas kanal per BTS
Kapasitas yang dimaksud adalah jumlahpelanggan yang dapat dilayani dalam suatu BTS/
sel.
+
+
=
xRxv
No
Eb
BW
i
LoadFactor N UL 1
1
d. Perhitungan jumlah sel yang dibutuhkan
Untuk menghitung jumlah sel/ BTS yang
diperlukan, maka kita terlebih dahulu menghitung
total luas coverage untuk daerah urban dan
suburban:
∑ =
Urban
urbantrafficoffred Total
erSelKapasitasPge LuasCovera
∑ =
Suburban
suburbantrafficoffred Total
erSelKapasitasPge LuasCovera
setelah itu, barulah dapat dihitung jumlah sel/ BTS
yang dibutuhkan untuk masing-masing jenis daerahdengan membagi total luas coverage tiap daerah
5/10/2018 JURNAL TA - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/jurnal-ta-55a0bae50b255 5/9
5
(urban atau suburban) dengan luas daerah itu
sendiri (urban atau suburban):
gePerSel LuasCovera
ban LuasAreaUr Jumlahselurban =
gePerSel LuasCovera
burban LuasAreaSu Jumlahselsuburban =
e. Perhitungan radio link budget
Perhitungan radio link budget dilakukan untuk
mendapatkan nilai MAPL ( Maximum Allowable
Path Loss), yaitu batas maksimum sinyal yang
diperbolehkan untuk hilang (redam).
f. Perhitungan path loss
Setelah nilai MAPL didapatkan, maka
selanjutnya adalah menghitung nilai path loss.
Perhitungan Path loss adalah perhitungan rugi-rugi
sinyal pada suatu jalur tertentu berdasarkanpemilihan pemodelan kanal. Perhitungan path loss
ini menggunakan dua buah model perhitungan
propagasi, yaitu:
• Model propagasi Okumura Hatta [1]
Rumus model propagasi Okumura - Hatta:
L = A + B log10(f) − 13.82 log10 (Hb) −
a(Hm) + [44.9 − 6.55 log10(Hb)] log10
(d)
• Model propagasi COST 231 [1]
Rumus model propagasi Cost 231:
Lu = Lo + Lrts + Lmsd
Setelah nilai path loss untuk daerah urban dan
suburban didapatkan, maka nilai path loss tersebut
dibandingkan dengan nilai MAPL yang didapatdari perhitungan radio link budget . Jika nilai
MAPL < path loss, maka perencanaan jaringan
UMTS tersebut dapat diimplementasikan
3.3 Hasil Perancangan Jaringan UMTS
Perancangan dilakukan pada Kota Yogyakartayang memiliki luas area urban sebesar 18.06 Km2
dan luas area suburban sebesar 14.44 Km2. Berikut
tabel hasil perancangannya:
Tabel 0: Rekapitulasi hasil perencanaan Jaringan
UMTS di Kota Yogyakarta
Variabel Daerah Urban Daerah Suburban
Luas daerah 18.06 km2
14.44 km2
Total OBQ 511.9266 kbps/ km2
277.0214 kbps/ km2
Jari-jari sel 1.174813 Km 1.59704 Km
Jumlah sel 5 buah 2 buah
Tinggi antenna 30 m 30 m
4. Perancangan Algoritma Fuzzy Evolusi
Inisalisasi populasi pada penelitian ini
menggunakan representasi biner dan integer.
Kromosom untuk optimalisasi posisi koordinat
BTS diilustrasikan seperti berikut ini:
Gambar 8: Satu untai kromosom utuh
Pada kromosom di atas, X1, Y1, ..., X7, Y7
menyatakan variabel koordinat untuk satu BTS
yang kesemuanya berjumlah 14 variabel. BTS1 s.d
BTS5 merupakan BTS daerah urban, sedangkan
BTS6 dan BTS7 adalah BTS daerah suburban.
4.1 Fungsi Fitness
Pada penelitian ini, fungsi fitness dibangun
dengan menjumlahkan dua buah parameterpenempatan BTS, yaitu luas coverage area BTS
dan tingkat layanan trafik BTS terhadap suatu
daerah. Fungsi fitness yang dibangun adalah:
F = coverageBTS + trafikBTS
Dimana, variabel ’coverageBTS’ menyatakan
luas coverage area yang dibentuk oleh sekumpulan
BTS hasil perancangan, dan variabel ’trafikBTS’
adalah nilai trafik yang mampu dilayani oleh BTS-
BTS tersebut, dengan kata lain trafikBTS
merepresentasikan nilai luas area target yangmampu di-cover oleh coverage area yang dibentuk
oleh sekumpulan BTS tadi.
Pertama, penghitungan nilai fitness dilakukan
dengan memperoleh nilai coverageBTS dengan
rumus berikut ini:
Luas Coverage = total luas coverage semua sel –
total luas irisan sel
dimana, total luas coverage semua sel (L) dihitung
dengan persamaan:
L = π (r12 + r22 r32 + r42...+ rn2)
dan total luas irisan sel (L∩) dihitung dengan
persamaan:
L∩ = 2 x r1 x r2 x cos-1(d/ 2r) – d (r1 x r2 – (d2
/4))
Gambar 9: Ilustrasi sel yang beririsan
Penghitungan ’trafikBTS’ dilakukan dengan
melakukan pengecekan terhadap titik-titik
koordinat peta terhadap titik pusat BTS terdekat
yang berada di dalam jangkauan radius BTS..
5/10/2018 JURNAL TA - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/jurnal-ta-55a0bae50b255 6/9
6
Penghitungan jarak tersebut dilakukan dengan
menggunakan rumus:
d2 = (x1-x2)2 + (y1-y2)
2
Gambar 12: Ilustrasi penghitungan jarak BTS
terhadap titik-titik di sekitarnya
Daerah urban pada peta ditandai dengan nilai 0
(daerah berwarna hitam), daerah suburban pada
peta ditandai dengan nilai 10 (daerah berwarna
abu-abu), sedangkan daerah di luar kota yang
menjadi objek ditandai dengan nilai 15 (daerah
berwarna putih). Skala peta berbanding denganukuran sebenarnya adalah 1:20 meter.
Gambar 13: Ilustrasi penghitungan nilai fitness
(luas coverage area dan tingkat layanan trafik)
Pada ilustrasi di atas, dimisalkan ada tiga BTS
yang meng-cover potongan peta di atas yang
direpresentasikan dalam bentuk matriks. BTSdengan lingkaran yang lebih besar adalah BTS
untuk daerah suburban, sedangkan BTS dengan
lingkaran yang lebih kecil adalah BTS untuk
daerah urban. Pada matriks peta di atas, angka 15
menyatakan warna putih, yaitu daerah di luar area
Kota Yogyakarta. Angka 10 menyatakan warnaabu-abu, yaitu daerah suburban. Sedangkan angka
0 menyatakan warna hitam, yaitu daerah urban.
Selanjutnya, untuk masing-masing titik
matriks pada peta, dihitung jaraknya terhadap
posisi BTS terdekat. Apabila jarak titik tersebut
terhadap posisi BTS lebih kecil atau sama dengan
jari-jari/ radius BTS, berarti titik tersebut berada di
dalam cakupan BTS itu. Setelah itu, dilakukan
pengecekan terhadap nilai titik matriks tersebut,
apakah dia bernilai 0, 10, ataukah 15. Misalkan
titik matriks tersebut berada di dalam cakupan BTS
urban, dan ternyata titik matriks tersebut bernilai 0
(menyatakan daerah urban), maka nilai tingkat
layanan trafik BTS akan bertambah 5. Apabila titik
matriks tersebut bernilai 10 (menyatakan daerah
suburban), maka nilai tingkat layanan trafik BTS
akan bertambah 1. Begitu seterusnya hingga semua
titik pada matriks dicek satu persatu. Namun, jika
ternyata titik matriks tersebut bernilai 15
(menyatakan area berwarna putih), maka nilai
tingkat layanan trafik BTS urban tersebut tidak
akan bertambah.
4.2 Seleksi Orang Tua
Proses seleksi orang tua dilakukan denganmetode Roulette Wheel, yaitu sebuah algoritma
yang menirukan permainan roulette wheel, dimana
masing-masing kromosom menempati potongan
lingkaran pada roda roulette secara proporsional
sesuai dengan besar nilai fitness-nya [4].
Gambar 14: Ilustrasi Algoritma Roulette Wheel pada proses seleksi orang tua
4.3 Rekombinasi ( crossover)Pada penelitian ini digunakan rekombinasi
seragam, yaitu dengan membangkitkan suatu pola
acak yang berupa array biner dengan panjang
array sesuai dengan jumlah gen dalam kromosom.
Jika pola bernilai 1, maka gen pada pada keduaorang tua ditukar, sedangkan jika pola bernilai 0,
maka gen pada kedua orang tua tidak ditukar.
Gambar 15: Ilustrasi rekombinasi seragam pada
kromosom integer
4.4 Mutasi
Pada penelitian ini, proses mutasi untuk
diawali dengan membangkitkan suatu bilangan
acak ’a’ antara 0 sampai 1 untuk setiap posisi gen.
Jika bilangan acak tersebut lebih kecil atau sama
dengan nilai Pm, maka gen pada posisi tersebutakan dimutasi. Pada kromosom biner, gen dengan
nilai 0 akan dimutasi menjadi 1, begitu juga
sebaliknya [4]. Selanjutnya, proses mutasi pada
kromosom integer menggunakan metode
pembalikan nilai integer. Cara ini merupakan
perluasan dari mutasi pada representasi biner. Jika
nilai gen berada pada interval [0,9], maka gen yang
bernilai 0 dibalik menjadi 9, gen bernilai 1 dibalik
menjadi 8, dan seterusnya.
5/10/2018 JURNAL TA - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/jurnal-ta-55a0bae50b255 7/9
7
Gambar 16: Ilustrasi proses mutasi pada kromosom
integer dengan membalik nilai integer
4.5 FuzzificationPada tahap fuzzification, sistem menerima
crisp input berupa ukuran populasi dan generasi
untuk menghasilkan fuzzy input yang berupa
derajat keanggotaan dengan nilai linguistik kecil,
sedang, atau besar untuk ukuran populasi, dan nilai
linguistik singkat, sedang, dan lama untuk generasi.
Tabel 0-2: Rentang nilai crisp input untuk variabel
linguistik ‘ukuran populasi’Fungsi
KeanggotaanKecil Sedang Besar
Trapesium [0,80) (40,160) (120,200]
Segitiga [0,100) (0,200) (100,200]
Phi [0,100) (0,200) (100,200]
Tabel 0-3: Rentang nilai crisp input untuk variabel
linguistik ‘generasi’Fungsi
KeanggotaanKecil Sedang Besar
Trapesium [0,400) (200,800) (600,1000]
Segitiga [0,500) (0,500) (500,1000]
Phi [0,500) (0,500) (500,1000]
4.6 InferenceProses inference atau rule evaluation
dilakukan dengan menggunakan aturan-aturan
fuzzy yang dibangun oleh Xu bersama para
koleganya, seperti yang telah dijelaskan pada
landasan teori. Proses inference ini terbagi kedalam dua bagian, yaitu inference pada probabilitas
rekombinasi (Pc) dan inference pada probabilitas
mutasi (Pm). Metode yang digunakan pada proses
ini adalah model inferensi mamdani, dimana
keluaran yang dihasilkan nantinya berbentuk
himpunan fuzzy yang berisi nilai linguistik danderajat keanggotaannya. Untuk selanjutnya, dengan
menggunakan fuzzy rules model Xu, akan
dihasilkan aturan-aturan fuzzy.
4.7 DefuzzificationSetelah proses inference menghasilkan fuzzy
output , selanjutnya fuzzy output tersebut akan
digunakan pada proses defuzzification dengan
Centroid Method dengan rumus (2.8) yang telah
dijelaskan pada landasan teori. Proses ini pada
akhirnya akan menghasilkan crisp output berupa
nilai untuk masing-masing parameter Pc dan Pm.
Berikut tabel yang berisi rentang-rentang nilai
untuk masing-masing nilai linguistik pada proses
defuzzification untuk menghasilkan crisp output
berupa nilai Pc dan Pm:
Tabel 0-4: Rentang nilai crisp output untuk variabel
linguistik ‘Pc’Fungsi
KeanggotaanKecil Sedang Besar
Sangat
Besar
Trapesium [0, 0.3) (0.1, 0.6) (0.4, 0.9] (0.7, 1]
Segitiga [0, 0.35) (0.05, 0.65) (0.35, 0.95] (0.65, 1]
Phi [0, 0.35) (0.05, 0.65) (0.35, 0.95] (0.65, 1]
Tabel 0-5: Rentang nilai crisp output untuk variabellinguistik ‘Pm’
Fungsi
KeanggotaanKecil Sedang Besar
Sangat
Besar
Trapesium [0, 0.06) (0.02, 0.12) (0.08, 0.18] (0.14, 0.2]
Segitiga [0, 0.07) (0.01, 0.13) (0.07, 0.19] (0.13, 0.2]
Phi [0, 0.07) (0.01, 0.13) (0.07, 0.19] (0.13, 0.2]
5. Hasil Pengujian
Pengujian sistem menghasilkan solusipenempatan BTS dengan luas area yang berhasil
di-cover sebesar 90,57%.
Gambar 17: Gambar peta penempatan BTS hasil
pengujian di Kota Yogyakarta
Algoritma Fuzzy Evolusi cenderung
mengungguli Algoritma Genetika biasa dalam
perolehan nilai fitness tertinggi, sebagaimana yang
tervisualisasikan pada grafik di bawah:
Gambar 18: Grafik perbandingan kinerja Algoritma
Fuzzy Evolusi dan Algoritma Genetika biasa
Selain itu, Algoritma Genetika juga terkadangterjebak pada konvergensi prematur, sehingga
mengalami stagnansi dan tidak dapat memperoleh
320000
325000
330000
335000
340000
345000
350000
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
Rataan Fitness FEAs Rataan Fitness GA
5/10/2018 JURNAL TA - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/jurnal-ta-55a0bae50b255 8/9
nilai fitness yang lebih baik lagi.
dilihat pada grafik peningkatan nila
ini:
Gambar 19: Algoritma Genetik
stagnansi pada generasi ke-20an d
mencapai nilai fitness yang lebih tigenerasi berikutnya
Gambar 20: Algoritma Fuzzy Ev
menghindari stagnansi pada gener
berhasil mencapai nilai fitness ya
pada generasi-generasi set
Kondisi nilai Pc dan Pm
Genetika selalu sama dari awal hi
ini menyebabkan tidak adanya
proses rekombinasi dan mutasi.
terjadinya rekombinasi dan mutevolusi hingga akhir selalu sama, s
variasi kromosom menjadi kecil
dengan kondisi nilai Pc dan Pm
Fuzzy Evolusi yang menggunaka
untuk mengatur nilai Pc dan Pgenerasinya, sehingga proses re
mutasi yang merupakan proses u
Algoritma Genetika, dapat berub
generasinya.
6. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian, d
beberapa kesimpulan:
Konvergensi
Hal ini dapat
i fitness berikut
mengalami
an tidak dapat
nggi lagi pada
olusi mampu
si ke-30an dan
g lebih tinggi
lahnya
ada Algoritma
ngga akhir. Hal
erubahan pada
Jadi, peluang
asi dari awalehingga tingkat
. Beda halnya
pada Algoritma
Sistem Fuzzy
m pada setiapkombinasi dan
tama di dalam
h-ubah di tiap
pat diambil
a. Penentuan posisi
Algoritma Fuzzy
menghasilkan solusi
wilayah Kota Yogkarta
90.57% dan tingkat
82.84%.
b. Kombinasi parameter ASistem Fuzzy yang ter
penentuan posisi Bas
(BTS) adalah dengan u
150 200], maksimum
bentuk fungsi keanggota
c. Algoritma Fuzzy Evolu
kromosom biner lebih
Algoritma Fuzzy E
kromosom integer .
representasi biner,
menghasilkan solusi
fitness tertinggi sebesar
dengan penggunaan krohanya mencapai rata-rat
sebesar 343470.8.
d. Algoritma Fuzzy Evol
penentuan posisi BTS
yang lebih baik daripa
biasa yang tidak menggdalamnya. Terbukti d
nilai fitness maksimu
hasil pengujian.
7. Saran
a. Perlu dilakukan penelitidan metode yang serupa
model Fuzzy Governme
pakar yang lain, seperti
b. Perlu dilakukan pula
spesifik yang meranc
satu bentuk fungsimelakukan pengaturan
linguistik.
Sebaiknya, penelitian bi
pada wilayah yang jauh
tingkat propinsi atau kotdaerahnya).
8. Referensi
[1] Wibowo, Andi. Tug
BTS UMTS Men
Genetika. Bandung: I
[2] Suyanto. Artificial I
Informatika, 2008.
[3] Suyanto. Soft C
Informatika, 2008.
[4] Suyanto. Evolutio
Bandung: Informatik
[5] Suyanto, Algoritm
MATLAB, Yogyakart
[6] Wibisono, Gunawan
prematur
8
BTS menggunakan
Evolusi mampu
dengan persentase
yang ter-cover sebesar
fisiensi BTS sebesar
lgoritma Genetika danaik pada studi kasus
Transceiver Station
kuran populasi = [100
generasi = 1000, dan
an = phi.
si dengan representasi
aik daripada performa
volusi menggunakan
engan menggunakan
sistem mampu
engan rata-rata nilai
345367.8. Sedangkan
mosom integer, sistema nilai fitness tertinggi
usi pada studi kasus
enunjukkan performa
a Algoritma Genetika
nakan Sistem Fuzzy dingan capaian-capaian
yang diperoleh dari
an dengan studi kasus, dengan menggunakan
t yang diusulkan oleh
Herera dan Lozano.
penelitian yang lebih
ng dan menganalisis
keanggotaan denganrentang-rentang nilai
sa diterapkan pula
lebih besar (misal,
a yang lebih luas lagi
s Akhir: Penempatan
ggunakan Algoritma
Telkom, 2009.
ntelligence. Bandung:
mputing. Bandung:
nary Computation., 2008.
Genetika dalam
: ANDI Offset, 2005.
kk. Konsep Teknologi
5/10/2018 JURNAL TA - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/jurnal-ta-55a0bae50b255 9/9
9
Seluler . Bandung: Informatika, 2007.
[7] Muzid, Syaiful. Pemanfaatan Algoritma
Fuzzy Evolusi untuk Penyelesaian Kasus
Travelling Salesman Problem. Dikutip: 22
Oktober 2009,[online].
http://journal.uii.ac.id/index.php/Snati/articl
e/view/556/480 [8] Dwi Sulistyo, Mahmud. Tugas Akhir:
Analisis dan Implementasi Sistem Fuzzy dan
Evolutionary Programming pada
Pengaturan Lampu Lalu Lintas Cerdas.
Bandung: IT Telkom, 2009.
[9] Prawitamurti, Risna. Tugas Akhir:
Pencarian Solusi Optimal Pemotongan
Bahan (Cutting Material) dengan
Menggunakan Adaptive Genetic Algorithm.
Bandung: IT Telkom, 2010.
[10] Mandorkawat2009 Blog. Karakteristik
Propagasi Gelombang
Radio Telekomunikasi. Dikutip: 16 Oktober2009
[11] Purwaningrum, Netika. Aplikasi Fuzzy
Logic untuk Pengendali
Penerangan Ruangan Berbasis
Mikrokontroler ATMEGA8535. Semarang:
Universitas Negeri Semarang, 2007.[12] Wikipedia. Suburban Area. Dikutip: 16
Oktober 2009
[13] Wikipedia. Urban Area. Dikutip: 16
Oktober 2009
[14] Kurniawan Usman, Uke. Konsep Dasar
Sistem Seluler (Slide perkuliahan Sistem
Komunikasi Bergerak (PT3163)). Bandung:STT Telkom, 2005.
[15] Dodi Irawan, I Putu, dkk. Perencanaan
Penempatan Base Station WCDMA di
Denpasar . Bandung: IT Telkom, 2009
[16] Heine, Gunnar. GSM Networks: Protocols,
Terminology, and Implementation. Boston:
Artech House, 1999.
[17] Pramsistya, Yustaf. Optimasi Penempatan
BTS dengan Menggunakan Algoritma
Genetika. Surabaya: ITS, 2009.[18] Tettamanzi A., Tomassini M., Soft
Computing. Springer-Verlag Berlin
Heidelberg, 2001. Printed in Germany.[19] Gloger, Bartlomiej. Self Adaptive
Evolutionary Algorithms. Fachbereich:
Universit¨at Paderborn, 2004.