jurnal ta

9
 1 IMPLEMENTASI ALGORITMA FUZZY EVOLUSI UNTUK PENENTUAN POSISI BASE TRANSCEIVER STATION (BTS) STUDI KASUS PENEMPATAN BTS DI KOTA YOGYAKARTA  Muhammad Fachrie 1 , Sri Widowati 2 , Ahmad Tri Hanuranto 3  1,2 Fakultas Informatika Institut Teknologi Telkom, Bandung 3 Fakultas Elektro dan Komunikasi Institut Teknologi Telkom, Bandung 1 [email protected], 2 [email protected], 3 [email protected]  Abstrak Jumlah penduduk yang semakin meningkat berpengaruh pada penambahan jumlah pelanggan komunikasi seluler. Oleh karena itu, perencanaan jaringan komunikasi seluler harus dilakukan dengan cermat seiring dengan bertambahnya jumlah pengguna layanan seluler. Salah satu hal penting dalam perencanaan komunikasi seluler adalah penempatan  Base Transceiver Station (BTS) agar mampu melayani pelanggan seluler dengan optimal. Algoritma Genetika (AG) adalah salah satu algoritma optimasi di dalam  Evolutionary Algorithms (EAs) yang sering digunakan untuk mencari solusi optimal dari suatu permasalahan. Kemampuan AG yang mengadopsi prilaku ‘evolusi’ dan ‘genetika’ digunakan untuk menentukan posisi-posisi BTS agar mampu menghasilkan coverage area yang luas dan melayani trafik yang besar. Untuk meningkatkan performa AG, digunakanlah Sistem Fuzzy (SF) untuk mengatur nilai Probabilitas rekombinasi (Pc) dan Probabilitas mutasi (Pm) pada proses evolusi AG, guna menghindari konvergensi prematur pada AG. Gabungan dari AG dan SF ini disebut Algoritma  Fuzzy Evolusi. Algoritma Fuzzy Evolusi diimplementasikan untuk menentukan posisi BTS di Kota Yogyakarta, sehingga mampu menghasilkan  coverage area  terluas dan mampu melayani trafik yang terbesar. Pada penelitian ini, ruang solusinya sebesar 5,011 x 10 34 . Solusi yang dihasilkan mampu meng-  cover Kota Yogyakarta sebesar 90,57%. Kata kunci: Algoritma Genetika, Sistem Fuzzy, Base Transceiver Station , konvergensi prematur.  Abstract The number of people that always increases, makes the amount of cellular customer increases. So, the  cellular network’s planning must be created effectively to give better ser vice to customers. An important thing in this planning is the placement of Base Transceiver Station (BTS), so that, it can serve the customers  optimally. Genetic Algorithm (GA) is one of optimization algorithm in Evolutionary Algorithms (EAs) which is often used to find the optimum solution from a problem. GA’s performance which adopts the ’evolution’ and ’genetical’ habits can be used to decide the positions of BTS, so that it can produce maximum coverage area  and traffic service. To increase the performance of GA, then Fuzzy Systems (FS) is used to control the values of Pc and Pm in evolution process in GA, so that it can avoid the premature convergence in GA.  Fuzzy Evolution Algorithm is implemented to decide the optimum position of Base Transceiver Station (BTS) in Yogyakarta City, so that it can produce the largest coverage area and the largest traffic service. In this  research, solution space is 5,011 x 10  34  . Solution which is produced can cover 90,57% from all area in Yogyakarta City.  Keywords: Genetic Algorithm, Fuzzy Systems , Base Transceiver Station, premature convergence . 1. Pendahuluan Sistem komunikasi seluler saat ini tengah mengalami perkembangan yang sangat pesat di dunia, khususnya di Indonesia. Sejak diciptakannya telepon seluler yang memiliki fitur-fitur canggih, operator-operator seluler di Indonesia semakin gencar menawarkan produk-produk seluler yang diminati oleh masyarakat. Hal ini tentunya harus diiringi dengan perkembangan infrastruktur komunikasi seluler. Salah satu aspek penting dalam sistem komunikasi seluler adalah  Base Transceiver

Upload: muhammad-fachrie

Post on 09-Jul-2015

553 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: JURNAL TA

5/10/2018 JURNAL TA - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/jurnal-ta-55a0bae50b255 1/9

1

IMPLEMENTASI ALGORITMA FUZZY EVOLUSI UNTUK PENENTUAN POSISI

BASE TRANSCEIVER STATION (BTS)

STUDI KASUS PENEMPATAN BTS DI KOTA YOGYAKARTA 

Muhammad Fachrie1, Sri Widowati2, Ahmad Tri Hanuranto3 

1,2Fakultas Informatika Institut Teknologi Telkom, Bandung3Fakultas Elektro dan Komunikasi Institut Teknologi Telkom, Bandung

[email protected], [email protected], [email protected] 

Abstrak

Jumlah penduduk yang semakin meningkat berpengaruh pada penambahan jumlah pelanggan

komunikasi seluler. Oleh karena itu, perencanaan jaringan komunikasi seluler harus dilakukan dengan

cermat seiring dengan bertambahnya jumlah pengguna layanan seluler. Salah satu hal penting dalam

perencanaan komunikasi seluler adalah penempatan   Base Transceiver Station (BTS) agar mampu

melayani pelanggan seluler dengan optimal.

Algoritma Genetika (AG) adalah salah satu algoritma optimasi di dalam  Evolutionary Algorithms (EAs)yang sering digunakan untuk mencari solusi optimal dari suatu permasalahan. Kemampuan AG yang

mengadopsi prilaku ‘evolusi’ dan ‘genetika’ digunakan untuk menentukan posisi-posisi BTS agar

mampu menghasilkan coverage area yang luas dan melayani trafik yang besar.

Untuk meningkatkan performa AG, digunakanlah Sistem Fuzzy (SF) untuk mengatur nilai Probabilitas

rekombinasi (Pc) dan Probabilitas mutasi (Pm) pada proses evolusi AG, guna menghindari konvergensi

prematur pada AG. Gabungan dari AG dan SF ini disebut Algoritma Fuzzy Evolusi.

Algoritma Fuzzy Evolusi diimplementasikan untuk menentukan posisi BTS di Kota Yogyakarta, sehingga

mampu menghasilkan  coverage area terluas dan mampu melayani trafik yang terbesar. Pada penelitian

ini, ruang solusinya sebesar 5,011 x 1034. Solusi yang dihasilkan mampu meng- cover Kota Yogyakarta

sebesar 90,57%.

Kata kunci: Algoritma Genetika, Sistem Fuzzy, Base Transceiver Station, konvergensi prematur.

 Abstract

The number of people that always increases, makes the amount of cellular customer increases. So, the

 cellular network’s planning must be created effectively to give better service to customers. An important thing

in this planning is the placement of Base Transceiver Station (BTS), so that, it can serve the customers

 optimally.

Genetic Algorithm (GA) is one of optimization algorithm in Evolutionary Algorithms (EAs) which is often

used to find the optimum solution from a problem. GA’s performance which adopts the ’evolution’ and 

’genetical’ habits can be used to decide the positions of BTS, so that it can produce maximum coverage area

 and traffic service.

To increase the performance of GA, then Fuzzy Systems (FS) is used to control the values of Pc and Pm inevolution process in GA, so that it can avoid the premature convergence in GA.

 Fuzzy Evolution Algorithm is implemented to decide the optimum position of Base Transceiver Station (BTS)

in Yogyakarta City, so that it can produce the largest coverage area and the largest traffic service. In this

  research, solution space is 5,011 x 10 34  . Solution which is produced can cover 90,57% from all area in

Yogyakarta City.

 Keywords: Genetic Algorithm, Fuzzy Systems, Base Transceiver Station, premature convergence.

1.  Pendahuluan

Sistem komunikasi seluler saat ini tengah

mengalami perkembangan yang sangat pesat di

dunia, khususnya di Indonesia. Sejak diciptakannya

telepon seluler yang memiliki fitur-fitur canggih,

operator-operator seluler di Indonesia semakin

gencar menawarkan produk-produk seluler yang

diminati oleh masyarakat. Hal ini tentunya harus

diiringi dengan perkembangan infrastruktur

komunikasi seluler. Salah satu aspek penting dalam

sistem komunikasi seluler adalah  Base Transceiver 

Page 2: JURNAL TA

5/10/2018 JURNAL TA - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/jurnal-ta-55a0bae50b255 2/9

2

Station (BTS), yaitu suatu pemancar sinyal telepon

seluler.

Performa komunikasi seluler dinilai melalui

daya cakup wilayah (coverage area) dan tingkat

layanan trafik suatu BTS. Untuk memaksimalkan

fungsi BTS tersebut, maka setiap BTS harus

ditempatkan di posisi yang tepat, sehingga mampumemaksimalkan daya cakup wilayah dan pelayanan

trafiknya.

Penentuan posisi BTS selama ini

menggunakan cara manual. Namun, hal tersebut

cukup sulit dilakukan, terlebih lagi jika daerah

yang dijadikan basis perancangan memiliki luas

yang sangat besar. Beberapa penelitian telah

dilakukan untuk menentukan posisi BTS secara

otomatis menggunakan Algoritma Genetika (AG).

AG merupakan salah satu teknik optimasi dalam

bidang Evolutionary Computation (EC), yaitu suatu

metode komputasi yang meniru proses evolusi dan

genetika pada makhluk hidup. Namun, AGmemiliki beberapa kelemahan, di antaranya adalah

AG terkadang terjebak dalam kondisi konvergensi

prematur. Artinya, solusi yang dihasilkan bukanlah

solusi yang optimal. Hal ini diakibatkan karena AG

diinisialisasi dengan nilai-nilai yang random, selain

itu, parameter-parameter AG yang diset di awalproses tidak dapat berubah menyesuaikan dengan

kondisi pada saat tertentu.

Untuk mengatasi masalah tersebut, diperlukan

suatu metode tambahan yang mampu menutupi

kelemahan-kelemahan pada AG. Pada penelitian

Tugas Akhir ini, Sistem Fuzzy (SF) digunakan pada

AG. Kombinasi antara SF dan AG inimenghasilkan sebuah algoritma baru yang disebut

Fuzzy EAs atau Algoritma Fuzzy Evolusi.

Di dalam Algoritma Fuzzy Evolusi, SF akan

digunakan untuk menentukan parameter-parameter

AG, yakni probabilitas mutasi (Pm) danprobabilitas rekombinasi (Pc) [7]. Kemampuan SF

yang dapat mengadopsi intuisi manusia, mampu

menghasilkan suatu keputusan akurat dari

sekumpulan data yang nilainya samar/ kurang

presisi, sehingga parameter-parameter Pc dan Pmpada AG dapat selalu diperbarui sesuai dengan

kondisi populasi pada tiap generasinya.

2.  Algoritma Fuzzy Evolusi Algoritma Fuzzy Evolusi adalah nama lain dari

Fuzzy EAs, yaitu penggunaan Sistem Fuzzy (SF) ke

dalam EAs untuk menentukan parameter-parameter

AG yang optimal pada suatu kondisi tertentu. EAs

berawal dari sekumpulan solusi (populasi) yangdibangkitkan secara acak, dan proses evolusi yang

terjadi kemungkinan besar mengakibatkan

perubahan kondisi populasi. Sedangkan, nilai

parameter seperti Pc dan Pm tidak berubah sejak 

ditentukan pada awal proses evolusi. Sehingga,

pada generasi tertentu, mungkin saja parameter-parameter tersebut sudah tidak lagi relevan dengan

kondisi populasi yang sudah berubah. Dengan

demikian, dapat disimpulkan bahwa EAs

memerlukan supervisi manusia untuk melakukan

setting parameter, mendeteksi kemunculan solusi,

memonitor proses evolusi agar tidak terjebak pada

konvergensi prematur maupun konvergensi yang

sangat lambat [3,4]. Untuk itu, diperlukan sebuah

teknik tambahan yang mampu melakukan settingparameter EAs agar mampu berubah-ubah secara

otomatis menyesuaikan dengan kondisi populasi

saat itu. Salah satu teknik yang dapat digunakan

untuk mengatasi masalah ini adalah dengan

menggunakan Sistem Fuzzy yang di dalamnya

terdapat Fuzzy Government (FG). 

Fuzzy Government  (FG) adalah kumpulan

  fuzzy rules dan routines yang berfungsi untuk 

mengontrol proses evolusi, mendeteksi kemunculan

solusi, mengubah-ubah (tuning) parameter EAs

pada saat running sehingga dapat mencegah

konvergensi prematur maupun konvergensi yang

sangat lambat [4].

Gambar 1: Interaksi antara EAs dan FG

SF akan mengatur nilai probabilitas

rekombinasi (Pc), dan probabilitas mutasi (Pm).

Pengaturan parameter ini dilakukan untuk mendapatkan nilai Pc dan Pm yang akan digunakan

sebagai parameter pada AG.

Inisialisasi

Po ulasi

Evaluasi

Individu

Tampilkan

Hasil

Terminasi

 

Seleksi

Oran Tua

Mutasi

Rekombinasi

Y

Tida

Fuzzy

Load Ukuran

Populasi dan

Jumlah Generasi

Fuzzification

Inference

Defuzzification

Nilai Pc

dan Pm

Page 3: JURNAL TA

5/10/2018 JURNAL TA - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/jurnal-ta-55a0bae50b255 3/9

3

2.1  Algoritma Genetika Algoritma Genetika  (AG) merupakan salah

satu teknik yang ada di dalam EAs. AG merupakan

teknik yang paling populer dan banyak digunakan

[5]. AG pertama kali dipublikasikan oleh John

Holland sekitar tahun 1975 di Amerika Serikat.

Pada saat itu, AG memiliki bentuk yang sangatsederhana, sehingga disebut Simple Genetic

 Algorithm (SGA). Ciri utama SGA adalah tidak 

terlalu cepat dalam menemukan solusi optimal,

tetapi memiliki heuristik   yang baik untuk masalah

kombinatorial [4].

AG diinisialisasi untuk sebuah populasi

dengan N kromosom. Gen-gen yang mengisi

kromosom dibangkitkan secara random, biasanya

menggunakan distribusi seragam (uniform

distribution). Masing-masing kromosom akan

dikodekan menjadi individu dengan nilai  fitness

tertentu, yaitu nilai yang digunakan sebagai

parameter dalam pemilihan orang tua [4]. Sebuahpopulasi baru dihasilkan dengan menggunakan

mekanisme seleksi alam, yaitu memilih individu-

individu secara proporsional terhadap nilai  fitness-

nya dan genetika alamiah, yakni rekombinasi dan

mutasi. Secara umum, proses yang terjadi pada AG

adalah sebagai berikut [5]:

Pada algoritma di atas, terjadi proses

penggantian populasi yang disebut generational

replacement . Artinya, sebanyak N kromosom dari

suatu generasi digantikan sekaligus oleh N

kromosom baru hasil rekombinasi dan mutasi.

2.2  Sistem Fuzzy 

Sistem Fuzzy (SF) merupakan inti dari Soft 

Computing (SC). Ide dasar SF adalah fuzzy set dan

  fuzzy logic. Dengan menggunakan FS, kita dapat

merepresentasikan dan menangani masalah

ketidakpastian yang dalam hal ini bisa berarti

keraguan, ketidaktepatan, kebenaran parsial, dan

kekuranglengkapan informasi.

Suatu sistem yang berbasis aturan  fuzzy terdiri

dari tiga komponen utama: Fuzzification, Inference,

dan  Defuzzification [3]. Berikut diagram blok dari

FS:

Gambar3: Diagram blok sistem berbasis aturan fuzzy [3]

Di dalam SF ini, hal penting yang harus

dipahami adalah mengenai variabel linguistik dan

fungsi keanggotaan. Variabel linguistik adalah

suatu interval numeric dan mempunyai nilai-nilai

linguistik, yang semantiknya didefinisikan oleh

fungsi keanggotaan. Misalnya, Suhu adalah

variabel linguistic yang bisa didefinisikan pada

interval [-10oC, 40oC], maka variabel linguistic

tersebut bisa mempunyai nilai-nilai linguistik,

seperti ‘Dingin’, ‘Hangat’, dan ‘Panas’ [3].

Fuzzification adalah proses yang berfungsi

untuk mengubah masukan-masukan yang nilai

kebenarannya bersifat pasti (crisp input ) ke dalam

bentuk  fuzzy input yang berupa nilai linguistic yangsemantiknya ditentukan bedasarkan fungsi

keanggotaan tertentu.  Inference adalah proses

penalaran menggunakan fuzzy input dan fuzzy rules

yang telah ditentukan, sehingga menghasilkan fuzzy

output . Sedangkan  Defuzzification (penegasan)

berfungsi untuk mengubah   fuzzy output menjadi

crisp value (nilai pasti) berdasarkan fungsi

keanggotaan yang telah ditentukan [2,3].

Untuk membangun sebuah   fuzzy government  

(FG), dapat digunakan pengetahuan seorang pakar.

Pada penelitian ini, FG yang digunakan berasal dari

pengetahuan pakar yang bernama Xu beserta

koleganya. FG yang diusulkan oleh Xu inimenggunakan dua parameter masukan, yaitu

ukuran populasi dan generasi, serta menghasilkan

dua nilai keluaran, yaitu nilai probabilitas

rekombinasi (Pc) dan nilai probabilitas mutasi

(Pm). Berikut   fuzzy rule yang diusulkan oleh Xudan koleganya:

Tabel 1: Himpunan aturan fuzzy untuk pengaturan

Pc [3,7]Pc Ukuran Populasi

Generasi Kecil Sedang Besar

Singkat Sedang Kecil Kecil

Sedang Besar Besar Sedang

Lama Sangat besar Sangat besar Besar

Inisialisasi populasi awal, N kromosom

LOOP 

LOOP untuk N kromosom

Dekodekan kromosom

Evaluasi individu

END

Buat satu atau dua kopi kromosom terbaik (elitisme)

LOOP  sampai didapatkan N kromosom baru

Pilih dua kromosom

Rekombinasi

Mutasi

END

END

Gambar 2: Pseudo code Algoritma Genetika

Page 4: JURNAL TA

5/10/2018 JURNAL TA - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/jurnal-ta-55a0bae50b255 4/9

4

Tabel 2: Himpunan aturan fuzzy untuk pengaturan

Pm [3,7]

Pm Ukuran Populasi

Generasi Kecil Sedang Besar

Singkat Besar Sedang Kecil

Sedang Sedang Kecil Sangat kecil

Lama Kecil Sangat kecil Sangat kecil

Pada model yang diusulkan oleh Xu ini, proses

inference-nya  menggunakan Metode Mamdani,

atau yang juga dikenal dengan metode Max-Min.

Selanjutnya, pada proses defuzzification,digunakan metode centroid method , yaitu metode

untuk menghitung crisp value berdasarkan titik 

berat dari kurva hasil proses inference [11]. Metode

ini menghitung crisp value dengan rumus [3]:

∑∑

=

)(

)(*

 y

 y y y

 R

 R

 µ 

 µ 

 

3.  Sistem Komunikasi Seluler Sistem komunikasi seluler merupakan sistem

komunikasi yang digunakan untuk memberikan

pelayanan jasa telekomunikasi bagi pelanggan

bergerak. Disebut sistem komunikasi seluler karena

daerah layanannya dibagi-bagi menjadi daerah-

daerah yang kecil yang disebut cell (sel). Sistem

komunikasi seluler memiliki sifat/ karakteristik 

bahwa pelanggan mampu bergerak secara bebas di

dalam area layanan sambil berkomunikasi tanpa

harus terjadi pemutusan hubungan.

Sel merupakan suatu area cakupan (coverage

area) dari suatu  Radio Base Station. Sel memiliki

beberapa jenis berdasarkan luas cakupan areanya:

 Macro Cell (radius > 5 km),  Micro Cell (3 km <

radius < 5 km), dan Pico Cell (radius < 1 km).

Sedangkan, dari cara pemodelan/ penggambaran,

sel dapat dibagi menjadi tiga macam [14]:

Gambar 7: Tiga macam bentuk sel dari cara

pemodelan/ penggambaran jaringan BTS

Dalam Tugas Akhir ini, sistem komunikasi

seluler yang digunakan adalah jaringan Universal

  Mobile Telecommunication System (UMTS), yang

merupakan produk teknologi WCDMA (Wideband 

Code Division Multiple Access), yang mempunyai

kecepatan akses data hingga 2 Mbps.

3.1  Base Transceiver Station  Base Transceiver Station (BTS) merupakan

salah satu komponen yang sangat penting dalam

suatu jaringan komunikasi seluler. BTS adalah

suatu perangkat yang menyediakan koneksi dari

suatu user equipment (UE) ke dalam suatu jaringankomunikasi melalui perantara udara [16]. UE

merupakan perangkat yang dapat berkomunikasi

dengan menggunakan jaringan UMTS. Di dalam

BTS terdapat radio penerima dan pengirim dengan

telepon pelanggan [17].

Suatu wilayah bisa memiliki banyak BTS.

Sekumpulan BTS yang berada dalam suatu wilayah

tertentu dikontrol oleh suatu perangkat khusus yang

disebut BSC ( Base Station Controller ), dimana satuBSC dapat terhubung dengan beberapa BTS.

Lokasi BTS setiap BTS akan tersebar di berbagai

tempat, sesuai dengan coverage area yang

diinginkan oleh  provider    jaringan. Performansi

BTS ditentukan oleh luas coverage area dan

tingkat layanan trafik pada satu wilayah.

3.2 Alur Perancangan Jaringan UMTS

Untuk membangun suatu jaringan UMTS di

suatu wilayah, diperlukan suatu prosedur yang

sistematis agar tidak terjadi kesalahan dalam

menentukan rancangan infrasturktur jaringannya.

Dalam hal ini, ada beberapa prosedur yang harusdikerjakan, yaitu:

a.  Penentuan daerah layanan

Hal pertama yang tentunya harus dilakukan

adalah mendapatkan informasi mengenai letak 

geografis, koordinat, luas area, serta pembagian

wilayah yang akan menjadi fokus perencanaanpembangunan jaringan UMTS.

b.  Perhitungan Offered Bit Quantity 

Offered Bit Quantity (OBQ) merupakan

estimasi kepadatan trafik total pada jam-jam sibuk.

∑ =

3600

BWBHCA xxdxpxOBQ

σ  

 

c.  Perhitungan kapasitas kanal per BTS

Kapasitas yang dimaksud adalah jumlahpelanggan yang dapat dilayani dalam suatu BTS/ 

sel.

 

 

 

 

 

 

 

 +

+

=

 xRxv

 No

 Eb

 BW 

i

 LoadFactor  N UL 1

1

 

d.  Perhitungan jumlah sel yang dibutuhkan

Untuk menghitung jumlah sel/ BTS yang

diperlukan, maka kita terlebih dahulu menghitung

total luas coverage untuk daerah urban dan

suburban:

 ∑ =

Urban

urbantrafficoffred Total

erSelKapasitasPge LuasCovera

∑ =

Suburban

suburbantrafficoffred Total

erSelKapasitasPge LuasCovera

 

setelah itu, barulah dapat dihitung jumlah sel/ BTS

yang dibutuhkan untuk masing-masing jenis daerahdengan membagi total luas coverage tiap daerah

Page 5: JURNAL TA

5/10/2018 JURNAL TA - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/jurnal-ta-55a0bae50b255 5/9

5

(urban atau suburban) dengan luas daerah itu

sendiri (urban atau suburban):

gePerSel LuasCovera

ban LuasAreaUr  Jumlahselurban =

 

gePerSel LuasCovera

burban LuasAreaSu Jumlahselsuburban =

 

e.  Perhitungan radio link budget  

Perhitungan radio link budget dilakukan untuk 

mendapatkan nilai MAPL (  Maximum Allowable

Path Loss), yaitu batas maksimum sinyal yang

diperbolehkan untuk hilang (redam).

f.  Perhitungan path loss 

Setelah nilai MAPL didapatkan, maka

selanjutnya adalah menghitung nilai   path loss.

Perhitungan Path loss adalah perhitungan rugi-rugi

sinyal pada suatu jalur tertentu berdasarkanpemilihan pemodelan kanal. Perhitungan  path loss

ini menggunakan dua buah model perhitungan

propagasi, yaitu:

•  Model propagasi Okumura Hatta [1]

Rumus model propagasi Okumura - Hatta:

L = A + B log10(f) − 13.82 log10 (Hb) −

a(Hm) + [44.9 − 6.55 log10(Hb)] log10

(d) 

•  Model propagasi COST 231 [1]

Rumus model propagasi Cost 231:

Lu = Lo + Lrts + Lmsd 

Setelah nilai   path loss untuk daerah urban dan

suburban didapatkan, maka nilai  path loss tersebut

dibandingkan dengan nilai MAPL yang didapatdari perhitungan radio link budget . Jika nilai

MAPL <   path loss, maka perencanaan jaringan

UMTS tersebut dapat diimplementasikan

3.3  Hasil Perancangan Jaringan UMTS

Perancangan dilakukan pada Kota Yogyakartayang memiliki luas area urban sebesar 18.06 Km2 

dan luas area suburban sebesar 14.44 Km2. Berikut

tabel hasil perancangannya:

Tabel 0: Rekapitulasi hasil perencanaan Jaringan

UMTS di Kota Yogyakarta

Variabel Daerah Urban Daerah Suburban

Luas daerah 18.06 km2

14.44 km2 

Total OBQ 511.9266 kbps/ km2

277.0214 kbps/ km2 

Jari-jari sel 1.174813 Km 1.59704 Km

Jumlah sel 5 buah 2 buah

Tinggi antenna 30 m 30 m

4.  Perancangan Algoritma Fuzzy Evolusi

Inisalisasi populasi pada penelitian ini

menggunakan representasi biner dan integer.

Kromosom untuk optimalisasi posisi koordinat

BTS diilustrasikan seperti berikut ini:

Gambar 8: Satu untai kromosom utuh

Pada kromosom di atas, X1, Y1, ..., X7, Y7

menyatakan variabel koordinat untuk satu BTS

yang kesemuanya berjumlah 14 variabel. BTS1 s.d

BTS5 merupakan BTS daerah urban, sedangkan

BTS6 dan BTS7 adalah BTS daerah suburban. 

4.1 Fungsi Fitness 

Pada penelitian ini, fungsi fitness dibangun

dengan menjumlahkan dua buah parameterpenempatan BTS, yaitu luas coverage area BTS

dan tingkat layanan trafik BTS terhadap suatu

daerah. Fungsi fitness yang dibangun adalah:

F = coverageBTS + trafikBTS 

Dimana, variabel ’coverageBTS’ menyatakan

luas coverage area yang dibentuk oleh sekumpulan

BTS hasil perancangan, dan variabel ’trafikBTS’

adalah nilai trafik yang mampu dilayani oleh BTS-

BTS tersebut, dengan kata lain trafikBTS

merepresentasikan nilai luas area target yangmampu di-cover oleh coverage area yang dibentuk 

oleh sekumpulan BTS tadi.

Pertama, penghitungan nilai  fitness dilakukan

dengan memperoleh nilai coverageBTS dengan

rumus berikut ini:

Luas Coverage = total luas coverage semua sel –

total luas irisan sel

dimana, total luas coverage semua sel (L) dihitung

dengan persamaan:

L = π (r12 + r22 r32 + r42...+ rn2)

dan total luas irisan sel (L∩) dihitung dengan

persamaan:

L∩ = 2 x r1 x r2 x cos-1(d/ 2r) – d (r1 x r2 – (d2

 /4)) 

Gambar 9: Ilustrasi sel yang beririsan

Penghitungan ’trafikBTS’ dilakukan dengan

melakukan pengecekan terhadap titik-titik 

koordinat peta terhadap titik pusat BTS terdekat

yang berada di dalam jangkauan radius BTS..

Page 6: JURNAL TA

5/10/2018 JURNAL TA - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/jurnal-ta-55a0bae50b255 6/9

6

Penghitungan jarak tersebut dilakukan dengan

menggunakan rumus:

d2 = (x1-x2)2 + (y1-y2)

Gambar 12: Ilustrasi penghitungan jarak BTS

terhadap titik-titik di sekitarnya

Daerah urban pada peta ditandai dengan nilai 0

(daerah berwarna hitam), daerah suburban pada

peta ditandai dengan nilai 10 (daerah berwarna

abu-abu), sedangkan daerah di luar kota yang

menjadi objek ditandai dengan nilai 15 (daerah

berwarna putih). Skala peta berbanding denganukuran sebenarnya adalah 1:20 meter.

Gambar 13: Ilustrasi penghitungan nilai fitness

(luas coverage area dan tingkat layanan trafik)

Pada ilustrasi di atas, dimisalkan ada tiga BTS

yang meng-cover  potongan peta di atas yang

direpresentasikan dalam bentuk matriks. BTSdengan lingkaran yang lebih besar adalah BTS

untuk daerah suburban, sedangkan BTS dengan

lingkaran yang lebih kecil adalah BTS untuk 

daerah urban. Pada matriks peta di atas, angka 15

menyatakan warna putih, yaitu daerah di luar area

Kota Yogyakarta. Angka 10 menyatakan warnaabu-abu, yaitu daerah suburban. Sedangkan angka

0 menyatakan warna hitam, yaitu daerah urban.

Selanjutnya, untuk masing-masing titik 

matriks pada peta, dihitung jaraknya terhadap

posisi BTS terdekat. Apabila jarak titik tersebut

terhadap posisi BTS lebih kecil atau sama dengan

 jari-jari/ radius BTS, berarti titik tersebut berada di

dalam cakupan BTS itu. Setelah itu, dilakukan

pengecekan terhadap nilai titik matriks tersebut,

apakah dia bernilai 0, 10, ataukah 15. Misalkan

titik matriks tersebut berada di dalam cakupan BTS

urban, dan ternyata titik matriks tersebut bernilai 0

(menyatakan daerah urban), maka nilai tingkat

layanan trafik BTS akan bertambah 5. Apabila titik 

matriks tersebut bernilai 10 (menyatakan daerah

suburban), maka nilai tingkat layanan trafik BTS

akan bertambah 1. Begitu seterusnya hingga semua

titik pada matriks dicek satu persatu. Namun, jika

ternyata titik matriks tersebut bernilai 15

(menyatakan area berwarna putih), maka nilai

tingkat layanan trafik BTS urban tersebut tidak 

akan bertambah.

4.2 Seleksi Orang Tua

Proses seleksi orang tua dilakukan denganmetode   Roulette Wheel,  yaitu sebuah algoritma

yang menirukan permainan roulette wheel, dimana

masing-masing kromosom menempati potongan

lingkaran pada roda roulette secara proporsional

sesuai dengan besar nilai fitness-nya [4].

Gambar 14: Ilustrasi Algoritma Roulette Wheel pada proses seleksi orang tua

4.3  Rekombinasi ( crossover)Pada penelitian ini digunakan rekombinasi

seragam, yaitu dengan membangkitkan suatu pola

acak yang berupa array biner dengan panjang

array sesuai dengan jumlah gen dalam kromosom.

Jika pola bernilai 1, maka gen pada pada keduaorang tua ditukar, sedangkan jika pola bernilai 0,

maka gen pada kedua orang tua tidak ditukar.

Gambar 15: Ilustrasi rekombinasi seragam pada

kromosom integer

4.4  Mutasi

Pada penelitian ini, proses mutasi untuk 

diawali dengan membangkitkan suatu bilangan

acak ’a’ antara 0 sampai 1 untuk setiap posisi gen.

Jika bilangan acak tersebut lebih kecil atau sama

dengan nilai Pm, maka gen pada posisi tersebutakan dimutasi. Pada kromosom biner, gen dengan

nilai 0 akan dimutasi menjadi 1, begitu juga

sebaliknya [4]. Selanjutnya, proses mutasi pada

kromosom integer menggunakan metode

pembalikan nilai integer. Cara ini merupakan

perluasan dari mutasi pada representasi biner. Jika

nilai gen berada pada interval [0,9], maka gen yang

bernilai 0 dibalik menjadi 9, gen bernilai 1 dibalik 

menjadi 8, dan seterusnya.

Page 7: JURNAL TA

5/10/2018 JURNAL TA - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/jurnal-ta-55a0bae50b255 7/9

7

Gambar 16: Ilustrasi proses mutasi pada kromosom

integer dengan membalik nilai integer  

4.5  FuzzificationPada tahap  fuzzification, sistem menerima

crisp input  berupa ukuran populasi dan generasi

untuk menghasilkan   fuzzy input yang berupa

derajat keanggotaan dengan nilai linguistik kecil,

sedang, atau besar untuk ukuran populasi, dan nilai

linguistik singkat, sedang, dan lama untuk generasi.

Tabel 0-2: Rentang nilai crisp input untuk variabel

linguistik ‘ukuran populasi’Fungsi

KeanggotaanKecil Sedang Besar

Trapesium [0,80) (40,160) (120,200]

Segitiga [0,100) (0,200) (100,200]

Phi [0,100) (0,200) (100,200]

Tabel 0-3: Rentang nilai crisp input untuk variabel

linguistik ‘generasi’Fungsi

KeanggotaanKecil Sedang Besar

Trapesium [0,400) (200,800) (600,1000]

Segitiga [0,500) (0,500) (500,1000]

Phi [0,500) (0,500) (500,1000]

4.6  InferenceProses inference atau rule evaluation

dilakukan dengan menggunakan aturan-aturan

 fuzzy yang dibangun oleh Xu bersama para

koleganya, seperti yang telah dijelaskan pada

landasan teori. Proses inference ini terbagi kedalam dua bagian, yaitu inference pada probabilitas

rekombinasi (Pc) dan inference pada probabilitas

mutasi (Pm). Metode yang digunakan pada proses

ini adalah model inferensi mamdani, dimana

keluaran yang dihasilkan nantinya berbentuk 

himpunan  fuzzy yang berisi nilai linguistik danderajat keanggotaannya. Untuk selanjutnya, dengan

menggunakan   fuzzy rules model Xu, akan

dihasilkan aturan-aturan fuzzy.

4.7  DefuzzificationSetelah proses inference menghasilkan  fuzzy

output , selanjutnya   fuzzy output tersebut akan

digunakan pada proses defuzzification dengan

Centroid Method  dengan rumus (2.8) yang telah

dijelaskan pada landasan teori. Proses ini pada

akhirnya akan menghasilkan crisp output  berupa

nilai untuk masing-masing parameter Pc dan Pm.

Berikut tabel yang berisi rentang-rentang nilai

untuk masing-masing nilai linguistik pada proses

defuzzification untuk menghasilkan crisp output  

berupa nilai Pc dan Pm:

Tabel 0-4: Rentang nilai crisp output untuk variabel

linguistik ‘Pc’Fungsi

KeanggotaanKecil Sedang Besar

Sangat

Besar

Trapesium [0, 0.3) (0.1, 0.6) (0.4, 0.9] (0.7, 1]

Segitiga [0, 0.35) (0.05, 0.65) (0.35, 0.95] (0.65, 1]

Phi [0, 0.35) (0.05, 0.65) (0.35, 0.95] (0.65, 1]

Tabel 0-5: Rentang nilai crisp output untuk variabellinguistik ‘Pm’

Fungsi

KeanggotaanKecil Sedang Besar

Sangat

Besar

Trapesium [0, 0.06) (0.02, 0.12) (0.08, 0.18] (0.14, 0.2]

Segitiga [0, 0.07) (0.01, 0.13) (0.07, 0.19] (0.13, 0.2]

Phi [0, 0.07) (0.01, 0.13) (0.07, 0.19] (0.13, 0.2]

5.  Hasil Pengujian

Pengujian sistem menghasilkan solusipenempatan BTS dengan luas area yang berhasil

di-cover sebesar 90,57%.

Gambar 17: Gambar peta penempatan BTS hasil

pengujian di Kota Yogyakarta 

Algoritma Fuzzy Evolusi cenderung

mengungguli Algoritma Genetika biasa dalam

perolehan nilai  fitness tertinggi, sebagaimana yang

tervisualisasikan pada grafik di bawah:

Gambar 18: Grafik perbandingan kinerja Algoritma

Fuzzy Evolusi dan Algoritma Genetika biasa

Selain itu, Algoritma Genetika juga terkadangterjebak pada konvergensi prematur, sehingga

mengalami stagnansi dan tidak dapat memperoleh

320000

325000

330000

335000

340000

345000

350000

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12

Rataan Fitness FEAs Rataan Fitness GA

Page 8: JURNAL TA

5/10/2018 JURNAL TA - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/jurnal-ta-55a0bae50b255 8/9

 

nilai  fitness yang lebih baik lagi.

dilihat pada grafik peningkatan nila

ini:

Gambar 19: Algoritma Genetik 

stagnansi pada generasi ke-20an d

mencapai nilai fitness yang lebih tigenerasi berikutnya 

Gambar 20: Algoritma Fuzzy Ev

menghindari stagnansi pada gener

berhasil mencapai nilai fitness ya

pada generasi-generasi set

 

Kondisi nilai Pc dan Pm

Genetika selalu sama dari awal hi

ini menyebabkan tidak adanya

proses rekombinasi dan mutasi.

terjadinya rekombinasi dan mutevolusi hingga akhir selalu sama, s

variasi kromosom menjadi kecil

dengan kondisi nilai Pc dan Pm

Fuzzy Evolusi yang menggunaka

untuk mengatur nilai Pc dan Pgenerasinya, sehingga proses re

mutasi yang merupakan proses u

Algoritma Genetika, dapat berub

generasinya.

6.  Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian, d

beberapa kesimpulan:

Konvergensi

Hal ini dapat

i fitness berikut

mengalami

an tidak dapat

nggi lagi pada

olusi mampu

si ke-30an dan

g lebih tinggi

lahnya 

ada Algoritma

ngga akhir. Hal

erubahan pada

Jadi, peluang

asi dari awalehingga tingkat

. Beda halnya

pada Algoritma

Sistem Fuzzy

m pada setiapkombinasi dan

tama di dalam

h-ubah di tiap

pat diambil

a.  Penentuan posisi

Algoritma Fuzzy 

menghasilkan solusi

wilayah Kota Yogkarta

90.57% dan tingkat

82.84%.

b.  Kombinasi parameter ASistem Fuzzy yang ter

penentuan posisi  Bas

(BTS) adalah dengan u

150 200], maksimum

bentuk fungsi keanggota

c.  Algoritma Fuzzy Evolu

kromosom biner lebih

Algoritma Fuzzy E

kromosom integer .

representasi biner,

menghasilkan solusi

 fitness tertinggi sebesar

dengan penggunaan krohanya mencapai rata-rat

sebesar 343470.8.

d.  Algoritma Fuzzy Evol

penentuan posisi BTS

yang lebih baik daripa

biasa yang tidak menggdalamnya. Terbukti d

nilai  fitness maksimu

hasil pengujian.

7.  Saran

a.  Perlu dilakukan penelitidan metode yang serupa

model Fuzzy Governme

pakar yang lain, seperti

b.  Perlu dilakukan pula

spesifik yang meranc

satu bentuk fungsimelakukan pengaturan

linguistik.

Sebaiknya, penelitian bi

pada wilayah yang jauh

tingkat propinsi atau kotdaerahnya).

8.  Referensi

[1] Wibowo, Andi. Tug

  BTS UMTS Men

Genetika. Bandung: I

[2] Suyanto.   Artificial I 

Informatika, 2008.

[3] Suyanto. Soft C 

Informatika, 2008.

[4] Suyanto.  Evolutio

Bandung: Informatik 

[5] Suyanto,  Algoritm

 MATLAB, Yogyakart

[6] Wibisono, Gunawan

prematur

8

BTS menggunakan

Evolusi mampu

dengan persentase

yang ter-cover sebesar

fisiensi BTS sebesar

lgoritma Genetika danaik pada studi kasus

Transceiver Station 

kuran populasi = [100

generasi = 1000, dan

an = phi.

si dengan representasi

aik daripada performa

volusi menggunakan

engan menggunakan

sistem  mampu

engan rata-rata nilai

345367.8. Sedangkan

mosom integer, sistema nilai  fitness tertinggi

usi pada studi kasus

enunjukkan performa

a Algoritma Genetika

nakan Sistem Fuzzy dingan capaian-capaian

yang diperoleh dari

an dengan studi kasus, dengan menggunakan

t yang diusulkan oleh

Herera dan Lozano.

penelitian yang lebih

ng dan menganalisis

keanggotaan denganrentang-rentang nilai

sa diterapkan pula

lebih besar (misal,

a yang lebih luas lagi

s Akhir: Penempatan

ggunakan Algoritma

Telkom, 2009.

ntelligence. Bandung:

mputing. Bandung:

nary Computation., 2008.

Genetika dalam

: ANDI Offset, 2005.

kk. Konsep Teknologi

Page 9: JURNAL TA

5/10/2018 JURNAL TA - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/jurnal-ta-55a0bae50b255 9/9

9

Seluler . Bandung: Informatika, 2007.

[7] Muzid, Syaiful. Pemanfaatan Algoritma

Fuzzy Evolusi untuk Penyelesaian Kasus

Travelling Salesman Problem. Dikutip: 22

Oktober 2009,[online].

http://journal.uii.ac.id/index.php/Snati/articl

e/view/556/480 [8] Dwi Sulistyo, Mahmud. Tugas Akhir:

 Analisis dan Implementasi Sistem Fuzzy dan

  Evolutionary Programming pada

Pengaturan Lampu Lalu Lintas Cerdas.

Bandung: IT Telkom, 2009.

[9] Prawitamurti, Risna. Tugas Akhir:

Pencarian Solusi Optimal Pemotongan

  Bahan (Cutting Material) dengan

  Menggunakan Adaptive Genetic Algorithm.

Bandung: IT Telkom, 2010.

[10] Mandorkawat2009 Blog. Karakteristik 

Propagasi Gelombang

 Radio Telekomunikasi. Dikutip: 16 Oktober2009

[11] Purwaningrum, Netika.   Aplikasi Fuzzy

 Logic untuk Pengendali

Penerangan Ruangan Berbasis

  Mikrokontroler ATMEGA8535. Semarang:

Universitas Negeri Semarang, 2007.[12] Wikipedia. Suburban Area. Dikutip: 16

Oktober 2009

[13] Wikipedia. Urban Area. Dikutip: 16

Oktober 2009

[14] Kurniawan Usman, Uke. Konsep Dasar 

Sistem Seluler  (Slide perkuliahan Sistem

Komunikasi Bergerak (PT3163)). Bandung:STT Telkom, 2005.

[15] Dodi Irawan, I Putu, dkk. Perencanaan

Penempatan Base Station WCDMA di

 Denpasar . Bandung: IT Telkom, 2009

[16] Heine, Gunnar. GSM Networks: Protocols,

Terminology, and Implementation. Boston:

Artech House, 1999.

[17] Pramsistya, Yustaf. Optimasi Penempatan

  BTS dengan Menggunakan Algoritma

Genetika. Surabaya: ITS, 2009.[18] Tettamanzi A., Tomassini M., Soft 

Computing. Springer-Verlag Berlin

Heidelberg, 2001. Printed in Germany.[19] Gloger, Bartlomiej. Self Adaptive

  Evolutionary Algorithms. Fachbereich:

Universit¨at Paderborn, 2004.