jurnal skripsi.pdf

12
 1 ANALISIS GEOKIMIA BATUAN DASIT DAERAH BARRU KECAMATAN BARRU KABUPATEN BARRU PROVINSI SULAWESI SELATAN Baso Rezki Maulana 1 , Kaharuddin MS 2 ,  Adi Tonggiroh 2  Jurusan Teknik Geologi Fakultas Teknik Universitas Hasanuddin Jl. Perintis Kemerdekaan Km. 10 Tamalanrea, Makassar, 90245. Telp/Fax: (0411) 580202 e-mail : [email protected] ABSTRAK Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menentukan jenis magma dan lingkungan magma batuan dasit berdasarkan karakteristik geokimia batuan dengan menggunakan metode analisis geokimia dan analisis petrografi. Berdasarkan hasil penelitian lapangan, analisis  petrografi dan geokimia maka batuan beku yang terdapat pada lokasi penelitian adalah batuan  beku intermediet dengan jenis magma yang berbeda. Batuan dasit di daerah Bottolai yaitu seri calc-alkaline dengan lingkungan pembentukan magma berupa zona island arc calc– alkaline basalt sedangkan batuan dasit di daerah Camming terdapat dua seri yaitu calc- alkaline dengan lingkungan pembentukan magma berupa zona active continental margin calc–alkaline  pada daerah Sungai Barutung dan seri thoeliitic dengan lingkungan  pembentukan magma berupa zona active continental margin thoeliite pada daerah Sungai Barru. Perbedaan lingkungan tektonik pada daerah Camming diinterpretasikan akibat  pengaruh pengikatan  potasium (K 2 O) dari batuan samping pada saat pembentukan batuan. Berdasarkan perbedaan kandungan major element  dan petrografi batuannya, maka diinterpretasikan bahwa dasit porfiri di daerah Bottolai berbeda dengan dasit porfiri di daerah Sungai Barru atau terdapat dua jenis dasit porfiri yang memiliki afinitas, lingkungan magma, dan karakteristik yang berbeda baik dari aspek petrografi maupun geokimia batuan.  PENDAHULUAN   Pulau Sulawesi merupakan daerah kompleks tektonik dan volkanisme masa lampau. Pulau ini tersusun tersusun oleh tiga mandala geologi yang didasari oleh litologi, struktur, dan sejarah  pembentukannya yaitu Sulawesi bagian Barat berupa batuan vulkanik, Sulawesi  bagian Timur berupa batuan metamorf dan ofiolit dan Baggai-Sula merupakan fragmen kontinen yang mempunyai karakter dan fenomena geologi yang  berbeda (Sukamto, 1975) dan sekitar 70% daerahnya tertutupi oleh batuan vulkanik dan dari berbagai jenis dengan umur yang  berbeda. Hal ini dapat memberikan  pengetahuan bahwa Pulau Sulawesi merupakan betukan tiga lempeng mayor (Eurasia, Pasifik, dan Indo-Australia) yang saling berinteraksi menghasilkan berbagai fenomena geologi termasuk peristiwa letusan gunungapi (vulkanisme) dan  batuan produkny a. METODE PENELITIAN Untuk memperoleh hasil yang maksimal maka perlu dilakukan suatu penelitian yang sistematis dan terencana berdasarkan suatu metode penelitian. Metode penelitian yang digunakan yaitu berupa pengambilan data lapangan berupa data geomorfologi,

Upload: rizki-maulana-ombasz

Post on 04-Oct-2015

69 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

  • 1

    ANALISIS GEOKIMIA BATUAN DASIT DAERAH BARRU KECAMATAN BARRU KABUPATEN BARRU

    PROVINSI SULAWESI SELATAN

    Baso Rezki Maulana1, Kaharuddin MS2, Adi Tonggiroh2

    Jurusan Teknik Geologi Fakultas Teknik Universitas Hasanuddin Jl. Perintis Kemerdekaan Km. 10 Tamalanrea, Makassar, 90245. Telp/Fax: (0411) 580202

    e-mail : [email protected]

    ABSTRAK

    Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menentukan jenis magma dan lingkungan

    magma batuan dasit berdasarkan karakteristik geokimia batuan dengan menggunakan metode

    analisis geokimia dan analisis petrografi. Berdasarkan hasil penelitian lapangan, analisis

    petrografi dan geokimia maka batuan beku yang terdapat pada lokasi penelitian adalah batuan

    beku intermediet dengan jenis magma yang berbeda. Batuan dasit di daerah Bottolai yaitu

    seri calc-alkaline dengan lingkungan pembentukan magma berupa zona island arc calc

    alkaline basalt sedangkan batuan dasit di daerah Camming terdapat dua seri yaitu calc-

    alkaline dengan lingkungan pembentukan magma berupa zona active continental margin

    calcalkaline pada daerah Sungai Barutung dan seri thoeliitic dengan lingkungan

    pembentukan magma berupa zona active continental margin thoeliite pada daerah Sungai

    Barru. Perbedaan lingkungan tektonik pada daerah Camming diinterpretasikan akibat

    pengaruh pengikatan potasium (K2O) dari batuan samping pada saat pembentukan batuan.

    Berdasarkan perbedaan kandungan major element dan petrografi batuannya, maka

    diinterpretasikan bahwa dasit porfiri di daerah Bottolai berbeda dengan dasit porfiri di daerah

    Sungai Barru atau terdapat dua jenis dasit porfiri yang memiliki afinitas, lingkungan magma,

    dan karakteristik yang berbeda baik dari aspek petrografi maupun geokimia batuan.

    PENDAHULUAN Pulau Sulawesi merupakan daerah kompleks tektonik dan volkanisme masa lampau. Pulau ini tersusun tersusun oleh tiga mandala geologi yang didasari oleh litologi, struktur, dan sejarah pembentukannya yaitu Sulawesi bagian Barat berupa batuan vulkanik, Sulawesi bagian Timur berupa batuan metamorf dan ofiolit dan Baggai-Sula merupakan fragmen kontinen yang mempunyai karakter dan fenomena geologi yang berbeda (Sukamto, 1975) dan sekitar 70% daerahnya tertutupi oleh batuan vulkanik dan dari berbagai jenis dengan umur yang berbeda. Hal ini dapat memberikan

    pengetahuan bahwa Pulau Sulawesi merupakan betukan tiga lempeng mayor (Eurasia, Pasifik, dan Indo-Australia) yang saling berinteraksi menghasilkan berbagai fenomena geologi termasuk peristiwa letusan gunungapi (vulkanisme) dan batuan produknya. METODE PENELITIAN Untuk memperoleh hasil yang maksimal maka perlu dilakukan suatu penelitian yang sistematis dan terencana berdasarkan suatu metode penelitian. Metode penelitian yang digunakan yaitu berupa pengambilan data lapangan berupa data geomorfologi,

  • 2

    Analisis Geokimia Batuan Dasit Daerah Barru Kecamatan Barru Kabupaten Barru Provinsi Sulawesi Selatan Baso Rezki Maulana1, Kaharuddin MS2, Adi Tonggiroh2

    stratigrafi, dan struktur geologi serta conto sampel batuan untuk dianalisis dengan analisis petrografi dan analisis geokimia untuk menghasilkan datadata yang akan diolah. JENIS, AFINITAS, DAN KRISTAL-ISASI MAGMA Berdasarkan hasil pengamatan petrografis diketahui ukuran mineral pada batuan ini adalah berkisar antara

  • 3

    Analisis Geokimia Batuan Dasit Daerah Barru Kecamatan Barru Kabupaten Barru Provinsi Sulawesi Selatan Baso Rezki Maulana1, Kaharuddin MS2, Adi Tonggiroh2

    terlebih dahulu, kemudian terjadi pencampuran magma yang berkomposisi asam, yang kemudian plagioklas yang mempunyai kembaran albit tumbuh/ menindih di atas plagioklas yang bertekstur zoning.

    Gb. 2 Tekstur zoning pada fotomikrograf

    conto sayatan batuan A04/DSD.

    Pada sayatan tipis A12/DST dan A20/DSMN ditemukan adanya tekstur porfiroblastik yaitu tekstur kristaloblastik yang bersifat porfiritik dimana mineral fenokris berupa labradorit yang berbentuk melensa/membutir dalam massa dasar yang lebih halus (gambar 3). Tekstur ini mengindikasikan adanya tekanan yang kuat dari aktifitas tektonik sehingga mineral plagioklas pada batuan dasit mengalami perubahan bentuk kristal berupa pembundaran dan kesan penjajaran mineral. Hal ini sesuai dengan kondisi singkapan dasit porfiri di daerah penelitian.

    Gb. 3 Tekstur porfiroblastik pada

    fotomikrograf conto sayatan batuan A12/DST.

    Berdasarkan klasifikasi jenis magma yang mengacuh pada komposisi kimia (tabel 1)

    maka jenis magma dari batuan ini adalah magma basa (Alzwar dkk., 1988). Fenokris pada conto sampel A04/DSD ini berupa mineral feldspar, yaitu plagioklas jenis labradorit dan andesin ((Na,Ca) AlSi3O8) dengan persentasi sekitar 20 25%. Pada batuan ini juga terdapat hornblende ((Ca, Na)23 (Mg, Fe

    +2, Fe+3, Al)5 (Al, Si)8 O22 (OH)2) sekitar 15 20% dan kuarsa (SiO2) sekitar 10 15%. Fenokris pada conto sampel A12/DST dan A20/DSMN ini berupa mineral feldspar, yaitu plagioklas jenis labradorit ((Na,Ca) AlSi3O8) dengan persentase sekitar 35 40%. Pada batuan ini juga terdapat klorit yang merupakan mineral ubahan dari hornblende ((Ca, Na)23 (Mg, Fe

    +2, Fe+3, Al)5 (Al, Si)8 O22 (OH)2) sekitar 15 20%, dan serisit yang merupakan mineral ubahan dari palgioklas ((Na,Ca) AlSi3O8). Kandungan mineral tersebut memperlihat-kan kesesuaian dengan komposisi kimia dari batuan ini dimana senyawa SiO2, Al2O3, Fe2O3, MgO, CaO, dan Na2O yang merupakan komposisi dari mineral plagioklas (sebagian besar telah terubah menjadi serisit pada sampel A12/DST dan A20/DSMN) dan hornblende (sebagian besar telah terubah menjadi klorit pada sampel A12/DST dan A20/DSMN) mendominasi daripada senyawa yang lain. Jenis plagioklas dalam batuan ini umumnya adalah labradorit menunjukkan bahwa jenis magma dari batuan ini adalah jenis magma basa. Jenis magma tersebut juga didukung oleh komposisi kimia dari batuan ini yang ditunjukkan oleh klasifikasi jenis magma berdasarkan komposisi kimia major element dan trace element (tabel 2 dan 3). Berdasarkan kandungan dari major element (tabel 2) dari hasil analisis geokimia terhadap sampel A04/DSD, A12/DST, dan A20/DSMN maka jenis seri magma pada batuan di daerah penelitian dapat diidentifikasi dengan menggunakan klasifikasi afinitas magma (Peccerillo dan Taylor, 1976 dalam Rollinson, 1993).

  • 4

    Analisis Geokimia Batuan Dasit Daerah Barru Kecamatan Barru Kabupaten Barru Provinsi Sulawesi Selatan Baso Rezki Maulana1, Kaharuddin MS2, Adi Tonggiroh2

    Tabel 1 Hasil analisis petrografi dan geokimia pada sampel A04/DSD, A12/DST, dan A20/DSMN pada klasifikasi jenis magma (Alzwar dkk., 1988).

    A04/DSD A12/DST A20/DSMN

    Komposisi Mineral (%) Komposisi Mineral (%) Komposisi Mineral (%)

    Plagioklas

    (labradorit) 15

    Plagioklas

    (labradorit) 35

    Plagioklas

    (labradorit) 40

    Plagioklas

    (andesin) 20 Kuarsa 15 Kuarsa 10

    Hornblende 20 Hornblende 20 Hornblende 20

    Ortoklas 10 Ortoklas 5

    Kuarsa 10 Kristallit

    Plagioklas 15

    Kristallit

    Plagioklas 20

    Mineral opak 5

    Kristallit

    Plagioklas 10

    Gelas 10 Gelas 10

    Gelas 15

    Tekstur khusus

    intergrowth

    Tekstur khusus

    intergrowth dan tekstur

    porfiroblastik

    Tekstur khusus

    intergrowth dan tekstur

    porfiroblastik

    Major element (ppm) Major element (ppm) Major element (ppm)

    SiO2 67,14 SiO2 68,19 SiO2 68,59

    Al2O3 16,67 Al2O3 16,96 Al2O3 14,69

    Fe2O3 2,96 Fe2O3 2,17 Fe2O3 1,88

    MgO 2,1 MgO 1,15 MgO 1,16

    CaO 4,11 CaO 2,63 CaO 2,8

    Na2O 4,17 Na2O 5,37 Na2O 4,07

    K2O 1,26 K2O 1,11 K2O 2,02

    P2O5 0,07 P2O5 0,087 P2O5 0,102

    MnO 0,052 MnO 0,019 MnO 0,026

    TiO2 0,07 TiO2 0,17 TiO2 0,23 *Sumber: Lab. Petrografi Teknik Geologi Unhas dan Lab. PT. Intertek Utama Services Jakarta

    Pembagian seri magma ini didasarkan pada presentase kandungan kimia K2O dan SiO2 pada batuan beku. Berdasarkan plotting kesebandingan berat (%) K2O dan SiO2 pada klasifikasi afinitas magma (Peccerillo dan Taylor, 1976 dalam Rollinson, 1993), maka seri magma dari sampel kode A04/DSD adalah seri calcalkaline. Kandungan major element berupa K2O dan SiO2 sampel A04/DSD adalah 1,26% dan 67,14%. Pada conto sampel A04/DSD yang memiliki jenis magma seri calc-alkaline, diinterpretasi-

    kan bahwa selama proses kristalisasi magma terjadi peningkatan potasium (K2O) akibat asimilasi terhadap batuan samping yang kaya akan potasium. Hal ini didukung oleh data lapangan berupa dijumpainya kontak batuan dasit augen dengan sekis muskovit dan dasit augen yang telah teralterasi pada stasiun 6 di Dusun Bottolai. Berdasarkan plotting kesebandingan berat (%) K2O dan SiO2 pada klasifikasi afinitas magma (Peccerillo dan Taylor, 1976 dalam Rollinson, 1993), maka seri magma

  • 5

    Analisis Geokimia Batuan Dasit Daerah Barru Kecamatan Barru Kabupaten Barru Provinsi Sulawesi Selatan Baso Rezki Maulana1, Kaharuddin MS2, Adi Tonggiroh2

    dari sampel kode A12/DST adalah seri thoeliitic. Kandungan major element berupa K2O dan SiO2 sampel A12/DST adalah 1,11% dan 68,19%. Pada conto sampel A12/DST yang memiliki jenis magma seri thoeliitic, diinterpretasikan bahwa selama proses kristalisasi magma

    tidak terjadi peningkatan potasium (K2O) seperti pada batuan beku di Dusun Bottolai. Hal ini didukung oleh data lapangan berupa dijumpainya kontak singkapan dasit porfiri dengan batuan beku ultrabasa pada Dusun Camming.

    Tabel 2 Kandungan major element dalam part per million dari sampel A04/DSD, A12/DST, dan A20/DSMN.

    Major

    Element A04/DSD A12/DST A20/DSMN

    SiO2 67,14 68,19 68,59

    Al2O3 16,67 16,96 14,69

    CaO 4,11 2,63 2,8

    Fe2O3 2,96 2,17 1,88

    K2O 1,26 1,11 2,02

    MgO 2,1 1,15 1,16

    MnO 0,052 0,019 0,026

    Na2O 4,17 5,37 4,07

    P2O5 0,07 0,087 0,102

    TiO2 0,03 0,17 0,23

    LOI 0,6 1,2 3,7

    Total 99,162 99,056 99,268 *Sumber: Lab. PT. Intertek Utama Services Jakarta

    Tabel 3 Kandungan trace element/HFSE (immobile) dalam part per million dari

    sampel A04/DSD, A12/DST, dan A20/DSMN.

    Unsur HFSE A04/DSD A12/DST A20/DSMN

    Sc 5 3 6

    Y 3,7 2,5 4,2

    Th 2,6 0,95 1,16

    U 0,56 0,51 0,5

    Pb 60 10 9

    Zr 18,2 7,6 16,7

    Hf 0,8 0,4 1

    Ti 741 1060 1410

    Nb 4,8 0,5 0,5

    Ta 0,42 0,1 0,08 *Sumber: Lab. PT. Intertek Utama Services Jakarta

    Berdasarkan plotting kesebandingan berat (%) K2O dan SiO2 pada klasifikasi afinitas magma (Peccerillo dan Taylor, 1976 dalam Rollinson, 1993), maka seri magma

    dari sampel kode A20/DSMN adalah seri calc-alkaline. Kandungan major element berupa K2O dan SiO2 sampel A20/DSMN adalah 2,02% dan 68,59%. Pada conto

  • 6

    Analisis Geokimia Batuan Dasit Daerah Barru Kecamatan Barru Kabupaten Barru Provinsi Sulawesi Selatan Baso Rezki Maulana1, Kaharuddin MS2, Adi Tonggiroh2

    sampel A20/DSMN yang memiliki jenis magma seri calc-alkaline, diinterpretasi-kan bahwa pada dasit porfiri di daerah Sungai Barutung yang memiliki ciri fisik dan umur yang sama dengan conto sampel A12/DST di Dusun Camming namun memiliki sifat kimia/seri magma yang berbeda berupa peningkatan potasium (K2O) akibat pengaruh proses asimilasi terhadap batuan samping yang kaya akan potasium (K2O). Hal ini didukung oleh data lapangan berupa dijumpainya batuan metamorf berupa sekis muskovit yang kaya akan potasium (K2O) pada sebelah Selatan daerah penelitian.

    Gb. 4 Plotting pada klasifikasi afinitas

    magma berdasarkan perbanding-an K2O dan SiO2 (Peccerillo dan Taylor, 1976 dalam Rollinson, 1993).

    LINGKUNGAN MAGMA Untuk mengetahui gambaran evolusi magma dipergunakan diagram variasi kandungan major element (oksida) terhadap senyawa SiO2 (Harker, 1909 dalam Rollinson, 1993). Berdasarkan diagram variasi tersebut, maka pada sampel A04/DSD, A12/DST, dan A20/DSMN terlihat korelasi negatif pada senyawa MgO, CaO, FeO, dan Al2O3 terhadap SiO2, dimana makin besar nilai SiO2 makin kecil nilai oksida unsurnya. Berdasarkan dari diagram (Harker, 1909 dalam Rollinson, 1993), terjadi proses kristalisasi fraksinasi pada unsur Na dan Ca terhadap SiO2 membentuk mineral

    plagioklas, dimana pada mineral ini terkonsentrasi unsur Na dan Ca. Dilihat dari senyawa NaO2 terhadap SiO2 yang kadarnya sangat besar mencirikan akan konsentrasi mineral plagioklas yang lebih dominan, sehingga ubahan dari mineral plagioklas pada sampel A12/DST dan A20/DSMN akan membentuk mineral serisit yang berupa mineral sekunder. Pada senyawa NaO2 terhadap SiO2 menggambarkan kristalisasi fraksinasi mineral plagioklas yang terkonsentrasi oleh unsur Na, dimana terjadi korelasi positif pada senyawa Na2O terhadap SiO2 sehingga pembentukan mineral plagioklas melimpah. Pada perbandingan CaO dan SiO2 terdapat perubahan signifikan pada kondisi litologi sampel A04/DSD, A12/DST, dan A20/DSMN yang menunjukkan adanya pengaruh proses pencampuran magma/asimilasi yang bersumber dari batuan induk ultramafik dimana kuarsa, Kfeldspar, dan plagioklas yang kaya akan sodium, meleleh terlebih dulu sebelum diikuti oleh silika ferromagnesian dan plagioklas kaya akan kalsium (kadar silikanya lebih rendah). Akibat peleburan yang tidak sempurna (partial melting), maka akan terbentuk magma yang lebih asam daripada batuan induknya yang bersifat basa. Pada perbandingan MgO dan FeO terhadap SiO2 ditinjau dari kandungan ferromagnesian (MgO) maka sampel A04/DSD, A12/DST, dan A20/DSMN menunjukkan korelasi negatif dengan peningkatan kadar SiO2, sehingga diinter-pretasikan adanya pengaruh batuan ultrabasa terhadap peningkatan kadar silika (SiO2) magma akibat dari diferensiasi dan proses peleburan yang tidak sempurna (partial melting), dimana hanya sebagian batuan induk saja yang meleleh membentuk magma. Hal ini disebabkan oleh mineralmineral penyusun suatu batuan yang memiliki titik lebur berbeda.

  • 7

    Analisis Geokimia Batuan Dasit Daerah Barru Kecamatan Barru Kabupaten Barru Provinsi Sulawesi Selatan Baso Rezki Maulana1, Kaharuddin MS2, Adi Tonggiroh2

    Berdasarkan plotting pada diagram variasi major element terhadap SiO2 (Harker, 1909 dalam Rollinson, 1993), diketahui terjadi perubahan perbandingan antara senyawa Na2O, K2O, dan TiO2 terhadap SiO2 yang bernilai positif sedangkan pada perubahan perbandingan antara senyawa Al2O3, CaO, FeO, dan MgO terhadap SiO2 yang bernilai negatif, sehingga dapat diinterpretasikan magma pembentuk batuan dasit di daerah Sungai Barru sebelah Selatan Dusun Camming adalah magma yang terbentuk di zona penunjam-an yang bersifat asam (68,19% silika) dan berasal dari lempeng samudera yang bersifat basa (45 52% silika), sedangkan magma pembentuk batuan dasit di Dusun Bottolai adalah magma yang terbentuk di zona penunjaman yang bersifat asam (67,14% silika) dan berasal dari lempeng samudera yang bersifat basa (45 52% silika) dimana ketika magma naik menembus peridotit, terjadi penurun-an silika akibat proses asimilasi atau reaksi magma dengan batuan dinding yang kaya akan kalsium, magnesium, dan besi sehingga mengakibatkan penurunan derajat keasaman magma. Bukti adanya proses asimilasi pada pembentukan dasit di Dusun Bottolai yaitu adanya inklusi berupa fragmen xenolit peridotit pada batuan dasit porfiri. Berdasarkan pengamatan petrografi diketahui bahwa ukuran mineral pada sayatan tipis A04/DSD berkisar antara

  • 8

    Analisis Geokimia Batuan Dasit Daerah Barru Kecamatan Barru Kabupaten Barru Provinsi Sulawesi Selatan Baso Rezki Maulana1, Kaharuddin MS2, Adi Tonggiroh2

    Camming (A12/DST dan A20/DSMN) yaitu zona active continental margin calcalkaline basalt dan active continental margin thoeliite sedangkan lingkungan tektonik dari batuan beku di Dusun Bottolai yaitu zona within plate volcanic zone (gambar 6). Perbedaan lingkungan tektonik pada Dusun Camming diinter-pretasikan akibat pengaruh peng-ikatan potasium (K2O) dari batuan samping pada saat pembentukan batuan yang kaya akan mineral muskovit (KAl2(AlSi3)O10(OH)2).

    Gb. 6 Plotting pada klasifikasi

    lingkungan Th-Hf-Ta (Schandl dan Gorton, 2002 dalam Janousek et al., 2006).

    Berdasarkan kandungan trace element/ HFSE (immobile) yang ditunjukkan oleh sampel A04/DSD, A12/DST, dan A20/DSMN dengan menggunakan klasifikasi lingkungan tektonik (Wood, 1980 dalam Rollinson, 1993) yang berdasarkan pada kandungan trace element/HFSE (immobile) berupa per-bandingan unsur Th-Hf-Ta, maka dalam klasifikasi ini lingkungan tektonik dari batuan beku di Dusun Bottolai dan Camming yaitu zona island arc calcalkaline basalt (gambar 7).

    Gb. 7 Plotting pada klasifikasi

    lingkungan tektonik Th-Hf-Ta (Wood, 1980 dalam Rollinson, 1993).

    Berdasarkan jenis magma, lingkungan pembentukan magma, petrografi, dan hubungan stratigrafi serta kenampakan di lapangan, maka diinterpretasikan bahwa batuan dasit di daerah penelitian memiliki jenis lingkungan tektonik yang berbeda yaitu, batuan dasit porfiri augen di daerah Dusun Camming terbentuk pada Kala Pra-Eosen dan lingkungan magma berupa zona active continental margin system sedangkan batuan dasit porfiri di daerah Dusun Bottolai terbentuk pada Kala Miosen Atas (Sukamto, 1982) dan lingkungan magma berupa zona island arc system. Hal ini terlihat dari adanya perbedaan pada dua klasifikasi dengan perbandingan unsur Th-Hf-Ta yang sama, namun terdapat perbedaan lingkungan magma antara batuan dasit Bottolai (A04/DSD) dengan batuan dasit Camming (A12/DST dan A20/DSMN). Perbedaan hubungan stratigrafi batuan di lapangan dan seri magma antara batuan dasit di Dusun Bottolai dan Camming menginterpretasikan bahwa lokasi peneliti-an terdapat dua jenis magma dengan sifat kimia, lingkungan magma, dan sifat fisik mineral yang berbeda akibat pengaruh pengikatan potasium (K2O) dari batuan samping pada saat pembentukan batuan. Hal tersebut juga menunjukkan bahwa, batuan dasit porfiri pada daerah penelitian terdapat dua jenis magma dengan kandungan potasium berbeda yaitu seri thoeliitic dan seri calcalkaline yang termasuk dalam bagian seri subalkaline dan secara umum terbentuk pada zona konvergen tepi lempeng benua akibat penunjaman lempeng benua dengan lempeng samudera yang tipis (Wilson, 1989). Pada zaman Pra-Eosen, daerah penelitian yang berupa lempeng kontinen mengalami aktifitas vulkanik akibat penunjaman antara tepi lempeng benua dengan lempeng samudera. Lingkungan active continent margin ini kemudian mem-bentuk magma bersifat thoeliitic dan

  • 9

    Analisis Geokimia Batuan Dasit Daerah Barru Kecamatan Barru Kabupaten Barru Provinsi Sulawesi Selatan Baso Rezki Maulana1, Kaharuddin MS2, Adi Tonggiroh2

    akibat pengaruh batuan samping, sifat magma berubah menjadi calc-alkaline yang kemudian pada zaman Pra-Eosen membentuk batuan beku dasit augen dengan tekstur porfiritik dan tekstur porfiroblastik akibat dari tekanan yang kuat dari aktifitas tektonik sehingga mineral plagioklas pada batuan dasit mengalami perubahan bentuk kristal berupa pembundaran dan kesan penjajaran mineral. Hal lain yang mendukung adalah magma tipe thoeliitic dan calcalkaline umumnya terbentuk pada zona convergent/ active continent margin. Pada Kala Miosen Atas terjadi pemekaran yang membentuk lingkungan tektonik berupa busur kepulauan dan dilanjutkan dengan intrusi dangkal berupa magma bersifat calc-alkaline yang kemudian membentuk batuan beku dasit porfiri. Hal lain yang mendukung adalah magma tipe calcalkaline umumnya terbentuk pada zona convergent/island arc (gambar 8).

    Gb. 8 Model evolusi lingkungan

    magma batuan dasit daerah Barru berdasarkan afinitas kimia magma modifikasi dari petro-tektonik tepian kontinental aktif dan busur kepulauan (Priadi, 2011).

    JENIS DAN PENAMAAN BATUAN Berdasarkan pengamatan petrografis dari conto sayatan dengan kode sayatan A04/DSD memperlihatkan warna absorbsi coklat dengan warna interferensi maksimum abuabu kehitaman, tekstur kristalinitas hipokristalin, granularitas faneroporfiritik, bentuk euhedral subhedral, relasi inequigranular, struktur masif, tekstur khusus intergrowth, ukuran mineral antara

  • 10

    Analisis Geokimia Batuan Dasit Daerah Barru Kecamatan Barru Kabupaten Barru Provinsi Sulawesi Selatan Baso Rezki Maulana1, Kaharuddin MS2, Adi Tonggiroh2

    adalah dacite atau dasit (gambar 9). Klasifikasi ini juga dapat mengidentifikasi seri magma yang terlihat dari garis tebal berwarna biru membagi antara seri alkaline dan seri subalkaline. Hasil analisis geokimia bahwa batuan dasit termasuk dalam zona seri subalkaline dimana seri calcalkaline dan thoeliitic termasuk dalam seri subalkaline (Wilson, 1989).

    Gb. 9 Plotting pada klasisfikasi batuan

    beku vulkanik (Cox et al., 1979). Klasifikasi lainnya yang juga mendukung hal tersebut adalah klasifikasi jenis batuan beku berdasarkan kandungan SiO2 dan Na2O+K2O (Le Bas et al., 1986 dalam Rollinson, 1993), klasifikasi ini menunjukkan bahwa batuan beku daerah penelitian adalah dasit (gambar 10). Klasifikasi ini juga dapat diidentifikasi seri magma terlihat dari garis putusputus berwarna hitam membagi antara seri alkaline dan seri subalkaline. Hasil analisis geokimia bahwa batuan dasit termasuk dalam zona seri subalkaline dimana seri calcalkaline dan thoeliitic termasuk dalam seri subalkaline (Wilson, 1989).

    Gb. 10 Plotting pada klasisfikasi batuan

    beku vulkanik (Le Bas et al., 1986 dalam Rollinson, 1993).

    Berdasarkan hasil ketiga klasifikasi batuan yang digunakan maka dapat disimpulkan bahwa litologi di daerah penelitian adalah dasit porfiri. Berdasarkan perbedaan kandungan major element dan petrografi batuannya, maka diinterpretasikan bahwa dasit porfiri di daerah Bottolai berbeda dengan dasit porfiri berstruktur augen di daerah Sungai Barru atau terdapat dua jenis dasit porfiri yang memiliki afinitas, lingkungan magma, dan karakteristik yang berbeda baik dari aspek petrografi maupun geokimia batuan. KESIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian lapangan, analisis petrografi dan geokimia maka secara umum dapat disimpulkan sebagai berikut : 1. Batuan beku yang terdapat pada lokasi

    penelitian adalah batuan beku intermediet dengan jenis magma yang berbeda. Batuan dasit di Dusun Bottolai yaitu seri calc-alkaline sedangkan batuan dasit di daerah Camming terdapat dua seri yaitu calc-alkaline pada daerah Sungai Barutung dan seri thoeliitic pada daerah Sungai Barru. Hal ini berbeda dari hasil penelitian salah satu peneliti terdahulu

  • 11

    Analisis Geokimia Batuan Dasit Daerah Barru Kecamatan Barru Kabupaten Barru Provinsi Sulawesi Selatan Baso Rezki Maulana1, Kaharuddin MS2, Adi Tonggiroh2

    pada geologi regional Lembar Pangkajene dan Watampone bagian Barat (Sukamto, 1982) yang memasukkan batuan beku intermediet di daerah penelitian menjadi satu jenis batuan intrusi, yaitu diorit (d).

    2. Batuan beku yang terdapat pada lokasi penelitian adalah batuan beku intermediet dengan lingkungan pem-bentukan magma yang berbeda. Batuan dasit di Dusun Bottolai yaitu zona pada island arc calcalkaline basalt sedangkan batuan dasit di daerah Camming terdapat dua jenis, yaitu zona active continental margin calcalkaline pada daerah Sungai Barutung dan zona active continental margin thoeliite pada daerah Sungai Barru. Perbedaan lingkungan tektonik pada daerah Camming diinterpretasi-kan akibat pengaruh pengikatan potasium (K2O) dari batuan samping pada saat pembentukan batuan.

    DAFTAR PUSTAKA Alzwar, M., Samodra, H., dan Tarigan,

    J.J., 1988, Pengantar Dasar Ilmu Gunungapi, Nova, Bandung.

    Bakosurtanal, 1991, Peta Rupa Bumi

    Lembar Barru nomor 201161, Edisi I, Cibinong, Bogor.

    Bandy, O.L., 1967, Foraminifera Indecs

    in Paleoecology, Esso Production Research Company, Houston, Texas.

    Bauman, P., 1971, Summaries of Lectures

    In Larger Foraminifera, LEMIGAS, Department of Geology, Jakarta.

    Boggs Jr.S., 1987, Principle of

    Sedimentology and Stratigraphy, Third edition, PrenticeHall, New Jersey, USA.

    Cox, K.G., 1979, The Interpretation of Igneous Rocks, George Allen and Unwin.

    Elburg, M.A and Foden, J., 1998,

    Geochemical Response to Varying Tectonic Setting: An Example from Southern Sulawesi (Indonesia), Elsevier Science Ltd., Geochemica et Cosmochimica Acta, USA, Vol. 63, No. 7/8, 1999; pp. 1155 1172.

    Endarto, D., 2005, Pengantar Geologi

    Dasar, Lembaga Pengembangan Pendidikan (LPP) UNS, Surakarta, Indonesia.

    Morse, S.A., 1980, Basalts and Phase

    Diagrams An Introduction to the Quantitative Use of Phase Diagrams in Igneous Petrology, Springer, Verlag, New York Inc.

    Ikatan Ahli Geologi Indonesia, 1996,

    Sandi Stratigrafi Indonesia, Bidang Geologi dan Sumber Daya Mineral, Jakarta.

    Janousek, V., Farrow, C.M., and Erban,

    V., 2006, Interpretation of Wholerock Geochemical Data in Igneous Geochemistry: Introducing Geochemical Data Toolkit (GCDkit), Czech Geological Survey, Czech Republic.

    Katili, J.A., 1980, Geotectonic of

    Indonesia a Modrn View, Department of Geology, Bandung Institute of Technology.

    Kerr, P.F., 1958, Optical Mineralogy,

    McGraw Hill Book Co. Inc., New York.

    McKenzie, W.S., Donaldson, C.H., and

    Guilford, C., 1982, Atlas Of

  • 12

    Analisis Geokimia Batuan Dasit Daerah Barru Kecamatan Barru Kabupaten Barru Provinsi Sulawesi Selatan Baso Rezki Maulana1, Kaharuddin MS2, Adi Tonggiroh2

    Igneous Rocks and Their Texture, Department of Geology, Faculty of Science, Chulalongkorn University.

    McPhie, J., Doyle, M., and Allen, R.,

    1993, Volcanic Texture, Centre for Ore Deposit and Exploration Studies, Universty of Tasmania, Australia.

    Priadi, B., 2011, Sulawesi Geology,

    Ekskursi Geologi Sulawesi S2 ITB, Bandung.

    Priadi, B., Bellon, H., Maury, R.C., Volve,

    M., Soeria-Atmadja, R., and Philppet, J.C., 1994, Magmatic Evolution in Sulawesi in Light of New 40K 40Ar Age Data, Makalah PIT IAGI XXIII, Jakarta.

    Rollinson, H.R., 1993, Using

    Geochemical Data: Evaluation, Presentation, Interpretation, J. Wiley & Sons Inc., New York, USA.

    Sukamto, R., 1975, Structural of Sulawesi

    In The Light of Plate Tectonic, Department of Mine and Energy, Jakarta, p. 21.

    Sukamto, R., 1982, Geologi Lembar

    Pangkajene dan Watampone Bagian Barat, Sulawesi, Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi Direktorat Pertambangan Umum Departemen Pertambang-an dan Energi, Bandung, Indonesia.

    Thornburry, W.D., 1969, Principles of

    Geomorphology, Second edition, John Willey & Sons. Inc., New York, USA.

    Travis, R.B., 1955, Classification of

    Rocks, The Colorado School of

    Mines, Golden Colorado, USA, p. 1 12.

    van Leeuwen, T.M., 1981, The Geology of

    Southweast Sulawesi With Special Reference of the Biru Area, The Geology and Tectonics of Eastern Indonesia, Geological Research and Development Centre, Spec. Publ. No. 2, p. 227 304.

    Wilson, M., 1989, Igneous Petrogenesis,

    A Global Tectonic Approach, Department of Earth Sciences, University of Leeds, Netherland.

    Yuwono, S.Y., 1990, Produk Volkanik

    Parepare (Sulawesi Selatan), Ikatan Ahli Geologi Indonesia, Bandung.

    Smith, I.E.M., Worthington, T.J., Price,

    R.C., Stewart, R.B., and Maas, R., 2005, Petrogenesis of Dacite in an Oceanic Subduction Environment: Raoul Island, Kermadec Arc, Journal of Volcanology and Geothermal Research 156, 2006; Elsevier Science Ltd., USA, p. 252 265.